Kisah Dua Saudara Seperguruan 3

Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Saduran Okt Bagian 3


oncatan tenang tetapi gesit sekali, hingga selanj utn ya cuma
suara angin yang terdengar pula, begitu pun suaranya
binatang-binatang alas di atas gunung.
Boe Wie berdiri bagaikan patung, matanya mengawasi
keluar, kemudian ia pergi ke pekarangan depan, akan awasi
sang salju sampai sekian lama.
Besok paginya, ini anak muda rubuh karena serangan
demam yang hebat, rupanya tadi malam ia kemasukan angin
jahat dan jadi jatuh sakit. Syukur buat dia, tuan rumahnya
yang bemama The Sam, serta isterinya, ada baik hati dan
suka rawat ia dengan sungguh-sungguh, maka selang dua
hari, panasnya lenyap separuhnya, hanya karena itu,
tubuhnyajadi lemah.
Selama dua hari itu Law Boe Wie senantiasa pikirkan katakatanya
In Tiong Kie si orang tua itu, ia pun kuatirkan
munculnya orang-orang polisi. Benar ia tidak takut yang ia
nanti kena dibekuk, tetapi ia kuatir tuan rumahnya nanti
terembet-rembet. Maka ia telah ambil putusan, asal sudah
segar lagi sedikit, ia hendak angkat kaki.
Di lain malamnya, Boe Wie rasai panasnya jadi lebih banyak
kurang, dari itu ia mulai pikir akan berangkat besok saja.
Apa mau, malam itu ada membawa lelakon.
Habis makan obat, ia rebahkan din, ia ingin tidur agar
dapat beristirahat, siapa tahu, karena senantiasa ingat besok
ia hendak merantau pula, ia sukar pulas. Sampai tengah
malam, sesudah lelah, baharulah ia Iayap-layap. Matanya
meram melek, tidak demikian dengan kupingnya yang jeli.
Tiba-tiba ia dengar suara berkeresek, suara itu pelahan
akan tetapi segera ia dapat kenali, itu bukan suaranya daun
rontok, hanya tindakan kaki satu ya-heng-djin, ialah orang
biasa berjalan di waktu malam, kepandaian siapa belum
sempurna betul, baharu jadi tujuh atau delapan bagian.
Di saat murid Thay Kek Pay ini hendak berbangkit,
sekonyong-konyong ada menyambar angin dari jendela, dari
mana pun berkelebatsatu cahaya putih bagaikan rantai perak,
menuju pada pembaringannya, pada tubuhnya sendiri.
Ia kaget tetapi ia tabah, ia tidak lupai kcpandaiannya, maka
ia ulur tangannya, akan tanggapi benda putih itu ketika si
benda lewati sedikit padanya. Nyata itu ada sebuah piauw.
Begitu lekas senjata rahasia itu sudah tergenggam dalam
tangan kanannya, dengan gerakan ?Lee hie ta teng? atau
?Ikan trambra meletik?, ia berloncat turun dari
pembaringannya, tangannya dibarengi diayun ke arah jendela.
?Sahabat, ini aku kembalikan bingkisanmu!? katanya.
Di luar segera terdengar suara nyaring, tanda bahwa
timpukan itu tidak mengenai sasarannya dan jatuh ke tanah,
hanya setelah itu, di luar jendela lantas berpeta dua bayangan
orang serta terdengar suara tertawanya nyaring, disusul sama
ucapan: ?Ha, benar-benar dia ada di sini!?
Menyusul kata-kata itu, dua bayangan tersebut lompat
masuk ke dalam!
Law Boe Wie segera menduga pada orang polisi, bahna
kaget, ia sampai keluarkan keringat dingin. Ia segera teringat
pada tuan rumahnya, yang ia kuatir nanti dapat susah karena
urusannya sendiri. Tapi bahaya sudah datang, ia tidak boleh
berayal, ia tidak bisa banyak pikir lagi maka ita, segera ia
hunus pedangnya yang selamanya belum pernah terpisah jauh
dari tubuhnya. Dengan si-apkan senjatanya, ia awasi dengan
tajam pada dua bayangan itu. Dua orang itu berpotongan
sedang, roman mukanya rada minp satu dengan lain, boleh
jadi mereka engko dan adik. Mereka masing-masing
bersenjatakan Thie-tjio dan scbatang golok Tan-too, ialah dua
macam gegaman yang biasa dipakai oleh orang-orang polisi.
?Sahabat, kau telah kepergok,? demikian salah seorang
berkata. Dia ?berusia pertengahan.?Baik kau berlaku gagah
sebagai orang Kang-ouw sejati, kau turut aku pergi ke kantor
pembesar ncgeri, supaya kau tidak membikin sukar pula pada
kita duasaudara?.?
Boe Wie memandang dengan mata melotot. Tahu pastilah
ia sekarang bahwa ia lagi berhadapan sama orang-orang
polisi. Maka ia jadi mendongkol: ?Ngaco!? ia membentak. ?Kau
orang bangsa elang dan anjingnya pembesar negeri mau
bicara tentang kehormatan orang Kang-ouw? Hm! Di sini
toaya ada, jikalau kau ada mempunyai kepandaian, kau orang
boleh bawa pergi!?
Sembari mengucap demikian, Boe Wie maju dengan
matanya mengawasi dengan tajam. Dua orang itu benar
berani, mereka tertawa pula.
?Jikalau demikian, sahabat baik, berkata mereka, ?harap
kau tidak mengatakan aku dua Saudara Giam ada berlaku
kasar kepadamu!?
Mendengar disebutnya Persaudaraan Giam, Boe Wie berdiri
diam. ?Oh, kiranya kau orang ada Giam-kee Heng-te,
Persaudaraan Giam!? is tegaskan. ?Kau orang jadinya ada
orang-orang polisi Pakkhia yang kcnamaan! Maafkan aku yang
sudah tidak kenali kau orang!
Dari tempat ribuan lie kau
orang telah susul aku, benar-benar kau orang
telah bercapelelah?.
Sahabat-sahabat baik, cara bagaimana aku bcrani
membuat kau orang kcccle?? Sahabat-sahabat, aku bersedia
akan iringi kau orang, supaya kau orang peroleh kcnaikan
pangkat dan kebahagiaan, hanya?? ia bersenyum ewah, ia
angkat tangannya, yang mcncekal pedang, ?? hanya sayang
sekali, senjataku ini menampik!?
Dua saudara Giam itu juga tertawa tawar.
Dua saudara ini, Tjin San dan Tjin Hay, memang terkenai,
tetapi Boe Wie tidak takuti mereka, apapula ia memang paling
benci hamba-hamba wet. Ia tidak jerih sekalipun ia sedang
sakit.
?Sahabat baik, kau manis sekali!? kata Tjin San. ?Kau
mempunyai senjata, kitajuga! Baiklah, Sahabatku, lain tahun
pada hari ini harian sembahyang kau satu tahun!?
Habis berkata begitu, dua saudara Giam itu geraki senjata
mereka, akan
tetapi Boe Wie mcndahului dengan ?Peh tjoa touw sim?
atau ?Ular putih mcnghcmbuskan bisa? untuk tikam dadanya
orang yang mcnjadi kanda. Dengan ?Heng kee kirn Hang?
atau ?Melintang di atas penglari emas?, Giam Tjin San tangkis
tusukan itu, tetapi setclah senjata mereka beradu, keduanya
mundur beberapa tindak. ?Aku tidak sangka, penyakitan
seperti dia, punya tenaga begitu besar,?Tjin San berpikir.
Sedang Boe Wie pun tidak nyana, hamba wet dari Pakkhia
ini ada dcmi k ian tangguh.
Habis mundur, Giam Tjin San maju pula, maka itu,
keduanya sudah lantas bcrtcmpur.
Giam Tjin Hay maju akan bantui engkonya. Thie-tjio dari
Tjin San ada liehay, tidak kurang 1 iehaynya tan-too dari Tjin
Hay, sebab dia ini mainkan itu dengan tangannya yang kiri.
Sang adik ini adalah seorang ?kidal?. Dan mclayani seorang
kidal memang rada sulit?.
Boe Wie sedang sakit, tetapi kepandaiannya ilmu Thay Kek
Pay mcnolong dia. Ilmu silat ini berpokok tenang, maka itu
dengan ketenangan, kesabaran, ia bisa layani musuh. Coba ia
tidak sedang sakit, dengan gampang ia bisa kalahkan dua
orang polisi itu. Syukur tadi ia telah keluarkan keringat,
dengan begitu, ia jadi dapat tenaga- Tapi, dasar lemah, ia
kurang keuletan, tubuh kosong membuat asabatnya lemah
juga, ia lantas merasakan pusing.
Sesudah kira-kira lima puluh gebrak, Boe Wie merasai ia
semakin lemah, karena ini, ia memikir untuk gunai tipu, kalau
tidak, ia bisa celaka di tangan dua hamba negeri itu. Di waktu
ia menangkis ke kanan, ia sengaja berlaku ayal, dengan begitu
dadanya jadi terbuka.
Giam Tjin San lihat lowongan itu, ia tidak bersangsi, akan
dengan ?Koay bong hoan sin? atau ?Ular naga jumpalitan?,
dengan Thie-tjionya menyerang dada musuh itu.
Boe Wie tidak menangkis, ia mclainkan tarik tubuhnya ke
belakang sedikit, tapi di sebelah itu, gesit luar biasa, ia putar
balik tangan kanannya, pedangnya, dari luar ke dalam. Ini
adalah ?Hoei ma kiam?, atau ?Loh-bee? pedang. Lalu dengan
?Giok lie touw tjiam?, atau ?Bidadari melempar jarum?, ia
teruskan menikam ulu hatinya.
Tjin San kaget, ia pun tidak sempat gunai pula senjatanya,
terpaksa ia egos kaki kanannya, akan buang diri ke kanan
dengan mundur sedikit, hingga tubuhnya jadi sempoyongan,
sekalipun demikian, ia masih kurang sebat, ujung pedang
telah mengenai lengannya, hingga darahnya lantas
bercucuran; dengan kesakitan, ia jatuhkan diri, akan
menyingkir sambil bergulingan ke arah pintu.
Boe Wie niat susul musuh itu, akan tetapi, seumpama
?cengcorang hendak menawan tonggeret, burung gereja ada
di belakangnya?, demikian Tjin Hay si kidal,dia ini menyambar
4engan goloknya, untuk tolongi saudaranya. Dia membacok
bebokong dengan tipu ?Lian-hoan Tjin-pou-samtoo? atau ?Tiga
bacokan saling susul?.
Murid Thay Kek Pay itu dengar sambaran angin di
belakang, ia tidak sempat putar tubuhnya lagi, maka untuk
singkirkan bahaya, kembali ia gunai ?Hoei-ma-kiam? dengan
apa ia tangkis golok lawan. Karena ini, sekarang ia mesti
layani satu sama satu pada si orang she Giam yang kedua.
Tapi iatetap lelah, kepalanya pusing, kakinya limbung?.
Tjin San lolos dari ancaman kepungan, dengan hati lega, ia
lompat bangun. Ia Iupai lukanyadi lengan, ia balik maju, akan
bantu adiknya mengepung musuh. Bukan main sibuknya Law
Boe Wie. Untuk satu Giam Tjin Hay, ia sudah kewalahan,
bagaimana kalau Giam Tjin San kerubuti ia? Selagi Tjin San
mendatangi dekat, dengan tiba-tiba ia menjerit dan rubuh
terguling, hampir berbareng dengan mana, Tjin Hay juga
menjerit, dia ini segera loncat keluarkalangan.
The Sam dan isterinya sudah tidur ketika pertcmpuran
dimulai, suara berisik menyebabkan mereka tersadar, maka
mereka kaget sekali dan berkuatir, kapan mereka mengintip
dan lihat kawan mereka, si penumpang, lagi dikepung musuhmusuh.
Mereka tidak punya kepandaian berarti, nyali mereka
suami-isteri ada kecil, dari itu mereka tidak lantas maju, untuk
membaniui. Di matanya dua saudara Giam, mereka
jugadisangka ada pcnduduk biasa saja, mereka tidak dicurigai.
Siapa tahu, mereka ini cerdik, mereka tunggu waktu, di saat
Boe Wie tcrancam, selagi musuh-musuhnya membelakangi
mereka, keduanya muncul dengan berbareng, dengan pisau
belati mereka menimpuk.
Tjin San kena tertikam bebokongnya, itulah sebabnya
kenapa ia rubuh sendirinya. la jadi korbannya nyonya The
Sam. Pisaunya The Sam scndiri mengenai lengannya Tjin Hay,
lcngan kanan, yang tens mcngucurkan darah. Kanda itu tidak
binasa karenanya, malah ia jadi sangat gusar, maka dengan
kuati hati, ia lompat bangun, ia terjang suami-isteri
pembokong itu. Percuma saja tuan dan nyonya rumah
mencoba bikin perl a wan an. sambil keluarkan jeritan
mengerikan, mereka rubuh saiing ganti di bawah hajaran
sepasang Thie-tjio dari si orang polisi dari Pakkhia.
