Pencarian

Pendekar Laknat 9

Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong Bagian 9


metar tubuhnya. Dengan susah
mereka mengangkat sepasang tangannya untuk menghantam
Siau-liong. Siau-liong pejamkan mata. Dadanya berombak naik turun.
Rupanya dia seperti pelita kehabisan minyak. Hanya tinggal
tunggu saat saja.
Jumlah korban yang jatuh dalam pertempuran itu cukup
banyak. Pihak Iblis-penakluk-dunia hanya kehilangan belasan
anak buah yang mati. Tetapi anggauta barisan yang dipimpin
Harimau Iblis dan Naga terkutuk masih utuh. Satu pun tak ada
yang menjadi korban.
Sedang difihak orang gagah, tak kurang dari dua tiga ratus
yang binasa. Ceng Hi totiang tak dapat berbuat apa2. tak mungkin lagi ia
dapat memimpin pertempuran lagi. Saat itu pertempuran
sudah mencapat detik2 yang kritis. Iblis-penakluk-dunia dan
Dewi Neraka pasti akan memperoleh kemenangan besar.
599 Pada saat pukulan Jong Leng lojin dan Lam-hay Sin-ni
serempak akan melanda Siau-liong, sekonyong-konyong Iblispenakluk-
dunia bersuit nyaring. Rupanya suitan itu merupakan
sebuah pertandaan karena nyatanya Jong Leng lojin dan Lamhay
Sin-ni serempak menarik pulang pukulannya lalu loncat
kembali ke kereta Iblis-penakluk-dunia.
Pertempuran yang dahsyat seketika berhenti. Beberapa
anak buah Iblis-penakluk-dunia pun segera kembali ketempat
masing-masing. Sambil tertawa nyaring, tiba-tiba Iblis-penakluk-dunia
ayunkan cambuknya. Lam-hay Sin-ni dan Jong Leng lojin
segera menarik kereta. Kereta pun meluncur pesat sekali.
Saat itu Ceng Hi totiang sudah ditolong oleh dua orang
imam kecil. Dia terkejut menyaksikan tindakan Iblis-penaklukdunia.
Toh Hun-ki dan keempat Su-lo dari partai Kon-tong-pay,
ketua Kay-pang To Kiu-kong dan beberapa tokoh persilatan,
sudah tak keruan rupanya. Dengan berlumuran darah mereka
paksakan diri untuk menghampiri Siau-liong.
Lu Bu-ki sitinggi besar yang menjadi pemimpin kaum Rimba
Hijau daerah selatan, pelahan-lahan mengangkat bangun
Siau-liong seraya berseru memanggil, "Pendekar Laknat!
Pendekar Laknat....!"
Siau-liong masih sadar pikirannya. Pelahan-lahan ia
membuka mata dan menghela napas. Tetapi begitu melihat
kereta Iblis-penakluk-dunia meluncur, tiba-tiba Siau-liong
menggembor keras lalu loncat bangun.
600 "Huak".... belum berdiri tegak ia sudah muntah darah dan
terkulai rubuh lagi.
Iblis-penakluk-dunia ayunkan cambuknya lagi dan
keretapun berhenti tepat dimuka Siau-liong. Sambil
memandang kesekeliling dengan wajah berseri puas, Iblis -
penakluk-dunia lalu menudingkan dengan cambuk kepada
Siau-liong, bentaknya; "Tua bangka Laknat!"
Siau-liong berusaha untuk menggeliat dan paksakan diri
memandang ke arah kereta lalu tersenyum dingin dan
kemudian pejamkan mata tak mau menyahut.
Iblis-penakluk-dunia tertawa meloroh, serunya, "Laknat
tua! Saat ini asal aku memberi perintah, engkau tentu mati....
tahukah engkau apa sebab aku tak mau membunuhmu!"
Semula Siau-liong menduga kedatangan kereta Iblispenakluk-
dunia itu tentulah hendak membunuhnya atau paling
tidak tentu akan menawannya. Tentulah iblis itu hendak
menjadikan dirinya seperti Jong Leng lojin dan Lam-hay Sin-ni.
Maka diam-diam dia kerahkan tenaga dalam untuk bersiap
menghadapi tindakan lawan. Dia telah bertekad hendak
mengadu jiwa. Tetapi ketika mendengar kata2 si iblis,
terkesiaplah ia.
Sekalipun terluka parah tetapi kesadaran pikirannya masih
belum lenyap. Saat itu dengan dipapah oleh Lu Bu-ki dan Ton
Hun-ki ia berusaha duduk.
Melihat Siau-liong sudah begitu lemah, Iblis-penakluk-dunia
tertawa nyaring, "Laknat tua, ketahuilah bahwa jiwamu sudah
tergantung ditanganku. Membunuhmu atau menjadikan
engkau kaki tanganku, terserah pada kemauanku. Tetapi aku
601 dapat memberi pengecualian kepadamu. Tahukah engkau apa
sebabnya?"
Diam-diam tergerak juga hati Siau-liong. Kalau menilik
keganasan iblis itu, tentulah ia sudah dibunuh. Dan apa pula
sebabnya iblis itu tak menyebut-nyebut tentang peta Giok-pwe
lagi" Adakah dia sudah tahu kalau kitab pusaka Thian-kongsin-
kang itu sudah dihancurkannya?"
Tiba-tiba ia tersadar. Ah. tentulah kedua suami isteri itu
tahu kalau anak perempuannya (Poh Ceng-in) telah
ditawannya. Ya, tentulah mereka kuatir kalau anak
perempuannya itu akan dibunuh!
Tetapi dugaan itu cepat dihapusnya. Karena apabila Sohbeng
Ki-su sudah melaporkan, tentulah Iblis -penakluk-dunia
tahu bahwa yang membawa Poh Ceng-in keluar dari lembah
itu bukanlah Pendekar Laknat melainkan Siau-liong dalam
perwujutan sebagai Kongsun Liong ketua Kay-pang.
Jelas Iblis-penakluk-dunia mau pun Dewi Neraka masih
belum tahu bahwa Pendekar Laknat itu adalah penyamaran
dari Kongsun Liong.
Beberapa jenak tak dapat Siau-liong menduga apa yang
dikehendaki Iblis-penakluk-dunia. Ia termenung-menung
memikirkan itu.
Melihat itu Iblis-penakluk-dunia segera gunakan ilmu
Menyusup Suara kepadanya, "Laknat tua, pernah kukatakan
tempo hari bahwa engkau satu-satunya perintang dalam
usahaku untuk menguasai dunia persilatan. Tetapi saat ini,
jiwamu sudah berada dalam tanganku."
602 Ia berhenti sejenak lalu melanjutkan pula, "Tetapi aku tak
mau mengandalkan beberapa manusia patung itu untuk
meuguasai dunia persilatan...."
Tiba-tiba iblis itu berhenti lalu memandang tajam ke arah
Siau-liong. Sekalipun dalam kata-katanya iblis itu tak menyebut
tentang ilmu sakti Thian-kong-sin-kang, tetapi Siau-liong duga
iblis itu tentu sudah mengetahui bahwa dirinya sudah memiliki
ilmu sakti itu. Dari tindakan Iblis-penakluk-dunia yang tak mau
segera membunuh atau menawannya. makin keraslah dugaan
Siau-liong kalau iblis itu tahu bahwa kitab pusaka Thian-kongpit-
kip sudah berhasil dimilikinya dan dihancurkannya. Iblis itu
tentu berusaha untuk mendapatkan pelajaran ilmu Thiankong-
sin-kang dari dia.
Ia menggeliat dan berseru dengan tandas, "Iblis tua,
jangan mimpi...."
Iblis-penakluk-dunia tertawa meloroh, "Laknat tua, sekali
pun engkau sudah memperoleh Thian-kong-sin-kang, tetapi
saat ini engkau sudah tak mampu bertempur lagi. Dan lagi
kalau tak salah, luka dalam yang engkau derita itu hanya
memungkinkan engkau hidup tiga hari saja...."
Iblis itu menutup kata2nya sambil mengangkat cambuk.
Lam-hay Sin-ni dan Jong Leng lojin segera menarik kereta
ketempat Ceng Hi totiang. Dengan isyarat cambuk, kereta
itupun berhenti.
"Imam tua, apakah masih berani bertempur lagi!" ejek
Iblis-penakluk-dunia dengan tertawa.
Tubuh Ceng Hi totiang berlumuran darah, wajah pucat lesi
dan mata merah membara. Dengan mata memancar dendam
603 kemarahan, ia menatap Iblis-penakluk-dunia lalu kerahkan
tenaga berseru, "Selama hayat masih dikandung, jangan
harap engkau mimpi dapat melaksanakan angkara
murkamu...."
Iblis-penakluk-dunia tertawa nyaring, "Saat ini, asal kuberi
perintah, berapapun jumlah jago2 silat yang engkau bawa,
dalam waktu dua jam saja tentu akan ludas...."
Memandang kesekeliling mayat2 jago silat yang menumpuk
bukit, Ceng Hi totiang tundukkan kepala lalu memandang ke
arah sisa rombongannya. Ia tahu bahwa Iblis-penakluk-dunia
itu memang tidak main gertak. Kenyataan dengan jumlah
yang begitu besar tetap kalah melawan gerombolan iblis itu.
Dia dan Pendekar Laknat saat itu telah menderita luka
parah. Jika melanjutkan pertempuran tentu hancur. Maka ia
hanya mendengus tak mau menyahut tantangan Iblispenakluk-
dunia. Iblis itu tertawa dan berkata pula, "Tetapi sekalipun
siasatku ganas, aku tak bermaksud hendak membunuh kalian
habis-habisan. Karena aku masih memerlukan bantuan tenaga
kalian...."
Tiba-tiba wajah iblis itu mengerut gelap lalu berteriak
keras, "Akan kubebaskan kalian pergi. Tetapi dalam waktu tiga
hari kalian semua harus menuju kepuncak gunung Gobi,
mendirikan sebuah panggung. Menyediakan daftar nama dari
seluruh anggauta partai persilatan, baik golongan Hitam
maupun Putih, kaum dunia persilatan mau pun Rimba Hijau
(penyamun ). Setiap partai harus mengajukan sebuah wakil
untuk memimpin rombongan masing-masing. Pada hari ke-4
tengah hari, aku akan datang kesana. Pada saat itu tak peduli
siapa saja tanpa memandang kedudukan, harus sudah
menyambut dikaki gunung. Saat itu dunia persilatan akan
604 kupersatukan dibawah pimpinanku. Jika kalian menolak, dalam
tiga bulan, dunia persilatan pasti akan berlimpah darah,
mayat2 berserakan membusuk...."
Menuding kepada Ceng Hi totiang, iblis itu berseru pula,
"Tugas itu engkaulah yang memimpin penyelenggaraannya.
Jika tak sesuai dengan permintaanku tadi, akibatnya engkau
dapat memikirkan sendiri!"
Iblis-penakluk-dunia menutup kata-katanya dengan tertawa
panjang lalu ayunkan cambuk memberi perintah kepada Lamhay
Sin-ni dan Jong Leng lojin supaya menarik kereta lagi.
Kereta itu cepat sekali menuju ke dalam mulut jalanan.
Harimau Iblis, Naga Terkutuk, It Hang totiang dan
berpuluh-puluh kaki tangan kedua suami isteri iblis itu, segera
mengikuti di belakang kereta. Tak berapa lama mereka lenyap
dari pandangan.
Saat itu hari sudah petang. Sisa rombongan orang gagah
sibuk mengangkati mayat dan menolong yang terluka.
Pemandangan saat itu sungguh memilukan hati.
Dengan dipapah oleh kedua imam kecil, Ceng Hi totiang
melangkah pelahan-lahan kemuka Siau-liong, "Pendekar
Laknat...." -serunya pelahan. Beberapa butir airmata menitik
turun dari pelupuk jago tua itu.
Siau-liong pun bangun berdiri dibantu Lu Bu-ki dan Toh
Hun-ki. Ia menghela napas, "To-tiang...."
Pemuda itupun tak dapat melampiaskan kata-katanya
karena tersendat oleh rasa harunya.
Setelah menghapus airmata, Ceng Hi totiang berkata pula,
"Kata-kata saudara tadi memang benar. Rupanya harapan dari
605 dunia persilatan telah hancur di tangan ku...." ia menghela
napas dan geleng2 kepala.
Setelah mengambil pernapasan beberapa saat tadi, kini
semangat Siau-liong sudah bertambah segar. Sahutnya,
"Sekalipun saat ini kita menderita kekalahan tetapi sebagian
besar dari inti kekuatan kita, masih belum hancur. Hendaknya
totiang lekas mempersiapkan rencana lagi untuk menghadapi
keadaan bahaya ini. Sekalipun Iblis-penakluk-dunia itu suruh
kita mengumpul seluruh kaum persilatan berkumpul digunung
Go-bi nanti tiga hari lagi, tetapi dia tentu tetap mengawasi
gerak-gerik totiang. Jika mengetahui totiang tak mau
melaksanakan perintahnya, kemungkinan sebelum tiga hari
dia tentu sudah turun tangan kepada totiang!"
Ceng Hi totiang kerutkan dahi dan merenung sampai
beberapa saat. "Ah, kemungkinan aku akan datang ke Gobi....
, " kata imam tua itu.
Siau-liong terkejut. Tetapi sebelum ia membuka mulut,
Ceng Hi totiang sudah bertanya pula, "Adakah Pendekar
Laknat menderita luka parah?"
Sampai beberapa saat Siau-liong tak dapat menjawab.
Setelah mengambil napas barulah ia tahu keadaan lukanya.
Apa yang dikatakan Iblis-penakluk-dunia memang benar.
mungkin dia hanya dapat hidup 3 hari saja.
"Aku masih dapat bertahan," katanya.
"Demi menyelamatkan kaum persilatan, saudara telah
berjoang mati-matian. Atas nama seluruh dunia persilatan,
kuhaturkan terima kasih tak terhingga kepada saudara!" kata
Ceng Hi. 606 Siau-liong hanya tersenyum getir dan mengatakan tak usah
Ceng Hi totiang begitu sungkan. Tiba-tiba ia teringat suatu hal
yang penting. Cepat ia berpaling dan bertanya kepada sitinggi
besar Lu Bu-ki, "Tolong saudara selidiki apakah Ti Gong taysu
sudah kembali...."
Lu Bu -ki mengiakan. Tetapi baru ia hendak pergi, seorang
paderi baju kelabu yang sejak tadi berdiri diam didekat situ
segera melangkah maju seraya memberi salam, "Suhuku yang
mendapat perintah untuk menyelidiki orang aneh yang
menyelundup ke dalam terowongan dibawah tanah itu, sampai
saat ini belum kembali. Menurut laporan yang kami terima,
karena hendak merebut seorang wanita baju merah, suhu
telah bentrok dengan paderi Liau Hoan Wanita baju merah itu
telah dilarikan paderi Liau Hoan dan suhu bersama
rombongannya segera melakukan pengejaran!"
"Hai. apakah Liau Hoan siansu juga datang?"
Paderi itu cepat menyahut, "Kabarnya beliau datang karena
hendak membantu pertempuran. Tetapi entah mengapa, dia
malah berhantam sendiri dengan suhu karena berebut
tawanan wanita baju merah itu...."
Ceng Hi totiang menghela napas, ujarnya; "Lekas suruh
orang mengejar jejak mereka. Nasehatilah suhumu agar
jangan menggunakan kekerasan dan undanglah Liau Hoan
siansu kemari!"
Paderi itu mengiakan dan segera hendak melakukan
perintah. Tetapi Siau-liong mencegah; "Tunggu dulu...."
Ceng Hi totiang suruh orang itu berhenti lalu menanyakan
apakah Siau-liong masih mempunyai perintah lain.


Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

607 "Tawanan wanita baju merah itu amat penting sekali
artinya. Semula ia jatuh ditangan imam Go-bi-pay maka
kuminta tolong pada Ti Gong taysu untuk memintanya
kembali." Siau-liong kerutkan dahi. Napasnya terasa memburu
keras. Diam-diam ia menimang, "Rasanya lukaku sudah tak
ada harapan sembuh lagi. Rombongan Ceng Hi totiang
menderita kekalahan. Sedang difihak Iblis-penakluk-dunia
ternyata mempunyai tenaga2 sakti seperti Jong Leng lojin,
Lam-hay Sin-ni, Harimau Iblis, Naga Terkutuk dan It Hang
totiang. Kesadaran pikiran mereka sudah dilenyapkan oleh
Iblis-penakluk-dunia sehingga mau melakukan segala perintah
iblis itu. Jika melanjutkan pertempuran, terang pasti hancur.
