Pencarian

Dendam Iblis Seribu Wajah 10

Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Bagian 10


an terjadi" Pikirannya terus bergerak. Setelah merenung
beberapa saat, tiba-tiba dia menarik napas panjang. Wajahnya terus berubah-ubah.
Kadangkala tampak bimbang, kadang tampak murung. Tampaknya dia masih belum bisa
menenangkan perasaannya. Sementara itu, Cin Ie langsung melonjak bangun. Mulutnya menyunggingkan tertawa
lebar. "Sejak sekarang aku adalah selirmu. Aku akan memasakkan nasi untukmu, mencuci
pakaian m u dan melakukan banyak hal lagi untukmu?"
Watak gadis ini masih kekanak-kanakan, namun jiwanya sangat terbuka. Pikirannya
sederhana. Di saat hatinya sedang senang, dia langsung menari-nari. Wajahnya memang
penuh dengan bintik-bintik hitam, namun penampilannya.tetap menyiratkan kewajaran
seorang gadis. Dengan berurai air mata, Cin Ying berjalan menghampiri. Dia menggandeng lengan Cin
Ie dan memaksakan seulas senyuman. "Hati Tan Kongcu sangat mulia. Dia juga seorang pemuda yang berbakat tinggi di dunia
Bulim. Kau harus melayani suami baik-baik. Sejak sekarang tidak boleh tertawa
sembarangan dan hanya ingat bermain saja." katanya menasehati.
Hati Cin Ie mendadak menjadi perih, dua titik air mata jatuh membasahi pipinya.
Dengan terharu dia berkata, "Cici, kau benar-benar terlalu baik kepadaku. Sejak Ayah
pergi menjadi dewa (meninggal), kau memperlakukan aku seperti darah dagingmu sendiri.
Di saat dingin kau menyelimuti aku, kasih sayangmu semakin hari semakin bertambah.
Aku tidak tahu kemuliaan apa yang aku lakukan di masa lalu, sehingga hidup yang
sekarang ini bisa mendapatkan seorang Cici sepertimu."
Cin Ying mendengar ucapannya yang puitis, dia sendiri ikut terharu. Hatinya pilu tanpa
dapat dipertahankan lagi. Air matanya juga mengalir bagai curahan hujan. Seandainya
tempo dulu dia tidak kesalahan tangan sehingga otak adiknya ini tergetar dan
mengakibatkan keterlambatan mental serta pikirannya kurang cerdas, tentu seumur hidup
ini dia tidak akan dilanda penyesalan yang terus menerus dan menganggap dirinya
mempunyai hutang yang tidak dapat dilunasi sampai kapanpun.
Akhirnya dia memaksakan seulas senyum yang penuh duka cita.
"Diantara kakak beradik, sudah seharusnya tolong menolong. Mengapa bicara hal yang
bodoh?" matanya yang indah segera beredar, dia melihat Tan Ki sudah berjalan terlebih
dahulu. Dia segera mengubah pokok pembicaraannya. "Kita juga sudah harus pulang. Im
Ka Tojin dan Lu Sam Nio menunggu kita di penginapan Lai An. Kita harus menyelidiki jejak
Mei Ling dari mulut mereka, kemudian baru mencari akal untuk menyelamatkannya."
Cin Ie mengiakan dalam-dalam, tubuhnya berkelebat mengejar Tan Ki. Tadinya dia
bermaksud mengutarakan sedikit isi hati kepada Tan Ki, dengan harapan akan mendapat
sedikit perhatian dari anak muda itu. Tetapi ketika dia sudah dekat dengannya, mulutnya
malah terasa kaku dan tidak tahu apa yang harus dikatakan olehnya. Sepasang alisnya
terjungkit ke atas dan akhirnya malah membungkam seribu bahasa.
Tiga orang berjalan perlahan-lahan. Dalam hati mereka digelayuti pikiran yang
berbeda-beda. Dari awal sampai akhir tidak ada yang mengucapkan sepatah katapun.
Bahkan sampai di penginapan Lai An, paling tidak mereka sudah menempuh perjalanan
sejauh empat li. Namun mereka sama sekali tidak terlibat dalam pembicaraan.
Tepat ketika melangkah masuk ke dalam penginapan itu, tiba-tiba Cin Ying memanggil
Tan Ki. "Biar kami saja yang menyelidiki dulu jejak Liu Kouwnio, setelah itu baru bertemu
kembali denganmu." Tan Ki menganggukkan kepalanya. "Baiklah." sembari berkata, dia langsung berpisah dengan kakak beradik, kemudian
kembali ke kamar sendiri. Begitu matanya memandang, dia melihat si pengemis sakti Cian Cong sedang berbaring
di atas tempat tidur dan mendengkur. Serangkum bau arak yang tajam terendus dari
hidungnya yang kembang kempis. Yibun Siu San dan Ceng Lam Hong entah pergi ke
mana. keduanya tidak terlihat di dalam kamar.
Dalam beberapa hari ini, keadaan Tan Ki selalu kacau pikirannya dan kemudian tidak
sadarkan diri. Sampai saat sekarang ini dia tidak tahu bahwa ibunya sering mendampingi.
Cian Cong seakan tersentak bangun oleh langkah kaki Tan Ki yang ringan. Matanya
terbuka sedikit. Dia melirik Tan Ki sekilas, kemudian dengan acuh tak acuh dia
membalikkan tubuhnya dan memejamkan mata kembali.
Tan Ki sendirian termangu-mangu di dalam kamar. Kira-kira setengah kentungan telah
berlalu. Lama kelamaan dia merasa hatinya kalut, juga terasa iseng karena tidak ada yang
dapat dilakukan. Tanpa sadar tangannya membuka sebuah laci dan mengeluarkan sebuah
kitab yang ada di dalamnya. Dia membuka satu per satu halaman dari buku tersebut. Buku ini sangat tipis. Isinya
paling-paling dua belas lembar. Bahan kertasnya juga istimewa, mungkin inilah yang
membuatnya berharga. Di depan sampulnya terdapat lima huruf yang ditulis dengan tinta
emas. Rupanya sebuah kitab doa-doa agama Budha.
Setelah melihat beberapa kali, akhirnya dia tersenyum sendiri.
"Selagi iseng begini, membaca kitab berisi doa-doa seperti ini tidak juga masuk otak,
apalagi isinya mengandung makna yang dalam. Artinya saja tidak dapat dipahami, jadi
buat apa aku membacanya?" Dengan sikap enggan dia melemparkan kitab tadi ke atas meja.
Perlu diketahui bahwa ilmu silatnya sekarang ini bila digabung dengan pengetahuan
serta pengalaman yang luas, boleh dibilang sudah termasuk jago kelas satu di dunia
Kangouw. Selama beberapa hari ini dia mendapat pengarahan pula dari Cian Cong serta
Yibun Siu San. Mereka mengajarkan ilmu lwekang dan cara mengatur pernafasan yang
benar. Dirinya bagai hancuran kerikil yang ditempa menjadi sebuah bukit. Laksana sebuah
kotak berisi benda pusaka yang bara ditemukan kuncinya sehingga menemukan harta
benda yang tak ternilai. Tadinya banyak bagian jurus dan gerakan yang tidak
dimengertinya, satu per satu telah berhasil dipecahkan saat ini. Namun rasa bingung serta
iseng seperti sekarang ini, seharusnya tidak dimiliki oleh seseorang yang berilmu tinggi.
Diam-diam dia mengedarkan pandangan nya dan melihat dekorasi yang ada di dalam
kamar. Gerakannya ini hanya merupakan refleksi orang yang kekurangan pekerjaan, dari
pada bengong. Mungkin pemilik penginapan ini percaya sekali dengan agama Budha.
Gambar serta lukisan yang tergantung sebagai hiasan ruangan merupakan gambar diri
Dewi Kuan Im, Dewa Lo Han serta Dewa Kwan Kong. Ada lagi beberapa lukisan yang
bergambar hwesio dan kebanyakan dilukis oleh orang yang terkenal.
Tan Ki hanya memperhatikan sejenak. Dia merasa benda-benda ini sama sekali tidak
menarik. Ketika dia membalikkan tubuhnya, tiba-tiba sinar matanya terpaku pada sebuah
lukisan. Begitu dia memperhatikan dengan seksama, dia melihat bahwa lukisan ini tidak
banyak bedanya dengan lukisan umum. Goresan gambarnya menggunakan pit namun
gayanya sangat indah. Setiap garisnya terlihat nyata. Di dalam lukisan itu tampak,
sebatang pohon Yang Liu yang besar. Di bawahnya berdiri seorang laki-laki tegap dengan
wajah bersih dan gagah. Dia sedang menggapai tangannya, seolah memancing perhatian
ikan lele emas yang ada di kolam yang terdapat di hadapannya.
Sebetulnya lukisan itu tidak ada keistimewaan apa-apa. Tetapi gerakan tangan laki-laki
itu, begitu terpandang olehnya serasa tidak asing. Dia seperti pernah melihatnya namun
untuk sesaat dia lupa di mana. Tetapi dia yakin gerakan itu terpatri di benaknya. Dia
berusaha merenung beberapa saat, namun otaknya hanya membentuk bayangan yang
samar-samar dan ingatan itu tetap tidak datang juga.
Pada dasarnya watak Tan Ki sangat keras kepala. Sesuatu hal yang semakin tidak
diingatnya, malah membuat anak muda itu semakin penasaran. Oleh karena itu dia segera
memejamkan matanya dan berusaha memusatkan pikirannya.
Hampir setengah kentungan lamanya dia memejamkan mata merenungkan gerakan itu.
Tiba-tiba matanya membuka dan matanya menyorotkan sinar yang berkilauan. Wajahnya
berseri-seri. Tampangnya bersemangat sekali.
Rupanya ketika pertama kali dia masuk ke dalam Pek Hun Ceng dan bertarung
melawan ketiga puluh enam jenderal langit asuhan Oey Kang, pernah dalam keadaan
terdesak di benaknya terlintas suatu ingatan. Saat itu ilmu Te Sa Jit-sut yang tidak
dipahaminya, tiba-tiba dapat dikerahkan, meskipun akhirnya dia terkena sebuah pukulan.
Justru di saat itulah kelima jurus yang lainnya langsung terlupa lagi. Namun, biar
bagaimanapun Tan Ki sudah mempunyai kesan yang dalam. Oleh karena itu, begitu
melihat gerakan tangan laki-laki di dalam lukisan tersebut, dia merasa tidak asing.
Ilhamnya datang secara mendadak, satu demi satu gerakan Te Sa Jit-sut mengalir keluar
dari pikirannya. Penghasilan yang tidak terduga-duga ini, melebihi segalanya. Bahkan tidak ternilai
dengan harta benda. Bagaimana dia tidak jadi bersemangat dan wajahnya menyiratkan
ke-gembiraan yang tidak kepalang besarnya"
Tan Ki bahkan masih merasa takut kalau ilham ilmu ini datangnya cepat menghilangnya
pun cepat. Ditekannya perasaan hatinya yang menggebu-gebu, perlahan-lahan dia
memejamkan matanya dan mengingat sekali lagi. Dari jurus pertama sampai ketujuh
direnung-kannya baik-baik. Akhirnya semua dapat dihapal luar kepala.
Entah sejak kapan, tahu-tahu terdengar suara Yibun Siu San yang berat sedang tertawa
kecil. "Anak Ki, urusan apa yang membuat kau berpikir sedemikian rupa?"
Rupanya Tan Ki sedang dilanda puncak kegairahan dan kegembiraan karena berhasil
mengingat kembali ilmu Te Sa Jit-sut. Dia sama sekali tidak menyadari kapan pamannya
masuk ke kamar tersebut. Mendengar suaranya, dia baru terkejut setengah mati. Cepatcepat
dia menolehkan kepalanya dan menjawab dengan ragu, "Tidak ada apa-apa."
Tiba-tiba si pengemis sakti Cian Cong tertawa terbahak-bahak. Dia langsung melonjak
turun dari tempat tidur. "Meskipun si pengemis tua sedang tidur, tapi mata ini tetap terang. Sepasang alis si
bocah cilik ini terus berkerut, tampaknya sedang merenungi suatu masalah yang berat.
Kalau bukan meresahkan kekasihnya yang sampai sekarang masih belum diketahui
jejaknya, pasti ada sangkutannya dengan pelajaran ilmu silat yang tidak dipahaminya."
tukas orangtua itu. Yibun Siu San hanya mengeluarkan suara "oh?" satu kali namun tidak mendesak lebih
lanjut. Dia malah menganggukkan kepalanya dua kali kepada Cian Cong.
"Urusan itu sudah diselesaikan dengan baik. Untuk sementara ini mereka tidak akan
bertemu satu sama lainnya, sehingga pikirannya tidak akan terganggu yang mana akan
merusakkan berbagai persoalan."
Tan Ki tidak tahu urusan apa yang dimaksudkannya. Mendengar kata- kata paman ketiganya,
dia menjadi termangu-mangu. Sebetulnya, ketika dia keluar dari kamar, Yibun Siu San dan Cian Cong yang tahu
bahwa dalam hati anak muda itu terdapat kesalah pahaman yang dalam terhadap ibunya
sendiri. Mereka bersepakat untuk mencari jalan yang baik agar Tan Ki dapat memahami
duduk perkara yang sebenarnya. Anak muda itu tidak tahu siapa pembunuh ayahnya yang
sebenarnya. Kehadiran Ceng Lam Hong yang tiba-tiba itu mungkin akan menimbulkan
masalah yang besar dan memperdalam kesalahpahaman yang memang sudah ada. Oleh
karena itu, Yibun Siu San dan Cian Cong berunding beberapa saat yang mana akhirnya
diputuskan agar mengungsikan Ceng Lam Hong untuk sementara. Kemudian mereka akan
mencari kesempatan menjelaskan dengan terperinci kesalahan tanggapan Tan Ki terhadap
ibunya sendiri. Cian Cong tersenyum simpul mendengar laporan Yibun Siu San..Dia juga tidak menanyakan
lebih lanjut. Tangannya mengelus-elus perutnya sendiri.
"Hari sudah hampir gelap. Cepat panggil pelayan, sediakan hidangan yang lezat serta
arak yang bagus." katanya kemudian.
Yibun Siu San keluar dari kamar sambil
tertawa lebar. Dia segera memanggil pelayan dan meminta berbagai pesanan.
Malam itu juga, Yibun Siu San dan Cian Cong secara bergantian mengajari lagi ilmu
lwekang kepada Tan Ki. Sampai kentungan kedua berbunyi. Tan Ki pulang ke kamarnya
sendiri dengan tubuh yang letih serta penat. Tanpa mengganti pakaian lagi dia langsung
menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur.
Baru saja dia merasa mengantuk, tiba-tiba telinganya mendengar suara sedikit gerakan.
Tampaknya seperti batu kecil yang dilemparkan ke arah jendela kamarnya. Suara itu
memang lirih sekali, hampir mirip dengan kibaran lengan baju seseorang. Namun pada
malam sunyi seperti itu, sedikit suarapun dapat terdengar jelas, apalagi bagi seorang yang
memiliki ilmu silat tinggi. Hati Tan Ki tercekat, tanpa berpikir panjang lagi, dia langsung
melompat turun dari tempat tidurnya. Dia segera menghimpun tenaga dalamnya dan
bersiap siaga untuk menghadapi musuh.
