Kisah Dua Saudara Seperguruan 8
Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Saduran Okt Bagian 8
kan puterinya mendiang Lioe Kiam Gim sukar
melayani jago tua itu.
Kheng To Hoan terperanjat sebentaran, segera ia dapat
pulang jcetabahannya karena ia mau percaya, satu bocah
amur belasan tidak nanti punyakepandaian berarti, ia percaya
si nona curna punyakan Tjeng-kang-soet yang sempurna, lain
tidak. Ia percaya, dengan Ban-djie-toatnya, tidak nanti ia
rubuh di tangannya nona itu. Ia melainkan tidak mau turun
tangan terlebih dahulu, ia mengawasi dengan tawar, lalu ia
bersenyum.
?Nona, naik di loeitay bukannya permainan!? kata ia. ?Baik
kau lekas turun, aku tak tega melukai kau?.?
Di luar dugaan jago tua ini, si nona bersikap jumawa.
?Aku pun lebih baik tidak binasakan kau!? katanya sambil
tertawa, dengan memandang enteng. ?Paling banyak aku
nanti keja kau bercacat tapadakpa! Maka janganlah kau
takut?.?
Dari pendengaran, Bong Tiap dapat tahu, Kheng To Hoan
bukannya seorang terlalu jahat, dari itu ia anggap sudah
cukup bila ia bikin orang bercacat?.
Kheng To Hoan telah berusia tua dan namanya sudah
kesohor, mana ia bisa terima hinaan itu, dari itu, kata-katanya
si nona membuat air mukanya merah padam, hingga
lenyaplah rasa berkasihan terhadap nona itu.
K
?eh Budak busuk, berapa tinggi kepandaianmu?? ia
membentak.
?Jikalau kau tidak tahu diri, maka bukannya kau pergi ke
sorga yang ada jalanannya, kau justeru pergi ke neraka yang
tidak ada pintunya! Nah, kau jangan katakan aku tidak
sungkan-sungkan terhadap kau?.?
Bong Tiap tidak kesudian mclayani orang bicara, segera ia
cabut pedang Tjeng-kong-kiam, lantas ia maju menusuk,
kepada dada orang!
Adalah kata-katanya kaum ahli silat, ?Golok jalan di putih,
pedang jangan di hitam?. Ini berarti, siapa gunai pedang, dia
lebih banyak maju ke kiri dan kanan, jarang sckali yang lantas
menjurus di tengah-tengah, menikam dada. Di matanya kaum
Rimba Persilatan, penyerangan itu menandakan perbuatan
tidak melihat mata. Maka itu, diserang secara demikian, hawa
amarahnya Kheng To Hoan jadi meluap, dengan sebat ia
angkat sepasang senjatanya, dengan sengit ia menangkis,
kemudian ia turunkan kedua Ban-djie-toat, untuk gencet
kuping kiri dan kanan orang.
Di luar dugaan, Bong Tiap tidak menyerang sungguhsungguh.
ia melainkan menggertak, tatkala kepalanya dijepit,
ia melesat ke samping kanan dari lawan, dari situ ia putar
pedangnya, untuk babat lengan kanan orang.
Kheng To Hoan terperanjat akan dapati penyerangan tidak
mcmberi hasil dan sebaliknya lengannya terancam, terpaksa ia
enjot tubuhnya, akan lompat menyingkir, akan tetapi gesit
sekali, si nona pun berioncat, akan susul dia.
Salahsatu pepatah da I am kalangan ilmu silat berbunyi
demikian: ?Satu kali ahli keluarkan tangan, lantas kctahuan
tangan itu bcrisi atau tidak?, demikian dcngan Ketua dari Hay
Yang Pang itu kapan telah ia saksikan kcpandaiannya si nona,
yang usianya masih bcgitu muda, segera ia tak bcrani Iagi
memandang enteng, dengan sungguh-sungguh iajaga dirinya,
terus gunai kepandaiannya, mendesak.
Bong Tiap layani desakan orang dengan rangsekannya,
hingga sekarang pertandingan jadi bcrjalan tcrlcbih seru
daripada tadi, di waktu To Hoan layani Lauw In Eng.
Ini ada untuk pertama kali yang Bong Tiap menghadapi
musuh tangguh, ia berlaku luar biasa hati-hati, sambil hunjuki
kegesitan, ia pun perlihatkan tusukan-tusukan atau babatanbabatan
yang berbahaya. Ia masih sangat muda tetapi ia telah
gabungkan kepandaiannya dua kaum, ialah Sip-siam-kiam dari
Thay Kek Pay dan Tat-mo-kiam dari Sim Djie Sin-nie. Yang
belakangan ini mempunyai seratus delapan jurus. Kalau ia
lihat musuh gunai kekerasan, ia lawan dengan lembek, tetapi
sembari mengancam, ia pun bisa terusi itu dengan
kesungguhan, hingga ia bisa membuat orang bingung, sukar
untuk menduga-duga.
Sesudah bertempur kira-kira tiga puluh jurus, Kheng To
Hoan lantas merasa sendiri bahwa ia seperti ?terkumng?
musuh muda iru, diam-diam ia rasakan tubuhnya menggigil.
Baharu sekarang ia insyaf, si nona ada liehay sekali. Ia pandai
rampas senjata orang, tetapi sekarang ia tidak berdaya, malah
untuk membela diri ia mulai kewaiahan, hingga ia jadi sibuk
dan berkuatir.
?Tidak dapat tidak, aku mesti gunai senjata rahasia,? pikir
ia kemudian. Thie-lian-rjienya, atau biji teratai besi, sudah
tersohor di lima propinsi Utara, ia hendak gunai ini, sekalipun
terhadap satu wanita, karena ia mesti jaga kehormatannya di
saat terakhir ini-..
Segera juga, berbareng dengan putusannya itu, Kheng To
Hoa gunai tipu silat ?Tjay hong soan oh? atau ?Burung hong
putari sarang?. Ia mcnyerang hebat di tiga penjuru di bawah.
Bong Tiap pun liehay, ia lihat serangan orang, ia lompat ke
samping dengan pedangnya ditarik pulang dengan ?To tjoan
kian koen? atau ?Memutar bumi?, lalu ia teruskan membabat
lengan kanannya. Ini gerakan dari lawan adalah apa yang To
Hoan harapkan. Ia berkelit sambil lompat ke saling, sambil
berkelit, ia pindahkan senjatanya di kanan kepada tangan kiri,
tangan kanannya itu segera dipakai meraba senjata
rahasianya yang segera ia timpuki, hingga cahayanya
berkeredepan.
Nona Lioe tertawa apabila ia lihat datangnya senjata
rahasia itu, dengan ia buang tubuh ke samping, Pedangnya
diangkat ke atas, diputar, hingga beberapa Thie-han-tjie kena
kesVmpok dan terpental balik. Menyusul itu, di atas panggung
ada mengaung dua kali suara aneh, disusul dengan susulan
dua suara lamnya, menyusul mana Kheng To Hoan, Ketua dari
Hay Yang Pang, jago dan Utara, perdengarkan teriakannya
?Aduh!? berulang-ulang, tubuhnya,? seperti layangan,
melayang jatuh ke bawah panggung! Sebab ia telah terkena
piauw Bouw-nie-tjoe!
Pihaknya Gak Koen Hiong menjadi kaget dan heran, juga
mereka yang masuk angkatan tertua. Yang belakangan ini
kenal piauw dari Sim Djie Sin-nie, karena itu, mereka sangka
itu ?niekouw malaikat? terbang datang dari ?luar langit?, sebab
mereka tidak nyana Nona Lioe yang muda remaja pandai
menggunai senjata rahasia itu, terutama lantaran mereka
tidak lihat bergeraknya tangan si nona, yang ketika itu justeru
berkelit dari senjata rahasia musuh.
Bong Tiap taat kepada pesan gurunya, ia tidak berani gunai
piauwnya apabila tidak sangat terpaksa, walaupun demikian,
ia masih turut ajaran, ialah terlebih dahulu ia lempar piauw
yang pertama, untuk dihajar piauw yang yang kedua, hingga
terbitlah suaft pertandaan atau pemberian ingat. Coba To
Hoan tidak mendahului curangi dia, dia tentu akan tetap
melayani dengan Tjeng-kong-kiam.
Gak Koen Hiong bcramai lompat kepada Kheng To Hoan,
untuk tolong itu kawan, tubuh siapa rebah tak bergerak di
tanah, hanya melihat datangnya kawan-kawan, dengan Iemah
ia bcrkata: ?Aku telah dibikin tapadakpa oleh itu budak
busuk!?.? Ketika tubuhnya diperiksa, kedua lututnya di
bahagian jalan darah ?Hoan-tiauw-hiat?, telah berlobang
ditcmbusi piauw, hingga urat-uratnya pada putus, hingga ia
jadi rubuh scketika dan tak dapat berjalan lagi! Bong Tiap
masih bcrdiri di atas loeitay ketika ia dengar seruan orang
banyak, yang kemudian disusul dengan cacian dan kutukan,
yang dikeluarkan pihak lawan sesudah mereka itu saksikan
lukanya ketua Hay Yang Pang, tanpa merasa, ia kaget
sendirinya. Ia insyaf bahwa musuh telah terluka parah. Inilah
untuk pertama kali ia hadapi pertandingan besar, biar
bagaimana, hati kecilnya kena gempuran. Ia tunduk, ia bemiat
loncat turun dari atas panggung. Atau tiba-tiba:
?Tunggu, Nona! Aku ingin bclajar kenal dengan kau!?
Itu ada teguran, dari satu orang tua sebagaimana suaranya
menyatakan itu.
Nona ini batal lompat turun, ia menoleh pada orang yang
baharu datang itu, yang dengan pesat loncat naik ke loeitay.
Ia tampak seorang usia lima puluh lebih, yang terus
menghadapi ia, sambii tertawa haha-hihi, yang pun terns
tambahi kata-katanya: ?Wanita gagah, wanita yang masih
muda, tetapi aku, sudah tua bangkotan, akan merasa
berbahagia karena bertemu sama ahli warisnya Sim Djie, yang
pandai mainkan piauw Bouw-nie-tjoe! Maka jikalau aku tak
diberikan pengajaran, aku akan menyesal seumur hidupku!?.?
Naiknya orang tua itu ke atas panggung telah disusui
dengan teriakan dan tepukan tangan riuh dari bawah
panggung, sedang In Tiong Kie dengan diam-diam terus kata
pada Tok-koh It Hang yang berdiri didekatnya: ?Aku tidak
mengerti cara bagaimana Gak Koen Hiong bisa tarik orang dari
pihak Kcluarga Tong ini??.?
Memang orang tua itu ada ?Hoei-thian Sin Wan? Tong Ban
Tjoan si ?Orang Hutan Sakti?. Parnannya, Tong Tong Tjay,
adalah sahabatnya In Tiong Kie di waktu muda. Dan ilmu
senjata rahasia dari Keluarga Tong ini terkenal sebagai yang
tersohor di ?kolong langit?. Baik dalam menyerang maupun
dalam menanggapi, keluarga ini sangat termasyhur. In Tiong
Kie kesohor dalam hal ?mendengar suara? senjata, yang
pelajarannya ia dapati dari gurunya. In Beng Koh, tetapi
dalam hal senjata rahasia. ia kaiah kesohomya seperti
Keluarga Tong itu. Kedua kepandaian mereka yang
menyebabkan mereka jadi bersahabat kekal. Hanya Tong Ban
Tjoan ini, In Tiong Kie tidak kenal baik, ia curna tahu
julukannya yang kesohor.
Pada empat puluh tahun yang lalu, Tong Tong Tjay pernah
satu kali bertemu dengan Sim Djie, selagi pendeta perempuan
ini gunai piauw untuk memberi hajaran kepada serombongan
berandal, melihat kepandaian itu, yang senantiasa didului
dengan ?suara peringatan?, Tong Tjay menghela napas,
terutama memang sudah sejak lama ia dengar nama besar
dari niekouw itu, malah pemah ia berniat mengadu
kepandaian dengannya, tetapi sekarang, dia jadi kuncup
sendirinya, sampai ia tidak berani agulkan lebih lama pula
senjata rahasianya, sedang kepada keponakannya itu, seringsering
ia puji Sim Djie. Tapi Tong Ban Tjoan belum pernah
menyaksikan sendiri, ia tidak percaya, ia malah ingin can? Sim
Djie, buat coba uji kepandaiannya. Selama itu, sudah empat
puluh tahuh, Tong Ban Tjoan belum pemah dapat ketika
bertemu si niekouw. Itu waktu, Ban Tjoan baharu berumur
belasan, tapi sekarang ia sudah berusia lima puluh lebih.
Sama sekali Tong Ban Tjoan tidak punya persahabatan
dengan Gak Koen Hiong, kalau ia toh datang di medan
pertempuran itu, inilah sebab jadinya ia diundang oleh Ketua
Muda Gie Hoo Toan itu dengan perantaraan satu sahabatnya,
dan Gak Koen Hiong telah kirimkan ia bingkisan yang berarti.
Ia tampik undangan itu, ia tolak bingkisan, akan tetapi ia toh
datang bersama-sama pamannya, hingga ia jadi tetamu
terhormat dari Gak Koen Hiong. Sebabnya ini adalah ia dengar
halnya loeitay dan ia ingin menonton. Ia dengar suara
pertandaan, ia lihat Kheng To Hoan rubuh, ia menjadi heran,
ia tidak nyana si nona demikian liehay, justeru begitu, ia
dengar pamannya bilang: ?Itulah ilmu piauw dari Sim Djie Sinnie!?
Sang paman pun nampaknya sangat heran.
?Apakah aku bisa naik untuk lawan dia?? Ban Tjoan tanya
pamannya, sebelum ia naik. i
Tong Tjay berpikir, akhirnya ia menyahut: ?Sukar untuk
dibilang. Kalau Sim Djie sendiri, tak dapat kita lawan dia,
tetapi nona ini, walaupun ia bisa gunai Bouw-nie-tjoe,
latihannya masih belum sempurna, ia agaknya berimbang
dengan kau. Apabila aku sendiri yang naik, aku tidak akan
berhasil.?
Tong Tong Tjay bukan jerih terhadap Bong Tiap, tetapi ia
sudah tua, ia tahu diri, tidak demikian dengan sang
keponakan, siapa, atas jawaban itu segera saja loncat naik ke
atas Panggung dan hadapi Nona Lioe.
In Tiong Kie dan Tok-koh It Hang ketahui kepandaiannya
Keluarga Jong, mereka menjadi sibuk, tetapi sebelah mereka,
pihaknya Gak Koen Hiong jadi sangat gembira.
Mereka mengundang, mereka ditolak, siapa tahu, sekarang
jago she Tong itu bersuka rela, maju sendiri, bagaimana
mereka tidak bergirang?
Bong Tiap hendak layani orang bicara, karena orang tua itu
bersikap manis budi, hanya sebelum iasempat buka mulut, ke
atas panggung sudah loncat naik seorang yang ketiga, yang
bajunya baju biru gerombongan dan kumis jenggotnya
panjang, sebab dia adalah salah satu dari tiga pendiri Pie Sioe
Hwee ialah In Tiong Kie, siapa kuatirkan si nona dan dari itu
mencoba untuk menolong.
?Sudah lama kita orang tidak tahu bertemu, apa Hiantit ada
banyak baik?? demikian In Tiong Kie tanya Tong Ban Tjoan
seraya ia memberi hormat. ?Apakah pamanmu datang
bersama? Ini nona sudah lelah, aku-nanti gantikan ia mainmain
sama kau, Hiantit.?
Tong Ban Tjoen kenali jago ma itu, ia lekas membalas
hormat tetapi atas tantangannya, ia menampik.
. ?Kepandaian Loopeh mengetahui senjata rahasia dari
sambaran anginnya saja, aku telah ketahui sejak lama,?
berkata ia, ?tidak demikian dengan piauw Bouw-nie-tjoenya si
nona yang tidak dapat siauwtit lewatkan. Kita hendak
mengadu senjata rahasia, bukannya adu senjata lainnya, dari
itu walaupun ia sudah bertempur sekian lama, pertandingan
senjata rahasia pasti tidak akan meletihkan dia.?
In Tiong Kie hcndak jawab orang she Tong itu, tetapi Bong
Tiap telah dului ia.
?In Loo-tjianpwee^ aku tidak ielah,? demikian si nona. ?Ini
Loo-enghiong hendak memberikan pengajaran padaku, suka
sekali aku menerirnanya.?
Memang Bong Tiap ingin sekali bertempur lebih jauh.
Dalam keadaan terpaksa itu, In Tiong Kie mesti menurut,
maka itu, ia loncat turun pula. Kctika ia baharu naik, pihaknya
Gak Koen Hiong menjadi tidak senang hati, semua mengutuk
ia mengadu biru, hanya mereka tidak bcrani bilang suatu apa,
karena ada haknya pihak Boe Wie untuk tukar orang, tetapi
sckarang mercka lihat jago tua itu undurkan diri, mercka puas
sekali. Mercka harap-harap Tong Ban Tjoan nanti rubuhkan
nona itu.
Dengan naiknya In Tiong Kie, Bong Tiap jadi kctahui, Tong
Ban Tjoan ada kenalan atau sahabat pihaknya sendiri, dan itu,
ia jadi tidak kandung niatan untuk- bikin orang celaka atau
menanam bibit permusuhan.
Segera juga pertandingan antara Bong Tiap dan Ban Tjoan
sudah dimulai. Mereka tidak beradu tangan kosong atau alat
senjata, hanya setelah satu tanda, keduanya pisahkan
diri, dengan berbarcng mereka beraksi. ialah bcrtindak
memutari panggung sesudah duaputaran, dengan tiba-tiba
Tong Ban Tjoan berseru: ?Nona sambut piauw!?
Jago she Tong itu tidak mau berlaku curang, ia sengaja
perdengarkan seruannya itu, sesudah itu baharulah ia
keluarkan kepandaiannya, dengan ?Hoan im piauw? atau
?Memutar lengan menyembunyikan piauw?, iatimpuki senjata
rahasianya, untuk perlihatkan kepandaiannya Kaum Kcluarga
Tong.
Biar bagaimana, di atas panggung jaraknya kedua orang
ada dekat sekali. Bong Tiap lihat bahaya mengancam, ia
berkelit, hingga piauw lewati samping iganya. Senjata itu
menyambar dengan cepat sekali. Sudah begitu, dengan geraki
tubuhnya, sambil mereka terus berputaran, Tong Ban Tjoan
kirim pula serangannya, yang kedua, yang ketiga, saling susul
? yang kedua menuju ke jalan darah ?Sin-teng-hiaf* di tubuh
atasan, yang ketiga mengarah jalan darah ?Djoan-moa-hiat? di
bawah.
Dengan pedangnya, Bong Tiap sampok piauw yang
menyambar jalan darah di atas, lalu dengan ?It hoo tjiong
thian? atau ?Seekor burung hoo terjang Iangit?,? ia berlompat
tinggi, untuk menyingkirkan diri dari sambaran ke bawah,
secara demikian, ia bikin gagal kedua piauw lawan itu.
Serangan Tong Ban Tjoan ini ada permulaan belaka, untuk
ia cari tahu gerak-gerik si mona, tetapi ini pun sudah bikin
Bong Tiap insyaf bahwa aeo tua itu tidak saja pandai
menggunai piauw akan tetapi semua ggsarannya adalafa jalan
darah, karena itu, ia jadi ber-hati-hati.
&embali mereka berputaran, saling mendekati dan saling
menjauhi, sampai dengan tiba-tiba, tangannya Bong Tiap
terayun, tigabatang piauw melesat berbareng, dibarengi
dengan suara mengaungnya.
Tong Ban Tjoan dengar suara sambaran, ia tahu tiga
batang piauw serang ia di tiga jurusan, atas, tengah dan
bawah, dari itu, sambil berseru ?Bagus!?, ia hunjuk
kepandaiannya. Dengan kelitan ?Teng lie tjhong sin? atau ?Di
dalam kaki pelana scmbunyikan tubuh?, ia kasih lewat piauw
di atas. Dengan sebat luar biasa, hingga kedua piauw yang
kedua, yang mana, ia tcruskan pakai menyambit piauw ketiga,
hingga kedua piauw beradu dan dua-duanya jatuh ke bawah
panggung. Dia tanggapi piauw dengan tangan kiri, tangan
maina dibungkus dengan sarung tangan kuilit manjangan.
Pertandingan itu membuat semua penonton kagum.
Tong Ban Tjoan ada ahli senjata rahasia, senjata
rahasianya bukan cuma satu macam. Tiga batang piauw yang
tadi ia pakai menyerang adalah P?auw biasa saja, karena
piauw itu ?d? membawa hasil, ia lantas ?lenukar dengan yang
lainnya, ia ubah juga cara menimpuknya. Begitulah tangan
kirinya merogoh kantong piauw, akan keluarkan seputuh
batang Kie-lee, yang tidak dipakaikan racun, yang terus
bagikan dua ke tangan kanan. Senjata rahasianya ini memang
ada dua macam, yang dipakaikan dan tidak dipakaikan bisah,
ia sekarang pakai yang bebas racun, karena ini ada
pertandingan adu kepandaian saja. Macamnya senjata juga
beda dari yang umum, setiap tail, dan empat penjurunya
dipakaikan cagak yang tajarn, hingga lain orang, jangan kata
bisa gunakan itu, pegang saja pun sukar.
Setelah kedua pihak saling berputaran, saling kejar dengan
cepat, tiba-tiba tangan kanannya Tong Ban Tjoan bcrgcrak,
lima buah senjata rahasia, sambil mengeluarkan sinar
berkeredepan, melesat saling susul, kemudian itu disusul
dengan lima buah lainnya dari tangan kiri, yang tak kalah
cepatnya.
Bong Tiap lihat datangnya serangan, ia segera ayun tangan
kanannya, akan menimpuk dengan lima buah piauwnya, akan
sambuti lima batang Kie-lee. Senjatanya ada tcrlcbih kecil lagi,
tetapi di waktu Iima-lima senjata saling bentur. kelima Kie-lee
jatuh beruntun.. Untuk ini. Bong Tiap gunai Thay Kek Koen,
yang lawan tenaga dengan tenaga. Tangkisan ini membuat
Ban Tjoan terperanjat.
Segera menyusul lima buah Kie lee lain, cepat laksana
bintang melesat.
Bong Tiap tidak lagi bisa timpuki lima buah lainnya, ia tidak
pandai gunai dua-dua tangannya kiri dan kanan seperti Sim
Djie, gurunya, tciapi ia telah wariskan Tat Mo Kiam, gurunya
ilmu pedang yang liehay, maka sekarang, ia perlihatkan ilmu
pcdangnya itu. Ia putar Tjeng-kong-kiam, dengan cepat sekali,
antara sinar berkilauan dan sambaran angin, lima batang Kielee
jatuh beruntun, lenyap cahayanya, mclainkan suara
bcnturan saja yang terdengar nyaring bemntun-runtun.
Hatinya Tong Ban Tjoan jadi bergetar kapan ia sudah
saksikan kepandaian itu, ia kuatir ia nami tidak sanggup I
indungi namanya sebagai ahli senjata rahasia, karena mana, ia
mcnjadi sibuk, maka ia lantas gunai panah ular api Tjoa-yamtjian
dan pcluru Tjoe-bouw-tan, yang ia timpuki dengan
berbareng kepada si nona
Blasur itu tidak boleh terbentur, apabila ditangkis, apinya
lantas meletus dan menyambar, sedang dalam peluru Tjoebouw-
tan, di mana ada sembilan lobang, setiap lobangnya
menyembunyikan sembilan batang peluru Thie-lian-tjie,
karena dipasangi alat, Thie-lian-tjie itu bisa melesat keluar
sendirinya, menyambar sasarannya. Maka itu, kedua senjata
itu, yang dipakai berbareng, ada sangat liehay.
Bong Tiap tahu, Tong Ban Tjoan sebagai ahli mesti
punyakan rupa-rupa senjata rahasia, dari itu, sesudah
pecahkan dua rupa senjata rahasia orang itu, ia berlaku
semakin waspada Ia lihat pundak orang bergerak dan lalu
menyambar suatu benda biru menyala. Cepat luar biasa ia
berkelit. Tempo panah itu lewati ia dan jatuh ke panggnng
sambil terus meletus menyambar api, ia terkejut, tetapi ia
masih sempat mencelat jauh hingga ia luput dari bahaya
terbakar. Tapi menyusul itu ada menyambar beberapa butir
benda mirip bola besi yang pun mengeluarkan suara aneh,
maka, menduga kepada senjata rahasia gaib, ia mcndahului
berlompat dengan tipu ?It hoo tjiong thian? atau ?Seekor
burung hoo melesat ke langit?. Ia sambut senjata rahasia itu,
dari atas, ia menekan, maka peluru itu jatuh terlebih cepat ke
atas panggung, pecan dan sembilan Thie-lian-tjie segera
menyambar ke empat penjuru panggung. Karena semua
penonton dilarang mendekati panggung jauhnya belasan
tumbak, senjata itu tidak sampai meminta korban.
Baharu Tjoe-bouw-tan lewat atau datang Tjoa-yam-tjian
yang kedua.
Setelah pengalaman yang pertama, Bong Tiap tidak lagi
terperanjat seperti sebermula. Ia berkelit pula akan kasih
lewat ular api yang liehay itu, ketika menyusul Tjoe-bouw-tan
yang kedua^ kembali ia berlompat dan tekan itu hingga jatuh
ke tanah.
