Pencarian

Dendam Iblis Seribu Wajah 24

Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung Bagian 24


alu, biasa-biasa saja. Tetapi apabila direnungkan secara seksama, tentu tidak sulit mengetahui apa yang
diharapkannya. Oleh karena itu, Tan Ki menarik nafas panjang-panjang sekali lagi. Terdengar suaranya
yang seperti menggumam seorang diri, juga seperti berkata kepada Lok Ing.
"Aku mengerti apa yang kau pikirkan dalam hati, tetapi keadaanku di depan matamu ini
tidak jauh berbeda dengan dirimu sendiri?"
"Tidak berbeda dengan diriku" Aku kok tidak melihat sesuatu pada dirimu keadaan
yang kau katakan seperti keadaanku ini?"
Tan Ki tertawa getir. "Kalau kau dapat mengerti, tentu kau tidak akan merindukan seorang laki-laki yang
sudah di ambang ajalnya. Bahkan mungkin kakekmu juga tidak akan memaksa aku datang
ke mari menemuimu." saat itu juga dia menceritakan secara terus terang bagaimana ketua
Bu Tong Pai membuka kedok yang telah ditutupinya selama beberapa bulan terakhir ini.
Juga bagaimana kemudian Tian Bu Cu menyuruhnya menelan pil beracun lalu
menugaskannya menyelinap ke markas musuh untuk membuktikan penyesalan dirinya
atas dosa-dosa yang pernah dilakukannya.
Tampaknya Lok Ing merasa tertarik sekali akan kisah hidup Tan Ki yang berliku-liku dan
banyak terselip keanehan di sana sini. Pergelangan tangan kirinya mencekal tangan Tan Ki
yang sedang menggenggam tangannya erat-erat. Bibirnya memaksakan seulas senyuman.
"Jadi sekarang kau sudah bersiap menunggu kematian?"
Sepasang alis Tan Ki menjungkit ke atas. Terdengar dia berkata dengan suara yang
gagah" "Orang hidup di dunia ini, seandainya tidak bisa menikmati kesenangan atau rejeki
seperti orang lain, setidaknya harus mati dengan berharga. Tubuh Cayhe berlumuran
dosa, mana berani berharap yang bukan-bukan" Tetapi sebelum menghembuskan nafas
terakhir, aku akan mengacaukan pihak musuh sampai kalang kabut. Paling tidak aku akan
membunuh beberapa orang jagonya agar mereka menderita kerugian besar.?"
Sembari mendengarkan perkataannya, mata Lok Ing menatap ke atap goa. Seakan ada
sesuatu yang dipikirkannya sehingga pandangan matanya, begitu terlongong-longong.
Sampai lama sekali, dia baru mengembangkan seulas senyuman.
"Sekarang aku jadi tidak ingin mati." katanya mendadak.
Tan Ki jadi tertegun. "Apa yang kau katakan?" tanyanya seakan tidak mendengar kata-kata Lok Ing dengan
jelas. "Aku akan menunggu kau mati terlebih dahulu, kemudian membangun sebuah makam
raksasa untuk dirimu. Setelah itu aku baru rela mati. Dengan demikian kita akan mati
bersama-sama, dikuburkan bersama dalam sebuah peti yang sama. Budi dendam atau
kemelut apapun di dunia ini, pada saat itu tidak dapat lagi menganggu ketenangan kita?"
berkata sampai di sini, dia merasa kebimbangannya belum hilang semua, cepat-cepat dia
melanjutkan kembali, "Dalam keadaan hidup aku tidak dapat memperoleh setitikpun cinta
kasih darimu, tetapi setelah mati malah bisa memperoleh orangnya, dengan demikian
matipun aku tidak merasa menyesal."
Mendengar kata-katanya yang semakin lama semakin mencetuskan perasaan hatinya,
Tan Ki malah jadi bingung. Diam-diam dia berpikir di dalam hati: "Kalau dibiarkan
mengoceh terus seperti ini, lama kelamaan aku terpaksa menikah denganmu. Bila tidak,
kau tentu tidak dapat menahan perasaan cinta di dalam hatimu dan otomatis penyakitmu
akan bertambah parah?" Begitu pikirannya tergerak, tiba-tiba timbul niat untuk melarikan diri dari tempat itu.
Sepasang matanya terus melirik ke arah pintu goa memperhatikan gerak-gerik di sana.
Dia takut Lok Hong masih menunggu di depan goa. Oleh karena itu, dia mempertajam
panca indera pendengaran dan penglihatannya untuk meneliti dengan seksama. Tetapi
begitu mendengarkan dengan penuh perhatian, dia merasa ada suara dentingan senjata
yang terdengar sayup-sayup di telinganya.
Kemudian menyusul terdengar suara siulan yang panjang. Kumandangnya kali ini
begitu keras sehingga wajah Lok Ing yang pucat pasi malah berubah jadi tidak karuan.
Tampaknya gadis itu merasa terkejut sekali.
"Yaya bertemu dengan musuh tangguh?"
Tan Ki langsung melonjak bangun. Dia segera menukas ucapan Lok Ing, "Biar aku pergi
lihat!" seraya berkata, dia tidak menunggu jawaban dari Lok Ing. Dia langsung
membalikkan tubuhnya dan menghambur pergi dari sana. Sebetulnya, gerakan Tan Ki ini
merupakan suatu reaksi spontan karena ingin melepaskan diri dari gadis itu.
Ketika keluar dari ruangan batu tersebut, dia langsung menghembuskan nafas
panjangpanjang. Rasa bingung, gelisah yang sebelumnya tersirat pada wajah Tan Ki
sekarang lenyap tidak berbekas. Pikirannya juga terasa jauh lebih jernih.
Ketika dia mendengarkan lagi dengan seksama, suara dentingan senjata yang sayupsayup
tadi ternyata sudah berhenti. Seluruh terowongan di dalam goa menjadi hening
kembali seperti semula. Ingatan Tan Ki sangat tajam. Walaupun saat ini dia tidak bisa lagi
menelusuri kejadian itu dari suara dentingan senjata, tetapi berkat ingatannya dia tahu
dari mana sumber suara tadi berasal. Oleh karena itu dia segera menghambur ke sebelah
kiri di mana terdapat beberapa buah tikungan.
Dalam dua tiga kali loncatan, telinganya sudah mendengar suara bentakan. Saat itu
Tan Ki sudah mencapai jarak empat puluh depaan dari tempatnya semula. Tadinya dia
berniat menghentikan langkah kakinya untuk menyelidiki sumber suara tadi. Justru pada
saat itulah telinganya kembali menangkap suara bentakan serta suara angin yang
menderu-deru dari pukulan seseorang. Begitu kerasnya sehingga meninggalkan gema
yang berkepanjangan di dalam goa. Rupanya tempat di mana Tan Ki berdiri sekarang merupakan sebuah celah yang agak
dalam. Oleh karena itu, meskipun suara-suara yang terpancar dari luar dapat terdengar
jelas di telinganya, tetapi orang-orangnya sendiri belum terlihat.
Kembali terdengar suara seorang gadis yang agak kekanak-kanakan.
"Apakah kau masih tidak mau memberi jalan kepada kami?"
Mendengar nada suaranya itu, Tan Ki merasa tidak asing. Tetapi dalam sesaat dia
justru tidak dapat mengingatnya kembali. Cepat-cepat dia menghentikan langkah kakinya
dan berdiri sambil menahan nafas. Maksudnya ingin melihat dulu situasi kedua belah pihak
baru mempertimbangkan apa yang harus dilakukannya.
Terdengar Lok Hong mengeluarkan suara tawa terbahak-bahak.
"Tahun ini usia lohu sudah mencapai tujuh puluh enam tahun, tetapi belum pernah
memberi jalan ataupun mengalah kepada orang lain. Apabila nona ingin masuk ke dalam
goa ini, kecuali menerjang masuk dengan paksa, rasanya tidak ada cara lain yang dapat
ditempuh." Kemungkinan sikap gadis itu juga berangasan dan iseng. Dia langsung membuka mulut
memaki Lok Hong, "Tua bangka keras kepala, lihat pukulan!"
Tan Ki bersembunyi di celah yang dalam, otomatis dia tidak dapat melihat jurus apa
yang dimainkan oleh gadis itu. Dari suara pukulannya yang menimbulkan siulan, dia dapat
menduga bahwa ilmu kepandaian gadis ini setidaknya setara dengan jago pedang tingkat
delapan. Sementara itu, kembali terdengar suara seorang. Tetapi yang satu ini jauh lebih halus
dan lembut. "Ie Moay, jangan berkelahi lagi!"
Gadis yang pertama tadi tampaknya kurang puas terhadap teguran kakaknya.
"Tua bangka keras kepala ini melarang aku bertemu dengan calon suamiku. Benarbenar
tidak tahu aturan. Cici tidak membantu aku memukulnya, malah menyuruh aku
berhenti. Ini juga tidak pakai aturan. Kalau si tua bangka ini sampai mencelakai calon
suamiku, bagaimana aku bisa hidup lagi di dunia ini?"
Mendengar kata-katanya, pikiran Tan Ki jadi tersentak. Diam-diam dia berkata di dalam
hati: "Rupanya yang datang itu Cin Ying dan Cin Ie." berpikir sampai di sini, dia langsung
melangkah keluar dengan perlahan-lahan. Begitu pandangan matanya dialihkan, dia
melihat Cin Ying dan Cin Ie berdiri berdampingan. Pada jarak kurang lebih tiga depa di
depan mereka, berdiri Pangcu Ti Ciang Pang, Lok Hong.
Mata Cin Ying sangat awas, melihat sesosok bayangan muncul dengan perlahan-lahan
dari celah goa, dia segera mengenali siapa adanya orang itu. Tetapi meskipun dia sudah
melihat dengan jelas, tetapi dia tidak berani membuka suara menyapa karena takut harga
dirinya sebagai seorang gadis jatuh dalam pandangan orang lain.
Sedangkan Cin Ie memang agak ketolol-tololan. Belum lagi Tan Ki sampai di dekat
mereka, dia sudah membuka mulut berteriak, "Nah, calon suamiku sudah keluar!"
tubuhnya berkelebat, dia langsung menghambur ke depan.
Tiba-tiba terdengar Lok Hong membentak, "Kembali!" telapak tangannya menjulur
keluar dan mengirimkan sebuah pukulan. Langsung terasa ada serangkum angin kencang
mendesak ke arah tubuh Cin Ie yang sedang menghambur datang. Gadis itu cepat-cepat
menjungkir balikkan tubuhnya di udara kemudian melesat ke samping.
Tan Ki maju beberapa langkah. Dia berdiri di antara kedua pihak.
"Apa yang terjadi?" Cin Ie segera menukas, "Kami mengejar dari lembah sampai ke tempat ini. Padahal ada
beberapa urusan yang ingin kami sampaikan kepadamu, tetapi makhluk tua ini justru
menghalang kami bertemu denganmu."
Ketika dia sedang menjelaskan, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang
mendatangi. Dari celah yang gelap sekonyong-konyong muncul Mei Hun dan Ciu Hiang.
Melihat keadaan ini, sepasang alis Lok
Hong langsung berkerut. "Sebetulnya berapa jumlah rekan kalian yang datang ke tempat ini?"
"Mereka adalah mereka sendiri. Mana aku tahu berapa orang yang datang!" sahut Cin
Ie. Mei Hun mengerlingkan matanya, dia menyapu ke arah orang-orang yang ada di
tempat itu sekilas. Kemudian dia menghentikan langkah kakinya dan berkata kepada Tan
Ki dengan ketus. "Kenapa sih kau ini" Aku toh mengajakmu pergi menemui majikanku, tahu-tahu kau
malah melarikan diri secara diam-diam. Kalau kau ingin menimbulkan kesulitan kepada
diriku, rasanya juga tidak perlu demikian menyolok."
"Pokoknya kita ajak saja dia menemui Cu-jin, buat apa kau mengoceh panjang lebar
lagi?" tukas Ciu Hiang. Selesai berkata, dia langsung mendelikkan matanya lebar-lebar
terhadap Tan Ki. Sekaligus mulutnya membentak. "Kau mau ikut dengan kami atau tidak?"
Tan Ki melihat gadis itu berdiri dengan berkacak pinggang. Tampangnya garang sekali,
tetapi tampang wajahnya justru terlihat kekanak-kanakan. Seperti anak kecil yang sedang
marah-marahan dengan teman bermainnya. Diam-diam dia merasa geli melihat sikap
gadis itu. "Kalau kau mau mengajak aku, sebetulnya mudah sekali. Aku sendiri tidak keberatan,
tetapi keadaan di depan matalah yang tidak memungkinkan. Di dalam goa ada seorang
sahabat yang sedang terluka parah sehingga memerlukan aku untuk merawatnya. Kalau
aku pergi begitu saja, kemungkinan dia akan?" belum lagi dia meneruskan kata-katanya,
tiba-tiba dia merasa tidak tepat mengucapkannya. Lok Hong ada di samping, apabila katakatanya
ini menimbulkan pukulan bathin bagi orangtua ini, kemungkinan keempat gadis ini
tidak mudah apabila ingin meninggalkan tempat itu. Oleh karena pemikiran ini, maka dia
tidak jadi meneruskan kata-katanya.
Tidak tahunya Ciu Hiang justru menggunakan kesempatan ketika dia sedang merenung
untuk melancarkan sebuah totokan kepadanya. Tetapi baru saja tubuhnya bergerak ke
depan, tiba-tiba terdengar suara bentakan Lok Hong. Orangtua itu mengangkat lengan
bajunya dan mengirimkan sebuah pukulan. Serangkum angin yang kencang langsung
melanda ke arah Ciu Hiang. Di saat itu pula, Mei Hun mengulurkan sepasang lengannya
dan menyerang ke arah Lok Hong. Gerak-gerik ketiga orang ini mengandung kecepatan yang tidak terkirakan. Walaupun
ada yang terlebih dahulu turun tangan dan ada yang belakangan menyerang, tetapi saking
cepatnya sehingga terasa seperti dilancarkan dalam waktu yang bersamaan.
Terdengar suara benturan yang keras dan menimbulkan gema di dalam goa. Mei Hun
menyambut pukulan Lok Hong dengan kekerasan. Kakinya langsung goyah dan
terhuyung-huyung mundur sejauh dua langkah.
Totokan yang dikerahkan oleh Ciu Hiang mendapat bantuan dari Mei Hun sehingga
terus meluncur ke arah Tan Ki. Angin yang timbul dari jari tangannya bagai ombak yang
bergulung-gulung, sungguh tidak boleh dipandang ringan.
Tiba-tiba terendus serangkum bau harum yang samar-samar menerpa datang dari
sebelah kiri. Pada saat yang sama telinganya menangkap suara Cin Ying yang halus dan
merdu. "Nona cilik jangan mendesak orang sedemikian rupa!"
Ciu Hiang merasa ada sebuah telapak tangan yang menempel di punggungnya ketika
perkataan tadi sirap. Tanpa dapat ditahan lagi hatinya tercekat. Tubuhnya bergetar,
meskipun jari tangan kanannya sudah menempel di tubuh Tan Ki dan tinggal melancarkan
tenaga sedikit untuk menotoknya, tetapi dalam waktu yang singkat itu, terpaksa dia
menurunkan tangannya kembali. Kemudian dia berdiri tanpa bergerak sedikitpun.
Perubahan yang genting itu terjadi dalam sekejap mata saja, tetapi dalam waktu
singkat keadaan di tempat itu menjadi kacau balau. Hatipun terasa tegang tidak
terkirakan. Perlu diketahui bahwa orang-orang yang ada di tempat itu mengandung niat sendirisendiri,
meskipun tidak ada minat untuk membunuh orang, tetapi mereka masing-masing
berusaha menguasai situasi dan mengajak Tan Ki meninggalkan tempat itu.
