Pencarian

Dendam Iblis Seribu Wajah 13

Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Bagian 13


akaian putih tersebut! Siapa nyana manusia berpakaian putih itu licik bukan main. Dengan seenaknya dia
menarik tangan Tan Ki dan tubuh anak muda itu yang sudah setengah kaku itupun
terseret olehnya. Apabila dibiarkan otomatis anak muda itu yang dijadikan perisai untuk
menyambut datangnya kibasan lengan baju Lok Hong yang dahsyat.
Untuk sesaat Lok Hong jadi tertegun. Hawa amarah dalam dadanya meluap seketika.
Tubuh bagian atasnya tidak bergerak satria sekali. Tangannya diulurkan ke depan,
pergelangan tangan Tan Ki langsung tercekal olehnya. Serangkum tenaga yang dahsyat
segera mengalir ke dalam tubuh anak muda itu.
Tan Ki merasa segulung aliran tenaga yang panas menyusup ke dalam tubuhnya lalu
mengalir keluar dengan menerjang ke pergelangan tangan manusia berpakaian putih yang
juga sedang mencekal pergelangan tangan kiri anak muda itu.
Manusia berpakaian putih itu mendengus dingin satu kali. Lengannya bergerak
perlahan-lahan, dia menambah lagi tiga bagian tenaga dalamnya dan didorong ke depan.
Tiba tiba Tan Ki merasa tenaga dalam yang dikerahkan oleh Lok Hong mempunyai daya
tekan yang besar. Sebetulnya dia bisa mengerahkan tenaga dalam untuk menolak.
Dengan demikian gelombang arus yang dahsyat itu jadi tertahan. Dengan membawa
pikiran itu, dia langsung mempraktekkan apa yang terpikir olehnya barusan.
Rupanya saat itu manusia berpakaian putih tengah mengadu kekuatan dengan Lok
Hong lewat tubuh Tan Ki. Lok Hong merupakan seorang tokoh tua yang sudah terkenal dengan adatnya yang
aneh. Melihat lawannya sanggup menyambut gelombang arus tenaganya yang dahsyat
bahkan seakan tidak terasa apa-apa, kemarahannya jadi berkobar-kobar. Setelah tertawa
dingin sebanyak satu kali, dia menambahkan lagi kekuatan tenaga dalamnya lalu
didesakkan lewat pergelangan tangan Tan Ki.
Meskipun Tan Ki mengerahkan lwekangnya dengan lambat dan kemudian menambah
lagi kekuatannya, tetapi cara mengadu kekuatan yang luar biasa dan jarang dijumpai ini
justru membuat diri hampir tidak dapat menahan diri. Dia merasa bahwa tenaga dalam
yang tidak berwujud itu bagai air sungai yang meluap-luap dan deras serta mempunyai
daya tekan yang hebat melanda tubuhnya dari dua jurusan. Dirinya bagai benda kecil yang
terjepit di antara dua benda raksasa. Tan Ki seakan memanggul beban yang berat.
Tubuhnya terasa letih dan lemas bahkan nafasnya pun menjadi sesak.
Rupanya kekuatan tenaga dalam manusia berpakaian putih itu masih kalah satu tingkat
bila dibandingkan dengan Lok Hong. Dua arus tenaga dalam yang satu dahsyat dan
lainnya agak lemah malah menggetarkan isi perut Tan Ki. Pernafasannya seperti
tersumbat dan dari kiri kanan mendapat tekanan yang hebat. Tanpa terasa, timbul
semacam niat untuk melawan. Tan Ki sendiri tidak menyadari kalau dia sudah
mengerahkan hawa murni dalam tubuhnya untuk memberontak. Dan secara aneh hawa
murni serta tenaganya sendiri langsung bergabung dengan kerahan tenaga dalam manusia
berpakaian putih yang lebih lemah, bergabung melawan datangnya arus tenaga Lok Hong
yang dahsyat. Dalam waktu yang singkat, wajahnya yang tampan sudah dibasahi keringat yang
menetes terus menerus. Manusia berpakaian putih itu tampaknya lebih menderita lagi.
Bibirnya mengatup erat dan matanya membelalak lebar-lebar. Wajahnya mengerut-ngerut
seperti orang yang menahan sakit. Tetapi pada dasarnya watak manusia berpakaian putih
ini sangat keras. Meskipun dia tahu apabila dia melepaskan tangannya lalu mengundurkan
diri, tentu ia akan terlepas dari kesulitan ini. Namun dia tidak berbuat demikian, giginya
digertakkan erat-erat dan terus mengerahkan tenaga yang lebih kuat lagi.
Tan Ki merasa nyali serta empedunya dialiri hawa yang panas yang kemudian meluap
naik ke atas. Arus tenaga yang ada pada bagian kiri tubuhnya seperti bertambah kuat.
Tubuhnya sampai doyong miring dan ketika manusia berpakaian putih itu menambah lagi
kekuatan tenaga dalamnya, tubuhnya baru tegak kembali.
Lok Hong sudah mengerahkan tenaga dalamnya sebanyak enam bagian. Tetapi dia
merasa ketika tenaga lawannya kembali menerobos datang, arus kekuatannya sendiri
bagai didorong dan hampir saja dia tidak dapat berdiri tegak. Cepat-cepat dia menambah
lagi kekuatannya ke arah telapak tangan.
Tan Ki sendiri langsung memejamkan matanya dan mengatur jalannya hawa murni
dalam tubuhnya. Di bawah tekanan kedua tenaga yang berlainan itu, dia sampai
mengerutkan alisnya. Keringatnya mengucur bagai curahan hujan. Tetapi dia tidak berani
ayal, disalurkannya tenaga dalam untuk menolak arus kekuatan yang dikerahkan Lok
Hong. Saat itu Lok Hong sudah menambah lagi kekuatan tenaga dalamnya menjadi sembilan
bagian. Siapa nyana kedudukannya tetap saja seimbang, tidak tampak salah satu pihak
yang lebih unggul atau lebih asor. Hal ini membuatnya tidak berpeluang lagi untuk meraih
kemenangan. Di dalam hatinya mulai terselip rasa khawatir. Karena di antara mereka berdua
terhalang oleh Tan Ki. Meskipun mereka hanya mengadu kekuatan tenaga dalam, tetapi
justru keduanya tidak dapat saling menafsir. Mereka tidak dapat menilai, dari mimik wajah
lawannya apakah diri sendiri yang akan unggul atau pihak lawannya yang akan meraih
kemenangan. Dia hanya tahu bahwa kekuatan dirinya sendiri sudah dikerahkan sampai
titik maksimal. Seandainya sisa sebagian yang terakhir dikerahkan juga, maka hilanglah
kemampuan mengadakan perlawanan yang terakhir. Pada saat itu, apabila lawannya
menambah sedikit saja kekuatan tenaga dalamnya, sudah pasti dirinya akan mendapatkan
luka parah walaupun belum tentu sampai mati di tangan lawan.
Padahal manusia berpakaian putih itu juga mempunyai pikiran yang sama. Dia sendiri
juga sedang kelabakan, tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Keduanya sama-sama
tidak mempunyai keberanian untuk menambah lagi tenaga dalamnya, keduanya samasama
khawatir kalau pihak lawan akan menggunakan kesempatan itu menambah tenaga
dalamnya. Hal ini bukan berarti bahwa tenaga dalam Lok Hong kurang sempurna sehingga
menjadi peristiwa semacam ini. Tetapi justru karena kekuatan tenaga dalam manusia
berpakaian putih secara tanpa sadar bergabung dengan tenaga tolakan dalam tubuh Tan
Ki yang mendorong dengan kuat seperti memberontak sehingga arus kekuatan Lok Hong
jadi surut sebagian. Tetapi kebimbangan yang terjadi dalam hati kedua orang ini malah
memberi keuntungan pada diri Tan Ki. Perasaan tidak enak di dalam tubuhnya menjadi
lenyap. Dan lambat laun dia dapat menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut. Tekanan
yang ada pada dirinya perlahan-lahan disalurkan oleh hawa murninya yang terus bergerak.
Meskipun mula-mulanya, ketika kedua orang itu baru menyalurkan tenaga dalam ke
tubuhnya, Tan Ki merasa agak tergetar dan nafasnya sesak, sekarang dia tidak merasakan
apa-apa lagi. Malah dengan adanya dua arus tenaga yang saling berdesakan di dalam
tubuhnya, kemudian dibantu gerakan hawa murninya sendiri, malah membawa
keuntungan yang tidak kecil bagi dirinya. Bagian urat nadi yang sebelumnya sulit
tertembus dengan mengandalkan himpunan hawa murninya sendiri, sekarang malah
tertembus satu persatu. Setelah kurang lebih sepeminum teh telah berlalu, diantara keduanya masih belum juga
terlihat siapa yang akan meraih keunggulan dalam mengadu kekuatan ini. Tiba-tiba pikiran
Tan Ki tergerak. Diam-diam dia berpikir: "Kalau begini terus, sampai kapan baru ada
penyelesaiannya?" Begitu pikirannya tergerak, mendadak dia menghimpun kembali hawa murni di dalam
tubuhnya lalu mengarahkannya ke lengan kiri. Dia menyalurkan tenaga dalamnya
membantu arus tenaga Lok Hong sehingga bergabung menjadi satu dan mengalir dengan
deras. Terdengar dengusan berat dari hidung manusia berpakaian putih itu dan tangannya
pun terlepas lalu tersurut mundur. Tampaknya dia tergetar oleh bantuan arus tenaga Tan Ki yang disalurkan secara
mendadak sehingga tubuhnya tidak dapat berdiri tegak kemudian mundur dengan
terhuyung-huyung. Tetapi dasar manusia berwatak keras, dengan susah payah dia
mempertahankan diri agar tidak terjatuh ke atas tanah. Setelah tergetar mundur beberapa
langkah, mulutnya langsung membuka dan memuntahkan darah segar beberapa kali
berturut-turut. Wajah Lok Hong menyiratkan senyuman mengejek. Mulutnya bahkan
memperdengarkan suara tawa yang dingin.
"Kau memang sangat gagah." sindirnya tajam.
Manusia berpakaian putih sadar bahwa tenaga dalamnya masih kalah jauh dengan
pihak lawan. Oleh karena itu dia tidak memperdulikan sindirian Lok Hong dan segera
memejamkan matanya untuk mengatur pernafasan. Di samping membiarkan tubuhnya
yang letih mendapat waktu istirahat juga berusaha meringankan luka dalamnya.
Sembari mengelus jenggotnya, kembali Lok Hong memperdengarkan suara tertawa
yang dingin. Kemudian dia menoleh kepada Tan Ki.
"Dari mana kau mempelajari ilmu silat?"
Hati Tan Ki langsung berdegup kencang mendapat pertanyaan seperti itu. Dia malah
sengaja memutar balikkan pertanyaan itu dengan pertanyaan pula.
"Apakah Locianpwe sudah mengetahui asal-usul ilmu silatku ini?"
Sepasang alis Lok Hong langsung terjungkit ke atas. Hatinya mulai merasa marah.
"Lohu sedang mengajukan pertanyaan, bukan malah Lohu yang harus memberi
jawaban kepadamu!" Tan Ki mengangkat sepasang bahunya dengan acuh tak acuh, seolah bersikap pasrah
terserah menghadapi orangtua di hadapannya.
"Ucapan Locianpwe selalu tajam menusuk, hal ini justru membuat aku tidak tahu
bagaimana harus memberikan jawaban."
"Bagus sekali, kau malah memutar lidah di hadapan Lohu!"
Sambil berkata, Lok Hong melangkah maju menghampiri Tan Ki. Kalau dilihat dari
sikapnya yang serius dan garang, tampaknya kemarahan orangtua ini hampir tidak
terbendung lagi. Rasanya dia sudah bersiap-siap menghukum Tan Ki.
Suasana yang tegang seakan berada pada tingkat yang maksimum saat itu. Pertikaian
yang tadinya berlangsung antara golongan sesat dan lurus sekarang berubah menjadi
perang antara kawan sendiri. Meskipun hal ini tidak diakui oleh keduanya, tetapi secara
tidak langsung Tan Ki telah memberikan bantuan kepada Lok Hong dengan melukai
manusia berpakaian putih barusan. Tiba-tiba terdengar suara teriakan Lok Ing"
"Yaya"!" ujung pakaian berdesir, orangnya pun langsung menghambur datang.
Tampak wajahnya yang sedih menyiratkan ketakutan dan kecemasan yang tidak
terkirakan. Dia menghambur ke depan Tan Ki lalu membalikkan tubuhnya dan
menghadang jalan kakeknya itu. Angin pagi yang sejuk menghembus ke arahnya. Gadis itu bagai seekor domba yang
mendapat penganiayaan. Dia berdiri di tengah-tengah kedua orang itu dengan tampang
yang menyayat hati. Lok Hong benar-benar tidak menyangka kalau cucu kesayangannya yang selama ini
sangat membenci Tan Ki, bisa tiba-tiba berubah dan bersikap melindunginya. Untuk sesaat
dia jadi tertegun. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya kemudian. Nada suaranya seperti sebuah perintah,
tetapi di dalamnya terkandung kelembutan dan kasih sayang yang besar.
BAGIAN XXXIII Lok Ing tertawa pilu. Dia menggelengkan kepalanya tanpa menyahut. Tawanya ini
bagai mencetuskan beribu kata-kata dalam hatinya. Sekejap kemudian, tampak dua butir
air mata mengalir dengan deras membasahi pipinya yang halus.
Tampangnya yang mengenaskan ini benar-benar membuat Lok Hong terpana. Cucu
perempuannya yang paling keras kepala dan tinggi hati, mengapa secara tiba-tiba bisa
berubah menjadi demikian lemah. Hatinya ingin sekali menanyakan apa yang disusahkan
oleh gadis itu. Tetapi berbagai perasaan berkecamuk di dalam kalbunya sehingga dia
sendiri tidak tahu apa yang harus dikatakannya dan dari mana dia harus memulainya"
Terdengar suara Lok Ing yang lembut dan lirih bagai orang yang sedang berkeluh
kesah. "Dia sudah hampir mati. Andaikata dia mempunyai kesalahan terhadap Yaya, harap
pandang muka Ing-ji kali ini saja. Jangan tanya segala macam, biarlah dia menghadapi
pertarungan ini dengan tenang, setelah dia mati?"
Lok Hong terkejut sekali. Dengan pandangan tidak mengerti dia mengajukan
pertanyaan kembali. "Apa" apa yang kau katakan?"
Lok Ing menangis tersedu-sedu. "Yaya, marilah kita pergi. Entah siapa yang meracuninya, tahu-tahu keadaannya sudah
parah sekali. Kemungkinan malah tidak dapat melewati senja ini dan tidak diragukan lagi
dia pasti akan mati. Yaya harus membangkitkan semangatnya melakukan pertarungan.
Seandainya harus mati, biar bagaimana juga harus membiarkan dia meninggalkan sedikit
nama di dunia ini. Aku tidak ingin melihat tampangnya ketika menghadapi kematian. Aku
akan pergi jauh-jauh, semakin jauh semakin baik?"
Kembali dia mengembangkan seulas senyuman yang pahit kemudian melanjutkan lagi
kata-katanya. "Setelah dia mati, aku akan kembali lagi membereskan jenasahnya
kemudian memilih sebuah pegunungan yang sunyi atau lembah yang tenang dan akan
kubangunkan sebuah makam yang besar dan indah. Biar dia dapat terbaring di sana
dengan tenteram untuk selamanya?"
