Pencarian

Pendekar Satu Jurus 3

Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L Bagian 3


ek itu hanya melemparkan dirinya ke tepi jalan, bukan membinasakannya
sekaligus, sebab ia mengerti, andaikata orang itu berniat membunuhnya ini bisa dilakukan dengan
gampang, dan mungkin pada saat ia sudah menggeletak tak bernyawa lagi. Tapi kenyataan
berbaring dengan tenangnya di atas rumput di tepi jalan, sekalipun ada beberapa ekor kuda lewat
disampingnya ia tak mendengar apa2.
Waktu itu merasakan suatu ketenangan hidup yang luar biasa, ia merasa dirinya seakan2 sudah
tidak berada di alam semesta ini, meski langit dan bumi amat luas, ia merasa seperti hidup sendirian
tak seorangpun yang menggubrisnya. Itulah rasa kesepian yang luar biasa, tapi ia masih bersyukur
kepada Tuhan dia masih memberi sepasang mata kepadanya agar dia dapat menyaksikan alam
semesta yang serba indah ini, karena sampai detik ini, dia masih mencintai nyawanya, dia masih
sayang pada kehidupannya. Bagi seorang manusia yang pemberani dan tawakal dalam kehidupan
selamanya memang indah. Seekor cacing menongolkan kepalanya dari tanah sambil berliuk2
keluarlah seluruh badannya tiba2 seekor cacing merayap ke atas cacing tersebut dan berhenti di situ.
Diam2 Hui Giok tersenyum, ia tahu asal cacing membalikkan badannya, semut itu niscaya akan
terlempar jatuh atau akan tertindih di bawahnya. Menyaksikan adegan itu tanpa terasa anak muda
itu bertanya pada diri sendiri: "Sebenarnya cacing itu tidak mau membalikkan atau tak
membalikkan badannya, atau mungkin badannya sudah sedemikian kakunya sehingga sama sekali
tak dirasakan adanya semut itu?" sebelum pertanyaan itu memperoleh jawaban cacing itu kembali
menyurut masuk ke dalam tanah sedang semut tadi tertinggal di atas permukaan tanah, tapi pada
saat itulah tiba2 muncul sebuah telapak kaki yang besar menginjak semut itu. Sepatu itu terbuat dari
kain. Jubah orang itu terbuat berwarna keperakan tanpa berpaling Hui Giok tahu milik siapakah
kaki itu. Walaupun ia sudah tahu siapakah orang itu tapi tetap tak tahan rasa ingin tahunya, dia
berpaling memandang ke atas kaki ke badan dan wajahnya. Orang itu masih berwajah angkuh,
dingin dan tampan seperti dulu, saat itu matanya yang tajam sedang menatap Hui Giok juga.
Orang itu bungkukkan badan dan menarik bangun Hui Giok sekalipun Hui Giok kesakitan luar
biasa oleh tarikan itu, dan seakan2 badannya mau retak semua tapi Hui Giok tetap menggertak
giginya dan bertahan sekuatnya. Dia tak mau kelihatan lemah, senyuman orang sinis itu menggugah
semangat jantannya, ia lebih suka tersiksa daripada harus menerima penghinaan, ia tak mau orang
lain menganggapnya sebagai pemuda yang tak berguna. Ia coba berpaling pula, kali ini tak perlu
menengadah lagi karena orang itu persis berdiri di depannya karena iapun sudah berdiri, sekarang
biarpun martil menghantam kepalanya, anak muda itu takkan roboh lagi. Dengan tajam laki2 itu
mengamatinya dari atas sampai bawah kaki, Hui Giok membusungkan dada tiada rasa takut
sedikitpun sebab ia merasa tiada yang perlu ditakuti lagi.
Sebelum Hui giok berpikir lebih jauh tiba2 sikutnya dipegang orang itu, anak muda itu merasa
tubuhnya seolah2 jadi ringan, begitu orang itu putar badan, serta merta iapun ikut berputar. Ketika
orang itu melangkah ke depan dan berjalan di tengah raya, Hui Giok merasa badannya melayang
diikutinya ke mana orang itu pergi, seakan2 tubuhnya menempel di tubuh orang itu, ia seperti tak
bertenaga lagi dan tak dapat mengendalikan diri. Dia tak tahu laki2 itu akan membawanya kemana
lebih tak tahu apa yang hendak dilakukan orang itu terhadap dirinya, namun ia tak takut meskipun
dia cinta kehidupan tapi iapun tidak takut menghadapi kematian. Dalam keadaan yang bagaimana
buruknya, ia hanya merasa terhina merasa malu, tapi belum pernah merasa takut. Ia tak tahu apakah
manusia sebahagia dirinya ini"
Satu hal cukup yakin pada dirinya sendiri, ia tak pernah putus asa, baik sewaktu berada di loteng
kecil yang sempit dan gelap, sewaktu menghadapi si gemuk sewaktu dikerubut kaum berandalan di
kota, ketika menghadapi maut ditangan paman Leng, di kamar penginapan, ia tak pernah putus asa
terhadap masa depannya tak pernah mengeluh pada kesengsaraan dan kejelekan nasibnya.
Meskipun pengalamannya itu sangat tragis, tapi tidak membuatnya putus asa dan kecewa malahan
mengobarkan keberaniannya untuk hidup. Demikian pula keadaan sekarang, seperti yang sudah2 ia
tetap menerima penderitaannya yang sebentar lagi mungkin akan menimpa dirinya, ia akan meronta
dan berjuang dengan segala keberaniannya untuk menghadapi semua itu. Banyak kereta dan orang
yang berlalu lintas di jalan itu, sebab jalan ini memang jalan lintas antar kota perdagangan, ketika
orang berjumpa dengan Hui Giok dan laki2 berjubah perak itu, semuanya berpaling dan
memperhatikan sekejap. Memang jarang ada orang yang berjubah keperakan begitu, apalagi raut
mukanya yang luar biasa, pantas kalau menarik perhatian orang. Akhirnya mereka tiba di jalan
persimpangan tiga, Hui Giok berbelok ke jalan sebelah kanan mengikuti laki2 itu, ia tak tahu akan
sampai dimanakah dengan melalui jalan tersebut.
Baru beberapa langkah mereka berjalan, tiba2 laki2 itu menghentikan perjalanannya dan kembali ke
tempat semula, lalu berhenti tepat di persimpangan tiga tadi. Hui Giok keheranan sayang ia tak
dapat bertanya, hanya sempat melirik sekejap ke bawah orang itu. Seperti biasa mukanya tetap
dingin, kaku dan sinis. "Mungkinkah dia tak punya perasaan......" Hui Giok bertanya kepada diri
sendiri. "Ai, betapa senangnya bila ku tiru dia, bila aku tidak memikirkan persoalan apapun,
bukankah semua kemurungan dan kekesalan akan lenyap dengan sendirinya."
Betapapun Hui Giok memang masih muda, ia tak tahu, justru semakin dingin air muka seseorang
semakin banyak kemurungan serta kekesalan yang terpendam di dalam hati.
Laki2 berbaju perak itu tak pernah memperhatikan Hui Giok, ia berdiri dengan memandang ke
angkasa entah apa yang dipikirkan dalam keadaan begini Hui Giok hanya bisa menirukan sikap
orang, ikut menengadah dan memandang langit yang biru, awan putih yang bergerak terhembus
angin....." Udara yang cerah dan nyaman...." Pikiran Hui giok ikut melayang2, melayang pada
orang2 yang pernah dikenalnya, pada masa mudanya, masa muda yang seharusnya paling indah tapi
Hui Giok..... " Liong hu, Wi Yang.......Liong hui......." Teriakan nyaring berkumandang dari kejauhan. Itulah
suara teriakan pembuka jalan rombongan pengawal barang, bila Hui giok dapat mendengar dia akan
segera mengenali suara si peneriak itu, jago persilatan dari golongan hitam maupun putih juga akan
segera mengetahui siapa gerangan yang berteriak itu. Memang benar, sebab rombongan itu sangat
tersohor dalam dunia persilatan dewasa ini itulah rombongan pengawal barang dari Hui liong
piaukiok. Sedang sesaat kemudian, debu mengepul dari jalan sebelah kiri, muncul seekor kuda
bagus, setiba di persimpangan jalan si penunggang kuda itu menarik tali kudanya, sambil meringkik
panjang kuda itu berdiri menegak, lalu putar badan dan kabur kembali ke arah semula.
Setelah peneriak jalan itu, kemudian muncul dua ekor kuda gagah perkasa si penunggang kudanya
sekilas pandang orang akan tahu bahwa mereka adalah Piautau pemimpin yang memimpin
rombongan tersebut. Air muka laki2 berbaju perak itu sama sekali tak berubah, ditunggunya sampai
kedua ekor kuda itu tiba di depannya baru melangkah ke depan dan menghadang di tengah jalan.
Kiranya tadi dia mendengar suara teriakan itu maka dia sengaja balik ke persimpangan jalan itu dan
menunggu tibanya rombongan tersebut, tujuannya tak lain hanya meminjam kuda dari rombongan
tersebut. Hal ini disebabkan ia sedang membawa Hui Giok menunggang kuda akan lebih leluasa
daripada berlarian sambil menghimpit tubuh seseorang.
Kemunculan secara mendadak itu sangat mengejutkan kedua orang piausu tadi, air muka mereka
berubah hebat, maklumlah, biasanya kecuali kaum perampok atau orang yang sengaja mencari
perkara, jarang ada yang berani menghadang jalan lewat rombongan besar tadi. Sementara kedua
orang piausu itu merasa kaget, laki2 berbaju perak itu mengerling mereka dengan sinar mata
sedingin es, kemudian menegur " Tolong pinjamkan kedua ekor kuda itu kepadaku satu bulan
kemudian kuda itu pasti akan kukembalikan ke kantor perusahaan kalian, tidak perlu kuatir."
Dengan penuh perhatian kedua orang piausu itu mengamati lawannya, tatkala secara tiba2
dilihatnya Hui Giok berada disitu, kedua orang itu terkesiap.
Hui Giok juga sudah melihat kedua piausu tersebut, diam2 ia mengeluh di hati. Sejak kabur dari
Hui Liong piaukiok ia tak ingin berjumpa lagi dengan orang2 dari perusahaan itu, terutama berada
dalam keadaan yang mengenaskan seperti sekarang. Kedua piausu ini cukup dikenal oleh anak
muda itu, sebab ia tak lain adalah orang2 kepercayaan Liong hen pat ciang Tham beng dalam
perusahaan Hui liong piaukiok, terutama salah satu diantaranya yang bernama Koay be sin to
(Golok sakti kuda cepat) Kiong cing yang dia adalah anak buah Tham beng yang paling disayang
mereka dapat keluar masuk dengan bebas dirumah Tham Beng, tentu mereka kenal baik dengan Hui
Giok. Hui Giok minggat dari kompleks perusahaan liong heng pat ciang Tham Beng pernah marah2
karena peristiwa ini kedua itu jadi kaget karena melihat Hui giok di sini karena hal ini mereka tidak
memperhatikan perkataan si sastrawan jubah perak tadi. Koay be sin to Kion cing yang saling
pandang sekejap dengan Pat kwa ciang (pukulan pat kwa) Liu Hui, kemudian piausu she Kiong itu
melompat dari kudanya, sambil terbahak2 dihampirinya anak muda itu, tegurnya dengan lantang " "
Hui Lote, kenapa kau muncul di tempat ini" Tahukah kau betapa kesal dan paniknya Tham cong
piautau karena kepergianmu" Hui lote leibh baik kaupulang saja, dunia persilatan terlampau bahaya
bagimu, kalau sampai tertipu orang jahat, bisa berabe kau!"
Hui Giok tundukkan kepalanya rendah2 andaikata siku kirinya tidak dicengkeram laki23 berbaju
perak itu hingga badan sama sekali tak dapat berkutik, mungkin sejak tadi ia sudah mengeluyur
pergi sejauh2nya. Kini dia Cuma tertunduk sambil memandang sepatunya yang telah berlubang,
sepatu itu membuat ia merasa malu dan serba salah. Laki2 berbaju perak itu mengerut dahinya, dia
bersama melompat lebih beberapa depa dan menghadang Koay be sin tong. "Kau dengar tidak apa
yang kukatakan!" jawab dia dengan tak sabar. Koay be sintong hanya merasa pandangannya kabur
tahu orang telah berada di depan hidungnya. Ia terkejut namun sebagai jago kawakan perasaan
tersebut dikendalikannya ia balas menatap laki2 itu kemudian dengan terbahak2 sahutnya sambil
menjura " Sobat ini tentulah teman Hui Lote kami ini ya" Saudara kami ini masih terlampau muda
dan tak tahu urusan, terima kasih banyak atas kesediaanmu utnuk memperhatikannya, bila kejadian
ini kami laporkan kepada Tham Cong piautau kami niscaya dia akan bersyukur dan membalas budi
kebaikanmu"
Ia lantas berpaling serunya lagi dengan lantang " Liu heng coba suruh kirim sebuah kereta kemari,
kita harus mengirim kembali Hui lote pulang." Air muka laki2 berbaju perak itu semakin dingin dan
menatap Koay be sin to tanpa berkedip. Kiong cing yang merasa sorot mata orang lebih tajam
daripada pisau, ia berdehem lalu katanya " Aku ini Koay be sin to Kiong cing yang, kebetulan
barang yang kami kawal ini akan menuju ibukota, bila saudara berminat silahkan ikut bersama
kami, bila.....hehehe....." dia tertawa menyambung " Bila engkau merasa kurang leluasa sedikit
banyak masih dapat diberi ongkos jalan bagimu anggaplah sebagai balas jasa kami atas kebaikanmu
jauh2 mengantar Hui Lote sampai ke sini."
Tiba2 senyum menghiasi wajah laki2 berbaju perak yang dingin itu, makin lama senyuman itu
makin lebar, akhirnya dia terbahak2. Hati Kiong cing yang juga semakin mantap tadinya dia masih
sangsi akan maksud kedatangan laki2 berjubah perak itu, tapi sekarang setelah orang tertawa
terbahak2 demi mendengar soal pemberian ongkos, hatinya jadi lega, disangkanya orang itu hanya
sebangsa manusia yang ingin mencari keuntungan belaka, rasa sangsi semula lantas tersapu bersih.
Dia keluarkan sekeping uang perak seberat sepuluh tahil lebih, sambil disodorkan ke depan laki2 itu
ia berkata " Karena lagi melakukan perjalanan jauh, tidak seberapa yang kubawa sebagai bekal,
jumlah sekecil ini harap sobat suka terima sekedar membeli arak!" Nada ucapannya sekarang tidak
seramah dan sesungkan tadi lagi, malahan agak kasar dan mengejek.
