Pendekar Bodoh 9
Pendekar Bodoh Karya Kho Ping Hoo Bagian 9
Bo Lang Hwesio memandang heran. "Bu Pun Su, jangan kau sembarang menuduh aku.
Biarpun dengan bersumpah, pinceng berani menerangkan bahwa kedua orang itu masih berada di dalam rumah!"
"Hm, kalau begitu kau bersumpah!"
Mendengar bahwa benar-benar ia tidak dipercaya Bu Pun Su, Bo Lang Hwesio marah sekali, akan tetapi ia tidak berdaya untuk membantah, apalagi ia sendiri yang sanggup untuk mengangkat sumpah. Maka ia merangkapkan kedua tangan di dada dan bersumpah, "Kalau keteranganku tadi tidak betul biarlah Buddha yang suci akan mengutukku!"
"Bagus, kau benar-benar tidak bohong!" setelah berkata demikian, sekali berkelebat, tubuh kakek jembel itu telah lenyap.
"Bu Pun Su, lain kali kutebus hinaan ini!" Bo Lang Hwesio berseru, akan tetapi kakek pendekar yang luar biasa itu telah pergi jauh.
Memang sebenarnya Bo Lang Hwesio tidak membohong ketika ia katakan bahwa sebelum ia bertempur dengan Bu Pun Su, Boan Sip masih berada di dalam rumah demikian pula Lin Lin masih dikeram di dalam kamar tahanannya. Hwesio ini sama sekali tidak mengira bahwa muridnya yang licin telah membawa Lin Lin pergi dari tempat itu!
Oleh karena maklum bahwa yang datang menolong Lin Lin adalah seorang tua yang sakti maka Boan Sip tidak berani menunda-nunda larinya. Ia mengempit tubuh Lin Lin sambil berlari secepatnya di malam gelap, menuju ke sebuah anak sungai yang berada kurang lebih dua puluh li dari tempat itu. Ketika ia tiba di tepi sungai, di situ telah menanti sebuah perahu yang cukup besar dan tiga orang kelihatan berdiri di kepala perahu. Seorang di antaranya adalah seorang berpakaian asing dan ternyata bahwa ia adalah seorang Turki yang berkulit hitam dan bermata lebar. Usianya kurang lebih empat puluh tahun dan jubahnya panjang dan lebar, terbuat daripada kain berbulu yang indah.
"Eh, eh, Boan-ciangkun, mengapa malam-malam datang tergesa-gesa?"
"Yo-suhu (nama aselinya Yousuf), lekas jalankan perahu. Cepat!" Sambil berkata demikian Boan Sip melompat ke dalam perahu pula.
Yousuf tersenyum dan ia tetap tenang akan tetapi ia lalu memerintahkan kepada dua orang anak buahnya untuk menjalankan perahunya sebagaimana yang diminta oleh Boan Sip.
"Heran sekali, siapakah adanya orang yang begitu ditakuti oleh Boan-ciangkun?" tanyanya.
"Yo-suhu, kau tidak tahu. Seorang kakek luar biasa yang bernama Bu Pun Su dan yang kepandaiannya seratus kali lebih tinggi dari kepandaianku sendiri, sedang mengejarku, dan celakalah kalau ia dapat menyusulku!"
"Aah, Saudara Boan benar-benar tidak memandang aku. Bukankah aku sahabat baikmu?"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
247 Boan Sip teringat bahwa Yousuf adalah seorang berilmu tinggi pula, maka ia segera menjura,
"Maaf, Yo-suhu. Bukan maksudku hendak merendahkanmu, akan tetapi Bu Pun Su ini benarbenar lihai dan namanya sudah cukup membikin gemetar semua orang."
Kemudian Yusuf menunjuk ke arah Lin Lin yang masih terduduk di dalam perahu dan yang kini tangannya telah diikat olah Boan Sip, lalu bertanya dengan suara kurang senang,
"Dan Nona ini siapakah, Saudara Boan?"
"Dia ini adalah musuh besarku yang hendak membunuhku, akan tetapi dapat kutawan.
Tadinya hendak kubinasakan, tetapi Suhu melarangku dan... dan aku sayang kepadanya."
Yousuf menggeleng-gelengkan kepalanya, "Memang Suhumu benar. Tak pantas membunuh seorang gadis yang tak berdaya." Sambil berkata demikian, orang Turki itu lalu menghampiri Lin Lin yang menjadi kuatir dan takut, akan tetapi orang Turki ini lalu menggerakkan tangan ke arah belenggu yang mengikat tangan Lin Lin. Sekali ia menggerakkan tenaga, belenggu itu terlepas dengan mudahnya!
Boan Sip terkejut sekali oleh karena ia tahu bahwa Lin Lin kini telah terlepas daripada pengaruh totokan, dan inilah yang memaksanya tadi untuk mengikat kedua tangan nona ini.
"You-suhu, kalau ia dilepas, ia berbahaya sekali!"
Akan tetapi Yousuf hanya tersenyum menyindir seakan-akan mentertawakan sikap Boan Sip yang begitu ketakutan.
Sebaliknya, Lin Lin ketika merasa bahwa kedua lengan tangannya telah bebas, merasa terkejut sekali. Tadi ia telah mengerahkan tenaganya, akan tetapi tali yang mengikat tangannya bukan tali biasa, terbuat dari semacam kain yang dapat mulur hingga tak mudah diputuskan dengan tenaga lweekang. Akan tetapi, orang asing ini hanya meraba saja dan ikatan itu telah terlepas! Ia tak tahu bahwa Yousuf adalah seorang ahli sulap yang berdasarkan ilmu sihir, maka jangankan baru belenggu biasa saja, biar belenggu baja sekalipun, orang Turki ini pasti akan dapat membukanya dengan mudah!
Lin Lin yang merasa gemas dan marah sekali kepada Boan Sip, ketika merasa dirinya telah bebas segera meloncat maju dan menyerang perwira itu sambil berseru,
"Manusia rendah, saat ini aku hendak mengadu jiwa dengan kau!" Lin Lin lalu menyerang dengan pukulan yang paling berbahaya dan ketika Boan Sip hendak menangkis, tiba-tiba perahu itu miring hingga Boan Sip kehilangan keseimbangan tubuhnya! Lin Lin menjadi girang sekali karena merasa yakin bahwa kali ini ia tentu akan dapat memukul mampus musuh besarnya ini, akan tetapi tiba-tiba dari samping meluncur sehelai sabuk sutera hijau yang panjang dan lemas dan tahu-tahu sabuk itu telah melingkar pergelangan tangan yang melakukan pukulan hingga sekarang menjadi gagal. Ketika ia hendak melepaskan sabuk yang melibat pergelangan tangan lengannya, tiba tiba Yousuf menarik ujung sabuk yang
dipegangnya dan tubuh Lin Lin menjadi limbung dan hampir jatuh!
"Nona, sabar dan tenanglah. Kini kau berada di dalam perahuku dan aku berhak melarang semua orang yang berada di sini untuk sembarangan bergerak dan membikin goncang
perahuku! Apakah kau ingin perahuku ini terguling dan kita semua tenggelam?"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
248 Lin Lin ketika merasa betapa tarikan sabuk itu amat kuat, maklum bahwa orang Turki ini memiliki kepandaian tinggi, maka untuk sejenak menjadi ragu-ragu. Apalagi ketika mendengar bahwa perahu itu mungkin tenggelam di tengah sungai, ia lalu berdiri dengan bingung dan tak tahu harus berbuat apa.
Sebaliknya Boan Sip yang hampir saja menjadi korban pukulan Lin Lin menjadi marah sekali. Ia menuding ke arah muka Lin Lin sambil membentak, "Perempuan rendah! Aku telah berlaku baik dengan menawan dan menjagamu baik-baik, tak pernah mengganggumu, oleh karena aku sayang padamu. Akan tetapi sekarang, baru saja kau terlepas dari belenggu, gerakanmu pertama kali adalah untuk membinasakan aku! Benar-benar kau tak boleh diberi kesempatan hidup lagi!" Sambil berkata demikian, Boan Sip lalu mencabut golok besarnya dan maju menyerang Lin Lin dengan muka buas!
Lin Lin bukanlah seorang gadis lemah dengan cepat ia dapat mengelak dan balas menyerang dengan kepalan tangannya.
"Hai, tahan, tahan!" teriak Yousuf, akan tetapi dalam marahnya, Boan Sip tidak
mempedulikan teriakan ini. Tiba-tiba sebuah sinar hijau berkelebat dan tahu-tahu golok di tangan Boan Sip telah terlepas dari pegangan dan ternyata gagangnya telah tergulung oleh sutera hijau yang dilepas oleh Yousuf.
"Yo-suhu! Apa maksudmu menyerangku?" tanya Boan Sip dengan muka merah.
"Saudara Boan! Kau berada di dalam perahuku dan siapa pun adanya kau, orang-orang di dalam perahuku harus tunduk kepadaku! Nona, kau masuklah ke dalam bilik kecil dan beristirahatlah, selama ada aku di sini, jangan kau takut diganggu orang! Saudara Boan, tidak ingatkah kau sedang berhadapan dengan siapa, maka kau berani memperlihatkan
kekerasanmu?" Suara orang Turki ini sekarang terdengar amat berpengaruh dan Lin Lin mulai menaruh kepercayaan kepada orang asing yang aneh dan lihai ini, maka oleh karena ia memang merasa lelah sekali, ia lalu masuk ke dalam bilik itu dan memasang palang pintunya.
Karena merasa aman dan lega bahwa dirinya terhindar dari kekuasaan Boan Sip, gadis yang telah beberapa lama tak dapat tidur dengan hati tenteram, kini segera pulas di atas sebuah pembaringan bambu yang kasar!
Sebaliknya, di luar bilik, sambil duduk di lantai perahu, Yousuf lalu memberi teguran dan nasihat kepada Boan Sip yang mendengarkan dengan muka merah dan kepala ditundukkan.
Siapakah adanya orang Turki yang berpengaruh dan lihai ini" Dia ini sebenarnya adalah seorang penyelidik dari Angkatan Perang Turki yang telah siap di perbatasan Tiongkok dan hendak menyerbu. Yousuf sebenarnya masih seorang bangsawan keturunan pangeran dan oleh karena kepandaiannya yang tinggi maka ia telah terpilih untuk menjadi pemimpin mata-mata dan diam-diam mengadakan kontak dengan para perwira bangsa Han yang dapat dibujuk untuk bersekutu dengan tentara Turki dan untuk bersama-sama menjatuhkan pemerintah yang sekarang. Di antara perwira-perwira yang mengadakan hubungan dengannya, terdapat Boan Sip yang diam-diam juga melakukan pengkhianatan oleh karena pengaruh harta, hadiah dan janji-janji yang muluk dari Yousuf. Sesungguhnya, tentara Turki ini sekali-kali tidak ingin menjajah Tiongkok, akan tetapi mereka ini mempunyai tujuan tertentu, yaitu untuk menguasai Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
249 sebuah pulau kecil di pantai Laut Tiongkok, oleh karena menurut penyelidik mereka yang terdiri dari Yousuf dan beberapa orang kawannya di pulau kecil itu terdapat sumber emas yang besar, bahkan menurut keterangan mereka ini, di situ terdapat sebuah bukit penuh dengan logam berharga ini.
Boan Sip yang menjadi pengkhianat negara itu telah lama mengadakan perhubungan dengan Yousuf bahkan hari ini telah berjanji untuk mengadakan pertemuan di sungai itu, hingga bukan tidak disengaja bahwa Yousuf telah menanti di sungai dengan perahunya. Akan tetapi, adanya Lin Lin di situ adalah terjadi di luar rencana Yousuf. Boan Sip yang mewakili kawan-kawannya atau rombongan perwira dan pejabat tinggi yang bersekutu dengan pihak Turki, mendapat tugas untuk membuktikan cerita pihak Turki tentang pulau emas, oleh karena rombongan perwira pengkhianat ini belum percaya akan keterangan yang diberikan oleh orang-orang Turki.
Demikianlah, maka perahu Yousuf yang membawa Boan Sip dan Lin Lin itu meluncur cepat menurut aliran Sungai menuju ke laut.
"Saudara Boan," kata Yousuf dalam pelayaran itu, "tugas kita kali ini adalah tugas penting dan besar maka janganlah urusan pribadi mengacau tugas penting ini. Kalau kiranya engkau tidak sanggup mentaati aku yang dalam hal ini lebih berkuasa daripada kau, maka kau boleh turun dan meninggalkan perahu ini."
Boan Sip mendengar kata-kata orang Turki ini dengan tunduk. Ia maklum akai kelihaian dan kekuasaan Yousuf maka ia tidak berani membantah.
"Akan tetapi, bagaimanakah dengan gadis ini?" tanyanya. "Apakah tidak lebih baik dia disingkirkan agar jangan menjadikan penghalang bagi pekerjaan kita"
Yousuf menggeleng kepala dengan keras. "Tidak bisa, tidak bisa, tidak bisa! Mengapa engkau tidak bisa memikir dengan lebih luas dan hati-hati" Gadis itu telah melihat perahuku, dan yang lebih panting lagi, ia telah melihat aku! Hal ini berbahaya sekali oleh karena ia tentu merasa heran melihat seorang asing di sini dan kalau hal ini ia ceritakan di luaran, bukankah akan mendatangkan kecurigaan dan menjadi berbahaya sekali" Apalagi ia telah melihat bahwa kita saling kenal?"
"Nah, mengapa kau tidak membinasakan dia saja" Lemparkan dia ke dalam air sungai dan habis perkara! Kau takkan terancam bahaya sedangkan aku pun akan dapat melenyapkan seorang musuh besar!" kata Boan Sip lebih lanjut.
Kembali Yousuf menggeleng-geleng kepala dan menggunakan tangan kirinya untuk
membikin beres sorbannya yang terbuat daripada kain kuning.
"Ini lebih-lebih tidak boleh lagi! Kami bangsa Turki mempunyai sebuah kepercayaan suci yang kami pegang teguh. Kepercayaan-kepercayaan ini banyak sekali macamnya dan di antaranya ialah bahwa dalam melakukan sebuah tugas mulia dan besar, sekali-kali kami tidak boleh menurunkan tangan jahat kepada orang-orang wanita!"
Boan Sip mengangguk-angguk maklum dan ia sama sekali tidak pernah mengira bahwa
orang Turki yang cerdik ini sebetulnya hanya menggunakan alasan kosong belaka dan bahwa pada hakekatnya Yousuf merasa kasihan dan suka kepada Lin Lin!
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
250 Demikianlah, perahu itu meluncur terus makin cepat membawa Lin Lin yang masih tertidur di dalam bilik perahu, dan makin lama sungai yang dilalui perahu makin lebar, tanda bahwa mereka telah tiba dekat laut.
Tiba-tiba para penumpang perahu itu terkejut sekali oleh karena perahu itu telah tertumbuk oleh sebuah perahu lain dengan keras! Yousuf dan Boan Sip segera memandang dan mereka melihat sebuah perahu kecil melintang di depan perahu mereka dan di dalam perahu itu duduk dua orang yang memegang dayung. Dua orang ini bukan lain Si Nelayan Cengeng Kong Hwat Lojin dan muridnya Ma Hoa, gadis yang berpakaian sebagai seorang pemuda itu!
Bagaimana mendadak Nelayan Cengen dan Ma Hoa dapat muncul di sungai itu?" Ini adalah akibat daripada malapetaka yang menimpa keluarga Ma Hoa yang perlu dituturkan lebih dulu agar jalan cerita dapat diikuti dengan lancar. Sebagaimana diketahui, ketika Nelayan Cengeng bersama muridnya, dibantu oleh Ang I Niocu dan Lin Lin, melabrak para perwira yang dipimpin oleh Beng Kong Hosiang, suheng dari Hai Kong Hosiang, maka seorang perwira dapat mendengar percakapan mereka dan dapat mengetahui rahasia Ma Hoa bahwa "pemuda"
itu adalah gadis atau puteri dari Ma Keng In, perwira Sayap Garuda! Hal ini tentu saja dibongkar oleh perwira itu dan pada suatu hari Ma Keng In ditangkap oleh para perwira atas perintah kaisar! Tidak saja Ma Keng In yang ditangkap, akan tetapi juga seluruh keluarganya, dan mereka ini semua dijatuhi hukuman mati sebagai pemberontak-pemberontak atau
pengkhianat! Untung sekali bahwa Ma Hoa dapat melarikan diri. Di depan sidang pengadilan yang memeriksa perkaranya, Ma Keng In yang jujur secara gagah mengakui bahwa Ma Hoa adalah anaknya, bahkan dengan suara lantang, perwira ini berkata,
"Memang Ma Hoa adalah anakku, dan aku merasa menyesal dan bosan dengan kedudukan dan pekerjaan sebagai Perwira Sayap Garuda, dan aku merasa sebal dan benci melihat sepak terjang kawan-kawan sejawatku, yang menjadi perwira kerajaan tidak untuk menjaga keamanan rakyat bahkan sebaliknya berlaku sewenang-wenang dan mengandalkan pengaruh untuk menindas dan mencekik orang-orang lemah! Aku Ma Keng In, merasa berbabagia bahwa anakku yang tunggal itu tidak mengikuti jejakku yang sesat, dan benar-benar menjadi seorang pelindung rakyat yahg gagah perkasa! Aku kutuk perbuatan-perbuatan kawan sejawatku di bawah pimpinan Beng Kong Hosiang dan Hai Kong Hosiang, pendeta-pendeta palsu yang kejam dan jahat!"
Tentu saja ucapannya ini merupakan keputusan terakhir dan ia beserta keluarganya semua mendapat hukuman mati! Ketika Ma Hoa mendengar malapetaka yang dialami oleh seluruh keluarganya itu ia jatuh pingsan di bawah kaki gurunya, Si Nelayan Cengeng! Ketika ia siuman kembali ia menangis tersedu-sedu dan gurunya menangis pula bahkan lebih keras dan lebih hebat daripada tangis muridnya sendiri.
Tiba-tiba Ma Hoa berdiri dan mencabut pedangnya. "Suhu, saksikanlah sumpah teecu! Aku bersumpah untuk membasmi para perwira durna penjahat-penjahat liar yang mempergunakan kedudukan dan pangkat untuk menjadi kedok kejahatan mereka!"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
251 Nelayan Cengeng menghiburnya dan kemudian ia membawa muridnya yang bersedih itu
untuk melakukan perjalanan hingga mereka tiba di sungai yang mengalir di sebelah utara. Di dalam perjalanan mereka, Nelayan Cengeng dan Ma Hoa tiada hentinya memusuhi para perwira yang bertugas dan dari seorang perwira mereka dapat mendengar tentang
pengkhianatan beberapa orang rombongan mereka yang mengadakan hubungan dengan para mata-mata bangsa Turki dan mereka yang dengan diam-diam mengadakan persekutuan
dengan orang-orang Mongol!
Makin bencilah Nelayan Cengeng dan muridnya terhadap perwira-perwira Sayap Garuda yang palsu ini. Selain memusuhi para perwira yang bertemu dengan mereka juga kedua orang ini sekalian mencari-cari jejak Cin Hai dan Kwee An, serta mengharapkan untuk bertemu dan menggabung dengah Ang I Niocu dan Lin Lin.
Dan kebetulan sekali, pada pagi hari ketika mereka berdua mendayung perahu ke mudik, mereka melihat sebuah perahu besar bergerak ke hilir. Mata Nelayan Cengeng yang tajam segera melihat adanya seorang yang berpakaian perwira Sayap Garuda di dalam perahu itu, dan melihat pula seorang Turki. Maka sengaja ia menabrakkan perahunya yang kecil kepada perahu depan itu hingga mengejutkan para penumpang perahu di depan itu!
Dua orang pendayung perahu Yousuf marah sekali dan mereka lalu mendamprat kepada nelayan tua itu,
"Eh, tua bangka kurang ajar! Apakah matamu telah buta?"
Nelayan Cengeng tertawa bergelak mendengar makian ini. "Ha, ha, ha, ha! Kalau mataku buta, bagaimana aku bisa menumbuk perahumu?" Sambil berkata demikian, ia mengangkat dayungnya dan memukul ke badan perahu di depan itu sekerasnya. Perahu itu bergoncang hebat dan bolong! Nelayan Cengeng sengaja memukul di bagian yang berada di bawah permukaan air, hingga sebentar saja air sungai mengalir masuk ke dalam perahu Yousuf!
Bukan main marah dan terkejutnya kedua orang pendayung itu. Mereka berteriak-teriak,
"Celaka! Perahu bocor! Perahu bocor! Celaka, kita bertemu dengan orang gila!"
Memang hebat pukulan dayung yang dilakukan oleh Nelayan Cengeng itu oleh karena bagian yang pecah demikian besarnya hingga sebentar saja air yang mengalir masuk sudah demikian banyaknya sukar dibendung lagi!
"Kurang ajar!" terdengar Yousuf berseru dan tubuhnya lalu meloncat, diikuti oleh Boan Sip yang merasa kuatir sekali melihat betapa perahu yang ditumpanginya mulai tenggelam dan miring! Kedua pendayung itu pun tidak berdaya lagi dan mereka keduanya lalu menceburkan diri ke dalam air!
Terdengar Nelayan Cengeng tertawa bergelak-gelak, seakan-akan kejadian itu merupakan suatu hal yang lucu sekali, bahkan Ma Hoa dalam kesedihannya ikut tersenyum melihat perbuatan gurunya yang nakal.
"Hayo kita kejar mereka, Suhu!" serunya ketika melihat Boan Sip yang berpakaian perwira.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
252 "Memang aku hendak mengejar mereka!" kata suhunya lalu mendayung perahu kecil ke pinggir.
Pada saat itu terdengar suara memanggil yang keluar dari perahu Yousuf yang sudah hampir tenggelam,
"Cici Hoa! Lo-cianpwe!!"
"Eh, itu Lin Lin!" kata Ma Hoa dengan girang sekali dan Lin Lin yang telah membuka pintu bilik dan melihat bahwa perahu yang ditumpanginya hampir tenggelam, segera menggenjot tubuhnya yang melayang ke perahu Ma Hoa!
"Lin Lin! Bagaimana kau bisa berada di perahu itu?" tanya Ma Hoa dengan heran.
"Cici! Tangkap penjahat besar itu! Perwira itu adalah Boan Sip, musuh besarku! Mereka tadi menawanku di dalam perahu!"
Bukan main marahnya Ma Hoa mendengar ini. Ia dan gurunya sudah sampai di pinggir dan di situ Boan Sip bersama Yousuf telah menanti dengan muka marah!
Lin Lin tak membuang waktu lagi, ia melompat dan menerjang Boan Sip yang menangkis sambil tersenyum mengejek. "Sekarang terpaksa aku harus membunuhmu!" katanya. Akan tetapi pada saat itu, dari samping berkelebat sinar pedang yang cepat gerakannya hingga ia menjadi terkejut sekali. Tidak tahunya, Ma Hoa yang sudah tiba di situ lalu menyerang dengan pedangnya. Melihat datangnya serangan yang lihai ini, Boan Sip lalu melompat ke pinggir sambil mencabut goloknya dan bertempurlah mereka dengan hebat dan seru, Lin Lin yang tidak bersenjata lalu menghampiri perahu Ma Hoa dan mengambil keluar sebuah dayung. Dengan dayung ini ia lalu mengeroyok Boan Sip lagi dengan melancarkan pukulan-pukulan sengit.
Sementara itu, Nelayan Cengeng berhadapan dengan Yousuf yang masih kelihatan tenang-tenang saja. Ketika orang tua ini telah datang dekat, Yousuf berkata dalam bahasa Han yang cukup lancar,
"Nelayan tua, apakah tiba-tiba setan yang berkeliaran di sungai ini memasuki tubuhmu hingga tanpa sebab kau memukul pecah perahuku" Kalau betul demikian halnya, jangan kuatir, aku sudah biasa mengusir iblis yang memasuki tubuh manusia!"
Ucapan ini dikeluarkan oleh Yousuf setengah bersungguh-sungguh setengah mengejek oleh karena betapapun juga ia merasa mendongkol sekali melihat perahunya dirusak orang tanpa sebab. Untuk sesaat Nelayan Cengeng tercengang mendengar ini, kemudian ia tertawa bergelak sampai mengeluarkan air mata dari kedua matanya. Yousuf tidak tahu akan keanehan orang tua ini yang selalu mengeluarkan air mata, ia menjadi curiga.
"Ah, benar-benar ada setan memasuki tubuhmu!" Yousuf tangannya dilempangkan ke depan menuju ke arah dada dan kepala Nelayan Cengeng, kemudian ia membentak keras sambil mendorongkan kedua tangannya ke depan,
"Setan penasaran, keluarlah kamu dari tubuh orang tua ini!"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
253 Tiba-tiba suara tertawa Nelayan Cengeng terhenti oleh karena orang tua ini menjadi kaget sekali. Dorongan orang Turki ini mengeluarkan angin yang aneh dan ia merasa seakan-akan semangatnya hendak didorong keluar dari tubuhnya. Ia tidak tahu bahwa benar-benar Yousuf mengeluarkan aji kesaktiannya untuk mengusir roh jahat yang disangka bersembunyi di dalam tubuhnya. Cepat-cepat Nelayan Cengeng mengerahkan lweekangnya untuk memukul kembali tenaga dorongan yang dahsyat ini hingga Yousuf berseru,
"Aha, setan dari manakah berani melawan tenagaku" Apakah benar-benar kau tidak mau keluar dari tubuh orang tua ini?"
Sikap Nelayan Cengeng menjadi sungguh-sungguh, oleh karena ia mengerti bahwa orang Turki ini bukan sedang main-main dan menyangka betul-betul ia sedang kemasukan setan sungai. Maka ia segera menjura dan berkata,
"Tuan, kau sungguh lihai dan baik, bahkan kau terlampau baik terhadap kami orang-orang Han, terutama terhadap perwira itu yang bersama-sama denganmu di dalam perahu. Kebaikan itu selalu mengandung maksud tersembunyi yang kurang sempurna. Salahkah dugaan ini?"
Terkejut hati Yousuf mendengar ini, dan ia berlaku hati-hati.
"Ah, jadi aku telah salah sangka" Maaf, maaf. Perwira yang sedang bertempur itu memang kenalanku, akan tetapi apakah salahnya berkenalan di antara dua bangsa" Nelayan tua, tenagamu hebat sekali, dan apakah maksudmu merusak perahuku dan mengganggu
perjalananku?"
"Kalau Tuan tidak bersama dengan perwira itu, aku orang tua tidak nanti berani berlaku kurang ajar. Akan tetapi ketahuilah, bahwa perwira itu telah melakukan kejahatan besar dan bahwa ia telah berani menawan seorang gadis yang menjadi sahabat muridku! Agaknya Tuan juga melindungi perwira itu!"
"Hem, siapa yang hendak melindungi dia?" kata Yousuf yang percaya penuh akan kegagahan Boan Sip. Akan tetapi ketika ia menengok dan memandang ke arah pertempuran, ia menjadi terkejut sekali. Biarpun Boan Sip berkepandaian tinggi, akan tetapi oleh karena dikeroyok oleh Lin Lin dan Ma Hoa yang tidak rendah ilmu pedangnya, perwira ini menjadi terdesak hebat. Terutama dayung di tangan Lin Lin yang mengamuk hebat amat mendesaknya hingga kini Boan Sip hanya dapat menangkis sambil main mundur saja. Yousuf merasa terkejut dan khawatir. Betapapun juga Boan Sip adalah seorang utusan pihak perwira kerajaan untuk menyaksikan dan membuktikan adanya pulau emas itu. Kalau Boan Sip sampai kalah dan tewas, bagaimanakah pekerjaan yang sedang dikerjakan ini dapat menjadi beres" Ia memang tidak suka kepada Boan Sip, akan tetapi demi tugas pekerjaannya, ia harus membantu. Yousuf membuat gerakan dan hendak melompat membantu Boan Sip, akan tetapi tiba-tiba ia melihat bayangan berkelebat dan tahu-tahu Nelayan Cengeng telah berdiri di depannya sambil bertolak pinggang.
"Biarlah yang muda bertempur melawan yang muda pula. Kita tua sama tua boleh main-main, kalau kau kehendaki. Dengarlah, orang asing, aku sama sekali tidak hendak
mengganggumu kalau saja engkau tidak turun tangan terlebih dulu. Biarkan perwira keparat itu berkelahi melawan muridku dan musuhnya, dan takkan mengganggu sedikit pun!"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
254 Kini Yousuf maklum bahwa pertempuran tak dapat dihindarkan lagi, maka ia lalu
memandang kepada nelayan tua itu dengan penuh perhatian. Ia melihat bahwa nelayan ini biarpun kelihatan seperti seorang biasa akan tetapi mempunyai sepasang mata yang bersinar-sinar aneh, maka ia dapat menduga bahwa orang ini tentulah seorang ahli lweekeng yang tinggi ilmu kepandaiannya.
"Kakek Nelayan, engkau tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa, maka engkau berani main-main. Ketahuilah aku bernama Yousuf, dan di dalam negeriku, aku disebut Malaikat Pengusir Iblis! Kauminggirlah dan percayalah bahwa aku pun tak hendak mengganggu kedua anak muda itu. Aku hanya ingin mencegah terjadinya pertumpahan darah di antara mereka dan sahabatku!"
Mendengar kata-kata ini, Nelayan Cengeng dapat mempercayai omongannya, oleh karena semenjak tadi pun ia maklum bahwa orang asing ini bukanlah orang jahat atau curang. Akan tetapi, setelah muridnya Lin Lin berhasil mendesak Boan Sip, mana ia memperbolehkan lain orang menolong perwira jahat itu"
"Tidak bisa, Saudara You Se Fei (lidahnya tidak dapat menyebut nama Yousuf). Kalau kau bergerak, aku Khong Hwat Lojin pun terpaksa bergerak juga!"
"Bagus! Marilah kita mencoba-coba kepandaian!" Sambil berkata demikian, Yousuf menarik keluar sebatang pedang hitam yang ujungnya melengkung ke atas dan kelihatannya tajam sekali! Pedang ini memang luar biasa indah, oleh karena pada gagangnya nampak dihias emas permata yang berkilauan! Nelayan Cengeng juga bersiap sedia dengan dayung yang sejak tadi terpegang di tangannya.