Segera menyusul peluru yang keriga, yang jatuh jauhnya
dari Bong Tiap tidak ada satu tumbak, yang tidak mengenai
sasarannya karena si nona keburu menyingkir, akan tetapi,
jatuh di panggung, dia ?meledak? sendirinya, sembilan Thielian-
tjie terus terbang menyambar. Sekarang Bong Tiap sudah
siap sedia, dari itu, ia sudah lantas menimpuk dengan
piauwnya, dalam gerakan ?Thian lie san hoa? atau ?Bidadari
menyawer kembang?, hingga piauwnya itu melesat
berhamburan, menangkis sesuatu Thie-lian-tjie, biji teratai
besL
Demikian, dua ular api telah dilewatkan, tiga peluru besi
sudah dipunahkan, karenanya, hatinya si nona menjadi lebih
tetap, akan tetapi di sebelah itu, ia terus berpikir, senjata apa
lagi yang sang lawan bakal pergunakan, hingga dalam
waspada, ia pun kebat-kebit?. Oleh karena ini, untuk
membalas, ia segera ubah siasat dari membeladiri, iajadi
menyerang. Kembali ia gunai piauw Bouw-nie-tjoenya.
Tidak kecewa Tong Ban Tjoan digelarkan Hoei-thian Sin
Wan si Orang
Hutan Sakti. Dengan keentengan dan kegesitan
tubuhnya, ia kelit sesuatu piauw, ia berlompat ke segala
penjuru, bagaikan angin cepatnya, sedang tangannya bersilat
dengan semacam gegaman istimewa buatan Keluarga Tong
sendiri, ialah Leng-tie-kwat, alat piranti menyambut berbagai
senjata rahasia, hingga piauwnya sinona tak dapat berbuat
apa-apa. Maka juga, Bong Tiap ubah siasat.
Sebelah tangannya Nona Lioe ditimpuki ke atas, dengan
begitu sekepal piauw menyambar ke atas juga, kemudian,
nona itu lemparkan pula sekepal yang lain. Hingga, menampak
demikian, Tong Ban Tjoan menjadi heran. Pertunjukan apa
lawan itu sedang berikan? Kenapa piauw bukan dipakai
menyerang hanya di lemparkan ke udara?
Di atasan kepala mereka, dua gumpal piauw Bouw-nie-tjoe
telah saling serang dengan menerbitkan suara berulang-ulang,
piauwnya melesat ke segala penjuru, ada juga yang habis
membentur yang satu, lalu kebentur yang lain, demikian
seterusnya, hingga udara seperti penuh dengan piauw itu,
kemudian, turun semua piauw menjurus ke arah Ban Tjoan. Di
sebelah itu, Bong Tiap timpuki lagi lain gumpalan.
Biarpun ia ada satu ahli, jago Kcluarga Tong ini menjadi
heran dan kaget. Seumumya, belum peraah ia tampak
serangan piauw semacam int. Semua senjata rahasia
menyerang langsung, tidak demikian dengan piauw Bouw-nietjoe
ini. Ia pun pandai mendengar suara, untuk kenali senjata
rahasia, ia pandai melihat gerakan tangan, orang akan
menduga jurusan ke mana lawan menyerang, akan tetapi,
caranya Bong Tiap ini ada sangat asing baginya. Begitulah,
kendatipun ia ada gesit, ia kelit sana dan kelit sini, tidak urung
pundak kanan, dan pundak kirinya, tclah kena tcrhajar piauw,
hingga ia terluka, kulitnya lccct, dagingnya mempan scdikit.
Baharu sekarang ia insyaf lichaynya si nona. Untuk cegah
bahaya terlebih jauh, scgcra ia berseru: ?Berhenti! Berhenti!
Berhenti! Nona, kau benar-benar liehay, aku menyerah!?
Dan ia menyerah tidak tunggu sampai ia kena dihajar jatuh
dari atas panggung.
Lioc Bong Tiap lamas berhentikan penyerangannya, ia
masuki pedangnya ke dalam sarung.
?Kau merendah saja,? kata ia sambil bersenyum.
Tong Ban Tjoan sudah lantas loncat-turun dari panggung,
sesudab mana, Yo Kong Tat bunyikan genta scraya terus
nyatakan, Nona Lioe Bong Tiap yang menang.
Di bawah panggung orang tcrbiikan suara gemuruh, dari
tempik sorak. akan tetapi di pihaknya Gak Koen Hiong, orang
berhati jerih, hingga juga beberapa di antaranya, yang merasa
dirinya liehay, sungkan loncat naik ke atas panggung untuk
layani si nona
Beberapa waktu Bong Tiap berdiri mcnantikan. apabila
kemudian ternyata tidak ada orang yang naik, ia loncat turun.
Biar bagaimana, seteiah layani dua musuh, ia merasa lelah
juga, sedang piauwnya, yang semua berjumlah empat puluh
sembilan butir, sekarang tinggal hanyatiga! Ia scbcnarnya
sudah mulai berkuatir, apabila ia mesti layani lain musuh, ia
bisa menghadapi bahaya. Maka ia bersyukur yang ia bisa
lekas-lekas undurkan diri.
Gak Koen Hiong bernapas lega apabila ia tclah saksikan si
nona loncat) turun. Jikalau si nona tetap berdiri dan
dipihaknya tidak ada yang naik lagi, ia bakal kalah. Sekarang
ia bisa pilih lain orangnya, untuk naik dan menantang.
Jagonya ini adalah pahlawan istimewa dari Istana Boan, iaiah
Twie-thio atau Kapten Tat Sip Pa-touw-louw, yang kesohor
buat delapan belas jurus Tiat-pie-pee Tjiang-hoatnya,
atauTangan Pie-pee Besi. Dia ini telah takluki semua pahlawan
Boan lainnya dan sangat dihargai oleh Ibusuri Tjoe Hie See-;
Thayhouw. Diapun ada orang di belakang layardari Gak Koen
Hiong.
Begitu lekas Tat Sip berada di atas panggung, lantas ia
tantang In Tiongj Kie. Lalu bicaranya ada sangat tidak sedap
didengarnya. Ia kata: ?Aku lihat, tadi Loo-tjianpwee ada
sangat menantang, dari itu sekarang aku tidak ingin bikin kau
kecewa, aku mohon pengajaran dua atau tiga jurus, atau
kapan Loo-tjianpwee tidak mau adu tangan, Loo-tjianpwee
boleh gunai senjata, aku sendiri tetap akan bertangan
kosong?.?
RombongannyaGak Koen Hiong murka karenatadi In Tiong
Kie malang di tengah, mereka anggap itu ada gangguan,
pengacauan, justeru mereka duga, jago tua ini tidak pandai
bertempur dengan tangan kosong, mereka sengaja majukan
tantangannya itu.
Dengan sesungguhnya, tantangan pihak Gak Koen Hiong
itu telah membuat sulit kepada In Tiong Kie. Ia ada
kenamaan, ia pasti tak dapat lawan orang dengan bertangan
kosong. Ia biasa mcnggunai cambuk, benar sedangnya ia
bersangsi, tiba-tiba ia lihat scorang bcrtindak ke arah loeitay.
Ia segera kenali Tjian Djie Sianseng dari Ouw Tiap Tjiang.
Diam-diam ia malu sendirinya.
Tok-koh It Hang berdiri di sampingnya jago tua Pie Sioe
Hwee ini, ia tampak tampang orang itu berubah, ia mengerti,
lantas iatertawa dengan perlahan.
?Lauwhia, segera kau bakal gembira,? kata ia. ?Tua bangka
itu pasti sekali akan bikin lawannya dapat dipermainkan
sebagai binatang saja!? &ji
Pek-djiauw Sin Eng belum tutup mulutnya, atau Tjian Djie
Sianseng, yang telah bertindakke arah panggung dengan
lenggang lebar, sudah sikap bajunya yang panjang dan
berlompat baik dengan tubuh limbung, seperti ia tak dapat
pertahankan imbangan dirinya, dan sambil napas memburu, ia
ngoceh scndirian: ?Dasar sudah tua, aku tak punya guna?.?
Banyak hadirin berkuatir buat orang
tua ini, tetapi ahli-ahli
silat pada bersorak dengan pujiannya, karena gerakan orang.
itu adalah yangdinamai Tang hong hie lioe? atau ?Angin timur
permainkan cabang yanglioe? Itu adasuatu gerakan ahh silat,
mirip dengan ?Tjoei Pat Sian? atau ?Delapan Dewa Mabok?.
Tat Sip bukannya seorang tolol, ia terperanjat melihat
gerakan ?Tang hong hie lioe? itu, akan tetapi andali sangat
Tjap-pwee-Iouw Pie-pee-tjhioenya, yang bisa tusuk tembus
perut kerbau, yang jarang ada tandingannya, dari itu, ia terus
maju mendekati.
?Eh, apakah kau hendak gantikan In Tiong Kie menjadi
bangkai setan?? ia menghina.
?BegitulahF. tertawa Tjian Djie Sianseng, yang sabar luar
biasa. ?Tulang-tulangku yang sudah tua sudah lama tidak
pernah terima kemplangan, maka sekarang adalah ketikanya
untuk dibikin pada longgar. apabila kau bisa hajar aku satu
kali, aku akan sangat bersyukur kepadamu, melainkan aku
khawatir, kau tidak bisa pukul kena padaku?. Nah, sahabat
baik, kau mulaiiah dengan tanganmu!?
Belum pernah Tat Sip Pa-touw-louw terima hinaan seperti
itu, tidak heran apabila ia jadi sangat gusar, sambil berseru, ia
lantas menyerang dengan dua-dua tangannya maju
berbareng. Dengan ?Pek wan tan louw?, atau ?Orang hutan
putih mencari jalan?, ia menghajar ke arah batok kepala.
Aneh adalah sikapnya Tjian Djie Sianseng. Diserang secara
hebat demikian, ia tidak menangkis, ia tidak membarengi
untuk mendahului mcnghajar musuh, dia hanya scgera lompat
jumpalitan, bcgitu tinggi, sampai ia levvati musuhnya dan
turun di belakang musuh itu, gerakannya gesit seperti
terbangnya walet
Tat Sip seperti tidak lihat orang lompati ia, akan tetapi ia
merasa pasti, maka itu, cepat ia memutar tubuh, berbareng
dengan mana, dua tangannya yang keras dipakai mcnycrang
saling susul, untuk cegah musuh bokong ia.
Kcmbai i jago Ouw Tiap Tjiang, si Tangan Kupu-kupu, tidak
menangkis, ia tidak berkei it, hanya, ia tari nyamping, untuk
terus lari berputaran di atas panggung itu!
?Eh, tua bangka ampas, ke mana kau hendak
lari??membentakTat Sip, yang lompat mengejar.
Tjian Djie lari berputaran, ialoncatl ke kiri, ia melesat ke
kanan, seperti orang main petak, ia mencelat ke belakang,
kakinya seperti juga tidak injak panggung lagi, gerakannya mi
rip dengan kupu-kupu menyambar-nyambar bunga atau kutu
terbang memain di air. Ini adalah ilmu silat jOuw Tiap Tjiang,
yang dipelajarinya sejak masih kecil, dengan loncat-loncatan
nyeplos antara ratusan pohon kayu atau pelatok, sampai
tubuh tak membentur suatu pohon juga, maka kapan ia
hadapi musuh dengan lari berputaran dan lelompatan, ia bisa
bikin jadi kabur penglihatan matanya dan pusing kepalanya.
Tat Sip kena dipermainkan, dia gusar dan mengejar terus,
sia-sia saja dia berdaya akan mencandak, jangan kata dapat
menyerang dengan Pie-pee-tjhioenya, buat langgar saja baju
gerombongan orang, dia tidak mampu. Apa yang
mendongkolkan, bila ia tidak dikejar, orang tua itu justeru
menghampirinya, atau bila orang ayal-ayalan, ia lambatlambatan,
ia mengejek, loncat ke kiri ke kanan, ke depan dan
belakang.
Dalam mendongkolnya, Tat Sip tidak insyaf bahwa ia lagi
diganggu, karena ia terns mengejar. Belum terlalu lama,
matanya lantas bcrkunang-kunang, kepalanya pusing, hingga
sendirinya gerakan kakinya jadi pelahan. Justeru dalam
keadaan demikian, tiba-tiba Tjian Djie Sianseng loncat ke
depannya, agaknya hendak menyerang. Ia kaget, ia angkat
sebelah tangannya, untuk menangkis. Ia telah gunai ilmunya
?Yauw liong tjoet tong? atau ?Naga limbung keluar dari
kedung?.
Tangkisan itu tidak memberi hasil, karena Tjian Djie
Sianseng tidak terus menyerang, hanya orang tua ini mencelat
ke samping, terus mencelat pura di belakang orang itu.
Sebeium Tat Sip sempat putar tubuh, beruntun ia terima dua
tamparan yang nyaring pada kupingnya kiri dan kanan,
sampai ia menjadi ketulian, hingga ia jadi gusar tak terhingga.
Tiba-tiba ia majukan kak i kanannya ke depan, kaki kirinya
tertekuk, tubuhnya jadi terlentang ke belakang. Ini ada
gerakan ?Go houw hoei tauw? atau ?Harimau tidur memutar
kepala?. Sambil bergerak demikian, kedua tangannya turut
menyambar ke belakang, ke arah lawan, yang berada di
sebelah belakangnya itu. Ini adatipu pukulan yang sangat
liehay, yang Tat Sip gunai secara mati-matian, untuk bikin
celaka musuh, buat, kalau perl u, sama-sama terluka.
Tjian Djie Sianseng lihat scrangan nekat dan orang itu,
scmbari mundur, ia kasih dengar tertawa mengejek, kemudian
dengan mengapungkan tubuh, kedua kakinya terangkat untuk
tendang kembali lawan, yang lagi angkat badannya untuk
berbangkit pula.
Itulah gerakan sangat scbat, kedua kaki sampai pada
sasarannya, hingga memperdengarkan suara keras, menyusul
mana bagaikan bola saja, tubuh besar bagaikan kerbau dari
Tat Sip terpental jauh satu tumbak lebih, terus rubuh ke
bawah panggung dengan menyungsang atau ?Sie kak tiauw
thian? atau ?Empat kaki menjulang langit?!
Berbareng dengan suara genta, tanda pertandingan babak
itu telah berakhir untuk kemenangannya pihak Teng Hiauw
dan Law Boe Wie, Tjian
Dj.e Sianseng turun dari panggung dengan pelahan-lahan,
lalu dengan lenggang kangkung, ja kembal. ke dalam
rombongannya.
Kembali orang-orang dart rombongan Gak Koen Hiong pada
kertak gigi, saking gusar dan mendongkol, akan tetapi,
kendatipun demikian, tidak lantas ada yang majukan diri,
mereka semua ngeri melihat Tat Sip Pa-touw-louw yang liehay
bisa dipecundangi secara demikian gampang.
Pertandingan baham berlanjut lima babak, baru sudah
mendekati tengah hari, selama itu, Gak Koen Hiong kalah
empat, bukan main ia mendongkol dan bingung. Dengan
reman
suram, ia memandang kepada rombongannya, akan
pilih jago pula. Akan tetapi, belum sampai ia dapat memilih,
dari pihaknya Tcng Hiauw, In Tiong Kie sudah loncat naik ke
panggung, di mana, sambil memperdengarkan suara berisik,
ia loloskan cambuk Kauw-kin Hong-liong-piannya dari
pinggangnya, karena cambuknya itu bisa dilibat sepertiiangkin,
apabila ia kibaskan itu, senjata lemasitu lantas sajajadtkaku
dan lempang seperti tumbak atau ruyung,
Sembari perlihatkan senjatanya itu jago itu segera kasih
dengar suaranya: ?Aku si orang tua sudah lama tidak lagi
gemar berebutan di kalangan Kang-ouw, aku lebih-lebih tidak
mat menghlna orang dengan kepandaianku, akan
tetapi, di samping itu, akupun tak suka sekali orang tantang
aku sccara langsung.
Barusan Tjian Djie Sianseng sudah talangkan aku, aku
pcrcaya dia tak bikin sahabat-sahabatku menjadi kecele, tetapi
sekarang aku, aku hendak bikin sahabat-sahabat tidak
menjadi terlebih kecele pula, dari itu, dengan mengandali
tulang-tulangku yang sudah tua, aku minta sahabat siapa saja
naik kemari untuk berikan pengajaran padaku!? Ia bicara
sambil matanya terbuka lebar ke arah rombongan dak Koen
Hiong, lalu ia tambahkan: ?Nah, sahabat mana yang hendak
maju paling dahulu? Aku sama sekali tidak sudi menyebut
nama langsung!?
Rombongan Gak Koen Hiong saling mengawasi. Mereka
anggap lawan ada aneh. Tadi dia ditantang, dia tidak mau
maju, sekarang, tanpa ditantang atau diminta, dia maju
sendiri. Karena dia scgera keluarkan cambuknya, orang
mengerti, dia hendak bertanding tak dengan tangan kosong.
Di antara kaumnya Gak Koen Hiong ada bebcrapa
pahlawan Boan yang ulung, mcreka ini tidak saja kcnal baik
hal-ihwal jago tua ini, pun ada yang pernah bertempur
dengannya, sebab sebagai salah satu pendiri Pie Sioe Hwee,
pernah ada ketikanya or-ang-orang Pie Sioe Hwee hendak
ditawan oleh pemerintah. Pernah pada satu malam, seorang
diri In Tiong Kie lawan empat pahlawan dan dapat
membinasakan tiga di antaraya. Maka itu, pahlawan-pahlawan
Boan jerihj terhadapnya. Hong-liong-pian itu, selain bisa
digunai sebagai toya atau cambuk, j uga bisa dipakai
membetot gcgaman orang.
Melihat orang pada saling memandang saja, satu lhama
yang dipanggil TjongTat To menjadi gusar sekali.
Gegamannya ada Teng-tjoa-pang, ru?yung atau toya ?Ular
rotan?,| terbuat dari rotan keluaran istimewa Tibet, sebelum
dijadikan senjata, direndam dulu di dalam minyak, sampai
seratus kali rendam dan seratus kali dijemur, ujung toya
dilibati kavvat, hingga jadi kuat betul, dan tidak bisa terbabat
kutung oleh golok tajam. Toya ini seperti Hong-liong-pian,
termasuk senjata yang ?lemas?.
?Biar aku yang terima tan tangan int!? kata ia pada Gak
Koen Hiong. I a bersikap jumawa. ?Satu tua bangka, apanya
yang mesti dibuat jerih!?
Ia lantas maju, ia loncat naik ke atas panggung, dengan
teladan In Tiong Kie, terus ia keluarkan toyanya dari libatan
pinggang, lantas ia bentak ke depan sampai jadi lempang
betul, seraya ia menantang: ?Silakan maju!?
Diam-diam In Tiong Kie tertawa dalam hati melihat toya
orang itu.
?Rupanya toya ini ada anaknya cambukku, panjangnya pun
hampir sama,? demikian ia pikir. ?Baiklah aku coba
ketangguhannya.?
Lantas, dengan satu seruan merendah, ia mulai menyerang
lebih dulu.
Tjong Tat To percaya, Hong-liong-pian mirip dengan Tengtjoa-
pangnya, melihat serangan musuh, ia bersenyum tawar,
ia lantas menangkis dengan ?Kim kauw siauw tjoe? atau ?Ular
naga emas mclilit tiang?. Ia bentur Hong-liong-pian, ia hendak
lilit itu, untuk dibetot copot dari cekalan lawannya.
In Tiong Kie belum kenal cara bersilat musuh, walaupun ia
menyerang, ia toh bersiaga untuk tidak sampai gagal dan
kecele, maka itu, menampak cara menangkisnya, ia lekas tarik
pulang cambuknya, dengan gerakan ?Koay bong hoan sin?,
atau ?Ular naga jumpalitan?, ia bergerak ke kiri, terus ia balas
menyabet ke arah pundak kanan dari lawannya itu.
Tjong Tat To bukannya seorang lemah, ia tarik pulang
toyanya, berbareng dengan itu, ia mencelat tinggi, mclcwati
musuh, untuk turun di sebelah bclakangnya, lalu dari ini,
sambi memutar tubuh, ia menyerang pinggang. Ia menggunai
tipu sabctan ?Heng kang tjay long? atau ?Memotong sungai,
memutus gelombang?. Gerakannyaadasangat gesit.
In Tiong Kie ada seorang yang berpengalaman, ia pun
pandai mendengar suara gerakan pelbagai senjata, ia tidak
gentar menampak musuh berloncat melewati ia, malah
dengan tidak menoleh lagi ke belakang, ia putar lengannya, ia
menyabet ke belakang, untuk menangkis, hingga ia minp
dengan orang yang mempunyai mata di bebokong.
Lhama itu terperanjat atas cara orang itu menangkis
terutama karena pian datangnya dari atas, turun rhenimpa
dan menekan toyanya. Lekas-lekas ia gunai tipu ?Go tee liong?
atau ?Naga tidur di tanah?, untuk membebaskan diri ancaman
bahaya, ialah sambil mendak, ia berkelit.
Bcnar-benar bahaya mengancam dengan segera. In Tiong
Kie sudah putar tubuhnya, serangannya lebih jauh lantas
mcnyusul, malah saling susul, dalam rupa-rupa serangan ?Tjay
hong soan soh? (Burung hong memutari sarang), ?In liong
tiauw sioe? (Naga menggoyang kepala), dan ?Lian hoan poan
tah? atau ?Serangan bertubi-tubi?. Tiga serangan itu
mengarah kepala, pinggang dan kaki, saling susulnya sccara
sebat sekali.
Tjong Tat To sudah berjaga-jaga, ia pun liehay, maka itu,
walaupun serangan bertubi-tubi, ia dapat elakkan semua itu
dengan ketangkasannya. Ia beTkelit, ia menangkis, ia
berlompat. Di sebelah itu, ia pun lantas balas menyerang.
Sebagai kesudahan, keduanya bertempur dengan sera,
kegagahan mereka ada berimbang sekali, sampai beberapa
puluh jurus, masih belum ketahuan siapa menang dan siapa
kalah, mereka tetap saling menyerang. Satu kali Tjong Tat To
kena didesak, dari tengah, ia sampai di pinggir. Ia ketahui i ni.
ia mcnjadi gusar sekali. Ia mcmang beradat keras. Dcngan
tiba-tiba, ia berseru, dengan pukulan ?Ya tjee tan hay? atau
?Memedi memeriksa lautan?, ia scrang batok kcpala orang. Ia
ada sangat bernafsu, sampai agaknya ia lupa dcngan
penjagaan diri. Terang ia ingin, dengan satu gebrakan itu, ia
akan peroleh kemenangan yang memutuskan.
In Tiong Kie lihat ancaman itu, diam-diam ia bergirang
menampak kekosongan orang itu. Dengan sebat sekali, ia
berkelit, membarengi itu, sambi! mengendap, ia membabat ke
arah kaki lawan. Ia gunai tipu serangan ?Ouw Hong liang tee?
atau ?Naga hi tarn mcrebut tanah?.
Tjong Tat To tetap hunjuki keliehayannya. Ancaman itu
hebat, tetapi ia insyafi itu. Malah sekarang ia sengaja, ia
hendak keras lawan keras. Begitu, sambi I lompat berjingkrak,
ia menyabet ke bawah, ke arah pian lawan, untuk bentur itu,
untuk dililit, hingga kedua scnjata, cambuk dan toya, scpcrti
saling meiibat, sesudah itu, ia lantas membetot dengan kaget
dan keras, ia gunai seantero tenaganya.
Di pihak lain, In Tiong Kie juga menarik tak kurang
kcrasnya.
Dua-dua, Hong-liong-pian dan Tcng-tjoa-pang ada alat-alat
senjata kuat dan ulet, tetapi ini kali, menemui j timpalan,
kcduanya sampai pada ?ajalnya?. Tarikan getas dan keras, j
disebabkan libatan sangat keras, mcmbuat dua-duanya patah
dengan sekonyong-konyong, di antara suara nyaring dari
patahan itu, dua-dua. In Tiong Kie dan Tjong Tat To jadi
terpelanting sendirinya, masing-masing jatuh ke bawah
panggung! Syukur untuk mereka, mereka bisa jatuh berdiri,
tangan mereka mencekali buntungan senjatanya masingmasing,
napas mereka sama-sama memburu.
Suara gent a menyusul dengan lantas, dan To Poet Hoan
umumkan putusannya: Scbab dua-duanya jatuh dari
panggung, pertandingan itu ditctapkan seri, tidak ada yang
kalah, tidak ada yang menang.
Pihaknya Gak Koen Hiong bergembira. Walaupun mereka
tidak menang, toh In Tiong Kie, satu lawan tangguh, dapat
dibikin tidak bisa * bcrbuat suatu apa. Tapi, sclagi mereka
kegirangan, dari pihaknya Teng Hiauw, mereka lihat satu
orang loncat naik ke atas panggung, apabila mereka telah
kenali orang ini, mereka kaget.
Orang dari pihak Teng Hiauw itu naik ke loeitay sambil
berloncat. Dia ada satu hweeshio yang mukanya lebar dan
sepasang kupingnya gede. Yang membikin orang terkejut, dia
adalah Hong Tjin Hweeshio, pendcta kenamaan dari Siauw
Lim Sie dari Gunung Siong San.
Pada masa itu, di antara kedua golongan kaum persilatan
yang utama, Boe Tong Pay dan Siauw Lim Pay, pihak Siauw
Lim sendiri terbagi atas empat cabang, ialah cabang Pouwthian
di Hokkian, cabang Teng-hong di Hoolam (Siong San),
cabang Lam-hay, dan cabang Ngo-bie. Cabang Hoolam, yang
dikenal sebagai Siong San Siauw Lim Sie, disebut sebagai Boelim
Tjong-hoay, pusatnya. Ilmu silat Siauw Lim Sie terdiri dari
tujuh puluh dua rupa, sesuatu cabangnya ada istimewa,
umumnya melebihi Iain-Iain kaum. Umpamanya ada Tiat-seetjiang
(Pasir Besi), Hek-see-tjiang (Pasir Hitam), Ang-seetjiang
(Pasir Merah), Kim-see-tjiang (Pasir Emas), Kim-patjiang
(Macan Tutul Emas), Tiat-pie-pee (Piepee Besi), Tiatsauw-
tjioe (Sesapu Besi), Poan-dj iak-tj iang (Tangan
Kecerdasan), dan Tiang-koen (Tangan Panjang). Dari empat
puluh lebih rupa senjata rahasia, lebih dari separuhnya ada
kepunyaan pihak Siauw Lim. Sedang Hong Tjin ini ada
hweeshio keluaran dari Madrasah Tat Mo Ih dari Siauw Lim Sie
di Siong San. Madrasah ini dapat dimasuki cuma oleh
hweeshio-hweeshio yang sudah sempurna pelajaran?silatnya.
