Pendekar Sakti Suling Pualam 14
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 14
kepala Takara Nichiba terkulai, dan putuslah nafasnya.
Yatsumi melangkah ke belakang dengan mata basah. Ia
telah berhasil membalas dendam kedua orang tuanya.
"He he he!" Seng Hwee Sin Kun tertawa terkekeh. "Yatsumi
berhasil membunuh Takara Nichiba, kini giliranku maju! Nah,
siapa yang akan maju melawanku?"
"Aku!" sahut Tio Bun Yang sambil menghampirinya.
"Bagus, bagus!" Seng Hwee Sin Kun. "Ha ha ha! Hari ini
kau pasti mampus!"
"Seng Hwee Sin Kun!" ujar Tio Bun Yang. "Asal kau
bersedia membebaskan Goat Nio, aku bersedia
melepaskanmu!"
"Ajalmu sudah dekat, kenapa masih banyak cincong!" sahut
Seng Hwee Sin Kun, kemudian mendadak menyerangnya.
Tio Bun Yang mengelak. Setelah diserang terus-menerus
barulah Tio Bun Yang balas menyerang. Mereka mulai
bertarung dengan sengit. Belasan jurus telah lewat dan tibatiba
Seng Hwee Sin Kun berhenti menyerang.
Ia berdiri tegak di tempat. Tio Bun Yang juga berdiri tegak
di hadapannya. Ternyata Seng Hwee Sin Kun mulai
mengerahkan Seng Hwee Sin Kang.
Menyaksikan itu, Tio Bun Yang segera mengerahkan Kan
Kun Taylo Im Kang. Bukan main Sepasang telapak tangan
Seng Hwee Sin Kun berubah kehijau-hijauan, begitu pula
mukanya bahkan badannya juga mengeluarkan hawa panas
Sedangkan sepasang telapak tangan dan muka Tio Bun
Yang berubah putih bagaikan salju dan sekujur badannya
mengeluarkan hawa dingin. D saat itu, mendadak Leng Bin
Hoatsu berseru.
"Serang mereka!"
Para anggota Seng Hwee Kauw langsung menyerang para
anggota Kay Pang dan Ngo Tol Kauw. Leng Bin Hoatsu
menyerang Lim Pen Hang, Pek Bin Kui menyerang Gouw Han
Tionj Tok Chiu Ong menyerang Ngo Tok Kauwcu beberapa
anggota Seng Hwee Kauw yang berkepandaian tinggi
menyerang Lie Ai Ling dan Si Keng Hauw. Terjadilah
pertarungan yang amat seru dan sengit. Pat Pie Lo Koay tidak
turun bertarung, melainkan berlari memasuki lembah itu.
"He he he!" Seng Hwee Sin Kun tertawa terkekeh-kekeh.
"Tio Bun Yang, kau pasti mampus hari ini!"
"Seng Hwee Sin Kun, lebih baik engkau membebaskan Goat
Nio!" "He he he!" Seng Hwee Sin Kun tertawa terkekeh-kekeh
lagi. "Sebentar lagi kau akan melihat kepalanya! He he he...!"
"Seng Hwee Sin Kun!" Betapa terkejutnya Tio Bun Yang.
"Engkau...."
"Aku sudah menyuruh seseorang pergi membunuhnya!"
Seng Hwee Sin Kun memberitahukan, "Orang itu akan
memenggal kepala Goat Nio, lalu membawanya ke mari untuk
diperlihatkan kepadamu! He he he...!"
"Seng Hwee Sin Kun!" Betapa cemasnya hati Tio Bun Yang.
Di saat itulah Seng Hwee Sin Kun mulai menyerangnya. Tio
Bun Yang segera berkelit dengan ilmu Kiu Kiong San Tian Pou.
"He he he!" Seng Hwee Sin Kun tertawa. "Aku punya cara
menghadapi ilmu Langkah itu, sebab aku telah menciptakan
Ngo Heng Pou (Ilmu Langkah Lima Elemen) guna menghadapi
ilmu Langkahmu itu! He he he...!"
Sementara pertarungan antara Lim Peng Hang dengan
Leng Bin Hoatsu semakin seru. Lewat puluhan jurus
kemudian, Leng Bin Hoatsu mulai berada di bawah angin
karena Lim Peng Hang menyerangnya dengan Tah Kauw Kun
Hoat (Ilmu Tongkat Pemukul Anjing), yaitu ilmu andalan Lim
Peng Hang. Betapa lihay dan dahsyatnya ilmu tongkat tersebut, maka
tidak heran kalau ketua Kay Pang itu memperoleh julukan Si
Tongkat Maut. "Aaaakh...!" Mendadak Leng Bin Hoatsu menjerit Ternyata
punggungnya terhajar tongkat Lim Peng Hang.
Itu membuat Leng Bin Hoatsu makin bernafsu membunuh
Lim Peng Hang. Maka ia jadi nekat menyerangnya tanpa
menghiraukan keselamatan dirinya sendiri.
Lim Peng Hang terpaksa menyurut mundur dan mendadak
ia bersiul panjang sekaligus balas menyerang. Kali ini ketua
Kay Pang menggunakan Sam Ciat Kun Hoat (Tiga Jurus
Tongkat Maut) Tongkatnya berkelebatan mengarah ke Leng Bin Hoatsu,
sehingga membuat Leng Bin Hoatsu terdesak. Ternyata Lim
Peng Hang mengeluarkan jurus Hoan Thian Cai Goat
(Membalikkan Langj Memetik Bulan).
Trang! terdengar suara benturan.
Walau sudah terluka, namun Leng Bin Hoatsi masih dapat
menangkis serangan itu. Di saa bersamaan, Lim Peng Hang
menyerangnya lagi dengan jurus Liak San Cien Hai
(Memecahkai Gunung Memindahkan Laut), yakni jurus yang
paling lihay dan dahsyat dari Sam Ciat Kun Hoal
Tongkat Lim Peng Hang berkelebatan sehingga
mengeluarkan suara menderu-deru. Kali ini Leng Bin Hoatsu
tidak mampu berkelit maupun menangkis lagi, sehingga
dadanya terhajar ujung tongkat Lim Peng Hang.
"Uaaaakh...!" Mulut Leng Bin Hoatsu memuntahkan darah
segar dan tubuhnya terpental beberapa depa. Ia mendekap
dadanya sendiri kemudian roboh dan nafasnya putus seketika.
Sementara Gouw Han Tiong juga telah berhasil membunuh
Pek Bin Kui. Tok Chiu Ong juga sudah mati terkena racun Ngo
Tok Kauwcu. Sedangkan Lie Ai Ling dan Sie Keng Hauw juga
telah berhasil membunuh para anggota Seng Hwee kauw yang
berkepandaian tinggi. Kini mereka dengan tegang sekali
menyaksikan pertarungan Seng Hwee Sin Kun yang terusmenerus
menyela ng Tio Bun Yang.
Pemuda itu tampak terdesak. Hal itu dikarenakan
pikirannya sedang menerawang. Betapa girangnya Seng Hwee
Sin Kun, yang terus menyerangnya dengan hebat.
"He he he!" Seng Hwee Sin Kun tertawa dan berkata
memecahkan perhatian Tio Bun Yang. 'Orangku itu pasti
sudah memenggal kepala Goat Nio! He he he...!"
"Seng Hwee Sin Kun!" Perhatian Tio Bun Yang betul-betul
tidak bisa dipusatkan, sehingga punggungnya nyaris terkena
pukulan lawan. "Adik Bun Yang! Engkau harus tenang! Orang yang
dimaksudkan itu adalah Pat Pie Lo Koay, dia pergi menolong
Goat Nio!" seru Ngo Tok kauwcu
Suara seruan itu membuat Tio Bun Yang lu i semangat,
namun justru membuat Seng Hwee Sin kun terkejut bukan
kepalang karena melihat Leng Bin Hoatsu dan lainnya sudah
jadi mayat. "Hari ini kalian semua harus mampus!" bentak Seng Hwee
Sin Kun sambil menyerang Tio Bu Yang, sekaligus
mengerahkan Seng Hwee Sin Kang sampai pada puncaknya.
Tio Bun Yang tahu, maka ia juga mengerahkan Kan Kun
Taylo Im Kang sampai pada puncaknya pula.
Seng Hwee Sin Kun menyerangnya dengan jurus Seng
Hwee Sauh Thian (Api Suci Membaka Langit). Berkelebatkelebatlah
cahaya kehijau-hijauan mengarah pada Tio Bun
Yang, bahkan juga mengandung hawa yang panas sekali.
Tio Bun Yang sama sekali tidak gugup. Ia segera
menangkis dengan mengeluarkan jurus Kan Kun Taylo Bu Pien
(Alam Semesta Tiada Batas) Tampak cahaya seputih salju
membendung cahay kehijau-hijauan itu.
Blaaam! Terdengar suara benturan dahsyat.
Seng Hwee Sin Kun terhuyung-huyung ke belakang
beberapa langkah, begitu juga Tio Bun Yang. Namun
kemudian Seng Hwee Sin Kun mulai menyerang lagi dengan
jurus Seng Hwe Jip Te (Api Suci Masuk Ke Bumi).
Tio Bun Yang menangkisnya dengan jurus Kan Kun Taylo
Hap It (Segala-galanya Menyatu Di Alam Semesta).
Blaaamm! Terdengar suara benturan yang lebih dahsyat.
Seng Hwee Sin Kun terpental beberapa depa begitu pula
Tio Bun Yang. Mereka saling memandang, lalu sama-sama
maju lagi. Betapa tegangnya Lim Peng Hang dan lainnya.
Mereka menyaksikan pertarungan itu dengan mata tak
berkedip sambil menahan nafas.
Seng Hwee Sin Kun membentak keras menyerang Tio Bun
Yang dengan jurus Thian Te leng Hwee (Api Suci Langit
Bumi), sedangkan Tio Bun Yang menangkis dengan jurus Kan
Kun Taylo Kwi Gong (Segala-galanya Kembali Ke Alam
Semesta). Daaar! Blaaammm...! Suara benturan dahsyat kedua
lweekang itu, disusul pula suara jeritan Seng Hwee Sin Kun.
"Aaaakh...!" Badan Seng Hwee Sin Kun terkulai belasan
depa. Begitu pula Tio Bun Yang, bahkan pakaiannya sudah
hangus. "Bun Yang...." Lim Peng Hang melesat kearahnya.
"Bagaimana engkau" Terluka parahkah?"
Tio Bun Yang menggelengkan kepala sambil menarik nafas
dalam-dalam. Kemudian barulah menjawab.
"Aku tidak apa-apa, Kakek."
"Syukurlah!" Lim Peng Hang menarik nafas lega
Sementara Seng Hwee Sin Kun yang terpental itu sudah
terkulai. Sekujur badannya menggigil dan mulutnya
mengeluarkan darah segar. Ternyata ia telah terluka dalam
yang sangat parah.
Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala, kemudian
menghampirinya dengan maksud ingin memeriksa lukanya.
Akan tetapi, di saat Tio Bun Yang melangkah
mendekatinya, tiba-tiba melayang turun lima sosok bayangan
putih. Ternyata lima orang berpakaian serba putih, dan
memakai kedok setan warna hijau.
"Haaah...!" Bukan main terkejutnya Lim Peng Hang,
serunya tak tertahan. "Kui Bin Pang...!"
Kelima orang itu tidak mengucapkan sepatah katapun,
langsung membopong Seng Hwee Sin Kun lalu melesat pergi.
Lim Peng Hang dan lainnya terheran-heran
menyaksikannya, karena kemunculan kelima orang itu begitu
mendadak, begitu pula perginya.
Tio Bun Yang berdiri diam di tempat, sama sekali tidak
mencegah mereka. Hal itu membuat Lie Ai Ling penasaran
sekali. "Kakak Bun Yang! Kenapa kau biarkan mereka pergi?"
"Adik Ai Ling..." sahut Tio Bun Yang sambil menggelenggelengkan
kepala. "Mereka berlima tidak menggangguku,
maka aku pun tidak boleh menimbulkan masalah lain."
"Tapi mereka membawa kabur Seng Hwel Sin Kun," ujar Lie
Ai Ling dengan wajah tidal senang.
"Biarlah mereka membawanya pergi, scsungguhnya aku
pun tidak berniat membunuhnya," ujar Tio Bun Yang.
"Apakah Kakak Bun Yang lupa bahwa Seng Hwee Sin Kun
yang membunuh kauw heng?"
"Adik Ai Ling!" Tio Bun Yang memberitahukan. "Seng Hwee
Sin Kun sudah terluka parah, kemungkinan besar dia tidak
akan bisa hidup lama lagi."
"Oooh!" Lie Ai Ling manggut-manggut. "Pantas engkau
membiarkannya dibawa pergi oleh kelima orang Kui Bin Pang
itu!" "Ng!" Tio Bun Yang mengangguk.
Sementara pertarungan para anggota Seng Hwee Kauw
dengan para anggota Kay Pang dan para anggota Ngo Tok
Kauw pun sudah berhenti. Banyak sekali para anggota Seng
Hwee Kauw yang mati dan terluka, sisanya pada kabur semua.
Tiba-tiba muncul Pat Pie Lo Koay menuntun seorang gadis
ke tempat itu. Siapa gadis itu" Tidak lain Siang Koan Goat Nio.
Wajahnya tampak pucat pias tapi berseri ketika melihat Tio
Bun Yang "Kakak Bun Yang...!" serunya lemah.
"Goat Nio! Goat Nio...." Tio Bun Yang berlari kearahnya.
"Goat Nio...."
"Kakak Bun Yang...." Siang Koan Goat Nio mendekap di
dada Tio Bun Yang sambil menangis terisak-isak. "Kakak Bun
Yang, aku... kukira kita tidak bisa berjumpa lagi."
"Goat Nio...." Tio Bun Yang memeluknya erat-erat,
kemudian membelainya seraya berkata lembut. "Jangan
menangis, aku sudah berada di hadapanmu!"
"Kakak Bun Yang, kita harus berterimakasihl kepada Pat Pie
Lo Koay." Siang Koan Goat Nio memberitahukan. "Kalau tidak
ada paman tua itu, mungkin aku sudah dibunuh."
"Ooooh!" Tio Bun Yang manggut-manggut, kemudian
memberi hormat kepada Pat Pie Lo Koay. "Terimakasih,
Paman." "Ha ha ha!" Pat Pie Lo Koay tertawa gelak "Jangan
sungkan! Engkau yang menyembuhkanl wajah Ling Cu, maka
aku pun harus membantumu."
"Tapi Paman yang menyelamatkan Goat Nio!" Tio Bun Yang
memberi hormat lagi kepada Pai Pie Lo Koay.
"Ha ha ha!" Pat Pie Lo Koay tertawa gelak sambil
menggeleng-gelengkan kepala dan berkala "Engkau memang
pemuda baik, aku kagum dari salut kepadamu."
"Pat Pie Lo Koay!" Lim Peng Hang mendekatinya sambil
tertawa. "Terimakasih atas bantuanmu!"
"Lim Pangcu!" Pat Pie Lo Koay menghela nafas panjang.
"Aku berhutang budi kepada Tu Hun Lojin, lagi pula Tio Bun
Yang yang menyembuhkan wajah Ling Cu. Nah, apakah aku
harus tinggal diam?"
"Pat Pie Lo Koay!" Gouw Han Tiong tertawa. "Aku sama
sekali tidak menyangka kalau almarhum pernah
menolongmu."
"Kalau ayahmu tidak menolongku, tentunya aku sudah
mampus dari dulu. Aku sungguh berhutang budi kepadanya."
"Yaah!" Gouw Han Tiong menghela nafas panjang. "Sayang
sekali, ayahku sudah tiada!"
"Oh ya!" Pat Pie Lo Koay teringat sesuatu, "kita harus
segera meninggalkan tempat ini, karena sebentar lagi akan
terjadi ledakan dahsyat."
"Paman telah memasang obat peledak di markas Seng
Hwee Kauw?" tanya Ngo Tok Kauwcu.
"Ya." Pat Pie Lo Koay mengangguk. "Sesuai dengan
rencana kita."
"Kalau begitu, mari kita cepat meninggalkan tempat ini!"
seru Ngo Tok Kauwcu.
Segeralah mereka meninggalkan Lembah Kabut Hitam. Tak
seberapa lama kemudian, terdengarlah suara ledakan dahsyat.
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tampak asap membumbung tinggi, dan api pun mulai
berkobar-kobar melalap markas Seng Hwee Kauw.
"Ha ha ha!" Pat Pie Lo Koay tertawa gembira. Mulai
sekarang Seng Hwee Kauw sudah musnah!"
"Seng Hwee Kauw memang sudah musnah, tapi...." Lim
Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala.
"Ada apa, Lim Pangcu?" tanya Pat Pie Lo Koay heran.
"Seng Hwee Sin Kun dibawa kabur oleh lima orang
berpakaian serba putih yang memakai kedok setan warna
kuning...." Lim Peng Hang memberitahukan.
"Haaah...!" Air muka Pat Pie Lo Koay berubah hebat. "Kui
Bin Pang...."
"Paman tahu tentang Kui Bin Pang?" tanya Ngo Tok
Kauwcu sambil memandangnya.
"Aaaah...!" Pat Pie Lo Koay menghela nafas panjang. "Aku
pernah dengar dari guruku tentang Kui Bin Pang. Namun
perkumpulan muka setan itu cuma bergerak di sekitar gurun
Sih Ih. Lagi pula sudah hampir seratus tahun tiada kabar
beritanya. Bagaimana Kui Bin Pang itu bisa muncul di
Tionggoan?"
"Pat Pie Lo Koay!" sela Lim Peng Hang. "Mari kita bicara di
markas saja!"
"Baik." Pat Pie Lo Koay mengangguk, kemudian mereka
semua berangkat ke markas pusa Kay Pang. Seharusnya
mereka bergembira atas kemenangan itu, namun mereka
malah tampak tercekam, dikarenakan kemunculan lima orang
Kui Bin Pang yang membawa kabur Seng Hwo Sin Kun.
-ooo0dw0ooo- Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong dan lainnya duduk
dengan wajah serius di ruang depan markas pusat Kay Pang.
Berselang beberapa saat, barulah Lim Peng Hang membuka
mulut. "Kelihatannya lima orang Kui Bin Pang itu bermaksud
menolong Seng Hwee Sin Kun. Mungkinkah Seng Hwee Sin
Kun punya hubungan dengan Kui Bin Pang?"
"Menurut aku tidak," sahut Gouw Han Tiong. "Kalau Seng
Hwee Sin Kun punya hubungan dengan Kui Bin Pang,
tentunya kita akan berhadapan dengan Kui Bin Pang pula,
bukan?" Lim Peng Hang manggut-manggut. "Kalau begitu, apa
maksud pihak Kui Bin Pang menolong Seng Hwee Sin Kun?"
"Mungkin...," ujar Gouw Han Tiong setelah berpikir sejenak.
"... ketua Kui Bin Pang berniat menarik Seng Hwee Sin Kun
menjadi anggotanya."
"Itu memang mungkin." Lim Peng Hang mengangguk.
"Maka ketua Kui Bin Pang mengutus kelima orang itu
menolong Seng Hwee Sin Kun."
"Mungkin dan tak mungkin," ujar Pat Pie Lo Koay
mendadak. "Guruku pernah bilang, ketua Kui Bin Pang
memiliki semacam ilmu sesat yang dapat mengendalikan
pikiran orang. Oleh karena itu aku yakin ketua Kui Bin Pang itu
punya maksud tertentu terhadap Seng Hwee Sin Kun."
"Maksud Paman ketua Kui Bin Pang akan mengendalikan
pikiran Seng Hwee Sin Kun?" tanya Ngo Tok Kauwcu dengan
kening berkerut
"Ya." Pat Pie Lo Koay manggut-manggut kemudian
menghela nafas panjang. "Kini Seng Hwee Kauw telah
musnah, tapi malah muncul Kui Bin Pang yang amat
menakutkan itu."
"Menakutkan?" Ngo Tok Kauwcu tersentak "Kenapa
menakutkan?"
"Sangat sadis, tidak pernah memberi ampun kepada siapa
pun." Pat Pie Lo Koay memberitahukan. "Kelihatannya rimba
persilatan akan dilanda banjir darah."
"Paman!" Ngo Tok Kauwcu mengerutkan kening.
"Mungkinkah ketua itu adalah ketua yang lama?"
"Tidak mungkin." Pat Pie Lo Koay menggelengkan kepala.
"Aku yakin ketua sekarang itu adalah ketua baru."
"Heran?" gumam Ngo Tok Kauwcu. "Sebetulnya siapa ketua
baru itu?"
"Sudahlah Ling Cu!" ujar Pat Pie Lo Koay sambil
menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak usah memikirkan itu,
kita harus cepat-cepat pulang ke markas."
"Ya, Paman." Ngo Tok Kauwcu menganggut lalu berpamit.
"Maaf, kami mau mohon diri pulang ke markas."
"Kok begitu cepat pulang, Kakak Ling Cu?" Tio Bun Yang
ingin menahannya.
"Adik Bun Yang!" Ngo Tok Kauwcu tersenyum. "Kelak kita
pasti berjumpa lagi, sampai berjumpa semua!"
Ngo Tok Kauwcu memberi hormat kepada Lim Peng Hang
dan Gouw Han Tiong lalu melangkah pergi. Pat Pie Lo Koay
pun memberi hormat kepada mereka, kemudian segera
menyusul Ngo Tok Kauwcu.
Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong, Tio Bun Yang dan Siang
Koan Goat Nio mengantar mereka sampai di luar markas.
Setelah mereka berdua melesat pergi, barulah Lim Peng Hang
dan lainnya kembali ke markas.
-oo0dw0ooTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Jilid 11 "Yatsumi!" Lim Peng Hang memandangnya sambil duduk.
"Engkau telah berhasil membunuh ketua ninja itu, lalu apa
rencanamu selanjutnya?"
"Kakek Lim," jawab Yatsumi. "Aku akan segera pulang ke
Jepang." "Ngmmm!" Lim Peng Hang manggut-manggut. "Engkau
berasal dari Jepang, tentunya harus pulang ke Jepang."
"Aku...." Sepasang mata Yatsumi bersimbah air. "Aku
sangat berterimakasih kepada Kakek Lim, Kakek Gouw dan
lainnya." "Yatsumi," sela Lie Ai Ling sambil tertawa. "Jangan berkata
begitu. Hubungan kita sudah bagaikan kakak beradik."
"Betul," sambung Siang Koan Goat Nio dengan wajah
berseri. "Kita boleh dikatakan bagaikan kakak beradik."
"Aku...." Yatsumi terharu sekali, sehingga membuatnya
menangis-terisak. "Aku...."
"Yatsumi!" Lie Ai Ling menatapnya dalam-dalam. "Engkau
harus yakin dan percaya diri. Begitu engkau tiba di Jepang,
harus memberanikan diri menemui orang tua pemuda itu."
"Ai Ling...." Wajah Yatsumi kemerah-merahan.
"Eeeeh?" Lim Peng Hang tertawa gelak. "Kini kalian
membicarakan urusan pribadi, maka alangkah baiknya kalian
ke halaman belakang saja."
"Betul," sahut Lie Ai Ling sambil tertawa! "Ayoh, mari kita
ke halaman belakang!"
Gadis itu langsung menarik Sie Keng Hauw ke belakang.
Tio Bun Yang, Siang Koan Goat Nio dan Yatsumi mengikuti
mereka dari belakang.'
"Hi hi hi!" Lie Ai Ling tertawa setelah berada di halaman
belakang. "Aku gembira sekali."
"Ai Ling!" Sie Keng Hauw menatapnya heran. "Kenapa
engkau gembira?"
"Apakah engkau tidak merasa gembira?" Lie Ai Ling balik
bertanya. "Kini Kakak Bun Yang sudah berkumpul kembali
dengan Goat Nio."
"Betul." Sie Keng Hauw manggut-manggut. "Kita harus
mengucapkan selamat kepada mereka berdua."
"Terimakasih, terimakasih..." sahut Tio Bun Yang sambil
tertawa gembira. "Terimakasih...."
"Aaaah...." Mendadak Yatsumi menghela nafas panjang.
"Yatsumi," ujar Tio Bun Yang. "Percayalah' orang tua
pemuda itu pasti merestui kalian, aku yakin itu."
"Mudah-mudahan!" sahut Yatsumi. "Kalau aku menikah
dengan pemuda itu, aku dan dia pasti ke mari mengunjungi
kalian." "Nah!" seru Lie Ai Ling. "Jangan ingkar janji Hio!"
"Aku tidak akan ingkar janji. Percayalah padaku!" Yatsumi
tersenyum. "Aku pasti ke mari mengunjungi kalian."
Beberapa hari kemudian, Yatsumi bertolak ke Jepang.
Sedangkan Tio Bun Yang, Siang Koan lioat Nio, Sie Keng Hauw
dan Lie Ai Ling berangkat ke Pulau Hong Hoang To.