"Lihat pedang!" Yousuf berseru sambil menubruk maju. Gerakannya gesit dan cepat, sedangkan kedua kakinya berdiri di atas ujung jari kaki, tanda bahwa ia sedang
mempergunakan ilmu ginkangnya yang aneh dan lihai. Cara berdiri macam ini membuat ia cepat sekali dapat bergerak dan mengubah kedudukan. Melihat serangan ini, tahulah Khong Hwat Lojin bahwa ia berhadapan dengan orang pandai maka ia pun segera menggerakkan dayungnya dan mereka berdua lalu bertempur dengan hebat. Pedang di tangan Yousuf mengeluarkan angin dan menimbulkan bunyi bagaikan suling sedangkan dayung di tangan Nelayan Cengeng berputar seperti kitiran angin dan membuat debu mengepul ke atas!
Demikianlah, di pagi hari yang cerah sunyi di tepi sungai itu, terjadilah pertempuran yang amat hebat dan dahsyat, sehigga dua orang pendayung perahu Yousuf yang telah berenang ke tepi, kini ke duanya berjongkok dengan tubuh menggigil karena ketakutan.
Kepandaian Nelayan Cengeng untuk daerah utara sudah amat terkenal dan jarang ada jago dapat menandinginya, akan tetapi kini ia bertemu dengan seorang jago dari bangsa lain yang memiliki silat tinggi dan sama sekali asing baginya. Demikianpun Yousuf, baginya ilmu silat kakek nelayan ini hebat dan aneh hingga keduanya berlaku hati-hati sekali oleh karena tak dapat menduga lebih dulu perkembangan gerakan lawan.
Sementara itu, Boan Sip sudah lelah sekali. Keringatnya mengucur membasahi seluruh tubuhnya dan wajahnya menjadi pucat oleh karena ia harus menghadapi serangan dua singa Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
255 betina yang sedang mengamuk hebat! Sambil bertempur, Lin berkata, "Cici, kita harus buat mampus anjing ini. Dia inilah biang keladi malapetaka yang menimpa keluarga Kwee! Engko An tentu akan sangat berterima kasih kepadamu apabila engkau dapat membunuh anjing penjilat ini."
Mendengar ucapan ini, tentu saja Ma Hoa menjadi makin bersemangat untuk segera
merobohkan Boan Sip, untuk membuktikan setia dan cintanya kepada tunangannya yang selalu terbayang di depan matanya itu! Ia mengertak gigi dan mainkan pedangnya dalam serangan yang paling berbahaya, sedangkan Lin Lin juga menggunakan dayung di tangannya untuk menyerang kalang kabut hingga Boan Sip makin terdesak saja. Ketika Boan Sip sedang melangkah mundur dengan bingung, tiba-tiba ia menginjak sebuah batu yang bundar licin hingga ia tergelincir dan terhuyung lalu terjatuh di atas tanah. Lin Lin dan Ma Hoa menubruk dan pedang Ma Hoa yang menusuk dadanya serta dayung Lin Lin yang menghantam
kepalanya membuat nyawa Boan Sip melayang pada saat itu juga!
Melihat betapa musuh besarnya telah menggeletak di atas tanah dalam keadan tak bernyawa, Lin Lin tiba-tiba merasa girang dan terharu sekali. Girang bahkan ia berhasil membunuh manusia yang amat dibencinya ini dengan tangan sendiri, dan terharu oleh karena teringat kepada orang tuanya. Tiba-tiba ia menjatuhkan diri berlutut dan berkata perlahan,
"Ayah, anak yang puthau (tak berbakti) baru berhasil membalas dendam kepada anjing terkutuk ini!" Kemudian ia menangis terisak-isak ingat kepada ayahnya, ibu tirinya, dan saudara-saudaranya yang terbunuh mati oleh Boan Sip dan kawan-kawannya. Ma Hoa juga ikut merasa terharu dan sambil memeluk pundak Lin Lin, Ma Hoa lalu menangis pula.
Sementara itu, pertempuran yang terjadi antara Si Nelayan Cengeng dan Yousuf, masih berlangsung dengan ramai sekali. Akan tetapi, setelah bertempur hampir seratus jurus, Yousuf akhirnya harus mengakui keunggulan lawan. Dayung Si Nelayan Cengeng sungguh-sungguh hebat dan lihai sekali. Perlahan tapi tentu, orang Turki itu terdesak mundur dan terpaksa mempergunakan ginkangnya untuk menghindarkan diri dari sambaran dayung!
Pada saat Yousuf sudah terdesak sekali, tiba-tiba terdengar Lin Lin berseru, "Kong Hwat Locianpwe! Jangan mencelakai dia! Dia adalah penolongku!"
Mendengar seruan ini, Nelayan Cengeng cepat melirik dan ketika ia melihat bahwa Boan Sip sudah dibinasakan ia lalu tertawa bergelak dan melompat mundur menahan gerakan
dayungnya. Yousuf menjura sangat dalam sampai sorbannya hampir menyentuh tanah. "Kau orang tua sungguh hebat sekali dan patut menjadi guruku!"
"Ah, jangan kau terlalu memuji, Saudara Yo Se Fei! Kepandaianmu pun hebat dan
mengagumkan!" jawab Si Nelayan Cengeng.
Kemudian Yousuf memandang ke arah Lin Lin dan senyumnya melebar serta pandangan
matanya melembut. "Nona, kau benar-benar seorang berbudi tinggi." Ketika pandangan matanya melihat mayat Boan Sip yang menggeletak di atas tanah ia menghela napas dan berkata,
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
256 "Memang hukum alam adil sekali. Dia memang orang jahat dan sudah sepatutnya mati di ujung senjata!"
Melihat sikap orang asing ini, Nelayan Cengeng menjadi tertarik hatinya. Ia memegang tangan orang itu dan berkata, "Sahabat, kita adalah sama orang gagah, biarpun kita berkebangsaan lain! Marilah kita bersahabat dan menuturkan riwayat masing-masing."
"Apakah kau terpengaruh pula oleh keadaan negara dan politiknya, orang tua?"
Nelayan Cengeng tertawa terkekeh hingga kembali air matanya mengalir. "Siapa sudi memperhatikan keadaan politik yang jahat" Tidak, bagiku politik hanya satu yaitu yang jahat harus dibasmi dan yang baik dibela! Kau orang asing asal saja jangan mengganggu tanah air dan bangsaku, aku akan menjadi sahabat baikmu!"
Kembali Yousuf menghela napas. "Kalian orang-orang Han memang aneh dan patut
dikagumi! Kalian berjiwa patriot dan mencinta tanah air dan bangsa, akan tetapi kalian tidak mau terlibat dalam urusan ketatanegaraan dan segala politiknya yang serba berbelit-belit!
Sebenarnya, mengapakah kalian bermusuhan dengan perwira itu?"
Lin Lin maju dan memberi penjelasan. "Perwira itu adalah seorang jahat yang oleh karena ditolak lamarannya oleh Ayah terhadap diriku, lalu mengajak kawan-kawannya untuk membasmi keluargaku. Ayah serta kakak-kakak dan juga Ibuku telah dia bunuh habis.
Tinggal aku dan seorang kakakku yang masih hidup. Ketika aku bertemu dengan dia dan bertempur, atas bantuan gurunya yang juga jahat ia berhasil menawanku dan membawaku ke sebuah tempat tahanan. Kemudian ia membawa aku lari dan bertemu dengan kau."
"Hm, pantas, pantas! Pantas kau membunuhnya, memang hutang nyawa harus dibayar jiwa pula!"
"Dan kau hendak pergi ke manakah Saudara" Aku mendengar dari percakapanmu bahwa kau hendak pergi ke sebuah pulau dengan perwira itu," kata pula Lin Lin.
Yousuf termenung sejenak. Tiba-tiba ia mendapat pikiran yang tak disengaja. Telah lama ia mempunyai sebuah cita-cita untuk dapat menduduki tahta kerajaan. Ketika ia dan beberapa orang kawannya yang merantau mendapatkan pulau emas itu, telah timbul dalam hatinya cita-cita ini. Dengan memiliki semua harta kekayaan itu, mudah saja baginya untuk merebut kekuasaan Raja Turki yang sekarang dan menggantikannya. Memang masih ada darah
pangeran dalam tubuh Yousuf dan sayangnya ia adalah seorang miskin. Kalau saja pulau itu dapat terjatuh ke dalam tangannya! Kini, melihat Lin Lin, ia merasa sangat tertarik dan suka.
Ia merasa yakin bahwa di dalam kehidupannya yang dulu tentu ada hubungan sesuatu antara dia dan Lin Lin, oleh karena entah mengapa, ia merasa suka sekali dan rela membela gadis itu, biar dengan jiwanya sekalipun. Perasaan inilah yang merupakan cita-cita ke dua baginya, dan timbul setelah ia bertemu dengan Lin Lin. Ia juga ingin mendapatkan harta di Pulau Emas itu, mengangkat diri sendiri menjadi raja dan membujuk Lin Lin agar suka menjadi permaisurinya. Inilah cita-citanya dan inilah pikiran yang pada saat itu mengaduk hati dan otaknya. Ia telah melihat kegagahan Nelayan Cengeng dan muridnya yang ternyata seorang gadis pula, telah menyaksikan pula kegagahan Lin Lin yang tidak lemah. Kalau ditambah Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
257 dengan dia sendiri menjadi empat orang, dan bukankah empat orang gagah yang tangguh, kuat, akan sanggup mengusir musuh yang manapun juga"
Untuk menjawab pertanyaan Lin Lin ia mengangguk, "Memang benar, Nona Lin Lin, aku hendak pergi menuju ke sebuah Pulau Emas. Sayang sekali perahu telah rusak dan
tenggelam."
Mendengar disebutnya Pulau Emas, Nelayan Cengeng tertarik sekali dan ia lalu berkata,
"Saudara Yo Se Fei! Benar-benar adakah pulau dongeng itu" Semenjak aku masih kecil, seringkali aku mendengar dongeng tentang Pulau Emas, dan dalam beberapa hari ini, telah dua kali aku mendengar pula tentang Pulau Emas ini."
Yousuf memandangnya tajam. "Telah dua kali" Lo-enghiong, dari siapa pulakah kau
mendengar tentang Pulau Emas ini?"
Nelayan Cengeng lalu menceritakan bahwa beberapa hari yang lalu, dalam perantauannya dengan Ma Hoa, ia bertemu dengan seorang bangsa Mongol tua yang juga menyebut akan adanya Pulau Emas itu, bahkan orang Mongol itu dalam mengobrol telah membuka rahasia bahwa Pangeran Vayami, pemimpin Agama Buddha Merah itu, juga hendak mencari pulau ini.
Yousuf terkejut sekali mendengar ini. "Ah, sudah kusangka bahwa Pangeran Vayami tentu mempunyai maksud tertentu dengan kunjungannya ke pedalaman dan hendak menghadap
Kaisar Tiongkok! Tidak tahunya, ia juga menghendaki pulau itu. Ah, kita harus cepat ke sana, jangan sampai didahului orang!"
Melihat bahwa orang Turki ini pucat dan bingung, Nelayan Cengeng bertanya lagi, "Saudara yang baik, sebetulnya pulau itu dimanakah letaknya dan apa namanya?"
Yousuf telah habis sabar, akan tetapi oleh karena maklum bahwa kakek nelayan yang gagah ini merupakan tenaga bantuan yang amat berguna, ia bersabar dan menerangkan dengan singkat, "Pulau itu bernama Kim-san-to (Pulau Gunung Emas) dan berada di sebelah timur pantai Tiongkok. Kalau belum tahu jalannya, memang sukar sekali rnencari pulau yang berada di antara puluhan pulau-pulau kecil lain itu."
Nelayan Cengeng menjadi sangat tertarik hatinya dan demikianlah, kedua orang ini bercakap-cakap dan Yousuf dengan amat sabarnya menjawab tiap pertanyaan Nelayan Cengeng
sehingga kakek nelayan ini akhirnya terbangkit pula keinginan tahunya dan ia ingin sekali melihat dan menyaksikan dengan mata sendiri keadaan pulau yang telah dikenal dalam dongeng itu.
Sementara itu, Lin Lin lalu menceritakan kepada Ma Hoa tentang semua pengalamannya dan ketika Ma Hoa bertanya di mana adanya Ang I Niocu, ia menjawab, "Siapa yang dapat mengetahui dimana adanya dia sekarang." Lin Lin menghela napas khawatir. "Sungguh sial sekali, belum juga kami bertemu dengan Hai-ko, sekarang Cici Im Giok sudah harus berpisah lagi denganku! Ah, sekarang menjadi makin ruwet, karena selain harus mencari Hai-ko dan Ang-ko, aku pun harus mencari Cici Im Giok! Eh, Enci Hoa, semenjak tadi aku saja yang banyak mengobrol sedangkan kau hanya menjadi pendengar saja. Kauceritakanlah,
bagaimanan kau bisa sampai di sini dan menolong aku?"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
258 Memang Ma Hoa orangnya agak pendiam dan tak banyak bicara. Kini mendengar pertanyaan Lin Lin, tiba-tiba kedua matanya menjadi merah dan ia mengeraskan hati untuk menahan keluarnya air matanya. Lin Lin terkejut dan memegang lengannya. "Enci Ma Hoa, apakah yang telah terjadi" Kau nampak pucat sekali!"
Dengan mengeraskan hati, Ma Hoa lalu menceritakan malapetaka yang menimpa
keluarganya, akan tetapi ketika melihat betapa sepasang mata Lin Lin yang lebar itu memandangnya dengan terbelalak dan dari kedua matanya itu mengalir butiran-butiran air mata karena terharu dan kasihan, Ma Hoa tak dapat menahan lagi kesedihannya. Ia
mengakhiri penuturannya dengan kata-kata yang sukar keluarnya, "Adik Lin, habislah seluruh keluargaku, mereka telah binasa semua, tinggal aku seorang diri... sebatangkara...!"
Lin Lin memeluk gadis itu dan keduanya lalu bertangis-tangisan oleh karena memang terdapat banyak persamaan antara mereka berdua, oleh karena seperti juga Ma Hoa, keluarga Lin Lin juga habis binasa.
"Enci Hoa, jangan kau khawatir, bukankah kau masih mempunyai kawan-kawan baik seperti Suhumu itu dan aku dan Engko An" Juga Hai-ko dan Enci Im Giok adalah kawan-kawan yang baik dan yang senantiasa bersiap sedia membantu dan menolongmu!"
Mendengar hiburan ini, agak redalah kesedihan yang menekan hati Ma Hoa dan mereka berdua lalu memandang ke arah Yousuf yang masih bercakap-cakap dengan Nelayan
Cengeng. Sebuah permufakatan telah dicapai oleh kedua orang ini, yaitu Nelayan Cengeng telah mengambil keputusan untuk ikut Yousuf mencari Pulau Emas!
"Hai, Ma Hoa dan Lin Lin, ke marilah! Jangan hanya bertangis-tangisan saja, ada kabar baik yang harus dibicarakan bersama!" Si Nelayan Cengeng berkata dan kedua orang gadis itu lalu menghampiri mereka sambil menyusut air mata dengan saputangan.
Nelayan Cengeng lalu memberitahukan bahwa mereka bertiga akan ikut Yousuf mencari Pulau Emas itu.
"Akan tetapi, Locianpwe, bagaimana dengan usahaku mencari saudara dan kawan-
kawanku?" Nelayan Cengeng tersenyum. "Dengarlah, Lin Lin. Kita tidak tahu ke mana perginya mereka itu dan tanpa petunjuk yang tepat, ke manakah kita harus mencari mereka! Pula, dari Saudara Yo Se Fei ini aku mendengar bahwa besar sekali kemungkinan Pangeran Vayami juga akan pergi mencari Pulau Emas ini hingga bukan tak mungkin bahwa Hai Kong Hosiang akan menemani rombongan Pangeran Vayami itu. Sudah terang bahwa Cin Hai, Kwee An, maupun Ang I Niocu mengejar-ngejar hwesio itu dan apabila hwesio itu berada dalam rombongan Pangeran Vayami, tentu mereka akan menuju ke pulau itu pula! Nah, bukankah ini lebih baik daripada kita berkeliaran tidak karuan tanpa tujuan tertentu?"
Lin Lin menganggap alasan ini cukup kuat, oleh karena ia tahu bahwa Ang I Niocu sedang mencari Cin Hai dan Kwee An, sedang kedua pemuda itu mengejar Hai Kong Hosiang, maka kalau benar hwesio itu pergi juga mencari pulau emas, memang bukan tak mungkin mereka semua menuju ke tempat yang sama! Maka akhirnya ia berkata,
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
259 "Terserah kepada Locianpwe saja, aku yang muda dan bodoh hanya menurut dan percaya penuh kepadamu, orang tua!"
Mendengar persetujuan yang keluar dari mulut gadis ini, Yousuf menjadi girang sekali, akan tetapi ia menyembunyikan perasaannya ini dan berkata,
"Nah, kita berempat bisa berangkat sekarang juga, akan tetapi, perahumu begitu kecil.
Sayang sekali perahuku telah tenggelam!"
Nelayan Cengeng biarpun sudah tua, akan tetapi pandangan matanya tajam. Melihat wajah orang Turki itu berseri-seri ketika mendengar kata-kata persetujuan yang diucapkan oleh Lin Lin, di dalam hatinya timbul kecurigaan yang membuatnya menjadi hati-hati. Akan tetapi, sambil tertawa ia menjawab pertanyaan Yousuf, "Apakah susahnya untuk mendapatkan perahu yang tenggelam?" Setelah berkata demikian, kakek nelayan ini lalu memperlihatkan kepandaiannya di dalam air yang benar-benar hebat.
Ia menanggalkan jubah luarnya dan dengan pakaian ringkas lalu meloncat ke dalam air.
Tubuhnya yang kurus itu terjun ke dalam air tanpa bersuara seakan-akan sebatang anak panah dilepas ke dalam air saja. Agak lama semua orang menanti dengan hati berdebar, kecuali Ma Hoa yang sudah maklum akan kepandaian gurunya. Kemudian air itu bergelombang hebat dan dari bawah muncullah tubuh perahu Yousuf yang tadi tenggelam! Ternyata Si Nelayan Cengeng telah mendapatkan tubuh perahu itu dan menariknya ke atas permukaan air dalam keadaan miring hingga tidak ada air yang memasuki tubuh perahu itu. Kemudian Si Nelayan Cengeng berenang cepat ke pinggir dan sekali ia menggerakkan tangan, perahu besar itu dapat didorongnya ke pinggir hingga meluncur cepat dan mendarat di pinggir sungai! Yousuf segera menarik perahu itu ke atas dan tiada hentinya memuji.
"Ah, kau betul-betul gagah luar biasa. Di darat kau telah membuat aku kagum, akan tetapi kepandaianmu di air ini betul-betul membuat aku tunduk!" Sambil berkata demikian Yousuf lalu menjura di depan Kong Hwat Lojin yang telah melompat ke darat. Akan tetapi kakek nelayan itu hanya tertawa sambil mengeringkan tubuhnya dengan jubah luarnya yang tadi ditanggalkan, lalu berkata,
"Sudahlah di antara kawan sendiri mana ada aturan puji-memuji" Lebih baik kita sekarang memperbaiki perahumu ini agar dapat segera berangkat!"
Kedua orang itu lalu memperbaiki badan perahu yang tadi pecah berlubang karena pukulan dayung Si Nelayan Cengeng dan sebentar saja perahu itu telah baik kembali. Yousuf lalu memerintahkan kedua orang pembantunya untuk pergi dari situ oleh karena ia tak
memerlukan tenaga mereka lagi. Ia merogoh kantongnya dan memberi empat potong uang emas kepada dua orang itu yang menerimanya dengan girang.
Setelah itu, maka berangkatlah Yousuf bersama Si Nelayan Cengeng, Ma Hoa, dan Lin Lin.
Perahu mereka meluncur cepat oleh karena selain terbawa hanyut oleh aliran sungai yahg deras, juga dibantu oleh tenaga dayung Si Nelayan Cengeng yang kuat sekali. Sebelum senja hari, perahu mereka telah sampai di mulut sungai dan memasuki laut yang luas!
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
260 Baik kita tinggalkan dulu Lin Lin bersama kawan-kawannya yang menuju ke Pulau Kim-san-to itu, dan kita mengikuti pengalaman Kwee An!
Ketika terjadi perkelahian bebas di atas perahu Pangeran Vayami dan menerima tendangan di betisnya yang dilakukan oleh Pangeran Mongol itu hingga ia terjatuh ke dalam sungai, Kwee An telah mencoba tenaga dan kepandaiannya yang dipelajari dari Nelayan Cengeng untuk berenang ke pinggir. Akan tetapi, aliran air sungai itu amat deras dan kuatnya, hingga usahanya gagal bahkan tubuhnya hanyut dengan cepatnya!
Baiknya Kwee An telah mendapat latihan dari Nelayan Cengeng, kalau tidak, pasti ia akan tenggelam atau tubuhnya akan hancur terbentur pada batu-batu karang yang banyak menonjol di permukaan air. Ia lalu mengeluarkan kepandaiannya dan menggunakan gerakan Ular Air Menyeberang Laut berenang sambil mengikuti aliran air dalam cara berlenggang-lenggok bagaikan seekor ular hingga ia dapat menghindarkan diri daripada tubrukan dengan batu-batu karang. Ia masih dapat melihat betapa perahu di mana Cin Hai masih bertempur seru melawan Hai Kong Hosiang itu terbakar hebat, hingga diam-diam ia menjadi gelisah, menguatirkan keselamatan kawannya itu. Akan tetapi, sungai itu mengalir dalam sebuah tikungan yang tajam sekali hingga ia harus mencurahkan seluruh perhatiannya untuk menjaga keselamatan dirinya sendiri.
Setelah hanyut jauh sekali, sedikitnya terpisah lima li dari tempat di mana ia terjatuh, aliran air mulai lemah dan dengan hati girang Kwee An berenang ke pinggir dengan maksud setelah dapat mendarat akan segera lari kembali ke tempat tadi dan membantu Cin Hai. Akan tetapi, tiba-tiba ia menjadi terkejut sekali oleh karena melihat beberapa ekor binatang aneh yang berenang cepat menuju ke arah dirinya. Kwee An cepat berenang ke tepi, akan tetapi, kembali ia terkejut oleh karena binatang-binatang seperti yang sedang berenang di tengah sungai itu, terdapat pula di darat dan memenuhi tepi sungai. Agaknya mereka sedang berjemur diri di pantai itu dan jumlah yang berada di pantai bahkan ada seratus lebih.
Binatang-binatang yang terlihat oleh Kwee An ini adalah binatang sebangsa buaya, akan tetapi lebih menyerupai cecak besar dan panjangnya sampai ada sepuluh kaki dan mulutnya terbuka lebar. Ketika Kwee An tiba di tepi, maka binatang-binatang yang berada di pantai itu pun lalu maju merangkak dan menyerbu.
Kwee An menjadi bingung. Untuk naik ke darat, puluhan ekor binatang buas ini telah siap menanti sedangkan untuk tinggal di dalam air, dari tengah telah berenang beberapa belas ekor yang menuju kepadanya. Ia pikir, lebih baik menghadapi puluhan ekor di darat daripada belasan ekor di air, oleh karena binatang itu dapat berenang cepat sekali sedangkan kepandaiannya di dalam air masih rendah. Ia lalu terus berenang ke pinggir dan ketika air telah menjadi dangkal hingga sampai ke paha, dari tepi telah turun lima ekor yang terbesar dan cepat menyerbunya dengan mulut ternganga lebar. Kwee An lalu menggenjot tubuhnya melompat hingga kedua kakinya melewati permukaan air dan ketika dua ekor buaya itu menyambar dengan mulut mereka yang runcing, ia lalu menendangkan kaki kanan ke arah kepala binatang itu dan mempergunakan kepala itu sebagai batu lonpatan ke darat.
Akan tetapi jumlah binatang-binatang itu terlalu banyak hingga ke mana saja ia melompat, ia selalu disambut oleh beberapa ekor buaya yang menyerbunya dengan dahsyat dan liar. Kwee An lalu mempergunakan kecepatan dan seluruh tenaganya untuk melawan. Ia menendang, memukul, menangkap ekor dan membanting, hingga sebentar saja puluhan ekor binatang kena dibinasakan. Akan tetapi yang datang makin banyak saja hingga Kwee An kehabisan tenaga Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
261 dan menjadi ngeri dan jijik. Binatang-binatang yang masih hidup segera menerkam dan menyerang yang terluka dan makan daging kawan-kawannya sendiri, sedangkan yang lain-lain masih saja menyerbu dengan hebat. Oleh karena merasa ngeri melihat banyaknya binatang yang mengeroyoknya, dan oleh karena tenaganya tadi memang telah banyak
dihabiskan untuk melawan air hingga ia menjadi lelah sekali, maka Kwee An berlaku kurang cepat hingga tiba-tiba ia merasa kaki kirinya sakit sekali. Ia menengok dan melihat bahwa seekor buaya telah berhasil menggigit betis kaki kirinya. Cepat Kwee An berjongkok dan sekali tangannya bergerak, maka dua buah jari tangannya berhasil memasuki rongga mata buaya yang menggigit itu! Binatang itu merasa kesakitan dan tak terasa pula mulut yang menggigit betis mengendor hingga dengan cepat melepaskan kakinya! Darah mengucur membasahi kaus kaki dan celananya, dan dengan muka meringis kesakitan, pemuda itu menjadi begitu marah hingga ia lalu mengamuk hebat! Ia mencabut pedangnya dan dengan senjata ini ia menghajar semua buaya yang berani mendekat hingga mayat binatang itu sampai bertumpuk-tumpuk dan malang melintang di sekitarnya.
Tiba-tiba terdengar suara suitan keras dan aneh! Buaya-buaya yang masih hidup dan belum terluka, lalu nampak terkejut dan buru-buru mereka lari ke sungai! Kwee An sudah terlalu lemah, maka kepalanya menjadi pening dan pemandangan matanya berkunang-kunang.
Ia melihat seorang gemuk tetapi pendek sekali berdiri di depannya dengan sebuah cambuk panjang di tangan dan suara orang itu terdengar keras dan besar ketika menegur,
"Pemuda kurang ajar dari manakah berani mengganggu dan membunuh hewan ternakku?"
Kwee An yang sudah lelah dan pusing itu, merasa seperti bertemu dengan iblis sungai, oleh karena siapakah orangnya yang menganggap buaya-buaya itu sebagai hewan ternaknya selain iblis sungai" Pemuda itu tak dapat menguasai dirinya lagi oleh karena lapar, lelah, dan lemas kehilangan banyak darah.
"Aku... aku... lelah..." katanya dan ia lalu roboh terguling dan pingsan. Tubuhnya roboh di atas mayat-mayat binatang yang tadi diamuknya!
Ketika ia sadar kembali, Kwee An mendapatkan dirinya telah berbaring di atas balai-balai bambu dalam sebuah kamar yang terbuat daripada bambu pula. Ia segera bangun dan
mengeluh oleh karena kaki kirinya terasa sakit dan perih. Ketika ia teringat akan luka di kakinya oleh gigitan buaya itu, ia segera menengok ke arah betisnya dan ternyata bahwa kakinya telah dibalut erat-erat. Ia dapat menduga bahwa orang pendek yang disangkanya iblis sungai itu tentu yang telah menolongnya, maka ia merasa berterima kasih sekali.
Biarpun keluhan suaranya perlahan sekali, akan tetapi ternyata telah didengar orang, oleh karena dari luar pintu kamar segera terdengar suara orang, "Eh, anak muda, kau sudah bangun?"
Ketika Kwee An memandang, ternyata penolongnya yang pendek itu muncul dari pintu dengan sepiring masakan yang masih mengepul berada di tangan kirinya. Si Kate memasuki bilik itu dan berkata sambil tertawa, "Nah, kaumakanlah. Kesehatanmu tentu akan pulih lagi seperti sediakala!"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
262 Ketika Kwee An hendak bangkit untuk menghaturkan terima kasih, tiba-tiba ia merasa lehernya seakan-akan tercekik dan dadanya berdebar keras. Wajahnya tentu akan terlihat menjadi pucat sekali kalau saja kulit mukanya tidak memang sudah pucat sekali hingga tidak nampak perubahan itu. Pada saat itu ia telah mengenal orang pendek ini yang bukan lain adalah Hek Moko, Si Iblis Hitam yang lihai dan yang dulu pernah bertempur dengan Cin Hai di depan rumahnya! Kwee An berpikir cepat dan ia segera memaksa mulutnya bersenyum.
Sambil menerima piring itu ia berkata dengan pura-pura masih lemas tak bertenaga,
"Terima kasih, Lopek. Kau baik sekali dan atas pertolonganmu ini aku mengucapkan banyak-banyak terima kasih." Kwee An sengaja berbuat seakan-akan ia tidak kenal kepada Si Iblis Hitam ini. Ia maklum bahwa iblis ini pun tidak tahu siapa adanya dia dan kalau iblis ini tahu bahwa Cin Hai berada dekat, tentu ia akan pergi mengejarnya!
"Kau makanlah yang enak. Aku hendak mengurus hewan ternakku lebih dulu! Kau gagah sekali dan telah berhasil membunuh dua puluh empat ekor hewanku hingga aku menderita rugi bukan sedikit!" katanya lalu keluar dari pintu dengan langkah-langkahnya yang pendek tetapi cepat.
Kwee An menarik napas lega. Ternyata iblis itu tidak mengenal dan tidak mencurigainya, hingga untuk sementara waktu ia akan selamat. Ia maklum bahwa Iblis Hitam ini lihai sekali apalagi kalau di situ ada pula Iblis Putih yang tinggi besar oleh karena menurut penuturan Cin Hai, kedua Iblis Hitam Putih atau Hek Pek Moko ini jarang sekali berpisah.