Kini satu-satunya senjata untuk menguasai kedua iblis itu
hanyalah diri anak perempuannya!"
Kemudian Siau-liong teringat pula. Bahwa jika dirinya mati
saat itu, Poh Ceng-in pun tentu segera ikut mati karena racun
Jong-tok itu. Bila terjadi begitu, tentu tak berhasil menjadikan
Poh Ceng-in sebagai senjata untuk menekan Iblis-penaklukdunia
dan Dewi Neraka.
Setelah membayangkan kemungkinan2 itu, berkatalah
Siau-liong lebih lanjut, "Wanita baju merah itu sebenarnya
adalab anak perempuan dari Iblis-penakluk-dunia dan Dewi
Neraka. Karena hanya mempunyai seorang puteri tunggal,
kemungkinan wanita itu dapat dijadikan sandera untuk
menekan kedua iblis. Totiang...."
Mendengar itu berserilah wajah Ceng Hi totiang dengan
riang, "Kalau begitu segera akan kukirim jago2 sakti. Asal
belum diketahui kedua suami isteri iblis, tentulah dapat
menawan wanita itu!"
"Tetapi wanita itu paling lama hanya dapat hidup 5 hari.
Harap totiang dapat menggunakan kesempatan itu sebaikbaiknya,
"kata Siau-liong pula.
608 "Mengapa saudara tahu begitu jelas?" Ceng Hi totiang
terkejut heran.
Siau-liong tertawa rawan; "Apa yang kukatakan tadi semua
memang kenyataan. Kuharap totiang jangan mendesak
dengan pertanyaan lebih jauh.... habis berkata Siau-liong
paksakan diri untuk berdiri, lalu berkata pula, "Aku merasa
amat menyesal sekali karena tak dapat memberi bantuan
kepada totiang lebih lanjut. Maka saat ini terpaksa aku hendak
minta diri!"
"Anda hendak kemana?" Ceng Hi totiang makin kaget.
Siau-liong tertawa hambar, "Masih ada lain urusan penting
yang hendak kukerjakan. Tak tentu arah yang hendak kutuju.
Mungkin kita tak akan berjumpa lagi!" -ia terus bergeliatan
hendak ayunkan langkah.
Ceng Hi totiang cepat memberi isyarat agar Toh Hun-ki dan
Lu Bu-ki mencegah Siau-liong.
"Memang aku tak dapat memaksa saudara hendak
melakukan urusan yang lain. Tetapi saat ini saudara sedang
menderita luka parah, Kurang baik kalau berjalan jauh. Tak
jauh dari sebelah luar lembah ini terdapat sebuah tempat yang
baik untuk bsristirahat. Harap saudara suka beristirahat disitu
untuk merawat luka saudara dulu."
Juga sitinggi besar Lu Bu-ki dan Toh Hun-ki ikut membujuk,
"Pendekar Laknat menderita luka berat, baiklah jangan pergi
seorang diri dulu!"
Habis berkata entah Siau-liong setuju atau tidak, kedua
orang itu terus memapahnya menuju keluar barisan pohon
Bunga dan tiba disebuah lamping gunung yang terdapat
609 beberapa kubu. Mereka masuk ke dalam sebuah kubu yang
besar dan beristirahat disitu.
Karena sungkan atas kebaikan kedua orang itu. Siau-liong
terpaksa mau juga duduk bersemedhi di atas sebuah
permadani. Sedang Lu Bu-ki dan Toh Hun-ki pun juga
pejamkan mata menyalurkan tenaga dalam.
Beberapa saat kemudian ketika Siau-liong membuka mata,
dilihatnya bulan bersinar terang benderang. Saat itu barulah ia
teringat kalau malam itu tanggal 15 bulan 8.
Para ketua partai persilatan dan tokoh2 ternama dalam
rombongan Ceng Hi totiang itu ber-bondong2 mengunjungi
kubu. Mereka menjenguk keadaan Siau-liong. Terhadap
Pendekar Laknat, mereka menaruh perindahan yang tinggi.
Ceng Hi totiang karena menderita luka dalam yang parah,
tak dapat datang sendiri dan melainkan mengirim muridnya
untuk menjenguk sampai tiga kali.
Sepenanak nasi lamanya, Siau-liong duduk terkulai seperti
tertidur. Toh Hun-ki dan Lu Bu-ki keluar pelahan-lahan.
Saat itu lapangan pertempuran di barisan pohon Bunga
sudah bersih. Korban2 yang mati sudah ditanam. Hanya yang
terluka masih terdengar mengerang kesakitan....
Siau-liong berusaha untuk bangkit dan mencoba berjalan
beberapa langkah. Ternyata ia merasa kuat. Maka iapun
segera melangkah keluar. Ternyata diluar kubu dijaga oleh
dua orang imam. Kedua imam itu buru-buru lari menghampiri.
Tetapi Siau-liong memberi isyarat supaya mereka mundur.
Kemudian ia berjalan ke belakang kubu. Di belakang kubu
610 terdapat hutan. Karena melihat penjagaan disitu tak berapa
banyak, ia segera masuk ke dalam hutan.
Ternyata karena merasa dirinya pasti mati, Siau-liong akan
menghindari orang terutama Ceng Hi totiang, agar mereka
jangan sampai tahu siapakah sebenarnya dirinya itu.
Pikirnya Mawar Putih yang terjebak dalam Lembah Semi itu
tentu terancam jiwanya. Kemungkinan besar bahkan sudah
binasa. Dengan begitu tak mungkin lagi ia dapat berjumpa
dengan ibunya diseberang lautan. Ah, ia merasa menjadi
seorang anak yang tak berbakti....
Juga Tiau Bok-kun, entah bagaimana nasibnya. Sedang dia
masih balum dapat menunaikan kewajiban2 yang telah
dipikulnya. Dari sekian banyak kewajiban, satu-satunya yang
baru dapat diselesaikan ialah memulihkan nama baik Pendekar
Laknat! Pada lain kilas ia teringat akan pesan Koay suhu atau
Pendekar Laknat yang mengajarkan padanya dua buah hal: B
u n u h dan, B e n c i .
Tetapi sekalipun ia dapat membunuh Soh-beng Ki-su yang
telah membunuh Pendekar Laknat itu, juga ia tak dapat
memenuhi pesan Pendekar Laknat untuk mewakilinya bertemu
dengan Randa Bu-san pada nanti pertengahan musim rontok.
Karena dalam beberapa hari ini ia pasti sudah mati. Ah,
bagaimanakah nanti ia ada muka untuk bertemu dengan
arwah Pendekar Laknat dialam baka!
Selain itu, iapun masih gelisah memikirkan tentang ilmu
sakti Thian-kong-sin-kang. Tentulah menjadi harapan dari Tio
Sam-hong yang menciptakan buku pusaka Thian-kong-sinkang
bahwa kelak tentu akan terdapat seseorang yang
berhasil menemukan simpanan kitab pusaka itu lalu
611 dikembangkan untuk menyelamatkan dunia. Tetapi ah,
sebelum ia dapat mempelajari kitab pusaka itu, ia harus sudah
mati. Dan lagi kitap pusaka itu sudah terlanjur dihancurkan.
Dengan demikian ilmu sakti nomor satu di dunia bakal lenyap
untuk selama-lamanya!
Dengan pikiran yang tak keruan itu, tibalah ia di tepi
sebuah anak sungai. Ia berhenti lalu pelahan-lahan
menanggalkan pakaian Pendekar Laknat. Sambil melipatnya
pakaian ia menimang, "Ah, sejak saat ini Pendekar Laknat dan
Kongsun Liong akan lenyap selama-lamanya dari dunia...."
Karena letih sekali, ia duduk di tepi anak sungai itu. Tibatiba
terdengar kesiur angin dan pada lain saat sesosok
bayangan melesat datang.
Siau-liong terkejut ketika mendapatkan pendatang itu
adalah puteri dari Randa Bu-san, dara baju hijau yang pernah
bertempur dengannya tempo hari.
Dara itu terkesiap memandang Siau-liong, tegurnya, "Eh,
bukankah engkau bersama dengan taci Mawar "
Siau-liong mengangguk, "Benar, tempo hari kami membikin
repot nona dan bibi...."
Diam-diam Siau-liong bersyukur karena sudah melucuti
pakaiannya Pendekar Laknat. Kalau tidak, tentulah ia mati
ditangan dara itu.
"Apakah engkau bertemu dengan taci Mawar?" tanya dara
itu pula. "Tidak," sahut Siau-liong rawan.
612 "Hai, kemana sajakah dia?" seru dara itu dengan banting2
kaki, "sudah beberapa hari aku dan ibu mencarinya tetapi tak
ketemu...."
Belum Siau-liong membuka mulut, dara itu berkata lagi
"Tetapi kutahu ia hendak mencarimu!"
Siau-liong mengucurkan beberapa titik air mata, katanya,
"Ah, mungkin kita takkan berjumpa lagi untuk selama -
lamanya!" Dara itu tebeliak dan memandang Siau-liong beberapa saat.
Sekonyong-konyong ia berteriak; "Mengapa" Apakah engkau
terluka?" Siau-liong mengangguk; "Ya, luka berat yang pasti
membawa maut!"
Dara baju hijau itu memandang lekat, "Tak apalah,
mamahku dapat mengobatimu!"
Siau-liong menghela napas. Pada saat hendak berkata tibatiba
terdengar kesiur sesosok tubuh berlari secepat angin
mengarah datang.
Dibawah sinar rembulan, tampak sosok tubuh hitam itu
melayang ke udara bagaikan seekor burung rajawali lalu
menukik turun menerjang.
Siau-liong terkejut sekali. Dia sudah tak punya daya
melawan lagi. Dan orang itu hebat sekali gerakannya. Siauliong
tetap tenang saja. Ia merasa sudah dekat ajal, tak perlu
melawan. Karena malawan pun pasti sia-sia....
"Ibu....!" tiba-tiba dara itu melengking girang.
613 Ternyata pendatang itu memang Randa dari Bu-san.
Setelah memandang beberapa jenak kepada Siau-liong,
bertanialah wanita sakti itu kepada puterinya, "Apakah sudah
menemukan jejak tacimu Mawar"
Dara itu gelengkan kepala, "Belum, tetapi disini berjumpa
dengan dia yang pergi bersama taci Mawar...."-ia berpaling ke
arah Siau-liong lalu berkata pula; "Dia terluka, bu.... obatilah!"
Karena rasa kejut tadi, darah Siau-liong bergolak keras
sehingga ia tak kuat berdiri lagi dan duduk tak berkutik.
"Lo-cianpwe, maaf karena menderita luka aku tak dapat
menyambut dengan berdiri," kata Siau-liong.
Randa Busan itu hanya mendengus lalu menatapnya tajam,
"Dimanakah puteriku angkat itu."
Siau-liong tak bisa bohong. Tetapi ia tidak enak kalau
mengatakan Mawar Putin telah ditawan Soh-beng Ki-su. Maka
sampai beberapa jenak ia tergagap-gagap tak dapat bicara.
Adalah dara baju hijau yang mewakili memberi keterangan
bahwa Siau-liong tak berjumpa dengan Mawar Putih.
"Bagaimana engkau tahu!" bentak wanita kepada
puterinya. Dara itu tersipu-sipu merah mukanya lalu tundukkan kepala
tak berani bicara lagi.
Randa Busan itu geleng2 kepala, ujarnya; "Aku mengerti
ilmu perbintangan. Sekalipun engkau tak bilang tetapi aku
dapat mengetahui juga."
614 Ditatapnya wajah Siau-liong dengan tajam lalu bertanya
pula; "Anak itu tak menghirau keselamatan jiwanya lagi, demi
amat mencintaimu. Tetapi sebaliknya engkau tanpa kasihan
membiarkan dia tercengkeram bahaya. Apakah engkau
merasa perbuatanmu itu bukan suatu perbuatan orang yang
bermoral tipis?"
Dengan kata-kata itu tampaknya Randa Bu-san sudah
seperti melihat sendiri peristiwa So-beng Ki-su menawan
Mawar Putih. "Ah, aku...." Siau-liong menghela napas sedih dan sesal. Ia
tak dapat melanjutkan kata-katanya karena tersekat oleh air
matanya yang bercucuran.
"Perlu apa menyesal, toh sudah terlambat....!" dengus
Randa Bu-san. Kemudian ia bersenandung;
Ratna pecah, bunga gugur bukan tiada sebabnya Peristiwa
lampau yang hampa, sukar diimpikan pula Sungguh
menggelikan sekalilah wanita yang gila asmara Mengapa
mencintai kemati-matian pria yang berhati culas.
Habis besenandung, Randa Bu-san itu juga menghela
napas sendiri. Seperti tersinggung hatinya oleh suatu
kesedihan dalam lubuk nuraninya. Seolah-olah pada malam
purnama ditengah hutan belantara yang suuyi, ia
menumpahkan isi hatinya....
Sejenak memandang ibu dan Siau-liong, bertanialah dara
itu kepada Randa Bu-san, "Menurut perhitunganmu,
kemanakah taci Mawar sekarang ini?"
Randa Bu-san yang sedang terbenam dalam kenangan
masa lampau, agak terkejut mendengar pertanyaan puterinya
itu. Memandang sejenak kepada Siau-liong. ia menyahut,
615 "Menurut ilmu petangan, dia berada dalam bahaya. Tentulah
ia terjebak dalam Lembah Semi. Sekali pun belum binasa
tetapi kesempatan lolospun hanya sedikit. Dan lagi menurut
petangan itu...."
Ia menuding Siau-liong dan berseru marah; "Kesempatan
hidup dari tacimu itu hanya tergantung padanya! Tetapi
ternyata dia enak2 tak mau mengacuhkan sehingga
kemungkinan hidup tacimu Mawar pasti lenyap!"
Dara baju hijau kerutkan kening. Tampaknya ia sedang
dicengkam oleh rasa sedih dan marah. Dipandangnya Siauliong
yang berlumuran darah dan pucat itu beberapa saat.
Entah bagaimana timbullah rasa kasihan kepada pemuda itu.
"Mungkin karena hendak menolong taci Mawar maka ia
sampai menderita luka begitu parah...." katanya. Dan cepat2
ia bertanya kapada Siau-liong, "Hai, bukankah begitu?"
Siau-liong paksakan diri mengangkat muka. Baru ia hendak
bicara, Randa Busan sudah mendengus, "Mungkin dia
memang mempunyai maksud begitu tetapi tanpa disadari dia


Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

telah mensia-siakan kesempatan yang bagus. Saat ini jiwanya
sendiri terancam, mana bisa membicarakan lain-lain soal!"
Siau-liong tegang sekali. Dengan terengah-engah ia
berkata, "Ramalan lo-cianpwe sungguh tepat sekali. Sekali pun
nona Mawar sudah tertawan di Lembah Semi tetapi dia sudah
seperti adikku sendiri. Aku rela hancur raga asal dapat
menyelamatkan jiwanya. Pada saat itu jika tak terpaksa oleh
keadaan, masakan kubiarkan dia tertawan musuh...."
Siau-liong menghela napas lalu kuatkan diri melanjutkan
berkata, "Memang, saat ini aku sudah hampir mati. Hanya
dendam penasaran yang terkandung dalam kematianku nanti.
616 Adik Mawar dan lo-cianpwe dapat memaafkan diriku atau
tidak, aku pun tak dapat berbuat sua u apa lagi!"
Kerena rasa tegang dan duka, darah dalam tubuh Siauliong
bergolak menyungsang. Dia muntah darah lagi dan
rubuh. Si dara baju hijau hendak menolongnya tapi tak jadi dan
berpaling ke belakang, "Ibu...."
Randa Bu-san yang tegak disamping, membentaknya;
"Mengapa!"
"Betapapun halnya dia adalah pemuda yang hendak dicari
taci Mawar.... Apalagi dia saat ini sedang menderita luka
parah. Adakah kita sampai hati untuk melihatnya saja?" seru si
dara. "Manusia yang tipis budi, lupa kasih semacam dia, mati
atau hidup sama saja!" sahut Randa Bu-san.
Tetapi anehnya, ia pelahan-lahan menghampiri Siau-liong.
Lalu berjongkok dan mulai memeriksa keadaan pemuda itu.
Sesaat kemudian ia berbangkit seraya gelengkan kepala,
"Luka keliwat parah sekali. Sudah tak dapat ditolong lagi....!"
"Hai!" si dara menjerit kaget, "tadi saja ia masih dapat
berjalan dan bicara, Mengapa dalam beberapa detik saja
sudah tak dapat ditolong....!"