Begitu matanya memandang, dia melihat di luar jendela melongok kepala seseorang. Di
bawah cahaya rembulan tampak rambutnya yang panjang terurai, wajahnya penuh
dengan bintik-bintik hitam. Rupanya si gadis bodoh,
Cin Ie. Hatinya tergerak, baru saja dia ingin mengucapkan sesuatu, tiba-tiba Cin Ie
memberi isyarat dengan telunjuknya yang diluruskan di depan bibir, kemudian tangannya
menggapai-gapai. Setelah itu, tanpa menunggu jawaban dari Tan Ki, dia langsung
mengge-rakkan tubuhnya dan melesat keluar kemudian menghilang dari pandangan.
Tan Ki tahu dia tidak ingin mengejutkan Yibun Siu San dan Cian Cong yang tidur di
kamar sebelah. Setelah merenung sejenak, akhirnya dia juga ikut melesat keluar dari kamarnya.
Begitu matanya beredar, Cin Ie sudah berdiri di atas tembok pekarangan dan menggapaikan
tangannya sekali lagi. Angin malam berhembus sepoi-sepoi. Pakaian gadis itu
sampai berkibar-kibar dibuatnya. Di lihat dari kejauhan, meskipun tidak terlalu jelas,
bentuk tubuhnya yang langsing dan lemah gemulai malah menampilkan kesan yang
anggun. Hati Tan Ki tergerak melihatnya. Tiba-tiba dia merasa biar pun wajah seorang gadis ada
yang cantik jelita bahkan menurut cerita dapat meruntuhkan sebuah negara, namun orang
tidak mungkin muda selamanya. Pada hakekatnya hanya kulit luar yang membungkus tulang belulang. Kecantikan hanya
dapat dinikmati tidak seberapa lama dan kalau sudah mati semuanya tetap kembali
menjadi tanah. Pikiran ini melintas di benaknya. Karena hal ini pula maka pandangannya terhadap Cin
Ie jauh berbeda. Dalam hatinya timbul perasaan kasihan dan dia bersumpah dalam
hatinya untuk tidak memandang hina gadis itu lagi.
Dia segera menghentakkan kakinya dan seringan kapas tubuhnya melesat lalu sampai
di atas tembok. Cin Ie tidak menunggu sampai anak muda itu mengajukan pertanyaan. Dia langsung
berkata, "Ada sebuah pertunjukkan yang hampir dimulai. Apakah kau mau pergi
melihatnya?" Tan Ki jadi tertegun. Dengan pandangan tidak mengerti, dia bertanya, "Pertunjukkan
"Pada kentungan ketiga malam ini, banyak orang-orang Si Yu (pada zaman dinasti Han,
di perbatasan pintu gerbang Giok Bun ada gerombolan asing yang menetap di sana dan
mereka menyebut wilayah mereka sebagai Si Yu berkumpul di sebuah kuil tua sebelah
Utara kota. Mereka mengadakan pertemuan di sana." sahut Cin Ie.
Hati Tan Ki tercekat mendengarnya. Dengan perasaan terkejut dia bertanya, "Benar"
Apakah kakakmu juga hadir di sana?"
Cin Ie menganggukkan kepalanya berkali-kali.
"Sejak kecil aku memang sangat bodoh, urusan apapun aku tidak mengerti. Berita ini
didapatkan Cici Ying tanpa sengaja, dia menyuruh aku memberitahukan kepadamu?"
Tan Ki berpikir sejenak, kemudian kepalanya menoleh ke kiri dan kanan. Setelah yakin
tidak ada orang yang melihat mereka, baru dia menganggukkan kepalanya.
"Baiklah, mari kita pergi!"
Tubuhnya langsung bergerak mencelat ke depan, dia mendahului Cin Ie berlari duluan.
Ilmu silatnya sekarang ini sudah jauh berbeda dengan sebelumnya. Begitu dia
mengerahkan ilmu ginkangnya, orangnya bagai segulungan angin yang berhembus lewat.
Begitu mencelat ke atas dan turun kembali, tubuhnya sudah berada pada jarak kurang
lebih dua depaan jauhnya. Cin Ie berusaha mengejar, namun biar bagaimanapun dia mengerahkan ilmu ginkangnya,
tetap saja Tan Ki tidak tersusul olehnya. Kadang-kadang malah saking lambatnya,
anak muda itu harus berhenti dulu menunggunya.
Kurang lebih sepeminum teh kemudian, kedua orang itu sudah meninggalkan pusat
kota. Sesampai di luar kota tersebut, tampak rembulan bercahaya terang, sinarnya
berkilauan laksana perak. Dahan-dahan yang kering dan daun-daun berguguran di atas
tanah. Meski berjarak sepuluh depaan pun orang tetap dapat melihat keindahan malam di
musim semi ini. Diam-diam Tan Ki mengerutkan sepasang alisnya.
"Orang yang berjalan di malam hari, biasanya menghindari bulan mengikuti angin.
Menghindari salju mengikuti awan. Kalau dengan cara terang-terangan begini, bagaimana
mungkin dapat menyelidiki apa-apa tanpa diketahui jejaknya oleh orang lain?" pikirnya
dalam hati. Tanpa sadar dia jadi meringankan langkah kakinya. Cin Ie mendongakkan wajahnya
memandang anak muda itu sekilas. "Kenapa kau?" tanyanya heran.
Tan Ki tidak ingin pikirannya diketahui oleh gadis itu. Dia sengaja mengalihkannya ke
masalah yang lain. "Urusan Liu Kouwnio, apakah kalian sudah mendapatkan hasilnya?"
"Jejaknya sudah diketahui, sementara ini hanya menunggu kesempatan yang baik, kemudian
segera turun tangan menyelamatkannya."
Tan Ki hanya menganggukkan kepalanya. Tiba-tiba langkah kakinya menarik jarak yang
agak panjang dan melesat ke depan. Tadinya dia masih ingin mengajukan beberapa
pertanyaan, umpamanya di mana tempat Mei Ling disekap oleh para penculiknya. Tetapi
setelah direnungkan sesaat, dia merasa Cin Ie dan kakaknya toh kenal baik dengan Im Ka
Tojin, lebih baik biar mereka yang urus saja masalah ini. Dengan demikian dirinya juga
tidak perlu bersusah payah. Oleh karena itu, setelah mengajukan satu pertanyaan, dia
juga tidak berkata apa-apa lagi. Cin Ie mengejar ke depan dua langkah, sekejap saja dia sudah sampai di belakang Tan
Ki. "Menurut apa yang kudengar dari Cici, katanya Liu Kouwnio itu adalah putri dari Bu Ti
Sin-kiam Liu Seng. Apabila orangnya sudah tertolong, apakah harus diantarkan ke kota
Lok Yang?" "Apakah Cirimu bermaksud melindunginya sampai di rumah?"


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Betul. Ciri memang bermaksud demikian."
"Baiklah, antar saja dia pulang dulu ke rumah. Toh, nantinya aku juga harus ke sana
menghadiri pertemuan besar Bulim Tay Hwe." setelah berhenti sejenak, dia mengalihkan
po-kok pembicaraan. "Lalu, apa yang akan kau lakukan sejak sekarang?"
Cin Ie tertawa santai. "Aku kan sudah menjadi orangmu. Ke mana pun kau pergi, tentu saja aku juga harus
ikut." Sembari berbicara, dari dalam lengan bajunya dia mengeluarkan seekor merpati putih.
Dilepasnya merpati itu terbang ke udara. Tampak sepasang sayap burung itu berkepak-kepak
lalu terbang tinggi ke angkasa dengan kecepatan yang mengagumkan. Laksana
guratan berwarna perak yang menggantung di angkasa, semakin lama semakin jauh dan
dalam sekejap mata sudah menghilang dari pandangan.
Tan Ki memandangnya dengan curiga. "Untuk apa kau melakukan hal ini?" Cin Ie
tertawa lebar. "Di bawah kaki binatang ini terdapat sebuah tabung kecil yang berisi surat. Aku memberitahukan
kepada Ciri, apabila dia sudah berhasil menolong Liu Kouwnio, maka biar dia
melindungi gadis itu sampai di rumah."
Sementara keduanya bercakap-cakap, sebentar saja mereka sudah mencapai jarak
tujuh li. Sinar rembulan bercahaya dengan terang, dua sosok tubuh itu bagai bintang
komet jatuh yang melesat dengan cepat.
Begitu mata memandang, tidak jauh dari hadapan mereka terdapat sebuah bukit yang
cukup luas. Ternyata di sana memang ada sebuah kuil. Warna temboknya merah menyala,
atapnya berwarna hijau. Bangunan itu sendiri terlindung di balik sebatang pohon yang
besar dengan dedaunan yang rimbun. Suatu ingatan terlintas di benak Tan Ki, baru saja dia bermaksud mengatakannya, tibatiba
telinganya menangkap suara tawa yang lirih. Suara tawa ini berasal dari pepohonan di
sebelah kiri. Meskipun suaranya sangat rendah sekali namun bagai jarum yang menusuk
gendang telinga dan menggetarkan hati orang yang mendengarnya jadi tidak tenang.
Perlahan-lahan Tan Ki jadi tertegun. Dia segera menghentikan langkah kakinya dan
pandangan matanya beredar. Dia melihat seorang laki-laki bertubuh tinggi besar,
tangannya menggenggam sebilah golok besar dan berjalan dengan tergesa-gesa keluar
dari belakang sebatang pohon. Tan Ki bermaksud menyelidiki keadaan orang. Tidak disangka-sangka belum sampai di
tujuan, jejaknya sudah diketahui oleh orang lain. Melihat gerakan tubuh laki-laki tinggi
besar itu yang gagah dan cepat, dapat dipastikan ilmu silat orang ini lumayan juga.
Hatinya menjadi tergerak. Dia menoleh ke arah Cin Ie.
"Apakah kau ingin bermain-main?"
Watak Cin Ie memang paling suka bermain. Mendengar kata-kata Tan Ki, wajahnya jadi
berseri-seri seketika. "Tentu saja ingin." sahutnya segera.
"Kalau begitu sebentar lagi kita menerjang masuk ke dalam kuil dan membuat keonaran
di sana." Pada saat itu, laki-laki bertubuh tinggi besar itu sudah menghambur ke depannya. Tan
Ki sengaja memamerkan seulas senyuman dan menjura dalam-dalam.
"Silahkan." katanya. Padahal laki-laki bertubuh tinggi besar itu bertugas mengawasi keadaan di luar kuil
secara diam-diam. Melihat sikap Tan Ki yang lembut dan penuh sopan santun, tanpa dapat
ditahan lagi dia jadi termangu-mangu. Dengan gugup dia juga menjura kepada Tan Ki.
"Entah siapa Saudara yang mulia?"
Tan Ki tersenyum simpul. "Selamanya Cayhe datang dan pergi sesuka hati sendiri. Bertemu belum tentu harus
saling mengenal, buat apa menanyakan nama segala?"
Wajah laki-laki tegap itu langsung berubah kelam.
"Tidak memberitahukan nama, jangan harap maju ke depan satu langkah!"
Tan Ki memang sudah berniat untuk mengacau dan mencari gara-gara. Melihat orang
itu mulai marah, hatinya malah bertambah senang. Dia segera mengembangkan seulas
senyuman datar dan maju beberapa langkah.
"Cayhe selamanya tidak percaya ancaman orang lain!"
Laki-laki tegap itu memutar goloknya dengan kencang sehingga menimbulkan cahaya
berwarna keperakan. "Mengapa kau tidak mencobanya saja?"
Menghadapi cahaya yang memijar dari gerakan golok itu, memang ada serangkum
hawa dingin yang terpancar dari dalamnya.
Tapi Tan Ki seakan tidak merasa gentar sama sekali. Dia tetap maju selangkah demi
selangkah mendekati orang itu. Watak laki-laki itu sangat berani dan juga termasuk manusia yang kasar. Namun
melihat ada orang yang demikian tenang menghadapi lawan, mau tidak mau hatinya jadi
bingung. Sesaat kemudian dia mengeluarkan suara siulan yang panjang seakan sedang
memberitahukan kepada para rekannya yang ada di dalam kuil. Setelah itu dia membentak
dengan suara keras. "Kalau kau maju lagi satu langkah, jangan salahkan kalau aku tidak ingat sopan santun
lagi!" Wajah Tan Ki tetap tersenyum simpul. Dia tidak melirik laki-laki itu sedikitpun. Kakinya
terus melangkah menuju ke arah kuil. Penampilannya, tidak tergesa-gesa, seakan tidak
ada apapun yang terjadi. Hati laki-laki itu jadi panas. Dia tertawa dingin satu kali, diam-diam dikerahkannya
tenaga dalam sebanyak tujuh bagian. Pergelangan tangannya digetarkan. Timbul percikan
berwarna perak seperti hujan yang membawa hawa dingin. Dengan gencar dia menyerang
ke arah Tan Ki. Serangan itu keji sekali, sinar yang terpanccar dari goloknya beterbangan di udara
dalam bentuk besar kecil dan jumlahnya banyak sesali. Tan Ki mengeluarkan suara tawa
terkekeh-kekeh. Ternyata dia masih tetap tenang seakan tidak terjadi apapun. Telapak
tangan-nya terulur ke depan, segera terasa ada serangkum tenaga yang kuat mengiringi
pukulannya yang mana langsung membuat lawannya terdesak sehingga goloknya tidak
dapat maju lagi. Laki-laki itu merasa golok di tangannya bagai tertahan suatu arus yang dahsyat bahkan
di dalamnya terkandung magnet yang dapat menghisap. Jangan kata mendorong lagi ke
depan, malah untuk digerakkan saja sulit.
Diam-diam hatinya tercekat. Kakinya bergeser ke samping, tangannya langsung
mengerahkan jurus Kerbau Mengamuk Menerjang Gunung, langsung diluncurkan ke dada
Tan Ki. Perlahan-lahan Tan Ki berdehem satu kali, tubuhnya miring ke samping, dengan
gaya yang lemas dia sudah meloloskan diri dari serangan tersebut.
Gerakan tubuhnya yang menerjang keluar tadi sangat aneh dan cepat. Ternyata
sekaligus dia berhasil meloloskan diri dari serangan pukulan dan golok lawan. Tampak
tubuhnya berputaran sebanyak dua kali. Orangnya sudah melesat lewat di samping lakilaki
itu. Langkahnya bagai air yang mengalir. Tahu-tahu dia langsung menghambur ke arah
bukit. Gerakannya yang bagai hembusan angin, benar-benar mempesona. Cin Ie tidak
mau ke-tinggalan. Dengan gerakan yang cepat dia langsung membuntuti Tan Ki dan
sekejap ke-mudian dia sudah berlari di samping anak muda itu.
Laki-laki tegap itu sama sekali tidak menyangka gerakan tubuh Tan Ki akan meluncur
terus tanpa terduga-duga. Untuk sesaat dia jadi tertegun, namun Tan Ki sudah berada di
kejauhan, cepat-cepat dia membentak dan mengerahkan ginkangnya mengejar.
Di bawah cahaya rembulan, tampak tiga sosok bayangan. Yang dua kabur dan yang
satu mengejar. Kecepatannya bagai bintang komet yang melintas di angkasa. Tampak
jarak mereka dengan kuil itu tinggal beberapa depa saja. Tiba-tiba tampak sosok
bayangan mencelat ke udara dan dengan kecepatan yang mengagumkan mendarat turun
di hadapan mereka. Gerakannya begitu indah, ringan tanpa menimbulkan suara
sedikitpun. Tan Ki segera mengempos hawa murninya dan menghentikan gerakan tubuhnya
seketika. Begitu matanya memandang, dia melihat usia keempat orang itu kurang lebih
empat puluh tahunan. Mereka mengenakan jubah panjang dan bertelanjang kaki. Dengan
ber-dampingan mereka berdiri menghadang di tengah-tengah.