Sembari berkata, air matanya terus menetes. Nada ucapannya biasa- biasa saja, tidak
terselip gejolak perasaannya yang galau. Tetapi bagi pendengaran Lok Hong, hatinya
bagai diganduli beban yang berat. Dari kata-katanya yang demikian romantis, sudah tidak
usah diragukan lagi kalau cucu kesayangannya ini sudah mengambil keputusan yang tidak
dapat diganggu gugat atas diri pemuda ini.
Baru saja dia ingin mengucapkan beberapa patah kata untuk menghibur hati cucunya,
Lok Ing sudah menarik tangannya dan menyeretnya meninggalkan tempat itu.
Hal yang sama pada diri mereka adalah langkah kaki keduanya yang demikian berat.
Apa yang terkandung dalam kalbu mereka sudah barang tentu jauh berlainan. Tetapi
pokok persoalannya sudah pasti diri Tan Ki juga.
Tan Ki memandangi bayangan kedua orang itu sampai jauh sekali. Beban dalam
hatinya, seakan menjadi ringan. Dia mengerlingkan matanya dan berhenti pada diri
manusia berpakaian putih. itu. Ditatapnya orang itu lekat-lekat sambil mengembangkan
seulas senyuman. "Urusan kita belum selesai, sekarang juga kita tentukan akhir pertarungan kita. Cepat
ke mari!" sepasang tangannya mengambil posisi menahan di depan dada. Dia langsung
memasang kuda-kuda seakan sudah siap menghadapi serangan lawan.
Sepasang mata manusia berpakaian putih itu membuka lalu melirik ke arah manusia
berjubah hitam longgar yang tampaknya merupakan pimpinan mereka. Dia seperti sedang
menanti perintah dari orang itu. Manusia berjubah hitam longgar itu mengangkat tangannya ke atas dan menunjuk
sebanyak dua kali. Manusia berpakaian putih itu-pun segera mengangguk-anggukkan
kepalanya. Wajahnya yang pucat pasi tampak berkerut-kerut. Tiba-tiba dia mengeluarkan
suara pekikan yang aneh, tubuhnya menyusul mencelat ke udara lalu menerjang ke
depan. Boleh dibilang dalam waktu yang bersamaan, Tan Ki juga mendongakkan wajahnya dan
bersuit nyaring. Sepasang kakinya bergerak menghentak di atas tanah dengan keras.
Tubuhnya melesat ke udara menyambut kedatangan manusia berpakaian putih itu.
Kejadiannya itu berlangsung dalam sekejap mata saja. Gerakan tubuh kedua orang itu
saling menerjang dari dua arah. Dalam waktu yang singkat pukulan keduanya beradu di
udara. Terdengarlah suara ledakan yang menggelegar. Dua pasang telapak sama-sama
mengerahkan sebuah jurus di tengah angkasa.
Cara bertarung keras lawan keras seperti ini, meskipun Tan Ki sudah bersiap sedia
menghadapi lawannya dengan melancarkan serangan balasan yang hebat, tetapi karena
lawannya di atas dan dia menyusul kemudian, maka tubuhnya pun tertekan oleh arus
tenaga lawan sehingga anjlok turun lagi ke atas tanah.
Oey Ku Kiong yang masih duduk bersila di atas tanah, tiba-tiba membuka sepasang
matanya. Perlahan-lahan dia melirik Tan Ki sekilas. Dari sinar matanya tersorot
kekhawatiran dan kecemasan hatinya. Seakan takut kalau Tan Ki bukan tandingan
manusia berpakaian putih itu dan baru bergebrak saja sudah mengalami kekalahan.
Tetapi dia melihat wajah Tan Ki serius dan berwibawa. Sikapnya seperti seorang tokoh
yang sudah mencapai taraf kesempurnaan. Hal ini membuat orang yang melihatnya
merasa dalam hatinya timbul perasaan hormat.
Pengetahuannya sangat luas. Melihat tampang Tan Ki yang keren dan angker, dia
segera menyadari bahwa ilmu Tan Ki sudah mendapatkan kemajuan yang pesat. Sikapnya
yang berwibawa itu justru merupakan ciri khas seorang tokoh tingkat tinggi sebelum
memulai pertarungan. Perlu diketahui bahwa kecerdasan Tan Ki melebihi orang lain. Dalam usia dua puluh
tahun saja, dia sudah menggemparkan dunia persilatan. Nama Cian bin mo-ong
berkumandang ke mana-mana dan menggetarkan hati setiap orang. Di tambah lagi selama
bulan terakhir ini dia sudah memahami berbagai kesulitan yang tadinya menggelayuti
pikirannya. Hal ini membuat ilmu silatnya mengalami kemajuan yang pesat. Meskipun Oey
Ku Kiong sendiri belum berhasil menembus urat penting dalam tubuhnya, tetapi terhadap
perkembangan ilmu silat dan reaksi-reaksi yang diperlihatkan, dia justru paham sekali.
Oleh karena itu, sekali lihat saja dia sudah tahu bahwa kepandaian Tan Ki sekarang sudah
jauh lebih hebat dibandingkan sebelumnya.
Saat ini jarak diantara keduanya kurang lebih empat lima langkah. Mereka seperti saling
menguji kesabaran. Sinar mata Oey Ku Kiong mengendar. Dia melihat sepasang mata Tan Ki sedang
menatap si manusia berpakaian putih lekat-lekat, seakan dari pukulannya tadi dia dapat
menduga bahwa orang itu bukan lawan yang mudah dihadapi dan tidak boleh dipandang
ringan sama sekali. Sikapnya serius sekali.
Tiba-tiba dari kejauhan berkumandang suara suitan secara berturut-turut. Manusia
berjubah hitam longgar serta bermata sipit itu langsung mengerutkan sepasang alisnya.
Kemudian dia tertawa dingin. Dalam sekejap mata sikapnya kembali angkuh dan sombong.
Tampak Tan Ki mengeluarkan sebatang suling dari balik lengan bajunya dengan gerak
perlahan-lahan. Kemudian dia menggetarkannya. Tiba-tiba muncul guratan sinar yang
berkilauan serta menimbulkan hawa dingin. Pandangan mata menjadi kabur dibuatnya.
Rupanya di dalam seruling itu terdapat sebilah pisau yang panjang kurang lebih tiga


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cun. Apabila ditekan, pedang itu baru keluar.
Tetapi kalau dikibaskan dengan keras, pisau itu bisa masuk lagi ke dalam. Jadi seperti
semacam senjata yang tersembunyi. Manusia berpakaian putih itu melihat Tan Ki mengeluarkan senjatanya. Sepasang
matanya yang sayu seperti mata setan tiba-tiba memancarkan sinar berwarna kehijauan.
Dia berdiri dengan sikap bimbang, seakan senjata yang tersimpan dalam seruling Tan Ki
membuatnya ngeri sebelum bertarung. Sikap Tan Ki yang keren dan berwibawa juga
membuat orang yang melihatnya tidak berani memandangnya sebagai lawan yang enteng.
Ketegangan yang luar biasa heningnya mengiringi waktu yang merayap dengan
perlahan-lahan, suasana yang mencekampun semakin terasa"
Dengan gerakan lambat Tan Ki mengangkat serulingnya ke atas. Tiba-tiba tubuhnya
melesat ke depan menerjang masuk. Sinar berwarna putih melintas di udara, tahu-tahu
orangnya sudah kembali pada posisi semula.
Gerakannya yang lambat tiba-tiba menjadi cepat. Hanya tampak sinar pedang
berkilauan sekejap mata, orangnya pun sudah kembali ke tempat semula. Kecepatan ini
sungguh sulit diikuti mata biasa. Boleh dibilang sepesat kilat yang menyambar.
Satu jurus serangan kedua orang itu dilakukan tanpa menimbulkan suara sedikitpun.
Tidak terdengar suara pukulan ataupun gerakan pedang pendek dalam seruling Tan Ki.
Oey Ku Kiong mendongakkan kepalanya dan memperhatikan dengan seksama. Tanpa
dapat ditahan lagi hatinya jadi bergetar. Dia melihat sepasang lengan serta tubuh tegak si
manusia berpakaian putih telah merubah gerakannya, tampaknya dengan mudah dia
dapat menghadapi serangan Tan Ki yang secepat kilat itu. Tetapi di lengan bajunya yang
longgar itu telah terlihat celah sebesar empat lima cun. Secara samar-samar dapat terlihat
bekas darah yang merembes. Tidak diragukan lagi" serangan seruling yang dilakukan Tan Ki tadi telah berhasil
melukai si manusia berpakaian putih. Namun rupanya luka yang ditimbulkan oleh pedang
pendek yang tersembunyi dalam serulingnya tidak terlalu dalam.
Oey Ku Kiong sampai menarik nafas panjang-panjang.
"Dia sungguh perkasa," katanya seperti kepada dirinya sendiri.
Semacam emosi yang tidak dipahaminya membuat pandangannya terhadap Tan Ki jadi
berubah. Dia merasa anak muda itu bagai sinar mentari yang baru menyingsing, yang
cahayanya membuat perasaan orang menjadi silau mengejutkan. Sikapnya berwibawa dan
anggun. Dia berdiri tegak di hadapannya dengan wajah serius. Bahkan si manusia
berpakaian putih yang dirinya sendiri mengakui tidak dapat mengalahkan, ternyata dengan
gerakan yang sederhana dan tampaknya mudah sekali, berhasil dilukai Tan Ki. Bila dia
tidak menyaksikan hal ini dengan mata kepalanya sendiri, dia benar-benar tidak percaya
bahwa peristiwa ini merupakan kenyataan.
Tangan kanan Tan Ki terangkat ke atas, pedang pendek yang menyambung dengan
serulingnya memancarkan cahaya yang berkilauan dan perlahan-lahan mengarah ke dada
si manusia berpakaian putih tersebut.
Dengan jurus Pergelangan Tangan Mengibas Awan, telapak tangannya langsung
terentang. Dari bawah tiba-tiba memutar ke atas. Tiba-tiba manusia berpakaian putih itu
menyerang ke arah pergelangan Tan Ki yang menggenggam sebatang" seruling berisi
senjata aneh itu. Tampang manusia berpakaian putih ini benar-benar mirip sesosok mayat yang diseret
dari liang kubur. Dia menggerakkan tangannya yang kosong tanpa membawa senjata
apapun. Tetapi pada sepuluh jari tangannya justru dipelihara kuku-kuku yang panjangnya
kurang lebih tiga empat cun, menyerupai kaitan yang tajam. Persis seperti sepuluh batang
pisau tajam yang ditancapkan pada jari tangannya.
Begitu dia mengerahkan tenaganya melancarkan serangan, angin yang ditimbulkannya
bagai sepuluh batang golok terbang yang melintas di angkasa dan dengan gusar melesat
ke arah lawannya. Kecepatannya benar-benar bagai kilat yang menyambar.
Siapa nyana pedang suling yang didorongkan ke depan oleh Tan Ki tiba-tiba menekan
ke bawah. Gerakannya dari lambat berubah menjadi cepat. Hawa dingin menyebar,
sasarannya pergelangan tangan kanan manusia berpakaian putih itu.
Begitu jurus pedangnya berubah, dari menghindar tahu-tahu melakukan serangan,
semuanya boleh dibilang terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan. Nama Cian bin moong
yang sempat menggetarkan dunia persilatan, ternyata bukan didapatkan dengan
mengandalkan keberuntungan saja! Sepasang bahu manusia berpakaian putih itu bergerak, sepasang kakinya menutul,
tubuhnya dalam posisi tegak mencelat ke belakang sejauh dua depa.
Meskipun perubahan gerakannya sudah termasuk cepat, tetapi putaran pedang di
tangan Tan Ki laksana ombak yang dihembus angin kencang, yang terlihat hanya guratan
cahaya yang membawa hanya dingin melesat lewat pergelangan tangan si manusia
berpakaian putih. Ketika dia menundukkan kepalanya melihat, tahu-tahu lengan baju
kanannya telah terkoyak sebagian dan darah segar jatuh setetes demi setetes membasahi
tanah. Dua jurus serangan telah berturut-turut dilancarkan, setiap jurus melukai satu tempat.
Tetapi manusia berpakaian putih itu masih belum meluap kemarahannya karena hal ini.
Malah sebaliknya, Kiam-sut Tan Ki yang hebat ini serta sikapnya yang berwibawa, secara
diam-diam membuat hatinya tergetar. Sepasang matanya menyorotkan sinar gentar.
Melihat Tan Ki menggenggam suling di tangan dan melangkah maju dengan tampang
serius, tanpa terasa kakinya malah meloncat mundur satu langkah.
Manusia berjubah hitam longgar yang tingginya kurang dari lima mistar, tiba-tiba
mengerutkan alisnya. "Ji-yau, apakah lukamu parah sekali?"
Orang ini sudah pasti wataknya angkuh bukan main, meskipun maksud pertanyaannya
merupakan perhatian dan mengandung kekhawatiran tetapi nadanya justru begitu dingin
seperti sebongkah es batu. Manusia berpakaian putih itu diam-diam mencoba mengatur pernafasannya, dia merasa
hawa murninya masih dapat disalurkan ke lengan tangan. Hatinya langsung tahu bahwa
tulang maupun uratnya masih belum tersayat putus oleh pedang Tan Ki. Dengan demikian
dia segera menyahut dengan lantang, "Terima kasih atas perhatian Kaucu, hamba masih
dapat meneruskan pertarungan ini!"
Tangannya terangkat, dengan jurus Sungai Es Meluap Naik, sepuluh jari tangannya
yang mirip kaitan tajam menimbulkan berpuluh-puluh bayangan. Dengan lincah dan
gencar menyerang ke arah Tan Ki. Tan Ki menggetarkan pergelangan tangannya dan mengibas ke depan, pedang
sulingnya segera menyambut serangan lawan. Tetapi sepasang kakinya tidak bergerak
sama sekali, dia tetap berdiri pada posisi semula. Seperti orang yang sudah dapat
bayangan bahwa dengan cara seperti ini, asal dia mengibaskan tangannya ke depan, tetap
saja dia akan mengenai sasaran dengan telak. Atau paling tidak dapat menangkis
serangan manusia berpakaian putih itu dengan tepat.
Tetapi nyatanya, sikapnya yang demikian tenang dan menampilkan kewibawaan,
membuat manusia berpakaian putih itu tidak berani mendesak maju. Tubuhnya bergerak,
dia malah mencelat ke belakang. Melihat keadaan itu, tanpa dapat ditahan lagi sepasang alis Kim Yu berjungkit ke atas.
Dengan suara rendah dia berkata kepada manusia berjubah hitam longgar itu.
"Suheng, tampaknya anak muda itu sudah mencapai tingkat yang tinggi sekali dalam
ilmu pedang. Sekali turun tangan gerakannya seperti bintang jatuh dari langit.
Kemungkinan besar Ji-yau atau Siluman Kedua bukan tandingannya!"
Manusia berpakaian hitam longgar itu mendengus dingin.
"Takutnya dia malah tidak bertahan lebih banyak dari sepuluh jurus lagi."
"Itu sih belum tentu. Di bawah pimpinan Suheng terdapat dua siluman dan dua setan.
Mereka adalah orang-orang yang wataknya keras bukan main. Semakin gencar melakukan
serangan, mereka semakin tidak takut menghadapi kematian?"
Di saat kedua orang itu sedang berbicara, manusia berpakaian putih itu sudah mencelat
mundur dan berdiri dengan tegak. Tiba-tiba terdengar suara raungan keras dari mulut Tan
Ki. Dalam waktu yang bersamaan pedang suling di tangannya juga bergerak ke depan.
Tampak cahaya yang berkilauan melesat cepat ke arah lawan.
