Pencarian

Dendam Iblis Seribu Wajah 9

Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Bagian 9


ya. Yibun Siu San terkejut setengah mati melihat iblis itu menyambut serangannya dengan
serangan pula. Laki-laki itu terdesak sampai dua tiga depa. Dia merasa serangkum angin
menghembus lewat selangkangannya. Meskipun jalan darahnya tidak tertotok, namun
sapuan anginnya saja sudah menimbulkan rasa perih dan panas.
Dalam keadaan masih terperanjat, tiba-tiba dia melihat Oey Kang bagai camar yang
terbang di angkasa. Diiringi suara orang meniup dengan keras, dia melintas di atas kepala
Yibun Siu San. Pedangnya berubah menjadi bayangan yang mengitarinya dan tiba-tiba
orang beserta pedang kayunya meluncur ke arah Ceng Lam Hong.
Yibun Siu San melihat dia menggerakkan pedang sambil melayang di udara.
Kepandaian orang ini sudah mencapai taraf yang demikian tinggi sehingga pedangnya
sudah berhasil dikuasai sedemikian rupa tergantung kemauan-nya. Hatinya menjadi
tercekat, sambil meraung dengan keras, dia menggetarkan pedang kayunya serta
menyapu ke depan. Terdengar suara benturan yang keras. Dua batang pedang kayu saling beradu. Dengan
menggunakan daya pental dari dorongan tenaga lawan, tubuh Oey Kang melayang lagi di
udara sejauh satu depaan. Dia berjungkir balik sebanyak dua kali. Sambil tertawa
terbahak-bahak, pedang kayunya kembali meluncur ke arah jalan darah penting di bagian
punggung Yibun Siu San. Angin yang keras timbul dari totokan pedangnya, gerakannya
ringan dan lincah sekali. Dengan panik Yibun Siu San menerjang ke depan sejauh beberapa depa. Tangannya
membalik dan dengan jurus Mematri lonceng emas, dia membalas sebuah serangan. Siapa
nyana gerakan iblis ini jauh lebih cepat dari pada dirinya. Sepasang kakinya baru menutul
di atas tanah, tahu-tahu tubuhnya sudah mencelat kembali di udara. Serangan Yibun Siu
San sampai, tubuhnya sudah melayang kembali. Dengan jurus Camar menerobos awan,
dia sudah melesat ke atas kepala Yibun Siu San dan pedang kayunya secepat kilat
menebas ke bawah! Jurus ini anehnya bukan main. Meskipun Yibun Siu San sudah banyak menghadapi lawan
tangguh, pengalamannya juga luas. Tetapi dia juga dibuat kalang kabut oleh
serangan Oey Kang ini. Cepat-cepat dia membalikkan tubuhnya di udara dan menghindar
sejauh beberapa depa. Begitu kakinya menginjak tanah, dengan jurus Pelangi mewarnai
langit dia lancarkan kembali serangan dari udara. Kehebatannya mengagumkan, dia
langsung menyambut datangnya serangan lawan.
Terdengar lagi suara pedang kayu mereka beradu, kembali Oey Kang meminjam tenaga
dorongan akibat benturan itu dengan melayang lagi di udara. Pergelangan tangannya
memutar dan dia menebas lagi ke arah Yibur Siu San.
Cara menyerang yang belum pernah terdengar atau terlihat ini, justru merupakan ilmu
andalan Oey Kang yakni, Mo-hun Cap Pat-cai atau Delapan belas jurus meraba awan.
Gerak-annya selalu meminjam tenaga pantulan pedang lawan untuk mencelat ke atas dan
menyerang dari udara. Acap kali sampai lama sekali tubuhnya tidak mendarat turun di atas
tanah. Ketika mula-mula menghadapi lawannya, Yibun Siu San masih belum merasa adanya
keistimewaan apa-apa. Dia hanya merasa ilmu meringankan tubuh Jikonya itu maju pesat
dibandingkan waktu lalu. Dengan pertimbangan waktu yang tepat, dia dapat meminjam
tenaga pantulan senjata lawannya untuk mencelat ke tengah udara. Tetapi setelah
bergebrak kurang lebih sepeminum teh lamanya, dia baru mulai merasa ada yang tidak
beres. Dia melihat tubuh lawannya yang melayang di udara bagai burung camar
beterbangan. Melesat ke sana menerobos ke mari. Serangannya semakin lama semakin
gencar. Perubahan jurusnya mengejutkan. Terang-terangan dia melihat serangan
dilancarkan dari arah depan, tahu-tahu tubuhnya berkelebat dan serangannya sudah
mengancam dari belakang. Gerakan tangannya seperti asal-asalan saja, namun
sasarannya selalu bagian tubuh yang berbahaya. Pedang kayu di tangannyapun semakin
lama gerakannya semakin aneh. Tiba-tiba menyerang ke kiri dan kadang-kadang
berpindah ke kanan. Kedatangannya selalu tidak terduga-duga.
Lambat laun Yibun Siu San terpaksa harus memusatkan perhatian sepenuhnya untuk
menghadapi lawan. Tokoh kelas tinggi di dunia Bulim ini, dibuat kalang kabut oleh gerakan
tubuh Oey Kang yang bergerak bagai hempasan angin. Biarpun kepandaiannya sangat
tinggi, namun dia sama sekali tidak sempat menggunakannya.
Karena ilmu Cap Pat Mo-hun milik Oey Kang ini merupakan sejenis ilmu yang sangat
istimewa, tubuhnya sambil melayang di udara dapat melesat ke kiri dan ke kanan.
Gerakan tubuhnya seakan tidak pernah berhenti. Meskipun tenaga dalam Yibun Siu San
lebih tinggi lagi, tetap saja dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Si pengemis sakti yang terus menyaksikan jalannya pertempuran dari samping, menjadi
tercekat hatinya. Diam-diam dia berpikir"
"Nama si iblis tua ini ternyata bukan nama kosong. Dia merupakan musuh tertangguh
yang pernah aku lihat. Kalau dibiarkan terus, Yibun Loji pasti akan kena pukulannya. Lebih
baik aku memanas-manasi hatinya agar bertempur dengan cara yang biasa?"
Begitu pikirannya tergerak, dia langsung berteriak dengan keras, "Cara bertempur yang
seperti mainan ini, mana terhitung ilmu sejati. Tampaknya julukanmu Sam-jiu San Tian-sin
hanya ejekan para sahabat dunia Kangouw saja. Pada dasarnya tidak berani bertempur
dengan cara jantan dengan lawan!"
Mendengar sindirannya itu, ternyata Oey Kang langsung menghentikan serangannya
dan berjungkir balik di udara satu kali kemudian mendarat turun pada jarak dua depaan.
Tangannya masih menggenggam pedang kayu, mulutnya mengeluarkan suara tertawa
yang dingin. "Pengemis tua tidak perlu menyulut api membakar hati. Tidak perduli permainan apa
yang kalian keluarkan, aku tetap akan menemani. Tetapi harus ada taruhannya baru
seru!" Yibun Siu San tertawa terbahak-bahak.
"Taruhan apa boleh kau katakan saja, bahkan taruhan kepala yang ada di atas leher
inipun, aku tidak akan menolaknya!"
Oey Kang melirik Ceng Lam Hong sekilas. Tampak wajah wanita setengah baya itu
masih memancarkan sisa kecantikannya ketika masa muda dulu. Tiba-tiba dia menarik
nafas panjang. "Kalau aku yang kalah, maka aku akan mematahkan pedangku dan mencukur rambut.
Kemudian mengasingkan diri di pegunungan yang sunyi. Sejak hari ini juga aku tidak akan
mencampuri urusan dunia Kangouw lagi!"
Yibun Siu San menganggukkan kepalanya. "Baik. Kalau aku yang kalah, maka aku akan
mengutungkan sebelah lenganku ini dan untuk selamanya tidak membicarakan ilmu silat
lagi!" Oey Kang menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Untuk apa Samte berbuat demikian" Kalau kebetulan Giheng bisa meraih kemenangan,
aku hanya minta diijinkan berbicara beberapa patah kata dengan Toaso."
Mendengar ucapannya, Yibun Siu San segera menyadari bahwa cinta kasih di dalam
hati Jikonya terhadap Toasonya ini masih belum pupus juga walaupun belasan tahun telah
berlalu. Dia menjadi terperanjat. Untuk sesaat kepalanya tertunduk ke bawah dan tidak
mampu memberikan jawaban. Tetapi karena wajahnya ditutupi dengan sehelai cadar
hitam, maka tidak terlihat bagaimana perasaannya saat itu.
Yibun Siu San paham sekali watak Ceng Lam Hong. Meskipun dari luar, wanita ini
terlihat lembut dan ramah, tetapi hatinya lebih keras dari pada baja. Kalau dia sampai
mengetahui seluk beluk di balik kematian sang Toako, mungkin"
Tiba-tiba tubuhnya jadi menggigil, dia tidak berani membayangkan kelanjutannya.
Wajahnya didongakkan kembali, dengan nada yang berat dia berkata, "Baiklah, apabila
kau bisa memenangkan aku, maka aku tidak akan ikut campur lagi urusan ini!"
Dia sudah bertekad untuk mengadu jiwa dengan Oey Kang. Selesai berkata, dia segera
menghimpun tenaga dalamnya ke keempat anggota tubuhnya dan mengerahkan hawa
murni untuk melindungi diri. Kakinyapun langsung memasang kuda-kuda dengan posisi
menunggu datangnya serangan. Kedua orang itu berdiri berhadapan saling menunggu beberapa saat. Akhirnya Oey
Kang yang kehabisan sabar. Pergelangan tangannya terulur dan pedang kayunya langsung
meluncur mengincar dada Yibun Siu San.
Tangan Yibun Siu San membalik dengan melingkar. Timbul segulungan angin yang
terpancar dari pedangnya. Dia berhasil mengelak dari serangan lawan. Pedang di
tangannya menukik, berbalik menerjang ke bawah ketiak Oey Kang.
Sekali berkelebat saja, Oey Kang berhasil menghindarkan diri, disusul dengan meluncurnya
sebuah serangan balasan darinya. Perkelahian mereka kali ini agak berbeda
dengan sebelumnya. Gebrakan kali ini bukan hanya jurus serangannya yang gencar, tetapi
mengandung tenaga dalam yang dikerahkan sepenuhnya. Setiap serangan maupun
gerakan yang mereka lakukan mengandung tenaga dalam seberat ribuan kati. Siapapun
yang menunjukkan sedikit saja kelemahannya, maka lawan segera menggunakan
kesempatan itu untuk merandek ke depan. Tenaga yang sudah tersalur ke ujung pedang
bagai gulungan ombak besar yang menerjang datang.
Itulah sebabnya, mereka tidak ingin turun tangan secara asal-asalan. Setiap kali
menge-rahkan satu jurus, yang dipilihnya tentu jurus yang mematikan. Kalau diperhatikan
pada awalnya, mereka bukan sedang berhadapan untuk mengadu jiwa. Untuk sekian lama
mereka hanya berdiri saling memandang, kemudian baru tiba-tiba saling menyerang dua
jurus. Di antara berkelebatnya cahaya pedang, terdengarlah suara benturan, namun setiap
kali selalu beradu lalu berpisah lagi. Masing-masing langsung mencelat ke samping.
Sebetulnya, pertarungan ini merupakan pertarungan yang sulit ditemui dalam dunia
Bulim. Setiap jurus serangan kedua orang itu memang hanya beradu lalu berpisah lagi.
Namun di dalamnya terkandung kekuatan, siasat, pengalaman dan perubahan jurus yang
diandalkan. Dari luar memang sulit menemukan keistimewaannya, tetapi sebetulnya ibarat
telor di ujung tanduk, mati dan hidup dapat ditentukan dalam waktu sekian detik.
Setelah bergebrak kurang lebih sepenanakan nasi, masih juga sulit ditentukan siapa
yang lebih unggul di antara keduanya. Tetapi gerakan mereka semakin lama semakin
mem-bahayakan. Jurus serangannya makin lama makin aneh. Lambat laun Oey Kang
menjadi habis rasa sabarnya. Tiba-tiba mulutnya mengeluarkan suara siulan panjang,
tubuhnya mencelat ke udara seakan hendak mengerahkan lagi ilmu Cap-pat Mo-hun nya
yang hebat. Mana mungkin Yibun Siu San memberinya kesempatan, pergelangannya bergetar,
pedangnya langsung ditusukkan ke depan!
Meskipun pedang di tangannya hanya sebilah pedang kayu, tetapi karena tenaga dalamnya
telah disalurkan pada badan pedang tersebut, maka tampaklah cahaya berwarna
keperakan bagai kilat yang menyambar, menukik ke atas. Tampaknya sebentar lagi
bokong Oey Kang pasti akan tertotok. Dengan panik Oey Kang mengerutkan sepasang
kakinya. Di tengah udara dia berjungkir balik, tubuhnya melesat menghindarkan diri dari
serangan Yibun Siu San. Kemudian pinggangnya meliuk, ujung pedang meluncur
membalas sebuah serangan. Belum lagi serangan Yibun Siu San sampai, cepat-cepat dia mengempos hawa
murninya, pedang panjangnya dimiringkan dan langsung menotok. Telapak tangan kirinya
mengambil posisi menahan di depan dada, dengan tenaga sepenuhnya, dia bersiap
melancarkan sebuah pukulan. Tepat pada saat itu" Sebuah suara yang memekakkan telinga berkumandang memecahkan keheningan!
Tampak Tan Ki melangkahkan kakinya menerjang ke depan sambil berteriak"
"Orang jahat, kembalikan Liu Moay-moayku!"
Telapak tangannya langsung terulur ke depan dan menghantam ke arah dada Yibun Siu
San! Perubahan yang mendadak, tanpa hujan tanpa angin, tentu saja Yibun Siu San yang
melihatnya sampai terpana. Tetapi dia dapat merasakan bahwa pukulan yang dilancarkan
Tan Ki mengandung kekuatan yang dahsyat sekali. Sama sekali tidak boleh dipandang
ringan. Untuk sesaat dia tidak berani menyambut dengan kekerasan. Dia menghirup nafas
sekuat-kuatnya kemudian mencelat mundur sebanyak tiga langkah.
Tiba-tiba terasa serangkum angin yang timbul dari tebasan pedang menerpa dari
depan, rupanya Oey Kang yang tubuhnya masih melayang di tengah udara dan
melancarkan sebuah serangan pada saat yang bersamaan.
Dengan tampang ketolol-tololan, Tan Ki tertawa terkekeh-kekeh.
"Ternyata kau satu komplotan dengan penculik Liu Moay-moayku!" bentaknya.
Tangan kirinya mengambil posisi menahan di depan dada. Tiba-tiba dia melancarkan
sebuah pukulan, serangkum tenaga yang kuat menimbulkan suara yang menderu-deru
dan dengan telak mendorong hawa pedang Oey Kang yang sedang meluncur datang.
Dengan kecepatan yang sulit ditangkap pandangan mata, dia mengerahkan jurus Naga
muncul dari balik awan tiga kali yang mengandung kekuatan dahsyat, secara berturutturut
dia melancarkan tiga buah serangan. Tiga rangkum tenaga langsung mengincar tiga
urat darah Oey Kang yang mematikan.
