Pencarian

Pendekar Laknat 11

Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong Bagian 11


48 Kongsun Sin-tho tersenyum, "Aku bernama Kongsun sintho,
seorang tabib yang suka berkelana dalam dunia
persilatan."
Lu Bu-ki tersentak kaget, "0, kiranya Kong-sun cianpwe...."
si tinggi besar terlongong-longong sehingga tak dapat
melanjutkan kata-katanya.
Memang ia pernah mendengar nama Kongsun Sin-tho yang
termasyhur sebagai seorang tabib sak-ti. Setitikpun ia tak
menyangka bahwa tabib itu ternyata memiliki ilmu kepandaian
yang teramat sakti.
Liau Hoan siansu juga menghampiri, serunya sambil
memberi hormat, "Ilmu ketabiban sicu yang telah
menyelamatkan jiwa manusia, tersebar harum dalam dunia
persilatan. Ah, tak kira kalau sicu ternyata pewaris dari ilmu
sakti Thian-jim-sin-kang. Maafkan karena lengah
menghaturkan hormat!"
Kongsun Sin-tho tertawa, "Sedikit ilmu kepandaian yang tak
berarti itu, masakan dapat lolos dari pengawasan lo-siansu...."
Behenti sejenak ia melanjutkan berkata lagi, "Walaupun
saat ini musuh sudah mundur, tetapi menurut hematku,
pengunduran mereka itu tentu mengandung siasat. Setiap
saat mereka mungkin akan menyerang lagi. sebaiknya
saudara2 suka beristirahat memulangkan tenaga!" Habis
berkata tabib itu terus duduk numprah di tanah.
Lu Bu-ki memang sudah kehabisan tenaga. Tanpa diulang
lagi, ia segera menurut anjuran Kongsun Sin-tho. Ia duduk
sandarkan diri pada meja sembahyang.
749 Demikianpun Liau Hoan siansu. Bertempur lawan Harimau
Iblis dan rombongannya, paderi kurus itu kehabisan tenaga.
Terpaksa ia duduk numprah. Hanya Song Ling seorang yang
masih tak henti-hentinya menangis.
Setelah beristirahat sepeminum teh lamanya Siau-liong
berbangkit dan menghampiri Kongsun Sin-tho. Ia berlutut di
hadapan guru itu.
"Lukamu masih parah. Jika tak cepat dirawat, kecuali akan
gagal mempelajari ilmu Thian-kong sin-kang, pun engkau
bakal cacad seumur hidup! " seru Kongsun Sin-tho.
"Harap suhu jangan kuatir, murid sudah banyak baikan,"
Siau-liong tertawa.
Kongsun Sin-tho mengamati wajah pemuda itu. Lalu
menjamah bahu dan keningnya. Tiba-tiba mulutnya
menghambur puji, "Benar-benar ilmu sakti nomor satu di
dunia. Liong-ji, rejekimu benar-benar besar sekali!"
Ilmu Thian-kong-sin-kang memang sudah lama lenyap dari
dunia persilatan. Kongsun Sin-tho tak tahu sampai dimanakah
kesaktian Thian-kong-sin kang itu. Tetapi ia anggap, segala
macam ilmu sakti walaupun aliran ajarannya berbeda, tetapi
semua ilmu sakti itu tentu berpusat pada ajaran pokok yakni
melatih Tenaga dan Khi (hawa murni).
Thian-kong-sin-kang walaupun mengutamakan Sin
(semangat) sebagai sumber pokoknya, tetapi caranya berlatih
tentu tak jauh bedanya dengan lain-lain ilmu. Demikian
anggapan Kongsun Sin-tho.
Tetapi alangkah kejutnya, ketika ia dapatkan luka yang
diderita Siau-liong sudah enam tujuh bagian sembuh setelah
pemuda itu menjalankan penyaluran hawa murni hanya dalam
750 waktu yang singkat saja. Saat itu barulah Kongsun Sin-tho
benar-benar mengakui bahwa ilmu Thian-kong-sin-kang itu
memang nyata lebih unggul dari segala ilmu sakti yang
terdapat dalam dunia persilatan.
Berkata pula tabib itu kepada Siau-liong, "Karena engkau
telah makan buah Im-yang-som dan minum darah binyawak
purba, maka engkau dapat mempelajari Thian-kong-sin-kang
dengan cepat. Sekarang engkau sudah mempunyai dasar2
tenaga dalam Thian-kong-sin-kang. Dengan begitu, apabila
engkau terus giat berlatih dalam beberapa waktu lagi, paling
tidak engkau tentu sudah dapat menguasai separoh bagian
dari ilmu itu. Cukup dengan mencapai lima bagian saja, cukup
bagimu untuk menjagoi dunia persilatan. Hanya saja...."
Tabib itu menghela napas, sambungnya pula, "Pada
dewasa ini dunia persilatan sedang diamuk pergolakan besar.
Mungkin tak memberi kesempatan padamu untuk meyakinkan
ilmu itu dengan tenang."
Song Ling masih menangis saja. Kongsu Sin-tho heran dan
menanyakan pada Siau-liong; "Apakah dia puteri dari Randa
Bu-san?" "Ya." sahut Siau-liong, "Randa Busan pernah menolong jiwa
murid. tetapi saat ini...." ia menyhela napas tak melanjutkan
kata2nya. Sambil mengusap-usap tangan, Kongsun Sin-tho suruh
Siau-liong menghibur dara itu.
Memang Siau-liong bermaksud hendak menghibur dara itu
tetapi sungkan terhadap gurunya Setelah Kongsun Sin-tho
menyuruhnya, cepat2 ia menghampiri dara itu.
751 Siau-liong membisiki beberapa patah kata ke dekat telinga
Song Ling. Entah bagaimana dara itu terus berhenti menangis
dengan mendadak ia berbangkit, menarik tangan Siau liong
diajak kehadapan Konsun Sin-tho.
"Lo-cianpwe," kata dara itu dengan menangis sesunggukan,
"mohon lo-cianpwe suka menolong mamahku.... mohon locianpwe
suka menolong mamahku...." Dara itu mendekap kaki
kanan Kongsun Sin-tho dan menangis tersedu-sedu amat
mengibakan sekali.
Tabib tua itu kerutkan alis lalu bertanya kepada Siau liong,
"Liong-ji. engkau bilang apa saja kepadanya?"
Siau-liong tundukkan kepala menyahut sendat, "Murid tak
mengatakan apa2, hanya memberitahu bahwa kemungkinan
suhu dapat menolong ibunya."
Kongsun Sin-tho menghela napas, "Karena keadaan sudah
begini, sudah tentu aku tak dapat berpeluk tangan. Tetapi
ketahuilah. Kemampuanku terbatas. Sedang saat ini Iblispenakluk-
dunia sudah menguasai "tiga tokoh pemilik ilmu Yali-
in-kang, Jit-hua-sin-kang dan Ce ci-sin kang Kekuatan
mereka tentu dapat menguasai dunia persilatan. Dan lagi...."
Tabib tua itU berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Yang
kukuatirkan, menilik kecerdikan iblis itu, kemungkinan dia
akan minta secara paksa ketiga ilmu sakti Ya-li, Jit-hua dan
Ce-ci itu. Jika hal itu terdjadi dia pasti akan memiliki tiga
macam ilmu sakti dan sukar dicari tandingannya lagi!"
Siau-liong tertegun. Apa yang dikatakan suhunya itu,
benar-benar belum pernah dipikirkan. Sedang Song Ling masih
tetap mendekap kaki Kongsun Sin-tho seraya menangis
merengek-rengek.
752 Akhirnya Kongsun Sin-tho mengangkat bangun Siau-liong
dan Song Ling, ujarnya, "Akan kuusahakan sekuat tenagaku,
Sudahlah jangan menangis saja. Karena keadaan tak dapat
ditolong dengan menangis!"
Song Ling berhenti menangis. Sepasang kelopak matanya
membenjul. Ditatapnya Kongsun Sin-tho dengan pandang
memohon. "Pertempuran antara golongan Hitam dan Putih pada
beberapa hari yang lalu memang dahsyat sekali," kata
Kongsun Sin-tho pula, "Bukan karena aku bermaksud hendak
berpeluk tangan saja. Tetapi memang ada beberapa
pertimbangan. Dengan menguasai ketiga tokoh pewaris ilmu
Ya-li-sin-kang, Jit-hua-sin-kang dan Ce-ci-sin-kang itu, berarti
Iblis-penakluk-dunia sudah memperoleh tiga dari lima buah
ilmu sakti dalam dunia persilatan. Sekali pun Ceng Hi totiang
mengundang seluruh orang gagah dalam dunia, tetap sia2
saja, seperti kawanan kambing hendak menyerbu kesarang
harimau...."
Tabib itu menghela napas, katanya lanjut; "Sudah
beberapa kali aku masuk ke dalam Lembah Semi dan secara
diam-diam menyelidiki keadaan Jong Leng lojin yang telah
dihilangkan kesadaran pikirannya itu. Pikirku hendak
mengusahakan obat untuk memulih kesadaran mereka. Tetapi
akhirnya kurasa, keadaan tokoh itu memang tak dapat
ditolong lagi...."
Mendengar itu Song Ling menangis lagi, "Kalau begitu
mamahku juga tak mungkin dapat disembuhkan lagi....?"
Kongsun Sin-tho cepat2 gelengkan kepalanya, "Boleh dikata
hidupku kuabdikan pada ilmu pengobatan. Aku tak
mengatakan pasti bahwa keadaan mereka tak dapat
disembuhkan. Apalagi soal ini menyangkut hidup matinya
753 dunia persilatan. Maka dalam beberapa hari ini aku pergi
mencari obat ke perbagai tempat. Rencanaku hendak
membuat pil mujijad untuk menyembubkan segala penyakit!"
"Apakah dapat menyembuhkan Randa Bu-san yang terkena
ilmu sihir itu?" buru-buru Siau-liong menukas.
Wajah tabib itu berobah serius, "Apakah mampu mengobati
atau tidak, sekarang masih sukar kukatakan. Tetapi dalam
penyelidikan sekali yang lebih mendalam, aku berhasil
menemukan suatu obat.... Jika obat itu tetap gagal, akupun
tak dapat berbuat apa2 lagi kecuali harus mundur teratur...."
"Apakah pil buatan lo-cianpwe itu sudah selesai?" tukas
Song Ling. Kongsun Shin-tho tertawa, "Pil yang kunamakan Sip-siau
cwan-soh-sin-tan itu memerlukan 10 macam obat. Caranya
membuat mudah saja. Dalam empat jam saja sudah selesai.
Tetapi ke-10 bahan obat itu, ada tiga macam yang sukar
dicari!" Ia berhenti sejenak memandang Siau-liong dan Song Ling,
katanya pula, "Kesatu, sebatang Ho-siu-oh berumur seribu
tahun. Kedua, buah som salju berumur ratusan tahun...."
Siau-liong menghela napas: , Ah, memang bahan itu tak
mungkin didapatkan. Walaupun orang menggunakan
waktunya seumur hidup, belum dapat memperolehhya Apalagi
saat ini kita didesak oleh keadaan!"
Kongsun Sin-tho tersenyem, "Kemasyhuran namaku dalam
dunia persilatan adalah Karena pandai mencari bahan2
ramuan obat. Untung dua dua macam bahan obat itu sudah
kuperoleh. Dan kini tinggal yang ketiga saja...."
754 "Apakah yang ketiga itu?" buru-buru Siau-liong mendesak.
"Ramuan obat yang ketiga adalah seekor Tenggoret emas
berkaki tiga. Beberapa tahun yang lalu aku sudah menjelajahi
seluruh gunung dan sungai, tetapi belum pernah bertemu
dengan binatang itu. Kabarnya paderi Kim Ting dari Go-bi-pay
memelihara seekor. Tetapi paderi tua itu berwatak aneh.
Mungkin sukar memintanya...."
"Rasanya paderi Kim Ting itu tentu seorang paderi yang
saleh. Asal kita menuturkan tentang ancaman Iblis penaklukdunia
yang hendak menguasai dunia persilatan, tentulah
paderi itu akan suka memberikan kepada kita!" kata Siauliong.
"Hal itu masih sukar dikata," kata Kongsun Sin-tho, "kita
boleh berusaha tetapi nasib yang akan menentukan!"
Tiba-tiba tabib itu mengambil buli2 arak pada
punggungnya. Ia mengambil sumbat penutupnya lalu dengan
hati2 sekali mengeluarkan dua bungkusan sutera. Yang
sebuah diserahkan kepada Siau-liong.
"Dua macam ramuan obat dan tujuh macam ramuan yang
lain, telah kubungkus menjadi dua. Di dalam bungkusan itu
terdapat resep untuk membuat obat itu. Asal sudah mendapat
Tenggoret-emas berkaki tiga dari paderi Kim Ting, bolehlah
ramuan obat itu segera dikerjakan."
Berkata Kongsun Sin tho dengan wajah gelap; "Saat ini kita
masih terkepung disini. Iblis-penakluk-dunia itu bukan olah2
licin serta ganasnya. Jika dia menyuruh ketiga tokoh pewaris
ilmu sakti dan beberapa anak buahnya kemari, aku tak yakin
mampu lolos dari sini!"
755 Siau-liong terkejut. Ia menyadari ucapan gurunya itu tentu
bukan sendau gurau. Siau-liong tergagap melongo.
Kongsun Sin-tho tertawa hambar, ujarnya, "Orang pandai
yang kaya akan pertimbangan, sekali pasti jatuh juga. Ingat
kata pepatah Sepandai-pandainya tupai melompat, sesekali
pasti akan jatuh juga. Dalam hal itu, aku memang
mengutamakan tindakan yang hati2. Mati hidupnya, timbul
lenyapnnya dunia persilatan dewasa ini, seolah-olah telah
jatuh dibahu kita berdua. Selama salah satu diantara kita
masih hidup, tentulah masih ada harapan untuk membasmi
kawanan iblis durjana yang hendak merajalela menyebar
keganasan dan kelaliman itu...."
Siau-liong anggukkan kepala Kini baru ia terbuka matanya.
Suhu yang diangganya tak mau campur tangan urusan dunia
persilatan itu, ternyata orang yang paling memperhatikan
golak-gejolak dunia persilatan. Demi menyelamatkan tokoh2
persilatan yang terancam bahaya maut, suhunya ini tak
menghiraukan keselamatan dirinya sendiri.
"Lekas engkau simpan dalam bajumu. Lebih baik engkau
lekatkan pada tubuhmu. Selekas tenaga sekalian kawan pulih
kembali, kita segera tinggalkan tempat ini...."
Wajah tabib itu berobah bengis. katanya pula, "Setelah
dapat keluar dari sini, segera saja menuju ke gunung Gobi.
Jangan sekali-kali berhenti ditengah jalan. Dan jangan
memikirkan aku dan kawan-kawanmu. Ingat, apabila aku
sudah keluar dari tempat ini, tentu takkan balik kanan disini
lagi. Jika tak kuat mengekang hati untuk hal2 yang kecil, tentu
bisa mengakibatkan gagalnya rencana besar!"
Siau-liong kerutkan alis. Tetapi demi melihat wajah
suhunya tampak serius, ia tak berani membantah dan
terpaksa mengiakan sambil tundukkan kepala.
756 Setelah melakukan pernapasan untuk menyalurkan darah,
Lu Bu-ki dan Liau Hoan pun sudah pulih tenaganya.
Menyambar tubuh Poh Ceng-in yang menggeletak di tanah,
Liau Hoan segera menuju ke belakang Siau-liong dan duduk.
Kongsun Sin-tho sejenak memandang ke arah Poh Ceng-in,
kerutkan dahi tetapi tak berkata apa2.
"Perempuan ini adalah anak perempuan dari suami isteri
Penakluk-dunia dan Dewi Neraka, "buru-buru Siau-liong
memberi keterangan, "jika membawanya menerobos keluar
dari kepungan, mungkin kedua suami isteri iblis itu tak berani
terlalu mendesak kita!"


Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kongsun Sin-tho tertawa hambar...."Apakah dalam
pertempuran tadi engkau tak pernah menggunakan wanita itu
untuk menekan Iblis-penakluk-dunia!"
Siau-liong terbeliak. Ia ingat bagaimana sikap Iblispenakluk-
dunia dan isterinya waktu diancam dengan jiwa
anaknya. Jelas kedua suami isteri itu tak takut.
Merahlah wajah Siau-liong. Ia tundukkan kepala tersipusipu.
Saat itu, guruh dan guntur tak henti-hentinya bersahutsahutan.
Hujan makin deras. Puncak wuwungan biara yang
sudah tak terurus itu pecah2 sehingga air hujan meluncur
masuk. Lantai penuh air.