Laki2 berbaju perak itu berhenti tertawa, sambil alihkan sorot matanya ke tangan orang ia bertanya
sambil tersenyum " Itu buat aku", " Ah, jumlah yang kecil, harap sobat jangan sungkan2" sahut
Kiong cing yang sambil terbahak2 " Rasanya sudah cukup untuk bersantap sekenyang2nya dirumah
makan Cui gwat lau yang ada di Sik keh ceng!" lalu ia berpaling ke arah Liu hui yang berada di
belakang dan berseru lagi sambil tertawa " Liu heng santapan malam kita beberapa orang kemarin
malam cuma menghabiskan lima tahil perak bukan?" sementara itu Hui giok sedang melirik si laki2
berbaju perak, belum pernah ia saksikan senyuman secerah ini menghiasi wajahnya yang dingin,
diam2 ia sangat heran.
Di lain pihak Koay be sin to sudah tak sabar dirinya berkernyit, diam2 ia menggerutu " Sialan!
Toaya hanya tak ingin menerbitkan gara2 ditengah jalan, kalau tidak, hmm, sekali tendang keluar
kuning telurmu!" dengan tangan kanan tetap memegang siku Hui giok, laki2 berbaju perak itu
ulurkan tangan kirinya ke depan dan berkata " Kalau ini untukku baiklah akan kuterima!" secepat
kilat ia mencengkeram tangan Koay be sin to yang memegang uang perak itu, senyum manis masih
menghiasi wajahnya tapi seketika jeritan kesakitan yang menyayatkan hati menggema di angkasa
tahu2 tangan kanan Koay be sin to sebatas pergelangan tangan sudah terbetot putus oleh gerakan
lawan yang cepat dan sama sekali tak terduga itu. Koay be sin to terhitung jago kawakan tapi
setelah darah keluar dengan derasnya dari kutungan pergelangan tangan itu, kontan ia roboh dan tak
sadarkan diri. Menggigil sekujur badan Hui Giok menyaksikan adegan yang mengerikan itu, demikian pula
dengan Pat kwa Ciang Liu Hui yang masih duduk di atas kudanya, pucat air mukanya saking
ngerinya. "Sobat, apa yang kau lakukan?" bentaknya cepat ia turun dari kudanya dan memburu
maju ke samping Kiong cing yang dan memayang tangannya. Setelah itu ia berpaling dan teriaknya
lagi " Awas, siapkan senjata dan lindungi kereta barang!" senyuman masih tersungging di ujung
bibir laki2 berbaju perak itu, kutungan tangan yang dibetotnya sampai kutung itu masih
dipegangnya, darah berketes membasahi permukaan tanah.
"Aku tak ingin melongok pemberianmu yang sangat berharga itu" demikian ia berkata " Maka
pemberian itu akan kuterima, mengenai uang perak ini.....hahaha, lebih baik untuk kau sendiri!"
telapak tangannya bergerak ke depan, "Sreet" setitik cahaya perak meluncur ke sana tahu2 uang
perak yang berada ditangan kutung itu menyambar ke depan piausu. Cepat dan keras sambaran
uang perak itu dengan membawa suara desingan tajam. Pat kwa ciang Liu hu kaget, ia merasa
sambaran tajam itu mengarah hidungnya, sebisanya ia berkelit, namun tak keburu lagi padahal
hanya disambit dengan gerakan yang sederhana, ternyata tangannya jauh melebihi serangan panah
yang dilepaskan dengan busur. Pecah rasanya nyali Liu hui, sukmanya serasa melayang ke awang2,
ia menggigil karena tak ada harapan lagi untuk menyelamatkan diri.
Siapa tahu waktu cahaya perak itu sampai di depan hidungnya, mendadak benda itu jatuh ke tanah
seakan2 ditarik orang ke bawah dan tepat jatuh di tubuh Koay be sin to Kiong cing-yang yang
semaput itu. Titik cahaya perak itu tidak mengenai tubuh Pat kwa ciang Liu hui, akan tetapi
peristiwa ini sungguh mengejutkan hatinya, hampir dua puluh tahun dia berkelana di dunia
persilatan tak terhitung jago silat yang pernah dijumpainya tapi belum pernah ia ketemu jago yang
bisa menyambit senjata rahasia selihay ini, bahkan mendengarnya belum pernah. Laki2 berbaju
perak itu terbahak2 dia mengeluarkan selembar kertas minyak setelah membungkus kutungan
lengan itu dengan hati2 lalu disimpannya ke dalam baju. Menyaksikan perbuatan lawan itu, hati Pat
kwa ciang Liu hui tergerak, tiba2 teringat olehnya kan seseorang , seketika tangannya jadi lemas dia
tak kuat lagi memayang tubuh rekannya yang semaput itu...Bluk, Kiong cing-yang yang bersandar
pada bahunya itu roboh terkapar di tanah.
Sementara itu ada dua tiga anak buah Hui Liong piaukiok yang sudah mendekati tempat kejadian,
mereka sudah melompat turun dari kudanya dan menghampiri Liu Hui, laki2 berbaju perak itu
hanya memandang mereka dengan senyum dikulum bahkan senyumannya itu makin lama makin
lebar. Melihat itu Pat kwa ciang Liu Hui semakin menggigil ketakutan. Hal ini membuat Hui Giok
yang berdiri disamping jadi keheranan, belum pernah peristiwa ini ditemuinya selama ini, sebab ia
tahu bukan saja Liong heng pat ciang Tham Beng terhitung seorang tokoh dunia persilatan, Piausu
yang bergabung dalam perusahaan Hui Liong piaukiok juga orang kenamaan di dunia kang ouw.
Tapi sekarang Pat kwa ciang Liu Hui telah unjuk rasa ketakutan, seakan2 takut jiwanya bakal
dicabut oleh gerakan tangan laki2 berbaju perak tadi.
Laki2 berbaju perak itu tersenyum, tiba2 katanya " Setelah kuterima pemberian Kiong toa piautau
tadi apakah sekarang kaupun hendak menyajikan sesuatu bagiku!" Hijau muka Pat Kwa ciang Liu
Hui mendadak ia menghela napas panjang dan menyahut " Aku betul2 punya mata tapi tak bisa
melihat, ternyata kehadiran Locianpwe tidak kami ketahui. Ai, hakikatnya kami tak menyangka
kalau secara tiba2 saja locianpwe akan muncul di sini, sekarang setelah Wanpwe mengetahui siapa
gerangan locianpwe ini tentu saja Wanpwe tak berani bertindak sembrono lagi, apa yang locianpwe
katakan, pasti akan Wanpwe turut tanpa membantah!" mendengar perkataan itu tergelaklah laki2
berbaju perak itu, sementara beberapa anak buah Piaukiok yang hadir di situ berdiri melengong
belum pernah mereka lihat Liu piautau mereka mengucapkan kata2 yang demikian merendah dan
ketakutan. "Kalau sudah kenal aku, akupun tak akan menyusahkanmu," kata laki2 berbaju perak itu, "meski
begitu, hendak ku pinjam mulutmu untuk menyiarkan kata2ku ini ke seluruh dunia persilatan.
Katakan bahwa jumlah seribu tangan yang ku kumpulkan sudah hampir penuh, tapi belum berarti
sudah penuh seluruhnya hati2lah bagi sobat dunia persilatan yang tangannya berlepotan darah."
Setelah berhenti sebentar, katanya lagi " Sekarang ingin ku pinjam dua ekor kuda kalian untuk
sementara waktu! Sekembalinya dari sini beritahu kepada orang she Tham aku telah membawa
pergi pemuda She Hui kalau dia ingin mengatakan sesuatu silakan berurusan langsung dengan aku.
Dalam tiga bulan mendatang, aku akan selalu tinggal di perkampungan Cip sian san ceng di kota
Peng an jika orang she Tham ingin kembali bocah ini dan kudanya, cari saja aku di perkampungan
tersebut!"
Pat kwa ciang mengiakan berulang kali beberapa orang anggota piaukiok itupun termasuk jago
kawakan dunia persilatan, setelah mendengar perkataan itu, merekapun tunduk kepala rendah2
sekarang mereka telah mengetahui bahwa orang berbaju perak itu tak lain adalah Jian jiu suseng
yang termasyhur, selama ini orang di dunia persilatan tak berani membangkang atau membantah
setiap ucapan Jian jiu suseng, mereka hanya merasa heran Jian Jiu suseng yang selamanya sukar
diketahui jejaknya ini bersikap luar biasa ia telah memberitahu tempat tinggalnya secara terbuka.
Tentu saja rasa heran itu hanya mereka pendam didalam hati, tak seorangpun berani bertanya,
mereka kuatir nyawanya akan ikut melayang karena cerewet.
Pat kwa ciang Liu hui membisikkan sesuatu telinga seorang anak buahnya, orang itu segera berlalu
dari situ, selang sejenak orang itu kembali dengan membawa dua ekor kuda dan diserahkan kepada
Jian Jiu suseng. Jian jiu suseng tidak bicara lagi dia raih tali kendali kuda itu, segera Hui giok
merasakan tubuhnya seakan2 melayang di awang2 sebelum tahu apa yang terjadi, tahu2 dia sudah
duduk di atas pelana kuda. Sampai kini anak muda itu masih belum tahu siapa gerangan laki2
berbaju perak itu" Apa pula tujuannya membawa dia pergi" Tapi ada satu hal dapat ditebaknya
olehnya, laki2 berbaju perak itu pasti mempunyai sangkut paut yang erat dengan kedua kitab pusaka
tersebut. Dari tindak tanduk si laki2 berbaju perak yang dingin, keji dan tak kenal ampun, ia mulai
menguatirkan keselamatan Sun kimpeng dan ayahnya diam2 dia berdoa semoga Sun kimpeng dan
ayahnya tidak sampai tertangkap dan disiksa oleh orang ini, tak dapat dibayangkan bagaimana
jadinya andaikata kedua orang itu sampai tertangkap.
Dengan pandangan yang dingin Jian jiu suseng menatap sekejap wajah Pat kwa ciang dan anak
buahnya entah cara bagaimana, begitu enteng dan cepat gerakan tubuh orang itu, sampai Pat kwa
ciang Liu hui juga tak sempat melihat jelas, tahu2 orang itu sudah berada di atas kudanya. Sesudah
bayangan orang itu dan Hui giok lenyap di balik tikungan sana, Pat kwa ciang Liu hui baru
menghembuskan napas lega, iapun memayang Kiong cing-yan yang terluka parah dan
dimasukannya ke dalam sebuah kereta. Rombongan itu bergerak maju lagi, hanya sekarang teriakan
si pembuka jalan itu tidak selantang dan senyaring tadi lagi. Menunggang kuda adalah pekerjaan
yang menyiksa Hui giok dia memang dibesarkan oleh kaum piaukiok akan tetapi sampai sebesar ini
tak sekalipun ia pernah naik kuda.
Dan kini , terpaksa ia mesti duduk diatas pelana kuda sambil menggertak gigi, kedua kakinya
mengempit punggung kuda itu erat2 tapi karena kuda itu larinya cepat, ia merasa kakinya pedas dan
sakit. Dimasa lalu setiap kali ia lihat orang lain menunggang kuda dalam hati kecilnya selalu timbul
perasaan kagum, tapi sekarang ia merasakan sendiri bahwa hal ini bukanlah suatu pekerjaan yang
patut dikagumi, bahkan ia merasa bukan dialah yang menunggang kuda melainkan kuda yang
menunggang dia, sebab ia sama sekali tak dapat mengendalikan kuda itu, adalah kuda itulah yang
mengendalikan dia. Sekalipun demikian, semua penderitaan itu hanya dipendamnya didalam hati,
sampai sekarang laki2 berbaju perak itu tak pernah mengucapkan sepatah katapun, atau melakukan
suatu gerakan tangan bahkan melirik sekejap ke arahnya tidak. Orang seakan2 telah menentukan


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nasib dan kehidupannya.
Kembali kedua ekor kuda itu menempuh perjalanan jauh, tiba jalan itu mulai menikung ke kanan
Hui Giok merasa jalan itu mulai menikung ke kanan Hui giok merasa jalan itu kian lama kian
bertambah lebar, tapi makin sedikit orang yang berlalu lalang. Setengah seperminuman the
kemudian mereka tiba di depan hutan yang lebat, kini masih musim panas, sekujur tubuh Hui giok
sudah basah oleh keringat, ia baru dapat menghembuskan napas lega setelah memasuki hutan ini.
Dalam hutan itupun terbentang sebuah jalanan berbatu, baru setengah jalan dilalui, samar2 Hui giok
melihat ada bayangan bangunan rumah dibalik pepohonan di sana.
Memang sudah banyak kejadian aneh yang dialami Hui giok semenjak dia kabur dari Hui liong
piaukiok tapi diantara semua kejadian itu pengalaman sekarang inilah yang dirasakan paling aneh.
Ia tak dapat menerka apa sebabnya laki2 berbaju perak itu bersikap demikian terhadapnya kalau
dikatakan bermaksud jahat, rasanya orang itu tak perlu bersusah payah melakukan semua itu cukup
sekali ayun tangannya, habislah riwayatnya. Tapi kalau dikatakan ia tak bermaksud jahat, tidaklah
orang itu berbuat demikian atas dirinya. Banyak sudah kejadian tragis yang dialami anak muda ini,
pada setiap kejadian ia tak berani berpikir pada bagian baiknya, sebab pada hakikatnya kejadian
yang dialami serta tindak tanduk laki2 berbaju perak yang disaksikan tidak mengizinkan dirinya
membayangkan hal2 yang baik saja. Sambil duduk di atas kuda, berbagai ingatan berkecamuk
dalam benaknya, ia menghela napas lalu berpikir " Ai, orang ini pastilah bermaksud menanyai kitab
pusaka tersebut maka aku dibawa kemari, tapi kedua jilid kitab itu sudah berada di tangan Sun lotia,
aku sendiri tak tahu kemanakah ia berada saat ini?"
Setelah berada dalam hutan kuda itu berjalan makin pelan dan akhirnya berhenti laki2 berbaju perak
itu melintangkan kudanya tepat di hadapan anak muda itu, dengan tatapan yang tajam dia awasi Hui
giok sekali lagi, tiba2 ia menjulurkan tangan kanan ke bawah, dari balik baju jubahnya yang
longgar segera muncul dua jilid kitab. Ketika Jian jiu suseng mengangsurkan kedua kitab itu ke
depannya, seketika Hui giok merasa peredaran darah dalam tubuhnya seolah2 berhenti. Kedua jilid
kitab yang berada ditangan Jian jiu suseng tak lain adalah kedua kitab kumal miliknya yang telah
dirampas oleh Sun lotia itu, sampul kitab itu berwarna hitam dan sudah hapal rasanya Hui giok
dengan bentuk kitab tersebut, tak perlu mengamatinya lebih teliti ia lantas tahu bahwa kitab itu
adalah miliknya.