-ooo0dw0ooo- Bagian ke lima puluh satu
Markas Kui Bin Pang
Tentang musnahnya markas Seng Hwee Kauw, telah tersiar
luas dalam rimba persilatan. Setelah mendengar berita
tersebut, para ketua tujuh partai besar segera berangkat ke
markas pusat Kay Pang.
"Lim Pangcu," ujar Hui Khong Taysu ketua Siauw Lim Pay.
"Kami ke mari memberi selamai kepadamu."
"Ha ha ha!" Lim Peng Hang tertawa gelak "Taysu dan para
ketua lain, silakan duduk!"
Mereka duduk, beberapa anggota Kay Pang segera
menyuguhkan teh. Seusai meneguk teh, Hui Khong Taysu
berkata, "Lim Pangcu, partaimu sangat berjasa bagi rimba
persilatan, karena telah menumpas Seni Hwee Kauw."
"Sesungguhnya...." Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan
kepala. "Bukan Kay Pang yang berjasa dalam hal ini,
melainkan Tio Bun Yang, Ngo Tok Kauwcu, Sie Keng Hauw,
Lie Ai Linj dan Pat Pie Lo Koay."
"Tapi kalau tidak ada Kay Pang, belum tentu mereka dapat
menumpas Seng Hwee Kauw," ujar It Hian Tojin ketua Butong
Pay "Yang jelas mereka yang berjasa," tandas Lini Peng Hang.
"Tapi...."
"Kenapa?" tanya Wie Hian Cinjin, ketua Kun Lun Pay.
"Apakah masih ada masalah lain?"
"Apakah kalian pernah mendengar tentang Kui Bin Pang?"
Lim Peng Hang balik bertanya mendadak sambil memandang
para ketua itu.
Mereka saling memandang, namun air muka Hui Khong
Taysu berubah hebat begitu Lim Peng Hang mengajukan
pertanyaan tersebut.
"Kui Bin Pang...?" gumamnya.
"Ya." Lim Peng Hang mengangguk. "Taysu pernah
mendengar tentang perkumpulan itu?"
"Guruku pernah memberitahukan tentang Kui Rin Pang
yang misteri itu, kenapa Lim Pangcu bertanya tentang itu?"
"Sebab...." Lim Pangcu menggeleng-gelengkan kepala.
"Seng Hwee Sin Kun terluka parah oleh pukulan Tio Bun Yang,
namun mendadak muncul lima orang berpakaian serba putih
memakai kedok setan membawanya kabur."
"Haah?" Bukan main terkejutnya Hui Khong Taysu.
"Omitohud!"
"Taysu!" It Hian Tojin menatapnya. "Beritahu-kanlah
tentang Kui Bin Pang!"
"Omitohud!" Hui Khong Taysu menghela nafas panjang.
"Sudah hampir seratus tahun Kui Bin Pang tiada kabar
beritanya, namun kini malah muncul di Tionggoan. Guruku
pernah melihat Kui Hin Pang di daerah gurun Sih Ih. Pada
waktu itu Kui Bin Pang sedang membantai suatu suku di
daerah gurun Sih Ih. Guruku segera turun tangan menolong
suku itu, namun ketua Kui Bin Pang berhasil mengalahkan
guruku." "Oh?" Lim Peng Hang terbelalak. "Begitu imggi kepandaian
ketua Kui Bin Pang itu?"
"Omitohud!" sahut Hui Khong Taysu. "Memang tinggi sekali
kepandaian ketua Kui Bin Pang ituu. Gurukupun
memberitahukan, bahwa Kui Bin Pang cuma bergerak di
daerah Sih Ih, tidak memasuki daerah Tionggoan. Tapi kini...."
"Aaaah...!" Lim Peng Hang menghela nafas panjang. "Kini
Kui Bin Pang telah memasuki daerah Tionggoan, bahkan
menolong Seng Hwee Sin Kun."
"Omitohud!" Hui Khong Taysu menggeleng-gelengkan
kepala. "Kalau begitu, tidak lama lagi rimba persilatan akan
dilanda banjir darah."
"Siapa ketua Kui Bin Pang itu?" tanya Pek Bie Lojin, ketua
Swat San Pay. "Tidak tahu," sahut Lim Peng Hang dan menambahkan,
"Mereka semua memakai kedok setan dan berpakaian serba
putih." "Yaaah!" Hui Liong Sin Kiam, ketua Hwa San Pay menghela
nafas panjang. "Seng Hwee Kauw telah ditumpas, tapi muncul
lagi Kui Bin Pang!"
"Omitohud!" ucap Hui Khong Taysu. "Kui Bin Pang lebih
ganas dan sadis dibandingkan dengan Seng Hwee Kauw, kini
kaum rimba persilatan dalam bencana."
"Oh ya!" Beng Leng Tojin, ketua Khong Tong Pay
memandang Lim Peng Hang seraya bertanytil "Di mana Tio
Bun Yang?"
"Cucuku dan lainnya sudah pulang ke Pulau Hong Hoang
To," jawab Lim Peng Hang melanjutkan. "Tentang Kui Bin
Pang, dia pasti memberitahukan kepada Tio Cie Hiong."
"Kalau Kui Bin Pang mengganas di rimba persilatan, apakah
pihak Pulau Hong Hoang To akan turun tangan menumpas
mereka?" tanya It Nian Tojin, ketua Butong Pay.
"Itu bagaimana nanti saja." jawab Lim Peng liang.
"Apabila Kui Bin Pang berani mengusik pihak Pulau Hong
Hoang To, sudah barang tentu pihak Pulau Hong Hoang To
akan turun langan menumpasnya," ujar Gouw Han Tiong
MJiigguh-sungguh.
"Omitohud...!" ucap Hui Khong Taysu. "Kapan rimba
persilatan akan tenang aman dan damai" Omitohud...!"
-oo0dw0ooo- Mo Kui San (Gunung Setan Iblis) terletak di sebelah utara
Tionggoan. Gunung tersebut tidak pernah dijamah manusia
sebab sangat seram sekali. Konon gunung itu merupakan
tempat bermukimnya para setan iblis, oleh karena itu, tiada
seorang pun berani memasukinya.
Akan tetapi, sungguh mengherankan. Di puncak gunung itu
justru tampak sebuah bangunan yang sangat besar,
sepertinya belum lama dibangun.
Tidak salah. Bangunan megah itu memang belum lama
dibangun, itu adalah markas Kui Bi Pang.
Di ruang tengah markas itu tampak belasan orang
berkumpul di situ. Yang memakai kedok setan warna merah
adalah ketua Kui Bin Pan duduk di kursi batu yang mengkilap,
yang memakai kedok setan warna kuning adalah Dua
Pelindung. Lima Setan Algojo memakai kedok setan warna
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hijau, sedangkan para anggota berkepandaian tinggi memakai
kedok setan warna putih.
"Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang tertawa terbahak-bahak.
"Ngo Sat Kui (Lima Setan Algojo), kalian berlima berhasil
menolong kabur Seng Hwee Sin Kun, pertanda kalian berlima
telal berjasa!"
"Terimakasih, Ketua," ucap Toa Sat Kui (Setan Algojo
Tertua). "Maaf, Ketua," ucap salah seorang pelindung dan bertanya.
"Kenapa Ketua perintahkan Ngo Sat Kui menolong Seng Hwee
Sin Kun?" "Ha ha ha?" Ketua Kui Bin Pang tertawa gelak. "Tentunya
aku punya suatu rencana. H; ha ha...!"
"Bolehkah kami tahu mengenai rencana Ke tua?" tanya Toa
Sat Kui. "Boleh," sahut ketua Kui Bin Pang. "Aku akan
menyembuhkan lukanya, sekaligus menggunakan ilmu
hitamku untuk mengendalikan pikirannya."
"Oooh!" Toa Sat Kui manggut-manggut. "Ketua ingin
mengendalikan pikirannya untuk membunuh orang?"
"Ya." Ketua Kui Bin Pang mengangguk. "Aku akan
menyuruhnya membunuh orang-orang tertentu, bahkan juga
akan menyuruhnya membuat gila para ketua tujuh partai
besar. Setelah itu, barulah kita menguasai rimba persilatan.
Otomatis pihak Pulau Hong Hoang To akan muncul .
"Rencana yang bagus," ujar Toa Sat Kui sambil tertawa.
"Ketua memang berotak cemerlang."
"Ketua," tanya salah seorang pelindung. "Kenapa kita tidak
menyerbu ke Pulau Hong Hoang Ro?"
"Itu sangat membahayakan kita," sahut ketua Kui Bin Pang.
"Sebab kita sama sekali tidak tahu keadaan pulau itu. Maka
lebih baik biar mereka tang menyerbu ke mari."
"Seandainya pihak Pulau Hong Hoang To tidak menyerbu
ke mari?" tanya Toa Sat Kui.
"Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang tertawa gelak. Kalau kita
membunuh Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong, apakah
pihak Pulau Hong Hoang To akan tinggal diam saja?"
"Betul, betul." Toa Sat Kui tertawa gelak.
"Kalian semua harus tahu, pihak Pulau Hong Hoang To
adalah musuh kita," ujar ketua Kui Bi Pang. "Karena Tio Po
Thian yang memukul ketua lama hingga jatuh ke dalam
jurang, maka ki harus membalas dendam itu."
"Tapi...." Salah seorang pelindung menggeleng-gelengkan
kepala. "Kita masih belum menemuka tetua, jadi kita tidak
boleh bergerak."
"Dalam tiga bulan ini, kalau kita tidak menemukan tetua,
aku akan perintahkan para anggota bergerak dalam rimba
persilatan, bahkan Seng Hwee Sin Kun yang dibawah
pengaruhku akan mulai beraksi. Ha ha ha...!" Ketua Kui Bi
Pang tertawa terbahak-bahak.
"Ketua," ujar salah seorang pelindung. "Bukankah lebih
baik kita menunggu tetua?"
"Aku sudah bilang, apabila dalam tiga bulan ini tetua itu
masih belum muncul, maka Kui Bin Pang akan mulai bergerak
di rimba persilatan!" sahut ketua Kui Bin Pang. "Para anggota
harus mulai membunuh kaum pesilat golongan putih,
sedangkan Seng Hwee Sin Kun harus membuat gila para ketua
tujuh partai besar, bahkan juga harus membunuh Lim Peng
Hang dan Gouw Ha" Tiong. Ha ha ha...!"
"Ide yang bagus," ujar Toa Sat Kui. "Aku yakin pihak Pulau
Hong Hoang To pasti muncul. Ht he he!"
"Tio Tay Seng, Tio Cie Hiong dan Tio Bui Yang harus mati
di tanganku," ujar ketua Kui Bin Pang sambil mengepaliean
tinju. "Terutama Tio Bun Yang, aku akan membunuhnya
dengan cara vang paling sadis."
-oo0dw0oo- Sementara itu, Tio Bun Yang dan lainnya sudah tiba di
Pulau Hong Hoang To. Betapa gembiranya Tio Tay Seng, Tio
Cie Hiong, Lim Hong Im dan lainnya, terutama Kou Hun Bijin.
"Oooh! Goat Nio, syukurlah engkau sudah pulang bersama
Bun Yang!" Kou Hun Bijin memeluk Siang Koan Goat Nio eraterat.
"Ibu...." Gadis itu menangis terisak-isak.
"Nak!" Kou Hun Bijin membelainya seraya bertanya,
"Kenapa engkau menangis" Dan kenapa kulanmu kurus"
Apakah Bun Yang menghinamu"
"Kakak Bun Yang sangat menyayangiku. Bagaimana
mungkin dia menghinaku" Dia...."
"Kenapa dia?" Kou Hun Bijin menatapnya. 'Apakah dia
sudah berbuat begitu atas dirimu?"
"Ibu kok omong sembarangan sih?" Wajah Siang Koan Goat
Nio langsung memerah.
"Tapi...." Kou Hun Bijin mengerutkan kening, kenapa
badanmu kurus" Pasti ada suatu masalah kan?"
"Ibu!" Siang Koan Goat Nio tertawa kecil "Masalah itu telah
lewat." "Eh?" Kou Hun Bijin terbelalak. "BagaimanJ engkau, tadi
menangis sekarang malah tertawa?"
"Bijin," ujar Sam Gan Sin Kay sambil tertawa. "Jangan terus
berdiri, duduklah!"
"Tumben!" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan. "Hari ini
engkau begitu baik terhadapku, jangan-jangan...."
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa lagi "Kita sama-sama
tinggal di satu pulau, tentunya harus baik satu sama lain,
bukan?" "Betul. Hi hi hi!" Kou Hun Bijin tertawa nyaring sambil
menarik Siang Koan Goat Nio untuk diajak duduk.
"Nak...," panggil Kim Siauw Suseng denga suara rendah.
"Ayah!" sahut Siang Koan Goat Nio sambi tersenyum.
"Nak!" bisik Kim Siauw Suseng. "Syukur engkau sudah
pulang bersama Bun Yang, ayah merasa gembira sekali."
"Hei!" seru Sam Gan Sin Kay. Jangan bisik-bisik, bicaralahh
terang-terangan!"
"Apa urusanmu?" sahut Kim Siauw Suseng "Aku berbisikbisik
dengan putriku kok."
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa geli kemudian
memandang Tio Bun Yang seraya berkata, "Bun Yang,
ceritakanlah pengalaman kalian!"
"Sungguh bukan main!" sela Lie Ai Ling mendadak.
"Memang bukan main!"
"Apa yang bukan main?" tanya Sam Gan Sin Kay terbelalak.
"Apakah engkau sudah bermain-main dengan Keng Hauw,
maka terus mengatakan Bukan main'?"
"Kakek tua pengemis...." Wajah Lie Ai Ling kemerahmerahan.
"Maksudku pengalaman kami bukan main."
"Oh?" Sam Gan Sin Kay tertawa. "Kalau begitu, ceritakanlah
yang bukan main itu!"
"Goat Nio ditangkap pihak Seng Hwee Kauw...," tutur Lie Ai
Ling tentang semua kejadian itu. ".... akhirnya markas Seng
Hwee Kauw diledakkan sampai musnah."
"Bagus, bagus! Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa
gembira. "Kini rimba persilatan Tiong-goan pasti sudah aman."
"Tapi...." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.
"Ada apa, Bun Yang?" tanya Tio Cie Hiong sambil
menatapnya dengan penuh perhatian.
"Ketika Seng Hwee Sin Kun terluka parah, mendadak
muncul lima orang berpakaian serba putih dan memakai kedok
setan." "Haaah?" Air muka Tio Tay Seng langsung berubah hebat.
"Kui Bin Pang!"
"Kakek tahu tentang Kui Bin Pang?" tanya Tio Bun Yang.
"Aaaah...!" Tio Tay Seng menghela nafas panjang. "Seng
Hwee Kauw telah musnah, tapi kini malah muncul Kui Bin
Pang, pertanda rimba persilatan Tionggoan akan dilanda banjir
darah lagi!"
"Ayah!" Tio Bun Yang memberitahukan. "Aku sudah tahu
jelas mengenai Kui Bin Pang itu."
"Oh?" Tio Cie Hiong tertegun. "Beritahukan-lah!"
"Kini Kui Bin Pang memang sudah berada di Tionggoan.
Sasaran mereka adalah kita," ujar Tio Bun Yang. "Karena
ketua lama Kui Bin Pane punya dendam dengan majikan lama
pulau ini. Karena itu, ketua baru Kui Bin Pang ingin menuntut
balas." "Bun Yang!" Tio Tay Seng tersentak. "Engkau tahu dari
siapa tentang itu?"
"Aku bertemu seorang tua, dia yang memberitahukan
kepadaku," jawab Tio Bun Yang tanpa menceritakan ciri-ciri
orang tua tersebut, sebab Sie Keng Hauw berada di situ.
"Siapa orang tua itu?" tanya Tio Cie Hiong.
"Aku tidak tahu, Ayah," sahut Tio Bun Yang sambil
memberi isyarat.
"Oooh!" Tio Cie Hiong manggut-manggut karena sudah
tahu akan arti isyarat Tio Bun Yangl
"Aaaah...!" Tio Tay Seng menghela nafas panjang. "Cie
Hiong, bukankah aku sudah menuturkan tentang itu?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.
"Tidak apa-apa," ujar Sam Gan Sin Kay. "Kalau mereka
berani menyerbu ke mari, kita habisiean saja mereka satu
persatu." "Pengemis bau!" sahut Kim Siauw Suseng. "bagaimana
mungkin Kui Bin Pang akan menyerbu ke mari" Mereka tidak
tolol lho!"
"Tidak salah," ujar Tio Cie Hiong. "Kui Bin Pang tidak akan
menyerbu ke mari, tapi kemungkinan besar akan menyerbu ke
markas pusat Kay Pang."
"Haah?" Lim Ceng Im terkejut bukan main. "Kalau begitu,
bukankah ayahku dalam bahaya?"
"Itu...." Tio Cie Hiong mengerutkan kening.
"Ibu," ujar Tio Bun Yang. "Sementara ini, Kui Bin Pang
tidak akan menyerbu ke markas pusat kay Pang."
"Memangnya kenapa?" tanya Lim Ceng Im heran.
"Karena pihak Kui Bin Pang belum menemukan tetua
mereka, maka sementara ini Kui Bin Pang belum bisa
bergerak," jawab Tio Bun Yang memberitahukan. "Namun
entah bagaimana kelak?"
"Aku yakin...." Tio Cie Hiong mengerutkan kening seraya
berkata, "Tidak lama lagi Kui Bin Pang pasti bergerak dalam
rimba persilatan. Sasaran Kui Bin Pang pasti Kay Pang dan
tujuh partai besar."
"Benar." Sam Gan Sin Kay manggut-manggu dan
melanjutkan, "Kui Bin Pang tidak beran menyerbu ke mari,
tapi akan memancing kita ke Tionggoan."
"Tidak salah," sahut Kim Siauw Suseng. "Itu lah tujuan Kui
Bin Pang. Namun kalau Kui Bir Pang bertindak begitu,
tentunya kita tidak akar tinggal diam."
"Kita semua sudah bersumpah tidak akar mencampuri
urusan rimba persilatan. Bagaimana! mungkin kita ke
Tionggoan?" Tio Tay Seng menggeleng-gelengkan kepala.
"Tio Tocu!" Sam Gan Sin Kay tertawa. "Itu bukan urusan
rimba persilatan, melainkan urusan kita. Karena Kui Bin Pang
menuntut balas terhadap kita."
"Memang." Tio Tay Seng manggut-manggut "Ini urusan
Pulau Hong Hoang To, tiada sangku pautnya dengan Kay Pang
maupun tujuh parta besar...."
"Justru termasuk urusan Kay Pang." potong Sam Gan Sin
Kay serius. "Sebab Tio Cie Hiong menantu Lim Peng Hang,
ketua Kay Pang. Sedangkan aku mantan tetua Kay Pang pula.
Bahkan sudah sekian lama tinggal di Pulau Hong Hoang To ini.
Nah, bukankah diriku termasuk bagian dari Pulau Hong Hoang
To?" "Sama," sahut Kim Siauw Suseng. "Aku pun termasuk
bagian dari pulau Hong Hoang To."
"Sama," sela Kou Hun Bijin sambil tertawa cekikian. "Goat
Nio adalah calon isteri Bun Yang. berarti kami akan berbesan
dengan pihak Pulau Hiong Hoang To ini, bukan" Hi hi hi...!"
"Tidak salah, isteriku," ujar Kim Siauw Suseng sambil
tersenyum. "Begitu mesranya!" goda Sam Gan Sin Kay sambil tertawa
gelak. "Ha ha ha!"
"Bagaimana menurut kalian?" tanya Tio Tay Seng
mendadak dengan wajah serius sekali.
"Kita lihat saja bagaimana perkembangan selanjutnya.
Beres kan?" sahut Sam Gan Sin Kay.
"Beres?" Kim Siauw Suseng menggeleng-gelengkan kepala.
"Kita semua berada di pulau ini, bagaimana bisa tahu
perkembangan di Tiong-l-oan?"
"Kalau ada sesuatu, Peng Hang pasti mengutus orang ke
mari memberitahukan kepada kita," ?ahut Sam Gan Sin Kay.
"Masalah itu lebih baik kita bicarakan nanti jaja," ujar Tio
Tay Seng. "Sekarang Bun Yang tlan lainnya perlu beristirahat
dulu." "Betul." Sam Gan Sin Kay manggut-manggut. "Nah, kalian
kaum muda pergilah beristirahat!"
"Ya." Tio Bun Yang dan lainnya mengangguk lalu
melangkah ke dalam.
"Goat Nio!" panggil Kou Hun Bijin. "Engkau ke kamar, ibu
ingin bicara denganmu."
"Ya." Siang Koan Goat Nio mengangguk lal melangkah ke
kamarnya. Sementara Tio Bun Yang sudah berada dalam kamarnya.
Tak seberapa lama kemudia muncullah Tio Cie Hiong.
"Bun Yang...." Tio Cie Hiong memandangnya "Isyaratmu
tadi...." "Ayah, aku tidak bisa berterus terang di sana" ujar Tio Bun
Yang sambil duduk.
"Kenapa?" Tio Cie Hiong duduk di hadapannya.
"Sebab Sie Keng Hauw berada di situ," jawal Tio Bun Yang
melanjutkan. "Orang tua yang kuceritakan tadi itu gurunya!"
"Apa?" Tio Cie Hiong tertegun. "Orang tua yang kau
ceritakan itu guru Sie Keng Hauw?"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Orang tua pincang itu
berpesan kepadaku tidak boleh membuka rahasia dirinya pada
Sie Keng Hauw, karena akan membahayakan dirinya."
"Oooh!" Tio Cie Hiong manggut-manggut "Kalau begitu,
orang tua pincang itu pasti punya hubungan dengan Kui Bin
Pang." "Tidak salah. Ayah orang tua pincang itu tetua Kui Bin
Pang, namun orang tua pincang itu tidak mau bergabung
dengan Kui Bin Pang."
"Tapi...." Tio Cie Hiong mengerutkan kenin "..almu silat
mereka?"
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Orang tua pincang itu memang cerdik." Tio Bun Yang
memberitahukan. "Sebelum menerima Sie Keng Hauw sebagai
murid, beliau telah mengubah semua gerakan ilmu silat yang
dimilikinya."
"Oooh!" Tio Cie Hiong tersenyum. "Memang cerdik orang
tua pincang itu. Jadi dia yang menceritakan kepadamu
tentang Kui Bin Pang?"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk.
"Dia memberitahukan kepadamu siapa ketua baru Kui Bin
Pang?" tanya Tio Cie Hiong.
"Beliau juga tidak tahu siapa ketua baru perkumpulan itu,
sebab mereka semua memakai kedok setan."
"Dia memberitahukan kepadamu mengenai ilmu silat ketua
baru Kui Bin Pang itu?"
"Beliau memberitahukan," ujar Tio Bun Yang. "Ketua Kui
Bin Pang memiliki kepandaian yang mngat tinggi, yakni Pek
Kut Im Sat Kang (Tenaga Jlawa Dingin Beracun) dan ilmu
hitam. Tapi .Menurut orang tua pincang, ketua baru Kui Bin
Pang juga memiliki ilmu lain. Jadi kepandaiannya jauh lebih
tinggi dari ketua lama."
"Oh?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening. "Mungkinkah
ketua baru Kui Bin Pang itu berkepandaian lebih tinggi dari
Seng Hwee Sin Kun?"
"Entahlah." Tio Bun Yang menggelengkan kepala. "Tapi
sungguh mengherankan, kenapa pi-hak Kui Bin Pang
menolong kabur Seng Hwee Sin Kun?"
"Mungkin ketua Kui Bin Pang punya suatu rencana
tertentu." Tio Cie Hiong menggeleng gelengkan kepala. "Kay
Pang dan tujuh partai besar dalam bahaya."
"Kakak Cie Hiong...." Muncul Lim Ceng Im "...barusan
engkau bilang Kay Pang dan tujuh partai besar dalam bahaya!
Lalu kita harus bagii mana" Apakah membiarkan ayahku
dibunuh pihak Kui Bin Pang?"
"Itu belum terjadi, engkau tidak usah cemas Tio Cie Hiong
tersenyum. "Kalau terjadi, itu sudah terlambat." Lim Ceng Im menghela
nafas panjang. "Kita harus memikirkan hal itu."
"Kita akan berunding dengan paman, Sai Gan Sin Kay dan
lainnya. Jadi engkau tidak peri begitu cemas." Tio Cie Hiong
menggengga tangannya.
"Heran!" gumam Lim Ceng Im. "Kenapa rimba persilatan
tidak pernah tenang" Setelah Bu Li Sam Mo mati, kini rimba
persilatan malah be tambah kacau."
"Yaaah!" Tio Cie Hiong menggeleng-gclen kan kepala.
"Oleh karena itu, kita hidup tenang di Pulau Hong Hoang To
ini." "Tapi kali ini...." Wajah Lim Ceng Im tampak cemas,
"....menyangkut keselamatan ayahku."
"Adik Im, aku tahu itu." Tio Cie Hiong tersenyum.
