Pencarian

Kisah Dua Saudara Seperguruan 9

Kisah Dua Saudara Seperguruan Karya Liang Ie Shen Saduran Okt Bagian 9


hari aku dapat pieboe lebih dahulu dengan
Law Boe Wie! Tadi adalah sahabat-sahabat semua, yang
datang membantui, dari ?tu sekarang haruslah aku sendiri
yang turun tangan!? Kemudian dengan suara sabar, ia
melanjutkan pada Lie Lay T.ong: ?Sekarang baharu lohor jam
S,n-sie, masih siang, kalau kita pieboe lagi satu babak, kita
tidak akan sia-siakan tempo, Tjong-tauwbak, baiklah kau pergi
sehabisnya kau menonton pertandingan yang terakhir ini!?
Gak Koen Hiong tidak puas dengan pieboe itu, dari
sembilan pertandingan, kesudahannya ada satu menang, dua
sen dan enam kalah bagi pihaknya, atau sama sekali, ia kalah
lima, ia jadi sangat mendongkol, ia penasaran, maka itu,
justeru ia kuatir pihaknya nanti kalah pula bila ia majukan
Iain-Iain kawannya lagi, ia anggap baiklah ia maju sendiri. Ta
tidak jerih terhadap Boe Wie, ia tidak kapok yang ia pcrnah
disambar pisau belati hingga segumpal rambutnya terpapas
kutung. Ia lihat Boe Wie baharu berumur tiga puluh lebih, ia
tidak percaya boegeenya pemuda itu sudah sempurna betul.
Ia mengharap sangat akan rebut kemenangan dari salah satu
tay-tjoe dari rnusuh, nanti ia akan tunda pieboe terlebih jauh,
lalu besok, dengan gunai alasan, ia boleh tutup saja. Secara
demikian, tidaklah ia akan hilang muka di muka umum.
Jikalau Gak Koen Hiong ingin sekali tempur Boe Wie,
demikian juga adanya dengan orang she Law itu, yang
berkeinginan sangat akan membalas dendam untuk gurunya.
la ini justeru kuatirkan ada sesuatu hal, yang bisa
menggagalkan pieboe itu. Maka itu, ia girang sekali melihat
Koen Hiong naik lebih dulu dan langsung menantang ia. Tidak
tunggu orang tutup mulutnya, ia pun loncat naik.
?Bagus, marilah kita bertempur dulu!? demikian ia ten ma
tantangan. Malah ia segera hunus pedangnya Lan-gin-kiam.
Oengan angkat tangan kiri ke jidat dan taruh pedang di depan
dada, ia bersiap sedia, ia menantang: ?Gak Koen Hiong, kau
masih belum mau geraki tanganmu? Apakah kau hendak
membikin dulu pesan terakhir??
Dihina secara demikian, Ketua Muda Gie Hoo Toan itu jadi
sangat gusar, hingga ia mengupat-caci.
?Bagaimana besar kepandaianmu maka kau jadi begini
jumawa?? ia berseru.
Karcna pedangnya telah dihunus dari siang-siang, Koen
Hiong sudah lantas maju, akan tusuk pundak kirinya Boe Wie.
Boe Wie berdiri tegak bagaikan gunung, ia tak terkejut
karena serangan hebat itu, ia justeru tunggu sampai ujung
pedang mendatangi, tiba-tiba ia tertawa berkakakan dan
berseru: ?Bagus!? Dan ia kibaskan pedangnya, untuk babat
pundak kanan orang itu, tubuhnya sendiri mengegos ke
samping- Ia sudah gunai tipu silat ?Kim tiauw thian tjie? atau
?Garuda emas pentang sayap?.
Koen Hiong kaget, tapi lekas-lekas ia berkelit. Serangan
membalas dari Boe Wie adadi luar dugaannya, karena itu
adalah kelitan dibarengi serangan, hingga ia jadi gugup,
syukur ia masih cukup sebat. Ia baharu lolos dari ancaman itu,
atau lawannya sudah rangsang ia, hingga ia sepcrtinya lantas
terkurung antara sinarnya Lan-gin-kiam.
Gak Koen Hiong pern ah yak ink an Wan Kong kiam-hoat,
ialah ilmu pedang dari Wan Kong, yang mengutamakan
kegesitan. Ilmu ini jarang orang yang pandai mainkannya,
malah Ketua Muda Gie Hoo Toan ini juga tidak bisa pahamkan
itu sempuma. Ia tadinya harap, dengan apa yang ia bisa, ia
akan sanggup takluki Law Boe Wie, siapa tahu, baharu mulai,
ia segera mengerti, ia kalah sebat. Maka itu, ia mesti berbuat
sekuat tenaganya untuk bisa layani lawan ini, akan lepaskan
diri dari desakan.
Kedua pihak bertempur dengan seru sekali, dari itu, dengan
lekas mereka sudah lewatkan tiga puluh jurus. Sampai di sini,
Gak Koen Hiong merasakan betul bagaimana pedangnya
seperti telah dibungkus pedang musuh, jangan kata untuk
membalas, buat bela diri saja, ia sudah repot bukan main.
Law Boe Wie ada ulet sekali, makin lama ia jadi makin
tangkas. Ia telah gunai Kie-boen Sip-sam-kiam dari Thay Kek
Pay, lalu itu diselipkan dengan tipu-tipu dari Hoei EngKeng
Soan-kiam, yang ia dapat dari Pek Djiauw Sin Eng, gurunya
yang kedua, hingga kegesitannya mirip dengan sambaransambaran
burung garuda.
Gak Koen Hiong insyaf benar-benar, ia kalah daripada
lawan itu, maka ia merasa sukar, walaupun ia telah terdesak,
ia masih bisa bela diri dengan Wan Kong Kiam-hiap. Iapun
berkelahi dengan sangat sungguh-sungguh, ia nekat. Inilah
sebabnya kenapa Boe Wie tak dapat segera rebut
kemenangan.
Di bawah panggung, semua penonton jadi sangat tegang.
Semua orang mengerti, lagi sedikit saat, Koen Hiong pasti
bakal cipratkan darahnya di atas panggung. Maka
rombongannya orang she Gak itu jadi sangat berkuatir,
dengan sendirinya, mereka pada berkisar, mendekati loeitay.
Menurut aturan pieboe, semua penonton dilarang
mendekati loeitay di sekitarnya sepuluh tumbak, akan tctapi,
karena berkisarnya itu, orang-orang Gak Koen Hiong telah
sampaikan batas terlarang itu.
Di bawah orang bertegang hati, di atas panggung duajago
lagi berkelahi mati-matian, justeru begitu, ribuan penonton
dibikin kaget sendirinya apabila mereka dengan sekonyongkonyong
mendengar suara nyaring seperti guntur, datangnya
dari kejauhan, gemuruh itu beruntun beberapa kali. Semua
orang menjadi heran, semua angkat kepalanya,
dongak,melihatkeatas.
Matahari masih mencorong, udara bersih dari mega, langit
tidak mendung. ?api, dari mana datangnya guntur?
Kembali orang dengar suara guruh itu, malah makin lama
makin nyata.
Belum lenyap keragu-raguan orang,
mendadakan ada
datang beberapa penunggang kuda, yang kaburkan binatang
tunggangannya, hingga debu mengepul naik. Kapan sebentar
kemudian penunggang-penunggang kuda itu sudah datang
dekat, mereka mengitari rombongan penonton, mereka
membuka jalan, sampai mereka bcrada di hadapannya Lie Lay
Tiong. Satu penunggang kuda, yang menjadi kepala, loncat
turun dari kudanya, ia dekati Ketua Gie Hoo Toan itu, untuk
mengucapkan beberapa patah pcrkataan, atas mana mukanya
ketua itu menjadi berubah, segera ia lompat bangun, ia hadapi
kedua wasit kepada siapa ia goyang-goyang tangan.
Di atas panggung sendiri. pcrtandingan sudah mendekati
saat yang memutuskan, Gak Koen Hiong tengah menghadapi
bahaya maut. Dengan ?Han kee pay hoed? atau ?Ayam
kedinginan memuja Budha?, ia coba serang Boe Wie pada
dadanya. Boe Wie sampok tikaman itu, ia terus tudingkan
pedangnyake bawah, akan balas menikam ke kiri. Koen Hiong
hendak menangkis, tapi berbareng dengan itu, tangan kirinya
lawan menotok jidatnya, sedang Lan-gin-kiam menjurus terus
ke lengan kanan, kearah nadi!
Selagi Gak Koen Hiong bakal bikin loeitay bermandikan
darahnya. Atau Law Boe Wie akan kutungkan
tangannyasebatas nadi, mendadakan dari bawah panggung
ada melesat beberapa sinar terang bagaikan bintang!
Beberapa orang dari pihak lawan sudah meianggar aturan,
untuk menolongi ketuanya, mereka gunai tangan kotor,
membokong Boc Wic dengan berbagai senjata rahasia.
Orang-orang yang lagi bertarungdi atas panggung tidak
nam i kctahui atau duga sal ah satu pihak akan main curang.
Boe Wie juga tidak pernah menyangka demikian. maka itu ia
kaget bukan kepalang waktu ia dengar sambaran senjata
rahasia. Ia tidak bersiaga, tapi ia telah wariskan
kepandaiannya In Tiong Kie, ia dengar suara, ia tahu dari
jurusan mana datangnya serangan. maka itu, berbareng
membatalkan serangannya kepada Gak Koen Hiong, ia loncat
ke samping, dengan begitu, ia bisa menyingkir dari tiga
batang Hong-bwee-piauw dan sebatang panah tangan.
Dan Gak Koen Hiong, selagi lawannya mencelat jauh,
sudah gunai ketika akan loncat turun ke bawah panggung.
Law Boe Wiegusar tak terhingga, hingga ia berniat kejar
orang she Gak itu.
Teng Hiauw di bawah panggung lihat nyata kejadian itu,
tetapi ia tidak pemah sangka akan kekacauan itu, menampak
Koen Hiong menyingkir,
ia menimpuk dengan Kim-tjhie-piauw, tetapi jarak di antara
mereka ada cukup jauh, piauwnya tidak mengenai sasarannya.
Kekalutan masih terjadi, senjata-senjata rahasia masih
menyambar serabutan, tapi sckarang genta segera dibunyikan
berulang-ulang.
Tjong-tauwbak Lie Lay Tiong melupai bahaya, ia mencelat
ke atas loeitay!
?Berhenti! Berhenti!? ia berteriak berulang-ulang, mukanya
merah bahna gusar.
Yo Kong Tat dan To Poet Hoan, dengan loloskan Djoanpian
mereka, sudah loncat ke atas panggung, guna lindungi
ketuanya itu dari senjata-senjata rahasia.
?Berhenti! Berhenti!? Lie Lay Tiong berseru pula, berulangulang;
?Kau orang tahu, setan-setan asing bakal segera
datang menyerang kemari! Mereka sudah berada tak lagi tiga
puluh lie dari Pakkhia, mereka sudah bentrok dengan pasukan
depan kita! Gemuruh barusan adalah suara meriamnya setansetan
asing itu!?
Suaranya ketua mi ada nyaring sekali, dengan lekas ia
membuat scrangan senjata rahasia jadi berhenti, setelah
mana, kcadaan jadi sirap. Terang orang tercengang atas warta
hebat itu.
Ternyata empat puluh ribu serdadu asing (pasukan Austria
dan Italia belum datang), dari Thian-tjin, dengan mengikuti
kedua tepi aliran Oen Hoo, sudah menuju ke Pakkhia. Lie Lay
Tiong telah tarik tentaranya dari markas besar di Thong-tjioe,
karena itu, tentara Boan mundur sendirinya tanpa berperang
lagi, di sepanjang jalan, mereka menggedor rakyat, rumah
siapa mereka bakar, dengan perbuatannya mereka itu, mereka
seperti wakilkan tentara Serikatmembersihkan jalanan. Thongtjioe
terpisah empat puluh lie lebih dari Pakkhia, ketika tentara
asing masUk ke situ, kota sudah kosong, dari itu, terus
mereka menuju ke Pakkhia. Selagi- tentara asing itu sampai di
Thong-tjioe, pieboe di atas loeitay baharu dimulai.
Habis diumumkan jatuhnya Thong-tjioe, Lie Lay Tiong pun
umumkan lain kabar mengejutkan, ialah bahwa Ibusuri See
Thayhouw dan Kaisar Kong Sie sudah menyingkir dari Pakkhia,
bahwa Gie-lim-koen, Barisan Raja, sudah buyar. Maka, di
saatsehebat itu, pemerintah Boan tinggalkan Gie Hoo Toan,
sedang tadinya, pemerintah itu minta bantuan untuk lawan
desakan bangsa asing. Tapi yang paling hebat ada warta
terbelakang, yaitu katanya: ?Ada tentara Boan yang berserikat
sama tentara asing memusuhkan pihak Gie Hoo Toan.
?Celaka betul, kita sudah dijual Ibusuri Tjoe Hie!? akhirnya
Lie Lay T?ong berteriak, dalam kemurkaannya. ?Saudarasaudara,
lekas balik ketangsi, urusan loeitay ini boleh ditinggal
di belakang!?
