Pencarian

Pedang Golok Yang Menggetarkan 5

Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen Bagian 5


long dalam dialek Hokkian. "E" dari teng long dibaca dengan "e" dari
"tenggara, tentara," sedangkan "e" dari tenglong dengan "e" dari
"besok, beres". Tenglungbah. Kucyu.)
Perlahan lahan pemuda itu sambil mengawasi ketiga orang
tawanan itu, dia berkata tawar: "Tuan tuan, paling baik kamu
jangan memikir untuk meloloskan diri dari sini."
Akan tetapi, walaupun dia berkata demikian, mendadak dia
menghunus pisau belati dengan apa dia memotong putus tambang
otot kerbau yang melibat tubuhnya ketiga pemuda itu.
Menggunakan kesempatan itu, Siauw Pek mengerahkan tenaga
dalamnya, maka dilain detik putuslah rantai besi yang mengekang
tangannya. Pembawa tengloleng itu kaget, dia segera menikam
dengan pisaunya.
Siauw Pek mengegos kesamping sambil berkata: "Tuan, tak ada
maksudku untuk menempurmu "
orang itu tidak menyerang lebih jauh, dia hanya mengangkat
tinggi lenteranya. "Tuan, liehay tenaga dalammu, kau sangat
mengagumkan," katanya. "Aku kagum"
Siauw Pek tertawa hambar, ia tidak menyahut. Inilah karena ia
sendiri heran dengan hasil pengerahan tenaga dalamnya itu.
Pemuda pembawa lentera itu mengeluarkan tiga helai
saputangan hitam dari sakunya.
"Tuan tuan, silahkan kamu tutup mata kamu," katanya. "Aku
hendak meloloskan rantai pada kaki kamu."
"Silahkan, saudara," kata Siauw Pek. "Bagaimana jikalau aku
tolong kau memegangi lenteramu?"
Pemuda itu berpikir sejenak. segara ia angsurkan lenteranya itu.
"Terima kasih," ucapnya. Tapi, sebelum membuka rantai itu, dia
memasang dahulu saputangan hitam itu pada mata Kho Kong, oey
Eng dan Siauw Pek. terus dia menambahkan-"Dengan dibukanya
rantaipada tangan dan kaki tuan tuan bertiga, itu berarti kebebasan
kamu telah pulih, karena itu, sebelumnya, hendak aku memakaikan
lain macam alat belengguan"
"Silakan " kata pula Siauw Pek yang terus berlaku sabar.
"Bagus, tuan " puji si pemuda. "Kau jujur, kau membuat orang
kagum " Setelah mata mereka ditutup, Siauw Pek bertiga tidak tahu
mereka akan dirampas kemerdekaannya dengan alat apa, mereka
hanya menerka pastilah itu semacam borgol, barulah mereka kaget
sekali ketika mereka merasai bahu kiri dan kanan sebuah senjata
tajam. Hilang rasa nyeri, terus bahu itu beku kaku
Pemuda itu tertawa dan berkata: "Tuan tuan jalan darah pada
pundak kamu telah ditusukkan sebatang jarum emas, maka itu,
sekalipun liehay sekali ilmu silat kamu, kamu tak akan dapat
berdaya lagi, karenanya sekarang baiklah kamu mengenal salatan-"
Siauw Pek diam diam mengerahkan tenaga dalamnya, ia terkejut.
Memang kedua lengannya tak dapat diangkat lagi.
"Sungguh jahat " pikirnya. "Dasar aku yang bodoh..."
Terdengar pula suara pembawa lentera itu. "Tuan-tuan lihay,
walaupun kedua tangan tuan tuan tidak dapat digunakan lagi, tetapi
tidak demikian dengan kaki kamu, kamu masih bisa berjalan seperti
biasa dan dapat mendengar dengan sempurna. Sekarang silakan
kalian mengikutiku "
Siauw Pek bertiga tidak membantah, mereka lalu mengintil. oey
Eng dibelakang pengantarnya itu, Siauw Pek ditengah dan Kho Kong
paling belakang.
--ooo0dw0ooo"
JILID 9 Kemudian mereka merasa bahwa mereka berjalan naik, seperti
mendaki tangga. Ketika mereka tiba ditanah datar lagi, lalu mereka
tersampok angin yang adem. Itulah tanda bahwa mereka sudah
keluar dari penjara air. Sekarang mereka merasa menginjak sesuatu
yang lunak. rupanya rumput.
Mereka berjalan sekira sehirupan teh, kemudian terdengar
kembali suara pengantarnya itu. "Tuan tuan, silahkan duduk "
Siauw pek bertiga menurut. Memang, untuk membantahpun
sudah tidak ada gunanya.
Setelah mereka duduk. pemuda itu berkata dingin. "Disekitar sini
ada berjagajaga tak sedikit orang kosen, mereka juga pada
membekal senjata senjata rahasia beracun, jikalau tuan tuan
mencoba hendak melarikan diri, tak ampun lagi tuan tuan bakal
dibinasakan-" Dia diam sejenak, kemudian menambahkan- "Ketua
kami bakal segera datang kesini, maka itu, sebentar aku harap
sukalah kamu tak usah mengalami siksaan lahir "
Kho Kong sengit, berkata dia: " Lelaki itu takut mati, apapula
segala siksaan-Jikalau dia hingga keleluhur nenek moyangnya "
Gusar si pemuda mendengar ancaman itu. Kata dia bengis. "Asal
kau berani mencaci ketua kami dengan sepatah kata saja, aku akan
hajar rontok gigimu, dan kubetot lidahmu" "Saudara Kho, sudah
diam," oey Eng membisiki saudaranya itu. Segera setelah itu
terdengar tindakan kaki yang pergi jauh.
oey Eng mendekam ditanah, setelah itu, dia tanya Siauw Pek.
"Apakah bengcu dapat menyingkirkan jarum dibahu kita ini?" Siauw
Pek menghela napas.
"Telah aku coba, tetapi gagal..."
"Kalau begitu, aku ada akal..."
"Apakah itu" Lekas katakan " Kho Kong lantas mendesak.
"Inilah cara sangat sederhana, asal kita dapat bebas dari
pengawasan sekalian penilik kita. Mari, bengcu, akan aku
cabutjarummu dengan gigiku..."
"Ya, akal sederhana sekali " kata Kho Kong
"Mengapa aku tak dapat memikirkannya?"
siauw Pek baru hendak mendekati kawannya tetapi dia
mendadak berkelit kesamping, menyusul sesuatu yang berkelebat
dan berhawa dingin menyambar kearah mukanya, jatuh tiga kaki
dari dekatnya. Segera ia mendengar suara halus dan merdu serta
pujian, "Sungguh ilmu ringan tubuh yang mahir sekali"
Nyatalah pengawas itu mengawasi gerak gerik, oey Eng dan
Siauw Pek, maka dia mencegah maksud oey Eng dengan serangan
senjata. Terang dia telah mendengar pembicaraan ketiga orang tawanan
itu. siauw Pek bertiga berdiam. Segera mereka mendengar pula
suara tadi, suaranya seorang wanita: "Pergilah, kini kamu tak
dibutuhkan pula"
Terdengar suara dua orang menyahut: "Ya" disusul suara
tindakan kaki mereka itu.
"Kiranya benar tetap ada orang mengawasi kita," pikir Siauw Pek.
Ketika itu terasa tiupan angin yang halus sekali, tiga orang itu
kemudian mencium bunga...
bau wangi dari yanci dan pupur, Siauw Pek bertiga tidak dapat
melihat orang tetapi bau itu membuktikan bahwa ada orang yang
telah datang dekat sekali kepada mereka.
Hanya sedikit, lalu terdengar pula suara si wanita: "Kamu harus
bicara secara terus terang padaku, supaya kamu tak usah dipaksa
bicara dengan siksaan-"
'Dalam hal itu, terserah kepada pertanyaanmu,' sahut Siauw Pek.
'Percuma saja kalau hal yang ditanyakan tak kami ketahui."
"Pasti kamu dapat menjawabnya...'
Agaknya wanita itu ragu ragu, dia diam sejenak, baru dia mulai
bertanya: "Tuan tuan, apa she dan nama kamu yang besar" Dan
apa maksud kamu datang kemari"'
'Aku yang rendah Tjoh Siauw Pek.' sipemuda menjawabnya
sejujurnya. 'Dan kawanku ini saudara saudara oey Eng dan Kho
Kong. Kami datang kemari tanpa maksud apa apa, aku percaya
nona tentu telah mengetahuinya.'
'Tetapi, tuan tuan, telah masuk kedalam kuil kami ini,' kata
sinona. Dengan telah datang kemari, pasti kamu mengetahui tak sedikit
rahasia kami. Karena itu, walaupun kami dapat memikir untuk
membebaskan kamu, alasan untuk itu tipis sekali...'
'Habis, kau mau apakah"' siauw Pek tanya,
"Satu yaitu masuk kedalam rombongan Kwan ong Bie kami, yang
kedua yaitu kami masukkan kamu pula kepenjara air untuk
merendam kamu hingga mati kelelap'
siauw Pek menggumam, lalu menjawab: 'Kalau begitu silahkan
nona bawa kami kembali ke penjara air"
Sinona tidak segera mengatakan sesuatu, dia hanya mengawasi
oey Eng dan Kho Kong, kemudian menanya "Bagaimana pikiran
kami berdua, tuan tuan Kamu mau mati bersama kawanmu ini atau
kamu suka masuk kedalam rombongan kami"'
oey Eng menjawab segera: "Kami bertiga telah bersumpah akan
sehidup semati, maka itu kami bersedia mengikuti kakak kami pergi
ke dunia baka"
"Jikalau kami mati, kami bakal jadi setan setan" kata Kho Kong
nyaring. "Kami akan masuk kedalam delapan belas neraka,
kemudian kami akan mengamuk dirumah kami hingga kamu
serumah tangga tak akan hidup tenteram dan tenang"
Wanita itu tertawa dingin.
"Aku telah membunuh tak sedikit orang, belum pernah aku
melihat setan- katanya. Jikalau kamu sudi mati bersama sama,
baiklah, akan aku penuhkan keinginan kamu itu ' Siauw Pek bangun
berdiri. 'Nah, nona, silahkan antar kami ' katanya. Dan ia maju kedepan
oey Eng. oey Eng sudah siap sedia, begitu bahu ketua itu lewat di depan
mukanya, ia segera membuka mulut, untuk menggigit ujung jarum.
cepat gerakannya itu.
Wanita itu telah melihat perbuatan itu, dengan gerakannya yang
lebih gesit, dia maju untuk menyampok dengan tangan kanannya.
Siauw Pek pun mendengar gerakan si wanita, ia segera menyepak.
"Plok" demikian satu suara nyaring, dan pipi oey Eng kena
tergaplok hingga tubuhnya limbung, ketika ia dapat berdiri tetap.
pipi kanannya sudah bengap dan merah
Kesebatan si wanita diluar dugaan siauw Pek dan oey Eng, maka
gagallah usaha mereka.
Dan wanita itu tidak kena didupak. sebab dia keburu lompat
menyingkir. Hanya dia kaget sekali sampai dia mengeluarkan peluh
dingin. Hampir dia roboh sebagai kurban dupakan itu. Oey Eng
menahan nyerinya.
"Bengcu," kata dia. " walaupun kita tidak dapat melihat apa-apa,
tidak dapat kita berdiam saja menanti kematian '
"Benar" Kho Kong turut bicara, 'Sedikitnya kita mesti mengadu
jiwa " "Baik " sahut Siauw Pek. "Mari kamu berdiam di belakangku,
supaya kita dapat saling membantu "
Kho Kong menurut, segera ia lompat kebelakang ketuanya.
Baru saja pemuda itu bergerak. tiba tiba sebatang golok
menyambar kearahnya.
siauw Pek telah memasang telinga, ia mendengar suata, maka
dia menarik kembali serangannya itu.
Tiba tiba si nona tertawa terkekeh.
"Bagus" serunya, memuji. "Sungguh kamu sangat akur satu
dengan lain Baiklah, suka aku menerima pengajaran dari kamu "
Kata kata itu ditutup dengan satu serangan pedang.
Dengan matanya tertutup, Siauw Pek cuma mengandaikan
telinganya. Maka itu, dalam beberapa gebrak saja, repotlah ia. Ia
mesti membela diri sambil melindungi kedua saudaranya.
oey Eng pandai berpikir. Ia tahu waktu tidak dapat dibiarkan
berlarut larut. Karena itu ia menjadi nekad. Kalau mesti mati, ia
mesti mati sesudah berdaya. Maka ia lalu mencoba pula. Ia
memasang telinganya. Ia tunggu sampai pedang menyambar,
mendadak ia berseru: "Bengcu, awas" serentak dengan itu, ia
melesat maju. Dan ia merasai iganya sakit, karena tusukan pedang.
Siauw Pek menendang, untuk menolong saudara itu.
"Kau terluka, saudara oey?" tanya dia.
oey Eng tidak menjawab. Kalau ia membuka mulut, ia kuatir tak
dapat ia bertahan diri. Sekarang ia bisa mempertahankan terus
tenaga dalamnya. Bahkan ia melompat kebelakang ketuanya, ia
membuka mulutnya dan menggigit kebelakang leher siketua,
mencabut jarum beracun yang liehay itu
Tepat orang gagah ini berhasil, ia memperdengarkan suaranya
"Ya, aku telah terlukakan pedang" dan ia terus roboh terguling.
Sementara itu Siauw Pek telah bebas, dapat ia menggunakan
tangan kanannya. Dengan sebat ia menyingkirkan tutup matanya,
sedangkan kakinya dilayangkan guna menolong oey Eng dari
tikaman susulan- Menyusul itu ia mencabut jarum dipunggung
kirinya, sehingga dua-dua tangannya merdeka. Dengan tangan
kirinya ia menyambar tubuhnya oey Eng untuk dipondong, sedang
tangan kanannya, ia cabut j a rum pad a pundak Kho Kong, ketika
itu datang pula serangan ia berkelit.
Disaat yang sangat berbahaya itu, walaupun ia bertangan
kosong, Siauw Pek dapat menggunakan dua jurus tipu muslihat
pedang Tay Pek Kiam Hoat. Ia pakai kedua jeriji tangannya sebagai
pengganti pedang. Dengan begitu ia bisa menolong diri serta kedua
kawannya itu. Setelah jarum dipundak kirinya tercabut, Kho Kong segera bisa
menggunakna tangannya, sambil berteriakn dia menyingkirkan
tutup matanya. Tepat waktu itu Siauw Pek bertiga mendengar seruan yang
nyaring halus: "Sungguh hebat luar biasa" Menyusul itu, tak ada lagi
pedang menyambar-nyambar.
Baru sekarang siauw Pek dapat memandang kearah lawannya.
Dan didepannya sejarak setombak lebih, ia melihat ada berdiri
seorang nona usia delapan atau sembilan belas tahun yang
mengenakan baju hijau, yang tangannya mencekal sebilah pedang.
Tampaknya nona itu terkejut dan kagum.
Kho Kong sendiri segera menghampiri oey Eng. " Luka mu parah,
saudara oey?" ia tanya. oey Eng membuka matanya. "Aku tak bakal
mati" sahutnya. segera Kho Kong menghadapi sinona.
"Apakah kau yang melukai kakakku ini?" dia menegur, bengis.
"Tidak salah " menjawab sinona, mengangguk.
"Bagus" seru nya dengan gusar sekali. 'Perhitungan kita masih
belum selesai Sebelum aku gempur Kwan ong Blo kamu ini, itu
belum dikata bahwa aku telah selesai menuntut balas'
Siauw Pek mencegah saudaranya maju. Terus dia menghadapi si
nona, dengan sikap gagah ia tanya: 'Pedangmu beracun atau tidak
?" "Tidak " sahut si nona menggelengkan kepala.
"Kau mempunyai obat luka atau tidak ?" Siauw Pek tanya pula.
"Ada" sahut nona itu yang merogoh sakunya lalu melemparkan
sebuah kantong sulam.