Tan Ki adalah seorang pemuda yang cerdas, mana mungkin dia tidak sadar bahwa
kekacauan ini sebetulnya timbul dari dirinya sendiri. Hatinya ingin mencegah pertikaian
yang tidak ada gunanya ini. Tiba-tiba dia menemukan bahwa di celah seberang yang gelap
seperti berkelebat sesosok bayangan yang samar-samar. Setelah diperhatikan lagi dengan
seksama, bayangan itu tidak terlihat lagi. Baik pendengaran maupun penglihatan Tan Ki
sangat tajam. Dia yakin dirinya tidak salah lihat. Oleh karena itu dia segera mengerahkan
hawa murninya untuk melindungi seluruh tubuh sekaligus berteriak dengan keras,
"Berhenti!" suaranya bagai guntur yang menggelegar di siang hari, begitu keras sehingga
menimbulkan gaung yang berkepanjangan.
Mendengar bentakannya, mula-mula Cin Ying yang langsung mencelat mundur ke
belakang. Kemudian menyusul Lok Hong juga melangkah mundur satu tindak.
Menggunakan kesempatan yang baik itu, tubuh Tan Ki langsung berkelebat dan
menerjang ke depan. Tiba-tiba terdengar suara yang memekakkan telinga. Tubuh Tan Ki berkelebat, namun
dalam sekejap mata dia mencelat mundur kembali. Rupanya ketika dia melesat ke depan
tadi, sekalian dia melancarkan sebuah serangan. Kali ini dia telah mengerahkan segenap
kekuatannya. Dengan demikian dapat dibayangkan sampai di mana kedahsyatan
serangannya ini. Tidak tahunya lawan juga merupakan seorang tokoh sakti. Begitu dua
gulung tenaga dalam beradu, dia langsung merasakan bahwa kekuatan lawannya begitu
hebat sehingga dirinya hampir tidak kuat menahannya. Hatinya terkejut setengah mati.
Cepat-cepat dia menarik kembali sepasang pundaknya dan memaksakan dirinya untuk
mencelat ke belakang. Lok Hong melihat keadaan anak muda itu yang melesat ke depan kemudian mencelat
mundur kembali, pakaian anak muda itu sampai berkibar-kibar karena hempasan kekuatan
yang keras. Dia langsung menduga bahwa urusannya cukup gawat. Tanpa dapat ditahan
lagi sepasang alisnya menjungkit ke atas. Kemudian terdengar dia membentak dengan
suara lantang, "Siapa?" seraya bersuara, orangnya sendiri langsung melesat ke depan
sejauh enam langkah. Dia berhenti tepat menghadang di depan Tan Ki.
Perlahan-lahan Cin Ying memejamkan sepasang matanya, dia menundukkan kepalanya
merenung sejenak. Tampaknya dia sedang memikirkan suatu masalah yang serius.
Sepasang alisnya terus berkerut, keningnya dikernyitkan. Sejak tadi dia tidak
mengucapkan sepatah katapun. Tiba-tiba dia membuka matanya kembali kemudian
memandang Tan Ki. Wajahnya menyiratkan perasaan terkejut. Tanpa menimbulkan suara
sedikitpun, diam-diam dia menarik tangan Cin Ie dan mengajaknya masuk ke dalam goa.
Justru ketika kedua kakak beradik Cin Ying dan Cin Ie baru saja pergi, Lok Hong sudah
mengeluarkan bentakan sebanyak beberapa kali, tetapi dari awal hingga akhir tidak
terdengar sahutan apapun. Di bagian depan celah tersebut yang terlihat hanya kegelapan
belaka sehingga pemandangan apapun tidak tertangkap oleh pandangan mata.
Perlu diketahui bahwa watak Lok Hong berangasan sekali. Setelah bertanya beberapa
kali tidak mendapatkan sahutan apa-apa, hawa amarah dalam dadanyajadi meluap. Diamdiam
dia mengerahkan tenaga dalamnya kemudian menghantam ke arah celah yang gelap
itu. Meskipun serangan yang dilancarkannya ini hanya bertujuan menyelidiki saja, tetapi
dalam keadaan marah, tanpa berpikir panjang lagi dia turun tangan. Kekuatannya bagai
ombak di lautan yang menghempas-hempas, dahsyatnya tidak terkirakan.
Begitu pukulannya terpancar keluar, timbul suara angin kencang yang menderu-deru.
Tenaga dalamnya terus meluncur ke bagian celah yang gelap. Tiba-tiba dia merasa telapak
tangannya agak bergetar. Tenaganya seperti membentur sesuatu sehingga menahan
kekuatannya melaju lebih jauh. Lok Hong langsung mengernyitkan keningnya.
"Coba sambut lagi serangan lohu ini!" bentaknya keras. Kembali angin berdesir, telapak
tangan kirinya langsung menghantam ke depan.
Kali ini dia mengerahkan sepuluh bagian tenaga dalamnya, berarti kekuatannya berlipat
ganda dari sebelumnya. Dia berharap begitu lawan menyambut serangannya ini, orang itu
terpaksa menampakkan dirinya. Jurus serangan yang digunakannya memang khusus
untuk menyerang musuh yang ada pada jarak sepuluh depa lebih. Walaupun lawannya
mungkin sudah bertekad untuk mengadu jiwa, tetapi tentu saja sulit menggerakkan kaki
tangannya dengan leluasa di celah yang sempit tersebut. Otomatis dia juga hanya
sanggup mengerahkan tenaga dalamnya sebanyak enam tujuh bagian. Apabila dia tetap
berani menyambut serangannya ini, meskipun tidak sampai mati, paling tidak orang itu
akan terluka parah. Begitulah menurut pikiran Lok Hong sendiri.
Siapa sangka kenyataannya justru jauh berbeda dengan dugaannya sendiri. Ketika dia
menghantam ke depan, mula-mula terasa begitu lancar dan deras bagai air yang meluap
di saat banjir melanda. Tetapi setelah sampai pada jarak sembilan sepuluh kaki, tenaganya
bagai membentur gunung yang kokoh, serangkum kekuatan yang tidak terkirakan
dahsyatnya menahan tenaga dalam yang terpancar dari serangannya, tenaganya sendiri


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sampai memental balik kembali. Hatinya kali ini benar-benar terkejut, cepat-cepat dia
mencelat mundur sejauh lima langkah.
Walaupun gerakannya sudah cukup cepat, namun tetap saja dia sempat tersapu oleh
pentalan tenaga dalam tadi. Dia merasa paha kirinya agak nyeri. Ketika kakinya mendarat
di atas tanah, tubuhnya sempat bergoyang sebanyak tiga kali.
Kemudian terasa ada serangkum angin yang kencang lewat di samping tubuhnya.
Suaranya bergemuruh. Pakaian beberapa orang itu sampai berkibar-kibar.
Diam-diam Tan Ki berpikir di dalam hati: "Tenaga dalam pihak lawan ternyata sekuat
apa yang kuduga. Kalau yang datang ini salah satu tokoh dari pihak Lam Hay atau Si Yu,
benar-benar merupakan hal yang patut dikhawatirkan."
Dia merasa ilmu silat orang yang bersembunyi di dalam kegelapan itu sudah mencapai
taraf yang tinggi sekali. Hatinya jadi bertanya-tanya. Justru ketika pikirannya masih
melayang-layang, tanpa sadar matanya melirik sekilas ke arah Lok Hong. Tampak wajah
orangtua itu merah padam menahan kemarahan hatinya. Keringat bahkan telah
membasahi selembar wajah orangtua itu. Dalam keadaan seperti ini, dia tidak berani
menyerang lagi. Cepat-cepat dipejamkannya sepasang matanya lalu berdiam diri mengatur
pernafasan. Hal ini membuktikan bahwa dua kali serangannya yang gagal tadi telah
menghamburkan cukup banyak hawa murni dalam tubuhnya.
Walaupun kedatangan Tan Ki ke tempat itu karena dipaksa oleh Lok Hong, namun
apabila orang yang bersembunyi di dalam celah yang gelap itu benar-benar tokoh sakti
dari pihak Lam Hay ataupun Si Yu, terpaksa dia harus menyampingkan kebencian ataupun
urusan pribadinya untuk sementara serta bekerja sama menghadapi musuh. Sekarang
hatinya sudah mengambil keputusany segera kegagahan-nya terbangkit. Cepat-cepat dia
mengerahkan hawa murninya dan menghimpun tenaga dalam secara diam-diam lalu
dengan tenang melangkah ke depan. Mei Hun dan Ciu Hiang melihat langkah kakinya yang mantap dan seakan sudah siap
menghadapi musuh. Mereka takut Tan Ki akan gagal. Oleh karena itu, setelah saling lirik
sekilas, keduanya segera melesat ke depan dan berhenti di kiri kanannya seakan
melindungi. Setelah berjalan lima enam langkah, tiba-tiba Tan Ki menghentikan langkah kakinya.
"Tokoh tinggi dari mana saudara ini" Seorang laki-laki sejati berdiri dengan kaki
berpijak di atas tanah, kepala mendongak menghadap langit. Datang ataupun pergi selalu
secara terang-terangan. Harap saudara keluar mengunjukkan diri!"
Baru ucapannya selesai, segera terdengar suara sahutan yang merdu dan bening.
"Kalau ingatan Tan Siangkong tidak lemah, tentu tidak lupa dengan suaraku ini bukan?"
Mendengar suaranya, hati Tan Ki langsung bergetar.
"Apakah kau si gadis berpakaian putih yang menunggang burung rajawali?"
Tiba-tiba terdengar angin berdesir, kemudian sebuah bayangan melesat dari samping
Tan Ki. Rupanya Mei Hun dan Ciu Hiang dapat mengenali suara majikan mereka sehingga
tergesa-gesa melesat ke depan kemudian menghilang di dalam celah yang gelap itu.
Sekonyong-konyong terdengar suara tawa Lok Hong yang mengandung kemarahan.
Suara itu begitu panjang sehingga sampai kurang lebih sepeminuman teh baru berhenti.
"Nona masuk ke dalam goa yang terpencil ini dengan maksud mengambil orang.
Meskipun belum tentu lohu dapat menandingimu, tetapi juga tidak akan membiarkan kau
membawanya pergi begitu saja."
Terdengar suara deheman dari mulut gadis berpakaian putih itu. "Mengapa?"
"Lohu memerlukan tenaga orang ini untuk membantuku?"
Berkata sampai di sini, tiba-tiba dari belakang punggungnya terdengar suara teriakan
yang tidak henti-hentinya, "Tua bangka keras kepala! Tua bangka keras kepala!"
Tampak sesosok bayangan berkelebat, Cin-Ie menghambur datang dengan tergesagesa.
Sejenak saja dia sudah sampai di hadapan Lok Hong. Kemungkinan hati gadis ini
sedang panik sekali. Dia berlari begitu kencang sampai nafasnya tersengal-sengal. Begitu
langkah kakinya berhenti, mulutnya langsung berteriak, "Orangnya sudah hampir mati"!"
Lok Hong terkejut bukan main. "Apa?" "Nona yang ada di dalam ruangan batu itu sudah hampir putus nafasnya."
Mendengar ucapannya, hati Lok Hong bagai digelayuti beban yang berat. Jantungnya
seperti dihantam seseorang dengan keras. Tetapi sejenak kemudian, pikirannya jernih
kembali, dia merasa harus mempertahankan kekuatan hatinya. Oleh karena itu, tanpa
mengucapkan sepatah katapun, dia langsung membalikkan tubuhnya dan pergi dengan
tergesa-gesa. Mendengar berita buruk yang tidak terduga-duga ini, hati Tan Ki juga dilanda
kegelisahan yang tidak terkirakan. Dia segera membalikkan tubuhnya dan berniat masuk
ke dalam untuk melihat kejadian yang sebenarnya. Tiba-tiba si gadis berpakaian putih
muncul dari balik celah yang gelap. Mei Hun dan Ciu Hiang mengiringi dari belakang.
Tampak wajahnya yang sendu menyiratkan kekesalah hatinya. Perlahan-lahan dia
berjalan ke arah Tan Ki. "Hatimu sangat memperhatikan nona itu bukan?"
"Cayhe merasa tidak tenang mengetahui lukanya yang demikian parah?" tiba-tiba dia
teringat bahwa gadis cantik di hadapannya memiliki ilmu pengobatan yang tidak terkirakan
tingginya. Seandainya dia dapat memohon sebutir pil Penyelamat Nyawa yang pernah
dihadiahkan kepadanya tempo hari, walaupun luka yang dialami Lok Ing lebih parah dari
sekarang, asal nafasnya masih belum putus, pasti masih bisa tertolong.
Pikiran muncul secara mendadak. Dengan demikian dia tidak mempersiapkan diri sama
sekali. Apalagi selama hidupnya Tan Ki terkenal sebagai manusia yang tinggi hati. Gengsi
baginya untuk mengajukan permohonan kepada orang lain. Tetapi keadaan yang
dihadapinya sekarang justru mengharuskan dia mengajukan permohonan. Akhirnya Tan Ki
jadi serba salah. Setelah berpikir bolak-balik, dia masih tidak tahu apa yang harus
diucapkannya sebagai pembuka kata. Tanpa dapat ditahan lagi dia menundukkan
kepalanya dalam-dalam dan merenung sekian lama.
Gadis sakti berpakaian putih itu mengerlingkan matanya ke sana ke mari. Tampaknya
dia sudah menduga apa yang dipikirkan Tan Ki saat ini. Oleh karena itu, bibirnya langsung
mengembangkan seulas senyuman sehingga terlihat lesung pipitnya yang dalam.
"Apakah ada sesuatu yang ingin kau katakan?" tanyanya lembut.
"Cayhe" cayhe?" sampai sekian lama Tan Ki belum sanggup juga mengutarakan
keinginannya. Gadis berpakaian putih itu tersenyum simpul.
"Katakan saja. Andaikata ucapanmu itu tidak sepantasnya, aku juga tidak akan
menyalahkan dirimu. Mei Hun maupun Ciu Hiang telah mengikuti aku sejak kecil. Mereka
bukan orang luar. Ada apa-apa sebaiknya kau cetuskan secara terang-terangan saja."
Tan Ki segera merangkapkan sepasang kepalan tangannya kemudian berkata, "Ada
sesuatu hal yang cayhe ingin mohon kepada nona."
"Kau ingin memohon aku agar membantumu membalas dendam dan membunuh Toa
Tocu agar kau dapat menebus dosamu dengan jasa bukan?"
Tan Ki menggelengkan kepalanya, "Bukan."
"Kalau begitu kau ingin memohon sebutir pil dewa buatan guruku untuk melenyapkan
racun dalam tubuhmu?" "Juga bukan." sahut Tan Ki.
Sepasang alis gadis berpakaian putih itu langsung menjungkit ke atas. Tiba-tiba dia
membalikkan tubuhnya dan berdiri membelakangi Tan Ki. Mimik wajahnya saat itu begitu
aneh, terdengar dia berkata dengan nada bimbang, "Kalau begitu aku tidak sanggup
menebak apa yang kau inginkan. Apabila ada sesuatu yang ingin kau mohonkan kepada
diriku, harap kau katakan saja terus terang."
"Hal yang cayhe ingin mohonkan kepada nona, sebetulnya?" tiba-tiba serangkum
perasaan jengah menyelimuti hatinya. Wajahnya jadi merah padam dan kata-katanya tidak
dapat diteruskan lagi. Gadis berpakaian putih itu menunggu lagi beberapa saat. Melihat Tan Ki belum sanggup
juga menyatakan apa yang tersirat dalam hatinya, tanpa dapat menahan diri lagi dia
menukas, "Kau katakan saja perlahan-lahan, aku akan sabar menunggu." nada suaranya
seperti mengandung kegembiraan sekaligus ketegangan.