Sudah beberapa hari Siau-liong tak mandi. Pakaiannya
berlumuran debu kotor dan noda darah. Juga keadaan Lu Buki
dan Liau Hoan tak keruan.
757 Melihat keadaan orang2 itu, Kongsun Sin-tho menghela
napas pelahan. Sekonyong-konyong angin berembus.
membawa hawa yang harum sekali. Siau-liong terkejut. Ia tak
asing lagi dengan bau harum itu.
"Iblis-penakluk-dunia sedang menyebarkan hawa beracun
pemusnah jiwa!" serunya, "orang yang mencium bau itu tentu
lemah lunglai tak bertenaga...."
Tiba-tiba ia teringat botol obat penawar pemberian Poh
Ceng-in yang masih separoh isinya. Tetapi obat penawar itu
telah dimakannya habis. Dalam gugup. terlintas sesuatu pada
pikirannya. Cepat ia berputar tubuh lalu menerkam Poh Cengin.
Tetapi setelah beberapa saat merabah-rabah pakaian
wanita itu, tetap ia tak menemukan apa2.
Tiba-tiba sepasang mata Kongsun Sin-tho terentang lebar2
dan memancarkan sinar yang menakutkan orang.
Rupanya tabib itu sedang membenam diri dalam renungan.
Sampai lama baru ia tertawa dan berkata seorang diri.
"Aneh, benar-benar suatu hal yang sukar dimengerti!" seru
tabib itu. Mendengar kata2 suhunya, Siau-liong hentikan
penggeledahannya.
Saat itu hawa yang mengandung bau harum itu makin
menebal. Diantara rombongannya, Lu Bu-kilah yang paling
rendah kepandaiannya. Tampaknya ia sudah mulai tak tahan.
Beberapa kali a batuk2.
758 "Bau ini hanya sejenis obat bius biasa," kata Kongsun Sintho,
"kedua suami isteri iblis itu tentu sudah tahu
kemasyhuranku sebagai tabib. Tetapi mengapa mereka
mengeluarkan permainan yang tak berarti itu...."
Berhenti sejenak, ia melanjutkan, "Tentulah dia masih
menyiapkan siasat lain yang lebih ganas lagi. Yang dikeluarkan
sekarang ini hanya tipu muslihat kosong!"
Habis berkata tabib itu mengambil buli2 merah yang
dipanggul di punggung. Ia mengeluarkan beberapa pil merah
dan dibagi-bagikan kepada rombongan Siau-liong.
Begitu masuk ke dalam perut, pil itu terasa menyegarkan
semangat. Rasa muak dari hawa wangi tadi, lenyap seketika
Dan tak berapa lama, hawa harum itupun enyap sama sekali.
Kongsun Sin-tho kerutkan dahi seperti tengah merenungkan
soal yang penting tetapi belum dapat memecahkan.
Tiba-tiba terdengar lengking suara yang nyaring dan tajam
sekali. Sekalian orang gagah seperti robek anak telinganya.
Menyusul terdengar pula suara yang memuakkan telinga. Mirip
dengan seruling, pun mirip dengan gemerincing golok saling
beradu. Suara yang hiruk itu setempo melengking tinggi setempo
pelahan. Tetapi terus menerus tak henti-hentinya, sehingga
mengganggu ketenangan hati sekalian orang.
Kongsun Sin-tho berseru lantang, "Ah, itu hanya suatu
permainan tak berarti untuk mengacau pikiran orang. Tetapi
mengapa Iblis penakluk-dunia menggunakan permainan itu
terhadap aku?"
Kemudian tabib itu minta kepada sekalian orang supaya
memusatkan semangat dan pikirannya! Jangan sampai
759 tercengkam dengan suara itu, Setelah melakukan perintah,
ternyata sekalian orang merasa tenang lagi pikirannya. Tak
berapa lama kemudian, suara kacau itupun lenyap.
Kongsun Sin-tho pelahan-lahan bangkit dari tempat
duduknya. Sambil mendukung kedua tangan di punggung, ia
berjalan mondar-mandir. Rupanya ia sedang memeras otak
untuk mencari daya....
Tiba-tiba ia berhenti dan memandang sekali orang,
serunya, "Betapapun halnya, tempat ini sudah tak sesuai lagi.
Kita harus lekas2 tinggalkan tempat ini!"
Saat itu hujan amat lebatnya. Tetapi setelah berkata,
Kongsun Sin-tho terus melangkah keluar. Sekali loncat, ia
sudah tiba ditengah halaman.
Siau-liong dan kawan2, begitu tiba diambang pintu tak mau
cepat2 meniru tindakan Kongsun Sin-tho melainkan berhenti
dan mengawasi sepak terjangnya tabib itu.
Begitu tegak ditengah halaman, sekonyong-konyong tubuh
Kongsun Sin-tho meluncur lima enam tombak ke udara. Dia
berputar-putar di atas udara Kemudian ia melayang turun.
Selain gemuruh hujan, saat itu tiada terdengar suara apa2
lagi Siau liong dan Song Ling menjaga dipintu sedang Liau
Hoan sambil menjinjing tubuh Poh Ceng-in mengikuti di
belakang mereka. Lu Bu-ki siap dengan senjatanya. Tangan
kanan mencekal ruyung besi, tangan kiri menggenggam pelor
baja. Keempat orang itu tegang sekali. Tiba-tiba Siau-liong
berkata kepada Liau Hoan dengan nada menyesal, "Ah,
membikin repot lo-cianpwe saja. Baiklah aku yang akan
membuka jalan!"
760 "Jangan kuatir!" sahut Liau Hoan, "asal aku masih bernapas
saja, tentu takkan melepaskan perempuan siluman ini!"
Tiba Kongsun Sin-tho melambai dan memanggil Siau-liong
berempat. Siau-liong dan kawan-kawannya cepat menyusul
tabib itu. Tetapi dalam hujan yang selebat itu, pandangan
mata mereka tak dapat menembus lebih dari setombak
jauhnya. Kongsun Sin-tho segera mempelopori berjalan dimuka. Dia
tak mau keluar dari pintu besar melainkan menerobos dari
sebuah lubang ditembok.
Pada saat rombongan Siau-liong hendak menyusup lubang
itu, tiba-tiba terdengar suara tertawa nyaring memecah
angkasa. Pada lain saat muncul belasan orang yang
mengepung mereka.
Ah, ternyata rombongan Tblis-penakluk dunia. Bahkan iblis
itu sendiri yang memimpinnya. Disamping kanan kirinya
tampak Lam-hay Sin-m Jong Leng lojin, Randa Bu-san, It
Hang totiang. Harimau Iblis dan beberapa anak buah lainnya.
Iblis-penakluk-dunia tertawa mengekeh, "Kongsun tua,
Sepandai-pandainya tupai melompat, sesekali akan tergelincir
juga.... ha, ha, tepat sekali kata2mu itu. Tahukah engkau
bahwa aku memiliki ilmu Menembus-langit meneropong-bumi
sehingga apa yang kalian bicarakan tadi, dapat kudengar
semua?" Kongsun Sin-tho mendengus dingin. Tanpa berkata apa2, ia
terus songsongkan kedua tangannya ke arah rombongan Iblispenakluk-
dunia seraya berseru kepada Siau liong, "Liong-ji,
lekas lari!"
761 Diantara kelima ilmu sakti, adalah ilmu Thian-jim-sin-kang
yang dimiliki Kongsun Sin-tho itu yang paling hebat sesudah
Thian-kong-sin-kang.
Dua buah hantaman Kongsun Sin-tho yang dilancarkan
dengan sekuat tenaga itu, cepat dan dahsyatnya bukan main.
Karena tak sempat menghindar maka Iblis penakluk-dunia,
Lam-hay Sin-ni Jong Leng lojin, Randa Bu-san dan lain-lain,
terhuyung-huyung mundur beberapa langkah. Setelah
kerahkan tenaga, barulah mereka dapat berdiri tegak.
Pukulan Kongsun Sin-tho itu menimbulkan deru gelombang
angin yang dahsyat sehingga lumpur muncrat berhamburan
ke-mana2. Hujan lebat angin keras dan lumpur berhamburan.
Benar-benar membuat rombongan Iblis-penakluk-dunia tak
dapat membuka mata.
Sedang Siau-liong dan kawan2 pun segera melakukan
perintah Kongsun Sin-tho. Siau-liong menarik tangan Song
Ling terus diajak loncat menerobos lubang tembok.
Iblis-penakluk-dunia marah sekali. Setelah berdiri tegak, ia
segera tertawa nyaring. Tar, tar, ia getarkan cambuknya
beberapa kali di udara.
Lam-hay Sin-ni, Randa Bu-san, Jong Leng lojin serempak
menggerung. Bagaikan tiga ekor singa buas, mereka
menerjang dan menyerang Kongsun Sin-tho dengan kalap.
Hujan pukulan dari ketiga tokoh itu telah menimbulkan
badai sedahsyat gunung rubuh....
Saat itu Siau-liong dan Song Ling sudah lari sejauh belasan
tombak. Ketika berpaling, Siau-liong tak dapat melihat apa2
karena lebatnya hujan ia terkejut dan berhenti. Dipandangnya
762 dengan seksama, namun tetap tak tampak suhunya menyusul
ia makin gelisah.
"Harap nona melintasi hutan ini dulu aku hendak kembali
membantu suhuku!" katanya.
"Akupun hendak menolong mamah!" sahut si dara.
Dan pada saat Siau-liong berputar tubuh Song Ling pun
mengikuti juga. Tetapi pada saat kedua anak muda itu hendak
ayun tubuh, tiba-tiba terdengar Kongsun Sin-tho membentak
dengan ilmu Menyusup-suara, "Liong ji, lekas pergi ke puncak
Go-bi. Aku akan menyusul belakangan!"
Siau-liong tertegun. Cepat ia menarik tangan si dara.
"Eh, mengapa engkau?" seru Song Ling.
Siau liong menghela napas dan menerangka bahwa
suhunya tak memperbolehkan ia masuk ke dalam biara lagi.
"Jika kembali masuk, pun belum tentu dapat menolong
mamahmu. Lebih baik kita turut perintah suhu mencari
Tenggoret emas kepuncak Gobi! katanya pula.
Song Ling meragu, katanya, "Sehari tak dapat menolong
mamah, sehari hatiku tak tenteram. Ah.... kalau mau pergi,
cepat saja!"
Kedua anak muda itu segera gunakan ilmu meringankan
tubuh. Melintasi hutan terus menuju ketimur. Hanya dalam
waktu sepeminum teh saja, mereka sudah naencapai 5-6 li
jauhnya. Bermula kedua ana kmuda itu masih dapat mendengar
suara tertawa Iblis-penakluk-dunia dan teriakan jeritan orang2
763 yang bertempur. Tetapi makin lama suara itu makin jauh dan
akhirnya lenyap ditelan kelebatan hujan.
Siau-liong mengajak Song Ling berhenti dan meneduh
dibawah sebatang pohon besar yang rindang daunnya.
"Rasanya tak perlu kita lari ke mati2an begini. Iblispenakluk-
dunia tak mengejar kita. Kita tentukan arah dulu
baru lanjutkan perjalanan lagi!" kata Siau-liong.
"Aneh, mengapa Iblis-penakluk-dunia dua kali sengaja
lepaskan kita lolos, ini...." kata Song Ling.
Siau-liong pun heran tetapi ia tak dapat berkata apa2.
Hanya diam-diam ia gelisah, memikirkan keselamatan
suhunya, Liau Hoan siansu, Lu Bu-ki dan Poh Ceng-in.
Betapapun bencinya terhadap Poh Ceng-in tetapi karena hidup
matinya harus bersama wanita itu, terpaksa ia harus
memikirkan keselamatan wanita itu. Jika dalam keadaan
terdesak paderi itu sampai menutuk mati Poh Ceng-in,
tentulah ia juga akan ikut binasa.
Dan lagi tadi Iblis-penakluk-dunia mengatakan bahwa iblis
itu dengan ilmu Menembus-langit-meneropong-bumi dapat
mendengar pembicaraannya dengan Kongsun Sin-tho. Lalu
mengapa iblis itu tak mau suruh anak buahnya merintangi"
Adakah iblis itu tak begitu menganggap penting ataukah
memang mempunyai lain rencana lagi"
Melihat Siau-liong diam saja, Song Ling berseru pula, "Iblispcnakluk-
dunia sangat menginginkan ilmu Thian-kong-sinkang
yang engkau miliki. Tetapi mengapa dia tak mau
menawanmu" Apakah dia tak kuatir engkau lolos" Bukankah
amat berhahaya sekali apabila engkau dapat meloloskan diri"
Karena setelah mempelajari ilmu Thian-kong-sin-kang, engkau
tentu akan mencarinya?"
764 Siau-liong menghela napas, "Iblis itu tentu sudah
memperhitungkan bahwa tak mungkin dalam keadaan saat ini,
aku akan melarikan diri untuk belajar ilmu Thian-kong-sinkang
itu. Tetapi mengapa dia tak mau menawanku, memang
benar-benar mengherankan sekali!"
Siau-liong duga Iblis-penakluk-dunia itu tentu sudak dapat
menduga bahwa dialah yang menyamar sebagai Pendekar
Laknat. Dugaan itu makin diperkuat, ketika di dalam biara
rusak Iblis-penakluk-dunia memanggilnya dengan sebutan
"Pendekar Laknat tua."
Siau-liong masih melanjutkan renungannya. sewaktu dalam
barisan Pohon Bunga bertempur lawan Lam-hay Sin-ni dan
Jong Leng lojin, ia telah menderita luka. Begitu pula ketika
Randa Busan dapat ditawan Iblis-penakluk dunia. Siau-liong
ingat, paling tidak dua kali sebenarnya ia sudah jatuh
ketangan Iblis-penakluk-dunia. Tetapi mengapa iblis itu
sengaja membiarkan dirinya lolos"
Sudah pasti Iblis-penakluk-dunia itu tahu bahwa dialah
(Siau-liong) yang menemukan kitab pusaka Thian-kong-sinkang
dan menghancurkan kitab itu. Jika Iblis-penakluk-dunia
hendak memburu ilmu itu, seharusnya menangkap dan
memaksanya supaya mengajarkan ilmu itu.
Sejak siasat Iblis-penakluk-dunia menggunakan si Mulut
Besi Ong Tiat-go gagal, Siau-liong memang lebih waspada.
Tetapi terhadap gerak gerik iblis itu yang membiarkan dirinya
lolos begitu saja, benar-benar Siau-liong tak mengerti!
Karena makin memikir makin gelisah, akhirnya Siau-liong
menghela napas, ujarnya, "Setelah tiba di Gobi, lebih dulu
akan kuturunkan ilmu Thian kong-sin-kang itu kepadamu.
Apabila Iblis-penakluk-dunia telah berhasil menguasai dania
765 persilatan, sebaiknya nona mengasingkan diri di tempat yang
sunyi untuk meyakinkan Thian-kong-sin-kang. Setelah berhasil


Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

barulah nona berusaha untuk mencari balas!"
"Sudahlah, jangan banyak omong. Aku sudah mempunyai
rencana sendiri dan takkan menerima ilmu Thian-kong-sinkang
itu...." sahut si dara, "jangan pindahkan beban berat itu
kepadaku."
"Sama sekali aku tak bermaksud hendak mengalihkan
tanggung jawab kepadamu...."
"Tak peduli engkau bilang apa saja, toh percuma! Lebih
baik engkau tentukan arah yang harus kita tempuh sekarang
ini!" tukas Song Ling.
Siau-liong menghela napas, "Apakah nona sungguh2 tak
mau meluluskan?"
Rupanya Song Ling tak sabar lagi.
"Tidak! Tidak! Huh, tak malu engkau sebagai anak lelaki,
mengapa merengek-rengek begini macam!"
Tiba-tiba dara itu loncat menerjang hujan....
---ooo0dw0ooo---
Jilid 14 Go-bi-san Siau-liong tertegun dan malu hati. Cepat ia loncat
mengikuti dara itu. Mereka tak faham jalan-jalan di
pegunungan Tay-liang-san. Apalagi tengah malam hujan angin
766 seperli saat itu mereka tak tahu arah yang akan ditempuh.
Terpaksa mereka hanya berjalan menurut apa yang dapat
dilalui. Dalam waktu singkat mereka telah mencapai dua li
jauhnya. Hujanpun sudah berkurang. Tiba-tiba mereka
tertegun berhenti. Ternyata mereka berhadapan dengan dua
simpang jalan. Sesaat tak tahu mereka harus mengambil jalan
yang mana. Song Ling menatap Siau-liong dengan pandang bertanya.