Siauw Pek menyambut, meletakkan tubuhnya oey Eng, setelah
itu baru ia buka kantong itu dimana terdapat obat bubuk warna
putih. Ia memeriksa dahulu obat itu, sesudah merasa bahwa itu
bukan racun, baru ia buka baju saudaranya itu, untuk segera
mengobatinya. Sambil berbuat begitu, dengan perantaraan Toan lm
Tjie sut, ia berkata pada Kho Kong: 'Awasi nona itu, jangan
dibiarkan dia pergi Sekarang kita masih belum bebas dari bahaya '


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kho Kong mengerti. Ia segera melihatnya kesekitarnya. Ia
mendapatkan mereka berada di dalam sebuah pendopo besar, cuma
d is ini tak ada patungnya seperti pendopo tadi. Ketika ia
mengawasi si nona, nona itu masih berdiri tenang, dan
pandangannya yang tadi diangkat naik, perlahan lahan diturunkansebat
Siauw Pek mengobati saudaranya, terus ia kata perlahan
pada Kho Kong: "Baik baik kau jaga saudara oey, aku hendak pergi
mengambil senjata kita," Habis berkata, ia bertindak menghampiri si
nona. Kho Kong menaati kata-kata ketuanya itu.
Si nona melihat pemuda itu mendatangi, dia tak memperlihatkan
sikap bermusuhan-
Siauw Pek memperhatikan nona itu, lalu ia berhenti
dihadapannya. Ia menanya: "Apakah nona hendak menggunakan
akal muslihat buat mencelakakan kami bersaudara" Aku katakan
terus terang, aku sendiri tidak biasa berbuat curang.
Nona itu balik memandang, ia berkata: "Kau dapat meloloskan
diri dari tikaman pedangku, dari jurus Twie IHunTji Kiam, itulah
bukti ilmu silatmu memang jauh daripada ilmu silatku Biasanya aku
paling bangga dengan ilmu pedangku ini, tapi sekarang bertempur
dengan kau, nyata kepandaianku tidak berarti. Ah, nyatalah bahwa
mereka itu, yang setiap memuji-muji aku, mengangkat-angkat aku,
mereka hanya memperdayakan " Pedang si nona Toan Hun Tjie
Kiam ialah pedang "Memutus roh".
Siauw Pek heran, hingga ia melengak.
"sebenar siapakah kau?" ia bertanya. "Dan apakah hubunganmu
dengan kuil ini ?"
"Akulah ketua dari Kwan ong Bio ini. Mereka itu mengangkat aku
sebagai pengganti ketua yang lama. Tapi mulai saat ini, tak sudi aku
menerima pengangkatan itu ' Kembali Siauw Pek heran-'Memang
kenapa, nona."
'Kau bertangan kosong, aku bersenjatakan pedang,'jawab nona
itu, 'Toh aku tidak sanggup melayani kau Bagaimana aku
mempunyai muka buat terus menjadi ketua mereka ?"
'Oh, begitu " Nona, sejak kapan kau menjadi ketua kuil ini ?"
"Sejak setahun yang lampau, ketika kakekku mau meninggalkan
Kwan ong Blo, dia memanggil aku, dia sudah memikir buat
mengangkat aku sebagai penggantinya. Dan ketika kakek mau
pergi, dia berpesanpadaku, seandainya didalam waktu satu tahun
dia tetap belum kembali, aku mesti langsung menggantikannya.
Kwan ong Blo ini adalah sebuah partai yaitu Kwan Ong Bun."
Siauw Pek heran dan kagum terhadap nona ini. Nyata dialah
seorang jujur dan polos, yang tak licik. Pikirnya: 'Kalau begitu,
kakeknya ialah ketua kuil ini. Aneh orang tua itu Kenapa dia angkat
cucunya sendiri menjadi ketua " Apakah disini bukan terselip suatu
rahasia ?" Karena herannya, ia bertanya : "Nona, kemana perginya
kakekmu itu ?"
Si nona menggelengkan kepala.
"Aku tidak tahu, kakek cuma berkata dia pergi untuk
memenuhkan janji seseorang sahabatnya, siapa tahu sudah satu
tahun lebih kakek pergi, ia masih belum kembali."
Siauw Pek melihat kesekitarnya. "Apakah kakekmu itu kakek
benar ?" "Ya."
Pemuda itu mengerutkan alis. Tak habis ia berpikir. "Apakah ayah
bunda nona masih ada ?"
Dengan matanya yang jeli, nona itu menatap tajam pemuda
didepannya ini. Dia agak tak sabar. "Kau aneh " katanya.
"Pertanyaanmu ini sungguh tidak pantas Kalau kakekku masih ada,
pasti ayah bundakupun masih hidup "
Siauw Pek tidak mau bertanya melit lagi, tak ingin ia berbantah
mulut. "Nona, benarkah kau mengakui bahwa kau bukanlah lawanku
?" ia tanya sabar.
"Ya, aku memang tak dapat melawanmu." si nona mengaku
jujur. "Nona, walaupun kau telah melukai kawanku, tetapi karena laki
laki sejati tak pantas melayani seorang wanita, aku tidak ingin
menariknya panjang." kata sipemuda kemudian-"Hanya nona, aku
minta supaya kau serahkan dahulu pedangmu kepadaku."
Siauw Pek bersikap begini karena ia kuatir nanti datang orang
lain kependopo itu hingga tanpa senjata, ia dan kawan kawannya
akan mendapat kesulitan lagi.
Nona itu segera menjawab, sebaliknya dia menatap anak muda
didepannya ini. Dia agaknya memikirkan permintaannya itu. Tapi
hanya sejenak. ia lalu memberikan jawabannya: "Kau tunggu saja
sebentar disini, aku akan ambilkan alat senjata kami," Habis
berkata, ia memutar tubuhnya.
Siauw Pek bertindak maju, akan menghalangi orang pergi.
"Tidak usah " katanya, tawar, "Nona pinjamkan saja pedangmu,
itu saja saja "
Nona itu mundur dua tindak.
"Inilah pedang istimewa milikku, mana dapat aku berikan
kepadamu "' katanya.
"Kau pinjamkan sebentar saja, nona. Setelah nona
mengembalikannya.'
Sabar bicara pemuda ini, tapi tangannya diulurkan, sambil
menyambar tangan orang yang kanan yang memegang pedang.
Geakan itu hebat luar biasa, sedangkan sinona tidak bersedia dan
tangannya sudah tercekal, maka pedangnya terus terampas
Secepat dia bersenjatakan pedang, Siauw Pek membulang
balingkannya dua kali, hingga cahaya pedang berkelebatan. Setelah
itu dia menanya dingin : 'Nona, apakah nona orang yang tadi
memeriksa kami ?"
Si nona terperanjat, tapi dia sadar. "Benar Mengapa ?" ia balik
bertanya. siauw Pek tertawa dingin. Dia menatap. "Nona bicara halus dan
polos, terang nona belum berpengalaman," katanya. "Sebaliknya,
yang tadi memeriksa kami, dialah seorang Kang ouw kawakan.
Hanya di dalam sekejap. kamu berdua telah bertukar orang,
sungguh aku tidak tahu apakah artinya ini Tapi mata kami ditutup,
kami tidak dapat melihat apa apa, akan tetapi suaramu, nona,
suaramu tak dapat memperdayakan telingaku "
'orang itu akulah adanya ' si nona memastikan- "Jikalau kau tidak
percaya, tak ada dayaku lagi.' Siauw Pek tetap percaya.
'Mungkin nona menjadi salah seorang yang turut hadir tadi,'
katanya pula ia mengancam dengan pedangnya pada tubuh nona
itu. 'Ke mana perginya nona tadi itu" Lekas katakan "
Dengan perlahan si nona mundur dua tindak.
"Dia sudah pergi..." ujarnya perlahan sekali, hingga mungkin dia
sendiri tidak mendengarnya .
siauw Pek berpikir cepat: "Benar-benar nona ini belum
berpengalaman, dia masih polos sekali. Ternyata nona yang
pertama itu sengaja memakai orang sebagai ganti dirinya. Hanya
entah sikakek itu, dia sebenarnya orang macam apa. Kalau aku
ketahui she dan namanya, mungkin tak sulit mencarinya tentang
asal usul nona ini." Berpikir begitu, ia tanya pula: "Apakah kau
ketahui jalan untuk meninggaikan tempat ini?"
"Tahu " sahut si nona sambil tunduk.
Dengan pedang ditangannya, si pemuda mengancam punggung
nona itu. ia berkata: Jikalau kau dapat membawa kami
meninggaikan tempat ini dengan selamat, aku tidak akan ganggu
sekalipun selembar rambutmu, nona. Tetapi jikalau sebentar terjadi
sesuatu, jangan kau sesaikan aku "
Tanpa banyak bicara lagi, sinona bertindak pergi. Tak pernah ia
menoleh kebelakang. "Saudara Kho, lekas pondong saudara oey"
siauw Pek kata pada kawannya. ikut aku
sejarak lima atau enam tindak. supaya mudah aku bergerak
andaikata ada rintangan ditengah jalan-
Kho Kong menyahuti, kemudian dipondongnya oey Eng, untuk
dibawa berjalan.
siauw Pek menggerakkan pula pedangnya sampai ujung pedang
menembusi baju sinona. Kata ia dingin.
"Aku tahu Kwan ong Blo kamu ini mempunyai banyak pesawat
rahasia, tapi walaupun demikian, aku mengharap nona tidak timbul
niatan jahat dalam hatimu dan nona akan mengantarkan kami
dengan tak kurang suatu apa meninggaikan tempat ini ' Tetap si
nona tidak mau bicara. ia menuju kesebuah pojok.
Masih Siauw Pek mengancam dengan pedangnya, hanya
sekarang, dengan tangan kiri, cekal lengan kiri si nona. Dengan
suara yang sengaja dikeraskan, ia berkata:
"Aku tahu, hati manusia sangat sukar diterka, karena itu nona...
maafkan aku... tolong nona menemani kami berjalan bersama sama
" Nona itu masih tidak membuka mulutnya, ia juga tidak meronta.
ia membiarkan anak muda itu memegangi lengannya.
Sampai di situ Siauw Pek pun bungkam. Tapi ia tetap curiga, dan
bahkan semakin keras kecurigaannya itu. ia hanya pikir, bila bahaya
sudah dilalui, baru ia hendak menanya pula si nona.
Segera mereka tiba di pojok tembok. Mendadak nona itu
menggunakan tangan kanannya menekan pada tembok itu.
"Apakah ini pintu rahasia ?" akhirnya Siauw Pek menanya jug a.
"Kau sudah tahu, buat apa kau tanya ?" balas si nona, dingin.
"Aku hendak memperingatkan kepada kau, nona" kata Siauw Pek
pula, 'yang benar kau jangan mikir yang tidak tidak Kau ketahui
sendiri, asal masih ada kesempatan, walaupun sedikit, dapat aku
ambil jiwa"
Hampir serentak dengan kata kata sipemuda mereka mendengar
suara keras dan berisik sekali. Mendadak saja pada tembok tidak
ada bekas dan tandanya itu muncul sebuah pintu
si nona tunduk. la mau melewati pintu itu. Tapi, baru ia bertindak
satu kali, siauw Pek sudah menariknya kembali.
"Pintu rahasia ini menembus kemana ?" tanya si anak muda. Si
nona agaknya mendongkol. ia seperti diperbuat penasaran-
"Kau begini bercuriga, mana dapat aku bekerja benar?" katanya,
dingin. "Andaikata pintu ini tembus ke neraka, aku toh akan
menemani kamu pergi kesana "
siauw Pek merasa kulit mukanya panas. Dia jengah sekali. Tapi
malu atau tidak. ia berkata:
"Aku tidak takut mati, meskipun demikian, aku tidak membiarkan
kedua adikku turut binasa"
Nona itu tertawa dengan tiba tiba.
"Aku menerka usia mereka itu jauh terlebih tua daripada usiamu,
bagaimana kau mengakui dirimu kakak Tidak malukah kau?"
demikian dia mengejek. Siauw Pek mengelak.
"Ini urusan kami bersaudara, tak usah kau turut campur, nona"
"Siapa usil kepada kami" nona itu membaliki. "Kaulah yang
menarik tanganku dan tak mau melepaskannya "
siauw Pek melengak. Kembali ia jengah sendirinya. Memang ia
masih memegangi erat erat tangan lunak nona itu. Lekas lekas ia
melepaskannya. "oh.. Maaf, nona " katanya.
Tiba-tiba nona itu tertawa pula. Tapi dia tidak berkata apa apa.
Lagi sekali dia tunduk untuk kemudian masuk kepintu rahasia itu,
yang tak terlalu tinggi.
'Saudara Kho, hati hati ' pesan Siauw Pek yang terus menelad si
nona melewati pintu rahasia itu.
Berada disebelah dalam pintu itu, yang gelap. Siauw Pek tidak
merasa pepat napas. Itu ruang dalam tanah, yang buatnya
sempurna. ia tetap berlaku waspada. Asal si nona main gila ia pasti
akan segera membunuhnya.
Jalan sejauh empat atau lima tombak. mereka mulai menanjak.
bertindak d ia nak tangga batu Baru jalan beberapa undak.
mendadak si nona berhenti dan memasang telinganya. Siauw Pek
turut merandak juga. Hanya sejenak. mereka berjalan pular
si anak muda heran, tetapi la terus menutup mulut. Mereka naik
dua belas undakan-Tiba tiba saja si nona mengangkat kedua belah
tangannya, untuk menolak keras, hanya sekejap. terlihat sinar
terang langit. 'Sudah sampai ' begitu si nona membuka mulutnya. "Nah, naiklah
" Kho Kong mempercepat tindakannya, dan hingga ia berada dekat
si nona. ia menatap nona itu.
'Tempat apa ini"' tanyanya.
'Itu disana pintu belakang dari Kwan ong Bio,' menjawab si nona,
'tempat ini tanah belukar, amatjarang orang lalu lalang disini.Jangan
kuatir apa apa, pergilah '
siauw Pek mengeluarkan kepalanya, melihat sekelilingnya. ia
mendapatkan tempat itu benar sunyi. Lalu ia menolak tubuh Kho
Kong buat membantu dia naik membawa oey Eng. ia naik paling
belakang, tapi sebelumnya ia memberi hormat seraya berkata:
'Nona, kau musuh atau kawan, inilah aku tak tahu pasti,
walaupun demikian, kebaikanmu hari ini akan kuingat baik baik, di
belakang hari, akan aku coba membalasnya.' Nona itu bergumam.
'Sekarang ini, di tempat ini, tak dapat kita bicara banyak,"
katanya. " Lekas kamu berangkat Di belakang hari, apabila ada
perlunya, dapat aku pergi mencarimu"
"Tapi senjataku, yang menjadi hadiah guruku, perlu aku ambil
kembali". berkata Siauw Pek. "Maukah nona menolongnya ?"
Nona itu berpikir.
"Di saat aku pergi mencari kami, aku akan bawa senjatamu itu,"
sahutnya "Apabila nona tidak pergi mencari kami ?" tegaskan Siauw Pek.
Alis lentik si nona berkerut.
Jikalau sampai terjadi begitu, terpaksa buat sementara senjata
itu dibiarkan di sini dahulu," jawabnya. Kho Kong mendongkol, dia
berkata dingin:
"Kali ini kami tidak bersiap siaga, kami dapat dirugikan, tapi lain
kali, apabila kami datang pula, tak dapat tidak. akan kami beri rasa
kepada sekali Siauw Pek sebaliknya berlaku tenang.
"Jikalau kau tidak mencari kami, nona..." katanya sabar, "aku
minta nona tolong simpan saja senjataku itu. Di dalam waktu satu
bulan aku akan datang pula kemari untuk mengambilnya "
"Baiklah, begini janji kita" kata si nona. "Silahkan berangkat"
"Semoga kita akan bertemu pula" Siauw Pek masih
mengucapkan- Lalu, dengan satu kali mengapungi diri, ia telah
berlompat naik keatas.