Jurus ini juga termasuk salah satu diantara ilmu pusaka Ti Ciang Pang yang bernama
Matahari Tenggelam Menyorot Indah. Jurus ini memang khusus diciptakan untuk mengejar
lawan dengan serangan yang gencar. Ketika pedang sulingnya bergerak, kecepatannya
bagai sebatang anak panah yang dibidikkan ke depan!
Serangan secepat ini hanya dapat dilakukan oleh jago kelas tinggi di dunia Bulim.
Begitu serangannya datang, lawannya langsung merasa kalang kabut dan tidak tahu
bagaimana harus menghadapinya. Manusia berpakaian putih itu kehilangan kesempatan yang baik. Dirinya jadi
terperangkap dalam keadaan yang berbahaya. Apalagi senjata di tangan Tan Ki
merupakan sejenis senjata yang jarang terlihat di dunia Kangouw, yakni sebatang suling
yang berisi pisau. Ketajamannya sungguh luar biasa. Ketika bergerak menimbulkan cahaya
yang menyilaukan mata pula. Sekali pandang saja dapat dipastikan bahwa senjata rahasia
itu dapat memotong berbagai logam dengan mudah. Manusia berpakaian putih itu sudah
barang tentu tidak berani menyambutnya dengan tangan kosong, hal ini akan merugikan
kedudukannya. Secara berturut-turut dia meloncat mundur sejauh tiga langkah.
Tetapi biar bagaimana, dia merupakan salah satu pelindung hukum dalam perkumpulan
Pek Kut Kau. Ilmu silatnya merupakan hasil latihan keras. Tentu saja dia juga mempunyai
kelebihannya tersendiri. Sejak serangan Tan Ki membuat dirinya terdesak sehingga surut
mundur beberapa kali, dia tidak berani memandang ringan lawannya lagi. Tanpa
menunggu serangan Tan Ki yang berikutnya, pergelangan tangannya segera memutar dan
melancarkan serangan balasan. Lengannya yang panjang dan kurus bergerak, pukulannya
bagai kincir angin yang kencang. Dalam waktu yang singkat dia sudah melancarkan empat
pukulan serta dua totokan. Kedua totokan dan empat pukulan ini merupakan serangan yang keji sekali dan
mengandung tenaga dalam yang dahsyat. Ketika serangannya dilancarkan, timbul suara
angin yang mirip suitan panjang. Meskipun Tan Ki sering melancarkan jurus-jurus yang
aneh, tetapi biar bagaimana pengalaman dan pengetahuannya masih kalah jauh
dibandingkan lawan. Lengah sedikit saja, dia sudah terdesak oleh manusia berpakaian
putih itu. sampai berada dalam posisi yang berbahaya. Setelah bergebrak belasan kali, dia
malah kehilangan peluang untuk balas menyerang sama sekali.
Sembari mengatur pernafasan serta hawa murninya guna menyembuhkan luka, secara
diam-diam Oey Ku Kiong terus mengikuti perkembangan pertarungan antara Tan Ki
dengan manusia berpakaian putih itu. Melihat keadaan jadi berbalik, Tan Ki yang
kewalahan serta manusia berpakaian putih yang di atas angin, dia menjadi heran sekali.
"Apa sebetulnya yang telah terjadi?" pikirnya dalam hati.
Melihat keadan Tan Ki yang demikian terdesak, hatinya panik bukan main. Cepat-cepat
dia mengempos tenaga dalam dan hawa murninya lalu melonjak bangun. Dia bersiap-siap
mencari kesempatan yang baik supaya dapat menerjang ke depan memberi bantuan.
Namun pertarungan di antara kedua orang itu berlangsung dengan gerakan yang cepat
sekali. Sejurus demi sejurus dilancarkan, deruan angin pukulan dan bayangan seruling
terus bergantian. Bagai gulungan ombak di lautan yang terus melanda tiada hentinya.
Setelah memperhatikan sejenak, Oey Ku Kiong masih juga tidak mendapat kesempatan
untuk memberikan bantuan. Justru ketika dia sedang panik dan kelabakan, tiba-tiba terdengar Tan Ki meraung keras
bagai harimau ngamuk. Seruling di tangannya mendadak melancarkan jurus-jurus yang
aneh. Bayangan seruling yang membawa hawa dingin berkelebatan memenuhi angkasa.
Dengan jurus Kabut Awan Diselimuti Cahaya Keemasan, tubuhnya berputaran bagai kitir
angin menerjang ke depan. Rupanya dia menggabungkan Te Sa Jit-sut dengan ilmu gerakan seruling sehingga
menimbulkan pengaruh yang hebat. Sayangnya gabungan ilmu ini baru pertama kali dimainkannya, hal ini membuat
gerakannya masih agak kaku. Manusia berpakaian putih itu melihat Tan Ki tiba-tiba
merubah gerakannya. Sambil menghindarkan diri, anak muda itu membalas sebuah
serangan. Diantara cahaya yang dingin timbul bayangan pedang dalam jumlah yang
banyak. Serangannya langsung mendesak ke arah dada manusia berpakaian putih itu.
Entah mengapa, serangkum hawa dingin yang timbul dari pedang Tan Ki yang jaraknya
tinggal setengah depa dari dada lawannya mendadak berhenti, gerakannya seperti
tertahan sesuatu sehingga tidak dapat diteruskan lagi.
Ternyata di saat yang genting ini, pedang Tan Ki sudah hampir berhasil menikam dada
lawannya, tiba-tiba anak muda ini lupa lanjutan gerakan yang harus dilakukannya.
Mungkin hal ini terjadi karena gerakannya yang masih kaku dan baru pertama kali
menggunakan ilmu tersebut. Dengan demikian, hilanglah kesempatan yang besar untuk
membunuh lawannya karena gerakannya yang berhenti dengan mendadak itu.
Untuk sesaat manusia berpakaian putih itu menjadi terpana. Kemudian secara tidak
terduga-duga dia mengerahkan jurus Menyebar Bunga Pohon Liu, tubuhnya meloncat ke
samping dan tahu-tahu tangannya meluncur untuk mencekal pergelangan tangan Tan Ki
yang sedang menggenggam seruling. Saat itu Tan Ki sedang merenungi kelanjutan perubahan gerak ilmu Te Sa Jit-sut,
perhatiannya jadi terpencar karena lengah ia jadi terdesak sedemikian rupa oleh serangan
manusia berpakaian putih yang gencar sehingga mencelat mundur ke belakang.
Perlu diketahui bahwa ilmu pedang merupakan satu diantara sekian banyak jenis ilmu
silat yang paling susah dipahami, apalagi bila hendak mencapai tingkat tertinggi. Apabila
Kiam-sut seseorang sudah mencapai taraf kesempurnaan, asal dia mengempos hawa
murninya saja, pedangnya dapat mengikuti kemauannya menyerang pihak lawan.
Pengaruh kekuatan pedangnya bagai air terjun yang menghempas batu karang, tidak akan
satupun yang meleset dari sasarannya. Bahkan orang yang tenaga dalamnya sudah
mencapai tingkat tinggi dapat membunuh lawannya dari jarak dua depaan.
Tan Ki justru mondar-mandir di antara tepian pantai ilmu pedang yang tertinggi.
Andaikata ada setitik ilham yang mendadak muncul dalam benaknya, maka kelak dirinya
bagai sebuah kotak pusaka yang masih belum diketahui orang banyak. Di saat mencapai
taraf tersebut, maka setiap kesulitan yang pernah dihadapinya dapat dipecahkan satu per
satu bagai bayangan yang melintas di depan pelupuk mata. Hal ini berarti dirinya sudah
mendapatkan hasil yang tidak habis dipakai.
Pikiran Tan Ki sedang bergelut dengan ilmu yang baru dipahaminya. Dia seolah tidak
memperdulikan keadaan sekitar sama sekali. Tetapi memangnya siapa manusia
berpakaian putih itu. Sejak semula dia sudah melihat sinar mata Tan Ki yang menerawang
di kejauhan, hatinya segera sadar bahwa ada sesuatu yang sedang menggelayuti pikiran
anak muda itu. Tentu dia tidak memperhatikan keadaan di sekitarnya. Biar bagaimana
manusia berpakaian putih merupakan seorang tokoh yang licik sekali, mana mungkin dia
sudi melepaskan kesempatan yang bagus ini"
Oleh karena itu, tanpa menimbulkan suara sedikitpun dia segera merapatkan dirinya ke
arah anak muda itu. Tiba-tiba pergelangan tangannya mengibas dan tahu-tahu sudah
meluncur ke arah pergelangan tangan Tan Ki yang sedang menggenggam seruling!
Cara melancarkan serangannya itu, menggunakan kecepatan yang tinggi sekali. Oey Ku
Kiong yang melihatnya sampai terkejut setengah mati, tanpa dapat ditahan lagi dia
berteriak sekeras-kerasnya. "Tan Heng, hati-hati"!"
Mendadak serangkum rasa nyeri menyerang ulu hatinya. Persis seperti dicucuki puluhan
jarum yang tajam, kata-katanya pun tidak dapat dilanjutkan lagi.
Rupanya dalam keadaan panik, dia sampai melupakan dirinya yang sedang terluka.
Baru saja meneriakkan beberapa patah kata, dia tidak sanggup melanjutkan lagi. Tetapi
saat ini Tan Ki bukan lagi pemuda yang ingusan yang baru terjun ke dunia Kangouw,
meskipun dia terkena sedotan tenaga manusia berpakaian putih itu yang kuat. Memang
tubuhnya sampai tidak dapat dipertahankan lagi tertarik ke depan satu langkah, namun
dia juga jadi tersadar seketika. Melihat cakar lawannya yang tajam hanya tinggal kurang
dari satu cun dengan dadanya, cepat-cepat dia mengempos hawa murninya dan tubuhnya
pun langsung mencelat mundur ke belakang.
Seraya mencelat ke belakang, Tan Ki juga langsung mengerahkan tenaga dalamnya
dan memperhatikan dengan seksama gerakan lengan lawannya. Tiba-tiba tubuhnya miring
sedikit kemudian meluncur membalas sebuah serangan..
Tampak cahaya dingin berkilauan. Bayangan bintang yang jumlahnya tidak terhitung
berkumpul menjadi satu kemudian meluncur ke depan. Serangannya kali ini, baik
kecepatan maupun tenaga yang terkandung di dalamnya merupakan paduan seluruh
kekuatan pada diri Tan Ki. Terasa ada kilasan cahaya yang menyilaukan mata, dari deruan
suaranya sudah dapat diduga bahwa serangan ini tidak boleh dianggap ringan.
Tampaknya manusia berpakaian putih itu terkesiap sekali melihat serangannya yang
hebat bukan buatan itu. Mau tidak mau dia menarik kembali serangannya sendiri lalu
mencelat ke samping untuk menghindarkan diri.
Tiba-tiba Tan Ki mendongakkan wajahnya dan tertawa terbahak-bahak.
"Kau sudah tertipu, mengapa masih tidak menyerah?"
Pergelangan tangannya memutar kemudian mengibas. Tubuhnya meluncur ke depan
mengejar. Begitu tangannya bergerak, pedang sulingnya langsung menimbulkan bayangan
yang tidak terhitung jumlahnya. Hawa dingin menyebar, cahayanya memijar. Bagai
gumpalan awan yang disinari mentari dan meluncur ke depan bagai kilat.
Jurus ini bukan jurus sembarangan, justru merupakan salah satu jurus yang paling
hebat dari Te Sa Jit-sut, yakni Lautan Selatan Menggelora. Kekuatannya dahsyat sekali
dan sulit dicari tandingannya. Kemudian terdengar suara siulan yang tajam dan menyayat hati, memecahkan
keheningan suasana yang tegang. Hujan darah memercik ke mana-mana, disusul dengan
sebuah lengan tangan yang dilewati oleh pedang suling Tan Ki lalu terbang melayang
sejauh dua depaan. Begitu mata memandang, tampak manusia berpakaian putih itu mendekap sebelah
tangannya yang kutung. Ia mundur dengan terhuyung-huyung. Wajahnya yang pucat pasi
menyiratkan penderitaan yang tidak terkirakan. Tetesan-tetesan darah segar bagai air
pancuran mengalir mengiringi gerakan langkahnya yang limbung.
Wajah Tan Ki malah menyiratkan seulas senyuman yang gagah dan berdiri di
tempatnya dengan tenang. Saat itu dia masih mengenakan pakaian pengantinnya serta
tampak berkibar-kibar ditiup angin pagi.
Sikapnya berwibawa dan anggun persis seperti seorang dewa yang turun dari langit.
Tubuhnya berdiri dengan tegak. Dengan berhasilnya serangan yang ia lancarkan tadi,


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahkan lawannya sampai terkutung lengannya, membuktikan bahwa hasil pemikirannya
tadi sudah benar dan dia sudah menembus bagian tersulit dalam ilmu pedang. Hatinya
juga sadar bahwa Te Sa Jit-sut telah berhasil ia kuasai sepenuhnya sehingga dapat
digunakan sesuai keinginan hatinya. Asal diberi waktu beberapa kentungan lagi untuk
merenungkan Tian Si Sam-sut, dia yakin ilmu ini juga dapat dikuasainya dengan
sempurna. Dengan demikian dia mempunyai peluang untuk menyaingi jago-jago kelas
tinggi di dunia Bulim sehingga namanya akan berkumandang di mana-mana. Sayangnya,
sebentar lagi dia akan mati" Meskipun Tan Ki adalah seorang pemuda yang bernasib malang dan tidak
memperdulikan mati hidupnya sendiri, tetapi di saat berpikir tentang kemajuan ilmu silat
yang berhasil dicapainya, sehingga ada kemugkinan mendapat kejayaan di masa yang
akan datang, mau tidak mau hatinya menjadi pedih mengingat bahwa usianya hanya
tinggal beberapa saat dan dia sudah harus meninggalkan dunia yang penuh variasi ini.
Manusia berjubah longgar hitam dan merupakan Kaucu dari Pek Kut Kau dari wilayah
barat menggerakkan tubuhnya yang kecil pendek dan melangkah keluar perlahan-lahan.
Tampak sepasang matanya menyorotkan sinar kebimbangan dan kekhawatiran. Dia
berjalan mendekati Tan Ki. "Ilmu pedang yang kau gunakan tadi, siapa yang mewariskannya kepadamu?" tanyanya
serius. "Bagaimana kalau aku tidak ingin memberitahukannya kepadamu?"
Kaucu Pek Kut Kau itu memperdengarkan suara tawa yang menyeramkan.
"Kata-kata yang telah aku cetuskan, tidak ada seorangpun yang berani menentangnya.
Kalau kau tidak percaya, boleh coba-coba. Saat itu biarpun kau ingin mengatakannya,
kemungkinan sudah terlambat?" Pada saat ini, Tan Ki sudah tidak memperdulikan mati hidupnya lagi. Dalam pikirannya,
meskipun dia tidak mati dalam pertarungan, toh dia akan mati juga karena serangan racun
dalam tubuhnya. Mendengar kata-kata manusia berjubah hitam itu yang demikian angkuh,
tanpa dapat ditahan lagi dia tertawa terbahak-bahak.
"Paling-paling mati, memangnya apa yang harus ditakuti?"
Wajah Kaucu Pek Kut Kau itu langsung menyiratkan kegusaran, sembari tertawa dia
berkata, "Ingin mati" Takutnya malah tidak begitu mudah!"
Dengan mata menerawang Tan Ki merenung beberapa saat.