Tetapi pemuda itupun bimbang sendiri. Ia menyadari bahwa
Tay-liang-san itu merupakan pegunungan dan beribu puncak.
Sekali kesasar, tentu sukar keluar.
Pada saat ia belum dapat mengambil putusan, tiba-tiba dari
jauh terdengar derap kaki orang menghampiri.
Langkah kaki itu amat pelahan sekali apalagi sedang hujan.
Tetapi berkat telinganya yang tajam, dapatlah Siau-liong
menangkap suara langkah itu. Apalagi saat itu ia pasang
telinga dengan seksama sehingga dapat mendengar jelas.
Ia terkejut dan cepat menarik tangan Song Ling lalu diajak
bersembunyi digerumbul semak.
Song Ling tak mendengar apa2, tetapi karena ditarik Siauliong
ia duga pemuda itu tentu mendengar sesuatu.
Saat itu keduanya berada diujung jalan kecil yang terletak
diatas. Dan gerumbul semak itu terletak di tepi jalan. Apabila
pendatang dari jalan kecil juga, tentulah akan mengetahui
mereka. Langkah kaki itu makin lama makin dekat dan jelas
langkahnya berat. Terang bukan orang persilatan.
767 "Apakah dia seorang pemburu" Tetapi mengapa keluar
tengah malam hujan lebat?" pikir Siau-liong.
Tepat pada saat itu dilihatnya sesosok tubuh yang
terhuyung-huyung meughampiri. Segera Siau-liong mengenali
siapa pendatang itu. Girangnya bukan kepaang. Buru-buru ia
berkata kepada Song Ling:
"Itulah Lu Bu-ki!"
Samar2 Song Ling juga melihatnya Serunya heran,
"Mengapa hanya dia seorang" Dan mengapa tampaknya
terluka?" Memang orang itu terhuyung-huyung sehingga sampai
beberapa saat baru tiba ditempat Siau-liong bersembunyi.
Tubuhnya berlumuran darah, pakaian compang-camping dan
berjalan dengan susah payah.
Siau-liong cepat meneriakinya, "Saudara Lu!"
Lu Bu-ki tersentak kaget dan cepat mencabut pedang
dipunggungnya. Tetapi setelah melihat siapa yang memanggil
itu, ia menghela napas, "Ah, kiranya saudara Kongsun dan
nona Song. Menjapa kalian disini?"
Siau-liong tak menjawab melainkan melanjutkan
pertanyaannya, "Apakah saudara Lu melihat suhuku dan Liau
Hoan taysu...."
Lu Bu-ki menukas dengan helaan napas, "Ah, hidup selama
40 tahun lebih, baru hari ini mataku terbuka. Kongsun Sin-tho
locianpwe itu, ternyata seorang sakti Seorang diri dia mampu
menghadapi empat tokoh sakti si Iblis-penakluk-dunia, Lamhay
Sin-ni, Jong Leng lojin dan Randa Bu-san. Beaar2 suatu
768 pertempuran yang belum pernah terjadi dalam sejarah
persilatan...."
Sambil terengah-engah. Lu Bu-ki seperti menggambarkan
pertempuran itu dengan gerak2 yang bersemangat.
Siau-liong tergopoh menukasnya, "Bagaimanakah
kesudahannya pertempuran itu" Suhuku....?"
Lu Bu-ki tertegun, sahutnya, "Aku dan Liau Hoan taysu pun
bertempur sendiri dengan Harimau Iblis dan It Hang
totiang...."
Berhenti sejenak ia berkata pula, "Tetapi karena
kepandaianku jelek, dalam tiga jurus saja aku sudah
menderita luka. Sedang Liau Hoan taysu karena
mencengkeram perempuan baju merah itu, gerakannya tak
leluasa. Pihak kita hanya mengandalkan kekuatan Kongsun locianpwe
seorang...."
Tiba-tiba ia berhenti lagi dan terengah-engah.
Sesungguhnya Siau-liong gelisah sekali tetapi ia sungkan
untuk mendesak. Terpaksa dengan sabar ia bertanya, "Apakah
engkau terluka parah?"
Setelah terengah sejenak, Lu Bu-ki paksakan tertawa,
"Hanya beberapa luka luar saja, tidak jadi apa...."
Tetapi tampaknya kedua kakinya sudah tak kuat berdiri
lagi. Maka duduklah ia di tepi jalan lalu berkata pelahan-lahan.
"Sebenarnya dalam pertempuran itu aku sudah bertekad
untuk mengadu jiwa. Tetapi karena Kongsun lo-cianpwe
berulang kali menyerukan supaya aku dan Liau Hoan taysu
segera mengundurkan diri, bahkan dalam kesibukan
menghadapi keroyokan keempat lawannya yang tangguh itu,
769 Kongsun locianpwe masih sempat juga untuk membantu
aku...." Mata sitinggi besar itu berkaca-kaca dan berseru dengan
nada tegang, "Saat itu aku dan Liau Hoan taysu terdesak
musuh. Tetapi karena dibantu Kongsun lo-cianpwe dengan
sebuah hantaman yang memaksa Harimau Iblis dan It Hang
totiang mundur bahkan Shin Bu-seng dari Tiam-jong-pay
menderita luka, sambil menyeret perempuan siluman baju
merah itu, segera menerobos keluar dari biara. Kemudian
akupun menyusul keluar Tetapi karena malam Itu hujan lebat
dan angin kencang, suasana di luar gelap pekat. Begitu keluar
aku tak melihat Liau Hoan taysu lagi. Tentulah dia sudah lari
jauh...." Siau-liong banting2 kaki dan menghela napas, "Kalau
begitu engkau tak mengetahui bagaimana kesudahan
pertempuran suhuku itu?"
Lu Bu-ki gelengkan kepala menghela napas, "Karena tak
melihat Liau Hoan taysu dan menderita luka, sedang keadaan
diluar gelap gulita sekali .dan saat itu Kongsun lo-cianpwe
gunakan ilmu Menyusup suara untuk menyuruh aku lekas....
aku lekas pergi dan lagi...."
Ia berhenti memandang Siau-liong, "Suhumu suruh aku
apabila bertemu dengan engkau, supaya menyampaikan
pesannya suruh engkau lekas menuju ke gunung Gobi,
menemui paderi sakti Kim Ting. Minta Tenggoret-berkaki-tiga
dari paderi itu. Suhumu mengatakan pula. Beban berat untuk
menyelamatkan dunia persilatan dewasa ini, terletak
dibahumu. Suruh engkau menyadari tugas berat itu. Setiap
tindakan harus hati2...."
770 Siau-liong menghela napas, "Kalau begitu, suhu
kemungkinan besar tentu tertimpah bahaya!" sesaat ia gelisah
dan cemas sekali.
"Kalau aku bisa meloloskan diri, tentulah Kongsun cianpwe
takkan tertimpah apa2 ,...." Lu Bu-ki menatap Siau-liong dan
tiba-tiba diam.
Siau-liong menghela napas, "Itulah karena Iblis penaklukdunia
tak berniat menangkapmu. Tetapi terhadap suhu....
dengan mengandalkan pada ketiga tokoh sakti yang telah
menjadi orangnya itu, betapa pun sakti kepandaian suhu
tetapi mungkin.... ah! Tertawannya Randa Bu-san merupakan
salah satu contoh...."
Makin memikir, makin gelisahlah Siau-liong. Ia merasa pasti
bahwa suhunya tentu celaka.
Song Ling yang selama itu hanya mendengarkan mereka
bicara, pikirannya pun agak tenang.
Tetapi mukanya basah dengan airmata campur hujan.
Setelah menghela napas panjang ia bertanya kepada Lu Bu-ki,
"Mamahku.... apakah masih linglung pikirannya?"
Lu Bu-ki terpaksa mengangguk, "Selama ilmu siluman dari
kedua suami isteri iblis itu belum dapat dipecahkan, keadaan
ibu nona tentu sukar sembuh...."
"Lalu berpaling dan berkata kepada Siau-liong, "Menurut
hematku, baiklah saudara melakukan pesan Kongsun cianpwe
untuk lekas mencari paderi sakti Kim Ting di Gobi dan minta
Tenggoret-emas-berkaki-tiga itu!"
Siau-liong mengangguk. Lalu ia menanyakan bagaimana
dengan luka sitinggi besar itu.
771 Dengan gagah Lu Bu-ki teriawa, "Aku masih kuat
menahan!" "Habis berkata ia terus loncat bangun. Tetapi
sebelum kakinya tegak, iapun terhuyung-huyung mau jatuh
lagi. Jelas bahwa lukanya memang berat tetapi ia paksakan
diri bertahan. Siau-liong cepat2 memapahnya tetapi sitinggi besar itu
menghindar ke samping lalu tertawa garang, "Habis hujan,
tanah licin. Sama sekali bukan karena aku tak dapat berjalan!"
Ia terus ayunkan langkah lebar berjalan. Hampir setengah
dari umurnya telah dipergunakan berkecimpung dalam Rimba
Hijau. Sekali pun jarang sekali datang ke gunung Tay-liangsan,
tetapi Lu Bu-ki cukup mengenal jalan di daerah itu. Maka
berjalanlah ia menempuh hujan yang masih belum reda
dengan diikuti Siau-liong dan Song Ling.
Untunglah makin lama hujan pun makin reda dan akhirnya
berhenti. Langitpun cerah juga. Rembulan muncul bagaikan
sebuah bola lampu yang tergantung di atas barisan puncak
gunung. Tetapi karena sudah terlanjur basah kuyup ketika dihembus
angin malam, ketiga orang itu menggigil kedinginan. Song
Ling yang bermula mengikuti persis di belakang Lu Bu-ki, lama
kelamaan merasa letih juga dan akhirnya ia berjalan menjajari
Siau-liong. Berkali-kali ia sandarkan tubuhnya ke bahu
pemuda itu. Siau-liong diam-diam kerahkan tenaga dalam. Ia
memperhatikan keadaan sekeliling penjuru. Maka bermula ia
tak memperhatikan Song Ling. Baru setelah dara itu gemetar
keras. ia terkejut, "Apakah engkau kedinginan?"
772 Suatu pertanyaan yang sesungguhnya dapat dijawab
sendiri karena dia juga gemetar kedinginan.
"Tidak," sahut Song Ling.
Siau-liong terkejut mendengar nada suara dara itu lain dari
biasanya. Buru-buru ia berhenti, Ternyata wajah Song Ling
berobah pucat, giginya bercaterukan keras. Tangannya dingin
sekali tetapi dahinya amat panas.
"Engkau sakit!" seru Siau-liong.
Song Ling paksakan diri, "Hanya cape sedikit, tetapi tak
mengapa...." "tetapi mendadak ia mencengkeram lengan
Siau-liong dan meronta, "Pelahan-lahan saja!"
Siau-liong iba sekali melihat keadaan dara itu sehingga
hampir menangis. Song Ling menderita luka parah pada tubuh
dan hatinya. Lalu menempuh perjalanan ditengah malam yang
berhujan lebat, angin keras. Sudah tentu dara itu tak kuat
bertahan. Tetapi sikap si dara yang tetap gagah, sinar matanya yang
memancar kekerasan hati dan katup bibirnya yang angkuh
pantang mundur, diam-diam menimbulkan rasa kagum pada
Siau-liong. Tak berapa lama malam pun berganti pagi. Pemandangan
sekeliling penjuru, makin terang. Diam-diam Siau-liong
gelisah. Jika saat itu Iblis-penakluk-dunia melakukan
pengejaran, tentulah sukar untuk meloloskan diri lagi.
Lu Bu-ki benar-benar tak kecewa sebagai seorang jantan
perkasa. Walaupun tubuhnya berhias luka2 tetapi ia tetap kuat
berjalan. Mendengar berulang kali Siau-liong menghela napas,
ia tahu isi hati pemuda itu. Segera ia berhenti, katanya, "TayTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
773 liang-san walaupun terdiri dari ribuan puncak, tetapi
mempunyai jalan keluar sampai berpuluh-puluh buah.
Kongsun lo-cianpwe dan Liau Hoan siansu tentu sudah
meloloskan diri dari lain jalan!"
"Eh, apakah nona sakit" " tiba-tiba ia terkejut melihat
keadaan Song Ling.
"Entah masih berapa jauh lagi dapat keluar dari
pegunungan ini" Kecuali nona Song tak kuat bertahan lagi...."
tiba-tiba Siau liong alihkan kata-katanya, "Dalam keadaan
berlumuran darah begini tidaklah leluasa kalau bertemu orang.
Lebih baik kita cari tempat beristirahat dulu."
Sambil menunjuk jauh kesebelah muka, Lu Bu-ki
mengatakan, "Setelah melintasi gunduk gunung itu, segera
kita sudah keluar dari Tay-liang-san.... dibawah gunung kita
akan tiba dikota, Ma-pian-koan. Disana nanti kita cari hotel.
untuk mengobati sakit nona Song dan sekalian beristirahat. "
Mendengar itu timbullah semangat Siau-liong. Tetapi saat
itu Song Ling benar-benar sudah tak kuat lagi. Dengan napas
memburu keras, ia sandarkan tubuh ke bahu Siau-liong.
"Nona...." seru Siau-liong.
"Hm.... ," gumam Song Ling terus rubuh. Siau-liong
terkejut. Terpaksa ia memandang dara itu terus lanjutkan
perjalanan lagi.


Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ternyata Lu Bu-ki memang kenal jalanan disitu. Setelah
melintasi gunduk, mereka tiba di tanah datar. Dari jauh
tampak sebuah kota. Paling jauh hanya tiga li jaraknya.
Sekalipun ingat akan pesan suhunya supaya jangan
menunda perjalanan ke Gobi tetapi jarak ke Gobi tak kurang
774 dari 7-8 puluh li. Sedang saat itu Song Ling menderita sakit
sehingga tak kuat berjalan lagi. Maka Siau-liong terpaksa
memutuskan untuk beristirahat dulu di kota Ma-pian-koan
Ternyata kota itu tak berapa besar, kalah besar dan ramai
dengan kota Sok-cu.... Karena saat itu baru saja terang tanah
maka rumah2 dan jalanan masih sepi....
Lu Bu-ki dan Siau-liong berhenti disebuah rumah
penginapan di gang yang sepi. Papan nama yang tergantung
pada rumah penginapan itu berbunyi, "Pondok Toa Ong Ki"
Sebuah pondok penginapan yang sudah tua dan kecil....
Lu Bu ki mengetuk pintu tetapi sampai lama tiada
penyahutan. Sitinggi besar yang beradat berangasan lalu
mendebur sekeras-kerasnya seraya berteriak, "Hai, pintu,
lekas bukakan pintu."
Siau-liong terkejut. Ia memperingatkan siberangasan
supaya hati2 karena kota itu masih masuk lingkungan daerah
Tay-liang san. Lu Bu-ki terpaksa bersabar dan menunggu. Paling tidak
sepeminum teh lamanya baru terdengar langkah kaki orang
dan pada lain saat terdengarlah pintu dibuka. Seorang lelaki
tua muncul. Tetapi begitu melihat kedua pendatang yang
berlumuran darah dan bahkan yang seorang memondong
seorang gadis, orang tua itu menjerit kaget lalu bergegasgegas
hendak menutup pintu lagi.
Lu Bu-ki mendorong daun pintu dan membentak, "Tua
bangka, bukankah engkau membuka rumah penginapan" Aku
membawa uang...."
Siau-liong cepat melangkah maju, "Lo sianseng, kami
mendapat kesulitan dalam perjalanan. Minta tolong menyewa
kamar disini. Semua rekening tentu akan bayar lunas!"
775 "Apakah kalian ini...." tanya orang tua itu tak henti2nya
memandang bergantian kepada tetamunya.
Siau-liong takut si tinggi besar omong keliru, buru-buru ia
mendahului, "Kami adalah.... pedagang yang baru pertama
kali ini menjual kain kedaerah Biau sini. Tak terduga ketika
melintasi pegunungan Tay-liang-san kami telah mendapat
kesulitan karena dihadang oleh orang Biau. Barang2 dagangan
kami telah dirampas semua...."
Kemudian memandang ke arah Song Ling yang
dipondongnya, Siau-liong menghela napas, "Adikku ini
menderita kegoncangan kaget dan karena kehujanan,
terserang sakit.... harap lo-sianseng suka menolongi."
Rupanya pemilik pondok itu percaya, katanya, "Memang
tahun ini berdagang keluar daerah tidak mudah. Masih untung
kalian bisa selamat. Beberapa hari yang lalu, ada rombongan
pedagang kain yang yang masuk ke daerah Biau, ketika
melintasi pegunungan Tay-liang-san pun dibegal orang Biau
liar. Dari lima orang yang dapat lolos hanya seorang saja
selamat. Kabarnya yang empat orang itu mati terkena panah
beracun dari orang Biau.... ai.... silahkan masuk!"