Si nona baju hijau, sebaliknya, dengan cepat menutup pula pintu
rahasia itu. Siauw Pek memperhatikan pula sekelilingnya, terutama pintu
rahasia itu, yang dari atas tampak merupakan sepotong batu
persegi lima kaki ketika ia mencoba memegang dan menggesernya,
batu itu tidak berkutik. Teranglah pintu itu telah dirantai mati dari
bawah. Lagi sekali ia memperhatikan sekelilingnya, barulah ia mengajak
Kho Kong meninggalkan tempat itu.
Ketika itu fajar. Makin lama, langit akan makin terang.
Siauw Pek mencari sebuah tempat sunyi dimana ia mengajak Kho
Kong berhenti. Ia periksa luka oey Eng, parah tetapi tak
membahayakan karena tidak mengganggu otot dan tulang. Ia lalu
menotok beberapa jalan darah, agar darah kawan itu tersalurkan
rapi. Memang tadi, selagi memberi obat, ia telah totok kawan itu,
guna mencegah dia mengeluarkan terlalu banyak darah yang mana


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berbahaya. Hanya sebentar, oey Eng membuka matanya, lalu mengeluarkan
napas lega, kemudian ia menggerakkan tubuhnya, terus bangun
duduk. "Terima kasih, bengcu " katanya, bersyukur.
"Diantara saudara, jangan kita berlaku sungkan," kata siauw Pek.
"Apakah kau tak merasa nyeri lagi?"
oey Eng melompat bangun, ia menggerakkan seluruh tubuhnya.
"jangan kuatir, bengcu " katanya, " luka ku tidak mengganggu
otot dan tulang igaku."
Hati Kho Kong lega, tapi mendadak dia menghela napas dan
berkata: "Aku tidak mengerti, bahkan makin lama, aku menjadi
makin bingung..." Siauw Pek pun lega hatinya. Si nona tadi telah
memberikan obat yang tepat. "Kau bingungkan apa, saudara Kho"
ia bertanya kepada si tabiat keras.
"Pihak Kwan ongBun bukan musuh kita, kenapa dia kurung kita
didalampenjara airnya itu?" kata saudara itu. "Ada waktu bagi
mereka membunuh kita tetapi mereka tidak lakukan itu, dan si nona
bahkan membebaskan kita Mengapa " Nampaknya seperti musuh
tetapi bukan musuh, bagaikan sahabat tapi bukan kawan Tidakkah
ini membingungkan ?"
"Memang aneh mereka bersikap bermusuh, lalu bersahabat, kata
Siauw Pek. "Nona tadipun luar biasa. Dia dapat ditaklukkan dengan
kepandaian, hingga dia suka membebaskan kita Didalam hal ini
mesti ada sebab musababnya.
"Biarlah, setelah aku sembuh, kita nanti pergi pula kesana,"
berkata oey Eng.
"Sekarang disaat belum terang tanah, mari kita menjenguk
dahulu kampung halamanmu bengcu, untuk memberi hormat kita
kepada almarhum ayah bundamu."
Lukamu belum sembuh, mungkin tak leluasa buatmu melakukan
perjalanan, kata Siauw Pek. oey Eng tertawa.
"Jangan kuatir bengcu," katanya, "luka tak berarti ini tak usah
dipikirkan " Habis berkata, kawan ini lantas memutar tubuh untuk
berangkat mendahului
Hati Siauw Pek lega, ia segera mendahului untuk jalan didepan
sebagai pengantar. Tujuannya ialah langsung ke Tjoh Kee Po.
Perjalanan ada belasan lie tetapi dengan mereka bertiga berjalan
cepat, dalam waktu yang pendek. mereka sudah tiba didusun
keluarga Tjoh itu. Hanya setibanya, Siauw Pek menampak dusun
telah berubah. Tembok gempur disana sini, rumput tumbuh lebat
tak teratur, suasana dusun sangat sunyi bahkan menyedihkan.
Disekitar tiga lie, Tjoh Kee Po tidak ada penghuninya, sebab
penduduk telah pindah, kedua daun pintu besar catnya sudah luntur
rusak. Masih ada kesannya Siauw Pek mengenai rumahnya itu,
mengenai peristiwa tiga belas tahun yang lalu, karenanya ia menjadi
ingat kesengsaraannya selama delapan tahun, bagaimana ayah
bunda dan saudara saudaranya dibasmi musuhnya. Ia jadi sangat
bersedih sehingga air matanya tidak dapat dicegah mengucur
keluar. oey Eng dan Kho Kong berdiri diam disisi ketua itu. Mereka tahu
kedukaan siketua, mereka tidak dapat membujuk dan menghibur.
Lama Siauw Pek memandangi rumahnya, lama ia berdiri
bagaikan tonggak. baru ia mengangkat tangannya dan menepas air
matanya, kemudian ia membuka tindakannya untuk menuju
kerumahnya yang telah runtuh itu.
Setelah pintu besar, yaitu pintu terdepan, di dalam situ tampak
sebuah pekarangan yang luas. Ia ingat pekarangan yang dulu
terawat b arik tetapi kini penuh dengan rumput, dan tinggi sebatas
lutut. Ia maju hingga menaiki undakan tangga tujuh tingkat, sampai
dipintu yang kedua. Disinipun penuh dengan daun-daun, bahkan
tembok juga telah berlumutan.
oey Eng memperhatikan rumah besar itu, tak terawat tapi masih
ada pengaruhnya bekas sebuah gedung besar.
Siauw Pek bertindak dilantai batu hijau, untuk masuk terus
kedalam, kebelakang, disana ada sebuah ruang terbuka tempat Tjoh
Kam Pek mengajari siat pada anak anak dan muridnya. Disitu, dikiri
kanan ada para-para alat senjata yang telah rusak tidak karuan-
Disebelah timurnya ada sebuah kuburan tinggi dan besar, penuh
ditumbuhi rumput.
Menunjuk kepada kuburan besar itu, sambil menghela napas
Siauw Pek berkata: "Seratus lebih jiwa penghuni Tjoh Kee Po,
semua terkubur didalam situ."
Mendadak oey Eng memutus kata-kata ketuanya. Dia terkejut
dan berseru : "Bengcu, lihat disana "
Siauw Pek terperanjat, ia segera menoleh kearah yang ditunjuk
kawan itu. Maka ia melihat dua orang yang dandanannya rapi,
tengah berlutut disisi kuburan, lagi menghunjuk hormat dengan
hikmad. Ia heran hingga ia melengak.
"Ayah bundaku dimusuhi delapan belas partai besar hingga
dikejar-kejar, siapa mereka ini yang datang menyambangi dan
berbela sungkawa?" tanyanya.
'Mari kita hampiri mereka' kata Kho Kong yang terus bertindak
maju. Ditempat seperti itu, tindakan kaki si aseran dapat terdengar
nyata, apalagi dia diikuti Siauw Pek dan oey Eng. Walaupun begitu,
selagi mereka mendekati, dua orang itu tetap berlutut, mereka tidak
tahu atau tidak menghiraukan-Kho Kong sengaja berbatuk-batuk.
'Sahabat-sahabat, apakah gerangan she dan namamu yang
besar"' menyapa si aseran ini, 'Sudi kiranya aku menerima hormat
kami ' Teguran itu tidak mendapat jawaban, sekalipun Kho Kong telah
mengulanginya beberapa kali.
'Tak usah memanggil mereka terlebih jauh, saudara Kho,"
berkata oey Eng, yang telah mengawasi tajam kedua orang itu,
"Menurut terkaanku dua orang ini pasti telah tidak ada nyawanya
lagi..." "Sudah mati?" seru Kho Kong heran- ia melompat kesisi dua
orang itu, dan dengan kedua tangannya ia menyambar pundak
mereka, untuk membalik tubuh mereka itu.
Benar seperti terkaan oey Eng, dua orang itu adalah mayat
mayat dengan masing-masing dadanya bagian tempat yang
berbahaya, tertancap pedang pendek yang melesak sampai dibatas
gagangnya Siauw Pek mengerutkan alisnya. "coba cabut pedang
pendek itu dan periksa" katanya. Kho Kong mencabut kedua pedang
pendek itu. Waktu itu matahari mulai naik diufuk timur, cuaca sudah terang
benderang. Maka kedua senjata itu dapat dilihat dengan tegas,
ketiga pemuda itu jadi kaget sekali. Sebab pada masing masing
pedang terukir empat hurf besar bunyinya : "Kiu Heng cie Kiam",
Pedang sakit Hati dan Penasaran-
"Hebat seru si anak muda. " Kembali Kiu i Heng cie Kiam Pemilik
pedang itu liehay sekali, dia tak dapat dipandang ringan- Mendadak
ia memutus kata katanya itu, karena ia ingat sesuatu. Ia lalu
berpikir keras.
"Bengcu, apakah bengcu menyangka pemilik kiu heng cie kiam
ini ada hubungannya dengan peristiwa Pek HoBun dahulu?" oey Eng
tanya ketuanya, perlahansiauw
Pek tidak segera menjawab, hanya ia berkata pada Kho
Kong: "Saudara Kho, coba periksa, sudah berapa lama mereka itu
mati ?" Kho Kong memeriksa nadi dua orang itu
"Belum ada dua jam," ia memberitahukan-
"coba periksa lagi, mereka mengerti silat atau tidak ?"
Kho Kong meraba-raba tubuh kedua mayat itu, "Ya, mereka
pernah belajar silat,' ia memberitahukan pula .
Baru setelah itu, Siauw Pek berpaling pada oey Eng.
'Tidak dapat aku pastikan ada hubungannya atau tidak, tapi
terang ini adalah satu soal baru,' ia berkata. Ia menghela napas
perlahan, kemudian menambahkan- 'Sejak ayah bundaku dimusuhi
sembilan partai besar dan konco-konconya itu, negara begini luas
tidak ada satu pojoknya dimana kami dapat mendiamkan diri,
dimana-mana terdapat musuh musuh kami, dimana mana kami
disebut. Dua orang ini aneh Lainlah orang kita, bersembunyipun
sulit, tapi mereka ini justru datang kemari untuk menunjukkan
bela sungkawa Aneh pula pemilik Kiu Heng cie Kiam senjatanya luar
biasa bahkan juga diukirkan huruf huruf "
"Jikalau ini bukannya jebakan, mestinya kiu heng cie kiam ada
hubungannya dengan keluarga Tjoh," kata oey Eng. Ia mengawasi
ketuanya, lalu menambahkan-
"Tak mungkinkah dialah salah seorang murid Pek HoBun yang
dahulu dapat meloloskan diri ?"
"Aku rasa itu tak mungkin," kata Siauw Pek menggelengkan
kepala. "Segala sesuatu sukar diterka, baik hal ini tak usah bengcu terlalu
pikirkan,' oey Eng kemudian menghibur. 'Nanti saja kita
menyelidikinya dengan perlahan-lahan-'
Baru saja oey Eng menutup mulutnya, tiba tiba mereka
mendengar satu siulan panjang yang datang dari tempatjauh.
Dengan ia mengambil kedua batang pedang dari tangannya Siauw
Pek sambil menyerahkan itu pada Kho Kong, ia kata 'Saudara, lekas
kembalikan pedang ini ditubuhnya si korban, lebih baik tetap di
tempat lukanya'
Kho Kong menyambut pedang, dengan cepat ia
mengembalikannya ditubuh kedua mayat itu. 'Mari kita
bersembunyi, supaya orang tak dapat melihat kita ' oey Eng
mengajak. Disekitar itu banyak gombolan rumput tinggi, mudah saja tiga
pemuda itu mencari tempat sembunyi
Tak lama tampaklah dua orang dengan pakaian hitam sedang
mendatangi. Selagi mendekati, terdengar orang yang disebelah kiri
berkata. 'Aku lihat bahwa hari ini tak seperti biasanya...'
'Apakah yang luar biasa?" tanya orang yang di kanan-
'Aku melihat roman pangcu kurang wajar, ia rada tegang
sendirinya.' "Benar Dengan menyebut ini kau membuat aku ingat sesuatu.
Tanpa sebab tanpa alasan mendadak pangcu mau datang ke Pek Ho
Po ini Lihatlah suasana sunyi dan suram disini, ini bukanlah alamat
baik" Sekonyong konyong orang yang dikiri itu merendak.
" Lihat disana, saudara Sun" kata dia, terperanjat. Lihat itu dua
orang yang berlutut didepan kuburan Aneh atau tidak ?"
orang yang disebelah kanan, yang dipanggil "saudara Sun" itu
agak terperanjat. Dia segera mengawasi kearah kuburan.
"Ya, aneh, katanya. Kenapa tubuh mereka kaku mirip mayat."
Teranglah dua orang itu adalah orang orang Kang ouw yang
berpengalaman maka mereka bisa segera menerka bahwa kedua
orang dipinggir kuburan itu bukan orang hidup, "Saudara Sun,
kauberjagajaga" kata orang dikiri itu. Aku hendak pergi melihat.'
Begitu berkata ia berlari lari, terus dia berlompat kedepan dua
mayat itu. Sekarang Siauw Pek dapat melihat tegas orang ini berusia kurang
tiga puluh tahun dan pada bahunya tergemblok sebatang golok. Dia
segera memegang bahu kedua mayat, tetapi segera dia menjadi
kaget, mukanya menjadi pucat, sambil berteriak. dia melompat
mundur. 'Kenapa, saudara Kim"' tanya si orang she Sun-si orang
she Kim masih gugup. 'Kembali Kiu Heng Tjie Kiam..." jawabnya tak
tegas. si orang she Sun melompat menghampiri, goloknya dihunus,
matanya memandang sekelilingnya. Ini yang keberapa kalikah kita
melihatnya," ia bertanya.
"Yang ketiga kali " sahut si orang she Kim. "Aku kuatir
ketegangan pangcu disebabkan ini golok Kiu I Heng Tjie Kiam..."
"Kau benar, saudara Kim. Tempat ini sangat sunyi. Lebih baik
kita lekas berlalu dari sini."
Nyata kedua orang itu rada jeri.
orang she Kim menyusut peluh dimukanya.
"Tapi pangcu akan segera datang kemari kita tunggu saja."
si orang she Sun memb alingkan pedangnya yang sinarnya jadi
berkelebat menyilaukan-Agaknya dia hendak membangunkan
semangatnya. "Aku dengar kuburan ini kuburannya keluarga Tjoh yang terdiri
dari seratus jiwa lebih dan karenanya, keluarga itu lenyap dari dunia
ini. Benarkah ?"
"Tentang kuburannya benar, tetapi menurut apa yang aku
dengar, ada dua orang anggota keluarga itu yang lolos dari bencana
kemusnahan, yaitu anaknya lelaki dan perempuan-Katanya si anak
lelaki berhasil menyeberangi jembatan maut Seng Su Klo, dan si
anak perempuan telah ditolong seorang rahasia yang tak diketahui
she dan namanya, yang membawanya lari."
"Sungguh aneh" si orang she sun berseru. " Kabarnya Seng Su
Klo telah memendam entah berapa banyak roh roh penasaran. dan
selama beberapa puluh tahun belum pernah ada orang yang
sanggup melintasinya, maka heran kenapa bocah itu berhasil
menyeberanginya?"
Kho Kong gusar mendengar kata kata dua orang itu. Pikirannya:
"Dua manusia ini kurang ajar" Kenapa mereka berani menghina
begitu" Dia mesti diajar adat" lalu ia mau terbangkit hendak lompat
menghampiri dua orang itu.
"Saudara Kho, jangan sembrono", oey Eng berbisik, menasehati,
dan tangannya mencekal untuk menarik tangan kawan itu. Sambil
berkata begitu, ia menoleh kepada ketuanya. Ia menjadi terharu.
Siauw Pek tengah menangis, airmatanya meleleh turun dengan
deras. Rupanya kesedihannya dibangkitkan oleh kata kata kedua
orang she Sun dan she Kim itu.
"Ya, itu justru yang paling mengherankan", terdengar si orang
she Kim berkata pula. "Kabarnya keluarga Tjoh itu dikejar kejar
beberapa puluh jago silat, yang hendak membasminya habis
habisan- Beberapa jago, yang liehay luar biasa, menyusul anak
lelaki itu menyeberangi Seng Su Kic Aneh anak itu, dia dapat
melintas dengan tidak kurang suatu apa, sebaliknya para
pengejarnya, semua roboh terguling kekolong jembatan maut itu..."