"Kepandaian di dunia Kangouw terdiri dari bermacam ragam. Tetapi ilmu menggunakan
racun bukan sembarang orang yang mempelajarinya. Cayhe juga percaya bahwa Saudara
sanggup membuat diri ini terperangkap dalam keadaan mati tidak hiduppun tidak. Tetapi
aku juga mempunyai keyakinan sendiri dan tidak membiarkan Saudara berbuat demikian!"
Kata-katanya ini diucapkan dengan penuh kegagahan. Di balik sikapnya yang lembut
tersirat kekerasan. Oey Ku Kiong yang berdiri di sampingnya sampai menganggukkan
kepala berkali-kali menyetujui pendapatnya ini. Wajahnya bahkan menyunggingkan seulas
senyuman yang menunjukkan rasa kagumnya.
Sepasang alis Kaucu Pek Kut Kau itu langsung menjungkit ke atas. Wajahnya berubah
jadi kelam. Namun mulutnya memperdengarkan suara tertawa yang dingin.
"Benarkah?" "Saudara dapat melihat jurus seranganku tadi, tentunya sudah dapat menduga pula
asal usulnya. Seandainya Cayhe mengungkapkan siapa orangnya yang mewariskan ilmu
tersebut, harap Saudara juga mengabulkan beberapa permintaanku ini. Urusan pagi ini,
biar bagaimana harus ada penentuan menang kalahnya. Biarpun Saudara tidak
mengajukan pertanyaan ini, pertarungan tetap harus berlangsung. Siapapun tidak dapat
mencegahnya lagi. Harap Saudara pertimbangkan lagi baik-baik. Kata-kata yang
kuucapkan, hanya untuk melihat sampai di mana kegagahan tokoh dari Si Yu, bukan
berarti dapat memaksa diri Cayhe menerima penghinaan dari kalian!"
Kaucu Pek Kut Kau menganggukkan kepalanya.
"Dari tokoh angkatan muda maupun para boanpwe, selamanya tidak ada seorangpun
yang berani berbicara demikian di hadapanku. Sikapmu yang berani membangkang ini,
meskipun sudah patut menerima hukuman mati, tetapi kata-katamu tadi beralasan juga."
"Kalau begitu, berarti Saudara sudah menyetujui?"
Sinar mata Kaucu Pek Kut Kau itu mengedar sekilas lalu berhenti pada diri Oey Ku
Kiong. Bibirnya mengembangkan seulas senyuman.
"Kita boleh saling menukar masalah, biarpun didengar oleh orang lain, tidak apa-apa.
Setelah kita selesai bicara, aku dapat membunuhnya."
Mendengar kata-katanya, Oey Ku Kiong terperanjat sekali. Diam-diam dia berpikir
dalam hatinya. "Orang ini secara terang-terangan menyatakan apa yang tersirat dalam hatinya, kalau
dia tidak mempunyai keyakinan besar atas dirinya sendiri, mana mungkin?"
Berpikir sampai di sini, jantungnya berdegup lagi. Dia memaksakan dirinya untuk
menghimpun hawa murni dalam tubuhnya. Secara diam-diam dia melihat ke sekelilingnya
untuk bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan.
Tan Ki tersenyum lembut. "Tentang mati hidup, merupakan urusan yang baru dapat ditentukan setengah
kentungan kemudian. Saudara juga tidak perlu berbicara dengan nada seyakin itu?"
setelah berhenti sejenak, dia baru meneruskan lagi kata-katanya. "Jurus serangan yang
tadi Cayhe kerahkan bernama Lautan Selatan Menggelora. Mungkin Saudara juga sudah
mengetahuinya. Kemungkinan Saudara malah lebih memahaminya daripada diri Cayhe
ini?" Kaucu Pek Kut Kau tertawa lebar. "Tidak salah! Jurus Lautan Selatan Menggelora yang kau gunakan tadi, bukan saja
mengandung perubahan yang cepat lagipula memang aku lebih menguasainya daripada
dirimu. Gerakanmu barusan seperti orang yang baru mempraktekkanya pertama kali.
Sehingga sering kehilangan kesempatan yang baik untuk membunuh lawan?"
Mendadak dia menarik nafas dalam-dalam. Kemudian baru melanjutkan kembali.
"Sayangnya, dari kitab ilmu pusaka perkumpulanku itu, yakni Te Sa Jit-sut, aku hanya
memahami dua jurus yang terakhirnya saja. Salah satunya adalah Lautan Selatan
Menggelora yang kau mainkan tadi."
Hati Tan Ki tercekat mendengar kata-katanya.
"Rupanya Te Sa Jit Sut adalah ilmu dari Pek Kut Kau asalmu itu?"
Kaucu Pek Kut Kau atau Perkumpulan Tengkorak Putih menganggukkan kepalanya
sedikit. "Dalam dunia Bulim sekarang ini, kecuali aku sendiri, seharusnya tidak ada orang lagi
yang paham ilmu ini. Tetapi secara tidak terduga-duga, di tempat ini juga aku bisa
menemui seseorang yang paham ilmu pusaka perkumpulan kami yang sudah lama
menghilang. Entah dari siapa kau mendapatkan warisan ilmu tersebut?"
Tan Ki tertegun sekian lama. Diam-diam dia berpikir: "Seluruh, ilmu silat yang kukuasai
merupakan hasil curian dari goa makam leluhur Ti Ciang Pang, Kemudian baru mendapat
kemajuan seperti sekarang. Bahkan kitab ilmu pernafasan itu termasuk salah satu
diantaranya. Sedangkan hal ini merupakan rahasia yang tidak boleh diketahui oleh orang
lain?" Hatinya bagai kincir angin yang terus berputar. Setelah berpikir beberapa saat, baru
saja dia ingin mencari alasan untuk mengulur waktu agak lama, tiba-tiba dari bagian
ruangan depan secara berturut-turut berlari keluar beberapa orang. Orang yang berada di
paling depan mengenakan jubah hijau yang berkibar-kibar. Wajahnya bersih dan
berwibawa. Dia adalah Sam-siok Tan Ki, Yibun Siu
San. Di belakangnya tampak mengiringi Liu Seng, Kok Hua Hong, serta Ciong San
Suangsiu. Kemungkinan mereka mendapat kabar tentang peristiwa diri Tan Ki yang keracunan
dari Lok Hong beserta cucunya Lok Ing. Itulah sebabnya mereka bergegas keluar
melihatnya. Pada saat ini Cian Cong entah kabur kemana, bayangannya tidak kelihatan, bahkan
para anak gadis juga tidak ada satupun yang muncul.
Begitu orang-orang ini sampai, Kok Hua Hong yang pertama-tama berada dekat Oey Ku
Kiong guna memeriksa luka dalam yang diderita anak muda itu.
Oey Ku Kiong memaksakan seulas senyuman di bibirnya.
"Aku tidak apa-apa. Tan Heng di sana justru yang keadaannya lebih berbahaya.
Lawannya adalah Kaucu Pek Kut Kau generasi sekarang. Harap Cuwi memperhatikan
keselamatan diri Tari Heng." katanya.
Rupanya hati anak muda ini telah menganggap Tan Ki sebagai sahabat abadinya.
Setiap saat dia selalu mengkhawatirkan keselamatan anak muda itu.
Tiba-tiba Tan Ki teringat akan orangtua yang sepuluh tahun lalu pernah memberi
petunjuk kepadanya agar mencari goa rahasia Ti Ciang Pang. Tanpa dapat ditahan lagi,
segulung perasaan getir menyelinap di dalam hatinya. Setelah merenung sejenak, dia
mendongakkan wajahnya dan menghembuskan nafas panjang.
"Ada seorang kakek tua yang mengenakan pakaian berwarna hitam, aku tidak tahu
siapa namanya?" "Mengapa kau tidak menanyakan?" tanya Kaucu Pek Kut Kau.
"Saat itu dia sedang terluka parah sekali. Nafasnya tinggal satu-satu. Lagipula aku
masih merupakan seorang bocah berusia kurang lebih sepuluh tahunan."
"Kalau begitu, seharusnya kau masih mengingat baik raut wajahnya dan bentuk
tubuhnya." Perlahan-lahan Tan Ki menarik nafas dalam-dalam. Dengan perasaan terharu dia
berkata, "Dia merupakan orang yang mempunyai budi paling dalam terhadap diriku.
Meskipun kejadiannya sudah lebih dari sepuluh tahun, tetapi setiap waktu setiap saat aku
selalu terkenang akan raut wajahnya dan nada suaranya?"
Tampaknya hati anak muda ini ditekan oleh berbagai peristiwa yang menyedihkan. Saat
ini dia ingin meluapkannya keluar. Setelah berhenti sejenak, perlahan-lahan dia
melanjutkan lagi kata-katanya. "Orangtua itu tampaknya sangat menderita. Seluruh tubuhnya penuh dengan luka.
Keadaannya saat itu tidak mungkin dapat disembuhkan lagi oleh obat yang bagaimanapun
mujarabnya. Tampangnya kusut dan pucat, bahkan sinar matanya sudah mulai pudar.
Siapapun yang melihatnya, pasti dapat merasa bahwa setiap saat orangtua itu akan
melayang jiwanya. Ilmunya kemungkinan tinggi sekali, pengetahuannya pun luas. Dia
memberitahukan satu hal kepadaku, yakni bahwa sebetulnya dirinya telah berada di tepi
pintu kematian selama puluhan tahun. Apa yang dikatakannya merupakan hal yang sulit
dibayangkan oleh orang lain. Tetapi dia punya keberanian yang besar serta semangat
tinggi untuk meneruskan hidupnya. Pada hal sebagian tubuhnya sudah lumpuh dan setiap
hari dia harus menerima siksaan di maria urat nadinya menjadi keras dan hawa murni
dalam tubuhnya mengalir secara terbalik. Ketika aku bertemu dengannya, tempatnya
adalah sebuah hutan di kaki bukit Tiang Pek San?"
Kaucu Pek Kut Kau memejamkan matanya merenung. Tiba-tiba dia mendongakkan
kepalanya menatap langit. Seperti sengaja dan tidak menghindari pandangan mata Tan"Ki.
"Apakah di wajahnya terdapat guratan luka yang memanjang?"
"Benar. Lagipula bekas luka itu mungkin didapatkan ketika menjalani suatu hukuman.
Begitu panjangnya sampai terlihat jelas menghiasi sebelah wajahnya. Dapat dibayangkan
hukuman yang diterimanya pada waktu dulu pasti berat sekali."
Mendengar sampai bagian ini, tampaknya Kaucu Pek Kut Kau itu telah berhasil
menyimpulkan suatu bukti yang kuat. Tubuhnya yang pendek tampak gemetar. Bahkan
Yibun Siu San yang sedang memejamkan matanya merenung juga membuka matanya
secara tiba-tiba. Apa yang diceritakan oleh Tan Ki, dalam waktu serentak seolah membuat
kedua orang itu teringat akan suatu peristiwa besar.
Kaucu Pek Kut Kau yang angkuh dan tinggi hati itu tetap mendongakkan wajahnya
menatap langit. "Teruskan ceritamu. Selama dua puluh tahun ini, pertama kalinya aku mempunyai
kesabaran mendengar pembicaraan seseorang."
"Rupanya hari itu dia bermaksud memetik daun obat-obatan di daerah Tiang Pek San.
Siapa sangka di tengah perjalanan, luka dalamnya tiba-tiba kambuh?"
Terdengar suara keluhan dari mulut Kaucu Pek Kut Kau tersebut. Nadanya seperti
orang yang mulai tidak sabar. "Teruskanlah!" "Pertemuan yang aneh ini rupanya memang telah diatur oleh Thian. Aku tidak
membantunya menyembuhkan luka yang dideritanya. Tetapi dia malah memberi sebuah
jalan terang untukku. Dia mewariskan berbagai ilmu silat kepadaku. Jurus Lautan Selatan
Menggelora yang kumainkan itu juga ajaran orangtua tersebut. Meskipun aku sudah
merubahnya sedikit di sana sini, tetapi memang dia yang mewariskannya kepadaku."
"Entah di mana mayatnya sekarang?" tanya Kaucu Pek Kut Kau.
Tan Ki merenung sejenak. "Harap Saudara sudi memaafkan kalau hal ini tidak kuberitahukan kepadamu. Dia
adalah seorang tokoh yang misterius. Dirinya memiliki kepandaian yang tinggi sekali,
tetapi dunia Bulim justru tidak tahu ada tokoh seperti orang ini. Dia juga memiliki ilmu
pengobatan yang lihai sekali, namun dia justru tidak sanggup menyembuhkan penyakitnya
sendiri yang sudah parah. Di kolong langit jaman ini, mungkin tidak ada orang lagi yang
mengetahui asal-usul orang ini.?"
"Tidak salah. Orang yang mengetahui asal usulnya, di kolong langit ini jaman sekarang,
mungkin hanya tinggal aku seorang saja."
"Cayhe juga mempunyai pikiran yang sama."
Kaucu Pek Kut Kau tersebut tertawa dingin.
"Kau cerdas sekali. Kalau aku mengatakan siapa adanya orang ini, kemungkinan ada
beberapa sahabat yang pernah melihat wajahnya atau mengenalinya. Sayangnya usiamu
tinggal sebentar lagi. Meskipun aku tidak membunuhmu, kau juga tidak mungkin bisa
melihat mentari esok pagi lagi."
Tan Ki mengembangkan senyuman yang datar.
"Soal mati hidup, aku tidak memikirkannya lagi" sekarang, seharusnya aku yang
mengajukan pertanyaan kepadamu."
"Tanyakanlah!" Tan Ki mengeraskan suaranya, seakan sengaja membiarkan kata-katanya terdengar
oleh orang-orang gagah yang ada di tempat itu.
"Kali ini urusan gabungan antara pihak Lam Hay dan kelompok Kaucu Pek Kut Kau dari
Si Yu, rasanya sudah selesai dirundingkan bukan?"
"Tidak salah!" "Apakah rombongan kalian ini merupakan pasukan pembuka jalan?"
Kaucu Pek Kut Kau mendengus satu kali. Mimik wajahnya menunjukkan perasaannya
yang kurang senang. Tetapi dia tetap menjawab pertanyaan Tan Ki.
"Kalau kau mengajukan pertanyaan, lebih baik hati-hati sedikit. Jangan sampai
menyinggung harga diri Kaucu ini. Tetapi, perkiraanmu memang kuat sekali."
"Beberapa hari yang lalu, Sute Saudara mengadakan perjanjian dengan seorang
perempuan di sebuah kuil tua dekat luar kota Lok Yang. Apakah masalah yang
dirundingkan adalah tentang pergabungan antara Lam Hay dengan Si Yu?"
Apa yang ditanyakan adalah saat di mana dia melihat Kiau Hun masuk ke kuil tua
bersama Kim Yu. Mendengar pertanyaannya, Kaucu Pek Kut Kau itu jadi tertegun. Setelah melirik sekilas
ke arah Kim Yu, bibirnya menyunggingkan seulas senyuman yang licik.
"Masalah ini biar kau duga sendiri saja. Tidak perlu aku bersilat lidah menjawab
pertanyaanmu." Tiba-tiba dia mengangkat sebelah tangannya dan mengibas. Dua manusia berpakaian
hitam segera mengiakan dan berjalan keluar, mereka menghambur ke depan sejauh tiga
tindak dan berhenti di depan Tan Ki.
Sepasang alis Yibun Siu San langsung menjungkit ke atas. Tubuhnya bergerak memutar
dan berdiri menghadang di depan Tan Ki. Anak muda itu memperdengarkan suara tawa
yang getir sekali. "Siok Siok, biarlah aku yang menjalani pertarungan ini!" suaranya begitu pilu dan
terdengar jelas dari kata-katanya yang pendek itu.
