Pencarian

Aksara Iblis 3

Raja Gendeng 27 Aksara Iblis Bagian 3


Kaki depan harimau itu berkelebat dikibaskan kekiri dan ke kanan dalam gerakan mencabik. Iblis Kolot tertawa mengekeh.

Semasa hidupnya ketika dulu berhadapan dengan Randu Wulih dia pernah merasakan betapa ganas harimau jejadian jelmaan Randu Wulih.

Tapi kini Randu Wulih hanya sendirian.

Tidak ada teman atau sahabat-sahabatnya di tempat itu.

"ilmu ajianmu yang sudah usang itu jangan lagi kau pergunakan untuk melawan aku! Percayalah seribu ilmu yang jauh lebih hebat boleh kau pergunakan saat ini. Namun kau tetap saja ditakdirkan celaka ditanganku!"

Kata Iblis Kolot.

Berkata demikian tanpa beranjak dari tempatnya berdiri Pura Saketi yang berada dalam pengaruh dan kendali arwah Iblis Kolot tiba-tiba lambaikan tangan kirinya menyambuti sambaran dua cakar kaki depan harimau itu.

Wuut!

Tidak ada sambaran angin atau deru cahaya.

Namun harimau itu tiba-tiba saja merasakan seperti ada satu tembok raksasa menghadang didepannya.

Walau dia berusaha menerobos tembok itu dengan menghantamkan kedua kaki depannya yang dipenuhi kuku-kuku kokoh dan tajam ternyata sia sia.

"Ha ha ha! Setelah kau merubah diri menjadi mahluk jejadian, Ternyata kau tetap tidak mampu menembus ilmu Benteng Iblis Berlapis-lapis"

Dengus Iblis Kolot. Sambil berkata demikian Iblis Kolot hantamkan tangan kanannya ke tubuh sang harimau dengan gerak cepat yang disertai ilmu pukulan Iblis Menembus Langit. Sang harimau jelmaan Randu Wulih tiba-tiba merasakan ada hawa dingin luar biasa menyambar tubuhnya.

Sambaran hawa dingin itu disertai munculnya dua larik cahaya biru kehitaman.

Sang harimau menggeram.

Dengan mulut ternganga memperlihatkan taring-taring yang tajam, dua kaki yang berada didepan dia dorong ke arah lawan menyambut pukulan ganas yang dilancarkan Iblis Kolot

Wuut!

Wuut!

Sang harimau tercekat.

Dua kaki yang dia dorong seperti menghantam bantalan kapas tebal.

Sementara cahaya biru kehitaman terus melesat menyambar ganas ke arahnya disertai suara menderu laksana guruh dilangit. Tidak ingin celaka sang harimau bantingkan tubuhnya ke samping.

Tapi gerakan harimau itu kalah cepat dari datangnya serangan.

Dees!

Satu pukulan luar biasa keras menghantam tubuh di bagian pinggang.

Harimau besar itu terpelanting, bergulingan laksana dihantam topan lalu jatuh terjengkang dengan mulut semburkan darah.

Harimau jejadian menggerung dahsyat.

Sekali dia menggulingkan tubuhnya wujudnya kembali berubah menjadi sosok Randu Wulih yang asli. Orang tua ini dengan terbungkuk-bungkuk segera bangkit berdiri.

Sambil kerahkan tenaga sakti yang bersumber dibagian pusarnya dia seka darah yang meleleh dikedua sudut bibirnya.

Dibawah terangnya sinar rembulan Randu Wulih memandang ke depan.

Wajahrnya pucat dan nafas mengengah laksana orang yang baru lolos dari kejaran setan.

"Ha ha ha! Kau hampir tidak berdaya. Dalam dua gebrakan lagi, nyawamu kubuat amblas!"

Seru Iblis Kolot dalam diri Pura Saketi. Kemudian tiba-tiba saja pemuda itu melangkah maju.

Sambil keluarkan suara menggembor, dua tangannya dijulurkan ke depan.

Begitu dua tangan dijulur dari ujung jemari hingga kebagian pangkal lengan mendadak berubah merah laksana bara api.

Randu Wulih terkesiap.

Si kakek sadar Iblis Kolot telah menggunakan ilmu Bara Tangan Iblis.Benda apapun yang kena dicengkeram atau dipukul pasti akan meleleh, apalagi tubuh manusia maka seketika bisa hangus.

Tidak ingin celaka, Randu Wulih segera lindung diri dengan ilmu Inti Es Puncak Simeru. Begitu hawa dingin luar biasa mengalir disekujur tubuh Randu Wulih, kaki tangan, hingga ke rambutnya berubah memutih laksana beku. Tidak membuang waktu Randu Wulih tiba-tiba menyerbu ke depan.

Ketika lawan berada dalam Jangkawan dua pukulan dilancarkannya sekaligus. Hawa dingin menebar, dua tangan terus meluncur menerobos mencari sasaran dibagian dada lawan.

Tetapi Iblis Kolot tiba-tiba saja silangkan kedua tangan untuk melindungi dada.

Duuk!

Plak!

Terhadang oleh gerakan tangan lawan, dua pukulan Randu Wulih membentur lengan Pura Saketi.

Secepat kilat dia memutar tubuh, lalu lambungkan diri ke atas dan dengan gerakan berputar dia menghantam wajah lawannya.

Des!

Satu tendangan telah membuat pemuda yang dikendalikan arwah gurunya terguncang.

Namun tendangan itu tidak membuatnya terluka.

Sebaliknya dengan cepat dia menyambar pinggang Randu Wulih. Orang tua ini segera lakukan gerakan jungkir balik untuk menghindar dari jangkawan lawan. Sayang karena tubuhnya berada diatas dan kaki tidak menjejak tanah gerakan menyelamatiaan diri yang dilakukan Randu Wulih tentu saja kalah cepat dari gerakan tangan Pura Saketi.

Walau gagal mencekal pinggang, kini malah kaki si kakek yang kena dicekal.

Tangan yang membara itu kemudian diputar membuat tubuh Randu Wulih ikut berputar.

Ketika lawan menyentakkan tangannya ke atas.

Tubuh Randu Wulih ikut tersentak dan melambung tinggi. Selagi si kakek kehilangan keselmbangan.

Tiba-tiba dia merasakan tubuhnya meluncur ke bawah dengan kecepatan luar biasa.

Buuk!

"Heek...!"

Si kakek menjerit tertahan.

Bantingan keras yang dilakukan Iblis Kolot membuat tubuhya amblas, melesak ke dalam tanah.

