Pencarian

Hikmah Pedang Hijau 13

Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long Bagian 13


Thian-hud-hang-mo-ciang.
ia sambut pukulan tersebut dengan keras lawan keras.
Tatkala dua gulung angin pukulan yang dahsyat itu bertemu terjadilah benturan dahsyat. debu pasir beterbangan, hampir sebagian besar ruang bawah tanah itu tergetar hancur berserakan.
Kali ini Leng-yan-hong, si nenek berambut putih, terdesak mundur sampai lima langkah ke belakang.
Matanya melotot makin besar, rambutnya yang beruban sama menegak, sungguh ia tidak percaya pemuda yang pernah dihajar sampai terluka pada tiga bulan yang lalu, sekarang ternyata memiliki kekuatan yang jauh lebih dahsyat daripadanya.
Kekalahan beruntun ini membikin hatinya penasaran, sambil berpekik nyaring, ilmu jari sakti Soh-hun-ci yang paling diandalkan lantas dikeluarkan, dengan sepenuh tenaga ia incar jalan darah Sian-gi-hiat di tubuh musuh.
Nyonya agung setengah baya yang telah mendusin dari pingsannya serta Tian Wan-ji dan kawanan Piausu dari Yan-keng-piau-kiok serentak berseru kuatir.
Namun Tian Pek sendiri sama sekali tidak panik, dengan lima langkah Cian-hoan-biau-hiang-poh ia menggeliat ke samping dan tahu2 sudah lolos dari ancaman.
"Criitt!" dengan manerbitkan suaas nyaring, tenaga jari si nenek mengenai sasaran yang kosong, sebuah lubang segera muncul di dinding batu yang berada jauh di belakang sana.
Setelah terhindar dari serangan maut itu, dengan ilmu langkah Cian-hoan-biau-hiang-poh, Tian Pek segera memburu ke belakang nenek itu, untuk kesekian kalinya ia menghajar lagi punggung si nenek.
Nenek berambut putih itu seorang yang tinggi hati, bukan saja ilmu silatnya tinggi, pada hsti2 biasa jarang sekali ada orang yang mampu menandinginya, dengan ilmu
Soh-hun-ci, menurut perkiraannya Tian Pek pasti tak mampu menghindarkan diri andaikan tidak mati pasti juga akan terluka parah. Tapi kenyataannya baru saja serangan tersebut dilepaskan, tahu2 dia kehilangan jejak musuh.
Untuk sesaat nenek itu jadi melengak. Pada saat itulah mendadak dirasakan hawa panas menyambar dari belakang.
Segera ia merasakan gelagat jelek, cepat ia mengelak, tapi tetap terlambat, segera pundak kiri terasa seperti dibakar oleh besi panas, sakit sekali rasanya, menyusul tubuhnya lantas tergetar ke depan, ia menjerit kaget dan ter-huyung2 ke depan, "Blang", ia menumbuk dinding.
Kontan kepalanya jadi pening tujuh keliling. matanya berkunang2 dan dadanya jadi sesak, sampai lama Leng-yan-hong tak sanggup berkutik.
Ilmu sakti yang tercantum dalam kitab Soh-kut-siau-hun-pit kip memang hebat, untuk pertama kalinya Tian Pek praktekkan ilmu sakti itu dan hasilnya benar2 di luar dugaan. Hanya satu gebrakan si nenek berambut putih, salah satu dari tiga malaikat maut telah terhajar sampai terluka parah.
Jeritan kaget dan seruan tercengang seketika berkumandang, baik kawan maupun lawan, semua tercengang oleh kelihayan Tian Pek, siapapun tak mengira pemuda yang masih hijau ini ternyata mampu melukai si nenek yang lihay itu.
Dalam pada itu, kakek berambut panjang yang berada di samping telah meraung gusar menyaksikan si nenek berambut putih terluka.
Kakek berjenggot ini bernama Kiu Ji-hay, dia adalah kekasih dan suami nenek berambut putih itu, maka dapat dibayangkan betapa rasa gusar si kakek.
Di tengah bentakan kakek berjenggot panjang itu menghimpun tenaga dalamnya pada telapak tangan kanan, telapak tangan terpentang lebar sebagai roda, dari telapak tangan terpancar hawa berpusar yang keras.
Tian Pek terkesiap, bahkan para hadirin juga terperanjat.
Buyung-hujin, Tian Wan-ji. Ji-lopiautau beserta para Piausunya sama menjerit kaget dan kuatir bagi Tian Pek.
Ilmu silat kakek berjenggot panjang ini sudah lama punah dari peredaran dunia persilatan, inilah Kungfu Tay-jiu-in atau telapak tangan raksasa.
Tenaga pukulan yang terpancar dari Tay jiu-in sangat ampuh dan jarang sekali ada orang yang mampu membendungnya.
Selama hidup belum pernah Tian Pek menghadapi ilmu pukulan selihay ini, ia tak berani menghadapinya dengan keras lawan keras, buru2 digunakannya Cian-hoan-biau-hiang-poh untuk menghindar ke samping.
Baru saja ia berkelit, terdengar bisikan seperti bunyi nyamuk menggema di samping telinganya: "Engkoh Pek, berhadapan dengan musuh harus percaya pada diri sendiri, jangan takut, sambutlah dulu sebuah pukulannya, coba sampai di manakah kemajuan yang kaucapai dengan ilmu pukulan Thian-hud-hang-mo-ciang itu ...
Tian Pek tahu pasti Cui-cui yang memberi kisikan tersebut, terbangkit semangat jantannya, maka tatkala pihak lawan menyerang untuk kedua kalinya, ia tidak menghindar ataupun berkelit lagi, telapak tangannya didorong keluar,
disambutnya serangan musuh yang dahsyat itu dengan keras lawan keras.
Dalam serangan itu Tian Pek telah menggunakan jurus Hud-kong-bu-ciau dari Thian-hud-hang-mo-ciang.
Terasalah angin pukulan men-deru2 dan terjadi benturan keras, kekuatan yang terpancar keempat penjuru berubah menjadi angin puyuh, yang menyapu semua benda yang ditemuinya. Seluruh ruangan rahasia itu berguncang keras se-akan2 ambruk.
Di tengah jerit kaget orang banyak, Tian Pek cuma bergetar sedikit saja dan masih tetap berdiri pada posisi semula. Sebaliknya kakek berjenggot panjang, Ciu Ji-hay, tokoh sakti dari laut selatan yang telah malang melintang di daratan Tionggoan, tahu2 tergetar mundur dengan sempoyongan.
Betapa rasa kaget si kakek berjenggot panjang itu benar2
sukar dilukisLan, mimpi pun dia tak menyangka di kolong langit ini ternyata ada orang yang berani menyambut serangan mautnya tanpa cedera.
Meski kaget dan penasaran, namun ia tak sanggup menyerang lagi. Maklumlah, Tay-jiu-in yang lihay telah tergetar buyar kekuatannya oleh ilmu sakti Tian Pek, ia perlu mengatur napas dan memulihkan tenaga.
Suasana jadi hening dan perhatian semua orang tertuju pada anak muda itu, diam2 Hud-eng Hoatsu menggeser ke belakang Tian Pek dan mendadak ia berpekik "kok-kok"
dua kali, berbareng kedua tangannya menghantam punggung Tian Pek.
Inilah Ha-mo-kang andalan Hud-eng Hoatsu yang maha lihay.
Menurut perhitungannya, setelah bertarung lawan dua jago sakti, tentu tenaga Tian Pek sudah banyak berkurang, maka dia lantas menyergap dari belakang dan ingin sekali hantam membinasakan anak muda itu.
Sejak Tian Pek muncul, seluruh perhatian Tian Wan-ji lantas tertuju kepada pemuda itu, ia merasa gembira sekali setelah dilihataya secara beruntun pemuda itu berhasil mengalahkan dua musuh tangguh. Ia makin kagum lagi pada kehebatan kekasihnya, bila tubuhnya tidak terbelenggu, tentu sudah dari tadi ia memburu maju dan menjatuhkan diri ke dalam pelukannya.
Sekarang dilihatnya Hud-eng Hoatsu melancarkan sergapan dari belakang, nona itu jadi panik bercampur cemas, cepat ia berteriak lantang: "Engkoh Tian, awas, Hwesio busuk itu akan menyergap dirimu ...."
Sekalipun Wan- ji tidak berteriak juga Tian Pek merasakan datangnya sergapan dari belakang, tenaga dihimpunnya untuk menghadapi ancaman itu.
Semula iapun mengira tenaga dalamnya akan lemah atau akan berkurang daripada semula, sebab beruntun ia telah menghadapi dua musuh tangguh, tapi setelah hawa murninya dihimpun, si anak muda baru tahu bahwa pikiran semacam itu ternyata keliru besar.
Bukan saja tenaga dalamnya tidak semakin lemah, dia malah merasakan tubuhnya lebih segar dan bersemangat daripada semula, sadarlah pemuda itu bahwa tenaga dalamnya telah mencapai puncak kesempurnaan. Sukar dilukiskan betapa girangnya.
"Sekarang ilmu silatku telah mencapai kesempurnaan, itu berarti dendam berdarah ayahku bisa kutuntut balas dengan sebaik2nya.... Ai, akhirnya apa yang kucitakan akan tercapai juga?" demikian ia berpikir.
Tatkala sergapan dari belakang sudah hampir menempel di pungguugnya, tanpa berpaling telapak tangannya diayun ke belakang untuk menyambut serangan tersebut dengan kekerasan.
"Blang!" benturan keras menggelegar di udara, angin berpusing memancar ke empat penjuru, suara dengusan berat berkumandang di belakangnya.
Hud-eng Hoatsu mencelat sejauh dua tombak oleh tangkisan Tian Pek yang dahsyat itu, sungguh mengenaskan sekali keadaannya.
Padahal di antara Hay-gwa-sam-sat, ihmu silat si kakek berjenggot panjang itu terhitung yang paling tinggi, si nenek berambut putih terhitung nomor dua dan Hud-eng Hoatsu yang paling lemah, kalau kedua orang yang lebih lihay daripadanya juga dibikin keok oleh Tian Pek, apalagi dia.
Rupanya ia salah menilai kekuatan Tian Pek, sebab disangkanya tenaga pemuda itu pasti sudah lemah karena telah menghadapi kakek berjenggot dan nenek berambut putih beruntun. Ia tidak tahu kalau Tian Pek telah mendapat penemuan aneh yang tak terduga, bukan saja hawa murninya sudah mencapai kesempurnaan, iapun berhasil menyerap intisari ilmu silat yang tercantum dalam kitab Soh-kut-siau-hun pit kip sehingga sumber tenaga Tian Pek boleh dikatakan tidak pernah kering.
Begitulah tubuh Hud eng mencelat seperti bola danmenumbuk dinding, Darah bergolak dalam tubuhnya, matanya berkunang2 dan kepala pusing tujuh keliling, akhirnya iapun muntah darah.
Secara beruntun dalam waktu singkat Tian Pek berhasil mengalahkan Hay-gwa-sam-sat, peristiwa ini sungguh membuat terkesiap baik lawan maupun kawan.
Suasana jadi hening, semua orang dengan mata terbelalak mengawasi Tian Pek, tak seorangpun berani maju lagi ke depan...
Sin-liong-taycu, pangeran dari Lam-hay-bun, si sastrawan berbaju putih itu, memegang kipas peraknya erat2, ia kaget dan gugup, sementara biji matanya berputar kian kemari, entah rencana busuk apalagi yang sedang dia susun.
Air muka kedelapan siluman dari pulau setan juga pucat seperti mayat, mereka tidak menduga di daratan Tionggoan masih terdapat jago setangguh itu.
Kawanan jago dari istana keluarga Buyung yang kini takluk kepada Lam-hay-bun seperti Gin-siaau-toh-hun Ciang Su-peng, Tui-hun-leng Suma Keng Tok-kak-hui-mo Li Ki serta lain2nya sama berdiri diam bagaikan patung, peristiwa itu sama sekali di luar dugaan mereka, untuk sesaat orang2 itu pun ketakutan.
Hanya empat dewi bunga tho serta Lam-hay-liong-li, yaitu si gadis berbaju emas, yang tetap tenang2 saja, tidak tampak rasa kaget dan takut di wajah mereka, malahan senyum genit menghiasi bibir mereka.
Sejak kehadiran Tian Pek di ruangan itu, empat dewi bunga tho sudah mengerling pemuda itu secara genit, sekarang setelah pemuda itu secara beruntun menangkan tiga kali pertarungan, mereka lebih bergairah lagi untuk menarik perhatiannya. Goyangan pinggul yang bikin hati berdebar, kerlingau mata yang memabukkan serta suara tertawa yang mengkili2 hati sungguh membuat orang lupa daratan.
Mengenai Lam-hay-liong-li, dia memang cantik jelita, kecantikannya jelas tidak kalah dibandingkan Cui-cui, hanya sayang sikapnya yang sombong serta tindak-
tanduknya yang dingin, inilah yang bikin orang lain tak berani memandang dan mendekatinya.
Padahal gadis mana yang tak mendambakan cinta"
Seorang gadis kalau sudah dewasa, dengan sendirinya mengidamkan seorang pemuda tampan untuk menjadi kekasihnya, cuma Lam-hay-liong-li ini dibesarkan di pulau setan yang jauh dari daratan, belum pernah nona itu menemukan seorang pemuda idamannya.
Mo-kui-tocu, kepala pulau setan, Lam-hay-It-kun, sejak mendirikan perguruan Lam-hay-bun, kecuali didampingi jago2 lihay yang rata2 sudah lanjut usia, anak muridnya kebanyakan adalah manusia kasar yang bertampang kriminil, hanya putera tunggalnya saja, yakni kakak seperguruan Lam-hay-liong-li, hanya pemuda inilah yang dapat dikatakan tampan.
Sayang kakak seperguruannya ini terlalu bangor, suka main perempuan di sana-sini, wataknya yang jelek ini memberikan kesan yang jelek pula dalam pikiran Lam-hay-liong-li, dia menganggap laki2 di dunia ini tak ada yang baik.
Mendingan kalau cuma begitu saja, kemudian ternyata Lam-hay-it-kun menyerahkan kekuasaan tertinggi dari perguruannya kepada nona ini, secara otomatis pula wataknya berubah keji dan tinggi hati.
Tapi hari ini, setelah bertemu dengan Tian Pek yang berilmu silat tinggi dan berwajah tampan, ia terpesona, untuk pertama kalinya perasaan kewanitaannya tersentuh, dia merasa bahwa Tian Pek inilah yang didambakannya, pemuda tampan seperti inilah yang diharapkan mendampinginya sepanjang masa.
Oleh sebab itulah, sekalipun secara beruntun Tian Pek telah melukai tiga orang jago tangguh Lam-hay-bun, dia
tidak menjadi gusar, sebaliknya senyum manis menghiasi wajahnya, dia berbangkit dan menghampiri anak muda itu, katanya: "Siapa kau" Kenapa kauberani memusuhi Lam-hay-bun kami?"
Seandainya perkataan itu diutarakan orang lain, mungkin para jago tak akan merasa heran, tapi kata2 itu diucapkan oleh Lam-hay-liongli yang sudah biasa bersikap ketus dan dingin, apalagi ucapan tersebut ditujukan kepada musuh yang secara beruntun telah melukai tiga jago lihaynya.
Sudah tentu Tian Pek tak tahu akan hal ini, sekalipun dilihatnya senyuman manis menghiasi mulut Lam-hay-hong-li yang cantik bak bidadari dari kayangan itu, namun iapun menyaksikan hawa napsu membunuh yang sangat tebal yang menyelimuti wajahnya.
