Pendekar Satu Jurus 2
Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L Bagian 2
man Leng gwat siancu.
Lama juga anak muda itu terpekur, akhirnya ia berkisah menceritakan asal usulnya dan semua
peristiwa di dalamnya. Leng gwat siancu (Dewi rembulan dingin) Ay cing memang berwajah dingin
dan kaku, tindak tanduknya keji, caranya membunuh orang tak kenal ampun, namun sesungguhnya
iapun perempuan yang berjiwa hangat, berperasaan halus, hanya perasaan itu jarang diperlihatkan
kepada orang lain.
Banyak orang di dunia ini mengalami nasib yang jauh lebih buruk dan menyedihkan daripada Hui
Giok, Ay Cing tak pernah bertanya dan peduli tak pernah menaruh perhatian tapi sekarang setelah
kisah hidup Hui Giok keadaan ikut berubah. Perasaan manusia terkadang memang dapat berubah
mengikuti sasarannya, suatu peristiwa yang sama, tapi terjadi pada dua orang yang berbeda maka
kesan yang timbul juga akan berbeda. Hui Giok adalah pemuda yang tak pernha bicara, apalagi
pada dasarnya ia memang tak pernah banyak bicara, maka setiap perkataannya selau diutarakan
dengan singkat, tegas dan menggetarkan perasaan orang. Ucapan orang yang tak suka banyak bicara
memang sering lebih mengena dan mempesona pendengarnya.
Sekarang rasa malu, kiku tak tenang yang tadi berkecamuk dalam hati kedua orang itu hilang tak
berbekas, sebagai gantinya antara mereka timbul perasaan simpatik dan saling mengerti yang
mendalam. Ay Cing tak pernah membuka rahasia hidup selama ini, tapi ia toh menyinggungnya
sedikit, sekalipun secara samar2 katanya dengan menghela napas panjang:
"Kau jangan berduka, apa yang pernah ku alami dalam kehidupan masa lalu jauh berbeda dengan
nasibmu kau sama sekali tak bodoh, asal mau berlatih dengan tekun dan rajin siapa tahu ilmu
silatmu di kemudian hari jauh lebih tangguh daripada diriku" Biarlah soal ini kita bicarakan lagi di
kemudian hari."
Walau hanya ucapan yang singkat, tapi menegaskan Ay Cing ini sudah melebihi janji seribu kata
bagi Hui Giok anak muda ini tidak mempunyai nafsu berahi terhadap perempuan yang usianya
hampir satu kali dari usianya lebih tua daripadanya ini, tapi suatu perasaan yang sukar dilukiskan
diam2 bersemi dihati. Perasaan ini mirip perasaan kasih sayang anak terhadap ibunya sudah
bertahun2 lamanya perasaan ini tak pernah timbul dalam hati Hui Giok.
Leng gwat siancu kelihatan agak lelah kedatangannya ke utara dengan tergesa2 ini bukan lantaran
hendak berpesiar atau mengunjungi sahabat, ia sedang menghindarkan pengejaran seorang musuh
yang sangat lihay sepanjang perjalanan ia tak mudah berhenti dan beristirahat tentu saja ia sangat
lelah. Beberapa kali ia menguap matanya terasa sepat dan mengantuk akhirnya ia berkata: "lekas tidur!" -
tapi setelah perkataan itu diutarakan kembali pipinya bersemu merah, sebab teringat oleh nya bahwa
bagaimanapun juga pihak lain adalah seorang laki2. tiba 2 terdengar bunyi pelahan pintu kamar
secepat kilat Ay Cing melompat ke ambang pintu setelah membetulkan pakaiannya cepat ia
membuka pintu, tapi suasana tetap hening, di luar tak nampak sesosok bayangan apapun, bahkan
serambi panjang juga sepi tak tampak bayangan orang.
Angin malam berembus mengibarkan ujung bajunya dengan muka merah cepat perempuan itu
menarik bajunya agar jangan sampai tersingkap, kemudian berpaling dan melirik sekejap ke Hui
Giok. Kemana arah pandangannya menuju, kembali ia tersentak kaget. Saat itu Hui Giok telah
menyapa dengan suara tertahan:
"Pa......Paman Leng, tentunya engkau sangat capek, beristirahatlah dahulu biar aku berdiri saja
diluar sini, kan sebentar lagi fajar!" Ay Cing tidak menjawab seakan2 tidak mendengar
perkataannya ia tertunduk seperti memikirkan sesuatu tiba2 ia berkata dengan gemas :" Hm,
rupanya kalian, barangkali kalian sudah bosan hidup!".
Hui Giok memandang perempuan itu dengan bingung, ia tercengang mengapa Ay Cing
mengucapkan kata2 yang sama sekali tak dipahaminya. Tampaknya Ay Cing juga mengetahui
kecengangan orang, ia tersenyum sambil menunjuk ke dua pintu kamar : "Coba kau lihat!"
Hui Giok juga terkejut dilihatnya sebuah gambar berbentuk bintang yang dilukis dengan kapur
tertera jelas di daun pintu kamar itu. Sudah cukup lama anak muda itu hidup perusahaan
pengawalan barng, banyak pula ia dengar cerita dunia persilatan dari para piautau yang lebih tua,
maka setelah melihat tanda gambar yang tertera di pintu itu tahulah dia bahwa ada suatu komplotan
penjahat meninggalkan pemberitahuan sebelum melakukan pekerjaan mereka. Atau dengan
perkataan lain, komplotan penjahat seolah berkata demikian: "Barang ini sudah kami pesan, orang
lain jangan coba menyerobotnya!"
"Apakah kau tahu siapakah mereka?" Tanya Hui Giok. Ay Cing mengangguk sahutnya sambil
menunjuk gambar bintang itu: "Coba perhatikanlah dengan seksama, apakah bintang itu terdapat
sesuatu yang aneh!" Hui giok memeriksanya dengan cermat anak muda ini sebenarnya cerdik tapi
lantaran mendapat pengekangan selama bertahun2 sehingga kehilangan kepercayaan dalam
kemampuan dirinya sendiri, ibaratnya sepotong batu permata yang belum digosok, sebelum digarap
oleh seorang ahli takkan terpancar sinarnya.
Selang sejenak ia menjawab: "Gambar bintang yang sering kita lihat berbentuk segi lima, tapi
bintang ini bersegi tujuh, malahan enam segi bentuknya kecil dan satu diantaranya agak besaran!"
Ay Cing tersenyum memuji pikirnya :" Tajam juga daya pengamatan anak muda ini." Sambil
merapatkan pintu kamar itu katanya kemudian:
"Benar inilah lambang yang ditinggalkan oleh tujuh orang paling jahat di kolong langit ini. Hmm,
mereka berani mencari aku berarti sudah tibalah ajal mereka!"
"Siapakah mereka?" Tanya Hui Giok. "Mereka adalah tujuh bersaudara yang menyebut dirinya
sebagai Pak to jit sat (Tujuh bintang malaikat maut) banyak kejahatan yang telah mereka lakukan,
kungfunya lihay, terutama Losam dan Lojit dari ke tujuh bersaudara itu, mereka paling suka
menggoda perempuan......." - sampai disini tiba2 mukanya merah.
Hui Giok hanya mendengarkan keterangan dengan seksama tanpa memperhatikan perubahan air
muka seseorang. Setelah merandek sejenak lalu Ay Cing menyambung pula : "baru kulihat gambar
bintang ini, pada segi yang besar bila menghitungnya dari atas ke bawah......" Tiba2 ia berhenti lagi,
tanyanya kepada Hui Giok: "Masih ingatkah kau segi keberapa yang lebih besar"'
"Yang ketiga!" jawab Hui Giok tanpa pikir. Sekali lagi Ay Cing tertawa kembali pikirnya, "Pemuda
ini segalanya memang hebat, kecerdikan dan ketajaman matanya sampai daya ingatannya juga
hebat.." Satu ingatan tiba2 melintas dalam benaknya dia berpikir lebih jauh: "Dengan bakat serta
kecerdasannya, tak mungkin ia gagal belajar ilmu silat, padahal Liong heng pat ciang jelek2 juga
seorang yang ternama di dunia persilatan, sudah lama ia menyelami ilmu pukulannya masa anak
didiknya begini rendah ilmu silatnya!" ia menjadi curiga, makin dikupas persoalan ini semakin
dirasakan ada hal2 yang tak beres. Akhirnya berpikir pula : "Anak jelas cerdik dan berbakat
mengapa Liong heng pat ciang mengatakan dia goblok?"
Leng gwat siancu betul2 tak habis pikir, meskipun dia yakin di balik urutan ini pasti ada hal2 yang
ganjil, akan tetapi ia tak berani sembarangan menerkanya secara gegabah. "Lain waktu akan
kuselidiki persoalan ini sampai jelas!" demikian ia berjanji dalam hati. Melihat Leng gwat siancu
terpekur dan tidak bicara pula, dasar pemuda timbul rasa ingin tahunya, Hui Giok lantas bertanya "
Jadi menurut tanda gambar ini, orang yang bakal dating nanti adalah Losam dari ketujuh bersaudara
itu." "Benar" Ay Cing mengangguk setelah tertawa dingin ia berkata pula : "Bila ia dating mungkin tak
dapat pergi lagi dari sini!"
"Jadi dia pasti akan dating kemari setelah meninggalkan tanda pengenal ini" Tanya pemuda itu lagi.
Sekarang ia sudah menaruh kepercayaan atas kemampuan kungfu Ay Cing maka dalam hati
kecilnya ia malah berharap akan kedatangan ketujuh malaikat maut itu secara lengkap agar ia
sempat menyaksikan suatu pertarungan besar yang belum pernah dijumpainya selama ini.
Ia tidak tahu Pak to jit sat bukan manusia sembarangan, ilmu silat mereka pun sangat mendingan
kalau yang dating hanya seorang, andaikata ke tujuh orang bersaudara itu benar muncul sekaligus,
mungkin Leng gwat siancu akan kewalahan menghadapi mereka.
Ay Cing tersenyum : "Datang sih pasti dating, Cuma kita tak tahu bilakah mereka muncul!" setelah
menghela napas panjang ia menambahkan :" yang lain tak perlu dibicarakan, tampaknya malam ini
aku tak bisa tidur nyenyak lagi?" kepalanya tertunduk tiba2 ia melihat tubuhnya masih tertutup oleh
baju luar saja, bagian bawahnya terbuka sehingga tampak kulit badannya yang putih bersih
bagaikan kemala, cepat ia berpaling ke arah Hui Giok , tapi pemuda tampak bersandar di meja,
seperti sudah tidur dibawah cahaya lampu muka anak muda itu memang halus seperti anak
perempuan. Kembali ia tersenyum, ia terbayang kembali perbuatannya membuka pakaian di hadapan bocah itu
mukanya menjadi merah pula. Karena kehidupannya yang menyendiri dan wataknya yang angkuh
Ay Cing jarang tersenyum, tapi sekarang entah apa sebabnya seperti terjadi perubahan besar dalam
perasaannya untuk ini ia sendiripun tidak mengerti. Perlahan ia berbangkit, maksudnya hendak
berpakaian agar bila nanti terjadi pertarungan gerakannya lebih leluasa, tapi baru saja tubuhnya
bergeser, Hui Giok telah membuka matanya ternyata pemuda itu belum tertidur.
"Mereka sudah datang?" Bisik Hui Giok sambil kucek2 matanya. "Belum!" Ay Cing menggeleng,
"berbaliklah kau menghadap kesana, aku......" Hui Giok tahu maksud perempuan itu, ia putar badan
dan menatap ke dinding, tapi pantulan sinar lampu di atas dinding tetap memancarkan bayangan
tubuh Ay Cing ketika melepaskan pakaian.
Hui Giok sudah terhitung dewasa darah muda yang panas bergolak bagaikan ombak samudra
akhirnya ia tak than melihat sorot dinding tersebut ia pejamkan mata dan tak berani berpikir lagi.
Sekejap kemudian Ay Cing selesai saat itulah di atas atap rumah terdengar gerakan yang sangat
aneh, suara itu demikian lirihnya sehingga sama sekali tak terdengar oleh Hui Giok tapi air muka
Ay Cing kontan berubah cepat tangannya mengebas lampu seketika padam. Gerakan itu dilakukan
dengan enteng dan seperti acuh tak acuh, namun kenyataannya amat cepat dan penuh tenaga, tak
mungkin bisa dilakukan oleh seseorang yang tidak memiliki ketajaman mata dan pendengaran serta
tenaga dalam yang telah mencapai puncak kesempurnaan.
Hui Giok merasakan pandangannya menjadi gelap, sinar lampu tahu2 sudah padam, dia ingin
berteriak namun ingatan lain segera terlintas dalam benaknya ia pikir mungkin penyatron ini telah
dating". Maka ia urung bersuara, melalui cahaya remang yang menembus masuk lewat jendela matanya
terpentang lebar2 memandang keluar. Tiba2 terasa napas hangat mengembus di samping ia
berpaling, hawa hangat itu terasa lebih kuat lagi kiranya Ay Cing telah berada disampingnya.
"Jangan sembarangan bergerak!" perempuan itu memperingati, "dan jangan bersuara dia sudah
dating." - Harum semburan napasnya dan memabukkan orang. Hui Giok benar2 tak berani bersuara
bernapaspun tidak berani keras2 jantungnya berdebar sangat keras sehingga Ay Cing dapat
mendengarnya dan bertanya dengan suara tertahan : "Kau takut ?"
Merah muka Hui Giok ia tahu bukan lantaran takut jantungnya berdebar keras, tapi mana ia dapat
menjawabnya. Jendela kamar tiba2 terbuka dengan sendirinya walaupun tidak terembus angin,
menyusul bayangan berkelebat di depan jendela setelah ragu2 kemudian menerobos masuk
kedalam. Dari tindak tanduknya yang ceroboh bisa diketahui mungkin orang ini meremehkan orang
didalam kamar. Perawakan orang ini tinggi besar gerak-geriknya enteng dan gesit, sewaktu
melayang turun, sedikitpun tidak menimbulkan suara, ini membuktikan bahwa kungfunya memang
hebat. Hal ini tidak perlu diragukan lagi, sebab tanpa bekal yang cukup tak nanti ia berani menerobos
masuk ke hotel tanpa menguatirkan akibatnya. Leng gwat siancu mendengus, meski lirih suaranya
namun orang itu tampaknya sudah ulung dengan segera ia dapat menangkan suara yang
mencurigakan. Dia menyapu pandang sekeliling ruangan, kemudian hatinya terkesiap juga setelah
mengetahui ada dua sosok bayangan orang berduduk di dalam kamar. Cepat penyantron ini melolos
senjata, lalu dengan suara berat : "Apakah rekan segaris yang berada di dalam kamar ini" Siaute Mo
Se harpa sebutkan namamu?"
Leng gwat siancu menarik lengan Hui giok ia memberi tanda agar jangan bicara. Karena tiada
jawaban dengan tak sabar Mo Se berkata lagi: "Sobat malaikat sakti manakah kau" Bila tetap
membungkam jangan menyesal aku tidak sungkan2 lagi!" Orang yang mengaku bernama Mo Se ini
sebenarnya adalah jago kawakan yang berpengalaman sekalipun barusan ia menerobos masuk ke
dalam kamar secara gegabah, itupun disebabkan ia terlalu memandang enteng musuh.
Tentu saja hal ini adalah kecerobohannya, sebab ia pun tinggal di hotel ini, ketika Leng gwat siancu
dan Hui Giok mencari kamar tadi, dengan matanya yang tajam, sekali pandang saja ia lantas tahu
bahwa Ay Cing adalah perempuan yang menyaru laki2. Dasar gemar bermain perempuan entah
sudah berapa banyak perempuan baik2 yang rusak di tangannya, ia jadi kesengsem melihat gaya Ay
Cing yang memikat itu.
Ia tak berani memandang terlalu lama, takut memukul mengejutkan ular, tapi diam menguntit dari
belakang, terhadap Hui Giok malah tidak perhatian, samar2 dia hanya tahu Ay Cing masih
didampingi seorang perempuan lain. Orang yang gila perempuan biasanya nyalinya besar, ditambah
kungfunya memang memang lihay semua ini membuat Mo Se berani bertindak seenaknya
mimpipun ia tak menyangka kalau sasaran adalah Leng gwat siancu yang ganas itu, sebelum tengah
malam tiba dia sudah terburu2 menyatroni kamar orang.
Setelah Ay Cing mendengus, ia baru sadar bahwa penglihatannya meleset, rupanya barang
incarannya ini bukan makanan empuk. "bahaya juga perempuan ini?" demikian berpikir, "meski
perempuan berdandan sebagai laki, agaknya ilmu silatnya lihay juga." Otaknya lantas berputar dia
coba mengingat siapakah di dunia persilatan yang gemar berdandan sebagai laki2. selang sesaat
hatinya tersasa mantap sebab orang itu pada umumnya kungfunya selihay dia, nama dan kedudukan
juga tidak tinggi dan termashur dia.
Sayang seribu kali sayang di telah melupakan seseorang, ia melupakan tokoh yang bernama Leng
gwat siancu ini disebabkan nama perempuan itu terlalu besar, terlampau disegani orang sebangsa
Mo Se sama sekali tidak menyangka perempuan cantik yang lemah lembut yang ditemuinya
sekarang ini adalah gembong perempuan yang bikin takut orang bila mendengarnya.
Leng gwat siancu tertawa dingin dan berkata " Hehehe, kau belum berhak untuk mengetahui nama
besar bibimu." Mendadak ia memotong secuil ujung meja dan dipergunakan sebagai senjata rahasia.
Dalam suasana yang gelap dengan sendirinya Mo Se tak tahu senjata rahasia apakah yang
digunakan orang ketika merasa desing angin tajam menyambar tiba disertai tenaga dalam yang
dahsyat sadarlah dia bahwa musuh lihay. Ia tak berani gegabah secepatnya badannya bergetar dan
mengegos ke samping, sekalipun begitu terkesiap juga hatinya, sebab senjata rahasia tersebut
menyambar lewat di depan dadanya dan menghantam dinding.
Mo Se cukup berpengalaman, melihat cara melepaskan senjata rahasia yang dilakukan oleh
perempuan itu dia makin yakin bahwa kungfu orang memang lihay dan belum pernah dilihatnya
selama ini. "Siapa gerangan orang ini?" pikirnya dengan terkesiap, tanpa ajal ia terus menerobos
keluar jendela. Leng gwat siancu tertawa dingin, katanya sambil berpaling ke arah Hui Giok:
"Tunggu, aku disini sebentar lagi aku kembali !" baru Hui giok mau menjawab tahu2 bayangan
Leng gwat siancu sudah lenyap dari pandangan. Melihat kelihayan orang Hui Giok menghela napas
dan berpikir : "Bilakah aku bar dapat mencapai ilmu selihay ini?" - karena kesal ia menjadi lelah
dan merasa lapar.
Kalau Cuma lelah masih mendingan, rasa lapar itulah yang menyiksanya sudah seharian penuh dia
berpuasa dan sekarang tengah malam sudah kemana akan mencari makanan. Dalam pada itu,
dengan beberapa kali loncatan Mo Se sudah berada beberapa tombak jauhnya dari tempat semula,
memang ilmu meringankan tubuhnya terhitung paling tinggi di antara ke tujuh saudaranya,
namanya di dunia ini cukup terkenal dalam hal Ginkang. Dengan kepandaian andalannya itu ia
yakin dapat lolos dari cengkeraman orang, ia cukup cerdik pandai melihat gelagat dan cepat pula
reaksinya merasakan gelagat tidak menguntungkan ia lantas kabur. Sebab itulah kendati sudah
banyak kejahatan yang dilakukannya namun sejak terjun ke dunia persilatan belum pernah orang
menderita kerugian besar.
Ia sangka keadaan yang dihadapinya sekarang tidak berbeda meskipun niatnya tidak kesampaian,
toh tidak sampai kecundang. Siap tahu, tiba2 dari belakang terdengar suara orang tertawa dingin,
suara itu seakan2 timbul dari belakang punggungnya dalam kejutnya Mo Se tak berani berpaling
lagi, ia tancap gas dan meluncur ke sebelah kiri. Ia menyangka perempuan itu pasti akan
ketinggalan jauh siapa tahu suara tertawa dingin itu masih berkumandang tiada hentinya, selalu
muncul di belakang punggungnya meski pelbagai cara telah ia gunakan untuk meloloskan diri akan
tetapi suara tertawa dingin itu seperti melengket di belakang seolah2 bayangan sendiri.
Sekarang dia baru kenal rasanya takut, keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya, ia sadar ilmu
meringankan tubuh orang ternyata beberapa lebih tinggi daripadanya, ia menjadi nekat mendadak ia
putar badan, secepat kilat senjata goloknya diloloskan dan menabas ke belakang serangan gencar
dan nekat sama sekali tidak memakai perhitungan.
Mendingan kalau ia ngebut terus ke depan begitu putar badan rasa ngeri dan kagetnya tak
terperikan. Di belakangnya kosong melompong dan tidak ada sesuatu, kecuali atap rumah di
kejauhan yang remang2 tersorot sinar bintang, tiada sesuatu apapun yang ditemuinya hanya
keheningan dan kegelapan belaka, bayangan setanpun tidak kelihatan.
Baru saja ia putar badan lagi, suara tertawa dingin itu kembali berkumandang pula di belakang ia
berpaling cepat, tetap nihil hasilnya. Kedua lututnya terasa lemas sejak terjun ke dunia persilatan
belum pernah Mo So mengalami ketegangan dan kengerian seperti ini, kalau bisa dia ingin kabur
sejauh-jauhnya dari tempat celaka ini dan menyembunyikan diri. Dalam panik dan gugupnya Mo Se
berhasil juga mendapatkan akal bagus, tentu saja tanpa pengetahuan dan pengalaman yang cukup
tak nanti dapat menemukan akal ini.
Mendadak ia menjatuhkan diri sikut, bahu dan tumit digunakan bersama sekaligus diatas atap
rumah itu, juga dia mendemonstrasikan kehebatan ilmu Yan Cing Cap Pwe hoan (18 kali
jumpalitan gaya Yan Cing) yang lihay. Tokoh Yan cing dalam cerita 108 pahlawan liangshan
tersohor karena ilmu meringankan tubuhnya yang dijadikan andalan pada waktu malang melintang
di dunia persilatan.
Maka sekarang Mo Se juga menggunakan ilmu itu untuk melepaskan diri dari gangguan tertawa
dingin yang selalu menempel di belakang punggungnya. Memang jarang sekali ada jago persilatan
yang dapat mendemonstrasikan ilmu kepandaian tersebut di atas atap rumah, sebab untuk bisa
mempergunakan secara jitu, orang harus dapat menggunakan tenaga yang tepat dan seimbang pada
bagian punggung, sikut, bahu dan lutut serta tumit kaki, ibaratnya seekor kucing yang jumpalitan
sedikit meleng saja akan tergelincir jatuh ke bawah.
Bukan begitu saja usaha Mo Se untuk menyelamatkan diri, berbareng goloknya berputar kencang
menciptakan selapis cahaya putih berkilau untuk melindungi badannya. Dalam keadaan begini ia
tidak berharap akan melukai musuh yang penting lolos dulu dari cengkeraman musuh, karenanya
setelah bergulingan tiga kali, cahaya goloknya mulai berputar menciptakan satu garis bianglala
berwarna perak. "Siuut", mendadak ia melayang ke bawah rumah sebelah belakang.
Licin juga malaikat ketiga Pak to jit sat ini caranya meloloskan diri dari kesulitan yang dihadapinya
ternyata istimewa, setelah gagal kabur dari cengkraman orang dengan ilmu meringankan tubuhnya,
ia memutuskan untuk menyusup kebawah rumah, bila ada kesempatan dia akan sembunyi di tempat
gelap atau bila perlu bersembunyi di dalam salah satu rumah penduduk yang terbesar disekitar situ,
dengan begitu akan sulitlah bagai Leng gwat siancu untuk mencari jejaknya.
Bagus juga perhitungan swipoa orang ini, di luar dugaan baru saja ujung kakinya menjejak
permukaan tanpa suara tertawa dingin yang menyeramkan tadi sudah berkumandang lagi di
belakang. Mo Se betul2 panik, goloknya serta merta menabas ke belakang, angin mendesing tajam,
boleh juga tenaganya.
Tapi iapun menyadari bacokan itu takkan bisa berhasil mengenai sasarannya cepat ia berputar di
antara cahaya golok yang membentuk setengah lingkaran mendadak golok disentak ke atas
menyusul ia menabas dan membacok dengan Giok tay wi yau ( (sabuk kemala melilit pinggang)
serta Bwe hoa ciok liok (bunga bwe jatuh berguguran). Sreet! Sreet! Setiap serangan dia lakukan
dengan keji, ganas dan cepat.
Tapi setiap serangan itu selalu mengenai tempat kosong. Diantara gulungan cahaya golok yang
Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bertebaran kelihatan sessosok bayangan berwarna putih yang berkelebatan seperti baying setan
yang melayang kian kemari disampingnya, sekarang peluh dingin membasahi telapak tangannya
membasahi pula gagang goloknya namun Mo Se tak berani menghentikan serangannya, ia putar
terus senjatanya sedemikian rupa sehingga tak tertembus air sekalipun. Leng gwat siancu tertawa
dingin, ia msih terus berputar di sekeliling lawan, kedua tangannya tampak terjulur ke bawah ia
tidak balas menyerang, namun Mo Se yang sudah menggunakan segenap jurus ilmu golok Ngo hou
toan bun to ( lima harimau pemutus sukma ) tetap belum berhasil menyentuh ujung baju lawan.
Tempat pertarungan itu berlangsung di halaman belakang rumah penginapan, tentu saja pertarungan
itu segera mengejutkan tetamu lain namun tak seorangpun yang berani keluar untuk mencampuri
urusan itu, mereka malah menutup pintu dan jendelanya rapat2 memandang sekejap saja tidak
berani. Malam cukup dingin, namun butiran keringat menghiasi jidat Mo Se mengucur terus dengan
derasnya, permainan goloknya makin kacau, tenaga dalamnya mulai habis. Sreet! Sreet! Beruntun
ia melancarkan tiap kali tabasan kilat dengan tenaga penuh, habis itu mendadak ia meloncat ke
belakang ia berdiri dengan punggung menempel di dinding.
Goloknya masih diacungkan ke depan, ditatapnya wajah Leng gwat siancu dengan napas tersengal
lalu berkata : "Ilmu silat orang she Mo kurang becus, mataku buta dan tidak tahu akan kelihayan
sobat, untuk itu aku mengaku kalah. Sobat hendaklah mengingat sesama orang persilatan, harap
sebutkan namamu, selama gunung yang menghijau dan air tetap mengalir, bila berjumpa di
kemudian hari kami bersaudara Mo pasti akan membalas budi ini!"
Ucapan itu tidak terlalu angkuh juga tidak terlalu merendahkan derajat sendiri, sekalipun sudah
kecundang, akan tetapi cukup terhormat. Mendingan kalau Leng gwat siancu mau terima ucapan
itu, sayang perempuan ini tak doyan yang empuk juga tidak suka pada yang keras, sekalipun
digunakan kata2 yang paling manis, tak nantik hatinya akan tergerak atau menjadi iba.
Sambil tertawa dingin selangkah demi selangkah Leng gwat siancu maju ke muka mendekati musuh
yang makin ketakutan. Ia masih memakai baju laki2 ketika ada angina berhembus dan mengibarkan
ujung bajunya terlihat bentuk badannya yang padat dan mempesona itu. Tapi biarpun Mo se
biasanya memang mata keranjang, sekarang ia tak berani lagi melirik tubuh yang menawan ini, ia
malah menggigil ketakutan katanya lagi dengan suara terputus2: "Sobat, orang she Mo kan belum
menyentuh tubuhmu, mengapa kau mendesak terus diriku ini?" nadanya jelas menunjukkan rasa
jerinya. Ay Cing tidak menjawab, ia tertawa dingin, seakan2 tidak paham ucapannya itu, salah Mo Se
sendiri malaikat maut nomor tiga dari Pak to jit sat ini sudah tersohor kebejatan moralnya karena
itulah Leng gwat siancu tak mengampuni jiwanya. Ia berjalan sangat lambat, selangkah demi
selangkah maju ke muka namun setiap kakinya itu seakan2 menghancur lumatkan hati Mo se rasa
takutnya sekarang tercermin nyata pada wajahnya. "Sobat!" akhirnya dia berkata sambil menghela
napas " aku mengaku kalah aku tak bisa berbuat apa2 lagi, terserah apa yang hendak kaulakukan
atas diriku!"
Ia buang goloknya ke tanha lalu angkat tangannya ke atas, tapi pada detik itu juga dengan kecepatan
yang tinggi tangannya terayun ked epan, berpuluh2 bintik cahaya tajam menyamber keluar dari
lengan bajunya dan mengurung sekujur tubuh lawan, itulah Jit seng sia au (busur sakti tujuh
bintang) andalannya. Meskipun Jit seng sia au disebut sebagai busur akan tetapi yang dipakai bukan
anak panah tapi melainkan sebangsa jarum lembut yang beracun.