Sambil memikirkan jalan untuk melarikan diri dari tempat berbahaya ini, Kwee An yang telah merasa lapar sekali, lalu makan daging yang masih panas mengepul di atas piring itu. Ia tidak tahu masakan daging apakah ini, akan tetapi oleh karena perutnya lapar sekali, ia tidak peduli dan segera makan daging itu. Di luar dugaannya semula, daging ini rasanya manis dan harum serta gurih sekali hingga sebentar saja sepiring besar daging itu telah habis memasuki perutnya! Kemudian ia turun dari pembaringan dan mencoba berjalan. Ia dapat berjalan, akan tetapi dengan pincang dan tak mungkin untuk melarikan diri, oleh karena ia belum dapat mempergunakan ilmu lari cepat. Kwee An menjadi bingung dan ia amat menguatirkan nasib Cin Hai yang masih bertempur di atas perahu melawan Hai Kong Hosiang yang lihai itu, karena perahunya telah dibakar oleh Pangeran Vayami!
Tak lama kemudian, Hek Moko masuk ke dalam kamar itu sambil tertawa-tawa. Jubahnya yang hitam itu melambai-lambai di belakangnya.
"Ha, kau sudah makan! Bagaimana, enakkah hidanganku itu?"
KweeAn tersenyum. "Enak sekali, entah daging apakah yang Lopek suguhkan tadi?"
Tiba-tiba Hek Moko tertawa bergelak-gelak dan suara ketawanya membuat bulu tengkuk KweeAn berdiri oleh karena memang suara ini amat menyeramkan. "Ha-ha, anak muda.
Memang kaupantas merasakan masakan daging luar biasa itu. Ketahuilah, daging yang kau makan itu adalah daging hewan ternakku!"
Kwee An tercengang dan sama sekali tidak pernah menduga bahwa daging buaya yang liar itu demikian enaknya. Kini ia mengerti mengapa Iblis Hitam ini memelihara hewan ternak yang luar biasa ini.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
263 "Apakah memang pekerjaan Lopek memelihara hewan ternak yang luar biasa ini?"
Hek Moko mengangguk-angguk. "Memang inilah pekerjaanku sejak dulu! Tadinya buaya ini hanya ada beberapa belas pasang saja akan tetapi sekarang telah menjadi beratus-ratus pasang banyaknya! Dan hanya orang gagah dan orang besar saja yang mendapat kesempatan
merasakan kenikmatan daging hewan ternakku ini. Tahukah kau bahwa untuk daging seekor saja kaisar berani membayar dengan tiga puluh potong uang emas" Ha, ha, ha!"
"Lopek, kau benar-benar orang luar biasa dan baik hati. Aku telah berlancang tangan membunuh banyak hewan ternakmu, akan tetapi kau tidak marah kepadaku, sebaliknya kau telah menolong dan merawatku. Sungguh aku berhutang budi kepadamu!"
Pendekar Bodoh Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hush! Jangan kau berkata begitu. Di antara ayah dan anak tidak ada perhitungan budi!"
Kwee An terkejut dan heran sekali, oleh karena ia benar-benar tidak mengerti akan maksud kata-kata Iblis Hitam ini. Di antara ayah dan anak" Apa maksudnya"
Kembali Si Iblis Hitam tertawa bergelak-gelak, "Ya, di antara ayah dan anak tidak ada perhitungan budi dan kau akan menjadi anakku yang baik!"
Bukan main terkejutnya Kwee An. Ia pikir bahwa Iblis Hitam ini telah menjadi gila dan mengaku dia sebagai anaknya. Akan tetapi ia maklum akan kelihaian iblis ini, maka ia pikir untuk sementara waktu baik ia tidak membantahnya dan tinggal diam saja.
"Eh, anak muda yang gagah. Kau bernama siapa dan mengapa kau bisa hanyut di sungai ini?" Sambil bertanya demikian, Iblis Hitam itu memandang dengan mata tajam dan pandang mata menyelidiki.
"Namaku Kwee An," jawab pemuda itu dan tiba-tiba ia mendapat sebuah pikiran baik. Ia maklum bahwa iblis ini lihai sekali dan kepandaiannya mungkin sekali lebih tinggi daripada kepandaian Hai Kong Hosiang, maka ia lalu melanjutkan, "Dan aku hanyut karena perbuatan seorang hwesio bernama Hai Kong Hosiang."
Benar saja, disebutnya nama hwesio ini membuat Hek Moko memandang heran. "Hai Kong"
Bagaimana kau bertemu dengan hwesio itu?"
"Aku adalah seorang perantau dan ketika aku hendak menyeberang sungai ini, aku bertemu dengan Hai Kong Hosiang. Kami berebut perahu dan kami berkelahi. Akan tetapi aku kalah dan ia melemparku ke dalam sungai."
"Ha, ha, ha! Kau benar-benar patut menjadi puteraku! Kau telah bertempur melawan Hai Kong dan kau tidak mendapat luka! Bagus, bagus! Aku tidak suka akan namamu dan mulai sekarang kau bernama Siauw Moko (Iblis Kecil)."
Kwee An merasa mendongkol sekali, akan tetapi ia tidak begitu bodoh untuk
memperlihatkan perasaan ini. Ia hanya berkata,
"Lopek, aku telah berhutang budi kepadamu maka tentu saja aku tidak berani membantah kehendakmu. Akan tetapi, nama yang kauberikan kepadaku itu kurang sedap didengar!"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
264 Hek Moko memandangnya dengan mata melotot. "Apa" Kurang sedap didengar" Hai, anak muda, sampai di manakah kepandaianmu hingga kau merasa kurang patut bernama Siauw Moko" Ketahuilah, aku yang bernama Hek Moko memiliki kepandaian yang jauh lebih tinggi darimu. Kau harus menurut segala kata-kataku oleh karena kau adalah anakku Siauw Moko yang dulu telah meninggal, akan tetapi sekarang kau hidup kembali. Anakku yang baik, jangan kuatir, aku akan melatihmu dan dalam beberapa bulan saja jangan kata baru seorang Hai Kong Hosiang, biar ada tiga orang Hai Kong, engkau tak usah merasa takut lagi!!"
Setelah berkata demikian, Hek Moko lalu maju memeluk dan menciumi muka Kwee An
sebagai seorang ayah menciumi anaknya dengan penuh kasih sayang!
Kwee An merasa terkejut, takut, dan juga terharu sekali. Ia dapat menduga bahwa dulu tentu Iblis Hitam ini mempunyai seorang putera dan putera itu meninggal dunia. Dan ketika melihatnya, iblis ini teringat kepada puteranya hingga tiba-tiba saja mengakui ia sebagai anaknya! Akan tetapi diam-diam Kwee An merasa girang juga oleh karena ia akan menerima pelajaran silat dari kakek iblis yang berbahaya dan lihai ini!
Memang dugaan Kwee An itu tepat. Dulu, Hek Moko mempunyai seorang putera yang
wajahnya hampir sama dengan wajah Kwee An. Dan puteranya ini meninggal dunia karena terserang semacam penyakit berbahaya. Padahal ia telah menunangkan puteranya itu dengan puteri Pek Moko, yaitu Pek Bin Moli yang cantik jelita dan berotak miring. Tentu saia kematian puteranya ini membuat Hek Moko menjadi sedih dan membuat ia menjadi makin jahat, liar dan gila! Bersama Pek Moko yang menjadi sutenya, ia merupakan sepasang hantu yang menjagoi seluruh daerah Tibet dan mendengar namanya saja, semua orang telah ketakutan setengah mati.
Tempat tinggal Hek Pek Moko memang tidak tentu dan mereka ini merantau dari satu ke lain jurusan. Akan tetapi, kebanyakan mereka selalu berdua dan jarang nampak mereka berpisah.
Kali ini Pek Moko tidak nampak bersama suhengnya oleh karena Iblis Putih ini sedang pergi mencari anak perempuannya, yaitu Pek Bin Moli yang telah lama minggat dan mencari suaminya, yaitu Ong Hu Lin yang menjadi piauwsu dan mengadakan perhubungan dengan Giok-gan Kui-bo kakak seperguruan Ang I Niocu sehingga timbul perkelahian antara Giokgan Kui-bo dan Pek Bin Moli dan akhirnya Pek Bin Moli dapat menemukan kembali
suaminya itu yang dibawanya pergi!
Sejahat-jahatnya manusia, ia masih mempunyai perasaan kasih sayang yang bersifat suci murni terhadap anaknya. Demikian pun Hek Moko biarpun manusia ini telah terkenal sebagai iblis yang jahat dan kejam, akan tetapi kini setelah bertemu kembali dengan puteranya, ia memperlakukan Kwee An dengan baik sekali hingga diam-diam Kwee An menjadi terharu dan timbul rasa kasihan di dalam hatinya terhadap iblis tua ini. Kwee An memang telah kehilangan ayahnya dan dulu ia telah lama meninggalkan ayahnya, yaitu ketika merantau mempelajari ilmu, maka kini biarpun maklum akan kejahatan dan kekejaman Hek Moko, namun mendapat perlakuan yang demikian penuh perhatian dan baik, serta menerima latihan-latihan silat dengan penuh keikhlasan, timbul juga rasa sayang dalam hatinya terhadap Iblis Hitam ini!
Atas paksaan Hek Moko, Kwee An menyebut ayah kepada iblis pendek yang luar biasa ini, sedangkan Hek Moko menyebutnya Siauw-moi atau Setan Kecil. Kwee An belajar dengan Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
265 tekun dan rajin dan biarpun ia merasa girang menerim latihan ilmu silat yang amat tinggi dan lihai dari ayah angkatnya ini, namun diam-diam ia bergidik menyaksikan betapa ilmu silat yang dipelajarinya ini benar-benar keji dan ganas! Akan tetapi baru satu bulan saja mendapat kemajuan pesat sekali, oleh karena memang ia telah mempunyai dasar ilmu silat tinggi hingga tambahan pelajaran ini, mudah saja diterima olehnya dan tentu saja Moko menjadi girang sekali. Ketika merasa bahwa ilmu silat yang diajarkan sudah cukup, Hek Moko lalu berkata,
"Siauw-mo anakku, sekarang kau takkan kalah menghadapi Hai Kong!"
Kwee An menghaturkan terima kasih dengan sepenuh hatinya. "Ayah, sekarang juga anakmu mau pergi mencari Kong untuk membalas dendam karena kekalahan yang lalu!"
"Bagus, bagus! Tidak ada orang di dunia ini yang boleh menghina anakku! Aku akan pergi bersamamu dan menghajar hwesio gundul itu!"
Kwee An terkejut, karena ia ingin mencari Cin Hai, bagaimana ia bisa nembawa serta ayah angkatnya ini" Ia lalu mencari akal dan berkata,
"Ayah, apakah Ayah mau membikin aku menjadi malu" Kalau Ayah ikut, Hai Kong akan menganggap bahwa aku takut kepadanya dan sengaja mengajak kau orang tua! Untuk
menghadapi Hai Kong saja, aku yang telah menerima kepandaianmu, sudah cukup. Untuk apa Ayah harus mencapaikan diri dan mengotori tangan untuk menghukum dia. Dan pula,
bagaimana dengan hewan ternak di sini kalau Ayah ikut pergi?"
Hek Moko terdiam dan tak dapat menjawab, ia memikir bahwa anaknya ini benar juga dan pantas alasan-alasannya, maka ia lalu mengurungkan maksudya hendak ikut. "Baiklah, kau pergi dan hajarlah hwesio itu. Aku menunggumu di sini! Tetapi kau harus lekas kembali, dan jangan meninggalkan Ayahmu lama-lama, Siauw-mo. Ingat, aku sudah tua sekali dan
mungkin hidupku di dunia ini takkan lama lagi!"
Ucapan ini menusuk perasaan Kwee An dan menyentuh sanubarinya. Ia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Iblis Hitam itu dan berkata,
"Ayah, aku takkan melupakan kau selama hidupku!" Setelah berkata demikian, Kwee An lalu meninggalkan tempat itu. Ia segera menuju ke tempat di mana dulu dia dan Cin Hai bertemu dengan Pangeran Vayami, akan tetapi di situ telah sunyi dan tidak terlihat sedikit pun bekas-bekas adanya Cin Hai. Kwee An berdiri termenung di tepi sungai dengan hati bingung dan sedih. Tiba-tiba terdengar gerakan perlahan di belakangnya dan ia tahu bahwa itu adalah Hek Moko yang datang! Benar saja, suara Hek Moko segera terdengar dan Iblis Hitam itu telah berada di belakangnya.
Kwee An segera menengok dan melihat bahwa ayah angkatnya itu telah datang beserta Pek Moko yang kelihatan menyeramkan sekali oleh karena wajahnya yang buruk itu kini nampak muram dan marah, sedangkan rambutnya telah putih semua yang membuat ia nampak tua sekali! Iblis putih ini memandang kepada Kwee An dengan tajam dan ia mengangguk-angguk sambil berkata,
"Anak pungutmu ini terlalu cakap, Suheng, tapi ia cukup baik menjadi anakmu!"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
266 Hek Moko tertawa senang dan berkata kepada Kwee An, "Anakku, ini adalah Susiokmu yang bernama Pek Moko. Kau cukup menyebutnya Pek-susiok saja!"
Kwee An berpura-pura belum pernah melihat Pek Moko dan ia lalu berlutut memberi hormat,
"Pek-susiok, terimalah hormat teecu."
Pek Moko mengeluarkan suara jengekan dari hidungnya. "Jangan terlalu menghormat, Siauw-mo, aku tidak biasa dihormati orang seperti ini!"
Kwee An terkejut, akan tetapi Hek Moko hanya tertawa senang.
"Siauw-mo, kau takkan dapat mencari Hai Kong oleh karena hwesio itu telah pergi mencari Pulau Emas! Bahkan aku dan Susiokmu ini pun hendak pergi ke sana pula. Hayo kau ikut kami dan tentu di sana kau akan dapat bertemu dengan Hai Kong Hosiang!"
Kwee An menjadi girang, akan tetapi sebetulnya ia tidak senang harus pergi bersama sepasang iblis ini. "Bagaimana Ayah bisa tahu bahwa dia pergi ke Pulau Emas dan dimanakah letak pulau itu?" tanyanya.
Hek Moko lalu menceritakan pengalaman Pek Moko. Ternyata bahwa ketika mencari anak perempuannya, yaitu Pek Bin Moli, Pek Moko dapat menemukan anak perempuannya itu dalam keadaan mati! Ong Hu Lin, mantunya yang menjadi suami Pek Bin Moli dalam
keadaan terpaksa itu, setelah dibawa pergi oleh isterinya yang gila, di tengah jalan lalu mencari akal dan akhirnya pada suatu malam, ketika isterinya yang berotak miring itu sedang tidur pulas, ia dengan kejam telah membunuh isterinya ini! Ketika Pek Moko mendengar tentang hal ini, lalu mencari Ong Hu Lin dan setelah bertemu, ia menyiksa dan membunuh Ong Hu Lin dengan penuh kemarahan hingga tubuh Ong Hu Lin dihancurkan sampai tidak karuan macamnya lagi! Peristiwa ini membuat Pek Moko berduka sekali hingga seluruh rambutnya memutih dan wajahnya menjadi kejam dan muram selalu. Kemudian dengan
kebetulan Iblis Putih ini mendengar tentang adanya Pulau Emas yang kini sedang dicari-cari dan agaknya dijadikan rebutan antara orang-orang Turki, suku bangsa Mongol, dan oleh Pemerintah Kaisar sendiri! Ia segera mencari kakak seperguruannya, yaitu Hek Moko dan setelah ia menceritakan semua ini, Hek Moko lalu mengajak menyusul Kwee An yang baru saja pergi dari situ untuk diajak bersama-sama pergi mencari Pulau Emas.
Kwee An yang mendengar semua cerita ini, lalu berpikir pula bahwa besar kemungkinan Hai Kong Hosiang juga pergi mencari pulau itu dan apabila Hai Kong pergi ke sana, maka jika Cin Hai masih hidup, tentu pemuda itu mengejar juga ke sana! Oleh karena ini, tanpa ragu-ragu pula ia lalu menyatakan kesediaannya untuk ikut dengan Hek Moko ini. Berbeda dengan rombongan Nelayan Cengeng, Hek Pek Moko menuju ke laut melalui jalan darat dan
mengikuti sepanjang tepi sungai.
Cin Hai yang tertolong oleh Bu Pun Su dan telah sembuh dari pengaruh madu merah yang mujijat dan setelah pikirannya pulih kembali seperti biasa dan dapat mengingat semua kejadian telah lalu, merasa berduka sekali oleh karena tidak tahu bagaimana keadaan Kwee An dan Lin Lin. Terutama sekali ia merasa gelisah dan bingung jika teringat akan nasib Lin Lin yang tertawan oleh perwira Boan Sip! Ingin sekali ia segera bertemu dengan Boan Sip untuk membuat perhitungan dan menumpahkan rasa dendam dan marahnya, akan tetapi ke mana harus mencari orang she Boan itu"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
267 Ang I Niocu maklum akan kesedihan Cin Hai ini, akan tetapi ia sendiri pun tidak berdaya dan hanya mengucapkan kata-kata hiburan di sepaniang perjalanan. Untuk menghibur hati pemuda yang gelisah ini, Ang I Niocu lalu bertanya dan minta ia mengutarakan tentang pertempuran dengan Hai Kong Hosiang.
"Hwesio itu benar-benar telah mendapat kemajuan dalam ilmu silatnya," kata Cin Hai.
"Sukar sekali bagiku untuk merobohkannya, walaupun aku dapat mengimbangi semua
serangannya. Ia agaknya sudah kenal baik serangan-seranganku yang berdasarkan Liong-san-kun-hwat dan Ngo-lian-hwat, hingga dapat berjaga diri dengan baik. Juga dalam ilmu kepandaian lweekang, hwesio itu kini amat kuat dan jauh lebih kuat daripada dulu."
Ang I Niocu mendengarkan dengan penuh perhatian ketika Cin Hai menuturkan jalannya pertempuran. Kemudian Gadis Baju Merah yang telah banyak mengalami pertempuran-pertempuran ini, lalu berkata,
"Hai-ji, cabutlah pedangmu dan mari coba kuuji sampai di mana kepandaianmu!"
Cin Hai terkejut, akan tetapi ketika ia melihat sinar mata Ang I Niocu, ia maklum bahwa Dara Baju Merah ini hendak memberi petunjuk-petunjuk kepadanya, maka tanpa ragu-ragu lagi ia lalu mencabut pedangnya Liong-coan-kiam, sedangkan Ang I Niocu juga sudah mencabut keluar pedangnya.
"Awas serangan!" kata Ang I Niocu yang lalu menyerang dengan pedangnya. Sebagaimana biasa, sekali pandang saja secara otomatis Cin Hai dapat mengenal dasar gerakan serangan ini, maka dengan mudah ia pun lalu mengelak dan balas menyerang. Ang I Niocu terus menyerang dan mengeluarkan ilmu pedangnya yang paling lihai, yakni Sian-li Kiam-sut yang mempunyai gerakan indah dan daya serang luar biasa dahsyatnya. Akan tetapi Cin Hai dengan amat mudahnya mengetak dan menangkis serangan ini dengan tepat dan sempurna.
"Kaubalaslah menyerang, jangan menahan diri saja," teriak Ang I Niocu sambil mengirim tusukan. Cin Hai lalu balas menyerang dan oleh karena ia tidak mengenal lain ilmu pedang maka ia pun lalu menyerang dengan Sian-li Kiam-sut yang ditirunya dari Ang I Niocu.
Tentu saja serangan ini amat mudah dikenal dan diketahui perubahan atau perkembangannya oleh Ang I- Niocu hingga gadis ini mudah saja mengelak atau menangkis.
"Jangan menyerang dengan Sian-li Kiam-sut, tidak ada gunanya! Pakailah ilmu pedang lain!"
Ang I Niocu berseru lagi sambil terus menyerang lagi.
Cin Hai tahu kekeliruannya oleh karena menghadapi gadis yang menjadi ahli Silat Bidadari itu, sungguh tolol kalau mempergunakan ilmu pedangnya dan kini memainkan Ilmu Pedang Liong-san Kiam-hwat yang dipelajarinya dari Kanglam Sam-lojin. Ia sekarang telah memiliki ilmu ginkang dan lweekang yang sangat tinggi oleh karena menerima latihan dari Bu Pun Su secara istimewa yakni mempelajari dasar-dasarnya hingga boleh dibilang Cin Hai telah memiliki kepandaian pokok yang mutlak. Akan tetapi oleh karena pengetahuannya tentang ilmu silat hanya dangkal saja, yaitu terbatas pada ilmu silat dari Liong-san-pai dan ilmu silat yang ia pelajari dari An I Niocu, maka daya tempurnya amat lemah. Memang kalau
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
268 menghadapi orang yang belum matang betul dalam hal ilmu silat tinggi, dengan mudah saja Cin Hai akan dapat mengalahkannya, akan tetapi apabila menghadapi tokoh persilatan yang tinggi dan matang ilmu pedangnya, pemuda ini hanya dapat bertahan saja dengan luar biasa uletnya, akan tetapi juga sukar untuk melancarkan serangan-serangan lain kecuali kedua macam ilmu silat yang telah dipelajarinya itu, hingga menghadapi tokoh-tokoh tinggi seperti Hek Pek Moko atau Hai Kong Hosiang, juga menghadapi Ang I Niocu pemuda ini menjadi pihak yang selalu didesak dan diserang, sungguhpun harus diakui bahwa semua serangan itu dapat ditangkis atau dielakkannya dengan amat mudah oleh karena ia telah tahu betul akan perkembangan selanjutnya dari tiap serangan!
Ang I Niocu menghabiskan seluruh kepandaiannya untuk digunakan menyerang anak muda itu, akan tetapi tak sedikit pun ia dapat mempengaruhi atau mengacaukan Cin Hai yang istimewa. Diam-diam gadis ini merasa kagum sekali oleh karena boleh dibilang di dunia ini tidak ada keduanya bila dicari orang yang dapat mempertahankan diri sedemikian baiknya terhadap serangan-serangannya yang dilakukan sampai semua jurus Sianli Kiam-sut habis dimainkan tanpa nampak terdesak sedikit pun! Akan tetapi biarpun serangan-serangan Cin Hai luar biasa dahsyatnya, namun baginya serangan-serangan itu kurang berbahaya, dan kelihaiannya hanya terdorong oleh tenaga lweekang dan gerakan yang hebat dari anak muda itu dan sama sekali bukan karena ilmu pedangnya yang hebat.
"Benar seperti yang kuduga!" Ang I Niocu berseru sambil melompat mundur. Cin Hai menahan pedangnya. "Memang benar, Susiok-couw hanya memberi pokok-pokok dasar ilmu silat kepadamu, tanpa memberi pelajaran penting untuk melakukan penyerangan. Mengapa engkau dulu tidak mau minta supaya orang tua yang aneh itu menurunkan satu atau dua macam ilmu silat agar dapat kaugunakan untuk menyerang lawan?"
Dengan tersenyum Cin Hai berkata, "Niocu, apakah kau masih belum kenal adat Suhu yang kukoai (aneh)" Kalau dia sendiri tidak menghendaki, biarpun diminta sampai menangis pun takkan ia berikan!"
Ang I Niocu memang sungguh-sungguh sayang kepada Cin Hai, maka pada saat itu gadis ini memutar-mutar otaknya demi kebaikan anak muda itu. Ia tahu bahwa dengan kepandaiannya yang sekarang ini, Cin Hai tak usah merasa takut terhadap seorang lawan yang mana pun juga, akan tetapi, tanpa memiliki daya serang yang lihai, bagaimana ia akan dapat menjatuhkan musuh-musuhnya" Apalagi sekarang masih ada seorang musuh yang amat
tangguh, yaitu Hai Kong Hosiang yahg agaknya dibantu oleh pendeta tua renta yang gagu dan lihai sekali itu. Kalau pemuda ini tidak memiliki ilmu serangan yang dahsyat, banyak kemungkinan mendapat celaka dari tangan Hai Kong Hosiang.
Cin Hai yang melihat betapa Ang I Niocu termenung, lalu meninggalkan gadis itu untuk mengumpulkan kayu kering. Mereka telah tiba dalam sebuah hutan dan hari telah mulai gelap, sedangkan di tempat itu banyak nyamuk dan hawa dingin.
Tiba-tiba Ang I Niocu melompat ke atas dan berkata dengan girang. "Benar, benar! Kau harus melakukan itu," katanya kepada Cin Hai hingga pemuda ini tentu saja menjadi terheran-heran oleh karena tidak mengerti apakah yang dimaksudkan oleh gadis itu yang nampak demikian gembira.
"Hai-ji, kau harus menciptakan ilmu pedang sendiri!" katanya kepada Cin Hai.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
269 Cin Hai terkejut dan mukanya menjadi merah. "Ah, Niocu, kau ini ada-ada saja! Aku yang bodoh dan tolol ini mana bisa menciptakan ilmu pedang" Jangan mentertawakan aku, Niocu!"
"Anak bodoh! Merendahkan diri di depan orang lain memang baik, akan tetapi memandang rendah kesanggupan sendiri hanya dilakukan oleh orang-orang malas dan kurang semangat.
Kau dapat melihat dasar-dasar segala ilmu silat, maka kalau kau memang mau, mengapa kau tidak bisa menggabungkan semua ilmu silat itu menjadi satu dan menciptakan sendiri gerakan-gerakan serangan yang kauanggap tepat dan lihai?"
Cin Hai memandang dengan sinar mata bodoh oleh karena memang belum mengerti. "Niocu, tolong kauberi tahu kepadaku, bagaimana caranya!"
Ang I Niocu lalu memberi penjelasan dengan sabar dan telaten. "Hai-ji, terus terang saja kuberitahukan kepadamu bahwa Sianli Utauw atau Tarian Bidadari itu pun aku sendiri yang menciptakan. Maka kalau kau memang tekun, kau pun pasti akan dapat mencipta ilmu pedang yang tidak ada keduanya di dunia ini. Caranya begini. Kauperhatikan dan ingat semua ilmu silat yang telah kaulihat dan lalu kaupilih gerakan-gerakan serangan musuh yang dilancarkan kepadamu. Mana yang kauanggap lihai dan baik, boleh kaupilih. Kemudian gerakan-gerakan ini lalu kaurangkai menjadi semacam ilmu pedang yang lihai. Tentu saja kau harus merubahnya sedikit agar tidak sama dengan aselinya lagi, dan bahkan harus diperbaiki mana yang kurang tepat. Hanya kau dan Susiok-couw yang mempunyai kemampuan seperti ini."
Mendengar ucapan Ang I Niocu, diam-diam Cin Hai lalu tertarik hatinya. Mengapa tidak ia coba" Memang tidak enak kalau selalu mempertahankan serangan orang, dan pula memang memang memalukan kalau menghadapi seorang lawan lalu menyerang lawan itu dengan ilmu silat yang ditirunya dari lawan itu sendiri. Alangkah senangnya kalau ia memiliki ilmu pedang sendiri yang dapat dibanggakan.
Cin Hai lalu duduk termenung dan ia lalu bersamadhi mengumpulkan seluruh perhatian dan perasaannya. Ia bayangkan semua ilmu-ilmu silat yang telah dilihatnya. Oleh karena ia telah mempunyai dasar batin yang kuat dan pikirannya telah jernih oleh latihan-latihan napas dan samadhi, maka sebentar saja di dalam otaknya terlintas semua gerakan ilmu silat yang pernah dilihatnya. Di antara semua ilmu silat, gerakan-gerakan Hek Pek Moko yang paling dahsyat dan kejam, sedangkan ilmu silat dan gerakan-gerakan Ang I Niocu yang ia anggap paling indah dan baik. Ia lalu mengumpulkan ingatannya dan mencatat di dalam hati gerakan-gerakan yang dianggapnya paling lihai, kemudian dengan mata masih meram dan
membayangkan gerakan-gerakan itu, tubuhnya lalu berdiri dan bergerak-gerak menurut gambaran gerakan yang masih tampak di dalam matanya yang meram itu.
Ang I Niocu mengikuti gerakan pemuda ini dengan heran dan kagum. Ia melihat betapa Cin Hai memainkan ilmu-ilmu silat yang aneh-aneh dan bermacam-macam, bahkan di situ ia lihat pula Cin Hai memainkan Sianli Utauw, dan juga Liong-san Kun-hwat. Ia tahu bahwa pemuda itu sedang memilih-milih, maka ia tidak mau mengganggu, hanya mencari tambahan kayu kering dan menjaga agar api unggun itu tidak padam. Setengah malam lebih Cin Hai tiada hentinya bergerak ke sana ke mari sambil memejamkan mata. Ia tidak merasa bahwa ia telah bersilat selama itu, sedangkan Ang I Niocu masih tetap duduk di dekat api dengan setia. Ia sedikitpun tidak mau mengganggu Cin Hai dan hanya mernandang pemuda yang
disayanginya itu dengan penuh harapan.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
270 Setelah lewat tengah malam tiba-tiba Cin Hai menghentikan gerakan-gerakannya dan mukanya menjadi agak pucat. Ia memandang kepada Ang I Niocu dan berkata, "Niocu, terima kasih atas petunjuk dan nasihatmu tadi. Agaknya aku telah mendapatkan semacam ilmu silat ciptaanku sendiri."
Ang I Niocu girang sekali dan berkata, "Coba kau sempurnakan ilmu itu dengan pedang, Hai-ji!"
Cin Hai lalu mencabut pedangnya dan berkata lagi,
"Ketika aku bersilat dan mengumpulkan tipu-tipu gerakan semua cabang persilatan yang pernah kulihat, tiba-tiba aku melihat bahwa memang selama ini aku terlalu lemah dan tidak mempunyai pikiran untuk membalas menyerang lawan. Aku tidak ingat bahwa tak perlu aku kerahkan seluruh perhatian untuk pertahanan, karena sebetulnya aku telah memiliki daya tahan yang otomatis dan tak perlu menggunakan seluruh perhatian lagi. Oleh karena kesalahan itu, maka dulu aku tidak melihat lowongan-lowongan dan kesempatan-kesempatan yang sebenarnya dapat kumasuki untuk merobohkan lawan." Setelah berkata demikian, ia menghampiri serumpun bambu dan tetumbuhan lain yang tumbuh dengan suburnya di dekat situ. Tetumbuhan itu penuh dengan daun-daun hingga batang-batangnya yang kecil hampir tak tampak dari luar dan oleh karena angin malam pada saat itu bertiup kencang, maka semua daun-daun itu yang berbentuk runcing bagaikan ratusan senjata menyerang ke depan dan melindungi batang-batang mereka yang kecil.
