Kisah Pedang Di Sungai Es 20
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen Bagian 20
ok mereka yang panjang dan pendek itu dengan sama kuatnya.
Sesudah beberapa puluh jurus, kedua pihak masih tetap
sama kuat dan susah menentukan unggul dan asor. Dipihak
Han Soan mestinya menang angin dalam hal menyerang, tapi
Han-toanio pincang sebelah kakinya sehingga gerak-geriknya
kurang lincah, ia harus mengandalkan bantuan tongkat, untuk
menye-rang menjadi kurang lepas, sebab itulah meski menang
serang-an, tapi susah memperoleh kemenangan.
Sebaliknya dipihak "Jing-hay Sam Be" itu, Be Liang, sikakak
tertua, ilmu silatnya paling tinggi, orangnya juga paling sabar
dan pandai berakal. Ketika melihat sesuatu kelemahan musuh,
mendadak ia bersuit sekali untuk memberi tanda kepada
saudara-saudaranya, serentak Be Cun dan Be Ya lantas
merangsang dari kedua sisi, sedang Be Liang sendiri terus
menerjang bagian te-ngah dan pedangnya lantas membacok.
Disamping itu Be Cun telah tangkis goloknya Han Soan dan Be
Ya tangkis goloknya Han-toanio.
Meski kalau satu-lawan-satu kedua saudara Be itu tentu
bukan tandingan Han Soan suami-isteri. tapi kalau untuk
menangkis satu kali saja tentu mereka masih jauh dari
sanggup. Dan Be Liang justeru inginkan kesempatan baik ini,
segera ia menerjang bagian tengah, dengan demikian paling
tidak ia akan dapat mengacaukan benteng pertahanan kedua
suami-isteri itu sehingga mereka terpaksa akan terpisah untuk
bertahan sendiri-sendiri.
Benar juga, dengan bacokan Be Liang Yang mengarah garis
tengah pertahanan Han Soan berdua itu, karena tidak sempat
menangkis, terpaksa Han Soan berdua harus melompat pergi
untuk menghindar.
Dengan cara punggung menghadap punggung itu,
sebenarnya Han-toannya mesti mengandalkan lindungan sang
suami agar dapat melancarkan serangan-serangannya. Tapi
kini sekali terpisah, seketika punggungnya menjadi tempat
kelemahannya, apalagi gerak-gerik-nya tidak leluasa sehingga
hal ini memberi kesempatan bagi musuh untuk menyerang.
Benar juga, dengan cepat luar biasa mendadak Be Liang
menggertak lagi sekali, serentak keliga saudara Be itu terus
menerjang semua kearah Han-toanio. Pedang Be Cun dan Bc
Ya menusuk kedua belah iga Han-toanio, sedang Be Liang
segera menusuk punggung nyonya tua itu.
Justeru pada detik menentukan itu, mendadak tongkat Hantoanio
memutar dan dilepaskan secepat kilat sehingga pedang
Be Cun dan Be Ya terbentur menceng. Tapi karena kehilangan
sandaran, nyonya tua itupun lantas jatuh tersungkur. Be Liang
sangat girang, kesempatan itu tak disia-siakan olehnya segera
tusukannya itu diteruskan kepunggung nyonya itu.
Diam-Diam para penonton berkuatir bagi jiwa Han-toanio
yang tampaknya segera akan melayang. Tak terduga dalam
sekejap itulah, tiba-tiba terdengar suara jeritan yang
mengerikan, tahu-tahu "Jing-hay Sim Be" telah roboh terkulai
semua ditanah dengan mandi darah.
Kiranya disaat melemparkan tongkatnya tadi, berbareng
Han-toanio hamburkan juga Am-gi (senjata gelap) andalannya
yang terkenal, yaitu "Tiat-wan-yang".
Sebenarnya Jing-hay Sam Be juga tahu kelihayan senjata
rahasia nyonya tua itu. Tapi mereka melihat nyonya itu
sebelah tangan memegang golok dan tangan lain memegang
tongkat, untuk menyerang dengan Am-gi terang tidak sempat,
pula mereka pun terlalu mengagulkan barisan pedang mereka
Yang Iihay, lebih-lebih disaat Han-toanio kelihatan sudah
roboh, dengan sendirinya me-reka tidak pikir panjang tentang
kemungkinan-kemungkinan lain.
Siapa tahu gerak tagan Han-toanio itu secepat kilat, ia
sengaja jatuhkan diri justeru hendak memancing musuh, ia
melempar tongkat, menghindar tusukan dan balas menyerang,
beberapa gerakan itu sekaligus telah dilakukannya dalam
waktu beberapa detik saja. Dan tahu-tahu tiga buah Tiat-wanyang
telah ditimpukan kearah musuh dari jurusan yang tidak
sama, setiap senjata rahasia itu tepat mengenai sasarannya
sehingga sebelah tulang dengkul ketiga saudara Be tu masingmasing
terpapas. Serangan kilat itu sedemikian cepatnya sehingga penonton
yang mengikuti pertempuran itupun belum sempat melihat
jelas, sungguh imu menyambit Am-gi yang luar bisa dan
gemparlah seketika suasana dikalangan penonton itu.
Kemudian Han-toanio merangkak bangun dengan pelahan.
ia kebas-kebas bajunya yang agak kotor itu, lalu menjemput
kembali tongkatnya dan berkata dengan dingin: "Hm. kalian
kira nenekmu ini pincang, lalu berani main gila" Sekarang aku
juga suruh kalian tahu rasa bagaimana kalau kaki pincang,
coba kalian masih berani menghina orang cacat tidak
dikemudian hari?"
Semula sebenarnya Han-toanio tiada maksud turun tangan
sekeji itu. Tapi demi nampak ketiga musuh itu tidak kenal
ampun padanya, bahkan anggap dia orang cacat dan
gampang diincar jiwanya. makanya ia menjadi gemas dan
mengeluarkan senjata rahasianya yang ampuh itu untuk
membalas kekejaman lawan-lawan itu sehingga tulang
dengkul ketiga saudara Be menjadi cacat untuk selamanya.
Melihat betapa lihaynya Am-gi milik Han-toanio itu, diamdiam
para kesatria yang hadir itu sama terkesiap dan memikir:
"Demikian lihaynya nyonya ini, tapi bersama suaminya toh
mereka masih dikalahkan Yap Tiong-siau, maka dapat
dibayangkan betapa lihay kepandaian orang she Yap itu. Tapi
mengapa dia tidak berani perlihatkan dirinya?"
Tengah para penonton saling mcmbicarakan keheranan
meraka itu, tiba-tiba terdengar seruan seorang: "Nanti dulu,
Han-cong-p.authau. tunggulah aku!" suara itu tidak terlalu
keras, tapi mendengung menggetarkan anak telinga setiap
orang. Han Soan terkejut, cepat ia berpaling, ia lihat pendatang itu
adalah seorang suku Hwe yang kepalanya memakai kain ubelubel
putih, tangannya panjang dan kakinya jangkung, ke lua
matanya bersinar, senjatanya yang berwujud sebatang toya
yang aneh juga mengkilap, sekali pandang Saja orang akan
lantas tahu tentu orang Hwe itu memiliki Lwekang yang t"nggi.
"Saudara ada petunjuk apa?" segera Han Soan menanya.
"Aku adalah kawannya Yap Tiong-siau." kata orang Hwe itu
dengan acuh-tak-acuh. "Hari ini dia absen, maka aku sengaja.
hendak mewakili dia, nah. silakan Han-congpiauthau suamiisteri
memberi petunjuk lebih dulu."
Diam-Diam para kesatria menjadi heran, orang ini mengaku
mewakili Yap Tiong-siau yau"g tidak muncul itu, habis siapakah
orang ini"
Maka terdengar Han Soan telah bertanya: "Jikalau saudara
mgin mewakili bocah she Yap itu, sudah tentu kami suami-
Isteri akan menghadapi dengan hormat. Numpang tanya
siapakah nama saudara yang terhormat?"
Orang Hwe itu tersenyum, sahutnya: "Akh, Cayhe orang tak
ternama, Kim Jit-tan adanya."
Mendengar nama Kim Jit-tan, seketika terkejutlah kesatriakesatria
yang pernah mendengar asal-usulnya itu
Kiranya Kim Jit-tan adalah jago nomor satu diantara suku
Hwe, biasanya terkenal sebagai "Tay-boh-ki-jin" (orang kosen.
dipadang pasir), dahulu waktu pertandingan di Jian-ciangpeng
iapun diundang oleh Beng Sin-thong agar ikut hadir. Tapi
ditengah jalan ia telah kebentrok dulu dengan Teng kengthian,
dalam pertarungan. Itu Teng Keng-thian tidak dapat
menangkan dia, belakangan atas bantuan Kim Si-ih secara
diam-diam, Kang Lam lantas telah berhasil membanting dia
jatuh tersungkur, karena itulah ia telah lari ketakutan dan
pertandingan Jian-ciang-peng itupun tidak jadi dihadirinya.
Sebab itu pula, maka tidak banyak orang yang kenal dia, cuma
saja namanya memang terkenal, sebagian besar diantara
hadirin sekarang tentu pernah mendengar namanya.
Begitulah jawaban Kim Jit-tan itu kedengarannya
merendah, tapi sebenarnya sangat angkuh, la menyatakan
mewakili Yap Tiong-siau, katanya hendak miinta petunjuk dulu
kepada Hoan Soan suami-isteri, dibalik maksudnya itu seakanakan
hendak melibatkan dirinya dalam urusannya Yap Tiongsiau
dan suruh semua musuh Yap Tiong-siau membikin
perhitungan padanya saja. Apalagi ia menyatakan hendak
mintapetunjuk dulu kepada Han Soen suami-isteri, kata-kata
"dulu" ini menandakan betapa sombongnya, bahwasarya ada
yang dulu tentu ada yang belakangan, jadi terang Han Soan
berdua akan dirobohkan dulu oleh nya, maka nanti ada iang
dilayaninya lebih belakangan.
Keruan Han Soan suami-isteri menjadi naik darah, serentak
mereka menjawab: "Wah, kiranya adalah Kim-siansing, sudah
lama kami mendengar namamu yang besar, beruntung hanra
dapat berjumpa, kami suami-isteri justeru ingin, belajar kenal
dengan ilmu sakti dari seorang kosen. Nah, silakan saja mulai"
Dengan kedudukan Han Soan suami-isteri sebenarnya tidak
pantas maju bersama dengan dua-lawan-satu, tapi sekarang
mereka tidak sayang mengorbankan nama baik mereka, hal ini
menandakan mereka sangat menghargai Kim Jit-tan,
disamping sangat jeri juga padanya.
Maka Kim Jin-tan menjawab: "Aku tidak tahu seluk-beluk
tentang perselishan kalian dengan Yap Tiong-siau, tapi dari
uraian Han-congpiauthau tadi, agaknya Yap Tiong-siau yang
telah berbuat salah lebih dulu kepada kalian. Tapi sekali aku
sudah mewakili kawan, terpaksa aku harus memikul segala
akibatnya, namun begitu akupun harus mewakili kawan untuk
menyatakan permintaan maafnya kepada kalian, untuk ini,
baiklah lebih dulu aku akan mengalah tiga jurus kepada kalian
tanpa balas menyerang!"
Ucapan Kim Jit-tan ini sangat merendah diri kedengarannya,
tapi sebenarnya sangat menyinggung perasaan Han Soan
berdua. Han-toanio yang tidak tahan lagi, segera ia membentak:
"Ba-gus, jika kau ingin mengalah, nah, cobalah mengalah saja.
Lihat senjata!"
Berbareng itu goloknya terus bergerak, dengan tipu "Honghong-
tian-ih" atau burung cenderawasih pentang sayap,
segera ia membabat kedepan.
Oleh karena Kim Jit-tan terang-terangan menyatakan
mewakili Yap Tiong-siau, dibandingkan pertandingan dengan
Jing-hay Sam Be tadi sudah tentu jauh berbeda, maka sekali
menyerang Han-toanio juga tidak sungkan-sungkan lagi, ia
menyerang de-ngan tipu mematikan dan sekaligus lengan Kim
Jit-tan hendak ditabasnya.
Sudah terang ia berdiri didepan. Han-toanio, tapi dimana
golok nyonya tua itu menyambar, tahu-tahu jejak musuh
sudah menghilang, malahan mendadak terdengar suaranya
Kim Jit-tan sudah berada dibelakangnya.
Han Soan adalah Congpiauthau dari suatu perusahaan,
pengawalan yang terkenal dan disegani, dengan
kedudukannya ia harus merasa malu mengeroyok seorang
bersama isterinya. Apalagi lawan, menyatakan hendak
mengalah tiga jurus padanya, sudah tentu hai ini merupakan
suatu hinaan besar baginya.
Sebab itulah ia sengaja membiarkan isterinya bergebrak
lebih dulu, maksudnya jika sang isteri benar-benar kewalahan
barulah dia akan, maju membantu.
Tak terduga gerakan Kim Jit-tan itu teramat cepat,
serangan Han-toanio yang cepat itu sampai ujung bajunya
saja tidak tersenggol atau berbalik Kim Jit-tan tahu-tahu sudah
memutar kebelakangnya. Keruan Han Soan terkejut. Meski
Kim Jit-tan telah menyatakan akan mengalah tiga jurus, tapi
mau-tidak-mau ia harus menjaga kemungkinan segala
perubahan musuh iang mendadak, siapa tahu kalau isterinya
lantas dicelakai begitu saja tanpa menghiraukan janji segala.
Karena itulah, tanpa pikir lagi segera Han Soan lantas
melompat maju juga terus menabas.
Ilmu golok Han Soan sudah tentu lebih hebat daripada
isterinya, apalagi dia tidak cacat sesuatu, dengan sendirinya
gerak geriknya menjadi lebih gesit dan cepat. Tabasannya itu
sangat cepat lagi ganas dan mengincar bagian iga yang
mematikan pula.
"Wah, celaka!" demikian Kim Jit-tan telah berteriak dan
mendadak tubuhnya mendak terus berputar pergi dan,
tabasan Han Soan itu persis menyambar lewat diatas
kepalanya sehingga mengenai tempat kosong.
Setelah menghindarkan serangan itu, lalu Jit-tan berdiri
tegak kembali sambil menghela napas lega dan berkata:
"Untung, tidak kena!" ,
Melihat lawan sengaja hendak menggoda mereka, keruan
Han Soan suami-isteri menjadi murka, serentak mereka
merangsang maju, sepasang golok mereka membacok
bersama. Tipu serangan ini disebut "Siang-to-hap-bik" (golok
dwi-tungga", li-haynya tidak kepalang).
Maka tertampaklah dua sinar putih gemerlapan dan
mendadak bergabung menjadi satu terus menyambar keatas
kepala Kim Jit-tan, dari berbagai penjuru seakan-akan Kim Jittan
sudah terkurung rapat, kemanapun dia menghindar pasti
akan terkena bacokan itu.
Para penonton menjadi tegang juga sehingga menahan
napas. Tapi mendadak terdengar suara "trang-tring" dua kali,
sudah terang kedua batang golok Han, Soan suami-isteri itu
sudah mengenai sasarannya, namun entah mengapa, tahutahu
Kim Jit-tan mengebaskan lengan bajunya dan orangnya
sudah lolos keluar dari garis kepungan dengan tidak terluka
sedikitpun Kiranya kedua tangan Kim Jit-tan itu diselubungkan didalam
lengan baju, diam-diam ia kerahkan Lwekangnya dan
mengebas keatas dengan lengan baju itu untuk mementalkan
tenaga serangan Han Soan berdua, suara nyaring itu adalah
kedua golok Han Soan suami-isteri yang saling bentur sendiri.
Serangan ini tak dihindari oleh Kim Jit-tan, ia hanya
me-ngelakkan tenaga serangan itu sehingga bacokan Han
Soan berdua luput, tapi iapun tidak balas menyerang sehingga
tidak melanggar janjinya dan tetap telah mengalah tiga jurus
dengan tepat Waktu Kim Jit-tan periksa lengan baju sendiri, ia lihat
diatasnya terdapat bekas goresan golok yang samar-samar,
diam-diam iapun terperanjat, coba kalau mula-mula mereka
sudah menggunakan serangan, bergabung seperti barusan,
maka dalam tiga jurus ini tentu dirinya susah menyelamatkan
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diri, demikian pikirnya.
Sebaliknya Han Soan suami-isteri juga tidak kurang
kagetnya. Mereka adalah tokoh-tokoh yang sudah ternama,
sesudah dalam tiga diurus tidak dapat mengapa-apakan
lawan, sepantasnya mereka harus mengaku kalah.
Tapi Han-toanio berwatak sangat keras, lawan juga ialah
menyatakan mewakili Yap Tiong-siau dengan segala
akibatnya. sudah tentu nyonya tua inipun tidak mau kalah
pamor, segera ia berseru dengan penuh dendam: "Teman tua,
hayolah kita pasrah nasib kita!" ,
Dan sekali tongkatnya melangkah kedepan, segera
tubuhnya terapung keatas dan golok dilain tangan lantas
membacok. Sudah tentu Han Soan tidak dapat membiarkan sang isteri
maju sendirian, terpaksa iapun membarengi dengan serangan
yang sama. Cuma saja berlawanan" jika isterinya membacok
dari atas, adalah dia membabat bagian bawah musuh.
Sarangan atas dan bawah ini sudah terang hebat sekali.
"Kalau terima tanpa membalas adalah kurang sopan, sekarang
harap maafkan aku tidak sungkan-sungkan lagi!" seru Kim Jittan.
Segera ia putar toyanya, tangannya memegang bagian
tengah toya dan ditegakkan dengan gaya "Ki-thian,-hoa-te"
(tunjuk langit dan berdiri dibumi), ujung toya bagian atas
membentur golok-nya Han-toanio, sedang ujung toya bagian,
bawah buat menelati serangan golok Han Soan.
Dan aneh juga, pada saat itulah, berbareng Han Soan
suami-isteri merasakan suatu arus tenaga yang maha kuat
seakan-akan sedang membetot golok mereka, tahu-tahu
kedua batang golok mereka telah tersedot diatas toya aneh
milik Kim Jit- tan itu, meski bobot kedua golok itu cukup berat,
tapi sekali terlengket diatas toya lantas tidak jatuh lagi.
Karena kehilangan golok, segera Han-toanio mengeluarkan
ilmu simpananannya lagi, sekali ia tegakkan tongkatnya,
tubuhnya terus berjumpalitan kebelakang, dan sebelum
kakinya menyentuh tanah kembali, dua pasang Tiat-wan-yang
sudah lantas disambitkan kedepan.
Sekali ini senjata rahasianya melulu incar seorang musuh
saja, maka caranya menjadi lebih aneh dan bagus, dua pasang
Tiat-wan-yang terbagi dari empat jurusan, sepasang yang
mengarah bagian atas mengincar Pi-peh-kut dikanan-kiri
pundak musuh, sedang sepasang Tiat-wan-yang yang
menyambar kebawah masing-masing mengincar tulang
dengkul. Dengar, serangan Am-gi yang hebat ini, biarpun orang yang
paling mahir menangkap senjata rahasia juga susah sekaligus
menyambut serangan dari empat jurusan itu, kecuali. kalau
dia mempunyai empat tangan.
Tapi sungguh aneh, Kim Jit-tan hanya putar sekali toyanya
yang aneh itu, seketika toya itu seperti mengeluarkan daya
sedotan yang kuat sehingga kedua pasang Tiat-wan-yang
yang disambit Han-toanio itu berganti arah dan menyambar
keatas toya aneh tu dan tersedot semua diatasnya, jadi
nasibnya mirip kedua batang golok tadi
Kim Jit-tan terbahak-bahak, ia lepaskan kedua batang golok
dan kedua pasang Tiat-wan-yang itu, lalu diserahkan kembali
kepada Han Soan suami-steri, katanya: "Terima kasih atas
kesudian mengalah kalian."
Mestinya Han-toanio hendak menolak, tapi gagang golok
sendiri sudah disodorkan sampai ditangannya, kalau ia
menolak lagi, tentu akan kurang sedap dipandang orang.
Maka terpaksa ia menerimanya kembali dengan rasa bimbang.
Segera Coan Co-tek tampil kemuka dan menyeret mundur Han
Soan berdua, katanya menghibur: "Kalah atau menang adalah
soal biasa dalam pertempuran, buat apa mesti dipikirkan"
Kalian suami-isteri juga sudah menang satu babak, kalau
sekarang kalah juga boleh dikata seri!"
Kiranya Coan Co-tek kuatir Han Soan suami-isteri menjadi
putus asa karena kekalahan mereka itu dan mungkin, lantas
berpikir cupet dengan membunuh diri dan sebagainya, maka
ia sengaja hendak membesarkan hati mereka.
Han-toanio diam saja atas bujukan kawan itu, sebaliknya
Han Soan tampak lebih tenang, sahutnya dengan tawar: "Ini
tidak menjadi soal, kedatangan kami harini memangnya juga
tidak pernah pikirkan akan pulang lagi dengan hidup."
Co-tek terkejut oleh jawaban itu, ia kuatir kedua orang nya
akan maju lagi untuk mengadu jiwa, tapi dilihatnya mereka
toh ikut mundur bersama dia, maka iapun merasa lega. la
sangka ucapan Han Soan itu hanya terdorong oleh rasa
menyesalnya karena mengalami kekalahan, ia tidak tahu
bahwa diam-diam didalam hati Han Soan sudah mengambil
suatu keputusan yang tertentu.
Sementara itu Kim Jit-tan masih tetap berdiri ditengah
ka-langan dan belum mau mengundurkan diri.
Diam-Diam In Ciau memikir: "Meski kawan yang datang
membantu aku sangat banyak, tapi mungkin tiada lagi yang
dapat rnelawannya boleh jadi terpaksa aku sendiri yang harus
maju untuk menghadapinya."
Dan baru dia hendak berbangku dari tempat duduknya,
tiba-tiba terdengar Kim Jit-tan sedang berseru lantang:
"Perkataan Coanpangcu memang tepat, kalah atau menang
adalah soal biasa dalam setiap pertempuran, kenapa mesti
dipikirkan secara mendalam" Kang-layhiap, dahulu orang she
Kim ini telah pernah mendapat petunjukmu, sungguh
beruntung harini dapat berjumpa pula disini, apakah Kangtayhiap
masih sudi memberi petunjuk-petunjuk lagi?"
Sehabis mengalahkan Han Soan suami-isteri, sebenarnya
Kim Jit-tan hendak langsung menantang In Ciau, tapi demi
mendengar perkataan Coan Co-tek tadi, ia sangka orang she
Coan itu sengaja hendak menyindir kejadian dia dikalahkan
Kang Lam dahulu, dengan mendongkol maka ia lantas
menantang Kang Lam dan menunda maksudnya menantang
In Ciau. Keruan Kang Lam garuk-garuk kepala, sahutnya kemudian:
"Ah, apakah kau maksudkan diriku?" Maklum, selamanya ia
tidak pernah dipanggil sebagai "Tay-hiap" (pendekar besar)
oleh siapapun juga. maka sesudah selesai Kim Jit-tan bicara
barulah dia paham yang dimaksudkan adalah dirinya.
Maka Kim Jit-tan telah berkata pula: "Ya, Kang-tayhiap.
apakah kau tidak sudi memberi petunjuk lagi?"
"Ai, ai! Tayhiap apa segala" Aku ini hanya Tayhiap
gadungan kau tahu tidak?" sahut Kang Lam dengan tersenyum
getir, "tapi kalau kau berkeras ingin mengajak main-main
padaku, ya, terpaksa?"?"
Belum lagi lanjut ucapannya, mendadak Kang Hay-thian
telah berdiri dan menyela: ,Tia, biarlah anak mewakili kau
saja" Maka cepat Kang Lam ganti haluan dan meneruskan
ucapannya: "Ya, terpaksa aku suruh puteraku untuk belajar
kenal dengan kepandaianmu yang lihay. Aku sendiri sudah
tua, badanku ini sudah keropos dan sudah tentu tidak kuat
berkelahi lagi. Semua kepandaianku sudah kuajarkan kepada
puteraku ini, jika kau dapat mengalahkan dia, maka akupun
akan mengaku kalah dengan rela".
In Ciau cukup kenal ilmu silat Kang Hay-thian jauh lebih
tinggi daripada bapaknya. Tapi ia belum tahu bahwa Hay-thian
pernah minum Thian-sim-ciok, maka betapapun ia masih
kuatir, ia memberi pesan kepada Kang Hay-thian sebelum
pemuda itu melangkah maju: "Hendaklah hati-hati kepada
toyanya yang aneh itu, toyanya itu ada sesuatu yang tidak
"beres!"
"Jangan kuatir," tiba-tiba Kang Lam menyela dengan
tertawa. "Senjata yang digunakan Hay-thian adalah Cay-inpokiam
pemberian Kim-tayhiap, dalam hal senjata tentu dia
tidak kalah hebatnya."
Sebaliknya Kim Jit-tan menjadi mendongkol melihat Kang
Lam cuma menyuruh puteranya yang maju untuk menandingi
dirinya, ia anggap Kang Lam sengaja menghina padanya. Tapi
iapun cukup cerdik, segera terpikir olehnya bahwa setiap ayah
didunia ini tentunya juga cinta pada puteranya, kalau tidak
yakin akan dapat melawan, tidak mungkin Kang Lam suruh
puteranya menghantarkan, nyawa padaku"
Sebenarnya ia tidak memandang sebelah mata kepada
Kang Hay-thian, tapi demi terpikir demikian, seketika ia tidak
berani memandang enteng lagi
Ketika sudah berhadapan, ia lihat Kang Hay-thian gagah
perkasa, kedua matanya bersinar. diam-diam iapun terkesiap,
pkirnya: "Usia bocah ini masih sangat muda. darimana bisa
memperoleh didikan Lwekang setinggi ini?"
Waktu ia melihat pedang yang tergantung dipinggang Haythian
samar-samar mengeluarkan cahaya, segera Jit-tan
mengenali senjata itu adalah Cay-in-pokiam yang dahulu
pernah dipakai Kim Si-ih, keruan ia tambah kaget. Segera ia
tanya Hay-lhian: "Kau pernah apanya Kim Si-ih" Mengapa
pedangnya bisa berada padamu?"
Lebih dulu Kang Hay-thian memberi hormat, lalu
menjawab: "Kim-tayhiap bukan lain adalah guruku sendiri!?"
Diam-Diam Kim Jit-tan menjadi ragu-ragu: "Kiranya adalah
muridnya Kim Si-ih, pantas Kang Lam berani menyuruh dia
maju kegelanggang. Rupanya hari ini toyaku "Kip-sing-pang"
akan ketemukan "batunya."
"Kim-sing-pang" atau toya penyedot bintang milik Kim Jittan
itu adalah buatan dari besi semberani yang dapat
menyedot segala macam logam. tapi Cay-in-pokiam yang
digunakan Kang Hay-thian itu bukan buatan dari logam, tapi
adalah gemblengan dari kemala dingin yang diketemukan
didasar lautan, tipisnya seperti kertas, tapi tajamnya tidak
kepalang, Kip-sing-pang boleh dikata tidak berkutik bila
ketemukan pedang mestika Cay-in-pokiam i!u.
Begitulah meski Kim Jit-tan agak jeri, tapi sebagai kaum
angkatan tua, betapapun ia harus menjaga kehormatannya,
maka katanya kemudian: "Wah, kiranya adalah muridnya Kimtay-
hiap. Sudah lama aku mengagumi pedang pusakanya ini
adalah benda mestika yang uyaiang ada bandingannya didunia
ini, harini beruntung dapat berkenalan, harap Kang-siauhiap
lantas keluarkan pedangmu agar aku dapat melihatnya."
Tapi Kang Hay-thian tetap menjawab dengan penuh homat,
katanya: "Wanpwe justru ingin minta belajar kepada Cianpwe,
mana Wanpwe berani main senjsita dihadapanmu?"
Lalu iapun berdiri dengan tenang dalam sikap sebagai kaum
muda yang menghormati angkatan tua.
Kiranya maksud tujuan Kang Hay-thian maju kekalangan ini
selain hendak menaikkan nama baik ayahnya, disamping itu ia
mempunyai maksud lain pula. la pernah mendengar cerita
Suhunya bahwa Kim Jit-tan ini adalah seorang aneh didunia
persilatan, dalam hal Lwekang. mempunyai peyakinan yang
lain da-ripada yang lain, tindak-tanduknya juga tidak menentu
diantara kaum jahat dan kaum kesatria, tapi adalah seorang
laki-laki yang tulus. Kemudian didengarnya pula Kim Jit-tan
mengaku sebegai kawannya Yap Tiong-siiiu, hal ini
menimbulkan lebih banyak lagi simpatiknya Kang Hay-thian,
sebab itulah ia sudah ambil putusan akan berlaku sungkan,
padanya. kalau ln Ciau yang bergebrak dengan Kim Jit-tan
tentu akan terjadi banjir darah, makanya ia lantas mendahului
maju. Begitulah maka Kim Jit-tan telah terkejut, pikirnya: "Wah,
benar-benar satu bocah yang tidak kenal tingginya langit,
masakah berani melawan toyaku dengan bertangan kosong?"
Tapi hal inipun cocok pula dengan harapannya, segera ia
ketawa terbahak-bahak dan, berkata: "Hahaha! Benar-Benar
anak murid pendekar besar yang ternama, nyatanya memang
punya perbawa yang lain daripada yang lain. Bagus, bagus!
Maka biarlah akupun coba-coba beberapa jurus dengan
bertangan kosong padamu."
Segera iapun selipkan toyanya yang aneh itu diikat
pinggang belakang, lalu pasang kuda-kuda dan menantikan
serangan Kang Hay-thian.
Tak terduga Kang Hay-thian juga diam saja, malahan
katanya dengan tersenyum: "Ah, mana Wanpwe berani
berlaku kurangajar, silakan Cianpwe saja menyerang dulu tiga
kali" "Apa katamu" Kau juga akan mengalah tiga jurus padaku?"
tanya Kim Jit-tan dengan tercengang.
"Hahaha! Bukankah tadi kau sendiri yang memberi contoh
Pada anakku, maka kaupun tidak perlu sungkan-sungkan"
demikian Kang Lam menyambungnya dengan tertawa.
"Ehm, bagus, bagus!" puji Kim Jit-tan. "Memang ayah
harimau tidak nanti melahirkan anak anjing. Guru pandai tentu
juga mengeluarkan murid didik yang lihay! Biarlah aku akan
memenuhi keinginanmu saja."
Lalu tangan kirinya terangkat kesamping, menyusul lantas
menolak pelahan-lahan kearah Kang Hay-thian.
Waktu itu Kang Lam lagi merasa senang karena dipuji oleh
Kim Jit-tan sebagai "ayah harimau", tak terduga mendadak
tertampak Kang Hay-thian lantas tergeliat dan hampir roboh.
Keruan ia kaget.
Kiranya serangan Kim Jit-tan itu kelihatannya sangat
lambat, tapi sebenarnya membawa tenaga sedotan yang maha
kuat. Sama sekali Kang Hay-thian tidak menduga akan tenaga
pukulan lawan yang aneh itu dan sebelumnya tidak siap-siaga,
maka hampir-hampir terseret oleh tenaga sedotan itu, untung
ia sempat menarik diri, walaupun terlepas, tapi tidak urung
juga tergeser satu langkah.
Sebaliknya Kim Jit-tan juga terkejut. katanya didalam hati:
"Aneh benar, usianya masih sangat muda, mengapa memiliki
tenaga dalam sekuatnya ini?"
Sebelumnya meski dia sudah dapat melihat Kang Hay-thian
pasti memiliki Lwekang yang tinggi, tapi betapapun ia anggap
usia Hay-thian masih terlalu muda, betapapun tingginya juga
takkan melebihi dinnya. Pertama ia merasa sayang kepada
pemuda itu, kedua tidak ingin mengikat permusuhan dengan
Kim Si-ih, makanya pukulannya tadi hanya digunakan tujuh
bagian tenaganya saja. malahan ia masih kuatir kalau Kang
Hay-thian takkan tahan.
