Pencarian

Malam Pekat Kelabu 2

Warok Ponorogo 10 Malam Pekat Kelabu Bagian 2


"Nanti, apakah tidak menimbulkan protes ibu-ibu, kalau ibu-ibu perginya ke sungai kesiangan, sarapan pagi belum tersedia, mereka kan tidak hanya mandi, Paman. Sekalian mengambil air untuk masak, mencuci pakaian, berak, dan mencebur mandi untuk membersihkan badan. Mandinya, biasanya dilakukan terakhir sekali setelah berak, cuci pakaian, dan mengambil air untuk dibawa pulang"

"Ya, tetapi, banyak bapak-bapak yang mengeluh kesiangan pergi ke ladang, hanya gara-gara menunggu giliran mau mandi bergantian dengan ibu-ibu itu"

"Bagaimana, Paman. Kalau ibu-ibu dan bapak-bapak pergi ke sungainya waktunya berbarengan Cuma harus diatur tempatnya. Yang di seberang kanan sungai khusus untuk laki-laki, dan di seberang kiri sungai untuk perempuan."

"Husss, itu akan mengulang kejadian yang sudah sudah. Mereka saling intip waktu mandi. Kalau perempuan bisa mandi dengan menggunakan kain, badannya tertutup. Tetapi mana ada laki-laki yang mau menutup diri, mandi dengan menggunakan celana kolornya. Mereka sudah biasa mandi telanjang bulat, celananya dicuci, lalu dijemur, setelah habis mandi, celana yang masih setengah kering itu dipakainya kembali. Nah, ini kesulitannya kalau waktu mandi laki-laki dan perempuan dibarengkan tiap hari selalu ada saja kejadian yang tidak-tidak, timbul masalah seperti yang sudah-sudah. Ini bisa mendatangkan perkara. Lantaran sungai kita ini kecil jadi jarak tepi kanan dan kiri pinggir sungainya dekat. Yang terjadi ya saling intip itu tadi"

"Lalu, bagaimana rencana Paman.$

"Itu yang sedang aku pikirkan, Nduk. Bagaimana sebaiknya ini."

Suasana kembali tenang Sri Sulaksmi kemudian meninggalkan Paman Sadri, ia menuju dapur membantu masak bibiknya.

"Nduk, Laksmi. Kangmasmu Manggolo kemana,"

Terdengar kembali suara Paman Sadri dari balik rumah

"Katanya tadi pamitnya mau ke kandang kerbau. Mau memandikan kerbau-kerbau itu"

"Suruh dia kemari, aku ada perlu."

"Ya, paman."

Tidak berapa lama Sri Sulaksmi sudah kembali bersama Joko Manggolo yang badannya nampak kotor bekas kena tanah lumpur. Ia rupanya sedang memand?kan kerbau-kerbau ketika ditemui Sri Sulaksmi di sungai. Kerbau-kerbau itu merupakan barang dagangan keluarga Paman Sadri yang akan dijual ke pasar di kota Kadipaten Ponorogo.

"Angger Manggolo," kata Paman Sadri setelah dihadap Joko Manggolo dan Sri Sulaksmi itu.

"Kamu hari ini coba pergi ke Bilik Randu. Cari di tempat sana barangkali kamu menemukan babi hutan. Sebab di tempat bilik itu biasanya babi hutan itu memgambil air minumnya. Tangkap banang sepuluh atau lima belas ekor. Di kota ada orang yang memesan binatang-binatang itu kepada Paman, kemarin."

"Baik, Paman."

Manggolo segera bersiap berangkat.

"Ya, hati-hati di jalan."

"Paman," kata Sri Sulaksmi.

"Apakah Laksmi boleh ikut Kangmas Manggolo untuk mencari pengalaman."

"Hemmmm, tempatnya bahaya, Laksmi" kata Paman Sadri dengan sikap kelihatan sedang berpikir mendalam

"Tidak apa, Paman. Laksmi kan sudah banyak belajar ilmu kanuragan. Apalagi bersama Kangmas Manggolo. Siapa tahu suatu saat Kangmas Manggolo berhalangan, kalau Paman memerlukan babi hutan lagi, Laksmi bisa bantu."

"bagaimana menurutmu, Angger Manggolo. Apakah kamu tidak keberatan dikuti adikmu Laksmi"

"Tidak, Paman. Biar sekalian yayi Laksmi yang mengurus makan Manggolo nantinya di jalan. Yayi Laksmi kan pintar masak tho, Paman," kata Joko Manggolo meledek sambil melirik Laksmi yang disambut Laksmi dengan mencibirkan mulutnya.

"Baiklah kalau demikian. Sekarang kalian bersiap berangkat agar tidak kesiangan di jalan Dan segera pulang setelah urusan selesai,"

Begitu pesan Paman Sadri kepada kedua kemenakannya itu.

Paman Sadri yang pekerjaannya berdagang ternak sering keliling daerah-daerah pedalaman hutan untuk menangkap ternak-ternak itu yang kemudian dijual ke pasar kota kadipaten Ponorogo.

Nampak kedua anak muda itu, Joko Manggolo dan Sri Sulaksmi, telah pergi meninggalkan Dukuh Badegan itu dengan mengendarai kuda masing-masing sambil menarik gerobak besar beroda empat yang diikatkan terhadap kuda mereka berdua itu. Mereka pergi menelusuri tepi sungai menuju ke arah hulu sungai itu yang dikenal dengan sebutan Bilik Randu atau orang-orang kampung juga sering menyebut Kucur Kemukus.

Sebuah pancuran tempat mengalirnya air yang bersumber dari dalam hutan lebat.

Jarang orang yang mau datang ke tempat wingit ini.

Konon menurut ceritera beberapa orang kampung Kucur Kemukus ini dijaga oleh Peri, mahkluk halus berwujud seorang perempuan cantik, berambut panjang dilepas sampai pinggang, matanya hitam melotot, bulat melorok tajam memancarkan sinar biru yang penuh misteri, mengenakan pakaian panjang berwarna putih kain kafan, jalannya seperti melayang tidak menyentuh tanah, dan punggungnya berlubang, kalau dari depan mengeluarkan bau wangi tetapi setelah diilewati dari belakang punggungnya yang berlubang itu mengeluarkan bau mayit, jenazah dari orang yang baru mati kebusuk-busukan.

Orang-orang kampung di dekat sini menyebutnya sebagai perempuan yang matinya tidak wajar, dan ia bangkit dari kuburnya mencari mangsa laki-laki yang doyan perempuan, atau suka mempermainkan perempuan secara semena-mena.

Bagi laki-laki yang merasa dirinya tidak pernah membuat masalah dengan perempuan, biasanya malahan berusaha dekat dengan Peri ini untuk mendapatkan ilmu hitam agar bertambah kesaktiannya.

Namun bagi mereka yang biasa menodai perempuan, atau suka jajan dengan perempuan "nakal"

Jangan harap mereka berani jumpa dengan Peri yang menakutkan itu.

