Pencarian

Golok Halilintar 8

Golok Halilintar Karya Khu Lung Bagian 8


n demikian gurunya itu seorang pendekar tangguh dan gagah sekali. Jika ilmu
kepandaian mereka berdua hanya dikatakan sebagai satu
kepandaian sambil lalu saja, maka betapa tinggi ilmu sakti Bok
Jin Ceng, sudah dapat dibayangkan. Diam-diam ia berpikir
482 didalam hati: "Jika aku belajar dengan sungguh-sungguh, meskipun
tidak dapat menjajari kedua kakak seperguruanku, setidaktidaknya
aku akan bisa memiliki kepandaian setaraf dengan
Nie susiok. Kurasa itupun sudah cukup untuk kubuat bekal
membalas dendam kematian ayah dan ibuku,"
Oleh pikiran itu, ia menjadi girang sekali.
"Rumah perguruan kita ini adalah dari golongan Hoa-san
pay," kata Bok Jin Ceng meneruskan keterangannya. "Kami
kaum Hoa-san pay mempunyai peraturan yang keras, serta
ada pula pantangannya. Yakni pantang berbuat cabul,
pantang melakukan kejahatan, pantang menjadi kaki-tangan
bangsa asing atau musuh negaxa. pantang melakukan
pekerjaan sebagai seorang piauwsu atau pengantar barang
kiriman dan lain-lainnya, Dikemudian hari akan kujelaskan
lebih lanjut lagi. sekarang, camkan segala pesanku ke dalam
perbendaharaan hatimu. Yang pertama, kau harus patuh kepada perkataan gurumu!
Dan yang kedua, jangan melakukan hal-hal yang tercela."
"Pasti aku akan patuh kepada setiap perkataan suhu, dan
aku berjanji tidak akan melakukan perbuatan yang buruk." kata
Sin Houw dengan suara berkobar-kobar.
Bok Jin Ceng girang mendengar Sin Houw memberikan
janjinya, serunya: "Bagus, anakku! sekarang, marilah kita mulai berlatih! Thio
Hian Cong mengajari ilmu pukulan Hok-houw ciang dengan
selintasan saja. sebenarnya ilmu pukulan yang diajarkan
kepadamu itu serupa dengan seseorang yang menyekat jalan
panjang. Apabila kau tidak mulai dari ujungnya atau tidak kau
selami dari titik pangkalnya, dikemudian hari kau tidak akan
memperoleh kesempurnaan. Karena itu, kini aku akan
483 mengajakmu dengan ilmu Tiang-kun sip- toan kim."
"Dulu pernah aku memperoleh pelajaran ilmu itu dari suhu
Ouw Sam Ciu!" seru Sin Houw heran.
"Ch, begitu" Umpama kata benar demikian, kukira belum
berarti." kata Bok Jin Ceng, "Apakah kau sudah merasa dapat
mempergunakan ilmu Tiang-kun Sip toan kim" jika merasa
begitu, kau keliru sekali. Sebab, jika kau sudah mahir
memainkan ilmu Tiang-kun Sip- toan kim, hanya beberapa
orang saja yang dapat mengalahkanmu ..."
Thio Sin Houw tercengang, ia percaya keterangan gurunya
itu, sehingga ia tak berani lagi membuka mulut.
"Apakah kau kurang yakin?" tanya Bok Jin Ceng, "Coba,
kau lihatlah. setelah itu kau tirukan!" setelah berkata demikian,
Bok Jin Ceng lantas memberi contoh jurus-jurus ilmu Tiangkun
sip-toan kim. Dan Sin Houw dengan penuh perhatian
mengikuti setiap gerakan Bok Jin Ceng, semuanya mirip.
Sama sekali tiada bedanya dengan ajaran dari Ouw Sam Ciu.
ia jadi heran dan tidak mengerti, apakah kehebatannya ilmu
itu" sedang Sin Houw sibuk berpikir pulang balik, Bok Jin
Ceng menegur: "Apakah kau mengira aku membohongimu" Mari, kau
coba. Kau seranglah aku! Apabila kau bisa menyentuh ujung
bajuku saja, anggaplah kau sudah mahir."
Tentu saja Thio Sin Houw tak berani menyerang gurunya,
ia hanya ber-senyum saja, Dan sama sekali tak bergerak dari
tempatnya. "Hayo, maju! Aku sudah mengajakmu salah satu jurus ilmu
Tiang-kun Sip toan kim." Mendengar bahwa gurunya mulai hendak memberikan
pelajaran, Thio Sin Houw lantas saja melompat masuk ke
484 dalam gelanggang. Dengan serta merta ia menyambar baju
gurunya yang berpakaian seperti pendeta.
Menurut perasaannya, ia bakal berhasil menyentuhnya.
Alangkah herannya, setiap kali tangannya nyaris menyentuh
ujung baju, mendadak saja ujung baju itu mundur sendiri. ia
lantas melompat menerkam, tetapi justru demikian, ia
kehilangan pengamatan - tiba-tiba saja gurunya lenyap dari
depannya. "Aku disini!" seru gurunya sambil tertawa, tangannya
menerkam pundaknya. Ternyata ia berada dibelakang
punggungnya. Sin Houw mengasah otaknya, dan cepat-cepat ia memutar
tubuhnya. Kemudian dengan berjumpalitan ia menghampiri.
Gerakannya gesit sekali, kedua tangannya dipentang untuk
memeluk. Tetapi ia hanya memeluk udara kosong
melompong, sama sekali tubuh gurunya tak dapat
disentuhnya. Dan apabila ia berpaling, gurunya telah berada
kira-kira sepuluh langkah dibelakang punggungnya.
Thio Sin Houw jadi penasaran. ia melompat sekali lagi
dengan gesit. Tapi langsung kedepan, Dan pada saat itu, tibatiba
mengebaskan lengan bajunya, dan tubuhnya ikut melesat.
Dengan begitu ia menghindarkan terkaman Sin Houw,
sehingga anak itu hanya menangkap angin.
Sekalipun begitu Thio Sin Houw tidak menjadi putus asa.
Lantaran mendongkol, ia malahan jadi bersemangat.
Kini ia tertawa gembira. ia mengejar, membiluk dan
mengikuti gerakan gurunya, tiba-tiba ia melihat si bisu
menggerakkan tangannya diluar gelanggang.
Diam-diam ia memperhatikan, dan mendadak saja hatinya
tergerak. Katanya didalam hati: 485 "Nie susiok memerintahkan aku meniru gerakan guru,
melakukan ilmu sakti Tiang-kun Sip-toan kim, Mengapa bisa
begitu gesit?" Ia masih mengubar selintasan, kemudian dengan
perlahan-lahan ia mulai memperhatikan gerak-gerik gurunya.
Karena otaknya cerdas luar biasa, sebentar saja ia telah dapat
memahami semua gerakannya. setelah merasa diri dapat
menirukan, segera ia mencontoh gerakan gurunya. Lantas
saja kegesitannya bertambah beberapa kali lipat.
Bok Jin ceng yang sejak tadi mengawasi gerak-gerik
muridnya, diam-diam manggut-manggut, pikirnya didalam hati:
"Anak ini benar-benar cerdas, ia mengerti apa yang
kukehendaki." Thio Sin Houw memperhebat pengejarannya, karena kini
bisa bergerak lebih lincah dan gesit. Akan tetapi gerakan
gurunya pun bertambah gesit lagi, sehingga usahanya untuk
menangkap atau menyentuh ujung baju gurunya menjadi siasia
belaka. Tetapi si bisu yang berada diluar gelanggang
bergembira karena mereka berdua bergerak bagaikan
bayangan saja. Beberapa saat kemudian, mendadak saja Bok Jin Ceng
melompat keluar gelanggang, kemudian berbalik menerkam
muridnya dan diangkatnya tinggi tinggi diudara. serunya
sambil tertawa: "Murid yang baik! Murid yang baik ...! Kau seorang anak
manis sekali !" "Suhu!" seru muridnya pula yang menjadi girang luar biasa-
"Barulah sekarang aku menyadari bahwa ilmu itu tidak boleh
dibuat gegabah." "Bagus, anakku. cukup sudah untuk hari ini." tegas
486 gurunya. ia menurunkan tubuh Sin Houw sambil berkata lagi.
"Sekarang, kau ulangi lagi."
Thio Sin Houw segera mengulangi jurus-jurus ilmu sakti
tiang-kun sip toan kinu setelah memperhatikan gerak-gerik
Thio Sin Houw beberapa kali, Bok, Jin Ceng kemudian masuk
ke dalam kamarnya. Tetapi Thio Sin Houw tak sudi beristirahat ia berlatih terus
sampai belasan kali, sehingga makin lama makin mengerti
faedahnya ilmu sakti Tiang kun Sip-toan kim. Ternyata ilmu itu:
berpokok pada kegesitan dan kecepatan.
Kesadaran ini membuat hatinya bertambah girang, ia
begitu girang sampai tak dapat tidur nyenyak pada malam
harinya. Jurus-jurusnya berkelebatan di dalam benaknya,
sehingga dalam mimpinya ia sedang berlatih dengan giat.
Pada esok harinya, tatkala fajar hari baru saja menjenguk
dilangit timur, Thio Sin Houw sudah bangun dari tidurnya,
Terus saja ia melompat dari pembaringannya, dan berlatih
mengulangi jurus-jurusnya semalam, ia takut lupa, maka
dengan sungguh-sungguh dan penuh perhatian ia berlatih
seorang diri, selagi tenggelam dalam latihannya, tiba-tiba ia
mendengar batuk gurunya dibelakang punggungnya. segera ia
berputar dan berseru girang: "Suhu!" Bok Jin Ceng tertawa lebar. sahutnya:
"Kau telah paham dan mengarti dengan cepat sekali.
Bagus, anakku. Tetapi sebenarnya, kau baru mengarti bagian
atas, Bagian bawahnya belum. Karena bagian bawahmu
masih kosong, maka apabila kau menghadapi seorang lawan
tangguh, kau bakal celaka. Beginilah seharusnya..."
487 Setelah berkata demikian, Bok Jin Ceng lalu menurunkan
ilmu sakti Tiang-kun Sip-toan kim bagian bawah. Serunya:
"Sekarang, hayo. Kau tirukan!"
Thio Sin Houw segera menirukan gerakan gurunya. Berkat
kecerdasan otaknya, ia dapat mengarti dengan cepat sekali.
Dengan penuh tekun ia menyelami dan mendalami sehingga
dalam waktu satu hari saja, pengertiannya bertambah pesat.
Selanjutnya sejak hari itu tak pernah Thio Sin Houw
mengabaikan ajaran gurunya, walaupun sesaat saja. Tak
terasa tiga tahun telah lewat dan usia Sin Houw kini telah
mencapai tujuh belas tahun. Bisa racun yang mengeram
didalam tubuhnya sekali-kali terasa lagi, akan tetapi berkat
obat pemunah buatan Lie Hong Kiauw, dapatlah ia mengatasi.
Malahan tubuhnya kini menjadi kuat sekali. ia tumbuh menjadi
seorang yang tegap dan gesit gerak geriknya.
Seperti biasanya, Bok Jin Ceng pada waktu-waktu tertentu
turun gunung selama dua atau tiga bulan. setiap kali
bepergian, selalu ia mengajari berbagai ilmu sakti. Apabila
pulang ia lantas meniliknya, setelah merasa puas, ia
memberikan tambahan lagi. Demikianlah, hatinya puas karena
memperoleh seorang murid yang rajin sekali dan berotak
cerdas luar biasa. Pada suatu hari Bok Jin Ceng mengeluarkan sebuah
lukisan. ia memberi hormat kepada lukisan itu, lalu
memerintahkan pula kepada Thio Sin Houw agar berbuat yang
sama. Kemudian berkatalah dia dengan suara terang:
"Sin Houw, masih ingatkah siapa gambar ini" Beliau
adalah mendiang kakek guruku, namanya Cie Couw Suya,
pendiri rumah perguruan Hoa-san pay ini, Dan tahulah kau
apa sebab pada hari ini kau kuperintahkan memberi hormat
kepada cikai bakal Hoa-san pay?"
488 Thio Sin Houw menggelengkan kepala .
Bok Jin Ceng kemudian masuk ke dalam kamarnya, ia
keluar lagi membawa sebuah peti kayu berukuran panjang,
Peti itu diletakkan diatas meja. Apabila tutupnya terbuka,
berkeredeplah suatu sinar gemerlapan, sinar itu begitu
menyilaukan mata, Thio Sin Houw menjenguknya, dan ia
kaget tatkala melihat sebatang pedang yang panjangnya
hampir satu meter. "Apakah suhu bermaksud hendak mengajariku ilmu
pedang?" ia menegas dengan suara gemetar.
Bok Jin Ceng manggut, ia mengeluarkan pedang tajam itu,
dan memberi perintah dengan suara angker:
"Kau berlututlah! Dan dengarlah perkataanku!"
Hati Thio Sin Houw tergetar, Selama tiga tahun menjadi
murid, baru pada hari itu ia mendengar gurunya bersikap
angker dengan mendadak. Keruan saja ia lantas berlutut
dihadapannya. "Pedang, adalah raja dari berbagai ratusan macam
senjata." Bok Jih Ceng mulai. "Tetapi pedang merupakan
senjata yang paling sukar diajarkan dan dipelajari. Tetapi kau
berotak sangat cerdas, dan hatimu keras pula. Aku yakin,
bahwa kau sanggup mempelajarinya. ilmu pedang Hoa-san
pay, sudah beralih tiga kali ditangan ahli warisnya, syukur
makin lama ilmu pedang Hoa-san pay makin memperoleh
kemajuan. Pada umumnya, seorang guru biasanya
merahasiakan satu ilmu pukulan yang menentukan terhadap
ahli warisnya, untuk berjaga-jaga diri.
Dengan demikian ahli waris yang di kemudian hari
melahirkan angkatan-angkatan barunya, makin lama makin
bertambah kurang kepandaiannya. Syukurlah kita tidak
489 memilih jalan demikian. Kita tidak perlu berjaga-jaga
menghadapi murid murtad, asal saja sebelum kita menerima
murid, harus mengkajinya benar-benar, setelah memperoleh
seorang murid yang tiada celanya, semua rahasia ilmu
warisan Hoa-san pay harus diwariskan dengan sepenuhnya.
Bahkan dianjurkan agar setiap ahliwaris pedang ini, di
kemudian hari harus dapat menambahkan dan melengkapkan
ilmu-ilmu sakti yang sudah diwarisinya, Dengan demikian,
pada tiga ratus atau empat ratus tahun kemudian, apabila ahli
waris Hoa-san pay melahirkan zaman baru, jadi bertambah
maju, ilmu pedang kita memang sulit untuk di pelajari, tetapi
apabila kau sudah memahami, di dunia ini tiada tandingnya.
Mulai pada hari ini, aku hendak mengajarimu ilmu pedang,
Akan tetapi kau harus bersumpah terlebih dahulu, bahwa kau
tidak akan membunuh seseorang yang tidak berdosa atau
bersalah!" Sambil berlutut Sin Houw menyahut: "Pada hari ini, suhu hendak mewariskan ilmu pedang
kepadaku, Apabila dibelakang hari aku membunuh seseorang
yang sama sekali tidak bersalah atau berdosa, biarlah aku
terbunuh pula oleh seseorang."
"Bagus!" seru gurunya, "Nah, bangunlah !"
Thio Sin Houw bangun dan berdiri dengan tegak. Kata
gurunya lagi: "Aku tahu kau berhati mulia, tidak bakal kau membunuh
seseorang tanpa alasan tertentu, Hanya saja masalah dunia


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini sangat rumit, Benar dan salah sukar dibuktikan, hanya tulen
dan palsu lambat-laun akan kau ketahui juga. Karena itu mulai
saat ini kau harus belajar bisa membedakan antara yang
benar dan yang palsu. Asal hatimu jujur, bersih dan penuh
cinta kasih pada setiap insan, aku percaya di kemudian hari
490 kau tidak akan main bunuh terhadap seseorang yang sama
sekali tidak bersalah atau berdosa. Karenanya kau ingatingatlah
pesanku tadi, jujur - bersih dan cinta kasih!
