Pencarian

Kisah Pedang Di Sungai Es 19

Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen Bagian 19


pada umurmu sekarang, segala apa itu
juga mesti belajar dari mula. Ehm, agaknya kaupun
mempunyai sesuatu kandungan pikiran, boleh kau ceritakan
pada gurumu?"
"Aku pikir akan senantiasa mendampingi Suhu,
tapi?"?"?" tapi aku merasa takut pula?"?"?".
"Takut apa?" Ci-hoa menegas.
"Terkadang aku suka pikir ada lebih baik tinggal ditempat
pegunungan yang jauh dari Tionggoan ini, agar.. agar agar
terhindar dari banyak kesukaran. Tetapi ai, Tecu merasa berat
juga berpisah dengan Suhu."
Sebagai seorang tua, tanpa dijelaskan juga Ci-hoa paham
akan perasaan sang murid. Pada suatu ketika Kang Hay-thian
harus kembali ke Tionggoan, sekarang Tiong-lian bilang
hendak tinggal dinegeri pegunungan ini, itu berarti akan
berpisah dengan Hay-thian dan bermaksud menghindarkan
pertemuan kembali dengan pemuda itu. Perasaan kaum gadis
seperti ini dahulu juga pernah dialami Kok Ci-hoa, maka diamdiam
ia tertawa geli: "Kau merasa berat berpisah dengan aku,
padahal kau lebih-lebih berat kalau berpisah dengan Kang
Hay-thian."
"Lian-ji, bagaimanakah urusanmu dengan Hay-thian.
tanyanya kemudian.
Muka Tiong-lian menjadi merah, sahutnya dengan
menunduk: "Berhubung kepergian nona Hoa secara
mendadak, maka dia merasa sagat masgul."
"Hal itu sudah kuduga, yang kutanya ialah bagaimana dia
terhadap kau?"
"Aku?"?" aku tidak tahu?"?"
"Masakah tidak tahu" Selama ini aku anggap kau sebagai
puteri-ku sendiri, dlhadapanku apakah kau perlu merasa malumalu
segala?" Maka berkatalah Tiong-lian dengan masih kikuk-kikuk: "Dia
tak menyatakan apa-apa padaku, tapi kutahu dia?"?" dia
suka padaku."
"Apakah dia tidak pernah menyatakan sesuatu permintaan
maaf padamu?"
"Tidak, dia toh tidak pernah berbuat salah apa-apa,
mengapa mesti minta maaf?"
"Baiklah jika begitu," kata Ci-hoa dengan lega.
"Baik apa?"
"Sebab hubungannya dengan nona Hoa itu melulu
hubungan persaudaraan saja."
Rupariya Ci-hoa telah hubung-hubungkan urusan Tiong-lian
ini dengan dirinya sendiri. Nasib mereka memang hampir
sama, tapi kalau dibandingkan secara teliti ada banyak
terdapat perbedaan. Dahulu sesudah Le Seng-lam
meningggal, Kim Sih-ih telah mendekati pembaringannya dan
memohon maaf padanya, hal itu disebabkan Kim Si-ih
memang mempunyai perasaan yang tidak dapat melupakan
hubungannya dengan Le Seng-lam, lantaran menyesal telah
mengecewakan harapan Le Seng-lam. makanya ia minta
dimaafkan. Sebaliknya sekarang Kang Hay-thian dengan
setulus hati mencintai Kok Tiong-lian, hal ini menandakan
perasaannya kepada Hoa In-pik adalah tidak sama seperti Kim
Si-ih terhadap Le Seng-lam, sebab itulah iapun tidak perlu
minta maaf kepada Tiong-lian.
Tentang perasaan cinta yang halus dan meresap itu sudah
lama dipahami Kok Ci-hoa, sebaliknya Kok Tiong-lian belum
lagi me-rasakannya.
"Suhu, akupun ingin tanya sesuatu padamu", kata Tionglian
kemudian. "Tentang apa?"
"Dahulu waktu Kim-tayhiap meninggalkan engkau, apakah
engkau merasa sedih?"
"Semula memang merasa sedih, tapi kemudianpun tidak."
"Sebab apa?"
"Persahabatan diantara sesama kita paling-utama ialah
saling mengarti: Aku cukup memahami perasaannya bhw bila
dia tidak berbuat begitu, untuk selamanya tentu dia takkan
hidup tenteram, sebab itulah maka akupun tidak ingin
menambah kesukarannya. Dan bila kedua pihak dapat
bertemu lagi dengan saling memahami perasaan masingmasing,
maka segala rasa masgul itupun akan lenyap dan
tidak perlu sedih lagi."
Tiong-lian seperti menyadari sesuatu, katanya: "Sebab
itulah sekarang kaupun tidak perlu mesti menunggu
kembalinya Kim-tay-hiap, bukan?"
"Benar, bila tiba waktunya tentu dia akan datang sendiri,"
sahut Ci-hoa. Ia membelai-belai rambut sang murid dan
berkata pula dengan terharu: "Lian-ji, jangan kuatir, jalan
yang pernah kutempuh tidak nanti kau ulangi lagi. Pergilah
mengaso saja, besok kau masih harus bebenah seperlunya."
Waktu itu sang dewi malam sedang menongol dari balik
segumpal awan tebal, suasana tetap suram kelam.
Meski sang guru menyuruh dia pergi mengaso, tapi Tionglian
tidak menuruti pesan sang guru, sebaliknya ia masih
berjalan-jalan se orang diri ditengah taman, pelahan-lahan,
tanpa terasa ia telah menuju ketempat tinggalnya Kang Haythian.
Tiba-Tiba dilihatnya dari depan sana ada seorang
sedang mendatangi dengan menyisir tumbuh-tumbuhan,
ketika diperhatikan, bukankah itulah Kang Hay-thian adanya"
"Hay-ko, mengapa kau belum tidur, hendak kemana kau
malam-malam?" Tiong-lian menyapa.
"Justeru hendak datang ketempatmu, tak tersangka kau
sudah datang kemari.?"
Kedua orang lantas berhenti ditepi empang, air empang
jemih menghijau, dibawah sinar bulan daun teratai
mengambang tenang dipermuaan air hingga suasana
bertambah sunyi rasanya.
Hay-thian bermaksud memetik setangkai bunga teratai,
dibawah daun teratai yang lebar itu bersembunyi sepasang
Wan-yang (merpati air), kedua ekor binatang itu agaknya
terkejut waktu daun teratai disentuh Kang Hay-thian hingga
mereka merenang keluar dengan terpencar.
Hay-thian seperti teringat sesuatu, ia urung memetik bunga
dan berkata dengan suara pelahan: "Lian-moay, apa
barangkali ada sesuatu yang hendak kau katakan padaku?"
Tiong-lian juga termenung-menung mengingat apa-apa,
selang sejenak baru menjawab: "Sesudah bertemu kau aku
menjadi tidak tahu cara bagaimana harus mulai bicara. Maka
lebih baik kau saja yang bicara lebih dulu."
Hay-thian menunjuk bunga teratai, katanya: "Teratai ini
sangat indah."
Tiong-lian tertawa, katanya: "Sesudah merenung sekian
lamanya opa cuma satu kalimat ini saja yang hendak kau
katakan padaku?"
"Air empang ini setenang kaca, sebab tiada gelombang apa,
maka sepasang Wan-yang itu dapat berenang kian kemari
dengan bebas, sungguh aku merasa iri sekali kepada mereka.
Sayang besok aku takkan dapat melihat mereka lagi."
"Apa begitu buru-buru kau akan berangkat?"
"Ayahku sudah sekian lamanya meninggalkan rumah, ibu
tentu sangat mengharapkan pulangnya. Aku sendiripun sudah
sangat kangen kepada ibu, maka besok aku bermaksud
berangkat pulang bersama ayah."
"Orang hidup dirantau tentu rindu kepada kampung
halaman, hal ini adalah perasaan umum setiap orang," ujar
Tiong-lian. "Tapi kecuall kau merindukan ibumu, apakah kau
masih terkenang kepada seseorang lain?"
"Lian-moay," sahut Hay-thian, "kau cukup kenal
perasaanku, maka akupun tidak perlu mendustai kau. Pada
sebelum pulang ke-rumah aku memang perlu berkunjung lagi
ke Cud-in-ceng untuk menjenguk nona Hoa disana. Apa
kau?"?"
"Aku justeru hendak minta kau suka pergi menjenguknya,
kalau kau tidak mau, aku malah akan mendamperat kau."
Tiba-Tiba Hay-thain berkata: "Hatiku merasa tidak enak,
aku selalu merasa telah berbuat salah?"?""
Perasaan Tiong-lian mendebur keras, teringat olehnya
ucapan sang Suhu tadi, maka cepat ia memotong: "Kau
merasa berbuat salah" Salah kepada?"?"?""
Belum lagi "siapa" diucapkannya, namun Hay-thian sudah
meneruskan: "Nona Hoa tinggal pergi begitu saja, maka aku
merasa agak berdosa padanya".
Tiong-lian menghela napas lega atas keterangan itu,
katanya kemudian: "Nona Hoa jelas sangat kesemsem
padamu, maka kau harus pergi menyambangi dia,
bahkan?"?"" bahkan?"?""pendek kata, apapun aku
takkan menyalahkan kau."
"Iian-moay," ujar Hay-thian, "aku mempunyai suatu pikiran
yang aneh, hendaklah kau jangan mentertawakan diriku.
Kupikir?"?"?"
"Aku takkan mentertawa, kau, apa yang kau pikir,
katakanlah," sambung Tiong-lian.
"Kupikir mengenai guru kita berdua," sahut Hay-thian.
"Bukankah kaupun sependapat bahwa mereka adalah dua
sejoli sahabat yang paling karib?"
"Ya, didunia ini mungkin tiada pasangan sahabat yang
demikian, persahabatan kekal selama lebih 20 tahun tanpa
goyah sedikitpun."
"Hal -ini sebenarnya susah dilakukan oleh setiap orang."
Tiba-Tiba Tiong-lian memandang Hay-thian lekat-lekat dan
menjawab: "Hay-ko, berangkatlah kau, aku akan dapat melakukannya."
"Tidak, bukan maksudku agar kau sendiri berbuat
demikian," ujar Hay-thain.
"Ya, aku paham pikiranmu," kata Tiong-lian dengan
tertawa. "Pabila semua orang hidup bersama disuatu tempat
seperti saudara sendiri, tanpa cemburu. tiada curiga dan
bebas dari rasa kesal, bukankah segalanya akan sangat baik"
Tapi pikiranmu itu tidaklah aneh, sebab akupun pernah
berpikir begitu. Namun, orang lain belum tentu sama pikiran
dengan kita."
"Urusan manusia memang susah diduga," kata Hay-thian.
"Misalnya nona Auyang bisa mendadak kawin dengan Toako,
sebelum kejadian itu siapa yang pernah menduganya?"
"O, apakah kaupun berharap nona Hoa juga mengalami
kejadian seperti itu?" kata Tiong-lian. Tapi ia lantas goyang
kepala dan menyambung pula: "Di dunia ini tiada sesuatu
yang bisa sama bulat, pikiranmu itu agak terlalu seenaknya
saja. Meski aku baru kenal nona Hoa- tapi lapat-lapat aku
merasa wataknya jauh berbeda daripada nona Auyang."
Memang pendapat Tiong-lian itu tepat. Watak Auyang Wan
itu terlalu menuruti keinginannya, keras dalam menghadapi
segala apa, baik cinta maupun dendam, tapi iapun seorang
wanita yang berpikiran panjang, mau menerima dan suka
memberi pula. Sebaliknya Hoa In-pik lebih kukuh dalam segala
sesuatu dan lebih mudah patah arang.
"Nah, apa yang kupikir sudah kukatakan semua padamu,
jika nona Hoa sudah selesai urusannya atau dia dapat
memaafkan aku, maka aku akan kembali?"kembali?"?"
"Untuk apa?" sela Tiong-lian.
"Untuk mendampingi kau setiap hari dan menyaksikan
kebebasan sepasang Wan-yang yang berenang ditengah
kolam itu," sahut Hay-thian.
"Wah, akan membosankan saja," kata Tiong-lian dengan
tertawa. "Dan kalau dia tidak mau?"
"Aku tidak ingin dia menderita," sahut Hay-thian, "maka
akupun akan meniru Suhuku, selama hidup ini aku akan
mengembara kesegenap penjuru. Dan bila demikian halnya.
akupun berharap kau akan sama seperti dia. anggaplah aku
seperti kakak sendiri."
Maksud Kang Hay-thian itu cukup jelas. Yang dicintai
sebenarnya adalah Kok Tiong-lian tapi ia ingin minta
pengartian dahulu dari Hoa In-pik baru kemudian akan
memperisterikan Tiong-lian. Jika In-pik tidak mau mengarti,
maka mereka bertiga terpaksa harus mempertahankan
persahabatan yang suci murni saja. Hal ini berarti mengulangi
sejarah percintaan Kim Si-ih.
Dahulu Si-ih mencintai Kok Ci-hoa, sebaliknya Le Seng-Iam
tergila-gila kepada Kim Si-ih, akhirnya Ci-hoa mengasingkan
diri dan Le Seng-lam juga tewas pada saat Si-ih sadar akan
cinta Le Seng-lam itu, namun sudah terlambat.
Pabila seorang gadis yang berpikiran sempit, demi
mendengar ucapan Kang Hay-thian itu tentu akan tidak
senang. Tapi Kok Tiong-lian adalah seorang nona yang tulus
hati, seorang gadis yang berjiwa bersih, demi mendengar itu,
ia tidak mengunju-kan rasa kecewa, tapi juga tidak menutupnutupi
perasaannya sendiri, sahutnya dengan tertawa: "Aku
senang untuk berdampingan selamanya dengan kau, tapi
akupun tidak ingin ada orang menjadi korban dan menderita
lantaran kita. Sebab itu, asal kau merasa tindakanmu akan
menjadikan nona Hoa bisa hidup bahagia, maka aku takkan
punya ganjclan hati apa-apa".
Hay-thian memandang bunga ditengah kolam, lalu pandang
pula gadis didepannya, pikirnya didalam hati: "Adik Lian
benar-benar sesuai dengan namanya. sama suci bersihnya
seperti bunga teratai ini (Lian = teratai)."
Tiba-Tiba Tiong-lian memetik setangkai bunga teratai itu,
katanya: "Jika kau suka pada bunga ini, boleh kau
membawanya setangkai. Besok aku tidak menghantar lagi."
"Engkohmu sangat sibuk, besok akupun tidak mohon diri
lagi padanya, harap kau suka menyampaikan salamku
padanya." kata Hay-thian.
Mereka lalu berjabatan tangan dan saling pandang dengan
termenung dan mengebeng a"r mata.
Selang sejenak, akhirnya Tiong-lian berkata dengan
pelahan: "Baiklah, boleh kau pergilah"
Ia tetap tidak mau mengatakan bahwa iapun hendak pergi
bersama gurunya. segala sesuatu itu dilakukannya demi Kang
Hay-thian" ?".
Tiong-lian menyaksikan bayangan Kang Hay-thian
menghilang dibalik semak-semak pepohonan sana, waktu ia
berpaling kembali dan memandang bayangan sendiri yang
tersorot cahaya rembulan didalam kolam, tertampak air kolam
sedikit membuai, sepasang merpati air tadi telah berenang
kembali ketempatnya semula hingga bayangan Tiong-lian
dikacaukan. Dengan rasa kesal Tiong-lian membatin: "Sepasang merpati


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini sedikitpun tidak kuatir diganggu pihak ketiga dan boleh
sela-manya tidak berpisah. Tapi aku tidak-dapat-tidak berpisah
untuk sementara dengan Hay-ko. Namun itu adalah
kerelaanku sendiri. Aku tidak boleh jalan bersama dia agar
tidak mempengaruhi perasaannya. Ya, benar, harus begini,
keberangkatanku dengan Suhu biarlah ditunda satu hari lagi."
Seorang diri Tiong-lian termenung-menung ditepi kolam,
sementara itu rembulan sudah menggeser jauh diufuk barat,
sinar bintang sudah suram, tanpa merasa subuh sudah tiba,
dengan rasa hampa barulah Tong-lian kembali kekamarnya.