Tetapi entah apa yang dipikirkan oleh Tan Ki. Dia tetap menundukkan kepalanya
merenung. Terdengar kembali si gadis berpakaian putih itu berkata, "Sejak kecil aku
diasuh oleh suhu di pegunungan Ming San. Selain menurunkan berbagai ilmu kepadaku,
sehari-harinya suhu sangat menyayangiku. Apapun yang kusetujui, suhu tidak pernah
menolaknya" kau boleh katakan isi hatimu dengan tenang, pokoknya aku akan
mengabulkan permintaanmu." "Cahye memohon nona menghadiahkan sebutir pil dewa kepadaku."
"Baik, aku akan mengabulkannya."
Tan Ki membungkukkan tubuhnya dalam-dalam.
"Terima kasih atas kebaikan budi nona yang tidak menyimpan kebencian tempo dulu.
Aku, Tan Ki benar-benar terharu sekali."
"Jangan sungkan." sahut si gadis berpakaian putih sambil menolehkan kepalanya.
Wajahnya menyiratkan perasaan seakan menunggu kelanjutan kata-kata Tan Ki. Akhirnya
dia tidak dapat menahan dirinya untuk bertanya. "Apa lagi?"
"Tidak ada apa-apa lagi."
Seluruh tubuh gadis itu langsung bergetar.
"Benar-benar tidak ada lagi?"
Mendengar pertanyaannya yang seakan mendesak ini, Tan. Ki malah jadi termangumangu.
"Cayhe dapat memohon sebutir pil dewa untuk menolong nyawa temanku, sudah lebih
cukup dari segalanya." Mendengar ucapannya, gadis berpakaian putih itu seakan mendapat pukulan bathin
yang hebat. Tubuhnya terhuyung-huyung beberapa kali. Wajahnya yang terlihat berseriseri
sebelumnya langsung berubah menjadi pucat pasi. Matanya menyorotkan sinar
kebencian juga penyesalan. Untuk sekian lama dia berdiri termangu-mangu.
Entah sejak kapan, di sepasang matanya sudah mengembang air. Tetapi tampaknya dia
tidak ingin sampai Tan Ki melihatnya. Cepat-cepat dia menutupi wajahnya kemudian
membalikkan tubuh dan menghambur masuk ke dalam celah goa yang gelap tadi.
Tan Ki tidak menyangka perubahan hatinya bisa demikian cepat dan tidak terdugaduga.
Tanpa dapat ditahan lagi dia jadi tertegun. Tetapi tanpa sadar mulutnya malah berteriak,
"Pil dewa yang nona janjikan?"
Sepasang alis Mei Hun langsung menjungkit ke atas. Terdengar dia menukas dengan
nada suara yang bukan main dinginnya, "Apapun yang dijanjikan oleh nonaku, selamanya
tidak pernah diingkari, buat apa kau berteriak-teriak seperti orang gila?"
"Entah persoalan apa yang membuatnya tiba-tiba jadi begitu sedih?" kata Tan, Ki
dengan tampang bingung. Mei Hun tertawa dingin. "Rupanya kau masih mempunyai sedikit perasaan sehingga bisa mengajukan
pertanyaan ini. Apakah sampai saat ini kau masih belum mengerti perasaan hati nonaku
itu" Ada hal apapun, seharusnya kau yang membuka mulut memohon kepadanya. Tetapi
kau justru tidak pernah menyatakan apapun sehingga kau membuat dia seperti mimpi
indah di siang bolong. Padahal dia ingin melupakan apa yang telah terjadi diantara kalian
sebelumnya dan saling menukar isi hati bersamamu. Majikanku sudah tahu bahwa kau
menyandang tugas yang berat demi menebus dosamu di masa lalu. Apabila kau
melakukan tugas ini seorang diri, keadaan dirimu pasti berbahaya sekali. Kalau didengar
dari nada bicaranya sehari-hari, tampaknya dia berniat mewariskan beberapa macam ilmu
sakti kepada dirimu. Walaupun berhasil atau gagalnya tergantung dirimu sendiri, tetapi
perhatiannya yang demikian besar, apakah tidak patut mendapatkan sedikit perhatian
darimu?" Semakin bicara, tampaknya hati Mei Hun semakin kesal. Sepasang tangannya mengepal
erat-erat. Hampir saja dia menghentakkan kakinya keras-keras di atas tanah dan memakimaki
Tan Ki sepuasnya. Tetapi biar bagaimana Mei Hun merupakan pelayan pribadi si
gadis berpakaian putih yang sehari-harinya mendapat didikan yang keras. Walaupun
hatinya merasa marah sekali, tetapi dia masih sanggup mengendalikan perasaannya.
Terdengar dia melanjutkan kembali kata-katanya, "Seandainya otakmu lebih tajam sedikit,
tentu tidak sulit bagimu untuk menduga ucapan apa yang diharapkan nonaku keluar dari
mulutmu itu. Dengan demikian dia juga tidak perlu begitu sedih sehingga lari pergi tanpa
menolehkan kepalanya lagi." Wajah Tan Ki semakin lama semakin kelam. Dengan berdiam diri dia mendengarkan
ucapan Mei Hun sampai selesai. Kadang-kadang dia mengernyitkan keningnya.
Tepat pada saat itu, terdengar suara langkah kaki mendatangi, sesosok bayangan
melesat keluar dari celah goa yang gelap. Kemudian di susul dengan suara panggilan yang
lantang, "Tan Siangkong!"
Mendengar suara itu, Tan Ki segera tahu bahwa yang datang itu Cin Ie adanya. Dengan
nada suara yang penuh kekesalan hatinya dia membentak, "Ada urusan apa sampai harus
berteriak-teriak?" Perlu diketahui bahwa perasaan hati Tan Ki saat ini sedang gundah bukan main. Dia
sendiri tidak tahu apa yang dirasakannya. Apalagi suara panggilan Cin Ie begitu gugup dan
keras. Hatinya terasa semakin sebal dan tertekan. Oleh karena itu, nada sahutannya juga
seperti orang yang hendak mengumbar hawa amarah dalam hatinya. Terdengarnya tidak
terkandung rasa sungkan sama sekali.
Cin Ie jadi tertegun. Wajahnya jadi muram seketika. Air matanya mengembang di sudut
mata. "Cici meminta aku menyampaikan kepadamu suatu urusan. Kau malah begini kasar
menghadapi aku." Hati Tan Ki langsung tergetar. Pikirannya jadi jernih seketika. Dia mendongakkan
wajahnya dan menghembuskan nafas panjang-panjang. Dengan penuh penyesalan dia
berkata, "Pikiran Cayhe lagi buntu. Harap Ie-moay sudi memaafkan. Melihat tampangmu
yang demikian panik, urusan yang disuruh oleh cicimu untuk disampaikan kepadaku pasti
penting sekali." Mendengar suara Tan Ki yang kembali lembut, Cin Ie langsung mengembangkan seulas
senyuman. "Lok Kouwnio sudah meninggal." otaknya sangat polos. Melihat Tan Ki sampai meminta
maaf kepadanya, segala rasa duka dalam hatinya pun menjadi sirna seketika. Bahkan
wajahnya kembali berseri-seri. BAGIAN LVIII Tan Ki terkejut setengah mati mendengar laporannya. "Betul?"
"Sudah tahu betul." Baru saja ucapannya selesai, tiba-tiba dia melihat tubuh Tan Ki berkelebat. Pakaiannya
sampai berkibar-kibar ketika dia melesat ke dalam goa.
Begitu pandangan mata Tan Ki dialihkan, hatinya langsung tertekan seperti diganduli
beban yang bukan main beratnya. Di atas balai-balai itu, masih terbaring tubuh Lok Ing yang kurus. Pakaiannya yang
hitam sudah penuh dengan bercak darah. Tampangnya kaku, wajahnya putih seperti
selembar kertas. Tampaknya kondisi gadis itu memang sudah di ambang kematian"
Seandainya gadis itu sampai mati, siapa sebenarnya yang merasa berduka" Tan Ki tidak
herani membayangkannya, dia juga tidak dapat menjawabnya. Karena dia merasa,
meskipun dia tidak pernah mencintai Lok Ing, tetapi di antara mereka pernah terjadi
berbagai kenangan yang cukup manis.
Tampaknya Lok Ing masih dapat mendengar suara langkah kakinya yang menghampiri.
Pikirannya tiba-tiba menjadi jernih. Sepasang matanya terbuka lebar-lebar. Dia berusaha
mendongakkan wajahnya untuk melihat. Setelah berhasil memperhatikan dengan jelas
tampang Tan Ki. Cepat-cepat dia memejamkan matanya kembali.
Meskipun hanya sekejap mata, tetapi bibirnya yang sudah putih itu mengembangkan
seulas senyuman. Hal ini membuktikan bahwa kedatangan Tan Ki membuat perasannya
menjadi gembira. Tan Ki memanggil dengan suara lirih, "Lok Kouwnio?" dia merasa ada ribuan kata-kata
yang memenuhi hatinya tetapi dia tidak tahu bagaimana harus mengucapkannya. Akhirnya
dia membalikkan tubuhnya dan menyapa Lok Hong dan Cin Yin. Kemudian berjalan
perlahan-lahan ia berjalan menuju balai-balai di mana tubuh Lok Ing terbaring.
"Rasanya dia tidak tertolong lagi." kata Cin Ying dengan suara lirih.
Tan Ki menganggukkan kepalanya. Wajahnya sungguh mengenaskan. Terus terang dia
memang sudah merasa putus asa terhadap luka yang diderita oleh Lok Ing. Antara dirinya
dengan Lok Hong sempat terjadi perselisihan. Bila dia sampai mengucapkan sepatah kata
yang tidak disukainya, mungkin akan terjadi keributan yang tidak diinginkan. Oleh karena
itu, Tan Ki sengaja memperlihatkan gaya seperti orang yang tidak mempunyai kata-kata
yang harus diucapkan. Tampak Cin Ying menarik nafas panjang-panjang.
"Aku sudah membantunya dengan mengerahkan hawa murni serta mendorong urat
darahnya agar lancar kembali. Tetapi sampai Lok Locianpwe masuk tadi, nafasnya masih
begitu lemah serta tidak menunjukkan perubahan berarti."
"Apakah dia ada mengucapkan apa-apa?"
"Saat ini keadaannya sudah demikian parah, mana mungkin dia mempunyai tenaga
untuk membuka mulut" Tetapi kalau ditilik dari mimik wajahnya, tampak dia mempunyai
ganjalan hati yang ingin disampaikan kepadamu. Sayangnya tenaganya demikian lemah.
Sehingga tidak ada kekuatan untuk membuka mulut."
Perlahan-lahan Tan Ki mengernyitkan sepasang alisnya. Diam-diam dia bertanya-tanya
dalam hati: "Entah apa yang ingin dikatakannya?" tanpa terasa sinar matanya beralih
kepada diri Lok Ing. Tiba-tiba dia melihat mulut gadis itu membuka dan memuntahkan
darah segar dalam jumlah yang cukup, banyak.
Tan Ki mengeluarkan suara seruan terkejut. Wajahnya berubah hebat. Untung
pandangan mata Cin Ying sangat tajam dan gerakannya cepat pula. Lengannya menjulur
ke depan, segera ditotoknya beberapa jalan darah di tubuh Lok Ing.
Lok Hong menghembuskan nafas panjang. Terdengar dia mengguman seorang diri.
"Lohu hanya mempunyai seorang cucu perempuan ini. Apabila terjadi sesuatu pada
dirinya, lohu juga tidak sanggup hidup seorang diri lagi." nada suaranya begitu pilu
sehingga terdengar jelas keperihan hatinya yang tidak terkirakan.
Justru pada saat itu, tiba-tiba Lok Ing membuka sepasang matanya dan menatap ke
arah Tan Ki. Mulutnya bergerak-gerak dan keluarlah suaranya yang lirih, "Tan Koko,
kemarilah." suaranya begitu kecil seperti dengungan nyamuk. Kalau bukan orang yang
mempunyai pendengaran tajam, pasti tidak akan terdengar suaranya.


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tanpa terasa Tan Ki berjalan menghampirinya.
"Ada ucapan apa yang ingin nona sampaikan?"
"Sebentar lagi aku akan pergi." kata Lok Ing lirih.
Hati Tan Ki tergetar. Serangkum rasa pilu memenuhi dadanya.
"Tan Koko, maukah kau mendengarkan kata-kataku?"
"Pada saat seperti sekarang ini, untuk apa kau mengucapkan kata-kata yang demikian
sungkan" Jangan kata sepuluh dua puluh kata, biarpun kau ingin aku terjun ke lautan api,
aku pasti tidak akan menolaknya."
"Kalau begitu, aku merasa tenang sekali."
"Kalau ada kata-kata yang ingin kau sampaikan, silahkan nona cetuskan saja terus
terang." "Aku". aku"." Berkata sampai di sini, tiba-tiba Lok Ing terbatuk-batuk hebat. Kata-katanya terhenti,
nafasnya memburu dan wajahnya menyiratkan penderitaan yang tidak terkirakan.
Hati Tan Ki terasa pilu melihatnya.
"Perlahan-lahan saja kau sampaikan apa yang ingin kau katakan. Aku akan sabar
menunggu, ingat kesehatan dirimu sendiri?"
Tanpa sadar pandangan matanya melihat ke arah Lok Hong. Entah sejak kapan, wajah
orangtua itu sudah berubah demikian datar dan dingin. Tampangnya laksana dilapisi es
yang tipis sehingga tampak menyeramkan. Tan Ki sadar bahwa situasi di depan matanya
sangat rumit, baik tindak-tanduk maupun kata-katanya harus dilakukan dengan hati-hati.
Apabila terjadi sedikit kesalahan saja, watak Lok Hong yang keras kepala sungguh tidak
mudah dihadapi. Dia pasti membebankan segala dosa ini pada dirinya.
Berpikir sampai di sini, tanpa dapat ditahan lagi seluruh tubuhnya menggigil, ucapannya
yang belum selesai tidak jadi diteruskan lagi.
Ternyata Lok Hong hanya mendengus dingin satu kali dan tidak mengucapkan sepatah
katapun. Ketika batuk Lok Ing agak mereda, waktu sepeminuman teh telah berlalu. Tetapi
orang-orang yang ada dalam ruangan batu tersebut justru merasa seperti lambat sekali
sehingga bagai berabad-abad. Terdengar Lok Ing berkata lagi dengan suaranya yang lirih:
"Tan Koko, ada suatu hal yang sudah lama tersimpan di dalam hati ini dan ingin
kuutarakan sekarang. Apakah kau akan marah bila aku mengatakannya?"
Tan Ki menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku akan mendengarnya dengan sepenuh hati."
Wajah Lok Ing yang pucat tiba-tiba menyiratkan rona merah jambu sekilas. Dia
menggigit bibirnya perlahan. Setelah merenung beberapa saat, kembali dia mengernyitkan
keningnya. Seakan ada sesuatu hal yang tidak dapat dipecahkannya sehingga pikirannya
menjadi rumit. Melihat tampangnya itu, hati Lok Hong dan Tan Ki sama-sama merasa tegang. Hanya
sekilas kemudian tampak dia menggigit bibirnya sekali lagi, kemudian mengembangkan
seulas senyuman yang tipis. Lesung pipitnya terlihat jelas, giginya yang putih berkilauan.
Senyumnya demikian memikat. "Aku akan mengatakannya?"
Setelah mengucapkan sepatah kata, dia malah berhenti lagi. Rona merah jambu di
wajahnya semakin lama semakin jelas.
