Pencarian

Golok Halilintar 9

Golok Halilintar Karya Khu Lung Bagian 9


mperoleh keterangan itu, serentak Sin Houw
bangkit, pemuda itu heran, mengapa dirinya tiba-tiba terasa
ringan sekali. Tak dikehendaki sendiri Sin Houw berseru
girang: "Susiok! Lihat! Aku bisa bergerak begini lincah. Oh, susiok
apakah darah kental ini bukan racun Hian-beng sin-ciang yang
sekian tahun lamanya mengeram didalam tubuhku?"
Nie Un siang tidak mengetahui apa apa tentang masalah
racun yang dimaksud, ia hanya melihat wajah Sin Houw
bersinar cerah. itulah pernyataan suatu luapan rasa girang luar
biasa. Mengapa girang" 550 Thio Sin Houw kemudian minta ke pada Nie Un siang agar
membersihkan ia punya tempat tidur. setelah membersihkan
dirinyar dengan perlahan lahan ia berusaha menerangkan
tentang bisa racun yang telah lama mengeram didalam
tubuhnya. Memperoleh perasaan bahwa keadaan tubuhnya
kini tiba-tiba menjadi ringan dan gesit, ia menduga bahwa
gumpalan darah hitam kental itu pastilah bisa-racun yang
membawa malapetaka bagi dirinya. Nie Un siang dapat menerima keterangan Sin Houw,
sekarang ia jadi mengerti. Apa sebab Sin,Houw berkurang
tenaganya setiap kali melontarkan pukulan-pukulan, ia jadi ikut
bersyukur dan girang hati, apabila benar-benar Sin Houw telah
menjadi sembuh oleh obat mustika warisan Gin-coa Long kun!
Untuk mengatur keseimbangan tenaganya, Sin Houw
membutuhkan istirahat enam hari lamanya. setelah itu dengan
tiada bosannya ia meyakinkan semua pelajaran yang terdapat
dalam kitab peninggalan Gin-coa Long-kun, Kemudian Sin
Houw juga mencoba menyelami ilmu pedang dengan
menggunakan pedang Gin-coa kiam. Hasilnya sungguh mengagumkan, kecuali jauh lebih serasi
dan cocok, tajamnya luar biasa pula. Dengan sekali tabas,
terpotonglah batu pegunungan. Keruan saja Sin Houw girang
bukan main, benar-benar sebilah pedang mustika!
"Mungkin sekali pendekar Gin-coa Long-kun sesat
perjalanan hidupnya, akan tetapi ilmunya harus dikagumi."
Thio Sin Houw memberi pertimbangan dan penilaian terhadap
almarhum pendekar luar biasa Gin-coa Long-kun.
Dan makin Sin Houw menyelami ilmu-ilmu sakti almarhum,
makin ia menjadi kagum. Dalam hati pemuda itu menaruh
hormat setinggi tingginya. ***** 551 ENAM BULAN lewatlah sudah. sekarang sampailah Thio
Sin Houw pada tiga halaman terakhir, Tiba-tiba saja ia
menemukan jalan buntu seperti dahulu. Dengan seksama
pemuda itu mengulangi membaca kalimat-kalimatnya.
Kemudian berusaha memecahkan dan menyelami dengan
perbandingan ilmu silat warisan Bok Jin Ceng dan Bok-siang
Tojin, tetapi tetap saja ia terbentur pada masalah yang tak
terpecahkan ia menjadi heran dan kagum bukan main.
Benar-benar ilmu sakti Gin-coa Long-kun merupakan suatu
perbendaharaan ilmu kepandaian yang sangat tinggi. jangan
lagi menggunakan ajaran ilmu sakti pendekar-pendekar lain,
sedangkan ajarannya sendiri yang telah lampau tak dapat
memecahkan. Tegasnya, seumpama seseorang telah dapat mewarisi
bagian ilmu saktinya yang telah terbaca, tak akan dapat
membentur bagian yang terakhir itu.
Tiga hari tiga malam penuh Sin Houw mencoba
menyingkap tabir teka-teki itu, waktu itu rembulan
memancarkan sinarnya diluar pertapaan. Teringatlah Sin
Houw akan pengalamannya, ketika Thio Kun Cu dan
temannya menyusup masuk. Hampir-hampir saja ia menemui
malapetaka, maka pikirnya di dalam hati.
"llmu sakti Gin-coa Long-kun ini bersifat luar biasa, aku tak
sanggup memecahkan teka-teki yang terakhir walaupun
demikian, aku sudah memiliki sebagian besar ilmunya, Aku
harus bersyukur dan berterima kasih. Dengan berbekal
sebagian besar ilmu saktinya,rasanya aku sanggup
menghadapi lawan-lawan berat betapa licinpun, sebaliknya
apabila kitab warisannya ini sampai terbaca oleh orang-orang
yang kejam dan bengis, berbahaya besar pula.
Dari pada terjatuh ditangan mereka, lebih baik kubakarnya
saja ..." 552 Oleh pikiran itu, Thio Sin Houw segera menyalakan api.
Kedua kitab warisan Gin-coa Long-kun lantas dibakar-nya,
sekian lamanya nyala api membakar kedua kitab warisan itu,
tetapi aneh, selagi halaman-halaman kedua kitab itu menjadi
hangus, bagian kulit penutupnya hanya menjadi hitam saja!
"Mengapa tidak terbakar?" pikir Sin Houw, ia mencoba
merobeknya, tetapi tak berhasil meskipun kedua tangannya
kini bertenaga kuat luar biasa. Thio Sin Houw memperhatikan kulit buku itu dengan
seksama. setelah dipijit dan disentil pada tempat tempat
tertentu, tahulah Sin Houw bahwa kulit buku itu terbuat dari
tembaga bercampur logam. Kekuatannya mirip dengan baju
mustika hadiah Bok-siang Tojin, yang tak mempan senjata
tajam maupun api. Dengan menggunakan pisau, Thio Sin Houw membuka
kedua lapisan kulit buku itu, ia heran tatkala menemukan dua
lembar kulit yang tipis sekali. Setelah diperhatikan, ternyata merupakan kalimat dan
peta. Sin Houw membaca: "Siapa saja yang memperoleh harta terpendam ini,
hendaklah mencari, seorang wanita bernama Shiu-shiu yang
bertempat tinggal di Kie-ciu, Ciat-kang. Berikanlah dia seratus
ribu tail perak agar dapat menyambung hidupnya seperti
layaknya seorang wanita yang mempunyai harga diri!"
"Apakah artinya ini?" pikir Thio Sin Houw didalam hati. ia
merasa Gin-coa Long-kun seorang yang tinggi hati, seakanakan
seorang pembesar yang mudah memerintah!
Sin Houw kemudian memeriksa halaman kulit yang kedua,
itulah merupakan gambar contoh-contoh ilmu pukulan, Ketika
diperhatikan dengan seksamar ia menjadi terkejut berbareng
553 girang, Ternyata itulah kunci jawaban jurus-jurus pada tiga
halaman terakhir yang memacetkan latihannya.
Sekarang, hatinya bersyukur dan berulangkali menarik
napas lantaran kagum, Terasa sekali bahwa semuanya sudah
diatur demikian rupa, sehingga ahliwaris yang dikehendaki
pendekar itu terpaksa harus mencari penjelasannya dalam
lipatan kulit buku, Benar-benar cermat dan hebat!
"Kalau begitu peta yang menggambarkan tentang adanya
harta terpendam, pastilah bukan suatu lelucon belaka." pikir
Sin Houw didalam hati, Sekiranya tidak demikian, apa
perlunya peta itu disimpan sangat rapi" pendekar itu
menghendaki membagi harta terpendam itu kepada seseorang
yang bernama Shiu Shiu, sebagai upah jasanya, dikabarkan
kunci jawaban jurus-jurus halaman terakhir yang memang
merupakan inti sari seluruh ilmu sakti warisannya.
Kedua halaman kertas itu lantas disimpannya dengan rapi
didalam kulit kitab semula, kemudian ia rajin berlatih. Enam
hari kemudian, sekali lagi ia memperhatikan pesan Gin-coa
Long-kun tentang seseorang yang bernama Shiu-shiu. Masih
hidupkah orang itu" Jangan-jangan sudah tidak ada lagi di
dunia ini! Pada hari ketujuh ia memasukkan kulit kitab warisan itu
kedalam bungkusannya yang sederhana, kemudian
mengucapkan selamat berpisah kepada Nie Un siang. Dengan
air mata berlinangan, si bisu yang baik hati itu
mengantarkannya sampai dikaki gunung,
Berat rasa hati Thio Sin Houw ber-pisahan dengan Un
Siang, si bisu yang tak ubah ayah kandungnya sendiri. Tetapi
justru teringat akan hal itu timbullah semangat penuntutan
dendam didalam hati Sin Houw. Bukankah maksudnya yang
utama hendak mencari musuh ayah bundanya yang membuat
bencana maha besar terhadap keluarganya. Oleh ingatan itu
554 sekaligus berkobar-kobarlah darah mudanya, dan dengan
menegakkan dada ia meninggalkan gunung Hoa-san!
Inilah untuk pertama kalinya ia berjalan seorang diri,
setelah sepuluh tahun lamanya tersekap diatas gunung,
benar-benar membuat dirinya terasing dan asing dari semua
penglihatan yang berada didepan matanya. Semuanya,
seakan-akan serba baru baginya. Tatkala sampai dibatas kota
yang berada dikaki gunungr ia melihat gerakan tentara.
Pada tiap-tiap tempat tertentu terdapat penjagaan tentara
rakyat yang membantu perjuangan Cu Goan Ciang secara
sukarela. Mereka melakukan pemeriksaan terhadap orangorang
yang melintasi penjagaan. Melihat penjagaan keras itu teringat kembali Sin Houw
kepada pengalamannya. Untuk menghindarkan rasa
kecurigaan, ia menyimpan pedang Gin-coa kiam secara rapi,
Lalu mengambil jalan pegunungan. Dengan demikian
beberapa kali ia bisa lolos dari pemeriksaan para penjaga.
Empatbelas hari Sin Houw berjalan terus menerus dengan
mengambil jalan berputar, ia beristirahat hanya pada malam
hari. Dan meneruskan perjalanan menjelang fajar. Dari dusun
Giok-sie cun ia mengarah ke timur laut, Dusun-dusun yang
dilaluinya tak terhitung lagi jumlahnya. setelah tiba di dusun
Sin-bun ia memasuki hutan belukar dan tiba di Kiang-sai. Akan
tetapi selama hidupnya belum pernah ia mengenal daerah itu,
sehingga tak mengherankan, ia tersesat sampai jauh ke timur
mendekati kota pelabuhan. Tempat itu terletak ditepi sungai Kiang-tze, para pedagang
banyak yangmengangkut barang dagangannya lewat jalan air.
Ditempat itulah Sin Houw baru mengetahui bahwa ia telah
melewati daerah perbatasan tentara rakyat dari utara dan
selatan, tempat gurunya berada mendampingi Thio Su Seng,
pemimpin tentara rakyat dari wilayah selatan.
555 Untuk kembali kedaerah perbatasan itu, beberapa
pedagang menyarankan supaya Sin Houw menggunakan
perahu sewaan saja. Kecuali menghemat waktu perjalanan itu
tidak meminta banyak tenaga. Demikianlah, setelah bersantap Sin Houw mencari perahu
sewaan yang berlayar mengarah ke barat. ia mendapat
sebuah perahu besar, pemiliknya seorang doyan duit,
namanya A Siong, Penyewanya seorang pedagang besar
bernama Lim Tek Lin, ia seorang peramah berusia kurang
lebih empat puluh sembilan tahun, oleh gerincinq uang.
Asiong memberanikan diri untuk minta idzin ke pada Lim
Tek Lin agar menerima Thio Sin Houw didalam perahu yang
telah di sewanya, Dan ternyata Lim Tek Lin tidak keberatan.
Pada waktu A siong hendak menjalankan perahunya,
seorang pemuda nampak berlari-lari kencang mendatangi dan
pemuda itu berteriak-teriak pula meminta tempat menumpang
sampai di Ciat-kang. Katanya ia mempunyai urusan yang
sangat penting. Thio Sin Houw tertarik hatinya tatkala mendengar suara
teriakan pemuda itu, yang terdengar nyaring dan halus, iapun
heran pula tatkala melihat wajahnya, pikirnya didalam hati:
"Apakah benar di dunia ini terdapat seorang pemuda yang
begitu cakep?" Pemuda itu umurnya kurang lebih duapuluh tahun, kulitnya
putih halus. Mukanya bersemu dadu dan membawa bawa
bungkusan dipunggungnya. Bungkusannya itu terbuat dari
kain mirip kantong beras, nampaknya terisi penuh.
Lim Tek Lin berkenan terhadap pemuda itu, dengan ramah
ia mengijinkan situkang perahu agar menerimanya sebagai
penumpangnya yang baru, Sudah barang tentu A siong yang
sangat doyan duit, girang bukan kepalang. Buru-buru
556 dipasangnya sebuah tangga papan untuk menyambut
kedatangan pemuda itu, Tetapi begitu pemuda itu
menempatkan kakinya diatas perahu, Sin Houw terkejut.
Ia merasakan betapa perahu tiba-tiba seperti melesak ke
dalam air. ia heran karena pemuda itu bertubuh kurus dan
berat tubuhnya tidak akan melebihi limapuluh kilo, Apa sebab
dia demikian berat" Apakah karena bungkusannya yang
nampak besar itu" setelah berada diatas perahu, pemuda itu memberi hormat
kepada Lim Tek Lin dan Sin Houw, ia menyatakan terima
kasihnya, kemudian memperkenalkan namanya - Giok Cu,
Karena mendapat kabar ibunya sakit keras, maka pada hari itu
ia bermaksud cepat-cepat menyambangi.
Nampaknya pemuda itu menaruh perhatian khusus kepada
Sin Houw! "Saudara Sin Houw," katanya menambahkan
keterangannya, "Mendengar suaramu, pastilah kau bukan
penduduk sini." "Benar." sahut Sin Houw- "Aku dibesarkan disekitar kota
Hoa-an. inilah untuk yang pertama kalinya aku berada didekat
perbatasan." "Dari Hoa-an" Kalau begituf pastilah kau mempunyai
urusan besar di sini." "Akh, tidak ! Aku berjalan hanya untuk melihat dunia." Sin
Houw memberi keterangan. Selama perahu berlayar, mereka berdua asyik berbicara.
Tiba-tiba dua buah perahu datang dengan cepat. Bagaikan
anak panah yang lepas dari busurnya, kedua perahu itu
melombai. Giok Cu mengawasi kedua perahu itu yang lenyap
557 ditikungan sungai sebelah depan dengan cepatnya.
Kira-kira menjelang jam dua tengah hari, saudagar Lim Tek
Lin yang baik budi itu mengundang mereka berdua menemani
makan siang. Sin Houw menghabiskan tiga mangkok nasi,
sedang Giok Cu hanya semangkok. selama makan dan
minum, gerak-gerik Giok Cu nampak berkesan semakin halus.
Ketika baru saja mereka selesai makan siang, terdengarlah
suara air terkayuh, Lalu nampaklah dua buah perahu lewat
disamping, sebuah diantaranya amat menarik perhatian,
seseorang yang bertubuh besar berdiri di ujung perahunya,
sambil mengerlingkan matanya beberapa kali, Giok Cu
nampak tak senang hati, sepasang alisnya terbangun dengan
tiba-tiba. Matanya bersinar tajam dan wajahnya berubah merah


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

padam, Sin Houw heran menyaksikan perubahan wajah
kawan seperjalanan itu, pikirnya didalam hati:
"Dia begini muda dan cakep, apa sebab wajahnya bisa
berubah menjadi sengit dengan mendadak?"