" Kenapa anak itu tidak turut jatuh ?"
" Entah lah. Kalau dia jatuh, tentu tak ada cerita kita ini "
Selagi dua orang itu bicara sampai disitu, di sana terdengar suara
tindakan kaki mendatangi. Mereka terkejut, lalu mereka berdiam.
Siauw Pek bertigapun mendengar suara itu, mereka lalu menoleh.
Semua mata lantas diarahkan kejurusan dari mana suara
tindakan itu datang. Disana tampak dua orang tengah mendatangi.
Merekalah orang orang yang tubuhnya kate, yang mengenakan baju
hijau. Yang luar biasa, baju mereka yang panjang dipakai begitu
rupa sampai menutupi kepala mereka, hingga terlihat seperti
manusia manusia tak berkepala...
Si Sun dan si Kim memang sudah jeri, melihat dia orang baru ini,
hati mereka menjadi terkejut. Tapi si orang she Sun toh
mengangkat goloknya, dia lalu menegur keras : "Siapa kamu"
Kenapa kamu berlagak begini rupa" Ketahui olehmu, akulah Sun
Djle ya kamu Telah aku menjelajah kedua Sungai Besar di Selatan
dan Utara telah aku mengalami angin besar dan gelombang
dahsyat, semua itu tidak membikin gentar hatiku Apakah kamu mau
mencari penyakitmu sendiri ?"


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dua orang kate yang aneh itu tidak menghiraukan suara orang.
tetap mereka berjalan kearah orang orang she SUn dan Kim itu.
Si orang she Kim pun menjadi nekad, dia menghunus goloknya,
lalu dengan berdiri berendeng dengan kawannya, dia memas ng
mata, mengawasi dua orang kate itu.
Masih saja dua orang itu berjalan terus. Mereka sudah mendekati
si Sun dan si Kim sampai tiga atau empat kaki lagi, tetap mereka
belum mau menghentikan tindakan kaki mereka. Agaknya mereka
mau melanggar dua orang itu.
Si orang she Sun habis sabar, mendadak dia maju dan
membacok Dia segera diikuti kawannya
Benar benar aneh dua orang kate itu. Mereka sudah diserang,
bukan mereka mundur, hanya mereka berkelit, setelah itu kembali
maju lagi, merangkak ke tubuh lawan
Hanya segebrakan itu, tubuh si orang she Kim menjadi limbung,
sebelum dia bisa berdiri tegak. dia sudah roboh terguling. Karena ia
rebah terlentang, didadanya tampak menancap sebuah pedang
pendek. Si orang she Sunjuga tidak bergebrak lama. Dia roboh seperti
kawannya dan dadanyapun tertikam pedang pendek
Setelah itu kedua orang kate aneh itu lalu bekerja, mayat mayat
si Sun dan si Kim diatur berlutut seperti dua mayat yang semula.
Selesai bekerja mereka mengundurkan diri, terus berlompat pergi,
dan menghilang cepat bagaikan angin Kho Kong menentang
matanya, dan kagum sekali.
"Sungguh orang orang yang sehat" dia memuji setelah menghela
nafas kagum. Tubuh mereka juga sangat ringan '
oey Eng sebaliknya. Dia tampak suram. Ketika dia menoleh pula
kepada Siauw Pek, ketua itu sedang tertegun mengawasi arah
dimana kedua orang berbaju hijau itu lenyap. Dilihat dari wajahnya,
ketua ini tengah berpikir keras.
Selagi tiga orang ini berdiam, kembali mereka mendengar siulan,
panjang seperti tadi, hanya kali ini, siulan bukan datang dari satu
arah, melainkan disambut tiga arah lainnya. hingga empat arah
menjadi saling sahutan-
'Entah siapa mereka itu?" berkata Kho Kong mengerutkan alis.
"Agaknya mereka liehay sekali '
Tiba tiba terdengar Siauw pek ngoceh seorang diri: 'Aneh Aneh
Siapakah kedua orang berbaju hijau itu" Tapi kecuali aku, siapakah
anggota Pek HoBun yang masih hidup"'
Siulan terdengar terus, makin lama datang makin dekat, sampai
akhirnya tampak dua belas orang dengan dandanan ringkas muncul
dari tiga arah selatan, barat dan utara. Mereka bertubuh besar dan
semua membawa Kwie tauw too, golok golok yang dinamakan
'golok kepala hantu,' Mereka datang dengan berlari lari.
oey Eng hendak menyapa ketuanya tapi ia batal sendirinya,
sebab orang telah datang semakin dekat. Dia segera menarik tubuh
Kho Kong seraya membisik: "Lekas, sembunyi' Ketika itu Kho Kong
telah memunculkan kepalanya.
Dlantara dua belas orang itu, salah satunya berkata dengan
nyaring: 'Saudara saudara apakah kamu telah melihat" Lihatlah
empat orang yang berlutut dimuka kuburan itu'
'Ya, aku melihat' menjawab seorang, suaranya parau. Bahkan dia
melompat maju, dengan mengulur sebelah tangannya, dia mau
menjambak punggung satu diantara empat sosok mayat itu.
"Jangan sembrono' berseru orang yang pertama. 'Sebelum pang
cu datang, kita mesti membiarkan keadaan dan suasana disini
seperti sediakala. angan kita ganggu sebatang pohon atau selembar
rumputjuga' Kembali orang ini menyebut nyebut 'pangcu" seperti dua orang
yang lain, yang baru terbinasakan itu. Sengcu ialah ketua, atau
kepala rombongan, atau kaum. orang yang maju kemuka itu
menyahut, kemudian mundur pula.
Sekarang maju orang yang memberikan peringatan itu, dia
ditemani kawan kawannya. segera setelah mereka mendekati
keempat mayat, semuanya kaget serentak mereka mengundurkan
diri, rata rata mereka mengeluarkan seruan tertahan.
oey Eng mengintai, ia melihat dua belas orang itu berkumpul
menjadi satu, satu dengan lain berkasak kusuk.
Siauw Pek melihat kedua saudaranya, ia berbicara dengan
saluran Toan Im cie sut: 'Kecuali orang memergoki kita, jangan kita
sembarang a n bergerak"
Kho Kong memungut dua buah batu besar, bersiap untuk
menyambut serangan-
Kecuali Siauw Pek, yang merampas pedang sinona, oey Eng dan
sahabatnya bertangan kosong. Senjata mereka masih tertinggal
didalam kuil. Tak berapa lama mereka menanti, didengarnya seruan: "Pengcu
datang" Kemudian dua belas orang itu membagi diri sebuah tim
barisan rahasia, semua menghadap ke arah kuburan besar, golok
mereka melintang didepan dadanya masing masing, golok mereka
itu dihiasi runce, yang bergerak gerak diantara tiupan angin-
Hanya sebentar kemudian semua orang itu menurunkan golok
mereka sambil menjura. Itulah karena terlihat datangnya seorang
tua umur kira-kira lima puluh tahun, yang mendatangi dengan
tindakan perlahan. Dia berbaju hijau. Dibelakangnya turut seorang
kate umur lebih kurang empat puluh tahun. kumisnya pendek,
sudah kate, diapun kurus kering. Berdua mereka itu bertangan
kosong. Mereka diiringi empat anak muda umur kira kira dua puluh
tahun yang pakaiannya sings at, punggungnya menggondol busur,
pinggangnya tergantung kantung anak panah, bahunya tertancapka
n pedang dengan rumbai merah. "Hm, dia mirip seorang agung"
berkata Kho Kong didalam hati. Sebab dia melihatnya. si orang tua
mengawasi keempat sosok mayat, matanya bersinar tajam. "Apakah
empat orang itu telah melayang jiwanya?" bertanya dia.
"Mereka sudah mati lama," menjawab seorang diantara dua belas
orang yang merupakan tim itu. Dengan segera dia menambahkan:
"Kami telah menjaga tempat ini hingga tidak ada terjadi perubahan
apa jug a. Sila h ka n bengcu memeriksanya' orang tua itu
mengerutkan alisnya.
"Apakah mereka itu terbinasakan pedang Kiu I Heng Tjie Kiam?"
dia tanya pula.
"Dada mereka masing masing tertancapkan golok pendek," sahut
orang tadi. 'Teetju tidak berani mencabut senjata itu. Melihat dari
bentuknya, senjata itu memang mirip Kiu I Heng Tjie Kiam"
Dia membahasakan dirinya "tee-cu", itu artinya dialah murid
siorang tua. Orang tua itu mengangguk perlahan. "coba cabut, biar
aku lihat" perintahnya.
Laki laki itu mencabut, dia menghampiri keempat sosok mayat.
Dengan sebat dia cabut keempat senjata maut itu, yang benarbenar
berukiran masing masing empat huruf "Kiu I Heng Tjie Kiam"
"Pedang sakit hati dan penasaran- singkatnya 'pedang sakit hati'. Si
orang tua tidak menyambut keempat buah pedang itu, yang
diangsurkan kepa dainya.
'Simpan saja,' katanya seraya menghela napas. Dia berlaku
sabar, tetapi dia toh lalu berkata-kata seorang diri: Jikalau begini,
tidak kelirulah terkaanpunco. Teranglah pada pihak Pek IHoBun ada
anggotanya yang belum mati danperbuatan ini adalah perbuatan
sisa dari rombongan celaka ini '
si kate kurus kumis pendek menggunakan dua buah jarinya,
jempol dan telunjuk, mengurut kumisnya yang pendek itu. kedua
matanya bersinar tajam, mengawasi keempat sosok mayat itu,
setelah kata-kata ketuanya itu, dia tertawa dan kata: 'Sangcu
menerka jitu bagaikan malaikat Memang tidak salah bahwa sisa-sisa
celaka dari Pek IHoBun telah muncul pula di dalam kalangan sungai
Telaga...' Dia diam sejenak. kemudian menambahkan: 'sebelum kita
disini, kukira telah ada orang lain yang sudah sampai disini '
Mendengar itu, Siauw Pek heran.
"Si kate kurus ini liehay," pikirnya. "Terang dia licin dan cerdas
serta pandai berpikir."
Si orang berbaju hijau bertanya: "Bagaimana kau dapat menerka
demikian?" si kate batuk-batuk.
"Apakah Sangcu tidak memperhatikan luka keempat orang ini?"
dia balik bertanya. Kedua hio-clo kita itu, darahnya masih segar,
maka jelaslah sudah bahwa mereka menemui ajalnya belum lama.
Tidak demikian dengan darah dua orang yang lainnya, darah
mereka sudah berubah dan beku, bahkanpedang mereka juga
pernah ada yang pegang. inilah sebab kenapa aku menerka
demikian-Jelasnya sebelum kedua hiocu tiba d is ini, orang telah
cabut kedua pedang itu, kemudian dia menaruhnya pula secara
terburu ketika mendengar suara kita mendatangi..."
Kembali siauw Pek kagum sekali, ia bahkan terperanjat. orang
bicara seperti dia manyaksikan peristiwa dengan matanya sendiri.
"Benarlah manusia tak dapat dilihat dari romannya saja,
sebagaimana dalam air laut tak dapat diduga," pikirnya. Dia kurus
kering, dia katetok. tetapi dia sangat cerdas dan pandai berpikir."
slorang tua mengangguk-angguk,
"sianseng, keteranganmu ini menambah pengetahuan punco
bukan sedikit," dia memuji. Ketua ini membahasakan diri punco",
kata kata halus merendah pengganti "aku" sebagai seorang ketua
partai (pang) dilainpihak dia memanggil "sianseng", suatu istilah
menghormati terhadap seorang yang dihormati atau dipandang
tinggi. 'Pengcu terlalu memuji," berkata sikate kurus merendah.
'Mengenai orang yang telah datang terlebih dahulu dari pada kedua
hlo cu kita itu, jikalau aku tidak menerka salah, mungkin sekali dia,
atau mereka, masih belum berlalu mungkin mereka sedang
bersembun diantara rujuk rumput disekitar ini"
"Si kate menyebut nyebut "hlo cu", itu berarti bahwa kedua
kurban yang belakangan itu adalah anggota pengurus dari partai
mereka, dan mereka berdua menjadi kepala sesuatu bagian dari
partainya. Kembali siauw Pek bertiga terkejut. I Hebat sikate kurus ini, dia
dapat menerka dengan jitu.
"si kate ini liehay sekali," kata Kho Kong di dalam hatinya. "Dia
dapat menebak sebagai seorang dewa"
Si orang tua berbaju hijau lalu menoleh ke empat penjuru.
"Asal mereka tidak ada hubungannya dengan Kiu I Heng cee
Kiam, tak usah kita cari mereka," katanya. "Sekarang ini jam
berapa?" si kate mengangkat kepalanya melihat langit.
Kira-kira jam Sin sie," sahutnya.jam Sin-sie itu antara jam 7-9
pagi. Terdengar siorang tua berbaju hijau berkata pula: "Kita telah
menjanjikan pertemuan dengan ketua Pat Kwa Bun, waktunya
hampir tiba, mari kita berangkat," Lalu dia mendahului memutar
tubuh berjalan pergi.
si kate kurus memesan kepada orang yang berbicara tadi, setelah
itu dia menyusul siorang tua.
Dibelakangnya, mengikuti empat peng iringnya .
Kedua belas orang yang bersenjatakan golok membungkuk
kepada ketua mereka, setelah si orang tua pergi jauh, lalu mereka
menghampiri keempat mayat, untuk dipondong dan dibawa pergi
sambil berlari lari keras sekali, hingga dilain detik tempat kuburan
itu sudah menjadi sunyi seperti semula tadi.
Baru sekarang siauw Pek bangkit berdiri, matanya mengawasi
kearah dimana siorang tua berbaju hijau dan kawan kawannya
menghilang. Kemudian, ia berpaling kepada dua saudaranya.
"Saudara saudaraku, tahukah kamu mereka itu dari partai apa ?"
ia bertanya. oey Eng dan Kho Kong menggelengkan kepala.
"Mereka tidak membawa atau memakai tanda apa apa, sulit
untuk mengenalnya," kata oey Eng.
"Penyerbu penyerbu Pek I HoBun terdiri dari Pay besar, empat
Bun, tiga hwee dan dua Pang," kata pula Siauw Pek. "tadi orang itu
menyebut dirinya pangcu, mungkin dialah salah seorang biang
keladi penyerbuan "
"Tidak apa kita tidak ketahui dia dari pang yang mana,' kata Kho
Kong. "Telah kita ketahui wajah mukanya, mudah untuk mencarinya
nanti ' 'Kita baru memasuki dunia Sungai Telaga tidak mudah kita
mengenal pelbagai partai, karena itu aku pikir, kita harus berusaha
untuk mereka satu demi satu, oey Eng berkata.
siauw Pek menghela napas, ia mengangguk banyak partai, tapi
aku tak mau memusuhi
semua orang Rimba Persilatan-" katanya. "Buatku cukup asal aku
cari dan bunuh mereka yang menjadi kepala atau biang keladinya "
"Bengcu bijaksana sekali, pasti bengcu akan memperoleh berkah
Tuhan " berkata oey Eng.
siauw Pek lalu menjura tiga kali kepada kuburan besar itu, terus
dia mengacak kedua saudaranya meninggaikan Pek I Ho Po. Mereka
kembali kekota Gakcin (Gakyang) dimana mereka lebih dahulu
mencari rumah penginapan- Lalu s i pemuda memeriksa luka oey
Eng, lalu berkata : " Luka mu ini sudah tidak berbahaya, tetapi kau
masih perlu beristirahat beberapa hari lagi. Setelah kau sembuh,
kita kembali ke Kwan ong Blo untuk minta kembali senjata kita,
kemudian baru kita berangkat kegunung Slong Lan-" "Kita pergi ke
kuil Siauw Lim Sie ?" Kho Kong menegasi, gembira.