Jarum beracun itu disimpan dalam sebuah tabung rahasia yang letaknya di balik ujung lengan baju
bila tombol rahasia pada tabung tersebut dipencet maka menyemburlah tujuh batang jarum dari tiap
tabung rahasia tersebut, baik ditangan kiri maupun kanannya. Apabila jiwanya tidak terancam
benda ini jarang sekali digunakan ia tak suka memakainya secara gegabah tapi itu satu digunakan
musuh harus dirobohkan.
Sekarang kedua belah tangannya bergerak sekaligus , empatbelas batang jarum beracun serentak
menyembur ke depan, wilayah seluas dua tombak di sekitar arena talh berada dalam lingkaran
jangkauannya. Padalah waktu itu Leng gwat siancu hanya berdiri tujuh delapan kaki di depannya
dalam keadaan begini tampaknya ia akan binasa oleh jarum rahasia tersebut.
Entah berapa puluh kali pertarungan seru pernah dialami Mo se dan entah berapa banyak jago
kenamaan yang sudah jatuh kecundang oleh 14 batang jarum beracunnya itu, sekarang ia merasa
yakin bahwa serangan yang paling diandalkan tiu pasti akan mendatangkan hasil yang diinginkan.
Leng gwat siancu tetap tertawa dingin, dia hanya mengebaskan tangannya dengan enteng, tahu2 ke
14 batang jarum lembut itu lenyap tak berbekas, entah kemana hilangnya.
Pucat muka Mo se menyaksikan peristiwa itu bayangan seseorang seketika melintas dalam
bentaknya ia menjerit kaget: "Hah" Jian Ju suseng!" sekarang ia hanya bisa bersandar di dinding
dengan lemas, sedikitpun tak bertenaga untuk melakukan perlawanan lagi. Apabila Ay Cing
mementalkan serangan jarum beracun itu dengan pukulan jarak jauh atau menghindar dengan ilmu
meringankan tubuhnya yang sempurna, meski Mo se akan terperanjat namun rasa kagetnya tak akan
sehebat sekarang, sebab kepandaian yang didemonstrasikan Ay Cing barusan tak lain adalah ilmu
Ban liu kui cong (selaksa aliran akhirnya bertemu menjadi satu) kepandaian khas Jian Ju Suseng
ilmu inipun kebanggaan Kiu sianseng, seorang tokoh aneh yang termashur pada puluhan tahun
berselang. Sudah lama sekali Mo se berkelana didunia persilatan, sekalipun belum pernah menyaksikan ilmu
sakti ini, tapi sudah terlalu banyak yang didengarnya tentang kepandaian ini, dan dikolong langit
hanya Ban liu kui cong saja yang menghisap senjata rahasia Jit seng sin nu andalan Mo se ini.
Sebaliknya dalam dunia persilatan hanya Jian ju suseng suami istri pula yang bisa mempergunakan
ilmu sakti yang luar biasa ini keruan serta merta ia teringat pada gembong iblis yang disegani itu.
Dalam jeritannya tadi Mo se telah menyebutkan Jian ju suseng namun dalam hati ia pun tahu jelas
bahwa perempuan yang dihadapinya sekarang bukan lain adalah Leng gwat siancu. Seketika
tubuhnya menggigil.
Perlahan Ay cing maju ke muka, kian lama jarak mereka kian mendekat malaikat mautpun makin
dekat akan merenggut jiwanya, tiba2 Mo se meraung keras, kesepuluh jari tangannya terpentang
lebar, seperti harimau kelaparan diterkamnya perempuan itu secara ganas gerakan yang bukan
pencak bukan silat, hanya nekat, kalau bisa hendak mencabik2 tubuh musuh. Mo se menjerit
kesakitan, ke empat belas batang jarum beracun itu serentak menancap di sekujur tubuhnya Jit seng
sin nu yang diandalkan olehnya sekarang merenggut nyawanya sendiri.
Selesai melepaskan serangan itu, Leng gwat siancu putar badan dan berlalu dari sana, ia tak pernah
memandang lagi ke arah korbannya bayangan putih berkelebat di halaman yang sunyi hanya
tertinggal Mo Se yang masih mengerang menantikan ajalnya. Dengan kecepatan paling tinggi Ay
Cing meronda satu kali di seputar hotel itu, kemudian menemukan kembali kamarnya yang masih
terbuka jendelanya ia menerobos masuk tanpa berpikir panjang, dilihatnya Hui Giok dengan baju
merahnya telah berbaring di ranjang, tampaknya anak muda itu sudah tertidur pulas. Ay Cing
tersenyum, bisiknya " Eh kau sudah tidur?"
Hui Giok tidak bergerak dia berbaring dengan kepala menghadap kesana. Ay Cing menguap ia
merasa lelah, maka tanpa melepaskan pakaiannya lagi ia berbaring di sudut tempat tidur. Entah
mengapa meski mata terasa mengantuk dan badan terasa lemas sukar rasanya untuk pulas ia hanya
pejamkan mata untuk memulihkan tenaga. Gelap ruangan kamar yang remang sinar bintang yang
terpantul ke dalam kamar tiba2 ia merasa dingin, dalam keadaan layap2 ia merasa tubuh Hui Giok
seperti bergerak sedikit dia membuka mata dan menengok kebetulan cahaya bintang menyinari
wajah yang berada disampingnya, seketika ia menjadi kaget.
Ternyata orang ini bukan Hui Giok bahkan orang ini sedang memandanginya sambil mendengus.
Pucat muka Ay cing sekuat tenaga ia hendak melompat bangun, tapi baru bergerak orang itu tidak
kurang cepatnya tahu2 pinggang Ay Cing terasa kesemutan, kontan ia roboh terkapar lagi di tempat
tidur. Orang itu tersenyum puas, sekali bergerak dengan enteng ia melompat turun setelah
melepaskan pakaian perempuan warna merah itu, tertampaklah baju ringkasnya yang terbuat dari
bahan mahal. Ia berjalan ke belakang pembaringan dan memandang sekejap ke arah Hui giok yang menggeletak
di lantai dengan jalan darah tertutuk, tersembul senyuman keji di ujung bibirnya, setelah
mengenakan kembali jubah abu2 yang tergantung di balik pembaringan itu, dihampirinya Ay Cing
sambil berseru:
"Tentu tak kau sangka aku akan datang kemari bukan!" nadanya dongkol dan menyesal " Lebih2
kau takkan mengira akhirnya kau akan tertangkap olehku bukan?" jengek orang itu dengan sinar
tajam bagaikan sorot mata burung elang ejeknya lebih jauh sambil tertawa dingin " Hehehe,
sekarang apa yang akan kau katakan lagi?"
Seperti elang mencengkeram anak ayam ia angkat tubuh Ay cing dengan enteng dan tenang.
Sebelum meninggalkan ruangan itu, dengan tertawa dingin ia melompat ke belakang pembaringan
dengan jari tangannya yang tajam ia tusuk dua kali di tubuh Hui Giok kemudian putar badan dan
melayang keluar. Begitu enteng dan gesit gerak tubuh orang itu, seakan2 segumpal asap yang
terhembus angin, Hui Giok merasa penasaran karena diperlakukan sewenangnya tapi apa yang
terjadi inipun membuatnya bingung.
Tadi setelah mengawasi Ay cing berlalu dengan rasa kagum Hui Giok merasa lelah dan lapar
apalagi ketika melihat baju perempuan berwarna merah yang dikenakannya itu, ia merasa malu
bercampur geram terlalu banyak pengalaman yang ditemuinya dalam sehari ini hari pertama ia
meninggalkan Hui liong piaukiok apa yang dialaminya dalam sehari rasanya jauh lebih banyak
daripada pengalaman hidupnya selama ini, ia merasa sedih, tapi juga bersemangat. Dilepaskannya
pakaian perempuan yang dikenakannya itu, tapi sebelum selesai tiba2 ia dengar sesuatu suara cepat
ia menengadah. Dilihatnya sejak kapan seorang laki2 jangkung berbadan kurus telah berdiri di situ, wajah orang itu
tak jelas terlihat ia menjerit kaget dan menyurut mundur. Orang berjubah panjang warna abu2
dengan membesarkan nyalinya Hui giok mencoba menegur : "Siapa kau?"
"Siapa pula kau?" bukan menjawab orang itu malah balik bertanya sambil menjawab. Merinding
Hui giok dia tergegap dan tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Kembali orang tersebut
tertawa dingin, dai menggeser lebih ke depan, dan tegurnya lagi " dimana Ay Cing?" kebetulan
orang itu berpaling, di bawah cahaya remang2 yang menembus masuk lewat jendela Hui Giok
sempat melihat wajah orang itu dari samping, orang ini berdahi lebar dan berhidung elang.
"Dimana Ay cing?" kembali orang itu mendesak sambil maju selangkah lagi ke depan. "Dia keluar!'
sahut Hui Giok seraya menuding ke luar jendela. Berputar biji mata orang itu mendadak ia
menubruk maju pinggang Hui Giok terasa kesemutan Hiat to bagian punggungnya sudah tertutuk.
"Makanya tak kutemukan dia, kiranya dia punya laki2 lain!' guman orang itu sambil mencengkeram
tengkuk anak muda itu dan mengangkatnya. Ia menatap wajah Hui Giok sambil meludah ia memaki
: "Tak nyana ia dapat tertarik oleh kunyuk yang laki bukan perempuan bukan macam kau ini!"
Hui Giok tak tahu apa yang dimaksudkan orang ia pun tak tahu siapa orang itu, tapi samar2 dapat
memahami katanya yang terakhir ia merasa penasaran tapi tak dapat membantah. "Bluk!" orang itu
membanting Hui Giok ke belakang pembaringan, anak muda itu merasa ke empat anggota badannya
jadi lemas dan kesemutan, sedikitpun tak mampu berkutik lagi. Rupanya sebelum tinggal pergi,
kembali orang itu menutuk lagi di dada dan pinggangnya.
Entah berapa lama sudah lewat, mungkin hanya sebenar, namun ia merasa waktu berlalu dengan
sangat lambat seakan2 sudah setahun lamanya, telinganya yang menempel di permukaan tanah
mendadak mendengar sedikit suara seketika bulu roma pada berdiri tanpa terasa tenggorokannya
mengeluarkan suara rintihan. Pandangannya terasa kabur, sepasang sepatu kain yang besar tahu2
sudah berada di depannya, ia tak dapat bergerak, karenanya tak dapat melihat badan bagian atas
orang itu. Menyusul orang itu menggeser kakinya dan mendepak dua kali di pinggangnya Hui giok merasa
kesakitan namun tubuhnya terasa kaku dan tak mampu berkutik. Agak nya orang itu jadi kaget, ia
bergumam sendiri : "Oh kiranya tutukan khas miliknya"
Dia angkat tubuh Hui Giok dengan cepat dia menepuk belasan kali di punggung anak muda itu.
Ruas tulang sekujur badan Hui giok serasa lepas semua, tiba2 ia tumpah segumpal riak kental meski
badannya masih terasa sakit tapi sekarang dapat bergerak leluasa.
Pelahan dia merangkak bangun, dilihatnya orang itu adalah seorang laki2 berjubah warna perak, air
mukanya seakan2 memandang rendah padanya, ia berjenggot pendek mukanya tampan tapi angkuh
dalam pandangan Hui Giok orang ini mirip malaikat teringat dirinya yang tak bisa apa2 timbul
perasaan mindernya ia merasa dirinya terlalu kecil, terlampau bodoh dan tidak sebanding denga
orang. Sementara fajar sudah tiba, remang2 Hui Giok dapat melihat air muka orang dan orang inipun dapat
melihat air muka Hui Giok ia berkerut kening tampaknya merasa jijik. Tak terperihkan sedih Hui
Giok kepalanya tertunduk rendah ia merasa suasana begitu tenang suara apapun tak terdengar
olehnya, bumi raya ini seolah2 tertidur nyenyak.
Tiba2 ia merasa orang itu mendepaknya lagi ia menengadah dilihatnya orang itu menggerakan
bibirnya seperti lagi mengucapkan sesuatu kepadanya, tapi ia tak mendengar apa2 timbul rasa
ngerinya dia ingin berteriak sekerasnya, namun yang keluar hanya suara "ah-ih" belaka. Saking
cemasnya ia menjambak rambut sendiri seketika perasaannya seperti tertindih oleh belasan batu
bernapas saja sukar.
Orang itu mengamati Hui giok, tiada rasa kasihan sedikitpun pada sinar matanya, dunia ini seolah2
tiada sesuatu persoalan yang berharga untuk dikasihani olehnya, ia hanya memandang dengan sinis.
Dijambaknya rambut Hui Giok dan diamati pula sekejap, mendadak dilepaskan pula lalu
gumamnya lirih: "bangsat itu sungguh terlampau keji." Kemudian ia memandang Hui Giok dan
menambahkan lagi: "Salahmu sendiri tak becus?"
Tanpa bicara lagi ia terus melayang pergi, cepat sekali gerakan tubuh orang itu, seakan2 lebih cepat
dari pandangan orang, baru Hui Giok tahu2 jejaknya sudah lenyap tak berbekas. Air mata jatuh
membasahi wajah Hui Giok ia tahu bukan saja telinganya sendiri jadi tuli, bahkan juga bisu. Meski
tidak terdengar olehnya apa yang dikatakan laki2 tadi, tapi dari wajahnya yang sinis dapat dirasakan
olehnya betapa orang menghinanya. Watak Hui giok cukup angkuh sekarang dihina di sana sini,
ketika bertemu dengan Leng gwat siancu baru saja timbul harapannya akan belajar lebih mahir,
tahu2 terjadi hal seperti ini hingga punah pula harapannya malah dirinya berubah menjadi seorang
yang cacat dan tuli.
Sampai sekian lama ia pegang leher sendiri dengan perasaan sedih, mungkin dia ingin mati saja
daripada hidup menanggung derita. Dunia ini dan nasib sungguh terlalu kejam kepadanya, sebagai
seorang yang penuh pengharapan, sepantasnya ia mirip sang surya ditengah hari yang cemerlang,
akan tetapi nasib telah berbicara lain, ia ditakdirkan menderita, bagaikan langit yang mendung,
bagaikan malam yang gelap diselingi hujan badai.
Fajar telah menyingsing sang surya memancarkan sinarnya ke empat penjuru dan menyoroti
ruangan kamar itu hingga terang benderang. Cahaya sang surya yang menyoroti debu di ruangan itu
menciptakan selakur tiang debu warna kelabu, Hui Giok termangu2 merenungi nasibnya, ia
bertanya pada dirinya sendiri: "Mengapa hanya ditempat yang bersih baru terlihat debu." Tapi ia
segera menemukan jawabannya bagi dirinya sendiri: "Ya sinarlah yang menerangi debu2 itu hingga
terlihat jelas, di tempat yang tak ada sinar juga ada debu, Cuma saja tidak kelihatan."
Tertunduk kepalanya ia merasa hatinya makin hampa pikirnya lebih jauh : "Betapa tidak adil dunia
ini, mengapa cahaya di dunia tak dapat menerangi semua debu dan kotaoran yang ada dibumi ini"
Mengapa ada pula debu kotoran yang dibiarkan sembunyi di balik kegelapan" "
Tiba2 pintu diketuk orang menyusul terdengar suara pelayan di luar: "Tuan tamu, hari sudah terang,
bangunlah bila mau melanjutkan perjalanan!" suara pelayan itu cukup keras dan lantang akan tetapi
Hui giok tidak mendengar apa2 waktu itu cahaya sang surya yang memancar masuk lewat jendela
semakin cemerlang, tapi hatinya justru kebalikan daripada suasana di luar.
"Hari sudah terang, aku harus pergi! Tapi kemana aku harus pergi?" demikian pikirnya. Meskipun
ia menahan perasaannya sedapatnya, tak urung meleleh juga air matanya. "Seorang laki2 sejati lebih
baik mengucurkan darah daripada mengucurkan air mata, aku tak boleh menangis," sambil
menggertak gigi ia bangkit berdiri dan memeriksa sekeliling ruangan itu.
Dilihatnya buntalan kecil milik Leng gwat siancu itu masih berada di atas meja, ia menjadi sangsi
dan berpikir: "buntalan ini bukan milikku bolehkah aku bawa pergi?" bimbang tapi ia teringat
olehnya setelah menginap di hotel ini kan harus membayar sewa kamar. Maka ia lantas
menghampiri meja dan membuka buntalan itu, dilihatnya isi buntalan itu ada sepotong emas dan
beberapa kepingan uang perak.
Diambilnya sedikit uang perak itu, kemudian dibungkusnya kembali buntalan itu, setelah
membetulkan bajunya ia keluar dari kamar itu, karena terjadinya pertarungan sengit semalam mau
tak mau pelayan memandang lain terhadap Hui Giok, karena itu meski heran bahwa kemarin ada
dua orang yang masuk ke dalam kamar, tapi hari ini hanya seorang yang keluar.
Pula kemarin Hui Giok berdandan sebagai perempuan pagi ini telah berubah menjadi laki2. tap
pelayan tak berani bertanya ia malah memperingatkan dirinya sendiri " Awas jangan mencampuri
urusan orang siapa tahu dia ini seorang perompak samudera, kalau mencampuri urusannya, bisa jadi
sekali bacok akan mengirim kau pulang ke rumah nenek!"
Maka dengan hormat dia menghampiri tamunya Hui giok memberinya beberapa keeping uang
perak kepadanya sambil memberi tanda maksudnya ingin berkata : "Sisanya tak perlu kembali
ambil saja!" pelayan itu mencoba menghitung kepingan uang tersebut, tapi bukannya ada kelebihan
sebaliknya malah kurang sedikit, akan tetapi ia tak berani bicara, dituntunnya kuda milik Ay Cing
itu ke hadapan Hui Giok sambil tersenyum yang dibuat2 katanya " Selamat jalan!'
Walaupun ramah di luar, pelayan itu menyumpah di dalam hati: "Monyet bayar saja yang kurang
lagaknya cukong gede, Hm! Melihat tampangmu ini, delapan bagian pasti bencong."
Sudah tentu Hui Giok tidak tahu dikutuki maklum apa yang diucapkan pelayan itupun Hui Giok tak
dengar apalagi yang dipikirkan orang. Setelah memegang les kuda itu, dengan girang pikirnya : "Ah
dengan kuda ini, dapatlah ku pergi kemana2 saja kuinginkan!"
Sudah tentu sedikit rasa gembira ini masih selisih jauh bila dibandingkn dengan kesedihannya.
Sambil menuntun kudanya, pemuda sebatang kar yang kini telah menjadi tuna rungu dan tuna
wicara itu berjalan sambil melamun, merenungkan tempat yang akan ditujunya.
Tiba2 ia tersentak kaget ada dua orang berjubah panjang dan membawa gada sedang
menghampirinya salah seorang diantaranya yang memakai koyo di kedua belah pelipis, begitu
mendekat terus mendorong anak muda itu dan menegur: "Hei darimana kau curi kuda ini?" Hui
Giok tertegun, ia tidak mendengar dan tidak tahu pula apa yang terjadi.
"Hayo ikut kami kantor?" kembali laki2 itu membentak sambil mengayunkan gadanya. Orang2
yang berlalu lalang ditempat itu sama membatin didalam hati " Agaknya opas ini berhasil
menangkap pencuri kuda!" Padahal kedua orang laki2 itu memang petugas keamanan, akan tetapi
tuduhan mereka itu sama sekali tak berdasar, yang benar semalam mereka habis bergadang dan
kalah main Pay ku gaji sebulan ludas di meja judi, maka pagi ini mereka berkeliaran mencari
mangsa yang sekiranya dapat diperas.
Kebetulan dijumpainya Hui Giok yang kelihatan mencurigakan, mereka bertambah bangga lagi
ketika anak muda itu tidak menjawab atau memberi reaksi apa2 segera mereka menghardik lagi,
"Orang ini pasti maling kesiangan, coba lihatlah pakaiannya jelek dan dekil tapi kudanya adalah
seekor kuda jempolan, kalau bukan hasil curian darimana ia memperoleh kuda ini " "tanpa banyak
bicara lagi orang itu merampas kuda itu dengan kaget Hui Giok berusaha mempertahankannya, ia
ingin berbicara, namun tak sepotong katapun tercetus.
"Plak!' opas itu menempelengnya sekali, lalu memaki lagi : "Anak jadah, masa kau berani
menyangkal ! "- menyusul ia menggampar lagi. Gusar dan dongkol Hui Giok ia melompat ke depan
dan menjotos. "bajingan kau berani melawan!" teriak opas itu makin berang. Ia pura2 menghantam,
kaki lantas mendepak kontan Hui Giok terjatuh ke atas tanah, opas itu memburu maju dan
menyepaknya lagi beberapa kali dengan gemas.
Kasihan Hui Giok, sudah sekian tahun belajar silat pada Liong heng pat ciang Tham Beng akan
tetapi sekarang ia dihajar dengan mudah oleh seorang opas tanpa bisa melawan. Menghajar maling
Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memang pekerjaan rutin bagi petugas itu, yang satu menyepak sambil mencaci maki yang lain
picingkan mata dan pura melerai sambil berkata " Lothio, sudahlah! Tak perlu digebuki lagi, cukup
kita bawa barang curiannya... coba lihat pencoleng patut kita kasihani, kita bebaskan saja!"
Opas yang memakai koyo pada pelipisnya ini melirik sekejap kearah kuda bagus itu, setelah
memperkirakan uang kekalahannya semalam sudah kembali, bahkan masih ada kelebihannya, rasa
penasarannya segera lenyap sebagian besar. Ia meludah ke wajah Hui Giok sambil menuntun kuda
itu ia siap2 berlalu. Tiba2 laki kurus kawannya berkata lagi
"Lothio coba lihat maling ini membawa sebuah buntalan siapa tahu kalau barang curian juga" Coba
kita periksa isinya!" Buntalan kecil yang dipertahankan Hui Giok mati2an akhirnya dirampas juga
oleh opas itu, dengan mata yang bersinar terang dan muka yang berseri mereka ambil semua uang
perak yang ada didalam buntalan itu dibuang ditanah dan kedua orang itu berlalu.
Hui Giok meronta bangun, rasa sakit badan sama sekali tak dipikir oleh pemuda itu tapi rasa
penasaran karena dihina dan dianiaya semua inilah yang membuat hatinya hampir saja meledak.
Dengan bungkam ia menengadah, memandangi langit dan mengeluh : "Mengapa orang2 itu
menganiaya diriku" Menghina aku" Beginikah nasibku" Apakah hidupku ini hanya untuk dihina
dan dipermainkan orang lain!"
Ia sangat benci kepada kedua petugas yang telah merampas kudanya ia pun membenci orang yang
berada di sekitar jalanan, mereka melihat perbuatan sewenang2 tapi tiada seorangpun berani
membuat keadilan. Tapi hanya marah dan benci saja takkan mendatangkan manfaat apa2 dengan
sempoyongan ia pungut kembali buntalan tadi, ia berharap dapat menemukan sekeping uang perak
untuk membeli penganan dan menangsal perutnya yang lapar, akan tetapi kembali ia kecewa tak
sekeping uang pun yang tersisa yang masih ada cuma dua jilid kitab yang tipis.
Sampul kitab itu terbuat dari kertas berwarna hitam, tiada tulisan di atas sampul, sekarang iapun
tiada minat untuk membaca kitab. Entah berapa jauh dia berjalan, perutnya terasa semakin lapar dan
hampir2 tak tahan. Meski demikian, ia tak sudi mengemis, merengek2 minta belas kasihan orang
lain. Pekerjaan ini tak sudi dilakukannya. Ia berhenti di tengah jalan, mukanya sayu dan
mengenaskan seorang laki2 gemuk penjual siopia beriba hati, diambilnya dua potong kueh itu dan
diberikan padanya dengan senyum dikulum.
Hui Giok sangat terharu dan terima kasih atas kebaikan orang itu, ia merasa tenggorokannya
seakan2 tersumbat, selama hidup belum pernah ia menerima pemberian yang begitu berharga,
wajah si gemuk diamatinya dengan seksama dan diukir didalam hatinya " Mukamu bulat, sebuah
tahi lalat besar di daun telinga kiri selama hidup takkan kulupakan dirimu, suatu ketika pasti akan
kubalas budi kebaikannmu ini!".
Waktu itu si gemuk sedang melayani pembelinya, membungkus siopia dengan secarik kertas kumal,
sambil makan siopia tadi hati Hui giok tergerak satu ingatan melintas dalam benaknya dua jilid
kitab tua yang berada didalam buntalan itu segera dikeluarkannya dan diserahkan kepada si gemuk
maksudnya hendak berkata " Aku telah makan kuemu, sekarang kubayar dengan dua jilid kitab ini
dan dapat kau gunakan untuk membungkus daganganmu!" nyata anak muda ini tak suka menerima
kebaikan orang dengan percuma. Laki gemuk itu membalik halaman kedua jilid kitab itu, lalu
diserahkan kembali kepada Hui Giok, tangannya digoyangkan beberapa kali maksudnya : "Tidak,
aku tak mau membaca" kembali ia mengambil satu biji siopia dan diangsurkan kepada anak muda
itu. Hui Giok menerima kembali kitabnya dan berlari pergi, ia sangka si gemuk mengira dia ingin
makan siopia lagi, dia merasa sedih dan penasaran merasa tersinggung, sambil berlari matanya
kembali basah, air mata berlinang-linang. Tiada kejadian yang lebih menyedihkan di dunia ini
daripada seorang yang berwatak angkuh tapi justru dihina dan diremehkan orang lain tapi ia tak
dapat melawan, bahkan tak dapat menjelaskan penderitaan yang dialaminya.
Hui giok ibaratnya sebutir berlian yang belum diasah, belum memancarkan sinarnya yang
mengkilat, tapi tercampur baur dengan batu kerikil di jalanan, terinjak2 oleh kaki manusia yang
lewat dan tak seorangpun yang memperhatikan nilainya yang tinggi. Tapi apakah nasib berlian itu
akan terus suram. Tetap terinjak oleh kaki manusia dan tiada kesempatan baginya untuk
memancarkan sinarnya yang gilang gemilang.
Malam itu, di depan pintu rumah penginapan telah bertambah dengan seorang kacung pencuci kuda,
cuciannya jauh lebih bersih daripada rekannya tapi upah yang diterimanya paling sedikit daripada
yang lainnya, itupun berkat Lotoa yang memimpin gerombolan bikocot di depan rumah penginapan
merasa kasihan kepadanya, maka diberikannya pekerjaan mencuci kuda milik tamu yang kelihatan
pelit dan takkan banyak memberi imbalan.
Dan orang itu tak perlu dijelaskan lagi ialah Hui Giok ia merasa mencari sesuap nasi dengan tenaga
sendiri, bukan pekerjaan yang memalukan maka diputuskannya untuk menyambung hidupnya
dengan melakukan pekerjaan kasar itu. Bila malam tiba, ia pun tidur dibawah emper rumah, dengan
kedua jilid kitab kumal itu sebagai bantal sebab hanya benda itulah miliknya, hanya benda itu pula
yang tak dirampas.
Terkadang ditengah malam dingin ia terjaga dari tidurnya seringkali ia bangun dan berlatih ilmu
pukulan Tay Ang kun untuk menghangatkan badannya, sekalipun I a tahu ilmu pukulan itu sama
sekali tak berguna, tapi setiap kali dia selalu menghibur diri sendiri :
"Musim panas sudah hampir tiba.." tapi sebelum musim panas tiba, di kota ini telah kedatangan
seorang kakek pemain acrobat ia membawa seekor kuda tua yang kurus serta seorang nona kecil
berusia 17-18 tahun. Mereka main acrobat di sebuah tanah lapang tepat di depan rumah penginapan,
sang kakek memukul tambur, si nona bermain golok terbelalak Hui Giok menyaksikan
permainannya yang indah itu, selesai bermain aneka macam acrobat, si kakek dengan suara yang
serak mengucapkan beberapa kata, tapi meskipun banyak yang menonton sedikit sekali yang
memberi uang. Kakek itu kelihatan kecewa, sambil membungkukkan badan dan terbatuk2 ia membereskan alatnya,
nona itu membantu sambil menghela napas panjang. Hari mulai gelap sambil menuntun kuda kurus
itu mereka menuju ke rumah penginapan pelayan menerima mereka dengan acuh tak acuh. Hui
Giok mendekati si Kakek memberi tanda sebagai ingin membantu membersihkan bulu kuda tapi
kakek itu menggeleng kepala Hui Giok lantas menulis di atas tanah " tak usah bayar "
Kakek itu tertawa dan menyerahkan kuda tersebut kepadanya, ketika Hui Giok berpaling melihat si
nona sedang memandangnya dengan matanya yang besar dan senyum dikulum. "Indah benar
matanya! "diam2 Hui Giok membatin, tapi dengan cepat ia menyetop semua pikirannya dalam
keadaan begini bahkan iapun tak berani membayangkan Tham Bun Ki lagi sebab setiap kali
terbayang akan nona itu, hatinya lantas pedih.
Kembali malam itu ia tidur dengan dua jilid kitab rongsokan itu sebagai bantal seperti juga hari2
yang lewat, ketika tengah malam ia terjaga oleh hembusan angin yang dingin dan waktu ia berlatih
Tay ang ku untuk menghangatkan badan kecuali bintang yang berkelip diangkasa ada pula pula
sepasang mata yang jeli sedang mengawasinya, dia tak lain si kakek penjual acrobat tadi. Pelahan
kakek itu keluar rumah penginapan lalu dengan kapur ditulisnya beberapa huruf di atas tanah "Kau
pernah belajar silat! "
Hui Giok mengangguk, kakek itu berpikir sejenak, lalu tulisnya lagi " Bersediakah kau ikut kami
berkelana di dunia persilatan, meskipun kadangkala harus menahan lapar tapi itu lebih enakan
daripada kerja mencuci kuda di sini! Sebagai orang muda, sepantasnya kau ikut berkelana untuk
menambah pengalaman!"
