Pedang Ular Mas 18
Pedang Ular Mas Karya Yin Yong Bagian 18
membungkuk ia taruh tangannya di depan hidung si nona, ia tidak rasai hembusan napas,
akan tetapi waktu ia meraba dadanya, ia dapatkan dada itu turun naik dengan perlahan
sekali, Di saat itu Sin Cie juga lihat seorang lain di dalam gua, ia pun sedang rebah. MuIanya ia
niat hampirkan orang itu, atau mendadak ia rasakan kepalanya pusing, matanya kabur,
berdirinya pun limbung, hampir saja ia rubuh, Maka segera ia insyaf, asap itu mengandung
racun, Tidak ayal lagi ia angkat tubuh Ceng Ceng, untuk di-pondong keluar ia sambar
dadung yang terus tarik-tarik,
A Pa terus tarik naik dadung itu, ia dibantu Seng Hay, hingga dalam tempo yang cepat, Sin
Cie sudah bergelantungan dengan sebelah tangannya tetap me-mondong Ceng Ceng, Di
sini di luar gua, baru Sin Cie berani bernapas, ia menahan sebisa-bisanya, Baru dua kali ia
bernapas, ia merasa perutnya mual, tanpa tertahan lagi ia muntah-muntah,
Semua orang di atas jadi berkhawatir, Kalau anak muda ini tak dapat pertahankan diri asal
cekalannya terlepas, celakalah dia berdua Ceng Ceng, Maka itu, walaupun mereka menarik
dengan cepat, A Pa dan Seng Hay toh berhati-hati, supaya mereka tidak menarik dengan
kaget! Ciu San bersama He Bin dampingi dua orang itu, untuk berikan bantuan mereka kalau saja
A Pa dan Seng Hay membutuhkan itu, Mereka juga siap untuk sambuti Sin Cie.
Selagi itu dua orang terangkat hampir sampai, mendadak terdengar suara nyaring dari
arah gua, seperti gua itu meledak gempur, lantas kelihatan asap mengepul naik dan batubatu
terbang berhamburan. Semua orang terperanjat tidak terkecuali Seng Hay, hingga ia
hampir lepaskan cekalannya, syukur A Pa si gagu yang pekak, tidak dengar apa-apa dan
masih menarik dengan tenang,
Diakhirnya, untuk kelegaan semua orang, sampailah Sin Cie di atas, Akan tetapi setelah ia
injak batu gunung, kakinya lemas, lantas saja ia rubuh, lupa akan dirinya,
Ketika itu Bhok Siang Tojin pun sudah berkumpul di antara mereka, maka guru ini segera
tolong muridnya, juga Ceng Ceng untuk pijat dan uruti mereka,
Dari dalam gua, suara peledakan masih menyusul berulangkali
Orang tidak tahu apa yang menyebabkan itu dan beberapa banyak tersimpannya bahan
peledak di da!am-nya. Orang saling memandang dengan merasa heran,
Tidak antara lama, Sin Cie sadar, lantas ia bernapas dengan beraturan ia merasa sangat
lelah, "Sungguh berbahaya..." ia mengeluh sebentar lagi, Ceng Ceng pun ingat akan dirinya
akan tetapi begitu lekas ia buka mata dan lihat si anak muda," ia lepaskan tangisan,
Baru sekarang semua orang berhati lega,
Untuk scmentara, Bhok Siang antapkan muridnya itu beristirahat di situ, sedang suara
perledakan sudah berhenti, tinggal asapnya yang masih sedikit mengepul
"Nanti aku lihal!" kata Hie Bin dengan bcrani.
Ciu San setuju, ia ikat orang punya pinggang, akan kasih turun anak muda itu, yang
dipesan mesti lantas membetot dadung andaikata ada ancaman bahaya di gua itu.
Kapan Hie Bin sampai di lubang gua, ia tidak lihat suatu apa, karena lubang itu telah
tertutup rapat, hingga terpaksa ia mesti kembali dengan tangan kosong,
Sin Cie tuturkan bagaimana ia ketemukan Ceng Ceng, sedang Ceng Ceng ceritakan
pengalamannya yang penuh bahaya di dalam gua itu menghadapi Ho Ang Yo yang sudah
kalap, Mendengar itu, Bhok Siang Tojin menghela napas,
"Ketika baru ini aku lihat panahnya Kim Coa Long-kun yang disembunyikan di dalam peti,
aku sudah kagumi kepintarannya," berkata imam ini, "Siapa sangka sekarang terbukti
kepintarannya begini luar biasa, Jauh sekali pandangannya...."
"Siapa juga tidak akan menyangka sekali pun di dalam tengkorak dia masih simpan bisa,"
nyatanya Oey Cin yang tidak kurang kagumnya,
"Suhu, inilah aneh!" seru Hie Bin si sembrono, "Ba-gaimana bisa itu bisa disimpan di
dalam mulut tengkorak" Dia toh sudah mati dia tinggal rerongkongnya saja?"
Oey Cin tertawa, tetapi dia kata, "Nanti saja kau coba sendiri, sesudah kau mati!"
Guru ini sebal-sebal geli untuk ketololan muridnya ini.
Tentu saja semua orang tertawa ramai,
"Orang tidak tahu makanya dia menanya..." mendumal si pemuda she Cui itu.
"Hee Losu Kim Coa Long-kun ada seorang pintar luar biasa dan sangat teliti." Sin Cie
kasih tahu, "Dia tahu bahwa semasa hidupnya dia mempunyai banyak musuh, dia
mestinya telah menduga walaupun dia sudah mati, mesti ada musuh-musuhnya yang
bakal terus cari pada-nya, untuk musnahkan tulang-tulangnya, dari itu karena dia sendiri
ada ahli bisa, dia lantas buatkan persiapannya disaat dia hendak hembuskan napasnya
yang terakhir Secara demikian, sampai dia sudah tinggal rerongkong-nya, dia masih bela
dirinya...."
Mendengar ini Hie Bin tepok pahanya,
"Sekarang tahulah aku!" dia berseru. "Dengan persiapannya itu, kalau nanti ada orang
bakar tulang-tulangnya, maka racun yang disembunyikan di dalam tutang-tu!ang itu nanti
bekerja sendirinya...",
"Hanya...." kata dia pula bilang sesaat "Kenapa gua itu bisa meledak" Apakah dia simpan
juga bahan peledak di dalam tu1ang-tulangnya itu?"
Kembali orang bersenyum karena pertanyaan ini.
"Masa dia sembunyikan bahan peledak di dalam tulang-tulangnya?" kata Siauw Hui, "Pasti
dia sembunyikan itu di dalam tanah!"
Sin Cie tidak perhatikan kata-kata orang itu, ia manggut-manggut, ia menghela napas pula,
"Adalah keinginannya ibunya adik Ceng supaya ia dapat dikubur bersama suaminya,
sekarang keinginannya itu telah tercapai," katanya,
Hie Bin sendiri masih saja terheran-heran, hingga ia ulur lidah nya.
"Kim Coa Long-kun benar-benar lihay!" katanya, "Dia sudah menutup mata belasan tahun
lamanya, dia masih bisa layani musuh-musuhnya. Sudah selayaknya saja kalau wanita tua
dan jahat dari Ngo Tok Kauw itu nerima kebinasaannya."
"Meskipun dia jahat, akan tetapi cintanya adalah sejati harus dihargai," Sin Cie bilang, "Dia
bersengsara karena cinta...."
Siauw Hui sementara itu usap-usap kepalanya Tay Wie dan Siauw Koay,
"Kalau tidak getapnya mereka ini, asal lambat sedikit saja oh, bagaimana hebatnya
kejadian inL." katanya,
"Ya, itu benar," kata beberapa orang.
Maka sekarang orang kagumi kedua binatang piara-an itu yang mempunyai perasaan luar
biasa. Sampai di situ orang berangkat ke dalam gua, An Toa Nio dan gadisnya memayang Ceng
Ceng yang masih lemah sekali, Dia telah ditukari pakaiannya lantas di-rebahkan di atas
pembaringan untuk dia beristirahat
Bhok Siang lojin berikan obat pulung, untuk punahkan racun, akan tetapi itu tidak lekas
dapat menolong, karena racunnya Kim Coa Long-kun lihay sekali dan Ceng Ceng
terkenanya cukup lama, Malah selang satu malam, mukanya si nona menjadi berobah
hitam, keadaannya jadi bertambah berat, ada kalanya dia jadi tak sadarkan dtri, atau kalau
dia mendusin, dia lantas menangis sendirinya, dia mengaco, Dalam tidurnya dia suka
mengimpi, dia suka mengigau dengan katakan Sin Cie tidak punya budi rasa....
Sin Cie sendiri jadi sangat lesu dan putus asa, hingga melihat dia, orang merasa kasihan,
malah orang ber-khawatir untuk kesehatannya.
Kapan anak muda ini ditinggal berduaan saja sama Ceng Ceng, yang rebah tidak berdaya
ia coba hiburkan nona itu, ia berikan janjinya bahwa ia tidak mencintai nona lain siapa
juga, Ceng Ceng tidak bilang suatu apa, masih saja dia suka keluarkan muntah cair hitam,
mukanya sendiri kadang-kadang bersemu merah dadu tetapi lebih banyak hitam-nya.
Sin Cie lihay ilmu silatnya, sekarang ia habis daya. Maka ia lebih banyak bercokol atau
rebah dengan air mata berlinang-linang, ia tidak punya obat untuk tolong kekasih ini,
karena mustika kodok es sudah Habis,
Di luar orang ramai bicarakan Kim Coa Long-kun. Biar bagaimana orang anggap jago Ular
Emas ini telah membahayakan anak dara nya sendiri....
Karena ini orang umumnya tidak gembira.
Dihari itu mendekati magrib, Tay Wie dan Siauw Koay perdengarkan suara mereka yang
berisik. Nyata telah datang rombongannya Kwie Sin Sie suami istri serta murid-murid
mereka ialah Bwee Kiam Hoo. Lauw Pwee Seng, Sun Tiong Kun dan lainnya, jumlah
berenang Kapan Kwie Jie Nio dengar Ceng Ceng terkena racun ia berikan sisa obat
anaknya yaitu hok-leng dan ho-siu-auw.
Setelah makan obat ini, Ceng Ceng bisa tidur dengan tcnang,
Ketika sang magrib datang, murid kepala dari Oey Cin datang bersama delapan suteenya
serta dua putranya, Lebih dulu mereka kasih hormat pada Bhok Siang Tojin, baru guru
mereka jie susiok Kwie Sin Sie suami dan istri,
Murid kepala dari Oey Cin itu lihat Sin Cic, sang sam-susiok masih muda daripada
anaknya yang pertama, maka untuk tekuk lutut di depan paman guru ketika ini, ia merasa
sungkan, Maka itu ketika ia toh memanggil.
"susiok", ia tetap ragu-ragu.
Sin Cie lihat ini sutit, keponakan murid, berumur empat puluh lebih, dadanya lebar,
pinggangnya tegar, suatu tanda tubuhnya kuat, sedang tubuh itu ada terlebih tinggi
daripada tubuhnya sendiri Maka diam-diam ia memuji ia anggap pantas toa-suhengnya
punyakan murid yang beroman gagah ini. Dia ini beda sangat jauh dari Hie Bin si toloL
"Tidak usah berlutut," ia mencegah, ketika ia tampak sembilan sutit itu hendak berlutut di
depannya. "Jangan pakai banyak adat peradatan!"
Segera Hie Bin perkenalkan saudara seperguruannya yang tertua itu.
"Toasuheng ini she Phang bernama Lan Tek," kata-nya, "Di dalam kalangan kang-ouw dia
digetarkan Pat-bin Wie-hong." (Gelaran itu mempunyai arti "Keangkeran di delapan
penjunC), "Pasti saudara Phang telah mewariskan kepandaian toasuheng," Sin Cie bilang,
Phang Lan Tek merendahkan diri
Oey Cin tidak bilang suatu apa murid kepalanya itu tidak tekuk lutut terhadap sutee buncit
itu, terutama sebab ia tahu, muridnya ini telah punyakan nama baik, ia sendiri juga
memang paling sedernana,
Sesudah itu baru Lan Tek suruh dua putranya berlutut kepada semua orang yang lebih
tua, mulai dari Bhok Siang Tojin sampai pada Kiam Hoo berantai
Dua anak itu ada Phang Put Po yang lebih tua, usianya dua puluh satu tahun, dan Phang
Put Cui yang kedua, yang baru berumur tujuh belas, Untuk di wilayah Kam Liang, karena
mengandal pada nama ayahnya, mereka telah punya nama juga, sedang kepandaian
mereka sendiri boleh dibilang sudah cukup berarti sekarang Put Po lihat, paman gurunya
yang termuda baru berumur kurang lebih dua puluh tahun, maka walaupun mereka
berlutut, hati mereka tidak puas, Mustahil orang dengan usia demikian muda menjadi yang
tertua lebih tinggi dua tingkat derajatnya" Mereka juga tidak melihat mata karena tampak
susiok itu beroman lesu dan kucel air mukanya, bekas-bekas air matanya masih belum
Icnyap, Dua saudara Phang itu bergaul rapat dengan muridmu rid nya Kwie Sin Sie suami istri,
malah mereka tahu, Sun Tiong Kun adalah yang paling jumawa dan kepala besar, ilmu
silatnya pun sempurna, maka diam-diam mereka ini berdamai untuk sebentar ogok-ogok si
Nona Sun, agar dia coba-coba kepandaiannya paman cilik itu, ingin mereka membuat
paman guru cilik itu dapat malu di depan sucouw dan guru dan paman guru mereka,
Mereka percaya, umpama ayah mereka ketahui perbuatannya tidak nanti mereka
dipersalahi., Begitulah besoknya, pagi-pagi sekali mereka sudah bangun, lantas mereka pergi keluar,
akan cari Sun Tiong Kun, Kebetulan, mereka ketemu Cio Cun, susiok mereka yang ke
delapan, Cio Cun ini juga muda usianya dan gemar cari gara-gara ilmu silatnya berimbang sama
mereka berdua saudara sebab di pipi kanannya ada tahi lalat biru orang juluki dia Cheebian-
sin, Malaikat Muka Biru, Dia ingin menegor kapan dia saksikan roman luar biasa dari
engko dan adik itu,
"Hai, katamu bikin apa?" demikian teguran nya.
"Kita lagi ajari Sun Su kouw!" sahut Put Cui sambil tertawa, "Katakan selama di Shoatang,
su-kouw sudah rubuhkan banyak orang Put Hay Pay, maka kita ingin dia beri penuturan
kepada kita."
"Bagus!" Cio Cun nyatakan akur. "Tadi aku lihat dia lagi berlatih sama Bwee Suko, mari
kita tengok padanya!"
Lantas tiga orang ini lari ke gunung belakang,
Di sepanjang jafan, dua saudara Phang ini pikirkan, kata-kata apa mesti dihaturkan kepada
Sun Tiong Kun supaya sukouw itu sang bibi guru jadi panas hatinya terhadap Sin Cie.
"Jikalau dia sedang berlatih pedang, baik bilang saja Wan Siauw-susiok-couw cela ilmu
pedangnya itu," kata Put Cui.
"Akur!" sahut Put Po sambil terlawa.
Selagi mereka mendekati ke tempat di mana katanya Sun Tiong Kun dan Bwee Kiam Hoo
lagi berlatih silat, tiga orang ini sudah lantas dengar suara nyaring dan bengis dari Sun
Tiong Kun seperti sang bibi guru lagi damprat orang, Mereka heran, maka mereka lari
untuk lekas mcncmui.
Kelihatan Sun Tiong Kun lagi kejar seorang lelaki umur tiga puluh tahun lebih, dia ini
sambil lari sambil mengupat caci mengatakan Sun Tiong Kun sebagai "wa-nita bangsat!
dan "wanita hina dina", Tidak selamanya dia lari lcrus, Karcna dia pun mencekal golok,
saban-saban ia berhenti, untuk lakukan perlawanan Nyata dia kalah lihay, saban-saban ia
lari pula, kalau kecandak, kembali dia bikin perlawanan Dia mencaci terus selagi si nona
damprat ia berulang-ulang,
"Mari kita pegal binatang itu, supaya dia tidak mampu lolos!" Put Cui mengajak,
Secara kalap terdengarlah suaranya orang yang dikejar-kejar Sun Tiong Kun itu, "Kau
telah bunuh istriku serta anak-anakku, maka kenapa kau bunuh juga ibuku yang sudah
berumur tujuh puluh tahun lebih?"
Air mukanya Sun Tiong Kun merah padam
"Manusia tidak punya malu!" si nona mendamprat.
"Umpama kala di rumahmu ada terlebih banyak orang lagi, aku pun akan bunuh semua!"
Mereka itu berkelahi dengan sengit sekali, karena sama-sama sedang sangat mendongkol
"Hai, kenapa Sun Su-kouw tidak pakai pedang?" seru Phang Put Po. "Dia menggunai
sebatang gaetan, tak leluasa nampaknya gerakannya."
Cio Cun dan Put Cui pun segera lihat, itu bibi guru lagi gunai senjata yang tidak cocok.
Maka orang she Cio ini lantas cabut pedangnya ia balik itu untuk pegang tajamnya,
"Sun Suci, sambut pedang ini!" kata dia sambil lemparkan pedangnya itu,
Berbareng sama terlemparnya pedang, dari sam-ping, di mana ada pepohonan lebat,
melesat satu bajangan, yang terus sambuti pedang itu, akan talangi Tiong Kun.
Ciu Cun bertiga terperanjat melihat kesehatan orang, kemudian mereka jadi kenali,
bajangan itu adalah Bwee Kwie Hoo, murid kepala dari Kwie Sin Sie, Susiok Couw mereka,
"Bwee Susiok!" Cio Cun memanggil
"Ya," Bwee Kiam Hoo menyahuti, sambil manggill, setelah mana, dia lemparkan kembali
pedang itu, seraya tambahkan, "Sun Su kouw telah pahamkan lain alat, tidak lagi pedang."
Ciu Cun heran, hingga ia perdengarkan seruan tertahan ia memang tidak tahu, sebab
Tiong Kun lelengas, dia sudah dilarang memakai pedang,
pertempuran masih berjalan terus, Lama-lama, orang lelaki itu repot juga, maka setelah
terdesak hebat, tangannya kena ditendang si nona, goloknya terlepas, hingga dilain saat
dadanya jadi terbuka untuk tusukan gaetan.
"Tahan!" mendadak Kiam Hoo berseru dengan cegahannya,
-ooo0ooo- Bagian ke tiga puluh empat
Sun Tiong Kun heran, hingga ia tunda serangannya, karena mana, lawannya itu dapat
kesempatan untuk angkat kaki ke arah bawah gunung,
"Kasih ampun pada nya!" kata Kiam Hoo sambil tcrtawa, "Biarlah sucouw nanti beri pujian
padamu!" Sun Tiong Kun bersenyum,
Orang itu lari beberapa puluh tindak jauhnya, ia berhenti, akan putar t ubun nya, buat
kembali caci musuh nya, ia mengatakan pula, "Perempuan bangsat! perempuan busuk dan
hina!" Kali ini bukan cuma Sun Tiong Kun, juga Kiam Hoo dan Cio Cun serta kedua saudara
Phang turut jadi gusar Put Cui sampai mencaci. "Makhluk apa itu berani datang mengacau
di Hoa San?"
Dengan bawa ruyung besi nya, ia lantas mengejar
Sun Tiong Kun dalam murkanya sesumbar "Jikalau aku tidak bunuh binatang itu, aku
sumpah tak mau jadi manusia! Aku tidak perduli biar Sucouw kutungi lagi sebatang
jerijiku!"
Dia pun mengejar seraya putar gaetannya,
Bwee Kiam Hoo paling sayangi sumoay ini, dipihak lain, ia khawatir sang sumoay nanti
kembali bunuh orang, untuk cegah itu, ia ingin mendahului bekuk orang itu.
untuk hajar adat pada nya, supaya adik seperguruan ini puas hati, maka itu ia pun
berlompat lari akan mendahului ilmu entengkan tubuhnya ada di atas semua kawannya itu
sebentar saja ia sudah berada di sebelah depan mereka.
Musuhnya Tiong Kun itu tampak gelagat jelck, dia lari ke kiri di mana kebetulan ada jalan
cagak, Cio Cun bersama dua saudara Phang segera menyerang dengan senjata rahasianya
masing-masing, Baru hui hongsekdari Put Po menuju ke arah bebokongorang itu, Dia ini
gesit, dia bisa dengar sambaran angin, maka ia berkelit ke kanan. Tetapi "Sreet!" panah
tangan dari Ciu Cun mengenai kempolannya, bahna sakit, ia ter-huyung-huyung terus dia
rubuh terguling.
Disaat itu, Bwee Kiam Hoo sudah sampai dia lompat untuk mencekuk,
Berbareng dengan itu dari samping terdengar desiran angin, menyambar ke tubuh orang
itu, tubuh siapa dilain saat sudah lantas mencelat hampir menubruk orang she Bwee ini.
Kiam Hoo terkejut, dia berkelit ke samping, sekarang dia bisa lihat tubuh orang itu kena
terkelit beberapa puluh lembar tambang dan telah terbetot
Sun Tiong Kun dan yang lainnya memburu sampai di situ, mereka lihat kejadian itu,
mereka terperanjat
Nyata orang yang toIongi orang yang dikeroyok itu ada satu wanita yang cantik, bajunya
Pedang Ular Mas Karya Yin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
putih bagaikan salju, rambutnya yang panjang terurai ke bcIakang. Tetapi nona ini tak
bersepatu dan kedua kaki dan tangannya memakai gelang emas, dandanannya bukan
dandanan orang Han, bukan orang suku bangsa Ic. Dan sehabis menoIongi dia lantas
berdiri diam sambil tertawa manis, juga di tangan kanannya, yang putih seperti salju, ada
terpegang setabung tambang entah terbuat dari kawat entah dari benang,
Dan di belakang si cantik ini berdiri lagi satu wanita muda yang tubuhnya tertutup jubah
putih dari kepala sampai ke kaki, hingga terlampak saja wajahnya, Dia beroman cantik
tetapi kulitnya pias, tidak gembira,
Mcrcka ini adalah Ho Tek Siu dan A Kiu.
Dilain harinya setelah keberangkatan Sin Cie berantai meninggalkan kota raja, Ouw Kui
Lam dapat kaburnya halnya Wan Peng tertampak empat jago tua Cio Liang Pay serta Ho
Ang Yo berikut Ceng Ceng, maka se pulangnya ia terus beritahukan itu padanya, ia terus
beritahukan itu pada kawan-kawannya,
Mendengar halnya ada binatang berbisa dipantek di pojok lemKok, Hb Tek Siu tahu itulah
tanda Ngo Tok Kauw untuk mcngumpuIi orang, ia jadi khawatir Ceng Ceng dapat celaka, ia
jadi niat memberi pertolongan kepada si nona, untuk kebaikan Sin Cic. Untuk segera
berangkat ia bersangsL ia sudah janjikan Sin Cie akan rawati A Kiu. Bukankah keadaan di
kota raja masih kalut" Bukankah A Kiu ada putri raja yang menarik perhatian umum" Maka
tidak dapat ia tinggalkan A Kiu seorang diri di kota yang berbahaya itu. Hebat kalau
sampai putri ini menghadapi sesuatu, Sesudah lama bersangsi, akhirnya ia ambil putusan
akan ajak tuan putri ini.
Ketika A Kiu diberitahukan bahwa ia hendak diajak pergi susul Ceng Ceng, dia
menyatakan akur, maka itu, malam itu mereka menulis surat, dan setelah dengan diamdiam
A Kiu bersembahyang di kuburan ayahnya, almarhum kaisar Cong Ceng, ia ikut Tek
Siu berangkat dari kota raja,
A Kiu belum sembuh betul dari lukanya, akan tetapi ia dapat pelayanan istimewa dari Tek
Siu, seorang yang banyak pengalamannya yang pun anggap ia sebagai adik kandungnya,
maka walaupun perjalanan dilakukan cepat, ia tidak terlalu menderita, Selama di tengah
perjalanan, lukanya terus mendapat kemajuan, ia jadi sangat bersyukur kepada bekas
kauwcu dari Ngo Tok Kauw itu hingga keduanya jadi rapat betul satu dengan lain, Ketika
hari itu mereka mendaki Hoa San, kebetulan mereka saksikan Ang Seng Hay sedang
dikepung Sun Tiong Kun beramai maka Tek Siu dengan bandringan Joan-ang-cu-so,
"benang kawa-kawa" sudah lantas tolongi orang shc Ang itu,
Memang Seng Hay adalah orang yang hendak ditangkap Kiam Hoo itu.
Dua-dua Bwee Kiam Hoo dan Sun Tiong Kun tidak tahu yang Ang Seng Hay telah turut Sin
Cie, mereka juga tidak tahu Ho Tek Siu dan A Kiu orang-orang macam apa, tentu saja
mereka jadi gusar, sebab mereka dapat anggapan, orang-orang asing ini berlaku kurang
ajar di atas gunung Hoa San, yang menjadi daerah pengaruh mereka,
"Siapa kamu?" Tiong Kun membentak "Apakah kamu semua dari Pun Hay Pay?"
Ho Tek Siu tidak gusar karena teguran itu, ia malah tertawa terus,
"Enci apa shemu yang mulia dan namamu yang besar?" ia tanya dengan hormat
"Entah di dalam hal ini telah bersalah terhadapmu Apakah boleh siauwmoay membikin
akur kamu berdua pihak?"
Ho Kauwcu sengaja membahasakan diri "siauwmoay" - adik yang kecil
Tiong Kun dengar suara merdu orang tetapi suara itu mengandung sedikit kejumawaan,
sedang dandanan orang luar biasa. ia tetap tidak senang,
"Kamu siluman dari mana?" tanya dia. "Apakah kamu tahu ini tempat apa?"
Tek Siu tidak jawab pertanyaan sombong itu, ia tertawa saja,
"Nona Ho, bangsat perempuan ini ada manusia paling jahat!" Seng Hay kasih tahu, "Dia
yang dipanggil Hui Thian Ho-Iie si Hantu Wanita, istri serta anak-anakku, juga ibuku yang
sudah berumur tujuh puluh lebih, semua terbinasa di tangan dia!"
Seng Hay gusar sekali, hingga matanya bersinar mirip api.
Mendengar perkataan Seng Hay ini, Bwee Kiam Hoo lantas ambil sikap Iain. Mcmang sejak
di Kim-Ieng ia peroleh pengajaran dari Sin Cie, ia telah jadi kuncup banyak, ia juga
mengerti, couwsunya bakal datang kalau tidak hari ini, tentu besok, maka ia anggap baik
jangan timbulkan onar
"Sudah pergi kamu turun gunung, jangan bikin rcwel di sini!" katanya dengan maksud
menyudahi urusan.
Phang Put Cui pun turut berkata. "Kamu dengar tidak perkataan susiok ku ini" Lekas
kamu pergi, lekas!"
ia lompat mendekati A Kiu niatnya untuk mengusir.
Nona ini memegang tongkat bambu Ceng-tiok-thung di tangan kanannya, ia mengawasi
dengan roman agung, Bir,i bagaimana, dia adalah putri raja, dia mempunyai keangkuhan
dan keangkerannya sendiri, Maka melihat sikap itu Put Cui heran.
"Apakah kamu datang untuk antari jiwa?" akhirnya Put Cui menegur ia tidak takut,
sebaliknya ia jadi gusar: ia lantas ulur tangannya akan sambar baju A Kiu, guna dorong
putri ini. Meski ia belum sembuh anteronya dari lukanya, kendati tangannya tinggal sebelah A Kiu
tidak lupa ilmu silatnya warisan dari Thia Ceng Tiok, kematian siapa membuat ia sangat
bersih- Maka itu tidak senang ia lantas perlakukan kasar dari pemuda itu, Tanpa bilang
suatu apa, ia geraki tongkatnya,
Tiba-tiba saja Put Cui menjadi limbung, terus ia rubuh celentang, Tetapi ia tidak dilukai,
begitu bebokongnya kena tanah ia bisa kerahkan tenaga untuk mencelat bangun, ia masih
muda dan tabiatnya keras, dibikin rubuh secara demikian gampang, ia jadi murka,
mukanya menjadi merah. ia lantas angkat ruyungnya untuk menyerang,
Tek Siu mengawasi kembali ia tertawa,
Tuan-tuan tok dari Hoa San Pay?" katanya, "Kita adalah orang-orang sendiri!"
"Siapa sudi jadi orang sendiri dengan kamu siluman?" bentak Put Po.
Bwee Kiam Hoo khawatir suasana jadi keruh, ia lantas kedipi dua saudara Phang itu,
Sebagai seorang kang-ouw ia pun telah cukup berpengalaman, ia percaya nona di
depannya itu bukan orang tanpa asal-usuL ia juga telah saksikan kepandaiannya,
"Siapakah itu gurumu?" dia tanya,
"Guruku she Wan," Tek Siu jawab, "Namanya di atas Sin, di bawah Cie. Guruku itu ada dari
Hoa San Pay."
Bwee Kiam Ho menoleh pada Sun Tiong Kun, selagi sumoay ini pun berpaling kepadanya
sebab keduanya heran. Mereka sangsi,
Cio Cun tapinya tertawa, dia kala. "Wan Susiok sendiri masih satu bocah cilik, ilmu silat
kaum kita ia baru dapat pelajarkan tiga bagian, maka cara bagaimana dia boleh menerima
murid?" Tek Siu tidak gusar, ia tetap tertawa, "Oh, begitu," tanyanya.
Sun Tiong Kun pernah dapat malu dari Sin Cie, malah dia telah ditegur sucouwnya dan jari
tangannya dibabat kutung maka biar bagaimana tidak puas hatinya, Sebagai orang
perempuan, ia pun tetap kurang luas pandangannya, Kalau ia dengar orang sebut nama
Sin Cie, ia jadi "gatal", kumat kebenciannya, Tapi susiok itu lihay, derajatnya tetap lebih
tinggi, ia tidak bisa berbuat suatu apa, Lain dari itu, sekarang ini guru dan subonya
hormati sekali paman guru cilik itu, yang pernah to!ongi jiwa anak gurunya, dan saban
menyebut nama Sin Cie, kedua guru itu nampaknya sangat berterima kasih hingga ia
mesti telan saja kebenciannya, Tapi sekarang ia dengar nona asing ini ada muridnya itu
paman guru cilik, tiba-tiba hatinya jadi panas pula,
"Apa benar kau ada murid Hoa San Pay?" dia tanya dengan bengis. "Kenapa kau justru
bergaul sama ini manusia tidak tahu malu?"
Dia maksudkan Ang Seng Hay.
"Dia adalah pengiring guruku," TekSiu jawab. Turut penglihatanku, dia bukannya tidak
tahu malu! Eh, Seng Hay, kenapa kau menyebabkan nona ini gusar kepada-mu" Kau salah
apa?" sementara itu ke situ telah datang Phang Lan tek bersama Lwee Seng dan lainnya, sebab
mereka telah lantas dapat dengar suara berisik dari perselisihan itu,
"Ayah," kata Put Po. "lni anak perempuan bilang dia ada seorang she Wan punya eh,
muridnya siauw susiok-couw,.,."
"Hm! Apakah yang direwelkan?" Lian Tek tanya.
Put Cui lantas dului kandanya, untuk memberi penuturan
Di dalam tingkat ketiga dari Hoa San Pay, Phang Lian Tek adalah yang usianya paling
tinggi, dia pun masuk belajar paling dahulu, maka itu dalam kalangan kangouw dia telah
diperoleh nama, hingga dengan sendirinya, dia adalah kepala di dalam kalangannya itu.