Baharu ketua ini tutup mulutnya. segera berkelebat satu
bayangan, yang mencelat ke tiang bendera di tengah
lapangan itu, bagaikan kera, dia panjat tiang itu, yang
tingginya lebih daripada lima tumbak, sekejab saja ia sudah
sampai di atas, terus ia berdiri di atas tiang.
?Tahan dulu!? orang itu berteriak. Dia ternyata ada Teng
Hiauw. ?Kita hendak basmi setan-setan asing, tapi kita juga
mesti bikin pcmbersihan di dalam, supayajangan ada
pengkhianat yang mengacau! Siapa pengkhianat itu? Dia
adalah Gak Koen Hiong dan konco-konconya! Merekalah yang
hendak lindungi bangsa Boan, tapi lihat, apa yang pemerintah
Boan berbuat terhadap kita!?
Gak Koen Hiong dan rombongannya telah mundur dengan
diam-diam, begitu lekas mereka dengar pengumumannya Lie
Lay Tiong. Sebenarnya mereka pun tidak tahu, tentara asing
datang demikian cepat, hingga pihak pemerintah Boan kabur
tanpa perdutikan budak-budaknya. Sekarang mereka dengar
Teng Hiauw buka rahasia mereka, lantas saja mereka siapkan
senjata mereka, mereka lari keluardari lapangan.
Gemuruh ada suaranya orang banyak itu, yang berjumlah
puluhan ribu, malah ada antaranya yang segera lari mengejar,
tapi Lie Lay Tiong perintah bunyikan genta, ia teriaki untuk
orang jangan mengejar.
?Saudara-saudara, tenang! Tenang! Biarkan mereka itu
kabur! Jangan kita perduiikan mereka! Lebih perlu kita tangkis
musuh! Lekas kembali ke tangsi!?
Teng Hiauw dari atas tiang bcndera pun berseru: ?Kita
mesti teat kepada Tjong-tauwbak! Sekarangkitesudah kenali
rupanya kaum pengkhianat, mereka tek bakal lolos! Keadaan
ada genting, man kita hajar dulu pengkhianat itu!?
Teng Hiauw sadar, maka ia bisa atasi diri, akan tak gubris
musuh-musuhnya.
Demikian pieboe buyar tak keruan, tentara Gie Hoo Toan
lantas bersiap akan lawan tentara Serikat, tak perduli mereka
melainkan menggunakan a!at scnjata sejak zaman purbakala:
golok dan tumbak!
Tiongkok bcrgcram, buminya bergetar, rakyatnya yang
scdcrhana bangun, cuma dcngan golok besar, tumbak
panjang, dengan toya, dengan cangkul, mereka lawan
penyerang-penyerang asing. Tapi mereka tidak sanggup lawan
scnjata api dari tentara Serikat Tinggal semangat mereka saja
yang masih hidup. Sampai kepala perang Serikat sendiri
anggap, semangat bangsa Tionghoa tak dapat dipandang
enteng.
Gie Hoo Toan bubar, mereka gagal, tapi mereka tidak
tertumpas, keluar dari Kota Pakkhia, mereka mundur ke
kampung-kampung, tidak lagi mereka berkumpul dalam
jumlah puluhan ribu, mereka persatukan dirt dalam
rombongan-rombongan dari ratusan dan puluhan. Api mereka
tak padam, api itu terpendam di antara rakyatjelata.
Baharu setelah mundur dari Pakkhia, Lie Lay Tiong insyaf
kebenarannya nasihat dari Lioe Kiam Gim, yang cegah ia
memasuki Kota Raja
Dengan jatuhnya Thian-tjin dan Pakkhia, segala apa terlihat
nyata, tcrtampaklah rupa asli dari kaum pengkhianat, dari
pemerintah Boan juga, yang selanjutnya bekerja sama-sama
pihak asing, akan basmi ?bandit?.
Maka rakyat menjadi
insyaf.
Law Boe Wie jadi sangat masygul, bersama Teng Hiauw
dan sejumlah kawan, ia akan hidup dalamj perantauan?.
Hanya, di mana dia sampai, masih ada orang-orang yang
sambut ia dengan baik. Ia tetap berkumpul sama Teng Hiauw,
saiidara ini anjurkan ia menikah, ia menjawab sambil mementil
pedang dan bernyanyi?.
Bong Tiap? Dia tidak bersama soehengnya, pikirannya
ruwet sckali. Dia bersedih untuk ayahnya, dia berdua buat
Ham Eng. Ia tetap hargakan toa-soehengnya, tetapi ia tak bisa
tinggal berkumpul sama soeheng itu. Boe Wie sendiri
bungkam, ia tidak memberi nasihat pada soemoaynya ini.
Nona Lioe telah pergi ke Shoasay, akan tengok ibunya,
terus ia merawatinya sehingga ibunya menutup mata. Setelah
selesai mengurusjenazah ibunya, ia merantau keluar
Tionggoan, di tepi Sungai Tay Hek Hoo, ia tempati kuilnya Sim
Djie Sin-nie, gurunya.
Hioe Sioe sudah berusia lanjut, Bong Tiap datang baharu
beberapa tahun, ia meninggal dunia. Maka, berada sendirian
saja, Nona Lioe cukuri rambutnya, ia menjadi pendeta sebagai
gurunya dulu. Tapi ia bukannya niekouw biasa, dia masih
suka bepergian seorang diri, apabila ia hadapi kcjadian tidak
pantas, ia lantas turun tangan. Ia hidup rukun dengan
penduduk perbatasan, kepada mereka ia suka tuturkan
riwayat Gie Hoo Toan.
Penduduk yang bergembala itu scring-scring mcnyaksikan
bagaimana niekouw ini, di tepinya Telaga Yam Ouw, di tanah
datar, suka bersilat dengan pedang Tjeng-kong-kiam,
pedangnya bersinaran dengan cahaya matahari, dia masih
gagah seperti sediakala?.
Penutup
Gak Koen Hiong, kepala dari Poo Tjeng Pay, pemimpin
muda dari Gie Hoo Toan, yang menunjang Pemerintah Boan ?
ialah juga pembunuh Lioe Kiam Gim dan Tjoh Ham Eng ?
sesudahnya tentara serikat memasuki Pakkhia lantas tidak ada
kabar-ceritanya. Hanya,ctentang konco-konconya ada cerita
yang luar biasa. Mereka ini umumnya sibuk mengumpetkan
diri, tapi banyak antaranya, yang ini hari masih segar-bugar,
besoknya telah mati mendadakan, sesudah mereka mati, baru
orang tahu, siapa sebenarnya adanya mereka. Dan
orang menyangka, kematian mereka ada perbuatannya Boe
Wie, Teng Hiauw dan Bong Tiap. Sebenarnya orang tidak
pcrnah melihat Nona Lioe, tetapi kematian mereka itu
disebabkan senjata rahasia, yang mengenai jalan darah, dari
itu, orang sangka si nona.
Sementara itu, ada kabar yang menarik hati mengenai
Bong Tiap. Itu adalah kejadian selewatnya belasan tahun.
Loo-kauwsoe Tjoh Lian Tjhong, ayahnya Ham Eng, telah pergi
merantau, bcrsama-sama ia, ia ada ajak satu anak muda,
yang ia bilang ada cucunya?. Pemuda ini menyerupai Lioe
Bong Tiap, dia pun gunai pedang Tjeng-hong-kiam, mesti ia
tak gunai piauw Bouw-nie-tjoe, tetapi ia pandai Kim-tjhiepiauw.
Sementara itu, sepuluh tahun lebih sejak masuknya tentara
Serikat ke Pakkhia, Dinasti Aisin-Gioro telah rubuh, benar
Tiongkok telah dipukang, akan tetapi, di Timur matahari toh
menyingsing. pelahan-lahan hendak menembuskan mega
hitam?.
Perubahan-perubahan terus terjadi, akan tetapi mengenai
Bong Tiap, orang tidak dengar suatu apa
Adalah selang tiga puluh satu tahun kemudian, di musim
rontok, ketika penulis dari cerita ini bermalam dalam satu kuil
di perbatasan, di sana ia berjumpa dengan satu niekouw tua,
siapa kemudian ternyata Nona Lioe adanya, sedang kedua
?tetamu aneh?, yang datang malam-malam sambil
menunggang kuda, adalah putera-puteranya Teng Hiauw?.
Malam itu, sehabis niekouw tua menutur, hujan pun
berhenti, lalu ia, bersama dua tetamunya itu, tak tunggu
terang tanah, sudah berangkat pergi, akan urus tugas mereka
yang katanya berbahaya. Siangnya, penulis pun melanjutkan
perjalanannya. Kemudian, dalam perjalanan pulang, penulis
mampir pula di kuil tua itu, tapi ia tak ketemukan si niekouw
tua. Baharu belakangan, menurut katanya satu ahli silat, di
Siamsay, satu hartawan yang tinggal menyendiri, yang sudah
berumur enam puluh lebih, yang masih gagah, pada suatu
malam ada yang membunuhnya dan kepalanya dibawa
terbang. Dia ini kemudian ternyata ada Gak Koen Hiong!
---ooo0dw0ooo---
Thay Kek Kie Hiap Toan
Karya : Liang Ie Shen Saduran : OKT
Sumber : TopMdi website
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ atau http://
http://dewikz.byethost22.com/
Serie 2
Di Kanglam, Selatan, hari-hari paling indah ada Musim
Tjoen, Semi tetapi di Utara itu adalah Musim Tjioe, Rontok.
Kapan musim ketiga ini datang, udara di Utara sebagai juga
tinggi luar biasa dan hawanya istimewa menyegarkan. Maka di
dalam masa musim itu, orang suka pergi ke tanah datar,
untuk berlatih me?nunggang kuda atau berburu, tak perduli
anak-anak orang bangsawan atau orang biasa, teristimewa
mcrcka, yang gemar akan pergerakan badan.
Dcmikian hari itu, di pcrmulaan Musim Tjioe, serombongan
pemburu muncul di sebuah rimba di luar Kota Pooteng,
Hoopak. Mereka membawa anjing, tombak cagak dan panah,
gendewa dan busur. Mereka bukannya pemuda-pemuda
bangsawan atau pemburu biasa, mereka adalah
rombongannya pali la wan dan guru-guru silat dari dua
keluarga, ialah yang satu dari Keluarga Soli Sian le, yang lain
Keluarga Hoa Goan Thong, iparnya pihak Soh itu.
Pihak Hoa bahanu dapat dua guru silat yang katanya
liehay, dari itu pihak Soh undang mereka berburu, untuk
menyaksikan kepandaiannya mereka itu.
Berburu bukannya pekerjaan gampang dan tak mengandal
melulu [pada ilmu silat, orang pun harus mengenal tabiat atau
kebiasaan binatang liar yang lebih banyak bersembunyi di
waktu siang dan baharulah muncul dan keliaran di waktu
malam, setelah perutnya kosong. Dan orang pun mesti
mempunyai anjing-anjing yang hidungnya tajam, untuk
mencari sarang binatang alas itu.
Rombongannya guru-guru silat to capai lelah sampai
setengah harian, mereka masih belum memperoleh hasil,
hingga mereka mulai tawar hati, Berkat penasaran, mereka
terus mencari, sampai mereka datangi lembah-lcmbah dan
gombolan-gombolan lebat. Beberapa ekor kelinci dan rase
tidak menggembirakan mereka.
Akhir-akhirnya, mereka dapati sebuah guha atau kedung,
yang dalam. Anjing-anjing pemburu menghampiri mu lut
guha, mereka menggonggong, berulang-ulang, lain tak lama,
mereka miindur sambil goyang-goyang ekornya, rupanya
mereka jerih.
Menampak demikian, orang mulai bersemangat. Mereka
percaya, guha itu mesti ada ?orangnya?. Satu guru silat,
dengan tombak cagak yang panjang, hampirkan guha itu,
untuk menusuk ke dalamnya. Atau dengan tiba-tiba, segera
tcrdengar suara mengaung yang hebat, gunung seperti
tergetar, lembah berkumandang. menyusul mana, loncatlah
keluar seekor raja hutan yang besar dan dahinya pitak.
Guru silat itu tidak sempat berkelit, ia kena diterjang, ia
rubuh, kukunya harimau itu merobek bajunya, mengenai kulit
dagingnya, hingga sekejab saja. darahnya bercucuran.
Semua orang kaget, belum mereka sempat menggunai
anak panah, atau seorang lagi di antara mereka, kena
ditubruk rubuh
Pahlawan Keluarga Soh jadi gusar, sambil berseru, ia
menimpuk dengan beberapa batang tombak cagak, beruntunruntun.
Harimau itu gesit, dia berlompatan, untuk berkelit, tetapi
sebatang tombak mengenai juga satu kaki dcpannya, bahna
sakit, rupanya, dia putar tubuh untuk lari.
?Kejar!? berseru si pahlawan.
Rombongan pcmburu itu sudah lantas berlari-lari.
Harimau itu masih bisa lari keras, dia lari mendaki, cepat
sekali, hingga dia bikin semua pengejarnya jauh keringgalan di
belakang. Masih mereka mengejar terus, sampai mereka
dengar satu jeritan nyaring tetapi halus, lalu di depan harimau
itu, muncul satu nona dengan pakaian serba merah.
Harimau itu sedang beringas, melihat ada yang memegat
jalan, dia terus lompat menubruk nona itu, di antara gerungan
hebat, mulutnya dibuka lebar-lebar. Suara gerungan itu
berkumandang di lembah, gunung seperti tergetar pula.
