Pencarian

Golok Halilintar 2

Golok Halilintar Karya Khu Lung Bagian 2


ari kita maju membuka jalan untuk Sin Houw...!"
"Baiklah, koko, Biarlah aku yang membuka jalan,
Mereka bertiga memasuki jalan batu yang berlumut dan
licin, Karena sangat sempitnya, tak dapat mereka berjalan
berendeng, Thio Sin Han segera menolak Sin Houw agar
berjalan di sebelah depan. "Jangan! Biar aku yang di depan," kata Siu Lan. "Kalau aku
menemukan kesulitan , aku bisa segera mengisiki Sin Houw."
"Benar," sahut Sin Han dengan terharu, Kemudian kepada
Sin Houw ia berkata: "Kau sendiri, Sin Houw. Kau harus
memenuhi harapan kita semua, sejak detik ini, kau harus
menyayangi tubuh dan jiwamu. Kalau kau gagal, hancurlah
nama keluarga kita!" Thio Sin Houw sendiri pada waktu itu merasa telah
kehilangan diri, Dengan hati dan kepala kosong, ia melangkah
maju, Setapak demi setapak, jari-jari kakinya dicengkeramkan
kepada dasar jalan itu, Kalau tidak demikian, ia akan
tergelincir ke dalam jurang yang curam.
Thio Sin Han yang jalan di sebelah belakang, rusak
hatinya, Dengan muka berkeringat ia menoleh. Bukan main
kagetnya, karena dilihatnya ayahnya ternyata telah rebah
melintang di atas tanah pegunungan yang lembab, sedang
ibunya berkelahi dengan pedang di tangan kanan dan belati
ditangan kirinya. Thio Kim San sebenarnya sudah menderita luka parah,
Hanya saja ia pandai menyembunyikan di hadapan
keluarganya, untuk menanamkan rasa kepercayaan
terhadapnya. Tetapi begitu kena dikepung Cie-san Liong-ong
70 Kwee Sun bertiga, mendadak saja ia merasa kehilangan
sebagian tenaganya. ia berhasil melontarkan senjatanya Kwee
Sun dari genggaman, tetapi gerakannya sendiri sudah kurang
gesit. Tatkala Bu Seng Kok menusukkan pedangnya, tak dapat ia
mengelak, Masih bisa ia menangkis, di luar dugaan Su Tay
Kim melayangkan kaki nya. Dak! Dan ia mundur terhuyung.
Tepat pada saat itu si kate Su Tay Kim membarengi, sepasang
goloknya menyambar dan Kim San roboh terkulai
menungkerup di tanah. Su Tay Kim lompat dan mengulangi serangannya, Thio
Kim San yang masih memegang sebilah pisau belati, dengan
sisa tenaganya menikam, inilah suatu serangan balasan yang
sangat mengejutkan. Hati Su Tay Kim tercekat, cepat-cepat ia
mundur jumpalitan Dan selamatlah ta dari tikaman belati itu!
Melihat ayahnya roboh terguling, Thio Sin Han nyaris tak
dapat menguasai diri. Kakinya sudah bergerak, tatkala ia
melihat suatu pemandangan ngeri lagi, ibunya yang sedang
sibuk melayani kepungan musuh, kena tikam pedang Bu Seng
Kok dari belakang, Berba-reng dengan itu pula, Cie-san Liongong
Kwee Sun yang curang, sudah berhasil memungut
senjatanya kembali. Dengan panas hati ia melesat dan menghantarkan
gadanya, Lie Lan Hwa sudah tak dapat bergerak banyak,
Meskipun ia melihat datangnya bahaya, namun ia tak sudi
berteriak, Dengan memejamkan kedua matanya, ia
menunggu, Bress! Dan ia roboh tersungkur.
Betapa keadaan hati Thio Sin Han pada saat itu, tak dapat
dilukiskan lagi, itulah suatu kejadian yang hebat sekali, ia
dipaksa menyaksikan gugur-nya kedua orang tuanya didepan
matanya, serentak ia mengertak gigi dan menggerakkan
kakinya, tetapi tiba-tiba ia menoleh kebelakang seperti ada
yang mengingatkan. 71 Thio Sin Houw ternyata sudah berada dibelakangnya
dengan pedang pendek ditangan kanan. Melihat adiknya
hendak menuruti kata hati untuk membuat suatu pembalasan,
tersadarlah Sin Han. ia kini merasa bertanggung jawab penuh
untuk mempertahankan jiwa adiknya, demi pesan ayahnya,
Segera ia menghadang dengan merentangkan tangannya .
"Sin Houw, kau mau kemana?" bentaknya.
Pada waktu itu terdengar Cie-san Liong-ong berteriak
nyaring: "Hai, anak-anak! Kalian mau kemana" Hayo ...menyerah
atau tidak?" Panas hati Thio Sin Han mendengar Cie-san Liong-ong
Kwee Sun yang bicara temberang, serentak ia menjawab
dengan sinar mata menyala: "Kami anak-anak keturunan Thio Kim San tak dapat kalian
hina, Kalian boleh menguntungi kepala "kami atau menyiksa
kami, tetapi jangan harap kami akan menyerah begitu saja
tanpa perlawanan!" Mendengar jawaban itu, banyak di antara para
pengepungnya menyatakan rasa kagum dan hormat.
Berkatalah salah seorang diantara mereka:
"Memang tepat kata orang, harimau tidak akan melahirkan
anak anjing .,." Sebaliknya Cie-san Liong-ong Kwee Sun tak mau sudah,
Dengan perisai dan penggada ditangan kiri-kanannya, ia maju
mendekati sambil berkata: "Benar-benarkah kalian tak sudi menyerah" Apakah kalian
72 memang segagah ayah kalian" Baiklah, aku akan mengujimu!"
Cie-san Liong-ong Kwee Sun tidak hanya licik dan ganas,
tapipun berangasan pula, setelah berkata demikian, gadanya
menyambar. Thio Sin Han pandai membawa diri, Kalau melompat, ia
akan kena dikepung, Maka perlahan-lahan ia mundur lalu
balas dengan menabaskan pedangnya. "Tranggg!" tubuh mereka berdua segera nampak
bergoyang-goyang. Cie-san Liong-ong Kwee Sun sudah terlanjur mengumbar
mulut besar, Tak dapat ia menarik diri, Melihat lawannya
mundur, ia maju setapak demi setapak dengan melindungi diri
dengan perisai bajanya, Dasar lebih berpengalaman, setelah
terseret maju ia dapat memindahkan gelanggang. Setiap kali
pedang Thio Sin Han menghantam perisainya, ia memutar
sambil mundur sedikit, Gerakan mundur dan membawa musuh
ini ke tepi, benar-benar berhasil. Tahu-tahu Sin Han telah
berada di luar ujung jalan. "Hm, bagus! sekarang mampus kau!" bentak Kwee Sun,
yang terus mencecar dengan perisai dan godanya.
Mendadak pada saat Itu, sebatang pedang berkelebat
disampingnya. Kwee Sun tahu maksud rekannya, dan ia
berteriak nyaring: "Bagus, Bu-heng! Lebih baik anak itu kau ringkus saja."
Hati Sin Han tercekat, ia berteriak gugup:
"Sin Houw, awas!" Siu Lan yang berada dibelakangnya Sin Houw, tak
memikirkan keselamatan jiwanya lagi, terus saja ia melompat
73 sambil menangkis, Tentu saja tak dapat ia mengadu tenaga
dengan Bu Seng Kok. Tubuh dan pedangnya terpental tinggi di
udara, dan Sin Houw tak terlindungi lagi.
Menyaksikan hal itu, Sin Han mengerahkan segenap
kepandaiannya. ia mendesak Kwee Sun hendak mendekati
Sin Houw, akan tetapi pada saat itu belasan orang datang
mengepungnya. Sin Han tak gentar sedikitpun, Masih ia
berkesempatan berpaling mencari Siu Lan. Di lihatnya adiknya
itu tengah bertempur melawan seorang yang mengenakan
jubah abu-abu. Orang itulah yang tadi membuat teka-teki ayah
dan ibunya. Thio Siu Lan walaupun belum sempurna, namun ilmu
pedangnya tidak tercela. itulah disebabkan pengalamannya
selama menjadi kejaran musuh. Gerakan pedangnya gesit dan
berbahaya, setiap kali ada kesempatan ia menikam atau
menabas, Akan tetapi musuhnya si jubah abu-abu terlalu kuat
baginya, Dengan memperdengarkan suara tertawa serangan
Siu Lan kena dipunahkan dengan sangat mudah.
Dalam pada itu Thio Sin Han tak berkesempatan lagi
memainkan pedangnya, yang di ingatnya hanyalah Sin Houw
yang masih bercokol di atas jalan maut, Cepat ia berteriak:
"Sin Houw, jangan perdulikan kami berdua! Sebaliknya,
ingatlah keluarga ayah dan ibumu. Engkaulah satu-satunya
yang kami harapkan, Lekas lari, jangan kau sia-siakan
harapan ayah dan ibu!" Siu Lan mendengar suara kakaknya, ia menoleh sambil
melayani orang yang berjubah abu-abu. Tatkala itu Sin Han
mencurahkan perhatiannya kembali kepada tiga orang
lawannya, Perlahan-lahan ia mundur kembali, maksudnya
hendak menutup jalan agar Sin Houw dapat meneruskan
perjalanannya tanpa terganggu musuh.
Sin Houw sendiri sangat sedih hatinya, ia melihat ayah dan
74 ibunya tak berkutik lagi dan berlumuran darah. Kemudian
kakak perempuannya yang kerepotan menghadapi musuh,
sedangkan Sin Han terus dikepung oleh musuh yang sangat
banyak jumlahnya, Meskipun belum cukup umur, akan tetapi
dalam hidupnya sudah seringkali ia melihat suatu pertempuran
Secara naluriah, segera ia mengetahui bahwa kedua
kakaknya tiada harapan bisa menang.
"Kalau begitu benar kata koko, tak boleh aku mati. Kalau
aku membuat ayah dan ibu kecewa, matipun rasanya belum
bisa menebus kesalahan ini. Baiklah, koko, Kau tutuplah
jalannya, aku akan berusaha lari dari sini," katanya di dalam
hati. Tepat setelah mengambil keputusan demikian, mendadak
ia mendengar pekik teriakan kakaknya, Dengan hati sangat
terkejut ia menoleh, dan masih sempat ia menyaksikan
kakaknya Sin Han kena tikam dan roboh terjungkal ke dalam
jurang. "Sin Houw, terusss!" teriak Sin Han, Dan itulah teriak suara
kakaknya yang terakhir, yang selalu akan dikenang dan
membangkitkan bulu romanya di kemudian hari, Suara
teriakan itu mengaung panjang dan makin tipis, kemudian
lenyap. Hebat pemandangan itu. Dalam menghadapi maut, Thio
Sin Han masih ingat dengan kewajibannya untuk
memperingatkan adiknya agar menyelamatkan diri, Dan teriak
peringatan penghabisan itu sangat berpengaruh, sehingga Sin
Houw bagaikan lupa akan segalanya. Tanpa merasa ia melompat pula sambil berteriak
memanggil: "Koko Sin Hannn!" 75 Tepat pada saat itu, tiba-tiba suatu tenaga maha besar
menyambar dirinya. Dan tubuhnya terangkat naik lalu jatuh
bergulingan di tepi jurang, Tetapi begitu mukanya mencium
tanah, tiba tiba saja ia dapat berdiri tegak. Rasa kaget yang
berkecamuk di dalam diri Sin Houw bukan main hebatnya.
Beberapa saat lamanya belum dapat ia menemukan dirinya
kembali, namun secara naluriah ia menoleh mencari sesuatu.
Dan diantara kedua pipinya yang melepuh bengkak, ia
melihat seorang berbaju panjang memancarkan pandang
berapi kepada belasan lawan ayah bundanya - orang itu kirakira
berumur sebaya dengan ayahnya, kesannya agung dan
kelihatan berwibawa, Baju panjang yang dikenakannya
berwarna putih dan terbuat dari kain kasar.
Yang terkejut ternyata tidak hanya Sin Houw saja, Baik
Cie-san Liong-ong Kwee Sun bertiga maupun yang lain saling
pandang dengan wajah berobah. Mereka tadi menumpahkan seluruh perhatian kepada Sin
Han yang roboh terjungkal ke dalam jurang dengan teriak
suara yang menyayat hati, Tahu-tahu orang itu muncul dengan
tiba-tiba. Kapan ia berada di dekat arena pertempuran, tiada
yang tahu. Suatu hal yang membuat hati mereka bercekat adalah,
walaupun Sin Houw masih kanak-kanak, namun tubuhnya
cukup berat. Dengan melompat ke dalam jurang, pelontaran
tubuhnya mempunyai daya tekanan sendiri. Namun dengan
hanya mengebaskan tangannya, tubuh Sin Houw terangkat
naik dan dibawa ke tepi jurang, Jelaslah, bahwa orang itu
mempunyai ilmu sakti yang sukar diukur!
Secara serentak, Cie-san Liong-ong Kwee Sun bertiga
menatap wajah orang itu. Ternyata orang itu memiliki wajah
cemerlang, sepasang alisnya tebal. Tepi mulutnya nampak
beberapa jalur kerutan kulit, itulah suatu bentuk wajah yang
yang sudah melampaui masa remaja serta kenyang akan
76 berbagai penderitaan hidup. Orang itu membungkam, sikapnya acuh tak acuh, Sama
sekali tak bergerak dan pikirannya seperti melayang pada
masa-masa lampau. Cie-san Liong-ong Kwee Sun men-deham, ia bersikap hatihati.
Sebaliknya Bu Seng Kok yang berwatak berangasan,
lantas saja menyapa dengan suara kasar:
"Siapa kau" Kenapa begitu datang, lalu ikut campur urusan
kami?" Ditegur demikian, orang itu tidak merasa tersinggung, ia
membungkuk hormat dan menjawab: "Tempat ini termasuk wilayah kami, kalau tidak boleh
dikatakan demikian setidaknya berdekatan dengan rumah
perguruan kami. Karena itu, sudah selayaknya kami harus
menghaturkan selamat datang dan menyambut kedatangan
kalian, siapakah sebenarnya tuan-tuan ini" Kenapa tuan-tuan
melakukan suatu pembunuhan disini?"
"Siapa kau?" ulang Bu Seng Kok.
"Aku adalah Cia Sun Bie!" jawab orang itu.
Mendengar nama itu, baik Cie-san Liong-ong Kwee Sun
bertiga maupun Sin Houw berseru berbareng. Hanya saja
seruan Sin Houw bernada kaget bercampur girang, sebaliknya
Kwee Sun bertiga kaget berbareng gusar. serentak mereka
mundur selangkah dan memberi isyarat agar bersiaga.
Dengan pedang gemerlipan Bu Seng Kok melintangkan
senjatanya di depan perut, sebaliknya Su Tay Kim memasang
sepasang goloknya miring ketanah. Ke dua gerakan itu
merupakan inti ilmu saktinya masing-masing, nampaknya
seperti saling bertentangan - tetapi apa bila mulai digerakkan
77 tikamannya sangat ganas. Dengan jurus itulah mereka bekerja sama mengepung Thio


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kim San dan Kwee Sun yang curang diam-diam sudah
memilih kedudukannya sendiri, ia melindungi dirinya dengan
perisai baja dan gada bergiginya disembunyikan di baliknya.
Tetapi, meskipun diancam demikian, sama sekali Cia Sun
Bie tidak gentar. Sikapnya masih saja acuh tak acuh,
perhatiannya malah kepada Sin Houw yang tadi berseru kaget
bercampur girang, ia nampak heran dan menoleh dengan
pandang penuh pertanyaan. Waktu itu seluruh muka Sin Houw penuh lumpur, Meskipun
demikian rasa girangnya tak lenyap dari kesan wajahnya yang
tak keruan macamnya. "Benarkah supeh adalah Cia Sun Bie?" tanya Sin Houw.