Ketika dia sudah dengar keterangan anaknya, dia lantas berpaling kepada Sun Tiong Kun.
"Sun Sumoay, bagaimana duduknya maka kau bermusuhan dengan nya "H ia lanya, ia
maksudkan Seng Hay,
Mukanya Tiong Kun menjadi bersemu merah.
Kiam Hoo segera menalangi sumoay nya itu,
"lni jahanam mempunyai satu kanda angkat," demikian katanya, "Dia tidak tahu selatan,
dia berani melamar Sun Sumoay untuk dijadikan istrinya, karena itu, lamarannya ditolak,
dia dimaki..."
"Dia mau terima baik atau menampik ia mara n, itu memang ada hak dia!" Seng Hay
nyeletuk. "Akan tetapi kenapa dia tebas kutung kedua kuping saudara angkatku itu?"
"Siapa tanya kau?" memotong Lian Tek dengan mata mendelik
Bwee Kiam Hoo melanjuti, "Jahanam ini lantas kumpul sejumlah kawannya mereka gunai
ketika selagi Sun Sumoay berada sendirian, mereka tangkap sumoay dan dibawa lari!
Syukur aku bersama suhu keburu dapat tahu dan susul mereka dengan begitu sumoay
dapat ditolong."
Kedua matanya Lian Tek berputar, sinarnya tajam sekali,
"Sungguh bernilai besar!" bentaknya kepada Seng Hay, "Jadi sekarang kau masih tidak
puas mencari rewel?"
"Mereka menculik orang untuk dipaksa suka me-nikah, itu adalah salah mereka," kata Tek
Siu yang belakan Seng Hay. "Untuk itu bukankah Sun Sumoay telah bunuh saudara
angkatnya itu" Bukankah kau telah diperoleh kepuasan" Maka kenapa kau masih satroni
rumah dia ini dimana kau binasakan lagi istrinya, anak-anaknya, dan ibunya yang sudah
tua yang telah berumur tujuh puluh tahun lebih" Dalam hal ini aku ingin penjelasan!"
Lian Tek semua lantas merasa, adik seperguruan itu benar keterlaluan
"Pulang pergi, asalnya adalah kau yang jahat!" Put Po masih salahkan Seng Hay,
"Sekarang orang sudah mati, habis kau hendak apakah?"
"Cukup!" Tek Siu memotong "Sebentar aku nanti menemui guruku, untuk minta dia yang
kasih pertimbangannya."
"Wan Susiok beramai sedang repot, mereka tidak ada tempo." kata Lauw pwee Seng.
"Mana suhu?" Kim Hoo tanya,
"Suhu bersama subo, supeh dan susiok lagi repot berdamai untuk menolongi orang,"
Pwee Seng jawab,
"Kalau begitu," Lian Tek bilang, "Baik ringkus dulu semua mereka ini! sebentar kita minta
putusannya suhu dan susiok semua...."
Put Po dan Put Cui menyahuti, lantas mereka maju untuk tangkap tiga orang itu. Put Cui
tidak kapok. Tek Siu menjadi tidak puas melihat orang begini galak, Dia sudah tukar haluan, dia telah
coba merubah adat, tetapi belum lenyap semua sifatnya sebagai kauwcu, kepala agama.
Tadinya dialah yang biasa memerintah maka bagaimana sekarang ia yang hendak
diringkus" walaupun ia mendongkol ia masih bisa tertawa geli,
"Kamu hendak meringkus orang?" katanya, "Di sini aku ada sedia tambangnya!"
Dia lantas acungkan Joan-ang Cu-so.
Put Cui melotot
"Siapa kesudian itu!" katanya. Dia lantas maju bersama saudaranya, untuk hampirkan
Seng Hay, Bekas jago dari Put Hay Pay itu tentu saja tidak suka mendekati dirinya diringkus, Kalau
tadi dia diam saja, dia suka mengalah kepada Ho Tek Siu, yang ia tahu ke-lihayannya
dalam sepak terjang dan dalam ilmu silat
Disaat ketiga"orang itu hampir bergebrak, mendadak mereka dengar suara tertawa di
samping mereka, dengan tiba-tiba saja dua saudara Phang merasa kaki meraka terangkat
terangkat bersama-sama tubuh mereka, jumpalitan di atas tanah, seperti awan, hingga
mereka kaget, semangat mereka seperti terbang, Sebelum mereka jatuh, mereka dengar
pula suara tertawa tadi, disusul sama ajaran "Lekas bergerak dengan'Lee-hie hoan sin"!
itulah ilmu yang paling rendah, tentu ayahmu sudah mengajari-nya...!"
Phang Put Po turut itu ajaran, dia putar terus tubuhnya dengan gerakan "Lee hie hoan sin"
itu ~ "lkan tambra lompat berbalik", maka ketika kedua kakinya turun ke tanah, ia berdiri
dengan tetap, Tidak demikian dengan Put Cui, yang tabiatnya keras, dia justru mencoba menggunai
gerakan "Hui pauw liu coan" atau "Air tumpah mengalirkan air", benar gerakannya bagus,
tetapi dia terlambat, tubuhnya mendahului turun, hingga ia jatuh di tanah dengan duduk
numprah, dia terbanting keras, hingga ia merasakan sangat sakit, sedang malunya bukan
main, muka dan kupingnya menjadi merah.
Dua-dua mereka seperti tidak tahu kenapa tubuh mereka terangkat naik dan jadi
jumpalitan di udara...
Phang Lian Tek jadi sangat murka karena anaknya dipermainkan
"Hai, siluman!" dia membentak. "Tapi kau bilang kau ada kaum Hoa San Pay, kami sangsi,
tapi sekarang kau gunai kepandaianmu yang rendah ini, terang kau bukan orang golongan
kami! Mari maju!"
Tidak sempat Pat-bin Wie hong buka kancing bajunya satu demi satu, dengan tangan
kirinya ia membetot sebelah baju nya, maka berbareng sama suara memberebet pada
putuslah kancing bajunya itu, sesudah mana, baru ia buka bajunya untuk dilemparkan,
hingga sekarang terlihat pakaiannya yang berwarna biru dan sepan, sehingga ia
nampaknya jadi sangat keren, berdirinya pun tegak bagaikan menara besi,
Masih saja Ho Tek Siu tertawa manis,
"Ai, suheng, apakah kau hendak berlatih silat dengan siauwmoay?" tanyanya, itulah
bagus! Kita bertaruh secara apa?"
Lian Tek lihat kegesitan orang barusan, tetapi ia tidak jeri, ia percaya benar
kepandaiannya, sedang ia ada sangat ternama di See-keng. ia tidak lihat mata pada nona
ini. Tapi, meski ia beroman bengis, dan adatnya keras juga, ia welas asih, Maka melihat si
nona manis budi, hawa amarahnya menjadi kurangan dengan cepat
Begitulah ia berkata, "Kami berantai adalah orang-orang yang masih dapat diajak bicara,
Kalau sebentar Kwie Jie-nio yang keluar, hm... kau nanti tahu rasa. Dia paling benci
kejahatan, kalau dia lihat orang semacam kau, tidak nanti dia mau melepaskannya!
sekarang hayo kamu lekas angkat kaki!"
"Kau bukan guruku, hak apa kau punya untuk usir aku?" tanya Tek Siu tetap dengan
saban Put Cui masih tidak puas, tidak perduli sudah dua kali ia peroleh hajaran, Rasa malunya
membuat ia nekat. Maka ia kedipi engko,
"Mari kita maju, jangan tanggung-tanggung," katanya.
Hampir berbarengi dua saudara itu lompat maju.
Tek Siu lihat sikap dua pemuda itu. ia tertawa.
"Baik, aku akan berdiri diam, tidak bergerak Kamu akur?" dia tanya akan tetapi sikapnya
agak menantang, ia lantas lilit tambang Joan-ang Cu-so di pinggangnya, ia pun masuki
kedua tangannya ke dalam saku,
Dua saudara Phang maju menyerang, ruyung besi mereka turun menyambar ke arah
kepala si nona, Dia ini benar-benar diam saja, tidak menangkis atau berkelit Ketika kedua
ruyung hampir mengenai kepala orang, dengan tiba-tiba Put Po dan Put Cui tahan
turunnya lebih jauh. Mereka pernah terdidik, maka mereka tidak mau sembarang lukai
orang, "Keluarkan senjatamu!" Put Cui kata.
Tidak usah," jawab Tek Siu sambil tertawa, "Kamu boleh serang aku, tidak nanti kakiku
berkisar meski setengah dim, tidak nanti aku tarik keluar tanganku dari saku, asal aku
berbuat demikian, anggap saja aku kalah, Kamu akur atau tidak?"
"Jikalau kami kesalahan turun tangan hingga kau jadi terluka, jangan kau penasaran," Put
Po bilang, Masih Tek Siu tertawa,
"Jangan omong saja, bocah-bocah." katanya,
Mukanya Put Po menjadi merah, maka tiba-tiba saja ruyungnya melayang dengan gerakan
"Keng tek gie kah" atau "Ouw-tie Kiong meloloskan jubah perang."
Tek Siu berkelit tanpa ia geser kakinya, maka serangan lewat di tempat kosong.
Di sebelah itu Put Cui yang jadi sengit, lantas hajar pundak orang, ia jadi panas hati
mengingat dua kali ia kena dibikin malu,
Tek Siu tetap tidak angkat kakinya, ia cuma berkelit saja, dan ketika dua saudara itu serbu
dia saling ganti, tubuhnya kelihatan bergoyang-goyang, tinggi dan rendah, keempat
penjuru. Malah ia masih bisa kasih dengar tertawa nya.
Orang banyak menjadi kagum, mereka saling mengawasi Entah ilmu silat apa yang nona
ini pertunjuki, sebab sekalipun ujung bajunya tidak dapat terbentur ruyung, itu bukanlah
pelajaran dari Hoa San Pay.
Dua saudara Phang jadi kewalahan, tapi mereka penasaran, maka akhirnya dengan satu
tanda seruan, dua-duanya menyerang ke bawah, Mereka pikir biar bagaimana tangguh
kuda-kuda si nona, dia toh mesti rubuh atau dia mesti angkat kedua kakinya,
"Hati-hati kamu!" seru Tek Siu sambil tertawa, tubuhnya lantas bergerak mendahului ke
kiri dan ke kanan, kedua sikunya masing-masing membentur tubuh Put Po dan Put Cu,
hingga mereka ini merasakan sakit, tanpa merasa, mereka lepaskan ruyungnya masingmasing,
tubuh mereka terhuyung-huyung,
Dalam herannya Phang Uan Tek berseru,
"Bwee Sutee, wanita ini aneh, biar aku mencoba-coba."
Bwee Kiam Hoo manggut
Lian Tek lantas lompat maju,
"Mari aku belajar kenal!" katanya.
Tek Siu lihat tindakan kaki yang antap itu, ia tahu dia ini berkepandaian tinggi, akan tetapi
ia tetap masih tertawa, hingga kelihatan lesungnya yang manis, Hanya diam-diam saja ia
waspada, "Jikalau aku tidak sanggup melayani, harap kau tidak tertawakan aku!" dia minta,
"Baik!" jawab Lian Tek. "Kau mulailah."
ia geraki kedua tangannya, lantas ia rangkap itu,
Pedang Ular Mas Karya Yin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tek Siu rangkap kedua tangannya, untuk membalas hormat
Gerakan Lian Tek ada "Phe-giok-kun" atau "Kepala memecahkan batu kumala", selagi ia
bergerak, anginnya menyambar, tetapi balasan Tek Siu telah menolak mundur anginnya
itu, hingga ia jadi kagum
"Bagus!" katanya di dalam hati,
Disaat Pat Biw Wie hong hendak mulai dengan serangannya, tiba-tiba mereka dengar
suara berisik di tengah gunung, terdengar teriakan-teriakan rupanya dari orang yang
sedang berkelahi atau saling kejar Saking heran, ia merandek, matanya mengawasi si
nona, Tek Siu tertawa.
"Apa kau curigai aku membawa kawan?" kata si nona sambil tertawa, "Mari kita lihat dulu,
sebentar baru kita mulai bertanding, Tidakkah baik begitu?"
Lian Tek tidak lantas menjawab, ia hanya berpaling ke arah darimana suara itu datang,
Suara itu terdengar semakin dekat Malah di antaranya ada suara orang perempuan, yang
gusar dan mencaci
"Baik," katanya kemudian seraya manggut
Semua orang lantas memburu, untuk bisa melihat dari dekat
"Seorang wanita dengan pakaian serba merah, lagi berlari-lari mendaki, di belakangnya
mengejar empat orang lelaki dengan tubuh mereka besar-besar, semuanya dengan
mencekal senjata, Wanita itu dapat lihat ada orang di atas gunung, dia lari semakin keras.
Malah segera ia lihat tubuh besar dari Phang Lian Tek.
"Pat bin Wie hong tolongi aku!" dia berteriak,
Phang Lian Tek terkejut, ia mengawasi
"Ha, itu toh Ang Nio Cu!" serunya,
Sebentar saja, wanita yang dipanggil Ang Nio Cu itu sudah sampai di antara Phang Lian
Tek. Nyata dia telah bermandikan darah dan lebih bukan main, Barusan ia telah habiskan
setakar tenaganya, maka begitu ia sampai terus saja ia rubuh, dengan pingsan juga,
Empat orang itu juga sudah lantas sampai, mereka tidak perdulikan orang banyak, mereka
lari terus pada Ang Nio Cu itu, yang rupanya mereka hendak bekuk,
Phang Lian Tek lantas majukan tangannya yang kiri untuk cegah majunya orang yang
pa!ing terdepan,
Orang itu menjaga dengan tangan kanannya, ketika kedua tangan bentrok, terdengar
suara beradunya yang keras sesudah mana keduanya mundur sendirinya tanpa merasa,
Maka itu, mereka saling mengawasi dengan hati heran, Sebab mereka masing-masing
merasakan ketangguhan orang.
Lantas orang ini kata, dengan suara membentak "Kami datang kemari atas titah Song
Kunsu dari markas Giam Ong, untuk tawan ini Ang Nio Cu, istri pengkhianat Lie Gam!
Kenapa kau berani menghalangi kami?"
Begitu dengar orang sebut nama Lie Gam, ada saudara angkat gurunya, Maka tanpa
tunggu jawabannya Lian Tek, ia maju ke depan,
"Lie Gam itu ada satu enghiong, di kolong langit ini, siapakah tidak kenal dia?" katanya
sembari tertawa. "Aku minta tuan suka memandang kepada siauwmoay, harap dia tidak
dibikin susah."
Orang itu bersikap sangat jumawa, rupanya ia andali sangat ilmu silatnya, sama sekali ia
tidak pandang mata pada si nona Ho. ia titahkan tiga kawannya pergi ringkus si Ang Nio
Cu, si nona Baju Merah,
"Baik!" kata Tek Siu. "Nyata kamu sudah tidak inginkan jiwamu!"
Dengan tangan kanannya, ia meraba ke pinggangnya di mana ada tersimpan paku rahasia
beracun, "Hum see shia eng", atau "Menggenggam pasir, memanah bajangan". Begitu ia
menekan pesawatnya, senjata rahasia itu lantas menyerang,
Orang yang maju di muka segera terserang jitu, mukanya tertancap tujuh atau delapan
batang paku berbisa, tanpa menjerit lagi, dia rubuh, jiwanya lantas melayang,
Tiga orang lainnya menjadi sangat kaget, hingga mereka melongo, wajah mereka berubah,
"Siapa kau?" tanya mereka berubah
"Sampai sebegitu jauh, Ho Tiat Chiu terus sembunyikan tangan kirinya, di dalam tangan
bajunya yang panjang malah ketika tadi ia layani dua saudara Phang, ia tidak pernah
perlihatkan itu, tetapi sekarang atas teguran orang, dengan lantas ia kibaskan tangan
bajunya, ia kasih lihat tangannya yang merasakan gaetan itu,
Bukan main kagetnya tiga orang itu, apa pula yang menjadi kepala,
HKau... kau.,., Ho Kauwcu dari Ngo Tok Kauw.,.?" katanya, menegasi,
Ho Tiat Chiu bersenyum, ia lantas mengibas dengan tangan kanan, hingga ia perlihatkan
gaetan emasnya,
Melihat itu, tanpa bilang suatu apa lagi, tiga orang itu putar tubuh mereka, untuk segera
lari turun gunung, sampai tak mau mereka memondong pergi mayat kawan mereka, itulah
menyatakan semangat mereka seperti sudah terbang, Malah satu orang lagi dia terpeleset
dan rubuh, tubuhnya berge1indingan.
Bwee Kiam Hoo semua heran kenapa tiga orang itu yang tadinya demikian garang, takut
kepada si nona asing sampai sedemikian rupa. Cuma Phang Lian Tek dan Bwce Kiam Hoo
yang pernah dengar nama besar kaum Ngo Tok Kauw.
Dua saudara ini lantas mencoba memimpin bangun Ang Nio Cu dengan niat minta
keterangan kenapa dia dikepung empat orang itu. Tapi belum sampai mereka menanya
mereka dapat dengar satu suara yang nyaring sekali,
"Hai, tiga manusia tidak punya guna! Pergi kamu semua!"
Suara nyaring itu seperti suara mendengungnya lonceng kuil, yang berkumandang di
tengah lembah, dan orang yang mengeluarkannya ada satu imam jangkung sekali yang
tubuhnya kurus dia perdengarkan suaranya itu sambil memandang kepada tiga orang
yang kabur tadi,
Tiga orang itu dengar suara nyaring itu, mereka berhenti Iari, apabila mereka lihat si imam,
nampaknya mereka menjadi girang, maka bukannya mereka lari terus, sebaliknya mereka
mendaki lagi, untuk menghampirkan,
Semua orang serombongan Bwee Kiam Hoo mengawasi imam itu, jubah siapa mewah
sekali, bukan terbuat dari sutera bukan juga dari cita biasa, Dan kopiahnya telah ditabur
dengan sepotong batu pualam yang indah tanpa bandingannya, sinarnya menyorot ke
empat penjuru. Imam ini menggendol sebatang pedang panjang di bebokongnya. Dia mempunyai
sepasang alis panjang yang hampir menyambung sama rambut di pelipisnya, roman-nya
suci dan agung, usianya kira-kira lima puluh tahun.
Phang Lian Tek lantas maju untuk memberi hormat
"Totiang," katanya, "Maukah totiang perkenalkan gelaranmu yang mulia kepada kami"
Adakah totiang menjadi sahabat dari couwsu kami?"
imam itu tidak menjawab, ia kibaskan tangannya yang kanan di mana ia cekal sebatang
hudtim, kebutan suci, kemudian ia awasi semua orang.
"Kamu berkumpul di sini, apa kamu sedang bikin?" dia tanya.
"Couwcu kami mengumpulkan semua murid untuk berapat," Lian Tek jawab.
"Ha apakah Bok Jin Ceng sudah datang?" tanya si imam.
Lian Tek dengar orang sebut langsung nama couw-sunya ia mau percaya benardugaan
bahwa imam jangkung kurus ini ada sahabat kekal dari couwsunya karena itu, tidak berani
dia berlaku ayal
"Couwsu masih belum tiba," sahutnya dengan lebih hormat
imam itu tersenyum, terus ia berpaling sambil menunjuk Sun Tiong Kun, Tek Siu dan A Kiu
bertiga, "Lauw Bok telah dapatkan bukan sedikit murid-murid perempuan yang cantik molek!"
katanya, ia gunai kata-kata "Lauw Bok" atau "Bok si tua" kepada Bok Jin Ceng. "Sungguh
dia sangat beruntung! Eh, mari kamu bertiga, mari datang dekat kepadaku sini, untuk aku
lihat." Semua orang terperanjat itu ada kata-kata tidak sopan.
"Kau siapa?" tanya Sun Tiong Kun yang keras tabiat-nya.
Si imam tertawa,
"Sudahlah!" katanya, "Mari kamu turut toya pulang, nanti dengan perlahan-lahan toya beri
keterangan kepada kamu,.,."
Sun Tiong Kun jadi makin gusar, Nyata imam ini ceriwis sekali,
"Kau makhluk apa berani kurang ajar di sini!" ia bentak sambil ia maju setindak,
Masih imam itu tertawa, malah sekarang ia tertawa haha hihi, ia pun angkat sebelah
tangannya, untuk dibawa ke muka Tiong Kun, guna usap pipi orang, setelah mana, ia bawa
pula tangannya itu ke arah hidungnya untuk diciumi
"Sungguh harum!" katanya pula, terus sambil tertawa.
Dalam murkanya yang meluap, Sun Tiong Kun menikam dengan sebilah gaetannya,
Si imam cuma geraki sedikit tangan atau tahu-tahu ia sudah cekal tangannya si Nona Sun,
terpencet, hingga habis segera tenaga nona itu, seluruh tubuhnya jadi lemas.
Secara sangat cepat dan gampang imam itu sudah lantas rangkul Tiong Kun muka siapa ia
pun cium. "Sungguh tidak jelek nona kecil ini!" katanya pula.
"Phang Lian Tek, Bwee Kiam Hoo dan Lauw Pwee Seng jadi sangat kaget berbareng
sangat gusar, dengan serentak mereka maju untuk menerjang.
Si imam menjejak dengan kedua kakinya, sekejap saja ia sudah lompat mundur beberapa
tindak, dengan tangan kirinya, ia masih pcluki Tiong Kun. ia bawa orang gerakannya toh
gesit dan enteng,
Menampak gerakan ini, kecuali persaudaraan Phang dan lainnya, Ciu Cun semua
terperanjat Mereka lantas insyaf, imam ini sangat lihay. Mereka tergugu, Tahulah mereka,
mereka bukan tandingan si imam, Akan tetapi, Sun Tiong Kun masih dipeluki orang, nona
itu tidak mampu berontak, pasti sekali tak dapat mereka peluk tangan saja, Maka dengan
terpaksa mereka maju,
imam itu tersenyum, tangan kanannya bergerak, Cepat luar biasa, orang segera lihat suatu
benda berkilau, angin mendesir dingin, Tahu-tahu si imam sudah hunus pedangnya yang
tadi tergendol di bebokongnya.
Bu-eng-cu Bwee Kiam Hoo si Tak Ada Bajangannya, bertubuh paling gesit diantara
saudara-saudara seperguruannya, ia pun paling menyayangi Sun Tiong Kun, tidak heran
kalau dialah yang lompat paling depan, Akan tetapi, kapan ia telah saksikan pedang si
imam, tidak berani ia bentur pedang itu, yang mesti ada pedang musti ka. Maka ketika tiga
kali ia mendesak, setiap kalinya ditangkis, ia egos pedangnya, ia menyerang hanya
lempat-lempat kosong.
Menghadapi pedang mustika, Kiam Hoo sudah punyakan sedikit pengalaman ialah ketika
di Lamkhia ia tempur Wan Sin Cie, beberapa tebasan pedangnya paman guru cilik itu
membuat pedangnya sendiri kutung, hingga karenanya, ia insyaf kepandaiannya masih
jauh belum sempurna, dari itu belakang ia minta gurunya ajarkan dia terlebih jauh ilmu
pedang, Selama setengah tahun, Tidak pernah ia keluar dari pintu pekarangan, karenanya
ia telah peroleh kemajuan pesat. Demikian sekarang ia bisa berkelahi dengan baik.
"Tidak jelek!" memuji si imam apabila ia telah saksikan serangan orang beruIang-u1ang.
Memang tiga serangan saling susul itu ada serangan-serangan Kiam Hoo yang paling
berbahaya dan telengas,
Akan tetapi pujian si imam belum habis diucapkan atau dengan tiba-tiba pedang
penyerangnya telah kutung menjadi dua, atas mana, Kiam Hoo kaget tidak terkira,
Menurut kebiasaan di kalangan ilmu silat, siapa pedangnya terbabat kutung ia mesti
timpuk lawannya dengan ujung pedang, habis itu ia mesti lekas lompat mundur, akan
berdaya terlebih jauh guna lawan musuh, Kiam Hoo tidak berbuat demikian, ia khawatir
dengan menyambit si imam, nanti Tiong Kun yang dapat celaka, Dari itu ia lantas lompat
mundur Walau demikian kendati ia ada si Tak Ada Bajangannya, meski tubuhnya sangat
enteng dan gerakannya gesit sekali, ketika ia berlompat, tidak urung "Sret!" ikat rambut di
embun-embunannya telah tersabet putus!
(Bersambung ke Bab 26)
Maka juga ia mundur dengan mandi keringat dingin sebab ia ingat bagaimana besar ada
bahaya yang mengancam dia barusan,
Phang Lian Tek, Lauw pwee Seng dan Ciu Cun lantas mengepung dengan dibantu Put Po
dan Put Cui serta muridnya Oey Cin yang keempat dan keenam, Mereka baru bergebrak, si
imam baru geraki pedangnya lantas terdengar suara senjata beradu dan putus, malah ada
juga orang yang rubuh karena dupakan, hingga sebentar saja tinggal Phang Lian Tek dan
Lauw Pwee Seng yang masih sanggup melayani terus, karena mereka ini bisa kelit senjata
mereka dari sesuatu tebasan,
Setelah itu, dengan jumput sebatang pedang yang menggeletak di tanah, Bwee Kiam Hoo
maju pula untuk bantu saudara-saudaranya, Akan tetapi, walau mereka kosen, mereka
tidak bisa berbuat apa-apa terhadap imam tidak dikenal itu. Lekas sekali mereka kena
terdesak, sekonyong-konyong saja si imam lemparkan pedangnya ke udara,
Melihat ini Lauw pwee Seng terperanjat dan kaget tidak tahu ia, si imam hendak gunai ilmu
siluman apa. Kiam Hoo pun kaget tetapi ia masih sempat berseru. "Awas." Hanya ia telah terlambat,
karena1 segera terdengar satu suara membeleduk, dadanya pwee Seng kena kepalan si
imam sampai dia mundur terjengkang rubuh numprah di tanah,
Si imam tertawa berkakakkan.
"Kau andali kepandaianmu yang tinggi jikalau aku gunai pedang untuk lukai padamu,
tentu kau tidak puas!" demikian katanya,
Sambil berkata demikian, imam ini tanggapi pedangnya yang turun jatuh menyusut mana
kembali dia babat kutung pedangnya Bwee Kiam Hoo, sedang dengan sikut kanannya itu,
ia bentur iga kiri dari Lian Tek, hingga dia ini merasakan sangat sakit, matanya sampai
kabur! Sampai di situ, tidak ada lagi murid-murid Hoa San Pay yang berani maju pula, menampak
mana, si imam tertawa berkakakkan,
"Lauw Bok agulkan ilmu pedangnya tidak ada tandingannya di kolong langit ini ternyata
murid-murid yang ia didik semua tidak punya guna sebagai mereka ini!" ia mengejek "Nah,
kalau sebentar couwsu kamu menanyakannya bilanglah bahwa Giok Cin Cu telah datang
berkunjung kepadanya! Kamu bilang juga, sebab Couwsu kamu jelek pengajarannya
terhadap murid-muridnya sekarang aku hendak bawa pergi ketiga murid perempuan nya
ini, untuk aku yang didik terlebih jauh nanti tiga tahun kemudian, sesudah bosan aku
memberi pengajaran kepada mereka, baru aku akan antar mereka pulang kepada couwsu
kamu itu,"
sementara itu Ho Tek Siu si cerdik telah insyaf keadaan yang sangat berbahaya itu, ia
insyaf lihaynya si imam, ia bisa terka maksud jahat orang, maka di sebelah memikiri daya
untuk singkirkan diri, ia kata pada Seng Hay, "Lekas undang suhu."
Benar dugaan Ho Kauwcu, baru saja Seng Hay memutar tubuh, untuk lari pergi, si imam
sudah bertindak ke arah dia. Tapi ia sudah berpikir Maka papaki si imam sambil tertawa.
"Totiang lihay sekali kepandaian kau, Apakah getaran mulia dari totiang?" demikian ia
memuji seraya menanya,
Heran agaknya si imam melihat orang tertawa, sama sekali tidak nampak tanda-tanda takut
Maka ia lantas awasi Ho Kauwcu, dari atas sampai ke bawah, hingga ia tihat tegas orang
punya pipi merah dadu dan kedua kaki putih bersih bagaikan salju, Mukanya ramai pun
sungguh menggiurkan hatinya hingga tulang-tulangnya jadi lemas dengan tiba-tiba. ia pun
maju setindak. "Aku ialah yang dipanggil Giok Cin Cu," sahutnya sambil tertawa, "Kau sendiri, anak, apa
namamu" Kau bilang, kepandaianku lihay, maka mari kau ikut aku pulang dengan
perlahan lahan aku nanti beri pengajaran kepadamu" Kau suka, bukan?"
"Ah, nanti kamu dustakan aku?" Tek Siu tertawa pula dengan manis, "Apa nanti katamu
bila kau menyangkal
"Eh, siapa dustakan kau?" kata Giok Cin Cu, "Mari ikut aku?"
Kata-kata ini dibarengi dengan uluran tangan, guna pegang lengan orang untuk ditarik
Ho Tek Siu mundur setindak,
"Tunggu dulu!" katanya sambil tertawa pula, "Aku hendak tunggu guruku, aku mesti tanya
dia dahulu, boleh atau tidak aku turut padamu...."
"Hm.,.!" mengejek si imam, "lkuti terus gurumu.,.! Apakah faedahnya itu" Tidak lebih tidak
kurang, kau cuma punyakan kepandaian seperti gurumu itu" Guru bakul nasi seperti itu
tidak perlu kau perdulikan lagi?"
Dan ia tertawa terbahak-bahak.
Tek Siu tidak jadi gusar
"Kau tahu kepandaian guruku itu lihay," kata dia sambil bersenyum. "Kalau suhu ketahui
aku ikut kau, pasti dia tidak akan mau mengerti.
Phang Lian Tek semua jadi sangat berkhawatir berbareng mendongkol Tidakkah Sun
Tiong Kun masih saja dipeluki si imam dan si nona Sun itu tidak berdaya sama sckali"
Kenapa perempuan ini yang tidak dikenal, yang mereka anggap mirip siluman, berlaku
demikian genit terhadap si imam"
"Hai, imam busuk!" akhirnya Kiam Hoo berteriak, "Hari ini aku akan adu jiwaku
denganmu!"
Dengan bawa pedangnya, Bu Eng Cun bertindak maju,
Giok Cin Cu tidak menoleh untuk bentakan si orang she Bwee.
"Aku nanti kasih lihat pula kepandaianku kepada-mu!" kata dia pada Ho Tek Siu, "Nanti
kau boleh bandingkan suhumu terlebih lihay daripada aku atau aku yang terlebih lihay
daripada suhumu itu!"
Adalah sembari mengucap, ia kelit dari satu tusukan Kiam Hoo, untuk mana, ia cuma
melirik, kemudian ia melanjuti berkata kepada si juwita yang boto manis ini. ilmu silat
semacam yang dipunyakan dia ini, di dalam kalangan Hoa San Pay tentu dianggap sudah
luhur sekali! Akan tetapi kalau dia berhadapan dengan aku" Hm! Hm! Coba kau
menghitung, mulai dari satu, sampai sepuluh! Dengan sepasang tanganku yang kosong,
aku nanti rampas pedangnya!"