Orang tua ini merasa kepalanya laksana remuk, tubuh luluh lantak disertai rasa sakit luar biasa.

Sekuat tenaga tanpa menghiraukan rasa sakit luar biasa yang melanda setiap bagian tubuhnya dia berusaha keluar dari pendaman.

Disaat itu si kakek merasakan ada rasa myeri yang sangat luar biasa dibagian rusuk sebelah kiri. Ketika dia berhasil keluar dari himpitan tanah dia memperhatikan rusuknya.

Dia melihat darah meleleh dan ada dua tulangnya yang menyembul keluar.

Dua tulang rusuk patah.

Ini yang membuatnya sulit bernafas

"Iblis jahanam! Setelah menjadi arwah gentayangan pun ternyata dia tak kalah hebat dibandingkan semasa hidupnya.Malah kini kekuatannya menjadi berlipat ganda!"

Geram Randu Wulih.

Merasa sulit berdiri orang tua ini kemudian duduk bersimpuh.

Menatap ke depan dia melihat Pura Saketi yang berada dalam kendali Iblis Kolot menyeringai dingin

"Kau sudah tidak berdaya. Dan mungkin kau baru menyadari setelah aku berada dalam diri Pura Saketi muridku ini, aku jadi memiliki dua kekuatan sekaligus yang membuatku makin hebat.Kekuatan itu adalah kekuatanku sendiri yang ditambah dengan kesaktian muridku., Ha ha ha!"

Kata Iblis Kolot. Mahluk alam roh ini kemudian angkat tangannya tinggi-tinggi.

Setelah berada diatas kepala tangan diputar tiga kali berturut-turut.

Melihat apa yang dilakukan lawan.

Randu Wulih segera maklum saat itu lawan siap menyerangnya dengan ilmu pukulan Bara Neraka.

Selagi tangan yang berputar berubah merah disertai kepulan asap tebal itu belum dilontarkan ke dirinya, maka kesempatan itu segera dipergunakan oleh Randu Wulih untuk mengerahkan ilmu ajian Selaksa Gempa.

Tiba-tiba Iblis Kolot menggeram, sambil melesat ke depan dia pukulkan kedua tangannya berturut-turut ke arah si kakek. Randu Wulih yang terluka parah sedikitpun tidak beringsut dari tempat duduknya.

Dua tangan yang telah teraliri tenaga dalam tinggi tiba-tiba saja dia pukulkan ke tanah.

Buum!

Buum!

Dua ledakan berdentum mengguncang tanah tepat dimana kudanya berada.

Guncangan itu kemudian disusul dengan guncangan berikutnya yang lebih dahsyat.

Pukulan Bara Neraka yang seharusnya menghantam Randu Wulih luput dan terus melesat menghantam pohon besar yang terdapat dibelakang si kakek.

Pohon berderak hancur, lalu ambruk disertai suara bergemuruh.

Randu Wulih mendengus, tangan sekali lagi menghantam tanah.

Kali ini guncangan yang lebih dahsyat disertai gemunuh laksana badai mengamuk melanda kawasan itu.

Pura Saketi yang berada dalam kendali arwah Iblis Kolot jatuh terpelanting. Kepala terhempas ke batu, bongkahan batu besar hancur namun dia masih sanggup berdiri.

"Randu Wulih manusia jahanam! Dulu kau tidak mempunyai ilmu ini. Katakan padaku ilmu kesaktian apa yang kau miliki hingga membuat bumi serasa jungkir balik seperti ini?1"

Teriak Iblis Kolot yang berulang kali jatuh bangun akibat guncangan.

"Inilah ajian Selaksa Gempa. Ilmu paling baru yang berhasil kumiliki!"

Dengus Randu Wulih disertai seringai dingin.

"Begitu?!"

"Kau punya lmu kejutan, lalu apakah kau mengira muridku ini tidak memilikinya? Ha ha ha!"

Seru Iblis Kolot.

Seperti yang dilakukan Randu Wulih. Iblis Kolot pun jatuhkan diri dengan kedua kaki berlutut diatas tanah.
Raja Gendeng 27 Aksara Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Seiring dengan itu kedua tangan kemudian disatukan lalu dia letakkan di depan kening.

Mulut berkemak-kemik.

Begitu tubuh bergetar disertai guncangan yang datang dari dalam diri sekujur tubuh Pura Saketi tiba-tiba berubah merah mengerikan.

Sekejab kemudian seiring dengan munculnya cahaya merah disekujur tubuh maka ditelapak Pura Saketi hingga ke bagian lengan atas membersit cahaya biru benderang berkilau menyilaukan.

Cahaya biru yang bermunculan silih berganti memenuhi kedua tangan dan menjalar kesekujur tubuh berbentuk huruf-huruf atau aksara yang tidak dapat dibaca dan diketahui maknanya.

Melihat keanehan yang luar blasa, Randu Wulih tercengang sekaligus tanpa sadar keluarkan seruan kaget.

"Aksara Iblis...?!"

Yang dikatakan Randu Wulih memang tidak berlebihan. Saat itu Arwah Iblis Kolot yang bersemayam dalam diri Pura Saketi memang tengah mengerahkan ilmu ganas yang didapat muridnya dari Kitab Aksara Iblis.

"Apa yang harus kulakukan? Ajian Selaksa Gempa yang kukerahkan untuk menghabisi Iblis Kolot dan murid yang ditumpanginya tiba-tiba kehilangan fungsinya."

Batin si kakek.

Tidak ada kesempatan bagi orang tua ini berpikir lebih lama. Saat itu Iblis Kolot telah mendorong kedua tangan muridnya ke depan.

Wuus!

Dari kedua tangan puluhan cahaya berbentuk aksara menderu bersama gelombang angin panas dan cahaya merah. Randu Wulih terkesima namun cepat memutar kedua tangan untuk melindungi diri dalam jurus Harimau Sakti Menghalau Topan. Angin dingin bergulung-gulung, sebagian melindungi si kakek dan sebagiannya lagi bergerak melabrak ke depan. Tapi semua upaya yang dilakukan Randu Wulih ternyata hanya sia-sia. Ketika kilauan cahaya biru laksana ratusan lebah berbisa dan berbentuk aksara melabrak ke arah orang tua itu.

Tubuh orang tua itu seperti dihantam muntahan lahar mendidih. Randu Wulih meraung kesakitan. Dimulai dari dua tangan yang dipergunakan untuk melindungi diri. Cahaya biru Aksara Iblis yang disertai deru cahaya merah memberangus sekujur tubuhnya. Orang tua ini Jatuh tergelimpang. Tubuh meledak hangus berubah menjadi puing-puing yang bertebaran dikobari api.

