Pencarian

Pendekar Setia 13

Pendekar Setia Pendekar Kembar Bagian Ii Karya Gan K L Bagian 13


dak lebih hanya untuk membela diri," seru Ciau-bu, "Kau tahu,jika tidak kubunuh ibumu dan saudaramu, akulah yang akan dibunuh mereka,"
Hoay-soan menghela napas dan menyingkir kesana, sungguh ia tidak ingin bicara lagi dengan kakak yang jahat itu.
"Kan Ciau-bu," seru Le Siok-coan. "Kau kira tidak ada yang tahu dua gadis yang kau sembunyikan itu. Huh, ketahuilah segala sesuatu di dunia ini hanya takkan diketahui orang apabila engkau memang tidak berbuat sasuatu. Padahal jauh sebelumnya adik Hoay-soan sudah pernah bertemu satu kali denganku dilautan bebas sana, maka kucari dia baru diketahui sebenarnya kau adalah Kan Ciau-bu dari Thian Ti hu dan bukan putra Yu Bun-thian. Syukurlah adik Hoay-soan mengutamakan keadilan dan kebanaran, kami
lantas barsama-sama barusaha untuk membongkar berbagai dosamu. Tapi lantaran kekuasaanmu cukup kuat, kami tidak berani sembarangan bertindak. Sekarang Koh-tianglo, Tai tianglo dan Kan-tianglo sudah pergi semua, kau telah kehilangan pembantu yang dapat diandalkan, maka biarlah sekarang juga kita mengadakan-perhitungan terakhir."
Kan Ciau-bu menyadari bukti dan saksi cukup lengkap, maka ia tidak berani berdebat lagi, malahan ia sengaja menantang, "Bikin perhitungan juga boleh, memangnya mau apa" Paling-paling cuma mati saja, kenapa takut" Tapi bila aku mati, terpaksa kau pun harus hidup menjadi janda. Ada lagi isteriku yang sekarang ini, mendingan kau, masih ditemani seorang putri kita."
Dengan ucapan ini tiada ubahnya dia mengaku mengaku dosanya sendiri.
Keruan para anggota Thi-bang-pang menjadi gusar dan sama berteriak, "Lekas bunuh bangsat ini untuk membalas dendam Lo Pangcu."
"Ya. cincang dia atau gantung saja" teriak yang lain.
Kan Ciau-bu bergelak tertawa. "Wahai Pangcuku, jandaku sayang, lekas kau beri perintah agar semua orang tidak menunggu terlalu lama lagi," seru Ciau-bu.
Dia benar-benar seorang penjahat yang tabah, dalam keadaan demikian ia malah menantang.
Selagi Siok-coan hendak memberikan perintah, mendadak Lim Khing-kiok berseru. "Cici...."
Lim Khing-kiok dan Le Siok-coan boleh dikatakan senasib, dengan sendirinya Siok-coan dapat mengerti maksud seruan Khing-kiok itu, yaitu tidak sampai hati menyaksikan kematian Kan Ciau-bu didepan mata sendiri. Lebih-lebih Lim Khing-kiok, ia berduka karena putri sendiri yang baru berumur sebulan akan segera kehilangan ayah.
Setelah memandang sekajap wajah Lim Khing-kiok yang berduka itu, Siok-coan menghela napas, katanya kemudian, "Giring pergi dan tahan dulu"
Meski para anggota Thi-bang-pang tidak rela karena Kan Ciau-bu tidak dihukum mati sekarang juga , tapi juga tidak ada yang berani menyatakan sikapnya. Betapapun mereka tetap segan kepada Le Siok-coan, meski sudah berselang satu tahun dan sekarang menjabat Pangcu lagi, namun wibawanya masih tetap besar.
Segera beberapa anggota Thi-bang-pang menggusur pergi Kan Ciau-bu, berbareng juga menggotong pergi mayat Go Lam-thian untuk dikubur.
"Cara bagaimana Cici akan membereskan dia?" tanya Khing kiok kemudian.
"Akupun tidak tahu cara bagaimana memutuskan soal ini," ujar Siok-coan. "Orang yang paling berjasa dalam hal ini ialah Yu-kongcu, biarlah kita tanya bagaimana pendapatnya?"
Ia pandang Yu Wi yang berwajah serupa benar dengan Kan Ciau-bu, tapi jelas lebih polos dan jujur itu, tanpa terasa sangat terharu hatinya. Pikirnya, "Semua ini permainan nasib, kalau saja tidak kukenal dia lebih dulu, mana bisa aku terikat oleh bangsat itu sehingga terjadi keadaan seperti sekarnng ini."
Namun dia tidak menyalahkan Yu Wi melainkan cuma menganggap sudah suratan "nasib".
Yu Wi juga lantas menggeleng dan menyatakan pendapatnya, "Terserah, akupun tidak dapat memutuskannya."
Meski Kan Ciau-bu adalah musuhnya. tapi bila teringat kepada sang ibu, ia merasa tidak tega membunuh putra beliau yang lain alias saudaranya sendiri lain ayah. Ia pikir, "Mungkin Kan Ciau-bu belum mengetahui siapa sesungguhnya ibu kandungnya, disangkanya dia dilahirkan oleh Lau Heng-cui. isteri Kau Jung-ki yang pertama dan sudah meninggal itu. Maklumlah, menurut buku silsilah keluarga Kan, disitu tercatat "Giok-ciang-kim-tiap" Lau Heng-
cui meninggal karena melahirkan dan meninggalkan anak Kan Ciau-bu.
Padahal Lau Heng-cui mati karena melahirkan memang betul, namun anak yang dilahirkan juga mati bersama. Sedangkan putra yang ditinggalkan itu adalah anak Kan Jung-ki yang dilahirkan Tan Siok-cin dan diantarkan pada waktu Kan Jung-ki menikah lagi. Diam-diam Kan Jung-ki dan isterinya memelihara anak yang ditinggalkan Tan Siok-cin dan menganggapnya sebagai Kan Ciau-bu yang dilahirkan Lau Heng-cui. Hal ini sangat sedikit diketahui orang, andaikan tahu juga tak ada yang berani membongkarnya. sebab itulah sejak kecil Kan Ciau-bu mengira ibu kandungnya ialah Lau Heng-cui.
Khing-kiok mendekati Yu wi dan bertanya dengan suara tertahan, "Apakah tetap hendak kau cari ayahku untuk menuntut balas?"
Pertanyaan yang mendadak ini membikin Yu wi sukar memberi jawaban.
"Mungkin tidak kau ketahui bahwa ayahku sudah meninggal hampir setahun lamanya." kata Khing-kiok pula.
---ooo0dw0ooo---
KARENA terkurung di lembah buntu itu, maka perubahan dunia Kangouw selama setahun ini tidak banyak yang diketahui Yu Wi.
Sebelum terkurung dilembah itu, berdasarkan daftar nama pembunuh yang diterimanya dari ayah Ko Bok-cing dahulu, satu persatu musuh itu telah diselidikinya, maka dapat diketahuinya ayah Lim Khing-kiok, yaitu Lim Sam-han juga termasuk salah satu pembunuh ayahnya, sebabnva Lim San-han ikut dalam komplotan pembunuh itu adalah karena antara ayah Yu Wi dan Lim San-han sama-sama orang Soa say,
Dahulu setelah Yu Bun-thian meninggaikan panglima angkatan perang KoSiu, dia lantas pulang ke kampung halaman sendiri di Soasay. Disana dia tidak senang melihat tingkah laku Lim San-han
yang sewenang-wenang itu. maka pernah satu kali ia ikut campur urusannya.
Alhasil Lim Sam-han merasa dirinya bukan tandingan Yu Bun Thian. maka tidak berani berbuat kejahatan secara terang-terangan,
Namun Lim Sai-han juga tidak rela ditindas orang lain, iapikir kalau Yu Bun-thian dilenyapkan barulah dirinya dapat merajalela lagi di daerah Soasay.
Kebetulan ada komplotan musuh Yu Bun-thian mencarinya ke Soasay dan bersiap menyergapnya. Hal ini diketahui Lim Sam-han, ia lantas mengajukan diri untuk ikut dalam komplotan jahat itu.
Ia lantas mengatur siasat dan pasang perangkap, ia pura-pura mengundang Yu Bun-thian kerumahnya untuk berdamai, katanya ingin mengadakan perjanjian dengan Yu Bun-thian dan takkan lagi melakukan keganasan di daerah Soasay.
Sudah tentu Yu Bu-thian merasa senang bilamana kekuatan jahat di daerah Soasay bisa dibersihkan, maka dengan gembira ia terima undangan Lim Sam-han. Dalam perjamuan itu sikap Lim Sam-han sangat akrab dan berulang-ulang mengadi gelas dengan Yu Bun-thian. Namun menghadapi kawakan Kangouw seperti Yu Bun-thian, Lim Sam-han tidak berani menaruh racun di dalam arak, namun arak yang disediakan itu berkadar tinggi, karena terlalu banyak minum, akhirnya terasa pening juga kepala Yu Bun-thian.
Pada saat itulah kawanan musuh Yu Bun-thian lantas muncul. Waktu itu Yu Bun-thian tidak tahu Lim San-han berkomplotan dengan mereka, disangkanya jejak sendiri dapat diketahui musuh sehingga disusul kesitu. Meski jumlah musuh sangat banyak namun Yu Bun-thian tidak gentar, ia tempur mereka dengan tenang.
Meski dalam keadaan agak mabuk, Yu Bun-thian tidak terkalahkan dalam pertempuran itu. Lim Sam-han pura-pura kuatir dan berlagak ingin bantu Yu Bun thian, Tapi satu ketika selagi Yu Bun-thian lengah, mendadak ia hantam punggungnya.
Pukulan Lim Sam-han itu tidak membinasakan Yu Bun-thian seketika itu, tapi membuatnya kehilangan daya tempur, dengan mati-matian Yu Bun-thian menerjang keluar kepungan dengan penuh luka.
Setiba dirumah, keadaannya sudah kembang-kempis, sebelum mengembuskan napas terakhir ia sempat meninggalkan pesan kepada Yu Wi yang masih kecil bahwa yang mencelakainya ialah Hek po-pocu Lim Sam-han.
Meski waktu itu Yu Wi masih kecil. tapi nyalinya sangat besar, ia menyamar diri mengaku she Tan seperti ibunya serta menyusup ke Hek-po atau benteng hitam dan mencari kesempatan untuk membalas dendam. Separti apa yang telah diuraikan pada permulaan cerita ini (bacalah Pendekar Kembar). selanjutnya Yu. wi lantas berkecimpung di dunia Kangouw lantaran Lim Khing-kiok telah menolongnya lari dari Hek-po sehingga untuk sementara rasa permusuhannya terhadap Lim Sam-han banyak berkurang. Kemudian setelah tahu lebih jelas perbuatan Lim Sam-han terhadap ayahnya, rasa dendamnya tambah berkobar, ia pikir kalau Lim Sam-han tidak menyergap ayahnya dari belakang, tentu takkan meninggal, apa lagi sergapan Lim itu dilakukan secara rendah dan pengecut"
Sebab itulah ia bertekad akan membunuh Lim Sam-han untuk membalas sakit hati kematian ayah tanpa menghiraukan lagi budi pertolongan Lim Khing-kiok, Sekarang dari keterangan Lim Khing-kiok sendiri diketahuinya Lim Sam-han telah meninggal dunia, diam-diam ia menyesal tidak dapat menuntut balas dengan tangan sendiri.
Ia coba tanya, "Cara bagaimana ayahmu meninggal?"
"Dibunuh musuh" sahut Khing-kiok,
"Musuh siapa?" tanya Yu wi dengnn gegetun.
"Apakah engkau menyesal karena musuh yang kumaksudkan bukan dirimu?"
"Ya, akhir-akhir ini aku memang bertekad akan membunuh Lim-pocu untuk menuntut balas" jawab Yu Wi terus terang.
"Dan sekarang tentunya hatimu dapat tenteram, pada waktu meninggal mungkin ayahku mengira engkau yang membunuhnya."
"He, maksudmu Kan Ciau bu yang membunuhnya?" tanya Yu Wi dengan terkejut.
Khing-kiok mencucurkan air mata, sahutnya, "Ya, memang perbuatan orang jahat itu."
"Mengapa dia membunuh Lim-pocu?" heran juga Yu Wi.
"Jiwa Kan Ciau-bu sangat sempit. sedikit sakit hati pasti dibalasnya. Soalnya dahulu orang Hek-po pernah menyatroni Thian-ti-hu, maka sudah tentu timbul hasratnya akan menuntut balas. Tahun yang lalu setelah Koh Peng bertiga Tianglo menggabung diri padanya, ia mengira dunia sudah miliknya, musuh pada masa lampau satu persatu hendak dicarinya untuk membalas dendam. Satu hari, bersama Ce Ti-peng ia menuju ke Soasay, dia bilang padaku pada kesempatan itu akan berkunjung ketempat ayah.
"Sesudah pulang, kutanya bagaimana keadaan ayah, apakah sehat dan baik saja" Aku jadi curiga ketika ia menjwab secara samar-samar. Diam-diam kutanyai Ce Ti-peng, karena tidak tahan kudesak akhirnya Ce Ti-peng memberitahukan padaku bahwa ayah telah dibunuh olehnya."
Yu Wi menggeleng kepala oleh cerita itu. pikirnya, "Ayah Ciau-bu adalah seorang pahlawan gagah perkasa dan serba pintar, mengapa bisa mengeluarkan anak yang berjiwa rendah dan kotor seperti dia?" Selagi menghela napas, tiba-tiba dari jauh berkumandang suara teriakan dan bentakan orang.
Sementara itu anggota Thi-bang-pang sudah bubar, yang tertinggal hanya Yu Wi, Soh-sim, Pek-yan dan Hana. Le Siok-cian sudah masuk ke dalam untuk mengatur pekerjaan rumah dan Thi-bang pang yang sudah lama ditinggalkannya.
Waktu Yu Wi berpaling, dengan jelas terlihat dua orang melayang tiba secepat terbang. Yang di depan adalah seorang kakek berjubah merah, wajahnya tampak kereng dan terhormat. Di belakangnya adalah seorang pemuda yang berwajah angkuh.
Tempat yang dilalui kedua orang itu, apabila dirintangi anggota Thi-bang-pang, mareka hanya bergerak lincah, dengan sedikit menggerakkan kaki dan tangan, seketika anak buah Thi-bang-pang dapat dirobohkan dengan sangat mudah.
"Haha, inikah anak murid Goat-heng-bun?" terdengar pemuda dibelakang si kakek bergelak tertawa, nadanya menghina. Sesudah dekat, si kakek lantas berseru, "Dimana orang Goat-heng-bun?"
Yu Wi tampil ke muka dan memberi hormat,jawabnya, "Auyang-cianpwe, baik-baikkah selama berpisah?"
Kakek itu memandang Yu Wi sekejap, sahutnya dengan tertawa, "Aha, bertemu lagi"
Kiranya kakek ini ialah Hai-liong-ong Auyang Liong-lian, pemuda di belakangnya adalah putranya, Auyang Po.
Berhadapan dengan Yu wi, sikap angkuh Auyang Po seketika lenyap. rupanya ia belum lupa kepada kekalahannya dahulu
"Apakah anak murid Goat-heng-bun sudah mampus seluruhnya?" demikian Auyang Liong-lian berseru pula.
"Mengapa mulut Cianpwe sedemikian kotor." kata Yu Wi.
Auyang Liong-lian melengak, tanyanya, "Memangnya ada sangkutpaut apa antara anak murid Goat-heng-bun denganmu?"
"Cayhe ialah murid Goat-heng-bun," kata Yu Wi.
"Cuh" Auyang Liong-lian meludah, lalu menjengek, "Hm, setimpal kau?"
Yu Wi tidak menghiraukan sikap orang yang congkak itu, ucapnya dengan tetap sopan, "Ada Keperluan apakah Cianpwe mencari murid Goat-heng-bun?"
