Pendekar Laknat 6
Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong Bagian 6
abislah riwayatku
sekarang!"
Ia segera duduk bersemedhi di tanah. Pejamkan mata
menunggu ajal. "Barisan tengkorak!" teriak Toh Hun-ki dan To Kiu-kong
serempak. "Im dan Yang silang menyilang!" terdengar pula Soh-beng
Ki-su berseru nyaring.
Berpuluh kerangka tengkorak itu segera menari-nari dan
berbondong-bondong menyerbu sekalian orang.
Toh Hun-ki dan kawan2 menyadari bahwa saat itu mereka
terancam bahaya maut. Tetapi mereka sudah bertekad bulat,
lebih baik pecah sebagai ratna daripada menyerah.
Mereka segera mengelompok menjadi sebuah lingkaran.
Bahu membahu mereka lancarkan pukulan ke arah barisan
Tengkorak itu. Sekalipun barisan tengkorak itu tak dapat main silat tetapi
gerakan mereka menghamburkan angin dingin dan bau busuk
yang memuakkan sekali.
Karena tak bernyawa, barisan tengkorak hanya bergerak
menurut perintah So-beng Ki-su. Selama tidak diperintah
mundur, mereka tetap maju. Sekalipun separoh dari kerangka
tubuhnya hancur terkena pukulan, atau bahkan hanya tinggal
sebuah kaki dan tangan saja, mereka tetap berloncatan
menyerang. Pendek kata, kalau tak hancur sama sekali,
mereka takkan berhenti.
376 Beberapa saat kemudian, serangan barisan Tengkorak itu
makin menghebat. Lingkaran kepungan mereka pun makin
menyempit. Keadaan rombongan Toh Hun-ki makin gawat.
Soh-beng Ki-su tak henti-hentinya berteriak dan tertawatawa.
Sekonyong-konyong terdengar sebuah suara raungan yang
dahsyat. Dan menyusul terdengar suara tertawa panjang yang
tak kalah congkak perbawanya dengan tertawa Soh-beng Kisu.
Sekalian orang gagah terkejut sekali. Ketika mencuri
kesempatan melirik, mereka makin terkejut.
Soh-beng Ki-su tampak terhuyung-huyung ke belakang.
Tak jauh disebelah mukanya, muncul seorang aneh
berpakaian biru. Rambutnya memanjang sampai kebahu. Mata
sebesar kelinting, mulut besar dan merah, jenggotnya
berserabutan lempang seperti duri. Amboi.... itulah Pendekar
Laknat! Sudah beberapa kali Soh-beng Ki-su menderita kekalahan
dari Pendekar Laknat. Sudah tentu ia kaget setengah mati
ketika mendadak momok yang ditakuti itu muncul. Ia
terhuyung-huyung mundur mencari jalan untuk lolos.
Karena tak diberi komando lagi, barisan Tengkorak pun
macet. Mereka tertegun diam.
"Pendekar Laknat!" serentak Toh Hun-ki berteriak girang.
Ia segera bersama To Kiu-kong menghantam barisan
tengkorak itu hingga hancur lebur berhamburan ke dalam
semak. 377 Pendekar Laknat yang muncul itu sudah tentu Siau-liong
yang menyamar. Kiranya, kepergiannya untuk menyelidiki
keadaan lembah itu tadi hanya suatu alasan untuk berganti
sebagai Pendekar Laknat.
Tetapi memang tadi ia telah menyelidiki juga. Berkat
bantuan peta pemberian Jong Leng lojin, dapatlah ia dengan
leluasa mengetahui seluk beluk keadaan lembah itu. Tetapi,
ah.... si dara Mawar Putih tetap tak dapat diketemukannya.
Kemanakah gerangan lenyapnya dara itu"
Akhirnya ia terpaksa kembali lagi untuk menyelamatkan
rombongan orang gagah. Tetapi alangkah kagetnya ketika ia
mendengar teriakan Soh-beng Ki-su memberi komando
kepada barisan Tengkorak.
Cepat ia menyamar lagi sebagai Pendekar Laknat.
"Tua bangka Laknat.... dari mana engkau masuk ke dalam
lembah ini!" seru Soh-beng Ki-su seraya mundur beberapa
langkah. Sambil maju menghampiri, Siau-liong tertawa liar, "Disegala
tempat, baik di puncak gunung mau pun dilembah belantara,
aku bebas pergi dan datang menurut sekehendak hatiku...."
Diam-diam Siau-liong teringat akan nasib Koay suhu atau
Pendekar Laknat asli, yang dianiaya pertapa Pencabut-nyawa
itu. Geramnya, "Hm, kalau saat ini tak kubunuhnya, sampai
kapan lagi....?"
Serentak ia salurkan ilmu tenaga sakti Bu-kek-sin-kang ke
lengannya. Setelah telapaknya merah membara ia segera
menghantam Soh-beng Ki-su sekuat tenaganya. Dalam
378 penyamaran sebagai Pendekar Laknat, Siau-liong bebas
menggunakan tenaga sakti Bu-kek-sin-kang.
Tahu kelihayan ilmu pukulan itu, Soh-beng Ki-su tak berani
menangkis. Cepat ia berputar tubuh terus lari ngiprit. Tanpa
menghiraukan gundukan batu yang tajam dan runcing, ia
nekad berguling-guling sampai beberapa belas langkah jauh.
Dengan cara nekad itu, barulah ia dapat terhindar dari
pukulan maut. Tubuh pertapa itu berlumuran darah. Pakaian robek2 kulit
lecet2 berdarah!" SecepaT kilat Siau-liong memburu tiba dan
hendak menyusuli hantaman lagi. Soh-beng Ki-su sudah tak
mungkin dapat menghindar lagi. Dia pasti mati!
Tetapi tiba-tiba pertapa ganas itu berteriak sekuat-kuatnya,
"Tunggu!"
Entah bagaimana Siau-liong mau juga menahan
pukulannya, "Apa engkau masih mau bicara lagi?"
"Ada sebuah hal yang aneh, mungkin engkau ingin
mengetahui"!"
"Soal apa" Lekas katakan!"
Soh-beng Ki su sengaja bersikap ayal memberi jawaban,
"Engkau datang bersama Dewi Ular Ki Ih...." - ia berhenti
memandang reaksi Siau-liong lalu melanjutkan pelahau-lahan,
"apakah engkau tahu kemanakah ia sekarang?"
Siau-liong terkesiap. Pikirnya, "Kemungkinan merasa benar
Mawar Putih menyamar lagi sebagai Ki Ih"
Melihat Siau-liong tertegun. Soh-beng Ki-su dapat menduga
kalau orang itu sudah mulai tertarik perhatiannya. Ia tertawa
379 mengekeh dan berkata pula dengan lambat2, "Malah akulah
yang pernah melihat ia muncul dalam lembah ini tetapi
kemudian dibawa oleh seorang wanita baju Hitam melintasi
puncak gunung itu!" -ia menunjuk ke arah sebuah puncak
gunung yang landai.
Menurut arah yang ditunjuk itu, Siau-liong dapatkan puncak
gunung itu tegak melandai. Jika disitu memang tiada alat
perangkap, Sia-liong sanggup untuk mencapai ke atas. Hanya
keterangan Soh-beng Ki-su bahwa Mawar Putih telah dibawa
oleh wanita baju hitam melintasi puncak gunung itu, rasanya
tak mungkin terjadi.
Tetapi tiba-tiba ia teringat akan kekuatiran yang dinyatakan
Iblis Penakluk-dunia bahwa seorang sakti yang tak dikenal
telah menyelundup masuk ke dalam Lembah Maut.
"Apakah engkau melihat sendiri?" akhirnya ia menegas
dengan penuh kesangsian.
"Bukan melainkan melihat sendiri, pun dibawah puncak itu
terdapat tusuk kundai Kumala yang dipakai oleh Dewi Ular Ki
Ih. Kalau tak percaya, bolehlah kubawa engkau kesana!" sahut
Soh-beng Ki-su.
Siau-liong merenung.... Dari sikap dan nadanya, rupanya
Soh-beng Ki-su itu tak bohong. Cepat ia mencengkeram leher
baju orang itu dan mengancamnya, "Bawalah aku kesana....
tetapi kalau engkau berani menipu aku, hm, tulang
belulangmu pasti kuhancur leburkan!"
Soh - beng Ki Su tergugu mengiakan lalu berjalan karena
didorong Siau-liong.
"Pendekar Laknat, jangan termakan siasatnya!" Toh Hun-ki
berseru memberi peringatan.
380 Siau-Long tertegun sejenak. Tetapi pada lain saat ia
tertawa meliar lalu tanpa berpaling ke arah Toh Hun-ki, ia
terus menyeret Soh-beng Ki-su lari ke arah puncak itu.
Walaupun puncak itu berbahaya sekali keadaannya tetapi
dalam Lembah Maut. puncak itu termasuk satu-satunya
tempat yang dapat ditempuh.
Tak berapa lama tibalah mereka dikaki puncak. Soh-beng
Ki-su melirik Siau-liong, katanya, "Aku toh sudah berada
dalam genggamanmu, masakan mampu lolos" Tetapi dengan
cara menyeret dan menggusur seperti ini, bagaimana aku
mampu mencari tusuk kundai Kumala itu?"
"Hm, tak mungkin engkau lolos dari tanganku!" Siau-liong
lepaskan cengkeramannya.
Setelah menghela napas untuk melonggarkan lehernya
yang sesak ia pura-pura seperti mulai mencari. Dihampirinya
sebuah semak belukar. Tetapi pada saat Siau-liong tak
waspada, ia terus loncat menyusup ke belakang sebuah batu
disebelah kiri.
Ternyata di belakang batu itu terdapat sebuah gua rahasia
yang tembus ke Barisan Tujuh Maut dan Lembah Semi.
Sesungguhnya dalam peta pemberian Jong Leng lojin, tempat
itu memang disebut. Tetapi karena Siau-liong sedang
terbenam memikirkan Mawar Putih, ia sampai tak ingat lagi
sehingga Soh-beng Ki-su dapat lolos.
Tetapi Soh beng Ki-su masih tongolkan kepalanya dari balik
batu dan tertawa mengekeh, "Heh, heh, tua bangka Laknat!
Aku tak mau seratus persen membohongimu. Memang ada
seorang wanita baju hitam menolong seorang wanita.... tetapi
381 bukan Dewi Ular Ki Ih, melainkan seorang gadis baju putih....
Ki Ih mungkin sudah binasa dalam barisan Tujuh Maut!"
Siau-liong tertegun dan lupalah ia untuk menghantam
pertapa itu. Pada lain saat ketika tersadar, ternyata Soh-beng
Ki-su sudah lenyap. Ia marah karena ditipu mentah2 oleh Sohbeng
Ki-su. Tetapi ia terhibur juga hatinya karena nyata
Mawar Putih telah ditolong orang.
Terpaksa ia kembali ketempat rombongan Toh Hun-ki lagi.
Ketua Kong-tong-pay itu amat girang sekali melihat Pendekar
Laknat kembali. Cepat ia memberi llormat, "Pendekar Laknat,
dua kali sudah engkau telah memberi pertolongan. Budimu itu
takkan kulupakan selama-lamanya!"
Tawar2 Siau-liong menyahut, "Perlu apa engkau ribut2"
Aku dapat memberi hidup tetapi pun dapat membunuh,
ditatapnya ketua Kong-tong-pay itu dengan mata berapi-api
lalu tertawalah ia senyaring-nyaringnya.
Tetapi Toh Hun-ki sudah biasa mendengar tertawa yang
penuh kecongkakan itu. Kemudian ia berkata, "Pesanmu
ketika di Lembah Semi tempo hari, telah kulaksanakan. Racun
pada luka nona Tiau Bok-kun sudah terobati. Ketika
kutinggalkan Siok-ciu, dia masih beristirahat di rumah
penginapan. Tetapi saat ini dia tentu sudah sembuh!"
"Tahu!" sahut Siau-liong hambar, lalu menghampiri Ti Gong
taysu. To Kiu-kong, Pengemis-tertawa Tio Tay-tong dan kedua
pengemis Pincang, diam-diam terkejut menyaksikan Pendekar
Laknat dapat muncul dan lenyap di Lembah Maut. Sekalipun
Toh Hun-ki telah memperlakukan Pendekar Laknat sebagai
seorang pendekar budiman, tetapi orang2 Kay-pang itu tetap
gelisah. Maka mereka menjauhkan diri dan tak ikut bicara.
382 Sikap Ti Gong taysu tampak lucu. Wajahnya menampil
kejut dan ketakutan. Ia terlongong-longong memandang Siauliong.
Dua puluh tahun berselang, ia ikut dalam rombongan yang
dipimpin Ceng Hi totiang ketua Kun-lun-pay untuk membunuh
kelima momok. Sudah tentu saat itu ia melihat Pendekar
Laknat juga. Seingatnya Pendekar Laknat itu tak setinggi yang
di hadapannya sekarang. Begitupun suaranya yang
menggeledek itu, tak sama dengan dahulu. Tetapi memang
pakaian, wajah dan dandanannya tiada beda dengan Pendekar
Laknat dahulu. Karena kuatir nanti timbul salah faham sehingga terjadi
perkelahian antara Pendekar Laknat dengan Ti Gong taysu,
buru-buru Toh Hun-ki menyelinap ke tengah mereka dan
memperkenalkan...."Inilah ketua Siau-lim-si Ti...."
"Sahabat lama pada 20 tahun yang lalu, masakan perlu
engkau perkenalkan!" bentak Siau-liong.
Memang untuk menyempurnakan penyamarannya sebagai
Pendekar Laknat, diam-diam Siau-liong menyelidiki tentang
peristiwa kelima momok mengadu biru di dunia persilatan
pada 20 tahun berselang.
Diketahuinya bahwa Ti Gong taysu termasuk salah seorang
tokoh yang ikut gerakan membasmi kelima momok itu.
Ti Gong taysu menyebut 'Omitohud' lalu memalingkan
muka. Sudah tentu Toh Hun-ki gugup dan kuatir Pendekar
Laknat marah. Buru-buru ia berkata lagi kepada Siau-liong:
"Demi memberantas gerakan Iblis Penakluk-dunia dan Dewi
Neraka yang hendak mencengkeram dunia persilatan, maka It
383 Hang totiang telah memimpin rombongan orang gagah
menyerang ke Lembah Semi. Tetapi ternyata rombongan
gagah banyak yang gugur dan sekarang hanya tinggal kami
beberapa orang ini...."-ia menghela napas dan mata berlinanglinang.
"Menilik kenyataan sekarang ini, tentulah kedua suami isteri
durjana itu segera akan bergerak. Keamanan dunia persilatan
jiwa para tokoh2 persilatan. menghadapi ancaman. Satusatunya
harapan, hanya terletak pada Pendekar Laknat
seorang saja!" kata ketua Kong-tong-pay itu lebih lanjut.
Memang agak berkelebihanlah ucapan Toh Hun-ki itu.
Tetapi sesungguhnya hal itu memang suatu fakta.
Makin mengindahkanlah Siau-liong terhadap pribadi ketua
Kong-tong-pay itu. Namun ia terpaksa deliki mata dan
berseru, "Aku tak sanggup menyanggul beban seberat itu dan
tak ingin mencampuri urusan yang tiada sangkut pautnya
dengan diriku!"
Berdiam sebentar, Siau-liong tertawa keras dan menegur Ti
Gong taysu, "Paderi tua, Siau-lim-si termasyhur diseluruh
dunia. Ilmu pukulan Tat-mo -kim-kong merajai dunia
persilatan dan engkau pun seorang ketua. Terapi mengapa
engkau dapat dikurung dalam Lembah Maut sini?"
Ti Gong taysu mendengus, "Aku memang merasa malu
karena kepandaianku masih rendah. Dan lagi memang suami
Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
isteri iblis itu licin sekali memasang jerat.... tetapi, ah, hal itu
bukanlah sesuatu yang memalukan. Paling banyak kan mati!"
Ucapan itu menunjukkan keperibadian seorang ketua partai
persilatan seperti Siau-lim-si Keras, pantang mundur. Semula
Siau-liong tak puas melihat sikap congkak dari ketua Siau-limsi
itu. 384 Tetapi setelah mendengar pernyataannya itu,
kemarahannya pun agak reda.
Toh Hun-ki makin gelisah. Pada saat ia hendak membuka
mulut melerai, tiba-tiba dari arah barisan Tujuh Maut dan
terowongan yang tembus ke Lembah Maut, terdengar suitan
pelahan. Siau-liong mendengarkan dengan seksama, lalu berkata
dingin, "Hendak kubawa kalian keluar dan Lembah Maut ini,
tetapi entah...."-ia memandang Ti Gong taysu, berkata pula,
"Apakah kalian percaya padaku?"
Ti Gong taysu tetap membisu. Adalah Toh Hun-ki yang
cepat menghampiri dan berkata tegang, "Musuh kuat segera
datang, jika Pendekar Laknat dapat membawa kami keluar
dari lembah ini, itulah yang paling bagus...."
Siau-liong tertawa. Sejenak memandang sekalian orang, ia
berputar tubuh lalu ayunkan langkah.
Berkat peta dari Jong Leng lojin, dapatlah ia mengetahui
keadaan lembah itu dengan jelas. Ternyata Lembah Maut itu
mempunyai 10 buah jalanan yang tembus keluar. Tetapi
hampir seluruhnya akan tembus ke dalam Barisan Tujuh Maut.
Hanya ada sebuah jalan yang dapat menembus keluar Lembah
Semi. Siau-liong menyadari bahwa tak lama lagi Iblis Penaklukdunia
dan isterinya tentu akan datang membawa anak
buahnya. Maka cepat ia menuju kejalan tembusan yang gelap.
Berpaling ke belakang, dilihatnya Toh Hun-ki dan keempat Sulo
dari Kong-tong-pay mengikuti dibelakangnya, lalu To Kiukong,
Pengemis-tertawa Tio Tay-tong, kedua pengemis
Pincang dan paling akhir Ti Gong taysu.
385 Ketua Siau-lim-si itu berjalan dengan kepala menunduk.
Sikapnya seperti orang yang puas.
Jalan tembusan itu berada di kaki sebuah dinding karang.
Siau-liong berhenti lalu menghantam segerumbul semak
belukar setinggi orang.
Toh Hun-ki terkejut karena mengira Pendekar Laknat tentu
menemukan jejak musuh. Mereka buru-buru berpencar dan
siap2. Terdengar bunyi berderak-derak lalu berhamburan pecahan
batu dari balik semak itu. Dan pada dinding karang segera
terbuka sebuah lubang terowongan yang cukup untuk
seorang. Tanpa bersangsi lagi, Siau-liong terus menerobos masuk.
Toh Hun-ki dan rombongannya pun segera mengikuti. Karena
tubuhnya tinggi besar, terpaksa Ti Gong taysu harus agak
menunduk baru dapat masuk.
Terowongan itu memang terowongan alam. Penuh liku2
dan berlekuk-lekuk jalannya Selain lembab, pun amat licin
sekali. Agaknya dinding langit terowongan itu mengucurkan air
ke bawah. Untung makin ke dalam terowongan itu makin lebar. Berkat
makan buah Im-yang-som dan minum darah biawak purba
dalam pusar bumi, mata Siau-liong luar biasa tajamnya. Walau
pun terowongan amat gelap, ia dapat berjalan pesat.
Toh Hun-ki dan kawan2nya, walaupun memiliki tenaga
dalam yang tinggi, namun tetap kalah awas dengan mata
Siau-liong. Terpaksa mereka harus jalan dengan hati-hati.
386 Terowongan itu ternyata amat panjang. Kira2 satu li
jauhnya, barulah tiba dimulut gua sebelah luar. Siau-liong
cepat loncat keluar. Disekeliling tempat situ merupakan
sebuah lamping gunung yang jauh dari Lembah Semi. Ia
menghela napas longgar.
Diperhatikan keadaan empat penjuru. Ternyata sekeliling
penjuru merupakan jajaran puncak gunung yang saling
bergandengan. Lembah Semi berada ditengah lingkup jajaran
puncak gunung itu....
Tiba-tiba ia terperanjat. Dibalik sebatang pohon pada jarak
beberapa tombak jauhnya, tampak sesosok bayangan
berkelebat. Gerakannya amat cepat sekali. Sekejab saja
bayangan itu sudah menghilang dalam kegelapan.
Saat itu baru menjelang tengah malam. Setelah menunggu
sebentar, ternyata tak tampak sesuatu yang mencurigakan
lagi. Diam-diam ia menertawakan dirinya sendiri yang begitu
keliwat perasa. Bukankah dalam hutan tentu banyak
binatang2 yang menghuni"
Saat itu Toh Hun-ki dan lain-lain orang pun sudah keluar
dari terowongan gua. Pakaian dan tubuh mereka kumal dan
kotor. Tetapi mereka tak menghiraukan hal itu. Mereka lebih
tercengkeram oleh kegirangan yang meluap-luap karena
sudah terlepas dari Lembah Semi. Semua mata terarah
kepada Siau-liong dengan pandang terima kasih yang tak
terhingga. Ti Gong taysu menghela napas panjang. Tiba-tiba ia
melangkah kehadapan Siau-liong dan memberi hormat. "Aku
selalu menjunjung budi dan dendam. Sejak saat ini seluruh
anak murid Siau-lim-si akan menghormat saudara sebagai
387 seorang pendekar budiman, bukan tokoh golongan Hitam
lagi!" Siau-liong hanya tertawa hambar; "Aku tak memusingkan
hal itu. Terserah saja kepadamu!"
Tiba-tiba To Kiu-kong banting2 kaki, serunya, "Walaupun
aku dapat lolos keluar tetapi cousu-ya kami masih berada
dalam Lembah Maut. Jika kedua suami isteri iblis itu
melakukan serangan besar-besaran, cousu-ya tentu terancam
bahaya!" Diam-diam Siau-liong geli dalam hati. Lalu berkata, "Tokoh
perwira Kongsun Liong itu. seorang pendekar muda yang
paling kuindahkan. Dia dapat muncul lenyap secara aneh.
Siapa tahu saat ini dia pun sudah lolos dari Lembah Maut.
Harap kalian jangan gelisah!"
Sekalian orang terbelalak. Belum pernah terdengar bahwa
Pendekar Laknat mau menghargai sebagai itu. Lebih2
terhadap seorang pemuda tak terkenal.
Melihat sekalian orang mengawasi dirinya. karena kuatir
akan terbuka kedoknya, Siau-liong tertawa nyaring lalu
berkata kepada Toh Hun-ki, "Bagaimana tujuan kalian?"
Ketua Kong-tong-pay menghela napas panjang.
Memandang Ti Gong taysu dan Tio Kiu-kong, lalu berkata,
"Saat ini di Siok-ciu tentu masih banyak tokoh2 persilatan
yang berbondong-bondong datang. Kemungkinan mereka
tentu belum mendengar tentang kekalahan yang kami derita
dalam penyerangan ke Lembah Semi kali ini. Tiada jalan lain
lagi kecuali hanya menyusun kekuatan dengan sahabat2
persilatan itu...."
388 Memandang Siau-liong, ia berkata setengah meminta, "Jika
Pendenar Laknak tak tega melihat kehancuran dunia
persilatan, maka...."
"Baik, aku bersedia membantu gerakan kalian untuk
membasmi Iblis Penakluk dunia dan isterinya. Tetapi...." Siauliong
berhenti menatap wajah Toh Hun-ki lekat, serunya
pula:.... Setelah kedua iblis itu dapat ditindas, aku hendak
minta beberapa barang kepadamu sebagai upahnya!"
"Asal kami mampu saja, tentu akan memberikan," Toh
Hun-ki menyahut gopoh.
Siau-liong tertawa dingin, "Mungkin barang yang hendak
kuminta terlampau berharga sekali sehingga tak mungkin
engkau mau memberikan!"
Sambil menunjuk kelangit. Toh Hun-ki bersumpah, "Apapun
yang hendak engkau minta, aku takkan sayang memberikan.
Sekali pun jiwaku juga akan kuserahkan!"
Siau-liong mendengus, "Toh Hun-ki, engkau benar. yang
kuminta justeru batang kepalamu dan keempat Su-lo Kongtong-
pay!" Sekalian orang tersentak kaget. Toh Hun-ki termenung
lama. achirnya ia mengangguk. Serunya tertawa, "Jika
memang itu yang engkau kehendaki, akupun setuju. Begitu
kedua suami isteri iblis itu sudah dibasmi, terserah kapan saja
engkau hendak mengambilnya...."
Ketua Kong tong-pay itu berpaling ke belakang dan
memandang keempat Su-lo, lalu berkata dengan tenang,
"Tentang batang kepala dari keempat suteku ini, aku pun
dapat memberi keputusan. Akan kami serahkan ber-sama2
sekaligus!"
389 Keempat Su-lo itu tenang2 saja wajahnya, Se-akan2
mereka sudah pasrah nasib pada ketuanya.
Sikap dan ucapan yang perwira dari ketua Kong-tong-pay
itu mengharukan hati Siau-liong. Tetapi terpaksa ia paksakan
diri tertawa dingin, "Perjanjian telah kita setujui, pada saat itu
harap engkau jangan menyesa!."
Wajah Toh Hun-ki mengerut sarat dan tertawalah ia selapang2nya,
"Aku bukanlah manusia yang suka menjilat ludah.
Asal dapat menyelamatkan dunia persilatan, aku tak
menghiraukan nasibku!"
Siau-liong termenung. Pada lain saat ia mempersilahkan
rombongan tokoh persilatan itu lanjutkan perjalanan.
Baru beberapa langkah menuruni gunung, tiba-tiba Toh
Hun-ki berhenti dan berpaling, "Apakah Pendekar Laknat
hendak...."
Siau-liong mendengus, "Aku pun tak pernah ingkar janji.
Tiga hari lagi aku tentu datang ke Siok-ciu untuk berunding
dengan kalian."
Demikian Toh Hun-ki dan rombongan, segera menuruni
gunung menuju ke Siok-ciu. Setelah mereka jauh, Siau-liong
menghela napas terharu. Beberaoa butir air mata menitik
turun.... Dia sendiri tak tahu mengapa ia begitu terharu
perasaannya dan sampai menangis.
Keharuan itu sama sekali bukan karena umurnya tinggal
setahun ia serahkan pada nasib. Apalagi dalam waktu setahun
itu, cukuplah baginya untuk bertemu dengan ibunya,
melaksanakan balas dendam dan lain-lain, habis itu, mati pun
ia tak menyesal.
390 Tengah hatinya dirundung kepiluan, tiba-tiba dari balik
pohon besar disebelah muka tadi, bayangan itu mulai muncul
lagi. Siau-liong terkejut. Terang bayangan itu bukan binatang
liar melainkan seorang persilatan yang memiliki gerakan
tangkas sekali. Dari potongan tubuhnya yang langsing,
tentulah dia seorang wanita.
Ketika memandang dengan seksama, makin besarlah rasa
kejut Siau-liong. yang datang itu ternyata si dara baju hijau
tua, ialah dara dari gubuk keluarga pemburu yang pernah Siau
liong dan Mawar Putih datangi tempo hari.
Tiba dihadapan Siau-liong, dara itu memandang lekat2
kepadanya dan bertanya dengan geram, "Tua bangka, siapa
namamu?" Semula Siau-liong hendak menegurnya. Tetapi ketika
menyadari bahwa saat itu ia masih dalam penyamaran sebapai
Pendekar Laknat, ia batalkan niatnya. Tentulah dara itu takkan
mengenalinya. "Nona kecil, mengapa tengah malam engkau berjalan-jalan
di puncak gunung sini?" Siau-liong balas bertanya.
Dara itu kerutkan alis lalu melengking, "Apakah engkau
tuli" Tak mendengar apa yang kutanyakan?"
Siau-liong tertegun. Diam-diam ia memuji dara itu benarbenar
bernyali besar. Tengah malam di tempat sunyi bertemu
dengan Pendekar Laknat yang berwajah seram, namun dara
itu setitik pun tak takut!
391 Saat itu mereka berada disebuah belantara yang tak pernah
didatangi orang. Siau-liong anggap tak perlu ia bertingkah
seperti Pendekar Laknat lagi.
"Nona kecil, pernahkah engkau mendengar nama Pendekar
Laknat?" serunya.
Dara itu menyahut dengan berteriak nyaring. "Apakah
engkau Pendekar Laknat itu?"
Siau-liong memandang wajah si dara yang masih kekanakkanakan,
tertawa, "Benar aku memang Pendekar Laknat!"
Diluar dugaan, dara itu malah membentak, "Bagus, setan
tua! Akhirnya aku dapat menemukan engkau!" -wut.... ia terus
ayunkan tangan menampar.
Siau-liong benar-benar tak mengerti mengapa dara itu
sedemikian bengisnya. Terhadap tamparannya, ia tak
menaruh kekuatiran, Diluar dugaan, hampir saja ia celaka!
Tampaknya biasa saja gerak tamparan dara itu sehingga
Siau-liong sama sekali tak berjaga-jaga. Pikirnya, tak apalah
andaikata sampai mengenai bagian jalan darah yang penting.
Tentu takkan menderita.
Adalah pada saat tenaga tamparan itu hampir tiba, barulah
Siau-liong kaget setengah mati. Ia sudah tak sempat
menangkis lagi. Terpaksa ia kerahkan tenaga dalam untuk
melindungi tubuhnya....
Ternyata tamparan dara itu mengandung tenaga dalam
lunak yang istimewa. Tampaknya lemah sekali tetapi hebatnya
bukan kepalang. Dapat menghancurkan tulang2 dari sendinya.
Dan yang istimewa lagi, pukulan itu sama sekali tak bersuara.
392 Dess.... dada Siau-liong terkena pukulan si dara dengan
tepat sekali. Walaupun ia sudah kerahkan lima bagian tenaga
dalamnya, namun dadanya seperti dihantam dengan palu
godam. Darah bergolak keras, mata berkunang-kunang dan
tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang sampai tujuh
delapan langkah baru ia dapat paksakan diri berdiri tegak.
Melihat pukulannya berhasil dara itu melengking dan
secepat kilat loncat maju ia menghantam dengan kedua
tangannya lagi!
Sudah tentu Siau-liong kejut bukan kepalang. Menurut
Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
penilaiannya, tenaga dalam dari pukulan si dara serta
gerakannya dalam ilmu meringankan tubuh, tidak dibawah
kedua suami isteri Iblis Penakluk dunia. Kalau ia tak balas
menyerang, terang tentu akan terluka berat.
Tiba-tiba Siau-liong menggembor keras. Dengan salurkan
delapan bagian dari tennga sakti Bu-kek-sin-kang, iapun
menyongsong dengan kedua tangannya.
Ketika dua tenaga sakti saling beradu sama sekali tak
mengeluarkan suara.
Kiranya tenaga sakti yang dilepas Siau-liong itu bersifat
Keras. Sedang tenaga sakti si dara merupakan tenaga sakti
lunak. Keras beradu Lunak, hilang sirna kedua-duanya!
Siau-liong mendengus. Ia hendak menarik pulang tenaga
pukulannya. Tetapi diluar dugaan si dara menyerang lagi.
Dara itu juga seorang pemarah. Melihat pukulannya tak
mampu merubuhkan Siau-liong. marahlah ia Dorongkan kedua
393 tangan kemuka, ia pancarkan seluruh tenaga saktinya ke arah
Siau-liong. Siau-liong pucat seketika. Ia menyadari bahwa apabila dua
jenis tenaga sakti saling beradu, salah satu atau mungkin
kedua-duanya. tentu akan menderita luka parah. Bahkan
mungkin binasa. Dara itu tak mempunyai dendam
permusuhan dengan dirinya. Tetapi mengapa begitu kalap
hendak mengadu jiwa"
Juga dara itu tak mau memberi kesempatan kepadanya
untuk bicara. Dan celakanya, ternyata dara itu memiliki
kepandaian yang sakti. Dua kali dara itu menyerang hebat.
Dan kalau sekarang dibiarkan juga, kemungkinan ia tentu
celaka. Dengan mengerat gigi, terpaksa Siau-liong kerahkan tenaga
sakti untuk menyongsong serangan si dara.
Tetapi alangkah kejut Siau-liong. Sudah delapan bagian
dari tenaga saktinya yang ia lancarkan namun tetap
berimbang dengan tenaga sakti si dara.
"Celaka," keluhnya dalam hati, "aku tak kenal dan tak
mempunyai dendam suatu apa kepada budak perempuan
ini.... Kalau sampai binasa ditangannya, bukankah amat
penasaran?"
Dan tak habislah heran Siau-liong. Ia sudah menerima
penyaluran tenaga sakti dari Pendekar Laknat, sudah makan
buah Im-yang-som dan sudah pula minum darah binyawak
dalam pusar bumi. Karena hal2 yang luar biasa itu, barulah ia
memiliki kesaktian seperti saat itu. Tetapi dara itu" Ya, dara
itu tentu lebih muda dari dia. Tetapi mengapa kepandaiannya
begitu hebat, tak dibawah kepandaiannya"
394 Tengah pikirannya melayang, tiba-tiba Siau-liong rasakan
tekanan tenaga lawan makin bertambah keras sehingga
tubuhnya mulai terdorong ke belakang.