Tampaknya keempat orang ini mempunyai perasaan hati yang sama. Sebelum lawan
mengadakan gerakan, mereka tidak akan mengambil tindakan apa-apa. Sejak sepasang
kaki mereka mendarat di atas tanah, semuanya berdiri tegak dengan wajah kelam.
Sepatah katapun tidak mereka ucapkan. Empat pasang mata memandangi Tan Ki dengan
sinar tajam menusuk. Tan Ki tersenyum lebar sambil membungkukkan tubuhnya menjura. Wajahnya tenang
dan penampilannya gagah. "Saudara berempat, silahkan."
Melihat Tan Ki terlebih dahulu memberi penghormatan serta mempersilahkan mereka,
keempat orang itu malah jadi terpana. Tiba-tiba terdengar suara teriakan yang parau.
"Toako, cepat tahan orang itu!"
Begitu kepala Tan Ki menoleh, dia melihat laki-laki bertubuh tinggi besar yang
mengejar dari belakang itu sedang meloncat dua kali dan menerjang datang dengan
kecepatan seperti kilat. Tampak seluruh tubuh dan wajahnya basah oleh keringat.
Nafasnya bagai kerbau akan disembelih. Pengejarannya tadi seolah memakan tenaga yang
banyak dan membuatnya hampir kehabisan tenaga. Begitu tubuhnya melayang turun, dia
menuding ke arah Tan Ki dengan nafas tersengal-sengal. Tidak ada sepatah katapun yang
terucap dari mulutnya" Tan Ki menatapnya sekilas. Dengan tampang penuh perhatian dia berkata, "Tampaknya
Saudara ini sudah terlalu lelah. Ada baiknya pulang dulu untuk beristirahat baru
kembali lagi." Laki-laki tegap itu seakan merasa bahwa ilmu silatnya sendiri memang kalah jauh
dibandingkan dengan lawan. Disindir sedemikian rupa, saking jengkelnya dia mendengus
satu kali. Tetapi dia tidak berani maju ke depan untuk mengambil tindakan. Terpaksa dia
menahan kemarahan hatinya dengan memalingkan wajahnya dan tidak ingin melihat Tan
Ki lagi. Laki-laki yang berdiri di sebelah kiri mendadak menegakkan tubuhnya dan berjalan ke
depan. Dia menjura dalam-dalam. "Dari mana datangnya kalian berdua dan kemana tujuannya" Lebih baik katakan secara
terus terang sehingga kami juga dapat memperlakukan kalian dengan sopan." sembari
berkata, wajahnya mengembangkan senyuman yang aneh. Mulutnya mengeluarkan suara
ter-tawa terkekeh-kekeh sebanyak dua kali. Tan Ki tertawa lebar.
"Kedatangan Cayhe sebetulnya tidak bermaksud buruk. Hanya ingin mewakili dunia
Bulim wilayah Tionggoan dengan memberanikan diri menyambut kelompok Si Yu. Entah
sampai di mana kehebatannya sehingga berani mengadakan pertemuan di tempat ini!"
Mendengar ucapannya, kelima orang itu terkejut bukan main. Sama sekali tak disangka
anak muda yang lembut itu dapat mengetahui asal-usul mereka, padahal mereka
sendiri tidak tahu siapa adanya Tan Ki. Wajah mereka mulai berubah. Untuk sesaat
mereka saling pandang. Orang yang ada di sebelah kiri mengerlingkan matanya sekilas
kemudian menjura sambil mengeluarkan suara batuk kering. Kemudian dia tertawa
terkekeh-kekeh. "Bagus sekali, bagus sekali! Kami beberapa saudara sedang menikmati indahnya
rembulan di tempat ini. Mungkin kehadiran kami mengejutkan Saudara, maaf!" selesai
berkata dia membungkukkan tubuhnya rendah-rendah.
Tan Ki merasa ada serangkum tenaga yang kuat mendorong keluar berbarengan
dengan tubuh orang itu yang membungkuk dan langsung menerjang ke arah dadanya.
Dengan wajah tetap tersenyum dia mengencangkan kepalan tangannya dan balas
menjura. Terdengar suara benturan tenaga dalam yang perlahan. Tubuh keduanya bergetar
sedikit. Melihat serangannya tidak membawa hasil, orang itu langsung mendengus dingin.
"Ilmu Saudara hebat sekali."
Tan Ki tersenyum simpul. "Sama-sama." Dari malu orang itu malah menjadi marah. Wajahnya langsung berubah hebat.
"Kalau kalian masih ada teman seperjalanan yang lain, mengapa tidak disuruh keluar
sekalian" Biar kami belajar kenal dengan orang-orang gagah yang ada di Tionggoan!"
"Jumlah kami memang hanya berdua, sama sekali tidak ada rekan perjalanan yang
lain." Laki-laki setengah baya itu mengerutkan alisnya. Dia seperti bergumam seorang diri.
"Apakah mataku sudah lamur sehingga salah lihat?"
Mendengar kata-katanya, Tan Ki langsung menolehkan kepalanya dan mengedarkan
matanya ke sekitar tempat itu. Tampak bintang-bintang berkedip-kedip. Di sekelilingnya
tetap sunyi senyap tanpa orang lainnya kecuali mereka.
"Tidak perlu curiga yang bukan-bukan. Kalau aku bilang kami hanya berdua, kalian
tetap tidak percaya, apa boleh buat."
Sembari berkata, dia mengibaskan tangan kanannya dan melangkah maju.
"Harap minggir, aku akan lewat!"
Tiba-tiba terdengar orang yang kedua di sebelah kiri mendengus dingin. Dia segera
maju setengah tindak. Kalau ditilik dari tampangnya, tampaknya orang itu segera akan
turun tangan. Dengan menarik nafas dalam-dalam, mendadak Tan Ki mendekat ke arah orang itu.
Pergelangan tangannya berputar, dengan jurus Menuju Jalan Kembali, dia langsung
melancarkan sebuah totokan. Jurus ini merupakan jurus keempat dan ilmu Te Sa Jit-sut yang baru berhasil
diingatnya. Sepasang lengannya melakukan gaya satu di atas dan satu lagi di bawah.
Dengan serentak dia mendorong ke depan, kecepatannya jangan ditanyakan lagi. Orang
itu tadinya sudah menyiapkan diri melakukan serangan, tahu-tahu totokan Tan Ki yang
tidak terduga-duga telah meluncur datang dan dengan telak mengena di bahunya. Tibatiba
dia merasa tubuhnya seperti digigit semut dan seluruh kekuatannya seperti hilang.
Perlahan-lahan dia terkulai di atas tanah.
Pada saat yang bersamaan dengan totokan yang dilancarkan pada orang tersebut,
jurus Menuju Jalan Kembali belum rampung. Tangan kanan Tan Ki dengan kecepatan yang
dahsyat juga melancarkan sebuah totokan ke arah orang kedua yang ada di sebelah kiri.
Pihak lawan sama sekali tidak menduga dia akan melakukan serangan itu, dalam sekali
gerak telah mengincar dua orang. Untuk sesaat dia jadi termangu-mangu. Belum lagi
tubuhnya sempat bergerak, tahu-tahu urat darahnya telah tertotok. Setelah mendengus
satu kali, orangnyapun tumbang ke atas tanah,
Dalam sekali gerak saja Tan Ki sudah berhasil merobohkan dua orang. Dirinya sendiri
juga merasa hal itu diluar dugaan. Dia sama sekali tidak mengira kalau Te Sa Jit-sut
mempunyai kekuatan yang demikian hebat.
Tepat pada saat itu juga, orang yang ada di sebelah kanan mencelat ke atas.
Tangannya melancarkan sebuah pukulan dan terarah ke bagian kepala Tan Ki.
Angin yang timbul dari pukulan itu menderu-deru. Meskipun kekuatan serangan ini
belum sanggup menembus logam, namun kehebatannya sama sekali tidak boleh
dipandang ringan. Kekuatannya paling tidak puluhan kati.
Laki-laki tegap yang menggenggam golok dari tadi memang sudah menunggu
kesempatan. Melihat rekannya bergerak, dia segera mengeluarkan suara bentakan,
tubuhnya melesat ke depan. Goloknya menimbulkan cahaya yang memijar. Dengan lurus
dia melancarkan sebuah totokan dengan ujung golok ke arah urat darah yang
membahayakan. Sepasang kaki Tan Ki menutul, tubuhnya langsung mencelat ke udara. Dia melintas di
atas semak-semak dan menghindar dari sayangan golok dan pukulan kedua orang itu.
Kedua orang itu melihat lawannya melesat ke udara, dengan cepat mereka mengejar.
Ti-dak menunggu sampai tubuh lawan melayang turun ke atas tanah, serentak mereka
melaku-kan serangan. Untuk sesaat tampak cahaya golok seperti salju yang turun,
bayangan telapak tangan memenuhi sekitar. Keduanya menyerang Tan Ki dari kiri kanan.
Tan Ki mendongakkan wajahnya dan mengeluarkan suara siulan panjang. Suaranya
melengking tinggi sehingga berkumandang sampai kejauhan. Dia menarik nafas panjangpanjang
dan menambah daya berat badannya yang sedang meluncur sehingga terhindar
dari serangan golok si laki-laki tegap dan sekaligus meloloskan diri dari pukulan rekan
orang itu. Tubuhnya segera bergeser dan secepat kilat dia melancarkan telapak tangannya
menahan pukulan laki-laki setengah baya yang masih meluncur di tengah jalan.
Sejak Tan Ki turun tangan menghadapi lawan, mata Cin Ie terus memperhatikan tanpa
berkedip. Sejak semula dia sudah melihat bahwa ilmu silat calon suaminya sangat tinggi.
Dengan demikian dia tidak perlu memberikan bantuan sama sekali. Seorang diri saja
Tan Ki mampu menghadapi lawan. Oleh karena itu dia hanya berdiri di samping dan
menjadi penonton dengan bibir terus tersenyum simpul.
Watak gadis ini sebetulnya paling senang mencari keributan. Biasanya dia paling tidak
senang kesunyian. Di daerah asalnya setiap hari dia selalu mencari perkara dengan orang.
Baginya hal itu merupakan suatu permainan yang menarik. Entah mengapa, kali ini dia
mempunyai perasaan apabila dirinya ikut maju ke tengah arena, maka kegemilangan Tan
Ki akan berkurang. Mungkin juga karena kehilangan kesempatan mengunjukkan
kepandaiannya, Tan Ki malah akan menjadi marah. Sikapnya tiba-tiba saja jadi lembut dan
memperhatikan Tan Ki dengan hati bangga.
Sementara itu, ada seorang lagi yang terjun ke tengah arena pertarungan. Tan Ki
melawan tiga musuh dengan seorang diri. Keempat orang itu langsung terlibat perkelahian
yang sengit. Namun tidak terdengar sedikitpun suara benturan senjata tajam, juga sulit
mendengar suara pukulan yang dilancarkan. Tetapi setiap jurus yang mereka kerahkan
semuanya mengandung kekuatan yang dahsyat, serta keji. Bagian tubuh yang diincar pun
selalu bagian yang mematikan. Dalam waktu yang singkat saja, keempat orang ini sudah bertarung sebanyak puluhan
jurus. Diam-diam Tan Ki terkesiap sekali.
"Tidak disangka ilmu ketiga orang ini benar benar sulit dilawan. Kalau menunggu
sampai dua orang yang lainnya sadar kembali, lu mayan sulit juga bagiku untuk
menghadapi mereka. Tampaknya kalau keadaan begini terus, aku masih memerlukan
cukup banyak waktu baru dapat meraih kemenangan. Lebih baik aku rubuhkan dulu salah
satu dari mereka sehingga gabungan mereka bertiga jadi terpecah," pikirnya dalam hati.


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah merenung matang-matang, dia langsung mengambil keputusan. Terdengar dia
mengeluarkan suara batuk-batuk beberapa kali. Gerakan tangannya tiba-tiba berubah.
Tubuhnya miring dan berputar sebanyak dua kali, dihindarinya sebuah pukulan dan
sebuah tendangan dari arah kiri. Tiba-tiba. pergelangan tangannya melingkar dan secepat
kilat dia melancarkan delapan jurus berturut-turut.
Delapan jurus yang dimainkannya merupakan ilmu simpanan para leluhur Ti Ciang
Pang. Semuanya mengandung kekejian yang dahsyat. Kecepatannya bagai kilat yang
menyambar. Kedua orang yang ada di sebelah kiri itu terdesak sampai hatinya tercekat
sekali. Tanpa dapat ditahan lagi kaki mereka mundur sejauh tiga langkah.
Begitu hawa pembunuhan mulai timbul dalam dadanya, Tan Ki sudah mengukur arah
dan sasaran yang akan ditujunya. Ketika kedua orang laki-laki setengah baya itu terdesak
mundur, tiba-tiba dia mengeluarkan suara bentakan yang nyaring"
"Hati-hati!" Dengan tidak terduga-duga, tubuhnya mencelat ke udara, kemudian meluncur ke arah
laki-laki tegap yang membawa golok!
Tampaknya laki-laki itu sudah menduga Tan Ki akan mengambil tindakan ini. Wajahnya
serius sekali, sepasang matanya membuka lebar-lebar. Tampangnya menyiratkan
kekha-watiran yang belum pernah diperlihatkan sebelumnya. Perlahan-lahan dia
mengangkat goloknya ke atas. Untuk sesaat semua mata yang ada di tempat itu terpaku pada diri Tan Ki dan laki-laki
tegap tersebut. Mereka semua dapat melihat bahwa serangan kedua orang itu, samasama
menggunakan tenaga yang sepenuhnya. Kemungkinan apabila mereka bergebrak,
dalam waktu singkat dapat dilihat siapa yang lebih unggul dan siapa yang akan jadi
pecundang. Malah ada kemungkinan kedua-duanya akan terluka.
Tampak Tan Ki membawa telapak tangan yang menimbulkan puluhan bayangan
meluncur turun ke arah laki-laki tegap itu. Dia menggunakan jurus Kabut dan Awan
Menimbulkan Cahaya Keemasan yang merupakan jurus paling ampuh dari ilmu Te Sa Jitsut!
Serangkum kekuatan yang beratnya ribuan kati menekan dari atas ke bawah. Laki-laki
tegap itu perlahan-lahan mengangkat goloknya ke atas, mendadak gerakannya menjadi
cepat. Dia membuat lingkaran di bagian atas kepala sehingga timbul pijaran cahaya yang
bagai bunga merekah, menyambut datangnya serangan Tan Ki.
Saat yang menentukan" Hati orang-orang yang ada di tempat itu bagai ditekan oleh beban yang berat. Wajah
mereka tampak khawatir. Tiba-tiba di tengah arena bagai timbul badai yang besar. Angin
menderu-deru, kekuatannya sampai terpancar ke sekitar. Tanah yang dipijak bergetar
sehingga debu-debu beterbangan. Suasana bagai angin topan yang melanda. Bahkan
cahaya rembulan yang bersinar menjadi samar-samar karena tertutup debu yang tebal..
Bayangan pukulan dan sinar yang timbul dari golok dalam seketika bertemu. Kemudian
dalam waktu yang bersamaan, bayangan pukulan dan sinar golok menjadi pudar lalu
lenyap. Begitu mata memandang, tampak laki-laki tegap itu masih menggenggam goloknya di
tangan. Matanya memandang Tan Ki lekat lekat, tubuhnya tidak bergerak sedikitpun.
Kira-kira sepeminum teh kemudian, mendadak terdengar mulutnya mengeluarkan suara
teriakan yang keras. Dengan terhuyung-huyung, dia mundur tiga langkah. Kemudian jatuh
terduduk di atas tanah dan memuntahkan darah segar sebanyak dua kali.