"Benar" Aku hendak cari ketua Siauw Lim Pay, untuk menanya
Pek I HoBun telah melakukan pelanggaran besar apa terhadap
dunia Kang ouw maka semua kaum Rimba Persilatan memusuhi dan
membasminya, hingga seratus jiwa lebih terbinasakan secara kejam
dan mengerikan "
"Bagus Bagus" Kho Kong tertawa seraya bertepuk tangan-
"Sudah lama aku mendengar siauw Lim Sie sebagai tanah suci kamu
persilatan, sudah lama aku merindukannya, sekarang aku bisa
berkunjung kesana, dapat nanti aku membuka mataku "
"Hus, jangan bicara keras keras " oey Eng tegur saudara itu.
Kemudian dia berkata kepada ketuanya: " ingin aku bicara, bengcu,
tapi harap bengcu memaafkan dahulu jikalau kata kataku kurang
menggembirakan. Tidak puas hatikujikalau aku tidak mengutarakan
apa yang kupikir ini."
"Silahkan, saudaraku," berkata Siauw Pek. "Kamu telah
mengangkat aku sebagai bengcu, aku bersyukur. Sebenarnya malu
aku menerima kedudukan ketua ini. Baiklah selanjutnya kita
berkakak adik saja."
"Bukan begitu, bengcu," kata oey Eng. "Aturan tidak dapat
dirobah. Tapi,jika bengcu setuju, baiklah selanjutnya kami
memanggil toako menjadi ketua kami, hal itu tak usah membuat
toako malu. Toako pandai silat, jauh melebihi kami berdua, dan
diatas itu kebijaksanaan toako tak sanggup kami melampaui." Siauw
Pek hendak merendah tetapi Kho Kong memegatnya. "Sudah cukup,
toako " berkata si tak sabaran. Jangan toako menampik lagi '
oey Eng tersenyum, dia kata pula. 'Kalau nanti toako berhasil
mengetuai dunia Rimba Persilatan, maka kami berdua akan turut
menikmati kemuliaannya " 'Itulah diluar harapanku," berkata Siauw
Pek "Sekarang, toako, tentang niat kepergian kita ke Siauw Lim Sie di
Slong Kan," kata oey Eng pula. "Siauw Lim Sie termashut,
pendetanya tak kurang dari pada seribu orang, mereka juga liehay
semuanya, sedangkan kita cuma bertiga, sulit untuk kita
menghadapi mereka semua. Dan maksud kita yang utama ialah


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memecahkan rahasia keluarga toako. Adalah berbahaya sekalijikalau
seluruh kaum Rimba Persilatan menjadi musuh kita. Menurut
pikiranku, lebih baiklah kita membuat penyelidikan secara diamdiam
dahulu, setelah nanti kita berhasil, baru kita umumkan siapasiapa
itu si biang keladi yang menjadi musuh utama kita, baru toako
memperkenalkan dirimu yang sebenarnya. Sampai waktu itu, masih
belum terlambat untuk kita nanti mengadakan sembahyang besar
buat arwahnya Tjoh Lootjianpwee"
Siauw Pek mengangguk. la menyetujui pikiran ini.
'Sayang Laue Lootjianpwee telah dibinasakan orang,' katanya
kemudian- "Barang barang titipan ayahku telah diperdayakan orang
dan dibawa pergi, bagaimana kita harus mencarinya?"
"Sabar, toako. Menurut apa yang kita saksikan tadi, aku percaya
Pek I Ho Po belum musnah seluruhnya, masih ada satu atau lebih
anggotanya yang tinggal. Bukankah pedang Kiu I Heng Tjie Kiam itu
membuktikan bahwa orang mengandung penasaran besar" Baiklah
kitapun mencoba mencari tahu siapa orangnya si Pedang Sakithati
itu..." Siauw Pek tersadar.
"Benar, saudara oey. hampir aku lupakan Kiu I Heng Tjle Kiam."
Sampai d is itu, mendadak Kho Kong bangkit.
"Toako, saudara oey " katanya. "Silahkan menanti disini, aku
hendak keluar guna melakukan penyelidikan, buat mencari kabar"
orang she Kho ini tak sabaran tetapi kadang-kadang otaknya
terang, dapat dia mengingat sesuatu, hanya dia tetap polos.
Begitulah, sehabis berkata, dia lalu lari keluar, menghilang diluar
kamar. Siauw Pek mau mencegah tetapi sudah tidak keburu. oey
Eng tersenyum. "Jangan kuatir, toako," katanya. Saudara Kho sembrono tetapi
teliti, "dia pasti kembali dengan tidak kurang suatu apa."
Selagi dua saudara ini berbicara, Kho Kong sudah berada dijalan
besar dimana dia mengawasi yang berlalu lintas. Dia berdiri diam,
untuk berpikir bagaimana dia harus mulai dengan penyelidikannya.
Kemudian dia jalan sejalannya saja, melewati beberapa lorong dan
gang. Ia baru merandak ketika didepannya tampak sebuah kedai
teh yang besar dan ramai. Di situ berkumpul banyak macam orang:
Yang berbaju panjang, yang berbaju pendek, yang terpentang
dadanya. Suara mereka itupun berisik, sangat membisingkan.
"Disini berkumpul orang dari segala golongan," pikir si anak
muda, "baiklah aku mampir sebentar untuk mendengar kata2
mereka," lalu ia bertindak kedai teh itu, terus ia mencari tempat
duduk d iba g ia n yang paling ramai.
" Did a la m kota Gakyang kita ini," terdengar seorang yang
suaranya parau berkata, "tidak lama lagi kita bakal menyaksikan
suatu pertunjukan yang menarik hati Lihat saja, selama beberapa
hari ini tak hentinya terjadi perkara jiwa, bahkan yang tersangkut
semua orang orang kenamaan kaum Sungai Telaga. Begitulah tadi
malam, kabarnya jago dari kota Barat telah dibunuh, dengan golok
nancap didadanya, bahkan golok itu berukiran huruf huruf Kiu
Kiam..." "Kau maksudkan Kiu I Heng Tji Kiam ' 'Ya, ya, benar Kiu I Heng
Tji Kiam . 'Peristiwa itu hebat" kata orang yang kedua. "Kabarnya Kang
Toaya menjadi sangat gusar hingga dia mengirim orang orang
kosen buat mencari pembunuh itu"
"Kabarnya," kata orang yang ketiga, peristiwa itu ada
hubungannya dengan Pek I Ho Po
dikota timur belasan tahun yang lampau, sayang kemusnahannya
Pek I Ho Po. Semasa hidupnya ketua Pek I Ho Po bun itu, kota
Gakyang dan sekitarnya seratus lie belum pernah mendapat
gangguan apapunjuga..."
Seorang turut campur bicara, katanya: " Dahulu itu aku tinggal
didekat Pek I Ho Po, sering aku bertemu dengan ketuanya, coh
Pocu. Ketika penyerbuan terjadi, kebetulan aku turut menyaksikanoh,
sungguh sangat hebat Sinar golok dan pedang berkelebatan,
darah dan daging bermuncratan ...
-ooo0dw0ooo- JILID 10 Sejenak itu keadaan sunyi. Semua orang mendengarkan dengan
perhatian penuh. Tetapi, kata-kata siorang tua terputus hanya
sampai disitu. Kho Kong yang tertarik hati berpikir: " orang tua ini penduduk
sini, dia menyaksikan peristiwa itu, kalau aku ajak dia menemui
toako, dia tentu dapat memberikan banyak keterangan-"
"Kemudian bagaimana ?" tanya seorang lain-
Pertanyaan itu tidak dijawab, si orang tua bungkam terus
walaupun orang mendesaknya.
Kho Kong menjadi heran, ia memandang berkeliling. Disebuah
pojok ia melihat seorang usia kira kira lima puluh tahun, tubuhnya
besar, dia berdiri menyandar pada sebuah tiang. Dia diam saja,
tetapi matanya dengan sorot bengis tengah mengawasi siorang tua
yang bercerita itu
"Tentulah dia yang takuti orang tua itu," pikir Kho Kong. Ia pula
menerka, orang itu mesti mengerti silat.
Hanya sejenak itu, mendadak seorang berseru tajam: "celaka
Tuan Tjiu mati "
Semua orang terkejut, semua pada bangkit dengan serempak
mereka pada mengangkat kaki, lari keluar. Rupanya perkara jiwa
sangat menakutkan mereka itu.
Kho Kong bingung ia heran sekali. Setelah ruang kosong, ia tidak
melihat lagi orang bertubuh besar itu. Maka iapun segera bertindak
pergi. Ia menembusi sebuah pintu kecil, hingga ia tiba disebuah
pekarangan luas. Disitu ia melihat orang tadi tengah berjalan
memasuki sebuah pintu kecil.
Rupanya orang itu peka sekali. Dia seperti mengetahui Kho Kong
mendatangi. Dengan mendadak dia menoleh dan menegur: "Siapa?"
serentak dengan itu, dia mengayun tangan kanannya,
menimpukkan sebuah benda halus yang putih mengkilap. yang
menyambar kedada si anak muda.
Inilah diluar dugaan Kho Kong. ia lalu berkelit tetapi hampir ia
menjadi mangsa. Dengan mendesir senjata rahasia itu lewat
disamping telinga, ia menjadi gusar.
"Hei, kau main gila ya?" tegurnya. "Berapa banyak senjata
rahasiamu, lekas keluarkan Apakah kau dapat melukain Tuan Kho
kamu ?" Tanpa menjawab orang itu menyerang pula. Bahkan sampai lima
kali, dan senjata rahasia itu bagaikan bunga bwee, menyerang
kearah sasarannya.
Kho Kong membuka mulut besar, iapuan berhati hati. Ia menerka
senjata itu adalah Bwee hoa-ciam, jarum bunga Bwee. Jarum
rahasia seperti itu biasanya diberi racun yang berbahaya sekali.
Maka ia tidak mau menangkis, hanya dengan sebat ia lompat
mundur berlindung di dalam pintu yang baru dilewatinya, kelima
senjata rahasia itu menancap semuanya pada daun pintu.
Benar, itulah jarum rahasia, yang panjangnya kira-kira satu dim
setengah. Nancapnya jarum pun bundar rapi seperti bunga bwee.
Setelah berkelit itu, Kho Kong mengawasi kepada penyerangnya.
Betapa herannya, didapatinya orang telah lenyap. entah kemana
perginya. Tak mungkin dia memasuki rumah di depannya itu.
Pekarangan itu kosong, kecuali setumpuk kayu bakar. Ia penasaran,
diambilnya sepotong kayu, untuk dijadikan senjata. Lalu ia
menghampiri rumah kecil itu. Ia tidak berani sembarangan masuk.
Lebih dahulu, ia melongok kedalam. Kamar itu kosong, kabang
kabangnya, penuh dengan pecahan cangkir teh dan lainnya.
Agaknya rumah itu sudah lama dikosongkan.
"Heran-.." pikirnya. Karena ini, ingin ia masuk kedalam rumah itu.
Tetapi mendadak ia merasa belakang lehernya dingin disebabkan
tersentuh sebuah benda, sebelum ia menoleh, telinganya sudah
mendengar satu suara dingin
"Jikalau kau sayang jiwamu jangan bergerak Golokku beracun,
asal melukai, dia menutup kerongkongan "
" celaka betul " pikir si anak muda, ia menyesal. "Aku lupa bahwa
orang mungkin pandai Pek Houw Kang..."
"Pek Houw Kang" adalah ilmu " cicak", ilmu merayap naik
ditembok. Walaupun sudah dikekang, pemuda ini tidak mau menyerah.
Diam diam dia bersiap untuk melakukan perlawanan- Tetapi, baru
dia berpikir begitu, orang sudah menotok bahunya disusul dengan
dua totokan lain, maka serentak dengan terlepas kayu ditangannya,
tubuhnyapun jatuh ngusruk ketanah. Setelah itu ia merasai kedua
matanya ditutup, terus tubuhnya dipondong, dibawa pergi.
Didengarnya orang melanggar cangkir dan lainnya hingga suaranya
jadi berisik. Dengan mata tertutup, Kho Kong tidak tahu bahwa dirinya sudah
dibawa masuk keterowongan didalam tanah. Ia gusar dan
mendongkol, ia menahan sabar, tetapi lama lama, ia kalap juga.
Begitulah akhirnya ia mencaci: "Jahanam, manusia celaka, kemana
kau hendak bawa Tuan Kho kamu ?"
"Plok" begitu pemuda itu dengar, terus pipinya terasa nyeri
sekali. Sebab orang telah menggeploknya, menampar pipinya yang
kiri, sedang gaplokan susulan mengenai telinganya, hingga ia
merasa nyeri dan pusing. Tamparan kepipipun menyebabkan
mulutnya mengeluarkan darah. Bukan main gusar hatinya, hingga ia
mencaci kalang kabut. Sia sia saja dampratan itu, malah
mengundang gaplokan berulang ulang, hingga mukanya menjadi
bengap bengkak dan darahnya mengucur terus. Tapi ia bandel dan
kuat, terus ia mengumpat caci
"Bocah ini sangat berkepala batu " kata satu suara halus.
"Baiklah totok saja otot gagunya, sebentar malam baru kita urus
pula " Tiba tiba Kho Kong berhenti memaki.
"Ah, suara ini aku kenal baik sekali," pikirnya. "Dimanakah aku
pernah mendengarnya"
Hanya sebentar, ia lalu ingat. Itulah suara dikedai teh tadi. Maka
ia lalu tersadar.
"Dasar aku yang tolol," pikirinya pula. "orang rupanya telah
memasang jebakan untuk aku, hingga aku bagaikan mengantarkan
diri sendiri masuk kedalam jaring..."
Dilain saat Kho Kong menerka bahwa ia telah dibawa kedalam
sebuah kamar dimana ia terus dibelenggu kedua tangan dan
kakinya. Tapi belum lama, orang telah mengangkat pula tubuhnya,
dibawa pergi entah kemana, dalam perjalanan sehirupan teh. Ia
masih tidak dapat melihat, tapi ia tahu, dikamar, atau ruang ini,
terdapat banyak orang.
Akhirnya pemuda ini mendengar pertanyaan- "Apakah kau yang
membinasakan orang orang itu?"
Tergerak hatinya Kho Kong. Ia ingat sesuatu.
"Mataku ditutup, aku tak dapat melihat apa apa," katanya.
"Buka tutup matanya" ia mendengar suara memerintah.
Hanya sebentar, kemudian pemuda ini dapat melihat kembali. Ia
berada disebuah ruang besar, yang diterangi dua puluh empat
batang lilin besar besar. Karena disekitarnya diluar ruang gelap.
tahulah ia bahwa hari sudah malam.
Seorang tua duduk menghadapi sebuah meja. Dia beruban dan
berjanggut panjang, mukanya lebar, telinganya besar, romannya
keren, tetapi pada waktu itu, samar-samar tampak kedukaan- Di
belakangnya duduk kira kira tiga atau empat puluh orang yang
tubuhnya tinggi dan kate dan besar tak rata, yang jelas ialah
mereka itu mestinya jago jago Rimba Persilatan- Dibelakang orang
tua itu berdiri seorang setengah umur yang tubuhnya besar. Dan
Kho Kong mengenali baik, dialah orang yang tadi bertempur
dengannya. Disampingnya ada satu pemandangan yang mengerikan- Diatas
lantai ditengah ruang itu berserakan delapan sosok mayat, semua
berdarah pada bagian dadanya, sedangkan diatas meja kayu
dihadapan siorang tua itu, terletak delapan buah pedang pendek
yang bahagian tajamnya berkilauan- Hanya sekelebatan Kho Kong
mengenali Kiu Heng cie Kiam, pedang sakit hati.
Alis panjang siorang tua terbangun.
"Apakah kau telah melihat delapan mayat ini" dia tanya sianak
muda. "Ya" sahut Kho Kong.
siorang tua menunjuk delapan pedang pendek itu.
"Kau kenalkah delapan pedang pendek ini?" dia tanya pula.
"Tentu aku kenal" sahut pula Kho Kong. " Itulah Kiu Heng cie
Kiam yang menggemparkan dunia Rimba Persilatan-"
"Kau telah melihat delapan mayat itu, bukan ?" orang tua itu
tegasan- "Ya" "Tahukah kau dada mereka itu terluka senjata apa?" kembali
siorang tua itu bertanya. sekarang dengan suara keras.