Siau-liong gelagapan kaget. Buru-buru ia menambahkan
tenaga dalamnya lagi.
Namun rupanya dara baju hijau itu amat penasaran sekali.
Kalau dapat, hendak dihancurkan saja Siau-liong saat itu juga.
Melihat Siau-liong menambahkan tenaga saktinya, dara itu
geregetan sekali.
Se-konyong2 data itu gentakkan kedua kakinya menekan
tanah. Dengan segenap tenaga ia memberi tekanan kepada
Siau-liong. Siau-liong gelagapan sekali ia tak kira kalau dara itu begitu
kalap hendak mengadu jiwa kepadanya. Apabila terjadi
benturan, tak dapat tidak keduanya akan celaka semua.
Namun untuk menghindari, Siau-liong sudah tak sempat
lagi. Dan terjadilah getaran dahsyat. Siau-liong dan dara itu
sama2 terpental setombak dan rubuh ke tanah!
"Aduh...." dara itu mengerang pelahan lalu tak bersuara
lagi. Tampaknya tentu menderita luka parah dan mungkin
sudah binasa, mungkin hanya pingsan.
Siau-liong walaupun masih sadar tetapi juga sudah terlongong2.
Darah dalam tubuhnya bergolak keras sehingga
kepalanya pening mata pudar. Kemungkinan setiap saat ia
akan pingsan dan mati.
Dengan kuatkan diri Siau-liong kerahkan tenaga murni
untuk memulihkan peredaran darahnya. Tetapi begitu
395 kerahkan tenaga murni, darahnya melancar keras, meluap
kemulut dan "huak".... ia muntah darah sampai dua kali....
Mata Siau-liong mulai kabur. Sekeliling alam terasa berputar2.
Dalam keadaan antara sadar tak sadar iiu, ia masih
dapat menghela napas. Kalau ia harus mati saat itu, sungguh
mengenaskan sekali....
Sekonyong-konyong dari jauh terdengar orang berseru
memanggil-manggil, "Leng-ji! Leng-ji...."
Walaupun Siau-liong mendengar juga suara itu. tetapi ia
sudah seperti terbuai dalam keadaan mabuk. Pikirannya tak
dapat lagi mengetahui keadaan disekelilingnya.
Suara itu makin lama makin dekat. Nadanya mengunjuk
rasa kegelisahan. Tak lama kemudian sesosok bayangan
meluncur pesat kesamping dara itu. Dia menjerit lalu
berjongkok memeriksa si dara.
Ternyata pendatang itu ada wanita dari gubuk keluarga
pemburu atau ibu dari dara itu. ialah nyonya rumah yang
menemui Siau-liong ketika pemuda itu bersama Mawar Putih
mencari tempat bermalam dihutan.
Wanita baju hitam itu mendukung si dara s-raya mengiangngiang:
,,Anakku, oh, anakku...."
Dara itu sudah pingsan. Kaki tangannya lunglai, mata
meram seperti orang mati.
Wanita itu lekatkan telinganya kedada puterinya.
Didengarnya jantung dara itu masih mendebur. Cepat ia
mengambil sebutir pil lalu disusupkan kemulut si dara.
396 Terdengar perut dara itu kerucukan. Tak lama kemudian
bibirnya bergetar lalu "huak" mulutnya muntahkan segumpal
darah hitam! Ketegangan wajah wanita baju hitam itu agak menurun.
Sambil membopong tubuh si dara, ia pe-lahan2 menghampiri
ketempat Siau-liong. dengan mata berkilat-kilat gusar ia
membentak Siau-liong, "Tua bangka laknat!"
Siau-liong walaupun masih sadar tetapi juga sudah terlongong2.
Darah dalam tubuhnya bergolak keras sehingga
kepalanya pening mata pudar. Kemungkinan setiap saat ia
akan pingsan dan mati.
Dengan kuatkan diri Siau-liong kerahkan tenaga murni
untuk memulihkan peredaran darahnya. Tetapi begitu
kerahkan tenaga murni, darahnya melancar keras, meluap
kemulut dan "huak".... ia muntah darah sampai dua kali....
Mata Siau-liong mulai kabur. Sekeliling alam terasa berputar2.
Dalam keadaan antara sadar tak sadar itu, ia masih
dapat menghela napas. Kalau ia harus mati saat itu, sungguh
mengenaskan sekali....
Siau-liong pikirannya masih sadar. Baru ia gerakkan mulut
hendak memberi keterangan, wanita baju hitam itu sudah
membentaknya, "Walaupun aku sudah mengasingkan diri dan
sudah cuci tangan, tetapi engkau sendiri yang cari mati...."
Wajah wanita itu tiba-tiba berobah pilu. Matanya berlinang2.
Setelah termenung beberapa saat ia berkata pula,
"Karena engkau berani mencelakai puteriku. Terpaksa aku pun
harus berlaku kejam kepadamu!"
397 Ia menutup kata2nya dengan mengangkat kaki kanannya.
Sekali tendang, tubuh Siau-liong berguling-guling beberapa
langkah. "Hai, tua bangka Laknat! Apakah engkau dengar kata2ku
tadi?" serunya.
Tendangan wanita itu membuat Siau-liong meregang
setengah mati Tulang belulangnya serasa copot dari
persendiannya. Ia hanya mengerang, tertahan.
Wanita baju hitam itu tertegak diam. Pada lain saat ia
menghela napas panjang. memandang Siau-liong yang
menggeletak tak berkutik dilanah, ia berkaa seorang diri,
"Pada saat dan tempat sekarang ini, kuampuni jiwamu. Tetapi
besok pada pertengahan hari...."
Habis berkata wanita itu terus membawa si dara baju hijau
pargi. Tak berapa lama lenyap dalam kegelapan.
Siau-liong dalam keadaan sadar tak sadar. Semangatnya
seperti melayang-layang di angkasa. Ia tak berani
mengerahkan hawa murni untuk menjalankan peredaran
darah. Karena dengan berbuat begitu bahkan akan membuat
darahnya sungsal sumbal. Dan pasti matilah ia saat itu. Apa
boleh buat ia biarkan saja apa yang terjadi dalam tubuhnya.
Ia pasrahkan dirinya pada kehendak Nasib.
Rasa sakit telah menyebabkan kesadaran pikirannya hilang.
Seolah olah anggauta badannya, bukan lagi menjadi miliknya.
Malam merayap panjang, Sudah hampir tiga jam lamanya
Siau-liong dalam keadaan sedemikian itu. Saat itu haripun
hampir terang tanah. Angin di malam musim rontok yang
dingin membuat Siau-liong tersadar. Mulai ia gelisah.
Tenaganya lemah lunglai tak dapat bergerak lagi.
398 Saat itu ia masih berada tak berapa jauh dari mulut gua
tembusan. Jika suami isteri Iblis Penakluk dunia dan Dewi
Neraka muncul, tentu ia akan diseret ke dalam lembah lagi.
Namun apa daya. Ia benar-benar tak kuat untuk
menggerakkan tubuhnya. Kembali ia harus menyerah pada
nasib. --ooo0dw0ooo-- MAWAR dan MELATI
Sekonyong - konyong terdengar derap langkah orang.
Bermula lapat2 tetapi makin lama makin dekat. Dan beberapa
saat kemudian tiba di belakang Siau-liong.
Diam-diam Siau-liong mengeluh. Jelas Toh Hun-ki dan
rombongannya sudah pergi. Yang mungkin datang tentulah
suami isteri Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka. Atau anak
buah Lembah Semi.
Tetapi pada lain kilas ia anggap dugaannya itu kurang
tepat. Karena baik Iblis Penakluk-dunia atau Dewi Neraka,
mau pun Soh-beng Ki-su tentu tak mungkin datang seorang
diri. Pada hal jelas yang datang itu adalah seorang.
Dengan telinganya yang tajam apalagi keadaan sekeliling
tempat itu sunyi senyap, dapatlah ia mengikuti gerak-gerik
pendatang itu. Setelah tiba dibelakangnya, orang itu tertegun
diam. Pada lain saat tiba-tiba orang itu berjongkok dan berteriak
cemas, "Lo-cianpwe, lo-cianpwe.... engkau...."
399 Siau-liong tak asing lagi dengan nada suara itu. Ya, itulah
Tiau Bok-kun. Tak mungkin salah.
Dengan paksakan diri, Siau-liong bergeliat berseru. "Tiau....
nona.... Tiau....!"
Luka dalam yang dideritanya benar-benar parah. Setelah
berseru tiga patah kata, napasnya terengah dan tak dapat
melanjutkan lagi. Darahnya bergolak sehingga ia hampir
pingsan. "Lo-cianpwe, mengapa engkau menderita luka yang begitu
parah"...." tanya Tiau Bok-kun cemas.
Setelah ditolong oleh Pendekar Laknat dari Lembah Semi,
Tiau Bok-kun merasa berhutang budi kepada orang tua yang
berwajah seram iiu.
Siau-Liong hanya tersenyum hambar tetapi tak menjawab.
Diam-diam ia cemas juga mengapa pada waktu larut malam
begini, Tiau Bok-kun datang kesitu. Apabila orang Lembah
Semi keluar, bukankah nona itu akan celaka!
Sejenak memandang keempat penjuru, Tiau Bok-kun
berkata, "Lo-cianpwe, lekaslah engkau salurkan tenaga dalam.
Kita.... kita harus lekas2 tinggalkan tempat ini!"
"Aku.... sudah tak ada harapan lagi! Lekaslah engkau....
pergi.... jangan . , .jangan pedulikan aku!"
Tampak mata Tiau Bok-kun berlinang-linang, katanya
meratap, "Jika tak ketemu, itu lain soal. Tetapi sekali aku
berjumpa dengan locianpwe, tak mungkin aku tak
mempedulikan.... Tempo hari jika tak ditolong locianpwe, aku
tentu sudah mati dalam Lembah Semi!"
400 Melihat nona itu berkeras kepala, Siau-liong gugup dan
membentaknya, "Pergi.... engkau! Aku...."
Karena hatinya goncang, darah meluap dan pingsan lagilah
ia. Tiau Bok-kun gugup sekali. Setelah bersangsi sejenak, ia
terus memanggul tubuh Pendekar Laknat lalu dibawanya turun
gunung. Kira2 setengah li jauhnya, mereka tiba di kaki puncak. Tiau
Bok-kun memilih sebuah tempat yang tersembunyi dan
meletakkan tubuh Siau-liong. Setelah menyandarkan tubuh
Siau-liong pada batu, Tiau Bok-kun mulai lekatkan kedua
tangannya pada perut Siau-liong untuk menyalurkan tenaga
dalamnya. Berkat makan buah Im-yang-som dan minum darah
binyawak dalam pusar bumi, Siau-liong memiliki dasar ilmu
tenaga dalam yang lebih tinggi dari orang biasa. Maka begitu
mendapat saluran tenaga dalam dari Tiau Bok-kun, cepat
sekali darah Siau-liong yang bergolak keras itu dapat
ditenangkan kembali.
Setelah beberapa waktu lamanya, Siau-liong membuka
mata. "HuaK", ia muntahkan segumpal darah hitam. Tetapi
dengan begini, napasnya agak longgar, semangat lebih segar.
Tiau Bok-kun hentikan penyalurannya dan berkata dengan
ter-engah2, "Locianpwe, lekas salurkan tenagamu. Engkau
sudah makin baik!"
Tetapi Siau-liong tersenyum tawar dan gelengkan kepala,
"Percuma! Tak mungkin aku sembuh! Aku dapat merasakan
sendiri.... Nona Tiau...." ia berkata pula.
401 "Lo-cianpwe...."
"Mengapa tengah malam begini engkau datang kemari?"
"Aku hendak mencari seseorang!"
Siau-liong tergetar hatinya, "Siapa?"
Nona itu menghela napas panjang. Sampai lama ia tak
berkata. "Apakah bukan pemuda yang bernama Kong-sun Liong
Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu...." Tiau Bok-kun teringat ketika dalam Lembah semi ia pernah
minta tolong kepada Pendekar Laknat supaya menyampaikan
pesan kepada Kong-sun Liong. Wajah nona itu tersipu merah
ketika mengangguk, "Kutahu dia tentu sudah masuk ke dalam
Lembah Semi, maka...."
Diam-diam Siau-liong mengucurkan dua titik air mata. Lalu
dengan halaukan rasa haru, ia barkata, "Harap nona suka
mendengar nasehatku. Lebih baik nona jangan mencarinya!"
"Mengapa" Apakah lo-cianpwe pernah melihatnya?" tanya
Tiau Bok-kun gugup.
Siau-liong tidak menyahut melainkan melanjutkan kata2nya
lagi, "Nona takkan dapat menemukannya se-lama2nya!"
"Mengapa?" Tiau Bok-kun makin tegang Siau-liong
menghela napas, "Mungkin dia sudah pergi keseberang lautan
dan takkan kembali lagi...."
Tiau Bok-kun meregang kedua matanya lebar2 memandang
Siau-liong. Dua butir air mata bercucuran dari pelupuknya.
402 Beberapa saat kemudian ia membesut air matanya lalu
berkata dengan tersekat, "Tidak, tidak mungkin dia berbuat
begitu. Paling tidak dia tentu akan membawaku pergi!"
Berhenti sejenak ia berkata pula, "Dia tahu bahwa diriku
senasib dengan dia. Tiada ayah-bunda, hidup sebatang kara!"
Hati Siau-liong seperti disayat sembilu. Batinnya, "Ah,
tahukah engkau bahwa Kongsun Liong yang engkau cari itu
berada dihadapanmu" Tahukah pula engkau bahwa aku hanya
dapat hidup dalam satu tahun saja?"
Sau-liong termangu tegak seperti patung. Perasaannya melayang2
tak keruan. Nasib malang tak putus2nya merundung
dirinya. Poh Ceng-in si wanita pemilik Lembah Semi telah
memberinya minum racun Jong-tok. Dalam waktu satu tahun
ia tentu mati. Belum sempat ia melakukan tujuan mencari ibu
dan membalas musuh2, diluar dugaan ia bertemu dengan si
dara baju hujau yang menyerangnya sehingga sama2
menderita luka parah....
"Lo-cianpwe, mengapa engkau.... juga tampak bersedih?"
tiba-tiba Tiau Bok-kun bertanya cemas seraya mengeluarkan
sapu tangan. Ternyata Siau-liong tak dapat mengendalikan kesedihan
hatinya sehingga menitikkan air mata juga.
Setelah Tiau Bok-kun menyeka air matanya, barulah ia
tersadar. Ia paksakan tertawa. "Dengan Kongsun Liong itu,
aku memang pernah bertemu...."
"Oh...." desis Tiau Bok-kun tegang, "Dimanakah dia" Locianpwe.
dimanakah dia sekarang?"
403 Sejenak merenung Siau-liong menyahut, "Pada waktu
berjumpa dia sedang siap2 hendak pergi jauh kelain tempat.
Dia tentu dicelakai secara licik oleh orang dengan racun yang
ganas. Menurut keterangannya, dia hanya dapat hidup selama
setahun lagi...."
"Lo-cianpwe!" Tiau Bok-kun menjerit, "Apakah
keteranganmu itu benar?"
Siau-liong menghela napas, "Menurut keterangannya pula,
dia masih mempunyai seorang keluarga yang tinggal
diseberang laut. Sebelum mati dia hendak bertemu muka
dengan keluarganya itu. Maka ia bergegas-gegas menuju
keseberang laut!"
"Tahukah lo-cianpwe letak tempatnya diseberang lautan
itu?" Tiau Bok-kun mendesak.
Siau-liong gelengkan kepala, "Ini.... aku tak mendengar
jelas!" Sejenak melirik pada Tiau Bok-kun, kembali Siau-liong
melanjutkan kata2, "Pada saat pergi, Kongsun Liong telah
minta tolong kepadaku supaya menyampaikan sebuah pesan
kepada nona!"
Dengan ber-linang2 air mata Tiau Bok-kun bergegas
menanyakan. Tetapi Siau-liong tak tahan berhadapan mata
dengan si nona. Cepat palingkan muka dan berkata, "Dia
mengatakan.... supaya nona lupakan saja kepadanya.
Anggaplah nona tak pernah bertemu dengannya!"
Hampir saja ia tak kuat menahan air matanya tetapi
dengan kuatkan hati ia menahan diri.
404 Tiau Bok-kun terpukau lalu berkata seorang diri,
"Melupakannya" Seperti tak pernah kenal padanya...." Enak
sekali ia mengucap kata-kata itu...."
Serentak berpaling menatap Siau-liong, Tiau Bok-kun
membentaknya, "Bohong! Tak mungkin dia mengatakan
begitul Kutahu isi hati dan peribadinya. Dia bukanlah seorang
pemuda yang mudah melupakan budi dan cinta...."
Berhenti sejenak untuk menekan haru penasarannya, Tiau
Bok-kun melanjutkan berkata pula, "Tentu karena tak dapat
menyembuhkan racun itu maka ia lantas tak mau bertemu
dengan aku lagi....!"
Siau-liong menghela napas panjang.
"Rasanya itu lebih baik agar nona dan dia jangan sampai
menderita!"
"Tetapi tak bisa begitu! Sekalipun dia hanya dapat hidup
satu tahun, satu tahun aku akan menemaninya. Kemudian....
aku rela menemani mati bersamanya!"
Diam-diam Siau-liong terkejut, serunya, "Nona, tindakan
nona itu bodoh sekali. Sekalipun nona rela berkorban tetapi
baginya, tentu akan lebih menambah penderitaan batin!"
Ditatapnya Siau-liong dan berkatalah Tiau Bok-kun,
"Bagaimana lo-cianpwe tahu kalau dia akan menderita....?"
Ia tenangkan ketegangan hati dan menghela napas,
ujarnya, "Tak peduli dia hendak pergi kemana, aku tetap akan
mencarinya!"
Siau-liong terpukau. Tak tahu ia bagaimana harus
berkata.... Ia kehilangan faham.
405 Saat itu sudah hampir menjelang fajar. Angin pagi mulai
berhembus menggigit tulang. Tiau Bok-kun memandang
kesekeliling penjuru lalu berkata, "Lo-cianpwe, mari kubawa
lo-cianpwe ke Siok-ciulah!"
Siau-liong gelengkan kepala, "Percuma, lukaku ini tak
mungkin sembuh lagi. Biarlah aku menggeleiak disini saja!"
"Dikota Siok-ciu banyak tabib yang pandai. Tentu dapat
menyembuhkan luka lo-cianpwe!"
Tanpa menunggu persetujuan Siau-liong lagi, Tiau Bok-kun
terus memanggul tubuh pemuda itu dan mulai ayunkan
langkah. Siau-liong hendak meronta tetapi dia sudah tak bertenaga
lagi. Terpaksa ia menghela napas dan pasrah bongkokan.
Hatinya gundah kelana tak keruan. Sedih bahagia, pedih dan
gembira bercampur aduk jadi satu dalam sanubarinya. Mati
tak dapat, hidup pun tak bisa....
Kira2 sepeminum teh lamanya, mereka tiba di jalan besar.
Tengah Tiau Bok-kun berjalan, sekonyong-konyong terdengar
suara orang membentak bengis, "Berhenti!"
Tiau Bok-kun terkejut dan berhenti, Dari balik sebuah batu
di tepi jalan, melesat keluar seorang dara.
Dara itu memandang lekat2 pada Pendekar Laknat yang
dipanggul Tiau Bok-kun lalu mendengus tajam; "Bagus!
Kiranya kalian begitu mesra sekali!"
Setelah menenangkan kegoncangan hatinya, Tiau Bok-kun
menyahut, "Apakah engkau bukan taci Mawar Putih?"
406 Kiranya dara itu memang si Mawar Putih. Ketika dirumah
penginapan dalam kota Siok-Ciu, tempo hari mereka memang
pernah berjumpa.
Mawar Putih tak menghiraukan teguran Tiau Bok-kun.
Menunjuk pada Pendekar Laknat, Mawar Putih melengking,
"Perlu apa engkau memanggulnya?"
Habis berkata ia terus hendak merebut. Tiau Bok-kun
menghindar seraya berteriak, "Jangan, dia sedang terluka
berat!" Mawar Putih tertegun. "Mengapa terluka?"
"Menurut keterangannya, lukanya sudah tak ada harapan
lagi!" Mawar Putih memandang tajam2. Ah. benar. Wajah Siauliong
pucat lesi, napasnya lemah. Dara itu terkejut sekali.
Tetapi karena Tiau Bok-kun memanggil Siau-liong sebagai
Pendekar Laknat, ia duga nona itu belum tahu kalau yang
dipanggulnya itu bukan lain adalah Kongsun Liong. Diam-diam
Mawar Putih legah hatinya.
Kini ia tersenyum, "Baik, harap serahkan dia kepadaku!"
Tiau Bok-kun meragu. Dipandangnya wajah Siau-liong.
Kedua matanya memejam, rupanya pingsan. Nona itu cemas,
serunya; "Beliau orang tua ini menderita luka dalam. Harus
cepat2 diobati, kalau tidak...."
"Kutahu!" Mawar Putih tertawa dingin, "masakan aku
sampai hati membiarkannya mati!"
Walaupun heran mengapa dara itu menghendaki Pendekar
Laknat yang sedang terluka parah, namun karena melihat dara
407 itu begitu bersungguh-sungguh, terpaksa ia menyerahkannya
juga. Sesungguhnya Siau-liong tidak pingsan. Ia tahu kalau
dirinya dibuat rebutan oleh kedua gadis itu. Namun kalau
membuka mulut, ia kuatir akan menimbulkan salah faham
diantara kedua dara itu. Maka ia pura-pura pingsan.
Setelah membopong Siau-liong, Mawar Putih lalu berkata;
"Kami hendak berangkat, silahkan engkau melanjutkan
perjalananmu sendiri!"
Tiau Bok-kun mengangguk, "Baiklah, ah, membikin repot
taci saja...."
"Tak apa," sahut Mawar Putih tersenyum. Lalu berputar diri
dan melangkah pergi.
Tiau Bok-kun memandang bayangan dara itu sampai
beberapa saat. Tiba-tiba ia berteriak memanggilnya, "Taci
Mawar Putih!"
Mawar Putih berhenti dan menanyakan apalagi yang
hendak dikehendaki nona itu.
"Apakah taci pernah mendengar tentang diri.... Kongsun....
liong?" Mawar Putih kerutkan alis, "Mengapa engkau
menanyakannya?"
Tiau Bok-kun menghela napas, "Kabarnya dia telah
menderita luka akibat diracuni secara licik oleh seseorang.
Mungkin.... hanya dapat hidup sampai satu tahun saja!"
Mawar Putih tertegun, "Siapa bilang?"
408 "Lo-cianpwe ini," kata Tiau Bok-kun menunjuk Siau-liong.
Dua butir air matanya menitik turun dan berkata lagi, "Dan
lagi, katanya dia sudah berangkat keseberang laut.... Taci
Mawar, tahukah engkau seberang lautan yang ditujunya itu?"
Tiau Bok-kun menyusuli pertanyaan pula.
"Tidak tahu," sahut Mawar Putih dingin. Ditatapnya Tiau
Bok-kun tajam2 lalu menegur, "Eh, mengapa engkau terus
menerus menanyakan tentang dirinya".... Kukasih tahu
padamu. Sekalipun andaikata dia tak jadi menuju keseberang
lautan, tak nanti dia mempedulikan dirimu!.... Lekas engkau
lanjutkan perjalananmu, dan jangan bertanya atau menyelidiki
beritanya lagi!"
Dengan rawan kepiluan, Tiau Bok-kun menyahut, "Tak apa
dia akan mempedulikan aku atau tidak. tetapi dia telah
menolong jiwaku...."
"Dia banyak sekali menolong orang!" tukas Mawar Putih,
"mungkin itu hanya merupakan suatu kewajiban baginya,
Tetapi jelas dia tentu tak menghendaki engkau membalas
budinya.... mungkin dia sudah melupakan dirimu!"
Tiau Bok-kun menghela napas lalu pamitan dan terus
melangkah pergi. Tampak langkahnya agak terhuyunghuyung.
Jelas nona itu telah menderita pukulau batin yang
berat! Diam-diam Siau-liong mencuri lirik. Dilihatnya nona itu
menuju ke Siok-ciu. Ia menghela napas panjang....
Setelah Tiau Bok-kun lenyap dari pandangannya, Mawar
Putih segera bertanya kepada Siau-liong, "Apakah engkau
benar-benar terluka parah" Apakah engkau dilukai Iblis
409 Penakluk-dunia dan isterinya ketika dalam barisan Tujuh
Maut?" Siau-liong hanya menghela napas rawan dan minta nona
itu supaya meletakkan dirinya.
"Tidak boleh membuang waktu. Aku akan mencari orang
supaya mengobati lukamu!" kata Mawar Putih, terus
melangkah pesat.
"Percuma! Jangan buang waktu dan tenaga sia-sia!" teriak
Siau-liong gugup.
Tetapi dengan yakin Mawar Putih mengatakan "Betapa
berat lukamu itu, aku kenal seseorang yang dapat
menghidupkan orang yang sudah meregang jiwa!"
Siau-liong kenal watak dara yang keras kepala itu. Apalagi
ia lemah lunglai tak bertenaga. Terpaksa ia membiarkan saja
dibawa Mawar Putih. Tetapi ia yakin, lukanya itu tak mungkin
diobati lagi. "Kalau engkau berkeras hendak mencari penolong, harap
tolong bukakan kedok muka dan jubahku.... aku tak ingin
dikabarkan orang bahwa Pendekar Laknat terluka berat dan
mati...." Habis berkata karena kehabisan tenaga murni, Siau-liong
pingsan pula. Mawar Putih memaki dirinya sendiri yang begitu tolol. Ia
segera mengerjakan permintaan pemuda itu. Membuka kedok
muka dan jubah Pendekar Laknat sehingga menjadi Siau-liong
lagi. Mawar Putih lalu memanggulnya dan lanjutkan
perjalanan. 410 Tak berapa lama ia tiba disebuah gubuk dilereng gunung.
Gubuk itu adalah tempat Mawar Putih dahulu dibawa Siauliong
untuk merawat lukanya.
Siau-liong masih pingsan sehingga tak tahu apa yang
terjadi saat itu.
Setelah mendebur pelahan-lahan tiga kali pada pintu, ia
segera mendorong daun pintu. Wanita baju hitam sudah
berdiri tegak dalam ruang. Matanya berkilat-kilat memandang
Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mawar Putih dan Siau-liong.
"Kemana engkau?" tegurnya.
Dengan tersipu-sipu malu. Mawar Putih memberi
keterangan, "Tadi ketika aku berjalan-jalan disekitar gunung,
tak terduga telah menemukannya!"
"Siapa" Apakah anak itu?"
"Ya, benar dia. Putera dari guruku!" sahut Mawar Putih.
Wanita baju hitam itu mendesah lalu suruh Mawar Putih
masuk. Sambil mengikuti di belakang wanita itu, Mawar Putih
berkata setengah meratap, "Bibi, harap suka menolongnya,
kalau tidak dia tentu mati!"
Wanita baju hitam itu berhenti, menghela napas, "Ai,
adikmu si Ling juga menderita luka dalam yang parah. Sampai
saat ini masih berbahaya keadaannya!"
"Hai, mengapa....!" Mawar Putih terkejut.
Wanita baju hitam itu gelengkan kepala dan merghela
napas, "Seperti engkau, diapun tengah malam keluyuran
411 dalam hutan.... jika aku tak datang pada saat yang tepat,
mungkin dia tentu sudah mati ditangan Pendekar Laknat!"
Kejut Mawar Putih bukan alang kepalang, serunya:
Pendekar Laknat" Adik Ling terluka ditangan Pendekar
Laknat?" Wanita baju hitam itu menatap Mawar Putih, "Mengapa"
Apa engkau anggap hal itu mustahil terjadi?"
Mawar Putih gugup, "Tidak, Tidak begitu.... ku maksudkan
mengapa adik Ling sampai bertempur dengan Pendekar
Laknat. Apakah dia mempunyai dendam permusuhan dengan
orang itu?"
Wanita baju hitam hendak membuka mulut tetapi tak jadi.
Ia menghela napas lalu mengeluh, "Ah, sukar dikatakan."
Saat itu perasaan Mawar Putih benar-benar tak keruan
rasanya. Jika wanita baju hitam itu sampai mengetahui bahwa
yang menjadi Pendekar Laknat itu tak lain adalah Siau-liong,
apakah dia masih mau menolongnya"
Ia berusaha untuk menenangkan kegelisahan dan
mengikuti di belakang wanita itu. Ketika berada di dalam
ruangan, dilihatnya si dara baju hijau memang sedang rebah
di atas ranjang. Serupa dengan Siau-liong, dara itupun sedang
pingsan. Wanita baju hitam memeriksa dan meraba-raba dahi
puterinya, kemudian berkata, "Mungkin tak berbahaya. Tetapi
paling tidak harus beristirahat 10 hari baru sembuh.... ah,
dengan peristiwa ini mungkin akan mengabaikan urusanku
yang penting!"
412 Melihat betapa sayang wanita itu kepada puterinya dan
kuatir Siau-liong akan diketahui sebagai Pendekar Laknat,
Mawar Putih tak mau mendesak wanita itu supaya cepat2
mengobati Siau-Liong.
Wanita itu gelengkan kepala lalu menghela napas dan
menatap Mawar Putih, "Mari kita lihat anak itu!"
Demikian Mawar Putih segera mengikuti masuk ke dalam
ruangan. Tetapi apa yang disaksikan saat itu benar-benar
membuatnya terbelalak kaget seperti melihat hantu!
Ranjang dimana Siau-liong berbaring tadi, ternyata kosong
melompong. Siau-liong lenyap!
"Mana orangnya?" wanita baju hitam itu pun bertanya
kaget. Mawar Putih berdiri terlongong-Longong. ia gelagapan
mendapat pertanyaan itu lalu sibuk mencari kian kemari.
Bahkan sampai kekolong ranjang dan meja pun diperiksanya.
Namun Siau-liong tetap menghilang seperti ditelan bumi....
Geli2 mengkal wanita baju hitam itu berkata, "Tolol,
dengan caramu itu bagaimana engkau mampu
menemukannya?"
Mawar Putih tertegun, "Dia terluka parah sampai tak
sadarkan diri. Bagaimana mampu pergi...." berhenti sejerak
memandang wanita baju hitam, Mawar Putih berkata pula,
"pula tak mungkin tanpa sebab dia melarikan diri!"
Wanita baju hitam tertawa hambar, "Sekali pun dia tak
dapat berjalan tetapi lain orang kan bisa membawanya lari!"
413 Mawar Putih terbeliak kaget, "Bibi mengatakan.... dia
dilarikan orang?"
"Mungkin diculik.... mungkin hendak ditolong. Sekarang
masih sukar dikatakan!" kata wanita baju hitam itu.
Mawar Putih seperti orang tidur disiram air dingin. Dia
gelagapan terus loncat lari keluar.
Tepat pada saat tubuh Mawar Putih melambung di udara,
wanita baju hitam itu pun balikkan tangannya ke belakang.
Serangkum angin keras melanda Mawar Puiih.
Ternyata angin dari gerakan tangan wanita itu
mengandung tenaga sakti menyedot. Mawar Putih seperti
terlibat tali yang tak kelihatan dan pada lain saat tubuhnya
ditarik ke belakang.
Dara itu berusaha untuk berdiri tegak pada saat kakinya
menginjak tanah. Kemudian menatap wanita itu dengan
cemas, "Bibi...."
"Tak perduli pendatang itu hendak menculik atau hendak
menolongnya. Tetapi dia mampu datang kemari tanpa
kuketahui sama sekali, jelas bukan orang sembarangan. Saat
ini tentu sudah jauh, percuma engkau hendak
mengejarnya...." wanita baju hitam itu mondar-mandir
beberapa saat. Pada lain saat ia berkata seorang diri, "Tetapi,
siapakah dia...."
Mawar Putih yang ter-longong2 memandang wanita itu, tak
sabar lagi terus bertanya, "Tentulah perbuatan kedua suami
isteri Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka itu. Selain mereka,
rasanya tiada lain orang lagi.... ah, kasihan dia...."
414 Mawar Putih menangis terisak, "Kasihan dia sedang
menderita luka yang amat parah, tentu akan mati!"
"Engkau tahu apa!" bentak wanita itu, "meskipun kedua
suami iuteri iblis itu hendak menguasai dunia persilatan tetapi
mereka setempo juga terpaksa datang kemari. Mungkin
perbuatan Pendekar Laknat...."