Nona itu tidak kaget, dia malah gusar, ketika raja hutan itu
menerjang, ia loncat ke samping, laiu sambil berseru, ia
mengirimkan satu tusukan.
Karena orang berkelit, harimau itu tubruk tempat kosong,
dia belum sempat putar tubuh, tikaman telah sampai, saking
sakit, dia menggerang berulang-ulang, tubuhnya digeraki,
diputar, rupanya dia hendak terkam si nona pula.
Nona itu kaget juga, ia kalah tenaga, ia belum sempat tarik
pulang pedangnya, ia mesti lompat mundur, karena itu,
pedangnya terlepas, masih nancap ditubuhnya binatang liar
itu, , hingga, seperti kalap, dengan mata seperti menyala,
harimau itu menerjang pula, semua kukunya dipentang lebarlebar.
Meskipun ia sudah tidak bersenjata, nona itu tapinya ada
punya kegesitan tubuh, ketika tubrukan sampai, ia berkelit.
Tiga kali ia ditubruk berulang-ulang, terus ia belum bisa
sclamatkan diri. Selagi raja hutan itu gusar bukan main, tapi
ketangkasannya pun makin berkurang, si nona lakukan
serangan membalas, dengan tiga buah Thielian-tjie, buah
teratai besi, yang ditimpuki beruntun, dengan keras sekali.
Tiga-tiga senjata rahasia itu mengenai sasarannya dengan
tepat: dua mengenai mata, satu nancap di jidat. Dalam
kesakitan hebat, sambil menggerang bagaikan guntur, kembali
harimau itu berlompat, menerkam si nona
Semasa kedua matanya belum terluka, raja hutan itu tak
dapat? tubruk si nona, apapula sekarang,
setelah kedua matanya itu picak, maka dengan gampang
sekali, nona itu singkirkan dirinya dari terkaman. Kemudian,,
dengan scngaja perdengarkan suara, ia bikin dirinya diserang
bcrulang-ulang. Tentu sekali, harimau itu senantiasa
menerkam tempat kosong. Paling akhir, si nona mundur ke
batu gunung, yang tinggi dan besar, di situ ia bersuara,
supaya harimau itu tubruk ia, sesudah mana, ia lompat naik ke
atas batu itu.
Di antara suara hebat, kepalanya harimau itu membentur
batu, dengan memperdengarkan suara kesakitan yang
mengerikan, tubuhnya rubuh, kepalanya pecah, darahnya
berhamburan, maka sekejab saja, dia rebah dengan mandi
darah, sebagai bangkai.
Nona itu menyaksikan kebinasaan raja hutan itu, ia tertawa
lalu ia loncat turun, akan injak kepalanya, tak sayang dia pada
kasut sulamnya yang indah yang menjadi berlepotan darah.
?Ha, kutu besar, kau cuma bisa gertak orang!? kata ia
sambil tertawa, dengan kedua matanya bersinar hidup,
kemudian ia cabut pedangnya, yang masih menancap di
tubuhnya raja hutan itu, ia susuti itu, baharu ia kasih masuk
ke dalam sarungnya.
Sedangnya begitu, datanglah rombongan si pemburu,
dengan orang
yang menjadi kepala lantas saja menegur: ?Eh,
Nona, jangan lari! Kcnapa kau binasakan harimau kita?
Tinggalkan, jangan kau bawa pergi!?
Itulah pahlawan dari Keluarga Soh dan dua guru dari
Keluarga Hoa. Mereka menyaksikan si nona berkelahi dengan
harimau, mereka heran dan kagum, berbareng pun mereka
mendongkol mengingat tak kemampuan diri sendiri. Maka itu,
dengan jumawa, mereka hampirkan si nona, yang mereka
pikir untuk pcrmainkan juga. Mereka tak takut, sebab anggap,
jumiah mereka ada banyak.
?Jangan, jangan!? salah satu guru silat mencegah, ketika
iakenali nona itu. Tapi sudah kasep, pahlawan Keluarga Soh
sudah maju.
Si nona, yang masih bcrdin di atas kepala harimau,
mengawasi.
?Apa, kutu besar ini ada binatang peliharaanmu?? ia tegasi,
dengan mata bersinar. ?Kau suruh aku jangan bawa pergi??
?Itulah bukan piaraan kita tetapi kita lebih dulu yang
mclukakannya! ? sahut si pahlawan, ?Kau cuma tinggai
punyakan saja!?
?Oh, pendusta!? si nona membentak. ?Kau orang tidak
mampu bekuk seekor harimau, kau orang bcrani katakan
aku?? Ia hunus pedangnya. ?Jangan banyak omong, lekas
pergi! Jangan kau hinakan nonamu!?
Didamprat, pahlawan itu tertawa
?Jangan galak, Nona??. ? kata ia.
?Aku tidak mau pergi, habis kau mau apa? Apakah kau
tabu, siapa kita ini? Aku ada pahlawan kepala dari Keluarga
Son ? aku ada Kimtoo Hck Tjit-ya, Hek Toa-boesoe! Di dalam
Kota Pooteng ini, siapa tidak kenal aku? Kau berani
mcnentangi aku? Tapi aku tidak persalahkan kau. Aku
memang kekurangan satu murid perempuan, ayo, kau berlutut
dan manggut-manggut di depanku, untuk angkat aku menjadi
guru.?
Kapan si nona dengar orang pcrkenalkan diri. ia gusar
dengan tiba-tiba, tcrus saja ia balingkan pcdangnya di muka
orang sambil berseru: ?Kau guru si I at Hek Toa-boesoe?
Pedangku I a rang? kau menghina! Mundur!?
Bcntakan itu disusul sama gcrakan tangan lebih jauh,
menikam pundak kanan. Kakinya si nona pun turut maju.
Hek Tjit tangkis tusukan itu dengan goloknya seraya ia
berseru, ia hendak bikin terpental pcdangnya si nona, tetapi si
nona putar tubuhnya, akan membaliki menapas lengan
orang,
hingga guru silat itu terkejut, lekas-lekas dia
menangkis sambil serukan kawan-kawannya: ?Kenapa kau
orang tidak lekas maju?? Atas mana, semua kawan itu lantas
maju.
?Hm!? si nona menghina. ?Aku kira orang gagah
bagaimana, tak tahunya tukang keroyok!?
Lalu ia menyerang hebat, dengan tipu-tipu pukulan dari
Bweehoa-kiam, yang semuanya terdiri dari Tjittjit sie
Hapkauw? atau tujuh kali tujuh ada empat puluh sembiian
jurus.
Rombongan pahlawannya dua keluarga, bersama-sama dua
guru silatnya yang baharu, telah merangsang, jumlah mcrcka
yang besar, bikin si nona kewalahan juga, apa pula ia baharu
saja melayani harimau. Pelahan-lahan, keringatnya si nona
keluar membasahi jidatnya. la jadi sengit, tetapi ia bersangsi,
untuk berlaku telengas. Ia ingat pesan ayahnya, untuk tak
sembarangan melukai orang, sedang urusan ada urusan kecil.
Dalam saat kesangsian dari si nona, tiba-tiba antara
gombolan muncul satu anak muda, yang mukanya putih,
romannya cakap, begitu lekas ia hunus pedangnya, ia lompat
meriyatukan diri di medan pertempuran itu!
Inilah Teng Hiauw, puteranya Teng Kiam Beng, ahli waris
dari Thaykek-pay di Pooteng, atau cucunya Thaykek Teng,
jago dari Thaykek-koen, yang kesohor buat tiga macam ilmu
kepandaiannya: Tangan kosong Thaykek-tjiang, pedang
Thaykek-kiam, dan senjata rahasia Kimtjhie-piauw. Kiam Beng
belum bisa Iawan ayahnya, tetapi ia sudah sukar
tandingannya, dan anaknya ini, Teng Hiauw, dalam umur
sembiian belas tahun, sudah berkepandaian tak tercela, malah
dalam halnya Kimtjhie-piauw, ia sudah mewariskan dclapan
atau sembiian bagian, cepat sekali, ia mendesak kepandaian
ayahnya.
Sebagai anak muda, Teng Hiauw beda daripada yang
kebanyakan, ialah ia tidak suka terlalu bergaul. Ayahnya suka
mencrima banyak murid, tidak demikian dengan engkongnya,
maka juga muridnya Thaykek Teng melainkan satu, ialah Lioe
Kiam Gnu Kiam Beng mempunyai banyak murid,
yang
mewariskan ja, belum ada, malah murid-muridnya itu, ia
serahkan pada beberapa muridnya yang paling maju. Dengan
sekalian soeheng dan soeteenya, Teng Hiauw pun tidak
bergaul rapat. Bisadibilang, ia belajar sendirian saja.
Pada hari itu, Teng Hiauw keluar scorang diri, dengan
membawa pcdangnya, dan menuntun scckor anjing pemburu.
Ayahnya lalu pergi kc rumah perguruan luar, untuk menilik
murid-muridnya. Hawa udara hari itu bagus sekali, ia ketarik
untuk memburu. Ia pun pergi ke luar kota. Di saat ia sampai
di luar rimba, ia dengar harimau mengaung, hingga burungburung
dan beburonan lainnya kaget dan terbang, lalu kabur.
Malah anjingnyapun sungkan maju. Dengan menghunus
pedangnya, ia maju seorang diri. Ia berkeinginan akan coba
melayani sang raja hutan. Ia mencari, ia dengar gerungan
berulang-ulang, lalu sirap, diganti dengan suaranya senjatasenjata
beradu. Ia hcran. Sambil menyimpan pedangnya ia
maju tcrus, ke arah dari mana suara berisik datang. Ketika
kemudian ia tiba, ia lihat satu pertempuran. Ia scmbuny ikan
diri di dalam gombolan
dari mana ia memasang mata, terutama ia awasi si nona
yang ilmu pcdangnya sempurna. Si nona sendiri, yang
kuncirnya dua ada mempunyai muka potongan telur yang
cantik dan mans. Adalah ketika si nona nampaknya keteter, ia
menjadi gusar. Memangnya ia sudah mendongkol menampak
satu nona muda dikepung orang-orang Iclaki, yang berjumlah
besar.
Tatkala hu satu guru silat Keluarga Hoa, yang bcrgegaman
tombak Ngobie-tjie, lagi desaksi nona dengan tusukan
?Tjheeliong pabwee? atau ?Naga hijau menggoyang ekor?. Ia
menusuk dari kanan, pada muka orang.
Si nona mundurkan kaki kiri, lalu kaki kanannya
menggeser, seraya berkelit dan maju secara demikian, ia
menikam hadi Iawan dengan tikaman ?Tokwa kimlcng? atau
?Menggantung kelenengan cmas?.
Penyerang itu melihat tikaman liehay, ia loncat mundur,
justru si nona hendak maju mengejar, dari kiri dan kanannya
menyambar sepasang gaetan Hoetjhioe-kauw dan sebatang
golok besar Kimpwee-too. Karena tidak sempat menggunakan
lagi pedangnya, Liongboen-kiam, nona itu terpaksa elakkan
diri dengan lompat melesat dengan gerakan ?Lengyan tjoanin?
atau ?Walet tembusi mega?, melewati kepala musuh, hingga
mereka ini, yang kena dilangkahi, jadi gusar dan sengit, pula.
Golok Kimpwee-too menyambar selagi sinona baharu taruh
kakinya.
Nona itu pun mcnjadi sangat gusar, ia putar tubuhnya dan
mcnangkis, scsudah mana, ia balik mendesak. Ia masih sangsi
akan meminta korban jiwa. Adalah di saat itu, datanglah
bantuan yang ridak diminta, yang tak disangka-sangka.
Teng Hiauw tidak melulu gunai pedangnya, malali
mendahului itu tiga batang piauw menyambar saling sosul,
pada musuh yang bersenjatakan Ngobie-tjie, Kimpwee-too
dan satu pula, yang mcncckal Tan-too, golok sebatang.
Dua yang pcrtama ? adalah Hek Tjit yang mencekal
Kimpwee-too -ada orang-orang Kangouw ulung, mereka
dengar angin menyambar, mereka berkelit, tapi kawannya,
yang memegang Tan-too, terserang tangannya bagian nadi,
tidak ampun lagi, goloknya terlepas dan jatuh ke tanah.
?Kawanan jahanam, jangan hinai orang perempuan!? Teng
Hiauw mencaci seraya ia melompat maju.
Dua-dua pihak, kawanan guru silat dan si nona,
tercengang, tapi karena si anakmuda sudah maju, mereka tak
sempat bengong saja. Pahlawan Keluarga Soh membentak:
?Kau siapa? Kenapa kau usilan? Apa kau hendak mengantari
jiwamu?? Tapi ia bukan dapat jawaban, hanya serangan.
Kedua guru silat Keluarga Hoa, yang bersenjata tombak
dan sepasang gaetan, maju untuk menangkis, mereka tak
takut, malah mereka penasaran. Yang pegang gactan hcndak
gact pedangnya Teng Hiauw. Teng Hiauw gunai ilmu pedang
Thaykek Kieboen Sipsam-kiam untuk mclayani musuh, ia
berkelahi dcngan sungguh-sungguh, dengan lekas ia dapat
mendesak musuh-musuhnya, hingga mereka menjadi repot.