Serangan yang gencar dan cepat ini, dilakukan dengan membalas serangan dengan
serangan pula. Oey Kang yang melihatnya sampai terperanjat setengah mati. Pedang
kayunya segera berputar membuat lingkaran. Seiring dengan timbulnya angin pedang
yang tajam, dia melesat ke depan sejauh tujuh langkah kemudian mendarat turun di
sebelah kiri. Dalam waktu sekejapan mata, serentak Tan Ki berhasil menghindarkan diri dari
serangan dua tokoh kelas tinggi di dunia Bulim saat ini. Bukan hanya Ceng Lam Hong
merasa sedih sekaligus gembira. Bahkan si pengemis sakti Cian Cong juga sampai
mengeluarkan suara seruan terkejut. Dia benar-benar merasa di luar dugaan. Sepasang
alisnya langsung terjungkit ke atas. Perlahan-lahan dia bangkit berdiri dan berjalan ke arah
Ceng Lam Hong. "Apakah kau sudah turun ke kaki bukit?"
"Hm?" Cian Cong mengangkat tangannya dan menunjuk ke arah Tan Ki.
"Kenapa dia" Uring-uringan, tidak seperti biasanya!"
Mendengar pertanyaannya, serangkum rasa pedih kembali menyelimuti dada Ceng Lam
Hong. Tanpa dapat tertahan lagi, air matanya mengalir dengan deras.
"Ketika aku bertemu dengannya, keadaannya memang sudah begitu."
"Apakah kau melihat Liu Kouwnio?" tanya Cian Cong mulai panik.
"Tidak, tetapi kalau mendengar nada bicaranya, tampaknya gadis itu telah diculik oleh
seseorang." Cian Cong terkejut sekali. "Apa" Apa yang kau katakan?"
Kata-kata yang diluar dugaannya itu, benar-benar jauh dari perkiraan orangtua itu.
Meskipun biasanya Cian Cong merupakan manusia yang pandai mengendalikan diri dan tenang
menghadapi masalah apapun, namun kali ini dia benar-benar terlonjak saking
terkejut-nya. Sepasang alisnya langsung mengerut erat. Sepatah katapun tidak tercetus
dari mulutnya. Diam-diam dia merenungkan siapa kiranya yang paling besar
kemungkinannya menculik gadis itu. Tiba-tiba, sebuah ingatan melintas dalam benaknya. Dia ingat Oey Kang pernah
menculik Mei Ling. Mungkinkah orang itu menggunakan siasat Memancing harimau
meninggalkan gunung kemudian diam-diam dia memerintahkan orang untuk menculik Mei
Ling" Begitu pikirannya tergerak, hawa amarah dalam dadanya meluap seketika. Dia
mendongakkan wajahnya dan mulutnya mengeluarkan siulan panjang. Tubuhnya
berkelebat ke tengah arena. "Iblis tua tidak tahu malu! Terimalah jurus serangan Memukul anjing meneteskan liur
dari si pengemis tua ini!" Lengan kanannya bergetar, dengan sengit dia melancarkan sebuah serangan.
Hatinya sudah yakin betul bahwa Oey Kang yang menculik Mei Ling. Dalam keadaan
marah, dia tidak memperdulikan peraturan dunia Kangouw lagi, tangannya bergerak dan
sebuah pukulan diarahkan ke dada Oey Kang.
Sepasang alis Oey Kang langsung terjungkit ke atas. Tiba-tiba hatinya tergerak"
"Aku sudah berkelahi melawan Samte selama setengah harian, hawa murni dalam tubuhku
sudah terhambur banyak. Apabila bergebrak lagi melawan si pengemis tua ini, aku
tidak akan sanggup mempertahankan diri lebih dari dua puluh kali serangannya.
Kenyataan di depan mata, meskipun Ceng Lam Hong sudah terlihat, namun terpaksa kali
ini aku melepaskannya. Kelak cari lagi akal yang lain dan memaksanya menikah
denganku?" Begitu pikirannya bergerak, dia berusaha sekuat mungkin menahan hawa amarah dalam
dadanya. Kakinya menutul dan tubuhnya mencelat mundur sejauh tiga langkah.
Mulut-nya mengeluarkan suara tawa yang dingin.
"Memangnya kenapa kalau tidak tahu malu?"
Cian Cong mendengus satu kali. Baru saja dia menggerakkan bibirnya dengan maksud
ingin memaki iblis tua itu, tiba-tiba dia melihat
Tan Ki sedang tertawa sendirian. Tangannya menggapai-gapai dan menari-nari.
Mulutnya pun terus berteriak, "Liu Moay Moay, jangan lari. Tunggu aku!" baru saja
ucapannya selesai, dia langsung memacu kakinya menghambur ke depan.
Melihat seorang pemuda yang gagah dan tampan dalam waktu yang singkat berubah
menjadi idiot dan kurang waras, tanpa dapat ditahan lagi dia menarik nafas panjang.
Kepa-lanya terus menggeleng berkali-kali.
Hatinya sedang merasa berduka dan menyesalkan kemalangan Tan Ki, tiba-tiba
terdengar Ceng Lam Hong berteriak dengan nada yang menyayat hati. Tubuhnya langsung
melesat mengejar. Dalam sekejap mata, dia sudah mencapai jarak sepuluh depa.
Tadinya Yibun Siu San bermaksud mengadu jiwa dengan Oey Kang. Tetapi tampaknya
orang ini selalu memperhatikan setiap gerak-gerik Ceng Lam Hong. Baginya diri wanita itu
lebih penting dari segalanya. Dari kata-kata Tan Ki yang ngaco tidak karuan, dia sudah
dapat menduga bahwa telah terjadi sesuatu pada diri Mei Ling. Oleh karena itu, dia segera
menyimpan kembali pedangnya dan tanpa memperdulikan Oey Kang lagi, dia langsung
mengerahkan ginkangnya mengejar. Terdengar suara hembusan angin yang kemudian disusul dengan berkelebatnya
sesosok bayangan. Rupanya Cian Cong cepat-cepat menenteng hiolo araknya dan ikut
menerjang ke depan mengejar Yibun Siu San.
Dalam sekejapan mata, semua orang sudah meninggalkan tempat itu. Di atas padang
rerumputan hanya sisa Oey Kang seorang. Dia berdiri sendirian sambil mendongakkan wajahnya


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menatap rembulan. Secara mendadak dia ditinggalkan oleh orang-orang tanpa dilirik sekilaspun. Tapi dia
tidak menaruh dalam hati persoalan ini. Malah mulutnya mengeluarkan suara tawa yang
licik serta menyeramkan. "Dengan membiarkan aku mengetahui tempat tinggal kalian, pokoknya entah pagi
entah malam, suatu hari aku pasti akan berkunjung kembali dan menemui Toaso."
gumamnya lirih. Suaranya senyap, orangnyapun mencelat ke udara. Tubuhnya melesat ke depan bagai
sebatang anak panah meluncur ke bawah bukit. Dalam sekejapan mata sudah menghilang
dalam kegelapan. Di bawah sorotan cahaya rembulan yang remang-remang, tampak empat sosok bayangan
berlari seperti barisan. Jarak mereka hampir tidak berbeda. Di depan mereka tampak
Tan Ki. Pemuda itu baru saja menggerakkan kaki tangannya dengan lincah menghindarkan
diri dari serangan dua tokoh kelas tinggi saat ini. Tetapi sekarang dia berjalan dengan
perlahan. Langkah kakinya seakan berat sekali. Seperti orang yang menyandang penyakit
parah dan cara jalannya pun hampir tidak bertenaga.
Melihat keadaan itu, hati Ceng Lam Hong perih tidak terkatakan. Hatinya semakin
sedih. Untuk sesaat air matanya tidak tertahan lagi berderai dengan deras membasahi
pipinya. Keempat orang itu dengan perasaan hati yang berbeda berjalan dengan perlahanlahan.
Dari awal sampai akhir tidak ada satupun yang mengucapkan sepatah kata. Di atas
pa-dang rumput yang luas, suasana semakin mencekam dan memilukan.
Tanpa sadar mereka telah berjalan kembali ke arah rumah peristirahatan. Tiba-tiba Tan
Ki seperti menemukan sesuatu, mendadak dia menjerit histeris dan menerjang ke dalam
ru-mah. Tindakan yang dilakukan secara tiba-tiba ini benar-benar di luar dugaan semua orang.
Ceng Lam Hong yang paling terkejut. Kasih sayangnya sebagai seorang ibu seakan meluap
seketika. Dialah yang pertama-tama menghambur ke dalam rumah agar dapat berjagajaga
terhadap segala kemungkinan. Begitu mata memandang, dia melihat Tan Ki sedang berdiri termangu-mangu di depan
jendela. Matanya menatap ke arah sebuah kursi goyang yang ada di sebelah kiri dengan
perhatian terpusat. Ceng Lam Hong tidak tahu kursi itu, tidak lama sebelumnya diduduki oleh Mei Ling.
Sedangkan Tan Ki menatap kursi itu lekat-lekat karena mengenang pembicaraan mereka
yang romantis malam sebelumnya di tempat yang sama.
Sementara itu, Yibun Siu San dan si pengemis sakti Cian Cong juga sudah sampai di
rumah itu. Seperti telah disepakati sebelumnya, wajah mereka langsung menyiratkan
perasaan mereka yang tertekan. Mereka menyadari bahwa pikiran Tan Ki pasti terserang pukulan bathin yang hebat
sehingga jadi kurang waras. Oleh karena itu pula, tampangnya menjadi ketolol-tololan dan
uring-uringan. Hanya saja mereka merasa tidak sampai hati menyampaikannya di hadapan
Ceng Lam Hong. Dengan tampang seperti orang bodoh, Tan Ki berdiri termangu-mangu sekian lama.
Tiba-tiba bibirnya mengulumkan seulas senyuman. Perlahan-lahan dia berjalan menuju
kursi itu dan duduk di atasnya. Kemudian tampak dia menarik nafas panjang. Dua baris air
mata segera mengalir dengan deras. Seakan membayangkan diri Mei Ling yang akan
menderita setelah diculik. Namun dalam sekejap mata, wajahnya tiba-tiba berubah hebat. Dia mendongakkan
kepalanya dan tertawa terbahak-bahak. "Kurang ajar! Kau berani menyentuh Liu Moay
Moay-ku!" bentaknya keras. Baru saja bicaranya selesai, orangnya sudah mencelat ke atas, gerakan tubuhnya cepat
bukan main. Dia melesat ke sebelah kiri, tinjunya langsung menghantam. Kakinya
menendang. Hampir semua meja dan kursi yang ada dalam ruangan itu jungkir balik dan
pecah berantakan. Tenaga dalamnya sekarang sudah tinggi sekali. Meskipun dalam keadaan kacau pikiran,
tetapi tenaga dalam yang terpancar keluar tidak dapat dipandang ringan. Rumah
peristi-rahatan itu atapnya terbuat dari daun rumbia. Sebagian dindingnya juga terbuat
dari kayu-kayu berbentuk balok. Mendapat hantaman yang kalap dari tangan dan
tendangan kaki Tan Ki, saat itu juga seluruh rumah bergetar bagai dilanda gempa bumi.
Melihat keadaan itu, Yibun Siu San terkejut sekali. Diam-diam dia berpikir, kalau tindakan
Tan Ki ini tidak dihentikan, kemungkinan besar rumah peristirahatannya akan ambruk.
Oleh karena itu, tubuhnya segera berkelebat, lengan kanannya segera terulur. Dengan
gerakan yang aneh, Yibun Siu San mengincar jalan darah di belakang punggung Tan Ki.
Gerakannya ini seakan mengandung kekejian yang tidak terkirakan, wajah Ceng Lam
Hong langsung berubah hebat. "Apa yang kau lakukan?" bentaknya.
Lengannya terulur ke depan, sebuah hantaman diluncurkan ke depan menyambut
totokan Yibun Siu San. Kedua orang itu hidup bersama di perbukitan itu sudah ada sepuluh tahunan. Sejak
awal hingga akhir selalu sering menghormati. Keadaan seperti sekarang ini boleh dibilang
baru berlangsung untuk pertama kalinya. Boleh dibilang saling membentak pun tidak
pernah. Otomatis Yibun Siu San jadi tertegun.
Ceng Lam Hong menarik nafas dalam-dalam.
"Dia sudah berubah seperti orang bodoh. Apakah kau masih sampai hati menotok jalan
darahnya?" Suara tarikan nafasnya begitu berat, di dalamnya terselip kedukaan yang tidak terkirakan.
Hati Yibun Siu San yang mendengarnya jadi pilu. Tanpa terasa dia melangkah
mundur dua tindak dan berdiri kembali di tempatnya semula.
Begitu matanya memandang, dia melihat tingkah laku Tan Ki seperti orang gila sudah
berhenti. Tetapi dia berdiri tegak sambil menatap ke arah pintu lekat-lekat. Jari tangannya
menunjuk, mulutnya tertawa lebar. "Liu Moay Moay, kau sudah kembali" Aih, kau benar-benar membuat aku menderita
memikirkan dirimu?" Hatinya mendapat pukulan bathin yang hebat. Tetapi karena dia terlalu merindukan Mei
Ling, di depan matanya seakan muncul bayangan gadis itu. Dia seakan melihat Mei Ling
sedang tersenyum ke arahnya, tanpa sadar dia mulai melangkah ke arah pintu. Tiba-tiba
ia seperti tersandung sesuatu, kakinya menjadi goyah kemudian tersuruk ke depan.
Ceng Lam Hong terkejut setengah mati.
"Anak Ki"!" Sambil berteriak, orangnya sudah menghambur ke depan. Dia membungkukkan tubuhnya
dan memeriksa seluruh tubuh Tan Ki dengan teliti. Dia takut anaknya itu mendapatkan
luka karena terjatuh tadi. Siapa nyana, Tan Ki benar-benar sudah berubah. Begitu
terjatuh, dia langsung bangkit kembali. Tiba-tiba dia merasa ada segumpal darah yang
hangat meluap melalui ulu hatinya. Kedua matanya langsung berkunang-kunang. Hoak!
Hoak! Anak muda itu memuntahkan darah sebanyak dua kali berturut-turut. Seluruh
kepala dan wajah Ceng Lam Hong sampai terciprat sehingga penuh noda berwarna merah.
Kali ini Ceng Lam Hong benar-benar kalang kabut. Dia menjadi panik sekali. Untung
saja Yibun Siu San berdiri di sampingnya. Laki-laki itu segera maju dan mengulurkan
jarinya untuk menotok tiga buah jalan darah Tan Ki.
Cian Cong malah tersenyum simpul. "Bocah cilik ini sudah mengeluarkan gumpalan darah yang membeku dalam hatinya.
Hal ini malah mempermudah masalah yang ada." katanya.
Ceng Lam Hong mendongakkan wajahnya yang basah oleh air mata dan penuh noda
darah. "Apa yang harus kita lakukan?"
Cian Cong mengangkat hiolo araknya dan minum sebanyak dua teguk. Kembali bibirnya
mengembangkan seulas senyuman. "Penyakit hati terus harus diobati dengan hati pula. Rencana kita sekarang, lebih baik
biarkan dia beristirahat dulu sejenak. Lalu perlahan-lahan kita mencari akal untuk
menemukan Liu Kouwnio. Sayangnya, pertemukan besar dunia Bulim tinggal beberapa
hari lagi. Apabila kesehatan anak Ki sudah pulih kembali, tentu sudah terlambat merebut
kedudukan Bengcu." Yibun Siu San menarik nafas panjang.
"Apa boleh buat, asal anak Ki bisa disembuhkan kembali, sudah merupakan
keberuntungan besar diantara kemalangan."
*** BAGIAN XXIII Tampang Ceng Lam Hong muram sekali.
"Dunia ini begitu luas. Ke mana kita harus mencari Liu Kouwnio?"
Pertanyaan ini diajukan, Cian Cong dan Yibun Siu San sama-sama tidak pernah memikirkan
hal ini, otomatis keduanya jadi tertegun. Tidak seorangpun sanggup memberikan
jawaban. Kurang lebih sepeminuman teh kemudian, tampak Cian Cong menggaruk-garuk
kepalanya sendiri. Dia menghembuskan nafas panjang.