"Suruh orang Goat-heng-bun bicara sendiri denganku," ujar si kakek,
"Akulah satu-satunya murid Goat-heng-bun disini," sahut Yu Wi.
"Hm, boleh juga kucoba betapa kekuatanmu sehingga berani mengaku sebagai murid Goat-heng-bun, " jengek Auyang Liong-lian sambil menjulurkan tangan.
"Apakah Cianpwe sudah dapat makan ikan aneh dibawah pulau Holo sana?" tanya Yu Wi dengan tertawa.
"Kau dapat memakannya, dengan sendirinya akupun dapat makan," kata Auyang Liong-lian.
"Pantas engkau ingin mencoba tenaga genggamanku," Yu Wi bergelak tertawa. Segera iapun menjulurkan sebelah tangan, tapi tangan kiri emas.
"Masakah ada orang berjabatan tangan dengan tangan kiri?" ujar si kakek,
Dilihatnya tangan kiri Yu Wi itu berwarna keemasan, ia takut ada sesuatu yang tidak beres. Meski dia sudah makan ikan ajaib yang berkhasiat menumbuhkan tenaga dalam itu, namun ia tetap tidak berani gegabah.
"Dengan tangan kanan juga boleh," kata Yu Wi dengan tertawa. Segera ia ganti menjulurkan tangan kanan, tapi diam-diam mengerahkan ilmu sakti Koh-bok-siau-kang yang mempunyai daya isap itu. Auyang Liong-lian mengerahkan segenap tenaga dalamnya, diam-diam ia bergirang dan yakin setelah ia berjabatan tangan baru Yu Wi akan merasakan kelihaiannya. Siapa tahu begitu berjabatan tangan, sama sekali ia tidak dapat merasakan tenaga perlawanan Yu Wi, sebaliknya tenaga sendiri yang dikerahkannya itu terus bocor keluar. Keruan ia terkejut dan cepat menarik kembali tangannya
"Eh, bagaimana kalau coba dengan tangan kiri saja," ujar Yu Wi dengan tertawa, "Cuma bila berjabatan dengan tangan kiri, mau tak-mau engkau pasti akan lebih runyam, jika takut, kukira lebih baik jangan mencobanya."
Auyang Liong-lian merasa penasaran segera ia menjulurkan tangan kiri, ia pikir biarpun tenagamu terasa aneh, masakah bisa lebih kuat daripada tenagaku setelah kumakan ikan ajaib itu. kalau tidak, mana bisaku tarik kembali tanganku dengan begini gampang" Tapi begitu mereka berjabatan tangan kiri, seketika Auyang Liong-lian merasakan tenaganya terkuras terlebih hebat, mungkin kalau berjabatan tangan setengah jam saja seluruh tenaga dalamnya bisa terkuras habis. Cepat ia membentak dan menarik tangan sekuatnya, tapi tangan kiri lawan ternyata tidak bergerak sedikitpun dan tetap memegang tangannya dengan erat. Sampai dua tiga kali Auyang Liong-lian membentak dan menarik tangan barulah Yu Wi melepaskannya dengan tertawa.
Karena sejenak ini saja tenaga dalam Auyang Liong-lian sudah terisap tidak sedikit, lengan kiri juga tarasa pegal sehingga hampir tidak kuat terangkat. Diam-diam ia terkejut dan heran dari manakah bocah ini mendapatkan ilmu ajaib ini, mengapa bisa mengisap tenaga lawan"
Meski didalam hati terkejut, tapi dimulut dia tidak berani sembarangan omong lagi, sebab biar bagaimana pun kekuatan Yu Wi ternyata jauh diatasnya, kalau anak muda itu tidak melepaskan dia, jangankan menggertak tiga kali, biarpun berteriak seratus kali juga tetap tidak terlepas. Tadi dengan sekali tarik saja tangan kanan dapat terlepis dari pegangan lawan, sekarang ia pikir pasti Yu Wi sengaja mengalah padanya, Maka dia tidak berani memandang rendah lagi kepada anak muda itu, cepat ia memberi hormat dan berkata, "Ada sepucuk surat harus kusampaikan langsung kepada Ciangbunjin Goat-heng-bun."
"Serahkan padaku kan sama saja," ucap Yu wi dengan tertawa. Auyang Liong-lian lantas mengeluarkan sepucuk surat dan diangsurkan dengan kedua tangan.
Yu Wi menerimanya dan coba membacanya, pada sampul surat tertulis; "Kepada yang terhormat ketua Goat-heng-bun".
Lalu ia buka sampul dan membaca suratnya, isi surat itu berbunyi; "Dengan pengirim surat Auyang Liong-lian, dengan ini
kami tantang Ciangbun bersama segenap anak murid untuk bertanding dipuncak Kun-san pada pertengah bulan terakhir (bulan dua belas), urusan menyangkut mati-hidup kedua perguruan, hendaknya hadir pada waktunya". Di bawah surat itu ditanda tangani ketua Thay-yang-bun.
Diam-diam Yu Wu terkejut, "Siapakah di dunia ini yang mampu menjadikan Auyang Liong-lian sebagai pengantar surat?"
Dari derajat si pengantar surat tentu dapat dinilai betapa tinggi dan terhormatnya kedudukan penulis surat itu.
Dengan suara hormat Auyang Liong-lian lantas bertanya, "Bagaimana surat balasannya?"
"Jadi, pasti datang" Jawab Yu Wi, singkat dan tegas.
Auyang Liong-lian sekarang benar-benar sangat takut kepada Yu Wi, ia tidak berani tinggal lebih lama lagi, dengan membawa jawaban tegas itu segera ia mohon diri. Pada waktu datangnya tadi Auyang Po juga main bentak dan berlagak tuan besar, sekarang dia ikut pergi dibelakang ayahnya, kentut saja tidak berani.
Le Siok-coan mendengar suara ramai-ramai itu dan keluar untuk bertanya apa yang terjadi.
Yu Wi menceritakan maksud kedatangan Auyang Liong-lian dengan surat tantangan tadi, lalu berkata, "Ada suatu permohonanku, entah dapat diterima atau tidak?"
Dengan tertawa Le Siok-coan menjawab, "Ada urusan apa, silakan bicara saja dan jangan sungkan-sungkan."
"Ada dua persoalan ingin kutanyakan kepada Cin Pek-ling soal pertama adalah ...." Yu Wi lantas menyodorkan surat antaran Auyang Liong-lian tadi kepada Siok-coan.
Sesudah membaca isi surat itu, Siok-coan berkata, "Apakah kau sangsikan siapa si pengirim surat ini?"
Yu Wi mengiakan,
"Ya, memang, kalau orang yang mengaku ketua Thay-yang-bun berada disini, siapa pula yang berani bertindak sesombong ini dengan menulis surat tantangan ini?" ucap Le Siok-coan.
"Makanya perlu kutanyai Cin Pek-ling," kata Yu Wi. "Soal lain adalah mengenai seorang anakku yang berada padanya dan hendak kuminta kembali."
"Siapa nama anakmu?" tanya Siok-coan.
"Ki-ya," tutur Yu Wi.
Mendengar nama putra Yu Wi itu, diam diam Soh-sim alias Bok-ya tahu apa artinya.
Le Siok-coan lantas berkata pula "Aku bukan murid Goat-heng-bun, sebenarnya Cin Pek-ling tidak perlu ditahan disini. Biarlah kuserahkan dia kepadamu dan terserah apa yang hendak kau-lakukan terhadapnya."
"Terima kasih," Yu Wi memberi hormat.
Pada saat itulah mendadak seorang anak buah Thi-bang-pang berlari datang dan memberi lapor dengan gugup
"Tah... tahanan kabur ...."
"Siapa yang kabur?" tanya Siok-coan dengan terkejut.
"Ketua Thay-yang-bun, Cin Pek-ling," sahut pelapor itu.
Seketika hati Yu Wi serasa tenggelam, diam diam ia mengeluh, kalau Cin Pek-ling tidak ada, kepada siapa akap meminta kembali anaknya"
Segera pelapor tadi menambahkan lagi, "Ada lagi. . . ."
"Siapa?" potong Le Siok-coan tak sabar. Pelapor itu gelagapan sekian lamanya dan tidak berani bicara,
"Pasti Kan Ciau-bu," kata Yu Wi.
Dengan gugup pelapor itu mengangguk.
Segera Siok-coan membentak, "Siapa yang begitu berani melepaskan mereka?"
Pelapor itu berlutut ketakutan, sahutnya dengan gemetar, "En . . .entah, hamba tidak tahu."
"Adakah Ce Ti-peng disana?" tanya Yu Wi.
Pelapor itu menggeleng kepala, "Sudah setengah hari tidak . . .tidak tampak bayangannya."
Yu Wi menghela napas, katanya "Dia bukan anggota Thi-bang-pang, besar kemungkinan dia yang melepaskan Kan Ciau-bu."
Tapi lantas timbul lagi rasa sangsinya, katanya pula, "Tapi tidak mungkin dia juga membebaskan Cin Pek-ling yang merupakan musuhnya."
IA tidak tahu bahwa setelah Ce Ti-peng melepaskan Kan Ciu-bu. kemudian Kan Ciau-bu yang membebaskan Cin Pek-ling, tujuannya jelas ingin bersekutu dengan Cin Pek-ling sebab musuh bersama mereka sekarang ialah Yu Wi.
---ooo0dw0ooo---
Tibalah Lah-gwe atau bulan kedua-belas, angin meniup dingin menyayat kulit serupa dicocok oleh jarum, kebanyakan pejalan kaki sama berkeret leher dan membungkuk punggung, meski memakai baju tebal tetap tidak tahan rasa dingin yang merasuk tulang. Kun-san juga terkenal dengan nama Siang-san, yaitu umumnya dikenal sebagai Tong-ting-san, terletak dibarat laut Gak-yang-koan, sebuah kabupaten dipropinsi Oh-lam, gunung itu menjulang tinggi di tengah danau Tong-ting yang termashur itu dan tepat didepan menara Gak-yang-lau dipintu barat kota. Gak-yang-lau adalah tempat tamasya yang sangat terkenal, tapi sekarang lantaran hawa sangat dingin, kecuali kaum pelancong yang fanatik, umumnya jarang ada orang pesiar ke situ sehingga keadaan sunyi sepi.
Bersama dengan sunyi sepinya Gak-yang-lao, pelancong yang mengunjungi Kuu-san juga sangat sedikit, lebih-lebih pada hari tanggal 15 bulan akhar tahun ini, hawa jauh lebih dingin dari pada biasanya sehingga tiada tampak seorang pelancong pun yang pesiar di danau.
Para tukang perahu yang biasanya berlabuh disamping Gak-yang-lau juga sama tahu pada cuaca buruk begini jarang sekali ada kaum pelancong, maka kebanyakan tinggal dirumah. Yang tidak punya rumah juga tidur berselimut didalam perahunya.
Tapi hari itu dipuncak Ku-san pagi-pagi sudah datang seorang kesatria muda gagah perkasa dan duduk semadi di undak-undakan didepan sebuah kelenteng. Pemuda itu hanya memakai jubah panjang, melihat dandanannya meski serupa seorang pelajar, tapi pada cuaca sedingin ini hanya mengenakan baju tipis dan dapat duduk tenang tanpa kedinginan, maka sekali pandang orang segera dapat menduga dia pasti orarg Kangouw yang perkasa.
Dia bukan lain daripada Yu Wi yang datang memenuhi janji. Kemarin juga dia sudah naikperahu sendirian datang ke Kun-San sini, semalam dia tidur di kelenteng Sian-hui-bio ini dan pagi-pagi sudah duduk disitu untuk menanti kedatangan lawan.
Menjelang lohor, Yu Wi makan rangsum yang dibawanya, baru selesai makan, dilihatnya belasan orang muncul dari depan sana. Seketika terbangkit semangat Yu Wi, duduknya bertambah tegak,
Dapat dilihatnya di antara pendatang itu terdapat Ji-bong Taysu dan belasan orang lain yang semuanya terhitung tokoh anak murid ketua Thay-yang-bun, Maka ia tidak perlu memandang lebih jauh melainkan terus menunduk dan memejamkan mata. diam-diam menghimpun tenaga dan menanti pertarungan sengit yang segera akan terjadi.
Segera Ji-bong Taysu juga dapat melihat Yu wi yang duduk di depan kelenteng itu, ia tertawa dingin dan berkata kepada rombongannya,
"Silakan kalian menunggu sejenak," Seorang kakek berambut putih dan berkepala besar, tapi bertubuh pendek, berucap,
"Mengapa tidak tampak orang Goat-heng-bun?"
"Coba kutanya dia," kata Ji-bong.
Belasan orang itu tidak menaruh perhatian terhadap Yu Wi, mereka berdiri disana sambil bersenda-gurau, hanya Ji-bong saja yang mendekati Yu Wi.
Sebelum dekat. mendadak Yu wi mengangkat kepala dan menyapa. "Selamat bertemu. Taysu."
"Kehadiranmu ini apakah mewakili Goat-heng-bun?" tanya Ji-bong.
"Betul,"jawab Yu wi.
"Dimana saudara seperguruanmu yang lain bersembunyi?"
Yu Wi menggeleng tanpa menjawab.
"Hm, memangnya kenapa tidak berani keluar?"jengek Ji-bong.
"Bukannya tidak berani keluar, disini dan saat ini hanya aku sendiri murid Goat-heng-bun yang berada disini,?"
Ji-bong jadi tercengang, mendadak ia tertawa, "Hahaha, apakah anak murid Goat-heng-bun telah mampus semua" Masa cuma tersisa kau seorang?"
Karena gelak tertawa Ji-bong itu, belasan orang itu jadi tertarik, beramai mereka lantas mendekati mereka.
Baru sekarang Yu Wi sempat mengamat-amati mereka, dilihatnya ada tujuh orang kakek yang berusia sebaya Koh Peng, sembilan orang lagi berusia tidak sama, ada yang sebaya Yu Wi, ada yang setengah umur, ada lagi kakek berkepala botak, tapi usianya jauh lebih sedikit daripada ketujuh kakek itu.
Diantara belasan Orang itu hanya seorang saja yang dikenal Yu Wi, yaitu pemuda yang dahulu pernah menjadi komandan pengawal
istana Ko Siu, Siau Hong. Dia ikut dibelakang kakek berkepala besar dan bertubuh pendek itu.
Lalu Yu Wi menjawab ucapan Ji-bong tadi, "Yang menerima surat undangan Thay-yang-bun hanya diriku seorang saja"
"Apakah kau yakin hanya dirimu sendiri sudah cukup perkasa untuk menghadapi lawan, maka tidak perlu memberitahukan saudara seperguruanmu yang lain?"
Yu Wi tertawa dan diam saja. Ji- bong meajadi gusar, teriaknya, "Bocah she Yu, hari ini biar kau mati tanpa terkubur."
Belum lagi Ji-bong bertindak, mendadak Siau Hong melompat maju, ia memberi hormat kepada Ji-bong, katanya, "Supek, tidak perlu engkau marah. biarkan Siautit saja yang membereskan dia."
Lalu dia berpaling dan berkata pula dengan tertawa, "Suhu, kedatangan kita ini dengan mengerahkan segenap kekuatan secara besar-besaran, tampaknya agak keterlaluan dan mestinya tidak perlu." Kakek kepala besar dan pendek itu memang guru Siau Hong, terkenal dengan julukan "Kun-kiam-bu-siang" atau ilmu pukulan dan ilmu pedang tidak ada bandingan. Ia pun tidak senang dan berucap,
"Ya, jika jauh-jauh kudatang dari Tibet hanya untuk menghadapi anak muda semacam ini, rasanya memang agak penasaran." Di balik ucapannya itu seakan-akan menyesalkan Ji- bong seharusnya tidak perlu mengundangnya jauh-jauh dari Tibet.