Boe Wie kuatir tuan rumahnya turut bercelaka karena ia,
siapa tahu, sekarang mereka itu berkorban sekali. Ia
menyesal, karena lelahnya, sebab kepala pusing, ia tidak
dapat menolong suami-isteri itu. Tapi ia pun sengit, hingga
seperti kalap, ia terjang Tjin Hay siapa sedang kesakitan,
sampai goloknya tak dapat digunai sebagai bermula, hingga
dalam repotnya, dia kena dibabat pedang beberapa kali,
hingga dia rubuh dengan mandi darah.
Cepat Boe Wie lompat pada The Sam dan isteri; untuk
perihnya hati, iadapati mereka sudah mandi darah, tubuh
mereka rebah di samping tubuhnya Tjin San. Rupanya dia ini,
sehabis lampiaskan sakit hatinya pada suami-isteri itu, rubuh
pula saking lelah dan sakit.
?Sahabat baik, kau menang?.? kata Tjin San dengan
lemah, matanya separuh tertutup. Ia lihat musuhnya dan
mengenalinya. ?Tapi kau jangan berpuas hati, karena
sarangmu di Kang-lam sudah digulung! Percaya, kau juga
tidak terus bakal lolos?.?
Habis kata begitu, Tjin San tarik napasnya yang
penghabisan, mukanya kasih lihat senyuman iblis.
Boe Wie hampirkan The Sam akan raba tubuhnya.
?Aku sudah tidak berdaya lagi,? kata tuan rumah dengan
suara pelahan sekali. ?Pergilah kau, lekasan! Aku belum kasih
tahu kau tentang kabar yang aku dapat kemarin?. Memang
sarang kita di Shoatang sudah kena diubrak-abrik! Pergilah
kau, lebih baik ke Liauw-tong!?.?
Ia berkelejat kaki tangannya, ia pun susul Tjin San kelain
dunia. Rohnya Nyonya The Sam sendiri sudah pergi terlebih
dahulu?.
Melihat mayat-mayat itu, air mata Boe Wie meleleh keluar.
Ia sudah bebas, tapi ia telah celakai tuan rumah suami-isteri.
Dengan begini menjadi lebih nyata, ia benar tak dapat
berdiam lebih lama pula di Kwan-lwee! Maka ia jadi ingat In
Tiong Kie serta kata-katanya orang tua itu.
?Biar aku pergi ke Shoatang akan lihat apa aku bisa bikin di
sana?? begitu ia ambil putusan. Maka setelah siap, malammalam
juga ia angkat kaki?.
IV
Sesampainya di Liauw-tong, Boe Wie telah lewati tempo
beberapa bulan untuk pergi sana dan pergi smi, baharu ia
sampai di Oey-see-wie, di mana ia berhasil-menemui Tok-koh
It Hang, jago tua yang bergelar Pek-djiauw Sin Eng, si Garuda
Malaikat Seratus Cakar. Di sini tak usahlah dituturkan perihal
perantauannya beberapa bulan itu. Hanya, selama berada di
Liauw-tong, berubahlah pandangannya terhadap bangsa Boan
seumumnya. Nyata bangsa itu berbeda sikap daripada
pemerintahnya. Mereka hidup bertani, raj in dan ramahtamah,
sama seperti bangsa Han sendiri. Yang busuk atau
jahat, adalah golongan pembesar negeri atau tuan tanah, dan
golongan ini pun dibenci mereka. Sekarang tak lagi ia merasa
heran, kenapa In Tiong Kie menyingkir ke daerah perbatasan
ini dan betah berdiam di sini.
Mulanya bertemu sama Tok-koh It Hang, Boe Wie tidak
sebut-sebut In Tiong Kie, iapun tidak pakai cara kunjungannya
orang Kang-ouw, sebaliknya ia berpura-pura sebagai satu
pengungsi. Sebab sudah biasanya bagi ia untuk waspada.
Selama itu, ia belum tahu, jago tua itu ada orang macam apa.
Tok-koh It Hang bukan melainkan pandai silat,
pengalamannya pun luas, matanya tajam, satu kali saja ia
lihat tampangnya si pelarian ini, ia percaya orang bukannya
orang sembarangan. Ia terutama lihat tegas sinar mata yang
tajam dari orang ini. Maka ia pun curiga dan sangka orang
hendak can tahu hal-ihwalnya. Karena ini, tidak ayal lagi, ia
ajak Boe Wie main-main untuk beberapa jurus saja.
Tadinya Boe Wie menampik, ia merendah, tetapi
iasebenarnyaingin ketahui kepandaiannya jago tua itu, maka
akhirnya, ia terima tantangan. Adalah setelah keduanya
bergebrak, Boe Wie mengerti, lawan tua ini ada jauh lebih
liehay daripada ia, terpaksa siang-siang ia keluarkan
kepandaiannya ? ilmu Thay Kek Pay ? untuk bisa melayani
terlebih jauh.
Setelah berselang sedikit waktu. Boe Wie insyaf benarbenar
bahwa ia bukan tandingannya jago tua itu. Jangan kata
tubuhnya, bajunya saja ia tidak mampu langgar. Di sebelah
itu, ia sendiri merasai tangannya sesemutan, entah dengan
cara bagaimana ia diserangnya. Dengan sendirinya, ia
keluarkan keringat dingin.
Di saat muridnya Lioe Kiam Gim hendak loncat keluar
kalangan, mcndadakan si orang tua berseru: ?Kau sebenamya
keluaran Thay Kek Pay mana? Lekas bilang supaya tidak terbit
salah mengerti!?
Sampai di situ, Boe Wie tunduk benar-bcnar. maka ia terus
perkcnalkan dirinya, mendengar mana, si orang tua tertawa
berkakakan.
?Jadinya kau ada mund kepala dan Lioe Kiam Gim? Pantas
kau begird liehay!? bcrkata ia. ?Sudah beberapa puluh jurus
aku lawan kau, baharulah di dua jums yang terakhir aku bisa
atasi padamu. Dalam halnya kau ini, bukannya ilmu silat Thay
Kek yang kurang sempurna, itu adalah latihan kau sendiri
yang masih kurang.?
Keduanya sekarang bicara secara asyik sekali, sampai Boe
Wie tanya, Pek-djiauw Sin Eng ada punya perhubungan apa
dengan In Tiong Kie.
Ditanya begini, Tok-koh It Hang heran, ia mengawasi
dengan tajam.
?Apakah kau ada dari pihak Pek Sioe H wee?- akhimya ia
tegaskan.
Boe Wie cuma bersangsi-sebentaran, ia lantas manggut.
?Benar,? ia jawab. ?Teetjoe ada dari Golongan Hok.
Bagaimana Lootjianpwee bisa menduga begitu jitu??
Jago tua itu tertawa.
?In Tiong Kie pernah beritaliukan aku, bahwa kau ada satu
angkatan mudayang gagah dari Pie Sioe Hwee,? ia jawab.
?Karena tcrkabar kau lagi diarah oleh pemerintah Boan, pada
beberapa bulan yang lalu, In Tiong Kie sudah pergi ke Kwangwa
untuk can kau. Kau sebut dia itu, mestinya kau telah
bertemu dengannya. Sekarang kau telah sampai di sana, baik
untuk sementara kau jangan pulang dulu.?
Boe Wie berpikir ? ia berpikir dengan keras, lalu ia
berbangkit, akan terus menjura pada tuan rumahnya.
?Taruh kata tee-tjoe berniat pulang, itu tak dapat dilakukan
lagi,? kata ia ?Sekarang tee-tjoe insyaf, teetjoe
tidak pikir pula
untuk lakukan pembuhuhan-pembunuhan gclap. Malah teetjoe
ingin tetap tinggal di sini. Tee-tjoe mohon Lootjianpwee
tcnma aku sebagai murid, untuk aku menambah
pengetahuan?.?
Boe Wie hendak berlutut, tapi Tok-koh It Hang segera
mencegahnya dengan cepat cekal lengannya, untuk dikasih
bangun.
?Tidak, Lauwtee, tak berani aku terima kau sebagai
muridku,? berkata ia. ?Aku tidak punya kepandaian untuk
diturunkan kepada kau. Aku belum kenal pribadi dengan Lioe
Loo kauwsoe, tetapi dia adalah orang yang aku kagumi, dari
itu, tak dapat aku terima murid kepalanya, sebagai muridku.
Aku tidak bisa.?
Walaupun orang menolak, Boe Wie masih mendesak. Ia
kata ia bukan hendak meninggalkan Lioe Kiam Gim sebagai
guru, tetapi ia tak ingin kembali ke Kwan-lwee, ia ingin tetap
tinggal di Kwan-gwa ini, dari itu, pantas kalau ia yakinkan ilmu
silat terlebih jauh, sedang buat cari guru yang pandai, itulah
sukar sekali. Ia juga hunjuk, dahulu gurunya pernah pesan
untuk ia menambah pelajaran dari Iain-lain cabang kaum
persilatan, jadi tidak ada halangannya untuk ia berguru pada
lain ahli silat.
Oi dalam kalangan persilatan, memang ada aturan umum,
bi la dengan pcrsctujuannya sang guru, sang murid
boleh
bclajar lebih jauh pada Iain-lain guru. Lioe Kiam Gim taat pada
itu aturan, maka itu, ia berikan kemerdekaan dan izinnya pada
murid
kepalanya ini.
Tok-koh It Hang bukannya tak sudi dapat murid sebagai
Law Boe Wie, adalah itu aturan umum, yang ia tidak berani
langgar, tapi sekarang ia dengar keterangannya pemuda ini -
yang ia percaya-hatinya jadi girang. Hanya karena Boe Wie
benar-benar lichay, ia tidak pandang dia sebagai murid yang
biasa, ia pandang sebagai separuh kawan saja.
?Kau tidak ingin kembali kepada Pie Sioe Hwee, itulah
tepat, Lauwtee,? kemudian ia kata. ?Pembunuhanpembunuhan
gelap bukannya daya untuk mewujudkan usaha
besar. Hanya, apabila kau jadi tawar karenanya, itu pun keliru.
Tanpa menumpahkan darah, cara bagaimana bangsa Ouw itu
bisa digulingkan dan diusir? Tanpa tindakan itu, bagaimana
bisa ditumpas itu segolongan orang-orang berpengaruh
yangjahat dan kejam? Darah mesti dikucurkan secara
berharga, bukan seperti caranya Pie Sioe Hwee.?
Boe Wie ketarik dengan perundingannya ini guru baru,
hatinya jadi terbuka.
?Aku ada lagi satu contohnya,? Tok-koh It Hang berkata
lebih jauh. ?Berbatasan dengan daerah Liauw-tong ini ada
sebuah negeri yang dinamakan Rusia, rajanya dipanggil czar.
Raja itu ada kejam, banyak rakyatnya yang dibuang ke batas
Liauw-tong, ialah Siberia, dari itu, ada di antara rakyat itu
yang nyelundup ke Liauw-tong. Menurut pelarian ini, Russia
juga punyakan semacam perkumpulan mirip Pie Sioe Hwee,
yang bertujuan menggulingkan rajanya. Kau harus mengerti,
perkumpulan rahasia itu ada terlebih besar dari perkumpulan
kita. Kita hanya binasakan satu-dua pembesar negeri, tapi dia
bisa binasakan rajanya Itu telah terjadi belum seberapa lama
ini. Tapi, satu raja telah binasa, Iain raja muncul sebagai
gantinya, perkumpulan itu tetap tak dapat capai maksudnya.
Maka kemudian orang Rusia namakan pembunuh gelap yang
berani itu sebagai pendekar lacur yang tak berharga satu
sen!?
Mendengar ini, Boe Wie menyengir.
Demikian selanjutnya, Boe Wie tinggal menumpang sama
Tok-Koh It Hans, yang terima dirinya sebagai separuh guru,
hingga ia sendiri jadi sebagai ?separuh murid?, tapi toh ia
telah terima pelajaran sepenuhnya.
Tok-koh It Hang bergelar Pek-Djiauw Sin Eng, bisa
dimengerti kepandaiannya yang tinggi. Ilmu silatnya
berdasarkan Golongan ?Eng Djiauw Boen? ? Cakar Garuda, di
sebelah itu, ia ciptakan sendiri ilmu pukulan kim-na-tjhioe-hoat
yang terdiri dan delapan kali delapan -enam puluh empat
jums. Ia utamakan kegesitan tubuh, seperti garuda melayang
menyambar. Tapi kim-na-hoat ini scbaliknya da ri pad a Thaykek-
koen. Kalau Thay-kek-koen ada ?dengan lemas melawan
yang keras?, kim-na-hoat adalah ?sambil menyerang, membela
diri?. kim-na-hoat gabungkan ?luar? dan ?dalam? jadi satu. Ia
dapati julukannya justeru karena kegesitannya itu bagaikan
garuda
Tok-koh ada she atau nama keluarga asal orang asing
(Ouw) tetapi itu ? dari barat-selatan ? telah masuk ke
Tionggoan sejak AhalaTong, hingga di zaman itu sudah diakui
sebagai nama keluarga orang Han. Umpama ma-tua dari Tong
Thay-tjong Lie Sie pin, ia ada orang she Tok-koh. Tok-koh It
Hang ada asal Kwan-Iwee, karena singkirkan diri, ia jadi
tinggal menetap di Liauw-tong. Ia pun tadinya beranggapan
sebagai Boe Wie, ia duga sukar untuk ia tinggal sekian lama di
tempat baru ini, anggajjjlflfiya jadi berubah. Sebab
urnumnyaroRyat Boan ada sama seperti di Tionggoan,
rupanya ini disebabkan, penduduk Liauw-tong adalah
bangsanya sendiri dan dari itu, tidak perlu ditilik keras.
