Pencarian

Misteri Cinta Hitam 2

Raja Gendeng 23 Misteri Cinta Hitam Bagian 2


Sahut Sinta diiringi gelak tawa.

"Jika benar Kunti Seroja ibu dari Perawan Bayangan Rembulan, Mengapa dia membiarkan mahluk-mahluk penjaganya membunuh ibu kandungnya sendiri. Apakah menurut kalian berdua kejadian ini tidak aneh?"

Tanya pendekar 313.

"Menurut saya, kemarahan dan kebencian gadis asuhan mahluk kegelapan itu sudah melampaui batas. Pengaruh dan kuasa jahat yang menguasai jiwanya telah membuatnya tak dapat lagi membedakan mana lawan dan mana orang yang seharusnya dia hormati."

Jawab Sinta.

"Disamping itu Jiwa Perawan Bayangan Rembulan juga telah terpasung oleh kekuatan topeng yang sering dipakainya. Dan munculnya bulan dilangit juga menjadi salah satu penyebab mengapa gadis itu semakin tidak terkendali. Jadi tidaklah keliru bila Sinta mengatakan kita harus menolong membebaskan Nila Seroja dari pengaruh jahat topeng dan menjauhkan dirinya dari mahluk-mahluk yang selalu menyertainya."

Ucap Jiwa Pedang pula bersemangat.

Raja anggukkan kepala sambil dongakkan kepala menatap ke langit. Dilangit bulan tetap diam terpaku diketinggian, seolah bulan tidak kunjung bergeser dari tempatnya.

"Kita memang harus menemukan gadis itu. Tapi kemana kita akan mencarinya?"

"Orang seperti dia berada dimana saja. Alam gaib dan dunia kehidupan manusia tidak ada bedanya."

Kata Jiwa Pedang lirih.

Belum sempat sang pendekar menanggapi ucapan sahabatnya.

Tiba-tiba saja terdengar suara raungan dahsyat disertai dengan bermunculnya beberapa sosok gelap dibalik pepohonan besar yang tumbuh meranggas.

Raja yang sejak awal terus berlaku waspada, menahan nafas sambil layangkan pandang kesegenap sudut penjuru.

Dalam waktu singkat tidak sampai sekedipan mata tak jauh didepannya telah berdiri empat mahluk besar berbulu hitam setinggi pinggang orang dewasa.

Empat mahluk ini bukan lain adalah kawanan anjing besar bermata merah yang semuanya memandang ke arah Raja.

Mulut menyeringai terbuka.

Lidah terjulur meneteskan air liur.

"Keempat mahluk ini, mungkin yang menjadi pengasuh sekaligus pengawal Perawan Bayangan Rembulan. Mereka tampaknya bukan mahluk biasa!"

Membatin sang pendekar dalam hati.

"Paduka harus berhati-hati. Saya dapat merasakan mereka adalah mahluk sakti yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Banyak korban yang sudah berjatuhan."

Kata Jiwa Pedang melalui suara mengiang.

Dugaan Jiwa Pedang tidak berlebihan.

Malah Raja Gendeng 313 kemudian terkejut.

Salah satu mahluk berwujud anjing itu tiba-tiba berkata selayaknya manusia.

"Anak manusia terlahir dengan nama Raja, biasa disebut Sang Maka Sakti Raja Gendeng 313. Kau telah bertindak gegabah. Terlalu jauh untuk mencampuri apa yang menjadi urusan kami.Mengapa kau berani berlaku lancang masuk ke dunia kehidupan kami?!"

Tanya mahluk itu dingin disertai tatapan tajam menggidikkan.

"Siapa kau?"

Tanya pemuda itu sambil menatap ke empat mahluk itu silih berganti.

"Aku adalah Sapta Buana, yang disampingku bernama Rengga Buana. Disebelahnya Cakra Buana dan paling ujung bernama Sekti Buana. Kami adalah penguasa kawasan ini. Apa yang kau cari disini?"

"Aku....aku sedang mencari orang yang selama ini telah melakukan berbagai pembunuhan dimalam munculnya bulan. Aku juga tidak bermaksud lancang dengan memasuki kawasan alam gaib ini."

Empat mahluk yang ternyata bersaudara itu saling tatap satu sama lain. Kemudian yang bernama Cakra Buana melangkah maju. Mewakili tiga saudaranya dia berkata,

"Tindakanmu memasuki wilayah kami saja sudah cukup memberi alasan pada kami untuk membunuhmu, Tapi kematianmu bisa ditunda. Satu pertanyaan yang harus kau jawab dengan sejujur jujurnya. Mengapa kau mencari gadis itu? Apa hubunganmu dengannya?!"

"Hubungan..."

Raja tiba-tiba jadi gagap.

"Katakan saja gusti adalah kekasihnya."

Tiba tiba Sinta memberi kisikan. Entah maksud gadis alam roh itu hanya bergurau atau sungguhan.

Yang jelas ketika Raja mengatakan sebagaimana yang disarankan Sinta.

Empat mahluk tiba-tiba dongakkan kepala. Dari mulut terdengar suara lolong raungan diikuti tawa dingin menggidikkan. Ditengah gelak tawa Sekti Buana berujar,

"Kau seorang pewaris tahta. Begitu kabar yang kami dapat dari alam gaib. Tapi mengapa kau begini bodoh? Nila Seroja yang di kenal dengan sebutan Perawan Bayangan Rembulan adalah gadis yang sangat benci pada manusia termasuk pada ayah ibunya sendiri, apalagi lagi lelaki muda seperti dirimu.Apakah otakmu sudah tidak berguna, dan jalan pikiranmu sempit. Dan satu hal yang harus kau ingat baik-baik. Mulutmu itu ternyata bicara ngaco!"

"Aku tidak berbohong!"

Bantah Raja.

"Kau memang tidak berbohong, mungkin saja kau pura-pura jatuh hati kepadanya. Jadi jelas kau telah berdusta!"

Teriak Sekti Buana

"Kalau kau tidak percaya, hadapkan gadis itu padaku, Dia pasti mengatakan bahwa aku kekasihnya."

Tukas Raja.

Mulut berucap demikian namun didalam hati sesungguhnya dia tertawa.

Semua yang diucapkannya ini sebenarnya adalah untuk memancing sekaligus mencari tahu dimana keberadaan Perawan Bayangan Rembulan.

Dan ternyata Cakra Buana kemudian termakan ucapan sang pendekar, dengan berkata.

"Saat ini Nila Seroja tidak berada di alam gaib. Dia pergi sesaat setelah melihat kehadiranmu. Kau tidak perlu tahu kemana dia pergi"

"Yang jelas...!"

Belum sempat Cakra Buana selesaikan ucapan.

sang pendekar memotong.

"Dia gentayangan lagi di dunia kehidupan manusia untuk membunuh. Dia telah membiarkan kalian menghabisi ibunya, kini mungkin saja dia mencari ayahnya."

"Kau tahu apa tentang ayahnya? Apakah kau tidak tahu ayahnya termasuk orang yang paling dia benci. Cepat atau lambat orang itu pasti dapat kami temukan karena kami sebenarnya mengenal siapa ayah Nila Seroja!"

Ujar Sapta Buana.

"Hm, kalau demikian mengapa kalian tidak mengatakannya padaku. Dengan demikian aku bisa membantu mencar? laki-laki yang menjadi penyebab Nila Seroja terlahir ke dunia ini."

"Pemuda tolol. Jangan pura-pura bersikap baik ingin memberi jasa setelah melakukan pelanggaran di tempat ini? Ketahuilah kami tidak menerima kebaikan manusia. Kami harus membunuh setiap manusia yang sepertimu!"

Teriak Sekti Buana marah.

Sang Maha Sakti Raja Gendeng 313 golang goleng kepala.

Walau dia tidak merasa gentar menghadapi empat mahluk itu.

Tapi setelah mengetahui orang yang dia cari ternyata tidak lagi berada di tempat itu maka dia memutuskan harus segera keluar dari gerbang alam gaib itu.

Setelah berpikir sejenak sang pendekar akhirnya berkata,

"Wahai empat mahluk.Aku tidak punya silang sengketa dengan kalian. Jika aku dianggap melakukan kesalahan karena telah memasuki gerbang alam gaib yang menjadi wilayah kekuasaanmu, aku mohon maaf. Sekarang aku merasa tidak punya kepentingan lagi di tempat ini.Aku permisi!"

Raja mau berlalu...segera balikkan badan siap tinggalkan tempat itu.

Belum sempat pendekar 313 ayunkan langkah.

Dibelakangnya terdengar suara raungan menggelegar yang dibarengi dengan menderunya hawa dingin luar biasa.

Laksana kilat Raja palingkan kepala ke belakang.

Dia melihat empat anjing hitam masing masing mengangkat dua kaki depan.

Dari setiap mata mereka membersit cahaya merah.

Delapan cahaya yang keluar dari mata itu menderu disertai tebaran hawa dingin yang siap menembus delapan bagian tubuh Raja pada titik yang mematikan. Mendapat serangan ganas sedemikian rupa.

Tanpa pikir panjang lagi Raja melompat kesamping kiri lalu tubuhnya menyentuh tanah dia bergulingan menjauh dari delapan cahaya merah.

Delapan cahaya luput dari sasaran.

Dua diantaranya menghantam batu nisan hingga hancur menjadi kepingan.

Tiga lainnya menghantam pohon besar hingga pohon berderak tumbang dalam keadaan di kobari api.

Tiga cahaya sisanya menghancurkan pohon kamboja berbunga merah yang tumbuh ditempat itu.

Melihat lawan lolos dari serangan ganas, Sapta Buana dan Rengga Buana segera menyerbu ke depan.

Saat itu Raja yang baru saja berdiri tegak segera geser kaki kirinya ke belakang.

Sambil salurkan tenaga dalam dan mengalirkannya ke tangan dan kaki dia gunakan jurus Tarian Sang Rajawali.

Dua tangan dikembang, tubuh melenggang lenggok.

Kaki kanan kemudian diangkat ke atas ke kanan atau ke depan laksana ekor burung yang ditiup angin.

Kedua lawan menyerang Raja dengan kibasan cakar tajam yang mencuat dari ujung kakinya.

Serangan ini dengan mudah dapat dihindari oleh Raja.

Sadar serangannya dapat dihindari oleh Raja, mereka merangsak kembali dengan gerakan menerkam. Mahluk yang bernama Sapta membuka mulutnya lebar-lebar.

Empat taring putih kemerahan mengincar batang leher pemuda itu.