Kepalanya seketika terasa pening. Bahwa kedua jilid kitab itu tiba2 bisa muncul ditangan laki2
berbaju perak ini dapat ditarik kesimpulan bahwa nasib Sun lotia berdua tentu lebih banyak
celakanya daripada selamatnya, orang ini amat keji, tak mungkin Sun lotia dibiarkan pergi dengan
begitu saja. Terbayang olehnya sepasang mata Sun kimpeng yang jeli, sinar mata yang bening dan
penuh kehangatan seakan2 muncul dari delapan penjuru dan bersama2 mengalir ke lubuk hatinya,
tubuhnya seperti melayang di udara, pikirannya seperti terhenti. Dalam sekejap itu langit terasa
berubah warna. Sampul kitab pusaka yang berwarna hitam itu seperti penuh berlepotan darah, darah
itu berasal dari tubuh mereka yang pernah menyayangi Hui Giok, bedanya mungkin sekarang
mereka tidak menyayangi Hui Giok lagi, sedang anak muda itu tetap menyayangi mereka.
Hakikatnya sudah terlampau banyak penderitaan yang dialami anak muda itu, demikian banyaknya
hingga cukup mengubah rasa kasih sayangnya menjadi suatu sikap yang dingin, tapi kenyataannya
telah disebabkan ia lebih cerdik daripada orang lain atau lebih bodoh, penderitaan yang dialaminya
ini bukan saja tidak mengurangi keberaniannya untuk menentang hidup, juga tidak mendinginkan
kehangatan jiwanya, sekalipun orang lain bersikap dingin dan kejam padanya, tapi dia tetap
menyayangi mereka. Sekarang ia duduk di atas kuda, dia harus menjaga keseimbangan sendiri agar
tidak terlempar jatuh dari kudanya. Tiba2 angin menghembus, mengibarkan ujung baju Jian jiu
suseng dan menyingkap pula halaman kedua kitab yang dipegangnya. Pandangan Hui giok dari
kedua jilid kitab yang telah banyak mendatangkan bencana baginya itu beralih ke atas tubuh laki2
baju perak yang angkuh itu, ia lihat wajah Jian jiu suseng yang dingin dan kaku itu kini
menampilkan senyuman yang hangat.
"Kehangatan" adalah sesuatu yang sangat didambakan oleh Hui giok, cepat ia menengadah dengan
beraninya ia menatap wajah laki2 berbaju perak yang kaku itu, ketika sinar mata mereka saling
bertemu, Hui giok merasakan bahwa di balik tatapan yang dingin itu ternyata masih mengandung
kehangatan serta perasaan sebagai manusia umumnya, Cuma ia tak dapat menerangkan makna apa
yang terkandung didalam perasaan itu. Betapa besar keinginan Hui giok untuk mendengar sesuatu,
mengutarakan sesuatu, karena banyak persoalan yang memenuhi benaknya saat ini,k ia sangat
berharap akan segera memperoleh jawaban dan penjelasan. Maka sesudah termenung sebentar, ia
menuding kedua jilid kitab itu, hanya sayang tak dapat membuat kode tangan untuk melukiskan
maksud hatinya itu, ia tak tahu gerakan tangan macam apakah yang harus dilakukan agar orang itu
bisa memahami apa kehendaknya.
Selagi anak muda itu kebingungan sendiri saat itulah mendadak segulungan angin tajam menyambit
lewat kanan jalanan itu, sret, kedua jilid kitab yang berada di tangan Jian jiu suseng itu tiba2
terembus jatuh ke tanah, bukan begitu saja Hui giok yang duduk di atas pelananya ikut berguncang
keras, ia tak dapat menguasai diri dan Bluk, iapun terjatuh dari atas kuda. Bersama dengan
robohnya Hui giok, sesosok bayangan manusia dengan cepat menyusup keluar dari hutan sebelah
kiri dan melayang ke depan kuda itu, kedua jilid kitab yang baru terjatuh ke bawah disambarnya
lalu dengan melewati bawah perut kuda bayangan itu menyusup kembali ke dalam hutan sebelah
kanan. Sungguh sukar untuk melukiskan betapa cepat beberapa kejadian itu yang hampir
berlangsung bersamaan waktunya, sejak munculnya hembusan angin kencang, jatuhnya kitab,
jatuhnya Hui giok serta munculnya bayangan manusia.
Sementara Hui giok merasakan bayangan itu baru berkelebat lantas hilang lagi, tapi hanya tertawa
dingin saja Jian Jiu suseng mendadak iapun berkelebat ke muka, secepat anak panah ia menerobos
masuk ke dalam hutan. Mata Hui giok cukup tajam, namun ia tak sempat mengikuti semua kejadian
itu sekaligus, dia meronta bangun dan coba memeriksa keadaan di sekeliling tempat itu, namun
tiada seorangpun yang kelihatan pepohonan bergoyang terhembus angin bangunan megah dibalik
kerimbunan pohon sana masih berdiri dengan angkernya, hanya manusianya yang telah berubah
hanya peristiwanya yang, meski sama sekali tidak mempengaruhi alam di sekelilingnya.
Sambil meraba pantatnya yang sakit, pikiran anak muda itu menjadi bimbang, ia tak tahu mengapa
timbul peristiwa ini dan untuk apakah kejadian itu, sekalipun berbagai kejadian itu mempengaruhi
hidupnya bahkan sangat merugikan dirinya, namun ia hanya bisa menerimanya dengan
membungkam sebab kecuali berbuat demikian dia tak tahu apa yang harus dilakukannya.
Macam2 tanda tanya memenuhi benaknya, seperti tertindih batu besar yang menyesakkan napas.
Dia masih ingat ketika masih kecil ayahnya pernah berkata begini kepadanya "Orang yang pintar
takkan mengenang masa lalu, terlalu mengharapkan masa mendatang, tapi melalaikan masa
sekarang." Kini meski ia tak pernah mengenang masa lalu sebab memang tiada kejadian yang
pantas dikenang, tak pernah mengharapkan apa2 pada masa mendatang, tapi sekarang bukankah
saat inipun keadaannya hampa belaka dan tak punya apa2. pemuda itu menghela napas ia
merangkak naik ke atas kudanya dengan pikiran kosong, ia berjanji pada diri sendiri, asal ada satu
tujuan yang ia kejar maka ia akan berjuang dengan segala kemampuan yang dimilikinya untuk
mencapai tujuan tersebut.
Sekalipun harus menderita, harus mengalami banyak percobaan dia tak akan mengerutkan dahi.
Membalas dendam bagi ayahnya" Soal ini memang terukir dalam2 di lubuk hatinya, tapi sudah
terlampau jauh untuk dipikir lagi sebab ia tahu membunuh ayahnya telah tewas di tang Tiong ciu it
kiam sekalipun begitu pengalamannya yang selalu dihina, dicemoohkan dan dianiaya kini telah
berubah menjadi suatu beban pikiran yang maha berat. Terhadap cita2nya sendiri senyuman Tham
bun ki serta kerlingan Sun kimpeng semuanya itu menjadi beban yang harus dipikulnya dan terasa
semakin berat. Tapi semuanya itu rasanya tak bisa diharapkan, memangnya apa yang dapat ia
lakukan untuk semuanya itu" Kecuali kepercayaan terhadap nasibnya sendiri, pemuda yang
sebatang kara ini tidak memiliki apa2 tidak mempunyai kepandaian apa2.
Kuda itu berjalan perlahan keluar dari hutan ia sendiripun tak tahu kemana akan pergi" Setelah
mengikuti jalan itu, akhirnya ia muncul lagi di persimpangan tiga tadi, dengan termangu2
ditatapnya kedua arah jalan yang belum ditempuhnya tadi akhirnya sambil menggigit bibir ia
memilih arah jalan yang lurus ke depan. Tapi kuda itu mendadak tak mau turut perintah kuda
tersebut justru bersikeras membelok arah yang lain menghadapi kejadian begini Hui giok jadi
gemas, tali kendali kuda ditariknya kencang dipaksanya kuda itu melalui jalan pilihannya.
Akan tetapi kuda itu meringkik panjang kedua kaki depan tiba2 diangkat ke atas sehingga Hui giok
jatuh terperosot ke bawah, kemudian kabur sekencang2nya. Mendongkol hati pemuda itu, ia sambit
kuda itu dengan batu, tapi kuda itu sudah kabur jauh batunya hanya berhasil menimpuk gumpalan
debu yang mengepul. Sambil menepuk badannya yang berdebu, pemuda itu putar badan berjalan
menuju ke arah pilihannya sendiri, untuk pertama kalinya ia menentukan kehendaknya sendiri
sekalipun yang dihadapinya seekor kuda.
Sang surya telah terbenam di balik pegunungan di sebelah barat senjapun tiba. Ditengah remang2
cuaca Hui giok berjalan seorang diri, lapar dan penat membuat langkahnya sangat berat bagaikan
dibebani benda ribuan kati sekalipun demikian ia sama sekali tidak menyesal karena tidak
menunggang kuda itu, sama halnya seperti dia tidak pernah menyesal telah minggat dari Hui liong
piaukiok yang menjamin makan dan pakaian serba cukup.
Bayangan kota sudah nampak Hui giok percepat langkahnya setiba di pintu kota ia lihat kota
tersebut tertulis kota Tin kang, ini dapat diketahui dari papan nama yang tertera di dinding benteng,
dengan langkah lebar ia masuk ke dalam kota itu. Hari mulai gelap, meskipun ia berjalan sambil
membusungkan dada, padahal perut yang sangat lapar membuat matanya berkunang2 tiba2 ia lihat
sebuah dompet jatuh dari saku seorang laki2 yang berjalan di depannya, cepat ia memburu maju dan
memungut dompet itu dan mengejar ke depan serta mengembalikan dompet tersebut kepada
pemiliknya. Bukannya terima kasih tiba2 orang itu melotot, dompet itu dirampas dengan secara kasar, setelah
mengomel terus berlalu dengan begitu saja. Hui giok melongo, ia tak tahu mengapa sekasar itu
sikap laki2 tadi sekalipun demikian ia merasa bersyukur dan gembira, bagaimanapun juga ia telah
membantu orang lain, dan merasakan kenikmatan bantuan yang dapat diberikan, tentang sikap
orang itu terhadap dirinya ia tak perduli.
Begitu jujurnya pemuda itu ia sama sekali tidak berpikir seandainya dompet tadi ia bukan
dikembalikan kepada pemiliknya tapi langsung masuk ke saku sendiri, paling sedikit dia takkan
kelaparan dan menderita. Setelah melintasi beberapa jalan, akhirnya pemuda itu duduk meringkuk
di suatu sudut jalanan yang gelap, entah terlalu penat atau saking laparnya yang pasti sebentar saja
ia sudah tertidur dengan nyenyaknya. Waktu ia mendusin hari telah terang suara hiruk pikuk
berkumandang di sekitar tempat itu, meski ia tak mendengar, tapi ia dapat melihat banyak orang
berkerumun di seputar jalan, rupanya malam tadi ia tertidur di dekat sebuah penjual sayur, penjual
kain dan aneka macam lainnya berdatangan ke situ dan mendirikan tenda2 mereka untuk berjualan.
Hui giok mengucek2 matanya sambil memperhatikan sekitar tempat itu, mendadak ia lihat seorang
pemuda berusia sebaya dengan dirinya dengan memakai baju yang compang camping sedang duduk
di suatu tanah lapang kecil di depan sana. Waktu itu anak muda tersebut sedang mengeluarkan batu
bata dari dalam karungnya dengan sangat hati2, batu bata itu ditaruh di atas tanah dengan rapi
hingga berbentuk sebuah tungku, hitam pekat batu-batu itu karena terlalu sering dibakar dengan api,
sekalipun demikian anak muda itu mengeluarkan dengan seksama dan hati2 seakan2 takut kalau
terbentur keras hingga rusak atau pecah.
Hui giok merasa heran, ditatapnya anak muda itu dengan terbelalak kebetulan anak muda itupun
berpaling dan memandang padanya, malahan sekulum senyuman menghiasi bibirnya, ketika sinar
mata saling bertemu Hui giok segera berkesan bahwa itu amat simpatik, sekalipun bajunya
compang camping tapi matanya bersinar terang, memberi kesan kepada siapapun bahwa dia bukan
orang licik. Hui giok merangkak bangun dan duduk ia semakin memperhatikan tindak tanduk orang itu. Setelah
tungku selesai dibuat, orang itu mengeluarkan pula ranting kering dari karung goninya lalu
menyulut api ke dalam tungku yang dibuatnya itu. Selang sesaat kemudian api sudah berkobar dia
keluarkan pula sebuah kuali besar dan ditumpangkan di atas tungku itu, lalu mengambil air dan air
dituang ke dalam kuali. Tindak tanduk yang serba aneh ini cepat menarik banyak perhatian orang
bukan saja Hui giok dibikin tercengang bahkan nenek, nyonya yang sedang berbelanja serta
sekawanan laki2 yang suka mencampuri urusan orang sama ikut berhenti dan mengerubungi tempat
itu, semua orang ingin tahu permainan apakah yang hendak dilakukan pemuda itu, sebaliknya
pemuda itu sedikitpun tidak menaruh perhatian kepada orang lain, seakan2 di sana hanya dia
seorang melulu.
Setelah menghela napas panjang, pelahan dia keluarkan sebuah bungkusan kecil kain biru dari
sakunya, Hui giok berbangkit dan menghampiri orang itu, iapun ingin tahu apa yang hendak
dilakukan pemuda itu. Dengan sangat hati2 bungkusan kain biru itu dibukanya selembar demi
selembar akhirnya kelihatan bendanya, tersebut adalah sebuah gelang tangan yang terbuat dari
tembaga. Orang mulai berbisik2 semua orang sama menebak perbuatan apakah yang selanjutnya
yang akan dilakukan pemuda itu, demikian pula dengan Hui giok saking ingin tahunya dia jadi lupa
pada perutnya yang kelaparan, dengan tak berkedip diawasinya gelang tembaga tadi. Mula2 pemuda
itu menyentil beberapa kali gelang tembaganya, setelah di amati beberapa kejap, pelan2 gelang itu
dimasukkan ke dalam kuali yang berisi air tadi, selama melakukan tindak tanduknya yang serba
aneh ini tak sekejappun anak muda itu memperhatikan orang yang mengerumuninya. Akhirnya
seorang nyonya gemuk yang tak tahan rasa ingin tahunya maju ke depan, tegurnya " He, anak muda
sebenarnya apa yang sedang kau lakukan?"