Ji-bong diam saja mendengar ucapan Kun-kiam-bu-siang dan Siau Hong yang sombong itu. Ia pikir "jika kalian merasa penasaran karena lawan yang dihadapi cuma seorang anak muda, silakan saja cara bagaimnna akan kalian lakukan terhadap bocah she Yu itu." Maka tanpa bicara ia lantas menyurut mundur beberapa tombak jauhnya.jelas maksudnya membiarkan Siau Hong tampil kemuka. Dengan pongahnya siau Hong lantas berkata, "Jika murid Goat-heng-bun betul cuma orang she Yu ini saja. sesungguhnya para Supek dan Susiok memang tidak perlu ikut hadir, cukup Siau Hong sendiri saja mampu menghajar adat kepada bocah she Yu itu supaya dia tahu kelihaian Thay-yang-bun."
Lalu ia memberi pesan juga kepada beberapa orang yang seangkatan dengan dirinya yang berada di belakang para kakek itu, katanya, "Para Toako juga tidak perlu lagi ikut maju." Nadanya seperti dia sendiri saja sudah cukup membereskan segalanya.
Semua orang mengira Siau Hong pasti paham sekali akan kungfu Yu Wi, makanya begitu yakin akan kemampuan sendiri. Mereka pikir jika betul demikian halnya, maka kedatangan mereka dari jauh ini memang sia-sia belaka, diam-diam mereka merasa mendongkol, kalau saja Ji-bong tidak berada disitu, tentu mereka sudah tinggal pergi.
Begitulah setelah omong begar, Siau Hong lantas mendekati Yu wi.
Namun Yu wi tidak menghiraukan kedatangan orang, ia tetap berduduk dltempatnya tanpa bergerak, Semua orang melihat pandangan Yu wi tertuju lurus kedepan, banyak yang menyangka anak muda itu merasa ketakutan menghadapi Siau Hong ang lebih lihai, makanya terkesima.
Kira-kira lima kaki di depan Yu wi barulah Siau Hong berhenti, lalu menegur dengan tertawa, "Laute (adik), setelah berpisah dikediaman keluarga Ko, apakah sudah banyak kungfu sakti yang kau pelajari"
Usianya memang lebih tua dua-tahunan dari pada Yu Wi, maka tanpa sungkan dan juga mengandung ejekan ia sebut "Laute" saja kapada Yu Wi.
Namun Yu Wi tetap tidak menghiraukannya, pandangannya tetap tertuju ke depan sana, mendadak air mukanya berubah dan bersuara, "Haah"
"Eh, jangan takut, jangan takut" seru Siau Hong dengan gelak tertawa. "Meski kutahu betapa bobotmu, tentu juga takkan kuserang begitu saja. Nah, silakan bardiri dulu, ingat-ingat dulu kungfu yang pernah kau pelajari, habis itu baru kita mulai coba-coba."
Siapa tahu Yu Wi sama sekali tidak menggubris ocehannya, ia malah berseru kedepan sana, "He, jangan kau ikut kemari"
Siau Hong jadi melenggong dan heran siapakah yang diajak bicara Yu Wi"
Dalam pada itu semua orang lantas berpaling dan dapat melihat dari kejauhan seorang berlari datang secepat terbang, Ketika sudah agak dekat dan mendengar seruan Yu wi tadi, segera orang itu berhenti.
Akhirnya, Siau Hong juga berpaling kesana dan dapat melihat jelas siapa pendatang itu, serunya terkejut dan bergirang, "He, kiranya adik Bok-ya"
Pendatang itu memang betul Soh-sim alias Ko Bok-ya, sesudah berdiri sejenak, akhirnya ia melangkah maju pula dengan pelahan.
Selain Ji-bong Taysu, orang lain tidak tahu siapakah pendatang ini, maka tidak ada yang merintanginya.
Soh-sim melalui samping orang banyak dan menuju ke depan Siau Hong. "Untuk apa kau datang kemari?" dengan tersenyum Siau Hong menegur pula
Namun Soh-sim tidak menghiraukannya, ia lalu pula di samping Siau Hong, kemudian menyapa Yu Wi, "Toako, mengapa kau datang sendirian, kepadakupun tidak memberitahu sama sekali?"
Siau Hong merasa kikuk karena pertanyaannya tidak mendapat jawaban, apa lagi lantas teringat Yu Wi adalah kekasih Bok-ya dahulu, seketika berkobar rasa gusarnya, segera ia berteriak, "Adik Bok-ya, masa sudah kau lupakan orang ini pernah mengakibatkan kau bunuh diri?"
Baru sekarang Soh-sim memperhatikan Siau Hong, ia berpaling dan berkata, "Eh, Siau-toako, engkau juga hadir?"
Panggilan "Siau-toako" membikin senang hati Siau Hong.
Mendadak Yu Wi bertanya, "Ya ji, kau kenal dia?"
Soh-sim mengangguk, katanya, "Tahun itu, karena tidak kutemukan jejakmu di dunia Kangouw, kusangka racun dalam tubuhmu telah bekerja dan menewaskanmu, maka aku pun tidak mau hidup lagi sendirian di dunia ini. kubunuh diri terjun ke sungai, tapi Siau-toako ini telah menyelamatkan diriku. Karena bosan pada dunia fana ini, berulang aku ingin membunuh diri lagi, akhirnya Siau-toako yang baik hati ini mengantarku ke Cu-pi-am"
"Oo," segera Yu Wi memberi hormat kepada Siau Hong. "Terima kasih kepada Siau-toako."
Ia pikir "Ya-ji gagal membunuh diri lantaran diriku dan akhirnva menjadi nikoh di Cu-pi-am, tapi tetap merasa kuatir juga bagi keselamatan paman Ko, maka Siau Hong diminta bantuannya untuk menjadi pengawal KoSiu. Jadi boleh dikatakan Bok-ya utang budi kepada orang ini. betapapun tidak boleh kubersikap kasar padanya."
"Hm. dengan kedatangan adik Bok-ya, aku menjadi tidak enak untuk bertindak padamu," jengek Siau Hong pula.
Maksudnya mestinya dia hendak menghajar Yu Wi, tapi sekarang mengingat Soh-sim, ia menjadi tidak enak hati untuk turun tangan. Padahal tak diketahuinya bahwa kemunculan Soh-sim ini justeru telah menyelamatkan jiwanya.
Yu Wi juga tidak banyak omong dengan dia, dengan menyesal ia menjawab ucapan Bok-ya tadi "Ai, semua ini adalah urusan Goat-heng-bun, engkau bukan murid Goat-heng-bun, dengan sendirinya tidak ingin kulibatkan dirimu. Siapa pun tidak perlu ikut terlibat, bukankah kau lihat aku datang sendiri ke sini."
"Tapi orang banyak segera akan tiba," seru Soh-sim.
"Orang banyak" Siapa?" Yu wi terkejut, ia pikir orang Goat-heng-bun hanya aku sendiri saja yang tahu adanya janji pertarungan di Kun-san ini, mestinya harus kuberitahukan kepada Koh Peng dan lain-lain, tapi jejak mereka tidak diketahui, siapa pula yang akan membantu diriku" "
Mendadak terlihatlah serombongan orang muncul dari sana dipimpin oleh baberapa orang perempuan. di antara mereka ada grup Pek-yan, Kan Hoay-soan, Hana, bahkan Le Siok-Coan dan Lim Khing-kiok membawa pula beberapa puluh jago pilihan dari Thi-bang-pang.
Diam-diam Yu Wi menggeleng kepala, pikirnya, "Aku justeru kuatir kalian ikut terlibat sehingga sebelumnya tidak kuberitahukan sesuatu lantas datang kesini sendirian. Siapa tahu kalian tetap menyusul kemari."
Kiranya hari itu setelah Yu Wi menerima surat tantangannya yang diantar Auyang Liong-lian, dapatlah diduganya penulis surat itu pasti Ji-bong Thaysu dan tokoh Thay-yang-bun yang telah lama mengasingkan diri. Meski resminya Cin Pek-ling adalah ketua Thay-yang-bun, namun tidak berbahaya, justeru pencabutan larangan seratus tahun dan para gembong Thay-yang-bun yang mungkin diundang keluar lagi oleh Ji-bong, itulah yang mungkin membikin gawat.
Yu Wi tahu kecuali Koh Peng bertiga yang mampu membantunya, grup Pek-yan tidak banyak gunanya untuk dimintai bantuan, apalagi mereka bukan murid Goat-heng-bun, maka dia lebih suka memenuhi janji pertarungan Kun-san itu dengan seorang diri.
Tapi begitu dia berangkat, Le Siok-coan lantas tahu kemana perginya, segera ia memberitahukan kepada Soh-sim dan Pek-yan, setiap orang yang bersangkutan dengan Yu Wi tentu saja merasa kuatir, tanpa disuruh serentak mereka berangkat ke Kun-san untuk memberi bantuan. Sampai Tho-kin, Gin-goat dan Kiok-gim yang merasa utang budi karena diselamatkan dari kepungan musuh tempo hari juga ikut datang membantu.
Yu Wi tidak enak untuk bicara melihat kedatangan mereka, betapapun maksud baik mereka tidak dapat ditolak, apalagi diusir.
Pada saat itu juga tiba-tiba terlihat ada tiga sosok bayangan orang berturut-turut melayang lewat rombongan Le Siok-coan, hanya sekejap saja sudah menerjang sampai di depan kelenteng.
Melihat ginkang para pendatang ini tidak lemah, cepat Ji-bong membentak, "Siapa itu?"
Yang di depan adalah seorang perempuan tua tiba-tiba ia berseru, "Hei, teman tua, lekas tolong isterimu" Dia terus berlari ketengah ketujuh kakek tokoh Thay-yang-bun itu dan bersembunyi dibelakang seorang kakek bermata satu. Tanpa terasa Ji-bong dan keenam kakek lain sama memandang kakek bermata satu itu dan membatin, "Biasanya Li-sute benci kepada kaum perempuan, selama hidupnya tidak pernah bergaul dengan orang perempuan, mengapa bisa punya istri segala?"
Terlihat wajah kakek bermata satu itu menjadi merah juga , segara ia mendamperat, "Thio Giok-tin jangan mengoceh sesukamu, lekas enyah, enyah"
Perempuan tua itu memang betul Thio Giok-tin adanya, sekarang dia sudah piara rambut dan hidup seperti orang biasa. Dia lantas memegang punggung baju si kakek bermata satu dan berseru, "Lian-tiong. satu malam menjadi suami isteri tak terlupakan selamanya. Kita malahan pernah menjadi suami isteri selama beberapa bulan, masakah sekarang tidak kau tolong diriku yang terancam bahaya?" Si kakek mata satu memang tidak dapat melupakan hubungan mesra selama beberapa bulan dengan Thio Giok-tin dahulu, malahan boleh dikatakan Thio Giok-tin adalah satu-satunva perempuan yang pernah digaulinya selama hidup ini. Mendingan jika tidak bertemu lagi, sekarang mendadak bertemu pula disini, mau-tak-mau timbul juga rasa girangnya. Maka kedua tangannya lantas terpentang untuk menghadang kedua orang pengejar Thio Giok-tin, sambil membentak, "Berhenti" Serentak kedua pengejar itu berhenti, seorang diantaranya lantas berseru, "O, agiok, betapapun hari ini harus kau ganti istriku"
Seorang lagi juga berkata. "Perempuan hina. biarpun kau panggil semua gendakmu juga takkan kuampuni dirimu"
Habis berkata, serantak kedua orang itu menyerang, yang satu menabas dengan senjata berbentuk patung. yang lain menusuk dengan pedang. Sasaran kedua orang itu ialah Thio Giok-tin.
Sungguh tangkas si kakek mata satu, sedikitpun tidak gugup meski menghadapi dua jurus serangan lihai itu, malahan kedua tangannya lantas terpentang terus mencengkeram kedua macam senjata lawan, cepat sekali gerak tangannya sehingga pergelangan tangan kedua lawan tertahan olehnya. Seketika kedua orang itu merasa tangan yang memegang senjata itu seperti keselomot oleh besi panas, mereka berseru kaget dan lepas tangan sambil melompat mundur.
Sekali bergebrak saja si kakek mata satu lantas berhasil merampas senjata kedua lawan, bahkan dia tidak berhenti, segera kedua macam senjata rampasan digunakan untuk menyerang kedua orang, senjata patung juga menabas dan pedang juga menusuk serupa cara menyerang kedua orang tadi, malahan kekuatannya berlipat lebih dahsyat. Menghadapi lawan maha lihai, karena kagetnya kedua orang itu menjadi agak kerepotan, tampaknya mereka bisa celaka oleh serangan balasan si kakek mata satu. Syukurlah mendadak Yu Wi memburu maju sambil membentak, tangan kiri emas terus mamotong.
Berapa cepat serangan Yu Wi itu sudah tidak ada bandingannya di dunia ini, biarpun kakek mata satu juga salah seorang tokoh sesepuh Thay-yang-bun juga sukar mengelakkan serangan Yu Wi itu, pergelangan tangannya tertabas.
Bukan cuma cepat serangan Yu Wi itu, bahkan juga sangat kuat, mana kakek mata satu tahan serangan itu, ia menjerit kaget, senjata rampasannya juga mencelat. Senjata berbentuk patung dan pedang itu meluncur kesana secepat Anak panah, patung kemala itu adalah senjata aneh dan khas, pemilik senjata merasa sayang kehilangan senjata andalannya, cepat ia melompat ke udara untuk merampasnya kembali, Sedangkan pemilik pedang tidak menghiraukan lagi senjatanya dan tetap berdiri ditempatnya.
Tulang pergelangan tangan si kakek mata satu ditabas patah oleh Yu Wi, mukanya tampak pucat saking kesakitan, sambil memegang tangannya yang cacat ia melompat mundur dengan bingung dan takut.
"Eh, adik cilik" tiba-tiba pemilik pedang tadi menyapa.
Dengan satu jurus saja Yu Wi telah membikin gentar semua orang, meski pihak lawan berjumlah belasan orang, tapi tiada seorang pun yang berani lagi sembarangan menyerangnya. Maka dapatlah Yu wi berpaling dan memberi hormat kepada pemilik pedang itu. "Kwe-locianpwe, baik-baikkah selama ini?"
Kiranya orang yang bersenjata pedang itu adalah Kwe Siau-hong yang gemar makan kepala ular berbisa dilembah maut dipulau hantu dahulu itu.
Sejak penyakitnya disembuhkan oleh Yu wi, dia lantas meninggalkan lembah itu dan mencari Thio Giok-tin untuk membalas dendam.
Sakit hatinya mengenai kebutaan, karena permintaan Yu wi tidak lagi dia mencari Lau Tiong-cu untuk menuntut balas, yang dicarinya hanya Thio Giok-tin saja. Kebetulan Lau Tiong-cu juga sedang menguber-uber Thio Giok-tin, jadinya mereka berdua lantas bersatu padu mencari dan mengejar musuh yang sama. Sekarang pemilik senjata patung yang bukan lain daripada Lau Tong-cu juga telah berdiri lagi di tempatnya, segera Yu wi memberi hormat dan memanggil, "Toa tupek" Sambil meraba patung istrinya yang dijadikan senjata itu, Lau Tiong-cu berkata dengan tertawa, "Kiranya kau, tampakpya kungfumu telah banyak lebih maju."
Thio Giok-tin justeru tidak percaya kungfu Yu Wi bisa mendadak meningkat sedemikian tingginya. Sudah lama dia diuber-uber oleh Lau Tiong-cu dan Kwe Siau-hong serupa anjing buduk yang tidak punya tempat berteduh, kebetulan hari ini dia lari sampai di Gak-yang-lau, dalam keadaan kelabakan kebetulan dilihatnya si kakek mata satu satu yang bernama Li Lian-tiong itu sedang menuju ke Kuu-san bersama belasan orang kedalam sebuah perahu.