Ceritera mengenai Peri penunggu Bilik Randu ini tidak pernah terlintas menakutkan bagi Joko Manggolo dan Sri Sulaksmi yang dirinya merasa sebagai orang bersih.

Mereka tidak merasa miris menghadapi bahaya dari mahkluk halus yang suka gentayangan di malam hari ini.

Malahan, bagi orang yang jiwanya bersih, dan tindak lakunya tidak "menyimpang", mahkluk halus seperti Peri ini takut menggodanya.

Orang-orang yang jiwanya bersih, hatinya suci, dan ilmu kedalaman bathirnya sudah mencapai kesempurnaan, akan membuat panas bagi mahkluk halus, sehingga mereka jarang menemui mahkluk halus yang berani mencegatnya untuk menakuti atau mencelakakan.

Hampir setengah perjalanan, akhirnya joko Manggolo dan Sri Sulaksmi sampai di daerah Bilik Randu yang wingit ini.

Mereka nampak tenang, tidak ada perasaan miris atau kekhawatiran lainnya.

Kedua anak muda yang masih berhati polos ini, nampak tenang dan teguh hanya mendatangi tempat angker seperti daerah Bilik Randu ini

"Kita buat perangkap dulu, yayi Laksmi.Tolong bantu ikatkan tali-tali bambu ini dari sebelah sana menuju kemari.
Sebentar hari sore, biasanya babi hutan banyak yang datang ke Bilik Randu ini mengambil air dan mandi. Mereka kita tangkap setelah terperosok masuk jaringan kita ini."

"Baik, Kangmas, aku akan ikat di sebelah sana. Kangmas di sebelah sini."

Tidak berapa lama perangkap itu telah terpasang rapi. Mereka berdua kemudian menyingkir.

Sembunyi sambil memperhatikan dari jauh, kalau sekiranya babi hutan itu datang dan masuk perangkap, rencananya akan terus diikat dan digiring dimasukkan gerobak yang akan ditarik kuda-kuda mereka.

Namun sampai petang hari nampak belum ada tanda-tanda babi hutan itu muncul.

Hanya beberapa rombongan kera-kera yang muncul bergantungan, tetapi mereka dengan lincah mengambil air di Biik Randu itu tanpa melewati perangkap yang dipasang di atas tanah.

Kera-kera itu dengan gesit bergantung melewati dahan-dahan pepohonan sehingga mereka terhindar jebakan yang d?buat Joko Manggolo dan Sulaksmi itu.

"Hari hampir gelap, mengapa tidak ada s?ekor babi hutan pun yang datang ke tempat bilik itu, Kangmas," tanya Sulaksmi penuh keheranan.

"Aku sendiri juga tidak mengerti, Pasti ada sebabnya.Aku akan mencoba berkonsentrasi untuk mencari tahu ada apa yang sedang terjadi di daerah ini"

Tidak berapa lama Joko Manggolo memejamkan matanya dan duduk bersila sambil mulutnya berkomat kamit membaca mantra.

Dengan menggunakan mata hatinya ia berusaha mencari tahu .Ia berusaha membaca situasi alam yang mengelilingi daerah wingit ini. Dalam kaIbu Joko Manggolo terlintas ada bayangan seekor harimau besar yang sedang tiduran di bawah pohon di seberang lereng bukit ini.Rupanya harimau besar itu tepat bertengger di jalan yang biasa dilalui oleh rombongan babi hutan itu.

Mereka tahu di jalan masuk mereka sedang terhalang oleh kehadiran harimau itu, sehingga rombongan babi hutan itu berhenti,mereka bergerombol ketakutan.

Tidak ada yang berani mendekati harimau yang kelihatan sedang lapar berat itu.

"Ohh, aku baru tahu yayi. Ternyata tidak jauh dari tempat ini ada harimau lapar sedang menunggu rombongan babi hutan itu. Makanya tidak ada seekor pun babi hutan yang berani melewati jalan ini kecuali mengambil risiko berhadapan dengan harimau lapar itu."

"Lalu, bagaimana sebaiknya kita sekarang, Kangmas Manggolo. Kalau kita pulang sekarang, sampai rumah sudah malam. Dan kita pulang tanpa membawa hasil jadi... aku sendiri tidak tahu harus mengambil keputusan begaimana."

"Kita bermalam di sini saja, Kangmas. Kita cari tempat yang aman. Siapa tahu, setelah harimau itu berlalu, babi hutan itu mau datang kemari. Atau paling tidak kita berharap, esuk pagi rombongan babi hutan itu akan ambil air kemari."

Joko Manggolo tidak segera memberikan jawaban. Ia nampak berpikir, penuh pertimbangan.

"Aku...ak...aku hanya khawatir. Kalau malam ini kita tidak pulang. Paman Sadri dan Bibik pasti akan gelisah, dikira kita menghadapi halangan berat di sini"

"Lhooo, kan sudah jelas memang kita sekarang sedang ada halangan berat untuk menangkap babi hutan itu karena terhalang harimau itu. Jadi, apakah kita akan pulang tanpa membawa hasil. Kemudian besuk kemari lagi. Aku rasa kita bisa hemat tenaga dengan cara kita bermalam di sini, dan besuk pagi kalau dapat menangkap babi hutan itu, langsung siangnya bisa kita pulang dengan membawa babi hutan itu"

"Ya. Baiklah yayi, kita putuskan bermalam di sini saja. Kita cari kayu bakar. Dan kumpulkan serabut-serabut itu kita gunakan untuk tempat tidur dan selimut kita"

"Baik, Kangmas,"

Jawab Sri Suiaksmi dan segera ia beranjak dari tempat duduknya melakukan pekerjaan seperti yang diperintahkan Joko Manggolo.

Malamnya, mereka menyalakan kayu-kayu bakar itu sebagai penerangan, dan memasak, serambi untuk menghangatkan badan dari ganasnya udara malam yang dingin menyengat.

Joko Manggolo dan Sri Sulaksmi terpaksa harus tidur di tengah hutan itu.

Tidak berapa lama mereka mempersiapkan diri untuk tidur beristirahat.

Mereka membuat panggung yang menyilang di antara dahan-dahan pepohonan kemudian dilambari ijuk.

Panggung itu dimaksudkan untuk menghindari diri dari terkaman harimau yang berkeliaran di malam hari, dan di sekeliling panggung sementara itu dibuatkan jeratan-jeratan untuk menanggulangi datangnya macan kumbang yang pandai memanjat pohon.

Apabila ada macan kumbang yang mau menerkam, maka jeratan itu akan tersentuh dan menjerat tubuh macan yang kemudian akan menggantung terikat tali-tali ijuk dan sayatan pohon bambu itu. Demikian juga beberapa pohon berduri lembut dipasang melingkari panggung mereka, tujuannya untuk menghindari dari sengatan ular.

Ketika lidah ular yang menjilat-jilat itu mengenai benda runcing (duri) maka biasanya ular tersebut tidak akan meneruskan perjalanannya dan menghindar dari jalan yang terhalang benda runcing itu.

"Aoummmm" tiba-tiba terdengar suara keras seperti aum harimau.

Joko Manggolo dan SriSulaksmi kaget dibuatnya.

