Kemilau Asap Kematian 2
Warok Ponorogo 9 Kemilau Asap Kematian Bagian 2
Juragan Njenduk yang sudah bangkrut itu, ikut tertolong nasibnya kembali. Ramainya perdagangan antara Dukuh Dawuan dan Trenggalek itu telah membawa perubahan suasana perdagangan antara dua daerah itu yang juga tidak ketinggalan ikut dimanfaatkan oleh Juragan Njenduk yang berpengalaman berdagang. Apalagi ia kini sangat ditolong oleh hubungan kemitraan antara Warok Bledeg Ampar yang belakangan ini berhubungan baik dengan Warok Wulunggeni. Atas perantaraan Warok Wulunggeni, Juragan Njenduk dapat berkenalan dengan Raden Mas Poerboyo pedagang beken dari Trenggalek itu. Ia kemudian bangkit kembali membangun usahanya. Atas perlindungan Warok Bledeg Ampar yang telah merintis hubungan kemitraan usaha dengan Warok Wulunggeni yang memiliki pandangan yang luas dalam bidang usaha, keilmuan pengobatan, dan juga menguasai ilmu kanuragan tinggi kemajuan usaha Juragan Njenduk ikut terbantu. Namun ia masih belum bisa menghilangkan kebiasaan buruknya, selalu memelihara isteri banyak.
Hal ini yang sering mendapat peringatan keras dari Warok Wulunggeni, seorang warok sejati yang tidak mudah berhubungan dengan perempuan. Seorang warok yang sangat menghormati martabat perempuan.
"Hae, Njenduk", kata Warok Wulunggeni pada suatu hari.
"Aku sebenarrnya tidak ingin mencampuri urusan pribadimu. Tetapi kali ini aku ingin memberi peringatan keras kepada kamu. Tinggalkan tabiat burukmu itu. Memperlakukan perempuan seenak perutmu sendiri. Itu perbuatan tidak baik yang harus kamu tinggalkan."
"Saya ini kan cuma kepengin menikmati hidup secara penuh tho, Kangmas Wulung" jawab Juragan Njenduk sambil senyum-senyum dikulum merasa tidak bersalah dihadapan Warok Wulunggeni orang yang disegani itu.
"Menikmati hidup caranya bukan begitu. Mentang mentang kamu banyak uang, banyak harta, banyak untung kamu menjajakan untuk perempuan semau wudelmu dewe. Dasar gendut. Doyan perempuan," ujar Warok Wulunggeni mengata-ngatai mitra usahanya si Juragan Njenduk itu sejadi-jadinya.
Orang yang dikata-katai cuma tertawa cengengesan tidak berani marah dihadapan warok yang terkenal sakti ini.
"Kalau kamu punya isteri, cukup satu saja. Perlakukan dengan baik. Jangan punya isteri banyak. Masih juga doyan jajan diluar lagi. Itu perutmu yang gendut itu kempeskan dulu, biar nafsu hewanmu itu tidak liar begitu."
"Kang Wulung ini ada-ada saja. Biar gendut begini, tetapi kan rejeki sempulur tho Kang"
"Sempulur endasmu itu Dasar laki-laki mata bangkong. Kalau mata keranjang saja masih lumayan, tetapi kamu itu sudah mata bangkong. Tahu tidak. Suka ganggu perempuan dimana-mana. Hanya itu saja yang aku tidak sukai sama kamu,"
Kata Warok Wulunggeni dengan geram karena sering menerima laporan yang tidak mengenakkan dari masyarakat sekeliling soal kelakuan Juragan Njenduk yang gemar meniduri perempuAn itu, walaupun perempuan itu kemudian diambil isteri dan tidak begitu lama diceraikan lagi.
"Saya tidak mau mengganggu perempuan kok, Kangmas Wulung.
Tetapi mereka yang butuh aku.Aku mengawin dengan baik-baik.Memberikan nafkah hidup secukupnya. Dan mereka senang kawin dengan aku.Jadi apa aku yang salah," bela Juragan Njenduk masih dengan muka cengar-cengir.
"Kamu katanya suka main paksa. Mana ada perempuan butuh kamu.
Kamu saja yang kurang ajar. Kalau kamu pengin selamat hidup.
Hentikan kebiasaan jelekmu itu Ndut. Itu peringatan sebagai teman baikmu agar engkau selamat dan kita bisa memajukan usaha.
Kemitraan kita pun bisa langgeng"
"Yah.Akan aku usahakan, Kangmas Wulung"
"Lha.Begitu.
Itu namanya akan membuat tenteram orang, dan juga membuat tenteram bagi diri kamu sendiri. Baru aku senang berkawan sama kamu. Kalau tabiat jelek kamu yang satu itu kamu ubah, aku rasa kita bisa berkawan lama.Sebenarnya tidak ada orang yang melarang terhadap orang yang pengin kawin. Tidak ada larangan kalau ada laki-laki tertarik sama perempuan. Yang tidak mengenakkan bagi orang lain, kalau kamu memperlakukan perempuan seperti barang mainan.
Itu saja pesanku, Ndut"
"Ya, Kang. Akan aku usahakan," jawab juragan Njenduk itu sambl masih cengar-cengir cengengesan.
"Tapi apa bisa ya, Kang. Namanya saja sudah kesenangan."
"Kesenangan, gundulmu apek. Dasar gendut," bentak Warok Wulunggeni nampak sudah gemes terhadap mitra usahanya yang satu ini.
"Aku sebenarnya risih bermitra kerja sama kamu, Ndut. Aku tidak suka sama tabiat jelekmu itu. Kalau ini semua karena bukan atas pertimbangan untuk hubungan baikku sama Si Bledeg Ampar, sahabatku dan pelindungmu itu, aku tidak sudi berurusan sama kamu. Bisa-bisa aku kena getahnya gara-gara kelakuan burukmu itu. Bisa membawa nama baikku merosot lantaran ulahmu."
"Ya, maafkan saya, Kangmas Wulung. Sebenarnya Kangmas Bledeg juga sudah weling wanti-wanti sama saya untuk mengubah tabiatku ini dan menghormati Kangmas Wulung. Jadi maafkan saya, kalau ada yang tidak berkenan, Kangmas Wulung"
"Saya dengar kamu juga suka menggoda isteri Kangmas Raden Poerboyo pedagang Trenggalek itu."
"Ach, siapa yang bilang. Aku justeru sangat menaruh hormat sama beliau, isteri Kangmas Raden Poerboyo itu. Perempuan secantik Ajeng Sarimbi yang tidak ada duanya itu perlu dihormati tho Kangmas. Mana aku berani ganggu. Wong Kangmas Poerbaya sahabat dekat Kangmas Wulung."
"Ya, hati-hati kamu. Awas kalau kamu berani ganggu isteri sahabat-sahabat dekatku. Akan aku puntir batang lehermu sampai mati. Ingat-ingat pesanku ini. Jangan coba main-main sama perempuan isteri teman-temanku. Terutama Mbakyu Ajeng Sarimbi, isteri Kangmas Raden Poerboyo itu. Perempuan yang satu ini harus kamu hormati benar-benar. Keluarga Poerboyo ini pernah berbuat baik sama aku ketika aku dulu pernah tinggal di Trenggalek. Jadi aku harus balas kebaikan keluarga itu. Ingat itu, Ndut. Jangan main sembrono sama mereka."
"Aku akan selalu ingat pesan Kangmas Wulung" jawab Juragan Njenduk nampak patuh.
Sejak saat itu memang, Juragan Njenduk selalu berusaha mentaati nasehat sahabat barunya yang sakti ini, Warok Wulunggeni. Apalagi Warok Wulunggeni bersahabat dekat dengan Warok Bledeg Ampar satu-satunya orang yang diagul-agulkan sebagai pelindung utamanya. Sebab ia tahu betul, kalau sampai berani melanggar aturan Warok Wulunggeni, dan sampai keluar amarahnya bisa mampus dia. Bisa-bisa hanya lantaran kekecewaan Warok Wulunggeni kepadanya, akan tega membunuhnya. Warok Wulunggeni yang disegani banyak orang ini tidak bisa dianggap remeh. Oleh sebab itu nampaknya Juragan Njenduk tidak berani main-main sama aturan yang digariskan oleh Warok Wulunggeri mitra kerjanya sekarang ini.
******
BALAS DENDAM.
KEMATIAN Warok Surodilogo ditangan pimpinan penjahat Bledeg Ampar ternyata berbuntut panjang. Paling tidak muncul nama seseorang yang telah kondang namanya sebagai orang yang berperangai berangasan, bernama Jenggolo Kobro. Ia merasa tidak senang atas matinya pimpinannya Warok Surodilogo yang diagul-agulkan itu di tangan Warok Bledeg Ampar. Seseorang yang dianggap tidak ada artinya apa-apa, hanya bekas pemimpin gerombolan perusuh yang sekarang berubah tabiat baik dan mendapat gelar sebagai warok sakti. Kematian seorang warok telah menjadi aib bagi dunia perwarokan di Ponorogo, seseorang pemimpin penjahat yang bernama Bledeg Ampar yang berasal dari daerah wetan dapat membuat celaka seorang warok yang tersohor namanya dari daerah selatan. Walaupun mantan penjahat Bledeg Ampar itu kini juga sudah bergelar Warok Bledeg Ampar karena belakangan ini telah mengubah tabiatnya menjadi orang baik di kampung halamannya. Berita ini sungguh menyakitkan hati bagi para musuhnya. Membuat tidak mengenakan bagi kalangan tokoh peradatan di daerah selatan yang memihak kepada Warok Surodilogo almarhum.
Suatu hari, jenggolo Kobro mengumpulkan teman temannya yang masih satu aliran. Mereka adalah yang pernah bergabung dalam mitra usaha yang waktu itu masih dipimpin oleh almarhum Warok Surodilogo. Mereka berkumpul di rumah Jenggolo Kobro yang masih berada d?bilangan pinggir kota Dukuh Dawuan.
"Bagaimana teman-teman, sebaiknya kita sekarang. Apakah yang harus kita perbuat. Belakangan ini banyak kawan-kawan kita yang tersisih dari pergaulan masyarakat Dawuan sejak meninggalnya Kangmas Surodilogo," kata Jenggolo Kobro membuka pertemuan para mantan anggota kelompok usahanya dulu itu.
"Sebaiknya, kita memilih dahulu siapa yang pantas untuk kita jadikan pemimpin kita sebagai pengganti Kangmas Surodilogo," kata Surokepruk memberikan usulannya.
"Nah, kalau demikian saya mengusulkan agar Kangmas Jenggolo Kobro saja yang memimpin kita ini. Beliau ini selama masih ada Kangmas Surodilogo hanya satu satunya orang yang sering menjadi wakilnya. Maka lebih tepat kalau Kangmas Kobro saja yang mengatur segalanya," kata Gempur Seco laki-laki yang pembawaannya kalem tetapi matanya memancarkan sorot tajam penuh kebengisan.
"Baiklah kawan-kawan, kalau memang kalian memilih aku menjadi pengganti sementara Kangmas Surodilogo almarhum. Aku terima kepercayaan kawan-kawan. Lalu, bagaimana sebaiknya sikap kita untuk menghadapi perubahan di Dukuh Dawuan yang kini pengaruh Wulunggeni semakin menjadi-jadi itu," kata Jenggolo Kobro.
"Apa tidak sebaiknya kita lawan saja, Kangmas Kobro. Sampeyan berani tidak menghadapi dia," kata Gempur Seco lagi
"Masalah ini soal berani atau tidak. Menguntungkan atau tidak bagi kelompok kita berurusan dengan si Wulunggeni itu. Itulah yang penting harus kita pertimbangkan," kata Jenggolo Kobro.
"Kalau menurutku, kita sebagai orang yang pernah menikmati keberuntungan semasa Kangmas Surodilogo masih hidup, sebaiknya kita menuntut balas atas kematian Kangmas Suro. Jadi yang kita hadapi terlebih dahulu adalah gerombolannya si Bledeg Ampar itu," kata Bardo Gunung, orang yang berasal dari gunung pegat yang bertubuh besar berkulit hitam keling.
"Aku akur saja sama penemunya Kangmas Bardo. Kita semua wajib menuntut balas. Sukmanya Kangmas Surodilogo tidak akan tenteram di alam baka kalau kita sebagai anak buahnya membiarkan musuh yang satu ini hidup pongah menikmati kemenangannya. Aku berani berhadapan dengan si Bledeg Ampar itu," kata Gempur Seco dengan penuh semangat.
"Baiklah kalau demikian. Lalu bagaimana caranya kita menghadapi gerombolan Bledeg Ampar yang anggotanya begitu banyak tersebar dimana-mana itu. Apa kita tantang dia satu lawan satu adu tanding. Apa kita mau main keroyokan,"
Kata jenggolo Kobro.
"Kita tantang tanding. Satu lawan satu saja,"
Kata Bardo Gunung
"Lalu siapa yang akan kita jagokan di antara kawan kawan kita ini," tanya Jenggolo Kobro lagi.
Semua terdiam, mereka saling pandang tidak ada yang memberikan suara.
"Kamu saja Kangmas Bardo yang menghadapinya," usul Sastro Kecik laki-laki yang bertubuh kecil gempal itu
"Hah, jangan aku, Kangmas Kobro saja. Beliau ini kan lmu kanuragannya lebih tinggi" kata Bardo Gunung nampak ragu.
"Tadi Kangmas Gempur Seco katanya berani menghadapi Bledeg Ampar," kata Sastro Kecik.
"Memang aku berani menghadapi dia. Tetapi kan masih ada Kangmas Kobro. Jadi Kangmas Kobro dulu saja yang menghadapi, baru aku" balas Gempur Seco enteng.
"Kalau demikian berat bagi kita untuk menantang adu tanding. Kita belum siap di antara kita yang mau maju melawan dia. Bagaimana kalau kita carikan lawan yang sekiranya ilmunya sepadan dengan si Biedeg jelek itu," kata Jenggolo Kobro kemudian.
"Aku akur, Kangmas" kata mereka hampir berbarengan.
"Lalu siapa kira-kira yang akan kita jagokan, Kangmas Kobro," tanya Bardo Gunung.
"Kalau menurut pendapatku, memang agak sulit untuk mencari tandingannya si Bledeg itu. Tetapi di Dukuh Griyantoro ada Warok Singobeboyo, nampaknya hanya dia satu-satunya warok yang hingga kini masih bisa disegani ilmunya untuk ukuran daerah kidul ini. Tetapi bagaimana caranya. Apa ia mau. Dia kan sekarang menjabat sebagai kepala pengamanan daerah. Tentu tidak mudah kalau ia dipancing untuk tiba-tiba menantang adu tanding. Tugasnya dia sebagai kepala pengamanan daerah justeru harus menenangkan kerusuhan. Tidak mungkin dia mau kita ajak untuk bikin gara-gara."