Si nona saksikan ilmu silatnya pemuda itu, ia heran, hingga
ia mengawasi dcngan penuh perhatian.
Selagi pcrtcmpuran berjalan, tiba-tiba pahlawannya
Keluarga Soh berseru: ?Eh, eh, apakah kau bukannya Teng
Kongtjoe??
Dengan keras -Teng Hiauw menyampok kedua senjata
musuh, lantas ia awasi pahlawan itu.
?Ya! Habis kau mau apa?? Tapi, begitu lekas ia melihat
mukanya, ia merasa bahwa ia pemah melihat orang
itu.
Dengan tiba-tiba, pahlawan itu tertawa.
?Benar-benar Teng Kongtjoe!? ia kata. ?Iniiah yang
dibiiang, air banjir . menyerbu gerejanya si Raja Laut! -? Hayo
berhenti, berhenti, semua orang
sendiri!?
Scruan yang belakangan ini ada untuk kedua guru silat
Keluarga Hoa, hingga mereka itu tercengang. Mereka memang
heran, kenapa pemuda itu, yang romannya seperti sioetjay,
liehay ilmu silatnya. Tapi sekarang mereka heran, kenapa
musuh itu dikatakan ?orang sendiri?.
Teng Hiauw ingat dengan cepat. Pahlawan itu ada
pahlawan utama dari Keluarga Soh, dia pemah datang ke
rumahnya dan ayahnya pernah mcmperkenalkan dia
dengannya. Dia itu ada Kimtoo Hek Tjit si Golok Emas. Karena
ia tak gemar bergaul, ia lupai pahlawan itu. Ia hanya tidak
mengetahui, kenapa Hek Tjit menghina si nona.
Si nona jadi bcrtambah heran. Tiba-tiba lawan, tiba-tiba
kawan, itulah aneh. Ia lantas mundur, dengan menyiapkan
pedangnya, ia mengawasi dengan bersenyum tawar.
Teng Hiauw pun berdiam, ia bersangsi. Sudah lewat enam
belas tahun sejak ayahnya bcrsahabat dengan Soh Sian Ie,
persahabatan yang membuat ayah itu berpisah dari Lioe Kiam
Gim.
?Maafkan kami, kami tidak tahu nona ini adalah
sahabatmu,? kata Hek Tjit sambil memberi hormat. Kepada si
nona, ia pun tcrus berkata: ?Iniiah salah mengerti, Nona,
harap kau tidak kecil hati. Sebenarhya sebab mengagumi
kepandaian Nona, kami lancang maju untuk mencoba-coba?.?
?Siapa bilang dia ada sahabatku?? ia berkata kemudian. ?Aku
tak temahai harimau itu! Kau oranglah yang main gila, dari itu
nonamu hendak mengajar adat!?
Sehabis berkata demikian, nona ini masuki pedangnya ke
dalam sarung,
lalu sambil tertawa dingin, ia putar tubuhnya, untuk pergi
sambil berlari-lari. Ia gunai ?ilmu iari ?Tcngpeng touwsoei?
atau ?Menyeberang sambil injak kapu-kapu?. Dia lenyap
dengan ccpat antara gombolan. Teng Hiauw terperanjat.
?Sampai nanti!? kata ia, yang lantas memasuki pedangnya ke
dalam sarungnya, lalu ia lari, akan susul si nona. Ia rada
mendongkol, karena orang
berlalu tanpa menghaturkan
terima kasih, dan agaknya si nona juga memandang rendah,
rupanya si nona itu sangka ia ada kawannya rombongan
pahlawan dan guru silat itu. Ia gunai ?Thaykek Hengkang?.
hingga sebentar kemudian, ia dapat mencandak.
Nona itu seperti juga tak tahu orang
mengejar ia,
meskipun jarak di antara mereka berdua tinggal satu tumbak
lebih, hanya sekarang, dengan tiba-tiba, lari nya
dikencangkan.
?Nona, tunggu!? Teng Hiauw meneriaki.
Nona itu Iari tcrus, ia tak memperdulikannya.
?Nona, tunggu1 Aku hendak bicara!?
Masih saja nona itu lari, tanpa menyahuti, tanpa menoleh.
?Nona, dengar aku!? Teng Hiauw berteriak pula, dcngan
mendongkol. ?Aku hcndak bicaral Jangan kctcrlaluan!?
Tiba-tiba nona itu berpaling.
?Habis kau mau apa?? menjawab dia, dengan ketus. ?Siapa
surah kau bantui aku? Apakah kau kira aku tidak mampu hajar
kawanan anjing babi itu? ? Lekas kembali! Kita orang bukan
sanak, bukan sahabat. jangan ganggu aku!?
Teng Hiauw bersangsi, akan tetapi ia mengejar terus,
sebagaimana si nona tidak hcntikan tindakannya, dan
sedangnya ia mengejar, sekonyong-konyong nona itu ayun
sebelah . tangannya ke belakang, lalu tiga buah Thielian-tjie
menyambar saling-susul. Ia sebenamya niat berkelit tetapi tiga
buah senjata itu mengarah kiri-kanan dan atasan kepalanya,
dari itu, ia antapkan saja. Ia mengerti, si nona mciainkan
menggertak.
?Nona, jangan keterlaluan,? berkata ia, tetap dalam
kcsangsian.
?Aku bukannya niat bcrsahabat sama kau, tapi kau
membutuhkan penjelasan! Kenapa kau berlaku begini
kepadaku? Aku bantu kau karena aku tidak senang melihat
orang hinakan si lemah. Kau dikepung mereka, begaimana
aku bisa menonton saja?
Itu toh bukan perbuatan orang Kangouw! Kenapa kau
serang aku dengan ecnjata rahasia? Tapi aku tak hiraukan itu,
aku bukan tukang hinakan si lemah! Aku lebih suka lawan si
kuat!? Mendadakan ia tertawa, sccara dingin, lalu ia
tambahkan: ?Baik, baiklah, anggap saja aku keliru mata, aku
tak kenali kau satu cnghiong pcrempuan! Aku tak berani
berkenalan sama kau! Nah, persilakan, Nona, aku tak harap
bertemu pula denganmu!?
Teng Hiauw benar-benar putar tubuhnya, untuk iari balik,
akan pulang.
Sejak itu, pemuda ini merasa tak enak hatinya. Ia ingin
mengetahui, siapa si nona baju mcrah, ia tidak berdaya. Ia
pikir untuk tanya ayahnya, ia tidak berani, ia kuatir ayahnya
tegur padanya yang sudah berani lawan pahlawan Keluarga
Soh, yang ada sahabat ayahnya itu.
Sclang beberapa hari, datanglah Kim Hoa, murid kepala
dari Teng Kiam Beng. Dia datang dari Hoolam Sejak tiga tahun
yang lalu, dua sudah dapat perkenan buat pergi merantau,
akan mencari pengalaman dan sahabat lni ada biasanya untuk
mu-rid-murid tamatan supaya si murid. sekalian angkat dcrajat
kaumnya. Siapa dalam tempo tiga tahun bisa dapat nama, dia
ada hak untuk berdiri sendiri. Dan Kim Hoa, selama itu,
peroleh juga nama. Baharu sekarang dia pulang.
Teng Kiam Beng girang, Teng Hiauw girangjuga.
Sebenamya, Kim Hoa berbakat kurang bagus, tetapi ia rajin
luar biasa, dari umur empat bcl as, ia belajar sampai umur dua
puluh lima, maka selama sebelas tahun, ia berhasil mendapati
kepandaiannya itu. Ketika ia mulai masuk belajar, Kiam Beng
belum membuka rumah perguruan secara umum, dan Teng
Hiauw masih kecil. Cuma dengan Kim Hoa, Teng Hiauw suka
bergaul rapat.
?Biasanya, gelombang Sungai Tiangkang yarig di bclakang
mendorong gelombang yang di depart, dan orang dalam
dunia,.yang muda menukar yang tua,? kata Kiam Beng sambil
menghela napas. ?Kau telah merantau, coba kau tuturkan
pengalamanmu. Bagaimana orang anggap tentang kaum kita
Thaykek-pay? Apa orang suka mengalah padamu??
Kiam Beng beradat tinggi, walaupun soehengnya pernah
memberi nasihat, ia sukar ubah itu. Dcmikian di depan
muridnya ini, ia hunjuk kcangk uhannya.
?Mcnycbut kau, Soehoe, orang Kangouw ada hargai kau,?
sahut Kim Hoa. Tapi ia bicara bcrtcntangan sama liangsimnya.
Ia kuatir dapat teguran kalau ia bicara secara jujur. Menyebut
nama gurunya, ia agaknya dipandang acuh tak acuh, tapi
kalau ia sebut Lioe Kiam Gim, siapa pun sambut ia dengan
manis. ?Teetjoe merantau tiga tahun, tidak banyak
pcngalamanku. Di antara empat Golongan Siauwlim-pay, ialah
Pouwthian, Siong-san, Lamhay dan Ngobie, nampaknya ilmu
silat mereka Sinkoen dan Tjappehdi Hantjioc makin tambah
mahir, di Sclatan dan Utara, mereka kesohor. Di dunia
Kangouw, sekarang ada dua orang yang bagaikan kata-kata
?naga sakti, kelihatan kcpalanya, tidak ckornya?, dan satu di
antaranya, rupanya ada dari Thaykek-pay kita.?
?Begitu?? Kiam Beng tertawa. ?Coba kau jelaskan, siapa dia
itu?7??
Kim Hoa kenal baik sifat gurunya.
?Biar bagaimana, mana dapat mereka dibandingi dengan
Soehoe,? ia jawab.
?Tapi Kim Hoa, jangan kau menyamakan saja, engkau juga
hams menjelaskannya,? guru itu mendesak.
?Orang yang kesatu berumur mendekati empat puluh
tahun,? Kim Hoa lalu menutur. ?Dia biasadandan sebagai anak
sckol ah, romannya mirip dengan sioetjay tolol, orang sebut
dia Thicbian Sieseng si Mahasiswa Muka Besi, namanya
Siangkoan Kin. Selama empat musim dari satu tahun, dia
selalu bawa-bawa kipas, katanya kipas itu adalah
gcgamannya, yang dipakainya sebagai totokan Tiamhiat-kwat,
untuk menotok tiga puluh cnam jalan darah orang. Katanya
dia telengas, banyak orang Kangouw busuk yang telah rubuh
di tangannya.?
?Apakah kau pernah bertemu dengannya-?? Kiam Beng
potong.
?Belum, aku baharu dengar saja.?
Kiam Beng tertawa.
?Demikian umumnya!? kata ia dengan pandangan enteng.
?Di kalangan Kangouw banyak sekaii tukang gertak,
sampaipun Tjeethian Tayseng katanya ada soeteenya! Siapa
sudi main percaya saja? Sebenamya. ahli Tiamhiat bisa
dihitung dengan jari tangan! Di Barat-selatan, yang paling
kesohor adalah Kaum Keluarga Hek di Propinsi Soetjoan, dan
di Utara Kouw Hoei In dari Titlce. Pemah aku coba Kouw Hoei
In, dipadu dcngan aku, dia#ada sama liehaynya. Kita tak
mampu sating mcnotok. Aku bukan ahli Tiamhoat, tctapi Hoei
In tidak mampu jatuhkan aku!?
Inilah ?pen yak i tnya? Kiam Bcng, kalau bicara. dia suka
bawa-bawa dinnya. Tapi sckali ini, dia lekas
menambahkannya. la kata: ?Kouw Hoei In demikian rupa,
apalagi Thiebian Sieseng Siangkoan Kin! Sekarang kau sebut
itu seorang lagi yang kau bilang dari kaum Thaykek-pay ?
sebenarnya dia orang macam apa??
?Dia itu terlebih aneh lagi,? sahut Kim Hoa. ?Tak pemah
sccara terang-terangan dia muncul di muka umum, tak suka
dia berkunjung kepada sahabat-sahabat, selalu dia bckerja
secara diam-diam. Dia liehay untuk ilmu pedangnya. Selama
Soepeh mengasingi diri di Khockcc-po dan Soehoe menerima
murid, selama belasan tahun, baharu ini pertamakali tectjoe
dengar namanya. Katanya dia masih muda, baharu berumur
dua puluh lebih, kecuali pedang, dia pandai gunai pisau belati,
dia biasa menyeterui pembesar ncgcri. Jarang yang ketahui
namanya tctapi gampang orang kcnali romannya,, karcna dia
?berkepala seperti kepala macan tutu! dan bcrmata seperti
mata harimau?, potongannya kasar. Pcmcrintah telah lukiskan
gambamya, untuk bekuk dia.
Sebegitu jauh, be?lum pemah dia kena ditangkap.?
?Kalau begitu, dia tentu ada anggota Piesioe-hwee?? kata
Kiam Beng sambi I kerutkan al is.
?Kau benar, Soehoe!? kata Kim Hoa tiba-tiba. ?Aku ingat
sekarang. Ada yang mengetahui dia ada angkatan muda dari
Piesioe-hwee, yang di matanya pemeri nt ah Boan ada
bagaikan paku saja.?
Wajahnya Kiam Beng berubah.
?Ingat, jangan kau campur pihaknya Piesioe-hwee!? la
pesan muridnya. ?Itulah perkumpulan paling
bcrbahaya!?
