Pencarian

Rajawali Hitam 4

Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo Bagian 4


un yang sudah berhasil
menculik Kiok Hwa yang ditotoknya sehingga tidak mampu bergerak atau bersuara, membawa lari gadis itu sampai tiba di luar kota. Dengan kepandaiannya yang sudah tinggi tingkatnya, dia melompati pagar tembok kota Cin-an dan kini tiba di luar kota, di jalan yang sepi.
Tiba-tiba dia merasa ada yang mencolek pundaknya dari belakang. Dia terkejut sekali, berhenti berlari dan memutar Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tubuh. Ketika dia melihat seorang berpakaian hitam yang bertopeng kain hitam, dia makin kaget.
"Siapakah engkau" Mau apa engkau mengejar aku?"
tanyanya untuk menghilangkan rasa heran dan kagetnya bahwa ada orang yang mampu mengejarnya, bahkan
mencolek pundaknya tanpa dia mendengar sama sekali
kedatangannya! "Siapa aku tidak penting...... Aku mengejarmu karena engkau telah menculik seorang gadis!"
Yauw Seng Kun menduga bahwa orang ini tentu tokoh
kang-ouw yang tinggal di daerah Cin-an, maka dia sengaja memperkenalkan diri agar orang itu menjadi gentar. "Apa perdulimu: Ketahuilah, aku adalah Yauw Seng Kun, majikan dari Guha Tengkorak di Lembah Iblis, Kwi-san. Harap
engkau jangan mencampuri urusanku!"
Mendengar orang itu memperkenalkan diri, Tin Han
tertawa di balik topengnya. "Aku Hek-tiauw Eng-hiong, tidak perduli engkau datang dari Guha Tengkorak atau Guha
Setan dan tentu saja aku akan mencampuri urusanmu
selama engkau berbuat kejahatan. Sudah jadi tugasku
untuk menentang setiap perbuatan jahat , dan menculik seorang gadis merupakan kejahatan yang besar sekali!"
Yauw Seng Kun sudah biasa memandang rendah orang
lain dan sangat tinggi hati, mengangkat diri sendiri setinggi mungkin.
Juga dia amat membanggakan ilmu kepandaiannya dan mengira bahwa di dunia ini jarang
terdapat orang yang mampu menandinginya. Maka, mendengar orang bertopeng hitam yang mengaku sebagai Pendekar Rajawali Hitam itu hendak menentangnya, tentu saja dia menjadi marah sekali.
"Kau berani mencampuri urusanku dan hendak menentang aku, jahanam busuk" Apakah engkau sudah
bosan hidup?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ha-ha-ha, justeru karena masih ingin hidup aku harus menentang orang-orang macam engkau ini. Hayo cepat
lepaskan gadis itu atau engkau akan menyesal nanti!"
Yauw Seng Kun menjadi semakin marah. Karena kalau
dia masih memondong gadis itu gerakannya tentu tidak leluasa, maka dia menurunkan Kiok Hwa di atas tanah.
Gadis itu rebah tak berdaya, tidak mampu menggerakkan kaki tangannya dan kini Yauw Seng Kun menghadapi orang bertopeng itu. Karena menduga bahwa orang bertopeng itu tentu memiliki ilmu kepandaian yang b?rarti, dia lalu mencabut tongkat bambu kuning dari punggungnya dan
memutar tongkat itu sehingga berubah menjadi segulungan sinar hitam di malam yang remang- remang itu. Bulan
sudah condong ke barat, akan tetapi sinarnya masih cukup terang bagi dua orang yang sudah berhadapan dan siap untuk bertanding itu.
"Malam ini engkau akan mampus di tanganku!" Bentak Yauw Seng Kun dan segera dia menyerang dengan tongkat bambu kuningnya. Serangannya itu mengeluarkan bunyi
mencicit ketika tongkatnya meluncur ke arah tenggorokan Tin Han. Namun dengan mudahnya Tin Han mengelak ke
samping dan tongkat itu mengejarnya dengan sabetan ke arah kepala. Bukan main cepatnya gerakan tongkat itu, namun Tin Han lebih cepat lagi mengelak, lalu membalas dengan tamparan tangannya. Tamparannya mendatangkan
angin pukulan yang mengejutkan hati Yauw Seng Kim.
Makin yakinlah kini dia bahwa dia berhadapan dengan
lawan tangguh, maka diapun mengerahkan tenaganya dan menyerang semakin gencar.
Kiok Hwa yang rebah telentang dan tidak mampu
bergerak itu hanya dapat menonton dengan jantung
berdebar tegang. Ia sudah tahu akan kelihaian pe muda yang menculiknya dan ia khawatir kalau si topeng hitam yang menolongnya itu akan kalah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Biarpun yang menjadi senjata Yauw Seng Kun hanya
sebatang tongkat bambu kuning, namun di tangan pemuda itu, senjata sederhana itu dapat menjadi senjata yang amat ampuh. Bambu kuning itu dapat dipergunakan sebagai
pedang untuk menusuk dan menabas, juga sebagai tongkat untuk menotok jalan darah. Namun Tin Han dapat
mengimbanginya dan ketika beberapa kali Tin Han menangkis serangan itu dengan tangannya, Yauw Seng Kun merasa
betapa panas dan tergetar tangannya yang memegang bambu kuning. Hal ini menunjukkan bahwa
tenaga sin-kang lawannya amat kuat.
Dengan penasaran karena setelah menyerang bertubi-
tubi sampai puluhan jurus tongkatnya tidak pernah
menemui sasaran, Yauw Seng Kun menubruk dengan
hantaman tongkatnya ke arah kepala lawan. Tin Han
menggerakkan tangan kanan, memutarnya dari kiri ke
kanan untuk menangkis.
"Plakkkkk!"
Tangannya berhasil menangkis dan memegang tongkat lawan dan cepat dia mengerahkan untuk merampas tongkat itu! Akan tetapi Yauw Seng Kun
mempertahankan.
Dua tenaga sin-kang yang kuat bersitegang. "Takk!" Tongkat itu patah menjadi dua potong! Yauw Seng Kun terkejut bukan main dan dia melompat ke
belakang, lalu membalik dan melontarkan sepotong tongkat itu ke arah lawannya. Sepotong tongkat itu meluncur seperti anak panah menyerang dada Tin Han. Akan tetapi pemuda ini sudah siap dan dia menggunakan potongan tongkat yang berada di tangannya untuk menangkis sehingga tongkat yang meluncur itu dapat terpukul runtuh. Akan tetapi ketika Tin Han mengangkat muka, ternyata lawannya telah lenyap dalam kemuraman malam, meninggalkan gadis yang masih menggeletak di atas tanah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menggunakan sepotong tongkat rampasan itu, Tin Han
lalu menotok kedua pundak Kiok Hwa gadis itupun dapat bergerak kembali. Begitu dapat bergerak dan bersuara, Kiok Hwa menjatuhkan dirinya berlutut di depan Tin Han.
"In-kong (tuan penolong), saya The Kiok Hwa menghaturkan banyak terima kasih atas budi pertolongan in-kong. Kalau tidak ada in-kong yang menolong, entah apa jadinya dengan diri saya."
Tin Han menyentuh pundak gadis itu dengan tangannya, menyuruhnya bangkit lagi. "Berdirilah, nona dan jangan banyak sungkan. Sudah menjadi tugas kewajiban untuk
menentang kejahatan. Lebih baik nona cepat kembali ke Cin-an karena kakakmu tentu sedang mencarimu dengan hati gelisah"
Kiok Hwa bangkit berdiri, mencoba untuk menatap tajam sepasang mata di batik topeng itu. "Baik, in-kong. Akan tetapi selama hidupku saya tidak akan melupakan budi kebaikan in-kong. BoIehkah saya mengetahui nama in-kong dan bolehkah saya mengenal wajah inkong?"
"Nona, kalau engkau boleh melihat wajahku, untuk apa aku menggunakan topeng" Kalau mau mengenal namaku,
sebut saja Hek-tiauw Eng-hiong. Sekarang, cepat nona kembali ke Cin-an,' aku membayangi dari jauh."
"Baik, in-kong," kata Kiok Hwa dan iapun memutar tubuhnya lalu berlari cepat keluar dari tempat itu menuju kembali ke kota Cin-an. Tin Han membayanginya karena khawatir kalau-kalau penculik tadi akan mengganggunya kembali.
Kiok Hwa memasuki kota Cin-an dengan melompati
pagar tembok seperti ketika ia dibawa keluar oleh penculik tadi dan langsung saja kembali ke rumah penginapan. Ia mendapatkan kakaknya sedang duduk termenung dengan
gelisah. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
The Siang In terkejut ketika melihat adiknya membuka pintu dan masuk ke kamarnya. "Hwa-moi, engkau sudah kembali" Bagaimana engkau dapat kembali?" Dia meloncat bangun sambil memegang tangan adiknya.
Kiok Hwa berkata, "Aku hampir celaka di tangan penculik itu, koko. Aku dibawa sampai keluar kota Cin-an. Untung datang
seorang Bintang penolong. Seorang laki-laki bertopeng menolongku. Orang bertopeng itu lihai bukan main. Setelah bertanding dengan penculik jahanam itu, dia dapat mengalahkannya dan penculik itupun melarikan diri.
Aku lalu dibebaskan dari totokan dan in-kong itu minta kepada agar segera kembali ke sini."
"Ah, terima kasih kepada Tuhan yang masih melindungimu, moi-moi! Siapakah namanya in-kong itu?"
"ltulah yang mengecewakan hatiku, koko. Dia memakai topeng hitam dan ketika kutanya namanya, mengaku
bernama Hek-tiauw Eng-hiong. Dia tidak mau memperkenalkan mukanya. Ah, aku berhutang nyawa
kepadanya, koko. Kalau tidak ada dia, tentu aku mati, andaikata tidak dibunuh penculik laknat itu tentu aku akan membunuh diri."
"Sudahlah, Hwa-moi. Bagaimanapun juga; Tuhan masih
melindungimu. Kita tidak pernah melakukan kejahatan, maka bagaimanapun tentu ada saja yang menolong kita.
Penculik itu memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi, kalau penolongmu itu dapat mengalahkannya, tentu dia seorang sakti."
"Wah, kepandaian in-kong itu hebat sekali, koko.
Bayangkan saja, dia meng hadapi penculik jahanam itu yang meng gunakan tongkatnya, dengan tangan kosong saja! Dan akhirnya dia dapat mematahkan tongkat itu sehingga
penculik menjadi ketakutan dan kabur. Aku berhutang
nyawa kepadanya, entah bagaimana dapat membalasnya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kita dapat membalas budinya dengan bersembahyang kepada Tuhan semoga in-kong itu mendapat berkah yang berlimpahan dari Tuhan, sesuai dengan budi kebaikannya, moi-moi."
Kakak beradik itu membicarakan Hek-tiauw Enghiong
tiada habisnya, sama sekali mereka tidak mengira bahwa orang yang mereka bicarakan itu hanya beberapa meter saja dari kamar mereka, di sebuah kamar lain di rumah
penginapan itu.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi benar Tin Han
berangkat meninggalkan rumah penginapan. Baru saja dia membayar sewa kamarnya. muncul Siang In dan Kiok Hwa yang juga hendak membayar sewa kamar dan meninggalkan rumah penginapan itu pagi-pagi benar. Mereka hanya
bertukar pandang dan Tin Han cepat mengalihkan pandang matanya ketika pandang matanya bertemu dengan sinar
mata Kiok Hwa yang memandangnya. Akan tetapi gadis itu tidak mengenalnya, sungguhpun sejenak ada keraguan di hati gadis ini yang merasa pernah bertemu dengan Tin Han akan tetapi ia lupa lagi bilamana dan di mana.
-oo(mch)oo- Tin Han meninggalkan kota Cin-an. Dia bermaksud pergi ke Hong-san untuk mencari Lee Cin. Di dalam hatinya dia merasa tegang kalau membayangkan pertemuannya dengan Lee Cin dan juga dengan Souw Tek Bun. Bagaimanapun
juga, dia pernah melukai Souw Tek Bun walaupun ketika dia melakukan itu dia berpakaian sebagai Si Kedok Hitam.
Bagaimana sambutan Lee Cin kalau dia muncul di sana"
Dan apakah kedua orang tua gadis yang dicintanya itu akan suka menerimanya sebagai mantu" Dia menjadi tegang,
karena dia belum yakin benar bahwa Lee Cin akan
membalas cintanya, dan membayangkan dia ditolak pula oleh ayah-ibu Lee Cin membuat jantungnya berdebar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mengapa takut akan bayangan, pikirnya. Yang penting
dia harus menemui Lee Cin dan bagaimana nanti sajalah akibatnya! Dia sudah merasa rindu sekali kepada Lee Cin.
Kalau dia terkenang saat perjumpaannya dengan Lee Cin, pada saat terakhir. Dia sebagai Tin Han dan dia sebagai Si Kedok Hitam sudah menyatakan cintanya kepada Lee Cin!
Dan ketika dia sebagai Tin Han menyatakan cintanya
terhadap gadis itu, Lee Cin tidak menolaknya, walaupun juga tidak mengatakn bahwa gadis itu membalas cintanya!.
$ekarang, kalau dia bertemu lagi dengan Lee Cin, dia akan berterus terang meminangnya sebagai calon isterinya.
Keputusan ini sudah tetap di hatinya. Dia harus berani, berani meminang dan berani ditolak.
Lee Cin pernah menyatakan sayang bahwa dia tidak
pandai silat. Kalau kemudian gadis itu mengetahui bahwa dia pandai silat, bagaimana" Akan tetapi tentu Lee Cin akan tahu bahwa dialah Si Kedok Hitam! Serba salah jadinya.
Sebaiknya kalau dia menyembunyikan kepandaiannya dari gadis itu.
Tin Han berjalan seenaknya keluar dari kota Cin-an.
Ketika dia sedang berjalan melenggang seenaknya, tiba-tiba dari belakangnya terdengar seruan nyaring. "Minggir!
Minggir!" dan terdengar derap. kaki kuda.
Tin Han cepat minggir dan memutar tubuhnya untuk
melihat siapa yang membalapkan kuda di pagi hari itu.
Ternyata dia seorang yang berpakaian perwira tinggi
bersama duabelas orang pengawalnya.