Siapa duga sesudah kehilangan imbangan badan, kemudian
Kang Hay-thian masih dapat melepaskan diri dari tenaga
tarikanmu. Dan baru sekarang Kim Jit-tan tahu bahwa
Lwekang Hay-thian bahkan masih diatasnya dan tidak
dibawahnya. Setelah dapat menjajal kekuatan Kang Hay-thian, maka
untuk serangan kedua dan ketiga Kim Jit-tan sudah lantas
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengerahkan segenap tenaganya, beruntun-runtun ia
melontarkan pukulan dahsyat dengan cepat.
Namun sekarang Kang Haythian juga sudah siap sedia, ia
kerahkan ilmu pelindung badan dan menggunakan langkah
Thian-lo-poh-hoat, tampaknya pukulan Kim Jit-tan hampirhampir
kena sasarannya. tapi tahu-tahu Hay-thian sedikit
berkelit atau menggeser dan orangnya sudah terluput dari
serangan. "Bagus, memang guru pandai tidak punya murid bodoh!"
puji Kim Jit-tan. "Nyata didikan Kim-tayhiap memang tidak
mengecewakan. Lwekang dan Ginkang serba komplit.
Seharusnya aku akan mengaku kalah, tapi kesempatan baik ini
susah dicari, aku masih ingin belajar kenal dengan ilmu sakti
ajaran Kim-tay-hiap yang lain."
"Ah, Cianpwe terlalu merendah diri," sahut Hay-thian.
Sedang dalam hati ia sudah ambil keputusan akan memberi
tabrakan yang lebih hebat agar lawan mau mundur dengan
sukarela. Maka mendadak iapun melontarkan pukulannya
untuk menyambut serangan Kim Jit-tan yang telah dilacarkan
lagi. "Plak," kedua orang sama-sama terkejut demi kedua tangan
saling beradu. Kang Hay-thian merasa tangan lawan panas
sebagai api, tenaga dalamnya serasa susah ditahan dan
hampir-hampir disedot lawan. Pantas Suhu mengatakan
Lwekang orang Hwe ini sangat aneh, nyata memang lain
daripada yang lain, demikian pikirnya.
Sebaliknya Kim Jit-tan juga terkesiap dan ragu-ragu, ia
telah kerahkan tenaganya dengan semakin kuat. tapi pemuda
itu tetap dapat bertahan dengan tangkas. Ilmu pukulan "Kipsing-
ciang" (pukulan penyedot bintang) yang telah diyakinkan
itu seperti kehilangan daya guna diatas tubuh Kang Haythian,
malahan pemuda itupun tidak kelihatan balas
menyerang dengan sepenuh tenaga sehingga susah untuk
menjajaki sampai dimana ke-kuatan Hay-thian yang
sebenarnya. Kiranya sesudah Kang Hay-thian tekun melatih diri selama
sebulan, oleh karena kekuatan yang diperoleh dari Thian-simciok
itu telah bersatu dengan tenaga dasar yang memang
sudah dimilikinya itu, maka ia sudah dapat menggunakan
dengan leluasa. Memangnya iapun tidak bermaksud melukai
Kim Jit-tan, maka ia lantas mengikuti perubahan tenaga
lawan, baik kuat maupun lemah, ia hanya mengikuti saja asal
lawan tidak mampu menyerangnya, tapi juga tidak balas
menyerang. Dengan keadaan saling tahan demikian, air muka Kim Jitfati
tampak dari pucat berubah merah, dari merah berubah
guram sehingga otot-otot dijidatnya sama menonjol, nyata
keadaannya sudah serba susah. Sebaliknya Kang Hay-thian
masih tetap tenang-tenang saja dan sedikitpun tidak bergerak.
Bagi kaum ahli yang menyaksikan pertarungan ini segera
dapat melihat bahwa kekuatan Kang Hay-thian sudah terang
setingkat lebih tinggi daripada Kim Jit-tan.
"Kip-sing-cing" yang diyakinkan Kim Jit-tan sebenarnya
sangat aneh, asal menyentuh tubuh lawan, seketika tenaga
pukulannya akan terus bekerja dan mengisap tenaga lawan
untuk memupuk kekuatannya sendiri. Betapa lihay nya "Kipsing-
ciang" hampir dapat dikatakan tidak kalah daripada "Siulo-
im-sat-kang"nya Beng Sin-thong.
Kim Jit-tan sudah tekun meyakinkan selama 20 tahun dan
belum lama Ini baru saja mencapai fngkatan tertinggi. Harini
dia sengaja ikut hadlir maksud tujuannya justeru ingin mencari
beberapa tokoh terkuat seperti In Ciau, Hoa Thian-hong dan
lain-lain untuk mengetes sampai dimana kelihayan ilmu
pukulan yang baru selesai diyakinkan itu.
Terhadap Kang Hay-thian semula ia tidak ingin
menggunakan Kip-sing-ciang, tapi kemudian melihat
kepandaian Kang Hay-thian tidak boleh dipandang enteng,
terpaksa barulah ia mengeluarkan-nya.
Siapa duga meski ia sudah mencoba dan mencoba lagi,
bukan saja tenaga dalam Kang Hay-thian tak dapat disedot
olehnya, sebaliknya tenaga dalamnya sendiri malah seperti,
terhalang dan susah dimainkan, ketika dikerahkan berbalik
terasa akan disedot oleh lawan malah.
Keruan kejut Jit-tan tak terhingga, pikirnya: "Apakah
barang-kali bocah inipun sudah meyakinkan Kip-sing-ciang"
Tapi untuk melatih ilmu ini sedikitnya harus makan waktu
puluhan tahun, sedangkan usia bocah ini paling-paling juga
belum lebih dari 20 tahun, masakah sudah memiliki
kepandaian setinggi ini?"
Dalam pada itu semakin kuat Kim Jit-tan mengerahkan
tenaga-nya, semakin besar pula kerugiannya. Tenaga yang
dicurahkan itu seperti air sungai yang mengalir kelaut saja,
sekali sudah keluar lantas lenyap tanpa bekas. Tapi anehnya
sama sekali ia tidak merasakan tenaga serangan kembali dari
lawan. Begitulah Kim Jit-tan bertambah gugup, ia hendak menarik
kembali tangannya, tapi tangannya terlengket kencangkencang
dengan tangan Kang Hay-thian dan susah dibetot,
semakin keras ia meronta, maka daya lengket itu semakin
kencang. Keruan Jit-tan kelabakan dan serba susah.
Untung Kim Jit-tan juga seorang tokoh ahli, sesudah gugup
sebentar saja, kemudian iapun dapat memahami sebabmusabab
kekalahannya itu.
Kiranya Kang Hay-thian bukan telah berhasl meyakinkan
Kip-sing-ciang, juga pemuda Ini tiada maksud hendak
menyedot tenaga dalam lawan. Soalnya karena Lwekang Haythian
lebih kuat dari-pada Kim Jit-tan, tenaga yang digunakan
Kang Hay-thian hanya tergantung dan mengikuti kuat dan
lemahnya tenaga yang dikeluarkan Kim Jit-tan itu. Semakin
kuat Kim Jit-tan menyerang. semakin kuat pula tenaga reaksi
Kang Hay-thian, sebab itulah semakin Jit-tan meronta semakin
susah melepaskan diri.
Setelah dapat memahami sebab-musabab itu, pelahanlahan
Kim Jit-tan lantas melemahkan tenaga dalamnya dari
sedikit-sedikit sehingga akhir nya sama sekali tiada tenaga
yang dikerahkan lagi. Dan benar juga. ketika dengan enteng ia
tarik kembali tangannya, dengan gampang saja sudah lantas
terlepas. Namun demikian, tidak urung tenaga dalamnya juga
.sudah berkorban sebagian.
Dengan semangat lesu kemudian Kim Jit-tan berkata sambil
tersenyum getir: "Banyak terima kasih atas kemurahan hati
Kang-siau hiap, sungguh orang she Kim ini menyerah lahir
batin. Tentang urusan disini aku orang she Kim tiada muka
buat ikut campur lagi."
Habis berkata, segera iapun tinggal pergi tanpa menoleh
lagi. Diam-Diam Kang Hay-thian agak menyesal telah merusak
sebagian tenaga dalam orang she Kim itu, tapi ditengah orang
banyak jika terang-terangan ia menyusul Km Jit-tan dan
menyatakan maaf, hal ini tentu akan membikin orang she Kim
itu lebih-lebih kehilangan muka, maka terpaksa iapun tidak
mencegah kepergian orang. Cuma saja maksudnya hendak
tanya berita keadaannya Yap Tiong-siau menjadi gagal juga
dengan perginya Kim Jit-tan itu.
Dengan terkalahkannya Kim Jit-tan dipihak Auyang Pek-ho.
keruan pihak mereka menjadi tambah panik.
Munculnya Yang Jik-hu sekali ini sebenarnya ada maksud
tujuan hendak menjagoi Bu-lim kembali. Kim Jit-tan itu
dianggapnya sebagai tangan kanan-kirinya bagi usahanya ini.
Siapa tahu sekarang Kim Jit-tan telah dikalahkan Kang Haythian
dan lantas tinggal pergi tanpa pamid, keruan Yang Jik-hu
terkejut dan kecewa pula. Pikirnia: "Ilmu silat Kim Jit-tan kirakira
sama tingkatan dengan aku, jikalau bocah ini mampu
mengalahkan Kim Jit-tan, maka mungkin juga aku bukan
tandingannya, apalagi orang-orang lain. Sekarang apa dayaku
untuk menghadap babak selanjutnya?"
Sudah tentu ia tidak mau menyerah mentah-mentah.
setelah memikir se-jenak, segera iapun mendapat akal. segera
ia tampil kemuka dan berseru: "Waktu sudah berlarut,
pertemuan kita harini memangnya adalah lantaran
persengketaan antara Auyang-cengcu dengan In-cengcu dan
bukan pertandingan secara terbuka, kalau pertandingan
dilanjutkan dengan sebabak demi sebabak tentu tak ada
habis-habisnya dan tiada artinya pula. Maka ada lebih baik
biarlah pemimpin utama dari pihak masing-masing yang
segera keluar untuk menentukan keunggulan masing-masing,
cara demikian akan lebih cepat diselesaikan. Aku orang she
Yang agak tidak tahu diri, maka ingin mohon In-cengcu suka
tampil kemuka untuk memberi pengajaran?"
Nyata Yang Jik-hu sengaja hendak mengesampingkan Kang
Hay-thian, makanya langsung menantang kepada In Ciau.
Memang, dengan kebesaran namanya dan ilmu silatnya
Yang Jin-hu. diantara para hadirin itu memang hanya In Ciau
saja yang sesuai untuk menandinginya. Dan karena ini, bagi
orang lain menjadi tidak pernah menyangka bahwa dia
sengaja hendak menghindari pertarungan dengan Kang Haythian,
tapi semuanya mengang gap dia yang merasa tidak sudi
bergebrak dengan kaum muda seperti Kang Hay-thian.
Hay-thian sendiri juga tidak ingin terlalu menonjolkan diri.
jikalau pihak lawan sudah "tunjuk hidung" minta In Ciau yang
maju, dengan sendirinya ia tidak pantas untuk maju lagi.
Dan sudah tentu In Ciau juga tidak mau unjuk kelemahan,
segera ia menjawab dengan lantang: "Bagus, memangnya aku
lagi ingin belajar kenal dengan Siu-lo-im-sat-kang dari Yangsiansing
yang terkenal didunia persilatan ini!".
Sesudah berdiri, tiba-tiba ia merandek sejenak, lalu
berpaling dan memberi pesan kepada puterinya, yaitu In Bik,
katanya "Bik-ji, co-ba kau keluar sana untuk membantu Ibunsuheng
menerima tamu yang datang terlambat."
Nyata ia sudah menduga pertarungan ini nanti tentu sangat
dahsyat dan tidak kenal ampun, kalau bukan kau yang
mampus, tentu aku yang gugur. Ia kuatir puterinya kurang
kuat menahan perasaannya bila melihat dia terluka nanti,
makanya sengaja menyuruhnya keluar dengan alasan itu.
Meski In Bik ogah-ogahan atas perintah ayahnya itu, tapi
iapun tidak berani membantah dan terpaksa keluar dengan
kurang senang. Sesudah puterinya disuruh menyingkir, habis ini barulah In
Ciau tampil ketengah kalangan, lebih dulu ia angkat tangan
memberi hormat dan berkata: "Silakan memberi petunjuk.
Yang-siansing!"
Yang Jik-hu terbahak-bahak, sahutnya dengan sikapnya
yang angkuh: "Kau adalah pemimpin Bu-lim yang terkenal,
sedangkan aku jelek-jelek juga pernah malang melintang
didunia Kangouw. Maka kita siapapun tidak usah mengalah
dan merasa sungkan. Nah. kita boleh menyerang berbareng
saja!" "Baiklah!" sahut In Ciau.
Habis itu, kedua orang sama-sama memutar sekali, lalu
mendadak membentak berbareng dan tangan masing-masing
sama-sama dihantamkan kedepan. Nyata kedua orang
memang saling menyerang berbareng dan tiada seorangpun
yang mengalah. "Siu-lo-im-sat-kang" yang diyakinkan Yang Jik-hu itu sudah
mencapai tingkatan yang terakhir, maka sekal pukulannya
dilontarkan, seketika hawa dingin berjangkit, biarpun
penonton-penonton itu duduk cukup jauh dipinggir kalangan
juga merasakan hawa dingin yang menusuk tulang, bagi orang
yang Lwekangnya kurang kuat, seketika menggigil kedinginan
seperti orang demam.
In Ciau yang menjadi sasaran serangan itu seketika antero
tubuhnya seperti dibungkus oleh hawa maha dingin itu
sehingga darah seakan-akan membeku juga. Tapi yang dia
yakinkan justeru ada-lah Lwekang yang positip. jadi
bagaimanapun ia masih sanggup tahan.
"Tay-lik-"kim-kong-ciang" In Ciau boleh dikata tiada
bandingan nya didunia ini, kalau melulu bicara tentang
dahsiatnya tenaga pukulan, biarpun Beng Sin-thong hidup lagi
juga belum tentu dapat melebihi dia. Meski Yang Jik-hu juga
sudah menyelesaikan Siu-lo-im-sat-kang sehingga tingkatan
tertinggi, namun kalau dibandingkan mendiang Suhengnya itu
betapapun tetap kalah. Maka begitu kedua tenaga pukulan
kebentur, "biang". In Ciau tidak tergoyah sedikitpun,
sebaliknya Yang Jik-hu tergetar mundur sampai tiga tindak.
Seketika bergemuruhlah suara sorak-sorai diantara para
ksatra, lebih-lebih Kang Lam, ia sampai berjingkrak-jingkrak
dan berseru: "Haha! Betapapun jahe tua memang lebih
pedas!" Keruan muka Yang Jik-hu abang-hijau, dengan menahan
perasaannya kembali ia melontarkan sekali pukulan lagi.
Segera In Ciau menangkis pula hantaman itu, dan sekali ini
Yang Jik-hu hanya tergetar mundur dua tindak saja.
Begitulah kedua orang telah mengerahkan segenap
kemampuan masing-masing, setiap kaki tangan mereka
beradu, kontan lantas mengeluar kan suara gemuruh sebagai
angin menderu. Hanya dalam sekejap saja kedua pihak sudah
saling gebrak belasan diurus. Beberapa meter disekitar mereka
lantas terselubung selapis kabut putih, hal itu tentunya akibat
hawa dingin dari pukulan Siu-lo-im-sat-kang yang lihay itu.
Melihat betapa lihaynya Yang Diik-hu. diam-diam para
kesatria menjadi kuatir bagi In Ciau, akhirnya mereka
terlongong-longong dan lupa bersorak lagi.
Sesudah bergerak beberapa kali pula, tertampaklah In Ciau
mulai basah keringat. meski belum kelihatan ia akan lantas
kalah, tapi setiap kali mengadu tangan lagi Yang Diik-hu sudah
tidak terdesak mundur seperti tadi.
Kiranya dalam hal tenaga dalam, betapapun In Ciau
memang lebih tinggi setingkat daripada Yang Jik-hu, tapi
disampinq itu ia harus mengerahkan tenaga untuk menahan
serangan hawa dingin dari tenaga pukulan lawan, lama
kelamaan dengan sendirinya tenaganya sudah terbuang,
scbaliknya pihak lawan tidak menjadi berkurang tenaga
pukulannya, lantaran ini. maka keadaan menjadi berubah
sehingga sekarang Yang Jik-hu yang telah menguasai
lapangan. Diantara pada penonton yang ahli sekarang sudah dapat
melihat bahwa kemenangan sudah pasti akan diperoleh Yang
Jik-hu. soal-nya hanya waktunya saja, cepat atau lambat.
Maka Auyang Pek-ho telah terbahak-bahak. katanya denqan
sengadia: "Hahaha! Siu-lo-im-sat-kang Yang-siangsinp
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memang benar-benar tiada bandingannya di Bu-lim, benarbenar
luar biasa!"
Mendengar itu. sudah tentu para kesatria sangat
mendongkol, terutama Kang Lam yang tidak tahan, segera in
berkata: "Hay-thian. coba kau maju untuk menggantikan Incengcu
saja, biar iblis tua itu kenal akan kelihayan kita."
Akan tetapi ia tidak memperoleh jawaban sang putera.
Waktu diperiksa, teniata Kang Hay-thiaan sudah tidak
disampingnya lagi. pemuda itu entah sejak kapan sudah
menyisir ketepi kalangan dan sedang menonton dengan
asyiknya bersama orang lain.
Dan ditengah sorak-sorai Auyanp Pek-ho tadi rernyata Yang
Jik-hu juga sengaja hendak jual aksi, ia telah kerahkan Siu-loim-
sat-kang tingkatan tertinggi, kedua tangannya sekaligus
terus dihantamkan. Seketika berjangkitlah angin lesus yang
dingin me-nusuk tulang disertai kabut tipis dan debu pasir
yang bertebalan sehingga bayangan tubuh kedua orang yang
sedang bertempur itu hampir-hampir tidak kelihatan, penonton
menjadi susah membedakan sia-pa adanya Yang Jik-hu dan
siapa In Ciau, In Ciau sendiri terasa sesak juga napasnya karena tekanan
angin pukulan itu dengan hawa yang dingin luar biasa.
Pikirnya: "Celaka, tidak nyana harini aku akan binasa dibawah
tangannya Yang Jik-hu!"
Dalam putus asanya segera ia menjadi nekat juga. ia pikir
daripada mati konyol lebih baik gugur bersama musuh. Maka
iapun mengerahkan segenap tenaganya untuk melawan
dengan mati-matian.
Tapi belum lagi pukulannya itu beradu denqan tangan Yang
Jiik hu. mendadak terdengar orang she Yang itu sudah
menjerit sekali, tubuhnya lantas terlempar pergi sebagai bola
sehingga belasan meter jauhnya. menyusul dari mulutnya
lantas meniemburkan darah seoar, namun demikian, sesudah
merangkak bangun, cepat iapun melarikan diri tanpa menoleh
lagi. Kejadian ini benar-benar diluar dugaan siapapun juga.
Seketika orang-orang dipihak Auyang Pek-ho termangu-mangu
sebagai patung. Sebaliknya orang-orang dipihak In Ciau juga
terkesima sejenak. tapi serentak mereka lantas bersorak
gembira atas kemenangan pihak mereka.
Hasil pertandingan ini tak saja diluar dugaan siapapun juga.
bahkan In Ciau sendiri juga merasa bingung. Tadi meski dia
sudah bertekad akan gugur bersama musuh, makanya
melontarkan Tay-lik-kim-kong-ciang dengan segenap
tenaganya namun demikian ia sendiri sebenarnya tidak yakin
akan dapat merobohkan lawanya yang tangguh itu. sebab ia
cukup sadar pada saat itu tenaga dalamnya sudah berkurang
sangat banyak dan jauh lebih lemah daripada lawannya.
Apalagi iapun tahu pukulannya itu hakikatnya belum lagi
mengenai sasarannya. maka ia benar-benar tidak percaya
bahwa Yang Jik-hu itu terpental oleh karena pukulannya.
Habis, sebab apakah mendadak Yang Jik-hu terjungkal dan
muntahkan darah, lalu ngacir"
Kiranya ini adalah "karya" Kang Hay-thian. diam-diam
pemuda ini telah membantu In Ciau dengan tenaga
tutukannya yang lihay. Pada saat kedua orang itu diselubungi
kabut dan debu yang ber-tebaran, diam-diam Hay-thian telah
gunakan "Keh-khong-kiam-hiat" (ilmu menutuk dari jauh) yang
sakti serta menutuk Yang Jik-bu dari jauh.
Kang Hay-thian sudah berhasil meyakinkan "Bu-heng-cinggi"
(hawa murni tanpa wujud) yang kuat, maka sekarang
dapat digunakannya dengan baik, sekali ia tutuk, satu jalur
hawa yang tak berwujud. tapi maha kuat, terus menyambar ke
"Lo-kiong-hiat" ditelapak tangan Yang Jik-hu sehingga Im-satkang
yang telah di kerahkan ditengah telapakannya itu
seketika buyar dan punah, sedikitpun tak bisa bekerja lagi.
Cuma saja terpentalnya Yang Jik-hu itu memang betul-betul
disebabkan tenaga pukulan Tay-lik-kim-kong-ciang yang
dihantamkan In Ciau itu sehingga terluka parah dan muntah
darah, yaitu pada saat dimana Siu-lo-im-sat-kangnya
kebetulan telah punah kena tutukan Kang Hay-thian itu,
dengan sendirinya ia tidak kuat menahan hantaman In Ciau
yang maha dahsyat itu.
Pada waktu itu semua orang sedang mencurahkan seluruh
perhatian mereka untuk mengikuti pertarungan sengit
ditengah kalangan, maka tiada seorangpun yang mengetahui
perbuatan Kang Hay-thian itu, andaikan ada yang melihatnya
juga takkan menyangka bahwa hanya sekali tuding dari jauh
saja pemuda itu mampu melontarkan tenaga tutukan selihay
itu" Karena itu, diantara orang-orang yang hadir disitu itu hanya
In Ciau sendiri yang merasa ragu-ragu, lapat-lapat ia merasa,
kemenangannya itu terlalu mustahil dan dibalik itu pasti ada
seorang kosen yang telah membantunya.
Dengan d"ikalahkannya Yang Jik-hu, keruan suasana
gelanggang pertempuran itu lantas berubah. Yang Jik-hu dan
Kim Jit-tan adalah tulang punggung dari jago-jago yang
diundang oleh pihak Auyang Pek-ho, sekarang mereka sudah
ngacir, tentu saja semua-nya menjadi jeri dan tiada
seorangpun yang berani maju lagi.
Sesudah suasana tenang kembali, lalu Hupangcu dari Kaypang,
yaitu Coan Co-tek lantas membuka suara lagh "Nah,
Auyang-cengcu, urusan sudah mendekati akhirnya, sekarang
apakah kau masih tetap hendak mengeloni bangsat cilik she
Yap itu?" Segera In Ciau juga lantas menambahi: "Auyang-cengcu,
asalkan kau menyerahkan bangsat cilrk she Yap itu, maka
urusan ini akan mudah diselesaikan."
Namun dengan muka merah padam Auyang Pek-ho lantas
tam-pil kemuka, katanya: "In-ceng-cu, banyak terima kasih
atas maksud baikmu. Akan tetapi tentang orang yang kau
kehendaki sudah terang tidak ada, nah, apa mau dikata lagi,
silakan mulai bergebrak saja!"
"Toako." tiba-tiba Auyang Tiong-ho menyela, "Tiong-siau
adalah anak menantuku, keonaran yang dia lakukan
seharusnya akulah yang ikut bertanggung-jawab. Dari itu, In
Ciau, biarlah kami suami-isteri tua bangka ini belajar kenal
dengan kepandaianmu."
Tapi Pek-ho tidak mau mengalah, segera sahutnya: "Jite.
hendaklah kau mundur bersama Tehu (adik ipar, isteri
saudara), aku adalah kepala keluarga kita, segala apa adalah
tanggungjawabku."
Demikian kedua saudara Auyang itu berebut ingin maju
kekalangan pertempuran, maksudnya ialah untuk
menyelamatkan saudara sendiri. Padahal dengan kepandaian
Yang Jik-hu saja juga dikalahkan oleh pukulan In Ciau yang
lihay, mereka bersaudara cukup tahu, biarpun mereka bertiga
maju sekaligus juga susah menyelamatkan jiwa mereka
dibawah tangannya In Ciau, sebab itulah mereka sengaja
hendak memikul sendiri tanggung-jawab persoalan ini supaya
saudara-saudara yang lain tidak ikut menjadi kor-ban.
Tengah kedua saudara Auyang itu ribut sendiri, tiba-tiba
Hoa Thian hong maju ketengah dan berkata: "Auyang-loji,
bukankah kita juga masih ada perhitungan yang belum lagi
dibereskan?"
Kiranya demi menyaksikan keadaan demikian, diam-diam
Hoa Thian-hong telah berpikir: "Meski keluarga Auyang
mereka tergolong Sia-pay yang dicerca sesama orang Bu-lim,
tapi diantara sesama saudara mereka ternyata mempunyai
budi pekerti yang luhur. Sudahlah, mengingat kebaikan
mereka, biarlah aku akan berdaya untuk menyelamatkan
mereka." Demikian Hoa Thian-hong telah ambil keputusan, apabila
nanti ia mesti bergebrak dengan saudara-saudara Auyang itu,
maka tentu akan berlaku sungkan dan takkan mencelakai jiwa
mereka. Sebaliknya Auyang Tiong-ho dan isterinya tidak tahu
maksud baik Hoa Thian-hong itu. Mereka adalah bekas jago
yang sudah keok dibawah tangannya Hoa Thian-hong, maka
mereka tahu tak-kan menang jika mesti menghadapi tokoh
Hba-san-pay itu. Namun Hoa Thian-hong sudah terangterangan
"tunjuk hidung" dan menantang mereka, terpaksa
merekapun tidak dapat mengelakkan diri lagi. Maka dengan
tersenyum sedih terpaksa Auyang Tiong-ho berkata: "Toako,
biarlah adikmu mendahului kau. Nah, Hoa Thian-hong, marilah
maju sini, boleh kita bertempur dulu satu babak."
Selagi keadaan sudah tegang dan kedua pihak sudah
pasang kuda-kuda dan siap bergebrak, sekonyong-konyong
terdengarlah suara suitan orang yang panjang sekali sebagai
ringkikan naga, sesosok tubuh manusia tertampak melayang
tiba dengan cepat luar biasa dan tahu-tahu lantas berhenti
ditengah-tengah antara Hoa Thian-hong dan Auyang Tiongho.
Lalu terdengar suaranya yang lantang: "Tunggu dulu. aku
Yap Tiong-siau sudah datang sekarang!"
Keruan saja suasana menjadi gempar lagi, riuh ramai suara
para hadlirin yang saling bisik dan membicarakan pendatang
yang mengaku sebagai Yap Tiong-siau itu.
Waktu Han Soan suami-isteri mengamat-amati dengan
cermat, benar juga pendatang ini memang Yap Tiong-siau
adanya. Serentak mereka suami-isteri terus melompat maju
dan memotong jalan mundur musuh, teriak mereka: "Bagus,
memang harus dipuji akan keberanianmu, akhirnya kau berani
muncul juga. Nah, biarlah kita bikin perhitungan dulu utangpiutang
Tin-wan-piaukiok dengan kau."
Diam-Diam Kang Hay-thian ikut tidak tenteram, ia menjadi
bingung cara bagaimana agar dapat mengatasi suasana itu.
Iapun heran mengapa Auyang Wan tidak nampak ikut serta
muncul" Dalam pada itu Auyang Ji-nio mendadak menjadi marah,
damperatnya: "Yap Tiong-siau, kau kenal malu tidak" Kami
sudah mengusir kau, buat apalagi kau kembali kesini" Hayo,
lekas enyah, lekas minggat!"
Dengan tertawa Yap Tiong-siau telah menjawab: "Aku
memang sudah menduga a"kan terjadi seperti harini.
Sebabnya kau tidak mau mengaku aku sebagai anak menantu
bukankah juga lantaran urusan harini" Tapi seorang laki-laki,
seorang kesatria sejati, berani berbuat berani bertanggungjawab,
mana boleh aku membikin susah orang lain atas
perbuatanku dahulu. Nah, harap kau mundur saja, bu!"
"Bagus! Ucapanmu cukup gagah berani," kata In Ciau.
"Nah, biarlah kusempurnakan keinginanmu, marilah maju, asal
kau mampu lolos dibawah tiga kali pukulanku, maka tentang
utangmu yang telah melukai putera-puteriku akan kuhapus
sampai disini dan tidak kuusut lebih lanjut."
Kiranya In Ciau kuatir kalau Han Soan suami-isteri bukan
tandingan Yap Tiong-siau, maka sengaja mendahului
menantang pemuda itu.
Diam-Diam Kang Hay-tlriai sedang memikir: "In-locianpwe
punya Tay-lik-kim-kong-ciang tiada bandingannya didunia ini,
tapi untuk menahan tiga kali serangannya rasanya Yap-toako
masih lebih dari pada sanggup. Ehm, tahulah aku, mungkin_
In-loenghiong sengaja hendak melukainya sedikit sekadar
untuk melampiaskan dendamnya saja."
Dengan kedudukan dan nama In Ciau, biasanya siapapun
suka tunduk kepada perintahnya. Siapa duga sekali ini Han
Soan suami-isteri telah ngotot takmau kalah, lebih dulu Hantoanio
membuka suara: "In-cengcu, dalam urusan lain kami
rela menurut maksud-mu, tapi sekali ini hendaklah kau
mengalah pada kami. Kedua kakiku ini telah pincang akibat
perbuatan bangsat cilik ini, biarlah siku serahkan jiwaku ini bila
perlu, tapi paling tidak aku harus melabraknya dahulu sebisa
mungkin." Han Soan juga berkata: "Ya, In-toako, 36 jiwa dari Tin-wanpiaukiok
kami, dendam ini sedalam lautan dan jauh lebih besar
daripada sakit-hatimu, maka sukalah kau membiarkan kami
maju dahulu."
Diam-Diam Kang Hay-thian terkejut. Pikirnya pula:
"Tampaknya Han Soan berdua sudah bertekad akan mengadu
jiwa dengan Yap Tiong-siau, lantas baga mana aku harus
bertindak?"
Hendaklah maklum bahwa "ilmu silat Han Soan suami-isteri
meski lebih lemah daripada Yap Tiong-siau, tapi mereka masih
memiliki senjata rahasia Tiat-wan-yang yang lihay, apalagi
kalau bicara tentang kebenaran memang Yap Tiong-siau yang
telah berbuat salah atas diri suami-isteri she Han itu. maka
tida"k mungkin Kang Hay-thian dapat membantu Yap Tiongsiau
secara diam-diam
Begitulah, selagi In Ciau tampak ragu-ragu belum
menjawab dan Kang Hay-thian juga sedang kebat-kebit dan
serba susah, tiba-tiba Yap Tiong-siau sudah lantas maju
ketengah, katanya segera: "Sudahlah, kalian tidak perlu
berebut hak dahulu, yang sudah pasti ialah aku takkan
bergebrak dengan kalian."
In Ciau tercengang sejenak, lalu tanyanya. "Kau takkan
bergebrak dengan kami" Habis buat apa kau datang kesini"
Emangnya kau kira datang buat pelesir srja?"
Mendadak Yap Tiong-siau membusungkan dada, ia
menengadah dan terbahak-bahak, tertawa yang lantang lepas,
tapi membawa rasa yang duka serta angkuh pula. Kemudian
baru ia berkata dengan pelahan-lahan: "Siapa yang utang jiwa
harus bayar jiwa, utang uang hayar uang. Aku telah berdosa,
maka sudah seharusnya aku yang terima akibatnya.