"Tidak mungkin Pendekar Laknat, dia...." tiba-tiba Mawar
Putih merasa telah kelepasan omong. Buru-buru ia diam.
"Bagaimana engkau tahu kalau bukan Pendekar Laknat?"
tegur wanita itu dengan tajam.
Dengan tersekat-sekat Mawar Putih imenyahut, "Karena....
karena dia dengan adik Ling."
"Benar, Pendekar Laknat dan Ling-ji sudah sama2 terluka,
tak mungkin dia. Lalu siapakah orang itu" Apakah...." tiba-tiba
wanita baju hitam itu tertawa dingin, "Ya, tentulah dia!"
"Siapakah yang bibi maksudkan?" Kukatakan pun engkau
tak tahu. Tetapi...." wanita itu berhenti, menarik Mawar Putih
duduk di atas ranjang lalu melanjutkan kata-katanya, "Aku
mengerti Ilmu meramal. Anak itu tak mengunjuk pendek usia.
Sekalipun menderita berbagai kesulitan dan siksaan tetapi
tetap tak berbahaya. Hanya engkau dengan dia...." -wanita itu
memandang beberapa kali wajah Mawar Putih tetapi tak
berkata apa2. "Apakah bibi sudah meramalkan wajah kami?" tanya Mawar
Putih terkejut.
"Tak perlu melihat dengan teliti. Cukup melihat sebentar
saja sudah tahu!"
415 Wajah Mawar Putih tersipu merah. Dengan tersendatsendat
ia bertanya, "Tadi bibi mengatakan.... aku dan dia...."
-oooo0dw0ooo- Jilid 08 Panca Sakti Wanita baju hitam itu menghela napas.
"Masalah manusia hidup itu semua tergantung pada jodoh.
Misalnya kutolong engkau dari Lembah Maut dan kemudian
engkau mengangkat aku sebagai ibu-angkat, itu juga jodoh.
Dan jodoh itu rupanya sudah digariskan dalam kehidupan kita.
Sejenak memandang Mawar Putih, ia berkata pula,
"Tentang perhatianmu terhadap pemuda itu, aku pun sudah
mengetahui jelas. Hanya aku mempunyai dua buah kata pesan
kepadamu. Engkau dan dia tak mempunyai keberuntungan
untuk terangkap sebagai suami isteri. Dan itu sudah menjadi
garis hidupmu!"
Seketika pucat lesilah wajah Mawar Putih. Tubuhnya
menggigil dan dengan suara tersendat-sendat ia berkata, "Aku
tak mampunyai pikiran sejauh itu.... Hanya karena aku telah
dirawat dan dianggap sebagai anak sendiri oleh guruku atau
ibu dari pemuda itu, maka aku pun merasa terikat kewajiban
untuk mencari putera guruku itu. Sekarang setelah dapat
menemukannya tetapi tak dapat membawanya kehadapan
guruku, bagaimanakah pertanggungan jawabku kepada
guru?" 416 Habis berkata air mata dara itu ber-derai2 mengucur. Ia
mendekap tempat tidur dan menangis terisak-isak.
Wanita baju hitam itu menepuk pelahan bahu Mawar Putih,
"Hal itu tergantung dari rejeki atau jodoh ibu dan anak itu.
Jika jodoh belum terputus, tentu akan dapat bertemu. Tetapi
kalau memang sudah tiada jodoh lagi, bagaimanapun dipaksa.
tetap tak dapat!"
Puas menangis, Mawar Putih mengusap air matanya lalu
mengangkat muka bertanya, "Bi, apakah aku masih dapat
bertemu dengan dia."
Wanita baju hitam itu mengangguk, "Sudah tentu bisa!"
"Asal bisa ketemu lagi, aku tentu segera membawa
keseberang laut!" katanya seorang diri.
Wanita itu menghela napas pelahan tetapi tak berkata apa2
lagi. Tiba-tiba terdengar suara orang pelahan dari si dara baju
hijau Wanita baju hitam cepat masuk ke dalam ruangan.
Kemanakah sebenarnya Siau-liong"
Sesungguhnya ketika Mawar Putih meletakkan Siau-liong ke
atas tempat tidur dan siwanita baju hitam pun ikut masuk,
saat itu Siau-liong sudah tersadar. Diam-diam ia melirik
bayangan wanita baju hitam itu.
Sesaat Mawar Putih dan wanita baju hitam keluar, tiba-tiba
Siau-liong melihat sesosok bayangan melesat dari tepi pintu
lalu seperti sesosok hantu, muncullah di dalam ruang itu
seorang lelaki bertubuh tinggi besar.
417 Orang itu mengenakan pakaian biru, mukanya ditutup kain
kerudung hitam. Siau-liong terkejut. Diingatnya orang itu
pernah muncul ketika dibiara Tay-hud-si dan barisan pohon
bunga dalam lembah Semi, untuk memberi petunjuk dan
mengajaknya keluar dari bahaya.
Siau-liong kejut2 girang. Ketika ia hendak bergerak dan
membuka mulut, orang aneh baju biru itu secepat kilat telah
menutuk jaland arahnya. Kemudian dengan kecepatan yang
sukar dipercaya. orang itu segera mendukung Siau-liong.
Selain perakannya amat cepat sekali, sedikitpun tak
mengeluarkan suara apa2.
Tutukan itu telah membuat Siau-liong pingsan. Sejak itu ia
merasa seperti bermimpi. Sesaat ia rasakan sekujur Tuhuhnya
sakit sekali seperti digigiti ribuan ekor ular. Sesaat lagi ia
merasa lubuhnya lemas lunglai.
Entah berselang berapa lama, barulah ia dapat sadar lagi.
Ketika membuka mata ia dapatkan dirinya terbaring disebuah
biara rusak. Orang aneh baju biru sedang duduk
dihadapannya. Siau-liong hampir tak percaya kepada matanya. Ia kira
masih bermimpi. Kemudian ia mengigit lidahnya sendiri ah....
ternyata sakit. Jelas ia tak bermimpi, Apa yang disaksikan saat
itu, benar suatu kenyataan. Girangnya bukan alang kepalang!
Ternyata orang aneh baju biru sudah melepas kerudung
mukanya. Dan tampaklah wajah yang sebenarnya.
Dia bukan lain adalah guru yang sejak kecil merawat dan
mendidiknya.... Tabib-sakti-jenggot-naga Kongsun Sin-to!
Buru-buru Siau-liong merangkak bangun dan berlutut
memberi hormat dihadapan gurunya, "Suhu...."
418 Ia tak dapat melanjutkan kata-katanya. Lupa rasa girang
dan haru telah membanjirkan air matanya mengalir turun....
Seketika teringatlah ia mengapa luka berat yang dideritanya
dalam pertempuran lawan si dara baju hijau kemarin, saat itu
sama sekali sudah terasa sembuh.
Ditatapnya Kongsun Sin-to dengan mata melongong,
kemudian dengan nada haru sesal ia berkaia; "Terima kasih
atas pertolongan suhu...."
Dengan wajah membesi, Kongsun Sin-to memberi isyarat
tangan, "Lukamu baru saja sembuh, perlu beristirahat. Jangan
pikirkan apa2, lekas bersemedhi salurkan tenaja murnimu...."
Kemudian tabib sakti itu menghela napas pelahan dan
berkata pula, "Tenaga sakti dari Janda gunung Busan,
termasuk salah satu ilmu dari Panca sakti. Jika engkau tak
makan buah Im-yang-som dan darah binyawak purba, aku
pun tak dapat menolongmu!"
Siau-liong tak berani berkata apa2. Buru-buru ia melakukan
perintah suhunya. Duduk bersemedhi mengosong pikiran dan
melakukan penyaluran hawa murni.
Oleh karena lukanya sudah disembuhkan Kongsun Sin-to,
maka setelah melakukan persemedian beberapa waktu, ia
rasakan tubuhnya segar dan nyaman. Tak lama kemudian
tenggelamlah ia dalam kehampaan....
Tak terasa empat jam telah berlalu dan Siau-liong pun
segera menyudahi persemedhiannya. Ia dapatkan
semangatnya segar, lukanya sembuh sama sekali.
Saat itu hari pun sudah malam. Sinar rembulan memancar
masuk ke dalam jendela. Melihat Siau-liong sudah sadar,
419 Kongsun Sin-to yang sejak tadi pun bersemedhi disampingnya,
segera bangun dan memberi senyuman.
Tetapi Siau-liong tampak terpaku memandang rembulan
bundar. Seingatnya, saat itu baru permulaan bulan delapan.
Tetapi mengapa bulan sebundar purnama"
Kongsun Sin-to menyulut lilin dan membawakan senampan
makan. Melihat Siau-liong terlongong, ia tertawa, "Malam ini
memang sudah bulan delapan tanggal empat belas. Liong-ji,
engkau sudah tertidur selama 12 hari!"
Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siau-liong tersentak kaget. Yang dirasakan hanya sehari
semalam, tetapi mengapa ia sampai tidur selama 12 hari!
Setelah meletakkan makan dihadapan Siau-liong Kongsun
Sin-to berkata pula, "Sudah 10-an hari tak makan, tentulah
engkau lapar sekali. Hayo, lekas makanlah!"
Memang Siau-liong merasa lapar sekali. Segera ia melahap
hidangan itu sampai habis.
Wajah Kongsun Sin-to tampak mengerut gelap, Walaupun
tidak marah, tetapi nyata orang tua itu tidak senang hati.
Setelah Siau-liong habis makan, ia memanggilnya, "Liong-ji!"
Tersipu-sipu Siau-liong berlutut dihadapan gurunya itu dan
berkata dengan tersendat, "Su-hu.... murid telah melanggar
pesan suhu masuk ke belakang gunung. Karena itu...."
"Yang sudah lalu. jangan diungkat lagi....!" tukas Kongsun
Sin-to. Kemudian dengan tertawa ia berseru.... "Pendekar
Laknat dan Pengemis Tengkorak. kini sudah terikat guru
dengan engkau. Sekarang engkau bukan lagi mempunyai suhu
aku seorang!"
420 Siau-liong gugup dan cepat menganggukkan kepala, "Pada
saat itu murid dalam keadaan terpaksa. Tetapi dalam hati kecil
murid, tetap hanya mempunyai seorang guru yakni suhu...."
Dalam mengucap kata2 terakhir itu, Siau-liong amat
terharu sehingga matanya berlinang-linang. Ia teringat akan
dirinya yang telah diracuni wanita pemilik Lembah Semi dan
janji kepada wanita itu akan mati bersama2 pada nanti
pertengahan musim rontok tahun depan. Ia merasa dirinya
telah menyia-nyiakan budi kebaikan dari Kongsun Sin-to
selama belasan tahun.
Kongsun Sin-to menghela napas.
"Mati hidup dan kumpul berpisah itu sudah menjadi garis
hidup manusia. Siapapun tak mungkin dapat mengubah garis
hidup itu. Memang pada saat kutinggalkan gunung untuk
mencari obat, sudah kuduga engkau tentu akan mengalami
peristiwa2 itu. Tetapi kutak tahu apakah peristiwa2 itu akan
merupakan malapetaka atau keberuntungan bagimu.
Kesemuanya tergantung pada tindakanmu sendiri dikemudian
hari...." Tabib-sakti itu berhenti sejenak untuk memandang wajah
Siau-liong. "Gurumu ini dikenal dalam dunia persilatan sebagai seorang
ahli pengobatan yang sukar dicari tandingnya. Sedikit sekali
orang persilatan yang tahu sampai dimana kepandaianku
dalam ilmu silat. Bahkan pelajaran silat yang kuberikan
kepadamu itu, hanyalah semata-mata sebagai pelajaran dasar
saja. Sedang sebenarnya ilmu kepandaian yang kumiliki itu
sudah tak berbekas dalam dunia persilatan itu, sesungguhnya
termasuk salah satu dari ilmu Panca-sakti...."
421 Mendengar penjelasan itu diam-diam Siau-liong terkejut.
Serentak ia teringat akan ilmu pelajaran silat yang diberikan
gurunya dahulu. Rasanya ilmu silat itu hanya biasa saja.
Ternyata gurunya memang belum menurunkan ilmu saktinya
kepadanya. "Tentang tenaga sakti Bu-kek-sin-kang yang engkau miliki
saat ini serta tenaga sakti Thay-kek-buwi dari Iblis Penakluk
dunia, tenaga sakti Thay-im-ki-bun-kang dari Dewi Neraka itu,
walaupun amat dahsyat dan ganas sekali, tetapi tenaga sakti
mereka itu hanya termasuk golongan ilmu liar. Hanya dapat
mencapai pada tingkat tataran tertentu saja. Tidak demikian
dengan Panca-sakti yang tergolongan dalam ilmu sejati aliran
Ceng cong-bu-hak. Ilmu itu luasnya tak terbatas...."
Kongsun Sin-to berhenti sejenak dan menghela napas, lalu
melanjutkan lagi. "Pada ketika itu kutaruh harapan besar
sekali kepada dirimu. Sebenarnya segera hendak kuajarkan
ilmuku yang disebut tenaga sakti Thian-jim-sin-kang (tenagasakti
lemas tapi ulet) kepadamu. Agar engkau menjadi satusatunya
murid pewarisku.... Untuk keperluan itulah maka aku
pergi untuk mencari daun obat, agar dapat merobah sifat
tubuhmu.... ah, tetapi tak terduga ternyata engkau
mempunyai lain rejeki sehingga harapanku menjadi hampa.
Terpaksa dalam sisa hidupku sekarang ini, aku harus mencari
lagi seorang tunas yang berbakat...."
Agak terharu nada Kongsun Sin-to dalam mengucapkan
kata2 terachir itu. Setelah berhenti sejenak iapun meneruskan
lagi, "Hanya tunas yang benar-benar berbakat itu sukar
didapatkan. Adakah nanti aku berhasil mendapatkan murid
pewaris atau tidak, juga masih sukar dikata!"
Kata-kata Kongsun Sin-to yang bernada menyesali Siauliong
itu, dirasakan sepatah demi sepatah seperti sembilu yang
menyayat hati Siau-liong.
422 Siau-liong hanya dapat tundukkan kepala penuh dengan
rasa sesal. Setelah mengurut jenggot yang terurai kedada. Kongsun
Sin-to melanjutkan pula, "Telah kukatakan tadi, jodoh dan
peruntungan orang itu sudah ada garisnya sendiri2.... Barang
siapa hendak melanggarnya. tentu tertimpah kemalangan.
Sekali pun sejak saat ini engkau tak berjodoh lagi untuk
menerima pelajaran ilmu tenaga sakti Thian-jin-sin-kang itu,
tetapi...."
Kongsun Sin-to kembali berhenti lagi. Matanya berkilat-kilat
memandarjg Siau-liong. "Bukankah separoh dari peta Giokpwe
itu berada dalam tanganmu?" tanyanya.
Buru-buru Siau-liong meraba bajunya. Ah, peta itu memang
masih disimpannya. Buru-buru ia menjawab, "Separoh dari
Giok-pwe itu sebenarnya Toh Hun-ki...."
Kongsun Sin-to mengangguk. "Hai itu sudah kuketahui
semua. Kabarnya harta pusaka yang terpendam dalam tempat
itu adalah Tio Sam-hong pendiri partai Bu-tong-pay sendiri
yang memendamnya sebelum ia menutup mata, Harta pusaka
itu ratusan tahun telah menjadi pembicaraan hangat dan
diidam-idamkan oleh setiap kaum persilatan. Tetapi karena
peta yang dilukis pada Giok-pwe itu dipecah dua bagin maka
sampai sekarang belum ada seorang pun yang mampu
mendapatkan harta pusaka itu.
Kongsun Sin-to terpaksa berhenti karena tersekat batuk2,
"Diantara harta pusaka itu yang paling berharga adalah
sebuah kitab pusaka yang ditulis oleh Tio Sam-hong sendiri....
Ketahuilah, yang kusebut sebagai tenaga sakti Panca sakti itu,
selain tenaga sakti Thian-jim-sin-kang yang kumiliki dan Ya-lusin-
kang (tenaga sakti mengenal suara) dari si Randa gunung
423 Busan itu, masih terdapat lagi tiga jenis tenaga sakti lainnya
ialah: Cek-kui-sin-kang (tenaga-sakti Gema-merah). Jit-huasin-
kang (tenaga sakti Tujuh Robah) dan Thian-kong-sinkang...."
Mendengar itu hati Siau-liong tak keruan rasanya. Semula
ia mengira bahwa ia telah memiliki ilmu kepandaian sakti dari
Pendekar Laknat dan Pengemis Tengkorak. Siapa kira ilmu
kepandaian itu bukanlah tergolong ilmu sejati yang tiada
tandingannya di dunia persilatan. Bahkan termasuk ilmu liar
atau ilmu samping-pintu yang tak mungkin akan mencapai
tataran kesempurnaan.
Takkala ia bertempur dengan Randa Busan, hampir saja ia
kehilangan nyawa. Diam-diam ia mengakui kebenaran ucapan
suhunya itu. Serentak timbullah penyesalannya yang amat
mendalam kepadanya dirinya yang tempo hari karena
menuruti hawa nafsu, telah melanggar perintah gurunya dan
gegabah masuk ke dalam belakang gunung. Bukan saja ia
telah kehilangan kesempatan mewarisi kepandaian sakti dari
gurunya. Pun karena kesalahan itu ia harus menebus mahal.
Menderita peristiwa dan Pengalaman yang serba aneh dan
hebat dan akhirnya harus menderita keracunan dari wanita
pemilik Lembah Semi. Akibatnya, ia hanya dapat hidup
setahun lagi....
Dengan wajah serius Kongsun Sin-to melanjutkan
keterangannya pula, "Pewaris terakhir dari ilmu sakti Cek-kuisin-
kang adalah Rahib sakti dari Lam-hay ialah To Teng
nikoh.... Sedang pewaris dari ilmu sakti Jit-hua-sin-kang
adalah Jong Ling lojin yang bergelar orang-sakti terpedam dari
Su-jwan. Kedua orang itu sudah berpuluh tahun tak muncul
lagi di dunia persilatan. Entah apakah mereka sudah
mempunyai murid pewaris lagi. Atau apakah mereka memang
sudah muksah, tiada seorangpun dalam dunia persilatan yang
mengetahui...."
424 Tergeraklah hati Siau-liong. Segera ia teringat akan orang
tua yang dirantai dalam penjara dibawah tanah dalam barisan
Tujuh Maut. Serentak ia berseru, "Jong Ling lojin itu, murid
pernah...."
Tetapi tampaknya Kongsun Sin-to tak menghiraukan kata2
Siau-liong dan sambil memberi isyarat tangan supaya anak itu
diam, ia melanjutkan keterangannya lagi.
"Cek-kui Jit-hua, Thiam-jim dan Je-In keempat ilmu sakti
itu, sudah berpuluh tahun tak muncul lagi di dunia persilatan.
Tentang diriku, walaupun telah memiliki salah satu dari ilmu
Panca Sakti itu, tetapi karena selama ini aku tak mau
menonjolkan diri, maka orang persilatan pun tak mengetahui.
Tetapi.... keempat ilmu sakti yang kukatakan tadi, berpangkal
pada pengutamaan Hawa murni.... Sedang Thian-kong-sinkang
mengutamakan kesempurnaan Sin atau Semangat...."
Tiba-tiba mata Kongsun Sin-to berkilat-kilat memandang
Siau-liong lalu berkatalah ia dengan serius, "Semangat dapat
mengambil Hawa, Hawa tak dapat menguasai Semangat. Oleh
karena itulah maka Thian-kong-sin-kang termasuk yang paling
unggul diantara keempat ilmu sakti itu. Sayang sejak Tio Samhong
cousu meninggal dunia, tiada muncul lagi pewarisnya....
Sementara orang persilatan sama menduga bahwa dalam
kitab pusaka yang tersimpan dalam harta karun rahasia itu,
terdapat tulisan tentang ilmu sakti Thian-kong-sin-kang itu...."
Siau-liong mendengarkan seperti orang mabuk. Diam-diam
ia terkejut. Apabila kitab pusaka itu sampai jatuh ketangan
suami isteri Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka, setelah
mereka berhasil memahami ilmu sakti Thian-kong-sin-kang,
siapa lagikah tokoh persilatan yang mampu menandingi
mereka" Bukankah dunia persilatan akan mengalami banjir
darah dan penjagalan besar-besaran...."
425 Kongsun Sin-to menghela napas pelahan. "Engkau telah
kemasukan ilmu sakti Samping. Sekalipun engkau tak mungkin
dapat mempelajari ilmu sakti yang kumiliki yang mendasarkan
pada Hawa, tetapi engkau masih ada harapan untuk
mempelajari ilmu Thian-kong-sin-kang yang mendasarkan
pada Semangat. Oleh karena itu jika engkau berhasil
menemukan Giok-pwe yang separoh bagian lainnya dan
menemukan harta pusaka itu, engkau tetap masih ada
harapan untuk menjadi tokoh utama dalam dunia persilatan.
Tetapi sejak ini jodoh kita sebagai murid dan guru, akan
berakhir. Sejak saat ini hanya tergantung pada dirimu sendiri
bagaimana akan mengatur langkah hidupmu!"
Hati Siau - liong seperti disayat sembilu rasanya.
Menyahutlah ia dengan nada pilu, "Murid sudah tiada
mempunyai harapan apa2 lagi. Kecuali hanya ingin lekas2
dapat bertemu muka dengan ibu yang sedang menderita sakit
diseberang laut. Hanya saja, murid terpaksa harus tinggal
ditempat ini lagi untuk beberapa hari."
Ia tenngat dalam penyamarannya sebagai Pendekar Laknat
telah menolong Toh Hun-ki dan rombongannya dari Lembah
Maut lalu berjanji untuk bertemu dengan mereka di Siok-ciu
nanti tiga hari kemudian. Dimana dia akan ikut dalam
pemusyawarahan untuk membasmi Iblis Penakluk-dunia dan
Dewi Neraka. Tetapi ah.... saat itu karena tertidur selama 12 hari, entah
bagaimana dengan keadaan mereka. Adakah rombongan Toh
Hun-ki masih berada di Siok-ciu menunggunya" Apakah
tindakan baru dari suami isteri Iblis Penakluk-dunia dan Dewi
Neraka dalam langkah mereka untuk menguasai dunia
persilatan"
426 Memikirkan hal2 itu, hati Siau-liong resah gelisah. Dia harus
menepati janji, membantu Toh Hun-ki dan rombongan orang
gagah, untuk melenyapkan kedua suami isteri durjana itu.
Kemudian baru ia mengambil batang kepala Toh Hun-ki dan
keempat Su-lo untuk bersama-sama Mawar Putih menhadap
ibunya diseberang laut.
Tetapi saat itu setelah mendengar penjelasan dari Kongsun
Sin-to, ia merasa menyesal. Apa yang hendak dilakukan itu,
terasa sukar. Maka menegurlah Kongsun Sin-to, "Liong-ji, rupanya
hatimu amat resah. Adakah karena memikirkan ibumu atau...."
Hati Siau-liong makin pilu. Air matanya berderai-derai
turun. Sejak kecil ia diasuh dan dididik Kongsun Sin-to. Dalam
perasaannya Kongsun Sin-to itu sudah seperti orang tuanya
sendiri. Pada saat mendengar bahwa mereka sudah tak
berjodoh atau sudah putus hubungan, apa lagi dirinya sudah
terkena racun Jong-tok dan hidupnya hanya tinggal setahun.
Maka pecahlah beteng pertahanan hatinya.
Ia menangis pilu dibawah kaki sang guru. Lalu menuturkan
apa yang telah dialaminya selama di dalam Lembah Semi,
diracuni Poh Ceng-in dan hidupnya yang hanya tinggal
setahun itu. Selesai mendengar, sambil mengurut jenggot Kongsun Sinto
berkata, "0, makanya ketika kuobati, kudapatkan semua
jalan darah ditubuhmu terdapat perobahan yang tak wajar.
Semula kukira akibat dari makan buah Im-yang-som dan
darah binyawak purba itu, kiranya...."
Tabib sakti itu menghela napas, ujarnya pula, "Memang
perempuan siluman itu benar. Setelah racun jong-tok itu
427 menyerap keseluruh jalan darah ditubuh, di dunia tiada
terdapat obatnya lagi. "
Ditatapnya wajah anak itu, mau berkata tetapi tak jadi.
Bermula Siau-liong masih mengandung harapan bahwa
gurunya itu tentu mampu mengobati. Tetapi melihat nada
kata2nya, habislah sudah harapan Siau-liong. Ia pun hanya
memandang pada Kongsun Sin-to dengan longong
kehampaan. Setelah merenung beberapa saat, Kongsun Sin-to berkata
pelahan-lahan, "Boleh dikata seluruh hidupku kuabdikan pada
ilmu pengobatan. Sekali pun tidak sesakti tabib Hoa To pada
Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jaman Sak Kok dahulu, tetapi kepandaianku termasuk jarang
terdapat tandingannya. Menurut pengetahuanku masih dapat
juga racun Jong-tok itu diobati, tetapi...."
Mendengar masih ada setitik harapan. seketika menyalalah
harapan Siau-liong.... Buru-buru ia mencurahkan seluruh
perhatiannya. "Karena perempuan siluman itu juga meminum racun,
maka racun Jong tok itu tentu terdiri dari dua jenis racun Im
dan Yang. Sekalipun engkau terpisah jauh sekali dengan dia,
tetapi apabila ada salah seorang yang mati, yang seorangpun
tentu ikut mati. Kecuali...."
"Kecuali bagimana?" Siau-liong mulai tegang perasaannya.
"Kecuali engkau minum habis darahnya!" sahut Kongsun
Sin-to, atau dengan gunakan darah anjing atau ayam hitam
untuk ,memikat darahnya, mengorek keluar hatinya lalu
memakannya mentah2. Hanya dengan jalan begitu, dapatlah
racun dalam tubuhmu itu hilang. Selain itu, tiada lain obat
yang dapat menyembuhkan lagi.
428 Siau-liong menghela napas rawan, "Sekalipun cara itu
dapat menyelamatkan jiwaku tetapi.... aku tak tega
menggunakannya...."
"Kutahu engkau tentu tak mau. Engkau berhati welas asih
sekali, ah.... semuanya terserah saja kepada nasibmu...."
Kongsun Sin-to berbangkit dan ayunkan langkah pelahanlahan
seraya berkata, "Kini engkau sudah dewasa. Segala apa
harus dapat menjaga diri sendiri. Dewasa ini Iblis Penakluk
dunia dan Dewi Neraka sedang berusaha untuk menguasai
dunia persilatan. Tokoh2 persilatan dari berbagai aliran dan
partai telah bersiap-siap menyusun kekuatan. Suatu
pertempuran antara golongan Putih dan Hitam pasti akan
terjadi, sesungguhnya...."
Ia berhenti sejenak menghela napas, ujarnya lebih lanjut,
"Pada umumnya mereka bertujuan hendak mendapatkan
harta pusaka terutama kitab pusaka tulisan Tio Sam-hong.
Siapa yang mendapatkan pusaka itu, dialah yang akan dapat
menguasai dunia persilatan!"
Timbullah pikiran Siau-liong. Separoh bagian dari Giok-pwe
itu masih berada ditangan suami isteri Iblis Penakluk-dunia
dan Dewi Neraka. Untuk merebutnya tentu sukar sekali.
Hidupnya hanya tinggal setahun. Segala kitab pusaka tak
berguna lagi baginya. Dan apabila separoh bagian Giok-pwe
yang disimpannya itu sampai jatuh ketangan Iblis Penakluk
dunia dan Dewi Neraka, bukankah akan hebat sekali akibatnya
bagi keselamatan dunia persilatan!
Seketika tergugahlah pikirannya. Serentak ia mengeluarkan
separoh Giok-pwe dari dalam bajunya lalu diserahkan kepada
Kongsun Sin-to.
429 "Oleh karena murid sudah terkena racun jong-tok, hidup
murid pun takkan lama. Sekalipun dapat merebut yang
separoh bagian lagi dan menemukan kitab pusaka ilmu sakti
Thian-kong-sin-kang, bagi murid pun sudah tak berguna lagi.
Oleh karena itu...." Dengan tahankan kepiluan hatinya, Siauliong
lanjutkan kata-katanya, "Hendak murid persembahkan
separoh bagian Giok-pwe ini kepada suhu, agar suhu dapat
memberikan kepada orang yang benar-benar berjodoh...."
Kongsun Sin-to tertawa gelak2, "Muridku, aku sudah cukup
puas karena telah memiliki salah satu ilmu sakti dari Panca
Sakti. Dan selama ini belum pernah kuunjukkan kesaktianku
itu di dunia persilatan. Begitupun dalam sisa hidupku yang tak
berapa banyak itu. takkan kutonjolkan kepandaianku itu. Maka
kitab pusaka Thian-kong sin-kang itu, juga tak penting bagiku.
Soal aku hendak menjadi lain orang untuk menjadi pewaris,
tak lain tak bukan hanyalah sekedar agar ilmu sakti Thian-jimsin-
kang itu jangan sampai lenyap ditanganku!"
Setelah mengetahui bahwa gurunya tak mau menerima
Giok-pwe, Siau-liong berkata, "Kalau begitu biarlah murid
pendam kitab pusaka itu selama-lamanya agar jangan ada
orang yang mengganggu usik!"
Tanpa menunggu persetujuan Kongsun Sin-to. Siau-liong
terus meremas Giok-pwe itu hingga hancur lebur, lalu dibuang
ke tanah. Siau-liong termenung-menung dalam kepekaan. Ia
tersenyum getir karena dapat menghamburkan kesesakan
dadanya. Ada dua sebab yang mendorongnya menghancurkan
separoh Giok-pwe itu. Pertama, dengan lenyapnya ilmu Thiankong-
sin-kang dalam kitab pusaka itu berarti ilmu sakti Thianjim-
sin-kang dari gurunya itu bakal merajai di dunia
430 persilatan.... Kedua, menjaga jangan sampai ilmu sesakti
Thian-kong sin-kang itu sampai jatuh ketangan orang yang tak
bertanggung jawab, misalnya Iblis Penakluk-dunia dan Dewi
Neraka. Setelah memandang beberapa jenak pada hancuran Giokpwe
yang berhemburan di tanah, Kongsun Sin-to menghela
napas, "Walaupun tindakanmu terdorong dari rasa
kesungguan tetapi membuat ilmu sakti terpendam selamalamanya
di tanah, merupakan perbuatan yang melanggar
hukum alam!"
Siau-liong diam tak menyahut. Saat itu malam makin larut.
Sisa lilin yang menerangi tempat itu sudah habis. Untung
rembulan memberi cukup penerangan. Guru dan murid duduk
saling berhadapan dalam suasana yang merawankan.
Tak berapa lama, Kongsun Sin-to berkata; "Siau-liong aku
akan berangkat!"
"Suhu, engkau...." Siau-liong tak dapat melanjutkan
kata2nya karena dicengkam oleh isak keharuan.
Belasan tahun ia berkumpul dengan guru yang tercinta itu.
Baru berjumpa lagi terus akan berpisah. Air mata anak itu
berderai-derai.
Dalam berkata-kata tadi. Kongsun Sin-to sudah tiba
diambang pintu. Ia berpaling dan tertawa tenang, "Di dunia
tiada perjamuan yang takkan bubar. Ada waktu berkumpul,
pun ada waktu berpisah. Sekalipun ikatan guru dan murid
sudah habis, tetapi bukan berarti kita takkan berjumpa lagi.
Siapa tahu...."
431 Entah bagaimana Kongsun Sin-to tak melanjutkan
kata2nya. Sekali bahunya bergetar, tabib sakti itu sudah
melayang keluar.
Ketika Siau-liong memburu keluar, ternyata gurunya itu
sudah lenyap. Dia terlongong-longong. Masih diingat-ingatnya
kata2 terakhir dari gurunya itu Siapa tahu.... ah, mengapa tak
dilanjutkan lalu terus pergi"
Angin berhembus dan keresahan pikiran Siau-liong pun
agak reda. Memandang kesekeliling, didapatinya biara itu
sudah rusak semua. penuh ditumbuhi semak rumput. Ia
segera melangkah keluar. Empat penjuru tegak berjajar
puncak gunung. Dia tak tahu saat itu berada dimana. Setelah
memeriksa bekalannya, kecuali separuh bagian Giok-pwe yang
telah dihancurkan. semuanya masih lengkap, antara lain peta
dan resep obat pemberian Jong Leng lojin, botol berisi pil dari
Poh Ceng-in dan kedok serta pakaian dari Pendekar Laknat.
Setelah termenung beberapa saat, akhirnya ia menyamar
lagi sebagai Pendekar Laknat, lalu ayunkan langkah. Ia tak
tahu yang akan dituju, langkahnya hanya ditujukan pada
puncak gunung yang paling rendah sendiri. Dari situ ia hendak
ke Siok-ciu. Menjenguk Toh Hun-ki dan rombongannya lalu
membelikan obat untuk Jong Leng lojin.