"Benar!" sahutnya tegas walaupun didalam hati masih
penuh pertanyaan. "Bukankah supeh adalah kakak seperguruan ayahku?" Sin
Houw menegas, Sejak diberitahukan oleh ayahnya, ia
menghafal nama-nama semua paman gurunya, itulah
sebabnya begitu mendengar nama Cia Sun Bie, serentak ia
berseru girang. "Eh, anak, Kau siapa?" "Aku bernama Thio Sin Houw, Bukankah supeh datang
karena melihat sinar api semalam?"
"Benar, Coba, kau bicara yang jelas! siapakah ayahmu?"
kata Cia Sun Bie dengan suara gemetar.
"Ayah ... ayah ... bernama Thio Kim San," sahut Sin Houw
78 tersendat sendat. "Thio Kim San" Kim San adik seperguruanku?" Sun Bie
menegas, "Ayah ... ayah dikepung dan akhirnya dibunuh manusiamanusia
ganas itu!" teriak Sin Houw, "ibu juga dibunuh oleh
mereka!" Cia Sun Bie mengalihkan pandangnya kearah dua mayat
yang bergelimpang tak jauh dari tempatnya, Dan melihat
mayat itu, wajahnya berobah pucat. "Jadi ... jadi ... ayahmu semalam yang melepas panah
berapi?" "Bukan ayah, tapi kakak, Diapunmati terjungkal ke dalam
jurang." sahut Sin Houw dengan suara parau.
"Ya, Tuhan ..." seru Cia Sun Bie, "Akulah yang semberono.
Panah api itu tidak pernah kulihat, aku hanya menerima
laporan, Akh, sutee!" Setelah berseru demikian, dengan sekali melompat ia
melesat melewati mereka yang mengepung. Kemudian
menghampiri adik seperguruannya, Thio Kim San. Dan begitu
melihat mayat adik-seperguruannya yang rusak seperti di
cincang, Cia Sun Bie jatuh terkapar, tak sadarkan diri.
Panah api tanda bahaya itu, memang tak pernah
dilihatnya, Pada waktu itu ia berada didalam rumah, tiba-tiba
seorang datang berlari-lari menyerbu rumahnya dan
mengabarkan tentang panah api. Mula-mula dikiranya kelapan
kilat, akan tetapi warnanya biru - Cia Sun Bie merasa bimbang
ketika menerima laporan itu. "Panah api bersinar biru memang merupakan isyarat tanda
bahaya," katanya, "Masing-masing anak murid membekal
79 beberapa batang, Akan tetapi selama belasan tahun belum
pernah salah seorang diantara kami melepaskan panah itu,
apakah kau tak salah lihat?" Orang yang memberikan laporan itu adalah salah seorang
murid Bu-tong yang dapat dipercaya, maka setelah sesaat
merasa bimbang, akhirnya ia memutuskan hendak
menyelidiki. Dan bertemulah ia dengan rombongan Cie san
Liong-ong Kwee Sun, sayang sudah terlambat - Thio Kim San
dan isterinya telah binasa dikepung, Maka betapa hebat rasa
sesalnya kepada diri sendiri tak dapat dilukiskan lagi.
Meskipun dia seorang pendekar yang sudah banyak makan
garam, tak urung pingsan juga. Tepat pada saat itu, sesosok bayangan melesat
menghantam Thio Sin Houw, dan bocah itu lantas saja roboh
tak berkutik, Tatkala menjenakkan mata ia melihat Cie-san
Liong-ong Kwee Sun bertiga datang merubung Cia Sun Bie
kata Su Tay Kim: "Memberantas rumput harus sampai ke akarnya, Selagi ia
tidak berdaya, kita kutungi saja lengan dan kakinya, Akulah
yang akan bertanggung-jawab di kemudian hari."
"Benar." Bu Seng Kok menguatkan.
Pada waktu itu Thio Sin Houw seperti kehilangan tenaga.
Kepalanya pening, dan seluruh tubuhnya terasa nyeri . Entah
siapa tadi yang memukulnya ia tak tahu, ia pingsan dan
kemudian tersadar seorang diri saja, tiada yang
memperhatikan keadaannya. Mungkin sekali mereka mengira
bocah itu telah binasa. Demikianlah, untuk yang kesekian kalinya ia menyaksikan
ancaman terhadap pihaknya. Karena terkejut, kecewa dan
marah, ia lupa kepada segala penderitaannya, Memang ia
sama sekali tidak berkutik, tetapi pikirannya masih jernih dan
sadar sepenuhnya, Tanpa berpikir panjang lagi, ia lalu
80 berteriak sekuat-kuatnya. Apabila manusia belum sampai pada ajalnya, maka
terjadilah tiba-tiba suatu peristiwa diluar dugaan. Oleh jeritan
itu, Cia Sun Bie tersadar, Tapi tepat pada saat itu ujung
sebatang pedang terasa menempel dijidatnya, Kemudian
berkelebatlah sebatang golok menabas lengan kirinya.
Dalam keadaan demikian, meskipun bermaksud
menangkis sudah tidak sempat lagi. Apalagi ujung pedang Bu
Seng Kok telah mengancam jidatnya, Sedikit gerakan saja, ia
akan tewas tertembus. Dalam keadaan tak berdaya sama
sekali, jalan satu-satunya hanya menghimpun tenaga saktinya
yang segera disalurkan ke lengan kiri untuk melindungi.
"Brtt!" golok Su Tay Kim menabas lengan kiri Cia Sun Bie.
Tapi begitu mengenai sasaran, golok melejit ke samping
seperti membentur suatu benda keras. Ternyata ilmu Yangkong
(tenaga keras) dari Su Tay Kim telah dipunahkan oleh
Im-jiu (tenaga lembek) dari Cia Sun Bie. Namun demikian,
darah segar tetap merembes keluar dari lengan baju Cia Sun
Bie yang panjang, Dan pada saat itulah, sekonyong-konyong tubuh Cia Sun
Bie yang rebah celentang diatas tanah, meluncur sejauh
beberapa tombak, Gerakan itu sangat aneh, tubuhnya seakanakan
seboah botol yang menggelinding karena kena sentuhan
seseorang dari luar arena pertempuran, Kecepatannya dapat
mengelakkan tikaman pedang Bu Seng Kok.
Sesungguhnya ujung pedang Bu Seng Kok berada satu
senti diatas jidat Cia Sun Bie, Dengan sedikit gerakan saja
akan dapat menggores hidung, mulut dan dada. Tindakan Cia
Sun Bie untuk membebaskan diri memerlukan suatu
keberanian yang sangat berbahaya, Sebab apabila ujung
pedang Bu Seng Kok tertekan lagi satu senti saja, maka dada,
perut dan muka Cia Sun Bie akan seperti dibedah!
81 Dalam gerakan membebaskan diri, Cia Sun Bie menekuk
lutut dengan pinggang tetap tegak lurus. Dan setelah lolos dari
ujung pedang, mendadak ia berdiri tegak bagaikan berpegas,
Kemudian dengan suatu gerakan senapas , terdengarlah
suara patahnya pedang Bu Seng Kok dan golok Su Tay Kim!
Sebenarnya kedua senjata musuh itu tak mungkin dapat
dipatahkan oleh Cia Sun Bie dalam satu gebrakan saja, Soal
nya tatkala tangan Cia Sun Bie bergerak, Bu Seng Kok dan Su
Tay Kim tidak berkesempatan lagi menarik senjatanya masingmasing.
Begitu sadar akan akibatnya, pedang dan golok
mereka kena dipatahkan dengan serentak.
Cia Sun Bie memang lebih tangguh daripada Thio Kim San
yang menjadi sutee-nya, Begttu berhasil mematahkan senjata
lawan, dengan gerakan melintang ia melontarkan patahan
senjata itu kepada majikannya masing-masing, Tentu saja Bu
Seng Kok dan Su Tay Kim kaget setengah mati, cepat-cepat
mereka lompat mundur kesamping mengibaskan lengan untuk
mengurangi daya lontaran. Hebat pengaruh serangan balasan itu, belasan orang yang
berada di belakang Su Tay Kim dan Bu Seng Kok ikut
bergerak pula untuk menjaga diri, Dan kesempatan itu
dipergunakan Cia Sun Bie untuk memikirkan kekuatan musuh.
Pikirnya didalam hati: "Thio siauwtee binasa di tangan mereka, padahal ia
dibantu oleh isteri dan anaknya, Aku sendiri mungkin pula
dapat merobohkan beberapa orang diantara mereka, tetapi
untuk merebut kemenangan rasanya tidak mudah. Baiklah aku
mengambil jalan lain untuk menolong bocah itu ..."
Setelah berpikir begitu, ia berkata nyaring kepada mereka:
"Kami murid-murid Bu-tong pay selamanya mengambil
jalan terang benderang. Kalian telah membunuh salah
82 seorang saudara seperguruan kami, kenapa lancang tangan,
Apakah kalian mengira kami akan berpeluk tangan saja"
Sayang sekali sampai pada detik ini, aku belum mengetahui
perkaranya dengan jelas - kalau kalian mempunyai keberanian
mari ikuti aku!" Dengan langkah perlahan ia mendekati mayat Thio Kim
San dan isteri-nya, lalu memanggulnya diatas kedua belah
pundaknya. setelah itu ia berkata kepada Sin Houw:
"Anak, kau naiklah ke punggungku.
Tetapi Thio Sin Houw tak dapat bergerak sama sekali, ia
hanya bisa membuka mulutnya, Sebagai seorang pendekar
yang kenyang makan cparam, dengan sekali pandang -
tahulah Cia Sun Bie apa yang sedang diderita anak itu.
pikirnya didalam hati: Aku harus berusaha mengambil tindakan
cepat, sebelum keadaan mereka berubah.
Dengan sekali menggerakkan kakinya, tubuh Thio Sin
Houw dilontarkan ke udara sambil ia berseru:
"Pegang leherku!" Pukulan yang diderita Sin Houw tidak melumpuhkan
seluruh anggauta badannya, ia masih bisa menggerakkan ke
dua tangannya, Mendengar seruan Cia Sun Bie dan
menyadari akan bahaya yang mengancam, kedua tangannya
lantas saja merangkul leher paman gurunya.
"Bagus, anak!" Cia Sun Bie berlega hati, Kemudian
berputar kepada rombongan musuh dan berkata garang:
"Tuan-tuan, aku akan pergi. Siapa yang bosan hidup, ikuti
aku. sebaliknya yang tak sudi mengikuti aku, akan kucari
sampai dapat ..." Berbareng dengan ucapannya ia ia melesat bagaikan
83 bayangan, Tiba-tiba Thio Sin Houw setengah memekik: "Eh,
mana cici Siu Lan?" "Siapa dia?" tanya Cia Sun Bie. "Kakak
perempuanku," sahut Thio Sin Houw, ia memutar pandangnya,
akan tetapi pada waktu itu ia telah terbawa melintasi dua
dinding bukit. ***** KETIKA MENGALAMI berbagai tumpuan peristiwa yang
mengejutkan, memedihkan dan menyakitkan hati, Thio Sin
Houw lupa segalanya, Akan tetapi setelah ia terlepas dari
marah bahaya, mendadak saja ingatannya sadar kembali.
Yang teringat untuk pertama kalinya adalah Thio Siu Lan,
karena dialah yang masih bergerak. Dan mendengar perkataan Thio Sin Houw, maka Cia Sun
Bie berhenti dengan mendadak. "Selain kau, tak ada lain orang yang kulihat." katanya
dengan suara cemas. Tadi, ketika melihat jenazah adik seperguruannya - ia jatuh
pingsan karena merasa kecewa kepada keteledorannya
sendiri. Thio Sin Houw demikian pula, Karena itu keduaduanya
tidak dapat mengikuti lagi apa yang telah terjadi selagi
mereka dalam keadaan tidak sadar. "Sebenarnya, bagaimana semuanya ini bisa terjadi?" Cia
Sun Bie menanya lagi. Thio Sin Houw tak dapat menjawab dengan segera,
Perutnya mendadak terasa melilit dan pandang matanya
berkunang-kunang. Setelah berdiri tegak, ia segera memberi
keterangan apa yang telah dialami, kemudian latar belakang
sebab-sebab yang didengarnya dari mulut ayahnya. Katanya
dengan menahan air mata: 84 "Ayah berkata ... ayah berkata .. itulah mengenai golok
Sun-lui to ..." Setelah berkata demikian, iapun jatuh pingsan untuk yang
kedua kalinya. Cia Sun Bie menyangka bocah itu pingsan karena rasa
letih dan rasa sedih, maka ia segera melepaskan ikat
pinggangnya dan mengikat bocah itu di dadanya. Kembali ia
siaga hendak lari secepat-cepatnya.
"Akh! Bagaimana mungkin malapetaka ini bisa menimpa
Thio Kim San?" katanya didalam hati.
Mendadak saja ia mendongak dan berteriak panjang.
Begitu keras dan hebat tenaganya, sehingga bumi seakanakan
tergetar dan daun-daun kering rontok berguguran, Lama
dan lama sekali , baru ia berhenti berteriak, lalu berkata.
"Baiklah, aku akan membawanya kepada suhu, Entah
bagaimana keputusan suhu, Tapi aku sendiri akan turun
gunung . Ngo-tee, kau tenangkan arwahmu, dendammu pasti
terbalas!." Setelah berkata demikian, segera ia lari sekencangkencangnya
bagaikan anak panah lepas dari busurnya.
Dalam pada itu Thio Sin Houw belum sadar juga dari
pingsannya, tatkala menjenakkan mata, ia sudah berada di
sebuah ruangan sebuah rumah besar. ia mendengar suatu
kesibukan tak keruan, bentakan-bentakan yang diseling
dengan suara membujuk. Oleh suara itu, Thio Sin Houw jadi tersadar benar-benar
dari pingsannya. ia tersentak bangun, apa yang di lihat oleh
matanya untuk yang pertama kalinya adalah jenazah ayah dan
ibunya, tak mengherankan, hati bocah itu tergetar lagi. Terus
saja ia berteriak menyayatkan hati:
85 "lbu! Ibu! Ayah! Ayah ...!" terus ia menubruk dan merangkul
jenazah ayah dan ibunya. Waktu tiba di rumah perguruan, Cia Sun Bie segera
membunyikan lonceng tanda bahaya, Kebetulan sekali hari itu
menjelang ulang tahun Tie kong tiangloo yang ke sembilan


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

puluh, Semua murid-murid hadir dalam rumah perguruan
Giok-hie kiong. Ketika mendengar bunyi suara lonceng tanda
bahaya, mereka segera menemui Cia Sun Bie.
Betapa terkejut dan gusar hati mereka, tak dapat dikatakan
lagi begitu mereka melihat jenazah saudara seperguruan
mereka, Thio Kim San dan isterinya. Selagi mereka sibuk
memperoleh keterangan dari mulut Cia Sun Bie, maka tibatiba
datang guru mereka - Tie-kong tiangloo yang sebenarnya
sudah jarang sekali mau mencampuri segala urusan duniawi.
Pada waktu itu nama Tie-kong tiangloo disegani orang
seumpama menggetarkan bumi. Perawakannya sedang, agak
tipis dan lembut, wajahnya bercahaya terang, bersemu merah.
Suatu tanda bahwa keadaan tubuhnya sehat dan kuat,
Rambut, kumis dan jenggotnya memutih perak. Pandangnya
lemah lembut, penuh kemanusiaan. Seperti keterangan Thio Kim San kepada isteri dan anakanaknya,
Tie-kong tiangloo jarang sekali muncul di rumah
perguruan, ia hadir satu tahun satu kali, yakni tepat pada hari
ulang tahunnya. Pada hari itu ia sengaja hadir untuk
menyambut ucapan selamat dari murid-muridnya. Sama sekali
tak diketahui bahwa muridnya yang kelima Thio Kim San
mengalami peristiwa kebinasaan yang sangat menyedihkan.
Dengan langkah penuh pertanyaan ia menghampiri. Begitu
melihat wajah muridnya yang kelima itu, tergetarlah hatinya, ia
adalah seorang pertapa yang telah berusaha melepaskan diri
dari ikatan keduniawian walaupun demikian, hubungan antara
murid dan guru sudah meresap dalam bagian kehidupannya
86 sendiri. Tak dikehendaki sendiri, gemetarlah seluruh tubuhnya,
Namun ia bisa membawa diri, dengan tenang ia membungkuk
kemudian meraih, Setelah mengetahui bahwa muridnya yang
kelima itu sudah tak bernapas lagi, mulailah ia memeriksa
lukanya. "Apakah ini isterinya?" tanyanya perlahan.