Melihat lawan tewas mengenaskan, Iblis Kolot menyeringai. Seringai itu tentu saja terpancar lewat wajah Pura Saketi murid yang ditumpanginya. Perlahan dia bangkit berdiri. Sambil tatap tubuh hangus yang berserakan itu, tiba-tiba dia berkata,

"Satu musuh bebuyutan telah musnah. Tapi masih ada musuh lama yang harus kuhabisi. Ha ha ha!"

Sambil tertawa dia lalu menatap ke arah diri sendiri.

"Kau telah berjasa besar muridku."

Katanya sambil menepuk dada.

"Kalau tidak menggunakan tubuhmu mana mungkin arwahku bisa membalaskan semua dendamku. Satu urusanku telah selesai. Sekarang tubuhmu yang kupinjam segera kukembalikan. Jiwamu boleh mengambil alih tubuhmu sepenuhnya. Selamat tinggal. Ha ha ha..."

Setelah berkata demikian tiba-tiba terjadi guncangan hebat pada diri Pura Saketi.

Kemudian dari ubun-ubun si pemuda melesat keluar satu cahaya merah berbentuk samar sosok berupa seorang kakek berambut panjang awut-awutan berpakaian berupa rompi.

Itulah sosok arwah Iblis Kolot.

Tapi semua kejadian itu hanya berlangsung sekejaban mata saja.

Sosok cahaya merah kemudian melesat seperti terbang ke langit.

Setelah ditinggalkan arwah sesat yang sempat menguasal raganya, Pura Saketi pun akhirnya sadarkan diri. Dia terheran-heran melihat keadaan disekitar yang porak poranda seperti baru dilanda topan hebat.

Dia juga sempat tertegun melihat puing-puing tubuh yang dikobari api.

"Apa yang telah terjadi di tempat ini?"

Pura Saketi tak ubahnya seperti orang hilang ingatan tertegun. Dia berusaha keras mengingat.

"Aku...tadi aku melihat guruku datang. Dia.. dia memaksa masuk mengambil alih tubuhku. Aku berusaha bertahan tapi kemudian aku tidak ingat apa-apa. Jadi dia telah mengambil alih tubuhku sementara waktu.Kakek yang kutemui tidak kukira adalah musuhnya.Guru membunuhnya, dia menghabisi Randu Wulih dengan menggunakan tubuhku. Dia juga menggabungkan kekuatannya dengan kekuatanku. Akhirnya seperti ini, dia menjadi yang tidak terkalahkan. Mahluk licik. Tapi aku tidak menyesal, aku juga turut merasa senang karena dia berhasil menghabisi lawannya. Ha ha ha!"

Kata Pura Saketi sambil tertawa mengekeh.

Setelah mengumbar tawa pemuda ini lalu diam. Dia tiba-tiba teringat dengan musuh-musuh ayahnya. Sambil menyeringai dingin dia berkata,

"Sudah waktunya membuat perhitungan pada para jahanam pembunuh ayahku.Aku harus pergi sekarang juga!"

Pikir Pura Saketi.

Tanpa menoleh-noleh lagi pemuda ini segera balikkan badan lalu melangkah tinggalkan tempat itu.


*****

Pedataran Pasir Mandang sebelah Kulon Situbanda dipagi hari terasa sejuk.

Disiang hari daratan luas yang ditumbuhi pohon lontar itu terasa panas laksana dilautan api.

Pagi itu setelah berhasil meloloskan diri dari kejaran Pemburu Dari Neraka, si Jenggot Panjang bersama Pranajiwa sampai didepan sebuah patung putih bertubuh manusia berkepala singa.

Tidak jauh dari belakang patung berdiri kokoh sebuah gapura yang terbuat dari susunan tengkorak kepala manusia.

Gapura itu sudah tua namun masih kokoh dan merupakan satu-satunya jalan yang menghubungkan ke sebuah kawasan aneh yang dikenal dengan nama Pintu Selatan.

Setelah menghentikan kuda dan memastikan keadaan disekitarnya aman-aman saja, kakek ini segera melompat turun dari kudanya.

Dia lalu menghampiri patung berkepala singa.

Si kakek cebol anggukkan kepala pada patung, lalu berlutut sambil bungkukkan kepala dalam-dalam sebagai tanda penghormatan.

Kepada sang patung dia berucap.

"Aku si Jenggot Panjang baru kembali dari sebuah perjalanan jauh. Mohon Kalima Bara mengijinkan saya bertemu dengan yang mulia, Kuasa Agung!"

Setelah berkata begitu Si Jenggot Panjang angkat kepalanya.

Dia lalu berdiri sambil menatap patung putih didepannya.

Sekonyong-konyong terdengar suara raungan menggelegar seperti raungan singa dikejauhan.

Mata patung yang terpejam tiba-tiba membuka seiring dengan lenyapnya suara raungan itu.

Kemudian seakan datang dari perut sang patung tiba saja terdengar ada suara berkata,

"Mahluk bodoh. Mengapa pergi terlalu lama? Kuasa Agung sudah tidak sabar menanti kedatanganmu.!"

"Maafkan saya, Kalima Bara!!"

Menyela si kakek.

"Aku terlambat karena dalam perjalanan ada sedikit hambatan.Tapi jangan khawatir, aku yakin Kuasa Agung tidak akan marah karena saya kembali dengan membawa serta orang yang dinginkan Kuasa Agung!"

Sambil berkata demikian Si Jenggot Panjang menoleh ke belakang dan menunjuk Pranajiwa yang duduk diam diatas kuda.

"Aku sudah melihat. Hawa yang menebar dari tubuhnya telah masuk kedalam alur nafasku. Dan aku sudah memastikan dia adalah orang yang terlahir pada malam sabtu pon lima puluh tahun yang lalu. Laki-laki itu adalah orang yang dimaksudkan oleh Kuasa Agung. Lekas bawa dia masuk. Aku mengendus ada seseorang yang mencarimu. Siapa dia?"

Tanya suara dari patung manusia berkepala singa.

"Hmm, bagus bila Kalima Bara mengetahui saya dikuntit orang."

Ujar Si Jenggot Panjang dengan perasaan lega. Dia kemudian lanjutkan ucapannya.

"Adapun orang yang mengikuti aku tak lain adalah pemuda gila yang datang dari dunia lain. Dia dikenal dengan sebutan Pemburu Dari Neraka!"