Thio Sin Houw memanggut. "Sekarang, kau lihatlah!" akhirnya Bok Jin Ceng
mengakhiri perkataannya. Dengan sebat ia memegang hulu pedang dengan tangan
kanannya. Kemudian tangan kirinya diletakkan diatas bagan
pedang itu, dan mulailah ia melakukan jurus-jurus ilmu pedang
Hoa-san pay. pedang yang bergemerlapan itu lantas saja
mengeluarkan sinar berkilauan. ***** SUDAH tiga tahun Thio Sin Houw berguru kepada Bok Jin
Ceng, Baik pendengaran maupun penglihatannya jauh
melebihi Thio Hian Cong dan guru-gurunya yang lampau.
walaupun demikian, ia tak dapat mengikuti gerakan pedang
Bok Jin Ceng yang cepat luar biasa dan yang tertangkap oleh
penglihatannya hanya berkelebatnya sinar berkilauan di depan
hidungnya. Dan pedang itu terasa menyilaukan kedua
matanya. Tahu-tahu kesiur angin tajam lewat didepan hidungnya,
dan pedang itu tertancap bergetaran pada batang pohon yang
berada didepan pertapaan, itulah tenaga lemparan yang luar
biasa dahsyatnya. Sin Houw kagum sampai terpukau
mengawasi. "Bagus!" seru seseorang yang berada dibelakang
punggung Sin Houw. Thio Sin Houw kaget sampai berjingkrak. selama tiga tahun
berada di atas gunung, tiada suara lain yang di dengarnya
491 kecuali suara gurunya dan si gagu, sekarang dengan
mendadak saja ia mendengar suara asing bagi
pendengarannya. Dan suara itu tiba-tiba saja muncul dibelakang
punggungnya, Keruan saja ia kaget dan heran. cepat ia
berpaling, dan didepan matanya berdiri seorang laki-laki
mengenakan pakaian pendeta. Laki-laki itu berkumis jembros
dan berjenggot sejadi-jadinya, seperti rambutnya, kumis dan
jenggotnya sudah putih semua. Dengan kedua matanya yang
bulat bundar, ia tersenyum berseri-seri. Kedua tangannya di
gendongnya dibelakang punggung, sehingga sikapnya mirip
seorang majikan besar. Pendeta itu berjubah putih. setelah memuji Bok Jin Ceng,
ia berkata: "Barangkali, sepuluh tahun lebih aku tidak melihat kau
menggunakan pedangmu, sama sekali tak kusangka kau telah
memperoleh kemajuan demikian rupa !"
Bok Jin Ceng tertawa lebar. sahutnya:
"To-heng! Malaikat mana yang telah membawamu sampai
kemari " Eh, Sin Houw! cepat kau berlutut kepada beliau ini."
Thio Sin Houw segera menghampiri pendeta itu, Bok siang
Tojin, Dan kemudian berlutut dihadapannya. Tetapi cepatcepat
Bok siang Tojin mencegah, ia membangunkan Sin Houw
seraya menolak : "Jangan, jangan! jangan begitu. Aku bukan raja atau
keturunan malaikat ..." ia berkata dengan tertawa lebar sambil
membungkuk hendak membangunkan Sin Houw.
Akan tetapi Sin Houw tidak membiarkan dirinya kena
diangkat. sebagai biasanya, seseorang yang mengetahui
tentang ilmu sakti, secara wajar ia lantas mengerahkan tenaga
492 dalamnya itu sebabnya, tidak mudah Bok siang Tojin
mencegah pemberian hormatnya. Dan orang tua itupun hanya
hendak mencobanya. "Lauw-bok!" kata Bok siang tojin kemudian. "Telah sepuluh
tahun lamanya tak pernah aku bertemu denganmu. Tak
tahunya, kau mengeram disini untuk mendidik muridmu, inilah
suatu karunia besar bagimu. pada saat kau menjangkau hari
akhirmu, masih bisa kau memperoleh seorang murid berbadan
bagus sekali." Bok Jin Ceng girang atas pujian Bok-siang Tojin. Dengan
sahabatnya itu seringkali ia bersenda gurau. serunya senang:
"To-heng! Kau seorang pendekar berkepandaian tinggi.
Kalau aku memperoleh karunia Tuhan, pastilah kau akan
memperolehnya pula, soalnya kini, tinggal menunggu waktu
saja!" "Nah, nahl Kau pandai pula berkhotbah!" kata Bok-siang
Tojin sambil tertawa. "Sayang, pada hari ini sama sekali aku
tak beruang, Dengan cuma-cuma sajar kuterima sembah
muridmu ini, Apa yang harus kubayarkan?"
Mendengar perkataan Bok-siang Tojin, hati Bok Jin Ceng
tergerak. Teringatlah dia bahwa Bok-siang Tojin memiliki ilmu
kepandaian luar biasa tingginya. Alangkah baiknya,
seumpama dia sudi mewariskan salah satu dari ilmu
kepandaiannya itu kepada Sin Houw, hanya saja, selama
hidupnya tak sudi ia menerima murid ...
Dengan ingatan demikian, Bok Jin Ceng berkata kepada
Sin Houw. "Sin Houw! Totiang telah berjanji kepadamu hendak
memberikan hadiah. Hayo, cepat-cepat lah kau berlutut
menghaturkan terima kasih!" 493 Thio Sin Houw benar-benar pemuda cerdik, segera ia
mengerti maksud gurunya. Maka cepat-cepat ia berlutut
sambil mengucapkan terima kasih. Bok-siang Tojin tertawa terbahak-bahak. Katanya:
"Bagus! Tetapi, untuk dapat menjadi manusia kau harus
berhati jujur dan polos! jangan kau mencontoh pekerti gurumu
yang tebal kulit mukanya. Betapa tidak" Begitu mendengar aku hendak memberikan
sesuatu, belum-belum ia sudah memaksamu menghaturkan
terima kasih. Tetapi, tak apalah! Pada hari ini hatiku sangat
gembira. Biarlah aku memberimu sebuah kenang-kenangan."
Setelah berkata demikian, ia meraba jubahnya lalu
mengeluarkan sebungkus kain, apabila Thio Sin Houw
membukanya, ternyata gumpalan kain itu merupakan baju
berwarna hitam mirip seperti kaos, Bahannya seperti dari kulit,
akan tetapi mengkilat seperti sutera .
Selama hidupnya, baru pada hari itulah Sin Houw melihat
baju berbahan demikian. Tentu saja ia menjadi terharu
hatinya, tatkala ia menerima hadiah yang tak pernah
dimimpikannya. "To-heng, jangan kau bergurau..." kata Bok Jin Ceng,
"Bagaimana kau menyerahkan baju mustika itu kepada anak
ini" Bok-siang Tojin yang di kalangan Rimba persilatan
terkenal dengan gelar Kwi-eng cu (Bayangan Iblis) tidak
menggubris. sebaliknya, mendengar ucapan gurunya, Sin
Houw menjadi terkesiap. Jadi, pikirnya didalam hati. Ba ju
mirip kaos itu sebuah baju mustika"
Cepat-cepat ia mengangsurkannya kembali kepada BokKANG
ZUSI WEBSITE http://cerita-silat.co.cc/ *** (file google dokumen published by Saiful Bahri ...situbondo seletreng )***
494 siang Tojin, tetapi orang tua itu menolak, Katanya:
"Aku tidak sekikir gurumu. Kalau aku sudah memberikan
sesuatu kepada seseorang, tidak akan kutarik kembali. Nah,
ambillah!" Masih saja Thio Sin Houw tak berani menerima pemberian
hadiah itu, ia berpaling kepada gurunya.
"Jikalau begitu kehendakmu, baiklah ! Nah, Sin Houw! Kau
terimalah hadiah itu, Dan berlututlah menghaturkan terima
kasihmu." Thio Sin Houw menurut. ia berlutut sekali lagi sambil
menghaturkan terima kasih. Lalu dengan wajah sungguh
sungguh, Bok Jin Ceng berkata kepadanya.
"Sin Houw! Sesungguhnya, inilah sebuah baju mustika
yang tiada taranya, konon kabarnya, baju ini dahulu To-tiang
mendapatkannya dengan mengeluarkan keringat dan darah.
sekarang kau pakailah!" Kali inipun Sin Houw menurut. Segera ia mengenakan baju mustika itu. Dan sambil
berjalan, Bok Jin Ceng menghampiri pohon untuk mencabut
pedangnya, katanya: "Baju mustika itu sejak dahulu kebal terhadap semua
senjata tajam." Diluar dugaan, setelah berkata demikian dan secara tibatiba
ia menyabetkan pedangnya ke pundak Sin Houw. Keruan
saja pemuda itu kaget bukan kepalang, ingin ia mengelakkan
diri, tetapi sudah terlambat, Dalam hal kegesitan tubuh, Sin
Houw masih kalah terlampau jauh dari pada gurunya.
Satu-satunya jalan yang dapat di lakukan, hanyalah
495 melompat. Namun pada saat itu pundaknya telah kena
sabatan pedang, ia kaget, heran dan girang ketika
dirasakannya sabatan itu sangat ringan, dan pedang itupun
terpental balik. sedangkan Sin Houw sendiri sama sekali tak
terluka. Maka dengan serta merta untuk kesekian kalinya ia
berlutut lagi kepada Bok-siang Tojin.
Bok-siang Tojin tertawa lebar, Katanya:
"Baju mustikaku sangat buruk. Tatkala kau berlutut
kepadaku, pastilah kau berlutut hanya menuruti perintah
gurumu, Tetapi kali ini, aku tahu hatimu benar-benar puas,
Bukankah begitu ?" Merah muka Sin Houw kena sindir, meskipun demikian
hatinya penuh haru, girang dan hormat, Kembali lagi ia
berlutut. Bok-siang Tojin tidak memperdulikan pekerti Thio Sin
Houw, ia berkata lagi: "Beberapa kali baju mustika itu telah menolong jiwaku.
sekarang, kuberikan kepadamu. Asal saja gurumu tidak
menganggu diriku, di dunia ini, tidak ada seorangpun yang
dapat melukai diriku meskipun aku tidak mengenakan baju
mustikaku lagi." Setelah berkata demikian, Bok-siang Tojin tertawa
berkakakan, Rupanya ia sangat riang, Bok Jin Ceng pun
tertawa, ia berkata pula: "Hai, pendeta bangkotan! Kau menjual cerita besar
didepan muridku, Dalam hal ilmu kepandaian, tak dapat aku
melawanmu. Akan tetapi dikolong langit ini memang banyak
sekali orang-orang yang berkepandaian sangat tinggi."
Bok-siang Tojin tersenyum, sahutnya:
496 "Akh! Kita berdua tak boleh menggunakan pedang atau
senjata tajam lainnya. Mari, kau ambillah alat Kim dan aku
akan membawa serulingku ...!" (Alat "Kim" s semacam Kecapi).
"Apakah kita akan mengadu kepandaian dengan alat
musik?" Bok Jin Ceng tertawa. "Benar!" sahut Bok-siang To-jin tertawa gelak. "Caramu
memetik Kim, benar-benar membuat hatiku ketagihan
mendengarkannya." "Baiklah!" sahut Bok Jin Ceng, "Telingaku ketagihan pula
mendengarkan tiupan serulingmu, Kau datang dari jauh dan
sudi mendaki gunungku, tak bakal aku mengecewakan hatimu.
Hai, apakah kau membawa juga tempat nasi dan tempat
minum?" Keduanya lantas sibuk dengan ke-ahliannya masingmasing.
Bok-siang To-jin meniup seruling, dan Bok Jin Ceng
memetik Kim. perpaduan keahlian masing masing serasi dan
selaras, sehingga memberikan suatu pendengaran yang
indah. Mereka bermain terus menerus tiada henti-hentinya
sampai jauh malam hari, sementara si bisu yang
menyelenggarakan makan-minumnya. Selama itu Thio Sin Houw menunggu disamping mereka,
sama sekali ia tak mengarti permainan mereka. walaupun
demikian, lantaran bisa menangkap keindahan dan
kemerduannya, ia mencoba mengerti dengan mengamatamati
gerak jari-jari gurunya menyentuh tali-tali kim. Gurunya
lantas mengajari cara memetik kim itu.
Ilmu memetik Kim terbagi dalam kelompok-kelompbk
perpaduan nada, Tegasnya selain memperindah gaya lagu,
ikut serta menentukan iramanya. Karena tidak mengutamakan
497 lagu, tata lagunya berbeda dengan ilmu meniup seruling,
nampaknya mudah dipelajari, tetapi sesungguhnya untuk
menjadi seorang ahli, sulit liku-likunya.
Sebab apabila belum mengenal lagunya terlebih dahulu
akan sukar menentukan keserasiannya, Namun Thio Sin
Houw mempunyai pembawaan alamiah yang luar biasa, sekali
mendengar dan sekali melihat ia sudah paham liku-likunya, ia
tertarik karena liku-likunya berkesan seolah-olah kelompok
tata-muslihatnya yang diatur dalam jurus-jurus pula.
Tatkala Bok siang Tojin dan gurunya beristirahat, ia
menekuni dan mencoba menyelami. Menjelang fajar hari, jarijarinya
mulai bisa bergerak dengan lancar. Bok-siang Tojin benar-benar seorang yang keranjingan
dalam hal seni lagu, Mendengar irama Kim yang dimainkan
Sin Houw yang mulai bisa dinikmati terus saja ia terbangun.
Tanpa segan-segan lagi ia membangunkan Bok Jin Ceng dan
berkata mengajak: "Mari, kita main lagi!" Bok Jin Ceng tertawa geli menyaksikan tamunya yang tak
kenal lelah itu, sahutnya: "Aku tak bersemangat lagi untuk mengiringi lagumu, kau
beristirahatlah dahulu!" Terpaksalah Bok-siang-Tojin beristirahat, Akan tetapi di
dalam kamarnya, pendengarannya selalu terganggu oleh
petikan Kim dari Thio Sin Houw, sehingga tertatih-tatih ia
bangun lagi dan menghampiri pemuda itu. Kemudian ia
mencoba menerangkan bagaimana caranya memetik Kim. ia
membagi tangga nada menjadi tiga bagian. Dan masingmasing
pembagian tangga nadanya mempunyai beberapa
kelompok kelompok iringan lagu, semuanya itu diajarkan
dengan setulus hati kepada Sin Houw.


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

498 Sejak itu Thio Sin Houw mulai belajar memetik Kim dengan
sungguh-sungguh, Tiga hari tiga malam ia bertekun, Dan
selama itu gurunya dan Bok-siang Tojin berbicara terus
menerus, mengenai seni sambil sekali-kali meniup seruling
dan memetik Kim. pada hari ke empat, Bok Jin Ceng berkata
kepada Bok-siang Tojin: "Pada hari ini biarlah kau beristirahat dahulu, aku harus
mengajarkan ilmu pedang kepadanya terlebih dahulu."
Alasan itu kuat, sehingga Bok-siang Tojin tak dapat
menawar lagi. Tetapi menunggu Bok Jin Ceng memberi
pelajaran ilmu pedang kepada Sin Houw, dirasakan sangat
membosankan. Tak mengherankan begitu Bok Jin Ceng
selesai memberi pelajaran, segera ia menarik tangan
sahabatnya itu dan diajaknya bertempur melalui seruling dan
Kim. "Mari, kita bermain lagi!" ajaknya dengan penuh semangat.
Bok Jin Ceng sebenarnya sudah lelah, akan tetapi karena
tak sampai hati mengecewakan hati sahabatnya itu,
terpaksalah ia melayani. Begitulah terjadi satu bulan lebih,
setiap kali selesai melatih muridnya, harus ia menyediakan
waktu untuk melayani tamunya apabila Bok Jin Ceng nampak
kurang semangat sedikit saja, tamunya itu menjadi seperti
tersiksa. Dan semuanya itu tak pernah lepas dari perhatian
Thio Sin Houw. Oleh rasa iba terhadap gurunya, setiap kali memperoleh
kesempatan terus saja ia berlatih, Dalam sebulan itu, ternyata
ia sudah mahir. Pada suatu hari menjelang fajar hari, ia memetik kim-nya.