"Aku Tian Pek!" jawabnya kemudian dengan lantang,
"aku tiada bermaksud memusuhi Lam-hay-bun kalian, hanya saja aku merasa penasaran menyaksikan perbuatan kalian yang membunuh orang seenak sendiri, oleh sebab itu sengaja aku muncul di sini untuk menegakkan keadilan dan kebenaran bagi umat persilatan umumnya."
Jawaban itu sesungguhnya diucapkan dengan jujur, tapi bagi pendengaran Lam-hay-liong-li terasa ketus dan menghina.
"Hehe, besar amat lagakmu?" jengeknya. "Kau bicara menurut perasaan hatimu sendiri ataukah ada orang lain yang menjadi tulang punggungmu di belakang layar?"
Tian Pek jadi marah, ia tak tahu anak dara inilah pemimpin Lam-hay-bun, ia menyangka seorang anak dara berani memandang enteng padanya, ini berarti pihak Lam-hay-bun terlalu menghinanya.
Dengan setengah berteriak, ia berkata: "Aku Tian Pek tidak mengenal art?tulang punggung' segala, akupun tak pernah diperintah orang dari balik layar, apa yang ingin kulakukan segera kulaksanakan, aku berani berbuat berani pula menanggung risikonya, dengan pedang Bu-ceng-pek-kiam inilah akan kusapu setiap manusia jahat di dunia ini!"
Kedengarannya memang amat jumawa ucapan tersebut, tapisemua orangpun dapat merasakan batapa gagah dan jantannya pemuda ini, banyak orang bersorak memuji keperwiraannya.
Terutama Wan-ji serta nyonya setengah baya yang pernah menolongnya itu, air mata mereka hampir saja bercucuran saking terharunya.
Siapakah yang berani menunjukkan sikap sekeras itu di hadapan musuh yang jelas memiliki kekuatan berkali lipat daripada pihaknya"
Maklumlah, pengaruh Lam-hay-bun di dalam dunia persilatan besar sekali, bukan saja mereka telah menaklukkan empat keluarga besar, hampir semua jago baik dari golongan putih maupun dari kalangan hitam sama tunduk dan takluk kepada mereka, tak seorangpun di dunia persilatan yang berani secara terang2an menentang mereka.
Bukti yang paling nyata adalah menyerahnya Gin-siau-toh-hun Ciang Su-peng, Tui-hun-leng Suma Keng serta Tok-kak-hui-mo Li Ki sekalian kepada pihak Lam hay bun, padahal mereka terhitung jago lihay yang disegani. toh jago2 semacam mereka tak ada yang berani melawan kekuasaan Lam-hay-bun.
Tapi sekarang Tian Pek, seorang pemuda yang masih hijau telah menunjukkan keberanian yang luar biasa, tak heran kalau semua orang dibikin tercengang.
Bahwa Tian Pek berani menandingi Lam-hay?bun yang telah menaklukkan dunia persilatan Tionggoan, sungguh keberanian anak muda inipun luar biasa, Maklum, tiga bulan lamanya ia hidup di gunung untuk merawat lukanya, dengan sendirinya ia tidak tahu keadaan sekarang.
Begitulah kening Lam-hay-liong-li seketika berkernyit, katanya: "Kalau begitu, jadi kau sudah mengambil keputusan akan memusuhi Lam-hay-bun kami?"
Tian Pek mendengus, betapa mendongkolnya pemuda itu melihat nona berbaju emas itu tak pandang sebelah mata padanya. Tanpa bicara lagi ia menghampiri nyonya setengah baya yang terikat di tiang itu dan melepaskan tali pengikatnya.
Gusar Lam-hay-liong-li, selama hidup belum pernah dilihatnya pemuda seangkuh itu dan berani berbuat sesukanya di hadapannya.
"Tahan!" hardiknya dengan gusar. Berbareng ia pun melompat maju dan menghadang di depan pemuda itu, bentaknya lagi sambil menarik muka: "Apa yang hendak kau lakukan?"
"Apa lagi" Tentu saja menolong orang!" sahut Tian Pek, tanpa menoleh ia tetap meneruskan perbuatannya melepaskan tali pengikat Buyung-hujin.
Lam-hay-liong-li meraung gusar, segera ia bermaksud mencegahnya.
"Kiongcu!" tiba-tiba Hu-yong-hui-cu (selir bunga teratai), orang kedua dari keempat dewi bunga tho, tampil ke muka sambil menggoyang pinggul. "Buat apa tuan puteri turun tangan sendiri untuk membekuk seorang bocah, biarlah kami kakak-beradik yang melaksanakan tugas ini!"
Berbicara sampai di sini, ia mengerling sekejap kepada saudara2nya agar bersiap sedia.
Ketiga dewi hunga tho lainnya sama tertawa genit sambil goyang pinggul mereka melayang ke tengah gelanggang dan mengepung Thian Pek.
Tentu saja Lam-hay-liong-li sendiri pun memaklumi akan kedudukannya, maka setelah keempat dewi bunga tho terjun ke gelanggang, ia lantas mengundurkan diri.
Ia tahu, bicara soal tenaga dalam, jelas jauh keempat dewi bunga tho itu kalau dibandingkan Hay-gwa-sam-sat.
Tapi ia pun tahu kelicikan keempat dewi itu, mereka banyak tipu akalnya dan mahir menggunakan obat biusnya, untuk menghadapi Tian Pek yang masih hijau tentu mereka lebih meyakinkan daripada Hay-gwa-sam-sat.
Tian Pek tetap tidak menghiraukan, selesai membuka tali belenggu di tubuh Buyung-hujin, ia pun hendak melepaskan tali belenggu Wan-ji.....
Baru saja tangan anak muda ito akan memegang tali yang membelenggu Wan-ji, tiba2 ia menangkap suara dengusan lirih.... suara dengusan itu amat ketus dan jelas penuh rasa cemburu.
Tian Pek melengak ia tahu dengusan itu pasti suara Cuicui yang bersembunyi di balik dinding, tapi ia tak perduli, ia tetap berusaha melepaskan tali pengikat Wan-ji.
Setelah bebas dari belenggu, Buyung-hujin
menggerakkan tangannya yang kaku, kemudian
mengucapkan terima kasih kepada Tian Pek, lalu dengan air mata bercucuran ia membereskan jenazah suaminya, Ti-seng-jiu Buyung Ham yang mati tercincang dengan mulutnya berkomat-kamit seperti membaca doa.
Semua peristiwa itu berlangsung hanya sekejap, maka suara dengusan lirih tadi pun tidak menarik perhatian orang.
"Saudara cilik!" keempat dewi bunga tho mengejek sambil tertawa genit, "untuk menyelamatkan dirimu sendiri saja masih menjadi persoalan, apakah gunanya kau urusi orang lain?"
Ketika ucapan itu tidak digubris Tian Pek, malah pemuda itu meneruskan tindakannya menolong orang, Hiang-in-huicu, pimpinan dari keempat dewi tho itu lantas melangkah maju dan merepaskan suatu pukulan dari jauh.
Angin pukulan itu lembut se-olah2 tak bertenaga, namun membawa bau harum semerbak yang menusuk hidung.
Tian Pek tak berani gegabah, ia pun mengayunkan telapak tangannya dan menyambut serangan tersebut dengan keras-lawan-keras .
"Bocah bodoh, serangan itu jangan kau sambut, cepat tutup pernapasanmu!" bisikan lembut menggema lagi di sisi telinga anak muda itu.
Sungguh terkejut Tian Pek demi mendengar bisikan itu, buru2 ia menutup pernapasannya, walau demikian tak urung ada sedikit bau harum yang tercium olehnya, kontan kepala jadi pening dan mata berkunang2.
Setelah pemimpinnya bergerak, ketiga dewi lainnya serentak bertindak pula, masing2 melancarkan suatu pukulan dari jauh.
Tiga gulung asap berwarna putih dengan membawa bau harum serentak terpancar ke depan dan mengurung sekujur badan Tian Pek.
Untunglah Cui-cui dengan cepat memberi kisikan sehingga anak muda itu menutup pernapasannya, kendatipun bau harum obat bius yang dipancarkan Hiang-in-huicu ada sebagian yang tercium olehnya, tapi dengan dasar tenaga dalamnya yang sempurna, sedikit ia salurkan hawa murninya, obat bubuk itu seketika dipaksa keluar dari dadanya.
Maka ketika angin pukulan yang dilancarkan ketiga orang dewi lainnya menggulung tiba, bukan saja Tian Pek tidak roboh, malahan kesadarannya jauh lebih segar.
Dengan jurus Sam-cing-yau-bun (menyapu bersib hawa iblis) Tian Pek balas dengan pukulan dahsyat ke depan.
angin puyuh disertai suara gemuruh dengan gencarnya menyapu keempat dewi cabul itu.
Tho-hoa-su-sian menjerit kaget, buru2 mereka menghindar, bagaikan kupu2 yang beterbang?an di antara pepohonan mereka kabur ke sana-sini.
Berhasil dengan gerakan menghindar, delapan telapak tangan yang putih halus diayun kembali ke muka dengan lincah, empat gulung hawa berbau harum yang jauh lebih tebal kembali menyambar ke depan mengurung sekujur badan Tian Pek.
Untung Tian Pek dapat menutup pernapasannya, ia tak takut lagi menghadapi serangan kabut harum itu, ketika dilihatnya delapan buah telapak tangan halus itu menyerang ke arahnya, ia sama sekali tidak menghindar ataupun berkelit, jurus kedua dari ilmu pukulan Thian-hud-hang-mo-ciang segera dilontarkan.
Keempat dewi Lam-hay-bun ini memang tangguh sekalipun mereka harus menghadapi pukulan dahsyat, ternyata mereka sanggup bergerak lincah ke sana kemari,
sekalipun angin pukulan itu kencang dan kuat, sekali melejit tahu2 mereka sudah terlepas dari ancaman maut.
Mereka berusaha menghindari pertarungan adu kekerasan, bila diserang mereka berkelit dan melayang mundur, setiap kali ada kesempatan bubuk pemabuk yang harum baunya segera ditaburkan.
Mereka yakin Tian Pek takkan sanggup menutup pernapasannya terlalu lama sambil bertempur, lama kelamaan anak muda itu tentu tak tahan, su?tu ketika bila pemuda itu menarik napas, dia pasti akan keracunan dan jatuh tak sadarkan diri.
Mereka tak menyangka bahwa Lwekang Tian Pek berasal dari kitab pusaka Soh-kut-siau-hun-pit-kit, semacam ilmu tenaga dalam yang berbeda dengan ilmu Lwekang pada umumnya, asal satu kali dia tarik napas, maka hawa murni akan beredar dengan lancarnya di dalam dada dan sanggup tahan sampai sekian lamanya.
Sebab itulah meski pertarungan telah berlangsung puluhan gebrakan, namun Tian Pek masih tetap segar bugar, jangankan pusing atau sempoyongan, gejala mabukpun sama sekali tidak ada.
Tho-hoa-su-sian mulai tercengang, sambil bertempur merekapun berpikir: "Aneh, benar2 sangat aneh, masakah bocah ini sudah melatih diri sehingga mencapai tingkatan Kim-kong-put-hwai (ilmu kebal yang membuat badan tak rusak)" Padahal kabut pemabuk sukma yang kami gunakan adalah obat pemabuk khas dari Lam-hay.... orang lain bila kena sedikit saja akan segera pulas, tapi dia ternyata sanggup bertarung terus sekian lamanya, sungguh peristiwa yang sangat aneh!"
Dari rasa heran, keempat dewi itu jadi penasaran, karena penasaran merekapun jadi ingin menang, begitu terhindar
dari suatu serangan Tian Pek, gadis tersebut segera membentak: "Mega inginkan baju bunga inginkan tamu."
Berbareng dengan ucapan tersebut, ia pentang kedua tangan dan berjumpalitan di udara, baju luarnya yang tipis itu tahu2 sudah dilepaskan.
Dengan terlepasnya kain penutup badan, maka terlihatlahsebuah tubuh yang halus dan ber-liuk2 seperti ular.
Putih halus tubuh nona itu, payudaranya yang montok dengan garis tubuh yang mempesona, dengan langkah gemulai dan payudara yang dibusungkan, nona itu melangkah maju, gayanya sanggup membuat mendelik pendeta sekalipun.
Setelah sang Toaci lepas pakaian, Jici (kakak kedua) Hu-yong-huicu tahu encinya telah memberi komando untuk mengeluarkan barisan Lo-sat-mi-hun-tin (barisan iblis wanita pemikat sukma), dia lantas berputar dan berseru:
"Angin sejuk berembus keindahan yang menerawang muncul di depan!"
Seraya berteriak, ia lepas bajunya dan dibuang, tubuh yang indah diperagakan di depan orang banyak.
"Kalau rombongan gadis berkumpul di bukit ..."
demikian sambung Samci (enci ketiga) Siang-hoa-huicu dengan lantang, ia sadar badan, bajunya tersingkap, pinggulnya yang putih dan gemuk dipertontonkan pula kepada Tian Pek.
Sici (enci keempat) Siau-siang-huicu cepat menyambung:
"Berkumpul di sorga ...."
Ia maju ke depan anak muda itu, melepaskan kancing baju dan membuka pakaian yang tipis itu, diperlihatkannya
payudaranya yang putih montok dengan putingnya yang ke-merah2an sambil berlenggang dan berjoget.
Kebetulan Tian Pek lagi menghantam dan dada Siau-sian-huicu se-akan2 disodorkan kepadanya.
Keruan Tian Pek terkejut dan buru2 tarik kembali serangannya. Anak muda itu terbelalak dengan mulut melongo.
Walaupun sudah banyak pertempuran seru dialaminya, belum pernah Tian Pek ketemu pertempuran yang unik ini, ia menjadi serba salah.
Begitulah, sambil bernyanyi lagi Tho-hoa-su-sian telah melepaskan bajunya satu persatu dan menari telanjang yang merangsang, tubuh yang putih, paha yang mulus, payudara yang montok dan lekukan tubuh yang indah, semua terpapar di depan mata Tian Pek, mereka tidak menyerang dengan obat bius, tapi hanya menari2 secara merangsang di hadapan Tian Pek.
Bau harum semerbak yang aneh berembus keluar dari tubuh mereka yang telanjang itu, guncang?n tubuh mereka dan tarian merangsang yang dibawakan kian lama kian menggila, membuat jantung orang ber-debar2.
Dalam waktu singkat, seluruh ruangan dipenuhi oleh bau harum yang tebal ditambah pula pertunjukan tari telanjang hingga suasana di situ makin memabukkan.
Kecuali Lam-hay-siau-kun, Lam-hay-liong-li dan beberapa tokoh yang berilmu tinggi, sebagian besar kawanan jago yang hadir sudah terbuai ke alam impian yang indah, mereka terkesima menyaksikan tarian bidadari yang menawan hati itu.
Jangankan kaum pria yang memang mudah terangsaog, sekalipun Buyung-hujin dan Wan-ji juga ikut tenggelam
dalam keadaan setengah sadar setelah meencium bau harum yang memabukkan.
Inilah irama Cing-peng-lok yang paling diandalkan Tho-hoa-su-sian, dengan irama maut ini sudah ratusan bahkan ribuan lelaki yang mereka tundukkan, siapa gerangan yang dapat menahan diri setelah mendengar irama merdu pembetot sukma ini" Siapa yang tahan menyaksikan tarian merangsang dan menggairahkan itu" Jangankan manusia biasa, manusia bajapun akan luluh imannya.