Sedangkan dua kaki depan menyambar siap merobek dada pendekar 313.

Disebelah bawah ancaman datang dari Rengga. Mahluk satu ini arahkan kuku-kukunya ke arah perut sedangkan mulutnya siap menggigit putus kaki lawan.

Tidak ingin celaka Raja melesat ke atas, dua tangan dihantamkan ke arah Sapta lalu dikibaskan ke bawah menangkis serangan Rengga.

Duuk!

Rett!

Lengan Raja beradu keras dengan kaki Rengga.
Raja Gendeng 23 Misteri Cinta Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Disebelah atas pukulan yang dilancarkan pemuda itu berhasil menghantam bagian moncong depan sang mahluk.

Sapta terdorong keras ke belakang.

Rengga terhuyung beberapa langkah namun tidak satupun dari keduanya mengalami cidera.

Melihat ini Cakra dan Sekti tidak tinggal diam.

Disertai lolongan panjang keduanya menyerang Raja dari belakang.

Melihat empat mahluk sakti menyerang dalam waktu bersamaan.

Sang pendekar semakin melipat gandakan tenaga dalam ke bagian tangannya.

Begitu jejakkan diri lalu menggunakan jurus Tangan Dewa Menggusur Gunung pemuda ini segera balikkan badan sambil dorongkan dua tangannya ke empat lawan sekaligus.

Empat cahaya berbentuk empat telapak tangan raksasa memancarkan cahaya putih berkilau laksana batu gunung yang dilontarkan, menderu membeset udara disertai gemertak mengerikan.

Mendahului melesatnya cahaya berbentuk tangan, ada cahaya panas luar biasa menebar membuat daun-daun pepohonan layu rontok menjadi bubuk. Melihat serangan lawan laksana gunung runtuh, Empat mahluk sama berteriak

"Kunyuk gondrong itu ternyata bukan orang sembarangan, Dia hendak menghabisi kita dengan Tangan Dewa Menggusur Gunung. Jangan berlaku lengah. Kita hajar dia dengan ilmu ajian Bala Kiriman Alam Gaib!"

Teriak empat mahluk.Teriakan itu disertai dengan gerakan memutar tubuh.

Empat mahluk berwujud anjing berputar seperti gasing.

Wuus!

Cahaya hitam legam menyelimuti diri mereka.

Gerakan berputar keempat mahluk itu disertai dengan melambungnya tubuh mereka ke atas.

Lalu tubuh itu meluncur turun dengan kaki menjejak tanah.

Empat anjing besar kini berubah wujud menjadi empat mahluk hitam tinggi berpenampilan selayaknya manusia, namun mempunyai hidung pesek dengan dua lubang hidung yang demikian besar.

Ke empat mahluk jelmaan empat anjing besar ini lakukan gerakan seperti orang menari.

Tubuh mereka miring ke kiri dan ke kanan.

Setiap tangan berpegangan dengan sesamanya.

Sementara dari mulut mereka yang hitam dengan gigi seukuran mata pisau terdengar suara racauan.

"Maut hitam maut putih. Yang bersemayam di delapan istana kesengsaraan. Kesesatan datang memanggil. Bunuh habisi manusia yang bernama Raja. Musnahkan raganya. Biarkan jiwanya menjadi budak kami Selama-lamanya.."

Suara racau dan ucapan lenyap.

Delapan tangan yang saling berpegangan terlepas.

Serentak mereka jatuhkan diri, lalu masing-masing tangan ditancapkan ke tanah.

Ketika kuku-kuku jemari menembus tanah, dari bagian atas kepala tepat di ubun-ubun membersit cahaya hijau angker disertai kepulan asap tebal yang bergulung-gulung mengelilingi tubuh mereka.

Pada waktu bersamaan serangan Raja berupa empat cahaya putih berkilau berbentuk telapak tangan raksasa yang terkembang menghantam tubuh mereka.

Buum!

Satu ledakan dahsyat mengguncang tempat itu.

Tanah dan bebatuan serta batu-batu nisan hancur berpelantingan menjadi puing di udara.

Raja sendiri sempat terdorong mundur sejauh tiga langkah.

Pemuda ini dibuat terperangah tercengang ketika melihat empat lawannya duduk. Ia keadan menjelepok di tanah dalam keadaan tidak kekurangan sesuatu apapun.

Raja sendiri merasa serangan sakti yang dilancarkannya seperti menghantam satu tembok baja yang tidak kelihatan.

"Astaga! Kekuatan apa yang melindungi mereka? Mengapa jurus saktiku tak sanggup menembus pertahanan mereka?!"

Batin Raja.

Tidak ada waktu bagi pemuda ini untuk berpikir lebih lama.

Terlebih saat dia melihat dari ubun-ubun empat mahluk hitam membersit cahaya biru menyilaukan.

Empat cahaya biru yang semula diperkirakan siap menyerang dirinya ternyata seperti kilat melesat ke langit.

Sesaat setelah empat cahaya mencapai ketinggian.

Dari delapan penjuru arah muncul cahaya benderang membentuk alur panjang seperti selendang.

Ketika delapan cahaya dengan warna yang sama menyatu dengan empat cahaya yang melesat dari ubun-ubun empat mahluk itu.

Terjadi getaran keras luar biasa disertai suara berdengung menyakitkan telinga.

Gabungan dari empat dan delapan cahaya itu kemudian berputar diudara membentuk arus pusaran angin topan dengan ekor lancip disebelah bawah dan mulut mirip corong raksasa disebelah atas.

Melihat pemandangan aneh luar biasa yang belum pernah disaksikan seumur hidupnya ini.

Raja sempat tertegun.

Namun dia sadar inilah awal petaka mengerikan dari sebuah ilmu langka yang dipergunakan oleh empat lawannya.

Dugaan Raja Gendeng 313 ternyata memang tidak berlebihan.

Ketika empat mahluk hitam bangkit berdiri dan dongakkan kepala menatap ke arah pusaran angin topan biru.

Tiba-tiba saja mereka berlompatan ke arah Raja.

Hanya dalam waktu sekejap Raja telah dikepung.

Sementara empat mahluk masing-masing acungkan jari telunjuk ke arah sang pendekar.

Mulut membuka lalu berseru ditujukan ke pusaran arus badai topan yang berputar sebat diatas ketinggian.

"Pembunuh dari delapan penjuru. Habisi pemuda gondrong didepan kami sekarang juga!"

Seruan itu bergema merobek kesunyian malam.

Pusaran angin menggemuruh menderu hebat ke tempat dimana Raja berdiri.

Melihat ekor pusaran angin melesat siap mencabik kepala hingga tubuh Raja disebelah bawah.

Empat mahluk hitam sama berlompatan menjauh.

Dari jarak yang dianggap cukup aman mereka mengawasi. Sementara itu ketika merasakan ada hawa dingin luar biasa yang menekan tubuhnya dari sebelah atas.

Raja pun segera dorongkan tangannya ke atas melepas ilmu pukulan Badai Es dan pukulan sakti Badai Laut Selatan.

Tidak kalah dahsyat dari tangan kanan pemuda itu berkiblat cahaya putih disertai deru kabut dingin tebal.

Sedangkan dari tangan kiri Raja bergemuruh angin laksana topan mengamuk dilautan.

Melihat ini empat mahluk terkesima.

Mereka sedikitpun tidak menyangka lawan ternyata memiliki lilmu hebat yang hampir sama dengan yang mereka miliki.

"Jarang sekali ada manusia mempunyai ilmu sebagaimana yang dimiliki pemuda itu."

Kata Sekti Buana dengan suara tercekat ditenggorokan.

"Ilmu kesaktian apapun yang dia miliki, kita harus menghabisinya. Jika serangan yang pertama ini gagal membunuhnya kita serang dengan jurus yang lain!"

Dengus Sapta sinis.

Sementara itu disaat Raja Gendeng 313 menghantam serangan topan yang datang menghantamnya dari ketinggian, Sinta tiba-tiba saja berkata ditujukan pada Jiwa Pedang.

"Kita harus segera keluar dari hulu pedang. Paduka Raja nampaknya tidak mungkin menghadapi semua ancaman seorang diri. Kita serang saja empat mahluk jahanam yang berada disana."

"Aku memang memutuskan untuk keluar dari hulu pedang. Namun mencampuri urusan gusti Raja, saya mana berani. Aku takut gusti tersinggung karena campur tangan kita. Hayo kita keluar, tapi jangan jauh-jauh."

Kata Jiwa Pedang.

Dua mahluk alam roh itu kemudian melesat keluar tinggalkan hulu pedang.

Tapi belum jauh mereka meninggalkan pedang, tiba-tiba saja angin dingin luar biasa menyambar sekaligus menindih tubuh mereka. Kedua mahluk yang wujudnya tidak terlihat ini berusaha keras menahan hantaman angin yang dapat membuat wujud halus mereka hancur menjadi serpihan.

"Hantam!"

"Hancurkan ekor badai yang hendak menembus batok kepala gusti Raja!"

Teriak Jiwa Pedang.

Tentunya suara mahluk alam roh ini hanya bisa didengar oleh Raja dan Sinta.

Sementara itu empat mahluk hitam terlihat kebingungan.

Mereka melihat bagaimana ekor badai yang hendak menembus batok kepala terguncang terombang-ambing hendak meledak.

Mereka tidak tahu bahwa selain pukulan Badai Es dan pukulan sakti Amukan Badai Laut Selatan yang dilancarkan Raja, Pada saat yang sama Sinta dan Jiwa Pedang juga menghantam pusaran angin topan itu dengan ilmu kesaktian mereka masing masing.

Cahaya putih yang disertai kepulan uap es terus menekan ke atas.

Dari tangan kiri menderu bergemuruh angin dahsyat tindih menindih, membuat kawasan di tempat itu hancur porak poranda

"Bunuh! Bunuh!"

Teriak empat mahluk hitam ditujukan pada pusaran topan itu.

Seiring dengan teriakan itu tiba-tiba muncul lagi empat pusaran angin baru.

Sekejap kemudian empat pusaran angin bergabung menyatu dengan pusaran angin raksasa.

Kekuatan tambahan itu membuat daya hantam pusaran angin yang menyerang Raja semakin bertambah besar.

Tubuh Raja Gendeng 313 bergetar dan mandi keringat, padahal hawa dingin disekitar demikian mencucuk.

Kedua kaki Raja pun dengan cepat amblas hingga sedalam lutut.

Raja Gendeng 23 Misteri Cinta Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kurang ajar! Mereka menggunakan ilmu setan!"