"Apa?!"

Sentak suara dari dalam patung kaget.

"Pemuda gila yang kau sebutkan itu sama sekali bukan orang sembarangan. Dia bisa membuat kita celaka! Dasar tua bangka tolol tidak berguna!"

Maki suara dalam patung. Disebut tua bangka tolol tidak berguna, Si Jenggot Panjang menggeram. Wajah pucatnya memerah, pipa cangklong yang terselip disudut bibir berjingkrak bergetar.

"Mahluk jahanam! Beraninya dia memaki aku seperti itu. Andai kedudukannya tidak lebih tinggi dariku. Aku pasti sudah melabraknya. Namun mengingat hubungan dekatnya dengan Kuasa Agung, biarlah aku mengalah."

Hibur diri sendiri S Jenggot Panjang sambil mengelus dada.

"Tunggu apa lagi.! Pintu Selatan telah kubuka, kawasan Rahasia siap menyambut kedatanganmu Tapi... jangan bawa kuda jahanam itu karena kudanya telah ditandai oleh orang yang mengejarmu!"

Kata Kalima Bara yang bicara melalui patung berkepala singa.

Walau terkejut tidak menyangka Kalima Bara lebih mengetahui dua kuda tunggangan telah ditandai orang.

Namun Si Jenggot Panjang mendengus.

Dia lekas balikkan badan.

Berjalan cepat menghampiri Pranajiwa, sesampainya didepan laki-laki itu dia berkata.

"Kau harus turun dari kuda. Kedua kudamu ini kita tinggalkan disini saja. Nanti akan ada yang mengurus!"

Pranajiwa yang hilang ingatan akibat ditusuk Jarum Sukma Kelana dibelakang telinganya anggukkan kepala.

"Kita hendak kemana? Rasanya kita tidak menuju ke makam kedua putriku!"

Kata orang tua itu dengan suara terbata mata menatap kosong.

"Manusia jahanam. Orang lain bila sudah ditusuk dengan Jarum Sukma Kelana seluruh ingatannya lenyap. Tapi orang yang satu ini cukup luar biasa. Dia memang tidak bisa mengingat yang lain, namun ternyata kedua puterinya erat terpatri dalam ingatannya."

Rutuk Si Jenggot panjang. Walau hati mengumpat namun sambil tersenyum dia menjawab.

"Prana... ini adalah jalan yang aman. Sebentar lagi kita pasti sampai dimakam puteri puterimu!"

Kemudian tanpa memberi kesempatan lagi pada Pranajiwa mengucapkan sesuatu, si kakek sambar lengan Pranajiwa.

Si Jenggot Panjang membawa Pranajiwa berlari melewati gerbang Pintu Selatan dengan gerakan laksana terbang.

Merasakan tubuhnya dibawa melayang, Pranajiwa tergelak-gelak.

"Wah hebat. Ternyata kau bisa melayang. Padahal kau tidak punya sayap. Ha ha ha!"

Sebagai jawaban Si Jenggot Panjang totok jalur darah dileher Pranajiwa hingga membuat orang tua itu tak sanggup lagi keluarkan suara.

"Hatiku sedang tidak senang, aku lebih suka melihatmu diam seperti orang mati!"

Geram si kakek lalu mempererat cekalannya pada lengan Pranajiwa.

Laki-laki itu menjerit sambil delikkan matanya.

Namun suaranya hanya sampai sebatas tenggorokan saja.

Sepeninggalnya Si Jenggot Panjang, dari mata patung kepala singa tiba-tiba membersit dua larik cahaya ke arah dua kuda yang ditinggalkan.
Raja Gendeng 27 Aksara Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Dua binatang yang memang sudah gelisah seperti tidak betah berlama-lama di tempat itu keluarkan ringkikkan kaget ketika melihat ada cahaya putih menyambar ke arah mereka.

Sambil meringkik kedua kuda menghambur lari selamatkan diri.

Namun datangnya serangan cahaya itu ternyata jauh lebih cepat dari gerakan kedua kuda.

Zees!

Zees!

Byar!

Suara kedua mahluk itu lenyap, tubuh mereka meledak hancur menjadi serpihan daging tidak berbentuk.

Darah bermuncratan kesegenap penjuru, menebar kesegenap penjuru, menebar bau amis menusuk.

Secercah senyum samar membias dibibir patung.

Dan sepasang mata yang membuka perlahan menutup rapat.

Suasana di Pintu Selatan kembali sunyi.


******

Kabar tentang tewasnya Randu Wulih salah satu sesepuh dunia persilatan dengan cepat tersebar luas.

Disamping itu peristiwa lenyapnya Pranajiwa dalam waktu hampir bersamaan menimbulkan kegegeran tersendiri bagi para sahabat yang pernah ikut bergabung dalam penyerbuan ke gedung milik Pendekar Sesat.

Apa sebenarnya yang telah terjadi.

Apakah peristiwa tewasnya Randu Wulih dan lenyapnya Pranajiwa berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya.

Yang pasti ketika matahari mulai condong diufuk langit sebelah barat.

Seorang pemuda berpakaian biru ringkas membekal busur dan anak panah dipunggungnya memacu kudanya melewati jalan desa.

Tidak lama kemudian sampailah pemuda ini dihalaman rumah besar berlantai panggung yang tidak lain adalah tempat kediaman Pranajiwa.

Pemuda yang bukan lain adalah Ariamaja segera hentikan lari kudanya.

Dia merasa lega karena dihalaman depan yang ditumbuhi semak belukar dan dipenuhi sarang laba laba telah menunggu dua orang yang sangat dikenalnya.

Kedua orang itu tak lain adalah kakek yang matanya kerap berkedip dikenal dengan sebutan Si Kedip Mata.

Dan satunya lagi adalah kakek berambut dan berpakaian serba putih yang dikenal dengan nama Giring Sabanaya.

Sambil tersenyum Ariamaja melompat turun dari atas kudanya.

Dia lalu menghampiri kedua orang tua itu.

Setelah rangkapkan kedua tangan sambil menjura hormat, pemuda ini pandangi kedua orang didepannya.

Dia melihat wajah tegang dan muram itu.

"Apa yang terjadi kek?"

Tanya Ariamaja ditujukan pada Giring Sabanaya. Si kakek memaksakan diri untuk tersenyum.

"Seperti yang kau lihat. Rumah ini seperti sudah setahun ditinggalkan oleh pemiliknya. Halaman dipenuhi semak, sarang laba-laba ada dimana-mana. Dan patung-patung itu,!"