Giok Cu melihat kesan wajah Sin Houw yang
memancarkan pandang heran. Cepat-cepat ia tersenyum, dan
kembali wajahnya berubah lemah lembut. sikapnya halus dan
menawan seperti sediakala. Tatkala itu A siong datang menyuguhkan air teh hangat,
untuk mengalihkan kesan, Giok Cu segera menghirup air
tehnya, Tak disangkanya, rontokan tehnya masih terapungapung
seperti kerumun ratusan anak nyamuk. Dia
mengerutkan alis, dan cawan teh diletakkan diatas meja
pendek dengan perasaan kesal. Semuanya itu tak luput dari pengamatan Sin Houw, Untuk
pertama kalinya ini, ia merantau seorang diri tanpa kawan
tanpa sanak keluarga. Kecuali berbekal pengetahuan yang
558 diperolehnya dari beberapa orang gurunya dan pengalaman
hidupnya semasa berumur delapan tahun, tiada sekelumit
pengalaman lain lagi, untunglah, dia seorang pemuda yang
memiliki karunia Tuhan. otaknya hidup dan perasaannya
tajam. Melihat kesan dan gerak-gerik Giok Cu, ia memperoleh
suatu perasaan bahwa antara pemuda itu dan penumpang
empat perahu yang lewat dan berpapasan tadi, pasti terselip
suatu urusan. Hanya saja, tak dapat ia menebak urusan apa yang pernah
terjadi, oleh pikiran itu, diluar kehendaknya sendiri ia
mengawasi dua perahu yang tadi lewat dengan cepat.
Menjelang petang hari, perahu itu singgah disebuah dusun.
Karena haus kepada penglihatan, Sin Houw menyatakan diri
hendak turun ke darat, ia mengajak Lim Tek Lin menemani,
tapi saudagar itu menolak lantaran tak dapat meninggalkan
barang dagangannya, Katanya. "Lagi pula apa keuntungannya mendarat disebuah dusun
yang sunyi" Apa yang dapat kita lihat dan nikmati" inilah
dusun mati tak ubah sebuah kuburan panjang, tiada lain
kecuali tegalan, sawah dan pengempangan ikan."
Jelas sekali maksud Lim Tek Lin, dia hendak mengatakan
bahwa hanya bagi orang yang hidupnya tak ubah seekor katak
didalam tempurung, yang masih bisa tertarik penglihatan
sekitar dusun yang sunyi itu. Akan tetapi Thio Sin Houw tak bersakit hati, ia seorang
pemuda yang jujur terhadap dirinya sendiri, Memang,
bukankah seorang pemuda yang sekian tahun lamanya
tersekap di atas gunung, dirinya sama seperti seekor katak
berada didalam tempurung" Maka ia bersenyum ikhlas menerima sindiran itu, dan
seorang diri ia turun ke darat. sampai lewat magrib ia berjalan
keliling dusun dan memasuki kedai minuman. setelah membeli
559 beberapa butir buah-buahan, barulah ia kembali ke
perahunya. Hendak ia memanggil Lim Tek Lin dan Giok Cu untuk
menemani mengerumuti buah-buahnya, tetapi mereka berdua
ternyata sudah tenggelam di balik selimutnya, setelah
berenung-renung sejenak, iapun lantas merebah-kan diri pula.
Pada waktu tengah malam, terdengarlah suara suitan
panjang samar-samar, pendengaran Sin Houw tajam luar
biasa, segera ia terbangun dari mimpinya. Dan dengan diamdiam
ia merapikan pakaiannya. Tak lama kemudian, terdengarlah suara pengayuh perahu
meraba permukaan air. Jelas, ada sebuah perahu mendatangi
dan dengan sekonyong-konyong Giok Cu terbangun dari
tidurnya, ia bangkit dan duduk dengan mendadak.
Wajahnya nampak tegang diantara cahaya pelita perahu
yang menyala remang-remang, Ternyata ia tidur tanpa
membuka pakaian luarnya, Dari bawah selimutnya, ia
menghunus sebatang pedang panjang, Kemudian berjalan
memburu bagian depan perahu, sikapnya garang dan ganas.
Keruan saja Sin Houw terkejut dan heran, pikirnya menebaknebak:
"Apakah dia salah seorang kaki-tangan pembajak yang
sengaja menyelundup ke dalam perahu ini untuk mengincar
barang-barang dagangan Lim susiok" Kalau begitu, tak boleh
aku berpeluk tangan saja..." selama diperjalanan, Thio Sin Houw menyimpan pedang
Gin-coa kiam dengan sangat rapinya, ia berjanji pada diri
sendiri, tidak akan sembarangan memperlihatkan didepan
orang, sebab pedang itu ditangan majikannya dahulu, pasti
sudah sangat terkenal. Ia sendiri belum mengetahui pasti,
apakah majikan pedang pusaka itu dahulu seorang pendekar
560 budiman atau seorang pembunuh kejam yang dibenci orang.
Menimbang demikian, sedapat mungkin ia
menyembunyikannya dengan rapi. pendek kata ia tak bakal
menggunakannya, sekiranya tiddk terlalu terpaksa, itulah
sebabnya memperoleh rasa curiga terhadap Giok Cu, ia hanya
menyelipkan pisau belati dipinggangnya, dan memperlengkapi
beberapa butir senjata bidiknya. Kemudian dengan hati-hati ia
mengintai di balik gubuk perahu. Beberapa saat kemudian, perahu yang terdayung dari arah
depan telah menghampiri perahu penumpang kian dekat.
Terdengar suara kasar diatas perahu itu:
"Hai, saudara Giok Cu! Apakah benar-benar kau tidak
menghargai suatu persahabatan?"
"Kalau benar, bagaimana" Kalau tidak, kau mau apa?"
balas Giok Cu dengan suara nyaring.
"Hm! Dengan susah payah kami menguntitnya, tetapi kau
dengan enak saja memegatnya dan memakannya." kata orang
itu. Oleh suatu tanya jawab yang nyaring dan berisik itu, Lim
Tek Lin terbangun dari tidurnya, segera ia mengintai dari balik
gubuk perahu, ia kaget setengah mati ketika melihat suatu
pemandangan yang membangunkan bulu-romanya.
Empat perahu datang menghampiri berlerotan dengan
memasang puluhan obor yang menyala terang. Belasan orang
berdiri berjajar dengan membawa senjata andalannya masingmasing,
Keruan saja ia bergemetaran, dan mulutnya
berceratukan dengan tak dikehendaki sendiri.
Thio Sin Houw mendekati dan membesarkan hatinya,
katanya membujuk: 561 "Susiok tak usah takut, perselisihan itu bukan berkisar
memperebutkan diri paman." Sebagai seorang pemuda yang memiliki kecerdasan luar
biasa, dengan cepat saja ia dapat menebak tujuh bagian
persoalan yang terjadi di depan matanya, pastilah hal itu
mengenai suatu perebutan "rezeki" antara Giok Cu dengan
gerombolan pembajak itu. Tapi selagi ia hendak memberikan
penjelasan kepada Lim Tek Lin, tiba-tiba terdengarlah
bentakan Giok Cu setengah berteriak:
"Harta dikolong langit ini, apakah milikmu?"
"Letakkan dua ribu keping emas itu digeladak! Mari kita
bagi seadil-adilnya, Kau sebagian dan kami sebagian !" ujar
seorang berperawakan pendek kecil yang berada di perahu
kedua, "Lihatlah! jumlah kami banyak, walaupun demikian,
kami rela menerima sebagian. Bukankah kami sudah mau
mengalah ?" "Cis! jangan bermimpi yang bukan-bukan!" jawab Giok Cu
setelah menyemburkan ludah sejadi-jadinya.
Dua orang yang berdiri dibelakang si pendek kecil nampak
menjadi gusar, lalu berkata kepada orang yang membuka
mulutnya pertama tadi: "Jie toako, buat apa kita mengadu mulut dengan bangsat
itu?" Dan setelah berkata demikian, dengan tiba-tiba mereka
berdua melesat dan turun digeladak perahu penumpang.
Rupanya, mereka beradat berangasan dan mudah sekali
tersinggung kehormatan dirinya. Menyaksikan kedua perampok melompat ke perahunya,
Lim Tek Lin roboh ketakutan, Katanya menggigil:
562 "Anakku ... eh, saudara Sin Houw! Lihat, mereka bakal
kalap ..." Thio Sin Houw menarik lengan saudagar itu, dan
dibawanya mundur sambil membesarkan hatinya:
"Susiok, jangan takut, Masih ada aku."
Pada detik itu, Giok Cu mulai memperlihatkan aksinya,
Kakinya bergerak dan menendang seorang yang tiba terlebih
dahulu diatas geladak. Begitu kena tendangannya, orang itu
terbalik dan tercebur didalam sungai.
Giok Cu tidak hanya menggerakkan kakinya saja,
pedangnya menyambar orang kedua. Dia-lah orang yang
beradat berangasan. Dan melihat menyambarnya pedang,
buru-buru ia menangkis dengan goloknya, Tapi pedang Giok
Cu luar biasa tajam, begitu membentur goloknya terkutung.
Belum lagi dia dapat berbuat sesuatu, ujung pedang
menikam pundaknya, Tiada ampun lagi, dia roboh terjengkang
bermandikan darah. "Jie Cu Pang! perahuku bukan panggung untuk
mempertontonkan badut-badut semacam mereka!" ejek Giok
Cu dengan tertawa menghina. "Bangsat!" maki Jie Cu Pang, Kemudian berteriak kepada
salah seorang bawahannya yang berada disampan ketiga -
"Sun Ching! Angkat si Kan Ciang ke mari!"
Sun Ching mengajak seorang kawannya, dengan
berbareng mereka melompat diatas geladak dan memapah
Kan Ciang yang tadi tertikam lengan kanannya. Temannya
Kan Ciang yang tercebur tadi sudah berenang dan merangkaki
perahunya, itulah suatu tontonan yang menyakitkan hati
kawanan perampok itu. 563 "Kami yang bernaung dibawah bendera Liong-yu pang,
selamanya belum pernah bentrok dengan pihakmu keluarga
Thio dari Cio-liang pay. Mengapa kau main serampangan
saja" Apakah lantaran terlalu yakin pada kekuatan diri sendiri"
Hm! Meskipun keluarga Thio Liang Sun menjagoi di Kie-ciu,
namun pihak kami tidak pernah merasa takut, jangan kau
menganggap kami dapat dipermainkan ...!" teriak Jie Cu Pang.
Mendengar kata-kata keluarga Thio di Kie-ciu, hati Sin
Houw tercekat. Teringatlah dia kepada Thio Kun Cu dan temannya yang
datang diatas gunung Hoa-san hendak mencuri kitab warisan
Gin-coa Long-kun, Katanya didalam hati
"Tatkala Thio Kun Cu hendak membunuhku, bukankah dia
menyatakan diri salah seorang anggauta keluarga Thio di Kieciu?"
Terus saja ia memasang telinganya tajam-tajam.
Giok Cu mendengus, lalu menjawab teriakan Jie Cu Pang.
"Kau mengangkat-angkat keluargaku, bagus! Tapi lebih
baik janganlah kau mencoba mengambil hatiku. Jago
gadungan biasanya memang pintar mengambil hati lawan,
setelah merasakan pedasnya sebuah dupakan saja!"
Diejek demikian, Jie Cu Pang meluap darahnya, namun
masih bisa ia menguasai dirinya, Menegas:
"Coba kau tegaskan sekali lagi! Kau bisa menghargai arti
suatu persahabatan atau tidak?"
"Persetan dengan semuanya itu! selamanya aku majikan
atas diriku sendiri. Kalau aku berkenan, tak perlu aku
memperdulikan segala pertimbangan, baik mengenai sahabat
atau bukan sahabat !" sahut Giok Cu.
564 "Bicaralah yang lebih jelas lagi...!" ujar Jie Cu Pang,
"jembatan yang kulalui jauh lebih banyak daripada kau pernah
lintasi. Sudah sewajarnya, aku harus berpegang pada tata
santun pergaulan. Tapi tata-santun bukan berarti aku sudah
merasa takut padamu, kau mengarti" Nah, katakan yang
tegas! Jangan menggunakan kata-kata berputar tak keruan!
Kalau memang tiada jalan lagi, nah, barulah kita mencobacoba
ketajaman senjata. Dengan begitu, di kemudian hari aku
tak bakal dituduh ketuamu main kuasa-kuasaan terhadap
bocah ingusan!" Dengan kata-katanya itu, jelaslah bahwa Jie Cu Pang
segan dan menghargai keluarga Thio yang menjagoi di Kieciu,
sebaliknya Giok Cu malahan menjadi besar kepala.
Dengan tertawa melalui hidungnya, ia berkata:
"Dengan berbekal kepandaian badut, kalian mencoba
hendak menghinaku" Eh, kalian benar-benar tak tahu diri."
Sampai disitu tahulah sin Houw, bahwa mereka bakal
mengadu senjata. Baginya, latar belakang pembicaraan itu
sudah jelas. Jie Cu Pang dari pihak Liong-yu pang sedang
mengincar calon mangsanya, tetapi kedahuluan Giok Cu. Jie
Cu Pang jadi tak senang hati dan minta bagian, tapi Giok Cu
menolak, pemuda ini tipis perawakannya, dimanakah dia
menyimpan harta rampasannya" pastilah yang berada
didalam buntalannya itu, Pikir Sin Houw:
"Mereka berdua setali tiga uang, sama-sama jahat dan
sama-sama penyamun, biarlah mereka bercakar-cakaran, Apa
perduliku?" Dalam pada itu perkelahian mulai terjadi, perahu
penumpang milik A siong cukup leluasa untuk dibuat
gelanggang mengadu senjata, Dengan membawa sepuluh
orang Jie Cu Pang melompat kedalam perahu penumpang, ia
membawa sebilah golok besar mirip golok penyembelih lembu.
565 Di depan Giok Cu, ia membungkuk hormat sebagai suatu
tata santun, rupanya ia mau mengesankan bahwa dirinya
adalah seorang yang mengarti tata-tertib, Katanya:
"Sekalian teman-temanku ini bukanlah tandingmu, aku
tahu! Karena itu, biarlah aku mewakili mereka mencoba
ketajaman pedangmu, pedang keluarga Thio yang menjagoi di
Kie-ciu!" "Hm!" dengus Giok Cu. "Kau hendak maju seorang diri
atau main keroyok?" Jie Cu Pang tercengang sejenak, kemudian tertawa.
sahutnya dengan mendongakkan kepalanya:
"Kau benar-benar bocah tak tahu diri, kau anggap apa aku
ini" Kalau masih mempunyai teman, suruhlah dia keluar dari
dalam gubuk perahuI Biarlah dia menjadi saksi agar di
kemudian hari aku tidak dituduh orang berbuat sewenangwenang
terhadap salah seorang anggauta keluarga Thio!"


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

setelah berkata demikian, ia berseru lantang: "Sahabat
seperjalanan! silahkan engkau menjadi saksinya!"
Dua orang bawahannya menghampiri gubuk perahu,
sambil menjengukkan kepalanya ke dalam gubuk, mereka
berkata mempersilahkan kepada saudara Lim Tek Lin dan Sin
Houw: "Sahabat! Kami mengundang kalian untuk menjadi saksi
keramaian ini!" Saudagar Lim menggigil ketakutan, tak dapat ia memberi
jawaban. Dengan pucat lesi ia berpaling kepada Thio Sin
Houw mencari pertimbangan. Kata Sin Houw meyakinkan:
"Susiok, mereka hanya menghendaki kita untuk menjadi
saksi saja, Marilah kita keluar!"
566 Thio Sin Houw menuntun lengan Lim Tek Lin keluar gubuk,
sementara itu, Giok Cu sudah tak sabar lagi, Lantang ia
berkata: "Jadi kau benar-benar membutuhkan saksi" Baik! Tetapi,
tontonan apakahyang hendak kau pamerkan kepada saksi?"
Setelah berkata demikian, pedangnya terus saja menikam
pinggang. Jie Cu Pang bertubuh besar, tak ubah anak
raksasa, Meskipun demikian, gerakannya gesit dan ringan.