"Benar." sahut Cia Sun Bie, murid yang pertama.
Tie-kong tiangloo lalu berpaling kepada Thio Sin Houw,
dan bertanya: "Dan bocah itu?" "Dialah putera satu-satunya yang masih hidup."
Tie-kong tiangloo berhenti sejenak, berkata dengan suara
kian perlahan. "Bun Kiat, kau tolong lah anak itu, ia pasti ingin menangis."
Semua orang mengira, bocah itu yang kembali pingsan
adalah karena pengaruh luapan tangis dan rasa dukanya.
Maka cepat-cepat Tan Bun Kian, murid Tie-kong tiangloo
yang ke-empat meraihnya dan memijit-mijitnya, Urat dadanya
diurut perlahan-lahan, lalu ia berkata:
"Anak, kau menangislah sekarang, Menangislah ..."
Akan tetapi Thio Sin Houw tetap tak bergerak,
Menyaksikan hal itu, Cia Sun Bie dan sekalian saudara
saudara seperguruannya terkejut. seperti berjanji mereka
berpaling kepada gurunya minta pertimbangan.
Semua murid Tie-kong tiangloo berjumlah lima orang,
Murid tertua Cia Sun Bie, didalam rumah perguruan ia
87 bertindak mewakili gurunya, sifatnya tenang dan berwibawa,
jarang ia berbicara berkepanjangan, Akan tetapi tiap
perkataannya, merupakan sikapnya yang bulat.
MURID kedua Lim Tiauw Kie, hari itu ia tidak hadir karena
sudah beberapa tahun lamanya menghilang tanpa
meninggalkan jejak dan tak pernah memberikan berita kepada
rumah perguruannya maupun kepada sanak keluarganya, ia
menghilang secara misterius, tanpa diketahui apakah masih
hidup atau entah telah binasa. Murid ketiga Koan Siok Hu, sudah berkeluarga sehingga
tidak lagi berdiam di rumah perguruan. Akan tetapi setiap
tahun menjelang hari jadi gurunya, ia pasti datang
menyambangi dan menyampaikan ucapan selamat panjang
umur kepada gurunya, sekalian berkumpul untuk beberapa
hari bersama saudara saudara seperguruannya.
Murid ke-empat Tan Bun Kian, perawakannya langsing dan
gesit. Matanya tajam bulat, karena itu kesan wajahnya kasar,
ia pandai berdebat pula, itulah sebabnya seringkali ia mewakili
gurunya dalam pertemuan perdebatan atau diwaktu
menghadapi para tamu bermulut jahil.
Murid kelima adalah Thio Kim San - yang hari itu tiba
dalam keadaan telah menjadi mayat. Sementara itu, sambil menghela napas Tie-kong tiangloo
berkata: "Anak itu keras wataknya, coba bawalah kemari."
Dimulutnya Tie-kong tiangloo memberi perintah agar Thio
Sin Houw dibawanya mendekat, akan tetapi ia sendiri lantas
berdiri untuk menghampiri sebelum bocah itu diangkat oleh
Cia Sun Bie. Tie-kong Tiangloo segera mengulurkan tangannya ke
88 punggung Sin Houw - pusat urat syarafnya, Segera ia
mengerahkan tenaga dalamnya untuk menyadarkan.
Lweekang atau ilmu tenaga dalam Tie-kong Tiangloo tak
dapat diukur betapa tingginya, murid-muridnya saja sudah bisa
mengagumkan para pendekar kelas utama, seperti Thio Kim
San misalnya, untuk banyak tahun lamanya ia menjelajahi
dikalangan Rim-ba persilatan sehingga memperoleh nama
cemerlang. Begitu juga Cia Sun Bie yang berhasil menolong Thio Sin
Houw dari ancaman maut, itulah suatu bukti betapa tinggi ilmu
kepandaian mereka berkat dasar tenaga dalam yang diberikan
gurunya, Maka luka tak perduli betapa beratpun, asal kena
tersalur tenaga dalam Tie-kong Tiangloo, pasti akan sembuh
sebagian, dan yang pingsan akan segera siuman kembali.
Akan tetapi sama sekali tak terduga, setelah lweekang Tiekong
Tiangloo menyusup ke dalam urat syaraf, wajah Thio Sin
Houw mendadak berubah warna, Kini tidak hanya pucat saja,
tapipun menjadi kebiru-biruan atau ungu gelap, Bocah itu terus
menggigil - seluruh tubuhnya terasa dingin luar biasa.
Tie-kong Tiangloo mengerutkan dahinya. ia meraba jidat
Thio Sin Houw. Mendadak tangannya terasa dingin seperti kena sentuh
sebongkah batu es. Dalam terkejutnya Tie-kong Tianglo dengan cepat merabaraba
punggung sibocah, tetapi ditengah-tengah punggung
terdapat sebagian daging yang panas seakan-akan terbakar.
Anehnya disekitar rasa panas itu, diselimuti hawa dingin luar
biasa sampai meresapi tulang. Kalau bukan Tie-kong Tiangloo
yang telah memiliki ilmu sakti tak dapat diukur lagi betapa
tingginya, pastilah akan ikut menggigil kedinginan begitu kena
sentuh hawa yang bertentangan itu, "Sun Bie, Waktu kau bertemu dengan bocah ini, dia dalam
89 keadaan ba-gaimana?" tanya Tie-kong Tiangloo.
Cia Sun Bie sejenak terdiam dan merasa bingung, sulit
rasanya untuk ia memberikan jawaban.
"Ketika mula-mula murid memasuki arena pertempuran,
bocah itu dalam keadaan sehat, walaupun nampak ia seperti
kehabisan tenaga, Kemudian murid menjadi pingsan, setelah
melihat jenazah sutee Thio Kim San. Begitu siuman lagi, murid
itu nampak sedang berteriak ketakutan." akhirnya Sun Bie
memberikan jawaban. "Apakah kau yakin, bocah itu bebas dari suatu siksa ketika
kau dalam keadaan tak sadar?" Tie-kong tiangloo minta
keterangan dengan sabar. Cia Sun Bie nampak ragu-ragu. Kemudian teringatlah dia bahwa muka Thio Sin Houw
matang-biru, seperti bekas kena tamparan. seketika itu juga ia
mengerahkan ingatannya kembali kepada daerah
pertempuran - lantas ia berkata setengah berseru:
"Benar, suhu! Muka bocah itu matang-biru, walaupun
demikian, mungkinkah ia kena aniaya orang-orang yang
menamakan dirinya pendekar" Murid rasa ... akh ... Suhu,
waktu murid memasuki arena pertempuran, memang murid
melihat seorang yang mengenakan pakaian jubah abu-abu
sedang bertempur melawan seorang gadis. Menurut bocah itu,
dialah kakaknya, Tapi benarkah dia sempat menganiaya
bocah ini?" Hening, Tie-kong tiangloo diam termenung, semua muridmuridnya
ikut terdiam tak bersuara, Tie-kong tiangloo
kemudian merobek baju Sin Houw untuk memeriksa tubuhnya
yang berkulit halus dan putih. Dipunggung terdapat tapak dari
lima jari tangan yang nampak mengeluarkan hawa panas
90 sekali. Dilain pihak, disekitarnya semuanya berhawa dingin.
Pantaslah Sin Houw pingsan seperti mayat.
Wajah muka Tie-kong tianglo segera berubah muram,
selagi diam-diam ia merasa sangat terkejut. Kemudian ia
bicara seperti pada dirinya sendiri.
"Aku tidak menyangka setelah tigapuluh tahun lamanya,
dengan matinya Pek Kwie Tauwto - maka lenyaplah sudah
ilmu Hian-beng Sin-ciang yang lihay luar biasa, Siapa sangka
sebenarnya masih ada orang yang memiliki ilmu kepandaian
itu ..." Cia Sun Bie yang ikut mendengar perkataan gurunya,
menjadi ikut terkejut sekali. "Jadi bocah ini terluka karena terkena pukulan Hian-beng
Sin-ciang?" tanyanya, ia berusia paling tinggi diantara muridmuridnya
Tie-kong tiangloo, dan mengetahui perihal ilmu
pukulan tangan kosong itu - Tangan Malaikat Air!
"Benar," sahut sang guru, "Warna ungu dengan disertai
tapak jari merupakan tanda khas dari ilmu pukulan Hian-beng
Sin-ciang yang mudah dikenali."
"Bagaimana cara mengobatinya, suhu" Kami bersedia
melakukan," Tan Bun Kian ikut bicara dan ikut merasa cemas
hatinya. Tetapi Tie-kong tiangloo tidak memberikan jawaban, ia
menghela napas sedih, dan secara tiba-tiba saja air matanya
mengalir keluar. sambil mendukung tubuh Sin Houw, ia
menghampiri jenazah Thio Kim San. "Kim San, muridku. Belum lagi jelas sebab-sebab
kematianmu kini gurumu menghadapi masalah baru lagi. Kau
telah mengangkat aku sebagai guru tetapi ternyata aku tak
pandai menjaga keselamatan jiwa anakmu. Bukankah bocah
91 ini anakmu satu-satunya yang masih hidup" Oh , Kim San!
Tiada gunanya aku hidup sampai setua ini, nama
perguruanmu termashur diseluruh persada bumi, Akan tetapi,
ternyata orang-orang tak menghargai rumdi perguruanmu
dengan sepenuh hati. Ternyata kau binasa berselimut nama
rumah perguruanmu. Bukankah mereka yang membunuhmu
tahu juga, bahwa kau adalah salah seorang muridku" Akh,
Kim San, perlu apa aku hidup lebih lama lagi...?"
Segenap murid-muridnya menjadi sangat terkejut ketika
mendengar ucapan guru mereka, Selama berguru padanya,
belum pernah mereka mendengar kata-kata Tie-kong tiangloo
yang menyatakan suatu rasa kecewa, marah, dendam, benci,
penasaran dan berduka. Tapi kali ini dengan satu napas, Tie-kong tiangloo
merangkum seluruh perasaan demikian. inilah suatu tanda
bahwa guru mereka dalam keadaan putus asa dan sedih tak
terhingga. "Suhu, benarkah anak ini tidak dapat ditolong lagi?" tanya
Koan Siok Hu penasaran. Tie-kong tiangloo merangkul terus tubuh Sin Houw, ia
berjalan tak menentu di dalam ruangan itu.
"Kecuali... kecuali guruku le Giam taysu hidup lagi dan
mengajarkan aku seluruh isi kitab Kiu-yang cinkeng..."
Semua muridnya kian menjadi terkejut, semuanya berdiam
sehingga kembali suasana di dalam ruangan itu menjadi
hening. Tiba-tiba terdengar teriak suara Sin Houw:
"Ayah! Ayah! Kau tidak boleh mati ! Kau tidak boleh mati!
Kasihanilah ibu ... kasihanilah ibu! Addduuuuuuh, sakit ...!"
92 Begitu mengerang, Thio Sin Houw segera merangkul Tiekong
Tiangloo sekencang-kencang, kemudian menyusupkan
kepalanya ke dalam rangkulan guru besar itu.
Tergoncang hati Tie-kong tiang-loo yang dirangkul dan
mendengar teriakan Sin Houw, ia jadi merasa iba sekali.
Dengan memusatkan seluruh semangatnya ia berkata:
"Marilah kita sama-sama berusaha dengan sepenuh
tenaga untuk merebut hidup bocah ini. Berapa lama dia bisa
hidup, terserahlah kepada Yang Maha Kuasa." Lalu ia
menoleh kepada jenazah Kim San. Dengan air mata mengalir
ia berkata setengah isak: "Oh, muridku Kim San. Malang
benar nasibmu." Dengan langkah kaki lunglai Tie-kong tiangloo kemudian
membawa Sin Houw ke dalam kamarnya sendiri, dimana
segera ia memijat berulang-ulang delapan belas macam urat
nadi untuk mengurangi kepekaan. Setelah kena pijatan itu, Sin Houw tidak menggigil lagi,
Tetapi, warna ungu yang nampak tersembul pada wajahnya
kian menjadi gelap. Tie-kong tiangloo tahu, apabila warna
ungu gelap itu berubah menjadi hitam maka bocah itu tak
dapat ditolong lagi. Kesadaran itu membuat ia segera bertindak. Baju Sin
Houw ditanggalkan, kemudian iapun menanggalkan jubahnya
sendiri. Dan dengan mengadu dada, ia mendekap punggung
sibocah. Dilain pihak, Cia Sun Bie bertiga dengan Koan Siok Hu dan
Tan Bun Kiat dengan dibantu oleh nurid-murid Boe~tong
lainnya sibuk mengurus penguburan jenazah Thio Kim San
dan isterinya, setelah selesai ketiga murid utama itu ikut serta
memasuki kamar Tie-kong tiangloo, dan meneka segera
mengetahui apa yang sedang dilakukan guru mereka untuk
93 menolong Sin Houv, Guru mereka tengah mengerahkan
tenaga dalamnya untuk menyedot keluar hawa dingin dari
tubuh Sin Houw, Seumur hidupnya Tie-kong tiang-loo tidak
menikah sehingga ia tetap merupakan seorang perjaka asli,
dan berhasil meyakinkan ilmu tenaga dalam "Soen-yang Boekek
kang" yang istimewa. Hanya ilmu itu luar biasa sekali,
kalau salah penggunaannya dapat membahayakan diri sendiri.


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cia Sun Bie bertiga berdiri tegak disamping gurunya. Hati
mereka tegang luar biasa, karena mereka menyadari
pengobatan dengan cara demikian besar sekali bahayanya.
Kalau kurang tepat, tidak hanya Sin Houw gagal
memperoleh kesehatannya kembali, tetapi yang berusaha
menyembuhkan juga akan tertimpa malapetaka.
Didalam hati terpikir oleh mereka tenaga sakti gurunya
yang murni, memang tiada tandingannya. Akan tetapi guru itu
telah berusia lanjut betapapun juga tenaga jasmaninya sudah
mundur. Jangan-jangan malah terjadi hal-hal yang mengerikan
... Tak mengherankan bahwa hati mereka kian menjadi
cemas. setengah jam mereka berdiri tegak bagaikan patung,
akhirnya Tie-kong tiangloo nampak bergerak, wajahnya
samar-samar bersemu hijau dan sepuluh jari-jarinya
bergemetar, Setelah membuka mata, ia berkata dengan suara
perlahan: "Siok Hu, kau majulah menggantikan aku, Apabila merasa
tak tahan, Cepat-cepat kau mundur dan biar Bun Kiat
menggantikan. jangan sekali-kali kau memaksa diri."
Koan Siok Hu segera membuka baju dan memeluk Sin
Houw ke dalam pang-kuannya, Begitu tubuhnya bersentuhan
ia menjadi terkejut, bukan main dinginnya. ia merasa diri
seakan akan sedang memeluk balokan es, maka cepat cepat
ia berseru : 94 "Tan sutee, perintahkan beberapa orang membuat unggun
api! Makin garang, makin baik!"
Sebagai murid Tie-kong tiangloo yang bermukim diatas
gunung Boe- tong san yang berhawa dingin, sudah tentu Koan
Siok Hu seringkali mendaki gunung untuk melatih diri dalam
hawa yang sangat dingin, Akan tetapi, begitu memeluk tubuh
Sin Houw, Koan Siok Hu menjadi sangat terkejut sampai ia
berteriak. Dengan demikian dapat dibayangkan, betapa dingin
hawa yang menguap dari dalam tubuh bocah itu.
