Pencarian

Pedang Pembunuh Naga 1

Pedang Pembunuh Naga Penggali Makam Karya Tan Tjeng Hun Bagian 1


" Pedang Pembunuh Naga
Judul Lama : Penggali Makam
Karya : Tan Tjeng Hun
JILID 1 PERKAMPUNGAN Ie-hun Sancung.
Letaknya di sebelah Timur lereng gunung Bu-san, luasnya kira-kira sepuluh hektar lebih.
Itulah pusatnya golongan Sam-goan-pang, yang riwayatnya baru dua turunan.
Pangcu atau ketua yang sekarang adalahTan Kee Cun, putra tunggal ketua yang pertama Tan Peng, yang nama julukan Sam-goan-lojin.
Usia Sam-goan-lojin sudah hampir seratus tahun, kepandaian ilmu silatnya tinggi sekali, lagi pula ia gemar bergaul, tangannya terbuka bagi siapa saja, hingga banyak kawannya, hampir di seluruh pelosok ada sahabatnya. Dalam dunia rimba persilatan ia mendapat nama baik. Semua kawannya sangat menghormatinya, sehingga mereka menyebut padanya Sam-goan-lojin.
Pada sepuluh tahun kemudian, ia telah menyerahkan tugas dalam golongannya kepada putra tunggalnya Tan-Kee-Cun, dan ia sendiri melewatkan sisa hidupnya dengan tentram.
Sam-goan-Pang mempunyai anak buah hampir seribu orang, diantaranya banyak terdapat orang yang termasuk dalam golongan orang kuat dalam rimba persilatan. Kekuatan golongan Sam-goan-Pang hampir merendengi partay atau golongan persilatan lainnya!
Hari itu, perkampungan le-hun Sancung diliputi oleh suasana gembira. Seluruh perkampungan dihias dengan pajangan indah-indah.
Kiranya hari itu adalah hari nikahnya putri pangcu yang bernama Tan-Hian-Kun, dan bakal suaminya adalah Auw-yang-Khim putra sulungnya Auw-yang Hong, salah satu orang terkemuka di daerah Go-see. Kedua keluarga itu merupakan satu tingkatan.
Di gedung pusatnya Sam-goan-pang, sudah disediakan beberapa meja perjamuan. Dengan kedudukkannya Sam-goan-pang di kalangan rimba persilatan, dapat diduga bahwa para tetamu yang akan datang pasti akan memenuhi perkampungan itu.
Siapa nyana, kenyataannya di luar dugaan. Jam untuk bertemunya kedua mempelai sudah hampir tiba, tapi para tamu yang datang jumlahnya dapat dihitung, hingga medan perjamuan yang luas itu, nampak hampa.
Meski para tamu yang datang merasa heran, tapi karena terikat oleh peraturan dan adat istiadat, tiada satupun yang berani menanya.
Pangcu Tan Kee Cun hanya mempunyai satu anak perempuan itu saja, sudah tentu ia sangat menyayanginya. Pada hari pernikahannya itu ia sengaja mengadakan pesta besar-besaran. Surat undangan yang dikirim jumlahnya tak kurang dari dua ribu. Tidaklah heran ketika menyaksikan keadaan demikian, hatinya amat gelisah. Ia mondar-mandir di tengah ruangan, keringat dingin membasahi dahinya. Wajah yang biasanya selalu gembira, hari itu nampak murung.
Di antara tamu-tamu yang datang sudah ada yang merasa cemas dan tak tenang, dan ada juga yang mengunjukkan rasa keheranan.
Betapapun halnya, keadaan "ganjil" itu memang merupakan suatu kejadian "aneh".
Sudah terima surat undangan tapi tidak datang untuk memberi "selamat", ini merupakan suatu penghinaan bagi Sam-goan-pang, juga suatu perbuatan yang tak sopan terhadap Sam-goan Lojin.
Akhirnya, di antara tetamu itu, ada juga yang tak sabar. Seorang pertengahan umur yang berpakaian mewah, mendekati Tan pangcu dan menanya sambil kerutkan keningnya:
"Pangcu, mungkin sudah tak ada tamu yang datang lagi, apakah........"
Sam-goan pangcu segera memotong:
"Kejadian ini sungguh aneh, sekalipun partay-partay yang letaknya paling dekat seperti Bu-tong, Bu-san dan lainnya, juga belum tertampak orang-orangnya yang datang."
"Apa dalam peradatan"."
"Aku merasa bahwa dalam soal peradatan sudah cukup sempurna, selain daripada itu, juga tidak terdapat suatu kesalahan yang menyinggung perasaan sahabat-sahabat rimba persilatan."
"Joli pengantin juga seharusnya sudah datang."
Disebutnya joli pengantin yang harus menyambut kemantin perempuan itu, membuat Tan pangcu semakin cemas. Ia lantas tepuk-tepuk tangan memanggil pengurusnya:
"Congkoan!"
Dari dalam terdengar suara orang menyahut, segera muncul seorang tua berpakaian hitam yang jalan terbirit-birit menghampiri pangcunya seraya berkata sambil memberi hormat:
"Hamba Li Bun Hoa menghadap pangcu!"
Li Congkoan segera berlalu untuk menjalankan tugasnya.
Tan Kee Cun lalu berkata sambil memberi hormat kepada para tamunya:
"Tuan-tuan sekalian, sudah lama tuan-tuan menunggu, di sini aku si orang Tan lebih dulu minta maaf!"
"Sama-sama," demikian terdengar suara riuh para tetamu. Tapi sejak saat itu, di sana-sini terdengar suara bisik-bisik, hingga suasana menjadi ramai.
Seorang pelayan perempuan berpakaian warna hijau, keluar dari dalam mendekati Tan Kee Cun dan berkata padanya dengan suara pelahan.
"Pangcu, hunjin suruh hamba menanyakan?" Tidak menantikan sang pelayan menjelaskan soalnya, Tan Kee Cun sudah ulap-ulapkan tangannya dan berkata:
"Beritahukan kepada nyonya, katakan saja bahwa joli pengantin belum sampai, pangcu sudah utus orang untuk mencari keterangan.''
"Baik!"
Demikianlah pelayan wanita itu lantas berlalu. Tepat pada saat itu, dari luar terdengar suara: "Manusia gelandangan Ciok Siao Ceng tiba!" Wajah Tan Kee Cun nampak gembira, dengan tindakan lebar ia keluar untuk menyambut. Semua tetamu juga berdiri untuk menyambut kedatangan tetamu itu.
Tetamu yang disebut Manusia Gelandangan itu sudah lanjut usianya, sedikitnya juga sudah delapan puluh tahun ke atas, dengan Sam-goan Loo-jin merupakan sahabat akrab, kedudukannya di dunia rimba persilatan sangat tinggi, kepandaian ilmu silatnya sudah mencapai taraf tertinggi, sukar diduga sampai berapa tingginya. Sifatnya suka mengurus segala urusan orang lain, semua orang tahu bahwa orang tua itu mempunyai kegemaran semacam itu.
Terhadap segala kejadian dan urusan dalam rimba persilatan, banyak sekali pengetahuannya, cuma ia ada mempunyai adat sangat aneh dan luar biasa, ia tidak ijinkan orang anggap ia 'tua' ia pantang sekali orang padanya, orang tua, tidak peduli siapa saja, baik yang mempunyai kedudukan tinggi ataupun yang rendah paling paling cuma ijinkan orang panggil padanya saudara paling tua
ataupun Ciok-heng, bahkan lebih suka bila disebut nama saja atau gelarnya yang kurang sedap itu. Maka petugas yang menyambut kedatangan tetamu tadi cuma disebut julukannya, tidak ditambah dengan sebutan saudara atau tuan. Dengan sikap yang sangat menghormat tuan rumah membimbing seorang tua berambut dan berjenggot putih perak masuk ke dalam ruangan.
Orang tua itu wajahnya merah bagaikan anak bayi, badannya masih kekar kekar kekas pundak kiri menggendong sebuah buli-buli arak yang besar sekali, pundak kanannya menggendong sebuah kantong besar, di matanya orang-orang rimba persilatan, kantong itu dipandangnya bagaikan kantong wasiat siapa pun tidak tahu isinya.
Dipandang dari dandanan dan bawaannya, mirip dengan seorang yang tidak beres pikirannya, apalagi tingkah lakunya dan tindak-tanduknya yang lucu dan jenaka, benar-benar seperti orang berotak miring.
Semua tetamu pada memberi hormat sambil berseru: "Selamat dalang!"
Dengan matanya seperti orang sedang mabuk arak, Manusia gelandangan itu menyapu keadaan dalam ruangan itu, kemudian berkata sambil kibaskan lengan bajunya yang lebar:
"Sahabat-sahabat tidak usah banyak peraturan, aku Ciok Siao Ceng tidak sanggup menerima."
Sehabis mengucap demikian, dengan melalui meja-meja tetamu, terus masuk ke ruangan besar, dengan tanpa malu-malu duduk di atas kursi pertama.
Ketika pelayan menyuguhkan teh wangi, ditolaknya sambil berkata:
"Tidak usah, aku sendiri ada membawa barang untuk menyegarkan tenggorokanku."
Lalu membuka buli-buli arahnya, dan ditenggak ke dalam mulutnya. Kemudian dengan menggunakan lengan bajunya, ia memesut bekas arak yang membasahi bibirnya. Setelah merasa
puas tenggak araknya, ia angguk-anggukkan kepala kepada Sam-goan Pangcu seraya berkata:
"Lotee, apa hanya beberapa orang tetamu ini saja yang datang?"
Orang tua itu dengan Sam-goan-Lojin merupakan orang yang sebaya usianya, tapi panggil anaknya Sam-goan Lojin 'lotee' atau adik, bagi yang tahu adatnya orang tua itu, sudah tidak anggap hal yang aneh lagi.
Sam-goan Pangcu terpaksa menjawab sambil ketawa getir:
"Siaotit juga merasa heran dengan kejadian ini!"
"Hm! Yang mau datang, siang-siang sudah datang yang tidak mau datang, tidak akan datang lagi!"
"Numpang tanya apa sebabnya?"
"Apa sedikitpun kau tidak dengar?"
Apakah sebetulnya yang telah terjadi?"
"Sepanjang perjalanan kemari, pernah dengar orang kata bahwa berbagai partai dan golongan persilatan, dalam waktu satu malam saja, telah kedatangan seorang jahat yang sangat aneh, sehingga menimbulkan banyak kematian atau luka di antara anak murid partai-partai itu mungkin mereka sedang repot mengurusi partainya sehingga tidak mempunyai kegembiraan untuk datang minum arak kemantin."
Keterangan orang tua itu benar-benar mengejutkan semua tetamu.
"Ada kejadian demikian mengapa siaotit tidak dengar" Entah siapa adanya orang yang sangat aneh itu?" tanya Sam-goan Pangcu kaget.
"Utusan Persekutuan Bulan Emas!"
"Persekutuan Bulan Emas?" demikian terdengar suara pertanyaan riuh dari para tetamu.
Persekutuan yang sangat aneh itu baru beberapa bulan saja sudah muncul di dalam rimba persilatan tapi hanya terdengar desas-desus saja, siapa orang yang tahu siapa pemimpinnya persekutuan tersebut" Juga tiada orangpun tahu bagaimana bentuknya persekutuan tersebut. Lebih-lebih lagi tidak tahu di mana letaknya pusat atau markas besarnya persekutuan itu.
Dengan wajah pucat dan suara gemetar Sam-goan Pangcu berkata:
"Bagaimana bentuknya Persekutuan Bulan Emas itu?"
"Siapa tahu!"
"Siapakah pemimpinnya?"
"Entahlah!"
"Mengapa turun tangan terhadap orang-orang berbagai partai persilatan?"
"Bukan turun tangan, melainkan kirim surat. Dalam surat itu minta agar semua partai persilatan itu angkat Persekutuan Bulan Emas sebagai pemimpin semua partai persilatan. Ini memang merupakan satu permintaan gila, sudah tentu ditolak semua partai. Semula bertengkar mulut, kemudian turun tangan. Utusan itu masing-masing mempunyai kepandaian sangat tinggi, dalam suatu pertempuran sudah tentu ada yang mati ataupun terluka."
"Ini memang ada suatu kejadian aneh yang belum pernah terdengar pada waktu sebelumnya tapi mengapa perkumpulan kita dikecualikan, tidak diganggu?"
"Aku juga tidak mengerti, mungkin hanya soal waktu saja."
Selama pembicaraan berlangsung, dari ruangan dalam nampak keluar seorang tua yang berambut putih dengan jalannya yang masih gagah.
Semua tamu pada berdiri untuk memberi hormat seraya berkata: "Kami ucapkan selamat kepada locianpwee!"
"Tuan-tuan tidak usah memakai banyak peradatan, silahkan duduk!"
Sam-goan Pangcu buru-buru menyilahkan duduk kepada orang tua itu.
Manusia Gelandangan ketawa bergelak-gelak. Sambil duduk ia lambaikan tangannya seraya berkata:
"Loko, kau sungguh beruntung!"
Orang tua itu adalah Sam-goan Lojin yang mendapat nama baik dalam kalangan rimba persilatan.
Sambil mengurut-urut jenggotnya yang putih panjang Sam-goan Lojin lalu berkata:
"Siaulote, angin apa yang membawa kau kemari" Sudah sepuluh tahun kita tidak bertemu, aku benar-benar merasa sangat beruntung berjumpa lagi denganmu."
"Haaa, mengarungi lautan dan gelandangan ke seluruh pelosok, itulah pekerjaanku. Aku si siaote ini memang ada seorang yang repot tanpa gawe, asal ada satu hari menganggur saja semangatku entah melayang kemana, tulang-tulangku pada sakit sekarang sukurlah rasanya agak baik untuk menghadapi kerepotan luar biasa, hihi, dalam dunia ini rasanya lebar, kalau sudah bertemu dengan poci arak, hari rasanya amat panjang."
Sehabis berkata kembali ia tenggak araknya.
"Lotee, kau benar ada seorang yang berpendirian. Betapa besarpun urusannya, kalau sudah mabuk lantas menjadi habis."
Manusia gelandangan membuka matanya yang sudah mabok, dengan sinar tajam ia berkata dengan nada sungguh-sungguh:
"Loko, memang benar urusan ini sangat besar tapi mabok tak boleh habis. Rimba persilatan sudah timbul malapetaka, kebenaran sudah lenyap dan pengaruh jahat mulai merajalela, kita akan menghadapi hari depan yang sangat guram."
. "Ucapan lotee ini bukan mustahil tidak ada sebabnya."
"Loko nanti akan tahu sendiri."
Wajah Sam-goan Lojin berubah dengan mendadak. Ia lalu berpaling dan berkata kepada anaknya:
" Jam bertemunya kedua penganten sudah tiba, mengapa belum kelihatan joli kemantin?"