Tan Ki menjadi panik, baru saja dia ingin membuka mulut bertanya, terdengar lagi
suara Lok Ing yang seperti menggumam seorang diri.
"Rela berbaris di belakang, asal berdampingan dengan kekasih hati." selesai berkata,
dia memejamkan matanya kembali. Tampangnya begitu mengenaskan, tetapi menyiratkan
perasaan jengah di hatinya. Mendengar ucapannya, Tan Ki malah jadi termangu-mangu. Diam-diam dia berpikir
dalam hatinya: "Apa maksud kata-katanya ini" Rela berbaris di belakang, asal
berdampingan dengan kekasih hati?" diam-diam dia terus mengulangi kata-kata itu.
Semakin dipikir, dia malah semakin tidak mengerti.
Tiba-tiba suatu ingatan melintas di benaknya, rasanya dia mulai paham apa yang
dimaksudkan oleh Lok Ing. Wajahnya jadi merah padam seketika.
Lok Hong langsung mengeluarkan suara dengusan yang berat.
"Kata-kata yang bagus! Ing-ji, apakah kau benar-benar sudi menikah dengan orang
ini?" "Cinta kasih yang melilit di dalam hati ini sudah terlalu mendalam, apabila bukan orang
yang dituju, seumur hidup ini Ing-ji tidak sudi menikah."
"Bagus, bagus! Kata-kata yang gagah sekali. Kalau begitu, keinginan hatimu, sekarang
juga Yaya akan meni?" Lok Ing menjadi panik mendengar ucapannya.
"Tidak bisa, aku sudah di ambang kematian. Mana boleh aku menambah penderitaan
baginya?" berkata sampai di sini, kemungkinan hatinya terasa perih kembali. Air matanya
mengalir dengan deras. Cin Ying juga merasa ada serangkum kepiluan yang melanda hatinya. Tiba-tiba dia
memalingkan kepalanya seakan tidak ingin melihat ataupun mendengarkan apa yang
berlangsung di hadapannya. Sudah barang tentu pembicaraan antara Lok Hong dan
cucunya menimbulkan perasaan tidak enak di hati Cin Ying.
Sekonyong-konyong terdengar suara langkah kaki. Begitu pandangan mata dialihkan,
tampak Cin Ie berjalan masuk dengan termangu-mangu. Boleh dibilang pada waktu yang
bersamaan, tubuh Lok Ing bergetar hebat.
Bergumpal-gumpal darah yang kental muncrat dari mulut gadis itu. Tampangnya
sungguh menyayat hati. Dia berkata dengan suara yang hampir tidak terdengar, "Kali ini
aku benar-benar akan pergi?" Mendengar kata-katanya, pikiran Tan Ki benar-benar terpukul. Sepasang kepalan
tangannya mengepal erat-erat. Dia berteriak seperti orang kalap, "Tidak, kau tidak akan
mati!" Mata Lok Hong membelalak lebar-lebar. Air matanya berkilauan. Dia sadar bahwa pada
saat seperti ini, banyak bicara tidak ada gunanya. Oleh karena itu, dia terus
membungkam. Tetapi pandangan matanya yang penuh kasih sayang tidak berkedip
sekalipun dari wajah Lok Ing, seolah menyadari bahwa kelak dia tidak mempunyai
kesempatan melihatnya lagi. Perasaan Cin Ying sendiri galau tidak terkirakan, tetapi dia juga terpengaruh oleh
suasana yang mengharukan itu sehingga dia memalingkan kepalanya kembali. Dia hanya
melihat sekilas, setelah itu cepat-cepat dia menoleh lagi ke tempat lain" aih! Perasaan
hati seorang wanita memang paling sulit diraba"
Sedangkan saat itu nafas Lok Ing semakin lama semakin memburu, tetapi semakin
lama semakin lemah. Dari awal hingga akhir tidak sampai setengah jam, nafasnya sudah
putus. Sukmapun melayang meninggalkan dunia yang merumitkan benak manusia ini.
Tidak ada seorangpun yang menangis tersedu-sedu, tetapi suasana seperti ini justru
lebih menyayat hati. Kematiannya menimbulkan kepedihan yang menyelinap dalam hati
setiap orang yang ada dalam ruangan batu itu.
Mati dan hidup ada nilainya, ada orang yang mati seberat gunung Thai San, ada yang
ringan seperti sehelai bulu ayam. Namun ke-matian Lok Ing justru tidak termasuk di
antara keduanya. Boleh dibilang nyawanya melayang karena ulah kakeknya sendiri.
Apakah nasib mempermainkan manusia atau karena situasi saat itu yang menentukan
demikian" Tan Ki terus memikirkan pertanyaan ini, akhirnya dia hanya dapat menarik nafas
panjang! Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang mendatangi, Tan Ki menolehkan
kepalanya. Gadis berpakaian putih itu berjalan masuk diiringi oleh Mei Hun dan Ciu Hiang.
Tan Ki segera mendengus dingin, kemudian memalingkan kepalanya kembali.
Tubuh Mei Hun berkelebat lurus ke arahnya. Wajah gadis itu menyiratkan kegusaran
yang tidak terkirakan. "Apa yang kau denguskan?"
"Apa urusanmu?" nada suaranya begitu tajam seperti sebatang jarum menusuk ke
dalam kalbu. Yang seorang merasa tidak senang karena menganggap majikannya dihina,
sedangkan yang satu lagi baru kehilangan atas kematian sahabatnya. Mereka seperti ingin
mengumbarkan kekesalan hati sehingga begitu mengeluarkan ucapan, nada suara mereka
sama-sama terdengar ketus dan dingin.
Mei Hun membusungkan dadanya, seakan siap turun tangan. Tiba-tiba terdengar gadis
berpakaian putih itu berkata dengan suara yang sendu, "Jangan berkelahi!"
Tan Ki tertawa dingin. "Tidak berkelahipun tidak dapat mencairkan kekesalan dalam hatiku ini."
"Mengapa sikapmu selalu tidak tahu aturan seperti ini terhadapku?"
"Kalau bisa, aku malah akan lebih jahat lagi!"
Mendengar nada suaranya yang sejak semula demikian tajam menusuk, saking
kesalnya wajah gadis berpakaian putih itu sampai pucat pasi. Tubuhnya bergetar,
sekonyong-konyong tangannya memegang keningnya sendiri dan berdiri terhuyunghuyung.
"Mei Hun, cepat papah aku."
Mei Hun dan Ciu Hiang segera maju ke depan membimbing majikan mereka. Tampak
sepasang mata gadis berpakaian putih itu dipejamkan rapat-rapat. Dari sudutnya ada
setitik air mata berkilauan. Wajahnya berkerut-kerut seakan menahan penderitaan bathinnya.
Hati Cin Ying perlahan-lahan tergerak, diam-diam dia menarik tangan Cin Ie dan
mengerahkan tenaga dalam. Mereka melindungi Tan Ki dari kedua sisi. Dia sudah dapat
melihat bahwa perasaan hati si gadis berpakaian putih saat ini sedang galau sekali, seakan
sulit menentukan keputusan yang harus diambilnya antara kasih dan benci.
Lama mereka saling terdiam. Mendadak terlihat si gadis berpakaian putih mengibaskan
tangannya. "Mari kita pergi." katanya kemudian.
Tubuh mereka berkelebat, kepergian mereka begitu cepat. Dalam sekejap mata ketiga
orang itu sudah menghilang dari pandangan mata.
Keputusan yang diambil si gadis berpakaian putih tampaknya sudah bulat. Perginya
juga begitu cepat. Menjelang kepergiannya, dia juga tidak dapat menahan diri dan
menolehkan kepalanya melihat Tan Ki sekilas.
Pandangan mata Cin Ying sangat tajam.
Melihat dia menolehkan kepalanya menatap Tan Ki sekilas, dia sempat memandang
wajahnya yang penuh air mata. Untuk sesaat dia seakan menemukan sesuatu. Oleh
karena itu dia menarik nafas panjang-panjang.
"Tan siangkong, mengapa kau bersikap demikian terhadapnya?"
"Aku memohon sebutir pil dewa buatannya, kalau dia terang-terangan tidak mau kasih,
aku juga tidak akan memaksanya. Tidak tahunya setelah berjanji mengabulkan
permintaanku, dia malah menunggu sampai Lok Kouwnio sudah menghembuskan nafas
terakhir baru datang kemari. Bukankah itu suatu penghinaan?"
"Kalau menurut pandanganku, gadis berpakaian putih itu bukan orang yang mudah
mengingkari janjinya." "Maksudmu akulah yang telah salah paham kepadanya?"
"Kemungkinan itu memang ada."
Tan Ki mendengus sekali lagi. "Pandangan kaum perempuan!"
Cin Ying tidak menduga bahwa dia akan mengeluarkan ucapan yang begitu tajam,
seperti tidak memberi kesempatan sedikitpun kepada orang lain untuk menyatakan
pendapatnya. Kali ini dia benar-benar kena batunya. Selembar wajahnya jadi merah
padam, entah mengapa. Meskipun demikian, dalam hatinya tidak timbul sedikitpun
perasaan benci kepada Tan Ki. Tampak Tan Ki menundukkan kepalanya dalam-dalam seakan merenung. Kemudian dia
menggerakkan kakinya melangkah keluar dari ruangan batu tersebut.
Tiba-tiba telinganya mendengar suara bentakan nyaring, "Mau ke mana kau?" disusul
dengan sesosok bayangan yang berkelebat kemudian menghadang di depan Tan Ki.
Tampak bayangan tubuhnya yang tinggi besar. Siapa lagi kalau bukan Lok Hong.
Entah apa yang sedang dipikirkan Tan Ki saat ini. Tampangnya sungguh aneh. terhadap
bentakan maupun hadangannya, dia seakan tidak memperhatikan sama sekali. Langkah
kakinya tidak berhenti. Dia terus berjalan keluar.
Wajah Lok Hong berubah hebat. "Kau ingin cari mati?" bentaknya sekali lagi sambil menghantamkan tangannya ke
depan. Kekuatan tenaganya bagai ombak yang bergulung-gulung, dengan dahsyat
melanda ke arah Tan Ki. Serangannya ini dilancarkan dengan spontan. Kalau diperhatikan sekilas tampaknya
biasa-biasa saja, tetapi tenaga dalam orangtua ini sudah mencapai taraf yang tinggi sekali.
Meskipun serangan itu biasa-biasa saja, tetapi setidaknya tenaga yang terkandung di
dalamnya mencapai lima ratus kati. Mau tidak mau Tan Ki harus mengelakkan diri apabila
tidak ingin celaka. Siapa nyana Tan Ki terus melangkahkan kakinya, dia tidak
menghindarkan dirinya sama sekali. Entah apa yang direncanakan hati orang ini.
Lok Hong jadi termangu-mangu. Dengan panik dia menarik kembali serangan yang
sudah dilancarkannya. Dalam waktu yang bersamaan, mulutnya membentak, "Selamanya
lohu tidak suka membunuh orang yang tidak mau membalas. Sekarang ini ilmu silatmu
sudah mencapai taraf yang mengejutkan, mengapa kau tidak mau menghindar?" Tan Ki
tertawa datar. "Untuk apa menghindar?" Mendengar kata-katanya, sekali lagi Lok Hong
tertegun. "Di antara kita berdua, sejak dulu memang sudah ada ganjalan. Cepat atau lambat kita
memang pasti akan bertarung untuk menentukan siapa yang lebih unggul diantara kita.
Yang jadi masalah sekarang hanya waktunya saja. Meskipun ilmu kepandaian cayhe saat
ini sudah termasuk lumayan, tetapi sebelum jenazah nona Lok menjadi dingin, aku tidak
akan bertarung denganmu. Kalau kau merasa tidak senang, silahkan saja turun tangan,
pokoknya aku tidak akan membalas."
"Kau kira dengan ucapanmu ini, persoalan akan menjadi beres" Kalau begitu,
anggapan-mu itu salah besar." "Aku juga malas berdebat panjang lebar denganmu. Terserah saja apa yang kau
pikirkan." Lok Hong merasa hawa amarah dalam dadanya seperti berkobar-kobar. Dia
mendongakkan wajahnya tertawa terbahak-bahak.
"Lohu justru ingin lihat kebenaran ucapanmu itu!" dengan posisi menahan di depan
dada dia melancarkan sebuah pukulan.
"Cayhe sudah bilang tidak akan membalas, terserah kau mau percaya?" tiba-tiba dia
merasa ada serangkum angin yang kuat mendesak kepadanya. Nafasnya sampai sesak,
aliran darahnya seakan membalik, tanpa terasa ucapannya jadi terhenti. Dia langsung
memejamkan sepasang matanya. Sekonyong-konyong terasa angin berdesir, serangkum bau harum yang terpancar dari
tubuh seorang gadis terendus oleh indera penciuman. Rupanya Cin Ying langsung melesat
ke depan dan mengibaskan tangannya dua kali. Dengan demikian serangan Lok Hongjadi
sirna seketika. "Harap Locianpwe sabar sebentar." Lok Hong melihat tangan gadis itu bergerak,
ternyata dengan mudah berhasil menahan serangannya. Diam-diam hatinya jadi tergetar.
Usia gadis ini mungkin tidak lebih dari dua puluh tahun, tetapi dia sudah memiliki
kepandaian yang lebih tinggi daripada dirinya sendiri. Apabila dia sampai bekerja sama
dengan Tan Ki menghadapinya, sudah pasti dirinya akan kalang kabut. Berpikir sampai di
sini, terpaksa dia menahan kemarahan dalam hatinya.
"Apa yang ingin kau katakan?" tanyanya.
"Apakah Lok Locianpwe sempat mendengar jelas kata-kata Cici Ing sebelum ajalnya
tadi?" "Setiap kalimat, setiap patah kata, tidak akan terlupakan seumur hidup. Biar bagaimana
dia merupakan satu-satunya darah daging lohu yang masih ada. Kata-kata yang diucapkan
sebelum menghembuskan nafas terakhir menyangkut kewajiban lohu, bagaimana mungkin
lohu tidak mendengarnya dengan jelas?"
"Kata-kata "rela berbaris di belakang asal berdampingan dengan kekasih hati", apakah
locianpwe sudah mengerti makna yang terkandung di dalamnya?"
Lok Hong jadi termangu-mangu untuk beberapa saat.
"Ini" ini?" sebetulnya Lok Hong sudah paham maksud Lok Ing, tetapi karena harga
dirinya, dia merasa tidak pantas mengatakannya terus terang.
"Kalau masih ada hal yang tidak locianpwe mengerti biar aku yang menjelaskannya."
Lok Hong menggoyang-goyangkan tangannya.
"Tidak perlu. Lohu hanya ingin menahan bocah ini selama beberapa hari, urusan
lainnya lohu tidak mau tahu sama sekali."
"Sayangnya cayhe mempunyai tugas yang berat sehingga tidak dapat menuruti
keinginanmu!" tukas Tan Ki. Lok Hong mendengus berat-berat. Wajahnya menyiratkan kegusaran yang tidak terkatakan.
Cin Ying khawatir timbul lagi perselisihan di antara mereka. Pikirannya yang cerdas
langsung berputar, cepat-cepat dia maju dan berdiri di antara kedua orang itu. Kemudian
terdengar dia berkata dengan suara yang lembut"
"Locianpwe ingin menahan dia beberapa hari untuk menemani jenazah cici Ing yang
kesepian, tetapi Tan Ki mempunyai tugas yang berat sehingga mau tidak mau dia harus
pergi. Kalau kalian saling berkeras dengan keinginan masing-masing, berdiri sehari
semalam juga tidak mungkin menyelesaikan masalah ini. Biar aku saja yang memberi
saran agar keinginan kalian sama-sama bisa tercapai, sekaligus juga bermanfaat bagi
diriku?" dia sengaja menghentikan kata-katanya dan memperhatikan reaksi kedua orang
itu. Mata Tan Ki maupun Lok Hong langsung bersinar terang. Mereka menatap lekat-lekat.