Li Lian-tiong biasanya tidak mau berdekatan dengan perempuan, tapi pada waktu Thio Giok-tin masih muda, dia juga pernah terpikat dan sebagai imbalannya dia mengajarkan tiga jurus serangan maut
kepadanya.. Sekarang tanpa sengaja Thio Giok-tin menemukan bekas kekasihnya ini, ia tahu kungfu
Li Liau-tiong sangat tinggi, perasaannya kepada dirinya juga belum putus sama sekali, maka cepat ia pun menumpang perahu dan menyusul kesini untuk minta perlindungannya.
Siapa tahu kungfu Li Liau-tiong yang lihai itupun tidak tahan sekali serangan Yu Wi, sehingga kedua pergelangan tangan patah dan tidak sanggup membelanya lagi.
Watak Thio Giok-tin memang rendah budi dan tak setia, banyak lelaki terpikat olehnya, sekarang Li Liau-tiong terluka baginya, sama sekali ia tidak peduli, malah diam-diam ia anggap salah Li Liau-tiong sendiri yang tidak becus.
Karena Li Liau-tiong dianggap tidak becus, maka iapun tidak percaya Yu Wi mempunyai kepandaian istimewa, ia tidak takut kepada anak muda itu, ia mendekatinya dan menegur,
"Anak busuk, banyak juga kemajuan kungfumu?"
Dia memuji Yu Wi dengan menirukan nada ucapan Lau Tiong-cu sambil mendekat dengan tersenyum. Yu Wi menduga orang mungkin akan main gila, tapi ia pun tidak takut. Sesudah dekat, baru saja tangan Thio Giok-tin bergerak, secepat kilat tangan emas Yu Wi mendahului bekerja dan tepat mencengkeram pergelangan tangan orang.
Tujuan Thio Giok-tin hendak menyerang Yu Wi secara mendadak, tak tersangka berbalik tertangkap malah oleh anak muda itu.
"Thio Giok-tin," kata Yu Wi, "ku tetap menghormati engkau sebagai orang tua, ingin kutanya cara bagaimana akan kau bayar jiwa Ang-bau-kong dan Lam-si khek yang kau bunuh itu?"
Meski cuma pergelangan tangan kiri terpegang, namun sekujur badan Thio Giok-tin tidak mampu berkutik lagi, baru sekarang diketahuinya kungfu Yu Wi benar-benar sudah mencapai taraf yang sukar diukur dan tiada seorang pun yang sanggup menolongnya. Ia
pikir selama hidup sendiri sudah terlalu banyak berbuat kejahatan, jika terbunuh sekarang juga tidak penasaran.
Maka dengan perasaan pedih ia menjawab. "Anak busuk, berani membunuh orang berani ganti nyawa, tidak perlu banyak bertanya,"
"Seharusnya kubalaskan dendam bagi kedua Locianpwe itu, tapi sekarang Toa supek juga ingin membunuhmu, begitupula Kwe-locianpwe, apabila kubunuh dirimu lebih dulu, cara bagaimana kedua orang tua itu dapat melampiaskan dendamnya?" Habis berkata mendadak ia ayun tangan emasnya sambil bsrteriak, "Awas Toasupek, tangkap"
Dengan sekujur badan linu pegal dan tidak sanggup melangkah. Thio Giok-tin didorong Yu Wi kearah Lau Tiong-cu, segera Lau Tiong-cu juga mencengkeram urat nadi pergelangan tangan kiri Thio- Giok-tin.
Melihat Yu Wi tidak jadi membunuhnya, segera timbul harapan hidup Thio Giok-tin, ia tahu hati Lau Tiong-cu sangat lunak, segera ia berlagak minta belas kasihan dan meratap,
"O, Suheng, dosaku sudah kelewat takaran, adalah pantas bilamana jiwaku melayang hari ini. Hanya kumohon sudilah engkau mengingat kepada budi ayah yang telah mendidik dirimu dan hubungan persaudaraan kita selama beberapa puluh tahun, harap engkau memberi keutuhan badan kepada kematianku."
Dengan sebelah tangan mencengkeram tangan Thio Giok-tin, tangan Lau Tiong-cu yang lain mengangkat patung istrinya, tapi tidak tega dihantamkan, ucapnya dengan mengucurkan air mata, "O,a giok, rasanya akupun tidak perlu minta kau ganti nyawa istriku lagi, pergilah kau"
Hanya dengan beberapa patah kata halus saja Thio Giok-tin lantas dapat melunakkan perasaan Lau Tiong-cu dan tidak terpikir lagi akan membunuh Thio Giok-tin untuk mengganti rugi dirusaknya jenazah istrinya itu. Padahal untuk itu sudah sekian tahun dia menguber-uber Thio Giok-tin tanpa kenal lelah.
Setelah terlepas dari cengkeraman Lau Tiong-cu, Thio Giok-tin mengira jiwanya dapat diselamatkan tak terduga Lau Tiong-cu tidak membebaskan dia begitu saja melainkan mendorongnva kearah Kwe Siau-hong.
Thio Giok-tin belum sempat mengerahkan tenaga untuk melarikan diri, tahu-tahu pergelangan lengan kiri terpegang lagi oleh Kwe Siau-hong.
Segera ia menggunakan lagu lama, dengan lagak minta belas kasihan ia meratap pula, "Siau-hong, setelah kubikin susah dirimu, kemudian akupun sangat menyesal, setiap malam sering kusesali dirimu sendiri. kutahu dosaku teramat banyak, telah kubutakan sebelah matamu, bolehlah kaupun membutakan sebelah mataku, kemudian silakan sekali tusuk lagi dengan pedangmu untuk membalaskan. dendam semua orang yang telah kubunuh itu."
Biasanya hati Kwe Siau-hong sangat keras dan tidak kenal kasihan maka ia tidak mudah terpengaruh oleh ratapan Thio Giok-tin, ia mendengus dan berkata kepada Yu Wi, "Adik cilik, tolong berikan sebatang pedang"
Yu Wi menjemput kembali pedang Kwe Siau-hong tadi dan dilemparkan kepadanya.
Setelah memegang pedang. dengan mata mendelik Kwe Siau-hong membentak, "Baik, biar kubutakan dulu sebelah matamu untuk melampiaskan dendamku"
Walaupun orang yang membutakan mata Kwe Siau-hong sebenarnya ialah Lau-Tiong-cu, tapi secara tidak langsung biang keladinya ialah Thio Giok-tin, sekarang dia tidak dapat menuntut balas kepada Lau Tiong-cu, maka segala benci dan dendamnya lantas dilampiaskan atas diri Thio Giok-tin seorang. Habis bicara, mendadak pedangnya lantas menusuk, melihat betapa dahsyat tusukannya itu, bukan mustahil kepala Thio Giok-tin bisa tertembus dan jiwa pasti melayang saketika. Lau Tiong-cu tidak tega menyaksikannya, cepat ia melengok ke arah lain. Segera terdengar jeritan ngeri Thio Giok-tin, waktu Lau Tiong-cu berpaling kembali
dilihatnya satu biji mata berlumuran darah tergeletak ditanah, tusukan pedang Kwe Siau-hong itu ternyata tidak menembus kepala Thio Giok-tin. melainkan cuma mencungkil satu biji matanya saja.
Ketika menyaksikan tusukan Kwe Siau-hong itu sangat lihai biarpun ilmu pedang Kwe Siau-hong diketahui sangat tinggi, namun ia tidak percaya ucapannya yang menyatakan hendak membutakan sebelah mata Thio Giok-tin saja, ia yakin tusukan itu pasti akan menembus kepala sasarannya, siapa tahu yang terjadi benar-benar cuma sebelah mata saja yang dibutakan, agaknya serangan Kwe Siau-hong yang kelihatan ganas tadi hanya disebabkan rasa bencinya yang teramat besar, maka cara menyerangnya kelihatan sangat dahsyat.
Maka legalah hati Lau Tiong-cu sekarang sebelah mata Thio Giok-tin saja yang buta dan jiwanya tidak sampai melayang. Maklumlah, apapun juga Thio Giok-tin adalah adik seperguruan, bahkan merupakan putri kesayangan gurunya almarhum, sungguh ia tidak tega menyaksikan Sumoay itu mati secara mengenaskan.
Walaupun begitu, demi melihat keadaan mengenaskan Thio Giok-tin setelah matanya buta Sebelah dan muka berlumuran darah, mau-tak-mau timbul juga rasa haru dan dukanya, diam-diam ia membatin, "O,agiok, kejahatanmu sudah kelewat takaran, apa yang terjadi ini hanya sekedar sebagai ganjaran perbuatanmu, bilamana ada yang ingin membunuhmu juga tidak dapat kurintangi dia." Setelah menusuk buta sebelah mata Thio Giok-tin. rasa dendam Kwe Siau-hong belum lagi terlampias seluruhnya, meski badan Thio Giok-tin kelihatan menggigil tetap tidak tergerak rasa kasihannya, ucapnya, "Thio Giok-tin, rasa dendamku sudah terlampias, sekarang apakah kau minta kuberikan sekali tusukan untuk mempercepat berakhirnya riwayatmu?"
Mana berani lagi Thio Giok-tin berlagak pura-pura menyesal agar Kwe Siau-hong memberi ampun padanya, ia tahu bilamana dirinya minta diberi sekali tusukan, segera pasti akan dipenuhi Kwe Siau-hong tanpa pikir.
Manusia dilahirkan untuk hidup siapa yang tidak takut mati" Lebih-lebih manusia yang biasa berbuat kejahatan. semakin besar dosanya semakin takut mati. Dalam keadaan demikian Thio Giok-tin juga masih berharap akan hidup. maka dia tidak berani bersuara lagi.
Namun Kwe Siau-hong malah bergelak tertawa, dia benar-benar berhati baja dan tidak kenal kasihan, ucapnya "Bukankah tadi kau minta kuberikan sekali tusukan untuk membalaskan sakit hati semua orang yang pernah kau celakai" Hehe, sekarang biarpun kau mau juga tidak bisa lagi. Tuan Kwe ini seorang kasar yang tidak kenal kasihan kepada orang perempuan. meski selama hidup ini tidak pernah membunuh seorang perempuan pun, hari ini tidak menjadi halangan jika kugunakan dirimu sebagai tumbal pedangku. Orang lain mungkin kuatir pedangnya akan ternoda bilamana digunakan membunuhmu, tapi pedangku ini memang pedang jahat, makin jahat orang yang akan terbunuh oleh pedang ini akan makin baik."
Pedang jahat Kwe Siau-hong itu memang sudah sangat banyak membunuh orang baik, selanjutnya akan berubah menjadi pedang baik dan sekarang Thio Giok-tin yang maha jahat ini akan digunakan sabagai tumbal.
Habis berkata, segera pedangnya berkelebat, Thio Giok-tin hendak ditabasnya. Thio Giok-tin menyadari kematiannya pasti sukar terhindar dibawah pedang Kwe Siau-hong yang sudah membunuh orang tak terhitung jumlahnya itu, iapun tahu tidak ada orang yang mau menolongnya, maka dengan sedih dan putus asa ia memejamkan mata dan menanti ajal.
Pada detik terakhir itulah mendadak seorang berteriak, "Tahan dulu"
Pedang Kwe Siau-hong sudah menyambar, sebelum mengenai sasarannya, mendadak terasa serangkum angin kuat menyentik batang pedangnya, tabasan berubah arah, kalau tidak dipegangnya sepenuh tenaga, mungkin pedang sudah terlepas dari pegangannya. Tidak kepalang kaget Kwe Siau-hong oleh tenaga pukulan jarak jauh
orang, waktu ia berpaling terlihatlah seorang kakek berusia seratusan tahun sedang melangkah tiba.
Kakek ini adalah satu diantara ketujuh tokoh Thay-yang-bun yang barusia paling tua. Kalau diurutkan, tingkatannya terlebih tinggi satu angkatan dari pada Ji-bong Taysu, jelas ilmu silatnya dalam perguruan Thay-yang-bunsaat ini tergolong paling top.
Perawakan kakek ini sedang-sedang saja, wajahnya juga tiada sesuatu yang istimewa, tapi pada hampir seratus tahun yang lalu dia terkenal sebagai seorang maha jahat, membunuh orang seperti membabat sayur, jumlahnya sukar dihitung. Dia berjuluk "Sip-sim-koai-mo" atau si iblis aneh pemakan hati. Selama hidup gemar makan hati segala macam makhluk hidup, lebih-lebih hati manusia dipandangnya sebagai santapan yang tidak boleh kurang.
Sip-sim-koai-mo berdiri beberapa kaki di depan Kwe Siau-hong, lalu mendengus, "Lepaskan dia"
Meski gentar terhadap kung-fu orang yang lihai tapi Kwe Siau-hong juga tidak mau unjuk kelemahan sendiri, dengan ketus ia menjawab, "Kalau tidak kulepaskan lantas mau apa?"
Mata Sip-sim-koai-mo mendelik. "Isteri Sutitku berarti juga orang Thay-yang-bun, mana boleh kau ganggu dia sesukamu?"
Rupanya dia benar-benar pandang Thio Giok-tin sebagai isteri si kakek bermata satu alias Li Lian-tiong. Mendadak ia membentak pula, "Lepaskan"
Kwe Siau-hong masih bandel dan tidak mau melepaskan tawanannya, sekonyong-konyong Sip-sim-koai-mo menutuk lagi dari jauh. Keruan Kwe Siau-hong terkesiap, angin tutukan orang tampak menyambar dari depan kearah dadanya, bilamana kena jelas pasti akan binasa.
Cepat ia mengegos kesamping, peluang ini segera digunakan Sip-sim-koai-mo untuk menubruk maju dan Thio Giok-tin dapat dirampasnya. Karena ilmu silat lawan jauh lebih tinggi daripada dirinya, setelah tawanan terampas, Kwe Siau- hong tak berani
berusaha marampasnya kembali. ia hanya berdiri tercengang di tempatnya.


Pendekar Setia Pendekar Kembar Bagian Ii Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sambil mengempit Thio Giok-tin, Sip-sim- koai-mo terbahak-bahak senang. ucapnya, "Li-sutit, kukira boleh juga , istrimu sekarang juga bermata satu. tentu dia takkan mencela dirimu lagi dan meninggalkan dirimu pula."
Rupanya selama ini tidak pernah Li Liau-tiong menyatakan punya isteri, disangkanya isterinya yang cantik itu tidak suka kepada suami yang buta sebelah itu, maka ditinggalkan minggat, Sebab itulah tadi ia tinggal diam meski menyakslkan Kwe Siau-hong membutakan sebelah mata Thio Giok-tin, setelah mata Thio Giok-tin tertusuk buta barulah ia turun tangan merampasnya.
Selagi Sip-sim-koai-mo hendak kembali ke tempatnya semula, sekonyong-konyong Yu wi melompat maju dan mengadang didepannya, anak muda itu juga menjengek, "Lepaskan dia"
Biarpun kungfunya sangat tinggi, Sip-sim-koai-mo tidak berani meremehkan Yu wi, ia berdiri dan siap tempur,jawabnya, "Tulang pergelangan tangan Li sutit telah kau patahkan, untuk urusan ini belum lagi kubikin perhitungan denganmu,"
Tapi Yu Wi tidak menghiraukannya, kembali ia barucap. "Lapaskan dia"
Padahal biasanya Sip-sim-koai-mo hanya suka memerintah dan tidak pernah diperintah, kalau dia tidak menuntut balas bagi Li Lian-tiong sudah boleh dikatakan cukup sabar dan untung bagi Yu Wi, sekarang anak muda ini malah main bentak dan perintah padanya, keruan ia menjadi murka, teriaknya, "Mau apa Jika tidak kulepaskan dia?"
"Hm, memangnya dapat kau pilih?" jawab Yu Wi.
Sip-sim-koai-mo tahu setelah ucapan ini, tentu anak muda itu akan menirukan tindakannya dan merampas balik Thio Giok-tin, maka lebih dulu ia angkat tangan kanan dan siap siaga.