Randa Bu-san tak menghiraukan kata2 puterinya. Ia
berjongkok lagi memeriksa Siau-liong. Mulutnya mengingau
seorang diri, "Aneh! Urat jantungnya sudah putus dan isi
dadanya sudah berhenti bekerja tetapi mengapa dia belum
mati!" 617 Memang sekalipun menggeletak tak ingat diri, tetapi dada
Siau-liong masih berombak keras. Suatu pertanda bahwa
pernapasannya masih belum berhenti.
Lebih mengherankan lagi ternyata alat pendengarannya
masih tajam. Ia membuka mata memandang Randa Bu-san
dengan pandang mata yang penuh dendam penasaran.
Randa Bu-san menatap tajam, lalu berkata seorang diri
lagi, "Benar, rupanya hatimu masih penasaran sehingga hawa
murni dalam dadamu membeku tak mau cair.... Ai, sayang
denyut urat nadimu sudah tak ada. Betapa pun engkau
hendak paksakan diri tetapi tentu tak dapat tahan lama....!"
Siau-liong membuka mata lebar2, mencurah kemuka
wanita itu. Bibirnya bergerak-gerak tetapi tak dapat
mengeluarkan kata2.
Randa Bu-san berbangkit dan berkata dengan nada heran,
"Benar-benar suatu hal yang belum pernah kusaksikan selama
hidup...."
Wanita itu tegak terlongong-longong.
Sedang si dara baju hijau terkejut. Dalam anggapannya,
ibunya itu seorang wanita yang all round alias tahu segala
apa. Selama ini belum pernah ia melihat ibunya sedemikian
sikapnya, ragu2 dan heran. Apalagi berkali-kali ibunya
mengoceh seorang diri.
Akhirnya tak sabar lagilah dara itu, tanyanya, "Bu,
bagaimanakah keadaannya" Apakah dia benar-benar sudah
tak dapat ditolong lagi?"
Randa Bu-san tertawa getir, "Ibu sendiri pun heran. Dia
tidak seperti manusia biasa.... Menilik lukanya, dia tentu sudah
618 mati. Tetapi dia masih hidup bahkan ingatannya masih terang
sekali!" Memang saat itu Siau-liong sudah tak dapat bicara. Hanya
matanya yang masih berkilat-kilat bergantian memandang
Randa Bu-san dan si dara baju hijau.
Tiba-tiba dara baju hijau itu berpaling dan berseru. "Bu,
tolonglah dia! Lihatlah, betapa kasihan sekali dia itu....!"
Randa Bu-san mendengus, "Ling, mengapa engkau hari ini"
Mengapa terus mendesak ibu supaya menolong pemuda yang
tak berbudi?"
"Aku memikirkan kepentingan taci Mawar...." kata si dara
lalu tundukkan kepala.
Randa Bu-san menghela napas panjang; "Mungkin ibu akan
berusaha untuk menolongnya. Meskipun belum pasti dapat
menyelamatkannya tetapi akan kucoba juga...."
Sesaat berhenti, ia berkata pula, "Hanya sayang tacimu
Mawar tak berada disini sehingga kita berdua tak berdaya
menolongnya!"
"Mengapa" Apakah taci Mawar yang dapat menolongnya"
Masakan...."
Tiba-tiba wajah wanita itu mengerut bengis dan
membentaknya, "Jangan banyak tanya, mari kita pergi!"
Sudah tentu si dara terkejut melihat sikap ibunya yang
begitu bengis. Belum pernah sebesar itu ia mendengar ibunya
bicara begitu bengis seperti saat itu. Sejenak ia memandang
lagi ke arah Siau-liong lalu cepat2 menyusul ibunya.
619 Baru berjalan dua langkah, ternyata Randa Bu-san
menyadari bahwa sikapnya terhadap anaknya tadi keliwat
bengis. Maka ia menepuk bahu si dara dan berkata dengan
lembut. "Obat mujijat hanya untuk orang yang belum
takdirnya mati. Pintu agama hanya terbuka kepada orang
yang berjodoh. Apabila seseorang sudah ditakdirkan mati,
siapapun tak mungkin dapat menolongnya!"
Dara itu mengangguk kepala tak menyahut. Tetapi diamdiam
ia mencuri kesempatan untuk berpaling ke belakang.
Dilihatnya Siau-liong masih terkulai di tanah.... Sepasang
matanya masih memandang ke arahnya. Dari sinar rembulan
jelas dara itu dapat melihat, betapa putus asa hati Siau-liong
yang dipancarkan dari pandang matanya itu....
Tak terasa hidung dara itu basah dan matanya bercucuran
air mata.... Sesaat kemudian ia terkejut sendiri. Ia merasa heran
mengapa sampai kehilangan peribadi. Mengapa ia harus
mencucurkan air mata untuk pemuda itu, Bukankah ia tak
mempunyai hubungan apa2!
Dengan kuatkan hati dara itu segera menyusul ibunya.
Tetapi entah bagaimana, beberapa saat kemudian, hatinya
kembali terasa pepat. Seolah-olah tertindih oleh sebuah batu
besar. Tak tahu ia, apa sebabnya. Makin keras hendak
melupakan makin keras ia teringat lagi....
Tiba-tiba ia terkejut karena bahunya ditepuk oleh ibunya.
Ternyata Randa Bu-san melesat keluar dari balik sebuah batu
besar dan menepuk bahu puterinya.
Dan habis menepuk Randa Bu-san terus loncat ke balik
sebuah batu. Dara itupun cepat2 menyusul ibunya.
620 "Ada orang disebelah sana...." bisik Randa Bu-san. Dan
menurut arah yang ditunjuk ibunya. si dara memang melihat
sesosok bayangan sedang menyusur tepi sungai berjalan ke
arah tempat mereka.
Tetapi orang itu masih berada pada jarak dua tombak lebih
jauhnya. Orang itu berjalan pelahan sekali sehingga beberapa waktu
kemudian baru tiba didekat tempat Randa Bu-san dan
puterinya bersembunyi.
Makin dekat makin jelaslah perwujutan orang itu.
Rambutnya terurai kusut masai. Pakaiannya berlumuran debu
dan lumpur. Rupanya sudah beberapa hari tak dandan.
Sepasang matanyd berkeliaran memandang kekanan kiri dan
berjalan dengan langkah amat pelahan. Sepintas pandang
ditengah hutan belantara pada malam yang sunyi, orang itu
mirip dengan sesosok hantu yang keluar dari kuburan.
Tiba-tiba Randa Bu-san memungut sebutir batu lalu
dilemparkan ketempat Siau-liong berbaring. Batu itu tepat
jatuh dionggok batu yang terletak disamping Siau-liong.
Sekalipun tak keras, tetapi karena malam sunyi sekali, batu itu
pun mengeluarkan bunyi yang cukup terdengar jelas.
Orang yang datang itu yang ternyata seorang gadis,
terkejut dan serentak berhenti lalu pasang telinga. Dengan
seksama ia memandang ke arah bunyi batu jatuh tadi.
Tetapi karena tubuh Siau-liong kebetulan teraling oleh
tumpukan batu, maka ia tak dapat melihatnya. Setelah
tertegun beberapa jenak, barulah ia melangkah ketempat
onggok batu itu.
621 Ketika si dara baju hijau mencuri lihat, dilihatnya gadis
yang tak keruan keadaannya itu ternyata memiliki raut wajah
yang cantik sekali. Rambul kusut masai, pakaian kotor, hanya
seperti tebaran awan yang menutup sang rembulan. Dibalik
awan itu merupakan Dewi Rembulan yang cantik gilang
gemilang. Demikian dengan keadaan nona itu.
Rupanya gadis itu mengetahui tubuh Siau-liong. Ia
berjongkok memeriksanya dan seketika menjeritlah ia, "Siauliong!
Oh, Siau-liong...."
Ratap tangis berhamburan tersedu-sedu.
Melihat itu wajah Randa Bu-san berseri girang, bisiknya,
"Mungkin dia memang belum ditakdirkan mati...."
Cepat ia menarik tangan puterinya lalu diajak menghampiri.
Karena terbenam dalam kesedihan besar, rupanya gadis itu
tak mengetahui kedatangan kedua ibu dan anak.
"Apakah dia sudah mati?" tiba-tiba Randa Bu-san menegur.
Nona itu tersentak kaget seraya cepat2 berbalik diri. Tetapi
rupanya ia tercengkam dalam kedukaan, Habis melihat Randa
Bu-san dan si dara baju hijau, ia kembali berputar tubuh lagi
dan menangisi Siau-liong.
"Siau-liong, mengapa engkau mati begini mengenaskan
sekali...."
Dara baju hijau terkejut. Cepat ia mengawasi Siau-liong.
Tampak sepasang mata pemuda itu menutup rapat seperti
orang mati. "Hai, apakah engkau tak mendengar pertanyaan ibuku?"
bentaknya. 622 Nona berhenti menangis lalu berputar tubuh, serunya;
"Mungkin sudah tak dapat ditolong lagi!"
"Asal dia masih bernapas, ibuku tentu dapat menolong!"
sahut si dara. Nona itu tertegun lalu cepat2 menempelkan jarinya kemulut
Siau-liong. Setelah itu ia ber-lutut dihadapan Randa Bu-san
seraya meratap, "Dia masih hidup, harap lo-cianpwe suka
menolongnya....!"
Randa Bu-san menghela napas. Ia berjongkok
memeriksanya. Kaki dan tangan Siau-liong sudah kaku,
matanya menutup rapat. Hanya tinggal napasnya yang masih
kedengaran lemah.
Randa Bu-san berbangkit lagi, katanya, "Hawa murni yang
berkumpul dibagian jantungnya sudah mulai memencar.
Mungkin sukar ditolong lagi!"
Nona itu menangis makin keras seraya meratap-ratap, "Locianpwe,
tolonglah.... tolonglah dia...."
Randa Bu-san merenung. Tiba-tiba ia menutuk tiga buah
jalan darah didada Siau-liong. Siau-liong tak membuat reaksi
suatu apa. keadaannya seperti orang mati. Setelah ditutuk
jalan darahnya oleh Randa Bu-san, napas Siau-liong malah
berhenti sama sekali.
Nona itu terkejut dan tertegun lalu tiba-tiba menangis
gerung2. "Dia sudah mati! Engkaulah yang mencelakainya!"
Dengan kalap gadis itu terus menyerang Randa Bu-san.
Wanita itu mendengus dingin seraya mencengkeram siku
623 lengan kanan gadis itu. Sekali pijat, gadis itu tegak seperti
patung. Separoh tubuh kesemutan.
Randa Bu-san menatap gadis itu dengan pandang kasihan
lalu lepaskan cekalannya, "Denyut keenam inderanya sudah
tiada, hawa dalam darahnya sudah kering. Jika hawa murni
dalam jantung pun buyar, sekali pun dewa turun dan langit,
juga sukar menolongnya lagi. Kututuk jalan darahnya untuk
menutup hawanya agar dia masih dapat bertahan dua jam
lagi...." Berhenti sejenak ia melanjutkan; "Menilik keadaan lukanya,
dia pasti mati. Sekali pun akan kucoba mengusahakan tetapi
aku tak yakin dapat menolongnya!"
Mendengar penjelasan Randa Bu-san, gadis itu serta-merta
terus berlutut....
Diam-diam si dara baju hijau girang karena ternyata ibunya
sudah meluluskan untuk menolong, Ia menghela napas lalu
mundur kesamping memandang gadis yang tak dikenal itu.
Randa Bu-san mengangkat bangun gadis itu; "Apakah
hubunganmu dengan dia" Mengapa engkau menangis begitu
sedih?"-tanyanya.
"Aku dan dia.... dia pernah menolong jiwaku, aku...."
Randa Bu-san menghela napas, "Budi dan Cinta bercampur
jadi satu. Engkau dan dia memang sukar terhindar dari
hubungan Asmara, ketahuilah...."
Dipandangannya wajah gadis itu lekat2, lalu Randa Bu-san
melanjutkan pula. "Ketahuilah, dia bukan seorang pemuda
yang hanya mencintai seorang gadis saja. Engkau sukar
terangkap jodohnya dengan dia!"
624 Namun gadis itu tanpa ragu2 berseru; "Tak peduli dia
memperlakukan diriku bagaimana, aku tetap akan membalas
budinya!" Berkata Randa Bu-san dengan serius, "Kalau engkau
berkorban dan dia selamat, apakah engkau bersedia?"
Tanpa bersangsi. gadis itu mengangguk, "Aku bersedia!"
"Karena engkau rela berkorban aku pun akan berusaha
sungguh2...." kata Randa Bu-san lalu menunjuk Siau-liong dan
berkata, "Angkatlah tubuhnya pelahan-lahan!"
Tanpa banyak bertanya, gadis itu segera melakukan
perintah Randa Bu-san. Tubuh Siau-liong telentang lurus di


Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

atas kedua lengannya, Setelah itu Randa Bu-san lalu suruh
sigadis mengangkut Siau-liong dan ikut ia pulang.
Ditengah jalan bertanialah si dara baju hijau nama gadis
itu. "Aku bernama Tiau Bok-kun...." gadis itu menerangkan.
Kedua pipinya tampak merah, ujarnya lebih lanjut, "Ah, aku
memang linglung sekali sehingga belum bertanya nama locianpwe
dan taci...."
"Namaku Song Ling...." dara baju hijau itu menjawab," dan
beliau adalah ibuku...." -habis berkata dara itu membisiki
kedekat telinga Tiau Bok-kun, "Asal ibu sudah meluluskan
mengobatinya, dia tentu sembuh. Jangan kuatirlah!"
Tiau Bok-kun memandang dara itu. Dua butir air mata
menitik turun....
625 Si dara baju hijau atau Song Ling tak dapat merangkai
kata2 untuk menghibur. Maka dalam berjalan itu ia diam saja.
Dalam pada itu karena kuatir Siau-liong akan tergoncang
tubuhnya maka Randa Bu-san sengaja berjalan pelahan-lahan.
Kira2 sepertanak nasi lamanya barulah mereka tiba dipondok
gunung Bu-san. Saat itu sudah malam. Rembulan tertutup awan sehingga
menimbulkan suasana yang rawan. Randa Bu-san suruh Tiau
Bok-kun letakkan tubuh Siau-liong di atas balai2 bambu.
Wanita itu cepat masuk ke dalam kamarnya dan tak lama
keluar membawa baskom air panas berisi daun2 obat. Air
brrwarna merah darah.
Baskom itu diserahkan kepada Tiau Bok-kun beserta
sebuah kain putih. Tiba-tiba Randa Bu-san membentak Song
Ling, "Bukan urusanmu, lekas keluar!"
Song Ling tertegun. Terpaksa ia melangkah keluar. Setelah
itu Randa Bu-san mengambil kursi dan duduk membelakangi
balai2 tempat Siau -liong.
"Tiau Bok-kun, karena engkau sudah ber-sungguh2
menolongnya, engkau harus menurut petunjukku!"
Tiau Bok-kun mengiakan.
"Kalau begitu lekas engkau lucuti pakaiannya!"
Tiau Bok-kun meragu. Sampai beberapa jenak ia diam saja.
Tetapi karena ia sudah mengatakan hendak mengorbankan
diri demi menolong jiwa Siau-liong, masakan disuruh begitu
saja ia sudah mogok" Apalagi.... Tanpa banyak pikir lagi, ia
segera membuka pakaian Siau-liong yang berlumuran darah
dan debu itu. 626 "Benamkan kain ke dalam air lalu bersihkan kaki dan
tangannya!" kembali Randa Bu-san memberi perintah.
"Kemudian Randa Bu-san mengeluarkan sebuah bungkusan
sutera. Ternyata berisi 12 batang jarum perak. Lalu
dipanggilnya Tiau Bok-kun, "Hendak kulakukan pengobatan
tusuk jarum untuk menghalau darah kental yang mengeram
dalam kelima inderanya. Tetapi aku tak leluasa mengerjakan
sendiri. Engkau harus melakukan petunjukku!"
Ia menyerahkan bungkusan jarum kepada nona itu. Tiau
Bok-kun bingung, "Tetapi aku tak mengerti ilmu tusuk jarum,
jika...." "Tak apa, asal dapat mengenal letak jalan darah dengan
tepat, tentu tiada berbahaya...."
Belum sempat Tiau Bok-kun menjawab. Randa Bu-san
sudah berkata lagi; "Pertama kali, tusuklah jalan darah Thantiong
didadanya!"
Tiau Bok-kun tak berani berayal terus menghampiri ke
balai2 tempat Siau-liong.
"Tusuk sampai 3 dim dalamnya!" seru Randa Bu-san pula.