"Kita harus cari akal lagi, Kangmas."
"Ya. memang kita harus hati-hati dalam melakukan usaha pembalasan kepada Bledeg Ampar ini. Coba kita carikan pemecahan bersama,"
Kata Jenggolo Kobro.
"Apa sebaiknya kita coba saja Kangmas. Kita berkunjung ke rumah Warok Singobeboyo. Siapa tahu ia lagi butuh uang. Kita bisa bayar dia,"
Usul Bardo Gunung
"Baik, kawan-kawan. Tidak ada jeleknya kita mencobanya," kata Jenggolo Kobro yang dikuti kesepakatan oleh kawan kawannya itu. Memang agak sulit bagi gerombolan Jenggolo Kobro ini untuk mewujudkan balas dendamnya sebab mereka harus berhadapan dengan banyak kekuatan. Selama ini nama harum Warok Surodilogo yang disandangnya sejak ia berhasil mengalahkan Warok Wulunggeni dalam acara adu tanding di alun-alun Ponorogo hampir dua puluh tahun yang lalu itu, telah membuat bangga bagi para pengikutnya. Terutama Jenggolo Kobro sebagai orang dekat kepercayaannya, merasa kehilangan besar atas matinya Warok Surodilogo itu. Jenggolo Kobro sebagai pembantu setia Warok Surodilogo ingin membuat perhitungan lebih lanjut untuk menebus kematian Warok Surodilogo seorang pemimpin yang sangat dihormatinya itu. Untuk langsung menantang sabung dengan Warok Bledeg Ampar, masih pikir pikir dulu. Mengingat reputasi Warok Bledeg Ampar di dunia hitam pada masa lalunya sangat menonjol. Ia sangat disegani oleh kalangan hitam. Demikian juga nama Warok Bledeg Ampar sering ditakuti oleh musuh musuhnya di antara sesama kalangan hitam. Oleh karena itu, Jenggolo Kobro tidak ingin sembarangan menghadapi lawan yang bukan tandingnya seperti Warok Bledeg Ampar yang tersohor namanya sebagai warok sakti itu. Satu-satunya cara untuk melampiaskan kemarahannya itu diarahkan kepada Juragan Njenduk.
Orang seperti Juragan Njenduk ini yang dianggap sebagai biang keladi kematian pemimpin mereka itu. Namun kemudian, kini diketahui ternyata Juragan Njenduk sedang menjalin kemitraan usaha dengan Warok Wulunggeni, musuh bebuyutan Warok Surodilogo di masa lalu. Oleh karena itu untuk langsung menguber si Juragan Njenduk, tidak mungkin. Sebab tidak ayal ia akan berhadapan pula dengan Warok Wulunggeni yang perkasa itu, dan urusan bisa berkepanjangan kalau mau berhadapan dengan Warok Wulunggeni itu. Hanya pimpinan mereka Warok Surodilogo almarhum yang dapat menandingi kedigdayaan Warok Wulunggeni ini. Oleh karena itu Jenggolo Kobro masih berusaha mencari akal. Satusatunya jalan ia berusaha mencari centeng orang kuat lainnya. Tercetus gagasan untuk mendekati Warok Singobeboyo. Warok yang satu ini memegang jabatan sebagai kepala pengamanan daerah Dukuh Griyantoro. Jenggolo Kobro kemudian berusaha mengambil hati terhadap warok yang berusia lanjut itu untuk dapat dijadikan sebagai mitra kerjanya.
Namun terrnyata, ketika rombongan jenggolo Kobro itu menghadap Warok Singobeboyo di Dukuh Griyantoro, mereka disambut baik dengan keramahan seorang bapak yang wicaksono, akan tetapi Warok Singobeboyo menolak untuk bergabung dengan mereka.
"Aku memang punya musuh. Si Tanggorwereng kaki tangannya Si Wulunggeni itu memang pernah kurang ajar terhadap wargaku di Dukuh Griyantoro sini. Aku hampir beradu tanding dengan Tanggorwereng ketika aku peringatkan dia jangan bersikap kurang ajar suka mengganggu perempuan di Tempat Hiburan Nyai Lindri beberapa tahun yang lalu. Akan tetapi bukan berarti aku sekarang mau menerima tawaran kalian untuk mencari gara-gera berurusan dengan Si Bledeg Ampar yang sekarang bergabung dengan rombongannya si Wulunggeni itu. Aku tidak sudi berurusan dengan mereka. Kecuali kalau memang mereka bikin gara-gara di daerah yang menjadi kewenanganku di Dukuh Griyantoro ini" kata Warok Singobeboyo nampak arif.
"Bukankah dengan memberantas Warok Bledeg Ampar bersama Warok Wulunggeni, kekuatan Warok Tanggorwereng akan berkurang, sehingga bapak tinggal menggulung Si Tanggorwereng," kata Jenggolo Kobro.
"Aku jelaskan yaaaaa. Soal Bledeg Ampar itu tidak bisa diganggu gugat. Aku dapat bisikan langsung dari Warok Sawung Guntur yang mewakili penguasa kadipaten agar jangan mengganggu sepak terjangnya si Bledeg Ampar itu. Memang, aku kurang tahu latar belakangnya ini semua. Tapi begitulah pesan dari Warok Sawung Guntur. Jadi sesuai kedudukanku sebagai punggawa kadipaten Ponorogo yang ditugaskan untuk mengamankan daerah Dukuh Griyantoro ini, tugasku hanya sebatas itu. Jadi, Adi sekalian ini sudah mengerti bagaimana posisiku ini,"
Tegas Warok Singobeboyo.
"Mengerti, Pakkk" Jawab para laki-laki itu hampir berbarengan.
"Jadi, ya maafkan saja aku. Aku sebenarnya tidak ingin membuat kalian yang datang dari jauh-jauh ini kecewa. Jangan tersinggung oleh penolakanku ini. Tapi ya itu tadi, aku tidak bisa melakukan ajakan kalian. Aku ini sebagai warok yang tidak bisa bebas untuk berbuat sekehendak hatiku. Aku sudah terlanjur mengabdikan diriku kepada pemerintah Kadipaten Ponorogo. Jadi sekali lagi maafkan aku"
"Tidak apa kok, Pak Kami semua ini datang lantaran penghargaan kami kepada bapak sebagai orang sakti yang menurut pandangan kami bisa menegakkan keadilan atas terbunuhnya pimpinan kami Kangmas Surodilogo di tangan Bledeg Ampar."
"Ya...y..sudahlah relakan kematiannya. Sudah menjadi risikonya sebagai warok sejati harus berani menerima kekalahan. Apalagi kematian Surodilogo karena bertanding itu merupakan nilai tertinggi bagi seorang warok sejati yang berani mempertahankan martabat dirinya. Tapi kalau kalian mau menuntut balas atas kematian pimpinan kalian itu bukannya malahan menjadi balas dendam yang tidak pada tempatnya, mencari gara-gara. Itu jelas tidak baik lho. Persoalan pribadi antara Warok Surodilogo dengan Warok Bledeg Ampar, adalah menjadi persoalan kedua orang itu. Mereka berdua telah mengambil sikap hidupnya dengan cara bertarung sampai mati itu. Jadi kalian sebagai bekas anak buahnya ya sebaiknya sekarang mencari pemimpin baru. Masih banyak kok warok sakti di daerah kita ini"
"Baik, terima kasih atas nasehat bapak."
"Nah, hayo dimakan dulu jadahnya ini, dan in wedangnya diminum, jangan dibiarkan saja keburu dingin," kata Warok Singobeboyo ramah menyilakan tamu-tamuunya itu. Tidak berapa lama kemudian, nampak serombongan kuda yang dipimpin oleh Jenggolo Kobro itu hampir berbarengah meninggalkan rumah sederhana di pinggir Dukuh Griyantoro itu pulang kembali tidak membawa hasil untuk mempengaruhi Warok Singobeboyo yang sudah berusia lewat setengah baya itu.
*****
MENJAADI MURID.
KELIMA jagoan mantan anak buah Warok Surodilogo almarhum itu nampak lemas kehilangan akal sejak penolakan Warok Singobeboyo yang menyatakan tidak bersedia menjadi pelindungnya untuk diadu tanding menghadapi Warok Bledeg Ampar. Mereka kemudian berkumpul di rumah Jenggolo Kobro sebagai yang ditunjuk menjadi pemimpin mereka untuk mencari upaya menghadapi kerumitan yang menimpa gerombolannya ini
"Kalau tidak ada warok yang bersedia diadu tanding menghadapi si Bledeg Ampar itu, sekarang sudah saatnya kita berpikir untuk tidak perlu mengharapkan akan datangnya orang yang mau membantu kita," kata Jenggolo Kobro memecahkan kesunyian
"Lalu, apa yang akan kita lakukan Kangmas Kobro," tanya Surokepruk
"Kita harus mau berguru. Kita mencari guru warok sakti. Kita harus bisa menempa diri kita. Mencari imu kanuragan yang setinggi-tingginya," kata Jenggolo Kobro
"Kepada siapa kita akan berguru, Kangmas" tanya Gempur Seco laki-laki yang pembawaannya kalem tetapi matanya memancarkan sorot tajam penuh kebengisan
"Kita harus mencari tahu dimana ada warok sakti yang mau mengangkat kita menjadi muridnya,"
Kata Jenggolo Kobro.
Suasana menjadi hening.
Nampak mereka berpikir keras, mengingat-ingat dimana saja pernah terdengar berita mengenai kehebatan warok yang memiliki kesaktian mandraguna.
Titba-tiba salah seorang dari kelima laki laki itu berteriak lantang.
"Aku baru ingat.
Ini penting konco-konco.
Ada seorang warok sakti yang kini sedang menjalani tapa brata.
Namanya...nama..aku..ach siape, aku lupa" kata Sastro Kecik laki-laki yang bertubuh kecil gempal itu sambil memutar-mutarkan kepalanya mengingat-ingat sesuatu.
"Dimana kira-kiranya tempat tinggalnya," tanya Bardo Gunung orang yang berasal dari gunung pegat yang bertubuh besar berkulit hitam keling seperti tidak sabar.
"Di...di...di dekat Dukuh Badegan,"
Kata Sastro Kecik.
"Di pekuburan Pepunden. Ditunggui oleh ahli warisnya bernama Warok Suroyudho,"kata GempurSeco laki-laki yang pembawaannya kalem itu.
"Ya. Benar,"jawab Sastro Kecik dengan telunjuk tangannya mengarah ke muka Gempur Seco membenarkan ucapan Gempur Seco itu.
Warok Ponorogo 9 Kemilau Asap Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mana mungkin orang tua itu mau mengangkat kita menjadi muridnya. Orang tua itu memang terkenal sakti, tetapi ia tidak mau lagi berurusan dengan pergolakan kanuragan lagi. Ia nampak sudah menjauhkan diri dari urusan tetek bengek orang hidup di dunia,"
Kata Bardo Gunung orang yang bertubuh besar berkulit hitam keling itu dengan membelalakan matanya yang bulat itu.
"Apa salahnya kita coba, Kang. Siapa tahu orang tua itu lagi enak hatinya dan mau menerima kita menjadi muridnya," kata Sastro Kecil lagi. Suasana menjadi hening kembali. Nampak mereka sedang menimbang-nimbang kemungkinan kemungkinan yang lebih buruk menimpa gerombolan mereka ini.
"Ada baiknya kita pertimbangkan usulan Dimas Sastro. Dalam situasi sulit sekarang ini, tidak ada buruknya segala jalan kita tempuh. Dan aku rasa, orang tua ini satu-satunya harapan saat sekarang. Bagaimana koncokonco kita temui orang tua itu,"
Ajak Jenggolo Kobro.
"Aku setuju,"
Jawab Surokepruk
"Aku juga akur saja," kata Gempur Seco laki-laki yang pembawaannya kalem, matanya memancarkan sorot tajam penuh kebengisan yang mendalam.
"Baiklah kalau demikian kita berangkat sekarang mumpung hari belum siang."
"Hayoooo," kata Sastro Kecik laki-laki yang bertubuh kecl gempal itu segera bangkit dari duduknya dengan penuh semangat yang diikuti oleh para laki-laki lainnya. Tidak berapa lama terlihat kuda-kuda mereka telah berpacu kencang meninggalkan rumah Jenggolo Kobro di pinggiran Dukuh Dawuan itu.
Pada siang hari rombongan yang dipimpin Jenggolo Kobro itu telah sampai di pinggir sebuah kuburan besar di tengah bulakan tandus .Di tengah kuburan itu terdapat pohon-pohon beringin besar yang daun-daunnya nampak sudah mulai mengering. Setelah mereka menambatkan kuda di pohon-pohon yang memagari kuburan itu, mereka nampak membisu saling memandang, apa yang harus mereka lakukan kemudian. Sebab, di lingkaran pagar kuburan itu terdapat tulisan-tulisan yang melarang orang lain memasuki pekuburan itu tanpa ada ijin dari penghuni pekuburan
"Bagaimana ini Kangmas Kobro. Kepada siapa kita harus minta ijin memasuki pekuburan ini. Menurut ceritera para sesepuh, orang tua yang bergelar Warok Suroyudho itu tinggalnya di bawah pohon beringin kering besar di tengah-tengah pekuburan ini. Di sana ada padepokan, rumah kayu besar yang terlindung pandangan oleh kayu-kayu kering besar itu. Sedangkan untuk mencapai kesana harus memasuki pekuburan ini. Untuk memasuki pekuburan ini harus ada ijin. Apakah ini artinya sama saja kita tidak boleh menemui Warok Suroyudho itu," tanya Surokepruk
"Ya, aku sendiri juga tidak mengerti," jawab Jenggolo Kobro dengan muka nampak kebingungan.
"Bagaimana kalau kita kirim berita isyarat kepada dia," usul Gempur Seco laki-laki yang pembawaannya kalem
"Bagaimana kamu akan lakukan Kangmas Gempur," tanya Bardo Gunung. itu.
"Aku akan mencoba menyampaikan pesan dengan menggunakan mata hatiku, kata Gempur Seco.
"Lakukanlah, Dimas Seco"
Kata Jenggolo Kobro.
Tidak berapa lama nampak Gempur Seco duduk bersila.
Mata dipejamkan.