Tidak lama kemudian api unggun segera dinyalakan di
dalam kamar itu, sekalipun demikian, Koan Siok Hu masih
merasa kedinginan. Kadangkala ia menggigil dengan gigi
berceratukan - sehingga ia menyadari akan ancaman
malapetaka, dan cepat-cepat ia menghimpun tenaga
murninya. Namun setiap kali akan terhimpun, mendadak
menjadi buyar lagi. Kini barulah ia mengenal betapa hebat ilmu sakti Hianbeng
Sin-ciang yang ditakuti orang sejak puluhan tahun yang
lalu. "Suhu sudah berusia lanjut, tetapi masih sanggup bertahan
setengah jam. sebaliknya aku baru saja memeluk tubuh bocah
ini, sudah menggigil tak keruan. Akh, tenaga murni suhu
benar-benar sudah mencapai puncak kesempurnaan ..,"
katanya di dalam hati - sehingga ia menjadi malu sendirinya
karena tadi ia menyangsikan tenaga gurunya yang sudah
berusia lanjut. Dalam pada itu Tie-kong tianglo sudah terbenam dalam
semadinya, ia tidak menghiraukan segalanya, seumpama
tiada melihat dan tiada mendengar sesuatu. perhatiannya
dipusatkan untuk menghapus hawa berbisa yang tersedot oleh
tenaga murninya ke dalam jasmaninya. Apabila hawa berbisa
95 terkuras habis dari jasmaninya. Sementara itu Tan Bun Kiat sudah menggantikan
kedudukan Koan Siok Hu, lalu tempatnya digantikan lagi oleh
Cia Sun Bie, Koan Siok Hu berdua Tan Bun Kiat duduk
bersemadi di dekat tempat api unggun.
Cia Sun Bie yang mencontoh cara penyembuhan terhadap
Thio Sin Houw, telah memeluk dan menempatkan bocah itu di
atas pangkuannya, Kemudian tubuhnya yang bidang
ditempelkan dan segera terjadilah suatu perjuangan mengadu
ketahanan tenaga sakti. Memang! Secara tidak langsung mereka semua seperti
sedang diuji himpunan tenaga saktinya, Siapa yang dangkal
segera tak tahan kena serangan hawa berbisa Hian-beng Sinkang,
yang dingin luar biasa, Ternyata ilmu tenaga dalam Cia
Sun Bie berada sedikit disebelah atas dari Koan Siok Hu dan
Tan Bun Kiat. "Serahkan kepada!" tiba-tiba perintah Tie-kong tiangloo
yang terkejut ketika menyaksikan keadaan Cia Sun Bie yang
sedang menggigil , berusaha mempertahankan diri, "Duduklah
kau dan pusatkan pernapasanmu, jangan sekali-kali pikiranmu
terpecah!" Demikian dengan cara bergiliran mereka berempat
berjuang mengusir hawa beracun yang mengeram di dalam
tubuh Thio Sin Houv, selama tiga hari dan tiga malam. Cara
mereka melakukannya seperti sedang berjuang menghadapi
ancaman maut yang menyerang rumah perguruan mereka.
Sama sekali mereka tak kenal lelah. Dan oleh ketekunan
mereka, hawa beracun yang mengeram dalam tubuh Thio Sin
Houw lambat laun makin tipis dan tipis. Oleh karena itu daya
tahan mereka kini bisa mencapai waktu dua jam, itulah
sebabnya pada hari ke empat mereka bisa tidur secara
bergilir. 96 Dan seminggu kemudian, mereka sudah bisa membagi
waktu, masing-masing sudah bisa menanggulangi sisa hawa
dingin dengan sendirian saja. Dengan demikian, yang lain
dapat beristirahat untuk mengembalikan tenaga sakti mereka
yang telah terhambur keluar. Pada hari kedua puluh, secara berangsur-angsur
kesehatan Thio Sin Houw memperoleh kemajuan, Suhu dingin
yang menyerang badannya makin berkurang. Pikiran bocah itu
nampak menjadi jernih pula, ia milai makan sedikit demi
sedikit, sehingga hal itu menggembirakan semua penghuni
rumah perguruan Go-bie pay, Mereka mengira bahwa
beberapa hari lagi kesehatan Sin Houw akan pulih kembali
seperti sediakala. Mendadak pada hari ke empat puluh ketika tiba pada
giliran Cia Sun Bie, terjadilah suatu hal yang mengejutkan Cia
Sun Bie menemukan suatu bintik dingin yang membeku di
dalam pusar Thio Sin Houw, ia berusaha mendorong keluar
dan membuyarkan, akan tetapi betapapun ia mengerahkan
tenaganya hawa dingin yang membeku itu tidak dapat
didesaknya, Bahkan bocah itu kembali menjadi pucat gelap,
Cia Sun Bie mengira, bahwa kegagalan itu disebabkan
lantaran tenaga saktinya kurang kuat. Maka ia melaporkan
kepada gurunya. Ketika Tie-kong tiangloo mencoba mendorong hawa dingin
yang beku itu, iapun gagal juga, Lalu dicobanya untuk
menghancurkan, tetapi usaha itupun gagal. Koan Siok Hu lalu
menggantikan, tetapi murid inipun tak berdaya. Dan selama
lima malam, mereka semua gagal melenyapkan hawa dingin
yang mengeram itu. Segera mereka berunding dan bertukar pikiran. Akhirnya
diputuskan untuk mengambil jalan lain dengan memberikan
ramuan obat penghancur serta pelawan hawa dingin, namun
percobaan itupun tak berhasil. 97 "Anakku, bagaimana perasaanmu ?" pada suatu hari Cia
Sun Bie menegas. Pada waktu itu Thio Sin Houw sudah bisa berbicara.
Selama itu, sedikit demi sedikit ia bisa menceritakan kembali
pengalaman orang tuanya semenjak dikejar-kejar musuh yang
pada mulanya tidak dikenal dan tidak diketahui entah apa
sebabnya mereka memusuhi dan bermaksud membunuh Thio
Kim San sekeluarga, Akhirnya secara samar-samar ia sudah
bisa menebak-nebak latar belakang peristiwa yang
menghantui keluarganya. Demikian ketika mendengar pertanyaan Cia Sun Bie yang
dikeluarkannya dari lubuk hati yang tulus ihlas, ia memberikan
keterangan: "Kaki dan tanganku hangat tetapi pada ubun-ubunan, dada
dan perut rasanya makin lama makin menjadi dingin
Tie-kong tiangloo yang ikut hadir pada waktu itu, diamdiam
tercekat hatinya, Cepat-cepat ia menghibur:
"Cucuku, lukamu kini sudah sembuh. Aku tak perlu lagi
mendukungmu setiap hari , kau boleh rebahan diatas tempat
tidurku." Thio Sin Houw manggut. Perlahan lahan ia turun dari
tempat tidur dan merangkak-rangkak mendekati Tie-kong
tiangloo dan sekalian paman gurunya, ia berlutut dan
menyembah sampai mencium lantai, lalu ia berkata dengan
suara halus: "Sucouw dan sekalian supeh.... Sin Houw tidak akan
melupakan budi sucouw dan sekalian supeh yang telah
menolong jiwaku ini. Kini teecu mohon sucouw dan supeh,
agar sudi mengajarkan ilmu yang tinggi dan sakti, supaya
98 dikemudian hari teecu dapat menuntut balas sakit hati ayahibu
dan kedua saudara..." Mendengar perkataan Thio Sin Houw, mereka semua
terharu bukan main - Bocah seumur Sin Houw, mengapa
sudah dapat bicara seperti itu" Mereka agaknya lupa bahwa
Thio Sin Houw di godok dan digembleng oleh pengalaman
yang pahit dan dahsyat, sehingga mematangkan cara berpikir
dan pernyataan perasaannya. Dengan berdiam diri tanpa memberikan jawaban, Tie-kong
tiangloo meninggalkan kamar serta ketiga muridnya mengikuti
dari belakang, Di pen-dopo Tie-kong tiangloo menghela napas
dan berkata: "Racun Hian-beng sin-ciang sudah meresap kedalam
ubun-ubun, dada dan perutnya, Artinya tiada sesuatu tenaga
lagi yang dapat mengusir dari luar - tampaknya jerih-payah
kita selama empat puluh hari empat puluh malam itu sia-sia
belaka, Hanya saja yang tidak kumengerti, apa sebab terjadi
perubahan ini?" "Suhu," kata Cia Sun Bie setelah berpikir sejenak, "Kami
mendengar kabar bahwa mertuanya sutee Thio Han Sin
adalah seorang lo-cianpwee kenamaan.
Apakah tidak mungkin Sin Houw menerima warisan
himpunan tenaga sakti kakeknya lewat ibunya" Janganjangan...
dalan usahanya mempertahankan diri dari rasa sakit,
Sin Houw melawan serangan hawa berbisa itu dengan
himpunan tenaga sakti warisan kakeknya. Karena kurang
pengalaman, mungkin ia salah mengetrapannya, Dia bukan
mengusir tetapi malahan menyedot sehingga kini melengket
dengan himpunan tenaga saktinya sampai meresap ke dalam
urat syarafnya." Tie-kong tiangloo mendengarkan alasan itu, namun ia
menggelengkan kepalanya, sahutnya: 99 "Andaikata empat atau lima tahun lebih tua usianya,
kemungkinan itu memang ada, Tetapi masakan anak sekecil
dia mempunyai tenaga yang berarti untuk mengadakan
perlawanan?" "Suhu keliru, " bantah Cia Sun Bie. "Tenaga dalam Sin
Houw tidak lemah." ia segera menceritakan bagaimana Sin
Houw ikut bertempur selagi dua saudaranya sibuk melayani
pihak musuh yang mengepung." "Ayah mertuanya Kim San adalah Lie Sun Pin, dalam
kalangan Rimba persilatan memperoleh gelar sebagai "Singa
kepala sembilan", kata Tie-kong tiangloo setelah
mendengarkan perkataan muridnya. "llmu saktinya tidak
gampang-gampang dapat diwarisi atau dimengerti. Apakah
karena dalam keadaan terdesak , maka ibunya telah
menurunkan ilmu warisan ayahnya secara diam-diam" Akh,
ya, Mungkin begitu itu, Tie-kong tiangloo bagaikan baru
menyadari, lalu ia berkata lagi setengah berseru:
"Benar ... benar, Kiranya ilmu sakti warisan Lie Sun Pin
berada pula di dalam dirinya, Sebab kalau hanya warisan Kim
San 3 himpunan ilmu saktinya adalah sejalan dengan kita,
pastilah bantuan kita dari luar tidak akan mengakibatkan
sesuatu. Tapi bagaimana corak himpunan tenaga sakti aliran
Lie Sun Pin itu, aku tidak mengerti. Biarlah kucobanya ..."
Setelah berkata demikian, Tie-kong tiangloo kembali
memasuki kamarnya. Lalu ia berkata kepada Sin Houw:
"Cucuku, coba kau pukul aku tiga kali 3 berturut-turut
dengan sungguh-sungguh." "Bagaimana teecu berani memukul sucouw?" tanya Sin
Houw heran. 100 Tie-kong tiangloo tertawa, lalu berkata lagi:
"Jika kau tidak memukul aku, bagaimana aku bisa
mengetahui sampai di mana dangkal dan dalamnya himpunan
tenagamu, bagaimana aku bisa mengajarmu ?"
Thio Sin Houw berpikir sejenak, Alasan sang kakek guru
memang berasalan, dari itu ia berkata:
"Kalau begitu , baiklah. Hanya saja, sucouw jangan
memukul aku keras-keras ..." "Tentu saja!" Masakan aku akan memukul kau kembali"
Aku hanya ingin menguji himpunan tenagamu."
Memang, secara tergesa-gesa Lie Lan Hwa pernah
menurunkan ilmu warisan ayahnya kepada Sin Houw, ilmu itu
sebenarnya banyak dikenal orang sebagai ilmu dari aliran
"hitam" atau golongan sesat. Lie Lan Hwa sendiri sebenarnya
belum memahami seluruhnya, dia hanya menguasai tiga jurus
saja, Hal itu dikatakan dengan terus terang kepada anaknya
yang bungsu itu. Gerakan Thio Sin Houw yang kini diperlihatkan kepada
Tie-kong tiang-loo adalah jurus kesatu, yang seluruhnya terdiri
dari tujuhpuluh dua jurus! Ketika pukulan itu tiba, Tie kong tiangloo menyambut, dan
tenaga pukulan yang dahsyat kena dihisapnya hilang, Thio Sin
Houw merasa diri seakan-akan sedang memukul udara
kosong yang lunak, sehingga diam-diam ia menjadi terkejut.
"Bagus juga!" puji Tie-kong tiangloo sambil manggutkan
kepalanya. "Menurut kata ibu, pukulan ini dapat merobohkan gunung,
Akan tetapi dihadapan sucouw, mengapa habis daya-nya"
Sucouw hebat sekali. Maukah sucouw ajarkan aku ilmu sakti
101 itu, agar aku bisa membalas sakit hati terhadap musuh-musuh
orang tuaku?"

Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau pusatkan dulu perhatianmu pada pukulanmu yang
kedua dan yang ketiga," sahut Tie-kong tiangloo yang tidak
menjawab langsung. Thio Sin Houw tiba-tiba berputar, lalu membalikkan tubuh
dan menyusul gerakannya ia memukul. ia menggunakan tipu
"Sin-liong pa-bvee", salah satu tipu-pukulan yang dimalui di
kalangan rimba persilatan. Melihat berkelebatnya tangan, Tie-kong tiangloo
menyambut dengan tangan kanannya, Dan daya pukulan itu
amblas sirna, Yang mengheran, Sin Houw sama sekali tidak
merasa kena pukulan pantulan tenaga sakti kakek-guru itu
yang membalik. Selagi heran dan kagum, kakek guru itu memuji lagi:
"Sin Houv, bagus sekali! Anak seusiamu sudah bisa
mencapai himpunan tenaga sebesar ini, benar-benar patut
mendapat pujian." "Sucouv, sudahlah, Tidak guna lagi aku melancarkan
pukulanku yang ketiga, kurasa tiada berarti apa-apa bagi
sucouw." kata Sin Houw, "Kedua pukulanmu tadi sangat hebat, kau pukullah aku
dengan pukulanmu yang ketiga!" sahut Tie-kong tiangloo.
Dengan memaksa diri , Thio Sin Houw menghimpun
tenaga dalamnya pada telapak tangannya, ia perlu melingkar
dahulu sebelum tangannya bergerak. Dan apabila tenaga dalamnya sudah merasa terhimpun ,
tiba-tiba ia menyodok - inilah tipu muslihat jurus ke sembilan,
yang disebut Kang-liong Yoe-wie (penyesalan sang naga).
102 Barang siapa terkena pukulan ini, meskipun kebal dari
sekalian senjata tajam, akan roboh terjengkang dengan luka di
dalam! Diam-diam Tie-kong tiangloo terperanjat, pikirnya di dalam
hati: "Benar-benar dia bisa melakukan pukulan hebat ini?"
Terus saja ia bersiaga, akan tetapi pukulan itu ternyata
tiada bertenaga, Perbawanya memang hebat, angin seakanakan
kena gulung dan dilontarkan dengan suara menderu.
Akan tetapi begitu tiba pada sasaran, hebatnya pukulan tidak
seperti yang pertama dan kedua, Tie-kong tiangloo jadi
kecewa, sebab seharusnya pukulan ini dahsyat tak terkira,
Maka dengan menggelengkan kepala ia berkata menasehati:
"Sin Houw, seranganmu kali ini kurang kuat, Mungkin
sekali engkau belum memahaminya."
"Bukan begitu," jawab Sin Houw cepat. "Soalnya, ibu
sendiri belum mahir, ibu berkata, bahwa ilmu itu merupakan
salah satu cabang ilmu sakti yang hebat, merupakan salah
satu ilmu sakti tertinggi di kalangan rimba persilatan. Betulkah
begitu?" "Benar," jawab Tie-kong tiang-loo sambil manggut.
"Menurut kata ibu , beliau hanya mewarisi tiga jurus saja,
karena menurut kata kakek - ibu kekurangan tenaga dalam
yang dibutuhkan. itulah sebabnya, ibu belum bisa menyelami
inti sarinya, Gerak tipu pukulan ketiga itu bernama "Kang-liong
Yo-wie". Menurut ibu hebatnya luarbiasa, ibu tahu bahwa
teecu belum bertenaga sama sekali. Akan tetapi teecu boleh
menghafal dan mempelajari kulitnya saja.
Dikemudian hari teecu masih mempunyai kesempatan
103 untuk menyelami. Dengan cara itu, mungkin sekali teecu akan
dapat mencapai intisarinya," "Oh, begitukah Maksud ibumu..,?" kata Tie-kong tiangloo
dengan suara terharu, "Tapi mulai saat ini, dalam suatu
pertempuran sungguh-sungguh jangan sekali-kali kau
gunakan tipu jurus itu. Sebab selain kau belum bertenaga
seperti yang diperlukan, kaupun akan kena akibatnya sendiri."