"Kata-kata ini memang tepat sekali. Kolong langit ini luasnya jangan ditanyakan lagi. Ke
mana kita dapat menemukan jejak si penculik?"
Baru berkata sampai di situ, tiba-tiba terdengar suara Tan Ki yang ada dalam bopongan
Ceng Lam Hong seperti sedang bergumam seorang diri"
"Liu Moay Moay" di mana kau" Liu Moay Moay?"
Hati Cian Cong sedang panik, mendengar kata-katanya yang mesra dan mengandung
kerinduan, dia merasa bulu kuduknya seakan merinding semua. Kekesalannya semakin
ber-tambah-tambah. Matanya segera mendelik lebar-lebar. Kakinya dihentakkan ke atas
tanah berkali-kali. "Tutup mulutmu yang menggonggong terus! Orang lain justru sedang kebingungan
gara-gara dirimu, kau malah buka mulut! Kata-kata yang mengerikan masih bisa
diucapkan dengan santai. Kalau si pengemis tua sampai marah, besok juga aku akan
menikahi seorang nenek pengemis agar kau lihat!"
Yibun Siu San tertawa terbahak-bahak.
"Cian Heng merupakan salah satu dari dua tokoh sakti di dunia saat ini. Kemuliaan
hatimu tidak ada yang dapat menandingi. Mengapa mengambil hati atas ocehan seorang
bocah yang sedang linglung?" Tadinya dia bermaksud mengalihkan bahan pembicaraan agar jangan sampai kata-kata
si pengemis sakti itu membuat perasaan Toasonya semakin pilu. Siapa tahu, baru saja
ucap-annya selesai, tiba-tiba tampak Cian Cong mengeluarkan suara mendesah, lalu
kepalanya mengangguk berulang kali dan langsung memejamkan matanya.
Dia merasa ada titik terang yang melintas dalam benaknya. Mendadak bayangan
seseorang seakan muncul di depan matanya, mulutnya langsung mengeluarkan suara
gumam-an?" "Dua tokoh sakti" kecuali aku si pengemis tua, masih ada satunya lagi?" berkata
sampai di sini, tiba-tiba dia membuka matanya, seakan-akan telah menemukan sesuatu
yang amat berharga. Kemudian tampak dia menepuk tangannya satu kali. "Betul! Hanya
orang ini yang dapat menolong anak Ki!"
Yibun Siu San melihat si pengemis sakti ini berbicara seorang diri, gerak-geriknya
mencurigakan. Entah apa yang sedang dipikirkannya, dia menjadi tertegun.
"Siapa yang Cian Heng maksudkan orang yang dapat menolong anak Ki?"
Cian Cong tertawa terbahak-bahak. Wajahnya berseri-seri tanda hatinya sedang
gembira sekali. "Kalau ingat tempo dulu, si pengemis tua pertama kali naik ke atas Bu Tong San, lalu
mencari si hidung kerbau (ejekan untuk para tosu) untuk bertanding ilmu silat. Akhirnya
kami bergebrak selama tiga hari tiga malam lamanya. Sepasang lengan baju si pengemis
tua ini tertarik robek oleh jurus Ki Liong Pat-cao atau Naga sakti delapan jurus milik si
hidung kerbau. Sejak saat itu, si pengemis tuapun mendapat julukan Si lengan koyak.
Selama berkelana di dunia Kangouw selama puluhan tahun, entah siapa orangnya yang
memulai ejekan itu. Sejak pertarungan itu pula, para sahabat di dunia Kangouw
memanggil kami sebagai dua tokoh sakti. Ketika pertama-tama mendengarnya, bulu kuduk
si pengemis tua sampai merinding semua. Akhirnya lama-kelamaan jadi terbiasa juga?"
Yibun Siu San tertawa lebar. "Rupanya bintang penolong yang Cian Heng maksudkan adalah seorang Cianpwe dari
Bu Tong Pai yang bergelar Tian Bu Cu, betulkan?" tukasnya cepat.
Cian Cong ikut-ikutan tertawa terbahak-bahak.
"Memang betul, kecuali dia, siapa lagi yang dapat menyembuhkan penyakit kejiwaan
ini?" Mendengar keterangannya, Ceng Lam Hong seperti menemukan setitik sinar terang
dalam kegelapan. Cepat-cepat dia mengusap air matanya dan mengembangkan seulas
senyuman. Dia segera berdiri dan menjura kepada Cian Cong dalam-dalam.
"Mohon kesediaan Toa Pek mengulurkan tangan agar semuanya berjalan dengan baik.
Sebelumnya Siau Hujin (Nyonya muda) di sini mengucapkan banyak terima kasih.
Tetapi" menurut berita yang tersebar di dunia Kangouw, Tian Bu Cu Cianpwe sudah lama
mengasingkan diri dan tidak mencampuri urusan duniawi lagi. Takutnya kalau kita sampai
di sana, bukan saja menganggu ketenangan orang, malah pulang dengan tangan kosong.
Kalau ternyata demikian, apa yang harus kita lakukan?" tampaknya hati wanita ini masih
bimbang. Dia takut akhirnya akan mendapat kekecewaan.
Cian Cong mendongakkan wajahnya ke atas, perlahan-lahan dia mendengus satu kali.
"Si pengemis tua mana pernah memohon kepada orang. Tetapi kalau ucapan sudah
dikeluarkan, memangnya takut dia tidak mengabulkan" Kalau penyakit anak Ki satu hari
tidak sembuh, aku akan merongrongnya satu hari. Kalau dua hari tidak sembuh, artinya si
hidung kerbau memang sengaja ingin membuat si pengemis tua menjadi marah. Maka aku
akan mengajaknya berkelahi lagi selama tiga hari tiga malam!"
Tampak Yibun Siu San menundukkan kepalanya merenung.
"Tian Bu Cu Toyu tinggal di Bu Tong San, jaraknya dari sini masih ada tiga ratusan li.
Jangka yang pendek pasti tidak bisa sampai. Meskipun penyakit anak Ki bisa disembuhkan,
rasanya tidak sempat lagi menghadiri Bulim tay hwe."
Sepasang alis Ceng Lam Hong bertaut erat. Kemudian dia menarik nafas panjang.
"Mohon perlindungan dari Thian yang kuasa, agar penyakit anak Ki dapat disembuhkan.
Hal itu sudah merupakan keberuntungan dalam hidupku. Persoalan lainnya, biarpun
sebesar apa, saat ini tidak sempat kita perdulikan lagi."
Mendengar nada bicaranya yang penuh dengan kasih sayang seorang ibu, Yibun Siu
San merasa terharu. Dalam hatinya timbul rasa hormat yang semakin tinggi. Kalau
terkenang kembali belasan tahun yang lalu, mereka tiga bersaudara jatuh cinta pada gadis
yang sama. Tetapi karena dirinya memang tidak pandai berbicara dan jarang bergaul,
akibatnya malah Toako dan Oey Kang yang bersaing ketat. Akhirnya, karena Toako lebih
tampan dan gagah, juga ilmu silatnya lebih tinggi serta ramah, hati Toaso pun terpikat
padanya. Justru pada malam pernikahan mereka, dengan membawa perasaan malu,
dirinya dan Oey Kang pergi secara diam-diam.
Waktu terus berlalu, dalam sekejap mata hampir setengah dari kehidupan mereka telah
terlewati. Mimpipun dia tidak pernah membayangkan bahwa selama belasan tahun ini dia
bisa menemani Toaso setiap hari. Meskipun hubungan mereka dibatasi peraturan tertentu,
dan otomatis dia sendiri tidak berani berlaku tidak sopan sedikitpun, namun hatinya sudah
cukup terhibur dan kerinduannya seakan sudah terobati. Seandainya sepuluh tahun yang
lalu, di malam hujan lebat, dia tidak kebetulan bertemu dengan Toaso yang sedang
mengejar seorang manusia bertopeng, mana mungkin terjadi kebetulan ini. Kalau manusia
bertopeng itu tidak menaruh belas kasihan, Toaso juga tidak mungkin dapat hidup sampai
hari ini" Begitu pikirannya tergerak, tiba-tiba ada sesuatu yang teringat olehnya.
"Kalau begitu, kita harus berangkat secepatnya. Tempat ini sudah diketahui oleh Oey
Kang. Bukan tidak mungkin kalau kapan waktu saja dia akan datang mengacau?" sambil
berkata, dengan penuh perhatian dia melirik ke arah Ceng Lam Hong sekilas. Setelah itu
cepat-cepat dia membalikkan tubuhnya dan mempersiapkan bekal perjalanan.
Pandangan mata Ceng Lam Hong sempat bertaut dengan sinar mata Yibun Siu San.
Hatinya menjadi terlonjak. Tetapi cepat-cepat dia menundukkan kepalanya. Dia
mengeluarkan dua butir pil dari dalam sakunya dan memasukkannya dalam mulut Tan Ki.
Tindakannya ini sebetulnya untuk menghindari sinar mata Yibun Siu San. Mana
mungkin dia tidak tahu perasaan hati paman kecilnya ini terhadap dirinya sendiri. Sejak
kematian suami, Yibun Siu San selalu mendampinginya. Baik suka maupun duka telah
mereka lalui bersama. Bahkan sepuluh tahun sudah berlalu, sejak awal hingga akhir belum
pernah Ceng Lam Hong mendengar laki-laki itu mengeluh sepatah katapun. Malah
sebaliknya, meskipun dia jarang berbicara, tetapi tindak-tanduknya terhadap Ceng Lam
Hong selalu lembut dan penuh perhatian. Bahkan kasih sayangnya tidak di bawah
suaminya sendiri. Tetapi, Ceng Lam Hong berpikir kembali, bahwa dirinya adalah wanita
yang bersuami. Meskipun suaminya sudah meninggal, namun dia masih belum
membalaskan dendamnya. Mana mungkin dia berani menerima uluran tangan laki-laki itu"
Setiap kali berpikir sampai di sini, dia langsung menekan perasaan ibanya dalam-dalam
dan hanya bisa menguraikan air mata seorang
diri" Saat ini, melihat kembali sinar mata Yibun Siu San yang mengandung kasih yang
bahkan lebih dalam daripada biasanya, dia tidak tahu apa sebabnya. Namun dia dapat
merasakan bahwa sinar mata itu tidak menampakkan kebahagiaan, malah sebaliknya
mengandung penderitaan yang tidak terkirakan"
*** (file google dokumen published by Saiful Bahri ...situbondo seletreng )***
Tiga hari kemudian" Pada sebuah jalanan berpasir kuning, muncul dua ekor kuda dengan sebuah kereta.
Ini merupakan sebuah jalan penting di daerah utara Hu Pak. Dua ekor kuda dan kereta
itu berlari dengan pesat. Setiap kali roda berputar, di sekelilingnya timbul debu-debu yang
beterbangan. Saat tengah hari, matahari bersinar dengan terik. Kedua ekor kuda dan kereta itu
terpaksa mencari sebuah penginapan untuk bermalam dan beristirahat.
Ternyata orang yang menunggang kedua ekor kuda itu adalah si pengemis sakti Cian
Cong dan Yibun Siu San. Sedangkan orang yang ada di dalam kereta, tidak lain adalah
Ceng Lam Hong serta Tan Ki yang pikirannya kacau.
Meskipun si pengemis sakti Cian Cong ladalah seorang tokoh yang sudah sangat


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terkenal di dunia Bulim, tetapi dia sudah terbiasa melalui jalan pegunungan dan bahkan
dengan berlari saja. Sepanjang perjalanan ini mereka selalu menunggang kuda, belum
pernah menggunakan sepasang kaki. Jadi kepandaiannya percuma saja. Hal ini malah
membuat pinggang si pengemis sakti jadi nyeri tidak terkatakan. Begitu masuk ke dalam
kamar penginapan, dia langsung merebahkan dirinya di atas tempat tidur dan menjerit
kesakitan. Siapa nyana, suara jeritannya mengejutkan tamu di kamar sebelah. Terdengar suara
bentakan dari mulut seorang gadis"
"Siapa sih yang kematian ayah bunda sehingga menjerit-jerit begitu keras?"
Cian Cong biasa bergelut dengan pedang dan golok. Namanya sudah sangat terkenal.
Kejadian sehebat apapun sudah pernah ditemuinya, tetapi menghadapi bentakan
semacam ini, dia tak menyangka sama sekali. Untuk sesaat dia jadi termangu-mangu dan
tidak tahu bagaimana harus menjawab.
Diam-diam dia meleletkan lidahnya. "Galak sekali nenek ini, si pengemis tua benar-benar ketemu batunya."
Kembali dia menarik nafas panjang. Tiba-tiba tampak sesosok bayangan berkelebat di depan pintu, lalu langsung
melangkahkan kakinya lebar-lebar ke dalam.
"Siapa yang memaki orang?"
Cian Cong mengalihkan pandangannya. Dia melihat seorang gadis yang kurang lebih
berusia tujuh atau delapan belas tahun. Wajahnya penuh dengan titik-titik hitam. Tanpa
dapat ditahan lagi, dia jadi tertegun. Kemudian dia tertawa lebar.
"Biasanya si pengemis tua tidak pernah membicarakan orang lain di balik punggungnya.
Memangnya siapa yang memaki dirimu" Malah kau yang sembarangan masuk ke
kamar orang, sama sekali tidak pantas!"
Gadis itu mendengus dingin satu kali.
"Nonamu ini mempunyai kekuasaan yang besar. Tempat manapun boleh didatangi asal
hatiku senang! Akh"!" Gadis itu memperhatikan Cian Cong dari atas kepala sampai ke jbawah kaki. "Apakah
kau anggota Kai Pang?" tanyanya.
Cian Cong tertawa lebar. "Si pengemis tua tidak pernah menanyakan jurusan Kai Pang.
Tiba-tiba Nona menanyakan hal ini, apakah anak murid atau cucu murid Kai Pang ada
yang melakukan kesalahan terhadapmu?"
Gadis itu tertawa terkekeh-kekeh. Tangannya mempermainkan kepang rambutnya yang
panjang menjuntai. "Aku hanya ingin berkelahi. Ingin menjajal sampai di mana sebenarnya kehebatan ilmu
silat Kai Pang yang terkenal itu!"
Tampaknya watak gadis ini senang sekali mencari gara-gara dengan orang. Tetapi hatinya
sendiri masih polos. Apa yang dikatakannya lansung segera dilakukan tanpa berpikir
panjang lagi. Selesai berkata, pergelangan tangannya langsung membalik, sebuah totokan
langsung dilancarkan ke depan. Perubahan yang mendadak ini benar-benar di luar dugaan. Gerakannya juga demikian
cepat serta aneh. Hati Cian Cong jadi terkesiap. Baru saja dia bermaksud melesat ke
samping untuk menghindarkan diri, tahu-tahu pergelangan tangannya sudah terasa ketat.
Rupanya serangan gadis itu yang tadinya berupa totokan di tengah jalan tiba-tiba berubah
menjadi cekalan. Ketika Cian Cong menyadarinya, pergelangan tangannya sudah
tercengkeram oleh gadis itu. Tenaga yang baru saja disiapkan secara diam-diam lenyap
entah ke mana. Rasa terkejut Cian Cong kali ini bukan kepalang tanggung. Dia tidak menyangka gadis
itu dapat melancarkan serangan sedemikian cepat. Dia sendiri yang memiliki ilmu tinggi,
masih tidak dapat menghindarkan diri dari cengkeramannya.
Bahkan Ceng Lam Hong dan Yibun Siu San yang berdiri di sampingnya juga terkejut
sekali. Mereka hampir tidak percaya dengan pandangan mata mereka sendiri.