Cin Hai lalu membayangkan bahwa ratusan daun itu adalah senjata-senjata musuh yang melindungi tubuh musuh, dan bahwa ia harus berusaha menyerang tubuh-tubuh musuh yang kini dilindungi oleh ratusan pisau yang bergerak-gerak itu. Ia lalu menggerakkan Liong-coan-kiam di tangan kanannya dan mulai bersilat dengan gerakan aneh. Gerakannya mula-mula lambat dan mengintai rumpun itu, akan tetapi makin lama makin cepat. Ia berusaha untuk melukai tubuh-tubuh yang bersembunyi di balik ratusan senjata itu tanpa mengadu pedangnya dengan senjata itu! Hal ini tentu saja sukar bukan main oleh karena ratusan daun itu bergerak-gerak cepat dan tidak menentu karena tertiup angin hingga tubuh-tubuh atau batang-batang itu hanya nampak sekelebat dan sekilat saja! Akan tetapi, Cin Hai berlaku cepat dan hati-hati dan tiap kali daun-daun itu bergerak dan sebatang pohon kecil nampak, biarpun hanya sekilas, namun dengan pedangnya telah memasuki lowongan itu dan tepat ujung pedangnya menusuk batang itu tanpa mematahkannya!
Gerakan-gerakan pedangnya ini luar biasa sekali hingga Ang I Niocu yang masih duduk di dekat api, ketika melihat ini menjadi kagum sekali. Ia merasa begitu bergembira, hingga diam-diam ia pun menggerakkan kedua tangan dan bersilat meniru-niru dan mengimbangi gerakan pedang Cin Hai! Ia melihat betapa gerakan-gerakan anak muda itu masih nampak kaku, maka sambil menggerakkan kedua tangannya, ia berkali-kali menyerukan bahwa tangan kiri pemuda itu harus begini dan sikap tubuhnya harus begitu! Pendeknya, Cin Hai pada saat itu sedang menciptakan semacam ilmu pedang bersama-sama Ang I Niocu. Cin Hai mencipta ilmu pedangnya, sedangkan Gadis Baju Merah itu memperbaiki gerak gayanya!
Setelah Cin Hai selesai bersilat, Ang I Niocu lalu menghampiri rumpun bambu dan ketika ia membuka daun-daun yang menutupnya, ternyata batang-batang yang puluhan jumlahnya itu Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
271 semua telah berlubang bekas tusukan ujung pedang Ci Hai! Ang I Niocu bersorak girang dan menari-nari bagaikan anak kecil!
Cin Hai juga merasa girang sekali dan ia tidak menolak ketika Ang I Niocu mengajak ia sekali lagi bertanding dan ia harus mempergunakan ilmu pedangnya yang baru saja
diciptakannya itu! Dan hasilnya benar-benar hebat! Tiap jurus apabila Cin Hai menyerang selalu serangannya ini membingungkan Ang I Niocu dan kalau saja pemuda itu menyerang dengan sungguh-sungguh, dalam sepuluh jurus saja Pendekar Wanita Baju Merah ini pasti akan roboh! Ternyata bahwa Cin Hai telah menciptakan sebuah ilmu pedang yang benarbenar luar biasa, oleh karena ilmu pedangnya ini didasarkan atas kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan ilmu silat lain yang telah dilihatnya. Ia menggunakan kesempatan untuk mengisi lowongan-lowongan dan menyerbu bagian-bagian yang lemah dari gerakan-gerakan aneh, bahkan kadang-kadang kedudukan kaki atau tangannya berbalik dan
merupakah kebalikan daripada gerakan ilmu silat biasa!
Ang I Niocu merasa girang sekali dan minta Cin Hai bersilat pedang lagi seorang diri. Pada gerakan yang kaku, gadis yang memang ahli tari dan memiliki gerak gaya indah ini lalu memperbaiki tanpa merusak gerakan aseli.
Sampai fajar menyingsing, kedua orang ini tiada hentinya melatih, atau lebih tepat lagi Cin Hai melatih diri dan Ang I Niocu membantunya dengan nasihat-nasihat mengenai keindahan gerakannya. Semalam suntuk mereka tidak beristirahat.
Pada keesokan harinya mereka hanya beristirahat sebentar kemudian Cin Hai kembali melatih diri dengan ilmu silat pedangnya yang baru itu. Ang I Niocu melihat dari samping memberi petunjuk di bagian yang masih kaku gerakannya. Walaupun ilmu pedang ini dapat dilihat dan ditiru oleh Ang I Niocu, akan tetapi oleh karena untuk mempergunakan ilmu pedang ini harus sebelumnya dimiliki kepandaian dan pengertian pokok tentang segala gerakan ilmu silat sebagaimana yang telah dimiliki Cin Hai, maka ilmu pedang ini tidak akan ada gunanya bagi Ang I Niocu. Pendeknya, tanpa pengetahuan dasar yang diajarkan oleh Pun Su, orang lain tidak mungkin mempergunakan ilmu ini dalam menghadapi lawan!
Demikianlah, setelah berlatih terus-menerus selama tiga hari tiga malam, akhirnya ilmu pedang ini dapat dimainkan dengan baik sekali oleh Cin Hai hingga Ang I Niocu menjadi puas dan girang. Ketika ia mencoba untuk melawan ilmu pedang ini dengan ilmu pedangnya, maka dalam tiga jurus saja pedangnya telah dapat dirampas oleh Cin Hai.
"Aduh Hai-ji! Ilmu pedangmu ini benar-benar luar biasa dan jangankan Hai Kong Hosiang biarpun Hek Pek Moko sendiri tentu akan roboh di tanganmu! Kionghi, kionghi! (Selamat)."
Tiba-tiba terdengar suara orang berkata dengan suara nyaring, "Ya, kionghi, kionghi! Akan tetapi hati-hatilah kau, Cin Hai agar ilmu jahat ini tidak merusak hatimu menjadi jahat dan kejam pula!"
Cin Hai dan Ang I Niocu terkejut sekali dan tahu-tahu Bu Pun Su telah berdiri di dekat mereka!
"Cin Hai, ilmu pedang tadi memang baik sekali dan tidak kusangka bahwa kau yang bodoh ini dapat mencipta ilmu pedang seperti itu! Akan tetapi oleh karena kau melatih dengan melukai batang-batang bambu dengan ujung pedangmu, maka apabila menghadapi lawan, kau Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
272 baru akan dapat merobohkan dia dengan tusukan yang melukainya pula! Ini jahat sekali, muridku!"
Cin Hai merasa bingung dan terkejut sekali oleh karena memang betul seperti yang dikatakan oleh gurunya ini. Tadi ia berhasil merampas pedang Ang Niocu oleh karena gadis pendekar itu terlalu terdesak oleh ilmu pedangnya hingga memungkinkan ia menyambar dan merampas pedang gadis itu, sedangkan kalau bertempur dengan lawan yang melawan mati-matian, maka untuk merobohkannya ia harus mempergunakan pedangnya yang mengirim serangan-serangan maut itu!
"Mohon ampun, Suhu, dan sudi memberi petunjuk-petunjuk kepada teecu," katanya.
Bu Pun Su tersenyum dan tiba-tiba dengan suara sungguh-sungguh ia berkata, "Coba cabutlah pedangmu itu dan seranglah aku!"
Cin Hai tidak ragu-ragu untuk melakukan hal ini oleh karena ia mempunyai kepercayaan penuh akan kesaktian suhunya, maka setelah memberi hormat sekali lagi, ia lalu mencabut Liong-coan-kiam dan menyerangnya dengan hebat. Pedangnya berkelebat merupakan sinar yang melenggang-lenggok dan ia telah mempergunakan jurus ke lima yang dianggapnya cukup berbahaya. Ia maklum bahwa suhunya memiliki mata tajam sekali dan telah hafal sekali akan segala gerakan pundak yang mendahului semua gerakan pukulan tangan dan juga telah tahu akan pergerakan lutut yang mendahului semua gerakan kaki, maka ia lalu mengeluarkan serangan jurus ke lima ini. Memang dalam menciptakan ilmu pedangnya, Cin Hai juga memikirkan kemungkinan apabila menghadapi seorang yang telah mempunyai
kepandaian melihat gerakan orang seperti yang sudah dipelajarinya dari Bu Pun Su, maka dalam beberapa gerakan ia sengaja membuat ilmu serangan yang dilakukan dengan gerakan-gerakan terbalik! Menurut gerakan ilmu silat biasa, jika pundaknya bergerak itu tentu menjadi tanda bahwa pedang di tangan kanannya akan ditusukkan ke depan, akan tetapi belum juga pedangnya menusuk, secepat kilat gerakan itu telah dibalik dan menjadi sabetan pada kedua kaki lawan dan sebelum sabetan ini diteruskan, telah dibalikkan pula dan menjadi sebuah serangan memutar ke arah leher!
"Ganas sekali!" Bu Pun Su berseru sambil meloncat ke belakang oleh karena guru yang lihai ini benar-benar tercengang dan terkejut melihat kehebatan serangan muridnya. "Hayo kauserang terus dan keluarkan semua ilmu pedangmu yang liar ini!" katanya dan Cin Hai tak berani membantah dan segera maju menyerang terus.
Akan tetapi, ilmu meringankan tubuh dari Bu Pun Su sudah sampai di tingkat tertinggi hingga boleh dibilang tubuhnya seperti sehelai bulu yang dapat bergerak pergi tiap kali angin pedang menyambar hingga biarpun pedang Cin Hai hampir menyerempet pakaian kakek itu, namun tetap pedang itu tak dapat melukainya! Namun benar-benar kali ini Bu Pun Su menghadapi semacam ilmu pedang yang luar biasa dan hanya dengan mengerahkan seluruh ginkangnya saja maka ia dapat mengelak bagaikan seekor burung beterbangan di antara sambaran pedang! Ang I Niocu memandang demonstrasi yang dilakukan oleh guru dan murid ini dengan mata terbelalak saking kagum dan herannya. Selama hidupnya belum pernah ia melihat kelihaian seperti ini dan hatinya diam-diam girang sekali memikirkan bahwa Cin Hai kini telah menjadi seorang jago pedang tingkat tinggi!
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
273 Ilmu pedang Cin Hai semuanya ada tiga puluh sembilan dan setelah dimainkan semua, akhirnya pemuda ini meloncat ke belakang sambil berkata dengan napas terengah-engah,
"Sudahlah, Suhu, teecu tak kuat lagi!" Ia lalu berlutut dengan muka merah karena hatinya kecewa betapa dengan mudahnya kakek itu dapat mengelak serangannya. Ia anggap ilmu pedangnya ini tiada gunanya sama sekali dan bahwa ia telah menyia-nyiakan waktu tiga hari tiga malam!
"Ha, ha ha." Bu Pun Su tertawa terkekeh-kekeh karena kakek ini maklum dan dapat
membaca isi hati Cin Hai dari muka pemuda itu, "Jangan kau kecewa, Cin Hai. Ketahuilah, ilmu pedang yang baru saja kau mainkan ini kehebatannya jauh melebihi dugaanku semula!"
"Mohon Suhu jangan mentertawakan kebodohan teecu," kata Cin Hai.
"Siapa mentertawakan kau" Anak bodoh, dengan ilmu pedangmu ini, kau boleh menjelajah di seluruh negeri dan mengharapkan kemenangan dari setiap pertempuran! Akan tetapi, jangan kira bahwa aku merasa senang atau bangga melihat ilmu pedangmu ini! Kaukira aku tidak percaya atau tidak suka kepadamu maka aku tak pernah menurunkan ilmu kepandaian menyerang kepadamu" Ketahuilah, dan kau juga Im Giok, aku memang sengaja tidak
mengajarkan ilmu serangan kepadamu, oleh karena apakah baiknya menyerang orang" Akan tetapi, memang segala apa sudah ditentukan oleh takdir hingga kau yang tidak mempelajari ilmu menyerang, ternyata kini menghadapi banyak musuh yang lihai. Dan jangan kauanggap bahwa ilmu pedangmu ini saja akan cukup kuat untuk menghadapi Si Rangka Hidup Kam Ki Sianjin, supek dari Hai Kong Hosiang itu! Ah, kau terlalu mengunggulkan diri kalau kau mempunyai pikiran demikian! Di dunia ini banyak sekali terdapat orang-orang pandai dan mungkin kalau sewaktu-waktu kau akan menemui musuh yang lebih lihai lagi! Sekarang kau telah berhasil menciptakan semacam ilmu menyerang, maka biarlah agar jangan kepalang tanggung, kau pelajari juga Ilmu Pek-in-hoat-sut (Ilmu Sihir Awan Putih) dan Ilmu Silat Tangan Kosong Kong-ciak-sin-na."
Bukan main girang rasa hati Cin Hai dan segera mengangguk-anggukkan kepala
menghaturkan terima kasih.
"Juga kau yang telah banyak membuat jasa boleh mempelajari ilmu ini, Im Giok." Ang I Niocu lalu berlutut dan mengucapkan terima kasih pula.
Demikianlah, selama dua pekan, Bu Pun Su memberi pelajaran dua macam ilmu silat itu kepada Cin Hai dan Ang I Niocu yang dipelajari dengan penuh perhatian oleh kedua pendekar muda itu. Pek-in-hoat-sut adalah ilmu sihir yang sebetulnya hanya sebutannya saja ilmu sihir, oleh karena ilmu ini gerakan ilmu silat yang sepenuhnya digerakkan oleh tenaga khikang hingga dari kedua kepalan tangan yang memainkannya keluar uap putih bagaikan awan yang dapat menolak setiap hawa serangan yang bagaimana jahat pun dari lawan! Uap ini terjadi dari keringat yang berubah menjadi uap sebagai akibat dari dorongan tenaga khikang yang panas dan disalurkan ke arah kedua lengan dalam setiap serangan. Biarpun lawan
menggunakan ilmu hitam atau pukulan keji seperti Ang-see-ciang (Tangan Pasir Merah) dan lain-lain, apabila bertemu dengan orang yang mempergunakan Pek-in-hoat-sut ini akan mati kutunya, tenaga serangan mereka yang buyar dengan sendirinya. Oleh karena tenaga hebat inilah maka ilmu ini disebut ilmu sihir!
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
274 Ilmu ke dua adalah Ilmu Silat Tangan Kosong Kong-ciak-sin-na atau Ilmu Silat Tangan Kosong Burung Merak. Gerakan-gerakan ilmu silat ini selain memukul, juga menggunakan jari-jari tangan untuk mencengkeram dan merampas senjata musuh hingga tepat sekali dipergunakan dengan tangan kosong apabila menghadapi lawan yang bersenjata.
Setelah kedua orang itu mempelajari dua macam ilmu silat itu dengan sempurna, Bu Pun Su lalu berkata,
"Cin Hai dan Im Giok! Biarpun kalian tidak bertanya, akan tetapi aku maklum bahwa kalian ingin sekali mendengarkan tentang nasib Lin Lin."
Cin Hai mendengarkan dengan wajah tiba-tiba berubah pucat, sedang Ang I Niocu juga mendengarkan dengan hati berdebar khawatir.
"Kalian jangan khawatir, menurut dugaanku Lin Lin telah selamat dan kalau tidak keliru ia sedang melakukan perjalanan dengan kawan-kawan baik. Sekarang ada hal yang lebih penting lagi. Orang-orang Turki dan orang-orang Mongol sedang berlomba untuk merebut sebuah pulau di laut timur dan apabila pulau ini sampai terjatuh ke dalam tangan mereka, maka bahaya besar mengancam seluruh negeri! Aku menyaksikan dengan mata sendiri, betapa ratusan orang-orang Turki dan Mongol dengan diam-diam dipimpin oleh orang-orang berilmu dari kedua bangsa itu dan secara bersembunyi mereka menyerbu ke daerah timur untuk berlomba menemukan pulau itu. Oleh karena ini, kalian berdua segera berangkatlah ke laut timur melalui sungai yang mengalir di sebelah utara ini, oleh karena hanya di sana saja, maka kalian akan dapat bertemu dengan Lin Lin, bahkan mungkin dapat bertemu dengan musuh besarmu yang bernama Hai Kong Hosiang itu. Nah, sekarang aku hendak pergi!"
Cin Hai dan Ang I Niocu maklum akan sikap aneh dari orang tua ini yang bicaranya selalu mengandung rahasia. Mereka maklum pula bahwa mereka secara membuta mereka harus
menurut petunjuk ini, oleh karena petunjuk ini pasti betul dan biarpun tidak jelas, namun kalau tidak nyata takkan dikeluarkan dari mulut kakek luar biasa itu.
Tanpa menunda lagi, Cin Hai dan Ang I Niocu berlari cepat ke utara dan tak lama kemudian mereka bertemu dengan sungai yang melintang dan mengalir ke arah timur itu. Di situ tidak terlihat perahu dan keadaannya sunyi sekali, maka keduanya lalu mempergunakan ilmu lari cepat dan mengikuti aliran sungai menuju ke timur. Akan tetapi, jalan di tepi sungai itu sukar sekali, penuh rawa dan hutan-hutan berbahaya, juga amat sukar dilalui. Setelah mereka berlari selama dua hari, akhirnya mereka melihat sebuah dusun kecil dan mereka menjadi girang ketika melihat beberapa buah perahu diikat di pinggir sungai. Segera Cin Hai mencari pemilik perahu untuk disewa atau dibelinya. Dua orang menghampiri mereka dan bertanya, "Jiwi membutuhkan perahu?"
"Betul," kata Cin Hai dengan girang. "Kami berdua hendak menyewa atau membeli sebuah perahu."
"Membeli?" kedua orang itu saling pandang "Ah, Kongcu. Di sini tidak ada yang mau menjual perahunya. Pernah kau mendengar ada orang menjual isterinya?"
"Apa katamu?" Cin Hai bertanya heran, dan tak senang, oleh karena menyangka bahwa nelayan itu hendak mempermainkannya.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
275 "Kongcu hendak membeli perahu, sedangkan sebuah perahu adalah sama dengan seorang isteri bagi seorang nelayan. Siapakah yang mau menjual perahu atau isterinya" Tidak, Kongcu, kalau kalian berdua hendak menyewa, boleh kalian pakai perahuku ini. Biarpun kecil, tetapi kuat dan laju!"
Cin Hai tersenyum geli. "Boleh, aku hendak menyewa perahumu ini."
"Jiwi hendak ke manakah?" tanya nelayan yang seorang lagi.
Ang i Niocu tidak senang melihat ada orang lain ikut bicara, bahkan bertanya tentang maksud kepergian mereka.
"Apa perlunya kau ikut campur dan bertanya ke mana kami hendak pergi?" tanyanya tak senang.
Orang itu berkata sambil mengangkat dadanya, "Aku berhak penuh untuk ikut campur, oleh karena perahu ini adalah milik kami berdua!"
Cin Hai tertawa. "Aha, kalau begitu isterimu ini mempunyai dua orang suami?"
Kedua orang nelayan itu tertawa. "Kongcu, kami adalah orang-orang miskin, dan dua orang memiliki sebuah perahu saja."
"Kami berdua hendak menuju ke laut dan hendak mencari sebuah pulau."
Kedua orang itu nampak terkejut sekali. "Apa" Hendak mencari pulau" Apakah Pulau Emas?"
Cin Hai dan Ang I Niocu tercengang, akan tetapi mereka memang hendak menyelidiki pulau yang belum pernah meraka ketahui ini sedangkan Bu Pun Su juga tidak memberi penjelasan, maka Cin Hai lalu tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ya, kami mencari Pulau Emas!"
Tiba-tiba seorang di antara kedua nelayan itu menjadi pucat dan berkata kepada kawannya,
"Twako, marilah kita pergi dan jangan melayani mereka ini. Agaknya mereka ini pun sudah kegilaan emas dan mungkin akan timbul malapetaka lagi apabila kita membawa mereka seperti hal kita tempo hari itu!"
Cin Hai menjadi tertarik, dan Ang I Niocu segera membentak,
"Apakah yang terjadi" Apa ada orang lain yang juga mencari Pulau Emas itu?"
Kedua nelayan itu saling pandang dan keduanya lalu berdiri hendak meninggalkan tempat itu, sama sekali tidak berani menjawab. Ang I Niocu lalu meloncat dan sekali tangannya bergerak, maka pedang yang tajam telah dicabutnya dari pedang itu kini menempel di leher seorang nelayan,
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
276 "Ke mana engkau hendak pergi" Jangan main-main, sebelum kalian menceritakan hal itu kepada kami, jangan harap akan dapat pergi dengan kepala menempel di lehermu!"
Nelayan itu menghela napas. "Apa kataku, Twako" Benar-benar Pulau Emas itu pulau berhantu dan setan-setan saja yang berani mengunjungi pulau itu! Toanio, harap kau berlaku murah dan jangan begini galak. Kami hanya nelayan-nelayan biasa saja dan kalau Toanio menghendaki, baiklah kami tuturkan pengalaman kami. Beberapa hari yang lalu, kami kedatangan seorang asing yang sangat murah hati dan royal dengan hadiah-hadiahnya. Ia minta kami suka mendayung perahunya yang besar, oleh karena ia berkata bahwa ia tidak kenal daerah sini. Ia hendak pergi ke laut dan mencari Pulau Emas seperti kalian pula. Akan tetapi, pada suatu malam, perahu orang asing bangsa Turki ini kedatangan seorang perwira yang galak dan gagah, sedangkan perwira ini ketika datangnya saja sudah sangat aneh dan menakutkan yaitu ia mengempit tubuh seorang gadis muda yang cantik jelita!"
Berdebarlah hati Cin Hai dan Ang I Niocu. Bukankah gadis yang dimaksudkan ini Lin Lin adanya" Akan tetapi Cin Hai lalu mendesak, "Teruskan, teruskan ceritamu!"
"Setelah perwira galak ini naik ke dalam perahu kami, maka kami berdua lalu mendapat perintah untuk mendayung perahu dan sepanjang yang kami dengar, perwira itu tadinya hendak membunuh gadis yang ditawannya, akan tetapi maksudnya dihalangi oleh orang asing itu, dan agaknya Si Perwira takut dan tunduk kepadanya. Gadis itu lalu ditahan di dalam kamar perahu dan tidak diganggu. Akan tetapi, memang setan berkeliaran di atas sungai ini!
Tiba-tiba perahu yang kami dayung itu bertumbuk dengan sebuah perahu lain yang biarpun kecil, akan tetapi maju dengan kuat hingga perahu kami terhalang. Dan yang lebih hebat lagi, ketika kami menegur nelayan tua yang berada di perahu kecil itu, ia menjadi marah dan sekali pukulkan dayungnya yang besar, perahu yang kami dayung menjadi pecah dan bocor hingga tenggelam!"
"Nelayan Cengeng!" tak terasa lagi Cin Hai berseru. Nelayan yang bercerita itu menjadi kaget karena menyangka bahwa dialah yang dimaki cengeng tetapi sebelum ia sempat bertanya, Cin Hai sudah mendesaknya lagi. "Teruskanlah, teruskanlah!"
"Penumpang-penumpang kami orang Turki yang aneh dan perwira yang galak itu menjadi marah dan melompat ke darat, sedangkan gadis cantik yang ditawan itu pun tak tersangka-sangka lihai juga dan dapat melompat ke darat! Kami berdua tak dapat melompat sejauh itu maka kami lalu menceburkan diri ke dalam air dan berenang ke tepi. Ternyata di tepi itu terjadi pertempuran hebat! Orang Turki bertempur melawan nelayan tua yang memegang dayung dan yang telah memecahkan perahu kami, sedangkan Si Perwira dikeroyok oleh gadis tawanannya dan seorang pemuda tampan kawan nelayan tua itu."
"Ma Hoa!" kata Ang I Niocu dan kembali nelayan itu memandang heran karena tidak tahu maksud Dara Baju Merah yang berseru karena amat tertarik mendengar penuturan ini.
"Dan bagaimana hasil pertempuran itu?" Cin Hai mendesak dengan tak sabar, karena ia telah merasa pasti bahwa yang mengeroyok perwira itu tentu Lin Lin dan Ma Hoa dan yang bertempur melawan orang Turki tentu Si Nelayan Cengeng.
"Kesudahannya mengerikan sekali..." nelayan yang pandai bercerita itu sengaja berhenti sebentar untuk membikin pendengar-pendengarnya makin bernafsu dan ceritanya makin menarik, "perwira yang galak dan gagah itu tewas. Kepalanya remuk dipukul oleh dayung Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
277 yang dipegang gadis tawanannya, sedangkan dadanya bolong-bolong tertembus pedang Si Pemuda tampan!"
Baik Cin Hai maupun Ang I Niocu menghela napas lega. "Mampuslah si keparat!" seru Cin Hai dengan gembira, kemudian ia menegaskan, "Bukankah perwira itu masih muda, kira-kira tiga puluh tahun, dan bibirnya tebal?"
Nelayan itu memandangnya heran, "Betul sekali, apakah Kongcu kenal padanya?"
Akan tetapi Cin Hai tidak menjawab pertanyaan ini, hanya bertanya lagi, "Dan bagaimana hasil pertempuran orang Turki melawan nelayan tua itu?"
"Mereka bertempur secara luar biasa sekali hingga kami berdua tidak dapat melihat siapa menang siapa kalah. Tiba-tiba mereka berhenti bertempur dan agaknya lalu mengikat persahabatan. Si Nelayan Tua itu benar-benar setan air! Ia menyelam ke dalam air dan berhasil mencari dan mengambil perahu yang telah tenggelam itu. Bukan main! Selama hidupku belum pernah aku melihat orang dapat melakukan hal semacam itu. Tentu ia iblis air sungai itu!"
"Hush! Jangan membuka mulut sembarangan saja. Sekali lagi kau memaki dia, kutampar mulutmu!" kata Cin Hai sambil mendelikkan matanya hingga nelayan itu terkejut dan takut.
"Teruskan ceritamu, bagaimana selanjutnya dengan mereka itu?"
"Selanjutnya" Tidak ada apa-apa lagi. Mereka berempat setelah memperbaiki perahu lalu berangkat pergi dan kami ditinggalkan dengan perahu kecil ini dan hadiah uang!"
"Jadi perahu kecil ini adalah perahu kepunyaan nelayan tua itu?" tanya Cin Hai dengan girang. Kedua nelayan itu menjadi pucat karena mereka telah kelepasan omong.
"Kalau begitu kami hendak memakai perahu ini," kata Ang I Niocu yang merogoh keluar dua potong uang perak dari sakunya. "Nih, kalian ambil seorang satu! Perahu ini kami ambil!"
Melihat bahwa perahu itu hanya diganti dengan dua potong uang perak, kedua nelayan itu menjadi bingung, "Eh, Siocia, eh... Toanio, nanti dulu, perahu... perahu kami ini harganya lebih dari lima potong uang perak!"
Ang I Niocu mengangkat tangan mengancam. "Perahu ini bukan perahu kalian! Memberi dua potong perak sudah terlalu banyak untukmu dan itu pun bukan untuk membeli perahu ini, akan tetapi sebagai upah kalian bercerita tadi!"
Cin Hai dan Ang I Niocu lalu melompat ke dalam perahu dan mendayung perahu itu ke tengah sungai. Kedua nelayan itu tidak berani berbuat sesuatu, hanya melihat perahu itu pergi makin jauh dengan hati memaki-maki kalang kabut, akan tetapi mulut tidak berani bersuara!
Dua hari kemudian ketika perahu melalui sebuah hutan, Ang I Niocu melihat pohon-pohon buah lenci di dekat pantai.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
278 Melihat buah yang bergantungan dan sudah masak itu, timbul seleranya dan ia mengusulkan untuk berhenti dan beristirahat sebentar sambil mencari dan makan buah. Cin Hai setuju, oleh karena ia pun merasa ingin makan buah yang segar nampaknya itu. Mereka lalu mendayung perahu ke pinggir dan menarik perahu kecil itu ke darat. Kemudian, oleh karena melihat tempat itu sunyi dan indah sekali, timbul kegembiraan mereka dan keduanya lalu melompat ke atas cabang pohon dan memilih buah sesuka hati mereka.
Akan tetapi tiba-tiba Cin Hai berseru kaget dan cepat melompat turun dan ketika Ang I Niocu memandang ke arah perahu mereka, ia pun terkejut sekali. Seorang tosu (pendeta penganut Agama Tao) sedang menarik perahu mereka ke arah air, dan agaknya ia hendak
mempergunakan kesempatan itu untuk mencuri perahu mereka! Ang I Niocu menjadi marah sekali dan ia pun cepat melompat turun dari atas pohon.
Ketika Cin Hai dan Ang I Niocu berlari ke arah perahu mereka, tiba-tiba dari balik batang pohon besar melompat keluar seorang hwesio (pendeta penganut Agama Buddha) yang
bertubuh pendek tapi gemuk sekali. Hwesio ini kelihatan lucu sekali, mukanya seperti muka anak kecil yang gemuk, dan jika dilihat, ia persis seperti boneka besar atau Jilaihud yang berwajah baik dan peramah. Mukanya yang bulat itu selalu tersenyum ramah, tubuhnya bagian atas yang serba bulat dan gemuk hanya menutup kedua pundak dan lengannya saja, sedangkan tubuh atas bagian depan terbuka sama sekali! Dadanya yang bergajih dan pusarnya yang besar kelihatan menambah kelucuannya.
Ia menghadang Cin Hai dan Ang I Niocu sambil tertawa dan berkata, "Ai, ai, kalian sepasang burung dara yang bahagia! Mengapa melayang turun dari pohon dan berlari-lari. Bukankah lebih senang bermain-main di atas pohon?"
Rajawali Hitam 1 Elang Pemburu Karya Gu Long Pendekar Naga Mas 10
Bo Lang Hwesio memandang heran. "Bu Pun Su, jangan kau sembarang menuduh aku.