"Kalau begitu, tolonglah sucouw ajari aku," Sin Houw
memohon. "Tidak, Bukan aku tidak mau, tapi lantaran aku sendiri tidak
dapat menggunakan tipu jurus itu yang hebat luar biasa,"
jawab Tie-kong tiangloo sambil mengurut-urut jenggotnya,
Lalu ia berkata lagi : "Kakekmu , Lie Sun Pin benar-benar
hebat luar biasa, Di dunia ini, kukira hanya dia seorang yang
mewarisi ilmu sakti itu dan para leluhur di jaman purba.
Sayang, dia belum menemukan seorang ahliwarisnya, Apakah
kau pernah bertemu dengan kakekmu itu?"
"Belum. Menurut kata ibu, kakek sudah wafat sebelum
teecu dilahirkan..." sahut Thio Sin Houw.
Tie-kong tiangloo menarik napas dalam-dalam. Kemudian
ia minta keterangan tentang berbagai macam ilmu sakti yang
pernah dipelajari oleh Sin Houw, dan Sin Houw dengan lancar
memberitahukan. Ternyata ia hanya menerima ajaran patahpatah
dari ibunya. Walaupun demikian mendengar berbagai kalimat hafalan
yang diucapkan oleh Sin Houw, Tie-kong tiangloo kagum luar
biasa. ia seorang guru besar yang sudah banyak makan asam
garam, berbagai cabang ilmu sakti hampir semua telah
diketahuinya, Akan tetapi dengan terus-terang ia mengakui,
bahwa ada beberapa hafalan yang sama sekali asing baginya,
pikirnya di dalam hati. 104 "Benar-benar.. luas ilmu pengetahuan Lie Sun Pin, sedang
ibu anak ini tak dapat mewarisi. Rupanya hanya bisa
menghafal kalimat-kalimat rahasianya, akan tetapi belum
memperoleh kunci intipatinya ..."
***** SESUDAH menyambuti tiga pukulan Thio Sin Houw, maka
Tie-kong tian gloo mengetahui bahwa tenaga dalam si bocah
tidak "murni". sebagai akibatnya lweekang dingin dari Hianbeng
Sin-ciang tidak dapat disedot keluar lagi.
Dengin hati sedih kakek guru itu duduk terpekur sambil
mengasah otak, Selang sekian lamanya, ia berkata didalam
hati: "Kalau hendak memusnakan hawa berbisa Hian-beng Sinciang
yang sudah melekat rapat dalam sumsumnya Sin Houw
harus berusaha sendiri. Dia harus memiliki tenaga dalam yang
bisa mengatasi tenaga hawa berbisa, dengan mendorong dari
dalam barulah hawa berbisa itu bisa dilenyapkan. soalnya kini,
dapatkah dia memiliki tenaga sedahsyat yang diperlukan"
jalan satu-satunya ia harus melatih diri dengan lweekang
tertinggi dari Kiu-yang Cin-keng, tapi sayang sungguh pada
waktu guruku-menghafal kitab itu, aku masih terlalu muda dan
beliau keburu wafat. Biarpun sudah berulangkali aku menutup diri dan
merenungkannya sekian lama, belum juga aku dapat
menyelami seluruhnya. sekarang karena tiada jalan lain,
biarlah ia berlatih sendiri dengan apa yang aku mampu. Jika ia
bisa hidup lebih lama satu hari, biarlah ia hidup lebih lama satu
hari setelah memperoleh keputusan demikian, keesokan
harinya ia mulai menurunkan ilmu tenaga dalam berdasarkan
kitab Kiu-yang Cin-keng yang dikuasainya, ia berharap dengan
tenaga murni itu, menjalarnya hawa berbisa Hian-beng sinciang
dapat dibendungnya, Syukur, apabila terjadi suatu
peristiwa gaib diluar nalar manusia, sehingga tiba-tiba hawa
105 berbisa itu dapat terusir sirna. Ilmu sakti himpunan tenaga dalam berdasarkan kitab Kiuyang
Cin-keng tampaknya sederhana saja, akan tetapi
sesungguhnya didalamnya banyak keruwetan-keruwetan yang
gawat. Dasarnya harus bersih dan murni, itulah sebabnya
maka mula-mula Sin Houw diberi pelajaran berlatih
menghimpun tenaga murni yang kemudian disalurkan ke
perut, pusat dan terus menanjak ke ubun-ubun. Dari sana
hawa yang hangat dan bersih itu menyusuri urat syaraf seluruh
tubuh. Dalam diri Sin Houw lantas saja terjadi suatu ketegaran,
Rongga perutnya seperti terisi suatu gumpalan awan yang
selalu bergerak dan terapung-apung, Setiap kali berputar
semua urat yang dirambahnya terasa menjadi segar sekali.
Tie-kong tiangloo mencapai tingkat ke tujuh, hawa dingin
yang berkumpul di dalam perut akan bisa terusir bagaikan
embun kena sinar matahari. Dengan tekun Thio Sin Houw melatih diri, kurang lebih dua
tahun lamanya. Lambat laut dalam perutnya mulai berkumpul
suatu gumpalan awan yang hangat nikmat. walaupun
demikian - bisa Hian-beng sin-ciang yang bersarang
didalamnya, masih saja melekat kuat-kuat, Malahan hawa
berbisa itu seperti mengejek himpunan tenaga murni.
Beberapa bulan kemudian, wajah Thio Sin Houw nampak
makin pucat dan gelap. Pada saat-saat tertentu penyakitnya
kumat, dan derita yang berkecamuk didalam dirinya serasa tak
tertanggungkan lagi. Selama dua tahun itu, Tie-kong tiangloo benar-benar
mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk menurunkan ilmu
warisan gurunya kepada Thio Sin Houw, Dia selalu berada di
rumah pertapaan dan tidak lagi bepergian seperti yang
106 dilakukan belasan tahun yang lalu, Dan Cia Sun Bie berdua
Tan But Kiat sibuk mencarikan obat pemunah racun yang
mengeram dalam badan Thio Sin Houw, sementara Koan Siok
Hu telah pulang ke rumah isteri serta ayah mertuanya.
Berbagai macam ramuan obat telah diminumkan kepada
Sin Houw, akan tetapi hasilnya nihil belaka. Tetap saja bisa
Hian-beng sin-ciang tak tergoyahkan.
Tidaklah mengherankan, bahwa mereka semua menjadi
prihatin melihat keadaan tubuh Thio Sin Houw yang makin
lama makin kurus kering, Akan tetapi dihadapan bocah itu,
tentu saja mereka bersikap...lain. Selalu mereka menyatakan
syukur, bahwa bisa racun yang mengeram di dalam tubuh si
bocah makin lama menjadi tipis dan tipis.
Dan setelah mereka berada sendirian diluar kamar, hati
mereka.sangat berduka. Benar-benarkah anak keturunan Thio
Kim San yang sisa satu-satunya itu tak dapat di pertahankan
lagi" Karena terlalu berduka dan sibuk memikirkan obat apa
yang mungkin bisa menanggulangi, tak sempat lagi mereka
mengusut siapakah musuh ayah Thio Sin Houw
sesungguhnya. Dan selama dua tahun itu, rumah perguruan Tie-kong
tiangloo tidak lagi menerima kunjungan para tarau, Mereka
seakan-akan telah menutup pintu, karena sedang
menanggung kepedihan hati. Tanpa terasa, hari perayaan Tiong ciu tiba kembali.
Menurut kebiasaan, Tie-kong tiangloo dan murid muridnya
merayakan hari itu, Tetapi sebelum perayaan dimulai ,
mendadak saja Thio Sin Houw kumat lagi. Tetapi anak itu
mengerti diri, dengan menggigit bibirnya ia berusaha bertahan
serta menyembunyikan rasa sakitnya, Sudah barang tentu
sekalian paman gurunya tak dapat dikelabui, sebab wajah
107 anak itu nampak pucat sekali dan tubuhnya menggigil sampai
giginya beradu perdengarkan suara. Cepat-cepat Cia Sun Bie membawa Thio Sin Houw masuk
ke dalam kamar, dan hati-hati ia merebahkannya diatas
tempat tidur, kemudian menyelimuti dengan selimut tebal.
setelah itu ia membuat unggun api sebesar-besarnya -diatas
tungku dan didorongnya kebawah ranjang agar badan Thio Sin
Houw menjadi hangat. Tie-kong tiangloo menatap wajah Thio Sin Houw dengan
berduka. Akhirnya setelah menghela napas, ia berkata
memutuskan: "Biarlah esok pagi aku membawanya ke kuil Siauw-lim sie
di Siong-san." Semua muridnya tertegun, Mereka mengerti, bahwa dalam
keadaan terdesak dan karena rasa cintanya terhadap sang
cucu murid, guru itu rela menundukkan kepala dihadapan
Siauw-lim sie untuk meminta pertolongan.
Sementara itu terdengar Tie-kong tiangloo berkata lagi:
"Murid-muridku, kalian semua tahu bahwa gurumu ini
hanya memiliki sepertiga ilmu sakti berdasarkan kitab Kuiyang
Cin-keng. sekalipun sepertiga, akan tetapi cukuplah
sudah untuk bisa menancapkan kedua kaki kita di atas bumi
dengan kokoh. Akan tetapi apabila pada suatu kali ada
seseorang yang bisa mewarisi ilmu itu dengan menyeluruh,
maka ilmu warisanku ini tidak berarti sama sekali . Sun Bie,
ajaklah Siok Hu dan Bun Kiat ke depan!"
Sebagai murid - mereka semua tahu sejarah pecahnya
ilmu sakti Kiu-yang cin-keng menjadi tiga bagian akan tetapi
mereka belum mengetahui perinciannya. itulah sebabnya,
mereka segera keluar paseban, untuk dapat mendengarkan
108 keterangan gurunya lebih lengkap lagi.
Ilmu sakti yang ditulis diatas kitab Kiu-yang Cin-keng,
konon di-kabarkan adalah ciptaan Tat-mo couw-su yang
dikenal sebagai pendiri kuil Siauw-lim sie, Dahulu kala karena
suatu peristiwa, terjadi perpecahan sehingga gurunya Tiekong
tiangloo memisahkan diri dan mendirikan partai Boetong,
sementara pihak ketiga telah mendirikan partai Go-bie
pay. Masing-masing pihak hanya memiliki sepertiga ilmu
kesaktian berdasarkan kitab Kui-yang cin-keng, namun
masing-masing pihak mempunyai keistimewaannya sendiri.
Kini ketiga sisa muridnya Tie-kong tiangloo mengerti,
bahwa sang guru mengharap dengan ilmu Kui- yang cin-kang
yang lengkap, nyawa Sin Houw akan dapat ditolong, Akan
tetapi selama dua tahun akhir-akhir ini, mungkin karena
terjadinya peristiwa binasanya Thio Kim San - perhubungan
antara Siauw-lim dan Boe-tong telah menjadi retak. sebagai
seorang guru besar dari sebuah partai ternama, perginya Tiekong
tiangloo ke kuil Siauw-lim sie untuk meminta
pertolongan, menurunkan derajat Boe-tong pay - akan tetapi,
demi cinta yang tidak mengenal batas terhadap diri Thio Sin
Houw, guru besar itu telah menyampingkan segala nama
kosong. Sesudah tertegun, semua muridnya menghela
napas,karena rasa kagum akan kebesaran jiwa sang guru.
pihak Go-bie pay yang memiliki sepertiga bagian ilmu Kiuyang
Cin-kang, ternyata Ceng-in suthay yang menjadi
ciangbunjin sungkan menemui orang luar, Beberapa kali
sudah Tie-kong tiangloo pernah memerintahkan Koan Siok Hu
membawa suratnya ke gunung Go-bie san, tapi pendeta


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wanita itu tidak menggubris dan mengembalikan surat-surat itu
tanpa dibuka, Maka itulah, jalan satu-satunya yang masih
terbuka adalah minta pertolongan Siauw-lim sie.
109 Tie-kong tiangloo menyadari bahwa apabila ia mengutus
saja murid-muridnya ke Siauw-lim sie, Cie-beng taysu pasti
tidak akan melayani. Oleh karena itu ia mengambil keputusan
untuk pergi sendiri. Sekalian muridnya Tie-kong Tiangloo mengerti, bahwa
dalam keadaan terpaksa dan demi mempertahankan anak
keturunan Thio Kim San, gurunya rela turun gunung, Orang
tua itu berharap pihak Siauw-lim sie mau menambahi
kelengkapan ilmu sakti Kiu-yang Cin-kang.
Kalau hal itu terjadi, gurunya akan memiliki dua-pertiga
bagian, dan dengan modal itu ia berharap akan dapat
menolong jiwa Thio Sin Houw, Jadi alangkah besar
pengorbanan orang tua itu, untuk menyelamatkan anak
keturunan Thio Kim San satu-satunya.
Semenjak terjadi perpecahan antara ketiga pihak itu,
masing-masing tidak pernah berhubungan demi
mempertahankan kehormatan diri. Malahan masing-masing
saling bersaing, Kini terjadilah suatu peristiwa pengeroyokan
terhadap Thio Kim San , dan dalam hal ini pihak murid-murid
Go-bie pay dan Siauw-lim pay ikut campur pula.
Walaupun mereka tidak melakukan pembunuhan secara
langsung, Hubungan ketiga aliran itu sudah tentu kian menjadi
retak, tidak lagi hanya bersaing tetapi benar-benar saling
mendendam suatu permusuhan. Tie-kong tiangloo menyadari akan hal itu, inilah pokok
sengketa apa sebabnya Thio Kim San dituduh yang bukanbukan,
seakan-akan ia menyembunyikan golok Sun-lui to.
Namun suatu hal yang tidak diketahui oleh orang tua itu,
adalah ulah Lim Tiauw Kie yang sampai saat itu tiada
beritanya. 110 Walaupun demikian, Tie-kong tiangloo kini mau juga
merendahkan diri dan bersikap mengalah dengan memohon
bantuan kepada pihak Boe-tong pay dan Siauw-lim pay,
Tegasnya ia rela mengorbankan kedudukannya yang tinggi ,
demi anak keturunan Thio Kim San. ***** PADA ESOK PAGINYA Tie-kong tiangloo berangkat
dengan mengajak Thio Sin Houw, diantar oleh murid-muridnya
sampai di kaki gunung. Cia Sun Bie dan dua adik
seperguruannya sebenarnya ingin mengikut, tetapi dilarang
karena Tie-kong tiangloo khawatir kedatangannya banyak
orang akan menimbulkan kecurigaan pihak Siauw-lim sie.
Dengan masing-masing menunggang keledai, si kakek dan
si bocah menuju ke arah utara, jarak antara Siauw-lim dan
Boe-tong tidak terlalu jauh, Dari Boe-tong san yang letaknya di
Ouw-pak utara, ke Siong-san di Holam barat hanya
memerlukan perjalanan beberapa hari, setelah menyeberangi
Sungai Han Sui di Loo-ho kouw, mereka tiba di Lam-yang,
terus menuju ke utara sampai di Nie-coe dan mulailah mereka
memasuki daerah pegunungan yang berhutan lebat.
Menghirup udara segar, tergetarlah hati Thio Sin Houw,
Teringatlah dia, tatkala ayah dan ibunya membawa lari dari
satu tempat ke tempat lainnya sambil menggebu musuh,
seringkali dibawa mendaki gunung dan menuruni jurang,
kadang-kadang menyeberangi sungai-sungai yang berarus
besar dan memasuki hutan lebat yang penuh binatang buas
maupun binatang berbisa. Sepuluh hari kemudian, gunung Siong-san nampak tegak
di depan. Tie-kong tiangloo menambatkan keledainya pada
sebatang pohon, kemudian dengan menggandeng tangan Sin
Houw, mulailah dia mendaki gunung itu, Dibalik bukit yang
berada didepan, tergelarlah suatu lembah yang sangat indah,
hijau daun bersemarak memenuhi persada bumi - angin
111 meniup lembut dan segar, "Dibalik bukit itulah, kita nanti melihat kuil Siauw-lim sie..."
kata Tie-kong tiangloo. "Kau harus belajar sungguh-sungguh,
agar bisa menolong dirimu sendiri."