Harimau besar berwarna hitam pekat telah melingkar tepat di bawah panggungnya.

Mereka sempat terkesima.

Tertegun sesaat.

Namun lantaran kedua anak muda ini telah menerima gemblengan ilmu kanuragan dan keteguhan bathin maka mereka berusaha menyesuaikan diri dengan keadaan segawat apa pun.

Tetap waspada dan bersiap menghadapi risiko apabila mereka harus bertarung melawan harimau besar itu

"Yayi Laksmi, kalau harimau itu menyerang kita. Aku yang akan menghadang terlebih dahulu, dan Yayi segeralah lari ke belakang mengambil kuda.:Tinggalkan aku sendirian.
Selamatkan jiwa Yayi"

Bisik Joko Manggolo kepada Sri Sulaksmi, suaranya hampir tidak terdengar agar tidak diketahui harimau itu.

Tapi bau badan kedua manusia itu telah tercium hidung harimau yang telah mengetahui persembunyian mereka.

Nampak kepala harimau itu menjulur-julur ke atas seperti meneliti dimana ketepatan keberadaan kedua manusia itu bersembuny

"Aku tidak mau lari, Kangmas.$

Suara Sri Laksmi tiba:tiba terdegar berbisik di telinga sebelah kanan joko Manggolo.

"Kita harus bertarung bersama melawan harimau buas itu. Kalau toh kita harus mati. Kita mati bersama."

"jangan bandel. Sudah jalankan permintaanku. Engkau segera berlari begitu aku bertarung dengan harimau itu Kasihan Paman dan Bibik yang harus kehilangan kita berdua. Sebaiknya aku saja yang menjadi korban, dan engkau tetap hidup bersama keluarga..."

"Tidak. Aku tidak mau Kangmas menjadi korban sendiri. Aku juga mampu bertarung. Kaiau kita lawan berdua bersama-sama, kekuatan kita akan lebih kokoh."

"Ichhhh, anak bandel" Kata Joko Manggolo sambil memencet hidung Sri Sulaksmi yang mancung itu.Tangan kanan Sri Sulaksmi pun segera memukul lengan Joko Manggolo untuk melepaskan pijatan terhadap hidungnya yang mancung itu.

"Sakit Iho Kangmas," kata Sri Sulaksmi. Joko Manggolo hanya melirik sambil tersenyum-senyum, diam-diam mengagumi keteguhan hati adik sepupunya itu. Sementara di bawah, harimau itu sudah mengerang erang memperlihatkan kebuasannya nampaknya ingin memangsa kedua manusia yang telah mengganggu indera penciumannya itu. Joko Manggolo kemudian bersikap sempurna, bersemedi, membaca mantra-mantra sebagai yang pernah diterima dari ajaran eyang gurunya Warok Wirodigdo almarhum dulu. Dalam benak Joko Manggolo, tiba-tiba muncul gambaran, harimau besar itu menyerupai bayangan manusia laki-laki yang bertubuh besar, berewokan dan nampak perkasa.

"Yayi, Laksmi," bisik Joko Manggolo
Warok Ponorogo 10 Malam Pekat Kelabu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Harimau itu bukan sembarang harimau. Ia itu harimau jadian. Oleh karena itu, kalau ia benar manusia maka ia akan mampu memanjat pohon kita ini. Bersiaplah."

Belum habis ucapan Joko Manggolo itu berhenti. Benar juga harimau besar itu tiba-tiba mendekati pohon dan dengan cekatan mampu memanjat pohon-pohon itu. Jeratan-jeratan yang dipasang Joko Manggolo untuk menjaring sejenis macan kumbang, tidak berhasil menjerat harimau besar itu. Jeratan itu dikoyaknya. Tidak berapa lama harimau itu sudah berada di atas pohon siap menerkam Joko Manggolo dan Sri Sulaksmi

"Segera meluncur ke bawah dengan tali, Yayi Laksmi."

Teriak Joko Manggolo kepada adik sepupunya itu. Seketika itu juga Sri Sulaksmi sudah berada di bawah, sedangkan Joko Manggolo bersiap memberikan perlawanan dengan langsung membuka jurus kekuatan pertama, jurus Kedap Angin seperti yang pernah diajarkan oleh Eyang Guru Warok Suroyudho. Ia segera melafal mantara. Menyilangkan tangan kanan ke atas, tarik kekuatan pusaran bulan, himpun dalam kepalan, dan melemparkan kekuatan itu tepat ke muka harimau besaritu. Terlihat percikan sinar menyerupai sinar bulan yang memancar terang mengenai kepala harimau besar itu. Namun rupanya harimau jadian itu mempunyai jurus penangkal juga, sehingga percikan sinar itu merupakan benturan dua kekuatan yang ditahan oleh kekuatan ajian harimau jadian itu.Melihat gelagat yang kurang beres, ternyata ajian Kedap Angin yang dilemparkan dapat dipatahkan oleh ajian yang dipunyai harimau jadian itu, maka joko Manggolo segera melompat ke bawah. Tepat berdiri di atas tanah. la baru ingat ketika ia diajarkan oleh Eyang Guru Warok Suroyudho tempo hari terjadi di atas tanah. Maka ia segera memasang ajian tingkatan kedua. Melafal mantara kedua. Mengeluarkan jurus Gerah Congkrah. Joko Manggolo segera menjulurkan tangan ke atas. Menarik kekuatan angin topan, kemudian menahan beberapa saat dalam kepalan, kemudian siap dilemparkan ke kepala harimau itu. Terdengar suara berdesir keras

Blusssss.

Rupanya harimau itu dengan cekatan telah meloncat ke bawah dan terhindar dari serangan dahsyat Joko Manggolo itu, serangannya hanya mengenai daun-daun pohon itu hingga bergoyang keras seperti tertimpa angin keras. Kini harimau besar itu telah berhadapan dengan Joko Manggolo dan Sri Sulaksmi. Kedua anak muda itu telah mencabut motek masing-masing.

"Yayi, hati-hati terhadap cakaran kuku, terkaman, dan taringnya."

"Siap, Kangmas,"

Jawab Sri Sulaksmi nampak tidak gentar menghadapi harimau besar yang siap menerkam mereka berdua itu.

Tidak berapa lama harimau itu telah meloncat menyerang mereka berdua.

Joko Manggolo berusaha menghindar cepat ke sisi kiri, sambil membuka serangan tendangan samping diarahkan ke perut kanan harimau, sayang tendangan Joko Manggolo tidak mengenai sasaran .Malahan, ketika Joko Manggolo menghindar yang ada belakangnya Sri Sulaksmi yang tidak dapat melihat datangnya serangan harimau itu terhalang pandangannya tubuh Joko Manggolo.

Sri Sulaksmi sempat menyabetkan senjata tajam motek itu diarahkan tepat pada kepala harimau itu, tetapi rupanya serangan motek itu dengan cekatan dapat dihindarkan oleh harimau itu dengan hanya memalingkan kepalanya menggeser beberapa jarak ke sisi samping kiri.