Dengan menindas tangannya yang gemetar, setelah
menentukan letak jalan darah, akhirnya Tiau Bok-kun
memberanikan diri menusuk jarum itu.
Saat itu Randa Bu-san tetap duduk membelakangi. Tetapi
rupanya ia seperti melihat apa yang dilakukan Tiau Bok-kun.
Kembali ia memberi perintah pelahan-lahan, "Yang kedua,
tusuk jalan darah Tiong-kek-hiat dibawah pusarnya, sampai
berdarah...."
627 Tiau Bok-kun pun melakukan perintah itu.
"Yang ketiga, tusuklah jalan darah Beng-bun di belakang
pusar.... Yang keempat, jalan darah Ci-tong-hiat pada ketiak
kanannya."
Demikianlah dibawah petunjuk Randa Bu-san, Tiau Bok-kun
telah melakukan pengobatan tusuk jarum pada tubuh Siauliong.
Lebih kurang sepertanak nasi lamanya, barulah pengobatan
itu selesai. Kepala Tiau Bok-kun basah kuyup dengan keringat.
Tetapi ia dapatkan napas Siau-liong mulai agak keras, kaki
dan tangannya pun tidak kaku lagi. Seri wajahnya mulai agak
merah. Diam-diam nona itu girang dan cepat menghaturkan
terima kasih kepada Randa Bu-san.
Tetapi Randa Bu-san mengatakan bahwa pengobatan
dengan tusuk jarum itu hanya dapat mencairkan hawa jahat
yang menyumbat peredaran jalan darahnya. Dapatkah hal itu
menyembuhkan Siau-liong, ia masih belum yakin.
Sudah tentu Tiau Bok-kun terkejut karena dugaannya
bahwa Siau-liong sudah sembuh ternyata belum pasti.
"Mengapa tak lekas memakaikan pakaiannya lagi!" bentak
Randa Bu-san. Tiau Bok-kun merah mukanya lalu buru-buru
melakukan perintah.
"Ling -ji!" Randa Busan memanggil puterinya.
Song Ling muncul. Lebih dulu memandang ketempat Siauliong
kemudian baru menghampiri ibunya, Randa Bu-san
suruh dara itu mengambil sebuah cawan perak. Lalu wanita itu
628 mengeluarkan sebuah botol kecil dan menuang sebutir pil
warna hitam diberikan kepada Tiau Bok-kun.
"Inilah pil Penyambung nyawa buatanku sendiri. Tetapi
harus dicampur dengan segelas darah orang baru manjur.
Maukah engkau memberikan darahmu untuknya?"
"Mau...." sahut Tiau Bok-kun.
Saat itu Song Ling muncul dengan membawa cawan perak.
Ternyata cawan itu dua kali besarnya dengan cawan biasa.
Menyambuti cawan itu, Randa Busan lalu menyerahkan
kepada Tiau Bok-kun; "Perlu secawan penuh!"
Setelah menyambuti cawan itu dan diletakkan dimeja,
tanpa bersangsi lagi, Tiau Bok-kun terus mengeluarkan badik
dan membelek urat lengan kirinya. Darah mengucur deras ke
dalam cawan. Tak berapa lama penuhlah cawan itu.
Tiau Bok-kun sudah bertekad hendak menyelamatkan jiwa
Siau-liong. Sekalipun menerjang lautan api, ia tetap akan
melakukan. Tetapi karena darahnya keluar begitu banyak,
kepalanya pun terasa pening mata ber-kunang2. Hampir saja
ia rubuh. Untunglah Song Ling cepat memapah dan membalut
lukanya. Randa Bu-san menghela napas. Memandang Tiau Bok-kun,
mengambil cawan berisi darah lalu menghampiri ketempat
Siau-liong. Pemuda itu masih pingsan. Lebih dulu pil hitam tadi
disusupkan ke dalam mulutnya lalu dingangakan dan diminumi
darah.... 629 Setelah cawan habis isinya, wanita Bu-san itu menghela
napas, "Aku hanya dapat mengobati sampai disini. Adakah dia
dapat hidup kembali, tergantung pada nasibnya!"
Tiau Bok-kun yang masih pucat wajahnya, tak berkedip
mengawasi air muka Siau-liong Ternyata cepat sekali terjadi
perobahan. Tak berapa lama wajah pemuda itu merah segar
seperti orang sehat lagi. Kaki dan tangannyapun mulai dapat
bergerak. Girang Tiau Bok-kun bukan kepalang. Serta-merta ia
membisiki telinga anak muda itu, "Siau-liong, Siau-liong...."
"Jangan menganggunya dulu!" bentak Randa Bu-san,
sekalipun dia dapat sembuh tetapi paling tidak dua jam lagi
baru sadar!"
Tetapi serempak dengan kata2 wanita itu sekonyongkonyong
Siau-liong mengerang dan terus menggeliat duduk.
Sudah tentu wanita Bu-san kaget sekali. Cepat ia melesat
kehadapan Siau-liong dan menatapnya seraya berkata seorang
diri, "Sungguh aneh! Benar-benar suatu keajaiban yang baru
pertama kali ini kusaksikan seumur hidup! Mengapa anak
muda ini memiliki tenaga murni yang sedemikian besarnya?"
Siau-liong memandang kian kemari seperti tak mengerti
apa yang telah terjadi pada dirinya. Pelahan-lahan matanya
tertumbuk wajah Tiau Bok-kun, ia berteriak kaget, "Nona Tiau,
engkau...."
Tiau Bok-kun juga terkejut girang. Cepat ia berpaling ke
arah Randa Bu-san, "Terima kasih atas pertolongan locianpwe!"
630 "Locian.... pwe...." seru Siau-liong tersekat. Ia baru saja
sembuh, darahnya masih belum normal. Karena diguncang
oleh rasa kejut dan haru, bergolak lagilah darahnya. Seketika
matanya gelap dan rubuhlah ia kembali.
"Tak jadi apa," cegah Randa Bu-san ketika Tiau Bok-kun
hendak menolong Siau-liong. "tetapi biarpun dia mempunyai
tenaga dalam yang tinggi, setelah menderita luka itu, harus
beristirahat selama sepuluh sampai lima belas hari baru benarbenar
sembuh...."
Kemudian wanita itu berpesan, setelah Siau-liong tersadar,
Tiau Bok-kun supaya membawanya pergi kesebuah tempat
yang sunyi agar dapat beristirahat menyembuhkan lukanya.
Saat itu fajar mulai menyingsing. Randa Bu-san segera ajak
puterinya untuk beristirahat. Setelah kedua ibu dan puteri itu
keluar, Tiau Bok-kun menghela napas panjang. Dilihatnya saat
itu Siau-liong masih tidur pulas, Terkenang akan
pengalamannya selama beberapa hari ini. Selama berhari-hari
itu ia terus menerus mencari Siau-liong. Dan ketika
diterowongan Lembah Maut ia berjumpa dengan Pendekar
Laknat yang terluka. Ia kira Siau-liong tentu sudah menuju
keseberang laut. Tetapi ketika masuk kekota Siok-ciu, ia
mendengar berita bahwa Siau-liong terjebak dalam Lembah
Maut. Maka ia nekad menuju ke Lembah Semi lagi untuk
mencari pemuda itu.
Kini akhirnya ia dapat berjumpa dengan pemuda yang
dikenang siang dan malam itu. Ia merasa telah berhutang jiwa
kepada pemuda itu. Disamping itu ia masih mempunyai suatu
perasaan yang sukar diutarakan terhadap pemuda itu.
Tiba-tiba teringatlah ia akan peristiwa tadi. Demi
kepentingan pengobatan tusuk jarum ia diperintah Randa Busan
untuk membuka pakaian Siau-liong. Seketika merahlah
631 wajah nona itu. Diam-diam ia berjanji untuk membujuk Siauliong
agar mau diajak mencari tempat yang sunyi supaya
lukanya sembuh sama sekali.
Benak nona itu melalu lalang dengan lamunan yang indah.
Karena semalam suntuk tak tidur tanpa terasa iapun jatuh
pulas. Letih dan kantuk melelapkan nona itu dalam ketiduran
yang panjang. Ketika sadar ternyata hari sudah malam. Ia
tidur sehari penuh.
Kamar masih gelap belum ada penerangannya Diluar
pondok, angin membawa deru hujan. Pelahan-lahan ia turun
dari pembaringan. Diruang pondok sunyi senyap. Nyonya
rumah dan si dara baju hijau tak kedengaran suaranya.
"Nona Tiau...." tiba-tiba terdengar orang memanggilnya.
Nona itu terkejut dan berpaling, "Ah, engkau sudah
bangun?" "Nona Tiau, ah, membikin susah padamu...." Siau-liong
tertawa rawan. Seketika meluaplah rasa haru nona itu. Tak tahu
bagaimana ia harus bicara. Air matanya berderai-derai turun
membasahi kedua pipinya.
Siau-liong menghela napas panjang dan pelahan-lahan
duduk. Tiba-tiba pintu terbuka dan masuklah Song Ling
dengan membawa lilin. Dara itu tersenyum. Ia terkejut heran
ketika melihat Siau-liong duduk.
"Eh, engkau sudah sembuh?" tanyanya seraya meletakkan
lilin di atas meja terus lari keluar.
632 Tak berapa lama Randa Bu-san pun masuk. Song Ling
sibuk membawa hidangan dan teh. Siau-liong seperti orang
bermimpi. Dengan dipapah Tiau Bok-kun ia turun dari
pembaringan lalu menghaturkan terima kasih kepada nyonya
rumah dan puterinya.
Entah bagaimana tampak dara baju hijau itu tertegun
seperti orang yang kehilangan semangat. Mata memandang
Siau-liong tak berkedip.
Dengan wajah dingin dan nada tegas, Randa Bu-san
berkata, "Yang menolongmu sesungguhnya bukan aku
melainkan nona ini...." -ia menunjuk Tiau Bok-kun, "jika tiada
nona itu, sekali pun engkau mempunyai jiwa rangkap dua
lembar, tetap habis tentu riwayatmu!"
Tiba-tiba Siau-liong teringat kalau wanita itu menyesalinya
karena melepaskan Mawar Putih jatuh ketangan Soh-beng Kisu.
Ia merasa malu dan tak berani bicara apa2 lagi. Untunglah
Randa Bu-san tak mengungkat soal itu lagi. Demikian mereka
berempat segera makan malam bersama.
Setelah makan bubur, semangat Siau-liong makin segar. Ia
teringat sudah tiga kali itu datang kepondok Randa Bu-san.
Pertama dengan membawa Mawar Putih yang terluka. Kedua
kali dalam penyamarannya sebagai Pendekar Laknat ia telah
bertempur dengan si dara baju hijau hingga menderita luka
parah lalu dibawa Mawar Putih kepondok situ. Untunglah ia
telah dibawa lari oleh gurunya. Tabib-sakti-jenggot-naga
Kongsun Sin-tho.
Dan kali ini adalah yang ketiga kalinya ia berkunjung kesitu
dengan membawa luka yang hampir saja merenggut jiwanya.
Teringat akan peristiwa itu, diam-diam Siau-liong termenung.
633 Si dara baju hijau yang masih makan, beberapa kali
lepaskan lirikan ke arah pemuda itu. Tetapi tiap kali bertemu
pandang dengan mata Siau-liong, cepat2 dara itu alihkan
pandangan matanya kelain arah.
Rupanya Randa Bu-san mengetahui juga tingkah laku
puterinya itu. Ia deliki Song Ling dengan mata membengis.
Setelah selesai makan, ia berkata kepada Siau-liong dan Tiau
Bok-kun. "Saat ini dunia persilatan sedang diamuk kekacauan dari


Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kedua suami isteri durjana. Memang bintang Iblis-penaklukdunia
dan Dewi Neraka serta gerombolannya itu, masih
terang. Kita tak dapat melawan kehendak alam. Pondok ini
dekat dengan Lembah Semi, kurasa kurang tepat kalau kalian
beristirahat disini. Setiap saat kedua durjana itu dapat
mengirim orang untuk menyelidiki. Sekarang sudah malam
dan hujan pun terus menerus mencurah deras. Baiklah kalian
beristirahat semalam lagi. Besok pagi kalian boleh mencari lain
tempat untuk menyembunyikan diri dari gangguan mereka!"
Siau-liong dan Tiau Bok-kun serempak berbangkit. Tetapi
ketika mereka hendak membuka mulut, tiba-tiba wajah wanita
itu berobah. jarinya menutuk kening seperti orang yang
sedang memikir sesuatu.
Siau-liong terpaksa tak berani bicara dan menunggu.
Beberapa jenak kemudian, mata wanita itu berkilat-kilat.
Tiba-tiba ia menampar meja dan serentak berdiri.
"Bu, mengapa engkau?" teriak Song Ling heran.
Sambil memegang dahi, wanita itu berjalan beberapa
langkah sembari berkata seorang diri, "Aneh, mengapa tibatiba
hatiku terasa tak tenteram...."
634 Tiba-tiba ia berhenti lalu menyuruh Song Ling
mengambilkan alat hitungan. Dara itu cepat keluar dan cepat
kembali membawa seperangkat alat-alat yang terdiri dari
ember kayu, beberapa helai kulit kura, tulang ikan, kulit
kerang dan lain-lain.
Randa Bu-san segera memasukan benda2 itu ke dalam dua
buah mangkuk kayu lalu digoyang-goyangkan beberapa jenak
Setelah itu diambil dan dijajar di atas meja. Tingkahnya tak
ubah seperti seorang anak kecil yang sedang bermain-main.
Wajah wanita sakti itu sebentar merah sebentar pucat dan
akhirnya mengucurkan keringat. Beberapa saat kemudian ia
menghela napas lalu berbangkit.
"Alat Ka-kut-sin-go ini tak pernah melesat dalam
memperbitungkan sesuatu, Dalam perhitungan tadi, ternyata
memberi gambaran jelek, Dalam pondok ini segera akan
terjadi peristiwa hebat yang tak baik...." -ia berhenti sejenak
lalu melanjutkan, "Sebenarnya akan kusuruh kalian tinggal lagi
semalam disini. Tetapi mengingat bahaya itu, lebih baik kalian
sekarang juga tinggalkan pondok ini!"
Saat itu diluar hujan masih turun dengan deras. Dinginnya
menggigit tulang. Melirik ke arah Siau-liong yang baru
sembuh, diam-diam Tiau Bok-kun gelisah.... "Terpaksa harus
begitu, tiada jalan lain lagi...." kembali Randa Busan
mendesak. Kemudian wanita itu menyuruh Song Ling mengemasi
bungkusan persediaan obat, "Kita juga harus pergi sekarang
juga. Song Ling cepat melakukan perintah ibunya.
635 Siau-liong tak begitu percaya akan segala perhitungan atau
ramalan. Bermula ia duga wanita itu tentu mencari alasan saja
agar dapat menyuruh pergi. Tetapi alangkah kejutnya ketika
mendengar wanita itu juga akan pergi dari rumahnya. Barulah
Siau-liong mulai menaruh kepercayaan.
Song Ling muncul dengan membawa kantong obat-obatan
dan buntelan pakaian. Dengan wajah cemas ia berkata, "Bu,
sudah kukemas semua. mari kita berangkat!"
Dara itu memang percaya penuh kepada ibunya. Ia agak
gugup juga karena mengira bahaya itu akan segera tiba.
Siau-liong pun segera teringat akan buntelannya yang
berisi pakaian Pendekar Laknat. Untunglah karena Tiau Bokkun
sibuk menolong dirinya, tak sempat membuka buntelan
itu. Saat itu Randa Bu-san dan Song Ling sudah tiba diambang
pintu. Melihat Siau-liong dan Tiau Bok-kun masih berada
dalam ruangan, wanita itu cepat berseru memberi peringatan,
"Selama hidup aku tak suka merangkai keterangan yang
membohongi orang supaya takut. Jika tak lekas pergi, jangan
menyesal!"
Juga Song Ling ikut memberi peringatan, "Petangan ibu tak
pernah meleset. Taci Tiau, lebih baik kalian lekas pergi!"
Dalam pada berkata itu, ibu dan puteri sudah berada diluar
pintu. Begitu pintu terbuka, serangkum angin dingin meniup
masuk. Siau-liong dan Tiau Bok-kun menggigil.
"Ah, karena lo-cianpwe itu mengatakan dengan begitu
sungguh2, tentulah ada sebabnya. Marilah kita lekas
tinggalkan pondok ini," kata Siau-liong.
636 Tetapi melihat badai hujan diluar, Tiau Bok-kun berkata,
"Apakah engkau kuat bertahan?"