" Memasak kuah" jawab pemuda itu dengan tak acuh seperti merasa pertanyaan orang agak
berlebihan. "Apa" Memasak kuah?" seru nyonya gemuk dengan mata terbelalak, dikucek2nya mata
sendiri dengan jari tangan yang gemuk, kemudian mengawasi pula kuali itu beberapa kali,
sambungnya nada kaget bercampur keheranan, "Kau masak kuah dengan menggunakan gelang
tembaga itu" "pemuda itu kembali mencibir seakan2 segera untuk memberi jawaban sesudah
manggut pelahan matanya dipejamkan rapat2. karena kejadian tersebut orang yang berkerumun
semakin heran, siapapun ingin tahu kuah apakah yang akan dihasilkan oleh gelang tembaga
tersebut. Hui Giok sendiri, walaupun tak diketahuinya apa yang diucapkan orang itu namun rasa
ingin tahunya juga bertambah besar, iapun merasa berat untuk meninggalkan tempat itu dengan
begitu saja. Tidak lama kemudian air dalam kuali telah mendidih, pemuda itu membuka matanya ditambah
beberapa ranting kayu ke dalam tungku kemudian ia ambil sebuah sendok kuah dari kantungnya,
setelah sendok digosokkan dengan bajunya, ia menyendok air kuali tadi dan dicicipinya seteguk
kemudian sambil pejamkan mata ia menghela napas. "Ai, seandainya ada sedikit jahe dan bawang
tentu akan lebih lezat rasanya ?" ia berguman "tapi ......kalau tak ada juga tak apalah?" Seorang
nona cilik yang rambutnya dikepang dua, dengan tersipu2 maju ke muka dan mengeluarkan
segenggam jahe dan bawang, tanpa mengucapkan sepatah katapun bumbu masak itu diletakkan di
depan pemuda itu, lalu dengan muka merah jengah ia mundur kembali. Pemuda itu mengedipkan
matanya, sekulum senyuman menghiasi bibirnya, ida ambil bumbu masak dan dimasukan ke dalam
kuali. Nyonya gemuk tadi ikut maju ke muka, dengan agak terbata2 ia berkata " Aku....aku kira...kuahmu
akan lebih enak kalau diberi sayur sedikit?" sambil berkata ia mengambil seikat sawi hijau dan
diangsurkan kepada pemuda itu, sikapnya takut2 seakan2 pemberiannya akan ditolak. Maka anak
muda itu tidak menunjukkan rasa gembira malah seolah2 kurang senang karena pekerjaannya
diganggu orang, sahutnya dengan acuh tak acuh " Boleh juga!" - pelahan dia terima sawi hijau itu
dan dimasukan ke dalam kualinya dengan ogah2an.
Setelah sawi hijau orang yang ingin tahu secara beruntun mendermakan pula bumbu mereka bahkan
ada yang memberikan telur ayam, hati babi dan lain sebagainya. Sedangkan pemuda sendiri tidak
minta juga tidak menolak, dengan ogah2an ia masukkan semua barang pemberian itu semua barang
itu ke dalam kuali. Tak lama kemudian, bau sedap mulai mengepul keluar dari dalam kuali tersebut.
Mencium bau sedap itu, orang yang ingin tahu telah terpenuhi rasa ingin tahunya sambil menghela
napas kagum. "Ai, betapa sedap bau ini tahukah kau bau ini berasal dari kuah gelang tembaga?" dengan hati yang
puas satu persatupun mereka meninggalkan tempat itu. Hanya Hui giok saja yang masih berada di
situ, ia tertawa, sebab itu dia telah memahami sesuatu yaitu : bilamana kau sengaja memohon
sesuatu, belum tentu kau akan memperolehnya sebaliknya bila kau tidak memohonnya malahan
menolak, paling sedikit pura2 bersikap begitu maka benda yang sebenarnya kau dambakan itu akan
disodorkan ke tanganmu.
Pada dasarnya Hui giok adalah pemuda cerdik, banyak persoalan yang dapat dipecahkannya hanya
ia segan untuk memahaminya. Pemuda tadipun tertawa, mereka saling berpandangan dengan
tertawa suatu perasaan simpatik semacam hubungan batin segera saling kontak dimasing2 hati
mereka, perasaan semacam itu baru dialami Hui Giok untuk pertama kalinya semenjak dilahirkan di
dunia ini. Pemuda itu menggapai Hui giok lalu berkata sambil tertawa.
"Maukah kau mencicipi kuah gelang tembagaku ini" Tanggung lebih sedap daripada kuah ayam"
tentu saja Hui giok tidak mendengar apa yang dikatakan orang, dengan perasaan bingung dan
menggeleng ditudingnya telinga dan mulut sendiri saat itulah suatu perasaan aneh kembali timbul.
Ia merasa semua rahasia hatinya boleh diutarakan kepada pemuda ini, ia tak perlu mengutarakan
dengan perasaan malu, habis itu ia pun tak perlu merasa tak aman.
Pemuda tadi tampak melengong, rupanya ia sedang merasa heran apa sebabnya pemuda yang
berada di depannya ini adalah seorang cacat bisu dan tuli ditatapnya Hui giok tajam2 menarik
tangannya mendekati kuali yang menyiarkan bau sedap itu, ia menuding mulut sendiri lalu
menuding mulut Hui giok akhirnya menuding kuali itu dan tertawa.
Baru pertama kali Hui giok berjumpa dengan pemuda itu, tapi mempunyai kesan yang baik
terhadapnya, malahan merasa amat terharu ketika melihat sikap pemuda itu terhadapnya bukan
sikap yang memandang rendah, bukan sikap menjadi belas kasihan tapi sikap seseorang yang ingin
bersahabat dengan setulus hati maka ia ikut tersenyum dan mengangguk. Pemuda itu tampak
kegirangan, seketika mukanya berseri, dia menarik tangan Hui giok untuk diajaknya duduk disitu.
Tak terduga Hui giok malah menggeleng kepalanya ia tuding orang2 yang berkerumun itu disekitar
pasar itu, lalu geleng kepalanya lagi.
Sebagai orang cerdik, pemuda itu segera memahami maksud Hui giok ia tertawa nyaring lalu
serunya " Hahaha, rupanya saudara tak suka suasana ramai disini...." Baru separoh dia berkata,
mendadak teringat olehnya bahwa orang bisu dan tuli serta membungkam kembali sambil menatap
Hui giok. Sekali lagi mata mereka bertemu, Hui Giok dapat menangkap bahwa dibalik sorot mata
orang seakan2 terpancar perasaan menyesal, seolah2 takut ucapnya tadi akan menusuk perasaannya
seketika darah panas dalam rongga dadanya bergelora, ia pegang tangan pemuda itu kencang2.
selama hidup Hui giok selalu berada dalam penderitaan, apa yang diterimanya selama ini kalau
bukan penghinaan tentulah cemoohan sekalipun ada beberapa orang diantaranya baik kepadanya
namun sikap mereka itu tak lebih hanya terdorong oleh perasaan kasihan saja.
Tidaklah heran ketika melihat sikap persahabatan yang tulus dari pemuda itu ia jadi sangat terharu,
apalagi Hui giok memang pemuda yang perasa, asal orang lain sedikit baik saja kepadanya
sekalipun harus membalas dengan kematiannya juga dia tak menyesal. Begitulah mereka saling
berjabat tangan dengan erat, saking terharunya air mata Hui giok bercucuran. Pemuda terhitung
seorang yang berwatak aneh, sejak bertemu Hui giok tadi suatu kesan baik lantas muncul dihatinya
sekarang setelah saling pandang dan menggenggam tangan walaupun baru berjumpa untuk pertama
kalinya dan tak sepatah katapun diucapkan tapi timbul perasaan gembira seakan2 sahabat lama yang
sudah bertahun tak berjumpa dan kini bertemu kembali.
Entah berapa lama kedua orang itu berdiri saling pandang, tiba2 pemuda itu tersenyum, ia lepaskan
tangan Hui giok lalu menepuk bahunya kemudian setelah menyimpan kembali semua barangnya ke
dalam karung dengan tangan kiri mengangkat karung tangan kanan membawa kuali mereka berlalu
dengan langkah lebar. Istimewa sekali cara pemuda ini membawa kuali berisi kuah itu, ia hanya
menjepitnya dengan ibu jari, jari tengah serta jari telunjuk terus meninggalkan pasar malahan


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beberapa batu batapun itupun tak diambil lagi.
Banyak orang berlalu lalang di sekitar pasar itu, para penjual sayur, buah2an, daging dan lain
sebagainya yang sejak tadi memang merasa heran terhadap pemuda berpakaian compang camping
itu kini menyaksikan betapa ia menjepit kuali penuh kuah panas itu hanya dengan tiga jari saja
semua orang jadi tercengang mereka tak tahu orang macam apakah pemuda itu. Hui giok juga
kaget, meski rendah ilmu silatnya, tapi sudah terbiasa baginya bergaul dengan jago2 persilatan sejak
kecil. Dari kemampuan anak muda itu menjepit kuali hanya dengan jari tangannya, sadarlah Hui
giok bahwa rekannya ini berilmu tinggi. Seringkali ia dengar orang berkata bahwa banyak jago
lihay yang hidup bersembunyi di tengah masyarakat biasa, sekarang ia telah membuktikan sendiri,
pemuda yang tampaknya masih muda, sebaya dengan usianya, ternyata memiliki kungfu yang
hebat. Berpikir sampai di situ, tanpa terasa ia teringat akan keadaan sendiri, diam2 ia membenci akan
ketidak-becusan dirinya. Tiba2 dilihatnya pemuda itu menghentikan langkahnya sambil tersenyum
sinar matanya penuh rasa persahabatan tanpa terasa ia pun tersenyum lalu mengikut kesana dengan
langkah lebar. Sepanjang jalan banyak orang memandang mereka dengan sorot mata heran, tapi
pemuda itu tidak menggubrisnya, ia membawa Hui giok melintasi jalan besar, Hui giok tak tahu
kemana akan pergi, tak lama mereka sudah berada di pinggiran kota. Pemuda itu tidak berhenti
kembali kendati sudah jauh meninggalkan kota, hawa panas yang mengepul keluar dari kuali itu
kian tipis, tampaknya sebentar lagi akan jadi dingin.
Hidung pemuda itu mencium beberapa kali dengan alis berkerut ia tersenyum ke arah Hui giok lalu
berjalan sesaat akhirnya berhenti di atas suatu gundukan tanah, setelah meletakkan kuali dan
barangnya, ia rentangkan tangannya sambil berputar dan tertawa terbahak2. Hui giok memandang
sekeliling tempat itu, tidak ditemuinya sesosok bayangan manusiapun diantara pepohonan yang
hijau seta naha ladang yang hening iut, iapun tertawa dan lenyaplah bagian besar rasa jengkelnya.
Kuali diletakkan di atas batu, pemuda itu memindahkan pula dua potong batu besar untuk tempat
duduknya dan Hui giok sebuah sendok besar dan sebuah sendok kecil dikeluarkan. Sendok besar
diberikannya kepada Hui giok ia menggunakan sendok kecil untuk mengambil kuah dalam kuali
dan meminumnya.
Baru dua sendok pemuda itu dahar, tiba2 ditaruh kembali sendoknya, dari dalam karung diambilnya
sebuah holo (buli) besar, setelah meneguk dua cegukan, ia serahkan holo itu kepada Hui giok. Sejak
dilahirkan belum pernah Hui giok minum arak meski setetespun, agak tertegun ia menerima holo
itu. Ketika dilihatnya pemuda itu sedang memandangnya dengan tersenyum, tanpa ragu2 lagi holo
itu diambil dan meneguknya satu tegukan.
Tidak terasa pedas ketika arak itu mengalir ke dalam kerongkongannya tapi setelah mengalir masuk
ke perut dirasakan hawa panas yang segera menyebar ke sekujur badannya dalam waktu singkat
seluruh badan terasa nyaman dan segar. Meski Hui giok belum pernah minum arak selama masih
berada dalam perusahaan Hui liong piaukiok seringkali ia mendengar orang membicarakan tentang
perbedaannya antara arak kwalitas baik dan jelek, mereka bilang hanya arak baik yang segera dapat
dirasakan kenyamanannya begitu arak masuk ke dalam perut.
Berpikir sampai di sini hatinya kembali tergelak diam2 dia geli entaj dengan cara bagaimanakah
arak ini diperoleh anak muda ini" Nyata dia tidak tahu arak itu adalah arak bagus, bahkan arak
berkualitas paling tinggi. Selama hidup baru pertama kali ini Hui giok minum arak, sekalipun ia
telah merasakan sedapnya arak yang diminumnya, toh takarannya minimum arak terbatas, tak lama
kemudian ia sudah mabuk ia merasa benaknya kosong dan enteng, ingin terbang rasanya.
Dilihatnya pemuda itu memegang Holo arak ditangan kiri, sendok ditangan kanan diketuk2kan pada
kuali matanya mencorong memandang ke atas tampaknya sedang bersenandung dengan suara
lantang. Hui giok tak mendengar suara senandung orang tapi dari mimik wajahnya yang berubah2
dari matanya yang berkaca2 serta air muka yang penuh kesedihan dapat dirasakan olehnya pemuda
itu penuh dengan kesedihan. Tiba2 pemuda itu buang Holo itu, arak wani segera tercecer dimana2
tapi ia tidak peduli dipegangnya tangan Hui giok erat dan menangis tersedu2, semua ini membuat
Hui giok tercengang persoalan apakah yang sedang dihadapi anak muda ini" Mengapa sedemikian
sedih ia menangis"
Ia lantas teringat akan dirinya bukankah ia sendiripun masih muda, bukankah iapun memiliki
banyak persoalan yang menyedihkan, seketika pelbagai kenangan lama terlintas kembali dalam
benaknya, tak tahan lagi ia pun menangis tersedu sedan. Walaupun tangisan kedua orang itu yang
satu bersuara dan yang lain tidak, namun keduanya sama sedihnya.
Tiba2 pemuda itu mendorong tubuh Hui giok lalu diambilnya sepotong batu dan digoreskan pada
tanah sehingga tertulis " mengapa begitu banyak persoalan yang menyedihkan hatimu?" Hui giok
tertegun, justru pertanyaan ini hendak ditanyakan, tapi perasaannya ketika itu memang tersumbat, ia
sangat berharap dapat menumpahkan ganjelan hatinya itu kepada seseorang, maka diambilnya batu
itu dan dibeberkannya dengan tertulis kejadian yang dialaminya selama ini diatas tanah.
Setelah menulis ia menghapus tulisan itu dan menulis lagi, entah sudah berapa lama ia
membeberkan asal usulnya sehingga tanah yang dipakai untuk menulispun jadi gembur dan harus
pindah ke tempat lain, ia menulis terus sampai tangannya pegal, ia beristirahat sebentar tapi rasa
sedihnya sukar dibendung, ia menangis lagi. Pemuda itupun membaca sambil menangis
dijemputnya kembali Hiolo arak yang dibuangnya tadi lalu bersama Hui giok menghabiskan sisa
arak yang masih tertinggal itu.
Semula anak muda itu menangisi nasibnya sendiri, tapi sekarang dia ikut menangisi nasib Hui giok
yang jelek, akhirnya arakpun habis, air matanya kering sang surya sudah bergeser ke tengah
cakrawala malah sudah condong ke barat. Tiba Hui giok bangkit berdiri, dibuangnya jauh2 batu
yang digenggamnya itu, perasaannya sekarang terasa lebih lega, sebab setelah sekian tahun
akhirnya ia berhasil menemukan seorang untuk membeberkan segenap kedukaannya.