Sementara itu" Biarpun pergelangan tangan Cian Cong tercekal oleh lawannya, tapi bagaimanapun dia
merupakan salah satu dari dua tokoh sakti di dunia ini. Nama besarnya bukan didapatkan
dengan mudah, oleh karena itu, dia segera menghimpun hawa murninya dan
menyalurkannya ke arah pergelangan tangan.
Serangan gadis itu belum menggunakan segenap tenaganya. Dia mengira dengan
cekalannya kali ini, lawan pasti tidak sanggup mengerahkan tenaganya. Asal dia
mencengke-ram lebih keras sedikit saja, kemungkinan lengan kanannya bisa terlepas dari
persendiannya. Siapa nyana, pergelangan tangan kanan Cian Cong tiba-tiba berubah sekeras baja. Dia
merasa kesulitan untuk menggerakannya, diam-diam dia jadi terkejut. Telinganya
mendengar suara bentakan yang keras, tahu-tahu pergelangan tangan lawannya yang
tercekal sudah terlepas! Begitu berhasil melepaskan diri dari cekalan gadis itu, dalam waktu yang bersamaan
Cian Cong membentak dengan keras. Telapak tangannya mengeluarkan suara desiran
angin. Dengan cepat bagian dada lawannya sudah terancam pukulan orangtua itu. Cara
turun tangannya aneh dan hebat, bahkan secepat kilat.
Mendengar suara pukulan yang dahsyat, wajah gadis itu yang penuh dengan bintikbintik
hitam itu langsung berubah, pertanda hatinya terperanjat sekali. Kakinya segera
menutul, terdengar suara kibaran pakaiannya, tubuhnya mencelat ke atas dan tangannya
segera membalik serta melancarkan dua buah pukulan sekaligus.
Serangannya yang dilakukan dari udara ini sangat indah. Bagai tarian para bidadari,
bagai dewi naik ke atas rembulan. Sama sekali tidak mirip dengan orang yang sedang
berkelahi atau mengadu kekerasan. Namun tenaga yang terkandung dalam serangannya sangat dahsyat. Lagipula gerakannya
aneh. Begitu serangan Cian Cong gagal, bagian lehernya sudah terasa terhembus oleh
angin yang kencang, tahu-tahu dirinya sudah diserang dengan gencar.
Hati Cian Cong tergetar seketika, dia langsung bersuit marah. Sekali celat ia langsung
menghindarkan diri dari serangan lawan. Sepasang matanya yang bersinar tajam. Dia
memperhatikan gerakan tangan serta tubuh gadis itu. Diam-diam pikirannya bekerja,
tetapi dia tidak dapat menduga asal-usul lawannya. Dia hanya merasa jurus-jurus yang
dilancarkan gadis itu begitu asing, bahkan mendengarnya pun belum pernah.
Perlu diketahui bahwa si pengemis sakti
Cian Cong ini sudah malang melintang di dunia Bulim hampir enam puluh tahun lamanya.
Pengetahuannya sangat luas. Asal pihak lawannya memainkan beberapa jurus saja,
dia langsung menebak asal-usul orang itu. Tetapi gerakan gadis ini aneh dan keji. Dia
bahkan belum pernah melihat gerakan seperti ini sekalipun. Oleh karena itu, hatinya
langsung yakin bahwa gadis itu bukan berasal dari daerah Tiong Goan.
Justru ketika hati Cian Cong masih diliputi kebimbangan, tiba-tiba gadis itu tertawa
terkekeh-kekeh. Dengan sepenuh tenaga dia melancarkan sebuah pukulan.
Pukulan yang dilancarkan ini bagai memecahkan keheningan di dalam kamar itu.
Suaranya berdesing-desing, serangkum tenaga yang kuat laksana ambruknya sebuah
gunung mendesak ke arah Cian Cong. Hati si pengemis sakti itu langsung tergerak. Tiba-tiba dia berniat menjajal sampai di
mana kekuatan tenaga dalam gadis itu. Bukannya mundur, dia malah bergerak maju.
Dalam waktu yang bersamaan, dia mengulurkan telapak tangannya dan menyambut
serangan gadis tersebut. Terdengar suara yang menggelegar. Gadis itu menyambut serangan dengan kekerasan,
hatinya terasa dilanda hawa panas. Ternyata dia sudah dibuat tergetar oleh Cian Cong
sehingga mundur tiga langkah. Wajahnya yang penuh dengan bintik-bintik hitam jadi
pucat pasi. Tepat pada saat itu juga" Suara bentakan yang merdu menyusup di telinga para tokoh yang ada dalam kamar itu.
Disusul dengan suara seorang gadis yang terdengar panik sekali"
"Jangan berkelahi!" Bayangan manusia berkelebat, di hadapan Cian Cong tahu-tahu telah berdiri seseorang.
Usianya paling-paling sekitar dua puluhan. Matanya bening dan sayu. Hidungnya bangir.
Bibirnya demikian merah bak api yang membara. Mungkin karena terlalu panik sehingga
tampak gemetar. Tiba-tiba dia menghambur ke dalam kamar. Tanpa memperdulikan orang lainnya sama
sekali, dia langsung menghampiri gadis yang wajahnya bintik-bintik hitam itu. Dengan
penuh perhatian dia bertanya" "Ie Moay, apakah kau terluka?"
Gadis yang wajahnya berbintik-bintik itu merasa pukulan Cian Cong tadi mengandung
tenaga dalam yang dahsyat sekali. Saat ini telapak tangannya terasa perih. Wajahnya
langsung meringis dan seperti orang yang akan menangis.
"Sekarang tangan rasanya kebal." katanya dengan sedih.
Gadis yang cantik jelita itu tersenyum simpul. Dia menepuk-nepuk pundak gadis yang
wajahnya berbintik-bintik itu. "Biasanya kau paling senang mencari gara-gara. Malah mengacau ke kamar orang.
Merasakan sedikit pelajaran baik juga bagi dirimu." sembari berkata, dia membalikkan
tubuhnya dan menjura ke arah Cian Cong dan yang lainnya. Dengan nada menyesal dia
berkata. "Adikku ini tidak tahu apa-apa. Kali ini malah mengganggu ketenangan kalian.
Harap sudi memaafkan." Cian Cong tertawa lebar. "Jangan sungkan, jangan sungkan. Hanya urusan sepele saja, si pengemis tua tidak
sanggup menerima penghormatan sebesar ini." sahutnya. Tiba-tiba wajahnya berubah
serius. Dia membalas penghormatan yang diberikan gadis itu. "Mohon tanya nama kedua
nona yang mulia." Gadis yang cantik jelita itu merenung sejenak. Dia sedang memikirkan bagaimana caranya
menjawab pertanyaan Cian Cong. Namun gadis yang wajahnya penuh bintik-bintik
hitam itu langsung mendahului menjawab"
"Aku bernama Cin Ie, dia adalah kakakku Cin Ying, kami berasal dari?"
Gadis yang cantik jelita itu melihat mulut adiknya tidak bisa ditahan. Hampir saja
menyebutkan asal-usul mereka. Wajahnya langsung berubah.
"Tutup mulut!" bentaknya.
Setelah mengeluarkan kata-kata itu, tiba-tiba dia merasa ada nada ucapannya terlalu
tajam, mungkin perasaan adiknya bisa tersinggung. Tanpa terasa, mimik wajahnya jadi
lembut. Bibirnya mengembangkan seulas senyuman.
"Ie Moay, kedatangan kita kali ini, kecuali berpersiar, masih ada tugas lainnya yang
penting sekali. Oleh karena itu harus dijaga, jangan sampai orang tahu asal-usul kita,
mengerti?" Tampaknya Cin Ie sangat menghormati kakaknya. Mendengar ucapan Cin Ying, dia
langsung meleletkan lidahnya. "Baiklah, aku tidak akan berkata apa-apa."
Sejak tadi Yibun Siu San memperhatikan kedua kakak adik ini. Yang satu cantiknya
bukan main, yang satunya lagi jeleknya kelewatan. Tetapi sepasang mata mereka
menyorotkan sinar yang tajam. Hatinya jadi berdebar-debar. Cepat-cepat dia maju
beberapa langkah. "Nona?"
Belum lagi ucapannya selesai, tiba-tiba terasa ada serangkum angin yang berhembus
ke arahnya. Yibun Siu San langsung membentak.
"Apa yang kau lakukan?" Kakinya menutul, dengan cepat dia mencelat mundur menghindarkan diri dari cekalan
tangan Cin Ie. Tampak gadis itu tertawa terkekeh-kekeh.
"Cadar hitam yang menutupi wajahmu itu lucu sekali. Bolehkah aku meminjamnya
sebentar untuk bermain?" Cin Ying segera memarahinya dengan bibir
tersenyum. "Adik Ie tidak boleh kurang ajar. Orang pasti ada persoalan tersendiri makanya
mengenakan cadar untuk menutupi wajah aslinya. Mana boleh kau sembarangan
menjamahnya?" Mulut Cin Ie mengeluarkan suara keluhan kekecewaan. Dia menarik nafas panjang.
Wajahnya jadi muram seketika. Yibun Siu San tertawa santai.
"Kata-kata nona ini terlalu berat. Kalau adik ini ingin bermain dengan cadar ini, tidak
menjadi masalah. Tetapi jangan bergerak turun tangan secara tidak terduga-duga, hal ini
bisa mengakibatkan kesalahpahaman di antara kedua pihak. Tetapi, di dalam hati Cayhe
ada beberapa persoalan yang belum jelas, ingin mohon tanya kepada nona berdua."
Cin Ie mendengar Yibun Siu San bersedia meminjamkan cadar kepadanya, hatinya
menjadi gembira kembali. Dengan tampang ketolol-tololan dia tertawa terkekeh-kekeh.
"Cepat tanyakan saja. Kalau hal yang aku tahu, pasti aku akan memberitahukannya.
Tetapi kalau memang aku tidak tahu, ya" apa boleh buat?"
Yibun Siu San tersenyum lembut. "Ilmu silat yang nona lancarkan tadi benar-benar mengagumkan." Yibun Siu San ingin
menyelidiki asal usul kedua gadis itu. Oleh karena itu, begitu buka mulut dia langsung
memuji. Otak Cin Ie memang kurang cerdas. Tindak-tanduknya selalu kekanak-kanakan. Hatinya
polos, tidak kenal akal busuk manusia di dunia ini. Mendengar pujian Yibun Siu San,
dia segera tertawa lebar. "Akh" biasa-biasa saja. Ilmu silatku ini adalah hasil didikan ayahku sendiri. Apanya
yang hebat?" Yibun Siu San tertawa lebar. "Kalau begitu, tentunya ayahmu merupakan tokoh yang ilmunya sangat tinggi di dunia
Bulim?" Bibir Cin Ie sudah bergerak-gerak. Dia sudah bermaksud mengatakan nama ayahnya.
Tiba-tiba tangannya ditarik oleh Cin Ying. Kata-kata yang hampir keluar terhenti seketika.
Gadis yang cantik itu langsung tertawa dingin.
"Tampaknya sahabat ini susah payah menyeldiki riwayat hidup orang, sebetulnya apa
tujuanmu?" tanyanya. Mendapat pertanyaan seperti itu, Yibun Siu San benar-benar tidak menduga sama
sekali. Untuk sesaat dia jadi tertegun, namun sekejap saja sudah pulih kembali. Dia
langsung tertawa lebar. "Dulu Cayhe mempunyai seorang sahabat lama, namun dia sudah lama mengasingkan
diri. Melihat gaya serangan Nona ini tadi, mirip sekali dengan ilmu andalannya yang tidak
diwariskan kepada orang luar. Oleh karena itu, Cayhe memberanikan diri untuk bertanya.
Tidak disangka malah menerbitkan salah paham Nona, maafkan saja."
Sebetulnya, Yibun Siu San sudah mengasingkan diri selama sepuluh tahun. Mana
mungkin dia mempunyai teman" Kata-katanya tadi hanya sebagai alasan yang
diucapkannya dalam keadaan terdesak. Namun karena suaranya yang lembut dan katakatanya
yang halus, Cin Ying agak percaya. "Meskipun Gihu (ayah angkat) adalah Beng-cu terdahulu dari samudera luar, tetapi
dalam pembicaraan sehari-hari sering kegagahan para tokoh Bulim di Tionggoan. Ayah
juga memuji bahwa mereka cinta negara, berjiwa pendekar dan suka menolong yang
lemah. Mungkinkah Gihu tadinya juga seorang tokoh Bulim di Tionggoan ini dan juga
merupakan sahabat lama Tuan yang mengenakan kerudung ini?" tanyanya dalam hati.
Begitu pikiran ini melintas di benaknya, Cin Ying jadi mulai percaya. Tetapi dia masih
merasa bimbang, sehingga bertanya kembali, "Ayah selamanya jarang keluar rumah. Juga
tidak banyak bertanya masalah orang lain. Locianpwe kalau memang kenal dengan Gihu,
Siau li memberanikan diri menanyakan nama besar atau gelar Cianpwe yang mulia."
Yibun Siu San tertawa lebar. "Mungkin kau pernah mendengar ayahmu bercerita tentang Coan Lam Tajhiap Yibun
Siu San. Orangtua itu adalah Po Siu Cu Cian Cong yang namanya sudah terkenal sekali di
dunia Kangouw." Cin Ying memejamkan matanya merenung sejenak. Di dalam benaknya terlintas ingatan
samar-samar bahwa dia rasanya memang pernah mendengar nama kedua orang ini. Rasa
bimbangnya pun sirna seketika. Bibirnya merekah mengembangkan seulas senyuman yang
manis. "Rupanya Lopek berdua, harap terima penghormatan Ying Ji. Selesai berkata, dia
langsung menjatuhkan dirinya berlutut di atas tanah.
Wajahnya cantik jelita memang sulit dicari tandingannya. Begitu tersenyum,
kecemerlang an wajahnya semakin mempesona, Yibun Siu San dan Cian Cong sampai
merasa antung mereka berdebar-debar. Cepat-cepat mereka memalingkan wajahnya,
tidak berani nelihat lagi. Bahkan mereka lupa membangunkannya, meskipun gadis itu
sudah mendiri berlutut di atas tanah.
Cin Ie melihat kakaknya melakukan penghormatan kepada kedua orang itu dengan
berlutut. Tanpa berpikir panjang lagi, dia segera ikut berlutut di samping Cin Ying.
Perlu diketahui, adat zaman dulu sangat mementingkan penghormatan terhadap orang
yang lebih tua. Cara berlutut seperti inilah yang justru harus dilakukan. Orang yang
menjatuhkan dirinya berlutut di atas tanah, apabila belum disuruh bangun oleh yang
bersangkutan, maka ia harus berlutut terus selamanya.
Setelah berlutut beberapa saat, Cin Ie melihat Yibun Siu San serta Cian Cong tetap
melihat ke arah lain tanpa memperdulikan sama sekali. Dia mulai kehabisan sabar. Dasar
sikapnya memang ketolol-tololan. Tanpa berpikir panjang lagi, dia langsung berteriak,
"Hei, kenapa tidak berbicara lagi. Sepasang lutut Nonamu ini sudah pegal setengah mati!"
Yibun Siu San dan Cian Cong bagai tersentak dari lamunan, keduanya mengeluarkan
seruan terkejut. "Bangun, bangun!" kata mereka serentak.
Sembari tersenyum Cin Ying berdiri. Matanya beralih dan berhenti pada diri Tan Ki yang
sedang terbaring di atas tempat tidur.
"Entah ada hubungan apa antara Lopek dengan Heng Tai yang berada di atas tempat
tidur itu?" tanyanya perlahan.
"Keponakan." sahut Yibun Siu San.