Giring Sabanaya kemudian menunjuk ke arah deretan patung yang berdiri dengan berbagai gerakan tak jauh dari pendopo utama.

"Kau tahu sahabat Pranajiwa bukanlah pematung. Mengapa halaman rumahnya tiba-tiba dipenuhi patung? Belasan murid Pranajiwa lenyap. Aku belum memeriksa patung patung itu, tapi aku menduga murid Pranajiwa telah berubah menjadi patung atau seseorang telah menjadikan mereka sebagai patung...!"

Si Kedip Mata kemudian menambahkan.

"Aku telah menanyai beberapa tetangga terdekat.Menurut mereka dua hari yang lalu Pranajiwa masih berkumpul dengan murid-muridnya.Kemudian malamnya seorang tamu datang. Ciri-ciri orang itu bertubuh pendek namun berjenggot panjang.Dan dia adalah seorang kakek yang bibirnya terselip pipa cangklong."

"Keesokan harinya tamu misterius itu lenyap, Pranajiwa juga lenyap dan dihalaman rumah Pranajiwa para tetangganya menemukan keadaan yang seperti ini!"

Terang Si Kedip Mata. Ariamaja terdiam, perhatiannya tertuju ke arah patung-patung. Dalam hati dia berkata.

"Sesuatu yang sangat luar biasa telah terjadi ditempat ini. Orang tua, tamu misterius itu yang jadi biang perkara. Dia mungkin saja membawa pergi paman Prana, tapi untuk dan keperluan apa?"

Ariamaja lalu tatap Si Kedip Mata dan Giring Sabanaya silih berganti.

"Dari diri-ciri yang disebutkan orang disekitar sini. Apakah kakek berdua mengenal siapa orang tua berjenggot panjang itu."

Giring Sabanaya tatap Si Kedip Mata, lalu keduanya menggeleng.

"Aku tidak mengenal kakek itu."

Kata Si Kedip Mata.

"Aku pun demikian. Yang membuatku heran apakah Pranajiwa mengenal tamunya. Kalau memang kenal, kemana perginya Pranajiwa? Apakah dia bersama kakek itu. Dan mengenai murid-muridnya...!"

Belum sempat Giring Sabanaya selesaikan ucapan Ariamaja sudah memotong

"Tentang murid-muridnya aku hanya bisa menduga mungkin saja telah dirubah menjadi patung oleh tamunya."

Si Kedip Mata melongo terpana.

"Bagaimana kau bisa mengatakan demikian?!"

Tanya orang tua itu tidak percaya.

"Hmm, mungkin saja dugaanmu benar anak muda. Untuk lebih memastikan sebaiknya kita teliti dulu patung-patung itu!"

Giring Sabanaya memberi dukungan.

Ketiganya lalu mendekati puluhan patung.

Kemudian mereka berpencar memeriksa patung manapun yang mereka inginkan

"Semua patung ini memiliki ekspresi yang berbeda-beda.Ada yang tercengang, ada pula yang membuat gerakan orang yang berkelahi. Semua wajah patung menghadap ke arah pendopo. Ini menunjukkan dipendopo ada seseorang yang menjadi pusat perhatian mereka.Dan aku yakin sekali mereka tak lain adalah para murid paman Pranajiwa!"

Terang Ariamaja yang memang memiliki kecerdikan mengagumkan.

"Untuk membuktikan ucapanmu. Aku akan menghancurkan salah satu patung ini!"

Giring Sabanaya memutuskan.

"Heh apa? Bagaimana kalau patung itu masih hidup?"

Kata Si Kedip Mata cemas dalam kehawatiran.

"Jika masih hidup tentu jantungnya berdegup, lalu hidungnya menghembuskan nafas."

Giring Sabanaya dekatkan telinganya ke dada patung. Tidak ada suara degup jantung yang didengarnya.

"Jika mereka memang murid Pranajiwa, saat ini kupastikan mereka semuanya telah mati!"

Jelas si kakek. Kemudian tanpa bicara lagi dia segera menghantam tubuh patung.

Byaar!

Patung berderak hancur menjadi kepingan.

Di balik kepingan sebelah dalam terlihat daging, otot dan tulang.

Ketiga orang ini bergerak mundur sambil tekap hidung masing-masing.

Bau anyir busuk menebar.

Mereka terbelalak.

"Benar kataku. Patung ini adalah manusia, mereka semuanya pasti murid-murid paman Prana. Bangsat mana yang bertindak sekeji ini, merubah manusia menjadi patung!"

Geram Ariamaja sambil kepalkan tinjunya.

"Pasti kakek yang menjadi tamu di rumah ini.!"

Menyahuti Giring Sabanaya. Orang tua ini juga ikut menjadi gusar.

"Kita harus mencari dan menemukan kakek itu. Aku yakin saat ini dia membawa Pranajiwa dalam perjalanan menuju sebuah tempat!"

Kata Si Kedip Mata.

"Kalau benar untuk apa kakek itu membawanya?"

Tanya Ariamaja.

"Aku tidak tahu, kita harus menyelidikinya!"

Jawab Si Kedip Mata.

Giring Sabanaya manggut-manggut.

Usul Si Kedip Mata boleh juga.

Namun saat itu mereka tidak hanya dihadapkan oleh lenyapnya Pranajiwa.

Kematian tokoh tua Randu Wulih yang disebut sebut akibat serangan Aksara Iblis juga perlu mendapat perhatian penting. Ketika Giring Sabanaya menyinggung masalah kematian tokoh yang satu ini baik Ariamaja maupun Si Kedip Mata sama terdiam

"Aku yakin hilangnya Pranajiwa dan kematian Randu Wulih tidak memiliki kaitan.Mungkin saja pelakunya adalah orang yang berbeda."

Ucap Si Kedip Mata.

"Orang tua berdua."

Ariamaja membuka mulut.

"Bukankah Aksara Iblis berasal dari sebuah kitab yang dulu pernah menjadi benda yang sangat dicari oleh iblis sesat bernama Iblis Kolot atau Iblis Gila?"

"Hmm, yang kau katakan memang benar. Tapi Iblis itu telah mati, mayatnya dilempar ke jurang oleh beberapa tokoh aliran putih."

Tegas Giring Sabanaya

"Apakah tokoh yang engkau maksudkan termasuk Randu Wulih?"
Raja Gendeng 27 Aksara Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Itu betul."