Yibun Siu San jadi tertegun. "Kau ingin bertarung sampai mati lalu menganggap semuanya sudah selesai" Kau tidak
berpikir bagaimana menderitanya ibumu yang mengharapkan anaknya menjadi orang
yang berguna" Kau malah ingin mencelakai dirimu sendiri dan menganggap ringan
nyawamu sendiri"!" Tiba-tiba terlihat manusia berpakaian hitam yang wajahnya jelek sekali serta bertubuh
pendek gemuk dan berdiri di sebelah kiri secara tidak terduga-duga mengangkat sebelah
tangannya dan melancarkan sebuah pukulan.
Tampaknya tenaga dalam orang ini sudah mencapai taraf yang tinggi sekali. Dia sudah
bisa mengerahkan pukulan sesuai dengan keinginan hatinya. Meskipun jurus yang
dikerahkan tampaknya sangat sederhana, tetapi karena dia yang melancarkannya jadi
terasa mengandung pengaruh yang dahsyat sekali. Yibun Siu San meraung dengan keras
dan diapun mengulurkan tangannya menyambut serangan itu dengan cara keras lawan
keras. Tiba-tiba tubuh Tan Ki memutar dan menghadang ke depan Yibun Siu San. Mulutnya
langsung berteriak keras-keras. "Siok Siok, pertarungan yang terakhir ini, biar bagaimana pun aku ingin berduel matimatian.
Seandainya matipun harus gegap gempita dan meninggalkan sedikit nama di
dunia ini. Tetapi kau harus perhatikan baik-baik, dalam pihak jago-jago kita telah
kesusupan seorang mata-mata"!"
Belum lagi kata-katanya selesai, pedang sulingnya sudah digetarkan lalu menusuk ke
arah manusia berpakaian hitam yang ada di sebelah kanan.
Terdengar kedua manusia berpakaian hitam itu mengeluarkan suara siulan serentak
kemudian memencarkan diri ke arah yang berlawanan.
Wajah Yibun Siu San berubah hebat. Dia langsung berteriak, "Hati- hatilah sedikit! Bu
Heng Sin-cian atau Pukulan Sakti Tanpa Bayangan dari Si Yu sangat terkenal. Ketika
dilancarkan tidak terdengar suara sama sekali. Dan sasarannya selalu bagian yang tidak
terduga-duga oleh lawan?" Belum lagi Tan Ki sempat mengulurkan sepatah kata, tiba-tiba dia merasa bagian
dadanya sudah terkena sebuah pukulan. Tanpa dapat dipertahankan lagi kakinya limbung
dan menyurut mundur sejauh lima langkah.
Perubahan yang tidak terduga-duga ini berlangsungnya terlalu cepat. Wajah Yibun Siu


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

San tampak berubah hebat. Tubuhnya segera bergerak melesat ke depan. Sebuah jurus
Bintang-Bintang Berjatuhan yang jarang terlihat langsung dilancarkannya, sekali gerak
berubah delapan kali, semuanya dikerahkan dalam sekali tarikan nafas saja. Tampak
bayangan telapak tangan dalam jumlah yang tak terhitung berkibar-kibar mengiringi
gerakan tubuhnya. Dalam seketika langsung mendesak ke arah lawan.
Serangannya ini hebat sekali, laksana hujan deras yang tercurah dari langit secara
mendadak, membuat hati orang yang melihatnya menjadi tergetar. Begitu hebat
desakannya sehingga salah satu lawannya terpaksa menyurut mundur terus serta tidak
mempunyai kesempatan sedikitpun untuk menangkis.
Baru saja Yibun Siu San ingin melancarkan sebuah serangan yang lebih keji lagi, tibatiba
terdengar suara dengusan dingin dari hidung Tari Ki. Tubuhnya terhuyung-huyung
lalu terduduk di atas tanah. Tidak diragukan lagi kalau anak muda itu kembali terkena
sebuah pukulan dari manusia berpakaian hitam tadi.
Saat itu juga telinganya menangkap suara teriakan, "Anakku"!" Tan Koko"!" yang
berkumandang dari kejauhan. Hati Tan Ki terasa tertekan sekali. Perasaannya bagai hancur lebur. Dengan menahan
rasa sakit dia langsung jatuh pingsan, tetesan darah segar terus mengalir dari sudut
bibirnya dan jatuh membasahi rerumputan di mana tubuhnya terbaring.
BAGIAN XXXIV Tepat di saat itu Tan Ki jatuh tidak sadarkan diri karena terluka parah, tiba-tiba"
bayangan manusia berkelebat, hembusan angin membawa serangkum bau harum. Di
hadapan Tan Ki dalam waktu yang bersamaan muncul tiga orang perempuan. Mereka
adalah Ceng Lam Hong, Liu Mei Ling dan Lok Ing. -
Saat itu Yibun Siu San juga segera, melesat datang dan berhenti di samping Ceng Lam
Hong. Begitu matanya memandang, dia melihat wajah Tan Ki sudah berubah pucat pasi.
Di bagian keningnya bagai ada guratan garis berwarna hijau. Sepasang matanya terpejam
rapat. Nafasnya lemah sekali. Seakan setiap saat setiap detik nafasnya itu bisa berhenti
secara mendadak. Tetapi telapak tangan kanannya tetap menggenggam pedang sulingnya erat-erat.
Keadaan yang mengenaskan ini membuat ketiga perempuan itu menguraikan air mata
dengan deras. Hanya perasaan hati merekalah yang berbeda-beda.
Ceng Lam Hong mendongakkan wajahnya menatap Yibun Siu San. Air matanya masih
mengalir dengan deras. "Lukanya parah sekali, bukan?"
Yibun Siu San menarik nafas panjang.
"Bukan hanya parah saja, tetapi di dalam tubuhnya juga mengendap sejenis racun yang
ganas." Kata-katanya ini bagai petir yang menyambar di siang bolong. Hati Ceng Lam Hong
sampai tergetar mendengarnya. Tubuhnya langsung sempoyongan lalu terkulai pingsan di
atas tanah! Di pihak lain, Mei Ling sejak kecil biasa hidup dimanja. Selamanya dia belum pernah
menghadapi kejadian seperti ini. Melihat Ceng Lam Hong tiba-tiba jatuh pingsan, dia
menjadi panik sehingga aliran darahnya seperti bergejolak. Tetapi dia tidak tahu apa yang
harus diperbuatnya. Untuk sesaat dia menjadi kalang kabut dan malah berdiri sambil
menangis kebingungan. Untung saja gerakan Lok Ing cukup gesit. Tubuhnya segera melesat ke depan serta
mengulurkan tangan merangkul. Dengan sigap dia berhasil menangkap tubuh Ceng Lam
Hong yang hampir terkulai di atas tanah.
Yibun Siu San menarik nafas perlahan-lahan. Dia seperti bergumam terhadap dirinya
sendiri. "Pertarungan ini telah membuat namanya jadi terkenal."
Apabila ditilik dari kata-katanya, dia memang mengatakan secara langsung bahwa
pertarungan ini telah menggetarkan dunia Bulim dan menjadi perhatian khalayak ramai
tetapi seakan mengandung makna bahwa di dunia Bulim kembali muncul seorang tunas
muda yang akan menjadi harapan bangsa. Xiu Mei Ling masih menangis tersedu-sedu.
Dia toh sudah hampir mati, apa gunanya mempunyai nama terkenal?"
Suaranya begitu sendu sehingga lebih mirip ratapan seorang gadis yang ditinggal mati
kekasihnya. Orang yang mendengarnya pasti akan turut merasa sedih.
Yibun Siu San meliriknya sekilas. Kembali dia menarik nafas panjang. Namun dia tidak
mengatakan apa-apa. Dengan perasaan Liu Mei Ling berteriak, "Siok Siok, carilah jalan
keluar untuk menolongnya, sebentar lagi dia akan mati"!"
Yibun Siu San malah menukas kata-katanya dengan gumaman yang tidak jelas, "Benar,
dia sudah hampir mati?" Dia tidak ingin mengatakan bahwa luka yang dialami Tan Ki sudah sedemikian parah
sehingga mirip lampu yang hampir kehabisan minyak. Meskipun dirinya sendiri mempunyai
pengetahuan yang cukup luas tentang ilmu pengobatan, tetapi dia juga merasa tidak
punya kesanggupan menyembuhkan keponakannya itu. Akhirnya dia hanya bisa
menggumamkan kata-kata yang tidak berujung pangkal.
Tiba-tiba tampak Lok Ing meletakkan tubuh Ceng Lam Hong di atas tanah, tangannya
terulur ke dalam saku pakaian dan dikeluarkannya sebuah botol kumala berukuran kecil.
Dia membuka tutup botol tersebut kemudian dengan hati-hati menuangkan seluruh isinya
lalu dimasukkannya ke dalam mulut Tan Ki.
Yibun Siu San langsung mengerutkan alisnya melihat tindakan gadis itu.
"Benda apa itu?" Lok Ing tersenyum simpul. "Isi botol ini merupakan obat penyembuh luka yang paling manjur dari Ti Ciang Pang
kami. Satu butir saja sudah cukup untuk menyambung kembali tulang yang putus maupun
urat nadi yang tergetar. Bahkan dapat membangkitkan kembali tenaga dalam yang lemah.
Sekarang aku menuangkan isi seluruh obat dalam botol ini, meskipun orang yang
penyakitnya sudah parah sekali, juga pasti bisa bangun kembali dan bergerak dengan
leluasa. Malah lebih sehat dari orang umumnya."
Sepasang mata Mei Ling langsung bersinar terang.
"Benarkah obatmu demikian manjur?" tanyanya gugup.
Lok Ing tertawa datar. "Selamanya aku tidak pernah melakukan hal yang diriku tidak merasa yakin. Juga tidak
suka mengucapkan kata-kata yang merupakan bualan saja."
Dia berhenti sejenak. Matanya menyorotkan sinar yang sendu. Kemudian perlahanlahan
meneruskan kembali kata-katanya. "Tetapi, biar bagaimana dia tetap akan mati
juga." "Apa?" teriak Mei Ling tanpa sadar. Tubuhnya langsung bergetar hebat.
Lok Ing tertawa lebar. "Seseorang hidup di dunia ini mempunyai batas tertentu. Lewat dari usia enam puluh,
manusia setiap saat ada kemungkinan dijemput maut. Tetapi aku berhasil mendapat
sedikit pengetahuan dari berbagai kejadian yang pernah kualami. Aku menemukan bahwa
di dalam tubuh seseorang pasti ada semacam tindakan refleksi yang mengandung
kekuatan untuk hidup. Umpamanya, orang yang sudah mati, dalam waktu beberapa hari
kukunya tetap dapat tumbuh menjadi panjang. Seperti inilah rumusnya. Kalau kita kembali
lagi kepadanya, luka yang diderita Tan Ki sudah parah sekali. Hanya tersisa sedikit
denyutan jantung saja. Tetapi karena aku mencekoki obat dalam dosis yang tinggi, hal ini
membuat gerak refleksi dalam dirinya jadi tergugah, emosinya pasti akan meluap seketika.
Biarpun lukanya lebih parah dari sekarang, asal nadinya masih ada denyutan, tentu bisa
menghidupkan dia untuk sementara. Dengan kata lain semangat hidupnya akan kembali
untuk beberapa waktu." Mendengar penjelasan Lok Ing yang pan jang lebar, Mei Ling yang pada dasarnya
masih polos dan tidak mempunyai banyak pengetahuan merasa apa yang diuraikannya,
sejak jaman purba sampai sekarang tidak pernah mendengar hal semacam itu. Tanpa
dapat dipertahankan lagi dia malah jadi termangu-mangu.
Sesaat kemudian, dia baru bertanya, "Kalau begitu, mengapa dia tetap akan mati?"
Lok Ing kembali tersenyum simpul. "Kalau dia sadar kembali nanti, berarti karena dibantu oleh obat yang ditelannya tadi.
Apabila reaksi obat itu sudah habis, maka seperti lampu yang sudah kehabisan minyak,
bagaimana masih bisa menyala" Otomatis kekuatan hidupnya juga padam dan diapun
tidak dapat hidup lebih lama lagi."
Mendengar ucapannya, Mei Ling seperti merasa dadanya ditinju dengan keras, seluruh
tubuhnya bergetar dan wajahnya pun berubah hebat.
"Kalau begitu, dia" tidak mempunyai harapan lagi walau setitik saja?"
"Tentu saja itu yang kumaksudkan."
Hati Mei Ling menjadi pedih. Dua baris air mata mengalir dengan deras. Untuk sekian
lama dia berdiri tertegun tanpa mengucapkan apa-apa.
Tampangnya saat itu persis seperti sebuah patung dewi yang suci. Tubuhnya berdiri
tegak, wajahnya anggun dan demikian welas asih. Siapa yang sangka kalau saat ini
hatinya persis seperti sebuah perahu yang karam di hantam ombak. Hancur berderai
menjadi kepingan-kepingan kecil"
Tiba-tiba terdengar suara pukulan dan suitan nyaring. Entah sejak kapan Yibun Siu San
sudah mulai bergebrak dengan kedua manusia berpakaian hitam tadi.
Dalam keadaan seperti ini, mana mungkin Mei Ling mengurusi persoalan yang lain.
Terdengar suara tangisannya yang terisak-isak.
"Kau" kau" sungguh" keji" sekali?" perasannya yang bergejolak menandakan
kepedihan karena harapan yang kandas. Hal ini membuat ucapannya jadi tersendat-sendat
seakan memerlukan tenaga yang kuat untuk mengatakannya.
Lok Ing tersenyum lembut, "Tadi malam adalah saat di mana kalian (menyembah langit
dan bumi serta mengikatkan diri menjadi suami isteri. Ratusan tamu berdatangan dari
segala penjuru Bulim. Tambur berbunyi terus memeriahkan suasana. Bayangkan
bagaimana hebatnya penampilan kalian saat itu, bahkan membuat perasaan orang
menjadi iri. Sekarang apabila dia masih hidup di dunia ini, biar kapanpun dia tetap
merupakan milikmu. Sedangkan bagi diriku, juga sulit menyatakan bagaimana perasaanku
yang sebenarnya. Kalau aku ingin mendapatkan dia, satu-satunya jalan hanya menunggu
sesudah mati. Oleh karena itu?"
Mei Ling cepat-cepat menukas, "Oleh karena itu kau menggunakan cara ini agar dia
celaka?" Lok Ing tertawa lebar. "Aku tidak ingin mencelakai siapapun. Tetapi kalau ditilik dari lukanya yang demikian
parah, dan nafasnya yang tinggal satu-satu, waktunya juga tidak seberapa lama lagi.
Lebih baik bangkitkan sisa kekuatannya dan bantu dia mendapatkan nama besar di dunia
Bulim. Dengan demikian, kemungkinan ia dapat meninggalkan segurat cahaya yang
cemerlang dan bayangkan berapa banyak orang gagah yang akan mengenang dirinya dan
menghormatinya?" Ketika berbicara sampai bagian yang menyenangkan, tanpa sadar bibirnya tersenyum.
Namun senyum itu begitu menyayat hati.
Tampak wajahnya yang tenang tidak menunjukkan perubahan apa-apa. Dengan
demikian orang yang melihatnya tidak dapat menebak apakah dia sedang bergembira atau
bersedih. Tetapi sepasang matanya justru menyorotkan sinar tekadnya yang bulat. Hal ini
membuktikan bahwa gadis yang selalu malang melintang di daerah Sai Pak ini tampaknya
sudah mempunyai rencana yang matang setelah kematian Tan Ki. Dia tidak takut anak
muda itu akan mati dan memberikan pukulan bathin yang hebat kepadanya. Juga tidak
takut perasaan hatinya sejak sekarang hanya akan menjadi sebuah harapan yang
menggantung dalam angan-angan. Tiba-tiba tampak wajah Mei Ling berubah hebat.