Biarpun dengan bersumpah, pinceng berani menerangkan bahwa kedua orang itu masih berada di dalam rumah!"
"Hm, kalau begitu kau bersumpah!"
Mendengar bahwa benar-benar ia tidak dipercaya Bu Pun Su, Bo Lang Hwesio marah sekali, akan tetapi ia tidak berdaya untuk membantah, apalagi ia sendiri yang sanggup untuk mengangkat sumpah. Maka ia merangkapkan kedua tangan di dada dan bersumpah, "Kalau keteranganku tadi tidak betul biarlah Buddha yang suci akan mengutukku!"
"Bagus, kau benar-benar tidak bohong!" setelah berkata demikian, sekali berkelebat, tubuh kakek jembel itu telah lenyap.
"Bu Pun Su, lain kali kutebus hinaan ini!" Bo Lang Hwesio berseru, akan tetapi kakek pendekar yang luar biasa itu telah pergi jauh.
Memang sebenarnya Bo Lang Hwesio tidak membohong ketika ia katakan bahwa sebelum ia bertempur dengan Bu Pun Su, Boan Sip masih berada di dalam rumah demikian pula Lin Lin masih dikeram di dalam kamar tahanannya. Hwesio ini sama sekali tidak mengira bahwa muridnya yang licin telah membawa Lin Lin pergi dari tempat itu!
Oleh karena maklum bahwa yang datang menolong Lin Lin adalah seorang tua yang sakti maka Boan Sip tidak berani menunda-nunda larinya. Ia mengempit tubuh Lin Lin sambil berlari secepatnya di malam gelap, menuju ke sebuah anak sungai yang berada kurang lebih dua puluh li dari tempat itu. Ketika ia tiba di tepi sungai, di situ telah menanti sebuah perahu yang cukup besar dan tiga orang kelihatan berdiri di kepala perahu. Seorang di antaranya adalah seorang berpakaian asing dan ternyata bahwa ia adalah seorang Turki yang berkulit hitam dan bermata lebar. Usianya kurang lebih empat puluh tahun dan jubahnya panjang dan lebar, terbuat daripada kain berbulu yang indah.
"Eh, eh, Boan-ciangkun, mengapa malam-malam datang tergesa-gesa?"
"Yo-suhu (nama aselinya Yousuf), lekas jalankan perahu. Cepat!" Sambil berkata demikian Boan Sip melompat ke dalam perahu pula.
Yousuf tersenyum dan ia tetap tenang akan tetapi ia lalu memerintahkan kepada dua orang anak buahnya untuk menjalankan perahunya sebagaimana yang diminta oleh Boan Sip.
"Heran sekali, siapakah adanya orang yang begitu ditakuti oleh Boan-ciangkun?" tanyanya.
"Yo-suhu, kau tidak tahu. Seorang kakek luar biasa yang bernama Bu Pun Su dan yang kepandaiannya seratus kali lebih tinggi dari kepandaianku sendiri, sedang mengejarku, dan celakalah kalau ia dapat menyusulku!"
"Aah, Saudara Boan benar-benar tidak memandang aku. Bukankah aku sahabat baikmu?"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
247 Boan Sip teringat bahwa Yousuf adalah seorang berilmu tinggi pula, maka ia segera menjura,
"Maaf, Yo-suhu. Bukan maksudku hendak merendahkanmu, akan tetapi Bu Pun Su ini benarbenar lihai dan namanya sudah cukup membikin gemetar semua orang."
Kemudian Yusuf menunjuk ke arah Lin Lin yang masih terduduk di dalam perahu dan yang kini tangannya telah diikat olah Boan Sip, lalu bertanya dengan suara kurang senang,
"Dan Nona ini siapakah, Saudara Boan?"
"Dia ini adalah musuh besarku yang hendak membunuhku, akan tetapi dapat kutawan.
Tadinya hendak kubinasakan, tetapi Suhu melarangku dan... dan aku sayang kepadanya."
Yousuf menggeleng-gelengkan kepalanya, "Memang Suhumu benar. Tak pantas membunuh seorang gadis yang tak berdaya." Sambil berkata demikian, orang Turki itu lalu menghampiri Lin Lin yang menjadi kuatir dan takut, akan tetapi orang Turki ini lalu menggerakkan tangan ke arah belenggu yang mengikat tangan Lin Lin. Sekali ia menggerakkan tenaga, belenggu itu terlepas dengan mudahnya!
Boan Sip terkejut sekali oleh karena ia tahu bahwa Lin Lin kini telah terlepas daripada pengaruh totokan, dan inilah yang memaksanya tadi untuk mengikat kedua tangan nona ini.
"You-suhu, kalau ia dilepas, ia berbahaya sekali!"
Akan tetapi Yousuf hanya tersenyum menyindir seakan-akan mentertawakan sikap Boan Sip yang begitu ketakutan.
Sebaliknya, Lin Lin ketika merasa bahwa kedua lengan tangannya telah bebas, merasa terkejut sekali. Tadi ia telah mengerahkan tenaganya, akan tetapi tali yang mengikat tangannya bukan tali biasa, terbuat dari semacam kain yang dapat mulur hingga tak mudah diputuskan dengan tenaga lweekang. Akan tetapi, orang asing ini hanya meraba saja dan ikatan itu telah terlepas! Ia tak tahu bahwa Yousuf adalah seorang ahli sulap yang berdasarkan ilmu sihir, maka jangankan baru belenggu biasa saja, biar belenggu baja sekalipun, orang Turki ini pasti akan dapat membukanya dengan mudah!
Lin Lin yang merasa gemas dan marah sekali kepada Boan Sip, ketika merasa dirinya telah bebas segera meloncat maju dan menyerang perwira itu sambil berseru,
"Manusia rendah, saat ini aku hendak mengadu jiwa dengan kau!" Lin Lin lalu menyerang dengan pukulan yang paling berbahaya dan ketika Boan Sip hendak menangkis, tiba-tiba perahu itu miring hingga Boan Sip kehilangan keseimbangan tubuhnya! Lin Lin menjadi girang sekali karena merasa yakin bahwa kali ini ia tentu akan dapat memukul mampus musuh besarnya ini, akan tetapi tiba-tiba dari samping meluncur sehelai sabuk sutera hijau yang panjang dan lemas dan tahu-tahu sabuk itu telah melingkar pergelangan tangan yang melakukan pukulan hingga sekarang menjadi gagal. Ketika ia hendak melepaskan sabuk yang melibat pergelangan tangan lengannya, tiba tiba Yousuf menarik ujung sabuk yang
dipegangnya dan tubuh Lin Lin menjadi limbung dan hampir jatuh!
"Nona, sabar dan tenanglah. Kini kau berada di dalam perahuku dan aku berhak melarang semua orang yang berada di sini untuk sembarangan bergerak dan membikin goncang
perahuku! Apakah kau ingin perahuku ini terguling dan kita semua tenggelam?"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
248 Lin Lin ketika merasa betapa tarikan sabuk itu amat kuat, maklum bahwa orang Turki ini memiliki kepandaian tinggi, maka untuk sejenak menjadi ragu-ragu. Apalagi ketika mendengar bahwa perahu itu mungkin tenggelam di tengah sungai, ia lalu berdiri dengan bingung dan tak tahu harus berbuat apa.
Sebaliknya Boan Sip yang hampir saja menjadi korban pukulan Lin Lin menjadi marah sekali. Ia menuding ke arah muka Lin Lin sambil membentak, "Perempuan rendah! Aku telah berlaku baik dengan menawan dan menjagamu baik-baik, tak pernah mengganggumu, oleh karena aku sayang padamu. Akan tetapi sekarang, baru saja kau terlepas dari belenggu, gerakanmu pertama kali adalah untuk membinasakan aku! Benar-benar kau tak boleh diberi kesempatan hidup lagi!" Sambil berkata demikian, Boan Sip lalu mencabut golok besarnya dan maju menyerang Lin Lin dengan muka buas!
Lin Lin bukanlah seorang gadis lemah dengan cepat ia dapat mengelak dan balas menyerang dengan kepalan tangannya.
"Hai, tahan, tahan!" teriak Yousuf, akan tetapi dalam marahnya, Boan Sip tidak
mempedulikan teriakan ini. Tiba-tiba sebuah sinar hijau berkelebat dan tahu-tahu golok di tangan Boan Sip telah terlepas dari pegangan dan ternyata gagangnya telah tergulung oleh sutera hijau yang dilepas oleh Yousuf.
"Yo-suhu! Apa maksudmu menyerangku?" tanya Boan Sip dengan muka merah.
"Saudara Boan! Kau berada di dalam perahuku dan siapa pun adanya kau, orang-orang di dalam perahuku harus tunduk kepadaku! Nona, kau masuklah ke dalam bilik kecil dan beristirahatlah, selama ada aku di sini, jangan kau takut diganggu orang! Saudara Boan, tidak ingatkah kau sedang berhadapan dengan siapa, maka kau berani memperlihatkan
kekerasanmu?" Suara orang Turki ini sekarang terdengar amat berpengaruh dan Lin Lin mulai menaruh kepercayaan kepada orang asing yang aneh dan lihai ini, maka oleh karena ia memang merasa lelah sekali, ia lalu masuk ke dalam bilik itu dan memasang palang pintunya.
Karena merasa aman dan lega bahwa dirinya terhindar dari kekuasaan Boan Sip, gadis yang telah beberapa lama tak dapat tidur dengan hati tenteram, kini segera pulas di atas sebuah pembaringan bambu yang kasar!
Sebaliknya, di luar bilik, sambil duduk di lantai perahu, Yousuf lalu memberi teguran dan nasihat kepada Boan Sip yang mendengarkan dengan muka merah dan kepala ditundukkan.
Siapakah adanya orang Turki yang berpengaruh dan lihai ini" Dia ini sebenarnya adalah seorang penyelidik dari Angkatan Perang Turki yang telah siap di perbatasan Tiongkok dan hendak menyerbu. Yousuf sebenarnya masih seorang bangsawan keturunan pangeran dan oleh karena kepandaiannya yang tinggi maka ia telah terpilih untuk menjadi pemimpin mata-mata dan diam-diam mengadakan kontak dengan para perwira bangsa Han yang dapat dibujuk untuk bersekutu dengan tentara Turki dan untuk bersama-sama menjatuhkan pemerintah yang sekarang. Di antara perwira-perwira yang mengadakan hubungan dengannya, terdapat Boan Sip yang diam-diam juga melakukan pengkhianatan oleh karena pengaruh harta, hadiah dan janji-janji yang muluk dari Yousuf. Sesungguhnya, tentara Turki ini sekali-kali tidak ingin menjajah Tiongkok, akan tetapi mereka ini mempunyai tujuan tertentu, yaitu untuk menguasai Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
249 sebuah pulau kecil di pantai Laut Tiongkok, oleh karena menurut penyelidik mereka yang terdiri dari Yousuf dan beberapa orang kawannya di pulau kecil itu terdapat sumber emas yang besar, bahkan menurut keterangan mereka ini, di situ terdapat sebuah bukit penuh dengan logam berharga ini.
Boan Sip yang menjadi pengkhianat negara itu telah lama mengadakan perhubungan dengan Yousuf bahkan hari ini telah berjanji untuk mengadakan pertemuan di sungai itu, hingga bukan tidak disengaja bahwa Yousuf telah menanti di sungai dengan perahunya. Akan tetapi, adanya Lin Lin di situ adalah terjadi di luar rencana Yousuf. Boan Sip yang mewakili kawan-kawannya atau rombongan perwira dan pejabat tinggi yang bersekutu dengan pihak Turki, mendapat tugas untuk membuktikan cerita pihak Turki tentang pulau emas, oleh karena rombongan perwira pengkhianat ini belum percaya akan keterangan yang diberikan oleh orang-orang Turki.
Demikianlah, maka perahu Yousuf yang membawa Boan Sip dan Lin Lin itu meluncur cepat menurut aliran Sungai menuju ke laut.
"Saudara Boan," kata Yousuf dalam pelayaran itu, "tugas kita kali ini adalah tugas penting dan besar maka janganlah urusan pribadi mengacau tugas penting ini. Kalau kiranya engkau tidak sanggup mentaati aku yang dalam hal ini lebih berkuasa daripada kau, maka kau boleh turun dan meninggalkan perahu ini."
Boan Sip mendengar kata-kata orang Turki ini dengan tunduk. Ia maklum akai kelihaian dan kekuasaan Yousuf maka ia tidak berani membantah.
"Akan tetapi, bagaimanakah dengan gadis ini?" tanyanya. "Apakah tidak lebih baik dia disingkirkan agar jangan menjadikan penghalang bagi pekerjaan kita"
Yousuf menggeleng kepala dengan keras. "Tidak bisa, tidak bisa, tidak bisa! Mengapa engkau tidak bisa memikir dengan lebih luas dan hati-hati" Gadis itu telah melihat perahuku, dan yang lebih panting lagi, ia telah melihat aku! Hal ini berbahaya sekali oleh karena ia tentu merasa heran melihat seorang asing di sini dan kalau hal ini ia ceritakan di luaran, bukankah akan mendatangkan kecurigaan dan menjadi berbahaya sekali" Apalagi ia telah melihat bahwa kita saling kenal?"
"Nah, mengapa kau tidak membinasakan dia saja" Lemparkan dia ke dalam air sungai dan habis perkara! Kau takkan terancam bahaya sedangkan aku pun akan dapat melenyapkan seorang musuh besar!" kata Boan Sip lebih lanjut.
Kembali Yousuf menggeleng-geleng kepala dan menggunakan tangan kirinya untuk
membikin beres sorbannya yang terbuat daripada kain kuning.
"Ini lebih-lebih tidak boleh lagi! Kami bangsa Turki mempunyai sebuah kepercayaan suci yang kami pegang teguh. Kepercayaan-kepercayaan ini banyak sekali macamnya dan di antaranya ialah bahwa dalam melakukan sebuah tugas mulia dan besar, sekali-kali kami tidak boleh menurunkan tangan jahat kepada orang-orang wanita!"
Boan Sip mengangguk-angguk maklum dan ia sama sekali tidak pernah mengira bahwa
orang Turki yang cerdik ini sebetulnya hanya menggunakan alasan kosong belaka dan bahwa pada hakekatnya Yousuf merasa kasihan dan suka kepada Lin Lin!
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
250 Demikianlah, perahu itu meluncur terus makin cepat membawa Lin Lin yang masih tertidur di dalam bilik perahu, dan makin lama sungai yang dilalui perahu makin lebar, tanda bahwa mereka telah tiba dekat laut.
Tiba-tiba para penumpang perahu itu terkejut sekali oleh karena perahu itu telah tertumbuk oleh sebuah perahu lain dengan keras! Yousuf dan Boan Sip segera memandang dan mereka melihat sebuah perahu kecil melintang di depan perahu mereka dan di dalam perahu itu duduk dua orang yang memegang dayung. Dua orang ini bukan lain Si Nelayan Cengeng Kong Hwat Lojin dan muridnya Ma Hoa, gadis yang berpakaian sebagai seorang pemuda itu!
Bagaimana mendadak Nelayan Cengen dan Ma Hoa dapat muncul di sungai itu?" Ini adalah akibat daripada malapetaka yang menimpa keluarga Ma Hoa yang perlu dituturkan lebih dulu agar jalan cerita dapat diikuti dengan lancar. Sebagaimana diketahui, ketika Nelayan Cengeng bersama muridnya, dibantu oleh Ang I Niocu dan Lin Lin, melabrak para perwira yang dipimpin oleh Beng Kong Hosiang, suheng dari Hai Kong Hosiang, maka seorang perwira dapat mendengar percakapan mereka dan dapat mengetahui rahasia Ma Hoa bahwa "pemuda"
itu adalah gadis atau puteri dari Ma Keng In, perwira Sayap Garuda! Hal ini tentu saja dibongkar oleh perwira itu dan pada suatu hari Ma Keng In ditangkap oleh para perwira atas perintah kaisar! Tidak saja Ma Keng In yang ditangkap, akan tetapi juga seluruh keluarganya, dan mereka ini semua dijatuhi hukuman mati sebagai pemberontak-pemberontak atau
pengkhianat! Untung sekali bahwa Ma Hoa dapat melarikan diri. Di depan sidang pengadilan yang memeriksa perkaranya, Ma Keng In yang jujur secara gagah mengakui bahwa Ma Hoa adalah anaknya, bahkan dengan suara lantang, perwira ini berkata,
"Memang Ma Hoa adalah anakku, dan aku merasa menyesal dan bosan dengan kedudukan dan pekerjaan sebagai Perwira Sayap Garuda, dan aku merasa sebal dan benci melihat sepak terjang kawan-kawan sejawatku, yang menjadi perwira kerajaan tidak untuk menjaga keamanan rakyat bahkan sebaliknya berlaku sewenang-wenang dan mengandalkan pengaruh untuk menindas dan mencekik orang-orang lemah! Aku Ma Keng In, merasa berbabagia bahwa anakku yang tunggal itu tidak mengikuti jejakku yang sesat, dan benar-benar menjadi seorang pelindung rakyat yahg gagah perkasa! Aku kutuk perbuatan-perbuatan kawan sejawatku di bawah pimpinan Beng Kong Hosiang dan Hai Kong Hosiang, pendeta-pendeta palsu yang kejam dan jahat!"
Tentu saja ucapannya ini merupakan keputusan terakhir dan ia beserta keluarganya semua mendapat hukuman mati! Ketika Ma Hoa mendengar malapetaka yang dialami oleh seluruh keluarganya itu ia jatuh pingsan di bawah kaki gurunya, Si Nelayan Cengeng! Ketika ia siuman kembali ia menangis tersedu-sedu dan gurunya menangis pula bahkan lebih keras dan lebih hebat daripada tangis muridnya sendiri.
Tiba-tiba Ma Hoa berdiri dan mencabut pedangnya. "Suhu, saksikanlah sumpah teecu! Aku bersumpah untuk membasmi para perwira durna penjahat-penjahat liar yang mempergunakan kedudukan dan pangkat untuk menjadi kedok kejahatan mereka!"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
251 Nelayan Cengeng menghiburnya dan kemudian ia membawa muridnya yang bersedih itu
untuk melakukan perjalanan hingga mereka tiba di sungai yang mengalir di sebelah utara. Di dalam perjalanan mereka, Nelayan Cengeng dan Ma Hoa tiada hentinya memusuhi para perwira yang bertugas dan dari seorang perwira mereka dapat mendengar tentang
pengkhianatan beberapa orang rombongan mereka yang mengadakan hubungan dengan para mata-mata bangsa Turki dan mereka yang dengan diam-diam mengadakan persekutuan
dengan orang-orang Mongol!
Makin bencilah Nelayan Cengeng dan muridnya terhadap perwira-perwira Sayap Garuda yang palsu ini. Selain memusuhi para perwira yang bertemu dengan mereka juga kedua orang ini sekalian mencari-cari jejak Cin Hai dan Kwee An, serta mengharapkan untuk bertemu dan menggabung dengah Ang I Niocu dan Lin Lin.
Dan kebetulan sekali, pada pagi hari ketika mereka berdua mendayung perahu ke mudik, mereka melihat sebuah perahu besar bergerak ke hilir. Mata Nelayan Cengeng yang tajam segera melihat adanya seorang yang berpakaian perwira Sayap Garuda di dalam perahu itu, dan melihat pula seorang Turki. Maka sengaja ia menabrakkan perahunya yang kecil kepada perahu depan itu hingga mengejutkan para penumpang perahu di depan itu!
Dua orang pendayung perahu Yousuf marah sekali dan mereka lalu mendamprat kepada nelayan tua itu,
"Eh, tua bangka kurang ajar! Apakah matamu telah buta?"
Nelayan Cengeng tertawa bergelak mendengar makian ini. "Ha, ha, ha, ha! Kalau mataku buta, bagaimana aku bisa menumbuk perahumu?" Sambil berkata demikian, ia mengangkat dayungnya dan memukul ke badan perahu di depan itu sekerasnya. Perahu itu bergoncang hebat dan bolong! Nelayan Cengeng sengaja memukul di bagian yang berada di bawah permukaan air, hingga sebentar saja air sungai mengalir masuk ke dalam perahu Yousuf!
Bukan main marah dan terkejutnya kedua orang pendayung itu. Mereka berteriak-teriak,
"Celaka! Perahu bocor! Perahu bocor! Celaka, kita bertemu dengan orang gila!"
Memang hebat pukulan dayung yang dilakukan oleh Nelayan Cengeng itu oleh karena bagian yang pecah demikian besarnya hingga sebentar saja air yang mengalir masuk sudah demikian banyaknya sukar dibendung lagi!
"Kurang ajar!" terdengar Yousuf berseru dan tubuhnya lalu meloncat, diikuti oleh Boan Sip yang merasa kuatir sekali melihat betapa perahu yang ditumpanginya mulai tenggelam dan miring! Kedua pendayung itu pun tidak berdaya lagi dan mereka keduanya lalu menceburkan diri ke dalam air!
Terdengar Nelayan Cengeng tertawa bergelak-gelak, seakan-akan kejadian itu merupakan suatu hal yang lucu sekali, bahkan Ma Hoa dalam kesedihannya ikut tersenyum melihat perbuatan gurunya yang nakal.
"Hayo kita kejar mereka, Suhu!" serunya ketika melihat Boan Sip yang berpakaian perwira.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
252 "Memang aku hendak mengejar mereka!" kata suhunya lalu mendayung perahu kecil ke pinggir.
Pada saat itu terdengar suara memanggil yang keluar dari perahu Yousuf yang sudah hampir tenggelam,
"Cici Hoa! Lo-cianpwe!!"
"Eh, itu Lin Lin!" kata Ma Hoa dengan girang sekali dan Lin Lin yang telah membuka pintu bilik dan melihat bahwa perahu yang ditumpanginya hampir tenggelam, segera menggenjot tubuhnya yang melayang ke perahu Ma Hoa!
"Lin Lin! Bagaimana kau bisa berada di perahu itu?" tanya Ma Hoa dengan heran.
"Cici! Tangkap penjahat besar itu! Perwira itu adalah Boan Sip, musuh besarku! Mereka tadi menawanku di dalam perahu!"
Bukan main marahnya Ma Hoa mendengar ini. Ia dan gurunya sudah sampai di pinggir dan di situ Boan Sip bersama Yousuf telah menanti dengan muka marah!
Lin Lin tak membuang waktu lagi, ia melompat dan menerjang Boan Sip yang menangkis sambil tersenyum mengejek. "Sekarang terpaksa aku harus membunuhmu!" katanya. Akan tetapi pada saat itu, dari samping berkelebat sinar pedang yang cepat gerakannya hingga ia menjadi terkejut sekali. Tidak tahunya, Ma Hoa yang sudah tiba di situ lalu menyerang dengan pedangnya. Melihat datangnya serangan yang lihai ini, Boan Sip lalu melompat ke pinggir sambil mencabut goloknya dan bertempurlah mereka dengan hebat dan seru, Lin Lin yang tidak bersenjata lalu menghampiri perahu Ma Hoa dan mengambil keluar sebuah dayung. Dengan dayung ini ia lalu mengeroyok Boan Sip lagi dengan melancarkan pukulan-pukulan sengit.
Sementara itu, Nelayan Cengeng berhadapan dengan Yousuf yang masih kelihatan tenang-tenang saja. Ketika orang tua ini telah datang dekat, Yousuf berkata dalam bahasa Han yang cukup lancar,
"Nelayan tua, apakah tiba-tiba setan yang berkeliaran di sungai ini memasuki tubuhmu hingga tanpa sebab kau memukul pecah perahuku" Kalau betul demikian halnya, jangan kuatir, aku sudah biasa mengusir iblis yang memasuki tubuh manusia!"
Ucapan ini dikeluarkan oleh Yousuf setengah bersungguh-sungguh setengah mengejek oleh karena betapapun juga ia merasa mendongkol sekali melihat perahunya dirusak orang tanpa sebab. Untuk sesaat Nelayan Cengeng tercengang mendengar ini, kemudian ia tertawa bergelak sampai mengeluarkan air mata dari kedua matanya. Yousuf tidak tahu akan keanehan orang tua ini yang selalu mengeluarkan air mata, ia menjadi curiga.
"Ah, benar-benar ada setan memasuki tubuhmu!" Yousuf tangannya dilempangkan ke depan menuju ke arah dada dan kepala Nelayan Cengeng, kemudian ia membentak keras sambil mendorongkan kedua tangannya ke depan,
"Setan penasaran, keluarlah kamu dari tubuh orang tua ini!"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
253 Tiba-tiba suara tertawa Nelayan Cengeng terhenti oleh karena orang tua ini menjadi kaget sekali. Dorongan orang Turki ini mengeluarkan angin yang aneh dan ia merasa seakan-akan semangatnya hendak didorong keluar dari tubuhnya. Ia tidak tahu bahwa benar-benar Yousuf mengeluarkan aji kesaktiannya untuk mengusir roh jahat yang disangka bersembunyi di dalam tubuhnya. Cepat-cepat Nelayan Cengeng mengerahkan lweekangnya untuk memukul kembali tenaga dorongan yang dahsyat ini hingga Yousuf berseru,
"Aha, setan dari manakah berani melawan tenagaku" Apakah benar-benar kau tidak mau keluar dari tubuh orang tua ini?"
Sikap Nelayan Cengeng menjadi sungguh-sungguh, oleh karena ia mengerti bahwa orang Turki ini bukan sedang main-main dan menyangka betul-betul ia sedang kemasukan setan sungai. Maka ia segera menjura dan berkata,
"Tuan, kau sungguh lihai dan baik, bahkan kau terlampau baik terhadap kami orang-orang Han, terutama terhadap perwira itu yang bersama-sama denganmu di dalam perahu. Kebaikan itu selalu mengandung maksud tersembunyi yang kurang sempurna. Salahkah dugaan ini?"
Terkejut hati Yousuf mendengar ini, dan ia berlaku hati-hati.
"Ah, jadi aku telah salah sangka" Maaf, maaf. Perwira yang sedang bertempur itu memang kenalanku, akan tetapi apakah salahnya berkenalan di antara dua bangsa" Nelayan tua, tenagamu hebat sekali, dan apakah maksudmu merusak perahuku dan mengganggu
perjalananku?"
"Kalau Tuan tidak bersama dengan perwira itu, aku orang tua tidak nanti berani berlaku kurang ajar. Akan tetapi ketahuilah, bahwa perwira itu telah melakukan kejahatan besar dan bahwa ia telah berani menawan seorang gadis yang menjadi sahabat muridku! Agaknya Tuan juga melindungi perwira itu!"
"Hem, siapa yang hendak melindungi dia?" kata Yousuf yang percaya penuh akan kegagahan Boan Sip. Akan tetapi ketika ia menengok dan memandang ke arah pertempuran, ia menjadi terkejut sekali. Biarpun Boan Sip berkepandaian tinggi, akan tetapi oleh karena dikeroyok oleh Lin Lin dan Ma Hoa yang tidak rendah ilmu pedangnya, perwira ini menjadi terdesak hebat. Terutama dayung di tangan Lin Lin yang mengamuk hebat amat mendesaknya hingga kini Boan Sip hanya dapat menangkis sambil main mundur saja. Yousuf merasa terkejut dan khawatir. Betapapun juga Boan Sip adalah seorang utusan pihak perwira kerajaan untuk menyaksikan dan membuktikan adanya pulau emas itu. Kalau Boan Sip sampai kalah dan tewas, bagaimanakah pekerjaan yang sedang dikerjakan ini dapat menjadi beres" Ia memang tidak suka kepada Boan Sip, akan tetapi demi tugas pekerjaannya, ia harus membantu. Yousuf membuat gerakan dan hendak melompat membantu Boan Sip, akan tetapi tiba-tiba ia melihat bayangan berkelebat dan tahu-tahu Nelayan Cengeng telah berdiri di depannya sambil bertolak pinggang.
"Biarlah yang muda bertempur melawan yang muda pula. Kita tua sama tua boleh main-main, kalau kau kehendaki. Dengarlah, orang asing, aku sama sekali tidak hendak
mengganggumu kalau saja engkau tidak turun tangan terlebih dulu. Biarkan perwira keparat itu berkelahi melawan muridku dan musuhnya, dan takkan mengganggu sedikit pun!"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
254 Kini Yousuf maklum bahwa pertempuran tak dapat dihindarkan lagi, maka ia lalu
memandang kepada nelayan tua itu dengan penuh perhatian. Ia melihat bahwa nelayan ini biarpun kelihatan seperti seorang biasa akan tetapi mempunyai sepasang mata yang bersinar-sinar aneh, maka ia dapat menduga bahwa orang ini tentulah seorang ahli lweekeng yang tinggi ilmu kepandaiannya.
"Kakek Nelayan, engkau tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa, maka engkau berani main-main. Ketahuilah aku bernama Yousuf, dan di dalam negeriku, aku disebut Malaikat Pengusir Iblis! Kauminggirlah dan percayalah bahwa aku pun tak hendak mengganggu kedua anak muda itu. Aku hanya ingin mencegah terjadinya pertumpahan darah di antara mereka dan sahabatku!"
Mendengar kata-kata ini, Nelayan Cengeng dapat mempercayai omongannya, oleh karena semenjak tadi pun ia maklum bahwa orang asing ini bukanlah orang jahat atau curang. Akan tetapi, setelah muridnya Lin Lin berhasil mendesak Boan Sip, mana ia memperbolehkan lain orang menolong perwira jahat itu"
"Tidak bisa, Saudara You Se Fei (lidahnya tidak dapat menyebut nama Yousuf). Kalau kau bergerak, aku Khong Hwat Lojin pun terpaksa bergerak juga!"
"Bagus! Marilah kita mencoba-coba kepandaian!" Sambil berkata demikian, Yousuf menarik keluar sebatang pedang hitam yang ujungnya melengkung ke atas dan kelihatannya tajam sekali! Pedang ini memang luar biasa indah, oleh karena pada gagangnya nampak dihias emas permata yang berkilauan! Nelayan Cengeng juga bersiap sedia dengan dayung yang sejak tadi terpegang di tangannya.