Menurut Perhitungannya, saat itu tepat kurang setahun
dengan pertengahan musim rontok tahun muka. Suatu hal
yang membuatnya menyadari betapa berhargalah waktu itu.
Setiap detik dan setiap saat, harus digunakan dengan sebaikbaiknya.
Riwayat dirinya yang menyedihkan ditambah pula dengan
peristiwa2 yang selalu merundung dirinya dengan kesialan dan
malapetaka. membuat hatinya serasa tertindih oleh sebuah
batu besar. 432 Sekonyong-konyong ia mengadah dan tertawa nyaring
sekali! Nadanya bergema menembus awan. Dalam malam
sunyi dan ditengah alam pegunungan yang lelap, tertawa itu
benar-benar menyerupai suara raksasa tengah mengumbar
tertawa.... Puas tertawa ia terus menyusur sepanjang hutan yang
panjang. Tiba-tiba ia terhenti. Cepat2 ia gunakan gerak Nagamelingkar-
18 kali, melayang ke atas sebatang pohon setinggi
beberapa tombak.
Tak berapa lama tampak beberapa sosok bayangan lari
mendatangi. Dari atas pohon dapatlah Siau-liong melihat
dengan jelas. Orang2 itu mengenakan pakaian persilatan dan
menghunus senjata. Begitu tiba di tepi hutan mereka berhenti
lalu berjalan pelahan-lahan masuk ke dalam hutan. Sikap
mereka seperti menghadapi seorang musuh berbahaya.
Salah seorang dari kawanan orang itu, berseru:.... "Aneh!
Mengapa mendadak hilang?"
"Sekalipun ilmu meringankan tubuhnya hebat sekali tetapi
tak mungkin ia dapat terbang kelangit!" sahut kawannya.
"Setiap jalan keluar dari lembah, telah dijaga ketat. Karena
dari kawan2 kita tiada memberi tanda apa2, tentulah orang itu
masih berada dalam hutan ini. Hayo, kita cari lagi yang teliti."
kata orang yang pertama tadi....
"Huh, tahukah kalian siapa orang yang hendak kita tangkap
itu" kalau nada suara tertawanya, tentulah Pendekar Laknat.
Momok itu amat ganas sekali. Lebih baik kita lapor saja pada
Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka!"
433 Kawan-kawannya menyetujui. Mereka segera berputar
tubuh terus lari keluar hutan. Siau-liong hendak loncat turun,
tetapi tiba-tiba dari belakang terdengar kesiur angin tajam
menyambar dirinya.
Siau-liong terkejut sekali. Itulah serangan gelap dari suatu
senjata rahasia. Dengan ilmu Thing-hong-pian-wi atau
Mendengar-suara-menentukan-letak, cepat ia gerakkan tangan
kirinya dan berhasillah ia menjepit sebuah senjata rahasia
dengan dua buah jari!
Tetapi seketika ia melongo. Ternyata yang dijepit itu
bukanlah senjata rahasia, melainkan sehelai daun yang kering.
Pada saat ia kesima, telinganya terngiang suara orang
tertawa pelahan. Cepat ia memandang ke arah suara tertawa
itu dan dapatkan pada puncak sebatang pohon setinggi lima
tombak duduk dengan rapi seorang rahib berjubah kuning.
Sepasang mata rahib itu berkilat-kilat memancar ke arah Siauliong.
Dari jarak lima tombak dapat melontarkan sehelai daun
kering menjadi seperti senjata rahasia dan gerakan daun
kering itu dapat menimbulkan desis angin yang begitu tajam,
benar-benar suatu ilmu kesaktian yang bukan olah-olah
hebatnya! Tetapi masih ada lagi hal yang membuat Siau-liong lebih
terkejut. ialah suara ketawa rahib itu. Tertawa itu
kedengarannya pelahan dan lirih tetapi nyatanya telinga Siauliong
seperti mau pecah
Rahib itu hentikan tertawanya, berseru, "Apakah engkau
Pendekar Laknat?"
"Ya, akulah!" sahut Siau-liong.
434 "Berapakah umurmu sekarang?" tanya rahib itu pula.
Siau-liong tertegun. Hampir ia tak dapat menjawab
pertanyaan itu. Karena ia memang tak tahu umur Pendekar
Laknat itu. Setelah meragu beberapa saat, ia menyahut agak
tersendat, "Perlu apa harus menghitung umur, pokok aku
sudah tua sekali!"
Tiba-tiba ia teringat. Sebagai Pendekar Laknat ia harus
membawa sikap yang sesuai. Maka setelah mejawab, iapun
terus tertawa mengekeh.
Karena terpisah pada jarak lima tombak, ia tak dapat
melihat jelas wajah dan sikap rahib itu. Tetapi ia dapat melihat
bagaimana tajam kilat mata rahib itu memancarkan sinar.
"Engkau hendak membanggakan ketuaanmu
dihadapanku?" bentak rahib itu.
Siau-liong tertawa lepas, sahutnya, "Tidak, tidak!"
Rahib tua itu tidak marah melainkan tertawa dalam,
"Apakah engkau juga hendak mencari pusaka itu?"
Siau-liong tertegun. pikirnya, "Menurut nada katanya,
tentulah dia datang untuk mencari pusaka itu. Tetapi dia tentu
tak mungkin mengira bahwa peta pusaka itu telah
kuhancurkan sehingga pusaka itu akan terpendam selamalamanya!"
Maka tertawalah ia dengan dingin, "Aku seorang tua
bangka yang sudah menjelang masuk kubur. Segala harta
pusaka di dunia tak mungkin menggerakan hatiku lagi...."
435 Tiba-tiba rahib tua itu berteriak pelahan dan tahu2
tubuhnya dalam keadaan tetap duduk melayang kebatang
pohon dihadapan pohon tempat Gak Lui.
Caranya rahib melayang itu tak ubah seperti sekuntum
awan yang 'terbang' melayang tertiup angin.
Siau-liong terbeliak. Pikirnya, "Ah, ternyata di dunia ini
memang penuh dengan orang sakti. Di atas gunung terdapat
awan dan di atas awan masih terdapat langit yang luas...."
Pada saat ia masih tercengang, tiba-tiba rahib itu
membentaknya, "Kalau tak mencari pusaka, perlu apa engkau
datang kemari?"
Siau-liong tertawa hambar. Tanpa menyahut apa yang
ditanyakan, ia berkata, "Pusaka itu tak mudah didapat!"
Rahib tua tersenyum, "Sukar atau tidak, asal benar-benar
di dunia ini terdapat pusaka itu, aku tentu dapat
menemukannya!"
Nadanya penuh dengan keyakinan atas kemampuannya.
Walaupun dahinya berhias keriput usia tua tetapi matanya
masih bersinar terang, seri wajahnya pun masih berseri.
Terutama ketika tertawa, tampak dua baris giginya yang putih
mengkilap. Sepintas pandang memang sukar untuk menaksir
umurnya. Lebih2 tak mudah untuk mcngetahui asal-usul
dirinya.... Sejenak tertegun, berkatalah Siau-liong; "Untuk mencari
pusaka itu. Pertama-tama. harus dapat memperoleh sepasang
Giok-pwe.... Giok-pwe itu merupakan peta dari tempat
penyimpanan pusaka. Sengaja dijadikan dua buah Giok-pwe
Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
436 agar orang sukar untuk mengumpulkan. Tanpa peta dari Giokpwe
itu tak mungkin engkau tahu tempat pusaka itu!"
"Kalau begitu akan kucari kedua Giok-pwe itu lebih dulu
baru nanti mencari pusaka!" kata si rahib tua. Dari kerut
dahinya menampilkan sinar kemauan ambisi yang besar.
Diam-diam Siau-liong muak melihat wajah rahib itu.
Setelah sejenak mengeliarkan pandang matanya, rahib itu
berkata dengan lembut, "Apakah engkau sungguh2 tahu jelas
bahwa peta itu terbagi menjadi dua buah Giok-pwe?"
Diam-diam Siau-liong mendapat kesimpulan bahwa rahib
itu memang tak tahu sama sekali tentang Giok-pwe. Tetapi
disamping itu iapun diam-diam menertawakannya karena tak
mungkin lagi orang dapat mencari Giok-pwe itu. Yang satu
telah dihancurkannya!
"Ya," sahutnya.
"Tahukah engkau ditangan siapakah Giok-pwe itu
sekarang?" tanya sirahib dengan lembut.
Tergerak hati Siau-liong, serunya. "Yang separoh bagian
berada ditangan Iblis penakluk-dunia dan Dewi Neraka!"
"Iblis penakluk-dunia.... Dewi Neraka...." rahib tua itu
berkata seorang diri.
Kemudian ia tersenyum, "Itu mudah, akan kutanyakan
kepada mereka!"
Melihat betapa yakin dan congkak sikap rahib tua itu, diamdiam
Siau-liong geli dalam hati.
"Dan yang separoh lainnya?" tiba-tiba rahib itu bertanya.
437 Siau-liong tertawa keras, "Yang separoh bagian itu....
mungkin sukar dicari!"
Seketika membesilah wajah sirahib tua. Serunya dengan
kurang senang, "Mengapa sukar dicari?"
"Mungkin sudah dihancurkan orang!"
Rahib itu tertegun. Tiba-tiba ia juga tertawa keras, "Tolol!
Siapa yang memiliki benda itu tak mungkin rela
menghancurkan!"
Siau-liong hanya ganda tertawa terus.
"Tutup mulutmu...." bentak sirahib.
Siau-liong tertegun dan hentikan tertawanya. Tampak rahib
itu tengah pasang telinga. Pun telinga Siau-liong yang tajam
segera mendengarkan suara orang berjalan dari kejauhan.
Tak berapa lama, berpuluh-puluh sosok bayangan
menerobos ke dalam hutan. Jumlahnya tak kurang dari empat
sampai lima puluh orang.
Rahib tua mengicupkan ekor mata kepada Siau-liong dan
tertawa, "Tuh, Dewi Neraka dan Iblis Penakluk-dunia telah
datang." Siau-liong hanya tertawa dingin. Dipandangnya kawanan
orang yang datang itu. Ternyata dua orang yang memimpin
rombongan itu adalah Iblis penakluk-dunia dan Dewi Neraka
sendiri. Tetapi Soh-beng Ki-su dan Poh Ceng-in tak tampak
ikut serta. 438 Tak berapa lama rombongan Iblis penakluk-dunia itu tiba
diluar hutan. Iblis penakluk-dunia bertanya kepada salah
seorang anak buahnya, "Apakah kalian tak salah dengar?"
Orang itu tersipu-sipu menyahut, "Hamba mendengar jelas,
suara tertawa itu adalah tertawa Pendekar Laknat!"
Iblis penakluk-dunia memberi isyarat. Rombongan anak
buahnya segera pencar diri, mengepung hutan itu.
Beberapa saat kemudian, Iblis penakluk-dunia berteriak
nyaring "Hai tua bangka Laknat! Lekas keluar! Tak mungkin
engkau mampu lolos lagi!"
Bentakan itu nyaring sekali sehingga daun-daun pohon
sama bergetaran.
Memandang Siau-liong, rahib tua itu tertawa, "Mari...."
tahu-tahu tubuhnya yang sedang duduk bersila di atas puncak
pohon, terbang melayang keluar hutan.
Iblis penakluk-dunia dan Dewi Neraka mengira kalau yang
muncul itu Pendekar Laknat. Buru-buru mereka lari
menghampiri. Begitu Pendekar Laknat belum sempat berdiri di
tanah, mereka hendak mendahului menyerangnya.
Tetapi ketika melihat yang muncul itu bukan Pendekar
Laknat, mereka terbelalak kaget. Iblis penakluk-dunia
menyurut mundur lima langkah. Mata menatap rahib tua itu
dan serentak ia mengangkat kedua tangan memberi hormat.
"Ah, aku telah keliru menerima laporan dari anak buah.
Ternyata sin-ni yang berkunjung!" serunya dengan hormat.
"Ih, engkau masih kenal aku?" seru rahib itu tertawa
gembira. 439 "Sin-ni termasyur diempat samudera. Walaupun sudah
berpuluh tahun tak berjumpa tetapi aku tak pernah melupakan
sin-ni!" buru-buru Iblis-penakluk-dunia berseru.
Sin-ni artinya rahib sakti.
Siau-liong yang masih bersembunyi di atas pohon, diamdiam
terkejut. Segera ia menyadari bahwa rahib itu adalah
rahib sakti To Teng yang dikatakan gurunya (Kongsun Sin-to).
Rahib yang memiliki ilmu sakti Tek-ki-sin-kang, salah sebuah
ilmu sakti dari Panca Sakti.
Kongsun Sin-to dengan ilmu sakti Thiau-jim-sin-kang.
Randa Busan dengan Ya-ih-sin-kangnya, Jong Leng lojin
dengan Jit-hua-sin-kang serta rahib sakti dari Lamhay dengan
Cek-ci-sin-kang. Merupakan empat datuk dari Panca Sakti.
Yang masih kurang adalah Thian-kong-sin-kang, ilmu sakti
yang masih terpendam dalam suatu tempat seperti terlukis
pada peta pusaka Giok-pwe. Mungkin ilmu sakti Thian-kongsin-
kang itu tak mungkin didapat orang lagi untuk selamalamanya!.
seperti terlukis pada peta pusaka Giok-pwe. Dan mungkin
ilmu sakti Thian-kong-sin-kang itu tak mungkin didapat orang
lagi untuk selama-lamanya....
Sambil tersenyum rahib tua itu memandang Dewi Neraka,
tegurnya, "Apakah selama ini kalian baik-baik saja?"
"Terima kasih, berkat restu sin-ni kami berdua tak kurang
suatu apa", sahut kedua suami istri Iblis penakluk-dunia.
Setelah berdiam beberapa saat, Iblis penakluk-dunia cobacoba
menyelidiki, tanyanya, "Sudah berpuluh tahun sin-ni
mensucikan diri digunung Bu-ih-san, tetapi kali ini...."
440 Lam-hay-sin-ni tertawa mengekeh, "Kabarnya kitab pusaka
yang ditulis Tio Sam-hong telah diketahui orang terpendam
dalam Lembah Semi dipegunungan Tay-liang-san sini.
Benarkah itu?".
Iblis penakluk-dunia kerutkan alis. "Kudengar juga begitu".
"Dan orang mengatakan pula bahwa separoh dari Giok-pwe
itu berada ditanganmu, apakah benar?"
Iblis penakluk-dunia berdiam beberapa saat, lalu berkata
tersendat-sendat; "Ini....".
"Bilanglah!" tiba-tiba rahib sakti dari Lam-hay itu berubah
wajahnya. Buru-buru Iblis penakluk-dunia tertawa, "Benar, tetapi yang
separoh lagi....".
Lam-hay-sin-ni maju selangkah, "Yang separoh itu, nanti
akan kuusahakan sendiri. Yang berada padamu. lekas berikan
kepadaku!"
Sesungguhnya wajah Iblis penakluk-dunia sudah mendelik
seperti dicekik setan. Tetapi dia tetap paksakan diri tertawa
kecut, "Ini.... ini...."
"Hm, tidak mau memberikan?" wajah rahib sakti mengkerut
gelap. Sepasang alis Iblis-penakluk-dunia makin merapat. Tibatiba
ia melirik kepada isterinya lalu tertawa-tawa, "Karena sinni
menghendaki, sudah tentu akan kuberikan, tetapi...." ia
berhenti sejenak, lalu, "Giok-pwe itu sesungguhnya tak berada
padaku melainkan disimpan dalam sebuah tempat rahasia di
441 Lembah Semi. Adakah sin-ni bersedia bersama kami
mengambil kesana atau sin-ni sendiri yang akan
mengambilnya?"
Dengan mata berkilat berserulah rahib sakti itu tajamtajam,
"Bukankah kalian bermaksud hendak menipu aku?"
"Sin-ni adalah satu-satunya lo-cianpwe dunia persilatan
yang paling kuindahkan. Masakan aku berani berbuat kurang
ajar terhadap sin-ni?". buru-buru Iblis penakluk-dunia
menyanggapi. Wajah Lam-hay-sin-ni berseri girang, "Baik, aku akan ikut
kalian mengambilnya!"
Iblis-penakluk-dunia tertawa sinis, "Kalau begitu silahkan
sin-ni ikut kami!"
Bersama isterinya, Iblis penakluk- dunia segera berputar
diri dan ayunkan langkah.
Rombongan pangawal suami isteri Iblis-penakluk-dunia pun
segera memberi isyarat kepada sekalian anak buah Lembah
Semi untuk kembali ke dalam lembah.
Rahib sakti dari Lam-hay mengikuti di belakang Iblis
penakluk-dunia dan Dewi Neraka dengan wajah berseri girang.
Tetapi ketika rombongan Iblis penakluk-dunia itu baru
berjalan beberapa langkah, tiba-tiba terdengar suara
bentakan. "Berhenti....!"
Iblis penakluk-dunia berhenti seraya balas membentak
marah, "Siapa!"
442 Dari balik sebatang pohon di tepi jalan muncul dua orang.
Iblis penakluk-dunia dan rombongannya terkejut sekali.
Bahkan Siau-liong yang masih bersembunyi di atas pohon pun
tersentak kaget sehingga hampir terpelanting jatuh.
Ternyata kedua orang yang muncul dari balik pohon itu
adalah Randa Busan dan puterinya.
Dengan lincah dara baju hijau itu mengikuti di belakang
ibunya. Jelas lukanya ketika bertempur dengan Siau liong
tempo hari, sudah sembuh.
Teringat seketika Siau-liong akan pertempurannya dengan
dara itu. Betapa gemas dan mati-matian dara itu
menyerangnya ketika menganggap Siau-liong itu Pendekar
Laknat. "Hm, mengapa dia begitu membenci kemati-matian kepada
Pendekar Laknat" diam-diam Siau-liong menimang. Begitu
juga ia masih teringat pada saat dalam keadaan sadar tak
sadar karena menderita luka dan dibawa Mawar Putih ke
pondok janda itu, samar2 ia mendengar janda itu berkata
dengan geram "Hm, Besok pada pertengahan musim rontok
tahun depan, takkan kuampuni jiwamu lagi...."
Siau-liong pun teringat akan pesan dari tulisan Pendekar
Laknat yang diguratkan pada dinding gua. Dalam pesan itu,
Pendekar Laknat memintanya supaya mewakili datang
kepuncak Sin"li"hong gunung Busan guna memenuhi
undangan pada pertengahan musim rontok tahun depan.
Tak tahu Siau-liong undangan apa yang dimaksud oleh
Pendekar Laknat itu. Yang jelas tentu undangan untuk
mengadu kesaktian. Tetapi mengadu kesaktian dengan siapa"
443 Pikiran Siau-liong melayang lebih lanjut. Ia teringat, pada
waktu berada di Lembah Maut, Soh-beng Ki-su pernah
mengatakan bahwa Mawar Putih telah ditolong oleh seorang
perempuan baju hitam. Oleh karena Mawar Putih
membawanya dirinya kepondok janda itu, apakah tidak
mungkin perempuan baju hitam yang dimaksud Soh-beng Kisu
itu bukan Randa gunung Busan itu"
Tetapi mengapa yang muncul dihutan situ hanya sijanda
dan puterinya" Dimanakah Mawar Putih sekarang" Apakah
dara itu disuruh jaga pondok atau sudah pergi kelain tempat
lagi" Sebelum semua pertanyaan yang menghuni benak Siauliong
itu terjawab. tiba-tiba Randa Busan kedengaran berseru
kepada rombongan Iblis pe-nakluk-dunia, "Apa kenal pada
kami ibu dan anak?"
Belum Iblis-penakluk-dunia sempat menyahut, Lam-hay
Sin-ni sudah melangkah maju dan membentak
"Tidak kenal! Lekas enyah!"
Randa Busan tertawa dingin, serunya, "He, rupanya engkau
cepat-cepat menjadi jompo!"
Sekali mengangkat tangan kirinya, Randa Busan menampar
pelahan-lahan sebuah batu besar yang berada dimukanya,
Tamparan itu pelahan sekali dan batu itupun tampaknya tak
kurang suatu apa. Tetapi ketika Randa Busan menyepak
dengan kaki kanannya, batu besar itu sudah berguguran
remuk bubuk....
Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka terkejut bukan
kepalang. 444 Lam hay Sin-ni pun belalakkan kedua matanya dan
melengking tajam, "Ye-ih-sin-kang...."
Randa Busan tersenyum, "Sekarang sudah kenal padaku?"
Lam-hay Sin ni tercengang-cengang, serunya, "Ye li, Thianjim
dan Jit-hua-sin-kang. Bukankah sudah lama lenyap dart
dunia persilatan" Engkau...."
Randa Busan menghela napas, "Kecuali Thian-kong-sinkang,
keempat ilmu sakti itu masih terdapat di dunia
persilatan...."
Tiba-tiba rahib sakti itu membentak, "Kalau begitu
engkau.... ,engkau juga hendak mencari pusaka itu!"
"Untuk apakah itu?" Randa Busan heran. Randa Busan
membentak, "Aku tak mencari pusaka, tetapi pun tak
mengijinkan orang untuk mencarinya!"
"Mengapa?" tanya Lam-hay Sin-ni heran.
Bentak Randa Busan pula, "Kukatakan sebabnya pun
engkau takkan mengerti.... Hanya saja...."
Tiba-tiba ia alihkan pertanyaan, "Mengapa engkau bersama
mereka!" Lam-hay Sin-ni merenung sejenak lalu menyahut, "Engkau
tak perlu mengurus!"
Tiba-tiba Randa Busan tertawa panjang. Nadanya dingin
sinis. Beberapa saat kemudian baru ia berhenti lalu berkata,
"Sebenarnya aku memang tak perlu mengurus. Tetapi aku tak
tega melihat engkau kesana mengantar kematian. Janganlah
engkau hanya mengandalkan ilmu saktimu Cek-ci-sin-kang tak
445 ada yang menandingi. Tanggung engkau bisa pergi kesana
tetapi jangan harap bisa kembali...."
Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Randa dari Busan itu menghela napas rawan lalu berkata
pula "Jong Leng lojin itu salah satu contoh!".
Mata Lam-hay Sin-ni terbeliak, "Siapakah Jong Leng lojin
itu?" Sahut Randa Busan dingin2, "Pewaris dari ilmu sakti Jit-hua
sin-kang!"
Terdiam sejenak Lam-hay Sin-ni tertawa; "Memang lama
sekali aku menyembunyikan diri. Beberapa peristiwa memang
tak kuketahui".
"Tetapi mengapa mencari pusaka engkau bisa
mengetahui?" tegur Randa Busan.
Wajah rahib dari Lam-hay mengerut gelap. Tampaknya
hendak marah. Dipandangnya randa dari Busan itu lalu diam
lagi. Suami isteri Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka yang
sejak tadi hanya mendengar saja. Merasa saat itu mendapat
kesempatan baik. Buru-buru Iblis penakluk-dunia menjurah
memberi hormat kepada Randa Busan.
"Ucapan nyonya tadi ada beberapa bagian yang tak
kumengerti. Tetapi kami suami isteri berdua sungguh merasa
beruntung sekali karena hari ini dapat melihat wajah nyonya,
salah seorang pewaris dari ilmu Panca Sakti!"
Habis berkata, bersama isterinya ia memberi hormat lagi
kepada Randa dari Busan itu.
446 Muak tampaknya Lam-hay Sin-ni melihat tingkah laku
kedua suami isteri itu. Ia mendengus dingin.
Iblis-penakluk-dunia segera berputar diri menghadap Lamhay
Sin-ni, "Kitab pusaka peninggalan Tio Sam-hong,
merupakan benda yang sangat diincar oleh ribuan kaum
persilatan. Untuk menghormat kepada Sin-ni, kami berdua rela
menyerahkan peta Giok-pwe itu kepada Sin-ni, te-tapi...." Ia
berhenti lalu berpaling ke arah Randa Busan, dengan muka
cemas, katanya, "Tetapi kami pun amat menghormat juga
kepada wanita pewaris Ye-li-sin-kang ini. Oleh karena itu kami
merasa bingung, hendak kami serahkan kepada siapakah peta
Giok-pwe itu...."
Randa Bu-san menatap tajam pada Iblis penakluk-dunia
lalu membentaknya, "Huh, licik sekali siasatmu!"
Tiba-tiba Lam-hay Sin-ni maju selargkah kemuka Randa
Busan lalu membentaknya geram, "Engkau kira dengan ilmu
Ya-li-sin-kangmu itu dapat menggertak aku" Kitab pusaka itu
setiap hidung tentu menginginkan. Jika tidak karena kitab
pusaka itu, perlu apa engkau datang kemari".... huh, engkau
anggap aku orang tolol!"
Rahib itu serentak bersiap seperti hendak menyerang.
Randa Busan tertawa dingin lalu berkata kepada Iblis
penakluk-dunia, "Jika saat ini aku benar-benar melayani dia
berkelahi, bukankah sesuai dengan tujuan hatimu...." Wanita
dan Busan itu gentakkan kakinya ke tanah dan menghela
napas lalu berkata seorang diri, "Untung atau celaka itu,
memang sudah suratan takdir.... perlu apa aku bersitegang
hendak melanggar Kodrat alam untuk mempertahankan nasib
orang?" 447 Dara baju hijau yang sejak tadi selalu berada disisi ibunya,
saat itu segera mengajak ibunya pergi.
Randa Busan mengangguk, "Baiklah, biar mereka ramairamai
sendiri!" "ia terus berputar diri lalu melangkah pergi.
Setelah bayangan ibu dan anak itu lenyap Lam-hay Sin-ni
tiba-tiba tertawa keras.
Apa yang telah terjadi tadi, Siau-liong dapat melihat jelas.
Diam-diam ia mencemaskan keselamatan rahib dari Lam-hay
itu. Walaupun rahib itu memiliki ilmu sakti Cek-ci-sin-kang
tetapi ia tentu tak dapat menghadap kelicikan kedua suami
isteri iblis. Apalagi Siau-iong mendapat kesan bahwa rahib itu
tampaknya seperti seorang yang ketolol-tololan.
Teringatlah saat itu Siau-liong akan Jong Leng lojin yang
dipenjara dibawah tanah oleh Iblis penakluk dunia dan Dewi
Neraka. Kedua kaki orang tua sakti itu diikat dengin rantai
besi.... Jika Lam-hay Sin-ni masuk ke dalam Lembah Semi,
kemungkinan besar nasibnya tentu akan serupa dengan Jong
Leng lojin! Ngeri seketika Siau-liong membayangkan hal itu. Ia
bingung apakah saat itu ia harus bertindak mencegah
perbuatan Iblis penakluk-dunia dan Dewi Neraka yang hendak
mencelakai rahib Lam-hay. Ataukah ia tinggal diam saja.
Belum sempat ia mendapat keputusan, tiba-tiba dari ujung
tikungan gunung jauh disebelah muka tampak tiga sosok
benda warna biru meluncur ke udara.
448 Dan cepat laksana anak panah meluncur, beberapa sosok
tubuh manusia berhamburan tiba terus menyerbu Iblis
penakluk-dunia dan isterinya.
--oooo0dw0ooo--
PEREBUTAN GIOK-PWE
Pada saat Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka sedang
mengipikan rencananya untuk menjebak Lam-hay Sin-ni akan
berhasil, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh munculnya
beberapa sosok bayangan itu.
Cepat sekali beberapa orang itu sudah tiba dihadapan Iblispenakluk-
dunia. Ternyata mereka berjumlah empat orang,
mengenakan pakaian ringkas, menyanggul senjata
dipunggung. Keempat orang itu memberi hormat kepada Iblis-penaklukdunia.
Salah seorang segera berkata, "Memberi laporan
kepada bapak pemimpin, pada beberapa tempat diluar
gunung, diketemukan jejak musuh!"
"Apakah sudah diselidiki orang2 dari mana?" tanya Iblispenakluk-
dunia. "Kebanyakan kami dan para anak buah tak kenal mereka.
Tetapi diantaranya terdapat ketua Siau-lim-pay paderi Ti Gong
ketua Kong-tong-pay Toh Hun-ki, ketua Kay-pang To Kiu-kong
dan lain-lain. Dan lagi...."
Anak buah Lembah Semi itu berhenti sejenak, lalu
melanjutkan keterangannya, "Menurut penyelidikan yang kami
peroleh, kali ini rombongan musuh dipimpin oleh imam tua
Ceng Hi, ketua Kun-lun-pay yang lama!"
449 Iblis Penakluk - dunia berpaling dan tersenyum kepada
isterinya, "Sungguh tak meleset dugaanku. Hidung kerbau tua
Ceng Hi itu dengan mengandalkan dirinya pada 20 tahun jang
lalu pernah menghalau kita berdua dari Tiong-goan, sekarang
keluar lagi dari pertapaannya...."
Iblis itu menengadah ke atas dan tertawa gelak2 lalu
berkata pula. "Tetapi sekarang tidak sama dengan 20 tahun
jang lalu. Aku mempunyai rencana untuk menghancar
leburkan barisan mereka.... asal pemimpin sudah remuk,
pastilah yang lain-lain runtuh nyalinya dan partai2 persilatan
itu tentu tak berarti lagi bertingkah hendak menentang aku!"
Anak buah Lembah Semi itu menunggu sampai Iblis
penakluk-dunia selesai berkata. Setelah itu barulah ia berkata
lagi dengan nada gentar, "Saat itu disekeliling gunung Tayliang-
san telah dikepung musuh. Walaupun kami telah
mengadakan hubungan dengan posisi penjagaan "yang
tersebar dalam jarak 10 li dari gunung. Tetapi tetap tak dapat
mengetahui berapakah jumlah musuh yang datang itu!"
Iblis-penakluk-dunia tertegun. Pada lain saat ia tertawa
nyaring, "Apa guna mengandalkan jumlah banyak?"
Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara teriakan
menggemuruh. Teriakan dari suatu penyerbuan.
Iblis-penakluk-dunia kerutkan alis lalu memberi perintah,
"Kasih tahu pada orang dimuka, jangan melawan...."
Orang itu mengiakan lalu bersama keliga kawannya segera
melesat pergi. Iblis-penakluk-dunia membisiki beberapa patah kata
kedekat telinga isterinya. Kemudian ia berpaling ke belakang
450 dan memanggil kepada seorang pengawalnya, "Kasih tahu
pada semua penjaga diluar gunung dan pos2 penjagaan di
lembah, supaya masuk semua ke dalam lembah!"
Dengan memimpin belasan anak buah, orang itu pun
segera berangkat melakukan perintah.
Saat itu Siau-liong hanya terpisah 10-an tombak dari Iblispenakluk-
dunia. Apa yang dilakukan iblis itu, diketahui semua.
Ia merasa girang tetapi pun cemas. Girang karena dunia
persilatan masih timbul gerakan lagi untuk menumpas Iblis
penakluk-dunia. Bahkan imam Ceng Hi yang Sudan
mengasingkan diri bertapa selama 20 tahun, juga ikut serta
dalam gerakan itu. Dengan begitu kekuatan mereka tentu
lebih besar. Tetapi ia cemas karena Iblis-penakluk-dunia dan Dewi
Neraka itu licin sekali dan banyak tipu muslihat. Keadaan
Lembah Semi sangat berbahaya, penuh dengan alat-alat
jebakan. Dan Iblis penakluk-dunia pun sudah sumbar bahwa
kali ini Ceng Hi totiang tentu akan dihancurkan. Jika hal itu
terjadi, memang dunia persilatan takkan terdapat pengganti
tokoh yang sesuai untuk memimpin gerakan pembasmian itu!
Saat itu gemuruh teriakan serbuan tadi sudah berhenti.
Memandang jauh kemuka, ia melihat sekelompok bayangan
hitam berhamburan menyerbu ke dalam lembah.
Tiba-tiba Iblis-penakluk-dunia memberi hormat kepada
Lam-hay Sin-ni, ujarnya, "Aku masih mempunyai lain urusan.
Apakah Sin-ni suka masuk sendiri ke dalam lembah?"
Lam-hay Sin-ni tertawa mengekeh, "Ah lebih baik kutunggu
disini sambil melihat-lihat saja!"
451 Dengan ucapan itu jelas Lam-hay Sin-ni tak mempunyai
selera untuk mencampuri urusan yang terjadi di Lembah Semi.
Iblis-penakluk-dunia tertawa kecewa lalu lari menuju ke
arah tempat yang diserbu musuh itu. Kawanan pengawalnya
pun segera mengikuti dengan ketat.
Rombongan pendatanq itu terdiri dari belasan orang.
Mereka hentikan jalannya ketika melihat Iblis-penakluk-dunia,
lalu berjalan menghampiri pelahan-lahan.
Dari atas Golok Yanci Pedang Pelangi 5 Bakti Pendekar Binal Karya Khu Lung Pendekar Gelandangan 8
abislah riwayatku
sekarang!"