Tin Han jadi tertarik. Dia memang merasa tidak senang kepada perwira penjajah Mancu yang suka bertindak
sewenang-wenang. Karena hatinya tertarik maka dia lalu membayangi mereka dengan menggunakan ilmu berjalan
cepat. Di sepanjang jalan itu masih sepi, akan tetapi karena dia tidak ingin dilihat orang berjalan cepat sekali, dia mengambil jalan dalam hutan di sebelah jalan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dari jauh dia melihat betapa tigabelas orang berkuda itu kini menyeberangi Sungai Huang-ho dengan menggunakan perahu besar. Mereka menyeberang bersama kuda-kuda
mereka. Tin Han jadi semakin tertarik dan diapun segera menyewa perahu kecil dan minta kepada tukang perahu agar menyeberangkannya.
Setelah tiba di seberang, para penunggang kuda itu
melanjutkan perjalanan mereka. Tin Han juga mendarat lalu melakukan pengejaran dengan mempergunakan ilmu berlari cepat. Akhirnya dia dapat menyusul rombongan berkuda itu yang ternyata memasuki sebuah hutan di Lembah Sungai Huang-ho. Tin Han terus mengikuti pasukan selosin
pengawal yang dipimpin oleh seorang perwira yang bertubuh tinggi kurus dan bermuka pucat itu.
Pasukan itu adalah pasukan pengawal Kerajaan Mancu
yang dipimpin oleh Panglima Coa Kun, yaitu wakil dari Panglima Tua Bouw Kin. Setelah berloncatan turtm dari atas kuda,
Coa-ciangkun lalu menghampiri pondok dan muncullah seorang kakek tinggi kurus yang berpakaian hitam putih dan ada gambar lm-yang di dadanya. Usianya mendekati enampuluh tahun dan kakek ini bukan lain ada lah Thian-te Mo-ong. Melihat kakek ini, Coa-ciangkun memberi hormat yang dibalas oleh Thian-te Mo-ong.
"Kebetulan sekali Coa-ciangkun sudah datang," kata Thian-te Mo-ong. 'Kami sedang mengadakan pertemuan di sini.'
Coa-ciangkun dipersilakan lalu masuk dan di ruangan
belakang yang cukup luas telah duduk Hek-bin Mo-ko, Sinciang Yauw Seng Kun, Ma Huan dan beberapa orang lain lagi. Hek bin Mo-ko adalah seorang tokoh sesat yang
bertubuh tinggi besar dan semua anggauta ttibuhnya
tampak besar dan bundar, perutnya gendut dan kulitnya hitam. Hek-bin Mo-ko (Iblis Muka Hitam) ini bersenjatakan sebatang ruyung berduri yang besar dan berat. Orang kedua Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang bernama Sin-ciang Mo-kai (Pengemis Iblis Tangan Sakti) adalah seorang tokoh kang-ouw golongan sesat pula yang bertubuh tinggi kurus dan mukanya kekuningan
seperti orang berpenyakitan, matanya sipit sekali. Seusia dengan Hek-bin Mo-ko, kurang lebih limapuluh tahun dan Pengemis Iblis ini bersenjatakan sebatang tongkat yang beracun. Yauw Seng Kun telah kita kenal, yaitu pemuda dari Guha Tengkorak di Lembah Iblis murid mendiang Jeng-ciang-kwi, dan Ma Huan yang berusia empatpuluh tahun adalah seorang utusan dari Pulau Naga, nembantu Siang Koan Bhok dan Ouw Kwan Lok. Empat orang lain yang
duduk di situ kesemuanya adalah tokoh-tokoh sesat yang sudah dihubungi oleh Thian-te Mo-ong dan mau diajak
bersekutu. Bagaimana Thian-te Mo-ong dapat mengadakan pertemuan rahasia dengan Panglima Coa di tempat itu"
Bukankah Thian-te Mo-ong pernah membantu pemberontakan dan pernah dihukum buang, bahkan
kemudian menjadi pelarian yang diburu pemerintah Kerajaan Mancu"
Ternyata setelah Song Thian Lee mengundurkan diri dan semua kekuasaan atas pasukan berada sepenuhnya di
tangan Panglima Tua Bouw Kin Sek, maka panglima ini telah mengubah
siasatnya. Dia menyebar orang-orangnya,
termasuk Panglima Coa untuk menghubungi orang-orang
kang-ouw golongan sesat dan membujuk mereka untuk
bekerja sama dengan pasukan pemerintah memusuhi kaum pendekar dan patriot! Karena Panglima Bouw bukan hanya menjanjikan, melainkan juga dengan royal membagi-bagi hadiah, maka golongan sesat menjadi terpikat. Karena inilah maka Thian-te Mo-ong seperti telah diampuni oleh kerajaan, asalkan dia mau membantu pemerintah untuk membasmi
kaum pendekar dan patriot. Kebijaksanaan baru ini lebih menguntungkan,
baik bagi pemerintah maupun bagi golongan sesat, maka banyaklah tokoh kang-ouw yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
termasuk golongan sesat dapat terpikat, termasuk Thian-te Mo-ong tentu saja karena diampuni dan tidak lagi menjadi orang buruan pemerintah. Bahkan Thian-te Mo-ong berjanji kepada Panglima Coa untuk menghubungkannya dengan
Beng-cu baru, yaitu Ouw Kwan Lok yang tinggal di Pulau Naga.


Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Panglima Coa masuk ke pondok dan dipersilakan duduk
di ruangan belakang di mana telah berkumpul teman-teman Thian-te Mo-ong.
"Silakan duduk, ciangkun. Saudara-saudara sekalian, perkenalkan inilah Panglima Coa dari kota raja yang menjadi wakil dari Panglima Tua yang menguasai seluruh pasukan pemerintah." Thian-te Mo-ong memperkenalkan panglima itu kepada rekan-rekannya. Dia lalu memperkenalkan pula
tujuh orang tokoh kangouw yang sudah hadir di situ.
Panglima Coa saling memberi hormat dengan mereka semua dan dia lalu duduk berhadapan dengan mereka.
"Mo-ong, sekarang ceritakan lebih dulu tentang pengangkatan Beng-cu baru itu, siapa dia dan bagaimana kedudukannya," kata Panglima Coa.
"Beng-cu Souw Tek Bun telah mengundurkan diri dari jabatan beng-cu, ciangkun, dan ini kebetulan sekali karena diapun berhaluan menentang pemerintah. Penggantinya
adalah seorang pemuda yang gagah perkasa, dan terhitung muridku juga, bernama Ouw Kwan Lok. Dia menangkan
pertandingan pemilihan beng-cu dan sekarang tinggal di Pulau Naga, bersama Siang Koan Bhok yang juga menjadi gurunya."
"Dan bagaimana pendapatnya tentang ajakan kami untuk bekerja
sama menentang golongan pendekar yang bermaksud menentang pemerintah Kerajaan Ceng?"
" Aku sudah menyampaikan ke padanya, dan dia
menjawab bahwa hal itu akan dipertimbangkan melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kesungguhan pemerintah yang mengajak bekerja sama. Dan juga beng-cu kami itu mengatakan bahwa setelah diadakan kerja-sama, biarlah beng-cu tetap bersikap mendekati para pendekar dan pemberontak, dengan demikian dia akan tahu siapa yang harus ditentang."
"Ha-ha-ha, dia ingin melihat kesungguhan hati kami"
Tunggu sebentar!" Panglima Coa lalu bangkit dan memanggil pengawalnya yang masih berada di luar. Seorang pengawal datang dan membawa sebuah kantung sebesar kepala
manusia, dan dia menyerahkan kantung kepada Coa-
ciangkun. "Nah, inilah hadiah pertama untuk disampaikan kepada beng-cu. Kalau kerja sama sudah menghasilkan, akan lebih banyak pula hadiah dikirimkan kepadanya."
Coa-ciangkun membuka kantung itu dan memperlihatkan isinya kepada semua yang hadir. Tampak emas permata berkilauan dalam kantung itu. Sungguh
merupakan hadiah yang berharga sekali!
"Baik, kami menerimanya, ciangkun. Akan tetapi kamipun ingin mendengar penjelasan dari ciangkun mengapa sekarang, pihak pimpinan pasukan mengajak kami bekerja sama" Apa yang mendorong para pimpinan ciangkun melakukan kerja sama ini" Kami harus mengetahui latar belakang perubahan sikap ini agar kami tidak ragu-ragu lagi.
"Hemm, kalian ingin mengetahui sebabnya" Dahulu, di waktu Song Thian Lee masih menjadi panglima muda dan dipercaya oleh kaisar, dia selalu menentang orang-orang kang-ouw sehingga banyak orang kang-ouw memberontak
atau menentang pemerintah kerajaan. Kami menganggap
sikap itu keliru sama sekali. Seharusnya orang kang-ouw didekati dan diajak bekerja sama sehingga tidak timbul pemberontakan, kecuali dari pihak para pendekar yang menganggap diri mereka patriot. Nah, dengan bekerja sama dengan orang-orang kang-ouw, kita tentu akan lebih mudah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk membasmi para pendekar itu. Setelah kini Song Thian Lee mengundurkan diri dan tidak menjadi panglima lagi, semua kekuasaan terjatuh ke tangan Panglima Tua Bouw Kin Sek maka perubahan sikap kami ini dapat dilaksanakan.
Mengertikah kalian?"
Tujuh orang itu mengangguk-angguk.
"Sekarang, untuk membuktikan bahwa kalian memang sungguh hati berniat untuk bekerja sama, kami minta kalian membantu kami untuk menangkap atau membunuh bekas
panglima Song Thian Lee dan isterinya. Sanggupkah kalian?"
Tujuh orang kang-ouw itu saling pandang dan Yauw Seng Kun yang belum mengenal orang macam apa adanya Song
Thian Lee, sudah menyanggupi, "Tentu saja kami dapat membantu ciangkun!"
"Akan tetapi, Song Thian Lee dan isterinya itu merupakan lawan yang tangguh," kata Thian-te Mo-ong, agak ragu.
"Hemm, biarpun dia tangguh, kalau menghadapi kita semua, dia akan mampu berbuat apakah" Aku membawa
surat perintah Kaisar untuk menangkapnya dengan tuduhan bahwa dia sengaja membantu pemberontak Keluarga Cia, dan aku membawa selosin pengawal pilihan. Ditambah lagi dengan kalian bertujuh, apa dia akan mampu melawan?"
Thian-te Mo-ong mengangguk-angguk. "Kalau kita semua maju, aku merasa yakin kita akan mampu menangkap atau membunuh mereka berdua. Baik, kapan kita akan berangkat dan di mana mereka tinggal ?"
"Mereka tinggal di dusun Tung-sinbun tak jauh dari kotaraja dan kita berangkat sekarang juga. Kami akan menyediakan tujuh ekor kuda untuk kalian. Selain itu, apakah engkau tahu di mana adanya Keluarga Cia, Mo-ong?"
"Tentu saja aku tahu di mana mereka bersembunyi.
Ketika Beng-cu menawarkan kepada mereka untuk tinggal di Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pulau Naga, mereka menolak dan mereka untuk sementara tinggal di Bukit Cemara."
"Bagus! Tugas kalian, setelah kita menyerbu rumah Song Thian Lee, adalah untuk membasmi Keluarga Cia itu.
Mereka adalah orang-orang yang amat membenci pemerintah Kerajaan, merupakan orang-orang berbahaya. Bagaimana, sanggupkah kalian bertujuh untuk membasmi Keluarga
Cia?" Thian-te Mo-ong tertawa. "Ha-ha-ha, membasmi mereka adalah urusan mudah, ciangkun. Yang paling lihai di antara mereka adalah Nenek Cia, dan nenek itu pernah dikalahkan oleh Bengcu yang baru. Kalau kami melaporkan permintaan ciangkun ini kepada Beng-cu, tentu akan mudah membasmi mereka."
"Baiklah, kami percaya kepada kalian. Sekarang, mari kita berangkat. Para pengawalku akan menyediakan kuda untuk kalian."
Tak seorangpun di antara mereka mengetahui bahwa
semua percakapan mereka itu didengar dengan jelas oleh Tin Han! Ketika mendengar bahwa mereka hendak menyerbu
rumah bekas panglima Song Thian Lee, dia mendengarkan dan kurang tertarik. Akan tetapi alangkah terkejut hatinya ketika dia mendengar bahwa mereka hendak menyerbu dan membasmi Keluarga Cia! Tidak, dia tidak dapat tinggal diam saja. Juga dia harus melindungi keluarga Song Thian Lee yang pernah didengarnya sebagai seorang panglima muda yang bijaksana. Dari percakapan itu tahulah dia bahwa pemerintah Kerajaan Mancu telah mengubah taktiknya. Kini mereka hendak menyuap kepada para tokoh kang-ouw dari golongan
sesat untuk membantu pemerintah meng- hancurkan para pendekar dan patriot. Hatinya menjadi panas mendengar ini dan dia bermaksud untuk menghalangi tindakan mereka yang akan membunuh bekas panglima
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Song Thian Lee dan juga hendak membasmi keluarganya, Keluarga Cia!
Karena sudah mendengar bahwa mereka akan pergi ke
dusun Tung-sinbun dekat kota raja dan mereka semua
hendak menunggang kuda, Tin Han lalu mendahului mereka melakukan perjalanan ke arah kota raja. Ketika hari menjadi malam dan dia bermalam di rumah penginapan yang sama!
Tin Han mendapatkan pikiran yang dianggapnya bagus.
Malam itu, diam-diam dia menyelinap ke kandang kuda dari penginapan itu dan mencari seekor kuda yang dipilihnya paling baik dari semua kuda yang ada.
Pada keesokan harinya, tentu saja keadaan menjadi geger ketika Coa-ciang kun mengetahui akan lenyapnya seekor kuda yang terbaik, yaitu kuda yang menjadi tunggangannya.
Dia memaki- maki para petugas rumah penginapan akan
tetapi tidak ada seorangpun tahu ke mana perginya kuda yang hilang itu. Tin Han pura-pura ikut resah seperti para tamu lain dan dengan hati geli dia melihat perwira tinggi itu menyuruh anak buahnya mencari dan membeli seekor kuda lain
yang baik. Setelah mendapatkan seekor kuda, berangkatlah mereka.
Tin Han juga meninggalkan rumah penginapan itu dan
melepaskan kuda curiannya yang diikat pada sebuah pohon di luar kota Kan-lok, lalu membayangi rombongan itu
dengan berkuda.