"Lihat pedang!" Yousuf berseru sambil menubruk maju. Gerakannya gesit dan cepat, sedangkan kedua kakinya berdiri di atas ujung jari kaki, tanda bahwa ia sedang
mempergunakan ilmu ginkangnya yang aneh dan lihai. Cara berdiri macam ini membuat ia cepat sekali dapat bergerak dan mengubah kedudukan. Melihat serangan ini, tahulah Khong Hwat Lojin bahwa ia berhadapan dengan orang pandai maka ia pun segera menggerakkan dayungnya dan mereka berdua lalu bertempur dengan hebat. Pedang di tangan Yousuf mengeluarkan angin dan menimbulkan bunyi bagaikan suling sedangkan dayung di tangan Nelayan Cengeng berputar seperti kitiran angin dan membuat debu mengepul ke atas!
Demikianlah, di pagi hari yang cerah sunyi di tepi sungai itu, terjadilah pertempuran yang amat hebat dan dahsyat, sehigga dua orang pendayung perahu Yousuf yang telah berenang ke tepi, kini ke duanya berjongkok dengan tubuh menggigil karena ketakutan.
Kepandaian Nelayan Cengeng untuk daerah utara sudah amat terkenal dan jarang ada jago dapat menandinginya, akan tetapi kini ia bertemu dengan seorang jago dari bangsa lain yang memiliki silat tinggi dan sama sekali asing baginya. Demikianpun Yousuf, baginya ilmu silat kakek nelayan ini hebat dan aneh hingga keduanya berlaku hati-hati sekali oleh karena tak dapat menduga lebih dulu perkembangan gerakan lawan.
Sementara itu, Boan Sip sudah lelah sekali. Keringatnya mengucur membasahi seluruh tubuhnya dan wajahnya menjadi pucat oleh karena ia harus menghadapi serangan dua singa Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
255 betina yang sedang mengamuk hebat! Sambil bertempur, Lin berkata, "Cici, kita harus buat mampus anjing ini. Dia inilah biang keladi malapetaka yang menimpa keluarga Kwee! Engko An tentu akan sangat berterima kasih kepadamu apabila engkau dapat membunuh anjing penjilat ini."
Mendengar ucapan ini, tentu saja Ma Hoa menjadi makin bersemangat untuk segera
merobohkan Boan Sip, untuk membuktikan setia dan cintanya kepada tunangannya yang selalu terbayang di depan matanya itu! Ia mengertak gigi dan mainkan pedangnya dalam serangan yang paling berbahaya, sedangkan Lin Lin juga menggunakan dayung di tangannya untuk menyerang kalang kabut hingga Boan Sip makin terdesak saja. Ketika Boan Sip sedang melangkah mundur dengan bingung, tiba-tiba ia menginjak sebuah batu yang bundar licin hingga ia tergelincir dan terhuyung lalu terjatuh di atas tanah. Lin Lin dan Ma Hoa menubruk dan pedang Ma Hoa yang menusuk dadanya serta dayung Lin Lin yang menghantam
kepalanya membuat nyawa Boan Sip melayang pada saat itu juga!
Melihat betapa musuh besarnya telah menggeletak di atas tanah dalam keadan tak bernyawa, Lin Lin tiba-tiba merasa girang dan terharu sekali. Girang bahkan ia berhasil membunuh manusia yang amat dibencinya ini dengan tangan sendiri, dan terharu oleh karena teringat kepada orang tuanya. Tiba-tiba ia menjatuhkan diri berlutut dan berkata perlahan,
"Ayah, anak yang puthau (tak berbakti) baru berhasil membalas dendam kepada anjing terkutuk ini!" Kemudian ia menangis terisak-isak ingat kepada ayahnya, ibu tirinya, dan saudara-saudaranya yang terbunuh mati oleh Boan Sip dan kawan-kawannya. Ma Hoa juga ikut merasa terharu dan sambil memeluk pundak Lin Lin, Ma Hoa lalu menangis pula.
Sementara itu, pertempuran yang terjadi antara Si Nelayan Cengeng dan Yousuf, masih berlangsung dengan ramai sekali. Akan tetapi, setelah bertempur hampir seratus jurus, Yousuf akhirnya harus mengakui keunggulan lawan. Dayung Si Nelayan Cengeng sungguh-sungguh hebat dan lihai sekali. Perlahan tapi tentu, orang Turki itu terdesak mundur dan terpaksa mempergunakan ginkangnya untuk menghindarkan diri dari sambaran dayung!
Pada saat Yousuf sudah terdesak sekali, tiba-tiba terdengar Lin Lin berseru, "Kong Hwat Locianpwe! Jangan mencelakai dia! Dia adalah penolongku!"
Mendengar seruan ini, Nelayan Cengeng cepat melirik dan ketika ia melihat bahwa Boan Sip sudah dibinasakan ia lalu tertawa bergelak dan melompat mundur menahan gerakan
dayungnya. Yousuf menjura sangat dalam sampai sorbannya hampir menyentuh tanah. "Kau orang tua sungguh hebat sekali dan patut menjadi guruku!"
"Ah, jangan kau terlalu memuji, Saudara Yo Se Fei! Kepandaianmu pun hebat dan
mengagumkan!" jawab Si Nelayan Cengeng.
Kemudian Yousuf memandang ke arah Lin Lin dan senyumnya melebar serta pandangan
matanya melembut. "Nona, kau benar-benar seorang berbudi tinggi." Ketika pandangan matanya melihat mayat Boan Sip yang menggeletak di atas tanah ia menghela napas dan berkata,
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
256 "Memang hukum alam adil sekali. Dia memang orang jahat dan sudah sepatutnya mati di ujung senjata!"
Melihat sikap orang asing ini, Nelayan Cengeng menjadi tertarik hatinya. Ia memegang tangan orang itu dan berkata, "Sahabat, kita adalah sama orang gagah, biarpun kita berkebangsaan lain! Marilah kita bersahabat dan menuturkan riwayat masing-masing."
"Apakah kau terpengaruh pula oleh keadaan negara dan politiknya, orang tua?"
Nelayan Cengeng tertawa terkekeh hingga kembali air matanya mengalir. "Siapa sudi memperhatikan keadaan politik yang jahat" Tidak, bagiku politik hanya satu yaitu yang jahat harus dibasmi dan yang baik dibela! Kau orang asing asal saja jangan mengganggu tanah air dan bangsaku, aku akan menjadi sahabat baikmu!"
Kembali Yousuf menghela napas. "Kalian orang-orang Han memang aneh dan patut
dikagumi! Kalian berjiwa patriot dan mencinta tanah air dan bangsa, akan tetapi kalian tidak mau terlibat dalam urusan ketatanegaraan dan segala politiknya yang serba berbelit-belit!
Sebenarnya, mengapakah kalian bermusuhan dengan perwira itu?"
Lin Lin maju dan memberi penjelasan. "Perwira itu adalah seorang jahat yang oleh karena ditolak lamarannya oleh Ayah terhadap diriku, lalu mengajak kawan-kawannya untuk membasmi keluargaku. Ayah serta kakak-kakak dan juga Ibuku telah dia bunuh habis.
Tinggal aku dan seorang kakakku yang masih hidup. Ketika aku bertemu dengan dia dan bertempur, atas bantuan gurunya yang juga jahat ia berhasil menawanku dan membawaku ke sebuah tempat tahanan. Kemudian ia membawa aku lari dan bertemu dengan kau."
"Hm, pantas, pantas! Pantas kau membunuhnya, memang hutang nyawa harus dibayar jiwa pula!"
"Dan kau hendak pergi ke manakah Saudara" Aku mendengar dari percakapanmu bahwa kau hendak pergi ke sebuah pulau dengan perwira itu," kata pula Lin Lin.
Yousuf termenung sejenak. Tiba-tiba ia mendapat pikiran yang tak disengaja. Telah lama ia mempunyai sebuah cita-cita untuk dapat menduduki tahta kerajaan. Ketika ia dan beberapa orang kawannya yang merantau mendapatkan pulau emas itu, telah timbul dalam hatinya cita-cita ini. Dengan memiliki semua harta kekayaan itu, mudah saja baginya untuk merebut kekuasaan Raja Turki yang sekarang dan menggantikannya. Memang masih ada darah
pangeran dalam tubuh Yousuf dan sayangnya ia adalah seorang miskin. Kalau saja pulau itu dapat terjatuh ke dalam tangannya! Kini, melihat Lin Lin, ia merasa sangat tertarik dan suka.
Ia merasa yakin bahwa di dalam kehidupannya yang dulu tentu ada hubungan sesuatu antara dia dan Lin Lin, oleh karena entah mengapa, ia merasa suka sekali dan rela membela gadis itu, biar dengan jiwanya sekalipun. Perasaan inilah yang merupakan cita-cita ke dua baginya, dan timbul setelah ia bertemu dengan Lin Lin. Ia juga ingin mendapatkan harta di Pulau Emas itu, mengangkat diri sendiri menjadi raja dan membujuk Lin Lin agar suka menjadi permaisurinya. Inilah cita-citanya dan inilah pikiran yang pada saat itu mengaduk hati dan otaknya. Ia telah melihat kegagahan Nelayan Cengeng dan muridnya yang ternyata seorang gadis pula, telah menyaksikan pula kegagahan Lin Lin yang tidak lemah. Kalau ditambah Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
257 dengan dia sendiri menjadi empat orang, dan bukankah empat orang gagah yang tangguh, kuat, akan sanggup mengusir musuh yang manapun juga"
Untuk menjawab pertanyaan Lin Lin ia mengangguk, "Memang benar, Nona Lin Lin, aku hendak pergi menuju ke sebuah Pulau Emas. Sayang sekali perahu telah rusak dan
tenggelam."
Mendengar disebutnya Pulau Emas, Nelayan Cengeng tertarik sekali dan ia lalu berkata,
"Saudara Yo Se Fei! Benar-benar adakah pulau dongeng itu" Semenjak aku masih kecil, seringkali aku mendengar dongeng tentang Pulau Emas, dan dalam beberapa hari ini, telah dua kali aku mendengar pula tentang Pulau Emas ini."
Yousuf memandangnya tajam. "Telah dua kali" Lo-enghiong, dari siapa pulakah kau
mendengar tentang Pulau Emas ini?"
Nelayan Cengeng lalu menceritakan bahwa beberapa hari yang lalu, dalam perantauannya dengan Ma Hoa, ia bertemu dengan seorang bangsa Mongol tua yang juga menyebut akan adanya Pulau Emas itu, bahkan orang Mongol itu dalam mengobrol telah membuka rahasia bahwa Pangeran Vayami, pemimpin Agama Buddha Merah itu, juga hendak mencari pulau ini.
Yousuf terkejut sekali mendengar ini. "Ah, sudah kusangka bahwa Pangeran Vayami tentu mempunyai maksud tertentu dengan kunjungannya ke pedalaman dan hendak menghadap
Kaisar Tiongkok! Tidak tahunya, ia juga menghendaki pulau itu. Ah, kita harus cepat ke sana, jangan sampai didahului orang!"
Melihat bahwa orang Turki ini pucat dan bingung, Nelayan Cengeng bertanya lagi, "Saudara yang baik, sebetulnya pulau itu dimanakah letaknya dan apa namanya?"
Yousuf telah habis sabar, akan tetapi oleh karena maklum bahwa kakek nelayan yang gagah ini merupakan tenaga bantuan yang amat berguna, ia bersabar dan menerangkan dengan singkat, "Pulau itu bernama Kim-san-to (Pulau Gunung Emas) dan berada di sebelah timur pantai Tiongkok. Kalau belum tahu jalannya, memang sukar sekali rnencari pulau yang berada di antara puluhan pulau-pulau kecil lain itu."
Nelayan Cengeng menjadi sangat tertarik hatinya dan demikianlah, kedua orang ini bercakap-cakap dan Yousuf dengan amat sabarnya menjawab tiap pertanyaan Nelayan Cengeng
sehingga kakek nelayan ini akhirnya terbangkit pula keinginan tahunya dan ia ingin sekali melihat dan menyaksikan dengan mata sendiri keadaan pulau yang telah dikenal dalam dongeng itu.
Sementara itu, Lin Lin lalu menceritakan kepada Ma Hoa tentang semua pengalamannya dan ketika Ma Hoa bertanya di mana adanya Ang I Niocu, ia menjawab, "Siapa yang dapat mengetahui dimana adanya dia sekarang." Lin Lin menghela napas khawatir. "Sungguh sial sekali, belum juga kami bertemu dengan Hai-ko, sekarang Cici Im Giok sudah harus berpisah lagi denganku! Ah, sekarang menjadi makin ruwet, karena selain harus mencari Hai-ko dan Ang-ko, aku pun harus mencari Cici Im Giok! Eh, Enci Hoa, semenjak tadi aku saja yang banyak mengobrol sedangkan kau hanya menjadi pendengar saja. Kauceritakanlah,
bagaimanan kau bisa sampai di sini dan menolong aku?"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
258 Memang Ma Hoa orangnya agak pendiam dan tak banyak bicara. Kini mendengar pertanyaan Lin Lin, tiba-tiba kedua matanya menjadi merah dan ia mengeraskan hati untuk menahan keluarnya air matanya. Lin Lin terkejut dan memegang lengannya. "Enci Ma Hoa, apakah yang telah terjadi" Kau nampak pucat sekali!"
Dengan mengeraskan hati, Ma Hoa lalu menceritakan malapetaka yang menimpa
keluarganya, akan tetapi ketika melihat betapa sepasang mata Lin Lin yang lebar itu memandangnya dengan terbelalak dan dari kedua matanya itu mengalir butiran-butiran air mata karena terharu dan kasihan, Ma Hoa tak dapat menahan lagi kesedihannya. Ia
mengakhiri penuturannya dengan kata-kata yang sukar keluarnya, "Adik Lin, habislah seluruh keluargaku, mereka telah binasa semua, tinggal aku seorang diri... sebatangkara...!"
Lin Lin memeluk gadis itu dan keduanya lalu bertangis-tangisan oleh karena memang terdapat banyak persamaan antara mereka berdua, oleh karena seperti juga Ma Hoa, keluarga Lin Lin juga habis binasa.
"Enci Hoa, jangan kau khawatir, bukankah kau masih mempunyai kawan-kawan baik seperti Suhumu itu dan aku dan Engko An" Juga Hai-ko dan Enci Im Giok adalah kawan-kawan yang baik dan yang senantiasa bersiap sedia membantu dan menolongmu!"
Mendengar hiburan ini, agak redalah kesedihan yang menekan hati Ma Hoa dan mereka berdua lalu memandang ke arah Yousuf yang masih bercakap-cakap dengan Nelayan
Cengeng. Sebuah permufakatan telah dicapai oleh kedua orang ini, yaitu Nelayan Cengeng telah mengambil keputusan untuk ikut Yousuf mencari Pulau Emas!
"Hai, Ma Hoa dan Lin Lin, ke marilah! Jangan hanya bertangis-tangisan saja, ada kabar baik yang harus dibicarakan bersama!" Si Nelayan Cengeng berkata dan kedua orang gadis itu lalu menghampiri mereka sambil menyusut air mata dengan saputangan.
Nelayan Cengeng lalu memberitahukan bahwa mereka bertiga akan ikut Yousuf mencari Pulau Emas itu.
"Akan tetapi, Locianpwe, bagaimana dengan usahaku mencari saudara dan kawan-
kawanku?" Nelayan Cengeng tersenyum. "Dengarlah, Lin Lin. Kita tidak tahu ke mana perginya mereka itu dan tanpa petunjuk yang tepat, ke manakah kita harus mencari mereka! Pula, dari Saudara Yo Se Fei ini aku mendengar bahwa besar sekali kemungkinan Pangeran Vayami juga akan pergi mencari Pulau Emas ini hingga bukan tak mungkin bahwa Hai Kong Hosiang akan menemani rombongan Pangeran Vayami itu. Sudah terang bahwa Cin Hai, Kwee An, maupun Ang I Niocu mengejar-ngejar hwesio itu dan apabila hwesio itu berada dalam rombongan Pangeran Vayami, tentu mereka akan menuju ke pulau itu pula! Nah, bukankah ini lebih baik daripada kita berkeliaran tidak karuan tanpa tujuan tertentu?"
Lin Lin menganggap alasan ini cukup kuat, oleh karena ia tahu bahwa Ang I Niocu sedang mencari Cin Hai dan Kwee An, sedang kedua pemuda itu mengejar Hai Kong Hosiang, maka kalau benar hwesio itu pergi juga mencari pulau emas, memang bukan tak mungkin mereka semua menuju ke tempat yang sama! Maka akhirnya ia berkata,
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
259 "Terserah kepada Locianpwe saja, aku yang muda dan bodoh hanya menurut dan percaya penuh kepadamu, orang tua!"
Mendengar persetujuan yang keluar dari mulut gadis ini, Yousuf menjadi girang sekali, akan tetapi ia menyembunyikan perasaannya ini dan berkata,
"Nah, kita berempat bisa berangkat sekarang juga, akan tetapi, perahumu begitu kecil.
Sayang sekali perahuku telah tenggelam!"
Nelayan Cengeng biarpun sudah tua, akan tetapi pandangan matanya tajam. Melihat wajah orang Turki itu berseri-seri ketika mendengar kata-kata persetujuan yang diucapkan oleh Lin Lin, di dalam hatinya timbul kecurigaan yang membuatnya menjadi hati-hati. Akan tetapi, sambil tertawa ia menjawab pertanyaan Yousuf, "Apakah susahnya untuk mendapatkan perahu yang tenggelam?" Setelah berkata demikian, kakek nelayan ini lalu memperlihatkan kepandaiannya di dalam air yang benar-benar hebat.
Ia menanggalkan jubah luarnya dan dengan pakaian ringkas lalu meloncat ke dalam air.
Tubuhnya yang kurus itu terjun ke dalam air tanpa bersuara seakan-akan sebatang anak panah dilepas ke dalam air saja. Agak lama semua orang menanti dengan hati berdebar, kecuali Ma Hoa yang sudah maklum akan kepandaian gurunya. Kemudian air itu bergelombang hebat dan dari bawah muncullah tubuh perahu Yousuf yang tadi tenggelam! Ternyata Si Nelayan Cengeng telah mendapatkan tubuh perahu itu dan menariknya ke atas permukaan air dalam keadaan miring hingga tidak ada air yang memasuki tubuh perahu itu. Kemudian Si Nelayan Cengeng berenang cepat ke pinggir dan sekali ia menggerakkan tangan, perahu besar itu dapat didorongnya ke pinggir hingga meluncur cepat dan mendarat di pinggir sungai! Yousuf segera menarik perahu itu ke atas dan tiada hentinya memuji.
"Ah, kau betul-betul gagah luar biasa. Di darat kau telah membuat aku kagum, akan tetapi kepandaianmu di air ini betul-betul membuat aku tunduk!" Sambil berkata demikian Yousuf lalu menjura di depan Kong Hwat Lojin yang telah melompat ke darat. Akan tetapi kakek nelayan itu hanya tertawa sambil mengeringkan tubuhnya dengan jubah luarnya yang tadi ditanggalkan, lalu berkata,
"Sudahlah di antara kawan sendiri mana ada aturan puji-memuji" Lebih baik kita sekarang memperbaiki perahumu ini agar dapat segera berangkat!"
Kedua orang itu lalu memperbaiki badan perahu yang tadi pecah berlubang karena pukulan dayung Si Nelayan Cengeng dan sebentar saja perahu itu telah baik kembali. Yousuf lalu memerintahkan kedua orang pembantunya untuk pergi dari situ oleh karena ia tak
memerlukan tenaga mereka lagi. Ia merogoh kantongnya dan memberi empat potong uang emas kepada dua orang itu yang menerimanya dengan girang.
Setelah itu, maka berangkatlah Yousuf bersama Si Nelayan Cengeng, Ma Hoa, dan Lin Lin.
Perahu mereka meluncur cepat oleh karena selain terbawa hanyut oleh aliran sungai yahg deras, juga dibantu oleh tenaga dayung Si Nelayan Cengeng yang kuat sekali. Sebelum senja hari, perahu mereka telah sampai di mulut sungai dan memasuki laut yang luas!
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
260 Baik kita tinggalkan dulu Lin Lin bersama kawan-kawannya yang menuju ke Pulau Kim-san-to itu, dan kita mengikuti pengalaman Kwee An!
Ketika terjadi perkelahian bebas di atas perahu Pangeran Vayami dan menerima tendangan di betisnya yang dilakukan oleh Pangeran Mongol itu hingga ia terjatuh ke dalam sungai, Kwee An telah mencoba tenaga dan kepandaiannya yang dipelajari dari Nelayan Cengeng untuk berenang ke pinggir. Akan tetapi, aliran air sungai itu amat deras dan kuatnya, hingga usahanya gagal bahkan tubuhnya hanyut dengan cepatnya!
Baiknya Kwee An telah mendapat latihan dari Nelayan Cengeng, kalau tidak, pasti ia akan tenggelam atau tubuhnya akan hancur terbentur pada batu-batu karang yang banyak menonjol di permukaan air. Ia lalu mengeluarkan kepandaiannya dan menggunakan gerakan Ular Air Menyeberang Laut berenang sambil mengikuti aliran air dalam cara berlenggang-lenggok bagaikan seekor ular hingga ia dapat menghindarkan diri daripada tubrukan dengan batu-batu karang. Ia masih dapat melihat betapa perahu di mana Cin Hai masih bertempur seru melawan Hai Kong Hosiang itu terbakar hebat, hingga diam-diam ia menjadi gelisah, menguatirkan keselamatan kawannya itu. Akan tetapi, sungai itu mengalir dalam sebuah tikungan yang tajam sekali hingga ia harus mencurahkan seluruh perhatiannya untuk menjaga keselamatan dirinya sendiri.
Setelah hanyut jauh sekali, sedikitnya terpisah lima li dari tempat di mana ia terjatuh, aliran air mulai lemah dan dengan hati girang Kwee An berenang ke pinggir dengan maksud setelah dapat mendarat akan segera lari kembali ke tempat tadi dan membantu Cin Hai. Akan tetapi, tiba-tiba ia menjadi terkejut sekali oleh karena melihat beberapa ekor binatang aneh yang berenang cepat menuju ke arah dirinya. Kwee An cepat berenang ke tepi, akan tetapi, kembali ia terkejut oleh karena binatang-binatang seperti yang sedang berenang di tengah sungai itu, terdapat pula di darat dan memenuhi tepi sungai. Agaknya mereka sedang berjemur diri di pantai itu dan jumlah yang berada di pantai bahkan ada seratus lebih.
Binatang-binatang yang terlihat oleh Kwee An ini adalah binatang sebangsa buaya, akan tetapi lebih menyerupai cecak besar dan panjangnya sampai ada sepuluh kaki dan mulutnya terbuka lebar. Ketika Kwee An tiba di tepi, maka binatang-binatang yang berada di pantai itu pun lalu maju merangkak dan menyerbu.
Kwee An menjadi bingung. Untuk naik ke darat, puluhan ekor binatang buas ini telah siap menanti sedangkan untuk tinggal di dalam air, dari tengah telah berenang beberapa belas ekor yang menuju kepadanya. Ia pikir, lebih baik menghadapi puluhan ekor di darat daripada belasan ekor di air, oleh karena binatang itu dapat berenang cepat sekali sedangkan kepandaiannya di dalam air masih rendah. Ia lalu terus berenang ke pinggir dan ketika air telah menjadi dangkal hingga sampai ke paha, dari tepi telah turun lima ekor yang terbesar dan cepat menyerbunya dengan mulut ternganga lebar. Kwee An lalu menggenjot tubuhnya melompat hingga kedua kakinya melewati permukaan air dan ketika dua ekor buaya itu menyambar dengan mulut mereka yang runcing, ia lalu menendangkan kaki kanan ke arah kepala binatang itu dan mempergunakan kepala itu sebagai batu lonpatan ke darat.
Akan tetapi jumlah binatang-binatang itu terlalu banyak hingga ke mana saja ia melompat, ia selalu disambut oleh beberapa ekor buaya yang menyerbunya dengan dahsyat dan liar. Kwee An lalu mempergunakan kecepatan dan seluruh tenaganya untuk melawan. Ia menendang, memukul, menangkap ekor dan membanting, hingga sebentar saja puluhan ekor binatang kena dibinasakan. Akan tetapi yang datang makin banyak saja hingga Kwee An kehabisan tenaga Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
261 dan menjadi ngeri dan jijik. Binatang-binatang yang masih hidup segera menerkam dan menyerang yang terluka dan makan daging kawan-kawannya sendiri, sedangkan yang lain-lain masih saja menyerbu dengan hebat. Oleh karena merasa ngeri melihat banyaknya binatang yang mengeroyoknya, dan oleh karena tenaganya tadi memang telah banyak
dihabiskan untuk melawan air hingga ia menjadi lelah sekali, maka Kwee An berlaku kurang cepat hingga tiba-tiba ia merasa kaki kirinya sakit sekali. Ia menengok dan melihat bahwa seekor buaya telah berhasil menggigit betis kaki kirinya. Cepat Kwee An berjongkok dan sekali tangannya bergerak, maka dua buah jari tangannya berhasil memasuki rongga mata buaya yang menggigit itu! Binatang itu merasa kesakitan dan tak terasa pula mulut yang menggigit betis mengendor hingga dengan cepat melepaskan kakinya! Darah mengucur membasahi kaus kaki dan celananya, dan dengan muka meringis kesakitan, pemuda itu menjadi begitu marah hingga ia lalu mengamuk hebat! Ia mencabut pedangnya dan dengan senjata ini ia menghajar semua buaya yang berani mendekat hingga mayat binatang itu sampai bertumpuk-tumpuk dan malang melintang di sekitarnya.
Tiba-tiba terdengar suara suitan keras dan aneh! Buaya-buaya yang masih hidup dan belum terluka, lalu nampak terkejut dan buru-buru mereka lari ke sungai! Kwee An sudah terlalu lemah, maka kepalanya menjadi pening dan pemandangan matanya berkunang-kunang.
Ia melihat seorang gemuk tetapi pendek sekali berdiri di depannya dengan sebuah cambuk panjang di tangan dan suara orang itu terdengar keras dan besar ketika menegur,
"Pemuda kurang ajar dari manakah berani mengganggu dan membunuh hewan ternakku?"
Kwee An yang sudah lelah dan pusing itu, merasa seperti bertemu dengan iblis sungai, oleh karena siapakah orangnya yang menganggap buaya-buaya itu sebagai hewan ternaknya selain iblis sungai" Pemuda itu tak dapat menguasai dirinya lagi oleh karena lapar, lelah, dan lemas kehilangan banyak darah.
"Aku... aku... lelah..." katanya dan ia lalu roboh terguling dan pingsan. Tubuhnya roboh di atas mayat-mayat binatang yang tadi diamuknya!
Ketika ia sadar kembali, Kwee An mendapatkan dirinya telah berbaring di atas balai-balai bambu dalam sebuah kamar yang terbuat daripada bambu pula. Ia segera bangun dan
mengeluh oleh karena kaki kirinya terasa sakit dan perih. Ketika ia teringat akan luka di kakinya oleh gigitan buaya itu, ia segera menengok ke arah betisnya dan ternyata bahwa kakinya telah dibalut erat-erat. Ia dapat menduga bahwa orang pendek yang disangkanya iblis sungai itu tentu yang telah menolongnya, maka ia merasa berterima kasih sekali.
Biarpun keluhan suaranya perlahan sekali, akan tetapi ternyata telah didengar orang, oleh karena dari luar pintu kamar segera terdengar suara orang, "Eh, anak muda, kau sudah bangun?"
Ketika Kwee An memandang, ternyata penolongnya yang pendek itu muncul dari pintu dengan sepiring masakan yang masih mengepul berada di tangan kirinya. Si Kate memasuki bilik itu dan berkata sambil tertawa, "Nah, kaumakanlah. Kesehatanmu tentu akan pulih lagi seperti sediakala!"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
262 Ketika Kwee An hendak bangkit untuk menghaturkan terima kasih, tiba-tiba ia merasa lehernya seakan-akan tercekik dan dadanya berdebar keras. Wajahnya tentu akan terlihat menjadi pucat sekali kalau saja kulit mukanya tidak memang sudah pucat sekali hingga tidak nampak perubahan itu. Pada saat itu ia telah mengenal orang pendek ini yang bukan lain adalah Hek Moko, Si Iblis Hitam yang lihai dan yang dulu pernah bertempur dengan Cin Hai di depan rumahnya! Kwee An berpikir cepat dan ia segera memaksa mulutnya bersenyum.
Sambil menerima piring itu ia berkata dengan pura-pura masih lemas tak bertenaga,
"Terima kasih, Lopek. Kau baik sekali dan atas pertolonganmu ini aku mengucapkan banyak-banyak terima kasih." Kwee An sengaja berbuat seakan-akan ia tidak kenal kepada Si Iblis Hitam ini. Ia maklum bahwa iblis ini pun tidak tahu siapa adanya dia dan kalau iblis ini tahu bahwa Cin Hai berada dekat, tentu ia akan pergi mengejarnya!
"Kau makanlah yang enak. Aku hendak mengurus hewan ternakku lebih dulu! Kau gagah sekali dan telah berhasil membunuh dua puluh empat ekor hewanku hingga aku menderita rugi bukan sedikit!" katanya lalu keluar dari pintu dengan langkah-langkahnya yang pendek tetapi cepat.
Kwee An menarik napas lega. Ternyata iblis itu tidak mengenal dan tidak mencurigainya, hingga untuk sementara waktu ia akan selamat. Ia maklum bahwa Iblis Hitam ini lihai sekali apalagi kalau di situ ada pula Iblis Putih yang tinggi besar oleh karena menurut penuturan Cin Hai, kedua Iblis Hitam Putih atau Hek Pek Moko ini jarang sekali berpisah.