Tahu-tahu Bok-siang Tojin sudah berada di belakangnya
meniup serulingnya, inilah kejadian yang sangat
499 menggembirakan. Maka dengan hati-hati dan seksama, Sin
Houw lalu mengiringkan tiupan lagu Bok-siang Tojin. Ternyata
sama sekali ia tidak salah. Keruan saja Bok-siang Tojin
menjadi bertambah semangat, pujinya:
"Eh, anak! Kau benar-benar cerdik - kalau kau berlatih
terus-menerus kau tentu dapat mengalahkan gurumu!"
Dua tiga kali Bok-siang Tojin menguji, ia meniup berbagai
macam lagu yang sebelumnya tak pernah di dengar oleh Sin
Houw, semuanya dapat diiring-kan oleh Sin Houw dengan
sempurna. Karena memperoleh kenyataan itu dan rasa girang yang
meluap, Bok-siang Tojin berkata: "Baiklah kita atur saja begini sekarang, setiap kali kau
dapat mengiringkan tiga laguku, aku akan mempelajari kau
semacam ilmu kepandaian bagaimana" setuju atau tidak?"
"Biarlah aku minta pendapat guruku terlebih dahulu." sahut
Sin Houw. Bok-siang Tojin pun tahu, seorang murid tak boleh
melancangi gurunya.Maka itu ia menyetujui. Katanya:
"Baik, Kau tanyalah kepada gurumu!"
Thio Sin Houw lari mencari gurunya. ia mengabarkan
kehendak Bok-siang Tojin, Tentu saja Bok Jin Ceng girang
bukan kepalang. itulah yang diharap-harapkannya sejak
sebulan yang lalu, ia tahu Bok-siang Tojin seorang pendekar
yang berilmu kepandaian tinggi, hanya saja tabiatnya aneh.
Tak senang ia menerima murid. sebaliknya apabila sekali
sudah berjanji, tentu akan di tepatinya, Dan hal itu terjadi,
karena orang tua itu begitu ketagihan mendengarkan
permainan perpaduan suara antara kim dan seruling.
500 Lantas saja Bok Jin Ceng menarik tangan Thio Sin Houw
dan diajaknya menghadap Bok-siang Tojin, ia menyuruh
muridnya bersembah untuk menghaturkan rasa terima kasih,
kemudian ia sendiri berkata kepada Bok-siang Tojin.
"To-heng! Kau hendak menyempurnakan ilmu kepandaian
muridku, akupun menghaturkan rasa terima kasih yang tak
terhingga kepadamu." Dalam pada itu Thio Sin Houw sudah berlutut, tetapi cepatcepat
Bok siang Tojin menolaknya, Katanya.
"Jangan! jangan! Aku tidak menerimamu sebagai murid.
Apabila kau menghendaki pelajaranku, kau harus
mengiringkan tiga laguku terlebih dahulu."
"Bukankah ini suatu jual-beli" Dimana ada pembicaraan
antara guru dan murid..." Bok Jin Ceng tertawa. Dengan cepat ia menyahut:
"Apakah maksudmu dengan berkata demikian ?"
"Dalam hal ilmu pedang dan ilmu pukulan, dikolong langit
ini kau tiada lawannya, Aku takluk kepadamu. sebaliknya
dalam hal ilmu berlari dan menimpuk senjata bidik, kukira ilmu
kepandaianku tidak mengecewakan."
"Memang! siapapun tahu, bahwa kau anak siluman! Hanya
saja, ilmu kepandaianmu yang istimewa itu jangan kau
bualkan disini." kata Bok Jin Ceng yang kembali tertawa.
"Apakah kau mencela kepandaianku...?" ujar Bok-siang
Tojin agak kurang senang. Bok Jin Ceng bersenyum. sambil menggelengkan kepala,
ia menyahut: 501 "Didalam dunia ini, siapakah yang dapat menandingi ilmu
berlarimu" Kau pun seorang ahli senjata bidik yang tiada
tandingan. Karena itu, kami berdua mengucapkan rasa terima
kasih kepadamu " Bok-siang Tojin dapat dibuat mengerti, iapun lantas
tertawa. Katanya: "Bukankah adil pertimbanganku" Setiap kali muridmu
mengiringkan tiga laguku, aku lantas memberi pelajaran
sejurus dua jurus kepadanya." "Kau tidak hanya adil, malahan bermurah budi pula." sahut
Bok Jin Ceng cepat, Dan setelah berpikir demikian, ia berpikir
didalam hati: "Pendekar bangkotan ini benar-benar licik dan lucu. Akan
tetapi dia seorang laki-laki sejati. Sekali menyanggupkan diri,
ia tak akan menarik janjinya kembali. inilah suatu rezeki besar
bagi Sin Houw. Lalu ia berkata memutuskan: "Baiklah kita atur begini saja, Yang kukhawatirkan adalah
justru Sin Houw, Jangan-jangan ia sia-siakan waktunya yang
sangat berharga. Karena itu setiap mengajarkan sesuatu
kepadanya, kau harus lakukan setelah ia sudah mengiringkan
tiga lagumu, Dengan demikian, ia tidak akan sia-siakan
kesempatan yang bagus ini, Sekarang, kau boleh meniup
seruling sesuka hatimu. Delapan atau sepuluh kali, masa
bodoh !" Bok-siang Tojin girang bukan kepalang. Demikian pula Sin
Houw, Tak sia-siakan waktu lagi, mereka berdua lantas
mengambil tempatnya masing-masing, Bok-siang Tojin
meniup serulingnya, dan Sin Houw memetik Kim mengiringi.
502 Mereka duduk berhadap hadapan seakan-akan dua orang
pendekar besar lagi mengadu ilmu kepandaian.
Enam kali mereka mengumandangkan lagu panjang dan
pendek. Dan Bok-siang Tojin pun menepati janjinya. Katanya:
"Kali ini aku hanya mengajarimu sejurus ilmu petak,
Meskipun hanya sejurus, tetapi faedahnya sangat besar.
Tubuhmu akan terasa menjadi ringan. Kalau sudah mahir,
bayangannya sendiri sulit terlihat, Nah, kau lihatlah gerakanku
dengan sungguh-sungguh!" Setelah berkata demikian, Bok-Siang Tojin bergerak. Tahutahu
tubuhnya sudah berada diatas pohon. Tatkala turun
dengan berjungkir-balik, sudah berada kembali didepan Thio
Sin Houw. Keruan saja Sin Houw kagum bukan main, ia merasa diri
seakan-akan terpukau. Apabila tersadar, ia bersorak dan
bertepuk tangan dengan setulus hati.
"Sekarang, mulailah berlatih!" seru Bok-siang Tojin, Dan
pendeta aneh itu segera mengajarkan jurus tersebut, yang
disebut Poan-in seng-liong (Naga naik merayap di awan). Dan
untuk menangkap intisarinya, Sin Houw berlompatan kiankemari
melemaskan urat-uratnya, Mula-mula ia merasa
kebingungan, tetapi lambat-laun ia merasa diri memperoleh
kemajuan. untunglah Bok- siang Tojin ternyata teliti dalam
menurunkan pelajarannya. Dengan cermat dan tak bosanbosan
ia memberi contoh serta memberi petunjuk inti-inti
rahasianya. Pada hari kedua, Sin Houw tak memperoleh tambahan,
meskipun sudah mengiringi enam lagu lagi, Tetapi pada hari
ketiga dan keempat, ia mendapat tambahan dua jurus
sekaligus. Setelah memasuki hari ke empat belas, mulailah dia
memperoleh tambahan sejurus, dua jurus secara teratur.
Bahkan pada bulan berikutnya Bok-siang Tojin mulai
503 mewariskan rahasia ilmu bidiknya. Empat bulan lamanya ia belajar ilmu bidik. Tatkala
pelajaran mulai menginjak pada bagian membidik sasaran
dengan tiga puluh lima senjata bidik sekaligus, ia
membutuhkan waktu tujuh bulan. Dengan demikian, tanpa
terasa satu tahun lewatlah sudah. sekalipun demikian, Boksiang
Tojin tak bosan-bosan meniup serulingnya dengan
iringan kim Thio Sin Houw. Melihat mereka begitu akrab, Bok Jin Ceng bersyukur
didalam hati, ia tahu, apa sebab Bok-siang Tojin betah
bertempat tinggal pada suatu tempat sampai satu tahun lebih,
itulah disebabkan orang tua itu berkenan hatinya terhadap
muridnya. Maka ia berpesan kepada si bisu, agar melayani
Bok-siang Tojin dengan sebaik -baiknya.
Pada suatu hari selagi Sin Houw berlatih disamping kedua
gurunya, tiba-tiba terdengarlah suatu auman hebat. serentak
ia menoleh dan melihat sibisu sedang berhadapan dengan
seekor harimau tutul. Menyaksikan si bisu dalam bahaya, tanpa berpikir panjang
lagi, Thio Sin Houw segera melompat dan lari menghampiri.
pada saat itu, macan tutul telah melompat serta menerkam si
bisu, si bisu nampak marah. ia melejit ke samping, dan
mendaratkan pukulannya. Tetapi bertepatan pada saat itu, sesosok bayangan
berkelebat, itulah Bok Jin Ceng yang menyambar lengan si
bisu dan dibawanya menjauhi. Kemudian Bok Jin Ceng
berseru kepada Sin Houw: "Sin Houw! Biarlah kau yang melayani harimau itu!"
Thio Sin Houw tahu, gurunya sedang mengujinya, Terus
saja ia melompat menghadang titik balik harimau itu, akan
tetapi entah apa sebabnya, tiba tiba macan tutul itu memutar
504 tubuhnya, serta berjalan menjauhi. Sin Houw melesat dan
menggerakkan tangannya memukul pantat. oleh rasa sakit,
binatang buas itu mengaum dan memutar tubuh sambil
mencengkeram. Thio Sin Houw mengelak dan melompat ke samping,
Kemudian tangannya bergerak hendak menyerang, akan
tetapi tiba-tiba saja ia merasakan suatu ancaman bahaya
datang dari belakang punggungnya. Tahulah dia, dirinya
sedang diserang dari jurusan lain. Tak sempat lagi ia memutar
tubuhnya. Dengan menjejak tanah ia melompat tinggi
kemudian dengan berjumpalitan ia turun diatas tanah dengan
tak kurang suatu apa. Begitu membalikkan tubuhnya, ia melihat penyerangnya -
seekor macan kumbang sebenarnya, sejak berada di atas
gunung itu belum pernah ia berkelahi. walaupun demikian,
sama sekali ia tak takut menghadapi kedua binatang buas itu,
segera ia menyerang dengan menggunakan tipu-tipu ilmu
Hok-houw ciang, Menyaksikan perkelahiannya, Bok Jin Ceng
bergembira. Katanya didalam hati: "Anak ini ternyata benar-benar tidak sia-siakan lelahku."
Tetapi setelah mengamat-amati sekian lamanya, Thio Sin
Houw ternyata hanya dapat menyakiti kedua binatang itu saja,
pukulannya sama sekali tak bertenaga, ia jadi heran, Apa
sebab demikian" Bok Jin Ceng tak tahu, bahwa dalam diri Sin
Houw mengeram racun jahat Hian-beng sin-ciang yang
memunahkan sebagian tenaganya! "Sambut pedangku!" seru Bok Jin Ceng yang tak sempat
menyelidiki sebab sebabnya. Thio Sin Houw melompat menyambut pedang, tetapi pada
saat itu kedua macan itu lari menerjang belukar, sin Houw
mengejar selintasan, tiba-tiba dua sosok bayangan
505 menyambar dari kiri kanan. cepat ia menggerakkan
pedangnya sambil melesat kesamping, Ternyata
penyerangnya adalah dua ekor kera hampir setinggi dirinya.
"Jangan bunuh!" tiba-tiba terdengar Bok-siang Tojin
berseru. Thio Sin Houw mengangguk. Kemudian dengan
pedangnya ia mendesak. ia dapat bergerak dengan gesit.
Saban-saban ia menyabat atau menikam, Dan diserang
secara demikian, kedua binatang itu berlompat-lompatan
dengan gesit pula. Sekiranya mau, Sin Houw dapat menikamnya dengan
mudah. Akan tetapi ia hanya melukainya saja pada lengan,
pundak, kepala dan kedua kakinya. Diperlakukan demikian, kedua binatang itu nampaknya
mempunyai perasaan. Tatkala mereka melompat menjauhi
lawannya tidak mengejar, Sin Houw malahan berhenti
menggerakkan pedangnya, dan hanya mengawasi saja.
Bagaikan insan manusia, kedua kera itu memekik tinggi.
Kedua tangannya ditutupkan ke kepalanya, lalu merebahkan
diri sambil menyiratkan pandang memohon ampun.
Thio Sin Houw datang mendekati. ia mengerti, kedua
binatang itu menyerah kepadanya, Si bisu menjadi girang,
Dengan berlari-larian ia masuk ke dalam rumah dan keluar lagi
dengan membawa tambang untuk pembelenggu.
Mula-mula kedua binatang itu mencoba memberontak,
mereka memekik sambil memperlihatkan kedua baris gigi
mereka. Akan tetapi tenaga si bisu jauh lebih kuat. Akhirnya
mereka menyerah saja, dan sama sekali tak berani melawan.
Baik Bok Jin Ceng maupun Bok siang Tojin memuji
kegesitan Thio Sin Houw, Mereka menganjurkan agar dia
506 belajar lebih tekun lagi dan bersungguh sungguh - Sudah tentu
Sin Houw menjadi girang dan penuh syukur mendengar


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pernyataan kedua orang tua itu, iapun merasakan sendiri
betapa bagus hasil latihannya. Disamping itu, ia memperoleh dua binatang hutan, yang
seekor jantan dan yang satunya betina, oleh rasa girangnya,
Tliio Sin Houw mencarikan buah-buahan untuk diberikan
kepada kedua binatang itu, Selang sepuluh hari, kedua binatang itu menjadi jinak
sekali. Kedua-nya mengerti akan kesayangan Sin Houw
terhadap mereka, dan mereka kemudian tak perlu diikat
tambang lagi, Tiada niatnya untuk kabur.
Sin Houw memberi nama A Leng kepada kera yang jantan,
dan A Yung kepada yang betina. Agar mereka paham akan
namanya masing-masing, sin Houw membiasakan memanggil
namanya setiap kali bertemu. Bok Jin Ceng dan Bok-siang
Tojin tertawa menyaksikan pekerti Sin Houw, dan ikut
bergembira menyaksikan kedua binatang itu telah menjadi
jinak. Dan setelah Sin Houw yakin kedua binatang itu benarbenar
jinak,ia membebaskannya. Kini dengan merdeka A Leng
dan A Yung mencari makan sendiri . Kadang-kadang mendaki
sampai ke puncak gunung, kemudian terjadilah suatu peristiwa
yang membuat suatu penemuan yang aneh sekali.
Seperti biasanya, A Leng dan temannya mendaki puncak
gunung untuk mencari makanan. Dengan berani A Leng
memanjat dinding gunung, sampai mendadak saja kakinya
tergelincir. Tak ampun lagi lepaslah pegangannya, sehingga ia
jatuh ke dalam jurang. Dinding gunung itu sangat curam dan mempunyai
kedalaman empat sampai limapuluh meter lebih. Keruah saja
A Yung menjadi kaget bukan main. segera ia menjenguk dari
507 tepinya, ia melihat A Leng tersangkut pada cabang pohon
yang tumbuh di-depan sebuah goa kosong.
Mulut goa itu nampak hijau berlumut, pada mulut goa itulah
A Leng berpegangan. Nampak tergantung~gantung pada
ketinggian tebing gunung. Meskipun daya pikir dan perasaan seekor kera tidak
sesempurna manusia, akan tetapi binatang itu banyak akal.
Dalam sibuknya, A Yung lari pulang mencari Sin Houw.
Tatkala itu majikannya sedang berlatih ilmu pedang, ia lantas
memekik-mekik tinggi tiada hentinya sambil berjingkrakan.