Akhirnya, rombongan itu tiba di dusun Tung-sin-bun.
Ketika itu, senja telah tiba dan agaknya rombongan itu tidak mau berhenti dulu, langsung saja menuju ke rumah Song Thian Lee, setelah mendapat keterangan di mana rumah bekas panglima itu.
Pada sore hari itu, Song Thian Lee sedang duduk dengan isterinya di serambi depan. Tang Cin Lan sedang bermain-main dengan puteranya yang baru berusia tiga tahun. Ketika mendengar bunyi kaki kuda mendatangi rumah mereka,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
suami isteri ini tidak mengira bahwa merekalah yang
kedatangan tamu. Baru setelah belasan orang berkuda itu memasuki
halaman rumahnya, mereka tahu bahwa rombongan orang itu datang untuk berurusan dengan
mereka. Yang membuat Thian Lee terheran-heran adalah ketika dia melihar Panglima Coa dan Thian Lee masih
mengenal Thian-te Mo-ong yang di tangkapnya ketika datuk ini membantu pemberontakan beberapa tahun yang lain, kemudian Thian-te Mo-ong berhasil meloloskan diri ketika dikirim ke tempat pembuangan. Heran dia mengapa
Panglima Coa dapat datang bersama Thian-te Mo-ong yang menjadi orang buruan pemerintah" Namun dia menekan
keheranannya dan segera bangkit bersama isterinya yang menggendong Hong San.
"Kiranya Coa-ciangkun yang datang berkunjung! Entah kepentingan
apa yang membawa ciangkun datang berkunjung ke rumah kami?"
Akan tetapi Coa-ciangkun tidak turun dari atas kudanya, bahkan
tidak membalas penghormatan Thian Lee, sebaliknya dia mengambil surat perintah Kaisar dan berkata lantang, "Song Thian Lee, atas perintah Kaisar kami datang untuk menangkap engkau dan seluruh keluargamu! Karena itu menyerahlah sebelum kami mempergunakan kekerasan!"
Thian Lee dan Cin Lan terkejut bukan main mendengar
ucapan itu. "Coa-ciangkun! Kesalahan apakah yang kami perbuat maka Kaisar memerintahkan untuk menangkap
kami?" "Ketika engkau melakukan pembersihan di timur, engkau sengaja memberi kebebasan kepada para pemberontak
Keluarga Cia. Karena itu engkau dianggap pemberontak!"
"Bohong semua itu! Suamiku ketika memegang jabatan panglima, sudah berjasa besar menumpas pemberontak-pemberontak
dan orang-orang jahat! Dia bukan pemberontak dan tahukah engkau siapa aku" Aku adalah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
puteri Pangeran Tang Gi Su. Beranikah kalian berkurang ajar untuk menangkap aku?"
"Ini perintah Kaisar. Kami hanya menjalankan tugas.
Hayo kalian cepat berlutut menyerah daripada kami harus menggunakan kekerasan!" bentak lagi Coa-ciangkun.
Thian Lee menjadi marah sekali. Dia dapat menduga
bahwa semua ini bukan keluar dari lubuk hati Kaisar. Tentu Kaisar telah dihasut dan mungkin yang menghasut adalah Panglima Coa dan Panglima Bouw yang dia tahu memang
merasa iri dan tidak suka kepadanya.
"Coa-ciangkun! Engkau tahu bahwa kini aku bukan lagi seorang pejabat pemerintah yang harus tunduk atas semua perintah Kaisar. Aku tidak merasa bersalah dan aku tidak mau menyerah!"
"Engkau hendak melawan Kaisar?"
"Bukan Kaisar yang kulawan, melainkan kalian! Engkau membawa pula pemberontak Thian-te Mo-ong, padahal dia orang buruan pemerintah! Engkaulah yang berbuat jahat, Coa-ciangkun!"
"Serbu!" bentak Coa-ciangkun kepada anak buahnya.
Duabelas orang pengawal itu lalu mencabut golok mereka dan berlompatan turun dari atas kuda. Demikian pula tujuh orang tokoh kangouw itu berlompatan turun dari kuda. Hekbin Mo-ko sudah mengayun ruyungnya yang berduri, besar dan
berat, sedangkan Sin-ciang Mo-kai juga mempergunakan tongkatnya yang beracun untuk menyerang Thian Lee. Thian-te Mo-ong tidak mau ketinggalan. Song Thian Lee adalah musuh besarnya, maka diapun su dah
mengeluarkan sepasang pedangnya dan menyerang dengan dahsyat.
Thian Lee menyambar Jit-gwat-kiam (Pedang Matahari
dan Bulan) yang berada di atas meja dan diapun menyambut penyerangan banyak orang itu. Sementara itu, Yauw Seng Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kun yang melihat betapa cantiknya Tang Cin Lan, sudah menggunakan tongkat bambu kuningnya untuk menyerang
wanita itu, dengan maksud untuk menangkapnya hidup-
hidup. Serangannya ini dibantu pula oleh Ma Huan dan empat orang tokoh kang-ouw lainnya. Cin Lan tidak menjadi gentar. Dia sudah menggendong Hong San di punggungnya dan memutar sebatang tongkat, memainkan ilmu tongkat Hok-mo-tang (Tongkat Penaluk Iblis) dan mengamuk.
Thian Lee dan Cin Lan adalah suami isteri yang lihai ilmu silatnya. Cin Lan adalah murid Pek I Lo-kai dan tubuhnya kebal racun karena pernah digigit ular merah dan ular putih yang racunnya berlawanan. Ilmu tongkatnya Hok-mo-tang amat dahsyat, dan iapun seorang yang pemberani dan tabah berkat pengalamannya ketika ia masih gadis dan suka
merantau mencari pengalaman. Terutama sekali Thian Lee.
Ilmunya lebih tinggi dibandingkan isterinya. Pendekar ini pernah menjadi murid Liok-te Lo-mo, kemudian pernah pula menjadi murid Jeng-ciang-kwi, kemudian menjadi murid Kim Sim Yok-sian si Dewa Obat dan murid Tan Jeng Kun.
seorang pertapa sakti yang mengasingkan diri dari dunia ramai.
Semua itu masih ditambah lagi ketika dia menemukan pedang Jitgoat-kiam dan dua kitab, yaitu
Thian-te Sin-kang dan Jit-goat Kiam-sut. Ilmu kepandaiannya pada masa itu jarang menemukan tandingan. Akan tetapi dia sekali ini menghadapi pengeroyokan
banyak orang pandai, dan dia tidak dapat memusatkan
perhariannya karena perhatiannya terbagi kepada isteri dan anaknya yang juga dikeroyok banyak orang pandai. Hanya dengan ilmu pedangnya yang luar biasa, dia dapat mencegah desakan para pengeroyoknya dan selalu berusaha mendekat isterinya untuk melindunginya.
Tin Han menyaksikan ini semua dan dia terbelalak
kagum. Suami isteri itu sungguh hebat, pikirnya. Apa lagi Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ilmu pedang Song Thian Lee. Dia hanya melihat sinar
pedang bergulung-gulung menyelimuti suami isteri itu sehingga
tidak ada senjata lawan yang mampu menembusnya. Akan tetapi, suami isteri itu kini hanya dapat bertahan saja dan kalau dilanjutkan perkelahian seperti itu, akhirnya
mereka akan terancam bahaya. Cepat dia melepaskan pakaian luarnya dan menutupi mukanya
dengan kain hitam, lalu mengambil sebatang pedangnya yang selalu disimpan dalam buntalan. Itulah pedang Pek-kong-kiam (Pedang Sinar Putih) pemberian Bu Beng Lo-jin, gurunya yang pertama. Setelah menyembunyikan buntalan dan pakaiannya, dia lalu melompat memasuki gelanggang pertempuran dan tanpa banyak cakap lagi dia lalu
membantu suami isteri itu menghadapi pengeroyokan
belasan orang yang rata-rata memiliki ilmu silat yang tangguh.
Pedang di tangan Thian Lee sudah merobohkan empat
orang pengawal, sedangkan tongkat di tangan Cin Lan juga sudah merobohkan tiga orang pengawal. Biarpun para
jagoannya belum ada yang roboh, sedikitnya robohnya tujuh orang pengawal itu membuat para pengawal lainnya menjadi jerih dan menambah semangat mereka.
Ketika mereka melihat seorang berkedok hitam memasuki gelanggang perkelahian dan membantu mereka, Thian Lee segera mengenal Si Kedok Hitam yang pernah menolongnya ketika dia dan Lee Cin ditawan oleh Keluarga Cia. (Baca Kisah Si Dewi Ular) .
"Terima kasih, sobat. Engkau kembali menolongku!" kata Thian Lee kepada Si Kedok Hitam yang begitu masuk sudah merobohkan dua orang pengawal. Tiga orang pengawal lain lalu mundur dan tidak berani lagi maju mengeroyok. Kini Thian Lee menghadapi Thian-te Mo-ong, Hek-bin Mo-ko dan Sin-ciang. Yauw Seng Kun berhadapan dengan Cin Lan dan dia dibantu oleh Ma Huan dan empat orang tokoh kang-ouw Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lainnya. Kalau Thian Lee dapat mengimbangi pengeroyokan tiga orang lawan itu, sebaliknya Cin Lan mulai terdesak hebat. Hal ini adalah karena para pengeroyoknya mulai bermain curang, yaitu serangan mereka ditujukan kepada anak yang berada dalam gendongan di punggungnya.
Melihat nyonya muda itu terdesak dan anaknya terancam bahaya, Tin Han segera menyerang Yauw Seng Kim yang dia lihat paling berbahaya di antara para pengeroyok Cin Lan.
Begitu diserang oleh pedang di tangan Tin Han, Yauw Seng Kun menangkis dengan tongkatnya. Dia sudah merasa jerih menghadapi Si Kedok Hitam yang pernah bertanding
dengannya ketika Si Kedok Hitam itu menolong Kiok Hwa terlepas dari tangannya.
"Trangggg..... !" Tongkat bambu kuning di tangan Seng Kun putus tinggal sepotong. Hal ini membuatnya amat
terkejut dan Ma Huan segera menolong dan membacokkan goloknya kepada Si Kedok Hitam. Akan tetapi goloknya terpental ketika bertemu dengan Pek-kongkiam dan sebuah tendangan dari Tin Han membuat Yauw Seng Kun terhuyung ke belakang. Melihat bantuan yang amat kuat itu, Cin Lan mengamuk dan tongkatnya menotok roboh dua orang tokoh kang-ouw yang bantu mengeroyok!
Melihat kini Cin Lan tidak terancam bahaya, Tin Han
menubruk dengan pedangnya menyerang Thian-te Mo-ong.
"Sing..... ..... tranggg..... !" Sepasang pedang Thian-te Moong dipergunakan untuk menangkis sinar putih pedang di tangan Tin Han dan akibatnya, Thian-te Mo-ong harus
melompat mundur karena kedua tangannya tergetar hebat.
Agaknya Coa-ciangkun dapat melihat gelagat buruk. Dia lalu melompat ke atas kudanya, melarikan diri untuk
mencari bala bantuan. Melihat ini, Thian-te Mo-ong
kehilangan nyalinya. Diapun berseru kepada semua rekannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kita mundur!"
Karena memang kini sudah terdesak, para pengeroyok itu lalu berloncatan ke belakang, melompat pula ke atas


Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

punggung kuda mereka dan mereka melarikan diri tunggang langgang.
Thian Lee dan Cin Lan tidak melakukan pengejaran.
Thian Lee menjura kepada Tin Han dan berkata, "Sobat, kembali engkau menyelamatkan kami. Terima kasih atas budimu."
"Tidak perlu berterima kasih, Song taihiap. Sudah menjadi kewajiban kita untuk saling menolong dari ancaman antek-antek Mancu itu. Yang penting sekarang sebaiknya engkau dan isterimu cepat pergi meninggalkan dusun ini karena kalau mereka datang lagi membawa bala bantuan pasukan besar, bagaimana kalian akan dapat melawan
mereka?" "Kata-katamu benar, sobat. Setidaknya, beri kami tahu siapa namamu agar kami mengetahui siapa yang menolong kami."
"Sebut saja Hek-tiauw Eng-hiong. Nah, selamat berpisah!" Tin Han segera melarikan diri dari tempat itu dan kembali
mengenakan pakaiannya, dan menunggang kudanya. Thian Lee sekeluarga telah selamat dan sekarang dia harus menyelamatkan keluarganya sendiri yang juga terancam oleh antek-antek Mancu.
Thian Lee bersama isterinya bergegas mengumpulkan
pakaian dan uang, lalu keduanya pergi meninggalkan dusun Tung-sin-bun, memberi pesangon kepada para pembantu
mereka dan menyuruh mereka cepat pergi pula karena
dikhawatirkan mereka akan tersangkut urusan mereka.
Benar saja seperti yang di khawatirkan Tin Han, pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali duaratus orang pasukan memasuki dusun Tung-sin-bun dan mereka menyerbu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rumah Thian Lee. Akan tetapi mereka tidak menemukan
siapapun juga di rumah itu, maka isi rumah lalu dirampas oleh mereka dan dalam hal mengamankan barang- barang milik Thian Lee ini, ulah mereka tiada ubahnya seperti segerombolan perampok!
-oo(mch)oo- Tin Han dapat menemukan tempat persembunyian
keluarganya. Ternyata keluarganya membuat tiga buah
pondok kayu di puncak Bukit Cemara dan tempat itu
terkurung hutan yang lebat dan mengandung banyak pohon cemara di samping pohon-pohon liar.
Akan tetapi dia tidak berani menghadap keluarganya. Dia sudah ketahuan bahwa dialah Si Kedok Hitam yang selalu menentang mereka ketika mereka hendak membunuh Lee
Cin dan Thian Lee. Bahkan neneknya sendiri telah
menendangnya masuk ke dalam jurang. kalau kini dia
menghadap, bagaimana penerimaan mereka" Tentu dia
dianggap sebagai pengkhianat. Hatinya merasa rindu sekali kepada ayah dan ibunya, juga kepada kakaknya, kedua
pamannya dan neneknya. Dia rindu untuk bertemu dan
bercakap-cakap dengan mereka semua. Akan tetapi dia
merasa ngeri membayangkan mereka akan menerimanya
sebagai seorang musuh! Dia tidak akan dapat mencari
alasan mengapa dia membela Lee Cin dan Thian Lee.