Tian Pek melongo terkesima, bukan lantaran tarpikat oleh tarian telanjang itu, ia cuma heran dan tak habis mengerti, belum pernah ia jumpai pertarungan Kungfu cara begini.
Maklumlah, pemuda ini sudah banyak menerima gemblengan, Thian-sian mo-li maupun To-li-mi-hun-toa-hoat yang paling dahsyatpun pernah dijumpai, apalagi cuma ilmu merangsang yang enteng ini, tidak nanti dapat mempengaruhi anak muda ini.
Dasar wataknya memang polos, karena keempat dara itu tidak menyerang lagi melainkan cuma menyanyi dan menari telanjang, dengan sendirinya Tian Pek sungkan menyerang lagi, iapun berhenti dan memandang tarian telanjang mereka dengan ter?mangu2 dan tak tahu apa yang mesti dikerjakan.
"Tolol! Kenapa melamun melulu?" demikian tiba2
bisikan lirih tadi berkumandang lagi, mengomel sambil tertawa. "Jangan kau anggap tarian itu indah dan boleh kau nikmati seenaknya, ketahuilah itulah Lo-sat-mi-hun-toa-tin andalan Tho-hoa-su-sian, bila tidak kau hancurkan barisan mereka, niscaya kaulah yang bakal celaka!"
Tian Pek bergidik, ia tahu Cui-cui memberi peringatan kepadanya, cepat ia tenangkan pikiran dan berusaha melepaskan diri dari pengaruh tari merangsang itu.
Setelah hawa murni dihimpun pada telapak tangan dan menyilangkan tangan di depan dada, ia membentak gusar:
"Perempuan tak tahu malu, hentikan tarian gilamu!
Ketahuilah, Siauya bukan manusia rendah yang mudah dipengaruhi. Hm, bila kalian tetap nekad dan main gila begini, terpaksa Siauya tidak sungkan2 lagi....!"
Tian Pek lupa bahwa kabut beracun masih menyelimuti seluruh ruangan, dia hanya berpikir untuk berbicara dan mengancam keempat lawannya, pernapasan yang selama ini tertutup kini terbuka lantaran harus berbicara.
Bau harum itu lantas menyusup masuk hidungnya dan terisap ke dalam paru-paru, kontan matanya berkunang-kunang dan kepalanya pening, ia jadi mabuk.
Sekalipun demikian, ia tetap berusaha menyelesaikan kata-katanya, lantaran itu kata terakhir menjadi tidak jelas.
Tho-hoa-su-sian cukup berpengalaman, dari keadaan Tian Pek mereka lantas tahu si anak muda sudah kecundang, tapi sewaktu mereka lihat pemuda itu masih tetap bertahan merekapun tahun racun yang bersarang di tubuhnya tidak terlampau banyak.
Serentak gadis-gadis itu menerjang ke depan, sambil goyang pinggul dan pamer dada mereka menari dengan gaya yang lebih merangsang, mereka coba mengacaukan pikiran anak muda itu.
"Ai, jangan terlalu garang, ah! Hehehehe!...." seru Hian-in-huicu sambil tertawa cekikikan.
Hu-yong-huicu lantas menyambung sambil tertawa:
"Saudara cilik, belum pernah kau nikmati kehangatan tubuh perempuan bukan" Hayo, peganglah... hihihi...."
Dengan kerlingan yang genit, ia menggetarkan payudaranya yang kenyal itu ke depan, sengaja didekatkan payudaranya yang montok ke depan mata Tian Pek.
Bau harum khas perempuan lantas berembus dari badan gadis itu, apalagi Tian Pek belum pernah berhadapan dengan perempuan sejalang ini, ia berusaha menyalurkan hawa murninya guna melawan bau harum yang bikin hati tergoda itu, apa mau dikata, hawa murninya seolah-olah sudah punah, ia tak mampu berkutik lagi...."
Sementara itu Siang-hoa-huicu serta Siau-siang-huicu lantas merubung maju sambil goyang pinggul dan pamer dada, dalam waktu singkat anak muda itu sudah terkurung di tengah.
Tian Pek merasa kepalanya semakin pening, yang terlihat hanya dada yang montok dan paha yang mulus, kepala semakin berat dan pandangan pun kabur.....
Tangkap!" tiba2 Lam-hay-liong-li membentak, menyusul ia tertawa dingin dan berseru pula: Huh, tadinya kukira kau adalah seorang laki-laki sejati, tak tahunya juga sebangsa lelaki tak beriman...."
Sungguh ucapan yang menghina, jatuhnya Tian Pek adalah karena kurang hati2 sehingga dia terjebak. Sungguh tidak kepalang gusarnya, tapi apa daya" Badan terasa lemas tak bertenaga. diam2 menyesal: "Ai, beginilah jadinya kalau kurang hati-hati akhirnya aku Tian Pek mampus di tangan kaum perempuan hina dina ini...."
"Tahan!" tiba2 terdengar bentakan nyaring. "Barang siapa berani mengganggu seujung rambut engkoh Pek, segera akan kubunuh dia!"
Tian Pek berada dalam keadaan tak sadar, ia sempat mendengar dan melihat Cui-cui yang bertopeng setan telah muncul menolongnya.
"Perempuan hina!" terdengar Lam-hay-liong-li membentak. "Kau mengkhianati perguruan, sekarang kau berani pula menentang perintahku. Hayo lekas menyerahkan diri atau kau minta dibekuk!"
Cui cui memberi hormat kepada Lam-hay-liong-li, katanya: "Terimalah hormat Cui-cui, tapi ini adalah terakhir kali kuhormati dirimu, untuk selanjutnya Cui-cui telah melepaskan diri dari ikatan Lam-hay-bun....."
Terperanjat Tian Pek meski berada dalam keadaan hampir tak sadar, sungguh tak tersangka Cui-cui adalah anggota perguruan Lam-hay-bun.
"Tutup mulut!" terdengar Lam-hay-liong-li menghardik,
"Hm, besar amat nyalimu, berani kau bicara begitu.
Hehehe, coba jawab, apa hukumannya bagi pengkhianat perguruan Lam-hay-bun?"
Gemetar Cui-cui mendengar ancaman itu, tapi segera teringat hubungan suami-isterinya dengan engkoh Pek, sedang engkoh Pek bermusuhan dengan pihak Lam-hay-bun, kalau sekarang tidak kuputuskan hubunganku dengan Lam-hay-bun, kelak pasti tak dapat hidup bersama di sisi engkoh Pek...."
Berpikir demikian, ia lantas berkata: "Kiong-Cu, setiap manusia mempunyai cita2 dan tujuannya sendiri, jangan kau paksa diriku untuk melakukan hal-hal yang tidak kusukai. Cui-cui telah memutuskan hubungan dengan Lam-
hay-bun, semoga Kiong-CU mengingat hubungan baik seperti kakakberadik dengan Cui-cui di masa lampau dan melepaskan aku."
"Hehehe, hubungan kakak-beradik?" jengek Lam-hay-liong-li sambil tertawa dingin.
"Jangan kau tempel emas di wajah sendiri. Huhhh! Kau hanya seorang budakku saja, lantaran aku kasihan padamu maka aku bersikap agak baik padamu. tak terduga kau lantas berbuat sesukamu, bukan saja topeng setanku kau curi, kemudian kabur tanpa pamit dan sekarang berani mengkhianati perguruan, berani juga menentang perintahku Hm, Kau harus diganjar hukuman yang setimpal.."
Cui-cui penasaran, karena Lam-hay-liong-li bersikap ketus, ia pun tidak lembut lagi, katanya kasar: "Aku pelayanmu" Hah, enak saja kau mengoceh. Aku melayani kau lantaran ayahku numpang di rumahmu, aku berbuat demikian karena ingin membalas kebaikanmu tapi kau anggap aku ini pelayanmu" Mengenai topeng, benda itu adalah milik Suhu, setelab Suhu meninggal, beliau tiada berpesan mewariskan topeng itu kepadamu, bila kau boleh pakai, kenapa aku tak boleh.....?"
Gusar sekali Lam-hay-liong-li, dengan mata melotot ia membentak: "Kurangajar, kau berani memberontak" Kalau tak kuhajar mampus dirimu, tak mau lagi aku menduduki tampuk pimpinan Lam-hay-bun lagi!"
Angin pukulan segera menderu2, agaknya Lam-hai-liong-li mulai berhantam dengan Liu Cui-cui.
Lamat2 Tian Pek masih sempat mendengar bagaimana Lam-hay-siau-kun berusaha melerai tapi apa yang terjadi selanjutnya tak diketahui lagi karena dia lantas kehilangan kesadarannya....
"o0o" "o0o
Entah sudah lewat berapa lama, tiba2 Tian Pek merasa mukanya jadi dingin, ia menggigil dan siuman kembali.
Begitu membuka mata, tahu2 ia berbaring dalam sebuah kamar yang indah, banyak orang mengerumuni sekeliling pembaringan.
Pembaringan maupun kamar itu seperti sudah
dikenalnya, setelah diamati dengan lebih seksama, tahulah Tian Pek bahwa ia berada dalam kamar tidur Leng-hong Kongcu, kamar yang pernah ia tinggali selama beberapa hari ketika jiwanya ditolong Buyung-hujin dahulu.
Wajah orang2 itu kelihatan cemas dan tidak tenang, agaknya dia telah menjadi pusat perhatian orang banyak dan semua orang berharap ia cepat sadar kembali.
Di antara orang2 itu terdapat pula Buyung-hujin dan Wan-ji, yang satu duduk di depan pembaringan sedang yang lain mendekap di tepi ranjang dengan sorot mata kuatir, mereka awasi pemuda itu, air mata tampak berlinang-linang di kelopak matanya.
Liu Cui-cui tampak memegangi sebuah cawan air, rupanya dia yang menyadarkan Tian Pek dengan air dingin itu.
Ji-lopiautau beserta sekalian Piausu berkerumun di depan pembaringan, saking gelisahnya mereka gosok kepalan sambil memandang dengan penuh harap, ketika Tian Pek sadar kembali sesudah disembur air dingin, wajah mereka kontan berseri girang.
Leng-hong Kongcu yang angkuh duduk termangu2 di sudut sana, entah apa yang lagi dipikirkannya.....
Begitu sadar Tian Pek lantas melompat bangun dan berseru: "Apa yang telah terjadi" Dimana orang Lam-hay-bun" Apakah mereka sudah kabur semua?"
"Hiante, jangan bercakap2 dulu!" Ji-lopiautau cepat mencegah, "kau baru sadar, atur dulu pernapasan dan periksa lukamu, urusan selanjutnya kita bicarakan pelahan2!"
"Jangan kuatir, tak apa2!" sela Cui-cui dari samping,
"kabut harum pemabuk Mi-hun-hiang-bu dari Tho-hoa-susian cuma bikin orang semaput dan tidak melukai orang, kalau engkoh Pek sudah sadar kembali, itu tandanya dia sudah sehat kembali..."
"Oo, engkoh Tian! Kau sudah sadar?" seru Wan-ji dengan muka berseri.
Buyung-hujin sendiri tiada hentinya menyeka air mata, sedih dan girang bercampur aduk, bisiknya: "Tian siauhiap!
Terima kasah atas pertolonganmu, cuma suamiku.... dia...."
Meledaklah isak tangisnya yang memilukan hati.
Bibir Leng-hong Kongcu bergerak, seperti ma mengucapkan sesuatu, tapi urung.
Sementara itu Tian Pek sudah mengatur pernapasannya dan terbukti hawa murni dapat bergerak dengan lancar, ia tahu apa yang dikatakan Cui-cui, tidak salah, cepat ia melompat bangun sambil menggenggam tangan Cui-cui, serunya penuh emosi: "Cui-cui, kuminta kau mengaku terus terang, benarkah kau anggota perguruan Lam-hay-bun?"
Sayu wajah Cui-cui, ia mengangguk pelahan.
"Kenapa tidak kau katakan sejak mula?" seru Tian Pek dengan marah.
Cui-cui melepaskan tangannya dari cekalan Tian Pek, ia duduk di dekat meja dan tidak bersuara.
Pada dasarnya Tian Pek adalah pemuda yang benci pada segala macam kejahatan, apalagi setelah menyaksikan betapa keji dan buasnya orang Lam-hay-bun, kemudian melihat pula kejalangan Tho-hoa-su-sian, rasa benci dan muaknya sudah bertumpuk, maka ia merasa kecewa setelah tahu bahwa Cui-cui berasal satu komplotan dengan mereka.
Bila teringat Cui-cui dan dirinya sudah ada hubungan intim sebagai suami-isteri, maka ia menjadi gelisah dan marah, ia mendengus: "Bagus.... bagus sekali, kau berani membohongi aku....."
"Tian Hiante, jangan gusar dulu!" buru2 Ji-lopiautau menghiburnya, "sekalipun nona Liu bekas anggota Lam-hay-bun, jelas dia telah menolong kau dengan mempertaruhkan jiwa raganya, dari sini dapat kita tarik kesimpulan bahwa dia telah meninggalkan kejahatan dan menuju kebaikan."
Tapi Tian Pek sudah telanjur marah, ia tak gubris nasihat Lopiautau, dengan gusar serunya lagi: "Aku tak peduli, pokoknva dia membohongi aku karena sejak mula tidak berterus terang padaku...."
Hati Cui-cui merasa seperti ditusuk2, akhirnya sambil menangis dia kabur keluar ruangan itu.
Cui-cui adalah nona yang tinggi hati, jangankan orang lain, sekalipun Lam-hay-liong-li yang setiap hari dilayanipun ia berani membantahnya, sekarang ia telah dimaki oleh Tian Pek dihadapan orang banyak, kejadian ini dianggapnya sangat memalukan. Apalagi dengan mempertaruhkan jiwa-raganya ia melepaskan diri dari ikatan perguruan dan menyelamatkan jiwa Tian Pek,
sekarang malahan dicaci maki oleh pemuda itu, tentu saja ia bersedih hati, tanpa bicara lagi ia kabur dari situ.
Ji-lopiautau memburu keluar, namun Cui-cui sudah kabur entah ke mana.
"Nona Liu! Nona Liu!" Ji-lopiautau berteriak, namun tiada jawaban, tampaknya gadis itu sudah pergi jauh.
Akhirnya ia balik ke dalam kamar, katanya kepada Tian Pek: "Tian-hiante, bukannya engkoh tua suka menegur dirimu, tapi perangaimu memang terlalu terburu napsu, biarpun nona Liu berasal dari Lam-hay-bun, toh beberapa kali ia sudah menolong kita, bahkan tak segan2 memusuhi pihak perguruannya, dari situ dapat kita ketahui bahwa ia sudah bertekad meninggalkan Lam-hay-bun, pepatah bilang: Seorang laki2 sejati tak akau menghalangi orang lain bertobat dan menuju ke jalan yang benar. Tapi kau telah bersikap kasar padanya, bukankah tindakanmu itu justru akan menjerumuskan dia ke lembah kenistaan.... ?"
Sesungguhnya kemarahan Tian Pek terhadap Cui-cui bukan lantaran Cui-cui berasal dari Lam-hay-bun belaka, tapi merupakan luapan perasaan yang terpendam selama beberapa bulan berkumpul dengan nona itu.
Perkenalan Tian Pek dengan Cui-cui sebagaimana diketahui adalah lantaran gadis itu menyelamatkan jiwa pemuda itu ketika terluka, di kala itu Tian Pek hanya merasa berterima kasih tanpa sedikit perasaan cinta pun.