Maka itu, pihaknya Gak Koen Hiong jadi sangat terpengaruh
oleh nama Siauw Lim Sie.
Dalam sibuknya, Gak Koen Hiong terpaksa ingin minta
tulang punggungnya, Lhama Besar Kat Pouw Djie, untuk
layani pendeta dari
Siauw Lim Sie itu, akan tetapi belum sampai ia buka
mufutnya, dari antara rombongannya sudah ada satu orang
yang mendahului loncat naik ke atas panggung. Orang itu
sama sekali tidak bicara lagi sama ia. Dia berumur empat
puluh lebih-, tubuhnya kate dan dampak, mukanya penuh
berewokan, romannya sangatjelek, tapi tubuhnya sangat gesit
Tidak ada orangnya Gak Koen Hiong yang kenal orang ini,
mereka semua menjadi heran. Sesampainya ia di atas
panggung, segera ia kcluarkan gcgamannya. ialah sepasang
ruyung Hoed-tjhioe-koay yang terbuat dari baja.
?Taysoe, sejak kita berpisah, apa kau ada banyak baik??
demikian orang
ini menanya Hong Tjin Hweeshio, sambil ia
bersenyum sindir. Dianampaknyasangatjumawa dan
menantang.
Pendeta itu mengawasi, ia rasa kenal orang ini, apabila ia
sudah mengingat-ingat, ia menjadi terkejut dengan
sekonyong-konyong, hingga ia mengawasi lebih jauh dengan
tercengang.
Sekarang ini usianya Hong Tjin Hweeshio sudah mendekati
enam puluh tahun. Dia sucikan diri bukan semenjak masih
kecil, hanya baharu hampir tiga puluh tahun. Pada riga puluh
tahun yang lalu, ia ada murid Siauw Lim Sie, yang biasa saja,
dalam usia muda, ia sudah rampungkan pelajarannya, dari itu,
ia terus merantau. Kemudian ia bekerja dalam satu piauwkiok.
Ketika itu, dalam Rimba Pcrsilatan. orang justcm paling
mcnangkan diri. Di dalam piauwkiok itu pun ada bekerja satu
piauwsoc lain, keluaran Boc Tong Pay, namanya Hoe Touw
Lam. Di situ dia in i ada dimalui. Tapi, dengan datangnya
Hong Tjin, dia jadi merasa tidak senang. Sampai pada suatu
hari, datanglah ketikanya untuk ia agulkan Kaum Boc long.
?Boc Tong Pay dan Siauw Lim Pay memang bcrdasarkan
satu,? kata Hoe Touw Lam. Pendiri dari Boe Tong Pay, ialah
Thio Sam Hong Tjouwsoe, ada asal Siauw Lim Pay, yang
pisahkan diri dan mendirikan cabang sendiri. Tapi Boe Tong
Pay telah ambii bagian-bagian yang bagus dari Siauw Lim Pay
dan buang bagian-bagian yang jclck, dia berdiri sendiri,
scbagai ahh Iwcc-kcc, bagian dalam, dari itu, dipadu dengan
Siauw Lim Pay, dia ada jauh tcrlcbih menang!?
Hong Tjin masih muda, ia pun baharu keluar dari
perguruan, bias dimengerti jikalau ia jadi tidak senang.
?Apakah sih Iwee-kee dan gwa-kee?? kata ia. ?Lwee-kee
Boe Tong Pay ada muncu! dari Siauw Lim Pay.
Pemecahan aliran itu ada untuk memperdayakan orang luar
saja.
Semua cabang silat, biarpun berlainan, ada masing-masing
ilmunyayang luar biasa, dan semua membutuhkan latihan
tenaga. Scsuatu cabang mesti mempunyai orang-orangnya
yang liehay, jadi tak dapat dibilang, cabang ini mesti
mcnangkan cabang yang lain. Atau Icbih tegas lagi, tak pasti
lwee-kee akan kalahkan gwa-kee!?
Perselisihan paham ini lantas bcrubah mcnjadi
pcrscngketaan, dari salmg bcrcbut omong, mcreka jadi sal ing
sindir, karcna pcrdamaian tidak bisa didapatkan, mcreka
putuskan itu dengan satu pertempuran. Hong Tjin tidak dapat
kendalikan hawa amarahnya, dengan Kim-pa-tjhioe, ia lukai
Hoe Touw Lam, sampai dia ini mendapat luka di dalam dan
tak bisa yakir.kan ilmu silat Iebih jauh. Selang bebcrapa tahun,
bahna kesal, dia jatuh sakit dan akhirnya menutup mata.
Kejadian ini membuat Hong Tjin amat masygul, ia sangat
menyesal, dan bclakangan lagi, iapun insyaf, pekcrjaan
piauwsoc adalah berarti menjual jiwa untuk orang-orang yang
uangnya banyak, pengubanan itu tidak berarti, maka akhirnya,
ia pergi memasuki kuil, ia mcnjadi pendeta.
Hoe Touw Lam telah meninggal dunia, tctapi ia ada
mempunyai satu murid. Dia ini sangat mencintai gurunya, ia
hendak menuntut balas. Satu kali, dia scrang Hong Tjin secara
menggelap, tctapi dia bukan tandingan dari itu pendeta, dia
kena dikalahkan. Hong Tjin sudah lukai guru orang, ia tidak
tega eclakai penyerangnya ini, malah sebaliknya ia memohon
maaf dari murid itu. Tapi dia ini bertabiat luar biasa, dia tidak
matur maaf, dia tidak bilang suatu apa, dia ngeloyor pergi,
terus sampai kira-kira tiga puluh tahun, tentang dia Hong Tjin
tidak dengar suatu apa, sampai sekarang, tahu-tahu
diamuncul di atas panggung adu kepandaian.
Murid Hoe Touw Lam ini bemama Louw Kee Tjong.
Segera setelah ia kenali Kee Tjong, Hong Tjin memberi
hormat
?Lauwtee, apakah kau tetap tak bisa lupai urusan dari tiga
puluh tahun itu?? tanya ia. ?Dulu karenamelukai gunimu itu,
aku menyesal bukan main. Kau tahu sendiri, gurumu bukan
terbinasa di tanganku, dia menutup mata karcna sakit. Pada
tiga puluh tahun yang lalu, aku telah mohon maaf dari kau,
Lauwtee, dan sekarang ini, aku matur maaf kcmbali
kepadamu. Jikalau kau inginkan aturan kaum Kang-ouw, aku
nanti jamu kau, untuk haturkan maafku terlebih jauh.
Lauwtee, bukankah urusan dapat dibikin habis? Kalau kau
setuju, aku nanti atur ini schabisnya picboc ini. Aku datang
kemari untuk kehormatan kaum Kang-ouw, untuk urusan
besar, sedang urusan kita berdua ada urusan kecil, urusan
perseorangan. Kau toh bukannya tidak ketahui scbabmusabab
dari pieboe ini? Maka kenapa kau hendak mengacau,
dengan campur-baurkan urusan kita berdua? Apakah mungkin
kau ada kambratnya Gak Koen Hiong??
Louw Kee Tjong bukannya konco dari Gak Koen Hiong,
selama beberapa puluh tahun, ia terus yakinkan ilmu silat
dengan maksud tujuan satu saja: untuk mencari balas buat
gurunya. Mengenai pieboe ini, ia tak tahu benar siapa betul
dan siapa salah, ia juga tidak bermat membantu salah satu
pihak. Ia lihat Hong Tjin Hweeshio, ia turut naik di atas
panggung, guna bertempur, agar ia mewujudkan
pembalasannya. Inilah ada terlebih baik lagi, karena mereka
bertempur di muka orang banyak. Maka itu, tak sudi ia
mendengari nasihat pendeta tua itu. Ia goyang-goyang Hoedtjhioe-
kay, ia tertawa dingin.
?Enak sekali kau bicara!? dcmikian ejekannya. ?Guruku
terbinasa karena kau, aku telah bersabar tiga puluh tahun,
apa itu masih belum cukup? Tidak dapat kau habiskan urusan
secara begini gampang. Bagaimana caranya dahulu kau
rubuhkan guruku, begitu juga caranya sekarang aku hendak
rubuhkan kau! Kau hajar guruku dengan Kim-pa-tjiang,
sekarang aku hendak beri kau rasa Hoed-tjhioe-kay! Dengan
tongkat membayar tangan kosong, itulah bunga untuk tiga
puluh tahun! Tapi mengenai urusan pieboe ini, siapa benar
siapa salah/ aku tidak sudi campur. Umpama kata kau tak
ingin aku mengacau, baik, sekarang kau segera umumkan
kepada khalayak ramai bah wa kau men ye rah kaiah, kau
tidak bcrani Iawan aku, kemudian kita orang can satu tempat
sunyi di rnana kita berdua boleh adu kepandaian kita!?
Mendengar kata-kata orang itu, Hong Tjin merasakan
dirinya dibikin jadi menunggang harimau. turun atau duduk
terns, jadi serba salah. Coba mereka ada di lain rempat,
dengan gam pang iasuka mengaku kalah saja. Sesudah
puluhan tahun sucikan diri, pikirannya sudah bebas. Buat ia
sendiri, kalah pun tidak bcrarti. Tapi di sini ada mengenai
rombongannya Teng Hiauw, maka kecewa sekali bila ia
mengaku kalah tan pa bertempur lagi. Kekalahannya akan
mcngakibatkan kekalahannya Teng Hiauw dan Boe Wie.
Bagaimana ia dapat lakukan itu? Dan sebagai wakil dari Siauw
Lim Pay, cara bagaimana tak keruan-keruan, ia mcsti
menyerah kalah terhadap musuh pribadi? Apakah itu tidak
akan mencemarkan golongannya? Kalau bertempur, ia tidak
tega melukai Kee Tjong, tanpa dilukai, sulit muridnya Hoe*
Touw Lam dirubuhkan jatuh dari atas loeitay. Dari romannya
orang, ia tahu benar, orang she Louw ini sudah sempurna
pelajaran silatnya.
Selagi pendeta ini bersangsi, di bawah orang bertempik
sorak riuh. Ttulah pcrbuaian rombongan Gak Koen Hiong.
Mereka dengar Hong Tjin bicara, tapi tidak terdengar apa
katanya, mereka tampak pendeta itu bersikap lesu, mereka
sangka orang jerih, dari itu, mereka berseru-seru, antaranya
ada yang teriaki: ?Di atas loeitay bukan tempatnya untuk
bicara hal dulu-dulu! Pieboe bukannya urusan menghadapi
bcsan! Eh, kenapa si keledai botak masih tidak mau turun
tangan??
Juga To Hoan dan Kong Tat tidak mengerti melihat orang
masih berhadapan saja, yang satu sikapnya menantang, yang
lain seperti jerih, hiingga mereka memikir untuk mcndcsak,
supaya dia orang itu segera mulai bcrtanding.
Justeru itu, Hong Tjin loloskan jubahnya, kemudian seraya
pasang kuda-kudanya, ia kata pada penantang itu: ?Lauwtee,
kau telah desak pintjeng hingga pintjeng tidak bcrdaya lagi.
Silakan kau maju!?
Louw Kee Tjong melirik dengan tajam.
?Apakah kau hendak gunai sepasang tanganmu yang
kosong buat layani tongkat Hoed-tjhioe-koay?? ia tanya sambil
berseru.
Pendeta itu tertawa.
?Sudah ban yak tahun aku sucikan diri, sudah tak biasa lagi
bagiku buat menggunai golok atau pedang,? ia mcnyahut
dengan manis. ?Lauwtee, silakan kau maju, sesukamu, jangan
sungkan-sungkan!?
Louw Kee Tjong jadi gusar. Ia anggap ia sudah
dipermainkan.
?Keledai botak!? ia mendamprat. ?Kau sudah bikin celaka
guruku, sekarang kau perhina aku!?
Dan ia geraki sepasang tongkatnya, dalam gerakan ?Siang
Hong djip hay? atau ?Sepasang naga masuk ke dalam laut?. Ia
menyerang dengan berbareng, dari kiri dan kanan.
Hong Tjin Hweeshio berserryum. Mengikiiti datangnya
kedua tongkat, ia mondur tetapi begitu Ickas juga, kaki kirinya
maju ke samping, nyela bumi, akan tekan lengan kanan orang
seraya teruskan menggempurpundak kanan lawan itu.
Inilah hebat! Tapi Kee Tjong lekas egosi tubuhnya seraya
mengendap sedikit, hingga ia lolos dari bahaya, tangan lawan
cuma berkelebat di depan mukanya.
Hong Tjin menyerang melainkan sampai di situ, ia tidak
mcndesak, ia tak tega akan turunkan tangan j ah at.
Kee Tjong tidak mengerti bah wa orang merasa kasihan
terhadap dirinya, selagi si pendeta hcntikan serangannya, tibatiba
ia rubuhkan diri, ia bergulingan, lalu sambil bcrgulingan ia
maju, akan menyerang orang bagian bawahnya, kedua
tongkatnya bergerak secara hebat sekali. Kedua tongkat itu
sama sekali tidak bentrok dengan lantai panggung.
Hong Tjin terperanjat juga melihat lawan itu gunai ?Tee
tong koen?, ilmu silat ?Bergulingan di tanah?. Segera ia
mengapungkan tubuhnya, akan meloncat buat terus
berloncatan, ke sana dan kemari, akan saban-saban
menyingkir dari sambaran tongkat, yang datang seperti tidak
putusnya karena tubuhnya Kee Tjong berguling ke arah mana
ia menyingkir. Yang hebat, bukan melainkan tongkat, hanya
juga kaki dan dengkulnya orang she Louw ini bisa turut
menyerang juga, menendang atau mendupak secara hebat.
Dengan berkelahi dengan tangan kosong, dengan
menghadapi senjata, nampaknya Hong Tj in Hweeshio ada
terdesak, ia pun kelihatan seperti bclum tahu caranya untuk
pecahkan Tee-tong-koen, dari itu, ia terus main mundur, ia
seperti bakal lekas sampaikan tepi panggung. Pihaknya Gak
Koen Hiong sudah lamas memperdengarkan tepuk tangan
riuh, mereka percaya, pendeta itu bakal segera kena
dikalahkan.
Walaupun ia sedang berkelahi dan agaknya terdesak, Hong
Tjin dengan tempik sorak riuh itu, yang membuar air mukanya
berubah dengan tiba-tiba, | hingga di lain saat, ia
perdengarkan tertawa yang panjang, lalu tubuhnya bergerak
cepat, karena kedua kakinya tidak lagi lompat-lompatan untuk
berkelit saja, hanya sekarang, ia berkelit sambil mcmbalas
menjejak. Ia sudah mulai gunai ?Wan-yho Tjin-pou Lian-hoantwie?,
ialah gerakan kaki maju saling bcrganti.
Scbentar saja, keadaan lantas jadi berubah. Kalau tadi ada
1 ah si pendeta yang terdesak, kini adalah Kee Tjong yang
main mundur. Kedua tangannya si pendeta juga sering-sering
menyambar, akan tangkap tongkat orang.
Pertempuran itu membikin sekalian penonton menjadi
kagurn, hingga dari bertepuk tangan, mereka jadi berdiam,
sampai mata mcrcka seperti kabur. Kedua lawan itu bcrgcrak
ccpat sekali.
Kcl i hatannya Hong Tj in Hweeshio mcnang di atas angin,
tetapi satu kali, mendadakan sebatang tongkat menyambar
naik, ke arah kcmpolannya, disusul dcngan suara menggcietak
yang nyaring.
Orang tcrkcj ut, semua menyangka, pcndcta itu sudah kcna
dihajar, tetapi, segera orang melengak, karena suara
menggcietak itu disusul dcngan suara tcrtawa yang panjang,
tubuhnya Louw Kec Tjong terpentai tcrguling satu tumbak
lebih, di mana ia mcncclat bangun akan bcrduduk, di lain
pihak tongkatnya, tongkat dari tangan kanan, sudah bcrada di
tangan Hong Tjin, siapa, dcngan satu kali tekuk saja, sudab
bikin senjata itu, yang terbuat dari baja, menjadi patah dua!
Dan kedua patahannya segera di lemparkan ke bawah
panggung.
Habis itu, Hong Tjin bcrtindak menghampin lawannya.
?Lauvvtee, aku telah terima pukulan sebatang tongkat dari
kau, kau niscaya sudah puas, bukan?? ia berkata
sambil?tertawa.
Mukanya orang she Louw itu pias pucat, dengan tidak
mengucapkan sepatah kata jua, ia berbangkit untuk bcrtindak
turun dari panggung.
Hong Tjin biarkan orang pergi, ia menoleh kepada kedua
wasit, untuk menjura, kemudian ia pun berlalu dari panggung
piranti pieboe itu.
Kcsudahan ini tidak mendapat tcpukan tangan dari para
hadirin semua orang heran menyaksikannya.
Hong Tjin Hweeshio tak inginkan kckalahan, di lain pihak, ia
be rat akan lukai Louw Kee Tjong, dari itu, selagi berkelahi, ia
bcrpikir kcras, pikirkan jalan menamatkan pertempuran ini
untuk kebaikannya kedua pihak. ?Koen tee tong? dan Kee
Tjong membuat ia sulit, desakan musuh membikin ia mesti
mundur, maka akhimya tcrpaksa ia kasih lihat ?Wan-yho Tjinpou
Lian-hoan-twie? -?Burung Wan-yho maju silih berganti?,
dengan itu, ia dapat pecahkan desakan orang sambil
bergulingan. Selagi balik mendesak, ia pun masih pikirkan
daya untuk bikin lawan itu tidak berdaya. Ia masih ban yak
lindungi muka terang mcreka. Di akhimya, ia lihat serangan
hebat dari Kee Tjong ke arah kcmpolannya, lantas ia dapat
pikiran, berbareng mengasih dirinya kena dihajar, ia pun
tangkap dan rampas tongkat orang. Dengan memberi
kempolannya dikemplang, ia tidak merasakan terlalu sakit,
dari itu, dengan lantas ia bisa patahkan tongkat bajanya.
Sekalipun To Poet Hoan dan Yo Kong Tat, kedua wasit,
menjadi bingung, hingga mereka tidak dapat segera memberi
putusan, adalah setelah keduanya berdamai, mereka
umumkan bahwa pertandingan itu berkesudahan seri, sebab
tidak ada? salah satu yang jatuh ke bawah panggung, benar
yang satu kena dihajar dengan tongkat, akan tetapi yang lain
pun kena didupak terpentai hingga jatuh duduk!
Dua-dua Hong Tjin Hweeshio dan Louw Kee Tjong terima
baik putusan itu. Hong Tjin memang hendak menolong muka
dan jaga muka terangnya Kee Tjong, dan Kee Tjong di lain
pihak pernah menyatakan, dengan tongkat melawan tangan
kosong, ia ingin dapati bunga untuk sakit hati gurunya selama
tiga puluh tahun. Dengan demikian juga, dendaman mereka
menjadi buyar.
Gak Koen Hiong girang dengan kesudahan ini, karena dua
pertandingan,dua-duanya berkesudahan seri. Sekarang ia
hendak rebut kemenangan, dari itu ia lantas pilih satu
jagonya, yang mengerti Tiam-hiat-hoat, ilmu menotok jalan
darah, ialah Kouw Hoei In. Dia ini, dalam umur cnam puluh
lebih, masih gagah. Dia pun ada soesiok, paman guru, dari
Ouw It Gok. Ouw It Gok ini, yang satu jari tangannya pernah
dibabat Law Boe Wie, tidak berani naik ke loeitay, dan ia telah
minta pamannya itu sukamenampilkan diri.
Begitu lekas ia sudah naik ke atas panggung, Kouw Hoei In
segera memperlihatkan sepasang Poan-koan-pitnya, ruyung
yang beroman seperti pit, alat menulis. Inilah alat istimewa
untuk menotok jalan darah, panjangnya cuma satu kaki
delapan dim. Kalau senjata umumnya ada ?satu dim panjang,
satu dim tambah Iiehay?, adalah Poan-koan-pit ?satu dim
pendek, satu dim tambah berbahaya?. Dan satu kali dia pcrton
tonkan senjatanya ini, orang di bawah panggung semua
mengerti bahwa ia adalah seorang Iiehay.
Di pihaknya Teng Hiauw, Tok-koh It Hang mengerutkan
alis. Ia tahu siapa adanya jagonya Gak Koen Hiong itu, Tiamhiat-
hoat siapa adalah latihan dari beberapa puluh tahun. Ia
insyaf betapa sukarnya untuk mclayani orang she Kouw itu.
Daiam rombongannya ada Lo Hoan Sian, ahii Tiam-hiat-hoat
Hoei In dengan Kim-na-tjhiocnya. Benar di saat pada Kouw
Hoei In, ia kuatir, orang Soc-tjoan ini nanti kalah iatihan,
apabila Hoan Sian sampai kalah, sayang namanya sebagai
jago Soc-tjoan nanti runtuh. Pikir punya pikir, ia anggap baik I
ah ia sendiri yang maju, untuk mclayani Tiam-hiat-hoat Hoei
In dengan Kim-na-tjhioenya. Benar di saat ia hendak geraki
kakinya, untuk berbangkit, tiba-tiba ia rasakan ada seorang
menckan pundaknya dari belakang scraya berkata dengan
pelahan: ?Buat sembelih ayam buat apa pakai golok piranti
potong kcrbau? Biarlah siauwtee yang layani babak ini?.?
Segera Tok-koh It Hang menoleh. lantas ia kenali Thie-bian
Sie-seng Siangkoan Kin, si Mahasiswa Muka Besi dari Kangsouw,
maka sedetik itu juga ia keluarkan napas lega, terus ia
bcrduduk pula, sambi I is caci dirinya sendiri kenapa dia boieh
lupai sahabatnya itu.
Siangkoan Kin sudah benimur mcndckaii lima puluh tahun,
tetapi ia bermuka putlh dan tidak bcrkumis jenggot, dengan
jubah panjang dari sutera dan tangan mencekal kipas, dengan
tindakannya yang lemah-lembut ia tcrtampak sangat
sederhana, agung tetapi man is budi, tidak heran kalau
iadapat julukan si anak sekolah. Ia jalan dengan peiahan,
sesampainya di bawah panggung, ia dongak.
?Aya!? ia berseru sendirinya. ?Kenapa panggung ini begini
tinggi? Aku tak dapat lompat untuk menaikinya?.? Lalu,
dengan sebelah tangan goyang-goyang kipasnya dan tangan
yang lain menyingkap ujung bajunya, ia menginjak langga,
naik setindak demi setindak.
Panggung tinggi satu tumbak delapan kaki. untuk itu ada
disediakan sebuah tangga dengan banyak tindakannya,
sekarang Siangkoan Kin gunai tangga itu. Ia tidak naik sambil
berlompat seperti yang lainnya, tidak heran kalau ia
menerbitkan tertawanya banyak orang, hingga di bawah
panggung jadi gempar. Tapi ia tidak perdulikan orang banyak,
ia naik terus, sampai ia berada di atas, selagi ia berdiri di
depannya Kouw Hoei In, ia rangkapi kipasnya, matanya
mengawasi ahli Tiam-hiat-hoat itu, dari atas ke bawah, lalu
tiba-tiba ia menuding dengan kipasnya itu, juga ia tcrtawa dan
kata: ?Aku kira siapa, kiranya Kouw Hoei In dari Hoolam!
Rerunning, aku bcruntung sekali bisal bcrtcmu dengan kau,
aku memang sedang memikir untuk tenma ajaran ilmu
menotok dari kau!?
Kedua orang ini belum kenal satu pada Iain, akan tetapi
nama dan ro-man mcrcka, mcrcka pcrnah dengar dan ketahui,
begitulah Kouw Hoei In apabila ia saksikan tampang dan cara
dandan dari Siangkoan Kin, ia percaya betul, orang ini
mestinya ada Thic-bian Sie-seng si Mahasiswa Muka Besi,
maka itu, ia terperanjat, berbareng dengan mana, ia pun
mcndongkol. Ia ada di tingkatan tcrlcbih tua, sudah tentu ia
gusar, ia tak dapat sabarkan diri menerima ejekan orang itu.
Hoei In pun datang membantu Gak Koen Hiong karena ia
diperolok-olokkan olch Ouw It Gok, keponakan muridnya,
sama sekali ia tidak punya pcrkcnalan dengan Ketua Muda dari
Gie Hoo Toan itu, dari itu, ia juga pemah janji, ia suka
membantu dalam satu pcrtandingan saja, kalah atau menang,
tetap satu kali. Ia berjanji demikian untuk menjaga muka
terang dari It Gok. Siapa tahu, ia yang belum pernah ketemu
tandingan, sekarang mesti berhadapan dengan Siangkoan Kin,
siapa pun justeru telah singgung keagungannya. Sebenarnya,
ia tidak jerih terhadap si mahasiswa itu, walaupun namanya
dia ini ada tersohor.
?Kau rupanya ada Thie-bian Sie-?demikian?ia menegur,
dengan suara keras. ?Di hadapan orang terlebih tua, cara
bagaimana kau berani bersikap begini kurang ajar? Sekarang
kau keluarkan senjatamu, biarpun aku sudah tua, aku tidak
nanti berlaku sembrono!?
Siangkoan Kin tertawa dalam hatinya mendengar orang
anggap dirinya ada dari golongan terlebih tua. Dalam hal usia,
Hoei In memang lebih tua, tetapi cuma delapan atau sepuluh
tahun, akan tetapi bicara tentang tingkatan, di antara guru
mereka, sama sekali tidak ada hubungannya, hingga tak
beralasan akan orang she Kouw itu mengagulkan diri. Tapi, ia
tidak gubns ini. Karena ia ditantang, ia bersenyum, lantas ia
hunjuki kipasnya.