Ia segera duduk bersemedhi di tanah. Pejamkan mata
menunggu ajal. "Barisan tengkorak!" teriak Toh Hun-ki dan To Kiu-kong
serempak. "Im dan Yang silang menyilang!" terdengar pula Soh-beng
Ki-su berseru nyaring.
Berpuluh kerangka tengkorak itu segera menari-nari dan
berbondong-bondong menyerbu sekalian orang.
Toh Hun-ki dan kawan2 menyadari bahwa saat itu mereka
terancam bahaya maut. Tetapi mereka sudah bertekad bulat,
lebih baik pecah sebagai ratna daripada menyerah.
Mereka segera mengelompok menjadi sebuah lingkaran.
Bahu membahu mereka lancarkan pukulan ke arah barisan
Tengkorak itu. Sekalipun barisan tengkorak itu tak dapat main silat tetapi
gerakan mereka menghamburkan angin dingin dan bau busuk
yang memuakkan sekali.
Karena tak bernyawa, barisan tengkorak hanya bergerak
menurut perintah So-beng Ki-su. Selama tidak diperintah
mundur, mereka tetap maju. Sekalipun separoh dari kerangka
tubuhnya hancur terkena pukulan, atau bahkan hanya tinggal
sebuah kaki dan tangan saja, mereka tetap berloncatan
menyerang. Pendek kata, kalau tak hancur sama sekali,
mereka takkan berhenti.
376 Beberapa saat kemudian, serangan barisan Tengkorak itu
makin menghebat. Lingkaran kepungan mereka pun makin
menyempit. Keadaan rombongan Toh Hun-ki makin gawat.
Soh-beng Ki-su tak henti-hentinya berteriak dan tertawatawa.
Sekonyong-konyong terdengar sebuah suara raungan yang
dahsyat. Dan menyusul terdengar suara tertawa panjang yang
tak kalah congkak perbawanya dengan tertawa Soh-beng Kisu.
Sekalian orang gagah terkejut sekali. Ketika mencuri
kesempatan melirik, mereka makin terkejut.
Soh-beng Ki-su tampak terhuyung-huyung ke belakang.
Tak jauh disebelah mukanya, muncul seorang aneh
berpakaian biru. Rambutnya memanjang sampai kebahu. Mata
sebesar kelinting, mulut besar dan merah, jenggotnya
berserabutan lempang seperti duri. Amboi.... itulah Pendekar
Laknat! Sudah beberapa kali Soh-beng Ki-su menderita kekalahan
dari Pendekar Laknat. Sudah tentu ia kaget setengah mati
ketika mendadak momok yang ditakuti itu muncul. Ia
terhuyung-huyung mundur mencari jalan untuk lolos.
Karena tak diberi komando lagi, barisan Tengkorak pun
macet. Mereka tertegun diam.
"Pendekar Laknat!" serentak Toh Hun-ki berteriak girang.
Ia segera bersama To Kiu-kong menghantam barisan
tengkorak itu hingga hancur lebur berhamburan ke dalam
semak. 377 Pendekar Laknat yang muncul itu sudah tentu Siau-liong
yang menyamar. Kiranya, kepergiannya untuk menyelidiki
keadaan lembah itu tadi hanya suatu alasan untuk berganti
sebagai Pendekar Laknat.
Tetapi memang tadi ia telah menyelidiki juga. Berkat
bantuan peta pemberian Jong Leng lojin, dapatlah ia dengan
leluasa mengetahui seluk beluk keadaan lembah itu. Tetapi,
ah.... si dara Mawar Putih tetap tak dapat diketemukannya.
Kemanakah gerangan lenyapnya dara itu"
Akhirnya ia terpaksa kembali lagi untuk menyelamatkan
rombongan orang gagah. Tetapi alangkah kagetnya ketika ia
mendengar teriakan Soh-beng Ki-su memberi komando
kepada barisan Tengkorak.
Cepat ia menyamar lagi sebagai Pendekar Laknat.
"Tua bangka Laknat.... dari mana engkau masuk ke dalam
lembah ini!" seru Soh-beng Ki-su seraya mundur beberapa
langkah. Sambil maju menghampiri, Siau-liong tertawa liar, "Disegala
tempat, baik di puncak gunung mau pun dilembah belantara,
aku bebas pergi dan datang menurut sekehendak hatiku...."
Diam-diam Siau-liong teringat akan nasib Koay suhu atau
Pendekar Laknat asli, yang dianiaya pertapa Pencabut-nyawa
itu. Geramnya, "Hm, kalau saat ini tak kubunuhnya, sampai
kapan lagi....?"
Serentak ia salurkan ilmu tenaga sakti Bu-kek-sin-kang ke
lengannya. Setelah telapaknya merah membara ia segera
menghantam Soh-beng Ki-su sekuat tenaganya. Dalam
378 penyamaran sebagai Pendekar Laknat, Siau-liong bebas
menggunakan tenaga sakti Bu-kek-sin-kang.
Tahu kelihayan ilmu pukulan itu, Soh-beng Ki-su tak berani
menangkis. Cepat ia berputar tubuh terus lari ngiprit. Tanpa
menghiraukan gundukan batu yang tajam dan runcing, ia
nekad berguling-guling sampai beberapa belas langkah jauh.
Dengan cara nekad itu, barulah ia dapat terhindar dari
pukulan maut. Tubuh pertapa itu berlumuran darah. Pakaian robek2 kulit
lecet2 berdarah!" SecepaT kilat Siau-liong memburu tiba dan
hendak menyusuli hantaman lagi. Soh-beng Ki-su sudah tak
mungkin dapat menghindar lagi. Dia pasti mati!
Tetapi tiba-tiba pertapa ganas itu berteriak sekuat-kuatnya,
"Tunggu!"
Entah bagaimana Siau-liong mau juga menahan
pukulannya, "Apa engkau masih mau bicara lagi?"
"Ada sebuah hal yang aneh, mungkin engkau ingin
mengetahui"!"
"Soal apa" Lekas katakan!"
Soh-beng Ki su sengaja bersikap ayal memberi jawaban,
"Engkau datang bersama Dewi Ular Ki Ih...." - ia berhenti
memandang reaksi Siau-liong lalu melanjutkan pelahau-lahan,
"apakah engkau tahu kemanakah ia sekarang?"
Siau-liong terkesiap. Pikirnya, "Kemungkinan merasa benar
Mawar Putih menyamar lagi sebagai Ki Ih"
Melihat Siau-liong tertegun. Soh-beng Ki-su dapat menduga
kalau orang itu sudah mulai tertarik perhatiannya. Ia tertawa
379 mengekeh dan berkata pula dengan lambat2, "Malah akulah
yang pernah melihat ia muncul dalam lembah ini tetapi
kemudian dibawa oleh seorang wanita baju Hitam melintasi
puncak gunung itu!" -ia menunjuk ke arah sebuah puncak
gunung yang landai.
Menurut arah yang ditunjuk itu, Siau-liong dapatkan puncak
gunung itu tegak melandai. Jika disitu memang tiada alat
perangkap, Sia-liong sanggup untuk mencapai ke atas. Hanya
keterangan Soh-beng Ki-su bahwa Mawar Putih telah dibawa
oleh wanita baju hitam melintasi puncak gunung itu, rasanya
tak mungkin terjadi.
Tetapi tiba-tiba ia teringat akan kekuatiran yang dinyatakan
Iblis Penakluk-dunia bahwa seorang sakti yang tak dikenal
telah menyelundup masuk ke dalam Lembah Maut.
"Apakah engkau melihat sendiri?" akhirnya ia menegas
dengan penuh kesangsian.
"Bukan melainkan melihat sendiri, pun dibawah puncak itu
terdapat tusuk kundai Kumala yang dipakai oleh Dewi Ular Ki
Ih. Kalau tak percaya, bolehlah kubawa engkau kesana!" sahut
Soh-beng Ki-su.
Siau-liong merenung.... Dari sikap dan nadanya, rupanya
Soh-beng Ki-su itu tak bohong. Cepat ia mencengkeram leher
baju orang itu dan mengancamnya, "Bawalah aku kesana....
tetapi kalau engkau berani menipu aku, hm, tulang
belulangmu pasti kuhancur leburkan!"
Soh - beng Ki Su tergugu mengiakan lalu berjalan karena
didorong Siau-liong.
"Pendekar Laknat, jangan termakan siasatnya!" Toh Hun-ki
berseru memberi peringatan.
380 Siau-Long tertegun sejenak. Tetapi pada lain saat ia
tertawa meliar lalu tanpa berpaling ke arah Toh Hun-ki, ia
terus menyeret Soh-beng Ki-su lari ke arah puncak itu.
Walaupun puncak itu berbahaya sekali keadaannya tetapi
dalam Lembah Maut. puncak itu termasuk satu-satunya
tempat yang dapat ditempuh.
Tak berapa lama tibalah mereka dikaki puncak. Soh-beng
Ki-su melirik Siau-liong, katanya, "Aku toh sudah berada
dalam genggamanmu, masakan mampu lolos" Tetapi dengan
cara menyeret dan menggusur seperti ini, bagaimana aku
mampu mencari tusuk kundai Kumala itu?"
"Hm, tak mungkin engkau lolos dari tanganku!" Siau-liong
lepaskan cengkeramannya.
Setelah menghela napas untuk melonggarkan lehernya
yang sesak ia pura-pura seperti mulai mencari. Dihampirinya
sebuah semak belukar. Tetapi pada saat Siau-liong tak
waspada, ia terus loncat menyusup ke belakang sebuah batu
disebelah kiri.
Ternyata di belakang batu itu terdapat sebuah gua rahasia
yang tembus ke Barisan Tujuh Maut dan Lembah Semi.
Sesungguhnya dalam peta pemberian Jong Leng lojin, tempat
itu memang disebut. Tetapi karena Siau-liong sedang
terbenam memikirkan Mawar Putih, ia sampai tak ingat lagi
sehingga Soh-beng Ki-su dapat lolos.
Tetapi Soh beng Ki-su masih tongolkan kepalanya dari balik
batu dan tertawa mengekeh, "Heh, heh, tua bangka Laknat!
Aku tak mau seratus persen membohongimu. Memang ada
seorang wanita baju hitam menolong seorang wanita.... tetapi
381 bukan Dewi Ular Ki Ih, melainkan seorang gadis baju putih....
Ki Ih mungkin sudah binasa dalam barisan Tujuh Maut!"
Siau-liong tertegun dan lupalah ia untuk menghantam
pertapa itu. Pada lain saat ketika tersadar, ternyata Soh-beng
Ki-su sudah lenyap. Ia marah karena ditipu mentah2 oleh Sohbeng
Ki-su. Tetapi ia terhibur juga hatinya karena nyata
Mawar Putih telah ditolong orang.
Terpaksa ia kembali ketempat rombongan Toh Hun-ki lagi.
Ketua Kong-tong-pay itu amat girang sekali melihat Pendekar
Laknat kembali. Cepat ia memberi llormat, "Pendekar Laknat,
dua kali sudah engkau telah memberi pertolongan. Budimu itu
takkan kulupakan selama-lamanya!"
Tawar2 Siau-liong menyahut, "Perlu apa engkau ribut2"
Aku dapat memberi hidup tetapi pun dapat membunuh,
ditatapnya ketua Kong-tong-pay itu dengan mata berapi-api
lalu tertawalah ia senyaring-nyaringnya.
Tetapi Toh Hun-ki sudah biasa mendengar tertawa yang
penuh kecongkakan itu. Kemudian ia berkata, "Pesanmu
ketika di Lembah Semi tempo hari, telah kulaksanakan. Racun
pada luka nona Tiau Bok-kun sudah terobati. Ketika
kutinggalkan Siok-ciu, dia masih beristirahat di rumah
penginapan. Tetapi saat ini dia tentu sudah sembuh!"
"Tahu!" sahut Siau-liong hambar, lalu menghampiri Ti Gong
taysu. To Kiu-kong, Pengemis-tertawa Tio Tay-tong dan kedua
pengemis Pincang, diam-diam terkejut menyaksikan Pendekar
Laknat dapat muncul dan lenyap di Lembah Maut. Sekalipun
Toh Hun-ki telah memperlakukan Pendekar Laknat sebagai
seorang pendekar budiman, tetapi orang2 Kay-pang itu tetap
gelisah. Maka mereka menjauhkan diri dan tak ikut bicara.
382 Sikap Ti Gong taysu tampak lucu. Wajahnya menampil
kejut dan ketakutan. Ia terlongong-longong memandang Siauliong.
Dua puluh tahun berselang, ia ikut dalam rombongan yang
dipimpin Ceng Hi totiang ketua Kun-lun-pay untuk membunuh
kelima momok. Sudah tentu saat itu ia melihat Pendekar
Laknat juga. Seingatnya Pendekar Laknat itu tak setinggi yang
di hadapannya sekarang. Begitupun suaranya yang
menggeledek itu, tak sama dengan dahulu. Tetapi memang
pakaian, wajah dan dandanannya tiada beda dengan Pendekar
Laknat dahulu. Karena kuatir nanti timbul salah faham sehingga terjadi
perkelahian antara Pendekar Laknat dengan Ti Gong taysu,
buru-buru Toh Hun-ki menyelinap ke tengah mereka dan
memperkenalkan...."Inilah ketua Siau-lim-si Ti...."
"Sahabat lama pada 20 tahun yang lalu, masakan perlu
engkau perkenalkan!" bentak Siau-liong.
Memang untuk menyempurnakan penyamarannya sebagai
Pendekar Laknat, diam-diam Siau-liong menyelidiki tentang
peristiwa kelima momok mengadu biru di dunia persilatan
pada 20 tahun berselang.
Diketahuinya bahwa Ti Gong taysu termasuk salah seorang
tokoh yang ikut gerakan membasmi kelima momok itu.
Ti Gong taysu menyebut 'Omitohud' lalu memalingkan
muka. Sudah tentu Toh Hun-ki gugup dan kuatir Pendekar
Laknat marah. Buru-buru ia berkata lagi kepada Siau-liong:
"Demi memberantas gerakan Iblis Penakluk-dunia dan Dewi
Neraka yang hendak mencengkeram dunia persilatan, maka It
383 Hang totiang telah memimpin rombongan orang gagah
menyerang ke Lembah Semi. Tetapi ternyata rombongan
gagah banyak yang gugur dan sekarang hanya tinggal kami
beberapa orang ini...."-ia menghela napas dan mata berlinanglinang.
"Menilik kenyataan sekarang ini, tentulah kedua suami isteri
durjana itu segera akan bergerak. Keamanan dunia persilatan
jiwa para tokoh2 persilatan. menghadapi ancaman. Satusatunya
harapan, hanya terletak pada Pendekar Laknat
seorang saja!" kata ketua Kong-tong-pay itu lebih lanjut.
Memang agak berkelebihanlah ucapan Toh Hun-ki itu.
Tetapi sesungguhnya hal itu memang suatu fakta.
Makin mengindahkanlah Siau-liong terhadap pribadi ketua
Kong-tong-pay itu. Namun ia terpaksa deliki mata dan
berseru, "Aku tak sanggup menyanggul beban seberat itu dan
tak ingin mencampuri urusan yang tiada sangkut pautnya
dengan diriku!"
Berdiam sebentar, Siau-liong tertawa keras dan menegur Ti
Gong taysu, "Paderi tua, Siau-lim-si termasyhur diseluruh
dunia. Ilmu pukulan Tat-mo -kim-kong merajai dunia
persilatan dan engkau pun seorang ketua. Terapi mengapa
engkau dapat dikurung dalam Lembah Maut sini?"
Ti Gong taysu mendengus, "Aku memang merasa malu
karena kepandaianku masih rendah. Dan lagi memang suami
Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
isteri iblis itu licin sekali memasang jerat.... tetapi, ah, hal itu
bukanlah sesuatu yang memalukan. Paling banyak kan mati!"
Ucapan itu menunjukkan keperibadian seorang ketua partai
persilatan seperti Siau-lim-si Keras, pantang mundur. Semula
Siau-liong tak puas melihat sikap congkak dari ketua Siau-limsi
itu. 384 Tetapi setelah mendengar pernyataannya itu,
kemarahannya pun agak reda.
Toh Hun-ki makin gelisah. Pada saat ia hendak membuka
mulut melerai, tiba-tiba dari arah barisan Tujuh Maut dan
terowongan yang tembus ke Lembah Maut, terdengar suitan
pelahan. Siau-liong mendengarkan dengan seksama, lalu berkata
dingin, "Hendak kubawa kalian keluar dan Lembah Maut ini,
tetapi entah...."-ia memandang Ti Gong taysu, berkata pula,
"Apakah kalian percaya padaku?"
Ti Gong taysu tetap membisu. Adalah Toh Hun-ki yang
cepat menghampiri dan berkata tegang, "Musuh kuat segera
datang, jika Pendekar Laknat dapat membawa kami keluar
dari lembah ini, itulah yang paling bagus...."
Siau-liong tertawa. Sejenak memandang sekalian orang, ia
berputar tubuh lalu ayunkan langkah.
Berkat peta dari Jong Leng lojin, dapatlah ia mengetahui
keadaan lembah itu dengan jelas. Ternyata Lembah Maut itu
mempunyai 10 buah jalanan yang tembus keluar. Tetapi
hampir seluruhnya akan tembus ke dalam Barisan Tujuh Maut.
Hanya ada sebuah jalan yang dapat menembus keluar Lembah
Semi. Siau-liong menyadari bahwa tak lama lagi Iblis Penaklukdunia
dan isterinya tentu akan datang membawa anak
buahnya. Maka cepat ia menuju kejalan tembusan yang gelap.
Berpaling ke belakang, dilihatnya Toh Hun-ki dan keempat Sulo
dari Kong-tong-pay mengikuti dibelakangnya, lalu To Kiukong,
Pengemis-tertawa Tio Tay-tong, kedua pengemis
Pincang dan paling akhir Ti Gong taysu.
385 Ketua Siau-lim-si itu berjalan dengan kepala menunduk.
Sikapnya seperti orang yang puas.
Jalan tembusan itu berada di kaki sebuah dinding karang.
Siau-liong berhenti lalu menghantam segerumbul semak
belukar setinggi orang.
Toh Hun-ki terkejut karena mengira Pendekar Laknat tentu
menemukan jejak musuh. Mereka buru-buru berpencar dan
siap2. Terdengar bunyi berderak-derak lalu berhamburan pecahan
batu dari balik semak itu. Dan pada dinding karang segera
terbuka sebuah lubang terowongan yang cukup untuk
seorang. Tanpa bersangsi lagi, Siau-liong terus menerobos masuk.
Toh Hun-ki dan rombongannya pun segera mengikuti. Karena
tubuhnya tinggi besar, terpaksa Ti Gong taysu harus agak
menunduk baru dapat masuk.
Terowongan itu memang terowongan alam. Penuh liku2
dan berlekuk-lekuk jalannya Selain lembab, pun amat licin
sekali. Agaknya dinding langit terowongan itu mengucurkan air
ke bawah. Untung makin ke dalam terowongan itu makin lebar. Berkat
makan buah Im-yang-som dan minum darah biawak purba
dalam pusar bumi, mata Siau-liong luar biasa tajamnya. Walau
pun terowongan amat gelap, ia dapat berjalan pesat.
Toh Hun-ki dan kawan2nya, walaupun memiliki tenaga
dalam yang tinggi, namun tetap kalah awas dengan mata
Siau-liong. Terpaksa mereka harus jalan dengan hati-hati.
386 Terowongan itu ternyata amat panjang. Kira2 satu li
jauhnya, barulah tiba dimulut gua sebelah luar. Siau-liong
cepat loncat keluar. Disekeliling tempat situ merupakan
sebuah lamping gunung yang jauh dari Lembah Semi. Ia
menghela napas longgar.
Diperhatikan keadaan empat penjuru. Ternyata sekeliling
penjuru merupakan jajaran puncak gunung yang saling
bergandengan. Lembah Semi berada ditengah lingkup jajaran
puncak gunung itu....
Tiba-tiba ia terperanjat. Dibalik sebatang pohon pada jarak
beberapa tombak jauhnya, tampak sesosok bayangan
berkelebat. Gerakannya amat cepat sekali. Sekejab saja
bayangan itu sudah menghilang dalam kegelapan.
Saat itu baru menjelang tengah malam. Setelah menunggu
sebentar, ternyata tak tampak sesuatu yang mencurigakan
lagi. Diam-diam ia menertawakan dirinya sendiri yang begitu
keliwat perasa. Bukankah dalam hutan tentu banyak
binatang2 yang menghuni"
Saat itu Toh Hun-ki dan lain-lain orang pun sudah keluar
dari terowongan gua. Pakaian dan tubuh mereka kumal dan
kotor. Tetapi mereka tak menghiraukan hal itu. Mereka lebih
tercengkeram oleh kegirangan yang meluap-luap karena
sudah terlepas dari Lembah Semi. Semua mata terarah
kepada Siau-liong dengan pandang terima kasih yang tak
terhingga. Ti Gong taysu menghela napas panjang. Tiba-tiba ia
melangkah kehadapan Siau-liong dan memberi hormat. "Aku
selalu menjunjung budi dan dendam. Sejak saat ini seluruh
anak murid Siau-lim-si akan menghormat saudara sebagai
387 seorang pendekar budiman, bukan tokoh golongan Hitam
lagi!" Siau-liong hanya tertawa hambar; "Aku tak memusingkan
hal itu. Terserah saja kepadamu!"
Tiba-tiba To Kiu-kong banting2 kaki, serunya, "Walaupun
aku dapat lolos keluar tetapi cousu-ya kami masih berada
dalam Lembah Maut. Jika kedua suami isteri iblis itu
melakukan serangan besar-besaran, cousu-ya tentu terancam
bahaya!" Diam-diam Siau-liong geli dalam hati. Lalu berkata, "Tokoh
perwira Kongsun Liong itu. seorang pendekar muda yang
paling kuindahkan. Dia dapat muncul lenyap secara aneh.
Siapa tahu saat ini dia pun sudah lolos dari Lembah Maut.
Harap kalian jangan gelisah!"
Sekalian orang terbelalak. Belum pernah terdengar bahwa
Pendekar Laknat mau menghargai sebagai itu. Lebih2
terhadap seorang pemuda tak terkenal.
Melihat sekalian orang mengawasi dirinya. karena kuatir
akan terbuka kedoknya, Siau-liong tertawa nyaring lalu
berkata kepada Toh Hun-ki, "Bagaimana tujuan kalian?"
Ketua Kong-tong-pay menghela napas panjang.
Memandang Ti Gong taysu dan Tio Kiu-kong, lalu berkata,
"Saat ini di Siok-ciu tentu masih banyak tokoh2 persilatan
yang berbondong-bondong datang. Kemungkinan mereka
tentu belum mendengar tentang kekalahan yang kami derita
dalam penyerangan ke Lembah Semi kali ini. Tiada jalan lain
lagi kecuali hanya menyusun kekuatan dengan sahabat2
persilatan itu...."
388 Memandang Siau-liong, ia berkata setengah meminta, "Jika
Pendenar Laknak tak tega melihat kehancuran dunia
persilatan, maka...."
"Baik, aku bersedia membantu gerakan kalian untuk
membasmi Iblis Penakluk dunia dan isterinya. Tetapi...." Siauliong
berhenti menatap wajah Toh Hun-ki lekat, serunya
pula:.... Setelah kedua iblis itu dapat ditindas, aku hendak
minta beberapa barang kepadamu sebagai upahnya!"
"Asal kami mampu saja, tentu akan memberikan," Toh
Hun-ki menyahut gopoh.
Siau-liong tertawa dingin, "Mungkin barang yang hendak
kuminta terlampau berharga sekali sehingga tak mungkin
engkau mau memberikan!"
Sambil menunjuk kelangit. Toh Hun-ki bersumpah, "Apapun
yang hendak engkau minta, aku takkan sayang memberikan.
Sekali pun jiwaku juga akan kuserahkan!"
Siau-liong mendengus, "Toh Hun-ki, engkau benar. yang
kuminta justeru batang kepalamu dan keempat Su-lo Kongtong-
pay!" Sekalian orang tersentak kaget. Toh Hun-ki termenung
lama. achirnya ia mengangguk. Serunya tertawa, "Jika
memang itu yang engkau kehendaki, akupun setuju. Begitu
kedua suami isteri iblis itu sudah dibasmi, terserah kapan saja
engkau hendak mengambilnya...."
Ketua Kong tong-pay itu berpaling ke belakang dan
memandang keempat Su-lo, lalu berkata dengan tenang,
"Tentang batang kepala dari keempat suteku ini, aku pun
dapat memberi keputusan. Akan kami serahkan ber-sama2
sekaligus!"
389 Keempat Su-lo itu tenang2 saja wajahnya, Se-akan2
mereka sudah pasrah nasib pada ketuanya.
Sikap dan ucapan yang perwira dari ketua Kong-tong-pay
itu mengharukan hati Siau-liong. Tetapi terpaksa ia paksakan
diri tertawa dingin, "Perjanjian telah kita setujui, pada saat itu
harap engkau jangan menyesa!."
Wajah Toh Hun-ki mengerut sarat dan tertawalah ia selapang2nya,
"Aku bukanlah manusia yang suka menjilat ludah.
Asal dapat menyelamatkan dunia persilatan, aku tak
menghiraukan nasibku!"
Siau-liong termenung. Pada lain saat ia mempersilahkan
rombongan tokoh persilatan itu lanjutkan perjalanan.
Baru beberapa langkah menuruni gunung, tiba-tiba Toh
Hun-ki berhenti dan berpaling, "Apakah Pendekar Laknat
hendak...."
Siau-liong mendengus, "Aku pun tak pernah ingkar janji.
Tiga hari lagi aku tentu datang ke Siok-ciu untuk berunding
dengan kalian."
Demikian Toh Hun-ki dan rombongan, segera menuruni
gunung menuju ke Siok-ciu. Setelah mereka jauh, Siau-liong
menghela napas terharu. Beberaoa butir air mata menitik
turun.... Dia sendiri tak tahu mengapa ia begitu terharu
perasaannya dan sampai menangis.
Keharuan itu sama sekali bukan karena umurnya tinggal
setahun ia serahkan pada nasib. Apalagi dalam waktu setahun
itu, cukuplah baginya untuk bertemu dengan ibunya,
melaksanakan balas dendam dan lain-lain, habis itu, mati pun
ia tak menyesal.
390 Tengah hatinya dirundung kepiluan, tiba-tiba dari balik
pohon besar disebelah muka tadi, bayangan itu mulai muncul
lagi. Siau-liong terkejut. Terang bayangan itu bukan binatang
liar melainkan seorang persilatan yang memiliki gerakan
tangkas sekali. Dari potongan tubuhnya yang langsing,
tentulah dia seorang wanita.
Ketika memandang dengan seksama, makin besarlah rasa
kejut Siau-liong. yang datang itu ternyata si dara baju hijau
tua, ialah dara dari gubuk keluarga pemburu yang pernah Siau
liong dan Mawar Putih datangi tempo hari.
Tiba dihadapan Siau-liong, dara itu memandang lekat2
kepadanya dan bertanya dengan geram, "Tua bangka, siapa
namamu?" Semula Siau-liong hendak menegurnya. Tetapi ketika
menyadari bahwa saat itu ia masih dalam penyamaran sebapai
Pendekar Laknat, ia batalkan niatnya. Tentulah dara itu takkan
mengenalinya. "Nona kecil, mengapa tengah malam engkau berjalan-jalan
di puncak gunung sini?" Siau-liong balas bertanya.
Dara itu kerutkan alis lalu melengking, "Apakah engkau
tuli" Tak mendengar apa yang kutanyakan?"
Siau-liong tertegun. Diam-diam ia memuji dara itu benarbenar
bernyali besar. Tengah malam di tempat sunyi bertemu
dengan Pendekar Laknat yang berwajah seram, namun dara
itu setitik pun tak takut!
391 Saat itu mereka berada disebuah belantara yang tak pernah
didatangi orang. Siau-liong anggap tak perlu ia bertingkah
seperti Pendekar Laknat lagi.
"Nona kecil, pernahkah engkau mendengar nama Pendekar
Laknat?" serunya.
Dara itu menyahut dengan berteriak nyaring. "Apakah
engkau Pendekar Laknat itu?"
Siau-liong memandang wajah si dara yang masih kekanakkanakan,
tertawa, "Benar aku memang Pendekar Laknat!"
Diluar dugaan, dara itu malah membentak, "Bagus, setan
tua! Akhirnya aku dapat menemukan engkau!" -wut.... ia terus
ayunkan tangan menampar.
Siau-liong benar-benar tak mengerti mengapa dara itu
sedemikian bengisnya. Terhadap tamparannya, ia tak
menaruh kekuatiran, Diluar dugaan, hampir saja ia celaka!
Tampaknya biasa saja gerak tamparan dara itu sehingga
Siau-liong sama sekali tak berjaga-jaga. Pikirnya, tak apalah
andaikata sampai mengenai bagian jalan darah yang penting.
Tentu takkan menderita.
Adalah pada saat tenaga tamparan itu hampir tiba, barulah
Siau-liong kaget setengah mati. Ia sudah tak sempat
menangkis lagi. Terpaksa ia kerahkan tenaga dalam untuk
melindungi tubuhnya....
Ternyata tamparan dara itu mengandung tenaga dalam
lunak yang istimewa. Tampaknya lemah sekali tetapi hebatnya
bukan kepalang. Dapat menghancurkan tulang2 dari sendinya.
Dan yang istimewa lagi, pukulan itu sama sekali tak bersuara.
392 Dess.... dada Siau-liong terkena pukulan si dara dengan
tepat sekali. Walaupun ia sudah kerahkan lima bagian tenaga
dalamnya, namun dadanya seperti dihantam dengan palu
godam. Darah bergolak keras, mata berkunang-kunang dan
tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang sampai tujuh
delapan langkah baru ia dapat paksakan diri berdiri tegak.
Melihat pukulannya berhasil dara itu melengking dan
secepat kilat loncat maju ia menghantam dengan kedua
tangannya lagi!
Sudah tentu Siau-liong kejut bukan kepalang. Menurut
Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
penilaiannya, tenaga dalam dari pukulan si dara serta
gerakannya dalam ilmu meringankan tubuh, tidak dibawah
kedua suami isteri Iblis Penakluk dunia. Kalau ia tak balas
menyerang, terang tentu akan terluka berat.
Tiba-tiba Siau-liong menggembor keras. Dengan salurkan
delapan bagian dari tennga sakti Bu-kek-sin-kang, iapun
menyongsong dengan kedua tangannya.
Ketika dua tenaga sakti saling beradu sama sekali tak
mengeluarkan suara.
Kiranya tenaga sakti yang dilepas Siau-liong itu bersifat
Keras. Sedang tenaga sakti si dara merupakan tenaga sakti
lunak. Keras beradu Lunak, hilang sirna kedua-duanya!
Siau-liong mendengus. Ia hendak menarik pulang tenaga
pukulannya. Tetapi diluar dugaan si dara menyerang lagi.
Dara itu juga seorang pemarah. Melihat pukulannya tak
mampu merubuhkan Siau-liong. marahlah ia Dorongkan kedua
393 tangan kemuka, ia pancarkan seluruh tenaga saktinya ke arah
Siau-liong. Siau-liong pucat seketika. Ia menyadari bahwa apabila dua
jenis tenaga sakti saling beradu, salah satu atau mungkin
kedua-duanya. tentu akan menderita luka parah. Bahkan
mungkin binasa. Dara itu tak mempunyai dendam
permusuhan dengan dirinya. Tetapi mengapa begitu kalap
hendak mengadu jiwa"
Juga dara itu tak mau memberi kesempatan kepadanya
untuk bicara. Dan celakanya, ternyata dara itu memiliki
kepandaian yang sakti. Dua kali dara itu menyerang hebat.
Dan kalau sekarang dibiarkan juga, kemungkinan ia tentu
celaka. Dengan mengerat gigi, terpaksa Siau-liong kerahkan tenaga
sakti untuk menyongsong serangan si dara.
Tetapi alangkah kejut Siau-liong. Sudah delapan bagian
dari tenaga saktinya yang ia lancarkan namun tetap
berimbang dengan tenaga sakti si dara.
"Celaka," keluhnya dalam hati, "aku tak kenal dan tak
mempunyai dendam suatu apa kepada budak perempuan
ini.... Kalau sampai binasa ditangannya, bukankah amat
penasaran?"
Dan tak habislah heran Siau-liong. Ia sudah menerima
penyaluran tenaga sakti dari Pendekar Laknat, sudah makan
buah Im-yang-som dan sudah pula minum darah binyawak
dalam pusar bumi. Karena hal2 yang luar biasa itu, barulah ia
memiliki kesaktian seperti saat itu. Tetapi dara itu" Ya, dara
itu tentu lebih muda dari dia. Tetapi mengapa kepandaiannya
begitu hebat, tak dibawah kepandaiannya"
394 Tengah pikirannya melayang, tiba-tiba Siau-liong rasakan
tekanan tenaga lawan makin bertambah keras sehingga
tubuhnya mulai terdorong ke belakang.