Keluarganya membenci penjajah Mancu dan membeci semua orang yang bekerja kepada pemerintah Mancu. Bahkan
untuk melakukan pemberontakan, keluarganya tidak segan-segan untuk bersekutu dengan perwira yang memberontak, dan lebih lagi malah, bersekutu dengan golongan sesat dan dengan orang Jepang! Pendirian seperti itu berbeda jauh dengan pendiriannya, bahkan bertentangan. Bagai mana mungkin dia menyadarkan keluarganya, terutama sekali neneknya bahkan melakukan perjuangan bersekutu dengan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
golongan sesat dan dengan orang asing adalah keliru sama sekali " Dia mengenal neneknya sebagai seorang yang keras hati, yang membenci penjajah sampai ke tulang sumsumnya, melebihi kebenciannya kepada golongan sesat.
Sampai sepekan lamanya dia hanya berkeliaran saja di daerah pegunungan Cemara itu, tidak berani Iangsung
menemui keluarganya. Dia mencari kesempatan kalau-kalau dapat melihat ibunya seorang diri meninggalkan puncak.
Hanya kepada ibunya saja dia akan mampu berhadapan.
Ibunya amat mencintanya dan tentu dapat memaafkannya.
Akan tetapi ditunggu sampai sepekan, tidak tampak ibunya menuruni puncak atau keluar dari pondok.
Selagi Tin Han kesal menunggu, tiba-tiba pada saat pagi dia melihat serombongan orang menunggang kuda mendaki bukit itu. Ada orang-orang yang datang, jumlahnya ada enam orang. Cepat Tin Han bersembunyi dan mengintai, untuk melihat siapa yang datang mendaki bukit Cemara.
Setelah mereka tiba dekat, dia mengenal beberapa orang di antara mereka, yaitu orang-orang yang baru-baru ini menyerbu rumah Song Thian Lee. Mereka adalah Thian-te Mo-ong, Hek-bin Mo- ko, Sin-ciang Mo-kai, Yauw Seng Kun, Ma Huan dan ditambah seorang kakek lagi yang tidak
dikenalnya. Kakek ini tampak gagah perkasa, tinggi besar bermuka merah dan dia memegang sebatang dayung baja.
Melihat wajah dan senjata itu, teringatlah Tin Han akan cerita neneknya. Neneknya seringkali bercerita kepadanya tentang para datuk persilatan di dunia kang-ouw dan
melihat wajah dan perawakan kakek itu, juga melihat
senjatanya, dia menduga bahwa tentu kakek ini yang
berjuluk Tung-hai-ong (Raja Lautan Timur), datuk wilayah timur yang bernama Siang Koan Bhok dan menjadi majikan Pulau Naga! Dia pernah mendengar neneknya bercerita
bahwa di antara Empat Datuk Besar di empat penjuru,
kepandaian Siang Koan Bhok inilah yang paling tinggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jantung Tin Han berdebar tegang. Tidak salah lagi, mereka ini tentu akan melaksanakan rencana mereka untuk
membasmi Keluarga Cia seperti yang diperintahkan oleh panglima yang bersekongkol dengan Thian-te Mo-ong itu.
Keparat, pikirnya. Kalian tidak akan dapat membasmi
Keluarga Cia selama aku masih hidup! Akan tetapi dia menahan kesabarannya dan hendak melihat dulu apa yang akan terjadi. Dia lalu tersembunyi di balik semak belukar dan mengintai.
Enam orang itu telah tiba di depan tiga pondok yang
berdiri berjajar. Mereka turun dari atas kuda mereka dan mengikatkan kuda-kuda itu di batang pohon, lalu Thian-te Mo-ong dengan su ara lantang berteriak, "Haiiii, Keluarga Cia, keluarlah kami hendak bicara!"
"Thian-te Mo-ong, mau apa engkau di sini?" terdengar bentakan dari dalam pondok di tengah dan muncullah
Nenek Cia yang memegang tongkat kepala naganya. Ia
memandang kepada Thian-te Mo-ong dengan alis berkerut ketika melihat bahwa Thian-te Mo-ong datang bersama
banyak orang. Mendengar teriakan Thian-te Mo-ong tadi, kini bermunculanlah Cia Kim dan isterinya, Cia Tin Siong dan kedua saudara Cia Hok dan Cia Bhok. Lengkaplah
Keluarga Cia kini berada di depan pondok menyambut
kedatangan enam orang itu. Jumlah pihak tuan rumah juga ada enam orang dan agaknya hal ini sudah diperhitungkan oleh Thian-te Mo-ong maka diapun datang berenam untuk mengimbangi pihak keluarga Cia.
"Nenek Cia, kebetulan sekali keluargamu lengkap, atau masih kurang seorang lagi" Ah, cucumu yang seorang lagi itu tidak masuk hitungan, bukan?"
"Katakan apa keperluanmu datang berkunjung ke tempat tinggal kami?" kata pula Nenek Cia dengan ketus. Ia tahu orang macam apa adanya Thian-te Mo-ong, maka baru
bertemu saja ia sudah merasa tidak senang, akan tetapi Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diam-diam ia juga terkejut melihat Siang Koan Bhok datang bersama Thian te Mo-ong.
"Keluarga Cia sejak dahulu terkenal sebagai orang-orang yang membenci pemerintah Kerajaan Ceng. Akan tetapi
kalian lihat sendiri betapa bodohnya memusuhi Kerajaan yang amat kuat. Kini ternyata Kerajaan Ceng mengulurkan tangan
persahabatan kepada kalian, maukah kalian menerimanya?"
"Apa" Jadi engkau sekarang sudah menjadi anjing peliharaan Mancu, Thia te Mo-ong" Engkau membujuk kami untuk bersahabat dengan penjajah Mancu" Tidak sudi!
Katakan kepada majikanmu di kota raja bahwa selama kami masih
bernapas, kami akan selalu menentang dan memusuhi penjajah Mancu!"
"Ha-ha-ha, sudah kuduga engkau nenek kepala batu akan menjawab begitu. Apa engkau tidak takut terhadap kekuatan kami" Kami diberi wewenang untuk membasmi
keluarga Cia kalau kalian membangkang!"
"Jahanam busuk! Kalian akan mengerahkan tenaga
pasukan Mancu. Biar ada seribu orang dari mereka, kami tidak takut dan tidak akan mundur!"
"Nenek sombong! Kami tidak perlu menggunakan tenaga pasukan untuk membasmi kalian. Kita boleh bertanding dengan adil dan jujur, satu lawan satu! Siapa di antara kalian yang menjadi jagoan pertama, silakan maju, akan kami lawan dengan seorang di antara kami."
Cia Tin Siong, Cia Hok dan Cia Bhok melangkah maju,
akan tetapi Nenek Cia membentak. "Mundur kalian! Aku sendiri yang akan maju lebih dulu!"
Nenek Cia melompat ke depan dan memalangkan t
ongkat nya di depan dada, lalu menghardik kepada Thian-te Mo-ong. "Nah, aku yang maju. Kalian maju satu demi satu atau semua, aku tidak akan mundur!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nenek sombong! Akulah lawanmu dan dayungku akan melumatkan kepalamu yang keras itu!" Siang Koan Bhok membentak dan diapun melompat maju sambil memutar
dayungnya. Hal ini memang sudah diatur oleh Thian-te Moong yang sudah mengetahui tingkat kepandaian Keluarga Cia. Yang paling lihai adalah Nenek Cia maka sebelumnya dia sudah mengatur agar Siang Koan Bhok yang menghadapi nenek tangguh itu.
"Bagus, Siang Koan Bhok, aku tidak takut kepadamu!"
bentak Nenek Cia dan tubuhnya sudah menerjang ke depan, tongkat naganya diputar cepat dan dia menyerang dengan dahsyatnya.
"Trangg! Trakk!" Dayung menangkis bertemu dengan tongkat naga dan nenek itu terhuyung ke belakang
sedangkan Siang Koan Bhok hanya mundur dua langkah.
Dari akibat pertemuan dua senjata ini saja sudah dapat dilihat bahwa dalam hal tenaga sin-kang, Siang Koan Bhok masih menang setingkat.
Namun nenek itu memang seorang yang amat berani.
Walaupun ia tahu pula bahwa tenaganya kalah kuat, namun ia menyerang lagi dengan hebatnya.
Tongkatnya menyambar-nyambar ganas mengeluarkan
angin pukulan yang mengeluarkan bunyi berciutan. Akan tetapi Siang Koan Bhok yang tidak berani memandang
rendah kepada nenek itu dan diapun mengimbangi dengan permainan keras, mengandalkan tenaga sin-kangnya yang memang lebih kuat. Pertandingan itu berlangsung seru dan dahsyat sekali. Angin pukulan tongkat dan dayung baja itu terasa oleh semua yang hadir di situ, terasa menyambar-nyambar.
Tin Han yang menonton dari tempat sembunyinya,
mengerutkan alisnya. Dia tahu bahwa neneknya kalah
tenaga dan mulailah neneknya itu terdesak. Gerakan
tongkatnya tidak setangkas tadi. Setelah bertandingan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selama seratus jurus lebih, neneknya yang seringkali tergetar ketika senjatanya bertemu dengan senjata lawan itu mulai kehabisan tenaga.
Kekhawatiran Tin Han segera terbukti. Ketika itu, Nenek Cia
mengerahkan seluruh tenaganya menghantamkan tongkat naganya, agaknya dengan nekat hendak mengadu tenaga. Tongkatnya menyambar seperti seekor naga yang menyerang dan melihat ini, Siang Koan Bhok juga
mengerahkan tenaga pada dayung bajanya, menyambut
hantaman itu dengan tangkisan yang amat kuat. Tak dapat dicegah lagi, adu tenaga melalui senjata itupun terjadilah.
Dua senjata panjang itu bertemu di udara.
"Darrr. . . .!!!" Terdengar seperti ledakan ketika dua buah senjata itu bertemu di udara. Siang Koan Bhok terdorong mundur tiga langkah, akan tetapi Nenek Cia terhuyung-huyung dan tongkatnya hampir terlepas dari pegangannya.
Pada saat ia kehilangan tenaga dan keseimbangannya itu, mulutnya juga mengeluarkan darah segar tanda bahwa
nenek ini telah menderita luka dalam yang parah, Siang Koan Bhok masih mengayun dayung bajanya, mengirim
hantaman ke arah kepala Nenek Cia. Agaknya dia hendak memenuhi ancamannya tadi hendak melumatkan kepala
nenek itu dengan dayung bajanya.
Pada saat itu tampak sesosok bayangan menyambar dan
dayung baja yang sudah menyambar itu tertahan di udara.
Siang Koan Bhok terkejut sekali dan menarik kembali
dayungnya. Pada saat itu, Tin Han sudah menyambar tubuh neneknya yang terhuyung sehingga tidak sampai terjatuh.
"Nek, bagaimana keadaanmu nek?" tanya Tin Han dan segera dia memegang nadi tangan neneknya. Nadinya
berdenyut lemah sekali dan Nenek Cia hanya menggeleng kepalanya, lalu melepaskan diri dari rangkulan Tin Han, duduk bersila mengatur pernapasan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian-te Mo-ong segera melangkah maju dan dengan
gembira dia berkata lantang. "Nah, Keluarga Cia, pihakmu telah kalah. Apakah ada lagi yang berani mencoba-coba untuk maju?"
Sebelum lain orang menjawab, Tin Han sudah melompat
berdiri dan dia yang menghadapi Thian-te Mo-ong sambil berkata, "Akulah yang maju mewakili Keluarga Cia!"
Melihat pemuda itu, Thian-te Moong berkata, "Siapakah engkau, orang muda?"
"Aku bernama Tin Han, cucu dari Nenek Cia."
Melihat Tin Han yang mereka kira telah tewas itu maju, Cia Kun cepat berkata, "Tin Han, jangan sembrono. Biarkan aku yang maju!" bentaknya.
Tin Han menghibur ayahnya, "Ayah, kalau Nenek saja kalah, apakah ayah kira mampu menandingi Siang Koan
Bhok" Biarkan aku yang maju untuk mencoba-coba, hitung-hitung aku menebus dosa dan kalau aku kalah olehnya, barulah ayah yang maju sendiri," kata-kata Tin Han ini terdengar demikian meyakinkan. Diam-diam Cia. Kun,
ayahnya berpikir. Mereka semua telah tahu bahwa Tin Han ternyata Si Kedok Hitam yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Siapa tahu pemuda itu benar-benar akan dapat menandingi Siang Koan Bhok! Maka dia mengangguk lalu mundur. Ketika Cia Tin Siong hendak maju melarang
adiknya, Cia Kun memberi isyarat agar Tin Siong membiarkan Tin Han main lebih dulu.
Akan tetapi Thian-te Mo-ong tertawa bergelak. Kini dia tahu bahwa Tin Han adalah seorang cucu lain dari Nenek Cia yang dikabarkan tidak memiliki ilmu silat, melainkan hanya pandai sastra, maka dia mengambil keuntungan ini dan berkata, "Saudara Siang Koan Bhok telah menangkan pertandingan, harap beristirahat dulu. Biarkan aku sendiri yang akan menghadapi pemuda ini!" Berkata demikian, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Thian-te Mo-ong melangkah maju menghadapi Tin Han
tanpa mencabut sepasang pedangnya. Jelas bahwa dia
memandang ringan lawannya.
"Cia Tin Han, engkau boleh maju menyerangku!"
tantangnya. Tin Han juga bertangan kosong. Dia masih menyimpan
pedang Pek-kongkiam di buntalannya. Buntalan pakaian itu kini dia gantungkan pada sebatang cabang pohon yang
tumbuh di situ, lalu dengan tangan kosong dia menghadapi lawannya.
Ibunya, Nyonya Cia Kun, memandang dengan penuh
kekhawatiran dan tiba-tiba is berkata, "Tin Han, pergunakanlah pedangku ini!"
Akan tetapi Tin Han menoleh kepadanya dan berkata,
"Tidak usah, ibu. melawan kakek tua ini tidak perlu aku menggunakan pedang. Kedua tangan dan kakiku juga sudah cukup!" Ibunya mengerutkan alisnya mendengar ini dan menganggap ucapan puteranya yang kedua itu sebagai
gertak sambal belaka dan ia menjadi amat khawatir. Ia tahu bahwa ilmu kepandaian Thian-te Mo-ong amat tinggi,
mungkin setingkat dengan kepandaian suaminya. Bagaimana kini puteranya yang biasanya lembut dan tidak pandai berkelahi itu berani memandang rendah kepada
kakek itu" Akan tetapi karena Tin Han menolak dipinjami pedang, iapun tidak dapat memaksa, hanya menonton
dengan hati terguncang dan tegang.