Sebelum tidur ia menulis pula secarik surat suruh pelayan
menyampaikan kepada gurunya untuk memberitahu
maksudnya agar keberangkatan mereka ditunda sehari.
Waktu ia bangun tidur, sementara itu sudah dekat lohor.
Sehabis makan siang, pergilah ia menemui engkohnya.
Cu-mu juga sudah mengetahui kepergian Kang Hay-thian,
segera ia menanya: "Mengapa Kang-suheng begitu buru-buru
berangkat tanpa pamit dulu padaku, apakah kau tahu
sebabnya?"
"Dia kuatir bikin repot padamu, maka minta aku
menaympaikan maaf padamu," sahut Tiong-lian.
"Bagaimanakah urusan kal"ian, mengapa kau rela
membiarkan dia pergi?" tanya Cu-mu dengan heran.
"Kenapa aku tidak rela, segala apa yang dia ingin katakan
toh sudah dikatakannya," sahut Tiong-lian.
"O, jadi kalian sudah saling berjanji sehidup-semati" Apakah
kalian sudah menetapkan soal pernikahan pula?" tanya Cu-mu
dengan tertawa.
"Koko. mengapa kau memikirkan sebegitu jauh, apakah
hubungan antara lelaki dan wanita itu hanya terjadi dalam
hubungan suami-isteri?" ujar Tiong-lian dengan wajah merah
jengah. "Boleh jadi selama ini kami tidak akan pernah
menikah." "He, mengapa kau berpikir demikian" Masakah kau akan
men-conteh Suhu kita" Adapun mereka itu adalah karena
terpaksa, tapi kalian kan tidak terjadi apa-apa" Apa mungkin
Kang-suheng juga sudah mempunyai kekasih lain seperti Suhu
kita dengan mendiang Le Seng-lrm itu?"
"Agak mirip, tapi juga tidak sama," sahut Tiong-lian. "Koko,
biarlah kuceriterakan saja padamu." lalu iapun menuturkan
pcmbycaraannya dengan Kang Hay-thian semalam tentang
Hoa In-pik. Untuk sejenak Cu-mu termangu-mangu, kemudian ia
berkata: "Kang suheng adalah seorang yang baik dan jujur,
tidak mungkin dia mengecewakan kau. Kau percaya padanya,
akupun dapat mempercayainya."
"Besok aku dan Suhu juga akan berangkat pergi," kata
Tiong-lian pula.
.Ya, aku tahu lambat atau cepat kalian tentu akan
meninggalkan sini, kakak beradik kita ini tidak selalu dapat
berkumpul seperti sekarang, mengapa kau tidak tinggal sedikit
hari lagi" Apa kah didalam hatimu melulu terdapat seorang
engkoh Hay-thiao saja" Aku hanya bergurau saja dengan-kau,
memang sudah sc-pantasnya kaupun ikut menyusulnya agar
kalian tidak terpisah terlalu jauh."
"Akupun bukan karena ingin menyusul dia, tapi adalah
karena Suhu mempunyai urusan penting yang harus buru-buru
pulang." kata Tiong-lian.
"Ya, sudah, lebih baik kau berangkat saja daripada
mendapat kesulitan lagi."
"Aneh, apa maksudmu" Kau kuatir aku menimbulkan
kesulitan-mu disini?"
"Benar, kesulitan ini memang ditimbulkan kau, hal itupun
aku tidak pernah duga sebelumnya." "Kesulitan tentang
apakah itu?"
"Sekarang kau adalah Puteri. semua orang mengetahui pula
sang Puteri sangat cantik dan pintar, pandai ilmu silat
pula?"?"
"Koko, mengapa kau menggoda aku saja," omel Tiong-lian.
"Aku bicara dengan sungguh-sungguh," sahut Cu-mu.
"Justeru karena namamu sudah terkenal merata dipadang
rumput hingga para kelompok suku bangsa d sekitar sini
sudah kenal semua. Maka tadi sudah ada seorang tamu yang
sengaja datang dari jauh untuk meminang dirimu."
"O, bisa terjadi begitu?"
"Ya, orang itu adalah utusan dari.suku Bursin yang melamar
kau bagi putera pangeran mereka. Mereka membawakan
hadiah yang berharga, bahkan memerahkan pula sehelai surat
pernyataan persekutuan dengan kita dan mohon aku
menjodohkan Puteri kita dengan Pangeran mereka."
"Habis bagaimana jawabmu?"
"Meningat kesanggupan mereka untuk bersekutu dengan
kita. ma ka aku telah menerima baik permintaan mereka."
"Ha, apa betul?" seru Tiong-lian melondiak kaget. Tapi demi
melihat sikap Cu-mu agak mencurigakan, akhirnya ia tertawa
dan berkata pula: "Koko, kau sengaja menggoda aku lagi. Aku
tidak percaya kau telah terima permintaan mereka."
"Sudah tentu aku tidak mungkin menerima permintaan
mereka," sahut Cu-mu akhirnya. "Dengan sendirinya aku telah
menolak lama ran mereka dengan secara halus. Dengan
kurang senang utusan mereka lantas membawa kembali
hadiah-hadiah itu dan tentang persekutuan dengan suku
Bursin menjadi gagal juga".
"Sungguh tidak nyana akan timbul kesulitan seperti ini,"
ujar Tiong-lian. "Lantaran diriku hingga kau mesti bermusuhan
dengan negeri tetangga."
"Bermusuhan sih tidak, cuma saling kurang senang saja,"
sahut Cu-mu. "Kesulitan demikian masih akan timbul lagi,
maka aku-pun berharap kau bisa lekas menikah, dengan
demikian aku akan punya alasan yang kuat untuk menolak
setiap lamaran orang."
"Untung besok juga aku akan berangkat pergi dan
kesulitan-kesulitan yang akan timbul takkan menimpa atas
diriku." sahut Tiong-lian dengan tertawa. "Apakah dalam
sidang pagi tadi ada kejadian-kejadian yang menarik?"
Cu-mu berpikir sejenak. lalu berkata: "Ada beberapa utusan
dari kelompok suku-suku kecil dan negeri tetangga telah
datang me-nyampaikan selamat padaku. Diantaranya terdapat
juga utusan dari negeri Kunbran, inilah yang agak aneh."
"Apanya yang aneh?" tanya Tiong-lian. "Negeri tetangga
me-nyampaikan selamat padamu, bukankah ini urusan biasa
saja?" "Kunbran terletak dibalik gunung saja, meski jaraknya tidak
sejauh suku Bursin disebelah sana, tapi jalannya lebih susah
ditempuh. Bursin terpisah jauh dipadang rumput sana, tapi
dengan kuda yang cepat dalam waktu tiga-empat hari saja
sudah bisa sampai disini. Sebaliknya negeri Kunbran kesini
takdapat ditempuh dengan menunggang kuda. maka
sedikitnya harus makan waktu sepuluh hari atau setengah
bulan. Padahal aku baru genap sepuluh hari diangkat menjadi
raja, mengapa mereka dapat memperoleh berita secepat ini?"
Tiong-lian menjadi heran juga oleh keterangan itu. Katanya:
"Jangan-Jangan utusan mereka itu bisa terbang?"
"Tapi siapa pula yang mengirim berita pada mereka dan
begitu cepat sampainya?"
"Jika kau sangsi, kenapa kau tidak tanya utusan mereka
itu?" "Kau kira seorang raja boleh bicara dengan bebas diwaktu
menerima duta setiap negeri asing" Pada waktu bertemu,
semua-nya sudah diatur bagian protokol. Ketika dia
menyerahkan surat ucapan selamat rajanya, seorang
pembesarku menerima surat itu dan diserahkan padaku, lalu
aku berbangku menanyakan keselamatan raja mereka.
Sesudah membalas hormat dan bicara sedikit tentang ucapan
selamat, kemudian ia harus mohon diri. Mana boleh aku
bertanya sesukanya, sebab ini akan melanggar kesopanan
diplomatik."
"Pantas kau sebenarnya tidak suka menjadi raja. kiranya
raja juga terikat oleh macam-macam peraturan, setiap tuturkata,
setiap gerak-gerik selalu harus hati-hati."
"Tapi terhadap utusan itu aku toh ajukan sedikit pertanyaan
juga," kata Cu-mu. "Bukankah tempo hari kita pernah membaca
surat dinas dari Kunbran" Yaitu pada 70 tahun yang lalu
dikala raja baru mereka dinobatkan. Waktu aku bicara tentang
ini, maka utusan itu telah memberitahukan padaku bahwa raja
tua itu sampai sekarang masih hidup."
"Wah, tentu sudah sangat tua, bukan" Apakah masih dapat
mengatur pemerintahan?"
"Usia raja tua itu sekarang sudah 89 tahun dan sudah
mengundurkan diri pada 10 tahun yang lalu, adapun raja baru,
raja yang sekarang adalah cucunya yang tertua, usianya baru
lebih 40 tahun."
"Leluhur kita menyimpan surat dinas itu dengan begitu hatihati,
entah apa gunanya?"
"Aku sendiri juga merasa aneh, dan sekali ini tentang
penobatan diriku, mereka juga mendapat kabar sedemikian
cepat dan lekas-lekas menyampaikan ucapan selamat seakanakan
untuk menandakan bahwa hubungan diantara kedua
negeri lain dar pada yang lain. Sesudah selesai sidang pagi
tadi. diam-diam aku telah tanya beberapa pembesar tua kita
dan dari keterangan mereka itu ter-nyata berlawanan dengan
apa yang kupikir ini. Kiranya waktu raja tua Kunbran itu naik
tahta dan mengundurkan diri telah dua kali mengirim
pemberitahuan kepada kita, selain itu mereka tidak pernah
mengadakan hubungan apa-apa dengan kita. Tapi sewaktu
Kayun merebut kekuasaan, mereka justeru menggunakan
alasan hubungan baik turun-temurun dengan keluarga Danu
kita, maka tidak mengakui kedudukan Kayun."
"Tindakan demikian kan sangat tepat!"
"Tapi dengan alasan itu pula mereka telah menyerang
pemerintahan Kayun serta merebut suatu bagian wilayah kita
disebelah utara."
"Dan sekarang kau sudah menjadi raja, kau boleh secara
resmi minta kembali tanah wilayah kekuasaan kita itu."
"Benar, akupun sudah siapkan nota dinas untuk minta
kembali tanah wilayah kekuasaan kita itu dan akan kubawakan
duta mereka itu jika akan pulang nanti."
Setelah berhenti sebentar, kemudian Cu-mu berkata pula:
"Sudahlah, kita tidak bicara tentang politik lagi. Besok kau
sudah akan berangkat, maka aku ingin minta kau melakukan
sesuatu." "Urusan apa?" tanya Tiong-lian.
"Aku merencanakan penjualan harta pusaka dalam
beberapa partai, aku sudah suruh beberapa orang
kepercayaanku memba-wanya sebagian untuk dijual dlpasar
Persi dan Hindu. Sekarang kau akan pulang ke Tiongkok
bersama Suhumu, kebetulan kaupun dapat membantu aku
membawanya sebagian."
"Tapi aku tidak biasa menjadi makelar harta mestika
begitu." kata Tiong-lian dengan tertawa.
"Sudah tentu kau tidak perlu jual-beli sendiri. Bin-san-pay
dan Kay-pang banyak terdapat orang-orang cerdik pandai, kau
boleh minta bantuan mereka untuk menyelesaikan urusan ini."
"Baik, tapi aku tidak mau mcmbawa terlalu banyak."
"Sudah tentu aku akan memilihkan beberapa buah yang
paling berharga saja agar kau mudah membawanya. Dan jika
kau suka, boleh juga kau memilihnya beberapa buah. Kelak
waktu kau menikah belum tentu aku bisa hadir, maka
anggaplah sebagai hadiah dariku."
"Bukankah kau sendiri menyatakan bahwa harta pusaka itu
tak-bisa dianggap sebagai milik kita. tapi adalah mil"ik rakyat,
kenapa kau boleh menggunakannya untuk kepentingan
pribadi?" demikian Tiong-lian pura-pura menegur.
Cu-mu terbahak-bahak, katanya: "Tajam benar mulutmu
ini, kalau kau tidak pergi dari sini, tentu aku akan angkat kau
sebagai menteri wanita untuk bidang khusus penasihat dan
kritik!" "Sudahlah, jangan membuang waktu lagi, kalau mau
kesana, marilah lekas," ujar Tiong-lian.
Begitulah mereka lantas mcnuju ketempat rahasia yang
terletak dibawah gunung-gunungan palsu :tu. untuk masuk
kesitu harus membuka sepotong batu penutup dengan tiara
tepat. Dan baru Cu-mu hendak memutar tombol untuk
menggeserkan baru penutup itu, tiba-tiba ia tertegun.
"Apa ada sesuatu yang tidak betul?" tr.nia Tiong-lian
dengan heran. "Ya, seperti ada orang telah datang kes"ni." sahut Cu-mu.
Tiong-lian terkejut. "Darimana kau tahu?" tanyanya.
"Batu ini mestinya penuh lumut, waktu kita datang kesini
tempo hari telah tergosok sebagian lumut ini, tapi sekarang
coba lihat, ada sebagian besar lumur itu sudah mengelotok,
dari tanda ini membuktikan bahwa orang yang datang
kemudian ini tentu berperawakan kekar, tangannya jauh lebih
besar daripada aku." demikian tutur Cu-mu.
"Wah, celaka, jika benar gudang pusaka ini telah
kemasukan maling, pasti kerugian kita akan sangat besar,"
kata Tiong-lian.
Begitulah mereka menjadi kuatir. Setelah memasuki jalan
dibawah tanah itu. ketika sudah dekat dengan gudang pusaka
tempat tujuan, tiba-tiba Tiong-lian berbisik-bisik: "Kembali aku
mengendus bau harum yang aneh."
Lwekang Cu-mu sangat tinggi, panca inderanya juga lebih
tajam, maka iapun membisiki saudaranya itu: "Malingnya
belum lagi pergi, aku dapat mendengar suaranya didalam. Kita
harus tutup Hiat to dan menahan napas untuk menjaga kalau
diserang dan keracunan itu aneh itu "
Sungguh mereka sangat girang dan kejut pula. Girang
karena malingnya belum lari dari situ, sebentar lagi, dapat
membekuknya. Terkejut karena toh ada orang lain yang tahu
tempat rahasia itu.
Dengan berjinjit-jinjit mereka lantas mendekati pintu
gudang pusaka itu. Mendadak mereka mendorong pintu terus
menyerbu kedalam.
Ketika maling yang berada didalam itu merasa dirinya
kepergok. maka reaksinya juga sangat sebat Belum lagi Cu-mu
dapat melihat jelas atau tiba-tiba sudah terdengar sambaran
angin tajam dari samping. Tapi sekali Cu-mu ayun tangannya,
dengan tepat lengan orang itu sudah kena ditangkapnya.
Namun mendadak terasa licin sekali lengan orang, bahkan
timbul suatu tenaga maha kuat hingga, pegangannya tergetar


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lepas. Dalam pada itu dengan cepat luar biasa orang itu sudah
memutar kembali goloknya dan sekali ini dipakai menikam
kedada Danu Cu-mu.
Keruan Cu-mu terperanjat. Pikirnya: "Ilmu silat orang ini
boleh juga, agaknya tidak dibawahnya Bun Ting-bik".
Senjata orang itu adalah sebatang golok pendek yang
bersinar gemerlapan, gaya serangannya sangat ganas. Meski
didalam gudang pusaka itu tiada penerangann, tapi dari
cahaya replek batu-batu permata disitu keadaan menjadi
terlihat cukup terang. Cu-mu telah mengeluarkan ilmu
selentikan dengan dari yang hebat untuk men-jentik golok
orang hingga terpental balik, waktu ia perhatikan lawan itu, ia
lihat apa yang diduganya memang benar, yaitu seorang lelaki
berperawakan tegap, cuma mukanya berkedok kain hitam
hingga Kdak bisa dikenal. Sungguh Cu-mu sangat heran,
sebab meski wajah orang itu tidak terlihat jelas, tapi dari
perawaikan-nya itu ia merasa seperti pernah melihatnya entah
dimana. Kebetulan maling yang masuk didalam gudang pusaka itu
juga dua orang, semuanya berkedok, maka diwaktu Cu-mu
bertempur dengan lelaki tegap itu, Kok Tiong-tian juga sudah
melabrak seorang maling yang lain. Seperti halnya Cu-mu,
Tiong-lian juga sangat terperanjat.