Kedatanganku harini kesini justeru bermaksud membayar
semua utangku dahulu, untuk ini aku serahkan kepada
keinginan kalian, cara bagaimana kalian hendak melunaskan
utangku ini boleh terserah, pendek kata, biar dicincang
maupun dikorek aku Yap Tiong-siau pasti takkan melawan."
Pernyataan Yap Tiong-siau ini seketika membikin suasana
gelanggang pertempuran itu menjadi sunyi senyap.
Semula semua orang mengira dengan munculnya Yap
Tiong-siau, maka pertarungan tentu akan tambah dahsyat,
siapa tahu orang she Yap Ini justeru datang untuk
menyerahkan diri dan rela di-hukum menurut mana suka dari
pihak-pihak yang memusuhinya. Keruan semua orang melongo
heran. Segera Tay-pi Siansu, kepala dari Cap-pek-lo-han di Slaulim-
si lantas bersabda dalam Budha: "Siaucay! Siancay!
Letakkan golok jagalmu, segera kamu akan kembali kepada
Budha!" .Sebaliknya In Ciau tampak bersengut dan mundur
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
beberapa tindak. Sedangkan Han Soan suami-isteri malah
terus melompat maju, dari kedua sisi mereka terus pegang
kedua lengan Yap Tiong-siau, Han Soan mendorong pemuda
itu lebih maju dan menghadapi para kesatria, lalu teriaknya
keras-keras: "Wahai, para sobat! Yap Tiong-siau, kau memang
tidak malu sebagai seorang kesatria sejati, harini aku orang
she Han telah mengikat seorang sobat sebagai kau!"
Selagi Hay-thian merasa girang karena disangkanya Han
Soan sudah mau menjadikan bekas lawan itu sebagai kawan,
siapa duga Han Soan lantas bersera lagi: "Akan tetapi
dendamku kepadamu sedalam lautan, 36 jiwa dari Tin-wanpiaukiok
kalau tidak kutagih. kembali, rasanya akupun tiada
muka untuk bertemu dengan saudara-saudara kami yang telah
mangkat lebih dulu itu. Maka dari itu, so-bat she Yap, silakan
mangkat lebih dulu dan segera orang she Han ini akan
menyusul kau, dengan demikian rasanya akan dapat kau
terima bukan" Nah, teman tua, bagaimana pendapatmu?"
"Tepat, memang beginilah keinginanku." sahut Han-toanio
dengan dingin-dingin saja. "Setelah membalas dendam, segala
urusan sudah selesai, buat apalagi kita hidup didunia fana ini"
Nah, sobat Yap, aku dan temanku yang tua bangka ini telah
siap untuk menyusul kau, tentunya matipun kau takkan
menyesal bukan?"
Kiranya Han Soan suami-isteri telah bertekad setelah
membunuh Yap Tiong-siau, lalu mereka juga akan membunuh
diri untuk menyusulnya. Sebab kalau Yap Tiong-siau siap
untuk mati dengan sukarela, maka mereka suami-isteri juga
takmau kehilangan pamor sebagai kesatria sejati. Maka segera
sebatang golok panjang dan sebatang golok lain yang lebih
pendek lantas mereka angkat keatas.
"Tahan dulu, Han-toako!" teriak In Ciau mendadak.
Karena itu golok Han Soan yang panjang itu telah merandek
diatas, sebaliknya golok Han-toanio yang pendek itu tetap
ditubles-kan tepat kearah dadanya Yap Tiong-siau, biarpun In
Ciau hendak mencegah rasanya juga tidak keburu lagi.
Dan justeru pada saat senjata- Han-toanio itu sudah hampir
menempel dada sasarannya, sekonyong-konyong terdengar
suara seruan se-orang yang tergesa-gesa dari jauh: "Tahan
dulu! Dia bukan Yap Tiong-siau! Tapi aku inilah Yap Tiong-siau
yang tulen!"
Mendengar seruan yang aneh itu, tanpa merasa golok Hantoanio
yang sudah ditubleskan itu lantas tertahan mentahmentah
ditengah jalan, Waktu Han Soan berdua mendongak
kesan, terlihatlah seorang pemuda sedang berlari datang
secepat terbang. Anehnya wajah pemuda ini sangat mirip
dengan Yap Tiong-siau, kalau baju mereka tidak berlainan,
tentu orang akan susah membeda-bedakan mereka.
Melihat pemuda itu, maka Kang Hay-thian telah menghela
napas lega. Kiranya dia sebenarnya sudah bersiap-siap dikala
golok Han-toa nio itu sudah ditubleskan, ia hendak menolong
Yap Tiong-siau dengan menutuk Hiat-to ditangannya Hantoanio
dengan tutukannya yang tak kelihatan itu, andaikan
nyonya tua itu terpaksa mesti dilukai sedikit juga takbisa
dipikirkannya lagi. Tapi kini dengan da-angnya sipemuda yang
bukan lain adalah Danu Cu-mu, maka tindakannya yang sudah
disiapkan itu menjadi tidak perlu lagi.
Munculnya Danu Cu-mu sudah tentu membuat semua
orang terkejut dan heran, tapi masih ada yang membikin
semua orang ter-lebih heran ialah d belakang Danu Cu-mu
ternyata masih ikut pula tiga orang lain. Seorang adalah
puterinya In Ciau sendiri. In Bik, baju In Bik tampak kumal
dan mukanya ada noda darah, agaknya baru saja berkelahi
dengan orang. Dan seorang lagi adalah muridnya In Ciau, yaitu Ibun Long.
Ia menyeret seorang wanita berusia antara 30-an tahun
dengan muka yang cantik genit, tapi keadaannya seperti
lemas lunglai dan mandah diseret oleh Ibun Long, agaknya
Hiat-to ditubuhnya telah di tutuk orang.
In Ciau terperanjat dan cepat tanya: "Bik-ji, ada apakah,
apakah kau telah dilukai dia?" katanya sambil menunjuk Danu
Cu-mu. "Bukan," sahut In Bik, "tapi bangsat wanita itu yang hendak
mencelakai aku dan dia yang telah menyelamatkan anak."
Ketika mula-mula ketemu Danu Cu-mu, sebenarnya In Bik
juga menyangka dia adalah Yap Tiong-siau, tapi sekarang
demi melihat ditengah kalangan situ sudah ada pula seorang
Yap Tiong-siau lagi, ia menjadi heran dan ragu-ragu, namun
Danu Cu-mu telah menolong nya, hal ini adalah nyata, maka.
tetap dituturkannya juga dengan sungguhnya.
Segera Ibun Long menutur lebih jauh: "Tecu bersama
Somoay sedang menyambut tamu diluar dan bangsat wanita
ini mendadak menyerbu tiba, sekali gebrak Sumoay lantas
tertawan olehnya dan Tecu juga tertutuk kaku. Syukurlah
Enghiong ini keburu datang dan secepat kilat bangsat wanita
itu dapat dtrobohkannya sehingga kami berdua dapat selamat.
Bangsat wanita yang ditawan Enghiong ini lalu diserahkan
kepadaku."
Dahulu, ketika barang kawalan Tin-wan-piaukiok dirampok
habis-habisan diwilayah Orsim dipropinsi Jinghay. kepala
rampok itu adalah seorang wanita. Diantara orang-orang
Piaukiok yang ditawan itu hanya ada dua orang yang berhasil
lolos dengan selamat, yaitu berkat bantuan Yap Tiong-siau
yang telah mintakan ampun bagi mereka, sedang 36 orang
lainnya telah dibunuh semua.
Dan kedua Piausu yang beruntung masih hidup itu sekarang
juga ikut sang Congpiau-thau hadir dlsini, segera mereka
berlari maju demi mengenali wanita yang ditawan Danu Cumu
itu, seru mereka: "Han-cong-piauthau, dahulu biangkeladi
yang membunuh saudara-saudara kita itu tak-lain-tak-bukan
adalah bangsat wanita ini!"
Han Soan masih ragu-ragu, ia lantas berseru: "Para hadirin
yang terhormat, apakah diantara para sobat yang hadir ini ada
yang kenal bangsat wanita ini?"
Segera Pangcu dari: "Hay-yang-pang" yang bernama Yan
Goan berteriak: "Aku kenal dia. Dia adalah salah satu Hiangcu
yang terkenal didalam Thian-mo-kau, namanya Bok Kiu-nio
dan berjuluk Kiu-bwe-hou-li (si rase berekor sembilan)!"
Hay-yang-pang terhitung suatu perkumpulan rahasia yang
cukup besar, usahanya ialah semokel dan menjual garam
gelap, sebab itulah banyak sekali golongan-golongan Sia-pay
dan kalangan penjahat yang dikena! mereka.
Seketika Han Soan merasa bingung demi mendengar
keterangan itu. Sebelumnya ia telah anggap Yap Tiong-siau
sebagai komplotan bangsat wanita itu, sebab itulah utang jiwa
ke-36 orang Tin-wan-piaukiok itu iapun tumplekan atas dirinya
Yap Tiong-siau. Siapa tahu sekarang mendadak muncul
seorang Yap Tiong-siau yang lain, bahkan Yap Tiong-siau
kedua inilah yang telah menawan bangsat wanita yang justeru
merupakan biangkeladi dari semua gara-gara ini, bahkan telah
menyelamatkan In Bik pula.
Setelah tertegun sejenak, akhimya Han Soan berteriak pula
dengan mata mendelik: "Sebenarnya siapakah diantara kalian
yang betul-betul adalah Yap Tiong-siau?"
"Aku!" sahut Yap Tiong-siau.
"Aku!" demikian Danu Cu-mu juga menjawab.
Wajah mereka hampir serupa, tapi toh ada sedikit
perbedaannya. yaitu suaranya dan sikapnya ada berlainan.
Han-toanio pernah dilukai Yap Tiong-siau sehingga kakinya
pin-cang, dendam kesumat itu selalu diingat-ingat didalam
hati, makanya terhadap ciri-ciri Yap Tiong-siau itu cukup
berkesan, sekarang iapun dapat melihat perbedaan-perbedaan
diantara Cu-mu dan Tiong-siau itu, maka diam-diam bisiknya
kepada sang suami: "Kulihat yang betul adalah orang yang
datang lebih dulu tadi?" namun begitu iapun tidak berani
memastikan, sebab itulah ia ingin minta pendapat sang suami.
Belum lagi Han Soan menjawab, tiba-tiba terdengar seruan
seorang yagi: "Nanti dulu, biar aku memeriksanya!"
Kiranya orang ini adalah Nyo Lin, muridnya Yap Kun-san
yang sekarang menggantikan sang guru sebagai Ciangbunjin.
Han Soan berdua sangat girang, mereka pikir Nyo Lin
adalah Su-hengnya Yap Tiong-siau, jika dia yang memeriksa
sendiri, tentu akan dapat dibedakan yang mana adalah Yap
Tiong-siau tulen.
Danu Cu-mu sendiri sejak berumur lima tahun sudah diculik
jago-jago suruhan Kayun. Waktu kecilnya boleh dikata setiap
hari ia dimongmong oleh Nyo Lin, maka lapat-lapat ia masih
mengenalnya. Ketika Nyo Lin sampai didepannya Yap Tiong-siau, sudah
tentu Tiong-siau hanya mendelik saja dan tak kenal padanya.
Sebaliknya sesudah Danu Cu-mu mengamat-amati Nyo Lin
sejenak, segera ia berteriak: "He, bukankah kau adalah Nyosuheng?"
Tapi Nyo Lin masih tidak berani lantas menjawab, lebih dulu
ia mendekati Cu-mu, ia singkap lengan baju pemuda itu. maka
tertampaklah dengan jelas dilengan Cu-mu itu terdapat
sebuah andeng-andeng merah yang sangat menyolok. Melihat
ini, Nyo Lin tidak bersangsi lagi, saking girangnya ia sampai
menangis, dengan terharu ia terus rangkul Danu Cu-mu sambil
berseru: "O, Yap-sute, akhir-nya aku dapat menemukan kau
juga!" Kiranya kedatangan Yap Tiong-siau lebih dulu tadi masih
membuat Nyo Lin merasa sangsi, sebab ia periksa kanan dan
periksa kiri dan merasa pemuda itu agak berbeda daripada
sang Sute yang pernah dimongmongnya itu. dari itu sejak tadi
iapun tidak berani tampil kemuka untuk mengenalnya.
Sekarang sesudah periksa bukti ditangan Danu Cu-inu barulah
ia yakin bhw Danu Cu-mu yang benar-benar adalah Sutenya
yang hendak dicari itu.
Hal ini benar-benar diluar dugaan Han Soan suami-isteri,
keruan ia menjadi bingung. Segera Han-toanio berseru: "He,
masakah dia" Tapi bangsat cilik yang melukai aku itu biarpun
dia menjadi abu juga aku kenal tak-lain-tak-bukan adalah dia
itu!" sampai kata-kata "dia itu" jari nya lantas menunjuk
kearah Yap Tiong-siau.
"Para hadlirin," Tiong-siau lantas bicara, "sebenarnya dia
adalah saudaraku. Diwaktu kecilnya ia memang pernah
bernama Yap Tiong-siau, tapi sesudah berumur lebih dari lima
tahun ia sudah bukan. Yap Tiong-siau lagi. Sebab itu, dalam
urusan yang akan di-selesaikan harini sama sekali dia tidak
ikut bersangkutan. Tentang Yap Tong-siau yang berdosa dan
banyak melakukan kejabatan itu tak-lain-tak-bukan adalah
diriku ini."
"Tidak betul!" cepat Danu Cu-mu menanggapi. "Pertama,
aku inilah yang betul-betul adalah Yap Tiong-siau tulen Kedua,
Toako kami itu belum lama berselang baru mengetahui asalusulnya
sendiri, sebelumnya ia memang terlalu gegabah
sehingga kena diperalat orang lain serta banyak berbuat
kesalahan. Bicara tentang pembunuh orang2 Tin-wan-piaukiok
itu sesungguhnya bukan dia, tapi adalah?"?""
"Benar, hal itu kami cukup tahu," tiba-tiba kedua Piausu
Tin-wan-piaukiok yang masih hidup itu lantas menyela,
mereka merasa utang budi kepada Yap Tiong-siau, maka
dalam saat demikian mau-tak-mau mereka harus membuka
suara. "Pembunuh atau biangkeladi dari kejahatan itu bukan
orang lain, tepi adalah bangsat wanita Bok Kiu-nio ini!"
"Ada sebagian benar, tapi juga ada sebagian tidak betul."
kata Danu Cu-mu. "Pembunuhnya memang betul adalah Bok
Kiu-nio ini bersama begundalnya, tapi biangkeladi dibelakang
layar sesungguh-nya bukan dia."
Semua orang menjadi semakin bingung oleh uraian-uraian
yang ber-simpang-siur itu sehingga mereka ribut
mcmbicarakannya. Ada yang heran kedua pemuda itu samasama
mengaku sebagai Yap Tiong-siau" Mengapa keduaduanya
ingin bertanggung-jawab atas urusan yang akan
diselesaikan sekarang ini" Yap Kun-san hanya mempunyai
seorang anak pungut, darimana mendadak bisa muncul lagi
seorang" Begitulah, maka Nyo Lin dan Han Soan juga dibikin heran
oieh kedua saudara yang serupa itu. Tanya Nyo Lin:
"Sebenarnya Suhu kita telah ditewaskan siapa" Sute, siapa
pu!a yang telah menculik kau" Dan dimanakah kau menetap
selama ini?"
Sedangkan Han Soan juga ingin tahu, iapun tanya: "Ya,
siapa-kah sebenarnya biangkeladi daripada semua urusan ini?"
Serentetan pertanyaan-pertanyaan yang memberondongi
Danu Cu-mu itu sudah tentu membuatnya menjadi bingung
juga cara menjawab-nya.
Tiba-Tiba Kang Hay-thiay berseru: "Biarlah aku saja yang
menerangkan, seluk-beluk tentang urusan ini aku tahu
seluruhnya"
Suaranya yang di kumandangkan dengan Lwekang yang
kuat itu telah menyirapkan suara berisik diantara hadirinhadirin
tu sehingga suasana kembali tenang."
Lalu Hay-thian berbitiara dgn menunjuk Danu Cu-mu: "Dia
ini adalah raja negeri Masar yang sekarang. Raja yang dahulu
bernama Kayun, asalnya adalah seorang panglima
kepercayaan ayahnya yang kemudian telah merebut takhta
junjungannya sendiri Orang yang menyuruh membunuh Yap
Kun-san, biangkeladi yang memerintahkan Bok Kiu-nio agar
merampas barang kawalan Tin-wan-piaukiok, semuanya itu
adalah perbuatan Kayun yang jahat itu. Semula Yap Tiongsiau
tidak tahu asal-usulnya sendiri sehingga kena ditipu dan
diperalat oleh Kayun. Tapi sebenarnya bukanlah ke
salahannya, dia melainkan dibodohi orang saja."
Keterangan Kang Hay-thian ini membuat semua orang
sangat terheran-heran. Han Soan suami-isteri juga saling
pandang dengan tercengang, same sekali, mereka tidak
menyangka bahwa pembunuhan atas orang-orang Tin-wanpiaukiok
itu menyangkut politik pemerintahan Masar, malahan
Yap Tiong-siau yang tulen, yaitu Danu Cu-mu, adalah raja
negeri Masar. Begitulah dengan panjang lebar dan memakan waktu cukup
lama barulah Kang Hay-thian selesai menceritakan segala
seluk-beluk yang menyangkut permusuhan-permusuhan
diantara berbagal pihak.
Akhirnya Han Soan bertanya: "Tapi aku masih ada sesuatu
yang belum jelas. Jikalau Kayun waktu itu adalah raja, buat
apa dia hendak merampas barang kawalan kami yang
sebenarnya tidak banyak berguna baginya itu?"
"Hal ini harus aku yang memberi penjelasan," sela Yap
Tiong-siau. "Bukankah barang yang kalian kawal dahulu tu
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
adalah suatu partai besar bahan obat-obatan yang berharga
yang hendak kalian hantar ke Orsim, bukan?"
"Betul," dawab Han Soan. "Justeru sesudah kami memasuki
wilayah Orsim barulah terjadi pembegalan itu."
"Tatkala itu diwilayah Orsim sedang berjangkit penyakit
menular, penyakit wabah yang jahat. dan obat-obatan itu
sebenarnya akan digunakan untuk menolong penderitapenderita
wabah itu," tutur Yap Tiong-siau. "Tapi waktu itu
Kayun sedang merencanakan pencaplokan atas daerah Orsim,
sebab itulah ia tidak ingin partai obat-obatan itu sampai
ditempat tujuannya. Ketika itu aku diperintah kan bersama
Bok Kiu-nio pergi membegal barang kawalan kalian itu, semula
aku sendiripun tidak tahu bhw obat-obatan itu diperuntukan
menolong penderita wabah, kemudian barulah aku mendapat
keterangan itu setiba diwilayah Orsim. Karena itu aku tidak
ikut turun tangan dikala merampas barang kawalan kalian itu,
tapi akupun tidak merintangi, kejadian itu boleh dikata
merupakan suatu kesalahanku yang paling kusesalkan selama
hidup ini, sungguh mati-pun aku tidak cukup menebus dosa
itu." "Tentang kejadian selanjutnya belum kau ceritakan, barlah
aku mewakili kau menjelaskan kepada mereka," kata Danu Cumu.
"Karena rasa penyesalanmu, maka kemudian diam-diam
kau telah membocorkan rahasia tentang perampasan obatobatan
itu kepada raja Orsim sehingga ketika barang
rampasan .tu hendak diangkut ke-negeri Masar, ditengah jalan
telah kena dicegat dan dirampas kembali oleh pasukan Orsim."
Tiong-siau menjadi, heran, tanyanya: "Urusan ini aku tidak
pernah ceritakan kepadamu, darimana kau mengetahui?"
"Waktu aku naik takhta, raja Orsim telah mengutus orang
untuk menyampaikan selamat padaku, dan utusan itu bukan
lain adalah komendan yang memimpin pasukan dan telah
merampas kembali obat-obatan itu. Dia telah salah sangka aku
sebagai dirimu, maka berulang-ulang telah menghaturkan
terima kasih atas bantuan yang diberikan dahulu itu," tutur
Cu-mu. "Ya" meski begitu, toh waktu itu juga agak terlambat
sehingga entah berapa banyak rakyat jelata di Orsim yang tak
berdosa itu telah menjadi korban penyakit wabah," kata Yap
Tiong-siau dengan menyesal. "Dan akhimya Kayun juga telah
mencaplok sebagian dari wilayah kekuasaan Orsim."
"Wilayah yang tidak sah itu sekarang sudah kukembalikan
kepada mereka," kata Cu-mu.
Dengan gegetun kemudian Tiong-siau berkata pula: "Ya,
sesudah kejadian itu, maka akupun semakin kenal betapa
kejamnya Kayun. Namun saat itu aku masih terlalu kemaruk
kedudukan dan gila pangkat, pula menganggap dia adalah
ayah angkatku yang berbudi luhur, maka aku masih berasa
berat untuk meng-khisnati dia. Kini kalau d"pikir, sungguh aku
telah berbuat kesalahan yang maha besar."
"Semua kejadian itu sudah lampau, meski keinsyafanmu
datangnya agak terlambat sedikit, tapi akhimya Kayun juga
telah kau bunuh send:ri," ujar Cu-mu. "Dan kalau dibicarakan
bo-leh dikata kau sudah menebus dosamu dengan jasajasamu
itu dan boleh tidak malu lagi kepada dirimu sendiri."
Mendengar cerita yang panjang-lebar dan berliku-liku itu,
Han Soan suami-isteri menjadi kesima.
Peristiwa-Peristiwa yang aneh dan ber-be!it-it itu tentu akan
susah dipercaya orang terutama Han-toanio dan lain, apabila
tidak Kang Hay-thian memberi kesaksian sendiri.
Kini sesudah duduknya perkara sudah menjadi jelas,
seketika Han Soan menjadi lesu malah, ia coba membisiki
sang isteri: "Teman tua, sekali ini kita menjadi salah mencari
sasarannya. Sebab setelah mengikuti uraian mereka tadi,
terang bocah she Yap ini buktilah biangkeladinya, malahan
musuh besar dari Tin-wan-piaukiok kita justeru adalah dia
yang membunuh-nya "
"Habis, bagaimana menurut pendapatmu?" sahut Hantoanio.
Apa mau dikata lagi?" ujar Han Soan. "Sudah tentu
permusuhan ktta dengan sobat she Yap ini sekaligus kita
hapus sampai disini. Dia telah membunuhkan musuh besar
kita, biar-pun kita sudah terjunggkal ditangannya juga cukup
berharga" "Baiklah, sesudah kita membinasakan bangsat wanita she
Bok itu selanjutnya kita akan tutup pintu dan hidup menyepi
dirumah sendiri dan takkan berkecimpung didunia Kangouw
lagi" kata Han-toanio.
Dan selagi ia hendak mendekati Bok Kiu-nio untuk membinasakanrya,
mendadak terdengar suara jeritan ngeri satu kali,
tahu-tahu Bok Kiu-nio sudah mati menggeletak. Kiranya lebih
dulu Bok Kiu-nio telah memutuskan urat-urat nadi sendiri dan
membunuh diri. Meiihat itu, dengan menghela napns segera Han Soan.
hendak mengajak sang isteri untuk pergi.
Tapi cepat Danu Tiu mu telah berseru padanya: "Nanti dulu,
Han-loenghiong!
"Ada apa7" tanya Ca-mu.
"Han-loenghiong, orang mati takbisa hidup kembali, tentang
36 jiwa orang Piaukiok kalian itu terang susah diganti," ujar
Cu-mu "Tapi tentang nasib perusahaan Piaukiok kalian yang
menjadi bangkrut itu, sehingga Han-loenghiong berdua ikutikut
terlantar, sungguh kami merasa tidak enak sekali, untuk
mana kami ingin mengunjukkan sedikit rasa simpati kami.
Disini telah kusediakan tanda terima (wesel cek) dua juta tahil
perak yang dikeluarkan Pak-khia-gin-ceng (bank), satu juta
tahi! diantaranya adalah sebagai ganti kerugian atas
perusahaan kalian dan satu juta tahil! lagi harap Hanlocianpwe
suka rnembagi-bagikan kepada keluarga ke-36
orang yang telah meninggal itu sebagai jaminan hidup
mereka." Han Soan menjadi ragu-ragu, dan selagi ia hendak
menolak, tiba-tiba Coan Co-tek telah membuka suara: "Unyuk
ini memang pan-tas diterima Sebab kerugian-kerugian yang
diderita perusahaanmu me-mang sudah sehamsnya diganti
oleh yang bersangkutan. Barang-mu itu telah dirampas oleh
raja Masar dahulu, sekarang daku raja Masar yang baru ia
mengganti kerugianmu, hal ini memang tepat dan pantas.
Sungguh pengemis tua ini justeru mengharap agar kau dapat
membangun kembali Tin-wan-piaukiok yang ber-sejarah itu."
Karena bujukan itu, terpaksa Han Soan menerima juga
maksud baik Danu Cu-mu itu.
Kemudian dengan berincang-incut Han-toanio lantas
mendekati Yap Tiong-siau. Katanya kepada pemuda itu:
"Tentang utang nyawa orang-orang Tin-wan-piaukiok dulu itu
sudah bukan urusanmu lagi, tapi kedua kakiku yang cacat ini
adalah perbuatanmu, dendam ini mana boleh kuhapus begini
saja!" Semua orang terperanjat dan kuatir nyonya tua itu akan
membikin urusan sudah baik itu menjadi mentah kembali,
cepat In Ciau. Hoa Thian-hong dan lain-lain bermaksud
melerainya, tapi mendadak "cuh", Han-toanio telah meludahi
sekali dimuka Yap Tiong-siau, habis itu barulah ia berjalan
pergi bersama sang suami.
Dengan tegak dan diam saja Yap Tiong-siau menerima
hinaan itu, sama sekali ia tidak berkelit atau melawan dan
membiarkan air ludah itu kering sendiri. Selang sebentar
barulah ia bicara: "Kalau mengingat segala perbuatanku yang
dahulu, biar-pun sudah diludahi sekali olehnya, hukuman ini
boleh dikata masih terlalu ringan. Nah, In-cengcu, sekarang
menjadi giliran untuk bicara."
Melihat Tiong-siau sudah benar-benar mau insaf dan telah
kembali kejalan yang benar, sudah tentu In Ciau tidak tega
mem-balas dendam lagi, segera ia berkata: "Harini puteriku
telah selamatkan berkat bantuan saudaramu, maka tentang
utangmu yang telah melukai putera-puteriku dahulu itu
kuanggap sudah dibayar kembali oleh saudaramu sendiri dan
akupun tidak ing"n membikin perhitungan lagi dengan kau".
Karena keputusan In Ciau yang bijaksana itu, semua piyak
menjadi senang. Segera Yap Tiong-sau minta maaf kepada In
Khing dan In Bik, sebaliknya kedua saudara In itu juga
meng-ucapkan terima kasih kepada Danu Cu-mu.
Suatu pertempuran yang akan minta banyak korban telah
dapat dicegah sehingga sausaca berubah gembira ria, lalu
Auyang Pek-ho berbicara selaku tuan, rumah: "Syukurlah
segala percekcokan kita kini sudah diselesaikan dengan damai,
para hadirin datang dari jauh, maka sudilah kiranya tinggal
sementara disini agar Siaute dapat sekadar memenuhi
kewajiban sebagai tuan rumah!"
"Aku masih ada urusan penting dan segera harus pulang,"
kata Cu-mu. "Kenapa mati buru-buru?" ujar Auyang-jinio. "Toh sekarang
kita sudah mengikat pamili, rasanya kalian, tentu tidak
dendam lagi kepada kejadian-kejadian yang telah lampau."
"Katanya kau tidak mau mengakui anak menantumu?" goda
Coan Co-tek dengan tertawa.
"Segala urusan sekarang sudah beres, kenapa aku mesti
tidak mengakui?" sahut Auyang-jinio dengan tertawa riang.
Lalu ia berpaling kepada Yap Tiong-siau dan bertanya: "Dan
dimanakah Wan-ji".
"Wan-moay telah berangkat kenegeri Masar," sahut Tiongsaiu.
Auyang-jinio tercengang, tapi segera iapun sadar adanya,
ka-tanya: "O, tentu kau yang suruh dia berangkat dulu,
bukan" Mak-sudmu ialah ingin dia terhindar dari kemungkinan
akan terembet didalam urusan percekcokan tadi, bukan?"
Tiong-siau tersenyum getir, sahutnya: "Aku memang sudah
men-duga akan kejadian harini, aku tidak ingin dia tersangkut
dida-lam urusan lain. maka telah pakai sesuatu alasan untuk
membujuk dia pulang dulu ke Masar agar di sana saudaraku
bisa me-rawat penghidupan selanjutnya. Maka dia sebenarnya
tidak tahu akan adanya kejadian disini ini."
Kiranya Yap Tiong-siau sudah bertekad akan korbankan
nyawa sendiri untuk menebus dosanya dahulu, ia tidak ingin
sang isteri ikut berduka, maka dalam hal ini sama sekali
adalah diluar tahunya Auyang Wan. Dan sesudah sang isteri
berangkat ke Masar lalu ia menyembunyikan diri disekitar
kediaman mertua, dan sesudah para kesatria sudah datang
dan kedua pihak sudah mulai bergebrak, barulah ia tambil
kemuka. Adapun kesudahannya juga sama sekali diluar dugaannya,
semua urusan telah dapat diselesaikan dengan baik, segala
kesukaran berubah menjadi selamat, selain dia diludahi sekali
oleh Han-toanio, lebih dari itu boleh dikata tidak ada.
"Begitulah Auyang-jinio tampak terharu, katanya: "Hiansay
(menantu yang baik), maksud baikmu harus d puji. Sekarang
bolehlah kau suruh Wan-ji pulang kemari saja."
"Koko," segera Cu-mu berkata kepada Tiong-siau,
"sekarang juga aku akan pulang kenegeri, kedatanganku
kesini memangnya juga hendak mencari kau, sedangkan
sekarang Soso (kakak ipar) .sudah pulang kesan lebih diTiu,
maka sudah seharusnya kaupun ikut aku pulang".
"Tidak, aku sudah terang takkan pulang kesana," sahut
Tiong-.suau. "Hiante, sungguh aku tidak menduga kau akan
datang men cari aku, baiknya sekarang kau sudah akan
pulang, maka hendak .lah kau membawakan kabar sekal an
kepada Enso-mu, katakan keadaan disini baik-baik saja dan
boleh suruh dia pulang kesini pula. Aku akan menunggu dia
disini". "Ya, lebih baik begini saja," kata Auyang-jinio menyetujui
pikiran sang menantu.
Tapi Cu-mu lantas berkata pula: "Koko, ada" sedikit urusan
yang hendak kurundingkan dengan kau. Marilah kita pinjam
rua-ngan tuan rumah sebentar untuk bicara
Auyang-jinio tidak tahu ada urusan rahasia apa yang
hendak dirundingkan mereka, maka ia agak kurang senang,
tapi toh tidak dapat menolak, terpaksa "ia berkata dengan
tertawa: "Baiklah, jika kalian bersaudara ingin bycarakan
urusan pribadi, silakan masuk kedalam saja."
"Kaupun ikut kemari, Kang-suheng." segera Cu-mu
memanggil Hay-thian pula.
Dan sesudah mereka masuk kedalam kamar, segera. Cu-mu
menutup pintu rapat-rapat.
Keruan Tiong-siau terheran-heran, katanya: "Hiante,
sebenarnya ada urusan apakah sehingga tidak boleh didengar
oleh orang luar?"
"Tiada lain, tetap permintaanku yang sama, ialah supaya
Koko suka pulang bersama aku!" sahut Cu-mu.
Tiong-siau tersenyum pedih, katanya: "Hiante, masakan kau
ma-sih belum paham perasaanku" Aku pernah mengaku
musuh se-bagai ayah, untuk ini kalian sudi memaafkan aku,
tapi aku tidak dapat memaafkan diriku sendiri. Aku tiada muka
buat bertemu pula dengan bangsa kita, maka aku sudah
bertekad takkan meng-injak kedalam negeri sendiri lagi.