Beberapa tahun Law Boe Wie tinggal bersama Tok-koh It
Hang, tidak pernah ia abaikan ilmu silatnya, tidak heran, kalau
ia peroleh kemajuan. Di samping itu, ia terus suka berunding
s%na gurunya itu, terutama mengenai pemerintah Boan serta
sepak-terjang kebangsaan dari rakyat Tiongkok asli, umpama
Lie Tjoe Sen dan Ang Sioe Tjoan dari Thay Peng Thian Koife
Itu waktu, sehabis kegagalan Kaum Thay Peng, kedudukan
pemerintah Boan makin kuat, karena bangsa asing mcmbantu
padanya. Cita-citanya Tok-koh It Hang adalah mengumpul
kawan, tidak fcekerja sama-sama pemerintah, flfnenunggu
waktu, buat justeru bikin terguling pemerintah itu.
Boe Wie memang sudah punya dasar baik, dalam tempo
empat-lima tahun saja, ia telah bisa wariskan Tok-koh It Hang
punya enam puluh empat j?uros kim-na-tjhioe-hoat, serta
tujuh puluh dua jalan ilmu pedang ?Hoei Eng Tjiong-soan
Kiam? atau ?Burung garuda terbang berputaran?. Malah dari
In Tiong kie, yang dating kepadanya setelah setengah tahun
ia sampai di Liauw-tong, ia dapat pelajaran kepandaian
?mengenai senjata rahasia dengan mendengar suara anginnya
saja.
Dua-dua Tok-koh It Hang dan In Tiong Kie kagumi dan
hormati Lioe Kiam Gim, tetapi mercka tidak sukai Teng Kiam
Beng, soeteenya orang itu, apapula sekembalinya dari Kwan-I
wee ? Tionggoan ? In Tiong Kie telah bawa cerita bahwa ahli
waris Thay Kek Pay itu ? yang kesohor Thay-kek-kiamnya,
Thay-kek-koen dan Kim-tjhie-piauw sudah jadi angkuh
terhadap kaum Kang-ouw dan telah bergaul rapat dengan
pihak pembesar negeri, hingga dengan sendirinya dia itu
jauhkan diri dari Rimba Persilatan. Pun ada banyak orang
Kang-ouw yang tidak puas terhadap orang she Teng jtu.
?Pastilah akan ada satu hari, dengan sepasang telapakan
tanganku yang hanya berdaging ini, aku nanti coba-coba
semua tiga macam kepandaiannya itu!? kata Tok-koh It Hang
sambil tertawa apabila ia dengar keterangan sahabatnya.
Law Boe Wie dengar perkataannya jago tua ini, hatinya
bercekat, akan tetapi ia diam saja. Ia memang tidak puas
terhadap sepak-terjangnya soesioknya itu, sudah begitur, ia
juga tidak ketahui jelas keadaan orang.
Lima tahun sudah lewat sejak Boe Wie ikuti Tok-koh It
Hang, perubahan telah banyak terjadi. Sarangnya Pie Sioe
Hwee telah digulung sejak lama, maka itu pengawasan
pembesar negera terhadap perkumputan rahasia itu telah jadi
kurangan, apa pula Boe Wie yang tadinya dikepung-kepung,
seperti lenyap dari muka bumi. Karena ini, dengan tidak
sangsi-sangsi, Boe Wie bersedia akan kembal i ke Kwan-Iwee,
ketika gurunya tugaskan dia merantau akan cari kawan-kawan
sekerja. Hanya, bcgitu lekas ia mcmasuki Kwan-lwee, ia
dengar satu perkara penting sebab mana ia terpaksa tunda
dulu tugasnya.
Perkara apakah yang penting itu? Itu adalah halnya itu
perampasan barang upeti yang dilindungi Teng Kiam Beng,
yang kena dibegal di tempat tiga puluh lie di Hee-poan-shiadi
Djiat-hoo, bahwa yang lakukan itu ada scorang tua dengan
lidah Liauw-tong. Kejadian itu ada menggemparkan, karena
Teng Kiam Beng, ahli waris Thay Kek Pay, kena dibikin malu.
Caranya adalah, si orang
tua asal Liauw-tong bertangan
kosong tetapi Kiam Beng sudah gunai pedangnya, kepalannya,
dan piauwnya juga dengan sia-sia. Kemudian menyusul kabar
bahwa Lioe Kiam Gim, soeheng dan Teng Kiam Beng, yang
telah hidup menyendiri di Kho Kee Po, sudah berangkat ke
Utara, untuk mana. Lioe Kiam Gim telah minta bantuannya
orang-orang tua yang kenamaan.
Kejadian itu telah jadi buah pembicaraan urnum, terutama
karena orang menduga-duga, siapa si orang . tua Liauw-tong
itu, apa Lioe Kiam Gim bakal adu kepandaian sama orang
tua
itu, dan bagaimana nanti kesudahannya, siapa menang, siapa
kalah?
Oleh karena si begai tua disebut asal Li auw-tong. Law Boe
Wie segera juga sangka ?separuh gurunya? Tok-koh It Hang.
Jago tua ini pemah kata ia hendak coba-coba Teng Kiam Beng
deagan tangan kosong saja. Kalau ini dugaan benar, itulah
hebat, scbab dua-dua Kiam Gim dan It Hang adalah gurunya
sendiri. Kalau dua harimau berkelahi. sal ah satu mesti celaka.
Dan kedua guru itu sama-sama liehay!
?Orang lain boleh menonton, tetapi aku tidak!? pikir Boe
Wie. ?Aku mesti damaikan mereka!?
Lantaran ini, seteiah bersangsi lama, Boe Wie ambil
putusan akan pergi ke Djiat-hoo. akan can dua-dua gurunya
itu, akan tetapi, justcru beg-itu, mendadakan ia tcrima satu
kabar Iain, hingga ia mesti batalkan dahulu keberangkatannya
ke Djiat-hoo dan mesti segera pergi ke Kho Kee Po!
Selama bikin perjalanan ini. Law Boe Wie tidak pakai
namanya Tok-koh It Hang. Sebabnya ialah: kesatu, Tok-koh It
Hang sudah asing dengan keadaan di Tionggoan, dan kedua,
di sebelah itu, namanya Boe Wie ada tersohor dan dia sudah
punya banyak kenalan atau sahabat, karena, dia adalah tokoh
terkenal dari Pie Sioe Hwee. Boe Wie terima kabar penting itu
selagi ia berada di pusat Hay Yang Pang di Pou-tay, Shoatang,
sebagai tetamu dari wakdl kepala kaum itu, sebab
pemimpinnya lagi berpergian. Untuk berpisah dari satu
sahabat itu, guna cegah rahasia bocor, ia tidak berani sebut
terang-terang hendak pergi ke Djiat-hoo.
Hoe-totjoe atau wakil Ketua dari Hay Yang Pang bernama
Ie Tjee Ban, ia sudah berumur lima puluh tahun lebih tapi
dengan Boe Wie, ia berbahasa.-.. cngko dan adik,
pcrhubungan yang rapat ini bukan sebab pcrkcnalan saja
hanya mereka pcrnah saling bantu, dan wakil ketua itu sangat
hargai Boe Wie yang kosen dan djiatsim, scbagaimana Boe
Wie meenghargai kejujuran orang. Sebenarnya Boe Wie belum
tahu jelas asal-usulnya Ie Tjee Ban kecuali ia dengar, dia ini
ada keluarga golongan RimbaHijau.
Law Boe Wie mesti berangkat dengan tiba-tiba, tapi Ie Tjee
Ban tak izinkan dia pergi sebelum mereka dahar dan minum
arak dulu, maka kesudahannya, berdua mereka duduk
berjamu. Mereka masing-masing tenggak beberapa cawan,
mereka dahar dan mengobrol dengan asyik, sampai satu kali,
tuan rumah timbulkan satu soal.
?Lauwtee,? demikian kata tuan rumah itu, ?kau muda dan
gagah, dimana-mana orang hormati kau, tetapi aku, si
tuabangka, orang pandang tak berguna. Ada orang ajak aku
bckerja untuk dianya, orang bujuki aku bahwa hari depanku
penuh pengharapan. Terang orang tak lihat aku karena aku
jadi wakil dari suatu kawanan kecil?. Aku hilang muka!?
?Urusan apakah itu, Lauwko?? tanya Boe Wie dengan
heran. ?Kenapa Lauwko mesti hi lang muka? Kita toh
merdeka, kita tidak mcngandal i pangreh-praja??
?Kau benar, Lauwtee, tetapi orang
telah bujuki aku,
katanya sayang aku jadi wakil saja. Sebaliknya, mereka ingin
aku bckerja untuknya, katanya, hari depanku penuh
pengharapan?. Teranglah dengan itu orang pandang enteng
padaku!?
Boe Wie tidak mengcrti, ia minta keterangan.
?Itulah ketuaku yang lama, yang ajak aku!? kata Ie Tjee
Ban kemudian. ?Sebaliknya aneh! Ketua itu telah menghilang
dua puluh tahun lebih, atau sekarang ia muncul sebagai
pahlawan dari Istana Raja Boan. Dia ajak aku bekerja ke Inkoan,
katanya sebab aku ketahui baik Propinsi Shoatang ini.?
Hatinya Boe Wie bercekat. In-koan ada distrik di mana ada
tinggal gurunya: Lioe Kiam Gim. Kho Kee Po masuk dalam
wilayah distrik itu. Ia tidak ketahui jelas hati Ie Tjee Ban, dari
itu, ia pun tidak tahu hal ketua lama dari sahabat ini.
?Untuk apa minta bantuan Lauwko diminta?? ia tanya.
?Siapa tahu?? jawab Ie Tjee Ban. ?Dia tidak mau
menerangkarmya, dia cuma kata urusan penting. Aku percaya,
itu ada hal untuk bikin orang
celaka?.?
Meski demikian, Ketua Muda Hay Yang Pang ini berikan
keterangannya lebih jauh.
?Kau pasti tidak tahu, karena itu mengenai hal dua puluh
tahun yang lalu, ketika kau masih kecil,? kata ia. ?Itu waktu di
daerah Seetjoan Barat, Lo-kee Ngo Houw, atau Lima Saudara
Harimau She Lo, ada sangat kesohor. Dan aku ada salah satu
kacungnya. Mereka berkepandaian ti nggi tapi aku tidak tahu
hal-ihwal mereka, mereka mirip dengan orang Rimba Hijau. Di
Seetjoan Barat, mereka tidak bisa tancap kaki, mereka buron
ke Utara, tapi di sini, mereka bisa bekerja sama pembesar
negeri, kedua pihak tidak saling ganggu, bila mereka peroieh
hasil, mereka bagi hasil itu kepada pangreh-praja setempat.
Mereka biasa membegal dan memeras penduduk. Belakangan
aku dengar di Djie-tjoe, Shoasay, mereka kena dilabrak satu
nona, malah Lo Sam Houw, hilang jiwanya. Kejadian mi
membuat rombongan mereka buyar, maka kemudian, aku
masuk dalam Hay Yang Pang. Karena hilang satu saudaranya,
Lo-kee Ngo Houw berubah jadi Lo-kee Soe-houw -Empat
Harimau She Lo. Mereka menghilang, sampai tahu tahu,
sekarang mereka jadi pahlawan Raja Boan. Sebenarnya aku
jemu bercampur pula sama mereka, apa mau, mereka telah
datang can aku, mereka hen dak gunakan aku scbagai
pcrkakas. Coba tidak bukan pada kau, Lauwtee, sungguh aku
tak sudi merijeiaskan ini?.?
Tapi keterangan itu pun sudah cukup untuk Boe Wie. la
malah ketahui lebih banyak tentang permusuhan antara
Keluarga Lo dan Keiuaiga Lioe Kiam Gim dan In Giok bersama
Lauw Tian Peng adalah hajar Lima Harimau Keluarga Lo itu.
Kebinasaan Sam Houw di tangan In Giok menyebabkan orang
katakan si nona ada nona gagah yaag ajaib! Pun, waktu
hendak mulai pergi merantau, Kiam Gim pesan muridnya ini
sekalian dengar-dengar perihal pcrsaudaraan Lo itu, maka
kebetuIan sekali, sekarang ia dengar kabar penting itu.
?Ini tahun ada tahun luar biasa untuk aku!? kata Ie Tjee
Ban, sesudah ia tenggak beberapa cawan pula. ?Sudah aku
ketemui ketua lamaku,. juga ketuaku sendiri telah dapat maiu
dari seorang tua yang tidak dikenal, sesudah mana orang
datarg untuk bersahabat sama dia.?
uPantas kemarin ini Toa-totjoe pergi dan terus tidak
kembali,? Boe Wie kata.
?Ya, itulah sebabnya,? Ie Tjee Ban bilang. uIa mau pergi ke
pusat kita di Lek-shia, akan can tahu tentang orang
tua itu.
Lauwtee tentu belum tahu duduknya hai, nanti aku tuturkan.