Dua orang lainnya melihat tiga saudara mereka terluka di tangan Tan Ki, hati mereka
sedih bukan kepalang. Di dalamnya juga terselip rasa putus asa. Setelah mengeluarkan
suara bentakan, keduanya langsung menerjang ke arah Tan Ki dengan kalap.
Justru di saat kedua orang itu bergerak serentak, tampak sesosok bayangan bagai
bintang melesat berkelebat mendatangi. Serangkum tenaga dalam yang kuat terdorong
keluar seiring dengan merapatnya tubuh orang itu yang mendesak ke arah Tan Ki!
BAGIAN XXVI Tan Ki membalikkan lengannya menyapu, timbul serangkum angin yang kuat sehingga
serangan kedua orang itu tertahan. Kemudian tubuhnya menggeser ke samping kira-kira
lima depa dan menghindar dari serangan yang menerpa dari depan.
Orang yang menerjang dengan tiba-tiba itu mempunyai gerakan yang cepat sekali.
Begitu serangannya gagal, jurus kedua langsung menyusul. Tampak bayangan tubuhnya
berkelebat, kembali terasa segulung kekuatan yang tidak berwujud dengan keji dan hebat
menghantam ke arah Tan Ki. Tan Ki mengeluarkan suara bentakan. Bukan saja dirinya tidak mundur, malah dia
mendesak ke depan. Namun seiring dengan gerakan tubuhnya, kakinya juga menggeser
ke samping sejauh dua depa. Dia berhasil menghindarkan diri dari serangan orang itu dan
tanpa menunda waktu lagi dia melancarkan sebuah pukulan balasan.
Bayangan tubuh orang yang baru datang itu bukan saja cepat sekali, ilmu silatnya juga
sangat tinggi. Tampaknya jauh lebih tinggi daripada kelima orang tadi. Tatkala Tan Ki
melancarkan serangannya, kecepatannya tak usah ditanyakan lagi. Belum lagi kekuatan
yang terkandung di dalamnya. Bahkan seorang jago kelas satu di daerah Tionggoan saja
pasti tidak berani menganggap ringan, namun orang itu malah memperdengarkan suara
tertawa yang dingin sebanyak dua kali. Tiba-tiba dia membungkukkan tubuhnya kemudian
mencelat mundur sebanyak dua langkah. Selain berhasil menghindari serangan Tan Ki
yang gencar, malah dengan menggunakan kesempatan itu dia membalas dua buah
pukulan dan sebuah tendangan. Tan Ki tidak mau kalah pamor. Tubuhnya mencelat ke atas dan lewat di atas kepala
orang itu, dengan demikian serangan orang itu tidak mengenai sasarannya. Dengan
kecepatan kilat dia membalikkan tubuhnya. Namun Tan Ki sudah bersiap diri. Mendadak
tangan dan kakinya bergerak serentak. Baru saja dia melayang turun ke atas tanah,
mendadak dia melancarkan tujuh belas jurus serangan secara berturut-turut.
Serangan yang gencar ini dikerahkan dengan begitu cepatnya sehingga orang itu terkejut
setengah mati. Mulutnya sampai mengeluarkan suara seruan dan kakinya tergetar
mundur sejauh tujuh depa. Tan Ki tertawa lebar. "Orang gagah dari Si Yu ternyata hanya begini saja!" telapak tangannya terulur keluar
dan kembali dia melancarkan sebuah pukulan.
Pada saat ini, dia sudah melihat jelas orang yang menerjang ke arahnya itu. Orang itu
juga bertubuh tinggi besar dan usianya sekitar tiga puluh tahun lebih. Di bawah dagunya
terjuntai jenggot yang tipis. Dia mengenakan pakaian putih, raut wajahnya terasa asing
sehingga Tan Ki yakin tidak pernah mengenal orang ini sebelumnya.
Tampaknya dia seakan kurang terbiasa menghadapi lawan dengan tangan kosong.
Setelah berhasil membebaskan diri dari serangan Tan Ki yang gencar, dia segera mencelat
mun-dur dua langkah. Tangannya masuk ke dalam balik pakaian dan dikeluarkannya
sejenis senjata yang bentuknya aneh.
Begitu dia mengeluarkan senjatanya, Tan Ki terkejut sekali sehingga tanpa dapat
ditahan lagi kakinya mundur tiga langkah tanpa terasa. Di wajahnya yang tampan tersirat
ke-seriusan yang belum pernah diperlihatkan sebelumnya.
Cin Ie yang melihat keadaan ini juga tergetar hatinya karena jenis senjata yang digunakan
orang itu benar-benar senjata yang jarang terlihat di dunia Kangouw. Bentuknya
seperti roda kereta namun terbuat dari baja. Jumlahnya sepasang dan pada bagian
pegangannya ada semacam gigi yang melengkung, kemungkinan fungsinya untuk mengait
senjata lawan. Di bagian depannya merupakan gerigi-gerigi yang tajam seperti gergaji.
Sejak orang ini menerjang masuk ke tengah arena, dua orang yang tersisa dari lima
orang tadi segera mengundurkan diri. Mereka segera membangunkan rekan-rekan mereka
yang terluka dan tidak sadarkan diri. Kemudian berdiri di samping dengan hormat.
Tampang mereka seakan segan sekali terhadap orang yang membawa senjata aneh ini.
Kemungkinan memang kedudukan orang ini lebih tinggi daripada mereka berlima.
Tan Ki merentangkan sepasang lengannya menghindarkan diri dari dua pukulan dan
sebuah tendangan orang itu. Kemudian dia menarik nafas panjang-panjang.
Terdengar orang yang membawa senjata aneh itu tertawa-terbahak-bahak dan menjura
dalam-dalam. "Cayhe Kim Cian dari Si Yu. Pertama kali bertemu dengan sahabat dari ionggoan,
seharusnya merasa bangga sekali. Namun mendengar nada bicara Saudara benar-benar
membuat hati ini merasa tidak puas. Walaupun kami sudah mempelajari silat selama
beberapa tahun, tetapi tidak berani mengagunkan diri."
Mendapat pandangan hina dari Saudara, masih tidak apa-apa, Namun daerah Si Yu luas
dan banyak orang yang berbakat tinggi. Sama sekali tidak seperti perkiraan Saudara yang
menganggap di pihak kami tidak ada tokoh yang dapat diandalkan. Cayhe berniat
membutakan mata menganggap tidak melihat gunung Thai San yang menjulang tinggi.
Biar dengan sepasang Jit Goat Lun (roda bulan dari matahari ini, Cayhe menjajal beberapa
jurus kepandaian Saudara." "Bagus sekali, bagus sekali! Kalau begitu, biar aku menggunakan sepasang senjata
telapak tangan yang terdiri dari daging dan kulit ini untuk menemani sahabat dari Si Yu."
sahut Tan Ki tenang. Meskipun kedua orang ini terlibat dalam" percakapan, namun hawa pembunuhan sudah
J muncul di hati masing-masing. Suasana musim semi yang sudah mencekam seakan
ditambah lagi dengan bahan peledak yang akan meletus setiap saat.
Tampak wajah keduanya semakin kelam, langkah kaki mereka maju setindak demi
setindak. Keduanya menuju ke titik tengah, suasana semakin menegangkan. Setingkat
demi setingkat bertambah seiring dengan jarak keduanya yang semakin mendekat.
Hati Cin Ie semakin mencelos melihat keadaan yang semakin genting ini. Pikirannya
kacau. Telapak tangannya mulai mengucurkan keringat dingin, dadanya bagai diganduli
"beban yang berat bukan main. Dia merasa cemas juga takut, dan untuk sesaat tidak tahu
apa yang harus dilakukannya. Rupanya golongan sesat dari berbagai kalangan kali ini berkumpul di daerah Tionggong
dengan maksud tertentu. Selain Bu Sin To (Pulau tanpa dewa) yang berada di Samudera
luar, di dalam rombongan ini juga terdapat perkumpulan Pek Kut Kau (Perkumpulan tulang
putih) yang namanya sudah sangat terkenal di daerah Si Yu. Bahkan namanya tidak kalah
dengan Tocu dari Bu Sin To. Kim Cian dibesarkan di wilayah Kang Lam. Seharusnya dia
juga termasuk orang Tionggoan, tetapi sejak dulu dia sudah bergabung dengan Pek Kut
Kau. Dan tentu saja sudah melupakan asalnya sendiri. Cin Ie tahu benar watak orang ini
yang jujur dan berjiwa pendekar. Merupakan orang pilihan dalam perkumpulan Pek Kut
Kau. Melihat keadaan kedua orang ini akan bertarung hidup dan mati, tanpa terasa dia
menjadi panik sehingga air matanya jatuh bercucuran. Hatinya menjadi bingung.
Ketika kecil sedang berlatih, tanpa sengaja bagian belakang kepalanya terpukul oleh
sang kakak sehingga terluka. Sejak itu akalnya jadi hilang sebab otaknya lemah. Tentu
saja jauh berbeda kalau dibandingkan Cin Ying yang cerdas dan banyak akal. Meski
menghadapi urusan seberat apapun, pasti dapat diselesaikannya dengan baik. Dalam
belasan tahun ini, boleh dibilang dia selalu bergantung kepada kakaknya itu. Dia tidak
perlu mengerahkan otaknya memikirkan jalan keluar untuk berbagai persoalan yang
dihadapinya. Saat ini seorang diri dia menghadapi situasi seperti ini, tentu saja kepalanya
jadi pusing tujuh keliling. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia khawatir keadaan Tan Ki
yang mungkin akan terluka parah atau malah menemui ajal setelah berkelahi dengan
orang yang lihai itu. Waktu terus merayap, hatinya semakin titis tenang, air mata kekhawatiran pun
mengalir semakin deras. Tiba-tiba serentet suara langkah kaki yang ringan berkumandang datang. Begitu mata
memandang, tampak Kiau Hun sedang melangkah dengan lenggang-lenggok yang gemulai
di atas rerumputan dan berjalan ke arah mereka. Di atas kepala tampak mahkotanya
mengeluarkan cahaya yang berkilauan. Seiring dengan hembusan dingin terdengar suara
gemerincing perhiasan yang memenuhi seluruh tubuhnya. Untuk sesaat Cin Ie jadi
termangu-mangu. Namun sejenak kemudian dia sudah tersentak sadar. Mulutnya
mengeluarkan seruan terkejut. Perlahan-lahan dia mengetuk batok kepalanya sendiri.
"Aku tahu sekarang. Setengah bulan yang lalu, perempuan ini ditemukan oleh Toa Tocu
(Tuan besar pemilik pulau). Kemudian dia diterima menjadi selirnya. Diam-diam diajarkan
ilmu sakti dari Bu Sin To. Dalam waktu tiga hari yang singkat, ilmu silatnya mengalami
kemajuan berlipat ganda. Kemudian Toa Tocu mengutuskan menyelinap kembali ke
daerah Tionggoan dan menjadi mata-mata. Dengan begitu mereka bisa mengetahui
sampai di mana kekuatan para pendekar daerah Tionggoan, kemudian baru dirundingkan
kembali untuk melakukan penyerangan. Mereka dapat menggunakan siasat mengadu
domba atau menyerbu secara terang-terangan. Sekarang ini para tokoh dari Si Yu sudah
berkumpul di sini, dia juga sudah datang. Mungkinkah Toa Tocu ingin bekerja sama
dengan Si Yu untuk menye-rang daerah Tionggoan" Mungkin juga dia diutus sebagai wakil
Toa Tocu untuk mengadakan perundingan, siapa yang kembali ke asal dan siapa yang
boleh merebut daerah Tionggoan. Namun apabila benar demikian, pasti akan terjadi
perkelahian di antara mereka. Yang menang terpilih sebagai raja dan yang kalah terpaksa
pulang sambil menyurutkan ekornya. Tetapi, rasanya tidak mungkin?" pikirnya dalam hati.
Dengan termenung-menung dia terus berpikir, dua persoalan terus berkecamuk di
benaknya. Semakin dipikirkan, tampaknya keduanya sama-sama mempunyai kemungkinan
yang sama. Tetapi dia juga merasa semuanya tidak mungkin terjadi.
Meskipun Cin Ie mempunyai daya khayal yang tinggi, namun karena urat penting di
Otaknya pernah terluka parah, akalnya jadi tidak jalan. Dia juga kehilangan kepercayaan
terhadap diri sendiri. Meskipun dalam persoalan apapun dia dapat memikirkan sampai hal
yang sekecil-kecilnya, tetapi selalu terdorong kembali oleh kebimbangan dalam hatinya.
Oleh karena itu pula, setiap hal yang dikerjakannya, tidak ada satupun yang dilandasi rasa
percaya diri sehingga tidak dapat diselesaikan dengan tuntas. Hatinya selalu bertanyatanya,
apakah benar apa yang aku lakukan" Apakah hanya begini saja penyelesaiannya"
Akibatnya dia selalu ragu dalam bertindak. Namun tentu saja dalam hal ini dirinya tidak
dapat disalahkan. Semuanya terpengaruh oleh kelemahan otaknya yang tidak dapat
berfungsi dengan baik lagi. Sementara itu Kiau Hun tetap bergerak ke tengah-tengah ajang pertempuran, dengan
tenang. Tiba-tiba dia mengibaskan tangannya ke kiri dan kanan. Tanpa dapat ditahan lagi,
tu-buh Kim Cian maupun Tan Ki yang sedang maju merapat ke arah lawannya menjadi
tergetar mundur. Kiau Hun melirik sekilas ke arah Tan Ki. Kemudian dia menjura memberi hormat kepada
Kim Cian serta rekan-rekannya. Bibirnya mengembangkan seulas senyuman yang manis.
"Maaf karena terlambat datang, mungkin Saudara sekalian sudah lama menunggu."
katanya. Kim Cian mendongakkan wajahnya menatap langit. Dia menyimpan kembali senjatanya
yang aneh. "Sekarang ini kentungan ketiga baru berlalu. Rasanya tidak berbeda jauh dengan batas
waktu perjanjian yang kita sepakati." sinar matanya beralih ke arah belakang punggung
Kiau Hun. Kemudian dia mengalihkan pertanyaannya. "Hanya Kouwnio seorang diri yang
datang ke mari?" Kiau Hun mencibirkan bibirnya tersenyum mengejek.
"Masa satu orang masih dianggap terlalu sedikit" Toh, bukannya hendak mengadakan
upacara bunuh diri massal, untuk apa banyak-banyak orang yang hadir?"
Kim Cian hanya tersenyum simpul. Dia tidak menyahut sepatah katapun. Sementara itu,
Kiau Hun membalikkan tubuhnya dan tersenyum datar kepada Tan Ki. "Kau pergilah, biar
aku saja yang mengurus persoalan di sini!"
Tan Ki sedang memikirkan sapuan tangan Kiau Hun yang mengandung tenaga daiam
yang dahsyat. Kalau ditilik dari usianya yang masih begitu muda, tampaknya tidak
mungkin dia bisa mencapai hasil setinggi itu. Hatinya digelayuti berbagai pikiran. Dia terus
memikirkan apa sebenarnya yang dialami oleh gadis itu selama beberapa hari belakangan
ini. Terhadap ucapan Kiau Hun, sebetulnya dia malah tidak mendengarkan.