Thian-te Mo-ong yang juga mendengar kata-kata Tin Han itu menjadi merah mukanya. Pemuda itu berani memandang rendah
kepadanya! Kalau tadinya dia hanya ingin mengalahkan Tin Han, kini timbul keinginannya untuk
membunuh pemuda sombong itu.
"Cia Tin Han, jangan banyak bicara. Cepat serang aku!"
tantangnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Balk, aku akan menyerangmu dengan pukulan tangan kanan
lalu dilanjutkan tamparan tangan kiri. Awas serangan!"
Mana ada orang hendak menyerang memberitahu lebih
dulu dengan serangan bagaimana dia akan melakukannya"
Dan benar saja, tangan kanannya menyambar dan memukul ke arah dada Thian-te Mo-ong dan ketika kakek itu
mengelak, disusul tamparan tangan kirinya menyambar ke arah muka Thian-te Mo-ong. Dan gerakan tangan kiri yang menampar itu sedemikian cepatnya sehingga tidak dapat dielakkan lagi oleh kakek itu yang terpaksa menangkis dengan tangan kanannya.
"Dukk...... Tangkisan itu dilakukan dengan kuatnya akan tetapi akibatnya, Thian-te Mo-ong terhuyung ke belakang!
Bukan main kagetnya kakek ini karena dari pertemuan
tangan itu dia mendapat kenyataan bahwa pemuda itu
memiliki tenaga sin-kang yang amat kuatnya.
Thian-te Mo-ong menjadi marah sekali dan dia segera
mengerahkan tenaga sin-kangnya dan menyerang dengan
ilmu Pek-swat Tok-ciang (Tangan Betacun Salju Putih) yang amat ampuh itu. Pukulan ini selain mendatangkan hawa dingin yang amat kuat, juga mengandung racun dan siapa terkena pukulan ini tentu akan keracunan dan darahnya dapat menjadi beku karena kedinginan!
Jilid VII "Wuuuttt.. .....!" Pukulan itu menyambar ke arah dada Tin Han, akan tetapi dengan mudahnya Tin Han mengelak.
Thian-te Mo-ong yang merasa penasaran sekali sudah
menyusulkan serangan pukulan yang bertubi-tubi. Hawa dingin
menyambar ke arah Tin Han. Pemuda ini mengandalkan kecepatan gerakannya untuk mengelak dan ketika dia menangkis dengan tangannya, kembali dua tenaga Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saling bertemu dan kembali Thian-te Mo-ong terhuytmg dan merasa betapa lengannya nyeri dan tulang lengannya seperti bertemu dengan tongkat baja saja. Dia terhuyung ke
belakang dan meringis kesakitan dan dalam beberapa
gebrakan itu saja maklumlah dia bahwa pemuda itu bukan hanya menggertak sambal atau membual, akan tetapi benar-benar memiliki ilmu kepandaian tinggi.
Sementara itu, Keluarga Cia yang menonton pertandingan itu, termasuk Nenek Cia yang masih duduk bersila, menjadi kaget, heran dan kagum bukan main.
Dalam beberapa gebrakan saja Tin Han mampu membuat
kakek itu terhuyung dua kali! Hal ini sama sekali tidak diduga oleh mereka. Ketika mereka tahu bahwa Tin Han adalah Si Kedok Hitam, merekapun hanya menduga bahwa Tin Han telah mempelajari ilmu silat, namun pemuda itu masih kalah oleh neneknya. Akan tetapi kini Tin Han
mampu membuat seorang datuk seperti Thian-te Mo-ong
terhuyung dua kali hanya dalam beberapa gebrakan saja!
Thian-te Mo-ong maklum bahwa dia terancam kekalahan.
Dia menjadi marah sekali dan ketika kedua tangannya
bergerak, dia telah melolos sepasang pedangnya. Sambil melintangkan sepa sang pedangnya di depan dada, dia
berkata dengan lantang. "Setan cilik, sekali ini engkau akan mampus
di

Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ujung pedangku. Hayo cepat keluarkan senjatamu!"
"Tin Han, pakailah pedang ini!" kembali ibunya berseru.
Tin Han menoleh kepada ibunya dan tersenyum. "Belum, Belum perlu menggunakan pedang. Biarlah kakek ini
menggunakan sepasang pedang pemotong leher ayam itu, aku masih sanggup menghadapinya dengan tangan kosong!"
Semua orang terbelalak! Thian-te Mo-ong adalah seorang datuk dari selatan, ilmu silatnya tinggi, apalagi kalau dia sudah mengeluarkan sepasang pedangnya, dia menjadi lihai bukan
main. Nenek Cia sendiri tentu tidak berani Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghadapi sepasang pedang Thian to Mo-ong hanya
dengan tangan kosong saja! Keluarga Cia menjadi kaget, akan tetapi sekarang mereka menjadi khawatir sekali.
"Hei, Thian-te Mo-ong! Tidak malukah engkau, seorang datuk besar, melawan seorang pemuda bertangan kosong menggunakan sepasang pedangmu" Anak kecilpun akan
menertawakanmu dan menganggapmu seorang pengecut,
apalagi dunia kang-ouw!" teriak Cia Kun yang merasa khawatir sekali akan keadaan puteranya.
"Aku menggunakan pedang, siapapun juga boleh maju melawanku. Kalau bocah setan ini tidak mau menggunakan senjata, itu adalah salahnya sendiri. Anak setan, keluarkan senjatamu atau engkau akan menjadi setan penasaran tanpa kepala!"
Tin Han bukan seorang yang sombong. Kalau dia tidak
mau menggunakan senjata menghadapi sepasang pedang
Thian-te Mo-ong, hal itu bukan karena kesombongannya, melainkan dia sudah memperhitungkannya dengan baik
bahwa tanpa senjatapun dia akan mampu menandingi kakek itu.
"Thian-te Mo-ong, majulah dan pergunakan pedangmu, aku cukup dengan sepasang kaki dan sepasang tanganku saja!"
Thian-te Mo-ong menjadi merah mukanya saking marahnya. Kemarahan membuat dia kehilangan rasa
malunya dan cepat dia memutar kedua pedangnya dan
membentak, "Lihat pedangku!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi Tin Han
memperlihatkan siapa dia
yang sesungguhnya. Gerakannya menjadi luar
biasanya cepatnya, tubuhnya berkelebatan di
antara dua sinar pedang
lawan yang bergulung- gulung. Gerakan yang lebih cepat dari pada pedang di tangan lawan
ini membuat dia leluasa
mengelak dan kadang dengan kaki atau tangannya dia menangkis
ke arah perge langan tangan lawan. Thian-te
Mo-ong hampir tidak percaya kepada matanya sendiri. Pemuda itu lenyap begitu saja ketika pedangnya membacok atau menusuk dan
muncul di samping atau di belakangnya. Dia menyerang dengan membuta dan limapuluh jurus telah lewat tanpa dia mampu menyentuh ujung baju pemuda itu dengan sepasang pedangnya.
Tin Han menggunakan gerakan seperti seekor burung
rajawali. Ketika sepasang pedang membacok dengan cara bersilang
seperti mengguntingnya,
tiba-tiba tubuhnya melayang ke atas dan ketika turun, kedua tangannya sudah menyambar ke arah kepala Thian-te Mo-ong. Kakek ini
terkejut sekali melihat pemuda itu menukik dan mencengkeram ke arah kepalanya. Dia melempar diri ke samping dan sepasang pedangnya membacok. Akan tetapi tubuh Tin Han sudah berjungkir balik dengan cepat sekali dan tahu-tahu pemuda itu telah berada di belakang tubuh Thian-te Moong dan sekali tangannya menampar, pundak Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kanan kakek itu terkena tamparan sehingga terasa lumpuh dan pedang yang dipegang tangan kanannya, terlepas dan terlempar jauh. Kakek itu terkejut dan membalikkan
tubuhnya, pedang kirinya menyambar, menusuk ke arah
dada Tin Han. Pemuda itu menggunakan kedua tangan
menangkap dan menjepit pedang itu, mengerahkan tenaganya dan terdengar bunyi "krekk!" pedang itupun patah menjadi dua potong!
Sebelum kakek itu hilang kagetnya, kaki Thian Han telah mencuat dan menendang, mengenai perut Thian-te Moong dan terjengkanglah kakek itu, lalu tubuhnya terbanting keras ke atas tanah!
Kemenangan itu tidak saja membuat pihak Siang Koan
Bhok menjadi terkejut bukan main, akan tetapi juga semua Ke luarga Cia menjadi terkejut, heran dan juga kagum !
Yang amat bergembira adalah Nenek Cia. Nenek ini
saking gembiranya sampai melupakan bahwa ia menderita luka dalam yang parah. Ia bangkit berdiri dan berteriak riang. "Siang Koan Bhok, pihakmu sekarang kalah. Keadaan kita sama, satu menang dan satu kalah. Apakah pihakmu ada yang hendak maju lagi ?" tantangnya. Akan tetapi begitu dia mengeluarkan suara keras ini, tubuhnya limbung dan terhuyung
hampir jatuh. Untung Tin Han cepat merangkulnya dan memapahnya ke bawah pohon.
"Bagus, Tin Han. Engkau tidak percuma menjadi
anggauta Keluarga Cia! Lepaskan aku, biarkan aku menonton pertandingan berikutnya,"
katanya sambil terengah- engah dan duduk bersila kembali. Tin Han
membantunya duduk lalu dia bangkit berdiri pula.
Siang Koan Bhok menjadi marah bukan main. Dia
maklum bahwa di antara kawannya, tidak ada yang akan dapat menandingi pemuda itu, maka diapun melompat ke depan dan menggoyang dayung bajanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sekarang aku sendiri yang maju! Hayo, siapa berani menghadapiku, majulah!"
Tentu saja di pihak Keluarga Cia tidak ada yang berani maju. Nenek Cia saja kalah oleh Siang Koan Bhok ini, siapa lagi yang akan mampu menandingi " Tin Han menghampiri buntalan pakaian yang digantungkan di cabang pohon, lalu mengambil pedang Pek- kong- kiam dan dihunusnya pedang itu.
"Akulah yang akan menandingimu, Siang Koan Bhok!"
katanya dan dia melintangkan pedang Pek- kong-kiam di depan dadanya.
"Bagus. Aku memang mengharapkan engkau yang akan menandingiku agar aku dapat membalaskan kekalahan
Thian-te Mo-ong! Cia Tin Han, lihat senjataku!" Siang Koan Bhok lalu menggerakkan dayung bajanya untuk menyerang dan menghantamkannya ke arah kepala Tin Han. Pemuda
ini cepat mengelak dan diapun membalas dengan tikaman pedangnya. Siang Koan Bhok menggerakkan dayungnya
menangkis sambil mengerahkan seluruh tenaga sinkangnya dengan maksud untuk memukul runtuh pedang itu.
"Trangg..... !" Tampak bunga api berpijar ketika pedang bertemu dayung baja. Kedua senjata itu terpental dan keduanya merasa betapa tangan yang memegang senjata
tergetar hebat, tanda bahwa tenaga mereka berdua seimbang! Hal ini mengejutkan Siang Koan Bhok. Kalau ada orang, apalagi masih begitu muda, dapat menandingi
tenaganya. maka itu adalah hebat sekali. Hampir dia tidak dapat percaya. Dia tidak tahu bahwa pemuda itu telah menguasai Khong-sim Sin-kang (Tenaga Sakti Hati Kosong) yang amat dahsyat.
Pertandingan itu berlangsung paling seru. Siang Koan Bhok adalah Datuk Timur yang berilmu tinggi, tingkatnya melebihi para datuk lainnya. Ditambah lagi dengan senjata dayungnya yang dahsyat, dia merupakan lawan yang amat Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangguh dan sukar dikalahkan. Akan tetapi, sekali ini dia bertemu dengan Cia Tin Han yang telah menguasai ilmu silat Hek-tiauw-kun (Silat Rajawali Hitam) dan ilmu tenaga dalam Khong-sim Sin-kang yang dahsyat. Pertandingan itu menjadi hebat, saling serang dan saling berusaha mengalahkan lawan.
Kalau tenaga sin-kang mereka seimbang, tidak demikian dengan ginkang (ilmu meringankan tubuh) mereka. Tin Han yang jauh lebih muda itu memiliki gerakan yang lebih cepat dan inilah keuntungannya. Biarpun senjata lawan lebih panjang, namun dengan kecepatan gerakannya, dia dapat mulai mendesak lawan dalam perkelahian jarak dekat. Tin Han bertindak cerdik. Kalau perkelahian itu dilakukan dalam jarak renggang, dialah yang akan mengalami kerugian karena senjata lawan dapat menjangkaunya sedangkan
pedangnya sukar menyentuh lawan. Akan tetapi dengan
kemenangan gin-kangnya, dia mendesak dalam pertandingan jarak dekat. Pedangnya dapat bergerak leluasa, sebaliknya
dayung lawan terlalu panjang untuk pertandingan jarak dekat. Kalau Siang Koan Bhok meloncat mundur untuk mengambil jarak jauh, dengan kecepatan
gerakannya Tin Han sudah mendekatinya lagi dan memaksanya untuk bertanding dalam jarak dekat!
Setelah lewat seratus jurus mereka bertanding, mulailah Siang Koan Bhok terdesak hebat oleh pedang yang sinarnya putih menyilaukan mata itu. Biarpun pertahanan Siang Koan Bhok luar biasa kuatnya, namun dengan senjata
panjangnya harus melakukan perkelahian jarak dekat,
gerakannya tidak leluasa dan beberapa kali hampir saja tubuhnya tersentuh pedang.
"Haiiiitttt..... !" Tin Han mengeluarkan bentakan lantang dan pedangnya menyambar dari atas ke bawah membacok
ke arah kepala. Siang Koan Bhok. Cepat gerakan pedang yang menyerang itu sehingga tidak ada lain jalan bagi Siang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Koan Bhok untuk menghindarkan diri selain memalangkan dayungnya di atas kepala untuk melindungi kepalanya dari bacokan pedang.