"Apakah dia terluka?" "Tidak. Hanya pikirannya yang terkena pukulan bathin yang hebat. Kesadarannya hilang
dan orangnya menjadi kalap. Kami memberinya pil penenang dan sekaligus menotok jalan
darah tidurnya. Dengan demikian dia dapat beristirahat dengan tenang beberapa saat dan
jangan sampai terjadi hal yang tidak diinginkan."


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Adikku suka sekali cadar penutup wajah Lopek itu, untung saja Lopek bersedia
menghadiahkan. Dengan demikian, kami jadi berhutang budi. Meskipun keponakan tidak
mempunyai kepandaian yang mengejutkan, namun almarhum ayah pernah mengajarkan
cara pengobatan dengan totokan jari. Rasanya masih boleh dicoba. Kalau Lopek dapat
menaruh kepercayaan, sekarang juga Tit li (keponakan perempuan) akan mengobati
penyakit Heng Tai ini sebagai balas jasa Lopek yang menghadiahkan cadar muka kepada
adikku." kata Cin Ying sambil tersenyum manis.
Mendengar kata-katanya, Yibun Siu San jadi termangu-mangu. Hatinya menjadi serba
salah. Untuk sesaat dia merenungkan hal ini dengan kepala tertunduk dan tidak bisa
mengambil keputusan apapun. Di lain pihak, dia mengagumi kepandaian Cin Ying mengatur tata bahasanya sehingga
tidak menyolok maksud hati yang sebenarnya. Gadis ini sangat cerdas. Meskipun hatinya
mulai percaya kalau Yibun Siu San adalah sahabat almarhum ayahnya, tetapi dia tetap
berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan. Apabila dia berhasil mengobati penyakit Tan
Ki, berarti dia sudah membalas budi Yibun Siu San yang berjanji akan menghadiahkan
cadar mukanya kepada Cin Ie. Dengan demikian, diantara mereka tidak ada hutang
piutang lagi dan tentu saja Yibun Siu San tidak enak hati apabila bertanya terus mengenai
asal-usul dan tujuan mereka datang ke Tionggoan.
Di benaknya terlintas dua macam masalah yang terus menggelayuti pikirannya. Dia curiga
sekali terhadap kedua gadis ini. Kemungkinan besar mereka merupakan mata-mata
yang dikirim oleh golongan sesat luar samudera. Kalau dia menyatakan persetujuannya,
maka dia akan kehilangan kesempatan menyelediki apa tujuan mereka dan otomatis
terputus sumber berita yang baik"
Lalu apabila dia menolaknya, penyakit Tan Ki yang menyangkut kejiwaan ini, mungkin
sulit disembuhkan. Seumur hidupnya dia akan menjadi orang yang ketolol-tololan.
Bukankah hal itu merupakan penderitaan yang tak akan pernah berakhir"
Semakin dipikirkan, Yibun Siu San merasa semakin serba salah. Dua masalah yang
sama-sama pentingnya terus berputar di benaknya, hal ini membuatnya tidak berani
sembarangan mengambil keputusan"
Untuk sesaat, hatinya seolah diganduli beban yang berat sekali. Kacau, kalut, ruwet!
Sampai cukup lama, dia masih belum bisa memberikan jawaban. Matanya perlahan-lahan
mengerling. Tiba-tiba pandangannya bertemu dengan sinar mata Ceng Lam Hong.
Hati Yibun Siu San tergetar. Dia menjadi tertegun seketika.
Dia merasa wajah wanita itu menyiratkan kegelisahan yang tidak terkirakan. Sinar matanya
mengandung penderitaan dan harapan. Serangkum cinta kasih seorang ibu tersirat
jelas pada diri wanita itu" Tanpa dapat ditahan lagi dia menarik nafas panjang, hatinya tidak tega melihat
kesedihan Ceng Lam Hong. Bibirnya langsung memaksakan seulas senyuman.
"Kalau begitu terpaksa merepotkan Nona." dia menjura satu kali, kemudian menggeser
tubuhnya ke samping. Tiba-tiba terdengar suara bergesernya tubuh seseorang. Ceng Lam Hong sudah berdiri
di sampingnya. "Toako, terima kasih. Kalau anak Ki bisa selamat tanpa kelainan apapun, semuanya
berkat ucapan Toako tadi." Suara itu bening dan lirih, seolah bisikan saja. Namun bagi pendengaran Yibun Siu San
bagai guntur yang menggelegar, di dalamnya tersirat perasaan terima kasih yang tidak
terhingga. Tanpa dapat ditahan lagi, dia melirik ke arahnya sekilas. Bibirnya tertawa
sumbang. "Asal anak Ki bisa pulih kembali seperti sedia kala, urusan menyelidiki para gembong
iblis dari luar samudera yang ada kemungkinan ingin mengacau Tionggoan, terpaksa kita
tunda kesempatan yang lain." Ceng Lam Hong tersenyum lembut. "Aku tahu selamanya Toako tidak suka melihat aku menderita dan memperhatikan aku
secara luar biasa?" tiba-tiba dia melihat Cian Cong melangkahkan kakinya mendekati
mereka, cepat-cepat dia menghentikan kata-katanya dan membungkam seribu bahasa.
Matanya segera dialihkan, dia melihat Cin Ying dan Cin Ie sedang berjalan ke arah
tempat tidur di mana Tan Ki berbaring. Saat itu juga seraut wajah yang tampan hadir di
dalam bola mata kedua gadis itu. Cin Ying dibesarkan di samudera luar. Mana pernah dia
bertemu dengan pemuda yang begitu gagah dan tampan seperti Tan Ki. Begitu matanya
memandang, jantungnya langsung berdebar-debar. Kedua pipinya menjadi merah jengah.
Tanpa dapat ditahan lagi dia memalingkan wajahnya. Cepat-cepat dia mengatur
pernafasannya dan menekan perasaannya yang memalukan.
Watak Cin Ie ketolol-tololan. Akal dan pikirannya tidak secerdas kakaknya. Dia melihat
wajah tampan Tan Ki yang mana belum pernah dilihatnya seumur hidup, mulutnya segera
mengeluarkan suara deheman sebanyak dua kali.
"Pemuda yang tampan sekali, aku juga jadi senang melihatnya."
Cin Ying langsung mendelik kepadanya.
"Jangan banyak bicara, hanya menjatuhkan harga dirimu sendiri."
Perlahan-lahan dia mengulurkan tangannya, kemudian menekan dada Tan Ki. Dia
segera menghimpun hawa murninya dan mendorongnya ke telapak tangan. Dengan tepat
disalurkannya tenaga dalamnya ke tubuh anak muda itu.
Cara pengobatan seperti ini menimbulkan penderitaan yang hebat. Tiba-tiba tubuh Tan
Ki seperti disengat aliran listrik, melonjak-lonjak dua kali dan mulutnya terus
mengeluarkan suara rintihan. Namun sekejap kemudian, tubuhnya tidak bergerak lagi
serta mulutnya juga berhenti merintih. Keadaannya kembali seperti sebelumnya.
Ceng Lam Hong meremas tangannya sendiri berulang kali. Tampangnya sangat tegang.
Berhasil atau gagalnya Cin Ying mengobati Tan Ki menyangkut kebahagiaan anak muda itu
seumur hidupnya" Meskipun wajah Yibun Siu San ditutupi, cadar hitam sehingga orang tidak tahu bagaimana
perasaannya saat itu, tetapi secara diam-diam dia sudah mengerahkan tenaga
dalamnya, siap sedia setiap waktu untuk dilancarkan apabila Cin Ying memperlihatkan
gerak-gerik yang mungkin akan mencelakai Tan Ki.
Kurang lebih sepeminum teh telah berlalu"
Telapak tangan Cin Ying masih belum dilepaskan, tiba-tiba terlihat sekumpulan uap
putih mengepul dari atas kepalanya dan melayang di udara. Wajahnya sudah berubah
merah padam, keringat menetes memenuhi bagian kepalanya bagai curahan hujan. Tetapi
dia tetap menggertakkan giginya erat-erat, raut wajahnya kelam sekali. Tampaknya dia
telah berusaha sekuat tenaga. Tiba-tiba mulutnya mengeluarkan suara bentakan dan tangan kanannya mengayunayun,
kemudian meluncur ke bagian ubun-ubun Tan Ki!
Perubahan yang mendadak ini, benar-benar tidak disangka-sangka oleh orang yang
lainnya. Meskipun Yibun Siu San sudab mempersiapkan diri, tak urung ia terkesiap juga.
Hati-nya berpikir untuk menerjang ke depan dan memberikan pertolongan, tetapi dia
melihat Cin Ying mencelat mundur sejauh setengah langkah setelah memukul ubun-ubun
kepala Tan Ki. Dalam waktu yang bersamaan, lengannya terangkat, sepasang jari telunjuk
serta jari tengahnya menutul secara berturut-turut.
Dalam waktu yang singkat, delapan belas urat nadi di tubuh Tan Ki telah tertotok
olehnya. Sampai saat ini, Cin Ying baru menghembuskan nafas panjang. Tangannya
terangkat ke atas dan mengusap keringat yang bercucuran di seluruh wajah dengan ujung
lengan bajunya. "Heng Tai ini hanya perlu istirahat selama satu hari lagi, tentu ia akan pulih kembali
seperti semula." Setelah selesai mengobati Tan Ki, tampaknya gadis ini sudah kelelahan setengah mati.
Begitu selesai bicara, dia tidak menunggu jawaban dari yang lainnya, namun langsung
duduk bersila di atas tanah sambil memejamkan matanya mengatur pernafasan.
Yibun Siu San dan Cian Cong melihat usia gadis ini masih muda sekali. Namun dia
sudah memahami pelajaran ilmu lwekang kelas tinggi. Dia mampu mendesak hawa murni
sendiri agar mengalir ke tubuh seseorang kemudian menembus urat nadinya yang
tersumbat. Tentu saja mereka terperanjat sekali. Keduanya saling lirik sekilas dan tidak
mengucapkan sepatah katapun. Tiba-tiba terdengar suara tawa Cin Ie yang ketolol-tololan sembari bergumam seorang
diri, "Kalau membiarkan kau berbaring satu hari lagi, tentunya iseng sekali. Cici toh sudah
membantumu, biar aku juga membantumu sejenak."
Tanpa berpikir panjang lagi, dia langsung mengulurkan tangan kanannya dan menempelkannya
ke dada Tan Ki. Kurang lebih sepeminuman teh lagi berlalu, terdengar suara keluhan
dari bibir Cin Ie. Wajahnya juga telah basah oleh keringat yang mengucur dengan
deras. Mendadak dia menarik kembali telapak tangannya kemudian melangkah mundur sejauh
empat depa. Lalu berhenti. Matanya yang bulat dan hitam itu menatap Tan Ki lekat-lekat
tanpa berkedip sedikitpun. Meskipun tidak ada lagi bahaya yang mengancam, namun masih terselip ketegangan
yang tidak terkatakan. Hati setiap orang berdebar-debar tanpa sebab musabab yang
pasti" Lambat laun" Tangan Tan Ki mulai bergetar, perlahan-lahan dia membuka matanya dan mulai sadarkan
diri. Tadinya dia tertotok jalan darah tidurnya oleh Yibun Siu San, tetapi dengan bergiliran
Cin Ying dan Cin Ie telah menyalurkan hawa murni mereka sehingga jalan darah
yang tertotok itu terbuka kembali. Saat itu juga, tampak bibir Ceng Lam Hong merekahkan senyuman. Akhirnya dia malah
tertawa lebar. Mimik wajahnya yang tegang dan gelisah sudah lenyap seketika. Dalam
sekejap mata, suasana tegang sudah mencair dan digantikan dengan suasana riang.
Karena Tan Ki sudah sadarkan diri, orang yang berkerumun di kamar itu satu per satu
memperli-hatkan senyumannya. Cin Ying juga sudah selesai mengatur pernafasannya. Sepasang tangannya bertumpu di
atas tanah dan diapun melonjak bangun. Ketika matanya bertemu pandang dengan mata
Tan Ki, dia merasa jantungnya berdebar-debar. Semacam perasaan aneh yang belum
pernah ia rasakan sebelumnya terasa memenuhi hatinya saat itu. Wajahnya jadi merah
jengah. Cepat-cepat dia menundukkan kepalanya dengan tersipu-sipu.
Sementara itu, tampak Ceng Lam Hong berjalan perlahan-lahan menuju jendela. Dia
memandang langit dengan terpana. Untuk sesaat, Cin Ying tidak tahu ada berbagai pikiran
yang berkecamuk di dalam dada wanita itu. Dibalik kegembiraan melihat anaknya sudah
sembuh kembali, juga terselip kepedihan yang tidak terkirakan.
BAGIAN XXIV Dia sadar di dalam hati Tan Ki masih tersimpan kesalahpahaman yang besar terhadap
dirinya. Apabila dia sampai melihat ibunya juga ada di dalam kamar itu, apa yang terlintas
di benaknya" Apakah dia akan membuka mulut mencaci maki Ceng Lam Hong atau
semakin membenci melihat kehadirannya"
Tentu saja, semua ini ada kemungkinannya.
Oleh karena itu, perlahan-lahan dia meninggalkan kamar itu dan menghindarkan diri
dari pandangan Tan Ki. Orangtua di kolong langit ini, mana ada yang tidak mencintai anaknya sendiri. Antara
Ceng Lam Hong dan Tan Ki sudah berpisah selama sepuluh tahun, betapa dalam hati
kecilnya dia mendambakan mendengar Tan Ki memanggilnya "Ibu".
Namun, kenyataan yang terpampang di depan mata malah mendesak ibu dan anak itu
terpisah oleh jurang yang dalam. Seharusnya saat ini mereka berangkulan melepaskan
kerinduan yang terpendam selama ini. Tetapi semuanya tidak mungkin terjadi. Bagaimana
hatinya tidak menjadi pilu dan sakit"
Cian Cong dan Yibun Siu San maklum sekali penderitaan dalam hati wanita ini.
Meskipun mereka berniat memberikan bantuan, tetapi untuk saat ini mereka tidak tahu
apa yang harus dilakukan. Mereka hanya berdiri di samping tanpa mengucapkan sepatah
katapun. Sementara itu kesadaran Tan Ki lambat laun pulih kembali. Sekali loncat dia langsung
turun dari tempat tidur. Begitu matanya beredar, tanpa dapat ditahan lagi, dia jadi
termangu-mangu. "Mengapa aku bisa berada di sini?" tanyanya dalam hati.
Dia tidak tahu bahwa dalam beberapa hari ini, pikirannya menjadi kacau karena putus
asa. Dia hanya merasa bahwa setelah Mei Ling diculik orang, dia lalu tertidur dan sekarang
baru bangun kembali. Tahu-tahu dia menemukan dirinya di tempat yang asing. Lagipula
kepalanya terasa pusing tujuh keliling dan seluruh tubuhnya terasa tidak enak. Tanpa
dapat ditahan lagi, dia mengedarkan pandangannya ke orang-orang dalam ruangan, itu
dengan perasaan curiga. Mimik wajahnya menunjukkan rasa terkejut dan sangsi.
Perlahan-lahan Cin Ie menghampirinya.
Wajahnya sengaja diperingiskan sehingga seperti muka setan. Mulutnya tertawa lebar.
"Kau sudah baik?" Sebetulnya gadis ini kalau diperhatikan tidak terlalu jelek sekali. Tetapi gayanya dan
cara tertawanya seakan disengajakan sehingga bintik-bintik di wajahnya semaian kentara
jelas. Hal inilah yang membuat orang merasa sebal.
Sepasang alis Tan Ki terjungkit ke atas.
"Siapa kau?" tanyanya ketus.