Tentang Enso-mu harap kau kirim dia kembali kesini dan buat
apa mesti memaksa aku untuk pulang kesana lagi?"
"Soalnya bukan cuma urusan pulangnya Koko untuk
memapak Enso saja," sahut Cu-mu dengan sungguh-sungguh.
"Tapi yang lebih penting, Koko, ingin kutanya padamu, jika
kau betul-betul merasa berdosa kepada rakyat kita, andaikan
sekarang negeri kita teran-cain bahaya dan rakyat kita akan
tertimpa bencana. apakah kau juga takkan sudi pulang lagi
kesana dan rela berpeluk ta-ngan takkan peduli?"
Tiong-siau tampak terkejut, katanya cepat: "Hiante. negeri
kita sedang menghadapi bahaya apakah" Jikalau benar-benar
ada kesukaran sebagaimana kau katakan itu, sudah tentu aku
tidak dapat tinggal diam."
"Bagus, aku justeru inginkan penyataanmu ini," seru Cumu.
Lalu iapun menceritakan tentang kemungkinaa akan
berselisih dengan negeri Kunbran itu. Ketika ia menceriterakan
tentang di pergokinya duta negeri Kunbran bersama puteranya
Kayun didalam gudang pusaka kerajaan dan akhirnya duta
Kunbran itu tewas diujung pedangnya, hal ini kontan membuat
Tiong-siau dan Hay-thian juga terkejut dan heran pula.
"Jika demikian, benar-benar kita akan menghadapi bahaya
permu-suhan dan pertempuran dengan negeri Kunbran,"
demikian Tiong siau berkata.
"Ya, makanya aku harus berusaha sedapat mungkin untuk
meng-hapuskan kemungkinan peperangan ini," ujar Cu-mu.
"Tentang ini Lian-moay juga sependapat dengan aku dan
sekarag dia sudah berangkat ke Kunbran dalam
penyamarannya sebagai pengiring duta yang kukirim kesana."
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lalu iapun menceritakan rencana yang telah disepakati oleh
mereka bersaudara itu.
Hay-thian terkejut mendengar penuturan Cu-mu itu,
katanya kemudian: "Meski Lian-moay diam-diam dilindung:
oleh gurunya, tapi apabila memang benar-benar pihak
Kunbran ada rencana jahat juga kepada negerimu, maka
kepergiannya kesana tentu juga sa-ngat berbahaya."
"Ya, sebab itulah makanya aku mencari dan minta Toako
suka pulang," sahut Cu-mu. "Malahan sediak keberangkatan
mereka itu sehingga sekarang belum ada. kabar beritanya
yang dikirim kembali. Kalau ditilik dari kejadian-kejadian
didalam istanaku, dimana pernah digerayang. orang, maka
dapat diduga dipihak mereka tentu juga banyak orang pandai .
Karena merasa kuatlr, ada maksudku untuk pergi sendiri ke
Kunbran, susahnya urusan pemerintahan tiada orang yang
dapat mewakili aku. Dari itu, Toako, terpaksa aku harus
mencari kau agar suka pulang kesana, selain kau, kepada
siapa harus kupercayakan" Kedatanganku ini telah membawa
juga beberapa ekor kuda pilihan, apabila besok pagi-pagi kita
lantas berangkat, kukira dalam waktu tiga-empat hari kita
Eudah bisa sampai dirumah."
Tiong-siau mem"kir sejenak, akhirnya berkata: "Hiante, jika
memang sudah terjadi hal-hal diluar dugaan itu. maka sudah
se-pantasnya aku pulang kenegeri leluhur. Tapi akupun ingin
mohon sesuatu soal padamu."
"Kenapa Toako mesti pakai kata-kata "mohon" segala"
Silakan bi-cara saja," sahut Cu-mu.
"Tidak urusan ini sangat penting, sebab kalau kau tidak
mau meluluskan, maka aku lebih suka dicaci-maki oleh bangsa
sendiri daripada aku pulang kesana," ujar Tiong-siau dengan
sungguh-sungguh.
"Urusan apakah sehingga Toako bicara sedemikian
prihatin?" piikirnya Cu-mu. Tapi segera iapun menjawab:
"Baiklah, aku akan memenuhi keinginanmu, silakan bicara."
"Aku minta hendaklah kau maklum bahwa sudah pasti aku
takmau menjadi laja", kata Tiong-siau. "Sebab itulah, dikala
kau untuk sementara menanggalkan negeri kita, maka aku
hanya menggantikan kau sebagai "mangkubumi" saja untuk
memimpin pemerintahan darurat."
Sebenarnya memang ada maksudnya Danu Cu-mu untuk
me-nyerahkan takhtanya kepada sang Taoko, tapi demi
mendengar ucapan Tiong-siau yang sungguh-sungguh itu,
mau-tidak-mau ia harus mengurungkan niatnya itu serta
menerima baik usulnya Tiong-siau.
Kemudian Kang Hay-thian ikut bicara juga: "Jika kalian ada
urusan, sudah tentu akupun tidak dapat tinggal diam. Aku
akan menunda keberangkatanku pulang keselatan dan akan
me-ngiringi kau kenegeri Kunbran."
Maksud Danu Cu-mu mengajak berunding dengan Kang
Hay-thian memangnya juga dengan menaruh harapan agar
sang Su-heng itu suka pembantunya, kini Kang Hay-thian
telah menyala-kan sendiri kesediaannya itu, tentu saja Cu-mu
sangat girang, segera katanya: "Jikalau Suheng sudi
membantu, sudah tentu ka-mi akan sangat berterima kasih."
Sesudah mengambil keputusan tetap, lalu mereka bertiga
keluar kembali. Dalam pada itu Auyang Pek-ho sudah
menyiapkan per-jamuan bagi mereka.
Para kesatria yang menghadiri pertemuan ini berjumlah
beberapa ratus orang, meski sebagian sudah mohon diri lebih
dulu, tapi sisanya juga masih cukup banyak sehingga
diperlukan ber-puluh meja perjamuan baru dapat melayani
tamu yang banyak itu. Dan sudah tentu diantara Auyang Pekho
dan orang-orang yang dianggapnya terdekat berkumpul d
meja-meja yang sama serta diadakan diruangan dalam.
Disuatu meja utama terdapat Kang Lam dan Hay-thian,
Tiong-siau dan Cu-mu, In Ciau bersama putera-puterinya serta
Hoa Thian-hong dan Coan Co-tek dan dilayani oleh Auyang
Tiong-ho suami-isteri. Auyang Pek-ho kemudian keluar untuk
melayani tetamu yang lain.
Hay-thian berduduk d"sebelah ayah angkatnya, yaitu Hoa
Thian-hong. Berulang-ulang Thian-hong telah tanya Hay-thian
pula tentang In-pik secara teliti, yaitu mengenai kepergian
gadis itu dengan menumpang burung elangnya itu. Tapi Haythian
telah menjawabnya secara samar-samar dan tidak jelas.
Karena tidak memperoleh keterangan yang memuaskan,
diam-diam Thian-hong juga sangat kesal, katanya: "Pik-ji
benar-benar seperti anak kecil saja. Biarpun buru-buru hendak
pulang menjenguk aku, seharusnya dia mesti, permisi kepada
kalian. Padahal sebelumnya aku kira dia akan pulang kemari
bersama kau. Dan sekarang kalian sudah berada disini,
sebaliknya dia menunggang elang dan entah perginya, janganjangan
terjadi apa-apa atas dirinya?"
Kang Hay-thian juga merasa masgul terhadap persoalan itu.
Kedatangannya kesini memangnya cuma sepintas lalu saja,
mak-sudnya sebenarnya hendak ke Cui-in-ceng untuk mencari
Hoa In-pik, siapa tahu gadis itu belum kelihatan dan entah
terjadi apa-apa atas dirinya. Sedangkan Kok Tiong-lian
diketahui pula sedang memasuki negeri musuh dan setiap saat
bukan mustahil akan mengalami bencana. Sungguh persoalanpersoalan
ini sangat merisaukan hati Kang Hay-thian.
Sebab itulah biarpun orang lain bicara dan bersendau gurau
dengan gembira, adalah dia yang menjublek saja dengan
muram durja. Meski para tamu masing-masing mempunyai pikiran-pikiran
tersendiri yang mengesalkan hati, tapi tuan rumahnya justeru
sedang gembira ria oleh karena permusuhan yang selama ini
berlarut-larut itu telah dapat diselesaikan secara damai,
berulang-ulang Auyang Tiong-ho suami-isteri mengajak
mengeringkan isi cawan mereka sehingga suasana yang
mengesalkan itu banyak berkurang.
Diam-Diam Kang Hay-thian sedang memikir: "Pik-moay tak
dike-tahui kemana perginya, untuk mencarinya susah, biarpun
kelabakan setengah mati juga percuma. Yang terang sekarang
Lian-moav teiah masuk kesarang musuh, terpaksa aku harus
menolongnya da-hulu. Yap-toako sendiri harini telah terhindar
dari kesukaran dan untuk selanjutnya akan menjadi manusia
baru, untuk ini aku harus ikut bergirang baginya."
Setelah tenangkan diri dan membuang pikiran-pikiran yang
merisau-kan itu. lalu Hay-thian lantas ikut makan-minum
dengan riang gembira.
Ketika perjamuan itu sudah mendekati selesai, tiba-tiba ada
orang datang melapor: "Lapor In-ceng-cu, dari kediamanmu
ada orang datang kemari, katanya ada urusan penting yang
hendak disam-paikan kepada tuan."
In Ciau menjadi heran, sahutnya: "Baiklah, biar Long-ji
keluar dulu melihat siapa yang datang itu, jika memang betul
orang sendiri dan ada urusan penting, boleh bawa masuk
kesini." Segera Ibun Long keluar. Tidak lama kemudian ia telah
masuk kembali dengan membawa seorang budak tua. Kiranya
memang betul adalah budaknya In Ciau yang bernama In An,
seorang bu-dak yang setia sejak kecil, ilmu silatnya juga tidak
lemah, orang nya sangat cekatan. Budak itu tampak sangat
tergopoh-gopoh dan agak letih karena menempuh perjalanan
jauh. Melihat In An, mau-tak-mau In Ciau terkejut, segara ia
ta-nya: "Ada terjadi urusan apa dirumah" Kenapa kau mesti
buru-buru menyusul kesini?"
Lebih dulu In An memberi hormat, lalu menjawab: "Hoaloya-
cu ternyata juga berada disini, hal ini membuat hamba
menjadi lebih lega. Soalnya bukan perkampungan kita terjadi
apa-apa, tapi adalah urusannya Hoa-loyacu."
Thian-hong terkejut, cepat ia tanya: "Urusanku, katamu"
Apa-kah ada orang mencari aku ketempatmu sana karena
tidak tahu bahwa lukaku sudah sembuh dan sudah berangkat
pergi?" "Terkaan Hoa-loyacu memang tepat, cuma yang mencari
tuan itu bukan orang, tapi adalah?"?""
"Apa" Bukan orang" Habis apa?" tanya Thian-hong dengan
ti-dak sabar. "Adalah elang raksasa piaraan tuan," sahut In An.
Thian-hong tambah kaget, tanyanya pula: "Hanya elangku
itu saja yang datang kesana?"
"Ya, tanpa penunggangnya," sahut In An.
"Dimana elang itu sekarang" Apa kau membawanya
kemari?" tanya Thian-hong pula. Ia pikir binatang piaraannya
itu sangat cerdik dan tangkas, sekalipun In An tidak berani
menunggangnya kemari, paling tidak tentu membawanya
serta, sebab itulah ia menanya.
Tapi In An telah menjawab: "Elang sakti itu terluka agak
parah, sekarang sedang dirawat dirumah sana, sedangkan,
ham-ba sebelumnya juga tidak tahu Ho-loyacu berada disini,
ma-kanya tidak membawanya kemari."
Thian-hong bertambah kaget mendengar keterangan itu,
cepat ia tanya lebih jelas: "Elang itu terluka apa?"
"Kedua belah sayap binatang itu semuanya tertancap
sebatang panah kecil, sekarang panah sudah dicabut dan kami
sudah merabubuhkan obat luka padanya. Rasanya dalam
waktu singkat luka-nya akan sembuh kembali, harap Loyacu
jangan kuatir," demi-kian tutur In An.
Orang lain mungkin tidak terlalu pusing tentang elang
terluka segala, tapi Kang Hay-thian cukup kenal betapa
lihaynya elang sakti itu, keruan iapun terkejut. Pikirnya: "Elang
raksasa itu mampu menangkap binatang-binatang buas
sebangsa harimau dan singa serta sanggup membesetnya,
bahkan Kim-mo-soan juga bukan tandingannya, apalagi elang
itu selamanya terbang diatas udara yang tinggi, tapi toh ada
orang yang mampu melukainya dengan panah, maka dapat
diduga kepandaan orang itu tentu sangat lihay. Lalu siapakah
gerangan penyerang itu" Elang itu terluka, lantas bagai-mana
pula dengan adik Pik?"
Sudah tentu Hoa Thian-hong juga lantas teringat kepada
ke-selamatan puterinya itu, maka dengan suara agak kuatir ia
menanya pula: "Selain dilukai oleh kedua batang panah itu,
apakah diatas badan elang itu tidak terdapat apa-apa lagi"
Adakah membawa se-bangsa surat dan lain-lain?"
"Surat sih tidak ada, tapi ada sesuatu barang lagi," tutur In
An. "Barang apa, lekas berikan kepadaku," seru Thian-hong
cepat. Segera In An mengeluarkan sebuah bungkusan kecil. ia
mem-buka bungkusan kain itu, didalamnya terisi sepotong
robekan kain dan diatasnya terdapat sebatang jarum yang
menyemat setangkai bunga yang sudah layu dan kering.
"Robekan kain ini tadinya terikat diatas kaki elang itu," tutur
In An lebih jauh. "Tapi hamba tidak berani sembarangan
mengo yaknya, maka hanya kubungkus lagi dengan kain ini."
Thian-hong menerima robekan kain itu, ia coba
memeriksanya dengan teliti, kemudian ia mencabut jarum itu
dan berkata: "Jarum ini adalah Bwe-hoa-ciam yang biasa
dipakai oleh Pik-ji."
Melihat diatas potongan kain itu ada beberapa tetes bekas
darah, hati Kang Hay-thian ikut berkuatir, pikirnya: "Tentu ini
adalah tanda berita yang hendak disampaikan oleh adik Pik
kepada ayahnya. Beberapa tetes bekas darah ini entah darah
jari adik Pik yang digunakan untuk menulis atau bukan" Tapi
mengapa tiada terdapat sesuatu tulisannya" Apakah karena
tidak keburu lagi dan bekas darah ini, bukan darah jari adik Pik
sendiri, tapi adalah darahnya karena dilukai musuh?"
Disebelah sana Hoa Thian-hong juga telah mengamat-amati
bunga yang sudah kering itu, tiba-tiba ia berseru sekali, air
mukanya tampak sangat heran.
Waktu semua orang memperhatikan bunga itu, kiranya
warna kelopak bunga itu terbagi didalam tiga warna. Bentuk
bunga itu seperti mawar, tapi jauh lebih besar daripada bunga
mawar biasa. Meski sudah layu, tapi ketiga warna itu masih
sangat jelas, kelopak bunga sebelah luar berwarna putih
bersih, kelopak tengah bersemu kuning muda dan kelopak
bagian dalam bersemu merah dadu laksana pipi anak dara
yang kemerah-merahan. Kalau bu-nga ini belum layu tentu
sangat indah adanya.
Bunga yang aneh itu ternyata tidak dikenal dan tiada orang
per-nah melihatnya, tapi toh juga tiada seorangpun yang
tertar"k, se-mua orang hanya merasa heran sebab apa
puterinya Hoa Thian-hong mengirimkan setangkai bunga yang
sudah layu itu kepada ayahnya tanpa sesuatu keterangan lain,
lalu apakah maksudnya"
Untuk sekian lamanya Hoa Thian-hong memeriksa bunga
yang aneh itu, tiba-tiba katanya: "Ya, pahamlah aku!"
"Bagaimana?" cepat In Ciau dan Hay-thian bertanya.
"Bunga tri-warna yang aneh ini hanya terdapat dipuncak
Ling-ciu-hong diatas gunung Altai," demikian Thian-hong
bercerita. "Bunga in mempunyai suatu nama yang indah, yaitu
disebut "Swat-li-hong-ceng (sicantik didalam salju), bunga ini
mempunyai kasiat awet muda, siapa yang banyak makan
bunga ini akan selalu kelihatan muda dan panjang umur.
Kiranya sebagai seorang tabib sakti meski Hoa Thian-hong
be-lum pernah menjalajahi pegunungan Altai dan melihat
bunga aneh itu, tapi dia mempunyai sejilid kitab pusaka
tentang bahan obat-obatan dan didalam kitab itu terdapat
gambar bunga aneh ini serta terdapat catatan-catatan tentang
kasiatnya bunga, dari itu Hoa Thian-hong dapat
menguraikannya dengan jelas.
Menyusul Thian-hong lantas menyambung pula ceritanya:
"Pik-ji sudah mulai belajar ilmu pertabiban, aku telah
mengajarkan dia cara mengenali bahan obat-obaten pula,
rupanya dia sangat me-naruh minat kepada bunga "Swat-lihong-
ceng" ini. maka dia per-nah menyatakan ingin mendaki
keatas Leng-ciu-hong itu untuk memetik beberapa tangkai
bunga mujijat ini dan akan dibawa-nya pulang untuk dibuat
bibit didalam kebun tanamanku. Tapi aku telah mengatakan
padanya bahwa bunga aneh ini hanya mempunyai kasiat
membikin awet muda, tapi dalam pertabiban, kurang nilai-nya,
sebab itulah tiada gunanya menghadapi bahaya men-daki
puncak gunung yang tinggi itu untuk memetik bunga yang
tidak besar manfaatnya ini. Namun demikian, sekali ini mungkin
juga bukan maksud tujuannya hendak mencari bunga aneh
ini, sebabnya dia menyuruh elang sakti mengirim bunga ini
kepa-daku, boleh jadi Pik-ji ingin memberitahukan padaku
bahwa bahaya yang sedang mengancamnya itu berada
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dipuncak Leng-ciu-hong itu. Kukira sesudah elang sakti terluka
dan secara kebe-tulan binatang itu telah menghinggap
dipuncak Leng-ciu-hong dan disekitar puncak situ terdapat
tumbuh-tumbuhan bunga aneh ini, sedang-kan musuh sudah
mengejarnya kesitu juga, Pik-ji tidak keburu menulis surat,
maka hanya digunakan cara tergesa-gesa ini untuk
menyampaikan berita padaku. Tapi pegunungan Altai itu
terlalu luas dan beribu-ribu li panjangnya, aku hanya
mengetahui diatas pegunungan Altai itu terdapat sebuah
puncak yang bernama Leng-ciu-hong, tapi dimana letaknya
aku sendiri tidak tahu. Jadi kalau hendak mencarinya sudah
terang tidaklah mudah."
"Aku tahu dimana letak puncak Leng-ciu-hong itu," tiba-tiba
Da-nu Cu-mu menanggapi. "Negeri Masar kami terletak
diselatan pegunungan Altai. diutara pegunungan itu adalah
negeri Kunbran, dan puncak Leng-ciu-hong, justeru terletak
ditengah-tengah perbatasan antara kedua negeri kami itu."
"Wah, jika begitu, kebetulan kita bisa bersama-sama
sekaligus pergi kenegeri Kunbran itu," kata Hay-thian.
Karena belum mengetahui halnya Kok Tiong-lian, maka
Kang Lam menjadi heran oleh ucapan puteranya itu, segera ia
berkata: "Adik angkatmu itu sedang menghadapi kesulitan,
sekarang juga kau harus ikut pergi bersama ayah angkatmu
untuk mencarinya."
Hay-thian tidak menjawab, tapi didalam hati ia sangat sedih
dan serba salah pula. Pikirnya diam-diam: "Tempo hari kalau
adik Pik tidak marah padaku, tentu dia takkan mendadak
berangkat. Dan bila dia berangkat bersama kami, tentu takkan
terjadi hal-hal yang diluar dugaan seperti ini. Ai, semuanya ini
adalah salahku, akulah yang telah membikin susah dia."
Lalu terpikir pula olennya: "Sekarang Lian-moay juga
berada di Kunbran, kepergianku ini semoga dapat
menyelamatkan mereka berdua. Tapi urusanku dengan adik
Lian itu tentunya tak dapat mendustai Gihu (ayah angkat) pula
dan terpaksa harus kuterang-kan dengan sejujurnya. Ai, bila
beliau tahu, entah betapa dia akan berduka" Ai. apa boleh
buat, semuanya terserahlah kepada keadaan selanjutnya."
Besok paginya, semua orang lantas berpisah dan berangkat
sendiri-sendiri. Yap Tiong-siau tidak berani membocorkan
rahasianya, ma-ka ia hanya menyatakan hendak pulang
kenegerinya untuk memapak sang isteri. Sudah tentu Auyang
Pek-ho dan lain-lain menyata-kan persetujuannya dengan
gembira. Hay-thian juga mohon diri kepada sang ayah. Sudah tentu
Kang Lam juga merasa berat mesti berpisah pula dengan
putera nya yang sudah sekian lamanya meninggalkan rumah
itu. Ia telah tarik Hay-thian kesamping dan memberi pesan
padanya: "Hanya seorang suami dengan satu isteri dalam
kehidupan biasa yang bisa hidup aman tenteram dan bahagia
sampai hari tua. Kau me-nolong nona Hoa terhitung "Gi"
(budi), sedangkan kau terhadap nona Kok tergolong Ceng"
(cinta), untuk ini hendaklah kau jangan ragu-ragu dan main
plungkar-plungker."
Sudah tentu Kang Hay-thian merasa jengah, atas "ceramah"
sang ayah, dengan muka merah ia hanya mengiakan saja.
Lalu Kang Lam menambahkan lagi: "Selesai urusanmu,
hendak-lah kau lekas pulang kerumah. paling baik kalau dapat
pulang bersama nona Kok agar ibumu bisa ikut gembira."
Kembali Hay-thian mengiakan, tapi dalam hati sedang
berpi-kir: "Segala urusan yang belum terjadi siapa yang dapat
menduga nya" Pabila adik Pik masih selamat dan hidup
didunia ini. dan dia tidak dapat memaafkan atas keteranganku
nanti, padahal aku-lah yang mengakibatkan dia merana dan
mengalami kesukaran ini, masakah aku bisa merasa tenteram
dan tega menikah pula dengan orang lain" Ya, terpaksa aku
akan mencontoh Suhu hidup seorang diri dan terlunta-lunta
dikangouw."
Hubungan In Ciau dan Hoa- Thian-hong sementara itu
sudah bertambah akrab, ketika Thian-hong mohon diri kepada
In Ciau, sambi memegang tangan sobat tua itu In Ciau telah
berkata: "Hoa-toako, jiwa putera-puteriku adalah berkat
pertolonganmu sehingga dapat hidup sampai sekarang,
sekarang puterimu sendiri mengalami kesukaran, seharusnya
aku tidak dapat berpeluk tangan tinggal diam, tetapi?"?""
"Ya, aku tahu," demikian Thian-hong memutuskan
perkataan-nya, "berhubung kau harus mengundang pula
kawan-kawan yang sudi datang membantumu ini kembali
kekediamanmu sekadar untuk memenuhi kewajibanmu
sebagai tuan rumah, maka kaupun tidak perlu sungkansungkan
dan pikirkan diriku. Aku sendiri didampingi Hay-thian,
biarpun ketemu musuh betapapun lihaynya juga takkan takut,
dengan kekuatan kami berdua rasanya cukup menghadapi
bahaya apapun yang mungkin terjadi."
"Tidak, aku memang takkan ikut serta, tetapi Khing-jl
ber-dua biarlah ikut agar mereka digembleng dan tambah
pengala-man," kata In Ciau.
"Pegunungan Altai adalah daerah dataran tinggi yang terlalu
dingin, tidak perlu membikin kaum muda mereka ikut
menderita," ujar Thian-hong.
Tapi In Bik sudah lantas berkata: "Hubunganku dengan enci
Pik bagaikan saudara sekandung, meski kepandaianku rendah
se-hingga takkan banyak membantu Pepek nanti, tapi sudah
seharus-nya Hoa-pepek membiarkan aku memenuhi sedikit
kewajibanku kepada enci Pik."
"Ya, jiwa kami berdua adalah Hoa-lopek yang tolong, jika
kami tidak boleh ikut, bagaimana hati kami bisa tenteram?" In
Khing menambahkan.
"Nah, Hoa-toako, makanya boleh kau membawa serta
mereka agar bisa menggembleng mereka sekalian," ujar In
Ciau dengan tertawa.
Karena tidak dapat menolak lagi, terpaksa Thian-hong
melu-luskan. Segera rombongan mereka yang hendak menuju keutara itu
menunggang kuda-kuda yang dibawa datang Danu Cu-mu itu
terus dilarikan dengan cepat, maka tidak sampai tiga hari
mereka su-dah sampai diperbatasan negeri Masar.
Tiong-siau lantas men.nggalkan rombongan dan pulang
kekota raja, sebaliknya Cu-mu buru-buru ingin menyelamatkan
adiknya, yaitu Tiong-lian, maka ia tidak pulang dulu, tapi terus
menyisiri per-batasan itu dan menuju kelereng gunung Altai
yang terjal itu.
Jalanan pegunungan itu sangat curarn, beberapa bagian
hakikatnya susah ditempuh manusia. Maka Cu-mu telah
tinggalkan kuda mereka kepada pasukan penjaga perbatasan
dan menerus-kan perjalanan dengan berjalen kaki.
Sebagai sesama kaum muda, maka selama perjalanan
beberapa hari itu Danu Cu-mu sudah bersahabat rapat sekali
dengan In Khing dan In Bik. Lebih-Lebih In Bik, karena merasa
utang budi berhubung jiwanya telah diselamatkan Cu-mu,
maka terhadap pemuda itu In Bik merasa lebih akrab daripada
terhadap Kang Hay-tlvan.
Sekarang In Bik sudah tahu bahwa Danu Cu-mu dan Kok
Tiong-lian adalah kakak beradik, maka ia telah menceritakan
ke-jadian dahulu waktu Tiong-lian- dan gurunya pernah
tinggal di Cui-in-ceng.
Dalam keadaan demikian, Cu-mu merasa tidak perlu
menutupi segala persoalannya kepada kedua saudara In itu,
maka ceritanya: "Adikku itu justeru sekarang berada dinegeri
Kunbran dan ke-berangkatanku ini adalah untuk mencarinya.
Jikalau dia mengetahui kalianpun ikut serta datang, tentu
diapun akan sangat gi-rang.
Lalu iapun menceritakan kesukaran yang sedang dihadapi
negara mereka serta kepergian Kok Tiong-lian kenegeri
Kunbran dengan menyamar sebagai pengiring duta yang
dikirimnya itu.
Baru sekarang Hoa Thian-hong tahu bahwa perjalanan
Danu Cu-mu ini adalah lantaran urusan adik perempuannya itu
dan bukan untuk menunjukan dialan baginya melulu. Tapi
dalam kedudukannya sebagai seorang raja toh pemuda itu
mau jalan bersama serta memberi keterangan bilamana perlu,
betapapun Thian-hong merasa sangat berterima kasih juga.
Maka katanya: "Kiranya adikmu perempuan adalah murid Kokciangbun
dari Bin-san, dahulu waktu aku masih muda, pernah
juga aku menda-pat petunjuk-petunjuk dari Lu-lihiap, Lu Si-no,
itu ketua Bin-san-pay angkatan dulu. Pangcu dari Kay-pang
selatan, Ek Tiong-bo ju-ga sobat baikku, kalau dibicarakan
sesungguhnya kita bukan orang yang terlalu asing. Sekali ini
kita akan melintasi Leng-ciu-hong, apakah nanti anakku itu
akan diketemukan atau tidak, yang pasti aku tentu akan ikut
serta kalian pergi ke Kunbran sana."
Cu-mu tahu Hoa Thian-hong adalah seorang tabib sakti dijaman
sekarang, jika dia suka ikut dalam perjalanan mereka
ke Kunbran. bukan mustahil nanti akan banyak bantuannya
bagi me-reka. Maka dengan girang ia menjawab: "Jikalau Hoalocian-
pwe sudi ikut serta pergi ke Kunbran, sungguh kami
akan sambut dengan segala senang hati. Cuma saja Hoalotiianpwe
sendiri tentu akan menjadi repot."
"Ah, kenapa bilang demikian," sahut Thian-hong.
"Kesukaran yang dialami puteriku in juga banyak atas
petunrjuk baginda sehingga kami dapat mengenali jalannya,
kalau tidak, sesungguhnya aku sendir nun tidak tahu dimana
letak Leng-ciu-hong itu."
."Ai. kenapa Locianpwe menyebut dengan baginda apa
segala?" cepat Cu-mu merendah. "Sesama orang Bu-lim, kalau
diurut, guruku hanya seangkatan dengan Hoa-lotiianpwe,
maka untuk se-lanjutnya hendaklah Hoa-Iocianpwe jangan
sungkan-sungkan padaku."
Dasar jiwa Thian-hong memang suka blak-blakan, maka ia
tertawa, katanya: "Jikalau kau ingin anggap dirimu sebagai
orang Bu-lim, maka akupun takkan sungkan-sungkan lagi."
Lalu katanya pula: "Puteriku mengalami kesukaran diatas
Leng-ciu-hong, tapi saat itu belum tentu masih berada disana,
besar kemungkinan aku tak dapat menemuinya lagi. Sesudah
melintasi Leng-ciu-hong nanti, se-tiba dinegeri Kunbran tentu
aku masih akan menyelidiki keadaan-nya. Sebab itulah ikut
sertanya diriku ke Kunbran ini boleh dikata bukan tiada
gunanya." Teringat bahwa keselamatan puterinya belum lagi diketahui,
biarpun watak Thian-hong tidak gampang susah, mau-tidakmau
sekarang iapun agak muram.
Tiba-Tiba In Bik berkata dengan tertawa kepada kakaknya:
"Koko, bukankah kau sangat terkenang kepada Kok-lihiap"
Nah, sebentar lagi bila sudah melintasi puncak gunung itu
akan sampailah di Kunbran dan boleh jadi kalian akan segera
bisa bertemu."
Biasanya In Khing sangat pemalu, bila digoda oleh adknya
ten-tu dia akan merah jengah. Tapi sekarang ternyata tidak
demikian halnya, dengan sewajarnya saja a menjawab: "Ah,
ilmu silat kita terlalu rendah, mungkin takkan banyak memberi
bantuan. Se-tiba ditempat tujuan nanti, kukira kita harus
tergantung kepada usaha Kang-toako."
"Kang-suheng adalah orang sendiri, hal ini tentu tidak
menjadi soal," ujar Cu-mu dengan tertawa.
Sebagaimana diketahui In Khing pernah minta Kang Haythian
menyampaikan salamnya kepada Kok Tiong-lian dan
untuk ini Hay-thiar juga sudah ceritakan kepada In Khing.
Meski Hay-thian tidak terang-terangan menjelaskan tentang
hubungannya dengan Kok Tiong-lian, tapi diantara sikap dan
nada ucapannya betapapun rada-rada kikuk dan tidak wajar,
hal ini dengan sendirinya dapat diketahui oleh In Khing.
Sebagai seorang pemuda cerdik, dengan segera ia dapat
menduga tentu ada hubungan-hubungan istimewa diantara
Hay-thian dan Tiong-lian. apalagi sesudah dalam perjalanan
bersama, diam-diam ia telah mengamat-amati dan
mendengarkan pembicaraan antara Hay-thian dan Cu-mu,
maka sedikit banyak In Khing juga sudah dapat menerka
persoalan mereka.
Semula In Khing merasa pedih juga, tapi hubungannya
dengan Kang Hay-thian sekarang
Kisah Pendekar Bongkok 3 Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L Harpa Iblis Jari Sakti 34
ok mereka yang panjang dan pendek itu dengan sama kuatnya.