Toa-totjoe telah terima laporan ada beberapa orang asing,
yang rornannya mencurigai, lagu-suaranya beda satu dari lain,
dandanannyajuga berlainan. Mereka tidak bawa barang
berharga tetapi sembunyikan senjata. Mereka tidak memasuki
Kota Pou-tay untuk mondok, hanya pergi ambil tempat di kuil
rusak beberapa lie di luar kota. Atas itu, Toa-totjoe larang
orang banyak omong, ia sendiri ajak dua kawan, untuk pergi
bikin penyel jdjkan secara diam-diam ke kuil itu. Kebetulan
dari Lek-shia ada datang dua saudara kita, yang ilmu silatnya
boleh diandali. Siapa tahu, sesampainya di kuil, mereka kena
dipermainkan. Mereka bcrtiga memang tak dapat
dibandingkan dengan kau, Lauwtee, tetapi mereka boleh
diandalkan, tapi mereka toh kecele. Malam itu tidak ada
cahaya rembulan. Mereka sampai kira-kira jam tiga lewat. Dari
atas genteng di mana mereka mendekam, mereka dengar
suara menggeros keras. Dengan gelantungi tubuh di payon,
Toa-totjoe mengintip ke dalam. Kuil ada gelap, ia tidak lihat
suatu apa. Tiba-tiba ia rasakan sebelah kakinya, yang
dicanteldi payon, ada yang tank, maka segera-ia putar
tubuhnya, akan naik pula ke genteng. Antara berkesiurnya
angin dengar suara anjing dari kejauhan. Tidak jauh
daripadanya, dua kawannya lagi memandang ke sekelilingnya.
IaJantas tanya dua kawan itu, mereka Jiflm apa dan kenapa
mereka tarik kakinya. Ditanya begitu, kedua kawan itu
mengawasi, mereka kelihatannya heran dan duka. Mereka
tidak tarik kakinya Toa-totjoe, malah mereka sendiri mcrasa
scperti ada kebut dengan pelahan. Bertiga, rnerekajadi
melengak. Justeru itu, dari samping, mereka dengar satu
suara dalam dari seorang tua: ?Aku di sini, kau orang nyata
tak dapat lihat padaku! Buat apa kau orang keheranan tak
keruan?? Mereka terperanjat, mereka menoleh dengan segera.
Mereka lihat seorang tua berdiri di dekat mereka! Orang tua
ini lantas tertawa, ia kata pula: ?Bukanlah gampang bahwa
Tuan yang terhormat datang dari tempat yang jauh, silakan
kita turun ke pekarangan kosong di bawah sana untuk mainmain!
Kenapa eh -kenapa kau orang bersangsi? Apa kau orang
takut? Apa kau orang jerih melihat banyak kawanku? Tidak,
asal aku suruh seorang saja bantui aku, aku berlaku tak
pantas pada kau orang, sahabat-sahabatku!?
Bercerita sampai di situ, Ie Tjee Ban berhenti sebentar, ia
hirup pula araknya.
?Atas tantangan itu, Toa-totjoe jadi gusar dan terpaksa
menerimanya,? kemudian ia melanjutkan. ?Mereka turun ke
tanah dan lantas bertempur. Belum ada sepuiuh jurus, Toatotjoe
sudah dibikm sibuk dan mandi keringat oleh pedangnya
orang itu yang sambar sana dan sambar sini, ke bagian
anggota-anggota yang berbahaya, tapi toh tidak pemah ujung
pedang mengenai sasarannya. Di sebelah itu, sambil
bertempur, orang tua itu saban-saban ngoceh, menganjurkan
kedua kawan Toa-totjoe maju akan bantu Toa-totjoe
mengepung padanya. Tentu saja kedua kawan itu jadi gusar,
hingga mereka tak takut nanti ditertawai orang,
mereka
maju, akan mengerubuti. Mereka bertiga, tapi akhirnya,
mereka sendiri yang kena dibikin repot, sampai sukar untuk
mereka meloloskan diri. Sementara itu, rombongannya si
orang tua muncul semua, mereka berdiri menonton, mereka
pada tertawa, tidak ada satu yang bantui orang tua itu. Untuk
setengah jam, Toa-totjoe bertiga di buat pcrmai nan, selagi
mereka sangat malu, jengkel dan mendongkol, tiba-tiba si
orang tua menghentikan pertandingan dan mengajak ikat
persahabatan. Dia mengaku dari Heng Ie Pay, bahwa dia
kebetulan lewat di Pou-tay, sama sekali mereka tidak bcrniat
kurang baik. Orang tua itu tanya kedudukannya Toa-totjoe di
dalam Hay Yang Pang, habis itu dia nyatakan, sama-sama
orang Kang-ouw, ia harap kedua pihak suka saling bantu.
Secara begini, Toa-torjoe terlolos dari bahaya, ia
menghaturkan maaf, kemudian ia ajak dua kawannya pulang.
Ketika ditanya she dan namanya, orang tua itu menampik, ia
hanya bilang, bila ada ketikanya, ia akan.datang mengunjungi.
Orang tua itu ngaku dari Heng Ie Pay, ia benar perlihatkan
bebcrapa jurus pukulan kaum itu, tetapi dua sahabatnya Toatotjoe
bilang, permainannya tidak terlalu lancar, sebab kalau
didcsak, dia itu keluarkan ilmu silat Siong Yang Pay. Entah apa
sebabnya itu??
Mendengar itu, Boe Wie agaknya terperanjat
?Oh!? ia berseru dengan tiba-tiba. ?Bukankah orang tua itu
jangkung-kurus dan pedangnya ada Tjit-seng-kiam yang
panjang?? ia tanya.
Ie Tjee Ban letakkan cangkir araknya, ia terkejut
?Benar! Eh, bagaimana Lauwtee kenal dia?? dia pun tanya.
?Selama beberapa tahun merantau, aku pernah dengar
orang omong tentang orang tua itu,? sahut Boe Wie. ?Dia itu
katanya teiah peroleh kesempumaannya ilmu pedang Tat-mokiam
dari Siong Yang Pay serta telah berhasil mcncuri pclajari
beberapa jurus ilmu pedang Boe-kek-kiam dari Heng Ie Pay,
kalau iasedang bertempur, selamanya ia gunai dulu ilmu
pedang curiannya itu. Orang yang Lauwko sebutkan itu mirip
dengan orang tua tersebut, dari itu aku menanyakannya. Aku
cuma pernah dengar namanya belum pemah aku ketemu
padanya.?
Otaknya Ie Tjee Ban sudah
terpcngaruh arak, ia tidak menanyakan lebih jauh, maka
itu, sctclah bicara pula scbcntaran, untuk kasih sclamat jalan
pada Boe Wie, mereka masuk tidur. Tapi malam itu Boe Wie
tidak bisa tidur pulas, ia melek mata tcrus sampai terang
tanah. Selama itu, ia sudah susun rapi keterangannya Ie Tjee
Ban.
Lo-kce Soe Houw hendak bckcrj a di In-koan, tidak salah
lagi, mereka itu tcntu hendak menuntut balas terhadap
Keluarga Lioe. Si orang tua gagah itu muncuk berbarcngan,
dia pun hendak ajak orang bekerja, mestinya dia ada punya
hubungan sama Lo-kee Soe Houw. Ia pun percaya, orang tua
itu mesti ada si orang tua yang dulu di rumahnya Soh Sian Ie
sudah pancing soesioknya Teng Kiam Beng, karena mana,
Teng Kiam Beng jadi bercidera dengan Tjiong Hay Peng, ahli
waris atau Ketua dari Heng Ie Pay. Distrik Pou-tay ini memang
ada jalan terusan ke In-koan.
?Soehoe telah pergi ke Utara, dengan begitu, Soenio mesti
berada sendirian di rumah,? pilar ia terlebih jauh. ?Soenio ada
wariskan kepandaian golok Ngo-houw Toan-boen-too dari Ban
Seng Boen, akan tetapi ia berscndirian saja, mana ia sanggup
layani banyak musuh jahat??
Sampai itu waktu, Boe Wie tidak pikir bahwa Yo Tjin Kong
masih berguru dan Bong Tiap sudah tambah usianya, di
scbelah siapa pun tambah Ham Eng. Maka itu ia jadi tambah
joiatir, hingga ia rebah gulak-gulik saja, ia tak dapat tidur,
hingga iamenyesal tidak bisa segera sampai di Kho Kee Po.
Demikiari sebabnya, ia membatalkan dulu perj alanannya
ke Djiat-hoo, Law Boe Wie sudah segera menuju ke In-koan di
mana ia sampai di Muara Kho Kee Po, di saat ia dapat tolong
Bong Tiap dan Ham Eng dari gangguannya musuh-musuhnya
Keluarga Lioe, sampai itu malam ia telah tolongi juga
soenionya, dengan ia berhasil menawan Bong Eng Tjin si
orang tua yang licin. Sayang, karena liciknya musuh,
rumahnya Lioe Kauwsoe telah habis dimakan api dan Lioe
Toanio, saking lelah, mendongkol dan karena 1ukanya di
dalam, akhimya turut rubuh juga.
?Biar bagaimana aku toh datang sedikit teriambat, kata Boe
Wie di akhir penuturannya sambil mcnghcla napas. ?Aku tidak
sempat kisiki Soemoay untuk bersiap hingga Soenio mesti
bercapek-lelah. Aku percaya, setelah beristirahat Soenio akan
dapatkan kesegarannya pula, dari itu, tak usah Soemoay
kuatir,? ia menghibur.
Bong Tiap sudah mengerti keadaan, maka itu sambil
memberi hormat, ia haturkan terima kasih mewakilkan ayah
dan ibunya.
?Beruntung kau datang, Soeheng,? katanya. ?Bila tak ada
kau, entah bagaimana jadinya dengan kita semua?.?
Boe Wie sibuk karena soemoay itu paykoei terhadapnya,
sedang untuk mencegah, dengan cekal tangannya si nona, ia
likat la tak dapat empo dan pondong si soemoay seperti duludulu.?
?Soemoay, Soemoay?? katanya ?Ini ada urusan kecil, kita
ada di antara orang sendiri, jangan kau pakai adatperadatan?.?
Lantas Boe Wie ingat pengalamannyadi waktu masih kecil,
ketika ia berkumpul sama guru dan soenio serta soemoay dan
soeteenya. sama-sama berlatih silat, sampai belasan tahun ia
merantau.
?Tahun dan bu Ian mengejar-ngejar manusia, sekarang
aku telah tambah usia!? katanya pula. Ia menghela napas.
Tapi ia toh baharu berumur tiga puluh tahun. dan sedang
gagahnya. Rupanya ia terpengaruh pengalamannya dan
sekarang Hiat soemoay itu sudah jadi gadis remaja! ?Soeheng,
kau keliru Tjin Kong kata. ?Kau belum tua, hanya
kepandaiamu yang bertambah! Romanmu menghunjukkan
kemudaanmu, begitupun caranya kau gunai pedangmu
barusan!? Dan soetee ini tertawa. Boe Wie turut tertawa.
Sementara itu orang telah sampai di rumahnya Hie Hong, di
mana Lioe Toanio dipernahkan.
Lioe Toanio masih tetap belum sadar, maka Boe Wie minta
Bong Tiap unut pula padanya, sedang Tjin Kong cekok ia
dengan obat yang dicampun arak.
Tiga atau empat jam kemudian, tiba-tiba Lioe Toanio ingat
akan dirinya.
?Tiap-djie, Tiap-djie!? ialah kata-katanya yang pertama
keluar dan? mulutnya. Ketika ia geraki tubuhnya, nyata ia
tidak bisa bangun. Maka ia cuma bisa pentang kedua
matanya, akan awasi semua orang di sekitamya. Matanya
bercahaya, rupanya, ia segera ingat pertempuran tadi.
?Bagaimana, Ibu?? Bong Tiap tanya.
Lioe Toanio coba geraki tubuhnya, ia merasakan lemas,
hingga ia jadi kaget sendirinya, sampai ia keluarkan keringat
dingin, hatinya mencelos. Ia pentang pula matanya.
?Kau orang semua mundur dulu, kecuaii Tiap-djie, aku
hendak bicara sama ia,? katanya. suaranya dalam.
?Coba buka bajuku,? kata Lioe Toanio pada gadisnya,
sesudah mcreka berada berdua saja.
Bong Tiap menurut, tapi lantas saja ia terkejut ketika ia
lihat sebuah titik hitam di bawah tete kin dari ibunya. hu ada
tanda darah man pada jajandarah ?Djie-khie-hiat?. Itu ada
bagian anggota yang kena serangannya tumbak dari LoToa
Houw.
Lioe Toanio lamas kasih jalan napasnya akan kumpul
semangamya, akan tetapi ia tak berhasil menyingkirkan tanda
matang biru itu.
Ia insyaf artinya itu, karcna ia ada satu ahli silat, dari itu,
mukanya lantas jadi pucat.
?Ludeslah sekarang kepandaian silatku,? kata ia sambil
bersenyum pada anak daranya. ?Umpama kata aku bisa
diobati scmbuh, aku tetap bercacat, aku tak lagi bisa bersilat.