Kini tubuh Sri Sulaksmi terjatuh terkapar dalam terkaman harimau itu.

Tapi sungguh aneh, harimau itu tidak mengeluarkan kukukuku tajamnya yang semestinya dapat melukai tubuh Sri Sulaksmi, bahkan harimau itu seperti memberi kesempatan agar Sri Sulaksmi bangkit kembali memasang kuda-kudanya.

Joko Manggolo juga tidak habis pikir, ketika ia mengetahui Sri Sulaksmi diterkam harimau itu, harapannya sudah tipis, tak mungkin Sulaksmi akan bisa selamat. Maka ia segera membuka serangannya akan menerjang kearah perut harimau itu untuk mengalihkan perhatiannya agar tidak memangsa Sri Sulaksmi.

Terjangan Joko Manggolo itu, dengan mudah dihindari oleh harimau itu.

Walaupun Joko Manggolo terus menyerang dengan mengerahkan beberapa jurus andalannya tetapi memang nampaknya ilmu harimau itu bukan tandingannya.

Terjadilah pergulatan seru.

Namun sudah begitu lama, Joko Manggolo mulai merasakan adanya keanehan bertarung melawan harimau ini.

Sepertinya, ia sedang diajari berbagai ilmu kanuragan baru oleh harimau ini.

la makin memperoleh tambahan ilmu baru, dan seakan akan kekuatan tenaga dalamnya bertambah.

Sementara itu, Sri Sulaksmi seperti terkesima melihat kejadian itu, ia malahan ikut menggerakkan tubuhnya mengikuti irama gerakan jurus-jurus harimau itu sebagaimana yang diperagakan untuk melawan Joko Manggolo itu

"Kalian adalah anak-anak muda yang berbakat. Sayang kalian tidak berkesempatan mendapatkan bimbingan guru yang baik" tiba-tiba terdengar suara berat seorang laki-laki yang menunjukkan penuh kewibawaan.

Joko Manggolo dan Sri Sulaksmi kebingungan, saling pandang.

Dari mana datangnya suara tadi.

"Jangan takut anak-anakku. Perkenalkan namaku Wulunggeni.
Orang-orang kampungku memanggilku Warok Wulunggen?.
Aku yang menjadi harimau jadian ini.
Aku akan menguji kemampuan kalian.
Teruskan pertahananmu anak muda, engkau akan mendapatkan pelajaran yang berharga untuk bekal hidupmu kelak,"

Suara harimau itu lebih jelas lagi.

Ternyata harimau jadian itu jelmaan dari Warok Wulunggeni yang sedang melakukan penjelajahan keilmuannya.

Dilakukan sejak dulu ketika ia menguasai ilmu itu dari perguruan Lodaya di Blitar Selatan.

Untuk tujuan mengamalkan ilmu kanuragan itu demi mewujudkan ketenteraman di daerah Ponorogo yang "panas"
Ini.

"Sendika guru,"

Jawab Joko Manggolo kelihatan makin bersemangat mengikuti gerakan jurus-jurus harimau garang itu ketika ia mengetahui harimau jadian ini bertujuan baik untuk memberikan peningkatan pelajaran ilmu kanuragannya.

"Aku sejak tadi siang terus mengamati gerakkan kalian. Aku juga mempunyai kebiasaan berkelana dan menambah ilmu. Ketika aku lihat kalian berdua, nampaknya kalian anak-anak muda yang bersemangat tinggi dan memiliki keberanian menantang mara bahaya. Maka aku tetapkan kalian untuk menerima beberapa tambahan pengetahuan ilmu kanuragan yang nantinya dapat kalian sempurnakan sendiri"

"Terima kasih, guru, atas segala kebaikannya," jawab Joko Manggolo dan Sri Sulaksmi hampir berbarengan serambi mereka terus bergerak mengikuti gerakan harimau jadian itu pada tahapan jurus-jurus yang lebih tinggi lagi.

"Nah, besuk pagi kalian tentu akan menangkap babi hutan. Coba terapkan jurus-jurus dan ajian yang aku ajarkan ini untuk menundukkan babi hutan itu. Kini perkenankaniah aku pergi meninggalkan kalian. Dua buah buku pelajaran kanuragan aku tinggalkan untuk kalian pelajari. Carilah di balik batu besar di bilik air kucur sana itu."

"Terima kasih, guru' jawab Joko Manggolo dan Sri Sulaksmi berbarengan sambil menyembah.

Tapi ketika kedua muka anak muda itu menengadah kembali, harimau besar itu sudah tidak kelihatan lagi. Begitu cepat dan ringannya gerakan harimau jadian itu seperti tidak ada suara dan tidak terlihat gerakannya.

"Bagaimana wujud dan rupa yang sebenarnya orang yang jadi harimau jadian bernama Wulunggeni itu tadi ya, Kangmas," kata Sri Sulaksmi kemudian.

"Kita tidak perlu mengetahui sekarang. Nanti pada saatnya yang tepat orang itu pasti akan bersama kita kembali dan mewujudkan bentuk wadah manusia yang aslinya. Kini bagi kita yang penting menerapkan ilmu-ilmunya yang telah ditinggalkan kepada kita tadi, dan memperdalamnya melalui buku-buku yang diberikan kepada kata itu."

"Ya, Kangmas."

Malam itu kedua anak muda itu tidak bisa tidur. Mereka sedang asyik mempelajari buku-buku pemberian Warok Wulunggeni si harimau jadian itu. Beberapa kali mereka terlihat berlatih tarungan menerapkan jurus-jurus yang baru saja dikuasainya.

Pagi hari ketika matahari mulai melihatkan bayangan sinarnya di ufuk timur, kedua anak muda itu baru terlihat bangun dari ketiduran duduk di atas batu padas. Mereka mungkin terlalu lelah sehingga sempat tertidur beberapa saat, dan baru terbangun setelah terdengar ayam alas jantan berkokok bersautan di tengah hutan lebat ini.

"Kangmas, kangmas, lihatlah. Itu banyak babi hutan yang sedang berkubang di kucur Bdik Randu," kata Sri Sulaksmi membangunkan joko Manggolo yang tertidur di sebelahnya.

"Hah, apa. Babi hutan."

"Benar, Kangmas"

"Mari. Kita coba menggunakan jurus-jurus perangkap yang baru kita pelajari dari guru Wulunggeni tadi malam."

Kedua anak muda itu segera memasang kuda-kuda dari arah yang berlawanan. Mereka dengan cekatan melakukan gerakan-gerakan seperti harimau menghardik gerombolan babi hutan yang kemudian digiring menuju perangkap yang telah dipasang .Beberapa babi hutan telah masuk perangkap, lama kelamaan makin banyak yang terjerumus dalam perangkap yang dipasang Joko Mangolo kemarin sore itu.

"Wah hampir semua masuk perangkap, Kangmas."

Teriak Sri Sulaksmi kegirangan

"Coba hitung ada berapa banyak," kata Joko Manggolo.

"Tiga puluh tujuh, Kangmas."