Pada saat itu kepala pengurus Li-congkoan mendadak lari terbirit-birit masuk kedalam ruangan. Lebih dulu ia memberi hormat kepada Sam-goan Lojin, kemudian dengan sikap gugup, berkata kepada Sam-goan Pangcu:
"Benar-benar ada seorang tetamu muda yang ingin bertemu."
"Dan memang tetamu yang datang hendak menghadiri perjamuan, perlu apa harus dilaporkan, undang saja ia masuk?"
"Tetapi tetamu itu ..."
"Bagaimana?"
"Menurut pemandangan hamba, agaknya dengan maksud tidak baik!"
"Uh, apa dia ada memberitahukan namanya?"
"Dia adalah "Si Penggali Makam" yang belum lama muncul di dunia Kang-ouw, dengan kepandaiannya yang menggemparkan atas kematiannya empat jago pedang Khong-tong-pay cuma dalam tiga jurus, dan dengan satu kali pukul telah merenggut jiwa si Setan Rambut Merah."
"Apa" Penggali Makam?"
Suara keras dari Sam-goan Pangcu telah mengejutkan semua tamu. Sekalipun Sam-goan Lojin sendiri dan Manusia Gelandangan Ciok Sian Ceng juga berubah wajahnya.
Empat jago pedang Khong-tong-pay adalah jago pedang kenamaan di daerah Tionggoan, sedangkan Setan Rambut Merah adalah seorang yang menakutkan yang sudah beberapa puluh tahun lamanya malang-melintang di dunia Kangouw. Mereka ternyata telah dibinasakan oleh seorang muda yang mempunyai julukan aneh
dengan sebutannya: "Penggali Makam, hanya tiga jurus dan satu kali pukul saja. Betapa hebat kepandaiannya Penggali Makam dapat dibayangkan sendiri. Terutama nama sebetulnya itu, kedengarannya sangat tidak menyenangkan.
Hakekatnya semua tamu yang ada di situ satupun tidak ada yang pernah melihat bagaimana rupanya manusia yang mempunyai gelar aneh itu. Apa yang diketahui hanya atas pendengaran saja, sudah tentu pula mengenai asal-usulnya si Penggali Makam itu, lebih-lebih tidak ada yang tahu.
"Dengan wajah sungguh-sungguh Sam-goan Pangcu menanyai Manusia gelandangan.
"Soesiok sudah menjelajahi seluruh negeri, tahukah dari mana asal usulnya Penggali Makam?"
"Belum pernah lihat," jawabnya sambil geleng-gelengkan kepala. "Kalau sudah melihat, mungkin aku dapat menduga asal usulnya."
"Kalau begitu sebaiknya undang dia masuk saja?"
"Sudah tentu orang yang datang adalah tamu. Lagi pula hari ini adalah hari baik atas pernikahan putrimu. Apa maksudnya kedatangan tamu itu, kita masih belum tahu, bagaimana kita harus tolak" Apakah itu tidak akan membuat tertawaan orang?"
"Kalau begitu, Li congkoan, kau undang tamu itu masuk!"
"Ya!'' Kepala pengurus itu keluar. Dari pintu tengah terdengar suara orang yang mengundang tamu itu masuk.
Setiap orang yang ada disitu, dengan perasaan aneh menantikan kedatangan orang yang mempunyai gelar aneh itu. Mereka ingin menyaksikan bagaimana rupanya orang itu.
Tidak antara lama, sesosok bayangan orang muncul. Dalam pandangan mata banyak orang dengan serentak para tamu pada narik napas panjang. Dalam perkiraan mereka, orang yangmempunyai gelar Penggali Makam itu tentunya ada satu manusia dengan wajah buas yang menakutkan, tapi tidaklah
demikian kenyataannya. Apa yang muncul di hadapan mereka, ternyata cuma satu anak muda yang usianya belum cukup duapuluh tahun, dengan potongan muka yang cakap ganteng badan pada tegap dengan pakaian yang ringkas berwarna putih-putih sesungguhnya merupakan satu tipe yang sangat ideal bagi satu pemuda tampan, yang penuh daya penariknya.
Tangan pemuda itu membawa satu buntelan. Mungkin itu ada barang sumbangan. Dergan tindakan tenang berjalan masuk ke dalam ruangan besarnya.
Setelah semua orang sudah menyaksikan dengan tegas air muka pemuda itu, dalam hati setiap orang timbul rasa heran. Sikapnya yang dingin dan sinar matanya yang mengandung perasaan dendam dan kebencian, menimbulkan rasa bergidik bagi siapa yang melihatnya. Seolah-olah setiap orang yang ada didalam ruangan itu, ada mempunyai permusuhan hebat dengannya. Sikap itu sangat tidak sesuai dengan potongan muka dan badannya tapi sipat dengan nama gelarnya: 'Penggali Makam'.
Sam-goan Pangcu sudah keluar menyambut kedatangan tamu, sambil angkat tangan ia berkata:
"Kedatangan siaohiap ke perkampungan kami, aku belum sempat menyambut dengan sempurna, mohon supaya dimaafkan."
Pemuda itu membalas hormat sambil angkat tangan seraya berkata:
"Ah, pangcu terlalu merendah," dengan suara dingin, dan setelah mengucapkan perkataan yang sangat singkat itu, lantas tutup rapat lagi mulutnya sepatahpun tidak ada yang keluar lagi.
Setelah masuk ke dalam ruangan, terhadap semua tetamu agaknya acuh tak acuh, sepasang matanya cuma ditujukan kepada Sam-goan Pangcu seorang. Kemudian ia menanya:
"Tuan adakah Sam-goan Pangcu?"
"Benar, siaohiap bergelar Si Penggali Makam?"
"Benar!"
"Numpang tanya nama siaohiap yang mulia?"
"'Namaku yang rendah Hui Kiam!"
"Aaaah! Kedatangan Hui siaohiap ini....."
"Atas permintaan seseorang, untuk menyampaikan barang sumbangan. Di samping itu, juga ingin minta sedikit keterangan dari pangcu."
Sehabis berkata, ia letakkan bungkusan itu ke atas meja baru mengawasi semua orang yang berada dalam ruangan itu dengan pandangan matanya yang dingin dan mengandung rasa dendam kebencian, hingga menimbulkan perasaan tidak enak bagi yang dipandangnya.
Sam-goan Pangcu berkata sambil menunduk kepada ayahnya:
"Inilah ayahku!"
"Lo pangcu baik-baik!"
"Ini adalah Manusia gelandangan Ciok Siao Ceng."
"Oh, nama besar ini aku sudah lama dengar," katanya sambil melirik orang tua aneh itu.
"Ini adalah ...."
Demikianlah Tan pangcu perkenalkan satu persatu para tamunya, kemudian mempersilahkan Hui Kiam duduk.
Sambil mengawasi bingkisan antaran itu, Sam-goan pangcu berkata pula:
"Numpang tanya Hui siaohiap atas permintaan siapa, membawa barang antaran ini?"
"Dalam perjalanan kemari di tengah jalan aku berpapasan dengan satu nona, yang minta aku mengantarkan barang sumbangan ini kemari. Sayang ia tidak mau memberitahukan namanya. Ia cuma kata bahwa pangcu nanti setelah melihatnya pasti akan tahu sendiri!"
"Oh!"
Dengan perasaan heran Sam-goan pangcu maju ke depan meja dan membuka bungkusan itu ".
Sementara itu, Hui Kiam sedang berbicara dengan Manusia Gelandangan.
"Tidak nyana di sini aku berjumpa dengan Ciok locianpwee, benar-benar ...."
Manusia gelandangan delikkan matanya, dengan suara gusar:
"Bocah kurang ajar, apa locianpwee, locianpwee ". "
Hui Kiam melongo, mendadak ia tersadar, maka lantas berkata pula:
"Ciok loheng ...."
Apa loheng, loheng" Ciok-heng saja toch sudah cukup!"
" Oh, ya Ciok-heng ...."
Pembicaraan mereka itu mendadak dikejutkan oleh suara teriakan Sam-goan pangcu: "Bagus benar kau... Penggali makam" kau" kau...."
Tiba-tiba terdengar pula suara jeritan yang keluar dari mulut orang lain. "Kepala manusia!"
Suara itu segera menimbulkan kegemparan. Semua tamu pada berbangkit, dari tempat duduknya semua mata ditujukan kepada bungkusan di atas meja itu.
Di atas meja, selembar kain sutra yang sudah terbuka. Tertampak sebuah kotak indah dari kotak itu ada beberapa lapis kertas minyak dan dalam kertas minyak itu ternyata ada satu kepala manusia yang masih berlumuran darah, nampaknya mati belum lama.
Kepala manusia dibuat barang sumbangan di hari perkawinan, ini benar-benar merupakan suatu kejadian ganjil dalam sejarah.
Wajah Sam-goan pangcu nampak pucat pasi, badannya gemetar, matanya terbuka lebar, dengan sikap sangat marah menatap wajah Hui Kiam, seolah-olah ingin menelan hidup-hidup tetamunya itu.
Wajah Hui Kiam juga berubah. Sepasang matanya mengunjukkan sinar beringas tapi sebentar kemudian sudah pulih seperti biasa, hanya sikapnya dingin, nampak semakin dingin guram seolah-olah hawa udara yang sedang dilimuti oleh awan gelap.
Semua mata memandang Hui Kiam dengan perasaan marah.
Sam-goan Lojin jenggotnya bergerak-gerak, sepasang alisnya berdiri, matanya beringas.
Mata manusia gelandangan yang seperti matanya orang mabuk, kini juga terbuka lebar, dengan sinar tajam mengawasi kotak itu.
Seorang tua dengan suara gemetar berkata:
"Ini apakah bukan kepalanya bakal kemanten lelaki Auw-yang Khin-siaoya?"
Kemarahan timbul dalam hati setiap orang dari para tamu lantas terdengar suara riuh:
"Bunuh!"
Pesta perkawinan mendadak berubah menjadi tempat kematian ini benar-benar di luar dugaan semua orang. Suasana segera diliputi kedukaan, kematian, kegusaran dan" nafsu pembunuhan.
Siapapun tidak akan menyangka bahwa barang antaran itu ternyata adalah kepalanya bakal kemantin lelaki.
Beberapa puluh anak buah yang termasuk golongan orang kuat segera memasuki ruangan tamu itu.
Hui Kiam merupakan sasaran utama mereka.
Dengan suara menggeleger Sam-goan pangcu membentak:
"Penggali makam, aku hendak cincang badanmu!"
Bibir Hui Kiam bergerak, sikapnya tidak berubah, dengan nada suaranya yang dingin ia berkata:
"Pangcu, aku jelaskan padamu dalam soal ini kita telah dipermainkan orang?"
"Hm, apa hanya dengan sepatah keterangan ini, kau kira sudah cukup untuk mengelakkan tanggung jawabmu?"
'Tidak perlu untuk mengelakkan."
"Siapa yang membunuh?"
"Aku tidak tahu!"
"Perkataan ini juga tidak bisa membohongi anak umur tiga tahun!"
"Menurut pikiran pangcu bagaimana?"
"Membunuh orang harus ganti jiwa!"
Begitu menutup mulut tangan kanannya dengan kecepatan bagaikan kilat sudah menyambar sedang tangan kirinya dengan secara ganas menotok jalan darah badan Hui-Kiam seolah-olah hendak mengambil jiwa Hui-Kiam untuk melampiaskan amarahnya.
Dengan tenang Hui-Kiam geser kakinya serangan demikian cepat dari Sam-goan pangcu ternyata sudah menubruk tempat kosom! Hingga semua tetamu, termasuk Manusia Gelandangan yang sudah mempunyai banyak pergalaman, tiada seorangpun yang tahu, ilmu apa dan dari golongan mana yang digunakan oleh anak muda itu, hingga semua pada terperanjat dan terheran-heran.
Sam-goan pangcu yang sudah dapat didikan dan warisan semua kepandaian avahnya, dengan serangan yang sudah bertekad hendak mengambil jiwa anak muda itu, ternyata tidak mampu menyentuh baju si anak muda itu benar-benar merupakan suatu kejadian di luar dugaannya, tidak heran kalau ia semakin gusar, hingga menyerang lagi untuk kedua kali.
Hui Kiam masih tetap dengan sikapnya yang tenang, mengelakkan serangan tersebut. la tidak balas menyerang.
Sam-goan pangcu semakin penasaran, kembali menyerang dengan menggunakan telapak dan jari tangannya, beruntun
masing-masing tiga kali serangan tangan dan empat kali serangan dengan jari. Serangan ini merupakan suatu tipu serangan yang membuat Sam-goan Lojin mendapat nama sebagai salah satu orang kuat dalam kalangan Kang-ouw. Tipu serangan itu, dinamakan 'Sam-goan sie-hie', orang-orang dalam kalangan Kang-ouw yang mampu menyambuti serangan itu, jumlahnya dapat dihitung dengan jari.
Tapi Hui Kiam dengan gerakannya yang gesit dan lincah, bagaikan bayangan berkelebat, ia sudah berhasil menyingkir dari serangan hebat itu, sementara itu mulutnya berkata:
"Aku telah dipermainkan orang, sehingga melakukan perbuatan sesuatu kurang sopan ini, sudah seharusnya aku mandah menerima serangan sampai tiga kali, sebagai tanda permintaan maaf."
Sam-goan Pangcu menghardik:
"Penggali makam, betapapun pandainya kau main lidah, kami tidak dapat menerima begitu saja, maka kalau kami tidak dapat mampu menghancurleburkan tubuhmu, aku bersumpah tidak akan menjadi orang lagi!"
Hui Kiam cuma kerutkan alisnya. Sikapnya tetap dingin tidak mengunjukkan reaksi apa-apa.
Tiba-tiba terdengar suara bentakan nyaring:
"Penggali makam Iblis, serahkan nyawamu!"
Seorang wanita muda dengan air mata berlinang-linang dan tangan menggenggam pedang telah muncul ke dalam ruangan taman itu. Meski sikapnya sedang kalap, tapi masih tidak mengurangi kecantikan parasnya.
Sam-goan pangcu memanggil dengan suara agak gemetar:
"Hiang-kun, kau jangan turut campur tangan. Biarlah ayahmu yang membereskan."
Gadis itu seperti tidak dengar. Dengan mata beringas ia memandang Hui-Kiam kemudian menyerang dengan pedangnya yang dielakkan oleh Hui Kiam dengan baik.
Serangan kedua menyusul, begitu pula serangan ketiga.
Ketika serangan ke empat melurcur keluar, Hui Kiam ulur tangan. Dengan kedua jari tangannya dia menjepit ujung pedang si nona, hingga pedang si nona tidak bisa berkutik.
Tapi gadis itu tidak mau mengerti, dengan tangan kiri ia menyerang enam bagian jalan darah Hui Kiam. Serangan itu merupakan suatu tipu serangan aneh dan jarang tampak dalam rimba persilatan, namun Hui Kiam agaknya tidak pandang mata sama sekali, ia biarkan dirinya diserang oleh si nona.