Totokan dari Lo Toa Houw ada iiehay sekali, dia telah gempur
rusak khiekangku. Kalau aku ditolong pada waktu baharu saja
terluka, dengan diunit saja, akibatnya tidak sehebat ini. Aku
telah bcrkelahi melewati batas, cara bagaimana tubuhku tidak
jadi lemah? Ah, Anak, sayang kepandaianku dari beberapa
puluh tahun?.?
Bong Tiap berduka bukan main, tetapi meski demikian, ia
terhibur juga, karena jiwa ibunya masih tertolong.
?Anak, pergi kau ambil golokku Ngo-houw Toan-boen-too,?
kemudian sang ibu surah anaknya.
Bong Tiap kaget.
?Ibu, buat apakah itu?? tanya ia.
Lioe Toanio tertawa meringis.
?Anak toloH? katanya. ?Mustahil aku hendak berlaku nekat!
Aku tidak tega meninggalkan kau! Pergi ambil golokku hu, aku
hendak lihat satu kali lagi. Kau kembaii bersama mereka
semua.?
Bong Tiap menurut, ia lekas undurkan diri, ketika ia batik
bersama Ngo-houw Toan-boen-too, Boe Wie bertiga ikuti dia,
tetapi ketiga murid ini semua hunjuk roman duka, karena
mereka sudah dapat tahu, jago betina itu tidak lagi menjadi
jago betina. Mereka semua berdiam mengawasi soebo
mereka.
Sinar matanya Lioe Toanio bersinar ketika iasuruh gadisnya
bawa golok kepadanya.
Itu adalah senjata yang untuk banyak tahun tidak pemah
berpisah darinya. Dan Bong Tiap agak bergemetaran ketika ia
serahkan golok itu pada ibunya.
Lioe Toanio berniat bangun, tetapi ia tak dapat geraki
tubuhnya, maka itu, ia cuma ulur tangan kanannya. Ia minta
gadisnya bantu ia. Ia raba goloknya, ia sentil itu, hingga sang
senjata terbitkan suara nyaring.
?Bagus, bagusl? katanya, tetapi napasnya mengorong.
Golok itu tajam dan mcngkilap. Lioe Toanio gapekan Hie
Hong, supaya keponakan itu datang dekat padanya.
?Golokku ini telah temani aku berberapa puluh tahun
lamanya,? berkata ia, ?dipadu dengan KiamGim, dia adalah
kawanku yang terlebih tua jangan kau orang tidak pandang
mata pada golokku ini, ada sejumlah orang gagah dari
kalangan Kang-ouw yang telah tunduk di bawahnya. Umpama
Lo Djie Houw, lengannya adalah aku yang bikin locot! Adalah
engkongnya Tiap-djie yang berikan golok itu kepadaku, ia
bikinnya ketika aku berumur satu tahun lantas setiap
tahundilebur dan dilebur lagi, saban-saban ditambah
beratnya, setelah aku masufcumur sepuhih tahun, baharu aku
diizinkan menggunakannya. Golok ini bukannya mustika, tapi
tajamnya bukan main, apabila dipakai melukai orang,
darahnya tidak menjadi karatan. Dan sekarang aku tak dapat
pakai lebih jauh golok ini?.?
Lioe Toanio berhen ti bicara untuk bernapas.
?Sebenamya aku niat wariskan golok ini pada Tiap-djie,? ia
menyambungi kemudian, ?tetapi Tiap-djie sudah punyakan
pedang tajam buatan ayahnya sendiri, sedang Boe Wie sudah
punyakan senjatanya juga, sedang Kaum Thay-kek biasa
wariskan pedang saja, maka golokku ini, sekarang aku
serahkan pada Hie Hong saja. Dia ada turunan Ban Seng
Boen. dan Ngo-houw Toan-boen-too adalah goloknya Kaum
Ban Seng Boen sendiri. Golok ini aku tidak dapat bawa ke
lobang kubur, dengan aku berikan pada Hie Hong, aku bisa
balas budinya, tadi malam dia sudah bantui kita? Hie Hong,
man!?
Hie Hong girang berbarcog berduka, dengan menjura, ia
samburi golok dari bibinya itu.
?Tidak nanti aku sia-siakan pengharapan kau. Loodjinkee
katanya dengan janjinya. ?Aku akan simpan baik-baik golok
ini?
?Bagus, Anak,?kata Lioe Toann?. yang napasnya memburu.
?Coba kau sentil sekali lagi, kasih aku dengar! -Nah, sudah,
kau simpanlah!? Semua orang menjadi sangat terharu.
?Dasar Soenio mcnyayangi keponakan sendiri pikir Yo Tjin
Kong, murid kcdua dari Lioe Kiam
Gim. la mcrasa tidak enak scndirinya Tadi malam, ia juga
tclah adu jiwanya
tapi sekarang soenio ini tidak sebut-sebut dia. Ia rada jelus,
ia harapkan golok itu, hingga untuk sesaat, ia lupa Toan-boentoo
ada goloknya Kaum Ban Seng Boen, yang tak dapat
diberikan pada orang dari lain kaum.
Benar Lioe Toanio ada guru perempuannya tapi ia
sendiri ada muridnya Lioe Kiam Gim dari Thay Kek Pay,
seharusnya ia bersenjatakan pedang.
Setelah bcrdiam sekian lama. Lioe Toanio menghela napas
pula.
?Beginilah penghidupan,? katanya. ?Sejak hari ini, untuk
selama-lamanya aku akan pisahkan diri dari Rimba Persilatan.
Sekarang kau orang insyaf bagaimana liehaynya geiombang
dan badai dalam kalangan Sungai-Telaga. maka selanjutnya.
kau orang harus lebih waspada dan berhati-hati. Sayang sekali
aku tidak tahu dengan kepergiannya ini, entah bagaimana
dengan Kiam Gim?. Tak bisa aku tak pikirkan dia?.?
Air matanya nyonya ini meleleh keluar, ia batuk-batuk dua
kali, setelah diam sesaat ia berkata pula: ?Bicara halnya Kiam
Gim pergi ke Utara ini.
aku jadi ingat halnya soesiok kau dahutu telah jadi korban
dua musuhnya yang memakai topeng. Boe Wie bilang, satu
dari dua musuh itu adalah si orang tua yang semalam
bersenjatakan pedang panjang, maka setelah dia kena
ditangkap, pergi kau orang dengar pengakuannya! Pergilah
kau orang, kecuali Tiap-djie, yang mesti temani aku.?
Nyonya itu rapati matanya, tapi mulutnya tertawa
meringis?.
Lioe Toanio Lauw In Giok ceburkan diri dalam dunia Kangouw
sejak umur enam belas tahun, sampai umur dua puluh
dua, baharu ia menikah sama Lioe Kiam Gim, setelah mana, ia
tinggal menyendiri di Kho Kee Po. Selama enam tahun,
dengan goloknya Ngo-houw Toan-boen-too, ia telah ketemui
banyak orang gagah. Kalau ia undurkan diri karena
pernikahannya, tidak demikian dengan suaminya. Kiam Gim
mundur bcrduka karena sikap soeteenya. Tapi sekarang si
nyonya mesti mundur betul-betul, karena lukanya yang hebat
itu, maka itu, ia ada masygul dan menyesal bukan main.
Boe Wie berempat undurkan diri dengan masing-masing
sangat bersusah had, mereka pergi tengok orang tawanan
mereka.
Sejak tadi malam kena ditotok jalan darahnya ?Oen-hianhiat?,
untuk lima jam, Bong Eng Tjin mesti rebah bagaikan
mayat saja. Kalau dia diantap terus enam jam, dia bakal
sadar sendirinya, tapi kalau dia ditolongi, dia bisa
mendusindi segala saat. Sekarang, lima jam telah berlalu,
maka itu, dengan sendirinya, ia sadar dengan layap-layap. ia
tahu ia berada dalam tangan musuh tetapi ia ada berkepala
batu, atas pertanyaannya Boe Wie, ia tidak mau omong terus
terang, percuma orang bujuk dia.
Akhir-akhirnya Boe Wie bersenyum ewah.
?Apakah kau tetap menyangka aku tidak tahu halihwalmu??
kata muridnya jago tua dari Thay Kek Pay
kemudian. ?Kau adalah murid murtad dari Siong Yang Pay!
Kau ada anjingnya bangsa Boan! Kau adalah manusia cabul
dari kaum Kang-ouw! Dahulu soesiokku mengasih ampun
kepada kau, sekarang aku tidak!?
Dicaci secara demikian, Bong Eng Tjin menjadi gusar.
?Ya, aku ada orang Siong Yang Pay! Habis kau mau apa??
ia berseru. ?Ha, bocah, matamu picak! Cara bagaimana kau
berani bilang aku ada manusia cabul dari kaum Kang-ouw?
Dengan kepandaianmu, kau kalahkan aku, aku tidak akan
bilang suatu apa, tetapi janganlah kaungaco-belo! Kau bilang
dahulu soesiokmu kasih ampun padaku? Hm! Jangan
membabi-buta! Pergilah kau tanya dia, siapa yang ketika itu
dikasih ampun!?
Lantas Eng Tjin tutup pula mulutnya, ditanya
bagaimanapun juga, ia bungkam. Akan tetapi dengan
begitupun sudah cukup untuk Law Boe Wie mendapat
kepastian, benarlah mi orang yang telah permamkan
soesioknya, maka diam-dtam ia kedipi mata pada tiga
kawannya, untuk mereka undurkan diri, kemudian ia tutup
pjntu. Lalu, dengan sekonyong-konyong, ia dekati orang tua
itu.
?Kau ada satu laki-laki maka coba kau bilang, kau punya
perhubungan apa dengan Keluarga Soh dari Poo-teng?? ia
tanya.
?Apa itu Keluarga Soh dari Poo-teng? Aku tidak tahu!?
sahut Bong Eng Tjin sambil ia mendelik.
?Ha, kau tidak kenal Keluarga Soh dari Poo-teng?? BoeWie
tertawa. ?Aku lihat rupanya kau tetap tidak kenal walaupun
jiwamu secara kecewa akan dipakai menebus dosanya!
Apakah kau ketahui, kenapa Ouw Toakomu tidak datang? Apa
benar kau tidak tahu, bahwa kaulah yang disuruh jual
jiwamu??
Mendengar demikian, Bong Eng Tjin melengak.
?Eh, apa kau bilang?? ia tanya. ?Apa yang aku bilang adalah
apa yang aku bilang!? jawab Boe Wie dengan tertawa
sindirnya. ?Di kalangan Kang-ouw, siapa berkorban untuk
sahabatnya, pengorbanan itu ada harganya, akan tetapi lain
dengan kau-kau bakal terbinasadengan tidak keruan
juntrungannya! Kau barangkali tidak menyayangi jiwamu.
tidak demikian dengan aku ? aku sebaliknyaberkasihan??
Sambil berkata demikian, diam-diam Boe Wie lirik air muka
orang.
Tampangnya Bong Eng Tjin mcnjadi sebentar merah dan
scbcntar pucat, terang ia terperanjat dan hcran. Mcnampak
demikian, sambil terus tertawa menyindir, Boe Wie
tambahkan: ?Baik aku omong terus terang kepadamu! Kau
mestrnya ketahui baik bahwa soesiokku serta Keluarga Soh,
ayah dan anak, ada bersahabat kekai seperti saudara angkat.
Dan kau mestinya ketahui baik, orang she Soh itu ada
mcmpunyai perhubungan macam apa dcngan pembesar
negeri! Orang she Soh itu dan pembesar negeri, yang
berkongkol saw dcngan lain, sengaja kirimkan kcmari untuk
kau ju-al jiwamu! Bersama itu sejumlah sisa kantong nasi ?
ialah orang-orang tidak berguna ? kau dikirim kemari guna
bokong Keluarga Lioe, berbareng dengan itu, soesiokku telah
dibentahukan agar ia sampaikan warta kemari untuk kita siap
sedia! Ini dia yang dinamakan meminjam goiok untuk
mcmbunuh orang. Apakah benar kau tidak mengerti tipu daya
teji itu? Inilah kelicmannya Ouw Toakomu! Apa betul-betul kau
tidak mengerti? Kau toh ditugaskan juga meniliki lain orang??
Boe Wie sudah karang satu cerita, tetapi ceritanya ini
beralasan. Itulah sebab tadi malam, dari tubuhnya Bong Eng
Tjin, ia-tdah dapatkan sepucuk surat rahasia Itu adalah
suratnya Soh
Tjie Tjiauw dan Ouw It Gok dengan mana Bong Eng Tjin
diperintah bokong Keluarga Lioe berbareng memasang mata
kepada satu pahlawan Iain yang mendapat suatu tugas. Boe
Wie berpengalaman luas, ia tahu, di an tar a pah 1 a wan-pah
I a wan Boan ada kccurigaan atau kcjclusan, bahwa mereka
itu saling intip satu dengan lain. Itu ada suatu tipu daya dari si
Raja Boan, untuk dia bisa kcndalikan semua pahlawannya.
Dan ini adalah suatu rahasia dari Eng Tjin.
Mukanya Bong Eng Tjin jadi guram, ia percaya betul
obrolannya Boe Wie.
?Saudara yang baik, terima kasih untuk keterangan kau
ini!? katanya akhirnya. ?Baiklah, kau dengar aku! Kau bilang
Keluarga Soh dan soesiokmu ada seperti saudara angkat! Oh,
Sahabat, itu dugaan yang meleset sangat jauh! Keluarga itu
sengaja tempel soesiokmu supaya dengan begitu, soesiokmu
jadi renggang perhubungannya sama kaum Kang-otfw.