"Tentunya aku harus memikirkan jalan keluarnya kelak."
"Terimakasih, Kakak Cie Hiong," ucap Lim Ceng Im.
"Adik Im!" Tio Cie Hiong tersenyum lagi. 'Ayahmu adalah
mertuaku, aku harus memikirkan keselamatannya."
"Kakak Cie Hiong!" Lim Ceng Im tersenyum htihagia.
Betapa gembiranya Tio Bun Yang menyaksikan kemesraan
kedua orang tuanya. Ia sangat bersyukur punya orang tua
yang hidup bahagia.
"Ayah, Ibu," ujarnya kemudian. "Mengenai musuh Kui Bin
Pang, Ayah dan Ibu tidak perlu Memikirkannya. Biar aku yang
memikirkannya saja. Ayah dan Ibu tetap hidup tenang dan
bahagia di pulau ini."
"Nak!" Lim Ceng Im tersenyum. "Oh ya, kapan engkau
akan menikah dengan Goat Nio?"
"Sebetulnya aku sudah ingin menikahinya, tapi kini malah
muncul urusan Kui Bin Pang. Oleh karena itu, terpaksalah
harus menunggu urusan m selesai dulu, barulah bisa tenang,"
jawab Tio Hun Yang.
"Ngmmm!" Tio Cie Hiong manggut-manggut. itu terserah
engkau dan Goat Nio, kami pasti merestuinya."
"Terimakasih, Ayah," ucap Tio Bun Yang.
Sementara di kamar lain, yaitu di kamar Siang Koan Goat
Nio, juga sedang berlangsung pembicaraan serius.
"Goat Nio," ujar Kou Hun Bijin. "Kapi engkau akan menikah
dengan Bun Yang yang ganteng itu?"
"Kok Ibu yang kalut sih?" Wajah gadis iti memerah.
"Goat Nio!" Kou Hun Bijin tersenyum. "Tahu kah engkau,
ibu sudah ingin sekali menggendog cucu. Kalau engkau belum
menikah dengan Bun Yang, bagaimana ibu menggendong
cucu?" "Ibu...." Siang Koan Goat Nio menundukkan kepala.
"Sesungguhnya kami sudah mau menikah tapi...."
"Kenapa?"
"Kini justru muncul urusan Kui Bin Pang. itu menyangkut
para penghuni pulau ini." Siang Koan Goat Nio
memberitahukan. "Aku pernah menguntit para anggota Kui
Bin Pang."
"Oh?" Kou Hun Bijin terbelalak. "Kalau begitu, Kay Pang
dan tujuh partai besar memang dalam bahaya."
"Karena itu...." Siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan
kepala. "Bagaimana mungkin kami menikah" Kakak Bun Yang
pasti memikirkan itu."
"Nak!" Kou Hun Bijin tersenyum. "Itu terserah kalian, dalam
situasi ini kalian memang tidak bisa melangsungkan
pernikahan."
"Terimakasih atas pengertian Ibu," ucap Siang Koan Goat
Nio. "Tapi...." Kou Hun Bijin menggeleng-gelengkan kepala.
"Entah kapan ibu akan menggendong cucu?"
"Benar." Terdengar suara sahutan kemudian Muncullah Kim
Siauw Suseng sambil tersenyum, 'kapan ayah akan
menggendong cucu?"
"Ayah...." Siang Koan Goat Nio cemberut.
"Sebetulnya..." ujar Kim Siauw Suseng sungguh-sungguh.
"....engkau dan Bun Yang boleh menikah sekarang, tiada
hubungannya dengan urusan Kui Bin Pang lho!"
"Memang!" Siang Koan Goat Nio mengangguk. "Tapi Kakak
Bun Yang pasti tidak mau."
"Biar ayah bicara dengan kedua orang tuanya," ujar Kim
Siauw Suseng dan menambahkan. "Kalau kalian sudah
menikah, legalah hati kami."
"Ayah jangan membicarakan tentang ini dengan kedua
orang tua Bun Yang, aku malu kan?"
"Kenapa malu?" Kou Hun Bijin tersenyum, itu urusan orang
tua, ibu dan ayahmu akan menemui Tio Cie Hiong."
"Ibu...." Siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan
kepala. "Suamiku," ujar Kou Hun Bijin pada Kim Siauw Suseng.
"Ayolah! Mari kita ke kamar mereka!"
"Baik, isteriku sayang," sahut Kim Siauw Suseng. Mereka
berdua lalu pergi ke kamar Tio Cie Hiong. Siang Koan Goat Nio
terpaksa ikut karena ingin menemui Tio Bun Yang.
Mereka justru berpapasan dengan Tio Cie Hiong dan Lim
Ceng Im yang sedang melangkah ke luar dari kamar Tio Bun
Yang. "Adik!" Kou Hun Bijin tertawa. "Mari kita ke ruang tengah,
aku ingin bicara denganmu!"
"Baik." Tio Cie Hiong mengangguk.
Mereka lalu ke ruang tengah, sedangkan Sian Koan Goat
Nio ke kamar Tio Bun Yang. Sebelum gadis itu melangkah ke
dalam, Tio Bun Yaij sudah ke luar dari kamarnya.
"Adik Goat Nio!" panggil Tio Bun Yang dengan wajah
berseri. "Kakak Bun Yang...." Siang Koan Goat Ni tersenyum mesra.
"Mari kita ke halaman depan, kita bercakap cakap di sana!"
ajak Tio Bun Yang lembut.
"Ya." Siang Koan Goat Nio mengangguk.
Mereka berdua menuju ke halaman depan kemudian duduk
di bawah sebuah pohon rindang
"Adik Goat Nio!" Tio Bun Yang memandangnya seraya
bertanya. "Ada apa kedua orang tuan menemui orang tuaku?"
"Itu...." Siang Koan Goat Nio tersenyum malu malu. "Ingin
membicarakan sesuatu."
"Mengenai Kui Bin Pang?"
"Bukan." Wajah Siang Koan Goat Nio aga memerah.
"Mengenai kita...."
"Mengenai kita?" Tio Bun Yang tertegun
"Memangnya kenapa?"
"Kakak Bun Yang, aku berterus terang saja," ujar Siang
Koan Goat Nio dengan suara rendah, "kedua orang tuaku
menghendaki kita segera menikah."
"Oh?" Tio Bun Yang tersenyum. "Sebetulnya aku pun ingin
cepat-cepat menikah denganmu, tapi....
"Terhalang oleh urusan Kui Bin Pang, bukan?"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Kalau kita sudah
menikah, tentu engkau akan hamil. Bagaimana kalau di saat
itu pihak Kui Bin Pang menyerbu Kay Pang?"
"Itu...." Siang Koan Goat Nio mengerutkan kening.
"Di saat itu, tentu engkau tidak akan membiarkan aku
seorang diri ke Tionggoan kan" Sedangkan engkau dalam
keadaan hamil, lalu kita harus bagaimana?"
"Kalau begitu, kita jangan menikah dulu," ujar Siang Koan
Goat Nio sambil tersenyum dan melimbahkan. "Yang penting
kita selalu berkumpul, jangan berpisah."
"Betul." Tio Bun Yang mengangguk sambil tersenyum.
"Adik Goat Nio, pokoknya mulai sekarang, kita tidak boleh
berpisah lagi."
"Asyiiik!" Terdengar suara tawa. "Berduaan nih ya?"
Muncul Lie Ai Ling dan Sie Keng Hauw.
Mereka menghampiri Tio Bun Yang dan Siang Koan Goat
Nio sambil tersenyum-senyum.
"Kalian...." Siang Koan Goat Nio melotot "Mengganggu
orang saja!"
"Kalau tidak mau diganggu, lebih baik kalian di kamar
saja," sahut Lie Ai Ling sambil tertawa
"Nah! Ketahuan ya!" Siang Koan Goat Nio menunjuk Lie Ai
Ling sambil tertawa-tawa. "Engkau dan dia pasti sering
berduaan di dalam kamar, Ya, kan?"
"Eh" Engkau...." Wajah Lie Ai Ling langsung memerah.
"Engkau sudah bisa menggoda orang ya!"
"Siapa suruh engkau mulai duluan?" sahut Siang Koan Goat
Nio. "Boleh kan aku menbalasmu?"
"Tentu boleh." Lie Ai Ling lalu duduk. Sie Keng Hauw juga
ikut duduk di sisi gadis itu.
"Bun Yang," ujar Sie Keng Hauw sambil menghela nafas
panjang. "Sungguh tak disangka kini malah muncul Kui Bin
Pang!" "Yaaah!" Tio Bun Yang tersenyum getir. "Mau bilang apa,
mungkin sudah merupakan nasib rimba persilatan."
"Oh ya!" ujar Lie Ai Ling mendadak. "Entah bagaimana
keadaan Sian Hoa yang berada di Tayli?"
"Tentunya selalu berduaan dengan Bong Kiat" sahut Siang
Koan Goat Nio dan menambahkan
"Kita harus turut bergembira tentang itu."
"Goat Nio, tahukah engkau Bokyong Sian Moa itu sangat
cantik?" Lie Ai Ling memandangnya. "Kalau dia belum
bersama Beng Kiat, aku yakin engkau pasti cemburu
padanya." "Lho?" Siang Koan Goat Nio tercengang. "Memangnya
kenapa?" "Sebab..." sahut Lie Ai Ling dan bersikap serius, "....gadis
itu sangat baik terhadap Kakak bun Yang."
"Oh?" Siang Koan Goat Nio tersenyum.
"Eh?" Lie Ai Ling terbelalak. "Kok engkau lidak cemburu?"
"Karena aku mempercayai Kakak Bun Yang," jawab Siang
Koan Goat Nio sambil melirik Tio Bun Yang dengan mesra.
"Oooh!" Lie Ai Ling manggut-manggut. "Tapi kalau aku
melihat ada gadis berlaku baik pada Keng Hauw, aku pasti
merasa cemburu."
"Adik Ai Ling!" Sie Keng Hauw tersenyum. "Itu namanya
cemburu buta. Engkau tidak boleh begitu lho! Karena akan
menimbuliean hal-hal yang tak diinginkan."
"Kakak Keng Hauw!" Lie Ai Ling tersenyum manis. "Aku
percaya padamu."
"Nah!" Sie Keng Hauw memandangnya mesra. "Memang
harus begitu."
"Oh ya!" Tio Bun Yang teringat sesuatu, "Entah bagaimana
dan berada di mana Kam Hay Thian dan Lu Hui San?"
"Mereka...." Sie Keng Hauw menghela nafa panjang.
"Sungguh kasihan mereka! Setelah Lu Thai Kam mati, Lu Hui
San pun tiada kabar beritanya. Padahal mereka berdua
merupakan pasangan yang serasi, hanya...."
"Kam Hay Thian terlampau keras hati, bahkan juga tidak
tahu diri," ujar Lie Ai Ling bernada kurang senang terhadap
pemuda tersebut. "Hui San begitu mencintainya, tapi dia
malah...."
"Adik Ai Ling!" Tio Bun Yang menggelengi gelengkan
kepala. "Dalam hal itu, kita tidak bisa menyalahkannya.
Sesungguhnya dia pun sangat menderita sekali."
"Menderita apa?" sahut Lie Ai Ling scngill "Yang paling
menderita adalah Hui San. Kalau bertemu Kam Hay Thian,
rasanya ingin sekali aku menamparnya."
"Adik Ai Ling." Sie Keng Hauw tersenyum. "Jangan begitu
galak, aku jadi takut nih."
"Jangan takut!" Lie Ai Ling tersenyum. "Aku tidak akan
menamparmu, sebaliknya...."
"Engkau pasti akan menciumku kan?" sambung Sie Keng
Hauw sambil tertawa kecil.
"Idiiih! Dasar tak tahu malu!" Lie Ai Ling cemberut. "Engkau
yang sering mencium aku."
"Nah!" Tio Bun Yang tertawa. "Ketahuan ya. Kalian berdua
sering cium-ciuman. Pantas di saat kalian berduaan, sering
terdengar suara cup-cupan!"
"Eeeh?" Sie Keng Hauw menatapnya terbelalak. "Bisa juga
engkau menggoda orang!"
"Sekali-kali," ujar Tio Bun Yang. "Boleh kan?"
"Tentu boleh," sahut Lie Ai Ling sambil memandang
mereka. "Kalian berdua tidak pernah berciuman ya?"
"Itu rahasia kami." Siang Koan Goat Nio tersenyum. "Tidak
boleh kuberitahukan."
"Oh ya, rahasia nih!" Lie Ai Ling tertawa. "Tapi aku pernah
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melihat kalian berdua berpeluk-pelukan. Hi hi hi...!"
-oo0dw0ooo- Bagian ke lima puluh dua
Gadis gila dalam Rimba
Seorang gadis duduk di bawah pohon. Pakaiannya kumal
dan mukanya dekil sekali. Gadis itu ber-nyanyi-nyanyi kecil,
kemudian menangis meraung-raung dan berteriak-teriak.
"Kam Hay Thian! Aku benci padamu! Aku benci padamu...."
Siapa gadis yang tak waras itu" Ternyata Lu Hui San, yang
sungguh mengenasiean keadaannya.
"Engkau membunuh ayah angkatku, aku... aku benci
padamu" Tapi...." Lu Hui San terus bergumam sambil
menangis, kemudian tertawa-tawa, "...tapi aku mencintaimu!
Tidak, aku benci padamu! Benci padamu...."
Mendadak melayang sosok bayangan ke hadapan Lu Hui
San, yang tidak lain Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui. Setelah berdiri
di hadapan Li Hui San, ia menatapnya dengan penuh
perhatian Sedangkan Lu Hui San sama sekali tidak
memperdulikannya, terus menangis dan bergumaan
"Kam Hay Thian, aku mencintaimu! Tapi. kenapa engkau
malah membunuh ayah angkatku! Engkau tidak mencintaiku
tidak jadi masalah, namun kenapa membunuh ayah angkatku"
Kam Haj Thian! Aku benci padamu! Aku benci padamu...."
"Sungguh kasihan gadis ini!" Bu Ceng Sianli Tu Siao Cui
menggeleng-gelengkan kepala. "Gara gara cinta jadi tidak
waras, aku harus menyembuhkannya."
"Kenapa aku harus membencinya" Kenapa.." Lu Hui San
bergumam lagi. "Aku begitu mencintainya, kenapa harus
membencinya" Aaaa Kam Hay Thian...."
"Gadis yang bernasib malang!" Tu Siao Cui menatapnya
dalam-dalam seraya bertanya, "Siapa engkau?"
"Aku...." Lu Hui San tampak tertegun. "Siapa aku" Siapa
engkau" Kenapa engkau berada sini?"
"Aku adalah Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui."
"Hi hi hi!" Lu Hui San tertawa. "Engkau tak punya
perasaan" Tapi engkau begitu cantik lho! Kok tak punya
perasaan?"
"Aku membenci kaum lelaki yang tak punya nurani," sahut
Tu Siao Cui memberitahukan. "Maka aku sering membunuh
mereka." "Membunuh mereka?" Lu Hui San terbelalak. "Engkau
begitu kejam" Aku masih ingat, Kakak Bun Yang selalu
berkata, bahwa membunuh melupakan suatu dosa berat...."
"Engkau kenal Bun Yang?" Tu Siao Cui tersentak.
"Kenal." Lu Hui San tersenyum. "Dia pemuda yang sangat
baik, lemah lembut dan berhati bajik."
"Betul." Tu Siao Cui tertawa. "Bahkan dia juga sangat
bijaksana dan adil, aku kagum dan salut padanya."
"Engkau kenal Kakak Bun Yang?"
"Kenal."
"Siapa engkau?"
"Bukankah aku sudah bilang tadi?"
"Kapan engkau bilang?"
"Tadi." Tu Siao Cui memberitahukan. "Aku adalah Bu Ceng
Sianli-Tu Siao Cui, engkau siapa" Bolehkah memberitahukan
padaku?" "Aku...." Lu Hui San menggeleng-gelengkan kepala. "Aku
sudah lupa, tapi aku ingat pada Kam Hay Thian. Dia... dia juga
tak punya perasaan."
"Adik!" Tu Siao Cui menggeleng-gelengkan kepala. "Engkau
mengalami tekanan batin, maka engkau jadi tidak waras."
"Apa itu tidak waras?"
"Tidak waras artinya gila."
"Hi hi hi!" Lu Hui San tertawa cekikikan "Siapa bilang aku
gila" Jangan-jangan engkau yang gila!"
"Adik!" Tu Siao Cui tersenyum lembut, kemudian
menggenggam tangannya seraya bertanya "Maukah engkau
menjadi temanku?"
"Teman" Apa itu teman?"
"Teman artinya sangat baik satu sama lain bahkan juga
saling menolong."
"Oooh!" Lu Hui San manggut-manggut. "Kakak Bun Yang
juga sering bilang begitu."
"Nah! Kita harus menjadi teman," ujar Tu Siao Cui dan
menambahkan. "Sebab aku jugi kenal Bun Yang. Dia
memanggilieu kakak dan aku memanggilnya adik."
"Oh?" Wajah Lu Hui San yang dekil itu tampak berseri.
"Baik. Kita jadi teman, aku memanggilmu kakak."
"Tapi...." Tu Siao Cui menatapnya lembut, "engkau harus
menuruti perkataanku lho!"
"Ya, ya," Lu Hui San mengangguk. "Aku pasti menuruti
perkataanmu. Oh ya, engkau perempuan atau lelaki?"
"Perempuan."
"Bagus, bagus. Aku punya kakak perempuan. Aku... aku
gembira sekali. Kakak pasti sayang kepadaku bukan?"
"Tentu." Tu Siao Cui tersenyum lembut, lalu membelainya.
"Aku sangat sayang padamu, Dik."
"Terimakasih Kakak, terimakasih."
"Nah, engkau harus mandi agar badanmu jadi bersih."
"Aku tidak mau mandi ah!"
"Kenapa?"
"Nanti ada orang jahat mengintip."
"Jangan khawatir!" Tu Siao Cui tertawa. "Aku akan
menjagamu. Tidak akan ada orang jahat berani mengintipmu."
"Ya, ya." Lu Hui San mengangguk. "Nanti aku akan mandi!"
"Bagus!" Tu Siao Cui menatapnya lembut. "Sekarang aku
akan memeriksamu, agar engkau tepat sembuh."
"Ya, ya." Lu Hui San mengangguk lagi.
Tu Siao Cui segera memeriksa Lu Hui San. Berselang sesaat
kening Tu Siao Cui tampak berkerut-kerut seakan terkejut.
"Engkau memiliki Iweekang yang begitu tinggi. Siapa yang
mengajarmu Iweekang?" tanya Tu Siao Cui seusai
memeriksanya. "Lweekang" Aku tidak kenal Iweekang," sahut Luu Hui San
sambil tertawa dan bertanya, "Kenapa kakak periksaku"
Apakah aku sakit?"
"Engkau memang sakit, maka engkau harus menuruti
semua perkataanku," ujar Tu Siao Cuil
"Engkau adalah kakakku, aku harus menuruti
perkataanmu," sahut Lu Hui San dan menambahkan, "Aku
adikmu yang baik, kan?"
"Engkau adikku yang paling baik." Tu Siao Cui
menggenggam tangannya erat-erat. "Adikl engkau mengalami
suatu pukulan dahsyat. Itu membuat batinmu tergoncang
hingga jadi tidal waras. Namun aku mampu
menyembuhkanmu sebab aku memiliki Hian Goan Sin Kang!"
Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui memang baik sekali terhadap Lu
Hui San yang tak waras itu. Setiap hari ia pasti menyuruhnya
mandi dan mengganti pakaian, bahkan juga mengobatinya
dengan Hian Goan Sin Kang.
Belasan hari kemudian, Lu Hui San sudah tampak ada
perubahan membaik, sehingga Tu Siao Cui merasa girang.
"Adik!" Tu Siao Cui menatapnya. "Sudah ingat siapa dirimu"
Beritahukanlah!"
"Aku... aku...." Kening Lu Hui San terus berkerut,
kelihatannya ia sedang berpikir keras
"Aku...."
"Engkau kenal Tio Bun Yang?"
"Tio Bun Yang" Dia Kakak Bun Yang..." sahut Lu Hui San.
"Dia adalah pemuda baik, dia... dia yang menolong Kam Hay
Thian." "Siapa Kam Hay Thian itu?"
"Dia... dia pemuda jahat. Dia... dia pembunuh ayah
angkatku. Aku... aku benci dia."
"Engkau ingat Tio Bun Yang dan Kam Hay thian, tentunya
juga ingat akan diri sendiri. Cobalah ingat siapa dirimu!"
"Aku... aku...." Mendadak Lu Hui San berteriak. "Aku sudah
ingat!" "Nah, beritahukanlah!" Tu Siao Cui tampak gembira sekali.
"Aku Lu Hui San, Lu Thay Kam adalah ayah angkatku.
Tapi...." Kini Lu Hui San telah ingat semua itu. "....ayah
angkatku mati di tangan Kam Hay Thian."
"Adik Hui San!" Tu Siao Cui memeluknya. 'Syukurlah
engkau sudah sembuh, aku gembira sekali." katanya.
"Engkau...." Lu Hui San terbelalak. "Siapa enkau?"
"Aku adalah Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui. Aku yang
menyembuhkanmu," sahut Tu Siao Cui memberitahukan.
"Engkau...." Lu Hui San mengerutkan kening, kemudian
mendadak mendekap di dada Tu Siao
Cui sambil menangis terisak-isak. "Kakak"
"Jangan menangis, Dik!" Tu Siao Cui membelainya. "Kini
engkau sudah sembuh, maka tidak boleh banyak berpikir yang
bukan-bukan."
"Terimakasih, Kakak," ucap Lu Hui San dengan air mata
berderai-derai. "Terimakasih...."
"Hi hi hi!" Tu Siao Cui tertawa cekikika "Tidak usah
berterimakasih kepadaku, aku ini mengobatimu karena merasa
cocok denganmu."
"Kakak...."
"Hui San, beritahukanlah kenapa Kam Hay Thian
membunuh ayah angkatmu?"
"Karena...." Lu Hui San memberitahukan sambil menangis
terisak-isak. "....padahal dia tahu aku sangat mencintainya.
Namun dia tetap membunuh ayah angkatku."
"Cinta...." Tu Siao Cui menggeleng-gelengkan kepala.
"Usiaku sudah delapan puluh lebih, namun aku tidak pernah
bercinta dengan siapa pun "
"Apa.. ?" Lu Hui Sian terbelalak "Usia kakak sudah delapan
puluh lebih" Itu... bagaimana mungkin?"
"Adik!" Tu Siao Cui tersenyum membohongimu,
percayalah!" "Aku tidak membohongimu, percayalah "
"Aku tidak mungkin percaya. Jangan-jangan Kakak juga
tidak waras seperti aku tempo hari"
"Adik!" Tu Siao Cui terpaksa menutur tentang apa yang
dialaminya, sehingga membuat dirinya menjadi muda lagi,
"Haaah...?" Mulut Lu Hui San ternganga lebar. "Itu sungguh
tak masuk akal lho!"
"Engkau harus tahu," ujar Tu Siao Cui memberitahukan. "Di
alam semesta ini memang mengandung kegaiban dan
kemujizatan. Apa yang kualami cuma merupakan sebagian
kecil dari itu."
"Oh?" Lu Hui San terbelalak.
"Oleh karena itu, menghadapi segala sesuatu luruslah
tabah!" Tu Siao Cui menasihatinya. "Dan hingan terlampau
cepat putus harapan maupun lulus asa!"
"Ya, Kakak." Lu Hui San mengangguk. "Aku tahu...."
Tu Siao Cui menatapnya sambil tersenyum. "Engkau sangat
mencintai Kam Hay Thian. Ya, kan?"
"Ya, Kakak." Wajah Lu Hui San tampak kemerah-merahan.
"Yapi..."
"Dia membunuh ayah angkatmu, itu membuat hatimu
terpukul hebat, sehingga menjadi tidak waras sekaligus
membencinya pula " Tu Sioa Cui menggeleng-gelengkan
kepala dan menambahkan "kalau engkau masih mencintainya,
carilah dia!"
"Itu...." Lu Hui San menghela nafas panjang. Hiu tidak
mungkin, sebab dia sama sekali tidak mencintaiku."
"kalau begitu...." Tu Siao Cui menatapnya dalam dalam.
"Apa rencanamu sekarang?"
"Aku...." Mata Lu Hui San mulai basah. "Aku ingin menjadi
biarawati saja. Bagaimana menurut Kakak?"
"Adik!" Tu Siao Cui tersenyum. "Itu terserah engkau,
namun apabila engkau dan Kam Hay Thian berjodoh, pasti
akan berjumpa kembali."
"Kakak...." Lu Hui San menundukkan kepala "Oh ya, Kakak
kenal Tio Bun Yang?"
"Kenal." Tu Siao Cui tertawa. "Kami sudah mengangkat
saudara. Dia memang pemuda yang baik, lemah lembut,
sopan, jujur, bijaksana, adil dai berpengertian. Aku kagum dan
salut padanya."