?Bagaimana berbahayanya?? mendadakan Teng Hiauw
balas menanya. la ada taruh pcrhatian besar untuk
kctcrangannya Kim Hoa tapi dia diam saja. ?Apa itu ada
kumpulan tukang bunuh orang dan merampok??
?Lebih bcrbahaya lagi!? terangkan sang ayah. ?Piesioehwee
menyeterui pembesar negeri dan cara bekerjanya
senantiasa bergelap! Coba pikir, apa kita boleh campur
mcrcka?? la menghela napas, lalu ia tambahkan: ?Aku pun
tidak terlalu sukai pembesar ncgcri, dari yang berpangkat
besar, sampai yang tcrendah, dalam sepuluh, sembilan ada
tukang ganggu rakyat jelata. Ini aku ketahui baik. Kita ada ahli
silat sejati, penduduk baik-baik, buat apa kita campur mereka
itu? Inilah sikapku, yang menyebabkan kawan-kawan dari
Rimba Persilatan tak sukai aku.
Kita beberapa orang, mana kita sanggup urus negara?
Maka aku buka rumah perguruan silat, untuk siarkan pelajaran
Thaykek-pay. Mclainkan untuk ini, kadang-kadang aku
berurusan sama pihak pembesar, tctapi inilah karena terpaksa.
Orang tidak hendak mempedulikan aku, apa aku bisa bilang??
Kiam Beng jadi lesu, tanda ia berduka.
Kim Hoa lantas menghiburi guru itu.
Teng Hiauw awasi ayahnya, ia tak mengcrti. Inilah
kesukarannya. Sebab ayahnya ?tak dimengerti? oleh sahabat
dan umum, ia sendiri turut kekurangan sahabat. Sebenarnya
ia girang melihat Iain-Iain pemuda berlatih silat sama-sama,
dengan gembira sckali ia ingin bergaul dengan mereka itu, apa
daya, orang seperti mengasingkan ia, ia diterima secara tawar,
sehingga hatinya tak tentaram sendirinya. Ia heran, kalau
ayahnya tahu pembesar ncgcri busuk, kenapa ayah itu
bersahabat sama Keluarga Soh. la tahu, dan ia telah lihat
sendiri, bagaimana galaknya pahlawan-pahlawan dari Keluarga
Soh itu. Ia tak setujui ayahnya, tapi ia tutup mulut, ia tidak
bcrani mencntangi. Dalam kesangsian ia sampai pikir untuk
pisahkan diri dari ayahnya itu. ?Soehoe, apa Soehoe bisa
duga, murid siapa adanya pemuda yang disangka tergolong
Kaum Thaykek-pay itu?? Kim Hoa kemudian menanyakan
gurunya. ?Soehoe toh tahu baik, siapa adanya ahli Thaykck
sekarang ini.?
Kiam Beng kerutkan alis. ?Tentang Kaum Thaykek-pay,?
kata ia, ?kecuali Lioc Socpchmu di Khokee-po, ada lagi di
Hoolam Dia itu bcrnama Tan Peng. Soepehmu mempunyai
beberapa murid saja, berapa jumlahnya, aku tidak tahu pasti,
tctapi ia tcrima murid jauh lebih sesudah aku, maka aku
percaya pemuda itu bukan muridnya. Mustahil dalam
tempo kira-kira sepuluh tahun, orang bisa mewariskan murid
demikian liehay? Aku duga, dia ada murid alau turunan dari
Thaykck Tan. Golongan Thaykck Tan itu ada hubungan sama
maju-mundurnya Thaykek-pay selama beberapa puluh tahun
ini?.?
Bicara hal Thaykek-pay, segera Kiam Bcng nampaknya
bersemangat. ?Pada kira-kira liga puluh tahun yang lampau,
selama zaman Kaisar Tong Tie, Thaykek-pay ada kesohor
sckali,? demikian ia mclanjutkan. ?Dacrah Kota Raja seperti j
uga daerah Thaykek-pay. Nama besar itu diciptakan karcna
jasanya Vo Louw Sian, murid luar biasa dari Hoolam Thaykek
Tan itu.?
Kim Hoa ketarik, ia pasang kuping. Teng Hiauw pun diam
mendengari.
? Yo Louw Sian ada murid pen utup dari Thaykek Tan Tan
Tjeng Peng,? demikian Kiam Beng. ?Murid pemitup berarti
mund tcrmuda urutannya. Bukan main sukarnya Yo Louw Sian
dapat mcmperoleh kepandaiannya itu, bukan gampang seperti
kau orang. Dia asal Kongpeng-hoe di Titlcc Dia lakukan
perjalanan ribuan lie untuk sampai di Hoolam, ? untuk
merantau. Satu kali, ia bertemu sama salah satu murid Tan
Tjeng Peng, ia dapat dikalahkan. Yang bikin ia sangat malu,
belakangan ia dengar, lawan itu justru ada murid paling buruk
dari Tan Tjeng Peng. Karena ini, ia ingin berguru pada Tan
Tjeng Peng.
Tempo ia majukan permintaan, ia ditolak mentah-mentah.
Memang Tan Tjeng Peng tidak sembarangan menerima murid.
Beberapa tahun telah lewat sejak Louw Sian ditolak. Selagi
Tan Tjeng Peng sudah lupa hal itu, ada satu pcngcmis gagu
yang sctiap hari datang menyapui salju di depan rumahnya.
Thaykek Tan berkasihan, dia terima si gagu membujang
kepadanya. Pada suatu malam, selagi Thaykek Tan pimpin
murid-muridnya, ada terdengar suara hclaan napas. Hampir
orang itu discrang murid-muridnya Thaykek Tan, baiknya sang
guru keburu menccgah. Dia itu ada si gagu, malah dia lalu di
kenali sebagai Yo Louw Sian. Saking ingin bclajar pada
Thaykek Tan, dia rela menjadi bujang dan berpura-pura gagu,
dia ingin mencuri pelajaran Thaykek-koen. Tan Tjeng Peng
jadi terharu untuk kesungguhan orang, ia lalu menerima Louw
Sian sebagai murid Louw Sian sangat ccrdas dan rajin, dalam
tempo tujuh tahun, ia dapat mewariskan kepandaian
gurunya, hingga ia dikirim ke Kota Raja, untuk merantau,
guna mengangkat nama. Yo Louw Sian-tidak sia-siakan
harapan gurunya. Di Kota Raja, orang-orang bangsawan ada
piara guru-guru silat, antaranya Pangeran Siauw Ong paling
banyak gurunya. Louw Sian sengaja datangi pangeran itu,
secara tcrang-terangan, ia majukan tantangan. Ia tidak mau
tanam bibit permusuhan, maka di sckitar tempat pieboc, ia
pasangi jaring, supaya siapa rubuh, dia jatuh ke dalam jaring
dan tidak terluka. Dia bcrmaksud baik, tetapi guru-guru silat
pangeran itu tidak puas, diadikatakan jumawa, dia dipandang
enteng. Dia memang bertubuh kate dan kecil. Akan tetapi,
sctelah orang mulai bersilat, bcruntun bebcrapa orang guru
kena dirubuhkan satu per satu, melainkan Tang Hay Kong dari
Patkwa-pay dan satu tctamu tak dikenal dengan siapa Louw
Sian bertanding sen, dengan begitu, ia jadi ditcrima di dalam
istana pangeran itu sebagai guru silat.?
Kiam Beng berhenti sebentar, akan kcmudian mclanjuikan
pula: ?Dua-dua Thaykek Tan dan Thaykek Teng ada sama
kesohornya, kepandaian engkongmu tak kalah dengan
kepandaiannya Yo Louw Sian, tetapi ia ada pendiam, ia suka
mengalah, maka ia membiarkan Thaykek Tan namanya
membubung.?
Kelihatannya Kiam Beng kagumi Louw Sian, tetapi Teng
Hiauw tidak.
?Ayah, aku tidak setuju!? nyatakan ia.
?Kau artikan apa?? ayah itu tanya, sctelah ia tercengang.
?Ayah, Yo Louw Sian bukannya satu enghiong!? kata sang
anak. ?Dia berkepandaian tinggi tapi dia jadi guru silatnya satu
Pangeran Boan!?
?Kau bersemangat, anak!? memuj i sang ayah, yang
mengurut-urut kumisnya, apabila ia sudah mengetahui pikiran
puteranya itu. ?Akan tetapi kau tidak tahu Hal tak ada
sedemikian sederhana. Tanpa tantangan guru-guru silat
Pangeran Siauw Ong, mana dia bisa angkat namanya? Itu
justru jalan paling ringkas! Dia jadi guru silat, tetapi dia tidak
jadi budak Boan. Dia ada punya maksud lain?.?
Di dalam hatinya, Teng Hiauw berkata: ?Itu bukan jalan
yang ringkas! Dengan mempunyai kepandaian berarti, untuk
apa nama saja?? Tapi ayahnya bicara ten tang ?maksud Iain?,
maka ia tanya ?Apakah itu, Ayah??
?Yo Louw Sian tidak pernah memikirkan akan menurunkan
kepandaiannya pada orang-orang Boan,? menerangkan
ayahnya itu. ?Dia berdiam di dalam istana belum lama, dia
minta cuti dan pulang ke kampungnya, sebagai gantinya, dia
tinggalkan anaknya, Pan Houw. Anak ini lebih cerdik dari
ayahnya. Dia tidak pantangan, dia tcrima saban murid, tetapi
di waktu Wietjiauw -murid berlatih dengan guru ? dia bcrlaku
telcngas. Dia menyerang sungguh-sungguh, dia bikin muridmuridnya,
yaitu guru-guru silat lainnya dari Pangeran Siauw
Ong, menjadi pecah kepala atau patah kaki tangan, menjadi
bcrcacat! Dia kata, begitulah caranya belajar Thaykek-koen,
siapa mau belajar, dia mesti bcrscdia untuk dihajar. Karens ini,
orang pada mundur tcratur, dalam tempo sepuluh hari, sudah
mundur separuhnya. Pangeran Siauw Ong ada punya tiga ribu
pengikur. Selang lagi setengah bulan, sisa murid tinggal
scratus lebih. Pan Houw juga tidak mengajarkan ilmunya yang
sejati. Apa yang ia ajarkan bagus ditonton, dan bisa bikin
tubuh sehat, tetapi kegunaannya sebagai ilmu silat, ia tidak
turunkan, jadi pelajarannya itu tak dapat digunai. Dari tiga
ribu murid,
cuma satu Goan Tjoan Yoe yang berhasil, tapi dia
ini pun peroleh kepandaian sesudah dia tidak jadi guru silat
lagi. Ada orang-orang Boan yang berpangkat, besar dan kecil,
yang berguru pada Louw Sian, ayah dan anak, mereka
ditcrima dengan baik, akan tetapi pclajaran yang dia orang ini
dapatkan, semua tak dapat dipakai berkclahi. Maka akhirnya
Tan Sioe Hong, ahli Thaykek dari Kongpeng, diam-diam
menanyakan Yo Pan Houw, katanya: ?Thaykek-koen ada yang
lemah dan keras, kenapa diPakkhia semuanya lemah??
Mulanya Pan Houw tidak menjawab, ia ganda tertawa,
bclakangan, ia bilangjuga: ?Di Pakkhia kcbanyakan orang
bangsawan, mereka bclajar silat untuk suka-suka saja. Sifat
tubuh orang Han dan orang Boan pun bcrlainan. Orang Boan
bukan orang Han, kau tahu tidak?? Atas itu, orang tidak tanya
melit iagi. Dcmikian, walaupun Thaykek-koen maju, muridnya
yang berarti tidak ada, hingga kemajuan itu ada kemajuan
berarti kemunduran. Tidak dcmikian dcngan Siauwlim-pay.?
Baharu sekarang Teng Hiauw insyaf, tapi dia tetap tidak
setuju Yo Louw Sian menjadi guru silat orang Boan. Ia pun
dapat suatu perasaan. Mcngcnai Thaykek-pay, di samping
Kaum Teng, ada juga Kaum Tan. Ia duga, pada tipu-tipunya,
mesti ada perbedaannya. .
?Kenapa aku tidak mau gabung itu, untuk dapati keduaduanya??
ia berpikir. Ia juga kagumi caranya?atau iebih
benar, keuletannya Yo Louw Sian. Lclakonnya orang she Yo itu
ada suatu anjuran untuk ia.
?Kim Hoa, aku hendak pergi ke rumah perguruan,? kata
Teng Kiam Beng sehabis bercerita, ?pergi kau temani si Hiauw,
memang sudah lama kau orang tidak pemah bertemu.
Baharu saja si Hiauw pelajarkan ilmu tangan kosong
melawan scnjata, dia sedang gatalnya karena tidak ada yang
layani berlatih, sedang aku tidak punya kesempatan, baik kau
yang main-main dengannya.?
Kim Hoa manggut pada gurunya itu, yang terus pergi.
Bcgitu lekas berada berduaan, dcngan tari k tangan
sochcngny a, Teng Hiauw ajak socheng itu pergi ke lapangan
piranti bcrlatih. Mereka jalan sambil bcrlari-lari dan
Iclompatan. Dan bcgitu sampai, soetee ini sudah lantas buka
bajunya dan pasang kuda-kuda dcngan sikap ?Tjhioehoe
piepee? atau ?Mementil piepee?.