Soesiokmu niat ajak gurumu, hal itu tidak disetujui sama
Keluarga Soh, akan tetapi belakangan, keluarga itu tukar
sikap, maka ia lantas menyetujuinya. Keluarga itu tidak takut,
asal gurumu hendak lakukan suatu apa, yang tidak baik untuk
mereka, dengan lantas gurumu tak akan lolos dari gcnggaman
tangan mereka! Kelihatannya, kau dan soesiokmu, telah
digunai juga oleh Keluarga Soh, apabila itu benar, aku juga
hendak nasihati kepada kau orang
untuk waspada!?
Dari berjongkok, Boe Wie berlompat bangun setelah
mendengar keterangan orang itu. Ia bersenyum ewah.
?Terima kasih untuk keteranganmu! Terima kasih untuk
nasihatmu!? katanya, yang kembali dekati jago tua itu, akan
dengan tiba-tiba totok tubuh orang dengan jeriji tangannya,
atas mana, Bong Eng Tjin segera bergulingan mampet jalan
napasnya. Akan tetapi, walaupun demikian, mukanya masih
hunjuk senyuman iblis.
Boe Wie telah berikan orang totokan Djie-khie-hiat yang
liehay, yang mcminta korban jiwa, sesudah mana, ia panggil
saudara-saudaranya, akan urus mayat musuh itu.
Segera Boe Wie beritahukan saudara-saudaranya tentang
bahaya yang mengancam guru mereka, di sebelah itu, ia
berkuatir buat sepak-teigangnya Tok-koh It Hang, guru
setengah itu ? ia kuatir mereka nanti bergebrak. Kekuatiran
lain adalah sang guru nanti kena dijebak oleh Keluarga Soh
yang licin dan licik.
?Perlu aku lekas susul Soehoe,? ia menyatakan kemudian.
?Aku suka ikut, Soeheng,? kata Bong Tiap, yang kuatirkan
ayahnya. Ia juga ingin bantu soeheng itu, agar si soeheng
tidak bersendirian. Perihal ibunya, ia sudah dapat kepastian
ibu ini telah menjadi cacat, ia jadi tak usah kuatirkan apa-apa
lagi. Berbareng dengan itu, dengan perjalanan ini ia jadi bakal
dapat pengalaman.
Melihat si nona hendak ikut pergi, Ham Eng juga nyatakan
suka turut. Bong Tiap deliki saudara seperguruan itu.
?Buat apa kau turut?? kata dia ?Baiklah kau diam di rumah
untuk temani Ibu! Bukankah Ibu sangat sayangi kau? Kenapa
kau tidak hendak kawani Ibu??
Ham Eng berdiam tetapi terang ia tidak senang diam di
rumah.
Boe Wie pandang dua anak muda itu dengan bergantian,
segera ia berkata: ?Baik juga kalau Ham Eng turut! Tentang
Socnio, kau jangan kuatir, aku bisa atur!? Ia lantas berpaling
pada Hie Hong dan kata: ?Saudara Lauw, aku serahkan Soenio
kepada kau! Bukankah kau pernah bilang bahwa kau hendak
pergi ke Shoasay pada pamanmu? Kau boleh sekalian ajak
Soenio ke sana.?
Memang pernab Hie Hong menyatakan demikian, karena ia
lihat rumah bibinya sudah musnah dan ia kuatir pihak Lo nanti
datang untuk menuntut balas, dengan pergi pada Lauw In
Eng, adik kandungdari Lioe Toanio, yang sekarangjadi ahfi
waris Ban Seng Boen, kekuatirannya bisa diperkurang, karena
In Eng ada kenamaan.
Hie Hong setujui pikirannya Boe Wie. .
?Baik, Saudara Law?, ia nyatakan.
?Dengan andali golok Ngo-houw Toan-boen-too yang Bibi
hadiahkan padaku dan dengan periindungan saudara-saudara
sekaumdi sepanjang jalan, aku percaya aku bisa mcngantar
dengan tidak kurang suatu apa sampai di Shoasay.?
?Aku suka kawani Saudara Lauw pergi antara Soebo!?
bcrkata Yo Tjin Kong, yang sadari tadi diam saja. Tapi
scbenamya la kuarir Hie Hong tidak sanggup melindungi
soenionya itu dan ia ingin sekalian perlihatkan kcpandaian
Kaum Thay Kek Pay.
Pcngutaraannya Tjin Kong membuat Bong Tiap bertiga jadi
girang, hati mcreka menjadi iega. Dcmikian diputuskan, Hie
Hong dan Tjin Kong mengiringi Lioe Toanio beristirahat di
Shoasay, sedang Law Boe Wie bersama Bong Tiap dan Ham
Eng bcrangkai ke Utara. Dua-dua pihak tidak pcrnah
menyangka bahwa hampir-hampir ia orang berpisahan untuk
tidak bertemu pula?.
V
Ketika hari itu Lioe Kiam Gim bersama keponakan
muridnya, Kim Hoa, berangkat ke Utara, mereka tokukan
perjalanan cepat sekali. Selang belasan hari, dengan tidak
tampak suatu halangan, mereka telah sampai di Poo-teng.
Sesudah lewat dua puluh tahun lebih, kelihatan Kota Poo-teng
jadi berubah: adajalan-jalan yang lebih
ramai, adajalan-jalan yang jadi lebih sunyi. Ada sahabatsahabatnya
guru silat ini, yang sudah tidak berada Iagi di kota
itu.
?Scgala apa telah berubah, kecuali sewenang-wenangnya
bangsa Ouw?? kata Lioe Kiam Gim sambi 1 menghela napas,
seraya urut-urut kumisnya. Dan ketika ia berhadapan sama
Kiam Beng, ia sampai tidak lantas dapat mcngucapkan katakata
hanya air matanya menetes jatuh.
?Soetee, apa kau ada baik?? dcmikian pcrkatannya yang
ringkas sekali ketika kemudian ia bisa juga buka mulutnya. Ia
ada sangat terharu.
Teng Kiam Beng ada bcroman sangat kucel, tidak tampak
sifat jumawanya, mirip dengan seorang habis sakit, atau
seperti ayam jago pecundang. Terang dia likat menemui
saudara seperguruannya ini.
?Kau kcnapa, Soetee?? kemudian Kiam Gim tanya pula.
?Apakah kau tidak terluka??
Ditanya demikian, sepasang matanya Kiam Beng bcrsinar
dengan tiba-tiba.
?Soeheng,? katanya, ?walaupun orang telah rusaki nama
Thay Kek Pay, akan tetapi dengan kepandaian yang aku
punyakan, tidaklah gampang-gampang untuk orang cclakai
aku, hanya sayang, bendera Thay Kek Kie, orang telah cabut!?
Kiam Beng masih bclum insyaf bahwa orang tidak niat lukai
dia, bahwa iahendakdigoda saja, diganggu.
Lioe Kiam Gim menghela napas.
?Soetee,? katanya, ?bukan aku hendak membangkitbangkit,
tetapi coba dulu dengar perkataanku, tidak nanti
sampai terjadi seperti ini.
Dengan bersahabat dengan Keluarga Soh, bukankah kau
jadi seperti cari pusing sendiri? Benar kau melindungi upeti
akan tetapi aku percaya, orang melainkan tidak puas dan
karenanya orang hendak coba-coba padamu!? la tidak mau
menyesali terlebih jauh, karena mereka sudah sama-sama
berusia lima puluh tahun lebih. Maka ia tambahkan: ?Soetee,
aku menyesal dahulu kita berpisahan, karena diantara kita
terbit perbedaan faham.
Sekarang aku datang untuk mencari jalan perdamaian,
guna lenyapkan ketegangan.?
Kiam Beng jengah, akan tetapi ia kata: ?Soeheng benar,
akan tetapi di sebelah itu, aku telah terima budinya pihak Soh.
Coba dulu sewaktu terluka senjata rahasia beracun tidak ada
dia yang tolong obati aku, pasti sekarang lukaku itu tidak
dapat dikcmbalikan. Menjadi manusia, orang mesti bisa
bedakan kebaikan dari kejahatan, karena orang telah tolong
aku, mana bisa aku tidak balas bantu padanya? Selama dua
puluh tahun, pihak Soh tidak pernah berbuat tak selayaknya
terhadap aku, hanya siapa tahu, sekarang telah terjadi ini
gangguan kepadaku!?
Menampak orang tidak mau akui semua kekeliruannya,
Kiam Gim tidak mau mendesak lebih jauh, ia hanya minta adik
seperguruanttu tuturkan duduknya kejadian.
Kiam Beng tidak mau menuturkan dengan jelas, ia bilang
saja bahwa ia sudah dibegal di tempat tiga puluh lie di luar
Kota Hee-poan-shia di Djiat-hoo, bahwa begalnya ada seorang
rua yang bicara dengan lidah Liauw-tong, kepandaian siapa
?tidak tercela? tetapi tidak diketahui dari golongan mana.
Kiam Gim terima keterangan itu sambil bersenyum. la tahu
baik perangainya soetee ini, yang angkuh, yang suka bicara
banyak dalam hal kepuasan tetapi tak mau banyak omong
dalam hal kegagalan. tetapi karena urusan ini ia anggap
penting,ia toh masih menanyakan melit tentang
kepandaiannya si orang tua, bagaimana gerak-gerakannya.
Apabilasang soetee telah jelaskan. pihak lawan hanya
menggunai tangan kosong, akhimya soeheng mi berkata: ?Itu
adalah ilmu silat bahagian dalam dan luar yang telah
tergabung menjadi satu, adalah tenaga Siauw-thian-seng atau
Bintang Kecil yang dipergunakan untuk singkirkan segala
seranganrnu. Kepandaian itu mirip dengan Sha-tjap-lak-tjhioe
Kim-na-hoat dari Golongan Eng Djiauw Boen Bicara tentang
Kaum Eng Djiauw Boen, di Hoolam ada Tang Kie Eng dan d,
Hoo pa kada Hek Eng Ho- Di Liauw-tong, tidak pernah aku
dengar ada or-ang yang paham kim-na-hoat. Aku kenal Tang
Kie Eng dan Hek Eng Ho, aku pemah berunding dengan
mereka, aku tahu benar, kepandaian mereka berimbang sama
kepandaian kita, tapi sekarang ada orang yang melebihkan
Soetee, dia mesti ada orang luar biasa dari Eng Djiauw Boen.
Dia ada satu lawan yang tangguh, Soetee, tetapi walaupun
demikian, tidak usah kita jadi gentar.?
Kiam Gim percaya, apabila ia berhadapan sama lawannya
Kiam Beng, umpamanya ia tidak bisa peroieh kemenangan, i a
toh tidak nanti sampai kena dikaiahkan. Tapi, mendengar
pcngutaraannya itu, ia lihat muka saudaranya jadi pucat, ia
mengerti, saudara itu malu, maka ia iekas ubah
pcmbicaraannya.
?Eh, Soetee, bagaimana dengan Tee-hoe? Berapakah anakanakmu??
ia tanya.
Ditanya begitu, air mukanya Kiam Beng pulih dengan cepat.
?Isteriku telah meninggal dunia sejak beberapa tahun yang
lata,? ia menyahut. ?Kita orang terpisah terlalu jauh, hingga
aku tidak dapat kesempatan untuk mengabarkan kau,
Soeheng.? Tiba-tiba, air mukanya kerabali berubah, agaknya
ia sangat berduka ?Anakku melainkan satu, ia sekarang telah
pergi mencari jaiannya sendiri. Soeheng, ketika kita orang
berpisah, anak itu sudah bisa memanggil peh-hoe kepadamu.
Selama dua puluh tahun, aku cuma dapati ia seorang, tetapi
sekarang, entah dia ada di mana?,?
Kiam Gim heran. ?Setelah satu anak menjadi dewasa, kita
yang menjadi ayah-bunda tidak ketahui lagi cita-citanya,? ia
menyahut. ?Di waktu kecilnya, Hiauw ada dengar kata, akan
tetapi tambah tinggi usianya, tambah berubah perangainya.
Pada suatu hari ia meninggalkan rumah-tangga, ia pergi jauh,
tanpa pamitan lagi, ia melainkan meninggalkan sepucuk surat
dalam mana ia nyatakan, ia tidak sudi berdiam nganggur di
Poo-teng, bahwa ia ingin pergi mencari pengetahuan dan
pengalaman. Ia kata ia tak sanggup menungkuli hari-hari yang
tawar. Sebenarnya, dalam usia muda, siapa yang tidak ingin
terbang merdeka bagaikan burung garuda? Bukankah kita
bcrdua, dahulupun ada sangat bersemangat, ingin merantau
dan ciptakan nama dalam dunia Sungai-Telaga? Hanya kita
orang dapat keluar sesudah dapat perkenan dari guru kita!
Tidak demikian dengan Hiauw, tanpa mengucap sepatah kata,
ia angkat kakinya! Dia pergi dalam usia dua puluh satu tahun,
aku pun sudah tunangkan dia, kepergiannya itu membikin aku
berduka?.?