"Kalau demikian mungkin saja Iblis Kolot belum mati. Dia hidup didasar jurang sana dan menemukan kitab yang dia cari. Kitab itu dia pelajari dan kini dia muncul untuk membuat perhitungan."

Duga Ariamaja. Ucapan si pemuda membuat kedua kakek terkejut.

"Mungkin, bisa jadi Iblis Kolot selamat dari kematian. Lalu dia menemukan kitab yang dicari. Astaga! Jika semua yang kau katakan ini menjadi kenyataan, rimba persilatan benar-benar berada diambang malapetaka besar."

Desis Si Kedip Mata.

"Lalu apa yang akan kita lakukan?"

Tanya Giring Sabanaya.

"Kita harus menghubungi tujuh Tokoh Sakti di Puncak Akherat. Aku berpikir mereka lebih banyak mengetahui semua yang terjadi dimasa lalu. Yang kudengar mereka pun dulu pernah ikut terlibat ketika menghadapi Iblis Kolot!"

Ujar Ariamaja.

"Aku setuju.!"

Tanpa keraguan Giring Sabanaya memberi dukungan.

"Tapi apakah tidak sebaiknya kita kembali dulu ke rumah masing-masing untuk membuat persiapan yang lebih matang. Disamping itu kita juga bisa membawa pengikut sebanyak-barnyaknya."

Usul Si Kedip Mata.

"Kita sekarang sedang menghadapi urusan penting. Tak ada lagi murid yang harus dikorbankan."

Ujar Giring Sabanaya tidak setuju.

"Kita bertiga harus bisa menyelesaikan semua ini."

Tegasnya lagi

"Tapi tunggu!"

Seru Ariamaja ketika melihat dua kakek itu siap menuju kudanya masing-masing. Kedua kakek hentikan langkah. Tanpa menoleh Si Kedip Mata ajukan pertanyaan.

"Apakah masih ada yang hendak kau tanyakan?"

"Benar. Aku ingin mendengar bagaimana kakek berdua bisa mengetahui semua yang sedang terjadi?"

Tanya pemuda itu. Kedua kakek sama tersenyum.

"Oh itu rupanya. Apakah Dewi Kipas Pelangi tidak mengabari dirimu? Dia datang melewati alam mimpi, Gadis pengembara itu mengatakan semua apa yang dia dengar dan yang dilihatnya kepadaku juga pada kakek itu!"

Terang Giring Sabanaya.

"Dia tidak pernah muncul di hadapanku, walau hanya dalam mimpi."

Jawab Ariamaja polos.

"Hohoho. Kalau demikian dia memang tidak berjodoh denganmu. Padahal dia gadis yang luar biasa."

Ucap Si Kedip Mata pula.

"Dia hebat. Bisa menyampaikan kabar lewat mimpi dan tidak semua orang sanggup melakukannya."

Puji Ariamaja dalam hati. Dan dalam hati pula dia berkata lagi,

"Sebenarnya aku menyukainya. Tapi kalau dia tidak tertarik padaku, apakah aku harus menarik atau membetot tangannya. Bagaimana kalau bagian tubuh yang lain ikutan terbetot? Apa mungkin aku bisa menahan diri."

Pikir Ariamaja sambil senyum-senyum. Bagusnya kedua kakek itu sudah memacu kuda tinggalkan tempat itu. Kalau mereka melihat Ariamaja senyum-senyum sendiri bisa-bisa kedua kakek menganggap dirinya mendadak jadi gila.

"Mungkin sudah menjadi suratan nasib si bujang lapuk ini. Jangankan bisa menyunting gadis cantik. Mencari janda saja sulitnya minta ampun."

Gerutu Ariamaja disertai tawa tergelak.

Kemudian tanpa menunggu lebih lama diapun menyusul kedua kakek yang telah meninggalkannya.

*****

Tewasnya dua kuda yang dibunuh oleh Patung Kalima Bara membuat Pemburu Dar? Neraka benar-benar kehilangan jejak Si Jenggot Panjang. Langkah pemuda bermata ditutup dua batok ini terhenti sebelum sampai di Pintu Selatan yaitu satu-satunya jalan yang menghubungkan ke sebuah tempat yang bernama Kawasan Rahasia.

Merasa lelah setelah melakukan perjalanan siang dan malam dalam beberapa hari, pemuda ini pun kemudian menambatkan kudanya dibatang pohon yang ukurannya tidak lebih besar dari lengan orang dewasa.

Si Pemuda sendiri kemudian duduk sambil menyandarkan punggungnya dibawah pohon teduh.

"Kemana lenyapnya bangsat tua itu? Aku tahu dia bisa menghilang, tapi aku telah memberi tanda pada dua kuda tunggangan mereka. Jika kuda masih hidup, aku pasti bisa menemukan jejak Si Jenggot Panjang. Lalu apakah dia tahu aku telah menandai dua kuda, kemudian dia membunuh kedua binatang itu dan meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki?!"

Pemburu Dari Neraka terdiam sambil berpikir.

"Sayang, jika aku sampai gagal mencegah kakek itu dan dia berhasil membawa Pranajiwa menemui Kuasa Agung. Dua kekuatan iblis akan muncul di rimba persilatan ini. Jika keduanya bersatu, rasanya tidak akan ada seorangpun yang mampu menghentikan kejahatan mereka."

Gumam sang Pemburu cemas.

Lelah berpikir, ditambah kelelahan setelah menempuh perjalanan panjang membuat Pemburu Dari Neraka tertidur lelap.

Baru saja sang pemburu pulas dibuai mimpi, ditempat itu tiba-tiba muncul seorang gadis berpakaian kuning gading berwajah cantik.

Dibelakang sang dara cantik mengikuti seorang pemuda gondrong yang tak lain adalah Sang Maha Sakti Raja Gendeng 313 di punggungnya tergantung sebilah pedang berangka emas dengan hulu terbuat dari batu pualam biru berukir Naga dan Rajawali Sedangkan gadis yang berjalan didepannya tak lain adalah Anjarsari, si angkuh dari kawasan tua.

Melihat kuda cokelat tertambat dan sedang merumput kedua orang ini hentikan langkah.

Setelah menatap kuda Anjarsari berjingkrak kaget

"Kau lihat kuda itu hai rajanya orang gila. Kuda itu tidak mempunyai mata.Kedua matanya hanya berupa rongga besar hitam mengerikan. Tapi bagaimana dia bisa merumput?!"

Walau heran sekaligus takjub melihat kuda yang cacat mata, namun Raja yang kerap dipanggil rajanya orang gila oleh Anjarsari justru menunjuk ke arah pohon rindang tempat dimana Pemburu Dari Neraka melepas lelah.