Sambil memikirkan jalan untuk melarikan diri dari tempat berbahaya ini, Kwee An yang telah merasa lapar sekali, lalu makan daging yang masih panas mengepul di atas piring itu. Ia tidak tahu masakan daging apakah ini, akan tetapi oleh karena perutnya lapar sekali, ia tidak peduli dan segera makan daging itu. Di luar dugaannya semula, daging ini rasanya manis dan harum serta gurih sekali hingga sebentar saja sepiring besar daging itu telah habis memasuki perutnya! Kemudian ia turun dari pembaringan dan mencoba berjalan. Ia dapat berjalan, akan tetapi dengan pincang dan tak mungkin untuk melarikan diri, oleh karena ia belum dapat mempergunakan ilmu lari cepat. Kwee An menjadi bingung dan ia amat menguatirkan nasib Cin Hai yang masih bertempur di atas perahu melawan Hai Kong Hosiang yang lihai itu, karena perahunya telah dibakar oleh Pangeran Vayami!
Tak lama kemudian, Hek Moko masuk ke dalam kamar itu sambil tertawa-tawa. Jubahnya yang hitam itu melambai-lambai di belakangnya.
"Ha, kau sudah makan! Bagaimana, enakkah hidanganku itu?"
KweeAn tersenyum. "Enak sekali, entah daging apakah yang Lopek suguhkan tadi?"
Tiba-tiba Hek Moko tertawa bergelak-gelak dan suara ketawanya membuat bulu tengkuk KweeAn berdiri oleh karena memang suara ini amat menyeramkan. "Ha-ha, anak muda.
Memang kaupantas merasakan masakan daging luar biasa itu. Ketahuilah, daging yang kau makan itu adalah daging hewan ternakku!"
Kwee An tercengang dan sama sekali tidak pernah menduga bahwa daging buaya yang liar itu demikian enaknya. Kini ia mengerti mengapa Iblis Hitam ini memelihara hewan ternak yang luar biasa ini.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
263 "Apakah memang pekerjaan Lopek memelihara hewan ternak yang luar biasa ini?"
Hek Moko mengangguk-angguk. "Memang inilah pekerjaanku sejak dulu! Tadinya buaya ini hanya ada beberapa belas pasang saja akan tetapi sekarang telah menjadi beratus-ratus pasang banyaknya! Dan hanya orang gagah dan orang besar saja yang mendapat kesempatan
merasakan kenikmatan daging hewan ternakku ini. Tahukah kau bahwa untuk daging seekor saja kaisar berani membayar dengan tiga puluh potong uang emas" Ha, ha, ha!"
"Lopek, kau benar-benar orang luar biasa dan baik hati. Aku telah berlancang tangan membunuh banyak hewan ternakmu, akan tetapi kau tidak marah kepadaku, sebaliknya kau telah menolong dan merawatku. Sungguh aku berhutang budi kepadamu!"
Pendekar Bodoh Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Hush! Jangan kau berkata begitu. Di antara ayah dan anak tidak ada perhitungan budi!"
Kwee An terkejut dan heran sekali, oleh karena ia benar-benar tidak mengerti akan maksud kata-kata Iblis Hitam ini. Di antara ayah dan anak" Apa maksudnya"
Kembali Si Iblis Hitam tertawa bergelak-gelak, "Ya, di antara ayah dan anak tidak ada perhitungan budi dan kau akan menjadi anakku yang baik!"
Bukan main terkejutnya Kwee An. Ia pikir bahwa Iblis Hitam ini telah menjadi gila dan mengaku dia sebagai anaknya. Akan tetapi ia maklum akan kelihaian iblis ini, maka ia pikir untuk sementara waktu baik ia tidak membantahnya dan tinggal diam saja.
"Eh, anak muda yang gagah. Kau bernama siapa dan mengapa kau bisa hanyut di sungai ini?" Sambil bertanya demikian, Iblis Hitam itu memandang dengan mata tajam dan pandang mata menyelidiki.
"Namaku Kwee An," jawab pemuda itu dan tiba-tiba ia mendapat sebuah pikiran baik. Ia maklum bahwa iblis ini lihai sekali dan kepandaiannya mungkin sekali lebih tinggi daripada kepandaian Hai Kong Hosiang, maka ia lalu melanjutkan, "Dan aku hanyut karena perbuatan seorang hwesio bernama Hai Kong Hosiang."
Benar saja, disebutnya nama hwesio ini membuat Hek Moko memandang heran. "Hai Kong"
Bagaimana kau bertemu dengan hwesio itu?"
"Aku adalah seorang perantau dan ketika aku hendak menyeberang sungai ini, aku bertemu dengan Hai Kong Hosiang. Kami berebut perahu dan kami berkelahi. Akan tetapi aku kalah dan ia melemparku ke dalam sungai."
"Ha, ha, ha! Kau benar-benar patut menjadi puteraku! Kau telah bertempur melawan Hai Kong dan kau tidak mendapat luka! Bagus, bagus! Aku tidak suka akan namamu dan mulai sekarang kau bernama Siauw Moko (Iblis Kecil)."
Kwee An merasa mendongkol sekali, akan tetapi ia tidak begitu bodoh untuk
memperlihatkan perasaan ini. Ia hanya berkata,
"Lopek, aku telah berhutang budi kepadamu maka tentu saja aku tidak berani membantah kehendakmu. Akan tetapi, nama yang kauberikan kepadaku itu kurang sedap didengar!"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
264 Hek Moko memandangnya dengan mata melotot. "Apa" Kurang sedap didengar" Hai, anak muda, sampai di manakah kepandaianmu hingga kau merasa kurang patut bernama Siauw Moko" Ketahuilah, aku yang bernama Hek Moko memiliki kepandaian yang jauh lebih tinggi darimu. Kau harus menurut segala kata-kataku oleh karena kau adalah anakku Siauw Moko yang dulu telah meninggal, akan tetapi sekarang kau hidup kembali. Anakku yang baik, jangan kuatir, aku akan melatihmu dan dalam beberapa bulan saja jangan kata baru seorang Hai Kong Hosiang, biar ada tiga orang Hai Kong, engkau tak usah merasa takut lagi!!"
Setelah berkata demikian, Hek Moko lalu maju memeluk dan menciumi muka Kwee An
sebagai seorang ayah menciumi anaknya dengan penuh kasih sayang!
Kwee An merasa terkejut, takut, dan juga terharu sekali. Ia dapat menduga bahwa dulu tentu Iblis Hitam ini mempunyai seorang putera dan putera itu meninggal dunia. Dan ketika melihatnya, iblis ini teringat kepada puteranya hingga tiba-tiba saja mengakui ia sebagai anaknya! Akan tetapi diam-diam Kwee An merasa girang juga oleh karena ia akan menerima pelajaran silat dari kakek iblis yang berbahaya dan lihai ini!
Memang dugaan Kwee An itu tepat. Dulu, Hek Moko mempunyai seorang putera yang
wajahnya hampir sama dengan wajah Kwee An. Dan puteranya ini meninggal dunia karena terserang semacam penyakit berbahaya. Padahal ia telah menunangkan puteranya itu dengan puteri Pek Moko, yaitu Pek Bin Moli yang cantik jelita dan berotak miring. Tentu saia kematian puteranya ini membuat Hek Moko menjadi sedih dan membuat ia menjadi makin jahat, liar dan gila! Bersama Pek Moko yang menjadi sutenya, ia merupakan sepasang hantu yang menjagoi seluruh daerah Tibet dan mendengar namanya saja, semua orang telah ketakutan setengah mati.
Tempat tinggal Hek Pek Moko memang tidak tentu dan mereka ini merantau dari satu ke lain jurusan. Akan tetapi, kebanyakan mereka selalu berdua dan jarang nampak mereka berpisah.
Kali ini Pek Moko tidak nampak bersama suhengnya oleh karena Iblis Putih ini sedang pergi mencari anak perempuannya, yaitu Pek Bin Moli yang telah lama minggat dan mencari suaminya, yaitu Ong Hu Lin yang menjadi piauwsu dan mengadakan perhubungan dengan Giok-gan Kui-bo kakak seperguruan Ang I Niocu sehingga timbul perkelahian antara Giokgan Kui-bo dan Pek Bin Moli dan akhirnya Pek Bin Moli dapat menemukan kembali
suaminya itu yang dibawanya pergi!
Sejahat-jahatnya manusia, ia masih mempunyai perasaan kasih sayang yang bersifat suci murni terhadap anaknya. Demikian pun Hek Moko biarpun manusia ini telah terkenal sebagai iblis yang jahat dan kejam, akan tetapi kini setelah bertemu kembali dengan puteranya, ia memperlakukan Kwee An dengan baik sekali hingga diam-diam Kwee An menjadi terharu dan timbul rasa kasihan di dalam hatinya terhadap iblis tua ini. Kwee An memang telah kehilangan ayahnya dan dulu ia telah lama meninggalkan ayahnya, yaitu ketika merantau mempelajari ilmu, maka kini biarpun maklum akan kejahatan dan kekejaman Hek Moko, namun mendapat perlakuan yang demikian penuh perhatian dan baik, serta menerima latihan-latihan silat dengan penuh keikhlasan, timbul juga rasa sayang dalam hatinya terhadap Iblis Hitam ini!
Atas paksaan Hek Moko, Kwee An menyebut ayah kepada iblis pendek yang luar biasa ini, sedangkan Hek Moko menyebutnya Siauw-moi atau Setan Kecil. Kwee An belajar dengan Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
265 tekun dan rajin dan biarpun ia merasa girang menerim latihan ilmu silat yang amat tinggi dan lihai dari ayah angkatnya ini, namun diam-diam ia bergidik menyaksikan betapa ilmu silat yang dipelajarinya ini benar-benar keji dan ganas! Akan tetapi baru satu bulan saja mendapat kemajuan pesat sekali, oleh karena memang ia telah mempunyai dasar ilmu silat tinggi hingga tambahan pelajaran ini, mudah saja diterima olehnya dan tentu saja Moko menjadi girang sekali. Ketika merasa bahwa ilmu silat yang diajarkan sudah cukup, Hek Moko lalu berkata,
"Siauw-mo anakku, sekarang kau takkan kalah menghadapi Hai Kong!"
Kwee An menghaturkan terima kasih dengan sepenuh hatinya. "Ayah, sekarang juga anakmu mau pergi mencari Kong untuk membalas dendam karena kekalahan yang lalu!"
"Bagus, bagus! Tidak ada orang di dunia ini yang boleh menghina anakku! Aku akan pergi bersamamu dan menghajar hwesio gundul itu!"
Kwee An terkejut, karena ia ingin mencari Cin Hai, bagaimana ia bisa nembawa serta ayah angkatnya ini" Ia lalu mencari akal dan berkata,
"Ayah, apakah Ayah mau membikin aku menjadi malu" Kalau Ayah ikut, Hai Kong akan menganggap bahwa aku takut kepadanya dan sengaja mengajak kau orang tua! Untuk
menghadapi Hai Kong saja, aku yang telah menerima kepandaianmu, sudah cukup. Untuk apa Ayah harus mencapaikan diri dan mengotori tangan untuk menghukum dia. Dan pula,
bagaimana dengan hewan ternak di sini kalau Ayah ikut pergi?"
Hek Moko terdiam dan tak dapat menjawab, ia memikir bahwa anaknya ini benar juga dan pantas alasan-alasannya, maka ia lalu mengurungkan maksudya hendak ikut. "Baiklah, kau pergi dan hajarlah hwesio itu. Aku menunggumu di sini! Tetapi kau harus lekas kembali, dan jangan meninggalkan Ayahmu lama-lama, Siauw-mo. Ingat, aku sudah tua sekali dan
mungkin hidupku di dunia ini takkan lama lagi!"
Ucapan ini menusuk perasaan Kwee An dan menyentuh sanubarinya. Ia lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Iblis Hitam itu dan berkata,
"Ayah, aku takkan melupakan kau selama hidupku!" Setelah berkata demikian, Kwee An lalu meninggalkan tempat itu. Ia segera menuju ke tempat di mana dulu dia dan Cin Hai bertemu dengan Pangeran Vayami, akan tetapi di situ telah sunyi dan tidak terlihat sedikit pun bekas-bekas adanya Cin Hai. Kwee An berdiri termenung di tepi sungai dengan hati bingung dan sedih. Tiba-tiba terdengar gerakan perlahan di belakangnya dan ia tahu bahwa itu adalah Hek Moko yang datang! Benar saja, suara Hek Moko segera terdengar dan Iblis Hitam itu telah berada di belakangnya.
Kwee An segera menengok dan melihat bahwa ayah angkatnya itu telah datang beserta Pek Moko yang kelihatan menyeramkan sekali oleh karena wajahnya yang buruk itu kini nampak muram dan marah, sedangkan rambutnya telah putih semua yang membuat ia nampak tua sekali! Iblis putih ini memandang kepada Kwee An dengan tajam dan ia mengangguk-angguk sambil berkata,
"Anak pungutmu ini terlalu cakap, Suheng, tapi ia cukup baik menjadi anakmu!"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
266 Hek Moko tertawa senang dan berkata kepada Kwee An, "Anakku, ini adalah Susiokmu yang bernama Pek Moko. Kau cukup menyebutnya Pek-susiok saja!"
Kwee An berpura-pura belum pernah melihat Pek Moko dan ia lalu berlutut memberi hormat,
"Pek-susiok, terimalah hormat teecu."
Pek Moko mengeluarkan suara jengekan dari hidungnya. "Jangan terlalu menghormat, Siauw-mo, aku tidak biasa dihormati orang seperti ini!"
Kwee An terkejut, akan tetapi Hek Moko hanya tertawa senang.
"Siauw-mo, kau takkan dapat mencari Hai Kong oleh karena hwesio itu telah pergi mencari Pulau Emas! Bahkan aku dan Susiokmu ini pun hendak pergi ke sana pula. Hayo kau ikut kami dan tentu di sana kau akan dapat bertemu dengan Hai Kong Hosiang!"
Kwee An menjadi girang, akan tetapi sebetulnya ia tidak senang harus pergi bersama sepasang iblis ini. "Bagaimana Ayah bisa tahu bahwa dia pergi ke Pulau Emas dan dimanakah letak pulau itu?" tanyanya.
Hek Moko lalu menceritakan pengalaman Pek Moko. Ternyata bahwa ketika mencari anak perempuannya, yaitu Pek Bin Moli, Pek Moko dapat menemukan anak perempuannya itu dalam keadaan mati! Ong Hu Lin, mantunya yang menjadi suami Pek Bin Moli dalam
keadaan terpaksa itu, setelah dibawa pergi oleh isterinya yang gila, di tengah jalan lalu mencari akal dan akhirnya pada suatu malam, ketika isterinya yang berotak miring itu sedang tidur pulas, ia dengan kejam telah membunuh isterinya ini! Ketika Pek Moko mendengar tentang hal ini, lalu mencari Ong Hu Lin dan setelah bertemu, ia menyiksa dan membunuh Ong Hu Lin dengan penuh kemarahan hingga tubuh Ong Hu Lin dihancurkan sampai tidak karuan macamnya lagi! Peristiwa ini membuat Pek Moko berduka sekali hingga seluruh rambutnya memutih dan wajahnya menjadi kejam dan muram selalu. Kemudian dengan
kebetulan Iblis Putih ini mendengar tentang adanya Pulau Emas yang kini sedang dicari-cari dan agaknya dijadikan rebutan antara orang-orang Turki, suku bangsa Mongol, dan oleh Pemerintah Kaisar sendiri! Ia segera mencari kakak seperguruannya, yaitu Hek Moko dan setelah ia menceritakan semua ini, Hek Moko lalu mengajak menyusul Kwee An yang baru saja pergi dari situ untuk diajak bersama-sama pergi mencari Pulau Emas.
Kwee An yang mendengar semua cerita ini, lalu berpikir pula bahwa besar kemungkinan Hai Kong Hosiang juga pergi mencari pulau itu dan apabila Hai Kong pergi ke sana, maka jika Cin Hai masih hidup, tentu pemuda itu mengejar juga ke sana! Oleh karena ini, tanpa ragu-ragu pula ia lalu menyatakan kesediaannya untuk ikut dengan Hek Moko ini. Berbeda dengan rombongan Nelayan Cengeng, Hek Pek Moko menuju ke laut melalui jalan darat dan
mengikuti sepanjang tepi sungai.
Cin Hai yang tertolong oleh Bu Pun Su dan telah sembuh dari pengaruh madu merah yang mujijat dan setelah pikirannya pulih kembali seperti biasa dan dapat mengingat semua kejadian telah lalu, merasa berduka sekali oleh karena tidak tahu bagaimana keadaan Kwee An dan Lin Lin. Terutama sekali ia merasa gelisah dan bingung jika teringat akan nasib Lin Lin yang tertawan oleh perwira Boan Sip! Ingin sekali ia segera bertemu dengan Boan Sip untuk membuat perhitungan dan menumpahkan rasa dendam dan marahnya, akan tetapi ke mana harus mencari orang she Boan itu"
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
267 Ang I Niocu maklum akan kesedihan Cin Hai ini, akan tetapi ia sendiri pun tidak berdaya dan hanya mengucapkan kata-kata hiburan di sepaniang perjalanan. Untuk menghibur hati pemuda yang gelisah ini, Ang I Niocu lalu bertanya dan minta ia mengutarakan tentang pertempuran dengan Hai Kong Hosiang.
"Hwesio itu benar-benar telah mendapat kemajuan dalam ilmu silatnya," kata Cin Hai.
"Sukar sekali bagiku untuk merobohkannya, walaupun aku dapat mengimbangi semua
serangannya. Ia agaknya sudah kenal baik serangan-seranganku yang berdasarkan Liong-san-kun-hwat dan Ngo-lian-hwat, hingga dapat berjaga diri dengan baik. Juga dalam ilmu kepandaian lweekang, hwesio itu kini amat kuat dan jauh lebih kuat daripada dulu."
Ang I Niocu mendengarkan dengan penuh perhatian ketika Cin Hai menuturkan jalannya pertempuran. Kemudian Gadis Baju Merah yang telah banyak mengalami pertempuran-pertempuran ini, lalu berkata,
"Hai-ji, cabutlah pedangmu dan mari coba kuuji sampai di mana kepandaianmu!"
Cin Hai terkejut, akan tetapi ketika ia melihat sinar mata Ang I Niocu, ia maklum bahwa Dara Baju Merah ini hendak memberi petunjuk-petunjuk kepadanya, maka tanpa ragu-ragu lagi ia lalu mencabut pedangnya Liong-coan-kiam, sedangkan Ang I Niocu juga sudah mencabut keluar pedangnya.
"Awas serangan!" kata Ang I Niocu yang lalu menyerang dengan pedangnya. Sebagaimana biasa, sekali pandang saja secara otomatis Cin Hai dapat mengenal dasar gerakan serangan ini, maka dengan mudah ia pun lalu mengelak dan balas menyerang. Ang I Niocu terus menyerang dan mengeluarkan ilmu pedangnya yang paling lihai, yakni Sian-li Kiam-sut yang mempunyai gerakan indah dan daya serang luar biasa dahsyatnya. Akan tetapi Cin Hai dengan amat mudahnya mengetak dan menangkis serangan ini dengan tepat dan sempurna.
"Kaubalaslah menyerang, jangan menahan diri saja," teriak Ang I Niocu sambil mengirim tusukan. Cin Hai lalu balas menyerang dan oleh karena ia tidak mengenal lain ilmu pedang maka ia pun lalu menyerang dengan Sian-li Kiam-sut yang ditirunya dari Ang I Niocu.
Tentu saja serangan ini amat mudah dikenal dan diketahui perubahan atau perkembangannya oleh Ang I- Niocu hingga gadis ini mudah saja mengelak atau menangkis.
"Jangan menyerang dengan Sian-li Kiam-sut, tidak ada gunanya! Pakailah ilmu pedang lain!"
Ang I Niocu berseru lagi sambil terus menyerang lagi.
Cin Hai tahu kekeliruannya oleh karena menghadapi gadis yang menjadi ahli Silat Bidadari itu, sungguh tolol kalau mempergunakan ilmu pedangnya dan kini memainkan Ilmu Pedang Liong-san Kiam-hwat yang dipelajarinya dari Kanglam Sam-lojin. Ia sekarang telah memiliki ilmu ginkang dan lweekang yang sangat tinggi oleh karena menerima latihan dari Bu Pun Su secara istimewa yakni mempelajari dasar-dasarnya hingga boleh dibilang Cin Hai telah memiliki kepandaian pokok yang mutlak. Akan tetapi oleh karena pengetahuannya tentang ilmu silat hanya dangkal saja, yaitu terbatas pada ilmu silat dari Liong-san-pai dan ilmu silat yang ia pelajari dari An I Niocu, maka daya tempurnya amat lemah. Memang kalau
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
268 menghadapi orang yang belum matang betul dalam hal ilmu silat tinggi, dengan mudah saja Cin Hai akan dapat mengalahkannya, akan tetapi apabila menghadapi tokoh persilatan yang tinggi dan matang ilmu pedangnya, pemuda ini hanya dapat bertahan saja dengan luar biasa uletnya, akan tetapi juga sukar untuk melancarkan serangan-serangan lain kecuali kedua macam ilmu silat yang telah dipelajarinya itu, hingga menghadapi tokoh-tokoh tinggi seperti Hek Pek Moko atau Hai Kong Hosiang, juga menghadapi Ang I Niocu pemuda ini menjadi pihak yang selalu didesak dan diserang, sungguhpun harus diakui bahwa semua serangan itu dapat ditangkis atau dielakkannya dengan amat mudah oleh karena ia telah tahu betul akan perkembangan selanjutnya dari tiap serangan!
Ang I Niocu menghabiskan seluruh kepandaiannya untuk digunakan menyerang anak muda itu, akan tetapi tak sedikit pun ia dapat mempengaruhi atau mengacaukan Cin Hai yang istimewa. Diam-diam gadis ini merasa kagum sekali oleh karena boleh dibilang di dunia ini tidak ada keduanya bila dicari orang yang dapat mempertahankan diri sedemikian baiknya terhadap serangan-serangannya yang dilakukan sampai semua jurus Sianli Kiam-sut habis dimainkan tanpa nampak terdesak sedikit pun! Akan tetapi biarpun serangan-serangan Cin Hai luar biasa dahsyatnya, namun baginya serangan-serangan itu kurang berbahaya, dan kelihaiannya hanya terdorong oleh tenaga lweekang dan gerakan yang hebat dari anak muda itu dan sama sekali bukan karena ilmu pedangnya yang hebat.
"Benar seperti yang kuduga!" Ang I Niocu berseru sambil melompat mundur. Cin Hai menahan pedangnya. "Memang benar, Susiok-couw hanya memberi pokok-pokok dasar ilmu silat kepadamu, tanpa memberi pelajaran penting untuk melakukan penyerangan. Mengapa engkau dulu tidak mau minta supaya orang tua yang aneh itu menurunkan satu atau dua macam ilmu silat agar dapat kaugunakan untuk menyerang lawan?"
Dengan tersenyum Cin Hai berkata, "Niocu, apakah kau masih belum kenal adat Suhu yang kukoai (aneh)" Kalau dia sendiri tidak menghendaki, biarpun diminta sampai menangis pun takkan ia berikan!"
Ang I Niocu memang sungguh-sungguh sayang kepada Cin Hai, maka pada saat itu gadis ini memutar-mutar otaknya demi kebaikan anak muda itu. Ia tahu bahwa dengan kepandaiannya yang sekarang ini, Cin Hai tak usah merasa takut terhadap seorang lawan yang mana pun juga, akan tetapi, tanpa memiliki daya serang yang lihai, bagaimana ia akan dapat menjatuhkan musuh-musuhnya" Apalagi sekarang masih ada seorang musuh yang amat
tangguh, yaitu Hai Kong Hosiang yahg agaknya dibantu oleh pendeta tua renta yang gagu dan lihai sekali itu. Kalau pemuda ini tidak memiliki ilmu serangan yang dahsyat, banyak kemungkinan mendapat celaka dari tangan Hai Kong Hosiang.
Cin Hai yang melihat betapa Ang I Niocu termenung, lalu meninggalkan gadis itu untuk mengumpulkan kayu kering. Mereka telah tiba dalam sebuah hutan dan hari telah mulai gelap, sedangkan di tempat itu banyak nyamuk dan hawa dingin.
Tiba-tiba Ang I Niocu melompat ke atas dan berkata dengan girang. "Benar, benar! Kau harus melakukan itu," katanya kepada Cin Hai hingga pemuda ini tentu saja menjadi terheran-heran oleh karena tidak mengerti apakah yang dimaksudkan oleh gadis itu yang nampak demikian gembira.
"Hai-ji, kau harus menciptakan ilmu pedang sendiri!" katanya kepada Cin Hai.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
269 Cin Hai terkejut dan mukanya menjadi merah. "Ah, Niocu, kau ini ada-ada saja! Aku yang bodoh dan tolol ini mana bisa menciptakan ilmu pedang" Jangan mentertawakan aku, Niocu!"
"Anak bodoh! Merendahkan diri di depan orang lain memang baik, akan tetapi memandang rendah kesanggupan sendiri hanya dilakukan oleh orang-orang malas dan kurang semangat.
Kau dapat melihat dasar-dasar segala ilmu silat, maka kalau kau memang mau, mengapa kau tidak bisa menggabungkan semua ilmu silat itu menjadi satu dan menciptakan sendiri gerakan-gerakan serangan yang kauanggap tepat dan lihai?"
Cin Hai memandang dengan sinar mata bodoh oleh karena memang belum mengerti. "Niocu, tolong kauberi tahu kepadaku, bagaimana caranya!"
Ang I Niocu lalu memberi penjelasan dengan sabar dan telaten. "Hai-ji, terus terang saja kuberitahukan kepadamu bahwa Sianli Utauw atau Tarian Bidadari itu pun aku sendiri yang menciptakan. Maka kalau kau memang tekun, kau pun pasti akan dapat mencipta ilmu pedang yang tidak ada keduanya di dunia ini. Caranya begini. Kauperhatikan dan ingat semua ilmu silat yang telah kaulihat dan lalu kaupilih gerakan-gerakan serangan musuh yang dilancarkan kepadamu. Mana yang kauanggap lihai dan baik, boleh kaupilih. Kemudian gerakan-gerakan ini lalu kaurangkai menjadi semacam ilmu pedang yang lihai. Tentu saja kau harus merubahnya sedikit agar tidak sama dengan aselinya lagi, dan bahkan harus diperbaiki mana yang kurang tepat. Hanya kau dan Susiok-couw yang mempunyai kemampuan seperti ini."
Mendengar ucapan Ang I Niocu, diam-diam Cin Hai lalu tertarik hatinya. Mengapa tidak ia coba" Memang tidak enak kalau selalu mempertahankan serangan orang, dan pula memang memang memalukan kalau menghadapi seorang lawan lalu menyerang lawan itu dengan ilmu silat yang ditirunya dari lawan itu sendiri. Alangkah senangnya kalau ia memiliki ilmu pedang sendiri yang dapat dibanggakan.
Cin Hai lalu duduk termenung dan ia lalu bersamadhi mengumpulkan seluruh perhatian dan perasaannya. Ia bayangkan semua ilmu-ilmu silat yang telah dilihatnya. Oleh karena ia telah mempunyai dasar batin yang kuat dan pikirannya telah jernih oleh latihan-latihan napas dan samadhi, maka sebentar saja di dalam otaknya terlintas semua gerakan ilmu silat yang pernah dilihatnya. Di antara semua ilmu silat, gerakan-gerakan Hek Pek Moko yang paling dahsyat dan kejam, sedangkan ilmu silat dan gerakan-gerakan Ang I Niocu yang ia anggap paling indah dan baik. Ia lalu mengumpulkan ingatannya dan mencatat di dalam hati gerakan-gerakan yang dianggapnya paling lihai, kemudian dengan mata masih meram dan
membayangkan gerakan-gerakan itu, tubuhnya lalu berdiri dan bergerak-gerak menurut gambaran gerakan yang masih tampak di dalam matanya yang meram itu.
Ang I Niocu mengikuti gerakan pemuda ini dengan heran dan kagum. Ia melihat betapa Cin Hai memainkan ilmu-ilmu silat yang aneh-aneh dan bermacam-macam, bahkan di situ ia lihat pula Cin Hai memainkan Sianli Utauw, dan juga Liong-san Kun-hwat. Ia tahu bahwa pemuda itu sedang memilih-milih, maka ia tidak mau mengganggu, hanya mencari tambahan kayu kering dan menjaga agar api unggun itu tidak padam. Setengah malam lebih Cin Hai tiada hentinya bergerak ke sana ke mari sambil memejamkan mata. Ia tidak merasa bahwa ia telah bersilat selama itu, sedangkan Ang I Niocu masih tetap duduk di dekat api dengan setia. Ia sedikitpun tidak mau mengganggu Cin Hai dan hanya mernandang pemuda yang
disayanginya itu dengan penuh harapan.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
270 Setelah lewat tengah malam tiba-tiba Cin Hai menghentikan gerakan-gerakannya dan mukanya menjadi agak pucat. Ia memandang kepada Ang I Niocu dan berkata, "Niocu, terima kasih atas petunjuk dan nasihatmu tadi. Agaknya aku telah mendapatkan semacam ilmu silat ciptaanku sendiri."
Ang I Niocu girang sekali dan berkata, "Coba kau sempurnakan ilmu itu dengan pedang, Hai-ji!"
Cin Hai lalu mencabut pedangnya dan berkata lagi,
"Ketika aku bersilat dan mengumpulkan tipu-tipu gerakan semua cabang persilatan yang pernah kulihat, tiba-tiba aku melihat bahwa memang selama ini aku terlalu lemah dan tidak mempunyai pikiran untuk membalas menyerang lawan. Aku tidak ingat bahwa tak perlu aku kerahkan seluruh perhatian untuk pertahanan, karena sebetulnya aku telah memiliki daya tahan yang otomatis dan tak perlu menggunakan seluruh perhatian lagi. Oleh karena kesalahan itu, maka dulu aku tidak melihat lowongan-lowongan dan kesempatan-kesempatan yang sebenarnya dapat kumasuki untuk merobohkan lawan." Setelah berkata demikian, ia menghampiri serumpun bambu dan tetumbuhan lain yang tumbuh dengan suburnya di dekat situ. Tetumbuhan itu penuh dengan daun-daun hingga batang-batangnya yang kecil hampir tak tampak dari luar dan oleh karena angin malam pada saat itu bertiup kencang, maka semua daun-daun itu yang berbentuk runcing bagaikan ratusan senjata menyerang ke depan dan melindungi batang-batang mereka yang kecil.