Meluap haVa amarah Kiam Hoo karena ia sangat dihinakan tanpa bilang suatu apa ia
menyerang pula dengan sengit dan hebat
Tidak pea)uti aku menghitung cepat sekali, bukan-kah?" Tek Siu tegasi sambil tertawa
"Baik! Satu! Dua! Tiga! Empat! Limal"
Dan ia menghitung cepat luar biasa,
"Hai kau licik sekali!" senyum Giok Cin Cu, yang tahu orang menghitung seperti kilat saja,
Tapi kau lihat."
justru itu, ujung pedangnya Kiam Hoo sedang menyambar pula, Si imam egos tubuhnya
minggir, menyusul mana, sebelah tangannya diulur panjang, Entah bagaimana, tahu-tahu
Pedang Ular Mas Karya Yin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dua jari tangannya sudah ada di depan mata Bu Eng Cu.
Kiam Hoo kaget sekali, hingga ia mengegos, cepat sekali, ia menangkis dengan tangan k
iri nya. Si imam tarik pulang serangannya, tangannya diputar scdikit, untuk dipakai membentur
lengan lawan, atau mana, Kiam Hoo rasai jari-jari tangannya gemetar dan kaku, hingga
pedangnya lantas terlepas dari cekalannya, menyusut mana, si imam sambar pedangnya
itu. Selama itu Ho Tek Siu baru menghitung sampai angka "delapan".
Giok Cin Cu tertawa berkakakan, ia terus geser pedang ke tangan kirinya dengan dua jari
telunjuk dan lengah, ia pegang ujung pedang itu untuk ditekuk, menyusul mana terdengar
suara membeletok, segera ujung pedang patah,
Orang semua kaget sekarang orang lihat, pada lima jari tangannya ada sarung seperti
bidal, yang ujungnya tajam sekali, Akan tetapi walau demikian, kekuatan jari-jari
tangannya itu langka sekali.
Suara membentak itu segera terdengar saling susul, sebagai kesudahan dari mana,
pedang itu kena dibikin patah jadi beberapa potong,
Habis itu, Giok Cin Cu lemparkan gagang pedang berikut ujung pedang yang sudah jadi
pendek itu, sembari berbuat demikian, ia keluarkan seruan panjang dan nya-ring,
dibarengi juga dengan terulurnya tangan kanannya, untuk cekal lengan Tek Siu,
Ho Kauwcu sebenarnya lagi gunai siasat memperayal kejadian guna menunggu waktu,
supaya gurunya keburu datang, maka diam-diam ia sibuk juga menampak, sampai begitu
jauh, Sin Cie masih belum juga muncul sekarang ia hendak dicekuk dalam keadaan
terpaksa, ia mesti lindungi diri Tidak ada jalan lain ia angsurkan tangannya yang kiri untuk
diantap kena tercekal si imam,
Giok Cin Cu sudah menduga dia bakal pegang tangan yang putih halus dan empuk, maka
bukan kepalang heran dan kagetnya apabila ia rasakan kena pegang barang keras dan
dingin sifatnya, hingga sebat bagaikan dipagut ular, ia lepaskan segera cekalannya, ia
tarik pulang tangannya berbareng dengan mana, ia awasi tangan si nona, Dan berkelebat
lah di depan matanya cahaya kuning emas, yang bagaikan kilat terus menyambar ke arah
alisnya! Dan itulah sebuah gaetan emas yang ujungnya lancip dan tajam,
Ho Kauwcu sudah lakukan serangannya secara sangat cepat, ialah begitu lekas si imam
lepaskan cekalannya, ia hendak menggurat jidat orang, Giok Cin Cu sangat lihay tetapi
hampir saja ia rubuh sebagai korban kelicinan si nona, Syukur untuknya, ia bisa
dongakkan kepalanya, hingga ia lolos dari bahaya, Hanya berbareng dengan itu,
hidungnya mencium desiran bau harum, bau dari bisa,
Tanpa merasa imam ini keluarkan keringat dingin, Tapi ia tidak sempat melengak saja lagi
sekali gaetan emas itu menyambarnya, hingga ia jadi gugup, Ketika itu pedangnya sudah
dimasuki ke dalam sarungnya di be-bokongnya, sedang tangannya yang kiri masih
memeluki tubuhnya SunTiong Kun, ia jadi sangat repot, sebab selagi ia main mundur
penyerangnya merangsak, hingga akhir-akhirnya ia lepaskan pukulannya dan tolak
tubuhnya Tiong Kun berbareng mana ia mencelat mundur hingga ia jauh pisahkan diri,
sedang pedangnya dapat ia hunus dengan segera,
"Ha,., ha... haha!" dia tertawa besar "Aku tidak sangka kau mempunyai kelihayan sebagai
ini! Baik, baik, mari kita mencoba-coba!"
Tek Siu insyaf dia sudah menang di atas angin untuk sekejap saja, karena serangannya
secara mendadak itu yang diulangi dan diulangi sebat luar biasa, ia juga insyaf, kalau
mesti berkelahi sungguhan, ia bukan tandingan imam luar biasa lihay ini. Akan tetapi
keadaan sangat mengancam, ia terpaksa mesti melayani juga, ia tetap berlaku tenang, ia
terus gunakan otaknya yang lincah,
Maka ia tertawa pula dengan manis,
"Boleh kita main-main tetapi janganlah kau sungguhan!" katanya, "Kita main-main saja,
cuma berke1a-kar...!"
Giok Cin Cu ada seorang ulung, ia sudah lantas curigai nona ini, Dia cantik sekali,
gairahnya sangat menarik, akan tetapi orangnya licik, tangan kirinya itu tidak mengenal
kasihan, Tapi ia percaya kepandaiannya sendiri, maka ia tidak jeri,
"Baik!" katanya, "Cuma kalau kau kalah, kau mesti turut aku!"
"Baik," jawab Tek Siu. "Lihat gaetan."
Benar saja, kata-kata disusul sama serangan dua tangan berbareng, dua-dua tangan yang
merupakan gaetan...
Tidak lagi Giok Cin Gu berani memandang enteng seperti tadi ia layani Kiam Hoo beramai,
ia berkelahi dengan hati-hati akan halau suatu tusukan atau gaetan, dengan begitu,
mereka berdua jadi bertempur dengan seru.
Bwee Kiam Hoo dilain pihak sedari siang-siang memimpin bangun pada Sun Tiong Kun,
kemudian bersama yang lainnya mereka berdiri menonton pertandingan itu, yang katanya
ada pertandingan untuk berkelakar, berguyon saja, Kesudahannya, mereka jadi kagum
dan tercengang.
Tadi mereka saksikan Tek Siu dengan gampang rubuhkan dua saudara Phang Put Po dan
Put Cui, mereka mau anggap itu disebabkan kepandaian dan pengalaman masih terlalu
cetek dari engko dan adik itu, akan tetapi sekarang mereka dapat buktikan orang itu
sungguh lihay, Ho Tek Siu berkelahi dengan mengunjuki kelincahannya, tubuhnya tampak sangat enteng,
sepasang gaetannya menyambar-nyambar hingga mirip dengan berkelebatnya cahaya
kuning emas saja, Sebab ia musti keluarkan antero kepandaiannya untuk bisa layani imam
yang sangat lihay itu,
Setelah kagum, Kiam Hoo semua ingat tidak dapat mereka diam saja mesti mereka bantui
si nona, yang sekarang nyata ada di pihaknya, Akan tetapi meski juga mereka mempunyai
ingatan untuk membantu, mereka tidak dapat wujudkan itu, si nona dan imam bertempur
dengan seru, pedang dan gaetan rapat sekali, hingga tidak ada lowongan buat mereka
maju menye1ak. Mereka juga insyaf, kepandaian mereka masih beda terlalu jauh untuk
dibandingi dengan kedua orang yang asyik bertanding sambil berkelakar itu....
pertandingan berjalan terus dengan keseruannya tak jadi berkurang, Adalah selang tidak
lama, suara nyaring terdengar lantas kelihatan gaetan emas dari si nona ke ditabas putus
pedang mustika dari si imam, menyusul mana, Tek Siu kibaskan sebelah tangannya,
lantas serupa senjata rahasia menyambar ke arah si imam, setelah perdengarkan satu
suara, senjata itu buyar bagaimana asap merah dadu yang bersinar, hingga berpetalah
roman cantik dari si nona,
Menyusul sambaran senjata rahasia yang luar biasa itu, Giok Cin Ciu mencelat mundur
sambil berseru, "Hai! Kau dari Ngo Tok Kauw" Kenapa kau bercampur baur di sini?"
Selagi Giok Cin Cu menegur dalam keheranan itu, Cio Cun berdua Put Cui rabuh dengan
tiba-tiba sebab mendadak saja mereka merasa kepala pusing dan mata kabur Sebab
siuran bisa dari Tek Siu mengenai mereka, yang berada di bawah angin,
Ho Kauwcu sendiri hadapi si imam sambil tertawa,
"Sekarang ini aku telah ubah penghidupanku dari sesat aku pindah keprikebenaran!"
sahutnya. "Aku telah memasuki kaum Hoa San Pay. Maka kau juga baiklah keluar dari
jalanmu yang sesat."
Giok Cin Cu menyampok ke kiri dan ke kanan, angin dari sam pokan nya itu telah
menghalau baunya bisa setelah mana tanpa bilang suatu apa ia lompat maju seraya
sebelah tangannya menyerang,
serangan tangan itu mendatangkan suara angin, gerakan tubuh si imam juga mirip dengan
"Pay san to hay" ialah gerakan dari tubuhnya gunung untuk menguruk lautan.
Tek Siu cuma tahu Giok Cin Cu lihay ilmu pedangnya, ia tidak tahu, tangannya juga tidak
kalah lihay-nya, maka juga ia kaget bukan kepalang kapan ia saksikan serangan musuh
ini, sambil menjerit dalam hatinya, ia putar lengan nya, dengan itu, ia cabut cambuknya
"Kat-bwee-pian" - cambuk "ekor kalajengking- sambil miringkan tubuhnya, ia sambar
lengan lawan untuk dililit.
Giok Cin Cu luas pengetahuannya sekarang pun tahu lawan dari Ngo Tok Kauw, maka ia
telah bisa duga cambuk lawan ini juga mesti ada bisanya, Karena ini, ia bisa berlaku
waspada, sebenarnya hatinya pun sangat panas, ia berjumawa untuk kepandaiannya, ia
tidak sang-ka, sekarang satu wanita sanggup layani ia untuk banyak jurus, ia anggap
wajahnya tidak bercahaya Iagi. Karena itu tak mau ia mengantapkannya pu1a. Kapan
cambuk sampai, ia tidak kasih lengannya dililit, sebaliknya dengan dua jari tangannya
yang kiri jari telunjuk dan tengah ia papaki untuk jemput ujung cambuk dan selagi si nona
tak kesampaian niatnya membetot dia, ujung pedangnya sudah menyambar ke arah muka
orang, Untuk jepit ujung cambuk, ia tidak jeri, sebab ia pun memakai sarung jari,
Melihat percobaan gagal, Ho Tek Siu terpaksa cepat-cepat lepaskan cambuknya itu untuk
menyingkir dari ujung pedang, ia mundur,
"Sudahlah aku menyerah kalah! Suka aku angkat kau jadi guru!" kata dia sambil tertawa,
sesudah mana, ia membekuk untuk berlutut, guna jalankan kehormatan
Giok Cin Cu juga tertawa, ia lemparkan cambuk lawan yang ia kena rampas, akan tetapi
berbareng dengan itu, ia tampak suatu sinar hijau berkelebat menyambar ke arahnya
hingga ia jadi heran, lekas-lekas ia mengibas dengan ujung bajunya yang gerombongan,
tubuhnya sendiri juga mencelat mundur,
Sebagai kesudahan dari kebiasaan ujung baju itu, dengan menerbitkan suara, sejumlah
jarum halus menyambar ke arah gerombolan rumput di samping mereka.
Nyatalah Ho Kauwcu yang lihay tidak mau menyerah mentah-mentah, ia memberi hormat
untuk menyerang dengan senjata rahasia jarum "Ham sce shia-eng" atau "Genggam pasir
memanah bajangan",
itulah senjata rahasia yang sangat lihay, siapa tahu Giok Cin Cu lihay luar biasa, walaupun
dibokong senjata demikian, masih ia bisa menangkis, menghindari diri dari malapetaka,
Tentu saja ia jadi penasaran karenanya, maka setelah jarum-jarum tidak lagi menyerang
padanya, ia lompat maju guna melakukan pembalasan Tubuhnya mencelat bagaikan
garuda menyambar
Selama pertempuran hebat itu, A Kiu terus menonton dari pinggiran ia memasang mata
tajam sekali, sebenarnya keras niatnya untuk membantui Tek Siu, ia beckhawatir untuk itu
kawan yang menghadapi musuh yang lihay ini, akan tetapi tak dapat ia memberikan
bantuannya sebab ia terhalang oleh luka lengannya, sekarang ia lihat serangan hebat itu ia
pun tampak air muka berubah dari Tek Siu, terpaksa ia serang si imam dengan piauw
bambu Ceng tiok piauw, menyusul mana ia serukan kawannya, "Sambuti!"
itulah pedang mustika Kim-coa-kiam, yang putrinya kaisar Cong Ceng lemparkan kepada
pemimpin Ngo Tok Kauw,
Giok Cin Cu tidak kena dicelakai oleh senjata rahasia A Kiu, dengan satu kibasan ia bisa
singkirkan bahaya, Tapi karena ini, serangannya jadi gagah
Ho Tek Siu sendiri, setelah berkelit dari serangan berbahaya itu sudah terus berlompat
akan sambar pedang yang dilemparkan A Kiu kepadanya, dengan punyakan senjata
mustika ini, ia mendahului menyerang pula kepada musuh, sedang dengan piauw ia cegah
lawan dului mendesak padanya,
Kembali keduanya bertempur.
Sibuk juga Giok Cin Cu sebab desakan si nona, maka dengan tangan kiri ia cabut kebutan
hudtimnya, akan dengan bantuan senjata ini bisa lawan musuh itu.
Sesudah bertarung pula beberapa jurus kembali Tek Siu kena terdesak Gaetan atau
tangan kirinya ada lihay tidak demikian tangan kanannya, meski juga ia mencekal pedang
mustika, sebabnya ini adalah pedang bukannya senjata pegangannya hingga tidak leluasa
ia menggunai-nya.
Melihat si nona terancam bahaya, Pwec Seng be-ramai paksa juga maju lagi tetapi ketika ia
disampok hudtim pada pundaknya ia merasakan sakit sampai ke tulang-tu!angnya, sebab
kebutan itu bukan terbuat dari bulu hanya dari kawat emas halus, Coba dia bukannya telah
cukup tinggi ilmu silatnya pasti ia sudah rubuh karena nya.
Melihat keadaan itu, Bwee Kiam Ho teriaki Sun Tiong kun. "Lekas undang suhu dan subo,
supeh dan susiok!"
Tiong Kun insyaf pada ancaman bahaya, ia lantas putar tubuhnya untuk lari ke gua tetapi
begitu lekas ia putar tubuh, ia pun berteriak dengan kegirangan "To-tiang! Lekas! Lekas!"
Orang lagi berkelahi tidak ada yang sempat akan menoleh, hanya menyusul teriakannya
nona Sun itu, segera terdengar suara yang keras dan nyaring,
"Bagus! Kiranya kau yang datang kemari!"
Giok Cin Cu mcnyampok beberapa kali untuk mun-durkan musuh, habis itu ia lompat
mundur untuk mengawasi ke arah darimana datangnya suara keras yang berpengaruh itu,
"Hai, suko! Kiranya kau! Adakah kau banyak baik!" demikian suaranya yang dingin, yang
sifatnya mengejek.
sekarang semua orang dapat menoleh, maka mereka lihat itulah Bhok Siang Tojin yang
baru sampai, imam ini mencekal papan catur berikuf dua kotak bijinya, dia berdiri di
belakang rombongan murid Hoa San Pay itu. Semua orang berhati lega, karena mereka
tahu, imam ini sama lihaynya dengan couwsu mereka dia adalah sahabat couwsu mereka,
Tapi mereka dibikin tercengang kapan mereka dengar si imam lihay, lawan mereka
memanggil suko -- kanda seperguruan - kepada Bhok Siang Tojin.
Semua mereka jadi tercengang,
"Mau apa kau datang kemari?" Bhok Siang tanya dengan tenang.
Giok Cin Cu terlawa. Dari sikapnya itu, tidak saja ia tidak menghormat suheng itu, dia pun
nampaknya tidak jeri sama sekali". Malah kepada suheng itu, ia tidak memberi hormat
"Kau tentu datang kemari untuk main catur, aku sebaliknya untuk bekuk orang!" demikian
ada jawabnya, yang pendek dan dingin, Terus saja ia tunjuk Ang Nio Cu yang diam saja
sejak tadi, kemudian menunjuk Tiong Kun bertiga, ia tambahkan "Dan sekalian untuk
terima tiga murid wanita."
Bhok Siang Tojin kerutkan alis.
"Sudah lewat beberapa puluh tahun, apa tetap kau tidak dapat ubah perangaimu"!"
katanya, "Hayo lekas kau berlalu dari gunung ini!"
"Hm!" begitu suara sang sutee, "DuIu juga suhu tidak dapat urus aku, sekarang aku justru
memusingkan kau, suko!"
Bhong Siang Tojin tidak gubris ejekan itu.
"Coba kau pikir-pikir sendiri," katanya pula dengan sabar "Selama tahun-tahun yang
belakangan ini, sudah berapa banyak perbuatan buruk dan kejam yang kau lakukan,
sebenarnya sudah sekian lama aku niat pergi ke Sinkiang untuk cari kau"
Giok Cin Cu tertawa untuk kesekian kalinya.
"ltulah bagus!" katanya secara menantang, "Memang kita berdua saudara sudah lama
sekali tidak pernah bertemu satu dengan 1ain...."
"Dan hari ini adalah nasehatku yang paling akhir," Bhok Siang bilang, dengan
kesabarannya yang luar biasa akan tetapi suaranya keren, "Jikalau kau tetap berbuat jahat
dan tidak ubah itu, jangan kau sesalkan yang suhengmu tidak kenal kasihan lagi.!"
Masih saja Giok Cin Cu, sang adik seperguruan tertawa dingin, sikapnya sangat
menantang. "Seorang diri dengan sebatang pedangku, aku telah malang melintang di kolong langit
ini!" katanya dengan jumawa, "Selama itu, belum pernah aku dengar ada orang yang
berani mengucap sepatah saja perkataan kurang ajar lerhadapku!"
"Ada sangkutan apakah di antara Hoa San Pay dengan kau maka kau labrak murid-murid
orang ini?" Bhok Siang Tojin masih mau menanya, "Jikalau nanti suheng Bok Jin Ceng
pulang, apa aku mesti bilang kepadanya?"
Imam itu tertawa dengan ejekannya!
"Sudah buat banyak tahun aku berdiam di Sinkiang!" katanya, "Selama itu siapakah yang
tidak tahu bahwa aku telah bikin putus persaudaraan denganmu" Kau sebut-sebut Bok Jin
Ceng, Hm. Lain orang boleh jeri terhadapnya, tetapi aku Giok Cin Cu, tidak, Aku berani
mendaki Gunung Hoa San ini, itu artinya aku tidak taruh di hati satu kunyuk tua yang
bertangan tujuh dan berkaki delapan!"
Dengan kata-kala "kunyuk" itu, Giok Cin Cu menghina sangat pada Bok Jin Ceng yang
seperti diketahui, bergelar "Pat chiu Sian Wan" atau "Lutung Sakti Tangan Delapan".
Bhok Siang Tojin menghela napas, Dengan segan ia angkat papan caturnya.
"Jikalau tetap tidak dapat dihindarkan pertempuran di antara kita berdua," katanya,
"Baiklah terpaksa aku tidak dapat pikirkan pula persaudaraan kita selama tiga puluh tahun
dulu, Nah, kau majulah!"
Giok Cin Cu tidak lantas majukan diri untuk sambut tantangan itu, guna tempur sang
suheng, sebaliknya ia bersenyum,
"Kau hendak lawan aku bertempur?" katanya. "Hm. Coba lihat, ini apa?"
ia merogoh ke dalam sakunya, akan kasih keluar sepotong pedang besi yang kecil mungil
terus ia angkat itu tinggi-tinggi di atas embun-embunannya,
Bhok Siang Tojin awasi pedang besi itu dengan tajam, selang sekian lama, hingga
wajahnya mendadak berubah menjadi pucat, putih seperti kertas,
"Baik, baik," katanya kemudian Tidaklahsia-sia kau keram dirimu di Sinkian untuk banyak
tahun, akhirnya kau dapatkan itu,.,."
Giok Cin Cu tidak menjawab, tidak lagi ia bersenyum atau tertawa, hanya dengan roman
bengis, dengan suara angker dia berseru,
"Bhok Siang! Kau telah lihat pedang besi dari suhu! Apakah kau masih tidak hendak
berlutut?"
Bhok Siang tidak menjawab, dia lantas letaki papan caturnya kemudian dengan cara
hormat sekali, ia menjura ke arah Giok Cin Cu, untuk memberi hormat seraya terus ia
tekuk lutut Semua orang Hoa San Pay berdiri bengong, saking heran sedang tadinya mereka percaya,
dengan datangnya imam ini, imam yang jahat itu bakal dapat diberi ajaran, Mereka pun jadi
berkhawatir, Giok Cin Cu sudah lantas angkat tangannya yang kiri ia serangkan itu ke arah Bhok Siang
Tojin. Desiran angin keras membarengi serangan itu.
Bhong Siang Tojin tidak menangkis atau berkelit, ia malah berbalik badan dan pasang
bebokongnya, ia melainkan kumpulkan ambekannya, Dengan suara keras, sampailah
serangannya Giok Cin Cu mengenai dengan jitu, hingga bajunya sang suheng hancur dan
beterbangan, tubuhnya bergoyang sedikit, suatu tanda hebatnya serangan walaupun
demikian masih ini imam berlutut saja!
Wajahnya Giok Cin Cu menjadi merah padam, rupanya ia malu atau penasaran karena
gagalnya serangannya itu, Maka ia ulangi serangannya yang kedua kali, Kali ini ia jadikan
pundaknya Bhok Siang sebagai sasaran,
Serangan ini tidak mendatangkan suara sebagai tadi, baju pun tidak sampai sobek, akan
tetapi hebatnya bukan buatan, karena itu lakukan setelah pengerahan khie-kang, apa yang
dinamai tenaga ambekan, Maka kali ini tubuhnya Bhok Siang ngusruk ke depan, segera ia
muntahkan darah hidup, yang membasahi batu besar di depan-nya.
Pedang Ular Mas Karya Yin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tidak ada perasaan kasihan dalam hatinya Giok Cin Cu, habis serangannya yang dahsyat
itu, lagi sekali ia angkat pula tangannya, mengulangi untuk yang ketiga kalinya, Kali ini dia
hendak hajar batok kepalanya suheng itu, akan tarik orang punya nyawa,
Orang-orang Hoa San Pay menjadi kaget, lupa pada bahaya, bahwa sang imam lihay luar
biasa, mereka keluarkan senjata rahasianya masing-masing, untuk dipakai menyerang
tangannya imam itu guna cegah dia turunkan tangan jahat itu yang mirip dengan kipas
besi, Tangguh tangannya si imam, dengan kibasan tangannya itu, ia bikin semua senjata
rahasia meluruk jatuh ke tanah, hingga ia sempat angkat pula tangannya,
A Kiu berdiri paling dekat Bhok Sian Tojin, tidak tega ia menampak si imam bakal dibikin
celaka secara demikian keji dan kejam, lupa kepada bahaya, ia lompat kepada imam itu
untuk peluk rangkul batang leher orang, guna alingi kepalanya dengan tubuhnya sendiri,
Tuan putri ini berbuat demikian karena ia tidak lihat lainjalan, walaupun pelbagai senjata
rahasia masih tidak menolong.
Giok Cin Cu kaget melihat sikapnya wanita muda itu, hingga ia batal melanjuti
penyerangannya, sedang dilain pihak, ia segera dengar suara batuk-batuk di sebelah
belakangnya hingga lantas saja ia putar tubuh untuk mcno!eh.
Orang yang bcrbatuk-batuk itu ada seorang tua dengan dandanan sebagai seorang
sastrawan Ho Tck Siu yang lihay juga terkejut tahu-tahu lihat orang tua itu muncul di antara mereka
dan lantas berdiri di sampingnya A Kiu. Nyata sekali, orang ini mempunyai ilmu cntengkan
tubuh yang luar biasa sempurnanya. ia tidak kenal orang tua ini, ia khawatir tuan putri
nanti dibikin celaka, maka untuk menolong ia segera serang orang tua itu,
"Pergi kau!" ia membentak membarengi serangannya itu,
Si orang tua geraki tangannya yang kiri, dengan tiba-tiba saja Tek Siu merasakan
dorongan yang keras kepada tubuhnya, tidak ampun lagi, kuda-kudanya gempur, di luar
kehendaknya, ia terhuyung beberapa tindak akan akhirnya rubuh numprah di tanah,
hingga ia jadi sangat malu, seluruh mukanya berubah menjadi merah. Dilain pihak ketika
ia menoleh kepada orang-orang Hoa San Pay, ia dapatkan mereka itu semua maju paykui
di depan si sastrawan tua itu.
Cuma Giok Cin Cu dan tiga kawannya yang berdiri tegak.
"Sucouw!" demikian Tek Siu dengar suara orang-orang Hoa San Pay ilu. Maka baru
sekarang ia menduga kepada Pat chiu Sian Wan Bok Jin Ccng, hingga ia jadi kaget
berbareng khawatir, ia jengah.
"Celaka.,." ia mengeluh ia hendak masuk dalam golongan Hoa San Pay diluar tahunya, ia
serang couwsu dari partai itu. itu adalah satu perbuatan sangat kurang ajar,
Selagi Giok Cin Cu berdiam, A Kiu telah pimpin bangun pada Bhok Siang Tojin, Imam ini
berdiri sambil berpegangan kepada putrinya kaisar Cong Ceng, ia coba jalankan napasnya
dengan beraturan Kendati demikian, ia masih terus mengeluarkan darah sedikit-sedikit
dari mulutnya, Bok Jin Ceng sendiri sudah lantas hadap Giok Cin Cu.
"Totiang, kau tentunya Giok Cin Cu adanya," tanyanya, "Terhadap suheng sendiri kau
turunkan tangan begini rupa.... Bagus, bagus! Sekarang, totiang dengan beberapa potong
dari tulang-tulangku yang sudah tua ini suka atau layani kau main-main untuk beberapa
jurus!" Sabar ia nampaknya, setelah sampai sebegitu jauh, Pat Chiu Sian Wan tidak ingin banyak
omong pula, langsung ia menantang.
Giok Cin Cu tertawa, Tak berkurang kejumawaan-nya.
inilah juga maksud kedatanganku ke puncak Hoa san ini!" jawabnya secara menantang
"Aku ingin mendapatkan bukti, apakah aku aku si Rase Muka Kumala atau kau si Lutung
yang lebih sempurna."
HRase Muka Kumala" adalah Giok bin Molie dan dengan si Lutung dimaksudkan Pat chiu
Sian Wan ialah Bok Jin Ceng,
Semua orang Hoa San Pay kaget berbareng girang mendapatkan couwsu mereka hendak
tempur imam yang sangat lihay itu, inilah ketikanya untuk mereka saksikan
kepandaiannya sucouw itu, Dalam seumur mereka inilah ketika yang paling baik, Tadinya
mereka cuma lihat sucouw itu memberi petunjuk -pctunjuk saja.
Bcda dari yang lain-lain ada Lauw Pwee Scng. Biar bagaimana ia sangsikan umur yang
sudah lanjut sekali dari Sucouw itu, sedang Giok Cin Cu sedang tangguhnya, Maka itu dia
lantas kabur ke dalam gua, dengan niat pangguI suhu dan subonya, Talkala ia sampai di
dalam, di kamar batu, ia dapatkan Sm Cie dengan air mata berlinang-linang dan romannya
kucel sedang berdiri di depan pembaringan di sana ia pun lihat supchnya, ketua guru dan
Ang Seng Hay semua berdiri diam dengan wajah suram, Ma!ah subonya pun mengucurkan
air mata, Maka ia kaget tidak tcrkira,
Rcbah di antara pembaringan adalah Ceng Ceng, mukanya hitam, kedua matanya celong,
napasnya tinggal satu kali demi satu kalL inilah yang membikin orang berduka sangat,
hingga mereka ini tidak tahu, atau tidak perdulikan, di luar "langit hendak ambruk atau
bumi bakalan amblas",
Sesungguhnya, Ceng Ceng lagi menghadapi bahaya maut
Tapi keadaan di luar sangat mcngancam, maka Pwee Seng toh dekati gurunya, akan kasih
tahu, "Suhu, imam di luar itu ada sangat lihay, sekarang Sucouw sendiri yang hendak
turun tangan untuk melayani dia!"
Sin Cie dengar perkataannya keponakan murid she Lauw itu ia lantas ingat budi kebaikan
gurunya, yang rawat dan didik ia sedari ia masih kecil, maka lantas ia ambil putusannya, ia
pondong tubuhnya Ceng Ceng kepada Oey Cin dan Kwie Sin Sic suami istri, ia terus
berkata, "Mari kita keluar untuk me1ihat...." Terus ia bertindak cepat, mendahului yang
lain. Pwee Seng lihat paman guru cilik itu memondong orang, gerakannya tidak nampak
kesusu, akan tetapi buktinya ia dapatkan orang bertindak sangat pesat, melebihkan
cepatnya ia ketika tadi ia lari masuk, maka ia kagum bukan main.
Begitu lekas orang sampai di gunung belakang, pertempuran baru saja hendak dimulai
Bok Jin Ceng sudah berdiri berhadapan sama Giok Cin Cu. Pat-chiu Sian Wan mencekal
sebatang pedang panjang, Giok-bin Ho-lie sebaliknya, di sebelahnya pedangnya di tangan
kanan, terus cekal kebutannya di tangan kiri. Baru saja mereka selesai memberi hormat
satu pada 1ain.
"Suhu! Suhu!" Sin Cie berseru memanggil-manggil "Suhu, biarkan teecu saja yang layani
dia!" Teecu" adalah "murid"!
Dua-dua Bok Jin Ceng dan Giok Cin Cu seperti tidak dengar teriakan itu, sebab mereka
sedang memandang hebat satu pada 1ain. Sebab dua-dua mengerti, inilah saat runtuh
atau berdirinya mereka masing-masing.
Melihat panggilannya tidak dapat jawaban, Sin Cie serahkan Ceng Ceng kepada Ho Tek
Siu, baru saja ia kata kepada muridnya itu, "Kau rawat dia!" ataukah ia tampak kebutannya
Giok Cin Cu sudah bergerak ke arah pundak kiri dari gurunya, ia menjadi kaget ia tahu,
satu kali dua orang itu sudah bertempur, sukar untuk nyelak di antara mereka. Tentu saja
tidak mau ia ijinkan gurunya itu turun sendiri Maka tanpa pikir panjang pula, ia enjot kedua
kakinya untuk lompat mencelat ke arah Giok Cin Cu, buat menyerang dengan tangan
kosong, pikirannya Sin Cie ini cocok benar sama pikirannya Oey Cin dan Kwie Sin Sie, maka ketiga
suheng dan sutee ini meluruk bersama,
Giok Cin Cu batal menyerang ketika ia tampak ada orang-orang bertempat ke arahnya, ia
tarik kebutannya, ia mundur dua tindak, ia baru mundur atau ia rasai ada angin
menyambar di atasnya kepalanya, lalu tubuhnya satu orang sampai di arah embunembunannya,
ketika ia tarik kuncup batang lehernya, ia rasai sambaran hawa dingin, lalu
diluar tahunya, kopiahnya kena dibetot copot
itulah perbuatan Sin Cie yang hendak cegah serangannya, karena Oey Cin dan Kwie Sin
Sie cuma berlompatan ke depan imam itu.