"Kuda itu memang aneh, tapi yang tak kalah aneh adalah pemuda di bawah pohon sana. Mungkin dia pemiliknya."

Timpal Raja sambil menunjuk ke bawah pohon. Anjarsari menatap ke arah yang dimaksud.

"Aku tidak melihat keanehan dalam diri pemuda itu. Terkecuali dia memang tidak memakai baju. Kalau ada gadis yang tidak berbaju, baru aku menganggapnya sebagai sesuatu yang aneh!"

Dengus Anjarsari cemberut

"Ah, kau perhatikan baik-baik sahabatku..."

"Aku bukan sahabatmu!"

Tukas Anjarsari.

"Kalau tidak mau kupanggil sahabat apakah kau mau menjadi kekasihku!"

Ucap Raja sambil mengulum senyum.

"pemuda gila sinting. Jadi sahabat saja aku tidak sudi. Apalagi kau jadikan kekasih."

Damprat Anjarsari ketus.

Raja menyeringai. Tanpa menghiraukan kekesalan orang dia berkata lagi.

"Pemuda itu... aku tidak tahu apakah matanya juga buta.Tapi dia terlihat aneh karena melindungi dua matanya dengan dua batok.Penampilannya mengingatkan aku pada bajak laut.Bajak laut biasanya menutupi sebelah matanya.Tapi dia tutup kedua matanya sekaligus. Jangan-jangan dia rajanya perompak dilaut!"

"Hi hi hi! Kau benar juga. Dia perompak yang kesasar. Kasihan apa yang dilakukannya disini? Melarikan diri dari kejaran perajurit kerajaan ataukah sedang pelesir didaratan mencari nenek nenek kesepian!"

Gurau Anjarsari. Untuk pertama kalinya Raja melihat gadis itu tertawa. Justru tawa itu membuat darah sang pendekar berdesir-desir.

"Aneh. Dia memaki aku tidak marah. Dia merendahkan aku, aku juga tidak tersinggung. Malah aku ingin selalu berada didekatnya. Mungkinkah aku menyukainya. Ataukah ini yang namanya jatuh cinta. Kalau benar jatuh cinta apakah cintaku ini cinta monyetan ataukah cinta macan garong."

Pikir sang pendekar.

Selagi Anjarsari tertawa geli dan disaat Raja tenggelam oleh kegelisahan tiba-tiba pemuda dibawah pohon menggeliat. Secepat kilat dia bangkit berdiri. Tidak terduga dia membentak bertanya.

"Siapa kalian berdua?"

"Heh... matanya tertutup batok kelapa, bagaimana dia bisa melihat kita?"

Kata sang pendekar.

"Mungkin matanya dapat menembus batok. Aku tidak suka pada orang ini. Aku tidak tahu kenapa? Memandangnya berlama-lama membuat aku merasa seperti dilempar ke atas kobaran api. Aku tidak tahu tempat itu dimana, tapi lihatlah bulu-bulu halus ditangan serta dibagian tengkukku merinding."

Ujar Anjarsari.

Suaranya lirih namun cukup jelas. Raja memperhatikan Anjarsari. Benar yang dikatakannya. Bulu-bulu halus dilengannya meremang.

"Berlindunglah di belakangku. Biar aku yang bicara!"

Ucap Raja sambil mengusap hidungnya dengan ibu jari.

"Gadis berpakaian kuning dan pemuda gondrong berpakaian kelabu. Kalian belum menjawab pertanyaanku. Katakan siapa kalian?"

Desak Pemburu Dari Neraka tak sabar.

"He he he. Aku adalah Raja, Orang menyebutku Raja Gendeng 313. Dan teman yang tidak bersahabat denganku ini bernama Anjarsari. Kau sendiri siapa pemuda mata batok?"

Tanya Sang pendekar sambil mengulum senyum.

"Raja Gendeng 313. Apakah kau yang dijuluki Sang Maha Sakti dari Istana Pulau Es? Tempat itu adanya dikawasan pantai selatan."

Sang pendekar diam-diam terheran-heran tidak menyangka orang mengetahui asal-usulnya. Sebaliknya Anjarsari yang baru mendengar julukan Raja disebut orang walau merasa kagum namun pura-pura acuh.

"He he he. Kau hebat mata batok. Orang-orang memang menyebutku demikian. Lalu kau sendiri siapa?"

Raja mengulangi pertanyaannya.

Pemburu Dari Neraka tidak menjawab. Sekali kakinya bergoyang, tahu-tahu dia telah berada didepan Raja dan Anjarsari.

"Hmm, mengagumkan. Kau bergerak secepat itu. Setan saja tidak bisa melakukannya."

Mulut memuji tapi bibir menyeringai.

"Aku... aku adalah seorang pemburu. Orang mengenalku dengan nama Pemburu Dari Neraka."

Kata pemuda itu memperkenalkan diri.

"Hah... bagaimana kau bisa kesasar kedunia ini. Memangnya ada mahluk penghuni neraka yang lepas dari kawasanmu hingga kau gentayangan tidak karuan?"

Raja Gendeng 27 Aksara Iblis di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ucap sang pendekar lalu tertawa. Dua mata yang tertutup dua batok tatap pemuda didepannya. Tiba-tiba saja sang pemburu berujar,

"Nama sebutanmu menjadi buah bibir di penjuru bumi.Lagak bicaramu cukup menyebalkan.Tapi aku tidak punya waktu untuk bergurau, Raja.
Aku datang kemari untuk mencari seorang kakek bernama Si Jenggot Panjang. Apakah kau pernah bertemu atau melihatnya?"

"Aku tidak melihatnya. Bukankah begitu Anjarsari?"

Kata pemuda itu sambil melirik gadis disampingnya. Anjarsari anggukkan kepala.

"Mengapa kau mencari kakek itu?"

Tanya Sang dara.

"Dia mahluk yang sangat berbahaya. Dia bisa merubah-rubah diri menjadi siapa saja. Tapi dia bukan manusia seperti kalian. Dia hanya seorang pembangkang yang meloloskan diri dari pengawasanku untuk membuat kekacauan di rimba persilatan!"

Terang sang Pemburu.

Pemuda itu kemudian juga menceritakan apa yang sedang dilakukan oleh Si Jenggot Panjang, juga termasuk keinginan Kuasa Agung.