Cin Hai lalu membayangkan bahwa ratusan daun itu adalah senjata-senjata musuh yang melindungi tubuh musuh, dan bahwa ia harus berusaha menyerang tubuh-tubuh musuh yang kini dilindungi oleh ratusan pisau yang bergerak-gerak itu. Ia lalu menggerakkan Liong-coan-kiam di tangan kanannya dan mulai bersilat dengan gerakan aneh. Gerakannya mula-mula lambat dan mengintai rumpun itu, akan tetapi makin lama makin cepat. Ia berusaha untuk melukai tubuh-tubuh yang bersembunyi di balik ratusan senjata itu tanpa mengadu pedangnya dengan senjata itu! Hal ini tentu saja sukar bukan main oleh karena ratusan daun itu bergerak-gerak cepat dan tidak menentu karena tertiup angin hingga tubuh-tubuh atau batang-batang itu hanya nampak sekelebat dan sekilat saja! Akan tetapi, Cin Hai berlaku cepat dan hati-hati dan tiap kali daun-daun itu bergerak dan sebatang pohon kecil nampak, biarpun hanya sekilas, namun dengan pedangnya telah memasuki lowongan itu dan tepat ujung pedangnya menusuk batang itu tanpa mematahkannya!
Gerakan-gerakan pedangnya ini luar biasa sekali hingga Ang I Niocu yang masih duduk di dekat api, ketika melihat ini menjadi kagum sekali. Ia merasa begitu bergembira, hingga diam-diam ia pun menggerakkan kedua tangan dan bersilat meniru-niru dan mengimbangi gerakan pedang Cin Hai! Ia melihat betapa gerakan-gerakan anak muda itu masih nampak kaku, maka sambil menggerakkan kedua tangannya, ia berkali-kali menyerukan bahwa tangan kiri pemuda itu harus begini dan sikap tubuhnya harus begitu! Pendeknya, Cin Hai pada saat itu sedang menciptakan semacam ilmu pedang bersama-sama Ang I Niocu. Cin Hai mencipta ilmu pedangnya, sedangkan Gadis Baju Merah itu memperbaiki gerak gayanya!
Setelah Cin Hai selesai bersilat, Ang I Niocu lalu menghampiri rumpun bambu dan ketika ia membuka daun-daun yang menutupnya, ternyata batang-batang yang puluhan jumlahnya itu Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
271 semua telah berlubang bekas tusukan ujung pedang Ci Hai! Ang I Niocu bersorak girang dan menari-nari bagaikan anak kecil!
Cin Hai juga merasa girang sekali dan ia tidak menolak ketika Ang I Niocu mengajak ia sekali lagi bertanding dan ia harus mempergunakan ilmu pedangnya yang baru saja
diciptakannya itu! Dan hasilnya benar-benar hebat! Tiap jurus apabila Cin Hai menyerang selalu serangannya ini membingungkan Ang I Niocu dan kalau saja pemuda itu menyerang dengan sungguh-sungguh, dalam sepuluh jurus saja Pendekar Wanita Baju Merah ini pasti akan roboh! Ternyata bahwa Cin Hai telah menciptakan sebuah ilmu pedang yang benarbenar luar biasa, oleh karena ilmu pedangnya ini didasarkan atas kelemahan-kelemahan dan kekurangan-kekurangan ilmu silat lain yang telah dilihatnya. Ia menggunakan kesempatan untuk mengisi lowongan-lowongan dan menyerbu bagian-bagian yang lemah dari gerakan-gerakan aneh, bahkan kadang-kadang kedudukan kaki atau tangannya berbalik dan
merupakah kebalikan daripada gerakan ilmu silat biasa!
Ang I Niocu merasa girang sekali dan minta Cin Hai bersilat pedang lagi seorang diri. Pada gerakan yang kaku, gadis yang memang ahli tari dan memiliki gerak gaya indah ini lalu memperbaiki tanpa merusak gerakan aseli.
Sampai fajar menyingsing, kedua orang ini tiada hentinya melatih, atau lebih tepat lagi Cin Hai melatih diri dan Ang I Niocu membantunya dengan nasihat-nasihat mengenai keindahan gerakannya. Semalam suntuk mereka tidak beristirahat.
Pada keesokan harinya mereka hanya beristirahat sebentar kemudian Cin Hai kembali melatih diri dengan ilmu silat pedangnya yang baru itu. Ang I Niocu melihat dari samping memberi petunjuk di bagian yang masih kaku gerakannya. Walaupun ilmu pedang ini dapat dilihat dan ditiru oleh Ang I Niocu, akan tetapi oleh karena untuk mempergunakan ilmu pedang ini harus sebelumnya dimiliki kepandaian dan pengertian pokok tentang segala gerakan ilmu silat sebagaimana yang telah dimiliki Cin Hai, maka ilmu pedang ini tidak akan ada gunanya bagi Ang I Niocu. Pendeknya, tanpa pengetahuan dasar yang diajarkan oleh Pun Su, orang lain tidak mungkin mempergunakan ilmu ini dalam menghadapi lawan!
Demikianlah, setelah berlatih terus-menerus selama tiga hari tiga malam, akhirnya ilmu pedang ini dapat dimainkan dengan baik sekali oleh Cin Hai hingga Ang I Niocu menjadi puas dan girang. Ketika ia mencoba untuk melawan ilmu pedang ini dengan ilmu pedangnya, maka dalam tiga jurus saja pedangnya telah dapat dirampas oleh Cin Hai.
"Aduh Hai-ji! Ilmu pedangmu ini benar-benar luar biasa dan jangankan Hai Kong Hosiang biarpun Hek Pek Moko sendiri tentu akan roboh di tanganmu! Kionghi, kionghi! (Selamat)."
Tiba-tiba terdengar suara orang berkata dengan suara nyaring, "Ya, kionghi, kionghi! Akan tetapi hati-hatilah kau, Cin Hai agar ilmu jahat ini tidak merusak hatimu menjadi jahat dan kejam pula!"
Cin Hai dan Ang I Niocu terkejut sekali dan tahu-tahu Bu Pun Su telah berdiri di dekat mereka!
"Cin Hai, ilmu pedang tadi memang baik sekali dan tidak kusangka bahwa kau yang bodoh ini dapat mencipta ilmu pedang seperti itu! Akan tetapi oleh karena kau melatih dengan melukai batang-batang bambu dengan ujung pedangmu, maka apabila menghadapi lawan, kau Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
272 baru akan dapat merobohkan dia dengan tusukan yang melukainya pula! Ini jahat sekali, muridku!"
Cin Hai merasa bingung dan terkejut sekali oleh karena memang betul seperti yang dikatakan oleh gurunya ini. Tadi ia berhasil merampas pedang Ang Niocu oleh karena gadis pendekar itu terlalu terdesak oleh ilmu pedangnya hingga memungkinkan ia menyambar dan merampas pedang gadis itu, sedangkan kalau bertempur dengan lawan yang melawan mati-matian, maka untuk merobohkannya ia harus mempergunakan pedangnya yang mengirim serangan-serangan maut itu!
"Mohon ampun, Suhu, dan sudi memberi petunjuk-petunjuk kepada teecu," katanya.
Bu Pun Su tersenyum dan tiba-tiba dengan suara sungguh-sungguh ia berkata, "Coba cabutlah pedangmu itu dan seranglah aku!"
Cin Hai tidak ragu-ragu untuk melakukan hal ini oleh karena ia mempunyai kepercayaan penuh akan kesaktian suhunya, maka setelah memberi hormat sekali lagi, ia lalu mencabut Liong-coan-kiam dan menyerangnya dengan hebat. Pedangnya berkelebat merupakan sinar yang melenggang-lenggok dan ia telah mempergunakan jurus ke lima yang dianggapnya cukup berbahaya. Ia maklum bahwa suhunya memiliki mata tajam sekali dan telah hafal sekali akan segala gerakan pundak yang mendahului semua gerakan pukulan tangan dan juga telah tahu akan pergerakan lutut yang mendahului semua gerakan kaki, maka ia lalu mengeluarkan serangan jurus ke lima ini. Memang dalam menciptakan ilmu pedangnya, Cin Hai juga memikirkan kemungkinan apabila menghadapi seorang yang telah mempunyai
kepandaian melihat gerakan orang seperti yang sudah dipelajarinya dari Bu Pun Su, maka dalam beberapa gerakan ia sengaja membuat ilmu serangan yang dilakukan dengan gerakan-gerakan terbalik! Menurut gerakan ilmu silat biasa, jika pundaknya bergerak itu tentu menjadi tanda bahwa pedang di tangan kanannya akan ditusukkan ke depan, akan tetapi belum juga pedangnya menusuk, secepat kilat gerakan itu telah dibalik dan menjadi sabetan pada kedua kaki lawan dan sebelum sabetan ini diteruskan, telah dibalikkan pula dan menjadi sebuah serangan memutar ke arah leher!
"Ganas sekali!" Bu Pun Su berseru sambil meloncat ke belakang oleh karena guru yang lihai ini benar-benar tercengang dan terkejut melihat kehebatan serangan muridnya. "Hayo kauserang terus dan keluarkan semua ilmu pedangmu yang liar ini!" katanya dan Cin Hai tak berani membantah dan segera maju menyerang terus.
Akan tetapi, ilmu meringankan tubuh dari Bu Pun Su sudah sampai di tingkat tertinggi hingga boleh dibilang tubuhnya seperti sehelai bulu yang dapat bergerak pergi tiap kali angin pedang menyambar hingga biarpun pedang Cin Hai hampir menyerempet pakaian kakek itu, namun tetap pedang itu tak dapat melukainya! Namun benar-benar kali ini Bu Pun Su menghadapi semacam ilmu pedang yang luar biasa dan hanya dengan mengerahkan seluruh ginkangnya saja maka ia dapat mengelak bagaikan seekor burung beterbangan di antara sambaran pedang! Ang I Niocu memandang demonstrasi yang dilakukan oleh guru dan murid ini dengan mata terbelalak saking kagum dan herannya. Selama hidupnya belum pernah ia melihat kelihaian seperti ini dan hatinya diam-diam girang sekali memikirkan bahwa Cin Hai kini telah menjadi seorang jago pedang tingkat tinggi!
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
273 Ilmu pedang Cin Hai semuanya ada tiga puluh sembilan dan setelah dimainkan semua, akhirnya pemuda ini meloncat ke belakang sambil berkata dengan napas terengah-engah,
"Sudahlah, Suhu, teecu tak kuat lagi!" Ia lalu berlutut dengan muka merah karena hatinya kecewa betapa dengan mudahnya kakek itu dapat mengelak serangannya. Ia anggap ilmu pedangnya ini tiada gunanya sama sekali dan bahwa ia telah menyia-nyiakan waktu tiga hari tiga malam!
"Ha, ha ha." Bu Pun Su tertawa terkekeh-kekeh karena kakek ini maklum dan dapat
membaca isi hati Cin Hai dari muka pemuda itu, "Jangan kau kecewa, Cin Hai. Ketahuilah, ilmu pedang yang baru saja kau mainkan ini kehebatannya jauh melebihi dugaanku semula!"
"Mohon Suhu jangan mentertawakan kebodohan teecu," kata Cin Hai.
"Siapa mentertawakan kau" Anak bodoh, dengan ilmu pedangmu ini, kau boleh menjelajah di seluruh negeri dan mengharapkan kemenangan dari setiap pertempuran! Akan tetapi, jangan kira bahwa aku merasa senang atau bangga melihat ilmu pedangmu ini! Kaukira aku tidak percaya atau tidak suka kepadamu maka aku tak pernah menurunkan ilmu kepandaian menyerang kepadamu" Ketahuilah, dan kau juga Im Giok, aku memang sengaja tidak
mengajarkan ilmu serangan kepadamu, oleh karena apakah baiknya menyerang orang" Akan tetapi, memang segala apa sudah ditentukan oleh takdir hingga kau yang tidak mempelajari ilmu menyerang, ternyata kini menghadapi banyak musuh yang lihai. Dan jangan kauanggap bahwa ilmu pedangmu ini saja akan cukup kuat untuk menghadapi Si Rangka Hidup Kam Ki Sianjin, supek dari Hai Kong Hosiang itu! Ah, kau terlalu mengunggulkan diri kalau kau mempunyai pikiran demikian! Di dunia ini banyak sekali terdapat orang-orang pandai dan mungkin kalau sewaktu-waktu kau akan menemui musuh yang lebih lihai lagi! Sekarang kau telah berhasil menciptakan semacam ilmu menyerang, maka biarlah agar jangan kepalang tanggung, kau pelajari juga Ilmu Pek-in-hoat-sut (Ilmu Sihir Awan Putih) dan Ilmu Silat Tangan Kosong Kong-ciak-sin-na."
Bukan main girang rasa hati Cin Hai dan segera mengangguk-anggukkan kepala
menghaturkan terima kasih.
"Juga kau yang telah banyak membuat jasa boleh mempelajari ilmu ini, Im Giok." Ang I Niocu lalu berlutut dan mengucapkan terima kasih pula.
Demikianlah, selama dua pekan, Bu Pun Su memberi pelajaran dua macam ilmu silat itu kepada Cin Hai dan Ang I Niocu yang dipelajari dengan penuh perhatian oleh kedua pendekar muda itu. Pek-in-hoat-sut adalah ilmu sihir yang sebetulnya hanya sebutannya saja ilmu sihir, oleh karena ilmu ini gerakan ilmu silat yang sepenuhnya digerakkan oleh tenaga khikang hingga dari kedua kepalan tangan yang memainkannya keluar uap putih bagaikan awan yang dapat menolak setiap hawa serangan yang bagaimana jahat pun dari lawan! Uap ini terjadi dari keringat yang berubah menjadi uap sebagai akibat dari dorongan tenaga khikang yang panas dan disalurkan ke arah kedua lengan dalam setiap serangan. Biarpun lawan
menggunakan ilmu hitam atau pukulan keji seperti Ang-see-ciang (Tangan Pasir Merah) dan lain-lain, apabila bertemu dengan orang yang mempergunakan Pek-in-hoat-sut ini akan mati kutunya, tenaga serangan mereka yang buyar dengan sendirinya. Oleh karena tenaga hebat inilah maka ilmu ini disebut ilmu sihir!
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
274 Ilmu ke dua adalah Ilmu Silat Tangan Kosong Kong-ciak-sin-na atau Ilmu Silat Tangan Kosong Burung Merak. Gerakan-gerakan ilmu silat ini selain memukul, juga menggunakan jari-jari tangan untuk mencengkeram dan merampas senjata musuh hingga tepat sekali dipergunakan dengan tangan kosong apabila menghadapi lawan yang bersenjata.
Setelah kedua orang itu mempelajari dua macam ilmu silat itu dengan sempurna, Bu Pun Su lalu berkata,
"Cin Hai dan Im Giok! Biarpun kalian tidak bertanya, akan tetapi aku maklum bahwa kalian ingin sekali mendengarkan tentang nasib Lin Lin."
Cin Hai mendengarkan dengan wajah tiba-tiba berubah pucat, sedang Ang I Niocu juga mendengarkan dengan hati berdebar khawatir.
"Kalian jangan khawatir, menurut dugaanku Lin Lin telah selamat dan kalau tidak keliru ia sedang melakukan perjalanan dengan kawan-kawan baik. Sekarang ada hal yang lebih penting lagi. Orang-orang Turki dan orang-orang Mongol sedang berlomba untuk merebut sebuah pulau di laut timur dan apabila pulau ini sampai terjatuh ke dalam tangan mereka, maka bahaya besar mengancam seluruh negeri! Aku menyaksikan dengan mata sendiri, betapa ratusan orang-orang Turki dan Mongol dengan diam-diam dipimpin oleh orang-orang berilmu dari kedua bangsa itu dan secara bersembunyi mereka menyerbu ke daerah timur untuk berlomba menemukan pulau itu. Oleh karena ini, kalian berdua segera berangkatlah ke laut timur melalui sungai yang mengalir di sebelah utara ini, oleh karena hanya di sana saja, maka kalian akan dapat bertemu dengan Lin Lin, bahkan mungkin dapat bertemu dengan musuh besarmu yang bernama Hai Kong Hosiang itu. Nah, sekarang aku hendak pergi!"
Cin Hai dan Ang I Niocu maklum akan sikap aneh dari orang tua ini yang bicaranya selalu mengandung rahasia. Mereka maklum pula bahwa mereka secara membuta mereka harus
menurut petunjuk ini, oleh karena petunjuk ini pasti betul dan biarpun tidak jelas, namun kalau tidak nyata takkan dikeluarkan dari mulut kakek luar biasa itu.
Tanpa menunda lagi, Cin Hai dan Ang I Niocu berlari cepat ke utara dan tak lama kemudian mereka bertemu dengan sungai yang melintang dan mengalir ke arah timur itu. Di situ tidak terlihat perahu dan keadaannya sunyi sekali, maka keduanya lalu mempergunakan ilmu lari cepat dan mengikuti aliran sungai menuju ke timur. Akan tetapi, jalan di tepi sungai itu sukar sekali, penuh rawa dan hutan-hutan berbahaya, juga amat sukar dilalui. Setelah mereka berlari selama dua hari, akhirnya mereka melihat sebuah dusun kecil dan mereka menjadi girang ketika melihat beberapa buah perahu diikat di pinggir sungai. Segera Cin Hai mencari pemilik perahu untuk disewa atau dibelinya. Dua orang menghampiri mereka dan bertanya, "Jiwi membutuhkan perahu?"
"Betul," kata Cin Hai dengan girang. "Kami berdua hendak menyewa atau membeli sebuah perahu."
"Membeli?" kedua orang itu saling pandang "Ah, Kongcu. Di sini tidak ada yang mau menjual perahunya. Pernah kau mendengar ada orang menjual isterinya?"
"Apa katamu?" Cin Hai bertanya heran, dan tak senang, oleh karena menyangka bahwa nelayan itu hendak mempermainkannya.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
275 "Kongcu hendak membeli perahu, sedangkan sebuah perahu adalah sama dengan seorang isteri bagi seorang nelayan. Siapakah yang mau menjual perahu atau isterinya" Tidak, Kongcu, kalau kalian berdua hendak menyewa, boleh kalian pakai perahuku ini. Biarpun kecil, tetapi kuat dan laju!"
Cin Hai tersenyum geli. "Boleh, aku hendak menyewa perahumu ini."
"Jiwi hendak ke manakah?" tanya nelayan yang seorang lagi.
Ang i Niocu tidak senang melihat ada orang lain ikut bicara, bahkan bertanya tentang maksud kepergian mereka.
"Apa perlunya kau ikut campur dan bertanya ke mana kami hendak pergi?" tanyanya tak senang.
Orang itu berkata sambil mengangkat dadanya, "Aku berhak penuh untuk ikut campur, oleh karena perahu ini adalah milik kami berdua!"
Cin Hai tertawa. "Aha, kalau begitu isterimu ini mempunyai dua orang suami?"
Kedua orang nelayan itu tertawa. "Kongcu, kami adalah orang-orang miskin, dan dua orang memiliki sebuah perahu saja."
"Kami berdua hendak menuju ke laut dan hendak mencari sebuah pulau."
Kedua orang itu nampak terkejut sekali. "Apa" Hendak mencari pulau" Apakah Pulau Emas?"
Cin Hai dan Ang I Niocu tercengang, akan tetapi mereka memang hendak menyelidiki pulau yang belum pernah meraka ketahui ini sedangkan Bu Pun Su juga tidak memberi penjelasan, maka Cin Hai lalu tersenyum dan mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ya, kami mencari Pulau Emas!"
Tiba-tiba seorang di antara kedua nelayan itu menjadi pucat dan berkata kepada kawannya,
"Twako, marilah kita pergi dan jangan melayani mereka ini. Agaknya mereka ini pun sudah kegilaan emas dan mungkin akan timbul malapetaka lagi apabila kita membawa mereka seperti hal kita tempo hari itu!"
Cin Hai menjadi tertarik, dan Ang I Niocu segera membentak,
"Apakah yang terjadi" Apa ada orang lain yang juga mencari Pulau Emas itu?"
Kedua nelayan itu saling pandang dan keduanya lalu berdiri hendak meninggalkan tempat itu, sama sekali tidak berani menjawab. Ang I Niocu lalu meloncat dan sekali tangannya bergerak, maka pedang yang tajam telah dicabutnya dari pedang itu kini menempel di leher seorang nelayan,
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
276 "Ke mana engkau hendak pergi" Jangan main-main, sebelum kalian menceritakan hal itu kepada kami, jangan harap akan dapat pergi dengan kepala menempel di lehermu!"
Nelayan itu menghela napas. "Apa kataku, Twako" Benar-benar Pulau Emas itu pulau berhantu dan setan-setan saja yang berani mengunjungi pulau itu! Toanio, harap kau berlaku murah dan jangan begini galak. Kami hanya nelayan-nelayan biasa saja dan kalau Toanio menghendaki, baiklah kami tuturkan pengalaman kami. Beberapa hari yang lalu, kami kedatangan seorang asing yang sangat murah hati dan royal dengan hadiah-hadiahnya. Ia minta kami suka mendayung perahunya yang besar, oleh karena ia berkata bahwa ia tidak kenal daerah sini. Ia hendak pergi ke laut dan mencari Pulau Emas seperti kalian pula. Akan tetapi, pada suatu malam, perahu orang asing bangsa Turki ini kedatangan seorang perwira yang galak dan gagah, sedangkan perwira ini ketika datangnya saja sudah sangat aneh dan menakutkan yaitu ia mengempit tubuh seorang gadis muda yang cantik jelita!"
Berdebarlah hati Cin Hai dan Ang I Niocu. Bukankah gadis yang dimaksudkan ini Lin Lin adanya" Akan tetapi Cin Hai lalu mendesak, "Teruskan, teruskan ceritamu!"
"Setelah perwira galak ini naik ke dalam perahu kami, maka kami berdua lalu mendapat perintah untuk mendayung perahu dan sepanjang yang kami dengar, perwira itu tadinya hendak membunuh gadis yang ditawannya, akan tetapi maksudnya dihalangi oleh orang asing itu, dan agaknya Si Perwira takut dan tunduk kepadanya. Gadis itu lalu ditahan di dalam kamar perahu dan tidak diganggu. Akan tetapi, memang setan berkeliaran di atas sungai ini!
Tiba-tiba perahu yang kami dayung itu bertumbuk dengan sebuah perahu lain yang biarpun kecil, akan tetapi maju dengan kuat hingga perahu kami terhalang. Dan yang lebih hebat lagi, ketika kami menegur nelayan tua yang berada di perahu kecil itu, ia menjadi marah dan sekali pukulkan dayungnya yang besar, perahu yang kami dayung menjadi pecah dan bocor hingga tenggelam!"
"Nelayan Cengeng!" tak terasa lagi Cin Hai berseru. Nelayan yang bercerita itu menjadi kaget karena menyangka bahwa dialah yang dimaki cengeng tetapi sebelum ia sempat bertanya, Cin Hai sudah mendesaknya lagi. "Teruskanlah, teruskanlah!"
"Penumpang-penumpang kami orang Turki yang aneh dan perwira yang galak itu menjadi marah dan melompat ke darat, sedangkan gadis cantik yang ditawan itu pun tak tersangka-sangka lihai juga dan dapat melompat ke darat! Kami berdua tak dapat melompat sejauh itu maka kami lalu menceburkan diri ke dalam air dan berenang ke tepi. Ternyata di tepi itu terjadi pertempuran hebat! Orang Turki bertempur melawan nelayan tua yang memegang dayung dan yang telah memecahkan perahu kami, sedangkan Si Perwira dikeroyok oleh gadis tawanannya dan seorang pemuda tampan kawan nelayan tua itu."
"Ma Hoa!" kata Ang I Niocu dan kembali nelayan itu memandang heran karena tidak tahu maksud Dara Baju Merah yang berseru karena amat tertarik mendengar penuturan ini.
"Dan bagaimana hasil pertempuran itu?" Cin Hai mendesak dengan tak sabar, karena ia telah merasa pasti bahwa yang mengeroyok perwira itu tentu Lin Lin dan Ma Hoa dan yang bertempur melawan orang Turki tentu Si Nelayan Cengeng.
"Kesudahannya mengerikan sekali..." nelayan yang pandai bercerita itu sengaja berhenti sebentar untuk membikin pendengar-pendengarnya makin bernafsu dan ceritanya makin menarik, "perwira yang galak dan gagah itu tewas. Kepalanya remuk dipukul oleh dayung Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
277 yang dipegang gadis tawanannya, sedangkan dadanya bolong-bolong tertembus pedang Si Pemuda tampan!"
Baik Cin Hai maupun Ang I Niocu menghela napas lega. "Mampuslah si keparat!" seru Cin Hai dengan gembira, kemudian ia menegaskan, "Bukankah perwira itu masih muda, kira-kira tiga puluh tahun, dan bibirnya tebal?"
Nelayan itu memandangnya heran, "Betul sekali, apakah Kongcu kenal padanya?"
Akan tetapi Cin Hai tidak menjawab pertanyaan ini, hanya bertanya lagi, "Dan bagaimana hasil pertempuran orang Turki melawan nelayan tua itu?"
"Mereka bertempur secara luar biasa sekali hingga kami berdua tidak dapat melihat siapa menang siapa kalah. Tiba-tiba mereka berhenti bertempur dan agaknya lalu mengikat persahabatan. Si Nelayan Tua itu benar-benar setan air! Ia menyelam ke dalam air dan berhasil mencari dan mengambil perahu yang telah tenggelam itu. Bukan main! Selama hidupku belum pernah aku melihat orang dapat melakukan hal semacam itu. Tentu ia iblis air sungai itu!"
"Hush! Jangan membuka mulut sembarangan saja. Sekali lagi kau memaki dia, kutampar mulutmu!" kata Cin Hai sambil mendelikkan matanya hingga nelayan itu terkejut dan takut.
"Teruskan ceritamu, bagaimana selanjutnya dengan mereka itu?"
"Selanjutnya" Tidak ada apa-apa lagi. Mereka berempat setelah memperbaiki perahu lalu berangkat pergi dan kami ditinggalkan dengan perahu kecil ini dan hadiah uang!"
"Jadi perahu kecil ini adalah perahu kepunyaan nelayan tua itu?" tanya Cin Hai dengan girang. Kedua nelayan itu menjadi pucat karena mereka telah kelepasan omong.
"Kalau begitu kami hendak memakai perahu ini," kata Ang I Niocu yang merogoh keluar dua potong uang perak dari sakunya. "Nih, kalian ambil seorang satu! Perahu ini kami ambil!"
Melihat bahwa perahu itu hanya diganti dengan dua potong uang perak, kedua nelayan itu menjadi bingung, "Eh, Siocia, eh... Toanio, nanti dulu, perahu... perahu kami ini harganya lebih dari lima potong uang perak!"
Ang I Niocu mengangkat tangan mengancam. "Perahu ini bukan perahu kalian! Memberi dua potong perak sudah terlalu banyak untukmu dan itu pun bukan untuk membeli perahu ini, akan tetapi sebagai upah kalian bercerita tadi!"
Cin Hai dan Ang I Niocu lalu melompat ke dalam perahu dan mendayung perahu itu ke tengah sungai. Kedua nelayan itu tidak berani berbuat sesuatu, hanya melihat perahu itu pergi makin jauh dengan hati memaki-maki kalang kabut, akan tetapi mulut tidak berani bersuara!
Dua hari kemudian ketika perahu melalui sebuah hutan, Ang I Niocu melihat pohon-pohon buah lenci di dekat pantai.
Pendekar Bodoh > karya Kho Ping Hoo > published by ceritasilat
278 Melihat buah yang bergantungan dan sudah masak itu, timbul seleranya dan ia mengusulkan untuk berhenti dan beristirahat sebentar sambil mencari dan makan buah. Cin Hai setuju, oleh karena ia pun merasa ingin makan buah yang segar nampaknya itu. Mereka lalu mendayung perahu ke pinggir dan menarik perahu kecil itu ke darat. Kemudian, oleh karena melihat tempat itu sunyi dan indah sekali, timbul kegembiraan mereka dan keduanya lalu melompat ke atas cabang pohon dan memilih buah sesuka hati mereka.
Akan tetapi tiba-tiba Cin Hai berseru kaget dan cepat melompat turun dan ketika Ang I Niocu memandang ke arah perahu mereka, ia pun terkejut sekali. Seorang tosu (pendeta penganut Agama Tao) sedang menarik perahu mereka ke arah air, dan agaknya ia hendak
mempergunakan kesempatan itu untuk mencuri perahu mereka! Ang I Niocu menjadi marah sekali dan ia pun cepat melompat turun dari atas pohon.
Ketika Cin Hai dan Ang I Niocu berlari ke arah perahu mereka, tiba-tiba dari balik batang pohon besar melompat keluar seorang hwesio (pendeta penganut Agama Buddha) yang
bertubuh pendek tapi gemuk sekali. Hwesio ini kelihatan lucu sekali, mukanya seperti muka anak kecil yang gemuk, dan jika dilihat, ia persis seperti boneka besar atau Jilaihud yang berwajah baik dan peramah. Mukanya yang bulat itu selalu tersenyum ramah, tubuhnya bagian atas yang serba bulat dan gemuk hanya menutup kedua pundak dan lengannya saja, sedangkan tubuh atas bagian depan terbuka sama sekali! Dadanya yang bergajih dan pusarnya yang besar kelihatan menambah kelucuannya.
Ia menghadang Cin Hai dan Ang I Niocu sambil tertawa dan berkata, "Ai, ai, kalian sepasang burung dara yang bahagia! Mengapa melayang turun dari pohon dan berlari-lari. Bukankah lebih senang bermain-main di atas pohon?"
Rajawali Hitam 1 Elang Pemburu Karya Gu Long Pendekar Naga Mas 10