Bukan kepalang gusarnya si Rase Muka Kumala, ia lantas saja menyerang dengan
pedangnya dengan gerakannya "Ling kian pauw sin" atau "Naga melilit malaikat jahat",
ujung pedangnya menjurus ke lengan kiri si anak muda. itulah serangan hebat sekali,
Hampir saja Sin Cie tidak dapat luputkan diri ujung pedang cuma "menegur" ujung tangan
bajunya yang dengan menerbitkan suara keras menjadi terbabat inilah menandakan
bukannya cuma pedang yang tajam juga Iweekang dari si imam sudah sangat sempurna,
Kapan tubuh Sin Cie turun ke tanah, bersama dua saudaranya ia sudah"berdiri berbaris di
depan gurunya, Semua orang kaget dan kagum dengan gerakan Sin Cie barusan, Hampir saja ia dapat
gempur batok kepala Giok Cin Cu siapa sebaliknya hampir tumblaskan ujung pedangnya
di iga si anak muda, hanya akhirnya dua-duanya sama-sama tidak kurang suatu apa, cuma
yang satu hilang kopiah sucinya yang lain robek tangan baju-nya. Coba salah satu
terlambat, celakalah dia!
"Bagus!" akhirnya memuji orang di sekeliling mereka,
Giok Cin Cu andalkan betul-betul ilmu silatnya, ia tahu Bok Jin Ceng sangat tersohor,
tetapi ia harap orang sudah kurang tenaga dan berkurang kegesitannya disebabkan usia
yang lanjut, maka itu ia naksir benar melawan jago dari Hoa San Pay itu. ia percaya,
dengan keuletannya, akhirnya ia akan peroleh kemenangan Maka siapa sangka ia kena
dipermainkan orang, apa pula kapan ia sudah awasi orang itu ada satu bocah mungkin
umurnya belum cukup dua puluh tahun. ia malu mendongkol dan gusar
"Aku nanti bunuh mampus kau dulu, kunyuk kecil, baru si kunyuk tua!" ia membentak
sambil menuding dengan pedangnya kepada anak muda kita.
Sin Cie sambut tantangan itu, itulah memang maksudnya, Tapi ia tetap dapat berlaku
tenang. ^Suhu, biarlah teecu dulu yang lawan imam ini," katanya, "Kalau teecu gagal, barulah toa
suheng dan jie suheng yang menggantikan! Suhu akur?"
"Baik!" jawab sang guru yang benar-benar tidak sudi banyak omong lagi. ini menandakan
kebenciannya kepada Giok Cin Cu yang telengas dan jumawa itu. "Asal kau jangan
memandang enteng!"
"Teecu mengerti, suhu," sahut sang murid,
Dua-dua Oey Cin dan Kwie Sin Sie puas dengan sikapnya sutee cilik ini. Mereka tahu,
sutee ini lebih lihay daripada mereka akan tetapi sang sutee suka merendah terhadap
mereka. Sungguh sukar dicari bocah yang sabar dan tahu adat sebagai Sin Cie itu. Maka
hampir berbareng, suheng yang kesatu dan kedua ini lantas bilang, "Jangan sungkan
sutee! Kau tidak usah main kasihan-kasihan lagi.-!"
juga dua saudara ini gusar sangat pada imam itu,
Giok Cin Cu juga tetap sama kepala besarnya, tidak perduli musuh berjumlah lebih
banyak, Begitulah ia jengeki Sin Cie. "Kau inginkan toyamu gunai senjata atau tangan
kosong untuk antar kau pulang ke Tanah Barat?"
Selagi pemuda kita belum jawab tantangan atau jengekansi imam itu, HoTekSiu serahkan
Kim-coa-kiam pada A Kiu kepada siapa ia kata. "Kau serahkan ini padanya!"
A Kiu menurut, ia lantas hampirkan anak muda itu,
Sin Cie terkejut, akan tampak putri itu berada di antara mereka, hingga ia tercengang,
Tadinya ia tidak dapat lihat karena ia belum sempat perhatikan semua kawan di sekitarnya,
"Kau... kau..." kata si nona, yang terus saja tak dapat bicara lebih jauh, saking hatinya
sedih. SinCie sambuti pedang yang diangsurkan kepadanya, segera ia lompat akan jauhkan diri
dari putri raja itu,
Ketika itu cuaca ada terang, karena kabut baru saja buyar dan matahari merah perlihatkan
diri Semua orang Hoa San Pay berkumpul jadi satu, sedang Bok Jin Ceng terus repot uruti
Bhok Siang Tojin, guna bisa tolong sembuhkan sahabat karibnya itu.
Oey Cin dan Kwie Sin Sie berdiri di luar kalangan rombongannya, masing-masing siap
dengan senjata mereka.
Masih Giok Cin Cu tertawa.
"Umpama kata kamu mau maju berbareng, itu pun boleh!" demikian kejumawaannya, Akan
tetapi belum sempat ia tutup mulutnya, mendadak ada bajangan hitam bertempat di
depannya, tahu-tahu satu lawannya telah sampai dan ujung pedang menyambar ke arah
mukanya, Maka ia lantas mengebut dengan kebutannya sambil pedangnya di tangan
kanan hendak dipakai menyerang,
ia baru bersiap secara demikian, atau pedang lawan sudah ditarik pulang, untuk disusuli
dipakai menyerang puta, hingga ia jadi heran Begitu muda dia ada, lawan ini demikian
gesit dan ancamannya sangat membahayakan Segera ia berkelit ke kiri.
Sin Cie tahu orang berjaga untuk segera menyerang, ia bakal diserang di sebelah kanan,
maka ia pun terus berjaga-jaga,
inilah lihaynya kedua jago yang seperti telah ketahui ke mana mereka bakal saling
menyerang, Cuma pe-nonton-penonton yang masih rendah kepandaiannya heran
mengapa dua jago ini agaknya berlaku lambat, seperti bukannya lagi menghadapi
tegangan Mereka sama sekali tidak insyaf suasana justru sangat tegang, bahwa kepuasan
bisa terjadi di sembarang saat
Sun Tiong Kun sangat benci Giok Cin Cu, melihat sikapnya dua orang itu, ia hendak
membokong dengan tusukan gaetannya kepada bebokong si imam ceriwis itu,
Kiam Hoo lihat sikap adik seperguruan ini ia kaget ia segera menarik,
"Apa yang kau hendak lakukan" Apakah kau tidak sayangi jiwamu?"
"Jangan perdulikan aku! Aku hendak adu jiwa dengan imam durjana itu!" Tion Kun
membandel "lmam itu sudah tahu siauw-susiok lihay," kata Kiam Hoo, "la sekarang lagi gunai dayanya
yang paling sempurna untuk lindungi diri, maka kalau kau maju sia-sia kau antarkan
jiwa,.,." Tiong Kun berontak akan loloskan tangannya dari cekalan suheng itu.
"Jangan perdulikan aku! Aku hendak bantu susiok!" katanya, ia benci susiok itu, si paman
guru akan tetapi sekarang menghadapi si imam ceriwis lupa ia kepada rasa bencinya itu,
"Nah, begini saja," Kiam Hong kata kewalahan "Kau coba dulu dengan senjata rahasia...."
Kali ini Sun Tiong Kun menurut ia siapkan sebatang Kim-cie-piauw dengan sekuat tenaga
ia timpuk bebokong Giok Cin Cu.
Si imam sedang berjaga-jaga dari Sin Cie kelihatannya ia tak tahu atas datangnya
bokongan maka girang Sun Tiong Kun, yang merasa pasti serangannya akan berhasil Tapi
kapan piauw itu menerbitkan suara nyaring, Kiam Hoo adalah yang berteriak "Celaka!"
terus ia tubruk tubuhnya si Nona Sun, untuk dibawa jatuh ber-sama,
Baru saja si nona Sun rubuh, atau piauwnya sudah mental balik kepadanya, mengarah
dadanya, ia tidak lihat, bagaimana caranya Giok Cin Cu tanggapi piauwnya untuk dipakai
menyerang membalas, Kalau ia kena terserang, celakalah ia. ia memangnya sudah tidak
berdaya untuk tangkis atau kelit diri pula, Dalam saat mati hidupnya itu satu bajangan
putih berkelebat satu tangan halus menyambar pita merah yang menggelawer di gagang
piauw itu! Hatinya Tiong Kun dan Kiam Ho goncang keras, tapi kapan kemudian mereka kenali
penolong mereka ada Ho Tek Siu, mereka bersyukur berbareng malu, sampai untuk
menghaturkan terima kasih, mereka cuma manggut-manggut
Segera setelah itu, Giok Cin Cun dan Sin Cie sudah mulai bergebrak, keduanya sangat
bersungguh, keduanya unjuk kegesitan mereka, Kalau tadi ia nampaknya lesu, sekarang
Sin Cie jadi bersemangat
Giok-bin Ho-lie ada sutee, adik seperguruan dari Bhok Siang Tojin, maka tak
mengherankan jikalau dia gesit luar biasa, Apapula setelah lihat musuh demikian gagah,
segera ia bersilat dengan "Pekpian kwie-eng", itu ilmu silat entengkan tubuh "Bajangan
setan seratus kali berubah." Maka berkelebatlah tubuhnya di sekitar tubuh Sin Cie dengan
niatnya jika anak muda itu mulai kabur matanya, ingin ia menikam anggota tubuh musuh
yang lowong, Sin Cie sendiri ada ahli ilmu silat "Pek pan kwie eng" itu, ia tidak kasih dirinya dibikin
pusing atau kabur mata, ia melayani dengan sama cepatnya tetapi tenang, tak mau ia
memberi ketika kepada si imam telengas itu, hingga Giok Cin Cu menjadi heran sesudah ia
berputaran sekian lama, ia tidak tampak lawannya jadi lambat atau gelisah,
"Eh, mengapa dia pun seperti mengerti ilmuku ini?" pikirnya sesudah mana dia lompat
mundur, akan pisahkan diri dari lawannya itu, Terus saja dia keluarkan lagi pedang
besinya - Thie kiam - yang ia kibasi sambil berseru, "Kau adalah murid Thie Kiam Bun,
maka melihat Thie kiam ini kau mesti berlutut.
Sin Cie mengawasi dengan tajam.
"Apakah itu Thie Kiam Bun?" tegasi dia. "Aku belum mendengarnya!"
Kembali si imam membentak
"Jikalau kau bukan muridnya Bhok Siang Tojin, cara bagaimana kau bisa mengerti Pekpian
Kwie-eng" Ka-rena kau ada muridnya, kenapa kau bukannya anggota Thie Kiam ada
di tanganku, maka lekas kau berlutut untuk terima hukuman dari aku!"
"Perduli apa aku dengan kau punya thie-kiam atau tong-kiam!" jawab Sin Cie, yang
menyebut "pedang besi" dan "pedang tembaga",
Giok Cin Cu mendongkol dan penasaran Dia lantas berpaling kepada Bhok Siang Tojin,
"Dia mengerti Pek-pian Kwie-eng bukankan telah turunkan itu kepadanya dengan
tanganmu sendiri?" dia menegur dengan bengis,
Bhong Siang Tojin, sang suheng, menggeleng kepala,
Heran bukan main si Rase Muka Kumala, ia percaya suheng itu yang tidak pernah omong
dusta, Tapi ia cuma berpikir scbentar, atau lantas ia menyerang pu!a, hingga pertarungan
jadi dilanjuti,
Sembari menangkis dan mcnyerang, Sin Cie pikirkan pcrkataan-perkataan imam itu
sebagai seorang ccrdas, segera ia ingat. "Ketika Bhok Siang Toliang ajarkan aku ilmu
silat, dia mulanya janjikan itu sebagai hadiah adu catur, dia larang keras aku memanggil
guru kepadanya, dan kemudian untuk ajarkan aku Pek-pian Kwie-eng ia pakai perantaraan
Ceng Ceng. Kiranya dia telah berpikir jauh sekali untuk menjaga kejadian seperti hari ini,
dia jadilah bukan lagi berguyon denganku...."
Dan sekarang barulah ia kctahui, Bhok Siang Tojin itu ada dari partai Thie Kiam Bun.
pedang Besi dan pedang besi itu - Thie Kiam - ada pedang pusaka dari partai itu,
Karcna ia ingat Ceng Ceng, ia gunai ketika akan melirik nona Hee itu, siapa ia iihat, lagi
kemuh sepotong obat merah dan Ho Tck Siu sedang uruti dia, maka terbukalah hatinya,
"Dia terkena racun Ngo Tok Kauw, Tek Siu adalah kauwcu dari Ngo Tok Kauw itu, pasti ia
bisa meno-longnya," ia berpikir "Pasti sekali Ceng Ceng bakal terto1ong...!"
Saking girangnya, tanpa ia merasa, Sin Cie berlaku agak lambat, pundak kirinya bergerak
Pedang Ular Mas Karya Yin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perlahan dari bisanya, inilah ketika yangdinanti-nantikan Giok Cin Cu. Lantas saja imam
ini menyerang dengan bengis,
Sin Cie bcrkelit, tapi dasarnya lambat, selagi pundaknya bebas, ujung pedang lawan
mengenai iga kirinya,
Semua orang Hoa san Pay lihat itu, mereka terkejut, akan tetapi lebih kaget pula adalah
Giok Cin Cu sendiri, si penyerang.
Scbabnya adalah ujung pedang tidak nancap di iga, tidak melukai daging atau kulit si anak
muda, sebaliknya pedang itu mental balik,
Giok Cin Cu tidak tahu, Sin Cie lelah pakai baju kaos mustika pemberian Bhok Siang Tojin,
dia menyangka anak muda ini saking lihaynya, tubuhnya kedot, tidak mempan senjata
tajam, maka ia jadi heran dan kaget, sampai ia keluarkan keringat dingin sendirinya,
Sclama itu Ceng Ceng telah sadar, ia juga telah perhatikan jalannya pertempuran selagi ia
kaget karena lihat Sin Cie kena diserang lawan, ia ingat ia ada bawa-bawa bumbung besi
hitam, maka ia rogoh sakunya, ia keluarkan bumbung itu, begitu ia lekas buka tutupnya, ia
timpuk si imam lihay,
Satu benda kuning emas, kecil dan pcndek, melesat ke arah Giok Cin Cu. itulah ular
berbisa yang lihay, yang Kim-ie Tok Kay Cee In Go namakan "Kim-jie", si "Anak cmas",
Binatang ini benar-benar cerdik sesampainya di atas kepalanya si imam, ia pertahankan
diri, ia turun ke bawah untuk pagut imam itu!
Coba itu adalah lain orang yang disambar ular emas itu, tentu celakalah dia, tidak
demikian dengan Giok Cin Cu, dengan satu kebutan dengan hud-tim, ia bisa bikin tubuh
ular terlibat ia tidak mengebut lebih jauh akan buah ular itu ia tahu kalau ia berbuat
demikian, lawannya bisa membarengi serang padanya, Maka itu, ia meneruskan saja ke
bawah untuk lemparkan ular ke tanah, ia sendiri lantas loncat beberapa tindak,
Sin Cie sedang berpikir keras, dengan ilmu silat apa ia bisa pukul rubuh\imam yang lihay
itu, kapan ia lihat si ular emas, ntedadakan saja ia ingat gerakan si ular emas yang hendak
ditangkap hidup-hidup oleh Cee In Go. Maka tidak ayal lagi, ia balas menyerang dengan
turuti gerak-geriknya si Kim-jie itu. pedangnya lantas bergerak-gerak tak putusnya.
Giok Cin Cu melayani sekian lama, segera "ia jadi kaget sekali, ia kena terdesak, tidak
perduli ia sudah berdaya keras untuk mcnangkis, buat lindungi diri. ia lihat gerakan orang
tidak mirip dengan gerakan ilmu silat yang wajar, ia tertcgun, lantas saja ia dapat
dibingungkan, hingga berbareng gclisah, ia main mundur terus,
Sin Cie bermata awas, ia tampak orang mundur bukan sembarang mundur, mundur itu
disebabkan kacaunya pikiran dan gerakan, maka sambil berseru, ia memperkeras
desakannya, Datanglah saatnya ia me-nebas, ketika orang berkelit dengan mendak, ia
menebas kembali, Lagi sekali Giok Cin Cu mendak, akan tetapi ia mendak kurang rendah
atau memangnya pedang menyambar lebih rendah sanggulnya kena terbabat kutung,
menyusul mana kepalan kiri Sin Cie mampir di dadanya!
itulah tonjokan Hoa San Pay yang lihay. Tidak ampun lagi, imam yang lihay ini rubuh
terjcngkang. Begitu lehernya menyentuh tanah, bertepatan dengan itu ia merasa sakit dan
gatal pada lehernya, hingga ia kaget dan heran, Diwaktu ia jatuh lehernya justru menindih
Kim-jie dan si ular emas itu segera mencato!nya!
Tidak perduli serangan kepalan Sin Cie sangat keras, serangan itu cuma dapat
merubuhkan tubuh tidak melukai bagian dalam, tidak demikian adalah pagutan si Kim-ji
yang berbisa itu, tidaksempat Giok Cin Cu bangun, bisa ular sudah bekerja, lehernya terus
berubah menjadi hitam, hitam juga mukanya, dan sejenak kemudian dia rebah tidak
bergerak, napasnya bcrhenti....
Bila tiga orang yang hendak menangkap Ang Nio Cu dapatkan imam mereka rubuh binasa,
tanpa pikir panjang lagi mereka putar tubuh untuk lari tunggang langgang turun gunung,
Mereka bersyukur, karena tak ada seorang Hoa San Pay pun yang mengejar mereka,
Semua orang menjadi sangat lega hatinya, semua bergirang sekali, Tanpa orang yang tak
mengagumi si pemuda, malah Bok Jin Ceng pun amat bangga!
Bhong Siang Tojin menghela napas, setelah minta A Pa mengubur mayat suteenya, ia
pegangi Thie-kiam, pedang pusaka partainya yang dipuja-puja. Sesudah itu, sekalian ia
tuturkan tentang partai itu yang asing bagi kebanyakan orang, tidak terkecuali Sin Cie.
Kaum mereka dipanggil Thie Kiam Bun, partai Pe-dang Besi, dan Thie Kiam pedang besi,
adalah pusaka mereka, Bhok Siang Tonjin dan Giok Cin Cu ini adalah dua murid terakhir,
mereka belajar bersma-sama, Guru mereka menutup mata di See-chon, Tibet, tanpa
mereka ketahui, dengan begitu pedang pusaka mereka pun turut lenyap tak berbekas,
Pada mulanya, Giok Cin Cu adalah jujur, akan tetapi setelah guru mereka menutup mata,
hatinya berubah, ia jadi binal, ia terpisah dari Bhok Siang Tojin, maka dari itu, tidak ada
lagi orang yang dapat mengendalikan padanya, ia menjadi imam semenjak masih kecil, ia
tidak gemar main perempuan, tetapi sudah berubah sifat, ia jadi pengganggu orang-orang
perempuan, perempuan hina dan orang-orang baik. Karena tangkasnya tak seorang pun
dapat me1awannya. Satu kali ia bentrok dengan Bhong Siang yang nasihatnya ia tak
gubris, namun lantas saja ia putuskan perhubungan suheng dan sutee.
Giok Cin Cu juga tahu bahwa sang suheng itu lihay, tak dapat ia melawannya oleh karena
itu ia tidak mau berdiam lebih lama di Tiong-goan, dan segera merantau jauh ke Seechong,
sembari melatih terus ilmu silatnya, ia coba mencari pedang pusaka kaumnya,
Untung baginya, ia berhasil menemukan Thie Kiam, karena mana ia menjadi lebih berani
terhadap suhengnya,
Menurut aturan Thie Kiam Bun, melihat Thie Kiam, orang mesti memandang seperti
menghadap Sucouw mereka, Atau tegasnya, siapa pegang Thie Kiam, dengan sendirinya
dia jadi ciang-bun-jin, ahli waris atau ketua, siapapun anggota Thie Kiam Bun mesti tunduk
pada ciang-bun-jin ini. Demikian juga sudah terjadi dengan Bhok Siang Tojin yang jujur, ia
tunduk pada Thie Kiam, ia menyerah atas hukuman yang dijatuhkan Giok Cin Cu, meski itu
tidak adiL Bok Jin Ceng menghela napas bila ia sudah dengar keterangan itu.
Kemudian, ketua Hoa San Pay itu pandang Ang Nio Cu berlutut di depan orang tua itu, ia
menangis, "Aku mohon dengan sangat Bok Loyacu suka me-nolongi suamiku," ratapnya.
Dulu-duIunya Sin Cie belum pernah ketemu sama Ang Nio Cu, sekarang dengan
perantaraan An Toa Nio, ia ketahui nyonya serba merah ini ada istri Lie Gam, jadi enso
atau iparnya, ia tahu Ang Nio Cu gagah, ia kaget dengan permintaan tolong nyonya ini.
"Kenapa dengan kanda Lie Gam itu?" tanyanya.
"Gouw Sam Kui sudah bersekongkol dengan Tatcu dari Boan-chiu," berkata Ang Nio Cu,
"Dengan bekerja sama mereka menyerang San-hay-kwan. Giam Ong gagal dalam
perlawanannya, ia mundur dari Pakkhia, Ketika itu Song Kumsu sudah mengadu biru, ia
memfitnah Lie Ciangkun. Aku minggat, dengan niat cari bantuan, akan tetapi Song Kunsu
mengetahui ini, ia segera kirim orang mengejar untuk menangkapku, Begitulah aku telah
dikejar kejar sampai di sini,"
Semua orang kaget mendengar orang Boan telah memasuki San-hay-kwan.
Sin Cie segera memimpin bangun ensonya itu.
"Mari kita lekas tolong toako terlambat sedetik, bisa gagal," katanya,
Meski ia mengucap demikian, Sin Cie toh mengawasi gurunya, Dengan tiba-tiba ia ingat,
gurunya hendak mengadakan rapat, entah urusan apa yang bakal dibicarakan ia menjadi
sangat ge1isah.
"Orang telah berkumpul, sekarang juga aku akan utarakan niatku," berkata Bok Jin Ceng,
yang mengerti akan kegelisahan muridnya.
Ketua Hoa San Pay ini ajak orang berkumpul di dalam gua, ia mengeluarkan gambar
couwsu, lantas ia pasang lilin dan hio, semua muridnya dititahkan berlutut
Ho Tek Siu berlutut sendirian di pojok, diam-diam ia lirik Sin Cie.
Bok Jin Ceng lihat kauwcu itu, ia bersenyum dan berkata: "Kau berkeras juga hendak
masuk Hoa San Pay, sedang sebenarnya dengan kepandaianmu kau sudah boleh malang
melintang di kolong langit Tadi aku tolak kau, kau cuma mundur empat tindak, Di dalam
kalangan kita kecuali tiga muridku tidak ada orang keempat yang tangguh seperti kau!
Baik, baik, baik, kau boleh turut berlutut di sini!"
Bukan main girangnya Tek Siu, itu artinya ia telah diterima menjadi orang Hoa San Pay,
maka ia berlutut di belakang Sin Cie, ia turut paykui akan menghormati Couwsu mereka,
Setelah semua sudah menjalankan kehormatan, Bok Jin Ceng berdiri di tengah kalangan
"Sekarang ini negara sedang kalut, aku sendiri sudah berusia lanjut tak dapat aku bekerja
lebih jauh," berkata guru ini, "Maka dari itu pimpinan Hoa San Pay, mulai hari ini aku
serahkan kepada muridku yang pertama, Oey Cin."
Oey Cin terkejut
"Kepandaianku kalah dari jietee dan shatec." kata-nya.
"Untuk menjadi ciang-bun-jin, yang dibutuhkan bukan hanya kepandaiannya saja," kata
Bok Jin Ceng, "Di sebelah itu yang diutamakan adalah prilaku benar, jujur dan berhati
mulia, Kau jangan menampik terimalah tugas-mu!"
Oey Cin tidak berani membantah lagi ia lantas Paykui pada Couwsu, lalu pada gurunya,
sesudah itu ia terima hu-in, cap dan kekuatan Hoa San Pay dari gurunya itu, Dan yang
terakhir semua sutee keponakan murid juga murid-muridnya sendiri segera memberi
hormat dan selamat kepadanya.
Hati Sin Cie lega setelah rapat selesai, ia lantas pamitan dari gurunya dari Bhok Siang
Tojin juga, begitu pun dari semua suhengnya dan yang lain-lain, untuk ia turun gunung
guna tolongi Lie Gam.
"Adik Ceng, kau rawat diri di sini, habis menolong saudara Lie, aku akan segera balik
kembali," pesannya pada Ceng Ceng.
Mata nona Hee menjadi merah) air matanya lantas menetes butir demi butir. Hatinya panas
karena melihat A Kiu berada di atas gunung, Akan tetapi sebelum ia dapat mengatakan
sesuatu, A Kiu sudah bertindak ke hadapannya,
"Enci Ceng, kau toh sudah tidak membenci aku pula bukan?" katanya dengan sebat
mengangkat tangannya yang tinggal sebelah dan membuka karpus kulit yang menutupi
kepalanya, hingga segeralah terlihat satu kepala gundul, bersih dari rambutnya yang
tadinya hitam dan bagus.
Tuan putri ini sangat berduka untuk nasib kerajaan-nya, untuk kemalangannya yang
menimpa ayahnya, untuk peruntungannya yang buruk, di sebelah itu ia tahu cintanya Sin
Cie kepada Ceng Ceng, maka dari itu tanpa ragu-ragu ia menjadi nikoh.
Hal ini mengherankan semua orang,
Melihat itu, Ceng Ceng malu sendirinya, sedang Sin Cie pikirannya jadi kusut, karena ia
bersusah hati untuk putri raja yang tadinya cantik dan jelita itu.
Mereka diam semua, Bhok Siang Tojin turut bicara,
"Nona ini tadi telah bersedia mengorbankan dirinya untuk menolongi aku, aku mesti
hargakan budinya," katanya, "Seumur hidupku, aku si imam tua belum pernah menerima
murid, maka justru sekarang partaiku sudah bersih, apabila kau tidak buat celaan, nona
sukalah kau terima beberapa pelajaran dari aku?"
A Kiu girang bukan buatan untuk tawaran itu, hingga ia lantas berlutut di depan guru yang
baru ini. justru ini yang membuat ia di belakang hari menjadi satu pendekar wanita di
permulaan kerajaan Ceng, karena Kam Hong Tie, Pek Tay Koan, In Su Nio dan lainnya
adalah murid-muridnya yang gagah dan setia pada kerajaan Beng.
Sampai di situ Sin Cie turun gunung untuk tolongi Lie Gam. Kecuali Ang Nio Cu, Hok Tek
Siu dan lainnya, juga Ceng Ceng turut padanya, Nona ini mengatakan bahwa ia sudah
cukup kuat. Memang, setelah urusan A Kiu menjadi terang baginya, hatinya lega sekali, ia
segera merasa segar bukan main, pertolongan Tek Siu adalah yang berarti sangat besar
untuknya, ia percaya, selama di perjalanan kesehatannya bakal pulih,
Sin Cie tidak menghalangi si nona hendak turut serta,
Nyala kemudian, rombongan penolong ini terlambat datangnya, Lie Gam rela dihukum
mati oleh Giam Ong, Hingga Sin Cie mesti tangisi saudara angkat itu.
Tentang Ang Nio Cu, tidak usah diterangkan lagi bagaimana kagetnya bagaimana hatinya
terluka, Dia pun adalah istri yang sangat setia dan lagi pula mencintai suaminya,
Sin Cie lantas cari mayatnya Lie Gam untuk dikubur dengan baik,
Pada hari itu, ketika anak muda kita ini serta rombongannya bersembahyang di kuburan
Lie Gam, ia dapatkan satu orang dengan kopiah dan pakaian putih scmua, menangis
seorang diri sambil menghadap ke utara, ia jadi heran, ia dekati orang itu untuk tanya she
dan namanya, Segera ternyata orang itu adalah yang belasan tahun dulu ia pernah jumpakan di gunung
Lauw Ya San. Sebab dia adalah Han Tiauw Cong! Hanya sekarang orang she Han itu telah
tambah usianya dan wajahnya pun telah berubah banyak,
Diwaktu kembali ke rumah penginapan Sin Cie ajak Tiauw Cong. Mereka bersantap dan
minum arak bersama, Banvak mereka bicarakan
Han Cauw Tiong merasa sangat ,terharu, hingga ia menulis syair peringatan untuk Sin Cie,
setelah mana ia pamitan dan pergi Hatinya sudah jadi sangat tawar
Sin Cie pun turut lenyap kegembiraannya,
"Mari kita puIang," ia ajak kawan-kawannya.
Mereka pulang ke Hoa San. Segera juga dengan tiba-tiba Sin Cie ingat peta yang ia terima
dari Peter, si orang militer asing, ialah peta dari sebuah pulau, Hay Lam!
"Kenapa aku tidak pergi ke sana untuk berikhtiar?" pikirnya.
Malam itu pemuda ini berada bersama dengan Ceng Ceng, Mereka duduk berendcng di
atas sebuah batu besar Tidak banyak yang mereka katakan, karena hati mereka sudah
bersatu, Wajah merekalah yang lebih banyak mengutarakan sesuatu -- satu pada yang
lain, "Aku ingin berlayar ke Hay Lam, kau setuju bukan?" kemudian Sin Cie tanya si nona,
"Suasana di sini sudah tidak cocok lagi untuk kita di pulau itu kita dapat ber-ikhtiar Pasti
sekali, kita akan pergi beramai-ramai, supaya dapat kita berkumpul terus."
Pemuda ini awasi kekasihnya, dan si pcmudi pun membalas pandangannya,
"Aku setuju," berkata si nona, hampir tanpa berpikir 1agi.
"Bagus!" seru si anak muda.
Selesai ini mereka terus bersama menikmati sang malam yang sunyi, sampai setelah lewat
banyak waktu, mereka kembali untuk beristirahat
Bcsoknya Sin Cie utarakan cita-citanya kepada semua kawannya, ia tanyakan pendapat
mereka, Nyata Ho Tek Siu, Ang Nio Cu dan yang lainnya pun setuju, Maka putusan lantas diambil
Malah mereka lantas mulai bersiap sedia,
Sin Cie minta bantuan Ang Seng Hay untuk mengumpulkan Couw Cong Siu, Beng Pek Hui
ayah dan anak, Ciauw Wan Jie dan suami, See Thian Kong, Ouw Kui Lam dan lain-lainnya
orang gagah dari tujuh propinsi Malah ia pun dapat persetujuan The Kic In, ketua dari
Citcapjieto, tujuh puluh dua pulau, yang suka turut ia.
Maka pada suatu hari yang lelah ditetapkan, rombongan yang besar ini dengan terbagi
dalam beberapa kelompok, mulai berangkat menuju Hay Lam, Laut selatan itu dimana
mereka berkat kekerasan hati mereka telah beruntung berhasil mendirikan semacam
daerah bcrpengaruh, hingga Hay Lam dapat dibuka, dibangun menjadi satu dunia baru.