Rupanya pemilik pondok yang tua itu kasihan pada Siauliong.
Sambil menunjukkan jalan, ia mengingau, "Memang tak
mengherankan kalau nona itu jatuh sakit.... jangankan hanya
seorang wanita, bahkan lelaki yang gagah perkasa pun tentu
terserang penyakit kalau menempuh perjalanan yang begitu
berat...."
"Apakah kalian terluka oleh mereka?" tanya orang tua itu
sambil mengawasi pakaian Siau-liong dan Lu Bu-ki yang
berlumuran darah.
776 "Tidak, melainkan diwaktu meloloskan diri telah jatuh
beberapa kali sampai terluka. Tetapi tak jadi apa. " sahut Siauliong.
Pemilik pondok itu membawa tetamunya kebagian ruang
belakang. Saat itu dari sebuah kamar, muncul seorang lelaki
berumur kira2 30-an tahun. Kepala besar, mata kecil,
wajahnya menyeramkan. Tak henti-hentinya dia memandang
Siau-liong saja.
Setelah mempersilahkan Siau-liong bertiga masuk ke dalam
sebuah kamar, pemilik pondok berseru memanggil lelaki tadi,
"Tho Tao-ciang lekas hangatkan arak dan hidangan tuan2
tetamu ini. Lalu masak lagi air panas untuk mereka."
Siau-liong menghaturkan terima kasih. Setelah orang tua
itu mengingau seorang diri, lalu pergi.
Ruang kamar ternyata teramat bersih. Tetapi hanya
terdapat ranjang besar untuk dua orang. Siau liong segera
letakkan Song Ling di atas kasur. Tepat pada saat itu pelayan
yang disebut Tho Tao-cing tadipun datang membawa arak
hangat. Setelah meminumkan dua cawan arak kepada Song Ling,
tampaklah dara itu sadar. Ketika membuka mata, serentak ia
hendak meronta bangun.
"Jangan kuatir, beristirahatlah dengan tenang. Sekarang
kita berada dalam pondok penginapan. Setelah engkau
sembuh, kita lanjutkan perjalanan lagi." kata Siau-liong.
Tetapi Song Ling gelisah. Dengan napas gopoh ia berkata,
"Aku hanya menderita sedikit angin dingin, Sama sekali tidak
merasa sakit, Setelah istirahat, kita pergi. Apakah engkau lupa
akan pesan suhumu...."
777 Siau-liong memberi isyarat mata, "Karena sudah berada di
tempat yang aman, sekarang atau nanti akhirnya toh kita akan
kesana juga!"
Rupanya Song Ling cukup cerdas. Ia tahu Siau-liong tentu
mencurigai pelayan yang berwajah seram itu. Maka iapun tak
mau bicara lagi.
Lu Bu-ki mengambil sekeping perak 10-an tail lalu diberikan
kepada pelayan itu:"Harap belikan pakaian untuk bertiga,
sediakan hidangan dan sisanya untukmu!"
Dengan tertawa-tawa, pelayan menyambuti perak terus
melangkah pergi. Cepat sekali ia sudah menyediakan pesanan
Lu Bu-ki. Ia datang membawa tiga stel pakaian baru.
Saat itu hari sudah siang. Tetamu2 lain yang jumlahnya
hanya 4-5 orang sudah berkemas untuk melanjutkan
perjalanan. Setelah mandi air hangat dan ganti pakaian, agak segarlah
perasaan Siau-liong bertiga. Kemudian mereka menutup pintu
dan makan. Tetapi walaupun sakitnya sudah agak berkurang,
Song Ling tetap tak dapat menelan nasi. Terpaksa ia tidur saja
di ranjang. Sesuai dengan tubuhnya yang tinggi perkasa, Lu Bu ki
gemar sekali minum. Setelah menghabiskan tiga cawan,
semangatnya makin beringas. Lukanya seolah-olah dilupakan.
Siau-liong hanya makan sedikit Setelah Lu Bu-ki habis makan,
Siau-liong suruh dia beristirahat di tempat tidur untuk
memulangkan tenaga.
Tetapi si tinggi besar tetap menolak, "Aku tidak lelah. Lebih
baik engkau yang beristirahat dulu."
778 Karena Lu Bu ki tetap menolak, Siau-liong terpaksa naik
ketempat tidur. Karena letih, ia jatuh pulas.
Entah berapa lama ia tertidur, tiba-tiba ia terkejut
mendengar suara berisik yang lembut sekali. Dilihatnya Song
Ling masih tidur pulas, Lu Bu-ki pun mendengkur di atas kursi.
Suara gemersik itu berasal dari jendela. Ia duga tentulah
perbuatan sipelayan. Maka sengaja ia batuk2 lalu duduk
diranjang. Orang yang mengintai diluar kamar itu segera berjingkatjingkat
pergi. Dia meninggalkan sebuah lubang pada kertas
jendela. Sekalipun sudah berhati-hati sekali, tetap terdengar Siauliong.
Jelas orang itu tak mengerti ilmu silat.
"Betapapun lihaynya tetapi tak mungkin Iblis-penaklukdunia
menanam pengaruhnya sampai di tempat semacam ini.
Tentulah pelayan itu mencurigai gerak-gerik kita," pikir Siauliong.
Diluar ruangan, sunyi senyap. Kecuali Siau-liong bertiga,
pondok penginapan itu sudah tak ada tetamu lain lagi.
Saat itu matahari sudah condong ke barat. Ia berjalan
keluar. Terasa tubuhnya ringan sekali. Rasa letih sudah hilang.
Ia menghampiri ketempat Song Ling. Dilihatnya pipi dara itu
merah sekali. Dirabanya pipi dara itu. Panas sekali tetapi kaki
tangannya dingin, napasnya sesak.
"Ah, dia benar-benar keras hati. Sakitnya begini berat,
masih paksa diri bertahan," pikir Siau-liong. Ia memanggil
pelayan minta alat tulis.
779 Lu Bu-ki terkejut bangun dan melonjak dari kursinya, ia
tertawa sendiri, "Ho, baru liyer2 sebentar, sudah jatuh pulas!"
"Bagaimana dengan lukamu?" tanya Siau-liong.
Orang tinggi besar itu mengatakan sudah sembuh. Saat itu
pelayan datang membawa alat tulis. Entah bagaimana, ia
tampak ketakutan berhadapan dengan Siau-liong dan Lu Buki.
Siau liong duga pelayan itu ketakutan karena merasa
perbuatannya mengintai tadi, tentu diketahui Siau liong.
Sejak kecil Siau-liong ikut pada Kongsun Sin Tho. Walaupun
tabib sakti itu tak mengajarkau ilmu pengobatan, tetapi karena
biasa mendengar dan melihat suhunya meramu obat, maka
Siau-liong pun mengerti juga sedikit2. Segera ia menulis resep
dan suruh pelayan iiu membelikan ke rumah obat.
Setelah pelayan pergi, bertanialah Siau-liong kepada Lu Buki,
"masih jauhkah perjalanan ke gunung Gobi itu?"
"Dari sini kita menyeberang sungai, kira2 hanya 40-an li.
Jadi semua hanya 70-an li. Tetapi.... perjalanan itu merupakan
daerah pegunungan, tiada jalan datar. Tak bisa ditempuh
dengan kuda atau kereta. Bahkan jalan kaki saja sukar.
Mengingat nona Song masih sakit...."
Siau-liong cepat menukas dengan serius, "Kedua suami
isteri Iblis-penakluk-dunia itu sudah jelas hendak berusaha
menguasai dunia persilatan. Ceng Hi totiang terpaksa
menuruti perintahnya untuk menghadiri pertemuan di Gobi.
Tentulah saat ini mereka sudah menuju ke Gobi. Kemarin
malam dengan gunakan ilmu Mendengar langit-menembusbumi,
dia telah mencuri dengar pembicaraanku. Tentulah dia
780 sudah mengetuhui perjalanan kita ke Gobi ini. Sekalipun dia
tak muncul tetap tentu sudah mengatur rencana untuk
menangkap kita. Menurut penilaianku, di gunung Gobi sudah
dirobah menjadi suatu perangkap. Kaki tangan Iblis-penaklukdunia
sudah tersebar diseluruh pelosok gunung itu.
Lebih baik kita berangkat pada malam hari saja dan besok
pagi2 sudah dapat mencapai puncak Kim-ting dari gunung
Gobi...." "Hai!" tiba-tiba Lu Bu ki menggebrak meja, mengapa aku
lupa" Ya, aku teringat akan sebuah jalan singkat yang dapat
mencapai belakang gunung Gobi. Jalan itu sepi sekali
sehingga tak diketahui orang. Biarlah nanti malam aku yang
menjadi penunjuk jalan!"
Siau-liong gembira mendengarkan. Setelah setengah hari
beristirahat, semangat merekapun sudah segar kembali.
Tetapi Song Ling masih tidur sedang Siau-liong dan Lu Bu-ki
duduk bersemedhi memulangkan semangat.
Tak berapa lama sipelayan tadi muncul dengan membawa
obat yang sudah dimasaknya. Lebih dulu Siau-liong mencicipi
obat itu baru ia angkat tubuh si dara dan pe-lahan2
meminumkannya. Ternyata manjur juga obat buatan Siau-liong itu. Tak
berapa lama semangat si dara pun mulai berangsur-angsur
pulih. Tetapi berulang kali dara itu berteriak-teriak hendak
melanjutkan perjalanan dan tak henti-hentinya mengoceh
seorang diri, menangis dan menghela napas. Terang dara itu
menanggung kedukaan yang menggoncangkan perasaannya
sehingga belum pulih.
Siau-liong menghiburnya dan menjelaskan mengapa baru
berangkat nanti malam. Rupanya dara itu mau menerima
781 penjelasan dan sikapnya pun agak tenang. Demikian mereka
bertiga segera bersemedhi memulangkan semangat. Pada saat
matahari hampir silam, pelayan tadi pun mengetuk pintu dan
berseru; "Tuan-tuan.... ada seorang tetamu hendak bertemu!"
Siau-liong dan Lu Bu-ki terkejut, pikir mereka, "Pagi2 sekali
kita datang kepondok penginapan ini dan sepanjang hari tak
pernah keluar. Mengapa ada orang yang hendak menemui
kita?" Belum mereka mengambil putusan menemui orang itu atau
tidak, tiba-tiba terdengar derap kaki orang berjalan masuk
Siau-liong cepat menarik Lu Bu-ki. Keduanya siap2.
"Apakah tinggal dideretan kamar timur" " t-riak orang itu
dengan nyaring.
"Ya, ya, " sahut sipelayan tadi, "kamar yang inilah."
"Hayo, engkau keluar!" bentak orang itu seraya terus
masuk ke dalam pintu.
Lu Bu-ki terkejut tetapi setelah mengetahui siapa
pendatang itu, ia segera tertawa gelak2, "Ah! kiranya Auyang
pangcu!" "Benarkah saudara Lu yang bicara ini?" seru orang itu.
Lu Bu ki cepat membuka pintu untuk pendatang itu.
Seorang lelaki tua berumur 60-an tahun rambut dan
jenggotnya sudah menjunjung uban,pinggang menyelip
sepasang senjata Poan-kwan-pit melangkah masuk. Mata
orang itu berbentuk segi tiga hidung bengkok macam burung
wulung. Wajahnya menampilkan seorang licin.
782 Orang itu memandang Siau-liong sampai beberapa jenak
baru memberi hormat dan berseru dengan tertawa, "Saudara
ini tentulah Kongsun siau-hiap, bukan?"
Siau-liong mengiakan lalu minta tanya nama orang itu juga.
Lu Bu-ki menerangkan, "Saudara Auyang Pa ini, adalah
pangcu (ketua) dari 28 kelompok yang tersebar diperairan
telaga Pohyang-ou. Kali ini memenuhi undangan Ceng Hi
totiang untuk menggempur sarang Iblis-penakluk-dunia."
Siau-liong menatap Auyang Pa, tanyanya dengan nada
serius, "Apakah Auyang pangcu belum berjumpa dengan
rombongan Ceng Hi totiang" Mengapa tahu kalau aku dan


Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kawan2 berada disini?"
Sejenak mengeliarkan mata, Auyang Pa menyahut, "Karena
kuatir ditengah jalan menemui kesulitan, maka Ceng Hi
totiang dan rombongan mengambil jalan singkat yaitu melalui
jembatan Ngo-tong-kiau, gunung Lok-san lalu mengitari
gunung. Aku mendapat perintah supaya menjaga ditempat ini
untuk menyelidiki gerak-gerik Iblis-penakluk-dunia. Tak
terduga semalam dipuncak Lok-beng-nia aku telah berjumpa
dengan seorang cianpwe yang ternama...."
Siau-liong terbeliak kaget sekali. Serunya gopoh, "Auyang
pangcu maksudkan...."
Auyang Pa tertawa, "Benar, memang suhumu Tabib-sakti
jenggot-naga Kongsun locianpwe!"
"Dimanakah suhuku sekarang."
Tenang2 Auyang Pa menjawab, "Semalam menjelang
tengah malam aku bertemu dengan Kongsun cianpwe dibiara
783 Leng-hun-si dipuncak Lok-beng-nia. Rupanya beliau menderita
luka kecil, sedang beristirahat dalam biara itu...." Berhenti
sejenak ia melanjutkan pula, "Beliau minta tolong kepadaku
apabila berjumpa dengan Kongsun siau-hiap supaya
menyampaikan pesan. Beliau...."
"Apakah suhu tak ke Gobi?" tanya Siau-liong.
Auyang Pa tertawa pula, "Beliau mengatakan pasti kesana.
Tetapi untuk sementara ini beliau hendak mengerjakan suatu
urusan yang penting sekali. Mungkin akan terlambat beberapa
waktu, Beliau mengatakan malam nanti akan datang ke Makoan
dan minta engkau menunggu disini!"
Siau-liong kerutkan alis bertanya, "Apakah luka suhuku itu
tak berbahaya?"
"Hanya menderita luka ringan. Ketika beristirahat dalam
biara, dia tetap tertawa-tawa seperti biasa. Jelas tentu tak
apa2." . Siau-liong merenung sejenak. Tiba-tiba dengan mata
berkilat-kilat ia mengajukan pertanyaan pula, "Apakah suhu
tak bilang apa2 lagi" Apakah dia tak mengatakan mengapa
suruh aku tunggu disini?"
Auyang Pa tersenyum menepuk keningnya sendiri, "Benar!
Kongsun cianpwe mengatakan, karena saat itu keadaannya
berbahaya maka suruh engkau cepat2 menuju ke Gobi. Tetapi
karena sekarang bahaya itu sudah lewat dan
memperhitungkan tak mungkin kedua suami isteri durjana itu
akan menyergap di tengah jaian, maka ia minta engkau
menunggunya agar dapat bersama-sama ke Gobi. Paderi sakti
di puncak Kim-ting itu beradat aneh. Jika bicara kurang sesuai
sedikit saja, tentu sukar untuk mendapat tenggoret berkaki
tiga itu!"
784 Rupanya Lu Bu-ki cepat percaya penuh. Maka
menyelutuklah ia, "Kalau begitu, kita tunggu saja disini,
tetapi...." ia kerutkan dahi lalu berkata pula, "eh, mengapa
Kongsun cianpwe tahu kalau kita berada di pondok sini?"
Auyang Pa tertawa, "Itu mudah. Aku membawa dua orang
pengikut. Sekarang mereka menunggu diluar. Suruh mereka
menunggu kedatangan Kongsun cianpwe dijalan."
Habis berkata ia terus melangkah keluar.
"Memang kubuktikan sendiri kesaktian Kongsun cianpwe
itu. Dan kuyakin dia tentu dapat lolos dari bahaya...." kata Lu
Bu-ki dengan gembira.
Siau-liong tetap merenung diam. Sudah tentu si tinggi
besar heran, "Eh, mengapa saudara malah kelihatan kurang
senang?" "Apakah saudara kenal baik dengan Auyang Pa itu?" Siauliong
balas menegur. Lu Bu-ki terkesiap, sahutnya, "Meskipun tak erat tetapi
kami sudah kenal lama. Dan lagi kali ini kami bersama-sama
memenuhi undangan Ceng Hi totiang. Dia merupakan seorarg
dari berpuluh jago2 ternama yang diundang Ceng Hi totiang.
Baru dua hari ini aku berpisah dengan dia.... tentu tak
mungkin sampai...."
"Menilik ucapan dan sikapnya, kurasa ada sesuatu yang tak
wajar pada dirinya," tukas Siau-liong.