Enam jalan darah itu masing-masing terkena totokan satu jari tangan, tapi Hui Kiam hanya bergoyang sedikit, tubuhnya tidak terluka apa-apa.
"Aaaaaa........." demikian terdengar suara riuh yang keluar dari mulut para tetamu.
Sam-goan Pangcu bergerak maju dan menyerang Hui Kiam dengan hebatnya.
Dua jari tangan Hui Kiam yang menjepit ujung pedang si nona tidak dilepas, dengan mengibaskan tangan kiri ia menyambuti serangan Sam-goan pangcu.
Suara "Bum" yang keluar karena terbenturnya kedua kekuatan, terdengar nyaring. Sam-goan pangcu terpental mundur sampai tiga tindak dengan mata dan mulut terbuka lebar.
* Dengan nada ". Hui-Kiam berkata:
"Nona ba" adalah Giok-lie Tan-Hiang Kun?"
"Benar!"
"Aku yang rendah minta maaf kepada nona. Apakah nona mau dengar keteranganku?"
"Aku hendak bunuh mati kau!"
"Nampaknya tidak ada gunanya aku banyak bicara, biarlah kenyataannya nanti yang akan membuktikannya. Sekarang aku minta diri."
Sehabis mengutarakan demikian ia lepaskan kedua jari tangannya lalu balikkan badannya dan berjalan keluar.
Tujuh atau delapan anak buah dengan lintangkan pedang masing-masing merintangi perjalanan Hui Kiam.
"Serahkan jiwamu!" demikian terdengar suara Tan Hiang Kun, yang lantas menikam Hui Kiam dari belakang.
Dengan tanpa menoleh Hui Kiam kibaskan tangannya. Sungguh hebat kesudahannya, pedang Tan Hiang Kun hampir terlepas dari tangannya sedang badannya sempoyongan mundur.
"Kamu mundur!" demikian terdengar suara nyaring yang keluar dari mulut Sam-goan Lojin.
Hingga saat itu, jago tua itu baru buka mulut. Dengan kedudukannya dalam perkampungan itu, suara jago tua itu bagai firman raja hingga semua anak buah Sam-goan Pangcu yang merintangi Hui Kiam, lantas pada mundur semuanya, begitu juga dengan Sam-goan Pangcu dan puterinya.
"Sahabat kecil, balikkan badanmu!"
Hui Kiam menurut.
Sam-goan Lojin berbangkit dari tempat duduknya, sikapnya nampak sangat sungguh-sungguh, tapi suaranya luar biasa tenangnya.
"Sahabat kecil, siapa suhumu dan dari mana asal usulmu?"
"Maaf boanpwee tidak dapat menerangkan."
"Emm! dengan maksud apa kau membunuh dan mengantar kepala orang kemari?"
"Tadi sudah berkali-kali boanpwe memberi keterangan bahwa hal itu adalah perbuatan orang jahat yang hendak mempermainkan boanpwee!"
"Hanya itu saja, agaknya tidak dipercaya begitu saja."
"Kenyataan memang demikian boanpwee tidak bisa berbuat lain cuma mengenai urusan ini boanpwee bersumpah hendak menyelidiki sampai terang."
"Sedikitnya kau harus memberitahukan suhumu dan asal usulmu serta dari golongan mana si pembunuh yang sebenarnya?"
Tentang ini maaf, boanpwee tidak sanggup menjelaskan."
"Sudah beberapa puluh tahun lohu tidak campur tangan urusan dunia Kangouw, kau tentunya tidak akan paksa lohu untuk membuka pantangan membunuh bukan?"
Ucapan jago tua itu nampaknya sangat tentu segera dimengerti oleh Hui Kiam.
Dengan sikap tidak berubah Hui Kiam menjawab:
"Jika locianpwee mempercayai boanpwee, berikanlah waktu beberapa hari, boanpwee nanti akan menyelesaikan perkara ini, jikalau tidak, terserah kehendak locianpwee!"
?"Kau jangan kira bahwa kepandaianmu boleh diandalkan."
"Boanpwee tidak ada maksud demikian."
"Jawaban ini belum memuaskan lohu!"
"Tapi boanpwee cuma bisa menjawab demikian!"
Jago tua itu perdengarkan suara dari hidung kemudian lompat maju, dan ulur tangan kanannya menyambar tangan Hui Kiam.
Gerakan itu nampaknya biasa saja tapi ternyata ada mengandung banyak perubahan luar biasa.
Dengan turun tangannya jago tua itu sendiri, sudah tentu menarik perhatian semua tamu. Semua ingin menyaksikan kepandaiannya jago tua itu. Selain dari pada itu, juga ingin tahu sampai di mana kemampuan anak muda, yang menyebut dirinya Penggali Makam itu, untuk menghadapi lawannya.
Hui Kiam putar tubuhnya, dengan gerakan luar biasa ia berhasil mengelakkan sambaran tangan itu. Semua orang yang
menyaksikan pada terkejut, gerakannya itu hampir merupakan ilmu gaib.
"Locianpwee ada orang tua, boanpwee seharusnya mengalah!"
Jago tua itu tidak pedulikan sikap mengalah Hui Kiam, ia melanjutkan serangannya. Selanjutnya, terbentanglah suatu pertempuran luar biasa. Apa yang disaksikan oleh para tamu hanya berkelebatnya dua bayangan orang yang berkibaran di sebidang tempat yang kira-kira satu tombak lebih, sehingga membuat kabuar mata setiap orang, mereka tidak dapat melihat dengan nyata gerakan apa yang digunakan oleh kedua pihak.
Hembusan angin yang keluar dari kekuatan tenaga dalam, membuat yang menonton terpaksa mundur jauh-jauh, hanya Manusia Gelandangan yang masih tetap duduk di tempatnya tanpa goyah.
Mendadak dua orang yang sedang bertempur itu berpencaran. Siapa ia tidak tahu siapa yang menang dan siapa yang kalah, hanya pakaian kedua orang itu terdapat banyak lubang, dari sini dapat dibayangkan betapa hebatnya pertempuran tersebut.
"Ambil pedang!" demikian terdengar suara Sam-goan Lojin, dan Tan Hiang Kun dengan cepat memberikan pedangnya.


Pedang Pembunuh Naga Penggali Makam Karya Tan Tjeng Hun di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hunus pedangmu!" katanya pula terhadap Hui Kiam.
Wajah Hui Kiam nampak adanya perubahan, kemudian menjawab dengan nada suara dingin:
"Boanpwee tidak inginkan adanya pertumpahan darah di sini!"
"Lohu suruh kau hunus pedang!" bentaknya Sam-goan Lojin.
"Engkong, kematian iblis ini masih belum cukup untuk menebus dosanya, perlu apa banyak bicara dengannya."
Dengan sinar mata dingin, gemes, penuh rasa benci dan menakutkan, Hui Kiam mengawasi Tan Hian Kun, sehingga membuat si nona bergidik, tapi semua itu tidak mengurangi rasa dendam sakit hatinya! Ya, di waktu perkawinannya, kepala bakal suaminya telah dipenggal, kemudian diantar sebagai barang
sumbangan, ini bukan saja sangat keterlaluan tapi juga berarti membikin musnah keberuntungan dan kebahagiaan untuk seumur hidupnya.
"Hunus pedangmu! Kalau lohu sudah turun tangan, kau nanti sudah tidak dapat kesempatan lagi!"
Jago tua ini ada seorang berjiwa besar, sekalipun terhadap musuhnya ia ingin tetap berlaku kesatria, benar-benar sangat mengagumkan.
Hui Kiam terpaksa menghunus pedangnya. Gerakannya lambat-lambat".
Suasana semakin gawat. Semua orang menahan napas.
Selagi pertempuran hendak berlangsung, Manusia Gelandangan mendadak membuka mulut:
"Loko, dengar dulu kata siaotee, biarlah ia pergi!" demikianlah katanya.
Sam-goan Lojin memandang ke arah Manusia Gelandangan. Sejenak ia nampak heran kemudian berkata:
"Apa, Siaolotee" Maksudmu biar ia pergi?"
Usul orang tua aneh itu bukan saja tidak dimengerti oleh Sam-goan Lojin, tapi juga mengejutkan dan mengherankan semua orang.
Manusia Gelandangan kepandaiannya tidak dapat dijajaki. Sejak tadi ia terus menyaksikan perkembangan kejadian itu dengan mata dingin. Sekarang mendadak mengusulkan supaya melepaskan pemuda yang dianggap sebagai pembunuh dan biang keladi peristiwa ini, benar-benar merupakan suatu kejadian luar biasa.
Dengan sikap sungguh-sungguh dan nada sungguh-sungguh Manusia Gelandangan berkata:
"Benar, loko, biarlah ia pergi!"
"Kenapa?"
Pertanyaan itu keluar dari mulut Sam-goan Lojin, Sam-goan Pangcu dan puterinya dengan serentak.
"Ya, menurut penglihatanku, jikalau tidak keliru, apa yang ia katakan itu memang benar, aku Ciok Siao Ceng suka menanggung resiko, memikul tanggung jawabnya, biarlah, loko bersabar dulu, bagaimana?"
Sam-goan Lojin nampaknya merasa keberatan, alisnya dikerutkan, tidak menjawab, sedangkan Sam-goan pangcu dan putrinya dengan wajah penuh hawa amarah mengawasi si Manusia Gelandangan, tapi mereka tidak berani membuka mulut.
Hui Kiam memandang Manusia Gelandangan dengan sorot mata berterima kasih, tapi apa yang terkandung dalam pandangan matanya itu, sesungguhnya tak mudah dilihat, sebab dalam mata orang banyak, sikap dingin pemuda itu benar-benar bagaikan patung hidup atau manusia berhati batu.
Manusia Gelandangan meski seorang beradat aneh dan suka berlaku jenaka, tapi dapat meninjau sesuatu kejadian di sekitarnya dengan kepala dingin dan hati cemas, sedikitpun tak akan terlepas dari matanya. Pandangan mata Hui Kiam itu menambah keyakinannya, hingga ia merasa puas. Kemudian berkata pula:
"Loko, apa kau tidak percaya padaku?"
Pertanyaan ini keluar dari mulutnya Manusia Gelandangan nampaknya sangat berpengaruh. Sam-goan Lojin lantas menjawab sambil gabrukkan kakinya:
"Baiklah, aku Tan Peng sudah tidak bisa kata apa-apa lagi."
Kemudian dengan mata bengis ia memandang Hui Kiam seraya berkata:
"Sahabat kecil, kau boleh pergi. Ingat, urusan ini belum selesai, kau harus menyelesaikan baik!"
"Boanpwee tidak akan lupa!" jawabnya dengan nada suara dingin.
"Ayah . . . kau . . . " berseru Sam-goan pangcu.
"Jangan banyak bicara!" bentaknya sang ayah.
Dengan sinar mata membenci Sam-Goan pangcu memandang Hui Kiam kemudian melengos ke arah lain, sedang Tan Hian Kun lantas menangis dan lari ke dalam.
Semua tamu merasa tidak senang terhadap keputusan tersebut, tapi karena keputusan itu keluar dari mulutnya Sam-goan Lojin, bahkan keluar dari usul dari Manusia Gelandangan apalagi bila ditilik kepandaian dan kekuatan penggali makam, kecuali kedua jago tua itu yang masih belum diketahui dengan pasti, tiada seorangpun yang ada disitu merupakan tandingan Penggali Makam, maka semua lantas diam.
Hui Kiam mengawasi Manusia Gelandangan sejenak. Sikapnya mengunjukkan keragu-raguannya.
Pada saat itu seorang anak buah Sam-goan pang masuk dari luar sambil membawa bungkusan merah, yang kemudian berlutut di hadapan Sam-goan pangcu seraya berkata:
"Pangcu, di sini ada tamu yang mengantarkan antaran ini."
Sam-goan pangcu kerutkan alisnya, ia sambuti barang itu, dan segera dibukanya. Wajahnya nampak berubah. Dalam bungkusan itu
Halaman 47-48 tidak ada
Di belakang punggung orang itu ada membawa bingkisan indah. Semua tamu pada berbangkit untuk memberi jalan. Baru tiba di ambang pintu, orang itu sudah berkata dengan suaranya yang lantang:
"Utusan persekutuan Bulan E nas, atau utusan pemimpin kami, datang menyampaikan dengan ini mengunjungi Sam-goan Lojin dan Manusia Gelandaugan."
Sam-goan pangcu sambut padanya di pintu ruangan, sambil memberi hormat ia berkata:
"Silahkan masuk."
Utusan Bulan Emas itu memandang pada tetamu seputaran, lantas berjalan masuk dengan tindakan lebar, kemudian berkata sambil memberi hormat kepada Sam-goan Lojin dan Manusia Gelandangan:
"Sedikit bingkisan ini, mohon, kedua locianpwee sudi menerima dengan tenang!"
Ia lalu membuka bungkusan di belakang punggungnya, lalu diletakkan dan dibuka di atas meja.
"Aaaa" demikian dari para tamu terdengar suara teriakan pelahan. Di atas itu tersebar beberapa puluh butir mutiara sebesar buah kelengkeng yang memancarkan sinar berkilauan dan beberapa puluh butir intan berlian serta batu giok dan yang berwarna indah, selain daripada itu juga ada sebuah kotak yang berisi sebatang pohon obat mujijat.
Barang-barang itu merupakan barang-barang 'yang sangat berharga yang tidak mudah didapat.
Utusan Bulan Emas itu membagi barang-barang itu menjadi dua, kemudian undurkan dirinya.
Semua orang memandangnya dengan mata terbelalak.
Sam-goan Lojin agaknya tidak tertarik sama sekali oleh pameran barang berharga itu. Ia berkata dengan suara datar:
"Tuan datang di kampung kami, entah ada keperluan apa?"
"Pemimpin kami sudah lama mendengar nama besar kedua cianpwee, karena khawatir tidak ada jodoh untuk bertemu muka dengan kedua cianpwee, hingga utus kami datang untuk menyampaikan hormat serta mengantarkan sedikit barang."
Semua orang mendengarkan dengan menahan napas, hingga suasana dalam ruangan itu nampak sangat tegang.
Persekutuan Bulan Emas itu belum lama muncul di rimba persilatan, dalam mata dan hati orang-orang rimba persilatan, masih merupakan satu teka-teki.
Dengan sikap sungguh-sungguh Sam-goan Lojin menjawab:
"Bagaimana sebutan pemimpin tuan, mengapa di atas karcis tak terdapat namanya?"
"Tentang ini maaf, kami tidak dapat memberitahukan."
"Emmm....., pemimpin tuan minta tuan menyampaikan kabar apa"''
"Pemimpin kami karena mengingat keadaan rimba persilatan makin hari makin busuk berbagai partai persilatan saling cakar suasana tidak satu hari tentram terang hingga timbul keinginan untuk memperbaiki keadaan tersebut sedapat mungkin hendak menghentikan pertikaian dan adu kekuatan supaya rimba persilatan dapat dipersatukan"."