T A M A T Dendam Iblis Seribu Wajah 12 Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung Panji Sakti 1
membungkuk ia taruh tangannya di depan hidung si nona, ia tidak rasai hembusan napas,
akan tetapi waktu ia meraba dadanya, ia dapatkan dada itu turun naik dengan perlahan
sekali, Di saat itu Sin Cie juga lihat seorang lain di dalam gua, ia pun sedang rebah. MuIanya ia
niat hampirkan orang itu, atau mendadak ia rasakan kepalanya pusing, matanya kabur,
berdirinya pun limbung, hampir saja ia rubuh, Maka segera ia insyaf, asap itu mengandung
racun, Tidak ayal lagi ia angkat tubuh Ceng Ceng, untuk di-pondong keluar ia sambar
dadung yang terus tarik-tarik,
A Pa terus tarik naik dadung itu, ia dibantu Seng Hay, hingga dalam tempo yang cepat, Sin
Cie sudah bergelantungan dengan sebelah tangannya tetap me-mondong Ceng Ceng, Di
sini di luar gua, baru Sin Cie berani bernapas, ia menahan sebisa-bisanya, Baru dua kali ia
bernapas, ia merasa perutnya mual, tanpa tertahan lagi ia muntah-muntah,
Semua orang di atas jadi berkhawatir, Kalau anak muda ini tak dapat pertahankan diri asal
cekalannya terlepas, celakalah dia berdua Ceng Ceng, Maka itu, walaupun mereka menarik
dengan cepat, A Pa dan Seng Hay toh berhati-hati, supaya mereka tidak menarik dengan
kaget! Ciu San bersama He Bin dampingi dua orang itu, untuk berikan bantuan mereka kalau saja
A Pa dan Seng Hay membutuhkan itu, Mereka juga siap untuk sambuti Sin Cie.
Selagi itu dua orang terangkat hampir sampai, mendadak terdengar suara nyaring dari
arah gua, seperti gua itu meledak gempur, lantas kelihatan asap mengepul naik dan batubatu
terbang berhamburan. Semua orang terperanjat tidak terkecuali Seng Hay, hingga ia
hampir lepaskan cekalannya, syukur A Pa si gagu yang pekak, tidak dengar apa-apa dan
masih menarik dengan tenang,
Diakhirnya, untuk kelegaan semua orang, sampailah Sin Cie di atas, Akan tetapi setelah ia
injak batu gunung, kakinya lemas, lantas saja ia rubuh, lupa akan dirinya,
Ketika itu Bhok Siang Tojin pun sudah berkumpul di antara mereka, maka guru ini segera
tolong muridnya, juga Ceng Ceng untuk pijat dan uruti mereka,
Dari dalam gua, suara peledakan masih menyusul berulangkali
Orang tidak tahu apa yang menyebabkan itu dan beberapa banyak tersimpannya bahan
peledak di da!am-nya. Orang saling memandang dengan merasa heran,
Tidak antara lama, Sin Cie sadar, lantas ia bernapas dengan beraturan ia merasa sangat
lelah, "Sungguh berbahaya..." ia mengeluh sebentar lagi, Ceng Ceng pun ingat akan dirinya
akan tetapi begitu lekas ia buka mata dan lihat si anak muda," ia lepaskan tangisan,
Baru sekarang semua orang berhati lega,
Untuk scmentara, Bhok Siang antapkan muridnya itu beristirahat di situ, sedang suara
perledakan sudah berhenti, tinggal asapnya yang masih sedikit mengepul
"Nanti aku lihal!" kata Hie Bin dengan bcrani.
Ciu San setuju, ia ikat orang punya pinggang, akan kasih turun anak muda itu, yang
dipesan mesti lantas membetot dadung andaikata ada ancaman bahaya di gua itu.
Kapan Hie Bin sampai di lubang gua, ia tidak lihat suatu apa, karena lubang itu telah
tertutup rapat, hingga terpaksa ia mesti kembali dengan tangan kosong,
Sin Cie tuturkan bagaimana ia ketemukan Ceng Ceng, sedang Ceng Ceng ceritakan
pengalamannya yang penuh bahaya di dalam gua itu menghadapi Ho Ang Yo yang sudah
kalap, Mendengar itu, Bhok Siang Tojin menghela napas,
"Ketika baru ini aku lihat panahnya Kim Coa Long-kun yang disembunyikan di dalam peti,
aku sudah kagumi kepintarannya," berkata imam ini, "Siapa sangka sekarang terbukti
kepintarannya begini luar biasa, Jauh sekali pandangannya...."
"Siapa juga tidak akan menyangka sekali pun di dalam tengkorak dia masih simpan bisa,"
nyatanya Oey Cin yang tidak kurang kagumnya,
"Suhu, inilah aneh!" seru Hie Bin si sembrono, "Ba-gaimana bisa itu bisa disimpan di
dalam mulut tengkorak" Dia toh sudah mati dia tinggal rerongkongnya saja?"
Oey Cin tertawa, tetapi dia kata, "Nanti saja kau coba sendiri, sesudah kau mati!"
Guru ini sebal-sebal geli untuk ketololan muridnya ini.
Tentu saja semua orang tertawa ramai,
"Orang tidak tahu makanya dia menanya..." mendumal si pemuda she Cui itu.
"Hee Losu Kim Coa Long-kun ada seorang pintar luar biasa dan sangat teliti." Sin Cie
kasih tahu, "Dia tahu bahwa semasa hidupnya dia mempunyai banyak musuh, dia
mestinya telah menduga walaupun dia sudah mati, mesti ada musuh-musuhnya yang
bakal terus cari pada-nya, untuk musnahkan tulang-tulangnya, dari itu karena dia sendiri
ada ahli bisa, dia lantas buatkan persiapannya disaat dia hendak hembuskan napasnya
yang terakhir Secara demikian, sampai dia sudah tinggal rerongkong-nya, dia masih bela
dirinya...."
Mendengar ini Hie Bin tepok pahanya,
"Sekarang tahulah aku!" dia berseru. "Dengan persiapannya itu, kalau nanti ada orang
bakar tulang-tulangnya, maka racun yang disembunyikan di dalam tutang-tu!ang itu nanti
bekerja sendirinya...",
"Hanya...." kata dia pula bilang sesaat "Kenapa gua itu bisa meledak" Apakah dia simpan
juga bahan peledak di dalam tu1ang-tulangnya itu?"
Kembali orang bersenyum karena pertanyaan ini.
"Masa dia sembunyikan bahan peledak di dalam tulang-tulangnya?" kata Siauw Hui, "Pasti
dia sembunyikan itu di dalam tanah!"
Sin Cie tidak perhatikan kata-kata orang itu, ia manggut-manggut, ia menghela napas pula,
"Adalah keinginannya ibunya adik Ceng supaya ia dapat dikubur bersama suaminya,
sekarang keinginannya itu telah tercapai," katanya,
Hie Bin sendiri masih saja terheran-heran, hingga ia ulur lidah nya.
"Kim Coa Long-kun benar-benar lihay!" katanya, "Dia sudah menutup mata belasan tahun
lamanya, dia masih bisa layani musuh-musuhnya. Sudah selayaknya saja kalau wanita tua
dan jahat dari Ngo Tok Kauw itu nerima kebinasaannya."
"Meskipun dia jahat, akan tetapi cintanya adalah sejati harus dihargai," Sin Cie bilang, "Dia
bersengsara karena cinta...."
Siauw Hui sementara itu usap-usap kepalanya Tay Wie dan Siauw Koay,
"Kalau tidak getapnya mereka ini, asal lambat sedikit saja oh, bagaimana hebatnya
kejadian inL." katanya,
"Ya, itu benar," kata beberapa orang.
Maka sekarang orang kagumi kedua binatang piara-an itu yang mempunyai perasaan luar
biasa. Sampai di situ orang berangkat ke dalam gua, An Toa Nio dan gadisnya memayang Ceng
Ceng yang masih lemah sekali, Dia telah ditukari pakaiannya lantas di-rebahkan di atas
pembaringan untuk dia beristirahat
Bhok Siang lojin berikan obat pulung, untuk punahkan racun, akan tetapi itu tidak lekas
dapat menolong, karena racunnya Kim Coa Long-kun lihay sekali dan Ceng Ceng
terkenanya cukup lama, Malah selang satu malam, mukanya si nona menjadi berobah
hitam, keadaannya jadi bertambah berat, ada kalanya dia jadi tak sadarkan dtri, atau kalau
dia mendusin, dia lantas menangis sendirinya, dia mengaco, Dalam tidurnya dia suka
mengimpi, dia suka mengigau dengan katakan Sin Cie tidak punya budi rasa....
Sin Cie sendiri jadi sangat lesu dan putus asa, hingga melihat dia, orang merasa kasihan,
malah orang ber-khawatir untuk kesehatannya.
Kapan anak muda ini ditinggal berduaan saja sama Ceng Ceng, yang rebah tidak berdaya
ia coba hiburkan nona itu, ia berikan janjinya bahwa ia tidak mencintai nona lain siapa
juga, Ceng Ceng tidak bilang suatu apa, masih saja dia suka keluarkan muntah cair hitam,
mukanya sendiri kadang-kadang bersemu merah dadu tetapi lebih banyak hitam-nya.
Sin Cie lihay ilmu silatnya, sekarang ia habis daya. Maka ia lebih banyak bercokol atau
rebah dengan air mata berlinang-linang, ia tidak punya obat untuk tolong kekasih ini,
karena mustika kodok es sudah Habis,
Di luar orang ramai bicarakan Kim Coa Long-kun. Biar bagaimana orang anggap jago Ular
Emas ini telah membahayakan anak dara nya sendiri....
Karena ini orang umumnya tidak gembira.
Dihari itu mendekati magrib, Tay Wie dan Siauw Koay perdengarkan suara mereka yang
berisik. Nyata telah datang rombongannya Kwie Sin Sie suami istri serta murid-murid
mereka ialah Bwee Kiam Hoo. Lauw Pwee Seng, Sun Tiong Kun dan lainnya, jumlah
berenang Kapan Kwie Jie Nio dengar Ceng Ceng terkena racun ia berikan sisa obat
anaknya yaitu hok-leng dan ho-siu-auw.
Setelah makan obat ini, Ceng Ceng bisa tidur dengan tcnang,
Ketika sang magrib datang, murid kepala dari Oey Cin datang bersama delapan suteenya
serta dua putranya, Lebih dulu mereka kasih hormat pada Bhok Siang Tojin, baru guru
mereka jie susiok Kwie Sin Sie suami dan istri,
Murid kepala dari Oey Cin itu lihat Sin Cic, sang sam-susiok masih muda daripada
anaknya yang pertama, maka untuk tekuk lutut di depan paman guru ketika ini, ia merasa
sungkan, Maka itu ketika ia toh memanggil.
"susiok", ia tetap ragu-ragu.
Sin Cie lihat ini sutit, keponakan murid, berumur empat puluh lebih, dadanya lebar,
pinggangnya tegar, suatu tanda tubuhnya kuat, sedang tubuh itu ada terlebih tinggi
daripada tubuhnya sendiri Maka diam-diam ia memuji ia anggap pantas toa-suhengnya
punyakan murid yang beroman gagah ini. Dia ini beda sangat jauh dari Hie Bin si toloL
"Tidak usah berlutut," ia mencegah, ketika ia tampak sembilan sutit itu hendak berlutut di
depannya. "Jangan pakai banyak adat peradatan!"
Segera Hie Bin perkenalkan saudara seperguruannya yang tertua itu.
"Toasuheng ini she Phang bernama Lan Tek," kata-nya, "Di dalam kalangan kang-ouw dia
digetarkan Pat-bin Wie-hong." (Gelaran itu mempunyai arti "Keangkeran di delapan
penjunC), "Pasti saudara Phang telah mewariskan kepandaian toasuheng," Sin Cie bilang,
Phang Lan Tek merendahkan diri
Oey Cin tidak bilang suatu apa murid kepalanya itu tidak tekuk lutut terhadap sutee buncit
itu, terutama sebab ia tahu, muridnya ini telah punyakan nama baik, ia sendiri juga
memang paling sedernana,
Sesudah itu baru Lan Tek suruh dua putranya berlutut kepada semua orang yang lebih
tua, mulai dari Bhok Siang Tojin sampai pada Kiam Hoo berantai
Dua anak itu ada Phang Put Po yang lebih tua, usianya dua puluh satu tahun, dan Phang
Put Cui yang kedua, yang baru berumur tujuh belas, Untuk di wilayah Kam Liang, karena
mengandal pada nama ayahnya, mereka telah punya nama juga, sedang kepandaian
mereka sendiri boleh dibilang sudah cukup berarti sekarang Put Po lihat, paman gurunya
yang termuda baru berumur kurang lebih dua puluh tahun, maka walaupun mereka
berlutut, hati mereka tidak puas, Mustahil orang dengan usia demikian muda menjadi yang
tertua lebih tinggi dua tingkat derajatnya" Mereka juga tidak melihat mata karena tampak
susiok itu beroman lesu dan kucel air mukanya, bekas-bekas air matanya masih belum
Icnyap, Dua saudara Phang itu bergaul rapat dengan muridmu rid nya Kwie Sin Sie suami istri,
malah mereka tahu, Sun Tiong Kun adalah yang paling jumawa dan kepala besar, ilmu
silatnya pun sempurna, maka diam-diam mereka ini berdamai untuk sebentar ogok-ogok si
Nona Sun, agar dia coba-coba kepandaiannya paman cilik itu, ingin mereka membuat
paman guru cilik itu dapat malu di depan sucouw dan guru dan paman guru mereka,
Mereka percaya, umpama ayah mereka ketahui perbuatannya tidak nanti mereka
dipersalahi., Begitulah besoknya, pagi-pagi sekali mereka sudah bangun, lantas mereka pergi keluar,
akan cari Sun Tiong Kun, Kebetulan, mereka ketemu Cio Cun, susiok mereka yang ke
delapan, Cio Cun ini juga muda usianya dan gemar cari gara-gara ilmu silatnya berimbang sama
mereka berdua saudara sebab di pipi kanannya ada tahi lalat biru orang juluki dia Cheebian-
sin, Malaikat Muka Biru, Dia ingin menegor kapan dia saksikan roman luar biasa dari
engko dan adik itu,
"Hai, katamu bikin apa?" demikian teguran nya.
"Kita lagi ajari Sun Su kouw!" sahut Put Cui sambil tertawa, "Katakan selama di Shoatang,
su-kouw sudah rubuhkan banyak orang Put Hay Pay, maka kita ingin dia beri penuturan
kepada kita."
"Bagus!" Cio Cun nyatakan akur. "Tadi aku lihat dia lagi berlatih sama Bwee Suko, mari
kita tengok padanya!"
Lantas tiga orang ini lari ke gunung belakang,
Di sepanjang jafan, dua saudara Phang ini pikirkan, kata-kata apa mesti dihaturkan kepada
Sun Tiong Kun supaya sukouw itu sang bibi guru jadi panas hatinya terhadap Sin Cie.
"Jikalau dia sedang berlatih pedang, baik bilang saja Wan Siauw-susiok-couw cela ilmu
pedangnya itu," kata Put Cui.
"Akur!" sahut Put Po sambil terlawa.
Selagi mereka mendekati ke tempat di mana katanya Sun Tiong Kun dan Bwee Kiam Hoo
lagi berlatih silat, tiga orang ini sudah lantas dengar suara nyaring dan bengis dari Sun
Tiong Kun seperti sang bibi guru lagi damprat orang, Mereka heran, maka mereka lari
untuk lekas mcncmui.
Kelihatan Sun Tiong Kun lagi kejar seorang lelaki umur tiga puluh tahun lebih, dia ini
sambil lari sambil mengupat caci mengatakan Sun Tiong Kun sebagai "wa-nita bangsat!
dan "wanita hina dina", Tidak selamanya dia lari lcrus, Karcna dia pun mencekal golok,
saban-saban ia berhenti, untuk lakukan perlawanan Nyata dia kalah lihay, saban-saban ia
lari pula, kalau kecandak, kembali dia bikin perlawanan Dia mencaci terus selagi si nona
damprat ia berulang-ulang,
"Mari kita pegal binatang itu, supaya dia tidak mampu lolos!" Put Cui mengajak,
Secara kalap terdengarlah suaranya orang yang dikejar-kejar Sun Tiong Kun itu, "Kau
telah bunuh istriku serta anak-anakku, maka kenapa kau bunuh juga ibuku yang sudah
berumur tujuh puluh tahun lebih?"
Air mukanya Sun Tiong Kun merah padam
"Manusia tidak punya malu!" si nona mendamprat.
"Umpama kala di rumahmu ada terlebih banyak orang lagi, aku pun akan bunuh semua!"
Mereka itu berkelahi dengan sengit sekali, karena sama-sama sedang sangat mendongkol
"Hai, kenapa Sun Su-kouw tidak pakai pedang?" seru Phang Put Po. "Dia menggunai
sebatang gaetan, tak leluasa nampaknya gerakannya."
Cio Cun dan Put Cui pun segera lihat, itu bibi guru lagi gunai senjata yang tidak cocok.
Maka orang she Cio ini lantas cabut pedangnya ia balik itu untuk pegang tajamnya,
"Sun Suci, sambut pedang ini!" kata dia sambil lemparkan pedangnya itu,
Berbareng sama terlemparnya pedang, dari sam-ping, di mana ada pepohonan lebat,
melesat satu bajangan, yang terus sambuti pedang itu, akan talangi Tiong Kun.
Ciu Cun bertiga terperanjat melihat kesehatan orang, kemudian mereka jadi kenali,
bajangan itu adalah Bwee Kwie Hoo, murid kepala dari Kwie Sin Sie, Susiok Couw mereka,
"Bwee Susiok!" Cio Cun memanggil
"Ya," Bwee Kiam Hoo menyahuti, sambil manggill, setelah mana, dia lemparkan kembali
pedang itu, seraya tambahkan, "Sun Su kouw telah pahamkan lain alat, tidak lagi pedang."
Ciu Cun heran, hingga ia perdengarkan seruan tertahan ia memang tidak tahu, sebab
Tiong Kun lelengas, dia sudah dilarang memakai pedang,
pertempuran masih berjalan terus, Lama-lama, orang lelaki itu repot juga, maka setelah
terdesak hebat, tangannya kena ditendang si nona, goloknya terlepas, hingga dilain saat
dadanya jadi terbuka untuk tusukan gaetan.
"Tahan!" mendadak Kiam Hoo berseru dengan cegahannya,
-ooo0ooo- Bagian ke tiga puluh empat
Sun Tiong Kun heran, hingga ia tunda serangannya, karena mana, lawannya itu dapat
kesempatan untuk angkat kaki ke arah bawah gunung,
"Kasih ampun pada nya!" kata Kiam Hoo sambil tcrtawa, "Biarlah sucouw nanti beri pujian
padamu!" Sun Tiong Kun bersenyum,
Orang itu lari beberapa puluh tindak jauhnya, ia berhenti, akan putar t ubun nya, buat
kembali caci musuh nya, ia mengatakan pula, "Perempuan bangsat! perempuan busuk dan
hina!" Kali ini bukan cuma Sun Tiong Kun, juga Kiam Hoo dan Cio Cun serta kedua saudara
Phang turut jadi gusar Put Cui sampai mencaci. "Makhluk apa itu berani datang mengacau
di Hoa San?"
Dengan bawa ruyung besi nya, ia lantas mengejar
Sun Tiong Kun dalam murkanya sesumbar "Jikalau aku tidak bunuh binatang itu, aku
sumpah tak mau jadi manusia! Aku tidak perduli biar Sucouw kutungi lagi sebatang
jerijiku!"
Dia pun mengejar seraya putar gaetannya,
Bwee Kiam Hoo paling sayangi sumoay ini, dipihak lain, ia khawatir sang sumoay nanti
kembali bunuh orang, untuk cegah itu, ia ingin mendahului bekuk orang itu.
untuk hajar adat pada nya, supaya adik seperguruan ini puas hati, maka itu ia pun
berlompat lari akan mendahului ilmu entengkan tubuhnya ada di atas semua kawannya itu
sebentar saja ia sudah berada di sebelah depan mereka.
Musuhnya Tiong Kun itu tampak gelagat jelck, dia lari ke kiri di mana kebetulan ada jalan
cagak, Cio Cun bersama dua saudara Phang segera menyerang dengan senjata rahasianya
masing-masing, Baru hui hongsekdari Put Po menuju ke arah bebokongorang itu, Dia ini
gesit, dia bisa dengar sambaran angin, maka ia berkelit ke kanan. Tetapi "Sreet!" panah
tangan dari Ciu Cun mengenai kempolannya, bahna sakit, ia ter-huyung-huyung terus dia
rubuh terguling.
Disaat itu, Bwee Kiam Hoo sudah sampai dia lompat untuk mencekuk,
Berbareng dengan itu dari samping terdengar desiran angin, menyambar ke tubuh orang
itu, tubuh siapa dilain saat sudah lantas mencelat hampir menubruk orang she Bwee ini.
Kiam Hoo terkejut, dia berkelit ke samping, sekarang dia bisa lihat tubuh orang itu kena
terkelit beberapa puluh lembar tambang dan telah terbetot
Sun Tiong Kun dan yang lainnya memburu sampai di situ, mereka lihat kejadian itu,
mereka terperanjat
Nyata orang yang toIongi orang yang dikeroyok itu ada satu wanita yang cantik, bajunya
Pedang Ular Mas Karya Yin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
putih bagaikan salju, rambutnya yang panjang terurai ke bcIakang. Tetapi nona ini tak
bersepatu dan kedua kaki dan tangannya memakai gelang emas, dandanannya bukan
dandanan orang Han, bukan orang suku bangsa Ic. Dan sehabis menoIongi dia lantas
berdiri diam sambil tertawa manis, juga di tangan kanannya, yang putih seperti salju, ada
terpegang setabung tambang entah terbuat dari kawat entah dari benang,
Dan di belakang si cantik ini berdiri lagi satu wanita muda yang tubuhnya tertutup jubah
putih dari kepala sampai ke kaki, hingga terlampak saja wajahnya, Dia beroman cantik
tetapi kulitnya pias, tidak gembira,
Mcrcka ini adalah Ho Tek Siu dan A Kiu.
Dilain harinya setelah keberangkatan Sin Cie berantai meninggalkan kota raja, Ouw Kui
Lam dapat kaburnya halnya Wan Peng tertampak empat jago tua Cio Liang Pay serta Ho
Ang Yo berikut Ceng Ceng, maka se pulangnya ia terus beritahukan itu padanya, ia terus
beritahukan itu pada kawan-kawannya,
Mendengar halnya ada binatang berbisa dipantek di pojok lemKok, Hb Tek Siu tahu itulah
tanda Ngo Tok Kauw untuk mcngumpuIi orang, ia jadi khawatir Ceng Ceng dapat celaka, ia
jadi niat memberi pertolongan kepada si nona, untuk kebaikan Sin Cic. Untuk segera
berangkat ia bersangsL ia sudah janjikan Sin Cie akan rawati A Kiu. Bukankah keadaan di
kota raja masih kalut" Bukankah A Kiu ada putri raja yang menarik perhatian umum" Maka
tidak dapat ia tinggalkan A Kiu seorang diri di kota yang berbahaya itu. Hebat kalau
sampai putri ini menghadapi sesuatu, Sesudah lama bersangsi, akhirnya ia ambil putusan
akan ajak tuan putri ini.
Ketika A Kiu diberitahukan bahwa ia hendak diajak pergi susul Ceng Ceng, dia
menyatakan akur, maka itu, malam itu mereka menulis surat, dan setelah dengan diamdiam
A Kiu bersembahyang di kuburan ayahnya, almarhum kaisar Cong Ceng, ia ikut Tek
Siu berangkat dari kota raja,
A Kiu belum sembuh betul dari lukanya, akan tetapi ia dapat pelayanan istimewa dari Tek
Siu, seorang yang banyak pengalamannya yang pun anggap ia sebagai adik kandungnya,
maka walaupun perjalanan dilakukan cepat, ia tidak terlalu menderita, Selama di tengah
perjalanan, lukanya terus mendapat kemajuan, ia jadi sangat bersyukur kepada bekas
kauwcu dari Ngo Tok Kauw itu hingga keduanya jadi rapat betul satu dengan lain, Ketika
hari itu mereka mendaki Hoa San, kebetulan mereka saksikan Ang Seng Hay sedang
dikepung Sun Tiong Kun beramai maka Tek Siu dengan bandringan Joan-ang-cu-so,
"benang kawa-kawa" sudah lantas tolongi orang shc Ang itu,
Memang Seng Hay adalah orang yang hendak ditangkap Kiam Hoo itu.
Dua-dua Bwee Kiam Hoo dan Sun Tiong Kun tidak tahu yang Ang Seng Hay telah turut Sin
Cie, mereka juga tidak tahu Ho Tek Siu dan A Kiu orang-orang macam apa, tentu saja
mereka jadi gusar, sebab mereka dapat anggapan, orang-orang asing ini berlaku kurang
ajar di atas gunung Hoa San, yang menjadi daerah pengaruh mereka,
"Siapa kamu?" Tiong Kun membentak "Apakah kamu semua dari Pun Hay Pay?"
Ho Tek Siu tidak gusar karena teguran itu, ia malah tertawa terus,
"Enci apa shemu yang mulia dan namamu yang besar?" ia tanya dengan hormat
"Entah di dalam hal ini telah bersalah terhadapmu Apakah boleh siauwmoay membikin
akur kamu berdua pihak?"
Ho Kauwcu sengaja membahasakan diri "siauwmoay" - adik yang kecil
Tiong Kun dengar suara merdu orang tetapi suara itu mengandung sedikit kejumawaan,
sedang dandanan orang luar biasa. ia tetap tidak senang,
"Kamu siluman dari mana?" tanya dia. "Apakah kamu tahu ini tempat apa?"
Tek Siu tidak jawab pertanyaan sombong itu, ia tertawa saja,
"Nona Ho, bangsat perempuan ini ada manusia paling jahat!" Seng Hay kasih tahu, "Dia
yang dipanggil Hui Thian Ho-Iie si Hantu Wanita, istri serta anak-anakku, juga ibuku yang
sudah berumur tujuh puluh lebih, semua terbinasa di tangan dia!"
Seng Hay gusar sekali, hingga matanya bersinar mirip api.
Mendengar perkataan Seng Hay ini, Bwee Kiam Hoo lantas ambil sikap Iain. Mcmang sejak
di Kim-Ieng ia peroleh pengajaran dari Sin Cie, ia telah jadi kuncup banyak, ia juga
mengerti, couwsunya bakal datang kalau tidak hari ini, tentu besok, maka ia anggap baik
jangan timbulkan onar
"Sudah pergi kamu turun gunung, jangan bikin rcwel di sini!" katanya dengan maksud
menyudahi urusan.
Phang Put Cui pun turut berkata. "Kamu dengar tidak perkataan susiok ku ini" Lekas
kamu pergi, lekas!"
ia lompat mendekati A Kiu niatnya untuk mengusir.
Nona ini memegang tongkat bambu Ceng-tiok-thung di tangan kanannya, ia mengawasi
dengan roman agung, Bir,i bagaimana, dia adalah putri raja, dia mempunyai keangkuhan
dan keangkerannya sendiri, Maka melihat sikap itu Put Cui heran.
"Apakah kamu datang untuk antari jiwa?" akhirnya Put Cui menegur ia tidak takut,
sebaliknya ia jadi gusar: ia lantas ulur tangannya akan sambar baju A Kiu, guna dorong
putri ini. Meski ia belum sembuh anteronya dari lukanya, kendati tangannya tinggal sebelah A Kiu
tidak lupa ilmu silatnya warisan dari Thia Ceng Tiok, kematian siapa membuat ia sangat
bersih- Maka itu tidak senang ia lantas perlakukan kasar dari pemuda itu, Tanpa bilang
suatu apa, ia geraki tongkatnya,
Tiba-tiba saja Put Cui menjadi limbung, terus ia rubuh celentang, Tetapi ia tidak dilukai,
begitu bebokongnya kena tanah ia bisa kerahkan tenaga untuk mencelat bangun, ia masih
muda dan tabiatnya keras, dibikin rubuh secara demikian gampang, ia jadi murka,
mukanya menjadi merah. ia lantas angkat ruyungnya untuk menyerang,
Tek Siu mengawasi kembali ia tertawa,
Tuan-tuan tok dari Hoa San Pay?" katanya, "Kita adalah orang-orang sendiri!"
"Siapa sudi jadi orang sendiri dengan kamu siluman?" bentak Put Po.
Bwee Kiam Hoo khawatir suasana jadi keruh, ia lantas kedipi dua saudara Phang itu,
Sebagai seorang kang-ouw ia pun telah cukup berpengalaman, ia percaya nona di
depannya itu bukan orang tanpa asal-usuL ia juga telah saksikan kepandaiannya,
"Siapakah itu gurumu?" dia tanya,
"Guruku she Wan," Tek Siu jawab, "Namanya di atas Sin, di bawah Cie. Guruku itu ada dari
Hoa San Pay."
Bwee Kiam Ho menoleh pada Sun Tiong Kun, selagi sumoay ini pun berpaling kepadanya
sebab keduanya heran. Mereka sangsi,
Cio Cun tapinya tertawa, dia kala. "Wan Susiok sendiri masih satu bocah cilik, ilmu silat
kaum kita ia baru dapat pelajarkan tiga bagian, maka cara bagaimana dia boleh menerima
murid?" Tek Siu tidak gusar, ia tetap tertawa, "Oh, begitu," tanyanya.
Sun Tiong Kun pernah dapat malu dari Sin Cie, malah dia telah ditegur sucouwnya dan jari
tangannya dibabat kutung maka biar bagaimana tidak puas hatinya, Sebagai orang
perempuan, ia pun tetap kurang luas pandangannya, Kalau ia dengar orang sebut nama
Sin Cie, ia jadi "gatal", kumat kebenciannya, Tapi susiok itu lihay, derajatnya tetap lebih
tinggi, ia tidak bisa berbuat suatu apa, Lain dari itu, sekarang ini guru dan subonya
hormati sekali paman guru cilik itu, yang pernah to!ongi jiwa anak gurunya, dan saban
menyebut nama Sin Cie, kedua guru itu nampaknya sangat berterima kasih hingga ia
mesti telan saja kebenciannya, Tapi sekarang ia dengar nona asing ini ada muridnya itu
paman guru cilik, tiba-tiba hatinya jadi panas pula,
"Apa benar kau ada murid Hoa San Pay?" dia tanya dengan bengis. "Kenapa kau justru
bergaul sama ini manusia tidak tahu malu?"
Dia maksudkan Ang Seng Hay.
"Dia adalah pengiring guruku," TekSiu jawab. Turut penglihatanku, dia bukannya tidak
tahu malu! Eh, Seng Hay, kenapa kau menyebabkan nona ini gusar kepada-mu" Kau salah
apa?" sementara itu ke situ telah datang Phang Lan tek bersama Lwee Seng dan lainnya, sebab
mereka telah lantas dapat dengar suara berisik dari perselisihan itu,
"Ayah," kata Put Po. "lni anak perempuan bilang dia ada seorang she Wan punya eh,
muridnya siauw susiok-couw,.,."
"Hm! Apakah yang direwelkan?" Lian Tek tanya.
Put Cui lantas dului kandanya, untuk memberi penuturan
Di dalam tingkat ketiga dari Hoa San Pay, Phang Lian Tek adalah yang usianya paling
tinggi, dia pun masuk belajar paling dahulu, maka itu dalam kalangan kangouw dia telah
diperoleh nama, hingga dengan sendirinya, dia adalah kepala di dalam kalangannya itu.