Pikiran dipusatkan kepada wajah Warok Suroyudho orang yang dulu pernah ditemui hampir lima belas tahun yang lalu ketika beliau pernah berkunjung ke Dukuh Dawuan atas undangan Warok Surodilogo semasa masih menjadi penguasa kegiatan usaha jasa-jasa pengamanan di daerah itu.
Tidak berapa lama terdengar suara kraaakkkkk pelan pelan pintu pekuburan yang terbuat dari kayu itu terbuka.
Entah kekuatan apa yang menggerakan pintu itu.
Tentunya ada semacam dorongan dari dalam pekuburan itu.
Rupanya antara Gempur Seco dan Warok Suroyudho sudah terjadi pembicaraan lewat dunia gaib.
Warok Suroyudho lalu mengijinkan mereka menemuinya, kemudian ia membukakan pintu pekuburan itu sebagai jalan masuk ke padepokannya.
"Dia telah menangkap isyarat kita," kata Jenggolo Kobro.
"Benar Kangmas.
Ini berarti kita telah dipersilakan masuk,"
Kata Bardo Gunung orang yang bertubuh besar berkulit hitam keling itu.
"Seco...Seco...bangun Dia sudah menerima isyaratmu.
Kita sudah dipersilakan masuk" kata Jenggala Kobra memudarkan semedi Gempur Seco.
Tidak berapa lama kemudian Gempur Seco sudah kembali pada kesadarannya.
Ia lalu bangkit dari duduk bersilanya, dan mengikuti mereka yang telah memasuki pekuburan itu.
Dengan langkah hati-hati penuh kewaspadaan, kelima laki-laki itu mendekati pohon pohon beringin kering di tengah-tengah pekuburan itu.
Kemudian mereka telah sampai di depan pintu sebuah gubug besar yang terlindung pohon-pohon beringin kering itu.
Pintunya terbuka tidak ada daun pintunya. Mereka satu per satu memasuki pintu kayu yang terbuat nampak kasar asal-asalan itu.
Baru beberapa langkah melewati pintu itu, terlihat pemandangan seorang tua yang sedang duduk bersila di atas batu hitam besar.
Rambutnya panjang terurai.
Matanya terpejam.
Mulutnya komat-kamit.
Tidak jauh dari orang tua itu duduk bersila seorang pemuda tampan dengan tubuh kekar, tetapi matanya tidak dipejamkan memperhatikan kehadiran kelima laki-laki itu dengan raut muka yang ramah seperti mempersilakan tamu-tamunya itu.
Pemuda itu ternyata Joko Manggolo.
Telah beberapa bulan ini secara diam-diam tanpa sepengetahuan keluarganya, khususnya Paman Sadri, ia telah berguru ilmu kepada orang tua sakti ini.
Ia tahu kalau hal ini dimintakan ijin kepada Paman Sadri pasti tidak disetujui, maka ia kemudian berpamit ingin berkelana, setelah beberapa lama kemudian memutar kembali ke daerah ini dan menemui Warok Suroyudho untuk menjadi muridnya.
Tiap minggu Joko Manggolo memang selalu pulang ke Dukuh Badegan, tetapi kemudian pamit lagi untuk berkelana.
Padahal ia kemudian bermukim di gubug reyot ini untuk memperdalam imu kanuragannya.
"Maaf, Eyang. Mohon maaf mengganggu. Menyampaikan salam hormat kepada Panjenengan Warok Suroyudho," kata Jenggolo Kobro dengan hati-hati.
"Duduklah kalian,"
Kata Warok Suroyudho setelah matanya dibuka.
"Ada keperluan apa kalian berlima jauh-jauh datang kemari."
"Kak...kam..kami...menghaturkan hormat Eyang Kami.kami berlima ingin berguru kepada Eyang. Ingin menjadi murid Eyang Suro..." kata Jenggolo Kobro terbata-bata.
"Sudah, sudah, sudah cukup. Aku mengerti. Kalian sedang risau. Kalian mempunyai rencana. Aku tidak menerima murid yang akan mengamalkan ilmunya hanya untuk tujuan mau balas dendam."
"Kami tidak ingin balas dendam Eyang. Kami ingin memohon keadilan."
"Bagus, bagus. Apa pun menurut katamu. Tetapi aku tidak sudi ilmuku kalian kotori. Sebaiknya kalian mencari guru orang lain saja. Masih banyak orang sakti di daerah Ponorogo ini yang bisa kalian jadikan panutan"
"Mohon ampun, Eyang. Kami mengharapkan Eyang sudi menerima kami menjadi murid. Menurut kami, Eyang adalah satu-satunya warok yang sangat bijaksana dibandingkan dengan banyak warok yang hanya mengandalkan kesaktiannya tetapi tidak memiliki kearifan seperti yang dimiliki Eyang Suroyudho,"
Kata Jenggolo Kobro dengan takjim.
Suasana kembali tenang tidak ada kata-kata yang keluar.
Agaknya Warok Suroyudho sedang mencerna kata-kata terakhir Jenggolo Kobro yang menyanjungnya itu.
"Apa benar katamu itu.
Apakah engkau hanya mau menyanjung untuk menyenangkan aku saja.
Bukan untuk mencari muka, dan menyanjungnya,"
"Eyang Kami mengatakan yang sebenanya," kata Jenggolo Kobro.
"Baiklah kalau dem?kian. Kalau memang kalian mempunyai tekad yang bulat. Aku ingin mengujimu."
Kelima laki-laki itu saling berpandangan. Ujian apa gerangan yang akan diterapkan Warok Suroyudho orang tua ini.
"Begini. Dihadapanmu ini adalah muridku bernama Manggolo. Ia telah beberapa bulan ini menekuni ilmu kanuragan yang aku ajarkan. Nah, kalian ingin aku adu tanding dengan muridku ini. Kalau kalian beramai ramai berhasil mengalahkan dia dengan mengeroyok maka kalian akan aku terima sebagai murid."
Kelima laki-laki itu kembali saling berpandangan untuk meminta pendapat beman-temannya
"Baiklah, Eyang. Kami bersedia menerima ujian ini," kata Jenggala Kobro.
"Bersiaplah Manggolo," kata Surokepruk langsung berdiri kelihatan sudah tidak sabar lagi ingin menyerang Joko Manggolo yang masih duduk terdiam. Namun demikian, tidak berapa lama joko Manggolo sudah bersiap.
"Tunggu,"
Kata Warok Suroyudho.
"Kalian tidak boleh bertarung di ruangan sempit ini. Dan jangan sekali-kali bertarung di dalam lingkaran pekuburan pepunden ini. Kalian semua keluar dari lingkaran dalam pekuburan. Bertarunglah di luar sana."
Tanpa banyak kata lagi, kelima laki-laki yang diikuti oleh Joko Manggolo itu segera beranjak keluar rumah gubug reyot ini, dan terus menuju luar lingkaran pekuburan pepunden.
Joko Manggolo nampak telah siap menerima serangan dari kelima laki-laki itu.
Mereka berlima tanpa tanya tanya lagi langsung terus menyerang ganas kedudukan Joko Manggolo dari segala arah dengan penuh variasi jurus-jurus yang mematikan.
Akan tetapi serangan yang datang secara bertubi-tubi itu dapat dipatahkan oleh gerakan-gerakan lincah Joko Manggolo yang sudah banyak berpengalaman menghadapi pertarungan berat.
Beberapa kali memang Joko Manggolo nampak mulai terdesak mundur oleh serangan beruntun yang dilancarkan berbarengan oleh kelima laki-laki itu yang kelihatan penuh perhitungan matang.
Mereka kelihatan mulai berhasil memojokkan terus posisi Joko Manggolo yang terus mengambil gerakan mundur sampai beberapa langkah jauh ke belakang.
Dalam beberapa langkah mundur yang dilakukan joko Manggolo nampak ia semakin kesulitan mengimbangi kehebatan jurus jurus serang yang dilancarkan oleh kelima laki-laki bekas kepercayaan Warok Surodilogo almarhum itu.Mereka berlima nampak cekatan memperagakan jurus jurusnya.
Dalam keadaan terdesak terus itu Joko Manggolo masih berusaha mengatur permainan jurus-jurus bela serangnya secara tajam.
Namun nampaknya kelima laki-laki itu sudah terbiasa menyerang serentak secara teratur sehingga mempersulit posisi Joko Manggolo.
Tidak ada pilihan lagi bagi Joko Manggolo yang harus mengimbangi dengan melepaskan jurus-jurus mautnya sampai beberapa gerakan beruntun.
Ia kemudian menggeser langkahnya mundur kembali untuk menata irama jurus-jurus bertahannya.
Dalam menghadapi serangan bertubi-tubi yang dilancarkan serentak dari berbagai jurusan oleh para laki-laki yang mengeroyoknya itu kembali Joko Manggolo mengembangkan jurus membabat kuda-kuda lawan.
Melihat perubahan cara gerak Joko Manggolo itu, mereka kemudian mengubah taktik dengan melakukan gerakan surut ke belakang untuk menata posisi serang kembali.
Joko Manggolo mulai kerepotan melawan kelima laki-laki itu yang mempunyai banyak tipu muslihat yang bisa mengecoh gerakan gerakan Joko Manggolo.
Untuk menyelesaikan pertarungan ini tidak ada jalan lain, terpaksa Joko Manggolo mengeluarkan jurus andalannya yang baru diterima dari ajaran Warok Suroyudho gurunya sekarang yang juga dengan tekun ikut mengamati pertarungan itu secara seksama.
Jurus andalan babat bumi yang dilambari aji-ajian itu ternyata mampu melumpuhkan Pertahanan kelima laki-laki yang mengeroyoknya itu.
Sehingga kelima laki-laki itu berhasil dihajar habis-habisan oleh Joko Manggolo, sehingga mereka kewalahan tergeletak lemas kehabisan tenaga.
"Cukup, cukup.
Hentikan Manggolo,"
Kata Warok Suroyudho.
"Suruh mereka semua masuk ke gubug kita"
Warok Ponorogo 9 Kemilau Asap Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Baik Eyang,"
Jawab joko Manggolo.Setelah mereka dengan susah payah beriringan berjalan menuju gubug reyot, badan mereka seperti remuk redam, masih terasa benturan ajian babat bumi jurus andalan Joko Manggolo.
Beberapa kali tangan Warok Suroyudho itu memberikan pengobatan penyembuhan terhadap bekas benturan ajian yang dilemparkan Joko Manggolo itu pada tubuh kelima laki-laki itu.
Beberapa saat kemudian mereka nampak telah duduk takjim dihadapan Warok Suroyudho.
"Sekarang dengarkanlah aku," kata Warok Suroyudho dengan suara parau.
"Walaupun ternyata kalian kalah tanding melawan Manggolo. Aku tetap terima kalian sebagai muridku walaupun seperti janjiku tadi kalian baru aku terima kalau dapat mengalahkan Manggolo. Namun karena aku tahu, sebenarnya kalian, bersama juga Manggolo, mempunyai musuh yang sama yaitu Juragan Markhoni yang oleh masyarakat diparapi Juragan Njenduk itu. Bedanya, kalau Manggolo itu sedang diuber oleh para anak buah Juragan Njenduk karena pernah menghajar kelima anak buahnya, padahal dia tidak pernah membuat gara-gara dengan mereka, hanya sekedar membela diri, dan juga tidak merasa dimusuhi mereka. Sedangkan kalian mau menghajar Juragan Njenduk yang kalian anggap sebagai biang keladi kematian pemimpin kalian Warok Surodilogo, akan tapi kalian tidak berani menghadapi laki-laki licik yang tidak punya pegangan ilmu kanuragan sama sekali itu. Hanya saja laki-laki itu bernasib beruntung karena banyak para jagoan yang menjadi sahabat Juragan Njenduk itu sudi membelanya hanya untuk mendapatkan sekeping uang"
Kelima laki-laki dan Joko Manggolo itu mendengarkan uraian Warok Suroyudho yang waskita itu dengan seksama. Orang tua ini selalu dapat menebak isi hati orang itu dengan penuh perhatian sambil mereka duduk bersila di atas tanah lempung.
"Aku sebenarnya tidak ada kepentingannya sama sekali mengenai urusan kalian dengan Juragan Njenduk itu. Tapi, aku hanya ingin memberikan pelajaran kepada laki-laki rakus itu yang sangat jauh dari sifat-sifat laki laki sejati yang menjadi jati diri para warok di daerah kita ini.Oleh karena itu, aku akan turunkan ilmu-ilmuku untuk tujuan memberantas sifat-sifat manusia semacam Juragan Njenduk itu. Kini kalian bersatulah" kata Warok Suroyudho mengakhiri wejangannya.
Akhirnya kelima laki-laki itu sejak hari ini diterima menjadi murid Warok Suroyudho. Dan konon hingga bertahun-tahun mereka tekun berguru kepada Warok Suroyudho bersama Joko Manggolo yang kini makin berkembang menguasai aneka ragam ilmu kanuragan dan jurus-jurus pamungkas lainnya.
*****
BALAS DENDAM.
TELAH berjalan hampir satu tahun ini, Jenggolo Kobro dan teman-tamannya berguru kepada Warok Suroyudho. Meresa sudah mendapatkan tambahan ilmu yang banyak, mereka kemudian berpamitan untuk pulang kampung
"Baiklah, kalau kalian sudah merasa puas memperoleh kemajuan dari ilmu-ilmuku yang aku turunkan kepada kalian. Aku tidak keberatan engkau tinggalkan tempat ini. Kalau kalian menemui kesulitan, cobalah untuk kalian pecahkan bersama. Bermusyawarahlah. Akan tetapi kalau kalian tidak bisa memecahkan persoalan kalian bersama, datanglah kemari lagi barangkali aku bisa membantunya" kata Warok Suroyudho memperlihatkan pandangan seorang tua yang sudah lanjut usia itu tampak bijak.
"Matur nuwun, Eyang, Kami berlima mohon pamit"
"Apakah kalian tidak menunggu sampai Manggolo datang.
Tidak berpamitan terlebih dulu dengan dia."
Manggolo sedang pulang ke Badegan.
Keluarganya katanya ada yang sakit.
"Tolong sampaikan salam kami saja Eyang kepada Manggolo."
"Ya, ya, ya nanti aku sampaikan.
Hati-hatilah kaiian di jalan.
Ingat jangan cari gara-gara dan perkara.
Tapi kalau gara-gara dan perkara itu datang dimukamu, hadapilah dengan tabah dan gunakanlah ilmumu semampumu."
"Terima kasih, Eyang, Kami mohon pamit."