Sesudah semua kemurungan dan kekesalan terlampiaskan ia merasa pikirannya jadi kosong
persoalan apapun tak terpikirkan lagi olehnya, malahan perasaan ingin terbang kembali timbul lagi
untuk pertama kalinya ia merasakan arak adalah suatu benda yang aneh untuk pertama kalinya pula
ia merasakan menangis adalah suatu kejadian yang aneh. Senja sudah hampir tiba angin yang
berhembus membawa udara yang dingin tapi hati kedua pemuda itu masih tetap hangat, rasanya tak
ada persoalan apapun di dunia ini yang dapat mendinginkan pergolakan darah yang mengalir dalam
tubuh mereka. Ketika menuruni bukit kecil itu, matahari telah lenyap sama sekali di balik gunung. Cahaya senja
menghiasi langit barat dengan indahnya, meski suasananya tak banyak berbeda, dengan masa lalu
tapi perasaan Hui giok sekarang sudah jauh berbeda sekarang ia sudah mempunyai sobat karib ia
tak merasa kesepian lagi sekalipun sampai detik itu belum diketahui olehnya nama pemuda itu.
Pemuda itu memanggul karungnya tangan lain merangkul bahu Hui giok, karena banyak menegak
arak langkah mereka agak sempoyongan tapi berjalan cepat, Hui giok merasa seakan2 ada orang
mendorong punggungnya tanpa terasa langkahnya jadi cepat. Ia tahu tenaga tersebut terpancar dari
tangan pemuda yang merangkul bahunya itu diam2 ia semakin kagum terhadap kebolehan kungfu
orang itu. Dua orang berjalan tanpa arah dan tujuan, entah berapa lama mereka sudah berjalan
suasana disekitar tempat itu, makin lama makin sepi, sekarang sudah tak nampak tanah ladang lagi
yang ada cuma semak belukar dimanakah mereka harus beristirahat malam nanti.
Waktu menengadah dan memandang ke depan diantara remang2 cuaca tiba2 dilihatnya bayangan
sebuah bangunan muncul dibalik pepohonan dalam keadaan masih mabuk ia tak tahu bangunan
apakah itu, iapun tak perduli apakah pemilik gedung itu bersedia menerima kedua pemuda dekil
semacam mereka untuk menginap di rumahnya ia menarik baju pemuda itu dan menuju gedung
tersebut dengan langkah lebar.
Betapa girangnya Hui giok setelah tiba di sana, ternyata pintu gerbang itu terpentang lebar. Orang
lain pasti keheranan bila menemukan sebuah gedung di tempat terpencil dengan pintu terpentang
lebar, tapi kedua pemuda ini yang tujuh bagian masih terpengaruh oleh arak, mereka tak perduli
tetek bengek itu, langsung mereka masuk ke dalam bangunan itu, mereka melongok ke dalam
tertampaklah bangunan tersebut sangat besar dan megah Cuma tak nampak setitik cahayapun.
Siang hari pada musim panas lebih panjang daripada malam hari meski sudah petang tapi remang2
masih dapat terlihat keadaan di dalam rumah. Mereka masuk ke ruang tengah, sarang laba2 tampak
menghiasi setiap sudut ruangan, meja kursi sama rusak ternyata bangunan yang megah ini hanyalah
bangunan kosong yang sudah tak berpenghuni lagi.
Pemuda itu terbahak2 ia taruh karungnya di atas meja, mendadak meja itu patah dan ambruk. Hui
giok tertawa menyaksikan adegan tersebut pikirnya "Pantas saja ambruk, karungmu segede gajah
entah beberapa ratus macam barang yang kau simpan di situ!" sambil membatin, ia berjalan ke
samping dan duduk di atas kursi yang ada di sana.
"Krak!' baru saja pantatnya menempel kursi itu, tiba kursi itupun patah dan ambruk. Hui giok
kehilangan keseimbangan badan tanpa ampun iapun jatuh terduduk di lantai. Terbahak2 pemuda itu,
dia memburu maju, maksudnya akan membangunkan Hui giok siapa tahu kakinya melangkah ke
depan, telapak kakinya terasa terjeblos ke dalam sebuah lubang yang cukup dalam ia terkejut dan
tundukkan kepalanya untuk memeriksa apa yang terlihat membuat hati anak muda itu terkesiap.
Cahaya remang2 dari luar masih dapat menerangi tempat ini, tertampaklah tujuh delapan bekas
telapak kaki yang mendekuk di lantai sedalam hampir tiga inci rupanya kaki pemuda itu nyaris
menginjak ke dalam bekas telapak kaki itu. Heran Hui giok ketika mendadak ia melihat senyuman
yang semula menghiasi wajah pemuda itu lenyap dan sedang memandangi permukaan lantai dengan
melengong karena heran ia menghampiri rekannya, namun apa yang kemudian terlihat membuat dia
terkejut. Perlu diterangkan bahwa gedung ini bangunan kuno yang sangat kukuh dan kuat,
permukaan lantai raung iut terbuat dari plesteran semen yang tebal dan kuat akan tetapi bekas
telapak kaki itu sanggup tertera sedalam tiga inci, itu menandakan orang yang melakukan perbuatan
tersebut memiliki tenaga dalam yang benar2 luar biasa.
Dengan kepala tertunduk pemuda itu termenung beberapa saat lamanya kemdian dihampirinya kursi
yang ambruk diduduki hui giok tadi ketika tangannya menyentuh kursi tersebut, tahu2 kursi kayu
mrah yang kelihatannya kukuh itu hancur lumat menjadi bubuk berkerutlah alisnya menyaksikan
kejadian itu, tangannya segera mengebut ke depan sisa kursi kayu merah itu seketika hancur tanpa
bentuk lagi. Meski usianya masih muda, pengalamannya di dunia persilatan cukup luas, ia tahu
kursi kayu merah itu bukan lapuk dimakan rayap atau lantaran terlampau lama usianya, dengan
tatapan tajam ia coba memeriksa keadaan di seputar sana, betul juga di depan kursi tadi ditemuinya
lagi dua pasang bekas telapak kaki yang juga mendekuk ke dalam lantai. Dia mundur beberapa
langkah, bekas2 telapak kaki itu kembali ditelitinya, terbukti bahwa beberapa bekas telapak kaki itu
membentuk satu lingkaran di depan bekas telapak kaki yang ditemui terakhirnya.
Diam2 dia membatin " Jelas bekas telapak kaki yang ditinggalkan oleh jago lihay yang mengadu
tenaga dalam tempat ini, bahkan ada tiga atau empat orang yang turun tangan bersama2 untuk
mengerubuti orang yang duduk di kursi itu" selagi ia termenung tiba2 Hui giok menepuk badannya
dan menuding ke arah bekas telapak kaki yang tertera di lantai itu ia memberi sesuatu tanda lalu
geleng2 kepala seperti orang keheranan.
Mula2 pemuda itu merasa bingung tapi dengan cepat ia dapat memahami, dia tahu kode tangan Hui
giok menunjukkan angka tujuh sinar matanya segera dialihkan ke permukaan lantai, betul juga,
selain kedua bekas telapak kaki yang ditemuinya di depan kursi itu, hanya tujuh telapak kaki lagi
yang ditemukan, pada sisi telapak kaki yang paling kanan ia temukan juga sebuah lubang. Dengan
berkerut kening ia termenung lagi berapa saat lalu diambilnya karung besar itu setelah mencari
sejenak akhirnya pemuda itu mengeluarkan sebatang lilin dan sebuah korek api, setelah lilin
dipasang, meski sinarnya Cuma kelip2 tapi cukuplah memberi penerangan.
Dengan memegang lilin ia mulai memeriksa isi ruangan itu dengan seksama, tiba2 dia berseru
kaget, dengan cepat ia memburu ke kaki dinding tepat dibelakang kursi merah yang hancur tadi,
Hui giok ikut menengok tertampaklah tujuh titik cahaya tajam tertera nyata di atas dinding itu,
lambang itu teratur rapi, itulah lambang Pak to jit seng (bintang tujuh). Lilin didekatkan ke dinding
ketika diamati dengan lebih seksama lagi, terlihatlah tujuh batang paku baja menancap dalam2 di
dinding tersebut di bawah cahaya lilin.
Hui giok merasa muka orang berubah pucat dengan dahi berkerut sedang merenungkan masalah itu.
Meski Hui giok juga merasa heran akan cahaya bintang serta bekas telapak kaki itu tapi kemudian
ia merasa persoalan ini sebetulnya tiada hubungan apa2 dengannya, buat apa dia buang tenaga dan
pikiran untuk mengurusnya.
Ia tersenyum lalu berjalan mengitari ruangan itu tiba2 ia tertarik oleh sebuah lukisan yang
tergantung di sudut ruangan ia merasa lukisan itu tidak serasi diruangan demikian ini. Ia merasa
heran dilihatnya pemuda itu masih memandang kerlip bintang di dinding itu dengan terkesima,
iapun tidak menyapanya lagi dihampirinya lukisan yang tergantung di sudut ruangan tersebut.
Cahaya lilin sangat lemah namun ia masih dapat melihat lukisan itu dengan jelas, lukisan yang
menggambarkan sebuah tebing terjal dengan jurang yang tampak dalam sekali, begitu dalamnya
jurang itu hingga tak tampak dasarnya seorang buat dengan membawa tongkat berdiri di tepi tebing,
sementara seorang pelajar berjubah panjang duduk bersandar pohon sambil meniup seruling.
Tampaknya si buta itu asyik mendengarkan irama seruling sehingga lupa bahwa jalan di depannya
telah putus, tampaknya bila ia maju selangkah lagi pasti akan terjerumus ke dalam jurang yang tak
terkira dalamnya.
Lukisan itu sangat indah dan hidup, sampai mimik wajah si buta terlukis nyata, diantara langit yang
biru, bunga yang indah, si buta berdiri seperti orang mabuk seakan2 ia tak mengira kalau selangkah
lagi ke depan dia akan terjatuh ke dalam jurang dan mati dengan mengerikan. Makin lihat Hui giok
merasa makin tak tega kejam amat pelukis ini, mengapa ia menggambarkan seorang buta dalam
keadaan begini.
Hui giok seorang pemuda berhati lembut, ia tak tega melihat penderitaan orang meskipun itu hanya
sebuah lukisan hatinya jadi sedih, diam2 dia merasa gemas mengapa ia tak dapat lari ke dalam
lukisan itu dan menarik si buta agar tidak terjerumus ke dalam jurang. Sambil menghela napas ia
berpaling ke arah lain, ia tak tega melihat lebih lama lagi. Tiba2 sorot matanya menemukan sesuatu,
itulah sebuah meja kecil di sudut sana, di atas meja ada tempat tinta yang belum kering.
jilid ke - 5 Dengan girang ia tak perduli lagi siapa gerangan pemilik gedung itu dan mengapa ada tinta di
situ, dengan cepat diraihnya tinta dan sebatang pit dihampirinya lukisan tadi dan dilukisnya
seorang lagi di belakang si buta.
Dipihak lain, pemuda tadi sedang bergumam setelah termenung sebentar "Pak-to-jit-sengciam,
tujuh jarum bintang mungkinkah Pak-to-jit-sat telah muncul di tempat ini" Lalu siapakah yang
duduk di kursi itu?"
Dia berpaling, ketika dilihatnya Hui Giok sedang melukis sesuatu di sudut ruangan itu. ia
melengak, dengan langkah lebar ia menghampiri Hui Giok.
Hui Giok masih melukis dengan penuh perhatian, ia sedang melukis seorang pemuda berjubah
panjang dan sedang mengulurkan tangan hendak mencengkeram bahu si buta.
Meski Hui Giok tak pernah belajar melukis tapi ia memang bocah yang berbakat, lukisannya
cukup hidup, bahkan raut wajah pemuda yang dilukisnya itu rada mirip wajahnya sendiri.
Melihat itu, pemuda tadi tertawa geli, sedangkan Hui Giok sendiri sedang memandang ke kirikanan
dengan tersenyum pula agaknya ia merasa puas dengan hasil karyanya itu. akhirnya dia
melukis pula sebilah pedang yang tergantung di punggung pemuda itu, lalu pit di buangnya dan
menghela napas panjang.
Sampai saat itu Hui Giok masih berdiri di depan, sama sekali tak tahu kalau rekannya telah
berdiri di sampingnya,
Baru saja Hui Giok membuang pit ke lantai, tiba2 di atas atap rumah berkumandang suara
suitan nyaring memekak telinga, suara itu tinggi melengking menggema angkasa.
Dengan terkejut pemuda tadi mundur tiga langkah ke belakang sambil menengadah, namun
atap bangunan itu penuh debu dan sarang laba-laba, tak sesosok bayanganpun yang tampak.
Cepat ia taruh lilin di lantai, ia rentangkan, kedua tangannya dan siap melayang ke atas untuk
memeriksa keadaan di situ.
Tapi sebelum ia bergerak, gelak tertawa nyaring tadi kembali berkumandang dari luar, suara
itu seakan-akan muncul dan tempat yang jauh, tapi sejenak saja pemuda itu merasa
pandangannya jadi kabur, tahu2 di depan pintu telah bertambah sesosok bayangan manusia.
Di bawah sinar lilin dan cahaya bintang di luar, tertampak orang itu berperawakan tinggi besar
dia mengenakan jubah berwarna biru, tangan yang satu menggoyang-goyangkan kipasnya dan
tangan yang lain mengelus jenggot. pelahan dia berjalan masuk ke dalam ruangan, sorot matanya
yang tajam menyapu pandang sekeliling ruangan.
"Cepat amat gerakan orang ini," demikian pikir pemuda itu.
Ketika ia menengadah, dilihatnya orang itu sedang mengawasinya, lalu tertawa lagi dengan
nyaringnya. Gelak tertawanya yang nyaring itu membuat telinga pemuda itu mendengung, kembali ia
terkejut "Hebat benar tenaga dalam orang ini.
Hanya Hui Giok yang tidak terpengaruh oleh suara gelak tertawa itu dia masih tetap
memperhatikan lukisan tadi dengan seksama, ia sama sekali tidak mendengar suara tertawa itu,
iapun tidak tahu kemunculan orang itu, dalam hati ia sedang berpikir "Betapa senangnya jika
setiap orang yang mengalami kesulitan di dunia ini dapat kutolong"
Diam2 ia menyesal tidak dapat menjadi pemuda berpedang yang baru dilukisnya itu, dengan
pedang di tangan ia dapat malang melintang di dunia persilatan dan menolong kaum lemah dan
kesulitannya. Pelahan kakek yang berperawakan tinggi besar itu masuk ke dalam ruangan, sambil tertawa
nyaring tiba-tiba ia berkata "Aku Cian Hui, bolehkah kutahu siapa nama Anda"
Pemuda tadi tertegun dan kaget "Dia inikah yang terkenal sebagai Sin-jiu (si tangan sakti) Cian
Hui?" pikirnya.