"Disini ada delapan buah pedang pendek. sudah tentu mereka
terbinasakan oleh pedang pendek itu"
"sekarang aku tanya kau: Kenalkah kau dengan aku ?"
Kho Kong menggeleng kepala. "Tidak " jawabnya.
"Kenalkah kau kedelapan mayat itu?" menyela seorang kate
kurus, yang duduk disisi orang tua itu.
"Tidak "
si kate kurus bangun dari kursinya.
"Jikalau kau tidak disiksa, kau tentu tidak suka mengakui"
katanya, bengis. Terus dia bertindak mendekati sianak muda.
Kho Kong menerka orang hendak menyiksanya ia menggerakkan
kedua tangannya untuk melakukan perlawanan, tetapi ia menjadi
terkejut. Tak dapat ia menggerakkan tangannya itu. orang telah
menggunakan cara busuk melukai ototnya
Si kate kurus setengah tua sudah datang dekat, dia telah
mengangkat tangannya untuk menotok jalan darah Ngo im ciat
yang berbahaya dari Kho Kong, tetapi dia mendadak menunda
gerakan tangannya itu.
"Saudara Tam, tahan dulu" demikian tiba tiba dia mendengar
suara siorang tua.
"Ada perintah apa chungcu ?" tanya sikate kurus sambil menoleh.
Dia menanya orang tua itu, yang dia bahasakan "chungcu", ialah
tuan pemilik desa." (Baca " chungcu" dengan suara "ceng" dari
"cengkrik, cengkih". Lazimnya chung, atau cun, diartikan kampung,
desa, atau dusun. dan cu pemilik, atau tuan- Maka itu chungcu ialah
pemilik kampung. Adalah biasa kalau seorang hartawan atau
hartawan cabang atas atau hartawan gagah, mendiami suatu
tempat, maka tempat itu disebut sebagai kampungnya dengan juga
memakai she nama keluarganya sendiri).
"Aku yang rendah mempunyai suatu pikiran sederhana," sahut
siorang tua. Dia rendah hati sekali hingga dia menyebut dirinya
"aku" dengan ditambahkan "yang rendah". "Aku pikir bahwa
sebelum memperoleh bukti bukti yang nyata, tak usah kita
menggunakan cara yang kejam untuk mengorek keterangan-.."
"Dialah seorang kuncu," pikir Kho Kong mendengar suaranya
orang tua itu. Si kate kurus she Tam memberi hormat pada orang tua itu, dia
berkata: "Sungguh chungcu murah hati sekali. Tapi manusia biasa
sangat licik, jikalau dia tidak disiksa, dia tak akan bicara terus
terang. Sikapku yang rendah lain- Sikapku ialah kita siksa dahulu
dia, supaya dia mengaku, sesudah itu baru kita obati luka bekas


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

siksaan itu."
orang tua berjanggut panjang itu tertawa tawar.
"Saudara Tam, didalam segala hal, janganlah kita terburu napsu,"
katanya pula. Sikate kurus tahu bahwa dia tak dapat berselisih dengan orang
tua itu, dia lalu kembali ke tempat duduknya.
orang tua itu mengangkat kepalanya, dia mengawasi Kho Kong.
"Kalau satu laki-laki berani berbuat sesuatu, dia harus berani
bertanggung jawab" katanya keren. "Maka itu, katakanlah kau atau
bukan yang membinasakan delapan orang ini" Kau pandai silat, kau
tentunya ketahui baik nadi Ngo im ciat dimana ada beberapa otot
yang lemah, bahwa kalau otot itu ditotok. hebatlah siksaannya, biar
orang bagaimana gagah, dia tentu bakal tidak berdaya. Jikalau kau
suka bicara terus terang, loo hu jamin kau tak akan tersiksa dan
bersengsara."
orang tua itu manis budi, dia menyebut dirinya "loo hu", aku
siorang tua. Kho Kong tahu, ia tidak bisa melawan, ia akan celaka kalau si
kate kurus menyiksanya, tetapi ia memang tidak tahu apa-apa,
terpaksa ia mesti menyangkal. Maka ia menjawab dengan sabar.
"Dengan sebenarnya aku yang rendah tidak kenal kedelapan mayat
ini dan juga bukannya aku yang rendah yang membunuhnya.Jikalau
kamu tidak percaya aku, aku tidak dapat berbuat apa apa."
orang tua itu mengawasi dengan tajam. "Benar benarkah kau
tidak kenal loohu?" dia menegaskan-
"Kita belum pernah bertemu satu dengan lain tentu saja aku
tidak kenal." jawab Kho Kong sambil menggoyang kepala.
Mendengar jawaban itu, semua mata mengawasi si anak muda.
Mereka itu heran ada orang tidak kenal chungcu mereka. Si orang
tua mengurut janggutnya.
"Tahukah kau sekarang kau berada dimana?" tanyanya untuk
kesekian kali. "Tidak " jawab Kho Kong setulusnya.
"Sekarang kau berada dirumahku Untuk dunia Rimba Persilatan
tempatku itu ada juga namanya. Ialah cit Tok Tee it Kee. Mungkin
kau pernah mendengarnya, bukan?" Kho Kong menggumam.
"cit Tok it kee cit Tok it kee" katanya perlahan, berulang ulang,
sampai empat atau lima kali. "Tidak. aku yang rendah ini tidak
mendengarnya..."
Kembali banyak orang itu heran, bahkan sekarang mereka
menjadi tak senang, semua lalu menunjukkan roman gusar. Bahkan
dua anak muda, yang bertubuh besar, berlompat bangun sambil
berkata dengan nyaring:
"Teranglah manusia mau menghina cungcu Dia harus dihukum
mampus menjadi berkeping keping"
Si orang tua berjanggut panjang mengibaskan tangannya.
"Mungkin dia benar benar tidak tahu," katanya sabar.
Ruang menjadi sunyi. orang tua itu sangat dihormati, kata
katanya membuat semua orang berdiam.
Kembali si orang tawanan didepannya itu.
"Kau tidak tahu cit Tok Tee it kee," katanya, "dengan begitu kau
pasti tidak tahu juga nama loohu?"
Kho Kong memang sangat kurang pengalamannya, tidak kenal ia
orang orang Hek Too dan Pek Too golongan hitam dan kalangan
putih maka tak dapat ia menyebut nama orang itu. Maka ia
menjawab tenang:
" Walaupun aku tidak kenal cit Tok Tee it kee, mungkin pernah
aku mendengar yang bernama cungcu."
"Kau tahu ataupun tidak itulah sama saja" kata siorang tua
akhirnya, "Aku orang she oey dan namaku Thian Hong."
Seorang yang duduk di sebelah kanan menambahkan cungcunya
itu: "Walaupun kau telah diberitahu she dan nama cungcu, kau
tentu belum kenal juga. Mari aku beritahukan. Bukankah kau kenal
Tong Teng ong Ngo Ouw Sin Liong" Ketua umum yang mengepalai
delapan belas benteng kota air di telaga Tong Teng serta tiga puluh
enam benteng air disungai Tiang kang?"
Tong Teng ong ialah Raja dari Tong Teng ouw, telaga Tong
Teng, dan ^go ouw Sin Liong ialah si Naga Sakti dari Ngo ouw, lima
telaga itulah gelaran oey Thian Hong. Sedangkan cit Tok Tee it kee
ialah Rumah Tunggal Tujuh Perairan.
Mendengar penjelasan itu, Kho Khong lantas berkata: "oh,
kiranya Tong Teng ong Itulah nama besar yang telah lama
kudengar yang mendengung bagaikan guntur menulikan telinga dan
aku bersukur sekali dapat berkenalan dengan Tong Teng ong"
Itulah kata kata memuji yang biasa. Mendengar itu si kate kurus
kata perlahan-"Melihat wajahnya selagi dia bicara, mungkin dia
benar benar tidak ketahui tentang kau, saudara oey."
"Saudara Tam benar," berkata si orang tua.
"Rupanya dia tak biasa hidup di dalam dunia Sungai Telaga."
Si kate kurus setengah tua itu berkata pula, sengit : "Dua hari
empat muridku telah terbinasakan Kiu Heng Tjie Kiam, sakit hati itu
tidak dapat tidak dibalaskan. Jikalau aku membiarkan saja dan hal
itu tersiar dikhalayak ramai pasti aku tidak dapat menaruh kaki lagi
didalam dunia Kang ouw. Tapi bocah ini, sekalipun nama saudara,
dia tak ketahui, rasanya besar dia baru pertama kali ini muncul dari
gubuknya "
" Itulah benar, saudara Tam."
"Sekarang ini dunia Kang ouw digemparkan Kiu Heng Tjie Kiam,"
berkata lagi orang she Tam itu. "Benar kita belum tahu dia siapa
dan orang macam bagaimana, tetapi anak muda ini, mungkin dialah
salah seorang anggota Kiu Heng Tjie Kiam itu. Bagaimana pendapat
saudara oey?"
Tiba tiba Oey Thian Hong bangkit berdiri, dengan tindakan lebar
dia menghampiri Kho Kong, terus dengan dua buah jeriji tangannya
dia menotok jalan darah Tjeng Hiat anak muda itu
Kedua lengan Kho Kong bagaikan mati, tiada dayanya untuk
melawan atau berkelit, dia kaget ketika Ngo ouw Kin Liong
mentotoknya. Tapi selagi menotok itu, tjhungcu itu tertawa bergelak
dan tertawa nyaring: "Muridku tidak tahu apa-apa, dengan
menggunakan Touw Kut Hoat dia melukai kedua lenganmu, dan kini
loohu menghaturkan maaf."
Dalam kagetnya telah Kho Kong mengeluh hati: "Habislah aku ...
semua orang disini ingin menyiksa kau, cuma orang tua ini yang
berpikir lain, tapi biar begitu, aku tetap bakal menderita..."
Dugaan Kho Kong melesetjauh sekali, percuma saja dia berkuatir
tidak keruan-siorang tua bukannya menotok dia untuk disiksa, tetapi
justru untuk membebaskannya. Ketika dia mengerahkan tenaganya,
hatinya menjadi lega. Dapat dia menggerakkan kedua tangannya
seperti biasa. Maka tidak ayal lagi, dia mengangkat tangannya
memberi hormat kepada orang tua itu sambil menghaturkan terima
kasih. Habis menotok bebas, Thian Hong menanyakan she dan
nama orang. Kho Kong menyebut namanya.
"silahkan duduk" tuan rumah mengundang.
Semua hadirin melongo. Mereka heran mengapa chungcu itu
memperlakukan orang tawanannya demikian hormat. Namun tiada
seorang pun yang berani menyanyakan-Oey Thian Hong
memandang semua hadirin.
"Hari sudah jauh malam, silahkan tuan-tuan beristirahat,"
katanya. Tapi ia terus menatap si kate kurus, kemudian berkata
kepadanya: "Saudara Kam pandai minum, silahkan kau menemani
tetamu ini "
Si kate kurus mengerutkan alis, ia hendak bicara tetapi batal.
Oey Thian Hong memegang tangan Kho Kong ia mengajaknya
berjalan melintasi pintu angin terus ke dalam.
Semua orang bangkit memberi hormat, mengantar
keberangkatan mereka.
Sambil berjalan, Kho Kong berpikir. ia tak habis mengerti akan
sikap tuan rumahnya ini. Akhirnya ia jadi curiga: "Baiklah aku
berhati hati. Mungkin dia bermaksud sesuatu." Ketika ia menoleh
kebelakang, ia melihat si kate kurus mengikuti, sepasang alisnya
mengerut dan dia nampak sekali merasa sangat berduka, dia
berjalan tanpa suara, mungkin hatinya sangat mendongkol
Thian Hong mengajak dua orang itu melintasi sebuah lorong,
sampai dikamar kecil yang tertutup gorden diempat buah pojok
terpasangkan masing masing sebuah lilin merah. Di tengah kamar
terdapat sebuah meja yang sudah tersajikan penuh barang
hidangan- Dua orang pelayang perempuan berdiri menantikan,
kedua tangan mereka merapat dikiri kanan tubuhnya.
Kho Kong sudah lapar, mencium bau barang hidangan itu,
terbitlah nafsu makannya. Kalau dapat ingin dia mengganyangnya.
Thian Hong mengundang kedua tamu untuk duduk, lalu ia
mengibaskan tangan, memberi tanda supaya kedua pelayannya
mengundurkan diri. Maka mereka itu kemudian berlalu.
Si orang she Tam duduk menghadapi Kho Kong, mukanya merah
padam. ini disebabkan walaupun ia telah coba mengendalikan diri,
tetapi mendongkolnya tampak pada wajahnya.
"Tuan tuan, masih mengiringi dahulu cawan ini" tuan rumah
menyilahkan- ia mengangkat cawannya dan lalu mendahului minum
ia tertawa ramah.
Kho Kong sudah lapar, ia menenggak araknya, setelah itu, ia
makan tanpa segan segan lagi.
Tidak demikian dengan sikate kurus, dia tak menyentuh
sumpitnya, bahkan dia duduk diam sikapnya sangat tawar.
Setelah tiga edaran, tuan rumah berkata pada Kho Kong:
"Saudara Tam ini ahli silat Heng Ie Bun. iapun sahabatku dari
beberapa puluh tahun, erat sekali persahabatan kami. Dalam
hidupku, sangat sedikit sahabatku yang sangat karib."
Kho Kong tahu diri. ia berbangkit, menjura kepada orang she
Tam itu. "Namaku Kho Kong " ia memperkenaikan diri.
Si kate kurus tidak puas tetapi dia membalas hormat.
"Aku Sam Seng," dia juga memperkenalkan dirinya.
Thian Hong menoleh kepada Sam Seng, lalu ia memandang Kho
Kong, sembari tertawa, ia berkata: "Rupanya pemilik Kiu Heng cie
Kiam sangat menghormatik kau, saudara Kho Benarkah ?"
Hati Kho Kong berCekat. ia berkata dalam hati: "Membaki aku,
kiranya dia mau memancing keteranganku. Sayang aku tidak tahu
hal Kiu Heng cie Kiam itu... Tuan, sia sia saja daya upayamu ini"
Walaupun dia memikir demikian, ia toh menjawab cepat: "Dengan
sesungguhnya aku yang rendah tidak tahu apa apa tentang Kiu
Heng cie Kiam..."
"Satu keluarga ada aturan kekeluargaannya sebuah toko ada
aturan tokoknya sendiri," berkata pula tuan rumah, "demikian juga
pelbagai partai, partai yang manapun mempunyai peraturannya
masing masing yang istimewa. Rupa rupanya Kiu Heng cie Kiam
keras luar biasa, bengis dan kejam, hingga orang orang
bawahannya tidak berani membelokan urusan partainya..."
Mendengar kata kata tuan rumah, sekitar Tam Sam Seng sadar
hingga dia menjadi jengah, malu sendirinya. Rupanya Thian Hong
membaiki orang tawanannya ini untuk menjalankan siasatnya itu.
Kemudian Sam Seng memandang Kho Kong. ia melihat orang
sudah hampir mabuk. Tidak ayal lagi, ia mengangkat cawannya
seraya berkata: "Tuan Kho, aku yang rendah juga mau
menghormati kau. Mari minum " Kho Kong menenggak araknya.
"Sungguh arak yang sedap " ia memuji.
Tuan rumah senantiasa memperhatikan tetamunya, melihat
orang sudah mulai mabuk, ia tahu tak dapat sitetamu minum lebih
banyak lagi, pasti dia pusing dan roboh. Maka ia menarik poci arak.
Sambil tertawa ia berkata: "Menurut apa yang loohu dengar, ketua
dari Kiu Heng cie Kiam adalah seorang wanita muda yang cantik
sekali." Biasanya pertanyaan ini tak pernah gagal dihadapkan kepada
orang yang mulai mabuk arak.
Kho Kong menjawab tuan rumah. Akan tetapi, karena ia memang
tidak ketahui tentang Kiu Heng cie Kiam, jawaban atau
keterangannya itu tidak jelas, tidak memuaskan-Sepasang alis Sam
Seng menjadi berkerut rapat satu dengan lain-
"Saudara Kho, sungguh aneh, nona yang memakai sebutan Kiu
Heng cie Kiam" ia berkata "Itulah suatu nama yang bagus."