Kiau Hun melihat anak muda itu berdiri dengan termangu-mangu, seakan ada sesuatu
yang rumit dalam pikirannya. Tanpa dapat ditahan lagi segulung rasa perih menyelinap
dalam dadanya. Terhadap Tan Ki dia mempunyai perasaan yang istimewa. Seandainya ada
orang lain yang mencintai Tan Ki, pasti dia tidak ragu. turun tangan membunuh
saingannya itu. Sejak kecil dia sudah sebatang kara dan menjadi anak yatim piatu. Dalam waktu yang
bersamaan, keadaan juga mendesaknya sehingga gadis ini menjadi rendah diri. Apalagi
setelah dia diusir dari perguruan oleh Ciu Cang Po. Jiwanya yang sempit dan peka membuatnya
merasa bahwa orang-orang di dalam dunia ini tidak ada satupun yang tidak
memandang dari segi materi serta kedudukan. Mei Ling adalah seorang gadis keturunan
orang terkenal lagi kaya. Di mana-mana dia mendapat perhatian serta kasih sayang dari
orang lain. Sedangkan dirinya hanya seorang budak maka dari itu selalu dipandang hina
oleh semua orang. Orang-orang memandangnya dengan tatapan sinis, bibir mereka selalu
tersenyum mengejek.." Karena hal itu pula, melihat keadaan yang.
terpampang di hadapannya, timbul perasaan
dendam dalam hati. Justru pada sebuah kesempatan yang tidak terduga-duga, dia
bertemu dengan Toa Tocu dari Bu Sin To.
Dalam waktu tiga hari, dia telah mengorbankan sesuatu miliknya" kesucian seorang
gadis! Tiga hari kemudian juga, dari seorang budak yang melayani nona besarnya, dia
berubah menjadi Tocu Hujin (Nyonya pemilik pulau). Kedudukannya menjadi tinggi sekali.
Dan tidak ada seorang pun yang berani lagi memandang hina ataupun mengejeknya.
Sedangkan bagi Kiau Hun sendiri, apa yang dikorbankannya hanya sebuah kesucian
yang tidak berarti apa-apa, seolah-olah hal ini memang kejadian yang lumrah. Satu
kejadian diganti atau diberi imbalan dengan sesuatu. Kedua pihak sama-sama tidak ada
yang diru-gikan. Bagai jual beli yang telah disepakati. Bagi Kiau Hun, hal ini malah
merupakan Suatu keberuntungan. Setelah bertemu dengan Toa Tocu, bukan saja ilmu
silatnya maju pesat dalam jangka waktu tiga hari yang singkat. Bahkan harga diri dan
kedudukannya juga ikut haik. Sekarang dia bukan lagi budak keluarga Liu.
Akhirnya ketika dia bertemu lagi dengan Tan Ki sekarang, rasanya dia ingin
melampiaskan semua yang terpendam dalam hatinya agar kepedihan dan kekecewaannya
dalam hidup ini dapat diceritakan kepada anak muda itu. Tetapi entah mengapa, kata-kata
yang sudah siap dikeluarkan seakan tercekat di tenggorokannya, akhirnya malah ditelan
kembali. Seperti juga sebelumnya, dia tidak dapat mengatakan sepatah katapun isi
hatinya. Apakah dia merasa malu" Atau masih juga merasa rendah diri"


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dia merasa kepalanya dipenuhi kabut yang tebal. Dia sendiri tidak dapat memastikan.
Namun dia merasa bahwa kedua pertanyaan di atas sama-sama ada kemungkinannya.
Tiba-tiba dia menggertakkan giginya erat-erat. Justru ketika Tan Ki masih termangumangu,
cepat-cepat dia mengikuti Kim Cian dari belakang dan masuk ke dalam kuil tua
tersebut. Lama" lama sekali. Akhirnya Tan Ki tersentak dari lamunannya. Tampak sepasang alisnya masih terus
mengerut, seakan ada masalah berat yang tidak dapat dicernakan benaknya. Perlahanlahan
dia membalikkan tubuhnya dan melangkahkan kakinya.
Untuk sesaat Cin Ie jadi tertegun melihatnya.
"Apakah kita akan pergi dari sini?" tanyanya bingung.
Tan Ki menganggukkan kepalanya dengan enggan.
"Jejak kita sudah diketahui oleh pihak lawan. Pihak Si Yu pasti sudah mengambil tindakan
pencegahan. Biarpun kita terus masuk ke dalam, juga tidak akan mendapatkan hasil
apa-apa." Cin Ie menganggukkan kepalanya. Padahal hatinya setengah mengerti setengah tidak
atas ucapan Tan Ki. Dia memang seorang gadis yang tidak mempunyai gagasan apapun.
Apa-pun yang dilakukan oleh Tan Ki, dia pasti mengikutinya. Oleh karena itu, dia segera
mengikuti Tan Ki dari belakang dan tidak mengatakan apa-apa lagi.
Di bawah cahaya rembulan, tampak dua sosok bayangan berjalan dengan lambatlambat.
Tidak lama kemudian" kembali ada sesosok bayangan yang dengan kecepatan tinggi
melayang turun di tempat Tan Ki berdiri barusan. Usianya kurang lebih dua puluh tahunan.
Wajahnya putih bersih dan bibirnya merah. Sepasang lengannya berdekapan di depan
dada. Pakaiannya merupakan jubah panjang berwarna putih perak. Saat ini berkibar-kibar
karena tiupan angin. Watak orang ini sangat angkuh. Sudut bibirnya selalu mengulumkan
senyuman mengejek. Sungguh sebuah senyuman yang dingin. Tetapi di antara sepasang
alisnya tersirat kedukaan yang dalam. Matanya menunjukkan rasa kesepian yang tidak
terkirakan. Dapat dipastikan bahwa hati orang ini sedang digelayuti masalah yang berat
karena tampangnya pun menampilkan penderitaan yang dalam.
Perlahan-lahan dia mendongakkan wajahnya. Tiba-tiba dia bergumam seorang diri,
"Berdiri seorang diri di atas pegunungan, angin bertiup semilir?"
Tidak ada seorangpun yang memahami hati yang merindukan bunga tersayang.
Dengan perasaan bingung minum sampai mabuk, berteman arak bersenandung suara
hati" Namun kedukaan tidak dapat sirna juga"
Akulah orangnya, akulah orangnya" Samudera luas, langit terbentang". Akulah
orangnya yang memikirkan kekasih dambaan sehingga tubuh layu dan wajah kusut?"
Rupanya dia sedang membaca sebuah puisi yang mengungkapkan perasaan hatinya.
Meskipun dari luar tampaknya orang ini sangat tinggi hati dan bukan jenis manusia yang
mu-dah didekati, tetapi saat ini dia seakan ingin melampiaskan keluhan hatinya dalam
bentuk puisi. Suaranya bagai ratapan burung hantu yang membuat orang merasa hatinya
tertekan. Di antara kedukaan hatinya terselip pula kerinduan yang dalam.
Terdengar suara orang itu yang di tarik sedemikian panjang sehingga sampai lama
sekali baru sirap. Rupanya kesedihan hatinya tidak tertahankan lagi sehingga air matanya
jatuh bercucuran bagai curahan hujan yang deras.
Rupanya anak muda yang dijangkiti kerinduan ini tidak lain daripada anak angkat si raja
iblis, Oey Kang. Dia menamakan dirinya sendiri. Pendekar Baju Putih, sedangkan nama
aslinya Oey Ku Kiong. Dia pula yang menghadiahkan obat kepada Tan Ki ketika terluka di
dalam Pek Hun Ceng. Sejak bertemu dengan Kiau Hun, seluruh perasaannya bagai terjatuh kepada gadis itu.
Entah mengapa, hatinya yang tenang bagai dilanda gelombang badai yang dahsyat.
Senyumnya yang manis bagai mengandung asmara yang meluap-luap. Sehingga hati anak
muda itu jadi tergetar dan tidak dapat mengendalikan perasaannya lagi.
Dia pernah menyimpan ketiga batang jarum rahasia Kiau Hun yang kemudian ditekukkan
dan dipakai setiap hari pada jari tangan. Dia mengira dengan berbuat demikian,
meskipun tidak dapat menghilangkan keseluruhan rindu dalam hatinya, namun sedikit
banyak dia jadi terhibur seakan selalu berdekatan dengan gadis itu. Tetapi tidak lama
kemudian, Kiau Hun justru meninggalkan Pek Hun Ceng dengan membawa rombongan Liu
Seng. Dia berdiam di dalam bangunan seperti istana itu selama dua hari dua malam.
Namun hatinya terus merasa gelisah. Dia merasa seakan duduk salah, berdiripun salah.
Hatinya laksana ikut melayang seiring dengan kepergian Kiau Hun.
Ternyata dia tidak berhasil menahan kerinduan yang menggerogoti hatinya. Diam-diam
dia meninggalkan Pek Hun Ceng dan mengejar rombongan Liu Seng yang beserta Kiau
Hun kembali ke Lok Yang. Tetapi karena beberapa orang dari rombongan ini terkena racun
Li Hun Tan, maka keadaan mereka kehilangan kesadaran. Semakin hari tubuh mereka
semakin kurus dan lemah. Yang paling parah justru Ciu Cang Po, setiap hari dia selalu,
termangu-mangu, tidak pernah tersenyum ataupun mengucapkan sepatah kata. Para
pendekar maklum apabila bukan penawar racun milik Oey Kang sendiri, penyakit itu pasti
sulit disembuhkan. Namun mereka juga tidak bisa berbuat apa-apa.
Kiau Hun mengajukan diri sebagai pahlawan. Dia bersedia menyelinap ke dalam Pek
Hun Ceng untuk mencuri obat penawar tersebut. Sebetulnya pada saat itu, dia sudah
mene-rima perintah rahasia dari Toa Tocu Pulau Tanpa Dewa, yang mengharuskan dia
segera langsung menuju tempat tersebut untuk mengadakan hubungan dengan pihak Pek
Kut Kau dari Si Yu. Mereka akan merundingkan masalah penggabungan kedua pihak untuk
menyerbu daerah Tionggoan. Oleh karena itu, mau tidak mau Kiau Hun harus mencari
alasan yang tepat agar dapat meninggalkan
para pendekar itu untuk sementara waktu.
Setelah mengikuti selama beberapa hari, Oey Ku Kiong terus mengintil di belakang Kiau
Hun dan sampailah di tempat ini. Semua gerak-gerik Kiau Hun dia tahu jelas bagai
mengenali telapak tangannya sendiri. Tentu saja Oey Ku Kiong sama sekali tidak
mengkhawatirkan masalah yang akan terjadi dalam dunia Kangouw. Walaupun akan
terjadi pemberontakan besar-besaran bahkan sekalipun darah akan mengalir bagai air
sungai, dia tetap tidak perduli. Yang dicemaskannya justru kemungkinan Kiau Hun
terperosok dalam bahaya atau hal yang menyangkut keselamatan jiwa gadis itu. Mungkin
inilah yang disebut penyakit cinta.
Angin malam berhembus ke arahnya. Oey Ku Kiong merasa udara mulai dingin.
Matanya menatap lekat-lekat ke kuil tua tersebut. Diam-diam dia menarik nafas panjang.
Dia tahu Kiau Hun sedang mengadakan perundingan dengan orang-orang Si Yu masalah
perebutan kedudukan Bengcu. Tetapi dia malah rela menunggu di tempat itu. Karena dia
tahu akhirnya Kiau Hun pasti akan keluar juga.
Ternyata setelah menunggu tidak berapa lama, tampak sesosok bayangan yang
langsing melesat bagai terbang keluar dari kuil tua itu.
Di bawah cahaya rembulan, tampak gerakannya yang cepat dan indah sekali bagai
seekor burung camar. Tubuhnya melesat bagai terbang di udara.
Dengan gugup Oey Ku Kiong bergerak mundur sejauh tujuh delapan langkah, tubuhnya
melesat dan bersembunyi di balik sebatang pohon. Tempatnya menyembunyikan diri,
paling tidak berjarak ratusan depa dari kuil tua tersebut. Namun orang yang bergerak
keluar mempunyai ginkang yang demikian hebat. Dalam sekejap mata saja dia sudah
sampai di sebelah kiri, tidak jauh dari persembunyian anak muda itu.
Oey Ku Kiong bersembunyi di tempat yang gelap. Dia dapat melihat jelas bahwa orang
itu mengenakan pakaian berwarna merah jambu dan kepalanya dihiasi mahkota yang
indah. Di pundaknya terselip sebatang pedang emas yang tentu sekali merupakan benda
pusaka. Di bawah cahaya rembulan, dandanannya yang mewah itu malah menambah
kecantikannya. Orang itu memang Kiau Hun yang ditunggu-tunggunya sejak tadi.
Tanpa terasa, jantungnya mulai berdebar-debar. Seperti orang yang menghadapi
bahaya untuk pertama kalinya. Sampai dia sendiri merasa tidak mengerti. Mengapa cinta
dapat membawa pengaruh yang demikian hebat" Dia merasa tegang luar biasa.
Kiau Hun telah mengadakan rundingan dengan pihak Si Yu. Tampaknya dia sudah
mendapatkan jawaban yang memuaskan. Wajahnya yang cantik sering kali
memperlihatkan senyuman yang tipis. Tiba-tiba tampak gadis itu menghentikan langkah
kakinya dan memusatkan pendengarannya dengan seksama. Kemudian mulutnya
mengeluarkan suara tertawa dingin. "Entah Cianpwe, Taihiap, Kongcu atau sahabat mana yang?"
Sambil berteriak, matanya terus mengerling ke kiri dan kanan. Hal ini membuktikan
bahwa dia sudah mengetahui adanya orang lain di tempat itu. Sepasang alis Oey Ku Kiong
terus mengerut. Diam-diam dia meraba dadanya sendiri dan mengatakan "Celaka!" dalam
hati. Rupanya karena terlalu tegang, tanpa sadar nafasnya jadi agak berat sehingga
jejaknya diketahui oleh Kiau Hun. Tampaknya dia tidak ingin membuat Kiau Hun penasaran. Dengan tersendat-sendat dia
segera menyahut, "Kouwnio" a" ku."
Perlahan-lahan Kiau Hun melangkahkan kakinya menghampiri. Ketika dia berhasil
melihat jelas Oey Ku Kiong, tanpa dapat ditahan lagi bibirnya mengembangkan senyuman
yang manis. "Sudah larut malam seperti ini, mengapa kau masih datang juga ke tempat ini?"
Kiau Hun tampaknya sudah tahu kalau selama beberapa hari ini Oey Ku Kiong selalu
mengintil di belakangnya. Oleh karena itu pula, begitu melihat Oey Ku Kiong dia tidak
merasa terkejut sama sekali. Penampilannya tetap tenang dan bibirnya terus tersenyum
simpul. Berada di hadapan pujaan hatinya, keberanian Oey Ku Kiong seakan kandas entah ke
mana. Di dalam tenggorokannya seperti ada benda yang tercekat. Setelah tertegun
sejenak, dengan susah payah dia baru dapat menyahut" "Cayhe mengkhawatirkan
keselamatan kouwnio?" Kiau Hun tersenyum lembut. "Apakah kata-katamu ini hanya alasan yang kau kemukakan dalam keadaan terdesak?"
"Mana berani Cayhe mendustai Kouwnio?" Bola mata Kiau Hun mengerling sekilas. Dia
menggigit bibirnya perlahan-lahan. "Apakah kau takut aku akan terluka di tangan orang yang bernama Kim Cian itu?"
selesai berkata, kembali bibirnya tersenyum simpul. Langkah kakinya maju setindak demi
setindak mendekati Oey Ku Kiong. Di bawah cahaya rembulan, tampak kulitnya begitu putih bagai hamparan salju, di
antara senyumnya bagai ada ribuan bunga yang bermekaran. Tanpa dapat ditahan lagi
Oey Ku Kiong memandangnya dengan terkesima. Tampak dia mengulurkan tangannya
perlahan-lahan dan menggenggam tangan kanan anak muda tersebut.