Kemudian gerak-gerik Cui-cui yang misterius dan serba rahasia itu pernah menimbulkan curiganya dan diam2 ia ingin meninggalkannya, tapi waktu diketahui Pedang Hijau serta kitab Soh-hun-siau-kut telah diambil gadis itu, mau-tak-mau ia mencari lagi jejaknya.
Waktu pertarungan di tepi sungai melawan Kim-hu-siang-tiat-wi mereka bertemu pula dan karena kurang hati2
mereka jatuh di dalam sampan dan mengakibatkan terjadinya hubungan tubuh yang melampauipersahabatan, sampai disitupun tiada dasar cinta yang mendalam di hati pemuda itu, apa yang terjadi itu hanya secara kebetulan saja dan karena dorongan napsu seketika itu.
Tian Pek merasa gadis itu telah mempersembahkan kesucian tubuhnya kepadanya, maka iapun tak dapat meninggalkan tanggung jawabnya dengan begatu saja, ia mengambil keputusan akan memperisteri dan menjadikan nona itu sebagai teman hidupnya. Di sinilah terbukti kebijaksanaan Tian Pek yang mulia dan kebesaran jiwanya.
Berbeda dengan Cut-cui, ia mencintai Tian Pek dengan sepenuh hati, cinta remaja yang penuh gairah kebanyakan memang demiklan, sekali pandang lantas jatuh cinta, sekali suka lantas menyerahkan tubuhnya, untung juga dia ketemu Tian Pek, kalau ketemu pemuda bergajul, bisa jadi dia akan merenungkan nasibnya yang malang.
Kesungguhan hati Cui-cui bisa dibuktikan dengan kesediaannya berkorban untuk mengobati luka Tian Pek dengan tubuh telanjang, bagaikan ayam yang mengerami telur, setiap hari ia bertelanjang mendekapi tubuh pemuda itu serta melaksanakan terapi penyembuhan Sun-im-liau-siang.
Setelah pemuda itu sembuh, dengan bertubuh telanjang dan melakukan gerakan To-li-mi-hun-toa-hoat ia membantu Tian Pek berlatih tiga macam ilmu maha sakti yang tercantum dalam kitab Soh-kut-siau-hun-pit-kip, boleh dibilang kesuksesan Tian Pek sekarang adalah berkat bantuan Cui-cui.
Suatu ketika, Cui-cui menggoda Tian Pek dengan sepatah kata, ia berkata: "Engkoh Pek, mulai sekarang kauharus tunduk pada segala perintahku dan tak boleh membangkang."
Sejak meninggalkan lembah bukit itulah, sepanjang perjalanan nona itu selalu membatasi ruang gerak Tian Pek.
bahkan setiap kali mempraktekkan ucapan di atas, lama-kelamaan timbul juga perasaan tak puas di dalam hati pemuda itu.
Apalagi setiap hari gadis itu mengenakan topeng setan, hal ini mendatangkan pula perasaan tak senang bagi Tian Pek.
Perasaan tak puas dan tak senang ini kian menumpuk, lama kelamaan terciptalah perasaan gemas yang tak terkendalikan.
Ji-lopiautau adalah orang luar, sudah tentu ia tak tahu perasaan muda-mudi itu, dia hanya menganggap Tian Pek yang berbuat kelewat batas.
Tapi Tian Pek tetap penasaran, dia mendengus berulang kali, anak muda ini pikir tidak pantas Cui-cui membohonginya, ia anggap dirinya sebagai suami Cui-cui, tidak sepantasnya seorang isteri membohongi suaminya.
Sementara itu Buyung-hujin berkata kepada Tian Pek:
"Nona Liu itu orang baik, kungfunya juga tinggi, tanpa bantuan nona Liu mungkin kita semua sudah mampus di di tangan perempuan sadis dari Lam-hay-bun itu!"
"Ah, belum tentu!" tiba2 Wan-ji menyela, "seandainya sastrawan berbaju putih yang disebut Lam-hay-siau-kun itu tidak bentrok sendiri dengan Lam-hay-liong-li, kurasa Liu Cui-cui pun tak mampu menghadapi serangan keji perempuan itu...."
"Wan-ji, siapa suruh kau banyak mulut?" omel Nyonya Buyung sambil melotot, "bukankah kau sendiripun dibekuk musuh" Untung kita ditolong nona Liu, kalau tidak ...."
"Kalau anak tidak kecundang oleh serangan gelap Tho-hoa-su-sian, jangan harap mereka bisa membekuk diriku....." bantah Wan-ji dengan penasaran.
Melihat kedua orang itu nyaris cekcok sendiri, buru2 Ji-lopiautau mengalihkan pokok pembicaraan, "Sudahlah, urusan yang sudah lewat biarkan lewat, apa gunanya disinggung lagi" Dewasa ini Lam-hay-bun sudah mengembangkan sayapnya ke seluruh daratan Tionggoan, mereka main bunuh dan main siksa seenaknya sendiri, kalau tidak ditanggulangi secepatnya, bisa jadi daratan Tionggoan akan jadi bukit mayat dan lautan darah, entah berapa banyak jiwa manusia lagi yang akan jadi korban ?"
Pada saat itulah tiba2 sesosok bayangan berkelebat masuk ke dalam ruangan, rupanya orang ini adalah paman Lui, kepada nyonya Buyung berkata: "Lapor Hujin, kawanan cecunguk yang berkhianat dan takluk kepada pihak Lam-hay-bun sudah dibereskan semua, sisanya yang masih setia kepada Hujin sekarang berkumpul di halaman tengah, jumlahnya mencapai seratus orang lebih, mereka sedang menunggu keputusan Hujin!"
Buyung-hujin memang tak malu disebut nyonya pemuka dunia persilatan, meskipun baru saja tertimpa musibah, suaminya baru saja tewas secara mengerikan, namun dia masih tetap tenang menyelesaikan kesulitan2 yang dihadapinya.
Jilid 20 Selesai mendengar laporan itu, dia keluar untuk menemui kawanan jago yang setia, kemudian mengatur kembali jabatan serta kedudukan orang itu ....
Kesempatan ini pun digunakan paman Lui untuk menjumpai Ji-lopiautau, kemudian menyapa pula Tian Pek di pembaringan.
Kini Tian Pek memandang paman Lui sebagai sanak sendiri, ia lantas menceritakan asal-usul sendiri dan mengenai dendam berdarah ayahnya
Paman Lui manggut2, akhirnya ia memperingatkan anak muda itu: "Soal dendam memang urusan penting, apalagi dendam kematian ayahmu, tapi sekarang Buyung-cengcu sudah tewas, sebagai seorang ksatrya sudah sewajarnya kau lupakan masalah itu, yang sudah mati sudahlah, akhirilah sakit hatimu dengan berakhirnya riwayat hidup orang itu Mulai detik ini, pekerjaan terpenting yang harus kau lakukan adalah bagaimana caranya bekerja sama dengan kawan2 persilatan untuk ber-sama2 menentang kelaliman orang2 Lam hay bun, entah bagaimana pendapatmu tentang persoalan ini?"
Sambil berkata paman Lui menatap tajam wajah Tian Pek se-akan2 berusaha menembus perasaan hati anak muda itu.


Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Setelah Tian Pek mengangguk, legalah hati jago tua ini ia merasa terhibur karena keturunan sahabatnya ini ternyata berjiwa besar, segera ia pegang tangan Wan-ji dan Lenghong Kongcu dan menarik kedua orang itu ke depan Tian Pek, katanya: "Mereka ini adalah putera-puteri Buyung cengcu, dendam angkatan tua biarlah ikut dibawa masuk ke liang kubur, semoga generasi sekarang ini bisa melupakan kejadian lalu dan mengikat tali persaudaraan yang lebih erat. Nah, bersahabatlah kalian lebih akrab!"
Dengan pandangan mesra Wan-ji menatap Tian Pek, sebab sejak dulu dia memang mencintai Tian Pek, dia tak tahu orang tua mereka pernah terikat permusuhan begitu, sekarang sesudah persoalannya dibikin terang oleh paman Lui, sudah tentu ia merasakan hal ini se-olah2 pucuk dicinta ulam tiba . . .
Leng hong Kongcu yang angkuh lenyap kepongahannya saat itu, ia kelihatan sedikit kikuk dan tak tahu apa yang mesti dilakukan......
Tian Pek lantas ulurkan tangannya dan menggenggam tangan Wan-ji dan Leng-hong Kongcu. Merah wajah Lenghong Kongcu, ia pun menjabat tangan Tian Pek.
Rasa girang Wan-ji sukar dilukiskan, ia menggenggam tangan Tian Pek erat2, seandainya dalam kamar itu tak ada orang lain, mungkin ia sudah menjatuhkan diri ke dalam pelukan anak muda itu.
Dengan mudah saja paman Lui berhasil mencairkan permusuhan kedua keluarga, Ji-lopiautau dan kawanan Piausu lainnya ikut mengucapkan selamat.
Di antara sekian banyak orang, paman Lui kelihatan paling gembira, ia tertawa ter-bahak2, tapi tiba2 air mata bercucuran, ia menangis terisak dengan sedihnya ....
Kelakuan aneh paman Lui ini kontan saja bikin orang melengak, dengan heran mereka mengawasi orang tua itu.
Kebetulan Buyung-bujin telah kembali, ia lihat paman Lui tertawa tergelak kemudian menangis sedih, mau-takmau iapun melongo heran.
"Saudara Lui," cepat tegurnya, "orang suka mengejek dirimu sebagai si sinting, jangan2 kau ngahannya saat itu, ia kelihatan sedikit kikuk dan tak tahu apa yang mesti dilakukan......
Tian Pek lantas ulurkan tangannya dan menggenggam tangan Wan-ji dan Leng-hong Kongcu. Merah wajah Lenghong Kongcu, ia pun menjabat tangan Tian Pek.
Rasa girang Wan-ji sukar dilukiskan, ia menggenggam tangan Tian Pek erat2, seandainya dalam kamar itu tak ada orang lain, mungkin ia sudah menjatuhkan diri ke dalam pelukan anak muda itu.
Dengan mudah saja paman Lui berhasil mencairkan permusuhan kedua keluarga, Ji-lopiautau dan kawanan Piausu lainnya ikut mengucapkan selamat.
Di antara sekian banyak orang, paman Lui kelihatan paling gembira, ia tertawa ter-bahak2, tapi tiba2 air mata bercucuran, ia menangis terisak dengan sedihnya ....
Kelakuan aneh paman Lui ini kontan saja bikin orang melengak, dengan heran mereka mengawasi orang tua itu.
Kebetulan Buyung-hujin telah kembali, ia lihat paman Lui tertawa tergelak kemudian menangis sedih, mau-takmau iapun melongo heran.
"Saudara Lui," cepat tegurnya, "orang suka mengejek dirimu sebagai si sinting, jangan2 kau memang benar2
sinting" Masa sudah tua begini, bisa2nya kau tertawa sambil, menangis"....."
Sambil menyeka air matanya yang bercucuran paman Lui lantas menerangkan hal ikhwal hubungan antara ayah Tian Pek dengan Buyung-cengcu akhirnya ia
menambahkan: "Enso selama ini kau mengganggap diriku sebagai saudara sendiri, sedang aku dengan ayah Tian hiantit adalah sahabat sehidup semati, mengapa aku tak boleh tertawa bila usahaku mencairkan dendam antara kedua keluarga ini berhasil" Dan kenapa aku tak boleh
menangis karena aku merasa tak bisa membalaskan dendam bagi kematian saudara In-thian?"
Tiba2 Buyung-hujin memeluk Tian Pek dan menangis pula dengan sedihnya.
Kali ini paman Lui yang dibikin bingung, ia berusaha untuk menghibur nyonya itu, katanya: "Enso, baru saja kau mengatakan diriku sinting jangan2 kaupun ketularan penyakitku" Apa sebabnya kau ikut menangis?"
Sambil menahan rasa sedih Buyung-hujin menyahut.
"Sampai detik ini baru kutahu peristiwa pembunuhan yang terjadi waktu itu adalah hasil perbuatannya.... O, tahukah kalian bahwa Tian siauhiap sebenarnya adalah keponakan keluarga ibuku?"
Kiranya nyonya Buyung berasal dari marga Tian, dia adalah saudara sepupu Pek lek-kiam Tian In-thian, maka hubungan mereka boleh dikatakan sangat dekat sekali.
Tiba2 Ji lopiautau berkata: "Ai, begitulah dendam dan budi yang sering terjadi di dunia persilatan, segala sesuatu sukar diraba dari famili bisa menjadi musuh, bisa pula musuh berubah menjadi sanak keluarga sendiri . .."
Seperti teringat akan sesuatu, jago tua ini lantas berpaling ke arah Buyung-hujin dan berkata lagi: "Kemarin malam, ketika aku menyusup ke gedung ini tanpa sengaja aku tersesat ke sebuah taman, pada sebuah tempat di taman itu kulihat seorang gadis disekap di situ, entah siapakah anak dara itu" Kenapa dia disekap ... .?"
"Ai, itulah dia enciku!" teriak Wan-ji sebelum Ji-lopiautau menyelesaikan kata2nya.
"Ya, dia anak Hong!" seru Buyung-hujin dengan cemas.
"Dia disekap di sana oleh setan tua itu. Untung Ji-lopiautau mengingatkan, kami sendiri telah melupakannya, Hayo
cepat kita ke sana dan membebaskan dia. Ai, entah betapa penderitaan
yang dialami bocah itu . . . " Habis berkata, tanpa menunggu orang2 lain ia lantas memburu keluar lebih dahulu.
Wan-ji, Tian Pek, paman Lui serta Ji-lopiautau sekalian segera menyusul dari belakang, dengan gerak tubuh beberapa orang itu, dalam waktu singkat mereka telah berada di taman sana, bangunan gedung yang sunyi sepi terbentang di depan.
Buyung Hong yang pucat masih berdiri di balik terali besi sambil bersenandungkan syair Tiang-siang-si karya Li Pek, suaranya lirih dan memilukan hati.
Buyung-hujin tak sanggup menahan kepiluan hatinya menyaksikan keadaan puterinya yang mengenaskan, sambil menahan isak tangisnya ia berseru: "Anak Hong, ibu datang menolong kau . . . "
Tian Pek melayang ke depan pintu. "Trang," gembok yang amat besar itu segera terpapas patah, pintu gedung didobrak secara paksa.
Ketika pemuda itu melayang masuk ke dalam ruangan, Buyung Hong berdiri terbelalak dengan melongo, lama sekali ia menatap Tian Pek tanpa berkedip, anak dara itu merasa se-olah2 berada di dalam mimpi, selang sesaat kemudian baru ia menubruk ke dalam pelukan Tian Pek dan menangis tersedu-sedan.
Keadaan Buyung Hong memang mengenaskan
rambutnya yang panjang terurai dalam keadaan awut2-an, meskipun berada dalam pelukan Tian Pek, namun suara tangisannya yang memilukan cukup membuat orang lain ikut melelehkan air mata terharu.
Semua orang merasa Ti-seng-jiu Buyung Ham kelewat keji, sampai2 puteri kandung sendiripun ia perlakukan sekejam itu, manusia macam begini memang pantas kalau mati.