"Aku akan mengadu jiwa denganmu!" katanya garang.
Telapak tangannya bergerak, telapak tangan kiri menggunakan kesempatan itu
mendesak ke depan. Dengan jurus Lima Geledek Sekali Sambar, dia melancarkan sebuah
serangan dengan keji. Suara pukulan yang dahsyat seperti gunting menyobek kain panjang sehingga
membuat telinga menjadi ngilu mendengar.
Tubuh Lok Ing bergeser sedikit lalu mencelat ke samping sejauh lima langkah. Deruan
angin yang keras melintas lewat di ujung pakaiannya. Tampak bibirnya menyunggingkan
seulas senyuman yang manis. "Diantara kita toh tidak ada dendam apa-apa, mengapa harus mengadu jiwa segala?"
"Kau sudah mencelakai Tan Koko, aku tidak mempunyai gairah untuk hidup sendiri di
dunia ini!" sahut Mei Ling ketus.
Lok Ing mendengus satu kali dengan nada dingin dan kecut.
"Dari pada mengadu jiwa dengan diriku sampai mati, lebih baik bunuh diri saja, toh
lebih mudah." Mei Ling menganggukkan kepalanya sambil menangis pilu.
"Aku akan melakukannya. Aku akan membunuh diriku sendiri dan menemani kematian
Tan Koko. Aku tidak ingin sukmanya kesepian di alam baka. Tetapi sebelum aku menutup
mata, aku harus membalaskan dendam dulu bagi Tan Koko!"
Lok Ing mendongakkan kepalanya menatap awan yang berarak di langit. Perlahanlahan
dia berkata. "Kau ingin balas dendam atau tidak, dan menggunakan cara yang bagaimanapun, sama
sekali tidak ada hubungannya dengan diriku. Tetapi setelah dia mati, aku akan mencarikan
sebuah tempat yang tenang serta terpencil untuk mengubur dirinya. Lalu akan kubangun
sebuah makam yang besar sekali agar sukmanya dapat terhibur. Kemudian?"
Mei Ling melihat mimik wajahnya yang seperti tersenyum namun mengandung
kesedihan yang dalam. Sehingga menyiratkan keanehan yang tidak dipahaminya. Namun
kata-kata yang diucapkannya demikian tegas. Untuk sesaat dia jadi bingung.
"Kemudian bagaimana?" "Aku akan mengenakan pakaian berwarna putih dan kerudung kepala berwarna putih
pula. Dari dalam aku akan mengunci pintu makam besar itu, lalu aku akan menemani di
sampingnya, siang dan malam menunggu waktu terus berlalu. Aku akan terus
menjaganya, melihat wajahnya melihat seluruh bagian dari dirinya sampai ajal
menjemputku?" Tanpa terasa tubuh Mei Ling bergetar. Dia benar-benar terkejut sekali. Meskipun pada,
dasarnya dia adalah seorang gadis polos yang tidak pernah mempunyai pikiran licik, tetapi
dia tetap merasa bahwa apa yang dikatakan Lok Ing terlalu gila-gilaan. Di dunia ini mana
ada orang yang menutup dirinya sendiri di dalam sebuah kuburan raksasa dan menemani
sesosok mayat selama hidupnya"
Rencana yang gila dan luar biasa ini, memang merupakan suatu peristiwa yang hampir
tidak pernah ditemui sejak dulu sampai saat sekarang ini. Namun justru dari rencananya
ini, Mei Ling dapat mengetahui sampai di mana dalamnya perasaan cinta Lok Ing terhadap
suaminya! Setelah tertegun beberapa saat, akhirnya Mei Ling menarik nafas panjang.
"Cici, aku sungguh kagum kepadamu."
"Kau tidak merasa marah kepadaku?"
Mei Ling menggelengkan kepalanya, bibirnya mengembangkan seulas senyuman yang
getir tanpa mengucapkan sepatah katapun. Tampangnya sungguh mengenaskan,
mengandung kesenduan yang tidak terkirakan. Sudah pasti, dia merasa sakit dan
menyesal atas nasib Tan Ki yang malang.
Melihat gadis itu berdiam diri sekian lama, akhirnya Lok Ing juga menarik nafas
panjang. Perlahan-lahan dia membalikkan tubuhnya dan berjalan pergi.
Mei Ling segera berteriak. "Kau mau ke mana?" "Aku tidak ingin melihat dia bersedih menjelang kematian. Setelah nafasnya putus, aku
akan kembali lagi mengurus mayat membangun makam?" mulutnya menjawab
pertanyaan Mei Ling, namun dia terus melangkah dengan tidak menolehkan kepala
sekalipun. Mei Ling merenung sejenak. Tiba-tiba tubuhnya berkelebat dan dia langsung mengejar
ke depan. "Cici"!" panggilnya.
"Ada apa?" "Ketika kau membangun makam nanti, bisakah kau menyediakan tempat yang agak
besar sedikit saja?" Lok Ing jadi tertegun mendengar kata-katanya.
"Untuk apa?" "Aku juga ingin tinggal di dalam makam itu!"
Mendengar ucapannya, Lok Ing langsung mendongak menatap langit dan tertawa
lebar. "Bagus sekali, berarti tambah satu orang lagi yang menemani Tan Ki!"
Sembari bercakap-cakap, mereka berjalan semakin jauh, akhirnya bayangan merekapun
tidak kelihatan lagi. Beberapa saat kemudian" Terdengar suara keluhan dari mulut Tan Ki. Lambat laun matanya membuka, dua bola
matanya yang telah pudar sinarnya langsung mengedar ke sekeliling. Tiba-tiba dia
melonjak bangun. Dia merasa ada segulung hawa panas yang mengalir dalam perutnya lalu berpencar ke
seluruh urat nadi di tubuhnya. Tanpa dapat ditahan lagi keringat terus menetes saking
panasnya. Dia tidak tahu Lok Ing telah mencekokinya obat dalam jumlah yang banyak
sehingga menimbulkan keadaan demikian. Sekarang ini, dia hanya merasa aneh.
Begitu matanya memandang, dia melihat tiga sosok bayangan saling berkelebat dan
bertarung dengan sengit. Hal ini merupakan pertarungan antara jago-jago kelas tinggi
yang jarang terlihat. Sepasang telapak tangan Yibun Siu San yang kosong menghadapi
dua jago kelas satu dari Si Yu. Apabila ingin meraih kemenangan dalam waktu yang
singkat, tentu bukan merupakan hal yang mudah.
Perlahan-lahan Tan Ki mengedarkan kembali pandangan matanya dan menatap ibunya
yang masih dalam keadaan pingsan terkulai di atas tanah. Setelah memperhatikan
sejenak, di dalam hatinya tiba-tiba muncul perasaan kagum yang dalam. Dia merasa
manusia hidup di dunia ini, apabila dapat merasakan kasih sayang seorang ibu, tentu
merupakan peristiwa yang paling membahagiakan. Tetapi setelah dipikirkan kembali,
tanpa terasa dia tertawa getir. Dirinya merupakan calon orang mati, meskipun dapat
merasakan kebahagiaan, tetapi tetap saja tidak dapat menyelamatkan keadaannya yang


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah di ambang ajal. Kalau kebahagiaan yang sejenak akan meninggalkan penderitaan
yang tidak terkirakan bagi ibunya, untuk apa"
Berpikir sampai di sini, tanpa terasa sekali lagi dia menarik nafas panjang. Tampangnya
menyiratkan kepedihan hatinya yang dalam.
Tiba-tiba, dia menggertakkan giginya erat-erat. Tubuhnya mencelat ke atas lalu
menerjang ke tengah arena. Terdengar suara benturan yang memekakkan telinga, bayangan manusia berkelebat
dan berpencaran dalam waktu yang bersamaan.
Rupanya pukulan yang dilancarkan oleh Tan Ki dari udara telah membuat ketiga orang
yang sedang bertarung dengan sengit jadi terpencar. Kekuatan yang dahsyat dari
pukulannya sampai membuat Kaucu Pek Kut Kau itu mengerutkan alisnya. Bibirnya sudah
bergerak-gerak namun dia tidak jadi mengatakan apa-apa.
Tan Ki mengeluarkan suara batuk-batuk kecil. Kemudian dia membalikkan tubuhnya ke
arah Yibun Siu San. "Sam-siok, biar aku yang menyelesaikan pertarungan ini!"
"Lukamu parah sekali, bagaimana mungkin kau sanggup melawan jago- jago dari Si Yu
itu?" "Tidak apa-apa. Aku sudah bersiap untuk duel sampai mati. Ini merupakan
pertarunganku yang terakhir. Biar bagaimana ada awal harus ada akhirnya. Pokoknya aku
akan bertarung sampai titik nafas yang terakhir!"
Yibun Siu San tidak langsung menjawab. Sesaat lamanya dia merenung.
"Mati hidup seseorang sudah ada takdirnya. Biarpun orang gagah dan pendekar besar
juga pasti akan mengalami kematian. Siok-hu tidak perlu berpikir lama-lama lagi. Ibuku
sedang tergeletak pingsan di sana. Harap Siok-hu mengurusnya sebentar. Apabila aku
sudah mati nanti?" Tiba-tiba dia tertawa pilu dan membungkam seribu bahasa.
Yibun melirik ke arahnya sekilas. Setelah menarik nafas dalam-dalam, akhirnya dia
mengundurkan diri. Suasana saat ini masih demikian tenang namun sebetulnya mengandung hawa
pembunuhan yang berat sekali! Mata orang-orang gagah yang hadir di tempat itu semuanya terpusat pada diri Tan Ki.
Sikap mereka serius sekali! Mereka semua sudah tahu bahwa luka yang dialami Tan Ki sangat parah. Dan dia tetap
berkeras hati ingin melawan dua jago dari Si Yu itu.
Tiba-tiba" cahaya golok berkelebat, kedua manusia hitam yang berwajah jelek dan
bertubuh gemuk pendek itu serentak mengeluarkan sebuah kaitan yang panjangnya
kurang lebih tujuh cun. Mereka berdiri berdampingan.
Tan Ki tersenyum simpul. Perlahan-lahan dia melangkah maju mendekati mereka.
Gerakan kakinya begitu lambat. Tetapi setiap tindakannya yang berat seakan mengandung
hawa pembunuhan yang berat sehingga sikap mereka menjadi tegang.
Tiba-tiba manusia berpakaian hitam yang berdiri di sebelah kanan menggetarkan kaitan
di tangannya. Timbul secarik cahaya bagai pelangi.
"Berhenti!" teriaknya. Tan Ki seolah tidak melihat cahaya yang menimbulkan hawa dingin itu. Dia tetap
melangkahkan kakinya dan berjalan mendekati mereka.
Kedua manusia berpakaian hitam itu merupakan orang-orang yang wataknya keras
sekali, tetapi selamanya belum pernah melihat orang yang demikian tenang seperti Tan Ki.
Untuk sesaat keduanya jadi tertegun kemudian tiba-tiba mengeluarkan suara suitan yang
keras dan membentak, "Kalau kau berani maju satu langkah lagi, jangan salahkan kalau
aku bertindak kejam!" Wajah Tan Ki yang tampan tetap mengembangkan senyuman. Terang-terangan dia
tahu manusia berpakaian hitam itu akan mengatakan sesuatu, dia malah memalingkan
wajahnya ke arah yang lain. Kakinya terus melangkah, sama sekali tidak tergesa-gesa dan
sikapnya santai sekali seakan bukan sedang berhadapan dengan musuh.
Hawa amarah dalam hati manusia berpakaian hitam itu jadi meluap. Dia menolehkan
kepalanya melirik sekilas ke arah rekannya dan secara diam-diam mengerahkan tenaga
dalam untuk menjaga segala kemungkinan.
Kedua orang ini sudah menjadi rekanan sekian lama, dengan demikian mereka sudah
dapat memahami perasaan hati masing-masing. Begitu melihat lirikan itu, rekannya sudah
mengerti rencana apa yang ada dalam hatinya.
Melihat Tan Ki yang berjalan semakin mendekat ke tempat mereka, tiba-tiba manusia
berpakaian hitam yang melirik kepada rekannya tadi memperdengarkan suara tertawa
yang dingin. Diam-diam dia mengerahkan tenaga sebanyak tujuh bagian dan lengannya
digetarkan sehingga menimbulkan guratan cahaya yang memijar bagai titik-titik hujan lalu
meluncur lurus ke depan menyerang Tan Ki!
Serangan ini keji sekali. Cahaya golok yang beterbangan dan berpercikan menimbulkan
sinar sejauh beberapa mistar. Mata Tan Ki mengerling sekilas, sikapnya tetap tenang
seolah tidak ada apa-apa yang mengejutkan. Telapak tangan kirinya mengibas ke depan,
langsung terasa ada segulungan angin kencang menerpa keluar dan serangan golok
lawannya pun tertahan serta tidak sanggup mendesak lebih jauh lagi.
Manusia berpakaian hitam itu merasa kaitan golok di tangannya bagai ditekan oleh
gelombang yang kuat. Jangan kata dia berhasrat menusukkannya ke depan, bahkan
menggerakkannya sedikit saja tidak bisa. Diam-diam hatinya merasa tercekat dan dengan
panik dia menarik nafas dalam-dalam lalu menggeser langkah kakinya mengegos ke
samping. Telapak tangannya terulur dan dengan posisi menahan di depan dada, dia
menghantamkan sebuah pukulan ke dada Tan Ki.
Tan Ki memperdengarkan suara tawa yang dingin. Tubuhnya miring ke samping dan
dengan gerakan yang lincah serta gesit dia menerobos keluar.
Pada saat ini dia sudah tidak memperdulikan mati hidupnya lagi. Seluruh ilmu yang
dikuasainya dikerahkan sehebat mungkin. Gerakan tubuhnya barusan ternyata ajaib sekali
dan dalam waktu yang bersamaan dia menghindarkan diri dari serangan pukulan dan
kaitan golok lawannya. Tampak tubuhnya berputaran sebanyak dua kali dan entah bagaimana tahu-tahu dia
berputar ke bagian punggung manusia berpakaian hitam tersebut.
Orang itu sungguh tidak menyangka kalau gerakan tubuh Tan Ki demikian hebat dan
tidak terduga-duga. Tanpa dapat dipertahankan lagi dia jadi terpana. Tiba-tiba dia merasa
ada segulung angin tajam yang timbul dari pedang seseorang menyerang ke arah
punggungnya. Rasa terkejutnya kali ini benar-benar di puncaknya. Hatinya berpikir untuk menghindar,
tetapi tidak ada kesempatan lagi. Bayangan kematian segera melintas di benaknya!
Tiba-tiba terdengar rekannya mengeluarkan suara dengusan yang dingin. Kakinya
bergerak ke depan setengah langkah dan pergelangan tangannya mengibas, timbullah
cahaya yang memijar lalu meluncur lurus kepada Tan Ki. Kecepatan gerakannya persis
seperti kilat yang menyambar. Dalam sekejap mata sudah sampai ke depan.
Apabila Tan Ki tidak mengerahkan jurus untuk menangkis dan tetap meneruskan
serangannya membunuh manusia, berpakaian hitam yang pertama, otomatis dia juga
terkena serangan manusia berpakaian hitam yang kedua.
Dalam keadaan seperti ini, mau tidak mau Tan Ki harus menempuh bahaya untuk
meraih kemenangan. Dengan cepat dia mengempos hawa murninya, pedang suling
ditangannya dihentakkannya ke atas dan dengan jurus Kembali Ke Jalan Semula, dia
meluncurkan sebuah totokan dengan ujung pedangnya itu.