Kiranya Tiong-lian juga merasa lawannya itu seperti sudah
di-kenalnya, cuma entah dimana dan siapa sebenarnya. Lawan
itu memakai senjata dua potong Leng-pay (papan perintah)
yang berwarna hitam mulus, bukan emas bukan besi, entah
terbuat dari apa. Tapi bila kebentur pedangnya Tiong-lian
lantas mengeluarkan suara nyaring mendengung seperti
logam. Walaupun gudang itu cukup luas, tapi disitu penuh
tertimbun emas-intan dan batu permata yang berserakan
disana-sini sehingga tempat yang dapat dipakai bergerak
sesungguhnya juga tidak banyak lagi.
Dibandingkan lawannya Tiong-lian menang lebih gesit dan
lin-cah. Ia telah mainkan Hian-li-kiam-hoat yang indah,
biarpun ditem-pat sempit juga pedangnya dapat diputar
dengan kencang, maka dalam waktu singkat saja ia sudah
berada diatas angin, lawan itu terdesak mundur terus.
Sebaliknya lawan Danu Cu-mu itu lebih kuat daripada
kawan nya. Semula Cu-mu hanya mclayani dengan Kira-kongciang-
hoat, berturut-turut ia melontarkan 18 kali pukulan, tapi
laki-laki itu masih dapat bertahan, hanya sedikit terengahengah
saja napasnya. Cu-mu menjadi ragu-ragu. Tadi sebelum dia menyerbu
kedalam situ, dalam hati ia menaksir maling itu tentu adalah
sekomplotan dengan Thian-mo-kau-cu, siapa tahu dugaannya
ternyata meleset. Laki-Laki berkedok ini berbadan tnggi besar,
jauh lebih besar daripada Bun Ting-bik. Sedangkan lawan Kok
Tiong-lian itu perawakannya memang sebaya dengan Thianmo-
kaucu, tapi dari gerak-geriknya dapat dipastikan bukan
samaran kaum wanita.
Cu-mu menjadi lega sekilas melihat Tiong-lian sudah pasti
akan menang. Segera ia membentak: "Sebenarnya siapa
kalian ini" Jika tidak mau bicara, kalian sendirilah yang akan
celaka!" Namun kedua orang itu sama sekali tidak mau bersuara,
mereka tetap bertempur dengan mati-matian.
Cu-mu menjadi gusar, katanya: "Jadi kalian yang minta
mampus sendiri, jangan salahkan aku tidak kenal ampun lagi
pada kalian!"
Mendadak ilmu pukulannya berubah dan mengeluarkan
suara gemuruh, dimana angin pukulannya menyambar tiba,
batu permata yang berserakan itupun ikut gemerasak
mengeluarkan suara. Itulah ilmu pukulan Tay-seng-pan-yakciang
yang lihay, siapa yang terkena pukulan ini tentu jiwanya
akan melayang. Keruan orang itu tidak sanggup bertahan lagi, hanya
sebentar saja tampak ia sudah mandi keringat dan ubun-ubun
kepalanya seolah-olah menguap.
"Kau ingin hidup tidak" Lekas mengaku terus terang!"
bentak Cu-mu. Tapi maling berkedok itu malahan mendengus dan tetap
tidak mau bicara.
Kalau lawan Cu-mu ini masih bertahan mati-matian,
sebaliknya lawan Tiong-lian itu sudah t"dak tahan lagi. Tatkala
itu Tiong-lian lagi menyerang tiga kali secara berantai
bagaikan gelombang ombak yang mendampar dengan
semakin dahsyat. karena tidak sanggup menangkis, orang itu
terpaksa main mundur terus, dan kebetulan kakinya terpeleset
menginjak batu permata yang berserakan dilantai itu, tanpa
ampun lagi ia jatuh terjengkang.
"Kau takluk tidak" Lekas mengaku!" bentak Tiong-lian
sambil ancam tenggorokan orang itu dengan ujung pedang.
Tapi orang itu diuga sangat lihay, mendadak tubuhnya
melejit. kedua kakinya menendang keatas dengan maksud
mengadu jiwa dengan Tiong-lian, biar dibunuh juga tidak mau
mengaku kalah. Sudah tentu Tiong-lian tidak gampang diserang, sedikit ia
mengegos, berbareng ujung pedangnya mencungkit, "crit",
kedok orang itu sudah tersingkap.
Tiong-lian tercengang demi mengenali orang itu. Kiranya
dia adalah puteranya Kayun, Kaso namanya. Dulu waktu
Tiong-lian ditawan, ia telah dibujuk untuk menjadi isterinya
Kaso, makanya ia kenal. Ketika Kayun terbunuh, namun Kaso
keburu menghilang entah kemana, Danu Cu-mu mengira dia
sudah tewas dimedan perang yang kacau "itu, siapa duga dia
justeru sembunyi dibawah tanah dilingkungan keraton itu.
Kini kedua sateru berhadapan pula, sudah tentu
menimbulkan den dam kesumat, pada saat Tiong-lian sedang
tercengang itu, mendadak Kaso melompat bangun dan
berbareng kedua potong Leng-pay lantas ditumpukan kearah
Kok Tiong-lian.
"Masih ingin lari, bangsat!" damperat Tiong-lian dengan
gusar, berbareng pedangnya lantas menyampok hingga kedua
potong Leng-pay lawan itu dihantam terpental balik dan jatuh
kelantai. Timpukan tu telah dilakukan sekuatnya oleh Kaso, meski
Tiong-lian dapat menyampoknya hingga terpental balik, tapi
tidak urung tangannya juga terasa pagal kesemutan karena
benturan itu. Dan hanya sedikit ayal itu saja Kaso sudah
keburu mundur sampai ditepi dinding sana.
Cepat Tiong-lian memburu maju dan tampaknya sekali
tusuk pedangnya akan pantek badan Kaso diatas d"nding.
siapa duga, mendadak dinding itu lantas melekah hingga
berwujut sebuah gua dan Kaso lantas menyusup kedalamnya.
Lubang gua itu sangat sempit, hanya tiba cukup untuk
diterobos badan satu orang saja. Waktu Tiong-ran mendekati
dan melongok kedalaim, ternyata didalam situ gelap gulita dan
susah diketahui betapa dalamnya. Ia tidak membawa senjata
rahasia, maka seandainya ia jemput dua potong emas terus d
timpukan kedalam gua itu dengan tenaga kuat. Kontan saja
terdengar jeritan Kaso, menyu-sul dari dalam gua lantas
mengepul keluar asap hitam. Dengan segera Tiong-lian
menghindarkan diri.
"Musuh yang sudah lari tidak perlu dikejar, biar dia pergi
saja!" seru Cu-mu.
Karena tidak tahu betapa dalamnya gua dan entah
terpasang perangkap atau tidak, maka terpaksa Tiong-lian
tidak mengejar.
Kiranya gua itu merupakah suatu jalan rahasia yang d buat
sendiri oleh Kayun, jalan ini hanya diketahui oleh mereka ayah
dan anak. Hari itu kalau Kayun tidak keracunan oleh kabut
berbisa Auyang Wan, tentu dia akan dapat meloloskan diri
melalui jalan gua itu.
Kuatir kalau laki-laki tegap berkedok itu juga akan lolos
mengikuti jejak Kaso, mendadak Cu-mu menggertak keras
sekali, Tay-seng-pan-yak-ciang dihantamkan tanpa segansegan
lagi, kontan orang itu bersuara tertahan satu kali dan
tubuhnya lantas terhuyung-huyung. Cu-mu tambahi lagi
dengan gerakan "Ciiaag-kun-toat-in" atau panglima merebut
setempe!, cepat lengan orang itu telah kena dipegangnya dan
baru hendak merampas goloknia itu, mendadak orang itu
memutar baliknya ujung golok dan "bles", tahu-tahu
ditikamkan kedadanya sendiri hingga hampir ambles semua.
Sama sekali Danu Cu-mu tidak menyangka akan perbuatan
lawan itu. Ia terkejut. Pikirnya: "Orang ini lebih suka mati
daripada tertawan, sungguh seorang laki-laki sejati."
Cepat ia menutuk tiga tempat Hiat-to ditubuh orang itu
agar dapat hidup lebih lama untuk diminta keterangan. Namun
diwaktu membunuh diri tadi laki-laki berkedok itu sudah
menggunakan tenaga dalam untuk memutuskan urat nadi
sendiri hingga usaha Cu-mu itu sia-sia belaka.
Cu-mu merasa sayang takdapat memperoleh pengakuan
dari pe-cundangnya itu. Segera ia singkap kedok orang untuk
dilihat siapakah gerangan yang sebenarnya.
Tapi ia menjadi terkejut melebihi Tiong-lian tadi waktu
mengenali Kaso. Keruan Tiong-lian ikut terperanjat, cepat ia
tanya: "Kenapakah, Koko" Siapakah dia?"
Setelah Cu-mu tenangkan diri, kemudian jawabnya dengan
pelahan: "Dia. dia bukan lain adalah utusan negeri Kunbran
itu!" Keterangan inipun membikin Tiong-lian ter-heran. Sungguh
susah untuk dimengarti, masakah seorang duta terhormat dari
negeri tetangga bisa menjadi maling pencuri harta pusaka
tuan rumahnya"
"Salah dia sendiri berani sembarangan menggerayangi milik
kita, dosanya itu pantas ditebus dengan kematiam, engkau toh
tidak salah membunuhnya," ujar Tiong-lian.
"Soalnya bukan dia salah atau tidak, tapi yang kupikirkan
ialah cara baga:mana harus bicara pada raja mereka," kata
Cu-mu dengan tersenyum getir. "Dia adalah wakil rajanya
untuk menyampaikan selamat padaku, tapi sekarang aku telah
membunuhnya, kalau kejad"ian ini tersiar, mungkin akan
terjadi huru-hara!"
"Apa kau tidak dapat menjelaskan duduknya perkara
kepada raja Kunbran?"
"Kejadian ini sangat memaluan kehormatan negeri Kunbran,
mana boleh kubicarakan secara terbuka" Apakah aku dapat
mengatakan terus terang pada rajanya bahwa utusannya ini
telah menjadi maling dan telah kubunuh" Coba pikirkan
bagaimana reaksi mereka jika mendapat jawabanku ini?"
"Ya, percaya atau tidak akan keterangan ini, Iahirnya tentu
mereka akan menyangka!!"
"Tidak cuma Itu saja, bahkan dari malu dia akan menjadi
gusar dan menuduh kita telah mengh"na kehormatan negara
mereka serta membunuh utusannya dengan maksud tertentu.
Dan akibatnya tentu kedua negara akan terjadi perang."
"Wah, kan serba sulit "ini" Sudah terang mereka yang salah,
mengapa kita yang kuatir dituduh malah" Bukankah terlalu
penasaran bagi kita" Habis, bagaimana pendapatmu, Koko?"
"Aku justeru lagi memikirkan tindakan apa yang harus
kulakukan," sahut Cu-mu dengan tersenyum getir.
"Koko," tiba-tiba Tiong-lian berkata pula, "menurut
pandanganmu, apa tidak mungkin Kaso telah bersekongkol
dengan raja Kunbran dan sebabnya utusan ini berani masuk
kegudang pusaka negara kita ini untuk mencuri. mungkin juga
atas perintah alasan saja?"
Cu-mu mengerut kening, sahutnya: "Yang kuharap justeru
mudah-mudahan perbuatan utusan ini adalah tingkah-laku
pribadinya saja dan tiada sangkut-paut apa-apa yang raja
mereka, kalau sebaiiknye, wah. tentu urusan bisa runyam.
Bukanlah aku jeri kepada negeri Kunbran, tap: peperangan
yang disebabkan oleh kejadian yang tak keruan
jenterungannya ini benar-benar akan merugikan rakyat dan
harus disayangkan."
Tiong-lian terdiam, iapun merasa serba sulit.
Sesudah Cu-mu mondar-mandir sejenak sambil memikir,
tiba-tiba ia berkata: "Jalan lain tidak ada kecuali mesti
ditempuh cara ini."
"Cara bagaimana?" tanya Tiong-lian cepat.
"Tentang duduk perkara ini harus kita jelaskan dengan
terus terang," tutur Cu-mu. "tapi hal ini takkan dilakukan
melalui surat-surat dinas antara kedua negara, juga tidak
diumumkan secara terbuka diantara kedua pemerintah. Tapi
aku pikir harus segera mengirim seorang utusan kenegeri
Kunbran sana untuk bertemu sendiri dengan raja mereka."
Boleh juga cara ini," ujar Tiong-lian.
"Tapi masih ada persoalannya," kata Cu-mu.
"Persoalan apa lagi?"
Cu-mu menghela napas, sahutnya: "Pabila Toako masih
berada disini tentu kita tidak perlu merasa susah lagi."
"O. apa kau hendak memilih seorang yang cerdas tangkas
untuk diutus kesana?" tanya Tiong-lian.
"Benar. Tapi calon orang inilah yang susah dipilih. Diantara
pembesar juga banyak yang cerdas dan setia, tapi sayang
mereka tidak paham ilmu silat," Cu-mu menggosok-gosok
kedua tangannya seperti sedang memikirkan apa-apa, selang
sejenak baru menyambung lagi : "Dari tanda-tanda yang telah
diketahui tampaknya hubungan negeri Kunbran dengan kita
sangat luar biasa, bahkan agak aneh dan penuh rahasia.
Apakah Kaso bersekongkol dengan raja Kunbran atau tidak
biarpun bagaimana kita juga harus waspada. Andaikan kita
kirim utusan kesana apakah raja Kunbran mau menerimanya
sendiri atau akan sengaja mempersulit, hal inipun susah
diramalkan. Pendek kata dalam hal-hal ini kita harus menjaga
sekali kemungkinan."
"Jika demkian. memang kita memerlukan seorang cerdas
tangkas sebagai Toako untuk memikul tugas berat ini." kata
Tiong-lian. "Sebab dengan kepandaiannya yang tinggi itu,
andaikan terja-di apa-apa juga ia sanggup melepaskan diri
dari kepungan musuh, sebaliknya kalau perindia dapat
bertindak menurut gelagat untuk menyelidiki kedua soal yang
mencurigakan seperti uraianmu tadi"
"Memangnya, sebab tugas rahasia seperti ini sudah tentu
susah dipercayakan kepada orang luar biar pembesar yang
paling setia sekalipun." ujar Cu-mu. "Cuma sayang sekarang
aku adalah seorang kepala negara, tidak bebas untuk menyam
sebagai duta segala".


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Eh, Koko, kalau aku Yang pergi, bagaimana?" tiba-tiba
Tiong-lian mengajukan diri.
Cu-mu menjadi heran: "Kau, tapi kau adalah seorang
Puteri?"?""
"Aku toh bisa menyamar sebagal lelaki, pula aku
mempunyai Ih-yong-tan (pil mengubah muka. obat rias) dari
Suhu." sahut Ttong-lian dengan tertawa.
"Tapi urusan ini bukan permainan." ujar Cu-mu dengan tersenyum.
sebagai seorang duta. sudah tentu akan menarik
perhatian setiap orang, dan bila sampai rahasiamu diketahui
orang tentu urusan bisa runyam. Pula untuk bertemu dengan
raja Kunbran guna menerangkan duduknya perkara juga
diperlukan seorang yang berpengalaman. Apalagi dengan
usiamu yang masih muda ini biarpun sudah menyamar juga
susah bersikap sebagai seorang duta yang sudah berumur."
"Habis bagaimana baiknya. Toako yang kita harapkan tiada
berada disini lagi." kata Tiong-lian dengan masgul. Ia mondarmandir
untuk memikir. Sejenak kemudian, mendadak ia
berseru: "Ha. aku mendapat suatu akal?"
"Akal apa?" tanya Cu-mu.
"Begini." tutur Tiong-lian. "Tetap aku yang pergi kesana.