"Dia sudah tahu akan asal-usul, Kakak?"
"Sudah tahu."
"Sekarang dia berada di mana?"
"Entahlah?"
"Aaaah!" Lu Hui San menghela nafas panjang "Kalau Kam
Hay Thian bersifat seperti dia...."
"Hi hi hi!" Tu Siao Cui tertawa cekikika "Sifat orang mana
bisa sama, pasti berbeda."
"Kakak...." Lu Hui San memandangnya dengan air mata
berderai. "Aku... aku telah berhutang budi kepadamu."
"Hi hi hi!" Tu Siao Cui tertawa nyaring "Jangan berkata
begitu, Adik! Engkau sama seki tidak berhutang budi
kepadaku."
"Tapi Kakak telah menyembuhkanku, sudah barang tentu
aku berhutang budi kepada Kakak" ujar Lu Hui San sungguhsungguh.
"Aku menyembuhkanmu tanpa pamrih, maka engkau tidak
berhutang budi kepadaku." Tu Siao Cui menatapnya penuh
perhatian. "Betuliean eng-kau ingin menjadi biarawati?"
"Ya." Lu Hui San mengangguk pasti.
"Kalau begitu...." Tu Siao Cui menghela nafas panjang.
"Tak jauh dari sini terdapat sebuah kuil biarawali, engkau ke
sanalah!" "Kakak...."
"Adik!" Tu Siao Cui tersenyum lembut. "Jangan berduka,
kita akan berjumpa lagi kelak!"
"Kakak...."
"Kita berpisah di sini. Kalau tekadmu telah niat,
berangkatlah engkau ke kuil biarawati itu!"
"Ya."
"Adik, sampai jumpa!" ucap Tu Siao Cui sambil melesat
pergi. "Kakak! Kakak...!" teriak Lu Hui San memanggilnya, namun
Tu Siao Cui sudah tidak kelihatan.
Lu Hui San menghela nafas panjang, lalu melesat pergi
menuju kuil biarawati tersebut.
-oo0dw0oo- Lu Hui San berdiri di depan Pek Yun Am (Kuil biarawati
Awan Putih). Berselang beberapa saat kemudian, pintu kuil itu
terbuka. Tampak dua biarawati berjalan ke luar. Segeralah Lu
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hui San memberi hormat
"Maaf, aku ingin menemui ketua kuil ini!"
"Oh?" Kedua biarawati menatapnya deng penuh perhatian.
"Ada urusan apa engkau ingi menemui ketua kami"
"Aku...." Lu Hui San menundukkan kepal "Aku ingin
menjadi biarawati di sini. Maka, pq kenankanlah aku menemui
ketua kalian!"
"Siancay! Siancay!" pujian para biarawati pada Sang Budha.
"Mari ikut kami ke dalam!"
"Terimakasih!" ucap Lu Hui San dan kemudian mengikuti
mereka ke dalam.
"Silakan duduk! Kami ke dalam membe tahukan kepada
ketua," ujar salah seorang biar] wati itu
"Terimakasih!" ucap Lu Hui San sambil duduk
Tak seberapa lama kemudian, kedua biaraw itu sudah
kembali ke sana dengan wajah berse "Ketua bersedia
menemuimu, mari ikut ka ke ruang samadi!" Biarawati itu
memberitahuku sekaligus mengantar Lu Hui San ke ruang
samaj Tampak seorang biarawati tua duduk bersih kedua
biarawati itu berdiri di luar
"Sian Kouw (Biarawati Welas Asih)!" pangj Lu Hui San
sambil bersujud di hadapan biarawa* tua itu.
Biarawati tua itu menatapnya tajam tapi lembut, berselang
sesaat ia menggeleng-gelengkan kepala.
"Siancay! Siancay! Duduklah!" ucap biarawati lua itu.
"Ya!" Lu Hui San segera duduk dengan kepala tunduk.
"Aku adalah Khong Sim Nikouw. Siapa engkau dan mau apa
ke mari?" tanya biarawati tua itu sambil tersenyum lembut.
"Khong Sim Nikouw, aku... aku ingin menjadi 'iarawati,"
jawab Lu Hui San dengan mata basah.
"Namamu?"
"Lu Hui San."
"Hui San!" Khong Sim Nikouw tersenyum lagi. "Engkau
tidak berjodoh menjadi biarawati, sebab engkau harus
menikah dan punya anak."
"Tapi...."
"Siancay! Siancay! Engkau ingin menjadi biarawati karena
merasa putus asa terhadap sesuatu, artiinya tidak dengan
setulus hati, maka engkau tidak bisa menjadi biarawati."
"Khong Sim Nikouw, terimalah aku...." Lu Hui San
menangis terisak-isak.
"Siancay! Siancay!" Khong Sim Nikouw memndangnya
lembut. "Engkau cuma menghadapi suatu percobaan, haruslah
tabah menghadapinya. Kaau engkau menjadi biarawati,
engkau tidak akan mencapai kesempurnaan, malah akan
membuatmu menderita kelak."
"Aku... aku sudah membulatkan tekad menjadi biarawati."
"Itu dikarenakan engkau merasa putus asa Padahal
sesungguhnya itu cuma merupakan suatu percobaan."
"Khong Sim Nikouw...."
"Engkau berkepandaian tinggi, namun masih tidak bisa
memusatkan pikiran dan mcnguatkan batinmu. Akhirnya
engkau menjadi tidak waras Kalau tiada seseorang
menyembuhkanmu, saat ini engkau masih dalam keadaan
tidak waras."
"Haaah?" Lu Hui San terkejut. Ia tidak menyangka Khong
Sim Nikouw tahu tentang itu.
"Siancay! Siancay!" Khong Sim Nikouw tersenyum. "Aku
bisa melihat sampai ke dalam hatimu"
"Oh?" Lu Hui San semakin terkejut.
"Karena suatu hal dan putus cinta, maka engkau ingin
menjadi biarawati. Begitu kan?"
"Ya."
"Oleh karena itu, aku tidak bisa menerimanl Engkau tidak
berjodoh menjadi biarawati, namun engkau boleh tinggal di
sini." "Terimakasih, Khong Sim Nikouw!" ucap Lu Hui San dan
cepat-cepat bersujud di hadapan biarawati tua itu.
"Siancay! Siancay!" Khong Sim Nikouw itu senyum lembut
dan penuh welas asih, kemudian menambahkan.
"Kebahagiaan sudah berada di ambang pintu, tunggulah
dengan sabar!"
Ucapan itu membuat Lu Hui San tertegun, la memandang
Khong Sim Nikouw dengan tidak mengerti, sedangkan
biarawati tua itu hanya tersenyum-senyum.
-oo0dw0oo- Di sebuah kedai arak di suatu kota, tampak seorang
pemuda dekil sedang meneguk arak. Pemuda itu sudah dalam
keadaan mabuk, namun masih terus meneguk arak yang di
atas meja. "Ha ha ha!" Pemuda itu tertawa gelak. "Aku telah
membunuh ayah angkatnya, dia... dia pasti membenciku!
Sesungguhnya... aku pun sangat mencintainya, hanya saja...."
Pemuda itu terus tertawa sambil mengoceh. Siapa pemuda
itu" Ternyata Hay Thian, yang tidak berhasil mencari Lu Hui
San. Karena merasa berdosa terhadap gadis itu, maka ia terus
ber-mabuk-mabukan.
"Tuan...." Pelayan mendekatinya kemudian bertanya.
"Engkau sudah mabuk, jangan minum lagi!"
"Engkau takut aku tidak mampu bayar?" sahut Kam Hay
Thian. "Ha ha ha! Aku memang tidak punya uang."
"Tuan...." Pelayan itu mengerutkan kening.
"Jangan khawatir, aku pasti bayar!" ujar Kam Hay Thian,
yang kemudian meneguk araknya sambil tertawa-tawa. "Ha ha
ha! Hidup tiada artinya, lebih baik bermabuk-mabukan
sepanjang hari! Ha ha ha...!"
Di saat bersamaan, seorang gadis cantik jelita melangkah
ke dalam kedai arak itu. Para tamu terbelalak seketika.
Kecantikan gadis itu telah membuat mereka terpukau.
Kam Hay Thian yang dalam keadaan mabuk pun telah
melihat kehadiran gadis itu. dan lansung tertawa gelak seraya
bergumam. "Gadis cantik selalu bernasib malang. Di mana ada gadis
cantik, di situ pasti akan timbul masalah Ha ha ha...!"
"Hi hi hi!" Gadis itu tertawa cekikikan sambil
menghampirinya, lalu duduk.
"Pemuda dekil, kenapa engkau mencela kaum gadis
cantik?" tanyanya.
"Engkau memang cantik...." Kam Hay Thian menatapnya.
"Tapi nasibmu sial."
"Omong kosong!" Gadis itu melotot, kemudian tertawa
seraya bertanya. "Pemuda dekil, siapa engkau?"
"Aku Chu Ok Hiap (Pendekar Pembasmi Penjahat)! Siapa
Nona?" "Hi hi hi! Aku Bu Ceng Sianli." Sungguh diluar dugaan,
gadis itu ternyata adalah Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui.
"Bidadari Tanpa Perasaan?" Kam Hay Thian terbelalak.
"Engkau memang secantik bidadari, bagaimana mungkin tak
berperasaan" Itu tidak mungkin!"
"Aku memang tak berperasaan terhadap kaum lelaki." Tu
Siao Cui menatapnya penuh perhatian. "Kelihatannya engkau
sangat membenci kaum wanita, itu apa sebabnya?"
"Sebetulnya aku tidak membenci kaum wanita, malah aku...
aku telah melakukan suatu dosa terhadap seorang wanita,"
sahut Kam Hay Thian. "Maka dia sangat membenciku."
"Kenapa begitu?"
"Dia sangat mencintaiku, namun aku menolak tintanya
karena suatu hal. Aaaah! Memang aku yang bersalah."
"Chu Ok Hiap, bolehkah aku tahu namamu!"
"Namaku Kam Hay Thian."
"Apa?" Mata Tu Siao Cui langsung membara, dan
tangannya melayang ke arah pipi Kam Hay thian.
Plaak! Plook! Plaaak! Plooook!
"Aduuuh!" Kam Hay Thian menjerit kesakitan, mabuknya
pun langsung lenyap. Ia mengusap pipinya sambil
memandang Tu Siao Cui dengan mata terbelalak. "Kenapa
engkau menamparku?"
"Aku memang harus menghajarmu?" sahut Tu Siao Cui.
"Eeeh?" Kam Hay Thian segera melesat k luar. "Engkau kok
tidak tahu aturan" Aku tida berlaku kurang ajar terhadapmu,
tapi kenapa engkau ingin menghajarku?"
"Aku mewakili Lu Hui San menghajarmu!"
"Apa?" Kam Hay Thian tertegun. "Lu Hui San?"
"Ya." Tu Siao Cui mengangguk. "Nah, bersiap-siaplah! Aku
akan mulai menghajarmu!"
"Silakan!" sahut Kam Hay Thian.
"Terimalah tendanganku!" seru Tu Siao Cui sambil
menendangnya beberapa kali dengan sekuat tenaga.
Duuk! Duuuk! Duuuuk!
Kam Hay Thian tetap tak bergeming dari tempatnya dan
membiarkan dirinya ditendang. Untung Tu Siao Cui tidak
mengerahkan lweekangnya. Seandainya Tu Siao Cui
mengerahkan lweekangnya untuk menendang, Kam Hay Thiai
pasti sudah terluka parah.
"Hi hi hi!" Tu Siao Cui tertawa. "Ternyata engkau masih
tahu diri, sama sekali tidak melawan!"
"Aku malah sangat berterimakasih kepadamu, sebab
engkau bersedia mewakilinya menghajari ku?" sahut Kam Hay
Thian. "Ayolah! Hajar aku lagi!"
"Tidak!" Tu Siao Cui menggelengkan kepala. "Kini engkau
telah sadar akan kesalahanmu, maka aku tidak akan
menghajarmu lagi!"
"Terimakasih!" ucap Kam Hay Thian. "Oh ya, aku...."
"Engkau ingin tahu Lu Hui San berada di mana kan?" Tu
Siao Cui tertawa nyaring.
"Betul, betul. Nona, beritahukanlah!"
"Aku akan memberitahukan, tapi harus ada syaratnya."
"Apa syaratmu?"
"Syaratku...." Tu Siao Cui tersenyum-senyum. "Engkau
harus menyembah di hadapanku."
"Baik." Kam Hay Thian langsung menjatuhkan diri berlutut
di hadapan Tu Siao Cui.
"Hi hi hi!" Tu Siao Cui tertawa cekikikan. "Ternyata engkau
masih punya nurani! Engkau membunuh ayah angkatnya,
namun dia tetap mencintaimu. Karena itu, dia jadi gila."
"Apa?" Wajah Kam Hay Thian memucat. "Dia... dia jadi
gila?" "Tapi kini sudah sembuh."
"Oooh!" Kam Hay Thian menghela nafas lega. "Siapa yang
menyembuhkannya?"
"Aku," sahut Tu Siao Cui. "Aku yang menyembuhkannya."
"Terimakasih, Nona!" ucap Kam Hay Thian sambil
membentur-benturkan kepalanya di tanah. "Terimakasih...!"
"Hi hi hi!" Tu Siao Cui tertawa nyaring. "Lu Hui San berada
di Pek Yun Am, engkau harus menuju ke timur."
"Terimakasih! Terimakasih!" ucap Kam Hay Thian. Ketika ia
mendongakkan kepalanya, ia terbelalak karena Tu Siao Cui
sudah tidak berada di hadapannya. "Sungguh tinggi
kepandaian gadis itu!"
Setelah bergumam, barulah ia melesat pergi ke arah timur,
sesuai dengan petunjuk Tu Siao' Cui.
-oo0dw0oo- Bagian ke lima puluh tiga
Berlutut dengan setulus hati
Perlahan-lahan Kam Hay Thian mengetuk pinti Pek Yun Am.
Berselang sesaat terbukalah pintul itu. Dua biarawati berdiri di
situ sambil menatapnya dengan penuh keheranan.
"Maaf, aku telah mengganggu ketenangan Pek Yun Am!"
ucap Kam Hay Thian sambil memberi hormat.
"Siancay! Siancay! Ada urusan apa engkau ke mari?"
"Aku... aku ingin bertemu Lu Hui San."
"Lu Hui San?"
"Ya." Kam Hay Thian mengangguk. "Dia berada di sini
kan?" "Betul." Salah satu biarawati itu mengangguk. "Lu Hui San
memang berada di sini. Bolehkah kami tahu siapa engkau?"
"Namaku Kam Hay Thian." "Oooh!" Kedua biarawati itu
manggut-manggut. "Baiklah. Engkau tunggu di sini, kami
kedalam memberitahukan kepada ketua! Ingat, jangan
sembarangan masuk!"
"Ya." Kam Hay Thian mengangguk. Kedua biarawati itu
berjalan ke ruang samadi. Sampai di pintu ruang itu, salah
seorang dari mereka melapor.
"Ketua, Kam Hay Thian ke mari."
"Siancay! Siancay!" sahut Khong Sim Nikouw sambil
manggut-manggut, kemudian memandang Luu Hui San yang
duduk di sisinya. "Hui San, engkau sudah dengar kan?"
"Ya, Sian Kouw (Biarawati Welas Asih)." Lu Hui San
mengangguk. Air mukanya tampak terus berubah tak
menentu. "Bagaimana" Engkau bersedia menemui pemuda itu?"
"Tidak," jawab Lu Hui San. "Aku tidak mau menemuinya,
aku benci dia."
"Siancay! Siancay!" Khong Sim Nikouw tersenyum. "Kenapa
ucapanmu berlawanan dengan suara hatimu?"
"Aku...." Lu Hui San menundukkan kepala kemudian
berjalan ke depan, dengan air mata berderai-derai.
Sementara Kam Hay Thian menunggu disitu
"Dia ke mari pertanda dia telah sadar akan kesalahannya,
maka engkau harus memaafkannya, sekaligus menerimanya
pula," ujar Khong Sing Nikouw dan menambahkan dengan
sungguh-sund guh. "Ketika engkau baru ke mari, bukankah ak
pernah mengucapkan sesuatu?"
"Maaf, Sian Kouw! Aku... aku lupa." "Kebahagiaan telah
berada di ambang pinti tunggulah dengan sabar. Inilah yang
kuucapkai hari itu, dan kini sudah tiba. Engkau mengerti "
"Sian Kouw...." Lu Hui San terbelalak. "Tapi..."
"Engkau masih ragu terhadapnya?"
"Ya" "Kalau begitu...." Khong Sim Nikouw "Engkau boleh
mencoba bagaimana hatinya"
"Caranya?" Lu Hui San tertarik. "Kedua muridku itu akan
memberitahukan kepadanya, bahwa engkau tidak sudi
menemuinya. Apabila dia berlutut di depan kuil dengan setulus
hati, berarti dia bersungguh-sungguh terhadapmu. Mengerti?"
"Mengerti."
"Siancay! Siancay!" ucap Khong Sim Nikou lalu berseru.
"Kalian berdua beritahukan kepada nya, bahwa Lu Hui San
tidak sudi menemuinya"
"Ya, Guru," sahut kedua biarawati itu kemudian berjalan
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kedepan. Sementara itu Kam Hay Thian menunggu disitu dengan hati
berdebar-debar. Ketika melihat kedua biarawati
menghampirinya, ia segera bertanya, "Bagaimana, Sian
Kouw?" "Siancay! Siancay!" Salah satu biarawati itu menggelenggelengkan
kepala. "Lu Hui San tidak sudi menemuimu. Maaf.
kami tidak bisa berbuat apa-apa?"
"Sian Kouw...." Wajah Kam Hay Thian pucat pasi
"Siancay! Siancay!" Kedua biarawati itu menghela nafas
panjang, kemudian melangkah kedalam sekaligus menutup
pintu "Adik Hui San! Adik Hui San! Aku ...aku rindu padamu..."
gumam Kam Hay Thian kemudian menjatuhkan diri berlutut
di depan Pek Yun Am itu.
-oo0dw0oo- Khong Sim Nikouw, Lu Hui San dan kedua murid biarawati
tua itu duduk di ruang samadi. Wajah Lu Hui San terus
berubah tak menentu.
"Siancay! Siancay!" ucap Khong Sim Nikouw sambil
memandang Lu Hui San. "Sudah tiga hari tiga malam Kam Hay
Thian berlutut di situ tanpa makan dan minum, itu pertanda
dia berlutut dengan setulus hati. Maka, engkau harus
menyelami perasaannya sekarang."
"Sian Kouw...." Lu Hui San menundukkan kepala.
"Hui San!" Khong Sim Nikouw tersenyum lembut. "Kini
sudah saatnya engkau meninggaliean Pek Yun Am ini."
"Sian Kouw...."
"Oh ya!" Mendadak wajah Khong Sim Nikouw berubah
serius. "Aku yakin Tu Siao Cui yang menyuruhnya ke mari. Tu
Siao Cui muda kembali itu merupakan suatu berkah bagi
dirinya. Kini di. telah berbuat kebaikan. Siancay! Siancay!
Kalau engkau bertemu dia, sampaikan pesanku kepada nya!
Dia harus banyak berbuat kebaikan untuk menebus dosanya
terhadap Thian Gwa Sin Hiap Engkau harus menyampaikan
pesanku ini kepada nya, karena demi kebaikannya pula."
"Ya, Sian Kouw. Aku pasti menyampaikan kepadanya."
"Siancay! Siancay!" ucap Khong Sim Nikow sambil
memandangnya. Ia mengeluarkan sebuni tusuk konde lalu
diserahkan kepada Lu Hui San. seraya berkata, "Simpan tusuk
konde ini baik-baik kalau engkau bertemu Tayli Lo Ceng,
berikan kepadanya!"
"Haaah?" Lu Hui San tertegun. "Sian Ko kenal Tayli Lo
Ceng?" "Siancay! Siancay!" Khong Sim Nikouw menghela nafas
panjang. "Sudah hampir delapan puluh tahun kami tidak
bertemu. Siancay! Siancay! Semua itu telah berlalu, lagi pula
aku...." "Guru...." Wajah kedua muridnya berubah pucat pias.
"Siancay! Sincay!" Khong Sim Nikouw tersenyum. "Segala
apa yang ada di dunia, itu hanya kepalsuan belaka. Kosong
dan segala itu memang kosong."
"Sian Kouw...." Lu Hui San tercengang mendengarnya.
"Hui San!" Khong Sim Nikouw tersenyum lembut. "Engkau
boleh pergi sekarang bersama pemuda itu. Tempuhlah hidup
yang bahagia! Jangan menyia-nyiakan hidup yang teramat
singkat m! "Ya, Sian Kouw." Lu Hui San segera bersujud. "Sian Kouw,
aku mohon diri!"
"Bangunlah, Hui San!" Khong Sim Nikouw berpesan,
"Simpanlah baik-baik tusuk konde itu!"
"Ya, Sian Kouw." Lu Hui San mengangguk sambil bangkit
berdiri, kemudian berpamit dengan air mata bercucuran.
"Semoga engkau hidup bahagia, Hui San!" ucap Khong Sim
Nikouw sambil memandangnya dengan lembut sekali.
"Sian Kouw...."
"Pergilah!" Khong Si Nikouw memejamkan matanya.
Lu Hui San bersujud lagi. Setelah memberi hormat kepada
kedua biarawati itu, barulah melangkah ke luar. Kedua
biarawati itu men antarnya sampai di depan kuil, setelah itu
mereka menutup pintu.
"Adik Hui San! Adik Hui San...!" seru Ka Hay Thian dengan
mata bersimbah air. "Adik Hui San...."
Lu Hui San tidak menyahut, namun air mata nya sudah
berderai-derai. Perlahan-lahan Kam. Hay Thian mendekatinya,
lalu menjatuhkan dan berlutut di hadapan gadis itu.
"Adik Hui San, maafkanlah aku!"
"Kakak Hay Thian...." Lu Hui San juga menjatuhkan diri
berlutut di hadapan pemuda itu "Aku... aku memaafkanmu."
"Terimakasih, Adik Hui San!" ucap Kam Hay Thian sambil
menjulurkan tangannya untuk memegang bahu gadis itu.
"Adik Hui San, aku... aku cinta padamu."
"Kakak Hay Thian..-." Lu Hui San menangis terisak-isak
saking girang. "Aku... aku sudah mencintaimu sejak pertama
kali melihatmu. Tapi engkau..."
"Adik Hui San!" Kam Hay Thian menatapnya lembut. "Itu
telah berlalu, jangan kau ungkit lagi Yang jelas... kini kita
sudah saling mencintai takkan berpisah selama-lamanya."
"Kakak Hay Thian...." Lu Hui San mendekap di dadanya.
"Aku... aku bahagia sekali."
"Adik Hui San, maafkanlah aku yang telah membunuh ayah
angkatmu! Sekali lagi aku minta maaf!" ucap Kam Hay Thian
sambil membelainya dengan penuh cinta kasih.
"Ibumu juga dibunuh oleh para anggota Hiat Ih Hwe.
Yaaah! Sudahlah! Semua itu telah ber-lalu, anggaplah sebagai
mimpi buruk saja!"
"Ya." Kam Hay Thian mengangguk, sekaligus
mengangkatnya bangun. "Adik Hui San, apa rencanamu
sekarang?"
"Aku sudah rindu kepada pamanku. Bagaimana kalau kita
ke sana?" sahut Lu Hui San malu-malu.
"Benar." Kam Hay Thian manggut-manggut. Aku memang
harus mengunjungi pamanmu."
"Kalau begitu, mari kita berangkat sekarang!" ajak Lu Hui
San. "Baik." Kam Hay Thian mengangguk. Mereka berdua
berangkat ke tempat tinggal ie Kuang Han. Dalam perjalanan
itu mereka Li senda gurau penuh kegembiraan.
-oo0dw0oo- Dalam perjalanan menuju tempat tinggal Sie Kuang Han,
Kam Hay Thian dan Lu Hui San juga mendengar tentang
musnahnya markas Seng Hwe Kauw. Itu sungguh
menggembirakan mereka berdua. Namun ada satu hal yang
membuat Kam Hay Thian tidak habis pikir, yakni tidak adanya
kabar mengenai Seng Hwee Sin Kun.
"Heran!" gumam Kam Hay Thian dengan kening berkerutkerut.
"Kenapa tiada kabar beritl mengenai Seng Hwee Sin
Kun" Apakah Bun Yan berhasil membunuhnya?"
"Kalau Bun Yang berhasil membunuhnya, tentunya akan
tersiar berita tersebut. Namun tidak. Mungkin..." ujar Lu Hui
San setelah berpikir sejenak. "Seng Hwee Sin Kun berhasil
melolosieah diri."
"Itu memang mungkin." Kam Hay Thian manggut-manggut
"Lebih baik kita tanyakan kepada Kakek Lim nanti"
"Benar." Lu Hui San mengangguk.