"Sebaiknya, yang perempuan bunting dan yang masih anak-anak kita lepaskan lagi. Dan pejantannya kita lepas dua saja biar nanti mereka terus berkembang biak dan lain hari kalau sudah beranak dan besar-besar kita tangkap lagi"

"Kenapa pejantannya dua yang dilepas. Apa nanti tidak beradu berebut betinanya. Sebaiknya, satu saja yang dilepas"

"Kasihan kalau hanya satu pejantan harus melayani banyak betina. Biarlah mereka berbagi rasa dengan teman yang lainnya"

"Husss, Kangmas Manggolo cabul. Masak pakai membagi rasa segala"

"Ya, maksud saya, ia itu kalau laki-laki sendiri di tengah banyak betina yang bunting kan tidak enak. Jadi kita carikan teman satu lagi laki-laki biar mereka dapat bergantian mengurus betina betinanya. Begitu kan baik"

"Iya, perempuan harus menurut sama laki-laki"

"Lho bukan begitu yayi Laksmi, ini untuk kebaikan perkembangan pembiakan anak-anak babi hutan di daerah sini. Kita harus memikirkan agar mereka dapat kawin dan beranak, kemudian kita ambil."

"Terserah Kangmas saja."

"Ya. Kita ikat sekarang yang akan kita bawa dan naikkan ke atas gerobak. Yang betina bunting, anak-anaknya, dan dua pejantan kita lepas"

"Baik, Kangmas."

Nampak kedua anak muda itu bekerja dengan cekatan. Sebentar saja gerombolan babi hutan itu sudah naik ke atas gerobak dan kemudian ditarik kedua kuda mereka dibawa pulang ke Dukuh Badegan. Paman Sadri dan Bibik Sadri bersuka cita ketika melihat kedatangan mereka berdua dengan selamat. Walaupun selama semalam mereka tidak bisa tidur menanti kedatangan kedua keponakannya itu. Joko Manggolo kemudian menceriterakan pengalamannya semalam bertemu dengan harimau jadian itu.

"Angger Manggolo. Beruntung kamu dapat bertemu dengan harimau jadian yang bisa menolongmu mengajari ilmu harimau itu .Harimau itu adalah penjaga hutan. Raja hutan. Kalau memang engkau telah diwarisi ilmu raja hutan itu. Kamu nantinya juga akan menjadi raja hutan. Berarti engkau dapat menaklukkan binatang binatang penghuni hutan. Dan semakin banyak binatang hutan yang dapat engkau tangkap dengan ilmu harimaumu itu nanti. Kita akan menjadi penguasa hutan. Nanti kalian akan menguasai hutan-hutan lebat dengan segala penghuninya itu. Hanya saja. Pesan Paman, mempelajari dengan benar ilmu kanuragan jurus-jurus harimau itu tujuan utamanya adalah untuk menjaga keamanan dukuh kita ini dari serangan lawan. Selain musuh dari binatang hutan. Kita masih ingat kematian Eyang Tondo dan pusaka peninggalan kerajaan Wengker itu yang harus tetap kita jaga. Sebab, pasti akan mengundang musuh itu datang kemari lagi. Untuk itu aku mengharapkan engkau angger Manggolo perdalamlah ilmu harimau itu bersama Laksmi agar ketika engkau sedang tidak ada di padukuhan, Sulaksmi masih bisa mengganti peranmu sebagai penakluk hutan."

"Mudah-mudahan Manggolo segera mampu menguasai jurus-jurus harimau itu bersama yayi Laksmi, Paman. Selain guru Wulunggeni telah memberikan buku-buku petunjuk, semalam kami juga telah diajari dasar-dasar jurusnya, jadi tinggal pengembangannya," kata Joko Manggolo memperihatkan akan kesungguhan untuk menegakkan keilmuan harimau itu.

"Bagus itu, Angger Manggolo. Aku sangat bangga kepadmu. Dan jangan lupa, setelah engkau menguasai ilmu harimau itu, ajarkan pula kepada penduduk kita di Dukuh Badegan ini agar mereka ikut pula meningkat ketinggian ilmu kanuragannya untuk membela keamanan padukuhan ini."

"Sendika, Paman. Manggolo bersedia menjadi lelabuhing ikut menjaga ketenteraman padukuhan Badegan ini, Paman."

"Sekarang beristirahatlah, Angger Manggolo. Dan minta makan yang enak kepada Bibikmu itu di dapur."

"Terima kasih, Paman"

Keluarga Paman Sadri merasa amat bersuka-cita, sepulangnya dengan selamat Joko Manggolo dan Sri Sulaksmi dari bepergian berburunya kali ini terlihat sangat bahagia. Selain memperoleh banyak ternak buruan di hutan, Joko Manggolo dan Sri Sulaksmi nampak makin terlihat meningkat kemampuannya dalam penguasaan ilmu kanuragannya.

*****

MEMPERDALAM ILMU.

HAMPIR tiap malam Joko Manggolo bermimpi bertemu dengan orang tua yang pernah memberikan pengalaman misterius, ketika pada waktu itu hilang di tengah hutan yang kemudian diselamatkan oleh seorang kakek berjanggut lebat itu. Ia seakan-akan mendapat petunjuk suatu ilmu aneh dalam mimpinya. Setelah akhir akhir, Joko Manggolo mulai dapat membaca kitab-kitab peninggalan Eyang Tondo itu, barulah ia mengerti, petunjuk-petunjuk yang tiap kali diterimanya dari kakek tua dalam mimpi itu ternyata pelajaran ilmu kanuragan dan ilmu kebatinan sebagaimana yang diajarkan dalam kitab itu. Lantaran itu ia terlihat paling maju di antara para penduduk lain yang sama-sama mempelajari kitab-kitab itu. Melihat perkembangan pesat yang terjadi pada diri Joko Manggolo, maka oleh Paman Sadri melalui musyawarah warga kampung menetapkan Joko Manggolo sebagai pelatih utama yang membantu memberikan latihan kepada warga yang sedang menekuni latihan lmu kanuragan dan ilmu kebatinan itu. Suatu malam, Joko Manggolo bermimpi lagi bertemu dengan bayangan orang tua yang pernah ditemuinya di hutan yang membawanya ia keluar hutan atas petunjuk yang diberikan orang tua itu. Orang tua itu kini menyuruh Joko Manggolo untuk pergi ke tepi hutan di dekat air kucur yang berbatu-batu besar itu

"Manggolo sudah saatnya engkau memperdalam ilmu kanuraganmu itu dengan tambahan aji-aji kesaktian, dan penyempurnaan kekuatan bathin. Sekarang bangunlah dan pergilah sesuai petunjukku, aku akan ajarkan engkau berbagai ilmu yang akan meningkatkan kemampuanmu,"

Begitu petuah yang diterima dalam mimpinya.

Joko Manggolo yang masih tertidur pulas itu sesaat terbangun.

Wajahnya menjadi keras.

Keringatnya mengalir deras hingga membasahi tubuhnya yang kekar itu.

"Apakah aku bermimpi, atau suatu pertanda ajaib akan datangnya guru sakti yang ingin mengangkatku jadi muridnya,"

Pikirnya dalam benaknya.