"Selama beberapa hari ini, kau terus mengikuti dari belakang. Bukannya aku tidak tahu,
tapi aku selalu mengajukan pertanyaan kepada diriku sendiri, sebetulnya mengapa kau
melakukan hal ini" Aih, aku tahu apa yang kau pikirkan dalam hati. Dan aku juga mengerti
mengapa kau selalu mengikuti aku dari belakang dan tidak mau meninggalkan aku
sedikitpun.. Tapi ada suatu hal yang perlu kau ketahui. Untuk seumur hidup ini, aku tidak
mungkin jatuh cinta lagi pada siapapun. Cinta kasih dalam hatiku sudah membeku bagai
es di daerah kutub dan sudah terbenam di tempat yang tidak mungkin diinjaki manusia."
Oey Ku Kiong merasa tiba-tiba ada beban yang berat sekali mengganduli hatinya.
Perasaannya tergetar, kesedihannya terbangkit seketika. Tanpa dapat dipertahankan lagi,
dia menundukkan kepalanya perlahan-lahan, Kiau Hun melihat anak muda itu berdiri
tegak. dengan kepala tertunduk, tampangnya benar-benar mengenaskan. Bagai orang
yang kehilangan sukmanya. Tanpa terasa segulung rasa iba timbul dalam hatinya.
Terdengar dia menarik nafas dalam-dalam dan seakan menyesali diri sendiri dia berkata,
"Sayangnya pertemuan kita terlalu lambat."
Pikiran Oey Ku Kiong tergetar, tiba-tiba dia mendongakkan kepalanya. Sepasang
matanya menatap wajah Kiau Hun lekat-lekat.
"Kouwnio masih terhitung seorang gadis remaja, Cayhe juga baru berusia dua puluh
tahun. Mengapa bisa mengatakan bahwa pertemuan kita ini sudah terlambat?"
Kiau Hun memperlihatkan sekulum senyum yang pilu.
"Ketika kita bertemu, hatiku sudah terpaut di tempat lain. Lagipula keadaan diriku juga
bukan gadis yang suci lagi." Perlahan-lahan dia menarik nafas panjang. Di antara sepasang, alisnya tampak kerutan
yang seakan menyesali keadaan anak muda tersebut. Kemudian dia melanjutkan lagi katakatanya.
"Setiap sepuluh langkah, kita pasti bertemu dengan sekumpulan rerumputan. Di
dunia yang luas ini entah berapa banyak gadis yang jauh lebih cantik daripada diriku, Kiau
Hun. Mengapa kau justru menyukai bunga yang layu dan orang yang sudah tersesat jauh
seperti diriku ini" Bahkan cintamu demikian dalam! Apalagi baik hati maupun tubuhku
sudah milik orang lain. Seumur hidup ini tidak mungkin aku mengalihkan lagi perasaanku
ini. Biar bagaimana tulusnya hatimu padaku, kau malah hanya mencari penyakit bagi
dirimu sendiri." Oey Ku Kiong tertawa dengan pilu. Dia menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Lautan yang luas tidak mungkin berubah menjadi sungai, gunung yang menjulang
tinggi tidak mungkin berubah menjadi bukit yang rendah. Biar bagaimana kau perlakukan
aku, rasanya tidak mungkin merubah hatiku untuk melupakan dirimu."
"Untuk apa kau berbuat begini" Mungkin kehalusan kulitku dan kecantikan wajahku
yang membuat kau terpesona. Kau harus ingat, waktu terus berlalu, tidak ada kecantikan
yang abadi di dunia ini. Akhirnya yang tertinggal hanya segumpal tanah juga. lagipula
percintaan antara dua manusia harus dilandasi saling menyukai. Sedangkan aku benci
sekali terhadap ketamakan manusia di dunia ini. Mereka semua menghina yang miskin dan
memuliakan yang kaya. Aku ingin menggunakan tubuh yang sudah tidak mempunyai
perasaan ini dan kecantikan sekejap ini untuk meraih kebesaran nama, kedudukan dan
membalas dendam kepada semua orang di dunia ini. Kalau tidak, sekarang juga aku akan
merusakkan wajahku di hadapanmu agar perasaanmu menjadi mati."
Oey Ku Kiong termenung sejenak. Tiba-tiba di wajahnya yang muram perlahan-lahan
terlihat senyuman yang lebar. Dia seperti bergumam seorang diri.
"Apabila ulat tidak mati, seratnya juga tidak akan terurai. Meskipun waktu berlalu,
manusia dapat menjadi tua. Cayhe bersedia menjadi pendamping di samping kuburan!"
katanya tegas. Di bawah cahaya rembulan, tampak sepasang matanya mulai membasah. Sinarnya berkilauan.
Tapi tampaknya anak muda ini berusaha menahan sekuatnya agar tidak mengalir
turun. Kulit wajahnya tampak mengerut-ngerut.
Kiau Hun melihat tampang Oey Ku Kiong demikian tegas. Dia tahu tidak mungkin lagi
menasehatinya agar kembali ke jalan semula. Tanpa terasa dia menarik nafas panjang.
"Aih, tampaknya kau ini sampai mati juga tidak bisa diubah lagi."
Oey Ku Kiong tertawa lebar. "Tetapi, dapat melihat air mata iba menetes dari mata Kouwnio yang indah, matipun
tidak perlu disayangkan." Kiau Hun menjadi marah. "Sebetulnya apa maksudmu begitu setia dan mencintai mati-matian seorang perempuan
yang sudah tidak suci lagi?" Oey Ku Kiong tetap tersenyum lembut.
"Demi cinta, apapun berani kukorbankan, bahkan nyawaku s endiri!"
"Hm, hm! Manusia yang tidak berguna!" sindir Kiau Hun.
Oey Ku Kiong tetap tersenyum simpul.
"Kalau memang berguna, tentu aku tidak akan meninggalkain pek Hun Ceng dan
mengikuti dirimu." berkata sampai bagian yang sedih, tanpa dapat dipertahankan lagi air
matanya mengalir dengan deras. Kiau Hun menghentakkan kakinya d atas tanah dengan kesal. Kemudian dia menarik
nafas panjang. "Kau hanya mencari kesulitan bagi dirimu sendiri. Akhirnya kau toh tidak akan
mendapatkan apa-apa. Lebih baik kau kembali ke Pek Hun Ceng dan menjadi tuan muda
di sana. Kalau kita berpisah, mungkin malah akan membawa kebaikan bagi dirimu."
Wajah Oey Ku Kiong langsung berubah hebat.
"Kouwnio, apakah kau benar-benar mengusir Cayhe?"
"Aku tidak dapat menerima cinta kasihmu yang tulus, juga tidak tega mencelakai
dirimu. Keduanya merupakan hal yang sulit kuputuskan. Sedangkan jalan yang terbaik
bagi kita sekarang ini adalah jangan bertemu lagi untuk selamanya!"
Oey Ku Kiong mendengar nada bicara Kiau Hun dari awal sejak akhir selalu bermakna
sama. Tampaknya tekad gadis itu juga sulit dirubah. Tanpa terasa dia menarik nafas
panjang. "Terima kasih untuk maksud baik Kouwnio!" tanpa menunggu jawaban dari Kiau Hun,
dia langsung membalikkan tubuh dan melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu.
Dalam sekejap mata saja dia sudah menghilang dalam kegelapan malam.
Mendadak satu ingatan terlintas di benak Kiau Hun. Kemungkinan Oey Ku Kiong ada
membawa obat penawar racun. Kalau dia benar-benar pergi karena marah, kehilangan ini
terlalu besar bagi dirinya. Malah akan berpengaruh buruk pada seluruh rencananya.
Paling tidak, dia tidak dapat memberikan tanggung jawab kepada Liu Seng dan rombongannya
dan otomatis kehilangan kesempatan untuk mengambil hati para pendekar.
Dia ingin memanggil anak muda itu agar kembali. Bibirnya bergerak-gerak namun tidak
sepatah katapun terucapkan olehnya.
Dia berdiri di tempat itu dengan termangu-mangu. Entah berapa lama sudah berlalu.
Tiba-tiba" terdengar suara batuk-batuk yang lirih berkumandang dari belakangnya. Kiau
Hun jadi terkesiap seketika. Cepat-cepat dia menolehkan wajahnya. Entah sejak kapan,
Oey Ku Kiong yang barusan pergi ternyata sudah kembali lagi. Dia sedang berdiri tegak di
belakangnya. Kiau Hun berusaha menenangkan hatinya sejenak.
"Kapan kau kembali lagi?" tanyanya.
Oey Ku Kiong tertawa getir. "Sudah cukup lama aku kembali lagi, tidak tega rasanya mengejutkan engkau dari
lamunanmu yang asyik. Itulah sebabnya aku tidak mengucapkan sepatah katapun."
Tangannya terjulur ke dalam pakaian, dia mengeluarkan dua botol kumala dan
menggenggamnya dalam telapak tangan.
"Di dalam botol kumala putih ini berisi obat penawar racun. Sedangkan di dalam botol
yang satunya lagi berisi racun yang diracik Khusus oleh ayahku. Racun ini tidak berbau
maupun berwarna. Dapat dimasukkan dalam arak. maupun hidangan tanpa terasa
sedikitpun. Tentu sangat bermanfaat bagi gerakan yang akan kau ambil kelak kemudian
hari di dunia Bulim. Ayah sendiri memandangnya sebagai benda pusaka."


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan perasaan terharu Kiau Hun menatapnya sejenak. Dia mengulurkan tangannya
untuk menerima botol tersebut. Tetapi tiba-tiba dia seperti teringat sesuatu dan tangannya
pun segera ditarik kembali. Dia menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
"Aku tidak dapat menerima pernyataan cinta kasihmu!" Oey Ku Kiong jadi tertegun.
"Mengapa?" tanyanya heran.
Perlahan-lahan Kiau Hun maju dua langkah. Dia merapat ke arah anak muda itu.
"Maukah kau melakukan suatu hal untukku?"
"Lautan api maupun gunung golok, Cayhe rela menerjangnya demi Kouwnio!"
"Kalau begitu, kau antarkan obat penawar racun itu ke Lok Yang. Dengan demikian hati
para pendekar akan menjadi senang." kata Kiau Hun kembali.
Untuk sesaat Oey Ku Kiong menjadi bimbang. Hatinya merasa serba salah.
"Ayah angkatku merupakan musuh mereka bersama. Kedua pihak bagai api dan air
yang tidak dapat disatukan. Kalau aku tiba-tiba muncul di sana, mungkin akan
menimbulkan kecurigaan para pendekar?"
Kiau Hun tertawa lebar. "Kau bisa berpura-pura mengkhianati ayahmu dan berpihak kepada mereka. Lagipula
obat ini memang asli, tentu bisa mendapatkan kepercayaan dari para pendekar."
"Kemudian?" Kiau Hun berpikir sejenak. Tiba-tiba dia merendahkan suaranya.
"Beberapa hari kemudian, mereka akan mengadakan sebuah pertemuan besar di luar
kota Lok Yang. Orang-orang yang hadir merupakan tokoh-tokoh yang sudah mempunyai
nama besar di dunia Kangouw. Saat itu, kau bisa menggunakan kesempatan untuk muncul
di depan umum dan membantuku mengalahkan musuh. Kalau aku bisa merebut
kedudukan Bulim Bengcu, maka aku akan menyiarkan secara terang-terangan bahwa kau
adalah pengawal pribadiku. Sejak itu, baik siang maupun malam kau dapat menemaniku.
Walaupun hubungan kita terbatas dan tidak dapat maju lebih jauh lagi, namun setidaknya
dapat mengurangi rasa rindumu kepadaku?"
Mendengar ucapan Kiau Hun, sepasang mata Oey Ku Kiong langsung bersinar terang.
Tampangnya pun langsung bersemangat.
"Bagus sekali! Dapat mendengar ucapan Kouwnio yang satu ini saja, Cayhe pasti akan
berusaha menepati janji, tetapi" apakah kau tidak akan mendustai aku?"
Kiau Hun tersenyum lembut. "Kalau sudah mengabulkan, tentu tidak ada niat untuk mengingkarinya. Sekarang kau
pulanglah, kita bertemu di kota Lok Yang."
Kata-katanya yang terakhir diucapkan dengan lembut sekali. Di dalamnya seakan terkandung
perhatian yang dalam. Hati Oey Ku Kiong sampai tergugah melihatnya. Wajahnya
pun tidak sekelam tadi lagi. Tampak dia menarik nafas panjang.
"Bolehkah aku meraba tanganmu?" tanyanya lirih.
Kiau Hun tersenyum manis. Dia mengulurkan jari tangannya dan membiarkan Oey Ku
Kiong menggenggamnya. "Tunggulah dengan sabar, Bulim Tay Hwe sudah di depan mata, semuanya tergantung
dari tindakanmu sendiri." katanya lembut.
Oey Ku Kiong menganggukkan kepalanya perlahan-lahan. Mimik wajahnya menyiratkan
kegembiraan dan juga keresahan. Tidak diragukan lagi bahwa dia sudah terjerumus
dalam jurang cinta yang dalam. Hatinya sendiri tidak tahu apakah akhirnya penderitaan
atau kebahagiaan yang akan didapatkannya.
Kurang lebih sepeminum teh kemudian baru Oey Ku Kiong menarik tangannya kembali.
Dia menyodorkan botol yang berisi racun keji kepada Kiau Hun.
"Benda ini tidak bermanfaat apa-apa bagiku. Kau simpan saja."
Kiau Hun tersenyum lembut. Dia juga tidak sungkan lagi. Dia segera mengulurkan
tangannya menyambut kemudian memasukkan botol itu ke dalam saku pakaian.
"Pergilah dan laksanakan semuanya dengan baik. Kita pasti masih mempunyai dua
kesempatan untuk bertemu lagi."
Oey Ku Kiong menganggukkan kepalanya. Namun dia tetap memandang gadis itu
dengan penuh perasaan. Seakan berat sekali meninggalkannya. Akhirnya terpaksa Kiau
Hun menyuruhnya sekali lagi. Oey Ku Kiong mengeluarkan suara siulan yang panjang
kemudian tubuhnya mencelat ke udara, persis seperti seekor burung yang terbang
melayang. Sekejap saja dia sudah melesat ke arah Tenggara.
Di wajah Kiau Hun langsung tersirat senyuman yang penuh kebanggaan begitu Oey Ku
Kiong meninggalkan dirinya. Dia merasa seperti meraih suatu kemenangan besar karena
berhasil meluluhkan hati seorang laki-laki.
BAGIAN XXVII Sementara itu, Oey Ku Kiong yang melesat pergi langsung menuju kota Lok Yang.
Setelah delapan hari melakukan perjalanan, akhirnya dia melihat batas tembok kota yang
sudah tua sekali. Dia melambatkan gerakannya dan berjalan dengan langkah lebar.
Bersama-sama dengan para penduduk yang berhilir mudik, dia masuk ke dalam kota
tersebut. Karena Liu Seng memang tinggal di daerah ini, apalagi namanya sudah sangat terkenal
dengan menyebut nama Bu Ti Sin-kiam saja, dari anak kecil sampai kakek-kakek pasti
kenal. Belum berapa lama Oey Ku Kiong masuk ke dalam kota Lok Yang, dia sudah
berhasil menemukan tempat tinggal Liu Seng.
Begitu matanya memandang, dia langsung tertegun!
Tampak di atas gerbang pintu tergantung pita merah yang besar. Kerumunan manusia
memenuhi sekitar gedung tersebut dan orang yang masuk maupun keluar tidak hentihentinya.
Tidak diragukan lagi bahwa hari ini gedung keluarga Liu ini sedang mengadakan
pesta. Oey Ku Kiong merenung sejenak. "Begini ada baiknya juga. Aku bisa menyamar sebagai tamu undangan dan masuk ke
dalam untuk melihat-lihat suasana yang ada." pikirnya dalam hati.