Dengan sebat ia menangkis, goloknya berkelebat kesamping,
kemudian berputar dan menabas, inilah suatu pembelaan diri
yang hebat sekali. Tatkala mata golok hendak menabas leher, sekonyongkonyong
berbalik dan hanya bermaksud membenturkan
punggungnya, jelas sekali maksudnya, ia tak sampai hati
memenggal leher atau membelah kepala Giok Cu dengan
sekali tabas. Tetapi Giok Cu tak sudi menerima budi baik itu, sambil
memberondongkan tiga tikaman sekaligus ia berteriak:
"Tak usah kau berlagak seperti seorang dermawan, Hayo,
keluarkan semua kepandaianmu!"
Berbareng dengan teriakannya, ia merangsak terusmenerus
sehingga Jie Cu Pang hampir tak mempunyak
kesempatan untuk menangkis. Tiba-tiba ia kaget tatkala ujung
pedangnya Giok Cu hampir saja menyentuh bajunya, itulah
terjadi lantaran hatinya terlalu panas menyaksikan kelakuan
Giok Cu yang congkak, dan tidak memandang mata
kepadanya. Gugup ia melesat mundur ke samping sambil
membabatkan goloknya, hatinya tergetar mengingat kejadian
tadi, Nyaris dadanya tertembus pedang si congkak!
567 "Anak sambel ini benar-benar patut dihajar babak belur!"
makinya di dalam hati, Terus saja ia membalas menyerang
dengan dahsyat. Goloknya menabas dan berseliweran dengan
sebatnya. Giok Cu juga tak kurang gesitnya, gerakan pedangnya
makin lama makin cepat, ia pandai mengelakkan diri dan
pedangnya tiada hentinya memunahkan se tiap bentuk
serangan. sudah begitu, berkali-kali ujungnya menyelonong
menusuk dada, pinggang dan perut! Setelah lewat beberapa jurus, Sin Houw segera
mengetahui bahwa ilmu pedang Giok Cu lebih tinggi setingkat
dari pada ilmu golok Jie Cu Pang. Meskipun Jie Cu Pang banyak makan garam dan goloknya
jauh lebih berat dari pada pedangnya Giok Cu, namun sama
sekali ia tak berdaya menghadapi kelincahan Giok Cu, Lambat
laun ia bahkan mulai merasa kewalahan.
Seperempat jam kemudian, pernapasannya mulai
terdengar mengorong, peluh membasahi sekujur tubuhnya
dan gerak geriknya mulai lamban. Sebaliknya, rangsakan Giok
Cu bertambah hebat. Sekonyong-konyong Giok Cu berteriak melengking, dan
berbareng dengan teriakannya itu, maka ujung pedangnya
berhasil menikam paha Jie Cu Pang yang jadi menjerit kaget
sambil melompat mundur. wajahnya menjadi pucat, tangan
kirinya mengayun. Tiga batang paku menyambar beruntun!
Giok Cu benar-benar cekatan. Di serang dengan
mendadak, sama sekali ia tidak menjadi bingung, Dua kali
pedangnya menyapu dua batang paku yang menyambar
kearahnya, sedang paku yang ketiga dihindari dengan
mengelakkan diri. 568 Ia baru hendak mengumbar mulutnya, tatkala diluar
perhitungannya kedua paku yang dapat disapunya justru
meletik menyambar dada Sin Houw. Melihat kejadian itu, ia
memekik terkejut. Tadinya ia mengira Sin Houw seorang pendekar muda
yang sedang menyamar. Tetapi melihat pemuda itu sama
sekali tak dapat bergerak, atau tidak berdaya sesuatu untuk
menghindari letikan dua paku yang akan menembus dadanya,
ia jadi kaget dan berkhawatir. Pada detik itu juga, ia hendak melompat untuk menolong,
Tiba-tiba ia melihat suatu kejadian yang mengherankan, kedua
paku Jie Cu Pang itu tepat sekali mengenai dada Sin Houw,
tetapi runtuh dengan begitu saja diatas geladak. Sama sekali
tak melukai pemuda itu, dan ia kelihatan diam saja seakan
akan tidak pernah terjadi sesuatu. Sementara itu tiga perahu Jie Cu Pang telah menyalakan
obor terang benderang, semua orang menyaksikan
bagaimana kedua paku Jie Cu Pang meletik dan mengenai
dada Thio Sin Houw, setelah melihat kesudahannya, mereka
semua tercengang dan saling pandang.
Kemudian dengan berbareng pula mereka mengawasi Sin
Houw, pemuda itu pasti memiliki ilmu kepandaian tinggi,
meskipun pakaian yang dikenakan mirip pakaian seorang
pemuda kota kecil. Tentu saja, siapapun tidak mengetahui bahwa dada Sin
Houw terlindung baju mustika pemberian Bok-siang Tojin, baju
itu tak tertembusi, dan tidak mempan tertikam senjata tajam
betapa keraspun. Jie Cu Pang seorang perampok berpengalaman, ia melihat
sin Houw tidak roboh terkena letikan senjata pakunya. Pada
saat itu, ia melihat pula Giok Cu tertegun karena kaget, itulah
569 kesempatan yang amat baik baginya, terus saja ia
menimpukkan tiga batang pakunya lagi.
Giok Cu menjerit lantaran kaget, serangan gelap itu sukar
sekali untuk dihindari, iapun tak berdaya untuk menangkis
dengan pedangnya. Satu-satunya gerakan yang dapat
dilakukan, hanyalah mengendapkan diri. Memang dapat ia
mengelakkan paku yang pertama, tapi dua paku lainnya tepat
sekali membidik sasarannya, secara wajar ia memejamkan
matanya menunggu nasib. Mendadak pada detik itu, terdengarlah suara benturan
nyaring, ia menyenakkan matanya, dan melihat kedua paku itu
runtuh terpelanting diatas geladak.
Giok Cu seorang pemuda yang tajam mata, sekali
menggerakkan gundu mata-nya, ia melihat gerakan Sin Houw,
Dialah yang telah menolong jiwanya, Hal itu terjadi, karena Sin
Houw sebal menyaksikan Jie Cu Pang berlaku curang, segera
ia memungut dua batang paku yang tadi runtuh didepannya
setelah membentur dadanya, dan dengan dua batang paku itu
ia memunahkan serangan paku Jie Cu Pang yang hampir saja
mengenai sasaran ! Dengan rasa terima kasih sebesar-besarnya, Giok Cu
memanggut kepada Sin Houw, kemudian melemparkan
pandangnya kepada Jie Cu Pang dengan sengit, ia
mendongkol dan timbullah rasa bencinya - dengan serta merta
ia meletik tinggi dan menyerang Jie Cu Pang setengah kalap !
Meskipun Jie Cu Pang heran melihat gagalnya pakunya,
namun ia segera tersadar terhadap kedudukan Sin Houw,
siapa lagi kalau bukan perbuatan pemuda itu.
Itulah sebabnya, ia bisa mendahului gerakan dendam Giok
Cu. Golok-nya mendahului menabas, tatkala Giok Cu masih
berada diudara. 570 Giok Cu terkejut melihat berkelebatnya golok. Gesit ia
bergerak ke-samping untuk mengelak, setelah itu baru
mencecarkan pedangnya. Kali ini dia bersungguh-sungguh,
Beberapa saat kemudian, pedangnya berhasil menembus iga,
membuat Jie Cu Pang menjerit kesakitan dan goloknya runtuh
bergemelontangan. Masih belum puas Giok Cu berhasil melukai iga lawan, ia
melompat menghampiri dan menabaskan pedangnya. Cres ...!
Paha Jie Cu Pang terkutung, dan pemimpin perampok itu
roboh pingsan. Anak buahnya kaget bukan kepalang menyaksikan
pemimpinnya roboh pingsan, dengan berbareng mereka maju
menyerang sambil menolong Jie Cu Pang terhindar dari maut,
Giok Cu seolah-olah terbakar hatinya, ganas ia menyapu
semua senjata yang mengarah dirinya. Dan kembali lagi tujuh
orang kena dilukai, sehingga mereka roboh dengan
bercucuran darah. Menyaksikan hal itu, Sin Houw tak sampai hati, serunya
setengah membujuk: "Saudara Giok Cu! sudahlah ! Berilah mereka ampun!"
Tetapi Giok Cu sedang sengit-sengitnya, ia melukai dua
orang lagi. Sisa perampok lainnya jadi kuncup hatinya, buru-buru
mereka mencebur ke sungai menyelamatkan diri. Tak
sanggup mereka menghadapi amukan pemuda itu yang sudah
menjadi kalap. Dengan mundurnya sisa perampok, Jie Cu Pang jadi tak
dapat tertolong. Masih ia roboh pingsan dengan berlumuran
darah. Giok Cu mendekati dan mengayunkan pedangnya,
membuat seketika itu juga kepala Jie Cu Pang tertabas
kutung. 571 Dengan sekali menggerakkan kakinya, ia mendupak tubuh
Jie Cu Pang dan tercebur didalam sungai. Kemudian ia
menusuk kepala Jie Cu Pang, setelah disontek tinggi, ia
melemparkannya pula ke dalam sungai!
Itulah suatu perbuatan yang mengejutkan dan di luar
dugaan Sin Houw, ia jadi tak puas menyaksikan perangai Giok
Cu, perbuatannya keterlaluan! ia sudah memperoleh
kemenangan, apa sebab menuruti gelora hati yang panas
sehingga tak memberi kesempatan hidup pada lawannya"
Bukankah Jie Cu Pang sudah cukup tersiksa setelah pahanya
terkutung sebelah" Diapun tadi bersikap hati-hati pula,
sebelum memutuskan persoalan dengan mengadu senjata,
seumpama dialah yang menang, pastilah ia tidak berani
memperlakukan Giok Cu dengan sembarangan.
Dia tadipun bersikap degan dan hormat kepada ketua
keluarga Thio dari Cio-liang pay. LIM TEK LIN duduk meringkuk didekat gubuk perahu,
dengan pandang muka pucat seperti patung. itulah merupakan
pandang mata yang tergempur oleh rasa takut dan ngeri. Dan
pandangan itu, menambah hati Thio Sin Houw pepat serta
penuh sesal. Selagi demikian, pemuda itu melihat Giok Cu me-nabasi
ketujuh orang lawannya tadi, seorang demi seorang
dilemparkan ke dalam sungai, sehingga permukaan air
menjadi merah. Menyaksikan perbuatan Giok Cu yang bengis dan kejam
itu, para perampok lainnya segera kabur dengan perahunya.
Masing-masing hendak berusaha menolong jiwanya sendiri.
Thio Sin Houw benar-benar tertegun menyaksikan sepakterjang
pemuda itu, yang ganas luar biasa, semenjak bayi ia
dikejar-kejar lawan, seringkali ia menyaksikan seorang mati
572 tertikam didalam suatu pertempuran. Akan tetapi belum
pernah ia melihat salah seorang lawannya sekejam Giok Cu.
"Mengapa kau perlu mengutungi kepala mereka"
Bukankah mereka hanya bertujuan hendak merampas
uangmu semata ...?" Thio Sin Houw ingin memperoleh
penjelasan. "Merekapun gagal pula, Artinya, uangmu sama sekali tak
berkurang, Kenapa main bunuh?"
Giok Cu melotot. sahutnya dengan sengit:
"Apakah kau tidak melihat sendiri betapa licik mereka"
Mereka main kepung dan melakukan serangan gelap,
umpama aku terjatuh ditangan mereka, entah perlakuan apa
yang bakal menimpa diriku. Huh! setelah pernah menolong
jiwaku, jangan kau lantas menganggap diri bisa memberi
nasehat atau menegur aku dengan sembarangan saja, Tahu!"
Thio Sin Houw terbungkam, itulah jawaban yang tak
pernah diduganya, Katanya didalam hati:
"Benar perkataan Jie Cu Pang tadi, anak ini sama sekali
tak mengenal nilai-nilai budi..."
Giok Cu sendiri nampak tak perduli, ia sibuk menyusut
pedangnya pada tepi perahu, setelah mencelupkan di dalam
permukaan air, setelah bersih, ia menyarungkan dengan
cermat. Tiba-tiba saja kesengitannya hilang, kemudian tertawa
manis sekali. Katanya ramah: "Saudara Sin Houw, kau telah menolong jiwaku, aku
sangat berterima kasih kepadamu."
Itulah perubahan dan pernyataan di luar dugaan pula,
Untuk yang kedua kalinya, Sin Houw terhenyak, Tanpa
membuka mulutnya, ia memanggut, Heran dia menyaksikan
573 perangai Giok Cu. Mula mula ia berkesan lemah lembut, tibatiba
saja berubah menjadi seorang pemuda yang kejam
bengis. Dan setelah memenggali kepala lawan dan menyemprot
dirinya, kembali lagi ia bersikap manis serta lembut hati, Dia
seakan-akan manusia berhati srigala atau srigala berhati
manusia. selama hidupnya, baru untuk yang pertama kali
itulah ia berkenalan dengan seorang yang berperangai
demikian. Dalam pada itu Giok Cu memanggil A siong dan ampat
pembantunya, yang selama dalam perjalanan bertugas
mendayung perahu. Dengan upah besar, ia memerintahkan
mereka membersihkan darah yang berceceran diatas geladak.
Mereka semua kecuali takut, sesungguhnya bermata
duitan, Lagipula bukankah perahu itu, perahunya sendiri pula"
walaupun tak diperintah, merekapun bakal membersihkan juga


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

noda-noda darah itu, Maka tanpa membuka sepatah kata
mereka segera bekerja. "Setelah selesai, tolong sediakan makanan malam untuk
kita semua, inilah uangnya!" kata Giok Cu menambahkan
perintahnya kepada A siong. Tatkala itu, obor disekitar sungai telah hilang pula. Geladak
hanya dipantuli cahaya pelita remang-remang. Untuk
menghindari pandangan orang. A siong melanjutkan
perjalanan, dan menjelang fajar hari hidangan telah selesai
dimasak. Giok Cu mengundang Sin Houw dan Lim Tek Lin makan
bersama. sambil makan ia mengoceh, tetapi sama sekali tidak
menyinggung-nyinggung soal pertempuran tadi, Juga tidak
membicarakan tentang ilmu silat sedikitpun juga.
574 "Saudara Sin Houw!" katanya riang - "Angin meniup
lembut, hawa segar seolah-olah menembus perasaan kita,
apakah tidak tepat kalau kita bergadang" Kau
bersenandunglah, dan aku yang menimpali ! "
Thio Sin Houw pernah belajar memetik khim diatas gunung
Hoa-san. Senandung dan lagu, bukan merupakan hal asing
baginya, Tapi untuk melayani Giok Cu yang berperangai aneh
ini, hatinya terasa segan. sahutnya asal jadi saja:
"Sama sekali aku tak pandai bersenandung, maafkan!"
Giok Cu bersenyum, matanya berkilat tajam. Lalu
mengalihkan pembicaraan, katanya setengah memerintah:
"Kau minumlah suguhanku!"
Dengan tenang perahu penumpang itu meluncur diatas
permukaan air. Bulan yang bersemarak di udara, sudah
cenderung ke barat. itulah suatu tanda fajar hari berada
diambang. Meskipun demikian, Giok Cu dan Sin Houw masih
saja asyik berbicara dengan menenggak minumannya, Sin
Houw hidup beberapa tahun diatas gunung, ia biasa minum
minuman keras untuk mengusir hawa dingin yang meresapi
tubuhnya. Karena itu, ia dapat melayani minum beberapa cawan
banyaknya. Sebaliknya, yang mengherankan adalah Giok Cu.
Masih muda usianya, tapi kuat pula menegak beberapa cawan
minuman keras. Apakah diapun hidup diatas gunung,
sehingga minuman keras tidak asing lagi baginya "
Sekonyong-konyong Giok Cu melemparkan cawannya.
Dengan sekali menjejakkan kakinya ia meletik ke belakang
buritan dan merebut kemudi. setelah merampas pengayuhnya
pula, ia membelokkan ke kiri sehingga perahu bergeser arah.