"Ya, berangkatlah"
Setelah mereka menempuh perjalanan seharian, sesampainya di rumah Dukuh Dawuan, mereka beristirahat sejenak. Tidak berapa lama kemudian nampak mereka berembug kembali dengan semangat baru sejak berbulan bulan mereka menggembleng diri di bawah asuhan Warok Suroyudho,
"kini merasa lebih berbobot Aku rasa-rasakan, Kang"
Celetuk Sastro Kecik.
"Semua masalah yang membuat kematian Kangmas Surodilogo tempo hari itu, biang keladinya tidak lain ya si gendut Juragan Njenduk itu. Apalagi ketika waktu pertama kali kita diterima sebagai murid Eyang Suroyudho, beliau nampaknya juga mendorong kita untuk menghajar Si Njenduk itu. Salah satu alasan yang membuat kita diterima sebagai muridnya, salah satunya adalah kebencian guru kita terhadap sifat semacam Juragan Njenduk itu. Oleh karena itu, Kang. Aku rasa sebaiknya kita habisi dulu si Juragan Njenduk itu. Baru kemudian Si Bledeg Ampar, orang yang selama ini diagul-agulkan oleh juragan Njenduk itu"
"Aku setuju dengan pendapatmu itu Kang," sela Surokepruk
"Kalau demikian kita cari saja si Juragan Njenduk. Kita hajar ramai-ramai sampai mampus laki-laki gendut itu," kata Gempur Seco penuh kebencian.
"Aku juga setuju, hayo kita berangkat sekarang" kata Bardo Gunung.
"Bagaimana menurut pendapat Kangmas Kobro,"
Tarnya Sastro Kecik
"Aku setuju saja. Aku rasa makin cepat kita bertindak akan makin baik," jawab Jenggolo Kobro nampak penuh dengan kehati-hatian.
"Baik konco-konco ayookkkk. Hayo kita berangkat," teriak Gempur Seco seperti memberi aba-aba berangkat kepada teman-temannya. Kelima laki-laki dengan cekatan memacu kuda masing masing menuju tengah kota Dukuh Balong. Pergi ke pasar, ke tempat-tempat keramaian untuk mencari tahu keberadaan Juragan Njenduk. Diperoleh informasi, ada orang yang melihat tadi pagi Juragan Njenduk dengan naik dokar pergi ke arah utara mungkin ke Dukuh Dawuan.
"Wah kita simpangan jalan dengan dia. Tadi kita dari Dawuan tidak kita periksa dulu di sana. Hayo kembali konco-konco," teriak Gempur Seco kembali memutar kudanya ke arah utara yang diikuti oleh teman-temannya yang lain. Kebetulan dalam perjalanannya menuju ke Dukuh Dawuan dari kejauhan tidak jauh dari Dukuh Dawuan terlihat ada dokar yang menuju ke arahnya. Nampaknya akan pergi menuju ke arah Balong.
"Itu dokar Juragan Njenduk" teriak Bardo Gunung nampak matanya masih awas.
"Benar itu dia si gendut itu," balas Surokepruk membenarkan kata temannya itu. Juragan Njenduk yang lagi enak-enak duduk di atas dokarnya sambil ngantuk-ngantuk yang dikendali?kan seorang kusir dan dua pengawalnya yang duduk di depan, tiba-tiba dicegat oleh rombongan Jenggolo Kobro dan teman-temannya itu.
"Berhentiii" teriak Bardo Gunung dengan suaranya yang lantang.
"Haittt"
Sopir dokar itu menghentikan dokarnya. Juragan Njenduk terperanjat dokarnya dihentikan oleh lima lakilaki yang selama ini sepertinya sudah dikanainya.
"Selamat siang, Juragan,"
Kata Jenggolo Kobro memperlihatkan sikap ramah yang dibuat-buat.
"Siapa kalian. Mau apa, " kata Juragan Njenduk dengan memasang muka angker.
"Langsung saja Juragan. Kami berlima ini mau menuntut balas atas kematian pemimpin kami Kangmas Warok Surodilogo. Utang nyawa harus dibayar nyawa."
"Aku bukan yang membunuhnya. Itu urusan dia sendiri dengan Kangmas Warok Bledeg Ampar. Kalau kalian berani, urus saja sama Warok Bledeg Ampar. Dia yang membunuh pemimpin kalian, bukan aku."
"Tapi dia itu kan selama ini yang melindungi juragan."
"Buih, ngawur saja kamu kalau ngomong" kata Juragan Njenduk sambil meludah ke tanah yang membuat marah kelima laki-laki yang menghadangnya itu.
"Sudahlah tidak usah banyak bacot. Hayooo00 turun dari dokar, dan akan kami antar ke ajal kamu,"
Kata kata Surokepruk nampak tidak sabar sudah mencabut senjata tajamnya sebilah motek.
Melihat gelagat yang tidak aman ini, ketiga laki-laki pengawal dan sopir dokar Juragan Njenduk itu segera mengambil prakarsa.
Mereka meloncat berdiri gagah di depan dokar untuk melindungi Juragan Njenduk dari serangan kelima laki-laki itu.
"Weeeladalah.
Kalian bertiga mau mati mendahulu juraganmu yaaa.
Boleh, boleh, kalau kamu kepengin mati duluan.
Boleh saja.
Itu soal mudah," ejek Sastro Kecik yang terus turun dari kudanya maju ke depan, mau menghadapi kedua pengawal dan seorang kusir dokar Juragan Njenduk itu yang d?kuti oleh empat lakilaki lainnya.
Mereka berani menghadapi Juragan Njenduk karena sekarang pengawalannya tidak seketat dulu lagi.
Tiba-tiba dokar yang tadinya diam itu dengan cepat berputar haluan menghadap kembali ke arah Dukuh Dawuan dan dihardik kencang sehingga kudanya lari terbirit-birit meninggalkan orang-orang itu.
Dokar itu dikendali sendiri oleh Juragan Njenduk
"Wahhh, dasar pengecut.
Kita tidak ada gunanya lagi menghabisi nyawa ketiga orang yang tidak berdosa ini.
Sebab kalian bertiga ini hanya orang upahan, bekerja menerima upah dari juragan kamu itu," kata Jenggolo Kobro sambil ia melemparkan segenggam kepingan uang yang jumlahnya agak banyak kepada ketiga lakilaki yang telah siap berlaga itu.
"Silakan ambil, Kangmas."
"Kangmas bertiga. Kita ini nasibnya sama. Sama-sama orang susah, ambillah uang-uang itu Toh kalian juga biasa menerima upahan kepingan itu dari Si Gendut itu. Kita tidak ada gunanya lagi berkelahi di sini. Kita akan sama-sama mati konyol. Sementara orang yang kalian bela sudah lari dan tidak tahu apakah kalian telah melawan kami atau tidak. Dia tidak tahu. Maka, ambillah uang keping ini. Kami akan berlalu,"
Kata Jenggolo Kobro berusaha membujuk.
Nampaknya ketiga laki-laki itu mulai ragu-ragu saling pandang di antara teman-temannya.
Minta persetujuan.
Tiba-tiba salah seorang dari mereka menyarungkan senjata tajamnya dan berkata.
"Silakan berlalu, Kangmas."
"Nah itu baru punya pikiran waras sobat.
Hayo konco-konco kita kejar si gendut itu,"
Kata Jenggolo Kobro yang langsung menaiki kudanya di?kuti teman-temannya meninggalkan ketiga laki-laki itu yang kemudian saling berebut mendapatkan kepingan uang yang dilempar Jenggolo Kobro tadi.
Juragan Njenduk rupanya sempat melarikan diri menuju ke arah rumah Warok Wulunggeni di Dawuan .Kebetulan Warok Wulunggeni yang biasanya tinggal di Dukuh Jabung, sekarang ia lebih banyak tinggal di Dawuan.
Tiba-tiba terdengar suara roda dokar yang berlari kencang memasuki rumahnya hampir tidak terkendali mau menabrak pintu masuk halaman rumah antik itu
"Kangmas, tolongggg.
Tolong Kangmas Wulung"
Teriak Juragan Njenduk berlari-lari masuk rumah Warok Wulunggeni yang sedang asyik mengiris-iris racikan jamu
"Hae ada apa, Ndut" tanya Warok Wulunggeni dengan mata terbelalak kaget.
"Mereka itu anak buah Surodilogo mau membunuh aku."
"Apaaaa. Anak buah Surodilogo. Mana orangnya." Demi mendengar kata Surodilogo Wulunggeni bangkit ia ingat terhadap nama musuh bebuyutnya yang telah mati itu. Seketika ia meloncat lari ke depan rumahnya. Di depan rumah itu telah berdiri lima laki-laki nampak dengan percaya diri penuh siap berlaga
"Ohhhhh, kalian tho yang datang jagoan-jagoan kampung, Beraninya menguber sama orang lemah Ya."
"Aku memang datang mau menghabisi si gendut itu Kamu tidak usah ikut campur. Yang aku cari si gendut itu sama pelindungnya si Bledeg Ampar." kata Jenggolo Kobro dengan sinis.
"Husss, mbacot tidak ada aturan. Kalau kamu berani beraninya memasuki halaman rumahku ini, tanpa permisi, itu berarti sudah menjadi urusanku. Ngertiii," kata Warok Wulunggeni dengan memelototkan matanya kelihatan seram.
"Kalau Kangmas Surodilogo masih hidup, kamu ini bukan apa-apa dihadapannya. Kamu masih sebiji menir dibandingkan dengan beliau..."
"Bajingan, tutup cocotmu itu. Kalau tidak pengin mati jangan umbar bacotmu Toleeee," geram Warok Wulunggeni dengan muka merah padam tanda marah. Ia kemudian tiba-tiba ingat akan petuah gurunya, harus dihindari kemarahan untuk menggunakan ajian harimau lodaya. Maka kemudian ia berusaha mengatur pernafasan jurus pengendalian diri diterapkan. Tidak berapa lama ia menjadi berimbang hatinya
"Kami datang kemari memang juga sengaja mau mengambil nyawamu, Wulung"
"Ambillah sekehendak hatimu, kalau bisa, Toleee. Ini aku serahkan nyawaku. Ambillah sendiri,"
Jawab Warok Wulunggeni menjadi kalem.
"Serbuuuu, konco-konco," Jenggolo Kobro mulai tidak sabar yang kemudian memberi aba-aba menyerang kepada Warok Wulunggeni.
Maka perkelahian pun terjadi dengan seru.
Warok Wulunggeni dengan geram menghajar kelima laki-laki bekas anak buah almarhum Warok Surodilogo.
Terjadilah perkelahian hebat.
Warok Wulunggeni dapat memenangkan perkelahian ini setelah berhasil melumpuhkan lawannya satu per satu terhadap rombongan tamu yang tidak diundang ini.
Mereka berlima sempat melarikan diri.
Warok Wulunggeni sengaja tidak membuat mereka sampai mati.
Warok Ponorogo 9 Kemilau Asap Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tidak ada ajian pamungkas yang digunakan, hanya olah keterampilan.
Walaupun demikian kelima laki-laki sudah merasa d?hajar habis-habisan sampai luka parah.
Dengan cara memperpanjang nyawa mereka itu, dimaksudkan oleh Warok Wulunggeni agar mereka masih ada kesadaran di hari kemudian, dan terutama tidak menimbulkan korban nyawa baru di daerah yang kini sedang diusahakan pembangunannya.
Rupanya mereka yang dalam keadaan luka parah itu masih sempat memacu kudanya lari ke gurunya, Warok Suroyudho.
Setelah mengobati luka-luka para muridnya itu, Warok Suroyudho menyatakan tidak mau membela murid muridnya untuk menghadapi Warok Wulunggeni yang telah mencederai mereka.
"Ketahuilah anak-anakku, aku bukannya takut kepada Wulunggeni. Sebenarrnya sebagai gurumu aku dapat membelamu. Akan tetapi karena perbuatan kalian ini didasari oleh sikap balas dendam, maka aku tidak bisa terima. Sekarang sembuhkan dulu luka-lukamu, baru nanti aku akan beritahu bagaimana sebenarnya ilmu sejatinya hidup itu,"
Petuah Warok Suroyudho singkat. Sementara itu, sepeninggal para laki-laki bekas anak buah Warok Surodilogo yang lari kabur meninggalkan halaman rumah Warok Wulunggeni, Juragan Njenduk dengan tergopoh-gopoh membawakan minuman menemui Warok Wulunggeni yang sedang duduk-duduk di atas batu besar halaman rumah sambil memijat-mijat kakinya yang hampir keseleo ketika menyarangkan tendangan-tendangan tadi.
Kemudian ia melakukan pernafasan, guna mengembalikan keseimbangan jiwaraganya.
"Kangmas Wulung terima kasih telah menyelamatkan nyawaku.
Ini ada minuman Kangmas," kata Juragan Njenduk terbata-bata.
"Njenduk, duduklah"
Kata Warok Wulunggeni,
"Aku sebenarnya malas membela kamu.
Tetapi karena kamu itu amanat dari sahabatku si Warok Bledeg Ampar, dan kebetulan orang-orang yang memburumu itu tadi, adalah bekas para anak buah almarhum Si Surodilogo.
Jadi aku terpaksa mau membelamu.
Bukan untuk kamu tetapi aku sendiri punya kepentingan untuk menghajar orang-orang itu.
Jadi, kamu yang beruntung, Ndut.
Dapat aku selamatkan.
Tapi lain waktu aku tidak tahu.
Maka cobalah ubah perangaimu selama ini agar kamu mendapat banyak pengikut dan mereka semua bersedia membelamu."
"Ya, Kangmas Wulung, aku akan perhatikan pesan pesan Kangmas"
Sejak kejadian itu, Juragan Njenduk tidak berani pulang kembali kerumahnya di Balong.
Hanya memang sekalikali pulang ke Balong dengan pengawalan yang amat ketat oleh para anak buah Warok Wulunggeni.
Ia lebih banyak tinggal di rumah Warok Wulunggeni di Dukuh Dawuan yang selama ini, sejak Warok Wulunggeni pindah ke Jabung rumah ini diurus oleh anak buahnya, bernama Sarwo Dipo, seseorang yang berhati penyabar, lugu, dengan pekerjaan sebagai petani, sehingga waktu orang-orangnya Warok Surodilogo masih berjaya suka mengolok-olok atas kekalahan juragannya, Warok Wulunggeni, ia hanya diam saja.
Keluguannya itu yang membuat Warok Wulunggeni amat menyayangi keluarga laki-laki ini dan dipercaya untuk mengurus rumah besar di Dukuh Dawuan.