Hui Giok kegirangan, dia mengangguk tiada hentinya, si kakek yang wajahnya telah berkeriput pun
tampak senang, bagaimanapun juga ia memang sudah tua, kulit badannya yang berwarna kecoklatan
kelihatan kendur, adalah menguntungkan baginya bila ada seorang pemuda kekar dan gagah mau
membantunya, apalagi ia merasa suka terhadap pemuda bisu tuli ini.
Maka mulai pada esoknya dari seorang kacung pencuci kuda, Hui giok telah menjadi seorang
pemain acrobat kelilingan, ia mengikuti si kakek berkelana dari kota kekota lainnya di seputar
wilayah kanglam, pada siang hari ia memukul gendering, main senjata dan kadangkala bermain
beberapa jurus pukulan itu, bila malam tiba ia membereskan alat senjata dan tidur bersama kakek
itu. Musim panas telah tiba, ia mulai kegerahan. Lamunannya di masa lalu kini sudah terhapus hingga
tak membekas oleh gemblengan yang diterimanya dalam kehidupan yang nyata tapi bila malam
menjelang, ketika ia belum tidur kadangkala ia melamun kembali soal2 yang indah, melamunkan
ilmu silatnya berhasil mencapai puncak kesempurnaan, dimana kemampuannya membuat Tham
Beng terkejut dan mengawinkan puterinya kepadanya.
Kadang2 ia teringat kembali akan Leng gwat siancu terbayang kembali potongan tubuhnya yang
indah, yang pernah dilihatnya dengan jelas. Tapi pada siang hari tatkala ia menyaksikan sepasang
mata besar mata yang jeli seakan2 membawa senyuman itu, ia lantas melupakan banyak persoalan,
mungkin terlampau banyak yang ia lupakan, tapi bagaimanapun juga mengenang kembali masa
lampau hanya mendatangkan kesedihan baginya, lalu apa gunanya mengenang kembali kejadian
sudah lalu. Kakek itu dia memberi nama buat dirinya sendiri sebagai Hoa to (golok kembangan)
Sun Pin sedangkan puterinya nona bermata besar itu bernama Sun Kim Peng.
Nona itu sangat baik terhadap Hui Giok memandangnya sebagai saudara sendiri, hali cukup
memberikan hiburan batin bagi Hui giok yang sejak kecil telah kehilangan orang tua, apa lagi
sepasang mata si nona yang besar itu tiap kali memandang kearahnya selalu disertai pula dengan
senyuman manis.
Makin jauh mereka tinggalkan kota kanglam hari itu sampailah mereka di kota Liong tham hujan
turun dengan hebatnya. Hujan adalah pengalang yang mungkin teratasi bagi mereka yang cari
makan dengan menjual permainan acrobat, kedua alis Hoa to Sun Pin tampak berkerijit rapat, sedih.
Malam itu Hui giok terjaga dari tidurnya ia bermimpi seakan2 Tham Beng bergolok dan hendak
membacoknya tapi Tham bun ki menarik ayahnya dari samping karena merasa ngeri ia terjaga dari
tidurnya. Ia berpaling ternyata Sun Pin tak ada di pembaringan perlahan iapun merangkak turun dari
pembaringan yang terdiri dari papan kayu, setelah memasang lentera dan memakai sepatu, ia keluar
dari kamar yang sempit dan pengap itu untuk mencari angin. Hujan telah berhenti, malam terasa
nyaman jarang sekali Hui giok temui udara sesegar itu. Ketika tiba di halaman belakang, belum
nampak juga bayangan Sun Pin anak muda ini mulai heran.
"Aneh sudah jauh malam, kemana perginya Sun Lotia?" demikian ia berpikir. Ia mencoba
menghampiri dinding tembok pendek di depan situ dan memanjat, ia mengintip ke sebelah sana.
Tapi apa yang dilihatnya dibalik dinding itu hampir saja membuat Hui Giok terjungkal dari atas
tembok. Kiranya di suatu tanah lapang yang tak begitu luas sedang berlangsung pertarungan yang sengit
cahaya golok berkilauan memenuhi angkasa Hoa to Sun Pin dengan sebilah golok besar
menciptakan selapis cahaya tajam bertarung melawan seorang yang bersenjatakan pedang Song bun
kiam dan seorang lagi bersenjata Poan Koan pit, angin golok itu menderu dengan jurus serangan
yang mantap ini menandakan bahwa paling sedikit ia mempunyai kekuatan latihan berpuluh tahun
dalam permainan golok itu, mana lagi ada tanda pemain acrobat yang tertatih2 hal ini membuat Hui
Giok terkesima dan memandangnya dengan terbelalak. Orang yang menggunakan Song Bun kiam
adalah seorang laki2 kurus, sebuah codet panjang tertera nyata di pipi kirinya sementara orang yang
menggunakan poan koat pit adalah seorang laki2 kecil pendek tapi kekar jurus serangan yang
mereka gunakan semuanya gans dan keji arah yang ditujupun bagina2 tubuh yang mematikan.
Jenggot putih Hoa to Sun Pin yang panjang bertebaran di tengah kilatan cahaya golok, ia melakukan
perlawanan dengan gigih, serangan di sambut dengan serangan bacokan dihadapi dengan bacokan.
Suatu ketika, mendadak si laki2 kecil pendek yang bersenjata poan koat pit itu menerjang ke depan,
senjatanya yang satu menutuk ki bun hoat di dahi sedang senjata yang lain menutuk Ji cwan hiat di
bagian dada, lalu secepat kilat dia ubah serangannya, poan koan pit ditarik terus sekaligus mentutuk
tenggorokan lawan cepat tepat dan ganas sekali.
Sun pin tertawa dingin dia bergeser ke samping, cahaya goloknya berkelebat, pedang Song bun
kiam musuh yang sedang menabas dari atas ke bawah tergetar kaki kirinya pura2 menendang,
menyusul kaki kanan secara berantai juga menendang si laki2 pendek, mau tak mau orang ditarik
kembali serangannya dan melompat mundur.
"Orang she sun," terdengar laki2 jangkung yang bersenjata Song bun kim itu mengejek, "selama
berpuluh tahun ini rupanya kau tak pernah lupa meyakinkan ilmu golokmu" Hehehe, tapi kalau hati
ini kau orang she Thia tidak dapat mencincang tubuhmu, biarlah selanjutnya nama Hway yang
samsat (tiga malaikat maut dari Hway yang) dicoret dari dunia persilatan. Sreet! Sreet!
Beruntun ia lancarkan beberapa kali tebasan kilat cahaya pedang berkilauan di tengah malam buta
itu terasa lebih menyeramkan. Dalam pada itu si laki2 pendek yang bersenjata Poan koan pit juga
sudah kalap, sambil bertempur iapun berteriak " Hm, jelek2 kau Toan hun to (golok pemutus
nyawa) juga terhitung orang ternama di dunia persilatan, sungguh tak nyana setelah membunuh
orang kau lantas menyembunyikan diri. Hmm, sekarang jangan harap akan kabur lagi dari tangan
kami, cepat ganti nyawa Jiko kami yang kau bunuh!"
Sun pin tidak mengucapkan sepatah katapun, ilmu golok Nog hou toa hun to dimainkan semakin
gencar, ia hadapi setiap serangan yang dilancarkan ole Siau sing bun (setan pembuat celaka) Thia
Eng dan Toh mia sam long (setan perenggut nyawa) The kun yam dari Hay yang sam sat itu dengan
mantap, sekalipun posisinya sekarang kurang menguntungkan serangan balasan makin berkurang
tapi untuk sesaat Hway yang sam sat juga tak bisa mengapa2 kan dia. Hui giok mengintip jalannya
pertarungan dengan mendekam di dinding pekarangan, sekalipun tak terdengar suara pembicaraan
ketiga orang itu namun ia dapat menebak sembilan bagian dari duduknya perkara.
"Tampaknya ada orang yang datang mencari balas atas diri Sun lotia dimasa lalu Sun lotia juga
seorang jago kenamaan untuk menghindarkan diri dari kejaran musuh, maka ia menjual akrobat
untuk menyembunyikan asal-usulnya tapi malam ini agaknya rahasianya ketahuan juga oleh musuh.
Diam2 dia menghela napas, pikirnya
"Sayang aku sama sekali tak becus sehingga tak dapat membantu malahan sama sekali aku tak tahu
sejak kapan mereka dating dan cara bagaimana mereka mulai bertarung, aku memang terlalu goblok
apalagi sekarang aku seorang cacat".
Hatinya makin pedih, ketika ia menengadah kebetulan dilihatnya ada beberapa titik cahaya tajam
secepat kilat sedang menyambar ke tubuh kedua orang yang sedang bertarung melawan Sun lotia,
dia mengerti kerlipan cahaya tajam itu adalah senjata rahasia dia lantas berpaling kesana dilihatnya
Sun Kim Peng dengan golok terhunus telah berdiri di tepian arena, dia yang melancarkan serangan
senjata rahasia itu.
Untung Siau song bun dan Tong mia sam keng cukup tangkas, cepat mereka memutar senjatanya
untuk merontokkan biji teratai besi yang menyerang mereka. Lalu dengan gusar membentak "
Kunyuk, siapa yang menyergap Toayamu" Belum habis ucapannya, tahu2 Sun kimpeng dengan
gerakan seenteng burung layang2 menerjang tiba, ia menggunakan golok tipis sempit, namanya Lui
yap to atau golok daun liu. Cahaya golok berkilau dengan jurus Hong hoa sin liong (harimau angin
naga siluman) dia tusuk tenggorokan orang lalu menebas pula kaki musuhnya, jurus serangan yang
dipakai juga Ngo hou toan hun to namun tidak sekuat ayahnya. "Hehehe, muncul juga akhirnya si
bini kecil." Jengek Siau song bun, pedangnya segera bekerja. Sret, Sret beruntun dua kali ia
menusuk tubuh Sun Kimpeng.
Peluh dingin membasahi badan Hui giok tak disangkanya Sun kimpeng juga memiliki kungfu
sebagus itu. Ia makin sedih makin kecewa dengan ketidak-becusan dirinya. Dengan terjadinya
pertarungan ini kawanan anjing yang berada di dusun kecil Liong tham ini lantas menggonggong
ramai, Siau song bun mulai keder, bentaknya
"Losam perketat seranganmu cepat bereskan kedua bangsat ini!" Toh mia sam long mendengus, ia
putar Poan koan pit nya dan menerjang maju terus menutuk lambung Sun pin. Memang berbahaya
sekali senjata pendek begitu seperti kata orang, satu inci lebih pendek, satu ini lebih berbahaya.
Selain itu senjata yang pendek juga lebih cepat gerakannya. Toh mia sam long tersohor di kalangan
bandit di daerah utara, kungfunya memainkan Poan koan pit memang cukup lihay, seketika itu juga
Sun pin yang kuat terdesak dua langkah ke belakang.
Belasan jurus berlalu pula, permainan Poan koan pit Toh mia sam long mulai mengendur
sebaliknya permainan golok Sun pin kian lama kian cepat, dalam waktu singkat ia berbalik di atas
angin. Di sebelah lain Sun kim peng dengan golok Liu yap to ternyata tak sanggup melawan ilmu
pedang Siau song bun sinar goloknya boleh dibilang sudah terbungkus ditengah pedang Siau song
bun yang gesit dan lincah. Hui Giok memang tak becus dalam ilmu silat tapi sedikitnya ia masih
bisa berpikir, diam2 ia lagi gelisah pikirnya " tampaknya pertarungan ini sulut menentukan siapa
menang dalam waktu singkat bagaimana jadinya andaikata sampai sampai mengejutkan orang lain.
Ia tidak tahu bahwa saat ini juga sudah banyak orang yang terkejut oleh kejadian itu, Cuma mereka
tak ada yang berani ikut campur urusan itu, kebanyakan orang lebih suka bersembunyi di kamarnya
masing2 daripada mencari perkara. Sun pin sudah lama berkelana di dunia persilatan tak sedikit
badai dan ombak besar yang dialaminya selama ini, sekilas melirik saja lantas tahu bahwa gelagat
puterinya tidak menguntungkan mendadak ia menyurut mundur, lalu menerjang maju pula, inilah
gerakan Cin pon lian hoan toh thia (tiga jurus berantai merenggut nyawa) dari ngo hou toan hun to
yang lihay. Seketika tubuh Toh mia sam long terbungkus ditengah cahaya goloknya.
Toh mia sam long terkesiap, cepat Poan koan pitnya menangkis, ia patahkan dua jurus serangan Sun
pin yang lihay, tapi ia tidak tahu masuih ada jurus ketiga. Sun pin tertawa dingin, mendadak cahaya
goloknya melingkar, ketika Poan koan pit tangan kanan Toh mia sam long menangkis dan tangan
kirinya baru bergerak, kaki Sun pin mendadak menendang dan telak mengenai pergelangan
tangannya, kontan Poan koan pit kiri terlepas dan mencelat.
Dengan kaget orang itu bergeser ke samping akan tetapi Sun pin tak memberi kesempatan padanya
untuk berganti napas, cahaya golok berkelebat ia terus cacar bagian kiri musuh yang lemah, keruan
Toh mia sam long kelabakan, baru sempat menangkis dua kali serangan Sun pin, ia menjerit karena
terluka, bahu kirinya terbacok saking kesakitan sampai Poan koat pit yang berada ditangan
kananpun terlepas.
Sun pin memang berniat menghabisi bandit dari wilayah kang pak ini segera ia menubruk maju dan
menambahi satu bacokan lagi. Toh mia sam long kesakitan, keringat dingin membasahi sekujur
tubuh, namun ia tak lupa untuk melarikan diri, mendadak ia menjatuhkan diri ke atas tanah lalu
menggelinding ke samping dengan jurus "keledai malas menggelinding" memalukan jurus ini tapi
yang penting jiwa selamat dulu, nyatanya ia memang terhindar dari kematian. "Orang she Sun!"
Siau hong bun segera membentak, "Kalau memang tangkas jangan mengancam yang sudah
menggeletak, hayo hadapi saja aku!"
Segera ia bermaksud menolong rekannya, namun golok sun kimpeng menempel terus disekitar
tubuhnya, hatinya makin gelisah permainan pedangpun ikut jadi kacau sementara ia msih berusaha
melepaskan diri tiba2 terdengar jeritan ngeri tahulah dia Toh mia sam long pasti mampus ditangan
musuh. Baru saja terlintas pikiran tersebut, tiba2 Sun pin melayang tiba, "peng ji mundur!" teriak
Sun pin "Cekoki dia dengan senjata rahasia" pertahanan Siau song bun semakin kacau, apalagi
hatinya panik, hanya sekejap saja bahu dan pinggangnya sudah termakan oleh dua biji teratai besi.
Ketika itu dia sedang menyerang dengan jurus Siau ih cing hong (angin meniup hujan rintik) baru
setengah jalan rasa sakit membuatnya tak sanggup melanjutkan serangannya, pandangannya jadi
kabur dan kaki kiri tahu2 kena bacokan pula.
Sun pin tahu bacokan yang kuat tadi cukup mengirim musuh ke akhirat, maka sambil menggosok
darah di goloknya itu pada sol sepatunya, ia berbisik " Cepat jemput, semua teratai besi yang
berserakan di tanah itu, mumpung hari belum terang, kita harus segera tinggalkan tempat ini!"
Sun kimpeng mengiakan, ia memasang obor dan memunguti kembali teratai besi yang berserakan
itu, hanya benda itulah yang dapat menunjukkan identitas mereka yang sebenarnya. Dengan wajah
berseri dan rasa gembira Hui Giok melompat turun dari dinding pendek itu. Sun pin hanya
memandangnya sambil tertawa, sama sekali tidak terlihat ketidakpuasan hatinya, lantaran
rahasianya ketahuan, sudah tentu ii disebabkan ia sudah memandang anak muda itu sebagai orang
sendiri. Sekembalinya ke dalam kamar Sun pin segera membenahi barangnya. Hui Giok tahu mereka akan
Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berangkat, maka iapun mengikat semua alat senjat yang berserakan didalam ruangan. Selama
mereka bekerja Sun pin tidak menyinggung peristiwa tadi meski hati Hui Giok ingin tahu tapi tak
berani bertanya Cuma terkadang ia melirik ke arah Sun kimpeng. Barang bawaan mereka tidak
terlalu merepotkan, hanya sebentar saja semuanya sudah selesai dibenahi tiap kali mereka
meringkasi barang2 bawaannya setiap kali Hui Giok merasa gembira sebab mereka akan berangkat
lagi ke lingkungan hidup yang baru baginya, penghidupan yang begini memang mendatangkan
kegembiraan yang disukai anak muda. Tidak terkecuali pula keadaan Hui giok sekarang, ia pun
mempunyai perasaan seperti itu, maka kegembiraannya sekarang jauh lebih besar daripada hari2
biasa, karena baru saja ia telah menyaksikan sesuatu yang belum pernah dialaminya.
Sun kimpeng membereskan barang2nya dengan kepala tertunduk, tiba2 ia menemukan kedua jilid
kitab kumal milik Hui giok itu, tanpa memperhatikannya ia lemparkan kitab itu ke depan. Hui giok
anak muda itupun menyisipkan kitab tersebut sekenanya diantara iktan alat senjata. Tengah malam
itu juga mereka melanjutkan perjalanan, ketika fajar baru menyingsing mereka sudah berada di kaki
sebuah bukit kecil pepohonan menghijau permai mengelilingi bukit itu. Tempat ini merupakan jalan
lintas antara kota Kang leng dan kota Tin kang karena itulah boleh dikatakan sepanjang tahun orang
yang berlalu lintas cukup ramai, maka di kaki bukit ini banyak terdapat warung makan dan gardu
minum yang tersebar di seputar tanah perbukitan ini. Saking banyaknya saingan orang yang
membuka usaha disitu, membuat tempat ini seakan2 tumbuh menjadi kota kecil.
Hari masing sangat pagi, tapi warung2 makan itu telah membuka pintu, Sun pin melirik sekejap ke
arah Hui Giok yang sudah terengah2 karena kehabisan tenaga, iapun masuk ke sebuah warung ini
untuk melepaskan lelahnya. Empat penjuru warung itu dikelilingi pagar bamboo, mangkuk nasi
tersebut dari anyaman kulit bambu halus, meja kursi juga terbuat dari bambu tampaknya nyaman
dan tenang lagi bersih, Hui giok berduduk melepaskan lelah dan diam2 senang pula pada tempat ini.
Pelayan menghidangkan makanan berupa mi kuah yang masih panas dan makanan sebangsa
bakpau, Hui giok serta Sun kimpeng mendaharnya dengan nikmat hanya Sun pin seorang yang tak
bernafsu makan. Dalam warung kecuali mereka bertiga tiada nampak tamu lain. Pada saat itulah
tiba2 dari jalanan depan sana debu mengepul tebal, munculnya dua ekoar kuda dan mendadak
berhenti di depan warung.
Begitu melompat tuurn dari kudanya orang itu lantas berteriak "hei, pemilik warung cepat sajikan
beberapa mangkuk mi, selesai tuan2 bersantap akan melanjutkan perjalanan" orang yang berbicara
itu bertubuh jangkung kurus seperti orang sakit, matanya cekung ke dalam tulang alisnya tinggi
menongol selain daripada itu Tay yang hiatnya (pelipis) juga menonjol, jelaslah orang itu seorang
jagoan bertenaga dalam tinggi.
Rekannya berperawakan kebalikannya, orang itu gemuk pendek, ketika berjalan masuk ke dalam
langkahnya menggetarkan ruangan, pinggangnya bergantung sebuah kantung kulit yang besar ini
menunjukkan kalau dia seorang ahli membidik senjata rahasia, tentu saja kedua orang itu adalah
orang dunia persilatan. Setelah msuk ke dalam ruangan, dengan sorot mata yang tajam mereka
lantas mengawasi Sun pin cepat Sun pin tundukkan kepalanya dan pura2 asyik makan mi, seperti
tidak ingin mencari gara2 dengan orang perjalanan itu.
Kebetulan Hui giok juga berpaling memperhatikan kedua pendatang itu, ketika dirasakan sinar mata
mereka bagaikan beraliran listrik, cepat iapun tundukkan kepala dan tak berani memandangnya.
Dalam gugupnya tanpa sengaja sikutnya menyentuh tumpukan senjata yang disandarkan di tepi
meja, tumpukan senjata itu roboh dan menimbulkan suara keras. Sewaktu mengikat senjata tadi,
anak muda itu tidak mengikatnya dengan baik, maklum dalam keadaan terburu2 dan panik sekarang
ikatan senjata roboh ke tanah seketika isinya berantakan.
Dua jilid kitab kumal bersampul hitam itu ikut terlempar ke lantai dengan senjata tersebut. Sorot
mata kedua orang laki itu kebetulan memandang kitab kumal yang jatuh, air muka seperti berubah
mendadak, mereka saling pandang sekejap lantas memandang pula ke arah Sun pin yang sedang
makan mi sambil tundukkan kepala dan Sun kimpeng yang bangkit dan siap membantu
membereskan senjata yang tercerai berai itu, akhirnya sinar mata mereka berganti pada tubuh Hui
Giok yang sedang jongkok dan sibuk mengumpulkan senjata itu.
Tentu saja Hui giok tak tahu mata orang yang tajam sedang mengawasinya, selagi ia menyesal
kecerobohannya sendiri, tiba2 ada seorang ikut jongkok di sebelahnya dan bantu mengambilkan
sebatang tombak yang mencelat agak jauh. Ia tersenyum dengan rasa terima kasih ketika
menengadah dikenalinya orang yang bantu mengambilkan tombak itu tak lain adalah orang yang
gemuk yang baru datang tadi.
Dilihatnya senyuman manis menghiasi ujung bibir si gemuk, tubuhnya yang bulat gemuk bagaikan
bola itu sedang berjongkok dan waktu itu hendak memungut kedua jilid kitab bersampul hitam itu.
Tapi kitab itu lebih dekat dengan Hui giok sebelum laki2 gemuk itu mengambilnya anak muda itu
sudah memungutnya lebih dahulu, malahan sambil tersenyum ia tatap wajah lelaki gemuk itu dan
merasa simpatik dengan orang ini, maklum tidak banyak manusia di dunia yang bersikap ramah
terhadap dirinya.
Dilihatnya daging di pipi si gemuk berkerut sekali, bibirnya bergerak seperti mengucapkan sesuatu,
tentu saja Hui Giok tidak mendengar apa yang diucapkan orang itu, tapi Sun kimpeng dapat
mendengarnya dengan jelas. Laki2 gemuki itu berkata " Engkoh cilik, bolehkah kitab itu kupinjam
sebentar ?" Hui giok tidak mendengar, dengan sendirinya tidak menjawab, dia hanya menatap orang
dengan mata terbelalak dan senyum dikulum.
Sun kimpeng menanggapi ucapan si gemuk tadi " Percuma kau bicara dengan dia, dia bisu dan tuli
apa yang kau katakan takkan terdengar olehnya!" "Oo !" laki2 gemuk itu berdiri dengan keheranan
biji matanya berputar, terkilas senyuman aneh pada wajahnya, kemudian ia menuding kedua jilid
kitab tadi, katanya kepada Sun kimpeng " Nona cilik, apakah kedua jilid kitab ini dijual atau tidak
?" " Tidak, kitab itu tidak dijual!" sahut Sun kimpeng dengan kurang senang " Jika anda ingin
membaca, belilah di toko buku ?" laki2 gemuk tadi terbahak2 kelihatan sikapnya yang gembira
seperti orang yang mendadak menemukan harta karun yang tak ternilai harganya ia melirik sekejap
ke arah rekannya si laki yang jangkung yang seja tadi hanya diam saja itu, lalu bertanya lagi
"Nona manis, kutahu kau tidak berjualan buku tapi kedua kitab itu sangat menarik, seketika timbul
keinginanku untuk membelinya, umpama delapan tahil atau sepuluh tail tidak menjadi persoalan
bagiku" Sekali ini Sun kimpeng menjadi terkejut, maklumlah uang sebesar itu untuk ukuran jaman ini
adalah jumlah yang amat besar, beberapa bulan Sun kimpeng dan ayahnya bekerja giat membanting
tulang belum pernah mereka dapat mengumpulkan uang sejumlah itu, tentu saja ia tercengang ia
hampir tidak percaya ada orang berani menawar kedua jilid kitab rongsokan itu dengan sebesar itu.
Dengan hati terkejut dan sangsi ia menatap si gemuk beberapa kejap, demikian Sun lotia yang
sedang makan dengan kepala tertunduk lagi merasa heran, ia sendiri dahulu juga seorang tokoh
kangouw maka begitu kedua orang jangkung dan gemuk itu muncul segera ia mengenali mereka.
Kiranya laki2 gemuk itu adalah jagoan ternama di dunia persilatan namanya To pi jin him (manusia
beruang bertangan banyak) Khu Hway jim, sedangkan laki2 jangkung yang kurus dan bermuka
putih dalah Kim bin wi to (Wito bermuka emas) seorang bandit ulung yang selamanya melakukan
operasinya seorang diri.
Karena itu, apa yang diherankan Sun lotia bukanlah yang seperti yang diherankan puterinya, ia
merasa tidak mengerti mengapa kedua manusia buas yang terkenal di dunia persilatan itu mau
membeli kitab kumal dari seorang nona cilik dengan sikap yang begitu sopan dan ramah sekali.
Kitab kumal apakah kedua jilid buku kumal tersebut" Maklumlah hakikatnya mereka tidak menaruh
perhatian kepada nilai kedua kitab buku itu.
Memang siapa sudi memperhatikan kedua jilid kitab kumal itu yang dimiliki seorang bocah cacat
pencuci kuda" Mereka tidak tahu bahwa kedua kitab kumal itu sebenarnya adalah kitab pusaka yang
diidamkan setiap orang persilatan lantaran kitab tersebut dunia persilatan pernah kacau dan dilanda
badai pertumpahan darah yang mengerikan lantaran kitab itu pula Jian Jiu Suseng sampai berselisih
paham dengan Leng gwat siancu mengakibatkan perempuan yang bernama Ay cing sangat
menderita dan nyaris kehilangan jiwanya karena pusaka ini.
Kitab apakah itu" Kitab tersebut tak lain adalah kitab peninggalan Hay Thian ko yan (burung walet
tunggal dari ujung langit) yang namanya amat termasyhur di masa yang lalu hampir semua boleh
dibilang semua kepandaiannya yang tak terukur dalam kitab itu termuat. Memang tajam penglihatan
To pi jin him dan Kim bin wi to hanya sekilas pandang saja mereka lantas mengenali kitab yang
sangat mirip dengan kitab pusaka Hay thian pi kip itu berada ditangan seorang bocah akrobat yang
jorok, dalam kagetnya merekapun agak tercengang, dan juga agak curiga.
Sebab itulah To po jin him sengaja berjongkok dan pura2 membantu mengumpulkan senjata yang
tercecer ini dia ingin membuktikan dahulu apakah kedua kitab itu benar2 kitab pusaka seperti yang
mereka duga. Kendatipun akhirnya kitab itu gagal ia periksa karena keburu dipungut oleh Hui giok,
namun ketika tersebut jatuh ke lantai tadi, halam buku itu sempat tersingkap sedikit, sekilas ia
sempat melihat jelas bahwa isi kitab itu memang berupa beberapa lukisan orang yang semedi.
Walaupun begitu si gemuk tidak berani merebutnya, ida sangsi mana mungkin kitab pusaka begitu
berada ditangan seorang bocah yang berilmu silat biasa2 saja. Sekalipun bocah itu berilmu silat
biasa, setelah mendapatkan kitab pusaka itu tentu kungfunya tak akan biasa lagi. Analisanya ini
memang masuk diakal, tak heran kalau lelaki gemuk bagaikan babi dan licin bagaikan rase itu tak
berani sembarangan bertindak ia coba memancing dengan kata2 mani. Setelah Sun Kimpeng
memberi jawabannya senyum pura2 semula menghiasi bibir wajahnya kini berubah menjadi
senyum yang sungguhan.
Ia merogoh sakunya dan keluarkan uang perak sekeping uang perak yang beratnya mencapai
sepuluh tail sambl mengiming-iming ia berkata pula dengan tersenyum " Aku paling gemar
mengumpulkan kitab yang bersampul indah, jual saja kitab itu kepadaku dan uang ini akan segera
menjadi milikmu." Sambil berkata ia memberi tanda kepada Hui Giok, anak muda itu menengadah
seperti Sun Kimpeng matanya terbelalak besar memandang kepingan uang perak yang tidak sedikit
jumlahnya itu. Senyum yang menghiasi bibir si gemuk makin lebar, ia tahu sebentar lagi kitab yang menjadi
idaman umat dunia persilatan akan menjadi miliknya tak sampai tiga tahun lagi nama besar Khu
Hway jin akan tambah tersohor di dunia kangouw, pipinya yang gemuk main berbunga, tak
terkirakan rasa girangnya saat itu. Hui giok masih berjongkok, sementara Sun kimpeng telah
berpaling ke arah ayahnya. Maksudnya minta pendapat ayahnya, apakah mereka menjual atau tidak
kedua kitab kumal itu kepada laki2 gemuk yang sinting itu" Sun lotia tidak menjawab, dia masih
tertunduk sambil termenung, ia sedang putar otak dan berusaha mencari akal untuk mengatasi
kejadian luar biasa ini.