Thio Sin Houw tercengang, Kenapa pemuda itu
575 mempunyai perangai yang bisa berubah dengan mendadak"
ia memejamkan mata dan telinga, samar-samar ia mendengar
perahu terkayuh, dan muncullah sebuah perahu yang laju
dengan sangat cepatnya. Apakah hubungannya dengan
sepak-terjang Giok Cu yang tiba-tiba menjadi kalap seperti
kerasukan roh jahat" Teka-teki itu tak usah menunggu jawabannya terlalu lama,
Begitu perahu yang bertentangan arah itu mendekati perahu
penumpang, tiba-tiba Giok Cu menggerakkan kemudinya lagi,
perahu bergeser arah dan membentur perahu yang datang
sangat laju. "Hei!" Sin Houw kaget sampai berteriak.
Sampan yang terbentur perahu A siong, memuat lima
orang. Anak buahnya mencoba mengelakkan. Tapi perahu
yang membentur sampan itu, terlalu besar perbandingannya.
Sia-sia saja mereka berusaha sekuat tenaga, Brak! Dan
bagian ujung sampan itu mendongak tinggi karenanya, ujung
lainnya tenggelam dalam. Tepat pada saat itu, tiga bayangan melesat tinggi diudara
dan mendarat digeladak perahu A Siong, Gerakannya gesit
dan ringan sekali. Kini tinggal dua orang, yang masih berada didalam
sampan. Mereka adalah juru-mudi dan pembantunya, Karena
terikat pada pekerjaannya, tak sempat lagi mereka menolong
dirinya, Dengan berteriak kaget, mereka tercebur didalam
sungai. "Tolooonnggg!" mereka berseru nyaring.
Air yang datang dari kelokan berarus deras, oleh benturan
tadi permukaan air seperti terkocak, Arus sungai berubah
menjadi gelombang-pendek tapi kuat, Dalam keadaan
demikian, juru-mudi dan pembantunya itu terseret putaran air
576 sehingga menghadapi bencana, Kalau saja terdapat sarang
buaya di dalam sungai, bakal terjadi suatu pemandangan yang
mengerikan! "Anak ini benar-benar kejam!" pikir Sin Houw didalam hati,
Dengan sekali tarik, ia menguraikan lingkaran dadung perahu,
kemudian ia menggigit ujungnya. sebentar ia menunggu
timbulnya dua orang itu yang tercebur ke dalam sungai, lalu
dengan menggigit bagian ujung dadung ia melesat tinggi di
udara. Kedua tangannya di kembangkan dan menyambar dua
orang itu yang muncul dipermukaan air, oleh pantulan dadung
yang terikat pada tiang perahu, tubuhnya balik kembali seperti
pegas. Dan dengan membawa dua orang itu pada kedua
tangannya, ia mendarat di atas geladak, indah gerakannya,
sehingga mereka yang menyaksikan kagum luar biasa.
"Bukan main!" mereka berseru tertahan. Dan diantara
seruan ketiga orang yang baru saja tiba diatas geladak,
terdengar pujian Giok Cu pula. Sin Houw meletakkan kedua orang itu diatas geladak, tak
ubah dua karung goni. Kemudian ia duduk kembali pada
tempatnya semula, Dia-diam ia mengerling kepada ketiga
penumpang sampan yang tenggelam. Yang pertama seorang laki-laki berusia kurang lebih
limapuluh tahun. Tubuhnya kurus kering dan berkumis jarang,
Yang kedua berumur kurang lebih empat puluh tahun
tubuhnya kekar dan kasar. Dan yang ke tiga seorang wanita
berumur tigapuluh tahunan. sambil tertawa guram, orang tua itu berkata kepada Sin
Houw: "Anak muda, kau hebat sekali! siapakah gurumu" siapa
577 pula namamu?" Thio Sin Houw bangkit dari tempat duduknya, dengan
memanggut hormat dia menyahut: "Orang menyebut namaku Sin Houw, Kedua tuan itu
terancam bahaya, aku jadi tak sampai hati membiarkan
mereka mati tenggelam, Maafkan atas kelancanganku, sekalikali
bukan maksudku hendak memamerkan diri."
Orang tua itu tercengang mendengar suara Sin Houw yang
bernada sopan dan halus. Kemudian ia berpaling menghadapi
Giok Cu, berkata tajam: "Pantas kau berkepala besar! Kiranya kau mempunyai
seorang pembantu, yang berkepandaian tinggi. Apakah dia
salah seorang sahabatmu?" Wajah Giok Cu berubah merah padam - tegurnya:
"Kau seorang berusia tua, kau hargai dirimu sendiri agar
tak perlu menerima cacianku yang tak enak!"
Thio Sin Houw teringat akan ketajaman lidah Giok Cu. Dia
sendiri seorang pemuda yang selalu menghargai seorang tua
diatas kehormatannya sendiri. Karena itu, hatinya tak enak
apabila menyaksikan adu mulut yang akan menyeret dirinya,
pikirnya didalam hati: "Mereka semua nampaknya bukan orang baik-baik,
rasanya tidak patut kalau aku membiarkan diriku terseret arus
..." Terus saja ia berkata tegas: "Aku dan saudara Giok Cu ini baru saja berkenalan. itupun
secara kebetulan pula, lantaran berada disebuah perahu yang
sama. Jadi, tidaklah tepat, apabila disebut sebagai suatu
578 sahabat. perkenalan bukanlah berarti persahabatan !
Meskipun demikian, ingin aku mengemukakan sebuah saran,
Apabila di antara kalian terjadi suatu perselisihan hendaklah
diusahakan agar menjadi damai saja. Dengan begitu kalian
semua tidak akan merusak sendi-sendi perdamaian yang perlu
kita himpun sesama hidup ... !"
Ini bukan saran, tapi sebuah pidato. Tak mengherankan
Giok Cu yang berwatak angin-anginan, mendadak membentak
sambil melotot: "Geladak perahu bukan lantai sebuah kuil, mengapa kau
berkothbah dan mengoceh tak keruan" Jika kau takut, pergilah
kau lompat kedarat!" Untuk yang kedua kalinya, Thio Sin Houw tertumbuk batu,
pikirnya di dalam hati: "Belum pernah selama hidupku, aku bertemu dengan
seorang pemuda sekasar dia ..."
Begitu menyaksikan sikap galak Giok Cu terhadap Sin
Houw, yakinlah orang tua itu bahwa mereka berdua memang
bukan sahabat. Keruan saja hatinya girang bukan kepalang.
serunya kepada Sin Houw: "Saudara Sin Houw! Kau tidak mempunyai tali
persahabatan dengan anak itu, bagus sekali! Aku
mengucapkan selamat. Tunggulah sebentar, kalau
persoalanku dengan anak itu sudah beres, nanti kita bicara,
Boleh kita mengikat tali persahabatan."
Thio Sin Houw tidak menjawab, ia hanya mengangguk dan
mundur keluar gelanggang. Dan orang itu lantas menghadapi
Giok Cu, berkata menyabarkan diri. "Anak! usiamu masih muda sekali, akan tetapi
perbuatanmu sangat bengis. Jie Cu Peng memang bukan
579 tandingmu tak mengapa kalau hanya kau lukai. Tapi mengapa
kau menghendaki jiwanya pula?"
"Aku seorang diri, sedang mereka berjumlah banyak.
perawakan tubuh merekapun kuat dan perkasa, Sudah begitu
mereka main keroyok pula, Kalau aku tidak melawan dengan
keras, apakah yang bakal terjadi atas diriku?" balas Giok Cu
dengan suara garang, "Kau kini mendadak menegur pula. Hmm, apakah tidak
bakal ditertawai orang karena mau menang sendiri, terhadap
seseorang yang berusia jauh lebih muda" Jika kau merasa
mempunyai kepandaian, mengapa menunggu sampai aku
sudah berhasil" coba katakan, siapakah diantara kita ini yang
lebih jujur! Aku atau kau!" Perkataan Giok Cu diucapkan dengan halus tetapi tajam,
dan orang tua itu jadi bungkam dibuatnya, Tiba-tiba seorang
perempuan tua yang berdiri di antara mereka, membuka
mulut: "Hei, anak setan! Orang tuamu itu terlalu memanjakan
dirimu, sehingga kau tak mengerti tentang adat istiadat -
siapakah ayah-ibumu" Apakah mereka tak pernah
mengajarimu, agar kau bisa menghargai orang tua yang
usianya jauh diatasmu?" "Huh!" dengus Giok Cu. "Tak usah dia perlu berusia lanjut,
kalau saja bisa menghargai diri sendiri aku tentu akan
menaruh hormat kepadanya" Orang tua semacam kalian,
harus aku hormati dan aku hargai apanya?"
Merasa kena dicaci, orang tua itu tak dapat lagi menguasai
rasa gusarnya, tangannya melayang dan menggempur hiasan
perahu, Kena gempurannya, hiasan kayu itu gempur
berantakan, 580 Melihat tenaga besi orang tua itu, Giok Cu berkata:
"Hei, kakek! siapa yang tak kenal kepandaianmu yang
hebat itu" semenjak dahulu aku tahu, Sekiranya ingin pamer
kepandaian, seyogyanya kau pertonton-kan dihadapan
sekalian paman-pamanku." Rasa gusar orang tua itu kian meluap, bentaknya:
"Hem! Kau hendak menggertak dengan menyebut pamanpamanmu"
siapa paman-pamanmu itu" Sekiranya sekalian
paman-pamanmu dan kakekmu mempunyai kepandaian, tidak
bakal membiarkan ibumu kena diperkosa orang. Tak nanti
pula kau dilahirkan sebagai anak haram!"
Meluap hawa amarah Giok Cu. wajahnya merah padam.
Tetapi diantara luapan rasa amarahnya, terdapat rasa duka,
malu dan pedih. justru demikian, kesan wajahnya mendadak
menjadi suram seram. Matanya menyala bagaikan bara api!
Laki-laki yang bertubuh kekar dan perempuan yang berada
disampingnya tertawa berkakakan melihat kesan wajah Giok
Cu. Mereka seakan-akan melihat suatu tontonan yang lucu,
Dan pada saat itu, Sin Houw menatap wajah Giok Cu, ia
nampak mengalirkan air mata. Dan melihat air mata itu, diamdiam
Sin Houw heran dan terharu, pikirnya:
"Dia lebih berpengalaman daripada diriku, mengapa ia
menangis?" Berpikir demikian, tiba-tiba Sin Houw seperti tersadar. Akh,
dia menangis lantaran terhina, pikirnya. Dia seorang diri, dan
diperlakukan rendah oleh segerombolan orang tua.
Memperoleh kesadaran ini, Thio Sin Houw merasa dipihak
Giok Cu, itulah disebabkan karena ia teringat akan nasib
sendiri, yang hidup sebagai anak yatim-piatu, segera timbul
keputusannya, hendak membantu pemuda itu.
581 Sebaliknya, orang tua itu yang sudah berhasil membuat
Giok Cu menangisi nampak jadi puas. Katanya menang:
"Hei! Apa perlu menangis" Apa gunanya" sekalipun kau
menangis seribu kali sehari, tetap saja dirimu seorang anak
yang dilahirkan dari suatu perkosaan, Bukankah begitu" Nah,
serahkan emas itu! Kamipun tidak akan serakah, kami akan
menyisikan sebagian sebagai hak hidupnya jandanya Jie Cu
Pang!" Giok Cu mendongkol sampai tubuhnya menggigil. Akan
tetapi menghadapi mereka, ia merasa dirinya tak mampu.
Dengan menangis seru, Giok Cu berteriak:
"Jika kalian hendak membunuhku, bunuhlah!
Bagaimanapun akibatnya, aku tak akan menyerahkan emas
itu!" "Hmm begitu?" dengus orang tua itu. Tiba-tiba sajar ia
menyambar jangkar besi yang beratnya dua ratus kati, Dengan
ringan, ia melemparkannya ketepi, dan perahu penumpang
lantas saja berputar-putar kena kait, Tak lama kemudian
berhenti sama sekali.

Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tak usah dikatakan lagi, bahwa pameran kepandaian
untuk yang kedua kalinya ini, membuktikan bahwa tenaga
orang tua itu memang luar biasa kuatnya.
"Nah, kau serahkan tidak emas itu...?" gertaknya,
Dengan tangan kiri, Giok Cu menyusut air matanya.
Menyahut: "Baiklah! Akan aku serahkan. Ka-lian tunggu sebentar!"
Setelah berkata demikian, ia lari memasuki gubuk perahu,
kemudian keluar lagi. Sambil membawa bungkusan sepanjang
582 guling yang nampaknya berat sekali, orang tua itu cepat-cepat
mengulurkan kedua tangannya, hendak menerima buntalan
itu. "lh! Begitu mudah!" dengus Giok Cu. Dengan mendadak
saja, ia melemparkan bungkusan itu ke dalam sungai. Hebat
akibat lemparan itu, selain menerbitkan suara hebat,
permukaan air pun muncrat tinggi diudara. Kemudian ia
menantang dengan suara nyaring: "Jika kalian berani membunuhku, nah bunuhlah aku
sekarang! Kalau kalian menghendaki emas, huh! jangan kalian
bermimpi!" Laki-laki yang bertubuh besar itu menjadi gusar bukan
kepalang, terus saja ia mengayunkan goloknya hendak
membelah tubuh Giok Cu yang menjengkelkan hatinya, sudah
barang tentu, Giok Cu tidak tinggal diam.
Serentak ia menghunus pedangnya pula, dan menangkis,
sebentar saja, mereka bertempur dengan sengit.
Laki-laki bertubuh besar lawan Giok Cu itu, bernama Wong
Bun Cit, sebagai orang yang berperawakan tinggi besar,
sudah selayaknya kalau tenaganya besar pula, Namun gerak
geriknya kaku, Goloknya menyambar-nyambar membabat dan
menabas tiada hentinya, hanya saja tak pernah dapat
menyentuh Giok Cu yang bisa bergerak gesit, Malahan
setelah mengelak dua tiga kali. Pemuda itu mulai membalas. "Tahan! Tahan dulu!" seru orang tua itu,
Mendengar seruan orang tua itu, Wong Bun Cit terus
mundur. Dan orang tua itu maju selangkah dengan pandang
tajam, katanya: 583 "Seekor harimau memang melahirkan anak harimau. itulah
kau, anak! Ayahmu memang hebat, Kalau kau sekarang bisa
berkelahi, sudah selayaknya. Hanya saja, kalau dibiarkan
lambat laun kau bisa menjadi kurang ajar, Masakan kau tidak
menghargai aku?" Tak jelas gerakannya, tahu-tahu ia sudah berada didepan
Giok Cu, Tapi Giok Cu sendiri sudah bersiaga penuh, Dengan
pedang panjangnya, ia menikam. Cepat tikamannya, sayang
orang tua itu terlalu tangguh baginya. Dengan bertangan
kosong saja, ia dapat mengelakkan diri, Kemudian mulai
merangsak. Mau tak mau, Giok Cu berkelahi dengan mundur, ingin ia
membuat suatu pembalasan, akan tetapi desakan orang tua
itu demikian cepatnya, sehingga ia tak memperoleh
kesempatan sedikit pun juga. Meskipun tangannya menggenggam pedang panjang,
namun tiada gunanya sama sekali! Dengan sekali melihat, tahulah Sin Houw bahwa orang tua
itu bukan tandingnya Giok Cu. Dalam segala hal, dia berada
diatas pemuda itu, Dan dugaannya ternyata tepat sekali.
setelah melakukan serangan sepuluh kali, lengan Giok Cu
sudah kena dicengkeramnya sehingga seketika itu juga
runtuhlah pedang Giok Cu. Dengan lengannya mendadak saja
menjadi lemas. Begitu pedangnya runtuh bergemelontangan diatas
geladak, orang tua itu menyontek dengan sebelah kakinya.
Kena sontekannya pedang Giok Cu membalik keatas. Tangan
kirinya bergerak menangkap ujungnya, kemudian tangan
kanannya bergerak dan pedang itu patah menjadi dua bagian.