Gerutu sang pendekar. Kemudian pemuda ini berkata kepada dua jiwa yang menjadi sahabatnya,

"Lakukan sesuatu! Hantam ekor pusaran angin yang bertengger diatas ubun-ubunku!"

"Paduka! Kami sudah melakukannya. Dan sekarang kami akan melakukan serangan secara penuh!"

Sahut Jiwa Pedang dan Sinta berbarengan.

Kedua mahluk alam roh ini kemudian melesat tinggi ke udara.

Setelah mereka mengambang didepan gemuruh angin menggidikkan, keduanya segera kibaskan kedua tangan ke depan.

Dua kekuatan dahsyat, namun tidak terlihat menderu, berkelebat laksana kilat menyambar memutus ekor pusaran angin biru yang menggilas kepala Raja.

Pada waktu bersamaan sang pendekar yang telah lipat gandakan tenaga dalamnya juga kembali dorongkan dua tangan ke atas melepas dua pukulan sakti susulan.

Wuues!

Rerr!

Gleger!

Satu ledakan keras berdentum mengguncang tempat itu, membuat kawasan yang dipenuhi bebatuan nisan itu tambah porak poranda.

Raja berteriak keras.

Tanah yang dipijaknya terbongkar membuat sebuah kubangan seperti daun.

Tubuh pemuda ini terlempar, mulut menyemburkan darah.

Walau tubuh disebelah luar yang terlindung pakaian sakti tidak mengalami cidera sedikitpun namun tubuh disebelah dalam serasa remuk.

Raja jatuh tergelimpang, sementara Sinta dan Jiwa pedang yang jungkir balik tak karuan akibat guncangan luar biasa hebat itu, akhirnya sama sama jatuh terduduk.

Dua mahluk dari alam roh ini sama berpandangan, nafas megap-megap.

Wajah pucat namun tidak terlihat lelehan cairan apapun dari mulut masing-masing. Segera saja setelah sama menghirup nafas dalam-dalam, keduanya pun bangkit berdiri.

Sekejab mereka menatap ke segenap penjuru sudut.

Terlihat empat mahluk hitam jelmaan empat anjing pembunuh bergelimpangan akibat guncangan yang ditimbulkan oleh ledakan.

Namun keempat mahluk kegelapan bernama Sapta, Rengga, Cakra dan Sekti ini dalam sekejab sudah tegak kembali.

Sambil membersihkan tubuhnya dari tanah yang melekat, keempat mahluk ini melangkah maju ke tempat dimana Raja Gendeng 313 berada.

Melihat ini Sinta segera lesatkan diri ke arah Raja.

Tidak mau kalah Jiwa Pedang juga melakukan tindakan yang sama.

"Gusti, apakah gusti baik-baik saja!"

Tanya Jiwa Pedang yang saat itu telah berdiri menghadang empat mahluk yang menghampiri Raja.

Mendengar suara mengiang ittu, Raja yang sempat alirkan hawa murni kebagian luka disebelah dalam menyeringai.

"Aku! Aku dalam keadaan setengah baik dan setengahnya lagi tidak. Tapi aku merasa bersyukur masih bernafas hingga saat ini. Aku tahu kalian ada didepanku untuk melindungiku. Harap kalian menyingkir.Aku telah merasakan kehebatan empat mahluk itu. Dan aku akan menyelesaikan semua ini sampai tuntas!"

Kata Raja sambil mengerang. Sang pendekar kemudian bangkit. Wajahnya tampak kelam membesi.
Ditatapnya wajah lawan satu demi satu. Sementara melihat lawan bicara seorang diri mereka pun saling berpandangan.

"Pemuda itu agaknya memang gila. Lihatlah dia bicara sendiri!"

Kata Cakra Buana.

"Dia tidak gila."

Sahut Sekti Buana.

"Aku yakin dia memang tidak sendirian. Ada mahluk lain yang bersamanya dan tidak terlihat oleh kita. Mahluk itu telah membantu pemuda ini hingga serangan kita dapat dibuatnya musnah."

Timpal Sapta Buana pula.

"Sebagai mahluk alam gaib, bagaimana mungkin kita tak dapat melihat para pengacau sahabat kunyuk gondrong itu ?"

Tanya Cakra Buana dengan heran.

"Entahlah, Harusnya kita mencari tahu, tapi kita tidak ada waktu untuk menyelidik. Kita harus menghabisinya sekarang juga. Setelah urusan disini selesai kita bisa menyusul Nila Seroja sekaligus membantunya menemukan Bunga Anggrek Mayat!"

Ujar Sapta seolah mengingatkan.

Tiga saudaranya mengangguk tanda setuju. Setelah berada tidak jauh. Keempat mahluk hentikan langkah didepan Raja,

Sedangkan tidak jauh dari samping kanan kiri mereka, berdiri mengawasi dua sahabat Raja.

"Aku sudah gatal tangan ingin menggebuk mahluk-mahluk hitam jelek itu."

Geram Jiwa Pedang sambil banting kakinya yang mengapung sejengkal diatas tanah.

"Jangan bertindak gegabah. Kalau tanganmu gatal mengapa tidak digaruk saja. Gusti Raja sudah berpesan agar kita jangan ikut campur dulu."

Jawab Sinta

"Bagaimana bila mereka melakukan pengeroyokan seperti tadi?"

Tanya Jiwa Pedang merasa tidak dapat menerima

"Kita lihat saja. Kalau gusti Raja dikeroyok sampai babak belur, baru aku tidak akan berdiam diri!"

Sahut Sinta sambil tersenyum

"Gadis gelo, tolol."

Gerutu Jiwa Pedang.

Ditempatnya berdiri sang pendekar tiba-tiba saja berkata,

"Sekarang aku semakin bertambah yakin, memang kalianlah yang menjadi biang penyebab kekacawan selama ini. Aku jadi ingin tahu mengapa gadis itu suka membunuh tokoh-tokoh golongan putih? Apa salah dan dosa mereka?"

"Anak muda, siapapun dirimu seharusnya jangan mencampuri urusan kami. Kau tidak perlu menyalahkan Nila Seroja. Dia menjadi seperti itu karena orang-orang golongan putih selama ini selalu berpangku tangan, bersikap tidak perduli terhadap penderitaan yang di alaminya.Ketika aib menimpa ibunya semua urusan diserahkan pada Ki Demang. Hampir semua orang di kadipaten Salatigo takut pada kekuasaan Ki Demang.Dan satu lagi yang harus kau ketahui, Nila Seroja sangat benci pada ibunya karena Kunti Seroja telah berbuat aib yang memalukan itu."

"Tetapi aib itu terjadi diluar kehendaknya. Kalian pernah mendengar tentang ilmu penakluk hati yang bernama Segala Rindu?"

Tanya sang pendekar sambil menatap lawannya satu demi satu.

Empat mahluk hitam bersaudara sama berpandangan, kemudian hampir bersamaan pula mereka anggukkan kepala.

"Siapa pemilik ilmu sesat celaka itu memang belum diketahui. Tapi kami sedang menyelidik.Karena kehamilan Kunti Seroja bukanlah perbuatan kepala penjaga yang bernama Sedayu.Tetapi karena ulah laki-laki lain. Kami sudah hampir mengetahui siapa orang itu, namun untuk menemukan keberadaannya tidak mudah."

Terang Rengga Buana.

"Hampir mengetahui, artinya kalian mencurigai seseorang. Kalau tidak keberatan boleh aku tahu siapa orang itu?"

"Sungguhpun kau menunjukkan itikad baik, tap ketahuilah kami tidak bersahabat dengan manusia. Terkecuali kau mau bergabung untuk menjadi kaki tangan kami! Bagaimana maukah kau menjadi pelayan kami?"

Tanya Sekti Buana disertai senyum dingin.

"Kurang ajar! Anjing hitam itu menghina raja kita!"

Geram Sinta sambil kepalkan tinjunya.

"Ssst,jangan berisik. Penghinaan itu sama seperti angin busuk yang berlalu. Tidak melukai tapi hanya meninggalkan aroma yang tidak sedap."

Sahut Jiwa Pedang.

Kemudian tidak terduga dengan secepat kilat menyambar dia melesat.

Tangan kirinya menampar mulut Sekti Buana membuat mahluk satu ini terkejut.

Mulut menyumpah tangan mengusapi bibirnya yang bengkak jontor.

"Keparat mana yang berani menampar mulutku!"

Tanya Sekti Buana setengah berteriak.

Tiga temannya juga sama tersentak kaget. Sedangkan Raja yang tahu semua itu adalah perbuatan salah satu sahabat gaibnya, hanya tersenyum.

"Tidak terlihat siapapun. Namun pemuda itu memang tidak sendiri. Pasti yang menampar mulutmu adalah kawan sialan Raja gila itu!"

Jawab Sapta Rengga.

"Mahluk jahanam! Siapa kau? Bagaimana mungkin sesama mahluk alam gaib kami tidak dapat melihatmu?"

Geram Sekti Buana kalap.

Tidak ada jawaban. Hanya Raja seorang yang mendengar suara cekikikan. Hahahihi.

Sementara itu dengan enteng Raja Gendeng 313 menyela,

"Makanya punya mulut harus dijaga, jangan suka bicara sembarangan. Ha ha ha"

"Pemuda edan, katakan siapa temanmu? Mengapa dia tidak terlihat oleh kami?"

Hardik Cakra Buana jadi hilang kesabarannya

"Kau tidak dapat melihatnya, saudaramu yang lain juga? Mungkin saja matamu sudah lamur, belekan atau buta."

"Monyet satu ini sungguh kelewatan. Aku tidak akan memberinya ampun!"

Dengus Rengga Buana kalap. Belum lagi gema suaranya lenyap.

Tiba-tiba saja Rengga Buana kibaskan tangan kanannya ke depan dengan satu gerakan menampar sekaligus mencakar.

Walau cakra Buana tidak beranjak dari tempatnya namun Raja dapat merasakan betapa satu gelombang angin keras melabrak dan mencakar wajahnya. Mendapat serangan aneh seperti itu Raja angkat tangan ke atas lalu mengayunkannya ke bawah.

Des!

Satu benturan keras terjadi.

Raja Gendeng 23 Misteri Cinta Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Rengga Buana terhuyung.

Sementara Raja merasakan lengan tangannya menjadi ngilu seperti membentur benda keras luar biasa.

Selagi sang pendekar meniupi lengannya.

Tiga lawan yang lainnya merangsak maju berbarengan menyerang Raja dengan pukulan bertubi-tubi disertai dengan dengan tendangan ganas.