Cuma aku bukan sebagai duta. tapi cuma sebagai pengiring
duta saja. Duta yang kau kirim nanti biar membawa pengiring
banyakan sedikit dan aku mencampurkan diri diantara mereka
tentu takkan menarik perhatian orang. Apalagi sebagai
pengiring saja tentu aku dapat bertindak lebih leluasa dan
tidak banyak terikat oleh macam-macam protokol. Diam-Diam
aku dapat menyelidiki pula keadaan disana."
Karena tiada jalan lain. Cu-mu menjadi agak tertarik oleh
usul Tiong-lian itu. Katanyo kemudian: "Tapi. bukankah besok
kau akan berangkat bersama Suhu kembali ke Tionggoan"
Pula. jika kau ikut pergi ke Kunbran. tentu akan
memperlambat hari pertemuanmu dengan Hay-thian. Pula.
pula kalau terjadi apa-apa yang diluar dugaan, kau adalah
seorang gadis, betapapun aku akan merasa kuatir."
"Sudahlah. Koko tidak perlu pikirkan hal-hal yang takkan
terjadi. sahut Tiong-lian. "Kita adalah saudara sekandung, kau
mempunyai kesulitan, sudah seharusnya aku ikut memikul
kewajiban bagimu-Pula. jelek-jelek aku pun warganegara
Masar. sekali aku sudah berangkat ke Tiongooan bersama
Suhu. untuk seterusnya boleh jadi takkan pernah pulang
seabu lagi Mumpung ada kesempatan, biar lab akn dapat
mencurahkan sedikit tenagaku ini bagi tanah tumpah darahku
yang kuciarai mi agar kelak bila diauri dirantau negeri erang
aku akan dapat hidup dengan tenteram."
Diwaktu bicara selalu Tiong-lan bersenyum. tapi nadanya
cukup tegas dan pasti.
Cu-mu sangat terharu, katanya: "Baiklah, kau benar"
seorang adikku yang baik. Jika demik:an. bolehlah kau bersiap
untuk berangkat besok .
Karena usulnya diterima, Tiong-lian sangat girang. Tapi" ia
teringat sesuatu pula, ia tanya: .Dan kotak itu apakah kau
membawanya sekarang?"
"Apa kau maksudkan kolak perhiasan Yang terisi surat-surat
dari negeri Kunbran itu" tanya Cu-mu.
"Benar, aku ingin membawanya serta, boleh jadi kelak akan
berguna," sahut Tiong Lian.
"Baiklah, nanti kita ambil. sekarang kita harus menyumbat
rapat dulu jalan rahasia yang baru kita ketahui ini."
Lalu ia keluar untuk mengumpulkan beberapa potong batu
besar dan menutup rapat-rapat lubang gua Yang dipakai
melarikan diri oleh Kaso itu.
Lubang gua itu sangat sempit dan hanya tiba cukup
menerobos badan seorang saja. betapapun pandai ilmu silat
seseorang juga tidak leluasa bergerak didalam. Andaikan nanti
Kaso sembuh luka-nya dan datang lagi juga susah
membersihkan batu penyumbat itu.
Sesudah mereka berdua kembali kedalam istana, waktu Cumu
memindahkan bantal diatas tempat tidumya hendak
mengambil kotak perhiasan yang diminta Tiong-lian itu, tibatiba
ia terkejut, kata-nya: "Nyali maling ini benar-benar tidak
kecil, tempatku inipun dia berani menggerayang!"
"Darimana kau tahu, Koko?" tanya Tiong-lian.
"Aku telah membikin sebuah kotak perhiasan yang serupa
dan kusimpan dibawah bantal ini, tapi sekarang barangnya
sudah hilang," tutur Cu-mu.
"Mendingan, yang tulen tidak sampai hilang," ujar T onglian.
Waktu Cu-mu mengeluarkan kotak yang tulen, ia lihat isi
kotak masih baik-baik tanpa kurang sesuatu apapun, maka
legalah hatinya, ia serahkan kotak itu kepada Tiong-lian dan
berkata: "Untung aku cukup hati-hati, sebelumnya aku pikir
kotak ini agak luar biasa, mungkin merupakan sesuatu benda
yang juga diincar oleh sipencuri. maka aku telah menyuruh
membuatkan sebuah kotak yang sama. Benar juga tempatku
ini lantas digerayangi orang. Maka untuk selanjut-nya
hendaklah kau juga berlaku hati-hati."
Meski kepandaian mereka cukup tinggi dan nyali cukup
besar, tapi, demi mengetahui tindak-tanduk musuh yang
susah diraba itu. mau-tldak-mau mereka merasa was-was
juga. Setelah menerima kotak perhiasan itu, lalu Tiong-liaan pergi
menemui Suhunya dan memberi lapor tentang maksud
kepergiannya ke Kunbran.
Untuk sejenak Ci-hoa seperti teringat sesuatu. "Kunbran?"
ia menegas. "Apakah negeri terletak dibalik gunung sana?"
"Benar, apakah Suhu pernah kesana?" tanya Tiong-lian.
"Tidak pernah. Tapi Si-ih pernah," sahut Ci-hoa. Ia memikir
sejenak, tiba-tiba berkata pula: "Lian-ji. biarlah akupun ikut
kau kesana."
Tiong-lian terkejut dan bergirang, serunya: "Apa betul.
Suhu" Bukankah kau buru-buru hendak pulang ke Bin-san?"
"Tentang penggabungan Kay-pang utara dan selatan sudah
diselesaikan oleh Tiong-pangcu, Ek-suheng dan lain-lain,
kukira urusan nya dapat berjalan dengan lancar, maka
perjalananku Ini ditunda lagi sedikit hari kukira tiada
berhalangan," demikian sahut Ci-hoa. "Cuma aku tdak hendak
pergi bersama kau, sebaliknya aku akan berangkat harini juga,
aku akan tunggu kau disana. Tapi nanti kaupun tidak perlu
mencari aku, sampai waktunya aku tentu akan menemui kau."
Tiong-lian agak heran karena perubahan rencana
perjalanan sang guru yang mendadak itu. Tapi iapun tdak
berani banyak ber-tanya. Hanya dalam batin ia merasa sangat
senang, sebab dengan adanya perlindungan sang guru di
Kunbran nanr. segala apa dia menjad mantap dan tidak perlu
takut-takut lagi.
Besok paginya, Cu-mu memilih seorang pembesar setia
yang agak tua. cerdik dan pandai untuk diangkat menjadi duta
dengan membawa 24 orang pengiring menuju kenegeri
Kunbran. Dan Tiong-lian telah menyamar sebagai salah
seorang diantara 24 orang pengiring.
Waktu menghantar kepergian adiknya itu, diam-diam Cumu
telah beritahukan Tiong-lian: "Moaymoay, bolehlah kau
pergi dengan hati lega, kepada Kang-suheng aku akan
menyampaikan kabar tentang dirimu ini."
Tiong-lian agak heran mendengar ucapan saudaranya ini, ia
tidak tahu mengapa timbul maksud demkian dari kakaknya
dan cara bagaimana pula akan menyampaikan kabar kepada
Kang Kay-thian, padahal Hay-thian sudah berangkat lebih dulu
beberapa hari yang lalu. Maka dengan kikuk iapun bertanya:
"Apakah kau maksudkan akan mengirim orang untuk
menyusul Hay-ko dan memberikan tentang kepergianku ini"
Kukira lebih baik jangan memberitahu pada-nya hingga
membikin dia merasa kuatir begiku. Aku, akupun tidak ingin
membikin kacau urusan negara hanya karena urusan pribadiku
yang tak berarti."
"Moaymoay, aku paham perasaanmu, kau merindukan Hayko,
akupun terkenang kepada Kang-suhengku," kata Cu-mu
dengan ter senyum. "Cuma, tentu aku takkan membikin dia
merasa susah, urus an negara dan kepentingan pribadi tentu
akan kupikirkan semua."
Oleh karena dihadapan pengiring-pengiring yang lain (yang
tidak tahu penyamaran Tiong-lian, kecuall pembesar yang
diangkat menjadi duta), maka Cu-mu tidak enak kelihatan
banyak bicara dengan Tiong-Iian, sesudah bicara sekadarnya
pula kepada yang lain-lain, la lu iapun tinggal kembali keistana
Walaupun begitu Tiong-lian berkata, tapi tidak urung dalam
hal nya sangat terkenang kepada Kang Hay-thian. Bila ingat
bhw arah yang dituju Kang Hay-thian dan dirinya sekarang
justreru berlawanan, yang satu kearah timur dan yang lain
kejurusan barat, jarak keduanya makin menjauh. Sesudah
sampai dinegeri Kunbran entah apa yang akan terjadi pula dan
entah kelak akan dapat bertemu tidak dengan Kang Hay-thian,
bagaimana dan apa yang akan terjadi pula setiba Kang Haythian
di Cui-in-ceng untuk men-jenguk Hoa In-pik"
Begitulah pikiran Tiong-lian menjadi bergolak, semuanya itu
sangat makan hati, ia benar-benar dalam keadaan kusut
pikiran, akhirnya sedapat mungkin ia takmau pikirkan apa-apa
lagi. ia berusaha melupakan semuanya?"?"?"?"?"?"
Dalam pada itu marilah kita mengikuti perjalanan Kang Haythian
bersama ayahnya. yaitu Kang Lam.
"Setelah meninggalkan negeri Masar. siang-malam mereka
melan jutnya perjalanan kearah timur. Suatu hari, sampailah
mereka dikabupaten Thian-cui-koan didalam wilayah Kamsiok.
daerah ini sudah termasuk pegunungan Tiong-tem-san.
Hay-thian teringat pada peristiwa pertemuannya dengan Ih
Siau-cun, yaitu Suhengnya Auyang Wan, pada hari Itu
kebetulan adalah hari pernikahan Auyang Wan dengan Bun
To-ceng, tapi Ih Siau-kun telah mendustainya hingga ia
dipancing kerumah Auyang Tiong-ho, disana lantas terjadi
pertarungan sengit dan mengakibat kan gugurnya Ih Siau-kun,
sebelum mati ia tidak tahu kalau Auyang Jing yang telah
mewakil: adiknya menikah dengan Bun To-ceng, 6ebaliknya
Auyang Wan sedikitpun tidak tahu bahwa sedemikian
mendalam sang Suheng itu cinta padanya.
Begitulah Hay-thian terbayang-bayang akan kejadiankejadian
yang telah lalu itu, prkirnya: "Soal cinta memang
benar-benar sulit dipecahkan, perubahan-prrubahannya juga
sering-sering diluar dugaan orang. Ih Siau-kun sedemi-kian
mencintai Auyang Wan, tapi hasilnya cuma menghela napas
saja oleh nona pujaannya itu. Seballknya Yap Tiong-siau cuma
pura-pura mencintai Auyang Wan, tak tersangka sesudah
Auyang Jing mati, Tiong-siau dapat sadar dan kembali kejalan
yang besar, dari pura-pura menjadi sungguhan, cintanya itu
lantas dia katakan kepada Auyang Wan."
Teringat kepada Yap Tiong-siau dan Auyang Wan, diamdiam
Hay-thian menjadl ragu-ragu, la tidak tahu apakah
Auyang Wan bersama Yap Tiang-siau sudah pulang
kerumahnya atau belum" Sekarang dirtnya sudah berada
disekitar rumah keluarga Auyang, apakah mesti mampir
kesana untuk menjenguk mereka"
Tiba-Tiba Kang Lam menoleh dan menegur dgn tertawa:
"Hay-ji. biesanya kau berjalan lebih cepat daripadaku,
mengapa sekarang ketinggalan dibelakang, apakah kau
sedang memikirkan sesuatu?"
"Tidak, aku cuma teringat kepada seorang sahabat saja."
sahut Hay-thian sambil mempercepat langkahnya untuk
menyusul sang ayah.
"O. apa kau terkenang kepada adik Lian-mu?" kata Kang
Lam dengan tertawa. "Sekarang dia adalah Tuan Puteri yang
mulia, kita memangnya tidak setimpal dengan mereka, apa
yang sudah lalu anggaplah tidak pernah terjadi!"
"Tidak, Lian-moay bukan manusia yang berpikiran secupet
itu," ujar Hay-thian. "Juga engkohnya takkan dumeh sudah
menjadi raja lalu bersikap dingin padaku."
Mendadak Kang Lam ketawa terbahak-bahak.
"Apa yang kau tertawakan, ayah?" tanya Hay-thian.
"Aku bergembira atas dirimu," sahut Kang Lam. "Selamanya
aku anggap rejekiku ini sudah sangat baik, siapa tahu
rejekimu jauh lebih besar daripadaku. Dahulu?"?""
Diam-Diam Hay-thian merasa geli entah ayahnya akan
barceritera kejadian-kejadian apa lagi yang menyenangkannya
dahulu. Padahal segala pengalaman sang ayah sudah sering
diceritakan dan bagi Hay-thian boleh dikata sudah apa! diluar
kepala, tapi penyakit Kang Lam memang suka omong, sedlkitsedlkit
lantas "dahulu" aku pernah ini dan "dahulu" aku pernah
itu dan tidak habis-habis?""
Tak terduga cerita Kang Lam sekali ini adalah
pengalamannya yang belum pernah didengar oleh Hay-thian.
Maka Kang Lam telah berkata dengan tertawa: "Dahulu aku
hanya seorang kacung saja, sebaliknya ibumu adalah Gwasunli
(cucu luar) dari Tiat-ciang-kim-to Nyo Tiong-ing. itu ketua
perserikatan jago-jago silat kelima propinsi daerah utara.
Entah sudah berapa banyak kesatria-kesatria muda yang telah
mengajukan lamaran kepada ibumu, tapi ibumu tidak mau,
sebaliknya hanya aku yang disukai. Biar kaupun mengetahui
bahwd nenekmu itu dahulu malah enggan juga menjodohkan
puterinya padaku. Kemudian karena kewalahan menghadapi
maksud ibumu yang kukuh, akhirnya beliau-pun terima
dengan baik. Nah, coba katakan, rejekiku bukankah sangat
besar". Sifat Kang Lam memang suka berkelakar, terhadap
puteranya juga begitu, apa yang ingin dikatakan lantas
mencerocos, sedikitpun tidak berlagak sebagai ayah yang
keren. Maka Hay-thian telah menjawab dengan menahan tawa:
"Ya, rejeki ayah memang tidak jelek."
"Hm.tapi rejeki kau bocah ini malah jauh lebih bagus
daripadaku," jengek Kang Lam. "Ha, selamanya aku tidak
pernah mengaku kalah kepada siapapun, tapi sekali ini aku
harus mengaku kalah kepada puteraku sendiri. Ibumu adalah
cucu luar Bu-lim-bengcu (ketua perserikatan jago-jago silat),
dia suka padaku, hal ini sudah diuar dugaan siapapun. Tapi
sekarang, haha, sungguh tidak nyana seorang Puteri kerajaan
juga menyukai kau, bukankah rejekimu jauh lebih besar
daripadaku?"
Mau-tak-mau Hay-thian tertawa geli juga atas banyolan
ayahnya itu. Tapi ia pikir apakah hubungannya dengan Tiongl"an
itu dapat dikatakan karena rejekinya yang besar" Mereka
adalah kawan memain sejak kecil, jadi sudah suka sama suka
sejak dahulu. Tapi soal asmara kaum muda sebagai mereka itu


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah tentu tidak enak untuk dibicarakannya dengan ayahnya.
Tiba-Tiba Kang Lam bikin kereng sikapnya dan berkata pula
sambil tunjuk Hay-thian: "Kau dengarkan baik-baik, dahulu,
aku tahu ibumu telah menyukai aku, maka akupun lantas
balas cintanya dengan hati yang bulat, selama hidupku ini
tidak pernah main gila lagi dengan wanita kedua di dunia ini,
bahkan dalam benakku juga tidak pernah timbul pikiran yang
menyeleweng. Dalam segala hal aku kalah daripada puteraku,
hanya keteguhan imanku inilah harus kau tiru, kau masih
harus belajar dari aku."
Hay-thian menjadi serba runyam tanpa sebab diberi
ceramah Itu, terpaksa ia hanya mengiakan belaka.
Tiba-Tiba Kang Lam tertawa pula dan berkata: "Tapi Tuan
Pu-teri orang memang benar-benar suka padamu, maka kau
juga harus suka padanya dengan hati yang bulat dan jangan
sekali-sekali pikirkan nona lain supaya tidak menimbulkan
kesukaran-kesukaran. Nah, de-ngar tidak kau?"