"Hyaattt!!" Kesempatan yang sedetik itu cukup bagi Tin Han untuk meng gunakan tangan kirinya dengan jari-jari tangan terbuka melancarkan pukulan dorongan ke arah
dada Siang Koan Bhok yang terbuka karena kedua
tangannya memegang dayung yang dilintangkan di atas
kepalanya. "Dukk!" Tubuh Siang Koan Bhok yang terkena pukulan dengan tenaga Khong-sim Sin-kang itu seperti layang-layang putus talinya, terhuyung-huyung ke belakang kemudian dia roboh miring di atas tanah, dari mulutnya keluar darah segar. Dia telah terluka parah oleh pukulan tangan kiri Tin Han tadi.
Tentu saja Keluarga Cia merasa gembira bukan main.
Dengan kemenangan Tin Han itu berarti kemenangan
mereka semua terhadap rombongan Thian-te Mo-ong yang datang menyerbu itu. Sementara itu, melihat kekalahan Siang Koan Bhok, Thian-te Mo-ong menjadi putus harapan dan sambil memapah Siang Koan Bhok, diapun mengajak
teman-temannya meninggalkan tempat itu tanpa sepatahpun kata dan mereka semua pergi dengan kepala ditundukkan.
"Bagus, engkau...... engkau telah menyelamatkan nama baik keluarga kita_..... ! kata nenek Cia terengah-engah.
"Mari kita bicara di dalam saja," kata Cia Kun dan diapun membantu ibunya untuk bangkit berdiri dan memapahnya memasuki pondok besar di tengah.
Tin Han juga ikut masuk dan ketika dia memeriksa
keadaan neneknya lagi, dia mengerutkan alisnya, Neneknya telah terluka dalam yang amat parah. Nenek itu dengan muka pucat rebah terlentang di pembaringannya, napasnya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terengah-engah. Biarpun Cia Kun telah meminumkan obat luka dalam, akan tetapi keadaannya masih tetap parah.
"Tin Han. ...... , sebelum mati, aku ingin mendengar .....
dari mu...... bagaimana engkau...... dapat memiliki ......
semua kepandaian itu...... dan bagaimana ketika terjatuh ke jurang itu engkau tidak sampai mati..... " Nenek Cia berkata dengan susah payah karena napasnya tersendat-sendat.
Maklum bahwa keadaannya neneknya sudah parah, Tin
Han lalu cepat menceritakan keadaan dirinya. "Harap nenek, ayah ibu dan para paman memaafkan aku," katanya: "Aku telah
bertemu dengan suhu Bu Beng Lo-jin yang mengajarkan ilmu silat sejak aku kecil, akan tetapi beliau tidak mau namanya disebut. Oleh karena itu aku tidak memberitahu kepada siapapun juga. Untuk mempergunakan ilmu yang kupelajari, terpaksa aku mengenakan pakaian dan topeng hitam agar tidak diketahui orang. Ketika aku terkena tendangan nenek dan terjatuh ke dalam jurang. aku tertolong oleh suhu Thai Kek Cai-jin dengan burung rajawali hitamnya. Selama beberapa bulan aku dilatih oleh suhu Thai Kek Cai-jin mempelajari dua macam ilmu. Sesudah itu, aku lalu kembali ke dunia ramai. Di tengah perjalanan aku bertemu dengan seorang panglima Kerajaan Mancu yang
ternyata bersekongkol dengan Thian-te Mo-ong. Kerajaan Manchu telah berhasil menarik orang-orang kangouw
golongan sesat untuk membantu Kerajaan Mancu menghancurkan para pendekar yang berjiwa patriot. Kemudian aku membayangi rombongan Thian-te Mo-ong
yang melakukan serangan terhadap Panglima atau lebih tepat bekas panglima Song Thian Lee. Suami isteri itu dikeroyok dan aku membantu mereka sehingga gerombolan itu dapat diusir. Karena aku mendengar dari percakapan antara panglima itu dan Thian-te Moong bahwa mereka akan membasmi Keluarga Cia kalau keluarga kita, tidak mau menjadi antek Mancu, aku lalu membayangi gerombolan itu yang kini diperkuat oleh Siang Koan Bhok. Dan setelah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melihat nenek dikalahkan Siang Koan Bhok, aku tidak tahan lagi dan segera keluar untuk menandingi mereka."
"Penjajah Mancu keparat! Jadi mereka mempergunakan golongan sesat untuk membasmi para pendekar patriot!"
seru Nenek Cia marah.
"Itulah, nek. Golongan sesat adalah orang-orang jahat.
Mereka mau mengerjakan apa saja demi uang, mereka tidak segan untuk mengkhianati bangsa dan tanah air sendiri.
Seperti kukatakan dahulu, kita keliru kalau bergabung dengan mereka, apa lagi dengan orang-orang Jepang dan para pemberontak Mancu sendiri. Perjuangan kita haruslah suci dan bersih, mengandalkan kekuatan rakyat jelata untuk menentang dan mengusir penjajah Mancu. Sekarang yang menjadi beng-cu kabarnya adalah seorang bernama Ouw
Kwan Lok murid Siang Koan Bhok dan berpusat di Pulau Naga. Mungkin sekali mereka akan mempengaruhi atau
mencoba mempengaruhi seluruh dunia kang-ouw agar suka menjadi kaki tangan penguasa Mancu. Setidaknya mereka tentu akan menarik semua tokoh sesat melalui Beng-cu yang baru, dan hal ini merupakan bahaya besar karena kekuatan mereka tentu besar sekali. Dan mereka akan mencoba untuk membasmi para pendekar yang tidak mau bekerja sama."
"Aihh.... selama ini..... aku..... telah bodoh...... seperti mimpi buruk. Aku hanya berpendapat bahwa perjuangan
harus dilakukan dengan menghimpun semua tenaga. Tidak tahu bahwa para tokoh kang-ouw yang sesat itu mudah saja berkhianat seperti itu. Aku..... aku menyesal sekali..... apa lagi kalau kuingat bahwa aku nyaris telah membunuh cucu sendiri yang ternyata memiliki pendirian yang lebih luhur dan bersih...... " Nenek itu terbatuk-batuk dan darah keluar dari mulutnya. Keadaannya sudah parah sekali.
Ia lalu menggapai puteranya, Cia Kun, untuk mendekat, juga menggapai Cia Hok dan Cia Bhok. "Dengarkan kalian bertiga. ...... mulai saat ini..... kalian harus berubah sikap.....
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jangan lagi bekerja sama dengan kaum sesat atau orang asing. Tin Han benar, ikutilah petunjuknya..... berjuanglah dengan jalan bersih...... mengandalkan kekuatan para pendekar dan rakyat jelata.. Kuserahkan kepada Tin Han untuk memimpin kalian...... " Nenek itu bicara dengan suara lirih dan napas satu-satu, kemudian setelah habis bicara, ia terkulai.
Tiga orang puteranya menggoyang-goyang
tubuhnya, akan retapi nenek itu sudah tidak dapat sadar kembali. Ia meninggal dunia dalam keadaan terluka parah, meninggal
dalam rubungan keluarga. Semua orang

Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menangisi kematiannya. Seorang nenek yang berhati sekeras baja, yang tetap membenci penjajah Mancu sampai ke tulang sumsumnya.
Setelah selesai mengubur jenazah Nenek Cia sebagaimana mestinya, keluarga itu berkumpul dan bercakap-cakap.
"Ayah, dan ibu dan kedua paman. Kalau menurut
pendapatku sebaiknya kalau kita meninggalkan tempat ini.
Tempat ini sudah diketahui musuh, dan sewaktu-waktu
mereka tentu akan datang dan menggempur kita. Kalau
mereka membawa pasukan besar, kita tentu tidak akan
mampu melawan dan tidak sempat lari menyelamatkan diri.
Karena pemerintah sudah menganggap kita sebagai pemberontak-pemberontak yang harus dibasmi, maka mulai sekarang kita menjadi buruan pemerintah. Dan kukira amat tidak menguntungkan kalau kita melakukan perjalanan
bersama. Akan lebih mudah di ketahui musuh. Sebaiknya kita
berpencaran dan melakukan tugas kita seperti sebagaimana mestinya, sebagaimana pendekar yang menentang kejahatan dan penindasan. Kita musuhi orang-orang jahat, kita menentang pembesar yang sewenang-
wenang sambil menunggu saatnya yang baik untuk
membantu gerakan rakyat yang hendak menumbangkan
kekuasaan pemerintah penjajah Mancu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Para orang tua itu mengangguk setuju. "Engkau benar, Tin Han," kata Cia Kun sambil memandang kepada
puteranya yang kedua
itu dengan kagum. "Memang
sebaiknya kita berpencar sehingga lebih leluasa kita bergerak dan tidak mudah didapatkan orang-orangnya
pemerintah. Aku akan pergi berdua dengan ibumu. Tin Siong sebaiknya pergi seorang diri untuk menambah pengalaman.
Adik Cia Hok dan Cia Bhok boleh memilih jalannya sendiri-sendiri atau pergi berdua. Dan engkau juga mengambil jalanmu sendiri."
"Akan tetapi, bagaimana kita akan dapat bertemu kembali?" kata Tin Siong kepada ayahnya.
"Kita jadikan kota Hiu-cu di kaki bukit Lo-sian, tempat tinggal kita dahulu, menjadi tempat pertemuan. Setiap tahun, di waktu Sin-cia (Tabun Baru Im lek) kita datang ke sana dan berkumpul."
"Itu baik sekali," kata Tin Han gembira. "Dengan demikian setiap tahun kita dapat saling bertemu dan
berkumpul di sana. Selain itu, harap ayah, ibu, para paman dan kakak Tin Siong ketahui bahwa saya biasanya
melakukan tugas pendekar dengan bertopeng dan berpakaian hitam, dan saya memakai nama Hek-tiauw Enghiong. Kalau ada yang mendengar nama itu di suatu tempat, boleh menjumpaiku."
"Baik, Tin Han. Dan sekarang sebaiknya kita pergi dengan cepat sebelum tempat ini diserbu lagi."
Mereka saling mengucapkan selamat berpisah dan
menuruni Bukit Cemara dengan mengambil jalan masing-
masing. -oo(mch)oo- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lee Cin meninggalkan Hong-san. Kepada orang tuanya ia hanya
mengatakan bahwa ia ingin merantau untuk meluaskan pengalaman dan untuk melaksanakan tugasnya sebagai pendekar wanita yang menegakkan kebenaran dan keadilan, menentang kejahatan. Tentu saja Souw Tek Bun dan Ang-tok Mo-li Bu Siang dapat memaklumi keinginan Lee Cin ini dan merekapun tidak menahannya. Lee Cin
meninggalkan ayah ibunya dengan hati tenang dan lega.
Ayahnya telah berkumpul kembali dengan ibunya dan ia merasa berbahagia sekali. Ia maklum bahwa ibunya dahulu hidup sebagai seorang datuk sesat, akan tetapi ia percaya bahwa di bawah bimbingan ayahnya, ibunya akan kembali ke jalan benar. Ia sendiri juga telah menyadari bahwa hidupnya dahulu ketika ia masih berada di bawah
bimbingan ibunya, terisi penuh keganasan dan keliaran.
Akan tetapi setelah ia hidup dengan ayah kandungnya, ia tahu mana jalan yang benar dan mana yang tidak. Apa lagi setelah ia bertemu dan bergaul dengan Thian Lee, ia
mendapatkan contoh yang lebih baik lagi dan kini ia sama sekali telah meninggalkan wataknya yang keras dan ganas dan bersikap sebagai seorang pendekar wanita pembela kebenaran dan keadilan.
Lee Cin mengadakan perjalanan menuruni bukit Hong-
san yang tinggi. Ia berjalan seenaknya seorang diri, tampak sebagai seorang dara yang lincah dan berwajah cantik jelita dan riang. Pakaiannya berkembang, biarpun potongannya sederhana namun bersih dan pantas sekali ia memakainya.
Mukanya yang bulat telur itu tampak berseri, mulutnya yang kecil mungil dan berbibir merah membasah tampak
tersenyum. Hidungnya yang mancung menjungat ke atas, tampak lucu sekali, apa lagi di kanan kiri pipinya terhias lesung pipit yang menambah manisnya wajah. Sepasang
matanya tajam mencorong, memandang dunia dengan
penuh semangat hidup. Pedang Ang-coa-kiam yang tipis itu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melingkari pinggangnya, dipergunakan sebagai sabuk dan suling ularnya terselip di pinggangnya.
Setelah hari menjelang sore, tibalah ia di sebuah dusun yang berada di kaki bukit Hong-san. Ketika ia melewati dusun yang cukup besar itu, ia mendengar suara tangis.
Sayup-sayup terdengar tangis itu dan ketika ia memperhatikan, tangis itu terdengar dari sebuah rumah yang dirias dengan kertas-kertas dan kain berwarna, seperti biasanya kalau orang dusun mengadakan perayaan untuk suatu keperluan. Tentu saja ia merasa heran. Orang yang mengadakan perayaan, biasanya bergembira, akan tetapi mengapa dari rumah yang sedang mengadakan perayaan itu terdengar tangis yang demikian menyedihkan" Ia merasa curiga dan cepat ia melompat naik ke atas wuwungan rumah dari mana terdengar tangis itu.
Ia mengintai ke dalam sebuah kamar dan di kamar itulah melihat seorang gadis sedang menangis tersedu-sedu dan seorang wanita setengah tua yang berusaha menghiburnya.
"Siok Hwa, sudahlah jangan menangis. Apa yang
kautangisi" Engkau akan menjadi isteri kepala dusun, walaupun hanya isteri ke tiga. Suamimu kaya raya,
berpengaruh dan besar kekuasaannya. Kalau engkau sudah menjadi isterinya, apa saja yang kauinginkan akan dapat terlaksana."
Dengan terisak-isak, gadis yang bernama Siok Hwa itu merintih dan mengeluh. "Ibu, aku tidak suka menjadi isterinya. Aku tidak sudi..... !"
"Hushh, apa engkau hendak membikin celaka ayah
ibumu" Ayahmu mempunyai hutang yang tak terhitung
besarnya dari Lurah Kwa, dan sudah menerima banyak
hadiah darinya. Siapa lagi yang akan mampu membalas
kebaikannya kalau bukan engkau anak kami" Apa engkau ingin melihat ayahmu mati dipukuli oleh para tukang pukul Lurah Kwa?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gadis itu menangis semakin sedih dan mendengar ini,
tergeraklah hati Lee Cin. Ia meloncat turun dan membuka jendela kamar itu dari luar, lalu melompat masuk. Tentu saja ibu dan anak itu terkejut bukan main melihat ada seorang gadis melompat masuk ke dalam kamar mereka.