Siau-liong tersenyum. Baru ia hendak menjawab tiba-tiba
dari jauh terdengar suara orang tertawa nyaring.
Siau-liong dan Tiau Bok-kun tersentak kaget. Sekalipun
dalam deru badai hujan yang hebat, tertawa itu masih
terdengar jelas. Dan Siau-liong tak asing lagi bahwa tertawa
itu adalah nada suara Iblis-penakluk-dunia!
Menyusul terdengar lengking suara tajam.... Tetapi karena
gemuruh badai, lengking suara itu pun tak terdengar jelas.
"Wanita Bu-san memang tepat sekali perhitungannya.
Tetapi dia sendiri tentu tak keburu menyingkir dan pasti akan
kesompokan dengan Iblis-penakluk-dunia. Demi membalas
budinya, aku takkan berpeluk tangan tak mempedulikan...."
Sambil berkata Siau-liong terus melangkah keluar. Lukanya
baru saja sembuh. Terdampar oleh angin keras dan hawa
dingin, tubuhnya terhuyung-huyung mau rubuh. Tetapi ia
kuatkan diri menuju ke arah suara orang itu.
Tiau Bok-kun cepat lari untuk memapahnya.
"Andai kata benar wanita Bu-san tadi bertempur dengan
suami isteri Iblis-penakluk-dunia, engkau pun tak dapat
membantunya. Ah, lebih baik...."
"Aku bekerja untuk melapangkan ketenteraman hati," kata
Siau-liong, "aku...." - ia menghela napas dan lanjutkan
langkah kemuka.
Diam-diam Siau-liong menimang. Kedatangan Iblispenakluk-
dunia bersama isteri pada malam hujan deras dan
637 menerobos kepungan rombongan orang gagah itu, tentu
penting. Kalau tidak hendak mencari Randa Bu-san dan
puterinya tentulah sudah mencium jejaknya (Siau-liong).
Menurut ukuran kepandaiannya, kedua suami isteri durjana
itu tak menang dari Randa Bu-san yang memiliki tenaga sakti
Ya-li-sin-kang. Tetapi karena ternyata kedua suami isteri iblis
itu berani datang kepondok wanita Bu-san, tentulah mereka
sudah siap dengan rencana hebat.
Teringat akan tokoh2 Jong Leng lojin, Lam-hay Si-ni, Naga
Terkutuk, Harimau Iblis dan It Hang totiang yang telah
dikuasahai Iblis-penakluk-dunia, diam-diam menggigillah hati
Siau-liong. Tiau Bok-kun menyadari bahwa percuma saja menasehati
pemuda itu. Ia tahu pula bahwa Randa Bu-san dan puterinya
itu juga sehaluan dan seperjuangan dengan Siau-liong dalam
usahanya menentang Iblis penakluk-dunia. Maka ia pun tak
bersangsi lagi mengikuti langkah Siau-liong.
Siau-liong menggamit tangan nona itu dan menunjuk
kemuka. Menurut arah yang ditunjuk pemuda itu. Tiau Bokkun
melihat pada jarak beberapa tombak jauhnya, tampak
Randa Bu-san berdua dengan puterinya tengah berdiri
berhadapan dengan dua orang tinggi pendek mengenakan
pakaian serba hitam. Di belakang kedua orang baju hitam itu
tegak kedua suami isteri Iblis-penakluk-dunia dan Dewi
Neraka. Diam-diam menggigillah perasaan Siau-liong. Ia tahu
bahwa kedua orang berpakaian serba hitam itu adalah Lamhay
Sin-ni dan Jong Leng lojin.
638 Terdengar Randa Bu-san berkata dengan nada dingin,
"Adakah kedatangan saudara berdua pada malam hujan deras
ini karena hendak mencari aku?"
Iblis-penakluk-dunia tertawa; "Benar! Rupanya kedatangan
kami berdua tepat sekali. Jika terlambat sedikit saja, mungkin
sukar mencari kalian berdua ibu dan anak'"
"Dengan maksud apa kalian hendak mencari aku." bentak
Randa Bu-san murka.
Iblis-penakluk-dunia tertawa iblis, "Tempat ini tak layak
buat bicara. Harap ikut kami ke dalam Lembah Semi untuk
berunding!"
Randa Bu-san mendengus: ,,Aku tak suka campur urusan
dunia persilatan. Oleh karena itu aku cukup bersabar terhadap
gerak gerik kalian. Apakah kalian kira aku tak tahu tipu
muslihat yang sedang kalian rancang itu?"
Dengan masih tetap tertawa Iblis-penakluk-dunia
menyahut; "Jika kalian tak mau mencampuri urusan dunia
persilatan, mengapa dari gunung Bu-san yang begitu jauh,
kalian datang kemari?" Ditatapnya wanita itu tajam2, lalu
melanjutkan kata-kata pula, "Kedatangan nyonya kemari
bukan aku tak tahu maksudnya. Adalah demi soal itu maka
kuundang nyonya datang ke Lembah Semi untuk berunding,"
"Bu, tak perlu menghiraukannya! Mari kita pergi!" Song
Ling menyelutuk. Diam-diam dara baju hijau itu memang agak
jeri menyaksikan kedua orang bepakaian serba hitam yang
karena tertimpa air hujan, wajahnya makin seram.
Iblis-penakluk-dunia tertawa, "Ah, sudah terlambat kalau
sekarang kalian hendak pergi...."
639 Dia terus mengeluarkan cambuk terus disabatkan ke udara
seraya maju selangkah kehadapan Randa Bu-san bentaknya,
"Ilmu sakti Thian-kong-sin-kang sudah muncul di dunia lagi!
Dergan begitu terpaksa aku harus mengadakan banyak
perobahan dalam rencanaku. Paling tidak, ilmu sakti yang
empat buah itu tak boleh lolos dari tanganku!"'
Mendengar getar cambuk Iblis-penakluk-dunia tadi mata
Jong Leng lojiu dan Lam -hay Sin-ni berapi-api memberingas.
"Jahanam! Jangan banyak tingkah!" damprat Randa Busan,
seraya lontarkan sebuah hantaman ke arah Iblispenakluk-
dunia. Tampaknya pelahan dan lemah tetapi pada
hakekatnya pukulan itu mengandung tenaga sakti yang
mampu menghancurkan batu karang.
Baru pertama kali itu Iblis-penakluk-dunia menghadapi ilmu
pukulan sakti Ya-li-sin-kang. Tetapi karena dia amat licin dan
banyak pengalaman begitu merasa kedahsyatan pukulan
wanita itu, ia terkejut dan cepat2 loncat mundur.
Tetapi betapapun cepat ia menghindar tetap tubuhnya
terdampar angin dari pukulan itu. Seketika separoh tubuhnya
terasa kesemutan nyeri sekali. Dengan berjumpalitan sampai
dua kali, barulah ia terhindar dari deru angin maut.
Dengan menyeringai kucing. iblis itu merangkap bangun.
Dipandangnya Randa Bu-san dengan geram sekali. Ia tertawa
menyeringai lalu ayunkan cambuk ke arah kedua orang baju
hitam itu, bentaknya, "Lekas ringkus wanita baju hitam itu
kalau tidak kalian tentu kuhukum mati!"
Orang berpakaian serba hitam yang berperawakan lebih
tinggi maju lebih dulu, Dengan mengangkat kedua tangan dan
merentang sepuluh jarinya ia terus menerjang Randa Bu-san.
640 "Tolol, apakah kamu sudah gila benar!" bentak Randa Busan,
seraya songsongkan kedua tangan menyambut serangan
Lam-hay Sin-ni.
Lam-hay Sin-ni sudah hilang kesadaran pikirannya. Dia
sudah dapat dikuasai seluruhnya oleh Iblis-penakluk-dunia.
Sama sekali Sin-ni itu tak menghiraukan segala bahaya.
Tambahan pula karena Ya-li-sin-kang dari Randa Bu-san itu
bersifat lembut. Maka sekali maju Sin-ni tetap menerjang!
Tetapi sesaat kemudian sekonyong-konyong Sin-ni seperti
membentur suatu dinding karet yang kokoh dan kuat sekali
daya membaliknya. Ketika Sin-ni hanya tinggal beberapa
langkah dari Randa Bu-san, tiba-tiba ia mental dan terlempar
ke belakang sampai setombak lebih jauhnya....
Setelah dapat mengundurkan Lam-hay Sin-ni Randa Bu-san
cepat mengajak puterinya, "Petangan memberitahukan
bahaya. Hayo, kita lanjutkan perjalanan!"
Bagaikan dua ekor burung rajawali, kedua ibu dan anak itu
loncat lari kemuka. Tetapi baru dua tombak jauhnya,
terdengarlah cambuk Iblis-penakluk-dunia menggeletar di
udara. Sesosok tubuh kecil kurus melambung ke udara dan
melayang turun mencegat kedua ibu dan anak. Dan tanpa
berkata suatu apa, orang itu terus menghantam.
Penyerang itu bukan lain adalah Jong Leng lojin, pemilik
ilmu sakti Jit-hoa-sin-kang, salah sebuah dari lima tenaga-sakti
dalam dunia. Randa Bu-san berhenti dan menyongsongnya.
Ilmu tenaga sakti Jit-hoa-sin-kang dari Jong Leng lojin itu
serupa jenisnya dengan ilmu Ya-li-sin-kang dari Randa Bu-san.
641 Kedua-duanya bersifat lembut dan tak mengeluarkan deru
suara apa2. Ketika kedua tenaga sakti itu saling berbentur, keduanya
sama2 terhuyung-huyung mundur beberapa langkah. Dan
menyusul terdengarlah letupan keras diserempaki dengan
pasir dan debu seluas satu tombak sama berhamburan seperti
dilanda angin puyuh.
Randa Bu-san tak berminat untuk bertempur. Ia segera
mengajak puterinya lari. Tetapi justeru karena perhatiannya
terbagi untuk puterinya, gerak tubuhnya agak lamban sedikit.
Pada saat ia hendak loncat, serangkum angin dahsyat
mendampar punggungnya.
Wanita sakti itu mengeluh. Terpaksa ia miringkan tubuh
sambil berputar setengah lingkaran. Setelah menghindar
serangan Lam-hay Sin-ni, Randa Bu-san tutukkan jarinya
kelambung Sin-ni sambil berseru kepada Song Ling; "Ling,
lekas lari sendiri dan cepat tinggalkan tempat ini!"
Dari ucapan itu, rupanya Randa Bu-san sudah mengetahui
apa yang bakal terjadi ditempat itu.
Sudah tentu Song Ling tak mau, bahkan melihat ibunya
dikerubut dua orang, dia melengking nyaring dan terus
menyerang Jong Leng lojin.
Randa Bu-san gugup sekali, serunya; "Ling, apakah engkau
tak mau hidup!"
Sambil berseru, Randa Bu-san lontarkan tiga kali pukulan
kepada Jong Leng lojin.


Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Turut perintah mamah dan lekas lari!" bentak Randa Busan
kepada puterinya pula.
642 Sekalipun kesadaran pikirannya lenyap tetapi naluri Jong
Leng lojin masih tajam. Dia cepat mengetahui kalau dirinya
diserang dari belakang oleh si dara. Tetapi karena saat itu ia
sedang dicecar tiga buah pukulan oleh Randa Bu-san, maka ia
tak sempat berputar tubuh melayani Song Ling.
Dua buah pukulan dara itu berhasil mendarat dipunggung
Jong Leng lojin. Betapapun tingginya kepandaian orang tua
itu, namun si dara sudah mendapat pelajaran dasar ilmu sakti
Ya-li-sin-kang dari ibunya. Pernah menjajal kekuatan dengan
Pendekar Laknat dan berakhir dua-duanya sama menderita
luka parah. Dua buah pukulan yang dilancarkan Song Ling itu
diperuntukkan menolong ibunya. Sudah tentu dilambari
dengan tenaga penuh. Tetapi bukan kepalang kejutnya ketika
pukulan tenaga sakti itu tak mengakibatkan suatu apa pada
Jong Leng lojin. Tenaga sakti dara itu seolah-olah lenyap
terhapus oleh tenaga sakti yang dipancarkan Jong Leng lojin
untuk melindungi tubuhnya.
Seruan kedua kalinya dari Randa Bu-san, tetap tak
diacuhkan Song Ling. Betapapun halnya tak mungkin ia mau
meninggalkan ibunya yang sedang terancam bahaya itu.
Maka walaupun pukulannya kepada Jong Leng lojin tadi tak
berhasil, dara itu tetap kalap menyerang kalang kabut pada
Jong Leng lojin dan Lam-hay Sin-ni.
Dalam kelima jenis tenaga sakti yang merajai dunia
persilatan, hanyalah ilmu sakti Thian-kong-sin-kang yang
paling unggul. Keempat ilmu yang lainnya boleh dikata
berimbang kesaktiannya.
643 Dikerubut dua oleh lawan yang memiliki kesaktian
berimbang dengan dirinya, Randa Bu-san agak kuatir. Apalagi
ia masih harus memperhatikan puterinya. Karena konsentrasi
pikirannya terganggu, wanita itu menjadi sibuk dan agak
kacau sehingga terdesak oleh lawan.
Melihat keadaan ibu dan anak itu dalam bahaya, Siau-liong
sibuk bukan main. Akhirnya ia menghela napas dan berkata
kepada Tiau Bok-kun; "Harap nona tetap bersembunyi disini.
Jangan gegabah ikut campur. Ketahuilah. ketiga tokoh yang
bertempur itu merupakan tokoh sakti dalam dunia persilatan
dewasa ini...."
Ia berhenti sejenak lalu berkata pula, "Jika sampai terjadi
sesuatu, harap nona lolos menyelamatkan diri!"
Tiau Bok-kun terbelalak, "Lukamu baru sembuh,
bagaimana...." -tetapi belum sempat ia menyelesaikan katakatanya,
Siau-liong sudah melayang ketempat kedua suami
isteri Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka dan
menyerangnya. Pada saat itu kedua suami isteri Iblis-penakluk-dunia
tengah gembira ria karena melihat Randa Bu-san sudah mulai
payah. Tetapi betapa kejut mereka ketika tahu2 melihat
sesosok tubuh melayang turun dari udara dan menyerangnya!
Oleh karena baru saja sembuh, pada saat Siau-liong
membuat gerakan melayang ke udara itu, darahnya terasa
bergolak keras, kepala berkunang-kunang dan hampir tak
dapat berdiri tegak di tanah. Ia menggunakan kesempatan
ketika kedua suami isteri durjana itu sedang tertegun kaget,
untuk menyalurkan napas.
644 Mata Dewi Neraka berkilat-kilat memandang pemuda itu
lalu berkata kepada suaminya, "Tolol! Bukankah dia anak
muda yang hilang itu?"
Menunggu beberapa waktu yang lalu ketika di Lembah
Semi. Siau-liong telah diperkenalkan oleh Poh Ceng-in kepada
kedua orang tuanya Suami isteri Iblis-penakluk-dunia
mempunyai maksud hendak mengambil menantu pada Siauliong.
Maka ketika mendapat laporan bahwa Siau-liong dan
Poh Ceng-in lenyap dalam barisan Tujuh Maut, kedua suami
isteri itu sibuk menyebar anak buahnya. Tetapi ternyata tak
berhasil menemukan kedua pemuda itu.
Iblis penakluk-dunia mendengus, "Hm, benar, budak itu
dapat muncul lenyap seperti setan!"
Habis berkata ia terus menghantam Siau-liong.
"Tolol! Jangan melukainya...." cepat Dewi Neraka
hadangkan tangan mencegah suaminya.
Kemudian Dewi Neraka berpaling dan menegur Siau-liong, "
Mengapa engkau muncul kemari! Tahukah engkau puteriku
Ceng-in...."
"Perempuan siluman, tutup mulutmu!" bentak Siau-liong
Kemudian dengan nada bengis ia mengancam, "jiKa engkau
menginginkan anakmu masih hidup, suruh mereka berhenti
bertempur!"
Dewi Neraka tertawa heran, "Nak, apa katamu" Suruh
mereka berhenti bertempur mempunyai sangkut paut apa
dengan puteriku itu?"
Mata Iblis-penakluk-dunia mengeliar, serunya; "Budak itu
licin sekali, harap dinda jangan terkena tipunya!"
645 Tetapi Dewi Neraka tak mempedulikan kata suaminya. Ia
melanjutkan berkata kepada Siau liong, "Katakanlah terus
terang bagaimana sikapmu terhadap puteriku itu. Engkau
mencintainya atau tidak" Mengapa diam-diam ia meloloskan
diri?" Saat itu pertempuran antara Randa Bu-san lawan Jong
Leng lojin dan Lam-hay Sin-ni makin dahsyat. Randa Bu-san
berkelahi dengan sekuat tenaga.