Sin Houw heran, ia menghampiri dan mengamat-amati
tubuh A Yung. Disana-sini terdapat beberapa tusukan duri
pepohonan. sedang kesan wajahnya nampak ketakutan.
segera ia mencari Un Siang, si bisu, untuk diajak menyelidiki
kehendak binatang itu. Ternyata A Yung memutar tubuh dan berlari-lari
menghampiri jurang, setibanya ditepi jurang, A Yung memekikmekik
sambil berjingkrakan, Kedua tangannya berserabutan
sambil menjenguk ke bawah, Sin Houw dan Un siang segera
menghampiri dan melihat A Leng dalam bahaya.
Dengan cepat Sin Houw lari pulang untuk mengambil
tambang. Kemudian dilemparkannya tambang itu ke dalam
jurang, sedang ia mengikat ujungnya pada lengannya dan
lengan Un Siang. A Leng dalam keadaan sangat lelah, namun tatkala melihat
menyambarnya tali segera ia menangkapnya. Dan di
pegangnya erat-erat, Pada saat itu Sin Houw dan Un siang
menariknya ke atas, Ternyata ia terluka dibeberapa tempat,
syukur, tidak begitu hebat. Kemudian dengan
memperdengarkan pekikan ber-ulang-ulang ia memperlihatkan
kedua telapak tangannya. " 508 Thio Sin Houw menjadi heran ketika melihat dua benda
tajam menancap pada telapakan tangan A Leng, ia
mencabutnya, namun benda itu tertancap dengan sangat
kokohnya. A Leng lantas memekik kesakitan.
"Apakah disini ada musuh?" tanya Sin Houw kepada
dirinya sendiri. ia menjadi curiga, segera menghampiri tebing
jurang dan memperhatikan ke dalamnya. ia melihat sebuah
goa kosong. Pada mulut goa itulah tadi A Leng terkatung-katung,
Apakah di dalam goa itu terdapat senjata bidik" Tetapi senjata
bidik tak akan dapat bekerja, tanpa ada yang
melemparkannya. Lantas siapa" Mapnya tidak mungkin, karena letak goa itu sangat
terpencil. Dengan berbagai macam pikiran, Sin Houw mengajak Un siang pulang untuk mencari kedua
gurunya, setelah bertemu ia menc:eriterakan penga1amannya.
Mendengar keterangan Thio Sin Houw maka Bok Jin
Ceng berdua Bok-siang Tojin ikut merasa heran, Bok-siang
Tojin adalah seorang pendekar ahli senjata bidik. Melihat
bentuk senjata bidik yang tertancap pada telapakan tangan A
Leng, ia berkata: "Aku seorang yang gemar sekali akan senjata bidik,
sehingga berbagai macam senjata bidik pernah kulihat.
Tetapi senjata bidik ini yang berbentuk kelabang, baru
untuk pertama kali inilah kulihat. Lauw-bok! Kali ini runtuhlah
kedudukanku sebagai seorang ahli senjata bidik."
Bok Jin Ceng menatap sahabatnya, kemudian berkata
mengusulkan: 509 "Coba keluarkan dahulu senjata bidik yang menancap
pada telapakan tangan binatang itu!"
Bergegas Bok-siang Tojin masuk ke dalam kamarnya
untuk mengambil sebilah pisau kecil, Dengan pisau itu ia
membedah telapakan tangan A Leng untuk mengeluarkan
senjata bidik yang aneh itu. A Leng agaknya mengetahui maksud baik Bok-siang Tojin
hendak menolong dirinya. Sama sekali ia tidak memberontak,
setelah benda yang menancap pada telapak tangannya
tercabut, lukanya segera diobati dan dibalut, Binatang itu
nampak puas, dan segera mengikuti A Yung mencari makan.
Dua senjata bidik itu panjangnya kurang lebih tiga cun,
berbentuk seperti kelabang, bersungut dua. Kedua sungut itu
sekecil dan setajam jarum. warna keseluruhannya hitam
gelap, kotor berlumut, Tetapi setelah Bok-siang Tojin
membersihkan lumutnya, benda itu nampak mengkilat.
Ternyata terbuat dari perak ! "Pantas timbangannya berat, kiranya terbuat dari perak!"
seru Bok-siang Tojin. Sekonyong-konyong Bok Jin Ceng terkejut, tak terasa ia
berseru: "lnilah senjata bidik Gin-coa piao!"
"Gin-coa piao?" Bok-siang Tojin menegas dengan wajah
tercengang, ia terdiam sejenak, lalu berkata meneruskan: "Kau
maksudkan Gin-coa Long-kun pemiliknya" Bukankah
kabarnya dia telah wafat sejak belasan tahun yang lalu?"
sambil berkata demikian, sekali lagi ia memeriksa senjata bidik
yang berada, ditangannya, Kini wajahnya benar benar nampak
terkejut, Serunya: 510 "Tidak salah! Benar dia!"
Ia membolak-balikkan senjata bidik berbentuk kelabang itu,
di bagian perutnya tertera sebuah ukiran kecil berbunyi
"THAY". Dan pada bagian perut senjata bidik yang kedua
terdapat ukiran huruf: BENG. "Suhu, siapakah Gin-coa Long-kun?" tanya Sin Houw
kepada Bok Jin Ceng, yang masih saja tercengang sejak tadi,
"Kelak akan kuberi keterangan..." sahut gurunya setelah
berdiam beberapa lama, setelah menimbang-nimbang
sebentar, ia meneruskan: "To-heng, coba katakan kepadaku,
mengapa senjata bidik ini bisa berada didalam goa itu?"
Sesuai dengan namanya, bentuk senjata itu seperti ular,
bukan kelabang seperti yang diduga oleh Bok siang Tojin, ia
tidak segera menjawab pertanyaan rekannya, sebaliknya ia
mengernyitkan keningnya, wajahnya jadi tegang, tak terkecuali
Bok Jin Ceng, Keruan saja Thio Sin Houw tak berani
mengulang pertanyaannya. Malam itu selesai waktu makan, Bok Jin Ceng dan Boksiang
Tojin duduk sambil berbicara. Thio Sin Houw
mendengarkan dengan berdiam diri, sama sekali ia tak
mengerti tentang apa yang sedang dibicarakan. ia hanya
mendengar kata-kata: "pembunuhan akibat permusuhan dan
pembalasan dendam. Kalimat-kalimat lainnya, masih gelap
baginya. "Jadinya, Gin-coa Long-kun datang memasuki daerahmu
untuk menyingkirkan diri dari musuh-musuhnya?" kata Boksiang
Tojin menegas. Bok Jin Ceng tak berani menyatakan dengan pasti, ia
nampak berbimbang hati, sahutnya: "Mengingat kepandaiannya, sebenarnya tak ada perlunya
511 ia menyingkir jauh-jauh sampai kemari, bersembunyi ditempat
yang sunyi sepi, Baginya, merupakan alasan yang kurang
kuat." "Mungkinkah dia belum mati?" Bok-siang Tojin seperti
menguji. "Dia seorang luar biasa." jawab Bok Jin Ceng, "Selama ini
kita hanya mendengar namanya belaka, dan belum pernah
bertemu dengan dirinya. Memang kabar berita mewartakan
bahwa dia telah meninggal dunia. Akan tetapi sebab-sebabnya
atau bagaimana caranya dia meninggal, tiada seorangpun
yang dapat memberi keterangan."
"Dia memang aneh sepak terjangnya..." Bok-siang Tojin
menghela napas. "Ada kalanya dia kejam sekali, tetapi tak
jarang pula dia berbuat mulia, Dengan demikian, apakah dia
seorang jahat atau seorang yang mulia hati orang hanya dapat
menduga-duga saja. Beberapa kali pernah aku mencoba
mencarinya, namun senantiasa gagal."
"Sudahlah! Tiada gunanya kita menduga-duga saja." Bok
Jin Ceng memutuskan. "Baiklah, besok pagi menjenguk goa
itu." ***** KEESOKAN harinya Bok Jin Ceng mengajak Bok-siang
Tojin, Thio Sin Houw dan Un Siauw menjenguk goa dengan
membawa senjata dan tambang. Sin Houw berada didepan
sebagai penunjuk jalan lantaran dialah yang mengetahui
letaknya goa itu. "Hati-hati!" pesan Bok Jin Ceng ketika Bok-siang lojin
mengatakan hendak turun sendiri. Bok-siang Tojin mengangguk. Cepat ia mengikat
pinggangnya dengan ujung tambang yang tertambat pada
512 pohon. Kemudian dengan pertolongan Un siang dan Sin
Houw, ia dikerek turun perlahan-lahan. Didepan mulut goa
yang berlumut itu, ia berdiri memperhatikan.
Mulut goa penuh kabut, sehingga tanahnya tak nampak
jelas, Hatinya tercekat, meskipun ia seorang jago yang sudah
kenyang makan garam. Dengan tertegun-tegun ia mengawaskan ke dalam goa
terus menerus. Biasanya, pandang mata seseorang lambat laun bisa
menyesuaikan dalam kegelapan. Setidak-tidaknya akan bisa
menangkap penglihatan walaupun dalam samar-samar.
Namun penglihatan Bok-siang Tojin malahan makin menjadi
guram. Akhirnya ia memperoleh kesimpulan , tentulah goa itu
sangat dalam. Ia kemudian maju meraba-raba menyelidiki ruang masuk,
Dan ternyata sempit, ia berbimbang-bimbang sebentar,
apakah dirinya bisa memasuki pintu sempit itu..."
Bok-siang Tojin adalah seorang yang keras hati, Tak sudi
ia mundur, sekalipun menghadapi kenyataan yang tidak
memungkinkan. setelah membungkus sebelah tangannya,
segera ia memasuki ke dalam mulut goa itu, Meskipun
seorang pemberani, namun tak mau ia berlaku semberono,
perlahan lahan tangannya meraba-raba dan tiba-tiba
membentur suatu benda tajam. Benda tajam itu menancap
pada mulut goa. ia menduga itulah Gin-coa piao, senjata bidik
berbentuk ular perak yang semula disangkanya berbentuk
kelabang, segera secara hati-hati ia mencabutnya, lalu
meraba-raba lagi dan mencabut yang kedua. Demikianlah,
sampai tujuh belas ia mencabut. ia berniat hendak maju
meraba lagi, akan tetapi teringatlah dia kepada Un siang dan
Sin Houw yang menahan tubuhnya dari atas tebing, Mereka
berdua tentu sudah merasa lelah. 513 "Tarik!" segera ia berteriak memerintahkan .
Te riak airnya terdengar oleh Bok Jin Ceng, Gurunya Sin
Houw itu segera memerintahkan agar menarik Bok-siang Tojin
keatas dengan perlahan-lahan. Kira-kira dua tombak dari atas
tebing, Bok-siang Tojin menjejakkan kakinya pada batu
lambing. Dengan begitu cepat sekali Bok-siang Tojin telah
berada di antara teman-temannya. "Lihat ini!" katanya kepada Bok Jin Ceng sambil
memperlihatkan tujuh belas batang Gin-coa piao yang
dipegangnya erat-erat. Bentuknya sama dengan senjata bidik
yang menancap pada telapak tangan A Leng.
Bok Jin Ceng memperhatikan, lalu berkata dengan
sungguh-sungguh: "Hantu itu menyimpan bendanya di dalam goa, apakah
maksudnya" Entah benda apa lagi yang terdapat di dalam
goanya" Biarlah aku yang melihat ..."
"percuma saja kau turun kebawah!" Bok-siang Tojin
mencegah. "Mulut goa terlalu sempit, tubuhmu tak akan dapat
memasukinya." Bok Jin Ceng menundukkan kepalanya, ia diam berpikir,
Tiba-tiba Thio Sin Houw berkata minta pertimbangan:
"Suhu, apakah aku diperkenankan menyelidiki?"
"Betapa mungkin?" sahut Bok-siang Tojin dengan tertawa
panjang, "Jurang begitu dalam, apakah kau berani?"
"Aku berani, supeh!" kata Sin Houw, "Suhu, aku
diperkenankan ikut menyelidiki atau tidak?"
Bok Jin Ceng masih terbenam dalam pikiran, Kata guru
yang bijaksana itu didalam hati: 514 "Orang jahat itu menyimpan senjata bidiknya didalam goa,
pastilah mempunyai maksud-maksud tertentu. Sebaliknya,
apabila tidak diselidiki benar benar saya, Akan tetapi siapa


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tahu justru didalam goa itu tersimpan suatu ancaman
bencana" Kalau anak ini kuijinkan pergi seorang diri, tidakkah
akan membahayakan jiwanya?" Memperoleh pertimbangan
demikian, ia lantas berkata: "Aku mengkhawatirkan bencana yang mengancam dirimu!"
"Aku dapat berlaku waspada, suhu .,." Sin Houw
mendesak. Melihat muridnya demikian berani dan bernapsu, akhirnya
Bok Jin Ceng mengangguk, katanya: "Baiklah, tetapi kau harus mencoba menyalakan api
terlebih dahulu sebelum memasuki goa. Manakala api itu
padam, janganlah kau memaksa dirimu memasuki."
"Aku tahu suhu." sahut Sin Houw, Dan cepat-cepat ia
mempersiapkan sebatang obor, sedang pedangnya segera
dihunusnya, Dengan pedang dan obor di tangan, ia dikerek
turun perlahan-lahan seperti Bok-siang Tojin.
Cepat sekali Thio Sin Houw telah sampai dimulut goa.
Teringat pesan gurunya, ia menyulut obor terlebih dahulu,
ternyata tidak padam, ia jadi girang, Kemudian secara berhatihati
ia merayap memasuki mulut goa, tali yang mengikat
pinggangnya tak dilepaskannya, setelah merayap kira-kira
limabelas meter jauhnya, terowongan yang dilaluinya mulai
mendaki. ia maju terus perlahan dengan perlahan.
Kira-kira tiga meter lagi sampailah dia pada tempat
terbuka, sehingga dapatlah ia berdiri tegak, setelah mengatur
pernapasannya sejenak, ia maju terus.
515 Beberapa saat kemudian, jalan yang ditempuhnya
menikung dan memasuki kelokan serta tikungan, empat lima
kali, ia jadi semakin berwaspada. Dengan memegang
pedangnya erat-erat, ia maju terus. Tatkala berjalan kira-kira
lima belas meter lagi, ia tiba di sebuah kamar batu, segera ia
memasuki sambil memajukan obornya, Tiba-tiba ia terperanjat
sampai mengeluarkan keringat dingin.
Di atas sebuah batu yang berada ditengah-tengah kamar
duduk sesosok kerangka yang lengkap tak ubah manusia
hidup, Kedua tangannya terletak diatas pangkuannya, Dengan
mata tak berkedip dan jantung menekan-nekan, Sin Houw
mengawasi kerangka itu. Setelah itu, barulah ia memeriksa ruang-ruang kamar.
syukurlah, tiada suatu penglihatan yang mengerikan lagi.
Belasan Gin-coa piao menancap malang-melintang diatas
tanah mengitari kerangka itu, sebatang pedang panjang
terletak disampingnya. Pada dinding kamar terdapat sederet
lukisan manusia berukir, sikapnya berlain-lainan, mirip
seorang yang sedang menghadapi tata-muslihat lawan. Sin
Houw memperhatikan dengan penuh perhatian akhirnya
tahulah dia bahwa lukisan-lukisan itu menggambarkan
seseorang sedang berlatih ilmu silat tertentu.
Hanya saja ia tak mengarti maksudnya apalagi letak
intisarinya, Pada ujung gambar terdapat tujuhbelas patah kata
berukir pula, Sin Houw mendekati dan membacanya:
"Mustika berharga ilmu sakti rahasia diberikan kepada
siapa yang memasuki pintu. Tetapi janganlah menyesal
Manakala kena bahaya ..." Thio Sin Houw masih mengawasi dan memperhatikan hal
itu, tatkala tiba-tiba seseorang memanggilnya. itulah suara
gurunya yang memanggil namanya didepan mulut goa,
Dengan bergegas ia merayap balik. 516 Bok-siang Tojin berdua Bok Jin Ceng yang berada diatas
jurang, gelisah setelah menunggu sekian lamanya. Mereka tak
berani menarik tali pengikat lantaran takut Sin Houw telah
melepaskan diri dari ikatannya, Mereka menyabarkan diri
beberapa waktu lagi, Tetapi tetap saja Sin Houw tidak muncul.