?Socheng, hayo kau masuki, tetapi kau mesti mengalah!?
adik seperguruan ini menantang, sambil tertawa.
Kim Hoa loloskan pedangnya, untuk dihunus.
?Jangan sungkan, Soetee,? kata ia sambil tertawa juga.
?Kau lebih liehay daripada aku. Kau waspada, jangan kau
nanti hajar aku sampai aku tidak mainpu bangkit lagi?.?
Setclah itu, soeheng itu maju menycrang, pedangnya
dibalingkan ke kiri dan kanan.
Teng Hiauw mengubah sikapnya, ia berkelit, lalu dengan
tiba-tiba, ia lompat merangsang, ia menyerang dengan dua
tangan berbareng.
Kim Hoa hendak tabas kedua tangannya si soetee, tetapi
Tcng Hiauw sudah mcndahului tarik pulang tangannya itu,
untuk selewatnya pedang, menyambar muka dengan tangan
kanan, hingga soeheng ini mesti mundur, karena ia tidak
sempat memutar pedangnya.
?Soetee sudah maju banyak,? pikir ia.
Karena ini, Kim Hoa mendesak, ia putarkan soetee itu,
siapa sebaliknya hunjuk kegesi tan tubuhnya, akan keiit
sesuatu tabasan atau tikaman, hingga mereka jadi bertanding
dengan sera. Mereka baharu berhenti kctika Kim Hoa kirim
tusukan yang liehay, untuk lolos dari mana, Tcng Hiauw
berlompatjauh.
?Nah, apa aku bilang, Soeheng, aku bukannya tandingan
kau!? kata soetee itu sambil tertawa.
Socheng itu bersenyum.
?Pclajaranmu sudah maju, Soetee!? kata ia. Tapi tiba-tiba
iacekal tangan orang, matanya mengawasi dan alisnya
mengkerut. ?Man, Soetee, aku hendak tanya kau!? ia
tambahkan.
Teng Hiauw bcrsangsi tapi iaikuti soeheng itu. Mereka
duduk di bangku batu.
?Ada apa, Soeheng??
?Kita telah berpisah tiga tahun, Soetee, tapi seperti dahulu,
kita haras omong dengan terus-tcrang, bukankah?? sahut sang
soeheng.
Teng Hiauw heran, ia manggut
?Tak usah kau tanyakan itu, Soeheng?
Kim Hoa geser tubuhnya lebih dekat.
?Soetee, aku lihat kau sedang memikirkan sesuatu??
nyatakan ia.
Teng Hiauw bcrdiam, ia melengos dari sinar matanya
soeheng itu. Tapi. selagi si soeheng masih awasi ia. ia tanya:
?Bagaimana Soeheng ketahui itu??
?Aku lihat itu dari caranya kau bertempur barusan. Di
waktu mau menyerang, kau nampaknya bersemangat, tapi
setelah serangan dikirim, kau lambat, kau seperti ragu-ragu.
Itu ada tanda semangat tidak terpusat. Cara berkelahi itu
membuat kau mundur?. Thaykek-koen inginkan sebaliknya,
ialah ketabahan hati. Kelihatannya kau bisa menangkan aku,
kesudahannya. kau yang terdesak ?
Kim Hoa sudah berpengalaman. matanya jadi tajam.
Teng Hiauw berbangkit, matanya memandang ke lapangan
latihan di luar mana ada bukit merah.
?Scbcnarnya tidak apa-apa. Soeheng,?sahut ia kemudian.
sambil ia tertawa. ?Pada beberapa han yang lalu, aku nampak
suatu kejadian yang kurang menyenangkan hatiku.?
Selama mendengari, Kim Hoa nampaknya ada menaruh
perhatian besar, ia heran, tapi setelah Teng Hiauw tutup
ceritanya, lantas ia mengatakan: ?Keterangan kau membikin
aku ingat suatu orang, bisa jadi nona itu dia adanya. Biar aku
sclidiki dalam tempo beberapa hart, aku nanti kasih
kctcrangan pada kau.? Benar seperti janjinya, selang beberapa
hari, Kim Hoa sudah dapat membenkan jawabannya. Dia kata:
?Benar dianya! Nona uu mirip dcngan hantu perempuan!?.?
?Siapa dia itu?? Teng Hiauw mcncgasi.
?Kcccwa kau mcnjadi bcsar di Pooteng!? sahut Kim Hoa,
yang tidak segera hendak menyebutkan nama orang. ?Nona
begitu kesohor, umpama kata kau beium pernah mclihatnya,
sedikitnya kau mesti pernah dengar!?.?
?Jangan mengganggu aku, Soeheng!? Teng Hiauw
banting-banting kaki ?Siapa dia itu??
Kim Hoa kuatir orang gusar.
?Apakah kau kenat Kiang Ek Hian, Ahli Waris dari
Bwechoa-koen?? ia mcnanyai. ?Dia ada cucu perempuan dari
Kiang Ek Hian itu. Dia ada Angie Oehiap Kiang Hong Kcng si
Baju Merah.?
Tcng Hiauw tidak tahu jelas perihal si nona atau
keluarganya itu.
?Coba Soeheng tuturkan ?lebih jelas,? ia memohon.
Kim Hoa meluluskan, ia membcrikan penjelasannya.
Untuk Shoatang dan Hoopak dua propinsi, pusat ilmu silat
ada Kota Pooteng di Hoopak, dari itu banyak ahli waris, atau
ketua kaum persilatan, berdiam di kota ini, di antaranya yang
paling ternama adalah Tjiong Hay Peng dari Hengie-pay, Koan
IeTjeng dari Banseng-boen dan Teng Kiam Beng dari
Thaykek-pay. Seorang iagi adalah Kiang Ek Hian dari
Bweehoa-koen. Ek Hian berusia paling tinggi,
sudah enam puluh tahun lebih, dari itu, untuk Kiam Beng,
dia terhitung tjianpwee, angkatan terlebih tua. Anaknya, Ek
Hian telah menutup mata dcngan meninggalkan satu anak
perempuan ialah Hong Keng, maka engkong dan cucu tinggal
berduaan saja. Si nona mempelajari ilmu silat, iacerdik dan
bakatnya baik, ia maju dengan pesat, hingga ia sangat
disayang dan dibanggai engkongnya, yang bawa ia merantau,
hingga kemudian lagi, nona itu dapat perkenan untuk keluar
sendirian.
Tcng Hiauw pernah dengar namanya Kiang Ek Hian, tapi ia
tidak bcrgaul, ia tidak tahu hal cucu perempuannya. Lalu ia
menanyai alamat orang.
Ditanya begitu, Kim Hoa menarik napas.
?Selayaknya Soehoe bergaul dengan orang-orang
scbangsa Kiang Ek Hian itu,? kata ia, ?sayang karena sikapnya
Soehoe, perhubungan jadi sepcrti renggang, hingga kau tidak
kctahui alamatnya! Apa ini namanya orang yang sama-sama
tinggal di Pooteng??
Teng Hiauw berdiam ?Rumahnya Kiang Ek Hian gampang
untuk dikenah,? Kim Hoa mencrangkan. ?Selewatnya pasar di
Seetoa-kay, kau menuju ke selatan, di ujung itu ada sebuah
rumah besar yang di luar pintunya ada sepasang singa batu,
itulah dia. Apa kau perlu diantar??
?Soeheng pandang aku sebagai bocah cilik saja!? kata
Teng Hiauw sambil tertawa ?Aku toh besar di Pooteng!?
?Apa kau hendak mengunjungi orang tua itu?? Kim Hoa
tanya pula. ?Apa kau kegilaan si nona baju merah??
Teng Hiauw tidak menjawab, ia melainkan tertawa. Kim
Hoa menduga benar. Dia memang niat can Kiang Ek Hian, dia
ingin lihat pula si nona, dia cuma tidak mendelu pula terhadap
nona itu.
Di hari kedua, Teng Hiauw benar-benar mengunjungi Kiang
Ek Hian. Ia lakukan itu secara diam-diam. Di karcis nama, ia
bahasakan diri ?boanseng?. Tapi dia ketemu batunya. Ketika
dia sampai di depan rumah, dia ketemu dengan seorang
dengan dandanan sebagai bujang, pada ia itu dia
menyerahkan karcis namanya.
?Oh, Teng Kongtjoe!? kata bujang itu.
Dari lagu suaranya, bujang itu bukan mirip orang desa.
?Lekas bawa masuk!? kata Teng Hiauw, yang tidak ingin
bicara banyak
?Ya, ya,? sahut si bujang berulang-ulang. ?Baik, Kongtjoe,
harap tunggu sebentar.?
Bujang itu kata ?sebentar?, tetapi Teng Hiauw mesti berdiri
menantikan sampai kakinya kesemutan, baharu dia itu keluar
pula, untuk terus menyerahkan karcis nama.
?Maaf, Kongtjoe,? kata ia semban tertawa. ?Menyesal,
Looyatjoe lagi cuci kaki, dia tidak sempat untuk menemui
kau?.?
Bukan kepalang mendongkolnya Teng Hiauw.
?Apakah ini bukan aturan si tukang jaga pintu?? tanya ia.
?Orang datang dengan maksud sungguh-sungguh untuk
menemui?.?
Beium sempat Teng Hiauw turup mulutnya, atau daun pintu
telah digabmki, d isusu I sama suara yang si anak muda
dengar: ?Koko Hok, Looyatjoe menyuruh kau masuk, jangan
kau melayani segala orang pengangguran!?
Tcng Hiauw kenali, itulah suaranya si nona baju merah.
Pemuda ini pulang dengan terus masih mendongkol,
sampai itu maiam dia tak dapat tidur pulas, hingga dia dapat
pikiran: ?Mereka tidak sudi kctcmui aku, mustahil aku tak bisa
ketemui sendiri??
Segera ia loncat bangun, ia mengenakan pakaian
ringkasnya, setelah selesai, ia keluar dari rumahnya, akan
menuju ke rumahnya Kiang Ek Hian.
Malam ada sunyi. Rumahnya Keluarga Kiang gelap-petang,
pintunya tertutup rapat. Rumah itu menghadapi jalan besar,
dan belakangnya bcrbatas dengan sebuah kali. Teng Hiauw
menghampiri tembok belakang ke atas mana ia scgcra loncat
naik, untuk memandang ke sebeiah dalam. Keadaan di situ
tenang scperti di bagian dcpan. Di saat ia hendak meloncat
turun, tiba-tiba ia bcrsangsi.
Hawa scjuk membuat otaknya anak muda ini jadi lebih
tenang, hingga ia sadar. Ia datang melulu karena diliputi nafsu
kemendongkolannya. Di waktu malam ia mcndatang rumah
orang, apa itu bukan perbuatan lancang? Umpama ia bertemu
sama tuan rumah, alasan apa ia punyai? Maka dari itu, ia
celingukan.
Ketika itu sudah jam tiga lewat, sang rembulan sudah turun
rendah. Di antara siuran angin, pelahan terdengar suara sang
gagak.
Teng Hiauw keragu-raguan sekian lama, akhimya ia ambii
putusan untuk turun juga. Ia terpengaruh oleh rasa
penasarannya. Benar sekali ia hendak loncat turun, tiba-tiba
datang sambaran angin dari arah belakang. Itulah sambaran
golok, ia duga. Untuk egoskan diri, ia terus loncat turun.
Menyusul mana, ia tampak berkelebat satu bayangan, yang
loncat turun juga, tetapi sesampai di bawah, bayangan itu
mencelat pula ke atas, ke gunung-gunungan di sebeiah depan,
jauhnya setumbak atau lebih. la lantas lihat seorang berdiri
menghampiri ia, tangannya melambai-lambai.
?Ah!? ia keluarkan suara tertahan.
la sebenamya niat tegur bayangan itu. Ia belum sempat
buka mulutnya, atau bayangan itu berteriak: ?Ada penjahat?
Ia kaget, ia berseru: ?Aku bukannya penjahatl Aku?? ia
berhenti dengan mendadakan. Sambaran angin datang pula
dari belakang, rupanya dari sebuah peluru. la bcrkclit ke kiri,
lalu ke kanan, karena serangan datang beruntun. Tatkala
serangan berhenti dan ia bersiap, penyerangnya tetap tidak
kelihatan, bayangan di atas gunung-gunungan pun turut
amblas. Suasana kcmbali sangat sunyi.
?Aku Teng Hiauw!? pemuda ini berseru, dalam kesangsian
tetapi pun hati panas. ?Aku datang untuk bicara!?
Belum suara itu berhenti, atau dari samping, dari gombolan
pohon seruni. ada sambutan suaranya seorang perempuan,
yang disusul sama munculnya scparuh tubuh: ?Siapakah Teng
Hiauw itu? Kita tidak mempunyai sahabat dengan nama
dcmikian!? Lalu, beberapa biji Thielian-tjic menyambar pula
Teng Hiauw gunai pedang Tanhong-kiamnya, untuk
menangkis, tubuhnya terputar, kemudian ia berlompat ke arah
si nona sambil berseru: ?Nona Kiang, tahan dulu: Aku hendak
bicara!?
Nona itu terus muncul, hingga antara sinarnya si Puteri
Malam, kelihatan nyata pakaiannya scrba merah. Dia ada
Kiang Hong Keng si cantik. Tapi ia muncul untuk lari.