"Haaa!" Hay-thian terkesiap mendadak, sebab saat itu ia
memang sedang teringat kepada kejadian dahulu mengenai
Au-yang Wan itu. Ia pikir: "Apa Yang dikatakan ayah juga ada
betulnya. Meski aku tidak punya pikiran apa-apa terhadap
nona Auyang, tapi bila bertemu dengan dia toh takkan
terhindar dari kenangan kejadian-kejadian yang lalu. Sekarang
dia sudah mendapat jodoh yang setimpal dengan Yap Tiongsiau,
buat apa aku mesti mengacaukan pikirannya lagi. Ya,
lebih baik janganlah aku pergi menjenguk mereka."
Setelah ambil keputusan itu, ia tidak ragu-ragu lagi, segera
ia mengayun langkah dan sebentar saja sudah mendahului
didepan sang ayah.
Pada saat itu juga, tiba-tiba tertampak dua penunggang
kuda sedang mendatangi dengan cepat, kedua penunggang
kuda itu membawa senjata semua, sekali pandang saja segera
dapat diketahui mereka adalah orang-orang gagah dari
Kangouw. Ketika kedua penunggang kuda itu lalu disamping Kang
Lam berdua, kedua penunggang itu mengamat-amati sekejap
pada mereka dengan agak heran, tapi dengan cepat
merekapun sudah lewat.
"Ssssst, kedua orang ini aku kenal, mungkin mereka tidak
ingat lagi padaku," demikian Kang Lam membisiki puteranya.
"Siapakah mereka?" tanya Hay-thian.
"Yang lebih tua adalah Sutenya Beng Sin-thong, namanya
Yang Jik-hu, dan yang lebih muda adalah seorang begal besar
dan terkenal di Kangouw, namanya So Sim berjuluk "Say Jin
kui" (si Sik Jin Kui), terhitung juga begundalnya Beng Sinthong.
Dahulu mereka juga ikut dalam pertandingan dengan
berbagai jago silat di Jian-ciang-peng diatas Ko-san. Tatkala
itu aku-pun hadir disana, tapi mungkin aku cuma seorang "Bubeng-
siau-cut" (perajurit tak terkenal), makanya tak
diperhatikan mereka."
"Jika begitu, mereka adalah dua tokoh yang tidak sembarangan"
ujar Hay-thian.
"Memang betul, terutama Yang Jik-hu itu, sejak Beng Sinthong
mati, selama belasan tahun ini jejaknya tak diketahui,
siapa duga harini telah muncul kembali disini".
Tidak jauh mereka meneruskan perjalanan, berturut-turut
ada tujuh atau delapan penunggang kuda lain yang
melampaui mereka lagi, daridandanan orang-orang itu dapat
tertampak dengan jelas bahwa semuanya itu adalah jago-jago
dari berbagai golongan dan aliran, ada juga yang dikenal Kang
Lam dan saling menyapa dengan dia, tapi perjalanan mereka
rupanya tergesa-gesa, maka tanpa bicara terus melarikan
kuda mereka kedepan.
"Aneh, di sekitar Cong-lam-san ini biasanya jarang didatangi
orang, mengapa harini kita ketemukan tokoh-tokoh Kangouw
sebanyak "ini?" demikian kata Kang Lam dengan heran.
"Siapakah orang yang menyapa ayah tadi?" tanya Haythian.
"Kim Jit-sian," sahut Kang Lam.
Hay-thian terkesiap mendengar nama itu. Katanya: "Suhu
pernah menyebut nama orang ini. katanya dia mempunyai
bakat yang sangat bagus, boleh dikata seorang kosen di dunia
persilatan."
"Ya, dalam pertandingan di Jian-ciang-peng dahulu
pamanmu Thian-ih pernah telan kekalahan dari dia," tutur
Kang Lam. "Tapi kemudian Suhumu diam-diam telah
membantu aku hingga dia kubanting terjungkal, sebab itulah
dia kenal padaku. Tampak-nya dia dapat berpikir dengan
lapang, apa yang sudah lalu mungkin dianggapnya sudah
selesai dan tidak dendam lagi padaku. Orang ini bokh dikata
seorang tokoh yang berdiri diantara Sia-pay (golongan jahat)
dan Cing-pay (golongan baik)."
Begitulah .sambil bicara sambil berjalan, kedua ayah dan
anak itu merasa sangat heran akan tokoh-tokoh yang
dilihatnya itu.
Tidak lama kemudian sampailah mereka di suatu jalan
simpang tiga. Inilah tempat Kang Hay-thian bertemu dengan
Ih Siau-kun dahulu.
Tiba-Tiba datang pula dua penunggang kuda secepat
terbang, sesudah dekat, mendadak mereka berhenti didepan
Hay-thian dan berseru: "He, bukankah kau ini Kang-siauhiap?"
Penegur itu adalah seorang tua dengan kawannya wanita
tua, Hay-thian lantas balas menyapa: "Kiranya Han-locianpwe
adanya, tak terduga harini dapat bertemu disini!"
Kiranya penegur itu adalah bekas Congpiauthau (pemimpin
umum) dari Tin-wan Piaukiok di Pakkhia (Peking), Han Soan.
Dan wanita tua itu adalah isterinya, Tiat-wan-yang Han-toanio.
Sebagai diketahui, di Cui-in-ceng, ditempat kediaman In
Ciau dahulu Hay-thian telah kenal mereka. Maka Hay-thian
lantas perkenalkan ayahnya: "Inilah Han-locian- Mengetahui
kawan Hay-thian itu adalah ayahnya, segera Han Soan
menyapa pula dan memberi hormat. Lalu ia tanya: "Mengapa
kalian juga sudah mendapat kabar" Apakah Km-tayhiap juga
sudah datang?"
Meski Han Soan belum pernah kenal Kang Lam, tapi ia
sudah dengar Kang Lam mempunyai hubungan baik dengan
Kim Si-ih. Sebaliknya Kang Lam menjadi bingung, ia balas tanya:
"Kabar tentang apa?"
"Bukankah kalian akan pergi ketempat keluarga Auyang?"
Han Soan menegas.
"Bukan, kami hendak ke Cui-in-ceng untuk menyambangi
In-cengcu," sahut Kang Lam. "Sebab ayah angkat puteraku ini,
yaitu Hao-san-ih-un kini sedang tetirah d rumah In-cengcu
sana." "O, kiranya kalian masih belum tahu akan kabar ini, tapi
kebetulan juga. kalian menjadi tidak perlu kesana lagi, harini
juga kalian akan dapat bertemu dengan In-cengcu, diapun
sudah datang kemari!" demikian tutur Han Soan.
Sudah tentu Kang Lam tidak tahu duduknya perkara, -ia
tanya pula: "Beramai-ramai kalian datang kesini sebenarnya
ada urusan apa, dapatkah memberitahu?"
Han Soan tertawa, sahutnya: "Urusan ini boleh kau tanya
saja kepada puteramu."
Hay-thian tersadar akan duduknya perkara, hatinya
tergetar, cepat ia tanya: "Apakah kedatangan In-cengcu ini
adalah untuk berurusan dengan Auyang Tiong-ho?"
"Sasaran utama sebenarnya adalah bangsat cilik she Yap
itu, cuma Auyang Tiong-ho sekeluarga sudah tentu takdapat
kita ampuni pula," sahut Han Soan. "Harini yang menjagoi
mereka justeru adalah Auyang Pek-ho dan Kui-ho bertiga
saudara. Sebaliknya dipihak kita adalah In-cengcu dan aku.
Haha. sangat kebetulan kedatangan kalian ini, rasanya aku
tidak perlu minta bantuan kalian lagi, bukan?"
Kiranya kedatangan In C"au ke Cong-lam-san ini adalah
hendak membalas dendam putera-puterinya. Seperti
diketahui, tempo hari ln Bik telah dilukai Yap Tiong-siau
dengan Tay-seng-pan-yak-ciang dan jiwa mereka hampir
melayang, untung Hoa Thian-hong telah memberi obat pada
mereka dan berkat bantuan Hay-thian yang memberikan
darah bagi mereka barulah jiwa mereka dapat diselamatkan.
Sekarang kesehatan In Khing dan In Bik sudah pulih
kembali, In Ciau juga mengetahui bahwa dahulu Yap Tiongsiau
berada bersama puterinya Auyang Tong-ho, yaitu Auyang
Wan, tapi asal-usul Tiong-siau belum diketahui, maka yang
dituju lebih dulu adalah tempat kediaman Auyang Tiong-ho.
Adapun mengenai Han Soan adalah karena barang
kawalannya telah dirampok sehingga Tin-wan Piaukiok telah
bangkrut, lantaran itu ia sengaja datang kewilayah barat itu
untuk membalas dendam. Seperti diketahui juga didaerah ini
Han Soan berdua telah kebantrok dengan Yap Tiong-siau,
akibatnya Han-toanio dilukai pula oleh Tiong-siau. Walaupun
Tiong-siau bukan biangkeladi da ri perampokan barang
kawalan Tin-wan Piau-kiok itu, tapi Han Soan anggap Tiongsiau
adalah sekomplotan dengan bandit wanita yang
merampas Piau itu. pula isterinya telah dilukai pula, maka
sekarang merekapun ikut-ikutan hendak balas dendam kepada
Tiong-siau. Namun bagaimanapun juga baik In Ciau. Han Soan maupun
Auyang Tiong-ho, semuanya adalah tokoh-tokoh Kangouw
yang terkenal, mereka tidak mau bertarung secara
sembarangan, maka kedua pihak telah berjanji dan
menetapkan hari tertentu, kedua pihak juga mengundang bala
bantuan untuk menghadap: pertandingan yang akan dilakukan
itu. Dan harini adalah hari yang ditetapkan itu.
Tentang kejadian-kejadian itu cukup diketahui oleh Kang
Hay-thian. keruan ia menjadi kuatir. Dasar watak Hay-thian
memang jujur, meski iapun pernah telan pil pahit dari Yap
Tiong-siau, tapi sejak Tiong-siau dari lawan berubah menjadi
kawan, semua urusan yang tidak menyenangkan dahulu itu
sudah dilupakannya. Siapa tahu sekarang Han Soan justeru
mengungkat kejadian-kejadian dahulu itu dan orang yang
hendak diajak bikin perhitungan adalah Yap Tiong-siau, tentu
saja Hay-thian kuatir dan terkejut.
Sebaliknya Han Soan menjadi senang, katanya pula: "Kami
sedang kuatir kurang bala bantuan, kebetulan Kang-siauhiap
keburu datang, sekali ini kita sudah pasti akan menang."
Diam-Diam Hay-thian menjadi ragu-ragu: "Yap-toako
sekarang sudah kembali kejalan yang benar, harini dia ada
kesulitan, jika aku tidak berdaya untuk menyelesaikan
persengketaan ini. kelak cara bagaimana aku harus bicara
dengan Lian-moay?"
Han Soan menjadi hrran melihat Hay-thian agak ragu-ragu,
ia menegas: "Kang-siauhiap, apakah kau tidak sudi membantu
kami" Bukankah tempo dulu engkau sendiri juga menyaksikan
kedua kakak-beradik she In itu dilukai bangsat she Yap itu?"
"Ya tetapi menurut pendapat Wanpwe, permusuhan
sebaiknya ditiadakan daripada dipertajam, maka,
maka?"?"?"?"?" demikian sahut Hay-thian dengan
ragu-ragu Belum habis ucapannya, mendadak Han Soan sudah gusar,
dengan suara keras ia memotong: "Untuk meredakan
permusuhan ini juga tidak sulit asalkan dia mengganti sebuah
Tin-wan Piaukiok padaku dan mengganti belasan jiwa
kawanku?"?""
"Ditambah pula sepasang kaki dan, hehe, juga nama baik
kita suami-isteri selama ini?"?"" demikian mendadak Hantoanio
menyela sambil mendekati dengan kaki pincang. Kedua
kakinya itu justeru adalah Yap Tiong-siau yang melukainya.
Muka Hay-thian menjadi sebentar pucat dan sebentar
merah, ia menjadi bungkam pula atas serangan-serangan
kata-kata Han Soan berdua. Diam-Diam iapun mengakui
perbuatan Yap Tiong-siau dahulu itu memang agak terlalu
kejam, sudah membunuh beberapa puluh orang Piaukiok,
bahkan melukai pula Han-toanio dan putera-puterinya In Ciau,
terang permusuhan iai sudah sangat mendalam. Apalagi orang
Bu-lim sangat mengutamakan nama dan kehormatan, lebihlebih
tokoh seperti Han Soan dan ln C"au, mana mereka mau
terima hinaan mentah-mentah"
Begitulah Kang Lam lantas menimbrung demi melihat
puteranya tidak berani menjawab ucapan-ucapan Han Soan
katanya: "Bocah ini masih hijau dan sembarangan omong,
hendaklah Han-congpiau-thau jangan marah. Tentang bangsat
she Yap itu, jika memang perbuatannya begitu jahat, sudah
sepantasnya kalau dia harus mem pertanggungyawabkan
perbuatannya sendiri itu. Hay-thian, kau pernah terima budi
kebaikan dari In-cengcu, sudah seharusnya kau mesti pergi
untuk membantunya. Jika kau tidak pergi, pasti aku yang akan
pergi!" Sudah tentu Kang Lam tidak tahu siapakah bangsat cilik she
Yap yang dimaksudkan itu, sebab sebegitu jauh Hay-thian
tidak pernah menceritakan tentang Yap Tiong-s:au, yaitu
mengingat sifat sang ayah yang suka omong itu, jadi maksud
Hay-thain tdak ingin perbuatan-perbuatan Yap Tiong-siau
yang salah dimasa lalu itu tidak tersiar.
Maka air muka Han Soan kel"batan tenang kembali, iapun
merasa ucapannya tadi agak terlalu pedas, maka berbalik ia
mendekati Kang Hay-thian, katanya dengan tersenyum:
"Kang-siauhiap, kalau orang lain yang bicara seperti kau tadi
tentu akan kutuduh sebagai begundal bangsat she Yap itu.
Tapi engkau sendiri sudah pernah bertempur dengan bangsat
cilik itu, pula kakak beradik she In itu juga kau yang menolong
mereka, maka aku tidak kuaur kau akan membela pihak
bangsat she Yap itu. Ya, kutahu kau cuma bermaksud baik
saja, mungkin kau kuatir kami takkan sanggup melawan pihak
musuh, maka ingin mendamaikan persengketaan ini. Tapi
boleh kau jangan kuatir, biarpun pihak lawan terdapat banyak
jago-jago pilihan, sebaliknya pihak kita juga tidak kurang
tokoh-tokoh terkemuka, untuk bicara terus terang, kita sudah
sedia payung sebelum hujan dan siap menghadapi segala
tantangan. Dari itu, jika Kang-siauhiap sudi membantu
bolehlah ikut serta, sebaliknya kalau tidak, maka akupun tidak
ingin memaksa."
Sebagai seorang Kangouw yang ulung, omongan Han Soan
itu sesungguhnya berduri dan sangat tajam. Sebab pada
umumnya orang Bu-lim tentu mempunyai pergaulan yang
sangat luas dan mempunyai persahabatan dengan segala
lapisan. Diketahuinya ilmu silat Yap Tiong-s:au sangat tinggi,
dengan sendirinya gurunya dan sahabat-sahabatnya tentu
juga bukan kaum sembarangan. Maka Han Soan men jadi
kuatir jangan-jangan Kang Hay-thian telah dihubungi oleh


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang-orang tertentu dan sekarang hendak mendamaikan
perkara Yap Ticng-s"au itu. Karenanya iapun mendahului
mengeluarkan ucapan yang menusuk untuk membikin buntu
kemungkinan usaha Kang Hay-thian itu. Meski dimulut ia
menyatakan terserah kepada Kang Hay-thian akan membantu
dia atau tidak, tapi sesungguhnya ia hendak membikin Haythian
terpaksa harus berdiri dipihaknya.