Keruan saja Giok Cu kaget setengah mati, sampai wajahnya
menjadi pucat. 584 Dan orang tua itu kemudian berkata:
"Jika aku tidak memberimu tanda mata pada salah satu
bagian tubuhmu, pastilah kau makin meremehkan diriku,
jangan khawatir, aku hanya ingin menggores pipimu saja."
setelah berkata demikian, ujung patahan pedang itu bergerak
hendak menggores pipi Giok Cu. Giok Cu kaget bukan kepalang. Dengan muka pucat pasi,
ia lompat mundur, tetapi dengan mudah saja orang tua itu
dapat mengejarnya. Tangan kirinya yang memegang patahan
pedang mulai bergerak menjangkau, dan Giok Cu menjerit
ketakutan. "lh!" hati Sin Houw tercekat. "Jika pipinya yang putih halus
itu sampai kena tergores, dia bakal menderita cacad seumur
hidup!" Pada saat itu itu Giok Cu sudah berteriak lagi dengan
suara putus asa, Cepat Sin Houw menggerayangi bajunya, ia
menemukan sebuah kancing, Dan segera direnggutnya, lalu
disentilnya. "Trang!" Orang tua itu terkejut selagi hatinya girang, lantaran akan
segera bisa menggores pipi Giok Cu yang montok. Tangan kiri
yang memegang patahan pedang tergetar, lengannya menjadi
kesemutan. Dan patahan pedang yang berada dalam
genggamannya runtuh di atas geladak.
Menyaksikan hal itu, Giok Cu lega luar biasa, Kalau sedetik
tadi ia dalam ketakutan, mendadak saja hatinya kini berbalik
menjadi beringas. Sekali melompat, ia berlindung di belakang
punggung Sin Houw, dan terus saja memegang lengannya.
Lalu memaki: "Hei, kampret tua! Kau benar benar berlagak. Hayoo,
585 kemari kalau berani!" Orang tua itu sebenarnya bernama Kie Song si, dialah
pemimpin dari gerombolan perampok "Macan, Kumbang" yang
bergerak disekitar pegunungan Leng-san, ilmu andalannya
terletak pada sepasang tangannya, sehingga ia terkenal
sebagai Si Tangan Besi. selamanya belum pernah ia
bertanding dengan menggunakan senjata, dengan kedua
tangannya yang tajam mirip sebuah gunting, cukup ia merajai
disekitar wilayahnya. Sekarang, mendadak saja ia mempunyai pengalaman
baru, Karena timpukan sebutir kancing baju saja, pedang yang
berada dalam genggamannya bisa runtuh diatas geladak.
sedang lengannya jadi kesemutan pula, padahal ia memiliki
tenaga luar biasa besarnya. inilah suatu peristiwa yang belum
pernah terjadi selama hidupnya, pikirnya didalam hati:
"lh! Kenapa anak itu mempunyai tenaga sebesar ini?"
Wong Bun Cit yang berdiri di samping Su Eng Nio,
perempuan tua itu segera menyadari akan kehebatan Thio Sin
Houw, Dan Su Eng Nio mempunyai kesan yang sama pula,
pikirnya: "Emas sudah terbuang didasar sungai. Kalau terpaksa
mengadu tenaga dengan pemuda itu, nampaknya akan
berlarut-larut, apa perlunya?" Dan dengan pertimbangan itu, ia
lantas berseru: "Kie toako, sudahlah! Dengan memandang kepada
sahabat kita, Sin Houw, sebaiknya kau beri ampun saja anak
setan itu!" "Huh!" dengus Giok Cu selagi Su Eng Nio belum selesai
bicara, "Setelah melihat orang berkepandaian tinggi, lantas
saja hendak mengangkat kaki, Ih, lagakmu benar-benar lagak
586 bangsat, terhadap orang yang kiranya lemah berani main hina,
Tapi begitu ketumbuk batu, buru-buru bersedia hendak bersimpuh,
Huuu ... mentang-mentang jadi begal pasaran ..."
Bukan main tajam mulut Giok Cu, sampai Sin Houw
mengerutkan dahinya. pikirnya didalam hati:
"Anak ini benar-benar seperti seorang bocah saja, Baru
saja lolos dari lobang jarum, mulutnya sudah begini jail,
apakah dia tak bisa melihat gelagat?"
Dilain pihak kena ketajaman kata-kata Giok Cu, Su Eng nio
terdiam, ia jadi serba salah. Melayani, salah. Tidak melayani,
salah juga. Sebaliknya, si Tangan Besi Wong Bun Cit yang
berpengalaman, bisa mencari jalan lain, Katanya ramah
kepada Sin Houw: "Saudara Sin Houw, kau hebat...! Kebetulan sekali
rembulan sudah condong jauh ke barat. sebentar lagi udara
bakal terang benderang kena cahaya matahari, bagaimana
kalau kita berolah raga sebentar?"
Ketua gerombolan Macan Kumbang - Wong Bun Cit telah
menantang. Dalam hatinya, memang ingin mencoba-coba ilmu saktinya yang
telah merajai di wilayahnya, Mengingat usia Sin Houw yang
masih muda belia, ia yakin bahwa dirinya bakal menang.
Thio Sin Houw jadi bimbang, pikirnya didalam hati:
"Jikalau aku melayaninya, meskipun belum tentu kalah,
akan tetapi setelah bergerak satu-dua jurus, berarti pula aku
telah membantu Giok Cu. Kam Song Si ini, meskipun sudah keriputan, nampaknya
pendekar dan licin jalan pikirannya. Apakah gunanya aku
menanam bibit permusuhan kepadanya?"
587 Dan oleh pikiran itu, cepat-cepat ia membungkuk memberi
hormat. Katanya: "Selama hidupku, baru untuk pertama kali inilah aku
merantau. Karena itu, aku belum tahu tingginya gunung dan
tebalnya bumi, Wong susiok. Bila dibandingkan dengan
kepandaianmu kepandaianku ini sama sekali tiada arti. Karena
itu, bagaimana aku berani melayani susiok?"
Kam Song si tersenyum, pikirnya didalam hati:
"Tak kusangka meskipun masih begini muda, pandai
membawa diri, inilah kesempatan sebaik-baiknya untuk
mengundurkan diri secara terhormat." Maka berkatalah dia:
"Sahabat Sin Houw! Kau bersegan-segan terhadap diriku,
mengapa?" Tiba-tiba ia mendekati Giok Cu sambil mendelik, katanya
kasar: "Dikemudian hari, meskipun tulang tulangku telah keropos,
masih ada waktu untuk menghajarmu, tahu?" setelah berkata
demikian, ia menggapai Jie Cu Pang dan berseru:
"Mari!" ajaknya. Sekonyong-konyong Giok Cu, si mulut jail berseru:
"Hai, orang tua! Lagakmu saja seperti seorang locianpwee.
Melihat hebatnya kepandaian saudara Sin Houw,
terus saja kau mencari alasan mundur, Bukankah begitu?"
Giok Cu sengaja mengejeknya untuk melampiaskan rasa
mendongkolnya. Kecuali itu, ingin pula ia menyaksikan Kam
Song si bertempur melawan Thio Sin Houw, Didalam hati ia
percaya, bahwa ilmu kepandaian Sin Houw lebih tinggi dari
588 pada situa itu. Kam Song si jadi serba salah, dadanya panas, serasa
hendak meledak. Namun masih bisa ia menguasai diri, berkata kepada Sin
Houw: "Saudara Sin Houw! Meskipun usiamu masih muda, akan
tetapi kau mengenal arti kata suatu persahabatan. itulah
sebabnya aku memanggil saudara kepadamu, Mari! Mari kita
bermain segebrak dua gebrak saja, biar anak setan yang tak
tahu diri itu tidak mengira bahwa aku tidak mempunyai
keberanian." Thio Sin Houw sebenarnya tak senang hati pula
mendengar mulut jail Giok Cu, mendengar ucapan Kam Song
Si maka ia menyahut. "Susiok! Mengapa kau mendengarkan ocehan seorang
anak kecil" Aku kira dia hanya melepaskan kata-kata sejadijadinya
saja." "Kau tak usah khawatir, saudara Sin Houw! Akupun tidak
akan berkelahi dengan sungguh-sungguh." ujar Kam Song Si
mendesak. Dan pada saat itu, Giok Cu berkata lagi dengan suara
tajam: "Mulutmu memang bilang tidak takut, tetapi hatimu
sebenarnya berdegupan, Sekiranya tidak begitu, tanganmu
yang ganas masakan tinggal diam saja" Idiiih! Masih bisa kau
bicara tentang persahabatan segala" Tetapi memang,
memang lebih baik jangan bertempur saja! Tetapi demi Tuhan,
sampai seusia ini belum pernah aku menyaksikan kelicikan
seorang ketua gerombolan perampok seperti dirimu, Maka dari
589 itu lebih baik kau jangan bertempur saja."
Meluap hawa amarah Kam Song si . Diluar kehendaknya
sendirif tiba tiba tangannya bergerak menampar wajah sin
Houw, Akan tetapi belum sampai pada sasarannya, cepat ia
menarik tangannya kembali. Lantas berkata:
"Saudara Sin Houw, mari. Aku ingin belajar kenal dengan
ilmu kepandaianmu!" Didesak demikian rupa, Sin Houw tak dapat mundur 1agi.
segera ia lompat ketengah gelanggang, dan berkata dengan
suara hormat: "Baiklah, Hanya saja, sudilah susiok menaruh iba
kepadaku." "Kau baik sekali, sahabat Sin Houw, silahkan!" sahut Kam
Song si dengan suara menantang. Thio Sin Houw tertegun sejenak. Meskipun ia baru untuk pertama kalinya merantau seorang
diri, tetapi sejak belum bisa beringus sudah kenyang
mengenal lagak-lagu seorang pendekar.
Maka tahulah dia, apabila tetap membawa sikapnya yang
merendahkan diri terus-menerus, berarti pula merendahkan
orang tua itu. segera ia mengayunkan pukulan jurus Hok-houw
ciang yang pertama, sasaran yang dibidiknya adalah dada
lawan. Kam Song Si tercengang, Juga kedua rekannya. Tadinya
mereka bertiga mengira, pemuda itu berkepandaian sangat
tinggi. Sama sekali tak terduga, bahwa pukulannya begitu
sederhana saja, seperti diketahui jurus-jurus ilmu Hok-houw
ciang memang sangat sederhana. Pukulan-pukulannya mirip


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pukulan-pukulan ajaran pengantar ilmu silat.
590 Sama sekali tiada tipu-tipu muslihat atau keistimewaannya,
seorang pendekar rendahan pun bisa memunahkan tiap
serangannya dengan mudah. Malahan seorang tukang pukul
biasapun, akan sanggup melawan dengan baik asal saja
memiliki tenaga jasmani yang kuat, itulah sebabnya, Giok Cu
pun yang sudah merasa diri terlanjur membuka mulut besar,
kecewa bukan main sampai dahinya pucat!
Sebaliknya Kam Song Si girang bukan kepalang, Dengan
hati mantap dia mulai menyerang, setiap pukulannya di sertai
himpunan tenaga sakti, sehingga terdengar angin menderuderu.
ia yakin dapat merobohkan Sin Houw dalam tiga jurus
saja. Sekiranya tidak demikian, paling tidak akan bisa
membuat pemuda itu kelabakan. Diluar dugaan, gerakan-gerakan pemuda itu yang
nampaknya sederhana saja, ternyata gesit dan licin luar biasa,
Betapa dia menghujani pukulan-pukulan deras dengan
berbagai tipu-tipu muslihat tinggi, tetap saja tak mampu
menyentuh tubuh Sin Houw, Keruan saja ia jadi terkejut dan
terheran-heran, Dirasakannya suatu keanehan yang sangat
tak dapat dimengerti. Mengapa pukulan-pukulan dan gerakan-gerakannya yang
sederhana itu, tak dapat terkejar oleh pukulan Tangan Besi
yang termashur kecepatannya sejak puluhan tahun yang lalu"
Sama sekali ia tak pernah mimpi, bahwa diatas puncak
gunung Hoa-san, seorang petapa sakti bernama Bok Jin
Ceng, telah berhasil meniupkan nyawa baru ke dalam jurusjurus
Hok-houw ciang yang sederhana. Dan pemuda itu telah
mewarisinya dengan sangat sempurna, ia pun tak pernah
mengira pula, bahwa seorang pendekar besar lainnya
bernama Bok-siang Tojin, telah mewariskan ilmu kepandaian
"Mengejar Angin" kepada pemuda itu, Maka ditangan pemuda
itu. Hok-houw Ciang mendadak saja berubah kemujijatannya.
591 Tubuhnya berkelebatan tak ubah bayangan saja!
Keruan saja Kam Song Si makin lama makin menjadi
sibuk. Bagaimana ia berusaha, tetap saja tak dapat mendekati
tubuh Sin Houw, ia malah merasa diri kena libat terusmenerus.
Akhirnya ia berpikir didalam hati: "Teranglah sudah, bahwa ia tidak bermaksud jahat
terhadapku agar aku tak usah menanggung malu, Meskipun
demikian kalau kesudahannya aku tak dapat berbuat sesuatu,
bocah setan itu akan memperolok aku juga, Lantas bagaimana
baiknya?" Dirumun pikirannya sendiri , kesibukannya berubah
menjadi rasa cemas. Dengan serta-merta ia menghimpun seluruh
kepandaiannya, lalu melancarkan serangan dengan sungguhsungguh
dan cermat. Gerakannya dipercepat, sedang tiap
pukulannya membawa ancaman maut, Meskipun demikian,
tetap saja nihil, seakan-akan tiada bedanya dengan
pukulannya yang pertama. Pada saat itu Sin Houw berpikir didalam hati:
Sesungguhnya tidak mudah orang memiliki ilmu Tangan
Besi setinggi dia, aku harus berani mengalah, agar dia tak
usah menanggung malu menghadapi si mulut jail Giok Cu..."
Setelah memperoleh keputusan demikian, ia sengaja
menggelincirkan sebelah kakinya, seketika itu juga geraknya
menjadi lambat. Kam Song si girang melihat adanya suatu lowongan.
Tetapi didalam hati tiada niatnya hendak mencelakai pemuda
itu, ia hanya ingin merobek kain bajunya saja, artinya ia sudah
memperoleh kemenangan. Demikianlah, dengan cepat
592 diterkamnya pundak Sin Houw, Bidikannya tepat, tetapi
kesudahannya ia heran bukan kepalang, Jelas sekali
terkamannya sudah berhasil mencekeram daging, tetapi tibatiba
daging yang dicengkeramnya itu menjadi keras dan licin.
ia kaget dan cengkeramannya itu menjadi luput seperti
seorang menangkap belut yang tiba-tiba lolos dari tangannya.
jelas ia tidak mengetahui bahwa hal itu terjadi, berkat baju
mustika Bok-siang Tojin yang dihadiahkan kepada pemuda itu
beberapa tahun yang lalu. Sin Houw tahu diri, ia lantas lompat mundur sambil
berkata: "Aku menyerah!" "Akh! Kau sengaja mengalah!" sahut Kam Song Si
setengah mengeluh tetapi dengan rela hati ia tersenyum
sambil membungkuk hormat. Justru pada saat itu, si mulut jail menimbrung:
"Memang dia mengalah, kau tahu atau tidak" syukur,
apabila kau tahu!" Merah padam wajah Kam Song Si disemprot Giok Cu.
sebagai seorang pemimpin suatu perserikatan, tersinggunglah
kehormatannya, segera ia hendak membuka mulutnya untuk
mempertahankan kehormatannya, mendadak terjadilah suatu
peristiwa lain. Diseberang sungai beberapa puluh orang
datang berbondong-bondong dengan membawa obor
menyala. Mereka berteriak-teriak: "Mana anak itu" Bawa kemari! Kami ingin mengiris
dagingnya demi menenteramkan arwah Jie Cu Pang!"
Giok Cu menoleh. Melihat datang puluhan orang hendak
menuntut balas kepadanya, mau tak mau hatinya menjadi
kuncup, segera ia memepetkan tubuh kepada Sin Houw.
593 "Kam Cay Sim! Bawalah seseorang kemari !" perintah Kam
Song Si. Dengan cepat, sampai lah rombongan itu ditepi sungai.