Arak Thian Hong arak simpanan istimewa, sifatnya keras. Dilain
pihak. Kho Khong bukan jago minum, maka dia lekas kena
dipengaruhi air kata-kata itu. Sam Seng berkata dengan maksud
memancing, nyatanya dia gagal.
Bukannya Kho Kong menjawab, ia justru roboh dengan tiba-tiba
karena ia sudah tidak dapat bertahan lagi
Jago Heng IeBun bangkit, dengan sebelah tangannya dia
menyambar dan mengangkat tubuh orang.
"Tuan Kho.. Tuan Kho" dia memanggil manggil, "Tuan Kho, mari
minum lagi "
Kho Kong tidak menjawab, hanya dari mulutnya lalu keluar arak
dan barang makanan yang baru saja ia makan dan minum itu. Arak
mulai membuat dia mual dan muntah.
Hampir Sam Seng kena tersembur, syukur dia keburu mengelak
tubuh sambil cekalannya dilepaskan- Hingga menimbulkan suara
berisik, tubuh sianak muda jatuh kelantai dimana ia terus rebah,
bahkan dilain saat, napasnya lantas menggeros hebat Dia tidur
nyenyak "Tak kuasa dia tak kuat minum," kata Thian Hong
menggelengkan kepalanya.
"Jikalau menurut aku, aku telah mengompasnya" berkata Tam
Sam Seng yang masih penasaran- " Dengan dipaksa mungkin ia
sudah memberikan keterangannya sejak tadi "
"Tak usah," kata si chungcu sabar. "Jikalau ia benar orangnya Kiu
Heng cie Kiam, ketentuannya bakal datang mencarinya."
"Sekarang aku memikir satu jalan, bagaimana pikiran saudara,"
kata Sam Seng. "Apakah pikiranmu itu, saudara Tam?" tuan rumah bertanya.
"Sekarang kita merdekakan dia, lalu diam diam saudara
memerintahkan dua belas orang menguntitnya. Mereka itu harus
pada menyamar dengan begini aku percaya kita akan dapat
menemui tempat singgah atau sarangnya."
Pikiran itu baik, Thian Hong suka menerima baik. Bahkan ia
mengangkatjempolnya memuji kawannya itu.
"Kita harus mengirim orang-orang yang pandai bekerja, supaya
kita tidak sampai membangkitkan kecurigaan orang she Kho ini,"
Sam Seng berpesan.
Thian Hong mengangguk dan tersenyum. ia menggapai
kebelakang, memanggil dua orang budak perempuan, yang ia suruh
memimpin Kho Kong untuk tidur.
Nyenyak tidurnya siorang she Kho, baru ia tersadar sesudah
besok lohor. Ketika ia membuka kedua matanya, ia heran. Dua
orang budak perempuan menantikannya disamping pembaringan-
"Kamu siapa nona-nona?" tanyanya terkejut. "Aku berada dimana
?" Kedua budak itu tersenyum.
"Kami diperintahkan menunggui tuan," sahut diantaranya.
Mata Kho Kong terbuka lebar.
"Mana dia oey Tjhungtju ?" tanyanya pula.
"Tjhungtju mempunyai urusan, ia telah melakukan perjalanan
jauh," sahut budak yang di kanan yang romannya elok. "Baru
setengah bulan kemudian, chingcu bilang akan pulang. Ketika


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cingcu mau pergi, ia memesan kami untuk melayani tuan baik baik."
"chingcu kami paling senang menyambut tetamu," kata budak
yang lain- "Sahabat sahabat dari selatan atau utara Sungai Besar,
dekat atau jauh, asal mereka mengunjungi chungcu kami, pasti
mereka disambut dan dilayani sebagai tetamu agung. Bukanlah
tanpa alasan kenapa cit Tok Tee It Kee mendapat pujian kaum Kang
ouw " Selainnya cantik manis, kata budak ini pandai bicara. Yang dikiri
menambahkan kawannya "chungcu mengatakan pula kepada kami
untuk menyampaikan kepada tuan, andaikata tuan sudi berdiam
disini, untuk menantikan kembalinya chungcu, itulah baik sekali.
"Andaikata aku mau pergi?" tanya Kho Kong. " chungcu pesan,"
kata budak yang dikanan, " apa bila tuan memaksa mau pergi juga,
kami dilarang mencegah."
Kho Kong berpikir : "Satu malam aku tidak pulang, Bengtju dan
kakak oey pasti menanti aku, maka itu, tak dapat aku berdiam lama
lama disini..." Memikir demikian, ia berkata kepada kedua budak itu.
"silahkan mundur, aku hendak bangun."
Kedua budak itu tertawa. "Mari aku membantu tuan berdandan "
"Tak usah Pria dan wanita tak dapat bersentuh tangan " Kedua
budak itu tidak memaksa, sambil tertawa mereka berlalu. Kho Kong
berbangkit dengan lekas, dengan cepat ia merapikan pakaiannya.
" Kenapa oey Tjhungtju perlakukan aku begini baik?" ia berpikir.
"Ah, mesti ada sebabnya. Baik aku lekas lekas berlalu dari sini "
Tanpa menanti munculnya si budak, ia bertindak cepat keluar
kamar, ia menyaksikan rumah itu banyak kamarnya, banyak
ruangnya, semuanya indah dan teratur baik. Ia sampai diluar tanpa
rintangan- Dipekarangan luar, ia menampak sebuah telaga yang
airnya bergelombang perlahan dengan pohon pohon yang liu
ditepiannnya. Ketika ia menoleh, ia melihat sebuah jalan besar serta
selembar papan merk dengan warna kuning emas: "TjitTok Tee It
Kee". Ia mengawasi gedung itu, dan disekitarnya untuk mengingat
ingat letaknya, habis itu buru buru ia berjalan pulang, ke kota
Gakciu. Siauw Pek dan oey Eng tengah gelisah dan ketika mereka melihat
saudaranya itu kembali dengan tidak kurang suatu apa, keduanya
girang sekali. Bahkan oey Eng memapak dan mencekam keras
tangan orang. "Kemana kau telah pergi, saudaraku?" tanyanya "Kau tak apa
apa toh ?"
"Maaf, saudara, aku membuat kamu berkuatir satu malaman,"
sahut Kho Kong. "Aku bagaikan menempuh gelombang dan badai,
tapi syukur aku tidak kurang suatu apa..."
"Memang kami berkuatir," kata oey Eng, "dan kami telah mencari
kau kemana- mana."
"Apa yang aku alami, saudara, orang lain tentu tak akan
percaya..."
"Bagaimana pengalamanmu itu?"
"Mirip khayalan Sampai aku tak tahu lawan atau kawan..."
"coba kau ceritakan saudaraku," Siauw Pek minta.
Kho Kong menurut, ia lalu menceritakan pengalamannya itu.
Siauw Pek mendengarkan dengan penuh perhatian, sehabisnya
saudara itu bercerita, dia berlompat bangun-
"Kau tertipu, saudaraku" serunya. "Kau terkena tipu daya Yok
Kim Koh Tjlong Kalau begitu, sekarang juga kita harus berangkat "
Tipu "Yok Kim Koh Tjlong" ialah tipu "Mau menawan musuh
tetapi sengaja melepaskan dahulu." Itulah tipu memancing guna
mengetahui sarang orang. Kho Kong aseran, tetapi cerdas. Ia
kemudian insaf.
"Memang aku heran," katanya. " Kiranya dengan tipunya ini dia
menghendaki aku membantu dia memimpin jalan-.."
"Akupun menerka," kata Siauw Pek pula, "kota Gakyang ini masih
akan dipermainkan sang badai..."
"Rupanya disini berkumpul banyak jago Rimba Persilatan," kata
oey Eng. Siauw Pek menghela nafas.
"Kita bertiga, semuanya kurang pengalaman, juga kita tak kenal
kelicikan," katanya. "Mungkin, diluar tahuku, aku telah membuka
rahasia sendiri dan boleh jadi kitalah yang menyebabkan gelombang
dahsyat itu..."
"Belum tentu, bengtju. Mungkin itulah Kiu Heng Tjie Kiam," kata
oey Eng menduga duga.
"Kita tidak berpartai, jumlah kitapun sedikit," kata Siauw Pek
pula. "kita mudah menimbulkan salah paham. Laginya, tak peduli
sebab musababnya, aku kuatir kita akan dimusuhi kedua belah
pihak yang lagi bersengketa itu..."
"Toako benar. AKu lihat, masih ada waktu buat kita
menghindarinya."
"sulit. Rasanya sukar..."
"Memang" Kho Kong turut bicara. "Tapi kita jangan takut Kata
pepatah, air datang kita tutup, tentara datang kita tangkis. JIkalau
kita main menghindarkan diri, bagaimana mungkin kita mengangkat
kepala dan muncul?"
Belum berhenti suara anak muda ini, sekonyong konyong pintu
kamar mereka ada yang tolak terpentang dari sebelah luar, lalu
seseorang berkelebat masuk dan terus menghampiri meja.
Kho Kong melihat seorang tua berbaju hijau dan berjanggut
panjang. "chungcu dari cit Tok Tee It Kee" serunya terperanjat
bahkan heranoey
Thian Hong tertawa dan berkata: "Tak salah Memang akulah
oey Thian Hong saudara Kho, kau telah sadar dari mabuk arakmu ?"
Siauw Pek segera menoleh ke pintu kamar, disitu, diambang
pintu, ia melihat munculnya seorang setengah tua kate dan kurus.
"Kami berterima kasih yang saudara Kho telah memimpin kami
datang kemari" kata sikate kurus itu, ialah Tam Sam Seng jago dari
Heng IeBun. Tiba-tiba Kho Kong berjingkrak bangun, mukanya
merah padam. "Kamu telah meloloh aku dengan arak" bentaknya. Dia marah
sekali. "Sabar " kata Siauw Pek sambil mengulapkan tangan, kemudian
dia menatap kedua tetamu tidak diundang itu, lalu bertanya: "Tuantuan
telah bersusah payah untuk mencari tempat kediaman kami,
sebenarnya tuan-tuan hendak memberikan pengajaran apakah
kepada kami?" Dengan tiba-tiba oey Thian Hong memperlihatkan
wajah dingin. " Lebih dahulu loohu hendak memberitahukan kepadamu"
katanya keren: "Disekeliling penginapan kecil ini, semua telah
dikurung. Maka, apa bila tuan tuan memikir untuk menyingkirkan
diri itu artinya kamu mencari susah sendiri "
oey Eng tidak senang, tetapi ia dapat bersabar. "Kami tidak
mencuri, tidak merampas buat apa kami menyingkirkan diri ?"
katanya. "Loohu cuma hendak memperingatkan kamu, tuan-tuan" kata
Thian Hong. "Paling baik kalau tuan-tuan tidak memikir buat pergi
dari sini."
" chungcu dari tingkat apa, buah apakah chungcu melayani
mereka banyak bicara?" kata Tam Sam Seng, yang agaknya aseran
"Paling baik kita bicara jelas"
oey Thian Hong mengangguk.
"baik" sahutnya secara terus menatap tajam Siauw Pek bertiga,
kemudian ia bertanya:
"Di antara tuan-tuan bertiga, siapakah yang menjadi kepala ?"
Kho Kong menunjuk ketuanya.
"Inilah Liongtauw toako kami" sahutnya. "Jikalau toako menyuruh
kami manda diringkus, kami tak akan melawan. Tapi, jikalau toako
menyuruh kami menguntungi batok kepala kalian, sekalipun kamu
berdua kabur keistana raja naga, pasti kamu tak akan lolos."
Sengaja Kho Kong menyebut Siauw Pek, ketuanya sebagai "Liong
Tauw toako". ialah " kakak tua si kepala Naga." untuk mengangkat
tinggi kakak itu sebagai ketua partai.
"Hmm" Thian Hong bersuara dingin. Tapi terhadap Siauw Pek,
dia memberi hormat. Dia tanya: "Dapatkah aku mengetahui she dan
nama besar tuan ?"
"Tjoh Siauw Pek" sahut pemuda singkat. "Tuan ada pengajaran
apakah." "Saudara Tjoh, apakah kau kenal loohu ?"
"Maaf, aku tak kenal dengan saudara oey." oey Thian Hong
tertawa nyaring.
"Untuk dikedua propinsi ouw La m dan ouw Pak katanya, untuk
diwilayah tengah sungai Thian Kang, sangat sedikit orang yang tidak
kenal loohu Rupanya saudara Tjoh baru saja keluar dari perguruan-
Benarkah ?"
"Benar," Siauw Pek akui. Belum lama kami memasuki dunia kang
ouw." Kembali Thian Hong tertawa
"Memang waktu-waktu belakangan ini, katanya, didalam dunia
kang ouw, didarat dan di laut, telah bermunculan orang-orang baru
Hanya tuan-tuan, jikalau kau berminta mengangkat nama didalam
dunia Rimba Persilatan, kamu harus memikirkan sesuatu yang luar
biasa, baru kamu berhasil, benar tidak ?"
"Itulah urusan kami bersaudara, tak usah saudara oey bersusah
payah " Wajah Thian Hong berubah pula, terang dia tak puas.
"Jikalau begitu, terang loohu tidak salah lihat" katanya dingin.
Lalu mendadak dia meluncurkan tangan kanannya sambil berseru:
"Mari" Siauw Pek heran. "Mari apa ?" tanyanya.
"Pedang Kiu Heng cie Kiam" sahut Ngo ouw Sin Liong. "Loohu
ingin melihat pedang itu Loohu ingin ketahui apakah benar pedang
itu dapat ditancapkan didadaku seperti didadanya lain-lain orang "
Ngo ouw Sin Liong berarti "Naga Sakti dari Lima Telaga". Itulah
gelar oey Thian Hong selaku chungcu, atau tuan rumah, dari Tjit
Tok Tee It Kee. "Rumah pertama dari Tujuh Bengawan".
Mendengar begitu, Siauw Pek tertawa. "Tuan, kau salah mencari
alamat " Jago tua itu tertawa dingin.
"Kecuali kau dapat memberi keterangan jelas tentang dirimu"
katanya. "Dan terbukti bahwa kau tidak bersangkut dengan Kiu
Heng cie Kiam. Kalau tidak. maaf, loohu minta kau turut aku
kerumahku buat beberapa hari, sampai nanti loohu berhasil
memperoleh keterangan yang jelas "
"Maksudmu?"
"Kamu harus berdiam beberapa hari di rumahku, untuk menanti
hasilnya penyelidikanku mengenai Kiu Heng cie Kiam Asal benar
kamu bertiga tidak ada hubungannya, sembarang waktu kamu
dapat pergi dengan bebas."
"Bagaimana andaikata didalam waktu satu bulan loocianpwee
belum juga berhasil dengan penyelidikanmu itu ?"
"Terpaksa kamu mesti menanti satu bulan lagi " nyela Tam Sam
Seng. "Itu artinya, sebulan loocianpwee gagal, sebulan aku mesti
mengeram dirumahmu " kata Siauw Pek. "Andaikata seratus tahun
loocianpwee masih belum berhasil juga, bukankah kami akan mati di
rumah loocianpwee itu ?"
"Kalau kamu ada hubungannya, kamu tak bakal dapat pergi lagi "
kembali Sam Sing menyela.
Alis Siauw Pek berdiri, matanya menatap jago Heng IeBun itu.
"Apakah artinya kata katamu ini, tuan ?"
"Hm Hm " si kate kurus itu mengejek "Artinya sangat sederhana
Andaikata kamu bersangkut paut, masih ada satu kesempatanmu "
"Apakah itu ?"