Manusia Gelandangan mendengarkan sejenak lalu berpaling dan berkata kepada Utusan Bulan Emas:
"Kepandaian ilmu silat dalam dunia sebenarnya memang berasal dari satu sumber tapi karena berbagai partai persilatan ada mempunyai sumber tersendiri-sendiri meski partainya berlaianan bentuk dan ilmu kepandaiannya tapi tujuannya tetap satu. Umpama manusia yang melahirkan anak-anak juga ada yang pandai pandai, bodoh, baik, jahat, tidak berbakti dan sebagainya ini adalah suatu soal yang wajar, kalau ilmu silat yang terdiri daribeberapa aliran itu hendak dipersatukan, lohu tidak setuju."
Wajah utusan itu lantas berubah kemudian berkata:
"Kami sebagai utusan hanya menjalankan perintah untuk menyampaikan saja, mengenai pendapat locianpwee tidak berani menyanggahi apa-apa!"
"Tapi bagaimana dengan pikiran pemimpin tuan?"
"Mengajak kedua locianpwee masuk persekutuan, bersama-sama melaksanakan tujuan tersebut!"
"Usia lohu sudah lanjut, sudah lama mengasingkan diri dari dunia Kang-ouw. Harap tuan sampaikan kepada pemimpin tuan, lohu mengucapkan terima kasih atas perhatiannya.
"Harap locianpwe pikir masak-masak!"
"Tidak perlu. Ucapan lohu cukup kiranya sampai di sini saja. Barang antaran ini lohu tidak berani terima, harap tuan terima kembali."
Wajah utusan itu kembali berubah, ia tidak berani menjawab, ia lalu berpaling dan berkata kepada Manusia Gelandangan:
"Bagaimana dengan pikiran tuan?"
Manusia Gelandangan berpikir sejenak, baru menjawab lambat-lambat:
"Aku Ciok Siao Ceng, si gelandangan di mana-mana tidak mendapat hasil apa-apa, ada tempat untuk meneduh, boleh juga!"
"Kalau begitu tuan berarti menerima baik masuk persekutuan kami?"
"Hmmmm, boleh kupikir-pikir dulu!"
Sam goan Lojin lantas berkata:
"Siao lotee! Tindakanmu ini agaknya, tidak sesuai dengan pendirian hidupmu selama ini."
"Loko, setiap orang mempunyai cita-cita sendiri bukan?" jawabnya sambil tertawa terbahak-bahak.
"Kau"."
"Apa loko menganggap bahwa aku keliru?"
"Kita kenal telah 20 tahun, aku menganggap sudah tahu benar watakmu, nampaknya anggapanku ini ada keliru!"
"Loko, kau tidak salah, hanya kalau ingin mengetahui keadaan seseorang, mesti diselediki sedalam-dalamnya."
"Kalau begitu kau sudah mengambil keputusan demikian?"
Manusia Gelandangan mengangkat buli-buli araknya dan ditenggakkan ke dalam mulutnya. Sehabis puas meminum, ia berkata:
"Kini orang-orang Kang-ouw ini hampir seumur hidupnya mempelajari ilmu silat dengan tekun, apakah tujuannya. Dan inilah saatnya!"
Wajah Sam-goan Lojin nampak berkericut, jenggotnya berkibaran, agaknya sangat gusar. Dengan suara agak gemetar ia berkata:
"Ciok Sian Ceng. bukankah kau sering berkata: "sudah cukup senang dimasa hidupnya dapat menenggak secawan arak, untuk apa mati membawa-bawa nama" Mengapa sekarang kau rubah pendirianmu, dengan tanpa memperhitungkan untung ruginya, kau mengejar nama kosong!"
"Saatnya sudah berlainan! Loko, ingat bahwa setiap orang mempunyai cita-cita sendiri."
"Tahukah kau apa yang kau sedang lakukan?"
"Menegakkan keadilan dunia Kang-ouw!"
"Menegakkan keadilan" Hahaha! Ciok Siao Ceng, kau tentunya bukan sungguh smgguh?"
"Aku si orang she Ciok selamanya mentaati ucapan ysng sudah keluar dari mulutnya, ini sungguh-sungguh bukan main-main."
"Apa kau hendak membantu Persekutuan Bulan Emas untuk menguasai dunia?"
"Menguasai dunia tidak tepat......."
"Ciok Siong Ceng, aku Tan Peng hari ini baru tahu kau orang macam apa. Sekarang silah!"
"Apa" Loko mengusir?"
Wajah Sam-goan Lojin pucat pasi, dengan pedang menggurat di atas tanah, ia berkata:
"Silahkan!"
Ow! Maksud Loko hendak memutuskan perhubungan. Apa tindakan loko ini tidak keterlaluan?"
"Ini sudah terhitung satu tindakan yang paling pantas. Silahkan barang permata itu sangat berharga, kau bawalah semuanya."
Manusia Gelandangan benar-benar lantas berbangkit. Ia ambil sebagian barang antaran itu dan masukkan ke dalam kantongnya yang besar lalu tertawa terbahak-bahak, kemudian berkata kepada Utusan Bulan Emas.
"Aku hendak jalan lebih dulu!"
"Silahkan!" sahut utusan itu.
Manusia Gelandangan dengan sikapnya yang jenaka ngeluyur keluar. Di belakangnya terdengar suara tarikan napas dan makian yang keluar dari mulut para tetamu Sam-goan Lojin.
Sam-goan Lojin mengawasi dengan mata melotot, sedang Sam-goan pangcu memandang dengan muka pucat. Satu-satunya orang yang tidak mengunjukkan reaksi apa-apa hanya Hui Kiam itu pemuda dengan julukan penggali makam, ia masih tetap dengan sikapnya yang dingin, siapapun tak tahu apa yang sedang dipikiri.
Utusan Bulan Emas membuka suara dengan nada jumawa dan dingin.
"Locianpwee, urusan sudah kusampaikan, kami minta diri."
"Tunggu dulu!"
Utusan itu mengangkat muka, tanyanya:
"Locianpwee masih ada pesan apa lagi?"
"Barang antaran ini aku tidak berani terima. Harap terima kembali."
"Ini hanya sekedar maksud baik pemimpin kami. Harap locianpwee suka terima dengan senang hati."
"Lohu tidak berani terima."
"Permintaan kami barusan kalau locianpwe tidak setuju sudah saja. Tapi barang antaran ini harus locianpwe terima."
"Tidak!"
"Kami sebagai seorang bawahan cuma berbuat menurut perintah saja tidak bisa mengambil keputusan sendiri........"
Sam-goan pangcu melintang di depan utusan itu seraya berkata:
"Harap tuan bawa pulang barang-barang itu."
"Pangcu, kami tadi sudah katakan bahwa kami hanya melakukan perintah saja. Perlu apa pangcu menyulitkan kedudukan kami?"
"Perbuatan tuan ini berani datang ke rumah orang untuk melakukan penghinaan tapi Sam-goan-pang jangan kau pandang enteng!"
"Tan pangcu, kami datang menurut tata tertip dunia Kang-ouw, bagaimana kau katakan datang menghina?"
"Tapi tuan paksa orang untuk menerima barang antaran?"
"Mengantar barang berarti menghormat."
"Tidak berjasa tidak boleh menerima hadiah. Terima kasih!"
"Kami sudah berkata bahwa kami tidak bisa ambil putusan sendiri!"
"Sekali lagi kukatakan, harap kau bawa pulang!"
"Kalau tidak bagaimana"
"Barangkali aku terpaksa akan bertindak."
Utusan Bulan Emas ketawa terbahak-bahak. Dengan sikap menantang ia berkata:
"Pangcu bertindak harus pikir masak-masak lebih dahulu, jangan menurut hawa nafsu."
"Bagaimana?"
"Apa pangcu tidak memikirkan bahwa tindakan pangcu ini berarti satu penghinaan maupun tidak pandang mata."
"Pendeknya kau bawa saja barang itu."
"Maaf kami tidak sanggup!"
Sam-goan Lojin berdiri sambil kibaskan lengan jubahnya, katanya dengan suara gusar:
"Tidak ada aturan memaksa orang terima barang antaran. Tuan datang kemari merupakan tetamu kita, aku sudah berlaku sepantasnya terhadap tetamu, tapi karena rumah tangga kami sedang mengalami kesusahan, terpaksa berlaku kurang sopan. Harap tuan terima kembali barang-barang antaran itu. Tolong sampaikan kepada pemimpin tuan, bahwa kita berterima kasih atas perhatiannya."
"Barang antaran ini kami tidak bisa terima kembali, hanya pesan locianpwee ini kami pasti akan saya sampaikan. Kami minta diri!"
Sambil menyoja utusan itu lantas balikkan badan berjalan keluar ....
Semua anak buah Sam-goan pang mengawasi dengan sikap gusar, tapi karena tak ada perintah mereka tidak berani bertindak.
Sam-goan pangcu lompat maju. Tetap merintangi berlalunya utusan itu, ia berkata tegas:
"Kalau tuan tidak bawa barang-barang antaran ini, jangan harap bisa keluar dari sini!"
Utusan itu pelototkan matanya dan berkata:
"Apa pangcu hendak menahan orang?"
"Mungkin !"
"Barangkali tidak mungkin!"
"Coba saja!"
"Kami ingin meninggalkan sedikit rasa persahabatan untuk hari kemudian, saat ini tidak ingin turun tangan."
Dengan gerakan yang gesit sekali, utusan itu sudah memutari Sam-goan pangcu, sebentar saja sudah berada di luar pintu.
"Jangan lari!"
Tujuh lebih anak buah Sam-goan pang bergerak dengan serentak merintangi utusan itu, sementara para tamu yang berada di ruangan tamu, pada bergerak ke pekarangan luar.
"Minggir!" demikian terdengar suara bentakan Utusan Bulan Emas sambil kibaskan tangannya.
Anak buah Sam-goan-pang yang hendak merintangi padanya pada mundur sempoyongan.
Sam-goan pangcu maju beberapa tindak dan melancarkan serangan dengan tangan kosong.
Utusan Bulan Emas menangkis dengan tangannya. Sam-goan pangcu terpental mundur.
Sam-goan pangcu tidak sanggup menahan tangkisan satu utusan, maka dapat dibayangkan betapa tingginya kepandaian dan kekuatan Utusan Bulan Emas.
Di antara para tetamu tiba-tiba muncul dua orang tua, satu di antaranya membentak:
"Sahabat, kau terlalu menghina orang!"
Dengan sinar mata dingin Utusan Bulan Emas menyapu dua orang itu, lalu berkata:
"Oh, dua jago dari Seecoan Timur, kalau kalian tahu diri jangan coba-coba campur tangan."
"Kawanan tikus, kau terlalu jumawa."
Sesaat kemudian, mendadak terdengar suara "Ouw! Ouw!" yang mengerikan, lalu disusul muncratnya darah merah, dan dua jago dari See-coan Timur itu sudah rubuh dua-duanya, sementara itu
Utusan Bulan Emas dengan tenang masukkan pedang kedalam sarungnya.
Perbuatan Utusan Bulan Emas sedemikian gesitnya. Ia menghunus pedangnya dan membunuh dua lawannya secara di luar dugaan, hingga membuat lawannya tidak keburu bergerak tahu-tahu sudah diserang dan rubuh binasa. Tindakan itu membikin geger semua orang.
---ooo0dw0ooo---
JILID 2 S A M - G O A N Lojin dan anaknya maju menghampiri. Dengan alis berdiri Sam-goan Lojin berkata:
"Kau berani membunuh tamu lohu?"
Dengan acuh tak acuh Utusan Bulan Emas menjawab:
"Ini ada salah mereka sendiri!"
"Kalau lohu tidak bunuh kau, bagaimana ada muka menghadapi sahabat rimba persilatan?""
"Jika locianpwee dapat melakukan itu, tidak keberatan kami tinggalkan jiwa kami yang tidak berharga ini!"
"Hunus pedang!"
"Kami sebetulnya tidak ingin turun tangan terhadap locianpwee!"
"Tidak perlu banyak bicara."
"Apa harus juga turun tangan?"
"Lohu pasti akan menahan kau!"
"Kami sudah dipesan oleh pemimpin kami tidak berbuat dosa terhadap locianpwee, terpaksa kami minta diri."
Baru saja menutup mulut, orangnya sudah berada di tempat sejauh sepuluh tombak lebih kemudian bergerak lagi naik ke atas genteng.
"Kau lari kemana?" bentaknya Sam-goan Lojin, dan segera mengejar.
Tepat pada saat itu, di atas genteng mendadak muncul sesosok bayangan orang, berdiri merintangi di depan Utusan Bulan Emas. Bayangan orang itu ternyata adalah Hui Kiam, pemuda sangat misterius itu.
Dengan cara bagaimana Hui Kiam yang semula berada di ruangan tamu mendadak berada di atas genteng memegat perjalanan Utusan Bulan Emas, tiada seorangpun yang tahu.
Sam-goan Lojin dan anaknya serta empat anak buahnya yang terkuat, dengan beruntun naik ke atas genteng. Masing-masing berdiri mengurung Utusan Bulan Emas, hingga Hui Kiam juga terkurung dalam lingkaran mereka.
Dengan sinar mata buas Utusan Bulan Emas memandang Hui Kiam, kemudian berkata:
"Bagaimana sebutnya nama sahabat yang mulia?"
"Penggali Makam!"
"Apa! Kau.... adalah Penggali Makam?"
"Sedikitpun tak salah."
"Kau mau apa?"
"Tidak apa-apa. Bawa kembali barang-barangmu itu, lalu kutungkan satu lenganmu dan segera enyah dari sini!"
Utusan Bulan Emas perdengarkan suara ketawa dingin, kemudian berkata:
"Penggali Makam, kau terlalu jumawa, bukan begitu caranya mencari mampus. Dua jago dari Seecoan Timur itu tadi adalah contohnya. Apa kau tak melihat?"
"Sudah. Aku berkata cukup satu kali, kalau kau tidak mau melakukannya aku nanti akan mewakili kau!"
"Kau cari mampus?"
"Trang!" demikian suara terhunusnya pedang terdengar nyaring. Pedang kedua pihak sudah berada di tangan masing, bahkan sudah saling menyerang.
Bagaimana caranya mereka menghunus pedang masing-masing, kecuali Sam-goan Lojin tidak seorangpun yang dapat melihat dengan tegas.
Wajah Utusan Bulan Emas nampak berubah. Sikapnya yang sombong, sekejap sudah lenyap tanpa bekas, ia kini tahu telah ketemu dengan lawan tangguh.
Sekali lagi Hui Kiam keluarkan perkataan yang dingin dan tidak mempunyai perasaan:
"Perkataanku tadi kau sudah dengar bukan" Kutungkan satu lengan tanganmu, bawa pulang barang antaranmu dan enyah dari sini!"