Akan tetapi perahu A siong berada agak jauh dari tepi.
Dua orang lantas terjun kedalam air, mereka berenang
timbul-tenggelam seakan akan dua ekor ikan terbang. Dalam
sekejap saja sudah meloncat keatas geladak.
"Bungkusan emas sudah di lemparkan anak setan itu ke
dalam air, panggil teman-temanmu dan cari bungkusan emas
itu" teriak Wong Bun Cit sambil menuding kearah terlemparnya
bungkusan emas. Dan menerima perintah ketuanya mereka
berdua lantas saja terjun ke sungai lagi.
Ciok Cu yang memepetkan badannya pada Sin Houw,
menarik lengan pemuda itu dan berkata dengan suara
memohon: "Mereka hendak membunuh aku tolonglah aku!"
Thio Sin Houw menoleh, ia melihat wajah Giok Cu yang
sedih mengibakan hati. Lantas saja ia memanggut.
"Kalau begitu, kau tariklah jangkarnya selagi mereka sibuk
mencari bungkusan emas itu!" bisik Giok Cu yang merasa
bersyukur. Gerak-gerik Giok Cu sudah barang tentu tak lepas dari
perhatian Kam Song Si, segera ia bertindak, Akan tetapi ia
kalah sebat. Tiba-tiba saja Giok Cu menyambar sebuah
bangku tempat bergadang, yang terletak ditepi perahu lalu
dilemparkannya kearah ketiga musuhnya.
Inilah kejadian diluar dugaan. Su Eng Nio dan Wong Bun
Cit yang tidak menduga sama sekali bakal diserang secara
594 mendadak, tak sempat lagi mengelakkan diri, Mereka berdua
tercebur ke dalam air. Kie Song Si masih sempat menangkis sambaran bangku
itu, Dengan tangannya yang kuat bagaikan besi, ia
menangkap kaki bangku itu, Lalu dengan sekali remas kaki
bangku itu patah berantakan. Berbareng dengan itu, ia
melompat ketepi perahu. ia bebas dari serangan Giok Cu,
akan tetapi bingung melihat kedua rekannya tercebur ke
dalam sungai. Itulah sebabnya, lantaran ia tahu kedua rekannya itu tak
pandai berenang. sedangkan Kam Cay Sim dan kawannya
pada waktu itu sudah menyelam kedasar sungai, dan jaraknya
agak jauh, Tetapi ia seorang yang berpengalaman, segera ia
menjangkau sebuah bangku yang berada di tangannya, sambil
menggenggam sebelah kaki bangku itu erat-erat, Maksudnya,
agar mereka berdua dapat menyambar ujung kaki bangku
masing-masing sebelah. Kemudian segera akan dihentakkan
keatas, Tiba-tiba saja hatinya menjadi panas ketika teringat
kepada Giok Cu. Menuruti kata hatinya, tak sudi ia membiarkan anak itu tak
berbalas, Maka ia lemparkan bangku itu ke sungai sambil
berseru: "Apungkan diri kalian dengan memegang bangku itu
sebagai alat pengapung! Anak itu biarlah kuhajarnya mampus
dahulu!" Berbareng dengan seruannya, ia menyambar penggayuh
salah seorang anak buah A siong. Giok Cu pun berbuat demikian pula dengan membolangbalingkan
penggayuh itu sebagai penggada, Giok Cu
595 melindungi mukanya rapat-rapat. "Kau tariklah jangkarnya, cepat!" serunya kepada Sin
Houw. Dengan sebat sekali Thio Sin Houw menyambar tali
jangkar, kemudian dihentakkan. Dan jangkar itu terangkat naik
dari gili-gili dan melayang keperahu, Hebat perbawa jangkar
yang sedang melayang itu, Nampaknya seperti wajar saja
akan jatuh diatas geladak, Tetapi sebelum itu, mendadak saja
bisa menyelonong menyambar dada Kam Song Si.
Keruan saja orang tua itu kaget. Cepat-cepat ia melompat menyingkir Giok Cu pun berbuat
demikian pula. Dengan demikian mereka jadi berpisah. Dan pada saat itu,
perahu bergerak mengikuti arus sungai. sedang Sin Houw
menyambar jangkar yang akan jatuh di atas geladak dengan
tenang-tenang saja. Kam Song Si kagum menyaksikan tenaga Sin Houw, yang
dapat menyambut datangnya jangkar. selagi demikian, hatinya
tercekat pula melihat bergeraknya perahu makin lama makin
cepat. Kalau sampai terpisah dari kawan-kawan nya, bakal
celaka. Maka dengan sekali menjejakkan kakinya, ia melesat
ke tebing sungai. Tetapi, perahu sudah terlanjur bergerak menjauhi tebing
sungai jaraknya melebihi limabelas meter.
Dengan sekali melihat, tahulah Sin Houw bahwa orang tua
itu tak akan mampu mencapai tebing. Cepat-cepat ia
mengangkat jembatan perahu dan dilemparkan keatas air.
Waktu itu Kam Song Si sudah mengeluh. Tak dapat dielakkan
lagi, bahwa ia bakal tercebur di dalam air. selagi demikian, ia
melihat kelebatnya selembar papan di depannya.
596 Betapa girang rasa hatinya, tak ter-katakan lagi. Terus saja
ia mendarat pada papan itu, kemudian dengan menjejakkan
kakinya, ia melompat ke darat. Dalam hati ia merasa sangat berterima kasih kepada
pemuda itu, berbareng mengaguminya.
"Hai!" seru Giok Cu mendongkol, "Untuk kesekian kalinya
kau berbaik hati terhadap orang tua itu, Heh, sebenarnya kau
hendak membantu aku apa dia" Biarkan dia tercebur ke dalam
sungai, bukankah dia tidak bakal mati?"
Thio Sin Houw tahu bahwa tabiat pemuda itu aneh,
karenanya tak mau ia melayani. Terus saja ia masuk ke dalam
gubuk dan merebahkan diri. Giok Cu jadi kian mendongkol,
ingin ia mendampratnya tetapi Sin Houw bersikap
membungkam mulut. Maka terpaksalah dia merangkaki
gubuknya pula dengan muka bersungut.
***** KEESOKAN HARINYA tatkala matahari hampir condong
ke barat, sampailah perahu A siong di Sin-bun. Thio Sin Houwmenghaturkan
terima kasih kepada Lim Tek Lin, kemudian
memberikan bayaran kepada A siong. Tetapi Lim Tek Lin
mencegah. Katanya: "Jangan! Biarkan aku yang membayar."
Saudagar itu merasa berhutang budi terhadap pemuda itu.
seumpama tak ada dia, barang-barangnya bakal diludaskan
oleh perampok tadi malam. Thio Sin Houw tak mau mengecewakan kehendak Lim Tek
Lin yang ingin membalas jasa, setelah menghaturkan terima
kasih, segera ia berpamit, Di luar dugaan, Giok Cu pun hendak
mendarat pula, Kata pemuda itu kepada Lim Tek Lin:
597 "Aku juga tahu, bahwa kau tak akan mengijinkan aku pula
untuk membayar sewa perahu. Tetapi aku tak sudi kau
perlakukan demikian, Aku seorang penumpang, dan aku akan
tetap membayar." dan setelah berkata demikian, ia meraup
segenggam uang emas dan ditariknya diatas meja.
"A Siong, inilah beaya perjalananku, Kau ambillah!"
A siong sebenarnya adalah seorang mata duitan, tetapi
setelah mengenal perangai dan tabiat penumpangnya yang
muda itu, tak berani ia menerima pembayaran itu lantaran
takut kena salah. Maka dengan lagak berpura-pura bodoh, ia
menyahut: "Eh, siauw-ya, Aku tidak mempunyai uang pengembalian
..." "Siapa yang kesudian menerima uang kembalian. itu
untukmu semua!" A siong tercengang, Mulutnya sebenarnya sudah mengilar,
tetapi ia tak berani buru-buru menerima rezeki itu, ia jadi
nampak berbimbang, sahutnya dengan suara gemetar:
"Tak usah sebanyak itu ..."
"Akh! Kau juga termasuk bangsa cerewet!" bentak Giok
Cu. "Kalau kau tak mau menerima, aku akan membocorkan
perahumu!" Diancam demikian, A siong kaget seperti disambar petir,
gugup ia menyahut: "Oh, kalau begitu terima kasih."
Giok Cu kemudian membuka bungkusannya. Begitu
598 terbuka, sinar gemerlapan memantul keluar oleh cahaya
matahari. Dengan serta merta ia meletakkan di atas alas meja,
lalu dihitungnya, semuanya berjumlah tiga ratus potong emas,
ia membagi menjadi dua bagian, yang sebagian segera
dimasukkannya ke dalam bungkusan pakaiannya dengan


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cekatan. Dan sebagian lagi disorongkan ke depan Sin Houw.
"lni bagianmu!" katanya. "Apa?" Sin Houw tercengang.
Giok Cu tertawa puas, dan wajahnya mendadak saja
kelihatan manis. Katanya: "Apakah kau mengira aku benar-benar telah membuang
emas rampasan ini ke dalam sungai" Huh! Masakan aku
sebodoh itu. Mereka boleh menggerayangi seluruh dasar
sungai. Sekiranya berhasil, mereka akan menemukan
sebungkusan batu saja ..." setelah berkata begitu, lantas saja
ia tertawa geli. Thio Sin Houw menghela napas. Giok Cu lebih muda dari
pada dirinya, tetapi umur semuda itu sudah bisa mengelabui
Kam Song Si, seorang pemimpin gerombolan perampok yang
sudah banyak makan garam, Benar-benar mengagumkan!
"Saudara Giok Cu, aku tak membutuhkan uang emas itu,
Kau ambillah untukmu sendiri- Kalau tadi aku membantumu
bukan lantaran uang emasmu ...." kata Sin Houw.
"Tetapi ini pemberianku kepadamu" kata Giok Cu cepat,
"Uang emas ini, bukannya kau yang merampas. Jadi bagimu,
merupakan uang emas halal! Kenapa kau berlagak sebagai
seorang pendekar berhati palsu?"
Thio Sin Houw tetap menggelengkan kepala, ia tak mau
menerima uang emas pemberian Giok Cu.
599 Lim Tek Lin adalah seorang saudagar besar. Dalam tata
hidup persoalan harta benda, bukan merupakan hal asing
baginya, Dengan sendirinya, ia mengenal baik manusia dan
perangainya. Akan tetapi melihat kedua pemuda itu, ia heran
sekali. Yang seorang tak dapat menghargai arti uang emas, dan
yang lainnya menganggapnya masalah ringan. Yang seorang
mendesak hendak memberi, dan yang lain menolak dengan
keras. selama hidup melampaui setengah abad, belum pernah
ia melihat peristiwa demikian ! "Tak perduli kau mau apa tidak, aku harus memberikannya
kepadamu!" kata Giok Cu dengan suara nyaring, Tiba-tiba ia
melompat ke darat. Thio Sin Houw tertegun, tetapi segera tersadar, iapun
melompat memburu. Akan tetapi Giok Cu dapat berlari cepat,
Sayang, ia ketemu batunya, Dengan sekejapan saja Sin Houw
dapat melombainya. "Tunggu!" kata Sin Houw sambil memegat larinya, "Kau
bawa sajalah emasmu ini!" Giok Cu berusaha menerobos melalui samping kiri dan
kanan, namun sia-sia belaka, Tanpa mampu ia melintasi Sin
Houw, Dengan sengitnya, tiba-tiba ia menyerang muka Sin
Houw. Thio Sin Houw menangis serangan-nya, dengan tangan kiri
ia menolak, sebenarnya ia tidak menggunakan tenaga
dalamnya, akan tetapi Giok Cu kena di dorong mundur tiga
langkah. Merasa diri tak akan sanggup lolos dari pegatan Sin Houw,
mendadak saja Giok Cu menjatuhkan diri dan duduk
bersimpuh diatas tanah. Dengan tiba tiba pula ia menangis
tersedu. 600 "Apakah aku menyakitimu?" tanya Sin Houw dengan hati
cemas. ia mengira tangkisannya tadi, membuat Giok Cu
kesakitan lengannya. "Siapa bilang aku kesakitan?" seru Giok Cu sambil
melompat bangun. Dengan tiba-tiba saja ia melesat tinggi
melampaui Sin Houw yang sedang berjongkok.
Thio Sin Houw jadi tercengang-cengang, Dengan mata tak
berkedip, ia mengawasi kepergian Giok Cu yang tak lama
kemudian lenyap dari penglihatan. "Benar-benar aneh tabiatnya ...." Sin Houw bergumam
seorang diri, ia kagum akan kecerdikan pemuda itu. Tetapi ia
heran pula terhadap tabiatnya yang aneh, Dengan hati geli,
terpaksalah ia membawa bungkusan emas yang diperuntuk
kan baginya. pikirnya sambil berjalan memasuki kota:
"Tak enak hatiku, sebelum dapat mengembalikan emas ini
kepadanya. Aku membantunya semata-mata bukan karena
uangnya. Kalau aku menerima emasnya seolah-olah
menerima bagianku,Dikemudian hari, bukankah aku bisa
dituduh orang bersekutu dengan dia?"
PADA MALAM HARINYA Thio Sin Houw menginap di
sebuah rumah penginapan. Di dalam kamarnya, berbagai
pertimbangan memenuhi pikirannya. Tujuannya memasuki
wilayah perbatasan hendak mencari gurunya. Tak terduga
ditengah jalan ia menemukan suatu peristiwa yang mengikat.
Bagaimana kelak ia harus mempertanggung jawabkan
emas yang dibawanya itu kepada gurunya. Rasanya sukar ia
memberikan pertanggungan jawab, Maka makin kuatlah
ketetapannya hendak mencari Giok Cu sampai ketemu,
kemudian emas itu harus diserahkan kembali. Apabila ia
menolak, akan ditinggalkannya saja.
601 Kalau tak salah, pernah ia menyebut-nyebut nama dusun
Kie-lok cun, dan keluarganya disebut-sebut orang keluarga
Thio dari Cio-liang pay. Mengapa tidak kususul saja" pikirnya
didalam hati. Keesokan harinya, ia segera berangkat mencari jalan
menuju ke dusun Kie-lok cun, Ternyata dusun itu berada
disebelah barat gunung Leng-san. Untuk mencapai dusun itu,
setidak-tidaknya membutuhkan waktu dua hari.
Dalam usahanya mencari keluarga Thio, didusun itu Sin
Houw bertanya kepada seorang petani perempuan:
"Subo, bolehkah aku minta petunjukmu?" tanyanya.
Petani perempuan itu menatap wajahnya, dengan ramah ia
menyahut: "Tentu, Tetapi aku ini orang dusun , nak. petunjuk apa
yang akan kau minta?" "Tahukah subo, dimanakah keluarga Thio dari Cio-liang
pay bertempat tinggal ?" Mendadak saja wajah perempuan itu berubah,
keramahannya tadi lenyap. Lalu menyahut kasar:
"Aku tak tahu, cari saja sendiri ...!" setelah menyahut
demikian ia melanjutkan pekerjaannya.
Thio Sin Houw heran, apa sebab perempuan itu berubah
sikapnya" sambil berjalan, ia mencoba menebak-nebak teka
teki itu, Ditengah jalan ia bertemu dengan seorang pedagang
keliling, "Nah, mungkin dia bisa memberi petunjuk." pi-kirnya.
Lantas saja ia mendekati sambil bertanya:
"Heng-tiang, bolehkah aku numpang bertanya" Dimanakah
tempat tinggalnya keluarga Thio dari Cio-liang pay?"
602 Pedagang keliling itu berhenti, ia memperhatikan pemuda
yang menanya, kemudian menegas: "Apa perlunya saudara menanyakan tempat tinggalnya
keluarga itu?" "Aku hendak mengembalikan bungkusan titipannya."
"Kalau begitu, anda sahabatnya, bukan" sebaiknya anda
cari saja sendiri, apa perlunya bertanya kepadaku?"