Lu Bu ki hendak menjawab tetapi tiba-tiba saat itu Auyang
Pa melangkah masuk lagi seraya tertawa nyaring, "Telah
kuatur beres dan juga sudah kusuruh jongos menyediakan
785 hidangan untuk kita. Malam ini aku yang menjadi tuan rumah.
Minum sampai puas dulu baru kija berangkat!"
Begitulah ketika lilin mulai dipasang, si pelayan Tho Thauciang
pun masuk membawa dua teratak lilin, ditaruh di meja
lalu beringsut-ingsut keluar. Tingkah lakunya mirip seperti
tikus yang takut keluar.
Siau-liong memperhatikan bahwa tiada seorang tetamu lagi
yang datang ke pondok penginapan situ Auyang Pa
bergembira ria, ber-cakap2 sambil minum. Sedang Song Ling
masih duduk bersandar pada ranjang. Gadis itupun
memandang tingkah laku Auyang Pa dengan heran.
Siau-liong lebih dulu mengambilkan makanan untuk Song
Ling agar dara itu tak usah turun dari tempat tidur. Dan Song
Ling pun segera makan. Rupanya ia tak senang dengan
Auyang Pa maka tak mau ikut campur bicara.
Si tinggi besar Lu Bu-ki walaupun juga mempunyai sedikit
rasa curiga terhadap Auyang Pa, tetapi ia tetap makan dan
minum dengan gembira bersama orang itu.
Auyang Pa tampaknya bersikap lapang dan wajar. Tetapi
diam-diam pandang matanya tak putus2nya melirik ke arah
Siau-liong. Siau-liong menuang secawan arak lalu disongsongkan ke
muka Auyang Pa, "Auyang pangcu termashyur di dunia
persilatan tetapi baru pertama kali ini aku beruntung dapat
bertemu muka. Maka dalam kesempatan ini aku hendak
menghaturkan arak kehormatan kepada Auyang pangcu!"
Auyang Pa tergopoh menyambuti, "Apa yang disohorkan
orang itu hanya nama kosong belaka. Aku sendiri merasa
malu. Adalah Kongsun siau-hiap yang harus dikagumi. Karena
786 dalam usia semuda itu sudah mendapat warisan ilmu sakti
Thian-kong-sin-kang!" "habis berkata ia terus meneguk habis
cawan arak itu.
Siau-liong hanya tertawa dingin. Tiba-tiba ia bertanya
dengan serius, "Bagaimana Auyang pangcu tahu kalau aku
menjadi pewaris ilmu Thian-kong-sin-kang?"
Auyang Pa tersentak kaget. sesaat tampak ia agak gugup
dan hampir tak dapat menjawab. Akhirnya ia pura-pura batuk
dan menyahut dengan ter-sendat2, "Aku.... hanya....
mendengar dari Kongsun cianpwe...."
Siau-liong mengangguk tertawa, "O, kiranya begitu...." "
kemudian ia berpaling kepada Lu Bu-ki lalu bertanya pula
kepada Auyang Pa, "Apakah Auyang pangcu suruh anak buah
menunggu suhuku di tengah jalan?"
Auyang Pa paksakan tertawa, "Benar, asal tahu suhu
saudara lewat disini, tentu akan diketahui."
"Sayang aku segera berangkat, tak sempat menunggunya
lagi," tiba-tiba Siau-liong berkata dengan nada dingin.
Auyang Pa terkejut sekali, serunya, "Mengapa Kongsun
siauhiap hendak buru-buru...." "tiba-tiba kisarkan tubuh.
Rupanya ia hendak menunggu kesempatan pada saat Siauliong
lengah, harus hendak loncat kabur.
Siau-liong pura-pura tak melihat dan masih lanjutkan
kata2nya, "Jika tak mengalami peristiwa semacam diri Ong
Tiat-go, mungkin aku tentu dapat engkau kelabuhi!"
Lu Bu ki mulai curiga, "Saudara Kongsun, apakah dia...."
787 "Kongsun sauhiap, apa maksudmu!" Auyang Pa menukas
dengan berteriak keras. Dan tiba-tiba ia melesat dari tempat
duduknya. Tetapi Siau-liong lebih cepat. Pada saat Auyang Pa hendak
bergerak, ia sudah cepat mencengkeram pergelangan tangan
kirinya. Seketika itu juga Auyang Pa rasakan lengan kirinya
kesemutan. sakitnya bukan kepalang....
Siau-liong tertawa kepada Lu Bu-ki, "Pada saat kutanya
mengapa suhu tahu kita berada disini, dia gelagapan tak
dapat menjawab lancar. Sebenarnya dia tak mungkin tahu kita
disini kecuali si pelayan The Thau-ciang itu menjadi kaki
tangannya."
"Brak," Lu Bu-ki menghantam meja dan menggembor, "Ya,
benar! Mengapa aku tak dapat memikir sampai disitu...."
Siau-liong mendengus, "Kedua kalinya, suhu tak pernah
merobah pesan yang telah diberikan, Karena beliau sudah
suruh aku lekas ke Gobi, tak mungkin dia akan merobah
perintah suruh aku menunggunya disini...."
Lu Bu-ki berjingkrak seperti orang yang kebakaran jenggot,
"Keparat, sungguh tak kira kalau si tua ini mau juga menjadi
kaki tangan Iblis penakluk-dunia...."
Tetapi pada lain saat, ia bertanya dengan nada meragu,
"Tetapi dia adalah ketua dari Poh-yang-pang. Dan baru dua
hari aku berpisah dengan dia. Mengapa cepat sekali ia sudah
berganti haluan?"
Sekalipun Auyang Pa itu seorang jago yang dapat
digolongkan kelas satu tetapi ditangan Siau-liong, dia tak
mampu berkutik sama sekali.
788 Siau-liong menghela napas, "Memang Iblis-penakluk-dunia
itu benar-benar hendak melaksanakan cita2nya untuk
menguasai dunia persilatan dan memiliki ilmu Thian-kong-sinkang.
Segala rencana dan siasat akan ditempuhnya!"
"Apakah Auyang Pa juga terkena ilmu siluman dari Iblispenakluk-
dunia?" Lu Bu-ki belalakkan matanya lebar2.
"Belum dapat dipastikan...." kata Siau-liong lalu
memandang Auyang Pa dengan cermat, katanya pula, "Lebih
baik tanya saja padanya!"
Habis berkata ia terus memijat lebih keras sehingga Auyang
Pa menjerit kesakitan dan me-ronta2, "Ampun! Ampunilah....
jiwaku!" Siau-liong tertawa dingin. Ia hentikan pijatannya, "Hayo
bilang! Bagaimana engkau dapat bersekutu dengan Iblispenakluk-
dunia itu" Apakah engkau sungguh ketemu dengan
suhuku" Apakah rencana Iblis-penakluk-dunia mengirim
engkau ke mari?"
Auyang Pa menghela napas, "Ah, kalau Kongsun siauhiap
tetap tak mau percaya omonganku, akupun tak dapat berbuat
apa2. Tetapi apa yang kukatakan tadi memang benar
seluruhnya. Sebelum tengah malam nanti, suhu Kongsun
siauhiap tentu datang kemari. Nah, saat itu barulah Kongsun
siauhiap percaya pada omonganku!"
Siau-liong tertawa dingin, "Aku berani memastikan bahwa
engkau tak pernah bertemu dengan suhuku. Coba saja
bayangkan. Suhu berhadapan dengan tiga pewaris ilmu sakti.
Jika tak menderita luka parah, pun tentu tak dapat lolos dari
cengkeraman Iblis-penakluk dunia...."
789 Berberang sejenak, ia berkata pula, "Kalau kemungkinan itu
tidak menimpa pada suhu, pun tak mungkin dia akan berhenti
ditengah jalan memberi pesan kepadamu. Suhu tentu sudah
melintasi sungai!"
Seketika pucatlah wajah Auyang Pa. Dia tak dapat
membantah lagi dan hanya meratap minta ampun.
"Plak," tiba-tiba Lu Bu ki menampar muka Auyang Pa,
"Apakah engkau masih tak mau bicara terus terang....?"-
kemudian orang tinggi besar itu minta idjin kepada Siau-long
untuk 'menyelesaikan' Auyang Pa. Dan sebelum Siau-liong
sempat buka suara, sitinggi besar sudah mencengkeram bahu
Auyang Pa dan dipijit sekeras-kerasnya.
Lu Bu ki gunakan ilmu Hun kin jo-kut atau Pencarkan-uratsesatkan-
tulang. Waktu ditampar tadi tadi, mulut Auyang Pa mengucur
darah dan matanya berkunang-kunang hampir pingsan.
Kemudian ketika dipelintir oleh si tinggi besar, seketika ia
rasakan sekujur tubuhnya seperti digigiti ribuan ekor semut.
Gemetarlah kaki tangannya, giginya pun bercaterukan keras.
Keringat berderai-derai membanjir.
Beberapa saat kemudian barulah Lu Bu ki membuka jalan
darah Auyang Pa lagi lalu membentaknya, "Hayo, mau bilang
atau tidak!"
Auyang Pa rasakan tubuhnya seperti setengah mati.
Akhirnya ia tak kuat dan berteriak, "Ya, ya, aku bilang...."
Ia melirik Siau-liong dan melanjutkan kata2nya, " Suhumu
Kongsun cianpwe, sudah...."
790 Tetapi belum ia menyelesaikan kata2nya, tiba-tiba dari luar
jendela melayang setitik sinar kemilau yang langsung
menyasar ketenggorokan Auyang Pa. Cepat dan tepat sekali
senjata rahasia itu menyusup ke dalam tenggorokan Auyang
Pa. Siau-liong dan Lu Bu-ki terkejut sekali. Bahkan Song Ling
pun menjerit kaget, terus loncat turun dari ranjang.
Siau-liong menampar padam lilin. Lalu ia memeriksa
Auyang Pa. Tetapi ternyata ketua Poh-yang-pang itu sudah
mati. Kematiannya serupa dengan Ong Tiat-go. mati terkena
panah Ngo-tok-tui-han-cian dari Iblis-penakluk-dunia!
"Menilik gelagat, mungkin kedua suami isteri iblis itu sudah
mengejar kemari. Jika mereka membawa anak buah, kita
tentu sukar lolos!" bisik Siau-liong. Diam-diam ia menyesal
karena tak mengindahkan pesan suhunya supaya ia jangan
menunda perjalanan ke Gobi.
Tiba-tiba Song Ling berbisik kedekat telinga Siau-liong,
"Yang melepas panah Ngo-tok-tui-hun-cian, kemungkinan
tentu anak buah Iblis-penakluk-dunia. Kalau kita tetap berada
disini, jelas tentu makin berbahaya. Lebih baik kita menerjang
keluar saja!"
"Apakah engkau dapat bertahan diri?" tanya Siau liong.
Si dara tersenyum, "Aku hanya menderita serangan angin
dingin, Setelah minum obat tadi, dan tidur satu hari penuh,
semangatku sudah pulih segar lagi!"
Siau-liong lega hatinya. Kemudian ia membagi tugas. Ia
yang akan mempelopori menerjang keluar, Lu Bu-ki dan Song
Ling supaya mengikuti dari belakang. Habis memesan, ia
membuka daun jendela terus loncat ke ruang tengah.
791 Pada waktu meloncat itu, diam-diam ia sudah kerahkan


Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tenaga-sakti untuk melindungi diri. Pikirnya, sekalipun musuh
melepas panah beracun, tetap tak dapat melukainya.
Tetapi diluar dugaan, ternyata ruang tengah sunyi2 saja.
Tiada terancam serangan panah gelap. Siau-liong berhenti
sejenak lalu enjot tubuhnya melayang ke puncak rumah.
Saat itu hampir menjelang tengah malam. Sekeliling
penjuru pondok penginapan itu gelap dan sunyi. Seolah-olah
kosong dengan tetamu. Sedang di ruang pemilik pondok pun
tak kedengaran suara apa2.
Tetapi Siau-liong tak sempat meneliti. Cepat ia melayang
turun dan melambai kepada Lu Bu-ki, "Hayo, lekas kemari!"
Demikianlah dengan dipelopori Siau-liong dimuka dan
diikuti Lu Bu-ki dan Song Ling dari belakang, mereka lari
tinggalkan pondok penginapan itu. Tak berapa kejab,
merekapun sudah berada diluar kota.
Setelah tak tampak orang mengejar, Siau-liong longgar
hatinya. Ia berpaling kepada Song Ling dan Lu Bu-ki,
"Sungguh diluar dugaan! Orang yang lepaskan panah kepada
Auyang Pa tadi, seharusnya menjaga jangan sampai kita lolos.
Tetapi mengapa orang itu tak merintangi sama sekali?"
Lu Bu-ki kerutkan dahi. Ia heran juga atas kejadian itu.
Song Ling maju selangkah kesisi Siau liong, katanya, "Saat
ini kita tetap belum terlepas dari lingkungan jaring Iblispenakluk-
dunia. Siapa tahu sembarang saat kita akan
diserang. Maka janganlah meninggalkan kewaspadaan!"
"Benar," Siau liong mengiakan.
792 Kini ganti Lu Bu-ki yang menjadi pelopor jalan. Mereka
bertiga berlarian di sepanjang jalan kecil yang tinggi rendah
tak rata. Untung luka Song Ling sudah baik. Sambil bergandengan
tangan dengan Siau-liong, keduanya dapat berlari dengan
cepat. Tak berapa lama tibalah mereka di tepi sungai.
Bengawan Bin-kiang amat luas. Lu Bu-ki membuat sebuah
perahu kecil. Setelah selesai mereka bertiga segera naik
perahu itu. Dengan tenaganya yang besar, Lu Bu-ki dapat
mendayung perahu itu hingga mencapai tepi seberang.
"Dari sini ke Gobi hanya tinggal 30-an li jauhnya!" seru Lu
Bu-ki gembira. Baru mereka bertiga naik ke daratan, tiba-tiba tampak
sebuah perahu meluncur datang dengan kecepatan yang
tinggi. Ditengah perahu itu duduk seorang laki2 tua Belum perahu
tiba ditepi, orang itu sudah berseru, "Hai, apakah Liong-ji yang
berada di daratan situ?"
Melihat munculnya perahu itu, diam-diam Siau-liong
terkejut girang. Apalagi setelah mendengar orang yang berada
dalam perahu, ia makin girang sekali.
"Ya, benar," sahutnya. Lalu berpaling kepada Song Ling
dan Lu Bu-ki, "Suhuku datang!"
Selekas merapat ketepi, orang itu segera loncat kedaratan
lalu lemparkan sekeping perak kepada tukang perahu dan
suruh tukang perahu pergi.
793 Siau-liong tercengang. Dilihatnya tukang perahu itu
seorang lelaki pertengahan umur, memakai caping dan
berpakaian seperti seorang pencari ikan.
Kongsun Sin-tho bergantian memandang kepada Siau-liong
lalu berkata, "Sudah sehari semalam mengapa kalian baru tiba
disini?" "Karena murid...."
Tetapi tanpa menunggu Siau-liong menyelesaikan
kata2nya, Kongsun Sin-tho sudah menukas, "Tak apalah, asal
aku sudah dapat bertemu kalian di sini, segera akan
kuselesaikan hal itu."
Siau liong tertegun, "Apakah suhu terluka dalam
pertempuran itu?"
Kongsun Sin-tho tersenyum, "Jika terluka, masakan saat ini
aku bisa berada disini?"
Siau-liong merenung sejenak, lalu bertanya, "Apakah suhu
bertemu dengan Auyang Pa dan memberi pesan supaya murid
menunggu di kota Ma-koan?"
"Tidak!" sahut Kongsun Sin-tho, "apakah kalian bersua
sesuatu ditengah jalan?"
Siau-liong menghela napas, "Iblis penakluk-dunia mengirim
orangnya pura-pura bertemu suhu dan mengaku menerima
perintah supaya aku menunggu kedatangan suhu di Ma-koan,"
Siau-liong lalu menuturkan pengalamannya dengan Auyang
Pa, "syukur tipu muslihat itu dapat kuketahui dan dapat murid
segera lanjutkan perjalanan lagi!"
794 Kongsun Sin-tho menghela napas. Ia segera mengajak
Siau-liong bertiga untuk melanjutkan perjalanan.
Karena melihat sikap dan bicara Kongsun Sin-tho dingin,
Song Ling dan Lu Bu ki tak berani ikut campur bicara.
Keduanya hanya mengikuti di belakang Siau-liong saja.
Saat itu jalanan pun agak datar. Kongsun Sin-tho diam
saja. Setelah berjalan dua li, tiba-tiba ia melintas keseberang
dan belok kebarat. Sebuah jalan kecil yang kedua tepi penuh
ditumbuhi gerumbul pohon lebat.