?Nona, tunggu!? berseru Teng Hiauw, yang terus
mengejar.
Nona itu loncat naik ke atas gunung-gunungan, dari sana ia
loncat lebih jauh ke para-para pohon anggur. Selagi Teng
Hiauw menyusul, tiba-tiba ia dengar seruan keras dari seorang
tua. ?Kembalilah!? Menyusul itu, antara suara berisik, sebuah
batu besar melayang datang. Ia segera lompat berkelit
Bolch dibilang di itu saat juga, pada jendela lauwteng di
taman itu terlihat cahaya terang, dari api yang baharu
dinyalakan, disusul sama nyalanya beberapa tenglolcng yang
digantung di cabang-cabang pohon, hingga taman itu menjadi
terang, apinya memain, mendatangkan bayangan daun-daun
atau cabang-cabang pohon. Lalu, dari tempat lebat dengan
pepohonan, muncul beberapa orang?.
Teng Hiauw nampak si nona serba merah, si bujang yang
tadi siang menyambuti karcis namanya dan seorang tua yang
kumis-jenggotnya sudah ubanan tetapi sepasang matanya
tajam mencorong.
?Bocah dari mana berani lancang memasuki rumahku??
orang itu memperdengarkan suaranya yang keren. ?Nyalimu
benar besar!?
Teng Hiauw mcndongkol, akan tetapi ia menahan sabar.
?Kiang Lootjianpwee, aku bukannya orang jahat seperti
barusan aku sudah terangkan,? kata ia. ?Harap kau tidak
menuduh aku?.?
Orang tua itu maju setindak.
?Habis kau datang untuk apa?? ia mencgaskan.
Teng Hiauw bungkam. Ia memang belum punyakan alasan.
Tapi ia tidak bisa berdiam lama.
?Aku datang untuk can Nona Kiang, guna memberi
penjelasan?.? kata ia kemudian.
Wajah orang tua itu berubah seketika.
?Can? cucuku perempuan untuk memberi penjelasan??
kata ia. ?Kau bilang apa ini? Cucuku tidak kenal kau!
Penjelasan apa itu? Jangan-jang?an kau kandung maksud
jelek! Lekas omong terus terang, aku masih bisa memberi
ampun padamu!? Ia baharu mengatakan, atau matanya
bersinar pula. Tangannya pun scgcra menuding. ?Lagu
suaramu menyatakan kau datang dengan maksud baik, tetapi
lihatlah macammu!? ia tambahkan. ?Apa itu di tanganmu?
Untuk memberi penjelasan apa perlu dengan pedang? Kenapa
kau uber-uber cucuku? Kepandaian apa kau andali? Kau
sebenamya kandung maksud apa??
Bukan main mendongkolnya Teng Hiauw, akan tetapi ia toh
sadar. Ia memang membawa-bawa pedang. Dengan tiba-tiba,
mukanya menjadi merah. Ia malu karena baharu ia sudah
kejar anak gadis orang?.
Buru-buru Teng Hiauw masuki pedangnya ke dalam sarung,
lalu ia memberi hormat.
?Maaf, Lootjianpwee,? ia kaia. ?Harap Lootjianpwee tidak
curigai aku. Aku bukannya scorang penjahat. Yang tinggal di
scbcrang sana, Ahli ? Waris Thaykek-pay Teng Kiam Beng
adalah ayahku?.?
Orang tua itu tidak menjawab, ia hanya tertawa dingin.
?Harap Lootjianpwee sukadengar keteranganku,?
menjelaskan Teng Hiauw lcbih jauh. Ia Iihat orang masih
sangsikan padanya. ?Pada beberapa hari yang lalu, selagi aku
pergi berburu, aku melihat cucumu tengah dikepung banyak
orang, dengan suka sendiri, aku bantui ia pecahkan kurungan
itu. Setahu kenapa, tiba-tiba si nona serang aku dengan
Thielian-tjie. Barusan pun untuk menangkis scnjata rahasia
maka aku telah hunus pcdangku.?
?Yaya, jangan dengari dial? Nona Kiang memotong, untuk
cegah engkongnya sahuti si anak muda. ?Ia ada orang busuk!
Dia adalah kawan rombongan orang itu, mereka memanggil
dia dengan panggilan Teng Kongtjoe!?
Baharu Teng Hiauw bilang ?Bukan?? atau si orang tua
sambil mengawasi dia dengan tajam, kata padanya: ?Kiranya
kau ada Teng Kongtjoe, maaf, maaf! Umpama kata kau benar
sudah tolongi dia, tetapi orang Kangouw biasanya tidak
mengharapkan pembalasan budi, maka itu, kenapa kau
datang cari dia di waktu malam buta-rata? Apakah itu untuk
minta dia haturkan terima kasih pula kcpadamu? Laginya,
melihat kcpandaianmu barusan, kepandaian itu masih belum
cukup untuk menolongi cucuku! Dan ada lagi! Ayahmu ada
sahabat baik si orang
besar she Soh, orang-orang yang
kepung cucuku justru ada guru-guru silat keluarga itu, maka
kau, apa kau bukannya bersekongkol dengan mereka itu? Apa
kau bukannya ecngaja mcnolong untuk pedayakan cucuku?
Hayo bilang, bilang!?
Teng Hiauw malu berbareng likat sampai ia mengeluarkan
keringat dingin. Ia pun mendongkol sekali. Memang ayahnya
ada sahabatnya Soh Si an Ie, tapi ia tidak sudi akui bahwa
ayahnya keliru. Ia mendongkol karena dituduh sekongkol
sama rombongannya Hek Tjit
?Kau keliru, Lootjianpwee!? ia lantas membantah, tcrpaksa
ia bicara kcras ?Ayah adalah ayah, anak adalah anak, ayah
ada punya sahabatnya, anak pun ada punya sahabatnya
sendiri! Mustahil karena ayahku kenal Keluarga Soh, lantas
orang-orangnya keluarga itu ada sahabat-sahabatku juga?
Lootjianpwee pun bilang, aku tidak punya kesanggupan untuk
tolongi cucumu. Memang?aku tidak punya kepandaian, aku tak
dapat dibandingkan dengan cucumu yang pandai ilmu silat
pedang Bweehoa-kiam, tetapi toh dengan kepandaianku yang
rendah ini, aku pernah pecahkan kurungan kepada cucumu
pcrcmpuan, hingga dia lolos dari bahaya Lootjianpwee, aku
telah dengar namamu yang besar, yang dihormati, tetapi
pendengaran tidak sama dengan bukti penglihatan.
Rengalamanku masih hijau, aku tak mengerti aturan kaum
Kangouw, tetapi aku tahu, Lootjianpwee harus tunjang
angkatan muda, bukannya karena mengandali ketuaan dan
keagungannya, dia justru menghina si muda!?
Teng Hiauw seperti lupa dirinya, ia cabut pula pedangnya.
Si orang tua belum bilang apa-apa, atau cucunya sudah
hunus pedang.
?Orang she Teng, kau menyindir, kau menghina nonamu!?
ia mcmbcntak. ?Aku mau Iihat ilmu silat pedang Thaykekkiam!?
?Jangan, Keng-djie?!?mencegah si orang tua, yang tank
cucunya itu. Dengan tiba-tiba, sikapnya jadi sabar. Torus ia
awasi si anak muda, ia tertawa Ia kata: ?Kau bemyali besar.
Kau harus mengerti, meskipun ayahmu, apabila dia mencmui
aku, dia mesti hormati aku sebagai scorang tjianpwcc! Karcna
kau ada Ahli Waris Kaum Thaykek-pay, kau mesti mengerti
aturan Kangouw, apabila lain kali kau berternu sama angkatan
tenia, tak boleh kau berlaku kurang ajar begini. Kau tidak
kenal aturan. Kenapa malam-malam kau lancang memasuki
rumah orang? Untuk ini kau harus ditelikung, buat diserahkan
kepada pembesar negeri, alas tuduhan jadi penjahat
Kau juga bawa senjata serta senjata rahasia! Apa begini
caranya untuk mengunjungi kaum tua? Seharusnya aku
mcmberi ajaran padamu, tapi mengingat kau masih muda dan
kurang pengaiaman, aku suka mcmbcri ampun. Kalau lain kali
kau mengacau pula, jangan kau pcrsalahkan aku!?
Teng Hiauw pandang si nona, lalu ia menjura pada orang
tua itu.
?Tjianpwee, terima kasih untuk nasihat kau ini, yang aku
tak nanti lupai,? kata ia. ?Aku mengerti sckarang, aku tidak
berani menenma pula pengajaran kau??
Habis kata begitu, ia putar tubuhnya dan menuju ke pintu
dengan tindakan lebar, tapi sctclah dekati tembok, ia enjot
tubuhnya, naik ke atas tembok pekarangan.
Di sebelah belakang, sambil tertawa, ia dengar suaranya si
nona: ?Bocah itu pernah bcrkata dia tidak mengharap untuk
berternu pula dengan aku, tapi malam ini, tidak kcruan-kcruan
dia datang pula!?.? Setelah itu, ia dengar suaranya si orang
tua: ?Eh, anak bengal, janganlah berlaku kurang ajar! Kenapa
sebut-sebut bocah? Kau tidak punya sedikit juga kehormatan
orang perempuan?.*
Teng Hiauw tidak ambil perduii. ia terus loncat keluar. Tapi
ia tctap mendongkol Diam-diam ia tertawa dalam hatinya dan
kata: ?Aku bersikap keras, lantas tua bangka itu jadi lemas,
aku percaya dia tidak punya kepandaian berarti, namanya
nama kosong belaka?.?
Lantas ia bcrjalan pergi, sesampainya di pinggir kali,
mendadakan di situ ada mcnyambar sebatang panah disusul
sama bcrkclcbatnya satu bayangan, yang keluar dan alingan
tumpukan batu. Bayangan itu berhcnti di dcpannya si anak
muda scraya tangannya dipakai mcnghaiangi-
?Bangsat, kcmana kau hcndak pergi? Lekas tinggal barang
curianmu!? dcmikian dia membentak. Teng Hiauw mengawasi
dengan heran. ia iihat seoring dengan usia tiga puluh lebih,
romannya cakap, tubuhnya tidak tinggi besar dan tidak terlalu
keren, mclainkan sorot matanya tajam. berpengaruh. Ia tidak
takut, malah selagi mendongkol. Ia sekarang ingin
melampiaskan itu.
?Kau adalah si bangsat!? ia membalik. ?Tengah malam
buta rata, kau sembunyi di pinggir kali! Kau bik in orang
kaget!?
Orang itu tertawa cekikikan. ?Siapa membuat kaget?? dia
jawab. ?Siapa surah, tengah malam buta rata ini, kau
kelayapan di sini? Kau menggendol pedang, kau mengenakan
pakaian malam, pasti jalanmu tidak benar! Hayo kau akui
terus tcrang, kau ada bangsat atau tukang perkosa orang
perempuan? Apakah kau tidak bunuh orang? Kau
bicara, barangkali aku masih dapat mengampuni kau!?
Teng Hiauw jadi sangat gusar.
?Kau mau minggir atau tidak?? ia membentak.
?Eh, bangsat cilik, jangan bertingkah!? orang itu menghina.
?Nampaknya kau hcndak bikin pcrlawanan! Bocah, hunus
pedangmu, jikalau kau bisa menangi aku, baharu aku suka
mengasih jalan??
?Kau hcndak mclayani aku?? tanya Teng Hiauw. ?Baik, aku
nanti temani kau! Cabutlah senjatamu!?
Orang itu tertawa sampai mendongak.
?Kau benar, aku memang hendak menjaja! ilmu
pedangmu! Tapi aku bukan mau adu pedang dengan pedang,
aku hendak mencoba pedangmu dengan kedua kepalanku
saja!?
?Sungguh jumawa!? Teng Hiauw berseru saking murka.
?Kau hendak layani pedangku dengan tangan kosong? Kau
tidak can? tahu dulu, siapa aku ini? Mustahil kau belum pernah
dengar liehaynya Thaykek-ldam??
Orang itu menguap, ia ngulet dengan kedua tangannya,
lalu ia tertawa haha-hihi.
?Jangan ngobrol saja!? ia bilang. ?Siapa kesudian cari tahu
tentang asal-usulnya ilmu silatmu? Thaykek-kiam ada
Thaykek-kiam, kau adalah kau! Kau sang bocah, apa kau
ketahui tentang Thaykek-kiam? Jangan kau pandang hina
sepasang kepalanku inil Nah, kau majulah, bangsat cilik!?
Teng Hiauw tak dapat bcrsabar lagi-
?Jikalau kau tidak diberi hajaran, kau tak tahu liehaynya!?
ia berseru. Ia lompat maju, ia menikam orang punya iga kiri.
Ia gunai tipu serangan ?Kauwlie tjoantjiam? atau ?Nona
tangkas menusuk benang?.
Orang itu mengibaskan tangannya, ia menggeser ke
samping kiri, menyerang pundak kiri.
Teng Hiauw berkelit, scmbari kelit, pedangnya menikam
tcnggorokan. Ia bcrlaku scbat bukan main.
Lawan itu benar-benar gesit. Ia berkelit ke samping, lantas
tahu-tahu Teng Hiauw merasakan sambaran angin dari arah
belakangnya. Itulah tanda, musuh sudah bcrada di sebclah
belakang.