Dalam keraguan, dan berpikir dalam-dalam, akhirnya Joko Manggolo memutuskan untuk mengikuti petunjuk dalam mimpinya itu.

Siapa tahu petunjuk dalam mimpi itu ada benarnya.

Aku akan coba mendatangi tempat itu.

"Kalah cacak menang cacak, aku lebih baik pergi ke tempat itu," begitu pikir Joko Manggolo.

Setelah berganti pakaian laga yang serba hitam, hanya kolornya yang berwarna putih bersih.

Ia bergegas berangkat mencari tempat seperti yang ditunjukkan dalam mimpinya itu.

Sebilah pedang pendek yang oleh penduduk Ponorogo biasa diberi nama motek diselipkan di pinggangnya.

Ia pergi tanpa memberitahu siapa pun juga, termasuk orang serumah.

Pintu tidurnya sengaja di kunci dari dalam agar tidak ketahuan ia pergi. Kemudian ia pergi melompati jendela rumahnya dimana ia tinggal bersama keluarga Paman Sadri yang telah mengangkatnya sebagai anak itu.
Warok Ponorogo 10 Malam Pekat Kelabu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Setelah beberapa lama ia menelusuri tepi hutan lebat itu, sampailah pada suatu tempat persis sama seperti yang terlihat dalam mimpinya itu.

Ia berhenti dan menoleh ke kiri kanan.

Tidak ada seorang pun.

Ia kemudian duduk di atas gundukan tanah keras itu, sambil bersikap waspada.

Tidak berapa lama seperti ada alunan suara halus yang datang dari tempat jauh dan lambat-lambat makin dekat

"Cah angon, cah angon...", suara yang amat dikenalnya ketika malam itu ia tersasar di hutan.

Joko Manggolo segera berdiri mempersiapkan diri sambil tangan kanannya memegangi motek yang menjadi senjata andalannya untuk bertarung. Dari bayang-bayang sinar rembulan yang redup itu lamat lamat dapat dilihat sosok tubuh seorang tua yang berjubah abu-abu itu, dan makin dekat terasa menyengat bau bulu domba yang pernah ia kenal beberapa bulan yang lalu.

"Angger Manggolo.
Jangan takut, dan tenangkan batinmu.Engkau anak muda yang penuh harapan.Aku memilihmu untuk datang kemari lantaran engkau sudah lama aku kenal.
Engkau memiliki bakat untuk menguasai ilmu kanuragan dan ketinggian bathin.
Apakah engkau bersedia untuk aku angkat sebagai muridku," ujar seorang tua itu yang makin mendekat itu.

"Kanjeng Guru, kalau memang Kanjeng Guru ingin menurunkan kebaikan kepada hamba, tidak ragu lagi hamba bersedia mengikuti jejak Kanjeng Guru seperti tempo hari Kanjeng Guru pernah menolong hamba dalam kesesatan di hutan,"

Jawab Joko Manggolo mantab.

"Ha...ha..ha...ha, memang engkau anak cerdik, Angger Manggolo. Engkau mengerti tanda-tanda gelombang alam dan jiwamu memiliki kepekaan untuk menangkap getaran energi yang ada dalam lintasan alam ini. Sudah aku duga engkau memiliki daya lebih yang bisa dikembangkan, Angger Manggolo."

"Sembah bakti Kanjeng Guru."

"Sebenarnya, saat sekarang aku sedang sangat prihatin. Memprihatinkan kehidupan para warok yang mulai mundur kekuatan bathinnya. Banyak orang yang bergelar warok, tetapi kelakuannya sudah tidak sejalan lagi dengan jati diri seorang warok sejati. Aku baru melihat, Warok Wirodigdo, dan Warok Tondo, keduanya sudah almarhum. Kedua orang itu, adalah sosok warok sejati. Memegang keilmuan kanuragan dengan baik. Bertabiat lurus hati. Sebaliknya, para warok yang tidak bener, antara lain Warok Surodilogo almarhum, Warok Singobeboyo, Warok Tanggorwereng Warok Bledeg Ampar, Warok SawungGuntur, dan lainnya, aku anggap sudah bukan warok lagi. Mereka hanyalah warokan bayangan, atau Wereg. Maunya pengin jadi jagoan, tetapi tidak mencari hakikat kehidupan ini pada yang hakikinya. Mereka suka perempuan, makan enak dan kurang prihatin. Kalau sudah demikian itu namanya bukan warok tapi wareg. Maunya pengin kenyang perutnya."

"Lalu, di antara para warok yang masih hidup, siapa lagi warok yang masih bisa diandalkan, Eyang Guru," tanya Joko Manggolo.

"Beruntung kamu, Angger Manggolo. Kamu baru saja kenal satu lagi warok sakti yang berilmu tinggi, ia itu bernama Warok Wulunggeni yang pernah memberimu pelajaran mengenai dasar-dasar ilmu harimau. Warok yang satu ini banyak berkeliling kesana-kemari. Hampir tiap malam ia itu keluar rumah keluyuran untuk mencari tahu warta keadaan sekeliling daerah Ponorogo ini. Biasanya ia mengubah wujud dirinya menjadi harimau loreng bertubuh besar agar ia dapat pergi dengan cepat ke banyak tempat. Mendengarkan pembicaraan orang dimana-mana sehingga ia selalu menguasai medan, tidak ketinggalan berita terakhir perkembangan situasi. Ia sebenarnya termasuk warok andalan, hanya sayang, ia sedang marah dengan penguasa kadipaten. Ia memendam dendam, dan ingin balas dendam .Ia itu warok berpolitik .Menggalang kekuatan untuk menghadapi kekuatan penguasa kadipaten. Tetapi selama ini ia belum bertindak langsung. Nah, hanya sayang si Warok Wulunggeni ini memendam dendam kusumat itu. Menurut pendapatnya, apa yang ia lakukan itu bukan dendam, bukan kejahatan, tetapi itu soal permainan politik. Jadi wajar-wajar saja kalau tiap orang berkehendak ingin mengubah keadaan, termasuk ingin melakukan perubahan perimbangan kekuasaan di daerah kadipaten Ponorogo ini."

"Ohhh, demikian, Eyang Guru,"

"Ya. Begitu menurut pandangan hidup Warok Wulung geni itu. Nah, Manggolo. Kamu sebenarnya belum saatnya berpikir sejauh itu, belum waktunya kamu menanding permainan para warok senior itu. Kini kamu harus mempersiapkan diri untuk bekalmu dihari-hari esuk, Karena permainanmu itu baru di hari esuk itu nanti. Tanamkan cita-citamu itu. Pegang amanah Warok Wirodigdo. Kamu harus menjadi warok sejati. Menjauhi sifat yang tidak terpuji, maling(mencuri), main (berjudi), madon (main perempuan), madat (menghisap candu, ganja), minum (suka minum arak, mabukmabukan). Para sesepuh memberi nama pelajaran aturannya lima itu yang harus dijauhi agar selamat hidupmu di dunia dan nanti menghadap Yang Maha Tunggal itu Mo limo."