Beberapa hari kemudian, mereka sudah sampai di tempat
tinggal Sie Kuang Han. Betapa gembiranya orang tua itu
ketika melihat Lu Hui San datang bersama seorang pemuda.
"Paman!" panggil gadis itu.
"Hui San!" Sie Kuang Han tertawa gembira "Ha ha ha!
Duduklah!"
"Paman, dia Kam Hay Thian...." Lu Hui San
memperkenalieannya, dan pemuda itu segera mem beri
hormat. "Paman, terimalah hormatku!" ucap Kam Hay I hian.
"Tidak usah sungkan-sungkan! Ha ha ha!" Sie Kuang Han
tertawa gelak. "Ayolah! Duduk!"
Lu Hui San dan Kam Hay Thian lalu duduk. Sie Kuang Han
memandang Lu Hui San seraya bertanya.
"Kenapa Keng Hauw tidak kemari?"
"Dia...." Lu Hui San tersenyum. "Dia berada di Pulau Hong
Hoang To, dan sudah punya kekasih."
"Oh?" Wajah Sie Kuang Han berseri. "Siapa kekasihnya!"
"Lie Ai Ling, putri kesayangan Lie Man Chiu dan Tio Hong
Hoa." Lu Hui San memberitahukan.
"Oooh!" Sie Kuang Han manggut-manggut gembira.
"Syukurlah!"
"Paman," ujar Lu Hui San. "Lu Thay Kam telah mati."
"Oh?" Sie Kuang Han tampak terkejut. "Apakah dia mati
dibunuh?" "Ya." Lu Hui San mengangguk.
"Siapa yang membunuhnya?" tanya Sie Kuang llan sambil
menghela nafas panjang.
"Dia." Lu Hui San menunjuk Kam Hay Thian.
"Apa?" Sie Kuang Han terbelalak. "Kok bisa begitu" Hui
San, tuturkanlah kejadian itu!"
"Paman...." Lu Hui San menutur tentang semua kejadian
itu, kemudian menambahkan. "Aku aku telah memaafkannya."
"Aaaah...." Sie Kuang Han menghela nafas "Mungkin itu
sudah merupakan takdir!"
"Paman," ujar Kam Hay Thian sambit mengeleng-gelengkan
kepala. "Aku telah melakukan kesalahan, sebab kini istana
bertambah kacau Muncul seorang menteri berniat berkhianat."
"Yaaah! Dinasti Beng sulit dipertahankan lagi segera akan
tumbang!" Sie Kuang Han menghela nafas panjang. "Oh ya,
kalian tinggal di sini beberapa hari!"
"Ya!" Lu Hui San mengangguk. "Kami akan tinggal di sini
beberapa hari, setelah itu hari berangkat ke markas pusat Kay
Pang." "Itu memang baik sekali." Sie Kuang Han manggutmanggut.
"Oh ya, kalau kalian bertema! Keng Hauw, suruh dia
kemari bersama Lie Ling!"
"Ya, Paman." Lu Hui San tersenyum. "Pama pasti akan
menyayangi Ai Ling, sebab dia canti lincah dan periang."
"Syukurlah kalau begitu!" ucap Sie Kuang Ha sambil
tertawa gembira. "Ha ha ha!"
-oo0dw0oo- Beberapa hari kemudian, Lu Hui San dan Kam Hay Thian
berpamit kepada Sie Kuang Han. Mereka berdua langsung
menuju markas pusat Kay Pang. Kini jalinan cinta mereka
bertambah dalam, maka tidak heran kalau wajah mereka
tampak bahagia.
Kira-kira empat hari kemudian, mereka sudah Sampai di
markas pusat Kay Pang. Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong
menyambut kedatangan mereka dengan mulut ternganga
lebar, karena mereka tahu tentang Lu Hui San dan Kam Hay
thian. Namun kini mereka justru muncul bersama, maka
mencengangkan Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong.
"Kakek Lim, Kakek Gouw!" panggil Lu Hui san sambil
tersenyum. "Kalian...." Lim Peng Hang terbelalak. "Silakan duduk!
Silakan duduk!"
Lu Hui San dan Kam Hay Thian duduk, sedangkan Lim Peng
Hang dan Gouw Han Tiong masih terus memandang mereka
dengan penuh rasa heran.
"Kami...." Lu Hui San menundukkan kepala.
"Bukankah kalian...." Lim Peng Hang menggaruk-garuk
kepala. "Kok kini malah ke mari berduaan?"
"Kakek Lim, kami...." Kam Hay Thian memberitahukan
tentang kejadian mereka itu dan menambahkan, "....kalau aku
tidak bertemu Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui, mungkin tidak bisa
bertemu Hui San."
"Oooh!" Lim Peng Hang manggut-manggu "Ternyata
begitu, syukurlah!"
"Kakak Hay Thian!" Lu Hui San menatapnya "Jadi Kakak
Siao Cui yang memberitahukanmu mengenai diriku berada di
Pek Yun Am?"
"Ya." Kam Hay Thian mengangguk sambil tersenyum.
"Kami bertemu dia di kedai arak. Setelah tahu aku adalah Hay
Thian, maka dia langsung menampar dan menendangku."
"Dia yang menyembuhkan aku."
"Dia pun memberitahukan kepadaku." Kam Hay Thian
menggeleng-gelengkan kepala. "Adik Hui San, aku...."
"Kakak Hay Thian!" Lu Hui San tersenyum lembut. "Itu
telah berlalu, jangan diungkit sehingga merusak suasana!"
"Ya." Kam Hay Thian mengangguk. "Oh ya kepandaian
Nona Siao Cui itu sungguh tinggi sekali."
"Engkau tahu berapa usianya?" tanya Lu Hui San
mendadak. "Dua puluhan," sahut Kam Hay Thian "masih begitu muda,
tapi kepandaiannya sangat tinggi sekali."
"Engkau keliru." Lu Hui San tertawa kecil
"Keliru?" Kam Hay Thian heran. "Keliru napa?"
"Usia Kakak Siao Cui sudah hampir sembilan puluh, bukan
dua puluhan lho!" Lu Hui San memberitahukan.
"Apa?" Kam Hay Thian terbelalak, kemudian tertawa gelak.
"Adik Hui San, aku tidak menyangka engkau bisa bergurau
juga." "Itu memang benar, aku tidak bergurau." ujar Lu Hui San
sungguh-sungguh lalu menutur tentang apa yang dialami Tu
Siao Cui. "Itu... itu sungguh merupakan suatu kegaiban. Neneknenek
berusia hampir sembilan puluh, namun masih tampak
remaja. Tak masuk akal tapi nyata, sungguh luar biasa!" Kam
Hay Thian menggeleng-gelengkan kepala. "Seperti halnya
dengan Kou Hun Bijin."
"Tapi kini Kou Hun Bijin sudah kelihatan tua, karena dia
menikah dengan Kim Siauw Suseng," ujar Lim Peng Hang.
"Kalau tidak, dia dan Kim Siauw Suseng pasti tetap tampak
seperti berusia empat puluhan."
"Kalau begitu..." tanya Lu Hui San. "....Bu Ceng Sianli akan
tua juga bila menikah?"
"Mungkin." Lim Peng Hang mengangguk. "Oh ya! Di mana
Kakak Bun Yang, Ai Ling dan lainnya?" tanya Lu Hui San
mendadak. "Mereka sudah pulang ke Pulau Hong Hoang to," jawab Lim
Peng Hang. "Apakah kalian sudah laliu tentang Seng Hwee
Kauw?" "Sudah, tapi tidak begitu jelas," ujar Kam Hay
Thian dan bertanya, "Kok tiada kabar beritanya mengenai
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seng Hwee Sin Kun?"
"Aaah...." Gouw Han Tiong menghela nafas panjang. "Seng
Hwee Sin Kun terluka parah oleh pukulan yang dilancarkan
Bun Yang, tapi disaat itu mendadak muncul lima orang
berpakaian serba putih dan memakai kedok setan."
"Oh?" Kam Hay Thian terperanjat.
"Kui Bin Pang?" Air muka Lu Hui San berubah.
"Ya." Gouw Han Tiong manggut-manggut "Kelima orang itu
membawa kabur Seng Hwe Sin Kun."
"Kakek Gouw, apakah Seng Hwee Sin Kun punya hubungan
dengan Kui Bin Pang itu?" tanya Kam Hay Thian.
"Entahlah." Gouw Han Tiong menggeleng gelengkan
kepala, kemudian memandang Lim Pera Hang seraya berkata,
"Pangcu, engkau saja yang memberitahukannya!"
Lim Peng Hang menghela nafas panjang, lama sekali
barulah membuka mulut dengan wajah serius.
"Ketua lama Kui Bin Pang punya dendam dengan majikan
lama Pulau Hong Hoang To. Sebetulnya Kui Bin Pang cuma
bergerak di sekita Gurun Sih Ih..." tutur Lam Peng Hang
sejelas jelasnya, setelah itu menambahkan pula. "...tiada
seorang pun tahu siapa ketua baru Kui Bin Pari lu."
"Kakek Lim," tanya Lu Hui San. "Mungkinkah Kui Bin Pang
akan menyerbu Pulau Hong Hoang To?"
"Kalau Kui Bin Pang berani menyerbu kesana, malah lebih
baik," sahut Lim Peng Hang. "Namun Kui Bin Pang tidak akan
menyerbu kesana, mereka tidak sebodoh itu."
"Kalau begitu, apakah Kui Bin Pang diam saja?" tanya Kam
Hay Thian. "Sesungguhnya mereka sudah mulai bergerak, Tapi secara
diam-diam," jawab Lim Peng Hang. Buktinya kelima orang itu
telah muncul menolong Seng Hwee Sin Kun. Ya, kan?"
"Heran?" gumam Kam Hay Thian. "Kenapa Kui Bin Pang
menolong Seng Hwee Sin Kun" Mungkinkah punya suatu
tujuan tertentu?"
"Itu memang mungkin." Gouw Han Tiong manggutmanggut.
"Kalau tidak, bagaimana mungkin pihak Kui Bin
Pang akan menolongnya" Hanya saja... kita tidak tahu apa
tujuan Kui Bin Pang itu."
"Aaaah...." Kam Hay Thian menghela nafas panjang. "Seng
Hwee Sin Kun belum mati, aku harus membunuhnya!"
"Kakak Hay Thian!" Lu Hui San memancingnya dengan
kening berkerut. "Engkau...."
"Adik Hui San, aku...." Kam Hay Thian menundukkan
kepala. "Hay Thian!" Lim Peng Hang menatapny "Seng Hwee Sin
Kun membunuh ayahmu, memang pantas engkau membalas
dendam! Tapi tidak boleh bertindak ceroboh, alangkah
baiknya berunding dulu dengan Hui San."
"Ya, Kakek Lim." Kam Hay Thian mengangguk pasti.
"Bagus! Bagus!" Lim Peng Hang manggut manggut sambil
tersenyum. "Kalian harus ingat jangan ada kendala apa pun
lagi di antara kalian!"
"Ya," ujar Kam Hay Thian menambahkaij "Aku berjanji,
pasti menuruti perkataan Hui San"
"Kakak Hay Thian...." Wajah Lu Hui Sal langsung berseri.
"Engkau...."
"Adik Hui San," ujar Kam Hay Thian sungguh, sungguh.
"Aku pernah bersalah terhadapmu, maka kini aku harus
menuruti semua perkataanmu."
"Kakak Hay Thian!" Lu Hui San terharu. "Aku menuruti
semua perkataanmu."
"Itu yang disebut saling mengerti, saling melindungi dan
saling mencinta," ujar Lim Peng Ha sambil tertawa gelak. "Ha
ha ha...!"
"Oh ya, Kakek Lim," tanya Lu Hui San mendadak. "Apakah
Kakak Bun Yang sudah bertemu Goat Nio?"
"Sudah." Lim Peng Hang menutur tentang itu "Kini mereka
semua berada di Pulau Hong Hoang To."
"Kakek Lim, apakah Beng Kiat dan Soat Lan juga berada di
Pulau Hong Hoang To?" tanya Kam Hay Thian.
"Sudah lama mereka pulang ke Tayli." Lim Peng Hang
memberitahukan. "Bun Yang mengajak Bokyong Sian Hoa ke
sana, karena Bu Ceng Sianli mengacau di istana Tayli...."
Lim Peng Hang menutur, Kam Hay Thian dan Lu Hui San
mendengar dengan penuh perhatian. Seusai Lim Peng Hang
menutur, Kam Hay Thian bertanya dengan nada terkejut.
"Tayli Lo Ceng terluka oleh pukulan Bu Ceng Sianli?"
"Ya." Lim Peng Hang mengangguk. "Tapi sudah sembuh.
Sedangkan Bokyong Sian Hoa malah tinggal di Tayli."
"Oh?" Lu Hui San heran. "Kenapa Sian Hoa tinggal di
sana?" "Sebab...." Lim Peng Hang tersenyum. "Ternyata Sian Hoa
dan Beng Kiat saling jatuh hati."
"Oooh!" Lu Hui San manggut-manggut sambil tertawa
gembira. "Syukurlah kalau begitu!"
"Kakek Lim," tanya Kam Hay Thian. "Apakah Bun Yang
akan menikah dengan Goat Nio di Pulau Hong Hoang To?"
"Itu sudah pasti, namun tidak begitu cepat." Lim Peng
Hang menggeleng-gelengkan kepala.
"Lho" Kenapa?" Kam Hay Thian bingung.
"Karena terhalang oleh kemunculan Kui Bin Pang." Lim
Peng Hang memberitahukan. "Oleh karena itu, mereka tidak
akan begitu cepat langsungkan pernikahan, mungkin harus
menunggu...."
"Menunggu urusan dengan Kui Bin Pang itu selesai?" Kam
Hay Thian mengerutkan kening
"Kira-kira begitu." Lim Peng Hang manggut manggut.
"Tapi pernikahan mereka tiada kaitannya dengan urusan
itu, kenapa mereka tidak mau segera melangsungkan
pernikahan?" Lu Hui San menggeleng-gelengkan kepala. "Lagi
pula mereka sudah berada di Pulau Hong Hoang To."
"Yaah!" Lim Peng Hang menghela nafas. "Yang jelas
mereka belum mau menikah, jadi tidak bisa dipaksa."
"Kakek Lim," tanya Lu Hui San mendadak "Bolehkah kami
ke Pulau Hong Hoang To?"
"Tentu boleh." Lim Peng Hang mengangguk "Tapi alangkah
baiknya kalian tinggal di sini dulu beberapa hari."
"Kakek Lim...." Lu Hui San tercengang. "Ke napa kami
harus tinggal di sini dulu beberapa hari ?"
"Itu...." Lim Peng Hang tidak melanjutkan cuma menghela
nafas panjang. "Kalau dalam beberapa hari ini terjadi sesuatu dalam rimba
persilatan, bukankah kalian bisa memberitahukan kepada
pihak Hong Hoang To?" lanjut Gouw Han Tiong. "Sebab barubaru
ini, situasi rimba persilatan agak lain. Sepertinya
diselimuti suatu bencana."
"Oh?" Kam Hay Thian mengerutkan kening. "Kok Kakek
Gouw tahu akan itu?"
"Yaah!" Gouw Han Tiong menghela nafas panjang. "Kami
dapat merasakannya, itu membuat kami cemas sekali."
"Mungkinkah Kui Bin Pang akan menimbuliean bencana?"
tanya Lu Hui San.
"Kira-kira begitulah," sahut Gouw Han Tiong dan
menambahkan. "Oleh karena itu, kami mengutus Cian Chiu Lo
Kay (Pengemis Tua Lengan Seribu), wakil Pangcu bergerak di
luar untuk menyelidiki situasi dalam rimba persilatan."
"Kalau begitu..." ujar Lu Hui San. "Kami akan tinggal di sini
beberapa hari, setelah itu barulah berangkat ke Pulau Hong
Hoang To."
"Ngmmm!" Lim Peng Hang manggut-manggut, kemudian
bertanya mendadak sambil tersenyum. "Oh ya, kapan kalian
menikah?" "Masih lama," jawab Kam Hay Thian.
"Lebih cepat lebih baik lho, " ujar Lim Peng Hang sambil
tertawa gelak. "Ha ha ha...!"
-oo0dw0oo- Bagian ke lima puluh empat
Tujuh Partai Besar dilanda bencana
Di ruang tengah markas Kui Bin Pang, duduk beberapa
orang dengan wajah serius. Mereka adalah ketua Kui Bin
Pang, Dua Pelindung dan Lima Setan Algojo. Berselang sesaat,
ketua Kui Bin Pang tertawa gelak seraya berkata.
"Ha ha ha! Kini Seng Hwee Sin Kun telah pulih, bahkan aku
telah mempengaruhinya dengan ilmu hitam, maka dia selalu
mematuhi perintah ku."
"Kalau begitu, kapan Ketua akan perintahkan dia beraksi
dalam rimba persilatan?" tanya Ton Sat Kui.
"Tentunya dalam beberapa hari ini. Ha hii ha!" Ketua Kui
Bin Pang tertawa gelak lagi. "Aku pun telah mengajarnya Toh
Hun Ciang (Pukulan Perusak Sukma), siapa yang terkena
pukulan itu pasti jadi gila."
"Jadi Seng Hwee Sin Kun tidak membunuh para ketua tujuh
partai besar?" Tanya Toa Sal Kui.
"Cukup membuat mereka gila," sahut ketua Kui Bin Pang.
"Namun dia akan membunuh para murid partai besar."
"Lalu bagaimana dengan Kay Pang?" tanya salah satu
Pelindung. "Setelah memberesiean para ketua partai besar itu, barulah
turun tangan terhadap Lim Peng liang dan Gouw Han Tiong,"
sahut ketua Kui Bin Pang.
"Ketua akan perintahkan Seng Hwee Sin Kun memukul
mereka dengan Toh Hun Ciang?" tanya Sam Sat Kui.
"Tidak." Ketua Kui Bin Pang menggelengkan kepala. "Itu
akan kuatur nanti. Ha ha ha!"
"Ketua!" Salah satu Pelindung memberitahukan. "Kay Pang
sangat kuat, itu harus dipikirkan masak-masak."
"Sudah kupikirkan masak-masak," sahut ketua kui Bin Pang
lalu menatap Ngo Sat Kui seraya hertanya. "Apakah kalian
sudah memperoleh informasi mengenai para penghuni Pulau
Hong Hoang To?"
"Sudah," jawab Toa Sat Kui. "Para penghuni Pulau Hong
Hoang To terdiri dari Tio Tay Seng, Sam Gan Sin Kay, Kim
Siauw Suseng, Kou Hun Itijin, Tio Cie Hiong, Lim Ceng Im, Lie
Man Chiu, Tio Hong Hoa, Tio Bun Yang, Siang Koan iioat Nio,
Lie Ai Ling dan Sie Keng Hauw."
"Ngmmm!" Ketua Kui Bin Pang manggut-kanggur.
"Tapi Tio Cie Hiong punya hubungan dengan Tayli." Toa
Sat Kui memberitahukan. "Yang berkepandaian paling tinggi
adalah Tayli Lo Ceng!"
"Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang tertawa terbahak-bahak
bernada angkuh. "Aku sama sekali tidak takut kepada
mereka!" "Apakah kepandaian Ketua lebih tinggi dari mereka?" tanya
salah satu Pelindung mendadak
"Tentu," sahut ketua Kui Bin Pang. "Kalau tidak, bagaimana
mungkin aku berani memunculiean Kui Bin Pang dalam rimba
persilatan?"
"Tapi...." Pelindung itu menggeleng-gelengkan kepala. "Kita
masih belum menemukan Tetua"
"Itu tidak jadi masalah," ujar ketua Kui Bin Pang. "Sebab
kini sudah saatnya Kui Bin Pang muncul di rimba persilatan
secara resmi. Seng Hwee Sin Kun merupakan perintis. Ha ha
ha...l" -oo0dw0oo- Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong, Kam Hay Thian dan Lu
Hui San duduk di ruang depan sambil bercakap-cakap.
"Sudah beberapa hari kami tinggal di sini. namun masih
belum ada kejadian apa pun dalam rimba persilatan," ujar
Kam Hay Thian. "Kakek Lim, apakah kami masih harus tinggal
di sini?" "Kalian sudah tidak betah di sini?" Lim Peng Hang
tersenyum. "Kalau memang kalian sudah tidak betah tinggal di
sini, besok kalian boleh berangkat ke Pulau Hong Hoang To."
"Ya." Kam Hay Thian manggut-manggut.
Di saat mereka sedang bercakap-cakap, mendadak muncul
seorang pengemis tua, yang tidak lain adalah Cian Chiu Lo
Kay, wakil ketua Kay Pang.
"Pangcu...." Wajahnya tampak serius sekali.
"Duduklah!" sahut Lim Peng Hang.
Cian Chiu Lo Kay duduk, kemudian menghela nafas
panjang seraya berkata.
"Pangcu, tujuh partai besar telah dilanda bencana."
"Apa?" Bukan main terkejutnya Lim Peng Uang. "Bencana
apa yang menimpa tujuh partai besar itu?"
"Puluhan murid tujuh partai besar mati terbumuh dan para
ketua pun...." Cian Chiu Lo Kay menggeleng-gelengkan
kepala. "Para ketua sudah jadi gila semua."
"Haah...?" Mulut Gouw Han Tiong ternganga lebar saking
terkejut. "Siapa yang melakukan itu?"
"Seng Hwee Sin Kun," sahut Cian Chiu Lo kay.
"Seng Hwee Sin Kun?" seru Lim Peng Hang dan lainnya tak
tertahan. "Ya." Cian Chiu Lo Kay mengangguk. "Seng Hwee Sin Kun
kelihatan dikendalikan orang, lagi pula dia memiliki semacam
ilmu pukulan aneh."
"Oh?" Lim Peng Hang mengerutkan kening.
"Ilmu pukulan apa?"
"Entahlah." Cian Chiu Lo Kay menggelengkan kepala. "Para
ketua terkena pukulannya, maka jadi gila."
"Kalau begitu..." ujar Gouw Han Tiong. "Seng Hwee Sin
Kun pasti dikendalikan oleh ketua Ku Bin Pang. Mungkin juga
ketua Kui Bin Pang yangjj mengajarkan ilmu pukulan aneh
itu." "Memang tidak salah," ujar Cian Chiu Lo Kay "Seng Hwee
Sin Kun mengaku dirinya utusan Kun Bin Pang."
"Ternyata begitu...." Lim Peng Hang manggut manggut.
"Pihak Kui Bin Pang menolongnya hanya ingin
mengendalikannya. Kalau begitu, kita harus bersiap siap.
Sebab sasaran berikutnya past kita."
"Benar." Gouw Han Tiong manggut-manggut
"Lo Kay," ujar Lim Peng Hang memberi perintah. "Engkau
harus segera ke markas cabang-suruh mereka berhati-hati
menghadapi segala ke mungkinan!"
"Ya, Pangcu." Cian Chiu Lo Kay menganggu sambil
memberi hormat, lalu meninggaliean markas pusat itu.
"Aaaah...!" Lim Peng Hang menghela nafas panjang. "Kini
Kui Bin Pang sudah bertindak, rimba persilatan telah dibanjiri
darah." "Kakek Lim," ujar Kam Hay Thian. "Karnj harus segera
berangkat ke Pulau Hong Hoang To untuk memberitahukan
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tentang kejadian ini."
"Ya." Lim Peng Hang mengangguk. "Kalau begitu, kalian
harus berangkat sekarang. Tapi kalian harus berhati-hati!"
"Ya. Kakek Lim." Kam Hay Thian dan Lu Hui San langsung
berpamit. Setelah mereka berdua meninggaliean markas pusat Kay
Pang, Lim Peng Hang dan Gouw Han liong saling memandang,
kemudian menghela nafas panjang.
"Entah kapan Seng Hwee Sin Kun akan ke mari?" Lim Peng
Hang menggeleng-gelengkan kepala.
"Kalau dia ke mari, kita berdua terpaksa bertarung matimatian
dengan dia," sahut Gouw Han Tiong. "Kita harus mati
secara gagah."
"Kita berdua bukan tandingannya, jangan-jangan kita pun
akan jadi gila terkena pukulan ilu," ujar Lim Peng Hang sambil
menghela nafas panjang.
"Mudah-mudahan pihak Pulau Hong Hoang To segera tiba
di sini!" ujar Gouw Han Tiong. "Kalau tidak, Kay Pang pasti
akan mengalami nasib yang serupa dengan partai-partai besar
itu." -oo0dw0oo- Di dalam markas Kui Bin Pang, terdengari suara tawa yang
bergema-gema, itu adalah suara tawa ketua Kui Bin Pang.
"Ha ha ha! Ha ha ha! Para ketua tujuh partai besar sudah
jadi gila, itu berarti partai-partai itu telah lumpuh! Ha ha
ha...!" "Kini apa rencana Ketua?" tanya Toa Sat Kui.
"Tentunya giliran Kay Pang," sahut ketua Kui Bin Pang.