Sesudah beberapa puluh jurus, kedua pihak masih tetap
sama kuat dan susah menentukan unggul dan asor. Dipihak
Han Soan mestinya menang angin dalam hal menyerang, tapi
Han-toanio pincang sebelah kakinya sehingga gerak-geriknya
kurang lincah, ia harus mengandalkan bantuan tongkat, untuk
menye-rang menjadi kurang lepas, sebab itulah meski menang
serang-an, tapi susah memperoleh kemenangan.
Sebaliknya dipihak "Jing-hay Sam Be" itu, Be Liang, sikakak
tertua, ilmu silatnya paling tinggi, orangnya juga paling sabar
dan pandai berakal. Ketika melihat sesuatu kelemahan musuh,
mendadak ia bersuit sekali untuk memberi tanda kepada
saudara-saudaranya, serentak Be Cun dan Be Ya lantas
merangsang dari kedua sisi, sedang Be Liang sendiri terus
menerjang bagian te-ngah dan pedangnya lantas membacok.
Disamping itu Be Cun telah tangkis goloknya Han Soan dan Be
Ya tangkis goloknya Han-toanio.
Meski kalau satu-lawan-satu kedua saudara Be itu tentu
bukan tandingan Han Soan suami-isteri. tapi kalau untuk
menangkis satu kali saja tentu mereka masih jauh dari
sanggup. Dan Be Liang justeru inginkan kesempatan baik ini,
segera ia menerjang bagian tengah, dengan demikian paling
tidak ia akan dapat mengacaukan benteng pertahanan kedua
suami-isteri itu sehingga mereka terpaksa akan terpisah untuk
bertahan sendiri-sendiri.
Benar juga, dengan bacokan Be Liang Yang mengarah garis
tengah pertahanan Han Soan berdua itu, karena tidak sempat
menangkis, terpaksa Han Soan berdua harus melompat pergi
untuk menghindar.
Dengan cara punggung menghadap punggung itu,
sebenarnya Han-toannya mesti mengandalkan lindungan sang
suami agar dapat melancarkan serangan-serangannya. Tapi
kini sekali terpisah, seketika punggungnya menjadi tempat
kelemahannya, apalagi gerak-gerik-nya tidak leluasa sehingga
hal ini memberi kesempatan bagi musuh untuk menyerang.
Benar juga, dengan cepat luar biasa mendadak Be Liang
menggertak lagi sekali, serentak keliga saudara Be itu terus
menerjang semua kearah Han-toanio. Pedang Be Cun dan Bc
Ya menusuk kedua belah iga Han-toanio, sedang Be Liang
segera menusuk punggung nyonya tua itu.
Justeru pada detik menentukan itu, mendadak tongkat Hantoanio
memutar dan dilepaskan secepat kilat sehingga pedang
Be Cun dan Be Ya terbentur menceng. Tapi karena kehilangan
sandaran, nyonya tua itupun lantas jatuh tersungkur. Be Liang
sangat girang, kesempatan itu tak disia-siakan olehnya segera
tusukannya itu diteruskan kepunggung nyonya itu.
Diam-Diam para penonton berkuatir bagi jiwa Han-toanio
yang tampaknya segera akan melayang. Tak terduga dalam
sekejap itulah, tiba-tiba terdengar suara jeritan yang
mengerikan, tahu-tahu "Jing-hay Sim Be" telah roboh terkulai
semua ditanah dengan mandi darah.
Kiranya disaat melemparkan tongkatnya tadi, berbareng
Han-toanio hamburkan juga Am-gi (senjata gelap) andalannya
yang terkenal, yaitu "Tiat-wan-yang".
Sebenarnya Jing-hay Sam Be juga tahu kelihayan senjata
rahasia nyonya tua itu. Tapi mereka melihat nyonya itu
sebelah tangan memegang golok dan tangan lain memegang
tongkat, untuk menyerang dengan Am-gi terang tidak sempat,
pula mereka pun terlalu mengagulkan barisan pedang mereka
Yang Iihay, lebih-lebih disaat Han-toanio kelihatan sudah
roboh, dengan sendirinya me-reka tidak pikir panjang tentang
kemungkinan-kemungkinan lain.
Siapa tahu gerak tagan Han-toanio itu secepat kilat, ia
sengaja jatuhkan diri justeru hendak memancing musuh, ia
melempar tongkat, menghindar tusukan dan balas menyerang,
beberapa gerakan itu sekaligus telah dilakukannya dalam
waktu beberapa detik saja. Dan tahu-tahu tiga buah Tiat-wanyang
telah ditimpukan kearah musuh dari jurusan yang tidak
sama, setiap senjata rahasia itu tepat mengenai sasarannya
sehingga sebelah tulang dengkul ketiga saudara Be tu masingmasing
terpapas. Serangan kilat itu sedemikian cepatnya sehingga penonton
yang mengikuti pertempuran itupun belum sempat melihat
jelas, sungguh imu menyambit Am-gi yang luar bisa dan
gemparlah seketika suasana dikalangan penonton itu.
Kemudian Han-toanio merangkak bangun dengan pelahan.
ia kebas-kebas bajunya yang agak kotor itu, lalu menjemput
kembali tongkatnya dan berkata dengan dingin: "Hm. kalian
kira nenekmu ini pincang, lalu berani main gila" Sekarang aku
juga suruh kalian tahu rasa bagaimana kalau kaki pincang,
coba kalian masih berani menghina orang cacat tidak
dikemudian hari?"
Semula sebenarnya Han-toanio tiada maksud turun tangan
sekeji itu. Tapi demi nampak ketiga musuh itu tidak kenal
ampun padanya, bahkan anggap dia orang cacat dan
gampang diincar jiwanya. makanya ia menjadi gemas dan
mengeluarkan senjata rahasianya yang ampuh itu untuk
membalas kekejaman lawan-lawan itu sehingga tulang
dengkul ketiga saudara Be menjadi cacat untuk selamanya.
Melihat betapa lihaynya Am-gi milik Han-toanio itu, diamdiam
para kesatria yang hadir itu sama terkesiap dan memikir:
"Demikian lihaynya nyonya ini, tapi bersama suaminya toh
mereka masih dikalahkan Yap Tiong-siau, maka dapat
dibayangkan betapa lihay kepandaian orang she Yap itu. Tapi
mengapa dia tidak berani perlihatkan dirinya?"
Tengah para penonton saling mcmbicarakan keheranan
meraka itu, tiba-tiba terdengar seruan seorang: "Nanti dulu,
Han-cong-p.authau. tunggulah aku!" suara itu tidak terlalu
keras, tapi mendengung menggetarkan anak telinga setiap
orang. Han Soan terkejut, cepat ia berpaling, ia lihat pendatang itu
adalah seorang suku Hwe yang kepalanya memakai kain ubelubel
putih, tangannya panjang dan kakinya jangkung, ke lua
matanya bersinar, senjatanya yang berwujud sebatang toya
yang aneh juga mengkilap, sekali pandang Saja orang akan
lantas tahu tentu orang Hwe itu memiliki Lwekang yang t"nggi.
"Saudara ada petunjuk apa?" segera Han Soan menanya.
"Aku adalah kawannya Yap Tiong-siau." kata orang Hwe itu
dengan acuh-tak-acuh. "Hari ini dia absen, maka aku sengaja.
hendak mewakili dia, nah. silakan Han-congpiauthau suamiisteri
memberi petunjuk lebih dulu."
Diam-Diam para kesatria menjadi heran, orang ini mengaku
mewakili Yap Tiong-siau yau"g tidak muncul itu, habis siapakah
orang ini"
Maka terdengar Han Soan telah bertanya: "Jikalau saudara
mgin mewakili bocah she Yap itu, sudah tentu kami suami-
Isteri akan menghadapi dengan hormat. Numpang tanya
siapakah nama saudara yang terhormat?"
Orang Hwe itu tersenyum, sahutnya: "Akh, Cayhe orang tak
ternama, Kim Jit-tan adanya."
Mendengar nama Kim Jit-tan, seketika terkejutlah kesatriakesatria
yang pernah mendengar asal-usulnya itu
Kiranya Kim Jit-tan adalah jago nomor satu diantara suku
Hwe, biasanya terkenal sebagai "Tay-boh-ki-jin" (orang kosen.
dipadang pasir), dahulu waktu pertandingan di Jian-ciangpeng
iapun diundang oleh Beng Sin-thong agar ikut hadir. Tapi
ditengah jalan ia telah kebentrok dulu dengan Teng kengthian,
dalam pertarungan. Itu Teng Keng-thian tidak dapat
menangkan dia, belakangan atas bantuan Kim Si-ih secara
diam-diam, Kang Lam lantas telah berhasil membanting dia
jatuh tersungkur, karena itulah ia telah lari ketakutan dan
pertandingan Jian-ciang-peng itupun tidak jadi dihadirinya.
Sebab itu pula, maka tidak banyak orang yang kenal dia, cuma
saja namanya memang terkenal, sebagian besar diantara
hadirin sekarang tentu pernah mendengar namanya.
Begitulah jawaban Kim Jit-tan itu kedengarannya
merendah, tapi sebenarnya sangat angkuh, la menyatakan
mewakili Yap Tiong-siau, katanya hendak miinta petunjuk dulu
kepada Hoan Soan suami-isteri, dibalik maksudnya itu seakanakan
hendak melibatkan dirinya dalam urusannya Yap Tiongsiau
dan suruh semua musuh Yap Tiong-siau membikin
perhitungan padanya saja. Apalagi ia menyatakan hendak
mintapetunjuk dulu kepada Han Soen suami-isteri, kata-kata
"dulu" ini menandakan betapa sombongnya, bahwasarya ada
yang dulu tentu ada yang belakangan, jadi terang Han Soan
berdua akan dirobohkan dulu oleh nya, maka nanti ada iang
dilayaninya lebih belakangan.
Keruan Han Soan suami-isteri menjadi naik darah, serentak
mereka menjawab: "Wah, kiranya adalah Kim-siansing, sudah
lama kami mendengar namamu yang besar, beruntung hanra
dapat berjumpa, kami suami-isteri justeru ingin, belajar kenal
dengan ilmu sakti dari seorang kosen. Nah, silakan saja mulai"
Dengan kedudukan Han Soan suami-isteri sebenarnya tidak
pantas maju bersama dengan dua-lawan-satu, tapi sekarang
mereka tidak sayang mengorbankan nama baik mereka, hal ini
menandakan mereka sangat menghargai Kim Jit-tan,
disamping sangat jeri juga padanya.
Maka Kim Jin-tan menjawab: "Aku tidak tahu seluk-beluk
tentang perselishan kalian dengan Yap Tiong-siau, tapi dari
uraian Han-congpiauthau tadi, agaknya Yap Tiong-siau yang
telah berbuat salah lebih dulu kepada kalian. Tapi sekali aku
sudah mewakili kawan, terpaksa aku harus memikul segala
akibatnya, namun begitu akupun harus mewakili kawan untuk
menyatakan permintaan maafnya kepada kalian, untuk ini,
baiklah lebih dulu aku akan mengalah tiga jurus kepada kalian
tanpa balas menyerang!"
Ucapan Kim Jit-tan ini sangat merendah diri kedengarannya,
tapi sebenarnya sangat menyinggung perasaan Han Soan
berdua. Han-toanio yang tidak tahan lagi, segera ia membentak:
"Ba-gus, jika kau ingin mengalah, nah, cobalah mengalah saja.
Lihat senjata!"
Berbareng itu goloknya terus bergerak, dengan tipu "Honghong-
tian-ih" atau burung cenderawasih pentang sayap,
segera ia membabat kedepan.
Oleh karena Kim Jit-tan terang-terangan menyatakan
mewakili Yap Tiong-siau, dibandingkan pertandingan dengan
Jing-hay Sam Be tadi sudah tentu jauh berbeda, maka sekali
menyerang Han-toanio juga tidak sungkan-sungkan lagi, ia
menyerang de-ngan tipu mematikan dan sekaligus lengan Kim
Jit-tan hendak ditabasnya.
Sudah terang ia berdiri didepan. Han-toanio, tapi dimana
golok nyonya tua itu menyambar, tahu-tahu jejak musuh
sudah menghilang, malahan mendadak terdengar suaranya
Kim Jit-tan sudah berada dibelakangnya.
Han Soan adalah Congpiauthau dari suatu perusahaan,
pengawalan yang terkenal dan disegani, dengan
kedudukannya ia harus merasa malu mengeroyok seorang
bersama isterinya. Apalagi lawan, menyatakan hendak
mengalah tiga jurus padanya, sudah tentu hai ini merupakan
suatu hinaan besar baginya.
Sebab itulah ia sengaja membiarkan isterinya bergebrak
lebih dulu, maksudnya jika sang isteri benar-benar kewalahan
barulah dia akan, maju membantu.
Tak terduga gerakan Kim Jit-tan itu teramat cepat,
serangan Han-toanio yang cepat itu sampai ujung bajunya
saja tidak tersenggol atau berbalik Kim Jit-tan tahu-tahu sudah
memutar kebelakangnya. Keruan Han Soan terkejut. Meski
Kim Jit-tan telah menyatakan akan mengalah tiga jurus, tapi
mau-tidak-mau ia harus menjaga kemungkinan segala
perubahan musuh iang mendadak, siapa tahu kalau isterinya
lantas dicelakai begitu saja tanpa menghiraukan janji segala.
Karena itulah, tanpa pikir lagi segera Han Soan lantas
melompat maju juga terus menabas.
Ilmu golok Han Soan sudah tentu lebih hebat daripada
isterinya, apalagi dia tidak cacat sesuatu, dengan sendirinya
gerak geriknya menjadi lebih gesit dan cepat. Tabasannya itu
sangat cepat lagi ganas dan mengincar bagian iga yang
mematikan pula.
"Wah, celaka!" demikian Kim Jit-tan telah berteriak dan
mendadak tubuhnya mendak terus berputar pergi dan,
tabasan Han Soan itu persis menyambar lewat diatas
kepalanya sehingga mengenai tempat kosong.
Setelah menghindarkan serangan itu, lalu Jit-tan berdiri
tegak kembali sambil menghela napas lega dan berkata:
"Untung, tidak kena!" ,
Melihat lawan sengaja hendak menggoda mereka, keruan
Han Soan suami-isteri menjadi murka, serentak mereka
merangsang maju, sepasang golok mereka membacok
bersama. Tipu serangan ini disebut "Siang-to-hap-bik" (golok
dwi-tungga", li-haynya tidak kepalang).
Maka tertampaklah dua sinar putih gemerlapan dan
mendadak bergabung menjadi satu terus menyambar keatas
kepala Kim Jit-tan, dari berbagai penjuru seakan-akan Kim Jittan
sudah terkurung rapat, kemanapun dia menghindar pasti
akan terkena bacokan itu.
Para penonton menjadi tegang juga sehingga menahan
napas. Tapi mendadak terdengar suara "trang-tring" dua kali,
sudah terang kedua batang golok Han, Soan suami-isteri itu
sudah mengenai sasarannya, namun entah mengapa, tahutahu
Kim Jit-tan mengebaskan lengan bajunya dan orangnya
sudah lolos keluar dari garis kepungan dengan tidak terluka
sedikitpun Kiranya kedua tangan Kim Jit-tan itu diselubungkan didalam
lengan baju, diam-diam ia kerahkan Lwekangnya dan
mengebas keatas dengan lengan baju itu untuk mementalkan
tenaga serangan Han Soan berdua, suara nyaring itu adalah
kedua golok Han Soan suami-isteri yang saling bentur sendiri.
Serangan ini tak dihindari oleh Kim Jit-tan, ia hanya
me-ngelakkan tenaga serangan itu sehingga bacokan Han
Soan berdua luput, tapi iapun tidak balas menyerang sehingga
tidak melanggar janjinya dan tetap telah mengalah tiga jurus
dengan tepat Waktu Kim Jit-tan periksa lengan baju sendiri, ia lihat
diatasnya terdapat bekas goresan golok yang samar-samar,
diam-diam iapun terperanjat, coba kalau mula-mula mereka
sudah menggunakan serangan, bergabung seperti barusan,
maka dalam tiga jurus ini tentu dirinya susah menyelamatkan
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
diri, demikian pikirnya.
Sebaliknya Han Soan suami-isteri juga tidak kurang
kagetnya. Mereka adalah tokoh-tokoh yang sudah ternama,
sesudah dalam tiga diurus tidak dapat mengapa-apakan
lawan, sepantasnya mereka harus mengaku kalah.
Tapi Han-toanio berwatak sangat keras, lawan juga ialah
menyatakan mewakili Yap Tiong-siau dengan segala
akibatnya. sudah tentu nyonya tua inipun tidak mau kalah
pamor, segera ia berseru dengan penuh dendam: "Teman tua,
hayolah kita pasrah nasib kita!" ,
Dan sekali tongkatnya melangkah kedepan, segera
tubuhnya terapung keatas dan golok dilain tangan lantas
membacok. Sudah tentu Han Soan tidak dapat membiarkan sang isteri
maju sendirian, terpaksa iapun membarengi dengan serangan
yang sama. Cuma saja berlawanan" jika isterinya membacok
dari atas, adalah dia membabat bagian bawah musuh.
Sarangan atas dan bawah ini sudah terang hebat sekali.
"Kalau terima tanpa membalas adalah kurang sopan, sekarang
harap maafkan aku tidak sungkan-sungkan lagi!" seru Kim Jittan.
Segera ia putar toyanya, tangannya memegang bagian
tengah toya dan ditegakkan dengan gaya "Ki-thian,-hoa-te"
(tunjuk langit dan berdiri dibumi), ujung toya bagian atas
membentur golok-nya Han-toanio, sedang ujung toya bagian,
bawah buat menelati serangan golok Han Soan.
Dan aneh juga, pada saat itulah, berbareng Han Soan
suami-isteri merasakan suatu arus tenaga yang maha kuat
seakan-akan sedang membetot golok mereka, tahu-tahu
kedua batang golok mereka telah tersedot diatas toya aneh
milik Kim Jit- tan itu, meski bobot kedua golok itu cukup berat,
tapi sekali terlengket diatas toya lantas tidak jatuh lagi.
Karena kehilangan golok, segera Han-toanio mengeluarkan
ilmu simpananannya lagi, sekali ia tegakkan tongkatnya,
tubuhnya terus berjumpalitan kebelakang, dan sebelum
kakinya menyentuh tanah kembali, dua pasang Tiat-wan-yang
sudah lantas disambitkan kedepan.
Sekali ini senjata rahasianya melulu incar seorang musuh
saja, maka caranya menjadi lebih aneh dan bagus, dua pasang
Tiat-wan-yang terbagi dari empat jurusan, sepasang yang
mengarah bagian atas mengincar Pi-peh-kut dikanan-kiri
pundak musuh, sedang sepasang Tiat-wan-yang yang
menyambar kebawah masing-masing mengincar tulang
dengkul. Dengar, serangan Am-gi yang hebat ini, biarpun orang yang
paling mahir menangkap senjata rahasia juga susah sekaligus
menyambut serangan dari empat jurusan itu, kecuali. kalau
dia mempunyai empat tangan.
Tapi sungguh aneh, Kim Jit-tan hanya putar sekali toyanya
yang aneh itu, seketika toya itu seperti mengeluarkan daya
sedotan yang kuat sehingga kedua pasang Tiat-wan-yang
yang disambit Han-toanio itu berganti arah dan menyambar
keatas toya aneh tu dan tersedot semua diatasnya, jadi
nasibnya mirip kedua batang golok tadi
Kim Jit-tan terbahak-bahak, ia lepaskan kedua batang golok
dan kedua pasang Tiat-wan-yang itu, lalu diserahkan kembali
kepada Han Soan suami-steri, katanya: "Terima kasih atas
kesudian mengalah kalian."
Mestinya Han-toanio hendak menolak, tapi gagang golok
sendiri sudah disodorkan sampai ditangannya, kalau ia
menolak lagi, tentu akan kurang sedap dipandang orang.
Maka terpaksa ia menerimanya kembali dengan rasa bimbang.
Segera Coan Co-tek tampil kemuka dan menyeret mundur Han
Soan berdua, katanya menghibur: "Kalah atau menang adalah
soal biasa dalam pertempuran, buat apa mesti dipikirkan"
Kalian suami-isteri juga sudah menang satu babak, kalau
sekarang kalah juga boleh dikata seri!"
Kiranya Coan Co-tek kuatir Han Soan suami-isteri menjadi
putus asa karena kekalahan mereka itu dan mungkin, lantas
berpikir cupet dengan membunuh diri dan sebagainya, maka
ia sengaja hendak membesarkan hati mereka.
Han-toanio diam saja atas bujukan kawan itu, sebaliknya
Han Soan tampak lebih tenang, sahutnya dengan tawar: "Ini
tidak menjadi soal, kedatangan kami harini memangnya juga
tidak pernah pikirkan akan pulang lagi dengan hidup."
Co-tek terkejut oleh jawaban itu, ia kuatir kedua orang nya
akan maju lagi untuk mengadu jiwa, tapi dilihatnya mereka
toh ikut mundur bersama dia, maka iapun merasa lega. la
sangka ucapan Han Soan itu hanya terdorong oleh rasa
menyesalnya karena mengalami kekalahan, ia tidak tahu
bahwa diam-diam didalam hati Han Soan sudah mengambil
suatu keputusan yang tertentu.
Sementara itu Kim Jit-tan masih tetap berdiri ditengah
ka-langan dan belum mau mengundurkan diri.
Diam-Diam In Ciau memikir: "Meski kawan yang datang
membantu aku sangat banyak, tapi mungkin tiada lagi yang
dapat rnelawannya boleh jadi terpaksa aku sendiri yang harus
maju untuk menghadapinya."
Dan baru dia hendak berbangku dari tempat duduknya,
tiba-tiba terdengar Kim Jit-tan sedang berseru lantang:
"Perkataan Coanpangcu memang tepat, kalah atau menang
adalah soal biasa dalam setiap pertempuran, kenapa mesti
dipikirkan secara mendalam" Kang-layhiap, dahulu orang she
Kim ini telah pernah mendapat petunjukmu, sungguh
beruntung harini dapat berjumpa pula disini, apakah Kangtayhiap
masih sudi memberi petunjuk-petunjuk lagi?"
Sehabis mengalahkan Han Soan suami-isteri, sebenarnya
Kim Jit-tan hendak langsung menantang In Ciau, tapi demi
mendengar perkataan Coan Co-tek tadi, ia sangka orang she
Coan itu sengaja hendak menyindir kejadian dia dikalahkan
Kang Lam dahulu, dengan mendongkol maka ia lantas
menantang Kang Lam dan menunda maksudnya menantang
In Ciau. Keruan Kang Lam garuk-garuk kepala, sahutnya kemudian:
"Ah, apakah kau maksudkan diriku?" Maklum, selamanya ia
tidak pernah dipanggil sebagai "Tay-hiap" (pendekar besar)
oleh siapapun juga. maka sesudah selesai Kim Jit-tan bicara
barulah dia paham yang dimaksudkan adalah dirinya.
Maka Kim Jit-tan telah berkata pula: "Ya, Kang-tayhiap.
apakah kau tidak sudi memberi petunjuk lagi?"
"Ai, ai! Tayhiap apa segala" Aku ini hanya Tayhiap
gadungan kau tahu tidak?" sahut Kang Lam dengan tersenyum
getir, "tapi kalau kau berkeras ingin mengajak main-main
padaku, ya, terpaksa?"?"
Belum lagi lanjut ucapannya, mendadak Kang Hay-thian
telah berdiri dan menyela: ,Tia, biarlah anak mewakili kau
saja" Maka cepat Kang Lam ganti haluan dan meneruskan
ucapannya: "Ya, terpaksa aku suruh puteraku untuk belajar
kenal dengan kepandaianmu yang lihay. Aku sendiri sudah
tua, badanku ini sudah keropos dan sudah tentu tidak kuat
berkelahi lagi. Semua kepandaianku sudah kuajarkan kepada
puteraku ini, jika kau dapat mengalahkan dia, maka akupun
akan mengaku kalah dengan rela".
In Ciau cukup kenal ilmu silat Kang Hay-thian jauh lebih
tinggi daripada bapaknya. Tapi ia belum tahu bahwa Hay-thian
pernah minum Thian-sim-ciok, maka betapapun ia masih
kuatir, ia memberi pesan kepada Kang Hay-thian sebelum
pemuda itu melangkah maju: "Hendaklah hati-hati kepada
toyanya yang aneh itu, toyanya itu ada sesuatu yang tidak
"beres!"
"Jangan kuatir," tiba-tiba Kang Lam menyela dengan
tertawa. "Senjata yang digunakan Hay-thian adalah Cay-inpokiam
pemberian Kim-tayhiap, dalam hal senjata tentu dia
tidak kalah hebatnya."
Sebaliknya Kim Jit-tan menjadi mendongkol melihat Kang
Lam cuma menyuruh puteranya yang maju untuk menandingi
dirinya, ia anggap Kang Lam sengaja menghina padanya. Tapi
iapun cukup cerdik, segera terpikir olehnya bahwa setiap ayah
didunia ini tentunya juga cinta pada puteranya, kalau tidak
yakin akan dapat melawan, tidak mungkin Kang Lam suruh
puteranya menghantarkan, nyawa padaku"
Sebenarnya ia tidak memandang sebelah mata kepada
Kang Hay-thian, tapi demi terpikir demikian, seketika ia tidak
berani memandang enteng lagi
Ketika sudah berhadapan, ia lihat Kang Hay-thian gagah
perkasa, kedua matanya bersinar. diam-diam iapun terkesiap,
pkirnya: "Usia bocah ini masih sangat muda. darimana bisa
memperoleh didikan Lwekang setinggi ini?"
Waktu ia melihat pedang yang tergantung dipinggang Haythian
samar-samar mengeluarkan cahaya, segera Jit-tan
mengenali senjata itu adalah Cay-in-pokiam yang dahulu
pernah dipakai Kim Si-ih, keruan ia tambah kaget. Segera ia
tanya Hay-lhian: "Kau pernah apanya Kim Si-ih" Mengapa
pedangnya bisa berada padamu?"
Lebih dulu Kang Hay-thian memberi hormat, lalu
menjawab: "Kim-tayhiap bukan lain adalah guruku sendiri!?"
Diam-Diam Kim Jit-tan menjadi ragu-ragu: "Kiranya adalah
muridnya Kim Si-ih, pantas Kang Lam berani menyuruh dia
maju kegelanggang. Rupanya hari ini toyaku "Kip-sing-pang"
akan ketemukan "batunya."
"Kim-sing-pang" atau toya penyedot bintang milik Kim Jittan
itu adalah buatan dari besi semberani yang dapat
menyedot segala macam logam. tapi Cay-in-pokiam yang
digunakan Kang Hay-thian itu bukan buatan dari logam, tapi
adalah gemblengan dari kemala dingin yang diketemukan
didasar lautan, tipisnya seperti kertas, tapi tajamnya tidak
kepalang, Kip-sing-pang boleh dikata tidak berkutik bila
ketemukan pedang mestika Cay-in-pokiam i!u.
Begitulah meski Kim Jit-tan agak jeri, tapi sebagai kaum
angkatan tua, betapapun ia harus menjaga kehormatannya,
maka katanya kemudian: "Wah, kiranya adalah muridnya Kimtay-
hiap. Sudah lama aku mengagumi pedang pusakanya ini
adalah benda mestika yang uyaiang ada bandingannya didunia
ini, harini beruntung dapat berkenalan, harap Kang-siauhiap
lantas keluarkan pedangmu agar aku dapat melihatnya."
Tapi Kang Hay-thian tetap menjawab dengan penuh homat,
katanya: "Wanpwe justru ingin minta belajar kepada Cianpwe,
mana Wanpwe berani main senjsita dihadapanmu?"
Lalu iapun berdiri dengan tenang dalam sikap sebagai kaum
muda yang menghormati angkatan tua.
Kiranya maksud tujuan Kang Hay-thian maju kekalangan ini
selain hendak menaikkan nama baik ayahnya, disamping itu ia
mempunyai maksud lain pula. la pernah mendengar cerita
Suhunya bahwa Kim Jit-tan ini adalah seorang aneh didunia
persilatan, dalam hal Lwekang. mempunyai peyakinan yang
lain da-ripada yang lain, tindak-tanduknya juga tidak menentu
diantara kaum jahat dan kaum kesatria, tapi adalah seorang
laki-laki yang tulus. Kemudian didengarnya pula Kim Jit-tan
mengaku sebegai kawannya Yap Tiong-siiiu, hal ini
menimbulkan lebih banyak lagi simpatiknya Kang Hay-thian,
sebab itulah ia sudah ambil putusan akan berlaku sungkan,
padanya. kalau ln Ciau yang bergebrak dengan Kim Jit-tan
tentu akan terjadi banjir darah, makanya ia lantas mendahului
maju. Begitulah maka Kim Jit-tan telah terkejut, pikirnya: "Wah,
benar-benar satu bocah yang tidak kenal tingginya langit,
masakah berani melawan toyaku dengan bertangan kosong?"
Tapi hal inipun cocok pula dengan harapannya, segera ia
ketawa terbahak-bahak dan, berkata: "Hahaha! Benar-Benar
anak murid pendekar besar yang ternama, nyatanya memang
punya perbawa yang lain daripada yang lain. Bagus, bagus!
Maka biarlah akupun coba-coba beberapa jurus dengan
bertangan kosong padamu."
Segera iapun selipkan toyanya yang aneh itu diikat
pinggang belakang, lalu pasang kuda-kuda dan menantikan
serangan Kang Hay-thian.
Tak terduga Kang Hay-thian juga diam saja, malahan
katanya dengan tersenyum: "Ah, mana Wanpwe berani
berlaku kurangajar, silakan Cianpwe saja menyerang dulu tiga
kali" "Apa katamu" Kau juga akan mengalah tiga jurus padaku?"
tanya Kim Jit-tan dengan tercengang.
"Hahaha! Bukankah tadi kau sendiri yang memberi contoh
Pada anakku, maka kaupun tidak perlu sungkan-sungkan"
demikian Kang Lam menyambungnya dengan tertawa.
"Ehm, bagus, bagus!" puji Kim Jit-tan. "Memang ayah
harimau tidak nanti melahirkan anak anjing. Guru pandai tentu
juga mengeluarkan murid didik yang lihay! Biarlah aku akan
memenuhi keinginanmu saja."
Lalu tangan kirinya terangkat kesamping, menyusul lantas
menolak pelahan-lahan kearah Kang Hay-thian.
Waktu itu Kang Lam lagi merasa senang karena dipuji oleh
Kim Jit-tan sebagai "ayah harimau", tak terduga mendadak
tertampak Kang Hay-thian lantas tergeliat dan hampir roboh.
Keruan ia kaget.
Kiranya serangan Kim Jit-tan itu kelihatannya sangat
lambat, tapi sebenarnya membawa tenaga sedotan yang maha
kuat. Sama sekali Kang Hay-thian tidak menduga akan tenaga
pukulan lawan yang aneh itu dan sebelumnya tidak siap-siaga,
maka hampir-hampir terseret oleh tenaga sedotan itu, untung
ia sempat menarik diri, walaupun terlepas, tapi tidak urung
juga tergeser satu langkah.
Sebaliknya Kim Jit-tan juga terkejut. katanya didalam hati:
"Aneh benar, usianya masih sangat muda, mengapa memiliki
tenaga dalam sekuatnya ini?"
Sebelumnya meski dia sudah dapat melihat Kang Hay-thian
pasti memiliki Lwekang yang tinggi, tapi betapapun ia anggap
usia Hay-thian masih terlalu muda, betapapun tingginya juga
takkan melebihi dinnya. Pertama ia merasa sayang kepada
pemuda itu, kedua tidak ingin mengikat permusuhan dengan
Kim Si-ih, makanya pukulannya tadi hanya digunakan tujuh
bagian tenaganya saja. malahan ia masih kuatir kalau Kang
Hay-thian takkan tahan.