Thio Sin Houw mengangguk. "Kau berjanji , bukan?" Tie-kong tiangloo menegas.
Kembali Sin Houw manggut. "Bagus, Dengan begitu , kau tidak akan sia-siakan harapan
orang tuamu." "Benar, Tetapi diantara musuh-musuh yang mengepung
ayah, katanya ada juga dari murid-murid Siauw Lim-pay." kata
Sin Houw tiba-tiba. "Akh, cucuku, Untuk tujuan besar, kau harus belajar
kesampingkan hal-hal kecil, Ingatlah, seringkali tujuan besar
bisa tergelincir oleh sebuah kerikil belaka, Aku mengharapkan
kau kelak menjadi manusia yang berlapang hati."
Thio Sin Houv mengangguk lagi untuk yang ketiga kalinya,
sementara itu, bukit yang berada di sebelah depan tadi sudah
terlampaui, Dan didepannya tergelar suatu pemandangan
yang menggairahkan. Tetapi di depan penglihatan, berjajarlah tiga bukit yang
sedang tingginya, samar-samar nampak sebuah bangunan
tinggi yang berpagar dinding batu pegunungan.
Bentuk bangunan itu adalah sebuah kuil yang besar, luas
dan bertingkat. "ltulah kuil Siauw-lim sie yang kenamaan diseluruh jagat,"
kata Tie-kong tiangloo memberitahukan, selagi Thio Sin Houw
112 mengawasi bangunan itu dengan perasaan takjub.
Tie-kong tiangloo adalah ciangbunjin Boe-tong pay,
Kedudukannya sama tingginya dengan Cie Beng taysu yang
menjadi ketua partai Siauw-lim pay. walaupun demikian, ia
mau bersikap merendahkan diri, Dengan membimbing Thio
Sin Houw, perlahan-lahan ia menuju ke gardu penjagaan
untuk minta dilaporkan tentang kunjungannya.
Gardu penjagaan itu mirip sebuah biara kecil, di atas atap
terpancang suatu papan dengan tulisan kuil Siauw lim sie, Di
dalam gardu itu Tie-kong tiangloo bertemu dengan sebelas
orang penjaga yang muda-muda, mengenakan pakaian
seragam seperti seorang calon pendeta.
Dilain pihak, melihat pakaian yang dikenakan Tie-kong
tiangloo dan Thio Sin Hoirw yang sangat kasar, dan nampak
kotor penuh debu bercampur keringat - para penjaga itu lantas
bersikap tawar. Mereka tidak mempersilahkan masuk selagi
menyambut kedatangan Tie-kong tiangloo berdua Sin Houw
Tie-kong tiangloo adalah seorang pendeta golongan Boetong
yang sudah bisa melonggarkan diri dari semua bentuk
ikatan dunia, ia tidak memperdulikan sikap dan pandang
mereka. Dengan tetap berdiri ia minta disampaikan kepada
Hong-thio taysoe (kepala kuil) , tentang kedatangannya.
Mendengar perkataan Tie-kong tiangloo, kembali para
penjaga itu nampak terkejut. Benarkah orang tua itu Ciangbunjin
dari Boe-tong pay" Mengapa orang dan pakaiannya
nampak demikian kotor dan datang tanpa pengawal "
Pribadi Tie-kong tiangloo memang sangat sederhana,
Kecuali itu, ia seorang pendeta, ia tak menyukai pada segala
tata-cara yang berlebihan. ia memandangnya tak lebih seperti
para pelawak. itulah sebabnya, pakaian yang berupa jubah
yang dikenakannya, terlalu sederhana bagi seorang dengan
kedudukan seperti dia. 113 "Tie-kong tiangloo adalah seorang Ciang-bunjin Boe-tong
pay, apakah betul-betul Totiang adalah Tie-kong Tiang loo?"
tanya salah seorang dari para penjaga itu.
Mendengar pertanyaan orang itu, Tie-kong tiangloo
menjadi tertawa. "Apakah ada Tie-kong tiangloo yang palsu?" ia balik
menanya. Mendengar jawaban itu , penjaga yang lain ikut bicara:
"Apakah Tiangloo tidak sedang bergurau?"
Tie-kong tiangloo kembali tertawa. "Apakah Tie-kong tiangloo memang sedemikian
agungnya,sehingga ada orang yang sudi memalsukan?"
Dengan penuh keraguan, dua orang pendeta muda itu
berlari-lari ke arah kuil untuk memberikan laporan, sesudah
lewat sekian lamanya, pintu di tengah kuil terbuka dan Hongthio
Cie Beng taysu nampak bersama-sama Cie Keng dan Cie
Goan taysu, Di belakang mereka mengikuti lima orang
pendeta tua yang mengenakan jubah pertapaan warna kuning.
Tie-kong tiangloo mengetahui bahwa mereka adalah para
anggauta dari Tat-mo-ih, dan tingkatan mereka mungkin lebih
tinggi dari Cie Beng taysu yang menjabat sebagai ketua
pengurus kuil, Mereka itu biasanya menyendiri di dalam kuil
untuk mempelajari dan merenungkan ilmu silat Siauw-lim pay.
Setiap anggauta Tat-mo ih tidak pernah mencampuri
segala urusan lain tetapi sekarang, agaknya karena
mendengar tentang kedatangan orang-orang Boe-tong pay,
Cie Beng merasa perlu mengajak mereka.
114 Tie-kong tiangloo memberi hormat sambil berkata:
"Siauwtoo merasa berat untuk menerima sambutan dari
para taysu," (Siauwtoo = Aku si imam kecil). Cie Beng Taysu dan yang lainnya segera merangkap
tangan mereka. "Kedatangan Tie-kong tiangloo di luar dugaan siauw-ceng,
apakah maksud kedatangan Tiangloo?"
Tie-kong tiangloo tertawa. "Ke datangan siauwtoo adalah untuk minta pertolongan
Taysu," jawabnya.. "Silahkan duduk." mengundang Cie Beng Taysu.
Setelah duduk di ruangan pendopo dan di suguhkan air
teh, di dalam hati Tie-kong tianglo merasa mendongkol.
Setidaknya ia adalah seorang guru besar dari sebuah
partai persilatan, tingkatannya bahkan lebih tinggi daripada,
Cie Beng taysu. Adalah selayaknya ia diundang masuk ke
dalam kuil, bukan hanya di terima di ruangan pendopo seperti
para tamu biasa umumnya. Akan tetapi sebagai seorang insan yang sederhana dan
berjiwa luhur, Tie-kong tianglo dapat menguasai diri,
pikirannya dan hatinya sekaligus menjadi jernih kembali
seperti permukaan sebuah telaga di atas gunung yang sunyi
itu. Dilain pihak Cie Beng taysu dan yang lainnya seringkali
merasa mendongkol, karena di kalangan rimba persilatan
nama Boe-tong pay sudah sejajar dengan Siauw-lim pay.
115 Padahal menurut anggapan Cie Beng taysu dan yang lain,
ilmu silat Boe-tong pay dahulunya bersumber dari hasil curian
milik Siauw-lim pay. Kunjungan Tie-kong tianglo hari itu dianggapnya bertujuan
untuk membalas sakit hati Thio Kim San, disamping masih ada
hal-hal lainnya yang sedang dirisaukan oleh pihak Siauw-lim
pay. Selama dua tahun, akibat gara-gara "urusan" Thio Kim
San, pihak Siauw-lim pay seringkali menerima kedatangan
para tamu yang menanyakan perihal Golok Halilintar dan
perihal hilangnya Lim Tiauw Kie. Ada sementara pihak yang
menganggap pihak Siauw-lim telah "menyingkirkan" Lim Tiauw
Kie dan merebut Golok Halilintar dari tangan murid Go-bie itu,
sehingga mereka menuduh pihak Siauw-lim ingin menguasai
sendiri golok mustika itu yang mengakibatkan mereka menjadi
marah-marah dan sering terjadi pertempuran. Pihak para tamu
memang banyak yang binasa atau terluka, tetapi pihak Siauwlim
pay juga tidak bebas dari kerusakan. Dalam anggapan Cie
Beng taysu dan rekan-rekan separtainya, jelas yang menanam
bibit penyakit adalah pihak Boe-tong pay!
Kini secara diluar dugaan Tie-kong tianglo datang
mengunjungi kuil Siauw-lim, jelas pihak Cie Beng taysu tak
ingin sia-siakan kesempatan itu untuk melampiaskan rasa
mendongkolnya. Dengan geram maka Cie Beng taysu lalu berkata:
"Silahkan tianglo jelaskan maksud kedatangan tianglo hari
ini." Tie-kong tianglo tertawa perlahan, tetapi secara berhatihati
dia menceritakan maksud kedatangannya, dimulai dengan
peristiwa terbunuhnya Thio Kim San suami-isteri, sampai
kemudian Thio Sin Houw menderita luka berat didalam
116 tubuhnya. Dengan rendah hati dan kesabaran yang luar biasa
Tie-kong tianglo menguraikan semua kisah itu, dan akhirnya
dengan suara memohon ia menambahkan perkataannya:
"Samwie adalah para pendeta suci yang selalu mempunyai
rasa belas kasihan terhadap sesama umat manusia, dan
nyawa anak ini sangat bergantung akan belas kasihan dari
samwie. Maka itu dengan tidak melupakan welas-asih Sang
Budha, siauwto memohon pertolongan, dan untuk itu siauwto
sangat berterima kasih sekali."
Cie-keng taysu yang berada di samping kiri Cie-beng
taysu, tertawa dingin dan berkata: "Benar, seseorang yang beribadat memang harus memiliki
rasa belas kasihan terhadap sesama umat manusia, Tetapi
tahukah tianglo, sudah berapa banyak murid-murid Siauw-lim
yang binasa ditangan Thio Kim San dan isterinya" Bahkan
setelah mereka binasa, terjadilah fitnah terhadap pihak kami
mengenai urusan Golok Halilintar -orang-orang gagah dari
berbagai partai dan golongan menuduh pihak kami yang telah
menyerakahi benda keparat itu sehingga tak sudahnya
mereka mengganggu kami dan terjadi peristiwa saling bunuh.
Namun demikian pihak kami tidak mau menarik panjang
urusan itu karena ingin menghindarkan terjadinya bentrokkan
antara pihak kami dengan pihak tianglo. Kalau kami
berpendirian hutang nyawa harus dibayar dengan nyawa,
sudah pasti kami akan meminta pertanggungan jawab kepada
tianglo karena pihak murid-murid Boe-tong justeru yang telah
membuat ulah sehingga terjadinya peristiwa berdarah ini!"
Thio Sin Houw yang sejak tadi mendampingi kakek
gurunya dan ikut mendengarkan percakapan itu, bukan main
mendongkolnya dan tak dapat menguasai diri lagi. Apalagi
ketika ia mendengar nama ayah dan ibunya juga telah
diungkat-ungkat bahkan dianggap sebagai salah seorang


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pembawa bencana, maka tak sanggup lagi ia membungkam
117 terus. Lalu ia berkata dengan suara keras:
"Sucouw! Para pendeta ini justeru telah membuat ayah-ibu
mati dengan penasaran, Tetapi mereka seakan-akan
memikulkan seluruh tanggung jawabnya kepada ayah dan ibu.
Aku tahu sendiri, baik ayah maupun ibu tak habis mengerti apa
sebab menjadi kejaran terus-menerus. Karena itu lebih baik
aku mati daripada memohon-mohon pertolongan mereka.
Marilah kita pulang saja, sucouw!"
"Akh, Sin Houw," Tie-kong tianglo mengeluh."Kematian
ayah dan ibumu, sebenarnya tiada sangkut-pautnya dengan
para taysu ini." Mendengar ucapan kakek gurunya, Thio Sin Houw tercengang karena bingung, berbareng
mendongkol dan marah. Karena gejolak perasaannya yang tak menentu itu,
mulutnya jadi tergugu, Akan tetapi didalam hatinya telah timbul keputusannya, tak
sudi ia menerima belas kasihan dari para pendeta itu. Katanya
didalam hati: "Meskipun sucouw berhasil membujuk mereka untuk
menurunkan ilmu sakti yang berada diperguruan Siauw-lim ini,
aku tak sudi mempelajarinya. Aku memilih mati kering
daripada menerima budi-baik dari musuh ayah-bundaku .."
Sementara itu Tie-kong tianglo tak bosan-bosan berusaha
membujuk dan membuat para pendeta Siauw-lim mengerti
tanpa menyinggung persoalan Thio Sin Houw, Berjam-jam ia
berbicara sampai mulutnya terasa kering dan para pendeta
itupun tak bosan-bosan menolak segala bentuk
permohonannya. 118 Selagi mereka masih meneruskan pembicaraan,
sekonyong-konyong terdengarlah derap kuda mendatangi
gardu penjagaan. Kemudian tampaklah lima penunggang kuda
muncul diantara debu jalan yang berada di sebelah depan
seorang laki-laki berperawakan kekar, gagah perkasa, Ketika
tiba didepan gardu penjagaan ia menahan kudanya sambil
berseru bagaikan guntur: "Nah, kita sudah tiba, Kebetulan - inilah orangnya!"
Mendengar suaranya yang keras bagaikan guntur, semua
orang terkejut dan berlari keluar dari ruangan pendopo,
sementara itu, laki-laki berperawakan gagah tersebut sudah
turun dari atas kuda sambil menebarkan penglihatannya,
kemudian berkata kepada Cie-beng taysu:
"Aku adalah Fhang Kui Ceng, utusan dari persekutuan
Heng-san pang. Datang dengan maksud menghadap Ciebeng
taysu dari kuil Siauw-lim sie, harap anda sudi
mengantarkan kami." Agaknya laki-laki itu belum pernah bertemu muka dengan
Cie-beng taysu, sehingga mengira dirinya sedang berhadapan
dengan salah seorang pendeta pengurus kuil.
Dalam pada itu, mereka yang mendengar suara Phang Kui
Ceng menjadi pengang telinganya. Orang itu wajar saja ketika
berbicara, akan tetapi suaranya bukan main kerasnya. itulah
suatu tanda, bahwa dia memiliki himpunan tenaga sakti yang
dahsyat sekali . Merekapun terperanjat pula dengan --
disebutnya nama persekutuan Heng-san-pang yang bermukim
diatas- gunung Heng san, dibelahan sebelah barat negeri
Cina. Tak jelas bagaimana sepak terjang perkumpulan itu,
akan tetapi menurut khabar mereka jarang sekali berhubungan
dengan orang luar apabila tidak sangat penting. Gerak-gerik
mereka sangat sukar diamat-amati, namun mereka merajai
wilayah mereka yang mempunyai sumber hidup makmur,
119 Mereka yang memasuki daerahnya atau melintasi, harus
membayar upeti, Dengan demikian, cara hidup mereka tak
beda dengan tata-tertib seorang raja memerintah daerah
kerajaannya. Thio Sin Houw lantas saja teringat kepada peristiwa dua
tahun yang lampau, Ayah dan ibunya sangat segan
menghadapi menghadapi dua tokoh dari sekian banyak
pengejarnya, Mereka bernama Bu Seng Kok dan Su Tay Kim -
dua orang itu menyebut diri mereka sebagai orang-orang dari
kelompok Heng-san pang, Tatkala kedua orang itu mendadak
memasuki gelanggang pertempuran , ayah dan ibunya kena
dilukai, akan tetapi merekapun menderita luka yang tak ringan
pula. Tak mengherankan bahwa mereka berdua berden-dam
terhadap keluarganya. Thio Sin Houw telah mengukir wajah dua orang musuh itu
yang tak mungkin terlupakan selama hidupnya, dan kini ia
melihat seorang tokoh lain yang gagah perkasa dan garang.