Mimik wajah mereka aneh sekali, seakan penasaran menunggu keterangan darinya.
Oleh karena itu, perasaan Cin Ying pun menjadi lega. Dia mengembangkan seulas
senyuman yang manis. "Kata-kata yang diucapkan oleh Cici Ing sebelum ajalnya, sudah terang menyatakan
bahwa dia telah menyerahkan dirinya kepada Tan siangkong. Kalau dipikir-pikir,
seharusnya kalian sudah menjadi mertua dan menantu. Tentunya tidak boleh terjadi
pertikaian seperti ini. Tetapi keadaan Tan siangkong sekarang ini justru berada di ambang
maut. Biar bagaimana dia merupakan si iblis Cian Bin Mo-ong yang sempat
menggemparkan dunia Kangouw. Begitu rahasianya terbongkar, dia diserahi tugas yang
berat, yakni menyelidiki markas Toa Tocu dari Lam Hay Bun, bahkan kalau bisa mengambil
batok kepalanya sebagai jasa atas dosa-dosa yang pernah dibuatnya. Biar bagaimanapun,


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia tidak bisa berdiam di sini. Apabila locianpwe ingin memaksanya dengan ilmu
kepandaian, walaupun bisa menahannya untuk menemani Cici Ing, tetapi tidak dapat
membuatnya menjadi tenang atau rela dengan kemauan hatinya sendiri."
"Lalu bagaimana menurut pendapatmu?"
"Kita harus mencari akal agar perasaannya menjadi tenang. Dengan demikian dia akan
tinggal di dalam ruangan batu tanpa perasaan gelisah atau pun risau. Jangan kata delapan
atau sepuluh tahun, mungkin seumur hidupun dia tidak ingin meninggalkan ruangan batu
itu lagi dan akan menemani jenazah cici Ing seumur hidupnya. Tetapi Locianpwe harus
mengulurkan tangan membantunya membunuh Toa Tocu dari Lam Hay itu."
Mendengar ucapannya, mulut Lok Hong sempat mengeluarkan suara seruan terkejut,
kemudian dia menundukkan kepalanya merenung. Diam-diam dia berpikir di dalam hati:
"Bicara ke sana ke mari, akhirnya kau toh membelanya juga."
Berpikir sampai di sini, tanpa dapat ditahan lagi dia melirik Tan Ki sekilas. Dia melihat
sepasang mata anak muda itu menatap kosong ke depan seakan ada sesuatu yang sedang
menggelayuti pikirannya. Tampaknya dia bahkan tidak mendengar pembicaraan antara
Lok Hong dengan Cin Ying. Oleh karena itu Lok Hong cepat-cepat bertanya kepada Cin
Ying, "Setelah urusan ini selesai, kau berani menjamin bahwa dia bersedia menemani
jenazah Ing-ji untuk selamanya?"
"Kemungkinan kami kakak beradik pun tidak akan meninggalkan ruangan batu itu lagi."
seraya berkata, dia mengembangkan seulas senyuman. Namun senyuman itu begitu sendu
sehingga menyayat hati siapapun yang melihatnya. Mimik wajahnya menyiratkan
kepedihan hatinya. Hatinya juga merasa bergejolak oleh berbagai perasaan yang aneh,
hanya saja dia tidak sanggup mengutarakannya"
"Seandainya tugasnya belum lagi berhasil, tetapi orangnya sudah keburu tamat
riwayatnya, bagaimana?" Wajah Cin Ying langsung berubah mendengar pertanyaannya. Tubuhnya bergetar dan
terhuyung-huyung seperti orang yang mendadak kehilangan tenaganya. Sekali lihat saja
dapat diketahui bahwa pertanyaan Lok Hong tadi benar-benar mengenai hatinya. Hanya
saja dia takut rahasianya terbongkar sehingga cepat-cepat menarik nafas panjang dan
berusaha menahan kepiluan di hatinya.
"Kalau peruntungannya tidak baik sehingga mati dalam menjalankan tugas, bukankah
malah sebuah kebetulan bagi locianpwe" Locianpwe boleh menutup ruangan batu tersebut
agar sukma keduanya beristirahat dengan tenang selamanya."
"Bagus sekali! Hidup tidak dapat bersama, mati justru dikuburkan dalam satu liang.
Ing-ji pasti merasa bahagia di alam baka!"
Selesai berkata, dia mendongakkan wajahnya tertawa terbahak-bahak. Hatinya merasa
terhibur sekali. Tetapi dalam sekejap mata, entah apa lagi yang melintas di benaknya,
suara tawanya ditarik kembali, wajahnya pun menjadi kelam. Sinar matanya menatap
lekat-lekat pada diri Cin Ying. Tampak wajah gadis itu yang menyiratkan kegundahan
hatinya, diam-diam diapun ikut merasa tidak tenang.
Terdengar mulut Lok Hong mengguman seorang diri, "Aku mengerti sekarang. Saat ini
aku bani mengerti apa yang kau maksudkan. Kalau bocah itu sampai mati, kalian kakak
beradik juga rela mengorbankan?"
Tiba-tiba dia menghentikan kata-katanya kemudian menarik nafas panjang. Meskipun
dia tidak menjelaskan apa maksudnya, tetapi apabila orang lain mendengarnya, tentu
tidak sulit menebak pengorbanan apa yang rela dilakukan kakak beradik itu"
*** (file google dokumen published by Saiful Bahri ...situbondo seletreng )***
Angin bertiup semilir, hujan masih turun rintik-rintik. Pegunungan yang menjulang
tinggi seakan bertambah cerah setelah diterpa hujan semalaman. Rerumputan
mengangguk-anggukkan kepalanya, air embun membasahi seluruh tempat itu. Bahkan
dari atas pohon dan ranting-ranting masih terus menetes turun.
Empat sosok bayangan berjalan perlahan-lahan seakan menghitungi setiap langkah
yang mereka tempuh. Satu orangtua, satu pemuda dan dua orang gadis.
"Lembah di mana markas sementara para penjahat itu, rasanya tidak jauh lagi bukan?"
terdengar suara orangtua itu berkata dengan nada cukup keras.
"Harap Lok Locianpwe hati-hati berbicara. Di sini sudah termasuk kekuasaan pihak Lam
Hay. Gegabah sedikit saja, jejak kita pasti akan konangan oleh pihak musuh."
"Cin Ying, tindakanmu ini sama saja dengan mengkhianati perguruanmu sendiri.
Apakah sampai saat ini kau masih tidak merasa takut?"
Cin Ying hanya tertawa getir tanpa menyahut. Terdengar Lok Hong menarik nafas
panjang-panjang. "Lohu mengerti apa yang terpikir dalam hatimu saat ini, tetapi aku justru tidak
berdaya" sejak dahulu kala sampai sekarang, kata-kata "cinta kasih" memang paling rumit
dicernakan. Lilitannya begitu kencang sehingga sulit bagi manusia untuk melepaskan diri
dari jeratannya. Lohu yang sudah begini tua pun masih tidak dapat terlepas dari
perangkapnya." Sejak meninggalkan ruangan batu, Cin Ie tidak mengucapkan sepatah katapun.
Bibirnya terus mengembangkan seulas senyuman. Dia berjalan di samping Tan Ki. Seakan
hatinya sudah merasa cukup puas asal dapat berdampingan dengan pemuda ini.
Sejak keluar dari ruangan batu, wajah Tan Ki bagai diselimuti es yang tipis. Begitu
dingin dan tidak pernah tersenyum sedikitpun. Tampangnya bahkan sungguh tidak enak
dilihat.! Kali ini dia sudah siap bertemu muka lagi dengan Toa Tocu dan mengadu jiwa
dengannya. Hidup atau mati, dia sendiri tidak berani memastikan. Tidak ada orang yang
dapat dimintakan bantuannya, terpaksa dia mengandalkan kepandaiannya sendiri dan
sebatang pedang pendek peninggalan Kiau Hun untuk menentukan nasibnya sendiri.
Tiba-tiba terdengar suara siulan yang panjang memecahkan keheningan yang
mencekam. Angin berdesir, pakaian berkibar-kibar. Secara berturut-turut tiga sosok
bayangan melayang turun. Kedatangan mereka begitu cepat sehingga laksana helaian
bulu yang terbang tertiup angin. Dalam sekejap mata mereka sudah berdiri di depan mata.
Ketiga orang ini sama sekali tidak asing. Mereka adalah Hua Pek Cing yang pernah
terluka di bawah serangan pedang Tan Ki, Cia Tian Lun dan Tong Ku Lu yang belum
pernah berhadapan dengan Tan Ki secara terang-terangan.
Tan Ki mengeluarkan suara tawa yang dingin.
"Gunung tidak berubah, air terus mengalir. Akhirnya kita bertemu lagi!"
Wajah Hua Pek Cing hijau membesi. "Hente justru ingin membalas serangan pedangmu tempo hari!"
Tan Ki sadar, pada saat seperti ini tidak ada gunanya banyak bicara. Dia hanya
mengeluarkan suara dengusan yang dingin dan mencabut pedang pendek yang
disembunyikan dalam lengan bajunya.
Tiba-tiba terdengar suara tawa terbahak-bahak. Lok Hong berjalan keluar dengan
langkah lebar. Matanya menatap sekilas kepada Hua Pek Cing, wajahnya mengembangkan
senyuman mengejek. "Apakah kau ini yang disebut tocu muda dari Lam Hay?"
"Memang benar." "Tahukah kau siapa diri lohu ini?" Hua Pek Cing gusar sekali melihat keangkuhannya.
"Aku tidak peduli siapa adanya dirimu itu. Dasar tua bangka tidak tahu mampus!"
Pergelangan tangannya memutar, sepasang pedangnya langsung dihunus. Tampak dua
carik cahaya yang berkilauan sehingga orang-orang yang melihatnya terpaksa
memejamkan mata sekejap. Lok Hong bukan tokoh sembarangan, sekali lihat saja dia sudah tahu bahwa lawannya
ini tidak boleh dianggap enteng. Jaraknya dengan anak muda itu kurang lebih enam
langkah, namun hawa pedangnya sudah terasa sampai dekatnya. Udara terasa dingin
seketika. Bahkan tubuh pun menjadi agak menggigil.
Tiba-tiba terdengar Hua Pek Cing mengeluarkan suara bentakan keras. Sepasang
lengannya bergerak, cahaya merah seperti pelangi melintas di udara, gerakannya begitu
cepat menerjang ke arah Lok Hong. Hua Pek Cing berpikir dalam hati, apabila si tua bangka ini rela menjadikan dirinya
sebagai korban pertama, sudah barang tentu dia akan menyempurnakan keinginannya.
Setelah itu dia baru mencari Tan Ki untuk membalaskan kekalahannya tempo hari. Apalagi
dalam beberapa hari ini, gurunya menurunkan lagi delapan jurus ilmu pedang yang maha
dahsyat. Kebetulan dia dapat menjadikan orangtua ini sebagai kelinci percobaan. Begitu
pikirannya tergerak, dia langsung mengerahkan ilmu pedangnya yang cepat bagai kilat
dan keji tidak terkirakan. Hati Lok Hong sampai tercekat melihatnya, cepat-cepat dia mengulurkan sepasang
lengannya kemudian mengibas ke arah serangan yang dilancarkan oleh pihak lawan.
Tubuh Hua Pek Cing memutar setengah lingkaran, kemudian menggeser ke kanan
sejauh dua langkah. Dia tetap menggunakan jurus ilmu pedang yang hebat itu dan
menyerang ke arah Lok Hong. Hua Pek Cing bukan tokoh sembarangan. Begitu sepasang pedangnya digerakkan,
segera terasa ada segulung kekuatan dahsyat yang terpancar keluar. Meskipun belum
dapat menandingi ilmu pedang Tan Ki yang sudah mencapai taraf tertinggi itu, tetapi
dalam jarak dua meter saja, hawa dingin yang terpancar dari pedangnya masih terasa.
Untuk sesaat, Lok Hong sampai kalang kabut dibuatnya. Terpaksa kakinya menghentak
dan mencelat mundur ke belakang sejauh dua langkah.
Hua Pek Cing justru menggunakan kesempatan itu untuk mengejarnya. Pedang di
tangannya bagai seekor ular berbisa yang menerobos dalam ilalang dan meluncur ke jalan
darah utama di bagian dada. Kecepatan maupun waktunya telah dipertimbangkan dengan
matang. Dengan demikian lawan tidak mempunyai kesempatan untuk menghindarkan diri
lagi. Seandainya Lok Hong dapat menghindarkan diri, dalam waktu yang bersamaan Hua
Pek Cing akan menggerakkan pedangnya yang satu lagi. Kemungkinan besar malah jiwa
orangtua ini akan melayang seketika.
Kali ini rasa terkejut di hati Lok Hong jangan ditanyakan lagi. Dia tidak menyangka Tocu
muda dari Lam Hay ini sudah memiliki kepandaian setinggi ini. Dia sendiri bukan orang
sembarangan, otomatis dia dapat melihat bahayanya serangan yang satu ini.
Tampak cahaya pedang berkelebat. Untung saja otak Lok Hong cepat tanggap. Dengan
panik dia menggelindingkan tubuhnya di atas tanah. Selama pedang di tangan Hua Pek
Cing masih mengincar, dia tidak berani menghentikan gerakan tubuhnya.
Tenaga dalamnya sangat tinggi, perubahan gerakannya pun melebihi orang lain berlipat
ganda. Siapa nyana meskipun sudah cepat, dia masih kalah cepat dengan cahaya pedang
di tangan Hua Pek Cing. Justru baru saja tubuhnya dijatuhkan di atas tanah dan
menggelinding, tiba-tiba dia merasa paha kirinya seperti dihembus angin yang dingin.
Serangkum rasa nyeri langsung terasa olehnya. Keringat di-nginpun membasahi kening.
Diam-diam dia mengulurkan tangannya meraba, terlihat darah segar membasahi telapak
tangannya. Tidak disangka seorang bocah yang masih ingusan sanggup melukainya hanya
dalam tiga jurus saja. Semakin dipikir, hatinya semakin mendongkol. Untuk sesaat dia
malah terduduk dengan termangu-mangu di atas tanah.
Dalam tiga jurus, Hua Pek Cing berhasil melukai seorang tokoh kelas tinggi dari daerah
Tionggoan. Rasa bangga dalam hatinya jangan ditanyakan lagi. Dia langsung
mendongakkan wajahnya tertawa terbahak-bahak.
Perlahan-lahan Cin Ying mengernyitkan keningnya. Kemudian tampak dia berjalan
mendekati Lok Hong" Tiba-tiba terdengar suara bentakan Tong Ku Lu"
"Budak cilik, berhenti!" Mendengar bentakannya, ternyata Cin Ying benar-benar menghentikan langkah
kakinya. Dengan hormat dia membungkukkan tubuhnya sedikit.
"Entah petunjuk apa yang hendak diberikan oleh Tong Siok-siok?"
"Kau majulah ke depan tujuh langkah!" Cin Ying agak tertegun. Biasanya perasaan hati
seorang wanita jauh lebih peka dari pada laki-laki, tetapi mungkin karena keadaan yang
mendesak, walaupun sudah jelas niat Tong Ku Lu tidak baik, dia tetap menuruti perkataan
orang itu. BAGIAN LIX Tiba-tiba, tubuh Cin Ie berkelebat dan mengejar ke depan. Gadis ini lugu sekali.
Otaknya pun agak lambat. Meskipun dia dapat merasakan bahwa situasi di depan mata
sekarang sangat gawat, tetapi dia tidak tahu bagaimana harus memperingatkan cicinya.