"Puteri kesayanganmu itu telah kuculik diluar lembah. mati
hidupnya tergantung ditanganku. Jika ingin ia hidup, lekas
suruh mereka berhenti." bentak Siau-liong.
Dewi Neraka terbelalak mengicupkan mata ke arah
suaminya, "Benarkah itu?"
Iblis-penakluk-dunia tertawa, "Jangan percaya obrolannya.
Sama sekali tiada buktinya!"
Dewi Neraka merenung sejenak lalu berkata, "Kalau begitu
akan kuringkusnya lebih dulu baru nanti kita selidiki
kebenarannya lagi!"
Wanita iblis itu melesat ketempat Siau-liong dan secepat
kilat terus mencengkeram bahu kiri pemuda itu.
Siau liong menggembor keras. Dihantamnya dada wanita
itu. Serangkum sinar emas memancar dan tubuh Dewi Neraka
yang pendek gemuk itu pun jungkir balik terlempar sampai
dua tombak jauhnya....
Ternyata Siau-liong telah gunakan pukulan Sapu-jagad dari
Thian-kong-sin-kang. Meskipun belum sempurna latihannya,
dan tenaganya pun tak memadai, tetapi tetap mampu
646 melemparkan Dewi Neraka sampai dua tombak dan rubuh
dengan luka parah!
"Thian-kong-sin kang!" teriak Iblis-penakluk-dunia dengan
penuh kejut. Tetapi sehabis memukul, darah Siau-liong makin bergolak,
tenaganya habis. Ia terhuyung-huyung rubuh.
Melihat itu tak tahan lagi Tiau Bok-kun berpeluk tangan.
Tanpa menghiraukan suatu apa lagi, ia terus melayang turun
dan lari menghampiri pemuda itu, "Siau liong.... Siau-liong....!"
Iblis-penakluk-dunia benar-benar termangu kaget melihat
Siau-liong dapat menggunakan pukulan Thian kong-sin-kang.
Kemarin dimuka barisan pohon bunga, iapun menerima
pukulan Thian-kong-sin-kang dari Pendekar Laknat. Ia kira
ilmu sakti Thian-koag sin-kang telah didapatkan oleh Pendekar
Laknat. Maka amatlah kejut dan herannya ketika menyaksikan
Siau liong pun dapat menggunakan pukulan sakti itu juga.
Iblis-penakluk dunia adalah seorang manusia julig yang
kaya akan siasat dan mahir dalam tipu muslihat. Tetapi
menghadapi kenyataan itu, benar-benar ia kehilangan
faham.... Tetapi ia tak sempat merenung lebih lama dan terus lari
menolong Dewi Neraka.
Randa Bu-san juga terkejut. Ia tak kira kalau Siau-liong
ternyata memiliki ilmu Thian-kong-sin-kang. Tetapi ia tak
sempat memperhatikan diri pemuda itu lagi karena Jong Leng
lojin dan Lam-hay Sin-ni menyerang deras dari muka dan
belakang. 647 Tengah Randa Bu-san sibuk menghadapi tekanan kedua
lawannya sekonyong konyong ia terkejut mendengar lengking
jeritan Song Ling.
Dara itu kena terhantam Lam-hay Sin-ni dan terlempar
rubuh sampai tujuh langkah jauhnya....
---ooo0dw0ooo---
Jilid 12 Badai Randa Bu-san terkejut dan cepat loncat ketempat
puterinya. Tetapi tindakan itu telah memberi kesempatan
bagus kepada Jong Leng lojin dan Lam-ha Sin-ni.
Lam-hay Sin-ni menebas lambung wanita Bu-san itu.
Sedang Jong Leng lojin menutuk punggungnya.
Karena tergesa-gesa hendak menolong puterinya, Randa
Bu-san terus saja loncat tanpa menghiraukan suatu apa.
Serangan mendadak dari kedua lawannya itu, sungguh diluar
dugaan. Betapa pun saktinya wanita Bu-san namun kedua
lawannya itu juga termasuk tokoh yang sejajar tingkatannya.
Tak mungkin wanita itu menghindar lagi.
Masih wanita Bu-san itu dapat menghalau Lam-hay Sin-ni
tetapi ia tak berdaya menjaga tutukan Jong Leng lojin.
Seketika separoh tubuhnya kesemutan dan rubuhlah wanita
itu! Jong Leng lojin masih menyusuli pula dengan sebuah
tutukan sehingga Randa Bu-san lak dapat berkutik lagi.
648 Sejenak Jong Leng lojin saling bertukar pandang dengan
Lam-hay Sin-ni. Kemudian ia mengangkat tubuh Randa Bu-san
lalu pe-lahan2 menghampiri ketempat Iblis-penakluk-dunia.
Pertempuran dahsyat telah selesai. Randa Bu-san tertawan,
si dara baju hijau terkapar di tanah karena terkena hantaman
Lam-hay Sin-ni.
Iblis-penakluk-dunia mengangkat isterinya. Baju wanita itu
berlumuran darah. Suatu pertanda bahwa ia telah menderita
luka dalam yang parah. Entah berapa kali muntah darah.
Tetapi menilik ia masih dapat berjalan, luka itu walaupun
berat tetapi tak sampai membahayakan jiwanya.
Pada saat Iblis-penakluk-dunia menolong isterinya, Tiau
Bok-kun pun segera mengangkat tubuh Siau-liong hendak
dibawa pergi. Walaupun karena darahnya bergolak sehingga rubuh ke
tanah, tetapi pikiran Siau-liong masih sadar. Dengan meronta,
ia berseru kepada nona itu, "Jangan hiraukan aku, lekas
engkau lari.... kalau tidak kita semua tentu jatuh ditangan iblis
itu!" Tetapi sebagai jawaban Tiau Bok-kun segera membawanya
lari. Walaupun sedang menolong Dewi Neraka, tetapi Iblispenakluk-
dunia tetap menguasai keadaan disekelilingnya.
Cepat ia ayunkan cambuk dan memberi perintah kepada Lamhay
Sin-hi supaya manangkap Tiau Bok-kun.
Setelah mengiakan, sekali enjot tubuh, Lam-hay Sin-ni
sudah melayang di belakang Tiau Bok-kun. Sebelum nona itu
sempat berbuat apa2, punggungnya sudah ditutuk Lam-hay
649 Sin-ni. Dengan mudah Lam-hay Sin-ni membawa kedua anak
muda kehadapan Iblis-penakluk-dunia lagi.
Setelah beberapa saat memperhatikan keadaan Siau-liong
yang lentuk. Menilik keadaannya lemas lunglai seperti orang
tak bertenaga itu, tentulah pemuda itu menderita luka parah.
"Tinggalkan budak itu bersama anak perempuan dari Busan
disini!' teriaknya.
Lam-hay Sin-ni mengiakan. Sekali lepas tangan, tubuh
Siau-liong pun jatuh ke tanah.
"Tolol!" tiba-tiba Dewi Neraka membentak suaminya "budak
itu telah melukai aku begini berat. Dan dia ternyata memiliki
ilmu Thian-kong-sin-kang. Bawa ke dalam lembah dan periksa
keterangannya sampai jelas. Mengapa engkoh malah suruh
membiarkan dia disini...."
Iblis-penakluk-dunia tersenyum. Ia membisiki beberapa
patah kata kedekat telinga isterinya. Bermula wanita iblis itu
diam saja. Tetapi beberapa jenak kemudian wajahnya tampak
berseri. "Tolol! Silahkan engkau melaksanakan rencanamu yang
kurang ajar itu," katanya.
Iblis-penakluk-dunia tertawa bangga. Segera ia memapah
isterinya dan berjalan pelahan-lahan. Lam-hay Sin-ni dan Jong
Leng lojin seperti manusia patung, pun segera mengikuti di
belakang kedua iblis itu. Kedua tokoh itu masing-masing
menjinjing Randa Bu-san yang tertutuk jalan darahnya dan
Tiau Bok-kun. Tak berapa lama merekapun lenyap dalam
kegelapan malam.
650 Angin reda, hujanpun berhenti. Rembulan muncul pula
menerangi bumi. Dan malam pun makin merayap. Serangkum
angin malam yang dingin telah membuat Siau-liong gemetar.
Dengan paksakan diri ia bangun dan duduk. Buku tulangtulangnya
seperti berhamburan lepas, kepala berat, kaki
lentuk. Tenaganya seperti habis sehingga rasanya tak mampu
untuk bergerak sedikit saja.
Ia menghela napas panjang dan tertegun memandang
bulan. Apa yang terjadi beberapa saat tadi, dilihatnya dengan
jelas. Tetapi setelah ia lepaskan hantaman, darahnya bergolak
keras dan tenaganya pun amblas. Maka ia tak berdaya sama
sekali untuk membantu pertempuran itu dan melainkan
melihat dengan hati terkecoh.
Tertawannya Randa Bu-san, membuat perasaannya gundah
sekali. Ia yakin Randa Bu-san tentu akan mengalami nasib
serupa dengan Lam-hay Sin-ni dan Jong Leng lojin, ialah
dijadikan manusia tanpa kesadaran pikiran untuk diperbudak
kedua suami isteri durjana itu....
Tiba-tiba timbullah rasa keheranannya. Bukankah Iblispenakluk-
dunia tahu bahwa ia telah memiliki ilmu Thian-kongsin-
kang" Tetapi mengapa iblis itu iak membunuhnya"


Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mengapa ia dibiarkan menggeletak disitu" Dan apa sebab
Song Ling, si dara baju hijau juga tak diganggu"
Siau-liong paksakan diri berpaling. Dilihatnya dara itu masih
menggeletak di tanah iak berkutik. Entah mati atau masih
hidup. Walaupun jarak tempat dara itu hanya terpisah dua
tombak dari tempatnya, tetapi ia rasakan tak berdaya untuk
menghampiri. Tenaganya benar-benar lenyap!
Karena jengkel, marah dan sedih, ia sampai mengucurkan
airmata.... 651 Akhirnya setelah pikirannya agak tenang, mulailah ia
melakukan pernapasan untuk menyalurkan hawa murni. Sejak
mempelajari ilmu sakti Thian-kong-sin-kang, setiap kali
melakukan pernapasan ia tentu menggunakan ajaran ilmu itu.
Maka hasilnya pun lebih cepat.
Lebih kurang sepeminum teh lamanya, ia rasakan darahnya
agak tenang dan dapatlah ia berdiri lalu dengan terhuyunghuyung
ia menghampiri ketempat Song Ling.
Dara itu menggeletak ditempat tanah becek yang berair
sehingga mukanya berlumuran lumpur, tubuhnya tak keruan
kotornya. Ketika diperiksa pernapasan hidungnya, ternyata dara itu
masih bernapas walaupun lemah. Diam-diam terhiburlah hati
Siau-liong. Dara itu hanya menderita luka parah sehingga
pingsan. Siau-liong segera melakukan pertolongan dengan ilmu
mengurut, Tetapi sayang, tenaganya masih belum pulih
sehingga tak dapat memberi penyaluran tenaga dalam kepada
dara itu. Lewat dua jam kemudian, barulah dara itu tersadar.
Dara itu memandang Siau-liong Sejenak, kemudian
memandang kesekeliling penjuru dan tiba-tiba berseru, "Mana
ibuku?" -seraya terus hendak berbangkit.
Siau-liong memegang bahu dara itu; "Nona masih
menderita luka dalam. Lebih baik melakukan pernapasan
menyalurkan tenaga murni dulu. Kalau darah sampai
membeku dalam dada, tentu bisa...."
Tetapi dara itu tak menghiraukan kata2 Siau-liong. Dengan
kalap ia menjerit, "Ibuku" Kemanakah perginya".... dan Iblispenakluk-
dunia serta kedua orang baju hitam tadi.... mengapa
652 hanya tinggal engkau saja yang disini.... lekas terangkanlah....
,!" Siau-liong menghela napas pelahan, ujarnya, "Nona, ai...."
-sesaat tak dapat ia memulai kata-katanya, kecuali hanya
menghela napas dan berdiam diri.
Dara itu menatap Siau-liong lekat2. Tubuhnya gemetar dan
tiba-tiba menangislah ia sekeras-kerasnya!
Siau-liong merasa tak dapat menghiburnya.... Maka ia
biarkan dara itu menangis agar melonggarkan kesesakan
hatinya. Dan mudah-mudahan karena menangis itu, darahnya
yang mengumpul didada dapat menyalur lancar.
Siau-liong duduk disamping dara itu. Hatinya terasa seperti
disayat sembilu....
Lama sekali Song Ling baru berhenti menangis. Siau-liong
menghiburnya; "Harap nona suka menjaga kesehatan diri.
Soal ibu nona nanti pelahan-lahan kita berdaya untuk
menolongnya."
"Apakah engkau melihat ibuku ditawan mereka?" Song Ling
masih meminta penegasan.
Siau-liong mengangguk, "Beliau dan nona Tiau telah
ditawan mereka. Aku menyaksikan dengan mata kepala
sendiri." Sambil kepalkan tinju, dara itu menggeram, "Jika tak dapat
menolong ibu.... lebih baik aku mati saja!"
Setelah diam sejenak, dara itu gelengkan kepala menghela
napas putus asa. Ilmu sakti Ya-li-sin-kang dari ibu tiada
653 tandingannya di dunia. Jika mereka dapat menawan ibu,
apakah kita mampu menolongnya!"
Kembali dara itu menangis tersedu-sedan.
Diam-diam Siau-liong menimang dalam hati. Dewasa ini
kecuali ilmu sakti Thian-jin-sin-kang dari guruku Kongsun Sintho,
ketiga tokoh yang memiliki tiga macam ilmu sakti telah
dapat ditawan Iblis-penakluk-dunia. Rasanya Randa Bu-san
tentu akan menderita nasib seperti Lam-hay Sin-ni. Apabila
berjumpa lagi, kemungkinan Randa Bu-san tak kenal lagi pada
puterinya dan bahkan akan menyerangya.... Sekalipun saat itu
ia (Siau - liong) sudah memperoleh ilmu sakti Thian-kong-sinkang,
tetapi belum sempat mempelajari.
Untuk memahami ilmu sakti itu, paling tidak harus
memerlukan waktu satu setengah tahun. Dalam waktu itu
tentulah terjadi banyak perobahan yang tak terduga-duga.
Sekurang-kurangnya, dunia persilatan tentu sudah dikuasai
oleh kedua suami isteri durjana itu!
Dan mengapa Iblis-penakluk-dunia melepaskan dirinya"
Bukankah mereka tahu bahwa ia memperoleh ilmu sakti
Thian-kong-sin-kang" Apakah mereka tak takut kalau ia
sempat meyakinkan ilmu sakti itu dan menghancurkan
mereka" Ah, menilik kelicikan dan keganasan suami isteri iblis
itu, tak mungkin mereka mau berlaku begitu murah hati!
Tentulah mereka sedang memasang jerat. Ya, tentulah
mereka akan mengawasi setiap gerak geriknya....
Sedang Siau-liong terbenam dalam renungan, tiba-tiba
Song Ling menghela napas dan wajahnya yang berlumuran
lumpur itu berpaling kepadanya, "Lalu bagaimana kita
sekarang ini?"
654 Siau-liong menjawab, "Saat ini rombongan Ceng Hi totiang
sedang terkurung diluar Lembah Semi. Dalam pertempuran
kemarin walaupun menderita kekalahan. tetapi kekuatan
mereka masih belum hancur. Baiklah kita meninjau keadaan
mereka kemudian baru kita mengatur rencana untuk
menolong ibu nona dan nona Tiau "
Song Ling menyetujui. Ia paksakan diri berdiri lalu
mendahului berjalan. Tetapi luka dalam tubuhnya masih
belum sembuh. Darahnya masih membeku. Ditambah pula
dengan derita pukulan batin yang hebat, langkah dara itu
terhuyung-huyung hampir rubuh.
Sebaliknya setelah melakukan. pernapasan tadi, keadaan
Siau-liong jauh lebih baik. Segera ia maju untuk memapah
dara itu. "Apakah nona kuat bertahan?" tanyanya.
Dara itu menggigit bibir dan anggukan kepala. ia tetap
kuatkan diri berjalan. Tempat rombongan orang gagah kira2
masih dua li jauhnya. Setelah melintasi sebuah lereng dan
sebuah anak sungai, tentu sudah mencapai tempat mereka.
Siau-liong dan Song Ling keduanya masih belum sembuh.