Khawatir anak itu menemui bencana, Bok Jin Ceng
memutuskan untuk menyusul. Demikianlah, setelah tiba dimulut goa segera ia
memanggil-manggil nama muridnya. Hatinya lega luar biasa,
begitu mendengar muridnya memberikan jawaban.
Dengan tanda teriakan, Bok Jin Ceng memerintahkan Boksiang
Tojin dan Un siang menarik tali pengikat. sebentar saja
Bok Jin Ceng berdua Sin Houw sudah berada diatas tebing,
seluruh tubuh Sin Houw berlepotan lumpur, debu dan lumut.
pakaian yang dikenakannya kotor dan wajahnya nampak
tegang. Bok-siang Tojin dan Bok Jin Ceng tahu, bahwa hal itu
terjadi lantaran anak itu pasti menemukan atau melihat
sesuatu yang luar biasa. Maka mereka membiarkan anak itu
tenangkan hatinya terlebih dahulu. Dan benar saja, setelah
dapat menenangkan hatinya kembali , Sin Houw kemudian
menuturkan pengalamannya. "Pastilah tidak salah lagi! itulah kerangka Gin-coa
Longkun." ujar Bok Jin Ceng, "Akh, tak pernah kusangka,
seorang pendekar yang sakti luar biasa akhirnya binasa
ditempat sesunyi ini, sungguh sayang!"
"Apakah arti tujuh belas patah kata pesannya itu?" tanya
Bok-siang To-jin minta pendapatnya.
Bok Jin Ceng tak segera menjawab, ia merenung beberapa
saat lamanya. Lalu menyatakan pendapatnya:
517 "Rupanya dia menyimpan suatu benda berharga dalam
goanya, Hanya kita tak tahu, mustika apa yang disimpannya
itu, Dia seorang pendekar yang memiliki ilmu maha sakti,
pastilah dia tidak akan membiarkan ilmu saktinya musnah dari
percaturan hidup. Dengan cara cara tertentu, pastilah dia menyimpannya di
dalam goanya. Mungkin ia menunggu seorang yang berjodoh
dengan pengucapan hatinya, untuk mewarisi ilmu
kepandaiannya. Sayang, dia seorang yang hidup dengan
menuruti pertimbangan perasaan sendiri. ia sama sekali tak
beragama, lantas berkecimpungan diantara manusia-manusia
liar yang menamakan diri mereka kaum Beng-kauw!"
Hati Thio Sin Houw tercekat. Gin-coa Longkun yang binasa
didalam goa, ternyata orang yang digolongkan sebagai kaum
Beng-kauw, Keruan saja perhatiannya jadi bertambah. Dalam
pada itu Bok Jin Ceng meneruskan perkataannya:
"Rupanya ia menghendaki agar yang memasuki pintunya,
bisa melanjutkan cita-citanya. Jadi, istilah pintu itu bermakna
cita-cita atau kaumnya. Tetapi mungkin pula berarti benarbenar
pintu, yang mengancam malapetaka.."
Bok Jin Ceng menunda bicara dan menarik napas panjang,
lalu berkata lagi: "Jelek-jelek kita ini manusia beragama, setidaknya kita
mengenal Tuhan, Karena itu tak boleh kita mengharapkan
warisan mustika dari orang kafir! Tetapi justru kita merasa
telah memilih jalan ke-Tuhan-an, kita harus menunjukkan
kebesaran dan kelapangan hati. Biarlah Sin Houw esok pagi menjenguk goanya kembali,
untuk mengubur kerangkanya sebagai manusia yang pernah
hidup. Betapapun juga, kita harus menghormatinya sebagai
seorang cianpwee. 518 Karena itu, Sin Houw, pada waktu hendak mengubumya,
kau wajib berlutut padanya, Panjatkan doa kehadapan Tuhan
agar diampuni semua dosanya. Dengan cara demikian, kita
semua dapat menghormatinya sebagai manusia wajar dan
layak. Kita boleh tidak sepaham dengan pendiriannya, tetapi
sebagai manusia kita semua adalah mahluk Tuhan dan anak
Tuhan!" Thio Sin Houw manggut, dan Bok-siang Tojin seiring
dengan perkataan Bok Jin Ceng, ia bahkan menyatakan rasa
kagumnya. Katanya: "Kaupun seorang aneh pula! Seorang yang pandai
berkhotbah. Pantasnya harus hidup didekat sebuah kuil,
Kenapa kau justru bermukim diatas gunung sesunyi ini?"
"ltulah soal kenikmatan! Kenikmatan bersembah kepada
Tuhan!" jawab Bok Jin Ceng, Dan mendengar jawaban itu,
Bok-siang Tojin menjadi kagum, Dua tiga kali ia menarik
napas. Keesokan harinya Thio Sin Houw membekal pacul dan
alat-alat lainnya untuk mengubur mayat, ia diantarkan Nie Un
Siang, Bok Jin Ceng berdua Boksiang Tojin tak ikut serta,
karena menganggap tiada bahayanya. Mereka hanya
menyertakan restunya, dan membekali lima batang obor yang
berisi minyak pembakar penuh-penuh.
Nie Un siang mengerek Sin Houw turun dengan perlahanlahan,
setelah tiba dimulut goa, dengan cekatan Sin Houw
merayap memasuki goa. Begitu sampai didalam ruangan
kamar, segera ia menancapkan batang obornya. Lalu mulai
menggali liang, Berbagai macam pikiran dan ingatan
berkelebat didalam benaknya. Teringatlah dia kenada nasib
ayah-bunda dan kakaknya yang binasa tak berkubur. Tak
dikehendaki sendiri mengucurlah air matanya. pikirnya di
dalam hati: 519 "Dia seorang maha sakti, begitulah kata suhu. Tetapi mati
disini.Kenapa" Apakah kena fitnah" Apakah untuk
menghindari musuh-musuhnya seperti yang dialami ayah dan
ibu?" Tergetar hati Thio Sin Houw, ia menoleh mengawasi
kerangka, Tiba-tiba berkelebatlah bayangan Cie siang Gie
yang berkesan baik dihatinya. "Dialah Gin-coa Long-kun, seorang tokoh Beng-kauw.
Meskipun berkesan liar, namun para anggautanya berwatak
ksatrya, sebenarnya, bagaimana sesungguhnya?" kata Sin
Houw didalam hati, Tentu saja ia tak dapat menjawab
pertanyaannya sendiri itu. Demikianlah, setelah selesai ia menggali kubur, maka ia
berlutut kepada kerangka Gin-coa Long-kun. Katanya didalam
hati: "Aku, Thio Sin Houw, secara kebenaran saja menemukan
jenazah Cian-pwee, Pada hari ini, aku hendak mengubur
jenazah Cianpwee. semoga tenanglah arwah cianpwee di
alam baka." Baru saja ia mengucapkan kata kata demikian, hatinya
mendadak menjadi sedih. Teringatlah dia kembali kepada
kedua orang tuanya, kakaknya dan dirinya sendiri yang kini
hidup yatim piatu, ia lantas menangkis sedih.
Tiba-tiba saja tengkuknya seperti kena raba tangan halus
dan dingin. itulah angin lembut yang datang dari luar goa, Sin
Houw bergidik, bulu tengkuknya merinding. serentak ia
menegakkan kepala -dan berputar mengarah liang kubur.
Untuk menenangkan hati, ia menjajaki, Dirasanya, masih
kurang dalam, maka mulailah ia menggali lebih dalam lagi.
520 Tanah yang kena sentuh paculnya ternyata kian menjadi
lunak. ia jadi gembira dan bekerja dengan cepat.
Tiba-tiba paculnya memperdengarkan suara membeletuk.
itulah akibat suatu benturan dengan benda keras, rasanya
bukan batu, Lalu apa" Besi"
Ia mengambil obornya lalu menyuluhi, ia heran karena
pada dasar tanah itu terdapat selembar papan besi, Tertarik
akan hal itu, ia memacul sekitarnya. Benar-benar papan besi
yang berjumlah beberapa lembar. Lalu ia mulai
mengangkatnya, dibawahnya terdapat sebuah petih besar
berbentuk persegi. Terbuat dari besi pula, Terdorong oleh rasa ingin
mengetahui, Sin Houw mengangkat peti besi itu, Timbangan
beratnya sedang, dapatlah ia mengira ngira bahwa isinya tidak
terlalu banyak. Lantaran tak terkunci, dengan mudah ia dapat
membukanya. Ternyata ke dalamnya dangkal. Kira-kira hanya
setinggi lima senti saja, Keruan saja Sin Houw jadi bertambah
heran. "Mengherankan!" seru Sin Houw didalam hati, "ukuran
petinya besar dan tinggi, kenapa pendek saja dalamnya?"
Ia menemukan sepucuk surat bersampul, yang berisi
delapan patah kata diatas sampulnya. Bunyinya begini:
"Barang siapa memperoleh petiku, kuperkenalkan
membuka isi sampul suratku." Didalam sampul terdapat dua pucuk surat bersampul pula
yang berukuran lebih kecil. semuanya terbuat dari kulit kerbau,
sampul surat yang pertama berkepala: Cara membuka peti,
Dan yang kedua: Bagaimana mengubur tulang tulangku.
Setelah membaca sampul surat itu, Thio Sin Houw baru
mengarti bahwa peti besi itu berlapis, ia mengangkat dan
521 menggoyang-goyangkannya. Kali ini ia mendengar suara
benda bersentuhan. Namun hatinya tak tertarik akan segala
warisan Gin-coa Long-kun yang disebutnya sebagai mustika.
Yang terasa dalam hatinya, hanyalah kepiluan dan keharuan.
Katanya didalam hati: "Lo cianpwee! Kalau aku mengubur tulang-tulangmu,
sebenarnya kulakukan demi tulang-tulang kakakku, Thio Sin
Han, yang binasa didalam jurang, Moga-moga dengan
memakamkan tulang-tulangmu, seseorang memakamkan pula
tulang-tulang kakakku, oh, Tuhan. Demikianlah harapanku.
Tentang mustika yang kau janjikan, biarlah diwarisi oleh
seorang pendekar yang tepat." Thio Sin Houw kemudian membuka sampul surat kulit yang
kedua. Didalamnya terdapat selembar kulit tipis yang
bertulisan. Bunyinya seperti berikut:
"Leluhurku dari marga Lie, pendiri persekutuan Beng-kauv.
sampai di tanganku sudah melalui ampat angkatan. orangorang
dikalangan Rimba persilatan memberikan gelar
kepadaku sebagai Gin-coa Long-kun, namaku sendiri adalah
Vo Han, Dan semenjak kini lenyaplah sudah keturunan
leluhurku, karena aku tak diberi kesempatan mempunyai
keturunan ..." Sampai disini Sin Houw berhenti membaca, pikirnya
didalam hati: "Apakah ini alasan suhu, apa sebab suhu mengelakkan
pertanyaanku tentang nama Gin-coa Long-kun, karena ia
adalah keturunan dari pendiri kaum Beng-kauw" Tetapi, apa
sebab kemarin suhu menyebut kerangka Lo-cianpwee ini
sebagai pendiri Beng-kauw, secara kebetulan aku
menyebutnya Lo-cianpwee, kiranya tak begitu salah jauh ..."
Dan ia meneruskan membaca: 522 "Sekiranya kau sudi memakamkan tulang-tulangku,


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

maukah mendengarkan pesanku" setelah kau gali lubang,
tolong galilah lebih dalam lagi kira-kira satu meter, Dan
tanamlah tulang-tulangku disitu, Berada didalam liang kubur
yang dalam, rasanya aku akan bebas dari gangguan segala
kutu-kutu dan semut ..." Terharu hati Thio Sin Houw membaca surat Lim Po Han
atau Gin-coa Long-kun, Katanya didalam hati:
"Lo-cianpwee, aku akan membuatmu puas. Aku akan
menggali lebih dalam lagi, memenuhi pesan terakhirmu "
Dan kembali Thio Sin Houw menggali liang kubur lebih
dalam lagi, Kali ini tanah penuh batu, Tak mudah Thio Sin
Houw memacul seleluasa tadi, sebentar saja ia telah
bermandikan keringat. Tatkala paculnya hampir mencapai
enampuluh senti, mendadak ujungnya lagi lagi membentur
sebuah benda keras sehingga menerbitkan suara gemerincing
yang nyaring. Karena telah memperoleh pengalaman, walaupun heran
Thio Sin Houw menggali terus. Dan kembali lagi ia
menemukan sebuah peti besi berbentuk persegi dan
berukuran lebih kecil. "Pendekar gagah luar biasa ini benar-benar aneh," pikirnya
di dalam hati. "Entah benda apa lagi yang di simpannya
didalam peti ini?" Ia mengangkat peti itu dan dapat membuka tutupnya
dengan mudah. Dan seperti tadi ia mendapatkan selembar
kulit tipis yang memuat beberapa deret kalimat. Manakala ia
membacanya, hatinya kaget bukan kepalang sehingga
keringatnya mengucur deras. Beginilah bunyi tulisan itu: 523 "Kau benar-benar seorang yang baik hati dan jujur. Karena
kau mendengar pesanku, sudah selayaknya aku wajib
membalas kebaikan hatimu, Yang pertama dengan ramuan
obat mustika yang kedua benda mustika dan yang ke tiga ilmu
sakti warisanku. Manakala kau membuka peti besar, dari dalamnya akan
menyambar anak-anak panah beracun. Surat dan peta yang
berada didalamnya palsu semua malahan beracun juga!
Biarlah orang-orang jahat menerima hadiahnya yang setimpal.
Barang yang tulen, berada di dalam peti kecil ini, pastilah
kau telah mandi keringat. Kau telanlah ramuan obat mustika
yang berada dalam lapisan atas!"
Meskipun bunyi surat itu meyakinkan, namun Thio Sin
Houw tak berani melancangi gurunya. Lagipula, tujuannya
memasuki goa bukanlah mengarah mustika yang terpendam
didalamnya. ia ditugaskan memakamkan kerangka seorang
leluhur, Maka tak boleh dirinya terpancing pada bunyi surat,
sehingga mengabaikan tujuan semula. sadar akan hal itu,
cepat-cepat ia meletakkan dua peti besi ditepi liang, lalu
dengan sikap hormat ia mengebumikan tulang-tulang Gin-coa
Long-kun. Kemudian dengan hati-hati ia memendam dan
meratakan sampai rapi, setelah meletakkan batu tempat
duduk almarhum diatas pekuburan sebagai nisan, ia berlutut
dan bersembah tiga kali, sedang pedang almarhum tidak
disentuhnya. ***** SELESAI sudah ia melakukan kewajibannya, secara
langsung, sebenarnya ia sudah menjadi ahliwaris Gin-coa
Long-kun. Akan tetapi dia tidak memikirkan hal itu, Dengan
membawa dua peti almarhum, Thio Sin Houw keluar kamar,
sampai ditikungan ia berhenti karena terowongan menjadi
sempit, ia memperhatikannya. Hatinya lega, karena sempitnya
524 terowongan ternyata diatur oleh rencana bangunan. Rupanya
Gin-coa Long-kun sengaja mengatur demikian rupa, untuk
mencegah masuknya seseorang dengan leluasa kedalam
goanya. Memperoleh pikiran demikian, dengan cekatan ia
membongkar susunan batu-batu penyempit. Dengan
demikian, apabila gurunya kini menghendaki, bisa leluasa
masuk ke dalam goa lantaran terowongan menjadi cukup
lebar. Setibanya dimulut goa, Sin Houw memanggil Un siang
agar menarik -tali pengikat. Lalu dengan berlari larian ia
pulang mencari kedua gurunya. Bok-siang Tojin memeriksa surat-surat wasiat, didalam hati
ia terperanjat Bok Jin Ceng yang ikut pula memeriksa suratsurat,
tak terkecuali. Tatkala membuka sampul surat petunjuk
membuka peti, ia membaca dengan nyaring:
"Untuk membuka peti terdapat pesawat rahasia, Untuk
membuka, ke dua tanganmu menyentak dengan berbareng.