"Hamba akan senantiasa mengikuti segala nasehat Eyang Guru," jawab Joko Manggolo nampak takjim.

"Dengar, Manggolo. Warok sejati harus mempunyai sifat-sifat kebaikan. Warok sejati berusaha untuk tidak mempunyai musuh. Tidak mencari musuh dan menghindar dari orang yang memusuhi. Namun, warok sejati bisa mempunyai lawan, dan senantiasa siap menghadapi lawan, kapan pun datangnya. Ia harus bersiap setiap saat menghadapi lawan."

"Apakah ada bedanya antara pengertian musuh dan lawan itu, Eyang Guru. Ada Musuh itu bersifat luapan hati orang yang sedang kesal dan dipendam lama. Emosional. Bisa mendatangkan kebencian, amarah, keculasan, kecurangan, dan sifat buruk lainnya. Baginya, asal saja dapat mencelakakan musuhnya, ia akan merasa puas, sehingga sering orang lupa tujuan membenarkan segala cara. Walaupun untuk tujuan mencelakakan musuhnya. Nah, sebaliknya. Lain sama sekali dengan pengertian mengenai lawan Artinya, seorang warok sejati harus selalu bersiap berlaga menghadapi lawan untuk membela diri dari segala serangan yang datang sewaktu-waktu. Baik itu serangan dari musuh maupun sahabat yang kalap kemudian berubah tabiat memusuhinya. Oleh karena itu, warok sejati harus menjaga dirinya tetap tenang. Mempunyai keseimbangan jiwa. Tidak grusa-grusu, tidak mudah marah tetapi harus bersikap jernih menghadapi keadaan yang bagaimana pun buruknya. Ia harus memiliki keluwesan dalam pembawaan, segera menyesuaikan diri terhadap setiap perubahan keadaan. Seperti halnya ketika ia harus menghadapi lawan yang begitu kaya gerakan, maka warok sejati harus mampu meabaca tiap perubahan gerak yang sekecil apa pun, dan segera menyesuaikan diri untuk memberikan perlawanan yang setimpal. Nah, sekarang engkau tentu sudah paham membedakan, pengertian musuh dan lawan itu, Angger Manggolo."

"Sudah mengerti, Eyang Guru."

"Terima kasih.Kalau engkau sekarang sudah mengenal apa itu yang dinamakan ilmu harimau.
Antara lain ilmu yang pernah diajarkan oleh Warok Wulunggeni ketika kamu ber malam di hutan jati itu, jadikanlah tambahan kemampuanmu untuk menguasai ilmu harimau itu agar dapat menambah perbendaharaan ilmumu.
limu yang berguna untuk menaklukan hutan.
Tetapi sebenarnya, ilmu harimau yang dibawa Warok Wulunggeni dari bergurunya di Pedepokan Lodaya Blitar selatan itu, di daerah Ponorogo sini juga ada banyak.
Aku termasuk yang juga menguasai ilmu itu.
Akan tetapi, memang Warok Wulunggeni orangnya memiliki sifat ingin tahu, ingin belajar terus, seorang penggemar menuntut ilmu, maka ia sering berkelana kemana-mana untuk tujuan mempelajari ilmu macam-macam, bahkan belajar kepada bangsa Cina pun ia lakukan.
Itulah kehebatan warok yang satu ini.Seandainya Warok Surodilogo masih hidup, dan tidak mati ditangan Warok Bledeg Ampar, ilmu kadigdayan Warok Wulunggeni yang sekarang ia kuasai itu telah jauh melebihi ilmunya Warok Surodilogo.Tapi, yah memang perjalanan sudah demikian adanya.
Satu-satunya orang yang kini bisa menandingi ilmu kadigdayan Warok Wulunggeni antara lain Patih Brojosento, dan Warok Sawung Guntur, lantaran kedua tokoh di penguasa kadipaten ini selain telah menguasai ilmu kanuragan tinggi di Ponorogo ini, mereka itu juga mendapatkan gemblengan keperwiraan ilmu-ilmu perang dari para senopati perang di Mojopahit.
Demikian ini aku sampaikan kepadamu, Angger Manggolo, agar engkau mengetahui keadaan dunia pergolakan keilmuan para warok di daerah Ponorogo ini, Angger."

"Matur muwun, Eyang Guru, atas segala petunjuk yang diberikan."

"Nah, satu hal lagi, Angger Manggolo,"

Lanjut Eyang Guru.

"Khusus mengenai ilmu harimau yang dikuasai Warok Wulunggeni kita di Ponorogo ini mengenal istilah ilmu macan. Istilah harimau dan macan itu untuk membedakan asal usul keilmuannya. Harimau sering digunakan oleh perguruan Lodaya dari Blitar itu, sedangkan kita di Ponorogo ini lebih suka menggunakan istilah ilmu macan. Ilmu macan itu kelihatan di depan buas, tetapi sebenarnya di belakangnya kucing. Tujuannya untuk mengelabui lawan. Artinya kalau melihat orang yang sok pamer kekuatan, kepandaiannya, itu ilmunya hanya sebatas yang dipamerkan itu. Kelihatan seperti macan padahal di belakangnya itu, ia hanya berkemampuan seperti seekor kucing. Apakah maknanya, Angger Manggolo. lmu harimau itu tidak boleh untuk sembarangan. Ada ajaran yang mengatakan ucapanmu adalah harimaumu. Artinya kalau engkau menggunakan tutur kata yang sembrono, maka itu akan sama artinya membuka jeratan bagi dirimu. Engkau akan diterkam oleh harimau, dan membawa celaka bagi dirimu.Paham, apa yang aku maksud ini, Angger Manggolo."

"Paham, Eyang Guru."

"Nah, bagi seorang warok sejati yang penampilan fisiknya memang sudah seperti apa adanya sejak dari sononya, tetapi mereka biasanya mempunyai budi pekerti yang halus. Menunjukkan kedalaman ilmu yang dimiikinya. Oleh karena itu, apabila kelak engkau bergelar warok, engkau harus berperilaku tidak sembronoan. Begitulah kira-kira yang perlu engkau camkan, Angger Manggolo."

"Hamba akan senantiasa menjunjung nasehat-nasehat Eyang Guru,"

Kata Joko Manggolo takjim

"Baiklah sekarang, aku akan sampaikan sedikit lagi beberapa pesan.
Sebelum aku mulai menuntunmu, perlu aku tegaskan kepada engkau Angger Manggolo.Pada hari-harimu mendatang, engkau akan banyak mengalami goncangan.
Banyak tantangan yang akan menimpamu.
Keributan yang tiada henti-hentinya, dan engkau sangat diharapkan oleh banyak pihak untuk merantasi semua keangkaramurkaan itu.
Oleh karena itu,hari ini engkau harus benar-benar mencurahkan segala upaya dayamu.
Bila engkau gagal menguasai ilmu-ilmu yang akan aku turunkan kepadamu ini, engkau akan banyak mengalami kesulitan hidup di kemudian hari. Banyak bahaya yang akan mengancam jiwamu.
Dan engkau harus mengabdi kepada kebenaran, jangan sewenang-wenang dan pamer kepandaian"

"Sembah Kanjeng Guru, hamba bersumpah untuk menjunjung kebaikan dan kebenaran di atas segalagalanya."