"Penggali Makam, apakah kau sudah memikirkan akibatnya jika kau berani bermusuhan dengan persekutuan kami?"
"Akibat apa?"
"Akan membuat perhitungan dengan segala bunganya yang harus menumpas seluruh keluarga dan perguruanmu!"
"Aku tidak perduli, sebaiknya kau lekas lakukan apa yang aku minta."
"Bo"."
Perkataan "cah" belum lagi keluar dari mulutnya, terdengar suara "plak" yang amat nyaring, sementara pipi Utusan Bulan Emas terdapat tanda lima jari tangan, mulutnya mengeluarkan darah. Tamparan itu tidak ringan sedang yang ditampar tidak berdaya sama sekali.
"Aku menghitung satu sampai tiga. Kalau kau tidak turun tangan, aku terpaksa bertindak sendiri," katanya Hui Kiam dengan nada suara tetap dingin.
"Satu!"
"Dua!"
Utusan Bulan Emas keluarkan suara bentakan keras, ia menyerang dengan pedangnya.
"Ow!" demikian terdengar suara jeritan ngeri, tangan Utusan Bulan Emas yang memegang pedang telah terkutung batas lengan, badannya mundur sempoyongan, hampir roboh di tanah, wajahnya yang memang tidak sedap dipandang nampak semakin buas.
Seorang anak buah Sam-goan-pang sudah siap membungkus barang-barang antaran utusan tadi.
Utusan Bulan Emas itu benar-benar kejam, ia cuma menggeram sejenak, dengan cepat menotok urat nadi lengan dengan menggunakan jari tangan kiri untuk menghentikan mengalirnya darah kemudian ia menyambar bungkusan barangnya, dan berkata kepada Hui Kiam dengan suara bengis:
"Perlukah meninggalkan kepalaku?"
"Aku kata hanya suruh kau tinggalkan sebelah tanganmu!"
"Kalau begitu kita sampai ketemu di lain waktu."
"Tunggu dulu!"
"Kau masih ingin kata apa?"
"Rekening ini kau perhitungkan di bawah namaku, tidak ada hubungannya dengan Sam-goan-pang!"
"Masih ada apa lagi?"
"Begitu saja pergi!"
Dengan tindakan terbirit-birit Utusan Bulan Emas itu melayang turun ke bawah dan menghilang.
Hui Kiam masukkan pedang ke dalam sarungnya. Dengan sinar mata dingin ia menyapu semua orang sejenak, kemudian juga melesat lari keluar dari perkampungan Sam-goan-chung.
Dengan mengawasi si anak muda, Sam-goan Lojin berkata dengan suara terharu:
"Bocah itu adatnya sangat aneh dan pendiam sekali tapi kepandaiannya luar biasa, ditinjau dari sepak terjangnya masih terhitung seorang kesatria, kalau dipimpin ke jalan yang benar ia akan menjadi seorang gagah bagi golongan kebenaran tapi kalau tersesat sangat berbahaya. Ia tidak membunuh mati Utusan Bulan Emas karena ia khawatir kalau persekutuan itu akan membalas terhadap kita, bahkan ia memberi pesan khusus bahwa tindakan itu menjadi tanggung jawabnya, perbuatan itu sesungguhnya merupakan perbuatan satu laki-laki sejati cuma sayang aih....."
"Sayang apa?" tanya Sam-goan pangcu.
"Hari depannya masih belum dapat diduga. Persekutuan Bulan Emas pasti akan menuntut balas baru merasa puas!"
"Ayah percaya bahwa bakal suami Hiang-kun bukan terbunuh mati olehnya?"
"Sekarang aku percaya sepenuhnya!"
"Yang patut disesalkan adalah perbuatan Manusia Gelandangan yang telah khilaf dengan nama dan harta kekayaan"."
"Jangan sebut nama dia lagi, sekarang lakukan apa yang perlu!"
Usia Penggali Makam itu nampaknya belum cukup pengetahuan dan pengalaman ternyata masih belum lama dapat terka ia sebetulnya dari golongan mana.
Selama bicara mereka sudah turun semua dari atas genteng.
Mari kita tengok kepada Hui Kiam setelah meninggalkan le-hun San-chung, ia berjalan demikian, terpaksa ia urungkan.
Semula, ia mendapat kesan baik terhadap dirinya Manusia Gelandangan. Beberapa patah kata Manusia Gelandangan yang membela dirinya, benar-benar telah menggerakkan hati. Tapi Manusia Gelandangan itu telah menerima undangan Persekutuan Bulan Emas, sehingga kesan baik yang tumbuh dalam hatinya lenyap sama sekali. Dengan tanpa sadar ia berkata kepada dirinya sendiri: "Apa dalam rimba persilatan ini benar-benar susah dicari seorang yang baik?"
Tiba-tiba terdengar satu suara yang menyahut:
"Itulah anggapanmu sendiri!"
Hui Kiam berpaling tapi tidak melihat bayangan seorangpun juga.
Ia terheran-heran. Apakah itu ada suaranya setan" Andai kata manusia, tidak nanti akan lolos dari pemandangan matanya. Tapi suara itu nyata ada suara manusia bahkan kedengarannya rada tidak asing.
Selagi masih berada dalam keadaan bingung, mendadak sesosok bayangan orang melayang turun. Kiranya orang itu bersembunyi di atas pohon, pantas cuma terdengar suaranya tidak kelihatan orangnya.
Orang itu ternyata adalah Manusia Gelandangan Ciok Siao Ceng.
Hui Kiam berkata dengan suara dingin:
"Dalam Ie-hun Sam-chung, aku yang rendah mengucapkan banyak-banyak terima kasih atas bantuanmu yang sangat berharga."
Manusia Gelandangan ketawa terbahak-bahak, kemudian berkata:
"Itu tidak perlu. Penggali Makam nama gelarmu ini bagaimana asal usulnya?"
"Sebab aku sudah bertekad hendak menggali liang kubur!"
"Apa artinya?"
"Menggali liang kubur untuk mengubur jenazah-jenazah orang-orang jahat rimba persilatan."
"Haha, benar-benar sangat berarti, cuma"."
"Bagaimana?"
"Dengan peristiwa untuk menghentikan peristiwa, agaknya menyalahi etiket kerukunan."


Pedang Pembunuh Naga Penggali Makam Karya Tan Tjeng Hun di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hui Kiam perdengarkan suara dari hidung. Dengan suara tegas ia berkata:
"Membunuh seorang jahat untuk mencegah mengalirnya darah lebih banyak itu apa salahnya?"
"Sedikit beralasan tapi masih tergolong perantawan."
Dalam hati Hui Kiam diam-diam berpikir: "Kau seorang yang sudah sangat lanjut usianya tapi tidak ijinkan orang menyebut tua sebaliknya sudah khilaf karena harta sehingga abdikan diri kepada Persekutuan Bulan Emas. Perbuatan yang sangat memalukan golongan orang gagah ini bukan saja patut dicela lagi juga harus diberantas."
Tapi walaupun dalam hatinya berpikir demikian, mulutnya tidak mengatakan demikian bahkan mengalihkan pembicaraan ke lain soal.
"Tuan sembunyikan diri di sini, agaknya memang disengaja menantikan aku?"
"Tepat, sedikitpun tidak salah, aku memang menunggu kau!"
"Untuk keperluan?"
"Dalam ruangan tadi di Ie-hun Sanchung, aku melihat sikapmu agak ingin bicara dengan aku!"
Hui Kiam diam-diam sangat kagumi ketajaman mata orang tua itu. Ia lalu menjawab sambil menganggukkan kepala:
"Ucapanmu ini memang benar."
"Kau ingin bicara apa" Katakanlah."
"Kedatanganku ke Ie-hun Sanchung ini, sebetulnya dengan maksud hendak minta sedikit keterangan kepada Sam-goan pangcu dua hal, tidak nyana karena kelalaianku, hingga menerbitkan bencana besar. Di luar dugaan aku ketemukan tuan ada di sana, maka aku rubah maksudku yang semula. Dua soal itu kalau aku tanya kepada tuan, itulah yang baik, dengan pengetahuan tuan yang sangat luas, pasti dapat menerangkannya."
"Melihat sikapmu yang dingin bagaikan es, tidak kusangka kau pandai juga memberikan topi tinggi di atas kepala orang. Tentang
ucapanmu "pengetahuan luas", ini jangan kau sebut-sebut lagi. Aku Ciok Siao Ceng, selamanya yakin kepada pergetahuan sendiri, tidak nyana telah terjungkal di tanganmu!"
"Terjungkal di tanganku?"
"Ya!"
"Apa maksudmu?"
"Dari gerak tipu ilmu silatmu, aku tidak dapat mengenali siapa suhumu. Ini bukankah berarti aku terjungkal di tanganmu?"
"Tidak semuanya benar. Kepandaian ilmu silat terlalu banyak cabangnya, ada yang membuka dan menyebarkan secara luas, ada yang menyimpan rahasia yang hanya dituturkan kepada satu orang saja, juga ada yang menganggap dirinya sebagai orang gagah, sejak menciptakannya tidak pernah diturunkan kepada siapapun juga, sehingga makin lama makin hilang, tapi ada juga ilmu kepandaian yang sudah lama menghilang dari muka bumi, kemudian muncul lagi.........."
"Bagus, bagus! Kau pandai bicara, sekarang mari kita bicarakan soal apa yang kau ingin tanyakan itu."
Wajah Hui Kiam yang tidak mudah terpengaruh oleh emosi, terlintas sedikit perasaan keguncangan di hatinya, tapi sebentar sudah kembali asal semulanya yang dingin, tanpa perasaan dan penuh kebencian.
"Pertama, sebagai seorang yang sudah menjelajahi seluruh pelosok negeri, apakah tuan tahu dimana adanya seorang mempunyai gelar To-liong-kiam-khek (Jago pedang pembunuhNaga)?"
"Apa yang kau maksudkan adalah To-liong Kiam-khek Su-ma Suan?"
"Benar!"
"Sahabat kecil, kau akan kecewa karen aku tak dapat menjawab pertanyaanmu ini.''
"Kenapa?"
"To Liong Kiam-khek Su-ma Suan sudah sepuluh tahun lebih menghilang dari dunia Kang ouw, tiada seorangpun yang tahu ia masih hidup atau sudah mati!"
Hui K-iam kertak gigi ia menggumam sendiri. "Aku pasti dapat menemukan padanya tidak perduli aku harus naik kelangit atau masuk kebumi...."
"Kau" ada permusuhan dengan dia?"
' Benar. Sekalipun sudah mati aku juga akan hajar jenazahnya!"
"Musuh turunan?"
"Tentang ini, maaf aku tidak dapat memberitahukan."
"Dan sekarang katakanlah yang kedua."
Dari dalam sakunya Hui Kiam mengeluarkan sebuah tusuk konde emas berkepala burung Hong panjang tiga chun, ia letakkan tangannya dan berkata:
"Numpang tanya, dalam rimba persilatan, siapa yang menggunakan senjata rahasia tusuk konde semacam ini?"
Manusia gelandangan mengambil tusuk konde itu dari tangan Hui Kiam, diperiksanya dengan seksama lantas berkata:
"Pertanyaanmu yang sulit ini kembali aku harus mengaku jatuh di tanganmu lagi. Tidak tahu!"
Sehabis berkata, ia kembalikan tusuk konde kepada Hui Kiam.
Hui Kiam merasa mendelu, dengan perasaan kecewa ia berkata sambil menghela napas:
"Terima kasih, aku minta diri!"
la lalu memberi hormat dan berjalan menuju ke jalan raya....
"Tunggu dulu!"
Hui Kiam merandek, ia berpaling dan menanya:
"Tuan masih ingin memberi petunjuk apa"''
"Aku mendadak ingat dirinya seseorang, mungkin dapat membuka rahasia tusuk konde itu?"
Dengan tidak sabar Hui Kiam menanya:
"Tuan teringat orang macam apa?"
"Iblis Wanita Bertusuk Konde Emas!"
"Iblis Wanita Bertusuk Konde Emas?"
"Benar, wanita itu pada lima puluh tahunberselang merupakan salah seorang cantik genit, kalau dihitung sekarang usianya mungkin tiga perempat abad lebih, selama beberapa puluh tahun belum pernah dengar muncul lagi di dunia Kang-ouw. Aku sendiri juga pada masa permulaan ceburkan diri ke dunia Kang ouw, baru dengar dirinya perempuan cantik genit yang sangat aneh dan menakutkan itu.
Tinggi kepandaiannya dan kekejamannya serta keganasannya, jarang tertampak selama hampir seratus tahun ini. Cuma perempuan itu meski mendapat julukan nama Iblis Wanita Bertusuk Konde Emas, tapi apabila ia ada menggunakan tusuk konde emasnya sebagai senjata rahasianya atau tidak, aku tidak tahu.
Sebab dulu di masa ia masih malang-melintang di dunia Kang ouw, jarang menemukan tandingan yang mampu menghadapi padanya di atas sepuluh jurus, dan selama itu belum pernah dengar ia menjatuhkan lawan-lawannya dengan senjata rahasia.
Sudah tentu, ini juga belum dapat untuk membuktikan bahwa ia tidak menggunakan senjata rahasia...."
"Dia sekarang ada di mana?"
"Kabarnya dia sering muncul di pegunungan gunung Bu-san, tapi sekarang masih ada di dalam dunia atau tidak, aku sendiri juga tidak tahu."
"Terima kasih atas petunjukmu, aku pasti hendak menyelidiki soal ini sedalam-dalamnya, sampai kita berjumpa lagi!"
Hui Kiam melanjutkan perjalanannya menuju ke barat, dalam hatinya selalu teringat nama Iblis Wanita Bertusuk Konde Emas, besar kemungkinannya bahwa iblis wanita itulah yang membunuh ibunya. Di telinganya seolah-olah masih berkumandang suara mengenaskan yang keluar dari mulut ibunya sebelum menutup mata.
"Iblis" tusuk konde emas" bunuh" To-liong Kiam-khek "."
Andaikata itu ia sudah dewasa, atau sang waktu mengijinkan, ia bisa menanya jelas sehingga tidak perlu menerka-nerka".
Kejadian mengenaskan di masa lampau, pengalaman yang menyedihkan menggores sangat dalam sekali di lubuk hatinya sehingga berubah menjadi rasa benci dan membuat ia berubah menjadi seorang pemuda yang dingin dan beku perasaannya serta agak pendiam. Kalau bukan karena dasar sifatnya yang masih baik, entah berapa jauh ia melakukan kejahatan.
Sebab dalam otaknya cuma kenal benci, seolah-olah semua orang tak ada yang baik.
Selagi berjalan, dari rimba tiba-tiba terdengar suara perempuan ketawa genit.
Cepat Hui Kiam bergerak ke arah datangnya suara itu.