Suaranya Kiam Beng makin lama jadi makin perl ah an,
nyata ia terharu scndirinya.
Kiam Gim bisa mengarti kesukarannya soetee ini sebagai
satu ayah, maka itu, ia tidak mau omong terlebih banyak
tentang anaknya, ia melainkan menghiburi.
Putera dari Teng Kiam Beng ada bernama Teng Hiauw, dia
ada lebih tua sepuluh tahun daripada Lioe Bong Tiap, karena
ia sudah masuk umur dua puluh enam tahun, Kiam Beng
menikah lebih dahulu daripada soehengnya.
Teng Hiauw ada berpendapat lain daripada ayahnya. Selagi
ia masih kecil, karena ayahnya ?terpisah? dari kaum persilatan
lainnya, ia jadi kckurangan kawan, hingga ia jadi kcsepian.
Tapi ia tetap kenal beberapa anak muda, dari siapa ia telah
dengar tentang persahabatan ayahnya dengan Soh Sian Ie, ia
jadi tidak senang terhadap sikap ayahnya itu. Di lain pihak, ia
tidak puas dengan putusan ayahnya, yang sudah tunangkan ia
dengan gadisnya satu hartawan sedang ia sebenarnya
menaruh hati pada cucu percmpuan dari Kiang Ek Hian dari
kalangan Bwee Hoa Koen. Mengenai cita-citanya ini, yang
terintang, ia jadi makin tidak puas. Maka akhirnya, karena tak
dapat bersabar lebih jauh, ia berlalu tanpa perkenan lagi. Ia
tidak membutuhkan pesan atau surat perantaraan dari
ayahnya lagi, ia hendak merantau dengan andali diri sendiri.
Demikianlah, mengetahui kesukaran hati sang soetee, Kiam
Gim kemudian bicarakan soal kedatangannya ini ke Utara.
?Soetee,? tanyanya, ?sama sekali ada berapa orang
kawannya begal itu?
Sesudah berhasil dengan perampasannya, karena mereka
ada bawa banyak barang, mereka pasti tidak terlalu leluasa
dengan kepergiannya, maka itu, apa Soetee tidak dapat cari
tahu tentang mereka??
Ditanya begitu, Kiam Beng kerutkan sepasang alisnya.
?Aku menyangka padaTjiong Hay Peng dari Heng Ie Pay!?
iamenjawab. ?Aku duga, mereka adalah orang-orang jahat
yang dianjur-anjurkan oleh Tjiong Hay Peng! Bukankah
Soeheng ketahui, Hay Peng tidak senang terhadap aku? Itu
hari, dia sendiri tidak muncul. Si orang tua beriidah Liauw-tong
itu cuma berkawan kira-kira sepuluh orang, akan tetapi
mereka semua bukannya orang-orang sembarangan,
sebagaimana dua guru silat dan dua muridku, yang turut aku,
semua kena mereka bikin tidak berdaya. Jangan bicarakan
pula tentang pegawai-pegawai negeri yang turut
mengiringi?.?
Rupanya Kiam Beng anggap ia sudah angkat terlalu tinggi
pada musuhnya, maka bicara sampai di situ, lekas-lekas ia
menambahkan, suaranya keras: ?Walaupun demikian, aku
tidak takut pada mereka! Aku telah kuntit mereka itu! Hanya,
apa yang aneh, sesudah mengikuti sampai jauhnya seratus lie
lebih dari Kota Hee-poan-shia, dengan tiba-tiba mereka lenyap
di tempat yang dipanggil Sha-tjap-Iak Kee-tjoe. Kau
barangkali tidak ketahui, Soeheng, rumahnya Tjiong Hay Peng
justeru bcrada di Sha-tjap-lak Kee-tjoe itu!? Kiam Gim
perdcngarkan suara ?Oh!? tetapi ia terus tutup mulut.
Kiam Beng tidak puas melihat sikapnya soeheng mi.
?Kau lihat, Soeheng,? ia tanya,
?apa yang mcncurigai dalam hal ini??
?Jadinya kau telah sangka Tjiong Hay Peng,? soeheng itu
jawab.
?Sctelah itu, kau pcrnah atau tidak pergi padanya, untuk
menanyakan??
?Kenapa tidak, Soeheng?? sang soetee jawab. ?Aku telah
kunjungi padanya, tetapi ia tidak sudi menemui aku, ia kata,
seumur hidupnya, ia tidak suka berteman sama pegawai
negeri!?
Sepasang alisnya Kiam Gim bergerak apabila ia telah
dengar keterangan itu.
?Habis, ada atau tidak kau pcrnah ben tahukan pembesar
negeri tcntang sangkaan kau itu?? ia tanya.
Air mukanya Kiam Beng berubah pula untuk kesekian
kalinya.
?Ah, Soeheng, mengapa kau pun lihat begini macam
padaku?? tanyanya. ?Biarpun aku bodoh. aku bukannya satu
siauwdjin! Umpama kata benar pembegalan itu telah dilakukan
oleh Tjiong Hay Peng, aku punya pedang dan piauw untuk
memaksa minta pulang barang-barang upeti itu! Atau
sedikitnya aku undang sahabat-sahabat dari Rimba Persilatan
guna memutuskan siapa yang bersalah, siapa yang benar. Di
dalam halnya kita kaum Rimba Persilatan, bukankah kita
punya tata kehormatan sendiri? Maka itu, tidak I ah perlu
digunainya pengaruh pembesar negeri!?
?Kau keiiru, Soetee,? Kiam Gim kata dengan cepat. ?Sama
sekali aku tidak pandang rendah padamu. Aku cuma tanya
padamu. Aku justeru kuatirkan pembesar negeri campur tahu
urusan ini karena yang tersangkut adalah barang-barang
upeti. Kau benar, Soetee, dalam urusan kita kaum Rimba
Persilatan, pembesar negeri tidak perlu campur tahu.?
Hatinya Lioe Loo-kauwsoe menjadi lega sekali, scdang
tadinya ia kuatir, karena kesesatan di satu waktu, soetee itu
nanti seret tangannya pangreh praja. Sekarang temyata,
soetee itu masih punyakan kehormatannya, dia cuma
dipengaruhi oleh keangkuhannya.
Lantas soeheng ini berpikir, ia angkat tangannya
kejidatnya.
?Soetee,? katanya kemudian, ?kau telah curigai Tjiong Hay
Peng, terutama karena kejadian ada di tempat yang termasuk
kalangan pengaruhnya, karena itu ? sangkaan kita benar atau
tidak ? dia harus dikunjungi. Siapa tahu, di sana kita justeru
akan peroleh keterangan. Sekarang begini saja. Besok mari
kita pergi ke Djiat-hoo, dengan andali mukaku, aku percaya
dia tidak akan tidak terima padaku.?
Kiam Gim urut-urut kumisnya, ia menambahkan dengan
cepat:
?Soetee,? demikian katanya, ?kau antar upeti, kau bakal
lewat di kalangan pengaruhnya Tjiong Hay Peng, seharusnya,
sebelumnya itu, kau mesti kirim salah satu muridmu pergi
membawa karcis nama padanya. Dengan jalan ini, kita sudah
tidak berlaku tidak hormat. Kau sebaliknya kunjungi dia
sesudahnya kejadian, bisa mengerti yang dia merasa kurang
puas. Soetee tentu lebih mengerti daripada aku, siapa
merantau, dia paling dulu mesti utamakan tata kehormatan,
siapa melulu andali boegee, itulah keliru.?
Kiam Beng jengah, tetapi ia toh menyahut:
?Meskipun demikian,? katanya, ?pada mulanya aku tidak
berniat berlaku demikian?.?
Begitulah dipastikan, besok soeheng dan soetee itu bakal
pergi ke Djiat-hoo.
Pada itu malam, ada datang orangnya Keluarga Soh, yang
menanyakan, perlu atau tidak pihak Soh kirim orang untuk
pergi bersama. Entah bagaimana caranya, Keluarga Soh itu
sudah lantas saja ketahui niat keberangkatannya orang itu. Di
sebelah itu, wakil itu pun undang Lioe Kiam Gim untuk satu
perjamuan.
Kiam Gim dengan lantas wakilkan soeteenya tampik itu
tawaran bantuan dan undangan juga. Tapi ia bicara dengan
manis serta jelaskan, dalam urusan di kalangannya Kang-ouw,
kepergiannya banyak orang adalah tidak perlu. Ia mengucap
terima kasih atas undangan itu.
Bantuan pihak Soh ditolak, tetapi dua guru silat, yang dulu
tunrt Kiam Beng dan mendapat luka juga, mendesak mohon
diajak. Sebelumnya menerima baik, Kiam Gim cari tahu dulu
tentang mereka itu, yang kemudian ternyata ada Lie Kee
Tjoen mnridnya Tjiang Han Tek dari Kaum Ngo Heng Koen
dan Hoo Been Yauw muridnya Tjian Djie Sianseng dari Kaum
Ouw Tiap Tjiang, dua-dua ada dari pihak golongan kenamaan.
Juga murid kedua dan murid ketiga dari Kiam Beng, diajak
bersama, sedang Kim Hoa, si murid kepala, ditinggai untuk
jaga rumah.
Demikian di hari kedua, rombongannya Kiam Gim ini
berangkat, Hawa udara di Djiat-hoo beda dengan iklim di
Kanglam. Orang keluar dari Selat Hie Hong Kauw, jalan di
sepanjang Sungai Loan Hoo, melewati Lo-sie-boen, dari situ
menuju ke Hee-poan-shia. Ketika itu ada di bulan ketigadari
musim Tjoen. Di waktu demikian di Kanglam, pohon dan
bunga sedang segarnya, burung-burung gembira
beterbangan, akan tetapi di Kwan-gwa ini, angin dingin
sedang membadai, hujan dari salju sedang turunnya, atau
kadang-kadang angin keras diseling dengan terbang
berhamburannya batu halus atau pasir. Meski juga hawa
udara ada demikian buruk, rombongannya Kiam Gim lakukan
perjalanan dengan tetap bersemangat.
Sesudah melalui perjalanan sepuluh hari iebih,
rombongannya Kiam Beng sampai di Hee-poan-shia pada
waktu Icwat tengah hari. Coba udara ada terang, dengan
iarikan kuda mereka, di maghrib itu, mereka bakal sampai di
Sha-tjap-lak Kee-tjoe, ditempat kediamannya Tjiong Hay
Peng, akan tetapi mereka tidak berbuat
demikian. Dan mereka juga tidak singgah di dalam kota.
Mereka hanya jalan terus. dengan perlahan-lahan,sampai di
luar kota, di tempat pembegaJan. Di sini baharulah mereka
berhenti, untuk Lioe Kiam Gim perhatikan letaknya tempat itu.
Itu adalah suatu tanah pegunungan, cabang dari Gunang
Yan San, yang banyak pengkolannya, sedang di sampingnya
ada aliran Sungai Loan Hoo. Tempat itu merupakan satu selat
mirip dengan piring. Di sini, hawa udara agak hangat, salju
telah pada lumer. Di kedua tepi ada rimba dengan pepohonan
dan rumput, yang daun-daunnya, atau cabangnya, memain
dengan sampokan angin, daun dan pasimya pada rontok dan
jatuh ke tanah.
Di atas kudanya, Kiam Gim memandang ke empat penjuru,
sedang Kiam Beng, mengawasi jauh ke depan, air mukanya
menjadi merah dan padam bergantian, suatu tanda ia malu
dan mendongkol dengan berbareng, karcna teringatlah ia
pada saat pembegalan.
Sesudah lewat sckian lama, tiba-tiba Kiam Gim tahan
kudanya dan sambil menoleh pada adiknya seperguruan, ia
berkata: ?Soetee, kecurigaan kau beralasan!?
Kiam Beng pun tahan kudanya dengan tiba-tiba, ia
mengawasi sambii hunjuk roman heran.
?Kau lihat apakah, Soeheng?? ia tanya.
Kiam Gim lantas gerak-geraki tangannya, akan rnenunjuknunjuk.
?Lihatlah tempat ini,? sabut dia. ?Di Timur, tempat ini
menyambung dengan Kota Koan-shia, di Barat dengan Sintek,
di Sclatan dengan Liong-hin, dan Utara dengan Pengtjoan.
Sin-tek dan Koan-shia adalah kota-kota yang ramai dari
Djiat-hoo, maka itu, kawanan begal tak nanti da tang dari
arah dua kota itu dan juga tidak akan menyingkir ke arah
sana. Kawanan itu Jberlldah Liauw Tong semua, sedang kau
orang sendiri datang dari Selatan, dari itu, mereka juga tidak
mestinya muncul dari Liong-hin. Jadinya, jalan satu-satunya
untuk mereka adalah jalan Utara, yaitu Peng-tjoan. Dan Shatjap-
lak Kee-tjoe justeru bcrada di antara Peng-tjoan dan Heepoan-
shia. Bukankah kawanan begal benar datang dari sana??
Kiam Beng nampaknya gusar. ?Kalau begitu, Soeheng,?
katanya, ?apakah tidak boleh jadi, perbuatan itu ada
perbuatannya Tjiong Hay Peng? Jadinya sangkaanku tidak
meleset??
Kiam Gim berdiam, dia berpikir.