"Aku bernama Cin Ie." sahut gadis itu dengan tersipu-sipu. Matanya melirik Tan Ki
berulang kali. Tan Ki merasa tingkah laku dan gerak-gerik gadis itu persis perempuan murahan yang
sering tampil di atas pentas. Hatinya semakin muak melihatnya. Oleh karena itu, dia
segera mendengus dingin dan menyahut dengan enggan.
"Senang sekali dapat berkenalan dengan nona yang namanya sudah lama terkenal!"
tiba-tiba dia membalikkan tubuhnya dan berjalan ke arah pintu. Tindakannya ini secara
menyolok menyatakan rasa sebalnya terhadap Cin Ie.
Tentu saja perbuatannya juga tidak sopan sama sekali, apalagi mengingat kedua kakak
beradik itulah yang menjadi dewa penolongnya!
Cin Ying yang melihat keadaan ini merasa hatinya menjadi tidak enak. Tanpa dapat
ditahan lagi mulutnya mengeluarkan suara tertawa dingin. Namun pada dasarnya watak
gadis ini lembut dan berpandangan luas. Meskipun dia merasa tidak seharusnya Tan Ki
mem-perlakukan adiknya seperti itu sehingga bisa mengakibatkan orang menjadi sakit
hati. Tetapi dia tetap berusaha menekan hawa amarah yang mulai bangkit dalam hatinya.
Tangannya segera mencekal pergelangan Cin Ie. Dengan nada kurang senang dia berkata,
"Ie Moay, mari kita pergi!"
Begitu dia menarik, terasa diri Cin Ie bagai sebuah patung kayu yang ditancapkan di
atas tanah dan ternyata Cin Ying tidak sanggup menggerakkannya. Hatinya merasa heran.
Dia mendongakkan wajahnya memandang. Tampak mimik wajah Cin Ie menyiratkan
senyuman yang aneh. Dia bagai orang yang dihipnotis, matanya memandang lekat-lekat
ke arah pintu. Sejak kecil Cin Ying dibesarkan bersama-sama adik angkatnya ini. Dia tahu sekali watak
dan kebiasaannya, namun dia belum pernah melihat tampang Cin Ie seperti sekarang
ini. Tentu saja dia jadi terkejut sekali.
"Ie Moay, kenapa kau?" tanyanya gugup.
Mulut Cin Ie mengeluarkan seruan terkejut. Dirinya seakan baru tersadar dari mimpi.
Tanpa terasa dia bergumam seorang diri.
"Sungguh seorang pemuda yang tampan sekali, Ie Ji sampai merasa suka sekali."
Mendengar ucapannya, mula-mula Cin Ying tertegun. Dia tidak mengerti makna ucapan
adiknya itu. Tetapi lambat laun dia tersadar, rupanya Cin Ie sudah terpikat oleh
ketampanan Tan Ki. Wajahnya jadi merah padam. Hatinya bermaksud mencacinya
beberapa patah kata bahwa anak gadis tidak boleh merendahkan derajatnya sendiri dan
berbicara yang bukan-bukan di depan umum. Namun dia merasa hatinya sendiri juga
mempunyai perasaan yang sama. Akhirnya dia tertawa sumbang.
"Sudah, jangan berpikir yang bukan-bukan. Mari kita pergi!" dia langsung menarik
tangan Cin Ie dan mengajaknya keluar dari tempat tersebut.
Yibun Siu San langsung melepaskan cadar penutup wajahnya dan mengejar ke depan
dua langkah. "Nona harap tunggu sebentar. Sehelai cadar ini tidak berharga sama sekali, tetapi
merupakan syarat yang telah disetujui sebagai imbalan nona berdua yang telah
menyalurkan hawa murni kepada keponakan Cayhe. Harap diambil cadar ini, kalau tidak
hati Cayhe akan tidak tenteram karena merasa masih berhutang." katanya.
Cin Ying tertawa pilu. "Tidak usah. Tadi aku sudah ke jalan raya dan sengaja membelikan, berbagai macam
mainan untuk adikku ini. Kalau aku keburu sampai, tentu dia juga tidak masuk ke kamar
ini dan menimbulkan kekacauan yang mengganggu ketenangan kalian. Harap Lopek
simpan saja cadar itu. Kami kakak beradik tidak menginginkannya lagi."
Selesai berkata, tubuh kedua gadis itu tepat sudah berada di depan pintu. Mereka
langsung membelok dan hilang dari pandangan.
Yibun Siu San memperhatikan bayangan punggung kedua gadis itu sampai tidak kelihatan
lagi. Di dalam hatinya dia merasa berterima kasih sekali. Perlahan-lahan dia menarik
nafas panjang. Kepalanya menggeleng-geleng tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Dia sudah melihat ilmu silat Cin Ie: Tampaknya tidak sama dengan ilmu silat yang ada
di daerah Tionggoan. Dalam hatinya timbul kecurigaan. Dia mulai yakin kalau kedua kakak
beradik itu apabila bukan berasal dari Samudera luar, pasti merupakan keturunan suku
Biao dari wilayah Barat. Kemungkinan tujuan mereka datang ke Tionggoan adalah untuk
menyelidiki gerak-gerik para tokoh Bulim saat ini dan kalau keadaan memungkinkan,
mereka akan menyerbu masuk ke daerah Kang Lam.
Tetapi demi keselamatan Tan Ki, mau tidak mau dia harus melepaskan kesempatan
menyelidiki bukti yang sudah ada ini. Melihat kakak beradik itu pergi dalam situasi yang
kurang menyenangkan, dia hanya bisa menarik nafas panjang. Hatinya terasa kalut.
Sementara itu, setelah kembali ke kamarnya, tiba-tiba Cin Ying merasa hatinya dilanda
kehampaan yang aneh. Dadanya terasa sesak seperti orang yang kekurangan udara. Dia
seperti tidak mempunyai gairah terhadap segala sesuatu.
Rupanya dia memang dibesarkan di Samudera luar dan yang sering didengar ataupun
ditemuinya hanya serangkaian pembunuhan dan pertarungan. Wajah setiap orang,
mungkin karena pengaruh wilayah dan situasinya, hampir semuanya bertubuh tinggi besar
dan tampangnya garang. Penduduk di wilayah itu juga sangat kasar. Mana ada pemuda
yang gagah dan tampan seperti Tan Ki. Bahkan seujung jarinya pun tidak. Oleh karena itu
begitu melihat anak muda tersebut, hatinya sudah terpikat oleh kegagahan dan


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketampanannya. Dengan enggan dia duduk di atas kursi dan langsung termenung lesu! Untuk sesaat,
pikirannya melayang-layang. Duduk salah berdiri pun salah. Tetapi dia sendiri tidak
mengerti apa sebetulnya yang ia pikirkan. Tiba-tiba dia merasa pundaknya ditepuk oleh
seseorang, lalu terdengar suara Cin Ie yang sedang tertawa terkekeh-kekeh.
"Toaci, coba kau lihat sebentar!"
Hati Cin Ying memang sedang kalut. Dia berharap dapat menenangkan diri beberapa
saat. Ditepuk oleh Cin Ie, dengan acuh tak acuh dia bertanya, "Lihat apa?"
Terhadap adik angkatnya ini, Cin Ie merasa sayang sekali. Meskipun kata-kata yang
terucap dari bibirnya agak ketus, tetapi dengan perasaan tidak tega dia menoleh juga dan
melihat ke arahnya sekilas. Begitu matanya memandang, dia melihat pakaian Cin Ie yang berwarna hijau sudah
dikutungkan bagian lengannya. Untuk sesaat dia sangat terpukau. Dengan heran dia
bertanya, "Apa yang kau lakukan" Pakaian yang bagus-bagus kok digunting sampai
begitu?" Cin Ie menggigit bibirnya sendiri. "Pakaian ini sudah terlalu pendek, tidak enak dipakai lagi."
Cin Ying tersenyum. "Kalau begitu, malam nanti kalau kita keluar. Kita beli lagi beberapa stel pakaian yang
sesuai untukmu." Tampak Cin Ie agak sangsi. "Tetapi" malam hari kalau sedang tidur, hatiku sering merasa dingin."
"Beberapa hari ini udara memang agak dingin. Mungkin pakaian tidurmu terlalu tipis
atau kau lupa memakai selimut."
"Meskipun memakai selimut memang terasa hangat, tetapi tidak dapat menghangatkan
hatiku?" "Cin Ying jadi tertegun mendengar ucapannya.
"Apa maksudmu?" "Cici, apakah kau tidak mengerti ucapanku" Malam hari aku tidur sendirian, sering aku
merasa takut, seperti ada bayangan setan yang terus bergerak di depan jendela."
"Sejak kecil kita sama-sama sudah terbiasa tidur sendiri-sendiri. Kenapa baru sekarang
kau merasa takut?" Cin Ying menghentikan kata-katanya kemudian tersenyum lembut.
"Baiklah, malam nanti Cici akan menemanimu."
Setelah berkata panjang lebar, tampaknya Cin Ying masih juga belum menangkap
maksud ucapannya, Cin Ie menjadi kesal sekali. Dia menghentak-hentakkan kakinya di
atas tanah. "Siapa yang kepingin kau temani?"
Melihat tingkah lakunya, Cin Ying mulai marah. Namun dia sadar bahwa adik angkatnya
ini tidak boleh dikerasi. Setelah tertegun sejenak. Dia segera mendorong meja dan berdiri.
"Ie Moay, jangan pergi. Sebetulnya ada apa?" sembari berkata, langkahnya dipercepat
untuk mengejar adiknya yang sudah bermaksud keluar dari kamar. Dia segera menarik
tangan gadis itu. "Untuk apa kau melakukan hal ini. Lihat saja, belum apa-apa sudah
tersinggung, Cici sampai bingung kau buat." berkata sampai di sini, tiba-tiba sebuah
ingatan melintas di benaknya. Mulutnya langsung mengeluarkan seruan terkejut,
kemudian tertawa lebar. "Aku tahu deh, rupanya kau sudah ingin mencari seorang suami, bukan" Mungkin sudah
sejak lama ada yang ditaksir. Cepat katakan kepadaku, siapa orang itu?" Cin Ie
tersenyum simpul. "Pemuda yang ada di sebelah kamar itu!" sahut gadis itu dengan santai. Mendengar
ucapannya, hati Cin Ying tergetar. Rupanya orang yang ditaksir Cin Ie justru Tan Ki
orangnya. Mimpi pun dia tidak pernah membayangkan hal itu. Rasa terkejutnya tidak
kepalang tanggung. "Mana mungkin hal ini terjadi" Meskipun kita sudah pernah bertemu satu kali, tetapi
kita tidak saling mengenal, apalagi menjalin persahabatan. Lagipula dia adalah seorang
pemuda yang begitu tampan. Tampaknya Cin Ie sendiri juga menyadari kekurangannya. Mendengar ucapan kakaknya,
harapan yang baru berkembang seakan kandas seketika. Dia merasa kecewa sekali.
Padahal dia adalah seorang gadis yang masih polos. Namun begitu mengetahui bahwa dia
tidak mempunyai harapan sedikitpun, dua baris air matanya segera jatuh bercucuran
membasahi pipi. Meskipun wajahnya tidak dapat dikatakan cantik karena penuh dengan bintik-bintik
hitam, namun air mata yang menetes justru sangat berkilauan serta keluar dengan
perasaan yang tulus. Sungguh air mata yang tidak bernilai harganya!
Apa sebetulnya yang tersirat di balik air mata itu"
Tidak ada. Yang dapat dinyatakan hanya hatinya yang masih bersih.
Melihat air mata adiknya mengalir dengan deras, hati Cin Ying langsung terasa perih.
Dia juga terharu melihat kemalangan nasib gadis itu. Hampir belasan tahun sudah, baru
kali ini dia melihat lagi air mata yang tulus dan berharga ini".
Bayangan masa lalu, seakan terpampang dalam air mata yang terus mengalir itu. Satu
per satu melintas dalam benaknya"
Dia teringat masa kecilnya ketika terombang ambing di tengah lautan, untung saja dia
ditemukan oleh seorang ketua suku pedalaman yang berilmu sangat tinggi yakni Cui Sang
Sin-heng alias bayangan dewa di atas air Cin Tong. Akhirnya dia ditolong bahkan dijadikan
putri angkatnya. Dia teringat senyuman Cin Tong serta nada suaranya yang menggeledek serta kasih
sayang yang penuh perhatian. Lagi pula caranya melakukan apapun terhadap kedua
putrinya selalu disamakan dan tidak pernah dibedakan.
Dia membiarkan keduanya bermain bersama dia juga mengajarkan ilmu silat tanpa
memilihbulu" Justru pada saat dia berusia dua belas tahun, Cin Ying dan Cin Ie sedang berlatih dan
menjajal kepandaian mereka. Akh" dia ingat hari itu meriipakan hari yang paling
menyayat hati dalam hidupnya. Sekarang pun dia masih mengingat dengan jelas, justru jurus Hui-houw Coan Liong
atau Harimau terbang berubah menjadi naga itulah yang digunakannya ketika berlatih.
Tanpa sengaja pukulannya menghantam belakang kepala Cin Ie.
Kemudian, dia" Cin Ie pun jatuh tidak sadarkan diri!
Cin Ying sama sekali tidak pernah membayangkan bahwa perbuatan yang dilakukannya
dengan tanpa sengaja itu membuat otak adik angkatnya menjadi lemah. Meskipun ayah
angkatnya telah berusaha dengan berbagai cara untuk menyembuhkannya, namun nasib
Cin Ie memang tidak bisa diubah lagi!
Walaupun nyawanya berhasil diselamatkan, tetapi sejak saat itu Cin Ie berubah menjadi
ketolol-tololan dan otaknya tidak bisa berpikir sebagaimana manusia dewasa layaknya.
Memang kadang-kadang kebodohannya tidak terlalu tampak menyolok. Dia bisa bicara
dan bertanya jawab. Tetapi apabila ada masalah yang agak rumit, dia tidak cepat tanggap
dan tidak tahu pula bagaimana harus menanggulanginya. Hidupnya jadi bergantung pada
orang lain. Siapa nyana, Cin Tong malah tidak menyalahkan dirinya sedikitpun karena kesalahan
tangan yang membuat putri kandungnya menjadi cacat mental. Bahkan menjelang akhir
hidupnya, dia menitipkan pesan kepada Cin Ying agar menjaga adik angkatnya ini baikbaik.
Justru karena hal ini pula, hati Cin Ying semakin tidak tenang, karena diserahi tanggung
jawab yang berat. Rasa bersalahnya semakin menghebat. Selama belasan tahun ini,
dia sudah berusaha segenap kemampuannya untuk melindungi sang adik. Seandainya dia
menginginkan rembulan di atas langit, Cin Ying pasti akan mencari jalan untuk mengambil
rembulan tersebut bagi adik angkatnya. Pokoknya Cin Ying selalu berharap dapat
membahagiakan hati adiknya itu. Dia terus menganggap, bahwa pengorbanannya ini masih belum cukup untuk menebus
kesalahannya dan membalas budi yang ditanamkan Cin Tong kepadanya. Apalagi terhadap
Cin Ie sendiri, dia merasa seumur hidupnya tidak mungkin ia membayar lunas hutangnya
yang satu ini. Berpikir sampai di sini, tanpa dapat ditahan lagi hatinya menjadi perih. Dan air matanya
ikut mengalir. Perlahan-lahan dia mengangkat tangannya dan mengusap air mata adiknya
yang masih menetes. "Baiklah, Cici akari berusaha sekuat tenaga. Kalau Tan Siangkong itu tidak
menghendaki dirimu, meskipun harus memaksanya dengan perkelahian, aku juga akan
mencobanya." Selesai berkata, dia berusaha membangkitkan keberanian dalam hatinya sendiri. Tangannya
segera menepuk-nepuk pundak Cin Ie.