BERSAMBUNG
****
Pendekar Pulau Neraka 21 Cakar Harimau Perempuan Di Titik Nol Women At Point Pendekar Pulau Neraka 21 Cakar Harimau
Juragan Njenduk yang sudah bangkrut itu, ikut tertolong nasibnya kembali. Ramainya perdagangan antara Dukuh Dawuan dan Trenggalek itu telah membawa perubahan suasana perdagangan antara dua daerah itu yang juga tidak ketinggalan ikut dimanfaatkan oleh Juragan Njenduk yang berpengalaman berdagang. Apalagi ia kini sangat ditolong oleh hubungan kemitraan antara Warok Bledeg Ampar yang belakangan ini berhubungan baik dengan Warok Wulunggeni. Atas perantaraan Warok Wulunggeni, Juragan Njenduk dapat berkenalan dengan Raden Mas Poerboyo pedagang beken dari Trenggalek itu. Ia kemudian bangkit kembali membangun usahanya. Atas perlindungan Warok Bledeg Ampar yang telah merintis hubungan kemitraan usaha dengan Warok Wulunggeni yang memiliki pandangan yang luas dalam bidang usaha, keilmuan pengobatan, dan juga menguasai ilmu kanuragan tinggi kemajuan usaha Juragan Njenduk ikut terbantu. Namun ia masih belum bisa menghilangkan kebiasaan buruknya, selalu memelihara isteri banyak.
Hal ini yang sering mendapat peringatan keras dari Warok Wulunggeni, seorang warok sejati yang tidak mudah berhubungan dengan perempuan. Seorang warok yang sangat menghormati martabat perempuan.
"Hae, Njenduk", kata Warok Wulunggeni pada suatu hari.
"Aku sebenarrnya tidak ingin mencampuri urusan pribadimu. Tetapi kali ini aku ingin memberi peringatan keras kepada kamu. Tinggalkan tabiat burukmu itu. Memperlakukan perempuan seenak perutmu sendiri. Itu perbuatan tidak baik yang harus kamu tinggalkan."
"Saya ini kan cuma kepengin menikmati hidup secara penuh tho, Kangmas Wulung" jawab Juragan Njenduk sambil senyum-senyum dikulum merasa tidak bersalah dihadapan Warok Wulunggeni orang yang disegani itu.
"Menikmati hidup caranya bukan begitu. Mentang mentang kamu banyak uang, banyak harta, banyak untung kamu menjajakan untuk perempuan semau wudelmu dewe. Dasar gendut. Doyan perempuan," ujar Warok Wulunggeni mengata-ngatai mitra usahanya si Juragan Njenduk itu sejadi-jadinya.
Orang yang dikata-katai cuma tertawa cengengesan tidak berani marah dihadapan warok yang terkenal sakti ini.
"Kalau kamu punya isteri, cukup satu saja. Perlakukan dengan baik. Jangan punya isteri banyak. Masih juga doyan jajan diluar lagi. Itu perutmu yang gendut itu kempeskan dulu, biar nafsu hewanmu itu tidak liar begitu."
"Kang Wulung ini ada-ada saja. Biar gendut begini, tetapi kan rejeki sempulur tho Kang"
"Sempulur endasmu itu Dasar laki-laki mata bangkong. Kalau mata keranjang saja masih lumayan, tetapi kamu itu sudah mata bangkong. Tahu tidak. Suka ganggu perempuan dimana-mana. Hanya itu saja yang aku tidak sukai sama kamu,"
Kata Warok Wulunggeni dengan geram karena sering menerima laporan yang tidak mengenakkan dari masyarakat sekeliling soal kelakuan Juragan Njenduk yang gemar meniduri perempuAn itu, walaupun perempuan itu kemudian diambil isteri dan tidak begitu lama diceraikan lagi.
"Saya tidak mau mengganggu perempuan kok, Kangmas Wulung.
Tetapi mereka yang butuh aku.Aku mengawin dengan baik-baik.Memberikan nafkah hidup secukupnya. Dan mereka senang kawin dengan aku.Jadi apa aku yang salah," bela Juragan Njenduk masih dengan muka cengar-cengir.
"Kamu katanya suka main paksa. Mana ada perempuan butuh kamu.
Kamu saja yang kurang ajar. Kalau kamu pengin selamat hidup.
Hentikan kebiasaan jelekmu itu Ndut. Itu peringatan sebagai teman baikmu agar engkau selamat dan kita bisa memajukan usaha.
Kemitraan kita pun bisa langgeng"
"Yah.Akan aku usahakan, Kangmas Wulung"
"Lha.Begitu.
Itu namanya akan membuat tenteram orang, dan juga membuat tenteram bagi diri kamu sendiri. Baru aku senang berkawan sama kamu. Kalau tabiat jelek kamu yang satu itu kamu ubah, aku rasa kita bisa berkawan lama.Sebenarnya tidak ada orang yang melarang terhadap orang yang pengin kawin. Tidak ada larangan kalau ada laki-laki tertarik sama perempuan. Yang tidak mengenakkan bagi orang lain, kalau kamu memperlakukan perempuan seperti barang mainan.
Itu saja pesanku, Ndut"
"Ya, Kang. Akan aku usahakan," jawab juragan Njenduk itu sambl masih cengar-cengir cengengesan.
"Tapi apa bisa ya, Kang. Namanya saja sudah kesenangan."
"Kesenangan, gundulmu apek. Dasar gendut," bentak Warok Wulunggeni nampak sudah gemes terhadap mitra usahanya yang satu ini.
"Aku sebenarnya risih bermitra kerja sama kamu, Ndut. Aku tidak suka sama tabiat jelekmu itu. Kalau ini semua karena bukan atas pertimbangan untuk hubungan baikku sama Si Bledeg Ampar, sahabatku dan pelindungmu itu, aku tidak sudi berurusan sama kamu. Bisa-bisa aku kena getahnya gara-gara kelakuan burukmu itu. Bisa membawa nama baikku merosot lantaran ulahmu."
"Ya, maafkan saya, Kangmas Wulung. Sebenarnya Kangmas Bledeg juga sudah weling wanti-wanti sama saya untuk mengubah tabiatku ini dan menghormati Kangmas Wulung. Jadi maafkan saya, kalau ada yang tidak berkenan, Kangmas Wulung"
"Saya dengar kamu juga suka menggoda isteri Kangmas Raden Poerboyo pedagang Trenggalek itu."
"Ach, siapa yang bilang. Aku justeru sangat menaruh hormat sama beliau, isteri Kangmas Raden Poerboyo itu. Perempuan secantik Ajeng Sarimbi yang tidak ada duanya itu perlu dihormati tho Kangmas. Mana aku berani ganggu. Wong Kangmas Poerbaya sahabat dekat Kangmas Wulung."
"Ya, hati-hati kamu. Awas kalau kamu berani ganggu isteri sahabat-sahabat dekatku. Akan aku puntir batang lehermu sampai mati. Ingat-ingat pesanku ini. Jangan coba main-main sama perempuan isteri teman-temanku. Terutama Mbakyu Ajeng Sarimbi, isteri Kangmas Raden Poerboyo itu. Perempuan yang satu ini harus kamu hormati benar-benar. Keluarga Poerboyo ini pernah berbuat baik sama aku ketika aku dulu pernah tinggal di Trenggalek. Jadi aku harus balas kebaikan keluarga itu. Ingat itu, Ndut. Jangan main sembrono sama mereka."
"Aku akan selalu ingat pesan Kangmas Wulung" jawab Juragan Njenduk nampak patuh.
Sejak saat itu memang, Juragan Njenduk selalu berusaha mentaati nasehat sahabat barunya yang sakti ini, Warok Wulunggeni. Apalagi Warok Wulunggeni bersahabat dekat dengan Warok Bledeg Ampar satu-satunya orang yang diagul-agulkan sebagai pelindung utamanya. Sebab ia tahu betul, kalau sampai berani melanggar aturan Warok Wulunggeni, dan sampai keluar amarahnya bisa mampus dia. Bisa-bisa hanya lantaran kekecewaan Warok Wulunggeni kepadanya, akan tega membunuhnya. Warok Wulunggeni yang disegani banyak orang ini tidak bisa dianggap remeh. Oleh sebab itu nampaknya Juragan Njenduk tidak berani main-main sama aturan yang digariskan oleh Warok Wulunggeri mitra kerjanya sekarang ini.
******
BALAS DENDAM.
KEMATIAN Warok Surodilogo ditangan pimpinan penjahat Bledeg Ampar ternyata berbuntut panjang. Paling tidak muncul nama seseorang yang telah kondang namanya sebagai orang yang berperangai berangasan, bernama Jenggolo Kobro. Ia merasa tidak senang atas matinya pimpinannya Warok Surodilogo yang diagul-agulkan itu di tangan Warok Bledeg Ampar. Seseorang yang dianggap tidak ada artinya apa-apa, hanya bekas pemimpin gerombolan perusuh yang sekarang berubah tabiat baik dan mendapat gelar sebagai warok sakti. Kematian seorang warok telah menjadi aib bagi dunia perwarokan di Ponorogo, seseorang pemimpin penjahat yang bernama Bledeg Ampar yang berasal dari daerah wetan dapat membuat celaka seorang warok yang tersohor namanya dari daerah selatan. Walaupun mantan penjahat Bledeg Ampar itu kini juga sudah bergelar Warok Bledeg Ampar karena belakangan ini telah mengubah tabiatnya menjadi orang baik di kampung halamannya. Berita ini sungguh menyakitkan hati bagi para musuhnya. Membuat tidak mengenakan bagi kalangan tokoh peradatan di daerah selatan yang memihak kepada Warok Surodilogo almarhum.
Suatu hari, jenggolo Kobro mengumpulkan teman temannya yang masih satu aliran. Mereka adalah yang pernah bergabung dalam mitra usaha yang waktu itu masih dipimpin oleh almarhum Warok Surodilogo. Mereka berkumpul di rumah Jenggolo Kobro yang masih berada d?bilangan pinggir kota Dukuh Dawuan.
"Bagaimana teman-teman, sebaiknya kita sekarang. Apakah yang harus kita perbuat. Belakangan ini banyak kawan-kawan kita yang tersisih dari pergaulan masyarakat Dawuan sejak meninggalnya Kangmas Surodilogo," kata Jenggolo Kobro membuka pertemuan para mantan anggota kelompok usahanya dulu itu.
"Sebaiknya, kita memilih dahulu siapa yang pantas untuk kita jadikan pemimpin kita sebagai pengganti Kangmas Surodilogo," kata Surokepruk memberikan usulannya.
"Nah, kalau demikian saya mengusulkan agar Kangmas Jenggolo Kobro saja yang memimpin kita ini. Beliau ini selama masih ada Kangmas Surodilogo hanya satu satunya orang yang sering menjadi wakilnya. Maka lebih tepat kalau Kangmas Kobro saja yang mengatur segalanya," kata Gempur Seco laki-laki yang pembawaannya kalem tetapi matanya memancarkan sorot tajam penuh kebengisan.
"Baiklah kawan-kawan, kalau memang kalian memilih aku menjadi pengganti sementara Kangmas Surodilogo almarhum. Aku terima kepercayaan kawan-kawan. Lalu, bagaimana sebaiknya sikap kita untuk menghadapi perubahan di Dukuh Dawuan yang kini pengaruh Wulunggeni semakin menjadi-jadi itu," kata Jenggolo Kobro.
"Apa tidak sebaiknya kita lawan saja, Kangmas Kobro. Sampeyan berani tidak menghadapi dia," kata Gempur Seco lagi
"Masalah ini soal berani atau tidak. Menguntungkan atau tidak bagi kelompok kita berurusan dengan si Wulunggeni itu. Itulah yang penting harus kita pertimbangkan," kata Jenggolo Kobro.
"Kalau menurutku, kita sebagai orang yang pernah menikmati keberuntungan semasa Kangmas Surodilogo masih hidup, sebaiknya kita menuntut balas atas kematian Kangmas Suro. Jadi yang kita hadapi terlebih dahulu adalah gerombolannya si Bledeg Ampar itu," kata Bardo Gunung, orang yang berasal dari gunung pegat yang bertubuh besar berkulit hitam keling.
"Aku akur saja sama penemunya Kangmas Bardo. Kita semua wajib menuntut balas. Sukmanya Kangmas Surodilogo tidak akan tenteram di alam baka kalau kita sebagai anak buahnya membiarkan musuh yang satu ini hidup pongah menikmati kemenangannya. Aku berani berhadapan dengan si Bledeg Ampar itu," kata Gempur Seco dengan penuh semangat.
"Baiklah kalau demikian. Lalu bagaimana caranya kita menghadapi gerombolan Bledeg Ampar yang anggotanya begitu banyak tersebar dimana-mana itu. Apa kita tantang dia satu lawan satu adu tanding. Apa kita mau main keroyokan,"
Kata jenggolo Kobro.
"Kita tantang tanding. Satu lawan satu saja,"
Kata Bardo Gunung
"Lalu siapa yang akan kita jagokan di antara kawan kawan kita ini," tanya Jenggolo Kobro lagi.
Semua terdiam, mereka saling pandang tidak ada yang memberikan suara.
"Kamu saja Kangmas Bardo yang menghadapinya," usul Sastro Kecik laki-laki yang bertubuh kecil gempal itu
"Hah, jangan aku, Kangmas Kobro saja. Beliau ini kan lmu kanuragannya lebih tinggi" kata Bardo Gunung nampak ragu.
"Tadi Kangmas Gempur Seco katanya berani menghadapi Bledeg Ampar," kata Sastro Kecik.
"Memang aku berani menghadapi dia. Tetapi kan masih ada Kangmas Kobro. Jadi Kangmas Kobro dulu saja yang menghadapi, baru aku" balas Gempur Seco enteng.
"Kalau demikian berat bagi kita untuk menantang adu tanding. Kita belum siap di antara kita yang mau maju melawan dia. Bagaimana kalau kita carikan lawan yang sekiranya ilmunya sepadan dengan si Biedeg jelek itu," kata Jenggolo Kobro kemudian.
"Aku akur, Kangmas" kata mereka hampir berbarengan.
"Lalu siapa kira-kira yang akan kita jagokan, Kangmas Kobro," tanya Bardo Gunung.
"Kalau menurut pendapatku, memang agak sulit untuk mencari tandingannya si Bledeg itu. Tetapi di Dukuh Griyantoro ada Warok Singobeboyo, nampaknya hanya dia satu-satunya warok yang hingga kini masih bisa disegani ilmunya untuk ukuran daerah kidul ini. Tetapi bagaimana caranya. Apa ia mau. Dia kan sekarang menjabat sebagai kepala pengamanan daerah. Tentu tidak mudah kalau ia dipancing untuk tiba-tiba menantang adu tanding. Tugasnya dia sebagai kepala pengamanan daerah justeru harus menenangkan kerusuhan. Tidak mungkin dia mau kita ajak untuk bikin gara-gara."