Siapa duga sesudah kehilangan imbangan badan, kemudian
Kang Hay-thian masih dapat melepaskan diri dari tenaga
tarikanmu. Dan baru sekarang Kim Jit-tan tahu bahwa
Lwekang Hay-thian bahkan masih diatasnya dan tidak
dibawahnya. Setelah dapat menjajal kekuatan Kang Hay-thian, maka
untuk serangan kedua dan ketiga Kim Jit-tan sudah lantas
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengerahkan segenap tenaganya, beruntun-runtun ia
melontarkan pukulan dahsyat dengan cepat.
Namun sekarang Kang Haythian juga sudah siap sedia, ia
kerahkan ilmu pelindung badan dan menggunakan langkah
Thian-lo-poh-hoat, tampaknya pukulan Kim Jit-tan hampirhampir
kena sasarannya. tapi tahu-tahu Hay-thian sedikit
berkelit atau menggeser dan orangnya sudah terluput dari
serangan. "Bagus, memang guru pandai tidak punya murid bodoh!"
puji Kim Jit-tan. "Nyata didikan Kim-tayhiap memang tidak
mengecewakan. Lwekang dan Ginkang serba komplit.
Seharusnya aku akan mengaku kalah, tapi kesempatan baik ini
susah dicari, aku masih ingin belajar kenal dengan ilmu sakti
ajaran Kim-tay-hiap yang lain."
"Ah, Cianpwe terlalu merendah diri," sahut Hay-thian.
Sedang dalam hati ia sudah ambil keputusan akan memberi
tabrakan yang lebih hebat agar lawan mau mundur dengan
sukarela. Maka mendadak iapun melontarkan pukulannya
untuk menyambut serangan Kim Jit-tan yang telah dilacarkan
lagi. "Plak," kedua orang sama-sama terkejut demi kedua tangan
saling beradu. Kang Hay-thian merasa tangan lawan panas
sebagai api, tenaga dalamnya serasa susah ditahan dan
hampir-hampir disedot lawan. Pantas Suhu mengatakan
Lwekang orang Hwe ini sangat aneh, nyata memang lain
daripada yang lain, demikian pikirnya.
Sebaliknya Kim Jit-tan juga terkesiap dan ragu-ragu, ia
telah kerahkan tenaganya dengan semakin kuat. tapi pemuda
itu tetap dapat bertahan dengan tangkas. Ilmu pukulan "Kipsing-
ciang" (pukulan penyedot bintang) yang telah diyakinkan
itu seperti kehilangan daya guna diatas tubuh Kang Haythian,
malahan pemuda itupun tidak kelihatan balas
menyerang dengan sepenuh tenaga sehingga susah untuk
menjajaki sampai dimana ke-kuatan Hay-thian yang
sebenarnya. Kiranya sesudah Kang Hay-thian tekun melatih diri selama
sebulan, oleh karena kekuatan yang diperoleh dari Thian-simciok
itu telah bersatu dengan tenaga dasar yang memang
sudah dimilikinya itu, maka ia sudah dapat menggunakan
dengan leluasa. Memangnya iapun tidak bermaksud melukai
Kim Jit-tan, maka ia lantas mengikuti perubahan tenaga
lawan, baik kuat maupun lemah, ia hanya mengikuti saja asal
lawan tidak mampu menyerangnya, tapi juga tidak balas
menyerang. Dengan keadaan saling tahan demikian, air muka Kim Jitfati
tampak dari pucat berubah merah, dari merah berubah
guram sehingga otot-otot dijidatnya sama menonjol, nyata
keadaannya sudah serba susah. Sebaliknya Kang Hay-thian
masih tetap tenang-tenang saja dan sedikitpun tidak bergerak.
Bagi kaum ahli yang menyaksikan pertarungan ini segera
dapat melihat bahwa kekuatan Kang Hay-thian sudah terang
setingkat lebih tinggi daripada Kim Jit-tan.
"Kip-sing-cing" yang diyakinkan Kim Jit-tan sebenarnya
sangat aneh, asal menyentuh tubuh lawan, seketika tenaga
pukulannya akan terus bekerja dan mengisap tenaga lawan
untuk memupuk kekuatannya sendiri. Betapa lihay nya "Kipsing-
ciang" hampir dapat dikatakan tidak kalah daripada "Siulo-
im-sat-kang"nya Beng Sin-thong.
Kim Jit-tan sudah tekun meyakinkan selama 20 tahun dan
belum lama Ini baru saja mencapai fngkatan tertinggi. Harini
dia sengaja ikut hadlir maksud tujuannya justeru ingin mencari
beberapa tokoh terkuat seperti In Ciau, Hoa Thian-hong dan
lain-lain untuk mengetes sampai dimana kelihayan ilmu
pukulan yang baru selesai diyakinkan itu.
Terhadap Kang Hay-thian semula ia tidak ingin
menggunakan Kip-sing-ciang, tapi kemudian melihat
kepandaian Kang Hay-thian tidak boleh dipandang enteng,
terpaksa barulah ia mengeluarkan-nya.
Siapa duga meski ia sudah mencoba dan mencoba lagi,
bukan saja tenaga dalam Kang Hay-thian tak dapat disedot
olehnya, sebaliknya tenaga dalamnya sendiri malah seperti,
terhalang dan susah dimainkan, ketika dikerahkan berbalik
terasa akan disedot oleh lawan malah.
Keruan kejut Jit-tan tak terhingga, pikirnya: "Apakah
barang-kali bocah inipun sudah meyakinkan Kip-sing-ciang"
Tapi untuk melatih ilmu ini sedikitnya harus makan waktu
puluhan tahun, sedangkan usia bocah ini paling-paling juga
belum lebih dari 20 tahun, masakah sudah memiliki
kepandaian setinggi ini?"
Dalam pada itu semakin kuat Kim Jit-tan mengerahkan
tenaga-nya, semakin besar pula kerugiannya. Tenaga yang
dicurahkan itu seperti air sungai yang mengalir kelaut saja,
sekali sudah keluar lantas lenyap tanpa bekas. Tapi anehnya
sama sekali ia tidak merasakan tenaga serangan kembali dari
lawan. Begitulah Kim Jit-tan bertambah gugup, ia hendak menarik
kembali tangannya, tapi tangannya terlengket kencangkencang
dengan tangan Kang Hay-thian dan susah dibetot,
semakin keras ia meronta, maka daya lengket itu semakin
kencang. Keruan Jit-tan kelabakan dan serba susah.
Untung Kim Jit-tan juga seorang tokoh ahli, sesudah gugup
sebentar saja, kemudian iapun dapat memahami sebabmusabab
kekalahannya itu.
Kiranya Kang Hay-thian bukan telah berhasl meyakinkan
Kip-sing-ciang, juga pemuda Ini tiada maksud hendak
menyedot tenaga dalam lawan. Soalnya karena Lwekang Haythian
lebih kuat dari-pada Kim Jit-tan, tenaga yang digunakan
Kang Hay-thian hanya tergantung dan mengikuti kuat dan
lemahnya tenaga yang dikeluarkan Kim Jit-tan itu. Semakin
kuat Kim Jit-tan menyerang. semakin kuat pula tenaga reaksi
Kang Hay-thian, sebab itulah semakin Jit-tan meronta semakin
susah melepaskan diri.
Setelah dapat memahami sebab-musabab itu, pelahanlahan
Kim Jit-tan lantas melemahkan tenaga dalamnya dari
sedikit-sedikit sehingga akhir nya sama sekali tiada tenaga
yang dikerahkan lagi. Dan benar juga. ketika dengan enteng ia
tarik kembali tangannya, dengan gampang saja sudah lantas
terlepas. Namun demikian, tidak urung tenaga dalamnya juga
.sudah berkorban sebagian.
Dengan semangat lesu kemudian Kim Jit-tan berkata sambil
tersenyum getir: "Banyak terima kasih atas kemurahan hati
Kang-siau hiap, sungguh orang she Kim ini menyerah lahir
batin. Tentang urusan disini aku orang she Kim tiada muka
buat ikut campur lagi."
Habis berkata, segera iapun tinggal pergi tanpa menoleh
lagi. Diam-Diam Kang Hay-thian agak menyesal telah merusak
sebagian tenaga dalam orang she Kim itu, tapi ditengah orang
banyak jika terang-terangan ia menyusul Km Jit-tan dan
menyatakan maaf, hal ini tentu akan membikin orang she Kim
itu lebih-lebih kehilangan muka, maka terpaksa iapun tidak
mencegah kepergian orang. Cuma saja maksudnya hendak
tanya berita keadaannya Yap Tiong-siau menjadi gagal juga
dengan perginya Kim Jit-tan itu.
Dengan terkalahkannya Kim Jit-tan dipihak Auyang Pek-ho.
keruan pihak mereka menjadi tambah panik.
Munculnya Yang Jik-hu sekali ini sebenarnya ada maksud
tujuan hendak menjagoi Bu-lim kembali. Kim Jit-tan itu
dianggapnya sebagai tangan kanan-kirinya bagi usahanya ini.
Siapa tahu sekarang Kim Jit-tan telah dikalahkan Kang Haythian
dan lantas tinggal pergi tanpa pamid, keruan Yang Jik-hu
terkejut dan kecewa pula. Pikirnia: "Ilmu silat Kim Jit-tan kirakira
sama tingkatan dengan aku, jikalau bocah ini mampu
mengalahkan Kim Jit-tan, maka mungkin juga aku bukan
tandingannya, apalagi orang-orang lain. Sekarang apa dayaku
untuk menghadap babak selanjutnya?"
Sudah tentu ia tidak mau menyerah mentah-mentah.
setelah memikir se-jenak, segera iapun mendapat akal. segera
ia tampil kemuka dan berseru: "Waktu sudah berlarut,
pertemuan kita harini memangnya adalah lantaran
persengketaan antara Auyang-cengcu dengan In-cengcu dan
bukan pertandingan secara terbuka, kalau pertandingan
dilanjutkan dengan sebabak demi sebabak tentu tak ada
habis-habisnya dan tiada artinya pula. Maka ada lebih baik
biarlah pemimpin utama dari pihak masing-masing yang
segera keluar untuk menentukan keunggulan masing-masing,
cara demikian akan lebih cepat diselesaikan. Aku orang she
Yang agak tidak tahu diri, maka ingin mohon In-cengcu suka
tampil kemuka untuk memberi pengajaran?"
Nyata Yang Jik-hu sengaja hendak mengesampingkan Kang
Hay-thian, makanya langsung menantang kepada In Ciau.
Memang, dengan kebesaran namanya dan ilmu silatnya
Yang Jin-hu. diantara para hadirin itu memang hanya In Ciau
saja yang sesuai untuk menandinginya. Dan karena ini, bagi
orang lain menjadi tidak pernah menyangka bahwa dia
sengaja hendak menghindari pertarungan dengan Kang Haythian,
tapi semuanya mengang gap dia yang merasa tidak sudi
bergebrak dengan kaum muda seperti Kang Hay-thian.
Hay-thian sendiri juga tidak ingin terlalu menonjolkan diri.
jikalau pihak lawan sudah "tunjuk hidung" minta In Ciau yang
maju, dengan sendirinya ia tidak pantas untuk maju lagi.
Dan sudah tentu In Ciau juga tidak mau unjuk kelemahan,
segera ia menjawab dengan lantang: "Bagus, memangnya aku
lagi ingin belajar kenal dengan Siu-lo-im-sat-kang dari Yangsiansing
yang terkenal didunia persilatan ini!".
Sesudah berdiri, tiba-tiba ia merandek sejenak, lalu
berpaling dan memberi pesan kepada puterinya, yaitu In Bik,
katanya "Bik-ji, co-ba kau keluar sana untuk membantu Ibunsuheng
menerima tamu yang datang terlambat."
Nyata ia sudah menduga pertarungan ini nanti tentu sangat
dahsyat dan tidak kenal ampun, kalau bukan kau yang
mampus, tentu aku yang gugur. Ia kuatir puterinya kurang
kuat menahan perasaannya bila melihat dia terluka nanti,
makanya sengaja menyuruhnya keluar dengan alasan itu.
Meski In Bik ogah-ogahan atas perintah ayahnya itu, tapi
iapun tidak berani membantah dan terpaksa keluar dengan
kurang senang. Sesudah puterinya disuruh menyingkir, habis ini barulah In
Ciau tampil ketengah kalangan, lebih dulu ia angkat tangan
memberi hormat dan berkata: "Silakan memberi petunjuk.
Yang-siansing!"
Yang Jik-hu terbahak-bahak, sahutnya dengan sikapnya
yang angkuh: "Kau adalah pemimpin Bu-lim yang terkenal,
sedangkan aku jelek-jelek juga pernah malang melintang
didunia Kangouw. Maka kita siapapun tidak usah mengalah
dan merasa sungkan. Nah. kita boleh menyerang berbareng
saja!" "Baiklah!" sahut In Ciau.
Habis itu, kedua orang sama-sama memutar sekali, lalu
mendadak membentak berbareng dan tangan masing-masing
sama-sama dihantamkan kedepan. Nyata kedua orang
memang saling menyerang berbareng dan tiada seorangpun
yang mengalah. "Siu-lo-im-sat-kang" yang diyakinkan Yang Jik-hu itu sudah
mencapai tingkatan yang terakhir, maka sekal pukulannya
dilontarkan, seketika hawa dingin berjangkit, biarpun
penonton-penonton itu duduk cukup jauh dipinggir kalangan
juga merasakan hawa dingin yang menusuk tulang, bagi orang
yang Lwekangnya kurang kuat, seketika menggigil kedinginan
seperti orang demam.
In Ciau yang menjadi sasaran serangan itu seketika antero
tubuhnya seperti dibungkus oleh hawa maha dingin itu
sehingga darah seakan-akan membeku juga. Tapi yang dia
yakinkan justeru ada-lah Lwekang yang positip. jadi
bagaimanapun ia masih sanggup tahan.
"Tay-lik-"kim-kong-ciang" In Ciau boleh dikata tiada
bandingan nya didunia ini, kalau melulu bicara tentang
dahsiatnya tenaga pukulan, biarpun Beng Sin-thong hidup lagi
juga belum tentu dapat melebihi dia. Meski Yang Jik-hu juga
sudah menyelesaikan Siu-lo-im-sat-kang sehingga tingkatan
tertinggi, namun kalau dibandingkan mendiang Suhengnya itu
betapapun tetap kalah. Maka begitu kedua tenaga pukulan
kebentur, "biang". In Ciau tidak tergoyah sedikitpun,
sebaliknya Yang Jik-hu tergetar mundur sampai tiga tindak.
Seketika bergemuruhlah suara sorak-sorai diantara para
ksatra, lebih-lebih Kang Lam, ia sampai berjingkrak-jingkrak
dan berseru: "Haha! Betapapun jahe tua memang lebih
pedas!" Keruan muka Yang Jik-hu abang-hijau, dengan menahan
perasaannya kembali ia melontarkan sekali pukulan lagi.
Segera In Ciau menangkis pula hantaman itu, dan sekali ini
Yang Jik-hu hanya tergetar mundur dua tindak saja.
Begitulah kedua orang telah mengerahkan segenap
kemampuan masing-masing, setiap kaki tangan mereka
beradu, kontan lantas mengeluar kan suara gemuruh sebagai
angin menderu. Hanya dalam sekejap saja kedua pihak sudah
saling gebrak belasan diurus. Beberapa meter disekitar mereka
lantas terselubung selapis kabut putih, hal itu tentunya akibat
hawa dingin dari pukulan Siu-lo-im-sat-kang yang lihay itu.
Melihat betapa lihaynya Yang Diik-hu. diam-diam para
kesatria menjadi kuatir bagi In Ciau, akhirnya mereka
terlongong-longong dan lupa bersorak lagi.
Sesudah bergerak beberapa kali pula, tertampaklah In Ciau
mulai basah keringat. meski belum kelihatan ia akan lantas
kalah, tapi setiap kali mengadu tangan lagi Yang Diik-hu sudah
tidak terdesak mundur seperti tadi.
Kiranya dalam hal tenaga dalam, betapapun In Ciau
memang lebih tinggi setingkat daripada Yang Jik-hu, tapi
disampinq itu ia harus mengerahkan tenaga untuk menahan
serangan hawa dingin dari tenaga pukulan lawan, lama
kelamaan dengan sendirinya tenaganya sudah terbuang,
scbaliknya pihak lawan tidak menjadi berkurang tenaga
pukulannya, lantaran ini. maka keadaan menjadi berubah
sehingga sekarang Yang Jik-hu yang telah menguasai
lapangan. Diantara pada penonton yang ahli sekarang sudah dapat
melihat bahwa kemenangan sudah pasti akan diperoleh Yang
Jik-hu. soal-nya hanya waktunya saja, cepat atau lambat.
Maka Auyang Pek-ho telah terbahak-bahak. katanya denqan
sengadia: "Hahaha! Siu-lo-im-sat-kang Yang-siangsinp
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memang benar-benar tiada bandingannya di Bu-lim, benarbenar
luar biasa!"
Mendengar itu. sudah tentu para kesatria sangat
mendongkol, terutama Kang Lam yang tidak tahan, segera in
berkata: "Hay-thian. coba kau maju untuk menggantikan Incengcu
saja, biar iblis tua itu kenal akan kelihayan kita."
Akan tetapi ia tidak memperoleh jawaban sang putera.
Waktu diperiksa, teniata Kang Hay-thiaan sudah tidak
disampingnya lagi. pemuda itu entah sejak kapan sudah
menyisir ketepi kalangan dan sedang menonton dengan
asyiknya bersama orang lain.
Dan ditengah sorak-sorai Auyanp Pek-ho tadi rernyata Yang
Jik-hu juga sengaja hendak jual aksi, ia telah kerahkan Siu-loim-
sat-kang tingkatan tertinggi, kedua tangannya sekaligus
terus dihantamkan. Seketika berjangkitlah angin lesus yang
dingin me-nusuk tulang disertai kabut tipis dan debu pasir
yang bertebalan sehingga bayangan tubuh kedua orang yang
sedang bertempur itu hampir-hampir tidak kelihatan, penonton
menjadi susah membedakan sia-pa adanya Yang Jik-hu dan
siapa In Ciau, In Ciau sendiri terasa sesak juga napasnya karena tekanan
angin pukulan itu dengan hawa yang dingin luar biasa.
Pikirnya: "Celaka, tidak nyana harini aku akan binasa dibawah
tangannya Yang Jik-hu!"
Dalam putus asanya segera ia menjadi nekat juga. ia pikir
daripada mati konyol lebih baik gugur bersama musuh. Maka
iapun mengerahkan segenap tenaganya untuk melawan
dengan mati-matian.
Tapi belum lagi pukulannya itu beradu denqan tangan Yang
Jiik hu. mendadak terdengar orang she Yang itu sudah
menjerit sekali, tubuhnya lantas terlempar pergi sebagai bola
sehingga belasan meter jauhnya. menyusul dari mulutnya
lantas meniemburkan darah seoar, namun demikian, sesudah
merangkak bangun, cepat iapun melarikan diri tanpa menoleh
lagi. Kejadian ini benar-benar diluar dugaan siapapun juga.
Seketika orang-orang dipihak Auyang Pek-ho termangu-mangu
sebagai patung. Sebaliknya orang-orang dipihak In Ciau juga
terkesima sejenak. tapi serentak mereka lantas bersorak
gembira atas kemenangan pihak mereka.
Hasil pertandingan ini tak saja diluar dugaan siapapun juga.
bahkan In Ciau sendiri juga merasa bingung. Tadi meski dia
sudah bertekad akan gugur bersama musuh, makanya
melontarkan Tay-lik-kim-kong-ciang dengan segenap
tenaganya namun demikian ia sendiri sebenarnya tidak yakin
akan dapat merobohkan lawanya yang tangguh itu. sebab ia
cukup sadar pada saat itu tenaga dalamnya sudah berkurang
sangat banyak dan jauh lebih lemah daripada lawannya.
Apalagi iapun tahu pukulannya itu hakikatnya belum lagi
mengenai sasarannya. maka ia benar-benar tidak percaya
bahwa Yang Jik-hu itu terpental oleh karena pukulannya.
Habis, sebab apakah mendadak Yang Jik-hu terjungkal dan
muntahkan darah, lalu ngacir"
Kiranya ini adalah "karya" Kang Hay-thian. diam-diam
pemuda ini telah membantu In Ciau dengan tenaga
tutukannya yang lihay. Pada saat kedua orang itu diselubungi
kabut dan debu yang ber-tebaran, diam-diam Hay-thian telah
gunakan "Keh-khong-kiam-hiat" (ilmu menutuk dari jauh) yang
sakti serta menutuk Yang Jik-bu dari jauh.
Kang Hay-thian sudah berhasil meyakinkan "Bu-heng-cinggi"
(hawa murni tanpa wujud) yang kuat, maka sekarang
dapat digunakannya dengan baik, sekali ia tutuk, satu jalur
hawa yang tak berwujud. tapi maha kuat, terus menyambar ke
"Lo-kiong-hiat" ditelapak tangan Yang Jik-hu sehingga Im-satkang
yang telah di kerahkan ditengah telapakannya itu
seketika buyar dan punah, sedikitpun tak bisa bekerja lagi.
Cuma saja terpentalnya Yang Jik-hu itu memang betul-betul
disebabkan tenaga pukulan Tay-lik-kim-kong-ciang yang
dihantamkan In Ciau itu sehingga terluka parah dan muntah
darah, yaitu pada saat dimana Siu-lo-im-sat-kangnya
kebetulan telah punah kena tutukan Kang Hay-thian itu,
dengan sendirinya ia tidak kuat menahan hantaman In Ciau
yang maha dahsyat itu.
Pada waktu itu semua orang sedang mencurahkan seluruh
perhatian mereka untuk mengikuti pertarungan sengit
ditengah kalangan, maka tiada seorangpun yang mengetahui
perbuatan Kang Hay-thian itu, andaikan ada yang melihatnya
juga takkan menyangka bahwa hanya sekali tuding dari jauh
saja pemuda itu mampu melontarkan tenaga tutukan selihay
itu" Karena itu, diantara orang-orang yang hadir disitu itu hanya
In Ciau sendiri yang merasa ragu-ragu, lapat-lapat ia merasa,
kemenangannya itu terlalu mustahil dan dibalik itu pasti ada
seorang kosen yang telah membantunya.
Dengan d"ikalahkannya Yang Jik-hu, keruan suasana
gelanggang pertempuran itu lantas berubah. Yang Jik-hu dan
Kim Jit-tan adalah tulang punggung dari jago-jago yang
diundang oleh pihak Auyang Pek-ho, sekarang mereka sudah
ngacir, tentu saja semua-nya menjadi jeri dan tiada
seorangpun yang berani maju lagi.
Sesudah suasana tenang kembali, lalu Hupangcu dari Kaypang,
yaitu Coan Co-tek lantas membuka suara lagh "Nah,
Auyang-cengcu, urusan sudah mendekati akhirnya, sekarang
apakah kau masih tetap hendak mengeloni bangsat cilik she
Yap itu?" Segera In Ciau juga lantas menambahi: "Auyang-cengcu,
asalkan kau menyerahkan bangsat cilrk she Yap itu, maka
urusan ini akan mudah diselesaikan."
Namun dengan muka merah padam Auyang Pek-ho lantas
tam-pil kemuka, katanya: "In-ceng-cu, banyak terima kasih
atas maksud baikmu. Akan tetapi tentang orang yang kau
kehendaki sudah terang tidak ada, nah, apa mau dikata lagi,
silakan mulai bergebrak saja!"
"Toako." tiba-tiba Auyang Tiong-ho menyela, "Tiong-siau
adalah anak menantuku, keonaran yang dia lakukan
seharusnya akulah yang ikut bertanggung-jawab. Dari itu, In
Ciau, biarlah kami suami-isteri tua bangka ini belajar kenal
dengan kepandaianmu."
Tapi Pek-ho tidak mau mengalah, segera sahutnya: "Jite.
hendaklah kau mundur bersama Tehu (adik ipar, isteri
saudara), aku adalah kepala keluarga kita, segala apa adalah
tanggungjawabku."
Demikian kedua saudara Auyang itu berebut ingin maju
kekalangan pertempuran, maksudnya ialah untuk
menyelamatkan saudara sendiri. Padahal dengan kepandaian
Yang Jik-hu saja juga dikalahkan oleh pukulan In Ciau yang
lihay, mereka bersaudara cukup tahu, biarpun mereka bertiga
maju sekaligus juga susah menyelamatkan jiwa mereka
dibawah tangannya In Ciau, sebab itulah mereka sengaja
hendak memikul sendiri tanggung-jawab persoalan ini supaya
saudara-saudara yang lain tidak ikut menjadi kor-ban.
Tengah kedua saudara Auyang itu ribut sendiri, tiba-tiba
Hoa Thian hong maju ketengah dan berkata: "Auyang-loji,
bukankah kita juga masih ada perhitungan yang belum lagi
dibereskan?"
Kiranya demi menyaksikan keadaan demikian, diam-diam
Hoa Thian-hong telah berpikir: "Meski keluarga Auyang
mereka tergolong Sia-pay yang dicerca sesama orang Bu-lim,
tapi diantara sesama saudara mereka ternyata mempunyai
budi pekerti yang luhur. Sudahlah, mengingat kebaikan
mereka, biarlah aku akan berdaya untuk menyelamatkan
mereka." Demikian Hoa Thian-hong telah ambil keputusan, apabila
nanti ia mesti bergebrak dengan saudara-saudara Auyang itu,
maka tentu akan berlaku sungkan dan takkan mencelakai jiwa
mereka. Sebaliknya Auyang Tiong-ho dan isterinya tidak tahu
maksud baik Hoa Thian-hong itu. Mereka adalah bekas jago
yang sudah keok dibawah tangannya Hoa Thian-hong, maka
mereka tahu tak-kan menang jika mesti menghadapi tokoh
Hba-san-pay itu. Namun Hoa Thian-hong sudah terangterangan
"tunjuk hidung" dan menantang mereka, terpaksa
merekapun tidak dapat mengelakkan diri lagi. Maka dengan
tersenyum sedih terpaksa Auyang Tiong-ho berkata: "Toako,
biarlah adikmu mendahului kau. Nah, Hoa Thian-hong, marilah
maju sini, boleh kita bertempur dulu satu babak."
Selagi keadaan sudah tegang dan kedua pihak sudah
pasang kuda-kuda dan siap bergebrak, sekonyong-konyong
terdengarlah suara suitan orang yang panjang sekali sebagai
ringkikan naga, sesosok tubuh manusia tertampak melayang
tiba dengan cepat luar biasa dan tahu-tahu lantas berhenti
ditengah-tengah antara Hoa Thian-hong dan Auyang Tiongho.
Lalu terdengar suaranya yang lantang: "Tunggu dulu. aku
Yap Tiong-siau sudah datang sekarang!"
Keruan saja suasana menjadi gempar lagi, riuh ramai suara
para hadlirin yang saling bisik dan membicarakan pendatang
yang mengaku sebagai Yap Tiong-siau itu.
Waktu Han Soan suami-isteri mengamat-amati dengan
cermat, benar juga pendatang ini memang Yap Tiong-siau
adanya. Serentak mereka suami-isteri terus melompat maju
dan memotong jalan mundur musuh, teriak mereka: "Bagus,
memang harus dipuji akan keberanianmu, akhirnya kau berani
muncul juga. Nah, biarlah kita bikin perhitungan dulu utangpiutang
Tin-wan-piaukiok dengan kau."
Diam-Diam Kang Hay-thian ikut tidak tenteram, ia menjadi
bingung cara bagaimana agar dapat mengatasi suasana itu.
Iapun heran mengapa Auyang Wan tidak nampak ikut serta
muncul" Dalam pada itu Auyang Ji-nio mendadak menjadi marah,
damperatnya: "Yap Tiong-siau, kau kenal malu tidak" Kami
sudah mengusir kau, buat apalagi kau kembali kesini" Hayo,
lekas enyah, lekas minggat!"
Dengan tertawa Yap Tiong-siau telah menjawab: "Aku
memang sudah menduga a"kan terjadi seperti harini.
Sebabnya kau tidak mau mengaku aku sebagai anak menantu
bukankah juga lantaran urusan harini" Tapi seorang laki-laki,
seorang kesatria sejati, berani berbuat berani bertanggungjawab,
mana boleh aku membikin susah orang lain atas
perbuatanku dahulu. Nah, harap kau mundur saja, bu!"
"Bagus! Ucapanmu cukup gagah berani," kata In Ciau.
"Nah, biarlah kusempurnakan keinginanmu, marilah maju, asal
kau mampu lolos dibawah tiga kali pukulanku, maka tentang
utangmu yang telah melukai putera-puteriku akan kuhapus
sampai disini dan tidak kuusut lebih lanjut."
Kiranya In Ciau kuatir kalau Han Soan suami-isteri bukan
tandingan Yap Tiong-siau, maka sengaja mendahului
menantang pemuda itu.
Diam-Diam Kang Hay-tlriai sedang memikir: "In-locianpwe
punya Tay-lik-kim-kong-ciang tiada bandingannya didunia ini,
tapi untuk menahan tiga kali serangannya rasanya Yap-toako
masih lebih dari pada sanggup. Ehm, tahulah aku, mungkin_
In-loenghiong sengaja hendak melukainya sedikit sekadar
untuk melampiaskan dendamnya saja."
Dengan kedudukan dan nama In Ciau, biasanya siapapun
suka tunduk kepada perintahnya. Siapa duga sekali ini Han
Soan suami-isteri telah ngotot takmau kalah, lebih dulu Hantoanio
membuka suara: "In-cengcu, dalam urusan lain kami
rela menurut maksud-mu, tapi sekali ini hendaklah kau
mengalah pada kami. Kedua kakiku ini telah pincang akibat
perbuatan bangsat cilik ini, biarlah siku serahkan jiwaku ini bila
perlu, tapi paling tidak aku harus melabraknya dahulu sebisa
mungkin." Han Soan juga berkata: "Ya, In-toako, 36 jiwa dari Tin-wanpiaukiok
kami, dendam ini sedalam lautan dan jauh lebih besar
daripada sakit-hatimu, maka sukalah kau membiarkan kami
maju dahulu."
Diam-Diam Kang Hay-thian terkejut. Pikirnya pula:
"Tampaknya Han Soan berdua sudah bertekad akan mengadu
jiwa dengan Yap Tiong-siau, lantas baga mana aku harus
bertindak?"
Hendaklah maklum bahwa "ilmu silat Han Soan suami-isteri
meski lebih lemah daripada Yap Tiong-siau, tapi mereka masih
memiliki senjata rahasia Tiat-wan-yang yang lihay, apalagi
kalau bicara tentang kebenaran memang Yap Tiong-siau yang
telah berbuat salah atas diri suami-isteri she Han itu. maka
tida"k mungkin Kang Hay-thian dapat membantu Yap Tiongsiau
secara diam-diam
Begitulah, selagi In Ciau tampak ragu-ragu belum
menjawab dan Kang Hay-thian juga sedang kebat-kebit dan
serba susah, tiba-tiba Yap Tiong-siau sudah lantas maju
ketengah, katanya segera: "Sudahlah, kalian tidak perlu
berebut hak dahulu, yang sudah pasti ialah aku takkan
bergebrak dengan kalian."
In Ciau tercengang sejenak, lalu tanyanya. "Kau takkan
bergebrak dengan kami" Habis buat apa kau datang kesini"
Emangnya kau kira datang buat pelesir srja?"
Mendadak Yap Tiong-siau membusungkan dada, ia
menengadah dan terbahak-bahak, tertawa yang lantang lepas,
tapi membawa rasa yang duka serta angkuh pula. Kemudian
baru ia berkata dengan pelahan-lahan: "Siapa yang utang jiwa
harus bayar jiwa, utang uang hayar uang. Aku telah berdosa,
maka sudah seharusnya aku yang terima akibatnya.
Kedatanganku harini kesini justeru bermaksud membayar
semua utangku dahulu, untuk ini aku serahkan kepada
keinginan kalian, cara bagaimana kalian hendak melunaskan
utangku ini boleh terserah, pendek kata, biar dicincang
maupun dikorek aku Yap Tiong-siau pasti takkan melawan."