Cahaya hitam, biru dan kuning menderu dari tangan ketiga lawan, sementara disebelah bawah tendangan keras datang bertubi-tubi.

Mendapat serangan seganas dan secepat itu. Raja hanya sempat menangkis tanpa sempat membalas, sehingga tendangan keras dan dua pukulan menggeledek menghantam punggung, dada dan juga kakinya.

Raja menjadi terjajar.

Selagi tubuhnya terhuyung, pada saat itu pula dari arah samping sebelah kiri satu pukulan telak mendarat di bahunya.

Sang pendekar jatuh terpelanting.

Mulut menyeringai, tangan kanan dekap bahunya yang serasa remuk.

Secepat kilat dia mengusap bahunya dengan menggunakan ilmu Pelenyap Luka Pembasuh Jiwa.

Hanya dengan sekali usapan bahu yang cidera seketika sembuh.

Tapi belum sempat pemuda ini bangkit.

Empat mahluk hitam bersaudara itu telah melesat lagi ke arahnya sampil melepas pukulan ganas mematikan.

Delapan cahaya merah kehitaman menderu ganas menyambar dari delapan arah disertai tebaran hawa panas yang luar biasa.

Sulit bagi Raja untuk bisa lolos.

Melihat kenyataan ini. Jiwa Pedang dan Sinta tidak tinggal diam.

"Kembali ke Pedang Gila! Bantu paduka Raja, biarkan aku yang akan mengacaukan perhatian empat mahluk jelek itu!"

Teriak Sinta ditujukan pada Diwa Pedang

"Baiklah!"

Jawab Jiwa Pedang.

Selesai berkata mahluk alam roh ini lambungkan diri diketinggian.

Belum sempat Jiwa Pedang melesat turun dekati Sang pendekar.

Pada saat itu, Raja telah menghunus senjata sakti Pedang Gila lalu diputarnya untuk menangkis delapan pukulan ganas yang melabraknya. Cahaya kuning menyilaukan menderu sebat menimbulkan guncangan serta tebaran hawa panas dan hawa dingin silih berganti.

Sampai akhirnya benturan keras pun tidak dapat dihindari lagi

Buum!

Ledakan dahsyat kembali mengguncang tempat itu.

Empat mahluk hitam berpelantingan.

Raja sendiri sempat mengalami guncangan namun berkat hawa sakti yang mengalir dari pedang serta aliran tenaga dalam yang melindungi dirinya membuat pemuda itu tidak mengalami cidera yang cukup berarti,

Akibat pengaruh ledakan yang luar biasa itu. Jiwa Pedang yang semula berniat kembali ke hulu pedang sempat terpental jauh ke atas.

Namun dia tidak mengalami luka, walau sempat tergetar.

Berbeda dengan Sinta.

Sang jiwa perempuan yang tadinya berniat menyerang lawan dari belakang justru tidak sempat melakukan niatnya.

Gadis alam roh ini cepat melompat mundur ketika melihat Raja mengeluarkan senjata yang menjadi andalannya.

"Empat mahluk berpelantingan. Mudah mudahan saja gusti tidak mengalami sesuatu yang menghawatirkan. Kepulan asap dan debu-debu yang berterbangan ini menghalangi penglihatanku Jangan-jangan mereka...."

Batin Sinta.

Dia tidak melanjutkan ucapannya,lalu pandangi keadaan disekelilingnya. Tiba-tiba saja dia berseru,

"Gusti...empat mahluk jelek itu nampaknya hendak angkat kaki dari sinit"

Apa yang dikatakan Sinta tidak berlebihan. Empat mahluk itu harus segera menyusul mendampingi Nila Seroja

Wuus!

Empat mahluk bersaudara raib dari pandangan mata.

Jiwa Pedang dan Sinta hendak melakukan pengejaran.

Namun ketika mereka minta ijin pada sang pendekar, pemuda itu justru gelengkan kepala.

"Tidak usah dikejar. Kita sudah tahu apa yang mereka cari."

Ujar Raja sambil masukkan kembali pedang ke dalam rangka yang tergantung dipunggungnya.

"Tapi gusti. Empat mahluk jejadian tadi bisa menimbulkan malapetaka bila mereka dan Perawan Bayangan Rembulan tetap berkeliaran di rimba persilatan!"

Kata Jiwa Pedang.

Saat itu dia telah berdiri didepan Raja tak jauh dari Sinta.

"Tidak hanya Nila Seroja yang harus kucari, aku juga harus menemukan Ratu Siluman Buaya Putih yang menginginkan Anggrek Mayat."

Terang Raja membuat Jiwa Pedang terdiam

"Lalu apa tindakan gusti selanjutnya?"

Tanya Sinta ingin tahu

"Kita harus keluar dari tempat ini. Kalian yang paling tahu bagaimana keadaan dialam gaib. Karena itu bimbinglah aku menuju dunia kehidupan manusial"

"Baiklah, kalau itu memang keinginan gusti. Kami berdua setuju. Kita bisa keluar melalui pintu dimana kita masuk."

Ujar Jiwa Pedang.

Raja anggukkan kepala.

Dia lalu mendengar suara angin berdesir dan aroma tidak sedap makanan bercampur harumnya tubuh wanita.

Ke arah itulah langkah Raja tertuju.

Tidak lama melangkah, gerbang alam gaib ternyata telah berada di depan mata.


*****


Acara pemakaman Raden Salya dan kekasihnya Rara Sintren serta seorang abdi bernama Ki Bangor Wadung dilakukan dengan sangat sederhana namun hikmat.

Menjelang malam Adipati yang berusia hampir enam puluh tahun berpakaian dan berbelangkon lurik berkumis tipis itu memimpin rombongan perajurit dan pengawal kadipaten Salatigo.

Mereka menuju Manggar Glagah yaitu sebuah kawasan hutan yang menurut orang-orang kepercayaannya merupakan salah satu jalan keluar masuk yang sering dilewati oleh Perawan Bayangan Rembulan dan mahluk pengiringnya.

Sambil menunggang kuda putih berbulu lebat, adipati nampak berbincang-bincang dengan Bunga Jelita gadis cantik berpakaian cokelat.

Bunga Jelita adalah kemenakan adipati yang selama ini dipercaya sebagai pemimpin pasukan.

Dibelakang mereka ada seorang perempuan gemuk luar biasa berambut keriting mirip sarang lebah berpakaian kuning bernama Limbuk Ayu.

Disamping Limbuk Ayu duduk diatas kuda hitam seorang kakek berhidung mirip paruh burung bersenjata arit.

Kakek ini dikenal dengan nama Ki Bagus Lara Arang.

Sebagaimana telah diketahui, kedua orang ini adalah para pembantu kepercayaan adipati.

Keduanya ditugaskan untuk mendampingi Bunga Jelita yang juga dikenal dengan sebutan Bunga Kembang Selatan untuk melakukan berbagai tugas penting.

Dibelakang ke empat tokoh penting kadipaten mengiringi sedikitnya lima puluh orang pengawal berpakaian coklat bersenjata lengkap.

Sementara itu sambil menggebah kudanya, adipati Cakra Abiyasa membuka mulut berucap,

"Aku masih belum tahu maksud dari ratu siluman buaya putih itu membawa pergi Ki Demang Sapu Lengga. Sang ratu telah memintanya secara baik baik kepadaku."

"Mungkin karena Ki Demang punya hubungan sangat dekat dengan paman. Tapi saya mencium gelagat, ratu buaya putih memiliki tujuan yang sangat penting. Bisa saja Ki Demang mengetahui sesuatu rahasia yang sangat dibutuhkan oleh ratu."

Sahut Bunga Jelita yang sudah lama tidak menyukai KI Demang. Kening adipati berkerut. Belum sempat membuka mulut, nenek gendut dibelakangnya menyela,

"Maaf kalau aku dianggap lancang. Aku dan Ki Bagus Lara Arang adalah sahabat Ki Demang. Dalam banyak masalah dia sering berterus terang. Jika benar Ki Demang menyimpan sebuah rahasia yang ingin diketahui Ratu Buaya putih, tapi rahasia mengenai apa?"

"Kurasa Ki Demang orang yang berhati lurus. Tapi siapa yang bisa menjajaki hati Ratu buaya. Sejak Ki Demang dibawa oleh ratu buaya perasaanku tidak enak. Jangan-jangan..."

Kata Ki Bagus Lara Arang pula.

"Hi hi hi. Kalian berdua sama saja. Aku mempunyai firasat Ki Demang bukan manusia suci, bukan pula orang tua berbudi luhur."

"Aku sependapat dengan nenek Limbuk Ayu tentang Ki Demang!"

Kata Adipati palingkan kepala ke arah Bunga Jelita. Pada sang kemenakan dia berucap,

"Bunga, paman harap kau tidak curiga berlebihan."

"Berlebihan apa maksud paman?!"

"Ucapanmu bahwa Ki Demang mempunyai rahasia penting yang tidak pernah diberitahukan pada kita itu sebagai sesuatu curiga yang berlebihan!"

Ucapan sang paman membuat dara cantik rupawan tersenyum.

"Saya tahu Ki Demang adalah sahabat paman dan sahabat nenek Limbuk Ayu juga Ki Bagus Lara Arang. Tapi walau saya bukanlah sahabatnya saya lebih tahu gerak-gerik dan tingkah laku Ki Demang."

Jelas gadis itu. Sambil terus menggebah kudanya Bunga Jelita melanjutkan,

"Saya mencium gelagat Ki Demang diam-diam menaruh rasa suka pada saya.. Ini bisa dibuktikan ketika saya bicara dengan pemuda yang bernama Raja. Saya melihat dia tidak senang tatap matanya juga menyiratkan rasa cemburu."

"Gila! Tapi Ki Demang sudah beristri."

Sela Limbuk Ayu.
Raja Gendeng 23 Misteri Cinta Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


"Saya tahu. Rai Cempaka adalah istrinya yang sah. Tapi perempuan itu sudah mati... Dan berapa banyak istri gelapnya? Juga berapa banyak anak gadis yang menjadi korban kebejatannya? Saya menaruh curiga tidak tertutup kemungkinan anak yang dilahirkan oleh Kunti Seroja adik dari Rai Cempaka adalah anaknya. Anak dari hasil hubungan cinta hitam. Tapi kemudian dia menimpakan kejadian terkutuk itu kepada kepala penjaga kademangan."

"Kau bicara apa Bunga?"