"Kita harus cari akal lagi, Kangmas."
"Ya. memang kita harus hati-hati dalam melakukan usaha pembalasan kepada Bledeg Ampar ini. Coba kita carikan pemecahan bersama,"
Kata Jenggolo Kobro.
"Apa sebaiknya kita coba saja Kangmas. Kita berkunjung ke rumah Warok Singobeboyo. Siapa tahu ia lagi butuh uang. Kita bisa bayar dia,"
Usul Bardo Gunung
"Baik, kawan-kawan. Tidak ada jeleknya kita mencobanya," kata Jenggolo Kobro yang dikuti kesepakatan oleh kawan kawannya itu. Memang agak sulit bagi gerombolan Jenggolo Kobro ini untuk mewujudkan balas dendamnya sebab mereka harus berhadapan dengan banyak kekuatan. Selama ini nama harum Warok Surodilogo yang disandangnya sejak ia berhasil mengalahkan Warok Wulunggeni dalam acara adu tanding di alun-alun Ponorogo hampir dua puluh tahun yang lalu itu, telah membuat bangga bagi para pengikutnya. Terutama Jenggolo Kobro sebagai orang dekat kepercayaannya, merasa kehilangan besar atas matinya Warok Surodilogo itu. Jenggolo Kobro sebagai pembantu setia Warok Surodilogo ingin membuat perhitungan lebih lanjut untuk menebus kematian Warok Surodilogo seorang pemimpin yang sangat dihormatinya itu. Untuk langsung menantang sabung dengan Warok Bledeg Ampar, masih pikir pikir dulu. Mengingat reputasi Warok Bledeg Ampar di dunia hitam pada masa lalunya sangat menonjol. Ia sangat disegani oleh kalangan hitam. Demikian juga nama Warok Bledeg Ampar sering ditakuti oleh musuh musuhnya di antara sesama kalangan hitam. Oleh karena itu, Jenggolo Kobro tidak ingin sembarangan menghadapi lawan yang bukan tandingnya seperti Warok Bledeg Ampar yang tersohor namanya sebagai warok sakti itu. Satu-satunya cara untuk melampiaskan kemarahannya itu diarahkan kepada Juragan Njenduk.
Orang seperti Juragan Njenduk ini yang dianggap sebagai biang keladi kematian pemimpin mereka itu. Namun kemudian, kini diketahui ternyata Juragan Njenduk sedang menjalin kemitraan usaha dengan Warok Wulunggeni, musuh bebuyutan Warok Surodilogo di masa lalu. Oleh karena itu untuk langsung menguber si Juragan Njenduk, tidak mungkin. Sebab tidak ayal ia akan berhadapan pula dengan Warok Wulunggeni yang perkasa itu, dan urusan bisa berkepanjangan kalau mau berhadapan dengan Warok Wulunggeni itu. Hanya pimpinan mereka Warok Surodilogo almarhum yang dapat menandingi kedigdayaan Warok Wulunggeni ini. Oleh karena itu Jenggolo Kobro masih berusaha mencari akal. Satusatunya jalan ia berusaha mencari centeng orang kuat lainnya. Tercetus gagasan untuk mendekati Warok Singobeboyo. Warok yang satu ini memegang jabatan sebagai kepala pengamanan daerah Dukuh Griyantoro. Jenggolo Kobro kemudian berusaha mengambil hati terhadap warok yang berusia lanjut itu untuk dapat dijadikan sebagai mitra kerjanya.
Namun terrnyata, ketika rombongan jenggolo Kobro itu menghadap Warok Singobeboyo di Dukuh Griyantoro, mereka disambut baik dengan keramahan seorang bapak yang wicaksono, akan tetapi Warok Singobeboyo menolak untuk bergabung dengan mereka.
"Aku memang punya musuh. Si Tanggorwereng kaki tangannya Si Wulunggeni itu memang pernah kurang ajar terhadap wargaku di Dukuh Griyantoro sini. Aku hampir beradu tanding dengan Tanggorwereng ketika aku peringatkan dia jangan bersikap kurang ajar suka mengganggu perempuan di Tempat Hiburan Nyai Lindri beberapa tahun yang lalu. Akan tetapi bukan berarti aku sekarang mau menerima tawaran kalian untuk mencari gara-gera berurusan dengan Si Bledeg Ampar yang sekarang bergabung dengan rombongannya si Wulunggeni itu. Aku tidak sudi berurusan dengan mereka. Kecuali kalau memang mereka bikin gara-gara di daerah yang menjadi kewenanganku di Dukuh Griyantoro ini" kata Warok Singobeboyo nampak arif.
"Bukankah dengan memberantas Warok Bledeg Ampar bersama Warok Wulunggeni, kekuatan Warok Tanggorwereng akan berkurang, sehingga bapak tinggal menggulung Si Tanggorwereng," kata Jenggolo Kobro.
"Aku jelaskan yaaaaa. Soal Bledeg Ampar itu tidak bisa diganggu gugat. Aku dapat bisikan langsung dari Warok Sawung Guntur yang mewakili penguasa kadipaten agar jangan mengganggu sepak terjangnya si Bledeg Ampar itu. Memang, aku kurang tahu latar belakangnya ini semua. Tapi begitulah pesan dari Warok Sawung Guntur. Jadi sesuai kedudukanku sebagai punggawa kadipaten Ponorogo yang ditugaskan untuk mengamankan daerah Dukuh Griyantoro ini, tugasku hanya sebatas itu. Jadi, Adi sekalian ini sudah mengerti bagaimana posisiku ini,"
Tegas Warok Singobeboyo.
"Mengerti, Pakkk" Jawab para laki-laki itu hampir berbarengan.
"Jadi, ya maafkan saja aku. Aku sebenarnya tidak ingin membuat kalian yang datang dari jauh-jauh ini kecewa. Jangan tersinggung oleh penolakanku ini. Tapi ya itu tadi, aku tidak bisa melakukan ajakan kalian. Aku ini sebagai warok yang tidak bisa bebas untuk berbuat sekehendak hatiku. Aku sudah terlanjur mengabdikan diriku kepada pemerintah Kadipaten Ponorogo. Jadi sekali lagi maafkan aku"
"Tidak apa kok, Pak Kami semua ini datang lantaran penghargaan kami kepada bapak sebagai orang sakti yang menurut pandangan kami bisa menegakkan keadilan atas terbunuhnya pimpinan kami Kangmas Surodilogo di tangan Bledeg Ampar."
"Ya...y..sudahlah relakan kematiannya. Sudah menjadi risikonya sebagai warok sejati harus berani menerima kekalahan. Apalagi kematian Surodilogo karena bertanding itu merupakan nilai tertinggi bagi seorang warok sejati yang berani mempertahankan martabat dirinya. Tapi kalau kalian mau menuntut balas atas kematian pimpinan kalian itu bukannya malahan menjadi balas dendam yang tidak pada tempatnya, mencari gara-gara. Itu jelas tidak baik lho. Persoalan pribadi antara Warok Surodilogo dengan Warok Bledeg Ampar, adalah menjadi persoalan kedua orang itu. Mereka berdua telah mengambil sikap hidupnya dengan cara bertarung sampai mati itu. Jadi kalian sebagai bekas anak buahnya ya sebaiknya sekarang mencari pemimpin baru. Masih banyak kok warok sakti di daerah kita ini"
"Baik, terima kasih atas nasehat bapak."
"Nah, hayo dimakan dulu jadahnya ini, dan in wedangnya diminum, jangan dibiarkan saja keburu dingin," kata Warok Singobeboyo ramah menyilakan tamu-tamuunya itu. Tidak berapa lama kemudian, nampak serombongan kuda yang dipimpin oleh Jenggolo Kobro itu hampir berbarengah meninggalkan rumah sederhana di pinggir Dukuh Griyantoro itu pulang kembali tidak membawa hasil untuk mempengaruhi Warok Singobeboyo yang sudah berusia lewat setengah baya itu.
*****
MENJAADI MURID.
KELIMA jagoan mantan anak buah Warok Surodilogo almarhum itu nampak lemas kehilangan akal sejak penolakan Warok Singobeboyo yang menyatakan tidak bersedia menjadi pelindungnya untuk diadu tanding menghadapi Warok Bledeg Ampar. Mereka kemudian berkumpul di rumah Jenggolo Kobro sebagai yang ditunjuk menjadi pemimpin mereka untuk mencari upaya menghadapi kerumitan yang menimpa gerombolannya ini
"Kalau tidak ada warok yang bersedia diadu tanding menghadapi si Bledeg Ampar itu, sekarang sudah saatnya kita berpikir untuk tidak perlu mengharapkan akan datangnya orang yang mau membantu kita," kata Jenggolo Kobro memecahkan kesunyian
"Lalu, apa yang akan kita lakukan Kangmas Kobro," tanya Surokepruk
"Kita harus mau berguru. Kita mencari guru warok sakti. Kita harus bisa menempa diri kita. Mencari imu kanuragan yang setinggi-tingginya," kata Jenggolo Kobro
"Kepada siapa kita akan berguru, Kangmas" tanya Gempur Seco laki-laki yang pembawaannya kalem tetapi matanya memancarkan sorot tajam penuh kebengisan
"Kita harus mencari tahu dimana ada warok sakti yang mau mengangkat kita menjadi muridnya,"
Kata Jenggolo Kobro.
Suasana menjadi hening.
Nampak mereka berpikir keras, mengingat-ingat dimana saja pernah terdengar berita mengenai kehebatan warok yang memiliki kesaktian mandraguna.
Titba-tiba salah seorang dari kelima laki laki itu berteriak lantang.
"Aku baru ingat.
Ini penting konco-konco.
Ada seorang warok sakti yang kini sedang menjalani tapa brata.
Namanya...nama..aku..ach siape, aku lupa" kata Sastro Kecik laki-laki yang bertubuh kecil gempal itu sambil memutar-mutarkan kepalanya mengingat-ingat sesuatu.
"Dimana kira-kiranya tempat tinggalnya," tanya Bardo Gunung orang yang berasal dari gunung pegat yang bertubuh besar berkulit hitam keling seperti tidak sabar.
"Di...di...di dekat Dukuh Badegan,"
Kata Sastro Kecik.
"Di pekuburan Pepunden. Ditunggui oleh ahli warisnya bernama Warok Suroyudho,"kata GempurSeco laki-laki yang pembawaannya kalem itu.
"Ya. Benar,"jawab Sastro Kecik dengan telunjuk tangannya mengarah ke muka Gempur Seco membenarkan ucapan Gempur Seco itu.
Warok Ponorogo 9 Kemilau Asap Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mana mungkin orang tua itu mau mengangkat kita menjadi muridnya. Orang tua itu memang terkenal sakti, tetapi ia tidak mau lagi berurusan dengan pergolakan kanuragan lagi. Ia nampak sudah menjauhkan diri dari urusan tetek bengek orang hidup di dunia,"
Kata Bardo Gunung orang yang bertubuh besar berkulit hitam keling itu dengan membelalakan matanya yang bulat itu.
"Apa salahnya kita coba, Kang. Siapa tahu orang tua itu lagi enak hatinya dan mau menerima kita menjadi muridnya," kata Sastro Kecil lagi. Suasana menjadi hening kembali. Nampak mereka sedang menimbang-nimbang kemungkinan kemungkinan yang lebih buruk menimpa gerombolan mereka ini.
"Ada baiknya kita pertimbangkan usulan Dimas Sastro. Dalam situasi sulit sekarang ini, tidak ada buruknya segala jalan kita tempuh. Dan aku rasa, orang tua ini satu-satunya harapan saat sekarang. Bagaimana koncokonco kita temui orang tua itu,"
Ajak Jenggolo Kobro.
"Aku setuju,"
Jawab Surokepruk
"Aku juga akur saja," kata Gempur Seco laki-laki yang pembawaannya kalem, matanya memancarkan sorot tajam penuh kebengisan yang mendalam.
"Baiklah kalau demikian kita berangkat sekarang mumpung hari belum siang."
"Hayoooo," kata Sastro Kecik laki-laki yang bertubuh kecl gempal itu segera bangkit dari duduknya dengan penuh semangat yang diikuti oleh para laki-laki lainnya. Tidak berapa lama terlihat kuda-kuda mereka telah berpacu kencang meninggalkan rumah Jenggolo Kobro di pinggiran Dukuh Dawuan itu.
Pada siang hari rombongan yang dipimpin Jenggolo Kobro itu telah sampai di pinggir sebuah kuburan besar di tengah bulakan tandus .Di tengah kuburan itu terdapat pohon-pohon beringin besar yang daun-daunnya nampak sudah mulai mengering. Setelah mereka menambatkan kuda di pohon-pohon yang memagari kuburan itu, mereka nampak membisu saling memandang, apa yang harus mereka lakukan kemudian. Sebab, di lingkaran pagar kuburan itu terdapat tulisan-tulisan yang melarang orang lain memasuki pekuburan itu tanpa ada ijin dari penghuni pekuburan
"Bagaimana ini Kangmas Kobro. Kepada siapa kita harus minta ijin memasuki pekuburan ini. Menurut ceritera para sesepuh, orang tua yang bergelar Warok Suroyudho itu tinggalnya di bawah pohon beringin kering besar di tengah-tengah pekuburan ini. Di sana ada padepokan, rumah kayu besar yang terlindung pandangan oleh kayu-kayu kering besar itu. Sedangkan untuk mencapai kesana harus memasuki pekuburan ini. Untuk memasuki pekuburan ini harus ada ijin. Apakah ini artinya sama saja kita tidak boleh menemui Warok Suroyudho itu," tanya Surokepruk
"Ya, aku sendiri juga tidak mengerti," jawab Jenggolo Kobro dengan muka nampak kebingungan.
"Bagaimana kalau kita kirim berita isyarat kepada dia," usul Gempur Seco laki-laki yang pembawaannya kalem
"Bagaimana kamu akan lakukan Kangmas Gempur," tanya Bardo Gunung. itu.
"Aku akan mencoba menyampaikan pesan dengan menggunakan mata hatiku, kata Gempur Seco.
"Lakukanlah, Dimas Seco"
Kata Jenggolo Kobro.
Tidak berapa lama nampak Gempur Seco duduk bersila.
Mata dipejamkan.