Hatinya menjadi panik dan tanpa berpikir panjang dia langsung mengejar Cin Ying.
Ternyata apa yang diduganya sama sekali tidak salah. Ketika Cin Ying sudah melangkah
lebih lima tindak, tiba-tiba Tong Ku Lu mengeluarkan suara tawa yang seram. Tangannya
langsung menjulur keluar dan menghantam ke depan.
Wajah Cin Ying berubah hebat. Tersirat rasa terkejut yang tidak terkirakan pada mimik
wajahnya itu. Keadaan seperti itu tentu sulit bagi siapapun untuk menghindarkan diri. Dia
langsung merasa dirinya sudah diambang kematian. Rasa terkejut dan takut berbaur
menjadi satu dalam hatinya. Wajahnya sungguh mengerikan.
Tiba-tiba terdengar suara bentakan yang keras, Cia Tian Lun langsung melesat ke
depan. Dia langsung menyambut serangan Tong Ku Lu tadi dengan kekerasan. Tampak
debu-debu beterbangan, angin kencang membuat pakaian mereka berkibar-kibar.
Tong Ku Lu jadi tertegun melihat tindakannya. Dengan bingung dia berkata, "Entah apa
maksud Cia-heng turun tangan menghalangi hente?"
"Kekuatan yang kau lancarkan dalam seranganmu begitu dahsyat. Kalau sampai
mengenai sasaran, mungkin selembar jiwa Ing-ji sulit dipertahankan."
"Menghadapi pengkhianat, untuk apa harus mempertimbangkan berat tidaknya
serangan kita?" "Sayangnya kau bukan Tocu, jadi tidak dapat mengambil keputusan apakah dia harus
dihukum mati atau tidak." Tong Ku Lu marah sekali mendengar perkataannya.
"Sebetulnya apa maksud Cia-heng dengan mengeluarkan ucapan seperti ini" Kalau kau
memang berniat membantunya, jangan salahkan kalau aku tidak mengingat lagi hubungan
kita selama ini!" Cia Tian Lun tersenyum simpul. "Aku bukannya memantu dia, tetapi melihat keadaan di
depan mata sekarang ini, kita tidak boleh mengambil tindakan dengan tergesa-gesa. Kalau
Ying-ji memang berkhianat, tidak perlu takut dia akan lari. Setelah kita bekerja sama
meringkus anak muda itu, baru kita bawa dia menemui Tocu untuk menanyakan hukuman
apa yang harus dijatuhkan pada dirinya. Untuk apa kau tergesa-gesa sekarang juga?"
Sepasang mata Tong Ku Lu mendelik lebar-lebar.
"Hengte maklum kau mempunyai hubungan yang baik dengan ayahnya. Sebelum
meninggal, ayahnya pernah berpesan untuk menjaga mereka kakak beradik baik-baik.
Ucapan semanis apapun yang kau ucapkan, hatiku tetap tidak akan tergerak!"
Cia Tian Lun tersenyum lembut. "Tong-heng terlalu mendesak orang, cayhe mengingat?" belum lagi ucapannya selesai,
tiba-tiba terasa ada serangkum angin yang kencang melanda ke arahnya dan telinganya
mendengar dentingan senjata tajam. Entah sejak kapan, rupanya Tan Ki dan Hua Pek Cing
sudah mulai bergebrak. Begitu hebatnya tenaga dalam kedua orang itu sehingga angin
yang terpancar dari pedang maupun pukulan mereka terasa sampai ke tempat Cia Tian
Lun. Ilmu silat kedua orang ini memang hampir seimbang. Hanya dalam ilmu pedang saja,
kedua orang itu masih terpaut sedikit. Keduanya mengerahkan jurus yang keji dan
kecepatan kilat, untuk merubuhkan lawannya. Cahaya yang memijar dari senjata mereka
semakin lama semakin berkilapan. Pada saat itu, Lok Hong sudah merangkak bangun dan memborehkan obat pada
lukanya. Sepasang matanya terus memperhatikan arena pertarungan. Wajahnya
menyiratkan kepanikan yang tidak terkirakan.
Tiba-tiba terdengar suara bentakkan Tong Ku Lu, tubuhnya berkelebat ke depan dan
melancarkan serangan yang dahsyat. Dalam sekejap mata dia sudah menjalankan tujuh
delapan jurus yang mematikan. Cia Tian Lun menghadapi lawannya dengan tenang. Secara berturut-turut dia
memecahkan serangan Tong Ku Lu yang gencar tadi. Wajahnya tampak berubah. Tangan
dan kakinya bergerak serentak, dia langsung menyerang Tong Ku Lu dengan gencar pula.
Kedua orang ini sama-sama merupakan tokoh berilmu tinggi. Baru bergebrak beberapa
jurus saja, tampaknya pertarungan mereka sudah sengit bukan main. Angin pukulan
menderu-deru, bayangan tinju bergulung-gulung. Masing-masing tak ada yang mau
mengalah. Dalam sekejap mata saja empat puluhan gebrakan sudah berlalu.
Suasana semakin lama semakin panas mencekam.
Tiba-tiba sepasang tangan Tong Ku Lu direntangkan pada kedua sisi. Mendadak dia
melancarkan dua buah serangan kemudian mencelat mundur ke belakang. Telapak tangan
kirinya diangkat ke atas, gayanya seakan siap-siap melancarkan serangan kembali.
Cia Tian Lun cukup lama bergaul dengan orang ini. Kali ini dia sadar bahwa kegusaran
hati Tong Ku Lu sudah meluap. Mungkin dia sudah siap mengadu jiwa dengannya. Cepatcepat
dia mengerahkan tenaga dalamnya dan menyalurkannya pada sepasang lengan.
Sepasang matanya sendiri memperhatikan gerak gerik Tong Ku Lu lekat-lekat dan bersiapsiap
menjaga segala kemungkinan. Tiba-tiba lengan Tong Ku Lu menjulur ke depan. Serangkum tenaga dalam yang
dahsyat langsung menerpa ke arah Cia Tian Lun.
Cia Tian Lun sendiri memang sudah bersiap-siap. Dia segera mengambil posisi dengan
menahan di depan dada kemudian sepasang lengannya mendorong ke depan dan
menyambut serangan Tong Ku Lu dengan kekerasan. Dua rangkum kekuatan langsung
membentur. Keduanya sama-sama tergetar dan pundak mereka bergoyang-goyang
sebanyak tiga kali. Terdengar Tong Ku Lu mengeluarkan suara dengusan yang dingin. Ternyata tanpa
mengatur pernafasannya lagi dia melancarkan empat buah serangan berturut-turut. Cia
Tian Lun juga cukup keji. Dengan keras dia menyambut empat serangan Tong Ku Lu
tersebut. Udara terasa pengap. Angin yang timbul dari pukulan keduanya menderu-deru. Yang
seorang melancarkan empat pukulan, sedangkan yang lainnya menyambut empat pukulan.
Wajah mereka sama-sama berubah jadi pucat pasi. Nafas Tong Ku Lu tersengal-sengal,
sedangkan keringat sudah membasahi seluruh wajah Cia Tian Lun. Mereka berdiri saling
menatap tanpa melakukan gerakan apa-apa. Kemungkinan keduanya menggunakan
kesempatan itu untuk mengatur pernafasan masing-masing.
Tiba-tiba Cin Ying menghambur datang dan mencekal lengan Cia Tian Lun.
"Siok-siok, jangan berkelahi lagi!" air matanya mengalir dengan deras dan membasahi
pipinya.

Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Sebelum ajal ayahmu telah menitipkan pesan agar aku menjaga kalian baik-baik
seumur hidup ini?" "Tetapi siok-siok tidak boleh mendapat tuduhan sebagai pengkhianat hanya gara-gara
Ying-ji dan Ie-moay." "Sudahlah, sudahlah. Toh segalanya sudah dimulai, setidaknya harus ada suatu
penyelesaian. Aku sudah berjanji kepada ayahmu. Biar bagaimana aku tidak boleh melihat
kalian berdua terjerumus dalam bahaya atau kembali ke lembah mendapat hukuman dari
Toa Tocu." tiba-tiba dia merendahkan nada suaranya dan berkata lagi. "Apakah kau
mempunyai kesan yang baik kepada pemuda itu?"
Pertanyaan ini membuat selembar wajah Cin Ying jadi merah padam. Hatinya berdebardebar
dan cepat-cepat menundukkan kepalanya dalam-dalam. Dia menghindari
pandangan mata Cia Tian Lun yang tajam.
Pada saat itu, hujan sudah berhenti, angin-pun tidak bertiup lagi. Hati Cin Ying malah
dilanda perasaan yang tidak menentu. Hampir saja dia lupa bahwa saat itu dia sedang
mencegah Cia Tian Lun melanjutkan pertarungan.
Sekonyong-konyong dia merasa ada sebuah tangan yang lembut mengelus-elus
rambutnya. Telinganya mendengar nada suara Cia Tian Lun yang berat.
"Cepat kau suruh anak muda itu menghentikan pertarungan."
"Ini?" "Cepat!" Mendengar bentakannya, Cin Ying malah tertegun. Begitu pandangan matanya
dialihkan, dia melihat wajah Cia Tian Lun menyiratkan kepanikan yang tidak terkirakan.
Sepasang matanya terus mengerling ke sana ke mari seakan menemukan suatu hal yang
serius. Sementara itu, terdengar suara benturan senjata tajam yang memekakkan telinga. Baik
Tan Ki maupun Hua Pek Cing sama-sama mencelat mundur ke belakang. Wajah mereka
terlihat begitu kelam, nafas mereka memburu, dada tersengal-sengal dan keringat terus
mengucur dari kening keduanya. Rupanya pertarungan ini telah menghamburkan banyak
hawa murni di dalam tubuh mereka dan tetap masih belum ketahuan siapa yang lebih
unggul. Tiba-tiba terdengar suara teriakan Lok Hong.
"Celaka!" tubuhnya berkelebat dan melesat ke depan sejauh enam tujuh langkah. Boleh
dibilang dalam waktu yang hampir bersamaan, di tempatnya berdiri tadi tiba-tiba meledak
dan menimbulkan suara yang menggelegar, bunga api memercik ke mana-mana. Asap
putih langsung bergulung-gulung di udara.
Hati Tan Ki tercekat bukan kepalang. Diam-diam dia berpikir: "Celaka! Rupanya di sini
terdapat banyak senjata rahasia dari mesiu yang ditanamkan di dalam tanah!"
Begitu pikirannya tergerak, matanya langsung menangkap sesosok bayangan yang
tidak asing lagi. Tubuhnya bergetar hebat. Darahnya seakan menggelegak. Kemarahan
dalam dadanya seakan meluap-luap serta hampir tidak dapat dibendung.
Orang itu bukan lain dari musuh besarnya yang sempat membuat Tan Ki bersumpah
dalam hati untuk membunuhnya dengan tangan sendiri, yakni Oey Kang.
Tampak dia berjalan ke arah mereka dengan menggerak-gerakkan kipas di tangannya.
Tampangnya santai sekali. Di belakang tubuhnya mengikuti puluhan laki-laki berpakaian
hitam. Wajah mereka masing-masing terlihat kaku dan datar. Tangan mereka
menggenggam sebuah tabung, tetapi langkah kaki mereka justru demikian ringan dan
lincah. Tan Ki mengkertakkan giginya erat-erat. Tiba-tiba dia berteriak lantang kemudian
menerjang ke depan. Pedang pendek di tangannya langsung meluncur keluar.
Oey Kang tertawa lebar. "Tamu yang datang tidak boleh tidak disambut. Biar lohu membalas sebuah serangan
untukmu!" kipasnya langsung dibuka, tubuhnya juga bergerak dalam waktu yang
bersamaan. Perlahan-lahan dia menggetarkan kipasnya dan membalas sebuah serangan.
Tan Ki diangkat kemudian menjulur keluar, dengan mudah dia berhasil memecahkan
serangan Oey Kang. Oey Kang tertawa terbahak-bahak. "Masih ada lagi!" pergelangan tangannya memutar,
timbul gelombang angin yang menghempas-hempas. Secara berturut-turut dia
melancarkan tiga buah serangan. Tan Ki sampai kalang kabut dibuatnya sehingga terpaksa
mencelat mundur sejauh tiga langkah. Tampak Cia Tian Lun menghentakkan kakinya di
atas tanah sambil menggerutu, "Sudah terlambat!"
"Apanya yang terlambat?" tanya Cin Ying bingung.
"Kalian sudah tidak keburu kabur lagi!"
Hati Cin Ying menjadi tergetar mendengarnya. Pandangan matanya mengedar, dia
segera mengerti apa yang dimaksudkan oleh Cia Tian Lun.
Rupanya saat itu berpuluh-puluh lelaki kekar yang mengiringi di belakang Oey Kang
tadi sudah menudingkan tabung di tangannya ke arah mereka seakan siap
menghamburkan isi tabung tersebut. Cin Ying sudah melihat dengan mata kepala sendiri
sampai di mana kehebatan Ban Hua Hue-tong tersebut. Tanpa dapat ditahan lagi hatinya
jadi tercekat dan keringat dingin membasahi sepasang telapak tangannya.
Cia Tian Lun menarik nafas panjang-panjang.
"Toa Tocu sudah mendapat berita bahwa anak muda she Tan itu akan melalui tempat
ini. Oleh karena itu, sudah dipersiapkan?" tiba-tiba dia melihat setitik sinar yang dingin
meluncur ke arahnya. Tanpa terasa mulutnya berteriak. "Celaka!" tubuhnya berkelebat,
secepat kilat dia melesat keluar. Tangan kanannya masih menggenggam tangan Cin Ying erat-erat. Oleh karena itu,
ketika dia melesat pergi, otomatis tubuh Cin Ying ikut tertarik.
Terdengar suara ledakan yang memekakkan telinga. Bunga api dan asap putih
bertebaran ke mana-mana. Rerumputan maupun bunga-bungaan yang tumbuh di sekitar
tempat itu semuanya membasah karena terpaan hujan tadi malam, tetapi ketika terkena
ledakan tetap saja menimbulkan bau hangus yang menyengatkan indera penciuman. Hati
Lok Hong itu tercekat. Wajahnya menunjukkan kegusaran yang tidak terkirakan. "Benarbenar
senjata api yang keji." Senjata rahasia mengandung api yang gencar ini benar-benar
tidak dapat dianggap remeh. Ketiga puluh enam jendral langit masing-masing
menudingkan tabung di tangan mereka ke arah lawan. Meskipun hati Lok Hong bukan
main gusarnya, tetapi tetap saja dia tidak berani sembarangan mengambil tindakan.
Cin Ie masih berdiri di tempatnya dengan termangu-mangu. Kemunculan Oey Kang
yang tidak terduga-duga itu seakan menimbulkan kesan ngeri di hatinya. Sepasang
matanya terus mengedar ke sana ke mari menandakan hatinya yang gelisah.
Cin Ying tersenyum lembut kepadanya. Dia segera menggenggam tangan gadis itu.
"Ada siok-siok di sini, kau tidak usah merasa takut."
"Si tua bangka yang jahat itu menakutkan. Itu hari ketika dia datang berkunjung ke
lembah, matanya terus menatap diri cici lekat-lekat?"
Cin Ying melirik sekilas kepada Tan Ki, dia menggoyang-goyangkan tangannya.
"Urusan ini tidak usah diungkit lagi. Saat ini keadaan sedang gawat. Semuanya harus
dilakukan dengan hati-hati. Baik-baik kau berdiri di samping Cici, jangan sembarangan
bergerak. Jangan sampai perhatian cici terpencar apabila menghadapi musuh."