?Biar bagaimana, aku masih belum mau percaya Tjiong Hay
Peng bisa berbuat demikian,? ia menjawab kemudian. ?Hanya,
paling sedikitnya, dia mcsti ketahui baik tentang kawanan
begal itu. Orang-orang yang tempur kau bukannya orangorang
Kang-ouw dari tingkat sembarangan. Kalau benar
mereka datang dari arah Sha-tjap-lak Kee-tjoe, tidak ada
alasan yang dia tidak mendapat tahu. Mari, Soetee, malam ini
juga kita orang mesti sampai di Sha-tjap-lak Kee-tjoe!?
?Di saat rombongan ini hendak cambuk kuda mereka,
untuk di larikan, tiba-tiba mereka dengar suara kelenengan
yang datangnya dan dalam rimba, suara mana disusul dengan
berketoprakannya kaki kuda.
Lie Kee Tjoen bersama Teng Kiam Beng dan muridmuridnya
menjadi terperanjat, mereka lantas bcrsiap, untuk
loncat turun dari kuda, guna hunus senjata mereka masingmasing.
Kiam Gim sebaliknya berlaku tabah, ia mencegah.
?Jangan sembarangan, jangan geraki senjata!? katanya,
yang goyangi tangan.
Hampir berbareng dengan perkataan Lioe Loo-kauwsoe ini,
gombolan rumput di muka rimba kelihatan tersingkap, dari
situ muncul beberapa orang.
Kiam Beng semua mengawasi dengan tajam, mereka siap
sedia.
Lioe Kiam Gim berlaku tcnang, ia turun dari kudanya, ia
lepaskan lesnya, lalu ia bertindak maju, untuk papaki orangorang
itu, sedang yang jalan di muka ada seorang yang
tubuhnya kekar. Ia ini maju untuk angkat rapat kedua
tangannya, buat memberi hormat, seraya terus menegur:
?Apakah di sini ada Lioe Loo-kauwsoe, Lioe Kiam Gim
Sianseng?? Suaranya ada terang.
Cuma bersangsi sedetik saja, lalu Lioe Kiam Gim membalas
hormat.
?Aku adalah Lioe Kiam Gim yang rendah,? ia menyahut.
?Aku numpang tanya, Saudara-saudara ada urusan apa
denganku??
Mendengar jawaban itu, rombongan itu lantas loncat turun
dari kuda mereka.
Kiam Gim mundur satu tindak. sikapnya tetap tenang.
Orang itu, dan kawan-kawannya, lantas memberi hormat
pula, sambil menjura, menyatakan bahwa mereka hunjuk
hormat mereka Mereka sebut dirinya ?boan-pwee?, ialah
orang-orang
yang lebih muda tingkatannya.
Kembali Lioe Loo-kauwsoe membalas hormat, dengan
tergesa-gesa, seraya menyatakan bahwa ia tidak berani terima
kehormatan itu. Selagi ia hendak tanya, siapa adanya mereka
dan guru mereka, orang tadi dengan cara sangat menghormat
sudah maju akan serahkan sebuah peti kecil yang memuat
karcis nama. ?Guru-kita, Tjiong Hay Peng, mendengar kabar
bahwa Lioe Loo-kauwsoe sudah datang, telah utus kita
hendak menyambut sambil haturkan hormatnya,? demikian
pemimpin rombongan itu.
Lioe Kiam Gim tidak segera sambuti peti ita, hanya dengan
cara yang menghormat sekali. ia Tanya mereka tentang
kewarasannya Tjiong Hay Peng. Dengan mi ia hunjuk bahwa
ia mengerti adat-istiadat, sopan-santun. Kemudian baharulah
ia sambuti peti itu. Tapi, di saat tangannya diangsurkan
untuk menyambuti, dengan tiba-tiba Teng Kiam Beng serukan
muridnya yang
kedua. yang berbarengpun ia kedipi mata: ?Kenapa kau
tidak lekas wakilkan Soepeh untuk sambut peti itu??
Atas itu, belum sempat Kiam Gim menoleh, turut
mencegah, sang mu-id. ialah Loei Hong, sudah mencelat ke
depaanya, untuk hadapi rombongan utusan, sambil hunjuk
separuh-kehormatan, ia ulur kedua tangannya seraya berkata:
?Aku Loei Hong, murid Thay Kek Pay, dengan ini mewakilkan
Soepeh kita menyambuti kehormatan!?
Utusan itu pandang Loei Hong, tetapi ia serahkan peti kecil
itu.
Lioe Kiam Gim juga awasi murid soeteenya, ia nampaknya
kurang puas.
Dalam kalangan Kang-ouw, orang ada sangat hargai adatistiadat.
Tjiong Hay Peng kirim karcis nama, utusannya itu
pasti ada orangnya dari tingkatan lebih rendah, tetapi
meskipun demikian, si utusan toh ada wakilnya Tjiong Hay
Peng, dengan Lioe Kiam Gim ada asal satu derajat, sama
tingkatannya, sudah seharusnya kalau yang sambut peti kecil
itu adalah muridnya Kiam Gim atau orang yang lebih muda
tingkatannya. Kalau Kiam Gim yang sambuti sendiri, itu adalah
tanda penghormatan luar biasa. Kalau yang sambut ada orang
lebih muda, itulah yang dibilang, ?guru terhadap guru, murid
terhadap murid?. Kiam Beng tidak inginkan kehormatan luar
biasa itu, maka ia suruh muridnya yang menyambuti. Karena
ini ada cara menghormat yang pantas, biarpun utusannya
Tjiong Hay Peng merasa tidak puas, ia toh tidak bisa bilang
suatu apa.
Kiam Gim ada seorang yang halus budi bahasanya, ia
hendak hunjuk keluhuran mertabatnya, itulah sebabnya
kenapa ia tidak puas dengan perbuatan soeteenya, akan tetapi
karena soeteenya tidak salah, terutama di muka umum itu, ia
tidak mau menegurnya. Ia melainkan tidak puas, di saat dan
tempat seperti itu, soetee ini masih saja kukuhi adatperadatan.
Iapun tidak bisa cegah Loei Hong, karena kalau ia
cegah, ia jadi hunjuk bahwa ia tidak menghargakan
soeteenya. Demikian ia mendeluh di dalam hatinya, karena ia
mesti hunjuk air muka berseri-seri. Begitulah dengan cara
hormat, ia sambuti peti dari Loei Hong, sedang pada sekalian
tetamunya ? tetap dengan cara hormat ? ia haturkan terima
kasih.
?Sekarang juga kita akan datang mengunjungi!? ia
tambahkan.
Rombongan itu lantas sajajalan di depan, Kiam Gim
beramai mengikuti.
Di waktu maghrib, mereka sudah I lantas lihat Sha-tjap-lak
Kee-tjoe.
Selagi berjalan, dengan tiba-tiba Teng Kiam Beng ucapkan
beberapa patah perkataan pada Hoo Boen Yauw, guru silatnya
dari Kaum Ouw Tiap Tjiang, atas mana orang she Hoo ! itu
larikan kudanya keluar kalangan, hingga Lioe Kiam Gim dan
orang-orangnya Tjiong Hay Peng pada tahan kuda mereka
dan menoleh, Boen Yauw itu hunjuk hormatnya seraya kata:
?Aku mesti urus suatu apa di kota dusun, silakan Tuan-tuan
jalan terus, sebentar aku akan hunjuk hormat belakangan
kepada Tjiong Loo-kauwsoe!? Lalu, dengan tidak tunggu
jawaban lagi, ia larikan kudanya untuk pisahkan diri.
Orang berjalan pula, berselang setengah jam, sampailah
mereka di. muka rumahnya Tjiong Hay Peng, .Ketua dari Heng
Ie Pay. Rumah itu terletak di muka rimba, di depannya ada
bukit yang digali dan dipapas, untuk dibikin jadi lapangan
piranti berlatih silat. Belakang rumah hampir nempel sama
rimba. Umpama orang jahat yang tinggal di situ, setiap? saat
dia bisa lari sembunyi ke dalam rimba. Tidak menunggu
sampai di depan rumah sekali, Kiam Gim sudah ajak
rombongannya turun dari kuda mereka dan minta
supaya kedatangannya itu diwartakan terlebih dahulu,
kemudian selagi menantikan, ia tarik tangan bajunya Teng
Kiam Beng, untuk dengan roman sungguh-sungguh memesan:
?Soetee, sebentar di dalam, aku mohon dengan sangat agar
kita terlebih dahulu hunjuk kehormatan kita, kita harus
bersikap merendah, jangan sekali menuruti nafsu amarah,
apabila sampai terbit pula gara-gara tidak diingin, sungguh,
aku tidak dapat mengurus terlebih jauh!?.?
Kiam Beng tidak. mengucap sepatah kata, terang ia ada
merasa sangat tidak puas berbareng malu.
Sementara itu Kiam Gim heran, kenapa Tjiong Hay Peng
bisa demikian cepat dapat ketahui kedatangannya, sedang
Kiam Beng tidak senang, karena dalam hatinya, ia kata:
?Ketika aku datang, kau tidak perdulikan aku, tapi sekarang
Soeheng datang, kau menyambut dan membaiki secara begini
rupa.? Ini pun ada salah satu sebab kenapa dia suruh Loei
Hong wakilkan Kiam Gim sambuti karcis nama.
Selagi itu soeheng dan soetee berpikir masing-masing,
pintu rumahnya Tjiong Hay Peng sudah dipentang dan tuan
rumah kelihatan muncul dengan tindakannya agak tenang. la
pakai baju bulu, nampaknya sabarsekali.
Tuan rumah dan tetamunya segera juga bcrdiri berhadapan
dan saling member! hormat, kemudian pihak tetamu diundang
masuk ke niangan tetania, di mana. sambil berdiri rapi,
kelihatan-bcberapa orang, yang tidak salah lagi mcsti muridmurid
Heng Ie Pay.
Baharu saja orang bcrduduk, satu muridnya Hay Peng
muncul dengan satu nenampan batu pualam yang besar. atas
mana ada sepuiuh cawan yang berukirkan sansoei yang
berwama merah.
Walaupun muridnya yang membawa nampan untuk
menyuguhkan, bukannya si murid yang melakukannya, tetapi
Tjiong Hay Peng yang sambuti cawan teh, dan dia sendiri
yang mcnyuguhkannya secara biasa, tetapi ketika cawan
untuk Kiam Beng dihaturkan, maka terjadilah suatu hai yang
hebat.
Selagi Tjiong Hay Peng dengan cawan di tangan datang
mendekati, Teng Kiam Beng bangkit untuk menyambuti.
Mereka berdua tcrpisah satu dari lain jauhnya dua-tiga kaki,
dan selagi si tetamu menyambuti sambil merendah, dengan
sekonyong-konyong, cawan itu melesat ke tinggi, terus saja
pecah sendirinya, dan airnya lantas menyiram arah Teng Kiam
Beng punya muka, berbareng dengan mana, menyambar juga
pecahannya.
Kiam Beng terperanjat bukan main, akan tetapi walaupun ia
tidak sepandai soehengnya, ia masih sempat gunai tangan
kanannya, untuk menangkis sambil menyampok keras air dan
pecahan cawan itu, hingga ia terluput dari serangan gelap itu.
Hanya lacur ada Loei Hong, si murid kedua, yang berada di
samping, benar ia masih sempat berkelit dari pecahan cawan,
tapi air toh mengenai mukanya yang jadi basah!
Berbareng dengan kejadian itu, Tjiong Hay Peng hunjuk
rupa kaget, sembari lempar ke samping itu nenampan kumala,
ia berseru: ?Ah, ini cawan teh tidak kuat! Aku pun sudah tua,
aku kesalahan membuatnya pecah, hingga aku kena bikin
kaget tetamuku?. Tuan, harap maaf, maafkanaku!?
Selagi nenampan terlempar, satu muridnya Tjiong Hay
Peng bergerak, untuk menyanggapinya, akan tetapi, Lioe Kiam
Gim berlaku lebih sebat dari murid itu, dengan berlompat, ia
maju akan tanggapi nenampan itu, hingga malah pun sisa
delapan cawannya yang lain, tidak turut jatuh, airnya tidak
tumpah!
Untuk ini, Lioe Loo-kauwsoe gunai hanya dua jeriji
tangannya.
?Semua cangkir yang indah, kalau sampai rusak, sungguh
sayang!? katanya. Kemudian, ia wakilkan Tjiong Hay Peng
akan haturkan semua teh itu kepada sekalian hadirin.
Teng Kiam Beng tidak hunjuk kemurkaan. Ia tahu Tjiong
Hay Peng sedang pertontonkan kepandaiannya. la pun telah
lihat lirikan soehengnya. Tapi, berbareng dengan itu, ia mesti
kagumi lawan punya kepandaian yang liehay.
Di lain pihak, Tjiong Hay Peng juga insyaf, jago Thay Kek
Pay itu benar-benar tidak boleh dipandang enteng, apapula
kepandaian luhur dari Lioe Kiam Gim.
Dengan sikapnya yang merendah, Hay Peng mcnghaturkan
maaf, akan tetapi diam-diam, ia masih ingin mencoba satu kali
lagi.
Di antara sinar bulan, yang memain antara cahaya api,
Tjiong Hay Peng lantas adakan pertemuan untuk sekalian
tetamunya itu. K

^