Dia langsung membusungkan dadanya dan melangkahkan kakinya dengan lebar.
Dengan mudah dia berhasil masuk lewat pintu gerbang dan langsung menuju ke ruangan
dalam. Matanya segera berputar. Dia melihat bahwa di dalam ruangan yang besar itu
sudah hadir banyak orang yang pernah dikenalnya. Di antaranya ada Cian Cong si
pengemis sakti, Yibun Siu San, Liu Seng, Tan Ki, Ciong San Suang-siu, Kok Hua-hong dan
beberapa orang lainnya yang pernah datang ke Pek Hun Ceng.
Rupanya malam itu ketika kembali ke penginapan, Cian Cong dan Yibun Siu San
langsung menyuruhnya berangkat ke Lok Yang bersama Cin Ie. Tadinya mereka
bermaksud menuju Bu Tong San untuk menemui Tian Bu Cu, tetapi karena penyakit Tan
Ki sudah sem-buh, maka rencana itu akhirnya dibatalkan.
Yibun Siu San dan Cian Cong sudah mengungsikan Ceng Lam Hong untuk sementara.
Mereka mencegah agar jangan sampai terjadi suatu hal yang tidak diinginkan apabila ibu
dan anak itu sampai bertemu. Mengenai hubungan antara Tan Ki dan Mei Ling, Yibun Siu
San dan Cian Cong juga sudah mengadakan perundingan. Akhirnya diputuskan bahwa
Cian Cong yang akan menjadi perantara, sedangkan Yibun Siu San bertindak sebagai wali
dari keluarga pihak laki-laki yang akan melamar Mei Ling. Siapa tahu setelah pengalaman
yang berlangsung di Pek Hun Ceng, sekembalinya ke rumah, keadaan Liu Seng tetap tidak
sadar. Keadaannya tampak gawat sekali. Seperti orang yang keracunan, tetapi tidak
menunjukkan gejala apa-apa. Hal ini membuat kedua orang itu menjadi bingung dan tidak
tahu apa yang harus dilakukan. Itulah sebabnya wajah kedua orang itu tampak selalu
bermuram durja. Untung saja pada sore hari itu juga, Cm Ying tiba-tiba muncul dengan membawa Mei
Ling yang berhasil diselamatkannya. Gadis ini memiliki bermacam-macam kepandaian. Dia
jaga paham ilmu menawarkan racun. Setelah memeriksa penyakit Liu Seng, dia
mengobatinya dengan tusukan jarum emas. Setelah dilakukan tiga kali berturut-turut,
penyakit Liu Seng pun berhasil disembuhkan dan kesehatannya pulih kembali seperti sedia
kala. Tetapi terhadap penyakit yang diidap oleh Ciu Cang Po, dia tidak berani sembarangan
Mengobatinya. Dia sudah melihat bahwa pil Li Hun Tan milik Oey Kang bukan saja sangat
aneh dan keji, tetapi terbuat dari berbagai
jenis rumput yang langka. Semuanya dicampur jadi satu. Untuk menyembuhkan
penyakit ini, terpaksa harus dicari pula obat penawar untuk setiap jenis rumput racun yang
berbeda, kemudian diramu kembali menjadi obat baru bisa membawa hasil. Apabila hanya
meminum sejenis obat penawarnya saja, berarti hanya satu jenis racun pula yang dapat
dipunahkan. Sedangkan racun yang lainnya semakin mengerikan.
Biarpun demikian, cara pengobatan Cin Ying yang sudah terlihat buktinya tetap saja
mendapat pujian yang hebat dari para pendekar. Mereka merasa kagum bahwa gadis yang
usianya masih demikian muda sudah berhasil mempelajari ilmu pengobatan yang demikian
tinggi. Justru ketika Liu Seng mengabulkan lamaran Tan Ki, maka ditentukan bahwa hari itulah
akad pernikahan akan dilangsungkan. Namun sampai saat itu, Liu Seng tetap belum tahu
kalau bakal menantunya ini merupakan wujud asli dari Cian bin mo-ong! Ketika Oey Ku
Kiong melangkah masuk, para hadirin sedang bercakap-cakap dan bercanda dengan riang
gembira. Tidak ada seorangpun yang memperhatikan adanya seorang pemuda yang
masuk ke dalam ruangan tersebut. Oey Ku Kiong berdiri sejenak, namun tetap saja tidak ada orang yang
memperdulikannya, tiba-tiba hidungnya memperdengarkan suara dengusan yang dingin
kemudian mengucap dengan suara lantang:
"Datang dengan tiba-tiba, pergi dengan tergesa-gesa, Impian pendek tidak dapat
diandalkan dan musim semi kembali hampa, sulit rasanya mengikuti jejak kuda berlari.
Gunung berliku-liku, sungai berkelok-kelok, Awan yang berarak dari barat kembali ke
timur, ke mana pula kabar berita harus disiarkan?"
Begitu mendengar pembacaan syairnya berhenti, tampak bayangan tubuh berkelebat.
Suara semilir angin menusuk di telinga. Tahu-tahu dari depan belakang maupun kiri
kanannya ia telah terkepung oleh tujuh delapan orang. Suasana menjadi tegang seketika.
Oey Ku Kiong tertawa dingin. Dia seakan tidak menganggap apapun yang terpampang
di hadapannya. Kepalanya didongakkan dan dadanya dibusungkan, dia menatap awan
yang berarak di atas langit biru. Wajahnya tenang
i namun tersirat keangkuhan dirinya dan ketinggian hatinya.
Si gemuk pendek dari Ciong San Suang-siu, yakni Cu Mei segera maju ke depan.
Dengan wajah kelam dia berkata, "Apakah kau yang disebut dengan Pendekar baju putih
dari Pek Hun Ceng?" Oey Ku Kiong mencibirkan bibirnya. "Tidak salah, akulah orangnya!"
Cu Mei mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
"Bagus sekali, kau juga bisa cari sendiri ke dalam tempat kami!" kakinya langsung
melangkah ke depan, dia segera melancarkan sebuah serangan ke arah anak muda
tersebut. Angin yang keras memenuhi sekitar dirinya, malah timbul suara yang menderu-deru.
Oey Ku Kiong tertawa dingin. "Ingin berkelahi?" tanyanya sambil menarik sedikit pundaknya ke belakang dan dengan
gerakan yang ringan serta cepat dia langsung mencelat ke arah kiri."
Kelebatan tubuhnya bukan saja cepat bukan main, malah gerakannya juga mengandung
keanehan yang tidak terkirakan. Cu Mei hanya merasa matanya menjadi kabur, dia
kehilangan gerak tubuh lawannya. Padahal dia sudah berkecimpung di dunia Kangouw
sejak tiga puluh tahun yang lalu, namun mana pernah dia melihat gerakan yang
sedemikian ajaib. Tanpa dapat ditahan lagi hatinya menjadi terkejut bukan kepalang!
Sementara dia masih tertegun, tiba-tiba dari belakang tubuhnya terdengar suara
tertawa yang dingin. Bagai segulung angin dingin yang terpancar dari dalam neraka
sehingga membuat hatinya tergetar. Serangkum tenaga yang kuat menghembus ke arahnya seiring dengan suara dingin
tadi. Rupanya begitu berhasil menghindarkan diri dari pukulan Cu Mei, Oey Ku Kiong
langsung melancarkan sebuah serangan balasan dalam kesempatan yang sama.
Mimpipun Cu Mei tidak menyangka kalau gerakan lawannya begitu cepat dan keji.
Seandainya baru turun tangan saja dia sudah terjungkal di tangan anak muda ini, nama
besar yang berhasil dipupuk oleh Ciong San Suang-siu pasti akan kandas seketika. Berpikir
sampai di sini, hatinya semakin tercekat. Dia merasa terkejut juga marah.
Pikirannya langsung bergerak. Dalam waktu sekejap mata gulungan angin yang
kencang dari pukulan Oey Ku Kiong sudah mendesak ke arahnya. Dia segera
mengeluarkan suara bentakan yang nyaring, dikerahkannya seluruh tenaga dalam yang
ada pada dirinya ke sepasang lengan. Dengan jurus Ular Marah
Mengibaskan Ekornya, sepasang tangannya langsung direntangkan dan menyerang
dengan gencar ke depan. Begitu dua pukulan dilancarkan, kehebatan dan kekejiannya tak perlu ditanyakan lagi.
Dia memang berniat menguji sampai di mana tingginya ilmu silat Oey Ku Kiong. Oleh
karena itu pula, dia tidak berpikir panjang lagi dan menggunakan cara keras lawan keras
menghadapi lawannya. Sebetulnya cara berkelahi semacam ini merupakan pantangan bagi jago kelas tinggi di.
dunia Bulim. Pertama karena belum mengetahui sampai di mana kekuatan lawan. Kedua,
apabila satu pihak tenaganya kalah sedikit saja, pihak lawannya dapat menggunakan
sedikit peluang untuk melancarkan serangan berikut. Apabila hal ini sampai terjadi,
seandainya tidak matipun, pasti akan terluka parah. Melihat cara berkelahi yang dilakukan
kedua orang ini, para hadirin yang lain benar-benar terpana. Di wajah mereka masingmasing
tersirat rasa terkejut dan kecemasan yang dalam.
Tiba-tiba terdengar suara teriakan yang nyaring dari arah yang tidak terlalu jauh.
"Berhenti!" Tampaknya orang yang baru datang ini merasa panik sekali, tampak dia
mengulurkan tangannya sambil berkelebat menerobos lewat di tengah kedua orang itu.
Orang yang datang ini bertubuh langsing, gerakannya cepat sekali. Begitu tangannya
mendorong, baik Oey Ku Kiong maupun Cu Mei sama-sama mengeluarkan suara dengusan
yang berat dan tergetar mundur sejauh dua langkah serentak.
Meskipun gerakan gadis ini lemah gemulai, namun tenaga dalam yang diperlihatkannya
barusan tampaknya malah lebih tinggi daripada kedua orang itu. Begitu tangannya
menghantam ke depan, gerakannya demikian indah laksana orang yang sedang menari.
Tidak terlihat di dalamnya terkandung tenaga yang dahsyat, ternyata ia berhasil
menggetarkan kedua orang itu sehingga tanpa dapat mempertahankan lagi mundur dua
langkah masing-masing. Bukan hanya Oey Ku Kiong dan Cu Mei saja yang terpana,
bahkan para hadirin yang ada di dalam ruangan itu juga tertegun. Di wajah mereka
tampak mimik yang berbeda-beda. Begitu mata memandang, tampak orang itu mengenakan pakaian berwarna merah
jambu. Wajahnya cantik rupawan. Dan bagi orang-orang yang hadir sama sekali tidak asing
karena dia adalah bekas budak keluarga Liu yakni Kiau Hun.
Sepasang bola matanya yang indah mengerling ke arah para hadirin sekilas. Bibirnya
tersenyum simpul. Kemudian dia menoleh kepada Cu Mei.
"Di antara orang sendiri, mengapa harus pakai berkelahi segala?"
Cu Mei jadi tertegun mendengar kata-katanya.
"Maksud ucapan nona ini?"
Kiau Hun kembali memamerkan sekulum senyum yang manis. Dia menunjuk ke arah
Oey Ku Kiong. "Meskipun orang ini adalah putra angkat si raja iblis, tetapi hatinya berjiwa pendekar.
Dari luar memang tampak angkuh namun perasaannya sendiri sangat lembut.
Kedatangannya hari ini memang menurut apa yang aku perintahkan. Dengan tulus hati dia
ingin berpihak kepada kita." Mulut Cu Mei mengeluarkan suara "Oh?" tapi hatinya masih kurang percaya. Sepasang
matanya yang curiga memancarkan sinar yang tajam menusuk dan memperhatikan Oey
Ku Kiong dari atas kepala sampai ke ujung kaki. Baru saja dia ingin membuka mulut, tibatiba
tampak si. pengemis sakti Cian Cong berjalan keluar dari mejanya dengan langkah
lebar. Orangnya belum sampai, dia sudah tertawa terbahak-bahak.
"Baru beberapa hari tidak bertemu saja, ilmu silat maupun tenaga dalam nona ini sudah
maju demikian pesat. Si pengemis tua tadi memperhatikan gerakan tubuhmu ketika
melesat masuk dan menghantam telapak tangan untuk mendorong kedua orang ini.
Rasanya ilmu demikian asing sekali dalam pandangan si pengemis tua ini. Dapatkah Nona
menceritakan kejadian apa yang telah Nona alami?"
Mendengar pertayaannya, hati Kiau Hun jadi tercekat.
"Pandangan mata pengemis ini sungguh tajam sekali. Sekali lihat saja, dia sudah tahu
bahwa ilmu silatku tidak termasuk aliran manapun di daerah Tionggoan." pikirnya diamdiam.
Begitu pikirannya tergerak, dia segera mengalihkan pandangan matanya ke seluruh ruangan.
Mulutnya mengeluarkan seruan terkejut dan dengan kesempatan itu, dia segera
mengubah pokok pembicaraan. "Aduh, suasana hari ini tampaknya jauh berbeda dengan biasanya. Para budak dan
pelayan sibuknya bukan main. Sebentar masuk ke dalam, sebentar kemudian keluar lagi.
Di mana-mana digantung lentera dan pita merah, entah pesta apa yang sedang
dilangsungkan hari ini?" "Hari ini adalah pernikahan antara Tan Ki dan Liu Toa Siocia." tukas Cu Mei cepatcepat.
"Tan Ki?" Mendengar keterangannya, Kiau Hun terkejut setengah mati. Tanpa sadar dia bertanya
sekali lagi. Di antara sepasang alisnya terlihat keratan yang dalam. Sinar matanya
menyorotkan kebencian hatinya yang mengandung kekejian yang tidak terkatakan! Namun
dalam waktu sekejap mata saja dia sudah pulih kembali seperti sedia kala. Bibirnya
mengembangkan seulas senyuman yang lembut.
"Kalau begitu aku harus mengucapkan selamat kepada Liu Toaya." katanya sambil
menarik tangan Oey Ku Kiong. Dengan penampilan yang anggun dan wajah yang tenang
dia melangkah masuk ke dalam ruangan.
Tidak ada seorang pun yang tahu bahwa dalam hatinya saat ini sedang timbul suatu
rencana pembunuhan yang keji! Dia lalu memperkenalkan Oey Ku Kiong kepada para hadirin. Di dalam hati beberapa
pendekar timbul juga rasa curiga. Oey Ku Kiong lalu mengeluarkan obat penawar racun
dan menyembuhkan Ciu Gang Po sehingga pulih kembali seperti sedia kala dan anak muda
itu juga menolong beberapa pendekar yang masih belum siuman dari pingsannya.
Meskipun masih ada beberapa orang yang kurang percaya niat baiknya, tetapi mereka


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

juga tidak bisa membuktikan apa-apa.
Perlu diketahui bahwa ilmu silat Ciu Cang Po tidak terpaut jauh dengan si pengemis
sakti Cian Cong. Dia dapat dipulihkan kembali, tampaknya hanya hal yang mudah dan
tidak akan makan waktu, namun kesadaran nenek tua itu merupakan bantuan yang besar
bagi para pendekar. Tidak lama kemudian, kegelapan malam perlahan-lahan mulai merayap. Segala sesuatu
tampaknya berjalan dengan lancar. Lampu minyak maupun lentera-lentera yang besar
telah dipasang. Di dalam aula pernikahan, segalanya juga sudah disiapkan. Irama musik yang meriah
mulai berkumandang. Suasana malam ini lebih meriah dari pada biasanya. Seluruh anggota keluarga Liu, baik
bawahan maupun atas, tidak ada yang mau ketinggalan. Hati mereka gembira sekali.