?Seorang yang terlebih muda mesti berlaku hormat kepada
orang yang terlebih tua,? berkata ia, ?maka itu biarlah aku
gunakan kipasku ini saja Untuk menerima ajaran dari kau?.?
Sepasang alisnya Kouw Hoei In menjadi berdiri, ia gusar
bukan main.
?He, kenapa kau memandang begini hina padaku?? ia
menegur dengan geramnya. ?Karena kau tidak niat pakai
senjata, baiklah kita menggunakan tangan kosong saja!?
Siangkoan Kin tidak menjadi gusar, malah ia tetap
bersenyum. Tapi menyusul itu, ia geraki kipasnya secara tibatiba.
?Kouw Tjianpwee, kau lihatlah biar terang,? berkata ia. Ia
masih sebut orang ?tjianpwee?, orang yang lebih tua
tingkatannya. ?Aku punya senjata adalah ini kipasku, tidak
biasanya untuk aku menukar gegaman dalam saat kesusu?.?
Kouw Hoei In mengawasi dengan tajam pada kipas orang
itu, maka sekarang ia dapat kenyataan, dilihat dari Iuarnya,
yang hitam warnanya, kipas itu mesti terbuat dari baja,
sedang kedua tulang sampingnya, yang bersinar, mengkilap,
rupanya ada lempengan pisau yang tajam. Segera ia insyaf,
apabila si Mahasiswa ini pandai Tiam-hiat-hoat, benar-benar ia
tidak bolch memandang enteng, karena kipas itu ada terlebih
pendek daripada Poan-koan-pitrrya.
?Jikalau demikian, nah, kau sambutlah!? akhirnya orang she
Kouw ini berseru. Ia belum tutup rapat mulutnya, kedua
tangannya sudah mendahului bergerak. Dengan ?Siang hong
koan djie? atau ?Sepasang angin meniup kuping?, pit kirinya
mengancam muka, dan pit kanannya menyerang jalan darah
?Hoa-khay-hiat? dari Siangkoan Kin.
?Bagus!? Siangkoan Kin juga berseru. Ia berkelit, hingga
dua-dua serangan gagal. Tapi, dengan sangat gesit, iamaju,
akan balas menyerang. Ia arah jalan darah ?In-tay-hiat?.
Kouw Hoei In turunkan pitnya secara berat, untuk
punahkan serangan itu, akan tetapi Siangkoan Kin batalkan
serangannya, ia menarik pulang, untuk turut menyambar jeriji
tangan orang.
Dengan terpaksa, juga tergesa-gesa, Hoei In tank pulang
senjatanya, berbareng dengan itu, sekalian ia geraki
tubuhnya, mengendap, hingga dengan satu gerakan susulan,
kedua Poan-koan-pit bisa menotok pula, ke arah betisnya
lawan, padajalan darah ?Hoan-tiauw-hiat? dan ?Kwan-goanhiat?.
Ia punya gerakan mengendap itu ada ?Bwee hoa loh
tee? atau ?Kembang bwee jatuh ke tanah?.
Dengan mengisarkan kaki dengan ?Lauw tjie djiauw pou?
atau ?Peluk dengkui untuk memutar kaki?, Siangkoan Kin
berkelit, kipasnya digeraki, dipakai mcnangkis, mcncruskan
mana, ia juga totok jalan darah orang ?Tjo kin tjeng hiat? di
pundak kiri.
Kouw Hoei In sedang keluarkan dua-dua senjatanya, ia
tidak dapat kcscmpatan untuk mcnangkis, terpaksa ia
mcnyampingkan tubuhnya, akan menyingkir jauhnya beberapa
kaki. Ia berhasil membebaskan diri dari bahaya, akan tetapi, ia
rasai mukanya panas, saking jengah sendiri. ia pun terluput
dari ancaman bahaya hebat.
Siangkoan Kin tidak mau mengasih hati, ia lompat
menyusul, ia geraki kipasnya, untuk lanjuti serangannya. Sckal
i ini, kipasnya itu dipakai dalam gerakannya ?Pie-hiat-kwat?,
cangkol untuk menutup jalan darah, dan pedang Ngo-hengkiam,
ujung kipas senantiasa mencari bagian. bagian anggota
yang berbahaya.
Menampak gerakan musuh itu Kouw Hoei In tidak berani
abaikan diri, ia segera hunjuk kesebatannyaj akan halau
sesuatu bahaya, buat balas mengancam juga, hingga di sinil
kelihatanlah peryakinannya daril beberapa puluh tahun, tidak
percuma ia menjadi satu ahli.
Dua-dua Poan-koan-pit dan Thie-sie-tjoe, kipas besi, biasa
mencari tiga puluh enam jalan darah, dari itu setiap totokan
ada berbahaya sekali karena mana, kedua orang yang lag!
bertempur, mesti berlaku waspada, gesit dan tangkas. Lekas
sekali rasanya, pertandingan ini sudah mclalui lima puluh
jurus, adalah setelah itu, Kouw Hoei In insyaf liehaynya lawan,
karena berulang-ulang, semua penyerangannya dapat
dipunahkan, hingga ia tidak lagi sanggup bergerak dengan
lcluasa, seperti di jurus-jurus permulaan, sedang di lain pihak,
rangsekan lawan itu ia rasakan tetap sama berbahayanya,
hingga ia mesti berlaku luar biasa hati-hati.
Sesudah lewat lagi beberapa gebrakan, sekonyong-konyong
.pit kiri dari Hoei In menyambar jalan darah ?Hoen-soei-hiat?
dari Siangkoan Kin. Itu ada serangan ?Sian-tjoe song tjoe?
atau ?Dewi mengantar anak?. Siangkoan Kin egosi tubuhnya
sambi! melesat, lalu kakinya melesat lebih jauh, baharu tiga
tindak, tahu-ahu ia sudah berada di belakang lawannya.
Hoei In insyaf ancaman bahaya, dengan gesit ia memutar
tubuh.
Thie-bian Sie Seng antap orang putar tubuh, setelah itu, ia
majukan kipasnya sambil dibuka, kakinya pun turut maju,
hanya gerakannya, mirip dengan gerakan orang sedang mainmain.
Tapi kipasan itu ada hebat, anginnya menyambar keras
ke mukanya- Kouw Hoei In, hingga matanya dia ini menjadi
sukar melihat
Justeru itu, sampailah kakinya si Mahasiswa Muka Besi,
sedang kipasnya juga lantas dirangkap pula hingga menjadi
kuncup lagi, terus dipakai rnenyerang, dari kiri kanan,
dikibaskan.
Kouw Hoei In terkejut, ia angkat tangan kanannya, untuk
menangkis, tetapi ia terhalang oleh penglih&tannya, yang
sesaat itu kurang awas, tahu-tahu lengan kanannya kena
terbentur k;pas, mengenai tepat jalan darahnya ?Kwan-goanhiat?,
maka tidak tempo lagi, pitnya terlepas dari cekalannya
dan jatuh ke lantai panggung dengan perdengarkan suara
nyaring.
Menyusul itu, Siangkoan Kin memperdengarkan suara
tertawa berkakakan, tubuhnya melesat mundur, kipasnya pun
dipakai mengipasi dirinya.
?Maaf, maaf, terima kasih untuk pengalahan kau,? kata ia.
?Kau keliru tangan, Tjianpwee, harap kau jangan sesali aku?.?
Mukanya Kouw Hoei In menjadi merah dan pucat, saking
maiu. Nama baiknya dari puiuhan tahun, sekarang sekejab
saja tclah kena dibikin turun. maka dengan cuma
mengucapkan dua patah kata mcrcndah, ia loncat turun dari
panggung. Ia sebenarnya hams bcrtcrima kasih kepada
Siangkoan Kin, apabila lawan ini berlaku ganas, ia bukan akan
cuma dapat malu saja, dia akan eclaka juga, sedangkan ia
sudah berusia lanjut. Darahnya berhenti jalan, ia tidak terluka
parah. dari itu, scndirinya ia mampu perbaiki jalan darah itu,
maka itu, ia bisa segera loncat turun pula.
Begitu lekas orang loncat turun. Siangkoan Kin juga berlalu
dari atas panggung. Akan tetapi ia tidak loncat seperti
lawannya itu, hanya di antara tempik sorak riuh rend ah,
sambil sebelah tangan menggoy ang kipas dan scbclah yang
lain menyingkap bajunya, ia hampirkan tangga, untuk
bcrtindak turun dengan pclahan-lahan persis seperti di waktu
naik tadi Ia seperti bukannya orang yang pieboe?.
Gak Koen Hiong lihat pihaknya kembali kalah, ia malu
bukan main, ia bingung sekali. Memang, ia tidak tahu mesti
berbuat apa, ia lihat tuiang punggungnya, Lhama Besar Kat Po
Djie, berbangkit berdiri.
?Gak Lauwtee, jangan bersusah hati,? menghibur pendeta
itu. ?Nanti aku naik ke panggung, untuk rebut pulang muka
terangmu?.?
Lhama besar ini naik ke panggung bukannya seperti Iain-
Iain orang, bcrsama iaada ikut pengiringnya, satu kacung
lhama. Dan kacung ini menggendol satu kulit yang besar,
yang nampaknya melembung, melainkan tidak diketahui, apa
adanya isi itu. Semua penonton merasa hcran. semua
mengawasi dcngan penuh pcrhatian.
Sciclah berada di atas panggung, lhama besar itu tidak
segera keluarkan tantangannya, hanya terlcbih dahulu ia
hadapi kedua wasit, kepada siapa ia menjura, kemudian ia
tanya: ?Bukankah di atas loeitay ini orang merdcka untuk adu
kcpandaian apa saja??
To Poet Hoan mengawasi, ia dengar nyata pertanyaan
orang itu.
?Benar, kau ada merdeka,? ia bcrikan jawaban. ?Melainkan
di scbelah itu, pihak yang menjadi lavvan juga mempunyai
kemerdekaan, hingga ia berhak untuk mencrima atau menolak
tantangan kau. Umpama kau hendak adu senjata rahasia, kau
bolch menggunakan itu, tetapi mungkin ada lawan yang tidak
mau gunai senjata rahasia juga dan akan punahkan senjata
rahasia kau dengan tangan kosong. Pendek, dalam hal
kepandaianmu, kita wasit tidak cam pur tahu.?
Tapi, kapan ia ingat adanya si lhama cilik, segera ia
menambahkan:
?Tapi aturan pieboe adalah satu lawan satu, tak bisa dua
lawan satu, dan? itu coba terangkan, di antara kau orang
berdua, siapa yang hendak pieboe terlebih dahulu??
Kat Pou Djie tertawa besar. ?Tentu saja aku!? kata ia
dengan jawabannya. Dan terus ia kasih perintah pada
kacungnya: ?Buka kantongitu!?
Berdua To Poet Hoan dan Yo Kong Tat mengawasi dengan
mata terbuka lebar. Lhama cilik itu turut perintah, ia sudah
lantas buka kantongnya, yang melembung itu, lantas dari situ
ia tarik keluar, satu demi satu, golok Lioe-yap-too yang
ujungnya lancip.
Golok itu tajam di dua-dua muka, melainkan gagangnya
yang orang bisa pegang. Habis itu, kedua lhama ini bavva
golok-golok itu jalan memutarkan panggung, saban-saban
mercka tancapkan di lantai panggung, diaturnya malangmelintang,
hingga sebentar kemudian, loeitay itu mirip dengan
rimba golok, semua ujung menunjang langit. Sama sekali ada
tujuh puluh dua batang, cahaya matahari telah menerbitkan
sinar berkilauan.
Sesudah selesai menancap pelatok istimewa itu, si lhama
cilik segera turun dari panggung, sebaliknya si lhama besar
sudah lekas loncat ke atas pelatok golok itu, buat terus lari
berputaran di atasnya, akan kemudian, dengan tiba-tiba, ia
b?erdiri diam di atas sebatang golok, di tengah-tengah,
sebelah kakinya diangkat ke tinggi, hingga ia injak hanya
dengan scbelah kaki yang lain.
?Nah, tuan siapa sudi naik keman, untuk kita orang beradu
tangan di atas rimba golok ini?? demikian ia menantang,
sikapnya ada jumawa, terang ia sangat memandang enteng
kepada pihak lawan.
Baharu sekarang banyak orang yangmengulur lidahnya.
Itulah yang dipanggil panggung loeitay Bwee hoa kian atau
?Pelatok Bunga Bwee?. Melainkan alatnya, sekali ini ada
dipakai golok-golok lioe-yap-too. Siapa tidak sempurna
ilmunya mengentengi tubuh, Tjeng-kang-soet, jangan harap
dia bisa naik di atas pelatok-pelatok tajam itu.
Tok-koh It Hang awasi sikap jumawa orang itu, ia kerutkan
alisnya. Ia tahu benar, pihaknya ada orang-orang yang
mengerti Tjeng-kang-soet, tetapi untuk bersilat di atas pelatok
golok, pasti tidak ada, karena di sebelah keentengan tubuh
dan kepandaian silat, orang mesti juga sudah biasa
berloncatan di atas pelatok. Sekalipun iasendiri, iamasih
sangsteangsi, walaupun ia percaya, setelah peryakinannya
puluhan tahun, tak nanti gampang-gampang ia kena
dikalahkan. Saking terpaksa,ia hendak majukan juga dirinya.
Akan tetapi, selagi ia hendak berbangkit, ada orang yang
telah dului, orang itu ada seorang dusun yang usianya sudah
lanjut, bajunya gerombongan, terus saja dia ini bertindak ke
arah panggung.
Pek-djiaow Sin Eng terkejut apabila ia lihat tindakan orang.
Orang dusun itu tidak berlari-lari?, toh langkahnya cepat,
sebentar saja, dia sudah sampai di bawah panggung. Dan
yang mengherankan, ia tidak kenal orang dusun ini. Jikalau
jago Liauw-tong ini bingung, adalah Teng Hiauw segera
hunjuk air muka terang, suatu tanda ia bergirang.
?Orang tua itu adalah soepehku,? ia kasih tahu Boe Wie.
Tok-koh It Hang dengar perkataan orang itu, selagi Boe
Wie tidak bilang apa-apa. ia tarik tangannya putera dari
mendiang Teng Kiam Beng itu.
?Apa, soepehmu?? tanya ia bahna herannya. ?Engkongmu
cuma wariskan kepandaiannya kepada dua orang, ialah
soepehmu Lioe Kiam Gim dan ayahmu sendiri; sekarang dari
mana datangnya satu soepehmu lagi??
Teng Hiauw bersenyum.
?Inilah panjang untuk dijelaskan, Tjianpwee,? ia menyahut.
?Ringkasnya dia benar ada soepehku. Aku toh telah pelajari
ilmu silat Thay Kek Koen dari dua cabang Thay Kek Pay.
Orang tua itu ada kandanya Thay Kek Tan dan Tan-kee-kauw
di Hoolam, maka dia itu adalah soepehku.?
Pada waktu itu, Thay Kek Koen dari Tan Pay dan Teng Pay
ada sama-sama tersohornya.
Seperti pernah dituturkan, Tjiang-boen-djin dan Tan-Pay
Thay Kek Koen ada Tan Eng Toan, turunan dan? Tan Tjeng
Peng. Tan Eng Toan ini ada anak yang ketiga, tetapi dialah
yang diangkat menjadi ahli waris. Orang tua yang seperti
orang dusun ini ada Tan Eng Sin, anak yang kcdua, ia ketarik
benar sama ilmu silat, ia terus yakinkan itu, tetapi ia mengalah
dari adiknya, ia juga sangat jarang mcrantau, tidak hcran
apabiia Tok-koh It Hang tidak kenal padanya. Mai ah Tcng
Hiauw sendiri tidak tahu kapannya soepeh itu telah datang
dan campuri diri dalam rombongannya.
Selagi Tok-koh It Hang dan Teng Hiauw bicara, Tan Eng
Sin sudah naik ke atas panggung, tetapi ia bukannya Ion cat
mclesat, hanya ia mengapungi diri, dan sesampainya di atas,
bukannya ia injak panggung Iebih dahulu, hanya terus saja ia
taruh kaki atas sebuah pclatok golok, kaki kanan mengenai
golok, kaki kiri diangkat,! sebab ia perlihatkan sikap ?Kim kee
tok lip? atau ?Ayam emas berdiri dengan sebelah kaki?. Ia pun
berdiri menghadapi si lhama besar, kepada siapa terus saja
sambil tertawa ia berkata: ?Tidaklah sal ah yang kau
menyusun ini macam permainan, aku si orang desa belum
pernah melihatnya, dari itu aku sengaja lari datang kemari
untuk main-main di atasnya! Tapi golokmu ini d i tancapny a
ku rang tcguh, kau mesti sedikit hati-hati, jangan nanti kau
terpeleset sendiri!?
Kat Pou Djie heran melihat roman orang itu biasa, tetapi
kepandaiannya tinggi, hingga ia menduga-duga, dalam
rombongannya pihak lawan sebenarnya ada berapa banyak
orang pandainya, sebab ini ?orang desa? saja sudah begini
liehay. Tapi sudah terlanjur, ia tidak dapat mundur, lantas ia
ringkaskan jubahnya.
?Silakan maju!? ia mcngundang.
Semua mata di bawah, dari dua-dua pihak diarahkan
kepada orang tua pedesaan ini.
Dia berdiri dengan kedua kaki dikasih turun, kedua kakinya
tidak bcr-kuda-kuda, scpuluh jarinya juga dilcmpangkan ke
bawah, telapakan tangannya menghadap ke bawah juga. Ia
kasih lihat sikap Thay Kek Pay, seperti biasanya orang berlatih
di tanah datar.
Dengan kedua mata dipcntang lebar, Kat Pou Djie
mengawasi pihak lawannya.
?Eh, kau masih belum mau maju?? Tan Eng Sin tanya
sambil tertawa. ?Mau apa kau mengawasi saja? Lihat,
sebentar bakal ada pertunjukan yang menarikhati!?
Sebenarnya lhama itu menantang, tapi orang tak gubris
tantangannya, sebaliknya, sekarang ialah yang balik ditantang,
karena itu, ia jadi mendongkol.
Dengan tiba-tiba, sambil berseru, ia maju menyerang. Ia
loncati dua buah pelatok, hingga ia datang dekat lawan itu.
Gerakan kakinya dan tangannya sangat gesit.
Atas serangan itu, Tan Eng Sin baharulah beraksi. Tangan
kirinya diangkat, lima jarinya dinaiki, untuk menangkis, lantas
tangan kanannya, dengan jari terbuka, ditaruh di dekat sikut.
Ia menangkis dengan tipu silat ?Lam tjiat bwee? atau
?Mencekal ekorburunggereja?, iateruskan serang lengan orang
itu.
Disambut secara demikian, Kat Pou Djie lekas-Iekas tarik
pulang tangannya. Menampak musuhnya gagal, Tan Eng Sin
bergerak dalam sikap ?Sia kwa tan pian? atau ?Menggantung
cambuk?, sambil maju, ia susul itu dengan ?Tee tjhioe siang
sie? atau ?Tangan dimajukan?. Ini adalah gerakan biasa dari
Thay Kek Koen, tetapi ini pun sudah cukup bikin Kat Pou Djie
mundur, karena pukulannya ?Tay lek tjian kin? atau ?Tangan
seribu kati? telah dapat dipccahkan.
Tempik sorak terdengar dari bawah panggung, orang
kagumi caranya lhama itu dipukul mundur secara demikian
sederhana. Dua-dua Law Boe Wie dan Teng Hiauw pun heran
sekali. Mereka ada ahli-ahli Thay Kek Koen, tetapi mereka
tidak sangka, dengan gerakan seperti berlatih biasa saja, sang
soepeh, Tang Sin, sudah bikin Kat Pou Djie mundm?sendirinya
.Mereka belum tahu bahwa dulu Thay Kek Tan, Tan Tjeng
Peng dengan ?Lan hiak bee sudah menjagoi di kalangan Kangouw.
Selagi orang terheran-heran, tidak ada yang perhatikan Lie
Lay Tiong kepada siapa ada datang satu orang, untuk
memberi laporan, hingga air mukanya ketua ini jadi berubah
pucat. Ketua ini berbangkit tapi segera ia duduk pul a,
agaknya ia bingung.
Pertandingan di atas loeitay sudah dilanjuti.
Sekarang Kat Pou Djie tidak berani sembrono lagi, malah
sebaliknya, ia telah keluarkan Lo-han-koen asal Tibet.
Ia
berlaku gesit, pukulannya keras semua, sampai sambaran
angin terdengar nyata sekali. Tan Eng Sin terus melayani
dengan tenang, tapi sebenarnya, ia pun telah keluarkan
kepandaiannya, melainkan kelihatannya saja ia ada tenang.
Setelah belasan jurus, Kat Pou Djie insyaf benar-benar
liehaynya musuh ini. Ia sudah gunai kepandaiannya, ial masih
tidak bisa desak musuh itu. Sampai di situ, tiba-tiba Tan Eng
Sin buyarkan Thay Kek Koen. Ia uhff tangan kanannya,
datang-datang ia menyerang dengan tipu pukulan ?Kho tarn
ma?. Yang dipakai menyerang adalah tangan kanannya.
Kat Po Djie geser kaki kirinya ke samping kiri, tangan
kanannya dipakai menangkis, lalu dengan tangan kiri, ia hajar
tangan kanan orang itu. Ia juga berlaku dengan sebat sekali.
Sambil memperdengarkan tertawa dingin, Tan Eng Sin tarik
pulang angan kanannya itu, lalu dengan tiba-tiba ia
mengendap, tangannya menyambar ke bawah.
Lhama itu terkejut, dengan tersipu-sipu, ia geser pula
kakinya, untuk berkelit Justeru itu, Tan Eng Sin merangsek,
kembali ia menyerang dengan tangan kanan.
Dalam keadaan terdesak itu, Kat Pou Djie ingin balas
mendesak, ia hendak gunai ?Go houw pok sit? atau ?Harimau
kelaparan menubruk makanan?, supaya ia tidak terdesak
terus-terusan, la pikir untuk hajar pula tangan kanan musuh
itu. Akan tetapi ia telah terlambat, benar sedang tangannya
bergerak. Tan Eng Sin dului ia.
Jago Thay Kek Koen itu bergerak dalam tipu ?To tjoan Ian
hoan tjit seng pou? (?Tujuh bin tang berjalan saling susul?),
tangannya dipakai menyambar tangan lawan yang sedang
dikeluarkan, terus dicekal dengan keras, menyusul itu, ia
pinjam tenaga orang itu dengan ?Tjian-tong soe Hang tjian
kin? atau ?Tenaga empat tail dipakai menarik seribu kati?,
dengan begitu, sendirinya tenaganya jadi bertambah luar
biasa, ketika ia kerahkan tenaganya sambil ia berseru, tubuh
besar dan berat dari lhama itu segera terangkat naik, terus
diputar di atasan pelatok-pelatok golok itu, akan akhirnya
dilepas, dilemparkan ke bawah panggung.
Sambil melemparkan tubuh lawan jtuv_ kembali Tan
Eng Sin memperdengarkan tertawanya yang panjang. Sama
sekali Kat Pou Djie tidak sempat berdaya, dari itu, ketika ia
jatuh di tanah, tubuhnya terbanting hingga karenanya, ia
pingsan dengan segera.
Gak Koen Hiong dan kambratnya, semua menjadi kaget,
ada yang mukanya terpucat-pucat banyak di antaranya yang
lari ke arah pendeta lhama itu, untuk menolongi, kemudian di
antaranya ada yang mengutuk karena mereka anggap, pihak
lawan sudah berlaku ganas. Walaupun demikian, tidak ada
seorang di antaranya, yang berani loncat naik ke atas
panggung.
Tan Eng Sin tidak pcrdulikan sikap orang, melihat tidak ada
lawan yang baik, ia lantas jalan berputaran di atas semua
pclatok golok itu, benar seperti lakunya Kat Pou Djie di waktu
sebelum pertandingan dimulai, hanya sekarang, setiap habis ia
menginjak, saban pelatok lantas patah dan rubuh, hingga
tinggal gagangnya saja, yang masih nancap di lantai loeitay,
kemudian dengan tendangan beruntun dari kedua kakinya, ia
bikin semua golok itu terpental ke bawah panggung.
?Ini bajadan besi karatan takdapat dibiarkan berhamburan
di atas panggung, cuma menyusahkan saja orang mengadu
kepandaian,? kata ia, yang terus loncat turun. Tapi
sesampainya di bawah, bukannya ia hampirkan Teng Hiauw
dan kawan-kawannya, ia terus ngeloyor perg.. Rupanya ia
anggap, ia sudah datang dan bantu murid keponakannya,
habis perkara, dia boleh pergi?. Di pihaknya Teng Hiauw,
orang pun sedang terheran-heran dengan kesudahan luar
biasa dari pieboe itu, sampai orang lupakan jago she Tan itu.
Sementara itu, Lie Lay Tiong sudah lantas menghampirkan
To Poet Hoan, kepada siapa, ia lantas mengucapkan beberapa
kata-kata dengan pelahan, mendengar ini, wajah wasit itu
menjadi guram, lantas saja ia berdiri menghadapi kedua pihak
dan berkata pada mereka itu: ?Menurut Tjong-tauwbak,
pieboe ini sudah dilakukan cukup banyak, dari itu, baiklah
pertandingan lebih jauh ditunda saja sampai besok. Tjongtauwbak
biking, ia ada punya urusan penting, ia kuatir ia tak
dapat berdiam lama-lama di sini?.?
Baharu wasit itu berhenti bicara, atau Gak Koen Hiong tibatiba
loncat naik ke panggung dengan tiba-tiba, lalu dengan
suara keras, ia berseru: ?Tidak ada halangannya untuk
menunda, asal ini
kan puterinya mendiang Lioe Kiam Gim sukar
melayani jago tua itu.