Pernyataan Yap Tiong-siau ini seketika membikin suasana
gelanggang pertempuran itu menjadi sunyi senyap.
Semula semua orang mengira dengan munculnya Yap
Tiong-siau, maka pertarungan tentu akan tambah dahsyat,
siapa tahu orang she Yap Ini justeru datang untuk
menyerahkan diri dan rela di-hukum menurut mana suka dari
pihak-pihak yang memusuhinya. Keruan semua orang melongo
heran. Segera Tay-pi Siansu, kepala dari Cap-pek-lo-han di Slaulim-
si lantas bersabda dalam Budha: "Siaucay! Siancay!
Letakkan golok jagalmu, segera kamu akan kembali kepada
Budha!" .Sebaliknya In Ciau tampak bersengut dan mundur
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
beberapa tindak. Sedangkan Han Soan suami-isteri malah
terus melompat maju, dari kedua sisi mereka terus pegang
kedua lengan Yap Tiong-siau, Han Soan mendorong pemuda
itu lebih maju dan menghadapi para kesatria, lalu teriaknya
keras-keras: "Wahai, para sobat! Yap Tiong-siau, kau memang
tidak malu sebagai seorang kesatria sejati, harini aku orang
she Han telah mengikat seorang sobat sebagai kau!"
Selagi Hay-thian merasa girang karena disangkanya Han
Soan sudah mau menjadikan bekas lawan itu sebagai kawan,
siapa duga Han Soan lantas bersera lagi: "Akan tetapi
dendamku kepadamu sedalam lautan, 36 jiwa dari Tin-wanpiaukiok
kalau tidak kutagih. kembali, rasanya akupun tiada
muka untuk bertemu dengan saudara-saudara kami yang telah
mangkat lebih dulu itu. Maka dari itu, so-bat she Yap, silakan
mangkat lebih dulu dan segera orang she Han ini akan
menyusul kau, dengan demikian rasanya akan dapat kau
terima bukan" Nah, teman tua, bagaimana pendapatmu?"
"Tepat, memang beginilah keinginanku." sahut Han-toanio
dengan dingin-dingin saja. "Setelah membalas dendam, segala
urusan sudah selesai, buat apalagi kita hidup didunia fana ini"
Nah, sobat Yap, aku dan temanku yang tua bangka ini telah
siap untuk menyusul kau, tentunya matipun kau takkan
menyesal bukan?"
Kiranya Han Soan suami-isteri telah bertekad setelah
membunuh Yap Tiong-siau, lalu mereka juga akan membunuh
diri untuk menyusulnya. Sebab kalau Yap Tiong-siau siap
untuk mati dengan sukarela, maka mereka suami-isteri juga
takmau kehilangan pamor sebagai kesatria sejati. Maka segera
sebatang golok panjang dan sebatang golok lain yang lebih
pendek lantas mereka angkat keatas.
"Tahan dulu, Han-toako!" teriak In Ciau mendadak.
Karena itu golok Han Soan yang panjang itu telah merandek
diatas, sebaliknya golok Han-toanio yang pendek itu tetap
ditubles-kan tepat kearah dadanya Yap Tiong-siau, biarpun In
Ciau hendak mencegah rasanya juga tidak keburu lagi.
Dan justeru pada saat senjata- Han-toanio itu sudah hampir
menempel dada sasarannya, sekonyong-konyong terdengar
suara seruan se-orang yang tergesa-gesa dari jauh: "Tahan
dulu! Dia bukan Yap Tiong-siau! Tapi aku inilah Yap Tiong-siau
yang tulen!"
Mendengar seruan yang aneh itu, tanpa merasa golok Hantoanio
yang sudah ditubleskan itu lantas tertahan mentahmentah
ditengah jalan, Waktu Han Soan berdua mendongak
kesan, terlihatlah seorang pemuda sedang berlari datang
secepat terbang. Anehnya wajah pemuda ini sangat mirip
dengan Yap Tiong-siau, kalau baju mereka tidak berlainan,
tentu orang akan susah membeda-bedakan mereka.
Melihat pemuda itu, maka Kang Hay-thian telah menghela
napas lega. Kiranya dia sebenarnya sudah bersiap-siap dikala
golok Han-toa nio itu sudah ditubleskan, ia hendak menolong
Yap Tiong-siau dengan menutuk Hiat-to ditangannya Hantoanio
dengan tutukannya yang tak kelihatan itu, andaikan
nyonya tua itu terpaksa mesti dilukai sedikit juga takbisa
dipikirkannya lagi. Tapi kini dengan da-angnya sipemuda yang
bukan lain adalah Danu Cu-mu, maka tindakannya yang sudah
disiapkan itu menjadi tidak perlu lagi.
Munculnya Danu Cu-mu sudah tentu membuat semua
orang terkejut dan heran, tapi masih ada yang membikin
semua orang ter-lebih heran ialah d belakang Danu Cu-mu
ternyata masih ikut pula tiga orang lain. Seorang adalah
puterinya In Ciau sendiri. In Bik, baju In Bik tampak kumal
dan mukanya ada noda darah, agaknya baru saja berkelahi
dengan orang. Dan seorang lagi adalah muridnya In Ciau, yaitu Ibun Long.
Ia menyeret seorang wanita berusia antara 30-an tahun
dengan muka yang cantik genit, tapi keadaannya seperti
lemas lunglai dan mandah diseret oleh Ibun Long, agaknya
Hiat-to ditubuhnya telah di tutuk orang.
In Ciau terperanjat dan cepat tanya: "Bik-ji, ada apakah,
apakah kau telah dilukai dia?" katanya sambil menunjuk Danu
Cu-mu. "Bukan," sahut In Bik, "tapi bangsat wanita itu yang hendak
mencelakai aku dan dia yang telah menyelamatkan anak."
Ketika mula-mula ketemu Danu Cu-mu, sebenarnya In Bik
juga menyangka dia adalah Yap Tiong-siau, tapi sekarang
demi melihat ditengah kalangan situ sudah ada pula seorang
Yap Tiong-siau lagi, ia menjadi heran dan ragu-ragu, namun
Danu Cu-mu telah menolong nya, hal ini adalah nyata, maka.
tetap dituturkannya juga dengan sungguhnya.
Segera Ibun Long menutur lebih jauh: "Tecu bersama
Somoay sedang menyambut tamu diluar dan bangsat wanita
ini mendadak menyerbu tiba, sekali gebrak Sumoay lantas
tertawan olehnya dan Tecu juga tertutuk kaku. Syukurlah
Enghiong ini keburu datang dan secepat kilat bangsat wanita
itu dapat dtrobohkannya sehingga kami berdua dapat selamat.
Bangsat wanita yang ditawan Enghiong ini lalu diserahkan
kepadaku."
Dahulu, ketika barang kawalan Tin-wan-piaukiok dirampok
habis-habisan diwilayah Orsim dipropinsi Jinghay. kepala
rampok itu adalah seorang wanita. Diantara orang-orang
Piaukiok yang ditawan itu hanya ada dua orang yang berhasil
lolos dengan selamat, yaitu berkat bantuan Yap Tiong-siau
yang telah mintakan ampun bagi mereka, sedang 36 orang
lainnya telah dibunuh semua.
Dan kedua Piausu yang beruntung masih hidup itu sekarang
juga ikut sang Congpiau-thau hadir dlsini, segera mereka
berlari maju demi mengenali wanita yang ditawan Danu Cumu
itu, seru mereka: "Han-cong-piauthau, dahulu biangkeladi
yang membunuh saudara-saudara kita itu tak-lain-tak-bukan
adalah bangsat wanita ini!"
Han Soan masih ragu-ragu, ia lantas berseru: "Para hadirin
yang terhormat, apakah diantara para sobat yang hadir ini ada
yang kenal bangsat wanita ini?"
Segera Pangcu dari: "Hay-yang-pang" yang bernama Yan
Goan berteriak: "Aku kenal dia. Dia adalah salah satu Hiangcu
yang terkenal didalam Thian-mo-kau, namanya Bok Kiu-nio
dan berjuluk Kiu-bwe-hou-li (si rase berekor sembilan)!"
Hay-yang-pang terhitung suatu perkumpulan rahasia yang
cukup besar, usahanya ialah semokel dan menjual garam
gelap, sebab itulah banyak sekali golongan-golongan Sia-pay
dan kalangan penjahat yang dikena! mereka.
Seketika Han Soan merasa bingung demi mendengar
keterangan itu. Sebelumnya ia telah anggap Yap Tiong-siau
sebagai komplotan bangsat wanita itu, sebab itulah utang jiwa
ke-36 orang Tin-wan-piaukiok itu iapun tumplekan atas dirinya
Yap Tiong-siau. Siapa tahu sekarang mendadak muncul
seorang Yap Tiong-siau yang lain, bahkan Yap Tiong-siau
kedua inilah yang telah menawan bangsat wanita yang justeru
merupakan biangkeladi dari semua gara-gara ini, bahkan telah
menyelamatkan In Bik pula.
Setelah tertegun sejenak, akhimya Han Soan berteriak pula
dengan mata mendelik: "Sebenarnya siapakah diantara kalian
yang betul-betul adalah Yap Tiong-siau?"
"Aku!" sahut Yap Tiong-siau.
"Aku!" demikian Danu Cu-mu juga menjawab.
Wajah mereka hampir serupa, tapi toh ada sedikit
perbedaannya. yaitu suaranya dan sikapnya ada berlainan.
Han-toanio pernah dilukai Yap Tiong-siau sehingga kakinya
pin-cang, dendam kesumat itu selalu diingat-ingat didalam
hati, makanya terhadap ciri-ciri Yap Tiong-siau itu cukup
berkesan, sekarang iapun dapat melihat perbedaan-perbedaan
diantara Cu-mu dan Tiong-siau itu, maka diam-diam bisiknya
kepada sang suami: "Kulihat yang betul adalah orang yang
datang lebih dulu tadi?" namun begitu iapun tidak berani
memastikan, sebab itulah ia ingin minta pendapat sang suami.
Belum lagi Han Soan menjawab, tiba-tiba terdengar seruan
seorang yagi: "Nanti dulu, biar aku memeriksanya!"
Kiranya orang ini adalah Nyo Lin, muridnya Yap Kun-san
yang sekarang menggantikan sang guru sebagai Ciangbunjin.
Han Soan berdua sangat girang, mereka pikir Nyo Lin
adalah Su-hengnya Yap Tiong-siau, jika dia yang memeriksa
sendiri, tentu akan dapat dibedakan yang mana adalah Yap
Tiong-siau tulen.
Danu Cu-mu sendiri sejak berumur lima tahun sudah diculik
jago-jago suruhan Kayun. Waktu kecilnya boleh dikata setiap
hari ia dimongmong oleh Nyo Lin, maka lapat-lapat ia masih
mengenalnya. Ketika Nyo Lin sampai didepannya Yap Tiong-siau, sudah
tentu Tiong-siau hanya mendelik saja dan tak kenal padanya.
Sebaliknya sesudah Danu Cu-mu mengamat-amati Nyo Lin
sejenak, segera ia berteriak: "He, bukankah kau adalah Nyosuheng?"
Tapi Nyo Lin masih tidak berani lantas menjawab, lebih dulu
ia mendekati Cu-mu, ia singkap lengan baju pemuda itu. maka
tertampaklah dengan jelas dilengan Cu-mu itu terdapat
sebuah andeng-andeng merah yang sangat menyolok. Melihat
ini, Nyo Lin tidak bersangsi lagi, saking girangnya ia sampai
menangis, dengan terharu ia terus rangkul Danu Cu-mu sambil
berseru: "O, Yap-sute, akhir-nya aku dapat menemukan kau
juga!" Kiranya kedatangan Yap Tiong-siau lebih dulu tadi masih
membuat Nyo Lin merasa sangsi, sebab ia periksa kanan dan
periksa kiri dan merasa pemuda itu agak berbeda daripada
sang Sute yang pernah dimongmongnya itu. dari itu sejak tadi
iapun tidak berani tampil kemuka untuk mengenalnya.
Sekarang sesudah periksa bukti ditangan Danu Cu-inu barulah
ia yakin bhw Danu Cu-mu yang benar-benar adalah Sutenya
yang hendak dicari itu.
Hal ini benar-benar diluar dugaan Han Soan suami-isteri,
keruan ia menjadi bingung. Segera Han-toanio berseru: "He,
masakah dia" Tapi bangsat cilik yang melukai aku itu biarpun
dia menjadi abu juga aku kenal tak-lain-tak-bukan adalah dia
itu!" sampai kata-kata "dia itu" jari nya lantas menunjuk
kearah Yap Tiong-siau.
"Para hadlirin," Tiong-siau lantas bicara, "sebenarnya dia
adalah saudaraku. Diwaktu kecilnya ia memang pernah
bernama Yap Tiong-siau, tapi sesudah berumur lebih dari lima
tahun ia sudah bukan. Yap Tiong-siau lagi. Sebab itu, dalam
urusan yang akan di-selesaikan harini sama sekali dia tidak
ikut bersangkutan. Tentang Yap Tong-siau yang berdosa dan
banyak melakukan kejabatan itu tak-lain-tak-bukan adalah
diriku ini."
"Tidak betul!" cepat Danu Cu-mu menanggapi. "Pertama,
aku inilah yang betul-betul adalah Yap Tiong-siau tulen Kedua,
Toako kami itu belum lama berselang baru mengetahui asalusulnya
sendiri, sebelumnya ia memang terlalu gegabah
sehingga kena diperalat orang lain serta banyak berbuat
kesalahan. Bicara tentang pembunuh orang2 Tin-wan-piaukiok
itu sesungguhnya bukan dia, tapi adalah?"?""
"Benar, hal itu kami cukup tahu," tiba-tiba kedua Piausu
Tin-wan-piaukiok yang masih hidup itu lantas menyela,
mereka merasa utang budi kepada Yap Tiong-siau, maka
dalam saat demikian mau-tak-mau mereka harus membuka
suara. "Pembunuh atau biangkeladi dari kejahatan itu bukan
orang lain, tepi adalah bangsat wanita Bok Kiu-nio ini!"
"Ada sebagian benar, tapi juga ada sebagian tidak betul."
kata Danu Cu-mu. "Pembunuhnya memang betul adalah Bok
Kiu-nio ini bersama begundalnya, tapi biangkeladi dibelakang
layar sesungguh-nya bukan dia."
Semua orang menjadi semakin bingung oleh uraian-uraian
yang ber-simpang-siur itu sehingga mereka ribut
mcmbicarakannya. Ada yang heran kedua pemuda itu samasama
mengaku sebagai Yap Tiong-siau" Mengapa keduaduanya
ingin bertanggung-jawab atas urusan yang akan
diselesaikan sekarang ini" Yap Kun-san hanya mempunyai
seorang anak pungut, darimana mendadak bisa muncul lagi
seorang" Begitulah, maka Nyo Lin dan Han Soan juga dibikin heran
oieh kedua saudara yang serupa itu. Tanya Nyo Lin:
"Sebenarnya Suhu kita telah ditewaskan siapa" Sute, siapa
pu!a yang telah menculik kau" Dan dimanakah kau menetap
selama ini?"
Sedangkan Han Soan juga ingin tahu, iapun tanya: "Ya,
siapa-kah sebenarnya biangkeladi daripada semua urusan ini?"
Serentetan pertanyaan-pertanyaan yang memberondongi
Danu Cu-mu itu sudah tentu membuatnya menjadi bingung
juga cara menjawab-nya.
Tiba-Tiba Kang Hay-thiay berseru: "Biarlah aku saja yang
menerangkan, seluk-beluk tentang urusan ini aku tahu
seluruhnya"
Suaranya yang di kumandangkan dengan Lwekang yang
kuat itu telah menyirapkan suara berisik diantara hadirinhadirin
tu sehingga suasana kembali tenang."
Lalu Hay-thian berbitiara dgn menunjuk Danu Cu-mu: "Dia
ini adalah raja negeri Masar yang sekarang. Raja yang dahulu
bernama Kayun, asalnya adalah seorang panglima
kepercayaan ayahnya yang kemudian telah merebut takhta
junjungannya sendiri Orang yang menyuruh membunuh Yap
Kun-san, biangkeladi yang memerintahkan Bok Kiu-nio agar
merampas barang kawalan Tin-wan-piaukiok, semuanya itu
adalah perbuatan Kayun yang jahat itu. Semula Yap Tiongsiau
tidak tahu asal-usulnya sendiri sehingga kena ditipu dan
diperalat oleh Kayun. Tapi sebenarnya bukanlah ke
salahannya, dia melainkan dibodohi orang saja."
Keterangan Kang Hay-thian ini membuat semua orang
sangat terheran-heran. Han Soan suami-isteri juga saling
pandang dengan tercengang, same sekali, mereka tidak
menyangka bahwa pembunuhan atas orang-orang Tin-wanpiaukiok
itu menyangkut politik pemerintahan Masar, malahan
Yap Tiong-siau yang tulen, yaitu Danu Cu-mu, adalah raja
negeri Masar. Begitulah dengan panjang lebar dan memakan waktu cukup
lama barulah Kang Hay-thian selesai menceritakan segala
seluk-beluk yang menyangkut permusuhan-permusuhan
diantara berbagal pihak.
Akhirnya Han Soan bertanya: "Tapi aku masih ada sesuatu
yang belum jelas. Jikalau Kayun waktu itu adalah raja, buat
apa dia hendak merampas barang kawalan kami yang
sebenarnya tidak banyak berguna baginya itu?"
"Hal ini harus aku yang memberi penjelasan," sela Yap
Tiong-siau. "Bukankah barang yang kalian kawal dahulu tu
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
adalah suatu partai besar bahan obat-obatan yang berharga
yang hendak kalian hantar ke Orsim, bukan?"
"Betul," dawab Han Soan. "Justeru sesudah kami memasuki
wilayah Orsim barulah terjadi pembegalan itu."
"Tatkala itu diwilayah Orsim sedang berjangkit penyakit
menular, penyakit wabah yang jahat. dan obat-obatan itu
sebenarnya akan digunakan untuk menolong penderitapenderita
wabah itu," tutur Yap Tiong-siau. "Tapi waktu itu
Kayun sedang merencanakan pencaplokan atas daerah Orsim,
sebab itulah ia tidak ingin partai obat-obatan itu sampai
ditempat tujuannya. Ketika itu aku diperintah kan bersama
Bok Kiu-nio pergi membegal barang kawalan kalian itu, semula
aku sendiripun tidak tahu bhw obat-obatan itu diperuntukan
menolong penderita wabah, kemudian barulah aku mendapat
keterangan itu setiba diwilayah Orsim. Karena itu aku tidak
ikut turun tangan dikala merampas barang kawalan kalian itu,
tapi akupun tidak merintangi, kejadian itu boleh dikata
merupakan suatu kesalahanku yang paling kusesalkan selama
hidup ini, sungguh mati-pun aku tidak cukup menebus dosa
itu." "Tentang kejadian selanjutnya belum kau ceritakan, barlah
aku mewakili kau menjelaskan kepada mereka," kata Danu Cumu.
"Karena rasa penyesalanmu, maka kemudian diam-diam
kau telah membocorkan rahasia tentang perampasan obatobatan
itu kepada raja Orsim sehingga ketika barang
rampasan .tu hendak diangkut ke-negeri Masar, ditengah jalan
telah kena dicegat dan dirampas kembali oleh pasukan Orsim."
Tiong-siau menjadi, heran, tanyanya: "Urusan ini aku tidak
pernah ceritakan kepadamu, darimana kau mengetahui?"
"Waktu aku naik takhta, raja Orsim telah mengutus orang
untuk menyampaikan selamat padaku, dan utusan itu bukan
lain adalah komendan yang memimpin pasukan dan telah
merampas kembali obat-obatan itu. Dia telah salah sangka aku
sebagai dirimu, maka berulang-ulang telah menghaturkan
terima kasih atas bantuan yang diberikan dahulu itu," tutur
Cu-mu. "Ya" meski begitu, toh waktu itu juga agak terlambat
sehingga entah berapa banyak rakyat jelata di Orsim yang tak
berdosa itu telah menjadi korban penyakit wabah," kata Yap
Tiong-siau dengan menyesal. "Dan akhimya Kayun juga telah
mencaplok sebagian dari wilayah kekuasaan Orsim."
"Wilayah yang tidak sah itu sekarang sudah kukembalikan
kepada mereka," kata Cu-mu.
Dengan gegetun kemudian Tiong-siau berkata pula: "Ya,
sesudah kejadian itu, maka akupun semakin kenal betapa
kejamnya Kayun. Namun saat itu aku masih terlalu kemaruk
kedudukan dan gila pangkat, pula menganggap dia adalah
ayah angkatku yang berbudi luhur, maka aku masih berasa
berat untuk meng-khisnati dia. Kini kalau d"pikir, sungguh aku
telah berbuat kesalahan yang maha besar."
"Semua kejadian itu sudah lampau, meski keinsyafanmu
datangnya agak terlambat sedikit, tapi akhimya Kayun juga
telah kau bunuh send:ri," ujar Cu-mu. "Dan kalau dibicarakan
bo-leh dikata kau sudah menebus dosamu dengan jasajasamu
itu dan boleh tidak malu lagi kepada dirimu sendiri."
Mendengar cerita yang panjang-lebar dan berliku-liku itu,
Han Soan suami-isteri menjadi kesima.
Peristiwa-Peristiwa yang aneh dan ber-be!it-it itu tentu akan
susah dipercaya orang terutama Han-toanio dan lain, apabila
tidak Kang Hay-thian memberi kesaksian sendiri.
Kini sesudah duduknya perkara sudah menjadi jelas,
seketika Han Soan menjadi lesu malah, ia coba membisiki
sang isteri: "Teman tua, sekali ini kita menjadi salah mencari
sasarannya. Sebab setelah mengikuti uraian mereka tadi,
terang bocah she Yap ini buktilah biangkeladinya, malahan
musuh besar dari Tin-wan-piaukiok kita justeru adalah dia
yang membunuh-nya "
"Habis, bagaimana menurut pendapatmu?" sahut Hantoanio.
Apa mau dikata lagi?" ujar Han Soan. "Sudah tentu
permusuhan ktta dengan sobat she Yap ini sekaligus kita
hapus sampai disini. Dia telah membunuhkan musuh besar
kita, biar-pun kita sudah terjunggkal ditangannya juga cukup
berharga" "Baiklah, sesudah kita membinasakan bangsat wanita she
Bok itu selanjutnya kita akan tutup pintu dan hidup menyepi
dirumah sendiri dan takkan berkecimpung didunia Kangouw
lagi" kata Han-toanio.
Dan selagi ia hendak mendekati Bok Kiu-nio untuk membinasakanrya,
mendadak terdengar suara jeritan ngeri satu kali,
tahu-tahu Bok Kiu-nio sudah mati menggeletak. Kiranya lebih
dulu Bok Kiu-nio telah memutuskan urat-urat nadi sendiri dan
membunuh diri. Meiihat itu, dengan menghela napns segera Han Soan.
hendak mengajak sang isteri untuk pergi.
Tapi cepat Danu Tiu mu telah berseru padanya: "Nanti dulu,
Han-loenghiong!
"Ada apa7" tanya Ca-mu.
"Han-loenghiong, orang mati takbisa hidup kembali, tentang
36 jiwa orang Piaukiok kalian itu terang susah diganti," ujar
Cu-mu "Tapi tentang nasib perusahaan Piaukiok kalian yang
menjadi bangkrut itu, sehingga Han-loenghiong berdua ikutikut
terlantar, sungguh kami merasa tidak enak sekali, untuk
mana kami ingin mengunjukkan sedikit rasa simpati kami.
Disini telah kusediakan tanda terima (wesel cek) dua juta tahil
perak yang dikeluarkan Pak-khia-gin-ceng (bank), satu juta
tahi! diantaranya adalah sebagai ganti kerugian atas
perusahaan kalian dan satu juta tahil! lagi harap Hanlocianpwe
suka rnembagi-bagikan kepada keluarga ke-36
orang yang telah meninggal itu sebagai jaminan hidup
mereka." Han Soan menjadi ragu-ragu, dan selagi ia hendak
menolak, tiba-tiba Coan Co-tek telah membuka suara: "Unyuk
ini memang pan-tas diterima Sebab kerugian-kerugian yang
diderita perusahaanmu me-mang sudah sehamsnya diganti
oleh yang bersangkutan. Barang-mu itu telah dirampas oleh
raja Masar dahulu, sekarang daku raja Masar yang baru ia
mengganti kerugianmu, hal ini memang tepat dan pantas.
Sungguh pengemis tua ini justeru mengharap agar kau dapat
membangun kembali Tin-wan-piaukiok yang ber-sejarah itu."
Karena bujukan itu, terpaksa Han Soan menerima juga
maksud baik Danu Cu-mu itu.
Kemudian dengan berincang-incut Han-toanio lantas
mendekati Yap Tiong-siau. Katanya kepada pemuda itu:
"Tentang utang nyawa orang-orang Tin-wan-piaukiok dulu itu
sudah bukan urusanmu lagi, tapi kedua kakiku yang cacat ini
adalah perbuatanmu, dendam ini mana boleh kuhapus begini
saja!" Semua orang terperanjat dan kuatir nyonya tua itu akan
membikin urusan sudah baik itu menjadi mentah kembali,
cepat In Ciau. Hoa Thian-hong dan lain-lain bermaksud
melerainya, tapi mendadak "cuh", Han-toanio telah meludahi
sekali dimuka Yap Tiong-siau, habis itu barulah ia berjalan
pergi bersama sang suami.
Dengan tegak dan diam saja Yap Tiong-siau menerima
hinaan itu, sama sekali ia tidak berkelit atau melawan dan
membiarkan air ludah itu kering sendiri. Selang sebentar
barulah ia bicara: "Kalau mengingat segala perbuatanku yang
dahulu, biar-pun sudah diludahi sekali olehnya, hukuman ini
boleh dikata masih terlalu ringan. Nah, In-cengcu, sekarang
menjadi giliran untuk bicara."
Melihat Tiong-siau sudah benar-benar mau insaf dan telah
kembali kejalan yang benar, sudah tentu In Ciau tidak tega
mem-balas dendam lagi, segera ia berkata: "Harini puteriku
telah selamatkan berkat bantuan saudaramu, maka tentang
utangmu yang telah melukai putera-puteriku dahulu itu
kuanggap sudah dibayar kembali oleh saudaramu sendiri dan
akupun tidak ing"n membikin perhitungan lagi dengan kau".
Karena keputusan In Ciau yang bijaksana itu, semua piyak
menjadi senang. Segera Yap Tiong-sau minta maaf kepada In
Khing dan In Bik, sebaliknya kedua saudara In itu juga
meng-ucapkan terima kasih kepada Danu Cu-mu.
Suatu pertempuran yang akan minta banyak korban telah
dapat dicegah sehingga sausaca berubah gembira ria, lalu
Auyang Pek-ho berbicara selaku tuan, rumah: "Syukurlah
segala percekcokan kita kini sudah diselesaikan dengan damai,
para hadirin datang dari jauh, maka sudilah kiranya tinggal
sementara disini agar Siaute dapat sekadar memenuhi
kewajiban sebagai tuan rumah!"
"Aku masih ada urusan penting dan segera harus pulang,"
kata Cu-mu. "Kenapa mati buru-buru?" ujar Auyang-jinio. "Toh sekarang
kita sudah mengikat pamili, rasanya kalian, tentu tidak
dendam lagi kepada kejadian-kejadian yang telah lampau."
"Katanya kau tidak mau mengakui anak menantumu?" goda
Coan Co-tek dengan tertawa.
"Segala urusan sekarang sudah beres, kenapa aku mesti
tidak mengakui?" sahut Auyang-jinio dengan tertawa riang.
Lalu ia berpaling kepada Yap Tiong-siau dan bertanya: "Dan
dimanakah Wan-ji".
"Wan-moay telah berangkat kenegeri Masar," sahut Tiongsaiu.
Auyang-jinio tercengang, tapi segera iapun sadar adanya,
ka-tanya: "O, tentu kau yang suruh dia berangkat dulu,
bukan" Mak-sudmu ialah ingin dia terhindar dari kemungkinan
akan terembet didalam urusan percekcokan tadi, bukan?"
Tiong-siau tersenyum getir, sahutnya: "Aku memang sudah
men-duga akan kejadian harini, aku tidak ingin dia tersangkut
dida-lam urusan lain. maka telah pakai sesuatu alasan untuk
membujuk dia pulang dulu ke Masar agar di sana saudaraku
bisa me-rawat penghidupan selanjutnya. Maka dia sebenarnya
tidak tahu akan adanya kejadian disini ini."
Kiranya Yap Tiong-siau sudah bertekad akan korbankan
nyawa sendiri untuk menebus dosanya dahulu, ia tidak ingin
sang isteri ikut berduka, maka dalam hal ini sama sekali
adalah diluar tahunya Auyang Wan. Dan sesudah sang isteri
berangkat ke Masar lalu ia menyembunyikan diri disekitar
kediaman mertua, dan sesudah para kesatria sudah datang
dan kedua pihak sudah mulai bergebrak, barulah ia tambil
kemuka. Adapun kesudahannya juga sama sekali diluar dugaannya,
semua urusan telah dapat diselesaikan dengan baik, segala
kesukaran berubah menjadi selamat, selain dia diludahi sekali
oleh Han-toanio, lebih dari itu boleh dikata tidak ada.
"Begitulah Auyang-jinio tampak terharu, katanya: "Hiansay
(menantu yang baik), maksud baikmu harus d puji. Sekarang
bolehlah kau suruh Wan-ji pulang kemari saja."
"Koko," segera Cu-mu berkata kepada Tiong-siau,
"sekarang juga aku akan pulang kenegeri, kedatanganku
kesini memangnya juga hendak mencari kau, sedangkan
sekarang Soso (kakak ipar) .sudah pulang kesan lebih diTiu,
maka sudah seharusnya kaupun ikut aku pulang".
"Tidak, aku sudah terang takkan pulang kesana," sahut
Tiong-.suau. "Hiante, sungguh aku tidak menduga kau akan
datang men cari aku, baiknya sekarang kau sudah akan
pulang, maka hendak .lah kau membawakan kabar sekal an
kepada Enso-mu, katakan keadaan disini baik-baik saja dan
boleh suruh dia pulang kesini pula. Aku akan menunggu dia
disini". "Ya, lebih baik begini saja," kata Auyang-jinio menyetujui
pikiran sang menantu.
Tapi Cu-mu lantas berkata pula: "Koko, ada" sedikit urusan
yang hendak kurundingkan dengan kau. Marilah kita pinjam
rua-ngan tuan rumah sebentar untuk bicara
Auyang-jinio tidak tahu ada urusan rahasia apa yang
hendak dirundingkan mereka, maka ia agak kurang senang,
tapi toh tidak dapat menolak, terpaksa "ia berkata dengan
tertawa: "Baiklah, jika kalian bersaudara ingin bycarakan
urusan pribadi, silakan masuk kedalam saja."
"Kaupun ikut kemari, Kang-suheng." segera Cu-mu
memanggil Hay-thian pula.
Dan sesudah mereka masuk kedalam kamar, segera. Cu-mu
menutup pintu rapat-rapat.
Keruan Tiong-siau terheran-heran, katanya: "Hiante,
sebenarnya ada urusan apakah sehingga tidak boleh didengar
oleh orang luar?"
"Tiada lain, tetap permintaanku yang sama, ialah supaya
Koko suka pulang bersama aku!" sahut Cu-mu.
Tiong-siau tersenyum pedih, katanya: "Hiante, masakan kau
ma-sih belum paham perasaanku" Aku pernah mengaku
musuh se-bagai ayah, untuk ini kalian sudi memaafkan aku,
tapi aku tidak dapat memaafkan diriku sendiri. Aku tiada muka
buat bertemu pula dengan bangsa kita, maka aku sudah
bertekad takkan meng-injak kedalam negeri sendiri lagi.