Sebagai orang jagoan kawakan yang sudah lama berkelana di dunia persilatan, sedikit banyak ia
dapat menduga bahwa kedua kitab milik bocah cacat itu pasti bukan kitab sembarangan tapi sayang
lantaran ia harus menghindari kejaran musuh dan sekian tahun harus mengasingkan diri banyak
kejadian di dunia persilatan yang tidak diketahui olehnya, tentu saja ia tak menduga kedua kitab
kumal yang akan dibeli oleh laki gemuk ini tak lain adalah kitab pusaka Hay thian pi kip.
Sekarang ia yakin kedua kitab itu pasti bukan sembarangan, tentu saja ia tak ingin kitab ini dibeli
To pi jin kim dengan harga sepuluh tahil perak, Cuma ia tak tahu cara bagaimana harus menolak
tawaran ini. Sebab ia tahu betapa keji dan jahatnya kedua orang itu, bila marah mereka tidak segan
membunuh orang.
Sun lotia menyadari sampai dimanakah taraf kepandaian sendiri, bagaimanapun dia bukan
tandingan kedua orang itu. Sementara otaknya pekerja mencari akal, di pihak lain To pi jin him
sedang menatap Sun kimpeng, ia sudah mempunyai pula perhitungan sendiri, ia telah memutuskan
bila nona itu mengangguk, maka dengan segala senang hati sepuluh tahil perak itu akan
diberikannya tapi kalau nona itu menggeleng tanpa sungkan lagi akan merampas kitab tersebut
dengan kekerasan.
Belum lagi Sun kimpeng memberikan keputusan Kim bin wi to Yap ci hui yang sejak tadi hanya
membungkam itu mendadak berkata dengan nada dingin " Nona cilik, kalau kitab itu kau jual
kepadaku akan kubayar seratus tail perak. "air muka To pi ji him seketika berubah hebat, muka
yang memang buruk kini tambah buruk. Tapi ia masih tertawa tentu saja tertawa yang dipaksakan
atau menyengir ujarnya,
"Yap toako, buat apa kau berbuat begitu" Kau beli atau aku yang beli toh sama saja?" tiada
kelihatan sesuatu perasaan pada wajah Kim bin wi to hambar ia tertawa dingin dan berkata dengan
angkuh " kalau kau boleh membelinya, mengapa aku tak boleh" "air muka To pi jin him berubah
hebat: "Bagus, bagus.." mendadak ia berpaling dengan mendongkol ia berkata kepada Sun kimpeng
"Nona cilik berikan kitab itu kepadaku, kubayar dengan dua ratus tahil perak, "sambil merogoh
keluar setumpuk lembaran kertas, ia lolos satu lembar dan dikebaskannya di hadapan nona itu
sambil berkata keras " Uang kertas ini berasal dari gwan ju, dapat kau tunaikan di manapun juga di
seluruh negeri ini."
Pada waktu itu kedua orang yang biasa bekerja sama dalam melakukan kejahatan sekarang sama
ngotot ingin memiliki kitab pusaka itu malahan sebelum kitab itu didapatkan mereka sudah ribut
sekali. Tapi justru karena itu, mereka sama2 tak berani merampas kitab tersebut secara gegabah
sebab salah2 nyawa mereka yang menjadi taruhannya.
Sun kimpeng tambah bingung oleh kejadian ini si pelayan yang berdiri disamping dengan baki di
tangan juga melengong oleh peristiwa ini diam2 ia menyesal coba kalau dia yang memiliki kitab itu,
tidak perlu sepuluh tail perak satu tahi saja akan segera dilepaskan. "Wah dua ratus tail perak" Uang
kertas bank Gwan ju" Nona.....nona, lekas kau jual saja kitab kumalmu itu! Serunya tak tahan.
Lalu ia berpaling ke arah Sun pin katanya pula dengan rasa kagum "Lotia dua ratus tail perak bukan
jumlah yang sedikit?" dengan mendongkol Kim bin wi to melototnya pelayan itu jadi ketakutan
sehingga kata2 selanjutnya tak berani diucapkan lagi.
Akhirnya Sun lotia berdehem pelahan, ia bangkit kemudian bertanya. "Kedua kitab itu milik bocah
itu, kami tak berhak ambil keputusan baginya padahal kalian berduapun tak perlu membuang uang
sebanyak itu hanya untuk membeli...." Tiba To pi jin him bergelak tertawa sambil menuding Sun
lotia ia berseru
"Ai bukankah kau ini ngo hou toan bun to Sun pin seng" Mungkin mataku sudah lamur, hampir saja
aku Khu Hway jin tidak mengenali lagi akan dirimu. Hahaha sungguh tak disangka.....sungguh tak
kusangka."
Kembali ia terbahak2 lalu menyambung " Karena ada dirimu, urusan menjadi mudah untuk
diselesaikan, aku Khu Hway jin jelek2 juga sobat lamamu, selama inipun kita tak ada ganjalan apa2
kalau Sam sat ngo pah (tiga malaikat maut dan lima lalim) dahulu pernah menjadi wasit bagimu,
dan sekarang, hahaha, kuharap kau sudi memberi muka padaku."
Air muka Sun lotia berubah hebat, ia tahu asal usulnya telah diketahui orang, tak mungkin lag
baginya untuk berlagak pilon, untuk sesaat ia jadi tertegun dan tak mampu mengucapkan sepatah
katapun. Kim bin wi to tak tinggal diam, tiba2 dia maju kedepan katanya dengan dingin,
"Urusan jual beli tidak boleh disangkut pautkan dengan hubungan pribadi. Sobat Sun, tentunya
kaupun cukup kenal watakku ini" Sekarang aku menawar lima ratus tail perak untuk membeli kitab
itu soal sengketamu dengan Sam sat ngo pah boleh serahkan saja kepadaku, aku Yap ci hui
tanggung urusan pasti beres. Nah sekarang lekas jawab kedua kitab itu akan kau jual kepada siapa?"
panas hati To pi jin him andaikata tak ada ia yakin kitab itu sudah menjadi miliknya, segera tangan
kanannya siap merogoh senjata rahasia di dalam karung kulit iapun mengejek
"Orang she yap, jelek2 orang she Khu masih memandang kau sebagai sahabat, kenapa kau tak tahu
diri dan tak kenal arti persaudaraan" Hehehe, mungkin orang lain jeri kepada ilmu pukulan Kim
kong ciang mu tapi orang she Khu tak nanti takut kepadamu !"
Kim bin wito mendelik, ditatapnya Khu Hway jin tanpa berkedip, sahutnya dengan keras " Bagus
kausendiri yang berkata begitu, jangan salahkan aku bertindak keji lebih dulu padamu. Baiklah
sekarang apa kehendakmu?" ia melirik sekejap ke arah Sun Pin yang lengkapnya bernama Sun pin
seng lalu menambah dengan geram
"nah, mau jual atau tidak terserah kau, mau kepada siapapun terserah kepadamu, tapi kau harus
menjawab secepatnya kalau tidak, hmm, bukan saja uang tak dapat kau terima, nyawapun akan
melayang kalau sudah begitu jangan kau salahkan aku kelewat kejam!" Baru selesai ia berucap,
tiba2 bergema suara tertawa dingin seorang, menyusul orang itupun berkata dengan suaranya yang
dingin menyeramkan " Kitab itu tidak dijual kepada siapapun" Lekas kalian enyah dari sini!"
Semua orang terkejut, terutama To pi jin him dan kim bin wi to seketika air muka mereka berubah
hebat dengan kecepatan paling tinggi mereka putar badan satu ke kiri dan satu ke kanan serentak
mereka melayang pergi sejauh beberapa tombak dari tempat semula. Habis itu barulah mereka
melihat jelas seorang sastrawan kurus setengah umur, berjubah panjang berwarna abu2 keperak2an,
senyuman sinis tersungging di ujung bibirnya dan berdiri tepat mereka berada tadi.
Perlu diketahui, jalan di luar warung hanya satu di luar warungpun tanah kosong, selayang pandang
orang memandang hingga jauh sekalipun begitu tak seorangun yang tahu sejak kapan pelajar
setengah umur berjubah keperak2an itu datang kemari lebih2 tak tahu dari manakah dia muncul,
padahal mereka semua adalah jago2 silat kawakan yang berilmu tinggi.
Di antara sekian orang yang hadir di warung itu, Hui giok paling terkejut melihat kemunculan orang
itu, sepanjang kejadian itu berlangsung dia hanya berjongkok sambil memegangi kedua jilid
bukunya tentu saja ia tidak mendengar sama sekali apa yang dibicarakan orang2 itu, tapi ia dapat
menebak inti pembicaraan orang2 itu menyangkut kitab yang berada dalam genggamannya ini,
kitab yang tak pernah diperhatikannya selama ini.
Berbagai peristiwa yang dialaminya menggerakan pikirannya mau tak mau ia berpikir " Kedua jilid
kitab ini kudapatkan di dalam buntalan milik paman Leng adalah ilmu silat paman leng tak terkira
lihaynya, sekarang kedua orang itu menaruh perhatian atas kitab ini, jangan2 kitab ini tersimpan
sesuatu rahasia" Kenapa sejak dulu tak pernah kubaca kitab ini ?"
Perlu diketahui pada dasarnya Hui Giok ada lah pemuda yang cerdas, sayangnya Hui giok sejak
dahulu ia tak dapat memusatkan pikirannya, ia harus berjuang demi kehidupannya, boleh dibilang
tak sempat baginya untuk berpikir sampai ke situ, tapi sekarang begitu perasaannya tersentuh, ia
dapat berpikir lebih cermat dan ternyata apa yang diduganya itu memang benar.
Selagi jantungnya berdebar karena berhasil menemukan rahasia besar ini, tiba2 dilihatnya sepasang
sepatu terbuat dari kain yang tak asing lagi baginya muncul di depan mata, beberapa berselang
sepatu ini pernah ditemuinya satu kali. Kenangan lamapun terlintas dalam benaknya teringat
olehnya ketika malam2 ia meringkuk dibelakang pembaringan dalam keadaan tertutuk dirumah
penginapan, waktu itu sepatu kain yang indah ini, pernah dilihatnya.
Tanpa terasa ia menengadah dan melirik ke atas, orang itu mengenakan jubah abu2 keperakan
jenggot pendek menghiasi janggutnya, bertampang gagah dan angkuh terutama senyum sinisnya itu
cukup menggigilkan orang, dia masih ingat orang inilah yang pernah membebaskan dia dari tutukan
paman Leng di hotel itu.
Ia coba alihkan pandangan ke sekitar ruangan itu, ia lihat wajah semua orang sama menampilkan
rasa kejut dan takut, tanpa terasa otaknya bekerja pula, memikirkan dirinya sendiri. Sorot mata Sun
pin, Sun kimpeng, Kim Bin wito dan To pi jin him semuanya tertuju ke arah pelajar setengah umur
berjubah perak itu dengan perasaan jeri tapi orang itu sama sekali tidak menunjukkan perasaan apa2
sinar matanya malahan memandang langit warung itu dengan dingin.
Kemunculan tiba2 orang ini telah mengejutkan semua orang yang berada disitu, terutama ginkang
atau ilmu meringankan tubuhnya yang ajaib, namun jelek2 Kim bin wito serta To pin jin him juga
terhitung jago2 persilatan yang punya nama, tentu saja mereka tak mau kabur digertak begitu saja,
apalagi daya tarik kedua jilid kitab itu seakan bagaikan besi sembrani yang melelehkan hati mereka,
seolah2 daging empuk yang telah berada di depan mulut takkan dilepaskan dengan begitu saja,
sekalipun beradu jiwa juga akan mereka lakukan.
To pin jin him lantas tertawa, tertawa dengan sangat dipaksakan, lalu menegur " Sobat dari
manakah kau....." Agaknya sastrawan berbaju perak itu tidak suka bicara, belum habis pertanyaan
itu dilontarkan ia telah menyela dengan menghardik " Kunyuk, mau enyah dari sini atau tidak ?"
"Sobat, jangan temberang kau! "bentak Kim bin wito dengan geram, "Apa yang kau andalkan
Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sehingga kau berani bicara takabur di depan Kim bin wito. To Pi jin him tak mau unjuk kelemahan
di depan orang, dengan mata melotot iapun membentak " Mereka menjual barang dan kami
membelinya kenapa kau ikut campur urusan kami?"
Sastrawan berjubah perak iut tidak berbicara lagi, tiba2 ia menengadah dan tertawa nyaring
panjang, suaranya nyaring, tinggi melengking menggema diangkasa. Demi mendengar, suara
tertawa itu, To pi jin him terkesiap ia memang bisa lihat gelagat dari gelak tertawa orang yang
begitu nyaring, sadarlah dia betapa tinggi tenaga lwekang orang itu, sudah pasti jauh di atas dirinya.
Diam2 ia berkerut alis, sinar matanya memancarkan nafsu membunuh, tiba2 ia ayunkan kedua
tangannya ke depan, berpuluh bintang cahaya tajam menyambar ke depan, sementara tubuhnya
yang gemuk itu secepat kilat menerjang ke arah Hui giok yang sedang berjongkok itu. Sun pin seng
dan Sun kimpeng sama berseru kaget, gemerdep sinar mata kim bin wito tiba2 ia menerjang ke arah
To pi jin him yang hendak merampas kitab pusaka Hay thian pit kip.
"Blang" benturan keras terjadi To pi jin him bersuara tertahan kiranya ia telah beradu pukulan dua
kali dengan Kim bin wito tapi nyatanya dia kalah satu tingkat daripada kekuatan lawan, kontan ia
tergetar mencelat jauh kebelakang, tenggorokannya terasa anyir, dada sesak dan hampir saja muntah
darah, sadarlah si gemuk bahwa isi perutnya telah terluka parah.
Sejak To pi jin him melancarkan senjata rahasia sampai kim bin wito membentak dan menyerang,
semua kejadian itu berlangsung dalam sekejap mata, sementara Sun pin masih tercengang,
menyaksikan kedua orang itu beradu pukulan, lalu dua sosok bayangan berpisah lagi. Saat itulah
baru dia teringat pada senjata rahasia dilepaskan To pi jin him tadi cepat ia berpaling ke arah
sastrawan berjubah perak, apa yang dilihatnya adalah sastrawan setengah baya itu masih berdiri
angkuh ditempat semula hujan senjata rahasia yang dilancarkan si gemuk tadi seolah2 lenyap entah
kemana. Sungguh luar biasa dan mengejutkan kedua orang ini. To pi hin him sempat melirik sekejap ke arah
musuh, setelah mengetahui keadaan yang sebenarnya, sebagai jago kawakan yang berpengalaman,
sadarlah ia gelagat tidak menguntungkan. Memang keadaan ini manusia beruang berlengan banyak
ini memang serba sulit, setelah diketahui orang berjubah perak itu lihaynya bukan main sekarang ia
berbalik telah bermusuhan dengan kim bin wito tak mungkin rekannya akan membantunya lagi
selain itu isi perutnya juga sudah terluka parah.
Dalam gugupnya secepat itu To pi jin him berhasil mendapatkan satu jalan untuk mengatasi
kesulitannya jalan tersebut adalah cepat kabur ia tahu jika tetap berada di sini, bukan saja kitab
pusaka tak didapat malahan mungkin jiwanya bisa melayang di sini. Sudah berpuluh tahun ia
berkecimpung di dunia persilatan banyak juga musuhnya tapi dia masih hidup sampai sekarang, dari
sini dapat ditarik kesimpulan bahwa dia memang pintar melihat gelagat dan dapat mengambil
keputusan cepat.
Begitu ingatan ini terlintas, tanpa ragu2 lagi ia putar badan terus melayang keluar, dengan
kecepatan tinggi dia kabur ke semak belukar di belakang rumah. Bahkan pada saat mau kabur,
bandit yang sudah lama malang melintang di dunia persilatan tak rela kabur begitu saja baru
tubuhnya bergerak secepat kilat berpuluh bintik perak dihamburkan. Sungguh kekejaman dan
kelicikan sesuai dengan namanya yang terkenal ganas di dunia persilatan.
Namun sastrawan jubah perak itu tetap tenang saja, sambil tertawa dingin ia bergerak mengitar ke
depan bagaikan seekor naga perkasa melingkar di udara tahu2 berpuluh bintik senjata rahasia yang
dilancarkan oleh To pi jin him dalam usahanya melarikan diri lenyap tak berbekas. Sastrawan jubah
perak yang berkepandaian tak terkira itu mengebaskan lengan bajunya ia berpekik tertahan,
tubuhnya melambung beberapa kaki lagi lebih tinggi, dari atas ia terus hantam kepala Kim bin wito.
Dalam pada itu kim bin wito yang sombong juga ketakutan setengah mati menyaksikan kelihayan
sasterawan jubah perak, mukanya pucat dan tubuhnya agak menggigil segera ia hendak meniru To
pi jin him dan melarikan diri.
Tapi sempat niatnya terlaksana, suitan nyaring telah berkumandang sesosok bayangan berwarna
keperakan dengan membawa tenaga pukulan yang dahsyat telah menghantam dari atas. Diantara
deru angin pukulan yang kuat sama sekali ia tak dapat membedakan ke arah manakah serangan itu
tertuju, selain itu pukulan yang maha dahsyat seakan2 menindih tiba dan membuat napasnya jadi
sesak. Orang yang biasanya terkenal sebagai pembunuh keji dan berhati keras ini mulai panik dan
ketakutan dia ingin menangkis tapi tak mampu, mau kabur juga tak bisa belum lagi ingatan lain
terpikir, tahu2 pandangannya jadi gelap, suatu pukulan yang maha dahsyat telak di dadanya. Sun
pin seng dan anak Cuma berdiri dengan mata terbelalak dan mulut melongo mereka hanya
merasakan bayangan keperakan berkelebat diantara hembusan angin, setelah pekik nyaring seorang
menjerit kesakitan, lalu bayangan perak itu meluncur ke depan mengejar ke arah To pi jin him
melarikan diri.
Ketika mereka berpaling, tertampaklah Kim bin wito yang sombong dan garang itu sudah terkapar
di atas tanah, tak perlu diperiksa lagi Sun pin yakin bandit ulung yang sudah lama malang
melintang di dunia persilatan itu pasti sudah mati. Luar biasa kungfu sastrawan berjubah perak itu,
kalau tidak menyaksikan dengan mata sendiri mungkin orang tak akan percaya akan kejadian ini.
Ngo hou toan bun to Sun pin seng terhitung seorang piausu yang cekatan, sekalipun kungfunya tak
seberapa tinggi, namun pengalamannya boleh dibilang cukup luas, tapi hari ini dia baru merasa
matanya benar2 terbuka, ia makin sadar bahwa tokoh kosen tak terhitung jumlahnya di dunia
persilatan. Ia menghela napas panjang dan lama sekali ia termangu2, pelbagai ingatan berkecamuk
dalam benaknya, akan tetapi tidak sesuatu yang dapat disimpulkannya.
Sun kim peng tampak menggigil dengan wajah pucat, apalagi pelayan hampir ia tak percaya pada
apa yang terjadi di depan matanya ingin berteriak saja tak keluar suaranya. Diantara mereka Sun pin
seng lebih berpengalaman, ia tahu tak dapat tinggal terlampau lama di situ, di warung minum ini
terkapar sesosok mayat, sebentar lagi pasti akan lebih banyak tamu yang akan singgah selain itu
iapun teringat kembali Hui giok dan kedua kitab itu yang menyebabkan cekcok kedua perampok
itu. Maka kepada puterinya dia lantas berseru
"Peng ji bereskan semua barang cepat berangkat!" pada saat itu Hui giok menongol keluar dari
kolong meja kedua kitab yang berada di tangannya telah terbuka, mukanya tampak berseri karena
kegirangan, ketika Sun pin seng memandang sekejap wajahnya tahulah jago tua ini bahwa anak
muda itu telah mengetahui rahasia kitab tersebut.
Rupanya Hui Giok yang bisu dan tuli tidak memperdulikan lagi kejadain yang berlangsung di
tempat itu, dia terus menerobos ke kolong meja disitu diperiksanya kitab itu dengan seksama
setelah membaca beberapa halaman, tahulah anak itu bahwa isi kitab ini tak lain adalah ajaran ilmu
silat yang tinggi. Sun pin seng berkerut kening, ia tahu harus lekas berangkat, tapi harus kemana"
Ia tahu tujuan laki2 berbaju perak itu membunuh kedua perampok itu adalah utnuk mendapatkan
kedua kitab pusaka itu ditinjau dari kemampuannya, tidak sulit baginya untuk membunuh To pi jin
him dalam sekali gebrakan saja, maka sebentar lagi ia pasti akan kembali lagi kesini untuk
merampas kitab itu. Cepat sun pin seng rampas kedua buku pusaka itu dari Hui giok "Hay thian pit
kip" tempat huruf ini tertera nyata disampul, jantungnya berdetak keras, nafsu serakahnya seketika
timbul. Ketika masih mengawal barang dulu, Ngo hou toan bun to pernah membinasakan orang kedua dari
Sam sat ngo pah suatu gerombolan bandit terkenal di daerah kanglam, sejak kejadian itu ia selalu
hidup sembunyi dan kabur kesana kemari untuk menghindari pembalasan dendam musuh. Ia tak
pernah hidup dalam suasana tenteram lagi, mirip tikus yang tak berani melihat cahaya terang dan
terpaksa hidup menyusup dan menyelinap ditengah kegelapan tapi sekarang dua jilid kitab pusaka
itu telah berada di tangannya, dengan benda ini ia dapat mengubah nasibnya asalkan isi kitab
berhasil ia kuasai, maka selanjutnya ia tak perlu takut kepada siapapun juga. Senyuman tersungging
di ujung bibirnya, ia tak ragu2 lagi segera ia berkata " Pengji, cepat berangkat !"
Ia pegang Hui Giok dan lari keluar warung tersebut, cepat mereka naik ke atas kuda milik To pi jin
him dan kim bin wito yang tertinggal itu, lebih dulu ia pecut kuda tunggangan kimpeng lalu kuda
mereka pun dilarikan dengan cepat. Tindakan ini sama sekali di luar dugaan Hui Giok, waktu itu ia
setengah dikempit dan melintang di depan kuda Sun Pinceng ia menyaksikan Sun lotia telah
memasukkan kedua jilid kitab pusaka itu ke dalam bajunya.
Dalam keadaan begini, banyak hal yang ia tanyakan tapi ia tak dapat berbicara diam ia gusar dan
benci pada diri sendiri, mengapa begitu jelek nasibnya sehingga setiap kali harus menyerah dan
dipermainkan tanpa bisa melawan sedikitpun.
Sekalipun dia sudah terbiasa dihina, tapi kesedihan hatinya sekarang benar tak terperikan. Langit
sudah terang, sang surya sudah memancarkan sinarnya, tapi masih sedikit orang yang berlalu lalang
di jalan raya, kedua ekor kuda itu kabur dengan kencangnya debu mengepul menciptakan gumpalan
awan tebal. Sun kimpeng pandai menunggang kuda tapi sekarang ia tak dapat mengendalikan binatang. Kuda
itu kabur dengan cepatnya karena kesakitan pukulan ayahnya tai membuat binatang itu agak liar dan
tak terkendalikan. Beberapa kali nona itu berpaling ke belakang sayang lari kudanya terlampau
cepat tiada sesuatu apapun yang terlihat malahan nyaris ia terguling dari kudanya.
Kedua ekor kuda itu adalah kuda jempolan jenis pilihan sekalipun telah berlarian sekian lama sama
sekali tak nampak kehabisan tenaga, hanya sekejap kemudian sudah jauh meninggalkan tempat tadi.
Kadang2 Ngo hou toan bun to Sun Pin berpaling ke belakang, ketika dilihatnya tak seorang pun
yang menyusulnya, diam2 ia merasa girang dua kaki mana bisa lebih cepat daripada empat kaki,
demikian pikirnya. Dirabanya kedua jilid kitab Hay Thian pit kip dalam sakunya dengan tangan
kiri, lalu melirik Hui Giok yang dikempitnya nafsu serakahnya makin memuncak, tiba2 timbul
niatnya. Hakekatnya ia memelihara Hui Giok bukan tiada maksud tertentu, sekalipun ada juga sedikit rasa
kasihannya, tapi yang lebih banyak adalah dia bisa memperoleh seseorang pembantu yang diperas
tenaganya tanpa dibayar, jadi bukannya dia menerima anak muda itu dengan maksud baik yang
murni. Maka ketika ingatan jahat terlintas dalam benaknya, ia melirik sekejap ke arah Sun kimpeng
yang sedang kabur di depan itu, tangan kanannya terus membuang ke samping. Sedikit banyak Sun
kimpeng pun dapat menerka maksud hati sang ayah, tapi mimpipun tak disangkanya ayah akan
bertindak sekeji itu dan tak berperikemanusiaan terhadap pemuda cacat yang hidup sebatangkara.
Diantara derap kaki kuda yang ramai ia mendengar ada benda berat jatuh di belakang, cepat ia
berpaling untuk mengetahui apa yang terjadi tapi saat itulah suatu pukulan kembali menghajar
pantat kudanya. Karena pukulan yang cukup keras itu, kuda yang masih kesakitan akibat pukulan
pertama tadi itu segera meringkik panjang dan membedal semakin cepat lagi. Walau begitu Sun
kimpeng masih sempat melirik sekejap ke belakang, sekilas ia lihat bayangan Hui Giok telah lenyap
dari pangkuan ayahnya. Bagaimana perasaannya ketika itu sulit dilukiskan. Kedua ekor kuda itu
masih membedal dengan cepatnya, seakan2 tidak merasakan kepedihan hati nona itu, seolah2 tidak
kenal kasihan, larinya malah bertambah kencang. Jalan raya yang lurus ke depan itu agak menikung
ujungnya hanya sekejap kedua ekor kuda itu sudah lenyap dibalik tikungan sana.
Matahari seperti hari2 biasa menyinari pepohonan, menyoroti jalan raya dan wajah Hui Giok yang
terkapar di tepi jalan. Setelah didorong dari atas kuda oleh Sun Pin tadi kepalanya menumbuk batu
yang berserakan dijalan, ia terguling beberapa kali dan akhirnya semaput di tepi jalan di atas
rerumputan. Sekarang ia telah sadar kembali, cahaya sang surya menyilaukan matanya, ia berkedip
dan dikucak matanya dengan tangannya ia merasa lemas ruas tulang empat anggota badannya
seperti terlepas semua, sedikit saja bergerak terasa sakit bukan alang kepalang. Dia menggeser
kepalanya dengan menahan rasa sakit, menghindari sinar matahari yang menyilaukan sesaat itu
benaknya terasa kosong, apapun tak bisa terpikir olehnya, apapun tak ingin dipikir olehnya.
Sejak ia mulai tahu urusan sampai detik ini, yang dialaminya hampir boleh dibilang hanya
kemalangan, tapi semua itu tidak menjadikan dia membenci langit dan bumi, juga tidak benci
kepada orang lain, ia hanya benci pada dirinya sendiri. Ia benci ketidak becusan sendiri, mengapa
pekerjaan yang dapat dilakukan orang lain tak dia lakukan" Ia menyesal pada kebodohan sendiri
terhadap penghinaan, siksaan dan ketidak-adilan yang dilontarkan orang lain atas dirinya, ia
menerima dan merasakannya dengan pasrah nasib, ia hanya berharap pada suatu ketika akan
mengalami perubahan, agar orang lain lebih menghargai dirinya.
Dendam" Benci kata semacam itu tak pernah ada dalam kamus dirinya, boleh dibilang ia merasa
asing dan tak mengerti apa artinya ia sudah merasa puas bila orang lain jangan menganiaya dirinya
lagi, sedang ia sendiri tak pernah berpikir akan merecoki orang lain, apalagi menganiaya dan
menghina mereka. Meskipun penderitaan telah dialaminya cukup lama, sekalipun berulang kali ia
mengalami peristiwa yang tragis, iapun mulai kenal kelicikan serta kebusukan hati manusia, namun
ia sendiri masih mencintai manusia ia masih berharap orang lain dapat pula menyayangi dirinya.
Tentang peristiwa Sun lotia, Hui Giok bukan orang bodoh, tentu saja ia tahu sebabnya kakek itu
tega melemparinya ke tepi jalan hanya dikarenakan kedua jilid kita itu, dia bukan anak dungu kini
mungkin dia lebih memahami watak manusia daripada orang lain.
Namun Hui Giok tak ingin mengingat peristiwa itu, dia hanya akan mengingat selalu kebaikan
orang terhadap dirinya, dia Cuma mau mengingat Sun Lotia bersedia memeliharanya membawa dia
pergi mengembara dan mencari pengalaman dan memberi pula kehangatan dan kehormatan hidup
terutama sepasang mata yang jeli itu. Tidak terbatas sampai di situ saja rasa terima kasihnya, dia
malah bersyukur kak
Harpa Iblis Jari Sakti 24 Dewi Ular Karya Kho Ping Hoo Jodoh Rajawali 4
man Leng gwat siancu.