Sebaliknya Hay-thian juga kenal watak Han Soan suami
ysterl itu sangat keras, sangat berangasan, biasanya dirinya
juga tiada hubungan baik apa-apa dengan mereka, untuk
menasihati mereka tentunya juga susah. Tapi In-cengcu
mempunyai hubungan sangat baik dengan dirinya, In-cengcu
telah merawat penyakit ayah angkat-nya dan ayah angkat dan
dirinya juga telah menyembuhkan putera-puternya In-cengcu.
Jadi masing-masing sama-sama utang budi. Biasanya Incengcu
juga sangat sayang padanya. maka lebih baik nanti
bicara sendiri saja dengan jago tua itu.
Setelah ambil keputusan demikian, lalu ia berkata dengan
tertawa: "Memangnia akupun akan pergi menemui In-cengcu
dan Gi-huku, sekarang kita sudah bertemu disini, masakah aku
tidak jadi kesana malah" Bicara tentang membantu
pertandingan itu, jikalau para Locianpwe sudah ikut tampil
kemuka, masakah masih perlu tenagaku yang tiada artinya
ini?" "Hahahaha! Kang-siauhiap terlalu rendah hati saja," kata
Han Soan dengan terbahak. "Kabarnya Gihumu juga pernah
diselomoti siluman cilik dari keluarga Auyang itu, entah harini
Gihumu akan ikut hadir atau tidak" Jika tidak datang, bila kau
mesti mewakili Gihumu, mustahil jika kau hanya akan berpeluk
tangan saja tanpa ikut campur?"
Hay-thian menjadi kesal pula mendengar Auyang Wan juga
disinggung-singgung. Tapi iapun tidak leluasa buat membela
nona itu. Ia sangat terkenang kepada ayah angkatnya, maka
ia lantas tanya: "Apakah kesehatan Gihuku belum pulih
seluruhnya" Mengapa Han-locianpwe mengatakan beliau
belum pasti akan ikut hadir?"
"Kesehatan Hoa-Io-enghiong sih sudah Iama pulih kembali,"
sahut Han Soan. "Cuma dia sangat kuatirkan kebun obatobatannya,
maka pada bulan yang lalu sesudah menghantar
keberangkatan puteri-nya, besoknya beliau lantas pulang juga
ke Hoa-san. Eh, ya! Bukankah nona Hoa pergi menghadiri
pertemuan di Kim-eng-kiong sana, masakah kalian tidak
bertemu dengan dia?"
Hati Hay-thian terguncang, lekas-lekas ia menjawab dengan
samar-samar: "Ya, memang sudah ketemu, tapi sesudah
selesai pertemuan Kim eng-kiong itu nona. Hoa lantas
berangkat pergi pula secara tergesa-gesa sehingga aku tidak
sempat adiak bicara dengan dia."
"Ya, nona Hoa itu memang seorang anak berbakti, karena
kuatir ayahnya kesepian dan memikirkan dia, maka Iekas-
Iekas ia menyusu pulang ke Hoa-san," demikian kata Han
Soan. "Tapi dia memiliki elang raksasa sebagai alat kendaraan
yang jauh lebih cepat daripada kuda lari. Pabila Hoaloenghiong
tahu kan pertandingan harini dan bila nona Hoa
sudah pulang sampai di rumah, tentu mereka ayah dan anak
akan memburu kemari dengan menumpang elang raksasa
mereka." Perasaan Hay-thian menjadi tambah kusut, sebenarnya ia
memang ingin bertemu dengan Hoa In-pik, tapi jika nona itu
datang kesini, ia justeru tidak ingin menemuinya ditempat
demikian ini, sebab kalau mereka bertemu di Cui-in-ceng
tanpa diganggu orang luar, tentu mereka dapat bicara lebih
asyik dari hati ke hati dan segala urusan akan jauh lebih
gampang dikemukakan dan memperoleh pengartian masingmasing
Sebaliknya kalau mereka bertemu di medan
pertandingan dirumah keluarga Auyang itu, tentu akan susah
baglnya untuk bicara secara mendalam. Apalagi kalau In-pik
salah paham lagi dan kembali tinggal pergi seperti apa yang
sudah terjadi di Kim-eng-kiong itu, tentu urusan akan tambah
runyam lagi. Tapi dalam keadaan demikian terpaksa ia harus pergi
kesana juga, ia benar-benar kusut pikiran menghadapi urusanurusan
Yap Tiong-siau, Auyang Wan dan Hoa In-pik yang
ruwet bagai benang bundel itu.
Perjalanan yang tidak jauh lagi itu dalam waktu singkat seja
sudah sampai. Hay-thian merasa terharu mendatangi tempat
lama ini, keadaan tempat tetap, tapi urusan dan orangnya
sudah banyak berubah.
"He, bukankah ini Kang-siauhiap?" demikian tiba-tiba ada
orang berseru. Lalu tertampak In Khing dan In Bik berdua saudara telah
memapak keluar.
Menurut peraturan Bu-lim, meski tempat ini adalah
rumahnya Auyang Tong-ho, tapi diantara dua pihak yang
bertanding terhitung tuan rumah semua, maka In Ciau juga
mengatur orang nya didepan rumah untuk terima kawan
pihaknya sendiri yang datang membantu.
Begitulah In Khing berdua sangat girang atas kedatangan
Kang Hay-thian. Segera In Bik menyapa: "Apa kau baru
datang dari Kim-eng-kiong" Tentu kau telah unjukan
kepandaianmu yang hebat itu. Kabarnya ilmu silat Po-siang
Hontsu itu maha sakti, siapakah yang telah mengalahkan dia?"
"Hay-thian sudah mengempurnya satu babak dan tiada
yang menang dan kalah." timbrung Kang Lam dengan berseriseri.
"Kemudian Kim-tayhiap datang dan sekali turun tangan
lantas tundukkan lawan."
In Bik ikut girang, serunya: "Ayahku memang sudah
menduga kau pasti akan segera terkenal dengan
kepandaianmu yang hebat ini, dan benar saja kau tidak
mengecewakan harapan ayahku."
Tiba-Tiba In Khing juga bertanya dengan wajah kemerahmerahan:
"Apakah kau sudah melihatnya?"
"Yang dimaksudkan engkohku ialah nona Kok," demikian In
Bik menambahkan dengan tertawa.
Hati Hay-thian mendebur dan melengak sekejap. ia tahu
apa yang dimaksudkan In Khing itu. Ia tahu In Khing diam"
mencin-tai Kok Tiong-lian. untuk ini ia benar-benar serba sulit
memberi pen-jelasan. Terpaksa ia menjawab dengan samarsamar:
"Ya. sudah ketemu dan telah kusampaikan salammu
padanya!" Dalam pada itu dengan berseri-seri Kang Lam lantas
mencerocos pula: "Wah, mereka malah pernah tinggal
bersama-sama selama setengah bulan di suatu pulau kecil.
Nona Kok itu sekarang adalah puteri kerajaan Masar. Ha,
kejadian-kejadian aneh itu sungguh susah untuk diduga orang
sebelumnya?""
"Ayah, kita sudah sampai ditempat pertemuan," demikian
Hay-thian menyela.
"Ya. sekarang tiada waktu, nanti bila urusan sudah selesai
tentu akan kuceritakan pengalaman" disana," ujar Kang Lam
dengan tertawa. "Sungguh aneh sekali pengalaman anakku
ini, rejekinya juga sangat besar."
Melihat cara bicara Kang Lam yang kegirangan itu.
dikatakan pula bahwa Kang Hay-thian telah tinggal bersama
dengan Kok Tiong-lian selama setengah bulan, mau-tidak-mau
In Khing menjadi sangsi, lapat-lapat iapun dapat menduga
beberapa bagian apa yang sudah terjadi. Tapi dasar sifatnya
pemalu, sedang Kang Lam tergolong angkatan tua pula. maka
ia tidak berani banyak menania meski dalam hati penuh tanda
tanya. Adapun kalangan pertandingan itu ternyata diadakan
dilapa-ngan latihan keluarga Auyang, tempatnya sangat luas,
kedua sis" lapangan itu ada panggung beratap. Pihak In Ciau
menduduki panggung sebelah timur dan pihak Auyang Tiongho
berada disisi barat, kedua panggung itu sudah penuh
orang. Walaupun pertandingan ini tidak sebesar Kim-eng-kiong,
tapi tokoh-tokoh yang ikut hadir juga tidak sedikit. Bahkan
kalau bicara tentang jago-jago dari Tionggoan boleh dikata
lebih banyak dari pada yang hadir di Kim-eng-kiong. Sebab
letak Kim-eng-kiong itu terlalu jauh, meski penuh juga dihadiri
tokoh-tokoh persilatan, tapi. yang berasal dari Tionggoan
paling-paling cuma beberapa puluh orang saja. Sebaliknya
yang hadir sekarang sedikitnya masing-masing pihak ada
ratusan orang. Hay-thian memandang sekytarnya, lalu bertanya dengan
pelahan: "Dimanakah nona Hoa?"
In Bik melengak sekejap, lalu menyahut: "Aku justeru ingin
tanya kau, sekarang malah kau tanya aku. Nah, itu Gihumu
sudah datang, boleh kau tanya beliau saja."
Maka tertampaklah Hoa Thian-hong sedang keluar dari
panggung sebelah timur sana. Cukup banyak diantara hadirin
yang kenal Kang Lam, maka sebelumnya sudah ada orang
memberitahukan Thian-hong tentang diri Kang Lam. dairi itu
Thian-hong lantas bersalaman dulu dengan Kang Lam dan
kemudian baru tanya Hay-thian: "Mengapa cuma kau sendiri
yang kembali" Di manakah Pik-ji?"
Hay thian terkejut, sahutnya: "Kusangka Pik-moay sudah
pulang malah?"
Thian-hong menjadi heran, tanyanya pula: "Mengapa kalian
tidak- berada bersama?"
"Ketika pertemuan di Kim-eng-kiong selesai, Pik-moay
lantas" lantas terbang pergi menumpang Sin-eng (elang
sakti) dan aku pun belum tahu sebab apa dia buru-buru
berangkat," sahut Hay-thian dengan bingung.
Thian-hong mengerut kening, katanya kemudian: "Inilah
aneh. Padahal sudah kupesan agar dia pulang bersama kau.
Ah, barangkali dia melihat kau masih sibuk, maka pulang dulu
sendirian. Tapi seharusnya iapun sudah sampai disini dengan
menumpang elang."
Hay-thian terkejut pula. ia kuatirkan keselamatan Hoa Inpik
dan susah juga untuk memberi penjelasan kepada Hoa
Thian-hong. Sebaliknya Thian-hong juga merasa urusan agak ganjil.
Tapi belum lagi sempat ia tanya lebih jauh, sementara itu
tertampak In Ciau sudah-berdiri dan mulai bicara dengan
Auyang Pek-ho. Suasana kalangan pertandingan itu seketika
menjadi sunyi senyap.
Dengan suara lantang sebagai bunyi genta In Ciau berkata
sambil tunjuk putera-puterinya: "Ini adalah puteraku In Khing
dan yang itu adalah puteriku In Bik, bulan tiga tahun ini ketika
berburu dilereng Ki-lian-san mereka telah bertemu dengan
seorang bernama Yap Tiong-siau dan tanpa sebab mereka
telah dilukai hingga sangat parah. Tatkala itu orang she Yap
itu berada bersama keponakan perempuan Auyang-cengcu.
Sebab itu, maksud Lohu sekarang ialah ingin belajar kenal
dengan kesatria muda she Yap itu."
"Dan akupun ingin mencari orang she Yap itu," segera Han
Soan menyambung. "Aku tidak pandai bicara, maka biar
kukatakan terus terang. Bangsat cilik she Yap itu telah
merampok barang kawalan Tin-wan Piaukiok kami dan
membunuh 32 jiwa orang kami sehingga terpaksa Piaukiok
kami gulung tikar. Maka sekarang akupun ingin bikin
perhitungan dengan bangsat itu. Nah, Auyang-cengcu,
sebaiknya lekas-lekas kau suruh bangsat she Yap itu tampil
kemuka saja!"
Keterangan Han Soan itu membuat para hadirin menjadi
geger, mereka saling bertanya asal-usulnya Yap Tiong-siau
itu" Mengapa berani melukai putera-puterinya In Ciau dan
merampas barang kawalan Tin-wan Piaukiok pula"
Selesai Han Soan bicara. selagi jawaban Auyang Pek-ho
dinantikan. tiba-tiba tampil ketengah seorang laki-laki
setengah umur dan berseru: "Nanti dulu, akupun ingin bicara
sedikit. Tentang asal-usul orang she Yap itu aku
mengetahuinya!"
Han Soan kenal pembicara ini adalah jago silat terkenal di
daerah Kanglam, namanya Nyo Lin.
Maka terdengar No Lin lagi meneruskan: "Yap Tiong-siau itu
adalah putera pungut guruku, Yap Kun-san, dan aku adalah
Ciangbun Suhengnya!"
Diam-Diam In Ciau mengerut kening, para hadirin juga
merasa Nyo Lin ini terlalu tidak kenal gelagat. Orang lagi
hendak saling gebrak urusan Yap Tiong-siau, tapi dalam saat
demikian orang she Nyo ini telah tampil kemuka untuk
memikul tanggung-jawab yang dimintakan dari Auyang Pek-ho
itu. Maka dengan nada dingin Han Soan berkata: "Jika
demikian, jadi Nyo-heng secara sukarela hendak memikul
kewajiban membersihkan perguruanmu" Itulah lebih bagus
lagi, nah, silakan kau panggil keluar Sutemu itu dan beri
hukuman setimpal menurut perguruan kalian. Nyo-heng
adalah seorang kesatria cemerlang, rasa.nya" tidak nanti
membela Sute sendiri yang membikin malu perguruanmu itu."
Dengan ucapan" yang tajam ini tegas-tegas Han Soan minta
Nyo Lin menghukum mati Sutenya itu. kalau tidak, maka
urusan ini terang tidak bisa diselesaikan.
Tak terduga Nyo Lin lantas menjawab: "Selama belasan
tanun ini aku sendiri justeru ingin mencari jejak Suteku itu. Dia
menghilang pada umur lima tahun, pada malam hilangnya itu
guruku juga tewas ditangan musuh. Sungguh aku sangat
sedih, tentu Suteku yang diculik penjahat itu akhirnya telah
tersesat sehingga melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak
pantas itu."
Tentang kematian Yap Kun-san itu sebegitu jauh tetap
merupakan teka-teki dan pernah juga menggemparkan Bu-lim.
Tapi sesudah belasan tahun lamanya, lambat-laun peristiwa
itu sudah d lupakan orang. Kini mendengar Nyo Lin menyebut
peristiwa itu, seketika hadirin merasa tertarik oleh tokoh Yap
Tiong-siau yang baru mereka kenal namanya itu. Scmuanya
memikir asalkan Yap Tiong-siau itu dapat disuruh tampil
kenuika, maka urusan ini tenlu akan bisa. dibikin terang.
Dalam pada itu Nyo Lin telah menyambung pula:
"Bahwasanya Yap-sute telah melakukan kejahatan-kejahatan
sebanyak itu, sudah tentu aku tidak dapat membelanya hanya
karena dia adalah Suteku, aku hanya mohon kalian suka
memberi sedikit kesempatan padaku, b"fa nanti Yap-sute
sudah keluar, harap kal"an membiarkan aku tanya dia dahulu,
aku ingin tahu siapakah gerangan orang yang membunuh
Suhuku dahulu itu dan orang yang menculik dia itu apakah
terdiri, dari seorang yang sama?"


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

In Ciau memanggut, katanya: "Ya, sudah seharusnya kau
tanya dia. Gurumu Yap-tocianpwe adalah sahabatku juga, dia
terbunuh secara penasaran, betapapun aku ikut tidak
tenteram, bila mesti menuntut balas bagi gurumu itu, maka
akulah orang pertama yang akan tampil kemuka."
Lalu Nyo Lin bicara pula: "Yap-sute menghilang ketika baru
berumur lima tahun, mungkin ia tidak tahu seluk-beluk orang
hidup, maka mengaku musuh sebagai ayah. Padahal guruku
tidak punya keturunan, maka dimasa hidupnya beliau
memandang Yap-sute sebagai anak kandungnya sendiri. Dari
itu ingin kuminta agar In-cengcu dan Han-congpauthau suka
mengingat d!ri Suhuku dan bolehkah mengampuni
kematiannya agar dia dapat menjadi manusia baru?"