"Namun harus dengan rencana istimewa."
"Ketua!" Toa Sat Kui memberitahukan. "Kam Hay Thian dan
Lu Hui San berangkat ke Pulau Hong Hoang To, perlukah kami
menangkap mereka?"
"Tidak perlu." Ketua Kui Bin Pang menggelengkan kepala.
"Biar mereka ke Pulau itu untuk melapor, jadi pihak Pulau
Hong Hoang To pasti ke markas pusat Kay Pang. Nah, itu
yang kuharapkan. Ha ha ha...!"
"Maksud ketua ingin membunuh mereka di markas pusat
Kay Pang?" tanya salah satu Pelindung.
"Yang akan kubunuh adalah Tio Bun Yang Tio Cie Hiong,
Tio Tay Seng dan Tio Hong Hoa Sebab mereka adalah turunan
Tio Po Thian, maka harus dibunuh. Sedangkan yang lain
cukup dibuat gila saja. Ha ha ha...!" sahut ketua Kui Bin Pang
sambil tertawa terkekeh-kekeh. "Aku harus mencincang Tio
Bun Yang."
"Ketua!" tanya salah satu Pelindung. "Apakah Ketua punya
dendam pribadi terhadap Tio Bun Yang?"
"Tidak salah. Kebetulan aku punya dendam piibadi dengan
dia," sahut ketua Kui Bin Pang. "Aku jatuh ke dalam jurang
gara-gara dia."
"Ketua," ujar salah satu Pelindung. "Kami dengar, Tio Bun
Yang berkepandaian tinggi sekali. Apakah Ketua mampu
mengalahkannya?"
"Aku pasti mampu mengalahkannya," sahut ketua Kui Bin
Pang yakin. "Pokoknya aku akan membuatnya menderita dan
tersiksa, sebab aku tahu dia sudah punya kekasih bernama
Siang Koan Goat Nio yang cantik jelita. He he he...!"
"Ketua...." Salah satu Pelindung ingin mengatakan sesuatu,
tapi dibatalieannya.
"Aku tahu...." Ketua Kui Bin Pang manggut-manggut.
"Kalian khawatir aku tidak mampu melawan Tio Bun Yang,
bukan?" "Ya." Salah satu Pelindung itu mengangguk.
"Aku telah mencoba kepandaian kalian semua. Kalau satu
lawan satu, kalian memang bukan tandingannya," ujar ketua
Kui Bin Pang sungguh-sungguh. "Tapi kalau dua lawan satu
atau Ngo Sat Kui menggunakan Ngo Kui Tin (Formasi Lima
Setan), aku yakin kalian bisa menang."
"Kami berdua melawan satu, Ngo Sat Kui mnggunakan Ngo
Kui Tin bisa melawan berupa orang, namun..." ujar salah satu
pelindung sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Pihak Pulau
Hong Hoang To rata-rata memiliki kepandaian tinggi sekali."
"Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang tertawa gelak
"Kalian harus tahu, aku memiliki ilmu hitam yang dapat
mengendalikan pikiran mereka."
"Tapi lweekang mereka begitu tinggi, bagi bagaimana
mungkin mereka terpengaruh oleh ilmu hitam Ketua?" ujar
salah satu Pelindung, seakan tidak percaya akan kehebatan
ilmu hitam yang dimiliki ketuanya.
"Kalian ragu memang tidak salah, sebab kalian belum
menyaksikan ilmuku itu," ujar ketua K" Bin Pang. "Karena itu,
aku terpaksa memperlihatkan ilmu tersebut."
Mendadak ketua Kui Bin Pang memandang kedua Pelindung
itu sambil membentak keras.
"Kalian berdua!" Suara bentakan ketua Kui Bin Pang
mengandung suatu kekuatan yang tak dapat dilawan.
"Ketua.." Kedua Pelinduing itu langsung berdiri mematung.
"Kalian Berdua harus berlutut " ujar ketua Kui Bin Pang
dengan suara parau.
"Ya " Kedua pelindung itu segera menjatuhkan diri berlutut.
"Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang tertawa geli otomatis
menyadarkan kedua Pelindung itu.
"Haaah...?" Betapa terkejutnya kedua Pelindung itu, karena
diri mereka berlutut di situ. "Apa yang telah terjadi?"
"Kalian telah terpengaruh oleh ilmu ketua." Toa Sat Kui
memberitahukan. "Kalian sama sekali bisa melawan kekuatan
ilmu itu" "Oh?" Ketua Pelindung itu bangkit berdiri sekaligus kembali
ke tempat duduk masing-masing "ilmu hitam itu sungguh lihay
sekali" "Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang tertawa gelak. Iweekang
kalian sangat tinggi, tapi toh tetap tidak mampu melawan
kekuatan ilmu hitamku."
"Kalau begitu, pihak Pulau Hong Hoang To ama sekali tidak
mampu melawan kekuatan ilmu hitam Ketua?" tanya salah
satu Pelindung.
"Ya, kecuali...." Ketua Kui Bin Pang memberitahukan.
"Kecuali mereka memiliki ilmu Penakluk Iblis, barulah tidak
akan terpengaruh oleh ilmu hitamku "
"Ilmu Penakluk Iblis?"
"Tidak salah. Itu merupakan semacam ilmu kebatinan
tingkat tinggi, tidak gampang mempelajari ilmu itu. Maka aku
yakin Pulau Hong Hoang To tidak memiliki ilmu tersebut "
"Oooooh" Kedua Pelindung dan Lima Setan Algojo
manggut-manggut.
"Lagi pula aku memiliki sebuah genta maut, bila aku
membunyikan genta itu, pihak lawan pasti akan mati muntah
darah." Ketua Kui Bin Pang memberitahukan sambil tertawa
terbahak-bahak. "Ha ha ha...!"
"Dari mana Kelua memperoleh genta maut itu?" tanya Toa
Sat Kui. "Ketika terpukul jatuh ke dalam jurang, Pek Kut Lojin masih
kuat merangkak ke dalam sebuah goa di dasar jurang itu."
Ketua Kui Bin Panj memberitahukan. "Ketua lama mendapat
sebuah genta maut di dalam goa tersebut, berikut sebuah
kitab kecil yang mengajarkan cara membunyikan genta itu.
Kini kalian sudah tahu, maka tidak perlu takut terhadap pihak
Pulau Hong Hoang To."
Kedua Pelindung dan Ngo Sat Kui manggut manggut. Ketua
Kui Bin Pang memandang mereka, kemudian tertawa
terbahak-bahak.
"Ha ha ha! Kita harus menuntut balas terhadap pihak Pulau
Hong Hoang To! Sebab Tio Po Thian, majikan lama Pulau
Hong Hoang yang memukul jatuh Pek Kut Lojin!"
"Kita harus menuntut balas! Kita harus menuntut balas!"
seru kedua Pelindung dan Ngo Sat Kui serentak. "Hidup Kui
Bin Pang! Hidup Ketua!"
"Ha ha ha! Ha ha ha...!" Kelua Kui Bin Pa terus tertawa
gelak. -ooo0dw0ooo- Sementara itu, Kam Hay Thian dan Lu Hui San telah tiba di
Pulau Hoa Hoang To, kebetulan Tio Bun Yang, Siang Koan
Goat Nio, Sie leng Hauw dan Lie Ai Ling berada di luar.
Kemunculan Kam Hay Thian dan Lu Hui San sungguh
mengejutkan mereka, sekaligus menggembirakan pula.
"Kalian...." Lie Ai Ling terbelalak. "Kalian...."
"Ai Ling!" panggil Lu Hui San sambil tersenyum malu-malu.
"Kapan engkau bertemu orang yang tak punya perasaan
itu?" tanya Lie Ai Ling dengan mata tak berkedip, gadis itu
terus menatap mereka.
"Ai Ling!" Lu Hui San tertawa kecil dengan wajah ceria.
"Kini dia sudah punya perasaan."
"Oh?" Lie Ai Ling masih kurang percaya, la menuding Kam
Hay Thian seraya membentak. "Kini engkau sudah sadar dan
sudah memiliki perasaan serta nurani?"
"Ya." Kam Hay Thian mengangguk. "Kalau tidak,
bagaimana mungkin aku berkunjung ke mari bersama dia?"
"Oooh!" Lie Ai Ling manggut-manggut. "Syukurlah kalau
begitu!" "Hay Thian!" Sie Keng Hauw segera memberi hormat. "Aku
mengucapkan selamat kepada kalian berdua!"
"Terimakasih! Terimakasih!" ucap Kam Hay thian sambil
balas memberi hormat dengan wajah berseri-seri.
"Hay Thian!" Tio Bun Yang memegang bahu nya. "Kami
ikut gembira, karena kalian berdua sudah saling mencinta."
"Terimakasih, Bun Yang!" Kam Hay Thian menarik nafas
panjang. "Semua itu adalah kesalahanku, tapi aku sudah
mohon maaf kepat Hui San, dan dia sudi memaafkan aku."
"Syukurlah!" Tio Bun Yang tersenyum.
"Hay Thian," ujar Lie Ai Ling. "Tahukah kalian, kami di sini
sangat mencemasiean kalian"
"Terimakasih untuk itu!" ucap Kam Hay Thiaj "Kami tidak
akan melupakan kebaikan kalian."
"Jangan berkata begitu!" Tio Bun Yang tersenyum lagi.
"Kita semua adalah kawan baik."
"Bun Yang...." Kam Hay Thian menundukkan kepala. "Aku
merasa malu sekali atas kejadian itu."
"Itu telah berlalu, lagi pula kini kalian berdua sudah saling
mencinta, jadi tidak perlu diungkit itu lagi," ujar Tio Bun Yang
sungguh-sungguh.
"Ya." Kam Hay Thian mengangguk.
"Oh ya!" tiba-tiba Lu Hui San menengok kesana kemari.
"Kok Yatsumi tidak kelihatan" Di berada di mana?"
"Dia sudah pulang ke Jepang." Lie Ai Ling memberitahukan.
"Dia berhasil membunuh Takara Nichiba, ketua ninja itu."
"Oooh!" Lu Hui San manggut-manggut.
"Hui San!" Siang Koan Goat Nio memancingnya seraya
bertanya, "Selama itu engkau berada di mana?"
"Aku...." Lu Hui San menggeleng-gelengkan kepala.
"Entahlah!"
"Lho?" Siang Koan Goat Nio terbelalak. "Kok entahlah" Jadi
engkau sama sekali tidak tahu dimana keberadaanmu selama
itu?" "ya." Lu Hui San mengangguk. "Sebab aku sudah gila."
"Apa?" Kening Siang Koan Goat Nio ber-nit. "Engkau sudah
gila selama itu?"
"Ya." Lu Hui San mengangguk lagi.
"Kok engkau tahu itu?" Lie Ai Ling tercengang. "Orang gila
mana bisa tahu dirinya gila sih?"
"Aku tahu setelah sembuh," sahut Lu Hui san.
"Siapa yang menyembuhkanmu?" tanya Lie Ai ling.
"Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui." Lu Hui San memberitahukan.
"Kakak Siao Cui yang menyembuhkanmu?" tanya Tio Bun
Yang dengan wajah berseri.
"Ya." Lu Hui San mengangguk dan melanjutkan. "Setelah
aku sembuh, aku mengambil keputusan untuk menjadi
biarawati. Maka, Bu Ceng sianli menyuruhku ke Pek Yun Am.
Pendekar Kembar 7 Rahasia Ciok Kwan Im Pendekar Harum Seri Ke 2 Karya Gu Long Kilas Balik Merah Salju 7
kepala Takara Nichiba terkulai, dan putuslah nafasnya.
Yatsumi melangkah ke belakang dengan mata basah. Ia
telah berhasil membalas dendam kedua orang tuanya.
"He he he!" Seng Hwee Sin Kun tertawa terkekeh. "Yatsumi
berhasil membunuh Takara Nichiba, kini giliranku maju! Nah,
siapa yang akan maju melawanku?"
"Aku!" sahut Tio Bun Yang sambil menghampirinya.
"Bagus, bagus!" Seng Hwee Sin Kun. "Ha ha ha! Hari ini
kau pasti mampus!"
"Seng Hwee Sin Kun!" ujar Tio Bun Yang. "Asal kau
bersedia membebaskan Goat Nio, aku bersedia
melepaskanmu!"
"Ajalmu sudah dekat, kenapa masih banyak cincong!" sahut
Seng Hwee Sin Kun, kemudian mendadak menyerangnya.
Tio Bun Yang mengelak. Setelah diserang terus-menerus
barulah Tio Bun Yang balas menyerang. Mereka mulai
bertarung dengan sengit. Belasan jurus telah lewat dan tibatiba
Seng Hwee Sin Kun berhenti menyerang.
Ia berdiri tegak di tempat. Tio Bun Yang juga berdiri tegak
di hadapannya. Ternyata Seng Hwee Sin Kun mulai
mengerahkan Seng Hwee Sin Kang.
Menyaksikan itu, Tio Bun Yang segera mengerahkan Kan
Kun Taylo Im Kang. Bukan main Sepasang telapak tangan
Seng Hwee Sin Kun berubah kehijau-hijauan, begitu pula
mukanya bahkan badannya juga mengeluarkan hawa panas
Sedangkan sepasang telapak tangan dan muka Tio Bun
Yang berubah putih bagaikan salju dan sekujur badannya
mengeluarkan hawa dingin. D saat itu, mendadak Leng Bin
Hoatsu berseru.
"Serang mereka!"
Para anggota Seng Hwee Kauw langsung menyerang para
anggota Kay Pang dan Ngo Tol Kauw. Leng Bin Hoatsu
menyerang Lim Pen Hang, Pek Bin Kui menyerang Gouw Han
Tionj Tok Chiu Ong menyerang Ngo Tok Kauwcu beberapa
anggota Seng Hwee Kauw yang berkepandaian tinggi
menyerang Lie Ai Ling dan Si Keng Hauw. Terjadilah
pertarungan yang amat seru dan sengit. Pat Pie Lo Koay tidak
turun bertarung, melainkan berlari memasuki lembah itu.
"He he he!" Seng Hwee Sin Kun tertawa terkekeh-kekeh.
"Tio Bun Yang, kau pasti mampus hari ini!"
"Seng Hwee Sin Kun, lebih baik engkau membebaskan Goat
Nio!" "He he he!" Seng Hwee Sin Kun tertawa terkekeh-kekeh
lagi. "Sebentar lagi kau akan melihat kepalanya! He he he...!"
"Seng Hwee Sin Kun!" Betapa terkejutnya Tio Bun Yang.
"Engkau...."
"Aku sudah menyuruh seseorang pergi membunuhnya!"
Seng Hwee Sin Kun memberitahukan, "Orang itu akan
memenggal kepala Goat Nio, lalu membawanya ke mari untuk
diperlihatkan kepadamu! He he he...!"
"Seng Hwee Sin Kun!" Betapa cemasnya hati Tio Bun Yang.
Di saat itulah Seng Hwee Sin Kun mulai menyerangnya. Tio
Bun Yang segera berkelit dengan ilmu Kiu Kiong San Tian Pou.
"He he he!" Seng Hwee Sin Kun tertawa. "Aku punya cara
menghadapi ilmu Langkah itu, sebab aku telah menciptakan
Ngo Heng Pou (Ilmu Langkah Lima Elemen) guna menghadapi
ilmu Langkahmu itu! He he he...!"
Sementara pertarungan antara Lim Peng Hang dengan
Leng Bin Hoatsu semakin seru. Lewat puluhan jurus
kemudian, Leng Bin Hoatsu mulai berada di bawah angin
karena Lim Peng Hang menyerangnya dengan Tah Kauw Kun
Hoat (Ilmu Tongkat Pemukul Anjing), yaitu ilmu andalan Lim
Peng Hang. Betapa lihay dan dahsyatnya ilmu tongkat tersebut, maka
tidak heran kalau ketua Kay Pang itu memperoleh julukan Si
Tongkat Maut. "Aaaakh...!" Mendadak Leng Bin Hoatsu menjerit Ternyata
punggungnya terhajar tongkat Lim Peng Hang.
Itu membuat Leng Bin Hoatsu makin bernafsu membunuh
Lim Peng Hang. Maka ia jadi nekat menyerangnya tanpa
menghiraukan keselamatan dirinya sendiri.
Lim Peng Hang terpaksa menyurut mundur dan mendadak
ia bersiul panjang sekaligus balas menyerang. Kali ini ketua
Kay Pang menggunakan Sam Ciat Kun Hoat (Tiga Jurus
Tongkat Maut) Tongkatnya berkelebatan mengarah ke Leng Bin Hoatsu,
sehingga membuat Leng Bin Hoatsu terdesak. Ternyata Lim
Peng Hang mengeluarkan jurus Hoan Thian Cai Goat
(Membalikkan Langj Memetik Bulan).
Trang! terdengar suara benturan.
Walau sudah terluka, namun Leng Bin Hoatsi masih dapat
menangkis serangan itu. Di saa bersamaan, Lim Peng Hang
menyerangnya lagi dengan jurus Liak San Cien Hai
(Memecahkai Gunung Memindahkan Laut), yakni jurus yang
paling lihay dan dahsyat dari Sam Ciat Kun Hoal
Tongkat Lim Peng Hang berkelebatan sehingga
mengeluarkan suara menderu-deru. Kali ini Leng Bin Hoatsu
tidak mampu berkelit maupun menangkis lagi, sehingga
dadanya terhajar ujung tongkat Lim Peng Hang.
"Uaaaakh...!" Mulut Leng Bin Hoatsu memuntahkan darah
segar dan tubuhnya terpental beberapa depa. Ia mendekap
dadanya sendiri kemudian roboh dan nafasnya putus seketika.
Sementara Gouw Han Tiong juga telah berhasil membunuh
Pek Bin Kui. Tok Chiu Ong juga sudah mati terkena racun Ngo
Tok Kauwcu. Sedangkan Lie Ai Ling dan Sie Keng Hauw juga
telah berhasil membunuh para anggota Seng Hwee kauw yang
berkepandaian tinggi. Kini mereka dengan tegang sekali
menyaksikan pertarungan Seng Hwee Sin Kun yang terusmenerus
menyela ng Tio Bun Yang.
Pemuda itu tampak terdesak. Hal itu dikarenakan
pikirannya sedang menerawang. Betapa girangnya Seng Hwee
Sin Kun, yang terus menyerangnya dengan hebat.
"He he he!" Seng Hwee Sin Kun tertawa dan berkata
memecahkan perhatian Tio Bun Yang. 'Orangku itu pasti
sudah memenggal kepala Goat Nio! He he he...!"
"Seng Hwee Sin Kun!" Perhatian Tio Bun Yang betul-betul
tidak bisa dipusatkan, sehingga punggungnya nyaris terkena
pukulan lawan. "Adik Bun Yang! Engkau harus tenang! Orang yang
dimaksudkan itu adalah Pat Pie Lo Koay, dia pergi menolong
Goat Nio!" seru Ngo Tok kauwcu
Suara seruan itu membuat Tio Bun Yang lu i semangat,
namun justru membuat Seng Hwee Sin kun terkejut bukan
kepalang karena melihat Leng Bin Hoatsu dan lainnya sudah
jadi mayat. "Hari ini kalian semua harus mampus!" bentak Seng Hwee
Sin Kun sambil menyerang Tio Bu Yang, sekaligus
mengerahkan Seng Hwee Sin Kang sampai pada puncaknya.
Tio Bun Yang tahu, maka ia juga mengerahkan Kan Kun
Taylo Im Kang sampai pada puncaknya pula.
Seng Hwee Sin Kun menyerangnya dengan jurus Seng
Hwee Sauh Thian (Api Suci Membaka Langit). Berkelebatkelebatlah
cahaya kehijau-hijauan mengarah pada Tio Bun
Yang, bahkan juga mengandung hawa yang panas sekali.
Tio Bun Yang sama sekali tidak gugup. Ia segera
menangkis dengan mengeluarkan jurus Kan Kun Taylo Bu Pien
(Alam Semesta Tiada Batas) Tampak cahaya seputih salju
membendung cahay kehijau-hijauan itu.
Blaaam! Terdengar suara benturan dahsyat.
Seng Hwee Sin Kun terhuyung-huyung ke belakang
beberapa langkah, begitu juga Tio Bun Yang. Namun
kemudian Seng Hwee Sin Kun mulai menyerang lagi dengan
jurus Seng Hwe Jip Te (Api Suci Masuk Ke Bumi).
Tio Bun Yang menangkisnya dengan jurus Kan Kun Taylo
Hap It (Segala-galanya Menyatu Di Alam Semesta).
Blaaamm! Terdengar suara benturan yang lebih dahsyat.
Seng Hwee Sin Kun terpental beberapa depa begitu pula
Tio Bun Yang. Mereka saling memandang, lalu sama-sama
maju lagi. Betapa tegangnya Lim Peng Hang dan lainnya.
Mereka menyaksikan pertarungan itu dengan mata tak
berkedip sambil menahan nafas.
Seng Hwee Sin Kun membentak keras menyerang Tio Bun
Yang dengan jurus Thian Te leng Hwee (Api Suci Langit
Bumi), sedangkan Tio Bun Yang menangkis dengan jurus Kan
Kun Taylo Kwi Gong (Segala-galanya Kembali Ke Alam
Semesta). Daaar! Blaaammm...! Suara benturan dahsyat kedua
lweekang itu, disusul pula suara jeritan Seng Hwee Sin Kun.
"Aaaakh...!" Badan Seng Hwee Sin Kun terkulai belasan
depa. Begitu pula Tio Bun Yang, bahkan pakaiannya sudah
hangus. "Bun Yang...." Lim Peng Hang melesat kearahnya.
"Bagaimana engkau" Terluka parahkah?"
Tio Bun Yang menggelengkan kepala sambil menarik nafas
dalam-dalam. Kemudian barulah menjawab.
"Aku tidak apa-apa, Kakek."
"Syukurlah!" Lim Peng Hang menarik nafas lega
Sementara Seng Hwee Sin Kun yang terpental itu sudah
terkulai. Sekujur badannya menggigil dan mulutnya
mengeluarkan darah segar. Ternyata ia telah terluka dalam
yang sangat parah.
Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala, kemudian
menghampirinya dengan maksud ingin memeriksa lukanya.
Akan tetapi, di saat Tio Bun Yang melangkah
mendekatinya, tiba-tiba melayang turun lima sosok bayangan
putih. Ternyata lima orang berpakaian serba putih, dan
memakai kedok setan warna hijau.
"Haaah...!" Bukan main terkejutnya Lim Peng Hang,
serunya tak tertahan. "Kui Bin Pang...!"
Kelima orang itu tidak mengucapkan sepatah katapun,
langsung membopong Seng Hwee Sin Kun lalu melesat pergi.
Lim Peng Hang dan lainnya terheran-heran
menyaksikannya, karena kemunculan kelima orang itu begitu
mendadak, begitu pula perginya.
Tio Bun Yang berdiri diam di tempat, sama sekali tidak
mencegah mereka. Hal itu membuat Lie Ai Ling penasaran
sekali. "Kakak Bun Yang! Kenapa kau biarkan mereka pergi?"
"Adik Ai Ling..." sahut Tio Bun Yang sambil menggelenggelengkan
kepala. "Mereka berlima tidak menggangguku,
maka aku pun tidak boleh menimbulkan masalah lain."
"Tapi mereka membawa kabur Seng Hwel Sin Kun," ujar Lie
Ai Ling dengan wajah tidal senang.
"Biarlah mereka membawanya pergi, scsungguhnya aku
pun tidak berniat membunuhnya," ujar Tio Bun Yang.
"Apakah Kakak Bun Yang lupa bahwa Seng Hwee Sin Kun
yang membunuh kauw heng?"
"Adik Ai Ling!" Tio Bun Yang memberitahukan. "Seng Hwee
Sin Kun sudah terluka parah, kemungkinan besar dia tidak
akan bisa hidup lama lagi."
"Oooh!" Lie Ai Ling manggut-manggut. "Pantas engkau
membiarkannya dibawa pergi oleh kelima orang Kui Bin Pang
itu!" "Ng!" Tio Bun Yang mengangguk.
Sementara pertarungan para anggota Seng Hwee Kauw
dengan para anggota Kay Pang dan para anggota Ngo Tok
Kauw pun sudah berhenti. Banyak sekali para anggota Seng
Hwee Kauw yang mati dan terluka, sisanya pada kabur semua.
Tiba-tiba muncul Pat Pie Lo Koay menuntun seorang gadis
ke tempat itu. Siapa gadis itu" Tidak lain Siang Koan Goat Nio.
Wajahnya tampak pucat pias tapi berseri ketika melihat Tio
Bun Yang "Kakak Bun Yang...!" serunya lemah.
"Goat Nio! Goat Nio...." Tio Bun Yang berlari kearahnya.
"Goat Nio...."
"Kakak Bun Yang...." Siang Koan Goat Nio mendekap di
dada Tio Bun Yang sambil menangis terisak-isak. "Kakak Bun
Yang, aku... kukira kita tidak bisa berjumpa lagi."