Dilihatnya Yu Wi juga menekuk jarinya seperti mau menyelentik, semula Sip-sim-koai-mo mengira orang akan menyerang dengan telapak tangan. Siapa tahu Yu Wi juga cuma menyentik dengan jari saja. Maka ketika ia melancarkan pukulan tandingan, sampai di tengah jalan tiba-tiba dirasakan angin selentikan lawan ternyata tajam luar biasa, bahkan lebih kuat daripada tenaga selentikannya kepada Kwe Siau-hong tadi. Apabila dia menangkis dengan telapak tangan, bukan mustahil telapak tangan sendiri bisa berlubang.
Ilmu silat Sip-sim-koai-mo sangat tinggi, pengalaman juga sangat luas, ia yakin tenaga selentikan lawan sukar ditahan, maka cepat ia menarik tangan dan mengengos ke samping.
Karena mengegos berarti memberi peluang bagi lawan, segera Yu Wi menubruk maju dan sekali raih, kontan Thio Giok-tin dirampasnya.
Perubahan yang terjadi dalam sekejap ini boleh dikatakan menirukan cara Sip-sim-koai-mo merampas tawanan orang tadi. Padahal jelas-jelas Sip-sim-koat-mo tahu Yu Wi bakal merampas Thio Giok-tin, tapi dia justeru tidak mampu mengelak,
Dengan demikian mau tak mau Sip-sim koai-mo harus mengakui kehebatan Yu Wi yang ternyata lebih tinggi setingkat daripada dirinya, sebab caranya merampas tawanan dari Kwe Siau-hong tadi dilakukan dalam keadaan lawan tidak terduga dan tidak tahu cara bagaimana dia akan bertindak, maka dengan gampang saja ia berhasil. Tapi sekarang jelas-jelas diketahui cara yang digunakan Yu Wi adalah menirukan caranya. tapi dirinya ternyata tidak dapat bertahan dan tawanan tetap terampas, bukankah hal ini berarti Yu Wi terlebih unggul daripadanya"
Kekalahan Sip-sim-koai-mo ini benar-benar membuatnya takluk lahir batin, meski kekalahan ini berarti suatu penghinaan, tapi apa yang dapat diperbuatnya lagi, terpaksa ia mengundurkan diri dengan menahan malu.
Begitulah, setelah Yu Wi berhasil merampas Thio Giok-tin dengan kesaktian tangan emas kiri, lalu ia berkata kepadanya, "Sudah
kuserahkan dirimu kepada Toa supek, tapi Toa supek tidak membunuhmu, dendam Kwe-cianpwe juga sudah terlampias, sekarang bolehlah kau ganti nyawa bagi Ang dan Lam berdua Cianpwe"
Setelah dirinya terjatuh lagi dalam cengkeraman Yu wi, Thio Giok-tin menjadi putus asa, karena itulah ia menjadi nekat, ia pasrah nasib, tak mau pikirkan lagi siapa yang akan membunuh dirinya, segera ia pejamkan mata dan menanti ajal.
"Aku sudah bersumpah akan menuntut balas bagi Ang-bau-kong dan Lam-si kek, meski engkau adalah kaum Cianpwe, terpaksa aku harus bertindak padamu," sembari bicara Yu Wi lantas melolos Hi-jong-kiam, pedang usus lkan yang sempit dan tajam itu, lalu menengadah dan berseru, "O, Lam-locianpwe dan Ang-locianpwe, hari ini arwah kalian dialam baka dapatlah menyakslkan Tecu membalas dendam bagi kalian"
Selagi pedangnya hendak bekerja, sekonyong- konyong Soh-sim alias Ko Bok-ya membentak, "Tahan dulu, Toako"
Terpaksa Yu Wi menahan pedangnya dan bertanya, "Ya-ji, Thio Giok-tin juga musuhmu, dia yang membunuh ibumu, masa engkau malah mintakan ampun baginya?"
"Tapi dia. juga guruku yang mendidik diriku" jawab Soh-sim, pelahan ia melangkah maju, dengan menangis sedih ia berkata pula, "Betapa pun tak dapat kusaksikan kau bunuh guruku."
"Jika tidak kubunuh dia, mana arwah Ang-cianpwe dan Lam-cianpwe dapat tenteram di alam baka?" ujar Yu Wi.
"Aku sendiri tidak membalas sakit hati ibu, masakah engkau tidak dapat menahan penasaran sedikit bagiku?" pinta Soh-sim dengan memelas.
Yu Wi menjadi serba susah, ia menghela napas, maklumlah, ia sudah pernah bersumpah, bagaimana jadinya Jika sumpah sendiri tidak dilaksanakan.
Mendadak Lau Tiong-cu melangkah maju dan berkata, "Serahkan Thio Gok-tin kepadaku."
Dengan hormat Yu Wi mengiakan.
Setelah berada di tangan Lau Tiong-cu, bergiranglah hati Thio Giok-tin, ia merasa ada harapan hidup baginya. "O, a giok, muridmu telah mintakan ampun bagimu, biarlah Suheng juga mintakan ampun bagimu," kata Tiong-cu pula.
Yu Wi menjadi kuatir, apabila sang paman guru juga memohon padanya, betapapun dia tadak dapat turun tangan untuk membalas dendam, sebab ia merasa tidak dapat menolak permintaan sang Toasupek,
Maka sebelum sang paman guru membuka mulut, cepat ia mendahului berkata, "Toasupek, ini...."
Maksudnya ingin membeberkan kesulitannya sendiri sebagai alasan untuk menolak kehendak Lau Tiong cu.
Tak terduga Lau Tiong-cu lantas memotong ucapannya "Kumintakan ampun bagi agiok hanya mengenai hukuman matinya, tapi hukuman hidup tidak boleh terhindarkan"
Habis bicara, serentak kedua tangannya bekerja, ia menutuk beberapa kali, dalam sekejap saja tubuh Thio Giok-tin ditutuknya belasan kali.
Tidak kepalang penderitaan Thio Giok-tin karena tutukan Lau Tiong-cu itu, ia bergelindingan di tanah sambil mengeluarkan suara rintihan seperti binatang buas terluka. Sampai sekian lamanya barulah mereda rasa sakitnya, Thio Giok-tin merangkak bangun, tapi lantas terbanting jatuh lagi, merangkak bangun dan terguling pula dan begitu seterusnya terjadi hingga beberapa kali, akhirnya baru dia mampu berdiri tegak. Dengan sebelah mata mencucurkan darah dan sebelah mata lain mencucurkan air mata,
Thio Giok-tin berkeluh, "O, kejam amat Suheng, engkau telah . . . telah memunahkan seluruh kungfuku ..."
Teringat kepada budi kebaikan Sang guru, Lau Tiong-cu menunduk sedih.
"Meski aku tidak mampu berbuat apa-apa lagi, tapi akan kubenci dirimu selamanya," seru Thio Giok-tin dengan lemah. "Sakit hati ini jelas tidak dapat kubalas selama hidup ini, biarlah kubalas pada titisan yang akan datang." Habis berkata, dengan terseyat-seyot ia melangkah pergi.
Sampai disini Yu Wi tidak merintangi lagi, kalau tidak terjadi demikian, tidak nanti Yu Wi membebaskannya dan pasti akan menuntut balas bagi kematian Ang-bau-kong dan Lam-si-kek,
Sesungguhnya Thio Giok-tin telah salah benci kepada Lau Tiong-cu, tidak disadarinya bahwa tindakan Lau Tiong-cu itu sebenarnya telah menyelamatkan jiwanya.
Sesungguhnya Lau Tiong-cu memang seorang bijaksana, ia tahu Ang-bau-kong dan Lam-si-kek pernah mengajar kung-fu kepada Yu Wi, jelas sakit hati mereka pasti akan dibalas Yu Wi. betapa-pun dirinya tidak dapat merintangi anak muda itu. Soal itulah ia mendahului turun tangan, dipunahkan saja segenap kungfu Thio Giok-tin, dengan demikian sama halnya Thio Giok-tin telah mati satu kali, biarpun hidup juga tidak ada gunanya lagi.
Selanjutnva Thio Giok-tin tiada ubahnya seperti orang awam. Bagi orang persilatan. punahnya kungfu serupa sudah mati, hanya raganya masih dapat dipertahankan daripada mati konyol.
Dan seperginya Thio Giok-tin, jejak selanjutnya tidak diketahui pula.
Tiba-tiba Ji-bong yang diam saja tadi berseru "Yu wi, urusan ini sudah selesai, sekarang giliran kita mengadakan perhitungan permusuhan kedua perguan kita."
"Baik,"jawab Yu Wi tak gentar. "Thay-yang-bun kalian sekarang hadir 12 orang, sedangkan Goau-heng-bun kami hanya aku sendiri."
Mendadak Ji-bong mendelik dan berteriak, "Kalau bukan murid Goat-heng-bun disilahkan menyingkir."
Dilihatnya orang yang datang hendak membantu Yu Wi tidak sedikit jumlahnya, meski bukan orang Goat -heng-bun, tapi kungfu mereka jelas tidak lemah. Melulu Yu Wi seorang saja sudah memusingkan kepala, maka kalau bisaia tidak ingin ada orang luar ikut membantu anak muda itu.
Yu Wi juga tidak suka kawan sendiri berkorban bagi Goat-heng-bun. apa lagi kebanyakan diantaranya mempunyai hubungan erat dengan dirinya, segera iapun berkata, "Toasupek, silakan engkau membawa pergi mereka."
Lau Tiong-cu menjadi kurang senang, ucapnya, "Aku kan Supekmu, masakah aku tidak boleh ikut campur urusanmu?"
Yu Wi tidak berani membantah lagi, ia berkata kepada Kwe Siau-hong, "Kwe-locianpwe. mohon engkau suka membawa pergi para kawan ini."
"Ai, adik cilik, apakah kau ingin kumati saja?" kata Kwe Siau-hong dengan tertawa.
"Ini ... ini . ..." Yu Wi gelagapan.
"Telah kau selamatkan diriku dari lautan penderitaan, budi kebaikanmu seperti menghidupkan diriku untuk kedua kalinya, betapapun tidak dapat kutinggalkan pergi selagi engkau ada kesukaran" jawab Kwe Siau-hong tegas.
Yu Wi tidak berani omong lagi, ucapan Kwe Siau-hong yang pertama sudah cukup tegas, kalau Yu Wi menolak bantuannya berarti memaksa dia membunuh diri.
Sebelum Yu Wi buka suara pula, segera Soh-sim mendahului mendelik dan berseru, "Berani kau suruh aku pergi?"
Yu Wi menyengir, ia tahu betapapun Soh-sim pasti tidak mau pergi.
Mendadak Pek-yan juga melangkah maju. "Silakan kau pergi bersama ibumu. Gin-goat lain-lain," kata Yu Wi.
Tapi Pek-yan lantas menjawab, "Masa kau lupa pernah mengakui diriku sebagai istrimu?"
Si nikoh tua bermuka buruk, ibu Pek-yan, juga melangkah maju dan berseru, "Kenapa bilang ibumu segala. apakah tidak dapat kau panggil ibu mertua?"
Gin-goat, Thio-kin dan Kiok-gim juga ikut maju, seru mereka, "Suami-isteri harus bersatu hati, dengan sendirinya tak dapat kau usir Simoay. Sedangkan kami bertiga meski bukan kakak kandung simoay, tapi selama disini ada anggota Bu-eng-bun tentu kami juga akan tinggal di sini. Urusan salah seorang Bu-eng-bun adalah urusan segenap anggota Bu-eng-bun."
Di sebelah sana Le Siok-coan, Lim Khing-kiok, Kan Hoay-soan, Hana dan berpuluh jago Thi-bang-pang serentak juga melangkah maju.
"Yu-toako," seru Le Siok-coan, "sudikah engkau mengakui diriku sebagai murid Goat-heng-bun?"
"Ini bukan soal mengakui atau tidak, tapi menyangkut...."
"Menyangkut apa" Kau sangsikan kebenaran diriku sebagai anggota Goat-heng-bun bukan?" potong Le Siok-coan. "Padahal engkau tahu kungfuku adalah kungfu Goat-heng-bun, bahkan di dadaku juga terdapat tanda bulan sabit, jika engkau tidak percaya, biarlah kuperlihatkan padamu."
"Ah, tidak, tidak perlu" seru Yi wi cepat cepat. Jangankan di depan umum, biarpun berhadapan. Sendirian juga tidak berani dia memeriksa tanda anggota pada dada Le Siok-coan.
"Jika engkau tidak mau melihat kan berarti mengakui aku ini murid Goat-heng-bun?" kata Le Siok-coan dengan tertawa. Lalu ia berpaling kepada anak buahnya dan berseru pula, "pangcu menyatakan dirinya sebagai murid Goat-heng-bun, kini juga berjuang bagi Goat-heng-bun, mati pun tidak menyesal. Bagaimana dengan kalian?"
Beberapa puluh jago Thi-bang-pang itu serempak menjawab. "Urusan Pangcu sama dengan urusan segenap anggota Thi-bang-pang?"
"juga sampai mati pun takkan menyesal?" tanya Siok-coan.
"Ya, mati pun tidak menyesal," teriak berpuluh orang itu berbareng,
"Bagus,bagus sekali" seru Siok-coan dengan tertawa.
Lalu Yu Wi berkata pula, "Adik Kiok dan adik Soan, nona Hana tidak mahir ilmu silat, boleh kalian membawanya pergi dari sini."
Tapi Hana lantas berseru, "Meski aku tidak bisa apa-apa, tapi ingin kusaksikan pertarungan kalian ini hingga selesai."
Yu Wi menggeleng kepala. ia tahu tiada seorang pun mau disuruh pergi, maka iapun tidak mendesak lagi. Ia lantas berpaling dan berkata, " Ji-bong Taysu, pertempuran dapat dimulai, cuma entah bagaimana caranya?"
"Ini pertarungan antara dua perguruan dan bukan pertandingan antara jago kelas tinggi," kata Ji-bong. "Maka pertempuran dengan sendirinya dilangsungkan secara beramai-ramai."
Diam-diam Yu Wi heran, jelas pihak Ji-bong berjumlah lebih sedikit, mengapa menantang bertempur secara massal"
Didengarnya Ji-bong berkata pula, "Pertarungan ini menentukan mati hidup antara Thay-yang-bun dan Goat-heng-bun, mestinya orang luar tidak perlu ikut tersangkut, tapi kalau ada orang ingin mencari mampus, hm, biarkan saja dia mampus, jangan kau kira jumlah pihakmu terlebih banyak dan pasti menang" Mendadak ia bersuit, sejenak kemudian lantas membanjir tiba beberapa ratus nikoh, didalamnya juga tercampur beberapa puluh lelaki dan perempuan orang swasta. Kaum nikoh jelas adalah anak murid Ji-bong, sedangkan orang swasta itu adalah anak atau cucu murid ke-15 tokoh tua Thay-yang- bun yang ikut hadir ini.
"Hahaha, tidak sedikit juga jumlah anak murid kita" seru Sip-sim-koai mo dengan tertawa.
Terkejut juga Yu Wi melihat keadaan ini, bilamana pertarungan massal berlangsung mungkin pihak sendiri akan kalah habis-habisan, bisa jadi seorang pun takkan tersisa.
Selaku murid Goat- heng- bun, Le Siok-coan berdiri disamping Yu Wi tanpa gentar, tiba-tiba ia bergumam, "Mestinya sudah waktunya tiba"
"Siapa yang tiba?" tanya Yu Wi.
Belum lagi Siok-coan menjawab, sekonyong-konyong tiga sosok bayangan melayang tiba.
Girang sekali Yu Wi, serunya, "Hei, Koh-tianglo, Tan-tianglo dan Kan-tianglo"
Setiba di depan Yu Wi, Koh Peng bertiga memberi hormat, "Maaf ciangbun jika kami datang terlambat."