"Kongsun cianpwe!" seru Lu Bu-ki seraya maju dua
langkah. Tabib sakti itu berhenti dan menanyakan apa maksud
sitinggi besar.
"Aku cukup faham dengan jalanan di daerah sini. Jalan kecil
yang cianpwe tempuh ini akan menuju kelain jurusan. Makin
lama tentu makin jauh dari Gobi!" kata Lu Bu ki.
Siau-liong dan Song Ling terkesiap.
"Jika Kongsun cianpwe suka percaya padaku, biarlah aku
yang menjadi penunjuk jalan!" kata Lu Bu-ki pula.
Kongsun Sin-tho tertawa gelak2, "Dahulu aku pernah
berkeliaran di sini mencari daun obat, Tak mungkin tersesat
jalan, hanya...."
Lu Bu-ki seorang kasar yang berwatak polos. Tanpa
menunggu tabib itu habis berkata, ia terus menyelutuk,
"Tahun yang lalu aku pun lewat dijalanan ini sampai dua kali.
Kecuali takkan menuju ke Gobi, pun jalanan ini sunyi dan
terasing, penuh dengan tanjakan yang sukar dilalui...."
795 Tiba-tiba Kongsun Sin-tho membentaknya, "Justeru aku
memang hendak mencari tempat yang sunyi untuk
menyelesaikan suatu urusan besar. Adakah engkau kira aku
benar-benar tak kenal jalan?"
Lu Bu-ki tergagap tak dapat menyahut. Ter-sipu2 ia
tundukkan kepala.
Sejenak berdiam diri, tiba-tiba Kongsun Sin-tho berseru,
"Lu tayhiap!"
Lu Bu-ki buru-buru mengiakan.
"Aku hendak bicara dengan muridku dan nona Song
mengenai suatu urusan yang penting. Bolehkah kuminta Lu
tayhiap menunggu disini saja?" kata Kongsun Sin tho.
Lu Bu-ki melirik Siau-liong lalu buru-buru mengiakan,
"Karena Kongsun cianpwe yang memberi perintah, sudah
tentu aku menurut saja!"
Tabib sakti itu terienyum, "Terima kasih atas kesediaan Lu
tayhiap " "Kemudian ia berkata kepada Siau-liong, "Tak jauh
dari sini terdapat sebuah pondok. Mari engkau dan nona Song
ikut aku kesana untuk merundingkan suatu hal yang penting!"
Siau-liong heran. Tetapi melihat suhunya bersikap
sungguh2, ia duga tentu ada suatu urusan penting yang
hendak dibicarakan. Maka segera ia menarik tangan si dara
untuk menyusul Kongsun Sin-tho.
Jalanan berkelak-kelok naik turun dan ber-biluk2. Setelah
beberapa saat, mereka melihat sebuah gubuk di atas sebuah
bukit kecil yang tak berapa jauh jaraknya. Gubuk itu seperti
baru saja dibangun.
796 Sejenak Kongsun Sin-tho berpaling memandang Siau-liong
berdua lalu melangkah kegubuk itu.
Ternyata gubuk di puncak bukit kecil itu, merupakan
tempat peristirahatan dari para pencari kayu dan pemburu
yang masuk ke daerah situ. Tetapi menilik bahan2nya, gubuk
itu tentu belum lama didirikan. Dan menilik halamannya,
seperti belum pernah didatangi orang.
Siau-liong resah. Tak tahu ia apa yang hendak dibicarakan
suhunya nanti. Mengapa suhunya begitu serius mengajaknya
bicara di tempat yang sesunyi itu"
Begitu masuk ke dalam gubuk, Kongsun Sin-tho terus
duduk di tanah dan suruh Siau-liong berdua duduk di
sampingnya. Anak bukit tempat gubuk itu didirikan, ternyata dikelilingi
oleh bukit2 kecil yang lebih tinggi dan hutan2 lebat.
Kongsun Sin-tho menghela napas, ujarnya, "Dewasa ini
pengaruh kekuatan Iblis penakluk-dunia sukar dilawan.
Semalam apabila tak terlindung oleh hujan deras,
kemungkinan aku sukar meloloskan diri...."
Siau-liong diam saja. Ia tahu dan mengakui bahwa dewasa
itu Iblis penakluk-dunia memang berhasil menyusun
kekuasaan besar. Lam-hay Sin-ni. Randa Bu-san, Jong Leng
lojin dan beberapa tokoh sakti sudah dapat dikuasainya.
Kongsun Sin-tho berkata pula, "Menyelamatkan
kehancuran, mempertahankan kelangsungan hidup. Tugas
berat itu terletak dibahu kita berdua. Apabila kita ini tertimpah
bahaya maka habislah harapan dunia persilatan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya...."
797 Ia berhenti sejenak lalu melanjutkan, "Dalam rangka itu,
kurasa kepergian kita ke Gobi itu, tidaklah banyak
manfaatnya."
Siau-liong tersentak kaget, serunya gopoh, "Adakah suhu
kuatir paderi sakti Kim Ting itu tak mau mermberikan
Tenggoret-kaki-tiga?"
Kongsun Sin-tho menghela napas, "Itu hanya salah satu
sebab. Andaikata ia mau menyerahkan binatang mustika itu,
belum tentu pil mujijad Cap-siau-cwan-soh-sin-tan buatanku
itu dapat menyembuhkan Lam-hay Sin-ni dan beberapa tokoh
rombongannya...."
Siau liong teringat bahwa ketika dalam biara rusak dahulu,
suhunya memang pernah menyatakan hal itu. Ia kerutkan alis,
mengepal tangan untuk menekan kegelisahan hatinya.
"Sekalipun pil buatanku itu mempunyai khasiat untuk
menyembuhkan Lam-hay Sin-ni dan kawan2, tetapi pun masih
suatu pertanyaan, bagaimanakah cara untuk meminumkan
kepada mereka. Apa lagi Iblis penakluk-dunia itu seorang
tokoh yang licin dan cerdik sekali. Bukankah dia sudah dapat
menangkap pembicaraan kita dalam biara rusak itu" Masakan
dia tak segera bersiap mengadakan penjagaan. Maka...."
Siau-liong terlongong dan berseru geram, "Kalau begitu,
pertumpahan darah tak mungkin terhindar dalam dunia
persilatan lagi!"
Kongsun Sin-tho tiba-tiba tertawa, "Hal2 yang kukatakan
tadi hanyalah timbul dari kecemasanku sendiri. Mungkin
keadaan tak sedemikian berbahaya. Tetapi...."
798 Seketika berobahlah wajah tabib sakti itu lalu berkata
dengan nada serius, "Kusuruh engkau datang kemari ini,
adalah justeru hendak merundingkan rencana yang sesuai."
"Murid bersedia mendengar apapun yang suhu
perintahkan!"
Kongsun Sin-tho merenung sejenak lalu berkata pula Dalam
dunia persilatan, hanya ilmu sakti Thian-kong-sin-kang yang
engkau miliki itu benar-benar tiada tandingnya. Ilmu yang
paling ditakuti Iblis-penakluk-dunia! Sayang penemuanmu ilmu
sakti itu, terlalu pendek sekali waktunya hingga engkau belum
sempat meyakinkan dengan sempurna. Paling tidak harus
membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mempelajari ilmu
itu sampai pada tataran tertentu. Tetapi keadaan saat ini,
tidaklah menyempatkan engkau melakukan latihan. Karena
setiap saat keadaan bisa berobah makin memburuk. Kita tak
sempat menunggu hasilmu...."
Siau-liong memandang wajah suhunya tanpa berkata
sepatahpun juga.
"Saat ini walaupun kurang tepat kalau menghapus rencana
menuju ke gunung Gobi. Tetapi resiko yang kita hadapipun tak
kecil. Misalnya sampai terjadi sesuatu digunung itu,
katakanlah, kita ini akan kehilangan jiwa di sana. Lalu
siapakah yang akan muncul untuk menyelamatkan dunia
persilatan dari cengkeraman Iblis-penakluk-dunia nanti" Maka
setelah kupertimbangkan lagi dengan seksama, lebih baik kita
mengatur persiapan yang tepat lebih dulu...."
Kongsun Sin tho melirik Song Ling lalu melanjutkan katakatanya,
"Nona Song mempunyai tulang dan bakat yang amat
bagus sekali. Lagi pula berotak cerdas. Disamping itu ia sudah
memiliki dasar-dasar latihan ilmu Ya-li sin kang. Menurut
pendapatku, baiklah engkau...."
799 Tanpa menunggu suhunya selesai bicara, Siau-liong cepat
menukas, "Bukankah suhu menghendaki supaya kuajarkan
ilmu Thian-kong-sin-kang itu kepada nona Song?"
Wajah Kongsun Sin-tho membesi, ujarnya, "Memang
begitulah maksudku.... '. Setelah mendapat pelajaran ilmu
Thian-kong-sin-kang, sebaiknya nona Song mencari tempat
yang tersembunyi untuk meyakinkannya. Paling lambat
setengah tahun kemudian, tentu sudah ada hasilnya.
Sekalipun andaikata dalam pertemuan Gobi nanti kita sampai
terluka atau binasa, nona Song tetap masih ada dan kelak
pasti dapat membasmi gerombolan durjana itu!"
Siau-liong berulang anggukkan kepala, ujarnya, "Memang
sejak semula aku sudah mengandung maksud begitu. Hanya
nona Song masih belum mau...."
Kongsun Sin tho beralih memandang Song Ling, serunya,
"Dunia persilatan harus tetap menghidupkan setitik Hawa
Murni agar jangan sampai ludas selama-lamanya. Nona juga
memikul beban berat, mengapa menolak?"
Agak tersipu Song Ling memandang ke arah tabib sakti itu,
tiba-tiba ia berteriak dengan nada gemetar, "Aku tak mau!
Aku tak mau lepaskan usahaku untuk menolong ibuku hanya
karena mengurusi soal Thian-kong-sin kang. Sekalipun dalam
waktu setengah tahun akan berhasil mempelajari, tetapi
mungkin pada waktu itu aku sudah tak dapat melihat wajah


Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ibuku lagi."
Dara itu menangis tersedu-sedu. Tetapi rupanya Kongsun
Sin-tho tak menghirau.... Ia membentaknya bengis, "Usahaku
ini bukan semata-mata hanya untuk menyelamatkan dunia
persilatan, pun juga untuk menolong ibumu dan lain-lain tokoh
yang sedang menderita dibawah cengkeraman Iblis-penaklukTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
800 dunia. Ingatlah, apabila pertemuan di Gobi itu sampai gagal
dan kita menderita kekalahan, engkaupun takkan mempunyai
harapan untuk berjumpa dengan mamahmu untuk selamalamanya!"
Siau liong pun ikut menghibur dan membujuk Song Ling
Sampai lama ia memberi penjelasan panjang lebar, sehingga
dara itu agak tenang.
Tiba-tiba Kongsun Sin-tho berseru, "Waktu sudah tak
banyak lagi, hayo segeralah mulai!"
Memandang kesekeliling penjuru, Siau-liong bertanya,
"Apakah ditempat ini juga?"
"Telah kusiapkan penyelidikan yang teliti, ternyata tempat
ini yang paling aman. Sudahlah, jangan engkau kuatirkan
apa2 lagi dan segeralah engkau turunkan pelajaran itu dengan
sepenuh hati!"
Tiba-tiba terlintas sesuatu pada benak Siau-liong. Ia agak
bimbang. Sejak kecil ia hidup bersama gurunya itu maka ia
kenal baik sekali akan adat perangai gurunya Tetapi apa yang
dilihatnya saat itu, memberinya kesan bahwa sikap dan
tingkah laku gurunya itu agak berbeda dengan biasanya.
Dan lagi setelah melintasi sungai barulah gurunya itu
muncul dengan naik perahu. Tetapi mengapa mengatakan
kalau sudah lebih dulu tiba di tempat situ dan mempersiapkan
tempat dipondok sunyi itu" Bukankah itu membingungkan.
Diam-diam Siau-liong curiga.
Melihat pemuda itu masih berayal, Kongsun Sin-tho cepat
mendesaknya, "Mengapa engkau membuang-buang waktu
saja" Mengapa masih tak lekas2 mulai menurunkan
pelajaran?"
801 Dalam pada berdiam diri itu, Siau-liong diam-diam
menimang. Atas teguran suhunya, ia segera menjawab, "Jika
hendak menurunkan seluruh isi kitab pusaka itu, paling tidak
tentu memerlukan waktu empat jam. Mungkin besok pagi baru
dapat habis!"
"Soal waktu, tak jadi apa. Aku akan menjaga disini.
Curahkan pikiranmu untuk menurunkan pelajaran, lain-lain hal
aku yang mengatur!"
Siau-liong tak dapat berbuat apa2. Tetapi ia tetap meragu.
Tiba-tiba Song Ling mendekati dan berbisik kedekat
telinganya, "Perhatikanlah sorot mata suhumu itu!"
Siau-liong terkejut. Buru-buru ia menatap wajah suhunya.
Dilihat sepasang mata Kongsun Sin-tho itu lurus menyorot
kemuka. Sinarnya memancarkan cahaya yang aneh.
Seketika hati Siau-liong seperti diguyur es. Tubuhnya
menggigil. Jelas diketahuinya bahwa sorot mata suhunya itu
tidak wajar lagi.... Suatu pancaran sinar yang mengandung
keganasan, kelinglungan dan ketololan. Suatu keadaan yang
Siau-liong tak asing lagi. Karena hai itu serupa seperti yang
terjadi pada diri Randa Bu-san Siau-liong terkejut dan gelisah.
Pikirnya, "Adakah suhu juga...." Tak berani ia melanjutkan
dugaannya. Tetapi diam-diam ia kerahkan tenaga untuk
bersiap. Tiba-tiba Kongsun Sin tho berpaling dan menegurnya,
"Bagaimana" Mengapa masih belum mulai?"
Siau-liong berusaha menekan kegelisahannya. Sahutnya,
"Murid pertimbangkan lagi Soal ini agaknya.... masih terdapat
hal2 yang tak leluasa...."
802 Ditatapnya wajah Kongsun Sin-tho, lalu melanjutkan
berkata, "Kalau suhu sudah mendengar pendapat murid,
baiklah soal itu dipertangguhkan saja setelah nanti habis dari
Gobi, baru...."
"Apakah engkau hendak menentang perintahku?" cepat
Kongsun Sin tho membentak.
Buru-buru Siau-liong menyahut dengan kepala menunduk,
"Budi suhu kepadaku sedalam lautan. Sekalipun tubuh murid
hancur-lebur, murid tentu akan melaksanakan perintah suhu.
Tetapi maaf, ilmu Thian-kong sin-kang itu bukanlah suhu yang
mengajarkan kepada murid. Dan sejauh yang murid ketahui,
rasanya suhu tak pernah memaksa murid untuk mengajarkan
suatu ilmu kepada lain orang!"
Gemetarlah tubuh Kongsun Sin-tho mendengar penyahutan
itu. Sepasang matanya ber-kilat2 tajam. Lalu membentak,
"Muridku! Tampaknya engkau memang sudah tak mau
menurut perintahku lagi!"
Siau-liong hendak menyahut tetapi saat itu tiba-tiba dari
jauh terdengar derap langkah orang mendatangi. Dan tak
berapa lama terdengar suara parau dari Lu Bu-ki, "Kongsun
cianpwe.... Kon-sun siauhiap...."
Siau-liong terkejut. Cepat ia berpaling. Dilihatnya sitinggi
besar Lu Bu-ki tengah ber-lari2 mendatangi kepondok itu.
Sekonyong-konyong Kongsun Sin-tho berbangkit seraya
membentak keras, "Berhenti!"
Lu Bu-ki tertegun tetapi ia tetap melangkah masuk dan
berseru, "Kongsun cianpwe, dari tepi seberang sungai...."
803 Kongsun Sin tho membentak marah dan tiba-tiba ia
menghantam Lu Bu-ki!
Sitinggi besar terkejut. Ia tak menduga sama sekali kalau
bakal menerima kemarahan Kongsun Sin-tho. Dalam gugup ia
tak dapat berusaha menghindari lagi. Pun andaikata ia sudah
siap. juga tak mungkin ia mampu menerima pukulan sakti dari
Kongsun Sin-tho itu.
Dalam keadaan seperti saat itu, tak boleh tidak, sitinggi
besar Lu Bu-ki pasti celaka!
Untunglah sejak melihat keadaan suhunya tak wajar itu,
Siau liong sudah siap2. Melihat suhunya menghantam Lu Bu-ki
yang tak bersiap-siap itu, kejut Siau-liong bukan kepalang. Ia
tahu bahwa pukulan ilmu sakti Thian-jim-sin kang dari
suhunya itu pasti akan menghancurkan Lu Bu-ki.