Lalu bukalah penutupnya." Bok-siang Tojin dan Bok Jin Ceng kagum bukan main,
itulah jebakan yang mengerikan. Coba, andaikata Sin Houw
serakah sehingga tidak memakamkan jenazah almarhum
terlebih dahulu, lalu membuka petinya lantaran bernapsu, ia
pasti bakal tersambar pesawat rahasia yang tentu mengancam
jiwanya. Bok Jin Ceng memerintahkan Nie Un siang mengambil
sebuah tong besar yang ukurannya sama setinggi peti besi.
Lalu ia membuat dua lubang. Kemudian peti besi dimasukkan
kedalamnya, dan bagian atas tong itu ditutupnya dengan
papan. 525 "Mari!" Bok-siang Tojin mengajak Thio Sin Houw.
Berdua mereka memasukkan sebelah tangannya masingmasing,
lewat lubang tong dan memegang sisi peti bagian
pelatuk, setelah saling memberi isyarat dengan berbareng
mereka menyentakkan pelatuk yang dipegangnya.
Penutup peti terdengar menjeblak, lalu terdengar pula
suara beruntun membenam pada papan penutup. Dan tong
tergetar karenanya. Thio Sin Houw menunggu beberapa saat. Apabila suara
getaran terhenti, ia hendak membuka papan penutup. Tibatiba
gurunya menarik lengannya sambil berseru mencegah:
"Tunggu!" Baru saja Bok Jin Ceng menutup mulutnya, terdengarlah
kembali suara susulan seperti tadi, Thio Sin Houw jadi
mengarti maksud gurunya menarik lengannya. Sekarang, ia
berpaling kepada gurunya. Dan gurunya bersikap menunggu
sekian lamanya. "Nah, sekarang balik !" akhirnya gurunya yang bijaksana itu
membuka suaranya, Dengan dibantu oleh Un Siang maka Sin
Houw membalikkan tong dan di angkatnya. Dan papan
penutup yang tertinggal diatas lantai penuh tertancap anakanak
panah. semuanya berjumlah duapuluh tujuh batang.
Bok Jin Geng, Nie Un siang dan Bok-siang Tojin mencabuti
semua anak panah yang tertancap itu dengan jepitan. setelah
diletakkan diatas meja, masih saja mereka takut
menyentuhnya. Bok Jin Ceng menghela napas. Ka-tanya dengan suara
kagum: "Gin-coa Long-kun benar-benar manusia yang pandai
526 berpikir jauh dan dalam sekali. Rupanya, ia khawatir serangan
pertama akan dapat dielakkan. Lalu diatur demikian rupa,
sehingga terjadi serangan susulan setelah serangan pertama
reda," Bok-siang Tojin mengeluarkan peti besi dari dalam tong,
setelah lapisan penutup terbuka, ia memeriksa dalamnya disini
terlihatlah olehnya, penuh dengan urat-urat kerbau kering
malang-melintang. inilah alat pesawat penjepret anak-anak
panah yang saling menyusul. Susunannya seperti jebakan
tikus yang saling menyukus. sekali kena tertarik, pesawatnya
segera bekerja menjepretkan anak panah puluhan batang
jumlahnya. Benar-benar hebat! Dengan menggunakan jepitan, Bok-siang Tojin
menyingkirkan urat-urat kerbau yang tidak bekerja lagi,
Dibawahnya terdapat sejilid kitab berju-dul: Kitab sakti rahasia
Gin-coa pit-kip" Dengan terus menggunakan jepitan, Bok-siang Tojin
membalik-balik halaman isi kitab. isinya penuh dengan hurufhuruf
kecil, gambar-gambart peta, keterangan dan contohnya
serta gambar berbagai macam senjata tajam, Dan semua
makin menjadi kagum. setelah itu Bok Jin Ceng membuka peti besi lainnya yang
berukuran lebih kecil. ia menemukan sejilid kitab lagi - baik
bentuk dan isinya serupa. Akan tetapi apabila diamat-amati
dengan seksama, ternyata berbeda. Baik mengenai bentuk
hurufnya, gambar-gambarnya dan petanya. justru inilah kitab
warisan yang sebenarnya. "Benar-benar Gin-coa Long-kun berotak luar biasa." puji
Bok-siang Tojin - "Untuk menghadapi orang yang tak sudi
mengubur kerangkanya, dia telah mengasah otaknya demikian
rupa hingga membuat kitab palsu serta panah beracunnya.
Bukankah semuanya itu dipersiapkan setelah ia meninggal
dunia.,." Kenapa ia bersiaga begitu rupa terhadap orang yang
527 masih belum diketahui termasuk buruk atau baik?"
"Menurut khabar, ia memang seorang yang cupat
pandangannya." kata Bok Jin Ceng, "Baiknya ia tahu diri,
sehingga tidak menjadi terkebur, Tetapi akhirnya ia mengalami
kematian demikian rupa, disebuah goa yang sunyi sepi,
seakan-akan benar-benar anak setan atau siluman."
Bok-siang Tojin manggut sambil menarik napas. ujarnya:
"Aku sendiri bukan seorang yang tidak pernah melakukan
kesalahan, terbukti kau sendiri menamakan diriku sebagai
pendeta bangkotan. Tetapi rasanya apabila dibandingkan
dengan dia, masih lumayan diriku."
Bok Jin Ceng tertawa. Kemudian ia memberi perintah
kepada Sin Houw dengan sungguh-sungguh:
Sin Houw! Kau simpanlah dua peti ini dan semua isinya.
Gin-coa Long-kun adalah seorang yang berpemandangan
sempit, kitabnya pun pasti akan membuat sesat orang. Karena
tiada faedahnya, janganlah kau membacanya. Apalagi untuk
mempelajarinya." Thio Sin Houw patuh kepada guru-nya. Kedua kitab
warisan Gin-coa Long-kun dikembalikan kepada tempatnya
semula, setelah menutup kedua peti besi, ia menyimpannya di
kamar tengah. Cara mengaturnya meniru Gin-coa Long-kun
mengatur kedua peti warisannya didalam goa.
***** SEJAK KEJADIAN itU, Thio Sin Houw melanjutkan latihanlatihannya
bertambah tekun dan rajin. Bok-siang Tojin
demikian sayang kepadanya, sehingga mewariskan seluruh
ilmu kepandaiannya yang istimewa. itulah ilmu membidik dan
ilmu ringan tubuh, selang beberapa bulan kemudian orang tua
528 itu berpamit turun gunung untuk kembali hidup berkelana
seperti yang dilakukan sejak masa mudanya.
Thio Sin Houw sebenarnya merasa berat berpisahan,
namun tak dapat ia mencegah kehendak Bok-siang Tojin itu.
Selanjutnya, ia belajar terus dibawah asuhan tunggal: Bok
Jin Ceng, yang juga telah mewariskan seluruh ilmu
kepandaiannya kepada murid yang berbakat dan rajin serta
ulet itu. Dan empat tahun lewatlah sudah, Thio Sin Houw kini
sudah berusia duapuluh dua tahun. Sepuluh tahun lamanya Thio Sin Houw berada diatas
gunung Hoa-san, sekarang dia tumbuh menjadi seorang
pemuda yang berkepandaian tinggi, Dari Bok Jin Ceng ia
memperoleh ilmu pedang dan pukulan tangan kosong. sedang
dari Bok-siang Tojin ia memperoleh seorang ahli pembidik
senjata jarak jauh dan ilmu ringan tubuh.
Empat ilmu kepandaian itu digabungkannya menjadi satu,
Dibandingkan dengan ilmu kepandaiannya si bisu atau bekasbekas
gurunya yang dahulu, ia berada jauh diatas mereka.
Hanya mengenai tenaga pantulan, ia masih sangat lemah.
itulah disebabkan lantaran racun Hian-beng Sin-ciang yang
masih menqeram didalam tubuhnya. Pernah hal ini dibicarakan kepada kedua gurunya itu, akan
tetapi baik Bok Jin Ceng maupun Bok-siang Tojin tak dapat
mengatasi. Mereka hanya dapat membesarkan hatinya,
bahwa pada suatu saat, racun yang mengeram dalam dirinya
itu pasti akan menjadi susut dan akhirnya musnah sama
sekali. Dalam pada itu karena belasan tahun Thio Sin Houw tidak
pernah turun gunung, maka ia buta mengenai percaturan
dunia. Apa yang terjadi di bawah gunung, sama sekali gelap
baginya. sebaliknya, percaturan dunia pun tidak mengetahui
bahwa Bok Jin Ceng berdua Bok-siang Tojin kini mempunyai
529 seorang murid penutup. Pada suatu pagi pada permulaan musim semi, selagi Thio
Sin Houw bertekun berlatih dengan ditemani kedua ekor
keranya, A Leng dan A Yung, tiba-tiba muncul Nie Un siang
dengan menggerak-gerakkan tangannya. Tahulah Sin Houw
gurunya memanggilnya. Tidak ayal lagi, ia segera berhenti
berlatih. Kemudian dengan cepat ia masuk ke dalam kamar
gurunya, ia heran tatkala melihat dua orang asing bertubuh
tinggi besar berdiri disamping gurunya.
Selama berada diatas gunung Hoa-san, selain Bok siang
Tojin, tiada seorang pun yang pernah mendaki mengunjungi
pertapaan gurunya. siapakah mereka berdua, sama sekali ia
belum kenal. "Sin Houw! inilah Ong toako dan Sie toako." Bok Jin Ceng
memperkenalkan kedua tamunya. "Nah, kau perkenalkanlah
dirimu." Karena gurunya menyebut mereka sebagai "toako", Thio
Sin Houw menduga mereka berdua adalah sahabatsahabatnya
gurunya. lantas saja ia maju mendekati, memberi
hormat sambil berkata: "Susiok, perkenalkan..." Baru saja Sin Houw menyebut kata-kata "susiok", kedua
orang itu cepat-cepat membalas hormatnya sambil menyahut:
"Jangan memanggil kami susiok justru kamilah yang harus
menyebut dirimu susiok ..." Thio Sin Houw tertegun. Bagaimana ini" Mungkinkah
mereka berdua memanggil dirinya susiok" ia jadi berteka-teki.
Bok Jin Ceng tertawa, katanya: 530

Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Maril Kalian bertiga duduklah se jajar!"
Baik Thio Sin Houw maupun kedua tamunya lantas duduk
diatas kursinya masing-masing, yang sudah disediakan oleh
Un siang. Diam-diam Thio Sin Houw memperhatikan kedua
tamunya itu, Mereka berdua berpakaian seperti petani, gerakgerik
mereka gesit. Hanya kesan wajahnya tegang dan
pemalu. Dalam pada itu Bok Jin Ceng masih tertawa, kemudian
memperkenalkan kedua I tamunya kepada Sin Houw.
Katanya: "Belum pernah kau ikut aku turun gunung. Maka tak
mengherankan, Sin Houw, kau tidak mengetahui tingkat
derajatmu. Kedua tamu kita ini Ong Kie Po dan Sie Goan Liep
adalah murid-murid dari keponakanku. Mereka memanggil aku
sebagai Su-couw- Dengan sendirinya karena kau adalah
muridku, maka mereka akan memanggilmu sebagai susiok.
Tetapi karena usia mereka jauh lebih tua dari pada dirimu,
lebih baik kalian bertiga berkedudukan sesama saudara dan
sederajat saja, Sin Houw harus memanggil Ong Kie Po dan
Sie Goan Liep dengan sebutan "toako", sebaliknya Ong Kie Po
dan Sie Goan Liep hendak lah memanggil Sin Houw dengan
sebutah sutee." Baik Thio Sin Houw maupun kedua tamu gurunya menjadi
lega hati kini, setelah mendengar penjelasan Bok Jin Ceng,
Menurut tingkatan, memang sudah sepantasnya kedua tamu
itu memanggil susiok atau paman kepada Sin Houw, karena
Sin Houw adalah muridnya Bok Jin Ceng yang berkedudukan
sebagai su-couw mereka. Akan tetapi Sin Houw yang baru memasuki usia duapuluh
dua tahun, sudah barang tentu tak enak rasanya apabila
dipanggil paman oleh mereka yang sudah berumur
ampatpuluh tahun lebih - sekarang gurunya memutuskan
531 sederajat dan setingkat saja. Keruan saja pemuda itu bersyukur didalam hati, Rasa
kekakuannya hilang sebagian besar. Dan yang dirasakannya
kini suatu keakraban yang nyaman. "Kedua toakomu itu datang dari Shoasay atas perintah
Thio Su Seng, Di Shoasay ada urusan penting yang harus dirundingkan,
oleh karena itu besok aku harus turun gunung."
"Suhu, apakah kali ini aku diperkenankan ikut serta?"
tanyanya, "Sekiranya belum diperkenankan menjenguk
sucouw dan sekalian susiok, biarlah aku mencari Thio susiok."
Bok Jin Ceng tertawa mendengar permohonan Sin Houw.
pemuda itu ternyata tak pernah melupakan mereka yang
pernah melepas budi kepadanya. Guru itu kemudian berkata
kepada muridnya: "Pada waktu ini tentara rakyat sedang bergerak menuju
kedua propinsi Shoasay dan Siamsay, maka baiklah saat ini
kau turun gunung sekalian untuk menuntut balas kematian
ayah dan ibumu. Hanya saja masih berat hatiku untuk
mengijinkan..." "Mengapa" Apakah kepandaianku belum cukup untuk
menuntut dendam ayah?" ^itupun termasuk salah satu alasanku," sahut Bok Jin
Ceng. "Kecuali itu masih ada alasan lain lagi yang lebih
penting. coba pertimbangkan!" Bok Jin Ceng memberi isyarat mata kepada Ong Kie Po
dan Sie Goan Liep. Mereka berdua lantas keluar pendopo
supaya tidak mengganggu pembicaraan antara guru dan
murid itu, setelah berada berdua dengan muridnya, berkatalah
532 Bok Jin Ceng: "Kematian kedua orang tuamu sangat menyedihkan.
sebaliknya, keadaan negara ini jauh lebih menyedihkan. Kini
sedang terjadi perpecahan antara para pejuang bangsa yang
berada dibawah pimpinan Thio Su Seng dan mereka yang
bernaung dibawah bendera Beng kauw. Kejadian ini
meramalkan alamat yang mengerikan dikemudian hari, apabila
tidak cepat-cepat kita tanggulangi bersama.
Bangsa kita belum lagi berhasil mengusir kaum penjajah
bangsa asing, sebaliknya diantara sesama kita telah terjadi
perpecahan. Kau hendak menuntut balas kematian ayah
bundamu, itulah bagus! Tetapi tahukah kau dengan pasti,
siapa sebenarnya pembunuh ayah-bundamu" Kedua orang
tuamu sendiri tatkala masih hidup masih belum memperoleh
pegangan. itulah menurut tutur-katamu dahulu. Apalagi
engkau! Bagaimana kalau kau sampai salah membunuh " jika
sampai terjadi demikian, maka kau akan menambahi
kekacauan dan kesuraman bangsamu. sedang urusan negara
merupakan perkara besar. Dan urusan pribadi menjadi sangat
kecil apabila dibanding. Aku yakin, arwah ayah-bundamu akan
mengutukmu pula bila perbuatanmu itu akan menambah
kemuraman perjuangan bangsamu."
Thio Sin Houw menjadi terkejut, perkataan gurunya itu
bukan tak mungkin terjadi, sebab musuh orang tuanya yang
sesungguhnya memang belum diketahuinya dengan pasti.
seketika itu juga tubuhnya dirasa menjadi panas dingin.
"Urusan negara adalah urusan besar ! Dan urusan pribadi
adalah urusan kecil, kataku tadi." Bok Jin Ceng mengulangi
perkataannya, "ltulah sebabnya aku berkeberatan mengijinkan
kau mengadakan balas dendam pada saat init siapa tahu,
musuhmu justru memegang kendali perjuangan yang
menentukan. Karena itu kau harus berani bersabar dan
533 berhati-hati. Manakala demikianlah keadaannya, maukah kau
mengorbankan kepentingan pribadimu" jika kau berjanji akan
sanggup bersikap begitu aku akan mengijinkan. syukurlah,
apabila musuh besarmu itu, bukan salah seorang pejuang
yang penting kedudukannya." Bergplak hati ttiio Sin Houw mendengar perkataan Bok Jin
Ceng, yang agung dan berwibawa. Tak terasa ia mengangguk
. "Bagus!" seru gurunya setengah bersorak. "llmu
kepandaianmu kini telah mempunyai dasarnya. Memang,
segala bentuk ilmu kepandaian itu tiada batasnya. Akan tetapi
aku telah mewariskan seluruh kepandaianku kepadamu.