Waktu ia pandang ke sana, Cian Hui telah berhenti tertawa, tanpa berkedip orang sedang
mengawasi Hui Giok, sama sekali tak menghiraukan dia lagi, bahkan seakan-akan ia tidak
membutuhkan jawabannya lagi atas pertanyaan yang diajukan tadi
Sambil meng-goyang2 kipasnya kembali Cian Hui bergelak tertawa, dia menghampiri Hui Giok
dan berkata: "Haha, kiranya Anda! Bagus, tadinya kukira sobatmu itulah orangnya "
Bicara sampai di sini, dia alihkan pandangannya ke arah lukisan, kemudian manggut-manggut,
ucapannya sangat nyaring, sayang Hui Giok tidak mendengar apa-apa, dia masih berdiri tak
bergerak di tempat semula.
Pemuda rekannya itu memburu ke sana dan menghadang di depan Hui Giok, maksudnya
hendak melindunginya, karena gerak tubuhnya yang cepat itu, angin yang diterbitkannya membuat
padam lilin yang tertaruh di lantai.
Ruangan itu menjadi gelap, waktu ia menyulut kembali lilin itu, tahu-tahu empat sosok
bayangan orang sudah berada di depan pintu, ke empat orang itu sama bertampang aneh, tapi
rata-rata bermata tajam.
Hui Giok tersentak sadar dan lamunannya, ia berpaling dilihatnya empat orang yang muncul itu
satu diantaranya berperawakan jangkung, bermuka kurus, bermata setajam elang, berhidung
bengkok dan bertampang keji, tangannya sedang meraba gagang pedang yang tergantung di
pinggangnya. Orang kedua bertampang sama jeleknya seperti orang pertama, cuma usianya lebih muda dan
tidak membawa pedang.
Di samping kedua orang itu adalah seorang laki-laki pendek kurus, sebuah kantung kulit
macam tutul terikat di pinggangnya, kantung itu besar sekali dan hampir setinggi separuh
badannya, tampangnya kaku sehingga bentuknya yang kelihatan lucu itu jadi tidak menggelikan
lagi. Terakhir pandangan Hui Giok ke arah laki-laki yang berada di ujung kanan, hatinya tergerak,
pikirnya "Pantas cuma tujuh bekas telapak kaki yang tercetak di lantai, jelas ke empat orang inilah
yang meninggalkan bekas telapak kaki itu"


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kiranya orang terakhir ini adalah seorang laki-laki buntung sebelah kakinya, dia memakai
tongkat besi sebagai penopang, meski pincang ia dapat berjalan dengan mantap.
Empat orang dengan delapan sorot mata tajam sama tertuju ke arah Hui Giok, waktu anak
muda ini berpaling ia lihat seorang kakek tinggi besar sedang mengawasi dan samping.
Hui Giok terkejut, ia tak tahu apa sebabnya orang-orang itu mengawasinya, makin lama ke
empat orang itu makin mendekatinya akhirnya mereka semua berhenti di depannya, lalu samasama
melirik lukisan yang tergantung di dinding itu.
Hui Giok tidak kenal ke empat orang itu, tapi pemuda rekannya kenal dua orang diantaranya,
ia lantas menghadang di depan Hui Giok, sambil tertawa terbahak ia berkata "Hahaha, kukira
siapa yang datang, tak tahunya adalah kalian berdua, selamat berjumpa! Selamat bertemu!"
Kedua laki-laki jangkung itu berkerut kening, tampaknya mereka segan untuk berjumpa
dengan pemuda itu, tapi akhirnya mereka tertawa juga.
"Hahaha, rupanya Go-siauhiap juga berada di sini, sungguh kebetulan sekali, tak nyana Go
siauhiap juga mengunjungi wilayah Kang-lam sini!" Demikian seru mereka.
Laki-laki kecil kurus tadi maju ke depan, setelah mengamati pemuda itu sejenak. Tiba-tiba ia
mendengus: "O jadi kau inilah Jit-giau-tongcu (bocah sakti tujuh keahlian) Go Beng si yang tersohor sejak
lima tahun yang lalu" Sudah lama kudengar nama besarmu dan berharap akan bisa bertemu, tak
tersangka dapat berjumpa di sini"
Meskipun ucapan itu tertuju kepada pemuda yang bernama "Go Beng-si", namun matanya
memandang langit-langit ruangan sedang tangannya yang lain meraba kantung kulit macan
tutulnya, sikapnya sangat menghina, sikap yang memandang rendah pada lawan bicaranya.
Pemuda berbaju compang-camping itu memang Jit-giau tongcu Go Beng-si, seorang bocah
ajaib yang jarang ditemui di dunia persilatan dalam berapa ratus tahun terakhir ini, ia muncul
dalam dunia persilatan pada umur dua belas tahun, ketika berusia lima belas tahun namanya
sudah tersohor ke mana-mana, berbicara tentang kecerdikan serta kepintaran maka di dunia
persilatan tak seorang pun dapat menandingi Jit giau tongcu ini, hanya saja sampai saat ini Hui
Giok tak tahu kalau sobat kentalnya ini sebenarnya adalah seorang jago kenamaan di dunia
persilatan. Dengan dahi berkerut Go Beng-si menatap laki-laki kurus kecil itu kemudian berkata dengan
dingin. "Terima kasih terima kasih, aku memang Go beng-si adanya tolong tanya..."
Sebelum ucapan itu selesai, laki-laki jangkung yang berada di sampingnya menyela sambil
tertawa saudara inilah Jit-giau-tui-hun (tujuh keahlian pengejar sukma) Na Hui-hong. Orang
Kangouw menyebut kalian sebagai Lam-pak siang giau (sepasang manusia lihay dari utara
selatan), Maka hahaha, kalian perlu berhubungan dengan lebih akrab"
Na Hui-hong mendengus Hm, sebetulnya kata Jit giau hanya pantas bagi orang macam Go
siauhiap saja sedang aku, tak berani kugunakan sebutan itu"
"Hahaha, kalau memang begitu apa salahnya kalau kau ganti nama lain saja?" tukas Go Beng
si sambil terbahak-bahak.
Semua orang melengak, demikian pula dengan Na Hui hong. air mukanya berubah hebat.
Go Beng-si sendiri masih berdiri dengan senyum di kulum, namun diam-diam ia sudah siap
sedia menghadapi segala kemungkinan ia menyadari perkataannya barusan telah melanggar
pantangan umat persilatan, Na Hui hong pasti tak akan menyudahi persoalan tersebut dengan
begitu saja setelah mendengar ucapannya tadi.
Siapa tahu keadaannya ternyata di luar dugaan, Na Hui hong tidak banyak gusar, dia
memandang sekejap ke arah Hui Giok yang berdiri di belakangnya.
Tentu saja Go Beng-si heran pikirnya: Masakah dia juga seorang jago persilatan yang berilmu
tinggi" Kalau tidak, mengapa Jit-giau-tin-hun tampak jeri terhadapnya?"
Ia coba berpaling ke arah si tangan sakti Cian Hui, dilihatnya kakek tinggi besar itupun sedang
mengawasi Hui Giok tanpa berkedip" Seolah-olah perhatian mereka hanya tertuju padanya.
Sementara Go Beng-si masih tercengang, Si Cian Hui telah berkata kepada laki-laki jangkung:
"Mo-heng. tentunya kau masih ingat janji kita tempo hari bukan?"
Laki-laki jangkung itu berpaling ke arah Na Hui-Hong sedang Na Hui hong lantas memandang
si pincang yang berada di sampingnya, mereka mengangguk bersama, mendadak mereka maju ke
depan dan memberi hormat kepada Hui Giok.
Sin-jiu Cian Hui terbahak-bahak, iapun ikut maju ke depan Hui Giok, sambil memberi hormat
serunya lantang "Aku Cian Hui - Kemudian ia menuding kedua orang laki-laki jangkung itu. "Kedua
orang ini adalah dua bersaudara Mo dari Pak-to jit-sat, ia menuding pula laki-laki pincang itu dan
memperkenalkan "Dan dia inilah Kim-keh (ayam emas)."
Akhirnya sambil menuding Na Hui-Hong ia menambahkan "Dan ini Jit-giau-tui-hun. tentunya
engkau sudah tahu namanya."
Habis itu ditatapnya Hui Giok tajam-tajam, tanyanya " Dan sekarang bolehkah kutahu siapa
namamu?" Melenggong Go Beng-si melihat jago-jago golongan hitam yang tersohor di dunia persilatan itu
sama menaruh hormat terhadap Hui Giok. sekalipun ia sendiri tersohor karena kecerdikannya, ia
jadi kebingungan juga oleh sikap orang-orang itu sebaliknya Hui Giok sendiri sejak awal sampai
akhir memang tidak mendengar apa yang mereka ucapkan tentu saja ia cuma berdiri melongo dan
bingung. Sin-jiu Cian Hui berkerut kening setelah pertanyaannya tidak memperoleh tanggapan, ia lantas
menegur: "Saudara, mengapa kau..."
"Dia adalah sobat karibku Hui Giok!" Go Beng-si segera menyela sambil tertawa, "Bila Ciantayhiap
ada urusan sesuatu, katakan saja padaku."
Jit-giau tui-hun Na Hui-hong mengerutkan dahi, tiba-tiba ia membentak keras nyaring sekali
suaranya bagaikan bunyi guntur telinga Go Beng-si sampai mendengung.
Namun Hui Giok tetap tak bergerak di tempatnya, seakan-akan tidak mendengar apa-apa.
Menyaksikan itu, Na Hui-hong berkata sambil tertawa dingin "Hehehe, rupanya sobat karibmu
itu adalah seorang tuli. Cian-tayhiap, tampaknya janji kita tempo hari harus dibatalkan?"
Nada ucapannya itu amat bangga dan senang, hal ini membuat Go Beng-si jadi tertegun:
"Siapa yang bilang dibatalkan?" jengek Cian Hui
ia maju ke depan, dihampirinya Hui Giok, setelah diamatinya dengan seksama, mendadak
iapun membentak keras, suaranya jauh lebih keras dari bentakan Na Hui-hong tadi, seketika itu
juga Go Beng-si merasakan sekujur badannya bergetar keras, beruntun ia mundur tiga langkah ke
belakang, air muka Na Hui hong, Siang It-ti Mo Lam dan Mo Pak juga berubah hebat, cuma Hui
Giok saja yang masih tetap berdiri dengan melongo, hakikatnya dia memang tidak mendengar
apapun. Ia sedang keheranan karena tak tahu permainan apakah yang sedang dilakukan orang-orang
itu, ia pun tak tahu mengapa mereka memberi hormat kepadanya, diam-diam ia menyesal dan
benci pada diri sendiri, karena tak dapat mendengar perkataan orang lain, sinar matanya lantas
beralih ke arah si anak muda, maksudnya mohon bantuannya untuk memberi keterangan.
Tapi Gi Beng-si sendiri juga berdiri termangu seperti orang kebingungan seakan-akan ia
sendiripun tak habis mengerti atas kejadian yang berlangsung barusan ini.
Terdengar Jit-giau-tui-hun Na Hui-hong tertawa dingin lalu berkata: "Hehehe, Cian-heng, tak
ada gunanya kau membentak orang itu betul-betul orang tuli, masakah Cian-heng hendak
menyerahkan tugas yang maha besar dan berat ini kepada seorang tuli?"
Laki-laki jangkung itu, Ji-sat (malaikat bengis ke dua) dari Pak-to-jit sat (tujuh bintang malaikat
maut) yang bernama Mo Lam, ikut berbicara sambil meraba gagang pedangnya "Cian-heng, aku
kira kau tidak perlu ngotot lagi, kita sama-sama orang persilatan dan golongan yang sama, ada
persoalan boleh dirundingkan saja secara baik-baik,"
Berbicara sampai di sini ia berpaling ke arah rekannva dan menambahkan "Betul tidak Siangheng?"
Si Ayarn Emas Siang It-ti menggetarkan tongkat besinya sahutnya dengan suara nyaring
"Persoalan lain aku orang she Siang takkan peduli pokoknya aku tak sudi diperintah Cian Hui"
"Memangnya aku Cian Hui harus turut perintah pada manusia cacat macam kau?" kontan si
Tangan Sakti Cian Hui berteriak dengan mendelik.
Siang it ti tak tahan, ia membentak, kaki tunggalnya menjejak permukaan tanah dan melayang
ke depan dengan tongkat besi di ketiak kiri dia hantam batok kepala kakek tinggi besar itu dengan
jurus Lok-pi hoa-gak (menggugurkan gunung Hoa).
Hebat sekali serangan itu, bayangan tongkat menyelimuti seluruh angkasa dan menyambar ke
bawah dengan dahsyat, namun Sin-jiu Cian Hiu tetap berdiri tegak dengan tertawa dingin, ketika
serangan tersebut hampir bersarang di batok kepalanya tiba-tiba cahaya hijau berkelebat dari
samping dan membentur tongkat itu.
"Cring" tongkat besi itu tertangkis miring ke samping dan menyambar lewat di sisi tubuh Cian
Hui. Cahaya lilin terembus angin dan padam, suasana dalam gedung itu kembali menjadi gelap,
"Mo-heng, mau apa kau?" teriak Siang It-ti dengan gusar.
Mo Lam, si malaikat kedua dan Tujuh bintang tersenyum, ia masukkan kembali pedangnya ke
sarungnya , lalu katanya "Saudara Siang, harap jangan marah-marah dulu. persoalan ini tak
mungkin dapat diselesaikan dengan beradu kekerasan apa gunanya membuang tenaga secara
percuma" Hui Giok berjongkok dan memungut lilin itu. Go Beng-si mencari korek dan memasang lilin itu
lagi, mereka saling pandang dengan tercengang akhirnya Hui Giok menuding dirinya sendiri lalu
menuding keluar pintu, artinya: "Mari kita pergi saja!"
Go Beng-Si mengangguk, ia berjalan lewat di samping kedua bersaudara she Mo, Ayam Emas
Siang It-ti dan si Tangan Sakti Cian Hui masih berdiri saling melotot, ia panggul karungnya dan
berkata sambil tertawa: "Kaum kalian ada persoalan yang perlu dirundingkan biarlah kami mohon
diri lebih dulu"
Hui Giok mengikut di belakang rekannya, mereka berjalan keluar.
Baru beberapa langkah mereka berjalan, pandangan mereka terasa kabur tahu-tahu Cian Hui
sambil menggoyangkan kipasnya sudah berdiri di depan mereka, karena terhadang jalan perginya,
otomatis kedua anak muda itu tak dapat melanjutkan perjalanannya.
Hui Giok mengeluh, dia merasa kejadian-kejadian yang dialaminya kian bertambah aneh, ia
ingin bertanya kepada kakek tinggi besar ini apa tujuannya menghadang jalan perginya, namun ia
tak mampu berucap, dia cuma bisa berdiri termangu, sementara di dalam hati membenci akan
ketidak becusan sendiri.