Siau-liong tak banyak berpikir lagi. Untuk menyelamatkan
tokoh tinggi besar itu, ia harus cepat bertindak.
Serentak melonjak bangun ia songsongkan tangannya ke
arah pukulan suhunya "Bum".... terdengar getaran keras.
Akibatnya gubuk yang baru didirikan itu hancur lebur
berantakan. Lu Bu-ki tercengang. Serunya gopoh, "Ini.... ini.... Kongsun
siauhiap.... apakah sebenarnya...."
Tetapi Siau-liong tak sempat menjawab. Segera ia berseru
kepada suhunya, "Suhu.... engkau.... ini bagaimana" Apakah
engkau juga...."
Akibat dari pukulan dihapus oleh pukulan Siau-liong, tubuh
Kongsun Sin-tho agak berguncang. Dipandangnya Siau-liong
804 tajam2 lalu membentaknya, "Murid, sungguh tak nyana kalau
engkau berani menghantam aku!"
"Suhu! Murid sungguh terpaksa. Engkau...." air mata Siauliong
bercucuran. Dipandangnya wajah suhunya. Tiba-tiba ia
mendapat kesan bahwa sikap suhunya itu berobah seperti
asing. Jauh sekali bedanya dengan suhunya yang dulu.
Apa yang dilakukan tadi, benar-benar suatu hal yang tak
pernah diimpikan semula. Walaupun hal itu terdesak oleh
keadaan namun hati Siau-liong seperti diiris-iris rasanya.
Sambil menatap Siau-liong, Kongsun Sin-tho membentak,
"Apakah engkau tahu bahwa jika engkau tak mau menurut
perintah suhu, hanya jalan kematian yang engkau peroleh?"
Begitu saling bertatap pandang dengan suhunya, Siau-liong
tiba-tiba menangis, "Suhu, murid rela mati ditangan suhu!
Engkau.... bunuhlah murid! Matipun murid takkan
penasaran...."
Habis berkata, Siau-liong terus berlutut dihadapan Kongsun
Sin-tho, tundukkan kepala siap menunggu kematian!
Song Ling dan Lu Bu-ki yang berdiri di samping hanya
terlongong-longong menyaksikan adegan itu fanpa dapat
berbuat sesuatu apa.
"Apakah engkau benar-benar rela mati?" bentak Kongsun
Sin-tho. "Benar, mati dibawah tangan suhu, murid merasa ikhlas
dan akan mati dengan meram!"
805 Kongsun Sin-tho rentangkan kedua matanya lebar2.
Dipandangnya Siau-liong dan mulailah ia mengangkat tangan
kanannya pelahan-lahan ke atas.
Tetapi wajahnya tiba-tiba memantulkan kesedihan. Dan
tangan kanannya itupun berhenti di atas saja. Sampai lama
tak juga dihantamkan ke bawah.
Karena sampai lama belum juga gurunya memukul, Siauliong
pelahan-lahan mengangkat kepala. Tepat matanya
bertatapan dengan mata suhunya.
Dilihatnya mata suhunya tiba-tiba mengucurkan beberapa
titik air mata. Dan air mata itu tepat menetes ke muka Siauliong.
Siau-liong menghela napas, serunya rawan; "Suhu,
suhu...." "Muridku...." sahut Kongsun Sin-tho dengan iba....
"Suhu, lebih baik kita menuju ke Gobi dulu," kembali Siau
liong mengulang permintaannya.
Tiba-tiba wajah Kongsun Sin-tho berobah lagi dan segera
membentaknya bengis, "Tetapi engkau lebih dulu engkau
harus menurut perintahku untuk memberikan ilmu Thiankong-
sin kang itu kepada nona Song."
Siau liong menghela napas, "Suhu, apakah engkau benarbenar
juga terkena ilmu siluman dari Iblis-penakluk-dunia...."
"Tutup mulutmu!" bentak Kongsun Sin-tho dengan mata
berapi-api,.... untuk yang terakhir kali jawablah. Engkau mau
menurut perintahku atau tidak?"
806 Siau-liong merenung sejenak lalu menyahut tegas, "Murid
hanya menurut perintah yang sehat. bukan perintah yang
kacau! Apabila suhu hendak memaksa murid melakukan
perbuatan yang mencelakai dunia persilatan, biar mati murid
tetap tak mau menurut!"
Seketika tegaklah rambut Kongsun Sin-tho. Dengan
menggembor keras ia mengangkat tangan kanan terus hendak
dihantamkan ke arah kepala Siau-liong.
Song Ling dan Lu Bu-ki sudah siap2. Tetapi karena berdiri
pada jarak beberapa langkah, mereka tak berdaya
membendung pukulan Kongsun Sin-tho yang dilancarkan
secepat kilat. Bum.... terdengar letupan dahsyat disertai hamburan debu
dan pasir serta ranting2 pohon yang berhamburan keempat
penjuru. Suatu keadaan yang mirip dengan ledakkan
halilintar.... Song Ling terkejut pucat. Dalam hamburan debu yang
masih menebal, ia menjerit sekuatnya, "Siau-liong! Siauliong...."
-terus loncat menyusup ke tempat Siau-liong.
Tetapi apa yang disaksikan saat itu, benar-benar
membuatnya terlongong-longong.
Kongsun Sin-tho berdiri beberapa langkah jauhnya.
Wajahnya tenang, terlongong-longong tak bicara apa2.
Sedang Siau-liong pun tak kurang suatu apa. Dan sudah
bangun berdiri. Disampingnya tampak seorang tua berbaju
ungu Orang tua tak dikenal itu tengah tertawa dingin.
Karena tak menduga sama sekali, maka Song Ling tak
dapat mengetahui kapankah orangtua baju ungu itu
munculnya" Tetapi cepat ia dapat menduga bahwa tentulah
807 orangtua baju ungu itu yang telah menyelamatkan jiwa Siauliong.
Dandanan orangtua itu memang aneh. Selain pakaiannya
yang berwarna ungu, pun mukanya tertutup dengan sutera
ungu yang tebal. Dari bayang2 sutera ungu tampak jelas
jenggotnya yang putih memanjang sampai keperut Tetapi
wajahnya tak tampak jelas.
Siau-liong memandang Kongsun Sin-tho lalu memandang
ke arah orang tua yang tak dikenal itu. Kemudian memberi
hormat, "Mohon tanya mengapa lo-cianpwe menolong diriku?"
Orangtua baju ungu itu tertawa dingin, "Ada dua macam
kematian. Mati segempar gunung Thaysan rubuh dan mati
sepele seperti jatuhnya bulu burung. Mati seperti yang hendak
engkau tempuh ini, mati yang tak berharga...."
Kemudian menuding pada Kongsun Sin tho ia berkata pula,
"Sekalipun dia merupakan guru yang telah melepas budi besar
kepadamu! Tetapi kesadarannya sudah hilang. Apa yang
dilakukannya, semata-mata hanya menurut apa yang
diperintahkan orang yang menguasainya dengan ilmu hitam.
Jika engkau relakan dirimu dihantamnya, bukankah engkau
akan mati dengan penasaran?"
Siau liong merenung ucapan orangtua baju ungu itu dan
merasa memang benar. Serentak teringatlah ia akan tindakan
suhunya ketika berada dalam biara rusak yang lalu. Saat itu
Kongsun Sin-tho memberi padanya separoh dari pil Cap-siau
cwan-soh-sin-tan. Mungkin saat itu gurunya sudah menduga
akan terjadi kemungkinan yang menimpah dirinya seperti saat
ini. Maka jelaslah maksudnya, Kongsun Sin-tho
menugaskannya ke puncak Kim-ting untuk meminta
Terggoret-emas-kaki-tiga kepada paderi sakti. Karena hanya
binatang pusaka itulah yang harus menjadi campuran ramuan
808 pil Cap-siau-cwan-soh-sin-tan agar benar-benar dapat menjadi
obat mujijad untuk menolong suhunya dan sekalian tokoh2
yang dibius Iblis-penakluk-dunia.
Diam-diam Siau -iong kucurkan keringat dingin. Pikirnya,
"Jika orang tua baju ungu ini tak menolong pada waktu yang
tepat, tentulah saat itu dirinya sudah mati. Bukankah aku
bakal menjadi seorang yang berdosa karena telah
menelantarkan tugas berat yang dipikulnya?"
Memandang ke arah Kongsun Sin-tho, dilihatnya mata
gurunya itu sudah redup. Pandang matanya sudah hampa
seperti orang tolol. Kongsun Sin-tho memandang berkesiap
kepada dirinya dan orang tua baju ungu itu.
Tiba-tiba terdengar lengking suitan ngeri yang menusuk
telinga. Berasal dari tengah hutan. Kumandang suitan itu
sampai lama belum hilang.


Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan serentak terbeliak kagetlah Kongsun Sin-tho
mendengar suitan itu. Ia memandang kesekeliling penjuru lalu
menghela napas. Tanpa berkata apa, tiba-tiba ia loncat ke
udara. Dalam dua tiga loncatan saja, ia sudah menghilang
dalam gerumbul pohon yang lebat.
Siau-liong bercucuran air mata memandang bayangan
suhunya. sesaat ia berdiri terlongong-longong. Tiba-tiba ia
berputar tubuh lalu berlutut dihadapan orang tua baju ungu,
"Terima kasih atas budi pertolongan lo-cianpwe. Bolehkah
kumohon tanya nama lo-cianpwe yang mulia?"
Orang tua baju ungu itu tertawa gelak2. Ia mengangkat
bangun Siau-liong, serunya, "Karena engkau ini sudah menjadi
pewaris ilmu sakti Thian-kong-sin-kang, tak perlulah engkau
menjalankan peradatan begitu.... Aku sungguh2 tak berani
menerima...."
809 Berhenti sejenak ia melanjutkan berkata, "Dahulu rasanya
aku pun pernah punya nama. Tetapi karena tinggal
dipegunungan sampai belasan tahun, telah kulupakan semua!"
Siau-liong terkesiap. Ia anggap orangtua itu benar-benar
seorang aneh. Saat itu Lu Bu-ki dan Song Ling pun sudah menghampiri.
Keduanya serta-merta memberi hormat kepada orang tua
aneh itu. Orang tua itu mengangguk tertawa lalu membelai rambut
Song Ling, tegurnya, "Nak, berapakah umurmu sekarang?"
Song Ling terkesiap, sahutnya, "Delapan belas tahun!"
Orang tua aneh itu tiba-tiba menghela napas, ujarnya, "Ah,
waktu benar-benar cepat sekali! Dalam sekejab mata saja
sudah 15 tahun...."
Tampaknya dia sayang sekali kepada Song Ling. Sambil
mengelus-elus kedua bahu dan pipi si dara, ia berkata,
"Kuingat ketika melihatmu dulu, engkau baru seorang budak
kecil berumur tiga tahun."
"Lo-cianpwe, apakah engkau tak salah lihat?" seru Song
Ling heran. Orangtua baju ungu itu tertawa gelak, "Sekalipun burung
yang terbang pada 15 tahun berselang, aku pasti masih
mengenalinya!"
Habis berkata tiba-tiba orang tua itu menarik sutera
kerudung mukanya....
810 Seorang tua yang wajahnya masih merah segar,
jenggotnya putih seperti salju tetapi matanya sebelah kiri
buta. Melihat itu serta-merta Song Ling berlutut dan berseru
dengan isak tangis, "Ah, kiranya kakek guru.... Pertapa-sakti
mata satu!"
Pertapa-sakti itu menepuk-nepuk bahu si dara dan tertawa
gelak2, "Nak, engkau seperti ibumu, cerdas sekali!"
Makin sedih dan air matanya pun berderai-derai seperti
banjir. Ia memeluk kaki orang tua itu seraya meratap,
"Mohon, kakek guru suka menolong ibu. Dia sekarang...."
Orang tua itu mengangkat si dara bangun, ujarnya, "Sudah
tentu, sudah tentu.... tetapi...."
Rupanya orangtua itu tak yakin mampu melakukan hal itu.
Maka sampai lama sekali ia tak dapat melanjutkan kata2nya.
Walaupun belum mendengar kesanggupan yang positip,
tetapi bertemu dengan kakek gurunya itu, cukup membuat
hati Song Ling terhibur. Ia berpaling ke arah Sau liong dan
suruh anak muda itu menghadap kakek gurunya.
"Aku yang rendah, menghaturkan hormat kepada locianpwe!"
kata Siau liong seraya memberi hormat.
"Ah, jangan banyak peradatan...." orang tua
menganggukkan kepala lalu bertanya, "Apakah engkau ini
putera dari Tong Gun-liong dan murid dari Kongsun Sin-tho?"
Siau-liong tertegun, katanya tergagap, "Ya benar."
811 Ia heran mengapa orang tua itu tahu asal usulnya begitu
jelas. Jika begitu, kemungkinan orang tua itu tentu tahu juga
bagaimana peristiwa yang dialaminya ketika masuk ke dalam
pusar bumi dan mendapat rejeki yang luar biasa.
Song Ling dan Lu Bu-ki pun terperanjat juga. Mereka hanya
tahu bahwa Siau-liong itu memakai she Kongsun Tak pernah
mereka mendengar bahwa penuda itu putera dari Tong Gunliong.
Setelah tertegun beberapa saat, sitinggi besar Lu Bu-ki
maju kehadapan Pertapa-sakti mata-satu itu, memberi
hormat, "Aku yang rendah Lu Bu-ki, menghadap lo-cianpwe."
Pertapa-sakti-mata-satu tertawa, "Ah, sungguh
menggembirakan sekali dapat bertemu dengan Lu tayhiap
yang menguasai Rimba Hijau wilayah selatan!"
"Ah, lo-cianpwe keliwat memuji...." tersipu-sipu sitinggi
besar menyahut, "Tadi aku telah melihat beberapa sosok
bayangan menyusup kegerumbul pohon. Mungkin Iblispenakluk-
dunia sudah datang bersama anak buahnya...."
Pertapa-sakti-mata-satu itu tertawa meloroh, "Ah, mungkin
mataku yang tinggal satu ini kurang awas. Tetapi aku
memang tak melihat seseorang yang bersembunyi disekeliling
sini...." Sejenak pertapa itu memandang Lu Bu ki lalu Siau-liong.
katanya pula, "Karena kalian hendak menuju ke Gobi, marilah
bersama sama dengan aku kesana!" "Habis berkata ia terus
menarik tangan Song Ling dan diajak berjalan.
Lu Bu ki terlongong sejenak.... Suara suitan tinggi tadi
tentulah tanda dari Iblis-penakluk-dunia untuk memanggil
Kongsun Sin-tho. Tetapi mengapa pertapa mata-satu itu
812 mengatakan tak melihat orang bersembunyi disekeliling
tempat situ"
Tetapi walaupun kasar, Lu Bu-ki itu cerdas juga. Ia
memperhatikan kilatan mata pertapa-sakti itu seperti memberi
isyarat rahasia kepadanya. Maka iapun tak mau banyak bicara.
Ia melangkah pelahan-lahan mengikuti Pertapa-sakti-mata
satu. Tenang sekali pertapa-sakti itu ayunkan langkah memimpin
tangan Song Ling sambil tanya ini itu. Begitu lambat ia
berjalan hingga sepenyala dupa lamanya barulah ia keluar dari
persimpangan jalan itu lalu belok menuju, kejalanan yang
menjurus ke Gobi.
Siau-liong masih sedih memikirkan suhunya yang juga telah
menjadi korban kehilangan kesadaran pikirannya. Ia berjalan
di belakang Pertapa-sakti-mata-satu itu tanpa bicara apa2.
Lu Bu-ki tak henti2nya memandang kian kemari. Tetapi
sekeliling penjuru sunyi senyap Kecuali deru air sungai yang
bergemuruh dari kejauhan, hanya angin yang mendesis-desis
menghembus pohon-pohon.
Tetapi diam-diam kepala Rimba Hijau wilayah selatan itu
sudah menduga bahwa Iblis-penakluk-dunia tentu telah
menyembunyikan anak buahnya. Gerak-gerik dan
pembicaraan kawan2nya tentu sudah didengar mereka.
Tetapi ia memperhatikan betapa tenang Pertapa-saktimata-
satu itu berjalan Sedikit pun tak mengacuhkan keadaan
di sekelilingnya. Mau tak mau terpengaruh juga hati Lu Bu-ki.
Iapun berlaku setenang mungkin.
813 Tiba-tiba Pertapa-sakti-mata-satu percepat langkahnya....
Tak berapa lama gunung Gobi pun sudah tampak dari
kejauhan. Lebih kurang hanya tinggal 20-an li jauhnya.