Sementara itu Buyung-hujin berdiri tertegun dengan perasaan tak keruan, maklum di hadapan orang banyak puterinya Itu bukan saja tidak menggubrisnya, tapi malahan menubruk ke dalam pelukan Tian Pek, sebagai seorang ibu bagaimanakah perasaannya"
Ia merasa, tidaklah pantas kalau seorang gadis perawan berada terus dalam pelukan seorang laki2, cepat ia menarik tangan Buyung Hong seraya berseru: "Nak, semuanya ini salah ibu, gara2ku kau harus disekap ayahmu sekian lama....."
Buyung Hong terus menubruk ke dalam pelukan ibunya dan menangis tergerung, seluruh siksa deritanya selama ini se-olah2 hendak dilampiaskan. Setelah dihibur banyak orang, perlahan Buyung Hong baru berhenti menangis, kemudian dipayang oleh Buyung-hujin dan Wan-ji menuju ke ruang depan, Wan-ji disuruh menemani encinya membersihkan badan dan ganti pakaian, Buyung-hujin menarik paman Lui ke sudut ruangan, kedua orang tua itu tampak berunding sesuatu.
Tampak paman Lui manggut2, bahkan sambil bertepuk dada ia berjanji akan melakukan tugas itu. Tugas apa" Tak ada yang tahu . .
Kiranya Buyung-hujin memohon paman Lui agar suka menjadi comblang bagi puterinya, nyonya itu ingin menjodohkan puteri sulungnya kepada Tian Pek, sebab ia cukup memahami perasaan puterinya, apalagi setelah adegan yang berlangsung dalam pertemuan tadi, di mana gadis itu menubruk ke dalam pelukan Tian Pek, ia tahu
puterinya akan bergairah kembali apabila dikawinkan dengan pemuda itu, sebab itulah ia minta tolong kepada paman Lui untuk mengikat tali perkawinan kedua muda-mudi itu.
Ketika berita gembira itu disampaikan oleh paman Lui kepada Tian Pek, pemuda itu merasa tak dapat menampik pinangan tersebut dengan begitu saja, pertama karena mereka pernah saling bertelanjang bulat akibat pengaruh irama seruling. Ke dua, peristiwa menangisnya anak dara itu dalam pelukannya tadi, ketiga, ia menaruh rasa simpati dan kasihan pada anak dara itu dan keempat, baru saja ia cekcok dengan Liu Cui cui, ditambah pula dia harus memberi muka kepada paman Lui, oleh sebab itulah dia mengangguk tanda setuju
Tian Pek lupa, dengan tindakannya ini meskipun ia telah menggirangkan hati Buyung Hong, tapi justeru ia telah melukai perasaan seorang gadis lain dan gadis itu tak lain tak-bukan adalah Tian Wan ji.
Waktu itu Wan ji sedang menemani encinya
membersihkan badan dan tukar pakaian, ketika kembali ke ruang depan dan mendengar kabar tersebut, hancurlah perasaannya, kini encinya akan menjadi bakal isteri satu2nya orang yang dicintainya.
Dengan hati yang remuk redam diam2 tanpa
sepengetahuan orang lain Wan-ji berlalu dari gedung itu.
"Tentu saja sebagai adik tak mungkin baginya untuk berebut pacar dengan kakaknya sendiri namun ia pun tidak tahan menyaksikan perkawinan yang akan menghancur-lumatkan hatinya ini, ia pikir bila bunuh diri di rumah, hal ini hanya akan merepotkan ibunya belaka, maka sesudah berpikir akhirnya dia mengambil keputusan untuk minggat.
Begitulah, ketika upacara penguburan jenazah Buyung-cengcu selesai dan semua orang mempersiapkan pesta perkawinan antara Tian Pek dan Buyung Hong, saat itulah semua orang baru tahu Wan ji telah lenyap tak berbekas, semua orang lantas men-duga2 apa sebabnya anak dara itu pergi tanpa pamit.
Di antara sekian banyak orang, hanya Tian Pek seorang yang mengerti, ia tahu gadis itu meninggalkan rumah tanpa pamit adalah lantaran dirinya.
Beberapa kali Wan-ji pernah mempertaruhkan jiwanya untuk menolong dirinya, pemuda itu tahu Wan-ji adalah seorang gadis polos yang belum punya pengalaman apa2
dalam dunia persilatan, apabila membiarkan gadis itu berluntang-lantung sendirian di dunia persilatan, sudah pasti jiwanya akan terancam.
Sebagai seorang pemuda yang berjiwa ksatria. apakah nanti Tian Pek bisa tenang menikmati bulan madunya.
Setiap kali berduaan dengan Buyung Hong pikirannya lantas melayang memikirkan keselamatan Wan ji.
Lama kelamaan ia jadi tak tahan, akhirnya ia berunding dengan Buyung Hong untuk mengundurkan
perkawinannya, malahan iapun minta pertimbangan Buyung-hujin dan paman Lui tentang niatnya akan keluar mencari Wan ji.
Kebetulan Ji-lopiautau juga hendak pamit untuk mencari barang kawalannya yang hilang, sebab sewaktu orang2
Lam-hay-bun meninggalkan Pah-to-san-ceng, mereka telah membawa pula barang begalannya. Paman Lui juga kuatir membiarkan Tian Pek dan Buyung Hong melakukan perjalanan sendiri, akhirnya diputuskan mereka berempat berangkat bersama.
Dengan memilih empat ekor kuda jempolan,
berangkatlah mereka meninggalkan perkampungan Pah-to-san-ceng, tapi kemanakah mereka harus pergi" Dunia tidak selebar daun kelor, mencari jejak seorang di dunia seluas ini boleh bilang ibaratnya mencari sebiji jarum di tengah samudera, ke mana mereka menuju"
Menurut perkiraan Tian Pek, Wan-ji hanya pernah mengunjungi kota Lam-keng serta daerah di sekitarnya seperti "duabelas gua karang", apalagi di tempat itu terdapat pula lembah Bong-hun-kok yang sangat rahasia letaknya, gadis itu pernah belajar silat selama beberapa bulan pada Sin-kau Tiat Leng, siapa tahu kalau anak dara itu bersembunyi di sana"
Mendengar penuturan tersebut, paman Lui merasa ada kemungkinan betul dugaan itu, apalagi Ji-lopiautau tiada tujuan tertentu dalam usaha pencarian harta kawalannya, maka diputuskan mereka berempat berangkat ke Lam keng.
Dari Ce-lam keempat orang itu berangkat menuju Lamkeng, ketika melalui propinsi Kangsoh dan Soatang, sepanjang jalan mereka temukan di mana2 orang mengenakan lambang perguruan Lam hay-bun, selain itu merekapun sempat mendengar beberapa pantun yang sedang populer di dunia persilatan dewasa itu.
Pantun itu sangat populer sehingga anak kecil-pun ikut menyanyikannya di mana2.
Begini bunyi pantun itu: "An lok Kongcu yang romantis kini tak romantis, Siang-lin Kongcu yang hangat kini jadi dingin, Toan-hong yang luntang lantung kini ada pemiliknya, hanya naga sakti dari Lam-hay tetap jaya."
Dulu, sewaktu masa jayanya keempat Kongcu dunia persilatan ada pantun yang mengatakan: "An lok Kongcu paling romantis, Siang-lin Kongcu paling hangat, Toan-
hong Kongcu luntang-lantung tanpa tujuan, Leng-hong Kongcu tak punya perasaan", maka sekarang pantun itu merupakan kebalikannya, cuma Leng-hong Kongcu tidak dicantumkan lagi namanya.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa kekuasaan empat pemuka dunia persilatan telah punah, sekarang pangeran naga sakti dari Lam-hay-bun yang berkuasa, ini terbukti dari akhiran pantun yang berkata: "Hanya naga sakti dari Lam-hay tetap jaya!"
o oO 0O0 Oo o Menjelang senja, Tian Pek berempat masih melanjutkan perjalanan di suatu tanah perbukitan yang tandus dan sepi, meskipun udara mulai gelap, namun mereka masih berada jauh dari kota.
Pada saat itulah, mendadak di kejauhan tampak kilatan cahaya api menjulang tinggi ke angkasa di atas bukit di depan sana.
Kobaran api itu besar sekali, di tengah remangnya cuaca, cahaya api yang memancar itu tampak amat menyolok.
Angin berhembus kencang saat itu, api yang sedang berkobar dengan besarnya dengan cepat merambat ke daerah sekelilingnya, dalam waktu singkat hampir separuh bukit sudah terjilat api, dipandang dari kejauhan, kebakaran itu se-olah2 seekor naga api yang mendekam di punggung bukit.
Diam2 Tian Pek mengamati tempat kebakaran itu, mendadak ia menjerit kaget seraya berseru: "Wah celaka, tampaknya kebakaran itu terjadi di tempat tinggal kedua orang sobat kental mendiang ayahku. Aneh, mengapa rumah mereka bisa terbakar sehebat ini?"
"Siapakah kedua orang itu?" paman Lui cepat bertanya sambil menarik tali kudanya. "Kebanyakan sobat kental ayahmu kenal juga denganku, coba sebutkan nama kedua orang yang tinggal di bukit itu!"
"Mereka menyebut dirinya sebagai Hoat-si-jin (orang mati hidup) dan Si hoat-jin (orang hidup mati)!"
"Hoat-si-jin dan Si-hoat-jin" Aneh benar nama itu, belum pernah kudengar nama tokoh silat seaneh itu ... " seru paman Lui dengan melengak.
"Kukira itu hanya nama samaran mereka, sebab nama itu kedengarannya memang aneh benar!" tutur Tiun Pek.
Lalu ia menerangkan dandanan serta potongan badan kedua orang aneh itu, sekalian ia terangkan pula gaya Kungfu mereka.
Selesai mendengar keterangan tersebut, sambil menepuk paha paman Lui berseru: "Aha, rupanya Tay-pek siang-gi!
Benar, pasti kedua orang bersaudara itulah yang kaumaksudkan, sebab orang lain tak nanti paham Tay kek ji-gi le-hun-ciang (ilmu pukulan dua unsur sakti pencabut nyawa), di kolong langit cuma kedua orang itulah yang bisa memainkan ilmu silat tersebut. Hayo berangkat, kita tengok ke sana."
Ia lantas membedal kudanya menuju ke puncak bukit yang tertimpa kebakaran itu. Tian Pek, Buyung Hong serta Ji-lopiautau segera menyusul dari belakang dengan cepat.
Dengan kecepatan lari keempat ekor kuda itu dalam sekejap mereka sudah mendaki ke atas bukit itu, dari kejauhan mereka lihat ada belasan orang laki2 kekar sedang bertempur sengit mengerubuti dua bayangan putih di bawah cahaya kobaran api yang terang.
Walaupun masih berada agak jauh, namun Tian Pek dapat mengenali kedua sosok bayangan putih yang sedang dikerubuti belasan orang kekar itu tak lain adalah Si-hoat-jin dan Hoat-si-jin.
Selain belasan orang kekar itu terdapat pula seorang pemuda baju hijau yang sedang bertempur sengit bersama Tay-pek-siang-gi, Tian Pek segera mengenali pemuda itu sebagai Siang-lin Kongcu.
"Aneh benar!" demikian ia berpikir, "kenapa Siang-lin Kongcu bisa muncul di sini dan bersama Thay-pek-siang-gi menghadapi kerubutan musuh?"
Sementara itu jilatan api telah menghancurkan teinpat kediaman kedua orang mati itu, rumah itu sudah tenggelam di tengah lautan api.
"Locianpwe jangan gugup, aku datang membantu,"
teriak Tian Pek dengan lantang seraya melayang masuk ke dalam gelanggang kedua telapak tangannya berputar kencang, "bluk! bluk!'" beruntun ia hajar dua orang musuh sampai mencelat. . . .
Paman Lui pun melayang masuk ke dalam gelanggang pertarungan bagi ikan burung elang sambil menerkam musuh ia ter-bahak2, serunya: "Hahahaha! Tay-pek-siang-gi, sudah puluhan tahun kalian menyembunyikan diri seperti kura2, kalian berusaha menghindari pertemuan denganku, dan sekarang, hahaha, sarang kalian dibakar orang, kalian akan sembunyi di mana lagi ....?"
Tiba2 terdengar tertawa seram, menyusul mana dari balik kerumunan orang banyak melayang keluar seorang.
"Lui sinting, jangan kau berlagak!" teriak orang itu sambil menuding paman Lui. "Untung kau lolos di Pah-to
san ceng, tapi malam ini bertemu kembali, jangan harap kau akan lolos lagi dalam keadaan hidup!"
Dengan pandangan setajam sembilu paman Luj
mengamati orang itu, dia adalah seorang kakek botak bermuka buas dan berlengan satu, siapa lagi kalau bukan Tui hun leng Suma Keng"
Paman Lui menengadah dan tertawa terbahak2:
"Hahaha, kukira siapa yang berani menantang aku, tak tahunya adalah bandit buntung macam kau yang telah membakar rumah dan membunuh di tengah hutan begini,"
"Lui edan, tak perlu kau berlagak edan di hadapanku!"
teriak Tui hun-leng.
"Hari ini akan kusuruh kau mampus tak terkubur di ujung keleningan mautku!"
"Kling! Kling!" begitu selesai berkata, keleningan maut segera diguncangkan, dengan membawa suara yang memekak telinga langsung menghantam batok kepala paman Lui.
Hebat serangan itu, cahaya kuning yang menyilaukan segera menyambar, sekali serang segera Suma Keng melancarkan serangan maut.
Meskipun dahsyat serangan musuh, tanpa gentar sedikitpun paman Lui berdiri tegak di tempatnya, ia mencibir, ejeknya "Huh, hanya ilmu jual koyok macam inipun ingin pamer di depan orang ..."
Meskipun di mulut mengejek, tangannya tidak menganggur, begitu serangan Tui-hun-leng tiba, cepat ia berkelit ke samping, berbareng iapun melepaskan satu pukulan dahsyat ke iga kiri Suma Keng.
Ilmu Thian-hud-ciang paman Lui dipelajarinya dari kitab pusaka Soh-kut-sim-hun pit kip, kendatipun tidak selihay Tian Pek, namun ketika digunakan, angin pukulannya cukup mengerikan.
Tui-hun-Ieng kehilangan sebuah lengan kiri, sekalipun ilmu silatnya lihay, namun pertahanan pada bagian kirinya menjadi kosong dan lemah, apalagi ketika menyerang paman Lui barusan ia telah menggunakan tenaga yang kelewat batas, tatkala tiba2 sasarannya menghindar, menyusul sebuah pukulan balasan lawan menghajar iga kirinya, Tui-hun-leng jadi kaget dan gugup.
Perlu diketahui, serangan balasan yang dilancarkan paman Lui selain lihay juga cepat luar biasa, baru saja Suma Keng merasa serangannya mengenai tempat kosong, tahu2 angin pukulan paman Lui sudah menyambar tiba.
Dalam keadaan begini sulit baginya untuk menghindar, untung ilmu silat Suma Keng memang tangguh, dalam posisi yang serba sulit, cepat ia mengegos ke samping, dada kiri terhindar dari pukulan maut, dengan bahu kiri ia sambut hantaman itu.
"Blang," Suma Keng mencelat jauh, bahu kirinya sakit bagaikan dipukul martil, sakitnya tidak kepalang.
Berhasil dengan serangannya, paman Lui terbahak, katanya: "Malam itu di Pah to san-ceng kau berani mencari gara2 pada Lui toayamu, karena mengingat sesama orang sendiri. Lui-toaya tidak sampai melukai kau, tapi sekarang kau bangsat ini sudah berkhianat, pagar makan tanaman, dalam bahaya bukan membela sobat sebaliknya kau malah takluk pada musuh, maka Lui-toaya sekarang tidak akan sungkan2 lagi padamu, boleh kau mencicipi bagaimana rasanya pukulan Thian hud ciang!"