Sentak adipati Cakra Abiyasa kaget tak menyangka keponakannya bicara seperti itu.

"Gusti adipati yang diucapkan oleh pemimpin pengawal adalah fitnah yang paling keji yang pernah saya dengar!"

Teriak Ki Bagus Lara Arang marah

"Sebagai sahabat kami tidak bisa menerimanya."

Tukas Limbuk Ayu pula dengan mata mendelik.

Melihat kakek dan nenek gemuk tunjukkan kemarahannya.

Adipati Cakra Abiyasa sontak tarik kekang kendali kuda.

Lari binatang tunggangan sekonyong-konyong terhenti.

Melihat ini Bunga Jelita juga ikut hentikan kudanya.

"Gusti, kami mohon keadilan. Kami tidak suka sahabat kami difitnah. Bagi kami fitnah jauh lebih jahat dari penyakit ayan, eh maksud saya fitnah itu lebih keji dari pembunuhan."

Ujar Ki Bagus Lara Arang sambil hentikan kudanya.

"Saya ingin Bunga bisa membuktikan ucapannya. Jika tidak kami memutuskan akan menyudahi hubungan kita sampai disini saja."

Ancam Limbuk Ayu pula.

Adipati terdiam. Dia menatap Bunga Jelita, nenek serta kakek yang berada dibelakangnya.

Dalam keadaan kacau seperti sekarang ini tentu adipati membutuhkan banyak tenaga untuk mengatasi persoalan besar yang mereka hadapi. Jika kedua orang itu memutuskan meninggalkan mereka, adipati bakal kehilangan dua tenaga penting.

Disisi lain selain menyayangi keponakannya, dia juga percaya pada kejujuran Bunga.

Gadis itu tidak mungkin bicara sembarangan.

Apa yang diucapkannya berdasarkan bukti serta kenyataan.

Mungkin saja Bunga melihat gerak-gerik Demang yang tidak beres.

Dan kecurigaan Bunga Jelita terhadap aib yang dialami Kunti Seroja pastilah bukan tanpa alasan.

Walau demikian satu yang disesalkan adipati.

Seharusnya Bunga tidak mengungkapkan semua yang menjadi ganjalan hatinya di depan kedua sahabat Ki Demang karena itu jelas menyakiti hati dan perasaan mereka.

Tidak ingin terjadi perpecahan diantara mereka, adipati pun segera berusaha menenteramkan suasana dengan berkata,

"Sahabat Limbuk Ayu dan Ki Bagus Lara Arang. Kalian jangan pergi. Saya harap kalian tetap bersatu dengan kami. Maafkan kelancangan Bunga, mungkin dia salah menilai orang. Percayalah tidak satupun diantara kita yang berniat merendahkan Ki Demang, apalagi dia sahabatku juga."

Ujar adipati.

Laki-laki ini kemudian alihkan pandang pada Bunga Jelita.

Kepada kepala pengawal pasukan itu dia berkata,

"Bunga, harap kau minta maaf pada kedua sahabatku itu."

Sang dara menoleh, memandang ke arah kedua kakek dan nenek yang sedang menatapnya dengan sikap tidak senang.

Bunga berpikir buat apa minta maaf karena yang dikatakannya adalah benar.

Dan kedua orang itu memang manusia penjilat yang suka mencari muka demi keuntungan diri sendiri

"Bunga tunggu apa lagi!"

Seru adipati kesal.

Dihardik begitu rupa sang dara malah tersenyum.

Belum lagi senyumnya lenyap tiba-tiba saja diketinggian langit diatas pucuk pepohonan menderu selarik cahaya merah kehijauan.

Cahaya itu meluncur deras ke bawah, menerobos melewati cabang dan daun-daun pohon di kanan kiri jalan.

Melihat ini puluhan pengawal segera mengambil posisi siaga sambil menghunus senjata ditangan masing-masing.

Empat kuda tunggangan orang-orang penting kadipaten itu meringkik keras.

Para penunggangnya berlompatan turun.

Sebagai pimpinan tertinggi adipati Cakra Abiyasa segera mengambil tindakan.

Sedangkan Limbuk Ayu dan Ki Bagus Lara Arang yang masih memendam rasa kesal diam berpangku tangan sambil memperhatikan keadaan.

Melihat cahaya merah kehijauan berbentuk lonjong pipih siap menghantam kudanya. Adipati segera menghantam cahaya itu dengan pukulan sakti Kilat Langit.

Tidaklah mengherankan ketika dua tangan dihantamkan ke atas.

Dari kedua telapak tangan Cakra Abiyasa menderu dua larik cahaya biru menebar hawa panas dan langsung menghantam cahaya merah kehijauan yang datang dari ketinggian langit.

Buum!

Suara dentuman menggelegar disertai kilatan cahaya.

Kemudian terdengar suara seperti pecahan batu berhamburan jatuh menimpa dedaunan kering.

Pecahan batu yang panas itu langsung membakar dedaunan.

Dan yang terakhir satu lempengan benda putih selebar dan seukuran telapak tangan orang dewasa jatuh persis di depan adipati dalam keadaan mengepulkan asap putih tebal disertai aroma bau harum stanggi.

Tidak hanya adipati, Bunga Jelita, nenek Limbuk Ayu dan Ki Bagus Lara Arang juga menatap pecahan benda yang jatuh di depan pimpinan mereka.

Sementara para pengawal lebih memperhatikan keadaan disekitar berjaga-jaga dari setiap ancaman yang datang.

Kepulan asap dan tebaran aroma stanggi lenyap.

Tanpa menyentuh adipati bungkukkan badan mencoba mengenali benda itu lebih seksama.

"Pecahan batu nisan? Bagaimana bisa jatuh dari langit?"

Gumam sang adipati dengan suara parau bergetar

"Perawan Bayangan Rembulan! Pasti dia yang melakukan ini! Gadis itu ada disekitar sini!"

Seru Bunga Jelita yang sudah sangat mengenali tandatanda kehadiran gadis yang sangat ditakuti karena kekejamannya itu.

Ki Bagus Lara Arang usap tengkuknya yang mendadak terasa dingin.

Limbuk Ayu meludah sementara darahnya sempat berdesir.

Adipati Cakra Abiyasa menggumam namun cepat layangkan pandang ke segenap penjuru.

Para pengawal saling pandang, namun segera angkat pelita ditangan kiri tinggi-tinggi, mata dipentang mengawasi.

"Tidak ada suara lolongan anjing. Biasanya mahluk-mahluk jahanam pengiringnya muncul lebih dulu untuk membuka jalan!"

Terdengar suara Ki Bagus memecah ketegangan.

"Tapi aku merasakan dia berada disekitar sini"

Sahut Bunga Jelita dengan suara perlahan namun jelas. Adipati Cakra Abiyasa yakin pemimpin pengawalnya tidaklah berdusta. Karena itu dia hendak mengajukan pertanyaan. Belum sempat adipati bertanya.

Tiba-tiba terdengar suara gelak tawa melengking disertai lolongan. Walau telah bersikap waspada suara lolongan itu tak urung membuat setiap orang terkesima.

"Apa yang kalian ributkan? Membicarakan masa lalu orang yang kelam dan hitam adalah sebuah aib serta kesalahan yang tidak dapat dimaafkan. Dan kalian semua pantas mati ditanganku!"

Kata satu suara sesaat setelah suara tawa dan lolongan lenyap.

"Siapa kau? Mengapa tidak segera tunjukkan diri?!"

Hardik Limbuk Ayu tidak sabaran.

"Nenek gendut tolol, apa matamu sudah buta? Aku berdiri disini sejak tadi bagaimana kau tidak bisa melihatku?"

Walau marah dirinya dikatakan gendut tolol, tak urung dikuti oleh yang lainnya Limbuk Ayu menatap ke arah datangnya suara.

Kini dia melihat diatas sebatang pohon doyong berdiri tegak seorang perempuan berambut panjang riap-riapan berpakaian hitam dilapisi dedaunan hijau yang dirajut sedemikian rupa.

Wajah gadis itu tidak terlihat jelas karena terlindung selembar topeng tipis berwarna putih kecoklatan.

"Kalian mencariku, semua orang mencari diriku. Andai saja kalian sadar seumur hidup kalian pasti tidak suka bertemu denganku!"

Kata gadis diatas batang pohon dingin.

"Gadis setan!"

Membentak Ki Bagus Lara Arang dengan mata mendelik garang. Gadis berpakaian hitam yang sebelah luarnya ditambal dengan rajutan daun, menyeringai. Tapi dia tidak terpancing atau menjadi marah termakan ucapan orang.

"Banyak malapetaka yang kau timbulkan, tidak sedikit yang telah menjadi korbanmu. Tokoh-tokoh golongan putih kau bunuh, diantaranya adalah dua pemimpin padepokan Tiga Guru. Belakangan kau juga menghabisi Raden Salya, kekasihnya juga seorang abdi. Mengapa kau melakukan semua ini?"

"Tua bangka bernama Bagus Lara Arang. Dengar baik-baik ucapanku ini! Yang putih tidak selamanya terlihat putih. Mereka semuanya orang yang patut mati. Begitu juga dengan kakek yang bernama Resi Cadas Angin dan Nini Buyut Amukan yang kalian kenal dengan sebutan Si Jubah Terbang. Karena aku hadir kedunia akibat perbuatan terkutuk dan nista, maka orang yang telah membuatku terlahir ke dunia harus mati! Ibuku Kunti Seroja yang bodoh dan menjadi gila telah menemui ajal ditangan para sahabat yang juga pembimbingku. Tapi masih ada satu orang lagi yang paling bertanggung jawab atas kelahiranku. Dan orang itu patut dibunuh dengan seribu tusukan pedang!"

Jawab Perawan Bayangan Rembulan dingin.

Walau tercengang tak menyangka pembunuh berdarah dingin itu tega membunuh ibu kandungnya sendiri.

Tapi ucapan sang dara tentang orang yang paling bertanggung jawab atas aib yang menimpa ibunya menimbulkan tanda tanya tersendiri dihati adipati Cakra Abiyasa.

"Anak gadis apakah kau punya nama?"

"Hik hik hik! Adipati, kau bukan sanak bukan kadangku, perlu apa kau tahu namaku?"

"Perempuan iblis, apakah kau tidak bisa bicara sedikit sopan pada gusti adipati?!"

Teriak Limbuk Ayu yang merasa marah melihat cara Perawan Bayangan Rembulan bicara dengan adipati.

Tapi gadis itu bersikap acuh.