Terdengar Tong Ku Lu membentak marah, "Budak sudah di ambang kematian, masih
belum merasa menyesal juga!" tangannya mendorong ke depan dan melancarkan sebuah
pukulan kepada Cin Ying. Sepasang alis Cin Ying langsung menjung-kit ke atas. Baru saja dia ingin melangkah
keluar dan menangkis serangan itu, tiba-tiba tampak Cia Tian Lun berkelebat lewat di
sampingnya dan langsung menyambut serangan Tong Ku Lu tadi dengan kekerasan.
Setelah mengatur pernafasan sejenak, hawa murni mereka telah pulih kembali seperti
sedia kala. Begitu kedua gulung tenaga dahsyat beradu, tubuh keduanya langsung
tergetar hebat dengan diiringi suara yang menggelegar. Setelah terhuyung-huyung
beberapa kali, kaki mereka sama-sama tergetar mundur setengah langkah.
Tiba-tiba terdengar bentakan yang keras, hati Cin Ying maupun Cin Ie sama-sama
tercekat. Serentak mereka menolehkan kepalanya dan wajah merekapun berubah hebat.
Rupanya Tan Ki tidak dapat menahan kemarahan di hatinya lagi. Melihat Oey Kang
melancarkan serangan yang dahsyat kepadanya, tanpa menghindarkan diri dia malah
menyambut serangan itu dengan kekerasan.
Oey Kang meraung keras, lengannya digetarkan, tenaga dalam yang terkandung di
dalamnya ditambah lagi sebanyak beberapa bagian kemudian mendesak ke depan. Pada
dasarnya tenaga dalam Tan Ki memang kalah sedikit dibandingkan dengannya. Mana
mungkin dia sanggup menyambut pukulan yang demikian hebat. Oleh karena itu, segera
terdengar dengusan berat dari hidungnya, tubuhnya terhuyung-huyung dan secara
berturut-turut dia tergetar mundur beberapa langkah.
Sikap Oey Kang sangat tenang, dia tidak mengejar Tan Ki. Bibirnya malah
mengembangkan seulas senyuman. Tiba-tiba dia mengangkat sepasang tangannya. Ketiga
puluh enam laki-laki berpakaian hitam langsung berpencaran keluar. Tabung di tangan
tetap diarahkan kepada beberapa orang itu.
Sementara itu Cia Tian Lun segera melangkah ke depan menghadang di depan Cin Ying
dan Cin Ie. Sementara itu Lok Hong yang hanya berdiam diri sejak dikalahkan oleh Hua
Pek Cing juga dapat merasakan gawatnya situasi. Cepat-cepat dia melesat ke depan dan
berdiri berdampingan dengan pihak Tan Ki. Di depan mereka kelompok laki-laki
berpakaian hitam tersebut terus melangkah maju setindak demi setindak.
Posisi Oey Kang sangat menguntungkan. Dia berdiri di tengah-tengah barisan jendral
langit tersebut. Wajahnya menunjukkan mimik aneh. Tetapi entah apa sebabnya ternyata
sampai sekian lama dia masih belum mengambil tindakan apa-apa.
Wajah Tan Ki merah padam, bibirnya bergetar. Kemudian terdengar dia berkata dengan
tersendat-sendat, "Aku ingin mencabut nyawamu!" mungkin saking marahnya, katakatanya
sampai tidak jelas terdengar. "Bagus sekali, bagus sekali! Tentu saja aku akan mengiringi kemauanmu." sahut Oey
Kang sambil tertawa terbahak-bahak.
Entah apa yang tersirat dalam hatinya, meskipun mulutnya menyahut perkataan Tan Ki,
tetapi sepasang matanya terus memperhatikan Cin Ying lekat-lekat. Wajah Cin Ying
sampai merah padam dibuatnya, dengan penuh kebencian dia meludah di atas tanah.
"Apakah Oey Sian-sing sedang menunggu kedatangan seseorang?" mendadak
terdengar Hua Pek Cing mengajukan pertanyaan tersebut.
Oey Kang tertawa terbahak-bahak. "Untuk menghadapi orang-orang seperti ini, sudah ada barisan Jendral Langitku yang
hebat. Untuk apa menunggu orang lagi" Hua Sau Tocu juga terlalu memandang remeh
lohu." "Lalu mengapa kau masih belum memerintahkan mereka untuk turun tangan?"
"Tentu saja lohu mempunyai alasan tersendiri."
Hua Pek Cing melihat mimik wajahnya yang aneh seakan ingin memohon sesuatu dari
dirinya. Tetapi mungkin karena menjaga harga dirinya sendiri, Oey Kang tidak
menyatakannya secara terus terang. Tanpa dapat ditahan lagi dia mengernyitkan
keningnya. "Apa sebenarnya yang kau pikirkan dalam hatimu" Mengapa tidak kau cetuskan saja
terus terang" "Tampaknya Cin Kouwnio dan Cia Tian Lun sudah mengkhianati perguruan bukan?"
"Apa yang Oey Sian-sing katakan memang benar, Sau Tocu ini justru ingin meringkus
para pengkhianat itu!" "Kalau lohu berhasil meringkus orang yang kau paling benci dalam hati, bolehkah aku
mengucapkan sedikit perkataan?"
Diam-diam Hua Pek Cing menggerutu di dalam hati: "Mulutmu sungguh manis, tetapi
sesungguhnya kau sedang mendesak aku"!"
Meskipun hatinya berpikir demikian, tetapi penampilan di luarnya tidak berubah.
Bibirnya malah menyunggingkan seulas senyuman.
"Lohu akan membantumu membalaskan dendam dalam hati, tetapi kau harus
menyerahkan nona Cin Ying kepadaku!"
Hua Pek Cing pura-pura merenung sejenak.
"Suhu telah menyerahkan urusan ini kepadaku, berarti aku boleh mengambil
keputusan. Baiklah aku akan mengabulkan permintaanmu."
Mendengar pembicaraan di antara kedua orang, itu, hati Tan Ki marah sekali. Tanpa
menunda waktu dia langsung menerjang ke depan dan melancarkan serangan kepada Oey
Kang. Si raja iblis itu mengeluarkan suara tawa yang dingin. Tangannya menepuk tiga kali,
kemudian dia mengeluarkan sebuah bendera merah dan mengibarkannya di udara. Para
laki-laki berpakaian hitam tadi tampaknya berada di bawah kendali bendera tersebut.
Begitu melihat Oey Kang mengibarkannya, mereka serentak maju dan beberapa di
antaranya langsung menghadang Tan Ki.
Pertarungan yang sengit dan tidak seimbangpun terjadi dalam sekejap mata. Tan Ki
berkelebat ke sana ke mari dengan pedang pendek di tangannya dan berusaha mencari
kesempatan mengincar Oey Kang. Tetapi berkali-kali dia tertahan oleh kelompok laki-laki
berpakaian hitam itu. Isi tabung mulai ditekan, bunga api memercik ke mana-mana, asappun
mengepul memenuhi udara. Lok Hong maklum isi hati Tan Ki. Dia segera membentak nyaring dan berkelebat ke
depan kemudian melancarkan serangan yang gencar ke arah beberapa laki-laki berpakaian
hitam yang sedang mengurung Tan Ki. Dalam waktu yang bersamaan, terdengar mulutnya
berkata, "Cepat urus musuhmu itu, biar lohu yang menangani mayat hidup ini!"
Tan Ki memandangnya sekilas dengan tatapan terharu, dendam di antara mereka
seakan sirna seketika. Tanpa membuang waktu lagi dia langsung menerjang ke arah Oey
Kang. Oey Kang tertawa terbahak-bahak melihatnya. Tiba-tiba tangannya mengibas, tiga
batang senjata rahasia dikibaskan keluar. Di samping itu secara diam-diam telapak
tangannya yang satu lagi juga sudah menggenggam berbagai senjata rahasia dan siap
dilontarkan. Keahliannya dalam bidang senjata rahasia justru yang membuat namanya terkenal di
dunia Kangouw. Tetapi apabila tidak bertemu dengan musuh yang benar-benar tangguh,
dia jarang menunjukkan keahliannya itu.
Hati Lok Hong dan Cia Tian Lun tergetar. Mereka maklum sampai di mana kelihaian Oey
Kang di bidang yang satu ini. Wajah mereka menyiratkan perasaan khawatir akan
keselamatan Tan Ki, tetapi mereka saat ini justru sedang kelabakan diserang oleh laki-laki
berpakaian hitam. Oleh karena itu, meskipun ada niat dalam hati untuk membantu, namun
mereka tidak mempunyai kesempatan sama sekali.
Tiba-tiba terlihat Tan Ki menjungkir balikkan tubuhnya, tiga batang senjata rahasia
melesat lewat di samping telinganya. Belum lagi tubuhnya sempat turun di atas tanah,
sekonyong-konyong kembali empat batang senjata rahasia melesat datang kembali.
Tubuh Tan Ki sedang melayang di tengah udara. Meskipun dia berusaha mengerahkan
hawa murninya dan menggeser tubuhnya ke samping, tetapi empat batang senjata
rahasia itu justru mengincar bagian tubuh yang berbeda-beda. Keadaannya saat itu benarbenar
gawat sekali. Cin Ie yang melihat keadaan calon suaminya, tanpa berpikir panjang lagi langsung
menerjang ke depan. Cin Ying yang berdiri di sebelahnya terkejut sekali, tetapi tidak
sempat lagi dia mencegah tindakan Cin Ie itu.
Tubuh Tan Ki masih melayang-layang di tengah udara. Terdengar Oey Kang tertawa
terbahak-bahak. Tangannya mengibas sekali lagi. Sembilan batang pisau terbang kembali
melesat keluar. Tan Ki sudah pasrah menghadapi nasib yang akan diterimanya.
Justru pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara jeritan yang menyayat hati. Darah
memercik ke mana-mana, sesosok tubuh terhempas jatuh di atas tanah. Orang itu tidak
lain adalah Cin Ie. Di bagian dadanya sudah tertancap sebatang pisau terbang, inilah yang merenggut
nyawanya. Di samping itu pada bagian pundak dan pinggang juga tertancap beberapa
batang senjata rahasia. Wajahnya pucat pasi, darah mengalir dari seluruh panca
inderanya. Orangnya sendiri sudah mati, tetapi sudut bibirnya mengembangkan seulas
senyuman. Otomatis tindakannya ini telah berhasil menyelamatkan selembar jiwa Tan Ki.
Dia merasa bangga dapat mengorbankan diri bagi orang yang dicintainya.
Saat itu Tan Ki sudah melayang turun di atas tanah dan berdiri di sampingnya.
Tubuhnya menggigil, sepasang tangannya mengepal erat-erat. Mimik wajahnya sungguh
tidak enak dilihat. Dia berdiri tegak tanpa mengucapkan sepatah katapun. Dia merasa
telinga berdengung-dengung. Sampai-sampai tangisan Cin Ying pun tidak terdengar jelas
olehnya. Melihat keadaannya yang seperti orang terkejut itu, diam-diam Oey Kang berpikir dalam
hati: Meskipun tadi jiwamu sempat diselamatkan oleh Cin Ie, tetapi dalam keadaan seperti
sekarang ini, apabila aku melancarkan serangan lagi, mana mungkin kau sanggup
meloloskan diri dari kematian?"
Begitu pikirannya tergerak, tiba-tiba tubuhnya berkelebat dan melancarkan sebuah
serangan. Tiba-tiba terdengar Lok Hong berteriak de-ngan suara keras, "Hati-hati!"
Pikiran Tan Ki tersentak sadar. Cepat-cepat dia menghimpun hawa murninya dan
mencelat ke belakang. Kembali terdengar Oey Kang tertawa terbahak-bahak"
Justru ketika dia sedang tertawa itulah, pada jarak tiga depaan di sampingnya terdapat
sebatang pohon siong yang tinggi. Di atasnya berdiri seorang gadis berpakaian putih,
sedangkan di balik batang pohon yang besar berdiri dua orang gadis cilik.
Tampak si gadis cilik berpakaian hijau mendongakkan wajahnya sambil bertanya,
"Siocia, apakah kau dapat melihatnya dengan jelas?"
"Hm, untuk sementara ini dia masih sanggup bertahan."
Gadis berpakaian hijau itu menarik nafas panjang-panjang.
"Aih" mengapa hati Siocia masih belum juga dapat dipadamkan?"
Tiba-tiba gadis yang berdiri di sampingnya menukas perkataan gadis yang pertama
tadi. "Cici Mei Hun, kau toh bukannya tidak mengerti perasaan hati Siocia, untuk apa kau
bicara yang bukan-bukan sehingga hatinya bertambah bingung?"
Gadis berpakaian hijau yang pertama hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan
tidak mengucapkan apa-apa lagi. Tiba-tiba terdengar suara desakan dari mulut si gadis berpakaian putih.
"Dua rombongan orang-orang ini mempunyai gerakan langkah kaki yang cepat. Entah
pihak mana yang datang. Kalau digabungkan mungkin jumlahnya mencapai ratusan


Dendam Iblis Seribu Wajah Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang." *** (file google dokumen published by Saiful Bahri ...situbondo seletreng )***
BAGIAN LX Sudut bibir Hua Pek Cing maupun Tong Ku Lu menyunggingkan seulas senyuman yang
licik. Mereka memperhatikan pertarungan yang berlangsung antara Tan Ki dan Oey Kang.
Tentu saja bagi mereka, siapapun yang mati tidak menjadi persoalan. Mereka tinggal
mengambil hasilnya saja. Tepat pada saat itu" dari bagian timur tiba-tiba muncul serombongan orang yang
mendatangi dengan tergesa-gesa. Sementara itu dari arah utara juga muncul lagi
serombongan orang yang jumlahnya mungkin tidak kurang dari lima puluhan orang.
Tiba-tiba terdengar suara menggelegar, segulung bau hangus langsung menerpa
hidung orang-orang yang ada di tempat itu, disusul dengan beberapa sosok bayangan
yang berkelebat. Mereka adalah Mei Ling, Liang Fu Yong, Yan Jen Ping, Ban Jin Bu, Goan
Yu Liong, Cu Cia dan Sam Po Hwesio.
Tampak tangan Cu Cia dan Sam Po Hwesio menggenggam puluhan batang bambu
berisi bahan peledak dan berlari di bagian depan.
Goan Yu Liong memperhatikan keadaan di situ sejenak, kemudian terdengar dia
menarik nafas panjang. "Biarpun kita sudah menguras otak membersihkan tempat ini, tetapi kedatangan kita
tetap agak terlambat." "Tutup mulutmu!" bentak Cu Cia. "Keadaan Tan-heng sekarang sedang gawatgawatnya.
Jangan sampai perhatiannya terpencar karena mengetahui kehadiran kita."
Tepat pada saat itu, terdengar suara bentakan Tan Ki yang lantang. Tubuhnya
mencelat mundur dalam waktu yang bersamaan. Tampak Oey Kang berdiri dengan tangan
mendekap dada. Pedang pendek milik Kiau Hun sudah tertancap di dadanya. Darah segar
terus mengalir lewat gagang pedang itu.
Perubahan itu terjadi secara tidak terduga-duga. Meskipun pihak Lam Hay terus
memperhatikan jalannya pertarungan, tetapi karena gerakan tangan Tan Ki terlalu cepat,
mereka sampai tidak sempat melihat bagaimana caranya membunuh Oey Kang. Juga tidak
ada orang yang sempat melihat bahwa menjelang kematiannya, Oey Kang masih sempat
melukai pundak kanan Tan Ki. Justru ketika tubuh Oey Kang hampir terjengkang rubuh di atas tanah, terdengar Cin
Ying berteriak histeris dan menerjang ke depan sambil mengibaskan pedang di tangannya
ke batang leher Oey Kang. Kepala orang itu langsung menggelinding di atas tanah.