Aku percaya dengan berpegang kepada ilmu kepandaian
yang telah kau miliki itu, kau akan bisa berbuat lebih banyak
lagi, Hanya saja, jangan menganggap dirimu sudah sempurna
sehingga merasa tiada tandingnya. inilah pantangan yang
maha besar! sebaliknya bertekunlah disetiap waktu, agar
memperoleh kemajuan pesat. Besok aku akan berangkat.
setelah dirimu sudah merasa mendapat keyakinan, kau boleh
menyusul aku di markas Thio Su Seng!"
Thio Sin Houw girang bukan kepalang, segera ia berjanji
hendak patuh kepada segala pesan gurunya. Dan mendengar
janji serta kesanggupan Thio Sin Houw, maka Bok Jin Ceng
memberi tahu rahasia-rahasia pergaulan, dan berbagai
macam tanda-sandi kaumnya, setelah itu ia berkata
menambahi: "Kau jujur dan berhati-hati. Aku percaya kepadamu. Akan
tetapi kau masih muda, semangatmu sedang berkobar-kobar.
Maka pesanku yang harus kau ingat-ingat adalah tentang
godaan paras cantik. Menghadapi godaan ini kau harus
534 waspada luar biasa, sejarah hidup manusia sudah banyak
membuktikan dan mewartakan tentang seorang gagah
perkasa yang akhirnya roboh di tangan seorang perempuan
cantik, sehingga dirinya kena malapetaka dan namanya rusak
untuk selama-lamanya. Kau ingat-ingat lah hal begini baikbaik!"
Pada keesokan harinya sebelum terang tanah, Thio Sin
Houw sudah bangun. Dengan dibantu oleh Un siang, ia
menyalakan api dan menanak nasi. setelah makanan siap, ia
pergi kekamar gurunya untuk mempersilahkan gurunya makan
pagi. Tetapi kamar gurunya telah kosong. Rupanya, gurunya
telah berangkat pada tengah malam bersama-sama Ong Cie
fio dan Sie Goan Liep di luar pengetahuannya. ia jadi berdiri
mematung, dengan pandang kosong pula ia mengawasi
ranjang gurunya. Kesannya, sunyi menyayatkan hati,
***** KEMUDIAN ketika teringat iapun bakal turun gunung,
hatinya sangat girang. Bukankah dia bakal bisa bertemu
dengan kakek-guru serta paman-paman gurunya di Bu-tong
san" Juga dengan siang Gie Coeh dan Lie Hong Kiauw" Oleh
rasa girangnya, ia berlari-larian mencari Un siang. Si bisa yvnq
baik hati itu, pasti akan ikut menjadi girang. Diluar dugaan, Nie
Un Siing ternyata sebaliknya, si bisu memutar tubuhnya dan
dengan wajah berduka keluar dari dapur.
Thio Sin Houw jadi terharu, sepuluh tahun lamanya ia
berkumpul, bersenda gurau dan bergaul bagaikan saudara
kandung sendiri. sekarang bakal berpisah. Tak
mengherankan, paman yang bisu dan baik hati itu jadi
berduka. Menimbang hal itu, hampir saja ia membatalkan
maksudnya hendak turun gunung. Dengan cepat sembilan hari lewatlah sudah. selama itu Sin
535 Houw terus berlatih memahirkan semua pelajarannya dengan
rajin dan bersungguh-sungguh, sejak kanak-kanak ia hidup
dikejar kejar musuh, maka tahulah dia apa arti ilmu
kepandaian yang tinggi itu. Dengan berbekal ilmu kepandaian
yang tinggi, tak perlu lagi ia berkecil hati menghadapi bahaya
yang mengancam dengan tiba-tiba. Malam hari itu, setelah makan malam ia duduk terpekur
menghadapi perdiangan, sebagai perintang waktu ia
membaca sejilid kitab pelajaran. Kira-kira satu jam lamanya, ia
terbenam dalam isi kitab, Tiba-tiba Un siang masuk dengan
menggerak-gerakkan tangannya. Si bisu hendak
mengabarkan, bahwa seseorang telah memasuki dataran
pertapaan Bok Jin Ceng dengan diam-diam.
"Oh begitu" Biarlah kuperiksa-nya." kata Sin Houw. Tetapi
baru saja bergerak hendak keluar pintu, Un siang
mencegahnya. si bisu itu memberi isyarat mata, bahwa ia
sudah memeriksanya dan ternyata tiada nampak jejaknya.
Meskipun demikian, Thio Sin Houw merasa belum puas,
Dengan mengajak A Leng dan A Yung, ia meronda sekeliling
pertapaan . ia tidak menemukan tanda-tanda yang
mencurigakan, setelah yakin tiada yang bakal menganggu
ketenteraman pertapaan, ia kembali dan menidurkan diri.
Kira-kira tengah malam, ia tersentak bangun mendengar
teriakan dari A Leng dan A Yung, serentak ia berlompat duduk
dan memasak pendengaran, sekonyong-konyong ia
mengendus bau wangi. Hatinya tercekat. sebagai murid Ouw
Gie Coen, walaupun dalam mimpi dan anak didik Lie Hong
Kiauw, tahulah dia arti bau wangi itu. itulah bau wangi ramuan
obat pembius. Seperti yang pernah dilakukan oleh Lie Hong Kiauw, ketika
menghadapi saudara-saudara seperguruannya. Mereka
semua adalah ahli ahli racun yang tiada taranya di dalam
536 dunia ini. Keruan saja ia berteriak:
"Celakai" "Cepat-cepat ia berusaha menahan napas, lalu meloncat
turun. Alangkah kagetnya, tatkala dirasakan tenaga ke dua
kakinya lenyap tak keruan. Tatkala menginjak lantai batu,
mendadak terhuyung dan hampir roboh.
"Cepat pemunah Palupi1" tiba-tiba suatu ingatan menusuk
benaknya. Tangannya meraba kantong bajunya, Baru saja ia
menelan sejumput, tiba-tiba pintu terjeblak, dan muncullah
sesosok bayangan melompat memasuki kamar, sebilah golok
menyambar kepadanya. Kepala sin Houw terasa pusing sekali, akan tetapi tak sudi
ia membiarkan dirinya kena tabasan golok. sadar akan
ancaman bahaya, ia mengelak dengan mengendapkan
kepalanya. Tangannya yang kanan berkelebat membalas
menyerang, bayangan itu ternyata gesit. ia berputar dan
menyabatkan golok ke lengannya. Menghadapi lawan gesit, Sin Houw tak mau bekerja
setengah matang. Terus saja ia melejit dan menyusulkan
tangan kirinya. Tepat bidikannya. Dengan menggunakan sisa
tenaganya, tangan kirinya berhasil menghantam pundak. Dan
bayangan itu berteriak kesakitan. tubuhnya menjadi limbung.
Nampaknya dia heran, apa sebab pemuda itu tidak segera
roboh setelah menghisap uap racunnya, Dia tidak tahu,
lawannya mengantongi bubuk ramuan obat dari tabib
istimewa. Sayang, baru menelan sedikit sudah terlibat dalam
suatu perkelahian. "Apakah dia masih mampu melawan?" terdengar suara lain
bertanya. Thio Sin Houw tak gentar menghadapi dua lawan, ia
bergerak hendak melakukan serangan. sekonyong-konyong
537 penglihatannya berputar, Kepalanya terasa menjadi berat, Tak
ampun lagi, ia roboh tak sadarkan diri.
Entah berapa lama ia tak berkutik tiba-tiba ia tersadar,
itulah akibat bekerjanya bubuk pemunah racun. Hanya sayang
ia tadi menelan sangat sedikit walaupun demikian, bubuk
pemunah yang hanya sejumput itu masih mampu mengusir
pengaruh hawa berbisa. seluruh tubuh Sin Houw terasa lemas
dan nyeri. Tatkala mencoba hendak menggerakkan ke dua
tangan dan kakinya, ia terperanjat bukan main, Ternyata
kedua tangan kakinya telah terbelenggu.
Dengan penasaran ia menyiratkan pandangnya, Kamarnya
telah menjadi terang benderang, dilihatnya kedua orang itu
sedang asyik menggeledah kamarnya, peti pakaian dan
segalanya yang tersusun rapi, dobongkarnya hingga menjadi
kacau-balau. "Celaka!" dia mengeluh di dalam hati, Kemudian ia
mengutuki diri sendiri oleh rasa sesal dan kesal. Baru satu
minggu gurunya meninggalkan pertapaan, ternyata tempat
bermukimnya kena digerayangi para pencuri.
Dan ia sama sekali tak berdaya berbuat sesuatu. Kalau
nanti ada yang hilang, bagaimana ia hendak mempertanggung
jawabkan kepada gurunya" "Nasibku ini memang sial, Baru menghadapi begini saja
aku tak mampu. Apalagi berangan-angan hendak menuntut


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

balas ayah-bunda segala. Huh! pantas guru belum
mengijinkan aku turun gunung. Nyatanya selain aku tolol, tak
berguna pula..." Sekalipun demikian, ia sesungguhnya seorang pemuda
yang cerdik dan cepat reaksinya, segera ia berpura-pura
masih tak sadarkan diri, dan menutup kedua matanya kembali.
Lalu mengintai dari celah-celah pelupuk mata mengikuti gerakgerik
mereka berdua. 538 Yang sedang membungkuk i bongkahan peti, seseorang
yang berperawakan kurus kering, sedangkan yang lain
bertubuh pendek-gemuk dan berpakaian sebagai pendeta,
Yang kedua itulah, yang tadi kena pukulannya.
"Dalam pertapaan ini terdapat benda berharga apa sampai
mereka menggerayangi tempat ini?" pikir Sin Houw didalam
hati dengan mendongkol. "Paling juga aku mempunyai sisa
uang seratus tail perak pemberian suhu sebagai bekal
perjalanan. jangan-jangan mereka justru musuh-musuhnya
ayah yang mencium beradaku disini, celaka! Belum lagi aku
turun gunung, sudah kedahuluan ... Tetapi mengapa mereka
tidak segera membunuhku saja" Apa perlunya menggeledahi
peti pakaianku" pastilah ada yang dicarinya, Aku dibiarkan
hidup untuk persediaan, manakala mereka tak dapat
menemukan barang yang dicarinya, lantas mereka akan
menyiksa diriku. Kalau begitu, apakah musuh-musuh suhu"
Melihat gerak-geriknya, mereka bukan orang sembarangan ..."
Sambil berpikir, Thio Sin Houw berusaha merenggutkan
tali pengikat, ia mengerahkan tenaganya dengan diam-diam ia
terkejut setengah mati, karena ternyata tenaganya punah
sama-sekali, Pada saat itu, mendadak si gemuk berteriak
kegirangan: "ini dia!" Si kurus menoleh, wajahnya berubah cerah, ia melihat
kawannya sedang menyeret peti besi dari kolong ranjang,
itulah peti besi warisan Gin-coa Long-kun!
Berdua mereka mengangkat peti besi itu, dan diletakkan
diatas meja, Dari dengan berbareng mereka membuka tutup
besi itu, serta mengeluarkan sejilid kitab. setelah pelita
didekatkan, terbacalah judul buku itu: KITAB SAKTI RAHASIA
GIN-COA L0NG-KUN. Begitu terbaca judulnya, mereka lantas
539 tertawa gembira. "Suko! Ternyata benar dugaanmu, benda itu memang
berada disini!" si kurus berseru girang. "Tak sia-sialah usaha
kita selama lima belas tahun!"
Pendeta yang bertubuh gemuk itu tertawa lebar. Lalu
dengan pandang melotot ia membuka-buka halamannya yang
penuh dengan huruf-huruf kecil, peta serta gambargambarnya.
saking girangnya, ia sampai menggaruk-garuk
punggung daun telinganya. Sekonyong-konyong si kurus berteriak kaget:
"Hey! Mau lari kemana?" Sambil berteriak demikian, ia menuding kearah Hii.o Sin
Houw. pemuda ini jadi terkejut. Tahulah dia, bahwa sikap
pura-puranya ketahuan. Dan saat itu, si pendeta menoleh pula
ke arah-nya. Diluar dugaan, si kurus menggerakkan tangan
kanannya. Dalam sekejab, punggung pendeta gemuk itu tertancap
sebilah pisau belati sampai ujungnya muncul didadanya.
setelah itu, sikurus meloncat mundur sambil menghunus
pedangnya. Ia bersikap membela diri dengan mengandalkan
pedangnya pada tenggorokan Si pendeta!
Pendeta itu kaget kena tikam pisau belati dengan
mendadak, ia menoleh, kesan wajahnya tak terlukiskan.
Terkejut, menyesal, benci, muak, mengutuk, menangis dan
dendam. sesaat kemudian tertawa kosong melolong, lalu
berkata: "Ha-ha-ha! Lima belas tahun kita mengikat tali
persahabatan. Lima belas, tahun bersatu padu mencari ini...
Sekarang berhasil ... ha-ha-hal lalu kau yang berhati mulia
540 hendak mengangkangi sendiri ... Benar-benar adil... ha-ha-ha!
Kenapa belum-belum sudah menurunkan tangan jahat..."
Dan si pendeta tertawa lagi, tawa yang hebat dan seram
kesannya sampai Sin Houw bergidik seluruh bulu romanya - ia
melihat pendeta itu menggerakkan tangan kanannya hendak
mencabut belati yang membenam punggung sampai
menembus dadanya. Akan tetapi tangan itu tak berhasil
mencapai gagangnya. Dengan serta-merta ia mendorong
ujung belati yang menembus dadanya, ke dalam. Dan pada
saat itu ia memekik tinggi, lalu roboh terguling, Terlihat kakinya
berkelejatan sebentar, lalu terdiam...
Si kurus menunggu beberapa saat lamanya. ia khawatir,
temannya itu sedang menggunakan tipu muslihat. Lantas saja
ia menikamkan pedangnya dua kali berturut-turut, untuk
meyakinkan hatinya. Dan menyaksikan hal itu, seluruh tubuh
Ihio Sin Houw menjadi panas dingin. Alangkah kejam orang itu
sampai tega membunuh sahabatnya sendiri!
Kemudian terdengar si kurus berkata:
"Maaf! Kita memang tidak hanya bersahabat, tetapi juga
merupakan sesama saudara seperguruan. ilmu kepandaianmu
berada diatasku, seumpama aku tidak mendahului, kau pun
akan membunuhku juga, Karena itu, terpaksa aku ...
hmmm...!" Mendengar perkataan si kurus, hati Sin Houw kian
bergidik. Jadi, bukan hanya sahabat" Malahan sesama
saudara seperguruan! Alangkah bengis orang ini - benarbenar
bengis dan kejam! Si kurus sebenarnya tidak mengetahui bahwa Sin Houw
sudah sadar sejak tadi, Dua kali ia tertawa seram, lalu ia
menyentil angus sumbu pelita agar nyalanya jadi kian terang.
Kemudian ia menganbil meja dan membalik-balik halaman
kitab peninggalan Gin coa Long-kun.
541 Dia begitu bergembira, sehingga membaca dengan
mulutnya. Lalu berkata: "Hmm...! Bukankah ini rahasia ilmu sakti Gin-coa kun yang
kau bangga-banggakan" Akh, ternyata kau bisa membadut
juga ..." Kembali ia membalik-balik halaman kitab itu, Diantaranya
terdapat dua tiga halaman yang saling melekat lantaran
tersimpan terlalu lama. Si kurus lantas menempelkan jari
tangannya ke lidahnya. Dengan kuluman ludahnya itu, ia
melepaskan halaman buku yang melekat. Demikianlah yang
dilakukan berulang kali, setiap kali menemui halaman yang
melekat. Tiba-tiba teringatlah Sin Houw bahwa kitab yang berada di
peti besar itu beracun. Karena kitab itu sesungguhnya kitab
palsu. Kalau begitu si kurus bakal keracunan. Teringat akan
hal itu, ia kaget, Tak dikehendaki lagi ia berseru tertahan.