"Tidak... tidak terlambat," sahut Yu Wi dengan tertawa. Diam-diam ia heran dari mana ketiga sesepuh Goat-heng-bun ini mendapat kabar dan mengapa lantas menyebut dirinya sebagai ciangbun"
Le Siok-coan lantas bersorak gembira. "Akhirnya datang juga mereka"
"Apakah engkau yang mendatangkan ketiga Tianglo?" tanya Yu Wi.
Siok-coan tertawa, "Ya, begitu kulihat surat tantangan Thay-yang-bun, segera kuperintahkan anak buah mencari kabar dimana beradanya ketiga Tianglo. Untung jejak ketiga Tianglo bersama anak muridnya yang berjumlah cukup banyak mudah dicari, pada waktu engkau berangkat kesini mereka pun dapat ditemukan anak buahku."
Segera Koh Peng berkata juga , "Janji pertarungan di Kun-san ini adalah kewajiban segenap anak murid Goat- heng- bun, tidaklah pantas jika ciangbun berangkat sendirian."
"Ah, dengan kepandaian dan kebijaksaan apa Wanpwe berani menerima sebutan sebagai ciangbun?" jawab Yu wi dengan rendah hati.
Tan Ho menukas, "Setelah kami meninggalkan Eng-bu-ciu, kejadian selanjutnya telah kami ketahui juga dengan jelas dari Cerita anak buah Thi-bang- pang yang menemui kami."
Kan Hou juga berkata, "Jika pada dadamu terdapat tanda bulan sabit, engkaupun mahir kedua macam ilmu sakti perguruan kita, bahkan kitab pusaka Su-ciau-sin-kang tinggalan Ban-lociangbun juga berada padamu, dengan sendirinya engkau berhak menjabat sebagai ketua perguruan kita."
Kiranya kitab yang diperlihatkan Yu Wi kepada mereka tempo hari adalah Su-ciau-sin-kang, kitab kecil ini dapat dikenali Koh Peng, mereka percaya kitab itulah barang peninggalan mendiang Ban-lociangbun.
Sesudah Ban Yu-coan meninggal, kitab pusaka itupun tidak diketahui hilang kemana, anak murid Goat- heng- bun tidak ada yang tahu bahwa kitab pusaka masih tersimpan pada putri sang ketua, kalau tahu, sejak dulu tentu sudah terjadi rebut berebut.
Rupanya Ban Yu-coan juga tahu setelah dirinya mati, kitab yang berisi berbagai pelajaran ilmu sakti itu akan mengakibatkan pertarungan diantara anak murid sendiri uutuk memperebutkannya, maka diam-diam ia menyerahkan kitab kepada putri kesayangan yang tidak pernah belajar silat sebagai emas kawin bila putrinya kemudian menikah.
Siapa pun tidak menduga Ban Yu-coan akan menyerahkan kitab kepada putrinya yang tidak mahir ilmu silat, setelah menikah kitab itu pun dibawa putrinya, sesuai pesan sang ayah, kitab pusaka itu diturunkan kepada anak cucunya, tapi setelah digunakan sebagai emas kawin anak perempuan dan tidak diberikan kepada anak
lelaki, kecuali bilamana kemudian ditemukan keturunan langsung keluarga Ban barulah kitab pusaka akan dikembalikan.
Akhirnya kitab pusaka itu diturunkan sampai tangan ibu Ko Bok-cing, secara kebetulan dan karena ada jodoh, Ilmu sakti Su-ciau-sin-kang yang tercantum dalam kitab pusaka itu telah berhasil diyakinkan oleh Ko Bok-cing yang pendiam dan tekun itu.
Sebabnya Koh Peng bertiga mengakui Kan cau-bu sebagai ketua Goat heng-bun adalah karena dia memegang barang peninggalan perguruannya, yaitu Hian- ku-cip. Kemudian pada Yu Wi juga terlihat ada warisan ketua yang dulu, seharusnya mereka juga mesti menyebutnya sebagai ciangbun. Tapi waktu itu mereka merasa bingung karena tidak tahu siapa yang harus mereka bela.
Dalam keadaan serba sulit, mereka lantas mengundurkan diri dari pertengkaran yang sukar dibedakan benar dan salah itu, supaya mereka pun tidak bertindak keliru membela salah satu pihak.
Kemudian setelah mengetahui apa yang terjadi setelah mereka pergi, barulah mereka yakin Yu wi adalah murid Goat- heng- bun yang tulen, sedangkan Kan ciau-bu hanya penipu yang berhasil mencuri Hian-ku-cip dari Le Siok-coan, tindak-tanduknya juga rendah dan kotor, maka mereka jadi gemas terhadap pribadi Kan ciau-bu dan tidak lagi mengakui dia sebagai murid Goat- heng- bun.
Ketika dari anggota Thi-bang-pang yang mencari mereka diketahui Yu Wi seorang diri telah menuju ke Kun-san untuk memenuhi tantangan pihak musuh, diam-diam mereka mengagumi jiwa kesatria Yu Wi yang penuh rasa tanggung jawab, tanpa menghiraukan keselamatan sendiri membela Goat-heng-bun, hal ini makin membuktikan dia bukan saja murid Goat-heng-bun tulen, bahkan juga setia mengabdi bagi Goat-heng-bun
Sebab itulah diam-diam mereka sudah mengakui Yu Wi sebagai ketua mereka. dan begitu berhadapan Koh Peng lantas menyebut Yu Wi sebagai ciangbunjin, Tan Ho dan Kan Hou juga tidak keberatan terhadap sebutan itu.
Begitulah Yu Wi tidak lagi menolak sebutan ciangbun setelah tekad ketiga Tianglo sedemikian, segera ia berkata, "Bukan sengaja tidak memberitahukan janji pertemuan di Kun-san ini kepada ketiga Tianglo soalnya aku memang tidak tahu kemana harus mencari ketiga Tianglo, terpaksa kuberangkat sendiri ke sini."
"Untung kita masih keburu menyusul kemari, kalau tidak. ..."
Belum selesai ucapan Koh Peng, mendadak sip-sim-koai-mo membentak. "Hm, memang kenapa kalau keburu menyusul kemari" Paling-paling Cuma bertambah tiga setan tua."
Koh Peng kenal iblis tua itu, jengeknya, "Eh, Lau Tai-peng, kiranya kau belum mati"
Nama asli Sip-sim-koai-mo memang Lau Tai-peng. jawabnya. "caraku makan hati banyak manfaatnya dan menambah panjang umur, sebelum sahabat tua mati semua, jelas aku tidak bisa mati lebih dulu."
Koh Peng tahu iblis tua itu gemar makan hati sudah tidak sedikit jumlah korbannya, segera ia memaki, "Bangsat tua, sehari kau tidak mampus, sehari pula dunia ini takkan aman"
"Huh, makan hati menambah panjang umur apa segala," segera Tan Ho ikut memaki, "Bangsat, hati manusia yang kau makan sedikitnya sudah satu kereta penuh."
Lau Tai-peng tertawa lebar, "Hahaha, hari ini justeru aku ingin makan lagi tiga buah hati yang berusia ratusan tahun, sedikitnya aku dapat hidup tiga ratus tahun lagi."
Melihat keadaan kedua pihak. Ji-bong merasa pihak sendiri tetap lebih unggul, akan lebih baik jika serangan dilancarkan sekarang. kalau tidak, bila sebentar pihak lawan kedatangan bala bantuan lagi tentu akan merepotkan. Ia pikir jumlah pihak sendiri jauh labih banyak, mustahil tak dapat menumpas jumlah lawan yang cuma beberapa puluh orang ini. Segera ia bersuit dan memberi perintah,
"Serbu"
Segera Koh Peng juga bersuit, begitu terdengar suara suitannya, dari sekitar puncak serentak muncul beratus orang, jumlahnya bahkan beberapa puluh orang lebih banyak daripada yang berada ditengah kalangan ini.
"Tay-hian-wan tin" Koh Peng berteriak pula memberi komando agar anak buahnya mengatur barisan melingkar.
Anak murid ketiga Tianglo sudah terlatih dengan baik, dengan jumlah orang yang lebih banyak serentak mereka berlari mengitar sehingga semua orang terkepung di tengah tanpa terlolos seorang pun,
Diam-diam Ji-bong terkesiap melihat barisan yang hebat ini, cepat ia membentak "Terjang keluar"
Serentak beratus anak muridnya menerjang keempat penjuru. Ji-bong dan rombongannya bertujuh belas orang juga melancarkan serangan berbareng, ia bekerja sama dengan serbuan arak murid tujuannya hendak membebol dulu barisan pengepung lawan-
Namun Yu Wi dan kawan-kawannya juga tidak tinggal diam, mereka sambut serbuan musuh satu persatu.
Segera terjadi pertarungan di beberapa tempat, keadaannya berubah menjadi ada barisan yang menyerang kedalam juga ada barisan yang menyerbu luar, ditengah lingkaran yang terkepung terjadi pertempuran dari beberapa kelompok dan masing-masing tidak dapat bekerja sama.
Yu Wi sendiri menghadapi Ji-bong Taysu, Lau Tai-peng. Kun-kiam-bu-siang dan seorang kakek lagi yang berusia ratusan tahun. Dengan satu lawan empat dia bertempur dengan tangkas, pedang sempit Hi-jong-kiam berputar dengan gencar. terkadang menyerang dan lain saat bertahan, Ji-bong berempat ternyata tidak ada peluang membagi tenaganya untuk membantu anak muridnya membobol barisan musuh.
Si kakek bermata satu alias Li Lian-tiong karena patah tulang pergelangan tangannya, dia tidak mampu ikut bertempur dan cuma
berbaring di tanah. Sisa tiga kakek yang berusia ratusan tahun kebetulan dapat menghadapi Koh Peng bertiga.
Masih ada sembilan kakek Thay-yang-bun yang juga berusia lanjut, tapi kungfunya jauh di bawah para kakek berusia ratusan tahun, lima orang diantara mereka dicegat oleh si nikoh bermuka buruk. Pek-yan, Gin-goat, Tho-kin dan kiok-gim berlima.
Kelihaian kungfu Bu-eng-bun bahkan di atas Thay-yang-bun dan Goat-heng-bun, bilamana pertempuran berlangsung, kelima orang mereka pasti dapat mengalahkan kesembilan kakek itu tidak sampai lebih dari seratus jurus.
Lau tiong-cu dan Kwe Siau-hong masing-masing juga menempur seorang murid Thay-yang-bun yang berusia setangah baya, mereka berdua teramat kuat bagi kedua orang Thay-yang-bun itu, maka tidak beberapa lama kedua lawan sudah terdesak sehingga cuma mampu bertahan dan tidak sanggup balas menyerang.
Le Siok-coan dan Soh-sim berdua lebih lemah mereka bersama menghadapi seorang murid Thay-yang bun berusia muda. Pihak Thay-yang-bun tersisa Siau Hong, di tengah kalangan tidak ada tokoh tangguh lagi, terpaksa pihak Yu Wi harus menghadapi Siau Hong dengan Kun Hoay-soan dan Lim Khing-kiok berdua.
Akan tetapi mereka berdua tidak banyak gunanya, mendingan Kan Hoay-soan, kungfu Lim Khing-kiok terlebih lemah, kalau tidak dibantu belasan jago Thi-bang-pang, mungkin dalam beberapa jurus saja Khing-kiok sudah dibinasakan oleh Siau Hong.
Cara bertempur Siau Hong kelihatan sangat santai, dia menyelinap kian kemari di tengah anak buah Thi-bang-pang, setiap kali menyerang tentu seorang terbinasa.
Di tengah kalangan hanya Hana saja yang tidak bertempur, dua jago Thi-bang-pang melindunginya. Dia memandang sini dan melongok sana, hatinya tidak takut sedikit pun, ia malah merasa tertarik oleh pertempuran sengit ini.
Kedua anggota Thi-bang-pang itu merasa cemas menyaksikan kawannya satu persatu dibunuh oleh Siau-ong, Celakanya tidak ada orang yang dapat membantu mereka.
Pertarungan sengit terus betlangsung, banyak yang binasa, banyak pula yang terluka, yang Cedera di tengah kalangan lebih sedikit, sebaliknya korban yang jatuh pada sekitar barisan sangat banyak.
Maklum, barisan melingkar yang dipasang anak murid Koh Peng itu berjaga dengan sangat ketat, sebaliknya anak murid Thay-yang-bun yang bertempur ini kebanyakan dikumpulkan secara darurat, tidak terlatih, setelah diserbu dari kanan dan kiri, akhirnya mereka terpencar.
Meski kungfu mereka tidak selisih banyak dibandingkan anak murid Koh Peng bertiga, tapi barisan yang tidak terkordinir tentu saja tidak kuat. Satu persatu mereka terbunuh, hanya beberapa kali barisan itu berputar, lingkaran kepungan makin kecil, korban anak murid Thay-yang-bun dan kaum Nikoh cu-pi-am yang jatuh juga bertambah banyak
Setelah sekian lama lagi, beberapa puluh jago Thi-bang-pang sama terbunuh oleh Siau Hong sehingga tersisa tidak lebih daripada sepuluh orang. Kan Hoay-soan, dan Lim Khing-kiok merasa tidak enak menyaksikan orang-orang itu menjadi keganasan musuh dalam membela mereka berdua.
Melihat gelagatnya apabila anak buah Thi-bang-pang itu mati lagi beberapa orang, maka jiwa mereka pun akan terancam bahaya.
Dalam pada itu Siau Hong tambah mengganas, ia merasa pihaknya sudah lebih unggul, kemenangan pasti di tangan. Tak diketahuinya yang gagah perkasa hanya dia sendiri, yang menang cuma dia saja. saudara seperguruannya tidak ada satu pun menduduki posisi menguntungkan.
Dengan ilmu pedangnya yang aneh, dengan Cepat Kwe Siau- hong dapat membunuh lawannya, melihat keadaan kelompok Kan
Hoay-soan sini terancam bahaya, cepat ia memburu maju sambil membentak.
Dengan ikutnya Kwe Siau- hong dalam pertempuran- Siau Hong tidak dapat berlagak garang lagi, jelas Siau Hong bukan tandingan Kwe Siau-hong hanya dengan beberapa jurus aneh Siau Hong ia sudah terdesak hingga kalang kabut.
Dengan demikian Hoay-soan dan Khing-kiok lantas menganggur malah, beberapa anggota yang tidak terbunuh cepat mamberi pertolongan kepada kawannya yang terluka parah.
Hoay-soan dan Khing-kiok menyadari kepandaian sendiri selisih terlalu jauh sehingga siapa pun tidak memerlukan bantuan mereka, jadinya mereka hanya berdiri menonton disamping bersama Hana.
Dalam pada itu Yu Wi juga sedang memperlihatkan ketangkasannya melabrak musuh. Semula dia menggunakan ilmu pedang biasa dan bertempur sama kuat lawan Ji-bong berempat, tapi begitu dia mulai memainkan Hai-yan-kiam-hoat, kedukukannya seketika berubah lebih kuat.
Setelah menyerang tiga kali, waktu jurus ke-empat Hong-sui-kiam dilancarkan, dahsyatnya seperti air bah melanda dan tak tertahankan, "cret", kontan dada seorang lawan ditembus pedangnya.
Ji- bong Taysu, Lau Tai-peng dan Kun-kiam-bu-siang terkejut dan sama melompat mundur, mereka sama takut akan menati giliran serangan Yu wi berikutnya. Pada saat itulah mendadak seorang membentak "Berhenti, semuanya berhenti"
Sekali memukul Koh Peng mendesak mundur lawan, tiba-tiba terdengar Ji-bong juga berseru, "orang Thay-yang-bun berhenti semua"
Koh Peng tidak mau menyerang pada waktu pihak lawan sudah berhenti bertempur katanya pada Yu Wi, "Silakan ciangbun memberi perintah."
Bukan maksudnya memperingatkan Yu wi melainkan memberitahukan kepada segenap anak buahnya agar tunduk kepada perintah sang ciangbun. sebab ia tahu Yu Wi pasti ragu akan memberi perintah gencatan senjata .