In Ciau menjadi terharu, Han Soan juga merasa sulit untuk
menjawab. Tapi Han-toanio lantas berkata dengan nada
d"ngin: "Tentang membalas dendam bagi gurumu dan
mengampuni Sutemu adalah dua soal yang harus dipisahpisahkan.
Kami menghormat juga gurumu, tapi Sutemu telah
utang darah pada kami, jikalau kami tidak minta bayar kembali
padanya tentu kawan-kawan kami yang menjadi korbannya itu
akan merasa penasaran."
Han Soan ikut terbakar juga mendengar ucapan isterinya
itu. iapun berkata: "Sebentar bila dapat diketahui siapakah
sebenarnya pembunuh gurumu itu, maka aku orang she Han
siap menghadapi-nya, demi kawan, biarpun dadaku akan
tertancap belati juga tidak nanti aku mengerut kening. Adapun
permusuhan Yap Tiong-siau dengan kami itu terang tidak
gampang disudahi, kecuali kalau d:a memb:arkan aku
menikam 32 kali diatas tubuhnya!"
"Dan aku harus menyerampang patah dulu kedua kaki
anjing-nya," sambung Han-toanio.
Karena ke-32 kawan dari Piaukiok terbunuh, maka Han
Soan mengutarakan ketekadannya itu. Begitu pula Han-toanio
hendak membalas karena terlukanya kedua kakinya.
Hay-thian merasa ngeri mendengar itu, Nyo Lin yang cukup
berpengalaman dapat mendengar dibnlik kata-kata suamiyster"!
she Han itu mengandung arti ada kesempatan untuk
berunding lebih jauh. Sebab tubuh seorang bila ditikam
diangankan 32 kali, biarpun satu kali saja jika mengenai
tempat berbahaia juga jiwanya akan melayang. Tapi kalau
yang ditikam adalah tempat-tempat yang tak berbahaya
seperti dibagian anggota badan luar maka paling-paling cuma
terluka luar saja. untuk menicmbnhkannya telaklah terlalu
sulit. Sebab itulah Nyo Lin lalu diam saja tidak bersuara laqi.
Lalu In Ciau membuka suara: "Baiklah, mengenai Yap
Tiong-siau itu telah kita putuskan dengan cam demikian N.~h,
Auyang-cengcu. sekarang juga harap kau serahkan d"a!"
"Ya, sedangkan Ciangbun Suheng orang she Yap itu diduga
sudah berada disini, mau menunggu kapan lagi jika kau tidak
serahkan demikian Han Soan menambahkan.
Segera Nyo Lin diuga berkata pula: "Harap Auyang-tiengcu
suka memerahkan Suteku itu biar aku menanyai dia, jikalau
pembunuh Suhuku dapat diketahui, budi kebaikan Auyang -
cengcu ini tentu tidak kami lupakan."
Begitulah, sorot mata In Tiiau. Han Soan dan Nyo Lin
bert:ga lantas tercurah aras diri Auyang Pek-ho, begitu pula
para hadirin dari kedua pihak, semuanya ingin tabu cara
bagaimana tuan rumah itu akan menjawab.
Dalam perkara ini hanya Kang Hay-thian saja seoranq yang
tahu jelas persoalannya. Ia tahu pembunuh Yap Kun-san
adalah raja Masar yang jahat itu, yaitu Kayun. Iapun tahu
orang yang melukai putera-puterinya In Cau adalah Danu
Ciang-hong yang menyaru sebagai Yap Tiong-siau. padahal
Yap Tiong-siau yang tulen adalah Danu Cu-mu. Jadi Yap
Tiong-siau palsu pada hakikatnya bukanlah anak pungutnya
Yap Ku-san, bahkan mukanya Yap Kun-san juga tidak pernah
dilihatnya. Mestinya Kang Hay-thian hendak menceritakan duduknya
perkara itu, tap karena disitu tidak kelihatan bayangannia Yap
Tiong-siau dan Auyang Wan, maka Hay-thian berpikir: "Selukbeluk
urusan ini sangat berliku-liku dan susah diterangkan
dalam waktu singkat, kalau kukatakan juga belum d"percaya
oleh mereka. Ce-lakanya Yap-toako justeru tiada berada disini
sehingga orang menyangka dia sengaja bersembunyi karena
takut pada dosa per-buatannya itu."
Kemudian p:kirnya pula: "Kalau kutieritakan urusan ini,
paling-paling juga cuma dapat membuktikan bahwa Yap-toako
bukanlah anak pungutnya Yap Kun-san, tapi toh tidak dapat
menyelesaikan permusuhannya dengan keluarga In dan Han.
Padahal ke-32 orang dari Tin-wan Piaukiok itu dbunuh oleh
seorang begal wanita lain dan tiada sangkut-pautnya dengan
Yap-toako. Namun orang yang melukai In Khing dan In Bik
serta melukai kaki Han-toanio memang benar adalah
perbuatan Yap-toako, tapi cara bagaimana aku dapat
membelanya" Sayang Suhu tidak berada disini, bila beliau
berada disini. tentu Yap-toako dapat tampil kemuka dan aku
akan minta dia minta maaf kepada keluarga In dan Han, lalu
Suhuku yang menjadi pendamai mereka, dengan wibawa
beliau mungkin urusan akan dapat diredakan, tapi sekarang
keadaannya juga susah diselesaikan."
Tengah Hay-thian merasa serba susah dan bingung,
disebelah sana Han Soan suami-isteri sudah tidak sabar lagi,
serentak mereka mencecar Auyang Pek-ho, kata mereka:
"Auyang-Ioji, kau sendiri tergolong tokoh Bu-lim yang
ternama, mengapa kau sedikit-pun tidak tahu aturan" Kau
sudah tahu maksud tujuan kami, masakah kau masih ingin
membela bangsat she Yap itu" Andaikan demikian, mengapa
kau tidak tegas-tegas berkata terus terang saja?"
Semua orang memang sedang menantikan jawaban Auyang
Pek-ho, tapi dia justeru bersikap tenang-tenang saja seperti
tidak terjadi apa, seakan-akan urusan tiada sangkut-paut
dengan dia. Dan sesudah ia didesak berulang-ulang oleh Han
Soan suami-isteri barulah dia menjawab dengan seenaknya:
"Han-congpiauthau, setelah mendengarkan uraian kalian sejak
tadi, baru sekarang aku tahu orang yang bersengketa dengan
kalian itu adalah Yap Tiong-saiu. Jika demikian, seharusnya
kau mentiari dia, mengapa aku yang kalian cari malah" Apa
sih sangkut-pautnya diriku dengan urusannya?"
Han Soan menjadi gusar, teriaknya: "Bangsat she Yap itu
berada bersama dengan gadis keluargamu, mengapa kau
bilang tiada sangkut-paut?"
Auyang Pek-ho mendeliki matanya, sahutnya dengan
dingin-dingin saja: "Ucapanmu ini sungguh aneh. Siapa
diantara kita ini yang tiada punya kawan Kangouw" Apalagi
orang muda, sudah tentu banyak sobat andainya didalam
pergaulan, hal ini adalah terlalu jamak. Biarpun anaknya
membunuh orang juga orang tua tidak perlu ganti nyawa,
apalagi kawananya?"
Merah padam muka Han Soan saking gusarnya, ia
mendengus se kali dan berseru: "Aku tidak minta kau ganti
nyawa, tapi aku minta kau serahkan orangnya! Baik, mungkin
kau anggap Yap Tiong-siau adalah orang luar dan tiada
sangkut-pautnya dengan kau. Tapi Auyang Wan terang adalah
anggota keluargamu, kejahatan yang diperbuat Yap Tiong-siau
juga ada andilnya, nah, coba kau suruh gadismu itu keluar
sini!" "O, apakah dia telah berbuat sesuatu kejahatan?" tanya
Auyang Pek-ho. "Dia merencanakan pembunuhan pada Kang Hay-thian,
menye-rang Hoa Thian-hong secara gelap, kedua hal ini sudah
pasti adalah perbuatannya," kata In C"au. "Mengenai dia
berada bersama dengan bangsat she Yap itu, maka bukan
mustahil iapun mempunyai andil dalam segala perbuatan
bangsat itu."
"Tuduhanmu ini hanya menduga-duga saja tanpa bukti"
nyata," sahut Auyang Pek-ho dengan tertawa. "Mengenai
urusannya Hoa Thian-hong, sepanjang-tahuku ia hanya
bermusuhan dengan adik ku Tiong-ho, tapi tiada sangkutpautnya
dengan keponakanku, apalagi permusuhan mereka
sudah d selesaikan. Hoa-loenghiong sekarang juga hadir disini,
aku percaya dia tentu akan bicara dengan sejujurnya."
Thian-hong berdiri dan berkata: "Urusan ini betapapun aku
harus bicara secara adil. Semuda nona Auyang memang telah
mencuri kantong-obatku, tapi kemudian dia juga
menghantarkan obat penawar padaku, jadi dendam
permusuhan ini sekarang sudah kuhapus dan selesai."
"Hoa-loenghiong memang cukup bijaksana dan sangat
jujur, sungguh kagum, kagum sekali!" kata Auyang Pok-ho
sambil klong chiu.
Tapi Thian-hong menyahut dengan nada dingin: "Aku hanya
bicara apa adania saja, tentang permusuhan nona dengan aku
sudah kuhapus, tapi anak juga tidak bisa dibebani utang orang
tua, nah, Auyang Tiong-ho, kalian suami-isteri telah menipu
obatku, membalas kebaikan dengan kejahatan, tentang
perhitungan ini belum lagi kuselesaikan dengan kalian."
"Hal itu adalah urusa lain lagi dan boleh ditunda sampai
nanti," kata Pek-ho.
"Dan kau bagaimana Kang-siauhiap, apa urusanmu juga
dianggap selesai secara begini saja?" tiba-tiba Han Soan
menegur Kang Hay-thian.
Sebenarnya sejak tadi Hay-thian sudah ingin bicara, cuma
Hoa Thian-hong adalah ayah angkatnya, ia tidak pantas
mendahuluinya. Sekarang Thian-hong sudah selesai bcara,
tanpa didesak Han Soan juga dia sudah siap akan berdiri.
Maka segera ia berseru dengan suara lantang: "Ya, memang
benar nona Auyang Wan pernah hendak meracuni aku, tapi
waktu itu dia hanya menurut perintah gurunya saja dan
takdapat menialahkan dia. Apalagi kemudian iapun sudah
menolong jiwaku, jadi aku takdapet menyalahkan dia, bahkan
mesti berterima kasih padanya."
Nada ucapan Kang Hay-thian lebih terang lagi membela
Auyang Wan, keruan hal ini sangat diluar dugaan Han Soan
dan lain-lain hingga seketika mereka tidak dapat bersuara.
Auyang Pek-ho sangat senang, dengan berseri-seri ia
berkata: "Nah, bagaimana" Sekarang tuduhan Hancongpiauthau
kepada keponakanku itu dapat ditarik kembali,
bukan?" Namun In Ciau lantas berseru: "Seorang laki-laki sejati
memang sudah seharusnya dapat membedakan antara budi
dan sakit hati. Baik, sekarangpun dapat dikatakan bahwa nona
Auyang tiada sangkut-paut dengan urusan ini dan kita takkan
mengusutnya lebih jauh. Tapi tentang Yap Tiong-siau itu,
paling tidak Au-yang-cengcu ada hubungan dengan dia,
setahu kami, orang she Yap itu justeru berada ditempatmu ini,
rasanya kau takkan membuat kedatangan kami ini sia-sia,
bukan?" "Siapa bilang dia berada ditempatku ini?" tanya Pek-ho:
"Kau berani menyangkal" Apa kau berani membiarkan
rumahmu digeledah kami?" timbrung Han Soan.
Pek-ho menjengek sekali sambil menengadah dan tidak
menggubris. Sebaliknya Auyang-jinio lantas ikut bicara dengan
mendengus: "Hm, kau ingin menggeledah rumah kami" Boleh
juga, merangkaklah melalui bawah selakangankut"
Sungguh gusar Han Soan tak terkatakan, dadanya hampirhampir
meledak. Dan baru dia hendak berteriak. tiba-tiba
terdengar seorang telah berkata: "Jangan ribut dulu, biarkan
aku ikut bicara secara adil. In-cengcu. tadi kau mengatakan
nona Auyang tiada sangkut-pautnya dengan urusan ini, kokira
mungkin tidak betul, sebab ada sesuatu yang agaknya belum
kau ketahui."
Pembicara itu adalah Coan Co-tek, wakil Pangcu dari Kaypang
utara. Pangcu dari Kay-pang utara, yaitu Tiong Tiang-thong,
adalah sahabat baik dengan Hoa Thian-hong dan In Ciau. tapi
karena dia ada urusan penting yang harus mengadakan
pertemuan dengan Ek Tiong-bo dari Kay-pang selatan, maka
wakilnya yang dikirim untuk membantu kawan-kawan itu.
Anggota Kay-pang tersebar sangat luas di segenap pelosok,
setiap kabar-berita sangat cepat diterima. Maka In Ciau
tampak melengak atas pertanyaan Coan Co-tek itu, segera ia
balas menanya: "Entah kabar apa yang telah diterima Coanheng?"
"Tadi Auyang-cengcu menyatakan orang she Yap itu adalah
orang luar, hal ini benar-benar terlalu mengecilkan arti pamili
sendiri. Yap Tiong-siau sudah menjadi suami-isteri dengan
Auyang Wan, itu berarti dia adalah anggota keluarga
pilihanmu, mengapa dinyatakan sebagai orang luar?"
Tentang perjodohan Yap Tiong-siau dan Auyang Wan,
selain Kang Hay-thian boleh dikata orang-orang lain yang
hadir disitu belum ada yang tahu. Keruan semua orang
menjadi gempar mendengar kabar itu.
Maka terdengar Coan Co-tek telah menyambung pula:
"Meski menurut peraturan umum, kesalahan yang diperbuat
anak menantu tiada sangkut-pautnya dengan keluarga
mertua. Tapi Kita adalah orang Kangouw, cara kerja kita juga
menurut aturan Kangouw. Sekarang dikalangan kita terdapat
kaum sampah masyarakat Kangouw, maka sudah seharusnya
kita beramai-ramai membasminya, masakah untuk ini masih
perlu dimintakan idzin kepada pemerintah segala" Nah,
Auyang-cengcu, engkau sendiri adalah seorang tokoh
terkemuka, urusan sudah begini, sebaliknya kau mengingat
kepentingan umum dan kesampingkan hubungan pamili
sendiri, lekas kau serahkan menantu keponakanmu itu. Kalau
tidak, kukuatir urusan ini akan melibatkan dirimu dan tentu
takkan menguntungkan kau!"
---ooo0dw0ooo---
Jilid 16 Atas pembicaraan Coan Co-tek itu, para kesatria menganggapnya
beralasan juga, maka beramai-ramai mereka
mendesak agar Auyang Pek Ho menyerahkan Yap Tiong-siau.
Ada pula yang mencaci-maki dan mengejek Yap Tiong-siau,
katanya pemuda itu pe-ngecut, berani berbuat, tapi tidak
berani bertanggung-jawab, main sembunyi seperti kura-kura,
sedikitpun tidak punya watak kesatria.
Begitulah ditengah kalangan menjadi gaduh dan riuh ramai,
Kang Hay-thian juga merasa tidak enak bagi Yap Tiong-siau.
Sebaliknya Auyang Pek-ho masih tetap acuh-tak-acuh,
hanya Auyang Tiong-ho yang merah padam mukanya.
Mendadak ia ber diri dan berseru: "Coan-hupangcu, kau hanya
tahu satu saja. tapi tidak tahu dua. Benar, memang Auyang


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wan adalah puteriku dan dia juga sudah menjadi isterinya Yap
Tiong-siau. Tapi aku sendiri tidak setuju atas pejodohan ini
dan aku telah mengusir mereka pergi dari sini. Hubunganku
dengan Yap Tiong-siau sebagai mertua dan menantu sudah
putus, segala urusannya tiada sangkut-paut apa-apa dengan
aku." Ucapan Auyang Tiong-ho ini dapat dipercaya beberapa
bagian oleh Kang Hay-thian. Tidak demikian dengan para
kesatria, sudah tentu mereka tidak mau percaya.