Dalam rimba dua pemuda sedang berhadap-hadapan dengan sikap saling menantang bagaikan dua ekor ayam jago yang hendak bertarung di samping seorang perempuan berpakaian serba merah yang usianya kira-kira dua puluhtahunan nampak sedang tertawa terkekeh-kekeh, sambil mengawasi kedua pemuda itu.
Perempuan baju merah itu cantik sekali, bentuk badannya sangat menggairahkan.
Salah satu pemuda yang berpakaian warna hijau berkata kepada salah satunya yang berpakaian warna hitam.
"Kang Hoan, ini adalah peringatan yang terakhir padamu. Kau lekas berlalu dari sini. Jikalau tidak, jangan kau sesalkan bahwa aku yang menjadi saudara piauwmu berlaku kejam terhadap dirimu!"
Pemuda baju hitam itu dengan sikap amat dingin ia berkata:
"Oh Siu Tie, aku juga peringatkan kau supaya berlalu dari sini!"
"Apa maksudmu?"
"Dan kau sendiri, apa maksudmu?"
"Kang Hoan kau jangan paksa aku!"
"Oh Siu Tie, sama-sama!"
Kang Hoan lalu berpaling dan berkata kepada perempuan cantik genit itu:
"Nona, katakanlah, kau sebetulnya mencintai siapa?"
Perempuan cantik itu menutupi mulutnya dengan lengan bajunya, dengan suara dan gayanya yang sangat merangsang ia menyahut:
"Aku sendiri juga tak tahu kepada siapa aku harus cinta, kalian berdua sama-sama cakap dan tampannya sama-sama."
"Kau toh tidak bisa mencinta dua-duanya?"
"Sudah tentu tapi aku" tidak tahu harus"."
"Kau harus memilih salah satu di antara kita."
"Aku tidak bisa! Begini saja, siapapun aku tidak cinta, anggap saja tidak ada persoalan ini. Sekarang aku hendak pergi!"
Oh Siu Tie berkata sambil ulapkan tangannya:
"Nona, kau jangan pergi"."
Perempuan genit itu kerlingkan matanya, bibirnya menunjukkan senyum menantang, pinggang dan kibulnya sengaja digoyang-goyangkan, lalu berkata dengan suaranya yang penuh rayuan:
"Tidak, aku tak dapat membiarkan kalian dua saudara saling bermusuhan karena aku!"
"Tunggu dulu, aku ada mempunyai suatu cara untuk menyelesaikan persoalan ini!" berkata Oh Siu Tie, yang lalu berpaling dan berkata kepada Kang Hoan: "Dengan memandang
bibiku yang sudah menutup mata, sekali lagi aku peringatkan padamu lekas menyingkir, untuk menjamin jangan sampai tali persaudaraan kita putus!"
"Jikalau aku berkata tidak, bagaimana" jawabnya Kang Hoan menantang.
"Kau boleh bayangkan sendiri apa akibatnya."
"Akibat apa?"
"Jangan lupa, kau bukan tandinganku!"
"Apa kau ingin membunuh aku?"
"Mungkin!"
Wanita baju merah itu lantas berseru:
"Tidak, kalian tidak boleh berbuat demikian. Aih, sebetulnya" aku tidak suka terjadi pertumpahan darah antara kalian......."
Oh Siu Tie berkata dengan suara gemetar:
"Nona, jika aku seorang diri apa kau perlu pertimbangkan juga?"
"'Sudah tentu tidak, tapi... kalian toh ada berdua?"
"Baiklah itu sudah cukup!" katanya sambil menghunus pedang dan berkata kepada Kang Hoan:
"Piauwtee, jangan sesalkan aku, ini adalah kau sendiri yang paksa aku bertindak!"
Kang Hoan juga hunus pedangnya untuk menghadapi saudara tuanya.
Wanita baju merah itu berkata sambil ulap-ulapkan tangannya:
"Kalian tidak boleh bertindak demikian!"
Di antara suara bentakan, dua saudara misan itu sudah mulai bertarung mati-matian, seolah-olah berhadapan dengan musuh besar.
Wanita baju merah itu dengan tenang meyaksikan pertarungan itu, sikapnya tidak berubah, tetap menantang dengan aksinya yang genit.
Saat itu mendadak terdengar suara trang, ternyata pedang Kang Hoan sudah terpental terbang dari tangannya, ujung pedang Oh Sim Tie sudah menempel di dadanya.
"Kang Hoan, aku tadi sudah kata, kau jangan sesalkan aku berlaku kejam"."
"Kau" kau" berani membunuh aku?"
"Ini adalah kau sendiri yang cari mampus."
Wajah Kang Hoan seketika menjadi pucat, keringat dingin membasahi dahinya, ancaman maut membuat wajahnya yang tampan berubah menjadi demikian rupa.
"Tahan !" Demikian mendadak terdengar suara bentakan, sesosok bayangan putih melayang, muncul bagaikan bayangan setan. Dia adalah Penggali Makam yang datang menuruti jejak suara yang telah ia dengar.
Oh Siu Tie segera tarik kembali pedangnya dan lompat mundur.
Wajah wanita baju merah itu lantas berubah, kemudian dengan ketawanya yang menggiurkan ia berkata:
"Ya, kau!"
Dengan sinar mata dingin Hui Kiam mengawasi wanita genit itu sejenak, kemudian berkata kepada Kang Hoan dan Oh Siu Tie:
"Lantaran satu wanita yang tidak tahu malu kalian berdua saudara baku hantam sendiri, pui!"
"Plak! Plak!" dua kali suara nyaring menyusul mulut Kang Hoan dan Oh Siu Tie menyemburkan darah, badannya terhuyung-huyung mundur beberapa tindak, sebelah mukanya matang biru.
Sikap wanita baju merah itu yang genit itu lenyap seketika, dengan suara bengis ia berkata:
"Siapa yang kau katakan perempuan tidak tahu malu?"
Dengan sikap tidak berubah Hui Kiam menjawab: "Di sini kecuali kau barangkali tidak ada perempuan kedua lagi."
Paras wanita itu berubah merah padam".
Dengan sinar mata bengis Hui Kiam mengawasi dua pemuda itu, kemudian berkata kepada mereka:
"Kalian tak lekas pergi dari sini, apa menantikan kematian?"
Oh Siu Tie putar pedangnya, ia maju mendekati Hui Kiam sambil membentak:
"Kau manusia macam apa, berani sembarangan turun tangan mencampuri urusan orang lain?"
"Aku tidak bunuh mati kau masih bagus, kau berani banyak mulut lagi!"
Oh Siu Tie masih penasaran, sambil melirik kepada wanita baju merah ia berkata pula:
"Sungguh jumawa, beritahukan namamu!"
"Si Penggali Makam!"
Oh Siu Tie dan Kang Hoan berseru berbareng,
"Kau adalah si Penggali Makam?"
Dengan tanpa menantikan jawaban yang ditanya, mereka sudah kabur terbirit-birit.
Hui Kiam setelah mengawasi berlalunya kcdua pemuda itu, baru mendekati wanita baju merah itu seraya berkata:
"Aku mengira kau sudah kabur jauh-jauh!"
Wanita itu kembali mengunjukkan sikapnya yang centil genit, dengan suara lemah lembut ia berkata:
"Mengapa aku harus kabur jauh-jauh?"
"Melarikan diri!"
"Melarkan diri" Apa artinya?"
"Sebab aku hendak membunuh kau!"
Wanita itu ketawa terbahak-bahak, katanya:
"Penggali Makam, apa sebabnya kau hendak membunuhku?"
"Kau tentu sudab mengerti sendiri."
"Ow, yang kau maksudkan apakah tentang barang antaran yang berupa kepala manusia itu?"
"Aku tidak sudi dipermainkan orang."
"Mengapa dapat dikatakan dipermainkan" Kau hendak pergi ke Sam-g oan-pang, dan aku menunjukkan jalannya sekalian minta tolong bawa barang antaran untuk sumbangan kawin anak perempuannya, kedua pihak tokh tidak ada yang dirugikan"."
"Mengapa kau membunuh orang?"
"Kau telah menabas kutung empat jago pedarg dari Khong-tong-pay, dan kemudian menghajar mampus si Setan Rambut Merah,itu kutanya apa sebabnya?"
"Karena mereka patut dibinasakan."
"Apakah kau tahu bahwa orang yang kubunuh itu juga tidak ada alasannya yang patut dibinasakan?"
Sejenak Hui Kiam merasa kewalahan, tapi akhirnya ia berkata.
"Barusan kau pancing pemuda itu dengan kecantikanmu, supaya kedua saudara itu saling bunuh. Bagaimana kau maksudkan?"
"Melihat paras cantik lantas timbul nafsu birahi. Penyakit itu toh mereka yang cari sendiri, mereka yang suka perbuat demikian apa salahnya dengan aku?"
"Kau memang pandai omong, sudah terang adalah kau yang sengaja mengadu. kau bukan saja tidak tahu malu, tapi juga sangat jahat bagaikan ular berbisa!"
Paras wanita itu nampak merah padam, dengan suara bengis ia berkata:
"Penggali Makam, dengan hak apa kau mencampuri urusanku?"
"'Tidak usah banyak bicara. Kau permainkan aku maka sekarang aku hendak bunuh kau!"
"Apa kau kira kau mampu bunuh aku?"
"Kenyataan nanti yang akan menjawab!"
Wanita itu memandang wajah Hui Kiam yang dingin tapi tampan. Perasaannya beberapa kali berubah, katanya dengan suara duka:
"Penggali Makam, tidak perduli kau yang membinasakan aku atau aku yang membinasakan kau, baik jangan kita bicarakan dulu, sekarang bicarakan soal yang lainnya....dulu!"
"Apa yang perlu dibicarakan?"
"Kau terlalu kejam dan sombong!"
Terserah apa kau kata, aku tidak perduli!"
"Apa kau seorang yang terluka hatimu?"
"Ini tidak ada hubungannya dengan kau!"
Wanita itu ketawa terkekeh-kekeh:
"Mungkin kau ingin tahu siapa aku ini?"
Hati Hui Kiam lantas tergerak.
Benar, sebab aku sudah berjanji kepada Sam-goan Lojin dan anaknya, hendak menyelesaikau soal barang antaran yang berupa kepala manusia ....
"Namaku Wanita Tanpa Sukma."
"Wanita tanpa sukma?"
"Benar, sebab aku adalah seorang perempuan yang tidak berjiwa lagi. Apa yang ada hanya ragaku!"
"Setidak-tidaknya kau toch mempunyai she dan nama yang asli?"
"She dan namaku sudah ikut terkubur bersama jiwaku!"
"Mengapa kau melakukan pembunuhan?"
"Membalas dendam!"
"Kau membunuh mati bakal menantunya Sam-goan pangcu juga lantaran membalas dendam?"
"Sedikitpun tidak salah!"
"Kau membunuh Auw Yang Kim, sebaliknya mengorbankan keberuntungan seorang perempuan yang tidak berdosa untuk seumur hidupnya. Ini"."
Sinar mata Wanita Tanpa Sukma mengunjukkan rasa kebenciannya yang memuncak. Katanya sambil kertak gigi:
"Anak perempuan Sam-goan Pangcu, Tan Hiang Kun memang tidak berdosa, tapi apakah aku harus berdosa" Dia masih belum tentu akan kehilangan keberuntungan benar-benar. Tapi aku" Hahahahaha........"
Suara ketawanya menandakan pikirannya yang sudah terganggu, agaknya mengandung rasa benci dan sakit hati yang meluap-luap.
"Tidak perduli bagaimana keadaan yang sebenarnya, kau sendirilah yang pergi menyelesaikannya urusan kepalanya Auw-yang Khin itu kepada Sam-goan Lojin! Kau suka pergi ke Ie-hun-San chung secara baik-baik ataukah aku yang............."
"Tidak ada perlunya bagiku untuk menyelesaikan kepada siapapun juga."
"Kalau begitu kau ingin aku minta dengan kekerasan?"
"Barang kali kau tidak sanggup lakukan."
Tepat pada saat itu sesosok bayangan orang melayang turun di hadapan Wanita Tanpa Sukma. Agaknya sangat kegirangan bagaikan menemukan benda berharga, orang itu berkata:
"Adik yang manis, alangkah sengsaranya aku mencari kau!"
Orang itu adalah seorang pemuda berdandan ringkas, usianya kira-kira duapuluhan. Wajahnya cukup tampan, tapi dari sikapnya yang ceriwis, ia termasuk satu jenis dari pemuda hidung belang. Berhadapan dengan Wanita Tanpa Sukma sekujur badannya dan
tulang-tulangnya seperti sudah lemas. Sepasang matanya memandang liar kepada wanita cantik itu. Sikapnya ini benar-benar sangat menjemukan.
Wanita Tanpa Sukma unjukkan ketawanya yang melewati batas kegenitannya. Setelah puas ketawa, ia baru berkata:
"Kau masih ingat aku?"
"Adikku yang manis, terhadap kau, begitu aku melihat lantas jatuh hati. Sebaiknya dengan kau sehabis pertemuan kita itu lantas pergi tanpa pamit, sehingga membuat aku memikiri dirimu hampir menjadi gila"."
"Sudah cukup!" memotong Hui Kiam dengan nada suara dingin.
Pemuda itu agaknya hingga saat itu baru sadar kalau di situ masih ada Hui Kiam. Setelah mengawasi sejenak, timbullah perasaan cemburunya. Tapi ketika sinar matanya kebentrok dengan sinar mata Hui-Kiam yang tajam dingin, dengan tanpa sadar ia mundur satu tindak dan dengan suara gusar ia berkata:
"Kau siapa?"
Hui Kiam diam saja, agaknya segan menjawab pertanyaan itu.
Wanita Tanpa Sukma ketawa terkekeh-kekeh. Kemudian dengan acuh ia berkata:
"Mengapa kau cemburu" Tidak apa-apa, kita adalah musuh!"
Pemuda itu melirik Hui Kiam sejenak. Dengan sikap mengumpak ia berkata kepada Wanita Tanpa Sukma:
"Adikku yang manis, biarlah aku yang membereskan!"
'Barangkali kau bukan tandingannya"."
"Mustahil!"
"Tahukah kau siapa dia?"
"Siapakah dia sebetulnya bocah liar ini?"
"Penggali Makam!"
"Apa" Dia... adalah Penggali Makam?"
Muka pemuda itu segera mengunjukkan rasa ketakutan. Setindak demi setindak ia melangkah mundur. Dengan tanpa sadar sudah berdiri berendeng dengan Wanita Tanpa Sukma.
Wanita Tanpa Sukma lantas berkata sambil ketawa cekikikan:
"Lihat, kau sekarang ketakutan setengah mati. Jangan perdulikan dia. Sekarang aku hendak tanya padamu, apa kau cinta aku?"
Pemuda itu nampaknya kegirangan. Dengan mata merem melek ia menjawab:
"Perlu kujelaskan lagi?"
"Sekalipun mati kau juga masih cinta aku?"
"Ini" sudah tentu!"
"Hingga saat ini, kita baru saling bertemu dua kali, bagaimana kau dapat mencintai diriku begitu dalam?"