"Goat Nio...." Tio Bun Yang memeluknya erat-erat,
kemudian membelainya seraya berkata lembut. "Jangan
menangis, aku sudah berada di hadapanmu!"
"Kakak Bun Yang, kita harus berterimakasihl kepada Pat Pie
Lo Koay." Siang Koan Goat Nio memberitahukan. "Kalau tidak
ada paman tua itu, mungkin aku sudah dibunuh."
"Ooooh!" Tio Bun Yang manggut-manggut, kemudian
memberi hormat kepada Pat Pie Lo Koay. "Terimakasih,
Paman." "Ha ha ha!" Pat Pie Lo Koay tertawa gelak "Jangan
sungkan! Engkau yang menyembuhkanl wajah Ling Cu, maka
aku pun harus membantumu."
"Tapi Paman yang menyelamatkan Goat Nio!" Tio Bun Yang
memberi hormat lagi kepada Pai Pie Lo Koay.
"Ha ha ha!" Pat Pie Lo Koay tertawa gelak sambil
menggeleng-gelengkan kepala dan berkala "Engkau memang
pemuda baik, aku kagum dari salut kepadamu."
"Pat Pie Lo Koay!" Lim Peng Hang mendekatinya sambil
tertawa. "Terimakasih atas bantuanmu!"
"Lim Pangcu!" Pat Pie Lo Koay menghela nafas panjang.
"Aku berhutang budi kepada Tu Hun Lojin, lagi pula Tio Bun
Yang yang menyembuhkan wajah Ling Cu. Nah, apakah aku
harus tinggal diam?"
"Pat Pie Lo Koay!" Gouw Han Tiong tertawa. "Aku sama
sekali tidak menyangka kalau almarhum pernah
menolongmu."
"Kalau ayahmu tidak menolongku, tentunya aku sudah
mampus dari dulu. Aku sungguh berhutang budi kepadanya."
"Yaah!" Gouw Han Tiong menghela nafas panjang. "Sayang
sekali, ayahku sudah tiada!"
"Oh ya!" Pat Pie Lo Koay teringat sesuatu, "kita harus
segera meninggalkan tempat ini, karena sebentar lagi akan
terjadi ledakan dahsyat."
"Paman telah memasang obat peledak di markas Seng
Hwee Kauw?" tanya Ngo Tok Kauwcu.
"Ya." Pat Pie Lo Koay mengangguk. "Sesuai dengan
rencana kita."
"Kalau begitu, mari kita cepat meninggalkan tempat ini!"
seru Ngo Tok Kauwcu.
Segeralah mereka meninggalkan Lembah Kabut Hitam. Tak
seberapa lama kemudian, terdengarlah suara ledakan dahsyat.
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tampak asap membumbung tinggi, dan api pun mulai
berkobar-kobar melalap markas Seng Hwee Kauw.
"Ha ha ha!" Pat Pie Lo Koay tertawa gembira. Mulai
sekarang Seng Hwee Kauw sudah musnah!"
"Seng Hwee Kauw memang sudah musnah, tapi...." Lim
Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala.
"Ada apa, Lim Pangcu?" tanya Pat Pie Lo Koay heran.
"Seng Hwee Sin Kun dibawa kabur oleh lima orang
berpakaian serba putih yang memakai kedok setan warna
kuning...." Lim Peng Hang memberitahukan.
"Haaah...!" Air muka Pat Pie Lo Koay berubah hebat. "Kui
Bin Pang...."
"Paman tahu tentang Kui Bin Pang?" tanya Ngo Tok
Kauwcu sambil memandangnya.
"Aaaah...!" Pat Pie Lo Koay menghela nafas panjang. "Aku
pernah dengar dari guruku tentang Kui Bin Pang. Namun
perkumpulan muka setan itu cuma bergerak di sekitar gurun
Sih Ih. Lagi pula sudah hampir seratus tahun tiada kabar
beritanya. Bagaimana Kui Bin Pang itu bisa muncul di
Tionggoan?"
"Pat Pie Lo Koay!" sela Lim Peng Hang. "Mari kita bicara di
markas saja!"
"Baik." Pat Pie Lo Koay mengangguk, kemudian mereka
semua berangkat ke markas pusa Kay Pang. Seharusnya
mereka bergembira atas kemenangan itu, namun mereka
malah tampak tercekam, dikarenakan kemunculan lima orang
Kui Bin Pang yang membawa kabur Seng Hwo Sin Kun.
-ooo0dw0ooo- Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong dan lainnya duduk
dengan wajah serius di ruang depan markas pusat Kay Pang.
Berselang beberapa saat, barulah Lim Peng Hang membuka
mulut. "Kelihatannya lima orang Kui Bin Pang itu bermaksud
menolong Seng Hwee Sin Kun. Mungkinkah Seng Hwee Sin
Kun punya hubungan dengan Kui Bin Pang?"
"Menurut aku tidak," sahut Gouw Han Tiong. "Kalau Seng
Hwee Sin Kun punya hubungan dengan Kui Bin Pang,
tentunya kita akan berhadapan dengan Kui Bin Pang pula,
bukan?" Lim Peng Hang manggut-manggut. "Kalau begitu, apa
maksud pihak Kui Bin Pang menolong Seng Hwee Sin Kun?"
"Mungkin...," ujar Gouw Han Tiong setelah berpikir sejenak.
"... ketua Kui Bin Pang berniat menarik Seng Hwee Sin Kun
menjadi anggotanya."
"Itu memang mungkin." Lim Peng Hang mengangguk.
"Maka ketua Kui Bin Pang mengutus kelima orang itu
menolong Seng Hwee Sin Kun."
"Mungkin dan tak mungkin," ujar Pat Pie Lo Koay
mendadak. "Guruku pernah bilang, ketua Kui Bin Pang
memiliki semacam ilmu sesat yang dapat mengendalikan
pikiran orang. Oleh karena itu aku yakin ketua Kui Bin Pang itu
punya maksud tertentu terhadap Seng Hwee Sin Kun."
"Maksud Paman ketua Kui Bin Pang akan mengendalikan
pikiran Seng Hwee Sin Kun?" tanya Ngo Tok Kauwcu dengan
kening berkerut
"Ya." Pat Pie Lo Koay manggut-manggut kemudian
menghela nafas panjang. "Kini Seng Hwee Kauw telah
musnah, tapi malah muncul Kui Bin Pang yang amat
menakutkan itu."
"Menakutkan?" Ngo Tok Kauwcu tersentak "Kenapa
menakutkan?"
"Sangat sadis, tidak pernah memberi ampun kepada siapa
pun." Pat Pie Lo Koay memberitahukan. "Kelihatannya rimba
persilatan akan dilanda banjir darah."
"Paman!" Ngo Tok Kauwcu mengerutkan kening.
"Mungkinkah ketua itu adalah ketua yang lama?"
"Tidak mungkin." Pat Pie Lo Koay menggelengkan kepala.
"Aku yakin ketua sekarang itu adalah ketua baru."
"Heran?" gumam Ngo Tok Kauwcu. "Sebetulnya siapa ketua
baru itu?"
"Sudahlah Ling Cu!" ujar Pat Pie Lo Koay sambil
menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak usah memikirkan itu,
kita harus cepat-cepat pulang ke markas."
"Ya, Paman." Ngo Tok Kauwcu menganggut lalu berpamit.
"Maaf, kami mau mohon diri pulang ke markas."
"Kok begitu cepat pulang, Kakak Ling Cu?" Tio Bun Yang
ingin menahannya.
"Adik Bun Yang!" Ngo Tok Kauwcu tersenyum. "Kelak kita
pasti berjumpa lagi, sampai berjumpa semua!"
Ngo Tok Kauwcu memberi hormat kepada Lim Peng Hang
dan Gouw Han Tiong lalu melangkah pergi. Pat Pie Lo Koay
pun memberi hormat kepada mereka, kemudian segera
menyusul Ngo Tok Kauwcu.
Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong, Tio Bun Yang dan Siang
Koan Goat Nio mengantar mereka sampai di luar markas.
Setelah mereka berdua melesat pergi, barulah Lim Peng Hang
dan lainnya kembali ke markas.
-oo0dw0ooTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Jilid 11 "Yatsumi!" Lim Peng Hang memandangnya sambil duduk.
"Engkau telah berhasil membunuh ketua ninja itu, lalu apa
rencanamu selanjutnya?"
"Kakek Lim," jawab Yatsumi. "Aku akan segera pulang ke
Jepang." "Ngmmm!" Lim Peng Hang manggut-manggut. "Engkau
berasal dari Jepang, tentunya harus pulang ke Jepang."
"Aku...." Sepasang mata Yatsumi bersimbah air. "Aku
sangat berterimakasih kepada Kakek Lim, Kakek Gouw dan
lainnya." "Yatsumi," sela Lie Ai Ling sambil tertawa. "Jangan berkata
begitu. Hubungan kita sudah bagaikan kakak beradik."
"Betul," sambung Siang Koan Goat Nio dengan wajah
berseri. "Kita boleh dikatakan bagaikan kakak beradik."
"Aku...." Yatsumi terharu sekali, sehingga membuatnya
menangis-terisak. "Aku...."
"Yatsumi!" Lie Ai Ling menatapnya dalam-dalam. "Engkau
harus yakin dan percaya diri. Begitu engkau tiba di Jepang,
harus memberanikan diri menemui orang tua pemuda itu."
"Ai Ling...." Wajah Yatsumi kemerah-merahan.
"Eeeeh?" Lim Peng Hang tertawa gelak. "Kini kalian
membicarakan urusan pribadi, maka alangkah baiknya kalian
ke halaman belakang saja."
"Betul," sahut Lie Ai Ling sambil tertawa! "Ayoh, mari kita
ke halaman belakang!"
Gadis itu langsung menarik Sie Keng Hauw ke belakang.
Tio Bun Yang, Siang Koan Goat Nio dan Yatsumi mengikuti
mereka dari belakang.'
"Hi hi hi!" Lie Ai Ling tertawa setelah berada di halaman
belakang. "Aku gembira sekali."
"Ai Ling!" Sie Keng Hauw menatapnya heran. "Kenapa
engkau gembira?"
"Apakah engkau tidak merasa gembira?" Lie Ai Ling balik
bertanya. "Kini Kakak Bun Yang sudah berkumpul kembali
dengan Goat Nio."
"Betul." Sie Keng Hauw manggut-manggut. "Kita harus
mengucapkan selamat kepada mereka berdua."
"Terimakasih, terimakasih..." sahut Tio Bun Yang sambil
tertawa gembira. "Terimakasih...."
"Aaaah...." Mendadak Yatsumi menghela nafas panjang.
"Yatsumi," ujar Tio Bun Yang. "Percayalah' orang tua
pemuda itu pasti merestui kalian, aku yakin itu."
"Mudah-mudahan!" sahut Yatsumi. "Kalau aku menikah
dengan pemuda itu, aku dan dia pasti ke mari mengunjungi
kalian." "Nah!" seru Lie Ai Ling. "Jangan ingkar janji Hio!"
"Aku tidak akan ingkar janji. Percayalah padaku!" Yatsumi
tersenyum. "Aku pasti ke mari mengunjungi kalian."
Beberapa hari kemudian, Yatsumi bertolak ke Jepang.
Sedangkan Tio Bun Yang, Siang Koan lioat Nio, Sie Keng Hauw
dan Lie Ai Ling berangkat ke Pulau Hong Hoang To.
-ooo0dw0ooo- Bagian ke lima puluh satu
Markas Kui Bin Pang
Tentang musnahnya markas Seng Hwee Kauw, telah tersiar
luas dalam rimba persilatan. Setelah mendengar berita
tersebut, para ketua tujuh partai besar segera berangkat ke
markas pusat Kay Pang.
"Lim Pangcu," ujar Hui Khong Taysu ketua Siauw Lim Pay.
"Kami ke mari memberi selamai kepadamu."
"Ha ha ha!" Lim Peng Hang tertawa gelak "Taysu dan para
ketua lain, silakan duduk!"
Mereka duduk, beberapa anggota Kay Pang segera
menyuguhkan teh. Seusai meneguk teh, Hui Khong Taysu
berkata, "Lim Pangcu, partaimu sangat berjasa bagi rimba
persilatan, karena telah menumpas Seni Hwee Kauw."
"Sesungguhnya...." Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan
kepala. "Bukan Kay Pang yang berjasa dalam hal ini,
melainkan Tio Bun Yang, Ngo Tok Kauwcu, Sie Keng Hauw,
Lie Ai Linj dan Pat Pie Lo Koay."
"Tapi kalau tidak ada Kay Pang, belum tentu mereka dapat
menumpas Seng Hwee Kauw," ujar It Hian Tojin ketua Butong
Pay "Yang jelas mereka yang berjasa," tandas Lini Peng Hang.
"Tapi...."
"Kenapa?" tanya Wie Hian Cinjin, ketua Kun Lun Pay.
"Apakah masih ada masalah lain?"
"Apakah kalian pernah mendengar tentang Kui Bin Pang?"
Lim Peng Hang balik bertanya mendadak sambil memandang
para ketua itu.
Mereka saling memandang, namun air muka Hui Khong
Taysu berubah hebat begitu Lim Peng Hang mengajukan
pertanyaan tersebut.
"Kui Bin Pang...?" gumamnya.
"Ya." Lim Peng Hang mengangguk. "Taysu pernah
mendengar tentang perkumpulan itu?"
"Guruku pernah memberitahukan tentang Kui Rin Pang
yang misteri itu, kenapa Lim Pangcu bertanya tentang itu?"
"Sebab...." Lim Pangcu menggeleng-gelengkan kepala.
"Seng Hwee Sin Kun terluka parah oleh pukulan Tio Bun Yang,
namun mendadak muncul lima orang berpakaian serba putih
memakai kedok setan membawanya kabur."
"Haah?" Bukan main terkejutnya Hui Khong Taysu.
"Omitohud!"
"Taysu!" It Hian Tojin menatapnya. "Beritahu-kanlah
tentang Kui Bin Pang!"
"Omitohud!" Hui Khong Taysu menghela nafas panjang.
"Sudah hampir seratus tahun Kui Bin Pang tiada kabar
beritanya, namun kini malah muncul di Tionggoan. Guruku
pernah melihat Kui Hin Pang di daerah gurun Sih Ih. Pada
waktu itu Kui Bin Pang sedang membantai suatu suku di
daerah gurun Sih Ih. Guruku segera turun tangan menolong
suku itu, namun ketua Kui Bin Pang berhasil mengalahkan
guruku." "Oh?" Lim Peng Hang terbelalak. "Begitu imggi kepandaian
ketua Kui Bin Pang itu?"
"Omitohud!" sahut Hui Khong Taysu. "Memang tinggi sekali
kepandaian ketua Kui Bin Pang ituu. Gurukupun
memberitahukan, bahwa Kui Bin Pang cuma bergerak di
daerah Sih Ih, tidak memasuki daerah Tionggoan. Tapi kini...."
"Aaaah...!" Lim Peng Hang menghela nafas panjang. "Kini
Kui Bin Pang telah memasuki daerah Tionggoan, bahkan
menolong Seng Hwee Sin Kun."
"Omitohud!" Hui Khong Taysu menggeleng-gelengkan
kepala. "Kalau begitu, tidak lama lagi rimba persilatan akan
dilanda banjir darah."
"Siapa ketua Kui Bin Pang itu?" tanya Pek Bie Lojin, ketua
Swat San Pay. "Tidak tahu," sahut Lim Peng Hang dan menambahkan,
"Mereka semua memakai kedok setan dan berpakaian serba
putih." "Yaaah!" Hui Liong Sin Kiam, ketua Hwa San Pay menghela
nafas panjang. "Seng Hwee Kauw telah ditumpas, tapi muncul
lagi Kui Bin Pang!"
"Omitohud!" ucap Hui Khong Taysu. "Kui Bin Pang lebih
ganas dan sadis dibandingkan dengan Seng Hwee Kauw, kini
kaum rimba persilatan dalam bencana."
"Oh ya!" Beng Leng Tojin, ketua Khong Tong Pay
memandang Lim Peng Hang seraya bertanytil "Di mana Tio
Bun Yang?"
"Cucuku dan lainnya sudah pulang ke Pulau Hong Hoang
To," jawab Lim Peng Hang melanjutkan. "Tentang Kui Bin
Pang, dia pasti memberitahukan kepada Tio Cie Hiong."
"Kalau Kui Bin Pang mengganas di rimba persilatan, apakah
pihak Pulau Hong Hoang To akan turun tangan menumpas
mereka?" tanya It Nian Tojin, ketua Butong Pay.
"Itu bagaimana nanti saja." jawab Lim Peng liang.
"Apabila Kui Bin Pang berani mengusik pihak Pulau Hong
Hoang To, sudah barang tentu pihak Pulau Hong Hoang To
akan turun langan menumpasnya," ujar Gouw Han Tiong
MJiigguh-sungguh.
"Omitohud...!" ucap Hui Khong Taysu. "Kapan rimba
persilatan akan tenang aman dan damai" Omitohud...!"
-oo0dw0ooo- Mo Kui San (Gunung Setan Iblis) terletak di sebelah utara
Tionggoan. Gunung tersebut tidak pernah dijamah manusia
sebab sangat seram sekali. Konon gunung itu merupakan
tempat bermukimnya para setan iblis, oleh karena itu, tiada
seorang pun berani memasukinya.
Akan tetapi, sungguh mengherankan. Di puncak gunung itu
justru tampak sebuah bangunan yang sangat besar,
sepertinya belum lama dibangun.
Tidak salah. Bangunan megah itu memang belum lama
dibangun, itu adalah markas Kui Bi Pang.
Di ruang tengah markas itu tampak belasan orang
berkumpul di situ. Yang memakai kedok setan warna merah
adalah ketua Kui Bin Pan duduk di kursi batu yang mengkilap,
yang memakai kedok setan warna kuning adalah Dua
Pelindung. Lima Setan Algojo memakai kedok setan warna
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
hijau, sedangkan para anggota berkepandaian tinggi memakai
kedok setan warna putih.
"Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang tertawa terbahak-bahak.
"Ngo Sat Kui (Lima Setan Algojo), kalian berlima berhasil
menolong kabur Seng Hwee Sin Kun, pertanda kalian berlima
telal berjasa!"
"Terimakasih, Ketua," ucap Toa Sat Kui (Setan Algojo
Tertua). "Maaf, Ketua," ucap salah seorang pelindung dan bertanya.
"Kenapa Ketua perintahkan Ngo Sat Kui menolong Seng Hwee
Sin Kun?" "Ha ha ha?" Ketua Kui Bin Pang tertawa gelak. "Tentunya
aku punya suatu rencana. H; ha ha...!"
"Bolehkah kami tahu mengenai rencana Ke tua?" tanya Toa
Sat Kui. "Boleh," sahut ketua Kui Bin Pang. "Aku akan
menyembuhkan lukanya, sekaligus menggunakan ilmu
hitamku untuk mengendalikan pikirannya."
"Oooh!" Toa Sat Kui manggut-manggut. "Ketua ingin
mengendalikan pikirannya untuk membunuh orang?"
"Ya." Ketua Kui Bin Pang mengangguk. "Aku akan
menyuruhnya membunuh orang-orang tertentu, bahkan juga
akan menyuruhnya membuat gila para ketua tujuh partai
besar. Setelah itu, barulah kita menguasai rimba persilatan.
Otomatis pihak Pulau Hong Hoang To akan muncul .
"Rencana yang bagus," ujar Toa Sat Kui sambil tertawa.
"Ketua memang berotak cemerlang."
"Ketua," tanya salah seorang pelindung. "Kenapa kita tidak
menyerbu ke Pulau Hong Hoang Ro?"
"Itu sangat membahayakan kita," sahut ketua Kui Bin Pang.
"Sebab kita sama sekali tidak tahu keadaan pulau itu. Maka
lebih baik biar mereka tang menyerbu ke mari."
"Seandainya pihak Pulau Hong Hoang To tidak menyerbu
ke mari?" tanya Toa Sat Kui.
"Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang tertawa gelak. Kalau kita
membunuh Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong, apakah
pihak Pulau Hong Hoang To akan tinggal diam saja?"
"Betul, betul." Toa Sat Kui tertawa gelak.
"Kalian semua harus tahu, pihak Pulau Hong Hoang To
adalah musuh kita," ujar ketua Kui Bi Pang. "Karena Tio Po
Thian yang memukul ketua lama hingga jatuh ke dalam
jurang, maka ki harus membalas dendam itu."
"Tapi...." Salah seorang pelindung menggeleng-gelengkan
kepala. "Kita masih belum menemuka tetua, jadi kita tidak
boleh bergerak."
"Dalam tiga bulan ini, kalau kita tidak menemukan tetua,
aku akan perintahkan para anggota bergerak dalam rimba
persilatan, bahkan Seng Hwee Sin Kun yang dibawah
pengaruhku akan mulai beraksi. Ha ha ha...!" Ketua Kui Bi
Pang tertawa terbahak-bahak.
"Ketua," ujar salah seorang pelindung. "Bukankah lebih
baik kita menunggu tetua?"
"Aku sudah bilang, apabila dalam tiga bulan ini tetua itu
masih belum muncul, maka Kui Bin Pang akan mulai bergerak
di rimba persilatan!" sahut ketua Kui Bin Pang. "Para anggota
harus mulai membunuh kaum pesilat golongan putih,
sedangkan Seng Hwee Sin Kun harus membuat gila para ketua
tujuh partai besar, bahkan juga harus membunuh Lim Peng
Hang dan Gouw Ha" Tiong. Ha ha ha...!"
"Ide yang bagus," ujar Toa Sat Kui. "Aku yakin pihak Pulau
Hong Hoang To pasti muncul. Ht he he!"
"Tio Tay Seng, Tio Cie Hiong dan Tio Bui Yang harus mati
di tanganku," ujar ketua Kui Bin Pang sambil mengepaliean
tinju. "Terutama Tio Bun Yang, aku akan membunuhnya
dengan cara vang paling sadis."
-oo0dw0oo- Sementara itu, Tio Bun Yang dan lainnya sudah tiba di
Pulau Hong Hoang To. Betapa gembiranya Tio Tay Seng, Tio
Cie Hiong, Lim Hong Im dan lainnya, terutama Kou Hun Bijin.
"Oooh! Goat Nio, syukurlah engkau sudah pulang bersama
Bun Yang!" Kou Hun Bijin memeluk Siang Koan Goat Nio eraterat.
"Ibu...." Gadis itu menangis terisak-isak.
"Nak!" Kou Hun Bijin membelainya seraya bertanya,
"Kenapa engkau menangis" Dan kenapa kulanmu kurus"
Apakah Bun Yang menghinamu"
"Kakak Bun Yang sangat menyayangiku. Bagaimana
mungkin dia menghinaku" Dia...."
"Kenapa dia?" Kou Hun Bijin menatapnya. 'Apakah dia
sudah berbuat begitu atas dirimu?"
"Ibu kok omong sembarangan sih?" Wajah Siang Koan Goat
Nio langsung memerah.
"Tapi...." Kou Hun Bijin mengerutkan kening, kenapa
badanmu kurus" Pasti ada suatu masalah kan?"
"Ibu!" Siang Koan Goat Nio tertawa kecil "Masalah itu telah
lewat." "Eh?" Kou Hun Bijin terbelalak. "BagaimanJ engkau, tadi
menangis sekarang malah tertawa?"
"Bijin," ujar Sam Gan Sin Kay sambil tertawa. "Jangan terus
berdiri, duduklah!"
"Tumben!" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan. "Hari ini
engkau begitu baik terhadapku, jangan-jangan...."
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa lagi "Kita sama-sama
tinggal di satu pulau, tentunya harus baik satu sama lain,
bukan?" "Betul. Hi hi hi!" Kou Hun Bijin tertawa nyaring sambil
menarik Siang Koan Goat Nio untuk diajak duduk.
"Nak...," panggil Kim Siauw Suseng denga suara rendah.
"Ayah!" sahut Siang Koan Goat Nio sambi tersenyum.
"Nak!" bisik Kim Siauw Suseng. "Syukur engkau sudah
pulang bersama Bun Yang, ayah merasa gembira sekali."
"Hei!" seru Sam Gan Sin Kay. Jangan bisik-bisik, bicaralahh
terang-terangan!"
"Apa urusanmu?" sahut Kim Siauw Suseng "Aku berbisikbisik
dengan putriku kok."
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa geli kemudian
memandang Tio Bun Yang seraya berkata, "Bun Yang,
ceritakanlah pengalaman kalian!"
"Sungguh bukan main!" sela Lie Ai Ling mendadak.
"Memang bukan main!"
"Apa yang bukan main?" tanya Sam Gan Sin Kay terbelalak.
"Apakah engkau sudah bermain-main dengan Keng Hauw,
maka terus mengatakan Bukan main'?"
"Kakek tua pengemis...." Wajah Lie Ai Ling kemerahmerahan.
"Maksudku pengalaman kami bukan main."