Kheng To Hoan terperanjat sebentaran, segera ia dapat
pulang jcetabahannya karena ia mau percaya, satu bocah
amur belasan tidak nanti punyakepandaian berarti, ia percaya
si nona curna punyakan Tjeng-kang-soet yang sempurna, lain
tidak. Ia percaya, dengan Ban-djie-toatnya, tidak nanti ia
rubuh di tangannya nona itu. Ia melainkan tidak mau turun
tangan terlebih dahulu, ia mengawasi dengan tawar, lalu ia
bersenyum.
?Nona, naik di loeitay bukannya permainan!? kata ia. ?Baik
kau lekas turun, aku tak tega melukai kau?.?
Di luar dugaan jago tua ini, si nona bersikap jumawa.
?Aku pun lebih baik tidak binasakan kau!? katanya sambil
tertawa, dengan memandang enteng. ?Paling banyak aku
nanti keja kau bercacat tapadakpa! Maka janganlah kau
takut?.?
Dari pendengaran, Bong Tiap dapat tahu, Kheng To Hoan
bukannya seorang terlalu jahat, dari itu ia anggap sudah
cukup bila ia bikin orang bercacat?.
Kheng To Hoan telah berusia tua dan namanya sudah
kesohor, mana ia bisa terima hinaan itu, dari itu, kata-katanya
si nona membuat air mukanya merah padam, hingga
lenyaplah rasa berkasihan terhadap nona itu.
K
?eh Budak busuk, berapa tinggi kepandaianmu?? ia
membentak.
?Jikalau kau tidak tahu diri, maka bukannya kau pergi ke
sorga yang ada jalanannya, kau justeru pergi ke neraka yang
tidak ada pintunya! Nah, kau jangan katakan aku tidak
sungkan-sungkan terhadap kau?.?
Bong Tiap tidak kesudian mclayani orang bicara, segera ia
cabut pedang Tjeng-kong-kiam, lantas ia maju menusuk,
kepada dada orang!
Adalah kata-katanya kaum ahli silat, ?Golok jalan di putih,
pedang jangan di hitam?. Ini berarti, siapa gunai pedang, dia
lebih banyak maju ke kiri dan kanan, jarang sckali yang lantas
menjurus di tengah-tengah, menikam dada. Di matanya kaum
Rimba Persilatan, penyerangan itu menandakan perbuatan
tidak melihat mata. Maka itu, diserang secara demikian, hawa
amarahnya Kheng To Hoan jadi meluap, dengan sebat ia
angkat sepasang senjatanya, dengan sengit ia menangkis,
kemudian ia turunkan kedua Ban-djie-toat, untuk gencet
kuping kiri dan kanan orang.
Di luar dugaan, Bong Tiap tidak menyerang sungguhsungguh.
ia melainkan menggertak, tatkala kepalanya dijepit,
ia melesat ke samping kanan dari lawan, dari situ ia putar
pedangnya, untuk babat lengan kanan orang.
Kheng To Hoan terperanjat akan dapati penyerangan tidak
mcmberi hasil dan sebaliknya lengannya terancam, terpaksa ia
enjot tubuhnya, akan lompat menyingkir, akan tetapi gesit
sekali, si nona pun berioncat, akan susul dia.
Salahsatu pepatah da I am kalangan ilmu silat berbunyi
demikian: ?Satu kali ahli keluarkan tangan, lantas kctahuan
tangan itu bcrisi atau tidak?, demikian dcngan Ketua dari Hay
Yang Pang itu kapan telah ia saksikan kcpandaiannya si nona,
yang usianya masih bcgitu muda, segera ia tak bcrani Iagi
memandang enteng, dengan sungguh-sungguh iajaga dirinya,
terus gunai kepandaiannya, mendesak.
Bong Tiap layani desakan orang dengan rangsekannya,
hingga sekarang pertandingan jadi bcrjalan tcrlcbih seru
daripada tadi, di waktu To Hoan layani Lauw In Eng.
Ini ada untuk pertama kali yang Bong Tiap menghadapi
musuh tangguh, ia berlaku luar biasa hati-hati, sambil hunjuki
kegesitan, ia pun perlihatkan tusukan-tusukan atau babatanbabatan
yang berbahaya. Ia masih sangat muda tetapi ia telah
gabungkan kepandaiannya dua kaum, ialah Sip-siam-kiam dari
Thay Kek Pay dan Tat-mo-kiam dari Sim Djie Sin-nie. Yang
belakangan ini mempunyai seratus delapan jurus. Kalau ia
lihat musuh gunai kekerasan, ia lawan dengan lembek, tetapi
sembari mengancam, ia pun bisa terusi itu dengan
kesungguhan, hingga ia bisa membuat orang bingung, sukar
untuk menduga-duga.
Sesudah bertempur kira-kira tiga puluh jurus, Kheng To
Hoan lantas merasa sendiri bahwa ia seperti ?terkumng?
musuh muda iru, diam-diam ia rasakan tubuhnya menggigil.
Baharu sekarang ia insyaf, si nona ada liehay sekali. Ia pandai
rampas senjata orang, tetapi sekarang ia tidak berdaya, malah
untuk membela diri ia mulai kewaiahan, hingga ia jadi sibuk
dan berkuatir.
?Tidak dapat tidak, aku mesti gunai senjata rahasia,? pikir
ia kemudian. Thie-lian-rjienya, atau biji teratai besi, sudah
tersohor di lima propinsi Utara, ia hendak gunai ini, sekalipun
terhadap satu wanita, karena ia mesti jaga kehormatannya di
saat terakhir ini-..
Segera juga, berbareng dengan putusannya itu, Kheng To
Hoa gunai tipu silat ?Tjay hong soan oh? atau ?Burung hong
putari sarang?. Ia mcnyerang hebat di tiga penjuru di bawah.
Bong Tiap pun liehay, ia lihat serangan orang, ia lompat ke
samping dengan pedangnya ditarik pulang dengan ?To tjoan
kian koen? atau ?Memutar bumi?, lalu ia teruskan membabat
lengan kanannya. Ini gerakan dari lawan adalah apa yang To
Hoan harapkan. Ia berkelit sambil lompat ke saling, sambil
berkelit, ia pindahkan senjatanya di kanan kepada tangan kiri,
tangan kanannya itu segera dipakai meraba senjata
rahasianya yang segera ia timpuki, hingga cahayanya
berkeredepan.
Nona Lioe tertawa apabila ia lihat datangnya senjata
rahasia itu, dengan ia buang tubuh ke samping, Pedangnya
diangkat ke atas, diputar, hingga beberapa Thie-han-tjie kena
kesVmpok dan terpental balik. Menyusul itu, di atas panggung
ada mengaung dua kali suara aneh, disusul dengan susulan
dua suara lamnya, menyusul mana Kheng To Hoan, Ketua dari
Hay Yang Pang, jago dan Utara, perdengarkan teriakannya
?Aduh!? berulang-ulang, tubuhnya,? seperti layangan,
melayang jatuh ke bawah panggung! Sebab ia telah terkena
piauw Bouw-nie-tjoe!
Pihaknya Gak Koen Hiong menjadi kaget dan heran, juga
mereka yang masuk angkatan tertua. Yang belakangan ini
kenal piauw dari Sim Djie Sin-nie, karena itu, mereka sangka
itu ?niekouw malaikat? terbang datang dari ?luar langit?, sebab
mereka tidak nyana Nona Lioe yang muda remaja pandai
menggunai senjata rahasia itu, terutama lantaran mereka
tidak lihat bergeraknya tangan si nona, yang ketika itu justeru
berkelit dari senjata rahasia musuh.
Bong Tiap taat kepada pesan gurunya, ia tidak berani gunai
piauwnya apabila tidak sangat terpaksa, walaupun demikian,
ia masih turut ajaran, ialah terlebih dahulu ia lempar piauw
yang pertama, untuk dihajar piauw yang yang kedua, hingga
terbitlah suaft pertandaan atau pemberian ingat. Coba To
Hoan tidak mendahului curangi dia, dia tentu akan tetap
melayani dengan Tjeng-kong-kiam.
Gak Koen Hiong bcramai lompat kepada Kheng To Hoan,
untuk tolong itu kawan, tubuh siapa rebah tak bergerak di
tanah, hanya melihat datangnya kawan-kawan, dengan Iemah
ia bcrkata: ?Aku telah dibikin tapadakpa oleh itu budak
busuk!?.? Ketika tubuhnya diperiksa, kedua lututnya di
bahagian jalan darah ?Hoan-tiauw-hiat?, telah berlobang
ditcmbusi piauw, hingga urat-uratnya pada putus, hingga ia
jadi rubuh scketika dan tak dapat berjalan lagi! Bong Tiap
masih bcrdiri di atas loeitay ketika ia dengar seruan orang
banyak, yang kemudian disusul dengan cacian dan kutukan,
yang dikeluarkan pihak lawan sesudah mereka itu saksikan
lukanya ketua Hay Yang Pang, tanpa merasa, ia kaget
sendirinya. Ia insyaf bahwa musuh telah terluka parah. Inilah
untuk pertama kali ia hadapi pertandingan besar, biar
bagaimana, hati kecilnya kena gempuran. Ia tunduk, ia bemiat
loncat turun dari atas panggung. Atau tiba-tiba:
?Tunggu, Nona! Aku ingin bclajar kenal dengan kau!?
Itu ada teguran, dari satu orang tua sebagaimana suaranya
menyatakan itu.
Nona ini batal lompat turun, ia menoleh pada orang yang
baharu datang itu, yang dengan pesat loncat naik ke loeitay.
Ia tampak seorang usia lima puluh lebih, yang terus
menghadapi ia, sambii tertawa haha-hihi, yang pun terns
tambahi kata-katanya: ?Wanita gagah, wanita yang masih
muda, tetapi aku, sudah tua bangkotan, akan merasa
berbahagia karena bertemu sama ahli warisnya Sim Djie, yang
pandai mainkan piauw Bouw-nie-tjoe! Maka jikalau aku tak
diberikan pengajaran, aku akan menyesal seumur hidupku!?.?
Naiknya orang tua itu ke atas panggung telah disusui
dengan teriakan dan tepukan tangan riuh dari bawah
panggung, sedang In Tiong Kie dengan diam-diam terus kata
pada Tok-koh It Hang yang berdiri didekatnya: ?Aku tidak
mengerti cara bagaimana Gak Koen Hiong bisa tarik orang dari
pihak Kcluarga Tong ini??.?
Memang orang tua itu ada ?Hoei-thian Sin Wan? Tong Ban
Tjoan si ?Orang Hutan Sakti?. Parnannya, Tong Tong Tjay,
adalah sahabatnya In Tiong Kie di waktu muda. Dan ilmu
senjata rahasia dari Keluarga Tong ini terkenal sebagai yang
tersohor di ?kolong langit?. Baik dalam menyerang maupun
dalam menanggapi, keluarga ini sangat termasyhur. In Tiong
Kie kesohor dalam hal ?mendengar suara? senjata, yang
pelajarannya ia dapati dari gurunya. In Beng Koh, tetapi
dalam hal senjata rahasia. ia kaiah kesohomya seperti
Keluarga Tong itu. Kedua kepandaian mereka yang
menyebabkan mereka jadi bersahabat kekal. Hanya Tong Ban
Tjoan ini, In Tiong Kie tidak kenal baik, ia curna tahu
julukannya yang kesohor.
Pada empat puluh tahun yang lalu, Tong Tong Tjay pernah
satu kali bertemu dengan Sim Djie, selagi pendeta perempuan
ini gunai piauw untuk memberi hajaran kepada serombongan
berandal, melihat kepandaian itu, yang senantiasa didului
dengan ?suara peringatan?, Tong Tjay menghela napas,
terutama memang sudah sejak lama ia dengar nama besar
dari niekouw itu, malah pemah ia berniat mengadu
kepandaian dengannya, tetapi sekarang, dia jadi kuncup
sendirinya, sampai ia tidak berani agulkan lebih lama pula
senjata rahasianya, sedang kepada keponakannya itu, seringsering
ia puji Sim Djie. Tapi Tong Ban Tjoan belum pernah
menyaksikan sendiri, ia tidak percaya, ia malah ingin can? Sim
Djie, buat coba uji kepandaiannya. Selama itu, sudah empat
puluh tahuh, Tong Ban Tjoan belum pemah dapat ketika
bertemu si niekouw. Itu waktu, Ban Tjoan baharu berumur
belasan, tapi sekarang ia sudah berusia lima puluh lebih.
Sama sekali Tong Ban Tjoan tidak punya persahabatan
dengan Gak Koen Hiong, kalau ia toh datang di medan
pertempuran itu, inilah sebab jadinya ia diundang oleh Ketua
Muda Gie Hoo Toan itu dengan perantaraan satu sahabatnya,
dan Gak Koen Hiong telah kirimkan ia bingkisan yang berarti.
Ia tampik undangan itu, ia tolak bingkisan, akan tetapi ia toh
datang bersama-sama pamannya, hingga ia jadi tetamu
terhormat dari Gak Koen Hiong. Sebabnya ini adalah ia dengar
halnya loeitay dan ia ingin menonton. Ia dengar suara
pertandaan, ia lihat Kheng To Hoan rubuh, ia menjadi heran,
ia tidak nyana si nona demikian liehay, justeru begitu, ia
dengar pamannya bilang: ?Itulah ilmu piauw dari Sim Djie Sinnie!?
Sang paman pun nampaknya sangat heran.
?Apakah aku bisa naik untuk lawan dia?? Ban Tjoan tanya
pamannya, sebelum ia naik. i
Tong Tjay berpikir, akhirnya ia menyahut: ?Sukar untuk
dibilang. Kalau Sim Djie sendiri, tak dapat kita lawan dia,
tetapi nona ini, walaupun ia bisa gunai Bouw-nie-tjoe,
latihannya masih belum sempurna, ia agaknya berimbang
dengan kau. Apabila aku sendiri yang naik, aku tidak akan
berhasil.?
Tong Tong Tjay bukan jerih terhadap Bong Tiap, tetapi ia
sudah tua, ia tahu diri, tidak demikian dengan sang
keponakan, siapa, atas jawaban itu segera saja loncat naik ke
atas Panggung dan hadapi Nona Lioe.
In Tiong Kie dan Tok-koh It Hang ketahui kepandaiannya
Keluarga Jong, mereka menjadi sibuk, tetapi sebelah mereka,
pihaknya Gak Koen Hiong jadi sangat gembira.
Mereka mengundang, mereka ditolak, siapa tahu, sekarang
jago she Tong itu bersuka rela, maju sendiri, bagaimana
mereka tidak bergirang?
Bong Tiap hendak layani orang bicara, karena orang tua itu
bersikap manis budi, hanya sebelum iasempat buka mulut, ke
atas panggung sudah loncat naik seorang yang ketiga, yang
bajunya baju biru gerombongan dan kumis jenggotnya
panjang, sebab dia adalah salah satu dari tiga pendiri Pie Sioe
Hwee ialah In Tiong Kie, siapa kuatirkan si nona dan dari itu
mencoba untuk menolong.
?Sudah lama kita orang tidak tahu bertemu, apa Hiantit ada
banyak baik?? demikian In Tiong Kie tanya Tong Ban Tjoan
seraya ia memberi hormat. ?Apakah pamanmu datang
bersama? Ini nona sudah lelah, aku-nanti gantikan ia mainmain
sama kau, Hiantit.?
Tong Ban Tjoen kenali jago ma itu, ia lekas membalas
hormat tetapi atas tantangannya, ia menampik.
. ?Kepandaian Loopeh mengetahui senjata rahasia dari
sambaran anginnya saja, aku telah ketahui sejak lama,?
berkata ia, ?tidak demikian dengan piauw Bouw-nie-tjoenya si
nona yang tidak dapat siauwtit lewatkan. Kita hendak
mengadu senjata rahasia, bukannya adu senjata lainnya, dari
itu walaupun ia sudah bertempur sekian lama, pertandingan
senjata rahasia pasti tidak akan meletihkan dia.?
In Tiong Kie hcndak jawab orang she Tong itu, tetapi Bong
Tiap telah dului ia.
?In Loo-tjianpwee^ aku tidak ielah,? demikian si nona. ?Ini
Loo-enghiong hendak memberikan pengajaran padaku, suka
sekali aku menerirnanya.?
Memang Bong Tiap ingin sekali bertempur lebih jauh.
Dalam keadaan terpaksa itu, In Tiong Kie mesti menurut,
maka itu, ia loncat turun pula. Kctika ia baharu naik, pihaknya
Gak Koen Hiong menjadi tidak senang hati, semua mengutuk
ia mengadu biru, hanya mereka tidak bcrani bilang suatu apa,
karena ada haknya pihak Boe Wie untuk tukar orang, tetapi
sckarang mercka lihat jago tua itu undurkan diri, mercka puas
sekali. Mercka harap-harap Tong Ban Tjoan nanti rubuhkan
nona itu.
Dengan naiknya In Tiong Kie, Bong Tiap jadi kctahui, Tong
Ban Tjoan ada kenalan atau sahabat pihaknya sendiri, dan itu,
ia jadi tidak kandung niatan untuk- bikin orang celaka atau
menanam bibit permusuhan.
Segera juga pertandingan antara Bong Tiap dan Ban Tjoan
sudah dimulai. Mereka tidak beradu tangan kosong atau alat
senjata, hanya setelah satu tanda, keduanya pisahkan
diri, dengan berbarcng mereka beraksi. ialah bcrtindak
memutari panggung sesudah duaputaran, dengan tiba-tiba
Tong Ban Tjoan berseru: ?Nona sambut piauw!?
Jago she Tong itu tidak mau berlaku curang, ia sengaja
perdengarkan seruannya itu, sesudah itu baharulah ia
keluarkan kepandaiannya, dengan ?Hoan im piauw? atau
?Memutar lengan menyembunyikan piauw?, iatimpuki senjata
rahasianya, untuk perlihatkan kepandaiannya Kaum Kcluarga
Tong.
Biar bagaimana, di atas panggung jaraknya kedua orang
ada dekat sekali. Bong Tiap lihat bahaya mengancam, ia
berkelit, hingga piauw lewati samping iganya. Senjata itu
menyambar dengan cepat sekali. Sudah begitu, dengan geraki
tubuhnya, sambil mereka terus berputaran, Tong Ban Tjoan
kirim pula serangannya, yang kedua, yang ketiga, saling susul
? yang kedua menuju ke jalan darah ?Sin-teng-hiaf* di tubuh
atasan, yang ketiga mengarah jalan darah ?Djoan-moa-hiat? di
bawah.
Dengan pedangnya, Bong Tiap sampok piauw yang
menyambar jalan darah di atas, lalu dengan ?It hoo tjiong
thian? atau ?Seekor burung hoo terjang Iangit?,? ia berlompat
tinggi, untuk menyingkirkan diri dari sambaran ke bawah,
secara demikian, ia bikin gagal kedua piauw lawan itu.
Serangan Tong Ban Tjoan ini ada permulaan belaka, untuk
ia cari tahu gerak-gerik si mona, tetapi ini pun sudah bikin
Bong Tiap insyaf bahwa aeo tua itu tidak saja pandai
menggunai piauw akan tetapi semua ggsarannya adalafa jalan
darah, karena itu, ia jadi ber-hati-hati.
&embali mereka berputaran, saling mendekati dan saling
menjauhi, sampai dengan tiba-tiba, tangannya Bong Tiap
terayun, tigabatang piauw melesat berbareng, dibarengi
dengan suara mengaungnya.
Tong Ban Tjoan dengar suara sambaran, ia tahu tiga
batang piauw serang ia di tiga jurusan, atas, tengah dan
bawah, dari itu, sambil berseru ?Bagus!?, ia hunjuk
kepandaiannya. Dengan kelitan ?Teng lie tjhong sin? atau ?Di
dalam kaki pelana scmbunyikan tubuh?, ia kasih lewat piauw
di atas. Dengan sebat luar biasa, hingga kedua piauw yang
kedua, yang mana, ia tcruskan pakai menyambit piauw ketiga,
hingga kedua piauw beradu dan dua-duanya jatuh ke bawah
panggung. Dia tanggapi piauw dengan tangan kiri, tangan
maina dibungkus dengan sarung tangan kuilit manjangan.
Pertandingan itu membuat semua penonton kagum.
Tong Ban Tjoan ada ahli senjata rahasia, senjata
rahasianya bukan cuma satu macam. Tiga batang piauw yang
tadi ia pakai menyerang adalah P?auw biasa saja, karena
piauw itu ?d? membawa hasil, ia lantas ?lenukar dengan yang
lainnya, ia ubah juga cara menimpuknya. Begitulah tangan
kirinya merogoh kantong piauw, akan keluarkan seputuh
batang Kie-lee, yang tidak dipakaikan racun, yang terus
bagikan dua ke tangan kanan. Senjata rahasianya ini memang
ada dua macam, yang dipakaikan dan tidak dipakaikan bisah,
ia sekarang pakai yang bebas racun, karena ini ada
pertandingan adu kepandaian saja. Macamnya senjata juga
beda dari yang umum, setiap tail, dan empat penjurunya
dipakaikan cagak yang tajarn, hingga lain orang, jangan kata
bisa gunakan itu, pegang saja pun sukar.
Setelah kedua pihak saling berputaran, saling kejar dengan
cepat, tiba-tiba tangan kanannya Tong Ban Tjoan bcrgcrak,
lima buah senjata rahasia, sambil mengeluarkan sinar
berkeredepan, melesat saling susul, kemudian itu disusul
dengan lima buah lainnya dari tangan kiri, yang tak kalah
cepatnya.
Bong Tiap lihat datangnya serangan, ia segera ayun tangan
kanannya, akan menimpuk dengan lima buah piauwnya, akan
sambuti lima batang Kie-lee. Senjatanya ada tcrlcbih kecil lagi,
tetapi di waktu Iima-lima senjata saling bentur. kelima Kie-lee
jatuh beruntun.. Untuk ini. Bong Tiap gunai Thay Kek Koen,
yang lawan tenaga dengan tenaga. Tangkisan ini membuat
Ban Tjoan terperanjat.
Segera menyusul lima buah Kie lee lain, cepat laksana
bintang melesat.
Bong Tiap tidak lagi bisa timpuki lima buah lainnya, ia tidak
pandai gunai dua-dua tangannya kiri dan kanan seperti Sim
Djie, gurunya, tciapi ia telah wariskan Tat Mo Kiam, gurunya
ilmu pedang yang liehay, maka sekarang, ia perlihatkan ilmu
pcdangnya itu. Ia putar Tjeng-kong-kiam, dengan cepat sekali,
antara sinar berkilauan dan sambaran angin, lima batang Kielee
jatuh beruntun, lenyap cahayanya, mclainkan suara
bcnturan saja yang terdengar nyaring bemntun-runtun.
Hatinya Tong Ban Tjoan jadi bergetar kapan ia sudah
saksikan kepandaian itu, ia kuatir ia nami tidak sanggup I
indungi namanya sebagai ahli senjata rahasia, karena mana, ia
mcnjadi sibuk, maka ia lantas gunai panah ular api Tjoa-yamtjian
dan pcluru Tjoe-bouw-tan, yang ia timpuki dengan
berbareng kepada si nona
Blasur itu tidak boleh terbentur, apabila ditangkis, apinya
lantas meletus dan menyambar, sedang dalam peluru Tjoebouw-
tan, di mana ada sembilan lobang, setiap lobangnya
menyembunyikan sembilan batang peluru Thie-lian-tjie,
karena dipasangi alat, Thie-lian-tjie itu bisa melesat keluar
sendirinya, menyambar sasarannya. Maka itu, kedua senjata
itu, yang dipakai berbareng, ada sangat liehay.
Bong Tiap tahu, Tong Ban Tjoan sebagai ahli mesti
punyakan rupa-rupa senjata rahasia, dari itu, sesudah
pecahkan dua rupa senjata rahasia orang itu, ia berlaku
semakin waspada Ia lihat pundak orang bergerak dan lalu
menyambar suatu benda biru menyala. Cepat luar biasa ia
berkelit. Tempo panah itu lewati ia dan jatuh ke panggnng
sambil terus meletus menyambar api, ia terkejut, tetapi ia
masih sempat mencelat jauh hingga ia luput dari bahaya
terbakar. Tapi menyusul itu ada menyambar beberapa butir
benda mirip bola besi yang pun mengeluarkan suara aneh,
maka, menduga kepada senjata rahasia gaib, ia mcndahului
berlompat dengan tipu ?It hoo tjiong thian? atau ?Seekor
burung hoo melesat ke langit?. Ia sambut senjata rahasia itu,
dari atas, ia menekan, maka peluru itu jatuh terlebih cepat ke
atas panggung, pecan dan sembilan Thie-lian-tjie segera
menyambar ke empat penjuru panggung. Karena semua
penonton dilarang mendekati panggung jauhnya belasan
tumbak, senjata itu tidak sampai meminta korban.
Baharu Tjoe-bouw-tan lewat atau datang Tjoa-yam-tjian
yang kedua.
Setelah pengalaman yang pertama, Bong Tiap tidak lagi
terperanjat seperti sebermula. Ia berkelit pula akan kasih
lewat ular api yang liehay itu, ketika menyusul Tjoe-bouw-tan
yang kedua^ kembali ia berlompat dan tekan itu hingga jatuh
ke tanah.