"Kau keluarlah ke jalan raya dan main-main di sana. Aku akan mendengar nada bicara
mereka, baru mengambil tindakan yang terbaik."
Mendengar perkataannya, Cin Ie segera mengusap air matanya dan wajahnya jadi berseri-
seri seketika. Selamanya dia percaya sekali kepada Cin Ying. Dia tahu kakaknya ini
sangat cerdas dan banyak akalnya. Meski menghadapi persoalan yang bagaimana
beratnya, dia pasti bisa melepaskan diri dari bahaya dan menyelesaikannya dengan baik.
Apalagi kalau sudah berjanji, dia tidak pernah mengingkarinya. Oleh karena itu, dia segera
menganggukkan kepalanya berkali-kali.
"Aku akan menurut perkataan Cici dan bermain ke jalan raya. Kalau sudah ada kabar
berita, harap cepat-cepat beritahu aku."
Sambil berkata, kedua kakak beradik itu jalan berdampingan keluar dari kamar. Na-mun
perasaan hati keduanya berbeda. Cin Ie merasa bahagia sekali dan bibirnya terus tersenyum.
Sedangkan sepasang alis Cin Ying terus bertaut dengan erat dan hatinya kacau.
Sebetulnya, dia Sadar sekali tingkah laku Tan Ki yang sudah terang-terangan
menyatakan rasa sebalnya terhadap Cin Ie. Agaknya harapan mereka dapat menjadi
pasangan yang harmonis terasa mustahil. Tetapi dirinya terus merasa berhutang kepada
Cin Ie. Apabila dia sampai tidak berhasil menyempurnakan niat hatinya, Cin Ying semakin
tidak tenang. Itu-lah sebabnya dia tetap mencoba meskipun tidak yakin akan berhasil.
* * * * Dengan perasaan gembira, Cin Ie berjalan-jalan keluar. Ke manapun matanya memandang,
dia selalu melihat orang banyak hilir mudik. Semua yang tertatap olehnya selalu
pemandangan yang menyegarkan. Hal ini membuat perasaannya senang bukan kepalang.
Tanpa tujuan yang pasti dia terus melangkah. Secara berturut-turut dia telah melalui
tiga jalan besar, sampailah dia di depan sebuah toko yang menjual barang-barang antik.
Justru ketika dia sedang menikmati keindahan barang-barang antik dari luar toko itu, tibatiba
matanya menangkap seraut wajah yang tidak asing lagi. Orang itu melewatinya.
Tanpa dapat ditahan lagi, kepalanya menoleh untuk memperhatikan sejenak.
Sebetulnya dia tidak ingin mencampuri urusan orang lain. Perbuatannya kali ini hanya
mengikuti nalurinya yang tergerak saja. Namun begitu matanya memandang sekali lagi,
hatinya langsung tergetar. Ini yang dinamakan "tidak dicari malah datang sendiri." tanpa susah payah pula. Rupanya
orang yang baru saja melewatinya, justru pemuda yang membuat dirinya terpikat dan
terus merasa rindu, yakni Tan Ki. Tampaknya pemuda itu sedang digelayuti berbagai pikiran. Tampangnya kusut. Sambil
menundukkan kepalanya dia berjalan lambat-lambat. Langkahnya seakan berat sekali.
Tidak mirip dengan orang yang memiliki kepandaian tinggi.
Hati Cin Ie jadi gembira bukan kepalang. Dia mengikuti Tan Ki dari belakang. Hatinya
penasaran ingin tahu ke mana tujuan anak muda itu. Siapa nyana, Tan Ki tidak pernah
menghentikan langkah kakinya, dia berjalan terus ke depan. Kota ini memang tidak terlalu
besar. Dalam waktu kurang lebih sepenanakan nasi, mereka sudah keluar dari perbatasan
kota. Begitu matanya memandang, di mana-mana terlihat pemandangan yang indah
dengan bukit-bukit yang subur. Cin Ie merasa heran sekali. Diam-diam dia berpikir: "Apa enaknya bermain-main di
tempat seperti ini" Untuk apa sebetulnya dia datang ke sini?"
Tiba-tiba" Tampak dua sosok bayangan menghambur ke arah mereka.
Kecepatannya bagai anak panah yang menyambar. Dalam sekejapan mata sudah tiba
di hadapan mereka. Kejadian yang tidak terduga-duga ini membuat Cin Ie terperanjat,
secara refleks kakinya mundur satu langkah.
Begitu matanya memandang, orang yang datang itu ternyata tidak asing baginya.
Mereka adalah pengawal setia Toa Ie (bibi) yakni Lu Sam Nio dan Im Ka Tojin. Untuk
sesaat dia jadi termangu-mangu. Ketika melihat jelas siapa orangnya yang mendatangi, Tan Ki sudah menolehkan kepalanya
dengan hati tergetar. Setelah diperhatikan, dia langsung mengenali wanita yang
rupanya jelek sekali sebagai orang yang menculik Mei Ling. Darah dalam tubuhnya bagai
mendidih seketika. Hawa amarah dalam dadanya meluap-luap. Namun di balik semua itu,
terselip juga kegembiraan sedikit karena berhasil memergoki musuh besarnya.
Dia langsung mendongakkan wajahnya dan mengeluarkan suara suitan marah dari
mulutnya. Ketika tubuhnya berkelebat, dalam waktu yang bersamaan, serangkum angin
yang kuat terpancar dari telapak tangannya yang langsung menghantam ke depan.
Pancaran tenaga yang bagai gulungan ombak menimbulkan suara yang menderu-deru.
Sepasang telapak tangannya secara berpencaran melancarkan serangan ke arah Lu Sam
Nio dan Im Ka Tojin. Serangannya kali ini hanya berlangsung dalam sekejapan mata, Lu Sam Nio dan Im Ka
Tojin terkejut setengah mati. Dengan panik keduanya mencelat mundur ke kiri dan kanan.
Im Ka Tojin segera memperdengarkan suara tawanya yang dingin.
"Hari itu karena mendapat perintah dari Toa Ie, maka aku sengaja mengampuni jiwamu.
Kali ini malah kau sendiri yang berani mencari perkara denganku. Maka tidak ada
ampun lagi buatmu." katanya sinis.
Diantara suara tawanya yang menyeramkan, tiba-tiba tubuhnya mencelat ke atas.
Sepasang telapak tangannya terulur keluar, dengan jurus Bendera perang berkibar di
sebelah timur, dia melancarkan dua buah pukulan.
Apabila seorang jago silat melancarkan serangan, kecepatannya hanya bagai lintasan
cahaya. Sementara Im Ka Tojin mengerahkan jurus serangannya, Lu Sam Nio juga tidak
menyia-nyiakan kesempatan. Dengan keji dia juga meluncurkan sebuah pukulan ke arah
pinggang kiri Tan Ki. Begitu kedua orang ini melancarkan serangan dalam waktu yang bersamaan, kehebatannya
benar-benar mengejutkan. Tenaga yang terpancar dari telapak tangan mereka
bagai badai di tengah lautan atau ratusan ekor kuda yang mengamuk. Lwekang dan hawa
murni mereka bagai banjir yang melanda.
Suasana semakin tegang dan diliputi hawa pembunuhan yang tebal. Tampaknya
pukulan manapun yang sempat mendarat di tubuh Tan Ki, dia pasti terkapar mati seketika.
Namun terdengar suara tawa anak muda itu yang mengandung kegusaran hatinya.
Tubuhnya memutar dengan cepat, tahu-tahu dia sudah berhasil menghindarkan diri dari
serangan kedua orang itu. Sementara itu, terdengar mulutnya mengeluarkan suara
bentakan, "Siapa sebetulnya orang yang kalian maksudkan dengan Toa Ie itu?"
Lu Sam Nio memamerkan dua baris giginya yang besar-besar dan berwarna kekuningkuningan.
"Boleh saja memberitahukan kepadamu, tetapi kau harus menemani dulu bibimu ini
bergembira sepanjang malam!" Tan Ki marah sekali. "Kentut busuk!" Pergelangan tangannya berputar, terdengar suara angin berhembus dan dengan kecepatan
kilat dia melancarkan dua buah pukulan ke depan. Lu Sam Nio terdesak sampai
kalang kabut. Dikejar oleh serangan Tan Ki, mau tidak mau dia mencelat mundur sejauh
dua langkah. Dua buah serangan Im Ka Tojin gagal berturut-turut. Tubuhnya sudah melayang turun
di atas tanah. Tanpa membuang waktu, mulutnya mengeluarkan suara raungan. Empat
pukulan dilancarkan dengan gencar. Untuk sesaat, tampak bayangan telapak tangannya memenuhi ajang pertarungan.
Angin yang ditimbulkan pun menimbulkan suara suitan. Bahkan debu-debu yang terdapat
di sekitarnya langsung bertebaran di angkasa. Pertarungan yang sengit ini membuat
pandangan mata Cin Ie jadi berkunang-kunang. Setelah sepuluh kali gebrakan lebih, dia
sudah tidak dapat membedakan lagi mana para pelindung Toa Ie-nya dan mana diri
pemuda pujaannya. Meskipun ilmu silat Tan Ki merupakan ilmu andalan para leluhur Ti Ciang Pang, tapi
apabila dia ingin meringkus kedua orang itu dalam waktu yang singkat, juga bukan merupakan
hal yang mudah. Kurang lebih sepenanakan nasi kemudian, pertarungan di antara ketiga orang itu sudah
mengalami banyak perubahan. Tampaknya puncak pertarungan itu sudah hampir dicapai.
Suara bentakan dan deruan angin yang terpancar dari pukulan mereka masih terus
terdengar. Sementara itu, hawa pembunuhan yang memenuhi sekitar tempat itu malah
tambah berlipat ganda. Tampak daya serang Lu Sam Nio dan Im Ka Tojin semakin lama semakin melemah. Tan
Ki malah berkelahi seperti orang kalap, serangannya semakin lama semakin keji. Tenaga
dalam yang dilancarkan hampir menggunakan segenap kekuatannya.
Cin Ie tahu betul sampai di mana tingginya ilmu tenaga dalam Lu Sam Nio dan Im Ka
Tojin, tetapi melihat bahwa dengan bergabung pun kedua orang itu tidak sanggup
meringkus Tan Ki, hatinya menjadi khawatir. Di samping itu dia juga merasa kagum sekali
terhadap ilmu silat anak muda itu. Tiba-tiba terdengar suara bentakan keras dari mulut Tan Ki, dengan jurus Menguak
Gunung Meretakkan Tanah, dia menyerang secara gencar ke arah Im Ka Tojin. Serangan
ini dilancarkan dengan tenaga sepenuhnya. Sedangkan keadaan Im Ka Tojin sudah
kelelahan, dia hanya dapat melawan dengan kekuatan terakhir.
Begitu serangan Tan Ki yang keji ini dilancarkan, kekuatannya dahsyat bukan main.
Bagai gelombang ombak yang bergulung-gulung melanda ke depan. Sama sekali tidak
dapat dianggap enteng! Im Ka Tojin menggertakkan giginya erat-erat. Dengan nekat dia melancarkan sebuah
pukulan ke depan dan menyambut serangan Tan Ki dengan kekerasan.
Cara keras melawan keras seperti ini sebetulnya merupakan pantangan bagi orang
Bulim. Apabila pihak yang satu lebih lemah sedikit saja tenaganya, maka orang itu pasti
terluka parah di bawah telapak tangan lawannya.
Tetapi karena pukulan yang dilancarkan Im Ka Tojin dikeluarkan dalam keadaan
terpaksa, maka cara keras lawan keras yang berlangsung saat ini, apabila tidak sampai


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mencabut nyawanya, maka paling tidak dia akan terluka parah. Tiba-tiba"
"Tan Siangkong, mohon tunggu dulu!" terdengar teriakan seorang gadis. Serangkum
tenaga yang kuat menahan datangnya serangan Tan Ki. Perubahan yang mendadak ini,
membuat anak muda itu terkejut setengah mati. Cepat-cepat dia menarik kembali
serangannya dan mencelat mundur sejauh lima langkah. Meskipun demikian, sepasang
pundaknya bergetar karena dorongan tenaga lawan bahkan tubuhnya sempat
sempoyongan beberapa saat. Dia langsung menolehkan kepalanya, entah sejak kapan di samping Cin Ie telah
bertambah seorang gadis yang cantik jelita. Dia adalah Cin Ying.
Pada saat ini, kemarahan Tan Ki sedang meluap. Tadinya dia sudah senang berhasil
mendesak musuhnya sehingga paling tidak akan terluka parah, tahu-tahu datang Cin Ying
yang mengacaukan segalanya. Tentu saja dia jadi melampiaskan kekesalannya pada gadis
itu. Matanya mendelik lebar-lebar. "Apa sebetulnya maksudmu melakukan hal ini?"
"Entah apa kesalahan kedua orang ini sehingga Siangkong sedemikian gusar?"
Tan Ki menunjuk ke arah Lu Sam Nio dan Im Ka Tojin.
"Tanpa hujan tanpa angin mereka menculik temanku. Sekarang setelah berhasil aku
pergoki, apakah aku akan mendiamkannya begitu saja?"
Dengan tenang Cin Ying menoleh kepada Lu Sam Nio dan Im Ka Tojin.
"Benarkah apa yang dikatakannya?"
Setelah mengatur pernafasannya beberapa saat, hawa murni di dalam tubuh Im Ka
Tojin mulai, lancar kembali. Dia mengusap keringat yang membasahi keningnya kemudian
menjura dalam-dalam kepada Cin Ying.
"Urusan ini sebetulnya hamba hanya mendapat perintah dari Toa Ie, sama sekali bukan
niat hati hamba sendiri." "Oh!" Cin Ying mengibaskan tangannya. "Baiklah, di sini tidak ada urusan kalian lagi,
pergilah." katanya kemudian. Im Ka Tojin tidak segera mengundurkan diri. Tampaknya hatinya masih bimbang.
Perlahan-lahan dia memberanikan dirinya menyahut, "Hamba menerima surat perintah,
kali ini sengaja datang untuk menemui Nona berdua." tampaknya dia sangat takut kepada
Cin Ying. Cara bicaranya juga tersendat-sendat.
Cin Ying tertawa dingin. "Pasti surat yang dikirim lewat merpati pos oleh Toa Ie kalian yang isinya perintah
inilah, itulah?" dia berhenti sejenak. "Baiklah, kalian pergi ke kota di depan sana dan
tunggu aku di rumah penginapan Lai An."
Im Ka Tojin dan Lu Sam Nio segera mengiakan. Setelah menjura satu kali, keduanya
segera membalikkan tubuh dan berlari pergi. Sementara itu, terdengar Tan Ki
mengeluarkan suara tertawa yang dingin sekali, tubuhnya melesat ke depan dan tahu-tahu
dia sudah menghadang jalan pergi kedua orang itu.
"Mau kabur" Tidak begitu mudah!" terasa angin berhembus, sebuah pukulan langsung
diarahkan kepada Lu Sam Nio. Serangannya yang tiba-tiba ini benar-benar cepat sekali. Terdengar suara mengaduh Lu
Sam Nio. Dia segera menahan gerakan tubuhnya yang masih meluncur ke depan
kemudian melesat ke samping untuk menghindarkan diri.
Meskipun gerakannya tadi sudah peka sekali, namun tetap saja dia terhempas oleh sapuan
angin pukulan Tan Ki. Dia merasa nyeri dan keringat langsung mengucur di
keningnya. Tan Ki merasa benci bukan kepalang kepada kedua orang ini. Dianggapnya mereka
yang menghancurkan impian indahnya karena menculik Mei Ling. Rasanya ingin dia sekali
pukul langsung menghantam mati kedua orang itu agar keperihan hatinya dapat terlampiaskan.