Ketika dia sudah dengar keterangan anaknya, dia lantas berpaling kepada Sun Tiong Kun.
"Sun Sumoay, bagaimana duduknya maka kau bermusuhan dengan nya "H ia lanya, ia
maksudkan Seng Hay,
Mukanya Tiong Kun menjadi bersemu merah.
Kiam Hoo segera menalangi sumoay nya itu,
"lni jahanam mempunyai satu kanda angkat," demikian katanya, "Dia tidak tahu selatan,
dia berani melamar Sun Sumoay untuk dijadikan istrinya, karena itu, lamarannya ditolak,
dia dimaki..."
"Dia mau terima baik atau menampik ia mara n, itu memang ada hak dia!" Seng Hay
nyeletuk. "Akan tetapi kenapa dia tebas kutung kedua kuping saudara angkatku itu?"
"Siapa tanya kau?" memotong Lian Tek dengan mata mendelik
Bwee Kiam Hoo melanjuti, "Jahanam ini lantas kumpul sejumlah kawannya mereka gunai
ketika selagi Sun Sumoay berada sendirian, mereka tangkap sumoay dan dibawa lari!
Syukur aku bersama suhu keburu dapat tahu dan susul mereka dengan begitu sumoay
dapat ditolong."
Kedua matanya Lian Tek berputar, sinarnya tajam sekali,
"Sungguh bernilai besar!" bentaknya kepada Seng Hay, "Jadi sekarang kau masih tidak
puas mencari rewel?"
"Mereka menculik orang untuk dipaksa suka me-nikah, itu adalah salah mereka," kata Tek
Siu yang belakan Seng Hay. "Untuk itu bukankah Sun Sumoay telah bunuh saudara
angkatnya itu" Bukankah kau telah diperoleh kepuasan" Maka kenapa kau masih satroni
rumah dia ini dimana kau binasakan lagi istrinya, anak-anaknya, dan ibunya yang sudah
tua yang telah berumur tujuh puluh tahun lebih" Dalam hal ini aku ingin penjelasan!"
Lian Tek semua lantas merasa, adik seperguruan itu benar keterlaluan
"Pulang pergi, asalnya adalah kau yang jahat!" Put Po masih salahkan Seng Hay,
"Sekarang orang sudah mati, habis kau hendak apakah?"
"Cukup!" Tek Siu memotong "Sebentar aku nanti menemui guruku, untuk minta dia yang
kasih pertimbangannya."
"Wan Susiok beramai sedang repot, mereka tidak ada tempo." kata Lauw pwee Seng.
"Mana suhu?" Kim Hoo tanya,
"Suhu bersama subo, supeh dan susiok lagi repot berdamai untuk menolongi orang,"
Pwee Seng jawab,
"Kalau begitu," Lian Tek bilang, "Baik ringkus dulu semua mereka ini! sebentar kita minta
putusannya suhu dan susiok semua...."
Put Po dan Put Cui menyahuti, lantas mereka maju untuk tangkap tiga orang itu. Put Cui
tidak kapok. Tek Siu menjadi tidak puas melihat orang begini galak, Dia sudah tukar haluan, dia telah
coba merubah adat, tetapi belum lenyap semua sifatnya sebagai kauwcu, kepala agama.
Tadinya dialah yang biasa memerintah maka bagaimana sekarang ia yang hendak
diringkus" walaupun ia mendongkol ia masih bisa tertawa geli,
"Kamu hendak meringkus orang?" katanya, "Di sini aku ada sedia tambangnya!"
Dia lantas acungkan Joan-ang Cu-so.
Put Cui melotot
"Siapa kesudian itu!" katanya. Dia lantas maju bersama saudaranya, untuk hampirkan
Seng Hay, Bekas jago dari Put Hay Pay itu tentu saja tidak suka mendekati dirinya diringkus, Kalau
tadi dia diam saja, dia suka mengalah kepada Ho Tek Siu, yang ia tahu ke-lihayannya
dalam sepak terjang dan dalam ilmu silat
Disaat ketiga"orang itu hampir bergebrak, mendadak mereka dengar suara tertawa di
samping mereka, dengan tiba-tiba saja dua saudara Phang merasa kaki meraka terangkat
terangkat bersama-sama tubuh mereka, jumpalitan di atas tanah, seperti awan, hingga
mereka kaget, semangat mereka seperti terbang, Sebelum mereka jatuh, mereka dengar
pula suara tertawa tadi, disusul sama ajaran "Lekas bergerak dengan'Lee-hie hoan sin"!
itulah ilmu yang paling rendah, tentu ayahmu sudah mengajari-nya...!"
Phang Put Po turut itu ajaran, dia putar terus tubuhnya dengan gerakan "Lee hie hoan sin"
itu ~ "lkan tambra lompat berbalik", maka ketika kedua kakinya turun ke tanah, ia berdiri
dengan tetap, Tidak demikian dengan Put Cui, yang tabiatnya keras, dia justru mencoba menggunai
gerakan "Hui pauw liu coan" atau "Air tumpah mengalirkan air", benar gerakannya bagus,
tetapi dia terlambat, tubuhnya mendahului turun, hingga ia jatuh di tanah dengan duduk
numprah, dia terbanting keras, hingga ia merasakan sangat sakit, sedang malunya bukan
main, muka dan kupingnya menjadi merah.
Dua-dua mereka seperti tidak tahu kenapa tubuh mereka terangkat naik dan jadi
jumpalitan di udara...
Phang Lian Tek jadi sangat murka karena anaknya dipermainkan
"Hai, siluman!" dia membentak. "Tapi kau bilang kau ada kaum Hoa San Pay, kami sangsi,
tapi sekarang kau gunai kepandaianmu yang rendah ini, terang kau bukan orang golongan
kami! Mari maju!"
Tidak sempat Pat-bin Wie hong buka kancing bajunya satu demi satu, dengan tangan
kirinya ia membetot sebelah baju nya, maka berbareng sama suara memberebet pada
putuslah kancing bajunya itu, sesudah mana, baru ia buka bajunya untuk dilemparkan,
hingga sekarang terlihat pakaiannya yang berwarna biru dan sepan, sehingga ia
nampaknya jadi sangat keren, berdirinya pun tegak bagaikan menara besi,
Masih saja Ho Tek Siu tertawa manis,
"Ai, suheng, apakah kau hendak berlatih silat dengan siauwmoay?" tanyanya, itulah
bagus! Kita bertaruh secara apa?"
Lian Tek lihat kegesitan orang barusan, tetapi ia tidak jeri, ia percaya benar
kepandaiannya, sedang ia ada sangat ternama di See-keng. ia tidak lihat mata pada nona
ini. Tapi, meski ia beroman bengis, dan adatnya keras juga, ia welas asih, Maka melihat si
nona manis budi, hawa amarahnya menjadi kurangan dengan cepat
Begitulah ia berkata, "Kami berantai adalah orang-orang yang masih dapat diajak bicara,
Kalau sebentar Kwie Jie-nio yang keluar, hm... kau nanti tahu rasa. Dia paling benci
kejahatan, kalau dia lihat orang semacam kau, tidak nanti dia mau melepaskannya!
sekarang hayo kamu lekas angkat kaki!"
"Kau bukan guruku, hak apa kau punya untuk usir aku?" tanya Tek Siu tetap dengan
saban Put Cui masih tidak puas, tidak perduli sudah dua kali ia peroleh hajaran, Rasa malunya
membuat ia nekat. Maka ia kedipi engko,
"Mari kita maju, jangan tanggung-tanggung," katanya.
Hampir berbarengi dua saudara itu lompat maju.
Tek Siu lihat sikap dua pemuda itu. ia tertawa.
"Baik, aku akan berdiri diam, tidak bergerak Kamu akur?" dia tanya akan tetapi sikapnya
agak menantang, ia lantas lilit tambang Joan-ang Cu-so di pinggangnya, ia pun masuki
kedua tangannya ke dalam saku,
Dua saudara Phang maju menyerang, ruyung besi mereka turun menyambar ke arah
kepala si nona, Dia ini benar-benar diam saja, tidak menangkis atau berkelit Ketika kedua
ruyung hampir mengenai kepala orang, dengan tiba-tiba Put Po dan Put Cui tahan
turunnya lebih jauh. Mereka pernah terdidik, maka mereka tidak mau sembarang lukai
orang, "Keluarkan senjatamu!" Put Cui kata.
Tidak usah," jawab Tek Siu sambil tertawa, "Kamu boleh serang aku, tidak nanti kakiku
berkisar meski setengah dim, tidak nanti aku tarik keluar tanganku dari saku, asal aku
berbuat demikian, anggap saja aku kalah, Kamu akur atau tidak?"
"Jikalau kami kesalahan turun tangan hingga kau jadi terluka, jangan kau penasaran," Put
Po bilang, Masih Tek Siu tertawa,
"Jangan omong saja, bocah-bocah." katanya,
Mukanya Put Po menjadi merah, maka tiba-tiba saja ruyungnya melayang dengan gerakan
"Keng tek gie kah" atau "Ouw-tie Kiong meloloskan jubah perang."
Tek Siu berkelit tanpa ia geser kakinya, maka serangan lewat di tempat kosong.
Di sebelah itu Put Cui yang jadi sengit, lantas hajar pundak orang, ia jadi panas hati
mengingat dua kali ia kena dibikin malu,
Tek Siu tetap tidak angkat kakinya, ia cuma berkelit saja, dan ketika dua saudara itu serbu
dia saling ganti, tubuhnya kelihatan bergoyang-goyang, tinggi dan rendah, keempat
penjuru. Malah ia masih bisa kasih dengar tertawa nya.
Orang banyak menjadi kagum, mereka saling mengawasi Entah ilmu silat apa yang nona
ini pertunjuki, sebab sekalipun ujung bajunya tidak dapat terbentur ruyung, itu bukanlah
pelajaran dari Hoa San Pay.
Dua saudara Phang jadi kewalahan, tapi mereka penasaran, maka akhirnya dengan satu
tanda seruan, dua-duanya menyerang ke bawah, Mereka pikir biar bagaimana tangguh
kuda-kuda si nona, dia toh mesti rubuh atau dia mesti angkat kedua kakinya,
"Hati-hati kamu!" seru Tek Siu sambil tertawa, tubuhnya lantas bergerak mendahului ke
kiri dan ke kanan, kedua sikunya masing-masing membentur tubuh Put Po dan Put Cu,
hingga mereka ini merasakan sakit, tanpa merasa, mereka lepaskan ruyungnya masingmasing,
tubuh mereka terhuyung-huyung,
Dalam herannya Phang Uan Tek berseru,
"Bwee Sutee, wanita ini aneh, biar aku mencoba-coba."
Bwee Kiam Hoo manggut
Lian Tek lantas lompat maju,
"Mari aku belajar kenal!" katanya.
Tek Siu lihat tindakan kaki yang antap itu, ia tahu dia ini berkepandaian tinggi, akan tetapi
ia tetap masih tertawa, hingga kelihatan lesungnya yang manis, Hanya diam-diam saja ia
waspada, "Jikalau aku tidak sanggup melayani, harap kau tidak tertawakan aku!" dia minta,
"Baik!" jawab Lian Tek. "Kau mulailah."
ia geraki kedua tangannya, lantas ia rangkap itu,
Pedang Ular Mas Karya Yin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tek Siu rangkap kedua tangannya, untuk membalas hormat
Gerakan Lian Tek ada "Phe-giok-kun" atau "Kepala memecahkan batu kumala", selagi ia
bergerak, anginnya menyambar, tetapi balasan Tek Siu telah menolak mundur anginnya
itu, hingga ia jadi kagum
"Bagus!" katanya di dalam hati,
Disaat Pat Biw Wie hong hendak mulai dengan serangannya, tiba-tiba mereka dengar
suara berisik di tengah gunung, terdengar teriakan-teriakan rupanya dari orang yang
sedang berkelahi atau saling kejar Saking heran, ia merandek, matanya mengawasi si
nona, Tek Siu tertawa.
"Apa kau curigai aku membawa kawan?" kata si nona sambil tertawa, "Mari kita lihat dulu,
sebentar baru kita mulai bertanding, Tidakkah baik begitu?"
Lian Tek tidak lantas menjawab, ia hanya berpaling ke arah darimana suara itu datang,
Suara itu terdengar semakin dekat Malah di antaranya ada suara orang perempuan, yang
gusar dan mencaci
"Baik," katanya kemudian seraya manggut
Semua orang lantas memburu, untuk bisa melihat dari dekat
"Seorang wanita dengan pakaian serba merah, lagi berlari-lari mendaki, di belakangnya
mengejar empat orang lelaki dengan tubuh mereka besar-besar, semuanya dengan
mencekal senjata, Wanita itu dapat lihat ada orang di atas gunung, dia lari semakin keras.
Malah segera ia lihat tubuh besar dari Phang Lian Tek.
"Pat bin Wie hong tolongi aku!" dia berteriak,
Phang Lian Tek terkejut, ia mengawasi
"Ha, itu toh Ang Nio Cu!" serunya,
Sebentar saja, wanita yang dipanggil Ang Nio Cu itu sudah sampai di antara Phang Lian
Tek. Nyata dia telah bermandikan darah dan lebih bukan main, Barusan ia telah habiskan
setakar tenaganya, maka begitu ia sampai terus saja ia rubuh, dengan pingsan juga,
Empat orang itu juga sudah lantas sampai, mereka tidak perdulikan orang banyak, mereka
lari terus pada Ang Nio Cu itu, yang rupanya mereka hendak bekuk,
Phang Lian Tek lantas majukan tangannya yang kiri untuk cegah majunya orang yang
pa!ing terdepan,
Orang itu menjaga dengan tangan kanannya, ketika kedua tangan bentrok, terdengar
suara beradunya yang keras sesudah mana keduanya mundur sendirinya tanpa merasa,
Maka itu, mereka saling mengawasi dengan hati heran, Sebab mereka masing-masing
merasakan ketangguhan orang.
Lantas orang ini kata, dengan suara membentak "Kami datang kemari atas titah Song
Kunsu dari markas Giam Ong, untuk tawan ini Ang Nio Cu, istri pengkhianat Lie Gam!
Kenapa kau berani menghalangi kami?"
Begitu dengar orang sebut nama Lie Gam, ada saudara angkat gurunya, Maka tanpa
tunggu jawabannya Lian Tek, ia maju ke depan,
"Lie Gam itu ada satu enghiong, di kolong langit ini, siapakah tidak kenal dia?" katanya
sembari tertawa. "Aku minta tuan suka memandang kepada siauwmoay, harap dia tidak
dibikin susah."
Orang itu bersikap sangat jumawa, rupanya ia andali sangat ilmu silatnya, sama sekali ia
tidak pandang mata pada si nona Ho. ia titahkan tiga kawannya pergi ringkus si Ang Nio
Cu, si nona Baju Merah,
"Baik!" kata Tek Siu. "Nyata kamu sudah tidak inginkan jiwamu!"
Dengan tangan kanannya, ia meraba ke pinggangnya di mana ada tersimpan paku rahasia
beracun, "Hum see shia eng", atau "Menggenggam pasir, memanah bajangan". Begitu ia
menekan pesawatnya, senjata rahasia itu lantas menyerang,
Orang yang maju di muka segera terserang jitu, mukanya tertancap tujuh atau delapan
batang paku berbisa, tanpa menjerit lagi, dia rubuh, jiwanya lantas melayang,
Tiga orang lainnya menjadi sangat kaget, hingga mereka melongo, wajah mereka berubah,
"Siapa kau?" tanya mereka berubah
"Sampai sebegitu jauh, Ho Tiat Chiu terus sembunyikan tangan kirinya, di dalam tangan
bajunya yang panjang malah ketika tadi ia layani dua saudara Phang, ia tidak pernah
perlihatkan itu, tetapi sekarang atas teguran orang, dengan lantas ia kibaskan tangan
bajunya, ia kasih lihat tangannya yang merasakan gaetan itu,
Bukan main kagetnya tiga orang itu, apa pula yang menjadi kepala,
HKau... kau.,., Ho Kauwcu dari Ngo Tok Kauw.,.?" katanya, menegasi,
Ho Tiat Chiu bersenyum, ia lantas mengibas dengan tangan kanan, hingga ia perlihatkan
gaetan emasnya,
Melihat itu, tanpa bilang suatu apa lagi, tiga orang itu putar tubuh mereka, untuk segera
lari turun gunung, sampai tak mau mereka memondong pergi mayat kawan mereka, itulah
menyatakan semangat mereka seperti sudah terbang, Malah satu orang lagi dia terpeleset
dan rubuh, tubuhnya berge1indingan.
Bwee Kiam Hoo semua heran kenapa tiga orang itu yang tadinya demikian garang, takut
kepada si nona asing sampai sedemikian rupa. Cuma Phang Lian Tek dan Bwce Kiam Hoo
yang pernah dengar nama besar kaum Ngo Tok Kauw.
Dua saudara ini lantas mencoba memimpin bangun Ang Nio Cu dengan niat minta
keterangan kenapa dia dikepung empat orang itu. Tapi belum sampai mereka menanya
mereka dapat dengar satu suara yang nyaring sekali,
"Hai, tiga manusia tidak punya guna! Pergi kamu semua!"
Suara nyaring itu seperti suara mendengungnya lonceng kuil, yang berkumandang di
tengah lembah, dan orang yang mengeluarkannya ada satu imam jangkung sekali yang
tubuhnya kurus dia perdengarkan suaranya itu sambil memandang kepada tiga orang
yang kabur tadi,
Tiga orang itu dengar suara nyaring itu, mereka berhenti Iari, apabila mereka lihat si imam,
nampaknya mereka menjadi girang, maka bukannya mereka lari terus, sebaliknya mereka
mendaki lagi, untuk menghampirkan,
Semua orang serombongan Bwee Kiam Hoo mengawasi imam itu, jubah siapa mewah
sekali, bukan terbuat dari sutera bukan juga dari cita biasa, Dan kopiahnya telah ditabur
dengan sepotong batu pualam yang indah tanpa bandingannya, sinarnya menyorot ke
empat penjuru. Imam ini menggendol sebatang pedang panjang di bebokongnya. Dia mempunyai
sepasang alis panjang yang hampir menyambung sama rambut di pelipisnya, roman-nya
suci dan agung, usianya kira-kira lima puluh tahun.
Phang Lian Tek lantas maju untuk memberi hormat
"Totiang," katanya, "Maukah totiang perkenalkan gelaranmu yang mulia kepada kami"
Adakah totiang menjadi sahabat dari couwsu kami?"
imam itu tidak menjawab, ia kibaskan tangannya yang kanan di mana ia cekal sebatang
hudtim, kebutan suci, kemudian ia awasi semua orang.
"Kamu berkumpul di sini, apa kamu sedang bikin?" dia tanya.
"Couwcu kami mengumpulkan semua murid untuk berapat," Lian Tek jawab.
"Ha apakah Bok Jin Ceng sudah datang?" tanya si imam.
Lian Tek dengar orang sebut langsung nama couw-sunya ia mau percaya benardugaan
bahwa imam jangkung kurus ini ada sahabat kekal dari couwsunya karena itu, tidak berani
dia berlaku ayal
"Couwsu masih belum tiba," sahutnya dengan lebih hormat
imam itu tersenyum, terus ia berpaling sambil menunjuk Sun Tiong Kun, Tek Siu dan A Kiu
bertiga, "Lauw Bok telah dapatkan bukan sedikit murid-murid perempuan yang cantik molek!"
katanya, ia gunai kata-kata "Lauw Bok" atau "Bok si tua" kepada Bok Jin Ceng. "Sungguh
dia sangat beruntung! Eh, mari kamu bertiga, mari datang dekat kepadaku sini, untuk aku
lihat." Semua orang terperanjat itu ada kata-kata tidak sopan.
"Kau siapa?" tanya Sun Tiong Kun yang keras tabiat-nya.
Si imam tertawa,
"Sudahlah!" katanya, "Mari kamu turut toya pulang, nanti dengan perlahan-lahan toya beri
keterangan kepada kamu,.,."
Sun Tiong Kun jadi makin gusar, Nyata imam ini ceriwis sekali,
"Kau makhluk apa berani kurang ajar di sini!" ia bentak sambil ia maju setindak,
Masih imam itu tertawa, malah sekarang ia tertawa haha hihi, ia pun angkat sebelah
tangannya, untuk dibawa ke muka Tiong Kun, guna usap pipi orang, setelah mana, ia bawa
pula tangannya itu ke arah hidungnya untuk diciumi
"Sungguh harum!" katanya pula, terus sambil tertawa.
Dalam murkanya yang meluap, Sun Tiong Kun menikam dengan sebilah gaetannya,
Si imam cuma geraki sedikit tangan atau tahu-tahu ia sudah cekal tangannya si Nona Sun,
terpencet, hingga habis segera tenaga nona itu, seluruh tubuhnya jadi lemas.
Secara sangat cepat dan gampang imam itu sudah lantas rangkul Tiong Kun muka siapa ia
pun cium. "Sungguh tidak jelek nona kecil ini!" katanya pula.
"Phang Lian Tek, Bwee Kiam Hoo dan Lauw Pwee Seng jadi sangat kaget berbareng
sangat gusar, dengan serentak mereka maju untuk menerjang.
Si imam menjejak dengan kedua kakinya, sekejap saja ia sudah lompat mundur beberapa
tindak, dengan tangan kirinya, ia masih pcluki Tiong Kun. ia bawa orang gerakannya toh
gesit dan enteng,
Menampak gerakan ini, kecuali persaudaraan Phang dan lainnya, Ciu Cun semua
terperanjat Mereka lantas insyaf, imam ini sangat lihay. Mereka tergugu, Tahulah mereka,
mereka bukan tandingan si imam, Akan tetapi, Sun Tiong Kun masih dipeluki orang, nona
itu tidak mampu berontak, pasti sekali tak dapat mereka peluk tangan saja, Maka dengan
terpaksa mereka maju,
imam itu tersenyum, tangan kanannya bergerak, Cepat luar biasa, orang segera lihat suatu
benda berkilau, angin mendesir dingin, Tahu-tahu si imam sudah hunus pedangnya yang
tadi tergendol di bebokongnya.
Bu-eng-cu Bwee Kiam Hoo si Tak Ada Bajangannya, bertubuh paling gesit diantara
saudara-saudara seperguruannya, ia pun paling menyayangi Sun Tiong Kun, tidak heran
kalau dialah yang lompat paling depan, Akan tetapi, kapan ia telah saksikan pedang si
imam, tidak berani ia bentur pedang itu, yang mesti ada pedang musti ka. Maka ketika tiga
kali ia mendesak, setiap kalinya ditangkis, ia egos pedangnya, ia menyerang hanya
lempat-lempat kosong.
Menghadapi pedang mustika, Kiam Hoo sudah punyakan sedikit pengalaman ialah ketika
di Lamkhia ia tempur Wan Sin Cie, beberapa tebasan pedangnya paman guru cilik itu
membuat pedangnya sendiri kutung, hingga karenanya, ia insyaf kepandaiannya masih
jauh belum sempurna, dari itu belakang ia minta gurunya ajarkan dia terlebih jauh ilmu
pedang, Selama setengah tahun, Tidak pernah ia keluar dari pintu pekarangan, karenanya
ia telah peroleh kemajuan pesat. Demikian sekarang ia bisa berkelahi dengan baik.
"Tidak jelek!" memuji si imam apabila ia telah saksikan serangan orang beruIang-u1ang.
Memang tiga serangan saling susul itu ada serangan-serangan Kiam Hoo yang paling
berbahaya dan telengas,
Akan tetapi pujian si imam belum habis diucapkan atau dengan tiba-tiba pedang
penyerangnya telah kutung menjadi dua, atas mana, Kiam Hoo kaget tidak terkira,
Menurut kebiasaan di kalangan ilmu silat, siapa pedangnya terbabat kutung ia mesti
timpuk lawannya dengan ujung pedang, habis itu ia mesti lekas lompat mundur, akan
berdaya terlebih jauh guna lawan musuh, Kiam Hoo tidak berbuat demikian, ia khawatir
dengan menyambit si imam, nanti Tiong Kun yang dapat celaka, Dari itu ia lantas lompat
mundur Walau demikian kendati ia ada si Tak Ada Bajangannya, meski tubuhnya sangat
enteng dan gerakannya gesit sekali, ketika ia berlompat, tidak urung "Sret!" ikat rambut di
embun-embunannya telah tersabet putus!
(Bersambung ke Bab 26)
Maka juga ia mundur dengan mandi keringat dingin sebab ia ingat bagaimana besar ada
bahaya yang mengancam dia barusan,
Phang Lian Tek, Lauw pwee Seng dan Ciu Cun lantas mengepung dengan dibantu Put Po
dan Put Cui serta muridnya Oey Cin yang keempat dan keenam, Mereka baru bergebrak, si
imam baru geraki pedangnya lantas terdengar suara senjata beradu dan putus, malah ada
juga orang yang rubuh karena dupakan, hingga sebentar saja tinggal Phang Lian Tek dan
Lauw Pwee Seng yang masih sanggup melayani terus, karena mereka ini bisa kelit senjata
mereka dari sesuatu tebasan,
Setelah itu, dengan jumput sebatang pedang yang menggeletak di tanah, Bwee Kiam Hoo
maju pula untuk bantu saudara-saudaranya, Akan tetapi, walau mereka kosen, mereka
tidak bisa berbuat apa-apa terhadap imam tidak dikenal itu. Lekas sekali mereka kena
terdesak, sekonyong-konyong saja si imam lemparkan pedangnya ke udara,
Melihat ini Lauw pwee Seng terperanjat dan kaget tidak tahu ia, si imam hendak gunai ilmu
siluman apa. Kiam Hoo pun kaget tetapi ia masih sempat berseru. "Awas." Hanya ia telah terlambat,
karena1 segera terdengar satu suara membeleduk, dadanya pwee Seng kena kepalan si
imam sampai dia mundur terjengkang rubuh numprah di tanah,
Si imam tertawa berkakakkan.
"Kau andali kepandaianmu yang tinggi jikalau aku gunai pedang untuk lukai padamu,
tentu kau tidak puas!" demikian katanya,
Sambil berkata demikian, imam ini tanggapi pedangnya yang turun jatuh menyusut mana
kembali dia babat kutung pedangnya Bwee Kiam Hoo, sedang dengan sikut kanannya itu,
ia bentur iga kiri dari Lian Tek, hingga dia ini merasakan sangat sakit, matanya sampai
kabur! Sampai di situ, tidak ada lagi murid-murid Hoa San Pay yang berani maju pula, menampak
mana, si imam tertawa berkakakkan,
"Lauw Bok agulkan ilmu pedangnya tidak ada tandingannya di kolong langit ini ternyata
murid-murid yang ia didik semua tidak punya guna sebagai mereka ini!" ia mengejek "Nah,
kalau sebentar couwsu kamu menanyakannya bilanglah bahwa Giok Cin Cu telah datang
berkunjung kepadanya! Kamu bilang juga, sebab Couwsu kamu jelek pengajarannya
terhadap murid-muridnya sekarang aku hendak bawa pergi ketiga murid perempuan nya
ini, untuk aku yang didik terlebih jauh nanti tiga tahun kemudian, sesudah bosan aku
memberi pengajaran kepada mereka, baru aku akan antar mereka pulang kepada couwsu
kamu itu,"
sementara itu Ho Tek Siu si cerdik telah insyaf keadaan yang sangat berbahaya itu, ia
insyaf lihaynya si imam, ia bisa terka maksud jahat orang, maka di sebelah memikiri daya
untuk singkirkan diri, ia kata pada Seng Hay, "Lekas undang suhu."
Benar dugaan Ho Kauwcu, baru saja Seng Hay memutar tubuh, untuk lari pergi, si imam
sudah bertindak ke arah dia. Tapi ia sudah berpikir Maka papaki si imam sambil tertawa.
"Totiang lihay sekali kepandaian kau, Apakah getaran mulia dari totiang?" demikian ia
memuji seraya menanya,
Heran agaknya si imam melihat orang tertawa, sama sekali tidak nampak tanda-tanda takut
Maka ia lantas awasi Ho Kauwcu, dari atas sampai ke bawah, hingga ia tihat tegas orang
punya pipi merah dadu dan kedua kaki putih bersih bagaikan salju, Mukanya ramai pun
sungguh menggiurkan hatinya hingga tulang-tulangnya jadi lemas dengan tiba-tiba. ia pun
maju setindak. "Aku ialah yang dipanggil Giok Cin Cu," sahutnya sambil tertawa, "Kau sendiri, anak, apa
namamu" Kau bilang, kepandaianku lihay, maka mari kau ikut aku pulang dengan
perlahan lahan aku nanti beri pengajaran kepadamu" Kau suka, bukan?"
"Ah, nanti kamu dustakan aku?" Tek Siu tertawa pula dengan manis, "Apa nanti katamu
bila kau menyangkal
"Eh, siapa dustakan kau?" kata Giok Cin Cu, "Mari ikut aku?"
Kata-kata ini dibarengi dengan uluran tangan, guna pegang lengan orang untuk ditarik
Ho Tek Siu mundur setindak,
"Tunggu dulu!" katanya sambil tertawa pula, "Aku hendak tunggu guruku, aku mesti tanya
dia dahulu, boleh atau tidak aku turut padamu...."
"Hm.,.!" mengejek si imam, "lkuti terus gurumu.,.! Apakah faedahnya itu" Tidak lebih tidak
kurang, kau cuma punyakan kepandaian seperti gurumu itu" Guru bakul nasi seperti itu
tidak perlu kau perdulikan lagi?"
Dan ia tertawa terbahak-bahak.
Tek Siu tidak jadi gusar
"Kau tahu kepandaian guruku itu lihay," kata dia sambil bersenyum. "Kalau suhu ketahui
aku ikut kau, pasti dia tidak akan mau mengerti.
Phang Lian Tek semua jadi sangat berkhawatir berbareng mendongkol Tidakkah Sun
Tiong Kun masih saja dipeluki si imam dan si nona Sun itu tidak berdaya sama sckali"
Kenapa perempuan ini yang tidak dikenal, yang mereka anggap mirip siluman, berlaku
demikian genit terhadap si imam"
"Hai, imam busuk!" akhirnya Kiam Hoo berteriak, "Hari ini aku akan adu jiwaku
denganmu!"
Dengan bawa pedangnya, Bu Eng Cun bertindak maju,
Giok Cin Cu tidak menoleh untuk bentakan si orang she Bwee.
"Aku nanti kasih lihat pula kepandaianku kepada-mu!" kata dia pada Ho Tek Siu, "Nanti
kau boleh bandingkan suhumu terlebih lihay daripada aku atau aku yang terlebih lihay
daripada suhumu itu!"
Adalah sembari mengucap, ia kelit dari satu tusukan Kiam Hoo, untuk mana, ia cuma
melirik, kemudian ia melanjuti berkata kepada si juwita yang boto manis ini. ilmu silat
semacam yang dipunyakan dia ini, di dalam kalangan Hoa San Pay tentu dianggap sudah
luhur sekali! Akan tetapi kalau dia berhadapan dengan aku" Hm! Hm! Coba kau
menghitung, mulai dari satu, sampai sepuluh! Dengan sepasang tanganku yang kosong,
aku nanti rampas pedangnya!"