Jurus ini merupakan jurus keempat dari Te Sa Jit-sut yang baru dipelajarinya.
Kecepatannya hebat bukan main, meskipun orang itu sudah berhasil menyelamatkan
rekannya dari bahaya dengan melakukan serangan secara tidak terduga-duga, tetapi tetap
bagian bahunya tertotok oleh ujung pedang yang dilancarkan Tan Ki. Tubuhnya terasa
kesemutan dan setelah mengeluarkan suara aduhan, seluruh tenaganya menjadi lenyap
dan orangnya pun terkulai di atas tanah.
Hampir dalam waktu yang bersamaan, telapak tangan kiri Tan Ki ikut bergerak.
Sementara tangan kanannya yang menggenggam pedang suling menotok ke arah orang
yang membokongnya. Masih dengan jurus Kembali Ke Jalan Semula yang belum selesai
dijalankannya, jari tangan kiri mengirim sebuah totokan kembali.
Manusia berpakaian hitam yang pertama baru mendapat pertolongan dari rekannya
sehingga terlepas dari maut. Tetapi dia sungguh tidak menyangka kalau sejurus serangan
Tan Ki dapat menggempur dua orang sekaligus. Tanpa dapat dipertahankan lagi, dia jadi
terkesima. Belum lagi tubuhnya sempat bergerak, jalan darahnya sudah tertotok.
Terdengar suara dengusan satu kali, tubuhnya pun ikut terkulai di atas tanah.
Begitu turun tangan, ternyata dalam waktu yang singkat Tan Ki berhasil menotok rubuh
dua manusia berpakaian hitam yang sejak tadi sulit dikalahkan oleh Yibun Siu San. Jangan
kata orang lain, dirinya sendiri sampai termangu-mangu karena benar-benar merasa hal
itu di luar dugaannya sama sekali. Saat ini dia baru menyadari bahwa ilmu Te Sa Jit-sut benar-benar mempunyai
kehebatan yang istimewa. Pengaruh kekuatannya sampai-sampai tidak terduga oleh
dirinya sendiri. Otomatis kepandaiannya yang tinggi telah membuat orang-orang dari
kedua pihak merasa terkejut setengah mati.
Tampak Yibun Siu San menarik nafas dalam-dalam. Dia seperti bergumam kepada
dirinya sendiri, "Dia benar-benar perkasa!"
Dia seperti teringat akan sesuatu hal. Matanya terpejam dan ia mengatur
pernafasannya sejenak. Kemudian dia mendekatkan telapak tangannya ke arah punggung
Ceng Lam Hong dan membantunya agar lebih cepat tersadar kembali.
Tetapi sepasang matanya tetap mengawasi gerak-gerik Tan Ki. Dia melihat anak muda
itu berdiri tegak di tempatnya dengan menggenggam suling pedangnya erat-erat.
Sikapnya seperti jendral-jendral besar yang sering terlihat di lukisan-lukisan orang-orang
terkenal. Sikap Tan Ki yang anggun dan berwibawa ini justru membuat pihak jago-jago Si Yu
menjadi semakin tidak tenang hatinya.
Kaucu Pek Kut Kau sendiri melihat orang-orang dari pihaknya satu per satu berjatuhan
tanpa bisa bangun kembali. Dari pihak lawan hanya Oey Ku Kiong seorang yang terluka.
Perbandingan yang jauh ini benar-benar membuatnya kehilangan muka. Hawa amarah
dalam dadanya terasa hampir meledak. Oleh karena itu dia segera mendengus dingin dan
membisikkan beberapa patah kata di telinga Kim Yu. Dia sendiri lalu berjalan menghampiri
anak buahnya yang terluka guna memberikan pertolongan.
Tampak bayangan berkelebat dan Kim YU sudah melesat keluar dari tempatnya.
Orang ini merupakan adik seperguruan dari Kaucu Pek Kut Kau. Gerakan dan tindaktanduknya
tentu tidak dapat disamakan dengan yang lainnya. Baru saja terdengar suara
angin yang berdesir, tahu-tahu orangnya sudah berdiri di hadapan Tan Ki.
Suasana semakin tegang. Di udara bagai ada serangkum hawa yang pengap menyelimuti suasana yang sudah
mencekam itu. Tekanan hawa itu begitu hebat sehingga dada setiap orang terasa sesak
dan sulit bernafas. Tanganpun mengeluarkan keringat dingin.
"Kau dan aku sudah pernah bergebrak di dekat kuil tua bagian luar kota. Apakah kau
masih mengingatnya?" "Tidak salah. Buat apa kau menanyakan kembali hal itu?"
Tampak pergelangan tangan Tan Ki memutar. Dia menekan masuk pedangnya ke
dalam suling lalu menyelipkannya di ikat pinggang.
"Bukankah waktu itu kau sedang merundingkan gabungan dua pihak dengan seorang
perempuan?" mungkin Tan Ki memang bermaksud agar kata-katanya didengarkan oleh
orang-orang gagah. Oleh karena itu suara bicaranya makin lama makin keras. Caranya
bertanya juga sangat ketus. Kim Yu mengangkat sepasang bahunya dan mengembangkan senyuman yang licik.
"Pertanyaanmu aneh sekali. Benar-benar membuat orang bingung bagaimana harus
menjawabnya." katanya acuh tak acuh.
Tan Ki mendengus satu kali. "Kalau aku tidak memaksamu dengan ilmu silat, mungkin kau masih belum bersedia
menjawabnya!" Selesai berkata, tanpa memberi kesempatan sedikitpun kepada Kim Yu, telapak
tangannya langsung bergerak dan diapun melancarkan dua buah pukulan secara berturutturut.
Secara tidak terduga-duga, Tan Ki melancarkan serangan. Gerakannya bagai kilat dan
mengandung kekuatan yang dahsyat serta melanda keluar dengan keji.
Tiba-tiba terasa ada hawa dingin yang menyelimuti sekitar tempat itu. Suaranya bagai
badai yang mengamuk dan serangannya bagai ombak yang bergulung-gulung. Kim Yu
melihat dia melancarkan dua buah pukulan sekaligus, di sekitarnya timbul bayangan telapak tangan dalam jumlah yang
tidak terhitung sehingga mirip hujan yang deras yang tiba-tiba tercurah dari langit dan
dalam sekejapan mata sudah sampai di hadapannya. Tanpa terasa hatinya jadi tergetar.
Diam-diam hatinya berpikir: "Sungguh pukulan yang ajaib dan dahsyat!"
Tampak tubuhnya berputar setengah lingkaran, kemudian dengan mudah menerobos
keluar dari kepungan bayangan telapak tangan itu. Gerakannya ini begitu gesit dan lincah
laksana seekor kelinci. Berkelebatnya bagai kilat. Secara berturut-turut Tan Ki melancarkan
dua buah pukulan, tiba-tiba pandangannya menjadi pudar dan tahu-tahu dia gagal
mencapai sasarannya. Kali ini giliran hati Tan Ki yang tercekat. Dua jurus yang dikerahkannya tadi merupakan
ilmu pusaka yang dia dapatkan dari goa makam leluhur Ti Ciang Pang. Cara turun
tangannya bukan saja mengandung kecepatan yang hebat sekali, tetapi perubahannya
sangat aneh. Dalam satu jurus saja mengandung tiga perubahan. Bayangkan saja sampai
di mana kedahsyatannya" Sedangkan Kim Yu dapat mengelakkan diri dari serangan itu
dengan demikian mudah. Bagaimana hatinya tidak menjadi tercekat"
Tan Ki tertegun sesaat, kemudian mulutnya memperdengarkan suara tertawa yang
dingin. "Gerakan tubuh Saudara benar-benar membuat orang kagum. Bagaimana kalau sambut
lagi sebuah seranganku ini!" "Jangan kata satu buah serangan, biar sepuluh atau seratus kali, juga tidak sanggup
mengapa-apakan diriku!" sahut Kim Yu angkuh.
Mendengar kata-kata, api kemarahan dalam dada Tan Ki jadi berkobar-kobar. Dia
membentak dengan suara keras, telapak tangannya memutar dan secepat kilat
meluncurkan sebuah pukulan. Tan Ki teringat akan dirinya yang telah keracunan parah sehingga dia sendiri tidak tahu
kapan racun itu akan bereaksi. Oleh karena itu dia bertekad untuk menjalankan
pertarungan kilat. Serangannya kali ini mengandung kekuatan tenaga dalamnya sebanyak
delapan bagian. Serangkum angin yang kencang langsung menghantam ke depan bagai
ombak yang bergulung-gulung. Dalam waktu yang bersamaan Kim Yu juga meraung keras dan meluncurkan sebuah
pukulan ke depan. Saat yang hanya sekejapan mata"
Hati orang-orang gagah langsung ikut tertekan!
Terdengar suara benturan dua kekuatan yang menggelegar memecahkan keheningan.
Kim Yu langsung tergetar mundur sejauh tiga langkah. Sedangkan tubuh Tan Ki yang
kekar tidak bergerak sedikitpun. Sekali lihat saja sudah dapat dipastikan bahwa kekuatan
Kim Yu masih kalah setingkat dengan anak muda itu.
Tan Ki sedang terluka parah. Darimana datangnya kekuatan begitu besar sehingga
sanggup membuat Kim Yu tergetar mundur"
Rupanya Lok Ing mencekokinya dengan obat mujarab dalam jumlah yang banyak. Dan
kebetulan semuanya bekerja pada saat yang tepat. ,Tenaga dalam Tan Ki yang mulai
melemah akibat lukanya yang parah seakan dibangkitkan oleh daya kerja obat itu
sehingga tiba-tiba menjadi kuat dan tenaga dalamnya jadi berlipat ganda.
Orang-orang gagah yang hadir di tempat itu tentu saja tidak tahu sebab musababnya.
Hampir serentak mereka merasa terkesiap. Mereka bagai melihat sesuatu yang ajaib tibatiba
muncul di hadapan mereka. Sementara itu, Kim Yu menggertakkan-giginya erat-erat dan mengerahkan tenaga
dalamnya ke seluruh tubuh. "Kau juga coba sambut pukulanku ini!" bentaknya.
Baru saja kata-katanya selesai, kakinya melangkah maju setengah tindak. Jari
tangannya menekuk bagai kaitan sehingga menimbulkan suara suitan dan tanpa menunda
waktu lagi, lima jari tangannya menyerang dari atas ke bawah!
"Bagus sekali!" bentak Tan Ki.
Pinggangnya meliuk dan secepat kilat dia meloloskan diri dari serangan lawan. Gerakan
tubuhnya yang demikian cepat benar-benar mengejutkan Kim Yu. Gerak langkah maupun
kecepatannya begitu luar biasa, ringan dan ajaib. Orang yang melihatnya sampai merasa
matanya berkunang-kunang. Kali ini, tentu giliran Kim Yu yang terkesiap. Serangan dan gerak langkah lawannya
begitu hebat sehingga sekali lihat saja ia dapat menduga bahwa anak muda ini bukan
tokoh sembarangan. Apabila ingin mengalahkannya tentu bukan hal yang mudah
dilakukan. Gebrakan kedua orang ini, meskipun baru beberapa jurus, tetapi dalam hati masingmasing
sudah mempunyai perhitungan sendiri-sendiri. Dalam pertarungan ini keduanya
sudah mengerahkan segenap kepandaiannya dan otomatis juga menggunakan tenaga
dalam sepenuhnya. Mereka sudah mencapai taraf di mana rasanya ingin sekali memukul
mati lawannya dalam satu gebrakan saja. Tetapi mereka sama-sama menyadari satu hal.
Kim Yu sadar dirinya tidak mungkin mengalahkan lawan dalam waktu yang singkat.
Sebaliknya Tan Ki juga kagum sekali terhadap kepandaian lawan. Meskipun dia
mempunyai keyakinan dapat mengalahkan orang ini, tapi waktu yang diperlukannya
mungkin cukup panjang. Begitu pikiran yang sama memasuki benak kedua orang ini, mereka sama-sama tidak
berani turun tangan dengan sembarangan. Dua pasang mata saling memperhatikan mimik
wajah lawannya. Keduanya tidak mengedipkan matanya sekalipun. Karena pertarungan di
antara jago-jago kelas tinggi, kecepatannya bagai kilat. Dalam sekejap mata hidup atau
mati sudah dapat ditentukan. Andaikata dalam keadaan seperti ini perhatian terpencar dan
teledor sedikit saja, maka segera akan mendapat kerugian besar yang malah mungkin bisa
kehilangan nyawa. Pandangan mata Oey Ku Kiong perlahan-lahan terangkat ke atas. Dia melihat sikap


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tegang diantara kedua orang yang menunggu siapa dulu yang akan bergerak. Tanpa
terasa dia menarik nafas panjang sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Saat ini, setelah mendapat bantuan pengerahan hawa murni dari Kok Hua Hong,
lukanya sudah sembuh sebagian besar. Tetapi hatinya terus memikirkan satu hal.
"Beberapa hari yang lalu, andaikata dia tidak menyerahkan sebotol racun kepada Kiau
Hun, tentunya dia juga tidak akan keracunan separah ini. Setelah pertarungan ini,
kemungkinan dia akan semakin terkenal sehingga pengaruhnya sampai ke daerah Si Yu?"
Sampai di sini, dia merasa hatinya tertekan. Apabila Tan Ki tidak beruntung sampai
mendapat kematian, kelak, mungkin karena kesalahan besar ini, dia akan menyesal
seumur hidup. Tetapi, meskipun dia sudah menganggap Tan Ki sebagai sahabat sejati. Biar bagaimana
perasaan cinta kasihnya kepada Kiau Hun lebih dalam lagi. Bahkan gejolak asmaranya
sudah mencapai titik maksimal. Apabila dia harus memilih diantara kedua orang itu, dia
pasti akan berdiri di pihak Kiau Hun dan rela mati demi cinta kasihnya. Kalau tidak, dia
juga tidak mungkin pura-pura berbuat segala macam kebaikan dengan maksud mengambil
hati para orang-orang gagah. Tiba-tiba tampak wajah Kim Yu yang serius bagai diselimuti hawa kehijauan. Dia berdiri
dengan lengan tegak lurus. Namun dari tulang belulangnya terdengar suara gemerutak,
tubuhnya bagai menyusut. Meskipun saat itu hari masih cukup pagi, tetapi penampilannya yang luar biasa justru
membawa perasaan seram bagi orang yang melihatnya sehingga merasa seperti berada di
alam setan dan hawa dinginpun terasa menyusup dalam tubuh!
Mungkin karena tidak sabar menunggu lebih lama lagi, Tan Ki segera mengerahkan
tenaga dalamnya. Tiba-tiba dia meraung dengan keras kemudian secara mendadak
melancarkan sebuah pukulan. Serangkum angin yang kencang bagai gelombang badai yang mengamuk memenuhi
tengah arena. Arus yang kuat itu melanda datang serta mengandung tekanan yang kuat
sehingga membuat orang merasa terdesak.
Kekuatannya kali ini seakan mengandung keseluruhan tenaga dalam yang ada dalam
tubuhnya. Kecepatannya benar-benar di luar akal. Tenaga yang dahsyat itu dengan telak
menghantam dada Kim Yu. Begitu kerasnya pukulan itu sampai seluruh tubuhnya
mencelat ke udara sebanyak dua kali.