Tentang Enso-mu harap kau kirim dia kembali kesini dan buat
apa mesti memaksa aku untuk pulang kesana lagi?"
"Soalnya bukan cuma urusan pulangnya Koko untuk
memapak Enso saja," sahut Cu-mu dengan sungguh-sungguh.
"Tapi yang lebih penting, Koko, ingin kutanya padamu, jika
kau betul-betul merasa berdosa kepada rakyat kita, andaikan
sekarang negeri kita teran-cain bahaya dan rakyat kita akan
tertimpa bencana. apakah kau juga takkan sudi pulang lagi
kesana dan rela berpeluk ta-ngan takkan peduli?"
Tiong-siau tampak terkejut, katanya cepat: "Hiante. negeri
kita sedang menghadapi bahaya apakah" Jikalau benar-benar
ada kesukaran sebagaimana kau katakan itu, sudah tentu aku
tidak dapat tinggal diam."
"Bagus, aku justeru inginkan penyataanmu ini," seru Cumu.
Lalu iapun menceritakan tentang kemungkinaa akan
berselisih dengan negeri Kunbran itu. Ketika ia menceriterakan
tentang di pergokinya duta negeri Kunbran bersama puteranya
Kayun didalam gudang pusaka kerajaan dan akhirnya duta
Kunbran itu tewas diujung pedangnya, hal ini kontan membuat
Tiong-siau dan Hay-thian juga terkejut dan heran pula.
"Jika demikian, benar-benar kita akan menghadapi bahaya
permu-suhan dan pertempuran dengan negeri Kunbran,"
demikian Tiong siau berkata.
"Ya, makanya aku harus berusaha sedapat mungkin untuk
meng-hapuskan kemungkinan peperangan ini," ujar Cu-mu.
"Tentang ini Lian-moay juga sependapat dengan aku dan
sekarag dia sudah berangkat ke Kunbran dalam
penyamarannya sebagai pengiring duta yang kukirim kesana."
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lalu iapun menceritakan rencana yang telah disepakati oleh
mereka bersaudara itu.
Hay-thian terkejut mendengar penuturan Cu-mu itu,
katanya kemudian: "Meski Lian-moay diam-diam dilindung:
oleh gurunya, tapi apabila memang benar-benar pihak
Kunbran ada rencana jahat juga kepada negerimu, maka
kepergiannya kesana tentu juga sa-ngat berbahaya."
"Ya, sebab itulah makanya aku mencari dan minta Toako
suka pulang," sahut Cu-mu. "Malahan sediak keberangkatan
mereka itu sehingga sekarang belum ada. kabar beritanya
yang dikirim kembali. Kalau ditilik dari kejadian-kejadian
didalam istanaku, dimana pernah digerayang. orang, maka
dapat diduga dipihak mereka tentu juga banyak orang pandai .
Karena merasa kuatlr, ada maksudku untuk pergi sendiri ke
Kunbran, susahnya urusan pemerintahan tiada orang yang
dapat mewakili aku. Dari itu, Toako, terpaksa aku harus
mencari kau agar suka pulang kesana, selain kau, kepada
siapa harus kupercayakan" Kedatanganku ini telah membawa
juga beberapa ekor kuda pilihan, apabila besok pagi-pagi kita
lantas berangkat, kukira dalam waktu tiga-empat hari kita
Eudah bisa sampai dirumah."
Tiong-siau mem"kir sejenak, akhirnya berkata: "Hiante, jika
memang sudah terjadi hal-hal diluar dugaan itu. maka sudah
se-pantasnya aku pulang kenegeri leluhur. Tapi akupun ingin
mohon sesuatu soal padamu."
"Kenapa Toako mesti pakai kata-kata "mohon" segala"
Silakan bi-cara saja," sahut Cu-mu.
"Tidak urusan ini sangat penting, sebab kalau kau tidak
mau meluluskan, maka aku lebih suka dicaci-maki oleh bangsa
sendiri daripada aku pulang kesana," ujar Tiong-siau dengan
sungguh-sungguh.
"Urusan apakah sehingga Toako bicara sedemikian
prihatin?" piikirnya Cu-mu. Tapi segera iapun menjawab:
"Baiklah, aku akan memenuhi keinginanmu, silakan bicara."
"Aku minta hendaklah kau maklum bahwa sudah pasti aku
takmau menjadi laja", kata Tiong-siau. "Sebab itulah, dikala
kau untuk sementara menanggalkan negeri kita, maka aku
hanya menggantikan kau sebagai "mangkubumi" saja untuk
memimpin pemerintahan darurat."
Sebenarnya memang ada maksudnya Danu Cu-mu untuk
me-nyerahkan takhtanya kepada sang Taoko, tapi demi
mendengar ucapan Tiong-siau yang sungguh-sungguh itu,
mau-tidak-mau ia harus mengurungkan niatnya itu serta
menerima baik usulnya Tiong-siau.
Kemudian Kang Hay-thian ikut bicara juga: "Jika kalian ada
urusan, sudah tentu akupun tidak dapat tinggal diam. Aku
akan menunda keberangkatanku pulang keselatan dan akan
me-ngiringi kau kenegeri Kunbran."
Maksud Danu Cu-mu mengajak berunding dengan Kang
Hay-thian memangnya juga dengan menaruh harapan agar
sang Su-heng itu suka pembantunya, kini Kang Hay-thian
telah menyala-kan sendiri kesediaannya itu, tentu saja Cu-mu
sangat girang, segera katanya: "Jikalau Suheng sudi
membantu, sudah tentu ka-mi akan sangat berterima kasih."
Sesudah mengambil keputusan tetap, lalu mereka bertiga
keluar kembali. Dalam pada itu Auyang Pek-ho sudah
menyiapkan per-jamuan bagi mereka.
Para kesatria yang menghadiri pertemuan ini berjumlah
beberapa ratus orang, meski sebagian sudah mohon diri lebih
dulu, tapi sisanya juga masih cukup banyak sehingga
diperlukan ber-puluh meja perjamuan baru dapat melayani
tamu yang banyak itu. Dan sudah tentu diantara Auyang Pekho
dan orang-orang yang dianggapnya terdekat berkumpul d
meja-meja yang sama serta diadakan diruangan dalam.
Disuatu meja utama terdapat Kang Lam dan Hay-thian,
Tiong-siau dan Cu-mu, In Ciau bersama putera-puterinya serta
Hoa Thian-hong dan Coan Co-tek dan dilayani oleh Auyang
Tiong-ho suami-isteri. Auyang Pek-ho kemudian keluar untuk
melayani tetamu yang lain.
Hay-thian berduduk d"sebelah ayah angkatnya, yaitu Hoa
Thian-hong. Berulang-ulang Thian-hong telah tanya Hay-thian
pula tentang In-pik secara teliti, yaitu mengenai kepergian
gadis itu dengan menumpang burung elangnya itu. Tapi Haythian
telah menjawabnya secara samar-samar dan tidak jelas.
Karena tidak memperoleh keterangan yang memuaskan,
diam-diam Thian-hong juga sangat kesal, katanya: "Pik-ji
benar-benar seperti anak kecil saja. Biarpun buru-buru hendak
pulang menjenguk aku, seharusnya dia mesti, permisi kepada
kalian. Padahal sebelumnya aku kira dia akan pulang kemari
bersama kau. Dan sekarang kalian sudah berada disini,
sebaliknya dia menunggang elang dan entah perginya, janganjangan
terjadi apa-apa atas dirinya?"
Kang Hay-thian juga merasa masgul terhadap persoalan itu.
Kedatangannya kesini memangnya cuma sepintas lalu saja,
mak-sudnya sebenarnya hendak ke Cui-in-ceng untuk mencari
Hoa In-pik, siapa tahu gadis itu belum kelihatan dan entah
terjadi apa-apa atas dirinya. Sedangkan Kok Tiong-lian
diketahui pula sedang memasuki negeri musuh dan setiap saat
bukan mustahil akan mengalami bencana. Sungguh persoalanpersoalan
ini sangat merisaukan hati Kang Hay-thian.
Sebab itulah biarpun orang lain bicara dan bersendau gurau
dengan gembira, adalah dia yang menjublek saja dengan
muram durja. Meski para tamu masing-masing mempunyai pikiran-pikiran
tersendiri yang mengesalkan hati, tapi tuan rumahnya justeru
sedang gembira ria oleh karena permusuhan yang selama ini
berlarut-larut itu telah dapat diselesaikan secara damai,
berulang-ulang Auyang Tiong-ho suami-isteri mengajak
mengeringkan isi cawan mereka sehingga suasana yang
mengesalkan itu banyak berkurang.
Diam-Diam Kang Hay-thian sedang memikir: "Pik-moay tak
dike-tahui kemana perginya, untuk mencarinya susah, biarpun
kelabakan setengah mati juga percuma. Yang terang sekarang
Lian-moav teiah masuk kesarang musuh, terpaksa aku harus
menolongnya da-hulu. Yap-toako sendiri harini telah terhindar
dari kesukaran dan untuk selanjutnya akan menjadi manusia
baru, untuk ini aku harus ikut bergirang baginya."
Setelah tenangkan diri dan membuang pikiran-pikiran yang
merisau-kan itu. lalu Hay-thian lantas ikut makan-minum
dengan riang gembira.
Ketika perjamuan itu sudah mendekati selesai, tiba-tiba ada
orang datang melapor: "Lapor In-ceng-cu, dari kediamanmu
ada orang datang kemari, katanya ada urusan penting yang
hendak disam-paikan kepada tuan."
In Ciau menjadi heran, sahutnya: "Baiklah, biar Long-ji
keluar dulu melihat siapa yang datang itu, jika memang betul
orang sendiri dan ada urusan penting, boleh bawa masuk
kesini." Segera Ibun Long keluar. Tidak lama kemudian ia telah
masuk kembali dengan membawa seorang budak tua. Kiranya
memang betul adalah budaknya In Ciau yang bernama In An,
seorang bu-dak yang setia sejak kecil, ilmu silatnya juga tidak
lemah, orang nya sangat cekatan. Budak itu tampak sangat
tergopoh-gopoh dan agak letih karena menempuh perjalanan
jauh. Melihat In An, mau-tak-mau In Ciau terkejut, segara ia
ta-nya: "Ada terjadi urusan apa dirumah" Kenapa kau mesti
buru-buru menyusul kesini?"
Lebih dulu In An memberi hormat, lalu menjawab: "Hoaloya-
cu ternyata juga berada disini, hal ini membuat hamba
menjadi lebih lega. Soalnya bukan perkampungan kita terjadi
apa-apa, tapi adalah urusannya Hoa-loyacu."
Thian-hong terkejut, cepat ia tanya: "Urusanku, katamu"
Apa-kah ada orang mencari aku ketempatmu sana karena
tidak tahu bahwa lukaku sudah sembuh dan sudah berangkat
pergi?" "Terkaan Hoa-loyacu memang tepat, cuma yang mencari
tuan itu bukan orang, tapi adalah?"?""
"Apa" Bukan orang" Habis apa?" tanya Thian-hong dengan
ti-dak sabar. "Adalah elang raksasa piaraan tuan," sahut In An.
Thian-hong tambah kaget, tanyanya pula: "Hanya elangku
itu saja yang datang kesana?"
"Ya, tanpa penunggangnya," sahut In An.
"Dimana elang itu sekarang" Apa kau membawanya
kemari?" tanya Thian-hong pula. Ia pikir binatang piaraannya
itu sangat cerdik dan tangkas, sekalipun In An tidak berani
menunggangnya kemari, paling tidak tentu membawanya
serta, sebab itulah ia menanya.
Tapi In An telah menjawab: "Elang sakti itu terluka agak
parah, sekarang sedang dirawat dirumah sana, sedangkan,
ham-ba sebelumnya juga tidak tahu Ho-loyacu berada disini,
ma-kanya tidak membawanya kemari."
Thian-hong bertambah kaget mendengar keterangan itu,
cepat ia tanya lebih jelas: "Elang itu terluka apa?"
"Kedua belah sayap binatang itu semuanya tertancap
sebatang panah kecil, sekarang panah sudah dicabut dan kami
sudah merabubuhkan obat luka padanya. Rasanya dalam
waktu singkat luka-nya akan sembuh kembali, harap Loyacu
jangan kuatir," demi-kian tutur In An.
Orang lain mungkin tidak terlalu pusing tentang elang
terluka segala, tapi Kang Hay-thian cukup kenal betapa
lihaynya elang sakti itu, keruan iapun terkejut. Pikirnya: "Elang
raksasa itu mampu menangkap binatang-binatang buas
sebangsa harimau dan singa serta sanggup membesetnya,
bahkan Kim-mo-soan juga bukan tandingannya, apalagi elang
itu selamanya terbang diatas udara yang tinggi, tapi toh ada
orang yang mampu melukainya dengan panah, maka dapat
diduga kepandaan orang itu tentu sangat lihay. Lalu siapakah
gerangan penyerang itu" Elang itu terluka, lantas bagai-mana
pula dengan adik Pik?"
Sudah tentu Hoa Thian-hong juga lantas teringat kepada
ke-selamatan puterinya itu, maka dengan suara agak kuatir ia
menanya pula: "Selain dilukai oleh kedua batang panah itu,
apakah diatas badan elang itu tidak terdapat apa-apa lagi"
Adakah membawa se-bangsa surat dan lain-lain?"
"Surat sih tidak ada, tapi ada sesuatu barang lagi," tutur In
An. "Barang apa, lekas berikan kepadaku," seru Thian-hong
cepat. Segera In An mengeluarkan sebuah bungkusan kecil. ia
mem-buka bungkusan kain itu, didalamnya terisi sepotong
robekan kain dan diatasnya terdapat sebatang jarum yang
menyemat setangkai bunga yang sudah layu dan kering.
"Robekan kain ini tadinya terikat diatas kaki elang itu," tutur
In An lebih jauh. "Tapi hamba tidak berani sembarangan
mengo yaknya, maka hanya kubungkus lagi dengan kain ini."
Thian-hong menerima robekan kain itu, ia coba
memeriksanya dengan teliti, kemudian ia mencabut jarum itu
dan berkata: "Jarum ini adalah Bwe-hoa-ciam yang biasa
dipakai oleh Pik-ji."
Melihat diatas potongan kain itu ada beberapa tetes bekas
darah, hati Kang Hay-thian ikut berkuatir, pikirnya: "Tentu ini
adalah tanda berita yang hendak disampaikan oleh adik Pik
kepada ayahnya. Beberapa tetes bekas darah ini entah darah
jari adik Pik yang digunakan untuk menulis atau bukan" Tapi
mengapa tiada terdapat sesuatu tulisannya" Apakah karena
tidak keburu lagi dan bekas darah ini, bukan darah jari adik Pik
sendiri, tapi adalah darahnya karena dilukai musuh?"
Disebelah sana Hoa Thian-hong juga telah mengamat-amati
bunga yang sudah kering itu, tiba-tiba ia berseru sekali, air
mukanya tampak sangat heran.
Waktu semua orang memperhatikan bunga itu, kiranya
warna kelopak bunga itu terbagi didalam tiga warna. Bentuk
bunga itu seperti mawar, tapi jauh lebih besar daripada bunga
mawar biasa. Meski sudah layu, tapi ketiga warna itu masih
sangat jelas, kelopak bunga sebelah luar berwarna putih
bersih, kelopak tengah bersemu kuning muda dan kelopak
bagian dalam bersemu merah dadu laksana pipi anak dara
yang kemerah-merahan. Kalau bu-nga ini belum layu tentu
sangat indah adanya.
Bunga yang aneh itu ternyata tidak dikenal dan tiada orang
per-nah melihatnya, tapi toh juga tiada seorangpun yang
tertar"k, se-mua orang hanya merasa heran sebab apa
puterinya Hoa Thian-hong mengirimkan setangkai bunga yang
sudah layu itu kepada ayahnya tanpa sesuatu keterangan lain,
lalu apakah maksudnya"
Untuk sekian lamanya Hoa Thian-hong memeriksa bunga
yang aneh itu, tiba-tiba katanya: "Ya, pahamlah aku!"
"Bagaimana?" cepat In Ciau dan Hay-thian bertanya.
"Bunga tri-warna yang aneh ini hanya terdapat dipuncak
Ling-ciu-hong diatas gunung Altai," demikian Thian-hong
bercerita. "Bunga in mempunyai suatu nama yang indah, yaitu
disebut "Swat-li-hong-ceng (sicantik didalam salju), bunga ini
mempunyai kasiat awet muda, siapa yang banyak makan
bunga ini akan selalu kelihatan muda dan panjang umur.
Kiranya sebagai seorang tabib sakti meski Hoa Thian-hong
be-lum pernah menjalajahi pegunungan Altai dan melihat
bunga aneh itu, tapi dia mempunyai sejilid kitab pusaka
tentang bahan obat-obatan dan didalam kitab itu terdapat
gambar bunga aneh ini serta terdapat catatan-catatan tentang
kasiatnya bunga, dari itu Hoa Thian-hong dapat
menguraikannya dengan jelas.
Menyusul Thian-hong lantas menyambung pula ceritanya:
"Pik-ji sudah mulai belajar ilmu pertabiban, aku telah
mengajarkan dia cara mengenali bahan obat-obaten pula,
rupanya dia sangat me-naruh minat kepada bunga "Swat-lihong-
ceng" ini. maka dia per-nah menyatakan ingin mendaki
keatas Leng-ciu-hong itu untuk memetik beberapa tangkai
bunga mujijat ini dan akan dibawa-nya pulang untuk dibuat
bibit didalam kebun tanamanku. Tapi aku telah mengatakan
padanya bahwa bunga aneh ini hanya mempunyai kasiat
membikin awet muda, tapi dalam pertabiban, kurang nilai-nya,
sebab itulah tiada gunanya menghadapi bahaya men-daki
puncak gunung yang tinggi itu untuk memetik bunga yang
tidak besar manfaatnya ini. Namun demikian, sekali ini mungkin
juga bukan maksud tujuannya hendak mencari bunga aneh
ini, sebabnya dia menyuruh elang sakti mengirim bunga ini
kepa-daku, boleh jadi Pik-ji ingin memberitahukan padaku
bahwa bahaya yang sedang mengancamnya itu berada
Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dipuncak Leng-ciu-hong itu. Kukira sesudah elang sakti terluka
dan secara kebe-tulan binatang itu telah menghinggap
dipuncak Leng-ciu-hong dan disekitar puncak situ terdapat
tumbuh-tumbuhan bunga aneh ini, sedang-kan musuh sudah
mengejarnya kesitu juga, Pik-ji tidak keburu menulis surat,
maka hanya digunakan cara tergesa-gesa ini untuk
menyampaikan berita padaku. Tapi pegunungan Altai itu
terlalu luas dan beribu-ribu li panjangnya, aku hanya
mengetahui diatas pegunungan Altai itu terdapat sebuah
puncak yang bernama Leng-ciu-hong, tapi dimana letaknya
aku sendiri tidak tahu. Jadi kalau hendak mencarinya sudah
terang tidaklah mudah."
"Aku tahu dimana letak puncak Leng-ciu-hong itu," tiba-tiba
Da-nu Cu-mu menanggapi. "Negeri Masar kami terletak
diselatan pegunungan Altai. diutara pegunungan itu adalah
negeri Kunbran, dan puncak Leng-ciu-hong, justeru terletak
ditengah-tengah perbatasan antara kedua negeri kami itu."
"Wah, jika begitu, kebetulan kita bisa bersama-sama
sekaligus pergi kenegeri Kunbran itu," kata Hay-thian.
Karena belum mengetahui halnya Kok Tiong-lian, maka
Kang Lam menjadi heran oleh ucapan puteranya itu, segera ia
berkata: "Adik angkatmu itu sedang menghadapi kesulitan,
sekarang juga kau harus ikut pergi bersama ayah angkatmu
untuk mencarinya."
Hay-thian tidak menjawab, tapi didalam hati ia sangat sedih
dan serba salah pula. Pikirnya diam-diam: "Tempo hari kalau
adik Pik tidak marah padaku, tentu dia takkan mendadak
berangkat. Dan bila dia berangkat bersama kami, tentu takkan
terjadi hal-hal yang diluar dugaan seperti ini. Ai, semuanya ini
adalah salahku, akulah yang telah membikin susah dia."
Lalu terpikir pula olennya: "Sekarang Lian-moay juga
berada di Kunbran, kepergianku ini semoga dapat
menyelamatkan mereka berdua. Tapi urusanku dengan adik
Lian itu tentunya tak dapat mendustai Gihu (ayah angkat) pula
dan terpaksa harus kuterang-kan dengan sejujurnya. Ai, bila
beliau tahu, entah betapa dia akan berduka" Ai. apa boleh
buat, semuanya terserahlah kepada keadaan selanjutnya."
Besok paginya, semua orang lantas berpisah dan berangkat
sendiri-sendiri. Yap Tiong-siau tidak berani membocorkan
rahasianya, ma-ka ia hanya menyatakan hendak pulang
kenegerinya untuk memapak sang isteri. Sudah tentu Auyang
Pek-ho dan lain-lain menyata-kan persetujuannya dengan
gembira. Hay-thian juga mohon diri kepada sang ayah. Sudah tentu
Kang Lam juga merasa berat mesti berpisah pula dengan
putera nya yang sudah sekian lamanya meninggalkan rumah
itu. Ia telah tarik Hay-thian kesamping dan memberi pesan
padanya: "Hanya seorang suami dengan satu isteri dalam
kehidupan biasa yang bisa hidup aman tenteram dan bahagia
sampai hari tua. Kau me-nolong nona Hoa terhitung "Gi"
(budi), sedangkan kau terhadap nona Kok tergolong Ceng"
(cinta), untuk ini hendaklah kau jangan ragu-ragu dan main
plungkar-plungker."
Sudah tentu Kang Hay-thian merasa jengah, atas "ceramah"
sang ayah, dengan muka merah ia hanya mengiakan saja.
Lalu Kang Lam menambahkan lagi: "Selesai urusanmu,
hendak-lah kau lekas pulang kerumah. paling baik kalau dapat
pulang bersama nona Kok agar ibumu bisa ikut gembira."
Kembali Hay-thian mengiakan, tapi dalam hati sedang
berpi-kir: "Segala urusan yang belum terjadi siapa yang dapat
menduga nya" Pabila adik Pik masih selamat dan hidup
didunia ini. dan dia tidak dapat memaafkan atas keteranganku
nanti, padahal aku-lah yang mengakibatkan dia merana dan
mengalami kesukaran ini, masakah aku bisa merasa tenteram
dan tega menikah pula dengan orang lain" Ya, terpaksa aku
akan mencontoh Suhu hidup seorang diri dan terlunta-lunta
dikangouw."
Hubungan In Ciau dan Hoa- Thian-hong sementara itu
sudah bertambah akrab, ketika Thian-hong mohon diri kepada
In Ciau, sambi memegang tangan sobat tua itu In Ciau telah
berkata: "Hoa-toako, jiwa putera-puteriku adalah berkat
pertolonganmu sehingga dapat hidup sampai sekarang,
sekarang puterimu sendiri mengalami kesukaran, seharusnya
aku tidak dapat berpeluk tangan tinggal diam, tetapi?"?""
"Ya, aku tahu," demikian Thian-hong memutuskan
perkataan-nya, "berhubung kau harus mengundang pula
kawan-kawan yang sudi datang membantumu ini kembali
kekediamanmu sekadar untuk memenuhi kewajibanmu
sebagai tuan rumah, maka kaupun tidak perlu sungkansungkan
dan pikirkan diriku. Aku sendiri didampingi Hay-thian,
biarpun ketemu musuh betapapun lihaynya juga takkan takut,
dengan kekuatan kami berdua rasanya cukup menghadapi
bahaya apapun yang mungkin terjadi."
"Tidak, aku memang takkan ikut serta, tetapi Khing-jl
ber-dua biarlah ikut agar mereka digembleng dan tambah
pengala-man," kata In Ciau.
"Pegunungan Altai adalah daerah dataran tinggi yang terlalu
dingin, tidak perlu membikin kaum muda mereka ikut
menderita," ujar Thian-hong.
Tapi In Bik sudah lantas berkata: "Hubunganku dengan enci
Pik bagaikan saudara sekandung, meski kepandaianku rendah
se-hingga takkan banyak membantu Pepek nanti, tapi sudah
seharus-nya Hoa-pepek membiarkan aku memenuhi sedikit
kewajibanku kepada enci Pik."
"Ya, jiwa kami berdua adalah Hoa-lopek yang tolong, jika
kami tidak boleh ikut, bagaimana hati kami bisa tenteram?" In
Khing menambahkan.
"Nah, Hoa-toako, makanya boleh kau membawa serta
mereka agar bisa menggembleng mereka sekalian," ujar In
Ciau dengan tertawa.
Karena tidak dapat menolak lagi, terpaksa Thian-hong
melu-luskan. Segera rombongan mereka yang hendak menuju keutara itu
menunggang kuda-kuda yang dibawa datang Danu Cu-mu itu
terus dilarikan dengan cepat, maka tidak sampai tiga hari
mereka su-dah sampai diperbatasan negeri Masar.
Tiong-siau lantas men.nggalkan rombongan dan pulang
kekota raja, sebaliknya Cu-mu buru-buru ingin menyelamatkan
adiknya, yaitu Tiong-lian, maka ia tidak pulang dulu, tapi terus
menyisiri per-batasan itu dan menuju kelereng gunung Altai
yang terjal itu.
Jalanan pegunungan itu sangat curarn, beberapa bagian
hakikatnya susah ditempuh manusia. Maka Cu-mu telah
tinggalkan kuda mereka kepada pasukan penjaga perbatasan
dan menerus-kan perjalanan dengan berjalen kaki.
Sebagai sesama kaum muda, maka selama perjalanan
beberapa hari itu Danu Cu-mu sudah bersahabat rapat sekali
dengan In Khing dan In Bik. Lebih-Lebih In Bik, karena merasa
utang budi berhubung jiwanya telah diselamatkan Cu-mu,
maka terhadap pemuda itu In Bik merasa lebih akrab daripada
terhadap Kang Hay-tlvan.
Sekarang In Bik sudah tahu bahwa Danu Cu-mu dan Kok
Tiong-lian adalah kakak beradik, maka ia telah menceritakan
ke-jadian dahulu waktu Tiong-lian- dan gurunya pernah
tinggal di Cui-in-ceng.
Dalam keadaan demikian, Cu-mu merasa tidak perlu
menutupi segala persoalannya kepada kedua saudara In itu,
maka ceritanya: "Adikku itu justeru sekarang berada dinegeri
Kunbran dan ke-berangkatanku ini adalah untuk mencarinya.
Jikalau dia mengetahui kalianpun ikut serta datang, tentu
diapun akan sangat gi-rang.
Lalu iapun menceritakan kesukaran yang sedang dihadapi
negara mereka serta kepergian Kok Tiong-lian kenegeri
Kunbran dengan menyamar sebagai pengiring duta yang
dikirimnya itu.
Baru sekarang Hoa Thian-hong tahu bahwa perjalanan
Danu Cu-mu ini adalah lantaran urusan adik perempuannya itu
dan bukan untuk menunjukan dialan baginya melulu. Tapi
dalam kedudukannya sebagai seorang raja toh pemuda itu
mau jalan bersama serta memberi keterangan bilamana perlu,
betapapun Thian-hong merasa sangat berterima kasih juga.
Maka katanya: "Kiranya adikmu perempuan adalah murid Kokciangbun
dari Bin-san, dahulu waktu aku masih muda, pernah
juga aku menda-pat petunjuk-petunjuk dari Lu-lihiap, Lu Si-no,
itu ketua Bin-san-pay angkatan dulu. Pangcu dari Kay-pang
selatan, Ek Tiong-bo ju-ga sobat baikku, kalau dibicarakan
sesungguhnya kita bukan orang yang terlalu asing. Sekali ini
kita akan melintasi Leng-ciu-hong, apakah nanti anakku itu
akan diketemukan atau tidak, yang pasti aku tentu akan ikut
serta kalian pergi ke Kunbran sana."
Cu-mu tahu Hoa Thian-hong adalah seorang tabib sakti dijaman
sekarang, jika dia suka ikut dalam perjalanan mereka
ke Kunbran. bukan mustahil nanti akan banyak bantuannya
bagi me-reka. Maka dengan girang ia menjawab: "Jikalau Hoalocian-
pwe sudi ikut serta pergi ke Kunbran, sungguh kami
akan sambut dengan segala senang hati. Cuma saja Hoalotiianpwe
sendiri tentu akan menjadi repot."
"Ah, kenapa bilang demikian," sahut Thian-hong.
"Kesukaran yang dialami puteriku in juga banyak atas
petunrjuk baginda sehingga kami dapat mengenali jalannya,
kalau tidak, sesungguhnya aku sendir nun tidak tahu dimana
letak Leng-ciu-hong itu."
."Ai. kenapa Locianpwe menyebut dengan baginda apa
segala?" cepat Cu-mu merendah. "Sesama orang Bu-lim, kalau
diurut, guruku hanya seangkatan dengan Hoa-lotiianpwe,
maka untuk se-lanjutnya hendaklah Hoa-Iocianpwe jangan
sungkan-sungkan padaku."
Dasar jiwa Thian-hong memang suka blak-blakan, maka ia
tertawa, katanya: "Jikalau kau ingin anggap dirimu sebagai
orang Bu-lim, maka akupun takkan sungkan-sungkan lagi."
Lalu katanya pula: "Puteriku mengalami kesukaran diatas
Leng-ciu-hong, tapi saat itu belum tentu masih berada disana,
besar kemungkinan aku tak dapat menemuinya lagi. Sesudah
melintasi Leng-ciu-hong nanti, se-tiba dinegeri Kunbran tentu
aku masih akan menyelidiki keadaan-nya. Sebab itulah ikut
sertanya diriku ke Kunbran ini boleh dikata bukan tiada
gunanya." Teringat bahwa keselamatan puterinya belum lagi diketahui,
biarpun watak Thian-hong tidak gampang susah, mau-tidakmau
sekarang iapun agak muram.
Tiba-Tiba In Bik berkata dengan tertawa kepada kakaknya:
"Koko, bukankah kau sangat terkenang kepada Kok-lihiap"
Nah, sebentar lagi bila sudah melintasi puncak gunung itu
akan sampailah di Kunbran dan boleh jadi kalian akan segera
bisa bertemu."
Biasanya In Khing sangat pemalu, bila digoda oleh adknya
ten-tu dia akan merah jengah. Tapi sekarang ternyata tidak
demikian halnya, dengan sewajarnya saja a menjawab: "Ah,
ilmu silat kita terlalu rendah, mungkin takkan banyak memberi
bantuan. Se-tiba ditempat tujuan nanti, kukira kita harus
tergantung kepada usaha Kang-toako."
"Kang-suheng adalah orang sendiri, hal ini tentu tidak
menjadi soal," ujar Cu-mu dengan tertawa.
Sebagaimana diketahui In Khing pernah minta Kang Haythian
menyampaikan salamnya kepada Kok Tiong-lian dan
untuk ini Hay-thiar juga sudah ceritakan kepada In Khing.
Meski Hay-thian tidak terang-terangan menjelaskan tentang
hubungannya dengan Kok Tiong-lian, tapi diantara sikap dan
nada ucapannya betapapun rada-rada kikuk dan tidak wajar,
hal ini dengan sendirinya dapat diketahui oleh In Khing.
Sebagai seorang pemuda cerdik, dengan segera ia dapat
menduga tentu ada hubungan-hubungan istimewa diantara
Hay-thian dan Tiong-lian. apalagi sesudah dalam perjalanan
bersama, diam-diam ia telah mengamat-amati dan
mendengarkan pembicaraan antara Hay-thian dan Cu-mu,
maka sedikit banyak In Khing juga sudah dapat menerka
persoalan mereka.
Semula In Khing merasa pedih juga, tapi hubungannya
dengan Kang Hay-thian sekarang
Kisah Pendekar Bongkok 3 Rahasia Peti Wasiat Karya Gan K L Harpa Iblis Jari Sakti 34