Untuk kedua kalinya, Sin Houw menjadi heran. selain itu,
ada perasaan malu menyelomot lubuk hatinya. Mengapa
orang itu tiba-tiba jadi kasar. Apakah penduduk sekitar gunung
Leng-san memang manusia-manusia kasar"
Kemudian ia mencari seorang kanak kanak yang berusia
kurang dari sepuluh tahun untuk menanyakan keterangan.
seorang kanak-kanak dibawah umur sepuluh tahun, masih
bersih tabiatnya, setelah menyelipkan dua cie uang didalam
tangannya, ia bertanya ramah: "Adik, tahukah kau tempat tinggal keluarga Thio dari Cioliang
pay?" Anak itu sudah menggenggam mata uang pemberiannya,
tetapi tiba-tiba saja mengembalikannya sambil menuding:
"Kau mencari rumahnya" ItuI istana yang besar itu!" dan
setelah berkata demikian, bocah itu lari menjauhi.
Kembali Thio Sin Houw heran, Tetapi dia sesungguhnya
bukan pemuda yang tak pandai berpikir. Sejak ia bertemu dan
melihat perubahan sikap petani perempuan, segera dapat
menebak delapan bagian. Kalau saja ia minta keterangan lagi
kepada seorang pedagang keliling dan seorang bocah,
semata-mata lantaran ingin memperoleh keyakinan.
603 Bukankah orang yang memperkenalkan namanya Thio Kun
Cu dahulu itu, sepak-terjangnya bengis dan kejam, Terhadap
saudaranya sendiri, sampai hati ia membunuhnya demi
memperoleh kitab sakti warisan Gin coa Long-lun, juga Giok
Cu, adalah seorang pemuda yang kejam dan aneh tabiatnya.
Bagi orang dusun yang berwatak dan hidup sederhana,
tabiat Giok Cu yang aneh itu pastilah dibencinya.
Rumah yang disebut sebagai istana oleh sibocah cilik tadi,
sebenarnya bukanlah sebuah istana dalam arti kata yang
sebenamya, Rumah itu hanya besar dan berhalaman luas,
kesannya mentereng dan angker. letaknya disebuah bukit
yang terlindung oleh gerombol pepohonan lebat.
Dari dalam halaman yang luas, Sin Houw mendengar
suara riuh orang. Kemudian muncullah duapuluh ampat orang
petani dengan membawa pacul dan kapak. Para petani itu
berkerumun dan merundingkan sesuatu diluar pagar batu.
Kemudian masuk halaman lagi sambil berteriak-teriak:
"Hei! Kalian dari Cio-liang pay! Kalian telah membunuh tiga
orang teman kami! jangan enak-enak berpeluk lutut! Apakah
kalian boleh berbuat seenaknya" Hayo, ganti jiwa ketiga
teman kami itu ...! " Diantara mereka, terdapat delapan orang perempuan yang
membiarkan rambutnya kusut masai dan terurai. Mereka
menangis menggerung-gerung sambil memaki. Melihat hal itu,
tergeraklah hati Sin Houw, ia jadi teringat pada
pengalamannya sendiri, yang merasa diperlakukan tidak adil
oleh hidup, Maka ia mendekati, kemudian bertanya:
"Sebenarnya, apakah yang telah terjadi?"
Seseorang menoleh kepadanya. Menjawab:
604 "Saudara agaknya seorang pendatang, pastilah tidak
mengetahui apa yang telah terjadi. Keluarga Thio dari Cioliang
pay merupakan tataran tinggi diantara penduduk sini,
sejak dahulu keluarga itulah yang memegang kendali
penghidupan. Mereka semua pandai berkelahi, sehingga
menjagoi wilayah sini," Seorang lain lagi, menambahkan keterangan itu:
"Mereka keluarga tuan tanah yang bengis, kekayaan
mereka adalah himpunan darah kami, Kemarin mereka
mendatangi nenek Jung Cin, menagih uang sewa tanah -
nenek Jung Gin minta waktu pelunasan pembayaran sewa
tanah dalam beberapa hari saja, Mereka menjadi gusar, nenek
yang sudah keropos tulang belulangnya itu, didorongnya
dengan kasar. Tentu saja kena dorong mereka, ia mundur sempoyongan
dan jatuh terbalik. Kepalanya membentur batu, dan ia mati
pada saat itu juga, Anak dan keponakan nenek Jung Cin
menuntut balas, mereka melabrak dengan nekad tetapi kena
dihajar roboh sehingga luka-luka berat. Apakah tindakan
mereka itu tidak kejam?" Selagi orang itu memberi keterangan kepada Thio Sin
Houw, seorang petani lain sedang menumbuk-numbukkan
bajaknya pada pintu depan yang tertutup rapat, Dan pemudapemuda
lainnya melempari batu. Sekonyong-konyong terbukalah pintu depan, dan sesosok
bayangan melesat keluar, sebelum orang-orang melihat tegas
bayangan itu, tujuh orang temannya telah roboh terpelanting,
kepala mereka bermandikan darah! "Dia keji sekali!" pikir Sin Houw yang lantas menajamkan
matanya, agar memperoleh penglihatan yang lebih jelas lagi.
605 Bayangan itu berperawakan jangkung kurus, kulit mukanya
bersemu kuning, Dengan sepasang alisnya yang berdiri tegak,
siapa saja akan segera memperoleh kesan bahwa dia seorang
pendekar yang memiliki ilmu kepandaian sangat tinggi.
"Kalian benar-benar sekumpulan anjing dan babi!"
bentaknya dengan garang . "Mengapa kalian merusak rumah
kami" Apakah kalian tak mengenal aturan ?"
Biasanya, orang memaki untuk memperoleh jawaban.
Tetapi sebelum para petani sempat membuka mulutnya, dia
bergerak lagi dengan gesit. Tujuh orang terlempar jatuh
menungkurup ditanah. "Hebat tenaga orang ini," pikir Sin Houw, "seperti potongan
jerami saja ia melemparkan orangi pastilah dia adalah salah
seorang keluarganya Giok Cu, Kalau dia dahulu menyertai
Giok Cu tak perlulah aku membantunya. Kegesitan dan
kekuatannya, bisa menandingi Kam Song Si dengan leluasa
sekali ... " Pada waktu itu, seorang petani berusia kurang lebih empat
puluh tahun, memajukan diri, ia diikuti oleh dua orang pemuda
yang berdiri di sampingnya - kata orang itu:
"Kalian telah membunuh orang. Apakah kami hanya
berhak menabuh kentongan saja" Benar, kami ini sekumpulan
manusia-manusia miskin, tetapi kami bukan sekumpulan
anjing atau babi seperti katamu itu, jiwa kamipun sama
harganya dengan jiwa kalian!Hidung sama-sama satu, dan
telinga sama-sama dua ..." Orang jangkung kurus itu tertawa mendengus. sahutnya:
"Jika belum aku bunuh beberapa orang lagi, rasa-rasanya
kalian anjing-anjing ini masih saja menyalak terus."
606 Sekali berkelebat, ia menangkap petani yang membuka
mulutnya itu, Tiba-tiba tubuhnya kena dijunjung tinggi.
Kemudian dilemparkan keluar pagar batu.
"Enyah!" bentaknya nyaring.
Kedua orang pemuda yang menyertai petani itu, menjadi
gusar, Berbareng mereka menyerang dengan paculnya, Yang
diserang menangkis dengan tangan kirinya, dan kedua pacul
mereka kena dihentakkan tinggi diudara lalu jatuh di atas
tanah, selagi mereka berdiri terkejut, orang jangkung kurus itu
sudah berhasil menangkap tengkuknya masing-masing,
Kemudian diangkatnya tinggi-tinggi dan dilemparkan kearah
sebuah batu besar, Jelas sekali maksud orang jangkung kurus
itu, dia hendak menghancurkan kepala mereka pada batu,


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Keruan saja gerombolan petani-petani lainnya menjerit kaget.
Thio Sin Houw mengambil keputusan hendak melihat
gelagat dahulu, meskipun hatinya ikut menjadi panas
menyaksikan kelakuan orang jangkung kurus itu, pikirnya:
"Aku ingin bertemu dengan Giok Cu, kalau belum-belum
aku menerbitkan perkara, bukankah bakal menghadapi
kesukaran?" Tetapi pada waktu itu, dia melihat melayangnya tubuh
kedua pemuda itu hendak terbentur pada batu, Kalau
dibiarkan saja, kepala mereka berdua bakal pecah
berantakan. Meremanglah bulu tengkuknya, Mendadak ia lupa
kepada segala pertimbangannya. Terus saja ia melesat dengan menggunakan ilmu mengejar
angin ajaran Bok-siang Tojin, lantaran kesempatannya yang
sempit. Dengan kedua tangannya, ia menangkap tubuh
mereka berdua dan diturunkan perlahan-lahan diatas tanah.
Orang jangkung kurus itu terkejut, pikirnya didalam hati:
607 "Anjing-anjing dan babi-babi itu berani memasuki
pekaranganku, tak tahunya mereka mempunyai jago
andalan..." memperoleh pikiran demikian, ia membentak
sengit: "Hei, sahabat! Apakah kau jago undangan mereka untuk
mempersulit kami." Thio Sin Houw memutar tubuh, membungkuk hormat
sambil menjawab: "Maafkan kelancanganku, sebenarnya tiada sangkutpautku
dengan mereka. Kalau aku mengulurkan tangan,
semata-mata karena melihat adanya ancaman jiwa, saudara
mempunyai kepandaian begini tinggi, kenapa adatmu tiada
beda dengan orang-orang dusun itu?"
Menyaksikan sikap hormat Sin Houw, orang jangkung
kurus itu heran. ia pun mendengar tutur-kata Sin Houw yang
diucapkan dengan halus. ia memuji pula kepandaiannya. Rasa
curiga dan marahnya lantas saja lenyap sebagian. Tanyanya:
"Sebenamya siapakah kau, sahabat" Apa sebab kau ikutikutan
pula mengunjungi rumah kami?" "Namaku Sin Houw, salah satu sahabatku mungkin tinggal
disini..." "Siapakah sahabatmu itu" Akupun merupakan salah
seorang anggauta keluarga Thio dari Cio-lang pay."
"Sahabatku itu bernama Giok Cu, usianya kurang lebih
delapan atau sembilan belas tahun. Parasnya cakap sekali,
dan mengenakan pakaian seorang pelajar."
orang jangkung kurus itu lantas manggut memaklumi,
kemudian berputar menghadapi gerombolan petani yang
belum bubar juga, Dengan sikap bengis ia menantang:
608 "Apakah kalian hendak mencari mati " Mengapa masih
saja berkumpul disini." Melihat Sin Houw berbicara dengan si orang jangkung
kurus itu seperti sahabat lama, gerombolan petani jadi
bimbang hatinya, Mereka melihat, Sin Houw berkepandaian
tinggi pula, Maka seorang demi seorang lantas memutar tubuh
dan pergi. sebentar saja, mereka telah bubar seperti
sekawanan burung sawah kena halau. "Sahabat, mari masuk!" undang si jangkung kurus.
Thio Sin Houw menerima baik undangan itu. segera ia
mengikutinya dari belakang, memasuki halaman rumah yang
luas, Rumah itu sendiri, memang seperti istana, Berpendopo
luas dan bertiang sentausa, Di dinding tengah, terbacalah
sederet tulisan yang berbunyi: Thio Kan Thong, lahir dan mati
seorang diri! Alangkah sombong bunyi tulisan itu, akan tetapi penuh
keyakinan akan kekuatan diri sendiri. Thio Sin Houw segera
menyiratkan pandang kepada perabotan rumah yang serba
mentereng. Diam-diam ia heran. pikirnya:
"Perabotan ini terdiri dari barang barang mahal, sedang
rumah ini berada di dusun. perlengkapan demikian kalau
bukan karena besarnya pengaruh, pastilah lantaran
kekejamannya memaksa penduduk untuk mencari alat
mengangkutnya. Seumpama kedua-duanya tidak, tentunya
keluarga ini kaya raya sehingga mampu membeli dan
mendatangkan perabot rumah yang mahal-mahal dari jauh."
Thio Sin Houw menyadari bahwa hati tuan rumah masih
merasa tak senang terhadapnya, walaupun nampaknya ia
ramah, itulah sebabnya., ia bersikap merendahkan hati dan
berhati-hati. 609 "Aku harap saudara mau memanggil sahabatku Giok Cu,
agar aku bisa menyerahkan barangnya." katanya mencoba.
"Giok Cu adalah adikku," sahut orang itu, "aku sendiri
bernama Kun Jie, Adikku sedang bepergian, kau tunggulah
sebentar!" Sebenarnya Thio Sin Houw tak sudi berada didalam rumah
keluarga itu lama-lama, tetapi ia harus mengembalikan
bungkusan emas itu kepada Giok Cu, maka terpaksalah ia
menyabarkan diri, Namun sampai siang hari, Giok Cu tak
muncul-muncul juga, ia menjadi gelisah.
Apakah bungkusan emas itu diserahkan saja kepada Kun
Jie" Akh, rasanya kurang kena, ia berpikir pulang-balik.
Dalam pada itu Kun Jie memanggil para pembantu rumah
tangganya, menghidangkan makan siang, Lezat laukpauknya,
terdiri dari masakan daging babi dan ayam. Benar-benar
keluarga itu memiliki harta bertimbun, Sin Houw menggurumiti
hidangan makan siang itu dengan berdiam diri. Dalam hati, ia
mencoba menjauhkan kesan-kesannya yang buruk. Namun, ia
tetap seorang pemuda jujur, Makin ia berusaha menjauhi,
makin merumunlah kesan kesan buruknya.
Sampai matahari condong ke barat, Giok Cu belum juga
muncul. Habislah sudah kesabarannya, Lantas ia meletakkan
bungkusannya diatas meja, Sekarang, ia memutuskan hendak
menyerahkan barang itu kepada Kun Jie saja, Bukankah dia
salah seorang anggauta keluarganya" Dan yang penting
didalam hal ini, yalah jangan sampai dirinya membawa-bawa
emas yang tidak syah. Maka katanya:
"Saudara Kun Jie! inilah bungkusan milik adikmu, Tolong,
sampaikan kepadanya, sekarang idzinkan aku ..."
Belum selesai ucapannya, ia mendengar suara orang
610 tertawa riuh datang dari luar rumah. Diantaranya terdengar
suara tertawa seorang perempuan, ia merasa kenal bunyi
tertawa itu, lantas saja ia menoleh. Bukankah itu suara tawa
Giok Cu" Dan benarlah dugaannya. Di antara mereka,
nampak Giok Cu berjalan bergandengan.
"Ha, itulah! Adikku sudah pulang!" kata Kun Jie. ia bangun
dari kursinya dan keluar pendopo hendak menyambut
kedatangan mereka, Sin Houw pun akan ikut serta, akan tetapi
Kun Jie buru-buru mencegahnya. Katanya dengan suara
memerintah: "Saudara Sin Houw, duduk sajalah ditempatmu!"
Thio Sin Houw heran. Akan tetapi ia tak dapat
membangkang kehendak tuan rumah. setelah menunggu
sekian lamanya, tetap saja Giok Cu tak muncul dihadapannya,
sebaliknya yang menemuinya lagi adalah Kun Jie. sewaktu
hendak minta penjelasan, Kun Jie berkata ramah:
"Adikku sedang ganti pakaian. sebentar lagi ia akan keluar
menemui saudara." Pemuda itu ternyata masih harus menunggu sampai sekian
lamanya, sampai kemudian Giok Cu muncul dengan wajah
nampak berseri-seri, Katanya setengah berseru:
"Saudara Sin Houw! Aku sangat girang, kau sudi
mengunjungi rumahku." "Kau lupa membawa bungkusanmu .." sahut Sin Houw
sambil menuding kepada bungkusan yang tadi diletakkan di
atas meja. Melihat bungkusan itu, wajah Giok Cu berubah. Tegurnya:
"Ternyata kau benar-benar tidak menghargai aku."