Siau-liong gelagapan kaget. Buru-buru ia menambahkan
tenaga dalamnya lagi.
Namun rupanya dara baju hijau itu amat penasaran sekali.
Kalau dapat, hendak dihancurkan saja Siau-liong saat itu juga.
Melihat Siau-liong menambahkan tenaga saktinya, dara itu
geregetan sekali.
Se-konyong2 data itu gentakkan kedua kakinya menekan
tanah. Dengan segenap tenaga ia memberi tekanan kepada
Siau-liong. Siau-liong gelagapan sekali ia tak kira kalau dara itu begitu
kalap hendak mengadu jiwa kepadanya. Apabila terjadi
benturan, tak dapat tidak keduanya akan celaka semua.
Namun untuk menghindari, Siau-liong sudah tak sempat
lagi. Dan terjadilah getaran dahsyat. Siau-liong dan dara itu
sama2 terpental setombak dan rubuh ke tanah!
"Aduh...." dara itu mengerang pelahan lalu tak bersuara
lagi. Tampaknya tentu menderita luka parah dan mungkin
sudah binasa, mungkin hanya pingsan.
Siau-liong walaupun masih sadar tetapi juga sudah terlongong2.
Darah dalam tubuhnya bergolak keras sehingga
kepalanya pening mata pudar. Kemungkinan setiap saat ia
akan pingsan dan mati.
Dengan kuatkan diri Siau-liong kerahkan tenaga murni
untuk memulihkan peredaran darahnya. Tetapi begitu
395 kerahkan tenaga murni, darahnya melancar keras, meluap
kemulut dan "huak".... ia muntah darah sampai dua kali....
Mata Siau-liong mulai kabur. Sekeliling alam terasa berputar2.
Dalam keadaan antara sadar tak sadar iiu, ia masih
dapat menghela napas. Kalau ia harus mati saat itu, sungguh
mengenaskan sekali....
Sekonyong-konyong dari jauh terdengar orang berseru
memanggil-manggil, "Leng-ji! Leng-ji...."
Walaupun Siau-liong mendengar juga suara itu. tetapi ia
sudah seperti terbuai dalam keadaan mabuk. Pikirannya tak
dapat lagi mengetahui keadaan disekelilingnya.
Suara itu makin lama makin dekat. Nadanya mengunjuk
rasa kegelisahan. Tak lama kemudian sesosok bayangan
meluncur pesat kesamping dara itu. Dia menjerit lalu
berjongkok memeriksa si dara.
Ternyata pendatang itu ada wanita dari gubuk keluarga
pemburu atau ibu dari dara itu. ialah nyonya rumah yang
menemui Siau-liong ketika pemuda itu bersama Mawar Putih
mencari tempat bermalam dihutan.
Wanita baju hitam itu mendukung si dara s-raya mengiangngiang:
,,Anakku, oh, anakku...."
Dara itu sudah pingsan. Kaki tangannya lunglai, mata
meram seperti orang mati.
Wanita itu lekatkan telinganya kedada puterinya.
Didengarnya jantung dara itu masih mendebur. Cepat ia
mengambil sebutir pil lalu disusupkan kemulut si dara.
396 Terdengar perut dara itu kerucukan. Tak lama kemudian
bibirnya bergetar lalu "huak" mulutnya muntahkan segumpal
darah hitam! Ketegangan wajah wanita baju hitam itu agak menurun.
Sambil membopong tubuh si dara, ia pe-lahan2 menghampiri
ketempat Siau-liong. dengan mata berkilat-kilat gusar ia
membentak Siau-liong, "Tua bangka laknat!"
Siau-liong walaupun masih sadar tetapi juga sudah terlongong2.
Darah dalam tubuhnya bergolak keras sehingga
kepalanya pening mata pudar. Kemungkinan setiap saat ia
akan pingsan dan mati.
Dengan kuatkan diri Siau-liong kerahkan tenaga murni
untuk memulihkan peredaran darahnya. Tetapi begitu
kerahkan tenaga murni, darahnya melancar keras, meluap
kemulut dan "huak".... ia muntah darah sampai dua kali....
Mata Siau-liong mulai kabur. Sekeliling alam terasa berputar2.
Dalam keadaan antara sadar tak sadar itu, ia masih
dapat menghela napas. Kalau ia harus mati saat itu, sungguh
mengenaskan sekali....
Siau-liong pikirannya masih sadar. Baru ia gerakkan mulut
hendak memberi keterangan, wanita baju hitam itu sudah
membentaknya, "Walaupun aku sudah mengasingkan diri dan
sudah cuci tangan, tetapi engkau sendiri yang cari mati...."
Wajah wanita itu tiba-tiba berobah pilu. Matanya berlinang2.
Setelah termenung beberapa saat ia berkata pula,
"Karena engkau berani mencelakai puteriku. Terpaksa aku pun
harus berlaku kejam kepadamu!"
397 Ia menutup kata2nya dengan mengangkat kaki kanannya.
Sekali tendang, tubuh Siau-liong berguling-guling beberapa
langkah. "Hai, tua bangka Laknat! Apakah engkau dengar kata2ku
tadi?" serunya.
Tendangan wanita itu membuat Siau-liong meregang
setengah mati Tulang belulangnya serasa copot dari
persendiannya. Ia hanya mengerang, tertahan.
Wanita baju hitam itu tertegak diam. Pada lain saat ia
menghela napas panjang. memandang Siau-liong yang
menggeletak tak berkutik dilanah, ia berkaa seorang diri,
"Pada saat dan tempat sekarang ini, kuampuni jiwamu. Tetapi
besok pada pertengahan hari...."
Habis berkata wanita itu terus membawa si dara baju hijau
pargi. Tak berapa lama lenyap dalam kegelapan.
Siau-liong dalam keadaan sadar tak sadar. Semangatnya
seperti melayang-layang di angkasa. Ia tak berani
mengerahkan hawa murni untuk menjalankan peredaran
darah. Karena dengan berbuat begitu bahkan akan membuat
darahnya sungsal sumbal. Dan pasti matilah ia saat itu. Apa
boleh buat ia biarkan saja apa yang terjadi dalam tubuhnya.
Ia pasrahkan dirinya pada kehendak Nasib.
Rasa sakit telah menyebabkan kesadaran pikirannya hilang.
Seolah olah anggauta badannya, bukan lagi menjadi miliknya.
Malam merayap panjang, Sudah hampir tiga jam lamanya
Siau-liong dalam keadaan sedemikian itu. Saat itu haripun
hampir terang tanah. Angin di malam musim rontok yang
dingin membuat Siau-liong tersadar. Mulai ia gelisah.
Tenaganya lemah lunglai tak dapat bergerak lagi.
398 Saat itu ia masih berada tak berapa jauh dari mulut gua
tembusan. Jika suami isteri Iblis Penakluk dunia dan Dewi
Neraka muncul, tentu ia akan diseret ke dalam lembah lagi.
Namun apa daya. Ia benar-benar tak kuat untuk
menggerakkan tubuhnya. Kembali ia harus menyerah pada
nasib. --ooo0dw0ooo-- MAWAR dan MELATI
Sekonyong - konyong terdengar derap langkah orang.
Bermula lapat2 tetapi makin lama makin dekat. Dan beberapa
saat kemudian tiba di belakang Siau-liong.
Diam-diam Siau-liong mengeluh. Jelas Toh Hun-ki dan
rombongannya sudah pergi. Yang mungkin datang tentulah
suami isteri Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka. Atau anak
buah Lembah Semi.
Tetapi pada lain kilas ia anggap dugaannya itu kurang
tepat. Karena baik Iblis Penakluk-dunia atau Dewi Neraka,
mau pun Soh-beng Ki-su tentu tak mungkin datang seorang
diri. Pada hal jelas yang datang itu adalah seorang.
Dengan telinganya yang tajam apalagi keadaan sekeliling
tempat itu sunyi senyap, dapatlah ia mengikuti gerak-gerik
pendatang itu. Setelah tiba dibelakangnya, orang itu tertegun
diam. Pada lain saat tiba-tiba orang itu berjongkok dan berteriak
cemas, "Lo-cianpwe, lo-cianpwe.... engkau...."
399 Siau-liong tak asing lagi dengan nada suara itu. Ya, itulah
Tiau Bok-kun. Tak mungkin salah.
Dengan paksakan diri, Siau-liong bergeliat berseru. "Tiau....
nona.... Tiau....!"
Luka dalam yang dideritanya benar-benar parah. Setelah
berseru tiga patah kata, napasnya terengah dan tak dapat
melanjutkan lagi. Darahnya bergolak sehingga ia hampir
pingsan. "Lo-cianpwe, mengapa engkau menderita luka yang begitu
parah"...." tanya Tiau Bok-kun cemas.
Setelah ditolong oleh Pendekar Laknat dari Lembah Semi,
Tiau Bok-kun merasa berhutang budi kepada orang tua yang
berwajah seram iiu.
Siau-Liong hanya tersenyum hambar tetapi tak menjawab.
Diam-diam ia cemas juga mengapa pada waktu larut malam
begini, Tiau Bok-kun datang kesitu. Apabila orang Lembah
Semi keluar, bukankah nona itu akan celaka!
Sejenak memandang keempat penjuru, Tiau Bok-kun
berkata, "Lo-cianpwe, lekaslah engkau salurkan tenaga dalam.
Kita.... kita harus lekas2 tinggalkan tempat ini!"
"Aku.... sudah tak ada harapan lagi! Lekaslah engkau....
pergi.... jangan . , .jangan pedulikan aku!"
Tampak mata Tiau Bok-kun berlinang-linang, katanya
meratap, "Jika tak ketemu, itu lain soal. Tetapi sekali aku
berjumpa dengan locianpwe, tak mungkin aku tak
mempedulikan.... Tempo hari jika tak ditolong locianpwe, aku
tentu sudah mati dalam Lembah Semi!"
400 Melihat nona itu berkeras kepala, Siau-liong gugup dan
membentaknya, "Pergi.... engkau! Aku...."
Karena hatinya goncang, darah meluap dan pingsan lagilah
ia. Tiau Bok-kun gugup sekali. Setelah bersangsi sejenak, ia
terus memanggul tubuh Pendekar Laknat lalu dibawanya turun
gunung. Kira2 setengah li jauhnya, mereka tiba di kaki puncak. Tiau
Bok-kun memilih sebuah tempat yang tersembunyi dan
meletakkan tubuh Siau-liong. Setelah menyandarkan tubuh
Siau-liong pada batu, Tiau Bok-kun mulai lekatkan kedua
tangannya pada perut Siau-liong untuk menyalurkan tenaga
dalamnya. Berkat makan buah Im-yang-som dan minum darah
binyawak dalam pusar bumi, Siau-liong memiliki dasar ilmu
tenaga dalam yang lebih tinggi dari orang biasa. Maka begitu
mendapat saluran tenaga dalam dari Tiau Bok-kun, cepat
sekali darah Siau-liong yang bergolak keras itu dapat
ditenangkan kembali.
Setelah beberapa waktu lamanya, Siau-liong membuka
mata. "HuaK", ia muntahkan segumpal darah hitam. Tetapi
dengan begini, napasnya agak longgar, semangat lebih segar.
Tiau Bok-kun hentikan penyalurannya dan berkata dengan
ter-engah2, "Locianpwe, lekas salurkan tenagamu. Engkau
sudah makin baik!"
Tetapi Siau-liong tersenyum tawar dan gelengkan kepala,
"Percuma! Tak mungkin aku sembuh! Aku dapat merasakan
sendiri.... Nona Tiau...." ia berkata pula.
401 "Lo-cianpwe...."
"Mengapa tengah malam begini engkau datang kemari?"
"Aku hendak mencari seseorang!"
Siau-liong tergetar hatinya, "Siapa?"
Nona itu menghela napas panjang. Sampai lama ia tak
berkata. "Apakah bukan pemuda yang bernama Kong-sun Liong
Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
itu...." Tiau Bok-kun teringat ketika dalam Lembah semi ia pernah
minta tolong kepada Pendekar Laknat supaya menyampaikan
pesan kepada Kong-sun Liong. Wajah nona itu tersipu merah
ketika mengangguk, "Kutahu dia tentu sudah masuk ke dalam
Lembah Semi, maka...."
Diam-diam Siau-liong mengucurkan dua titik air mata. Lalu
dengan halaukan rasa haru, ia barkata, "Harap nona suka
mendengar nasehatku. Lebih baik nona jangan mencarinya!"
"Mengapa" Apakah lo-cianpwe pernah melihatnya?" tanya
Tiau Bok-kun gugup.
Siau-liong tidak menyahut melainkan melanjutkan kata2nya
lagi, "Nona takkan dapat menemukannya se-lama2nya!"
"Mengapa?" Tiau Bok-kun makin tegang Siau-liong
menghela napas, "Mungkin dia sudah pergi keseberang lautan
dan takkan kembali lagi...."
Tiau Bok-kun meregang kedua matanya lebar2 memandang
Siau-liong. Dua butir air mata bercucuran dari pelupuknya.
402 Beberapa saat kemudian ia membesut air matanya lalu
berkata dengan tersekat, "Tidak, tidak mungkin dia berbuat
begitu. Paling tidak dia tentu akan membawaku pergi!"
Berhenti sejenak ia berkata pula, "Dia tahu bahwa diriku
senasib dengan dia. Tiada ayah-bunda, hidup sebatang kara!"
Hati Siau-liong seperti disayat sembilu. Batinnya, "Ah,
tahukah engkau bahwa Kongsun Liong yang engkau cari itu
berada dihadapanmu" Tahukah pula engkau bahwa aku hanya
dapat hidup dalam satu tahun saja?"
Sau-liong termangu tegak seperti patung. Perasaannya melayang2
tak keruan. Nasib malang tak putus2nya merundung
dirinya. Poh Ceng-in si wanita pemilik Lembah Semi telah
memberinya minum racun Jong-tok. Dalam waktu satu tahun
ia tentu mati. Belum sempat ia melakukan tujuan mencari ibu
dan membalas musuh2, diluar dugaan ia bertemu dengan si
dara baju hujau yang menyerangnya sehingga sama2
menderita luka parah....
"Lo-cianpwe, mengapa engkau.... juga tampak bersedih?"
tiba-tiba Tiau Bok-kun bertanya cemas seraya mengeluarkan
sapu tangan. Ternyata Siau-liong tak dapat mengendalikan kesedihan
hatinya sehingga menitikkan air mata juga.
Setelah Tiau Bok-kun menyeka air matanya, barulah ia
tersadar. Ia paksakan tertawa. "Dengan Kongsun Liong itu,
aku memang pernah bertemu...."
"Oh...." desis Tiau Bok-kun tegang, "Dimanakah dia" Locianpwe.
dimanakah dia sekarang?"
403 Sejenak merenung Siau-liong menyahut, "Pada waktu
berjumpa dia sedang siap2 hendak pergi jauh kelain tempat.
Dia tentu dicelakai secara licik oleh orang dengan racun yang
ganas. Menurut keterangannya, dia hanya dapat hidup selama
setahun lagi...."
"Lo-cianpwe!" Tiau Bok-kun menjerit, "Apakah
keteranganmu itu benar?"
Siau-liong menghela napas, "Menurut keterangannya pula,
dia masih mempunyai seorang keluarga yang tinggal
diseberang laut. Sebelum mati dia hendak bertemu muka
dengan keluarganya itu. Maka ia bergegas-gegas menuju
keseberang laut!"
"Tahukah lo-cianpwe letak tempatnya diseberang lautan
itu?" Tiau Bok-kun mendesak.
Siau-liong gelengkan kepala, "Ini.... aku tak mendengar
jelas!" Sejenak melirik pada Tiau Bok-kun, kembali Siau-liong
melanjutkan kata2, "Pada saat pergi, Kongsun Liong telah
minta tolong kepadaku supaya menyampaikan sebuah pesan
kepada nona!"
Dengan ber-linang2 air mata Tiau Bok-kun bergegas
menanyakan. Tetapi Siau-liong tak tahan berhadapan mata
dengan si nona. Cepat palingkan muka dan berkata, "Dia
mengatakan.... supaya nona lupakan saja kepadanya.
Anggaplah nona tak pernah bertemu dengannya!"
Hampir saja ia tak kuat menahan air matanya tetapi
dengan kuatkan hati ia menahan diri.
404 Tiau Bok-kun terpukau lalu berkata seorang diri,
"Melupakannya" Seperti tak pernah kenal padanya...." Enak
sekali ia mengucap kata-kata itu...."
Serentak berpaling menatap Siau-liong, Tiau Bok-kun
membentaknya, "Bohong! Tak mungkin dia mengatakan
begitul Kutahu isi hati dan peribadinya. Dia bukanlah seorang
pemuda yang mudah melupakan budi dan cinta...."
Berhenti sejenak untuk menekan haru penasarannya, Tiau
Bok-kun melanjutkan berkata pula, "Tentu karena tak dapat
menyembuhkan racun itu maka ia lantas tak mau bertemu
dengan aku lagi....!"
Siau-liong menghela napas panjang.
"Rasanya itu lebih baik agar nona dan dia jangan sampai
menderita!"
"Tetapi tak bisa begitu! Sekalipun dia hanya dapat hidup
satu tahun, satu tahun aku akan menemaninya. Kemudian....
aku rela menemani mati bersamanya!"
Diam-diam Siau-liong terkejut, serunya, "Nona, tindakan
nona itu bodoh sekali. Sekalipun nona rela berkorban tetapi
baginya, tentu akan lebih menambah penderitaan batin!"
Ditatapnya Siau-liong dan berkatalah Tiau Bok-kun,
"Bagaimana lo-cianpwe tahu kalau dia akan menderita....?"
Ia tenangkan ketegangan hati dan menghela napas,
ujarnya, "Tak peduli dia hendak pergi kemana, aku tetap akan
mencarinya!"
Siau-liong terpukau. Tak tahu ia bagaimana harus
berkata.... Ia kehilangan faham.
405 Saat itu sudah hampir menjelang fajar. Angin pagi mulai
berhembus menggigit tulang. Tiau Bok-kun memandang
kesekeliling penjuru lalu berkata, "Lo-cianpwe, mari kubawa
lo-cianpwe ke Siok-ciulah!"
Siau-liong gelengkan kepala, "Percuma, lukaku ini tak
mungkin sembuh lagi. Biarlah aku menggeleiak disini saja!"
"Dikota Siok-ciu banyak tabib yang pandai. Tentu dapat
menyembuhkan luka lo-cianpwe!"
Tanpa menunggu persetujuan Siau-liong lagi, Tiau Bok-kun
terus memanggul tubuh pemuda itu dan mulai ayunkan
langkah. Siau-liong hendak meronta tetapi dia sudah tak bertenaga
lagi. Terpaksa ia menghela napas dan pasrah bongkokan.
Hatinya gundah kelana tak keruan. Sedih bahagia, pedih dan
gembira bercampur aduk jadi satu dalam sanubarinya. Mati
tak dapat, hidup pun tak bisa....
Kira2 sepeminum teh lamanya, mereka tiba di jalan besar.
Tengah Tiau Bok-kun berjalan, sekonyong-konyong terdengar
suara orang membentak bengis, "Berhenti!"
Tiau Bok-kun terkejut dan berhenti, Dari balik sebuah batu
di tepi jalan, melesat keluar seorang dara.
Dara itu memandang lekat2 pada Pendekar Laknat yang
dipanggul Tiau Bok-kun lalu mendengus tajam; "Bagus!
Kiranya kalian begitu mesra sekali!"
Setelah menenangkan kegoncangan hatinya, Tiau Bok-kun
menyahut, "Apakah engkau bukan taci Mawar Putih?"
406 Kiranya dara itu memang si Mawar Putih. Ketika dirumah
penginapan dalam kota Siok-Ciu, tempo hari mereka memang
pernah berjumpa.
Mawar Putih tak menghiraukan teguran Tiau Bok-kun.
Menunjuk pada Pendekar Laknat, Mawar Putih melengking,
"Perlu apa engkau memanggulnya?"
Habis berkata ia terus hendak merebut. Tiau Bok-kun
menghindar seraya berteriak, "Jangan, dia sedang terluka
berat!" Mawar Putih tertegun. "Mengapa terluka?"
"Menurut keterangannya, lukanya sudah tak ada harapan
lagi!" Mawar Putih memandang tajam2. Ah. benar. Wajah Siauliong
pucat lesi, napasnya lemah. Dara itu terkejut sekali.
Tetapi karena Tiau Bok-kun memanggil Siau-liong sebagai
Pendekar Laknat, ia duga nona itu belum tahu kalau yang
dipanggulnya itu bukan lain adalah Kongsun Liong. Diam-diam
Mawar Putih legah hatinya.
Kini ia tersenyum, "Baik, harap serahkan dia kepadaku!"
Tiau Bok-kun meragu. Dipandangnya wajah Siau-liong.
Kedua matanya memejam, rupanya pingsan. Nona itu cemas,
serunya; "Beliau orang tua ini menderita luka dalam. Harus
cepat2 diobati, kalau tidak...."
"Kutahu!" Mawar Putih tertawa dingin, "masakan aku
sampai hati membiarkannya mati!"
Walaupun heran mengapa dara itu menghendaki Pendekar
Laknat yang sedang terluka parah, namun karena melihat dara
407 itu begitu bersungguh-sungguh, terpaksa ia menyerahkannya
juga. Sesungguhnya Siau-liong tidak pingsan. Ia tahu kalau
dirinya dibuat rebutan oleh kedua gadis itu. Namun kalau
membuka mulut, ia kuatir akan menimbulkan salah faham
diantara kedua dara itu. Maka ia pura-pura pingsan.
Setelah membopong Siau-liong, Mawar Putih lalu berkata;
"Kami hendak berangkat, silahkan engkau melanjutkan
perjalananmu sendiri!"
Tiau Bok-kun mengangguk, "Baiklah, ah, membikin repot
taci saja...."
"Tak apa," sahut Mawar Putih tersenyum. Lalu berputar diri
dan melangkah pergi.
Tiau Bok-kun memandang bayangan dara itu sampai
beberapa saat. Tiba-tiba ia berteriak memanggilnya, "Taci
Mawar Putih!"
Mawar Putih berhenti dan menanyakan apalagi yang
hendak dikehendaki nona itu.
"Apakah taci pernah mendengar tentang diri.... Kongsun....
liong?" Mawar Putih kerutkan alis, "Mengapa engkau
menanyakannya?"
Tiau Bok-kun menghela napas, "Kabarnya dia telah
menderita luka akibat diracuni secara licik oleh seseorang.
Mungkin.... hanya dapat hidup sampai satu tahun saja!"
Mawar Putih tertegun, "Siapa bilang?"
408 "Lo-cianpwe ini," kata Tiau Bok-kun menunjuk Siau-liong.
Dua butir air matanya menitik turun dan berkata lagi, "Dan
lagi, katanya dia sudah berangkat keseberang laut.... Taci
Mawar, tahukah engkau seberang lautan yang ditujunya itu?"
Tiau Bok-kun menyusuli pertanyaan pula.
"Tidak tahu," sahut Mawar Putih dingin. Ditatapnya Tiau
Bok-kun tajam2 lalu menegur, "Eh, mengapa engkau terus
menerus menanyakan tentang dirinya".... Kukasih tahu
padamu. Sekalipun andaikata dia tak jadi menuju keseberang
lautan, tak nanti dia mempedulikan dirimu!.... Lekas engkau
lanjutkan perjalananmu, dan jangan bertanya atau menyelidiki
beritanya lagi!"
Dengan rawan kepiluan, Tiau Bok-kun menyahut, "Tak apa
dia akan mempedulikan aku atau tidak. tetapi dia telah
menolong jiwaku...."
"Dia banyak sekali menolong orang!" tukas Mawar Putih,
"mungkin itu hanya merupakan suatu kewajiban baginya,
Tetapi jelas dia tentu tak menghendaki engkau membalas
budinya.... mungkin dia sudah melupakan dirimu!"
Tiau Bok-kun menghela napas lalu pamitan dan terus
melangkah pergi. Tampak langkahnya agak terhuyunghuyung.
Jelas nona itu telah menderita pukulau batin yang
berat! Diam-diam Siau-liong mencuri lirik. Dilihatnya nona itu
menuju ke Siok-ciu. Ia menghela napas panjang....
Setelah Tiau Bok-kun lenyap dari pandangannya, Mawar
Putih segera bertanya kepada Siau-liong, "Apakah engkau
benar-benar terluka parah" Apakah engkau dilukai Iblis
409 Penakluk-dunia dan isterinya ketika dalam barisan Tujuh
Maut?" Siau-liong hanya menghela napas rawan dan minta nona
itu supaya meletakkan dirinya.
"Tidak boleh membuang waktu. Aku akan mencari orang
supaya mengobati lukamu!" kata Mawar Putih, terus
melangkah pesat.
"Percuma! Jangan buang waktu dan tenaga sia-sia!" teriak
Siau-liong gugup.
Tetapi dengan yakin Mawar Putih mengatakan "Betapa
berat lukamu itu, aku kenal seseorang yang dapat
menghidupkan orang yang sudah meregang jiwa!"
Siau-liong kenal watak dara yang keras kepala itu. Apalagi
ia lemah lunglai tak bertenaga. Terpaksa ia membiarkan saja
dibawa Mawar Putih. Tetapi ia yakin, lukanya itu tak mungkin
diobati lagi. "Kalau engkau berkeras hendak mencari penolong, harap
tolong bukakan kedok muka dan jubahku.... aku tak ingin
dikabarkan orang bahwa Pendekar Laknat terluka berat dan
mati...." Habis berkata karena kehabisan tenaga murni, Siau-liong
pingsan pula. Mawar Putih memaki dirinya sendiri yang begitu tolol. Ia
segera mengerjakan permintaan pemuda itu. Membuka kedok
muka dan jubah Pendekar Laknat sehingga menjadi Siau-liong
lagi. Mawar Putih lalu memanggulnya dan lanjutkan
perjalanan. 410 Tak berapa lama ia tiba disebuah gubuk dilereng gunung.
Gubuk itu adalah tempat Mawar Putih dahulu dibawa Siauliong
untuk merawat lukanya.
Siau-liong masih pingsan sehingga tak tahu apa yang
terjadi saat itu.
Setelah mendebur pelahan-lahan tiga kali pada pintu, ia
segera mendorong daun pintu. Wanita baju hitam sudah
berdiri tegak dalam ruang. Matanya berkilat-kilat memandang
Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mawar Putih dan Siau-liong.
"Kemana engkau?" tegurnya.
Dengan tersipu-sipu malu. Mawar Putih memberi
keterangan, "Tadi ketika aku berjalan-jalan disekitar gunung,
tak terduga telah menemukannya!"
"Siapa" Apakah anak itu?"
"Ya, benar dia. Putera dari guruku!" sahut Mawar Putih.
Wanita baju hitam itu mendesah lalu suruh Mawar Putih
masuk. Sambil mengikuti di belakang wanita itu, Mawar Putih
berkata setengah meratap, "Bibi, harap suka menolongnya,
kalau tidak dia tentu mati!"
Wanita baju hitam itu berhenti, menghela napas, "Ai,
adikmu si Ling juga menderita luka dalam yang parah. Sampai
saat ini masih berbahaya keadaannya!"
"Hai, mengapa....!" Mawar Putih terkejut.
Wanita baju hitam itu gelengkan kepala dan merghela
napas, "Seperti engkau, diapun tengah malam keluyuran
411 dalam hutan.... jika aku tak datang pada saat yang tepat,
mungkin dia tentu sudah mati ditangan Pendekar Laknat!"
Kejut Mawar Putih bukan alang kepalang, serunya:
Pendekar Laknat" Adik Ling terluka ditangan Pendekar
Laknat?" Wanita baju hitam itu menatap Mawar Putih, "Mengapa"
Apa engkau anggap hal itu mustahil terjadi?"
Mawar Putih gugup, "Tidak, Tidak begitu.... ku maksudkan
mengapa adik Ling sampai bertempur dengan Pendekar
Laknat. Apakah dia mempunyai dendam permusuhan dengan
orang itu?"
Wanita baju hitam hendak membuka mulut tetapi tak jadi.
Ia menghela napas lalu mengeluh, "Ah, sukar dikatakan."
Saat itu perasaan Mawar Putih benar-benar tak keruan
rasanya. Jika wanita baju hitam itu sampai mengetahui bahwa
yang menjadi Pendekar Laknat itu tak lain adalah Siau-liong,
apakah dia masih mau menolongnya"
Ia berusaha untuk menenangkan kegelisahan dan
mengikuti di belakang wanita itu. Ketika berada di dalam
ruangan, dilihatnya si dara baju hijau memang sedang rebah
di atas ranjang. Serupa dengan Siau-liong, dara itupun sedang
pingsan. Wanita baju hitam memeriksa dan meraba-raba dahi
puterinya, kemudian berkata, "Mungkin tak berbahaya. Tetapi
paling tidak harus beristirahat 10 hari baru sembuh.... ah,
dengan peristiwa ini mungkin akan mengabaikan urusanku
yang penting!"
412 Melihat betapa sayang wanita itu kepada puterinya dan
kuatir Siau-liong akan diketahui sebagai Pendekar Laknat,
Mawar Putih tak mau mendesak wanita itu supaya cepat2
mengobati Siau-Liong.
Wanita itu gelengkan kepala lalu menghela napas dan
menatap Mawar Putih, "Mari kita lihat anak itu!"
Demikian Mawar Putih segera mengikuti masuk ke dalam
ruangan. Tetapi apa yang disaksikan saat itu benar-benar
membuatnya terbelalak kaget seperti melihat hantu!
Ranjang dimana Siau-liong berbaring tadi, ternyata kosong
melompong. Siau-liong lenyap!
"Mana orangnya?" wanita baju hitam itu pun bertanya
kaget. Mawar Putih berdiri terlongong-Longong. ia gelagapan
mendapat pertanyaan itu lalu sibuk mencari kian kemari.
Bahkan sampai kekolong ranjang dan meja pun diperiksanya.
Namun Siau-liong tetap menghilang seperti ditelan bumi....
Geli2 mengkal wanita baju hitam itu berkata, "Tolol,
dengan caramu itu bagaimana engkau mampu
menemukannya?"
Mawar Putih tertegun, "Dia terluka parah sampai tak
sadarkan diri. Bagaimana mampu pergi...." berhenti sejerak
memandang wanita baju hitam, Mawar Putih berkata pula,
"pula tak mungkin tanpa sebab dia melarikan diri!"
Wanita baju hitam tertawa hambar, "Sekali pun dia tak
dapat berjalan tetapi lain orang kan bisa membawanya lari!"
413 Mawar Putih terbeliak kaget, "Bibi mengatakan.... dia
dilarikan orang?"
"Mungkin diculik.... mungkin hendak ditolong. Sekarang
masih sukar dikatakan!" kata wanita baju hitam itu.
Mawar Putih seperti orang tidur disiram air dingin. Dia
gelagapan terus loncat lari keluar.
Tepat pada saat tubuh Mawar Putih melambung di udara,
wanita baju hitam itu pun balikkan tangannya ke belakang.
Serangkum angin keras melanda Mawar Puiih.
Ternyata angin dari gerakan tangan wanita itu
mengandung tenaga sakti menyedot. Mawar Putih seperti
terlibat tali yang tak kelihatan dan pada lain saat tubuhnya
ditarik ke belakang.
Dara itu berusaha untuk berdiri tegak pada saat kakinya
menginjak tanah. Kemudian menatap wanita itu dengan
cemas, "Bibi...."
"Tak perduli pendatang itu hendak menculik atau hendak
menolongnya. Tetapi dia mampu datang kemari tanpa
kuketahui sama sekali, jelas bukan orang sembarangan. Saat
ini tentu sudah jauh, percuma engkau hendak
mengejarnya...." wanita baju hitam itu mondar-mandir
beberapa saat. Pada lain saat ia berkata seorang diri, "Tetapi,
siapakah dia...."
Mawar Putih yang ter-longong2 memandang wanita itu, tak
sabar lagi terus bertanya, "Tentulah perbuatan kedua suami
isteri Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka itu. Selain mereka,
rasanya tiada lain orang lagi.... ah, kasihan dia...."
414 Mawar Putih menangis terisak, "Kasihan dia sedang
menderita luka yang amat parah, tentu akan mati!"
"Engkau tahu apa!" bentak wanita itu, "meskipun kedua
suami iuteri iblis itu hendak menguasai dunia persilatan tetapi
mereka setempo juga terpaksa datang kemari. Mungkin
perbuatan Pendekar Laknat...."
"Tidak mungkin Pendekar Laknat, dia...." tiba-tiba Mawar
Putih merasa telah kelepasan omong. Buru-buru ia diam.