Begitu selesai berkata, secepat kilat ia menubruk lagi ke depan, dengan jurus Hud-cou-hang-coh ia hantam dada Suma Keng.
Paman Lui kadung benci pada orang yang tak tahu malu dan rendah ini, karena itu kendatipun ia tahu Suma Keng sudah terluka, namun serangannya tetap disertai tenaga dalam sepenuhnya
Sebaliknya Suma Keng terlalu pandang enteng lawan sehingga dalam satu gebrakan isi perutnya terluka parah, waktu itu ia sedang mengatur pernapasan, ketika serangan kedua paman Lui dilontarkan ke arahnya dengan kekuatan yang mengerikan, ia berusaha untuk menghindar, namun tak mampu, mau melawan juga tak kuat, saking takutnya air mukanya berubah pucat seperti mayat, hampir saja ia menjerit.
Pada saat yang gawat itulah tiba2 sesosok bayangan berkelebat dari samping, di tengah udara ia sambut serangan paman Lui itu dengan keras lawan keras.
"Blang!" benturan keras terjadi, paman Lui tergetar mundur, diam2 ia kaget oleh tenaga dalam orang itu.
Walaupun demikian, penyergap itupun kena dihajar oleh tenaga pukulan paman Lui sampai berjumpalitan beberapa kaki di udara, ketika melayang turun air mukanya sebentar berubah merah dan sebentar pucat, jelas ia telah kecundang.
Orang itu tak lain adalah Tok-kak-hui-mo Li Ki. Setelah tarik napas panjang, katanya: "Lui sinting, tak perlu kau berlagak, coba rasakan lagi pukulan tuanmu ini!" Habis berkata sekaligus ia lontarkan tiga pukulan dahsyat Selama berkecimpung di dunia persilatan, keistimewaan yang diandalkan Tok-kak-hui-mo Li Ki adalah kecepatan gerak tubuh serta anehnya jurus serangan yang dipakai
maka bisa dibayangkan betapa dahsyat dan hebatnya serangan yang dilancarkan dengan nekat.
Dalam pada itu, Ji-lopiautau dan Buyung Hong masing2
juga sudah bertempur dengan musuh, Tian Pek sendiri setelah berhasil mendesak mundur 4-5 orang berpakaian ringkas, ketika tiba2 melihat keadaan paman Lui terancam bahaya, cepat ia memburu ke sana.
"Hiantit, tahan!" teriak paman Lui dengan lantang
"Serahkan saja makhluk pincang ini kepadaku, biar paman bereskan dia."
Diiringi bentakan keras, beruntun ia lepaskan dua kali pukulan gencar untuk memulihkan kembali posisinya yang terdesak, kemudian bergantian dia memberondong Tok-kak-hui-mo dengan beberapa kali pukulan yang lebih dahsyat.
Seketika Tok-kak-hui-mo Li Ki terdesak mundur hingga jauh.
Di pihak lain, Tui-hun-leng Suma Keng telah memanfaatkan peluang itu untuk mengatur pernapasannya, ia jeri menyajikan ketangguhan Tian Pek, ia tahu kawanan jago Lam hay-bun yang dipimpinnya sekarang masih bukan tandingan pemuda itu, apalagi dengan mata kepala sendiri ia pernah menyaksikan Hay gwa sam-sat yang digembar-gemborkan kelihayannya juga keok di tangan anak muda itu.
Setelah mempertimbangkan untung ruginya cepat dia mengambil keputusan untuk mengundurkan diri, segera ia bersuit nyaring.
Suara suitan itu tinggi melengking, begitu menangkap suara tersebut, serentak Tok-kak-hui-mo Li Ki melepaskan suatu serangan tipuan, kemudian sambil mengundurkan diri
dia berseru: "Lui gila untuk sementara waktu biarlah kau hidup satu-dua hari laqi, dua hari mendatang utang piutang ini pasti akan kutagih berikut rentenya!"
Tanpa membuang waktu lagi, dia lantas kabur dari situ dan menyusup ke dalam hutan.
Suma Keng beserta belasan orang berpakaian ringkas itu ikut mengundurkan diri dari sana, rupanya suitan nyaring tadi adalah tanda untuk mngundurkan diri.
Tian Pek siap mengejar tapi paman Lui memberi tanda agar pemuda itu tak usah melakukan pengejaran lebih jauh, kepada Say-gwa siang jan ia berseru: "Setiap saat orang she Lui siap menantikan petunjuk dari kalian!"
Say-gwa-siang-jan tak berani banyak bicara, dengan membawa kawanan jagonya mereka kabur ter-birit2, dalam waktu singkat bayangan mereka sudah lenyap tak berbekas.
Setelah musuh sudah kabur baru Tay-pek-siang-gi maju ke depan, mereka mengucapkan terima kasih atas bantuan orang2 itu, lalu mereka berkata kepada paman Lui:
"Saudara Lui, sudah puluhan tahun kita tak berjumpa, tak nyana kau masih segar-bugar....."
"Hahaha, sialan, kalian masih berani ber-olok2 padaku?"
seru paman Lui sambil menggaruk rambut sendiri yang kusut. "Coba lihat, masa begini dikatakan segar-bugar?"
"Aku tidak maksudkan lahiriah....." seru Si-hoat-jin cepat. "Kalau melihat lahiriah andaikata tuan penolong tidak membicarakan diri Lui-heng dalam pertemuan kami tempo hari......." sambil berkata ia menunjuk ke arah Tian Pek. "Lalu Say-gwa siang jan juga memanggil kau Lui-gila, mungkin sampai saat ini kami tak kenal dirimu sebagai saudara Lui yang dulu . . . . Hahaha yang kumaksudkan
adalah kegagahan saudara Lui, ternyata tak berbeda seperti dulu!"
"Ai, kejadian yang sudah lewat lebih baik jangan disinggung lagi," kata paman Lui. "Marilah bicara dulu mengenai kalian berdua yang telah lama mengasingkan diri dari keramaian dunia persilatan. Kenapa kalian mengikat permusuhan dengan Say-gwa siang jan sehingga terjadi serbuan ini" Siapa pula orang2 kekar tadi?"
"Ai, panjang sekali kalau diceritakan," kata jago kedua dari Tay pek siang-gi sambil menghela napas. "Mari, mari, Lui-heng, kuperkenalkan dirimu pada seorang sahabat!"
Sambil menuding pemuda tampan yang berada di belakangnya ia berkata pula: "Dia tak lain adalah Siang-lin Kongcu yang punya nama besar di dunia persilatan, kenal bukan?"
Lalu kepada Siang-lin Kongcu sambil menunjuk paman Lui dia menambahkan: "Dan saudara ini adalah Thian hud ciang Lui Ceng-wan yang namanya pernah menggetarkan kedua sisi sungai pada puluhan tahun berselang!"
"Selamat berjumpa! Selamat berjumpa!" cepat Siaog-lin Kongcu memberi hormat.
Dengan mata melotot serta memancarkan sinar tajam paman Lui menatap pemuda itu. kemudian sambil tertawa ter-bahak2 ia berkata: "Hahaha, jadi Siang-lin Kongcu yang tidak hangat ialah kau ini.....?"
Merah wajah Siang-lin Kongcu karena jengah, Tian Pek sendiri sedang mengawasi Siang-lin Kongcu, dilihatnya pemuda itu masih mengenakan baju hijau seperti dulu, hanya sekarang tanpa perhiasan yang mahal2, sikapnya tidak segagah dulu lagi, malahan alis matanya bekernyit dan tampak murung.
Tanpa terasa terbayang kembali olehnya betapa gagah dan ramahnya Siang-lin Kongcu di masa lalu, sekalipun ayahnya terikat dendam berdarah dengannya, namun antara dirinya sendiri dengan pemuda itu boleh dibilang pernah bersahabat, sedikit banyak ia merasa terharu juga melihat keadaannya sekarang.
Sambil melangkah maju dia lantas menyapa; "Kongcu tidak menetap di kota Lam-keng, untuk apa anda datang ke rumah kediaman 'orang mati hidup' ini?"
Dengan ter-sipu2 Siang-lin Kongcu tundukkan kepala dan tidak menjawab.
Toako dari Tay-pek-siang-gi, yakni Hoat si jin, segera berseru: "O, jadi kalian sudah saling kenal .."
Bicara sampai di sini, ia berpaling dan memandang puing yang berserakan itu sambil menggeleng kepala dan tertawa getir terhadap paman Lui.
"Sudah banyak tahun kita tak berjumpa," katanya kemudian, "Tak tersangka setelah bertemu lagi sekarang, tempat duduk pun tak punya ..."
"Tak perlu sungkan," tukas paman Lui dengan dahi berkerut. "Ceritakan saja apa yang terjadi."
Begitulah beberapa orang itu lantas berdiri di sekitar bekas tempat kebakaran, dan Tay pek siang gi pun mulai menuturkan jalannya peristiwa.
Mendengar cerita tersebut, diam2 paman Lui
menjulurkan lidahnya tanda keheranan dan kaget.
Kiranya Hoat-si-jin merasa kuatir akan kepergian Tian Pek ke kota Lam keng untuk menuntut balas bagi kematian ayahnya maka sesudah Tian Pek berangkat, ia segera
menyadarkan adiknya, Si-hoat-jin lebih dulu dan kemudian baru melepaskan Wan-ji.
Oleh sebab Si-hoat-jin bertindak kasar karena terpengaruh oleh lukisan Soh-kut-siau-hun-pit-kip yang aneh dan merangsang itu, maka kejadian itu harus dilewatkan dengan canggung namun tak sampai berekor panjang.
Demikianlah, setelah meninggalkan rumah tinggalnya, mereka lantas menuju ke dua belas gua karang untuk mencari jejak Tian Pek, apa mau dikata, sekalipun daerah di sekitar sana sudah dicari secara teliti, namun jejak pemuda itu tak berhasil ditemukan.
Maka berangkatlah mereka menuju kota Lam-keng, beberapa kali mereka menyusup ke dalam istana keluarga Kim untuk melakukan pengintaian namun bukan saja jejak Tian Pek tidak berhasil ditemukan, malahan beberapa kali mereka bentrok dengan kawanan jago istana Kim dan nyawa mereka nyaris melayang di tangan kawanan jago tersebut.
Menyaksikan betapa ketatnya penjagaan di sekitar istana, kedua orang ini semakin kuatir kalau2 Tian Pek tertangkap dan terbunuh di dalam istana tersebut, namun apa daya, kekuatan mereka terlalu minim dan tak mampu melawan kelihayan jago2 istana keluarga Kim. tapi merekapun tak rela meninggalkan tempat itu dengan begitu saja.
Akhirnya mereka mengambil keputusan untuk berdiam di sebuah rumah perginapan, selain mencari jejak Tian Pek, mereka pun berusaha mencari kesempatan untuk menyusup kembali ke dalam istana keluarga Kim.
Begitulah, telah sebulan lamanya mereka berada di situ, mereka mendengar berita yang tersiar di dunia persilatan yang mengatakan sewaktu diadakan pesta lampu pada
malam Cap-go-meh Su toa kongcu diri dunia persilatan serta kawanan jago yang hadir dalam pertemuan itu telah tewas semua terjebak oleh alat rahasia Sek-ki-toa-tin dan istana keluarga Kim yang lihay, Tian Pek termasuk di antara korban yang tewas.....
Ada pula kabar mengatakan Tian Pek tidak mati, dia berhasil lolos dari jebakan Sek-ki-toa-tin istana keluarga Kim, tapi akhirnya tewas juga di lembah Bong-hun-kok di bukit Ci-kim-san yang ada di luar kota Lam-keng.
Bahkan ada pula yang mengabarkan bahwa Tian Pek telah takluk kepada pihak perguruan Lam-hay-bun....
pokoknya suasana waktu itu amat kacau, beritanya simpang siur dan beraneka ragam.
Akhirnya muncul Lam-hay-hun yang menguasai dunia persilatan, maka kedua jago Tay- pek ini melakukan penyelidikan yang terakhir dalam istana keluarga Kim, dalam suatu penjara batu tanpa sengaja mereka telah menyelamatkan jiwa Siang-lin Kongcu.
Waktu itu Tay pek siang gi hanya tahu bahwa mereka berhasil menolong seorang pemuda yang terada dalam keadaan tak sadar, mimpipun mereka tak mengira pemuda yang ditolongnya ini justeru pemilik istana keluarga Kim, Siang-lin Kongcu yang terkenal itu.
Setelah diajukan beberapa buah pertanyaan, mereka baru tahu bahwa istana keluarga Kim telah berganti pemilik.
Setelah Cing-bu-siu Kim Kiu dibunuh secara keji dengan cara Ngo-to-hun-si (lima golok mencincang mayat), Sianglin Kongcu dan adiknya Kang-lam-te-it-bi-jin Kim Cayhong ditangkap dan dikurung dalam penjara yang berbeda, sementara kawanan jago yang dipelihara dalam istananya banyak yang tewas dan menyerah kepada pihak lawan, kini istana tersebut telah menjadi markas besar Lam-hay-bun,
disinilah Lam-hay-it-kun memberi komandonya untuk menjajah dan menguasai seluruh dunia persilatan.
Sebagai akhir kata, Hoat-si-jin menambahkan. "Kalian tahu, apa sebabnya malam ini Say-gwa-siang-jan beserta begundalnya datang mencari gara2 kemari" Mereka datang kemari justeru lantaran mendapat perintah Lam-hay-bun untuk menawan Siang-lin Kongcu!"
Mendengar cerita ini, paman Lui dan kawanan jago lainnya terperanjat, lebih2 Tian Pek. Kecuali terkejut iapun merasa heran dan sangsi.
Cerita ini sudah pernah ia dengar dari Cui-cui dan kenyataannya banyak terdapat perbedaan, waktu berada di lembah Bong-hun-kok, Cui-cui pernah memberitahu kepadanya bahwa Lam-hay-bun telah menjajah seluruh daratan Tionggoan, Bu-lim-su-kongcu telah menjadi ketua cabang atau menjadi pimpinan kelompok Lam-hay-bun.
Kemudian sewaktu berada di Pah-to-san-ceng, ia pernah mencuri dengar pula pembicaraan Lam-bay-liong-li, katanya penyerbuannya ke daratan Tionggoan kali ini sekalipun atas nama Lam hay-siau-kun, namun pada hakikatnya Lam-hay-liong-li yang memimpin operasi, sementara Lam-hay-siau-kun Hay-liong-sin sendiri tak pernah datang ke daratan Tionggoan.
Jangan2 perkataan Lam-hay-liong-li tidak benar" Lam-hay-it-kun Hay-liong-sin, telah muncul sendiri di daratan Tionggoan"
Dari kenyataan sekarang dapat diketahui bahwa apa yang diucapkan Cui-cui tidak semuanya benar, sebab Lenghong Kongcu dan Siang-lin Kongcu tidak menyerah kepada pihak Lam-hay bun, malahan mereka telah tertawan dan nyaris jiwanya ikut jadi korban, atau dengan perkataan lain kembali gadis itu membohongi dirinya.
Tempo hari, oleh karena Cui-cui membohonginya, anak muda ini sudah merasa gusar, sekarang setelah terbukti ucapan Cui-cui kembali tidak benar diam2 ia tambah gusar kepada nona itu.