Lama juga anak muda itu terpekur, akhirnya ia berkisah menceritakan asal usulnya dan semua
peristiwa di dalamnya. Leng gwat siancu (Dewi rembulan dingin) Ay cing memang berwajah dingin
dan kaku, tindak tanduknya keji, caranya membunuh orang tak kenal ampun, namun sesungguhnya
iapun perempuan yang berjiwa hangat, berperasaan halus, hanya perasaan itu jarang diperlihatkan
kepada orang lain.
Banyak orang di dunia ini mengalami nasib yang jauh lebih buruk dan menyedihkan daripada Hui
Giok, Ay Cing tak pernah bertanya dan peduli tak pernah menaruh perhatian tapi sekarang setelah
kisah hidup Hui Giok keadaan ikut berubah. Perasaan manusia terkadang memang dapat berubah
mengikuti sasarannya, suatu peristiwa yang sama, tapi terjadi pada dua orang yang berbeda maka
kesan yang timbul juga akan berbeda. Hui Giok adalah pemuda yang tak pernha bicara, apalagi
pada dasarnya ia memang tak pernah banyak bicara, maka setiap perkataannya selau diutarakan
dengan singkat, tegas dan menggetarkan perasaan orang. Ucapan orang yang tak suka banyak bicara
memang sering lebih mengena dan mempesona pendengarnya.
Sekarang rasa malu, kiku tak tenang yang tadi berkecamuk dalam hati kedua orang itu hilang tak
berbekas, sebagai gantinya antara mereka timbul perasaan simpatik dan saling mengerti yang
mendalam. Ay Cing tak pernah membuka rahasia hidup selama ini, tapi ia toh menyinggungnya
sedikit, sekalipun secara samar2 katanya dengan menghela napas panjang:
"Kau jangan berduka, apa yang pernah ku alami dalam kehidupan masa lalu jauh berbeda dengan
nasibmu kau sama sekali tak bodoh, asal mau berlatih dengan tekun dan rajin siapa tahu ilmu
silatmu di kemudian hari jauh lebih tangguh daripada diriku" Biarlah soal ini kita bicarakan lagi di
kemudian hari."
Walau hanya ucapan yang singkat, tapi menegaskan Ay Cing ini sudah melebihi janji seribu kata
bagi Hui Giok anak muda ini tidak mempunyai nafsu berahi terhadap perempuan yang usianya
hampir satu kali dari usianya lebih tua daripadanya ini, tapi suatu perasaan yang sukar dilukiskan
diam2 bersemi dihati. Perasaan ini mirip perasaan kasih sayang anak terhadap ibunya sudah
bertahun2 lamanya perasaan ini tak pernah timbul dalam hati Hui Giok.
Leng gwat siancu kelihatan agak lelah kedatangannya ke utara dengan tergesa2 ini bukan lantaran
hendak berpesiar atau mengunjungi sahabat, ia sedang menghindarkan pengejaran seorang musuh
yang sangat lihay sepanjang perjalanan ia tak mudah berhenti dan beristirahat tentu saja ia sangat
lelah. Beberapa kali ia menguap matanya terasa sepat dan mengantuk akhirnya ia berkata: "lekas tidur!" -
tapi setelah perkataan itu diutarakan kembali pipinya bersemu merah, sebab teringat oleh nya bahwa
bagaimanapun juga pihak lain adalah seorang laki2. tiba 2 terdengar bunyi pelahan pintu kamar
secepat kilat Ay Cing melompat ke ambang pintu setelah membetulkan pakaiannya cepat ia
membuka pintu, tapi suasana tetap hening, di luar tak nampak sesosok bayangan apapun, bahkan
serambi panjang juga sepi tak tampak bayangan orang.
Angin malam berembus mengibarkan ujung bajunya dengan muka merah cepat perempuan itu
menarik bajunya agar jangan sampai tersingkap, kemudian berpaling dan melirik sekejap ke Hui
Giok. Kemana arah pandangannya menuju, kembali ia tersentak kaget. Saat itu Hui Giok telah
menyapa dengan suara tertahan:
"Pa......Paman Leng, tentunya engkau sangat capek, beristirahatlah dahulu biar aku berdiri saja
diluar sini, kan sebentar lagi fajar!" Ay Cing tidak menjawab seakan2 tidak mendengar
perkataannya ia tertunduk seperti memikirkan sesuatu tiba2 ia berkata dengan gemas :" Hm,
rupanya kalian, barangkali kalian sudah bosan hidup!".
Hui Giok memandang perempuan itu dengan bingung, ia tercengang mengapa Ay Cing
mengucapkan kata2 yang sama sekali tak dipahaminya. Tampaknya Ay Cing juga mengetahui
kecengangan orang, ia tersenyum sambil menunjuk ke dua pintu kamar : "Coba kau lihat!"
Hui Giok juga terkejut dilihatnya sebuah gambar berbentuk bintang yang dilukis dengan kapur
tertera jelas di daun pintu kamar itu. Sudah cukup lama anak muda itu hidup perusahaan
pengawalan barng, banyak pula ia dengar cerita dunia persilatan dari para piautau yang lebih tua,
maka setelah melihat tanda gambar yang tertera di pintu itu tahulah dia bahwa ada suatu komplotan
penjahat meninggalkan pemberitahuan sebelum melakukan pekerjaan mereka. Atau dengan
perkataan lain, komplotan penjahat seolah berkata demikian: "Barang ini sudah kami pesan, orang
lain jangan coba menyerobotnya!"
"Apakah kau tahu siapakah mereka?" Tanya Hui Giok. Ay Cing mengangguk sahutnya sambil
menunjuk gambar bintang itu: "Coba perhatikanlah dengan seksama, apakah bintang itu terdapat
sesuatu yang aneh!" Hui giok memeriksanya dengan cermat anak muda ini sebenarnya cerdik tapi
lantaran mendapat pengekangan selama bertahun2 sehingga kehilangan kepercayaan dalam
kemampuan dirinya sendiri, ibaratnya sepotong batu permata yang belum digosok, sebelum digarap
oleh seorang ahli takkan terpancar sinarnya.
Selang sejenak ia menjawab: "Gambar bintang yang sering kita lihat berbentuk segi lima, tapi
bintang ini bersegi tujuh, malahan enam segi bentuknya kecil dan satu diantaranya agak besaran!"
Ay Cing tersenyum memuji pikirnya :" Tajam juga daya pengamatan anak muda ini." Sambil
merapatkan pintu kamar itu katanya kemudian:
"Benar inilah lambang yang ditinggalkan oleh tujuh orang paling jahat di kolong langit ini. Hmm,
mereka berani mencari aku berarti sudah tibalah ajal mereka!"
"Siapakah mereka?" Tanya Hui Giok. "Mereka adalah tujuh bersaudara yang menyebut dirinya
sebagai Pak to jit sat (Tujuh bintang malaikat maut) banyak kejahatan yang telah mereka lakukan,
kungfunya lihay, terutama Losam dan Lojit dari ke tujuh bersaudara itu, mereka paling suka
menggoda perempuan......." - sampai disini tiba2 mukanya merah.
Hui Giok hanya mendengarkan keterangan dengan seksama tanpa memperhatikan perubahan air
muka seseorang. Setelah merandek sejenak lalu Ay Cing menyambung pula : "baru kulihat gambar
bintang ini, pada segi yang besar bila menghitungnya dari atas ke bawah......" Tiba2 ia berhenti lagi,
tanyanya kepada Hui Giok: "Masih ingatkah kau segi keberapa yang lebih besar"'
"Yang ketiga!" jawab Hui Giok tanpa pikir. Sekali lagi Ay Cing tertawa kembali pikirnya, "Pemuda
ini segalanya memang hebat, kecerdikan dan ketajaman matanya sampai daya ingatannya juga
hebat.." Satu ingatan tiba2 melintas dalam benaknya dia berpikir lebih jauh: "Dengan bakat serta
kecerdasannya, tak mungkin ia gagal belajar ilmu silat, padahal Liong heng pat ciang jelek2 juga
seorang yang ternama di dunia persilatan, sudah lama ia menyelami ilmu pukulannya masa anak
didiknya begini rendah ilmu silatnya!" ia menjadi curiga, makin dikupas persoalan ini semakin
dirasakan ada hal2 yang tak beres. Akhirnya berpikir pula : "Anak jelas cerdik dan berbakat
mengapa Liong heng pat ciang mengatakan dia goblok?"
Leng gwat siancu betul2 tak habis pikir, meskipun dia yakin di balik urutan ini pasti ada hal2 yang
ganjil, akan tetapi ia tak berani sembarangan menerkanya secara gegabah. "Lain waktu akan
kuselidiki persoalan ini sampai jelas!" demikian ia berjanji dalam hati. Melihat Leng gwat siancu
terpekur dan tidak bicara pula, dasar pemuda timbul rasa ingin tahunya, Hui Giok lantas bertanya "
Jadi menurut tanda gambar ini, orang yang bakal dating nanti adalah Losam dari ketujuh bersaudara
itu." "Benar" Ay Cing mengangguk setelah tertawa dingin ia berkata pula : "Bila ia dating mungkin tak
dapat pergi lagi dari sini!"
"Jadi dia pasti akan dating kemari setelah meninggalkan tanda pengenal ini" Tanya pemuda itu lagi.
Sekarang ia sudah menaruh kepercayaan atas kemampuan kungfu Ay Cing maka dalam hati
kecilnya ia malah berharap akan kedatangan ketujuh malaikat maut itu secara lengkap agar ia
sempat menyaksikan suatu pertarungan besar yang belum pernah dijumpainya selama ini.
Ia tidak tahu Pak to jit sat bukan manusia sembarangan, ilmu silat mereka pun sangat mendingan
kalau yang dating hanya seorang, andaikata ke tujuh orang bersaudara itu benar muncul sekaligus,
mungkin Leng gwat siancu akan kewalahan menghadapi mereka.
Ay Cing tersenyum : "Datang sih pasti dating, Cuma kita tak tahu bilakah mereka muncul!" setelah
menghela napas panjang ia menambahkan :" yang lain tak perlu dibicarakan, tampaknya malam ini
aku tak bisa tidur nyenyak lagi?" kepalanya tertunduk tiba2 ia melihat tubuhnya masih tertutup oleh
baju luar saja, bagian bawahnya terbuka sehingga tampak kulit badannya yang putih bersih
bagaikan kemala, cepat ia berpaling ke arah Hui Giok , tapi pemuda tampak bersandar di meja,
seperti sudah tidur dibawah cahaya lampu muka anak muda itu memang halus seperti anak
perempuan. Kembali ia tersenyum, ia terbayang kembali perbuatannya membuka pakaian di hadapan bocah itu
mukanya menjadi merah pula. Karena kehidupannya yang menyendiri dan wataknya yang angkuh
Ay Cing jarang tersenyum, tapi sekarang entah apa sebabnya seperti terjadi perubahan besar dalam
perasaannya untuk ini ia sendiripun tidak mengerti. Perlahan ia berbangkit, maksudnya hendak
berpakaian agar bila nanti terjadi pertarungan gerakannya lebih leluasa, tapi baru saja tubuhnya
bergeser, Hui Giok telah membuka matanya ternyata pemuda itu belum tertidur.
"Mereka sudah datang?" Bisik Hui Giok sambil kucek2 matanya. "Belum!" Ay Cing menggeleng,
"berbaliklah kau menghadap kesana, aku......" Hui Giok tahu maksud perempuan itu, ia putar badan
dan menatap ke dinding, tapi pantulan sinar lampu di atas dinding tetap memancarkan bayangan
tubuh Ay Cing ketika melepaskan pakaian.
Hui Giok sudah terhitung dewasa darah muda yang panas bergolak bagaikan ombak samudra
akhirnya ia tak than melihat sorot dinding tersebut ia pejamkan mata dan tak berani berpikir lagi.
Sekejap kemudian Ay Cing selesai saat itulah di atas atap rumah terdengar gerakan yang sangat
aneh, suara itu demikian lirihnya sehingga sama sekali tak terdengar oleh Hui Giok tapi air muka
Ay Cing kontan berubah cepat tangannya mengebas lampu seketika padam. Gerakan itu dilakukan
dengan enteng dan seperti acuh tak acuh, namun kenyataannya amat cepat dan penuh tenaga, tak
mungkin bisa dilakukan oleh seseorang yang tidak memiliki ketajaman mata dan pendengaran serta
tenaga dalam yang telah mencapai puncak kesempurnaan.
Hui Giok merasakan pandangannya menjadi gelap, sinar lampu tahu2 sudah padam, dia ingin
berteriak namun ingatan lain segera terlintas dalam benaknya ia pikir mungkin penyatron ini telah
dating". Maka ia urung bersuara, melalui cahaya remang yang menembus masuk lewat jendela matanya
terpentang lebar2 memandang keluar. Tiba2 terasa napas hangat mengembus di samping ia
berpaling, hawa hangat itu terasa lebih kuat lagi kiranya Ay Cing telah berada disampingnya.
"Jangan sembarangan bergerak!" perempuan itu memperingati, "dan jangan bersuara dia sudah
dating." - Harum semburan napasnya dan memabukkan orang. Hui Giok benar2 tak berani bersuara
bernapaspun tidak berani keras2 jantungnya berdebar sangat keras sehingga Ay Cing dapat
mendengarnya dan bertanya dengan suara tertahan : "Kau takut ?"
Merah muka Hui Giok ia tahu bukan lantaran takut jantungnya berdebar keras, tapi mana ia dapat
menjawabnya. Jendela kamar tiba2 terbuka dengan sendirinya walaupun tidak terembus angin,
menyusul bayangan berkelebat di depan jendela setelah ragu2 kemudian menerobos masuk
kedalam. Dari tindak tanduknya yang ceroboh bisa diketahui mungkin orang ini meremehkan orang
didalam kamar. Perawakan orang ini tinggi besar gerak-geriknya enteng dan gesit, sewaktu
melayang turun, sedikitpun tidak menimbulkan suara, ini membuktikan bahwa kungfunya memang
hebat. Hal ini tidak perlu diragukan lagi, sebab tanpa bekal yang cukup tak nanti ia berani menerobos
masuk ke hotel tanpa menguatirkan akibatnya. Leng gwat siancu mendengus, meski lirih suaranya
namun orang itu tampaknya sudah ulung dengan segera ia dapat menangkan suara yang
mencurigakan. Dia menyapu pandang sekeliling ruangan, kemudian hatinya terkesiap juga setelah
mengetahui ada dua sosok bayangan orang berduduk di dalam kamar. Cepat penyantron ini melolos
senjata, lalu dengan suara berat : "Apakah rekan segaris yang berada di dalam kamar ini" Siaute Mo
Se harpa sebutkan namamu?"
Leng gwat siancu menarik lengan Hui giok ia memberi tanda agar jangan bicara. Karena tiada
jawaban dengan tak sabar Mo Se berkata lagi: "Sobat malaikat sakti manakah kau" Bila tetap
membungkam jangan menyesal aku tidak sungkan2 lagi!" Orang yang mengaku bernama Mo Se ini
sebenarnya adalah jago kawakan yang berpengalaman sekalipun barusan ia menerobos masuk ke
dalam kamar secara gegabah, itupun disebabkan ia terlalu memandang enteng musuh.
Tentu saja hal ini adalah kecerobohannya, sebab ia pun tinggal di hotel ini, ketika Leng gwat siancu
dan Hui Giok mencari kamar tadi, dengan matanya yang tajam, sekali pandang saja ia lantas tahu
bahwa Ay Cing adalah perempuan yang menyaru laki2. Dasar gemar bermain perempuan entah
sudah berapa banyak perempuan baik2 yang rusak di tangannya, ia jadi kesengsem melihat gaya Ay
Cing yang memikat itu.
Ia tak berani memandang terlalu lama, takut memukul mengejutkan ular, tapi diam menguntit dari
belakang, terhadap Hui Giok malah tidak perhatian, samar2 dia hanya tahu Ay Cing masih
didampingi seorang perempuan lain. Orang yang gila perempuan biasanya nyalinya besar, ditambah
kungfunya memang memang lihay semua ini membuat Mo Se berani bertindak seenaknya
mimpipun ia tak menyangka kalau sasaran adalah Leng gwat siancu yang ganas itu, sebelum tengah
malam tiba dia sudah terburu2 menyatroni kamar orang.
Setelah Ay Cing mendengus, ia baru sadar bahwa penglihatannya meleset, rupanya barang
incarannya ini bukan makanan empuk. "bahaya juga perempuan ini?" demikian berpikir, "meski
perempuan berdandan sebagai laki, agaknya ilmu silatnya lihay juga." Otaknya lantas berputar dia
coba mengingat siapakah di dunia persilatan yang gemar berdandan sebagai laki2. selang sesaat
hatinya tersasa mantap sebab orang itu pada umumnya kungfunya selihay dia, nama dan kedudukan
juga tidak tinggi dan termashur dia.
Sayang seribu kali sayang di telah melupakan seseorang, ia melupakan tokoh yang bernama Leng
gwat siancu ini disebabkan nama perempuan itu terlalu besar, terlampau disegani orang sebangsa
Mo Se sama sekali tidak menyangka perempuan cantik yang lemah lembut yang ditemuinya
sekarang ini adalah gembong perempuan yang bikin takut orang bila mendengarnya.
Leng gwat siancu tertawa dingin dan berkata " Hehehe, kau belum berhak untuk mengetahui nama
besar bibimu." Mendadak ia memotong secuil ujung meja dan dipergunakan sebagai senjata rahasia.
Dalam suasana yang gelap dengan sendirinya Mo Se tak tahu senjata rahasia apakah yang
digunakan orang ketika merasa desing angin tajam menyambar tiba disertai tenaga dalam yang
dahsyat sadarlah dia bahwa musuh lihay. Ia tak berani gegabah secepatnya badannya bergetar dan
mengegos ke samping, sekalipun begitu terkesiap juga hatinya, sebab senjata rahasia tersebut
menyambar lewat di depan dadanya dan menghantam dinding.
Mo Se cukup berpengalaman, melihat cara melepaskan senjata rahasia yang dilakukan oleh
perempuan itu dia makin yakin bahwa kungfu orang memang lihay dan belum pernah dilihatnya
selama ini. "Siapa gerangan orang ini?" pikirnya dengan terkesiap, tanpa ajal ia terus menerobos
keluar jendela. Leng gwat siancu tertawa dingin, katanya sambil berpaling ke arah Hui Giok:
"Tunggu, aku disini sebentar lagi aku kembali !" baru Hui giok mau menjawab tahu2 bayangan
Leng gwat siancu sudah lenyap dari pandangan. Melihat kelihayan orang Hui Giok menghela napas
dan berpikir : "Bilakah aku bar dapat mencapai ilmu selihay ini?" - karena kesal ia menjadi lelah
dan merasa lapar.
Kalau Cuma lelah masih mendingan, rasa lapar itulah yang menyiksanya sudah seharian penuh dia
berpuasa dan sekarang tengah malam sudah kemana akan mencari makanan. Dalam pada itu,
dengan beberapa kali loncatan Mo Se sudah berada beberapa tombak jauhnya dari tempat semula,
memang ilmu meringankan tubuhnya terhitung paling tinggi di antara ke tujuh saudaranya,
namanya di dunia ini cukup terkenal dalam hal Ginkang. Dengan kepandaian andalannya itu ia
yakin dapat lolos dari cengkeraman orang, ia cukup cerdik pandai melihat gelagat dan cepat pula
reaksinya merasakan gelagat tidak menguntungkan ia lantas kabur. Sebab itulah kendati sudah
banyak kejahatan yang dilakukannya namun sejak terjun ke dunia persilatan belum pernah orang
menderita kerugian besar.
Ia sangka keadaan yang dihadapinya sekarang tidak berbeda meskipun niatnya tidak kesampaian,
toh tidak sampai kecundang. Siap tahu, tiba2 dari belakang terdengar suara orang tertawa dingin,
suara itu seakan2 timbul dari belakang punggungnya dalam kejutnya Mo Se tak berani berpaling
lagi, ia tancap gas dan meluncur ke sebelah kiri. Ia menyangka perempuan itu pasti akan
ketinggalan jauh siapa tahu suara tertawa dingin itu masih berkumandang tiada hentinya, selalu
muncul di belakang punggungnya meski pelbagai cara telah ia gunakan untuk meloloskan diri akan
tetapi suara tertawa dingin itu seperti melengket di belakang seolah2 bayangan sendiri.
Sekarang dia baru kenal rasanya takut, keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya, ia sadar ilmu
meringankan tubuh orang ternyata beberapa lebih tinggi daripadanya, ia menjadi nekat mendadak ia
putar badan, secepat kilat senjata goloknya diloloskan dan menabas ke belakang serangan gencar
dan nekat sama sekali tidak memakai perhitungan.
Mendingan kalau ia ngebut terus ke depan begitu putar badan rasa ngeri dan kagetnya tak
terperikan. Di belakangnya kosong melompong dan tidak ada sesuatu, kecuali atap rumah di
kejauhan yang remang2 tersorot sinar bintang, tiada sesuatu apapun yang ditemuinya hanya
keheningan dan kegelapan belaka, bayangan setanpun tidak kelihatan.
Baru saja ia putar badan lagi, suara tertawa dingin itu kembali berkumandang pula di belakang ia
berpaling cepat, tetap nihil hasilnya. Kedua lututnya terasa lemas sejak terjun ke dunia persilatan
belum pernah Mo So mengalami ketegangan dan kengerian seperti ini, kalau bisa dia ingin kabur
sejauh-jauhnya dari tempat celaka ini dan menyembunyikan diri. Dalam panik dan gugupnya Mo Se
berhasil juga mendapatkan akal bagus, tentu saja tanpa pengetahuan dan pengalaman yang cukup
tak nanti dapat menemukan akal ini.
Mendadak ia menjatuhkan diri sikut, bahu dan tumit digunakan bersama sekaligus diatas atap
rumah itu, juga dia mendemonstrasikan kehebatan ilmu Yan Cing Cap Pwe hoan (18 kali
jumpalitan gaya Yan Cing) yang lihay. Tokoh Yan cing dalam cerita 108 pahlawan liangshan
tersohor karena ilmu meringankan tubuhnya yang dijadikan andalan pada waktu malang melintang
di dunia persilatan.
Maka sekarang Mo Se juga menggunakan ilmu itu untuk melepaskan diri dari gangguan tertawa
dingin yang selalu menempel di belakang punggungnya. Memang jarang sekali ada jago persilatan
yang dapat mendemonstrasikan ilmu kepandaian tersebut di atas atap rumah, sebab untuk bisa
mempergunakan secara jitu, orang harus dapat menggunakan tenaga yang tepat dan seimbang pada
bagian punggung, sikut, bahu dan lutut serta tumit kaki, ibaratnya seekor kucing yang jumpalitan
sedikit meleng saja akan tergelincir jatuh ke bawah.
Bukan begitu saja usaha Mo Se untuk menyelamatkan diri, berbareng goloknya berputar kencang
menciptakan selapis cahaya putih berkilau untuk melindungi badannya. Dalam keadaan begini ia
tidak berharap akan melukai musuh yang penting lolos dulu dari cengkeraman musuh, karenanya
setelah bergulingan tiga kali, cahaya goloknya mulai berputar menciptakan satu garis bianglala
berwarna perak. "Siuut", mendadak ia melayang ke bawah rumah sebelah belakang.
Licin juga malaikat ketiga Pak to jit sat ini caranya meloloskan diri dari kesulitan yang dihadapinya
ternyata istimewa, setelah gagal kabur dari cengkraman orang dengan ilmu meringankan tubuhnya,
ia memutuskan untuk menyusup kebawah rumah, bila ada kesempatan dia akan sembunyi di tempat
gelap atau bila perlu bersembunyi di dalam salah satu rumah penduduk yang terbesar disekitar situ,
dengan begitu akan sulitlah bagai Leng gwat siancu untuk mencari jejaknya.
Bagus juga perhitungan swipoa orang ini, di luar dugaan baru saja ujung kakinya menjejak
permukaan tanpa suara tertawa dingin yang menyeramkan tadi sudah berkumandang lagi di
belakang. Mo Se betul2 panik, goloknya serta merta menabas ke belakang, angin mendesing tajam,
boleh juga tenaganya.
Tapi iapun menyadari bacokan itu takkan bisa berhasil mengenai sasarannya cepat ia berputar di
antara cahaya golok yang membentuk setengah lingkaran mendadak golok disentak ke atas
menyusul ia menabas dan membacok dengan Giok tay wi yau ( (sabuk kemala melilit pinggang)
serta Bwe hoa ciok liok (bunga bwe jatuh berguguran). Sreet! Sreet! Setiap serangan dia lakukan
dengan keji, ganas dan cepat.
Tapi setiap serangan itu selalu mengenai tempat kosong. Diantara gulungan cahaya golok yang
Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bertebaran kelihatan sessosok bayangan berwarna putih yang berkelebatan seperti baying setan
yang melayang kian kemari disampingnya, sekarang peluh dingin membasahi telapak tangannya
membasahi pula gagang goloknya namun Mo Se tak berani menghentikan serangannya, ia putar
terus senjatanya sedemikian rupa sehingga tak tertembus air sekalipun. Leng gwat siancu tertawa
dingin, ia msih terus berputar di sekeliling lawan, kedua tangannya tampak terjulur ke bawah ia
tidak balas menyerang, namun Mo Se yang sudah menggunakan segenap jurus ilmu golok Ngo hou
toan bun to ( lima harimau pemutus sukma ) tetap belum berhasil menyentuh ujung baju lawan.
Tempat pertarungan itu berlangsung di halaman belakang rumah penginapan, tentu saja pertarungan
itu segera mengejutkan tetamu lain namun tak seorangpun yang berani keluar untuk mencampuri
urusan itu, mereka malah menutup pintu dan jendelanya rapat2 memandang sekejap saja tidak
berani. Malam cukup dingin, namun butiran keringat menghiasi jidat Mo Se mengucur terus dengan
derasnya, permainan goloknya makin kacau, tenaga dalamnya mulai habis. Sreet! Sreet! Beruntun
ia melancarkan tiap kali tabasan kilat dengan tenaga penuh, habis itu mendadak ia meloncat ke
belakang ia berdiri dengan punggung menempel di dinding.
Goloknya masih diacungkan ke depan, ditatapnya wajah Leng gwat siancu dengan napas tersengal
lalu berkata : "Ilmu silat orang she Mo kurang becus, mataku buta dan tidak tahu akan kelihayan
sobat, untuk itu aku mengaku kalah. Sobat hendaklah mengingat sesama orang persilatan, harap
sebutkan namamu, selama gunung yang menghijau dan air tetap mengalir, bila berjumpa di
kemudian hari kami bersaudara Mo pasti akan membalas budi ini!"
Ucapan itu tidak terlalu angkuh juga tidak terlalu merendahkan derajat sendiri, sekalipun sudah
kecundang, akan tetapi cukup terhormat. Mendingan kalau Leng gwat siancu mau terima ucapan
itu, sayang perempuan ini tak doyan yang empuk juga tidak suka pada yang keras, sekalipun
digunakan kata2 yang paling manis, tak nantik hatinya akan tergerak atau menjadi iba.
Sambil tertawa dingin selangkah demi selangkah Leng gwat siancu maju ke muka mendekati musuh
yang makin ketakutan. Ia masih memakai baju laki2 ketika ada angina berhembus dan mengibarkan
ujung bajunya terlihat bentuk badannya yang padat dan mempesona itu. Tapi biarpun Mo se
biasanya memang mata keranjang, sekarang ia tak berani lagi melirik tubuh yang menawan ini, ia
malah menggigil ketakutan katanya lagi dengan suara terputus2: "Sobat, orang she Mo kan belum
menyentuh tubuhmu, mengapa kau mendesak terus diriku ini?" nadanya jelas menunjukkan rasa
jerinya. Ay Cing tidak menjawab, ia tertawa dingin, seakan2 tidak paham ucapannya itu, salah Mo Se
sendiri malaikat maut nomor tiga dari Pak to jit sat ini sudah tersohor kebejatan moralnya karena
itulah Leng gwat siancu tak mengampuni jiwanya. Ia berjalan sangat lambat, selangkah demi
selangkah maju ke muka namun setiap kakinya itu seakan2 menghancur lumatkan hati Mo se rasa
takutnya sekarang tercermin nyata pada wajahnya. "Sobat!" akhirnya dia berkata sambil menghela
napas " aku mengaku kalah aku tak bisa berbuat apa2 lagi, terserah apa yang hendak kaulakukan
atas diriku!"
Ia buang goloknya ke tanha lalu angkat tangannya ke atas, tapi pada detik itu juga dengan kecepatan
yang tinggi tangannya terayun ked epan, berpuluh2 bintik cahaya tajam menyamber keluar dari
lengan bajunya dan mengurung sekujur tubuh lawan, itulah Jit seng sia au (busur sakti tujuh
bintang) andalannya. Meskipun Jit seng sia au disebut sebagai busur akan tetapi yang dipakai bukan
anak panah tapi melainkan sebangsa jarum lembut yang beracun.
Jarum beracun itu disimpan dalam sebuah tabung rahasia yang letaknya di balik ujung lengan baju
bila tombol rahasia pada tabung tersebut dipencet maka menyemburlah tujuh batang jarum dari tiap
tabung rahasia tersebut, baik ditangan kiri maupun kanannya. Apabila jiwanya tidak terancam
benda ini jarang sekali digunakan ia tak suka memakainya secara gegabah tapi itu satu digunakan
musuh harus dirobohkan.