Mendengar suara Thio Sin Houw si kurus menoleh. Tepat
pada saat itu pandangnya tertumbuk pada kedua mata Sin
Houw yang menggambarkan rasa takut, lantas saja ia bangkit
dari kursinya kemudian menghampiri mayat si gemuk yang
mati menelungkup dilantai. Di cabutnya pisau belatinya yang
membenam dipunggung si gemuk, setelah itu ia mendekati
Thio Sin Houw. "Kita berdua sebenarnya tidak pernah bermusuhan,"
katanya dengan suara bengis. "Akan tetapi pada hari ini,
terpaksalah aku membunuhmu." Hebat ancaman kedua matanya,- dan sambil mengangkat
pisau belati ia tertawa melalui hidungnya. selagi hendak
membenamkan pisau belatinya kepada Sifi Houw, sekonyongkonyong
ia seperti teringat sesuatu. ia membatalkan niatnya,
kemudian berkata: 542 "Jika aku lantas saja membunuhmu, sampai di akhirat kau
pasti belum mengerti apa sebabnya. Baiklah aku terangkan
sejelas-jelasnya, Aku datang dari keluarga Thio di Kie-ciu,
Ciat-kang, pihak kami dengan Gin-coa Long-kun saling
bermusuhan. sedangkan namaku sendiri adalah Thio Kun Cu.
Baik kami maupun Gin-coa Long-kun telah memutuskan tak
sudi hidup bersama dalam dunia ini, kami atau dia yang harus
mati, Hal itu disebabkan karena dia telah memperkosa adik
seperguruanku kemudian kabur kemari.
Belasan tahun lamanya aku mencarinya hampir ke seluruh
jagat, tak tahunya ia meninggalkan warisan kepadamu. Entah
apa hubunganmu dengan dia, yang terang kau pastilah bukan
manusia baik-baik. Itulah sebabnya, apabila kau tidak kubunuh, dikemudian
hari akan membuat onar pula. Karena itu, biarlah kau
menuntut balas kepadaku setelah kau menjadi hantu. carilah
aku ke Kie-ciu, tempat keluarga Thio!"
Baru saja Thio Kun Cu menyelesaikan perkataannya,
mendadak ia menjadi terhuyung mengarah Thio Sin Houw.
Tentu saja Sin Houw terkejut bukan main, inilah saat-saat
yang menentukan mati hidupnya. seketika itu juga datanglah
tenaganya secara gaib, Terus saja ia merenggutkan tali
pembelenggu tangan dan kakinya. Entah dari mana datangnya tenaga dahsyat itu, Barang-kali
memang demikianlah yang terjadi pada setiap insan anak
manusia, apabila berada dalam bahaya yang mengancam
jiwa, itulah tenaga naluriah, tenaga mempertahankan
hidupnya. Dan dengan tenaga itu Sin Houw berhasil merenggutkan
diri dari tali pembelenggunya, serentak ia melompat maju
hendak mendahului menyerang, tetapi sebelum dapat
melakukan sesuatu, Thio Kun Cu roboh terjengkang dengan
543 mendadak. Belatinya terlempar jauh, kedua kakinya berkelejatan lalu
diam tak berkutik. Sesaat kemudian dari mata, hidung dan
telinganya mengalir darah hitam mirip buih kuda kelelahan.
Thio Sin Houw tercengang, itulah akibat racun pada kitab
palsu Gin-coa Iong-kun, pendekar besar yang sudah lama
pulang kealam baka tetapi masih dapat merenggut jiwa
manusia. Hebat ataukah dia jahat"
Dalam hal ini Thio Sin Houw merasa berhutang budi,
sebab andaikata Thio Kun Cu tidak mati keracunan, pastilah
dirinya yang kini mati terkapar dengan tubuh membenam
pisau belati seperti sigemuk tadi. Dan teringat betapa Thio Kun
Cu mati terkena racun, ia menjadi sangat kagum terhadap
perhitungan Gin-coa Long-kun. Jelas bahwa Gin-coa Long-kun pasti telah mengenal tabiat
dan perangai musuh-musuhnya. seumpama Bok-siang tojin
sempat menyaksikan kekejaman Thio Kun Cu, tentu akan
hilang sebagian prasangka buruknya terhadap pendekar besar
Gon-coa Long-kun yang di anggapnya sebagai orang yang
tidak mengenal agama dan kebajikan.
Untuk beberapa saat lamanya Thio Sin Houw menjadi diam
terpukau, sampai tiba-tiba tenaganya yang tadi datang telah
menjadi sirna kembali dan ia segera roboh terkulai.
Lebih dari seperempat jam lamanya ia rebah tak berkutik
setelah bahaya yang mengancam jiwanya lenyap, seluruh
tubuhnya terasa lelah luar biasa, itulah akibat pudar-nya rasa
tegang. Tetapi ia menyadar bahwa dirinya tak boleh dalam
keadaan seperti itu terlalu lama, Rumah terlalu sunyi dan
mengerikan, dengan tidak munculnya si bisu sekian lamanya,
pastilah ia dalam keadaan gawat! Dengan sisa tenaganya ia meraba saku celananya,
544 kemudian menelan obat pemunah yang tinggal beberapa butir,
itulah obat pemunah racun buatan Lie Hong Kiauw yang
dikirimkan satu tahun sekali lewat Thio Hian Cong, walaupun
belum dapat memunahkan racun Hian-beng sin-ciang yang
mengeram didalam tubuhnya, namun setidaknya dapat
membantu kesehatannya. Demikianlah, setelah menelan obat
pemunah itu tangan dan kakinya dapat digerakkan kembali
seperti biasa. Segera ia lari keluar kamar dan melihat si bisu Nie Un
siang terbelenggu dengan kedua mata terbuka lebar, tubuh si
bisu itu tidak bergeming, sehingga Thio Sin Houw cepat-cepat
menolong membebaskannya. Tak jauh dari tempat itu, A Leng dan A Yung menggeletak
tak berkutik pula. Dengan hati cemas pemuda itu mendekati,
ternyata kedua binatang itu telah terbang nyawanya akibat
tangan jahat. Hati Thio Sin Houw terpukul penuh haru, Dengan kedua
binatang itu, ia bergaul tak ubah sebagai anggota keluarga
selama beberapa tahun lamanya. sekarang mereka mati
akibat malapetaka terkutuk. Jadi pekiknya semalam
merupakan suara mereka yang penghabisan -untuk
pendengaran Thio Sin Houw. "Apakah yang telah terjadi?" tanya Thio Sin Houw setelah
Nie Un siang berhasil dibebaskan. Si bisu menjawab dengan gerakan tangannya, ia
menceritakan bahwa ia di pukul dari belakang, sebelum dapat
melawan, ia telah dibelenggu. Gerakan tangannya
memberitahukan pula bahwa hidungnya mencium bau-bauan
yang melumpuhkan tenaganya. Thio Sin Houw tak berkatakata
lagi, satu-satunya yang dapat dilakukan hanyalah
menarik napas panjang. pengalaman si bisu tiada bedanya
dengan pengalamannya sendiri. 545 Tatkala pagi hari tiba, dengan bantuan si bisu, Thio Sin
Houw membawa keluar jenazah Thio Kun Cu berdua
temannya yang mereka kuburkan dalam sebuah liang,
Kemudian ia mengubur juga jenasah A Leng dan A Yung tak
jauh dari kuburan kedua orang jahat itu.
Pada malam harinya, oleh rasa sunyi maka Thio Sin Houw
jadi teringat dengan pengalamannya. ia bergidik dengan
sendirinya apabila membayangkan ancaman yang sangat
berbahaya itu, Ketika peti besi warisan Gin-coa Long-kun
diketemukan, ia belum lagi berumur duapuluh tahun.
Kini umurnya menanjak hampir duapuluh tiga tahun, oleh
kesibukan latihan-latihannya, hampir saja ia melupakan
tentang peti besi itu. Sekarang setelah menyaksikan betapa Thio Kun Cu saling
memperebutkan dan saling mencurigai, hatinya tergerak untuk
ia melihat isi kitab warisan itu yang asli, pikirnya didalam hati:


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Limabelas tahun lamanya mereka mencari terus menerus,
mereka kemudian rela saling mengadu jiwa, seumpama
warisan Gin-coa Long-kun tidak berharga sekali, tidak akan
terjadi demikian sebenarnya, apakah yang tertulis di dalam
kitab itu?" Tiba-tiba teringatlah Thio Sin Houw kepada kata-kata
kedua gurunya yang melarangnya membaca isi kitab warisan
pendekar luar biasa itu, ia menjadi bimbang sampai sekian
lamanya. Dalam hatinya timbul suatu pertengkaran yang seru,
sampai akhirnya ia menjenguk kolong ranjangnya.
Peti besi kecil itu disimpannya disebelah dalam, teraling
oleh peti yang besar sehingga tidak terlihat oleh kedua orang
jahat itu. Thio Sin Houw kemudian menyeret peti kecil itu, yang
546 penuh debu bercampur sarang laba-laba. Dengan hati-hati ia
mengambil kitab warisan yang asli, ia membalik-balik
halamanya dan memberhatikan semuanya dengan sesungguh
hati. Dalam hal ilmu pukulan dan cara melepaskan senjata
rahasia, keterangannya jauh berbeda dengan ajaran Boksiang
Tojin dan Bok Jin Ceng. Bedanya terletak pada kelicinannya.
"Hampir saja aku mati ditangannya orang jahat.
Bagaimana aku harus melayani orang-orang semacam
mereka, kalau aku nanti sudah turun gunung?" pikir Thio Sin
Houw didalam hati, "Kenapa aku tidak mau mempelajari warisan itu"
Setidaknya untuk pembelaan diri. Ke-cuali itu sebagai
tambahan pengetahuan pula, pastilah ada harganya dari pada
sama sekali tidak mengetahui ..."
Oleh pikirannya itu, Thio Sin Houw lalu membaca dengan
teliti dan seksama, diperhatikan gerak-gerik letak kaki dan
tangan yang tertera pada gambar. Tiga hari tiga malam ia
membaca terus-menerus. Makin lama keterangan maupun
gambar dan titik-tolak gerakan jurus-jurusnya terasa asing
baginya. Syukurlah ia memiliki pembawaan alam yang cerdas luar
biasa. sekali mendengar apalagi sampai bisa membaca, lantas
saja meresap dalam ingatan dan perasaannya. Dahulu, tatkala
berada diatas gunung Siong-san, dikuil Siauw-lim sie,
ingatannya bisa menangkap yang diterimanya dengan sekali
mendengarkan saja, Juga tatkala berada di lembah Ouw-tiap
kok, ia memiliki ilmu keta-biban yang tinggi berkat
diperolehnya lewat mimpi belaka. Demikian pula kali ini, Tanpa guru, otaknya yang cerdas
547 luar biasa telah menolongnya. Pada hari keempat, ia sudah
dapat melakukan berbagai ilmu pukulan menurut ajaran kitab
pendekar Gin-coa Long-kun menghadapi suatu kesulitan.
itulah pada bagian pelajaran yang tiada contoh contoh
gambarnya sama sekali. ia mengulangi lagi dan membaca lebih tertib dan seksama,
namun tetap saja tak menolong. seperti orang buta yang
membentur jalan buntu. Akhirnya ia memutuskan untuk
memeriksa kunci rahasia ilmu pedangnya, barangkali ada
sangkut pautnya. Dengan pikiran itu ia memeriksa bagian ilmu pedang.
Terus ia melatih diri, Pada mulanya semua berjalan dengan
lancar, tetapi lambat-laut ia terbentur lagi pada jalan buntu,
Sekonyong konyong teringatlah Thio Sin Houw dengan
gambar-gambar yang terukir pada dinding kamar Gin-coa
Long-kun, apakah gambar-gambar itu sebagai keterangan
tulisan, yang sama sekali tiada contohnya"
Teringat itu ia tak memperdulikan waktu lagi, dengan
ditemani oleh si bisu dan membekal obor serta tambang, ia
menuruni jurang, sebentar saja ia sudah berada didalam goa.
Karena mulut goa telah dilebarkan, maka dengan mudah saja
ia dapat menerobos masuk dengan berjalan tegak.
Setelah berada didalam kamar Gin-coa Long-kun, Thio Sin
Houw membesarkan nyala obornya, kemudian mengamati dan
memperhatikan lukisan-lukisan didinding yang
menggambarkan sikap seseorang menggerakkan tangan dan
kakinya. Dasar berotak cemerlang, dengan cepat saja Sin Houw
memperoleh penjelasan tentang gambar-gambar itu,
semuanya merupakan bagian penjelasan dari ajaran Gin-coa
Long-kun yang tertulis didalam kitab warisannya, Keruan saja
ia menjadi girang bukan main. 548 Didalam kamar itu Sin Houw berlatih dengan mengikuti
petunjuk petunjuk yang terdapat pada gambar ukiran. Makin
lama makin ia merasa menjadi lancar, dan gerakan-gerakan
itu di ulanginya beberapa kali sampai didalam ingatannya.
"Terima kasih!" kata Sin Houw sambil berlutut kearah
makam Gin-coa Long-kun yang berada didepannya, Tiba-tiba
terlihatlah pedang kehitam hitaman yang masih menggeletak
diatas tempat duduk almarhum yang kini dijadikan nisan. Aneh
bentuk pedang itu, setengah berbentuk pedang dan setengah
melengkung, pada ujungnya terdapat semacam sungut atau
lidah bercabang dua! "Pedang apakah ini?" pikir Sin Houw didalam hati, Dengan
obornya ia meneliti. Pada hulunya terdapat sebaris hurup
berbunyi: PEDANG ULAR PERAK. Selagi memperhatikan dan mengagumi bentuk pedang itu,
pandang matanya melihat seonggok senjata bidik yang
berbentuk kelabang dan bor, itulah senjata bidik yang istimewa
sekali. Tanpa ragu-ragu lagi Sin Houw memungutnya dan
mengantonginya, ingatannya terus berjalan lagi.
Kini teringat kepada tulisan pendekar luar biasa itu yang
tertera pada sampulnya. Bahwasanya sebagai upah jasa,
diperkenankan menelan ramuan obat mustika. Ramuan obat
mustika apakah yang dimaksudkan" Sin Houw jadi bertekateki.
Tatkala kembali ke rumah pertapaan, segera ia mencari
bungkusan obat tersebut yang terletak dalam lapisan peti
sebelah atas, sebagai seorang yang biasa hidup mendampingi
Lie Hong Kiauw, dengan segera dapatlah ia membedakan
antara racun dan obat. Mengingat bahwa ramuan obat yang
disebutkan sebagai ramuan obat mustika itu berada dalam peti
kecil, pastilah bukan barang beracun. Dengan tak ragu-ragu
lagi ia terus menelannya. 549 Tetapi alangkah terkejutnya. Tiba-tiba kepalanya menjadi
pusing, seluruh tubuhnya terasa panas dingin. Beberapa saat
kemudian Sin Houw melontakkan darah kental hitam. Dengan
sekuat tenaga ia merangkak-rangkak menghampiri
ranjangnya. Tetapi belum lagi tangannya dapat meraba tepi
ranjang, ia telah roboh terkulai. Entah berapa lama ia berada dalam keadaan pingsan,
tahu-tahu ia merasa diri berselimut diatas ranjangnya.
Dilihatnya Un siang duduk disisi ranjang dengan pandang
cemas. Begitu melihat Sin Houw menyenakkan mata, dengan
hati girang Un siang yang baik hati itu memeluk dan
menciumnya. Kemudian dengan gerak-gerik tangannya si bisu
yang baik hati itu menanyakan kesehatannya.
"Kenapa aku?" tanya Sin Houw.
Nie Un siang menunjukkan tiga jari tangannya didepan
hidungnya, Dan dengan tangannya juga ia memberitahukan
bahwa Sin Houw melontakkan darah terus-menerus dalam
tiga hari itu. Nie Un siang kemudian menunjuk pada bentongbentong
merah yang melumuri ranjangnya. Dan me Bukit Pemakan Manusia 7 Seruling Samber Nyawa Karya Chin Yung Bentrok Rimba Persilatan 2
^