Untuk ayunkan kaki saja, mereka harus berjuang sekuat
tenaga. Sepenanak nasi lamanya barulah mereka tiba di anak
sungai itu. Tiba-tiba Siau-liong mengeluh dan berhenti.
"Mengapa?" Song Ling terkejut heran.
"Mengingat Ceng Hi totiang tak mempunyai hubungan
dengan kita, apalagi saat ini kita dalam keadaan begini rupa,
mungkin mereka tak mau menerima kedatangan kita!" kata
Siau-liong. 655 "Mengapa sebelumnya engkau tak memikirkan hal itu"
Kalau begini, kan lebih baik kita tak usah kesana saja!" seru
Song Ling agak mengkal. Dara itupun jauhkan diri duduk di
atas sebuah batu.
Memang saat itu barulah Siau-liong menyadari. Bahwa dia
dihormati oleh rombongan Ceng Hi totiang itu adalah dalam
kedudukan sebagai Pendekar Laknat. Dan saat itu ia bukan
Pendekar Laknat melainkan peribadi Siau-liong. Dikuatirkan
rombongan orang gagah dan Ceng Hi totiang akan
mencurigai. Dengan pemikiran itulah maka Siau-liong hentikan
langkah. Selama berjalan tadi, sesungguhnya Song Ling sudah tak
kuat. Hanya dengan kemauan keras, ia paksakan diri berjalan
sekian jauh.... Setelah saat itu berhenti, iapun segera
pejamkan mata melakukan pernapasan.
Diam-diam Siau-liong merenung, "Mawar Putih, Tiau Bokkun,
berturut-turut telah jatuh keLembah Semi. Pun
rombongan tokoh persilatan yang dipimpin Ceng Hi totiang,
sudah payah keadaannya. Sedang ia dan Song Ling pun
terluka parah, tentang penyamarannya. Lalu bagaimanakah
harus bertindak"'
Tiba-tiba ia teringat akan Poh Ceng-in. Apakah wanita itu
sudah dapat meminta wanita itu dari paderi Liau Hoan"
Mengingat ia tunggal nyawa dengan wanita itu. apabila karena
marah Ceng Hi totiang membunuh wanita itu, tentulah dirinya
juga akan mati.
Akhirnya setelah menimbang beberapa saat, ia
memutuskan untuk menemui Ceng Hi totiang.
"Nona Song...."
656 Dara itu membuka mata dan berseru "Apakah engkau
sudah memperoleh jalan, kemana kita akan pergi?"
"Aku hendak mohon tanya padamu mengenai sebuah hal,"
kata Siau - liong.
"Soal apa" Katakanlah!" seru Song Ling.
"Apakah nona kenal akan Pendekar Laknat?"
Dengan heran Song Ling memandangnya, "Bukan
melainkan kenal saja, pun juga...." dengan nada geram ia
berseru; "Aku mempunyai dendam permusuhan tak mau hidup
dibawah satu matahari dengan dia!"
Diam-diam Siau-liong bercekat dalam hati, ujarnya; "Entah
apakah dosanya kepada nona?"
Song Ling melirik dan menatap sejenak pada Siau-liong,
"Dia telah membunuh ayahku!"
Semula dalam menanyakan soal Pendekar Laknat tadi,
diam-diam Siau-liong hendak menyatakan tentang
penyamarannya. Tetapi demi mendengar kebencian Song Ling
terhadap tokoh itu, terpaksa Siau-liong batalkan maksudnya.
Melihat pemuda itu tertegun sampai lama, Song Ling
menegurnya pula, "Mengapa tiba-tiba engkau menanyakan
soal itu....?"-tiba-tiba pula dara itu bertepuk tangan, "Ha, aku
tadi teringat akan sebuah tempat, hayo, kita kesana!"
Dan sebelum Siau-liong berkata, dara itu sudah mendahului
lagi, "Aku tadi bingung sehingga lupa pada beliau orang tua
itu...." 657 Menilik kerut wajah si dara, Siau-liong mendapat kesan
seolah-olah dara itu telah menemukan orang bintang
penolong. Maka bertanialah ia, "Yang nona katakan itu....?"
Ke gua Ko-hud-tong digunung Go-bi mencari Pertapa-saktimata-
satu. Beliau tentu dapat berdaya menolong ibuku!" tukas
si nona. Dengan sangsi Siau-liong berkata, "Dalam dunia persilatan
kabarnya hanya Ilmu-sakti yang paling hebat. Tiada yang
menandingi lagi. Mengapa nona tahu...."
"Tahukah engkau siapa orang tua itu!" Song Ling
melengking sembari banting2 kaki," dia adalah kakek guruku!
Adalah setelah ayahku dibunuh orang, ibu baru berjumpa
dengan beliau. Ilmu sakti Ya-li-sin-kang ibu itu adalah beliau
yang mengajarkan!"
Mendengar itu seketika tergeraklah hati Siau-liong. Ia
anggap kemungkinan itu akan memberi harapan.
Song Ling menghela napas, katanya, "Tetapi beliau
memang aneh wataknya. Dahulu ketika menerima ibu sebagai
murid, setahun kemudian terus mengusir kami berdua ibu dan
anak dari guanya. Katanya, dia hendak bertapa tak mau keluar
dari gua lagi. Peristiwa itu terfadi pada 15 tahun yang lalu.
Selama 15 tahun itu, ibu tak pernah mengatakan hendak
menjenguk kakek guru. Entah apakah dia masih...." -sampai
disitu nada dan wajah Song Ling berobah rawan.
Siau-liong menghiburnya. Ia mengatakan bahwa hubungan
antara guru dan murid itu tak ubah seperti orang tua dengan
anak. Asal si dara memintanya dengan sungguh2, orang tua
itu tentu takkan berpeluk tangan mendiamkan saja; "Jangan
kuatir, pergilah nona kesana!"
658 Song Ling terkejut dan menatap Siau-liong, "Apakah
engkau tak mau mengantar aku kesana?"
Siau-liong menghela napas, "Ah, aku masih mempunyai
beberapa urusan penting dan tak dapat tinggalkan tempat ini.
Tetapi.... , "
Song Ling tertawa dingin menukas, "Tak perlu mengatakan,
aku sudah jelas. Yang salah adalah aku dan ibu sendiri...."-
suaranya berobah gemetar, "Kami berdua memang buta!"
Dua titik air mata mengalir dari pelapuk dara itu. Ia terus
berbangkit dan ayunkan langkah.
Cepat Siau-liong mencegahnya "Kalau nona salah faham,
aku lebih suka mati! Ketahuilah, aku juga mempunyai
kesulitan yang sukar kukatakan sekarang ini!" -Rasa haru telah
mencengkam sanubari Siau-liong sehingga ia pun menitikkan
ai mata. Sudah tentu Song Ling tertegun. Ia duduk lagi. Siau-liong
menghela napas. Tak tahu saat itu bagaimana ia harus
memberi penjelasan kepada si dara.
Ia harus menemui Ceng Hi totiang untuk mempersiapkan
sisa2 tenaga rombongan orang gagah. Begitu pula ia harus
mencari tahu jejak Poh Ceng-in, Untuk hal itu ia harus
menyamar lagi sebagai Pendekar Laknat. Tetapi hal itu tak
mungkin dilakukannya dihadapan Song Ling.
Karena hal itulah maka ia tak dapat tinggalkan Lembah
Semi ikut si dara kegunung Gobi. Karena ia tahu bahwa
jiwanya setiap saat tentu amblas. Dan kalau ditengah jalan ia
sampai mati, bukankah berarti ia telah merusak harapan
pencipta ilmu sakti Thian-kong-sin-kang" Ah, benar-benar ia
merasa serba sulit!
659 Akhirnya setelah memandang beberapa saat ke arah si
dara, berkatalah ia dengan tandas, "Sekali pun andai kata
nona berhasil minta bantuan pada kakek guru nona untuk
menolong ibu nona, tetapi Iblis-penakluk-dunia itu manusia
julig yang licin sekali. Buktinya tokoh2 sakti semacam Jong
Leng lojin dan Lam-hay Sin-ni pun telah dapat dikuasainya.
Dan kemungkinan ibu nona pun akan mengalami nasib
serupa...."


Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia berhenti sejenak lalu melanjutkan dengan suara sarat,
"0leh karena itu menurut pendapatku, sekalipun kakek guru
nona turun gunung, belum tentu dapat menindas kedua suami
isteri durjana itu. Sebagai penggantinya, aku mempunyai
rencana yang hebat, tetapi hal itu memerlukan jangka waktu
yang cukup panjang...."
"Sebenarnya apakah maksudmu itu?" Song Ling tak sabar
lagi. "Hendak kujadikan nona seorang tokoh sakti. Dalam waktu
satu tahun saja, nona pasti akan merajai dunia persilatan.
Ilmu sakti yang manapun juga pasti tak dapat menandingi
nona. Iblis-penakluk-dunia dan Dewi Neraka pasti tak mungkin
lolos dari tangan nona!"
Song Ling tertawa hambar.
"Kecuali engkau pewaris ilmu Thian-kong-sin-kang, lebih
baik engkau jangan omong besar seperti itu!" lengking si dara.
Dengan wajah dan nada serius, berkatalah Siau-liong
seketika, "Justeru memang Thian-kong-sin-kang itulah yang
hendak kuajarkan kepadamu!"
660 Song Ling terkesiap. Baru ia hendak membuka mulut, tibatiba
dari arah hutan disebelah muka terdengar orang
membentak, "Siapakah itu!"
Menyusul beberapa sosok tubuh melesat keluar terus
menerjang kedua anak muda itu....
Siau-liong dan Song Ling terkejut.
Yang memimpin penyerang itu seorarg tua berjenggot putih
menjulai sampai kedada. Mencekal sebatang tongkat Kumala
Hijau. Gerakannya amat pesat dan ringan sekali.
Ketika memandang orang tua itu, lepaslah kejut Siau -
liong. Yang datang itu ternyata rombongan Kay-pang yang
dipimpin si Jenggot perak To Kiu-kong Ikut serta Pengemis
tertawa Tio Tay-tong dan kedua pengemis pincang.
Begitu melihat Siau-liong, To Kiu-kong tertegun. Buru-buru
ia menghaturkan hormat; "Ah, cousu-ya, maaf engkau...."
Tio Tay-tong dan kedua pengemis pincang segera berlutut,
mengikuti tindakan To Kiu-kong.
"Ah, Kiu-kong, tak usah banyak beradatan," kata Siau-liong
seraya mengangkat bangun To Kiu-kong.
Setelah bangun, berkatalah To Kiu-kong, "Sejak bertemu
dengan cousu-ya ketika terkepung dalam Lembah Maut tempo
hari, walaupun kami berusaha untuk mencari cousu-ya tetapi
gagal. Bahkan berita saja, kami tak dapat memperoleh sama
sekali...."
Kemudian ketua Kay-pang itu meghela napas, "Jika tidak
berulang kali Pendekar Laknat memberi bantuan, tentulah hari
ini kami tak dapat menghadap cousu-ya!"
661 Sekali pun lemah lembut dan halus tutur kata2 itu tetapi
diam-diam terselip suatu penyesalan mengapa sebagai cousuya,
Siau-liong tak mau berkumpul dengan anak buah Kaypang.
Begifu pula saat itu mata To Kiu-kong dan rombongannya
mencurah lekat ke arah Siau-liong dan Song Ling. Pandang
mata penuh dengan rasa heran atas sepak terjang cousu-ya
mereka yang masih berusia muda itu.
Mereka heran mengapa selagi rombongan orang gagah
yang dipimpin Ceng Hi totiang berjuang mati matian untuk
menggempur Lembah Semi, cousu-ya mereka malah
menyembunyikan diri bersama seorarg dara" Tiau Bok-kun,
Mawar Putih dan kini seorarg dara yang tak dikenal lagi!
Dan makin besarlah keheranan mereka melihat keadaan
Siau liong dan si dara yang berlumuran lumpur itu.
Darimanakah cousu-ya itu"
Karena Siau-liong tak mau mengatakan apa2, rombongan
To Kiu-kong itupun tak berani menanyakan. Mereka sama
berdiam diri. Hanya batin To Kiu-kong yang berduka. Ia mengharap
cousu-ya muda itu akan dapat muncul di dunia persilatan
untuk mengangkat nama Kay-pang. Ia harap berkat ilmu
pukulan sakii Thay-siang ciang ajaran Pengemis Tengkorak
Song Thay-kun, Siau-liong akan mengharumkan pamor Keypang.
Tetapi ah, siapa tahu. ternyata harapan itu buyar. Cousuya
muda itu ternyata seorang pemuda yang misterius gerak
geriknya dan seorang yang amat romantis....
662 Rupanya Siau-liong dapat membaca isi hati ketua Kay-pang
itu. Tetapi ia tak dapat memberi penjelasan apa-apa kecuali
hanya tertawa murung dan diam.
Tiba-tiba Pengemis Tertawa Tio Tay-tong maju selangkah,
memberi hormat, "Harap cou-suya maafkan aku hendak
berkata sepatah kata".
Siau-liong membalas hormat dan suruh orang itu
mengatakan maksudnya.
Dengan kepala menunduk Pengemis Tertawa berkata,
"Saat itu Ceng Hi totiang sedang memimpin rombongan orang
gagah untuk menggempur Iblis penakluk-dunia dan Dewi
Neraka. Tetapi rupanya gerakan Ceng Hi totiang mengalami
kegagalan. Banyak arang gagah yang menjadi korban,
menderita luka dan binasa. Keadaan dunia persilatan dewasa
ini amat gawat sekali. Bila cou-suya suka memikirkan
kepentingan partai kita, mohon Cousu-ya jangan tinggalkan
kita lagi...."
Makin lama makin teganglah perasaan pengemis iiu
sehingga dalam kata2 ia seolah-olah menghamburkan seluruh
isi hatinya.... Sehingga To Kiu-kong buru-buru mencegahnya
bicara. Pengemis Tertawa Tio Tay-tong menghela napas panjang
lalu memberi hormat dan mundur.
Siau-liong diam saja. Hanya dalam hati ia menimang;
"Mungkin kesulitan yang kuhadapi dan kenyataan yang
kuderita, tak mungkin kalian ketahui. Dan aku pun tak mampu
menjelaskan kesulitan itu kepada kalian selama-lamanya...."
663 Siau-liong mengangkat kepala memandarg rembula.
Rembulan saat itu terang benderang, memancarkan
cahayanya yang putih bersih keseluruh penjuru.
Tiba-tiba Siau-liong rasakan dadanya longgar. Seolah-olah
Dewi Rembulan telah memberi petunjuk jalan keluar
kepadanya. Pada wajahnya yang kotor berlumuran lumpur itu,
pelahan-lahan menampil kerut tawa. Dan hatinya pun makin
mantap, "Seorarg lelaki harus memikul tanggung jawab
perbuatannya sendiri. Asal perbuatan itu tidak menialahi Allah,
tidak mercelakai orang, itulah sudah cukup. Apa guna segala
kemashuran nama yang kosong?"
Setelah hatinya merasa tenang dan mantap, iapun tertawa,
ujarnya; "Telah kuteliti diri, jelas aku tak mampu memikul
tanggung jawab partai. Oleh karena itu, maka kuulangi lagi
maksudku yang dulu, Hendak minta tolong kepada To Kiukong
supaya memilih seorang tunas berbakat untuk kuberi
pelajaran ilmu Thay-siang-ciang, demi membangun kejayaan
partai Kay-pang."
To Kiu-kong tersipu-sipu berlutut; "Ah, berat sekali perintah
cou-suya itu. Mana Kiu-kong dapat memikul tugas seberat
itu?" Pengemis-tertawa Tio Tay-tong dan kawan2 serta-merta
ikut berlutut. Siau-liong mengangkat mereka bangun lalu
dengan tertawa riang ia berkata:.... Apa yang kukatakan itu
keluar dari isi hatiku sesunguhnya. Harap Kiu-kong secepat
mungkin mencari tunas pewaris itu. Karena.... tak berapa lama
lagi aku segera pergi jauh. Mungkin kelak kita takkan
berjumpa lagi."
Kembali To Kiu-kong termangu. Sesaat ia tak dapat
berkata-kata. 664 Melihat mereka tertegun mendengar ucapanya Siau-liong
pun menyadari kesulitan mereka. Mengingat keadaan dunia
persilatan dewasa itu tedang terancam bahaya kehancuran,
maka cepat ia alihkan pembicaraan, " Apakah kalian tahu saat
ini Ceng Hi totiang mempersiapkan rencana apa lagi?"