Go Beng-si melirik Hui Giok sekejap, melihat wajahnya yang termangu dan kebingungan itu,
dia menhela napas panjang, pikirnya: "Orang kuno hilang wanita cantik kebanyakan bernasib
jelek, Hui Giok ini bukan gadis cantik, namun nasibnya betul2 amat jelek! Ai. nasib memang
mempermainkan orang, jelas sobatku ini seorang pemuda yang cerdas dan berbakat, tapi justeru
dia harus mengalami pelbagai penderitaan yang memedihkan. Dan sekarang bukan saja ia tak
dapat berbicara, pembicaraan kamipun tak terdengar olehnya, perasaannya saat ini memang
benar-benar sukar untuk dibayangkan.
Berpikir sampai di sini, tiba-tiba ia merasa tidak puas dengan keadaan sekarang, ia maju
selangkah teriaknya dengan lantang "Sudah lama kudengar bahwa Sin jiu Cian Hui yang malang
melintang di wilayah Kanglam adalah seorang laki-laki sejati, tapi setelah kutemui sekarang, hm,
aku menjadi amat kecewa!"
Sampai di sini ia sengaja berhenti Benar juga air muka si Tangan Sakti Cian Hui berubah
hebat kipasnya digoyangkan lebih cepat, agaknya ia sedang berusaha mengendalikan rasa
gusarnya yang berkobar di dalam dadanya.
"O jadi Go-heng sekarang baru tahu" tiba-tiba si Ayam Emas Siang It-ti menyela. "Hehehe
kalau aku sih sudah tahu sejak dulu?"
"Apa yang kau ketahui?" bentak Sin-jiu Cian Hui dengan mata melotot.
Kim-keh Siang It-ti cuma tertawa dingin, seolah-olah tak mendengar bentakan itu
Melihat itu, satu ingatan dengan cepat terlintas dalam benak Go Beng-si, dia berpikir: "Baik Sin
Jiu Cian Hui maupun Kjm-keh Siang It-ti, Jit giau-tui-hun Na Hui-hong dan kedua bersaudara Mo
semuanya terhitung pimpinan persilatan wilayah Kanglam yang menjagoi daerahnya masingmasing,
tapi sekarang mereka sama berkumpul di sini tentunya ada suatu persoalan yang belum
beres kendatipun telah berlangsung pertarungan sengit, Dan kini terbuktilah masalah ini tak ada
sangkut pautnya dengan Hui Giok. tapi anehnya mengapa mereka bersikap amat hormat
terhadapnya?"
Ketika ingatan tersebut terlintas dalam benaknya, kendatipun ia belum tahu duduk persoalan
yang sebenarnya, namun terpikirlah olehnya satu cara untuk mengatasi situasi yang serba aneh
dan rumit itu. Dia berdehem, setelah menurunkan kembali karungnya, ia berkata sambil menuding Hui Giok
"Saudara Cian tentunya sekarang sudah kau ketahui bahwa sobat karibku Hui Giok ini adalah
seorang pemuda cacat yang bisu dan tuli! Selain daripada itu iapun tidak kenal pada kalian, entah
apa maksudmu mengulangi jalan perginya?"
Tertegun Sin-jiu Cian Hui, goyangan kipasnya jadi perlahan, agaknya ia sedang putar otak
untuk mencari jawaban yang tepat buat menanggapi pertanyaan tersebut
Sebelum ia sempat menjawab Kim-keh Siang It ti yang tampaknya bermusuhan dengan orang
she Cian itu telah menyela sambil tertawa dingin Hehehe. "Go heng, agar kau tidak kebingungan
bolehlah kuberitahu kepadamu, Saudara Cian itu mengalangi jalan pergi sobatmu lantaran dia
hendak mengangkat sobatmu itu menjadi Cong-piaupacu pimpinan tertinggi dan kaum Lok-lim di
wilayah Kanglam."
Go Beng-si terkejut, hampir saja ia tak percaya pada apa yang didengarnya barusan, pelahan
sinar matanya menyapu pandang sekejap jago-jago Lok lim itu, ia lihat Jit-giau-tui-hun Na Huihong
berdiri sambil tertawa dingin, sedang kedua bersaudara Mo termenung seperti lagi berpikir
keras, ini membuktikan bahwa apa yang didengarnya barusan memang benar dan bukan omong
kosong. Sin-jiu dan Cian Hui tertawa terbahak-bahak ?"Hahaha, benar! Tepat sekali perkataannya, aku
memang hendak mengangkat sobatmu ini menjadi Cong-piaupacu kita!" - Seraya berkata ia
goyangkan lagi kipasnya, embusan angin kipas menggoyangkan api lilin yang berada di tangan
Hui Giok. Go Beng-si terhitung pemuda cerdik, akan tetapi persoalan yang dihadapinya sekarang
membuat dia heran dan tidak habis mengerti, ia betul-betul tak paham maksud tujuan orang-orang
itu. Tok! Tok! Tok! bunyi ketukan memecahkan kesunyian ia berpaling, dilihatnya Kim-keh Siang Ithui
sedang berjalan menghampirinya dengan bantuan tongkat besi sambil tertawa dingin katanya:
"Angin malam berembus sejuk, inilah kesempatan yang paling bagus untuk berbincang-bincang,
saudara Go Bila kau tidak menolak aku hendak mengisahkan suatu cerita bagus untukmu, apakah
kau bersedia mendengarkannya?"
Pjkiran Go Beng-si tergerak, dia terbahak-bahak "Haha, sekalipun pengetahuan dan
pengalamanku sangat cetek, telah lama kudengar nama besar Kim keh Siang It ti Siang-toako
yang merupakan Toako kesayangan orang-orang perkumpulan Kim-keh-pang (perkumpulan ayam
emas). kalau Siang-toako bersedia mengisahkan cerita bagus kepadaku. tentu saja aku siap
mendengarkannya dengan seksama"
Kim-keh Siang It-ti tertawa nyaring, dia melirik sekejap ke arah Sin jiu Cian Hui lalu katanya
sambil tertawa "Hahaha mana... mana nama besar Bulim-sin-tong (bocah ajaib dari dunia
persilatanpun) sudah lama kudengar pula, cuma, saudara Go, kau mesti tahu, meskipun banyak
juga orang persilatan yang punya nama dan punya kepandaian banyak juga diantaranya bernama
besar, tapi kenyataannya cuma nama kosong belaka"
Setelah berhenti sebentar ia sengaja tidak melirik lagi ke arah Cian Hui, sambungnya "Dahulu
kala ada seorang saudara yang cuma ternama kosong seperti apa yang kumaksudkan itu. sudah
puluhan tahun lamanya dia malang melintang di dunia persilatan, kungfunya memang tidak jelek,
cuma sayang akhlaknya kurang baik, tapi saudara itu tak tahu diri, dia malah ingin menjadi Congpiaupacu
dunia persilatan. saudara Go coba bayangkan meski pun dia mempunyai perhitungan
yang muluk-muluk, memangnya orang lain mau tunduk kepada kehendak hatinya itu dengan
begitu saja."
Go Beng si tertawa terbahak-bahak, ia pandang Sin-jiu Cian Hui.
Orang itu ternyata tidak menunjukkan reaksi apa-apa, sambil menggoyangkan kipasnya dia
hanya bergumam "Wah, panas, hawa betul2 panas sekali"
Tampaknya acuh tak acuh dan memberi kesan kepada orang lain bahwa cerita yang
dikisahkan Kim-keh Siang It-ti barusan sebetulnya sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan
dia. Si Ayam emas Siang lt-ti juga tidak melirik sambil tertawa ujarnya lebih jauh: sekalipun
demikian, ternyata saudara itu tak putus asa, dengan pelbagai alasan akhirnya ia berhasil juga
mengumpulkan sahabat-sahabatnya yang ternama dan berkuasa di dunia persilatan untuk
bertemu di sebuah gedung kosong di tengah hutan, dan hendak menggunakan kelihayan
kungfunyu untuk memaksa sahabat-sahabatnya itu untuk mengakui dirinya sebagai Congpiaupacu
dari Lok-lim, siapa tahu sekalipun perhitungannya sangat tepat sampai waktunya ia baru
sadar bahwa kungfu sahabat-sahabatnya itu kendati lebih rendah dari padanya, tapi mereka dapat
bersatu padu, terpaksa dia cuma bisa mendelik belaka tanpa bisa berbuat apa-apa.
Si Tangan Sakti Cian Hui mendengus, ia melengos dan memandang cahaya bintang yang
bertaburan di angkasa.
Menyaksikan itu, diam-diam Go Beng Si tertawa geli, pikirnya: "0, rupanya si Tangan Sakti
Cian Hui ini ingin jadi pentolan kaum bandit, maka dia sengaja mendatangkan gembong dari
perkumpulan Kirn keh pang, si ayam emas Siang It-ti yang terkenal keras hati ini, Jit-giau-tui hun
Na Hui-hong yang ahli membuat obat bius serta dua orang dari Pak to jit-sat. jago-jago golongan
hitam di wilayah Kanglam untuk berkumpul disini. Huh, besar amat ambisi orang she Cian ini.
Sementara itu si ayam emas Siang It-ti telah melanjutkan katanya "Selamanya aku orang she
Siang kalau bilang satu tetap satu, dua tetap dua. Kungfu saudara itu memang lumayan juga,
terutama ilmu sebangsa Sian-thian-ceng-khi yang entah berhasil dipelajari dari mana,
kehebatannya memang cukup mengagumkan sekalipun empat orang sahabat persilatan yang
punya nama di dunia Kangouw sudah turun tangan bersama toh tak berhasil mengapa-apakan dia,
karena kedua pihak bertahan dengan seimbang, maka persoalanpun jadi berlarut. Hehehe,
saudara Go, Coba tebak apa tindakan selanjutnya dan saudara itu?"
Go Beng si cukup memahami keadaan, ia tahu bila dirinya tidak menanggapi pertanyaan itu,
tentu cerita Siang It ti selanjutnya sukar disambung lagi maka dia menggeleng dan menjawab
"Entahlah, aku tak dapat menebaknya!"
Kim keh Siang It li memang orang tak sabaran baru saja ucapan Go Beng-si itu di utarakan,
sambil menepuk pahanya sendiri ia melanjutkan: "Saudara itu ternyata banyak berangan-angan
yang bukan-bukan, dia telah mengusulkan suatu cara yang tak masuk akal"
"Apa yang dia usulkan?" tanya Go Beng-si.
Si Ayam emas Siang It-ti bergelak tertawa: "Hahaha, meskipun aku orang she Siang ini
seorang kasar dulupun pernah sekolah dua hari, aku cukup tahu maksud busuk sementara
menteri lalim, atau pembesar korup yang ingin jadi kaisar karena gagal menduduki jabatan itu atau
karena tak berani mendudukinya seringkali mereka mengangkat seorang bocah cilik atau seorang
manusia bodoh untuk dijadikan boneka, padahal mereka sendirilah yang sebenarnya menjadi
kaisar di belakang layar".
Ia berhenti sebentar, lalu sambil acungkan jari tangannya dia melanjutkan "Misalkan saja Co
Cho, meskipun sepanjang hidupnya tak pernah jadi Kaisar, tapi dia toh dapat membuat sang
Kaisar tunduk di bawah perintahnya" Coba bayangkan. bukankah kedudukannya itu tak jauh


Pendekar Satu Jurus Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berbeda dengan kedudukan seorang maha raja?"
Go Beng-si manggut-manggut, sekarang ia agak memahami duduknya perkara, pikirnya "Ah,
rupanya Sin jiu Cian Hui menyadari dia tak mungkin bisa menjadi Cong-piaupacu golongan hitam
di wilayah Kanglam maka dia sengaja mencari orang untuk menduduki jabatan tersebut kemudian
dia akan memaksa orang itu untuk menuruti perintahnya Hah, hebat juga jajan pikiran orang she
Cian ini. Belum habis dia berpikir, Kim-keh Siang It-ti sudah berkata lagi sambil tertawa dingin "Hehehe,
ternyata saudara yang kumaksudkan tadi ingin meniru cara kerja Co Cho, karena dia sendiri tidak
ada harapan akan menjadi Cong-piaupacu. maka ia berkata begini, "Situasi dunia persilatan saat
ini tidak aman, umat persilatan di daerah Kang-lam harus bersatu padu di bawah pimpinan
seorang yang bijaksana dan perkasa, kalau kalian tidak setuju bila aku yang menjabat kedudukan
itu, tolong tanya siapakah yang lebih pantas untuk menjadi pemimpin kalian?"
Sambil berkata, Kim-keh Siang It ti sengaja menggerakkan tangan kanan seperti orang yang
sedang berkipas melihat gayanya itu Go Beng-si jadi terbayang pada gaya bicara Sin Jiu Cian Hui
sambil menggoyangkan kipasnya tak tahan lagi dia tertawa geli.
Sedingin es air muka Sin-jiu Cian Hui, sorot matanya tertuju keluar pintu. sementara Jit giau tui
hun dan kedua bersaudara Mo tetap berdiri kaku, wajah mereka tidak memperlihatkan perasaan
apa-apa. hanya Siang It-ti saja yang tertawa terbahak-bahak, setelah menyaksikan Go Beng-si ikut
tertawa ujarnya lebih jauh "Sekalipun di mulut dia berkata begitu, tapi kalau orang lain memang tak
setuju dia yang menjabat Cong-piaupacu itu tentu saja iapun tak menyetujui orang lain yang
menduduki jabatan tersebut, maka ia berkata lagi "Menurut pendapatku lebih baik jabatan
diberikan saja kepada seorang yang sama sekali tak ada hubungannya dengan kita.
Semua orang lantas bertanya "Siapa dia"-"
Ia pura2 berpikir kemudian ia mencari tinta dan melukis, ia tuding lukisan yang tergantung di
dinding itu, lalu sambungnya lebih jauh "Itulah hasil karyanya, tentu saudara Go sudah melihatnya
bukan. Semua orang merasa tercengang ketika melihat saudara kita itu tiba-tiba melukis. Mulamula
kami mengira dia hendak pamer kemampuannya melukis.
Kembali ia berhenti sebentar untuk ganti napas: "Eh, saudara Go, aku lupa memberitahukan
sesuatu kepadamu, ketahuilah saudara kita itu bukan saja lihay dalam ilmu silat. iapun seorang
seniman, pada hari-hari biasa dia suka membuat syair, melukis atau main catur, seringkali ia
merasa bangga atas kemahirannya itu, malahan selalu bilang kedua tangannya itu lebih hebat
daripada tangan malaikat"
Go Beng si terbahak-bahak, ia tambah paham duduknya persoalan, sementara Siang It-ti telah
mengoceh lebih jauh: "Maka semua orangpun bertanya kepadanya "Buat apa lukisan itu" dia
meletakkan pit dan berlagak seperti orang yang bijaksana dan paling adil jawabnya: "Keadaan
sobat Lok-lim di dunia persilatan umumnya dan di daerah Kanglam khususnya, ibaratnya si buta
dalam lukisan ini, dia hanya terkesima oleh merdunya irama seruling, dianggapnya ia beruntung
dapat menikmatinya, tapi mimpipun tak tersangka olehnya bahwa selangkah lagi lebih ke depan,
dan bilamana tak ada orang menolong tepat pada saatnya. dia akan terjerumus ke dalam jurang
yang tak terkira dalamnya itu."