Diam-diam hatinya meringkas, terus saja ia bersembunyi
dibelakang punggung kakek gurunya. Dalam pada itu Cie-beng taysu berkerut keningnya, dan
berpikir di dalam hati: "Akh, kembali lagi ada orang yang ingin mengusut perkara
Golok Halilintar, Benar-benar anak murid Tie-kong tianglo ini
membuat susah saja ..." "Kau mencari ketua kami, apakah sangat penting?" Ciekeng
taysu menyelak bicara. Dengan membungkuk hormat, Phang Kui Ceng menjawab:
"Sebenarnya kami tak berani mengganggu ketua anda,
cukuplah asal kami diberitahukan. Di manakah sebenarnya
Golok Halilintar itu berada?" 120 "Kami disini adalah sekumpulan tulang-belulang yang
hanya pandai bersemedhi atau berdoa, karena itu sama sekali
kami tidak mengerti tentang peristiwa yang terjadi diluar
pertapaan, silahkan anda pergi saja!" kata Cie-keng taysu
mengekang marah. Mendongkol hati Phang Kui Ceng diusir dengan cara
demikian, ia menyahut agak keras: "Sebenarnya siapakah anda sampai berani mewakili suara
golongan Siauw-lim?" Cie-keng taysu pun sudah tak kuasa lagi mengekang
marah, sahutnya pedas: "Akh, nama hanya semacam sebutan bentuk luar. Apa
perlu kami perkenalkan?" Keruan saja hati Phang Kui Ceng kian mendongkol, kini
kedua alisnya berkerut-kerut. Lalu membentak:
"Hm! Selagi mohon mendengar nama anda yang agung
saja tidak berhasil, apalagi mengharapkan yang bukan-bukan.
Apakah kedatanganku kemari sia-sia belaka?"
"ltupun belun tentu!" tiba-tiba muncul suatu pikiran lain di
dalam hati Cie-keng taysu, "Bukankah anda datang kemari
untuk mengusut rahasia Golok Halilintar?"
"Akh, benar!" seru Phang Kui Ceng, "Jika anda sudi
memberitahukan, alangkah besar rasa terima kasih kami -
golongan kami akan bersedia bersahabat sepanjang masa
dengan golongan anda." "Benarkah begitu?" Cie-keng taysu tertawa terbahakbahak.
Kunjungan anda hari ini benar-benar merupakan suatu
karunia Tuhan. Coba, seumpama lambat sehari saja atau
121 mendahului satu hari, maka akan sia-sia."
"Mengapa demikian?" tanya Phang Kui Ceng heran. Tapi
pada wajahnya terbentang rasa syukur yang meluap, Keempat
temannya segera menghaturkan rasa terima kasih
berulangkali, sebagai penyambut kesediaan pihak Siauw lim
pay. "Mengapa demikian" Karena satu-satunya orang yang
mengetahui dimanakah beradanya Golok mustika itu,
sekarang ada disini, itulah dia, putera Thio Kim San!" kata Ciekeng
taysu. Sambil menuding kearah Thio Sin Houw yang bersembunyi
dibelakang Tie-kong tianglo. Keruan saja hati Thio Sin Houw tercekat. Akan tetapi
begitu mendengar nama ayahnya disinggung, serentak timbul
rasa jantannya. Teringat betapa ayah-bundanya mati dengan
penasaran, terus saja ia maju sambil membentak:
"Kedua rekanmu Bu Seng Kok dan Su Tay Kim dengan
tidak menghiraukan harga diri, ikut mengeroyok ayah dan
ibuku, Hari ini aku akan membuat perhitungan...!"
Perkataan anak sekecil Thio Sin Houw itu mengejutkan
dan menggelikan hati, Mereka semua berpaling kepadanya
seakan-akan berjanji, Melihat wajahnya yang pucat lesi,
sepantasnya ia harus dikasihani. Akan tetapi ternyata anak itu
mempunyai kegarangan hati yang berlebih-lebihan. Mana
mungkin ia bisa membuat perhitungan terhadap Phang Kui
Ceng, seorang laki-laki berkesan begitu perkasa"
"Akh, anak kecil! Mulutmu kenapa gampang bocor"
Apakah kau bosan hidup ?" bentak Phang Kui Ceng dengan
suara menggeledek 122 Dibentak dengan suara yang keras bagaikan suara
halilintar itu, betapapun juga hati Thio Sin Houw menjadi
meringkas, Tetapi dia seorang anak yang keras hati, maka
dengan mati-matian ia mencoba menghimpun semua
keberaniannya, Lalu membalas bentak dengan suara sekeraskerasnya:
"Dua tahun yang lalu, golonganmu pernah ikut mengeroyok
ayah bundaku, Yang menjadi pemimpin dua orang, mereka
bernama Bu Seng Kok dan Su Tay Kim. Kedua-duanya
bagaikan hantu haus darah, tetapi beraninya hanya main
keroyok, Apakah kau tak malu?"
Kembali mereka semua terkejut mendengar ucapan Thio
Sin Houw, Benar-benar mereka tidak menyangka, bahwa anak
kecil itu mempunyai keberanian yang luar biasa, sebaliknya
Phang Kui Ceng dan keempat kawannya gusar bukan main,
karena kena ditelanjangi oleh seorang anak kemarin sore
dihadapan sekian banyaknya orang gagah. Lantaran sangat
malu, tanpa berpikir panjang lagi Phang Kui Ceng melompat
maju menggampar kearah muka Thio Sin Houw, Namun
demikian, ia menyadari dirinya bertenaga kuat, Khawatir kalau
tenaganya dapat memecah kepala si bocah, Phang Kui Ceng
hanya menggunakan tenaga satu bagian saja. walaupun
demikian apabila mendarat pada sasarannya, Thio Sin Houw
akan bisa dibuatnya jungkir-balik dengan muka bengap.
Melihat berkelebatnya tangan, Thio Sih Houw hendak
melompat mundur dengan segera. Akan tetapi tangan Phang
Kui Ceng terlalu cepat baginya, ia merasa diri seakan-akan
kena kurung sangat rapat. Tiada jalan lain kecuali menangkis.
Maka secara nekad, ia mengangkat kedua tangannya untuk
melindungi mukanya, Dan pada saat itu mendadak suatu
tenaga yang halus dan hangat terasa memasuki
punggungnya, dan terus berkumpul pada telapak tangannya.
"Blesss!" 123 Gamparan Phang Kui Ceng kena di-tangkis kedua tangan
Thio Sin Houw, Hanya saja bukan Thio Sin Houw yang
terpental, melainkan Phang Kui Ceng yang gagah perkasa
terhuyung mundur beberapa langkah. Tatkala terasa kakinya hendak tergeser lagi, cepat-cepat ia
mempertahankan diri. Sebab tumitnya sudah meraba tangga
gardu penjagaan, kalau mundur setengah langkah saja ia
akan rebah terjengkang. Akan tetapi maksud itu tidaklah mudah, ia menjadi
kelabakan ketika tubuhnya terdoyong kebelakang, setelah
dengan mati-matian menghimpun tenaga saktinya, barulah ia
dapat berdiri tegak. Akan tetapi wajahnya merah padam oleh
rasa malu, sedangkan rasa hatinya runyam tak keruan.
Dengan mata melotot ia mengawasi Thio Sin Houw,
sementara didalam hati ia heran bukan kepalang. pikirnya:
"Bu Seng Kok dan Su Tay Kim memuji ilmu kepandaian
Thio Kim San setinggi langit, agaknya bukan bualan kosong,
Anaknya saja sudah memiliki tenaga lumayan sampai bisa
mengundurkan tenaga pukulanku ..."
Phang Kui Ceng tidak menyadari apa sebab ia sampai
kena terpukul mundur. ia menyangka bocah itu tidak
bertenaga, mengingat wajahnya pucat dan tubuhnya kurus
kering. Maka ia hanya menggunakan tenaga sebagian kecil
saja, Diluar dugaan, bocah itu ternyata memiliki tenaga dalam
yang tak boleh dipandang ringan. Sebaliknya Cie-beng taysu dan rekan-rekannya
mempunyai penglihatan lain. Dengan matanya yang tajam,
mereka tahu apa sebab Phang Kui Ceng kena terpukul
mundur oleh tangan Thio Sin Houw. itulah disebabkan Tiekong
tianglo berada dibelakang punggung sibocah. Dengan
menyalurkan tenaga dalamnya, Tie-kong tianglo menggempur
tenaga pukulan Phang Kui Ceng lewat punggung Thio Sin
124 Houw, Dengan demikian, kedua tangan Thio Sin Houw
sebenarnya hanya merupakan sepasang "alat" belaka.
Sebaliknya Phang Kui Ceng yang kurang waspada, hanya
menuruti gejolak hatinya yang mendongkol. pikirnya didalam
hati, ia terpukul mundur karena kebodohannya sendiri. Coba
tadi ia menggunakan tenaga penuh, tak usah ia menanggung
rasa malu dihadapan para pendeta Siauw-lim sie. Kini ia
bermaksud memperlihatkan gigi agar pamor Heng-san pang
tidak menjadi suram. Ia bermaksud pula dapat mengetahui dimana beradanya
Golok Halilintar lewat mulut Thio Sin Houw. Kalau perlu ia
akan menggempur si bocah itu sampai mampus. Apa boleh
buat! Setelah memperoleh keputusan demikian, Phang Kui Ceng
tertawa penuh ancaman sambil mendekati Thio Sin Houw dan
membentak: "Monyet cacingan! Kau terimalah lagi pukulanku!"
ia melompat dan terus menghantam dada Thio Sin Houw,
dan kali ini ia tak segan-segan lagi. Tenaga dalamnya yang
digunakan, penuh-penuh. Tak mengherankan, belum lagi
pukulannya mendarat pada sasarannya, angin dahsyat sudah
tiba bergulungan, Lengan baju para pendeta Siauw-lim
berkibaran, dan gardu penjagaan nampak bergetar.
Hati Tie-kong tianglo jadi tergoncang, ketika menyaksikan
hebatnya tenaga pukulan yang digunakan oleh Phang Kui
Ceng. Pada detik itu, orang tua ini berpikir sengit didalam hati:
"Akh, kenapa untuk melampiaskan rasa mendongkol saja
kau menggunakan tenaga begini dahsyat terhadap seorang
anak kecil?"

Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

125 Karena sengit, Tie-kong tianglo tidak lagi menyalurkan
tenaga sakti kedalam urat nadi Thio Sin Houw, tetapi langsung
ia menggunakan intisari ilmu sakti "Kiu-im Cin-kang" yang
pernah dipergunakan untuk merebut nyawa Thio Sin Houw
dahulu, ilmu itu merupakan titik tolak ilmu sakti Kiu-im Cinkeng,
yang bersandar pada tenaga murni. Tie-kong tianglo selama hidupnya belum pernah
melakukan hubungan badaniah dengan wanita, karena itu
tenaganya murninya masih penuh dan suci bersih. Dan tenaga
murni ini dituangkan habis-habis kedalam urat nadi Thio Sin
Houw untuk melindungi, dan akibatnya hebat sekali.
Begitu dua tenaga raksasa berbenturan, genting gardu
penjagaan rontok berhamburan, dan suatu debu tebal
meledak dan melambung keudara lalu terdengarlah suara
gemeretakan. Ternyata gardu penjagaan yang berada didepan pagar
biara, ambruk kena tubuh Phang Kui Ceng yang terpental
akibat gempuran tenaga sakti "Kiu-im Cin-kang". Karena
Phang Kui Ceng memiliki tubuh yang kebal dari senjata, ia
bisa merobohkan gardu penjagaan yang terbuat dari bahan
batu pegunungan. Begitu ambruk, tubuhnya terus melayang terbang bagaikan
bola kena pukulan keras. Tahu-tahu tubuhnya terkait pada
sebatang dahan pohon cemara yang berada ditepi jurang.
Phang Kui Ceng kaget bukan kepalang. Karena terdorong
rasa kaget, ia sampai berteriak-teriak, sedangkan kedua
kakinya bergelantungan di udara dalam usahanya melepaskan
diri dari dahan pohon yang menggaetnya.
Untunglah, tenaga sakti yang di pergunakan Tie-kong
tianglo memunahkan tenaga sakti Phang Kui Ceng yang
kejam, adalah himpunan tenaga sakti yang murni, walaupun
dahsyat luar biasa, namun sifatnya lurus dan halus.
126 Tenaga itu tidak untuk merusak, akan tetapi hanya
menolak. itulah sebabnya tubuh Phang Kui Ceng sama sekali
tidak terluka, seumpama Phang Kui Ceng sempurna ilmu
saktinya, tak sampai ia terkait pada dahan pohon, sebaliknya
kini, apabila sampai terlepas dari kaitan itu malah besar
bahayanya, Dia bisa terjatuh ke dalam jurang yang penuh
dengan batu-batu tajam, Sadar akan hal itu, dengan menahan
napas ia memutar tubuhnya menghadap pangkal pohon, lalu
memeluknya erat-erat. Benar-benar suatu kejadian lucu mengharukan .
Menyaksikan kejadian itu, semua orang terkejut, heran dan
geli. sedangkan dua orang bawahan Phang Kui Ceng segera
menghunus golok mereka, lalu mereka melompat dan
berusaha mematahkan dahan pohon dengan golok mereka,
Tetapi dahan pohon itu terlalu tinggi , golok mereka tak
sampai. Maka dengan berjumpalitan mereka turun ketanah, Setelah
menyimpan golok mereka, keduanya lalu memanjat pohon
tanpa memperdulikan senyum simpul para pendeta Siauw-lim
yang menyaksikan kelakuan mereka. sementara itu Tie-kong tianglo lalu membisiki Thio Sin
Houw,Bocah itu nampak memanggut, lalu ia membungkuk
memungut sebutir batu kecil. Setelah diincar baik-baik, segera jari-jarinya menyentil.
Dengan suara bersuling, batu itu menyambar dahan pohon.
"Krakkk!" dahan itu patah dan runtuh ketanah berikut tubuh
Phang Kui Ceng yang memeluk erat-erat. Kedua pembantunya
kaget. Seperti berjanji, mereka berdua melompat dengan
berbareng. Tangan mereka menyambar dalam usahanya
menghindarkan Phang Kui Ceng jatuh kedalam jurang, Tapi
celakalah mereka, Kena daya tekan tubuh Phang Kui Ceng
127 yang terbanting dengan tiba-tiba dari atas udara.
Mereka berdua malahan kena tindih. Dan dengan suara
berkedubrakan, ketiga-tiganya terbanting diatas tanah saling
tindih! Kejadian inipun mengherankan semua orang yang
menyaksikan. Mereka tak pernah menduga, bahwa sebutir
batu kecil dapat mematahkan dahan pohon cemara yang
cukup besar dengan suatu sentilan dari jauh, Selagi mereka
termangu keheranan, kembali lagi Tiekong tianglo
menunjukkan kepandaiannya. Tiba-tiba tangan Thio Sin Houw
terangkat, dan suatu kesiur angin dahsyat bergelungan
menyendok tanah tempat Phang Kui Ceng bertiga jatuh saling
tindih, Tahu-tahu tubuh mereka terangkat naik keudara dan
terlempar balik. Dengan demikian, mereka bebas dari
ancaman tebing jurang yang meluruk berguguran kena
benturan berat badan mereka. Walaupun demikian Phang Kui Ceng bertiga tidak kurang
kagetnya, tatkala tubuh mereka kena terangkat naik.
Mereka bertiga mengira, bahwa Thio Sin Houw hendak
menceburkannya ke dalam jurang, mengingat kedua orang tua
anak itu mati kena keroyok, walaupun yang membunuh Thio
Kim San tidak hanya golongan mereka sendiri, namun oleh
rasa dendam anak itu bisa kalap. Diluar dugaan, mereka justeru berada dalam sebaliknya,
Setelah dapat menancapkan kaki, ternyata mereka berada
agak jauh dari tebing jurang yang sedang berguguran.
Kemudian suatu hawa hangat yang nikmat luar biasa
merayapi seluruh tubuh mereka, "Akh, anak itu bermaksud
mulia sekali," pikir mereka, Mungkinkah anak itu menghendaki
kepergian mereka" Tiba- tiba mereka pun teringat, bahwa
para pendeta Siauw-lim sie ikut pula memikul tanggung jawab
atas binasanya Thio Kim San, Memperoleh pikiran demikian.