"Adikku yang manis, inilah yang dinamakan jodoh, begitu lihat lantas jatuh hati!"
Paras Wanita Tanpa Sukma terlintas suatu perubahan aneh. Ia rapatkan tubuhnya kepada pemuda itu. Dengan nada genit ia berkata:
"Aku tidak percaya. Lelaki mulut manis paling tidak boleh dipercaya. Mula-mula saja manis melebihi madu, tapi akhirnya dibuang seperti sampah."
"Adikku yang manis, apakah aku perlu membelek hatiku untuk kuperlihatkan padamu?"
"Aku pikir memang ingin lihat hatimu!"
"Ini ... ini .... "
Wanita Tanpa Sukma ulur tangannya yang putih halus mengelus-elus pundak pemuda, kemudian dengan kecepatan bagaikan kilat ia menotok".
Pemuda itu keluarkan jeritan ngeri, badannya mundur sempoyongan dengan mata terbuka lebar mengawasi Wanita Tanpa Sukma sambil menuding dengan jarinya, mulutnya mengeluarkan kata-kata yang tidak jelas, kemudian rubuh di tanah dan jiwanya lantas melayang.
Dengan jantung berdebaran Hui Kiam menyaksikan itu semua, kemudian berkata dengan suara agak gemetar: "Kau kembali melakukan pembunuhan!"
Dengan acuh tak acuh wanita itu menjawab,
"Adalah dia sendiri yang mencari mampus!"
"Apakah ini juga termasuk golongan pembalasan dendam?"
"Tepat, pembalasan dendam. Aku akan membalas dendam terhadap setiap pemuda yang anggap dirinya romantis. Aku ingin mereka jatuh satu-persatu di bawah tanganku."
Sehabis berkata ia tertawa terbahak-bahak, hendaknya memuaskan rasa dendamnya.
Tanpa menyadari Hui Kiam timbul rasa simpatiknya terhadap wanita itu. Dia sendiri namakan dirinya Penggali Makam. Ia telah bersumpah hendak menggali lubang bagi orang-orang jahat dalam rimba persilatan agar dapat mengubur satu persatu manusia-manusia jahat itu. Perbuatan wanita yang menamakan dirinya sendiri Wanita Tanpa Sukma ini, bukankah mirip dengan dirinya sendiri"
Ia menantikan sampai Wanita Tanpa Sukma puas ketawa baru berkata:
"Wanita tanpa sukma, mari kita balik pada pembicaraan kita semula. Sekarang mari kau ikut aku ke Sam-goan-pang ...."
"Mengapa aku harus pergi?"
"Kau harus selesaikan dan tanggung jawab atas barang antaran kepala manusia itu!"
Sangat menytsal sekali, aku anggap bahwa hal itu tidak perlu!"
"Tapi aku sudah berjanji kepada mereka hendak mencarikan orang, maka kuanggap itu perlu!"
"Itu adalah urusanmu sendiri."
"Kau tidak pergi?"
"Tidak!"
"Ingin aku turun tangan?"
"Terserah!"
Hui Kiam lalu ulur tangan menyambar tangan wanita itu, tapi dengan cepat wanita itu sudah berhasil mengelakkan sambaran tangan tersebut.
Hui Kiam terperanjat, ternyata kepandaian nona itu agaknya tidak di bawah kepandaiannya sendiri hanya dengan caranya berkelit itu saja dalam rimba persilatan sudah jarang tertampak.
la kini sudah rubah siasat, dengan satu gerakan luar biasa cepatnya ia menyerang dengan amat dahysat.
Sambil ketawa Wanita Tanpa Sukma menyambuti serangan tersebut.
Tatkala kekuatan tenaga kedua pihak saling beradu, masing-masing nampak mundur satu langkah. Hui Kiam terperanjat, ia tidak menyangka bahwa kekuatan tenaga Wanita Tanpa Sukma itu ternyata berimbang dengan kekuatannya sendiri.
Di muka paras Wanita Tanpa Sukma masih tetap ramai dengan senyumannya, sikapnya itu benar-benar sangat menggiurkan. Ia berkata:
"Penggali Makam, kekuatanmu benar-benar sukar dicari tandingannya, tapi kau masih belum mampu membinasakan aku, kau harus mengakui kenyataan ini. Sampai ketemu di lain waktu."
Ucapan terakhir masih berkumandang di telinga Hui Kiam, orangnya sudah menghilang dari depan matanya.


Pedang Pembunuh Naga Penggali Makam Karya Tan Tjeng Hun di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hui Kiam tidak menduga perempuan itu akan pergi, sesaat setelah merasa terkejut 1antas bergerak untuk mengejar, tapi ternyata sudah tidak berhasil menyandaknya hingga cuma bisa berkata sendiri sambil menggabrukkan kakinya: ''Kau tidak akan bisa lolos!"
Keluar dari dalam rimba, Hui Kiam melanjutkan perjalanannya melalui jalan raya.
Belum berapa lama ia berjalan, di telinganya tiba-tiba terdengar suara orang berpantun dengan suaranya yang mengalun.
"Minum beberapa cawan arak dalam kedai minuman di jalan.
Dalam keadaan mabuk alis dikerutkan.
Tidak mungkin akan ketiduran.
Kapan aku sadar dari mabuknya, tahu atau tidak"
Benar menjadi kurus lantaran dia.
Aha, kurus lantaran si dia!"
Demikian rentetan syair yang dinyanyikan yang disusul oleh suara keluhan setelah mengakhiri syairnya.
Itu adalah sebuah syair dari seorang penyair di dalam Song Selatan.
Karena merasa ketarik, Hui Kiam menoleh tapi apa yang dilihatnya merasa hatinya mendelu, sebab orang yang menyanyikan syair itu tadi ternyata cuma satu pengemis muda yang usianya kira-kira tujuh atau delapan belas tahun, mukanya mesum, pakaiannya kotor, ruyung yang dinamakan ruyung penggebuk anjing dipanggul di pundaknya, sepasang kakinya telanjang berjalan seenaknya.
Hui Kiam mengawasi sejenak, terus melanjutkan perjalanannya.
Suara nyanyian terdengar pula dan kali ini pengemis muda itu menyanyikan syairnya Hoan Tiong Am bagian terakhir.
"Hati sudah patah tidak bisa mabuk lagi.
Sebelum arak tiba, lebih dulu sudah menjadi air mata.
Tiada sinar lampu tiada sinar rembulan.
Tidur seorang diri di atas tumpukan puing.
Segala urusan dan pikiran,
tak berdaya untuk dielakkan."
Dalam syair di atas, telah melukiskan bagaimana rasanya seorang pengemis atau anak piatu yang terlunta-lunta nasibnya, tidur dalam kelenteng tua dan menggunakan puing sebagai alas batu bata sebagai bantal.
Hui Kiam kembali menoleh mengawasi pengemis muda itu, ternyata cuma terpisah dengannya kira-kira lima tombak, nampaknya terus mengikuti jejaknya.
Ia terheran-heran karena ia tahu bahwa jalannya sendiri sudah cukup pesat, tapi pengemis itu ternyata dapat mengikutinya dengan tetap terpisah sejarak kira-kira lima tombak di belakang dirinya. Nampaknya pengemis muda itu bukan pengemis sembarang pengemis.
Tapi karena pengemis itu tidak mengganggunya, ia tetap melanjutkan perjalanannya sendiri.
Baru berjalan kira-kira sepuluh tombak, suara kaki sudah berada di belakangnya dan satu suara terdengar nyata: "Sahabat, mengapa hatimu tidak bergerak sama sekali?"
Hui Kiam dengan cepat berpaling, hingga berdiri berhadapan dengan si pengemis. Saat itu ia baru dapat lihat dengan tegas, pengemis muda itu meski sangat mesum dan kotor pakaiannya, tapi mempunyai potongan muka tampan.
"Apa maksudmu?" tanyanya dengan nada dingin.
"Pikiranku si pengemis ini sedang merana tapi saudara sedikitpun tidak merasa simpati."
Hui Kiam mendongkol, sambil ulap-ulapkan tangannya ia berkata:
"Pergilah! Aku tidak sempat bicara soal asmara denganmu!"
"Mengapa saudara menolak begitu saja?"
"Apa maksudmu yang sebenarnya?"
"Ah, saudara bermuka dingin berhati bagaikan besi, sudah tentu tidak mengerti perasaan halus orang perempuan, bagaimana rasanya seorang yang sedang merana........"
Hui Kiam memandang si pengemis dengan sinar mata gusar, lalu berpaling dan berjalan pergi........
"Penggali Makam, aku si pengemis hendak menanyanya padamu!"
Karena disebut nama gelarnya, Hui Kiam terpaksa berpaling dan katanya dengan nada suara dingin:
"Mengapa kau tahu aku adalah Penggali Makam?"
Pengemis itu ketawa cekikikan dan berkata:
"Nama saudara telah menggemparkan orang-orang golongan hitam atau putih, dengan dandananmu serba putih ini dan dengan sikapmu yang kecut dingin ini, bagaimana aku tak tahu?"
"Kau mencari aku?"
"Ah, tidak, tidak, aku si pengemis kecil sekalipun makannya hanya mengandal pemberian orang tapi masih belum kepingin mati. Aku hanya ingin tanya padamu tentang dirinya seseorang"."
"Siapa?"
"Seorang perempuan cantik manis berbaju merah."
"Wanita Tanpa Sukma?"
"Benar, benar," berkata ia sambil pesut ingusnya dengan lengan bajunya yang kotor. "Apa saudara belum lama berpisah dengan dia" Tentunya tahu kemana ia pergi?"
"Kau menaksir padanya?"
"Bukan cuma menaksir saja, kita berdua malah saling menyinta kepada sesamanya?"
"Bukankah nabi kita Khong Hu-cu pernah berkata bahwa nafsu makan dan nassu birahi itu adalah kodrat manusia" Aku si pengemis kecuali nafsu makan dan nafsu birahi tidak mempunyai apa-apa lagi!"
"Kalau kau ingin mati, aku Penggali Makam dapat mengikuti kehendakmu, cukup dengan gerakan satu tangan saja."
Pengemis itu kerlingkan matanya, dari mulutnya menyembur hawa arak, katanya dengan suara keras:
"Saudara tidak mau memberitahukan?"
Hui Kiam perdengarkan suara dari hidung. Ia tidak mau perdulikan si pengemis lantas balikkan badannya hendak berlalu ....
Si pengemis lompat melesat menghadang di depannya kemudian berkata dengan nada sedih:
"Kalau saudara memang tidak sudi memberitahukan, ya sudah. Aku si pengemis kecil tidak akan memaksa, tapi aku hendak tanya, benarkah perjalanan saudara ini hendak mencari seseorang di gunung Bu-san?"
Hui Kiam terperanjat, pergi kegunung Bu-san hendak mencari Iblis Wanita Bertusuk Konde Emas, adalah urusan ia sendiri yang belum dibicarakan kepada siapapun juga, bahkan hal ini hanya Manusia Gelandangan seorang diri saja yang tahu, bagaimana pengemis ini bisa mengetahuinya" Tapi meski dalam hati merasa heran dan curiga, di luarnya masih tetap begitu dingin.
"Nampaknya kedatanganmu padaku ini ada mengandung maksud tertentu?" demikian ia berkata dengan suara datar.
"Benar, benar. Maksudku memang hendak membantu kepada saudara. Marilah kita bersahabat. Aku si pengemis kenal baik keadaan gunung Bu-san, hingga setiap pohon aku dapat menghitungnya di luar kepala!"
"Bukankah kedatanganmu ini lantaran Wanita Tanpa Sukma?"
"Itu hanya urusan iseng saja!"
"Bagaimana kau tahu kalau aku hendak mencari orang di gunung Bu-san?"
"Kalau aku terangkan barang kali kau tidak percaya. Aku si pengemis kecil ini pernah mendapat pelajaran ilmu gaib dari seorang yang pandai. Aku paham menebak hati dan pikiran orang. Asal kita sudah bicara beberapa patah kata saja, sudah dapat menebak isi hati orang yang aku ajak bicara!"
"Di dalam dunia di mana ada ilmu kepandaian begitu aneh?"
"Bukankah saudara sudah buktikan sendiri" Apakah dugaanku ada keliru?" katanya si pengemis dengan bangga.
"Taruhlah itu benar, tapi aku tidak memerlukan bantuan, silahkan!"
"Eh! Saudara malu bersahabat denganku?"
'"Terserah bagaimana anggapanmu!"
"Aku si pengemis bisa membantu kau ke gunung Bu-san untuk mencari orang yang sedang kau cari itu!"
"Aku selamanya suka menyendiri, tidak suka berjalan bersama-sama dengan orang lain."
Sehabis berkata, dengan tanpa menoleh lagi ia terus berjalan dan meninggalkan si pengemis berdiri kesima di tempatnya, lama baru terdengar suaranya si pengemis yang berkata kepada dirinya sendiri: "Benar-benar hatinya sudah beku sikapnya dingin bagaikan salju. Bagus sekali tugas yang diberikan oleh si tua bangka."
Sehabis berkata ia juga berjalan mengikuti jejaknya Hui Kiam.
Gunung Bu-san yang terkenal dengan dua belas puncaknya yang menjulang tinggi ke langit merupakan salah satu gunung besar yang amat luas daerahnya.
Untuk mencari jejak seseorang di gunung yang luas itu, tak ubahnya bagaikan mencari jarum di dasar laut.
Sudah tujuh hari lamanya Hui Kiam mencari ubek-ubekan di gunung tersebut, tapi tidak ketemukan orang yang dicari.
Menurut keterangan Manusia Gelandangan, Iblis Wanita Bertusuk Konde Emas itu dulu pernah muncul di antara duabelas puncak, tapi juga belum boleh dianggap sebagai satu patokan bahwa iblis wanita itu ada berdiam di situ. Tapi tidak perduli bagaimana, iblis wanita itu harus diketemukan, untuk mencari pembunuh ibunya yang sebenar-benarnya.
Ia merasa bahwa satu-satunya yang selama masih bernapas, ialah menuntut balas dendam atas kematian ibunya dan gurunya serta mengubur itu semua manusia-manusia jahat dalam rimba persilatan.
Ia tak akan mundur setapakpun juga, walaupun harus mendapat banyak rintangan hebat.
Penggali Makam tujuannya hendak menggali makam-makam yang disediakan untuk mengubur orang-orang jahat, dengan lain perkataan, ialah hendak membunuh habis kawanan penjahat. Nama julukan itu sendiri, sudah cukup seram, dan di balik nama julukan seram itu, ternyata masih mengandung maksud tujuan yang nampaknya sangat samar-samar.