Meluap haVa amarah Kiam Hoo karena ia sangat dihinakan tanpa bilang suatu apa ia
menyerang pula dengan sengit dan hebat
Tidak pea)uti aku menghitung cepat sekali, bukan-kah?" Tek Siu tegasi sambil tertawa
"Baik! Satu! Dua! Tiga! Empat! Limal"
Dan ia menghitung cepat luar biasa,
"Hai kau licik sekali!" senyum Giok Cin Cu, yang tahu orang menghitung seperti kilat saja,
Tapi kau lihat."
justru itu, ujung pedangnya Kiam Hoo sedang menyambar pula, Si imam egos tubuhnya
minggir, menyusul mana, sebelah tangannya diulur panjang, Entah bagaimana, tahu-tahu
Pedang Ular Mas Karya Yin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dua jari tangannya sudah ada di depan mata Bu Eng Cu.
Kiam Hoo kaget sekali, hingga ia mengegos, cepat sekali, ia menangkis dengan tangan k
iri nya. Si imam tarik pulang serangannya, tangannya diputar scdikit, untuk dipakai membentur
lengan lawan, atau mana, Kiam Hoo rasai jari-jari tangannya gemetar dan kaku, hingga
pedangnya lantas terlepas dari cekalannya, menyusut mana, si imam sambar pedangnya
itu. Selama itu Ho Tek Siu baru menghitung sampai angka "delapan".
Giok Cin Cu tertawa berkakakan, ia terus geser pedang ke tangan kirinya dengan dua jari
telunjuk dan lengah, ia pegang ujung pedang itu untuk ditekuk, menyusul mana terdengar
suara membeletok, segera ujung pedang patah,
Orang semua kaget sekarang orang lihat, pada lima jari tangannya ada sarung seperti
bidal, yang ujungnya tajam sekali, Akan tetapi walau demikian, kekuatan jari-jari
tangannya itu langka sekali.
Suara membentak itu segera terdengar saling susul, sebagai kesudahan dari mana,
pedang itu kena dibikin patah jadi beberapa potong,
Habis itu, Giok Cin Cu lemparkan gagang pedang berikut ujung pedang yang sudah jadi
pendek itu, sembari berbuat demikian, ia keluarkan seruan panjang dan nya-ring,
dibarengi juga dengan terulurnya tangan kanannya, untuk cekal lengan Tek Siu,
Ho Kauwcu sebenarnya lagi gunai siasat memperayal kejadian guna menunggu waktu,
supaya gurunya keburu datang, maka diam-diam ia sibuk juga menampak, sampai begitu
jauh, Sin Cie masih belum juga muncul sekarang ia hendak dicekuk dalam keadaan
terpaksa, ia mesti lindungi diri Tidak ada jalan lain ia angsurkan tangannya yang kiri untuk
diantap kena tercekal si imam,
Giok Cin Cu sudah menduga dia bakal pegang tangan yang putih halus dan empuk, maka
bukan kepalang heran dan kagetnya apabila ia rasakan kena pegang barang keras dan
dingin sifatnya, hingga sebat bagaikan dipagut ular, ia lepaskan segera cekalannya, ia
tarik pulang tangannya berbareng dengan mana, ia awasi tangan si nona, Dan berkelebat
lah di depan matanya cahaya kuning emas, yang bagaikan kilat terus menyambar ke arah
alisnya! Dan itulah sebuah gaetan emas yang ujungnya lancip dan tajam,
Ho Kauwcu sudah lakukan serangannya secara sangat cepat, ialah begitu lekas si imam
lepaskan cekalannya, ia hendak menggurat jidat orang, Giok Cin Cu sangat lihay tetapi
hampir saja ia rubuh sebagai korban kelicinan si nona, Syukur untuknya, ia bisa
dongakkan kepalanya, hingga ia lolos dari bahaya, Hanya berbareng dengan itu,
hidungnya mencium desiran bau harum, bau dari bisa,
Tanpa merasa imam ini keluarkan keringat dingin, Tapi ia tidak sempat melengak saja lagi
sekali gaetan emas itu menyambarnya, hingga ia jadi gugup, Ketika itu pedangnya sudah
dimasuki ke dalam sarungnya di be-bokongnya, sedang tangannya yang kiri masih
memeluki tubuhnya SunTiong Kun, ia jadi sangat repot, sebab selagi ia main mundur
penyerangnya merangsak, hingga akhir-akhirnya ia lepaskan pukulannya dan tolak
tubuhnya Tiong Kun berbareng mana ia mencelat mundur hingga ia jauh pisahkan diri,
sedang pedangnya dapat ia hunus dengan segera,
"Ha,., ha... haha!" dia tertawa besar "Aku tidak sangka kau mempunyai kelihayan sebagai
ini! Baik, baik, mari kita mencoba-coba!"
Tek Siu insyaf dia sudah menang di atas angin untuk sekejap saja, karena serangannya
secara mendadak itu yang diulangi dan diulangi sebat luar biasa, ia juga insyaf, kalau
mesti berkelahi sungguhan, ia bukan tandingan imam luar biasa lihay ini. Akan tetapi
keadaan sangat mengancam, ia terpaksa mesti melayani juga, ia tetap berlaku tenang, ia
terus gunakan otaknya yang lincah,
Maka ia tertawa pula dengan manis,
"Boleh kita main-main tetapi janganlah kau sungguhan!" katanya, "Kita main-main saja,
cuma berke1a-kar...!"
Giok Cin Cu ada seorang ulung, ia sudah lantas curigai nona ini, Dia cantik sekali,
gairahnya sangat menarik, akan tetapi orangnya licik, tangan kirinya itu tidak mengenal
kasihan, Tapi ia percaya kepandaiannya sendiri, maka ia tidak jeri,
"Baik!" katanya, "Cuma kalau kau kalah, kau mesti turut aku!"
"Baik," jawab Tek Siu. "Lihat gaetan."
Benar saja, kata-kata disusul sama serangan dua tangan berbareng, dua-dua tangan yang
merupakan gaetan...
Tidak lagi Giok Cin Gu berani memandang enteng seperti tadi ia layani Kiam Hoo beramai,
ia berkelahi dengan hati-hati akan halau suatu tusukan atau gaetan, dengan begitu,
mereka berdua jadi bertempur dengan seru.
Bwee Kiam Hoo dilain pihak sedari siang-siang memimpin bangun pada Sun Tiong Kun,
kemudian bersama yang lainnya mereka berdiri menonton pertandingan itu, yang katanya
ada pertandingan untuk berkelakar, berguyon saja, Kesudahannya, mereka jadi kagum
dan tercengang.
Tadi mereka saksikan Tek Siu dengan gampang rubuhkan dua saudara Phang Put Po dan
Put Cui, mereka mau anggap itu disebabkan kepandaian dan pengalaman masih terlalu
cetek dari engko dan adik itu, akan tetapi sekarang mereka dapat buktikan orang itu
sungguh lihay, Ho Tek Siu berkelahi dengan mengunjuki kelincahannya, tubuhnya tampak sangat enteng,
sepasang gaetannya menyambar-nyambar hingga mirip dengan berkelebatnya cahaya
kuning emas saja, Sebab ia musti keluarkan antero kepandaiannya untuk bisa layani imam
yang sangat lihay itu,
Setelah kagum, Kiam Hoo semua ingat tidak dapat mereka diam saja mesti mereka bantui
si nona, yang sekarang nyata ada di pihaknya, Akan tetapi meski juga mereka mempunyai
ingatan untuk membantu, mereka tidak dapat wujudkan itu, si nona dan imam bertempur
dengan seru, pedang dan gaetan rapat sekali, hingga tidak ada lowongan buat mereka
maju menye1ak. Mereka juga insyaf, kepandaian mereka masih beda terlalu jauh untuk
dibandingi dengan kedua orang yang asyik bertanding sambil berkelakar itu....
pertandingan berjalan terus dengan keseruannya tak jadi berkurang, Adalah selang tidak
lama, suara nyaring terdengar lantas kelihatan gaetan emas dari si nona ke ditabas putus
pedang mustika dari si imam, menyusul mana, Tek Siu kibaskan sebelah tangannya,
lantas serupa senjata rahasia menyambar ke arah si imam, setelah perdengarkan satu
suara, senjata itu buyar bagaimana asap merah dadu yang bersinar, hingga berpetalah
roman cantik dari si nona,
Menyusul sambaran senjata rahasia yang luar biasa itu, Giok Cin Ciu mencelat mundur
sambil berseru, "Hai! Kau dari Ngo Tok Kauw" Kenapa kau bercampur baur di sini?"
Selagi Giok Cin Cu menegur dalam keheranan itu, Cio Cun berdua Put Cui rabuh dengan
tiba-tiba sebab mendadak saja mereka merasa kepala pusing dan mata kabur Sebab
siuran bisa dari Tek Siu mengenai mereka, yang berada di bawah angin,
Ho Kauwcu sendiri hadapi si imam sambil tertawa,
"Sekarang ini aku telah ubah penghidupanku dari sesat aku pindah keprikebenaran!"
sahutnya. "Aku telah memasuki kaum Hoa San Pay. Maka kau juga baiklah keluar dari
jalanmu yang sesat."
Giok Cin Cu menyampok ke kiri dan ke kanan, angin dari sam pokan nya itu telah
menghalau baunya bisa setelah mana tanpa bilang suatu apa ia lompat maju seraya
sebelah tangannya menyerang,
serangan tangan itu mendatangkan suara angin, gerakan tubuh si imam juga mirip dengan
"Pay san to hay" ialah gerakan dari tubuhnya gunung untuk menguruk lautan.
Tek Siu cuma tahu Giok Cin Cu lihay ilmu pedangnya, ia tidak tahu, tangannya juga tidak
kalah lihay-nya, maka juga ia kaget bukan kepalang kapan ia saksikan serangan musuh
ini, sambil menjerit dalam hatinya, ia putar lengan nya, dengan itu, ia cabut cambuknya
"Kat-bwee-pian" - cambuk "ekor kalajengking- sambil miringkan tubuhnya, ia sambar
lengan lawan untuk dililit.
Giok Cin Cu luas pengetahuannya sekarang pun tahu lawan dari Ngo Tok Kauw, maka ia
telah bisa duga cambuk lawan ini juga mesti ada bisanya, Karena ini, ia bisa berlaku
waspada, sebenarnya hatinya pun sangat panas, ia berjumawa untuk kepandaiannya, ia
tidak sang-ka, sekarang satu wanita sanggup layani ia untuk banyak jurus, ia anggap
wajahnya tidak bercahaya Iagi. Karena itu tak mau ia mengantapkannya pu1a. Kapan
cambuk sampai, ia tidak kasih lengannya dililit, sebaliknya dengan dua jari tangannya
yang kiri jari telunjuk dan tengah ia papaki untuk jemput ujung cambuk dan selagi si nona
tak kesampaian niatnya membetot dia, ujung pedangnya sudah menyambar ke arah muka
orang, Untuk jepit ujung cambuk, ia tidak jeri, sebab ia pun memakai sarung jari,
Melihat percobaan gagal, Ho Tek Siu terpaksa cepat-cepat lepaskan cambuknya itu untuk
menyingkir dari ujung pedang, ia mundur,
"Sudahlah aku menyerah kalah! Suka aku angkat kau jadi guru!" kata dia sambil tertawa,
sesudah mana, ia membekuk untuk berlutut, guna jalankan kehormatan
Giok Cin Cu juga tertawa, ia lemparkan cambuk lawan yang ia kena rampas, akan tetapi
berbareng dengan itu, ia tampak suatu sinar hijau berkelebat menyambar ke arahnya
hingga ia jadi heran, lekas-lekas ia mengibas dengan ujung bajunya yang gerombongan,
tubuhnya sendiri juga mencelat mundur,
Sebagai kesudahan dari kebiasaan ujung baju itu, dengan menerbitkan suara, sejumlah
jarum halus menyambar ke arah gerombolan rumput di samping mereka.
Nyatalah Ho Kauwcu yang lihay tidak mau menyerah mentah-mentah, ia memberi hormat
untuk menyerang dengan senjata rahasia jarum "Ham sce shia-eng" atau "Genggam pasir
memanah bajangan",
itulah senjata rahasia yang sangat lihay, siapa tahu Giok Cin Cu lihay luar biasa, walaupun
dibokong senjata demikian, masih ia bisa menangkis, menghindari diri dari malapetaka,
Tentu saja ia jadi penasaran karenanya, maka setelah jarum-jarum tidak lagi menyerang
padanya, ia lompat maju guna melakukan pembalasan Tubuhnya mencelat bagaikan
garuda menyambar
Selama pertempuran hebat itu, A Kiu terus menonton dari pinggiran ia memasang mata
tajam sekali, sebenarnya keras niatnya untuk membantui Tek Siu, ia beckhawatir untuk itu
kawan yang menghadapi musuh yang lihay ini, akan tetapi tak dapat ia memberikan
bantuannya sebab ia terhalang oleh luka lengannya, sekarang ia lihat serangan hebat itu ia
pun tampak air muka berubah dari Tek Siu, terpaksa ia serang si imam dengan piauw
bambu Ceng tiok piauw, menyusul mana ia serukan kawannya, "Sambuti!"
itulah pedang mustika Kim-coa-kiam, yang putrinya kaisar Cong Ceng lemparkan kepada
pemimpin Ngo Tok Kauw,
Giok Cin Cu tidak kena dicelakai oleh senjata rahasia A Kiu, dengan satu kibasan ia bisa
singkirkan bahaya, Tapi karena ini, serangannya jadi gagah
Ho Tek Siu sendiri, setelah berkelit dari serangan berbahaya itu sudah terus berlompat
akan sambar pedang yang dilemparkan A Kiu kepadanya, dengan punyakan senjata
mustika ini, ia mendahului menyerang pula kepada musuh, sedang dengan piauw ia cegah
lawan dului mendesak padanya,
Kembali keduanya bertempur.
Sibuk juga Giok Cin Cu sebab desakan si nona, maka dengan tangan kiri ia cabut kebutan
hudtimnya, akan dengan bantuan senjata ini bisa lawan musuh itu.
Sesudah bertarung pula beberapa jurus kembali Tek Siu kena terdesak Gaetan atau
tangan kirinya ada lihay tidak demikian tangan kanannya, meski juga ia mencekal pedang
mustika, sebabnya ini adalah pedang bukannya senjata pegangannya hingga tidak leluasa
ia menggunai-nya.
Melihat si nona terancam bahaya, Pwec Seng be-ramai paksa juga maju lagi tetapi ketika ia
disampok hudtim pada pundaknya ia merasakan sakit sampai ke tulang-tu!angnya, sebab
kebutan itu bukan terbuat dari bulu hanya dari kawat emas halus, Coba dia bukannya telah
cukup tinggi ilmu silatnya pasti ia sudah rubuh karena nya.
Melihat keadaan itu, Bwee Kiam Ho teriaki Sun Tiong kun. "Lekas undang suhu dan subo,
supeh dan susiok!"
Tiong Kun insyaf pada ancaman bahaya, ia lantas putar tubuhnya untuk lari ke gua tetapi
begitu lekas ia putar tubuh, ia pun berteriak dengan kegirangan "To-tiang! Lekas! Lekas!"
Orang lagi berkelahi tidak ada yang sempat akan menoleh, hanya menyusul teriakannya
nona Sun itu, segera terdengar suara yang keras dan nyaring,
"Bagus! Kiranya kau yang datang kemari!"
Giok Cin Cu mcnyampok beberapa kali untuk mun-durkan musuh, habis itu ia lompat
mundur untuk mengawasi ke arah darimana datangnya suara keras yang berpengaruh itu,
"Hai, suko! Kiranya kau! Adakah kau banyak baik!" demikian suaranya yang dingin, yang
sifatnya mengejek.
sekarang semua orang dapat menoleh, maka mereka lihat itulah Bhok Siang Tojin yang
baru sampai, imam ini mencekal papan catur berikuf dua kotak bijinya, dia berdiri di
belakang rombongan murid Hoa San Pay itu. Semua orang berhati lega, karena mereka
tahu, imam ini sama lihaynya dengan couwsu mereka dia adalah sahabat couwsu mereka,
Tapi mereka dibikin tercengang kapan mereka dengar si imam lihay, lawan mereka
memanggil suko -- kanda seperguruan - kepada Bhok Siang Tojin.
Semua mereka jadi tercengang,
"Mau apa kau datang kemari?" Bhok Siang tanya dengan tenang.
Giok Cin Cu terlawa. Dari sikapnya itu, tidak saja ia tidak menghormat suheng itu, dia pun
nampaknya tidak jeri sama sekali". Malah kepada suheng itu, ia tidak memberi hormat
"Kau tentu datang kemari untuk main catur, aku sebaliknya untuk bekuk orang!" demikian
ada jawabnya, yang pendek dan dingin, Terus saja ia tunjuk Ang Nio Cu yang diam saja
sejak tadi, kemudian menunjuk Tiong Kun bertiga, ia tambahkan "Dan sekalian untuk
terima tiga murid wanita."
Bhok Siang Tojin kerutkan alis.
"Sudah lewat beberapa puluh tahun, apa tetap kau tidak dapat ubah perangaimu"!"
katanya, "Hayo lekas kau berlalu dari gunung ini!"
"Hm!" begitu suara sang sutee, "DuIu juga suhu tidak dapat urus aku, sekarang aku justru
memusingkan kau, suko!"
Bhong Siang Tojin tidak gubris ejekan itu.
"Coba kau pikir-pikir sendiri," katanya pula dengan sabar "Selama tahun-tahun yang
belakangan ini, sudah berapa banyak perbuatan buruk dan kejam yang kau lakukan,
sebenarnya sudah sekian lama aku niat pergi ke Sinkiang untuk cari kau"
Giok Cin Cu tertawa untuk kesekian kalinya.
"ltulah bagus!" katanya secara menantang, "Memang kita berdua saudara sudah lama
sekali tidak pernah bertemu satu dengan 1ain...."
"Dan hari ini adalah nasehatku yang paling akhir," Bhok Siang bilang, dengan
kesabarannya yang luar biasa akan tetapi suaranya keren, "Jikalau kau tetap berbuat jahat
dan tidak ubah itu, jangan kau sesalkan yang suhengmu tidak kenal kasihan lagi.!"
Masih saja Giok Cin Cu, sang adik seperguruan tertawa dingin, sikapnya sangat
menantang. "Seorang diri dengan sebatang pedangku, aku telah malang melintang di kolong langit
ini!" katanya dengan jumawa, "Selama itu, belum pernah aku dengar ada orang yang
berani mengucap sepatah saja perkataan kurang ajar lerhadapku!"
"Ada sangkutan apakah di antara Hoa San Pay dengan kau maka kau labrak murid-murid
orang ini?" Bhok Siang Tojin masih mau menanya, "Jikalau nanti suheng Bok Jin Ceng
pulang, apa aku mesti bilang kepadanya?"
Imam itu tertawa dengan ejekannya!
"Sudah buat banyak tahun aku berdiam di Sinkiang!" katanya, "Selama itu siapakah yang
tidak tahu bahwa aku telah bikin putus persaudaraan denganmu" Kau sebut-sebut Bok Jin
Ceng, Hm. Lain orang boleh jeri terhadapnya, tetapi aku Giok Cin Cu, tidak, Aku berani
mendaki Gunung Hoa San ini, itu artinya aku tidak taruh di hati satu kunyuk tua yang
bertangan tujuh dan berkaki delapan!"
Dengan kata-kala "kunyuk" itu, Giok Cin Cu menghina sangat pada Bok Jin Ceng yang
seperti diketahui, bergelar "Pat chiu Sian Wan" atau "Lutung Sakti Tangan Delapan".
Bhok Siang Tojin menghela napas, Dengan segan ia angkat papan caturnya.
"Jikalau tetap tidak dapat dihindarkan pertempuran di antara kita berdua," katanya,
"Baiklah terpaksa aku tidak dapat pikirkan pula persaudaraan kita selama tiga puluh tahun
dulu, Nah, kau majulah!"
Giok Cin Cu tidak lantas majukan diri untuk sambut tantangan itu, guna tempur sang
suheng, sebaliknya ia bersenyum,
"Kau hendak lawan aku bertempur?" katanya. "Hm. Coba lihat, ini apa?"
ia merogoh ke dalam sakunya, akan kasih keluar sepotong pedang besi yang kecil mungil
terus ia angkat itu tinggi-tinggi di atas embun-embunannya,
Bhok Siang Tojin awasi pedang besi itu dengan tajam, selang sekian lama, hingga
wajahnya mendadak berubah menjadi pucat, putih seperti kertas,
"Baik, baik," katanya kemudian Tidaklahsia-sia kau keram dirimu di Sinkian untuk banyak
tahun, akhirnya kau dapatkan itu,.,."
Giok Cin Cu tidak menjawab, tidak lagi ia bersenyum atau tertawa, hanya dengan roman
bengis, dengan suara angker dia berseru,
"Bhok Siang! Kau telah lihat pedang besi dari suhu! Apakah kau masih tidak hendak
berlutut?"
Bhok Siang tidak menjawab, dia lantas letaki papan caturnya kemudian dengan cara
hormat sekali, ia menjura ke arah Giok Cin Cu, untuk memberi hormat seraya terus ia
tekuk lutut Semua orang Hoa San Pay berdiri bengong, saking heran sedang tadinya mereka percaya,
dengan datangnya imam ini, imam yang jahat itu bakal dapat diberi ajaran, Mereka pun jadi
berkhawatir, Giok Cin Cu sudah lantas angkat tangannya yang kiri ia serangkan itu ke arah Bhok Siang
Tojin. Desiran angin keras membarengi serangan itu.
Bhong Siang Tojin tidak menangkis atau berkelit, ia malah berbalik badan dan pasang
bebokongnya, ia melainkan kumpulkan ambekannya, Dengan suara keras, sampailah
serangannya Giok Cin Cu mengenai dengan jitu, hingga bajunya sang suheng hancur dan
beterbangan, tubuhnya bergoyang sedikit, suatu tanda hebatnya serangan walaupun
demikian masih ini imam berlutut saja!
Wajahnya Giok Cin Cu menjadi merah padam, rupanya ia malu atau penasaran karena
gagalnya serangannya itu, Maka ia ulangi serangannya yang kedua kali, Kali ini ia jadikan
pundaknya Bhok Siang sebagai sasaran,
Serangan ini tidak mendatangkan suara sebagai tadi, baju pun tidak sampai sobek, akan
tetapi hebatnya bukan buatan, karena itu lakukan setelah pengerahan khie-kang, apa yang
dinamai tenaga ambekan, Maka kali ini tubuhnya Bhok Siang ngusruk ke depan, segera ia
muntahkan darah hidup, yang membasahi batu besar di depan-nya.
Pedang Ular Mas Karya Yin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tidak ada perasaan kasihan dalam hatinya Giok Cin Cu, habis serangannya yang dahsyat
itu, lagi sekali ia angkat pula tangannya, mengulangi untuk yang ketiga kalinya, Kali ini dia
hendak hajar batok kepalanya suheng itu, akan tarik orang punya nyawa,
Orang-orang Hoa San Pay menjadi kaget, lupa pada bahaya, bahwa sang imam lihay luar
biasa, mereka keluarkan senjata rahasianya masing-masing, untuk dipakai menyerang
tangannya imam itu guna cegah dia turunkan tangan jahat itu yang mirip dengan kipas
besi, Tangguh tangannya si imam, dengan kibasan tangannya itu, ia bikin semua senjata
rahasia meluruk jatuh ke tanah, hingga ia sempat angkat pula tangannya,
A Kiu berdiri paling dekat Bhok Sian Tojin, tidak tega ia menampak si imam bakal dibikin
celaka secara demikian keji dan kejam, lupa kepada bahaya, ia lompat kepada imam itu
untuk peluk rangkul batang leher orang, guna alingi kepalanya dengan tubuhnya sendiri,
Tuan putri ini berbuat demikian karena ia tidak lihat lainjalan, walaupun pelbagai senjata
rahasia masih tidak menolong.
Giok Cin Cu kaget melihat sikapnya wanita muda itu, hingga ia batal melanjuti
penyerangannya, sedang dilain pihak, ia segera dengar suara batuk-batuk di sebelah
belakangnya hingga lantas saja ia putar tubuh untuk mcno!eh.
Orang yang bcrbatuk-batuk itu ada seorang tua dengan dandanan sebagai seorang
sastrawan Ho Tck Siu yang lihay juga terkejut tahu-tahu lihat orang tua itu muncul di antara mereka
dan lantas berdiri di sampingnya A Kiu. Nyata sekali, orang ini mempunyai ilmu cntengkan
tubuh yang luar biasa sempurnanya. ia tidak kenal orang tua ini, ia khawatir tuan putri
nanti dibikin celaka, maka untuk menolong ia segera serang orang tua itu,
"Pergi kau!" ia membentak membarengi serangannya itu,
Si orang tua geraki tangannya yang kiri, dengan tiba-tiba saja Tek Siu merasakan
dorongan yang keras kepada tubuhnya, tidak ampun lagi, kuda-kudanya gempur, di luar
kehendaknya, ia terhuyung beberapa tindak akan akhirnya rubuh numprah di tanah,
hingga ia jadi sangat malu, seluruh mukanya berubah menjadi merah. Dilain pihak ketika
ia menoleh kepada orang-orang Hoa San Pay, ia dapatkan mereka itu semua maju paykui
di depan si sastrawan tua itu.
Cuma Giok Cin Cu dan tiga kawannya yang berdiri tegak.
"Sucouw!" demikian Tek Siu dengar suara orang-orang Hoa San Pay ilu. Maka baru
sekarang ia menduga kepada Pat chiu Sian Wan Bok Jin Ccng, hingga ia jadi kaget
berbareng khawatir, ia jengah.
"Celaka.,." ia mengeluh ia hendak masuk dalam golongan Hoa San Pay diluar tahunya, ia
serang couwsu dari partai itu. itu adalah satu perbuatan sangat kurang ajar,
Selagi Giok Cin Cu berdiam, A Kiu telah pimpin bangun pada Bhok Siang Tojin, Imam ini
berdiri sambil berpegangan kepada putrinya kaisar Cong Ceng, ia coba jalankan napasnya
dengan beraturan Kendati demikian, ia masih terus mengeluarkan darah sedikit-sedikit
dari mulutnya, Bok Jin Ceng sendiri sudah lantas hadap Giok Cin Cu.
"Totiang, kau tentunya Giok Cin Cu adanya," tanyanya, "Terhadap suheng sendiri kau
turunkan tangan begini rupa.... Bagus, bagus! Sekarang, totiang dengan beberapa potong
dari tulang-tulangku yang sudah tua ini suka atau layani kau main-main untuk beberapa
jurus!" Sabar ia nampaknya, setelah sampai sebegitu jauh, Pat Chiu Sian Wan tidak ingin banyak
omong pula, langsung ia menantang.
Giok Cin Cu tertawa, Tak berkurang kejumawaan-nya.
inilah juga maksud kedatanganku ke puncak Hoa san ini!" jawabnya secara menantang
"Aku ingin mendapatkan bukti, apakah aku aku si Rase Muka Kumala atau kau si Lutung
yang lebih sempurna."
HRase Muka Kumala" adalah Giok bin Molie dan dengan si Lutung dimaksudkan Pat chiu
Sian Wan ialah Bok Jin Ceng,
Semua orang Hoa San Pay kaget berbareng girang mendapatkan couwsu mereka hendak
tempur imam yang sangat lihay itu, inilah ketikanya untuk mereka saksikan
kepandaiannya sucouw itu, Dalam seumur mereka inilah ketika yang paling baik, Tadinya
mereka cuma lihat sucouw itu memberi petunjuk -pctunjuk saja.
Bcda dari yang lain-lain ada Lauw Pwee Scng. Biar bagaimana ia sangsikan umur yang
sudah lanjut sekali dari Sucouw itu, sedang Giok Cin Cu sedang tangguhnya, Maka itu dia
lantas kabur ke dalam gua, dengan niat pangguI suhu dan subonya, Talkala ia sampai di
dalam, di kamar batu, ia dapatkan Sm Cie dengan air mata berlinang-linang dan romannya
kucel sedang berdiri di depan pembaringan di sana ia pun lihat supchnya, ketua guru dan
Ang Seng Hay semua berdiri diam dengan wajah suram, Ma!ah subonya pun mengucurkan
air mata, Maka ia kaget tidak tcrkira,
Rcbah di antara pembaringan adalah Ceng Ceng, mukanya hitam, kedua matanya celong,
napasnya tinggal satu kali demi satu kalL inilah yang membikin orang berduka sangat,
hingga mereka ini tidak tahu, atau tidak perdulikan, di luar "langit hendak ambruk atau
bumi bakalan amblas",
Sesungguhnya, Ceng Ceng lagi menghadapi bahaya maut
Tapi keadaan di luar sangat mcngancam, maka Pwee Seng toh dekati gurunya, akan kasih
tahu, "Suhu, imam di luar itu ada sangat lihay, sekarang Sucouw sendiri yang hendak
turun tangan untuk melayani dia!"
Sin Cie dengar perkataannya keponakan murid she Lauw itu ia lantas ingat budi kebaikan
gurunya, yang rawat dan didik ia sedari ia masih kecil, maka lantas ia ambil putusannya, ia
pondong tubuhnya Ceng Ceng kepada Oey Cin dan Kwie Sin Sic suami istri, ia terus
berkata, "Mari kita keluar untuk me1ihat...." Terus ia bertindak cepat, mendahului yang
lain. Pwee Seng lihat paman guru cilik itu memondong orang, gerakannya tidak nampak
kesusu, akan tetapi buktinya ia dapatkan orang bertindak sangat pesat, melebihkan
cepatnya ia ketika tadi ia lari masuk, maka ia kagum bukan main.
Begitu lekas orang sampai di gunung belakang, pertempuran baru saja hendak dimulai
Bok Jin Ceng sudah berdiri berhadapan sama Giok Cin Cu. Pat-chiu Sian Wan mencekal
sebatang pedang panjang, Giok-bin Ho-lie sebaliknya, di sebelahnya pedangnya di tangan
kanan, terus cekal kebutannya di tangan kiri. Baru saja mereka selesai memberi hormat
satu pada 1ain.
"Suhu! Suhu!" Sin Cie berseru memanggil-manggil "Suhu, biarkan teecu saja yang layani
dia!" Teecu" adalah "murid"!
Dua-dua Bok Jin Ceng dan Giok Cin Cu seperti tidak dengar teriakan itu, sebab mereka
sedang memandang hebat satu pada 1ain. Sebab dua-dua mengerti, inilah saat runtuh
atau berdirinya mereka masing-masing.
Melihat panggilannya tidak dapat jawaban, Sin Cie serahkan Ceng Ceng kepada Ho Tek
Siu, baru saja ia kata kepada muridnya itu, "Kau rawat dia!" ataukah ia tampak kebutannya
Giok Cin Cu sudah bergerak ke arah pundak kiri dari gurunya, ia menjadi kaget ia tahu,
satu kali dua orang itu sudah bertempur, sukar untuk nyelak di antara mereka. Tentu saja
tidak mau ia ijinkan gurunya itu turun sendiri Maka tanpa pikir panjang pula, ia enjot kedua
kakinya untuk lompat mencelat ke arah Giok Cin Cu, buat menyerang dengan tangan
kosong, pikirannya Sin Cie ini cocok benar sama pikirannya Oey Cin dan Kwie Sin Sie, maka ketiga
suheng dan sutee ini meluruk bersama,
Giok Cin Cu batal menyerang ketika ia tampak ada orang-orang bertempat ke arahnya, ia
tarik kebutannya, ia mundur dua tindak, ia baru mundur atau ia rasai ada angin
menyambar di atasnya kepalanya, lalu tubuhnya satu orang sampai di arah embunembunannya,
ketika ia tarik kuncup batang lehernya, ia rasai sambaran hawa dingin, lalu
diluar tahunya, kopiahnya kena dibetot copot
itulah perbuatan Sin Cie yang hendak cegah serangannya, karena Oey Cin dan Kwie Sin
Sie cuma berlompatan ke depan imam itu.