" Jangan kaget, bibi. Aku datang untuk menolong kalian!"
Ibu itu seorang wanita berusia empatpuluh tahunan dan ia memandang kepada Lee Cin dengan alis berkerut.
Bagaimana seorang gadis akan dapat menolong mereka"
"Nona, siapakah engkau dan bagaimana engkau akan dapat menolong kami?"
"Aku akan menolong kalian, akan tetapi ceritakan dulu apa yang menyebabkan adik ini menangis demikian
sedihnya. Adik yang baik, maukah engkau menceritakan kepadaku mengapa engkau menangis?"
Gadis yang usianya sekitar delapan belas tahun itu
menghentikan isaknya dan ia memandang kepada Lee Cin dengan penuh harapan. "Enci yang baik, aku menangis sedih karena hendak dipaksa harus menikah dengan kepala dusun."
"Kenapa menangis" Bukankah menikah merupakan
peristiwa yang membahagiakan?"
"Bagaimana aku dapat berbahagia" Aku tidak suka menjadi isteri kepala dusun itu. Aku tidak sudi menjadi isterinya yang ke tiga."
"Bibi, kalau anakmu tidak mau dikawinkan, mengapa engkau memaksanya" "
"Aduh, apa yang dapat kami lakukan, nona" Kami semua terpaksa dan tidak dapat menolak. Bagaimana kami dapat menolaknya" Hutang kami kepada kepala dusun sudah
bertumpuk-tumpuk. Ketika musim kemarau panjang, ketika terjadi banjir dan ketika kami kematian seorang anak laki-Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
laki kami, terpaksa kami terlibat hutang yang besar kepada kepala dusun. Hutang itu setelah bebeberapa tahun menjadi berlipat ganda dengan bunga-bunganya dan kami sama
sekali tidak mungkin dapat membayarnya kembali. Kemudian kepala dusun menawarkan jasa baiknya. Dia
akan membebaskan semua hutang kami bahkan memberi
hadiah berupa sawah kalau kami menyetujui permintaannya, yaitu mengangkat anak kami Siok Hwa ini menjadi isterinya yang ke tiga. Kami tidak mungkin dapat menolak pinangannya itu, nona. Bagaimana nona dapat
menolong kami dalam hal ini?"
"Jangan khawatir, bibi. Aku akan menolong kalian.
Sekarang panggil dulu ke sini suamimu, aku ingin bicara dengannya."
Melihat sikap Lee Cin yang demikian tegas, wanita itu terkesan juga dan ia segera keluar dari dalam kamar untuk memanggil suaminya.
Lee Cin duduk di kursi depan tempat tidur di mana Siok Hwa duduk dan ia berkata menghibur, "Tenanglah dan percayalah, engkau tidak akan dipaksa menjadi isteri ke tiga kepala dusun."
"Akan tetapi, bagaimana....... ?"
"Serahkan saja kepadaku. Biarkan aku bicara dulu dengan ayahmu," kata Lee Cin sambil memandang wajah calon pengantin yang manis itu.
Pintu kamar terbuka dari luar dan masuklah seorang
laki-laki setengah tua bersama wanita tadi. Laki-laki itu mengerutkan alisnya ketika melihat Lee Cin dan segera dia bertanya dengan suara tidak yakin.
"Siapakah engkau, nona dan apa maumu masuk ke
rumah kami?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapa aku tidak penting diketahui paman. Yang penting aku tertarik oleh suara tangis anakmu dan ingin menolong kalian. Sebetulnya bagaimana urusanmu dengan kepala
dusun sehingga engkau terpaksa hendak menyerahkan
anakmu kepadanya?"
Laki-laki itu menghela napas. "Nasib kami buruk sekali.
Malapetaka karena musim kering, lalu banjir dan kematian anak kami membuat kami berhutang uang banyak sekali
kepada kepala dusun Kwa. Sekarang hutang itu telah
bertumpuk dan ketika dia meminang anak perempuan kami, bagaimana kami dapat menolaknya" Utang kami akan
dibebaskan dan di samping itu, kami mendapatkan hadiah uang dan tanah. Dan selain itu, sebagai isteri ke tiga kepala dusun, anak kami tentu akan hidup serba terhormat dan kecukupan. Mengapa mesti ditolak?"
"Akan tetapi anakmu tidak suka di peristeri kepala dusun itu. Ia yang akan menjalani, maka tidak boleh kalian hendak memaksanya."
"Nona, engkau tidak tahu. Kalau kami menerimanya, keadaan kami semua selamat. Sebaliknya kalau kami
menolak, hutang kami akan ditagihnya dan kalau kami tidak dapat membayarnya, para tukang pukul kepala dusun tentu akan
memukuli aku sampai mati. Apa yang dapat kulakukan?"
"Tenangkan hatimu, paman. Aku akan menolongmu.
Kapan adik Siok Hwa ini akan di kirimkan kepada kepala dusun ?"
"Sore ini juga kami harus mengantarnya dengan joli ke rumah kepala dusun. Kami sedang membujuk-bujuknya
untuk suka berdandan sebagai seorang mempelai wanita."
"Sekarang begini saja, paman. Suruh adik ini bersembunyi dan aku akan menggantikannya duduk dalam joli. Biar mereka membawa aku ke rumah kepala dusun!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suami isteri itu terbelalak, hampir tidak percaya akan kata-kata Lee Cin. Gadis itu demikian cantik jelita, jauh lebih cantik dari pada anak perempuan mereka.
"Apakah engkau ingin menjadi isteri ke tiga kepala dusun, nona?" tanya ayah Siok Hwa.
"Hemm, siapa sudi " Akan tetapi aku akan menggantikan tempat adik ini dan aku yang akan memaksa kepala dusun untuk mengurungkan niatnya."
"Akan tetapi, kalau diurungkan tentu dia akan menggunakan kekerasan untuk menagih hutang-hutang
kami" " Jangan khawatir. Dia tidak akan berani lagi menagih hutangmu. Sekarang, mana pakaian pengantinnya " Biar kupakai di luar pakaianku agar lebih mudah aku menyamar sebagai adik Siok Hwa."
Suami isteri itu masih khawatir, akan tetapi mereka
menurut segera pakaian pengantin dikenakan pada Lee Cin, di pakai diluar pakaiannya sendiri dan juga kepalanya ditutup kerudung yang menyembunyikan wajahnya.
Setelah itu, joli dan pengiring yang dikirim kepala dusun datang. Pengantin wanita lalu dituntun keluar dan masuk ke dalam joli. Musik dipukul dan dimainkan di sepanjang jalan sehingga iring-iringan pengantin itu menarik perhatian banyak
orang. Bahkan banyak anak-anak mengikuti rombongan itu yang menuju ke rumah kepala dusun Kwa. Di rumah kepala dusun ini juga telah diadakan persiapan untuk menyambut mempelai wanita. Rumah kepala dusun
dirias dengan meriah dan para tamu sudah memenuhi
ruangan depan di mana terdapat meja-meja dan kursi.
Ketika rombongan pengantin wanita tiba, pengantin wanita dituntun keluar dari joli dan dibawa duduk ke kursi
pengantin yang sudah tersedia. Kepala dusun Kwa sebagai pengantin pria juga sudah menyambut dan duduk di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
samping pengantin wanita yang menundukkan mukanya
yang berkerudung.
Pesta dimulai dan pengantin wanita lalu dibimbing
masuk ke dalam sebuah kamar pengantin yang berbau
semerbak harum karena sejak tadi sudah diberi asap hio yang harum. Pengantin pria menemani para tamu makan
minum di luar. Akhirnya saat yang dinanti-nanti Lee Cin tiba. Para tamu bubaran dan meninggalkan rumah itu. Kepala dusun Kwa, pengantin pria itu segera memasuki kamar dan mengunci pintunya dari dalam.
"Nah, sekarang kita berdua saja, manis, heh-heh-heh!"
Lurah Kwa lalu menghampiri pengantin wanita yang duduk di tepi pembaringan. Dijulurkan tangannya untuk membuka kerudung muka pengantin wanita sambil tersenyum lebar.
Penutup muka itu dibuka, kepala dusun Kwa memandang
wajah mempelai dan dia terbelalak kaget. Ini bukan Siok Hwa walaupun wajahnya bahkan lebih cantik dari Siok Kwa!
"Kau ....... siapakah?" tanya kepala dusun Kwa, akan tetapi
hatinya tidak kecewa bahkan tegang gembira mendapat kenyataan betapa cantik jelitanya pengantin wanita itu.
Lee Cin bangkit dan sekali tangannya menampar, pipi
kanan Lurah Kwa sudah terkena tamparannya.
"Plakk!" tubuh Lurah Kwa terpelanting dan terputar saking kerasnya tamparan itu.
"Aduh........ ahhhh....... !" Akan tetapi sebelum dia sempat berteriak,
Lee Cin sudah menyusulkan totokan jari tangannya yang membuat lurah Kwa tidak mampu mengeluarkan suara lagi. Akan tetapi dia yang biasa
memerintah dan memperlakukan orang sesuka hatinya,
masih merasa penasaran. Dia bangkit berdiri dan biarpun dia sudah tidak mampu bersuara, dia masih dapat


Rajawali Hitam Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggerakkan kaki tangannya dan dia mencoba memukul
wanita yang berani memukulnya itu.
Akan tetapi sebelum pukulannya mengenai Lee Cin, gadis itu sudah memapakinya dengan sebuah tendangan yang
mengenai perut yang agak gendut itu dan kembali tubuh lurah Kwa terjengkang dan terbanting keras ke atas lantai.
Darah bercucuran dari bibirnya yang pecah-pecah dan dia meringis karena merasa perutnya mendadak menjadi mulas setelah terkena tendangan tadi.
Setelah mendapatkan hajaran keras, Lalu Lurah Kwa
tahu bahwa wanita ini bukan orang sembarangan. Apa lagi ketika Lee Cin menyambar sebatang pedang milik Lurah Kwa yang tergantung di dinding lalu menempelkan pedang itu di lehernya. Wajah Lurah Kwa menjadi pucat sekali dan dia menjatuhkan dirinya berlutut! Karena dia masih belum dapat
mengeluarkan suara, dia hanya membentur- benturkan kepalanya di lantai dan mulutnya mengeluarkan suara ah- eh- uh-uh seperti seorang gagu.
"Lurah Kwa pemeras keparat! Aku akan memenggal
kepalamu di sini juga!" kata Lee Cin sambil membebaskan totokannya dengan jari tangan kiri. Lurah itu dapat
mengeluarkan suara lagi dan dia segera meratap sambil berlutut.
"Ampunkan saya, lihiap. Ampunkan nyawa saya........
apakah yang lihiap kehendaki dari saya?"
"Sebetulnya aku menghendaki nyawamu untuk menebus guna perbuatanmu yang kotor! Engkau mempergunakan
kekuasaan dan kekayaanmu untuk menindas rakyat di
dusun ini. Engkau tidak menggunakan kekayaanmu untuk menolong
sesama manusia, sebaliknya menggunakan uangmu untuk menipu mereka, memberi pinjaman dengan
bunga besar dan kalau mereka tidak mampu membayar lagi, engkau minta mereka menyerahkan anak gadisnya atau
mungkin juga sawah ladang mereka! Engkau juga Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memelihara banyak tukang pukul untuk memaksakan
kehendakmu kepada rakyat. Orang macam engkau ini tidak pantas menjadi kepala dusun dan sepantasnya dihukum
mati!" "Ah, ampunkan saya, lihiap. Saya tidak berani lagi..... "
Lurah Kwa meratap ketakutan karena pedang itu menempel ketat
di lehernya dan dia sudah merasa ngeri membayangkan kepalanya akan terlepas dari tubuhnya.
"Engkau harus membebaskan Siok Hwa dan tidak
menuntut kembalinya hutang orang tuanya kepadamu!
Awas, kalau engkau masih melanjutkan penekananmu
kepada mereka, aku akan datang untuk mengambil
kepalamu!"
"Baik, lihiap...... Saya..... tidak..... akan mengganggu mereka lagi."
"Dan tidak mengganggu para penduduk lainnya. Mulai sekarang, bubarkan semua tukang pukulmu dan jadilah
kepala dusun yang baik, yang memperhatikan kepentingan pendudukmu. Mengerti?"
"Baik,. lihiap."
"Nah, sekarang kumaafkan engkau dan kepada semua penduduk katakanlah bahwa engkau tidak jadi menikah
dengan Siok Hwa."
"Baik, lihiap...."
Lee Cin lalu membuka daun pintu kamar itu lalu
melangkah keluar. Akan tetapi baru saja ia melangkah, tempat itu telah penuh dengan belasan orang laki-laki.
Mereka adalah tukang-tukang pukul Lurah Kwa yang
merasa curiga ketika mendengar suara-suara yang tidak wajar dari dalam kamar pengantin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika mereka melihat seorang wanita keluar membawa
pedang, mereka lalu cepat mengepungnya dan seorang di antara mereka membentak.
"Siapakah engkau ?"
Lurah Kwa muncul di pintu dan melihat betapa Lee Cin sudah dikepung para jagoannya, cepat berseru, "Tangkap wanita pengacau itu!"
Para tukang pukul itu mendengar seruan Lurah Kwa lain menggerakkan golok mereka mengancam Lee Cin. "Menyerah kau sebelum kami mengambil tindakan kekerasan!"
Lee Cin tersenyum mengejek. "Anjing- anjing macam kalian ini bisanya hanya menggonggong dan menggigit
orang-orang yang lemah tak berdaya. Majulah kalau hendak menangkap aku!"
Dua orang tukang pukul yang memandang randah gadis
cantik itu menubruk dari belakang untuk menangkap kedua lengan Lee Cin. Akan tetapi Lee Cin mendengar gerakan mereka dari belakang dan sekali memutar tubuhnya,
kakinya telah mencuat dan menyambar ke arah mereka.