Karena jumlahnya, orang-oang jahat dalam rimba persilatan mungkin tidak dapat dibunuh habis, ini berarti bahwa pembunuhan akan terus berlangsung tidak hentinya, sedangkan seseorang tidak mungkin untuk menjadi seorang kuat tanpa tanding. Selain daripada itu, seorang kuat betapapun tinggi kepandaiannya, walaupun mempunyai kecerdikan dan kepandaian yang tak ada taranya, sedikit banyak masih bisa mengalami hal-hal di luar dugaan yang cukup membawa akibat kematiannya. Dan Hui Kiam tinggi kepandaian ilmu silatnya, cerdas otaknya, tapi masih belum
termasuk golongan kuat kelas atas, untuk mencapai ke tahap demikian, mungkin masih terpisah jarak yang sangat jauh, kemudian kalau ia sudah bertekad dan berbuat demikian, tidak lain karena terdorong oleh rasa dendam dan kebenciannya terhadap orang-orang jahat, tumbuhnya pikiran itu adalah akibat dari rasa dendam yang hebat itu.
Sudah tentu, akibat demikian kalau timbul dalam hatinya seorang yang berkepandaian terlalu tinggi dan berkemauan keras, sesungguhnya sangat menakutkan.
Ketika menginjak hari ke delapan, ramsum kering yang dibawa oleh Hui Kiam telah habis. Terpaksa ia mencari makanan apa saja yang didapatnya untuk menahan lapar, untuk dapat melanjutkan usahanya.
Dalam usahanya mencari orang, ia memilih jalan dan tempat yang tersembunyi. Tempat-tempat demikian, sudah tentu sukar dan banyak bahayanya.
Selagi ia berjalan menyusuri sungai yang airnya sangat jernih, tiba-tiba hidungnya mengendus bau amis yang memualkan.
Bukan kepalang kagetnya ia. Ia lalu celingukan untuk mencari dari mana datangnya bau amis itu. Tidak berapa lama matanya sudah dapat lihat di suatu tempat tidak jauh ada menggeletak beberapa bangkai manusia. Dengan tanpa ayal lagi, ia sudah 1oncat ke tempat itu.
Keadaan di situ sangat menyeramkan dan mengenaskan. Di antara tulang-tulang manusia berserakan di tanah, terdapat tujuh bangkai manusia yang mati dalam keadaan mengerikan, kepala mereka hancur semuanya. Dari darah yang sudah membeku, dapat diduga bahwa semua korban itu telah dibunuh mati kira-kira satu hari di muka.
Siapakah orangnya yang melakukan pembunuhan secara kejam demikian"
Dan siapakah tujuh orang itu" Mengapa dibunuh di gunung yang sepi sunyi ini "
Dari banyaknya tulang-tulang-manusia yang berserakan itu dapat diduga bahwa jumlah manusia yang dibunuh tentunya tidak sedikit.
Di antara tumpukan bangkai itu, Hui Kiam dapat menemukan sebuah panji segi tiga berwarna putih, yang tergenggam dalam tangan salah seorang korban. Di tengah-tengah panji itu terdapat sulaman lukisan bulan sabit berwarna emas. Di bawah bulan sabit terdapat tiga bundaran warna hitam.
Dari situ dapat diduga bahwa korban-korban itu adalah orang-orangnya Persekutuan Bulan Emas, dan korban yang menggenggam panji itu ternyata adalah pemimpin rombongan tersebut.
Apa sebabnya anak buah Bulan Emas binasa di tempat itu"
Itulah pertanyaan yang mengaduk dalam otak Hui Kiam. Mendadak ia merasa desiran angin di belakang dirinya. Dari desiran angin itu ia dapat tahu bahwa dari belakang ada yang mendatangi. Ia sengaja diam-diam saja kemudian menegurnya dengan nada suara dingin:
"Siapa?"
Pertanyaannya itu segera dijawab oleh seorang yang suaranya kasar:
"Telinga sahabat ternyata sangat tajam sekali, eh, hehehe! Benar-benar terhitung sangat kejam dan telengas. Menengoklah kemari!"
Hui Kiam balikkan badannya. Di satu tempat sejauh satu tombak, ada berdiri berendeng dua laki-laki pertengahan umur. Satu di antaranya berwajah kejam, yang lainnya berhidung pesek dan mata jereng, di atas mulutnya penuh dengan berewok, benar-benar ada satu potongan muka yang buruk sekali.
Manusia buruk itulah yang barusan berkata padanya.
Dua orang itu ketika menyaksikan wajah Hui Kiam yang tampan tapi dingin kecut, semuanya tercengang.
Laki-laki yang berwajah kejam itu mengamat-amati wajah Hui Kiam sejenak, mendadak berkata dengan suaranya yang menyeramkan:
"Apakah tuan Penggali Makam?"
"Benar!" jawabnya Hui Kiam singkat.
Laki-laki wajah jelek itu mengawasi tujuh bangkai di tanah sejenak, kemudian berkata dengan suaranya yang keras:
"Penggali Makam, kau telah menggali liang makam untuk tujuh anak buah persekutuan kami?"
Sinar mata Hui Kiam yang tajam bagaikan pedang, terus menatap wajahnya kedua laki-laki itu, dengan suaranya yang dingin dan lambat ia menjawab:
"Kalian berdua kiranya juga orang-orang Persekutuan Bulan Emas?"
"Benar, dugaanmu tepat!" sahutnya laki-laki bermuka kejam.
"Kedudukanmu?"
"Kau masih belum berhak untuk menanyakan hal itu!"
Sementara itu, laki-laki bermuka jelek itu agaknya sudah tidak sabaran, dengan mendahului kawannya ia menanya:
"Penggali Makam, beberapa hari berselang di Sam-goan-pang kau telah mengunjukkan keganasanmu, mengutungi satu lengan utusan persekutuan kami, hari ini kembali kau telah membunuh satu "hiocu" dan enam anak buah cabang persekutuan kami di daerah Go-see, apa kau sudah memikirkan apa akibatnya?"
"Apa akibatnya?"
"Barang siapa yang bermusuhan dengan persekutuan kami, akan ditumpas serumah tangga dan perguruannya!"
Dengan wajah tanpa berubah Hui Kiam berkata:
"Soal menguntungi lengan utusan itu, aku sudah menerangkan bahwa rekening itu boleh diperhitungkan di bawah namaku, sementara tujuh orang ini bukanlah aku yang membunuh!"
"Siapa yang membunuh?"
"Kau tanya aku" Aku harus tanya siapa?"
"Penggali Makam, memungkir tidak ada gunanya . . . . ."
"Tidak perlu aku berbuat demikian?"
"Nampaknya kau akan menggali liang makam untuk mengubur kau sendiri bersama guru dan seluruh anggota keluargamu!"
"Dengan sepak terjangnya Persekutuan Bulan Emas, ada harganya bagiku menggali makam untuk mengubur kalian berdua!"
Laki-laki berwajah kejam itu perdengarkan ketawanya yang kejam, kemudian berkata:
"Penggali Makam, sebutkan nama gurumu!"
"Apa kau berhak menanyakan hal itu?"
"Cepat atau lambat kau beritahukan ada sama saja. Sekarang aku undang kau untuk pergi ke markas cabang kita di Go-see."
"Aku tidak sempat!"
"Kau ingin kami turun tangan?"
"Tidak usah lagi, sudah ambil keputusan hendak minta kalian berdua supaya berdiam di sini untuk selama-lamanya!"
"Bagus, kau tentunya sudah bosan hidup di dunia!"
Laki-laki berwajah jelek itu setelah membentak demikian, lantas lompat menerjang sambil menyambar dengan kedua tangannya.
Hui Kiam memapaki dengan kedua tangannya. Laki-laki itu mendadak menarik kembali serangannya dan lompat mundur.
Kawannya yang berwajah kejam, sudah menghunus pedangnya. Ia berkata sambil ketawa dingin:
"Kau berani omong besar, ternyata mempunyai kepandaian yang berarti!" Kemudian ia berpaling dan berkata kepada kawannya:
"Kita harus bereskan bocah ini, karena mau ada urusan lain yang mesti kita urus!"
Di antara berkelebatnya sinar gemerlapan, ujung pedang laki-laki itu sudah melakukan serangannya dengan kecepatan bagaikan kilat.
Hui Kiam dengan gerakannya yang luar biasa gesitnya, menerobos lingkaran pedang. Wajahnya yang memang kecut dingin, nampak semakin dingin menakutkan. Lambat-lambat ia menghunus pedangnya. Sepasang matanya menatap lawannya, ujung pedangnya menatap ke bawah, ia berdiri bagaikan patung batu, tidak membuka mulut.
Dua laki-laki itu menyaksikan keadaan demikian hati mereka panas.
"Kita mulai!"
Demikian kedua laki-laki itu mengeluarkan suaranya bagaikan komando, keduanya saling berpandangan sejenak, lalu angkat pedang mereka.....
Pertempuran ttu merupakan suatu pertempuran mati-matian, hingga suasana mendadak menjadi tegang.
"Trang, trang!" demikian terdengar suara benturan pedang.
Hui Kiam masih berdiri tegak, agaknya tidak pernah bergerak dari tempatnya. Sedangkan laki-laki berwajah jelek itu sudah rubuh menjadi dua potong, badannya kutung batas pinggang.
Kawannya yang berwajah kejam, saat itu menjadi pucat pasi, badannya gemetar.
Tepat pada saat itu kembali, muncul lagi tiga orang yang dandanannya serupa dengan dua orang yang datang duluan. Usia mereka berkisar antara empat puluhan. Satu di antaranya lantas berseru kaget: "Dia Penggali Makam!"
Tiga orang itu begitu tiba, lantas mengambil sikap mengurung terhadap Hui Kiam.
Hui Kiam agaknya tidak perdulikan kedatangan ketiga orang itu.
Laki-laki berwajah kejam saat itu baru pulih kembali semangatnya. Dengan suara gemetar ia berkata:
---ooo0dw0ooo---
JILID 3 "B O C A H ini merupakan lawan berat!"
Salah satu di antara tiga orang itu dengan sinar matanya yang tajam menatap wajah Hui Kiam yang dingin kecut. Lalu menanya:
"Kau muridnya nenek tua itu?"
Nenek tua" Hui Kiam tidak tahu siapa yang dikatakan nenek tua itu. Tapi ia dapat menduga bahwa bangkai-bangkai itu tentunya terbunuh oleh itu orang perempuan yang disebut nenek tua.
Apakah nenek tua itu adalah itu Iblis Wanita Bertusuk Konde Emas yang ia sedang cari"
Karena berpikir demikian, maka sesaat semangatnya lantas terbangun.
Laki-laki berwajah kejam itu lantas menyahut:
"Masih belum dapat dibuktikan, mungkin ya!"
"Sudah kau selidiki?"
"Nampaknya berada dalam lembah ini."
Merdadak muncul lagi seorang tua yang hidungnya bengkok dan rambut serta jenggotnya sudah putih seluruhnya. Di pinggangnya tergantung sebilah pedang berbentuk besar yang agak panjang kira-kira setengah kaki lebih panjang daripada pedang biasa. Ia berdiri di sebuah batu besar terpisah kira-kira dua tombak dari mereka. Dengan sinar matanya yang tajam, ia mengawasi keadaan orang-orang itu.
Empat orang yarg datang duluan ketika mendapat lihat orang tua itu, semua mengunjukkan sikap kegirangan. Semuanya lalu memberi hormat seraya berkata:
"Congkam, kami memberi hormat!"
Orang tua yang disebut congkam atau komandan itu, matanya tetap menatap wajah Hui Kiam, kemudian berkata kepada anak buahnya:
"Kalian bukanlah tandingannya, mundurlah!"
"Empat laki-laki itu lalu mundur sejauh tiga tombak. Orang tua itu lalu maju menghampiri Hui Kiam dan berkata padanya:
"Sahabat, kepandaianmu bagus sekali. Kau barangkali adalah itu orang yaug mempunyai gelar Penggali Makam?"
"Benar!"
"Lohu adalah komandan pasukan Persekutuan Bulan Emas, namaku K o Han San. Apakah orang-orang itu mati di bawah tanganmu?"
"Satu diantaranya memang benar aku yang bunuh!"
"Yang lainnya?"
"Aku tidak tahu!"
"Guru sahabat?"
"Maaf, aku tak dapat memberitahukan."
"Sahabat, sebaiknya kau terangkan dulu supaya tidak timbul salah paham."
"Tidak ada kesalahan paham yang perlu diperbincangkan!"
Komandan pasukan itu nampaknya sangat gusar, tapi ia agaknya menindas perasaannya.
"Pemimpin kami sudah lama menghargakan dan junjung tinggi Kim-cee (tusuk konde emas) locianpwee, maka telah mengutus orang-orangnya untuk mengunjungi. Semua ini semata-mata
dengan kemauan yang baik dan hati sejujurnya, tiada lain maksud. Apakah sahabat ada murid locianpwee?"
Hati Hui Kiam bergerak, nampaknya ia tak salah alamat. Sungguh tidak nyana Persekutuan Bulan Emas juga mencari Iblis Wanita Bertusuk Konde Emas. Tapi meski hatinya tergerak di luarnya masih tetap dingin.
"Kalau begitu, aku dapat memberitahukan padamu bahwa aku bukan muridnya!"
"Apakah itu benar?"
'Tidak ada perlunya untuk membohong."
"Numpang tanya tentang asal usulmu!"
"Maaf, aku tidak dapat menerangkan!"
"Apa saudara hendak tanggung jawab sendiri atas perbuatanmu!"
"Sudah tentu!"
Komandan itu setelah berpikir sejenak, lalu berkata:
"Penggali Makam, kalau kau suka menjadi anggota persekutuan kita, dengan kepandaianmu ini, pasti dapat berbuat banyak untuk kepentingan masyarakat. Pemimpin kami sedang mencari orang-orang pandai, terutama dari angkatan muda selalu mendapat perhatian khusus. Apa kau suka timbang ucapanku ini?"
Dengan tanpa banyak pikir Hui Kiam lantas menjawab:
"Mencari orang-orang pandai, apakah itu bukan berarti menyingkirkan orang-orang yang tidak sepaham dengannya dan mengumpulkan kawanan anjing?"
"Kau terlalu sombong. Tujuan persekutuan kami ialah hendak mempersatukan memperkokoh kedudukan orang-orang rimba persilatan."
"Sungguh enak didengarnya!"
"Penggali Makam, maksudku adalah baik!"
"Terima kasih!"
"Apa kau bermaksud hendak bermusuhan dengan persekutuan kami?"
"Aku sudah bersumpah hendak bermusuhan dengan semua orang jahat dalarn rimba persilatan, tidak pandang bulu."
"Kau jangan kukuh dengan pendirian sendiri, jikalau kau tidak mau menginsafi, kau nanti akan menyesal sendiri!"
"Ucapanmu ini sebaiknya katakan kepadamu sendiri!"
"Penggali Makam, sayang kepandaianmu, kami sesungguhnya tidak tega turun tangan."
Pendekar Kelana 2 Bakti Pendekar Binal Karya Khu Lung Dendam Iblis Seribu Wajah 20
^