Pikiran dipusatkan kepada wajah Warok Suroyudho orang yang dulu pernah ditemui hampir lima belas tahun yang lalu ketika beliau pernah berkunjung ke Dukuh Dawuan atas undangan Warok Surodilogo semasa masih menjadi penguasa kegiatan usaha jasa-jasa pengamanan di daerah itu.
Tidak berapa lama terdengar suara kraaakkkkk pelan pelan pintu pekuburan yang terbuat dari kayu itu terbuka.
Entah kekuatan apa yang menggerakan pintu itu.
Tentunya ada semacam dorongan dari dalam pekuburan itu.
Rupanya antara Gempur Seco dan Warok Suroyudho sudah terjadi pembicaraan lewat dunia gaib.
Warok Suroyudho lalu mengijinkan mereka menemuinya, kemudian ia membukakan pintu pekuburan itu sebagai jalan masuk ke padepokannya.
"Dia telah menangkap isyarat kita," kata Jenggolo Kobro.
"Benar Kangmas.
Ini berarti kita telah dipersilakan masuk,"
Kata Bardo Gunung orang yang bertubuh besar berkulit hitam keling itu.
"Seco...Seco...bangun Dia sudah menerima isyaratmu.
Kita sudah dipersilakan masuk" kata Jenggala Kobra memudarkan semedi Gempur Seco.
Tidak berapa lama kemudian Gempur Seco sudah kembali pada kesadarannya.
Ia lalu bangkit dari duduk bersilanya, dan mengikuti mereka yang telah memasuki pekuburan itu.
Dengan langkah hati-hati penuh kewaspadaan, kelima laki-laki itu mendekati pohon pohon beringin kering di tengah-tengah pekuburan itu.
Kemudian mereka telah sampai di depan pintu sebuah gubug besar yang terlindung pohon-pohon beringin kering itu.
Pintunya terbuka tidak ada daun pintunya. Mereka satu per satu memasuki pintu kayu yang terbuat nampak kasar asal-asalan itu.
Baru beberapa langkah melewati pintu itu, terlihat pemandangan seorang tua yang sedang duduk bersila di atas batu hitam besar.
Rambutnya panjang terurai.
Matanya terpejam.
Mulutnya komat-kamit.
Tidak jauh dari orang tua itu duduk bersila seorang pemuda tampan dengan tubuh kekar, tetapi matanya tidak dipejamkan memperhatikan kehadiran kelima laki-laki itu dengan raut muka yang ramah seperti mempersilakan tamu-tamunya itu.
Pemuda itu ternyata Joko Manggolo.
Telah beberapa bulan ini secara diam-diam tanpa sepengetahuan keluarganya, khususnya Paman Sadri, ia telah berguru ilmu kepada orang tua sakti ini.
Ia tahu kalau hal ini dimintakan ijin kepada Paman Sadri pasti tidak disetujui, maka ia kemudian berpamit ingin berkelana, setelah beberapa lama kemudian memutar kembali ke daerah ini dan menemui Warok Suroyudho untuk menjadi muridnya.
Tiap minggu Joko Manggolo memang selalu pulang ke Dukuh Badegan, tetapi kemudian pamit lagi untuk berkelana.
Padahal ia kemudian bermukim di gubug reyot ini untuk memperdalam imu kanuragannya.
"Maaf, Eyang. Mohon maaf mengganggu. Menyampaikan salam hormat kepada Panjenengan Warok Suroyudho," kata Jenggolo Kobro dengan hati-hati.
"Duduklah kalian,"
Kata Warok Suroyudho setelah matanya dibuka.
"Ada keperluan apa kalian berlima jauh-jauh datang kemari."
"Kak...kam..kami...menghaturkan hormat Eyang Kami.kami berlima ingin berguru kepada Eyang. Ingin menjadi murid Eyang Suro..." kata Jenggolo Kobro terbata-bata.
"Sudah, sudah, sudah cukup. Aku mengerti. Kalian sedang risau. Kalian mempunyai rencana. Aku tidak menerima murid yang akan mengamalkan ilmunya hanya untuk tujuan mau balas dendam."
"Kami tidak ingin balas dendam Eyang. Kami ingin memohon keadilan."
"Bagus, bagus. Apa pun menurut katamu. Tetapi aku tidak sudi ilmuku kalian kotori. Sebaiknya kalian mencari guru orang lain saja. Masih banyak orang sakti di daerah Ponorogo ini yang bisa kalian jadikan panutan"
"Mohon ampun, Eyang. Kami mengharapkan Eyang sudi menerima kami menjadi murid. Menurut kami, Eyang adalah satu-satunya warok yang sangat bijaksana dibandingkan dengan banyak warok yang hanya mengandalkan kesaktiannya tetapi tidak memiliki kearifan seperti yang dimiliki Eyang Suroyudho,"
Kata Jenggolo Kobro dengan takjim.
Suasana kembali tenang tidak ada kata-kata yang keluar.
Agaknya Warok Suroyudho sedang mencerna kata-kata terakhir Jenggolo Kobro yang menyanjungnya itu.
"Apa benar katamu itu.
Apakah engkau hanya mau menyanjung untuk menyenangkan aku saja.
Bukan untuk mencari muka, dan menyanjungnya,"
"Eyang Kami mengatakan yang sebenanya," kata Jenggolo Kobro.
"Baiklah kalau dem?kian. Kalau memang kalian mempunyai tekad yang bulat. Aku ingin mengujimu."
Kelima laki-laki itu saling berpandangan. Ujian apa gerangan yang akan diterapkan Warok Suroyudho orang tua ini.
"Begini. Dihadapanmu ini adalah muridku bernama Manggolo. Ia telah beberapa bulan ini menekuni ilmu kanuragan yang aku ajarkan. Nah, kalian ingin aku adu tanding dengan muridku ini. Kalau kalian beramai ramai berhasil mengalahkan dia dengan mengeroyok maka kalian akan aku terima sebagai murid."
Kelima laki-laki itu kembali saling berpandangan untuk meminta pendapat beman-temannya
"Baiklah, Eyang. Kami bersedia menerima ujian ini," kata Jenggala Kobro.
"Bersiaplah Manggolo," kata Surokepruk langsung berdiri kelihatan sudah tidak sabar lagi ingin menyerang Joko Manggolo yang masih duduk terdiam. Namun demikian, tidak berapa lama joko Manggolo sudah bersiap.
"Tunggu,"
Kata Warok Suroyudho.
"Kalian tidak boleh bertarung di ruangan sempit ini. Dan jangan sekali-kali bertarung di dalam lingkaran pekuburan pepunden ini. Kalian semua keluar dari lingkaran dalam pekuburan. Bertarunglah di luar sana."
Tanpa banyak kata lagi, kelima laki-laki yang diikuti oleh Joko Manggolo itu segera beranjak keluar rumah gubug reyot ini, dan terus menuju luar lingkaran pekuburan pepunden.
Joko Manggolo nampak telah siap menerima serangan dari kelima laki-laki itu.
Mereka berlima tanpa tanya tanya lagi langsung terus menyerang ganas kedudukan Joko Manggolo dari segala arah dengan penuh variasi jurus-jurus yang mematikan.
Akan tetapi serangan yang datang secara bertubi-tubi itu dapat dipatahkan oleh gerakan-gerakan lincah Joko Manggolo yang sudah banyak berpengalaman menghadapi pertarungan berat.
Beberapa kali memang Joko Manggolo nampak mulai terdesak mundur oleh serangan beruntun yang dilancarkan berbarengan oleh kelima laki-laki itu yang kelihatan penuh perhitungan matang.
Mereka kelihatan mulai berhasil memojokkan terus posisi Joko Manggolo yang terus mengambil gerakan mundur sampai beberapa langkah jauh ke belakang.
Dalam beberapa langkah mundur yang dilakukan joko Manggolo nampak ia semakin kesulitan mengimbangi kehebatan jurus jurus serang yang dilancarkan oleh kelima laki-laki bekas kepercayaan Warok Surodilogo almarhum itu.Mereka berlima nampak cekatan memperagakan jurus jurusnya.
Dalam keadaan terdesak terus itu Joko Manggolo masih berusaha mengatur permainan jurus-jurus bela serangnya secara tajam.
Namun nampaknya kelima laki-laki itu sudah terbiasa menyerang serentak secara teratur sehingga mempersulit posisi Joko Manggolo.
Tidak ada pilihan lagi bagi Joko Manggolo yang harus mengimbangi dengan melepaskan jurus-jurus mautnya sampai beberapa gerakan beruntun.
Ia kemudian menggeser langkahnya mundur kembali untuk menata irama jurus-jurus bertahannya.
Dalam menghadapi serangan bertubi-tubi yang dilancarkan serentak dari berbagai jurusan oleh para laki-laki yang mengeroyoknya itu kembali Joko Manggolo mengembangkan jurus membabat kuda-kuda lawan.
Melihat perubahan cara gerak Joko Manggolo itu, mereka kemudian mengubah taktik dengan melakukan gerakan surut ke belakang untuk menata posisi serang kembali.
Joko Manggolo mulai kerepotan melawan kelima laki-laki itu yang mempunyai banyak tipu muslihat yang bisa mengecoh gerakan gerakan Joko Manggolo.
Untuk menyelesaikan pertarungan ini tidak ada jalan lain, terpaksa Joko Manggolo mengeluarkan jurus andalannya yang baru diterima dari ajaran Warok Suroyudho gurunya sekarang yang juga dengan tekun ikut mengamati pertarungan itu secara seksama.
Jurus andalan babat bumi yang dilambari aji-ajian itu ternyata mampu melumpuhkan Pertahanan kelima laki-laki yang mengeroyoknya itu.
Sehingga kelima laki-laki itu berhasil dihajar habis-habisan oleh Joko Manggolo, sehingga mereka kewalahan tergeletak lemas kehabisan tenaga.
"Cukup, cukup.
Hentikan Manggolo,"
Kata Warok Suroyudho.
"Suruh mereka semua masuk ke gubug kita"
Warok Ponorogo 9 Kemilau Asap Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Baik Eyang,"
Jawab joko Manggolo.Setelah mereka dengan susah payah beriringan berjalan menuju gubug reyot, badan mereka seperti remuk redam, masih terasa benturan ajian babat bumi jurus andalan Joko Manggolo.
Beberapa kali tangan Warok Suroyudho itu memberikan pengobatan penyembuhan terhadap bekas benturan ajian yang dilemparkan Joko Manggolo itu pada tubuh kelima laki-laki itu.
Beberapa saat kemudian mereka nampak telah duduk takjim dihadapan Warok Suroyudho.
"Sekarang dengarkanlah aku," kata Warok Suroyudho dengan suara parau.
"Walaupun ternyata kalian kalah tanding melawan Manggolo. Aku tetap terima kalian sebagai muridku walaupun seperti janjiku tadi kalian baru aku terima kalau dapat mengalahkan Manggolo. Namun karena aku tahu, sebenarnya kalian, bersama juga Manggolo, mempunyai musuh yang sama yaitu Juragan Markhoni yang oleh masyarakat diparapi Juragan Njenduk itu. Bedanya, kalau Manggolo itu sedang diuber oleh para anak buah Juragan Njenduk karena pernah menghajar kelima anak buahnya, padahal dia tidak pernah membuat gara-gara dengan mereka, hanya sekedar membela diri, dan juga tidak merasa dimusuhi mereka. Sedangkan kalian mau menghajar Juragan Njenduk yang kalian anggap sebagai biang keladi kematian pemimpin kalian Warok Surodilogo, akan tapi kalian tidak berani menghadapi laki-laki licik yang tidak punya pegangan ilmu kanuragan sama sekali itu. Hanya saja laki-laki itu bernasib beruntung karena banyak para jagoan yang menjadi sahabat Juragan Njenduk itu sudi membelanya hanya untuk mendapatkan sekeping uang"
Kelima laki-laki dan Joko Manggolo itu mendengarkan uraian Warok Suroyudho yang waskita itu dengan seksama. Orang tua ini selalu dapat menebak isi hati orang itu dengan penuh perhatian sambil mereka duduk bersila di atas tanah lempung.
"Aku sebenarnya tidak ada kepentingannya sama sekali mengenai urusan kalian dengan Juragan Njenduk itu. Tapi, aku hanya ingin memberikan pelajaran kepada laki-laki rakus itu yang sangat jauh dari sifat-sifat laki laki sejati yang menjadi jati diri para warok di daerah kita ini.Oleh karena itu, aku akan turunkan ilmu-ilmuku untuk tujuan memberantas sifat-sifat manusia semacam Juragan Njenduk itu. Kini kalian bersatulah" kata Warok Suroyudho mengakhiri wejangannya.
Akhirnya kelima laki-laki itu sejak hari ini diterima menjadi murid Warok Suroyudho. Dan konon hingga bertahun-tahun mereka tekun berguru kepada Warok Suroyudho bersama Joko Manggolo yang kini makin berkembang menguasai aneka ragam ilmu kanuragan dan jurus-jurus pamungkas lainnya.
*****
BALAS DENDAM.
TELAH berjalan hampir satu tahun ini, Jenggolo Kobro dan teman-tamannya berguru kepada Warok Suroyudho. Meresa sudah mendapatkan tambahan ilmu yang banyak, mereka kemudian berpamitan untuk pulang kampung
"Baiklah, kalau kalian sudah merasa puas memperoleh kemajuan dari ilmu-ilmuku yang aku turunkan kepada kalian. Aku tidak keberatan engkau tinggalkan tempat ini. Kalau kalian menemui kesulitan, cobalah untuk kalian pecahkan bersama. Bermusyawarahlah. Akan tetapi kalau kalian tidak bisa memecahkan persoalan kalian bersama, datanglah kemari lagi barangkali aku bisa membantunya" kata Warok Suroyudho memperlihatkan pandangan seorang tua yang sudah lanjut usia itu tampak bijak.
"Matur nuwun, Eyang, Kami berlima mohon pamit"
"Apakah kalian tidak menunggu sampai Manggolo datang.
Tidak berpamitan terlebih dulu dengan dia."
Manggolo sedang pulang ke Badegan.
Keluarganya katanya ada yang sakit.
"Tolong sampaikan salam kami saja Eyang kepada Manggolo."
"Ya, ya, ya nanti aku sampaikan.
Hati-hatilah kaiian di jalan.
Ingat jangan cari gara-gara dan perkara.
Tapi kalau gara-gara dan perkara itu datang dimukamu, hadapilah dengan tabah dan gunakanlah ilmumu semampumu."
"Terima kasih, Eyang, Kami mohon pamit."