Tampak dia mengerlingkan matanya ke sana ke mari. Seakan pikirannya salah besar
terhadap kekuatan tenaga dalam yang dilancarkan oleh Tan Ki. Gelombang kekuatan yang
dapat menghancurkan tembok itu pasti mengakibatkan luka yang dapat dibayangkan
dalam tubuhnya. Tetapi Kim Yu seperti tidak mengalami apa-apa, Tan Ki jadi tertegun.
Bahkan orang-orang gagah yang ikut menyaksikan jalannya pertarungan juga langsung
mengeluarkan seruan terkejut. Mereka menjadi kebingungan. Meskipun manusia yang
tubuhnya terbuat dari besi, juga belum tentu dapat menahan serangan Tan Ki yang
mengandung tenaga begitu dahsyat. Tetapi mengapa Kim Yu seperti tenang-tenang saja,
tubuhnya hanya mencelat di udara namun tidak terlihat luka sedikitpun. Rasanya hal ini
benar-benar mustahil! Justru ketika Tan Ki masih terkesima melihat apa yang terjadi, tiba-tiba" mulut Kim Yu
mengeluarkan suara pekikan yang aneh dan pergelangan tangannya memutar lalu
mengibaskan sebuah serangan. Serangan yang dilancarkan secara tiba-tiba ini persis seperti seekor banteng yang
mengamuk dan dalam sekejap mata sudah hampir mencapai sasarannya!
Hati Tan Ki diam-diam menjadi terkesiap, tubuhnya bergerak setengah memutar lalu
menggeser ke samping satu langkah. Lengan kanannya diangkat dalam waktu yang
bersamaan. Dengan jurus Im Yang Membuka Pintu, dia langsung menerjang ke depan.
Sambil mengelakkan diri, Tan Ki segera melancarkan sebuah serangan. Baik gerakan
maupun jurus yang dikerahkannya benar-benar luar biasa sehingga dapat merebut
kesempatan yang bagus. Siapa nyana tiba-tiba pergelangan tangannya terasa kesemutan. Padahal gerakannya
sudah cukup cepat, ternyata masih kalah sedetik. Begitu dia menundukkan kepalanya
melihat, ternyata pada siku tangannya telah terdapat sebuah guratan panjang berwarna
putih. Tetapi tidak ada bekas darah sama sekali. Oleh karena itu, dia juga tidak mengambil
hati dan meneruskan serangannya. Terdengarlah suara benturan yang menggelegar. Tahu-tahu dada Kim Yu telah terkena
sebuah pukulannya lagi. Kali ini kekuatannya demikian dahsyat sehingga dia tidak dapat
mempertahankan dirinya lagi. Mulutnya mengeluarkan suara keluhan tertahan, tubuhnya
terhuyung-huyung dan langkahnya agak limbung serta doyong ke samping sejauh dua
langkah. Tiba-tiba dia memuntahkan segumpal darah segar.
Tampaknya dia berusaha untuk menunjukkan kekerasan hatinya. Dua kali berturutturut
dia terkena hantaman Tan Ki yang keras. Tetapi dia tetap menggertakkan giginya
erat-erat dan bagaimanapun tidak membiarkan tubuhnya terkulai jatuh ke atas tanah.
Hal ini disebabkan karena dia mendapat perintah dari suhengnya untuk melenyapkan
Tan Ki. Oleh karena itu, dia terpaksa menempuh bahaya untuk menunjukkan jasanya.
Meskipun hantaman Tan Ki yang pertama sudah menggetarkan isi perutnya, namun dia
mempertahankan diri sekuatnya. Sebab apabila dia tidak sanggup membunuh Tan Ki atau
sampai mengalami kekalahan, setelah kembali nanti, pasti dia akan mendapat hukuman
yang berat sesuai peraturan dalam perkumpulan Pek Kut Kau mereka. Dirinya bagai
terjepit dari kiri kanan oleh kata-kata "kematian". Satu-satunya jalan hanya menempuh
bahaya dan mempertahankan diri menerima serangan Tan Ki.
Terdengar Kaucu Pek Kut Kau mendengus dingin.
"Bagaimana keadaan lukamu?"
Mendengar nada suaranya yang kaku dan dingin, hati Kim Yu seperti diganduli beban
yang berat seketika. Tanpa terasa tubuhnya menggigil dan memaksakan sebuah
senyuman. "Masih lumayan." "Coba kau himpun hawa murni dalam tubuhmu."
Dengan berlagak gagah Kim Yu menjawab, "Ilmu silat Tionggoan mana mungkin dalam
satu dua jurus bisa meminta nyawaku."
"Bagus sekali. Hari sudah siang. Kita juga sudah harus kembali!" nada suaranya masih
demikian dingin. Persis seperti uap yang keluar dari danau es. Orang yang mendengarnya
akan merasa bergidik. Sikapnya begitu angkuh seakan tidak memandang sebelah mata
kepada orang lain. Selesai bicara, dia langsung membalikkan tubuhnya dan melangkah
pergi. Tiba-tiba Yibun Siu San mengeluarkan suara bentakan, "Berhenti!"
"Apakah kau memanggil aku?" tanya Kaucu Pek Kut Kau.
Yibun Siu San memperdengarkan suara tawa yang dingin.
"Saudara mau datang terus datang, mau pergi juga seenaknya saja. Sikapmu benarbenar
tidak menganggap orang lain bukan?"
"Meskipun daerah Tionggoan sangat luas dan mentereng menyilaukan mata. Tetapi di
manapun Kaucu ini menginjakkan kakinya, selamanya tidak pernah ada tempat yang tidak
bisa didatangi. Tentu saja asal Kaucu senang." sahut Kaucu Pek Kut Kau itu angkuh.
Yibun Siu San mendengus satu kali lagi. Dia menolehkan wajahnya dan melihat Tan Ki
sedang mendongakkan wajahnya menatap langit. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh
anak muda itu. Matanya seakan menerawang dengan pandangan kosong. Wajah Yibun Siu
San segera berubah serius. "Aku tidak ingin bersilat lidah denganmu, tetapi ada suatu hal yang ingin kuminta
petunjukmu." Kaucu Pek Kut Kau itu juga memperdengarkan suara tertawa yang dingin.
"Aku masih banyak urusan yang penting. Malas membuka mulut. Apabila ingin aku
menjawab pertanyaanmu, maka harus menunggu sampai aku mempunyai kegembiraan
dulu." "Urusan ini menyangkut kedua belah pihak. Biar bagaimana harus ada jawabannya!"
dengan sikap tegas Yibun Siu San melanjutkan kembali kata-katanya. "Tetapi, kalau kau
tetap berkeras tidak mau menjawabnya, aku juga tidak akan memaksa!"
Kaucu Pek Kut Kau tertawa terbahak-bahak.
"Kalau ada keuntungan yang bisa diraih, tentu saja harus disempatkan waktu untuk
berunding. Coba kau tanyakan saja, lihat Kaucu bisa menjawabnya atau tidak!"
"Kau pernah mengajukan beberapa pertanyaan kepada anak Ki. Bahkan berusaha
mengetahui jejak seseorang. Hal itu malah membuat aku teringat akan seseorang pula.
Baik sikap maupun raut wajahnya sama seperti yang diceritakan anak Ki?"
BAGIAN XXXV "Siapa?" Yibun Siu San menyahut sepatah demi sepatah"
"Cian Tok Kui Ong alias Raja setan seribu racun!"
Keempat kata-kata ini diucapkan dengan panjang dan lama. Seakan setiap kata itu
diucapkan dengan pengerahan tenaga yang sepenuhnya. Sehingga akhirnya dapat juga
tercetus keluar dari mulutnya. Tetapi orang yang mendengarkan justru bagai diselimuti
ketegangan yang tidak terkirakan. Tampak tubuh Kaucu Pek Kut Kau itu agak bergetar, tetapi sekejap kemudian sudah
normal kembali seperti biasa. Dia malah tertawa dingin.
"Apa hubungannya dengan diriku?"
"Orang ini merupakan raja iblis di daerah Tionggoan. Baik golongan putih maupun
hitam yang mendengar namanya pasti tergetar hatinya. Siapapun tidak ada yang berani
mencari perkara dengan orang ini, tetapi dia justru berasal dari daerah yang jauh dan ilmu
silat yang dikuasainya juga bukan ilmu silat dari Tionggoan?"
Wajah Kaucu Pek Kut Kau langsung berubah hebat. Tampangnya menyiratkan
kegusaran hatinya. "Jadi kau bermaksud mengatakan bahwa Cian Tok Kui Ong itu merupakan orang
wilayah Si Yu kami?" Yibun Siu San tertawa dingin. "Aku mempunyai jodoh bertemu beberapa kali dengan orang ini. Kalau ditilik dari nada
bicaranya sehari-hari, dia bukan saja berasal dari wilayah Si Yu, malah ada hubungan yang
erat dengan engkau, Kaucu Pek Kut Kau ini."
Kaucu Pek Kut Kau menghentakkan kakinya ke atas tanah dengan kesal. "Omong
kosong!" Kembali Yibun Siu San tertawa dingin.
"Kalau menurut pendapatku, Cian Tok Kui Ong itu memang anggota perkumpulan Pek
Kut Kau dan kemungkinan pernah berbuat kesalahan atau ganjalan dengan dirimu
sehingga dia diusir olehmu dan keluar dari Pek Kut Kau. Oleh karena itu, Cian Tok Kui Ong
melarikan diri ke daerah Tionggoan yang jauh dan mencari kesempatan untuk membalas
dendam. Tadinya mungkin dia ingin membandingkan kepandaiannya dengan para jago
dari Tionggoan sehingga mempunyai kesempatan muncul dengan wajah lain untuk
menggemparkan dunia Kangouw. Sayangnya orang-orang yang pernah bergebrak
dengannya merupakan tokoh-tokoh kelas dua dan kelas tiga. Tidak ada satupun yang
sanggup menerima satu jurus serangannya. Atau bisa mengimbangi kekuatan tenaga
dalamnya. Itulah sebabnya Cian Tok Kui Ong kecewa sekali. Dan harapannya seperti
kandas seketika. Kemudian terbersit berita bahwa dia teringat suatu tempat di mana dia
dapat mencuri kitab peninggalan para jago di daerah Tionggoan. Dia-pun lalu berusaha
menggabungkan ilmu kepandaiannya sendiri dengan ilmu hasil curiannya sehingga dengan
demikian ilmunya dapat maju lebih pesat lagi?"
Terdengar suara deheman dari bibir Kaucu Pek Kut Kau tersebut.
"Lalu?" "Akibatnya, mungkin seperti apa yang diceritakan oleh anak Ki. Akhirnya meskipun dia
berhasil meloloskan diri, namun lukanya sudah terlalu parah sehingga lama-kelamaan dia
tidak dapat bertahan lagi dan menemui ajalnya."
Mendengar kata-katanya, Kaucu Pek Kut Kau itu seakan telah berhasil membuktikan
kematian Cian Tok Kui Ong. Pikirannya yang ruwet seperti menjadi ringan sebagian. Oleh
karena itu dia menghembuskan nafas lega.
"Orangnya toh sudah mati, apakah sukmanya masih bisa berkeliaran sehingga
menyatakan bukti kepada kita semua?"
Yibun Siu San tertawa dingin. "Cerita takhyul memang selamanya tidak dapat dibuktikan atau diandalkan. Siapa yang
bisa percaya begitu saja" Tetapi ketika dia pergi, dia memang meninggalkan seorang bayi
perempuan. Sayangnya induk semang yang bertugas menjaga bayi itu, justru tanpa
sengaja menjatuhkan bayi perempuan itu ke dalam lautan ketika sedang mengadakan
perjalanan jauh. Sampai saat ini mati hidupnya tidak jelas lagi?"
"Terhadap masalah ini, Kaucu tidak tertarik sama sekali."
Kemudian tampak dia mengibaskan lengannya dan perlahan-lahan meneruskan langkah
kakinya. Kim Yu mengajak beberapa rekannya yang terluka dan mengiringi dari belakang.
Pertarungan kali ini, meskipun belum sempat membuat seluruh tokoh dari Si Yu lenyap
dari muka bumi, tetapi sebagian besar dari mereka sudah terluka cukup parah. Hal ini
membuktikan kerugian yang besar di pihak mereka.
Dengan demikian, karena pertarungan ini pula, nama Tan Ki langsung menjulang tinggi.
Di antara jago-jago kelas satu di dunia Bulim, boleh dibilang sudah ada sebuah tempat
bagi dirinya. Sementara itu, Yibun Siu San menatap bayangan punggung Kaucu Pek Kut Kau yang
semakin lama semakin menjauh. Bibirnya bergerak-gerak seakan ingin mengatakan
sesuatu namun dibatalkannya lagi. Akhirnya dia menahan perasaan hatinya dan menarik
nafas panjang. Dia menggelengkan kepalanya sambil tertawa getir.
Perlahan-lahan dia melangkahkan kakinya dan mendekat ke samping Tan Ki. Dengan
suara lirih dia bertanya, "Apa yang kau pikirkan?"
Suara yang rendah serta mengandung kasih sayang yang dalam. Tan Ki pun tersadar
dari lamunannya. Mulutnya mengeluarkan seruan terkejut kemudian menggelenggelengkan
kepalanya. "Tidak ada apa-apa." Yibun Siu San tersenyum lembut. "Biar kau tidak mengatakannya, aku juga mengerti. Sekarang ini perasaan hatimu
sedang kalut sekali. Dan sekaligus banyak hal yang terpikirkan olehmu, bukankah
demikian?" Tan Ki tidak memberikan jawaban. Betul, sebetulnya apa lagi yang masih dipikirkannya"
Kehidupannya sudah di ambang pintu ke-matian. Begitu daya kerja obat yang
diminumnya mulai mereda, dia pasti akan mati!"
Apabila seseorang dapat mengetahui waktu kematiannya, seharusnya merupakan hal
yang ajaib dan aneh. Biar bagaimana, Tan Ki adalah seorang pemuda yang bersemangat
tinggi. Meskipun saat ini dia sedang bertentangan dengan maut, tetapi dia dapat
menenangkan hatinya untuk menunggu datangnya dewa elmaut. Segala ketegangan yang
melanda hatinya menjadi sirna. Perasaannya malah menjadi lega. Otomatis banyak sekali
pikiran yang melintas di benaknya. Dendam ayahnya, urusan ibunya dan keenam
perempuan yang ada hubungan erat dengan dirinya.
Banyak sekali yang dipikirkannya. Tetapi semakin dipikirkan semuanya menjadi semakin
samar. Hanya satu hal yang diketahuinya dengan jelas, yakni riwayat hidupnya segera
akan berakhir. Segenap dendam kesumat, perasaan cinta kasih akan hilang dari dirinya
untuk selamanya. Dia akan meninggalkan dunia ini dengan membawa sukma yang kosong
melompong dan berikut segala keruwetannya.
Terdengar Yibun Siu San menarik nafas panjang.
"Bulim Tay Hwe akan dimulai sebentar lagi?"
Tan Ki tertawa sumbang. "Sayang sekali dalam tubuh keponakanmu ini mengendap racun yang dalam. Kasih
sayang dan perhatian yang besar dari Siok Siok dan Cian Locianpwe akhirnya hanya sia-sia
saja." Kata-kata yang keluar dari bibirnya bagai tercekat sebagian di tenggorokan. Ucapannya
tersendat-sendat bagai seorang pendekar yang menemui jalan buntu menghadapi masa
depannya. "Manusia hidup di dunia ini sudah ditentukan takdirnya. Kau tidak perlu merasa cemas
karena hal ini." "Terima kasih atas kata-kata hiburan Siok Siok ini.
Seruling Samber Nyawa 6 Balada Pendekar Kelana Karya Tabib Gila Bara Naga 6
^