Segera menyusul peluru yang keriga, yang jatuh jauhnya
dari Bong Tiap tidak ada satu tumbak, yang tidak mengenai
sasarannya karena si nona keburu menyingkir, akan tetapi,
jatuh di panggung, dia ?meledak? sendirinya, sembilan Thielian-
tjie terus terbang menyambar. Sekarang Bong Tiap sudah
siap sedia, dari itu, ia sudah lantas menimpuk dengan
piauwnya, dalam gerakan ?Thian lie san hoa? atau ?Bidadari
menyawer kembang?, hingga piauwnya itu melesat
berhamburan, menangkis sesuatu Thie-lian-tjie, biji teratai
besL
Demikian, dua ular api telah dilewatkan, tiga peluru besi
sudah dipunahkan, karenanya, hatinya si nona menjadi lebih
tetap, akan tetapi di sebelah itu, ia terus berpikir, senjata apa
lagi yang sang lawan bakal pergunakan, hingga dalam
waspada, ia pun kebat-kebit?. Oleh karena ini, untuk
membalas, ia segera ubah siasat dari membeladiri, iajadi
menyerang. Kembali ia gunai piauw Bouw-nie-tjoenya.
Tidak kecewa Tong Ban Tjoan digelarkan Hoei-thian Sin
Wan si Orang
Hutan Sakti. Dengan keentengan dan kegesitan
tubuhnya, ia kelit sesuatu piauw, ia berlompat ke segala
penjuru, bagaikan angin cepatnya, sedang tangannya bersilat
dengan semacam gegaman istimewa buatan Keluarga Tong
sendiri, ialah Leng-tie-kwat, alat piranti menyambut berbagai
senjata rahasia, hingga piauwnya sinona tak dapat berbuat
apa-apa. Maka juga, Bong Tiap ubah siasat.
Sebelah tangannya Nona Lioe ditimpuki ke atas, dengan
begitu sekepal piauw menyambar ke atas juga, kemudian,
nona itu lemparkan pula sekepal yang lain. Hingga, menampak
demikian, Tong Ban Tjoan menjadi heran. Pertunjukan apa
lawan itu sedang berikan? Kenapa piauw bukan dipakai
menyerang hanya di lemparkan ke udara?
Di atasan kepala mereka, dua gumpal piauw Bouw-nie-tjoe
telah saling serang dengan menerbitkan suara berulang-ulang,
piauwnya melesat ke segala penjuru, ada juga yang habis
membentur yang satu, lalu kebentur yang lain, demikian
seterusnya, hingga udara seperti penuh dengan piauw itu,
kemudian, turun semua piauw menjurus ke arah Ban Tjoan. Di
sebelah itu, Bong Tiap timpuki lagi lain gumpalan.
Biarpun ia ada satu ahli, jago Kcluarga Tong ini menjadi
heran dan kaget. Seumumya, belum peraah ia tampak
serangan piauw semacam int. Semua senjata rahasia
menyerang langsung, tidak demikian dengan piauw Bouw-nietjoe
ini. Ia pun pandai mendengar suara, untuk kenali senjata
rahasia, ia pandai melihat gerakan tangan, orang akan
menduga jurusan ke mana lawan menyerang, akan tetapi,
caranya Bong Tiap ini ada sangat asing baginya. Begitulah,
kendatipun ia ada gesit, ia kelit sana dan kelit sini, tidak urung
pundak kanan, dan pundak kirinya, tclah kena tcrhajar piauw,
hingga ia terluka, kulitnya lccct, dagingnya mempan scdikit.
Baharu sekarang ia insyaf lichaynya si nona. Untuk cegah
bahaya terlebih jauh, scgcra ia berseru: ?Berhenti! Berhenti!
Berhenti! Nona, kau benar-benar liehay, aku menyerah!?
Dan ia menyerah tidak tunggu sampai ia kena dihajar jatuh
dari atas panggung.
Lioc Bong Tiap lamas berhentikan penyerangannya, ia
masuki pedangnya ke dalam sarung.
?Kau merendah saja,? kata ia sambil bersenyum.
Tong Ban Tjoan sudah lantas loncat-turun dari panggung,
sesudab mana, Yo Kong Tat bunyikan genta scraya terus
nyatakan, Nona Lioe Bong Tiap yang menang.
Di bawah panggung orang tcrbiikan suara gemuruh, dari
tempik sorak. akan tetapi di pihaknya Gak Koen Hiong, orang
berhati jerih, hingga juga beberapa di antaranya, yang merasa
dirinya liehay, sungkan loncat naik ke atas panggung untuk
layani si nona
Beberapa waktu Bong Tiap berdiri mcnantikan. apabila
kemudian ternyata tidak ada orang yang naik, ia loncat turun.
Biar bagaimana, seteiah layani dua musuh, ia merasa lelah
juga, sedang piauwnya, yang semua berjumlah empat puluh
sembilan butir, sekarang tinggal hanyatiga! Ia scbcnarnya
sudah mulai berkuatir, apabila ia mesti layani lain musuh, ia
bisa menghadapi bahaya. Maka ia bersyukur yang ia bisa
lekas-lekas undurkan diri.
Gak Koen Hiong bernapas lega apabila ia tclah saksikan si
nona loncat) turun. Jikalau si nona tetap berdiri dan
dipihaknya tidak ada yang naik lagi, ia bakal kalah. Sekarang
ia bisa pilih lain orangnya, untuk naik dan menantang.
Jagonya ini adalah pahlawan istimewa dari Istana Boan, iaiah
Twie-thio atau Kapten Tat Sip Pa-touw-louw, yang kesohor
buat delapan belas jurus Tiat-pie-pee Tjiang-hoatnya,
atauTangan Pie-pee Besi. Dia ini telah takluki semua pahlawan
Boan lainnya dan sangat dihargai oleh Ibusuri Tjoe Hie See-;
Thayhouw. Diapun ada orang di belakang layardari Gak Koen
Hiong.
Begitu lekas Tat Sip berada di atas panggung, lantas ia
tantang In Tiongj Kie. Lalu bicaranya ada sangat tidak sedap
didengarnya. Ia kata: ?Aku lihat, tadi Loo-tjianpwee ada
sangat menantang, dari itu sekarang aku tidak ingin bikin kau
kecewa, aku mohon pengajaran dua atau tiga jurus, atau
kapan Loo-tjianpwee tidak mau adu tangan, Loo-tjianpwee
boleh gunai senjata, aku sendiri tetap akan bertangan
kosong?.?
RombongannyaGak Koen Hiong murka karenatadi In Tiong
Kie malang di tengah, mereka anggap itu ada gangguan,
pengacauan, justeru mereka duga, jago tua ini tidak pandai
bertempur dengan tangan kosong, mereka sengaja majukan
tantangannya itu.
Dengan sesungguhnya, tantangan pihak Gak Koen Hiong
itu telah membuat sulit kepada In Tiong Kie. Ia ada
kenamaan, ia pasti tak dapat lawan orang dengan bertangan
kosong. Ia biasa mcnggunai cambuk, benar sedangnya ia
bersangsi, tiba-tiba ia lihat scorang bcrtindak ke arah loeitay.
Ia segera kenali Tjian Djie Sianseng dari Ouw Tiap Tjiang.
Diam-diam ia malu sendirinya.
Tok-koh It Hang berdiri di sampingnya jago tua Pie Sioe
Hwee ini, ia tampak tampang orang itu berubah, ia mengerti,
lantas iatertawa dengan perlahan.
?Lauwhia, segera kau bakal gembira,? kata ia. ?Tua bangka
itu pasti sekali akan bikin lawannya dapat dipermainkan
sebagai binatang saja!? &ji
Pek-djiauw Sin Eng belum tutup mulutnya, atau Tjian Djie
Sianseng, yang telah bertindakke arah panggung dengan
lenggang lebar, sudah sikap bajunya yang panjang dan
berlompat baik dengan tubuh limbung, seperti ia tak dapat
pertahankan imbangan dirinya, dan sambil napas memburu, ia
ngoceh scndirian: ?Dasar sudah tua, aku tak punya guna?.?
Banyak hadirin berkuatir buat orang
tua ini, tetapi ahli-ahli
silat pada bersorak dengan pujiannya, karena gerakan orang.
itu adalah yangdinamai Tang hong hie lioe? atau ?Angin timur
permainkan cabang yanglioe? Itu adasuatu gerakan ahh silat,
mirip dengan ?Tjoei Pat Sian? atau ?Delapan Dewa Mabok?.
Tat Sip bukannya seorang tolol, ia terperanjat melihat
gerakan ?Tang hong hie lioe? itu, akan tetapi andali sangat
Tjap-pwee-Iouw Pie-pee-tjhioenya, yang bisa tusuk tembus
perut kerbau, yang jarang ada tandingannya, dari itu, ia terus
maju mendekati.
?Eh, apakah kau hendak gantikan In Tiong Kie menjadi
bangkai setan?? ia menghina.
?BegitulahF. tertawa Tjian Djie Sianseng, yang sabar luar
biasa. ?Tulang-tulangku yang sudah tua sudah lama tidak
pernah terima kemplangan, maka sekarang adalah ketikanya
untuk dibikin pada longgar. apabila kau bisa hajar aku satu
kali, aku akan sangat bersyukur kepadamu, melainkan aku
khawatir, kau tidak bisa pukul kena padaku?. Nah, sahabat
baik, kau mulaiiah dengan tanganmu!?
Belum pernah Tat Sip Pa-touw-louw terima hinaan seperti
itu, tidak heran apabila ia jadi sangat gusar, sambil berseru, ia
lantas menyerang dengan dua-dua tangannya maju
berbareng. Dengan ?Pek wan tan louw?, atau ?Orang hutan
putih mencari jalan?, ia menghajar ke arah batok kepala.
Aneh adalah sikapnya Tjian Djie Sianseng. Diserang secara
hebat demikian, ia tidak menangkis, ia tidak membarengi
untuk mendahului mcnghajar musuh, dia hanya scgera lompat
jumpalitan, bcgitu tinggi, sampai ia levvati musuhnya dan
turun di belakang musuh itu, gerakannya gesit seperti
terbangnya walet
Tat Sip seperti tidak lihat orang lompati ia, akan tetapi ia
merasa pasti, maka itu, cepat ia memutar tubuh, berbareng
dengan mana, dua tangannya yang keras dipakai mcnycrang
saling susul, untuk cegah musuh bokong ia.
Kcmbai i jago Ouw Tiap Tjiang, si Tangan Kupu-kupu, tidak
menangkis, ia tidak berkei it, hanya, ia tari nyamping, untuk
terus lari berputaran di atas panggung itu!
?Eh, tua bangka ampas, ke mana kau hendak
lari??membentakTat Sip, yang lompat mengejar.
Tjian Djie lari berputaran, ialoncatl ke kiri, ia melesat ke
kanan, seperti orang main petak, ia mencelat ke belakang,
kakinya seperti juga tidak injak panggung lagi, gerakannya mi
rip dengan kupu-kupu menyambar-nyambar bunga atau kutu
terbang memain di air. Ini adalah ilmu silat jOuw Tiap Tjiang,
yang dipelajarinya sejak masih kecil, dengan loncat-loncatan
nyeplos antara ratusan pohon kayu atau pelatok, sampai
tubuh tak membentur suatu pohon juga, maka kapan ia
hadapi musuh dengan lari berputaran dan lelompatan, ia bisa
bikin jadi kabur penglihatan matanya dan pusing kepalanya.
Tat Sip kena dipermainkan, dia gusar dan mengejar terus,
sia-sia saja dia berdaya akan mencandak, jangan kata dapat
menyerang dengan Pie-pee-tjhioenya, buat langgar saja baju
gerombongan orang, dia tidak mampu. Apa yang
mendongkolkan, bila ia tidak dikejar, orang tua itu justeru
menghampirinya, atau bila orang ayal-ayalan, ia lambatlambatan,
ia mengejek, loncat ke kiri ke kanan, ke depan dan
belakang.
Dalam mendongkolnya, Tat Sip tidak insyaf bahwa ia lagi
diganggu, karena ia terns mengejar. Belum terlalu lama,
matanya lantas bcrkunang-kunang, kepalanya pusing, hingga
sendirinya gerakan kakinya jadi pelahan. Justeru dalam
keadaan demikian, tiba-tiba Tjian Djie Sianseng loncat ke
depannya, agaknya hendak menyerang. Ia kaget, ia angkat
sebelah tangannya, untuk menangkis. Ia telah gunai ilmunya
?Yauw liong tjoet tong? atau ?Naga limbung keluar dari
kedung?.
Tangkisan itu tidak memberi hasil, karena Tjian Djie
Sianseng tidak terus menyerang, hanya orang tua ini mencelat
ke samping, terus mencelat pura di belakang orang itu.
Sebeium Tat Sip sempat putar tubuh, beruntun ia terima dua
tamparan yang nyaring pada kupingnya kiri dan kanan,
sampai ia menjadi ketulian, hingga ia jadi gusar tak terhingga.
Tiba-tiba ia majukan kak i kanannya ke depan, kaki kirinya
tertekuk, tubuhnya jadi terlentang ke belakang. Ini ada
gerakan ?Go houw hoei tauw? atau ?Harimau tidur memutar
kepala?. Sambil bergerak demikian, kedua tangannya turut
menyambar ke belakang, ke arah lawan, yang berada di
sebelah belakangnya itu. Ini adatipu pukulan yang sangat
liehay, yang Tat Sip gunai secara mati-matian, untuk bikin
celaka musuh, buat, kalau perl u, sama-sama terluka.
Tjian Djie Sianseng lihat scrangan nekat dan orang itu,
scmbari mundur, ia kasih dengar tertawa mengejek, kemudian
dengan mengapungkan tubuh, kedua kakinya terangkat untuk
tendang kembali lawan, yang lagi angkat badannya untuk
berbangkit pula.
Itulah gerakan sangat scbat, kedua kaki sampai pada
sasarannya, hingga memperdengarkan suara keras, menyusul
mana bagaikan bola saja, tubuh besar bagaikan kerbau dari
Tat Sip terpental jauh satu tumbak lebih, terus rubuh ke
bawah panggung dengan menyungsang atau ?Sie kak tiauw
thian? atau ?Empat kaki menjulang langit?!
Berbareng dengan suara genta, tanda pertandingan babak
itu telah berakhir untuk kemenangannya pihak Teng Hiauw
dan Law Boe Wie, Tjian
Dj.e Sianseng turun dari panggung dengan pelahan-lahan,
lalu dengan lenggang kangkung, ja kembal. ke dalam
rombongannya.
Kembali orang-orang dart rombongan Gak Koen Hiong pada
kertak gigi, saking gusar dan mendongkol, akan tetapi,
kendatipun demikian, tidak lantas ada yang majukan diri,
mereka semua ngeri melihat Tat Sip Pa-touw-louw yang liehay
bisa dipecundangi secara demikian gampang.
Pertandingan baham berlanjut lima babak, baru sudah
mendekati tengah hari, selama itu, Gak Koen Hiong kalah
empat, bukan main ia mendongkol dan bingung. Dengan
reman
suram, ia memandang kepada rombongannya, akan
pilih jago pula. Akan tetapi, belum sampai ia dapat memilih,
dari pihaknya Tcng Hiauw, In Tiong Kie sudah loncat naik ke
panggung, di mana, sambil memperdengarkan suara berisik,
ia loloskan cambuk Kauw-kin Hong-liong-piannya dari
pinggangnya, karena cambuknya itu bisa dilibat sepertiiangkin,
apabila ia kibaskan itu, senjata lemasitu lantas sajajadtkaku
dan lempang seperti tumbak atau ruyung,
Sembari perlihatkan senjatanya itu jago itu segera kasih
dengar suaranya: ?Aku si orang tua sudah lama tidak lagi
gemar berebutan di kalangan Kang-ouw, aku lebih-lebih tidak
mat menghlna orang dengan kepandaianku, akan
tetapi, di samping itu, akupun tak suka sekali orang tantang
aku sccara langsung.
Barusan Tjian Djie Sianseng sudah talangkan aku, aku
pcrcaya dia tak bikin sahabat-sahabatku menjadi kecele, tetapi
sekarang aku, aku hendak bikin sahabat-sahabat tidak
menjadi terlebih kecele pula, dari itu, dengan mengandali
tulang-tulangku yang sudah tua, aku minta sahabat siapa saja
naik kemari untuk berikan pengajaran padaku!? Ia bicara
sambil matanya terbuka lebar ke arah rombongan dak Koen
Hiong, lalu ia tambahkan: ?Nah, sahabat mana yang hendak
maju paling dahulu? Aku sama sekali tidak sudi menyebut
nama langsung!?
Rombongan Gak Koen Hiong saling mengawasi. Mereka
anggap lawan ada aneh. Tadi dia ditantang, dia tidak mau
maju, sekarang, tanpa ditantang atau diminta, dia maju
sendiri. Karena dia scgera keluarkan cambuknya, orang
mengerti, dia hendak bertanding tak dengan tangan kosong.
Di antara kaumnya Gak Koen Hiong ada bebcrapa
pahlawan Boan yang ulung, mcreka ini tidak saja kcnal baik
hal-ihwal jago tua ini, pun ada yang pernah bertempur
dengannya, sebab sebagai salah satu pendiri Pie Sioe Hwee,
pernah ada ketikanya or-ang-orang Pie Sioe Hwee hendak
ditawan oleh pemerintah. Pernah pada satu malam, seorang
diri In Tiong Kie lawan empat pahlawan dan dapat
membinasakan tiga di antaraya. Maka itu, pahlawan-pahlawan
Boan jerihj terhadapnya. Hong-liong-pian itu, selain bisa
digunai sebagai toya atau cambuk, j uga bisa dipakai
membetot gcgaman orang.
Melihat orang pada saling memandang saja, satu lhama
yang dipanggil TjongTat To menjadi gusar sekali.
Gegamannya ada Teng-tjoa-pang, ru?yung atau toya ?Ular
rotan?,| terbuat dari rotan keluaran istimewa Tibet, sebelum
dijadikan senjata, direndam dulu di dalam minyak, sampai
seratus kali rendam dan seratus kali dijemur, ujung toya
dilibati kavvat, hingga jadi kuat betul, dan tidak bisa terbabat
kutung oleh golok tajam. Toya ini seperti Hong-liong-pian,
termasuk senjata yang ?lemas?.
?Biar aku yang terima tan tangan int!? kata ia pada Gak
Koen Hiong. I a bersikap jumawa. ?Satu tua bangka, apanya
yang mesti dibuat jerih!?
Ia lantas maju, ia loncat naik ke atas panggung, dengan
teladan In Tiong Kie, terus ia keluarkan toyanya dari libatan
pinggang, lantas ia bentak ke depan sampai jadi lempang
betul, seraya ia menantang: ?Silakan maju!?
Diam-diam In Tiong Kie tertawa dalam hati melihat toya
orang itu.
?Rupanya toya ini ada anaknya cambukku, panjangnya pun
hampir sama,? demikian ia pikir. ?Baiklah aku coba
ketangguhannya.?
Lantas, dengan satu seruan merendah, ia mulai menyerang
lebih dulu.
Tjong Tat To percaya, Hong-liong-pian mirip dengan Tengtjoa-
pangnya, melihat serangan musuh, ia bersenyum tawar,
ia lantas menangkis dengan ?Kim kauw siauw tjoe? atau ?Ular
naga emas mclilit tiang?. Ia bentur Hong-liong-pian, ia hendak
lilit itu, untuk dibetot copot dari cekalan lawannya.
In Tiong Kie belum kenal cara bersilat musuh, walaupun ia
menyerang, ia toh bersiaga untuk tidak sampai gagal dan
kecele, maka itu, menampak cara menangkisnya, ia lekas tarik
pulang cambuknya, dengan gerakan ?Koay bong hoan sin?,
atau ?Ular naga jumpalitan?, ia bergerak ke kiri, terus ia balas
menyabet ke arah pundak kanan dari lawannya itu.
Tjong Tat To bukannya seorang lemah, ia tarik pulang
toyanya, berbareng dengan itu, ia mencelat tinggi, mclcwati
musuh, untuk turun di sebelah bclakangnya, lalu dari ini,
sambi memutar tubuh, ia menyerang pinggang. Ia menggunai
tipu sabctan ?Heng kang tjay long? atau ?Memotong sungai,
memutus gelombang?. Gerakannyaadasangat gesit.
In Tiong Kie ada seorang yang berpengalaman, ia pun
pandai mendengar suara gerakan pelbagai senjata, ia tidak
gentar menampak musuh berloncat melewati ia, malah
dengan tidak menoleh lagi ke belakang, ia putar lengannya, ia
menyabet ke belakang, untuk menangkis, hingga ia minp
dengan orang yang mempunyai mata di bebokong.
Lhama itu terperanjat atas cara orang itu menangkis
terutama karena pian datangnya dari atas, turun rhenimpa
dan menekan toyanya. Lekas-lekas ia gunai tipu ?Go tee liong?
atau ?Naga tidur di tanah?, untuk membebaskan diri ancaman
bahaya, ialah sambil mendak, ia berkelit.
Bcnar-benar bahaya mengancam dengan segera. In Tiong
Kie sudah putar tubuhnya, serangannya lebih jauh lantas
mcnyusul, malah saling susul, dalam rupa-rupa serangan ?Tjay
hong soan soh? (Burung hong memutari sarang), ?In liong
tiauw sioe? (Naga menggoyang kepala), dan ?Lian hoan poan
tah? atau ?Serangan bertubi-tubi?. Tiga serangan itu
mengarah kepala, pinggang dan kaki, saling susulnya sccara
sebat sekali.
Tjong Tat To sudah berjaga-jaga, ia pun liehay, maka itu,
walaupun serangan bertubi-tubi, ia dapat elakkan semua itu
dengan ketangkasannya. Ia beTkelit, ia menangkis, ia
berlompat. Di sebelah itu, ia pun lantas balas menyerang.
Sebagai kesudahan, keduanya bertempur dengan sera,
kegagahan mereka ada berimbang sekali, sampai beberapa
puluh jurus, masih belum ketahuan siapa menang dan siapa
kalah, mereka tetap saling menyerang. Satu kali Tjong Tat To
kena didesak, dari tengah, ia sampai di pinggir. Ia ketahui i ni.
ia mcnjadi gusar sekali. Ia mcmang beradat keras. Dcngan
tiba-tiba, ia berseru, dengan pukulan ?Ya tjee tan hay? atau
?Memedi memeriksa lautan?, ia scrang batok kcpala orang. Ia
ada sangat bernafsu, sampai agaknya ia lupa dcngan
penjagaan diri. Terang ia ingin, dengan satu gebrakan itu, ia
akan peroleh kemenangan yang memutuskan.
In Tiong Kie lihat ancaman itu, diam-diam ia bergirang
menampak kekosongan orang itu. Dengan sebat sekali, ia
berkelit, membarengi itu, sambi! mengendap, ia membabat ke
arah kaki lawan. Ia gunai tipu serangan ?Ouw Hong liang tee?
atau ?Naga hi tarn mcrebut tanah?.
Tjong Tat To tetap hunjuki keliehayannya. Ancaman itu
hebat, tetapi ia insyafi itu. Malah sekarang ia sengaja, ia
hendak keras lawan keras. Begitu, sambi I lompat berjingkrak,
ia menyabet ke bawah, ke arah pian lawan, untuk bentur itu,
untuk dililit, hingga kedua scnjata, cambuk dan toya, scpcrti
saling meiibat, sesudah itu, ia lantas membetot dengan kaget
dan keras, ia gunai seantero tenaganya.
Di pihak lain, In Tiong Kie juga menarik tak kurang
kcrasnya.
Dua-dua, Hong-liong-pian dan Tcng-tjoa-pang ada alat-alat
senjata kuat dan ulet, tetapi ini kali, menemui j timpalan,
kcduanya sampai pada ?ajalnya?. Tarikan getas dan keras, j
disebabkan libatan sangat keras, mcmbuat dua-duanya patah
dengan sekonyong-konyong, di antara suara nyaring dari
patahan itu, dua-dua. In Tiong Kie dan Tjong Tat To jadi
terpelanting sendirinya, masing-masing jatuh ke bawah
panggung! Syukur untuk mereka, mereka bisa jatuh berdiri,
tangan mereka mencekali buntungan senjatanya masingmasing,
napas mereka sama-sama memburu.
Suara gent a menyusul dengan lantas, dan To Poet Hoan
umumkan putusannya: Scbab dua-duanya jatuh dari
panggung, pertandingan itu ditctapkan seri, tidak ada yang
kalah, tidak ada yang menang.
Pihaknya Gak Koen Hiong bergembira. Walaupun mereka
tidak menang, toh In Tiong Kie, satu lawan tangguh, dapat
dibikin tidak bisa * bcrbuat suatu apa. Tapi, sclagi mereka
kegirangan, dari pihaknya Teng Hiauw, mereka lihat satu
orang loncat naik ke atas panggung, apabila mereka telah
kenali orang ini, mereka kaget.
Orang dari pihak Teng Hiauw itu naik ke loeitay sambil
berloncat. Dia ada satu hweeshio yang mukanya lebar dan
sepasang kupingnya gede. Yang membikin orang terkejut, dia
adalah Hong Tjin Hweeshio, pendcta kenamaan dari Siauw
Lim Sie dari Gunung Siong San.
Pada masa itu, di antara kedua golongan kaum persilatan
yang utama, Boe Tong Pay dan Siauw Lim Pay, pihak Siauw
Lim sendiri terbagi atas empat cabang, ialah cabang Pouwthian
di Hokkian, cabang Teng-hong di Hoolam (Siong San),
cabang Lam-hay, dan cabang Ngo-bie. Cabang Hoolam, yang
dikenal sebagai Siong San Siauw Lim Sie, disebut sebagai Boelim
Tjong-hoay, pusatnya. Ilmu silat Siauw Lim Sie terdiri dari
tujuh puluh dua rupa, sesuatu cabangnya ada istimewa,
umumnya melebihi Iain-Iain kaum. Umpamanya ada Tiat-seetjiang
(Pasir Besi), Hek-see-tjiang (Pasir Hitam), Ang-seetjiang
(Pasir Merah), Kim-see-tjiang (Pasir Emas), Kim-patjiang
(Macan Tutul Emas), Tiat-pie-pee (Piepee Besi), Tiatsauw-
tjioe (Sesapu Besi), Poan-dj iak-tj iang (Tangan
Kecerdasan), dan Tiang-koen (Tangan Panjang). Dari empat
puluh lebih rupa senjata rahasia, lebih dari separuhnya ada
kepunyaan pihak Siauw Lim. Sedang Hong Tjin ini ada
hweeshio keluaran dari Madrasah Tat Mo Ih dari Siauw Lim Sie
di Siong San. Madrasah ini dapat dimasuki cuma oleh
hweeshio-hweeshio yang sudah sempurna pelajaran?silatnya.