Wajah To Kiu-kong menggelap, sahutnya setelah menghela
napas, "Ceng Hi totiang memimpin rombongan orang gagah
untuk menyerang dari belakang Lembah Semi dengan
gunakan api dan bahan peledak. Tetapi tak terduga Iblispenakluk-
dunia dan isterinya...."
"Hal itu sudah kuketahui semua." tukas Siau-liong.
To Kiu-kong terbeliak, "Apakah cousu-ya tahu peristiwa
Pendekar Laknat membantu pertempuran kemarin itu" Jika
tidak...."
Siau-liongpun cepat mengerat, "Kemarin barisan penyerang
Ceng Hi totiang telah dikalahkan Iblis-penakluk-dunia. Iblis itu
memberi perintah supaya dalam waktu tiga hari Ceng Hi
totiang dan sekalian orang gagah harus datang kegunung
Gobi. Yang ingin kuketahui, apakah rencana Ceng Hi totiang
menghadapi perintah itu?"
To Kiu -kong benar-benar tak mengerti. Bukankah sousu-ya
itu menghilang tak kelihatan ikut dalam pertempuran"
Mengapa dapat mengetahui jalannya peristiwa dengan jelas"
"Ceng Hi totiang memutuskan akan pergi kepuncak Gobi....
, " akhirnya To Kiu-kong menjawab lalu menghela napas,
berdiam diri. Tiba-tiba Song Ling yang sejak tadi tak bersuara, saat itu
menyelutuk; "Perlu apa mereka hendak kegunung Gobi?"
665 Dengan pandang tawar, To Kiu-kong melirik sejenak
kepada dara itu lalu memandang Siau-liong lagi. Seolah-olah
tak leluasa menjawab pertanyaan dara itu sebelum mendapat
idjin Siau-liong.
Siau-liong menatap ketua Kay-pang itu dan berkata
perlahan; "Memang hal itulah yang ingin kuketahui. Tak apa
silahkan mengatakan saja!"
To Kiu-kong masih bersangsi. Ia maju menghampiri
kedekat Siau-liong dan berkata dengan suara perlahan;
"Dengan ilmu Hitam melenyapkan kesadaran pikiran orang,
kedua suami isteri Iblis-penakluk-dunia itu dapat memperalat
Jong Leng lojin, Lam-hay Sin-ni, Naga Terkutuk, Harimau Iblis
dan beberapa tokoh lainnya. Kekuatan mereka jauh berlainan
dengan 20 tahun yang lalu. Demi menyelamatkan seluruh
kaum persilatan, terpaksa Ceng Hi totiang memutuskan untuk
melakukan permintaan kedua suami isteri iblis. Dalam tiga hari
nanti akan menuju kepuncak Gobi...."
Ketua Kay-pang itu berhenti sejenak. mengeliarkan mata
memandang keempat penjuru lalu melanjutkan lagi;
"Sekalipun menurut perintah kedua iblis kepuncak Gobi, tetapi
diam-diam Ceng Hi totiang sudah menyiapkan rencana.
Kabarnya di atas puncak Gobi, terdapat seorang sakti yang
luas pengetahuan dan tinggi ilmu silatnya...."
"Kiu-kong, nama orang sakti itu....?" Siau liong cepat
bertanya. Tetapi To Kiu-kong gelengkan kepala, "Walaupun umurku
sudah setua ini dan mempunyai pengalaman luas dalam dunia
persilatan. Tetapi jika bukan Ceng Hi totiang yang
mengatakan, tentu aku tak tahu. Orang tua itu tak pernah
muncul dalam dunia persilatan dan tak dikenal namanya".
666 Siau-liong kerutkan dahi dan bertukar pandang dengan
Song Ling. Tetapi tak bicara apa2.
"Kemarin Ceng Hi totiang telah mengadakan rapat rahasia
dengan para tokoh2 persilatan," kata To Kiu-kong pula, "Ceng
Hi totiang akan memimpin rombongan tokoh persilatan dan
segenap pendekar dari seluruh penjuru, menghadapi orang
sakti di atas puncak Gobi, untuk minta bantuannya. Namun
gagal terpaksa mereka akan bertempur mengadu jiwa dengan
Iblis-penakluk-dunia. Lebih baik pecah sebagai ratna dari pada
menjadi budak kedua iblis itu. Biarlah puncak Gobi akan
bersiram darah para pendekar gagah...."
Siau-liong gelengkan kepala.
"Rencana Ceng Hi totiang itu masih kurang sempurna.
Adakah orang sakti itu mau membantu atau tidak, masih satu
pertanyaan. Taruh kata ia meluluskan, pun belum tentu dapat
melawan Iblis-penakluk-dunia yang mempunyai jago2 seperti
Jong Leng lojin, Lam-hay Sin-ni dan lain-lain tokoh yang sakti.
Jika sampai menderita kekalahan lagi dan kedua iblis itu lagi,
bukan saja seluruh tokoh persilatan yang hancur binasa pun
pembunuhan2 tentu akan berlargsung hebat sehingga dunia
persilatan betul2 tak berkutik dan dapat dikuasai Iblis
penakluk-dunia!"
To Kiu-kong tertawa tawar, "Ah, selama masih ada ayam,
takkan telur habis. Misalnya, dalam pertempuran kemarin itu,
walaupun fihak orang gagah menderita kekalahan, namun
semangat mereka tak pernah ludas. Mereka tetap akan
melanjutkan perjuangan kegunung Gobi. Apabila gagal lagi, ya
apa boleh buat, terserah pada kehendak Tuhan!"
Siau-liong tertegun diam. Saat itu ia memang tak punya
rencana. Jong Leng lojin dan Lam-hay Sin-ni tiada yang
mampu melawan. Apalagi masih ditambah dengan Naga
667 Terkutuk, Harimau Iblis dan beberapa tokoh lain. Sekalipun
rombongan orang gagah yang dipimpin Ceng Hi totiang itu
berjumlah lebih besar pun tak berguna. Bahkan malah
menambah jumlahnya korban saja.
Setelah terdiam beberapa saat barulah To Kiu-kong
berkata, "Selain dari itu, Ceng Hi totiang masih mempunyai
setitik harapan kepada seorang sakti lain...."
"Siapakah orang itu?" Siau-liong terkesiap.
"Tokoh yang sejajar dengan kedua suami isteri iblis itu
yakni Pendekar Laknat. Kemarin dia telah membantu dengan
sepenuh tenaga. Pada waktu bertempur melawan Jong Leng
lojin dan Lam-hay Sin-ni. dia telah gunakan tenaga sakti
Thian-kong-sin-kang...."
To Kiu-kong berhenti sejenak mencari kesan. Tetapi ia
heran karena Siau-liong tak menampilkan reaksi apa2.
Terpaksa ia melanjutkan penuturannya lagi.
"Thian-kong-sin-kang merupakan ilmu sakti Nomor satu di
dunia persilatan. Sayang tampaknya Pendekar Laknat itu
masih belum sempurna peyakinannya, Diduga ia telah berhasil
memperoleh kitab pusaka peninggalan Tio Sam-hong tetapi
belum sempat mempelajarinya dengan sempurna. Sayang
dalam pertempuran kemarin, tokoh tersebut telah menderita
luka parah lalu melenyapkan diri. Ceng Hi totiang sudah
menyebar orang untuk mencarinya tetapi sampai sekarang


Pendekar Laknat Pendekar 3 Jaman Karya S D Liong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belum ketemu.".
Siau-liong tersenyum , "Karena terluka parah tentulah
Pendekar Laknat itu sukar datang lagi untuk membantu. Harap
Kiu-kong sampaikan kepada Ceng Hi totiang agar jangan
mencarinya lagi".
668 To Kiu-kong memandang Siau-liong dengan heran, "Apakah
cou-suya tahu....".
Tiba-tiba ketua Kay-pang itu tak melanjutkan ucapannya
karena teringat sewaktu di Lembah Maut, Pendekar Laknat
pun pernah mengatakan tak perlu menunggu Siau-liong. Dia
mengatakan bahwa Siau-liong itu seorang Pendekar muda
nomor satu dalam dunia persilatan dewasa itu. Dan pula tokoh
itupun mengatakan lagi kemungkinan Siau-liong tentu sudah
keluar dari Lembah Maut. Teringat akan hal itu, To Kiu-kong
mendapat kesan. seolah-olah antara Siau-liong dengan
Pendekar Laknat itu sudah saling tahu satu sama lain.
Betapa luas pengetahuannya dan pengalaman To Kiu-kong,
namun ia benar-benar tak mengerti tentang Pendskar Laknat
dan Siau-liong yang misterius.
Tengah To Kiu-kong tertegun. tiba-tiba Siau-liong bertanya
pula, "Bagaimana dengan wanita baju merah yang ditawan
paderi Liau Hoan itu" Apakah Ceng Hi totiang sudah dapat
merebutnya...."
Kembali To Kiu-kong terbeliak kaget. Paderi Liau Hoan
sampai saat itu belum diketahui jejaknya. Peristiwa
penawanan wanita baju merah itu adalah Pendekar Laknat
yang mengatakan. Mengapa Siau-liong tahu" Bahkan
mengapa Siau-liong amat menaruh perhatiannya kepada
peristiwa itu"
Tetapi To Kiu-kong tak leluasa menanyakan soal itu.
Terpaksa ia hanya menjawab; "Soal itu aku tak mengetahui
jelas. Beberapa orang yang telah disebar Ceng Hi totiang,
belum juga menemukan jejak paderi itu. Sampai saat ini
sudah sehari semalam masih juga rombongan Ti Gong belum
kembali." 669 Siau-liong terkejut ia tak tahu mengapa Paderi Ti Gong
menawan Poh Ceng-in. Jika sampai terjadi sesuatu dengan
wanita itu. bukankah dirinya juga akan celaka.
"Apakah engkau juga akan ikut ke Gobi?" tanyanya
beberapa jenak kemudian.
Buru-buru To Kiu-kong menyahut, "Segala rencana telah
ditetapkan oleh Ceng Hi totiang, partay Kay-pang hanya
mengirim aku seorang diri pergi ikut kesana...."
Siau-liong mengangguk, "Kalau begitu, aku hendak pergi
dulu nanti kita berjumpa digunung Gobi lagi!"
Ternyata Siau-liong teringat akan Poh Ceng-in yang diculik
Liau Hoan itu. Ia harus cepat2 merampasnya kembali agar
jangan sampai terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Selain itu,
oleh karena Ceng Hi totiang sudah memutuskan ke Gobi, tak
perlu lagi ia menemuinya. Maka ia memutuskan untuk
mengantar Song Ling menghadap kakek gurunya dipuncak
Gobi. Dan dalam perjalanan, ia akan mencari kesempatan
untuk menurunkan Thian-kong-sin-kang kepada dara itu.
Sudah tentu Song Ling girang sekali karena pemuda itu
merobah keputusannya. Cepat ia mengikuti Siau-liong yang
saat itu sudah ayunkan langkah.
To Kiu-kong bergegas menyusul, serunya; "Cousu-ya
apakah tidak perlu pesan apa2 lagi" Mengapa cousu-ya tak
perlu bertemu Ceng Hi totiang?"
Ketua Kay-pang itu tak berani mencegah Siau-liong tetapi
pun tak dapat membiarkan cousu itu pergi. Maka ia mencari
kata2 lain sebagai alasan.
670 Siau-liong hentikan langkah, "Dengan Ceng Hi totiang, aku
tak begitu kenal. Nanti setelah peristiwa Gobi selesai. masih
ada waktu untuk menemuinya. Dan sekali lagi kuulangi
permintaanku. Lekaslah engkau cari seorang tunas yang
berbakat untuk menjadi pewaris kita!"
Habis berkata Siau-liong terus mengajak Song Ling
lanjutkan perjalanan.
--ooo0dw0ooo-- Walaupun menderita luka dalam yang parah. tetapi baik
Siau-liong maupun Song Ling tak mau diketahui To Kiu-kong.
Dengan kuatkan diri mereka melangkah tegap. Setelah jauh
barulah mereka berhenti....
Napas si dara terengah-engah. Tulang belulangnya seraya
lepas, sakit dan letihnya bukan kepalang. Ia segera duduk
numprah. Untunglah To Kiu-kong dan rombongannya.
Setelah beberapa waktu, Siau-liong mengajaknya berjalan
lagi. Song Ling mengiakan. Demikianlah kedua anak muda itu
segera melanjutkan perjalanan lagi.
Siau-liong memang belum memberi penjelasan kepada si
dara. Tetapi ia sudah mempunyai rencana. Pertama, ia hendak
menuju kebengawan Bin-kiang untuk mengejar jejak Liau
Gong dan meminta kembali Poh Ceng-in. Dari sungai itu, terus
kegunung Gobi hanya 20-an li jauhnya.
"Apakah engkau tahu jalanan ke Gobi?" tanya Song Ling.
Siau-Hong mengatakan bahwa sekalipun ia belum faham,
tetapi ia tahu gunung itu terletak disebelah barat laut. "Kita
mengarah kesana dan bila perlu dapat bertanya pada orang,"
katanya. 671 Tetapi saat itu mereka masih dalam lingkungan
pcgunungan Tay-liang san yang luas. Kecuali rankaian
puncaknya yang memanjang, pun jalanannya sukar dan
berkeluk-keluk. Hampir dua jam berjalan, mereka masih belum
keluar dari wilayah gunung itu.
Saat itu hari sudah mulai terang tanah. Sambil menarik
lengan Siau-liong. Song Ling menekan dahinya dan berkata
dengan lemah, "Aku benar-benar sudah tak kuat. Kita cari
tempat beristirahat".
Siau-liong sendiri pun rasakan kakinya lemas, kepala
pening mata berkunang-kunang. Karena tak faham jalan, tak
tahu ia sudah sampai dimana. Dilihatnya dalam hutan yang
tak jauh disebelah muka, tampak sebuah dinding merah. Ia
duga tentu sebuah biara. Kesanalah ia ajak dara itu.
Tiba-tiba Song Ling menjerit kaget seraya menunjuk ke
arah semak di tepi jalan . "Lihatlah!"
Ketika melihat ke arah yang ditunjuk si dara, Siau-liong
melihat semak itu berlumuran darah dan semak2 belukar
banyak yang rebah. Dan tak jauh dari semak itu terdapat
sebatang pedang yang kutung.
Siau-liong memungut pedang kutung itu dan memeriksa.
Tak ada tanda apa2 hingga tak diketahui siapa pemiliknya....
Tetapi jelas ditempat itu tentu telah terjadi pertempuran
dahyat. Dan dari darah yang berceceran itu, jelas tentu adalah
yang mati atau terluka.
Menilik darah yang sudah berwarna merah hitam, tentulah
pertempuran itu terjadi beberapa jam yang lalu. Tetapi kecuali
pedang kutung itu, tiada terdapat mayat dan lain-lain jejak.
672 Tempat itu sudah jauh dari Lembah Semi, tak mungkin
yang bertempur itu anak buah Iblis-penakluk-dunia. Sampai
beberapa saat Siau-liong tak dapat memecahkan peristiwa itu.
Tiba-tiba ia terkejut karena mendengar suara orang
membaca kitab suci (Buddha). Nadanya pelahan sekali dan
asalnya dari arah hutan. Segera Siau-liong menurutkan arah
suara dan tibalah ia pada sebuah biara kuno. Suara itu jelas
berasal dari dalam biara. Tetapi saat itu pembacaan kitab tadi
sudah berhenti. Memandang tempat itu ternyata sebuah biara
yang rusak. Tak mungkin terdapat paderi yang menghuni. Apa
lagi saat itu masih pagi sekali, tak mungkin sepagi itu paderi
sudah membaca kitab.
Siau-liong makin heran. Karena dirinya masih terluka, ia
kuatir kalau berjumpa dengan musuh yang kuat. Maka
ditariknialah Song Ling seraya membisikinya, "Suara
pembacaan kitab tadi, mencurigakan sekali. Tentu ada
seseorang yang bersembnnyi, entah kawan entah lawan,
belum dapat kita pastikan. Lebih baik kita bersembunyi dulu
melihat perkembangannya.
Song Ling tiada pandapat lain kecuali menurut saja. Begitu
mereka segera mencari tempat persembunyian dibawah kaki
sebuah anak bukit. Anak bukit itu dikelilingi semak rumput
yang lebat dan tinggi.
Dari tempat persembunyian yang sukar deketahui orang
itu, dapatlah Siau-liong memandang keluar dan beristirahat.
Kedua pemuda itupun lalu bersemedi memulangkan
semangat. Sesung Pendekar Gelandangan 4 Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long Jodoh Rajawali 23
^