"Bagaimana engkau tahu kalau bukan Pendekar Laknat?"
tegur wanita itu dengan tajam.
Dengan tersekat-sekat Mawar Putih imenyahut, "Karena....
karena dia dengan adik Ling."
"Benar, Pendekar Laknat dan Ling-ji sudah sama2 terluka,
tak mungkin dia. Lalu siapakah orang itu" Apakah...." tiba-tiba
wanita baju hitam itu tertawa dingin, "Ya, tentulah dia!"
"Siapakah yang bibi maksudkan?" Kukatakan pun engkau
tak tahu. Tetapi...." wanita itu berhenti, menarik Mawar Putih
duduk di atas ranjang lalu melanjutkan kata-katanya, "Aku
mengerti Ilmu meramal. Anak itu tak mengunjuk pendek usia.
Sekalipun menderita berbagai kesulitan dan siksaan tetapi
tetap tak berbahaya. Hanya engkau dengan dia...." -wanita itu
memandang beberapa kali wajah Mawar Putih tetapi tak
berkata apa2. "Apakah bibi sudah meramalkan wajah kami?" tanya Mawar
Putih terkejut.
"Tak perlu melihat dengan teliti. Cukup melihat sebentar
saja sudah tahu!"
415 Wajah Mawar Putih tersipu merah. Dengan tersendatsendat
ia bertanya, "Tadi bibi mengatakan.... aku dan dia...."
-oooo0dw0ooo- Jilid 08 Panca Sakti Wanita baju hitam itu menghela napas.
"Masalah manusia hidup itu semua tergantung pada jodoh.
Misalnya kutolong engkau dari Lembah Maut dan kemudian
engkau mengangkat aku sebagai ibu-angkat, itu juga jodoh.
Dan jodoh itu rupanya sudah digariskan dalam kehidupan kita.
Sejenak memandang Mawar Putih, ia berkata pula,
"Tentang perhatianmu terhadap pemuda itu, aku pun sudah
mengetahui jelas. Hanya aku mempunyai dua buah kata pesan
kepadamu. Engkau dan dia tak mempunyai keberuntungan
untuk terangkap sebagai suami isteri. Dan itu sudah menjadi
garis hidupmu!"
Seketika pucat lesilah wajah Mawar Putih. Tubuhnya
menggigil dan dengan suara tersendat-sendat ia berkata, "Aku
tak mampunyai pikiran sejauh itu.... Hanya karena aku telah
dirawat dan dianggap sebagai anak sendiri oleh guruku atau
ibu dari pemuda itu, maka aku pun merasa terikat kewajiban
untuk mencari putera guruku itu. Sekarang setelah dapat
menemukannya tetapi tak dapat membawanya kehadapan
guruku, bagaimanakah pertanggungan jawabku kepada
guru?" 416 Habis berkata air mata dara itu ber-derai2 mengucur. Ia
mendekap tempat tidur dan menangis terisak-isak.
Wanita baju hitam itu menepuk pelahan bahu Mawar Putih,
"Hal itu tergantung dari rejeki atau jodoh ibu dan anak itu.
Jika jodoh belum terputus, tentu akan dapat bertemu. Tetapi
kalau memang sudah tiada jodoh lagi, bagaimanapun dipaksa.
tetap tak dapat!"
Puas menangis, Mawar Putih mengusap air matanya lalu
mengangkat muka bertanya, "Bi, apakah aku masih dapat
bertemu dengan dia."
Wanita baju hitam itu mengangguk, "Sudah tentu bisa!"
"Asal bisa ketemu lagi, aku tentu segera membawa
keseberang laut!" katanya seorang diri.
Wanita itu menghela napas pelahan tetapi tak berkata apa2
lagi. Tiba-tiba terdengar suara orang pelahan dari si dara baju
hijau Wanita baju hitam cepat masuk ke dalam ruangan.
Kemanakah sebenarnya Siau-liong"
Sesungguhnya ketika Mawar Putih meletakkan Siau-liong ke
atas tempat tidur dan siwanita baju hitam pun ikut masuk,
saat itu Siau-liong sudah tersadar. Diam-diam ia melirik
bayangan wanita baju hitam itu.
Sesaat Mawar Putih dan wanita baju hitam keluar, tiba-tiba
Siau-liong melihat sesosok bayangan melesat dari tepi pintu
lalu seperti sesosok hantu, muncullah di dalam ruang itu
seorang lelaki bertubuh tinggi besar.
417 Orang itu mengenakan pakaian biru, mukanya ditutup kain
kerudung hitam. Siau-liong terkejut. Diingatnya orang itu
pernah muncul ketika dibiara Tay-hud-si dan barisan pohon
bunga dalam lembah Semi, untuk memberi petunjuk dan
mengajaknya keluar dari bahaya.
Siau-liong kejut2 girang. Ketika ia hendak bergerak dan
membuka mulut, orang aneh baju biru itu secepat kilat telah
menutuk jaland arahnya. Kemudian dengan kecepatan yang
sukar dipercaya. orang itu segera mendukung Siau-liong.
Selain perakannya amat cepat sekali, sedikitpun tak
mengeluarkan suara apa2.
Tutukan itu telah membuat Siau-liong pingsan. Sejak itu ia
merasa seperti bermimpi. Sesaat ia rasakan sekujur Tuhuhnya
sakit sekali seperti digigiti ribuan ekor ular. Sesaat lagi ia
merasa lubuhnya lemas lunglai.
Entah berselang berapa lama, barulah ia dapat sadar lagi.
Ketika membuka mata ia dapatkan dirinya terbaring disebuah
biara rusak. Orang aneh baju biru sedang duduk
dihadapannya. Siau-liong hampir tak percaya kepada matanya. Ia kira
masih bermimpi. Kemudian ia mengigit lidahnya sendiri ah....
ternyata sakit. Jelas ia tak bermimpi, Apa yang disaksikan saat
itu, benar suatu kenyataan. Girangnya bukan alang kepalang!
Ternyata orang aneh baju biru sudah melepas kerudung
mukanya. Dan tampaklah wajah yang sebenarnya.
Dia bukan lain adalah guru yang sejak kecil merawat dan
mendidiknya.... Tabib-sakti-jenggot-naga Kongsun Sin-to!
Buru-buru Siau-liong merangkak bangun dan berlutut
memberi hormat dihadapan gurunya, "Suhu...."
418 Ia tak dapat melanjutkan kata-katanya. Lupa rasa girang
dan haru telah membanjirkan air matanya mengalir turun....
Seketika teringatlah ia mengapa luka berat yang dideritanya
dalam pertempuran lawan si dara baju hijau kemarin, saat itu
sama sekali sudah terasa sembuh.
Ditatapnya Kongsun Sin-to dengan mata melongong,
kemudian dengan nada haru sesal ia berkaia; "Terima kasih
atas pertolongan suhu...."
Dengan wajah membesi, Kongsun Sin-to memberi isyarat
tangan, "Lukamu baru saja sembuh, perlu beristirahat. Jangan
pikirkan apa2, lekas bersemedhi salurkan tenaja murnimu...."
Kemudian tabib sakti itu menghela napas pelahan dan
berkata pula, "Tenaga sakti dari Janda gunung Busan,
termasuk salah satu ilmu dari Panca sakti. Jika engkau tak
makan buah Im-yang-som dan darah binyawak purba, aku
pun tak dapat menolongmu!"
Siau-liong tak berani berkata apa2. Buru-buru ia melakukan
perintah suhunya. Duduk bersemedhi mengosong pikiran dan
melakukan penyaluran hawa murni.
Oleh karena lukanya sudah disembuhkan Kongsun Sin-to,
maka setelah melakukan persemedian beberapa waktu, ia
rasakan tubuhnya segar dan nyaman. Tak lama kemudian
tenggelamlah ia dalam kehampaan....
Tak terasa empat jam telah berlalu dan Siau-liong pun
segera menyudahi persemedhiannya. Ia dapatkan
semangatnya segar, lukanya sembuh sama sekali.
Saat itu hari pun sudah malam. Sinar rembulan memancar
masuk ke dalam jendela. Melihat Siau-liong sudah sadar,
419 Kongsun Sin-to yang sejak tadi pun bersemedhi disampingnya,
segera bangun dan memberi senyuman.
Tetapi Siau-liong tampak terpaku memandang rembulan
bundar. Seingatnya, saat itu baru permulaan bulan delapan.
Tetapi mengapa bulan sebundar purnama"
Kongsun Sin-to menyulut lilin dan membawakan senampan
makan. Melihat Siau-liong terlongong, ia tertawa, "Malam ini
memang sudah bulan delapan tanggal empat belas. Liong-ji,
engkau sudah tertidur selama 12 hari!"
Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siau-liong tersentak kaget. Yang dirasakan hanya sehari
semalam, tetapi mengapa ia sampai tidur selama 12 hari!
Setelah meletakkan makan dihadapan Siau-liong Kongsun
Sin-to berkata pula, "Sudah 10-an hari tak makan, tentulah
engkau lapar sekali. Hayo, lekas makanlah!"
Memang Siau-liong merasa lapar sekali. Segera ia melahap
hidangan itu sampai habis.
Wajah Kongsun Sin-to tampak mengerut gelap, Walaupun
tidak marah, tetapi nyata orang tua itu tidak senang hati.
Setelah Siau-liong habis makan, ia memanggilnya, "Liong-ji!"
Tersipu-sipu Siau-liong berlutut dihadapan gurunya itu dan
berkata dengan tersendat, "Su-hu.... murid telah melanggar
pesan suhu masuk ke belakang gunung. Karena itu...."
"Yang sudah lalu. jangan diungkat lagi....!" tukas Kongsun
Sin-to. Kemudian dengan tertawa ia berseru.... "Pendekar
Laknat dan Pengemis Tengkorak. kini sudah terikat guru
dengan engkau. Sekarang engkau bukan lagi mempunyai suhu
aku seorang!"
420 Siau-liong gugup dan cepat menganggukkan kepala, "Pada
saat itu murid dalam keadaan terpaksa. Tetapi dalam hati kecil
murid, tetap hanya mempunyai seorang guru yakni suhu...."
Dalam mengucap kata2 terakhir itu, Siau-liong amat
terharu sehingga matanya berlinang-linang. Ia teringat akan
dirinya yang telah diracuni wanita pemilik Lembah Semi dan
janji kepada wanita itu akan mati bersama2 pada nanti
pertengahan musim rontok tahun depan. Ia merasa dirinya
telah menyia-nyiakan budi kebaikan dari Kongsun Sin-to
selama belasan tahun.
Kongsun Sin-to menghela napas.
"Mati hidup dan kumpul berpisah itu sudah menjadi garis
hidup manusia. Siapapun tak mungkin dapat mengubah garis
hidup itu. Memang pada saat kutinggalkan gunung untuk
mencari obat, sudah kuduga engkau tentu akan mengalami
peristiwa2 itu. Tetapi kutak tahu apakah peristiwa2 itu akan
merupakan malapetaka atau keberuntungan bagimu.
Kesemuanya tergantung pada tindakanmu sendiri dikemudian
hari...." Tabib-sakti itu berhenti sejenak untuk memandang wajah
Siau-liong. "Gurumu ini dikenal dalam dunia persilatan sebagai seorang
ahli pengobatan yang sukar dicari tandingnya. Sedikit sekali
orang persilatan yang tahu sampai dimana kepandaianku
dalam ilmu silat. Bahkan pelajaran silat yang kuberikan
kepadamu itu, hanyalah semata-mata sebagai pelajaran dasar
saja. Sedang sebenarnya ilmu kepandaian yang kumiliki itu
sudah tak berbekas dalam dunia persilatan itu, sesungguhnya
termasuk salah satu dari ilmu Panca-sakti...."
421 Mendengar penjelasan itu diam-diam Siau-liong terkejut.
Serentak ia teringat akan ilmu pelajaran silat yang diberikan
gurunya dahulu. Rasanya ilmu silat itu hanya biasa saja.
Ternyata gurunya memang belum menurunkan ilmu saktinya
kepadanya. "Tentang tenaga sakti Bu-kek-sin-kang yang engkau miliki
saat ini serta tenaga sakti Thay-kek-buwi dari Iblis Penakluk
dunia, tenaga sakti Thay-im-ki-bun-kang dari Dewi Neraka itu,
walaupun amat dahsyat dan ganas sekali, tetapi tenaga sakti
mereka itu hanya termasuk golongan ilmu liar. Hanya dapat
mencapai pada tingkat tataran tertentu saja. Tidak demikian
dengan Panca-sakti yang tergolongan dalam ilmu sejati aliran
Ceng cong-bu-hak. Ilmu itu luasnya tak terbatas...."
Kongsun Sin-to berhenti sejenak dan menghela napas, lalu
melanjutkan lagi. "Pada ketika itu kutaruh harapan besar
sekali kepada dirimu. Sebenarnya segera hendak kuajarkan
ilmuku yang disebut tenaga sakti Thian-jim-sin-kang (tenagasakti
lemas tapi ulet) kepadamu. Agar engkau menjadi satusatunya
murid pewarisku.... Untuk keperluan itulah maka aku
pergi untuk mencari daun obat, agar dapat merobah sifat
tubuhmu.... ah, tetapi tak terduga ternyata engkau
mempunyai lain rejeki sehingga harapanku menjadi hampa.
Terpaksa dalam sisa hidupku sekarang ini, aku harus mencari
lagi seorang tunas yang berbakat...."
Agak terharu nada Kongsun Sin-to dalam mengucapkan
kata2 terachir itu. Setelah berhenti sejenak iapun meneruskan
lagi, "Hanya tunas yang benar-benar berbakat itu sukar
didapatkan. Adakah nanti aku berhasil mendapatkan murid
pewaris atau tidak, juga masih sukar dikata!"
Kata-kata Kongsun Sin-to yang bernada menyesali Siauliong
itu, dirasakan sepatah demi sepatah seperti sembilu yang
menyayat hati Siau-liong.
422 Siau-liong hanya dapat tundukkan kepala penuh dengan
rasa sesal. Setelah mengurut jenggot yang terurai kedada. Kongsun
Sin-to melanjutkan pula, "Telah kukatakan tadi, jodoh dan
peruntungan orang itu sudah ada garisnya sendiri2.... Barang
siapa hendak melanggarnya. tentu tertimpah kemalangan.
Sekali pun sejak saat ini engkau tak berjodoh lagi untuk
menerima pelajaran ilmu tenaga sakti Thian-jin-sin-kang itu,
tetapi...."
Kongsun Sin-to kembali berhenti lagi. Matanya berkilat-kilat
memandarjg Siau-liong. "Bukankah separoh dari peta Giokpwe
itu berada dalam tanganmu?" tanyanya.
Buru-buru Siau-liong meraba bajunya. Ah, peta itu memang
masih disimpannya. Buru-buru ia menjawab, "Separoh dari
Giok-pwe itu sebenarnya Toh Hun-ki...."
Kongsun Sin-to mengangguk. "Hai itu sudah kuketahui
semua. Kabarnya harta pusaka yang terpendam dalam tempat
itu adalah Tio Sam-hong pendiri partai Bu-tong-pay sendiri
yang memendamnya sebelum ia menutup mata, Harta pusaka
itu ratusan tahun telah menjadi pembicaraan hangat dan
diidam-idamkan oleh setiap kaum persilatan. Tetapi karena
peta yang dilukis pada Giok-pwe itu dipecah dua bagin maka
sampai sekarang belum ada seorang pun yang mampu
mendapatkan harta pusaka itu.
Kongsun Sin-to terpaksa berhenti karena tersekat batuk2,
"Diantara harta pusaka itu yang paling berharga adalah
sebuah kitab pusaka yang ditulis oleh Tio Sam-hong sendiri....
Ketahuilah, yang kusebut sebagai tenaga sakti Panca sakti itu,
selain tenaga sakti Thian-jim-sin-kang yang kumiliki dan Ya-lusin-
kang (tenaga sakti mengenal suara) dari si Randa gunung
423 Busan itu, masih terdapat lagi tiga jenis tenaga sakti lainnya
ialah: Cek-kui-sin-kang (tenaga-sakti Gema-merah). Jit-huasin-
kang (tenaga sakti Tujuh Robah) dan Thian-kong-sinkang...."
Mendengar itu hati Siau-liong tak keruan rasanya. Semula
ia mengira bahwa ia telah memiliki ilmu kepandaian sakti dari
Pendekar Laknat dan Pengemis Tengkorak. Siapa kira ilmu
kepandaian itu bukanlah tergolong ilmu sejati yang tiada
tandingannya di dunia persilatan. Bahkan termasuk ilmu liar
atau ilmu samping-pintu yang tak mungkin akan mencapai
tataran kesempurnaan.
Takkala ia bertempur dengan Randa Busan, hampir saja ia
kehilangan nyawa. Diam-diam ia mengakui kebenaran ucapan
suhunya itu. Serentak timbullah penyesalannya yang amat
mendalam kepadanya dirinya yang tempo hari karena
menuruti hawa nafsu, telah melanggar perintah gurunya dan
gegabah masuk ke dalam belakang gunung. Bukan saja ia
telah kehilangan kesempatan mewarisi kepandaian sakti dari
gurunya. Pun karena kesalahan itu ia harus menebus mahal.
Menderita peristiwa dan Pengalaman yang serba aneh dan
hebat dan akhirnya harus menderita keracunan dari wanita
pemilik Lembah Semi. Akibatnya, ia hanya dapat hidup
setahun lagi....
Dengan wajah serius Kongsun Sin-to melanjutkan
keterangannya pula, "Pewaris terakhir dari ilmu sakti Cek-kuisin-
kang adalah Rahib sakti dari Lam-hay ialah To Teng
nikoh.... Sedang pewaris dari ilmu sakti Jit-hua-sin-kang
adalah Jong Ling lojin yang bergelar orang-sakti terpedam dari
Su-jwan. Kedua orang itu sudah berpuluh tahun tak muncul
lagi di dunia persilatan. Entah apakah mereka sudah
mempunyai murid pewaris lagi. Atau apakah mereka memang
sudah muksah, tiada seorangpun dalam dunia persilatan yang
mengetahui...."
424 Tergeraklah hati Siau-liong. Segera ia teringat akan orang
tua yang dirantai dalam penjara dibawah tanah dalam barisan
Tujuh Maut. Serentak ia berseru, "Jong Ling lojin itu, murid
pernah...."
Tetapi tampaknya Kongsun Sin-to tak menghiraukan kata2
Siau-liong dan sambil memberi isyarat tangan supaya anak itu
diam, ia melanjutkan keterangannya lagi.
"Cek-kui Jit-hua, Thiam-jim dan Je-In keempat ilmu sakti
itu, sudah berpuluh tahun tak muncul lagi di dunia persilatan.
Tentang diriku, walaupun telah memiliki salah satu dari ilmu
Panca Sakti itu, tetapi karena selama ini aku tak mau
menonjolkan diri, maka orang persilatan pun tak mengetahui.
Tetapi.... keempat ilmu sakti yang kukatakan tadi, berpangkal
pada pengutamaan Hawa murni.... Sedang Thian-kong-sinkang
mengutamakan kesempurnaan Sin atau Semangat...."
Tiba-tiba mata Kongsun Sin-to berkilat-kilat memandang
Siau-liong lalu berkatalah ia dengan serius, "Semangat dapat
mengambil Hawa, Hawa tak dapat menguasai Semangat. Oleh
karena itulah maka Thian-kong-sin-kang termasuk yang paling
unggul diantara keempat ilmu sakti itu. Sayang sejak Tio Samhong
cousu meninggal dunia, tiada muncul lagi pewarisnya....
Sementara orang persilatan sama menduga bahwa dalam
kitab pusaka yang tersimpan dalam harta karun rahasia itu,
terdapat tulisan tentang ilmu sakti Thian-kong-sin-kang itu...."
Siau-liong mendengarkan seperti orang mabuk. Diam-diam
ia terkejut. Apabila kitab pusaka itu sampai jatuh ketangan
suami isteri Iblis Penakluk dunia dan Dewi Neraka, setelah
mereka berhasil memahami ilmu sakti Thian-kong-sin-kang,
siapa lagikah tokoh persilatan yang mampu menandingi
mereka" Bukankah dunia persilatan akan mengalami banjir
darah dan penjagalan besar-besaran...."
425 Kongsun Sin-to menghela napas pelahan. "Engkau telah
kemasukan ilmu sakti Samping. Sekalipun engkau tak mungkin
dapat mempelajari ilmu sakti yang kumiliki yang mendasarkan
pada Hawa, tetapi engkau masih ada harapan untuk
mempelajari ilmu Thian-kong-sin-kang yang mendasarkan
pada Semangat. Oleh karena itu jika engkau berhasil
menemukan Giok-pwe yang separoh bagian lainnya dan
menemukan harta pusaka itu, engkau tetap masih ada
harapan untuk menjadi tokoh utama dalam dunia persilatan.
Tetapi sejak ini jodoh kita sebagai murid dan guru, akan
berakhir. Sejak saat ini hanya tergantung pada dirimu sendiri
bagaimana akan mengatur langkah hidupmu!"
Hati Siau - liong seperti disayat sembilu rasanya.
Menyahutlah ia dengan nada pilu, "Murid sudah tiada
mempunyai harapan apa2 lagi. Kecuali hanya ingin lekas2
dapat bertemu muka dengan ibu yang sedang menderita sakit
diseberang laut. Hanya saja, murid terpaksa harus tinggal
ditempat ini lagi untuk beberapa hari."
Ia tenngat dalam penyamarannya sebagai Pendekar Laknat
telah menolong Toh Hun-ki dan rombongannya dari Lembah
Maut lalu berjanji untuk bertemu dengan mereka di Siok-ciu
nanti tiga hari kemudian. Dimana dia akan ikut dalam
pemusyawarahan untuk membasmi Iblis Penakluk-dunia dan
Dewi Neraka. Tetapi ah.... saat itu karena tertidur selama 12 hari, entah
bagaimana dengan keadaan mereka. Adakah rombongan Toh
Hun-ki masih berada di Siok-ciu menunggunya" Apakah
tindakan baru dari suami isteri Iblis Penakluk-dunia dan Dewi
Neraka dalam langkah mereka untuk menguasai dunia
persilatan"
426 Memikirkan hal2 itu, hati Siau-liong resah gelisah. Dia harus
menepati janji, membantu Toh Hun-ki dan rombongan orang
gagah, untuk melenyapkan kedua suami isteri durjana itu.
Kemudian baru ia mengambil batang kepala Toh Hun-ki dan
keempat Su-lo untuk bersama-sama Mawar Putih menhadap
ibunya diseberang laut.
Tetapi saat itu setelah mendengar penjelasan dari Kongsun
Sin-to, ia merasa menyesal. Apa yang hendak dilakukan itu,
terasa sukar. Maka menegurlah Kongsun Sin-to, "Liong-ji, rupanya
hatimu amat resah. Adakah karena memikirkan ibumu atau...."
Hati Siau-liong makin pilu. Air matanya berderai-derai
turun. Sejak kecil ia diasuh dan dididik Kongsun Sin-to. Dalam
perasaannya Kongsun Sin-to itu sudah seperti orang tuanya
sendiri. Pada saat mendengar bahwa mereka sudah tak
berjodoh atau sudah putus hubungan, apa lagi dirinya sudah
terkena racun Jong-tok dan hidupnya hanya tinggal setahun.
Maka pecahlah beteng pertahanan hatinya.
Ia menangis pilu dibawah kaki sang guru. Lalu menuturkan
apa yang telah dialaminya selama di dalam Lembah Semi,
diracuni Poh Ceng-in dan hidupnya yang hanya tinggal
setahun itu. Selesai mendengar, sambil mengurut jenggot Kongsun Sinto
berkata, "0, makanya ketika kuobati, kudapatkan semua
jalan darah ditubuhmu terdapat perobahan yang tak wajar.
Semula kukira akibat dari makan buah Im-yang-som dan
darah binyawak purba itu, kiranya...."
Tabib sakti itu menghela napas, ujarnya pula, "Memang
perempuan siluman itu benar. Setelah racun jong-tok itu
427 menyerap keseluruh jalan darah ditubuh, di dunia tiada
terdapat obatnya lagi. "
Ditatapnya wajah anak itu, mau berkata tetapi tak jadi.
Bermula Siau-liong masih mengandung harapan bahwa
gurunya itu tentu mampu mengobati. Tetapi melihat nada
kata2nya, habislah sudah harapan Siau-liong. Ia pun hanya
memandang pada Kongsun Sin-to dengan longong
kehampaan. Setelah merenung beberapa saat, Kongsun Sin-to berkata
pelahan-lahan, "Boleh dikata seluruh hidupku kuabdikan pada
ilmu pengobatan. Sekali pun tidak sesakti tabib Hoa To pada
Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jaman Sak Kok dahulu, tetapi kepandaianku termasuk jarang
terdapat tandingannya. Menurut pengetahuanku masih dapat
juga racun Jong-tok itu diobati, tetapi...."
Mendengar masih ada setitik harapan. seketika menyalalah
harapan Siau-liong.... Buru-buru ia mencurahkan seluruh
perhatiannya. "Karena perempuan siluman itu juga meminum racun,
maka racun Jong tok itu tentu terdiri dari dua jenis racun Im
dan Yang. Sekalipun engkau terpisah jauh sekali dengan dia,
tetapi apabila ada salah seorang yang mati, yang seorangpun
tentu ikut mati. Kecuali...."
"Kecuali bagimana?" Siau-liong mulai tegang perasaannya.
"Kecuali engkau minum habis darahnya!" sahut Kongsun
Sin-to, atau dengan gunakan darah anjing atau ayam hitam
untuk ,memikat darahnya, mengorek keluar hatinya lalu
memakannya mentah2. Hanya dengan jalan begitu, dapatlah
racun dalam tubuhmu itu hilang. Selain itu, tiada lain obat
yang dapat menyembuhkan lagi.
428 Siau-liong menghela napas rawan, "Sekalipun cara itu
dapat menyelamatkan jiwaku tetapi.... aku tak tega
menggunakannya...."
"Kutahu engkau tentu tak mau. Engkau berhati welas asih
sekali, ah.... semuanya terserah saja kepada nasibmu...."
Kongsun Sin-to berbangkit dan ayunkan langkah pelahanlahan
seraya berkata, "Kini engkau sudah dewasa. Segala apa
harus dapat menjaga diri sendiri. Dewasa ini Iblis Penakluk
dunia dan Dewi Neraka sedang berusaha untuk menguasai
dunia persilatan. Tokoh2 persilatan dari berbagai aliran dan
partai telah bersiap-siap menyusun kekuatan. Suatu
pertempuran antara golongan Putih dan Hitam pasti akan
terjadi, sesungguhnya...."
Ia berhenti sejenak menghela napas, ujarnya lebih lanjut,
"Pada umumnya mereka bertujuan hendak mendapatkan
harta pusaka terutama kitab pusaka tulisan Tio Sam-hong.
Siapa yang mendapatkan pusaka itu, dialah yang akan dapat
menguasai dunia persilatan!"
Timbullah pikiran Siau-liong. Separoh bagian dari Giok-pwe
itu masih berada ditangan suami isteri Iblis Penakluk-dunia
dan Dewi Neraka. Untuk merebutnya tentu sukar sekali.
Hidupnya hanya tinggal setahun. Segala kitab pusaka tak
berguna lagi baginya. Dan apabila separoh bagian Giok-pwe
yang disimpannya itu sampai jatuh ketangan Iblis Penakluk
dunia dan Dewi Neraka, bukankah akan hebat sekali akibatnya
bagi keselamatan dunia persilatan!
Seketika tergugahlah pikirannya. Serentak ia mengeluarkan
separoh Giok-pwe dari dalam bajunya lalu diserahkan kepada
Kongsun Sin-to.
429 "Oleh karena murid sudah terkena racun jong-tok, hidup
murid pun takkan lama. Sekalipun dapat merebut yang
separoh bagian lagi dan menemukan kitab pusaka ilmu sakti
Thian-kong-sin-kang, bagi murid pun sudah tak berguna lagi.
Oleh karena itu...." Dengan tahankan kepiluan hatinya, Siauliong
lanjutkan kata-katanya, "Hendak murid persembahkan
separoh bagian Giok-pwe ini kepada suhu, agar suhu dapat
memberikan kepada orang yang benar-benar berjodoh...."
Kongsun Sin-to tertawa gelak2, "Muridku, aku sudah cukup
puas karena telah memiliki salah satu ilmu sakti dari Panca
Sakti. Dan selama ini belum pernah kuunjukkan kesaktianku
itu di dunia persilatan. Begitupun dalam sisa hidupku yang tak
berapa banyak itu. takkan kutonjolkan kepandaianku itu. Maka
kitab pusaka Thian-kong sin-kang itu, juga tak penting bagiku.
Soal aku hendak menjadi lain orang untuk menjadi pewaris,
tak lain tak bukan hanyalah sekedar agar ilmu sakti Thian-jimsin-
kang itu jangan sampai lenyap ditanganku!"
Setelah mengetahui bahwa gurunya tak mau menerima
Giok-pwe, Siau-liong berkata, "Kalau begitu biarlah murid
pendam kitab pusaka itu selama-lamanya agar jangan ada
orang yang mengganggu usik!"
Tanpa menunggu persetujuan Kongsun Sin-to. Siau-liong
terus meremas Giok-pwe itu hingga hancur lebur, lalu dibuang
ke tanah. Siau-liong termenung-menung dalam kepekaan. Ia
tersenyum getir karena dapat menghamburkan kesesakan
dadanya. Ada dua sebab yang mendorongnya menghancurkan
separoh Giok-pwe itu. Pertama, dengan lenyapnya ilmu Thiankong-
sin-kang dalam kitab pusaka itu berarti ilmu sakti Thianjim-
sin-kang dari gurunya itu bakal merajai di dunia
430 persilatan.... Kedua, menjaga jangan sampai ilmu sesakti
Thian-kong sin-kang itu sampai jatuh ketangan orang yang tak
bertanggung jawab, misalnya Iblis Penakluk-dunia dan Dewi
Neraka. Setelah memandang beberapa jenak pada hancuran Giokpwe
yang berhemburan di tanah, Kongsun Sin-to menghela
napas, "Walaupun tindakanmu terdorong dari rasa
kesungguan tetapi membuat ilmu sakti terpendam selamalamanya
di tanah, merupakan perbuatan yang melanggar
hukum alam!"
Siau-liong diam tak menyahut. Saat itu malam makin larut.
Sisa lilin yang menerangi tempat itu sudah habis. Untung
rembulan memberi cukup penerangan. Guru dan murid duduk
saling berhadapan dalam suasana yang merawankan.
Tak berapa lama, Kongsun Sin-to berkata; "Siau-liong aku
akan berangkat!"
"Suhu, engkau...." Siau-liong tak dapat melanjutkan
kata2nya karena dicengkam oleh isak keharuan.
Belasan tahun ia berkumpul dengan guru yang tercinta itu.
Baru berjumpa lagi terus akan berpisah. Air mata anak itu
berderai-derai.
Dalam berkata-kata tadi. Kongsun Sin-to sudah tiba
diambang pintu. Ia berpaling dan tertawa tenang, "Di dunia
tiada perjamuan yang takkan bubar. Ada waktu berkumpul,
pun ada waktu berpisah. Sekalipun ikatan guru dan murid
sudah habis, tetapi bukan berarti kita takkan berjumpa lagi.
Siapa tahu...."
431 Entah bagaimana Kongsun Sin-to tak melanjutkan
kata2nya. Sekali bahunya bergetar, tabib sakti itu sudah
melayang keluar.
Ketika Siau-liong memburu keluar, ternyata gurunya itu
sudah lenyap. Dia terlongong-longong. Masih diingat-ingatnya
kata2 terakhir dari gurunya itu Siapa tahu.... ah, mengapa tak
dilanjutkan lalu terus pergi"
Angin berhembus dan keresahan pikiran Siau-liong pun
agak reda. Memandang kesekeliling, didapatinya biara itu
sudah rusak semua. penuh ditumbuhi semak rumput. Ia
segera melangkah keluar. Empat penjuru tegak berjajar
puncak gunung. Dia tak tahu saat itu berada dimana. Setelah
memeriksa bekalannya, kecuali separuh bagian Giok-pwe yang
telah dihancurkan. semuanya masih lengkap, antara lain peta
dan resep obat pemberian Jong Leng lojin, botol berisi pil dari
Poh Ceng-in dan kedok serta pakaian dari Pendekar Laknat.
Setelah termenung beberapa saat, akhirnya ia menyamar
lagi sebagai Pendekar Laknat, lalu ayunkan langkah. Ia tak
tahu yang akan dituju, langkahnya hanya ditujukan pada
puncak gunung yang paling rendah sendiri. Dari situ ia hendak
ke Siok-ciu. Menjenguk Toh Hun-ki dan rombongannya lalu
membelikan obat untuk Jong Leng lojin.