Maka itu, pihaknya Gak Koen Hiong jadi sangat terpengaruh
oleh nama Siauw Lim Sie.
Dalam sibuknya, Gak Koen Hiong terpaksa ingin minta
tulang punggungnya, Lhama Besar Kat Pouw Djie, untuk
layani pendeta dari
Siauw Lim Sie itu, akan tetapi belum sampai ia buka
mufutnya, dari antara rombongannya sudah ada satu orang
yang mendahului loncat naik ke atas panggung. Orang itu
sama sekali tidak bicara lagi sama ia. Dia berumur empat
puluh lebih-, tubuhnya kate dan dampak, mukanya penuh
berewokan, romannya sangatjelek, tapi tubuhnya sangat gesit
Tidak ada orangnya Gak Koen Hiong yang kenal orang ini,
mereka semua menjadi heran. Sesampainya ia di atas
panggung, segera ia kcluarkan gcgamannya. ialah sepasang
ruyung Hoed-tjhioe-koay yang terbuat dari baja.
?Taysoe, sejak kita berpisah, apa kau ada banyak baik??
demikian orang
ini menanya Hong Tjin Hweeshio, sambil ia
bersenyum sindir. Dianampaknyasangatjumawa dan
menantang.
Pendeta itu mengawasi, ia rasa kenal orang ini, apabila ia
sudah mengingat-ingat, ia menjadi terkejut dengan
sekonyong-konyong, hingga ia mengawasi lebih jauh dengan
tercengang.
Sekarang ini usianya Hong Tjin Hweeshio sudah mendekati
enam puluh tahun. Dia sucikan diri bukan semenjak masih
kecil, hanya baharu hampir tiga puluh tahun. Pada riga puluh
tahun yang lalu, ia ada murid Siauw Lim Sie, yang biasa saja,
dalam usia muda, ia sudah rampungkan pelajarannya, dari itu,
ia terus merantau. Kemudian ia bekerja dalam satu piauwkiok.
Ketika itu, dalam Rimba Pcrsilatan. orang justcm paling
mcnangkan diri. Di dalam piauwkiok itu pun ada bekerja satu
piauwsoc lain, keluaran Boc Tong Pay, namanya Hoe Touw
Lam. Di situ dia in i ada dimalui. Tapi, dengan datangnya
Hong Tjin, dia jadi merasa tidak senang. Sampai pada suatu
hari, datanglah ketikanya untuk ia agulkan Kaum Boc long.
?Boc Tong Pay dan Siauw Lim Pay memang bcrdasarkan
satu,? kata Hoe Touw Lam. Pendiri dari Boe Tong Pay, ialah
Thio Sam Hong Tjouwsoe, ada asal Siauw Lim Pay, yang
pisahkan diri dan mendirikan cabang sendiri. Tapi Boe Tong
Pay telah ambii bagian-bagian yang bagus dari Siauw Lim Pay
dan buang bagian-bagian yang jclck, dia berdiri sendiri,
scbagai ahh Iwcc-kcc, bagian dalam, dari itu, dipadu dengan
Siauw Lim Pay, dia ada jauh tcrlcbih menang!?
Hong Tjin masih muda, ia pun baharu keluar dari
perguruan, bias dimengerti jikalau ia jadi tidak senang.
?Apakah sih Iwee-kee dan gwa-kee?? kata ia. ?Lwee-kee
Boe Tong Pay ada muncu! dari Siauw Lim Pay.
Pemecahan aliran itu ada untuk memperdayakan orang luar
saja.
Semua cabang silat, biarpun berlainan, ada masing-masing
ilmunyayang luar biasa, dan semua membutuhkan latihan
tenaga. Scsuatu cabang mesti mempunyai orang-orangnya
yang liehay, jadi tak dapat dibilang, cabang ini mesti
mcnangkan cabang yang lain. Atau Icbih tegas lagi, tak pasti
lwee-kee akan kalahkan gwa-kee!?
Perselisihan paham ini lantas bcrubah mcnjadi
pcrscngketaan, dari salmg bcrcbut omong, mcreka jadi sal ing
sindir, karcna pcrdamaian tidak bisa didapatkan, mcreka
putuskan itu dengan satu pertempuran. Hong Tjin tidak dapat
kendalikan hawa amarahnya, dengan Kim-pa-tjhioe, ia lukai
Hoe Touw Lam, sampai dia ini mendapat luka di dalam dan
tak bisa yakir.kan ilmu silat Iebih jauh. Selang bebcrapa tahun,
bahna kesal, dia jatuh sakit dan akhirnya menutup mata.
Kejadian ini membuat Hong Tjin amat masygul, ia sangat
menyesal, dan bclakangan lagi, iapun insyaf, pekcrjaan
piauwsoc adalah berarti menjual jiwa untuk orang-orang yang
uangnya banyak, pengubanan itu tidak berarti, maka akhirnya,
ia pergi memasuki kuil, ia mcnjadi pendeta.
Hoe Touw Lam telah meninggal dunia, tctapi ia ada
mempunyai satu murid. Dia ini sangat mencintai gurunya, ia
hendak menuntut balas. Satu kali, dia scrang Hong Tjin secara
menggelap, tctapi dia bukan tandingan dari itu pendeta, dia
kena dikalahkan. Hong Tjin sudah lukai guru orang, ia tidak
tega eclakai penyerangnya ini, malah sebaliknya ia memohon
maaf dari murid itu. Tapi dia ini bertabiat luar biasa, dia tidak
matur maaf, dia tidak bilang suatu apa, dia ngeloyor pergi,
terus sampai kira-kira tiga puluh tahun, tentang dia Hong Tjin
tidak dengar suatu apa, sampai sekarang, tahu-tahu
diamuncul di atas panggung adu kepandaian.
Murid Hoe Touw Lam ini bemama Louw Kee Tjong.
Segera setelah ia kenali Kee Tjong, Hong Tjin memberi
hormat
?Lauwtee, apakah kau tetap tak bisa lupai urusan dari tiga
puluh tahun itu?? tanya ia. ?Dulu karenamelukai gunimu itu,
aku menyesal bukan main. Kau tahu sendiri, gurumu bukan
terbinasa di tanganku, dia menutup mata karcna sakit. Pada
tiga puluh tahun yang lalu, aku telah mohon maaf dari kau,
Lauwtee, dan sekarang ini, aku matur maaf kcmbali
kepadamu. Jikalau kau inginkan aturan kaum Kang-ouw, aku
nanti jamu kau, untuk haturkan maafku terlebih jauh.
Lauwtee, bukankah urusan dapat dibikin habis? Kalau kau
setuju, aku nanti atur ini schabisnya picboc ini. Aku datang
kemari untuk kehormatan kaum Kang-ouw, untuk urusan
besar, sedang urusan kita berdua ada urusan kecil, urusan
perseorangan. Kau toh bukannya tidak ketahui scbabmusabab
dari pieboe ini? Maka kenapa kau hendak mengacau,
dengan campur-baurkan urusan kita berdua? Apakah mungkin
kau ada kambratnya Gak Koen Hiong??
Louw Kee Tjong bukannya konco dari Gak Koen Hiong,
selama beberapa puluh tahun, ia terus yakinkan ilmu silat
dengan maksud tujuan satu saja: untuk mencari balas buat
gurunya. Mengenai pieboe ini, ia tak tahu benar siapa betul
dan siapa salah, ia juga tidak bermat membantu salah satu
pihak. Ia lihat Hong Tjin Hweeshio, ia turut naik di atas
panggung, guna bertempur, agar ia mewujudkan
pembalasannya. Inilah ada terlebih baik lagi, karena mereka
bertempur di muka orang banyak. Maka itu, tak sudi ia
mendengari nasihat pendeta tua itu. Ia goyang-goyang Hoedtjhioe-
kay, ia tertawa dingin.
?Enak sekali kau bicara!? dcmikian ejekannya. ?Guruku
terbinasa karena kau, aku telah bersabar tiga puluh tahun,
apa itu masih belum cukup? Tidak dapat kau habiskan urusan
secara begini gampang. Bagaimana caranya dahulu kau
rubuhkan guruku, begitu juga caranya sekarang aku hendak
rubuhkan kau! Kau hajar guruku dengan Kim-pa-tjiang,
sekarang aku hendak beri kau rasa Hoed-tjhioe-kay! Dengan
tongkat membayar tangan kosong, itulah bunga untuk tiga
puluh tahun! Tapi mengenai urusan pieboe ini, siapa benar
siapa salah/ aku tidak sudi campur. Umpama kata kau tak
ingin aku mengacau, baik, sekarang kau segera umumkan
kepada khalayak ramai bah wa kau men ye rah kaiah, kau
tidak bcrani Iawan aku, kemudian kita orang can satu tempat
sunyi di rnana kita berdua boleh adu kepandaian kita!?
Mendengar kata-kata orang itu, Hong Tjin merasakan
dirinya dibikin jadi menunggang harimau. turun atau duduk
terns, jadi serba salah. Coba mereka ada di lain rempat,
dengan gam pang iasuka mengaku kalah saja. Sesudah
puluhan tahun sucikan diri, pikirannya sudah bebas. Buat ia
sendiri, kalah pun tidak bcrarti. Tapi di sini ada mengenai
rombongannya Teng Hiauw, maka kecewa sekali bila ia
mengaku kalah tan pa bertempur lagi. Kekalahannya akan
mcngakibatkan kekalahannya Teng Hiauw dan Boe Wie.
Bagaimana ia dapat lakukan itu? Dan sebagai wakil dari Siauw
Lim Pay, cara bagaimana tak keruan-keruan, ia mcsti
menyerah kalah terhadap musuh pribadi? Apakah itu tidak
akan mencemarkan golongannya? Kalau bertempur, ia tidak
tega melukai Kee Tjong, tanpa dilukai, sulit muridnya Hoe*
Touw Lam dirubuhkan jatuh dari atas loeitay. Dari romannya
orang, ia tahu benar, orang she Louw ini sudah sempurna
pelajaran silatnya.
Selagi pendeta ini bersangsi, di bawah orang bertempik
sorak riuh. Ttulah pcrbuaian rombongan Gak Koen Hiong.
Mereka dengar Hong Tjin bicara, tapi tidak terdengar apa
katanya, mereka tampak pendeta itu bersikap lesu, mereka
sangka orang jerih, dari itu, mereka berseru-seru, antaranya
ada yang teriaki: ?Di atas loeitay bukan tempatnya untuk
bicara hal dulu-dulu! Pieboe bukannya urusan menghadapi
bcsan! Eh, kenapa si keledai botak masih tidak mau turun
tangan??
Juga To Hoan dan Kong Tat tidak mengerti melihat orang
masih berhadapan saja, yang satu sikapnya menantang, yang
lain seperti jerih, hiingga mereka memikir untuk mcndcsak,
supaya dia orang itu segera mulai bcrtanding.
Justeru itu, Hong Tjin loloskan jubahnya, kemudian seraya
pasang kuda-kudanya, ia kata pada penantang itu: ?Lauwtee,
kau telah desak pintjeng hingga pintjeng tidak bcrdaya lagi.
Silakan kau maju!?
Louw Kee Tjong melirik dengan tajam.
?Apakah kau hendak gunai sepasang tanganmu yang
kosong buat layani tongkat Hoed-tjhioe-koay?? ia tanya sambil
berseru.
Pendeta itu tertawa.
?Sudah ban yak tahun aku sucikan diri, sudah tak biasa lagi
bagiku buat menggunai golok atau pedang,? ia mcnyahut
dengan manis. ?Lauwtee, silakan kau maju, sesukamu, jangan
sungkan-sungkan!?
Louw Kee Tjong jadi gusar. Ia anggap ia sudah
dipermainkan.
?Keledai botak!? ia mendamprat. ?Kau sudah bikin celaka
guruku, sekarang kau perhina aku!?
Dan ia geraki sepasang tongkatnya, dalam gerakan ?Siang
Hong djip hay? atau ?Sepasang naga masuk ke dalam laut?. Ia
menyerang dengan berbareng, dari kiri dan kanan.
Hong Tjin Hweeshio berserryum. Mengikiiti datangnya
kedua tongkat, ia mondur tetapi begitu Ickas juga, kaki kirinya
maju ke samping, nyela bumi, akan tekan lengan kanan orang
seraya teruskan menggempurpundak kanan lawan itu.
Inilah hebat! Tapi Kee Tjong lekas egosi tubuhnya seraya
mengendap sedikit, hingga ia lolos dari bahaya, tangan lawan
cuma berkelebat di depan mukanya.
Hong Tjin menyerang melainkan sampai di situ, ia tidak
mcndesak, ia tak tega akan turunkan tangan j ah at.
Kee Tjong tidak mengerti bah wa orang merasa kasihan
terhadap dirinya, selagi si pendeta hcntikan serangannya, tibatiba
ia rubuhkan diri, ia bergulingan, lalu sambil bcrgulingan ia
maju, akan menyerang orang bagian bawahnya, kedua
tongkatnya bergerak secara hebat sekali. Kedua tongkat itu
sama sekali tidak bentrok dengan lantai panggung.
Hong Tjin terperanjat juga melihat lawan itu gunai ?Tee
tong koen?, ilmu silat ?Bergulingan di tanah?. Segera ia
mengapungkan tubuhnya, akan meloncat buat terus
berloncatan, ke sana dan kemari, akan saban-saban
menyingkir dari sambaran tongkat, yang datang seperti tidak
putusnya karena tubuhnya Kee Tjong berguling ke arah mana
ia menyingkir. Yang hebat, bukan melainkan tongkat, hanya
juga kaki dan dengkulnya orang she Louw ini bisa turut
menyerang juga, menendang atau mendupak secara hebat.
Dengan berkelahi dengan tangan kosong, dengan
menghadapi senjata, nampaknya Hong Tj in Hweeshio ada
terdesak, ia pun kelihatan seperti bclum tahu caranya untuk
pecahkan Tee-tong-koen, dari itu, ia terus main mundur, ia
seperti bakal lekas sampaikan tepi panggung. Pihaknya Gak
Koen Hiong sudah lamas memperdengarkan tepuk tangan
riuh, mereka percaya, pendeta itu bakal segera kena
dikalahkan.
Walaupun ia sedang berkelahi dan agaknya terdesak, Hong
Tjin dengan tempik sorak riuh itu, yang membuar air mukanya
berubah dengan tiba-tiba, | hingga di lain saat, ia
perdengarkan tertawa yang panjang, lalu tubuhnya bergerak
cepat, karena kedua kakinya tidak lagi lompat-lompatan untuk
berkelit saja, hanya sekarang, ia berkelit sambil mcmbalas
menjejak. Ia sudah mulai gunai ?Wan-yho Tjin-pou Lian-hoantwie?,
ialah gerakan kaki maju saling bcrganti.
Scbentar saja, keadaan lantas jadi berubah. Kalau tadi ada
1 ah si pendeta yang terdesak, kini adalah Kee Tjong yang
main mundur. Kedua tangannya si pendeta juga sering-sering
menyambar, akan tangkap tongkat orang.
Pertempuran itu membikin sekalian penonton menjadi
kagurn, hingga dari bertepuk tangan, mereka jadi berdiam,
sampai mata mcrcka seperti kabur. Kedua lawan itu bcrgcrak
ccpat sekali.
Kcl i hatannya Hong Tj in Hweeshio mcnang di atas angin,
tetapi satu kali, mendadakan sebatang tongkat menyambar
naik, ke arah kcmpolannya, disusul dcngan suara menggcietak
yang nyaring.
Orang tcrkcj ut, semua menyangka, pcndcta itu sudah kcna
dihajar, tetapi, segera orang melengak, karena suara
menggcietak itu disusul dcngan suara tcrtawa yang panjang,
tubuhnya Louw Kec Tjong terpentai tcrguling satu tumbak
lebih, di mana ia mcncclat bangun akan bcrduduk, di lain
pihak tongkatnya, tongkat dari tangan kanan, sudah bcrada di
tangan Hong Tjin, siapa, dcngan satu kali tekuk saja, sudab
bikin senjata itu, yang terbuat dari baja, menjadi patah dua!
Dan kedua patahannya segera di lemparkan ke bawah
panggung.
Habis itu, Hong Tjin bcrtindak menghampin lawannya.
?Lauvvtee, aku telah terima pukulan sebatang tongkat dari
kau, kau niscaya sudah puas, bukan?? ia berkata
sambil?tertawa.
Mukanya orang she Louw itu pias pucat, dengan tidak
mengucapkan sepatah kata jua, ia berbangkit untuk bcrtindak
turun dari panggung.
Hong Tjin biarkan orang pergi, ia menoleh kepada kedua
wasit, untuk menjura, kemudian ia pun berlalu dari panggung
piranti pieboe itu.
Kcsudahan ini tidak mendapat tcpukan tangan dari para
hadirin semua orang heran menyaksikannya.
Hong Tjin Hweeshio tak inginkan kckalahan, di lain pihak, ia
be rat akan lukai Louw Kee Tjong, dari itu, selagi berkelahi, ia
bcrpikir kcras, pikirkan jalan menamatkan pertempuran ini
untuk kebaikannya kedua pihak. ?Koen tee tong? dan Kee
Tjong membuat ia sulit, desakan musuh membikin ia mesti
mundur, maka akhimya tcrpaksa ia kasih lihat ?Wan-yho Tjinpou
Lian-hoan-twie? -?Burung Wan-yho maju silih berganti?,
dengan itu, ia dapat pecahkan desakan orang sambil
bergulingan. Selagi balik mendesak, ia pun masih pikirkan
daya untuk bikin lawan itu tidak berdaya. Ia masih ban yak
lindungi muka terang mcreka. Di akhimya, ia lihat serangan
hebat dari Kee Tjong ke arah kcmpolannya, lantas ia dapat
pikiran, berbareng mengasih dirinya kena dihajar, ia pun
tangkap dan rampas tongkat orang. Dengan memberi
kempolannya dikemplang, ia tidak merasakan terlalu sakit,
dari itu, dengan lantas ia bisa patahkan tongkat bajanya.
Sekalipun To Poet Hoan dan Yo Kong Tat, kedua wasit,
menjadi bingung, hingga mereka tidak dapat segera memberi
putusan, adalah setelah keduanya berdamai, mereka
umumkan bahwa pertandingan itu berkesudahan seri, sebab
tidak ada? salah satu yang jatuh ke bawah panggung, benar
yang satu kena dihajar dengan tongkat, akan tetapi yang lain
pun kena didupak terpentai hingga jatuh duduk!
Dua-dua Hong Tjin Hweeshio dan Louw Kee Tjong terima
baik putusan itu. Hong Tjin memang hendak menolong muka
dan jaga muka terangnya Kee Tjong, dan Kee Tjong di lain
pihak pernah menyatakan, dengan tongkat melawan tangan
kosong, ia ingin dapati bunga untuk sakit hati gurunya selama
tiga puluh tahun. Dengan demikian juga, dendaman mereka
menjadi buyar.
Gak Koen Hiong girang dengan kesudahan ini, karena dua
pertandingan,dua-duanya berkesudahan seri. Sekarang ia
hendak rebut kemenangan, dari itu ia lantas pilih satu
jagonya, yang mengerti Tiam-hiat-hoat, ilmu menotok jalan
darah, ialah Kouw Hoei In. Dia ini, dalam umur cnam puluh
lebih, masih gagah. Dia pun ada soesiok, paman guru, dari
Ouw It Gok. Ouw It Gok ini, yang satu jari tangannya pernah
dibabat Law Boe Wie, tidak berani naik ke loeitay, dan ia telah
minta pamannya itu sukamenampilkan diri.
Begitu lekas ia sudah naik ke atas panggung, Kouw Hoei In
segera memperlihatkan sepasang Poan-koan-pitnya, ruyung
yang beroman seperti pit, alat menulis. Inilah alat istimewa
untuk menotok jalan darah, panjangnya cuma satu kaki
delapan dim. Kalau senjata umumnya ada ?satu dim panjang,
satu dim tambah Iiehay?, adalah Poan-koan-pit ?satu dim
pendek, satu dim tambah berbahaya?. Dan satu kali dia pcrton
tonkan senjatanya ini, orang di bawah panggung semua
mengerti bahwa ia adalah seorang Iiehay.
Di pihaknya Teng Hiauw, Tok-koh It Hang mengerutkan
alis. Ia tahu siapa adanya jagonya Gak Koen Hiong itu, Tiamhiat-
hoat siapa adalah latihan dari beberapa puluh tahun. Ia
insyaf betapa sukarnya untuk mclayani orang she Kouw itu.
Daiam rombongannya ada Lo Hoan Sian, ahii Tiam-hiat-hoat
Hoei In dengan Kim-na-tjhiocnya. Benar di saat pada Kouw
Hoei In, ia kuatir, orang Soc-tjoan ini nanti kalah iatihan,
apabila Hoan Sian sampai kalah, sayang namanya sebagai
jago Soc-tjoan nanti runtuh. Pikir punya pikir, ia anggap baik I
ah ia sendiri yang maju, untuk mclayani Tiam-hiat-hoat Hoei
In dengan Kim-na-tjhioenya. Benar di saat ia hendak geraki
kakinya, untuk berbangkit, tiba-tiba ia rasakan ada seorang
menckan pundaknya dari belakang scraya berkata dengan
pelahan: ?Buat sembelih ayam buat apa pakai golok piranti
potong kcrbau? Biarlah siauwtee yang layani babak ini?.?
Segera Tok-koh It Hang menoleh. lantas ia kenali Thie-bian
Sie-seng Siangkoan Kin, si Mahasiswa Muka Besi dari Kangsouw,
maka sedetik itu juga ia keluarkan napas lega, terus ia
bcrduduk pula, sambi I is caci dirinya sendiri kenapa dia boieh
lupai sahabatnya itu.
Siangkoan Kin sudah benimur mcndckaii lima puluh tahun,
tetapi ia bermuka putlh dan tidak bcrkumis jenggot, dengan
jubah panjang dari sutera dan tangan mencekal kipas, dengan
tindakannya yang lemah-lembut ia tcrtampak sangat
sederhana, agung tetapi man is budi, tidak heran kalau
iadapat julukan si anak sekolah. Ia jalan dengan peiahan,
sesampainya di bawah panggung, ia dongak.
?Aya!? ia berseru sendirinya. ?Kenapa panggung ini begini
tinggi? Aku tak dapat lompat untuk menaikinya?.? Lalu,
dengan sebelah tangan goyang-goyang kipasnya dan tangan
yang lain menyingkap ujung bajunya, ia menginjak langga,
naik setindak demi setindak.
Panggung tinggi satu tumbak delapan kaki. untuk itu ada
disediakan sebuah tangga dengan banyak tindakannya,
sekarang Siangkoan Kin gunai tangga itu. Ia tidak naik sambil
berlompat seperti yang lainnya, tidak heran kalau ia
menerbitkan tertawanya banyak orang, hingga di bawah
panggung jadi gempar. Tapi ia tidak perdulikan orang banyak,
ia naik terus, sampai ia berada di atas, selagi ia berdiri di
depannya Kouw Hoei In, ia rangkapi kipasnya, matanya
mengawasi ahli Tiam-hiat-hoat itu, dari atas ke bawah, lalu
tiba-tiba ia menuding dengan kipasnya itu, juga ia tcrtawa dan
kata: ?Aku kira siapa, kiranya Kouw Hoei In dari Hoolam!
Rerunning, aku bcruntung sekali bisal bcrtcmu dengan kau,
aku memang sedang memikir untuk tenma ajaran ilmu
menotok dari kau!?
Kedua orang ini belum kenal satu pada Iain, akan tetapi
nama dan ro-man mcrcka, mcrcka pcrnah dengar dan ketahui,
begitulah Kouw Hoei In apabila ia saksikan tampang dan cara
dandan dari Siangkoan Kin, ia percaya betul, orang ini
mestinya ada Thic-bian Sie-seng si Mahasiswa Muka Besi,
maka itu, ia terperanjat, berbareng dengan mana, ia pun
mcndongkol. Ia ada di tingkatan tcrlcbih tua, sudah tentu ia
gusar, ia tak dapat sabarkan diri menerima ejekan orang itu.
Hoei In pun datang membantu Gak Koen Hiong karena ia
diperolok-olokkan olch Ouw It Gok, keponakan muridnya,
sama sekali ia tidak punya pcrkcnalan dengan Ketua Muda dari
Gie Hoo Toan itu, dari itu, ia juga pemah janji, ia suka
membantu dalam satu pcrtandingan saja, kalah atau menang,
tetap satu kali. Ia berjanji demikian untuk menjaga muka
terang dari It Gok. Siapa tahu, ia yang belum pernah ketemu
tandingan, sekarang mesti berhadapan dengan Siangkoan Kin,
siapa pun justeru telah singgung keagungannya. Sebenarnya,
ia tidak jerih terhadap si mahasiswa itu, walaupun namanya
dia ini ada tersohor.
?Kau rupanya ada Thie-bian Sie-?demikian?ia menegur,
dengan suara keras. ?Di hadapan orang terlebih tua, cara
bagaimana kau berani bersikap begini kurang ajar? Sekarang
kau keluarkan senjatamu, biarpun aku sudah tua, aku tidak
nanti berlaku sembrono!?
Siangkoan Kin tertawa dalam hatinya mendengar orang
anggap dirinya ada dari golongan terlebih tua. Dalam hal usia,
Hoei In memang lebih tua, tetapi cuma delapan atau sepuluh
tahun, akan tetapi bicara tentang tingkatan, di antara guru
mereka, sama sekali tidak ada hubungannya, hingga tak
beralasan akan orang she Kouw itu mengagulkan diri. Tapi, ia
tidak gubns ini. Karena ia ditantang, ia bersenyum, lantas ia
hunjuki kipasnya.