Sekarang kedua belah tangannya bergerak sekaligus , empatbelas batang jarum beracun serentak
menyembur ke depan, wilayah seluas dua tombak di sekitar arena talh berada dalam lingkaran
jangkauannya. Padalah waktu itu Leng gwat siancu hanya berdiri tujuh delapan kaki di depannya
dalam keadaan begini tampaknya ia akan binasa oleh jarum rahasia tersebut.
Entah berapa puluh kali pertarungan seru pernah dialami Mo se dan entah berapa banyak jago
kenamaan yang sudah jatuh kecundang oleh 14 batang jarum beracunnya itu, sekarang ia merasa
yakin bahwa serangan yang paling diandalkan tiu pasti akan mendatangkan hasil yang diinginkan.
Leng gwat siancu tetap tertawa dingin, dia hanya mengebaskan tangannya dengan enteng, tahu2 ke
14 batang jarum lembut itu lenyap tak berbekas, entah kemana hilangnya.
Pucat muka Mo se menyaksikan peristiwa itu bayangan seseorang seketika melintas dalam
bentaknya ia menjerit kaget: "Hah" Jian Ju suseng!" sekarang ia hanya bisa bersandar di dinding
dengan lemas, sedikitpun tak bertenaga untuk melakukan perlawanan lagi. Apabila Ay Cing
mementalkan serangan jarum beracun itu dengan pukulan jarak jauh atau menghindar dengan ilmu
meringankan tubuhnya yang sempurna, meski Mo se akan terperanjat namun rasa kagetnya tak akan
sehebat sekarang, sebab kepandaian yang didemonstrasikan Ay Cing barusan tak lain adalah ilmu
Ban liu kui cong (selaksa aliran akhirnya bertemu menjadi satu) kepandaian khas Jian Ju Suseng
ilmu inipun kebanggaan Kiu sianseng, seorang tokoh aneh yang termashur pada puluhan tahun
berselang. Sudah lama sekali Mo se berkelana didunia persilatan, sekalipun belum pernah menyaksikan ilmu
sakti ini, tapi sudah terlalu banyak yang didengarnya tentang kepandaian ini, dan dikolong langit
hanya Ban liu kui cong saja yang menghisap senjata rahasia Jit seng sin nu andalan Mo se ini.
Sebaliknya dalam dunia persilatan hanya Jian ju suseng suami istri pula yang bisa mempergunakan
ilmu sakti yang luar biasa ini keruan serta merta ia teringat pada gembong iblis yang disegani itu.
Dalam jeritannya tadi Mo se telah menyebutkan Jian ju suseng namun dalam hati ia pun tahu jelas
bahwa perempuan yang dihadapinya sekarang bukan lain adalah Leng gwat siancu. Seketika
tubuhnya menggigil.
Perlahan Ay cing maju ke muka, kian lama jarak mereka kian mendekat malaikat mautpun makin
dekat akan merenggut jiwanya, tiba2 Mo se meraung keras, kesepuluh jari tangannya terpentang
lebar, seperti harimau kelaparan diterkamnya perempuan itu secara ganas gerakan yang bukan
pencak bukan silat, hanya nekat, kalau bisa hendak mencabik2 tubuh musuh. Mo se menjerit
kesakitan, ke empat belas batang jarum beracun itu serentak menancap di sekujur tubuhnya Jit seng
sin nu yang diandalkan olehnya sekarang merenggut nyawanya sendiri.
Selesai melepaskan serangan itu, Leng gwat siancu putar badan dan berlalu dari sana, ia tak pernah
memandang lagi ke arah korbannya bayangan putih berkelebat di halaman yang sunyi hanya
tertinggal Mo Se yang masih mengerang menantikan ajalnya. Dengan kecepatan paling tinggi Ay
Cing meronda satu kali di seputar hotel itu, kemudian menemukan kembali kamarnya yang masih
terbuka jendelanya ia menerobos masuk tanpa berpikir panjang, dilihatnya Hui Giok dengan baju
merahnya telah berbaring di ranjang, tampaknya anak muda itu sudah tertidur pulas. Ay Cing
tersenyum, bisiknya " Eh kau sudah tidur?"
Hui Giok tidak bergerak dia berbaring dengan kepala menghadap kesana. Ay Cing menguap ia
merasa lelah, maka tanpa melepaskan pakaiannya lagi ia berbaring di sudut tempat tidur. Entah
mengapa meski mata terasa mengantuk dan badan terasa lemas sukar rasanya untuk pulas ia hanya
pejamkan mata untuk memulihkan tenaga. Gelap ruangan kamar yang remang sinar bintang yang
terpantul ke dalam kamar tiba2 ia merasa dingin, dalam keadaan layap2 ia merasa tubuh Hui Giok
seperti bergerak sedikit dia membuka mata dan menengok kebetulan cahaya bintang menyinari
wajah yang berada disampingnya, seketika ia menjadi kaget.
Ternyata orang ini bukan Hui Giok bahkan orang ini sedang memandanginya sambil mendengus.
Pucat muka Ay cing sekuat tenaga ia hendak melompat bangun, tapi baru bergerak orang itu tidak
kurang cepatnya tahu2 pinggang Ay Cing terasa kesemutan, kontan ia roboh terkapar lagi di tempat
tidur. Orang itu tersenyum puas, sekali bergerak dengan enteng ia melompat turun setelah
melepaskan pakaian perempuan warna merah itu, tertampaklah baju ringkasnya yang terbuat dari
bahan mahal. Ia berjalan ke belakang pembaringan dan memandang sekejap ke arah Hui giok yang menggeletak
di lantai dengan jalan darah tertutuk, tersembul senyuman keji di ujung bibirnya, setelah
mengenakan kembali jubah abu2 yang tergantung di balik pembaringan itu, dihampirinya Ay Cing
sambil berseru:
"Tentu tak kau sangka aku akan datang kemari bukan!" nadanya dongkol dan menyesal " Lebih2
kau takkan mengira akhirnya kau akan tertangkap olehku bukan?" jengek orang itu dengan sinar
tajam bagaikan sorot mata burung elang ejeknya lebih jauh sambil tertawa dingin " Hehehe,
sekarang apa yang akan kau katakan lagi?"
Seperti elang mencengkeram anak ayam ia angkat tubuh Ay cing dengan enteng dan tenang.
Sebelum meninggalkan ruangan itu, dengan tertawa dingin ia melompat ke belakang pembaringan
dengan jari tangannya yang tajam ia tusuk dua kali di tubuh Hui Giok kemudian putar badan dan
melayang keluar. Begitu enteng dan gesit gerak tubuh orang itu, seakan2 segumpal asap yang
terhembus angin, Hui Giok merasa penasaran karena diperlakukan sewenangnya tapi apa yang
terjadi inipun membuatnya bingung.
Tadi setelah mengawasi Ay cing berlalu dengan rasa kagum Hui Giok merasa lelah dan lapar
apalagi ketika melihat baju perempuan berwarna merah yang dikenakannya itu, ia merasa malu
bercampur geram terlalu banyak pengalaman yang ditemuinya dalam sehari ini hari pertama ia
meninggalkan Hui liong piaukiok apa yang dialaminya dalam sehari rasanya jauh lebih banyak
daripada pengalaman hidupnya selama ini, ia merasa sedih, tapi juga bersemangat. Dilepaskannya
pakaian perempuan yang dikenakannya itu, tapi sebelum selesai tiba2 ia dengar sesuatu suara cepat
ia menengadah. Dilihatnya sejak kapan seorang laki2 jangkung berbadan kurus telah berdiri di situ, wajah orang itu
tak jelas terlihat ia menjerit kaget dan menyurut mundur. Orang berjubah panjang warna abu2
dengan membesarkan nyalinya Hui giok mencoba menegur : "Siapa kau?"
"Siapa pula kau?" bukan menjawab orang itu malah balik bertanya sambil menjawab. Merinding
Hui giok dia tergegap dan tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Kembali orang tersebut
tertawa dingin, dai menggeser lebih ke depan, dan tegurnya lagi " dimana Ay Cing?" kebetulan
orang itu berpaling, di bawah cahaya remang2 yang menembus masuk lewat jendela Hui Giok
sempat melihat wajah orang itu dari samping, orang ini berdahi lebar dan berhidung elang.
"Dimana Ay cing?" kembali orang itu mendesak sambil maju selangkah lagi ke depan. "Dia keluar!'
sahut Hui Giok seraya menuding ke luar jendela. Berputar biji mata orang itu mendadak ia
menubruk maju pinggang Hui Giok terasa kesemutan Hiat to bagian punggungnya sudah tertutuk.
"Makanya tak kutemukan dia, kiranya dia punya laki2 lain!' guman orang itu sambil mencengkeram
tengkuk anak muda itu dan mengangkatnya. Ia menatap wajah Hui Giok sambil meludah ia memaki
: "Tak nyana ia dapat tertarik oleh kunyuk yang laki bukan perempuan bukan macam kau ini!"
Hui Giok tak tahu apa yang dimaksudkan orang ia pun tak tahu siapa orang itu, tapi samar2 dapat
memahami katanya yang terakhir ia merasa penasaran tapi tak dapat membantah. "Bluk!" orang itu
membanting Hui Giok ke belakang pembaringan, anak muda itu merasa ke empat anggota badannya
jadi lemas dan kesemutan, sedikitpun tak mampu berkutik lagi. Rupanya sebelum tinggal pergi,
kembali orang itu menutuk lagi di dada dan pinggangnya.
Entah berapa lama sudah lewat, mungkin hanya sebenar, namun ia merasa waktu berlalu dengan
sangat lambat seakan2 sudah setahun lamanya, telinganya yang menempel di permukaan tanah
mendadak mendengar sedikit suara seketika bulu roma pada berdiri tanpa terasa tenggorokannya
mengeluarkan suara rintihan. Pandangannya terasa kabur, sepasang sepatu kain yang besar tahu2
sudah berada di depannya, ia tak dapat bergerak, karenanya tak dapat melihat badan bagian atas
orang itu. Menyusul orang itu menggeser kakinya dan mendepak dua kali di pinggangnya Hui giok merasa
kesakitan namun tubuhnya terasa kaku dan tak mampu berkutik. Agak nya orang itu jadi kaget, ia
bergumam sendiri : "Oh kiranya tutukan khas miliknya"
Dia angkat tubuh Hui Giok dengan cepat dia menepuk belasan kali di punggung anak muda itu.
Ruas tulang sekujur badan Hui giok serasa lepas semua, tiba2 ia tumpah segumpal riak kental meski
badannya masih terasa sakit tapi sekarang dapat bergerak leluasa.
Pelahan dia merangkak bangun, dilihatnya orang itu adalah seorang laki2 berjubah warna perak, air
mukanya seakan2 memandang rendah padanya, ia berjenggot pendek mukanya tampan tapi angkuh
dalam pandangan Hui Giok orang ini mirip malaikat teringat dirinya yang tak bisa apa2 timbul
perasaan mindernya ia merasa dirinya terlalu kecil, terlampau bodoh dan tidak sebanding denga
orang. Sementara fajar sudah tiba, remang2 Hui Giok dapat melihat air muka orang dan orang inipun dapat
melihat air muka Hui Giok ia berkerut kening tampaknya merasa jijik. Tak terperihkan sedih Hui
Giok kepalanya tertunduk rendah ia merasa suasana begitu tenang suara apapun tak terdengar
olehnya, bumi raya ini seolah2 tertidur nyenyak.
Tiba2 ia merasa orang itu mendepaknya lagi ia menengadah dilihatnya orang itu menggerakan
bibirnya seperti lagi mengucapkan sesuatu kepadanya, tapi ia tak mendengar apa2 timbul rasa
ngerinya dia ingin berteriak sekerasnya, namun yang keluar hanya suara "ah-ih" belaka. Saking
cemasnya ia menjambak rambut sendiri seketika perasaannya seperti tertindih oleh belasan batu
bernapas saja sukar.
Orang itu mengamati Hui giok, tiada rasa kasihan sedikitpun pada sinar matanya, dunia ini seolah2
tiada sesuatu persoalan yang berharga untuk dikasihani olehnya, ia hanya memandang dengan sinis.
Dijambaknya rambut Hui Giok dan diamati pula sekejap, mendadak dilepaskan pula lalu
gumamnya lirih: "bangsat itu sungguh terlampau keji." Kemudian ia memandang Hui Giok dan
menambahkan lagi: "Salahmu sendiri tak becus?"
Tanpa bicara lagi ia terus melayang pergi, cepat sekali gerakan tubuh orang itu, seakan2 lebih cepat
dari pandangan orang, baru Hui Giok tahu2 jejaknya sudah lenyap tak berbekas. Air mata jatuh
membasahi wajah Hui Giok ia tahu bukan saja telinganya sendiri jadi tuli, bahkan juga bisu. Meski
tidak terdengar olehnya apa yang dikatakan laki2 tadi, tapi dari wajahnya yang sinis dapat dirasakan
olehnya betapa orang menghinanya. Watak Hui giok cukup angkuh sekarang dihina di sana sini,
ketika bertemu dengan Leng gwat siancu baru saja timbul harapannya akan belajar lebih mahir,
tahu2 terjadi hal seperti ini hingga punah pula harapannya malah dirinya berubah menjadi seorang
yang cacat dan tuli.
Sampai sekian lama ia pegang leher sendiri dengan perasaan sedih, mungkin dia ingin mati saja
daripada hidup menanggung derita. Dunia ini dan nasib sungguh terlalu kejam kepadanya, sebagai
seorang yang penuh pengharapan, sepantasnya ia mirip sang surya ditengah hari yang cemerlang,
akan tetapi nasib telah berbicara lain, ia ditakdirkan menderita, bagaikan langit yang mendung,
bagaikan malam yang gelap diselingi hujan badai.
Fajar telah menyingsing sang surya memancarkan sinarnya ke empat penjuru dan menyoroti
ruangan kamar itu hingga terang benderang. Cahaya sang surya yang menyoroti debu di ruangan itu
menciptakan selakur tiang debu warna kelabu, Hui Giok termangu2 merenungi nasibnya, ia
bertanya pada dirinya sendiri: "Mengapa hanya ditempat yang bersih baru terlihat debu." Tapi ia
segera menemukan jawabannya bagi dirinya sendiri: "Ya sinarlah yang menerangi debu2 itu hingga
terlihat jelas, di tempat yang tak ada sinar juga ada debu, Cuma saja tidak kelihatan."
Tertunduk kepalanya ia merasa hatinya makin hampa pikirnya lebih jauh : "Betapa tidak adil dunia
ini, mengapa cahaya di dunia tak dapat menerangi semua debu dan kotaoran yang ada dibumi ini"
Mengapa ada pula debu kotoran yang dibiarkan sembunyi di balik kegelapan" "
Tiba2 pintu diketuk orang menyusul terdengar suara pelayan di luar: "Tuan tamu, hari sudah terang,
bangunlah bila mau melanjutkan perjalanan!" suara pelayan itu cukup keras dan lantang akan tetapi
Hui giok tidak mendengar apa2 waktu itu cahaya sang surya yang memancar masuk lewat jendela
semakin cemerlang, tapi hatinya justru kebalikan daripada suasana di luar.
"Hari sudah terang, aku harus pergi! Tapi kemana aku harus pergi?" demikian pikirnya. Meskipun
ia menahan perasaannya sedapatnya, tak urung meleleh juga air matanya. "Seorang laki2 sejati lebih
baik mengucurkan darah daripada mengucurkan air mata, aku tak boleh menangis," sambil
menggertak gigi ia bangkit berdiri dan memeriksa sekeliling ruangan itu.
Dilihatnya buntalan kecil milik Leng gwat siancu itu masih berada di atas meja, ia menjadi sangsi
dan berpikir: "buntalan ini bukan milikku bolehkah aku bawa pergi?" bimbang tapi ia teringat
olehnya setelah menginap di hotel ini kan harus membayar sewa kamar. Maka ia lantas
menghampiri meja dan membuka buntalan itu, dilihatnya isi buntalan itu ada sepotong emas dan
beberapa kepingan uang perak.
Diambilnya sedikit uang perak itu, kemudian dibungkusnya kembali buntalan itu, setelah
membetulkan bajunya ia keluar dari kamar itu, karena terjadinya pertarungan sengit semalam mau
tak mau pelayan memandang lain terhadap Hui Giok, karena itu meski heran bahwa kemarin ada
dua orang yang masuk ke dalam kamar, tapi hari ini hanya seorang yang keluar.
Pula kemarin Hui Giok berdandan sebagai perempuan pagi ini telah berubah menjadi laki2. tap
pelayan tak berani bertanya ia malah memperingatkan dirinya sendiri " Awas jangan mencampuri
urusan orang siapa tahu dia ini seorang perompak samudera, kalau mencampuri urusannya, bisa jadi
sekali bacok akan mengirim kau pulang ke rumah nenek!"
Maka dengan hormat dia menghampiri tamunya Hui giok memberinya beberapa keeping uang
perak kepadanya sambil memberi tanda maksudnya ingin berkata : "Sisanya tak perlu kembali
ambil saja!" pelayan itu mencoba menghitung kepingan uang tersebut, tapi bukannya ada kelebihan
sebaliknya malah kurang sedikit, akan tetapi ia tak berani bicara, dituntunnya kuda milik Ay Cing
itu ke hadapan Hui Giok sambil tersenyum yang dibuat2 katanya " Selamat jalan!'
Walaupun ramah di luar, pelayan itu menyumpah di dalam hati: "Monyet bayar saja yang kurang
lagaknya cukong gede, Hm! Melihat tampangmu ini, delapan bagian pasti bencong."
Sudah tentu Hui Giok tidak tahu dikutuki maklum apa yang diucapkan pelayan itupun Hui Giok tak
dengar apalagi yang dipikirkan orang. Setelah memegang les kuda itu, dengan girang pikirnya : "Ah
dengan kuda ini, dapatlah ku pergi kemana2 saja kuinginkan!"
Sudah tentu sedikit rasa gembira ini masih selisih jauh bila dibandingkn dengan kesedihannya.
Sambil menuntun kudanya, pemuda sebatang kar yang kini telah menjadi tuna rungu dan tuna
wicara itu berjalan sambil melamun, merenungkan tempat yang akan ditujunya.
Tiba2 ia tersentak kaget ada dua orang berjubah panjang dan membawa gada sedang
menghampirinya salah seorang diantaranya yang memakai koyo di kedua belah pelipis, begitu
mendekat terus mendorong anak muda itu dan menegur: "Hei darimana kau curi kuda ini?" Hui
Giok tertegun, ia tidak mendengar dan tidak tahu pula apa yang terjadi.
"Hayo ikut kami kantor?" kembali laki2 itu membentak sambil mengayunkan gadanya. Orang2
yang berlalu lalang ditempat itu sama membatin didalam hati " Agaknya opas ini berhasil
menangkap pencuri kuda!" Padahal kedua orang laki2 itu memang petugas keamanan, akan tetapi
tuduhan mereka itu sama sekali tak berdasar, yang benar semalam mereka habis bergadang dan
kalah main Pay ku gaji sebulan ludas di meja judi, maka pagi ini mereka berkeliaran mencari
mangsa yang sekiranya dapat diperas.
Kebetulan dijumpainya Hui Giok yang kelihatan mencurigakan, mereka bertambah bangga lagi
ketika anak muda itu tidak menjawab atau memberi reaksi apa2 segera mereka menghardik lagi,
"Orang ini pasti maling kesiangan, coba lihatlah pakaiannya jelek dan dekil tapi kudanya adalah
seekor kuda jempolan, kalau bukan hasil curian darimana ia memperoleh kuda ini " "tanpa banyak
bicara lagi orang itu merampas kuda itu dengan kaget Hui Giok berusaha mempertahankannya, ia
ingin berbicara, namun tak sepotong katapun tercetus.
"Plak!' opas itu menempelengnya sekali, lalu memaki lagi : "Anak jadah, masa kau berani
menyangkal ! "- menyusul ia menggampar lagi. Gusar dan dongkol Hui Giok ia melompat ke depan
dan menjotos. "bajingan kau berani melawan!" teriak opas itu makin berang. Ia pura2 menghantam,
kaki lantas mendepak kontan Hui Giok terjatuh ke atas tanah, opas itu memburu maju dan
menyepaknya lagi beberapa kali dengan gemas.
Kasihan Hui Giok, sudah sekian tahun belajar silat pada Liong heng pat ciang Tham Beng akan
tetapi sekarang ia dihajar dengan mudah oleh seorang opas tanpa bisa melawan. Menghajar maling
Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memang pekerjaan rutin bagi petugas itu, yang satu menyepak sambil mencaci maki yang lain
picingkan mata dan pura melerai sambil berkata " Lothio, sudahlah! Tak perlu digebuki lagi, cukup
kita bawa barang curiannya... coba lihat pencoleng patut kita kasihani, kita bebaskan saja!"
Opas yang memakai koyo pada pelipisnya ini melirik sekejap kearah kuda bagus itu, setelah
memperkirakan uang kekalahannya semalam sudah kembali, bahkan masih ada kelebihannya, rasa
penasarannya segera lenyap sebagian besar. Ia meludah ke wajah Hui Giok sambil menuntun kuda
itu ia siap2 berlalu. Tiba2 laki kurus kawannya berkata lagi
"Lothio coba lihat maling ini membawa sebuah buntalan siapa tahu kalau barang curian juga" Coba
kita periksa isinya!" Buntalan kecil yang dipertahankan Hui Giok mati2an akhirnya dirampas juga
oleh opas itu, dengan mata yang bersinar terang dan muka yang berseri mereka ambil semua uang
perak yang ada didalam buntalan itu dibuang ditanah dan kedua orang itu berlalu.
Hui Giok meronta bangun, rasa sakit badan sama sekali tak dipikir oleh pemuda itu tapi rasa
penasaran karena dihina dan dianiaya semua inilah yang membuat hatinya hampir saja meledak.
Dengan bungkam ia menengadah, memandangi langit dan mengeluh : "Mengapa orang2 itu
menganiaya diriku" Menghina aku" Beginikah nasibku" Apakah hidupku ini hanya untuk dihina
dan dipermainkan orang lain!"
Ia sangat benci kepada kedua petugas yang telah merampas kudanya ia pun membenci orang yang
berada di sekitar jalanan, mereka melihat perbuatan sewenang2 tapi tiada seorangpun berani
membuat keadilan. Tapi hanya marah dan benci saja takkan mendatangkan manfaat apa2 dengan
sempoyongan ia pungut kembali buntalan tadi, ia berharap dapat menemukan sekeping uang perak
untuk membeli penganan dan menangsal perutnya yang lapar, akan tetapi kembali ia kecewa tak
sekeping uang pun yang tersisa yang masih ada cuma dua jilid kitab yang tipis.
Sampul kitab itu terbuat dari kertas berwarna hitam, tiada tulisan di atas sampul, sekarang iapun
tiada minat untuk membaca kitab. Entah berapa jauh dia berjalan, perutnya terasa semakin lapar dan
hampir2 tak tahan. Meski demikian, ia tak sudi mengemis, merengek2 minta belas kasihan orang
lain. Pekerjaan ini tak sudi dilakukannya. Ia berhenti di tengah jalan, mukanya sayu dan
mengenaskan seorang laki2 gemuk penjual siopia beriba hati, diambilnya dua potong kueh itu dan
diberikan padanya dengan senyum dikulum.
Hui Giok sangat terharu dan terima kasih atas kebaikan orang itu, ia merasa tenggorokannya
seakan2 tersumbat, selama hidup belum pernah ia menerima pemberian yang begitu berharga,
wajah si gemuk diamatinya dengan seksama dan diukir didalam hatinya " Mukamu bulat, sebuah
tahi lalat besar di daun telinga kiri selama hidup takkan kulupakan dirimu, suatu ketika pasti akan
kubalas budi kebaikannmu ini!".
Waktu itu si gemuk sedang melayani pembelinya, membungkus siopia dengan secarik kertas kumal,
sambil makan siopia tadi hati Hui giok tergerak satu ingatan melintas dalam benaknya dua jilid
kitab tua yang berada didalam buntalan itu segera dikeluarkannya dan diserahkan kepada si gemuk
maksudnya hendak berkata " Aku telah makan kuemu, sekarang kubayar dengan dua jilid kitab ini
dan dapat kau gunakan untuk membungkus daganganmu!" nyata anak muda ini tak suka menerima
kebaikan orang dengan percuma. Laki gemuk itu membalik halaman kedua jilid kitab itu, lalu
diserahkan kembali kepada Hui Giok, tangannya digoyangkan beberapa kali maksudnya : "Tidak,
aku tak mau membaca" kembali ia mengambil satu biji siopia dan diangsurkan kepada anak muda
itu. Hui Giok menerima kembali kitabnya dan berlari pergi, ia sangka si gemuk mengira dia ingin
makan siopia lagi, dia merasa sedih dan penasaran merasa tersinggung, sambil berlari matanya
kembali basah, air mata berlinang-linang. Tiada kejadian yang lebih menyedihkan di dunia ini
daripada seorang yang berwatak angkuh tapi justru dihina dan diremehkan orang lain tapi ia tak
dapat melawan, bahkan tak dapat menjelaskan penderitaan yang dialaminya.
Hui giok ibaratnya sebutir berlian yang belum diasah, belum memancarkan sinarnya yang
mengkilat, tapi tercampur baur dengan batu kerikil di jalanan, terinjak2 oleh kaki manusia yang
lewat dan tak seorangpun yang memperhatikan nilainya yang tinggi. Tapi apakah nasib berlian itu
akan terus suram. Tetap terinjak oleh kaki manusia dan tiada kesempatan baginya untuk
memancarkan sinarnya yang gilang gemilang.
Malam itu, di depan pintu rumah penginapan telah bertambah dengan seorang kacung pencuci kuda,
cuciannya jauh lebih bersih daripada rekannya tapi upah yang diterimanya paling sedikit daripada
yang lainnya, itupun berkat Lotoa yang memimpin gerombolan bikocot di depan rumah penginapan
merasa kasihan kepadanya, maka diberikannya pekerjaan mencuci kuda milik tamu yang kelihatan
pelit dan takkan banyak memberi imbalan.
Dan orang itu tak perlu dijelaskan lagi ialah Hui Giok ia merasa mencari sesuap nasi dengan tenaga
sendiri, bukan pekerjaan yang memalukan maka diputuskannya untuk menyambung hidupnya
dengan melakukan pekerjaan kasar itu. Bila malam tiba, ia pun tidur dibawah emper rumah, dengan
kedua jilid kitab kumal itu sebagai bantal sebab hanya benda itulah miliknya, hanya benda itu pula
yang tak dirampas.
Terkadang ditengah malam dingin ia terjaga dari tidurnya seringkali ia bangun dan berlatih ilmu
pukulan Tay Ang kun untuk menghangatkan badannya, sekalipun I a tahu ilmu pukulan itu sama
sekali tak berguna, tapi setiap kali dia selalu menghibur diri sendiri :
"Musim panas sudah hampir tiba.." tapi sebelum musim panas tiba, di kota ini telah kedatangan
seorang kakek pemain acrobat ia membawa seekor kuda tua yang kurus serta seorang nona kecil
berusia 17-18 tahun. Mereka main acrobat di sebuah tanah lapang tepat di depan rumah penginapan,
sang kakek memukul tambur, si nona bermain golok terbelalak Hui Giok menyaksikan
permainannya yang indah itu, selesai bermain aneka macam acrobat, si kakek dengan suara yang
serak mengucapkan beberapa kata, tapi meskipun banyak yang menonton sedikit sekali yang
memberi uang. Kakek itu kelihatan kecewa, sambil membungkukkan badan dan terbatuk2 ia membereskan alatnya,
nona itu membantu sambil menghela napas panjang. Hari mulai gelap sambil menuntun kuda kurus
itu mereka menuju ke rumah penginapan pelayan menerima mereka dengan acuh tak acuh. Hui
Giok mendekati si Kakek memberi tanda sebagai ingin membantu membersihkan bulu kuda tapi
kakek itu menggeleng kepala Hui Giok lantas menulis di atas tanah " tak usah bayar "
Kakek itu tertawa dan menyerahkan kuda tersebut kepadanya, ketika Hui Giok berpaling melihat si
nona sedang memandangnya dengan matanya yang besar dan senyum dikulum. "Indah benar
matanya! "diam2 Hui Giok membatin, tapi dengan cepat ia menyetop semua pikirannya dalam
keadaan begini bahkan iapun tak berani membayangkan Tham Bun Ki lagi sebab setiap kali
terbayang akan nona itu, hatinya lantas pedih.
Kembali malam itu ia tidur dengan dua jilid kitab rongsokan itu sebagai bantal seperti juga hari2
yang lewat, ketika tengah malam ia terjaga oleh hembusan angin yang dingin dan waktu ia berlatih
Tay ang ku untuk menghangatkan badan kecuali bintang yang berkelip diangkasa ada pula pula
sepasang mata yang jeli sedang mengawasinya, dia tak lain si kakek penjual acrobat tadi. Pelahan
kakek itu keluar rumah penginapan lalu dengan kapur ditulisnya beberapa huruf di atas tanah "Kau
pernah belajar silat! "
Hui Giok mengangguk, kakek itu berpikir sejenak, lalu tulisnya lagi " Bersediakah kau ikut kami
berkelana di dunia persilatan, meskipun kadangkala harus menahan lapar tapi itu lebih enakan
daripada kerja mencuci kuda di sini! Sebagai orang muda, sepantasnya kau ikut berkelana untuk
menambah pengalaman!"