Setelah paman Lui selesai mendengar penuturan Tay-pek siang-gi, sesudah termenung sebentar, lalu katanya: "Nah, rupanya kita harus berkunjung pula ke istana keluarga Kim di Lam keng, siapa tahu kalau barang kawalan Ji-lopiautau yang dibegal telah diangkut ke sana?"
"Ah. soal barang kawalan itu adalah masalah kedua, lebih baik kita mencari dulu jejak Wan ji!" tukas Ji lopiautau cepat.
"Wan-ji memang harus dicari, tapi barang kawalan yang dibegalpun harus dicari, bagaimanapun juga kita akan menuju ke kota Lam-keng. Mau cari orang atau cari barang kawalan lebih dulu, biarlah kita tentukan sesuai dengan keadaan nanti."
Habis bicara, mendadak paman Lui berseru: "Hayo berangkat!"
Tanpa menunggu jawaban lagi, ia lantas melompat ke atas kudanya dan dilarikan secepat angin menuruni bukit.
Memang begitulah tabiat paman Lui, pemberang dan tidak sabaran, iapun tegas dalam berkata, sekali bilang pergi maka segeralah dia berangkat.
"Cianpwe berdua apakah mau ikut serta?" tanya Tian Pek kepada Tay-pek-siang-gi.
"Tentu saja, rumah kami sudah dibakar mereka, kalau tidak menuntut perhitungan pada mereka, aku harus menagihnya kepada siapa?"
Dengan penuh rasa haru Siang-lin Kongcu
menggenggam tangan Tian Pek, lalu katanya: "Saudara Tian, aku sangat mengharapkan bantuanmu untuk menyelesaikan masalah rumahku."
"Hmm!" Tian Pek mendengus. "Tahukah kau bahwa ayahmu adalah musuh besar yang telah membinasakan ayahku?"
Siang-lin Kongcu melengak dan tak mampu berkata pula.
Hoat si-jin cepat menukas: "Sekarang Kim-cengcu sudah tewas, ada baiknya kita lupakan saja persoalan dendam lama, mari kita bekerja sama untuk menghadapi Lam-hay-bun!"
"Siau-in-kong, mari kita berangkat!" ajak Si-hoat-jin, bersama Hoat-si-jin mereka lantas menyusul paman Lui yang sudah jauh.
Tian Pek berdiri termangu sambil berpikir: "Lam-hay-bun telah bantu aku membinasakan dua musuh besar pembunuh ayahku, sekarang aku malahan akan mencari Lam-hay-bun untuk membuat perhitungan.... Sebenarnya siapa penolong dan siapa musuh" Ai, persoalan ini benar2
sukar untuk dijawab .. .. "
Sementara itu Buyung Hong dan Ji lopiautau sudah melompat ke atas kudanya masing2, ketika melihat anak muda itu masih ter-mangu2, Buyung Hong lantas berseru:
'Engkoh Pek, hayolah kita berangkat!"
Tian Pek tersentak dari lamunannya, cepat dia melompat ke atas kudanya dan membedalnya menuruni bukit itu.
Dengan berlalunya beberapa orang itu, sekarang tinggal Siang-lin Kongcu sendiri yang masih berdiri termangu, ia terbayarg kembali masa jayanya, waktu itu anak buahnya
sangat banyak dan ia selalu berjalan di paling depan, tapi sekarang bukan saja dia seorang diri, bahkan tertinggal di paling belakang, rasa sedih tanpa terasa berkecamuk dalam benaknya ....
Tapi persoalan ini menyangkut urusannya, apalagi dia masih membutuhkan bantuan orang lain, maka iapun tidak ayal lagi, segera ia menyusul ke sana.
Sepanjang perjalanan ia merenungkan perkataan Tian Pek sebelum berangkat tadi; "Ayahmu adalah pembunuh ayahku ....!"
Suatu perkataan yang sangat membingungkan, ia merasa tidak paham dan tidak mengerti apa maksudnya, sebab pada hahikatnya ia sama sekali tak tahu ayahnya Cing-hu sin Kim Kiu pernah membunuh ayah Tian Pek, bahkan mendengar pun tak pernah ....
Dengan kecepatan ketujuh orang itu, empat menunggang kuda dan tiga berjalan kaki, ketika fajar baru menyingsing mereka telah tiba di kota Lam- keng.
Hari masih pagi sekali, pintu gerbang kota Lam-keng belum dibuka, ketujuh orang itu lantas mencari sebuah rumah penginapan yang terletak di luar kota untuk beristirahat.
Untungnya kota Lam-keng adalah kota perdagangan yang sangat ramai, banyak sekali kaum pedagang yang tiba di lua.r kota sebelum fajar menyingsing untuk beristirahat sekalian sarapan, kemudian bila pintu gerbang kota dibuka, mereka baru masuk ke kota.
Karena kebiasaan ini, kedatangan ketujuh orang ini sama sekali tidak menarik perhatian. Selesai bersantap pagi, masing2 lantas masuk ke kamar untuk beristirahat, mereka
mempersiapkan diri untuk melakukan penyelidikan ke dalam istana keluarga Kun pada malam harinya.
Waktu berlalu dengan cepatnya, sehari lewat tanpa terasa, ketika sang surya sudah terbenam, mereka titipkan kudanya pada rumah penginapan dan masuk ke kota dengan berjalan kaki, kemudian mereka bersemadi pula di suatu tempat gelap untuk menghimpun tenaga, menjelang tengah malam, tujuh orang itu baru melompati tembok pekarangan dan menyusup ke dalam istana keluarga Kim.
Di antara ketujuh orang itu ada empat orang yang apal keadaan bangunan tersebut, lebih2 Siang-lin Kongcu yang kembali di rumah sendiri, tentu saja dia lebih menguasai keadaan di situ daripada orang lain.
Di samping Tian Pek, Tay-pek-siang gi juga sudah beberapa kali mengunjungi istana keluarga Kim, di antara mereka hanya paman Lui, Ji-lopiautau dan Buyung Hong bertiga yang untuk pertama kalinya berkunjung ke situ.
Siang-lin Kongcu, Tian Pek dan Tay-pek-siang-gi berdiri di atas dinding tembok dan tertegun menyaksikan keadaan di tengah perkampungan itu.
Kiranya "balai pertemuan" yang besar di dalam istana keluarga Kim yang sudah tenggelam ke perut bumi oleh alat rahasia Sek-ki-toa tin ketika terjadi pertemuan Bu-lim sukongcu pada malam Cap-go-meh tempo hari kini sudah muncul kembali di atas permukaan bumi, dari sini terbukti bahwa orang2 Lam-hay-bun pandai pula dalam ilmu alat rahasia.
Selain Sek ki-toa tin telah membuat ruangan besar itu muncul kembali, malahan di sekelilingnya telah banyak bertambah pula alat2 rahasia lain.
Siang-lin Kongcu yang kembali ke rumah sendiri jadi terbelalak dan melongo.
Bangunan yang begitu luas dan besar bukan saja tidak nampak cahaya lampu, bahkan banyak ruangan, bangunan loteng dan bentuk semula sudah berubah, jalanan yang semula menghubungkan suatu tempat dengan tempat lain ternyata sekarang sudah buntu.
Siang-lin Kongcu ter-mangu2 bingung, akhirnya dengan suara lirih ia terangkan kejadian aneh itu kepada paman Lui.
Mendengar laporan tersebut, paman Lui sendiripun tercengang, sekalipun Lam-hay-bun dapat membangun dan mengubah kembali bentuk gedung keluarga Kim, tidak mungkin bangunan tersebut dapat selesai dalam waktu secepat ini.
Maka ketujuh orang itu lantas berunding lagi. Ji-lopiautau yang berpengalaman memang tak malu disebut jago kawakan, dengan pengetahuannya yang serba luas tiba2 ia berkata: "Dahulu ketika aku mengawal barang ke propinsi Ho-lam, suatu ketika pernah lewat di benteng Cong-liong-po (benteng naga sembunyi), pemilik benteng itu bernama Ciam ciang-say-lo-pan (ahli bangunan sakti), menurut apa yang kudengar keadaan benteng Cong-liong-po hampir boleh dibilang setiap dua-tiga hari pasti berubah bentuk satu kali. Hari pertama seorang dapat masuk ke benteng itu, tapi pada hari kedua sukar lagi menemukan kembali jalan semula. Konon kepandaian ini dinamakan Ciu-thian-sian-toh (mengubah peredaran tata surya), dengan naik turunnya sebuah bangunan rumah diubah letak bangunannya, kemudian dengan mengubah letak pintu dan jendela untuk merubah arah yang sebenarnya, lalu ditambah dengan penggunaan hutan pepohonan untuk mengubah sama sekali jalanan yang semula. Dalam
keadaan begini kendatipun dia adalah seorang yang apal dengan tepat tersebut juga sukar menemukan jalan tembus yang sebenarnya!"
"Kalau begitu, kedatangan kita ini jadi sia2 belaka?" seru paman Lui dengan dahi berkerut.
"Bukan begitu maksudku," sebut Ji-lopiautau "Kita tak perlu gubris jalanan apa yang terbentang di depan mata"
Asal ada tempat yang mencurigakan lintas kita terjang saja, masa akhirnya tak bisa menemukan sasaran yang sebenarnya" Cuma kita mesti hati2 akan alat jebakan . . . . "
Belum selesai ucapan itu, tiba2 dari tempat gelap ada suara dengusan orang, menyusul seorang dengan suara yang lirih seperti bunyi nyamuk berkata: "Kalau tahu ya tahu, kalau tidak tahu ya tidak tahu, jangan sok tahu dan meraba seenaknya sendiri, kalau sampai kecundang dan jiwa melayang, itu baru penasaran namanya!"
Paman Lui tahu pembicaraan itu menggunakan
semacam ilmu gelombang suara, bila tidak memiliki tenaga dalam yang sempurna tak nanti bisa mempraktekkan ilmu setinggi itu.
Segera paman Lui menjawab peringatan itu dengan ilmu yang serupa, katanya. "Siapa kau" Sahabat atau musuh"
Apa salahnya kalau unjuk diri untuk bertemu?"
Tiada jawaban, meskipun pertanyaan itu diulangi lagi, namun suasana masih tetap sepi.
Paman Lui berwatak tinggi hati, Tian Pek sendiri pun seorang jago muda yang tak sudi menyerah, serentak mereka melayang ke halaman sana, pikirnya: "Hm, semakin besar suaramu menakuti orang, sengaja pula aku akan mencobanya, akan kubuktiksn sampai di manakah lihaynya gedung ini......."
Tay-pek-siang-gi dan Siang-lin Kongcu tak mau ketinggalan, serentak mereka ikut melayang pula ke dalam halaman itu.
Siapa tahu, sebelum beberapa orang terakhir mencapai tempat tujuan, mungkin kaki Tian Pek dan paman Lui baru menyentuh tanah, tiba2 suara keleningan tanda bahaya berkumandang dengan gencarnya.
"Kling! Kling! Kling.....!" begitu gencar dan ramainya suara keleningan itu sehingga sangat menusuk telinga di tengah malam sunyi.
Berbareng dengan menggemanya suara keleningan itu, desingan angin tajam menderu2, hujan panah terjadi dari segala penjuru, semua anak panah itu tertuju ke sekeliling tubuh mereka.
Syukur Kungfu ketujuh orang ini sudah mencapai tingkatan yang luar biasa, meskipun terjadi hujan panah secara tiba2 dan lagi dalam jumlah banyak dan ganas, namun mereka masih mampu merontokkan anak panah itu tanpa terluka.
Hujan panah itu muncul secara tiba2 dan berhenti secara tiba2 pula, selagi ketujuh orang mencak2 merontokkan anak panah, mendadak keadaan tenang kembali, suasana menjadi hening pula, kegelapan kembali mencekam seluruh gedung itu, membuat suasana istana tersebut ibarat sebuah benteng mati.
Meskipun keheningan dan kegelapan terasa mencekam, semua orang dapat merasakan betapa tebalnya hawa napsu membunuh menyelimuti sekeliling tempat itu, sedikit salah tindak bisa jadi jiwa akan melayang
Tian Pek bertujuh sudah berpengalaman, mereka tahu jejaknya sudah ketahuan, tapi tindakan lawan yang sama
sekali tak unjuk diri ini menyangsikan mereka, sebab suasana yang hening inilah justeru mendatangkan rasa ngeri dan seram, seakan2 ada ber-puluh2 pasang mata sedang mengawasi gerak-gerik mereka dari kegelapan.
Akhirnya paman Lui tak sabar, dengan suara lantang ia berseru: "Thian-hud-ciang Lui Ceng-wan datang berkunjung, kalau berani hayo unjuk diri untuk bertemu!"
Suara tertawa dingin berkumandang dari kegelapan, suara itu tidak keras, tapi dingin menyeramkan, bikin orang bergidik, bulu kuduk serasa berdiri semua.
Melihat kehadirannya sama sekali tak digubris, Paman Lui naik darah, ia lantas melancarkan pukulan dahsyat ke arah datangnya suara tertawa dingin itu.
"Blang"!" di mana angin pukulan itu menyambar, secara aneh telah mengakibatkan meledaknya gumpalan bunga api yang segera memancar ke angkasa.
Gumpalan bunga api itu tak berbeda seperti kembang api yang dipasang orang pada malam tahun baru, begitu meledak segera terlihatlah cahaya kilat memancar keempat penjuru, menyusul mana bunga api berhamburan ke-mana2


Hikmah Pedang Hijau Karya Gu Long di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

. . . Mengikuti buyarnya bunga api, muncul sepulung asap tipis yang kian menebal, kemudian dari balik kabut tebal itu muncul seorang manusia berambut panjang yang menutupi sebagian wajahnya, sambil menyeringai seram manusia aneh itu tertawa kepada paman Lui.
Dua baris giginya yang putih tajam kelihatan bersinar dalam kegelapan hingga tampangnya yang memang seram tambah mengerikan.
Paman Lui tidak banyak cingcong, begitu makhluk aneh berambut panjang itu muncul serentak dia lancarkan suatu pukulan..
Makhluk aneh berambut panjang itu sama sekali tidak menangkis maupun menghindar, mengikuti embusan angin pukulan yang dahsyat, dia melayang mundur.
Begitu enteng dan gesit gerak tubuh makhluk itu, bukan saja mirip sukma gentayangan, bahkan tubuhnya se-akan2
tak bertulang, begitu lemas sehingga sama sekali tak takut dihantam, begitu terembus angin lantas ikut melayang pergi.
Sebagaimana diketahui, paman Lui termasuk jago yang tinggi hati, kendatipun tahu makhluk berambut panjang itu lihay dan berbahaya, namun ia tak sudi menyerah dengan begitu saja, tanpa pikir panjang ia melompat maju.
Tatkala tubuhnya melambung di udara, kelima jari tangannya terpentang lebar, dengan jurus Hud ciang-hwe thian (telapak tangan Buddha membalik jagat) segera ia mencengkeram makhluk aneh itu.
Makhluk berambut panjang itu memang lihay, kembali ia melayang ke belakang, dengan lincah tahu2 dia sudah melepaskan diri dari cengkeraman paman Lui.
Selama pertarungan berlangsung, makhluk aneh berambut panjang itu tidak berbicara atau melepaskan serangan balasan. Meskipun curiga, kaget dan heran, tak senpat bagi paman Lui untuk meneliti musuhnya dengan lebih seksama.