Raja Gendeng 23 Misteri Cinta Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sang dara yang bernama Nila Seroja ini lalu sebutkan namanya.

Setelah mengetahui nama orang, adipati kemudian ajukan pertanyaan lagi.

"Tadi kau mengatakan ada satu orang yang paling bertanggung jawab atas kehadiranmu di dunia ini. Kau juga mengatakan akan membunuhnya dengan seribu tusukan pedang.Kalau boleh tahu, siapakah orang yang kau maksudkan? Apakah orang itu ada diantara kami?!"

Pertanyaan sang adipati membuat Ki Bagus Lara Arang diam-diam menjadi heran.

Seumur hidup selain mencari keuntungan untuk diri sendiri, dia merasa tidak pernah melakukan perbuatan keji pada perempuan atau wanita manapun.

Ditempat itu hanya dia dan adipati yang lelaki,

"Lalu apa maksud pertanyaan penguasa kadipaten Salatigo itu?"

"Adipati, sesungguhnya kejahatan bermula dari sebuah kesalahan, keinginan yang disertai nafsu terkutuk. Sifat seperti itu kulihat tidak terdapat pada dirimu, juga tidak pada pemimpin pasukanmu yang cantik rupawan itu. Orang yang kucari dan kuduga menjalin hubungan cinta hitam dengan Kunti Seroja yang mau tidak mau harus harus kuakui sebagai orang yang telah melahirkan aku, saat ini memang tidak bersama kalian."

Tapi beberapa waktu yang lalu jelas dia selalu bersama kalian.

"Ki Demang.... Ki Demang Sapu Lengga. Apakah dia orang yang kau maksudkan itu?"

Sentak Bunga Jelita yang segera saja ingat dengan sikap Ki Demang yang mencurigakan.

"Bunga, kau bicara apa? Kuharap kau tidak lagi menyinggung Ki Demang yang membuat dua sahabat yang bersama kita jadi tersinggung!"

Bentak adipati Cakra Abiyasa sambil melirik ke arah Limbuk Ayu dan Ki Bagus Lara Arang.

Ketika Bunga menyebut nama Ki Demang, Perawan Bayangan Rembulan berjingkrak namun sepasang mata dibalik topeng mendelik nyalang.

"Manusia jahanam satu itu mengapa bisa mendapat simpati dihati adipati? Atau kalian mengira keparat satu itu adalah manusia suci, orang baik baik berjiwa polos."

Kata sang dara ditujukan pada adipati, Limbuk Ayu juga Ki Bagus Lara Arang.

Jika adipati dapat bersikap sabar mendengar ucapan orang sebaliknya kakek dan nenek gemuk jadi tersinggung.

Ki Bagus Lara Arang malah melompat maju, mendahului si nenek dia berteriak,

"Gadis iblis! Mulutmu kelewat berbisa. Berani kau menghina Ki Demang Sapu Lengga berarti sama dengan menghina kami."

"Hik hik hik! Aku bicara kenyataan. Apa yang dikatakan oleh kepala pengawal kadipaten juga merupakan kenyataan. Ki Demang memang manusia jahanam. Dimana keparat itu sekarang berada? Mengapa dia tidak bersama kalian?"

Tanya sang dara dingin.

"Dimana Ki Demang berada itu bukan urusanmu, Nila Seroja,"

Jawab Adipati.

"Walau kau telah melakukan banyak pembunuhan, namun aku masih bisa memberimu pengampunan asalkan saja kau segera angkat kaki dari hadapanku dan berjanji tidak akan membunuh lagi!"

"Gusti, mengapa kau bicara seperti itu? Untuk semua dosa-dosanya dia pantas dibunuh sepuluh kali!"

Sentak Limbuk Ayu merasa tidak senang mendengar ucapan sang adipati.

"Aku juga lebih memilih berkelahi dengannya sampai mati dari pada membiarkannya melenggang bebas!"

Teriak Ki Bagus Lara Arang pula merasa tidak terima.

Belum sempat Adipati bicara.

"Dua manusia bodoh yang sudah bosan hidup. Aku berjanji bakal mempercepat kematian kalian."

Kata Nila Seroja ditujukan pada kakek dan nenek. Kemudian pada adipati sekali lagi sang dara ajukan pertanyaan

"Katakan padaku dimana Ki Demang Sapu Lengga!"

"Mengapa kau mencarinya? Dia dijemput dan dibawa oleh Ratu Siluman Buaya Putih!"

Sahut Bunga Jelita.

Dalam keremangan yang hanya diterangi oleh cahaya bulan sebelas jari.

Wajah yang terlindung Topeng Pemasung Jiwa itu sontak berubah kelam.

Topeng tipis itu juga memancarkan cahaya coklat, merah dan hitam berkilau

"Ratu sialan itu.Dia pasti membawa Ki Demang karena orang tua itu mengetahui keberadaan puteri Manjangan Putih.Hanya puteri Manjangan Putih yang dianggap paling mengetahui tempat bertumbuhnya Bunga Anggrek Mayat. Ratu bodoh, kelak dia akan tahu siapa yang lebih pintar dan siapa yang lebih dulu mendapatkan tanaman bunga langka itu. Ratu siluman buaya, kau tidak akan bisa melenyapkan kutukan dewa, selamanya kau akan tetap menjadi ratu buaya. Kau tidak bakal pernah bisa menjadi bidadari lagi. Kau bakal tinggal di dunia ini selamanya dan tak bakal bisa kembali ke kayangan."

Batin Nila Seroja.

Sang dara yang ternyata cukup banyak tahu riwayat kehidupan ratu siluman buaya putih itu kemudian menatap ke depan.

Saat itu puluhan pengawal, setelah mendapat isyarat dari adipati nampak bergerak mengepung dirinya.

Melihat semua ini Nila Seroja menyeringai.

Dia lalu melirik ke arah Bunga Jelita sekilas, lalu berkata kepada dara jelita itu.

"Perintahkan pada anak buahmu untuk menjauhiku!"

"Dia tidak punya kuasa apa-apa lagi untuk memerintah pengawal kadipaten, Mulai saat ini aku yang akan memimpin langsung semua pasukan!"

Tukas adipati Cakra Abiyasa.

Ucapan itu bukan hanya membuat Bunga Jelita tersentak terperangah.

Perawan Bayangan Rembulan yang berdiri dibatang pohon juga diam diam menjadi heran.

"Mengapa paman bicara seperti itu?!"

Tanya Bunga Jelita dengan suara bergetar dan tatap mata tidak percaya.

Adipati Cakra Abiyasa tidak menjawab. Sebaliknya dengan suara lantang pada puluhan perajurit bersenjata yang telah mengepung Nila Seroja, dia berseru.

"Tangkap Perawan Bayangan Rembulan! Bila dia melawan bunuh!"

Seruan itu disambut gegap gempita para pengawal. Tanpa berpikir panjang lagi mereka segera menyerbu ke arah pohon miring dimana lawan berada.

"Hihihi! Tanpa rembulan, malam seharusnya dalam keadaan gelap gulita. Dengan rembulan seluruh kekuatan menyatu dengan jiwaku. Dalam Bayangan rembulan kuasa kegelapan mengobarkan amarah dan nafsu membunuh. Yang hina terlahir bukan dari kehendak diri sendiri. Segala hasrat menjadi laknat tanpa cinta tulus dan putih. Tiada kebaikan dalam kejahatan, tiada kejahatan dalam kebaikan. Maka barang siapa yang kubenci dan berpihak pada orang yang kudendam, sekaranglah saat yang tepat bagi ajal dan kematian baginya."

Selesai berucap demikian sang dara segera lakukan gebrakan dengan memutar tubuh ke kiri lalu kibaskan kedua tangan ke arah para penjaga yang menyerang ke arahnya.

Puluhan senjata yang menghujam tubuh Nila Seroja memang tidak ubahnya seprti curah hujan lebat.

Senjata menderu siap menghunjam disetiap bagian tubuh gadis itu.

Serangan itu masih disusul dengan tendangan yang mengarah ke bagian kepala, dada juga punggungnya.

Tapi apa yang terjadi kemudian sungguh sesuatu yang sangat diluar perhitungan adipati dan semua mata yang menyaksikannya.

Sepuluh perajurit pengawal rata-rata memiliki ilmu kesaktian cukup tinggi dibuat jatuh terpelanting terkena sambaran tangan Nila Seroja.

Tubuh serta bagian wajah yang terkena sambaran kuku-kuku jemari sang dara terluka parah.

Luka-luka itu segera berubah biru lalu menghitam.

Pengawal yang menjadi korban keganasan Nila Seroja berteriak kesaktian namun teriakan mereka lenyap begitu nafas terputus.

Melihat sepuluh pengawalnya menjadi korban, adipati Cakra Abiyasa tercengang.

Dari mulut terdengar ucapan.

"ilmu Racun Iblis... bagaimana dia bisa memilik ilmu hantu itu?"

Desisnya.

"Seperti yang aku katakan, dia memang pantas dibunuh berulang kali karena kekejiannya!"

Seru nenek Limbuk Ayu

"Aku juga sudah gatal tangan ingin mematahkan lehernya! Selama dia masih hidup, aku tak akan bisa hidup tenteram!"

Kata Ki Bagus Lara Arang tak kalah sengit.

Bunga Jelita yang berdiri tak jauh dari kedua kakek dan nenek itu diam membisu.

Dalam diam dia bersikap waspada dari segala kemungkinan yang tidak diinginkan. Sementara itu mendengar ucapan Limbuk Ayu dan Ki Bagus Lara Arang.

Nila Seroja tiba-tiba melesat ke atas, lalu dari ketinggian dia kembali menghantam para pengawal yang mengeroyoknya dengan dua pukulan ganas mematikan.

Melihat dua larik cahaya merah menderu laksana luapan gelombang laut menggila.Bunga Jelita berteriak ditujukan pada para perajurit sambil berusaha selamatkan mereka dengan dorongkan kedua tangannya menangkis.

"Berpencar! Cari tempat yang aman"

Teriakan itu disusul dengan menderunya segulung cahaya biru dari kedua telapak tangan Bunga Jelita. Para perajurit pengawal berlarian selamatkan diri.

Tapi beberapa diantaranya tidak sempat menghindar.

Tidaklah heran ketika pukulan sakti yang dilepaskan oleh Nila Seroja beradu keras dengan pukulan yang dilepaskan Bunga Jelita, terdengar suara dentuman menggelegar disertai guncangan yang sangat keras luar biasa, Belasan pengawal berpentalan ke berbagai arah dalam keadaan terluka parah dan sebagian diantaranya menemui ajal.