Semuanya berkumpul di ruangan tamu.
Meskipun di dalam ruangan itu telah diatur ratusan meja dan kursi sehingga tampak
penuh sesak, namun mereka tetap tidak mau berdiri di luar ruangan. Mereka bahkan
memilih berdesakan di dalam ruangan agar dapat menyaksikan tampang nona besar
mereka yang menjadi pengantin sekaligus ingin melihat calon tuan mereka.
Waktu berlalu perlahan-lahan di antara suasana yang meriah. Tiba- tiba terdengar
suara juru bicara yang lantang, "Perjamuan dibuka?"
Dari luar ruangan terdengar suara mercon yang nyaring sekali. Begitu kerasnya suara
itu sehingga gendang telingapun ikut tergetar. Dalam sekejap mata, dua puluh lebih
pelayan masuk ke dalam ruangan dengan tangan masing-masing membawa baki berisi
berbagai hi-dangan. Suara beradunya cawan dan teriakan gembira pun memenuhi ruangan itu seketika.
Suasana bertambah ramai dan bising.
Dengan demikian urusan Liu Seng hari ini benar-benar bagai mimpi yang menjadi
kenyataan. Seseorang apabila dapat memperoleh menantu yang gagah dan tampan serta
berjiwa pendekar, malah diwakili oleh seorang tokoh sakti yang namanya sudah
menggemparkan dunia persilatan seperti si pengemis sakti Cian Cong, mana mungkin
tidak merasa gembira dan bangga"
Tetapi mungkin mimpipun dia tidak pernah mengira bahwa saat ini sebuah rencana
yang keji sedang berlangsung atas diri putrinya sendiri"
Justru di saat gedung keluarga Liu sedang meriah-meriah dan gembira bukan kepalang,
di luar kota Lok Yang, di bawah cahaya rembulan yang suram dan mengenaskan, berdiri
seorang wanita setengah baya yang sedang gelisah dan galau.
Dia, tentunya ibu kandung Tan Ki sendiri, Ceng Lam Hong" seorang wanita yang
dipandang hina dan dibenci oleh putranya sendiri.
Di bawah cahaya rembulan yang menyorotkan sinar dengan kemalas-malasan, tampak
air matanya bercucuran. Sepasang telapak tangannya terdekap di depan dada. Dia sedang
memohon kepada Thian yang kuasa agar melindungi anaknya dan mendoakan agar
bahagia sepanjang hidupnya. Perasaan hati seorang ibu yang penuh dengan cinta kasih sering tidak terduga oleh
orang lain. Kadang-kadang malah tidak terlihat. Dengan seorang diri di daerah
pegunungan yang sunyi ini, dia mengalirkan air mata kasih sayang seorang ibu. Biar
bagaimanapun sikap Tan Ki terhadapnya, tetap saja dia berdoa dengan hati yang tulus
agar anaknya dalam kehidupan di dunia ini dapat mencapai kebahagiaan abadi.
Inilah yang disebut kasih ibu! Dia tahu malam ini adalah malam pernikahan anaknya. Sebagai seorang ibu, tentu saja
dia ingin melihat wajah putranya yang berseri-seri karena bahagia. Tetapi dia merasa
takut kalau kehadirannya malah akan menimbulkan rasa sakit dan kebencian di hati Tan Ki
sehingga merusak suasana yang sedang bergembira. Oleh karena itu, dia menahan
keinginan hatinya untuk ikut hadir dalam pesta pernikahan tersebut dan berdiri di daerah
yang sunyi ini seorang diri sambil berkhayal.
Terdengar suara tawanya yang mengenaskan. Bibirnya bergerak-gerak dan menggumam
seorang diri, "Ah, saat ini tentunya sepasang pengantin sudah keluar memberi salam
kepada para tetamu! Aku dapat melihat sinar matanya yang bahagia" juga menantuku
yang cantik jelita laksana bidadari turun dari khayangan?"
Tampaknya Ceng Lam Hong sedang menghibur hatinya sendiri. Suara yang tercetus
dari bibirnya begitu pilu dan menyayat hati. Keadaannya saat itu lebih mirip seorang isteri
yang ditinggal suami dan meratapi nasibnya yang malang. Orang yang mendengarnya
tentu akan merasa iba. Kurang lebih setengah kentungan telah berlalu, perlahan-lahan Ceng Lam Hong
menggerakkan kakinya yang terasa berat dan berjalan ke depan. Langkah kaki itupun
demi-kian mengenaskan bagai merenungi nasibnya yang malang.
Tiba-tiba terdengar mulutnya mengeluarkan suara keluhan, langkah kakinya pun terhenti.
Rupanya di malam yang sunyi dan mencekam ini, ada juga seorang perempuan
berpa-kaian sederhana duduk di atas sebuah batu besar. Jarak antara perempuan itu
dengan Ceng Lam Hong kurang lebih sepuluh depaan. Dia sedang mendongakkan
wajahnya menatap langit dengan perhatian terpusat penuh.
Untuk apa perempuan itu duduk seorang diri di tempat seperti ini"
Begitu pikirannya tergerak, suatu naluri tiba-tiba muncul dalam hati kecilnya. Dia segera
mengenyahkan kesedihannya dan menenangkan perasaannya yang bergejolak. Tanpa
menunda waktu lagi dia menyelinap di balik sebatang pohon yang besar.
Matanya segera dialihkan, gadis itu tampak asing baginya. Dia belum pernah
melihatnya sebelum ini. Tapi dari penampilan wajahnya yang diperlihatkan saat itu,
tampaknya gadis itu sedang banyak pikiran. Juga seperti sedang menunggu kedatangan
seseorang. Ceng Lam Hong menyembunyikan diri di dalam kegelapan. Dia memperhatikan setiap
gerak-gerik perempuan itu dengan penuh perhatian. Siapa nyana perempuan itu boleh
dibilang dari awal hingga akhir terus mendongakkan wajahnya menatap langit. Dia tidak
bergerak sedikitpun. Sampai kurang lebih sepenanakan nasi. Tiba-tiba"
Sebuah suara siulan yang bening dan nyaring menyusup ke dalam telinga. Gadis itu
melonjak bangun dan menolehkan kepalanya ke arah sumber suara siulan tadi. Tidak lama
kemudian, tampak sesosok bayangan seseorang yang tinggi besar melesat bagai kilat ke
arah gadis tersebut. Pakaiannya berwarna hijau. Hembusan angin mengibar-ngibarkannya.
Ternyata orang yang datang itu seorang Tosu.
Ketika Ceng Lam Hong berhasil melihat dengan jelas tampang orang yang datang itu,
diam-diam hatinya tergetar. Dia merasa terkejut sekali.
"Tian Bu Cu adalah salah satu dari dua tokoh sakti di dunia ini. Tetapi selamanya dia
menutup diri dan tidak mencampuri urusan dunia luar. Konon dia senang menyelidiki berbagai
jenis ilmu silat yang ada di dunia ini. Mengapa tiba-tiba orangtua ini bisa muncul di
sini?" tanyanya dalam hati. Ketika pikirannya masih bertanya-tanya, dengan gerakan seperti hembusan angin, Tian
Bu Cu sudah sampai di depan gadis itu. Dia menghentikan langkah kakinya dan tersenyum
lembut. "Tentu Liang Kouwnio sudah lama menunggu." katanya.
Perempuan berpakaian sederhana itu menarik nafas panjang. Suara sahutannya
mengandung kepiluan yang dalam. "Bagaimana keadaannya?" "Pernikahan sudah berlangsung, tidak sempat lagi dicegah." sahut Tian Bu Cu.
Tiba-tiba perempuan itu mengembangkan seulas senyum.
"Locianpwe bersedia memikirkan kebahagiaanku dengan memadukan diriku dengan
adik Tan Ki. Boanpwe merasa terima kasih sekali. Tetapi, adik Ki dapat menyunting
seorang gadis cantik seperti Liu Moay Moay, mungkin malah lebih membuat dirinya
bahagia. Di sini aku pun ikut bergembira."
Tian Bu Cu menarik nafas panjang. "Pinto boleh dibilang selamanya tidak pernah ikut campur urusan dunia. Melihat keadaan
semakin gawat dan mungkin bisa terjadi pertumpahan darah besar-besaran,
sebetulnya hati Pinto juga masih belum tergerak. Tidak tahunya, ketika mencari obatobatan
di Go Bi San, secara kebetulan bertemu denganmu. Apabila bukan karena cinta
kasihmu yang demikian tulus, dan melihat kau terperangkap demikian dalam serta
bermaksud bertobat, Pinto justru jadi terharu. Sebetulnya Pinto sudah merasa bebas
dengan cara hidup menyendiri. Aih" kau sendiri mempunyai julukan Siau Yau Sian-li,
tetapi dapat mempunyai niat besar untuk bertobat karena nasehat Tan Ki. Hal ini juga
tidak mudah dilaksanakan." Siau Yau Sian-li Liang Fu Yong menarik nafas panjang.
"Boanpwe berharap Locianpwe dapat menyempurnakan niat suci ini." sabutnya dengan
nada hormat. "Sampai saat ini, apakah kau masih mencintai Tan Ki?" tanya Tian Bu Cu tiba-tiba.
Wajah Liang Fu Yong merah padam seketika. Cepat-cepat dia menundukkan kepalanya
dan tidak sanggup memberikan jawaban. Tian Bu Cu tampak merenung sejenak.
Mendadak mimik wajahnya menjadi serius. Sikapnya berwibawa sekali.
"Dapatkah kau mengorbankan perasaanmu sendiri dan menyempurnakan kebahagiaan
Tan Ki?" tanyanya kemudian. Liang Fu Yong menjadi tertegun mendengar pertanyaannya.
"Apa?" "Pinto menyuruhmu menunggu di sini. Menggunakan kesempatan itu, Pinto menyelinap
ke dalam gedung keluarg Liu dan mengadakan penyelidikan. Wajah pengantin prianya
juga sempat Pinto lihat. Ternyata memang seorang pemuda yang tampannya tidak terkatakan.
Wajahnya gagah serta enak dilihat. Dia merupakan seorang yang berbakat
terpendam serta sulit dicari tandingannya di dunia Bulim saat ini. Beberapa hari kemudian,
akan diadakan perebutan besar-besaran untuk mendapatkan kedudukan Bulim Bengcu.
Meskipun pemuda ini belum tentu berhasil, tetapi kelak dia tentu akan mempunyai nama
yang besar dan berjiwa gagah?"
Terdengar suara keluhan dari mulut Liang Fu Yong. Dia mengembangkan seulas
senyuman yang getir. "Aku tahu sekarang, setelah pernikahan ini, Tan Ki pasti mendapat dukungan dari para
pendekar dan namanya pasti akan terkenal dalam sekejap mata. Dia akan menjadi
seorang tokoh yang mendapat pusat perhatian di mana-mana, sedangkan aku hanya
seorang perempuan rendah yang dicerca orang di mana-mana. Seandainya?"
Berkata sampai di sini saja, segulung perasaan pedih telah memenuhi kalbunya.
Hatinya hancur seketika. Dari sepasang matanya yang sayu mengalir air mata. Dia tidak
sanggup meneruskan kata-katanya lagi. Namun sesaat kemudian, dia membangkitkan
keberanian dalam hatinya dan berkata dengan nada pilu, "Seandainya aku menjumpainya
secara terang-terangan, pasti akan menimbulkan prasangka yang tidak-tidak oleh para
pendekar. Hal ini juga akan mempengaruhi keharuman namanya dan mungkin bahkan
bisa menghancurkan masa depannya yang cerah?"
Kata-katanya terhenti. Dari wajahnya yang cantik tersirat penderitaan yang tidak
terkirakan. Di bawah cahaya rembulan, tampak wajahnya pucat pasi. Air mata telah
membasahi pipi yang mulus. Tampangnya sungguh mengenaskan.
Tampak dia tertawa getir dan berkata lagi:
"Aku tidak seperti Locianpwe yang dapat membebaskan diri dari ikatan duniawi dan
mencapai kebebasan hati yang sempurna. Aku selalu merasa bahwa manusia hidup di
dunia ini kecuali mencari kesenangan pribadi, hanya mendambakan cinta kasih saja.
Apalagi percintaan di antara sepasang muda mudi, begitu ajaib dan anehnya sehingga sulit
diuraikan dengan kata-kata. Tetapi cinta seperti ini demikian suci dan tulusnya, di
dalamnya tidak terkandung sedikitpun niat jahat. Seperti apa yang Boanpwe alami
sekarang ini. Seandainya Boanpwe benar-benar mencintai Tan Ki, maka seharusnya aku
berpikir demi masa depan serta kebahagiaannya?"
Tian Bu Cu menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
"Kau dapat mengerti maksud ucapan Pinto dan langsung menyatakan persetujuan sendiri.
Meskipun Tan Ciok San sudah meninggalkan dunia ini dengan membawa dendam kesumat,
tetapi di alam baka dia pasti bisa mengetahui dan merasa berterima kasih sekali
terhadap ketulusan hatimu kepada putranya. Aih, sekarang waktu sudah larut sekali. Pinto
akan kembali ke Bu Tong San untuk menenangkan hati." tiba-tiba dia berhenti berkata,
seakan ada suatu masalah besar di dalam hatinya dan dia harus memikirkan sejenak.
Kemudian tampak dia tersenyum simpul dan mengeluarkan sesuatu dari dalam lengan
bajunya yang longgar. Kemudian melanjutkan kembali kata-katanya dengan perlahanlahan,
"Liang Kouwnio, ke marilah. Menjelang kepergian Pinto ini, tidak ada sesuatu yang
dapat Pinto hadiahkan. Barang ini biar sementara kau simpan dahulu, kau boleh mencari
kesempatan yang baik dan berikan kepada si pengemis tua Cian Cong. Juga, ketika aku
masuk secara diam-diam ke dalam gedung keluarga Liu tadi, aku menemukan suatu
rahasia yang menggetarkan hati?" tampak dia mendekati telinga Liang Fu Yong dan
membisikkan beberapa patah kata kepadanya.
Ceng Lam Hong bersembunyi di balik pohon yang jaraknya kurang lebih sepuluh depa.
Dia hanya dapat melihat mimik wajah Liang Fu Yong yang berubah hebat mendengar
bisikan Tian Bu Cu. Tampaknya dari sedih dia berubah menjadi marah. Di antara perasaan
marah juga terselip rasa takut akan sesuatu yang mengerikan.
Hal ini membuktikan bahwa urusan yang diberitahukan oleh Tian Bu C u pasti gawat
sekali. Tetapi karena jauhnya jarak di mana dia bersembunyi, dia jadi tidak dapat
mendengar apa yang dibisikkan oleh Tian Bu Cu sehingga Liang Fu Yong demikian
tercekat hatinya. Ceng Lam Hong sedang menduga-duga apa kira-kira urusan yang mereka bicarakan,
tiba-tiba dia melihat Liang Fu Yong tergesa-gesa menerima benda yang disodorkan oleh
Tian Bu Cu dan memasukkannya ke dalam saku pakaian lalu berkata, "Kalau begitu,
Boanpwe pergi sekarang juga!" dia membalikkan tubuhnya. Dengan gerakan mengerahkan
ginkang sepenuhnya, dia langsung menghambur ke arah kota Lok Yang. Gerakannya bagai
sebatang anak panah yang dibidikkan. Dalam sekejap m
Bentrok Rimba Persilatan 22 Balada Pendekar Kelana Karya Tabib Gila Bentrok Para Pendekar 2
^