"Ya, berangkatlah"
Setelah mereka menempuh perjalanan seharian, sesampainya di rumah Dukuh Dawuan, mereka beristirahat sejenak. Tidak berapa lama kemudian nampak mereka berembug kembali dengan semangat baru sejak berbulan bulan mereka menggembleng diri di bawah asuhan Warok Suroyudho,
"kini merasa lebih berbobot Aku rasa-rasakan, Kang"
Celetuk Sastro Kecik.
"Semua masalah yang membuat kematian Kangmas Surodilogo tempo hari itu, biang keladinya tidak lain ya si gendut Juragan Njenduk itu. Apalagi ketika waktu pertama kali kita diterima sebagai murid Eyang Suroyudho, beliau nampaknya juga mendorong kita untuk menghajar Si Njenduk itu. Salah satu alasan yang membuat kita diterima sebagai muridnya, salah satunya adalah kebencian guru kita terhadap sifat semacam Juragan Njenduk itu. Oleh karena itu, Kang. Aku rasa sebaiknya kita habisi dulu si Juragan Njenduk itu. Baru kemudian Si Bledeg Ampar, orang yang selama ini diagul-agulkan oleh juragan Njenduk itu"
"Aku setuju dengan pendapatmu itu Kang," sela Surokepruk
"Kalau demikian kita cari saja si Juragan Njenduk. Kita hajar ramai-ramai sampai mampus laki-laki gendut itu," kata Gempur Seco penuh kebencian.
"Aku juga setuju, hayo kita berangkat sekarang" kata Bardo Gunung.
"Bagaimana menurut pendapat Kangmas Kobro,"
Tarnya Sastro Kecik
"Aku setuju saja. Aku rasa makin cepat kita bertindak akan makin baik," jawab Jenggolo Kobro nampak penuh dengan kehati-hatian.
"Baik konco-konco ayookkkk. Hayo kita berangkat," teriak Gempur Seco seperti memberi aba-aba berangkat kepada teman-temannya. Kelima laki-laki dengan cekatan memacu kuda masing masing menuju tengah kota Dukuh Balong. Pergi ke pasar, ke tempat-tempat keramaian untuk mencari tahu keberadaan Juragan Njenduk. Diperoleh informasi, ada orang yang melihat tadi pagi Juragan Njenduk dengan naik dokar pergi ke arah utara mungkin ke Dukuh Dawuan.
"Wah kita simpangan jalan dengan dia. Tadi kita dari Dawuan tidak kita periksa dulu di sana. Hayo kembali konco-konco," teriak Gempur Seco kembali memutar kudanya ke arah utara yang diikuti oleh teman-temannya yang lain. Kebetulan dalam perjalanannya menuju ke Dukuh Dawuan dari kejauhan tidak jauh dari Dukuh Dawuan terlihat ada dokar yang menuju ke arahnya. Nampaknya akan pergi menuju ke arah Balong.
"Itu dokar Juragan Njenduk" teriak Bardo Gunung nampak matanya masih awas.
"Benar itu dia si gendut itu," balas Surokepruk membenarkan kata temannya itu. Juragan Njenduk yang lagi enak-enak duduk di atas dokarnya sambil ngantuk-ngantuk yang dikendali?kan seorang kusir dan dua pengawalnya yang duduk di depan, tiba-tiba dicegat oleh rombongan Jenggolo Kobro dan teman-temannya itu.
"Berhentiii" teriak Bardo Gunung dengan suaranya yang lantang.
"Haittt"
Sopir dokar itu menghentikan dokarnya. Juragan Njenduk terperanjat dokarnya dihentikan oleh lima lakilaki yang selama ini sepertinya sudah dikanainya.
"Selamat siang, Juragan,"
Kata Jenggolo Kobro memperlihatkan sikap ramah yang dibuat-buat.
"Siapa kalian. Mau apa, " kata Juragan Njenduk dengan memasang muka angker.
"Langsung saja Juragan. Kami berlima ini mau menuntut balas atas kematian pemimpin kami Kangmas Warok Surodilogo. Utang nyawa harus dibayar nyawa."
"Aku bukan yang membunuhnya. Itu urusan dia sendiri dengan Kangmas Warok Bledeg Ampar. Kalau kalian berani, urus saja sama Warok Bledeg Ampar. Dia yang membunuh pemimpin kalian, bukan aku."
"Tapi dia itu kan selama ini yang melindungi juragan."
"Buih, ngawur saja kamu kalau ngomong" kata Juragan Njenduk sambil meludah ke tanah yang membuat marah kelima laki-laki yang menghadangnya itu.
"Sudahlah tidak usah banyak bacot. Hayooo00 turun dari dokar, dan akan kami antar ke ajal kamu,"
Kata kata Surokepruk nampak tidak sabar sudah mencabut senjata tajamnya sebilah motek.
Melihat gelagat yang tidak aman ini, ketiga laki-laki pengawal dan sopir dokar Juragan Njenduk itu segera mengambil prakarsa.
Mereka meloncat berdiri gagah di depan dokar untuk melindungi Juragan Njenduk dari serangan kelima laki-laki itu.
"Weeeladalah.
Kalian bertiga mau mati mendahulu juraganmu yaaa.
Boleh, boleh, kalau kamu kepengin mati duluan.
Boleh saja.
Itu soal mudah," ejek Sastro Kecik yang terus turun dari kudanya maju ke depan, mau menghadapi kedua pengawal dan seorang kusir dokar Juragan Njenduk itu yang d?kuti oleh empat lakilaki lainnya.
Mereka berani menghadapi Juragan Njenduk karena sekarang pengawalannya tidak seketat dulu lagi.
Tiba-tiba dokar yang tadinya diam itu dengan cepat berputar haluan menghadap kembali ke arah Dukuh Dawuan dan dihardik kencang sehingga kudanya lari terbirit-birit meninggalkan orang-orang itu.
Dokar itu dikendali sendiri oleh Juragan Njenduk
"Wahhh, dasar pengecut.
Kita tidak ada gunanya lagi menghabisi nyawa ketiga orang yang tidak berdosa ini.
Sebab kalian bertiga ini hanya orang upahan, bekerja menerima upah dari juragan kamu itu," kata Jenggolo Kobro sambil ia melemparkan segenggam kepingan uang yang jumlahnya agak banyak kepada ketiga lakilaki yang telah siap berlaga itu.
"Silakan ambil, Kangmas."
"Kangmas bertiga. Kita ini nasibnya sama. Sama-sama orang susah, ambillah uang-uang itu Toh kalian juga biasa menerima upahan kepingan itu dari Si Gendut itu. Kita tidak ada gunanya lagi berkelahi di sini. Kita akan sama-sama mati konyol. Sementara orang yang kalian bela sudah lari dan tidak tahu apakah kalian telah melawan kami atau tidak. Dia tidak tahu. Maka, ambillah uang keping ini. Kami akan berlalu,"
Kata Jenggolo Kobro berusaha membujuk.
Nampaknya ketiga laki-laki itu mulai ragu-ragu saling pandang di antara teman-temannya.
Minta persetujuan.
Tiba-tiba salah seorang dari mereka menyarungkan senjata tajamnya dan berkata.
"Silakan berlalu, Kangmas."
"Nah itu baru punya pikiran waras sobat.
Hayo konco-konco kita kejar si gendut itu,"
Kata Jenggolo Kobro yang langsung menaiki kudanya di?kuti teman-temannya meninggalkan ketiga laki-laki itu yang kemudian saling berebut mendapatkan kepingan uang yang dilempar Jenggolo Kobro tadi.
Juragan Njenduk rupanya sempat melarikan diri menuju ke arah rumah Warok Wulunggeni di Dawuan .Kebetulan Warok Wulunggeni yang biasanya tinggal di Dukuh Jabung, sekarang ia lebih banyak tinggal di Dawuan.
Tiba-tiba terdengar suara roda dokar yang berlari kencang memasuki rumahnya hampir tidak terkendali mau menabrak pintu masuk halaman rumah antik itu
"Kangmas, tolongggg.
Tolong Kangmas Wulung"
Teriak Juragan Njenduk berlari-lari masuk rumah Warok Wulunggeni yang sedang asyik mengiris-iris racikan jamu
"Hae ada apa, Ndut" tanya Warok Wulunggeni dengan mata terbelalak kaget.
"Mereka itu anak buah Surodilogo mau membunuh aku."
"Apaaaa. Anak buah Surodilogo. Mana orangnya." Demi mendengar kata Surodilogo Wulunggeni bangkit ia ingat terhadap nama musuh bebuyutnya yang telah mati itu. Seketika ia meloncat lari ke depan rumahnya. Di depan rumah itu telah berdiri lima laki-laki nampak dengan percaya diri penuh siap berlaga
"Ohhhhh, kalian tho yang datang jagoan-jagoan kampung, Beraninya menguber sama orang lemah Ya."
"Aku memang datang mau menghabisi si gendut itu Kamu tidak usah ikut campur. Yang aku cari si gendut itu sama pelindungnya si Bledeg Ampar." kata Jenggolo Kobro dengan sinis.
"Husss, mbacot tidak ada aturan. Kalau kamu berani beraninya memasuki halaman rumahku ini, tanpa permisi, itu berarti sudah menjadi urusanku. Ngertiii," kata Warok Wulunggeni dengan memelototkan matanya kelihatan seram.
"Kalau Kangmas Surodilogo masih hidup, kamu ini bukan apa-apa dihadapannya. Kamu masih sebiji menir dibandingkan dengan beliau..."
"Bajingan, tutup cocotmu itu. Kalau tidak pengin mati jangan umbar bacotmu Toleeee," geram Warok Wulunggeni dengan muka merah padam tanda marah. Ia kemudian tiba-tiba ingat akan petuah gurunya, harus dihindari kemarahan untuk menggunakan ajian harimau lodaya. Maka kemudian ia berusaha mengatur pernafasan jurus pengendalian diri diterapkan. Tidak berapa lama ia menjadi berimbang hatinya
"Kami datang kemari memang juga sengaja mau mengambil nyawamu, Wulung"
"Ambillah sekehendak hatimu, kalau bisa, Toleee. Ini aku serahkan nyawaku. Ambillah sendiri,"
Jawab Warok Wulunggeni menjadi kalem.
"Serbuuuu, konco-konco," Jenggolo Kobro mulai tidak sabar yang kemudian memberi aba-aba menyerang kepada Warok Wulunggeni.
Maka perkelahian pun terjadi dengan seru.
Warok Wulunggeni dengan geram menghajar kelima laki-laki bekas anak buah almarhum Warok Surodilogo.
Terjadilah perkelahian hebat.
Warok Wulunggeni dapat memenangkan perkelahian ini setelah berhasil melumpuhkan lawannya satu per satu terhadap rombongan tamu yang tidak diundang ini.
Mereka berlima sempat melarikan diri.
Warok Wulunggeni sengaja tidak membuat mereka sampai mati.
Warok Ponorogo 9 Kemilau Asap Kematian di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tidak ada ajian pamungkas yang digunakan, hanya olah keterampilan.
Walaupun demikian kelima laki-laki sudah merasa d?hajar habis-habisan sampai luka parah.
Dengan cara memperpanjang nyawa mereka itu, dimaksudkan oleh Warok Wulunggeni agar mereka masih ada kesadaran di hari kemudian, dan terutama tidak menimbulkan korban nyawa baru di daerah yang kini sedang diusahakan pembangunannya.
Rupanya mereka yang dalam keadaan luka parah itu masih sempat memacu kudanya lari ke gurunya, Warok Suroyudho.
Setelah mengobati luka-luka para muridnya itu, Warok Suroyudho menyatakan tidak mau membela murid muridnya untuk menghadapi Warok Wulunggeni yang telah mencederai mereka.
"Ketahuilah anak-anakku, aku bukannya takut kepada Wulunggeni. Sebenarrnya sebagai gurumu aku dapat membelamu. Akan tetapi karena perbuatan kalian ini didasari oleh sikap balas dendam, maka aku tidak bisa terima. Sekarang sembuhkan dulu luka-lukamu, baru nanti aku akan beritahu bagaimana sebenarnya ilmu sejatinya hidup itu,"
Petuah Warok Suroyudho singkat. Sementara itu, sepeninggal para laki-laki bekas anak buah Warok Surodilogo yang lari kabur meninggalkan halaman rumah Warok Wulunggeni, Juragan Njenduk dengan tergopoh-gopoh membawakan minuman menemui Warok Wulunggeni yang sedang duduk-duduk di atas batu besar halaman rumah sambil memijat-mijat kakinya yang hampir keseleo ketika menyarangkan tendangan-tendangan tadi.
Kemudian ia melakukan pernafasan, guna mengembalikan keseimbangan jiwaraganya.
"Kangmas Wulung terima kasih telah menyelamatkan nyawaku.
Ini ada minuman Kangmas," kata Juragan Njenduk terbata-bata.
"Njenduk, duduklah"
Kata Warok Wulunggeni,
"Aku sebenarnya malas membela kamu.
Tetapi karena kamu itu amanat dari sahabatku si Warok Bledeg Ampar, dan kebetulan orang-orang yang memburumu itu tadi, adalah bekas para anak buah almarhum Si Surodilogo.
Jadi aku terpaksa mau membelamu.
Bukan untuk kamu tetapi aku sendiri punya kepentingan untuk menghajar orang-orang itu.
Jadi, kamu yang beruntung, Ndut.
Dapat aku selamatkan.
Tapi lain waktu aku tidak tahu.
Maka cobalah ubah perangaimu selama ini agar kamu mendapat banyak pengikut dan mereka semua bersedia membelamu."
"Ya, Kangmas Wulung, aku akan perhatikan pesan pesan Kangmas"
Sejak kejadian itu, Juragan Njenduk tidak berani pulang kembali kerumahnya di Balong.
Hanya memang sekalikali pulang ke Balong dengan pengawalan yang amat ketat oleh para anak buah Warok Wulunggeni.
Ia lebih banyak tinggal di rumah Warok Wulunggeni di Dukuh Dawuan yang selama ini, sejak Warok Wulunggeni pindah ke Jabung rumah ini diurus oleh anak buahnya, bernama Sarwo Dipo, seseorang yang berhati penyabar, lugu, dengan pekerjaan sebagai petani, sehingga waktu orang-orangnya Warok Surodilogo masih berjaya suka mengolok-olok atas kekalahan juragannya, Warok Wulunggeni, ia hanya diam saja.
Keluguannya itu yang membuat Warok Wulunggeni amat menyayangi keluarga laki-laki ini dan dipercaya untuk mengurus rumah besar di Dukuh Dawuan.
BERSAMBUNG
****
Pendekar Pulau Neraka 21 Cakar Harimau Perempuan Di Titik Nol Women At Point Pendekar Pulau Neraka 21 Cakar Harimau