Keluarga Auyang biasanya memang terkenal garang, suka
main menang-menangan dan menindas kaum lemah, d-dunia
Kangouw sudah ba-nyak mengikat permusuhan dengan
berbagai aliran, dan yang hadir harini justeru tidak sedikit
adalah musuhnya.
Karena itu, seketika ramailah tawa ejek orang banyak: "Hm,
bukankah kau ini sengaja main akal bulus" Ya, sudah terang
hendak membela menantunya, tapi kuatir tersangkut pula
dalam urusan ini dan tidak berani ikut bertanggung jawab!
Haha, baru harini kita tahu betapa hebatnya orang she
Auyang!" demikian ejek sindir yang saling susul dilontarkan
kealamat keluarga Auyang.
Auyang Pek-ho menjadi gusar, mendadak ia bersuit panjang
sekali sehingga suara ribut-ribut itu kalah kerasnya. Lalu
katanya dengan dingin: "Apa yang dikatakan adikku adalah
sesungguhmu, tapi kalian justeru tidak mau percaya. Baiklah,
agar tidak dikatakan, se-bagai pengecut, ini, siapa-siapa yang
ingin mencari Yap Tiong-siau, bolehlah maju lebih dulu
menghadapi aku."
Yang Jik-hu juga lantas ketawa terbahak-bahak, iapun
benbangkit dan berseru: "Benar! Didalam Kangouw berlaku
undang-undang Yang menang adalah yang benar,
memangnya kalian juga tidak mau bicara tentang aturan lagi.
Nah, baiklah, kalian anggap semuanya kesatria, pahlawan,
hm, tapi dalam mataku kalian tidak lebih hanya kaum keroco
yang pintarnya cuma main keroyok saja. Dahulu kalian pernah
mengerubuti Suhengku, harini kalian hendak menge-royok
Auyang-cengcu pula. Ini, akulah orang pertama-tama Yang
tidak bisa tinggal diam, aku justeru ingin belajar kenal dengan
kalian yang sok kesatria ini."
Kiranya Yang Jik-hu sudah berhasil meyakinkan tingkatan
kesembilan dari Siu-lo-im-sat-kang. yaitu tingkatan yang
paling tinggi dari ilmu jahat itu. Sekarang dia sengadia muncul
dikangouw, mak-sudnya memang sengaja cari-cari, kalau bisa
akan merajai dunia persilatan seperti tujuan Suhengnya
dahulu, yaitu Beng Sin-thong. Dan kalau para kesatria yang
hadir ini sudah dibikin keok, kemudian iapun akan mencari
Teng Hiau-lan untuk bikin perhitungan.
Kata-Kata Yang Jik-hu yang galak dan kasar itu tentu tidak
dapat diterima oleh In Ciau sebagai salah sepihak yang
berkepentingan dalam pertarungan ini. Segera iapun berdiri
dan angkat bicara: "Dipihak kalian yang hadir harus juga tidak
sedikit, kenapa kau dapat mengatakan kami akan main
keroyok" Dahulu Suhengmu telah kumpulkan begundalnia dan
bikin rusuh dunia persilatan, akhir-nya nama busuk dan
orangnya mati, hal itu adalah hasil perbuatan-nya sendiri,
emangnya kau hendak salahkan siapa" Dahulu aku tiada
sempat ikut hadir di Jian-tiiang-peng untuk menyaksikan ilmu
sakti Suhengmu, hal itu sampai sekarang aku masih merasa
gegetun. Untung dia punya Siu-lo-im-sat-kang masih berhasil
diyakinkan oleh Sutenya, kebetulan aku dapat minta belajar
saja kepada Yang-siansing".
Ternyata In Ciau juga tadak mau kalah garangnya, secara
terang-terangan ia malah menantang langsung kepada Yang
Jik-hu. "Jika In-loenghiong sudi belajar kenal, itulah paling baik,"
sahut Jik-hu. Tap sebelum ia maju kekalangan, tiba-tiba seorang laki-laki
telah mendahuluinya maju dan berseru: "Tua bangka ini
berani omong besar, biar aku yang menghadapinya dahulu.
Yang-siansing, kau dan Auyang-cengcu adalah pimpinan
pertandingan ini, masakah ada pimpinan yang maju lebih
dulu" Hendaklah kau memberi kesempatan kepada kawankawan
yang ikut hadir ini untuk mencurahkan se-dikit tenaga."
Sambil berkata ia terus maju ketengah. Segera semua
hadirin mengenali orang ini adalah seorang begal besar
dikalangan Kan-gouw, namanya So Ciam, berjuluk Say-Jin Kui,
si Sih Jin-kui.
Celakanya, majunya So Ciam ternyata tidak disambut,
apalagi digubris oleh In Ciau, bahkan meliriknya saja tidak.
Sudah tentu So Ciatn serta runyam dan malu karena di
biarkan berdiri ditengah-tengah gelanggang seorang diri.
Selagi dia hendak mengumbar rasa gusarnya itu, tiba-tiba
In Khing sudah tampil kemuka. Kata pemuda itu dengan nada
mengejek: "Huh, kau ini kutu busuk apa, berani kau
menantang ayahku" Tapi supaya kau tidak malu, biarlah tuan
kecil memberi hajaran sedikit padamu agar matamu bisa
melek!" Keruan So Ciam menjadi murka, bentaknya: "Kurangajar,
anak ingusan juga berani umbar kata-kata sombong" Ini, lihat
senjata!" Ia memakai sebatang Kik, yaitu senjata berbentuk tumbak
de-ngan tambahan mata pisau melengkung dibagian
ujungnya. Segera ia menusuk.
Tapi terdengar "trang" sekali, In Khing telah menangkis
dengan golok-emasnya yang tebal.
So Ciam berjuluk Say Jin Kui. dengan sendirinya permainan
senjata kik itu cukup lihay (Kik adalah senjata terkenal yang
dipakai Sih Jin-kui, itu panglima besar dijaman Tong), maka
sekali gebrak saja segera ia tahu tenaga In Khing jauh lebih
kuat daripada dirinya. Ia terkesiap dan cepat berganti jurus
se-rangan lagi, mendadak tumbaknya itu memutar kesamping.
menda-dak dengan gerakan "Li Kong Sia-ciok" (Li Kong
memanah ba-tu), cepat sekali ia menusuk pula dari samping.
Ketika In Khing hendak menangkis kebawah dengan
goloknya, mendadak So Ciam turunkan tumbaknya terus
menyabat. Namun ln Khing sempat melompat keatas,
berbareng goloknya membacok keatas batang tumbak musuh.
Permainan golok In Khing sebenarnya juga sesuatu ilmu
tunggal dari dunia persilatan, tapi pertama ia masih terlalu
muda, pengalaman kurang Kedua, sejak kecil ia lebih giat
melatih Tay-lik-kim-kong-clang (ilmu pukulan dgn telapak
tangan, bertenaga raksasa), dalam hal ilmu golok tidak terlalu
diperhatikan sebagai ilmu pukulannya itu. Sebab itulah dalam
pertandingan bersenjata, kalau ketemukan lawan sebagai So
Ciam yang banyak pengalaman nya, mau-tak-mau ia mesti
bertahan saja dan terdesak dibawah angin.
Sampai Suatu ketika, mendadak So Ciam membentak
sekak: "Lepas senjata!"
Tatkala itu In Khing sedang membacok dengan goloknya,
tapi mendadak tumbak So Ciam membalik keatas juga, ujung
tum-bak itu mengarah pergelangan tangan In Khing yang
memegang go-lok itu. Dalam keadaan demikian mau-tidakmau
In Khing memang terpaksa harus lepas tangan. Maka
terdengarlah suara "trang-trang", golok itu tercongkel tumbak
lawan dan terpental pergi.
Sudah tentu Auyang Pek-ho dan kawan-kawannya menjadi
senang demi melihat babak pertama jago mereka sudah
menang lebih dulu, serentak mereka bersorak memuji.
Tak terduga baru saja mereka bersuara, mendadak
terdengar In Khing juga menggertak sekali, tangannya
membalik dan men-cengkeram kedepan, tahu-tahu tumbak Kik
yang belum sempat ditarik kembali oleh So Ciam itu telah kena
dipegang olehnya dengan kencang.
Jadi tumbak So Ciam itu luput menusuk tangan In Khing,
se-baliknya malah kena dipegang. Keduanya menjadi saling
betot dan seketika susah terlepas.
Sungguh gusar So Ciam tak terkata, dengan wajah merah
pa-dam ia berteriak: "Kau ini apa-apaan" Sudah terang kalah,
masih main belut dan mau rampas senjata orang?"
"Huh, siapa yang kalah?" sahut In Khing dengan
menjengek. "Lihatlah aku mengalahkan kau dengan bertangan
kosong, dan ini-lah baru dapat dinamakan kepandaian sejati.
Bertanding silat harus merobohkan pihak lawan baru dapat
dianggap menang, apa kau sangka aku tidak tahu aturan?"
So Ciam menjadi bungkam oleh-debatan itu. Tapi iapun
tidak ingin senjatanya direbut lawan, maka sedapat mungkin
ia-bertahan mati-matian
Ketika In Khing mengerahkan tenaga sepenuhnya,
mendadak ia membentak lagi: "Lepas tangan!"
Benar juga, dibawah tekanan tenaga kedua orang yang
hebat, "krak" , mendadak tumbak So Ciam itu patah,
menyusul In Khing terus menghantam pula dengan Tay-liklim-
kong-ciang dari keluarga In yang terkenal di Bu-lim itu,
keruan So CTam tidak sanggup menangkis, ia kena dihantam
sehingga mencelat pergi.
Lekas-Lekas kawan-kawan dipihaknya, yaitu "Jing-hay Sam
Be" (tiga saudara Be dari Jinghay) berlari maju untuk
menyambuti tubuh So-Ciam yang jatuh dari udara itu dan
dengan demikian terhindarlah dia dari mati terbanting. Namun
begitu iapun sudah terluka parah dan wajahnya pucat sebagai
mayat. "Jing-ha Sam Be" atau tiga kuda dari Jinghay ini adalah tiga
saudara sekandung. Toako bernama Be Liang, Jiko bernama
Be Cun dan adik ketiga bernama Be Ya, umur ketiganya
ma6ing-ma6ing cuma terpaut satu tahun. Sejak kecil mereka
melatih silat bersa-ma sehingga jadi sejurus ilmu pedang yang
disebut "Sam-cay-kiam-hoat" (ilmu pedang tri daya), setiap
kali berhadapan de-ngan musuh, tidak peduli jumlah berapa
orang musuh tentu mereka bertiga maju bersama. Maka
sesudah mereka selamat-kan So Ciam, segera mereka
menantang pihak In Ciau.
In Ciau kenal peraturan bertanding ketiga saudara Be itu,
diam-diam ia memikir: "Sam-cay-kiam-hoat dari ketiga
saudara Be ini tidak boleh dipandang enteng, walaupun pihak
sini banyak terdapat orang pandai, tapi kalau mesti memilih
tiga orang yang sekiranya bisa bekerja sama seperti mereka,
untuk inilah rasanya akan susah."
Tengah In Ciau ragu-ragu, tiba-tiba terdengar Han Soan
telah ber-seru kepada isterinya: "Teman tua, hayolah maju,
tunggu apa lagi! Orang selamanya bersaudara, dan kita juga
dapat bersuami-isteri, bukan?"
"Cis, dikala mau berkelahi baru kau ingat pada isteri!" omel
Han-toanio dengan tersenyum.
Diam-Diam In Ciau merasa geli, pikirnya: "Ya, aku benarbenar
sudah pikun, mengapa aku tidak ingat kepada mereka
suami-isteri ini?"
Dalam pada itu Han Soan dan isterinya sudah lantas maju
ketengah kalangan. Han Soan adalah Congpiauthau, pemimpin
umum perusahaan pengawalan Tin-wan-piaukiok di kotaraja,
namanya cukup ter-kenal. Sedang isterinya juga tersohor di
kangouw dengan ju-lukan "Tiat-wan-yang", yaitu bentuk
senjata rahasianya yang menyerupai merpati terbuat dari besi.
Melihat pihak lawan yang maju adalah Han Soan bersama
isterinya, mau-tak-mau Jing-hay Sam Be agak keder juga. Tapi
mereka biasanya sangat congkak dan tidak gampang
mengalah, apalagi merekapun mendengar bahwa Han Soan
bersama isterinya pernah dilukai Yap Tiong-siau, maka mereka
menduga kepandai-an Han Soan berdua mungkin cuma
omong kosong dan terlalu dibesar-besarkan orang Kangouw
saja. Segera Be Liang mendahului angkat pedangnya dan
memberi hormat, lalu berkata: "Kalau Han-congpiauthau
suami-isteri sudi memberi petunjuk sungguh kami merasa
beruntung sekali!"
"Hm, Tin-wan-piaukiok kami sudah lama bangkrut dan
tutup pintu, hendaklah kau jangan menyindir temanku yang
tua bangka ini," jengek Han-toanio. "Pendek kata, jika mau
berkelahi, hayolah lekas mulai dan tidak perlu banyak b-cara".
"Ah, hendaklah nyonya Han jangan salah paham," sahut Be
Liang dengan tertawa.
Tapi adiknya, Be Ya, yang berwatak berangasan sudah
tidak sabaran lagi, segera ia memaki: "Huh, Tin-wan-piaukiok
kalian sudah bangkrut, apakah kalian lantas hendak
lampiaskan den-dammu pada kami" Ini, lihat senjata!" dan
terus saja ia menusuk lebih dulu kearah Han-toanio
"Ya, memang betul harus salahkan kami sendiri yang tidak
becus, tapi meski kami tidak mampu menaklukkan harimau,
pa-ling sedikit masih mampu menyembelih sapi dan
membantai kuda!" sahut Han-toanio dengan tidak kurang
getasnya. Dengan "kuda" ia henak mengejek ketiga saudara
she Be itu (Be = kuda).
Sambil menjawab, dengan tidak kurang sigapnya segera
Han-toanio lantas menangkis juga dengan tongkatnya,
menyusul ia terus menggeser kesamping Be Ya, golok
disebelah tangannya kon-tan balas membabat, dengan gerak
tipu "Sin-liong-tiau-siu" (naga sakti berpaling kepala), segera
iga Be Ya diarahnya.
Tapi lantas terdengar suara senjata mendering, dua batang
pedangnya Be Liang dan Be Cun berbareng lantas menyerang
dari kedua sisi.
"Awas, teman tua!" seru Han Soan, berbareng goloknya
terus menangkis serangan Be Liang.
Sedangkan Han-toanio juga lantas memutar goloknya
kebela-kang, "trang". serangan Be Cun kena ditangkisnia juga.
Mala-han dikala goloknya itu diputar kebelakang, sekalian ia
telah sabat kearah Be Ya sehingga lengan bajunya tersayat
sepotong. Untung bagi Be Ya. kalau tidak keburu dibantu
saudaranya, bukan mustahil golok Han-toanio sudah
bersarang dilambungan-nya.
Keruan Be Ya terkejut sampai berkeringat dingin. Baru
sekarang dia kenal nama Han Soan suami-isteri itu memang
bukan omong-kosong orang Kangouw saja, maka merekapun
tidak berani memandang enteng pula, segera mereka pasang
kembali barisan pedang mereka dengan rapat.
Kalau mereka bertempur dengan satu-lawan-satu
sebenarnya kepandaian mereka tidak terlalu tinggi. Tapi kalau
mereka ber-tiga maju sekaligus dan memainkan barisan
pedang "Sam-tiay-kiam-hoat", maka lihaynya berlipat ganda.
Maka tertampaklah mereka telah bekerja sama dengan sangat
rapat, serang serentak, mundur berbareng, ganti tempat


Kisah Pedang Di Sungai Es Pengemis Berbisa Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan teratur, bukan saja menyerang dengan sangat hebat,
bahkan bertahan juga sangat kuat.
Tapi dengan berdiri mungkur, punggung menghadap
punggung. Han Soan suami-isteri juga dapat mainkan gol
Jodoh Rajawali 32 Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long Pendekar Sadis 9
^