Cia Tian Lun memondong mayat Cin Ie dan berjalan menghampirinya. Wajahnya kelam
sekali menandakan hatinya yang sedang tertekan. Dia berkata dengan suara lirih, "Mari
kita tinggalkan tempat ini." Pikiran Cin Ying seperti melayang-layang. Dia menyahut tanpa menolehkan kepalanya
sama sekali. "Betul, kita memang sudah harus pergi."
Tan Ki terkejut sekali mendengar perkataannya. Dia segera melesat ke depan dan
menghadang di depan Cin Ying. "Ke mana iujuan kalian?" "Dunia ini sangat luas. Ke manapun kita dapat melangkahkan kaki?"
Tan Ki masih berdiri termangu-mangu. Tiba-tiba bayangan tubuh berkelebat, baik Cia
Tian Lun maupun Cin Ying sudah melesat pergi dengan kecepatan kilat. Dalam sekejap
mata mereka sudah menghilang dari pandangan.
Entah apa yang dipikirkan oleh Tan Ki. Bibirnya bergerak-gerak seakan ingin
mengatakan sesuatu tetapi akhirnya dibatalkan.
Tampak Mei Ling berjalan mendekatinya dan memegang lengannya.
"Selamat atas keberhasilan Toako membalas dendam kematian ayah."
"Hatiku tidak merasa senang karena ini.
Adik Ie mengorbankan dirinya demi menyelamatkan selembar nyawaku?" sahut Tan Ki
sambil menarik nafas panjang. "Benar. Toako harus mencari jalan agar arwah cici Ie dapat terhibur di alam baka."
"Aku sedang berpikir, seandainya kau dapat melahirkan beberapa putra atau putri,
bagaimana kalau salah satunya mengikuti marga adik Ie agar hatinya terhibur di alam
sana?" Wajah Mei Ling tersipu-sipu mendengarkan ucapannya.
"Aku mana mempunyai rejeki sebesar itu" tapi cici Liang mungkin bisa?"
"Apa?" Tan Ki terkejut sekali mendengar perkataannya.
"Cici Liang sudah hamil?"
Wajah Tan Ki langsung berubah berseri-seri. Baru saja dia ingin mengatakan sesuatu
kepada Liang Fu Yong, tiba-tiba telinganya mendengar suara dentingan senjata dan
bentakan nyaring. Cepat-cepat dia menolehkan kepalanya. Entah sejak kapan, baik
rombongan Cu Cia, si pengemis sakti Cian Cong dan bahkan Yibun Siu San dan Tian Bu Cu
sudah muncul di tempat itu dan terlibat dalam pertempuran. Tong Ku Lu menghadapi si
pengemis sakti Cian Cong. Kaucu Pek Kut Kau menghadapi Tian Bu Cu, sedangkan Yibun
Siu San membantu yang lainnya menggebah laki-laki berpakaian hitam yang masih terus
bertarung dengan kalap. Tan Ki cepat-cepat maju ke depan dan berteriak dengan suara lantang.
"Paman Yibun, saudara-saudara sekalian! Para laki-laki berpakaian hitam itu
terpengaruh oleh semacam obat bius buatan Oey Kang. Walaupun kalian membunuh
semuanya, juga hanya menambah jatuhnya korban saja!" seraya berkata, dia memungut
bendera merah yang terjatuh dari tangan Oey Kang dan mencoba mengibar-ngibarkannya
sebanyak tiga kali. Ternyata para laki-laki berpakaian hitam itu langsung menghentikan
gerakannya, tetapi tetap berdiri kaku di tempat masing-masing. Yibun Siu San pun
mengajak rombongannya menepi ke samping dan melihat perkembangan selanjutnya.
Tan Ki sendiri langsung menghampiri Hua Pek Cing.
"Aku hanya ingin menanyakan suatu hal kepadamu. Kau ingin meneruskan pertikaian
ini atau kembali ke daerahmu dan berjanji tidak akan menginjakkan kaki lagi ke wilayah
Tionggoan?" Hua Pek Cing tampak ragu-ragu memberikan jawaban. Belum sempat dia berkata apaapa,
tiba-tiba terdengar suara tawa yang panjang. Tahu-tahu di sampingnya sudah berdiri
tocu dari Lam Hay Bun yang misterius.
Hua Pek Cing langsung menjatuhkan dirinya berlutut di depan orang itu. "Suhu"!"
Tocu Lam Hay Bun hanya mendengus dingin. Matanya menatap lekat-lekat pada Tan
Ki. "Pertanyaanmu tadi salah alamat, seharusnya kau tanyakan kepadaku."
"Kalau melihat tampangmu ini, rasanya tidak perlu kita banyak bicara. Ambisimu
mungkin tidak akan sirna sebelum dirimu sendiri terkapar di atas tanah menjadi mayat!"
tanpa memberi kesempatan sedikitpun, tangan Tan Ki bergerak, dia langsung melancarkan
sebuah serangan kepada Tocu dari Lam Hay Bun itu. Sementara itu, tampak si gadis
berpakaian putih keluar dari balik pohon siong dan menghampiri Cu Cia. Dia menyodorkan
sebungkus amplop putih ke hadapannya.
"Bagikan obat ini kepada rekan-rekan yang keracunan. Sebentar saja racun tersebut
akan hilang dari tubuh mereka."
Cu Cia menyambutnya dengan termangu-mangu. Untuk sesaat dia tidak tahu apa yang
harus dikatakannya. Baru saja dia ingin mengucapkan terima kasih. Si gadis berpakaiari
putih sudah menolehkan kepalanya kepada Mei Hun dan berkata, "Mei Hun, bantu
pengemis itu rubuhkan manusia berpakaian hitam tangannya menunjuk kepada Kaucu Pek
Kut Kau. Mei Hun segera mengiakan. Tubuhnya berkelebat ke depan dan pedang di tangannya
langsung digerakkan dengan gencar. Baik si pengemis sakti Cian Cong maupun Kaucu Pek
Kut Kau sama-sama terkejut karena tidak menyangka gadis cilik itu akan melancarkan
serangan secara mendadak. Belum lagi sempat dia memaki, tahu-tahu lengan kanannya
sudah tertebas oleh pedang Mei Hun sehingga darah memuncrat ke mana-mana. Tentu
saja Cian Cong tidak ingin menggunakan kesempatan untuk menyerang orang yang sudah
terluka. Dia segera mencelat ke samping dan menyaksikan bagaimana dalam sekejap mata
saja Mei Hun sudah berhasil merubuhkan Kaucu Pek Kut Kau tersebut.
Pertarungan antara Tan Ki dan Tocu Lam Hay Bun semakin lama semakin sengit. Jurusjurus
keji dilancarkan dengan kecepatan yang tidak terkirakan. Mei Ling dan Liang Fu Yong
memperhatikannya dengan wajah menyiratkan perasaan khawatir.
Tian Bu Cu menarik nafas panjang melihat ilmu kepandaian Tan Ki yang sudah
mencapai taraf setinggi itu. Kepalanya menoleh kepada Mei Ling.
"Kau khawatir dia akan kalah bukan?" Mei Ling menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku tahu Tan Koko memang sudah berniat mengorbankan diri, tetapi mengingat bayi
dalam kandungan cici Liang?" Tian Bu Cu tersenyum lembut. "Ilmu kepandaiannya saat ini sudah mencapai taraf yang tidak terkirakan tingginya, asal
dia tidak memencarkan perhatiannya dan berhati-hati, mungkin dia masih bisa
mengalahkan Tocu dari Lam Hay Bun itu."
"Tetapi" dia sudah menelan obat beracun, walaupun dia dapat mengalahkan tocu itu,
tetap saja dirinya tidak akan terlepas dari ke-matian?"
"Siapa bilang dia menelan obat beracun. Pinto hanya ingin menjajal ketulusan hatinya.
Obat yang Pinto berikan kepadanya malah sejenis obat penambah tenaga agar
semangatnya tetap terjaga" namun, pinto masih mengkhawatirkan satu hal."
Wajah Mei Ling dan Liang Fu Yong langsung berseri-seri mendengar keterangannya.
"Apa itu?" "Tocu Lam Hay Bun itu menguasai semacam ilmu sesat yang mengandung racun keji,
kalau dia sampai menggunakannya, kemungkinan anak Ki?"
Tiba-tiba terlihat gadis berpakaian putih itu berjalan ke depan dengan perlahan-lahan.
Dia berhenti di belakang punggung Tan Ki. Saat itu Tan Ki sedang berdiri tegak dan
menatap Tocu Lam Hay Bun lekat-lekat. Setelah bergebrak dengan orang itu sebanyak
beberapa jurus, Tan Ki sadar tidak mudah menghadapi lawan yang satu ini. Tetapi karena
hatinya sudah nekat untuk gugur demi menebus dosanya, dia langsung mengeluarkan
suara bentakan yang keras. Tubuhnya mencelat ke udara"
Tiba-tiba gadis berpakaian putih yang ada di belakangnya mengangkat sebuah jari
tangannya dan mengirimkan sebuah totokan. Tan Ki merasa punggungnya tergetar.
Pikirannya menjadi jernih seketika, bagian tubuhnya yang biasanya tidak bisa dipakai
mengerahkan tenaga dalam atau pun hawa murni jadi lancar seketika.
Sikap Toa Tocu dari Lam Hay Bun semakin lama semakin memperlihatkan
ketegangannya. Ilmu sesat yang dipelajarinya banyak menghamburkan hawa murni,
apabila menunda waktu terus, lama kelamaan"
Tiba-tiba dia melihat tubuh Tan Ki menerjang datang secepat kilat, tampak pedang
pendek di tangannya mengeluarkan cahaya yang berkilauan. Hati Toa Tocu itu tercekat
setengah mati. Untuk sesaat dia jadi kalang kabut. Kemudian tampak dia menghantamkan
sebuah pukulan ke depan. Serangan Tan Ki seakan tertahan, bahkan tubuhnya sendiri sempat tergetar oleh angin
kencang yang timbul dari serangan Toa Tocu tersebut. Tepat pada saat itu, tampak si
gadis berpakaian putih kembali melancarkan beberapa buah totokan pada tubuh Tan Ki.
Semangat Tan Ki jadi terbangkit, tubuhnya terasa nyaman. Tenaga dalamnya tiba-tiba
saja bertambah dua kali lipat. Dia mengertakkan giginya erat-erat dan meneruskan
serangannya yang tertunda tadi. Mimpipun Toa Tocu itu tidak menyangka kalau si gadis berpakaian putih bisa bertindak
menempuh bahaya yang demikian besar. Rupanya totokan yang dilancarkan dari jarak
jauh itu merupakan suatu cara menerobos jalan darah penting tingkat tinggi. Oleh karena
itu, tubuh Tan Ki. yang melayang di tengah udara dalam waktu seketika langsung
merasakan perubahan pada dirinya. Sedangkan Toa Tocu sendiri begitu terkejutnya
sehingga berdiri termangu-mangu. Justru di saat itulah, pedang pendek Tan Ki sudah menerobos ke dalam jantungnya.
Boleh dibilang hampir dalam waktu yang bersamaan, Tong Ku Lu rubuh di tangan Ciu
Hiang, Hua Pek Cing terkapar bermandikan darah oleh pedang di tangan Mei Hun.
Toa Tocu dari Lam Hay sendiri langsung terjengkang ke belakang dengan nyawa
melayang. Saat itu juga tampak tubuh Tan Ki yang baru mendarat di atas tanah, berdiri
dengan terhuyung-huyung kemudian jatuh tidak sadarkan diri.
Mei Ling dan Liang Fu Yong terkejut sekali. Serentak mereka menghambur ke depan
sambil berteriak, "Tan Koko"! Adik Ki!"
Wajah keduanya menyiratkan kepanikan yang tidak terkirakan, air mata Mei Ling malah
sudah mengucur dengan deras. Gadis berpakaian putih maju ke depan satu langkah. Dia menatap Tan Ki sekilas
kemudian berkata, "Jangan khawatir, dia tidak akan mati?"
Sementara itu, Yibun Siu San, Ceng Lam Hong dan Liu Seng bertiga juga menghampiri
dengan tergesa-gesa, "Tetapi luka yang dideritanya?"
"Tidak apa-apa, hanya terkejut karena mendapat totokan pelancar jalan darah di
tengah udara tadi. Aku akan memberinya sebungkus obat agar lukanya dapat sembuh
seperti sediakala, tetapi kalian tidak boleh mengatakan bahwa obat ini merupakan
pemberianku. Hatinya sudah kepalang membenci aku."
Ketika mengucapkan kata-katanya yang terakhir, air matanya hampir mengalir dengan
deras. Gadis berpakaian putih itu menahan kepedihan hatinya. Dia melirik Lok Hong sekilas,
kemudian mengeluarkan dua pucuk surat. Yang satu diberikan kepada Mei Ling, yang
satunya lagi disodorkan kepada Ceng Lam Hong.
"Sekarang Lok Locianpwe akan membawanya pergi. Kalian ikutlah dengannya.
Penjelasan yang terperinci bisa kalian ketahui di dalam surat ini." seraya berkata, matanya
menatap Tan Ki dengan perasaan yang berat. Sampai sekian lama baru dia membalikkan
tubuhnya meninggalkan tempat itu. Di dalam dunia Bulim, tidak pernah ada seorangpun yang tahu siapa namanya. Ketika
datang, dia membantu mereka menyelesaikan suatu masalah yang besar. Ketika pergi, dia
justru membawa sekeping hatinya yang luka.
Dia sudah mengambil keputusan untuk tidak bertemu lagi dengan Tan Ki. Di dalam
suratnya dia justru meminta kepada Mei Ling, apabila Mei Ling melahirkan anak lelaki
ataupun perempuan, harap satu diantaranya diantarkan ke Ming San untuk diangkatnya
sebagai anak ataupun murid. Tentu saja tidak ada seorangpun yang tahu bagaimana
perasaan hati gadis ini yang sebenarnya"
Matahari mulai terbenam di ufuk barat. Tampak segurat cahaya kemerahan di batas
cakrawala. Empat sosok bayangan berjalan perlahan-lahan di tengah pegunungan. Dua
laki-laki dan dua wanita. Mereka adalah Tan Ki, Lok Hong, Mei Ling dan Liang Fu Yong.
Mereka sedang menuju ke goa di mana terdapat ruangan batu tempat Lok Ing
bersemayam. Diam-diam Tan Ki sudah mengambil ke-putusan dalam hati untuk tidak meninggalkan
goa itu untuk selama-lamanya. Dia ingin menemani arwah Lok Ing sekaligus
mengundurkan diri dari dunia Bulim yang ruwet. Di sana dia akan membentuk sebuah
keluarga yang bahagia dengan seorang istri dan seorang selir"
*** (file google dokumen published by Saiful Bahri ...situbondo seletreng )***
Ketika pertarungan sudah berakhir dan semuanya kembali ke tempat masing-masing, di
atas sebuah puncak gunung yang tinggi berdiri seorang pemuda berpakaian putih. Dalam
pelukannya bersandar sesosok mayat seorang gadis yang cantik jelita serta berpakaian
merah. Gadis dalam pelukannya ini mati karena Tan Ki yang juga merupakan orang yang paling
dicintai gadis itu di dunia ini. Namun hati pemuda berbaju putih itu tidak membenci Tan Ki
sama sekali. Matanya memandang bayangan punggung Tan Ki yang semakin lama
semakin menjauh. Terdengar mulutnya menggumam seorang diri, "Tan-heng, aku akan
mendoakan dirimu?" Akhirnya dia menundukkan kepalanya kembali. Di tatapnya gadis cantik dalam
pelukannya dan air matapun mengalir dengan deras.
TAMAT Bentrok Rimba Persilatan 7 Bentrok Rimba Persilatan Karya Khu Lung Bara Naga 8
^