Tak lupa dia juga menceritakan tentang munculnya seorang pemuda sakti yang memiliki ilmu Aksara Iblis. Selesai menerangkan segala sesuatunya, Pemburu Dari Neraka berkata,

"Orang dengan kepandaian seperti dirimu harus bersikap waspada. Pemuda yang telah mewarisi ilmu Aksara Iblis itu sangat berbahaya. Dan lebih berbahaya lagi bila dia bergabung dengan Kuasa Agung. "

"Tapi siapa Kuasa Agung yang kau maksudkan itu?"

Tanya Anjarsari dengan hati diliputi rasa ingin tahu.

Belum sempat Pemburu Dari Neraka menjawab pertanyaan sang dara cantik.

Tiba-tiba saja terdengar suara berdesir di udara.

Suara berdesir kemudian disusul dengan suara bergemuruh.

Baik Pemburu Dari Neraka, Raja maupun Anjarsari terperangah.

Hampir bersamaan ketiganya menatap ke arah datangnya suara.

Memandang ke arah timur mereka sama melihat puluhan bola api sebesar kerbau melesat deras ke arah mereka.

Cepat sekali datangnya bola api itu.

Dalam waktu singkat puluhan bola api berjatuhan menghantam diri mereka.

"Selamatkan diri! Cari tempat berlindung!"

Seru Raja ditujukan pada Anjarsari dan sang Pemburu.

Di tengah hujan bola api dalam keadaan diri dicekam rasa tegang.

Tanpa banyak pertimbangan Anjarsari segera berlari kebalik batu besar.

Raja sendiri segera melempar buntalan kantong besar perbekalan tidak jauh dari Anjarsari.

Kemudian dengan gerakan lincah yang disertai pengerahan jurus Delapan Bayangan Dewa pemuda ini segera hantamkan tangannya ke arah bola-bola api yang meluruk deras ke arahnya.

Dentuman-dentuman keras menggelegar merobek udara.

Puluhan bola api dibuat hancur porak poranda.

Puing-puing api bertaburan memenuhi udara.

Sementara Pemburu Dari Neraka yang berada tidak jauh dari tempat dimana Raja berada melakukan tindakan yang bertolak belakang dengan yang dilakukan sang pendekar.

Bila Raja menghantam bola-bola api dengan pukulan sakti.

Sebaliknya sang Pemburu merubah diri menjadi tiga kali lebih besar dari ukuran tubuhnya.

Kepala sepuluh kali lebih besar sedangkan mulutnya dua puluh kali lebih besar dari mulut yang asli.

Melihat bola api bertabur meluncur deras menghantam ke arahnya.

Sang Pemburu buka mulutnya lebar-lebar.

Diapun lalu membuat gerakan menghirup.

"Hruuh!"

Seketika itu juga puluhan bola api yang bertebaran diudara tersedot menuju mulutnya lalu secara susul menyusul puluhan bola api amblas ke dalam mulut lenyap tanpa bekas.

"Astaga! Mahluk seperti apa pemuda satu itu. Dia menyedot dan menelan puluhan bola api, seolah bola api yang membara adalah makanan yang lezat! Gila...!"

Batin Raja takjub.

Ditempatnya mendekam, Anjarsari diam-diam berkata,

"Pemburu Dari Neraka ternyata mahluk langka. Api saja dia telan apalagi manusia. Hih, sungguh mengerikan!"

Si gadis bergidik ngeri. Selagi Raja dan Anjarsari dibuat terkagum kagum, Pemburu Dari Neraka tiba-tiba hembuskan nafas dalam-dalam. Kepulan asap hitam tebal bergulung-gulung. Dari mulut terdengar suara seperti orang bersendawa.

"Edan! Dia makan api sampai kekenyangan!"

Seru Raja Gendeng 313. Mata sang pendekar mendelik ketika melihat pandangan tertutup asap dipenuhi jelaga.

"Aku sudah tahu... asal api bisa kuendus. Api api ini berasal dari Kawasan Rahasia. Aku harus kesana. Semua ini pasti perbuatan Kuasa Agung."

Seru Pemburu Dari Neraka. Raja hanya bisa mendengar suara pemuda itu. Kegelapan akibat asap yang dihembuskan Pemburu Dari Neraka membuat dia tak bisa melihat dimana posisi sang pemburu.

"Tapi...."

Raja tidak lanjutkan ucapannya ketika tiba-tiba dia mendengar suara langkah kuda dipacu cepat.

Kemudian suara itu tidak terdengar lagi.

Ketika kepulan asap yang menutupi pandangan lenyap dan serangan bola api mendadak berhenti.

Anjarsari berseru.

Sambil berdiri dia menunjuk ke atas ketinggian langit.

"Lihat... sang Pemburu dan kudanya melesat ke langit!"

"Astaga. Pemuda itu benar-benar bukan manusia. Lihatlah dia seperti sibuk menghantam sesuatu. Ada api meledak disana-sini. Pantas tak ada lagi bola api yang jatuh kesini."

Gumam sang pendekar.

"Bagaimana dia bisa mencapai ketinggian. Apakah Kuasa Agung bersemayam di atas awan?!"

Tanya Anjarsari yang saat itu telah berdiri disamping Raja.

"Aku tidak tahu. Semua yang dia katakan tentang Sang Kuasa Agung masih asing ditelingaku. Aku sendiri takjub tapi lebih banyak herannya....!"

Gumam sang pendekar sambil tatap sang Pemburu yang semakin jauh.

"Apa yang membuatmu heran?"

"Tidak. Anu..."

Raja mengusap wajahnya yang basah baru kemudian menjawab.

"Dia punya kuda yang bisa membawanya terbang. Aku sendiri punya burung. Tapi burungku bodoh sekali. Jangankan terbang terjaga dari tidurnyapun sehari cuma dua kali. Ha ha ha!"

"Pemuda kurang ajar! Burung tolol seperti itu bagusnya dibuang saja. Hi hi hi!"

Gerutu Anjarsari.

Wajahnya menjadi merah namun dia tak kuasa menahan tawa.

TAMAT

Episode Berikutnya

Sang Arwah

(Tiada gading yang tak retak,begitu juga hasil scan cerita silat ini..
mohon maaf bila ada salah tulis/eja dalam cerita ini)

Situbondo,1 Oktober 2019

Sampai jumpa di episode berikutnya...

Terima Kasih

*** Saiful Bahri Situbondo ******


Special thank to
Awie Dermawan






Romantika Sebilah Pedang Karya Gu Long Dewa Arak 76 Penjara Langit Tapak Tapak Jejak Gajahmada Karya Arief
^