Dua orang tukang pukul itu berteriak dan tubuh mereka terjengkang dan terbanting ke belakang. Terkejutlah para tukang pukul itu dan mereka menggunakan golok mereka untuk menyerang Lee Cin. Akan tetapi Lee Cin memutar pedang rampasannya tadi dan terdengar suara berdentang-dentang ketika pedangnya menangkis semua golok itu dan banyak golok terlepas dari pegangan para pengeroyok dan terlempar ke kanan kiri ketika ditangkis pedang. Tenaga sinkang yang terkandung dalam pedang di tangan Lee Cin
terlampau kuat bagi mereka. Lee Cin tidak berhenti sampai di situ saja, tangan kirinya dan kedua kakinya silih berganti bergerak membagi tamparan dan tendangan. Dalam waktu singkat saja belasan orang pengeroyok itu jatuh malang melintang dan mengaduh-aduh tidak dapat melanjutkan
pengeroyokan mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat betapa cepatnya belasan orang anak buahnya
roboh, Lurah Kwa menjadi ketakutan dan dia segera
melarikan diri. Akan tetapi Lee Cin menggerakkan pedangnya dan pedang itu meluncur ke arah kaki Lurah Kwa.
"Singggg..... ..... capp..... .!" Lurah Kwa terguling roboh dengan paha kiri tertusuk pedang sampai tembus.
"Aduh ..... ampun, lihiap....!" Dia merintih ketakutan melihat Lee Cin menghampirinya. Gadis itu mencabut
pedang yang menancap di paha Lurah Kwa.
"Jahanam kau! Baru saja berjanji akan mengubah
kelakuanmu, engkau malah mengerahkan anjing-anjingmu untuk mengeroyokku. Engkau memang layak mampus!" Lee Cin mengelebatkan di depan mata Lurah
"A mpun. ..... , ampun, lihiap... saya.... saya.... tidak berani lagi...." Lurah Kwa menangis dan melihat keadaan Lurah Kwa kedua orang isterinya dan anak-anaknya yang sudah bermunculan mendengar suara ribut-ribut, ikut pula berlutut mintakan ampun suami dan ayah mereka.
"Hemm, melihat keluargamu, aku masih suka mengampunimu. Akan terapi kalau lain waktu engkau masih bermain gila mengandalkan kekuasaan dan uangmu, aku
tentu akan datang menabas kepalamu! Sekarang sebagai pelajaran, rasakan ini!" Pedang itu berkelebat dan Lurah Kwa menjerit kesakitan sambil mendekap telinga kirinya.
Daun telinganya yang kiri telah buntung terbabat pedang itu. Lee Cin lalu melempar pedang itu yang menancap
sampai setengahnya di daun pintu.
"Ingat, kata-kataku, mulai besok bubarkan semua anjing peliharaanmu ini dan mulailah memimpin rakyat dusun ini dengan baik dan tidak menggunakan kekerasan!" Setelah berkata demi kian Lee Cin lain meninggalkan dusun itu dan kembali ke rumah Siok Hwa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siok Hwa dan kedua orang tuanya yang menanti dengan
jantung berdebar tegang dan khawatir, begitu melihat Lee Cin kembali seorang diri segera menghujani dengan
pertanyaan. Lee Cin t ersenyum. "Beres, mulai sekarang kalian hiduplah dengan tenang dan jangan takut kepada Lurah Kwa. Dia sekarang menjadi seorang Lurah yang baik.
Hutangmu telah bebas dan kalian boleh bekerja lagi dengan sebaiknya. Hanya kuanjurkan kepadamu, sebaiknya kalian segera kawinkan anak perempuan kalian ini dengan pemuda yang disukainya, agar di belakang hari tidak ada lagi orang yang mengganggunya."
Suami isteri petani itu dan Siok Hwa segera menjatuhkan diri berlutut di depan Lee Cin. Lee Cin membangunkan mereka.
"Tidak perlu begitu. Aku hanya melakukan tugasku dan sebaliknya aku minta tolong kepada kalian agar malam ini aku diperbolehkan bermalam di sini."
Tentu saja keluarga petani itu setuju bahkan merasa
girang sekali. Akan tetapi Lee Cin tidak ingin merepotkan mereka dan minta tidur sekamar dengan Siok Hwa.
Setelah berdua saja di dalam kamar, Lee Cin bercakap-cakap lebih dulu dengan Siok Hwa sebelum tidur. "Adik Siok Hwa, kenapa engkau tidak mau dijadikan isteri ke tiga Lurah Kwa" Kalau aku tidak salah, banyak gadis yang ingin
dijadikan isteri kepala seorang kepala dusun yang kaya dan berkuasa. Mengapa engkau tidak mau?"
"Enci Lee Cin, bagaimana aku dapat menjadi seorang isteri dari yang tidak kusuka" Menjadi isterinya berarti bahwa selama hidupku aku harus hidup bersamanya.
Bagaimana mungkin selama hidupku aku dapat hidup di
samping seorang yang aku tidak suka?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jadi engkau hanya mau dijodohkan dengan seorang pria yang kausukai?"
Wajah Siok Hwa yang manis itu menjadi kemerahan.
"Tentu saja, enci Lee Cin. Apakah engkau tidak berpikir demikian juga" Setelah menikah, aku harus berpisah dari ayah ibuku yang selalu mencintaku, dan hidup di samping seorang laki-laki lain yang sama sekali asing bagiku. Kalau aku tidak menyukai laki-laki itu, bagaimana aku dapat bertahan hidup sampai bertahun-tahun di sampingnya?"
Lee Cm tersenyum dan tidak banyak bertanya lagi. Akan tetapi jawaban Siok Hwa itu sama dengan suara hatinya. Ia sendiri tidak akan sudi diperisteri seorang pria yang tidak disukanya, tidak dicintanya. Ingatan ini langsung saja mengingatkan ia akan pria yang dicintanya, yaitu Tin Han dan hatinya seperti ditusuk rasanya. Tin Han telah lenyap, bagaikan ditelan bumi, entah masih hidup ataukah sudah mati. "Han-ko," pikirnya, "kalau engkau masih hidup, betapa inginku untuk berjumpa denganmu, sebaliknya kalau
engkau sudah mati, akupun ingin melihat kuburmu. Betapa rindu hatiku kepadamu." Ia mengeluh dalam hatinya dan malam itu ia hampir tidak dapat tidur pulas, penuh dengan mimpi buruk tentang Tin Han.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Lee Cin sudah terbangun dan ia lalu berpamit dari Siok Hwa dan ayah ibunya. Mereka ingin menahannya karena takut kepada
Lurah Kwa, akan tetapi Lee Cin meyakinkan hati mereka bahwa Lurah Kwa tidak mungkin akan mengganggunya lagi.
"Aku yakin bahwa mulai malam tadi, Lurah Kwa sudah bertaubat atas semua kelakuannya yang lalu dan kini dia menjadi seorang kepala dusun yang baik. Percayalah
kepadaku," demikian Lee Cin menghibur mereka dan ia lalu melanjutkan perjalanannya meninggalkan dusun itu.
-oo(mch)oo- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lee Cin tiba di kota Liok-bun yang cukup ramai. Ia
bermaksud untuk pergi ke Bukit Lo-sian, untuk mencari kabar tentang Tin Han. Siapa tahu pemuda itu masih hidup dan sudah pulang ke tempat yang dulu menjadi tempat
tinggal keluarga Cia itu, yalah di kota Hiu-cu di kaki bukit Lo-sian. Dalam perjalanannya menuju ke bukit Lo-sian, ia melewati kota Liok-bun dan mengambil keputusan untuk melihat-lihat kota itu dan bermalam selama satu dua malam di tempat itu.
Ia menyewa sebuah kamar di rumah penginapan
merangkap rumah makan "Hok-tiam" dan setelah menaruh buntalan pakaiannya di dalam kamar, ia lalu keluar dan memasuki rumah makan yang merupakan bagian depan dari rumah penginapan itu.
Selagi ia duduk menanti masakan yang dipesannya, ia
melihat dua orang berpakaian pengemis serba hitam
memasuki rumah makan itu. Seorang pelayan segera
menyambutnya dengan wajah tidak senang.
"Hei, kalian berdua! Kalau hendak minta sedekah jangan memasuki rumah makan, tunggu saja di luar nanti
kumintakan kepada juragan kami. Jangan masuk rumah
makan, kalian hanya menimbulkan jijik kepada para tamu kami! Harap keluar!"
Lee Cin memperhatikan dua orang pengemis itu. Pakaian mereka serba hitam penuh tambalan, namun tampak bersih.
Usia mereka sekitar limapuluh tahun dan di punggung
masing-masing, mereka menggendong tiga buntalan yang entah berisi apa.
Ketika pelayan itu mendorong-dorong mereka menyuruh
mereka keluar, dua orang pengemis itu kelihatan tenang saja dan seorang di antara mereka berkata kepada pelayan
rumah makan itu. "Kami hendak bertemu dengan juragan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalian, beritahukan bahwa kami datang dengan urusan
penting." "Tidak bisa, juragan kami tidak ada waktu untuk bertemu dengan para pengemis. Kalau untuk memberi
sumbangan, cukup kami yang melakukannya. Keluarlah
atau terpaksa aku akan menyeret kalian keluar!" kata pula pelayan yang bertubuh tinggi besar dan tampak kuat itu.
"Hemm, kalau belum bertemu dengan pemilik rumah makan ini, kami tidak mau keluar," kata pengemis yang tubuhnya tinggi kurus, suaranya tenang sekali.
"Apa! Kalian mau nekat?" Berkata demikian, pelayan rumah makan itu menangkap lengan dua orang pengemis
itu, akan tetapi tiba-tiba saja dia terbelalak dan tidak dapat menggerakkan kaki tangannya lagi. Pelayan itu berdiri seperti sebuah patung, tidak mampu bergerak dan tidak mampu bersuara.
Lee Cin yang memperhatikan mereka, melihat betapa
pengemis yang bertubuh pendek berkulit hitam tadi
menggerakkan jari tangannya menotok sehingga pelayan itu tidak mampu bergerak lagi. Cara menotok pengemis itu cukup lihai dan teringatlah ia akan berita yang pernah didengarnya bahwa di dunia kang-ouw terdapat sebuah
perkumpulan pengemis yang terkenal, yaitu Hek I Kai-pang (Perkumpulan Pengemis Baju Hitam). Menurut apa yang
pernah didengarnya, Hek I Kai-pang dipimpin oleh tokoh-tokoh pengemis yang lihai ilmu silatnya. Perkumpulan pengemis itu dipimpin oleh ketuanya yang dikenal sebagai Hek I Kai-pang (Ketua Perkum pulan Pengemis Baju Hitam) dan ketua ini mempunyai beberapa orang pembantu yang dapat diketahui tingkatnya melihat banyaknya buntalan yang digendongnya. Dua orang pengemis itu menggendong tiga buntalan, berarti mereka adalah tokoh-tokoh Hek I Kaipang bertingkat tiga. Lee Cin tertarik sekali. Melihat cara pengemis itu menotok, ia dapat mengetahui bahwa pengemis Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu memiliki ilmu silat yang cukup tinggi. Kalau mereka yang bertingkat tiga saja seperti itu, dapat dibayangkan betapa lihainya mereka yang bertingkat satu atau lebih lagi ketuanya!
Pengemis tinggi kurus menepuk pundak pelayan itu
sambil berkata, "Sobat, harap laporkan kepada majikanmu bahwa kami datang untuk bertemu dan bicara."
Tepukan pada pundak itu membebaskan totokan tadi
dan sekarang si pelayan yang telah merasakan totokan tadi, dengan cepat membungkuk dan mengangguk lalu pergi
masuk ke dalam untuk melapor kepada majikannya.
Lee Cin terus mengikuti semua itu dengan pandang
matanya. Demikian cepat gerakan menotok dan membebaskan tadi sehingga kejadian itu tidak tampak oleh tamu lain.
Tak lama kemudian, pemilik rumah makan muncul dan
melihat dua orang pengemis itu, dia lalu memberi isyarat agar mereka berdua memasuki kantornya di depan. Agaknya majikan ini sudah tahu dengan siapa dia berhadapan dan melayaninya dengan baik.
Lee Cin cepat memakan hidangannya yang telah
disediakan. Ia cepat menyelesaikan makannya dan ketika melihat dua orang pengemis tadi keluar lagi sambil
membawa buntalan kain kuning, ia segera membayar harga makanan dan diam-diam membayangi mereka. Ia menjadi
tertarik sekali dan ingin mengetahui apa yang akan
dilakukan dua orang tokoh Hek I Kai-pang itu. Dua orang pengemis itu agaknya mengumpulkan sumbangan dari para pemilik toko dan rumah penginapan serta rumah makan dan sumbangan-sumbangan itu telah mereka simpan di dalam tiga buntalan yang mereka gendong.
Melihat dua orang pengemis itu ke luar dari kota Liok-bun, Lee Cin terus mengikuti mereka. Mereka menuju ke Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebuah bukit dan segera memasuki hutan di bukit itu. Lee Cin merasa heran, akan tetapi membayangi terus. Akhirnya dua orang pengemis itu tiba di tengah hutan dan di situ berdiri banyak pondok-pondok sederhana. Di depan pondok-pondok itu terdapat sebuah lapangan rumput yang luas dan di situ telah berkumpul banyak pengemis. Mereka itu terdiri dari bermacam tingkat, ada yang menggendong lima
buntalan di punggung, ada yang empat, tiga, dua dan satu.
Hanya ada tiga orang pengemis yang menggendong dua
buntalan dan yang menggendong satu buntalan saja hanya ada seorang. Orang ini merupakan seorang kakek yang
usianya sudah enam puluh lebih, tubuhnya juga tinggi kurus dan rambutnya sudah hampir putih semua, akan
tetapi wajah dan sikapnya masih tampak segar dan gesit.
Pengemis ini duduk di atas sebuah bangku bambu
sedangkan di depannya dan sekitarnya berkumpul hampir limapuluh orang pengemis berpakaian serba hitam.
Dengan hati-hati Lee Cin menyusup dan menyelinap di
antara batang pohon dan semak belukar dan mengintai dari jarak yang tidak terlalu jauh sehingga bukan saja ia dapat menonton apa yang akan terjadi di lapangan rumput itu, namun juga terdengar apa yang akan dibicarakan orang.
Dua orang pengemis tingkat tiga tadi lalu datang
menghadap pengemis bertingkat satu dan melaporkan
bahwa mereka telah berhasil mengumpulkan sumbangan
dan mereka mengeluarkan buntalan-buntalan kecil dari gendongan mereka, lalu menyerahkan kep
Kisah Sepasang Rajawali 17 Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Pendekar Kelana 1
^