128 "Anak muda, kami benar-benar kagum, sungguh kagum!"
kata mereka dengan membungkuk hormat. Setelah itu dengan
isyarat mata, Phang Kui Ceng menghampiri kudanya dan
mendahului turun gunung. Dan keempat pembantunya segera
menyusul cepat-cepat, Mereka belum juga menyadari, bahwa semuanya itu tadi
adalah berkat ilmu sakti Tie-kong tianglu yang tersalur pada
tubuh Thio Sin Houw, Anak itu hanya merupakan sebuah
boneka belaka, sebaliknya para pendeta Siauw lim sie yang
bermata lebih tajam, kagum luar biasa terhadap Tie-kong
tianglo. Pikir mereka: "Pada jaman ini, orang memashurkan nama Tie-kong
tianglo, sebagai seorang mahaguru nomor satu tiada
bandingnya. Setelah menyaksikan sekelumit kepandaiannya,
ternyata kepandaian orang tua itu melebihi kabar berita orang,
Akh, kalau begitu - ilmu saktinya cukup berharga untuk
dipelajari." Sebenarnya pihak Cie-beng taysu sudah mengambil
keputusan tidak sudi saling menukar ilmu sakti dengan Tiekong
tianglo untuk kepentingan menolong nyawa Thio Sin
Houv, akan tetapi setelah menyaksikan kepandaian Tie-kong
tianglo, mereka jadi sibuk menimbang-nimbang, pikir mereka
lagi: Sekalipun aku berlatih lima- puluh tahun lagi, takkan
mampu aku mencapai tingkatan kepandaian setinggi dia. ini
suatu bukti, bahwa himpunan tenaga sakti kaum Boe-tong pay
memiliki keistimewaannya sendiri. Karena itu, apabila aku
bersedia menukar rahasia ilmu sakti Boe-tong, rasanya tidak
akan rugi." Memperoleh pertimbangan demikian, Cie-beng taysu
lantas berkata dengan suara agak sabar:
129 "Apakah ilmu sakti tadi anda peroleh dari rahasia ilmu Kiuim
Cinkeng?" "Bukan." sahut Tie-kong tianglo.
"kepandaian itu siauwto ciptakan sendiri, namanya Thaykek
Koen Hoat, Namun demikian siauwto akui, ilmu itu
bersumber kepada rahasia titik tolak ilmu Kiu-in Cin-keng.
Apabila para taysu disini bersedia menolong nyawa cucuku ini,
tak berani siauwto menyimpan semua kepandaian yang
siauwto miliki. semuanya akan siauwto papar-kan kepada para
taysu yang sudi mempelajari " Sungguh menarik tawaran Tie-kong tianglo, Meskipun
demikian, Cie-beng taysu belum berani mengambil keputusan.
Sebab ia mengira, bahwa yang tertarik hanya dia seorang diri.
Maka ia melemparkan pandang kepada Cie-keng taysu dan
Cie-goan taysu. Setelah kedua saudara seperguruannya itu
memanggut pendek, segera ia berkata:
"Baiklah. Kami akan mengajarkan rahasia ilmu sakti yang
diperlukan untuk menolong nyawa bocah itu, tetapi Tianglo
harus berjanji bahwa yang berhak mempelajari seorang saja,
Dialah sibocah itu, Selain dia, tidak kami perkenankan. Sebab
ilmu ini kami relakan kepadanya, semata-mata untuk
menyembuhkan penyakitnya. Dengan begitu, diapun tidak kami perkenankan
mengajarkan kepada orang lain. Juga tidak kami perkenankan
menggunakan ilmu sakti ajaran kami untuk bermusuhan
dengan murid-murid Siauw-lim pay. Syarat ini berlaku di
bawah sumpah nah, bagaimana?" Bukan main girang hati Tie-kong tianglo. Sahutnya cepat:
"Samwie taysu, Akulah yang menjadi saksinya, bahwa dia
menerima dua syarat tersebut. Yang pertama tidak boleh
130 mengajarkan kepada orang lain, yang kedua tidak boleh
menggunakan ilmu sakti tersebut untuk bermusuhan dengan
pihak Siauw-lim pay. Nah, Sin Houw! cepatlah kau bersumpah
." Diluar dugaan, Thio Cin Houw menggelengkan kepalanya.
Katanya dengan suara tegas: "Tidak! Tak sudi aku bersumpah, karena akupun tak sudi
mempelajari ilmu kepandaian mereka."
Tie-kong tianglo tercengang, Tak segera ia memaklumi
keadaan Thio Sin Houw yang terlalu sedih memikirkan
kematian ayah dan ibunya, Di sepanjang jalan, tidak hentihentinya
ia memberikan pengertian yang mendalam dan
mencoba membimbingnya kearah penglihatan yang lebih luas.
Akan tetapi watak Thio Sin Houw terlalu keras tidak mudah dia
menyerah, Malahan lebih baik mati tak berkalang tanah
daripada menerima belas kasih lawan!
Teringat hal itu, cepat cepat Tie kong tianglo keluar dari
ruang pendopo, Kemudian berkata dengan suara perlahan:
"Sin Houw, Ketika kubawa kau kemari, bukankah kau telah
setuju untuk mohon belajar ilmu sakti kepada para pendeta
Siauw-lim sie", Kenapa kau kini mengingkari kesanggupanmu
sendiri?" "Aku harus bersumpah tidak boleh menggunakan ilmu
ajaran mereka untuk bermusuhan dengan pihak mereka,"
jawab Thio Sin Houw dengan suara menggeletak "bagaimana
mungkin, sucouw" Bagaimana Mungkin" Bukankah mereka
ikut serta membunuh ayah-bunda dan sekalian saudaraku?"
"Benar." sahut Tie-kong tianglo dengan menghela napas.
"Tetapi kalau kau kini menolak ajaran mereka, dalam waktu
satu tahun jiwamu akan melayang. Lantas bagaimana caramu
untuk membalaskan dendam orang tua dan saudaramu yang
131 mati penasaran" Karena itu yang paling penting sekarang,
adalah menyelamatkan jiwamu dahulu.
Kemudian engkau berlatih ilmu sakti yang banyak
ragamnya di dunia ini. Masakan kau tak sanggup mengalahkan musuh-musuhmu
dengan ilmu sakti yang lain" Kenapa kau hanya menganggap
hanya ilmu sakti Siauw-lim pay saja yang bisa mengalahkan
mereka?" Suatu cahaya berkelebat di dalam benak Thio Sin Houw,
samar-samar ia seperti mengerti, apa sebab kakek-gurunya
bersikap mengalah dan sama sekali tak mau menyinggung
kematian muridnya, Mungkin sekali, inilah perhitungannya,
Yang penting: menyelamatkan jiwanya dahulu, setelah itu
perkara penuntutan dendam dapat dilaksanakan dengan
perlahan-lahan. sepuluh tahun lagi, rasanya belum kasep. Dan
memperoleh pengertian demikian, lantas saja ia menjawab:
"Baiklah, sucouw, Cucu muridmu ini patuh kepada
kebijaksanaanmu," "Bagus!" kata Tie-kong tianglo setengah berseru, "Kau
mengerti maksud kakekmu ini, bukan" sekarang cepatcepatlah
kau berlutut dihadapan mereka, sebelum mereka
berubah pendirian. Kau bersumpahlah akan menepati Janji."
Tie-kong tianglo kemudian membawa Thio Sin Houw
memasuki ruang pendopo kembali. Waktu itu Cie-beng Taysu
dan yang lainnya sudah berdiri tegak menunggu
keputusannya, Dengan pandang berkilat-kilat mereka menatap
wajah Thio Sin Houw yang pucat dan perawakannya yang
kurus kering. "Bagaimana?" tanya Cie-beng Taysu dengan suara tak
sabar. 132 Thio Sin Houw kemudian membungkuk hormat.
*** DENGAN BERDIRI berjajar, Cie-beng Taysu dan rekanrekan
seperguruannya menatap Thio Sin Houw seakan-akan
dewa sakti turun dari langit hendak menebarkan maut.
Kemudian berkata memutuskan: "Kalau begitu, mari kita masuk."
setelah berkata demikian, ia mendahului berjalan
memasuki ruang kuil Siauw-lim sie, tanpa memperdulikan
tetamunya. Dan Tie-kong tianglo yang sudah bebas dari
semua bentuk ikatan tata-tertib keduniawian dengan tak
merasa tersinggung membimbing tangan Thio Sin Houw
mengikuti mereka. sebaliknya hati Thio Sin Houw semakin menjadi
mendongkol, namun melihat kakek gurunya bersikap sabar
dan tenang, lambat-laun ia menjadi tenang pula.
Diserambi depan Thio Sin Houw diharuskan bersumpah. ia
berlutut di hadapan Cie-beng Taysu, kemudian bersumpah:
"Aku, Thio Sin Houw, berkat kemurahan dan keluhuran
budi para pendeta kuil Siauw-liin sie menerima petunjukpetunjuk
ilmu sakti pada hari ini. ilmu sakti ini bertujuan untuk
menyembuhkan tubuhku yang menderita sakit. Karena itu, aku
tidak akan mengajarkan ilmu sakti ini kepada siapapun juga,
dan tidak akan menggunakan untuk memusuhi murid-murid
pihak Siauw-lim pay. Jika sampai aku melanggar sumpah ini,


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

biarlah aku terajang seperti ayah-ibuku."
Tatkala mengucapkan perkataan ayah dan ibunya, hatinya
tergetar. 133 Hampir saja ia mengucurkan air mata.
Dengan sekuat tenaga ia menahan perasaannya yang
bergolak itu, akan tetapi mendadak ia jadi sakit hati,
Dan tercetuslah sumpahnya didalam hatinya: Ayah dan ibu
mati kena keroyok mereka, dikemudian hari masakan aku
takkan mampu membalas dengan menggunakan ilmu sakti
lainnya, Hm .. mudah-mudahan kalian masih hidup, agar kelak
dapat merasakan betapa besar rasa dendamku ini.
Sudah tentu pihak Cie-beng Taysu dan kawan-kawannya
tidak mendengar gelora hati Thio Sin Houw, setelah dapat
menerima bunyi sumpah Thio Sin Houw, ia berpaling kepada
Tie-kong tianglo, Berkata Cie-beng Taysu dengan suara
merasa menang: "Baiklah, sekarang juga kami akan membawa anak ini
masuk ke dalam pertapaan, Dia akan memperoleh petunjuk
petunjuk rahasia ilmu sakti kita dari seorang yang kami
wajibkan menurunkan ilmu warisan kami. Tetapi ilmu sakti
yang anda janjikan tadi ..." "Pinjamkan siauwto alat tulis," potong Tie-kong tianglo.
"Sekarang juga siauwto pun hendak menulis seluruh rahasia
ilmu sakti yang dimaksud. Nah, biarlah aku menulis didalam
gardu penjagaan saja." "Baiklah," sahut Cie-beng Taysu. "Kalau begitu, silahkan
tianglo menunggu digardu penjagaan, sementara kami
menyediakan alat tulis dan beberapa hidangan sederhana."
Thio Sin Houw waktu itu sudah berdiri. Mendengar maksud
kakek gurunya hendak menulis pula ilmu sakti ciptaannya,
menjadi penasaran sekali. Akan tetapi pada waktu itu ia tidak berdaya menentang,
maka ia hanya patuh saja ketika diperintahkan mengikuti
134 seorang pendeta memasuki ruang pertapaan.
Kuil Siauw-lim sie bersandar pada sebuah pinggang bukit
yang mempunyai penglihatan sangat luas, tempatnya tenang
dan berhawa bersih. Dibandingkan dengan tempat
bersemayam Tie-kong tianglo di atas gunung Boe-tong san,
keindahannya menang beberapa kali lipat.
Halamannya luas dan ditanami dengan berbagai macam
pohon bunga. Maka sambil berjalan, hidung Thio Sin Houw
menghirup udara semerbak wangi. Sesungguhnya hal itu
dapat menyegarkan perasaan, akan tetapi Thio Sin Houw
dalam keadaan murung. ia mengikuti Cie-goan Taysu,
pendeta yang mengantarnya dengan kepala kosong.
Setelah berjalan serintasan mulailah dia dibawa
menyeberangi lapangan rumput. Kemudian memasuki petak
hutan yang tampaknya sengaja ditanam, Apabila semak
belukar yang berada didepannya tersibakkan, maka tampaklah
batu yang berbentuk panjang. Bangunan itu mempunyai beberapa jalan batu yang bersih,
"sementara di sebelah kiri dan kanannya sunyi lenggang.
Tiada sebatang hidungpun yang nampak, akan tetapi Thio Sin
Houw sudah terbiasa dibawa serta orang tuanya menyingkiri
puluhan bentuk bahaya, ia memiliki pancaindera yang tajam.
ia merasa dirinya selalu diikuti suatu pandang mata yang
bersembunyi entah dimana, sehingga bulu kuduknya
meremang. Ketika telah berada di dalam kuil, Cie-goan Taysu
mengantarkan Sin Houw ke sebuah kamar kecil.
"Siauw siecu, kau beristirahatlah disini," katanya, "Aku
akan segera mengirim orang untuk mengajarkan ilmu
kepadamu." Setelah berkata begitu, ia mengebas dengan lengan
135 jubahnya dan jalan darah "Swee-hiat" (jalan darah yang jika
tertotok menyebabkan orang tertidur pulas) Sin Houw,
sehingga Sin Houw segera tertotok. Cie -goan Taysu adalah termasuk salah seorang pendeta
pimpinan Siauw-lim sie. Tak usah dikatakan lagi, ia memiliki
kesaktian yang sangat tinggi sehingga setelah tertotok jalan
darahnya, Sin Houw segera pulas tertidur dan menurut
perhitungan ia baru akan tersadar empat Jam kemudian.
Tetapi Cie-goan Taysu tidak mengetahui bahwa anak itu
memiliki Lweekang atau tenaga sakti luar biasa, dan karena
adanya tenaga sakti itu maka kedudukan jalan darahnya bisa
berpindah-pindah. Oleh karena itu, baru pulas beberapa saat -
ia sudah tersadar kembali. setelah ingatannya pulih, Thio Sin Houv mendengar suara
Cie-goan Tay su yang berkata: "Tie-kong tianglo adalah seorang guru besar dari sebuah
partai,sehingga kalau dia telah menyanggupi, ilmu yang
ditulisnya pasti tidak palsu. Andaikata ia sengaja tidak menulis
terang, sesudah mempelajarinya aku merasa pasti kita akan
mengerti. Segera Sin Houw menjadi curiga, ia khawatir kalau-kalau
pendeta itu akan berlaku curang. Oleh karenanya sengaja ia
meramkan sepasang matanya berpura-pura berada dalam
pengaruh totokan Cie-goan taysu. "Thay-kek koen hoat yang ditulis oleh Tie-kong tianglo
dapat dipastikan tidak palsu, tetapi kita sendiri belum pernah
mempelajari Siauw-lim Kiu-yang kang, Apakah untuk
kepentingan orang luar, kita harus memohon-mohon
dihadapan Cie-kong taysu?" terdengar suara seseorang
memberikan jawaban, seseorang yang entah siapa gerangan,
karena baru sekali itu Sin Houw mendengar suaranya.
136 Sementara itu Cie-goan taysu sudah berkata pula:
"Karena perintah datangnya dari Ciang-bun Hong-thio
(pemimpin partai dan pemimpin kuil), maka aku yakin Ciekong
taysu tidak akan membantah." Seseorang itu terdengar menghela napas, tetapi kemudian
berkata: "Sam-sute, pergilah kau membawa Sek-thungku (tongkat
timah) dan memberi perintah kepada Cie-kong taysu, supaya
ia menurunkan ilmu Kiu- yang-kang kepada anak she Thio itu."
"Baiklah." jawab Cie-goan taysu.
Terdengar suara langkah kaki Cie goan Taysu yang
meninggalkan ruangan itu, tetapi tidak melewati tempat Sin
Houw rebah pura-pura pulas tertidur. Cukup lama, kemudian
terdengar Cie-goan taysu kembali dan berkata:
"Cie-kong sungguh aneh, Dia mengatakan bahwa setelah
mengabdi kepada Sang Budha, ia tidak mau bertemu dengan
orang luar. Tetapi karena Hongthio telah memerintahkan,
maka dia bersedia untuk mengajarkan ilmu itu dengan cara
Kay-tiang Coan-tang (Me-nga Bara Naga Karya Yin Yong Bukit Pemakan Manusia 12
^