SambiI gescr kaki ke samping, Teng Hiauw putar tubuhnya
ke belakang, pedangnya sckalian diayun, dipakai membabat
ke belakang, untuk tabas Iengan orang.
Orang itu tertawa, ia loncat mundur.
?Ke mana kau hendak lari?? berscru Teng Hiauw, yang
lompat mcnyambar, kepada kedua kaki orang.
Itulah gerakan
?Benghouw hokkian? atau ?Harimau galak mendekam?.
Gerakannya Teng Hiauw cepat sekali, akan tetapi itu orang
masih lebih sebat. Dengan satu enjotan, ia angkat kedua
kakinya, bcrbareng dengan itu, dengan tangan kiri di dada, ia
menyabet dengan tangan kanan pada Iengan orang Itulah
pukulan ?Yoeliong tamdjiauw? atau ?Naga mengulur kuku?.
Sambil menyamping, Teng Hiauw geser tangannya, setelah
loios dari bahaya, ia bergerak dari luar kc dalam. menikam iga
lawan.
Orang itu berseru, ia egos tubuhnya, sesudah mana, ia
merangsang pula, saking gesitnya. kembali ia ancam si anak
muda, yang ia arah kcpalanya.
?Kau terlalu menghina!? berseru Teng Hiauw saking panas
hatinya. Setelah kelit kcpalanya, ia menabas, dari bawah ke
atas. Dari kelitan ?Liongheng hoeipou? atau ?Naga terbang?, ia
gunai tikaman ?Hoansin hiankiam? atau ?Mempersembahkan
pedang?.
Ini penyerangan ada berbahaya, tetapi cuma-cuma saja
terhadap lawan yang gesit itu, yang sukar di tikam atau
ditabas, malah dialah saban-saban mengancam.
Teng Hiauw jadi heran.
?Ayah bilang Thaykek Sipsam-kiam tidak ada
bandingannya, kecuali Soepeh,? pikir ia. ?Ayah pun bilang, aku
telah dapati kepandaiannya tujuh atau delapan bagian,
umpama aku merantau, aku tak usah kuatir kena orang
permainkan. Pasti sekali aku percaya kata-kata Ayah itu. Tapi
sckarang aku menjumpai lawan yang bertangan kosong ini?.?
Teng Hiauw tidak tahu, ayahnya punyakan tabiat tak mau
kalah, sedang lawannya ini adalah orang Kangouw dari kelas
satu, tidak saja kepandaiannya liehay, pengaruhnya pun
besar, hingga banyak sekali orang
yang tu-nduk kepada titahntahnya.
Menghadapi lawan scbagai ini, mana bisa ia tidak
jatuh di bawah angin???..
Di sebelah sana, sang lawan juga kagumi tandingan ini,
yang muda tapi sangat gesit dan tangkas, beberapa kali
serangannya yang bcrbahaya. dia itu dapat elakkan.
Teng Hiauw jadi penasaran, segcra ia gunai sccara
sungguh-sungguh tipu-tipu dari Thaykek Kicbocn Sipsamkiam,
untuk desak lawan?itu, sampai sinar pedangnya
berkelebatan bagaikan kilat. Sekarang sang lawan tidak berani
lagi memandang enteng, untuk melayani ia gunai ?Tjaytjhioehoat?
? ilmu pukulan ?Memotong langit?.
Biar bagaimana, Teng Hiauw kalah latihan. ia kalah ulet,
scsudah coba mendesak hebat, dengan sia-sia, ia lantas kena
terdcsak. Tidak lagi ia sanggup kirim tikaman-tikaman atau
bacokan-bacokan yang membahayakan, ia kewalahan
menangkis atau berkeli t. Maka lama-lama, ia jadi sibuk
sendirinya.
Datanglah satu saat baik, satu lowongan, seccpat bisa,
Teng Hiauw mcnusuk dengan bengis ke ulu hati orang.
Lawan itu sedot perutnya, ia membungkuk sedikit, selagi
tangan si anak muda melonjor, ia mendorong sambil
mcngetok, atas mana, Teng Hiauw mundur sempoyongan,
liampir ia rubuh, lengan kanannya berbareng dirasai sangat
sakit. Pedangnya, tanpa ia merasa, telah kena dirampas. Dan
sedang ia bingung, tahu-tahu api lentera Khongbeng-teng
mcnyorot kcpadanya, disusul sama seruan: ?Tjoe Soesiok, beri
dia ampun?.!?
Itulah suara nyaring tetapi halus, menyusul mana, satu
tubuh langsing melesat, datang kepada mereka, sesudah
datang dekat, dia tcrnyata berpakaian serba merah. Karcna
dia ada Nona Kiang Hong Keng yang nakal?.
?Ah, Siauw-soemoay!? kata orang yang dipanggil Tjoe
Soesiok?Paman Guru Tjoe ? itu. Tapi ia tertawa. ?Kenapa kau
masih belum tidur??
?Belum, Soesiok, karcna kita telah digerecoki setengah
malaman oleh bocah ini, sampai aku letih sekali!? sahut si
nona.
Mereka bicara begitu asyik sampai Teng Hiauw tidak
diperdulikan lagi. Dia malu, mukanya bcrscmu merah,
tangannya sakit Ia gunai itu kctika baik, dengan tak gubris lagi
pedangnya, ia putar tubuhnya, untuk lari di sepanjanggih-gili
kali. Iabemiat pulang. Ia lari baharu beberapa t indak,
sekonyong-konyong ada angin berkesiur di bclakangnya,
jidatnya kena ditekan. Ia tidak berani menoleh, ia hanya
loncat ke samping, baharu ia putar tubuhnya, akan tengok si
pengejar. Tjoe Soesiok ada di depannya!
?Aku tak dapat lawan kau, habis kau mau apa?? ia
mencgur dengan sengit. Ia ada sangat mendongkol.
?Orang tolol!? kata orang itu sambil tertawa berkakakan.
?Kau kalah, kau lari! Apakah kau tidak inginkan lagi
pedangmu? Apakah kau hendak korbankan itu?? Ia cekal
pedang orang, ia pentil-pentil itu, hingga terdengar suara
nyaring yang bcrsih. Ia kata pula: ?Pedangmu ini tak dapat
dicela! Apa benar kau ikhlas akan korbankan??
?Tidak, aku tidak mau!? jawab Teng Hiauw dalam
scngitnya. ?Jangan kau terlalu jumawa karena kau menangi
aku dan dapat ram pas pedangku itu! Lain waktu, pasti aku
akan rampas pulang itu dan tangan kau1 Sekarang tidak,
tetapi akan datang harinya! Mustahil untuk sclamanya aku
tidak marapu rubuhkan kau??
Orang itu tertawa tcrbahak-bahak. ?Apakah kau sangkaaku
temahai pedangmu ini?? kata dia. ?Tidak, kau legakan hatimu!
Pedang yang scpuluh kali lebih bagus daripada ini, aku tidak
sudi, apapula pedangmu ini! Nah, simpanlah ini, lain kali,
jangan kau memberi lain orang rebut pula dari tanganmu!-..?
Teng Hiauw mengawasi dengan hati bimbang, ia sangsi
untuk menyambuti. Sebenarnya ia berat akan korbankan
pedangnya Tanhong-kiam itu, tapi barusan ? menuruti suara
hati ? ia sudah keluarkan kata-kata untuk merampas pulang
Sekarang pedang itu dikembalikan? Orang itu mengawasi
sambil bersenyum, rupanya ia bisa duga kcragu-raguannya
Teng Hiauw.
?Ah, orang tolol, apa artinya kena dikalahkan?? kata ia. ?Ini
cuma sedikit pelajaran? Orang gagah kaum Kangouw siapa
yang tak pernah didampar gelombang dahsyat? Baharu
pedangmu dirampas, mustahil orang itu kau anggap sebagai
musuh besar?
Habis bagaimana dengan negara kita, yang orang Boantjioe
telah rampas9?
Selagi bicara, sikap orang itu jadi demikian keren, sehingga
Teng Hiauw kena dipengaruhi, tanpa merasa. Ia ulur
tangannya, akan sambuti pedangnya.
?Kau ada satu enghiong?apa kau suka beritahukan she
dan namamu?? kata ia.
Orang itu tertawa sambil melenggak.
?Tak perlu kau tanya she dan namaku!? ia menyahut ?Kau
ada satu siauwya, mengetahui namaku, untuk kau tak ada
faedahnya.?
la putar tubuhnya dan bcrtindak pergi.
Kalau tadi ia mau angkat kaki. sekarang Teng Hiauw
berdiri tcrcengang.
Si nona pun bcrlalu, bersama-sama orang lelaki itu, sembari
jalan mereka pasang omong sambil tertawa, sampai suara
mereka, tindakan kaki mereka, tidak terdengar lagi, sampai
tubuh mereka, bayangan mereka, pun tidak tertampak.
Teng Hiauw mengawasi dengan bengong. sampai tiba-tiba,
ia sadar tapi dengan pikiran kusut. Ia benci mereka, ia pun
sukai mereka: Si nona ada polos, si orang lelaki satu laki-laki.
Dua-dua mereka ada sangat menarik perhatiannya, ia seperti
terbetot pengaruh luar biasa.
Si nona panggil si Iclaki ?Tjoc Socsiok?- Parnan Guru Tjoe.
Si lelaki bahasakan si nona ?Siauw-soemoay? ? adik
seperguruan. Hubungan apa ada di antara mereka bcrdua?
Lelaki itu ada mund atau cucu murid si orang
tua she Kiang
itu?
Tak dapat Teng Hiauw pecahkan keganjilan itu. Mustahil
satu paman panggil kcponakannya satu adik seperguruan?
Mustahil satu adik seperguruan panggil soehengnya -kanda
seperguruan ? paman? Dan kenapa, nampaknya perhubungan
mereka bcrdua demikian rapat?
Tanpa merasa, Teng Hiauw mengiri?. Toh baharu saja dia
didamprat si nona!
Lama anak muda ini berpikir, akhirnya, ia tertawa.
?Dasar aku yang tolol ia tegur dirinya sendiri. ?Perduli apa
mereka itu? Aku toh tak nanti kctemu pula mereka??
la sampai di rumah di waktu ayam jago mulau berkeruyuk,
ia mcrasa letih sekali. Ia gulak-gulik di atas pembaringannya.
Sampai terang tanah, baharu ia bisa pulas. Ia bisa tidur
dengan nyenyak. Entah jam berapa, ayahnya
membangunkannya. Dan datang-datang, ayah itu menegun
?Eh, kenapa kau tidur begitu nyenyak? Tadi malam kau bikin
apa? Lihat, tetamu semua sudah pada pergi!?
Mcmang Kiam Beng telah beberapa kali tengok anaknya itu,
ia sampai raba jidatnya, yang rada hangat, ia tidak tega untuk
membanguni, ketika tetamu-tetamu, yang bcrkunjung, pada
berangkat pergi ? itu waktu sudah mendekati tengah hari ? ia
longok pula anaknya .itu, yang ia kuatir jatuh sakit. Hatinya
ayah ini lega apabila ia dapat i anaknya tidak kurang suatu
apa. Ia hanya heran, kenapa anak ini tidur demikian nyenyak.
Itu tak mesti tcrjadi buat orang yang yakinkan Thaykek-kocn,
yang sebal iknya, mesti bangun pagi-pagi.
Kalau sang ayah mengherani putcranya, si putera pun
tercengang mendengar ada kedatangan tetamu, hingga tanpa
merasa, ia memandang ke jendela. Ia masih dapat melihat
tetamu-tetamunya ? tiga orang -yang sedang bertindak
keluar. Ia lantas kenali mereka itu, ialah Keluarga Son,
pahlawan pertama dari satu guru silat Keluarga Hoa, dan yang
kctiga, sahabat ayahnya, ialah Soh Tjie Tiauw, putera ketiga
dari Soh Si an le, pemuda mana sering datang ke rumahnya.
Ia segera menduga, pahlawan dan guru silat itu datang untuk
membikin perhitungan, atau mereka bicara jelek tentang ia di
depan ayahnya itu. Maka ia melengak. Tapi hatinya lega
kapan ia berpaling pada itu ayah, wajah orang tua ini tidak
saja tenang malah bersenyum berseri-seri.
Ayah itu masih mengawasi ketika dengan tiba-tiba ia
menghela napas dan bcrkata: ?Tahun dan bulan lewat
bagaikan air mengalir, tanpa merasa aku telah datang ke
Pooteng ini sudah dua puluh tahun lebih ? kau telah berumur
sembilan belas tahun, sembilan belas tahun!?
Teng Hiauw awasi ayah itu, ia merasa aneh. Entah kenapa,
ayah itu sebut-sebut umurnya. Ketika kemudian ia hendak
majukan pertanyaan, ayahnya itu, yang awasi ia itu,
bersenyum dengan tiba-tiba.
?Kau sudah berusia sembilan belas tahun, kau sudah mesti
dijodohkan, aku?.?
Teng Hiauw tcrperanjat, hingga ia potong ayahnya itu:
?Ayah, aku masih belum pikir untuk menikah!?
Dari gembira, Kiam Beng jadi kurang senang. Ia goyanggoyang
tangan.
?Dengar d

^