"Ikut padaku"
"Bagus betul Bukankah kamu maksudkan kamu manda menyerah
diri ?" "Ya Dan andaikata kamu tak sudi, masih ada satu jalan lain :
ialah melawan "
Anak muda kita sabar tetapi dia toh mendongko. orang itu telah
menghina dan mengejeknya terus menerus. Maka ia berkata dingin:
"Tak perduli kami bertiga bersangkut paut atau tidak dengan Kiu
Heng cie Kiam, oleh karena kesombonganmu ini, tidak dapat kamu
bersabar lagi "
Sam Seng mengangkat tindakannya, maka masuklah ia kedalam
kamar. Dia menoleh kepada oey Thian Hong dan berkata dengan
nyaring: "Saudara tak usah mengadu lidah lagi dengan mereka ini.
Baiklah kita lebih dahulu meringkus mereka"
Di mulutjago Heng Ie ini berkata demikian tangannya
membarengi menyambar ke tangan Siauw Pek tidak mundur atau
menangkis, sebaliknya, dia menyapu dengan sisi telapakan
tangannya "Bagus" seru Sam Seng, yang dengan sebat menarik kembali
tangannya itu, tetapi sebagai gantinya, tangan kirinya menyusul
kedadanya kedua tangannya bergerak dengan berbareng, yang satu
ditarik yang lain dikeluarkan-
Siauw Pek menyambut dengan tangan kirinya dari bawah keatas,
menyusul itu, tangannya meluncur keiga penyerangnya yang galak.
Sam Seng berseru kaget, dia melompat mundur.
oey Thian Hong mengawasi sejak tadik, timbullah rasa herannya.
ia meihat sianak muda liehay sekali. ia heran sebab belum pernah ia
mendengar ada pemuda seliehay pemuda ini. Karenanya,
kecurigaannya menjadi bertambah Tiba-tiba ia bertindak maju.
"Baiklah, loohu suka menerima pengajaran dari kau" katanya,
tangan kanannya dibarengi diluncurkan-
"Maaf aku melayani" menjawab Siauw Pek yang terus membacok
dengan tangan kirinya.
"Bagus" Thian Hong memuji sambil tertawa dingin. "Inilah Tjiam
me tjiu yang liehay sekali" ia lekas menarik kembali tangan
kanannya itu, sebaliknya menerbangkan kaki kanannya kearah lutut
lawan-"Tjiam me tju" ialah tipu silat "Memutus nadi".
Gerakan sijago tua sangat cepat, Siauw Pek kaget dan mundur
dengan gugup, ia kurang pengalaman, ia menjagai tangan lawan,
tak tahunya kaki lawan juga turut bergerak. ia pula tidak tahu,
tendangan lawan itu ialah "Kun lie kaki" "Kaki didalam sarung," yang
menjadi keistimewaannya sang lawan- Entah sudah berapa banyak
orang yang dirobohkan dengan tendangan itu.
Hati Thian Hong tercekat mendapatkan tendangannya itu gagal.
Maka ia berkata didalam hatinya. "Pemuda ini sangat liehay, entah
bagaimana kesudahannya pertempuran ini..."
Siauw Pek pun berkata didalam hatinya: "Ah tak kusangka
tendangannya begini liehay syukur aku bisa membebaskan diri..."
Karena ini, ia jadi berhati hati.
Sam Seng tidak mau mengeroyok. tetapi diam diam tangannya
sudah menyiapkan sepasakim lun, roda emas, yang menjadi senjata
pegangannya. "Bagus" Kho Kong mengejek, "Kau hendak menggunakan
senjata, ya ?" ia kemudian menurunkan pedang dari atas temok.
untuk diangsurkan kepada bengcunya.
Selama berguru kepada Siang Go dan Kie Tong, sedikit sekali
Siauw Pek memepelajari ilmu silat tangan kosong, hanya ia tidak
insaf bahwa tipu-tipu dari ilmu golok dan pedangpun dengan
sendirinya dapat dipindahkan kesilat tangan kosong itu. ia
menyambut pedangnya sebab iapun melihat gerak gerik jago Heng
Ie itu. Sam Seng berkata perlahan kepada kawannya
"Saudara oey, keluarkanlah senjatamu. Bocah ini liehay, asal
usulnya tidak jelas, misalkan dia bukan kepala Kiu Heng cie Kiam,


Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia tentu bersangkut paut Kalau kita tidak bisa menangkap hidup
hidup, terpaksa kita mesti membinasakannya. Pendeknya, dia tidak
boleh dibiarkan lolos"
Thian Hong mengerutkan alis, dia memandang pedang Siauw Pek
kemudian dia berkata kepada pemuda itu: "sudah sepuluh tahun
loohu tidak pernah menggunakan senjata, baiklah dengan sepasang
tanganku ini aku menyambut beberapa jurusmu "
"Tapi tuan itu telah mendahului mengeluarkan senjata," berkata
Siauw Pek, "karena itu aku terpaksa menggunakan pedang untuk
menemani dia main main"
"Baik, aku yang akan melayani terlebih dahulu" Sam Seng
menyambut, mendongkol. Kemudian dia maju dengan sepasang
senjatanya yang istimewa itu. Roda kirinya diputar, roda kanannya
diluncurkan Siauw Pek mengangkat pedangnya, untuk menangkis, menyusul
mana, ia memablas menyerang beruntun dua kali. ia memperoleh
kesempatan selagi lawannya itu menarik kembali rodanya.
Baharu dua jurus, Sam Seng telah menjadi bingung dibuatnya.
Serangan pedangnya yang pertama dapat dihindarinya, tetapi yang
kedua membuatnya terkurung sinar pedang lawan-
Siauw Pek segera menggunakan jurus jurus ong To Kiu Kiam dari
Kie Tong hingga sinar pedangnya merupakan seperti gelombang
sungai Tiang Sang yang menderu deru.
oey Eng dan Kho Kong lalu melompat ke pinggir kamar yang
tidak luas itu. Thian Hong pun turut mundur, supaya ia bebas dari
ujung pedang lawan-
Lagi beberapa jurus, jago Heng Ie Bun sudah menjadi
kewalahan- Biar dia gagah dan liehay, tak sanggup dia membalas
menyerang. Dia terlalu repot dalam pembelaan diri, hingga kedua
roda emasnya menjadi mati kutunya.
Menyaksikan itu, dari hatinya tenang, Thian Hong menjadi
gentar. Ia heran dan kagum dengan berbareng. Tapi ada pula
anehnya. Ia melihat tegas dua kali anak muda itu memperoleh
lowongan untuk menikam lawannya, tetapi lowongan itu tidak
digunakan Sam Seng bagaikan dibebaskan-..
Selewatnya sepuluh jurus, roda emas Sam Seng tak berdaya
sama sekali, dan ujung pedang Siauw Pek dengan mudah dapat
mengancam dadanya
" celaka " Thian Hong mengeluh didalam hati, tak mungkin Sam
Seng bisa meloloskan diri lagi. Tapi, tahu tahu ujung pedang telah
menggeser dari sasarannya
Bukan hanya Thian Hong yang liehay, Oey Eng dan Kho Kong
juga melihat sepak terjang luar biasa dari ketua mereka itu.
Sam seng menjadi jago Rimba Persilatan, diapun menyaksikan
gerak gerik si anak muda, sendirinya dia menjadi jengah, maka
kemudian ia berseru. "Tahan" sambil lompat mundur dan roda
emasnya terus disimpan-..
Siauw Pek melengak sebentar, lalu ia bertanya: "Mangapa kau
berhenti?"
"Saudara Tjoh," kata samSeng, "liehay ilmu pedangmu, aku yang
rendah bukan lawanmu, karena kau menaruh belas kasihan
terhadapku dengan ini aku habiskan urusan yang kamu telah
membinasakan beberapa orang kami. Sampai ketemu pula"
Berkata begitu, jago Heng Ie ini berlompat keluar kamar, dan
dari pekarangan dalam berlompat lebih jauh naik keatas genteng
dimana dia terus menghilang
oey Thian Hong berdiri tercengang, kesatu karena ia ditinggal
pergi kawannya itu, kedua sebab ia merasa percuma ia melawan si
anak muda, tak mungkin dia bisa menang. Ia kagum, dan
ditaklukkan oleh ilmu pedang lawan-
Siauw Pek menyimpan pedangnya, lalu ia berkata kepada
tetamunya yang tak diundang itu. "Kami bertiga saudara baharu
mulai masuk kedalam dunia Kang ouw, kamu belum tahu apa apa,
akan tetapi mengenai peristiwa Kiu Heng cie Kiam itu, dengan
sesungguhnya kami tidak tahu apa juga dan tidak ada sangkut
pautnya." Thian Hong berpikir keras. Ia melihat orang beroman jujur dan
sikapnya juga welas asih. Tak mungkin dia ini pihak Kiu Heng cie
Kiam. Sedangkan sudah ternyata, Kiu Heng cie Kiam sangat
telengas, selalu merampas jiwa orang. Tak mungkin pemuda ini
kejam, bila mengingat tiga kali ia melepas budi terhadap Tam Sam
Seng. Ia menjadi kuatir nanti timbul salah paham.
"Peristiwa Kiu Heng cie Kiam menyulitkan kami" katanya
kemudian, "Baru saja beberapa bulan, munculnya pihak itu sudah
menggemparkan dunia Kang ouw, kalangan Putih dan Hitam.
Hingga sekarang ini telah berkumpul di sini sejumlah jago jago
Rimba Persilatan- Aku percaya biarpun ia gagah cerdik, tak bisa
lolos dari tangan orang banyak. tak lewat dari tiga bulan, pasti dia
tertangkap. hidup atau mati..."
"orang itu memang telengas sekali," berkata Siauw Pek, "kalau
itu bukan disebabkan sifat asal, tentu dikarenakan sesuatu yang
keterlaluan, maka itu loocianpwee, kalau tetap loocianpwee hendak
memberitahu hal itu, semoga kau teliti, selidikilah kejadiannya yang
sebenarnya tapi jangan membuat orang menyesal dan penasaran-"
Thian Hong mengangguk.
"Dimana-mana gunung hijau tidak berubah, nah, sampai ketemu
pula " katanya, kemudian- terus dia memutar tubuh, buat bertindak
pergi. "Tunggu " bentak Kho Kong sambil ia maju merintangi.
"Ada apa, saudara Kho ?" tanya chungcu itu.
"Tanpa sebab kamu telah menangkap aku," berkata si anak
muda, "lalu kamu menguntit aku, sekarang disini kamu mengacau,
apakah dapat kamu berlalu dengan begitu saja ?"
"Habis, bagaimana pikiranmu, saudara Kho?" tanya Thian Hong
tenang. "Kau mesti tinggalkan sesuatu, baru dapat kau pergi "
"Kalau begitu, baiklah, mari loohu belajar kenal denganmu,
saudara Kho "
"Baik " sahut si anak muda, bahkan ia menyerang lebih dahulu.
Thian Hong menangkis dengan tangan kiri, lalu dengan tangan
kanannya, dia membalas menyerang, bahkan terus dua kali
beruntun. "Tahan " berseru Siauw Pek, yang lantas maju menghadang
dengan pedangnya, untuk memisahkan kedua orang itu. "Tak usah
kamu bertempur lebih jauh Dapat aku terangkan, kamu tidak
bersangkut paut dengan Kiu Heng Tjie Kiam " Thian Hong
mengangguk. "Baiklah " katanya^ "Aku percaya perkataanmu ini " Ia terus
bertindak keluar. Kho Kong mengawasi orang berlalu, hatinya masih
panas. Oey Eng menanti sampaijago tua itu menghilang, ia menghela
napas dan berkata dengan perlahan: "Toako, kau sungguh baik hati.
Beberapa kali kau dapat menurunkan tangan atas diri lawanmu itu
tetapi saban saban kau mengasihani..."
"Dua orang itu sangat menyebalkan " kata Kho Kong. "Tanpa
sebab alasan, mereka menawan aku Seharusnya mereka diberi
ajaran Lebih-lebih orang she Tam itu Sekarang mereka dibebaskan,
sungguh enak bagi mereka " Siauw Pek heran.
"Apakah aku telah memberi keampunan ?" oey Eng tersenyum.
"Jangan merendah, toako," katanya. "Kamu melihatnya dengan
nyata sekali."
"Tetapi aku berkelahi dengan menuruti jalannya ilmu pedang,"
kata si anak muda, "sekali aku tidak menaruh belas kasihan-"
"Toako, aku melihat tegas satu jurus," berkata Kho Kong. "Tam
Sam Seng pun menginsafi itu. Kalau tidak. mana mungkin dia sudi
mengaku kalah dan menyerah ?"
"Toako, sifatmu ini membuat kami sangat kagum," kata oey Eng,
"Hingga di waktu bertempur, toako masih menyayangi jiwa orang..."
Siauw Pek tidak dapat memberi penjelasan, ia diam. Sampai disitu,
oey Eng ingat senjata mereka.
"Tadi oey Thian Hong mengatakan disini berkumpul banyak jago
Rimba Persilatan," katanya, "inilah suatu ancaman bagi kita. Siapa
dapat menghindarkan diri dari salah paham" Maka itu aku pikir kita
mesti lekas-lekas mendapatkan kembali senjata kita."
Siauw Pek mengerti, ia mengangguk.
"Benar. Nona itu tidak sudi mengembalikannya, terpaksa kita
mesti pergi mengambil sendiri."
"Kita masih letih, baik kita beristirahat dahulu," kata Kho Kong.
"Benar, saudara. Kau letih, kau perlu beristirahat." Berkata begitu
siauw Pek menyimpan pedangnya.
"Jangan pikirkan aku, toako," kata Kho Kong.
"Jikalau kita pergi Kwan ong Blo, mungkin kita aka bertempur
pula. Maka itu sekarang, silakan saudara-saudara memelihara
tenaga kamu." oey Eng dan Kho Kong menurut, mereka terus duduk
bersamadhi. siauw Pek turut beristirahat. Kira-kira jam empat, ia bangkit
untuk bersiap. ia meletakkan sejumlah perak hancur diatas meja.
Kemudian ia membangunkan kedua saudara angkatnya.
"orang menyangka kita bersangkut paut dengan Klu Heng Tjie
Kiam, inilah berbahaya," ketua itu memberi keterangan- "Tanpa
bukti, sukar kita memberi penjelasan kepada mereka itu. Tam Sam
Seng kalah dan menyerah, tetapi lagu suaranya menyatakan dia
belum puas, terang dia menyangka kitalah kepala Kiu Heng Tjie
Kiam..." "Toako benar," kata oey Eng, masgul. "Memang sulit untuk
memberi penjelasan-"
"Mungkin kita akan berhadapan dengan semua orang Rimba
Persilatan," berkata pula Siauw Pek. "Dalam hal ini, aku kuatir
mereka mengetahui asal usulku, karena itu kita harus berhati hati.
Aku tidak ingin menentang mereka itu, terutama sebelum jelas
duduk peristiwanya. celaka perbuatan Kiu Heng Tjie Kiam itu kita
terlibat karenanya, sedangkan urusan kita sendiri masih gelap..."
"Tak usah menyesal, toako, jangan bersusah hati," oey Eng
menghibur, "Sudah jadi begini, kita mesti menerima apa adanya.
Satu hal aku ingin minta dari toako: Dimana sekarang banyak orang
sembrono, yang goblok, dan terhadap mereka itu baik toako juga
jangan terlalu bermurah hati..."
"Akan aku perhatikan ini, saudaraku. Karenanya, aku mengharap
bantuanmu."
"Jangan mengatakan itu, toako. Untuk toako, kami bersedia
menyerbu api "
"Aku pikir, buat selanjutnya, jangan kita tinggal di penginapan
lagi..." " Kenapa begitu toako ?"
"Di rumah penginapan banyak mata, berbahaya kalau kita diintai
mereka." "Kalau kita tidka tinggal dipenginapan habis kita harus mondok
dimana?" tanya Kho Kong.
"Kita berdiam ditempat terbuka," menjelaskan siauw Pek. "Hanya
dengan begini, aku jadi membuat susah kepada saudara-saudara..."
Tapi Kho Kong tertawa.
"Beristirahat di tempat terbuka, itu sangat menyenangkan bagiku
" katanya gembira. oey Eng pun menyatakan setuju.
Petualang Asmara 9 Pendekar Sejagat Seri Kesatria Baju Putih Karya Wen Rui Ai Pendekar Pemetik Harpa 22
^