Gagal dengan serangan yang pertama, ia susutkan serangan berikutnya, dalam waktu singkat ia telah melancarkan belasan jurus serangan dahsyat
Namun kenyataan membuktikan kungfu makhluk
berambut panjang itu memang lihay gerak tubuhnya enteng seperti kapas, sekalipun tidak pernah melancarkan serangan balasan dan selama ini hanya berkelit belaka, namun setiap pukulan dahsyat paman Lui, jangankan kena sasarannya, menyenggol ujung baju makhluk itupun tak berhasil.
Paman Lui semakin penasaran, ia menyerang semakin bernapsu, setiap kali musuh terdesak mundur dia segera memburu maju ke muka, akhirnya walaupun ia tetap gagal melukai lawan, namun makhluk rambut panjang itu berhasil didesak mundur belasan tombak jauhnya.
Kini paman Lui sudah jauh terjeblos di pusat istana keluarga Kim, mendadak ia membentak, beruntun dari kiri-kanan ia melepaskan empat pukulan berantai, lalu ia melambung ke udara, dengan menukik ia menerkam ke bawah, telapak tangannya menghajar batok kepala lawan dengan keras.
Inilah jurus Hud-kong-bu-ciau yang maha sakti dari ilmu pukulan Thian-hud-ciang, musuh tak mungkin menghindar ataupun berkelit, dalam keadaan begini terpaksa ia mesti menyambut serangan tersebut dengan kekerasan.
"Blang!" terdengar suara keras, pukulan paman Lui yang maha dahsyat membuat debu pasir beterbangan, pohon tumbang dan rumput hancur.
Makhluk sambut panjang itu tampaknya terhajar telak oleh serangan maut itu, tapi tahu2 dia lenyap tak berbekas, hanya tersisa gumpalan asap tipis yang segera lenyap terembus angin.
Dengan mata terbelalak dan mulut melongo paman Lui melayang turun, ia terkejut menghadapi kejadian seperti 1n1.
Aneh, masakah keparat ini pandai ilmu gaib dan bisa menyusup ke perut bumi?" demikian ia berpikir Kalau tidak, kemana kaburnya" Jelas2 pukulanku bersarang telak di tubuhnya, kenapa mendadak bayangan tubuhnya lenyap tak berbekas" ...."
Dalam kaget dan curiganya paman Lui memeriksa keadaan di sekitarnya, apa yang terlihat kemudian membuatnya terkesiap. Ternyata bukan saja makhluk berambut panjang yang terhajar telak itu lenyap tak berbekas bahkan Tian Pek, Buyung Hong, Ji-lopiautau serta Tay-pek-siang-gi juga lenyap tak ketahuan rimbanya.
Sebagai seorang jago yang kenyang makan asam garam, paman Lui segera sadar bahwa dirinya kemungkinan besar sudah terkera siasat Tiau hou san (memancing harimau meninggalkan gunung), cepat ia putar badan ingin mencari Tian Pek.
Tapi baru saja ia berjalan, tiba2 terdengar desiran angin, beruntun muncul tiga sosok bayangan orang mengadang jalan perginya.
Orang di tengah berkepala besar, sebaliknya badannya pendek, ia mengenakan pakaian ringkas warna hitam dan memelihara jenggot kambing, sambil mengadang paman Lui, dengan sikap menghina ia mengejek: "Hehehe, katanya seorang jagoan lihayi nyatanya manusia tiruan asap Hoan-heng-yan (asap tanpa wujud) saja tak tahu! Huh, tanpa melihat jelas lantas bergebrak puluhan jurus dengan sia2, manusia macam begini berani menyatroni markas besar Lam-hay-bun di Lam keng. Hehehe, tampaknya kau sudah bosan hidup! Hayo cepat menyerah, jangan sampai menyusahkan Toaya turun tangan sendiri!"
Merah padam wajah paman Lui, mimpipun ia tak mengira makhluk berambut panjang yang diserangnya
habis2an tadi tak lebih cuma manusia tiruan yang diciptakan dengan sejenis asap tebal, hal ini semakin menggusarkan hatinya, dengan murka ia berteriak: "Bagus, dari pembicaraanmu yang gede tentu kau seorang jagoan"
Sebutkan namamu, pukulan Thian hud ciang Lui-toaya belum pernah membunuh seorang keroco tak bernama!"
"Supaya kau tidak mati penasaran, baiklah kuberitahukan siapa diriku ini," kata lelaki berkepala besar itu. "Tuanmu adalah Lotoa dari Mo kui-to-pat-yau dalam perguruan Lam-hay-bun, Toa-tau-kui-ong (raja setan berkepala besar) Sio Kong-beng, nah, sekarang serahkan jiwa anjingmu!"
Secepat kilat ia menerjang maju ke depan paman Lui, suatu pukulan mematikan segera dihunjamkan ke dada musuh.
"Serangan bagus," teriak paman Lui, sekali putar kontan iapun menyambut dengan jurus serangan Hud cou-can-sian.
Toa-tau-kui-ong sangat gesit, kepalanya yang besar menggeleng, tahu2 ia sudah menyelinap ke belakang paman Lui, kesepuluh jarinya bagaikan cakar segera mencengkeram di bagian yang mematikan di punggung paman Lui.
Berbicara sebenarnya, gerak tubuh paman Lui terhitung cepat, apa mau dikata kecepatan Toa tau kui-ong ternyata di luar dugaan, sebelum paman Lui melihat jelas bagaimana caranya orang menyelinap ke belakang, tahu2 angin serangan tajam telah menyergap tiba.
Ia terperanjat, cepat dikeluarkan tipu jurus berantai, Hoan-to-kasa (melepaskan jubah paderi), Hui-jun-cing-tam (menyapu debu membersihkan udara) serta Sau-cing-yau-hun (menyapu bersih hawa siluman).
Dengan gerak tubuh yang cepat Toa-tau-kui ong Sin Kong-beng berkelebat kian kemari, habis menyambut ketiga jurus maut paman Lui ia pun balas dengan serangan berantai dengan jurus Hon-cong si-hoan (kaum durjana hilang musnah), Ok-kui-ciat-hun (setan jahat menangkap sukma) dan Siau-kui-tui-mo (setan cilik mendorong gilingan), dalam sekejap mata paman Lui keteter sehingga kalang kabut.
Diam2 paman Lui terperanjat, ia tak menyangka Kungfu orang2 Lam hay bun sedemikian lihay dengan jurus serangan dan gerak tubuh yang belum pernah dilihatnya.
Meskipun musuh sudah terdesak hebat, tiba2 Toa-tau kui-ong berseiu kepada kedua orang yang berdiri di samping gelanggang. '"Hei, kenapa kalian cuma menonton belaka"
Hayo cepat maju membantu Toaya membereskan tua bangka ini!''
Kedua orang berpakaian ringkas itu segera menerjang maju dan penyerang dengan pukulan dahsyat.
Untuk melayani Toa-tau-kui-ong saja paman Lui sudah kewalahan, apalagi sekarang ditambah pula dua jago tangguh, seketika paman Lui keteter, keadaannya sangat berbahaya ....
Untuk sementara kita tinggalkan dulu paman Lui yang lagi terancam bahaya ini, kila ikuti pengalaman Tian Pek dan lain2, tatkala melihat paman Lui ketemu musuh, selagi mereka hendak memberikan bantuan, tiba2 terdengar kesiur angin tajam, beberapa titik cahaya putih secepat kilat menyambar tiba dan samping.
Semula mereka mengira senjata rahasia itu dilepaskan musuh yang bersembunyi di tempat kegelapan, mereka lantas mengayunkan telapak tangannya untuk menangkis.
Angin pukulan mereka bertemu dengan senjata rahasia tadi, "bluk, bluk!" bunga api lantas bertebaran bagaikan hujan, udara segera diselimuti kabut tebal.
Mereka terkejut, mereka kuatir di balik kabut hitam itu mengandung racun jahat cepat mereka menutup pernapasan.
Kabut tebal itu tidak seperti membuyar, ketika bergulung ke bawah, mendadak muncul berpuluh makhluk aneh berambut panjang dan bermuka setan.
Makhluk aneh itu melayang kian kemari dengan enteng, mukanya menyeringai seperti setan. Kejut dan heran mereka, segera mereka menyambut dengan pukulan gencar.
Terhadap serangan dahsyat itu makhluk aneh itu tidak menangkis maupun melepaskan serangan balasan, mereka hanya maju mundur seenaknya, keadaan ini persis seperti kejadian yang dialami paman Lui.
Seperti paman Lui, Tian Pek juga penasaran ketika dilihatnya setiap serangannya sama sekali tidak ditanggapi oleh makhluk berambut panjang itu, ia mengira musuh memandang rendah padanya, dengan gemas segera dia lancarkan serangan maut dengan tiga jurus dari ilmu Thian-hud hang mo ciang, yakni Hud-cou-hang-coh, Hud-kong-bu-ciau serta Sau-cing-yau-hun.
Lwekang Tian Pek dewasa ini terhitung top di kolong langit ini, Tian Pek sendiri tidak menyadari akan kekuatannya itu, ia tertegun tatkala dilihatnya serangannya berhasil menghantam musuh bahkan membuat semua musuh hilang tak berbekas.
"Sialan!" pikirnya, "jangan2 ketemu setan" Kenapa orang2 ini lenyap mengikuti embusan angin ..?"
Sementara ia tertegun, tiba2 dari balik semak sana terdengar orang tertawa dingin. Mendengar suara yang mencurigakan, Tian Pek lantas menggunakan ilmu langkah Cian-hoan-biau-hiang-poh, hampir tidak terlihat bagaimana caranya ia bergeser, tahu2 bagaikan segulung asap dia menyelinap ke dalam semak2 itu.
Tapi aneh, ketika ia tiba di tempat tujuan, ternyata tak terlihat sesosok bayangan pun, suasana tetap hening dan gelap gulita.
"Siapa dia?" kembali Tian Pek berpikir. "Masakah di kolong langit ini terdapat ilmu langkah yang lebih cepat daripada ilmu langkah Cian-hoan-biau-hiang-poh?"
Tian Pek berdiri ter-mangu2 di situ, tiba2 satu ingatan terlintas dalam benaknya, ia sadar apa yang terjadi: "Wah celaka, aku terjebak oleh siasat memancing harimau meninggalkan gunung, mereka pasti celaka . . , !"
Begitu sadar dirinya terjebak, pemuda itu langsung lari kembali ke tempat semula, tapi apa yang dilihat tak lebih cuma keheningan malam belaka, baik Ji-lopiautau maupun Tay-pek-siang-gi dan calon isterinya, Buyung Hong lenyap entah kemana"
Jauh di gedung sana lamat2 didengarnya suara pertarungan yang berlangsung seru.
Terhadap paman Lui yang jagoan serta Ji lopiautau dan Tay-pek-siang-pi yang sudah berpengalaman ia tidak terlalu kuatir, tapi Buyung Hong belum pernah keluar rumah, kendati ilmu silatnya cukup tangguh, namun
pengalamannya di dunia persilatan boleh dibilang tak ada, tak mungkin sanggup menghadapi tipu muslihat orang Kang-ouw.
Ia merasa bila Buyung Hong sampai terjatuh ke tangan musuh dan mengalami hal2 yang tidak diinginkan, bukan saja ia malu bertemu lagi dengan calon isterinya serta ibu mertuanya yang begitu sayang kepadanya, ia sendiripun malu untuk tancap kaki lagi di dunia persilatan.
Karena menguatirkan keselamatan calon isterinya, Tian Pek jadi gelisah, cepat dia mendekati tempat suara pertarungan itu.
Ilmu langkah Cian-hoan-biau-hiang-poh serta ilmu gerak tubuh Bu-sik-bu siang merupakan ilmu sakti dalam kitab pusaka Soh-kut-siau-hun-pit-kip, ilmu tersebut berhasil dilatihnya berkat bantuan Liu Cui-cui dengan tambahan To-li-mi-hun-toa-hoat ajaran Thian-siau-mo-li, kini dipraktekkan, kecepatannya memang luar biasa.
Istana keluarga Kim kini adalah markas besar Lam-hay-bun, penjagaan dijaga secara ketat, di mana-mana terdapat pos penjagaan, sebentar2 ada perondaan, penjagaan yang diatur ibaratnya jaring langit dan bumi.
Sekalipun penjagaan begitu ketat, tapi sayang, tak seorangpun yang mampu mengikuti gerak tubuh Tian Pek, anak muda itu sudah melayang 1ewat tiga halaman luas dan menyusup masuk ke ruang belakang.
Tian Pek mencapai tempat itu lantaran mengikuti arah datangnya suara pertarungan tadi, tapi aneh sekali, ketika ia tiba di bagian belakang istana Kim, ternyata suasana di tempat itu jadi sunyi senyap tak kedengaran suara apa pun.
Sudah tiga kali Tian Pek mengunjungi istana ini, tapi sekarang ia tidak kenal lagi tempat ini dan tidak tahu berada di mana"
Di tengah kegelapan malam bangunan rumah itu ber-deret2 dengan beribu jendela dan beratus pintu, tapi tiada
cahaya lampu sedikitpun sehingga menimbulkan rasa seram dan mengerikan.
Dengan gerak enteng Tian Pek menyelinap ke balik pagar tembok sana, di depan terbentang sebuah jalan setapak yang lurus.
Di kedua sisi jalan setapak itu tumbuh pohon bunga yang indah, bunga itu dirawat dengan rapi sekali hingga mirip dua baris dinding pendek dan berfungsi menghalangi pandangan kedua sisi, tapi kalau memandang lurus ke depan tak nampak ujungnya, entah berapa jauh jalan itu.
Di tengah jalan setapak itu menggeletak segumpal benda berwarna hitam. Dengan ketajaman mata Tian Pek. segera diketahuinya benda hitam itu adalah sesosok tubuh manusia.
Jantung Tian Pek berdebar, ia kuatir orang yang menggeletak di tengah jalan itu adalah Ji-lo piautau atau Tay-pek-siang-gi atau calon isterinya yang terbunuh, secepat kilat ia melompat ke sana, tanpa pikir ia hendak pegang mayat itu.
Tepi baru saja ujung jari Tian Pek menyentuh pakaian mayat tersebut, mendadak manusia yang menggeletak seperti mayat itu memutar tubuh sambil melancarkan serangan maut ke batok kepalanya.
Tian Pek sama sekali tak menduga akan terjadinya sergapan ini, lagi jaraknya terlampau dekat, bila serangan tepat kena sasarannya niscaya batok kepala Tian Pek akan hancur berantakan.
Untung Tian Pek sekarang bukan Tian Pek dulu, begitu telapak tangan musuh menyambar tiba, cepat ia gunakan langkah Cian-hoau-biau-hiang-poh untuk menghindar, dengan suatu lejitan tahu2 ia sudah melayang ke samping
dan persis lolos dari ancaman maut. segera pula ia siap melancarkan serangan balasan.
Tak terduga, orang yang disangka mayat itu lantas telentang dan muntah darah, badan mengejang, kaki berkelejetan, lalu mati benar2 sekali ini.
Kini Tian Pek dapat melihat jelas orang ini masih muda dan berwajah tampan, lengan kirinya buntung, orang ini ternyata tak lain adalah Siau-cing-hu Beng Ki-peng yang selalu memusuhinya itu.
Siau-cing-hu entah dilukai siapa, tapi dari sikapnya yang garang menjelang kematiannya, apalagi sebelum mengembuskan napas yang penghabisan ia masih sempat menghimpun segenap sisa kekuatan nntuk menyeran
Bara Naga 5 Bentrok Para Pendekar Karya Gu Long Dendam Iblis Seribu Wajah 13
^