Benarlah. segera Yu wi berseru, "orang Goat-heng-bun berhenti semua"
Diam-diam ia heran siapakah yang menyerukan gencatan senjata tadi" Rasanya suara orang itu sudah sangat dikenalnya.
Ji- bong taysu juga tidak tahu siapa yang mula-mula menyerukan gencetan senjata itu, soalnya keadaan pihaknya lagi terdesak, adalah menguntungkan jika untuk sementara dapat berhenti bertempur, kalau tidak. bila tanpa sebab dirinya memberiperintah berhenti kan berarti mengaku kalah.
Begitulah, setelah kedua pihak berhenti bertempur, segera barisan pengepung bagian luar meluangkan sebuah jalan masuk dan muncul dua orang beriring. Yang seorang ialah Cin Pek-ling, seorang lagi ialah Kan ciau-bu.
Melihat kedua orang itu berada bersama, Yu Wi lantas tambah yakin yang menyelamatkan Cin Pek-ling ialah Kan ciau-bu, sekaligus juga diketahui terakan bentakan tadi dilakukan oleh Cin Pek-ling, pantas rasanya suara orang sudah sangat dikenalnya.
Anak murid Koh Peng juga lantas memberi jalan lewat karena melihat pendatang ini ialah Kan cau-bu, betapapun Kan ciau-bu pernah menjadi pemimpin mereka, wibawanya masih besar biarpan sekarang tidak lagi menjadi ketua mereka.
Sesungguhnya mereka pun tidak takut ada orang masuk kedalam kalangan betapapun banyak orang yang terkepung, apabila tidak menguasai ilmu sakti sebangsa Su-ciau-sin-kang seperti Yu Wi jelas tidak gampang hendak membobol dan keluar dari kepungan. Seumpama Ji-bong dan lain-lain tidak bertempur dengan Yu Wi, untuk menerjang keluar kepungan juga tidak mudah bagi mereka.
Ketika kemudian melihat Cin Pek-ling datang dengan menggendong seorang anak kecil, seketika air muka Yu Wi berubah pucat, diam-diam timbul firasat tidak enak.
Cin Pek-ling lantas berhenti agak jauh di depan Yu Wi, ia kuatir lawan akan merampas anak yang digendongnya itu secara mendadak. bila jaraknya terlalu dekat tentu risikonya juga tambah besar dan bisa jadi sekali gempur Yu Wi akan berhasil merampas anak itu,
Segara Cin Pek-ling mengangkat anak kecil itu dan berseru, "Wahai murid Goat-heng-bun, lihatlah ini"
Serentak semua orang mamandang anak kecil itu. Saat ini kecuali Kan ciau-bu yang berdiri di samping Cin Pek-ling, belum ada orang lain mengetahui anak itu adalah putra Yu Wi yang hilang sekian tahun, yaitu Yu Ki-ya.
Ji-bong juga tidak tahu permainan apa yang akan dilakukan Cin Pek-ling, cuma ia tahu orang itu banyak tipu akalnya, kedatangannya tentu sudah dirancang dengan baik, bahkan dia muncul pada saat dan tempat itu, sungguh beruntung baginya.
Terdengar Cin Pek-ling lagi berseru, "Koh-tianglo, numpang tanya, siapakah ketua Goat-heng-bun sekarang?"
Melihat kemunculan Kan ciau-bu, Koh Peng jadi gemas terhadap manusia yang licin dan licik ini disangkanya Cin Pek-ling hendak memperalat Kan ciau-bu untuk menekan pihaknya, segera ia menjawab dengan suara keras, "Kedudukan Kan ciau-bu sebagai ketua sudah dihapus, saat ini yang menjadi ciangbun ialah Yu Wi."
"Seorang ciangbunjin mana boleh dipecat begitu saja semudah itu?" ujar Cin Pek-ling.
Dengan gregatan Koh Peng barteriak. "Dahulu kami bertiga salah mengenali manusia she Kan padahal pribadi Kan ciau-bu yang lebih rendah daripada hewan ini mana sesuai menjadi pemimpin suatu perguruan besar?"
"Tua bangka she Koh," segara Kan ciau-bu mendamperat, "Padahal sekarang biarpun kau minta kujadi ketua kalian, akulah yang tidak sudi. Cin-cianpwe, tidak perlu banyak omong dengan dia, bicara saja langsung pada pokok persoalannya."
Cin Pek-ling lantas berkata pula, "Koh-Tianglo apakah kau kenal anak kecil ini?"
"Anak ini adalah putra ciangbunjin yang kalian akui sekarang," sambung Kan ciau-bu.
Keruan segenap murid Goat heng-bun sama terperanjat. Dengan suara rada gemetar Koh Peng lantas tanya Yu Wi, "ciangbun, apakah benar anak itu puteramu?"
Diam-diam ia membantin "apabila benar, jelas keadaan akan berubah sama sekali dan mungkin sukar lagi menumpas musuh bebuyutan ini. Sungguh tidak kepalang rasa penasarannya bilamana teringat kedudukan yang menguntungkan ini segera akan tersia-sia begitu saja,"
Maka Yu Wi berubah pucat ketika mula-mula melihat anak dalam gendongan Cin Pek-ling itu, setelah mengetahui maksud tujuannya, sedapatnya ia menenangkan diri, lalu menjawab dengan tersenyum, "Koh tianglo, boleh kau tanya istriku Pek-yan, apakah betul anak itu putraku?"
Belum ditanya Pek-yan lantas menanggapi, "Putra ciangbunjin kalian saat ini baru berumur setengah tahunan."
Hati Koh Peng merasa lega oleh keterangan istri Yu Wi ini, sebab dilihatnya anak dalam gendongan Cin Pek-ling sedikitnya berumur empat tahun.
Watak Kan Hou beranggasan dan kasar, kontan ia memaki, "Dirodok, dari mana kau dapatkan anak jadah ini untuk diakukan sebagai putra ciangbunjin kami?"
Adalah pantas jika dia memaki Cin Pek-ling. tapi ucapan "anak jadah" jelas salah alamat, sebab anak itu sebenarnya memang anak Yu Wi, putra pemimpin sendiri yang bernama Yu Ki-ya.
Soh-Sim tahu anak Yu Wi yang berada dalam Cengkeraman Cin Pek-ling. ia lantas memberi keterangan, "Kan-tianglo, Ki-ya adalah anak yang baik, dia bukan anak jadah."
Padahal ia juga tak tahu apakah Yu Ki-ya anak badung atau bukan, soalnya nama Ki-ya (mengenang Ya atau Bok-ya) itu diambil untuk mengenangkan dirinya, tanpa terasa dia menyukai anak yang belum pernah dikenalnya itu.
Dengan sendirinya Kan Hou tidak tahu siapa Ki-ya yang dimaksudkan Soh-sim, tanpa pikir ia tanya, "Siapa itu Ki-ya?"
Soh-sim memandang Ki-ya dengan rasa kuatir, katanya, "Itulah anak dalam gendongan Cin Pek-ling itu, putra ketua kalian, Yu Wi."
Baru sekarang Kan Hou melengak. ia garuk-garuk kepala dan menyadari kesalahan makian sendiri tadi.
Segera Yu Wi berseru, "Jangan sembarangan omong, Ya-ji, dia bukan anakku, dia juga bukan Ki-ya, putra ku sekarang berada di lembah Siau-hoa-san sana, berada bersama cicimu, Bok-cing."
"Hahahaha" tiba-tiba Cin Pek-ling tertawa "Yu-ciangbun, boleh juga jika engkau tidak mau mengakuinya. Biarlah anak ini dianggap sebagai anak jadah, anak ini biar kubanting mati dia saja"
Makian "anak jadah" membikin air muka Yu Wi berubah, ketika mendengar anak itu hendak dibanting mati, air muka Yu Wi tambah pucat.
Soh-sim dapat melihat wajah Yu Wi dengan jelas, cepat ia berseru, "Kau berani, Cin Pek-ling"
Padahal Cin Pek-ling hanya berlagak hendak membanting anak itu dan tidak dilakukannya dengan sungguh-sungguh, betapapun ia hendak menggunakan Ki-ya sebagai sandera untuk memeras pihak Goat- heng- bun, mana dia berani memb anting mati sandera yang berguna itu.
Sebaliknya Yu Wi sengaja barlagak tak acuh, serunya, "Cin Pek-ling, ayolah banting saja, kenapa tidak kau banting" Jika putraku tentu aku tidak sampai hati membiarkan kau banting mati dia."
Nyata dia rela anaknya terbanting mati daripada kehilangan posisi yang menguntungkan untuk menumpas Thay-yang-bun ini.
Dengan gemas cin Pak-ling berteriak, "Baik, akan kubanting mampus dia"
la pegang kedua kaki Yu Ki-ya terus diputar. Kasihan Ki-ya, anak itu mengira "sang paman" lagi bercanda dengan dirinya, sedikitpun ia tidak takut, ia malahan mengikik tawa sambil berkeplok. "Ayolah paman cin, putar lebih kencang sedikit"
Yang kebat-kebit ialah Soh-sim, cepat serunya, "Berhenti, lekas berhenti Ada urusan boleh dirundingnya dengan baik-baik"
"Berhenti" Siok-coan juga berteriak.
Cin Pek-ling tidak mengayunkan tubuh Ki-ya lagi, tapi anak itu dijinjingnya dengan terbalik seperti ayam, lalu menunggu perkembangan selanjutnya.
Siok-coan lantas mendekati Yu Wi dan berkata, "ciangbun, kutahu anak itu adalah putra mu."
Tapi Yu Wi menggeleng dan menyangkal, "Tidak, bukan" Namun suaranya jelas rada gemetar.
Siok-coan menghela napas, ucapnya, "Pernah kau katakan padaku bahwa ada seorang anakmu jatuh dalam cengkeraman Cin Pek-ling."
Memang, Yu Wi memang pernah bicara demikian. Kecuali Koh Peng bertiga, ucapan ini juga didengar orang banyak.
Tidak bisa lagi Yu Wi menyangkal, tapi ia berkata, "Putra ku sudah dicelakai Cin Pek-ling, anak yang dipegangnya sekarang ini bukan puteraku."
"Tapi tempo hari tidak kau katakan Ki-ya sudah mati," kata Siok-coan pula. "Ai, ciangbun, persoalan ini boleh ditunda sementara, coba lihat dulu apa kehendak Cin Pek-ling."
Yu Wi tahu keadaan yang menguntung sekarang sebenarnya adalah kesempatan paling baik untuk menumpas musuh bebuyutan perguruan, betapapun tidak boleh lantaran jiwa anaknya sendiri lantas menyia-nyiakan kesempatan baik yang selama ini sangat diharapkan setiap anak murid Goat-heng-bun.
Maka dengan keraskan hati ia berkata pula, "Dengarkan kawan seperguruan, musuh yang berada dalam kepungan sekarang ini, betapapun tidak boleh terlepas seorang pun. Ayolah sikat terus"
Habis berkata, dengan menahan rasa duka kemungkinan putra kesayangan akan menjadi korban keganasan musuh, segera ia melancarkan serangan dengan jurus "Bu-tek-kiam" yang dahsyat, sungguh luar biasa hebatnya jurus serangan ini, kontan terdengar guru Siau Hong, yaitu Kun-kiam-bu-siang, menjerit ngeri dan roboh binasa.
Tenaga serangan Yu Wi benar- benar menggetarkan nyali anak murid Thay-yang-bun, semuanya kuncup,
"Lihatlah. Yu Wi" teriak Cin Pek-ling mendadak,
Tertampak Yu Ki-ya lantas diangkatnya ke-atas, sebelah lengan anak itu dipuntirnya, "krek", kontan tulang langan anak itu terpuntir patah.
Kasihan Ki-ya, tak disangkanya paman Cin yang biasanya sangat baik padanya itu sekarang bisa mengganas padanya. Saking kesakitan ia menjerit dan menangis.
Dalam kaadaan demikian, betapa keras hati Yu Wi juga luluh, ia meraung gusar dan menerjang maju.
Cepat Ji-bong dan Lau Tai-peng mengadangnya. Kungfu mereka berdua terlebih tinggi daripada Kun-kiam-bu-siang, dua kali serangan Yu Wi sempat dihindarkan mereka.
"Yu Wi," bentak Cin Pek-ling mendadak, "Jika tidak lekas berhenti, segera kuhancurkan batok kepala anakmu. Lihat ini"
Meski dia cuma main gertak saja, tapi Yu Wi menjadi jeri dan cepat berhenti menyerang, Sekarang setiap orang yang hadir sudah yakin anak itu memang betul putra Yu Wi.
Segera Koh Peng berseru, "ciangbun, biarlah kita lihat dulu apa kehendak mereka."
Yu Wi menghela napas lemas dan tidak bicara.
"Dengarkan anak murid Goat-heng-bun," teriak Cin Pek-ling, Jika ingin jiwa anak ini tetap hidup, lekas kalian meninggalkan tempat ini. Kan heng, silakan kau hitung sampai sepuluh, bilamana hitungan sepuluh habis dan disini tertinggal seorang musuh saja segera kubunuh anak ini."
Kan ciau-bu tertawa senang. lalu ia berdehem keras satu kali, segera ia menghitung "satu". Hanya sebentarsaja dia sudah menghitung sampai angka "delapan". Tapi keadaan tetap tenang, tidak ada seorang pun berani bergerak. rupanya disebab kan Yu Wi belum memberi perintah, tapi bila Yu Wi memberi perintah. seketika anak murid Goat-heng-bun akan mundur seluruhnya.
Kan ciau-bu sengaja memperlambat hitungannya, kata "delapan" itu di suara kan dengan panjang dan bercampur dengan suara jerit tangis Yu Ki-ya sebingga menambah tegangnya suasana.
Yu Wi juga tegang dan rada ragu, betapapun ia pun bingung apa yang harus dilakukannya .
Maklumlah, soal memberi perintah adalah sangat sederhana, tapi urusannya menyangkut kepentingan orang banyak, apabila urusannya cuma menyangkut kepentingan pribadi Yu Wi sendiri, tentu sejak tadi ia memberi perintah mundur secara serentak dan tentu lengan Ki-ya takkan dipuntir patah oleh Cin Pek-ling.
Koh Peng sangat terharu melihat Yu Wi rela mengorbankan jiwa anak sendiri daripada menggagalkan usaha penghancuran musuh. Ia pikir bila dirinya yang menjadi Yu Wi tentu sejak tadi memberi
perintah mundur tanpa menghiraukan kesempatan baik untuk menumpas musuh.
Ia menduga sebabnya Yu Wi tidak mau memberi perintah pengunduran adalah karena tidak tahu pasti bagaimana pendapat dirinya dan Tan Ho serta Kan Hou, ia pikir kedua saudara yang lain pasti juga sependapat dengan aku dan tidak ingin mengorbankan jiwa putra ciangbunjin.
Karena itulah Koh Peng lantas berkata, "ciangbun, mohon memberi perintah pengunduran saja. waktu masih banyak. biarlah kita cari jalan lain lagi kelak."
Yu Wi mengangguk. selagi hendak buka mulut, mendadak urung pula. Tiba-tiba dilihatnya muncul seorang perempuan berbaju hitam dengan sanggul tinggi dan berdandan serupa wanita bangsawan.
Setiba dibelakang Cin Pek-ling, perempuan itu lantas menyapa, "Cin-siansing"
Sebenarnya Cin Pek-ling juga tahu ada orang mendekatinya, diam-diam ia sudah menaroh perhatian, maka dia lantas berpaling dan melihat wanita yang sudah dikenalnya, dengan tertawa ia menjawab, "Hujin, tempat ini bukan tempat pesiar yang baik sekarang."
"Begitukah?" ucap si perempuan berbaju hitam, pelahan ia melangkah lebih dekat lagi, jaraknya dengan Cin Pek-ling sekarang tidak lebih dari lima kaki saja.