Bunga Jelita sendiri yang juga dijuluki Bunga Kembang Selatan jatuh terjungkal dengan sekujur tubuh terasa seperti terbakar sementara tubuh disebelah dalam seperti remuk.

Gadis ini segera merangkak bangkit, duduk bersila untuk menghimpun kekuatan untuk menyembuhkan cidera didalam.

Selagi pemimpin pengawal kadipaten itu berusaha memulihkan diri.

Pada saat yang sama Nila Seroja telah berada di atas kepala Limbuk Ayu dan Ki Bagus Lara Arang.

Laksana elang kelaparan gadis ini menyambar ke arah kedua kakek nenek itu sambil hantamkan kaki dan ayunkan kedua tangan kebagian bahu dan kepala lawan.

"Kau hendak membunuhku berulang kali!"

Seru Nila Seroja ditujukan Limbuk Ayu. Kemudian pada Ki Bagus dia berteriak,

"Kau hendak mematahkan leherku! Hik hik hik! Apakah kalian mampu melakukannya? Melukai diriku pun kalian tak bakal bisa!"

Belum lagi suara Nila Seroja lenyap, tiba-tiba kedua kaki dan tangannya terjulur memanjang sedangkan dari setiap kuku jemarinya mencuat kuku panjang runcing dan berwarna kehitaman pertanda kuku-kuku itu mengandung racun yang ganas.

Merasakan sambaran angin dingin menderu dibagian bahu dan kepala.

Limbuk Ayu cepat melompat mundur, rundukkan badan sekaligus kibaskan tangannya ke atas, Hawa panas luar biasa disertai berkiblatnya cahaya biru melesat dari telapak tangan si nenek.

Tidak mau bersikap ayal, ternyata Limbuk Ayu pergunakan pukulan sakti Menyapu Badai.
Raja Gendeng 23 Misteri Cinta Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Wuus!

Dherr!

Sekali lagi kawasan tempat itu diguncang satu ledakan keras membuat pepohonan hancur bertumbangan, sebagian diantaranya hangus terbakar sementara sedikitnya lima pengawal tewas menemui ajal dalam keadaan hangus terpanggang.

Limbuk Ayu jatuh terduduk.

Tubuh disebelah atas serasa remuk, nafas megap-megap sedangkan dari bagian kepala belakang mengucur darah hitam kemerahan.

Ketika si nenek mengusap lelehan darah dan memperhatikan tangan yang berlumur darah kejut dihati si nenek bukan alang kepalang.

"Gadis jahanam itu! Bagaimana mungkin dia masih bisa melukai diriku!"

Desis si nenek dengan mata terbeliak tidak percaya. Luka menganga dikepalanya tidak menimbulkan rasa sakit yang luar biasa.

Dan dia menyadari luka itu mengandung racun jahat.

Dengan kesaktian serta pengalaman yang dimiliki rasanya sangat mengherankan bila dia dapat dilukai dengan semudah itu.

Selagi adipati Cakra Abiyasa dibuat terpana dengan kecepatan Nila Seroja saat menyerang.

Selagi Limbuk Ayu berusaha memusnahkan racun ganas dalam lukanya.

Ki Bagus Lara Arang justru tengah berusaha keras menghindar sekaligus membalas serangan kuku-kuku lawan yang menderu siap menyambar lehernya.

Rupanya setelah melihat nasib yang dialami Limbuk Ayu sahabatnya. Ki Bagus tidak mau mengulang kesalahan yang dilakukan nenek itu.

Tanpa banyak pertimbangan dia segera pergunakan celurit besar yang tergantung dipinggangnya.

Ketika sepuluh kuku berkelebat, celurit besar diayunkannya ke atas lalu dia babatkan kesamping ke bagian kedua tangan sang dara.

"Hi hi hi! Dengan senjata butut itu kau hendak membunuhku!"

Teriak Nila Seroja.

Dua tangan tibatiba ditarik seiring dengan gerakan melambungkan diri ke atas. Serangan celurit yang menderu hanya mengenai tempat kosong.

Si kakek yang penasaran segera genjot tubuhnya.

Begitu badan si kakek melambung menyusul lawan.

Dia lepaskan satu pukulan tangan kosong mengandung tenaga dalam tinggi yang disusul dengan serangan celurit yang menabas ke bagian pinggang lawan.

Satu yang tidak disadari oleh Ki Bagus Lara Arang.

Saat si kakek mengejar lawannya, Diam-diam Nila Seroja alirkan hawa sakti ke bagian topeng yang melekat diwajahnya.

Topeng yang semula nampak biasa-biasa saja tiba-tiba memancarkan cahaya redup angker menggidikkan.

Kemudian dengan gerakan cepat si gadis balikkan badan lalu hadapkan wajahnya ke arah lawan yang berada satu tombak dibawahnya.

"Ki Bagus awas serangan!"

Teriak Adipati setelah melihat keanehan terjadi pada topeng itu

Si kakek terkejut.

Tapi dia yang tidak tahu bahaya besar yang ditimbulkan pada topeng malah terus lanjutkan serangan.

Sess!

Pukulan tangan kosong yang seharusnya menghantam tubuh Nila Seroja tak disangka-sangka tersedot amblas ke dalam topeng.

Kemudian dari permukaan topeng membersit cahaya merah hitam dan biru.

Cahaya itu bergulung-gulung laksana mata bor menyambar ke arah celurit sekaligus tubuh pemiliknya.

Dalam keadaan mengapung diketinggian sulit rasanya bagi kakek ini untuk menghindar apalagi selamatkan diri.

Sekejab itu juga Ki Bagus Lara Arang tergulung deru cahaya topeng.

Dalam keadaan diri laksana digulung pusaran angin topan.

Ki Bagus berusaha menyelamatkan diri dengan mengerahkan seluruh tenaga sakti yang dia miliki.

Sementara Limbuk Ayu yang berusaha untuk menolong justru jatuh terjengkang terkena sambaran hawa panas yang memutar tubuh Ki Bagus.

Bersusah payah Limbuk Ayu mencoba bangkit berdiri, tapi akibat pengaruh racun yang menjalar disekujur tubuhnya membuat orang tua ini urungkan niat namun tetap berlaku waspada.

Pada kesempatan itu adipati yang melihat apa yang dialami oleh Ki Bagus segera menghantam dengan pukulan sakti ke bagian tengah cahaya yang menggilas tubuh si kakek.

Hebatnya serangan yang dilancarkan adipati buyar ditengah jalan malah sebagian pukulan berbalik menyerang sang adipati sendiri dengan kekuatan berlipat ganda.

Adipati Cakra Abiyasa segera melompat kesamping jatuhkan diri.

Terdengar letusan keras berdentum.

Adipati selamat namun beberapa pengawalnya kembali meregang nyawa akibat terkena ledakan.

Laki-laki setengah baya itu cepat bangkit berdiri.

Memandang ke depan dia melihat Ki Bagus Lara Arang keluarkan raungan kesakitan.

Darah mengucur dari mulut, telinga, hidung dan matanya.

Jeritan si kakek terputus.

Tubuhnya kemudian terhempas persis di depan Limbuk Ayu dalam keadaan hangus mengepulkan asap menebar bau daging terbakar.

Menyaksikan kematian Ki Bagus Lara Arang, para pengawal yang hanya bersisa beberapa orang saja nyalinya jadi ciut.

Penuh rasa takut mereka tinggalkan tempat itu.

"Hei, kalian hendak kemana?!"

Seru Bunga Jelita memanggil sisa pengawalnya agar kembali.

Namun tak satupun diantara pengawalnya yang menghiraukan seruan pimpinannya.

Sementara itu setelah menghabisi Ki Bagus Lara Arang.

Nila Seroja melayang turun lalu jejakkan kaki tak jauh didepan adipati, Bunga Jelita juga Limbuk Ayu

"Kalian semua mengira dapat menghabisi aku semudah membalikkan telapak tangan!"

Kata gadis itu sinis.

Bunga Jelita yang baru sembuh dari luka yang dia derita membuka mulut,

"Kau sangat hebat. Kesaktianmu tinggi sekali. Sayang semua kekuatan yang kau miliki dipergunakan untuk jalan yang salah. Kau pembunuh berdarah dingin yang haus darah. Jika kau ingin menghabisi kami semua mengapa tidak segera kau lakukan!"

Kata gadis itu sambil diam diam menyiapkan beberapa kuntum bunga selatan yang selama ini merupakan senjata rahasia yang paling diandalkannya.

Diluar dugaan Nila Seroja menjawab,

"Gadis cantik jelita. Agaknya aku tidak bakal membunuhmu. Aku yakin kau tidak berpihak pada tua bangka bernama Ki Demang Sapu Lengga. Tapi kedua orang itu, adipati dan nenek gendut sialan itu jelas sahabat dekatnya. Karena itu mereka orang-orang yang patut kiranya untuk dihabisi!"

"Tapi adipati adalah pamanku."

Tukas Bunga Jelita. Nila Seroja tersenyum dingin.

"Seandainya dia ayahmu, akupun tidak akan segan-segan menghabisinya!!"

Jawab sang dara ketus.

"Kalau begitu kau juga harus membunuhku!"

Tegas Bunga Jelita membuat adipati merasa terharu. Bagaimanapun dia tidak ingin melihat Bunga celaka. Itulah sebabnya sang adipati berkata,

"Bunga, lebih baik kau menyingkir. Kau tidak perlu lagi melibatkan diri dalam urusan ini. Aku tidak ingin kau celaka. Ki Demang sahabatku juga sahabat nenek itu, tapi jelas dia bukanlah sahabatmu!"

"Paman!"

Berkata Bunga Jelita ditujukan pada sang paman.

"Mungkin kita punya pandangan dan pendapat yang berbeda. Dalam banyak hal terlebih menyangkut Ki Demang Sapu Lengga. Paman menganggapnya sebagai orang baik-baik, tapi aku berpendapat sebaliknya karena aku sering bersamanya. Diluar semua perbedaan itu, aku tidak mungkin membiarkan paman mengadapi kesulitan seorang diri. Karena itu aku tetap memutuskan disini dalam keadaan sesulit apapun."

Setelah berucap demikian Bunga Jelita segera mencabut pedang yang tergantung dipinggangnya.

Karena Bunga salurkan tenaga dalam kebagian hulu pedang terlihatlah pedang itu pancarkan cahaya putih berkilau.

Melihat Bunga Jelita berlaku nekat, Nila Seroja tersenyum.