Tiba-tiba orang tua aneh itu berhenti lalu terlawa meloroh,
"Sungguh tak nyana, dalam usia setua ini, aku masih
menemani kalian untuk menikmati pemandangan alam yang
permai...."
Sekonyong-konyong orang tua itu berputar tubuh ke arah
Lu Bu-ki, serunya, "Iblis-penakluk-dunia sudah membawa
anak buahnya bersembunyi dalam gerumbul pohon. Berkat
peyakinanku selama berpuluh tahun dalam ilmu Hun-yu-thanbi
atau Menyiak-sunyi menyusup-kelebatan, aku dapat
mendengar suara ulat atau unggas yang bergerak pada jarak
10 li jauhnya. Gerak gerik mereka tak lepas dari
pendengaranku. Tetapi aku memang sengaja pura-pura tak
mendengar agar dapat mengelabuhi perhatian mereka. Kalau
tidak...."
Ia tersenyum dan berkata pula, "Aku tentu tak mampu
menghadapi serangan gabungan dari Empat tenaga-sakti!"
"Apakah ibu juga.... datang?" tanya Song Ling.
"Datang sih datang tetapi aku tak berdaya menolongnya!"
kata Pertapa-sakti-mata-satu.
Siau-liong memandang ke arah jalan yang dipandang
pertapa itu. Tiba-tiba ia melihat beberapa sosok bayangan
berkelebat dan lenyap lagi.
Kiranya perkataan Pertapa-sakti-mata-satu itu memang
benar. Iblis-penakluk-dunia telah datang bersama rombongan
anak buahnya. Segera Siau-liong berkata kepada orang tua
814 sakti itu, "Apakah lo-cianpwe melihat dalam gerumbul pohon
itu...." Pertapa-sakti-mata-satu tertawa, "Sudah kukatakan, setiap
ulat dan unggas yang bergerak dalam lingkungan 10 li, tak
mungkin lolos dari telingaku...."
Siau-liong menundukkan kepala tak membantah. Tetapi
diam-diam ia merasa orang tua itu terlalu besar omongannya
Pikirnya, "Biarpun telingamu amat tajam, tak mungkin engkau
mampu mendengar gerak-gerik ulat dan burung sejauh 10 li.
Apalagi matamu hanya tinggal satu."
Tiba-tiba Pertapa-sakti-mata saru berkata pula, "Memang
Iblis-penakluk-dunia agak takut juga kepadaku. Kalau tadi dja
tak berani keluar, saat ini pun tentu tak berani mengejar kita."
Ia tertawa meloroh lalu berseru nyaring, "Hayo, kita
lanjutkan jalan lagi!" "ia terus menggandeng tangan Song
Ling dan melangkah kemuka. Siau-liong dan Lu Bu-ki terpaksa
mengikuti. Saat itu mereka sudah menyusur jalanan gunung. Puncak
Gobi tampak menjulang tinggi kelangit. Gunung yang
berselaput rimba hijau, bertaburan dengan gumpal awan putih
yang tak henti2nya ber-arak2an kian kemari.
Gunung Gobi benar-benar merupakan gunung keramat
tempat para dewa yang indah tenang alamnya.
Pertapa-sakti-mata-satu itu tetap berjalan pelahan-lahan.
Tetapi ternyata langkahnya itu amat cepat sekali sehingga Lu
Bu-ki terpaksa harus mengejar dengan berlari agar jangan
sampai ketinggalan jauh.
815 Gua Ko-hud-tong itu terletak di belakang gunung. Maka
setelah mendaki beberapa waktu, Pertapa-sakti-mata-satu lalu
mengajak rombongannya mengitari ke belakang gunung.
Walaupun dalam hati ingin sekali segera mendapatkan
paderi sakti Kim Ting untuk meminta Tenggoret berkaki-tiga.
Tetapi ia tak kenal jalanan dan tak kenal pula pada paderi
sakti itu. Oleh karena ia sungkan untuk bertanya kepada
Pertapa-sakti-mata-satu, terpaksa ia hanya mengikuti di
belakang orang tua itu saja. Hanya diam-diam ia
memperhatikan keadaan disekeliling penjuru.
Rupanya pertapa sakti itu tahu akan kegelisahan si dara.
Tak henti-hentinya ia tertawa-tawa menghibur hati dara itu.
Siau-liong tak dapat menangkap apa yarg dikatakan
Pertapa-sakti itu kepada Song Ling. Tetapi dilihatnya berulang
kali si dara berpaling memandang ke arahnya dan memberi
isyarat kicupan mata kepadanya.
"Sudahlah, jangan mempedulikan dia!" Pertapa-sakti-matasatu
tertawa, "dia memang seorang budak tolol!"
Ia berpaling memandang Siau liong. Siau-liong tertegun.
Cepat2 ia maju selangkah, "Apakah lo-cianpwe' hendak bicara
kepadaku?"
Song Ling tertawa mengikik, "Apakah engkau tuli" Kakek
guru bilang engkau ini...." -tiba-tiba ia berhenti dan menutup
mulutnya yang tertawa.
Merah telinga Siau-liong. Ia menunduk diam. Pertapa saktimata-
satu itu menganggukkan kepala, katanya, "Aku hendak
menjelaskan dulu namamu yang sesungguhnya agar dapat
memanggil dengan tepat."
816 Siau-liong tersipu-sipu tak berani mengangkat muka.
Mulutnya tergagap menyambut, "Aku sebenarnya memang
orang she Tong. Karena hendak menghindari ancaman dunia
persilatan dan demi usahaku untuk membalas sakit hati orang
tua, maka aku terpaksa berganti memakai she suhuku
Kongsun. Tetapi...."
"Kalau begitu baik tetap kupanggil Kongsun siauhiap
sajalah!"' cepat2 orang tua itu menukas.
"Ah. jangan, lo-cianpwe. Harap lo-cianpwa cukup panggil
namaku saja!"
Pertapa-sakti-mata satu itu tertawa, "Thian-kong-sin-kang
merupakan ilmu sakti nomor satu di dunia persilatan. Saat ini
Kongsun siauhiap merupakan jago nomor satu di dunia.
Masakan aku berani berlaku kurang hormat?" sahut pertapamata-
satu itu. "Ah, masakan aku berani menerima sanjung pujian yang
begitu tinggi," buru-buru Siau-liong berseru.
Tetapi orang tua itu tak menghiraukan kata2 Siau-liong, ia
menghela napas, "Sayang ilmu sakti itu belum dapat engkau
pelajari sempurna. Apabila sudah dapat engkau kuasai, Iblispenakluk-
dunia dan keempat tokoh ilmu sakti itu, tak mangkin
mampu menandingi kesaktianmu. Cukup engkau seorang diri
saja, sudah pasti dapat membasmi gerombolan Iblis-penaklukdunia
dan menyelamatkan dunia persilatan!"
Diam-diam Siau-liong menghela napas. Ucapan orang tua
baju ungu itu memang tak bohong. Ia baru mengetahui sedikit
tentang ilmu Thian-kong-sin-kang itu tetapi kepandaiannya
sudah maju begitu pesat. Apalagi kalau ia sudah dapat
menguasainya semua. Tetapi, ah, sayang ia tak mempunyai
kesempatan untuk meyakinkan ilmu itu.
817 Dengan nada rawan berkatalah Pertapa sakti-mata-satu itu,
"Segala apa tergantung takdir. Kita hanya dapat berusaha
tetapi Allah yang kuasa...."
Tiba-tiba mata orang tua yang tinggal sebelah itu berkilatkilat
tajam dan berkatalah ia dalam soal lain, "Tadi kukatakan
bahwa ilmuku Hun-yu-than-bi itu dapat mendengar gerakgerik
ulat dan unggas yang bergerak dalam jarak 10 li....
Kongsun siauhiap tentu tak percaya hal itu, bukan?"


Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ah, mana aku berani tak percaya," buru-buru Siau-liong
berseru. "Tapi memang begitulah. Maka hendak kutunjukkan bukti
kepadamu...." tiba-tiba orangtua itu menuding kemuka,
tanyanya, "Apakah Kongsun siauhiap melihat sesuatu?"
Siau-liong tertegun. Ia memandang ke arah yang ditunjuk
pertapa tua itu. Tetapi kecuali puncak gunung yang tinggi
menyusup kelangit dan bertutup hutan belantara yang lebat
dengan lingkaran jalan2 kecil, Siau-liong tak melihat apa2 lagi.
"Rasanya aku tak melihat apa2," kata Siau-liong.
"Apakah mendengar apa2?" tanya pertapa tua itu pula.
Siau-liong pasang telinga mendengari dengan penuh
perhatian. Tetapi ia tak mendengar apa2, sahutnya; "Yang
kudengar hanya deru angin dan desir serangga. Lain tidak!"
"Kudengar pada jarak tiga li, dua orang sedang berjalan.
Mereka mempunyai hubungan dengan engkau!" kata pertapa
tua itu. 818 Siau-liong, Lu Bu-ki dan Song Ling terhenti, seketika,
memandang orangtua aneh itu.
"Apakah lo-cianpwe tak bergurau?"
"Aku tinggal dibalik gunung sana," orang tua itu menunjuk
pada hutan disebelah kiri, "setengah jam lagi kita jumpa digua
Ko-hud-tong." habis berkata ia terus melangkah pergi.
"Hai, kakek guru, dia tak kenal jalan." si dara memburunya.
"Hus, budak perempuan, dia tak tahu jalan apa sangkutpautnya
dengan dirimu...." bentak orang tua itu lalu membisiki
telinga si dara, "setelah gerombolan Iblis-penakluk-dunia
tertumpas, kakek tentu akan menjomblangkan perjodohan
kalian!" Song Ling tersipu-sipu malu....
---ooo0dw0ooo---
Jilid 15 Paderi Kim-ting
"Sucou. engkau...." teriak Song Ling.
Siau-liong tak mendengar apa pun yang dibisikkan
orangtua itu kepada Song Ling, Ia terus melesat pergi.
"Maaf, akupun akan mengikuti saudara Kongsun." sitinggi
besar Lu Bu-ki pun segera memberi hormat kepada Pertapasakti-
mata-satu itu terus menyusul Siau-liong.
Song Ling hanya memandang terlongong ke arah bayangan
pemuda itu. Walaupun ucapan orang tua itu hanya kata2
819 menghibur, tetapi tak urung hati dara itu tergerak juga. Entah
bagaimana saat itu ia merasa seperti dicengkam oleh suatu
perasaan yang belum pernah dirasakan selama ini.
Sejak kecil ia hidup bersama ibunya di gunung Busan yang
sepi. Selama itu tak pernah ia berkawan dengan anak lelaki. Ia
berangkat dewasa dalam alam kesunyian.
Sejak berkenalan dengan Siau-liong, walau pun keduanya
saling menjaga kesopanan tetapi tanpa terasa dalam hati dara
itu tumbuh semacam perasaan yang aneh. Suatu perasaan
yang belum pernah dialami seumur hidup. Ia merasa takut
kalau ditinggal pergi pemuda yang baik budi itu.
"Nak, apakah engkau sungguh2 suka kepadanya?" tiba-tiba
orang tua sakti itu menegurnya.
Song Ling mendesus lalu tertawa tersipu-sipu. Ia tak mau
menjawab melainkan mengikuti di belakang kakek gurunya
berjalan. Sementara itu karena menggunakan ilmu meringankan
tubuh, dalam beberapa kejab saja dapatlah Sau-liong
mencapai tiga li jauhnya.
Sambil lari, ia tetap memperhatikan keadaan
disekelilingnya. Tetapi sampai sejauh itu ia tak melihat barang
seorang pun jua. Seketika timbullah rasa curiganya, "Huh,
jangan2 orang tua bermata satu itu hanya mengelabuhi aku
supaya pisah dengan Song Ling...."
Dengan napas terengah-engah, Lu Bu-ki menyusul tiba,
serunya, "Apakah saudara Kongsun melihat seseorang?"
820 "Kita tentu ditipunya. Sampai sepuluh li jauhnya tak
kelihatan apa2. Memang di dunia tak mungkin terdapat orang
dan ilmu seaneh itu," sahut Siau-liong.
Lu Bu-ki banting2 kaki dan menggembor; "Benar! Aku juga
tak percaya pada ilmu begitu!"
Sejenak meragu, Siau-liong lanjutkan larinya lagi. Kira-kira
dua puluh tombak jauhnya ia tiba dibawah kaki sebuah
gunung. Kaki gunung itu penuh ditumbuhi gerumbul rumput
dan aneka pohon seperti di dalam hutan. Tetapi Siau-liong tak
mendengar suara dan melihat sesuatu.
Berpaling ke arah Lu Bu-ki, ia gelengkan kepala terus
hendak pergi. Tetapi tiba-tiba ia terkejut mendengar bunyi
cengkerik dari balik sebuah batu besar.
Siau-liong dan Lu Bu-ki tertegun. Setelah pasang
pendengaran barulah mereka mendengar suara orang bicara.
"Engkau mau pergi atau tidak!" seru seseorang.
Seorang wanita menjawab, "Ah, aku memang benar-benar
tak dapat berjalan lagi!"
Mendengar suara itu, girang Siau-liong bukan kepalang.
Kedua orang yang berbicara dibalik gerumbul itu jelas paderi
Liau Hoan dari Thian-san dan pemilik Lembah Semi Poh-Cengin.
Terdengar Liau Hoan membentak, "Apakah suruh aku
menggendongmu?"
Poh Ceng-in menghela napas panjang, ujarnya, "Lebih baik
bunuh aku sajalah!"
821 Liau Hoan tertawa dingin; "Jika memang membunuhmu tak
perlu kubawa engkau kian kemari seperti ini!"
Siau-liong kerutkan dahi. Dilihatnya paderi kurus dari
Thian-san itu muncul dari balik batu sambil menjinjing tubuh
Poh Ceng-in. Begitu melihat Siau-liong, paderi itu girang sekali. Ia maju
menghampiri, "Kukira engkau sudah mendaki kepuncak Kimting,
tak kira kalau dapat bertemu disini."
Memandang Poh Ceng-in, berkatalah Siau-liong, ?"Ah, losiansu
tentu payah dalam perjalanan, aku selalu
memikirkan...."
Liau Hoan tertawa, "Jika tak punya sandera wanita baju
merah ini, mungkin aku sudah celaka dan tak dapat berjumpa
lagi!" Poh Ceng-in tak mau banyak bicara melainkan memandang
Siau-liong dengan penuh dendam. Ia tertawa geram lalu
pejamkan matanya.
Siau-liong agak kasihan. Dilihatnya kedua tangan wanita itu
masih terikat ke belakang, rambutnya terurai kusut, tubuhnya
berlumuran kotoran dan napasnya terengah-engah.
Sejenak meragu, Siau-liong menghampiri kesamping Poh
Ceng-in, serunya, "Tak perlu engkau mendendam kepadaku.
Kalau mau marah, marahlah kepada ayah bundamu...." ia
menghela napas lagi, katanya, "aku bukan seorang yang
kejam tak kenal perikemanusiaan. Hanya karena terpaksa oleh
keadaan, dan lagi aku pasti memenuhi janji setahun lagi
bertemu digunung Bu-san."
822 Poh Ceng-in membuka mata dan mendengus, "Hm, tak
perlu omong lagi! Karena sudah tahu cara mengobati racun
dalam tubuhmu, silahkan bunuh aku.... aku cudah cukup
menderita siksaan macam begini!"
Tiba-tiba wanita pemilik lembah itu tertawa melengking,
"Pula sekarang aku sudah sadar. Bahwa hubungan laki
perempuan itu memang tak dapat dipaksa!"
Kedua pipi Poh Ceng-in bercucuran air mata. Wajahnya
rawan. Seolah-olah orang yang menyesal.
Siau -liong terlongong beberapa saat. Ia heran mengapa
dalam detik-detik menderita kesulitan seperti itu, Poh Ceng-in
yang ganas seperti menyadari kesalahannya.
Siau - liong memang berhati welas asih. Diam-diam iapun
menyesal telah menyiksa seorang wanita sampai begitu rupa.
Beberapa saat kemudian, ia berkata kepada paderi Liau
Hoan, "Selama membawa wanita ini menempuh bahaya maut,
tentulah lo-siansu letih dan payah sekali!"
Liau Hoan tertawa, "Ah, tak apa. Karena tahu wanita itu
amat penting bagi Kongsun hiapsu, maka aku tetap
menjaganya mati-matian."
"Apakah lo-siansu tak keberatan menyerahkan wanita itu
kepadaku?" tanya Siau-liong pula.
Liau Hoan tertegun, serunya, "Sudah ten
Jodoh Rajawali 21 Kisah Para Pendekar Pulau Es Karya Kho Ping Hoo Hati Budha Tangan Berbisa 3
^