Kiranya datangnya Cin Pek-ling bersama satu perahu dengan wanita ini, di tengah perjalanan diketahuinya orang adalah nyonya bangsawan yang gemar pesiar ketempat-tempat wisata yang terkenal, nyonya ini membawa serta seorang budak tua. Tak diketahuinya bahwa budak tua itu sebenarnya adaalah samaran "Su-put-kiu" atau mati pun tidak mau menolong, yaitu si tabib sakti yang sudah diceritakan di bagian depan (Bacalah Pendekar Kembar). Dan nyonya bangsawan ini tak-lain-tak-bukan ialah Tan Siok-cin, ibu kandung Yu Wi dan Kan ciau-bu.
"Su-put-kiu" alias Su Put-ku telah berhasil menyembuhkan penyakit saraf Tan Siok-cin, lalu mereka berdua bersama-sama mencari jejak Yu Wi.
Sampai di Eng-bu-ciu, mereka mendapat kabar tentang keberangkatan Yu Wi ke Kun-san untuk memenuhi tantangannya pihak Thay-yang-bun, ia segera menyusul kesana, sampai di tepi danau Tong- liang, untung masih tersisa sebuah perahu pesiar, kebetulan pada waktu itu Cin Pek-ling dan Kan Ciau-bu juga muncul, maka mereka berempat lantas beranpkat bersama ke Kun-san di tengah danau ini.
Melihat Tan Siok-cin yang anggun dan cantik itu meski sudah setengah baya, di dalam perahu berulang-ulang Cin Pek-ling berusaha mengajaknya bicara.
Melihat Kan Ciau-bu diam saja meski barhadapan dengan dirinya, segera Tan Siok-cin tahu anak muda ini bukanlah Yu Wi, sebab kalau Yu Wi tentu sudah lantas memanggil ibu dengan kegirangan.
Dia tidak tahu ada keperluan apa Cin Pek-ling bersekutu dengan Kan Ciau-bu menuju ke Kun-san, apalagi ia pun tidak kenal Kan Ciau-bu, maka ia hanya berbasa-basi sekadarnya menjawab pertanyaan Cin Pek-ling.
Tentu saja Cin Pek-ling bergirang karena orang mau bicara dengan dirinya, ia pikir nanti kalau urusan di Kun-san selesai akan berdaya untuk memikatnya.
Karena timbul pikirannya yang tidak senonoh terhadap Tan Siok-cin, dengan sendirinya Cin Pek-ling kehilangan kewaspadaan terhadap wanita ini, malahan Tan Siok-cin sengaja tersenyum manis padanya, keruan Ciu Pek-ling tambah lupa daratan. Tapi hanya sejenak saja ia bersenang hati, mendadak kedua lengan baju Tan Siok-cin mengebas, "plak-ploks" dengan tepat dada dan perutnya tersabet.
Ketika melihat wajah Tan Siok-cin mirip Yu Wi, diam-diam Ji-bong sudah curiga, tak terduga olehnya wanita yang berdandan anggun ini tak-lain-tak-bukan ialah siperempuan gila berbaju hitam
yang setiap tahun pasti datang ke Cu-pi-am untuk meminta kembali Jit-yap-ko padanya itu.
Kini mendadak melihat kedua lengan baju si wanita anggun mengebas, kungfu ini sudah sangat dikenal Ji-bong, karena sudah belasan tahun mereka saling gebrak. maka cepat ia berseru, "Dia ibu Yu Wi"
Tapi sayang, peringatannya sudah kasip. betapa lihai lwekang Cin Pek-ling jelas tidak tahan oleh tenaga kebutan yang lihai itu, kontan ia tumpah darah. belum lagi sempat menjerit ia pun roboh terjungkal sehingga Yu Ki-ya yang digendongnya juga mencelat.
Demi mendengar wanita barbaju hitam itu adalah ibu Yu Wi, tanpa peduli lagi keadaan luka Cin Pek-ling, segera Kan ciau-bu melompat maju untuk meraih Yu Ki-ya yang terpental itu,
Dengan sendirinya Tan Siok-cin juga tidak tinggal diam. sebagai nenek tentu saja ia pun sayang terhadap cucu. Ia justeru kuatir dirinya dikenali Ji-bong Taysu. maka sejak tadi belum unjuk diri, ketika sebelah lengan cucunya dipatahkan Cin Pek-ling, sougguh sakit sekali hatinya, sekarang anak itu mana boleh dibiarkannya terbanting ketanah, maka begitu Ki-ya terbebas dari cengkeraman Cin Pek-ling, serentak iapun menyambar tubuh anak itu.
Jadi Tan Siok-cin dan Kan ciau-bu telah memegang tubuh Ki-ya pada saat yang sama, yang seorang memegang tubuh bagian atas, yang seorang mencengkeram kedua kakinya.
Melihat Ciau-bu berebut dengan dirinya. cepat Tan Siok-cin membentak. "Lepaskan, Ciau-bu"
Kan ciau-bu tidak kenal ibunya, ia balas membentak dengan bengis, "Kau sendiri lepas dulu"
Dalam pada itu Su Put- ku telah memburu maju dan berseru, "Kan ciau-bu. masakah kau tidak tahu bahwa dia adalah . . .."
Mestinya hendak dijelaskannya Tan Siok-cin adalah ibu Kan ciau-bu, tapi Ciau-bu mengira kedatangannya hendak membantu si
wanita berbaju hitam, dalam gugupnya ia lepaskan kaki Ki-ya, tapi sekalian terus menghantam punggung anak itu.
Kasihan anak itu memang sudah pingsan karena kesakitan, pukulan yang mematikan ini pun tidak dirasakannya sama sekali.
Setelah memukul mati Yu Ki-ya, segera Kan ciau-bu bermaksud kabur. Tapi jangan harap lagi, demi melihat putra Ciangbunjin terbunuh, serentak anak murid Gout- heng- bun merapatkan lingkaran kepungan mereka dengan lebih ketat.
Melihat cucu mati secara mengenaskan dipukul oleh puteranya sendiri, air mata Tan Siok-cin bercucuran dan tidak dapat bicara.
Setiap orang yang hadir mana tahu Yu Ki-ya telah terbunuh, semua orang sama tercengang dan tidak tahu apa yang akan terjadi. Mendadak Yu Wi membentak murka, "Serbu"
Karena perintah ini, pertempuran lantas berjangkit pula. Sekarang pihak Yu Wi semuanya sama berduka dan murka, serangan mereka tambah dahsyat dan tidak kenal ampun.
Pertempuran terus bertangsung hingga dekat magrib dan terjadilah banjir darah, pelahan barulah pertempuran berakhir.
Akibat pertempuran sengit ini segenap anggota Thay-yang-bun dimulai dari Ji-bong Taysu sehingga seluruh nikoh cu-pi-am, tidak ada seorang pun yang hidup, semuanya terbunuh.
Yu Wi dapat menawan Kan ciau-bu hidup, hidup, ia sudah bertekad takkan mengampuni lagi jiwa Kan ciau-bu. ciau-bu telah membinasakan anaknya, betapapun tidak dapat diampuni.
Dengan sebelah tangan mengempit Kan ciau-bu, lalu Yu Wi mendekati Tan Siok-cin dan memanggil dengan penuh duka, "Bu"
"Lepaskan saudaramu," kata Tan Siok-cin


Pendekar Setia Pendekar Kembar Bagian Ii Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yu Wi menggeleng, jawabnya, "Anak mengucapkan selamat kepada ibu karena penyakitmu sudah sembuh benar."
Lalu ia berpaling kearah Su Put-ku dan berkata pula, "Kuku, sampai mati pun keponakan takkan melupakan budi kebaikanmu yang telah menyembuhkan ibu."
Dengan terharu Su Put-ku menjawab, "Semua ini berkat jasamu sendiri, engkau telah meminjamkan Pian-sik-sin-bian kepadaku kalau tidak. biar-pun kepandaianku setinggi langit juga tidak dapat menyembuhkan poeyakit saraf ibumu."
Yu Wi lantas mengangkat mayat Ki-ya dengan sebelah tangan.
"Kematian cucu adalah salahku, hendaknya kau pun jangan terlalu berduka," demikian ucap Tan Siok-cin
Ia sengaja mengalihkan semua kesalahan atas diri sendiri, sebab ia kuatir Yu Wi akan bertindak tanpa kenal ampun terhadap Ciau-bu.
Tidak terkatakan sedih Yu Wi, sedapatnya ia menahan air matanya, tahulah dia sekarang antara dirinya dan Kan Ciau-bu dalam pandangan mata ibu, biarpun baru pertama kali saling bertemu, jelas bobot Kan Ciau-bu terlebih berat dalam pandangan ibunya.
Segera Yu Wi berkata, "Maaf, ibu, ada sesuatu urusan terpaksa harus kulaksanakan dengan menantang kehendak ibu."
"Memangnya apa yang akan kau lakukan?" tanya Tan Siok-cin
"Harus kubunuh Koko yang tidak setia dan tidak berbudi ini" seru Yu Wi dengan emosi, menyesal dan juga murka.
Dengan tangan kiri ia kempit Kan ciau-bu, asalkan dia perkeras tenaganya, seketika Ciau-bu bisa mati tergencet.
Tan Siok-cin tampak kurang senang, katanya. "Kau panggil Koko padanya, tidak boleh kau perlakukan dia secara demikian, lekas kau lepaskan dia."
"Tahukah ibu betapa besar dosa yang dilakukan Koko dan betapa banyak orang yang telah menjadi korban kejahatannya?" kata Yu Wi.
"Apapun juga , hendaknya kau pandang muka ibu, ampuni kasalahannya dan janganlah saling membunuh di antara saudara sendiri," ujar Tan Siok-cin
"Dia telah membunuh kedua isteriku, dia membinasakan putra kesayanganku, apakah semua ini dianggap selesai begitu saja?" seru Yu Wi dengan penuh rasa penasaran
"Isteri mati dapat kawin lagi, anak mati juga dapat dilahirkan pula anak lain, Tapi kakakmu hanya dia seorang saja," demikian Tan Siok-cin berusaba membujuk pula.
"Menurut kelakuan dan tidakannya, sudah lama tidak perlu kuakui dia sebagai Koko," jawab Yu Wi.
Tan Siok-cin menjadi kurang senang, "Apakah kau pikir karena dia saudara lain ayah?"
"Jika Kan Jun-ki masih hidup dan mengetahui perbuatan anaknya yang jahat ini, tentu beliau juga akan membinasakan anak durhaka begini," seru Yu Wi.
Tan Siok-cin menjadi gusar, "Kurang ajar Memangnya nama Kan Jun-ki boleh sembarangan kau-sebut?"
"Kan Jun-ki adalah musuh cinta ayah, betapa benci ayah kepadanya, masa harus kusebut dia dengan hormat?" jawab Yu wi tegas, "Kan Jun-ki terkenal sebagai seorang pendekar besar, dia pasti juga takkan membela anaknya yang jahat."
"Jika demikian, jadi aku pun salah karena membela anak?" tambah marah Tan Siok-cin
"Pokoknya hari ini akan kutumpas kejahatan bagi dunia persilatan, juga mewakili Kan Jun ki menghukum anaknya yang maha jahat ini," seru Yu Wi. Lalu ia menunduk dan berkata kepada Kan ciau-bu dalam kempitannya, "Jika kubunuh dirimu sekarang memangnya kau penasaran?"
Ciau-bu memenjamkan mata tanpa menghiraukannya, dalam keadaan demikian ia benar- benar pasrah nasib saja.
"Baik, jika kau mau mengaku salah, biar kau mati dengan cepat," bentak Yu Wi.
Mendadak ia perkeras kempitannya, seketika terdengar suara "krak-krek", suara tulang retak.
"Berhenti" teriak Siok-cin dengan cemas.
Yu Wi menghentikan kempitannya, tapi lantas berteriak dengan kalap. "Harus kubunuh dia"
Mendadak Tan Siok-cin mengebaskan lengan bajunya dengan keras.
Yu Wi melompat mundur, ucapnya dengan pedih, "Hendak kau bunuh diriku, Bu?"
"Sama-sama anakku, aku tidak ingin ada yang mati." seru Siok-cin
Karena mayat Ki-ya yang dipegangnya mulai kaku, rasa dendam Yu Wi berkobar lagi, urat hijau tampak menonjol di dahinya, kembali ia perkeras kempitannya Sekali ini tulang dada Kan ciau-bu tergencet patah seluruhnya.
Beberapa kali Tan Siok-cin mengebutkan lengan bajunya, sembari mengelak Yu Wi berteriak, "Bu ... ibu .... "
"Jangan panggil ibu padaku," teriak Siok-cin gusar, "Aku bukan ibumu, aku cuma punya seorang anak. Kau berani membunuh anakku tentu kubunuh kaU pula."
"Ahhh" seketika berubah air muka Yu Wi. pelahan ia melepaskan Kan ciau-bu, lalu berteriak dengan terbabak-bahak. "Ha ha, ternyata bobot ayah memang lebih ringan dalam pandangan ibu daripada Kan Jun-ki"
Dilemparkannya tubuh Kan ciau-bu yang lemah lunglai itu, lalu berlari pergi secepat terbang.
Meski jiwanya tidak melayang, namun selama hidup Kan ciau-bu harus berbaring di tempat tidur, cacat dan tak berguna lagi.
"Toako Toako Hendak kemana?" seru Soh-sim dan Pak-yan berbareng. Tanpa menoleh lagi Yu Wi terus lari pergi dan lenyap dalam sekejap.
---ooo0dw0ooo---
Setahun kemudian setelah peristiwa dipuncak Kun-san ini, Soh-sim dan Pek-yan bergotong- royong memilin tambang panjang dipuncak Siau-hoa-san dan turun ke dalam lembah kurung itu,
Namun Pek-yan naik kembali dengan bertangan kolong. katanya dengan menggeleng kepala, "Tidak terdapat orang di sana."
"Lantas kemana perginya Ciciku?" tanya Soh-sim dengan kuatir.
"Jelas dia ditolong pergi Toako, dengan kesaktian Toako sekarang tentu tidak diperlukan tambang panjang untuk naik-turun ke lembah sana."
Yang dikuatirkan Soh-sim sebenarnya keselamatan Yu wi, cuma di depan Pek-yan tidak enak baginya untuk memperlihatkan perasaannya itu, Ia yakin Toako pasti kembali ke lembah kurung ini. Seorang putranya telah mati, tidak nanti putra yang lain dibiarkan terpendam di dasar lembah kurung ini.
Fakta yang ditemukan juga membuktikan Yu wi memang pernah datang ke sini dan membawa pergi Ko Bok-cing.
Karena tidak menemukan Yu wi, mereka berdua lantas tinggal pergi dengan berduka.
Selanjutnya di dunia Kangouw juga tidak pernah lagi terlihat jejak Yu Wi dan Ko Bok-cing. Tapi 20 tahun kemudian di dunia Kangouw muncul seorang pendekar muda yang tiada taranya. Namanya Yu Pek.
Jika Yu Wi pernah menggetarkan dunia Kangouw dengan tangan kiri emas, maka kedua tangan Yu Pek memakai sarung tangan emas dan setiap tangannya tidak kalah lihainya daripada tangan kiri Yu Wi itu.
Menurut berita yang tersiar, konon Yu Pek adalah putra Yu Wi ....
Pada waktu yang sama dunia Kang-ouw juga muncul seorang pendekar anak dara yang cantik. baik ilmu silat mau pun kecerdasannya sangat menggemparkan Kang-ouw, orang ramai pun bilang dia putri Yu Wi, namun ia sendiri tidak pernah mengakui Yu Wi sebagai ayahnya . . . Entah apa sebabnya"
= TAMAT = Hati Budha Tangan Berbisa 12 Dewi Ular Karya Kho Ping Hoo Kemelut Di Ujung Ruyung Emas 8
^