Hui Giok kegirangan, dia mengangguk tiada hentinya, si kakek yang wajahnya telah berkeriput pun
tampak senang, bagaimanapun juga ia memang sudah tua, kulit badannya yang berwarna kecoklatan
kelihatan kendur, adalah menguntungkan baginya bila ada seorang pemuda kekar dan gagah mau
membantunya, apalagi ia merasa suka terhadap pemuda bisu tuli ini.
Maka mulai pada esoknya dari seorang kacung pencuci kuda, Hui giok telah menjadi seorang
pemain acrobat kelilingan, ia mengikuti si kakek berkelana dari kota kekota lainnya di seputar
wilayah kanglam, pada siang hari ia memukul gendering, main senjata dan kadangkala bermain
beberapa jurus pukulan itu, bila malam tiba ia membereskan alat senjata dan tidur bersama kakek
itu. Musim panas telah tiba, ia mulai kegerahan. Lamunannya di masa lalu kini sudah terhapus hingga
tak membekas oleh gemblengan yang diterimanya dalam kehidupan yang nyata tapi bila malam
menjelang, ketika ia belum tidur kadangkala ia melamun kembali soal2 yang indah, melamunkan
ilmu silatnya berhasil mencapai puncak kesempurnaan, dimana kemampuannya membuat Tham
Beng terkejut dan mengawinkan puterinya kepadanya.
Kadang2 ia teringat kembali akan Leng gwat siancu terbayang kembali potongan tubuhnya yang
indah, yang pernah dilihatnya dengan jelas. Tapi pada siang hari tatkala ia menyaksikan sepasang
mata besar mata yang jeli seakan2 membawa senyuman itu, ia lantas melupakan banyak persoalan,
mungkin terlampau banyak yang ia lupakan, tapi bagaimanapun juga mengenang kembali masa
lampau hanya mendatangkan kesedihan baginya, lalu apa gunanya mengenang kembali kejadian
sudah lalu. Kakek itu dia memberi nama buat dirinya sendiri sebagai Hoa to (golok kembangan)
Sun Pin sedangkan puterinya nona bermata besar itu bernama Sun Kim Peng.
Nona itu sangat baik terhadap Hui Giok memandangnya sebagai saudara sendiri, hali cukup
memberikan hiburan batin bagi Hui giok yang sejak kecil telah kehilangan orang tua, apa lagi
sepasang mata si nona yang besar itu tiap kali memandang kearahnya selalu disertai pula dengan
senyuman manis.
Makin jauh mereka tinggalkan kota kanglam hari itu sampailah mereka di kota Liong tham hujan
turun dengan hebatnya. Hujan adalah pengalang yang mungkin teratasi bagi mereka yang cari
makan dengan menjual permainan acrobat, kedua alis Hoa to Sun Pin tampak berkerijit rapat, sedih.
Malam itu Hui giok terjaga dari tidurnya ia bermimpi seakan2 Tham Beng bergolok dan hendak
membacoknya tapi Tham bun ki menarik ayahnya dari samping karena merasa ngeri ia terjaga dari
tidurnya. Ia berpaling ternyata Sun Pin tak ada di pembaringan perlahan iapun merangkak turun dari
pembaringan yang terdiri dari papan kayu, setelah memasang lentera dan memakai sepatu, ia keluar
dari kamar yang sempit dan pengap itu untuk mencari angin. Hujan telah berhenti, malam terasa
nyaman jarang sekali Hui giok temui udara sesegar itu. Ketika tiba di halaman belakang, belum
nampak juga bayangan Sun Pin anak muda ini mulai heran.
"Aneh sudah jauh malam, kemana perginya Sun Lotia?" demikian ia berpikir. Ia mencoba
menghampiri dinding tembok pendek di depan situ dan memanjat, ia mengintip ke sebelah sana.
Tapi apa yang dilihatnya dibalik dinding itu hampir saja membuat Hui Giok terjungkal dari atas
tembok. Kiranya di suatu tanah lapang yang tak begitu luas sedang berlangsung pertarungan yang sengit
cahaya golok berkilauan memenuhi angkasa Hoa to Sun Pin dengan sebilah golok besar
menciptakan selapis cahaya tajam bertarung melawan seorang yang bersenjatakan pedang Song bun
kiam dan seorang lagi bersenjata Poan Koan pit, angin golok itu menderu dengan jurus serangan
yang mantap ini menandakan bahwa paling sedikit ia mempunyai kekuatan latihan berpuluh tahun
dalam permainan golok itu, mana lagi ada tanda pemain acrobat yang tertatih2 hal ini membuat Hui
Giok terkesima dan memandangnya dengan terbelalak. Orang yang menggunakan Song Bun kiam
adalah seorang laki2 kurus, sebuah codet panjang tertera nyata di pipi kirinya sementara orang yang
menggunakan poan koat pit adalah seorang laki2 kecil pendek tapi kekar jurus serangan yang
mereka gunakan semuanya gans dan keji arah yang ditujupun bagina2 tubuh yang mematikan.
Jenggot putih Hoa to Sun Pin yang panjang bertebaran di tengah kilatan cahaya golok, ia melakukan
perlawanan dengan gigih, serangan di sambut dengan serangan bacokan dihadapi dengan bacokan.
Suatu ketika, mendadak si laki2 kecil pendek yang bersenjata poan koat pit itu menerjang ke depan,
senjatanya yang satu menutuk ki bun hoat di dahi sedang senjata yang lain menutuk Ji cwan hiat di
bagian dada, lalu secepat kilat dia ubah serangannya, poan koan pit ditarik terus sekaligus mentutuk
tenggorokan lawan cepat tepat dan ganas sekali.
Sun pin tertawa dingin dia bergeser ke samping, cahaya goloknya berkelebat, pedang Song bun
kiam musuh yang sedang menabas dari atas ke bawah tergetar kaki kirinya pura2 menendang,
menyusul kaki kanan secara berantai juga menendang si laki2 pendek, mau tak mau orang ditarik
kembali serangannya dan melompat mundur.
"Orang she sun," terdengar laki2 jangkung yang bersenjata Song bun kim itu mengejek, "selama
berpuluh tahun ini rupanya kau tak pernah lupa meyakinkan ilmu golokmu" Hehehe, tapi kalau hati
ini kau orang she Thia tidak dapat mencincang tubuhmu, biarlah selanjutnya nama Hway yang
samsat (tiga malaikat maut dari Hway yang) dicoret dari dunia persilatan. Sreet! Sreet!
Beruntun ia lancarkan beberapa kali tebasan kilat cahaya pedang berkilauan di tengah malam buta
itu terasa lebih menyeramkan. Dalam pada itu si laki2 pendek yang bersenjata Poan koan pit juga
sudah kalap, sambil bertempur iapun berteriak " Hm, jelek2 kau Toan hun to (golok pemutus
nyawa) juga terhitung orang ternama di dunia persilatan, sungguh tak nyana setelah membunuh
orang kau lantas menyembunyikan diri. Hmm, sekarang jangan harap akan kabur lagi dari tangan
kami, cepat ganti nyawa Jiko kami yang kau bunuh!"
Sun pin tidak mengucapkan sepatah katapun, ilmu golok Nog hou toa hun to dimainkan semakin
gencar, ia hadapi setiap serangan yang dilancarkan ole Siau sing bun (setan pembuat celaka) Thia
Eng dan Toh mia sam long (setan perenggut nyawa) The kun yam dari Hay yang sam sat itu dengan
mantap, sekalipun posisinya sekarang kurang menguntungkan serangan balasan makin berkurang
tapi untuk sesaat Hway yang sam sat juga tak bisa mengapa2 kan dia. Hui giok mengintip jalannya
pertarungan dengan mendekam di dinding pekarangan, sekalipun tak terdengar suara pembicaraan
ketiga orang itu namun ia dapat menebak sembilan bagian dari duduknya perkara.
"Tampaknya ada orang yang datang mencari balas atas diri Sun lotia dimasa lalu Sun lotia juga
seorang jago kenamaan untuk menghindarkan diri dari kejaran musuh, maka ia menjual akrobat
untuk menyembunyikan asal-usulnya tapi malam ini agaknya rahasianya ketahuan juga oleh musuh.
Diam2 dia menghela napas, pikirnya
"Sayang aku sama sekali tak becus sehingga tak dapat membantu malahan sama sekali aku tak tahu
sejak kapan mereka dating dan cara bagaimana mereka mulai bertarung, aku memang terlalu goblok
apalagi sekarang aku seorang cacat".
Hatinya makin pedih, ketika ia menengadah kebetulan dilihatnya ada beberapa titik cahaya tajam
secepat kilat sedang menyambar ke tubuh kedua orang yang sedang bertarung melawan Sun lotia,
dia mengerti kerlipan cahaya tajam itu adalah senjata rahasia dia lantas berpaling kesana dilihatnya
Sun Kim Peng dengan golok terhunus telah berdiri di tepian arena, dia yang melancarkan serangan
senjata rahasia itu.
Untung Siau song bun dan Tong mia sam keng cukup tangkas, cepat mereka memutar senjatanya
untuk merontokkan biji teratai besi yang menyerang mereka. Lalu dengan gusar membentak "
Kunyuk, siapa yang menyergap Toayamu" Belum habis ucapannya, tahu2 Sun kimpeng dengan
gerakan seenteng burung layang2 menerjang tiba, ia menggunakan golok tipis sempit, namanya Lui
yap to atau golok daun liu. Cahaya golok berkilau dengan jurus Hong hoa sin liong (harimau angin
naga siluman) dia tusuk tenggorokan orang lalu menebas pula kaki musuhnya, jurus serangan yang
dipakai juga Ngo hou toan hun to namun tidak sekuat ayahnya. "Hehehe, muncul juga akhirnya si
bini kecil." Jengek Siau song bun, pedangnya segera bekerja. Sret, Sret beruntun dua kali ia
menusuk tubuh Sun Kimpeng.
Peluh dingin membasahi badan Hui giok tak disangkanya Sun kimpeng juga memiliki kungfu
sebagus itu. Ia makin sedih makin kecewa dengan ketidak-becusan dirinya. Dengan terjadinya
pertarungan ini kawanan anjing yang berada di dusun kecil Liong tham ini lantas menggonggong
ramai, Siau song bun mulai keder, bentaknya
"Losam perketat seranganmu cepat bereskan kedua bangsat ini!" Toh mia sam long mendengus, ia
putar Poan koan pit nya dan menerjang maju terus menutuk lambung Sun pin. Memang berbahaya
sekali senjata pendek begitu seperti kata orang, satu inci lebih pendek, satu ini lebih berbahaya.
Selain itu senjata yang pendek juga lebih cepat gerakannya. Toh mia sam long tersohor di kalangan
bandit di daerah utara, kungfunya memainkan Poan koan pit memang cukup lihay, seketika itu juga
Sun pin yang kuat terdesak dua langkah ke belakang.
Belasan jurus berlalu pula, permainan Poan koan pit Toh mia sam long mulai mengendur
sebaliknya permainan golok Sun pin kian lama kian cepat, dalam waktu singkat ia berbalik di atas
angin. Di sebelah lain Sun kim peng dengan golok Liu yap to ternyata tak sanggup melawan ilmu
pedang Siau song bun sinar goloknya boleh dibilang sudah terbungkus ditengah pedang Siau song
bun yang gesit dan lincah. Hui Giok memang tak becus dalam ilmu silat tapi sedikitnya ia masih
bisa berpikir, diam2 ia lagi gelisah pikirnya " tampaknya pertarungan ini sulut menentukan siapa
menang dalam waktu singkat bagaimana jadinya andaikata sampai sampai mengejutkan orang lain.
Ia tidak tahu bahwa saat ini juga sudah banyak orang yang terkejut oleh kejadian itu, Cuma mereka
tak ada yang berani ikut campur urusan itu, kebanyakan orang lebih suka bersembunyi di kamarnya
masing2 daripada mencari perkara. Sun pin sudah lama berkelana di dunia persilatan tak sedikit
badai dan ombak besar yang dialaminya selama ini, sekilas melirik saja lantas tahu bahwa gelagat
puterinya tidak menguntungkan mendadak ia menyurut mundur, lalu menerjang maju pula, inilah
gerakan Cin pon lian hoan toh thia (tiga jurus berantai merenggut nyawa) dari ngo hou toan hun to
yang lihay. Seketika tubuh Toh mia sam long terbungkus ditengah cahaya goloknya.
Toh mia sam long terkesiap, cepat Poan koan pitnya menangkis, ia patahkan dua jurus serangan Sun
pin yang lihay, tapi ia tidak tahu masuih ada jurus ketiga. Sun pin tertawa dingin, mendadak cahaya
goloknya melingkar, ketika Poan koan pit tangan kanan Toh mia sam long menangkis dan tangan
kirinya baru bergerak, kaki Sun pin mendadak menendang dan telak mengenai pergelangan
tangannya, kontan Poan koan pit kiri terlepas dan mencelat.
Dengan kaget orang itu bergeser ke samping akan tetapi Sun pin tak memberi kesempatan padanya
untuk berganti napas, cahaya golok berkelebat ia terus cacar bagian kiri musuh yang lemah, keruan
Toh mia sam long kelabakan, baru sempat menangkis dua kali serangan Sun pin, ia menjerit karena
terluka, bahu kirinya terbacok saking kesakitan sampai Poan koat pit yang berada ditangan
kananpun terlepas.
Sun pin memang berniat menghabisi bandit dari wilayah kang pak ini segera ia menubruk maju dan
menambahi satu bacokan lagi. Toh mia sam long kesakitan, keringat dingin membasahi sekujur
tubuh, namun ia tak lupa untuk melarikan diri, mendadak ia menjatuhkan diri ke atas tanah lalu
menggelinding ke samping dengan jurus "keledai malas menggelinding" memalukan jurus ini tapi
yang penting jiwa selamat dulu, nyatanya ia memang terhindar dari kematian. "Orang she Sun!"
Siau hong bun segera membentak, "Kalau memang tangkas jangan mengancam yang sudah
menggeletak, hayo hadapi saja aku!"
Segera ia bermaksud menolong rekannya, namun golok sun kimpeng menempel terus disekitar
tubuhnya, hatinya makin gelisah permainan pedangpun ikut jadi kacau sementara ia msih berusaha
melepaskan diri tiba2 terdengar jeritan ngeri tahulah dia Toh mia sam long pasti mampus ditangan
musuh. Baru saja terlintas pikiran tersebut, tiba2 Sun pin melayang tiba, "peng ji mundur!" teriak
Sun pin "Cekoki dia dengan senjata rahasia" pertahanan Siau song bun semakin kacau, apalagi
hatinya panik, hanya sekejap saja bahu dan pinggangnya sudah termakan oleh dua biji teratai besi.
Ketika itu dia sedang menyerang dengan jurus Siau ih cing hong (angin meniup hujan rintik) baru
setengah jalan rasa sakit membuatnya tak sanggup melanjutkan serangannya, pandangannya jadi
kabur dan kaki kiri tahu2 kena bacokan pula.
Sun pin tahu bacokan yang kuat tadi cukup mengirim musuh ke akhirat, maka sambil menggosok
darah di goloknya itu pada sol sepatunya, ia berbisik " Cepat jemput, semua teratai besi yang
berserakan di tanah itu, mumpung hari belum terang, kita harus segera tinggalkan tempat ini!"
Sun kimpeng mengiakan, ia memasang obor dan memunguti kembali teratai besi yang berserakan
itu, hanya benda itulah yang dapat menunjukkan identitas mereka yang sebenarnya. Dengan wajah
berseri dan rasa gembira Hui Giok melompat turun dari dinding pendek itu. Sun pin hanya
memandangnya sambil tertawa, sama sekali tidak terlihat ketidakpuasan hatinya, lantaran
rahasianya ketahuan, sudah tentu ii disebabkan ia sudah memandang anak muda itu sebagai orang
sendiri. Sekembalinya ke dalam kamar Sun pin segera membenahi barangnya. Hui Giok tahu mereka akan
Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berangkat, maka iapun mengikat semua alat senjat yang berserakan didalam ruangan. Selama
mereka bekerja Sun pin tidak menyinggung peristiwa tadi meski hati Hui Giok ingin tahu tapi tak
berani bertanya Cuma terkadang ia melirik ke arah Sun kimpeng. Barang bawaan mereka tidak
terlalu merepotkan, hanya sebentar saja semuanya sudah selesai dibenahi tiap kali mereka
meringkasi barang2 bawaannya setiap kali Hui Giok merasa gembira sebab mereka akan berangkat
lagi ke lingkungan hidup yang baru baginya, penghidupan yang begini memang mendatangkan
kegembiraan yang disukai anak muda. Tidak terkecuali pula keadaan Hui giok sekarang, ia pun
mempunyai perasaan seperti itu, maka kegembiraannya sekarang jauh lebih besar daripada hari2
biasa, karena baru saja ia telah menyaksikan sesuatu yang belum pernah dialaminya.
Sun kimpeng membereskan barang2nya dengan kepala tertunduk, tiba2 ia menemukan kedua jilid
kitab kumal milik Hui giok itu, tanpa memperhatikannya ia lemparkan kitab itu ke depan. Hui giok
anak muda itupun menyisipkan kitab tersebut sekenanya diantara iktan alat senjata. Tengah malam
itu juga mereka melanjutkan perjalanan, ketika fajar baru menyingsing mereka sudah berada di kaki
sebuah bukit kecil pepohonan menghijau permai mengelilingi bukit itu. Tempat ini merupakan jalan
lintas antara kota Kang leng dan kota Tin kang karena itulah boleh dikatakan sepanjang tahun orang
yang berlalu lintas cukup ramai, maka di kaki bukit ini banyak terdapat warung makan dan gardu
minum yang tersebar di seputar tanah perbukitan ini. Saking banyaknya saingan orang yang
membuka usaha disitu, membuat tempat ini seakan2 tumbuh menjadi kota kecil.
Hari masing sangat pagi, tapi warung2 makan itu telah membuka pintu, Sun pin melirik sekejap ke
arah Hui Giok yang sudah terengah2 karena kehabisan tenaga, iapun masuk ke sebuah warung ini
untuk melepaskan lelahnya. Empat penjuru warung itu dikelilingi pagar bamboo, mangkuk nasi
tersebut dari anyaman kulit bambu halus, meja kursi juga terbuat dari bambu tampaknya nyaman
dan tenang lagi bersih, Hui giok berduduk melepaskan lelah dan diam2 senang pula pada tempat ini.
Pelayan menghidangkan makanan berupa mi kuah yang masih panas dan makanan sebangsa
bakpau, Hui giok serta Sun kimpeng mendaharnya dengan nikmat hanya Sun pin seorang yang tak
bernafsu makan. Dalam warung kecuali mereka bertiga tiada nampak tamu lain. Pada saat itulah
tiba2 dari jalanan depan sana debu mengepul tebal, munculnya dua ekoar kuda dan mendadak
berhenti di depan warung.
Begitu melompat tuurn dari kudanya orang itu lantas berteriak "hei, pemilik warung cepat sajikan
beberapa mangkuk mi, selesai tuan2 bersantap akan melanjutkan perjalanan" orang yang berbicara
itu bertubuh jangkung kurus seperti orang sakit, matanya cekung ke dalam tulang alisnya tinggi
menongol selain daripada itu Tay yang hiatnya (pelipis) juga menonjol, jelaslah orang itu seorang
jagoan bertenaga dalam tinggi.
Rekannya berperawakan kebalikannya, orang itu gemuk pendek, ketika berjalan masuk ke dalam
langkahnya menggetarkan ruangan, pinggangnya bergantung sebuah kantung kulit yang besar ini
menunjukkan kalau dia seorang ahli membidik senjata rahasia, tentu saja kedua orang itu adalah
orang dunia persilatan. Setelah msuk ke dalam ruangan, dengan sorot mata yang tajam mereka
lantas mengawasi Sun pin cepat Sun pin tundukkan kepalanya dan pura2 asyik makan mi, seperti
tidak ingin mencari gara2 dengan orang perjalanan itu.
Kebetulan Hui giok juga berpaling memperhatikan kedua pendatang itu, ketika dirasakan sinar mata
mereka bagaikan beraliran listrik, cepat iapun tundukkan kepala dan tak berani memandangnya.
Dalam gugupnya tanpa sengaja sikutnya menyentuh tumpukan senjata yang disandarkan di tepi
meja, tumpukan senjata itu roboh dan menimbulkan suara keras. Sewaktu mengikat senjata tadi,
anak muda itu tidak mengikatnya dengan baik, maklum dalam keadaan terburu2 dan panik sekarang
ikatan senjata roboh ke tanah seketika isinya berantakan.
Dua jilid kitab kumal bersampul hitam itu ikut terlempar ke lantai dengan senjata tersebut. Sorot
mata kedua orang laki itu kebetulan memandang kitab kumal yang jatuh, air muka seperti berubah
mendadak, mereka saling pandang sekejap lantas memandang pula ke arah Sun pin yang sedang
makan mi sambil tundukkan kepala dan Sun kimpeng yang bangkit dan siap membantu
membereskan senjata yang tercerai berai itu, akhirnya sinar mata mereka berganti pada tubuh Hui
Giok yang sedang jongkok dan sibuk mengumpulkan senjata itu.
Tentu saja Hui giok tak tahu mata orang yang tajam sedang mengawasinya, selagi ia menyesal
kecerobohannya sendiri, tiba2 ada seorang ikut jongkok di sebelahnya dan bantu mengambilkan
sebatang tombak yang mencelat agak jauh. Ia tersenyum dengan rasa terima kasih ketika
menengadah dikenalinya orang yang bantu mengambilkan tombak itu tak lain adalah orang yang
gemuk yang baru datang tadi.
Dilihatnya senyuman manis menghiasi ujung bibir si gemuk, tubuhnya yang bulat gemuk bagaikan
bola itu sedang berjongkok dan waktu itu hendak memungut kedua jilid kitab bersampul hitam itu.
Tapi kitab itu lebih dekat dengan Hui giok sebelum laki2 gemuk itu mengambilnya anak muda itu
sudah memungutnya lebih dahulu, malahan sambil tersenyum ia tatap wajah lelaki gemuk itu dan
merasa simpatik dengan orang ini, maklum tidak banyak manusia di dunia yang bersikap ramah
terhadap dirinya.
Dilihatnya daging di pipi si gemuk berkerut sekali, bibirnya bergerak seperti mengucapkan sesuatu,
tentu saja Hui Giok tidak mendengar apa yang diucapkan orang itu, tapi Sun kimpeng dapat
mendengarnya dengan jelas. Laki2 gemuki itu berkata " Engkoh cilik, bolehkah kitab itu kupinjam
sebentar ?" Hui giok tidak mendengar, dengan sendirinya tidak menjawab, dia hanya menatap orang
dengan mata terbelalak dan senyum dikulum.
Sun kimpeng menanggapi ucapan si gemuk tadi " Percuma kau bicara dengan dia, dia bisu dan tuli
apa yang kau katakan takkan terdengar olehnya!" "Oo !" laki2 gemuk itu berdiri dengan keheranan
biji matanya berputar, terkilas senyuman aneh pada wajahnya, kemudian ia menuding kedua jilid
kitab tadi, katanya kepada Sun kimpeng " Nona cilik, apakah kedua jilid kitab ini dijual atau tidak
?" " Tidak, kitab itu tidak dijual!" sahut Sun kimpeng dengan kurang senang " Jika anda ingin
membaca, belilah di toko buku ?" laki2 gemuk tadi terbahak2 kelihatan sikapnya yang gembira
seperti orang yang mendadak menemukan harta karun yang tak ternilai harganya ia melirik sekejap
ke arah rekannya si laki yang jangkung yang seja tadi hanya diam saja itu, lalu bertanya lagi
"Nona manis, kutahu kau tidak berjualan buku tapi kedua kitab itu sangat menarik, seketika timbul
keinginanku untuk membelinya, umpama delapan tahil atau sepuluh tail tidak menjadi persoalan
bagiku" Sekali ini Sun kimpeng menjadi terkejut, maklumlah uang sebesar itu untuk ukuran jaman ini
adalah jumlah yang amat besar, beberapa bulan Sun kimpeng dan ayahnya bekerja giat membanting
tulang belum pernah mereka dapat mengumpulkan uang sejumlah itu, tentu saja ia tercengang ia
hampir tidak percaya ada orang berani menawar kedua jilid kitab rongsokan itu dengan sebesar itu.
Dengan hati terkejut dan sangsi ia menatap si gemuk beberapa kejap, demikian Sun lotia yang
sedang makan dengan kepala tertunduk lagi merasa heran, ia sendiri dahulu juga seorang tokoh
kangouw maka begitu kedua orang jangkung dan gemuk itu muncul segera ia mengenali mereka.
Kiranya laki2 gemuk itu adalah jagoan ternama di dunia persilatan namanya To pi jin him (manusia
beruang bertangan banyak) Khu Hway jim, sedangkan laki2 jangkung yang kurus dan bermuka
putih dalah Kim bin wi to (Wito bermuka emas) seorang bandit ulung yang selamanya melakukan
operasinya seorang diri.
Karena itu, apa yang diherankan Sun lotia bukanlah yang seperti yang diherankan puterinya, ia
merasa tidak mengerti mengapa kedua manusia buas yang terkenal di dunia persilatan itu mau
membeli kitab kumal dari seorang nona cilik dengan sikap yang begitu sopan dan ramah sekali.
Kitab kumal apakah kedua jilid buku kumal tersebut" Maklumlah hakikatnya mereka tidak menaruh
perhatian kepada nilai kedua kitab buku itu.
Memang siapa sudi memperhatikan kedua jilid kitab kumal itu yang dimiliki seorang bocah cacat
pencuci kuda" Mereka tidak tahu bahwa kedua kitab kumal itu sebenarnya adalah kitab pusaka yang
diidamkan setiap orang persilatan lantaran kitab tersebut dunia persilatan pernah kacau dan dilanda
badai pertumpahan darah yang mengerikan lantaran kitab itu pula Jian Jiu Suseng sampai berselisih
paham dengan Leng gwat siancu mengakibatkan perempuan yang bernama Ay cing sangat
menderita dan nyaris kehilangan jiwanya karena pusaka ini.
Kitab apakah itu" Kitab tersebut tak lain adalah kitab peninggalan Hay Thian ko yan (burung walet
tunggal dari ujung langit) yang namanya amat termasyhur di masa yang lalu hampir semua boleh
dibilang semua kepandaiannya yang tak terukur dalam kitab itu termuat. Memang tajam penglihatan
To pi jin him dan Kim bin wi to hanya sekilas pandang saja mereka lantas mengenali kitab yang
sangat mirip dengan kitab pusaka Hay thian pi kip itu berada ditangan seorang bocah akrobat yang
jorok, dalam kagetnya merekapun agak tercengang, dan juga agak curiga.
Sebab itulah To po jin him sengaja berjongkok dan pura2 membantu mengumpulkan senjata yang
tercecer ini dia ingin membuktikan dahulu apakah kedua kitab itu benar2 kitab pusaka seperti yang
mereka duga. Kendatipun akhirnya kitab itu gagal ia periksa karena keburu dipungut oleh Hui giok,
namun ketika tersebut jatuh ke lantai tadi, halam buku itu sempat tersingkap sedikit, sekilas ia
sempat melihat jelas bahwa isi kitab itu memang berupa beberapa lukisan orang yang semedi.
Walaupun begitu si gemuk tidak berani merebutnya, ida sangsi mana mungkin kitab pusaka begitu
berada ditangan seorang bocah yang berilmu silat biasa2 saja. Sekalipun bocah itu berilmu silat
biasa, setelah mendapatkan kitab pusaka itu tentu kungfunya tak akan biasa lagi. Analisanya ini
memang masuk diakal, tak heran kalau lelaki gemuk bagaikan babi dan licin bagaikan rase itu tak
berani sembarangan bertindak ia coba memancing dengan kata2 mani. Setelah Sun Kimpeng
memberi jawabannya senyum pura2 semula menghiasi bibir wajahnya kini berubah menjadi
senyum yang sungguhan.
Ia merogoh sakunya dan keluarkan uang perak sekeping uang perak yang beratnya mencapai
sepuluh tail sambl mengiming-iming ia berkata pula dengan tersenyum " Aku paling gemar
mengumpulkan kitab yang bersampul indah, jual saja kitab itu kepadaku dan uang ini akan segera
menjadi milikmu." Sambil berkata ia memberi tanda kepada Hui Giok, anak muda itu menengadah
seperti Sun Kimpeng matanya terbelalak besar memandang kepingan uang perak yang tidak sedikit
jumlahnya itu. Senyum yang menghiasi bibir si gemuk makin lebar, ia tahu sebentar lagi kitab yang menjadi
idaman umat dunia persilatan akan menjadi miliknya tak sampai tiga tahun lagi nama besar Khu
Hway jin akan tambah tersohor di dunia kangouw, pipinya yang gemuk main berbunga, tak
terkirakan rasa girangnya saat itu. Hui giok masih berjongkok, sementara Sun kimpeng telah
berpaling ke arah ayahnya. Maksudnya minta pendapat ayahnya, apakah mereka menjual atau tidak
kedua kitab kumal itu kepada laki2 gemuk yang sinting itu" Sun lotia tidak menjawab, dia masih
tertunduk sambil termenung, ia sedang putar otak dan berusaha mencari akal untuk mengatasi
kejadian luar biasa ini.