"Bagus. Tepatilah sumpah janjimu itu, Angger Manggolo. Dan pertama kali aku akan ajarkan kamu bagaimana memulai memahami olah kanuragaan itu. Pertama berlatihlah untuk senantiasa menata kata hatimu, tidak mudah goyah oleh berbagai situasi yang terus berubah. Engkau harus mampu menyalurkan daya keseimbangan dalam diri bathin dan ragamu. Ini akan berguna sebagai langkah paling permulaan untuk memperteguh keyakinan pada kemampuan yang ada pada dirimu. Dan untuk memantabkan ini bacalah mantra yang akan aku berikan ini"

Eyang guru itu menyerahkan secarik daun lontar yang bertuliskan huruf Jawa kuno berisi mantra-mantra.

"Coba ulangan sampai seratus kali."

"Hamba laksanakan, Eyang Guru."

"Bagaimana, apakah engkau merasakan ada sesuatu yang mengalir dalam tubuh dan jiwamu.
"

"Sembah Kanjeng Guru, benar adanya, semacam kekuatan yang memperteguh diri hamba dari dalam sanubari hamba, Eyang Guru."

"Bagus, kini mulailah latihan kanuragan. Mulailah dari pemanasan fisik agar seluruh persendianmu lentur dan mudah digerakkan. Selanjutnya lakukan latihan pernafasan. Mulailah dari jurus dasar pertama sampai terakhir. Kini lakukanlah kembangan. Peragakan gerak-gerak tipuan. Cengkeraman, terjangan, liukan menghindar, pukulan lurus, pukulan berantai. Gunakan gerakan menghindar dari serangan, berikan tangkisan, sabetan, sapuan, guntingan, dan tangkapan kuncian. Dan sementara itu cukup."

Dalam beberapa waktu yang begitu singkat Joko Manggolo telah merasa mampu melakukan berbagai hal yang ditunjukkan oleh gurunya itu.

"Joko Manggolo, coba julurkan tanganmu ke depan dan berkonsentrasilah. Aku akan melakukan pemindahan tenaga dalam pada dirimu."

Dalam beberapa saat tubuh Joko Manggolo terasa makin ringan, seakan-akan terbawa terbang ke angkasa. Tubuhnya terasa makin berbobot berisi semacam kekuatan dahsyat yang mengalir secepat aliran darah ke sekujur tubuh

"Joko Manggolo, kini dalam tubuhmu telah mengalir kekuatan dahsyat yang dapat engkau gunakan sewaktu waktu dengan menggunakan tingkatan bacaan mantra mantra seperti ini, hafalkan dan nanti engkau praktekkan."

"Coba gunakan kekuatan pertama, dan melafal mantara itu. Silangkan tangan kanan ke atas, tarik kekuatan pusaran bulan, himpunlah dalam kepalan, dan lemparkan kepada gundugan batu besar itu."

Ketika daya dahsyat yang dihimpun dalam kepalan tangan Joko Manggolo itu dilepas, terlihat percikan sinar menyerupai sinar bulan yang memancar terang mengenai batu itu.

"Tingkatan kedua. Baca mantara kedua. Julurkan tangan ke atas. Tarik kekuatan angin topan, dan tahanlah dalam kepalan, lemparkan ke atas daun-daun pohon itu," kemudian terdengar suara berdesir keras

Bhussss

dan daun-daun pohon itu bergoyang keras seperti tertimpa angin keras.

"Angger Manggolo. Tiupan angin dahsyat ini akan dapat merobohkan pohon-pohon besar di hutan ini, tetapi lihatlah ranting-ranting ilalang dan rumput-rumput itu. Mereka tidak akan roboh karena terkena angin dahsyat. Mereka hanya meliuk-liuk mengikuti arah mengalirnya angin itu. Pelajaran ini juga mengandung arti, apabila engkau mendapatkan serangan yang dahsyat, itu belum tentu akan mampu merubuhkan dirimu yang bersikap luwes mengikuti arah serangan itu. Tapi sekokoh apa pun pertahananmu, apabila kekuatan yang dahsyat itu engkau tahan dengan kekuatanmu itu, sangat mungkin akan merobohkan pertahananmu yang kokoh itu. Ilmu kanuragan salah satunya adalah ilmu menyelaraskan diri melalui gerakan lawan itu."

"Kami akan perhatikan ajaran, Eyang Guru," jawab joko Manggolo.

"Baiklah, kini Kita sambung dengan latihan tahapan yang lebih tinggi. Dan nanti menjelang hari akan pagi, aku akan memberikan latihan terakhirnya."

"Matur nuwun, Eyang Guru."

"Angger Manggolo, kini gunakanlah semua ilmu yang engkau telah kuasai itu secara bertahap untuk menyerangku"

Joko Manggolo dengan sigap menuruti segala perintah Kanjeng Guru itu, mulai dengan menggunakan kekuatan tahap pertama, menyerang, tetapi serangannya selalu terpatahkan oleh Kanjeng Guru. Sampai serangan tahap terakhir, Joko Manggolo sudah kewalahan untuk menyerang Kanjeng Guru tanpa sedikit pun semua kekuatan Joko Manggolo dapat menyentuh Kanjeng Guru itu.

"Joko sudah cukup kiranya latihan pertama ini. Dan nanti latihan berikutnya tunggu panggilanku manakala aku rasa perlu. Engkau belum boleh mengajarkan ilmu ilmu barumu itu. Terutama iimu aji-ajian. Terkecuali dasar-dasar cara yang baik berlatih ilmu kanuragan yang tadi telah aku sempurnakan itu gunakan untuk melatih semua penduduk Padukuhan yang bersedia mengikuti jejakmu. Ini aku beri jimat, berupa batu akik untuk menjaga wibawa dan keberanianmu. Dan satu lagi ini, batu nilem agar engkau selalu mujur dan panjang umur. Selalu bawalah daun sirih dan taruh atau masukan dalam saku kanan, akan memberi khasiat membawa wibawamu kemana saja engkau berada. Sembah Kanjeng Guru," kata Joko Manggolo yang duduk dengan seksama sambil menyembah orang tua itu.

Begitu Joko Manggolo menengadahkan mukanya, orang tua itu sudah tidak berlihat lagi di depannya. Kanjeng Gurunya itu begitu cepat perginya.

"Apakah ia itu manusia biasa, atau mahkluk halus yang berbayang-bayang manusia," kata Joko Manggolo dalam hati.

Tetapi ia tidak berani banyak tanya yang penting bagi dirinya ia kini telah memiliki bekal ilmu baru. Ilmu yang begitu dahsyat yang tidak seorang pun boleh tahu sesuai pesan gurunya itu.

BERSAMBUNG.

*****






Pendekar Bloon 20 Perintah Dari Alam Hardy Boys Komplotan Pemuja Vodoo Rajawali Emas 11 Jejak Jejak Kematian
^