"Aku tidak menghendaki kematiannya. Entah mengapa aku merasa suka dengan sikap gadis jelita yang satu ini. Tapi apa boleh buat, jika dia terlalu memaksa aku akan mengambil tindakan tegas!!"

Batin Perawan Bayangan Rembulan.

Sementara melihat Bunga merangsak maju. Nenek gendut Limbuk Ayu yang menderita hebat akibat keracunan tiba-tiba melompat bangkit.

"Gadis ingusan! Kau tidak layak bergabung dengan kami apalagi berniat menghabisi gadis itu. Dia bagianku. Siapa saja yang mencoba membantah maka dia akan kubunuh!"

Ancam si nenek.

Ucapan Limbuk Ayu ini sebenarnya membuat adipati merasa tersinggung, namun demi memuaskan hati nenek itu adipati segera melangkah maju hampiri Bunga Jelita dan menariknya ke tempat aman.

"Terima kasih kalian mau menghormati keputusanku!"

Kata Limbuk Ayu disertai seringai buruk.

Bunga dan pamannya saling tatap, namun mereka tidak mengucapkan barang sepatah katapun. Sementara itu Limbuk Ayu sudah mencabut senjata andalannya berupa sebuah kipas terbuat dari perak.

Senjata ditangannya itu tentulah bukan senjata biasa.

Kedahsyatan kipas peraknya membuat nama besar Limbuk Ayu cukup disegani dipesisir pantai utara.

"Dengan kipas butut itu kau hendak menghabisi aku, nenek gemuk jelek!"

Kata Nila Seroja sambil tatap kipas ditangan lawannya.

Raja Gendeng 23 Misteri Cinta Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pembunuh keji, jangan banyak bicara. Terimalah ajalmu!"

Teriak Limbuk Ayu.

Sebelum gema teriakan si nenek lenyap.

Dengan gerakan ringan seolah kapas tubuh gemuk gendut itu berkelebat ke arah Nila Seroja.

Si nenek mengawali serangan dengan tendangan menggeledek ke arah pinggang sambil lepaskan satu jotosan dengan tangan kiri.

Angin dingin bersiutan menyertai tendangan dan jotosan.

Tapi jotosan Limbuk Ayu dapat ditepis sedangkan tendangan yang seharusnya menghantam remuk pinggang lawan hanya mengenai rajutan daun sebelah luar yang melekat di pakaian hitam Nila Seroja.

Plak!

Breet!

Si gadis terhuyung.

Rajutan daun pelapis pakaian disebelah dalam robek besar, membuat perut sang dara tersingkap terbuka.

Sadar pakaian kesayangannya kena dibuat robek oleh si nenek gendut.

Nila Seroja gusar bukan main.

Tapi belum sempat dia merangsak maju membalas serangan Limbuk Ayu.

Lawan telah berada di depan mata sedangkan kipas di tangan menderu.

Sesaat lagi kipas perak itu menyambar topeng yang menutupi wajah, senjata maut ini tiba tiba membuka.

Sret!

Terbukanya kipas mengeluarkan angin menderu, sementara setiap ujung kipas yang runcing bergerigi laksana mata tombak menghujam.

Melihat serangan ganas itu Nila Seroja sentakkan wajahnya ke belakang, sementara dua tangan didorongkan ke depan sekaligus membuat gerakan mencakar.

Serangan kilat yang dilancarkan sang dara tentu saja diluar dugaan si nenek.

Tapi Limbuk Ayu tetap berlaku nekat, sambil menangkis kedua serangan lawan dia kembali lanjutkan serangan kipas ke bagian dada setelah sambaran kipas yang yang pertama gagal menghantam wajah Nila Seroja

Plak!

Bret!

"Akh...!"

Limbuk Ayu menjerit tertahan.

Lengan tangan yang dipergunakan untuk menangkis robek besar.

Lima luka bekas cakaran kuku jemari tangan tampak mengucurkan darah berwarna merah kehijauan.

Di depan sana lawan berdiri tegak sambil perhatikan pakaian disebelah dada yang juga robek terkena sambaran ujung kipas si nenek.

"Tua bangka keparat! Sekali lagi kau telah membuat rusak pakaianku!"

Geram gadis itu.

Dengan gerakan cepat dia tutupi dada putihnya yang tersingkap.

Melihat kesempatan ini Limbuk Ayu segera melompat ke depan menyerang lawan dengan segenap kekuatan yang dimilikinya.

Melihat tindakan nekat yang dilakukan Limbuk Ayu, Perawan Bayangan Rembulan dongakkan wajah ke langit.

Setelah menatap bulan beberapa kejaban lamanya.

Dari mulutnya terdengar suara raung dan lolongan menggidikkan, Seiring dengan itu topeng yang melindungi wajah memancarkan cahaya warna-warni menyilaukan mata.

Ketika sang dara arahkan wajahnya pada Limbuk Ayu.

Dari bagian topeng melesat cahaya panas luar biasa.

Cahaya itu secara bertubi-tubi menghantam kipas hingga hancur menjadi kepingan yang dikobari api.

Limbuk Ayu berusaha selamatkan diri, namun karena menderita keracunan yang sangat parah gerakan si nenek jadi lamban.

Tanpa ampun tubuh perempuan gemuk itu terbabat ambruk dalam keadaan hangus disebelah pinggang juga perutnya.

Sungguhpun Bunga Jelita kurang begitu suka pada sahabat pamannya.

Namun demi melihat kematian Limbuk Ayu yang mengenaskan dia menjadi sangat marah.

"Gadis keji! Hiaa..."

Teriak Bunga gusar. Sambil berteriak Bunga Jelita menyerang lawan. Pedang ditangan berkelebat membabat, membacok dan menusuk.

Kilatan cahaya disertai suara menderu menyertai setiap gerakan pedang. Namun sungguhpun Bunga Jelita memiliki jurus-jurus pedang handal dan kecepatan gerak yang luar biasa. Namun Nila Seroja bukanlah lawan yang sepadan buat sang dara cantik.

Setelah beberapa jurus Nila Seroja sengaja menghindar dari serangan lawan. Tiba-tiba saja gadis ini hentakkan kedua kakinya lalu dengan gerakan sulit diikuti kasat mata tangannya terjulur.

Dalam sekejab mata pedang kena dihantam hingga terlepas dari genggaman pemiliknya. Selagi Bunga Jelita terkejut melihat apa yang terjadi. Pada saat itu satu hantaman keras mendarat ditengkuknya.

Dees!

"Uagkh..."

Si gadis menjerit keras, segala yang dilihatnya seketika menjadi gelap. Bunga Jelita jatuh terkapar dalam keadaan diam tidak bergerak.

Menyangka Bunga menemui ajal, adipati Cakra Ablyasa sangat murka.

"Manusia laknat, kau harus menebus segala dosa-dosamu!"

Bentak adipati sambil menghunus senjata saktinya berupa keris berluk sembilan bernama Kanjeng Pamulangka.

Mengawali serangan adipati memutar keris ditangan.

Cahaya hitam menggidikkan memancar dari keris, sedangkan dari ujung senjata ada hawa aneh menderu menghantam ke arah Nila Seroja.

Seringai dingin sang dara seketika lenyap ketika mendapati sambaran hawa aneh yang melesat dari ujung keris sehingga membuat sekujur tubuhnya menjadi kaku, sulit untuk digerakkan.

"Adipati jahanam! Bagaimana mungkin keris ditangannya bisa membuat tubuhku menjadi seperti ini!"

Desis Nila Seroja kaget.

Sadar lawan telah terkunci oleh serangan kerisnya, adipatipun segera alirkan hawa sakti ke tangan kanan.

Tak lama kemudian setelah tangannya berubah menjadi biru redup.

Adipati menghantam lawan dengan pukulan Gama Sangga Buana.

Selama ini belum pernah seorang lawan pun yang dapat menyelamatkan diri dari ilmu pukulan yang dimiliki oleh adipati.

Dan ketika cahaya biru redup melesat ke arahnya.

Nila Seroja tiba-tiba saja berkata,

"Segala kekuatan yang berada di bulan dan kegelapan yang dapat diteranginya.Wahai topeng pelindung dan penyelamat jiwaku.Musnahkan adipati dan semua kekuatan yang dimunculkannya."

Wueer!

Dreez!

Topeng yang melekat diwajah tiba-tiba berkeredutan.

Asap mengepul disertai memancarnya cahaya hitam kuning dan biru.

Begitu Nila Seroja gelengkan kepala.

Maka dari bagian depan topeng menderu tiga larik cahaya.

Dua diantara cahaya menghantam pukulan serta keris di tangan adipat sedangkan satu cahaya melesat dari topeng, adipati lipat gandakan tenaga dalam yang dimilikinya.

Benturan keras tak dapat dihindari lagi.

Ledakan dahsyat menggelegar mengguncang tempat itu.

Adipati jatuh terpelanting sejauh tujuh tombak.

Keris ditangan terlepas dan jatuh terhempas dalam keadaan menghitam mengepulkan asap.

Sang adipati mengerang, dia mencoba bangkit sambil tatap bagian perutnya yang juga mengepulkan asap.

Matanya terbelalak ketika dapati perutnya berlubang besar dipenuhi kucuran darah.

"Hi hi hi! Tak ada seorang pun yang bisa membuatku celaka. Kini kau telah menyaksikannya sendiri. Aku mengucapkan selamat tinggal padamu!"

Kata Nila Seroja yang tahu-tahu telah berada di depan adipati.

Laki-laki itu berusaha mengucapkan sesuatu tapi dia yang dalam keadaan setengah rebah akhirnya terkulai.

Adipati Cakra Abiyasa tewas dengan mata mendelik.

Setelah adipati tewas, kawasan hutan yang porak poranda menjadi sepi.

Sayup-sayup dikejauhan terdengar tawa dingin mengikik.

Tawa penuh kemenangan Perawan Bayangan Rembulan

Tamat

Ikuti kisah Kelanjutannya

Topeng Pemasung Jiwa


(Tiada gading yang tak retak,begitu juga hasil scan cerita silat ini..
mohon maaf bila ada salah tulis/eja dalam cerita ini.Terima kasih)

Situbondo,28 September 2019
Raja Gendeng 23 Misteri Cinta Hitam di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo


Sampai jumpa di episode berikutnya...

Terima Kasih

*** Saiful Bahri Situbondo ******


Special thank to Awie Dermawan







Joko Sableng Pedang Keabadian Pahala Anak Berbakti Karya Siao Shen Raksasa Bermata Satu Odisei Buku
^