Sebagai orang jagoan kawakan yang sudah lama berkelana di dunia persilatan, sedikit banyak ia
dapat menduga bahwa kedua kitab milik bocah cacat itu pasti bukan kitab sembarangan tapi sayang
lantaran ia harus menghindari kejaran musuh dan sekian tahun harus mengasingkan diri banyak
kejadian di dunia persilatan yang tidak diketahui olehnya, tentu saja ia tak menduga kedua kitab
kumal yang akan dibeli oleh laki gemuk ini tak lain adalah kitab pusaka Hay thian pi kip.
Sekarang ia yakin kedua kitab itu pasti bukan sembarangan, tentu saja ia tak ingin kitab ini dibeli
To pi jin kim dengan harga sepuluh tahil perak, Cuma ia tak tahu cara bagaimana harus menolak
tawaran ini. Sebab ia tahu betapa keji dan jahatnya kedua orang itu, bila marah mereka tidak segan
membunuh orang.
Sun lotia menyadari sampai dimanakah taraf kepandaian sendiri, bagaimanapun dia bukan
tandingan kedua orang itu. Sementara otaknya pekerja mencari akal, di pihak lain To pi jin him
sedang menatap Sun kimpeng, ia sudah mempunyai pula perhitungan sendiri, ia telah memutuskan
bila nona itu mengangguk, maka dengan segala senang hati sepuluh tahil perak itu akan
diberikannya tapi kalau nona itu menggeleng tanpa sungkan lagi akan merampas kitab tersebut
dengan kekerasan.
Belum lagi Sun kimpeng memberikan keputusan Kim bin wi to Yap ci hui yang sejak tadi hanya
membungkam itu mendadak berkata dengan nada dingin " Nona cilik, kalau kitab itu kau jual
kepadaku akan kubayar seratus tail perak. "air muka To pi ji him seketika berubah hebat, muka
yang memang buruk kini tambah buruk. Tapi ia masih tertawa tentu saja tertawa yang dipaksakan
atau menyengir ujarnya,
"Yap toako, buat apa kau berbuat begitu" Kau beli atau aku yang beli toh sama saja?" tiada
kelihatan sesuatu perasaan pada wajah Kim bin wi to hambar ia tertawa dingin dan berkata dengan
angkuh " kalau kau boleh membelinya, mengapa aku tak boleh" "air muka To pi jin him berubah
hebat: "Bagus, bagus.." mendadak ia berpaling dengan mendongkol ia berkata kepada Sun kimpeng
"Nona cilik berikan kitab itu kepadaku, kubayar dengan dua ratus tahil perak, "sambil merogoh
keluar setumpuk lembaran kertas, ia lolos satu lembar dan dikebaskannya di hadapan nona itu
sambil berkata keras " Uang kertas ini berasal dari gwan ju, dapat kau tunaikan di manapun juga di
seluruh negeri ini."
Pada waktu itu kedua orang yang biasa bekerja sama dalam melakukan kejahatan sekarang sama
ngotot ingin memiliki kitab pusaka itu malahan sebelum kitab itu didapatkan mereka sudah ribut
sekali. Tapi justru karena itu, mereka sama2 tak berani merampas kitab tersebut secara gegabah
sebab salah2 nyawa mereka yang menjadi taruhannya.
Sun kimpeng tambah bingung oleh kejadian ini si pelayan yang berdiri disamping dengan baki di
tangan juga melengong oleh peristiwa ini diam2 ia menyesal coba kalau dia yang memiliki kitab itu,
tidak perlu sepuluh tail perak satu tahi saja akan segera dilepaskan. "Wah dua ratus tail perak" Uang
kertas bank Gwan ju" Nona.....nona, lekas kau jual saja kitab kumalmu itu! Serunya tak tahan.
Lalu ia berpaling ke arah Sun pin katanya pula dengan rasa kagum "Lotia dua ratus tail perak bukan
jumlah yang sedikit?" dengan mendongkol Kim bin wi to melototnya pelayan itu jadi ketakutan
sehingga kata2 selanjutnya tak berani diucapkan lagi.
Akhirnya Sun lotia berdehem pelahan, ia bangkit kemudian bertanya. "Kedua kitab itu milik bocah
itu, kami tak berhak ambil keputusan baginya padahal kalian berduapun tak perlu membuang uang
sebanyak itu hanya untuk membeli...." Tiba To pi jin him bergelak tertawa sambil menuding Sun
lotia ia berseru
"Ai bukankah kau ini ngo hou toan bun to Sun pin seng" Mungkin mataku sudah lamur, hampir saja
aku Khu Hway jin tidak mengenali lagi akan dirimu. Hahaha sungguh tak disangka.....sungguh tak
kusangka."
Kembali ia terbahak2 lalu menyambung " Karena ada dirimu, urusan menjadi mudah untuk
diselesaikan, aku Khu Hway jin jelek2 juga sobat lamamu, selama inipun kita tak ada ganjalan apa2
kalau Sam sat ngo pah (tiga malaikat maut dan lima lalim) dahulu pernah menjadi wasit bagimu,
dan sekarang, hahaha, kuharap kau sudi memberi muka padaku."
Air muka Sun lotia berubah hebat, ia tahu asal usulnya telah diketahui orang, tak mungkin lag
baginya untuk berlagak pilon, untuk sesaat ia jadi tertegun dan tak mampu mengucapkan sepatah
katapun. Kim bin wi to tak tinggal diam, tiba2 dia maju kedepan katanya dengan dingin,
"Urusan jual beli tidak boleh disangkut pautkan dengan hubungan pribadi. Sobat Sun, tentunya
kaupun cukup kenal watakku ini" Sekarang aku menawar lima ratus tail perak untuk membeli kitab
itu soal sengketamu dengan Sam sat ngo pah boleh serahkan saja kepadaku, aku Yap ci hui
tanggung urusan pasti beres. Nah sekarang lekas jawab kedua kitab itu akan kau jual kepada siapa?"
panas hati To pi jin him andaikata tak ada ia yakin kitab itu sudah menjadi miliknya, segera tangan
kanannya siap merogoh senjata rahasia di dalam karung kulit iapun mengejek
"Orang she yap, jelek2 orang she Khu masih memandang kau sebagai sahabat, kenapa kau tak tahu
diri dan tak kenal arti persaudaraan" Hehehe, mungkin orang lain jeri kepada ilmu pukulan Kim
kong ciang mu tapi orang she Khu tak nanti takut kepadamu !"
Kim bin wito mendelik, ditatapnya Khu Hway jin tanpa berkedip, sahutnya dengan keras " Bagus
kausendiri yang berkata begitu, jangan salahkan aku bertindak keji lebih dulu padamu. Baiklah
sekarang apa kehendakmu?" ia melirik sekejap ke arah Sun Pin yang lengkapnya bernama Sun pin
seng lalu menambah dengan geram
"nah, mau jual atau tidak terserah kau, mau kepada siapapun terserah kepadamu, tapi kau harus
menjawab secepatnya kalau tidak, hmm, bukan saja uang tak dapat kau terima, nyawapun akan
melayang kalau sudah begitu jangan kau salahkan aku kelewat kejam!" Baru selesai ia berucap,
tiba2 bergema suara tertawa dingin seorang, menyusul orang itupun berkata dengan suaranya yang
dingin menyeramkan " Kitab itu tidak dijual kepada siapapun" Lekas kalian enyah dari sini!"
Semua orang terkejut, terutama To pi jin him dan kim bin wi to seketika air muka mereka berubah
hebat dengan kecepatan paling tinggi mereka putar badan satu ke kiri dan satu ke kanan serentak
mereka melayang pergi sejauh beberapa tombak dari tempat semula. Habis itu barulah mereka
melihat jelas seorang sastrawan kurus setengah umur, berjubah panjang berwarna abu2 keperak2an,
senyuman sinis tersungging di ujung bibirnya dan berdiri tepat mereka berada tadi.
Perlu diketahui, jalan di luar warung hanya satu di luar warungpun tanah kosong, selayang pandang
orang memandang hingga jauh sekalipun begitu tak seorangun yang tahu sejak kapan pelajar
setengah umur berjubah keperak2an itu datang kemari lebih2 tak tahu dari manakah dia muncul,
padahal mereka semua adalah jago2 silat kawakan yang berilmu tinggi.
Di antara sekian orang yang hadir di warung itu, Hui giok paling terkejut melihat kemunculan orang
itu, sepanjang kejadian itu berlangsung dia hanya berjongkok sambil memegangi kedua jilid
bukunya tentu saja ia tidak mendengar sama sekali apa yang dibicarakan orang2 itu, tapi ia dapat
menebak inti pembicaraan orang2 itu menyangkut kitab yang berada dalam genggamannya ini,
kitab yang tak pernah diperhatikannya selama ini.
Berbagai peristiwa yang dialaminya menggerakan pikirannya mau tak mau ia berpikir " Kedua jilid
kitab ini kudapatkan di dalam buntalan milik paman Leng adalah ilmu silat paman leng tak terkira
lihaynya, sekarang kedua orang itu menaruh perhatian atas kitab ini, jangan2 kitab ini tersimpan
sesuatu rahasia" Kenapa sejak dulu tak pernah kubaca kitab ini ?"
Perlu diketahui pada dasarnya Hui Giok ada lah pemuda yang cerdas, sayangnya Hui giok sejak
dahulu ia tak dapat memusatkan pikirannya, ia harus berjuang demi kehidupannya, boleh dibilang
tak sempat baginya untuk berpikir sampai ke situ, tapi sekarang begitu perasaannya tersentuh, ia
dapat berpikir lebih cermat dan ternyata apa yang diduganya itu memang benar.
Selagi jantungnya berdebar karena berhasil menemukan rahasia besar ini, tiba2 dilihatnya sepasang
sepatu terbuat dari kain yang tak asing lagi baginya muncul di depan mata, beberapa berselang
sepatu ini pernah ditemuinya satu kali. Kenangan lamapun terlintas dalam benaknya teringat
olehnya ketika malam2 ia meringkuk dibelakang pembaringan dalam keadaan tertutuk dirumah
penginapan, waktu itu sepatu kain yang indah ini, pernah dilihatnya.
Tanpa terasa ia menengadah dan melirik ke atas, orang itu mengenakan jubah abu2 keperakan
jenggot pendek menghiasi janggutnya, bertampang gagah dan angkuh terutama senyum sinisnya itu
cukup menggigilkan orang, dia masih ingat orang inilah yang pernah membebaskan dia dari tutukan
paman Leng di hotel itu.
Ia coba alihkan pandangan ke sekitar ruangan itu, ia lihat wajah semua orang sama menampilkan
rasa kejut dan takut, tanpa terasa otaknya bekerja pula, memikirkan dirinya sendiri. Sorot mata Sun
pin, Sun kimpeng, Kim Bin wito dan To pi jin him semuanya tertuju ke arah pelajar setengah umur
berjubah perak itu dengan perasaan jeri tapi orang itu sama sekali tidak menunjukkan perasaan apa2
sinar matanya malahan memandang langit warung itu dengan dingin.
Kemunculan tiba2 orang ini telah mengejutkan semua orang yang berada disitu, terutama ginkang
atau ilmu meringankan tubuhnya yang ajaib, namun jelek2 Kim bin wito serta To pin jin him juga
terhitung jago2 persilatan yang punya nama, tentu saja mereka tak mau kabur digertak begitu saja,
apalagi daya tarik kedua jilid kitab itu seakan bagaikan besi sembrani yang melelehkan hati mereka,
seolah2 daging empuk yang telah berada di depan mulut takkan dilepaskan dengan begitu saja,
sekalipun beradu jiwa juga akan mereka lakukan.
To pin jin him lantas tertawa, tertawa dengan sangat dipaksakan, lalu menegur " Sobat dari
manakah kau....." Agaknya sastrawan berbaju perak itu tidak suka bicara, belum habis pertanyaan
itu dilontarkan ia telah menyela dengan menghardik " Kunyuk, mau enyah dari sini atau tidak ?"
"Sobat, jangan temberang kau! "bentak Kim bin wito dengan geram, "Apa yang kau andalkan
Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sehingga kau berani bicara takabur di depan Kim bin wito. To Pi jin him tak mau unjuk kelemahan
di depan orang, dengan mata melotot iapun membentak " Mereka menjual barang dan kami
membelinya kenapa kau ikut campur urusan kami?"
Sastrawan berjubah perak iut tidak berbicara lagi, tiba2 ia menengadah dan tertawa nyaring
panjang, suaranya nyaring, tinggi melengking menggema diangkasa. Demi mendengar, suara
tertawa itu, To pi jin him terkesiap ia memang bisa lihat gelagat dari gelak tertawa orang yang
begitu nyaring, sadarlah dia betapa tinggi tenaga lwekang orang itu, sudah pasti jauh di atas dirinya.
Diam2 ia berkerut alis, sinar matanya memancarkan nafsu membunuh, tiba2 ia ayunkan kedua
tangannya ke depan, berpuluh bintang cahaya tajam menyambar ke depan, sementara tubuhnya
yang gemuk itu secepat kilat menerjang ke arah Hui giok yang sedang berjongkok itu. Sun pin seng
dan Sun kimpeng sama berseru kaget, gemerdep sinar mata kim bin wito tiba2 ia menerjang ke arah
To pi jin him yang hendak merampas kitab pusaka Hay thian pit kip.
"Blang" benturan keras terjadi To pi jin him bersuara tertahan kiranya ia telah beradu pukulan dua
kali dengan Kim bin wito tapi nyatanya dia kalah satu tingkat daripada kekuatan lawan, kontan ia
tergetar mencelat jauh kebelakang, tenggorokannya terasa anyir, dada sesak dan hampir saja muntah
darah, sadarlah si gemuk bahwa isi perutnya telah terluka parah.
Sejak To pi jin him melancarkan senjata rahasia sampai kim bin wito membentak dan menyerang,
semua kejadian itu berlangsung dalam sekejap mata, sementara Sun pin masih tercengang,
menyaksikan kedua orang itu beradu pukulan, lalu dua sosok bayangan berpisah lagi. Saat itulah
baru dia teringat pada senjata rahasia dilepaskan To pi jin him tadi cepat ia berpaling ke arah
sastrawan berjubah perak, apa yang dilihatnya adalah sastrawan setengah baya itu masih berdiri
angkuh ditempat semula hujan senjata rahasia yang dilancarkan si gemuk tadi seolah2 lenyap entah
kemana. Sungguh luar biasa dan mengejutkan kedua orang ini. To pi hin him sempat melirik sekejap ke arah
musuh, setelah mengetahui keadaan yang sebenarnya, sebagai jago kawakan yang berpengalaman,
sadarlah ia gelagat tidak menguntungkan. Memang keadaan ini manusia beruang berlengan banyak
ini memang serba sulit, setelah diketahui orang berjubah perak itu lihaynya bukan main sekarang ia
berbalik telah bermusuhan dengan kim bin wito tak mungkin rekannya akan membantunya lagi
selain itu isi perutnya juga sudah terluka parah.
Dalam gugupnya secepat itu To pi jin him berhasil mendapatkan satu jalan untuk mengatasi
kesulitannya jalan tersebut adalah cepat kabur ia tahu jika tetap berada di sini, bukan saja kitab
pusaka tak didapat malahan mungkin jiwanya bisa melayang di sini. Sudah berpuluh tahun ia
berkecimpung di dunia persilatan banyak juga musuhnya tapi dia masih hidup sampai sekarang, dari
sini dapat ditarik kesimpulan bahwa dia memang pintar melihat gelagat dan dapat mengambil
keputusan cepat.
Begitu ingatan ini terlintas, tanpa ragu2 lagi ia putar badan terus melayang keluar, dengan
kecepatan tinggi dia kabur ke semak belukar di belakang rumah. Bahkan pada saat mau kabur,
bandit yang sudah lama malang melintang di dunia persilatan tak rela kabur begitu saja baru
tubuhnya bergerak secepat kilat berpuluh bintik perak dihamburkan. Sungguh kekejaman dan
kelicikan sesuai dengan namanya yang terkenal ganas di dunia persilatan.
Namun sastrawan jubah perak itu tetap tenang saja, sambil tertawa dingin ia bergerak mengitar ke
depan bagaikan seekor naga perkasa melingkar di udara tahu2 berpuluh bintik senjata rahasia yang
dilancarkan oleh To pi jin him dalam usahanya melarikan diri lenyap tak berbekas. Sastrawan jubah
perak yang berkepandaian tak terkira itu mengebaskan lengan bajunya ia berpekik tertahan,
tubuhnya melambung beberapa kaki lagi lebih tinggi, dari atas ia terus hantam kepala Kim bin wito.
Dalam pada itu kim bin wito yang sombong juga ketakutan setengah mati menyaksikan kelihayan
sasterawan jubah perak, mukanya pucat dan tubuhnya agak menggigil segera ia hendak meniru To
pi jin him dan melarikan diri.
Tapi sempat niatnya terlaksana, suitan nyaring telah berkumandang sesosok bayangan berwarna
keperakan dengan membawa tenaga pukulan yang dahsyat telah menghantam dari atas. Diantara
deru angin pukulan yang kuat sama sekali ia tak dapat membedakan ke arah manakah serangan itu
tertuju, selain itu pukulan yang maha dahsyat seakan2 menindih tiba dan membuat napasnya jadi
sesak. Orang yang biasanya terkenal sebagai pembunuh keji dan berhati keras ini mulai panik dan
ketakutan dia ingin menangkis tapi tak mampu, mau kabur juga tak bisa belum lagi ingatan lain
terpikir, tahu2 pandangannya jadi gelap, suatu pukulan yang maha dahsyat telak di dadanya. Sun
pin seng dan anak Cuma berdiri dengan mata terbelalak dan mulut melongo mereka hanya
merasakan bayangan keperakan berkelebat diantara hembusan angin, setelah pekik nyaring seorang
menjerit kesakitan, lalu bayangan perak itu meluncur ke depan mengejar ke arah To pi jin him
melarikan diri.
Ketika mereka berpaling, tertampaklah Kim bin wito yang sombong dan garang itu sudah terkapar
di atas tanah, tak perlu diperiksa lagi Sun pin yakin bandit ulung yang sudah lama malang
melintang di dunia persilatan itu pasti sudah mati. Luar biasa kungfu sastrawan berjubah perak itu,
kalau tidak menyaksikan dengan mata sendiri mungkin orang tak akan percaya akan kejadian ini.
Ngo hou toan bun to Sun pin seng terhitung seorang piausu yang cekatan, sekalipun kungfunya tak
seberapa tinggi, namun pengalamannya boleh dibilang cukup luas, tapi hari ini dia baru merasa
matanya benar2 terbuka, ia makin sadar bahwa tokoh kosen tak terhitung jumlahnya di dunia
persilatan. Ia menghela napas panjang dan lama sekali ia termangu2, pelbagai ingatan berkecamuk
dalam benaknya, akan tetapi tidak sesuatu yang dapat disimpulkannya.
Sun kim peng tampak menggigil dengan wajah pucat, apalagi pelayan hampir ia tak percaya pada
apa yang terjadi di depan matanya ingin berteriak saja tak keluar suaranya. Diantara mereka Sun pin
seng lebih berpengalaman, ia tahu tak dapat tinggal terlampau lama di situ, di warung minum ini
terkapar sesosok mayat, sebentar lagi pasti akan lebih banyak tamu yang akan singgah selain itu
iapun teringat kembali Hui giok dan kedua kitab itu yang menyebabkan cekcok kedua perampok
itu. Maka kepada puterinya dia lantas berseru
"Peng ji bereskan semua barang cepat berangkat!" pada saat itu Hui giok menongol keluar dari
kolong meja kedua kitab yang berada di tangannya telah terbuka, mukanya tampak berseri karena
kegirangan, ketika Sun pin seng memandang sekejap wajahnya tahulah jago tua ini bahwa anak
muda itu telah mengetahui rahasia kitab tersebut.
Rupanya Hui Giok yang bisu dan tuli tidak memperdulikan lagi kejadain yang berlangsung di
tempat itu, dia terus menerobos ke kolong meja disitu diperiksanya kitab itu dengan seksama
setelah membaca beberapa halaman, tahulah anak itu bahwa isi kitab ini tak lain adalah ajaran ilmu
silat yang tinggi. Sun pin seng berkerut kening, ia tahu harus lekas berangkat, tapi harus kemana"
Ia tahu tujuan laki2 berbaju perak itu membunuh kedua perampok itu adalah utnuk mendapatkan
kedua kitab pusaka itu ditinjau dari kemampuannya, tidak sulit baginya untuk membunuh To pi jin
him dalam sekali gebrakan saja, maka sebentar lagi ia pasti akan kembali lagi kesini untuk
merampas kitab itu. Cepat sun pin seng rampas kedua buku pusaka itu dari Hui giok "Hay thian pit
kip" tempat huruf ini tertera nyata disampul, jantungnya berdetak keras, nafsu serakahnya seketika
timbul. Ketika masih mengawal barang dulu, Ngo hou toan bun to pernah membinasakan orang kedua dari
Sam sat ngo pah suatu gerombolan bandit terkenal di daerah kanglam, sejak kejadian itu ia selalu
hidup sembunyi dan kabur kesana kemari untuk menghindari pembalasan dendam musuh. Ia tak
pernah hidup dalam suasana tenteram lagi, mirip tikus yang tak berani melihat cahaya terang dan
terpaksa hidup menyusup dan menyelinap ditengah kegelapan tapi sekarang dua jilid kitab pusaka
itu telah berada di tangannya, dengan benda ini ia dapat mengubah nasibnya asalkan isi kitab
berhasil ia kuasai, maka selanjutnya ia tak perlu takut kepada siapapun juga. Senyuman tersungging
di ujung bibirnya, ia tak ragu2 lagi segera ia berkata " Pengji, cepat berangkat !"
Ia pegang Hui Giok dan lari keluar warung tersebut, cepat mereka naik ke atas kuda milik To pi jin
him dan kim bin wito yang tertinggal itu, lebih dulu ia pecut kuda tunggangan kimpeng lalu kuda
mereka pun dilarikan dengan cepat. Tindakan ini sama sekali di luar dugaan Hui Giok, waktu itu ia
setengah dikempit dan melintang di depan kuda Sun Pinceng ia menyaksikan Sun lotia telah
memasukkan kedua jilid kitab pusaka itu ke dalam bajunya.
Dalam keadaan begini, banyak hal yang ia tanyakan tapi ia tak dapat berbicara diam ia gusar dan
benci pada diri sendiri, mengapa begitu jelek nasibnya sehingga setiap kali harus menyerah dan
dipermainkan tanpa bisa melawan sedikitpun.
Sekalipun dia sudah terbiasa dihina, tapi kesedihan hatinya sekarang benar tak terperikan. Langit
sudah terang, sang surya sudah memancarkan sinarnya, tapi masih sedikit orang yang berlalu lalang
di jalan raya, kedua ekor kuda itu kabur dengan kencangnya debu mengepul menciptakan gumpalan
awan tebal. Sun kimpeng pandai menunggang kuda tapi sekarang ia tak dapat mengendalikan binatang. Kuda
itu kabur dengan cepatnya karena kesakitan pukulan ayahnya tai membuat binatang itu agak liar dan
tak terkendalikan. Beberapa kali nona itu berpaling ke belakang sayang lari kudanya terlampau
cepat tiada sesuatu apapun yang terlihat malahan nyaris ia terguling dari kudanya.
Kedua ekor kuda itu adalah kuda jempolan jenis pilihan sekalipun telah berlarian sekian lama sama
sekali tak nampak kehabisan tenaga, hanya sekejap kemudian sudah jauh meninggalkan tempat tadi.
Kadang2 Ngo hou toan bun to Sun Pin berpaling ke belakang, ketika dilihatnya tak seorang pun
yang menyusulnya, diam2 ia merasa girang dua kaki mana bisa lebih cepat daripada empat kaki,
demikian pikirnya. Dirabanya kedua jilid kitab Hay Thian pit kip dalam sakunya dengan tangan
kiri, lalu melirik Hui Giok yang dikempitnya nafsu serakahnya makin memuncak, tiba2 timbul
niatnya. Hakekatnya ia memelihara Hui Giok bukan tiada maksud tertentu, sekalipun ada juga sedikit rasa
kasihannya, tapi yang lebih banyak adalah dia bisa memperoleh seseorang pembantu yang diperas
tenaganya tanpa dibayar, jadi bukannya dia menerima anak muda itu dengan maksud baik yang
murni. Maka ketika ingatan jahat terlintas dalam benaknya, ia melirik sekejap ke arah Sun kimpeng
yang sedang kabur di depan itu, tangan kanannya terus membuang ke samping. Sedikit banyak Sun
kimpeng pun dapat menerka maksud hati sang ayah, tapi mimpipun tak disangkanya ayah akan
bertindak sekeji itu dan tak berperikemanusiaan terhadap pemuda cacat yang hidup sebatangkara.
Diantara derap kaki kuda yang ramai ia mendengar ada benda berat jatuh di belakang, cepat ia
berpaling untuk mengetahui apa yang terjadi tapi saat itulah suatu pukulan kembali menghajar
pantat kudanya. Karena pukulan yang cukup keras itu, kuda yang masih kesakitan akibat pukulan
pertama tadi itu segera meringkik panjang dan membedal semakin cepat lagi. Walau begitu Sun
kimpeng masih sempat melirik sekejap ke belakang, sekilas ia lihat bayangan Hui Giok telah lenyap
dari pangkuan ayahnya. Bagaimana perasaannya ketika itu sulit dilukiskan. Kedua ekor kuda itu
masih membedal dengan cepatnya, seakan2 tidak merasakan kepedihan hati nona itu, seolah2 tidak
kenal kasihan, larinya malah bertambah kencang. Jalan raya yang lurus ke depan itu agak menikung
ujungnya hanya sekejap kedua ekor kuda itu sudah lenyap dibalik tikungan sana.
Matahari seperti hari2 biasa menyinari pepohonan, menyoroti jalan raya dan wajah Hui Giok yang
terkapar di tepi jalan. Setelah didorong dari atas kuda oleh Sun Pin tadi kepalanya menumbuk batu
yang berserakan dijalan, ia terguling beberapa kali dan akhirnya semaput di tepi jalan di atas
rerumputan. Sekarang ia telah sadar kembali, cahaya sang surya menyilaukan matanya, ia berkedip
dan dikucak matanya dengan tangannya ia merasa lemas ruas tulang empat anggota badannya
seperti terlepas semua, sedikit saja bergerak terasa sakit bukan alang kepalang. Dia menggeser
kepalanya dengan menahan rasa sakit, menghindari sinar matahari yang menyilaukan sesaat itu
benaknya terasa kosong, apapun tak bisa terpikir olehnya, apapun tak ingin dipikir olehnya.
Sejak ia mulai tahu urusan sampai detik ini, yang dialaminya hampir boleh dibilang hanya
kemalangan, tapi semua itu tidak menjadikan dia membenci langit dan bumi, juga tidak benci
kepada orang lain, ia hanya benci pada dirinya sendiri. Ia benci ketidak becusan sendiri, mengapa
pekerjaan yang dapat dilakukan orang lain tak dia lakukan" Ia menyesal pada kebodohan sendiri
terhadap penghinaan, siksaan dan ketidak-adilan yang dilontarkan orang lain atas dirinya, ia
menerima dan merasakannya dengan pasrah nasib, ia hanya berharap pada suatu ketika akan
mengalami perubahan, agar orang lain lebih menghargai dirinya.
Dendam" Benci kata semacam itu tak pernah ada dalam kamus dirinya, boleh dibilang ia merasa
asing dan tak mengerti apa artinya ia sudah merasa puas bila orang lain jangan menganiaya dirinya
lagi, sedang ia sendiri tak pernah berpikir akan merecoki orang lain, apalagi menganiaya dan
menghina mereka. Meskipun penderitaan telah dialaminya cukup lama, sekalipun berulang kali ia
mengalami peristiwa yang tragis, iapun mulai kenal kelicikan serta kebusukan hati manusia, namun
ia sendiri masih mencintai manusia ia masih berharap orang lain dapat pula menyayangi dirinya.
Tentang peristiwa Sun lotia, Hui Giok bukan orang bodoh, tentu saja ia tahu sebabnya kakek itu
tega melemparinya ke tepi jalan hanya dikarenakan kedua jilid kita itu, dia bukan anak dungu kini
mungkin dia lebih memahami watak manusia daripada orang lain.
Namun Hui Giok tak ingin mengingat peristiwa itu, dia hanya akan mengingat selalu kebaikan
orang terhadap dirinya, dia Cuma mau mengingat Sun Lotia bersedia memeliharanya membawa dia
pergi mengembara dan mencari pengalaman dan memberi pula kehangatan dan kehormatan hidup
terutama sepasang mata yang jeli itu. Tidak terbatas sampai di situ saja rasa terima kasihnya, dia
malah bersyukur kak
Harpa Iblis Jari Sakti 24 Dewi Ular Karya Kho Ping Hoo Jodoh Rajawali 4