?Seorang yang terlebih muda mesti berlaku hormat kepada
orang yang terlebih tua,? berkata ia, ?maka itu biarlah aku
gunakan kipasku ini saja Untuk menerima ajaran dari kau?.?
Sepasang alisnya Kouw Hoei In menjadi berdiri, ia gusar
bukan main.
?He, kenapa kau memandang begini hina padaku?? ia
menegur dengan geramnya. ?Karena kau tidak niat pakai
senjata, baiklah kita menggunakan tangan kosong saja!?
Siangkoan Kin tidak menjadi gusar, malah ia tetap
bersenyum. Tapi menyusul itu, ia geraki kipasnya secara tibatiba.
?Kouw Tjianpwee, kau lihatlah biar terang,? berkata ia. Ia
masih sebut orang ?tjianpwee?, orang yang lebih tua
tingkatannya. ?Aku punya senjata adalah ini kipasku, tidak
biasanya untuk aku menukar gegaman dalam saat kesusu?.?
Kouw Hoei In mengawasi dengan tajam pada kipas orang
itu, maka sekarang ia dapat kenyataan, dilihat dari Iuarnya,
yang hitam warnanya, kipas itu mesti terbuat dari baja,
sedang kedua tulang sampingnya, yang bersinar, mengkilap,
rupanya ada lempengan pisau yang tajam. Segera ia insyaf,
apabila si Mahasiswa ini pandai Tiam-hiat-hoat, benar-benar ia
tidak bolch memandang enteng, karena kipas itu ada terlebih
pendek daripada Poan-koan-pitrrya.
?Jikalau demikian, nah, kau sambutlah!? akhirnya orang she
Kouw ini berseru. Ia belum tutup rapat mulutnya, kedua
tangannya sudah mendahului bergerak. Dengan ?Siang hong
koan djie? atau ?Sepasang angin meniup kuping?, pit kirinya
mengancam muka, dan pit kanannya menyerang jalan darah
?Hoa-khay-hiat? dari Siangkoan Kin.
?Bagus!? Siangkoan Kin juga berseru. Ia berkelit, hingga
dua-dua serangan gagal. Tapi, dengan sangat gesit, iamaju,
akan balas menyerang. Ia arah jalan darah ?In-tay-hiat?.
Kouw Hoei In turunkan pitnya secara berat, untuk
punahkan serangan itu, akan tetapi Siangkoan Kin batalkan
serangannya, ia menarik pulang, untuk turut menyambar jeriji
tangan orang.
Dengan terpaksa, juga tergesa-gesa, Hoei In tank pulang
senjatanya, berbareng dengan itu, sekalian ia geraki
tubuhnya, mengendap, hingga dengan satu gerakan susulan,
kedua Poan-koan-pit bisa menotok pula, ke arah betisnya
lawan, padajalan darah ?Hoan-tiauw-hiat? dan ?Kwan-goanhiat?.
Ia punya gerakan mengendap itu ada ?Bwee hoa loh
tee? atau ?Kembang bwee jatuh ke tanah?.
Dengan mengisarkan kaki dengan ?Lauw tjie djiauw pou?
atau ?Peluk dengkui untuk memutar kaki?, Siangkoan Kin
berkelit, kipasnya digeraki, dipakai mcnangkis, mcncruskan
mana, ia juga totok jalan darah orang ?Tjo kin tjeng hiat? di
pundak kiri.
Kouw Hoei In sedang keluarkan dua-dua senjatanya, ia
tidak dapat kcscmpatan untuk mcnangkis, terpaksa ia
mcnyampingkan tubuhnya, akan menyingkir jauhnya beberapa
kaki. Ia berhasil membebaskan diri dari bahaya, akan tetapi, ia
rasai mukanya panas, saking jengah sendiri. ia pun terluput
dari ancaman bahaya hebat.
Siangkoan Kin tidak mau mengasih hati, ia lompat
menyusul, ia geraki kipasnya, untuk lanjuti serangannya. Sckal
i ini, kipasnya itu dipakai dalam gerakannya ?Pie-hiat-kwat?,
cangkol untuk menutup jalan darah, dan pedang Ngo-hengkiam,
ujung kipas senantiasa mencari bagian. bagian anggota
yang berbahaya.
Menampak gerakan musuh itu Kouw Hoei In tidak berani
abaikan diri, ia segera hunjuk kesebatannyaj akan halau
sesuatu bahaya, buat balas mengancam juga, hingga di sinil
kelihatanlah peryakinannya daril beberapa puluh tahun, tidak
percuma ia menjadi satu ahli.
Dua-dua Poan-koan-pit dan Thie-sie-tjoe, kipas besi, biasa
mencari tiga puluh enam jalan darah, dari itu setiap totokan
ada berbahaya sekali karena mana, kedua orang yang lag!
bertempur, mesti berlaku waspada, gesit dan tangkas. Lekas
sekali rasanya, pertandingan ini sudah mclalui lima puluh
jurus, adalah setelah itu, Kouw Hoei In insyaf liehaynya lawan,
karena berulang-ulang, semua penyerangannya dapat
dipunahkan, hingga ia tidak lagi sanggup bergerak dengan
lcluasa, seperti di jurus-jurus permulaan, sedang di lain pihak,
rangsekan lawan itu ia rasakan tetap sama berbahayanya,
hingga ia mesti berlaku luar biasa hati-hati.
Sesudah lewat lagi beberapa gebrakan, sekonyong-konyong
.pit kiri dari Hoei In menyambar jalan darah ?Hoen-soei-hiat?
dari Siangkoan Kin. Itu ada serangan ?Sian-tjoe song tjoe?
atau ?Dewi mengantar anak?. Siangkoan Kin egosi tubuhnya
sambi! melesat, lalu kakinya melesat lebih jauh, baharu tiga
tindak, tahu-ahu ia sudah berada di belakang lawannya.
Hoei In insyaf ancaman bahaya, dengan gesit ia memutar
tubuh.
Thie-bian Sie Seng antap orang putar tubuh, setelah itu, ia
majukan kipasnya sambil dibuka, kakinya pun turut maju,
hanya gerakannya, mirip dengan gerakan orang sedang mainmain.
Tapi kipasan itu ada hebat, anginnya menyambar keras
ke mukanya- Kouw Hoei In, hingga matanya dia ini menjadi
sukar melihat
Justeru itu, sampailah kakinya si Mahasiswa Muka Besi,
sedang kipasnya juga lantas dirangkap pula hingga menjadi
kuncup lagi, terus dipakai rnenyerang, dari kiri kanan,
dikibaskan.
Kouw Hoei In terkejut, ia angkat tangan kanannya, untuk
menangkis, tetapi ia terhalang oleh penglih&tannya, yang
sesaat itu kurang awas, tahu-tahu lengan kanannya kena
terbentur k;pas, mengenai tepat jalan darahnya ?Kwan-goanhiat?,
maka tidak tempo lagi, pitnya terlepas dari cekalannya
dan jatuh ke lantai panggung dengan perdengarkan suara
nyaring.
Menyusul itu, Siangkoan Kin memperdengarkan suara
tertawa berkakakan, tubuhnya melesat mundur, kipasnya pun
dipakai mengipasi dirinya.
?Maaf, maaf, terima kasih untuk pengalahan kau,? kata ia.
?Kau keliru tangan, Tjianpwee, harap kau jangan sesali aku?.?
Mukanya Kouw Hoei In menjadi merah dan pucat, saking
maiu. Nama baiknya dari puiuhan tahun, sekarang sekejab
saja tclah kena dibikin turun. maka dengan cuma
mengucapkan dua patah kata mcrcndah, ia loncat turun dari
panggung. Ia sebenarnya hams bcrtcrima kasih kepada
Siangkoan Kin, apabila lawan ini berlaku ganas, ia bukan akan
cuma dapat malu saja, dia akan eclaka juga, sedangkan ia
sudah berusia lanjut. Darahnya berhenti jalan, ia tidak terluka
parah. dari itu, scndirinya ia mampu perbaiki jalan darah itu,
maka itu, ia bisa segera loncat turun pula.
Begitu lekas orang loncat turun. Siangkoan Kin juga berlalu
dari atas panggung. Akan tetapi ia tidak loncat seperti
lawannya itu, hanya di antara tempik sorak riuh rend ah,
sambil sebelah tangan menggoy ang kipas dan scbclah yang
lain menyingkap bajunya, ia hampirkan tangga, untuk
bcrtindak turun dengan pclahan-lahan persis seperti di waktu
naik tadi Ia seperti bukannya orang yang pieboe?.
Gak Koen Hiong lihat pihaknya kembali kalah, ia malu
bukan main, ia bingung sekali. Memang, ia tidak tahu mesti
berbuat apa, ia lihat tuiang punggungnya, Lhama Besar Kat Po
Djie, berbangkit berdiri.
?Gak Lauwtee, jangan bersusah hati,? menghibur pendeta
itu. ?Nanti aku naik ke panggung, untuk rebut pulang muka
terangmu?.?
Lhama besar ini naik ke panggung bukannya seperti Iain-
Iain orang, bcrsama iaada ikut pengiringnya, satu kacung
lhama. Dan kacung ini menggendol satu kulit yang besar,
yang nampaknya melembung, melainkan tidak diketahui, apa
adanya isi itu. Semua penonton merasa hcran. semua
mengawasi dcngan penuh pcrhatian.
Sciclah berada di atas panggung, lhama besar itu tidak
segera keluarkan tantangannya, hanya terlcbih dahulu ia
hadapi kedua wasit, kepada siapa ia menjura, kemudian ia
tanya: ?Bukankah di atas loeitay ini orang merdcka untuk adu
kcpandaian apa saja??
To Poet Hoan mengawasi, ia dengar nyata pertanyaan
orang itu.
?Benar, kau ada merdeka,? ia bcrikan jawaban. ?Melainkan
di scbelah itu, pihak yang menjadi lavvan juga mempunyai
kemerdekaan, hingga ia berhak untuk mencrima atau menolak
tantangan kau. Umpama kau hendak adu senjata rahasia, kau
bolch menggunakan itu, tetapi mungkin ada lawan yang tidak
mau gunai senjata rahasia juga dan akan punahkan senjata
rahasia kau dengan tangan kosong. Pendek, dalam hal
kepandaianmu, kita wasit tidak cam pur tahu.?
Tapi, kapan ia ingat adanya si lhama cilik, segera ia
menambahkan:
?Tapi aturan pieboe adalah satu lawan satu, tak bisa dua
lawan satu, dan? itu coba terangkan, di antara kau orang
berdua, siapa yang hendak pieboe terlebih dahulu??
Kat Pou Djie tertawa besar. ?Tentu saja aku!? kata ia
dengan jawabannya. Dan terus ia kasih perintah pada
kacungnya: ?Buka kantongitu!?
Berdua To Poet Hoan dan Yo Kong Tat mengawasi dengan
mata terbuka lebar. Lhama cilik itu turut perintah, ia sudah
lantas buka kantongnya, yang melembung itu, lantas dari situ
ia tarik keluar, satu demi satu, golok Lioe-yap-too yang
ujungnya lancip.
Golok itu tajam di dua-dua muka, melainkan gagangnya
yang orang bisa pegang. Habis itu, kedua lhama ini bavva
golok-golok itu jalan memutarkan panggung, saban-saban
mercka tancapkan di lantai panggung, diaturnya malangmelintang,
hingga sebentar kemudian, loeitay itu mirip dengan
rimba golok, semua ujung menunjang langit. Sama sekali ada
tujuh puluh dua batang, cahaya matahari telah menerbitkan
sinar berkilauan.
Sesudah selesai menancap pelatok istimewa itu, si lhama
cilik segera turun dari panggung, sebaliknya si lhama besar
sudah lekas loncat ke atas pelatok golok itu, buat terus lari
berputaran di atasnya, akan kemudian, dengan tiba-tiba, ia
b?erdiri diam di atas sebatang golok, di tengah-tengah,
sebelah kakinya diangkat ke tinggi, hingga ia injak hanya
dengan scbelah kaki yang lain.
?Nah, tuan siapa sudi naik keman, untuk kita orang beradu
tangan di atas rimba golok ini?? demikian ia menantang,
sikapnya ada jumawa, terang ia sangat memandang enteng
kepada pihak lawan.
Baharu sekarang banyak orang yangmengulur lidahnya.
Itulah yang dipanggil panggung loeitay Bwee hoa kian atau
?Pelatok Bunga Bwee?. Melainkan alatnya, sekali ini ada
dipakai golok-golok lioe-yap-too. Siapa tidak sempurna
ilmunya mengentengi tubuh, Tjeng-kang-soet, jangan harap
dia bisa naik di atas pelatok-pelatok tajam itu.
Tok-koh It Hang awasi sikap jumawa orang itu, ia kerutkan
alisnya. Ia tahu benar, pihaknya ada orang-orang yang
mengerti Tjeng-kang-soet, tetapi untuk bersilat di atas pelatok
golok, pasti tidak ada, karena di sebelah keentengan tubuh
dan kepandaian silat, orang mesti juga sudah biasa
berloncatan di atas pelatok. Sekalipun iasendiri, iamasih
sangsteangsi, walaupun ia percaya, setelah peryakinannya
puluhan tahun, tak nanti gampang-gampang ia kena
dikalahkan. Saking terpaksa,ia hendak majukan juga dirinya.
Akan tetapi, selagi ia hendak berbangkit, ada orang yang
telah dului, orang itu ada seorang dusun yang usianya sudah
lanjut, bajunya gerombongan, terus saja dia ini bertindak ke
arah panggung.
Pek-djiaow Sin Eng terkejut apabila ia lihat tindakan orang.
Orang dusun itu tidak berlari-lari?, toh langkahnya cepat,
sebentar saja, dia sudah sampai di bawah panggung. Dan
yang mengherankan, ia tidak kenal orang dusun ini. Jikalau
jago Liauw-tong ini bingung, adalah Teng Hiauw segera
hunjuk air muka terang, suatu tanda ia bergirang.
?Orang tua itu adalah soepehku,? ia kasih tahu Boe Wie.
Tok-koh It Hang dengar perkataan orang itu, selagi Boe
Wie tidak bilang apa-apa. ia tarik tangannya putera dari
mendiang Teng Kiam Beng itu.
?Apa, soepehmu?? tanya ia bahna herannya. ?Engkongmu
cuma wariskan kepandaiannya kepada dua orang, ialah
soepehmu Lioe Kiam Gim dan ayahmu sendiri; sekarang dari
mana datangnya satu soepehmu lagi??
Teng Hiauw bersenyum.
?Inilah panjang untuk dijelaskan, Tjianpwee,? ia menyahut.
?Ringkasnya dia benar ada soepehku. Aku toh telah pelajari
ilmu silat Thay Kek Koen dari dua cabang Thay Kek Pay.
Orang tua itu ada kandanya Thay Kek Tan dan Tan-kee-kauw
di Hoolam, maka dia itu adalah soepehku.?
Pada waktu itu, Thay Kek Koen dari Tan Pay dan Teng Pay
ada sama-sama tersohornya.
Seperti pernah dituturkan, Tjiang-boen-djin dan Tan-Pay
Thay Kek Koen ada Tan Eng Toan, turunan dan? Tan Tjeng
Peng. Tan Eng Toan ini ada anak yang ketiga, tetapi dialah
yang diangkat menjadi ahli waris. Orang tua yang seperti
orang dusun ini ada Tan Eng Sin, anak yang kcdua, ia ketarik
benar sama ilmu silat, ia terus yakinkan itu, tetapi ia mengalah
dari adiknya, ia juga sangat jarang mcrantau, tidak hcran
apabiia Tok-koh It Hang tidak kenal padanya. Mai ah Tcng
Hiauw sendiri tidak tahu kapannya soepeh itu telah datang
dan campuri diri dalam rombongannya.
Selagi Tok-koh It Hang dan Teng Hiauw bicara, Tan Eng
Sin sudah naik ke atas panggung, tetapi ia bukannya Ion cat
mclesat, hanya ia mengapungi diri, dan sesampainya di atas,
bukannya ia injak panggung Iebih dahulu, hanya terus saja ia
taruh kaki atas sebuah pclatok golok, kaki kanan mengenai
golok, kaki kiri diangkat,! sebab ia perlihatkan sikap ?Kim kee
tok lip? atau ?Ayam emas berdiri dengan sebelah kaki?. Ia pun
berdiri menghadapi si lhama besar, kepada siapa terus saja
sambil tertawa ia berkata: ?Tidaklah sal ah yang kau
menyusun ini macam permainan, aku si orang desa belum
pernah melihatnya, dari itu aku sengaja lari datang kemari
untuk main-main di atasnya! Tapi golokmu ini d i tancapny a
ku rang tcguh, kau mesti sedikit hati-hati, jangan nanti kau
terpeleset sendiri!?
Kat Pou Djie heran melihat roman orang itu biasa, tetapi
kepandaiannya tinggi, hingga ia menduga-duga, dalam
rombongannya pihak lawan sebenarnya ada berapa banyak
orang pandainya, sebab ini ?orang desa? saja sudah begini
liehay. Tapi sudah terlanjur, ia tidak dapat mundur, lantas ia
ringkaskan jubahnya.
?Silakan maju!? ia mcngundang.
Semua mata di bawah, dari dua-dua pihak diarahkan
kepada orang tua pedesaan ini.
Dia berdiri dengan kedua kaki dikasih turun, kedua kakinya
tidak bcr-kuda-kuda, scpuluh jarinya juga dilcmpangkan ke
bawah, telapakan tangannya menghadap ke bawah juga. Ia
kasih lihat sikap Thay Kek Pay, seperti biasanya orang berlatih
di tanah datar.
Dengan kedua mata dipcntang lebar, Kat Pou Djie
mengawasi pihak lawannya.
?Eh, kau masih belum mau maju?? Tan Eng Sin tanya
sambil tertawa. ?Mau apa kau mengawasi saja? Lihat,
sebentar bakal ada pertunjukan yang menarikhati!?
Sebenarnya lhama itu menantang, tapi orang tak gubris
tantangannya, sebaliknya, sekarang ialah yang balik ditantang,
karena itu, ia jadi mendongkol.
Dengan tiba-tiba, sambil berseru, ia maju menyerang. Ia
loncati dua buah pelatok, hingga ia datang dekat lawan itu.
Gerakan kakinya dan tangannya sangat gesit.
Atas serangan itu, Tan Eng Sin baharulah beraksi. Tangan
kirinya diangkat, lima jarinya dinaiki, untuk menangkis, lantas
tangan kanannya, dengan jari terbuka, ditaruh di dekat sikut.
Ia menangkis dengan tipu silat ?Lam tjiat bwee? atau
?Mencekal ekorburunggereja?, iateruskan serang lengan orang
itu.
Disambut secara demikian, Kat Pou Djie lekas-Iekas tarik
pulang tangannya. Menampak musuhnya gagal, Tan Eng Sin
bergerak dalam sikap ?Sia kwa tan pian? atau ?Menggantung
cambuk?, sambil maju, ia susul itu dengan ?Tee tjhioe siang
sie? atau ?Tangan dimajukan?. Ini adalah gerakan biasa dari
Thay Kek Koen, tetapi ini pun sudah cukup bikin Kat Pou Djie
mundur, karena pukulannya ?Tay lek tjian kin? atau ?Tangan
seribu kati? telah dapat dipccahkan.
Tempik sorak terdengar dari bawah panggung, orang
kagumi caranya lhama itu dipukul mundur secara demikian
sederhana. Dua-dua Law Boe Wie dan Teng Hiauw pun heran
sekali. Mereka ada ahli-ahli Thay Kek Koen, tetapi mereka
tidak sangka, dengan gerakan seperti berlatih biasa saja, sang
soepeh, Tang Sin, sudah bikin Kat Pou Djie mundm?sendirinya
.Mereka belum tahu bahwa dulu Thay Kek Tan, Tan Tjeng
Peng dengan ?Lan hiak bee sudah menjagoi di kalangan Kangouw.
Selagi orang terheran-heran, tidak ada yang perhatikan Lie
Lay Tiong kepada siapa ada datang satu orang, untuk
memberi laporan, hingga air mukanya ketua ini jadi berubah
pucat. Ketua ini berbangkit tapi segera ia duduk pul a,
agaknya ia bingung.
Pertandingan di atas loeitay sudah dilanjuti.
Sekarang Kat Pou Djie tidak berani sembrono lagi, malah
sebaliknya, ia telah keluarkan Lo-han-koen asal Tibet.
Ia
berlaku gesit, pukulannya keras semua, sampai sambaran
angin terdengar nyata sekali. Tan Eng Sin terus melayani
dengan tenang, tapi sebenarnya, ia pun telah keluarkan
kepandaiannya, melainkan kelihatannya saja ia ada tenang.
Setelah belasan jurus, Kat Pou Djie insyaf benar-benar
liehaynya musuh ini. Ia sudah gunai kepandaiannya, ial masih
tidak bisa desak musuh itu. Sampai di situ, tiba-tiba Tan Eng
Sin buyarkan Thay Kek Koen. Ia uhff tangan kanannya,
datang-datang ia menyerang dengan tipu pukulan ?Kho tarn
ma?. Yang dipakai menyerang adalah tangan kanannya.
Kat Po Djie geser kaki kirinya ke samping kiri, tangan
kanannya dipakai menangkis, lalu dengan tangan kiri, ia hajar
tangan kanan orang itu. Ia juga berlaku dengan sebat sekali.
Sambil memperdengarkan tertawa dingin, Tan Eng Sin tarik
pulang angan kanannya itu, lalu dengan tiba-tiba ia
mengendap, tangannya menyambar ke bawah.
Lhama itu terkejut, dengan tersipu-sipu, ia geser pula
kakinya, untuk berkelit Justeru itu, Tan Eng Sin merangsek,
kembali ia menyerang dengan tangan kanan.
Dalam keadaan terdesak itu, Kat Pou Djie ingin balas
mendesak, ia hendak gunai ?Go houw pok sit? atau ?Harimau
kelaparan menubruk makanan?, supaya ia tidak terdesak
terus-terusan, la pikir untuk hajar pula tangan kanan musuh
itu. Akan tetapi ia telah terlambat, benar sedang tangannya
bergerak. Tan Eng Sin dului ia.
Jago Thay Kek Koen itu bergerak dalam tipu ?To tjoan Ian
hoan tjit seng pou? (?Tujuh bin tang berjalan saling susul?),
tangannya dipakai menyambar tangan lawan yang sedang
dikeluarkan, terus dicekal dengan keras, menyusul itu, ia
pinjam tenaga orang itu dengan ?Tjian-tong soe Hang tjian
kin? atau ?Tenaga empat tail dipakai menarik seribu kati?,
dengan begitu, sendirinya tenaganya jadi bertambah luar
biasa, ketika ia kerahkan tenaganya sambil ia berseru, tubuh
besar dan berat dari lhama itu segera terangkat naik, terus
diputar di atasan pelatok-pelatok golok itu, akan akhirnya
dilepas, dilemparkan ke bawah panggung.
Sambil melemparkan tubuh lawan jtuv_ kembali Tan
Eng Sin memperdengarkan tertawanya yang panjang. Sama
sekali Kat Pou Djie tidak sempat berdaya, dari itu, ketika ia
jatuh di tanah, tubuhnya terbanting hingga karenanya, ia
pingsan dengan segera.
Gak Koen Hiong dan kambratnya, semua menjadi kaget,
ada yang mukanya terpucat-pucat banyak di antaranya yang
lari ke arah pendeta lhama itu, untuk menolongi, kemudian di
antaranya ada yang mengutuk karena mereka anggap, pihak
lawan sudah berlaku ganas. Walaupun demikian, tidak ada
seorang di antaranya, yang berani loncat naik ke atas
panggung.
Tan Eng Sin tidak pcrdulikan sikap orang, melihat tidak ada
lawan yang baik, ia lantas jalan berputaran di atas semua
pclatok golok itu, benar seperti lakunya Kat Pou Djie di waktu
sebelum pertandingan dimulai, hanya sekarang, setiap habis ia
menginjak, saban pelatok lantas patah dan rubuh, hingga
tinggal gagangnya saja, yang masih nancap di lantai loeitay,
kemudian dengan tendangan beruntun dari kedua kakinya, ia
bikin semua golok itu terpental ke bawah panggung.
?Ini bajadan besi karatan takdapat dibiarkan berhamburan
di atas panggung, cuma menyusahkan saja orang mengadu
kepandaian,? kata ia, yang terus loncat turun. Tapi
sesampainya di bawah, bukannya ia hampirkan Teng Hiauw
dan kawan-kawannya, ia terus ngeloyor perg.. Rupanya ia
anggap, ia sudah datang dan bantu murid keponakannya,
habis perkara, dia boleh pergi?. Di pihaknya Teng Hiauw,
orang pun sedang terheran-heran dengan kesudahan luar
biasa dari pieboe itu, sampai orang lupakan jago she Tan itu.
Sementara itu, Lie Lay Tiong sudah lantas menghampirkan
To Poet Hoan, kepada siapa, ia lantas mengucapkan beberapa
kata-kata dengan pelahan, mendengar ini, wajah wasit itu
menjadi guram, lantas saja ia berdiri menghadapi kedua pihak
dan berkata pada mereka itu: ?Menurut Tjong-tauwbak,
pieboe ini sudah dilakukan cukup banyak, dari itu, baiklah
pertandingan lebih jauh ditunda saja sampai besok. Tjongtauwbak
biking, ia ada punya urusan penting, ia kuatir ia tak
dapat berdiam lama-lama di sini?.?
Baharu wasit itu berhenti bicara, atau Gak Koen Hiong tibatiba
loncat naik ke panggung dengan tiba-tiba, lalu dengan
suara keras, ia berseru: ?Tidak ada halangannya untuk
menunda, asal ini