611 "Bukan begitu." sahut Sin Houw cepat, "Nah, sekarang
idzinkan aku pergi." segera ia bangkit dari kursinya dan
membungkuk hormat untuk berpamitan. Tetapi Giok Cu
menolak pemberian hormatnya , ia menekap pergelangan
tangan Sin Houw, Berkata: "jangan! Kularang kau pergi!"
Sin Houw kaget berbareng heran. ia merasakan tangan
Giok Cu sangat lunak. "Ada satu hal yang hendak kutanyakan kepadamu,
saudara Sin Houw, Maka kuharap kau sudi bermalam disini!"
"A... aku mempunyai urusan penting, tak dapat aku
bermalam disini... kelak, kalau urusanku sudah selesai aku
akan singgah dan bermalam disini." Sin Houw menolak
dengan suara gugup. "Tidak! Kau harus bermalam disini ...!" Giok Cu memaksa.
Tiba-tiba Kun Jie yang selama itu duduk diantara mereka,
menimbrung: "Kalau saudara Sin Houw memang mempunyai urusan
penting, tak dapat kita memaksanya. janganlah kita
menghambat perjalanannya." Giok Cu bersungut, wajahnya muram - setelah menyenak
napas, ia berkata mengalah: "Baiklah, kalau kau hendak segera berlalu. Tetapi bawalah
bungkusan ini serta, saudara Sin Houw, Rumahku memang
tak pantas, dari itu kau tak sudi bermalam disini. Artinya kau
tidak menghargai aku, Baiklah ... silahkan!"
Sin Houw jadi berbimbang-bimbang, Hatinya merasa tak
612 enak membuat kecewa kenalannya itu yang bermaksud baik,
Tetapi ia harus cepat-cepat berangkat mencari gurunya,
setelah berdiri menimbang beberapa saat lamanya, akhirnya
ia memutuskan: "Saudara Giok Cu, kau sangat baik kepadaku, Baiklah,
biarlah malam ini aku menginap disini."
Mendengar keputusan Sin Houw, maka Giok Cu menjadi
girang bukan kepalang, wajahnya berubah berseri-seri dan
terus saja ia berteriak memanggil para pembantu rumah
tangganya, memberi perintah: "Kau sediakan makanan dan minuman hangat!"
Kun Jie nampak tak senang hati mendengar keputusan Sin
Houw, Meskipun demikian, ia tak meninggalkan tempat itu,
Masih saja ia duduk menemani mereka. Hanya saja, ia
bersikap membungkam. Giok Cu sangat gembira. ia berbicara
tentang senandung, tentang dongeng rakyat, kepercayaan
penduduk, ilmu silat dan lain sebagainya.
Sebab pada waktu itu pikirannya sedang risau hendak
menyusul gurunya yang berada dimedan perang secepatnya
maka terhadap seni budaya dan segala yang diceritakan oleh
Giok Cu, ia merasa kurang tertarik. pikirnya:
"Giok Cu ini luas pengetahuannya, akan tetapi tabiatnya
aneh ..." Sebaliknya perhatian Kun Jie berbeda dengan adiknya,
nampaknya ia paham benar akan ilmu silat, Akan tetapi
mengenai seni budaya, ia buta sama sekali - jelas sekali, ia
menjadi muak mendengarkan obrolan Giok Cu tentang seni
budaya dan lain sebagainya. Namun tetap saja ia duduk diatas
kursinya. Lambat laun, Sin Houw menjadi perasa, setiap kali ada
613 kesempatan, ia mengalihkan pembicaraan kepada ilmu silat.
Kun Jie lantas merasa memperoleh tempat, Dengan penuh
semangat, ia lantas menyambung. Akan tetapi baru saja
setengah jalan, Giok Cu memotongnya dan kembali lagi Giok
Cu membicarakan seni budaya atau ilmu perang.
Mau tak mau Sin Houw merasa diri seakan-akan dipaksa
untuk mengenal tabiat dan perangai mereka berdua. Giok Cu
seorang pemuda periang hati, ia berbicara dengan
perasaannya. Sebaliknya Kun Jie, dia pendiam dan angkuh,
walaupun katanya kakak Giok Cu, namun nampak nya ia
segan terhadap adiknya itu. Terasa sekali ia selalu menghindar bentrokan-bentrokan.
Malahan manakala Giok Cu menegurnya, tak berani ia
membantah. Tak terasa sore hari datang diam-diam, hidangan sore
segera di antarkan para pelayan. Masakannya, minuman dan
lain sebagainya lebih lengkap dan hebat dari pada siang hari
tadi, semua serba istimewa. setelah makan, Giok Cu yang berada dalam keadaan
gembira, segera hendak melanjutkan pembicaraan. ia ingin
berbicara sebanyak-banyaknya. Tentu saja menurut seleranya
sendiri. Sin Houw sebenarnya bersedia melayani. sebagai
seorang tamu, kedudukannya berada dibawah tuan rumah.
Tetapi melihat Kun Jie yang nampak tersiksa, ia jadi tak enak
hati. Maka cepat-cepat ia berkata: "Saudara Giok Cu, aku lelah. Perkenankan aku beristirahat
terlebih dahulu." Giok Cu nampak kecewa, tetapi segera ia sadar.
Menyahut: "Saudara Sin Houw, sejak kanak-kanak, aku hidup di
dusun. jarang sekali dirumahku ada tamu seperti kau. Malahan
614 untuk yang pertama kali inilah, aku mempunyai tamu sendiri.
Begitu gembira dan terima kasih hatiku, sampai ingin mereguk
dan menikmati semua perasaanku sekaligus. Maafkan
perangaiku yang tak tahu diri ini. sebenarnya, aku ingin
menyalakan lampu sebesar besarnya untuk mengajakmu
berbicara, Tetapi ternyata kau lelah. Baiklah, esok hari saja
kita ngobrol lagi." "Saudara Sin Houw! Mari kau tidur dikamarku saja." tibatiba
Kun Jie mengajak. "Apa?" Giok Cu melotot, "Dalam kamarmu, mana ada
tempat untuk tetamu " Biarlah dia tidur dikamarku!"
Wajah Kun Jie berubah. "Apa?" menegas, seolah-olah tak percaya kepada
pendengarannya sendiri. "Ya, Kenapa?" sahut Giok Cu. "Aku sendiri, biarlah tidur
bersama ibu." Kun Jie bungkam. Tetapi ia tidak senang mendengar
ketetapan itu, Tanpa berkata lagi, ia meninggalkan ruang
tamu, Dan kembali lagi Sin Houw menjadi tak enak hati.
"Maafkan dia, orang dusun memang kerap kali kasar." Giok


Golok Halilintar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cu mengomel. "Akupun orang desa. Tak perlu kau memikirkan diriku
berlebih-lebihan..." kata Sin Houw mencegah.
Giok Cu tersenyum. sahutnya tak perduli:
"Kau ikutlah aku." Dengan membawa lentera ditangan ia mendahului
615 berjalan. Sin Houw mengikuti dari belakang, ia dibawa berjalan
melintasi dua pekarangan dalam. sampai di ruangan ketiga,
Giok Cu membelok kearah utara melalui lorong rumah yang
agak panjang, Dan setelah melintasi dinding batas pagar
halaman, sampailah ia pada sebuah kamar yang pintunya
segera dibukanya, Eh, benar-benar seperti istana raja-raja,
bentuk rumah keluarga Thio dari Cio-liang pay ini, pikir Sin
Houw didalam hati. Dan begitu pintu terbuka, mata pemuda itu silau. Bau
harum menusuk hidungnya. Kamar itu terang-benderang oleh nyala limabelas lampu
antik.Masing-masing terbuat dari bahan perak. Api menyala
terang, Pada tembok sebelah kiri, tergantung sebuah lukisan
pemandangan alam yang indah. Dan tempat tidurnya,
merupakan perabot yang mahal harganya.
Didepan ranjang terdapat sebuah meja kecil model
kerajaan Song, kemudian sebuah jairibangan dengan bunga
yang harum semerbak. Didekatnya berdiri sebuah kurungan
persegi panjang dengan dua ekor burung nuri yang selalu
bergerak gerak. Sejak kanak-kanak Sin Houw tak pernah mempunyai
kesempatan melihat tata indah, setelah hidup sebagai yatim
piatu, ia berada diatas gunung. Tak mengherankan, melihat
keindahan itu ia menjadi kagum dan benar-benar merasa
seperti berada dalam sebuah istana.
"inilah kamarku," kata Giok Cu. "Malam ini kau tidur saja
disini." setelah berkata demikian, ia keluar kamar tanpa
menunggu ucapan tamunya. Thio Sin Houw lantas memeriksa seluruh ruangan kamar
dengan cermat, ia merasa biasa hidup dikejar-kejar lawan.
Dan seringkali pula melihat tata muslihat orang. Maka
terhadap sesuatu yang baru dan asing, ia selalu menaruh
616 curiga. Apabila tiada kesan-kesan yang mencurigakan, segera ia
menutup pintunya, Kemudian perlahan-lahan ia
membaringkan diri, Mendadak ia mendengar daun pintu
diketuk hati-hati dari luar. "Siapa?" ia bangkit. Pintu terbuka perlahan-lahan. Kemudian muncul seorang
pelayan cantik berusia enam belas tahun. wajahnya sedap
dan nampak cerdik. ia datang dengan membawa sebuah
nampan. "Thio sianseng, sebelum tidur silahkan makan bubur halus
lebih dulu, Kami juga membawa seguci arak." kata pelayan itu
dengan suara halus. Dan ia meletakkan guci arak diatas meja.
Selamanya, belum pernah Sin Houw bergaul atau
berbicara ramah dengan seorang gadis cantik. Gadis cantik
yang pernah dilihatnya dulu hanyalah kekasih paman gurunya,
sedang yang pernah bergaul rapat dengannya, Lie Hong
Kiauw -seorang gadis dusun yang kebenaran berparas biasa
saja. Keruan saja melihat seorang gadis rupawan memasuki
kamarnya - ia menjadi likat, ia membalas tersenyum dengan
muka bersemu merah. "Namaku Ong Wu Lan, panggil saja namaku Wu Lan."
gadis itu memperkenalkan diri sambil tertawa manis. "Aku
diperintahkan majikan untuk melayani siangkong, Apabila
siangkong memerlukan sesuatu, jangan segan-segan
memanggil. "Aku ... eh ... aku untuk sementara tak memerlukan
sesuatu." sahut Sin Houw kaku, Memang tiada acara lain pada
malam itu, kecuali hendak tidur. 617 "Baik, Kalau begitu perkenankan aku mengundurkan diri."
kata Ong Wu Lan, ia membalikkan tubuh hendak berlalu. Tibatiba
ia berputar menghadap lagi, sambil berkata: "Oh, ya. Yang
membuat "bubur halus itu, majikan sendiri. siangkong silahkan
makan, pasti istimewa..." Thio Sin Houw tercengang, ia seperti merasa ada sesuatu
yang meraba kedua belah pipinya, sehingga ia tak mengerti
apa yang harus dikatakan. Ong Wu Lan waktu itu telah
menjauhi sambil tertawa perlahan, kemudian menutup pintu
dengan hati-hati sebelum tubuhnya hilang dari penglihatan.
Sin Houw menghela napas yang terasa menjadi sesak.
Tanpa mengacuhkan semangkok bubur itu, ia melompat
diatas tempat tidur, segera berselimut Dan begitu berlimut,
bau harum menusuk hidungnya. "Apakah pemuda diseluruh dunia ini, selain aku menaburi
wewangian di atas tempat tidurnya?" pikirnya didalam hati,
Dan karena pikiran itu, ia jadi malu sendiri merasa diri jorok,
Dan selagi pikirannya dirumun persoalan itu, ia telah tertidur
pulas dengan tak setahunya sendiri.
THIO SIN HOUW kini adalah seorang pemuda yang
berilmu kepandaian tinggi. Meskipun sedang tidur lelap, panca inderanya perasa
sekali. Menjelang tengah malam, tiba-tiba ia tergugah oleh
kepekaannya sendiri. ia seperti mendengar suara, lantas saja
dilemparkannya pandangnya pada jendela yang berada
didepannya. "Tuk - tuk - tuk!" Daun jendela terketuk perlahan tiga kali,
Kemudian terdengar seseorang tertawa lembut. setelah itu
618 terdengar bisiknya: "Saudara Sin Houw! Apakah kau masih berkelana dalam
alam mimpimu" Lihatlah, bulan menerangi bumi, Malam
begini, sungguh sayang kalau dilalui -tanpa bergadang terlebih
dahulu. Keluarlah, alam sangat indahnya ..."
Segera Sin Houw mengenali suara Giok Cu. ia
menajamkan penglihatannya, Diluar jendela, cahaya bulan
nampak cerah. Terus saja ia melompat bangun. Sambil
memperbaiki letak pakaiannya, ia menyahut:
"Baik, Tunggu sebentar!" Sejak memasuki rumah keluarga Thio, diam-diam
perhatiannya tergerak, sekarang ia menyaksikan untuk ke
sekian kalinya, lagak lagu tuan rumah yang aneh, Terdorong
oleh rasa ingin tahu, terus saja ia membuka daun jendela.
Kemudian melompat keluar. Ternyata di depan kamar itu
adalah sebuah taman bunga yang sedang bermekaran.
"Mari!" ajak Giok Cu yang berada tujuh langkah didepan,
Sambil membawa guci arak, ia berjalan mendahului. Sin Houw
lantas mengikuti tanpa membuka mulut, sambil menebarkan
matanya. Cekatan Giok Cu membawa Sin Houw keluar taman,
setelah berada di luar taman, ia berlari-lari cepat menuju ke
sebuah bukit yang berada disebelah barat daya. Pagar batu
diloncatinya, dan sepak terjangnya seakan-akan tidak
menghiraukan segalanya. Thio Sin Houw terus mengikuti dengan tetap berdiam diri,
iapun meloncati pagar dinding itu, Giok Cu sendiri tidak pernah
menoleh. setelah sampai di puncak bukit, ia menikung dua
kali, Dan tibalah pada suatu tempat yang berpemandangan
luas. Dingin halus meraba tubuh, dan kebun bunga mawar
619 yang sedang bermekaran menebarkan keharumannya,
jenisnya merah merekah dan putih bersih bercampur-baur
seperti tersulam. Di tengah bulan cemerlang, alangkah jadi
indah bersemarak. "indah benar tempat ini, Mirip sebuah pertapaan!" seru sin
Houw kagum didalam hati, Lalu berkata:
"Saudara Giok Cu, apakah aku sedang bermimpi?"
"Tidak!" sahut Giok Cu sambil tertawa manis. "Bungabunga
ini, aku sendiri yang menanamnya. Kecuali ibu, para
pelayan perempuan, aku larang memasuki petamanan ini."
"Kenapa?" Sin Houw heran.
"Laki-laki terlalu kasar bersin-tuhan dengan bunga."
"Akh!" Sin Houw terkejut, "Kalau begitu, tak berani aku ..."
"Aku yang membawamu kemari. siapapun tak dapat
melarangnya." potong Giok Cu cepat sambil tertawa, ia
melanjutkan perjalanan menyeberangi petamanan bunga.
Setelah mendaki gundukan pendek, nampaklah sebuah
rumah kecil muncul di antara gerombolan bunga sedap
malam. Di rumah kecil itulah tujuan Giok Cu terakhir ia
mempersilahkan Sin Houw duduk diserambi depan.
"Apakah kau pernah merasakan arak simpanan yang
sudah puluhan tahun?" Sin Houw menggelengkan kepalanya, bersenyum.
"Kau cicipilah barang dua mangkok, nanti kau bakal
ketagihan." Thio Sin Houw tertawa, ia melayangkan pandangnya ke
620 bawah. suatu keindahan meresap didalam dirinya, Tidak
hanya itu, dirasakannya suatu kehangatan yang manis sekali.
Entah apa sebab-nya. Dan untuk beberapa saat lamanya, ia
berdiri terpaku. "Sekarang aku akan meniup seruling, kau boleh mencicipi
arak Bara Naga 9 Bentrok Para Pendekar Karya Gu Long Bukit Pemakan Manusia 1
^