"Habis berkata, lukisannya itu digantung di dinding, semua orang tambah heran oleh tindak
tanduknya itu, maka iapun berkata lagi: "Sekarang kita gantungkan lukisan ini di sini, lalu kita taruh
pula tinta dan pit di sisinya, apabila ada orang dapat menolong si buta dalam lukisan ini, atau
menambah beberapa coretan dalam lukisan, maka dialah orang yang akan kita jadikan Congpiaupacu
kita" Mendengar perkataannya ini, semua orang merasa keberatan, tapi dengan serangkaian katakata
manis, ia berhasil melumpuhkan semua keberatan tersebut katanya. "Gedung kosong ini
terkenal sebagai gedung setan. Di hari-hari biasa hampir tak ada seorang manusiapun berani
datang ke sini, kalau kebetulan ada orang muncul di sini dan menambahi beberapa coretan pada
lukisan tersebut, ini berarti takdirlah yang menghendaki demikian. Thian yang mengirim dia datang
kemari untuk menjadi Cong-piaupacu orang-orang Lok-lim daerah Kanglam!"
"Selain itu, iapun berkata begini lagi. jika orang itu berani mendatangi rumah setan ini, nyalinya
pasti besar, jika ia dapat menemukan cara yang jitu untuk menolong si buta dalam lukisan setelah
melihat lukisan ini, maka orang itu bukan saja bernyali besar, tentu juga seorang cerdik dan arif
bijaksana, manusia macam begitulah yang paling cocok untuk kita jadikan Cong-piaupacu
sekalipun ia tak pandai bersilat juga tak menjadi soal, yang kita butuhkan adalah otaknya,
kecerdikannya serta kemampuannya untuk memberi komando, kalau ada kejadian apa-apa yang
memerlukan kekerasan. akhirnya kan kita juga yang harus mengatasinya?"
Berbicara sampai di sini Kim-keh Siang It ti berhenti dan menarik napas panjang, sedang Go
Beng-si yang semula merasa heran itu sekarang telah memahami peristiwa itu, cuma masih ada
beberapa persoalan yang membuatnya heran, ia pikir "Sin-jiu Ciau Hui betul-betul seorang
pentolan Lok-lim yang hebat, hanya manusia berotak cerdik saja yang dapat menemukan cara dan
siasat yang unik ini. Tapi kedua bersaudara Mo dan Na Hui Hong juga bukan orang bodoh, apalagi
mereka sudah menerka maksud tujuan Sin-jiu Cian Hui, mengapa mereka malahan menyetujui
usulnyanya?"
Terdengar Siang It-ti berkata lagi dengan suara nyaring "Sekalipun apa yang dia katakan
memang masuk akal, namun semua orang sudah mengetahui maksud tujuan yang sebenarnya,
tidak seharusnya semua orang menyetujui usulnya tapi apa mau di katakan, di antara beberapa
orang itu rupanya ada orang vang mempunyai jalan pikiran yang sama dengan dia, agaknya
orang-orang itupun ingin bermain sebagai Co Cho bagi mereka sendiri, maka dalam dua-tiga
patah kata saja mereka lantas bertepuk tangan sebagai tanda setuju pada usul tersebut"- Sambil
berbicara, ia mengerling sekejap ke arah kedua saudara Mo.
Dengan demikian, persoalan yang tidak dipahami Go Beng-si sekarangpun menjadi terang.
Kim-keh Siang It-ti mengalihkan pandangan nya sekejap ke sekeliling ruangan itu, ia
mendengus, lalu berkata lagi "Tak terkirakan rasa senang saudara kita itu setelah menyaksikan
semua orang menyetujui usulnya itu perlu diketahui orang yang hadir pada waktu itu adalah
pentolan2 Lok-lim yang punya nama di daerah Kanglam, asal mereka setuju maka orang lainpun
akan ikut menyetujuinya.
"Di antara sekian banyak orang, hanya ada satu orang yang tak menyetujui persoalan itu, akan
tetapi lantaran yang lain sudah setuju terpaksa iapun tak bisa menolak. Pada saat itulah, saudara
kita yang sangat ingin menjadi Co Cho itu bertepuk tangan satu kali, dari luar gedung segera
muncul tujuh delapan orang laki-laki berbaju ringkas yang membawa pedang. Hehehe rupanya
rencana saudara kita itu memang cukup sempurna, ternyata ia sudah menyiapkan orangnya lebih
dahulu" Diam-diam Go Beng-si merasa geli pikiran. "Mungkin orang-orang inipun tidak datang
sendirian ke tempat ini "
"Setelah orang-orang itu masuk ke dalam ruangan, saudara kita ini mencari satu orang di
antaranya agar bersembunyi di atas rumah," tutur Siang It-ti lebih jauh, "diberitahukannya, kepada
orang itu, bila ada orang mencoret lukisan tersebut, maka ia harus segera memberi tanda kepada
yang lain. Ia tertawa dingin, dengan sinis ia menambahkan "Siapa tahu meski perhitungan saudara kita
itu cukup sempurna, toh ada satu hal yang tak tersangka olehnya ternyata orang yang
menambahkan beberapa goresan di lukisan itu adalah seorang .Hehe, saudara Go coba lihatlah,
menarik bukan cerita ini?"
Baru selesai ia berbicara, Sin-jiu Cian Hui telah menengadah dan tertawa terbahak-bahak. ia
berpaling dan memandang sekejap ke arah Siang It ti, lalu gelak tertawanya yang nyaring itu
berubah jadi tertawa dingin, katanya ," Hehehe. selama ini aku hanya mengetahui Kim-keh Siang
itu Siang tayhiap memiliki serangkaian jurus serangan ilmu tongkat baja yang lihay tak pernah
kusangka kalau caranya bersilat lidah saudara Siang kita juga lihaynya bukan kepalang."
Siang It-ti tertawa dingin: "Tidak berani, tidak berani" kalau dibandingkan kau hehehe, masih
selisih jauh!"
Sin-jiu Cian Hui berpaling ke arah lain, ia tak pedulikan si ayam emas lagi, ujarnya kepada Go
Beng-si sambil tertawa: "Saudara, setelah kau nikmati cerita Siang-pangcu itu, bersediakah kau
mendengarkan lagi suatu kisah lain yang lebih menarik?"
"Tentu saja, silahkan bercerita," kata Jit-giau-tongcu sambil tertawa.
Meskipun di mulut berkata begitu di dalam hati ia berpikir lain "Kalau melihat gelagatnya saat
ini, agaknya saudara Hui ini harus menjadi Bengcu golongan hitam wilayah Kanglam selama
beberapa hari, Wah. kejadian ini memang betul-betul sangat menarik"
Ia berpaling ke arah Hui Giok, dilihatnya sobatnya itu sedang memandang langit ruangan
dengan kesima, entah apa yang sedang dilamunkan"
Sin jiu Cian Hui terbahak-bahak, dia lipat kipasnya lalu berkata "Di hadapan teman tak perlu
bicara gelap-gelapan, di hadapan saudara yang cerdikpun aku tak mau meniru cara rendah
manusia munafik, kalau ingin mengucapkan sesuatu atau memaki seorang, mengapa tidak
diucapkan secara blak-blakan, sebaliknya sengaja putar kayun dan bicara tersembunyi-bunyi Huh,
memalukan,"
"Andaikata tidak berada di depan saudara Go yang cerdik, kurasa kaupun akan putar kayun,
bersembunyi-bunyi dan tak berani blak-blakan" sambung Siang It-ti dengan tertawa dingin.
Sin-jiu Cian Hui mendengus, tanpa berpaling ia berkata lebih lanjut "Sekalipun selama ini Go
heng hanya bergerak di daerah utara, meski agak asing dengan situasi dunia persilatan daerah
Kang lam, kukira sedikit banyak tentu kaupun tahu keadaan dunia persilatan daerah Kanglam
dewasa ini tak jauh berbeda dengan suasana di daerah utara, hampir boleh dibilang sudah
berubah menjadi dunianya Hui-liong-piaukiok, meskipun beberapa tahun belakangan ini Liongheng-
pat-ciang Tham Beng jarang sekali bergerak di dunia Kangouw, tapi dalam tujuh propinsi di
selatan sungai besar dan enam propinsi di utara terdapat 23 kantor cabang Hui-liong-piaukiok,
bahkan beberapa di antaranya terdapat jago silat yang terhitung tangguh.
Go Beng-si melirik sekejap ke arah Hui Giok yang berdiri termangu di samping sana, diamdiam
pikirnya: "Ai, entah bagaimana perasaan saudara Hui bila ia dapat mendengar perkataan
ini?" Tapi Hui Giok cuma termangu, ia tidak mendengar apa-apa, ia masih memandang langit-langit
ruangan yang gelap dengan pandangan kosong, pelbagai ingatan berkecamuk dalam benaknya, ia
tak tahu bahwa tak lama lagi nasibnya akan mengalami perubahan yang amat besar.
Sambil mengelus jenggotnya yang panjang, Sin-jiu Cian Hui tertawa keras, sambungnya lebih
jauh. "Bukan maksudku bicara takabur meskipun kungfu Piausu Hui-liong-piaukiok terhitung lihay,
tapi bila bertarung satu lawan satu, hehehe, aku orang she Cian masih belum pandang sebelah
mata terhadap mereka."
Ia melirik sekejap ke arah Si ayam emas Siang lt ti, terusnya: "Sekalipun tiga atau lima orang
maju bersama-sama, aku orang she Cian juga takkan takut, cuma jumlah mereka sangat banyak,
maka Hui-hong piaukiok pada saat ini telah membentuk suatu kekuatan paling besar di dunia
persilatan. "Puluhan tahun yang lalu, ketika tokoh sakti masih banyak bermunculan di dunia persilatan,
pernah ada orang membikin peraturan bagi golongan putih maupun golongan hitam, bagi sahabatsahabat
Lok-lim yang mendirikan sarang di atas bukit dilarang membegal kaum pelancong yang
sendirian, dilarang membegal barang kawalan yang bersih, sekalipun beratusan ribu tahil perak
disodorkan ke hadapan mu juga tak boleh mengusiknya sekepingpun, sebaliknya pihak Piaukiok
juga dilarang melindungi harta pembesar yang korup, dilarang mengawal barang-barang gelap
dilarang pula mengawal harta milik manusia yang tak berbudi dan kotor, sudah puluhan tahun
lamanya peraturan itu berjalan dengan lancar, siapapun tak berani melanggarnya."
Ia berhenti sebentar untuk ganti napas, lalu terusnya "Tapi sejak perusahaan Hui-liongpiaukiok
merajai dunia pengawalan, mereka tak mengindahkan peraturan itu lagi, dengan tindakan
mereka bukan saja para rekan Lok-lim di utara dan selatan sama kehilangan nafkah, kawankawan
Lok-lim di kedua tepi sungai Huang juga hampir saja tak dapat makan."
Geli juga Go Beng-si mendengar ucapan itu, pikirnya. "Memangnya tanpa hidup merampok
atau membegal, engkau tak bisa hidup di dunia ini?" -Tentu saja jalan pikiran itu tak sampai
diutarakannya. Terdengar Sin-jiu Cian Hui meneruskan lagi "Situasi dunia persilatan kian hari kian runyam,
aku Cian Hui sebagai salah seorang pemuka Lok-lim tak dapat berpeluk tangan membiarkan
orang-orang kita mati kelaparan, sebab itu ku undang Na-pangcu. Siang-pangcu dan Mo-si-sianghiap
untuk berkumpul di sini serta merundingkan cara yang paling baik untuk mengatasi kesulitan
ini, selain daripada itu akupun ingin menghimpun kembali kekuatan Lok-lim yang sudah lama
bercerai-berai itu, agar kita orang-orang Lok-lim tak menderita oleh tingkah ulah pihak Hiu-liongpiau-
kiok" Berbicara sampai di sini sinar matanya beralih ke arah Go Beng-si.
Jit-giau-kongcu bukan orang bodoh dia lantas tertawa katanya, "Cian-locianpwe memang
hebat orang lain sukar menandingi kemampuanmu."
Kim-keh Siang It-ti sudah telanjur sentimen tak sedetikpun mau lewatkan kesempatan baik
cepat ia menyela sambil tertawa: "Hahaha, bila kita teringat kembali pada jaman Sam Kok, waktu
itu negeri Gui yang paling tangguh siapa bilang Co Cho (tokoh yang paling kontroversil di jaman
Sam Kok atau Tiga Negeri) bukan seorang yang hebat yang tak dapat ditandingi oleh orang lain,
Hahaha saudara Go, perkataanmu memang sangat tepat!"
Si Tangan Sakti Cian Hui mendengus dan tak sudi melirik musuhnya itu, sambil mengelus
jenggotnya dia melanjutkan "Siapa tabu maksud-baikku ini telah dianggap sebagai maksud jahat
oleh orang lain, dalam keadaan seperti ini terpaksa akupun mengajukan usul, ternyata Mo-tayhiap
yang segera menyetujuinya Na-pangcu juga tidak menolak sebab itulah akupun bertepuk tangan
dengan mereka sebagai suatu ikrar bersama, dalam hal ini aku tak pernah menggunakan
kekerasan untuk memaksa mereka menurut, adalah mereka sendiri yang menyetujuinya.
"Saudara Go, sebagai orang persilatan yang seringkali melakukan perjalanan dalam dunia
persilatan, yang kita utamakan adalah menepati janji yang telah diucapkan jangankan sobatmu
saudara Hui cuma seorang pemuda yang tak dapat mendengar dan tak dapat berbicara, sekalipun
dia buta goblok, sinting, perjanjian mi juga tak boleh diubah lagi, apalagi saudara Hui sekalipun
bisu dan tuli, tampangnya kan gagah?" Sudah puluhan tahun lamanya aku berkelana di dunia
persilatan, kupercaya mataku masih dapat mengenali kwalitet manusia, cukup sekali pandang saja
aku sudah tahu bahwa Hui-heng ini adalah seorang yang berbakat dan memiliki kelebihan
daripada orang biasa, sebab kalau tidak orang macam saudara Go tentu tak akan sudi bersahabat
dengannya, betul tidak!"
Ucapan ini diutarakan dengan suara yang nyaring bagai bunyi genta yang bergema di
angkasa, sinar matanya yang tajam dan mukanya yang kereng menambah wibawanya sambil
menggoyangkan kipasnya Cian Hui kembali tertawa nyaring.
Tergerak hati Go Beng-si dia berpikir "Si Tang
Kemelut Di Ujung Ruyung Emas 4 Jodoh Rajawali Karya Kho Ping Hoo Pendekar Kembar 7
^