Menurut Perhitungannya, saat itu tepat kurang setahun
dengan pertengahan musim rontok tahun muka. Suatu hal
yang membuatnya menyadari betapa berhargalah waktu itu.
Setiap detik dan setiap saat, harus digunakan dengan sebaikbaiknya.
Riwayat dirinya yang menyedihkan ditambah pula dengan
peristiwa2 yang selalu merundung dirinya dengan kesialan dan
malapetaka. membuat hatinya serasa tertindih oleh sebuah
batu besar. 432 Sekonyong-konyong ia mengadah dan tertawa nyaring
sekali! Nadanya bergema menembus awan. Dalam malam
sunyi dan ditengah alam pegunungan yang lelap, tertawa itu
benar-benar menyerupai suara raksasa tengah mengumbar
tertawa.... Puas tertawa ia terus menyusur sepanjang hutan yang
panjang. Tiba-tiba ia terhenti. Cepat2 ia gunakan gerak Nagamelingkar-
18 kali, melayang ke atas sebatang pohon setinggi
beberapa tombak.
Tak berapa lama tampak beberapa sosok bayangan lari
mendatangi. Dari atas pohon dapatlah Siau-liong melihat
dengan jelas. Orang2 itu mengenakan pakaian persilatan dan
menghunus senjata. Begitu tiba di tepi hutan mereka berhenti
lalu berjalan pelahan-lahan masuk ke dalam hutan. Sikap
mereka seperti menghadapi seorang musuh berbahaya.
Salah seorang dari kawanan orang itu, berseru:.... "Aneh!
Mengapa mendadak hilang?"
"Sekalipun ilmu meringankan tubuhnya hebat sekali tetapi
tak mungkin ia dapat terbang kelangit!" sahut kawannya.
"Setiap jalan keluar dari lembah, telah dijaga ketat. Karena
dari kawan2 kita tiada memberi tanda apa2, tentulah orang itu
masih berada dalam hutan ini. Hayo, kita cari lagi yang teliti."
kata orang yang pertama tadi....
"Huh, tahukah kalian siapa orang yang hendak kita tangkap
itu" kalau nada suara tertawanya, tentulah Pendekar Laknat.
Momok itu amat ganas sekali. Lebih baik kita lapor saja pada
Iblis Penakluk-dunia dan Dewi Neraka!"
433 Kawan-kawannya menyetujui. Mereka segera berputar
tubuh terus lari keluar hutan. Siau-liong hendak loncat turun,
tetapi tiba-tiba dari belakang terdengar kesiur angin tajam
menyambar dirinya.
Siau-liong terkejut sekali. Itulah serangan gelap dari suatu
senjata rahasia. Dengan ilmu Thing-hong-pian-wi atau
Mendengar-suara-menentukan-letak, cepat ia gerakkan tangan
kirinya dan berhasillah ia menjepit sebuah senjata rahasia
dengan dua buah jari!
Tetapi seketika ia melongo. Ternyata yang dijepit itu
bukanlah senjata rahasia, melainkan sehelai daun yang kering.
Pada saat ia kesima, telinganya terngiang suara orang
tertawa pelahan. Cepat ia memandang ke arah suara tertawa
itu dan dapatkan pada puncak sebatang pohon setinggi lima
tombak duduk dengan rapi seorang rahib berjubah kuning.
Sepasang mata rahib itu berkilat-kilat memancar ke arah Siauliong.
Dari jarak lima tombak dapat melontarkan sehelai daun
kering menjadi seperti senjata rahasia dan gerakan daun
kering itu dapat menimbulkan desis angin yang begitu tajam,
benar-benar suatu ilmu kesaktian yang bukan olah-olah
hebatnya! Tetapi masih ada lagi hal yang membuat Siau-liong lebih
terkejut. ialah suara ketawa rahib itu. Tertawa itu
kedengarannya pelahan dan lirih tetapi nyatanya telinga Siauliong
seperti mau pecah
Rahib itu hentikan tertawanya, berseru, "Apakah engkau
Pendekar Laknat?"
"Ya, akulah!" sahut Siau-liong.
434 "Berapakah umurmu sekarang?" tanya rahib itu pula.
Siau-liong tertegun. Hampir ia tak dapat menjawab
pertanyaan itu. Karena ia memang tak tahu umur Pendekar
Laknat itu. Setelah meragu beberapa saat, ia menyahut agak
tersendat, "Perlu apa harus menghitung umur, pokok aku
sudah tua sekali!"
Tiba-tiba ia teringat. Sebagai Pendekar Laknat ia harus
membawa sikap yang sesuai. Maka setelah mejawab, iapun
terus tertawa mengekeh.
Karena terpisah pada jarak lima tombak, ia tak dapat
melihat jelas wajah dan sikap rahib itu. Tetapi ia dapat melihat
bagaimana tajam kilat mata rahib itu memancarkan sinar.
"Engkau hendak membanggakan ketuaanmu
dihadapanku?" bentak rahib itu.
Siau-liong tertawa lepas, sahutnya, "Tidak, tidak!"
Rahib tua itu tidak marah melainkan tertawa dalam,
"Apakah engkau juga hendak mencari pusaka itu?"
Siau-liong tertegun. pikirnya, "Menurut nada katanya,
tentulah dia datang untuk mencari pusaka itu. Tetapi dia tentu
tak mungkin mengira bahwa peta pusaka itu telah
kuhancurkan sehingga pusaka itu akan terpendam selamalamanya!"
Maka tertawalah ia dengan dingin, "Aku seorang tua
bangka yang sudah menjelang masuk kubur. Segala harta
pusaka di dunia tak mungkin menggerakan hatiku lagi...."
435 Tiba-tiba rahib tua itu berteriak pelahan dan tahu2
tubuhnya dalam keadaan tetap duduk melayang kebatang
pohon dihadapan pohon tempat Gak Lui.
Caranya rahib melayang itu tak ubah seperti sekuntum
awan yang 'terbang' melayang tertiup angin.
Siau-liong terbeliak. Pikirnya, "Ah, ternyata di dunia ini
memang penuh dengan orang sakti. Di atas gunung terdapat
awan dan di atas awan masih terdapat langit yang luas...."
Pada saat ia masih tercengang, tiba-tiba rahib itu
membentaknya, "Kalau tak mencari pusaka, perlu apa engkau
datang kemari?"
Siau-liong tertawa hambar. Tanpa menyahut apa yang
ditanyakan, ia berkata, "Pusaka itu tak mudah didapat!"
Rahib tua tersenyum, "Sukar atau tidak, asal benar-benar
di dunia ini terdapat pusaka itu, aku tentu dapat
menemukannya!"
Nadanya penuh dengan keyakinan atas kemampuannya.
Walaupun dahinya berhias keriput usia tua tetapi matanya
masih bersinar terang, seri wajahnya pun masih berseri.
Terutama ketika tertawa, tampak dua baris giginya yang putih
mengkilap. Sepintas pandang memang sukar untuk menaksir
umurnya. Lebih2 tak mudah untuk mcngetahui asal-usul
dirinya.... Sejenak tertegun, berkatalah Siau-liong; "Untuk mencari
pusaka itu. Pertama-tama. harus dapat memperoleh sepasang
Giok-pwe.... Giok-pwe itu merupakan peta dari tempat
penyimpanan pusaka. Sengaja dijadikan dua buah Giok-pwe
Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
436 agar orang sukar untuk mengumpulkan. Tanpa peta dari Giokpwe
itu tak mungkin engkau tahu tempat pusaka itu!"
"Kalau begitu akan kucari kedua Giok-pwe itu lebih dulu
baru nanti mencari pusaka!" kata si rahib tua. Dari kerut
dahinya menampilkan sinar kemauan ambisi yang besar.
Diam-diam Siau-liong muak melihat wajah rahib itu.
Setelah sejenak mengeliarkan pandang matanya, rahib itu
berkata dengan lembut, "Apakah engkau sungguh2 tahu jelas
bahwa peta itu terbagi menjadi dua buah Giok-pwe?"
Diam-diam Siau-liong mendapat kesimpulan bahwa rahib
itu memang tak tahu sama sekali tentang Giok-pwe. Tetapi
disamping itu iapun diam-diam menertawakannya karena tak
mungkin lagi orang dapat mencari Giok-pwe itu. Yang satu
telah dihancurkannya!
"Ya," sahutnya.
"Tahukah engkau ditangan siapakah Giok-pwe itu
sekarang?" tanya sirahib dengan lembut.
Tergerak hati Siau-liong, serunya. "Yang separoh bagian
berada ditangan Iblis penakluk-dunia dan Dewi Neraka!"
"Iblis penakluk-dunia.... Dewi Neraka...." rahib tua itu
berkata seorang diri.
Kemudian ia tersenyum, "Itu mudah, akan kutanyakan
kepada mereka!"
Melihat betapa yakin dan congkak sikap rahib tua itu, diamdiam
Siau-liong geli dalam hati.
"Dan yang separoh lainnya?" tiba-tiba rahib itu bertanya.
437 Siau-liong tertawa keras, "Yang separoh bagian itu....
mungkin sukar dicari!"
Seketika membesilah wajah sirahib tua. Serunya dengan
kurang senang, "Mengapa sukar dicari?"
"Mungkin sudah dihancurkan orang!"
Rahib itu tertegun. Tiba-tiba ia juga tertawa keras, "Tolol!
Siapa yang memiliki benda itu tak mungkin rela
menghancurkan!"
Siau-liong hanya ganda tertawa terus.
"Tutup mulutmu...." bentak sirahib.
Siau-liong tertegun dan hentikan tertawanya. Tampak rahib
itu tengah pasang telinga. Pun telinga Siau-liong yang tajam
segera mendengarkan suara orang berjalan dari kejauhan.
Tak berapa lama, berpuluh-puluh sosok bayangan
menerobos ke dalam hutan. Jumlahnya tak kurang dari empat
sampai lima puluh orang.
Rahib tua mengicupkan ekor mata kepada Siau-liong dan
tertawa, "Tuh, Dewi Neraka dan Iblis Penakluk-dunia telah
datang." Siau-liong hanya tertawa dingin. Dipandangnya kawanan
orang yang datang itu. Ternyata dua orang yang memimpin
rombongan itu adalah Iblis penakluk-dunia dan Dewi Neraka
sendiri. Tetapi Soh-beng Ki-su dan Poh Ceng-in tak tampak
ikut serta. 438 Tak berapa lama rombongan Iblis penakluk-dunia itu tiba
diluar hutan. Iblis penakluk-dunia bertanya kepada salah
seorang anak buahnya, "Apakah kalian tak salah dengar?"
Orang itu tersipu-sipu menyahut, "Hamba mendengar jelas,
suara tertawa itu adalah tertawa Pendekar Laknat!"
Iblis penakluk-dunia memberi isyarat. Rombongan anak
buahnya segera pencar diri, mengepung hutan itu.
Beberapa saat kemudian, Iblis penakluk-dunia berteriak
nyaring "Hai tua bangka Laknat! Lekas keluar! Tak mungkin
engkau mampu lolos lagi!"
Bentakan itu nyaring sekali sehingga daun-daun pohon
sama bergetaran.
Memandang Siau-liong, rahib tua itu tertawa, "Mari...."
tahu-tahu tubuhnya yang sedang duduk bersila di atas puncak
pohon, terbang melayang keluar hutan.
Iblis penakluk-dunia dan Dewi Neraka mengira kalau yang
muncul itu Pendekar Laknat. Buru-buru mereka lari
menghampiri. Begitu Pendekar Laknat belum sempat berdiri di
tanah, mereka hendak mendahului menyerangnya.
Tetapi ketika melihat yang muncul itu bukan Pendekar
Laknat, mereka terbelalak kaget. Iblis penakluk-dunia
menyurut mundur lima langkah. Mata menatap rahib tua itu
dan serentak ia mengangkat kedua tangan memberi hormat.
"Ah, aku telah keliru menerima laporan dari anak buah.
Ternyata sin-ni yang berkunjung!" serunya dengan hormat.
"Ih, engkau masih kenal aku?" seru rahib itu tertawa
gembira. 439 "Sin-ni termasyur diempat samudera. Walaupun sudah
berpuluh tahun tak berjumpa tetapi aku tak pernah melupakan
sin-ni!" buru-buru Iblis-penakluk-dunia berseru.
Sin-ni artinya rahib sakti.
Siau-liong yang masih bersembunyi di atas pohon, diamdiam
terkejut. Segera ia menyadari bahwa rahib itu adalah
rahib sakti To Teng yang dikatakan gurunya (Kongsun Sin-to).
Rahib yang memiliki ilmu sakti Tek-ki-sin-kang, salah sebuah
ilmu sakti dari Panca Sakti.
Kongsun Sin-to dengan ilmu sakti Thiau-jim-sin-kang.
Randa Busan dengan Ya-ih-sin-kangnya, Jong Leng lojin
dengan Jit-hua-sin-kang serta rahib sakti dari Lamhay dengan
Cek-ci-sin-kang. Merupakan empat datuk dari Panca Sakti.
Yang masih kurang adalah Thian-kong-sin-kang, ilmu sakti
yang masih terpendam dalam suatu tempat seperti terlukis
pada peta pusaka Giok-pwe. Mungkin ilmu sakti Thian-kongsin-
kang itu tak mungkin didapat orang lagi untuk selamalamanya!.
seperti terlukis pada peta pusaka Giok-pwe. Dan mungkin
ilmu sakti Thian-kong-sin-kang itu tak mungkin didapat orang
lagi untuk selama-lamanya....
Sambil tersenyum rahib tua itu memandang Dewi Neraka,
tegurnya, "Apakah selama ini kalian baik-baik saja?"
"Terima kasih, berkat restu sin-ni kami berdua tak kurang
suatu apa", sahut kedua suami istri Iblis penakluk-dunia.
Setelah berdiam beberapa saat, Iblis penakluk-dunia cobacoba
menyelidiki, tanyanya, "Sudah berpuluh tahun sin-ni
mensucikan diri digunung Bu-ih-san, tetapi kali ini...."
440 Lam-hay-sin-ni tertawa mengekeh, "Kabarnya kitab pusaka
yang ditulis Tio Sam-hong telah diketahui orang terpendam
dalam Lembah Semi dipegunungan Tay-liang-san sini.
Benarkah itu?".
Iblis penakluk-dunia kerutkan alis. "Kudengar juga begitu".
"Dan orang mengatakan pula bahwa separoh dari Giok-pwe
itu berada ditanganmu, apakah benar?"
Iblis penakluk-dunia berdiam beberapa saat, lalu berkata
tersendat-sendat; "Ini....".
"Bilanglah!" tiba-tiba rahib sakti dari Lam-hay itu berubah
wajahnya. Buru-buru Iblis penakluk-dunia tertawa, "Benar, tetapi yang
separoh lagi....".
Lam-hay-sin-ni maju selangkah, "Yang separoh itu, nanti
akan kuusahakan sendiri. Yang berada padamu. lekas berikan
kepadaku!"
Sesungguhnya wajah Iblis penakluk-dunia sudah mendelik
seperti dicekik setan. Tetapi dia tetap paksakan diri tertawa
kecut, "Ini.... ini...."
"Hm, tidak mau memberikan?" wajah rahib sakti mengkerut
gelap. Sepasang alis Iblis-penakluk-dunia makin merapat. Tibatiba
ia melirik kepada isterinya lalu tertawa-tawa, "Karena sinni
menghendaki, sudah tentu akan kuberikan, tetapi...." ia
berhenti sejenak, lalu, "Giok-pwe itu sesungguhnya tak berada
padaku melainkan disimpan dalam sebuah tempat rahasia di
441 Lembah Semi. Adakah sin-ni bersedia bersama kami
mengambil kesana atau sin-ni sendiri yang akan
mengambilnya?"
Dengan mata berkilat berserulah rahib sakti itu tajamtajam,
"Bukankah kalian bermaksud hendak menipu aku?"
"Sin-ni adalah satu-satunya lo-cianpwe dunia persilatan
yang paling kuindahkan. Masakan aku berani berbuat kurang
ajar terhadap sin-ni?". buru-buru Iblis penakluk-dunia
menyanggapi. Wajah Lam-hay-sin-ni berseri girang, "Baik, aku akan ikut
kalian mengambilnya!"
Iblis-penakluk-dunia tertawa sinis, "Kalau begitu silahkan
sin-ni ikut kami!"
Bersama isterinya, Iblis penakluk- dunia segera berputar
diri dan ayunkan langkah.
Rombongan pangawal suami isteri Iblis-penakluk-dunia pun
segera memberi isyarat kepada sekalian anak buah Lembah
Semi untuk kembali ke dalam lembah.
Rahib sakti dari Lam-hay mengikuti di belakang Iblis
penakluk-dunia dan Dewi Neraka dengan wajah berseri girang.
Tetapi ketika rombongan Iblis penakluk-dunia itu baru
berjalan beberapa langkah, tiba-tiba terdengar suara
bentakan. "Berhenti....!"
Iblis penakluk-dunia berhenti seraya balas membentak
marah, "Siapa!"
442 Dari balik sebatang pohon di tepi jalan muncul dua orang.
Iblis penakluk-dunia dan rombongannya terkejut sekali.
Bahkan Siau-liong yang masih bersembunyi di atas pohon pun
tersentak kaget sehingga hampir terpelanting jatuh.
Ternyata kedua orang yang muncul dari balik pohon itu
adalah Randa Busan dan puterinya.
Dengan lincah dara baju hijau itu mengikuti di belakang
ibunya. Jelas lukanya ketika bertempur dengan Siau liong
tempo hari, sudah sembuh.
Teringat seketika Siau-liong akan pertempurannya dengan
dara itu. Betapa gemas dan mati-matian dara itu
menyerangnya ketika menganggap Siau-liong itu Pendekar
Laknat. "Hm, mengapa dia begitu membenci kemati-matian kepada
Pendekar Laknat" diam-diam Siau-liong menimang. Begitu
juga ia masih teringat pada saat dalam keadaan sadar tak
sadar karena menderita luka dan dibawa Mawar Putih ke
pondok janda itu, samar2 ia mendengar janda itu berkata
dengan geram "Hm, Besok pada pertengahan musim rontok
tahun depan, takkan kuampuni jiwamu lagi...."
Siau-liong pun teringat akan pesan dari tulisan Pendekar
Laknat yang diguratkan pada dinding gua. Dalam pesan itu,
Pendekar Laknat memintanya supaya mewakili datang
kepuncak Sin"li"hong gunung Busan guna memenuhi
undangan pada pertengahan musim rontok tahun depan.
Tak tahu Siau-liong undangan apa yang dimaksud oleh
Pendekar Laknat itu. Yang jelas tentu undangan untuk
mengadu kesaktian. Tetapi mengadu kesaktian dengan siapa"
443 Pikiran Siau-liong melayang lebih lanjut. Ia teringat, pada
waktu berada di Lembah Maut, Soh-beng Ki-su pernah
mengatakan bahwa Mawar Putih telah ditolong oleh seorang
perempuan baju hitam. Oleh karena Mawar Putih
membawanya dirinya kepondok janda itu, apakah tidak
mungkin perempuan baju hitam yang dimaksud Soh-beng Kisu
itu bukan Randa gunung Busan itu"
Tetapi mengapa yang muncul dihutan situ hanya sijanda
dan puterinya" Dimanakah Mawar Putih sekarang" Apakah
dara itu disuruh jaga pondok atau sudah pergi kelain tempat
lagi" Sebelum semua pertanyaan yang menghuni benak Siauliong
itu terjawab. tiba-tiba Randa Busan kedengaran berseru
kepada rombongan Iblis pe-nakluk-dunia, "Apa kenal pada
kami ibu dan anak?"
Belum Iblis-penakluk-dunia sempat menyahut, Lam-hay
Sin-ni sudah melangkah maju dan membentak
"Tidak kenal! Lekas enyah!"
Randa Busan tertawa dingin, serunya, "He, rupanya engkau
cepat-cepat menjadi jompo!"
Sekali mengangkat tangan kirinya, Randa Busan menampar
pelahan-lahan sebuah batu besar yang berada dimukanya,
Tamparan itu pelahan sekali dan batu itupun tampaknya tak
kurang suatu apa. Tetapi ketika Randa Busan menyepak
dengan kaki kanannya, batu besar itu sudah berguguran
remuk bubuk....
Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka terkejut bukan
kepalang. 444 Lam hay Sin-ni pun belalakkan kedua matanya dan
melengking tajam, "Ye-ih-sin-kang...."
Randa Busan tersenyum, "Sekarang sudah kenal padaku?"
Lam-hay Sin ni tercengang-cengang, serunya, "Ye li, Thianjim
dan Jit-hua-sin-kang. Bukankah sudah lama lenyap dart
dunia persilatan" Engkau...."
Randa Busan menghela napas, "Kecuali Thian-kong-sinkang,
keempat ilmu sakti itu masih terdapat di dunia
persilatan...."
Tiba-tiba rahib sakti itu membentak, "Kalau begitu
engkau.... ,engkau juga hendak mencari pusaka itu!"
"Untuk apakah itu?" Randa Busan heran. Randa Busan
membentak, "Aku tak mencari pusaka, tetapi pun tak
mengijinkan orang untuk mencarinya!"
"Mengapa?" tanya Lam-hay Sin-ni heran.
Bentak Randa Busan pula, "Kukatakan sebabnya pun
engkau takkan mengerti.... Hanya saja...."
Tiba-tiba ia alihkan pertanyaan, "Mengapa engkau bersama
mereka!" Lam-hay Sin-ni merenung sejenak lalu menyahut, "Engkau
tak perlu mengurus!"
Tiba-tiba Randa Busan tertawa panjang. Nadanya dingin
sinis. Beberapa saat kemudian baru ia berhenti lalu berkata,
"Sebenarnya aku memang tak perlu mengurus. Tetapi aku tak
tega melihat engkau kesana mengantar kematian. Janganlah
engkau hanya mengandalkan ilmu saktimu Cek-ci-sin-kang tak
445 ada yang menandingi. Tanggung engkau bisa pergi kesana
tetapi jangan harap bisa kembali...."
Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Randa dari Busan itu menghela napas rawan lalu berkata
pula "Jong Leng lojin itu salah satu contoh!".
Mata Lam-hay Sin-ni terbeliak, "Siapakah Jong Leng lojin
itu?" Sahut Randa Busan dingin2, "Pewaris dari ilmu sakti Jit-hua
sin-kang!"
Terdiam sejenak Lam-hay Sin-ni tertawa; "Memang lama
sekali aku menyembunyikan diri. Beberapa peristiwa memang
tak kuketahui".
"Tetapi mengapa mencari pusaka engkau bisa
mengetahui?" tegur Randa Busan.
Wajah rahib dari Lam-hay mengerut gelap. Tampaknya
hendak marah. Dipandangnya randa dari Busan itu lalu diam
lagi. Suami isteri Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka yang
sejak tadi hanya mendengar saja. Merasa saat itu mendapat
kesempatan baik. Buru-buru Iblis penakluk-dunia menjurah
memberi hormat kepada Randa Busan.
"Ucapan nyonya tadi ada beberapa bagian yang tak
kumengerti. Tetapi kami suami isteri berdua sungguh merasa
beruntung sekali karena hari ini dapat melihat wajah nyonya,
salah seorang pewaris dari ilmu Panca Sakti!"
Habis berkata, bersama isterinya ia memberi hormat lagi
kepada Randa dari Busan itu.
446 Muak tampaknya Lam-hay Sin-ni melihat tingkah laku
kedua suami isteri itu. Ia mendengus dingin.
Iblis-penakluk-dunia segera berputar diri menghadap Lamhay
Sin-ni, "Kitab pusaka peninggalan Tio Sam-hong,
merupakan benda yang sangat diincar oleh ribuan kaum
persilatan. Untuk menghormat kepada Sin-ni, kami berdua rela
menyerahkan peta Giok-pwe itu kepada Sin-ni, te-tapi...." Ia
berhenti lalu berpaling ke arah Randa Busan, dengan muka
cemas, katanya, "Tetapi kami pun amat menghormat juga
kepada wanita pewaris Ye-li-sin-kang ini. Oleh karena itu kami
merasa bingung, hendak kami serahkan kepada siapakah peta
Giok-pwe itu...."
Randa Bu-san menatap tajam pada Iblis penakluk-dunia
lalu membentaknya, "Huh, licik sekali siasatmu!"
Tiba-tiba Lam-hay Sin-ni maju selargkah kemuka Randa
Busan lalu membentaknya geram, "Engkau kira dengan ilmu
Ya-li-sin-kangmu itu dapat menggertak aku" Kitab pusaka itu
setiap hidung tentu menginginkan. Jika tidak karena kitab
pusaka itu, perlu apa engkau datang kemari".... huh, engkau
anggap aku orang tolol!"
Rahib itu serentak bersiap seperti hendak menyerang.
Randa Busan tertawa dingin lalu berkata kepada Iblis
penakluk-dunia, "Jika saat ini aku benar-benar melayani dia
berkelahi, bukankah sesuai dengan tujuan hatimu...." Wanita
dan Busan itu gentakkan kakinya ke tanah dan menghela
napas lalu berkata seorang diri, "Untung atau celaka itu,
memang sudah suratan takdir.... perlu apa aku bersitegang
hendak melanggar Kodrat alam untuk mempertahankan nasib
orang?" 447 Dara baju hijau yang sejak tadi selalu berada disisi ibunya,
saat itu segera mengajak ibunya pergi.
Randa Busan mengangguk, "Baiklah, biar mereka ramairamai
sendiri!" "ia terus berputar diri lalu melangkah pergi.
Setelah bayangan ibu dan anak itu lenyap Lam-hay Sin-ni
tiba-tiba tertawa keras.
Apa yang telah terjadi tadi, Siau-liong dapat melihat jelas.
Diam-diam ia mencemaskan keselamatan rahib dari Lam-hay
itu. Walaupun rahib itu memiliki ilmu sakti Cek-ci-sin-kang
tetapi ia tentu tak dapat menghadap kelicikan kedua suami
isteri iblis. Apalagi Siau-iong mendapat kesan bahwa rahib itu
tampaknya seperti seorang yang ketolol-tololan.
Teringatlah saat itu Siau-liong akan Jong Leng lojin yang
dipenjara dibawah tanah oleh Iblis penakluk dunia dan Dewi
Neraka. Kedua kaki orang tua sakti itu diikat dengin rantai
besi.... Jika Lam-hay Sin-ni masuk ke dalam Lembah Semi,
kemungkinan besar nasibnya tentu akan serupa dengan Jong
Leng lojin! Ngeri seketika Siau-liong membayangkan hal itu. Ia
bingung apakah saat itu ia harus bertindak mencegah
perbuatan Iblis penakluk-dunia dan Dewi Neraka yang hendak
mencelakai rahib Lam-hay. Ataukah ia tinggal diam saja.
Belum sempat ia mendapat keputusan, tiba-tiba dari ujung
tikungan gunung jauh disebelah muka tampak tiga sosok
benda warna biru meluncur ke udara.
448 Dan cepat laksana anak panah meluncur, beberapa sosok
tubuh manusia berhamburan tiba terus menyerbu Iblis
penakluk-dunia dan isterinya.
--oooo0dw0ooo--
PEREBUTAN GIOK-PWE
Pada saat Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka sedang
mengipikan rencananya untuk menjebak Lam-hay Sin-ni akan
berhasil, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh munculnya
beberapa sosok bayangan itu.
Cepat sekali beberapa orang itu sudah tiba dihadapan Iblispenakluk-
dunia. Ternyata mereka berjumlah empat orang,
mengenakan pakaian ringkas, menyanggul senjata
dipunggung. Keempat orang itu memberi hormat kepada Iblis-penaklukdunia.
Salah seorang segera berkata, "Memberi laporan
kepada bapak pemimpin, pada beberapa tempat diluar
gunung, diketemukan jejak musuh!"
"Apakah sudah diselidiki orang2 dari mana?" tanya Iblispenakluk-
dunia. "Kebanyakan kami dan para anak buah tak kenal mereka.
Tetapi diantaranya terdapat ketua Siau-lim-pay paderi Ti Gong
ketua Kong-tong-pay Toh Hun-ki, ketua Kay-pang To Kiu-kong
dan lain-lain. Dan lagi...."
Anak buah Lembah Semi itu berhenti sejenak, lalu
melanjutkan keterangannya, "Menurut penyelidikan yang kami
peroleh, kali ini rombongan musuh dipimpin oleh imam tua
Ceng Hi, ketua Kun-lun-pay yang lama!"
449 Iblis Penakluk - dunia berpaling dan tersenyum kepada
isterinya, "Sungguh tak meleset dugaanku. Hidung kerbau tua
Ceng Hi itu dengan mengandalkan dirinya pada 20 tahun jang
lalu pernah menghalau kita berdua dari Tiong-goan, sekarang
keluar lagi dari pertapaannya...."
Iblis itu menengadah ke atas dan tertawa gelak2 lalu
berkata pula. "Tetapi sekarang tidak sama dengan 20 tahun
jang lalu. Aku mempunyai rencana untuk menghancar
leburkan barisan mereka.... asal pemimpin sudah remuk,
pastilah yang lain-lain runtuh nyalinya dan partai2 persilatan
itu tentu tak berarti lagi bertingkah hendak menentang aku!"
Anak buah Lembah Semi itu menunggu sampai Iblis
penakluk-dunia selesai berkata. Setelah itu barulah ia berkata
lagi dengan nada gentar, "Saat itu disekeliling gunung Tayliang-
san telah dikepung musuh. Walaupun kami telah
mengadakan hubungan dengan posisi penjagaan "yang
tersebar dalam jarak 10 li dari gunung. Tetapi tetap tak dapat
mengetahui berapakah jumlah musuh yang datang itu!"
Iblis-penakluk-dunia tertegun. Pada lain saat ia tertawa
nyaring, "Apa guna mengandalkan jumlah banyak?"
Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara teriakan
menggemuruh. Teriakan dari suatu penyerbuan.
Iblis-penakluk-dunia kerutkan alis lalu memberi perintah,
"Kasih tahu pada orang dimuka, jangan melawan...."
Orang itu mengiakan lalu bersama keliga kawannya segera
melesat pergi. Iblis-penakluk-dunia membisiki beberapa patah kata
kedekat telinga isterinya. Kemudian ia berpaling ke belakang
450 dan memanggil kepada seorang pengawalnya, "Kasih tahu
pada semua penjaga diluar gunung dan pos2 penjagaan di
lembah, supaya masuk semua ke dalam lembah!"
Dengan memimpin belasan anak buah, orang itu pun
segera berangkat melakukan perintah.
Saat itu Siau-liong hanya terpisah 10-an tombak dari Iblispenakluk-
dunia. Apa yang dilakukan iblis itu, diketahui semua.
Ia merasa girang tetapi pun cemas. Girang karena dunia
persilatan masih timbul gerakan lagi untuk menumpas Iblis
penakluk-dunia. Bahkan imam Ceng Hi yang Sudan
mengasingkan diri bertapa selama 20 tahun, juga ikut serta
dalam gerakan itu. Dengan begitu kekuatan mereka tentu
lebih besar. Tetapi ia cemas karena Iblis-penakluk-dunia dan Dewi
Neraka itu licin sekali dan banyak tipu muslihat. Keadaan
Lembah Semi sangat berbahaya, penuh dengan alat-alat
jebakan. Dan Iblis penakluk-dunia pun sudah sumbar bahwa
kali ini Ceng Hi totiang tentu akan dihancurkan. Jika hal itu
terjadi, memang dunia persilatan takkan terdapat pengganti
tokoh yang sesuai untuk memimpin gerakan pembasmian itu!
Saat itu gemuruh teriakan serbuan tadi sudah berhenti.
Memandang jauh kemuka, ia melihat sekelompok bayangan
hitam berhamburan menyerbu ke dalam lembah.
Tiba-tiba Iblis-penakluk-dunia memberi hormat kepada
Lam-hay Sin-ni, ujarnya, "Aku masih mempunyai lain urusan.
Apakah Sin-ni suka masuk sendiri ke dalam lembah?"
Lam-hay Sin-ni tertawa mengekeh, "Ah lebih baik kutunggu
disini sambil melihat-lihat saja!"
451 Dengan ucapan itu jelas Lam-hay Sin-ni tak mempunyai
selera untuk mencampuri urusan yang terjadi di Lembah Semi.
Iblis-penakluk-dunia tertawa kecewa lalu lari menuju ke
arah tempat yang diserbu musuh itu. Kawanan pengawalnya
pun segera mengikuti dengan ketat.
Rombongan pendatanq itu terdiri dari belasan orang.
Mereka hentikan jalannya ketika melihat Iblis-penakluk-dunia,
lalu berjalan menghampiri pelahan-lahan.
Dari atas Golok Yanci Pedang Pelangi 5 Bakti Pendekar Binal Karya Khu Lung Pendekar Gelandangan 8