Oleh karena itu, melihat jurusnya yang pertama mendapat hasil, dia lebihlebih
tidak membiarkan mereka pergi. Pergelangan tangan kanannya memutar, kemudian
dia mendorongnya ke depan. Serangkum angin yang kencang terpancar dari pukulannya
yang mengincar bagian dada Im Ka Tojin yang mematikan.
Im Ka Tojin melihat Lu Sam Nio tiba-tiba diserang, memang langsung bersiap sedia.
Begitu Tan Ki meluncurkan serangan kepadanya, dia langsung mencelat mundur sejauh
lima mistar. Tan Ki tertawa dingin. Di wajahnya yang tampan mulai tersirat hawa pembunuhan.
Baru saja dia berniat mengerahkan Tian Si Bam-sut yang hebat dan membunuh musuhnya
agar kekesalannya terlampiaskan. Tiba-tiba"
Hidungnya mengendus bau yang harum lewat di depannya. Rupanya Cin Ying sudah
melesat di hadapannya. Bibirnya tersenyum.
"Harap Siangkong mengalah untuk sementara, biarkanlah mereka pergi. Nanti kalau
urusan sudah terbukti, kau cari lagi mereka masih belum terlambat." katanya.
Sepasang mata Tan Ki memancarkan warna kemerahan, dia mendelik kepada Cin Ying
lebar-lebar. "Bertemu dengan musuh, kalau tidak dibunuh tentu keenakan. Kalau kau suruh mereka
pergi begitu saja, lain kali apabila berdiri di dunia Bulim, aku tidak berani mengangkat
wajahku, lagi." "Jangan khawatir, mereka tidak bisa kabur kemana-mana!"
"Kau berani menjamin?" Cin Ying tertawa lebar. "Aku berani mempertaruhkan sepasang lengan ini sebagai jaminan!" dia berhenti
sejenak, seolah ada ribuan kata di dalam hatinya yang tidak berani ia cetuskan. Dia
menunduk-kan kepalanya beberapa saat dan merenung. Akhirnya dia menggigit bibirnya
sendiri dan memberanikan dirinya untuk berkata, "Lagipula, aku masih ada permintaan
yang ingin kuharapkan darimu, mana mungkin aku mengingkari ucapanku sendiri?"
"Urusan apa?" tanya Tan Ki.
Cin Ying menolehkan kepalanya melihat sang adik. Cin Ie sedang berdiri menghadap ke
arah angin, pakaiannya berkibar-kibar. Dia sedang menatap Tan Ki dengan termangumangu.
Bibirnya tersenyum simpul. Sinar matanya bagai rembulan yang lembut atau
bintang-bintang yang bertaburan di langit. Pokoknya ada semacam cahaya yang aneh
terpancar dari sepasang bola matanya. Tanpa sadar Cin Ying menarik nafas panjang.
"Ketika Siangkong keluar tadi, aku sudah berbicara panjang lebar tentang dirimu
dengan paman Yibun-mu. Kekasih diculik, ayah mati dengan cara yang mengenaskan,
semuanya aku sudah tahu. Mendengar nada bicara paman Yibun dan Cian Locianpwe, di
depan mata para pendekar sedang berkumpul dan di Lok Yang akan diadakan pertemuan
besar yang mana akan dipilih seorang Bengcu. Mereka mengharapkan agar kau berusaha
sekuat tenaga merebut kedudukan Bengcu tersebut. Kecuali dendam pribadi, sekarang
Tan Siangkong ditambahi sebuah beban yang lain. Semuanya belum tentu dapat
terselesaikan sekaligus. Apabila merebut kedudukan Bengcu saja sudah merupakan hal
yang sulit, apalagi mem-bicarakan soal balas dendam segala macam."
Tan Ki tertawa dingin. "Lalu, kalau menurut pendapatmu, apa yang harus aku lakukan?"
Cin Ying merenung sejenak. "Aku tahu dalam hati Siangkong sudah ada tambatan hati, yakni seorang gadis yang
cantik rupawan. Sedangkan rupa adik Ie-ku ini, tentu sulit mendapat tempat di hatimu.
Tetapi entah mengapa, sejak melihat Siangkong, dia langsung jatuh hati?"
"Perasaan simpati atau tertarik antara pria dan wanita harus terungkap dari kedua
pihak. Kalau dia sendiri yang terpikat kepadaku, apa urusannya dengan diriku ini?" nada
bicaranya sungguh dingin. Perlahan-lahan Cin Ying menarik nafas panjang. Biar bagaimana dinginnya sikap Tan Ki
terhadap dirinya, dia tetap tidak perduli.
"Sekarang ini aku tidak ada keinginan apa-apa. Hanya berharap gadis pujaan
Siangkong itu berhati lapang dan bersedia membagi rasa dengan menyisakan sedikit sudut
hati Siangkong untuk ditempati adik Ie-ku ini. Dengan demikian aku sudah merasa
berterima kasih sekali." "Ucapan Nona benar-benar membuat orang terkejut. Namun sayang sekali aku tidak
dapat mengabulkannya." Cin Ying dapat mendengar nada suaranya yang tajam dan tegas. Dia menolak secara
terang-terangan. Tiba-tiba hatinya terasa perih. Air matanya mengalir dengan deras.
Akhirnya dia tertawa sumbang dan berusaha untuk tidak berputus asa.
"Tan Siangkong adalah seorang pemuda yang tampan dan gagah, tidak dapat disalahkan
apabila memandang rendah adikku. Tetapi apakah kau pernah membayangkan,
apabila adik Ie-ku tidak mendapat perhatianmu sedikit saja, mungkin dari bodoh dia malah
menjadi gila. Atau, mungkin dia bisa bunuh diri?" ucapannya belum selesai, dua baris air
mata sudah mengalir kembali membasahi pipinya"
Ucapannya barusan benar-benar mengenai tepat penyakit jiwa Tan Ki. Dia teringat
dirinya sendiri juga menjadi kalap bahkan hampir gila karena mengetahui Mei Ling diculik
orang. Tanpa dapat ditahan lagi hatinya tercekat, tubuhnya menggigil, bulu kuduknya
seakan meremang semua. Nada bicaranya yang dingin dan ketus langsung menyurut jauh.
"Meskipun Nona sudah menjelaskan semuanya, namun aku juga tidak bisa mengatakan
apa-apa. Lagipula pikiranku sekarang ini sedang kalut bukan main?"
"Apabila Siangkong bersedia mengabulkan permintaanku ini. Tidak perduli adik Ie-ku
hanya diangkat sebagai selir, aku juga sudah merasa puas. Tetapi, pembicaraan dimulai
dari awal lagi. Apabila kelak Tan Siangkong menghadiri pertemuan besar para enghiong
untuk merebut kedudukan Bengcu, kami kakak beradik akan berusaha sekuat tenaga
sampai kau berhasil!" Tan Ki menggelengkan kepalanya. "Pernikahan adalah persoalan yang menyangkut kebahagiaan seumur hidup. Mana
boleh sembarangan disepakati. Meskipun Nona membantu aku mencari pembunuh asli
ayahku, aku juga sulit mengabulkan permintaanmu."
"Benarkah keputusanmu sudah demikian bulat?"
"Ini toh merupakan hal yang mustahil, mana mungkin disepakati?" tiba-tiba hati Tan Ki
juga jadi panik. Setelah mengucapkan kata-katanya, dia menghentakkan kaki ke atas
tanah dan menarik nafas panjang. Hati Cin Ying semakin perih. Air matanya mengalir dengan deras. Biar bagaimanapun,
dia adalah putri mantan Bengcu dari Samudera luar. Coba bayangkan saja sampai di mana
kewibawaannya sehari-hari. Perbuatannya
memohon seseorang seperti sekarang ini, merupakan hal yang pertama kalinya dia
lakukan. Kalau menurut adatnya kemarin-kemarin, tentu dia sudah menghentakkan
kakinya dan pergi meninggalkan tempat itu. Namun, dia berpikir kembali. Tanpabsadar dia
membayangkan kembali nasib malang adik Ie-nya. Mungkin karena masalah ini, dia akan
menjadi gila atau bunuh diri?"
Semacam firasat yang buruk langsung memenuhi hatinya. Di benaknya terlintas berbagai
masalah yang menyayat hati, tanpa terasa tubuhnya gemetar. Dia menggertakkan
giginya erat-erat, berusaha menekan keperihan hatinya dalam-dalam.
"Aku bisa membantumu menemukan kembali kekasihmu yang diculik. Malah setelah
kau berhasil menjabat kedudukan Bengcu, aku akan memberikan laporan palsu pada para
tokoh di Samudera luas agar mereka menjadi was-was dan bingung?"
Cin Ying adalah putri seorang tokoh dari Samudera luas. Dengan ucapannya barusan,
dapat dibuktikan bahwa dia sudah berani mengkhianati perguruan, para sahabatnya.
Akibat yang mengerikan tidak sulit dibayangkan. Lagipula, penyerbuan yang akan
dilakukan oleh pi-hak Samudera luar kali ini juga sudah menyiapkan diri dengan matang
rencana yang akan dilakukan sangat dirahasiakan. Apabila dirinya ketahuan sebagai matamata,
dia sendiri pasti harus mengorbankan jiwanya.
Mendengar ucapannya, tanpa terasa Tan Ki melirik ke arah Cin Ie sekilas. Dia melihat
wajah gadis itu penuh dengan bintik-bintik hitam. Saat itu Cin Ie sedang menatap
kepadanya lekat-lekat bagai orang yang terpesona. Tampangnya ketolol-tololan. Bibirnya
tersenyum simpul. Bagi Tan Ki gadis itu benar-benar jelek sekali. Segulung perasaan muak
segera timbul dalam hatinya. Tampak dia menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Nona tidak perlu membuat lidah sendiri jadi ngilu. Biar apapun yang kau katakan,
Cayhe tetap tidak dapat meluluskan permintaanmu. Kalau begini terus, malah menambah
penderitaan?" ucapannya masih belum selesai, tiba-tiba"
Cin Ying menjatuhkan dirinya berlutut di depan kaki Tan Ki!
Gerakan yang tidak diduga-duga ini, benar-benar mengejutkan hati Tan Ki. Mimpi pun
dia tidak pernah membayangkan bahwa seorang gadis yang demikian cantik rela berlutut
di hadapannya demi keinginan hati adiknya.
Begitu matanya memandang, terlihatlah wajahnya yang sayu dan basah oleh air mata.
Bagai sekuntum melati yang didera hujan deras sehingga membuat perasaan orang
menjadi iba. Hatipun tergerak"
Untuk sesaat, Tan Ki jadi kalang kabut tanpa tahu apa yang harus dilakukannya. Angin
gunung bertiup sepoi-sepoi. Peristiwa ini benar-benar menyentuh hati orang yang
melihatnya" Justru ketika hati Tan Ki dilanda kebimbangan, telinganya menangkap suara Cin Ying
yang lirih seolah ratapan, "Siangkong, setelah aku melakukan hal ini, apakah hatimu masih
demikian keji dan tega?" "Tan Ki jadi termangu-mangu. Dia merasa suara gadis itu bagai irama setan-setan gentayangan
yang menggetarkan hatinya. BAGIAN XXV Angin masih berhembus semilir, rumput melambai-lambai. Pemandangan ini merupakan
pemandangan yang menyentuh hati. Suasananya begitu mencekam dan mengandung
kedukaan yang dalam. Tampak Cin Ying masih berlutut tanpa bergeming sedikitpun. Biar bagaimanapun, dia
adalah putri mantan Bengcu dari Samudera luar. Baik asal-usul maupun kedudukannya
sangat terhormat. Tetapi demi urusan Cin Ie, dia rela menjatuhkan diri berlutut di depan
kaki orang lain, tentu saja hal ini benar-benar jauh di luar dugaan anak muda itu.
Melihat pemandangan ini, Tan Ki jadi tertegun beberapa saat. Sejak terjun ke dunia
Kangouw hingga sekarang, namanya sudah cukup terkenal. Dia juga sudah sering
menemui kejadian yang bagaimanapun bahayanya. Tetapi cara Cin Ying berlutut di
hadapannya tanpa memikirkan harga diri dan derajat sendiri, benar-benar merupakan hal
yang belum pernah didengar apalagi ditemuinya. Walaupun biasanya dia sangat cerdas
dan penuh akal, tetapi tak urung kali ini dia jadi terpana. Hatinya berdebar- debar dan
untuk sesaat dia kelabakan tanpa tahu apa yang harus dilakukannya.
Tiba-tiba Cin Ie berjalan menghampirinya.
Di wajahnya yang penuh bintik-bintik tersirat kedukaan yang dalam. Dia ikut
menjatuhkan diri berlutut di samping Cin Ying.
"Tan Kongcu, aku juga berlutut di samping Cici memohon padamu. Daripada susahsusah,
lebih baik kan mengambil saja aku sebagai istri."
Tan Ki mendengus dingin satu kali. Dia menghentakkan kakinya ke atas tanah saking
kesalnya. "Masalah pernikahan menyangkut kebahagiaan seumur hidup. Walaupun laki-laki boleh
saja mempunyai tiga istri empat selir, namun bukan berarti boleh asal comot secara
serampangan?" Tiba-tiba dia seperti teringat akan sesuatu hal, setelah berhenti sejenak, dia malah
menutup matanya dan tidak jadi meneruskan ucapannya lagi.
Beberapa saat kemudian, dia seakan melampiaskan kekesalan dalam hatinya.
Dihembuskannya nafas panjang-panjang.
"Seandainya aku jadi menikahimu, apakah kalian tetap akan melaksanakan ketiga
syarat tadi?" "Betul." sahut Cin Ying. "Ini?" Tan Ki menundukkan kepalanya sambil merenung.
Di dalam benaknya, sekejapan mata saja sudah terlintas berbagai kesulitan yang harus
dihadapinya! Dendam kematian ayahnya" Kekasih pujaan hatinya yang diculik orang"
Kedudukan Bulim Bengcu yang harus direbutnya"
Hanya mengandalkan kekuatan kedua kakak beradik itu, apakah mungkin bisa membantunya
menemukan pembunuh ayahnya" Apakah sanggup mengembalikan Mei Ling-nya" Bahkan mereka berjanji membantunya
merebut kedudukan Bulim Bengcu! Tiga masalah yang bukan kepalang besarnya, apakah benar mereka mempunyai kemampuan
untuk melaksanakannya sampai berhasil"
Lalu kalau dia tidak mengabulkan permintaan mereka, akibatnya tentu sudah dapat
dibayangkan" Pikirannya terus berputar, dia merasa otaknya seperti keruh. Dia tidak dapat memastikan
mana yang harus dipilihnya dari dua macam persoalan yang saling bertentangan itu.
Tiba-tiba, dia menggertakkan giginya.
"Baiklah, kalian berdirilah. Aku akan mengabulkannya?"
Meskipun mulutnya berbicara, namun tanpa sadar otaknya membayangkan Mei Ling.
Sejak pertama kali bertemu dengannya, penampilannya yang polos dan wajahnya yang
menyiratkan kesucian terus terukir di dalam hatinya. Dia merasa dirinya sudah, terpikat
dengan gadis itu. Sekarang ini karena didesak oleh keadaan, terpaksa dia melakukan hal
yang bertentangan dengan kehendak hatinya. Dia sudah mengabulkan permintaan kedua
gadis itu untuk mengambil Cin Ie sebagai selir. Seandainya kelak dia bertemu kembali
dengan Mei Ling, apa yang ak Bahagia Pendekar Binal Karya Khu Lung Bentrok Rimba Persilatan 1
^