Bukan kepalang gusarnya si Rase Muka Kumala, ia lantas saja menyerang dengan
pedangnya dengan gerakannya "Ling kian pauw sin" atau "Naga melilit malaikat jahat",
ujung pedangnya menjurus ke lengan kiri si anak muda. itulah serangan hebat sekali,
Hampir saja Sin Cie tidak dapat luputkan diri ujung pedang cuma "menegur" ujung tangan
bajunya yang dengan menerbitkan suara keras menjadi terbabat inilah menandakan
bukannya cuma pedang yang tajam juga Iweekang dari si imam sudah sangat sempurna,
Kapan tubuh Sin Cie turun ke tanah, bersama dua saudaranya ia sudah"berdiri berbaris di
depan gurunya, Semua orang kaget dan kagum dengan gerakan Sin Cie barusan, Hampir saja ia dapat
gempur batok kepala Giok Cin Cu siapa sebaliknya hampir tumblaskan ujung pedangnya
di iga si anak muda, hanya akhirnya dua-duanya sama-sama tidak kurang suatu apa, cuma
yang satu hilang kopiah sucinya yang lain robek tangan baju-nya. Coba salah satu
terlambat, celakalah dia!
"Bagus!" akhirnya memuji orang di sekeliling mereka,
Giok Cin Cu andalkan betul-betul ilmu silatnya, ia tahu Bok Jin Ceng sangat tersohor,
tetapi ia harap orang sudah kurang tenaga dan berkurang kegesitannya disebabkan usia
yang lanjut, maka itu ia naksir benar melawan jago dari Hoa San Pay itu. ia percaya,
dengan keuletannya, akhirnya ia akan peroleh kemenangan Maka siapa sangka ia kena
dipermainkan orang, apa pula kapan ia sudah awasi orang itu ada satu bocah mungkin
umurnya belum cukup dua puluh tahun. ia malu mendongkol dan gusar
"Aku nanti bunuh mampus kau dulu, kunyuk kecil, baru si kunyuk tua!" ia membentak
sambil menuding dengan pedangnya kepada anak muda kita.
Sin Cie sambut tantangan itu, itulah memang maksudnya, Tapi ia tetap dapat berlaku
tenang. ^Suhu, biarlah teecu dulu yang lawan imam ini," katanya, "Kalau teecu gagal, barulah toa
suheng dan jie suheng yang menggantikan! Suhu akur?"
"Baik!" jawab sang guru yang benar-benar tidak sudi banyak omong lagi. ini menandakan
kebenciannya kepada Giok Cin Cu yang telengas dan jumawa itu. "Asal kau jangan
memandang enteng!"
"Teecu mengerti, suhu," sahut sang murid,
Dua-dua Oey Cin dan Kwie Sin Sie puas dengan sikapnya sutee cilik ini. Mereka tahu,
sutee ini lebih lihay daripada mereka akan tetapi sang sutee suka merendah terhadap
mereka. Sungguh sukar dicari bocah yang sabar dan tahu adat sebagai Sin Cie itu. Maka
hampir berbareng, suheng yang kesatu dan kedua ini lantas bilang, "Jangan sungkan
sutee! Kau tidak usah main kasihan-kasihan lagi.-!"
juga dua saudara ini gusar sangat pada imam itu,
Giok Cin Cu juga tetap sama kepala besarnya, tidak perduli musuh berjumlah lebih
banyak, Begitulah ia jengeki Sin Cie. "Kau inginkan toyamu gunai senjata atau tangan
kosong untuk antar kau pulang ke Tanah Barat?"
Selagi pemuda kita belum jawab tantangan atau jengekansi imam itu, HoTekSiu serahkan
Kim-coa-kiam pada A Kiu kepada siapa ia kata. "Kau serahkan ini padanya!"
A Kiu menurut, ia lantas hampirkan anak muda itu,
Sin Cie terkejut, akan tampak putri itu berada di antara mereka, hingga ia tercengang,
Tadinya ia tidak dapat lihat karena ia belum sempat perhatikan semua kawan di sekitarnya,
"Kau... kau..." kata si nona, yang terus saja tak dapat bicara lebih jauh, saking hatinya
sedih. SinCie sambuti pedang yang diangsurkan kepadanya, segera ia lompat akan jauhkan diri
dari putri raja itu,
Ketika itu cuaca ada terang, karena kabut baru saja buyar dan matahari merah perlihatkan
diri Semua orang Hoa San Pay berkumpul jadi satu, sedang Bok Jin Ceng terus repot uruti
Bhok Siang Tojin, guna bisa tolong sembuhkan sahabat karibnya itu.
Oey Cin dan Kwie Sin Sie berdiri di luar kalangan rombongannya, masing-masing siap
dengan senjata mereka.
Masih Giok Cin Cu tertawa.
"Umpama kata kamu mau maju berbareng, itu pun boleh!" demikian kejumawaannya, Akan
tetapi belum sempat ia tutup mulutnya, mendadak ada bajangan hitam bertempat di
depannya, tahu-tahu satu lawannya telah sampai dan ujung pedang menyambar ke arah
mukanya, Maka ia lantas mengebut dengan kebutannya sambil pedangnya di tangan
kanan hendak dipakai menyerang,
ia baru bersiap secara demikian, atau pedang lawan sudah ditarik pulang, untuk disusuli
dipakai menyerang puta, hingga ia jadi heran Begitu muda dia ada, lawan ini demikian
gesit dan ancamannya sangat membahayakan Segera ia berkelit ke kiri.
Sin Cie tahu orang berjaga untuk segera menyerang, ia bakal diserang di sebelah kanan,
maka ia pun terus berjaga-jaga,
inilah lihaynya kedua jago yang seperti telah ketahui ke mana mereka bakal saling
menyerang, Cuma pe-nonton-penonton yang masih rendah kepandaiannya heran
mengapa dua jago ini agaknya berlaku lambat, seperti bukannya lagi menghadapi
tegangan Mereka sama sekali tidak insyaf suasana justru sangat tegang, bahwa kepuasan
bisa terjadi di sembarang saat
Sun Tiong Kun sangat benci Giok Cin Cu, melihat sikapnya dua orang itu, ia hendak
membokong dengan tusukan gaetannya kepada bebokong si imam ceriwis itu,
Kiam Hoo lihat sikap adik seperguruan ini ia kaget ia segera menarik,
"Apa yang kau hendak lakukan" Apakah kau tidak sayangi jiwamu?"
"Jangan perdulikan aku! Aku hendak adu jiwa dengan imam durjana itu!" Tion Kun
membandel "lmam itu sudah tahu siauw-susiok lihay," kata Kiam Hoo, "la sekarang lagi gunai dayanya
yang paling sempurna untuk lindungi diri, maka kalau kau maju sia-sia kau antarkan
jiwa,.,." Tiong Kun berontak akan loloskan tangannya dari cekalan suheng itu.
"Jangan perdulikan aku! Aku hendak bantu susiok!" katanya, ia benci susiok itu, si paman
guru akan tetapi sekarang menghadapi si imam ceriwis lupa ia kepada rasa bencinya itu,
"Nah, begini saja," Kiam Hong kata kewalahan "Kau coba dulu dengan senjata rahasia...."
Kali ini Sun Tiong Kun menurut ia siapkan sebatang Kim-cie-piauw dengan sekuat tenaga
ia timpuk bebokong Giok Cin Cu.
Si imam sedang berjaga-jaga dari Sin Cie kelihatannya ia tak tahu atas datangnya
bokongan maka girang Sun Tiong Kun, yang merasa pasti serangannya akan berhasil Tapi
kapan piauw itu menerbitkan suara nyaring, Kiam Hoo adalah yang berteriak "Celaka!"
terus ia tubruk tubuhnya si Nona Sun, untuk dibawa jatuh ber-sama,
Baru saja si nona Sun rubuh, atau piauwnya sudah mental balik kepadanya, mengarah
dadanya, ia tidak lihat, bagaimana caranya Giok Cin Cu tanggapi piauwnya untuk dipakai
menyerang membalas, Kalau ia kena terserang, celakalah ia. ia memangnya sudah tidak
berdaya untuk tangkis atau kelit diri pula, Dalam saat mati hidupnya itu satu bajangan
putih berkelebat satu tangan halus menyambar pita merah yang menggelawer di gagang
piauw itu! Hatinya Tiong Kun dan Kiam Ho goncang keras, tapi kapan kemudian mereka kenali
penolong mereka ada Ho Tek Siu, mereka bersyukur berbareng malu, sampai untuk
menghaturkan terima kasih, mereka cuma manggut-manggut
Segera setelah itu, Giok Cin Cun dan Sin Cie sudah mulai bergebrak, keduanya sangat
bersungguh, keduanya unjuk kegesitan mereka, Kalau tadi ia nampaknya lesu, sekarang
Sin Cie jadi bersemangat
Giok-bin Ho-lie ada sutee, adik seperguruan dari Bhok Siang Tojin, maka tak
mengherankan jikalau dia gesit luar biasa, Apapula setelah lihat musuh demikian gagah,
segera ia bersilat dengan "Pekpian kwie-eng", itu ilmu silat entengkan tubuh "Bajangan
setan seratus kali berubah." Maka berkelebatlah tubuhnya di sekitar tubuh Sin Cie dengan
niatnya jika anak muda itu mulai kabur matanya, ingin ia menikam anggota tubuh musuh
yang lowong, Sin Cie sendiri ada ahli ilmu silat "Pek pan kwie eng" itu, ia tidak kasih dirinya dibikin
pusing atau kabur mata, ia melayani dengan sama cepatnya tetapi tenang, tak mau ia
memberi ketika kepada si imam telengas itu, hingga Giok Cin Cu menjadi heran sesudah ia
berputaran sekian lama, ia tidak tampak lawannya jadi lambat atau gelisah,
"Eh, mengapa dia pun seperti mengerti ilmuku ini?" pikirnya sesudah mana dia lompat
mundur, akan pisahkan diri dari lawannya itu, Terus saja dia keluarkan lagi pedang
besinya - Thie kiam - yang ia kibasi sambil berseru, "Kau adalah murid Thie Kiam Bun,
maka melihat Thie kiam ini kau mesti berlutut.
Sin Cie mengawasi dengan tajam.
"Apakah itu Thie Kiam Bun?" tegasi dia. "Aku belum mendengarnya!"
Kembali si imam membentak
"Jikalau kau bukan muridnya Bhok Siang Tojin, cara bagaimana kau bisa mengerti Pekpian
Kwie-eng" Ka-rena kau ada muridnya, kenapa kau bukannya anggota Thie Kiam ada
di tanganku, maka lekas kau berlutut untuk terima hukuman dari aku!"
"Perduli apa aku dengan kau punya thie-kiam atau tong-kiam!" jawab Sin Cie, yang
menyebut "pedang besi" dan "pedang tembaga",
Giok Cin Cu mendongkol dan penasaran Dia lantas berpaling kepada Bhok Siang Tojin,
"Dia mengerti Pek-pian Kwie-eng bukankan telah turunkan itu kepadanya dengan
tanganmu sendiri?" dia menegur dengan bengis,
Bhong Siang Tojin, sang suheng, menggeleng kepala,
Heran bukan main si Rase Muka Kumala, ia percaya suheng itu yang tidak pernah omong
dusta, Tapi ia cuma berpikir scbentar, atau lantas ia menyerang pu!a, hingga pertarungan
jadi dilanjuti,
Sembari menangkis dan mcnyerang, Sin Cie pikirkan pcrkataan-perkataan imam itu
sebagai seorang ccrdas, segera ia ingat. "Ketika Bhok Siang Toliang ajarkan aku ilmu
silat, dia mulanya janjikan itu sebagai hadiah adu catur, dia larang keras aku memanggil
guru kepadanya, dan kemudian untuk ajarkan aku Pek-pian Kwie-eng ia pakai perantaraan
Ceng Ceng. Kiranya dia telah berpikir jauh sekali untuk menjaga kejadian seperti hari ini,
dia jadilah bukan lagi berguyon denganku...."
Dan sekarang barulah ia kctahui, Bhok Siang Tojin itu ada dari partai Thie Kiam Bun.
pedang Besi dan pedang besi itu - Thie Kiam - ada pedang pusaka dari partai itu,
Karcna ia ingat Ceng Ceng, ia gunai ketika akan melirik nona Hee itu, siapa ia iihat, lagi
kemuh sepotong obat merah dan Ho Tck Siu sedang uruti dia, maka terbukalah hatinya,
"Dia terkena racun Ngo Tok Kauw, Tek Siu adalah kauwcu dari Ngo Tok Kauw itu, pasti ia
bisa meno-longnya," ia berpikir "Pasti sekali Ceng Ceng bakal terto1ong...!"
Saking girangnya, tanpa ia merasa, Sin Cie berlaku agak lambat, pundak kirinya bergerak
Pedang Ular Mas Karya Yin Yong di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perlahan dari bisanya, inilah ketika yangdinanti-nantikan Giok Cin Cu. Lantas saja imam
ini menyerang dengan bengis,
Sin Cie bcrkelit, tapi dasarnya lambat, selagi pundaknya bebas, ujung pedang lawan
mengenai iga kirinya,
Semua orang Hoa san Pay lihat itu, mereka terkejut, akan tetapi lebih kaget pula adalah
Giok Cin Cu sendiri, si penyerang.
Scbabnya adalah ujung pedang tidak nancap di iga, tidak melukai daging atau kulit si anak
muda, sebaliknya pedang itu mental balik,
Giok Cin Cu tidak tahu, Sin Cie lelah pakai baju kaos mustika pemberian Bhok Siang Tojin,
dia menyangka anak muda ini saking lihaynya, tubuhnya kedot, tidak mempan senjata
tajam, maka ia jadi heran dan kaget, sampai ia keluarkan keringat dingin sendirinya,
Sclama itu Ceng Ceng telah sadar, ia juga telah perhatikan jalannya pertempuran selagi ia
kaget karena lihat Sin Cie kena diserang lawan, ia ingat ia ada bawa-bawa bumbung besi
hitam, maka ia rogoh sakunya, ia keluarkan bumbung itu, begitu ia lekas buka tutupnya, ia
timpuk si imam lihay,
Satu benda kuning emas, kecil dan pcndek, melesat ke arah Giok Cin Cu. itulah ular
berbisa yang lihay, yang Kim-ie Tok Kay Cee In Go namakan "Kim-jie", si "Anak cmas",
Binatang ini benar-benar cerdik sesampainya di atas kepalanya si imam, ia pertahankan
diri, ia turun ke bawah untuk pagut imam itu!
Coba itu adalah lain orang yang disambar ular emas itu, tentu celakalah dia, tidak
demikian dengan Giok Cin Cu, dengan satu kebutan dengan hud-tim, ia bisa bikin tubuh
ular terlibat ia tidak mengebut lebih jauh akan buah ular itu ia tahu kalau ia berbuat
demikian, lawannya bisa membarengi serang padanya, Maka itu, ia meneruskan saja ke
bawah untuk lemparkan ular ke tanah, ia sendiri lantas loncat beberapa tindak,
Sin Cie sedang berpikir keras, dengan ilmu silat apa ia bisa pukul rubuh\imam yang lihay
itu, kapan ia lihat si ular emas, ntedadakan saja ia ingat gerakan si ular emas yang hendak
ditangkap hidup-hidup oleh Cee In Go. Maka tidak ayal lagi, ia balas menyerang dengan
turuti gerak-geriknya si Kim-jie itu. pedangnya lantas bergerak-gerak tak putusnya.
Giok Cin Cu melayani sekian lama, segera "ia jadi kaget sekali, ia kena terdesak, tidak
perduli ia sudah berdaya keras untuk mcnangkis, buat lindungi diri. ia lihat gerakan orang
tidak mirip dengan gerakan ilmu silat yang wajar, ia tertcgun, lantas saja ia dapat
dibingungkan, hingga berbareng gclisah, ia main mundur terus,
Sin Cie bermata awas, ia tampak orang mundur bukan sembarang mundur, mundur itu
disebabkan kacaunya pikiran dan gerakan, maka sambil berseru, ia memperkeras
desakannya, Datanglah saatnya ia me-nebas, ketika orang berkelit dengan mendak, ia
menebas kembali, Lagi sekali Giok Cin Cu mendak, akan tetapi ia mendak kurang rendah
atau memangnya pedang menyambar lebih rendah sanggulnya kena terbabat kutung,
menyusul mana kepalan kiri Sin Cie mampir di dadanya!
itulah tonjokan Hoa San Pay yang lihay. Tidak ampun lagi, imam yang lihay ini rubuh
terjcngkang. Begitu lehernya menyentuh tanah, bertepatan dengan itu ia merasa sakit dan
gatal pada lehernya, hingga ia kaget dan heran, Diwaktu ia jatuh lehernya justru menindih
Kim-jie dan si ular emas itu segera mencato!nya!
Tidak perduli serangan kepalan Sin Cie sangat keras, serangan itu cuma dapat
merubuhkan tubuh tidak melukai bagian dalam, tidak demikian adalah pagutan si Kim-ji
yang berbisa itu, tidaksempat Giok Cin Cu bangun, bisa ular sudah bekerja, lehernya terus
berubah menjadi hitam, hitam juga mukanya, dan sejenak kemudian dia rebah tidak
bergerak, napasnya bcrhenti....
Bila tiga orang yang hendak menangkap Ang Nio Cu dapatkan imam mereka rubuh binasa,
tanpa pikir panjang lagi mereka putar tubuh untuk lari tunggang langgang turun gunung,
Mereka bersyukur, karena tak ada seorang Hoa San Pay pun yang mengejar mereka,
Semua orang menjadi sangat lega hatinya, semua bergirang sekali, Tanpa orang yang tak
mengagumi si pemuda, malah Bok Jin Ceng pun amat bangga!
Bhong Siang Tojin menghela napas, setelah minta A Pa mengubur mayat suteenya, ia
pegangi Thie-kiam, pedang pusaka partainya yang dipuja-puja. Sesudah itu, sekalian ia
tuturkan tentang partai itu yang asing bagi kebanyakan orang, tidak terkecuali Sin Cie.
Kaum mereka dipanggil Thie Kiam Bun, partai Pe-dang Besi, dan Thie Kiam pedang besi,
adalah pusaka mereka, Bhok Siang Tonjin dan Giok Cin Cu ini adalah dua murid terakhir,
mereka belajar bersma-sama, Guru mereka menutup mata di See-chon, Tibet, tanpa
mereka ketahui, dengan begitu pedang pusaka mereka pun turut lenyap tak berbekas,
Pada mulanya, Giok Cin Cu adalah jujur, akan tetapi setelah guru mereka menutup mata,
hatinya berubah, ia jadi binal, ia terpisah dari Bhok Siang Tojin, maka dari itu, tidak ada
lagi orang yang dapat mengendalikan padanya, ia menjadi imam semenjak masih kecil, ia
tidak gemar main perempuan, tetapi sudah berubah sifat, ia jadi pengganggu orang-orang
perempuan, perempuan hina dan orang-orang baik. Karena tangkasnya tak seorang pun
dapat me1awannya. Satu kali ia bentrok dengan Bhong Siang yang nasihatnya ia tak
gubris, namun lantas saja ia putuskan perhubungan suheng dan sutee.
Giok Cin Cu juga tahu bahwa sang suheng itu lihay, tak dapat ia melawannya oleh karena
itu ia tidak mau berdiam lebih lama di Tiong-goan, dan segera merantau jauh ke Seechong,
sembari melatih terus ilmu silatnya, ia coba mencari pedang pusaka kaumnya,
Untung baginya, ia berhasil menemukan Thie Kiam, karena mana ia menjadi lebih berani
terhadap suhengnya,
Menurut aturan Thie Kiam Bun, melihat Thie Kiam, orang mesti memandang seperti
menghadap Sucouw mereka, Atau tegasnya, siapa pegang Thie Kiam, dengan sendirinya
dia jadi ciang-bun-jin, ahli waris atau ketua, siapapun anggota Thie Kiam Bun mesti tunduk
pada ciang-bun-jin ini. Demikian juga sudah terjadi dengan Bhok Siang Tojin yang jujur, ia
tunduk pada Thie Kiam, ia menyerah atas hukuman yang dijatuhkan Giok Cin Cu, meski itu
tidak adiL Bok Jin Ceng menghela napas bila ia sudah dengar keterangan itu.
Kemudian, ketua Hoa San Pay itu pandang Ang Nio Cu berlutut di depan orang tua itu, ia
menangis, "Aku mohon dengan sangat Bok Loyacu suka me-nolongi suamiku," ratapnya.
Dulu-duIunya Sin Cie belum pernah ketemu sama Ang Nio Cu, sekarang dengan
perantaraan An Toa Nio, ia ketahui nyonya serba merah ini ada istri Lie Gam, jadi enso
atau iparnya, ia tahu Ang Nio Cu gagah, ia kaget dengan permintaan tolong nyonya ini.
"Kenapa dengan kanda Lie Gam itu?" tanyanya.
"Gouw Sam Kui sudah bersekongkol dengan Tatcu dari Boan-chiu," berkata Ang Nio Cu,
"Dengan bekerja sama mereka menyerang San-hay-kwan. Giam Ong gagal dalam
perlawanannya, ia mundur dari Pakkhia, Ketika itu Song Kumsu sudah mengadu biru, ia
memfitnah Lie Ciangkun. Aku minggat, dengan niat cari bantuan, akan tetapi Song Kunsu
mengetahui ini, ia segera kirim orang mengejar untuk menangkapku, Begitulah aku telah
dikejar kejar sampai di sini,"
Semua orang kaget mendengar orang Boan telah memasuki San-hay-kwan.
Sin Cie segera memimpin bangun ensonya itu.
"Mari kita lekas tolong toako terlambat sedetik, bisa gagal," katanya,
Meski ia mengucap demikian, Sin Cie toh mengawasi gurunya, Dengan tiba-tiba ia ingat,
gurunya hendak mengadakan rapat, entah urusan apa yang bakal dibicarakan ia menjadi
sangat ge1isah.
"Orang telah berkumpul, sekarang juga aku akan utarakan niatku," berkata Bok Jin Ceng,
yang mengerti akan kegelisahan muridnya.
Ketua Hoa San Pay ini ajak orang berkumpul di dalam gua, ia mengeluarkan gambar
couwsu, lantas ia pasang lilin dan hio, semua muridnya dititahkan berlutut
Ho Tek Siu berlutut sendirian di pojok, diam-diam ia lirik Sin Cie.
Bok Jin Ceng lihat kauwcu itu, ia bersenyum dan berkata: "Kau berkeras juga hendak
masuk Hoa San Pay, sedang sebenarnya dengan kepandaianmu kau sudah boleh malang
melintang di kolong langit Tadi aku tolak kau, kau cuma mundur empat tindak, Di dalam
kalangan kita kecuali tiga muridku tidak ada orang keempat yang tangguh seperti kau!
Baik, baik, baik, kau boleh turut berlutut di sini!"
Bukan main girangnya Tek Siu, itu artinya ia telah diterima menjadi orang Hoa San Pay,
maka ia berlutut di belakang Sin Cie, ia turut paykui akan menghormati Couwsu mereka,
Setelah semua sudah menjalankan kehormatan, Bok Jin Ceng berdiri di tengah kalangan
"Sekarang ini negara sedang kalut, aku sendiri sudah berusia lanjut tak dapat aku bekerja
lebih jauh," berkata guru ini, "Maka dari itu pimpinan Hoa San Pay, mulai hari ini aku
serahkan kepada muridku yang pertama, Oey Cin."
Oey Cin terkejut
"Kepandaianku kalah dari jietee dan shatec." kata-nya.
"Untuk menjadi ciang-bun-jin, yang dibutuhkan bukan hanya kepandaiannya saja," kata
Bok Jin Ceng, "Di sebelah itu yang diutamakan adalah prilaku benar, jujur dan berhati
mulia, Kau jangan menampik terimalah tugas-mu!"
Oey Cin tidak berani membantah lagi ia lantas Paykui pada Couwsu, lalu pada gurunya,
sesudah itu ia terima hu-in, cap dan kekuatan Hoa San Pay dari gurunya itu, Dan yang
terakhir semua sutee keponakan murid juga murid-muridnya sendiri segera memberi
hormat dan selamat kepadanya.
Hati Sin Cie lega setelah rapat selesai, ia lantas pamitan dari gurunya dari Bhok Siang
Tojin juga, begitu pun dari semua suhengnya dan yang lain-lain, untuk ia turun gunung
guna tolongi Lie Gam.
"Adik Ceng, kau rawat diri di sini, habis menolong saudara Lie, aku akan segera balik
kembali," pesannya pada Ceng Ceng.
Mata nona Hee menjadi merah) air matanya lantas menetes butir demi butir. Hatinya panas
karena melihat A Kiu berada di atas gunung, Akan tetapi sebelum ia dapat mengatakan
sesuatu, A Kiu sudah bertindak ke hadapannya,
"Enci Ceng, kau toh sudah tidak membenci aku pula bukan?" katanya dengan sebat
mengangkat tangannya yang tinggal sebelah dan membuka karpus kulit yang menutupi
kepalanya, hingga segeralah terlihat satu kepala gundul, bersih dari rambutnya yang
tadinya hitam dan bagus.
Tuan putri ini sangat berduka untuk nasib kerajaan-nya, untuk kemalangannya yang
menimpa ayahnya, untuk peruntungannya yang buruk, di sebelah itu ia tahu cintanya Sin
Cie kepada Ceng Ceng, maka dari itu tanpa ragu-ragu ia menjadi nikoh.
Hal ini mengherankan semua orang,
Melihat itu, Ceng Ceng malu sendirinya, sedang Sin Cie pikirannya jadi kusut, karena ia
bersusah hati untuk putri raja yang tadinya cantik dan jelita itu.
Mereka diam semua, Bhok Siang Tojin turut bicara,
"Nona ini tadi telah bersedia mengorbankan dirinya untuk menolongi aku, aku mesti
hargakan budinya," katanya, "Seumur hidupku, aku si imam tua belum pernah menerima
murid, maka justru sekarang partaiku sudah bersih, apabila kau tidak buat celaan, nona
sukalah kau terima beberapa pelajaran dari aku?"
A Kiu girang bukan buatan untuk tawaran itu, hingga ia lantas berlutut di depan guru yang
baru ini. justru ini yang membuat ia di belakang hari menjadi satu pendekar wanita di
permulaan kerajaan Ceng, karena Kam Hong Tie, Pek Tay Koan, In Su Nio dan lainnya
adalah murid-muridnya yang gagah dan setia pada kerajaan Beng.
Sampai di situ Sin Cie turun gunung untuk tolongi Lie Gam. Kecuali Ang Nio Cu, Hok Tek
Siu dan lainnya, juga Ceng Ceng turut padanya, Nona ini mengatakan bahwa ia sudah
cukup kuat. Memang, setelah urusan A Kiu menjadi terang baginya, hatinya lega sekali, ia
segera merasa segar bukan main, pertolongan Tek Siu adalah yang berarti sangat besar
untuknya, ia percaya, selama di perjalanan kesehatannya bakal pulih,
Sin Cie tidak menghalangi si nona hendak turut serta,
Nyala kemudian, rombongan penolong ini terlambat datangnya, Lie Gam rela dihukum
mati oleh Giam Ong, Hingga Sin Cie mesti tangisi saudara angkat itu.
Tentang Ang Nio Cu, tidak usah diterangkan lagi bagaimana kagetnya bagaimana hatinya
terluka, Dia pun adalah istri yang sangat setia dan lagi pula mencintai suaminya,
Sin Cie lantas cari mayatnya Lie Gam untuk dikubur dengan baik,
Pada hari itu, ketika anak muda kita ini serta rombongannya bersembahyang di kuburan
Lie Gam, ia dapatkan satu orang dengan kopiah dan pakaian putih scmua, menangis
seorang diri sambil menghadap ke utara, ia jadi heran, ia dekati orang itu untuk tanya she
dan namanya, Segera ternyata orang itu adalah yang belasan tahun dulu ia pernah jumpakan di gunung
Lauw Ya San. Sebab dia adalah Han Tiauw Cong! Hanya sekarang orang she Han itu telah
tambah usianya dan wajahnya pun telah berubah banyak,
Diwaktu kembali ke rumah penginapan Sin Cie ajak Tiauw Cong. Mereka bersantap dan
minum arak bersama, Banvak mereka bicarakan
Han Cauw Tiong merasa sangat ,terharu, hingga ia menulis syair peringatan untuk Sin Cie,
setelah mana ia pamitan dan pergi Hatinya sudah jadi sangat tawar
Sin Cie pun turut lenyap kegembiraannya,
"Mari kita puIang," ia ajak kawan-kawannya.
Mereka pulang ke Hoa San. Segera juga dengan tiba-tiba Sin Cie ingat peta yang ia terima
dari Peter, si orang militer asing, ialah peta dari sebuah pulau, Hay Lam!
"Kenapa aku tidak pergi ke sana untuk berikhtiar?" pikirnya.
Malam itu pemuda ini berada bersama dengan Ceng Ceng, Mereka duduk berendcng di
atas sebuah batu besar Tidak banyak yang mereka katakan, karena hati mereka sudah
bersatu, Wajah merekalah yang lebih banyak mengutarakan sesuatu -- satu pada yang
lain, "Aku ingin berlayar ke Hay Lam, kau setuju bukan?" kemudian Sin Cie tanya si nona,
"Suasana di sini sudah tidak cocok lagi untuk kita di pulau itu kita dapat ber-ikhtiar Pasti
sekali, kita akan pergi beramai-ramai, supaya dapat kita berkumpul terus."
Pemuda ini awasi kekasihnya, dan si pcmudi pun membalas pandangannya,
"Aku setuju," berkata si nona, hampir tanpa berpikir 1agi.
"Bagus!" seru si anak muda.
Selesai ini mereka terus bersama menikmati sang malam yang sunyi, sampai setelah lewat
banyak waktu, mereka kembali untuk beristirahat
Bcsoknya Sin Cie utarakan cita-citanya kepada semua kawannya, ia tanyakan pendapat
mereka, Nyata Ho Tek Siu, Ang Nio Cu dan yang lainnya pun setuju, Maka putusan lantas diambil
Malah mereka lantas mulai bersiap sedia,
Sin Cie minta bantuan Ang Seng Hay untuk mengumpulkan Couw Cong Siu, Beng Pek Hui
ayah dan anak, Ciauw Wan Jie dan suami, See Thian Kong, Ouw Kui Lam dan lain-lainnya
orang gagah dari tujuh propinsi Malah ia pun dapat persetujuan The Kic In, ketua dari
Citcapjieto, tujuh puluh dua pulau, yang suka turut ia.
Maka pada suatu hari yang lelah ditetapkan, rombongan yang besar ini dengan terbagi
dalam beberapa kelompok, mulai berangkat menuju Hay Lam, Laut selatan itu dimana
mereka berkat kekerasan hati mereka telah beruntung berhasil mendirikan semacam
daerah bcrpengaruh, hingga Hay Lam dapat dibuka, dibangun menjadi satu dunia baru.
T A M A T Dendam Iblis Seribu Wajah 12 Harpa Iblis Jari Sakti Karya Chin Yung Panji Sakti 1