"Oh?" Sam Gan Sin Kay tertawa. "Kalau begitu, ceritakanlah
yang bukan main itu!"
"Goat Nio ditangkap pihak Seng Hwee Kauw...," tutur Lie Ai
Ling tentang semua kejadian itu. ".... akhirnya markas Seng
Hwee Kauw diledakkan sampai musnah."
"Bagus, bagus! Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa
gembira. "Kini rimba persilatan Tiong-goan pasti sudah aman."
"Tapi...." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.
"Ada apa, Bun Yang?" tanya Tio Cie Hiong sambil
menatapnya dengan penuh perhatian.
"Ketika Seng Hwee Sin Kun terluka parah, mendadak
muncul lima orang berpakaian serba putih dan memakai kedok
setan." "Haaah?" Air muka Tio Tay Seng langsung berubah hebat.
"Kui Bin Pang!"
"Kakek tahu tentang Kui Bin Pang?" tanya Tio Bun Yang.
"Aaaah...!" Tio Tay Seng menghela nafas panjang. "Seng
Hwee Kauw telah musnah, tapi kini malah muncul Kui Bin
Pang, pertanda rimba persilatan Tionggoan akan dilanda banjir
darah lagi!"
"Ayah!" Tio Bun Yang memberitahukan. "Aku sudah tahu
jelas mengenai Kui Bin Pang itu."
"Oh?" Tio Cie Hiong tertegun. "Beritahukan-lah!"
"Kini Kui Bin Pang memang sudah berada di Tionggoan.
Sasaran mereka adalah kita," ujar Tio Bun Yang. "Karena
ketua lama Kui Bin Pane punya dendam dengan majikan lama
pulau ini. Karena itu, ketua baru Kui Bin Pang ingin menuntut
balas." "Bun Yang!" Tio Tay Seng tersentak. "Engkau tahu dari
siapa tentang itu?"
"Aku bertemu seorang tua, dia yang memberitahukan
kepadaku," jawab Tio Bun Yang tanpa menceritakan ciri-ciri
orang tua tersebut, sebab Sie Keng Hauw berada di situ.
"Siapa orang tua itu?" tanya Tio Cie Hiong.
"Aku tidak tahu, Ayah," sahut Tio Bun Yang sambil
memberi isyarat.
"Oooh!" Tio Cie Hiong manggut-manggut karena sudah
tahu akan arti isyarat Tio Bun Yangl
"Aaaah...!" Tio Tay Seng menghela nafas panjang. "Cie
Hiong, bukankah aku sudah menuturkan tentang itu?"
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.
"Tidak apa-apa," ujar Sam Gan Sin Kay. "Kalau mereka
berani menyerbu ke mari, kita habisiean saja mereka satu
persatu." "Pengemis bau!" sahut Kim Siauw Suseng. "bagaimana
mungkin Kui Bin Pang akan menyerbu ke mari" Mereka tidak
tolol lho!"
"Tidak salah," ujar Tio Cie Hiong. "Kui Bin Pang tidak akan
menyerbu ke mari, tapi kemungkinan besar akan menyerbu ke
markas pusat Kay Pang."
"Haah?" Lim Ceng Im terkejut bukan main. "Kalau begitu,
bukankah ayahku dalam bahaya?"
"Itu...." Tio Cie Hiong mengerutkan kening.
"Ibu," ujar Tio Bun Yang. "Sementara ini, Kui Bin Pang
tidak akan menyerbu ke markas pusat kay Pang."
"Memangnya kenapa?" tanya Lim Ceng Im heran.
"Karena pihak Kui Bin Pang belum menemukan tetua
mereka, maka sementara ini Kui Bin Pang belum bisa
bergerak," jawab Tio Bun Yang memberitahukan. "Namun
entah bagaimana kelak?"
"Aku yakin...." Tio Cie Hiong mengerutkan kening seraya
berkata, "Tidak lama lagi Kui Bin Pang pasti bergerak dalam
rimba persilatan. Sasaran Kui Bin Pang pasti Kay Pang dan
tujuh partai besar."
"Benar." Sam Gan Sin Kay manggut-manggu dan
melanjutkan, "Kui Bin Pang tidak beran menyerbu ke mari,
tapi akan memancing kita ke Tionggoan."
"Tidak salah," sahut Kim Siauw Suseng. "Itu lah tujuan Kui
Bin Pang. Namun kalau Kui Bir Pang bertindak begitu,
tentunya kita tidak akar tinggal diam."
"Kita semua sudah bersumpah tidak akar mencampuri
urusan rimba persilatan. Bagaimana! mungkin kita ke
Tionggoan?" Tio Tay Seng menggeleng-gelengkan kepala.
"Tio Tocu!" Sam Gan Sin Kay tertawa. "Itu bukan urusan
rimba persilatan, melainkan urusan kita. Karena Kui Bin Pang
menuntut balas terhadap kita."
"Memang." Tio Tay Seng manggut-manggut "Ini urusan
Pulau Hong Hoang To, tiada sangku pautnya dengan Kay Pang
maupun tujuh parta besar...."
"Justru termasuk urusan Kay Pang." potong Sam Gan Sin
Kay serius. "Sebab Tio Cie Hiong menantu Lim Peng Hang,
ketua Kay Pang. Sedangkan aku mantan tetua Kay Pang pula.
Bahkan sudah sekian lama tinggal di Pulau Hong Hoang To ini.
Nah, bukankah diriku termasuk bagian dari Pulau Hong Hoang
To?" "Sama," sahut Kim Siauw Suseng. "Aku pun termasuk
bagian dari pulau Hong Hoang To."
"Sama," sela Kou Hun Bijin sambil tertawa cekikian. "Goat
Nio adalah calon isteri Bun Yang. berarti kami akan berbesan
dengan pihak Pulau Hiong Hoang To ini, bukan" Hi hi hi...!"
"Tidak salah, isteriku," ujar Kim Siauw Suseng sambil
tersenyum. "Begitu mesranya!" goda Sam Gan Sin Kay sambil tertawa
gelak. "Ha ha ha!"
"Bagaimana menurut kalian?" tanya Tio Tay Seng
mendadak dengan wajah serius sekali.
"Kita lihat saja bagaimana perkembangan selanjutnya.
Beres kan?" sahut Sam Gan Sin Kay.
"Beres?" Kim Siauw Suseng menggeleng-gelengkan kepala.
"Kita semua berada di pulau ini, bagaimana bisa tahu
perkembangan di Tiong-l-oan?"
"Kalau ada sesuatu, Peng Hang pasti mengutus orang ke
mari memberitahukan kepada kita," ?ahut Sam Gan Sin Kay.
"Masalah itu lebih baik kita bicarakan nanti jaja," ujar Tio
Tay Seng. "Sekarang Bun Yang tlan lainnya perlu beristirahat
dulu." "Betul." Sam Gan Sin Kay manggut-manggut. "Nah, kalian
kaum muda pergilah beristirahat!"
"Ya." Tio Bun Yang dan lainnya mengangguk lalu
melangkah ke dalam.
"Goat Nio!" panggil Kou Hun Bijin. "Engkau ke kamar, ibu
ingin bicara denganmu."
"Ya." Siang Koan Goat Nio mengangguk lal melangkah ke
kamarnya. Sementara Tio Bun Yang sudah berada dalam kamarnya.
Tak seberapa lama kemudia muncullah Tio Cie Hiong.
"Bun Yang...." Tio Cie Hiong memandangnya "Isyaratmu
tadi...." "Ayah, aku tidak bisa berterus terang di sana" ujar Tio Bun
Yang sambil duduk.
"Kenapa?" Tio Cie Hiong duduk di hadapannya.
"Sebab Sie Keng Hauw berada di situ," jawal Tio Bun Yang
melanjutkan. "Orang tua yang kuceritakan tadi itu gurunya!"
"Apa?" Tio Cie Hiong tertegun. "Orang tua yang kau
ceritakan itu guru Sie Keng Hauw?"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Orang tua pincang itu
berpesan kepadaku tidak boleh membuka rahasia dirinya pada
Sie Keng Hauw, karena akan membahayakan dirinya."
"Oooh!" Tio Cie Hiong manggut-manggut "Kalau begitu,
orang tua pincang itu pasti punya hubungan dengan Kui Bin
Pang." "Tidak salah. Ayah orang tua pincang itu tetua Kui Bin
Pang, namun orang tua pincang itu tidak mau bergabung
dengan Kui Bin Pang."
"Tapi...." Tio Cie Hiong mengerutkan kenin "..almu silat
mereka?"
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Orang tua pincang itu memang cerdik." Tio Bun Yang
memberitahukan. "Sebelum menerima Sie Keng Hauw sebagai
murid, beliau telah mengubah semua gerakan ilmu silat yang
dimilikinya."
"Oooh!" Tio Cie Hiong tersenyum. "Memang cerdik orang
tua pincang itu. Jadi dia yang menceritakan kepadamu
tentang Kui Bin Pang?"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk.
"Dia memberitahukan kepadamu siapa ketua baru Kui Bin
Pang?" tanya Tio Cie Hiong.
"Beliau juga tidak tahu siapa ketua baru perkumpulan itu,
sebab mereka semua memakai kedok setan."
"Dia memberitahukan kepadamu mengenai ilmu silat ketua
baru Kui Bin Pang itu?"
"Beliau memberitahukan," ujar Tio Bun Yang. "Ketua Kui
Bin Pang memiliki kepandaian yang mngat tinggi, yakni Pek
Kut Im Sat Kang (Tenaga Jlawa Dingin Beracun) dan ilmu
hitam. Tapi .Menurut orang tua pincang, ketua baru Kui Bin
Pang juga memiliki ilmu lain. Jadi kepandaiannya jauh lebih
tinggi dari ketua lama."
"Oh?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening. "Mungkinkah
ketua baru Kui Bin Pang itu berkepandaian lebih tinggi dari
Seng Hwee Sin Kun?"
"Entahlah." Tio Bun Yang menggelengkan kepala. "Tapi
sungguh mengherankan, kenapa pi-hak Kui Bin Pang
menolong kabur Seng Hwee Sin Kun?"
"Mungkin ketua Kui Bin Pang punya suatu rencana
tertentu." Tio Cie Hiong menggeleng gelengkan kepala. "Kay
Pang dan tujuh partai besar dalam bahaya."
"Kakak Cie Hiong...." Muncul Lim Ceng Im "...barusan
engkau bilang Kay Pang dan tujuh partai besar dalam bahaya!
Lalu kita harus bagii mana" Apakah membiarkan ayahku
dibunuh pihak Kui Bin Pang?"
"Itu belum terjadi, engkau tidak usah cemas Tio Cie Hiong
tersenyum. "Kalau terjadi, itu sudah terlambat." Lim Ceng Im menghela
nafas panjang. "Kita harus memikirkan hal itu."
"Kita akan berunding dengan paman, Sai Gan Sin Kay dan
lainnya. Jadi engkau tidak peri begitu cemas." Tio Cie Hiong
menggengga tangannya.
"Heran!" gumam Lim Ceng Im. "Kenapa rimba persilatan
tidak pernah tenang" Setelah Bu Li Sam Mo mati, kini rimba
persilatan malah be tambah kacau."
"Yaaah!" Tio Cie Hiong menggeleng-gclen kan kepala.
"Oleh karena itu, kita hidup tenang di Pulau Hong Hoang To
ini." "Tapi kali ini...." Wajah Lim Ceng Im tampak cemas,
"....menyangkut keselamatan ayahku."
"Adik Im, aku tahu itu." Tio Cie Hiong tersenyum.
"Tentunya aku harus memikirkan jalan keluarnya kelak."
"Terimakasih, Kakak Cie Hiong," ucap Lim Ceng Im.
"Adik Im!" Tio Cie Hiong tersenyum lagi. 'Ayahmu adalah
mertuaku, aku harus memikirkan keselamatannya."
"Kakak Cie Hiong!" Lim Ceng Im tersenyum htihagia.
Betapa gembiranya Tio Bun Yang menyaksikan kemesraan
kedua orang tuanya. Ia sangat bersyukur punya orang tua
yang hidup bahagia.
"Ayah, Ibu," ujarnya kemudian. "Mengenai musuh Kui Bin
Pang, Ayah dan Ibu tidak perlu Memikirkannya. Biar aku yang
memikirkannya saja. Ayah dan Ibu tetap hidup tenang dan
bahagia di pulau ini."
"Nak!" Lim Ceng Im tersenyum. "Oh ya, kapan engkau
akan menikah dengan Goat Nio?"
"Sebetulnya aku sudah ingin menikahinya, tapi kini malah
muncul urusan Kui Bin Pang. Oleh karena itu, terpaksalah
harus menunggu urusan m selesai dulu, barulah bisa tenang,"
jawab Tio Hun Yang.
"Ngmmm!" Tio Cie Hiong manggut-manggut. itu terserah
engkau dan Goat Nio, kami pasti merestuinya."
"Terimakasih, Ayah," ucap Tio Bun Yang.
Sementara di kamar lain, yaitu di kamar Siang Koan Goat
Nio, juga sedang berlangsung pembicaraan serius.
"Goat Nio," ujar Kou Hun Bijin. "Kapi engkau akan menikah
dengan Bun Yang yang ganteng itu?"
"Kok Ibu yang kalut sih?" Wajah gadis iti memerah.
"Goat Nio!" Kou Hun Bijin tersenyum. "Tahu kah engkau,
ibu sudah ingin sekali menggendog cucu. Kalau engkau belum
menikah dengan Bun Yang, bagaimana ibu menggendong
cucu?" "Ibu...." Siang Koan Goat Nio menundukkan kepala.
"Sesungguhnya kami sudah mau menikah tapi...."
"Kenapa?"
"Kini justru muncul urusan Kui Bin Pang. itu menyangkut
para penghuni pulau ini." Siang Koan Goat Nio
memberitahukan. "Aku pernah menguntit para anggota Kui
Bin Pang."
"Oh?" Kou Hun Bijin terbelalak. "Kalau begitu, Kay Pang
dan tujuh partai besar memang dalam bahaya."
"Karena itu...." Siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan
kepala. "Bagaimana mungkin kami menikah" Kakak Bun Yang
pasti memikirkan itu."
"Nak!" Kou Hun Bijin tersenyum. "Itu terserah kalian, dalam
situasi ini kalian memang tidak bisa melangsungkan
pernikahan."
"Terimakasih atas pengertian Ibu," ucap Siang Koan Goat
Nio. "Tapi...." Kou Hun Bijin menggeleng-gelengkan kepala.
"Entah kapan ibu akan menggendong cucu?"
"Benar." Terdengar suara sahutan kemudian Muncullah Kim
Siauw Suseng sambil tersenyum, 'kapan ayah akan
menggendong cucu?"
"Ayah...." Siang Koan Goat Nio cemberut.
"Sebetulnya..." ujar Kim Siauw Suseng sungguh-sungguh.
"....engkau dan Bun Yang boleh menikah sekarang, tiada
hubungannya dengan urusan Kui Bin Pang lho!"
"Memang!" Siang Koan Goat Nio mengangguk. "Tapi Kakak
Bun Yang pasti tidak mau."
"Biar ayah bicara dengan kedua orang tuanya," ujar Kim
Siauw Suseng dan menambahkan. "Kalau kalian sudah
menikah, legalah hati kami."
"Ayah jangan membicarakan tentang ini dengan kedua
orang tua Bun Yang, aku malu kan?"
"Kenapa malu?" Kou Hun Bijin tersenyum, itu urusan orang
tua, ibu dan ayahmu akan menemui Tio Cie Hiong."
"Ibu...." Siang Koan Goat Nio menggeleng-gelengkan
kepala. "Suamiku," ujar Kou Hun Bijin pada Kim Siauw Suseng.
"Ayolah! Mari kita ke kamar mereka!"
"Baik, isteriku sayang," sahut Kim Siauw Suseng. Mereka
berdua lalu pergi ke kamar Tio Cie Hiong. Siang Koan Goat Nio
terpaksa ikut karena ingin menemui Tio Bun Yang.
Mereka justru berpapasan dengan Tio Cie Hiong dan Lim
Ceng Im yang sedang melangkah ke luar dari kamar Tio Bun
Yang. "Adik!" Kou Hun Bijin tertawa. "Mari kita ke ruang tengah,
aku ingin bicara denganmu!"
"Baik." Tio Cie Hiong mengangguk.
Mereka lalu ke ruang tengah, sedangkan Sian Koan Goat
Nio ke kamar Tio Bun Yang. Sebelum gadis itu melangkah ke
dalam, Tio Bun Yaij sudah ke luar dari kamarnya.
"Adik Goat Nio!" panggil Tio Bun Yang dengan wajah
berseri. "Kakak Bun Yang...." Siang Koan Goat Ni tersenyum mesra.
"Mari kita ke halaman depan, kita bercakap cakap di sana!"
ajak Tio Bun Yang lembut.
"Ya." Siang Koan Goat Nio mengangguk.
Mereka berdua menuju ke halaman depan kemudian duduk
di bawah sebuah pohon rindang
"Adik Goat Nio!" Tio Bun Yang memandangnya seraya
bertanya. "Ada apa kedua orang tuan menemui orang tuaku?"
"Itu...." Siang Koan Goat Nio tersenyum malu malu. "Ingin
membicarakan sesuatu."
"Mengenai Kui Bin Pang?"
"Bukan." Wajah Siang Koan Goat Nio aga memerah.
"Mengenai kita...."
"Mengenai kita?" Tio Bun Yang tertegun
"Memangnya kenapa?"
"Kakak Bun Yang, aku berterus terang saja," ujar Siang
Koan Goat Nio dengan suara rendah, "kedua orang tuaku
menghendaki kita segera menikah."
"Oh?" Tio Bun Yang tersenyum. "Sebetulnya aku pun ingin
cepat-cepat menikah denganmu, tapi....
"Terhalang oleh urusan Kui Bin Pang, bukan?"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Kalau kita sudah
menikah, tentu engkau akan hamil. Bagaimana kalau di saat
itu pihak Kui Bin Pang menyerbu Kay Pang?"
"Itu...." Siang Koan Goat Nio mengerutkan kening.
"Di saat itu, tentu engkau tidak akan membiarkan aku
seorang diri ke Tionggoan kan" Sedangkan engkau dalam
keadaan hamil, lalu kita harus bagaimana?"
"Kalau begitu, kita jangan menikah dulu," ujar Siang Koan
Goat Nio sambil tersenyum dan melimbahkan. "Yang penting
kita selalu berkumpul, jangan berpisah."
"Betul." Tio Bun Yang mengangguk sambil tersenyum.
"Adik Goat Nio, pokoknya mulai sekarang, kita tidak boleh
berpisah lagi."
"Asyiiik!" Terdengar suara tawa. "Berduaan nih ya?"
Muncul Lie Ai Ling dan Sie Keng Hauw.
Mereka menghampiri Tio Bun Yang dan Siang Koan Goat
Nio sambil tersenyum-senyum.
"Kalian...." Siang Koan Goat Nio melotot "Mengganggu
orang saja!"
"Kalau tidak mau diganggu, lebih baik kalian di kamar
saja," sahut Lie Ai Ling sambil tertawa
"Nah! Ketahuan ya!" Siang Koan Goat Nio menunjuk Lie Ai
Ling sambil tertawa-tawa. "Engkau dan dia pasti sering
berduaan di dalam kamar, Ya, kan?"
"Eh" Engkau...." Wajah Lie Ai Ling langsung memerah.
"Engkau sudah bisa menggoda orang ya!"
"Siapa suruh engkau mulai duluan?" sahut Siang Koan Goat
Nio. "Boleh kan aku menbalasmu?"
"Tentu boleh." Lie Ai Ling lalu duduk. Sie Keng Hauw juga
ikut duduk di sisi gadis itu.
"Bun Yang," ujar Sie Keng Hauw sambil menghela nafas
panjang. "Sungguh tak disangka kini malah muncul Kui Bin
Pang!" "Yaaah!" Tio Bun Yang tersenyum getir. "Mau bilang apa,
mungkin sudah merupakan nasib rimba persilatan."
"Oh ya!" ujar Lie Ai Ling mendadak. "Entah bagaimana
keadaan Sian Hoa yang berada di Tayli?"
"Tentunya selalu berduaan dengan Bong Kiat" sahut Siang
Koan Goat Nio dan menambahkan
"Kita harus turut bergembira tentang itu."
"Goat Nio, tahukah engkau Bokyong Sian Moa itu sangat
cantik?" Lie Ai Ling memandangnya. "Kalau dia belum
bersama Beng Kiat, aku yakin engkau pasti cemburu
padanya." "Lho?" Siang Koan Goat Nio tercengang. "Memangnya
kenapa?" "Sebab..." sahut Lie Ai Ling dan bersikap serius, "....gadis
itu sangat baik terhadap Kakak bun Yang."
"Oh?" Siang Koan Goat Nio tersenyum.
"Eh?" Lie Ai Ling terbelalak. "Kok engkau lidak cemburu?"
"Karena aku mempercayai Kakak Bun Yang," jawab Siang
Koan Goat Nio sambil melirik Tio Bun Yang dengan mesra.
"Oooh!" Lie Ai Ling manggut-manggut. "Tapi kalau aku
melihat ada gadis berlaku baik pada Keng Hauw, aku pasti
merasa cemburu."
"Adik Ai Ling!" Sie Keng Hauw tersenyum. "Itu namanya
cemburu buta. Engkau tidak boleh begitu lho! Karena akan
menimbuliean hal-hal yang tak diinginkan."
"Kakak Keng Hauw!" Lie Ai Ling tersenyum manis. "Aku
percaya padamu."
"Nah!" Sie Keng Hauw memandangnya mesra. "Memang
harus begitu."
"Oh ya!" Tio Bun Yang teringat sesuatu, "Entah bagaimana
dan berada di mana Kam Hay Thian dan Lu Hui San?"
"Mereka...." Sie Keng Hauw menghela nafa panjang.
"Sungguh kasihan mereka! Setelah Lu Thai Kam mati, Lu Hui
San pun tiada kabar beritanya. Padahal mereka berdua
merupakan pasangan yang serasi, hanya...."
"Kam Hay Thian terlampau keras hati, bahkan juga tidak
tahu diri," ujar Lie Ai Ling bernada kurang senang terhadap
pemuda tersebut. "Hui San begitu mencintainya, tapi dia
malah...."
"Adik Ai Ling!" Tio Bun Yang menggelengi gelengkan
kepala. "Dalam hal itu, kita tidak bisa menyalahkannya.
Sesungguhnya dia pun sangat menderita sekali."
"Menderita apa?" sahut Lie Ai Ling scngill "Yang paling
menderita adalah Hui San. Kalau bertemu Kam Hay Thian,
rasanya ingin sekali aku menamparnya."
"Adik Ai Ling." Sie Keng Hauw tersenyum. "Jangan begitu
galak, aku jadi takut nih."
"Jangan takut!" Lie Ai Ling tersenyum. "Aku tidak akan
menamparmu, sebaliknya...."
"Engkau pasti akan menciumku kan?" sambung Sie Keng
Hauw sambil tertawa kecil.
"Idiiih! Dasar tak tahu malu!" Lie Ai Ling cemberut. "Engkau
yang sering mencium aku."
"Nah!" Tio Bun Yang tertawa. "Ketahuan ya. Kalian berdua
sering cium-ciuman. Pantas di saat kalian berduaan, sering
terdengar suara cup-cupan!"
"Eeeh?" Sie Keng Hauw menatapnya terbelalak. "Bisa juga
engkau menggoda orang!"
"Sekali-kali," ujar Tio Bun Yang. "Boleh kan?"
"Tentu boleh," sahut Lie Ai Ling sambil memandang
mereka. "Kalian berdua tidak pernah berciuman ya?"
"Itu rahasia kami." Siang Koan Goat Nio tersenyum. "Tidak
boleh kuberitahukan."
"Oh ya, rahasia nih!" Lie Ai Ling tertawa. "Tapi aku pernah
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melihat kalian berdua berpeluk-pelukan. Hi hi hi...!"
-oo0dw0ooo- Bagian ke lima puluh dua
Gadis gila dalam Rimba
Seorang gadis duduk di bawah pohon. Pakaiannya kumal
dan mukanya dekil sekali. Gadis itu ber-nyanyi-nyanyi kecil,
kemudian menangis meraung-raung dan berteriak-teriak.
"Kam Hay Thian! Aku benci padamu! Aku benci padamu...."
Siapa gadis yang tak waras itu" Ternyata Lu Hui San, yang
sungguh mengenasiean keadaannya.
"Engkau membunuh ayah angkatku, aku... aku benci
padamu" Tapi...." Lu Hui San terus bergumam sambil
menangis, kemudian tertawa-tawa, "...tapi aku mencintaimu!
Tidak, aku benci padamu! Benci padamu...."
Mendadak melayang sosok bayangan ke hadapan Lu Hui
San, yang tidak lain Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui. Setelah berdiri
di hadapan Li Hui San, ia menatapnya dengan penuh
perhatian Sedangkan Lu Hui San sama sekali tidak
memperdulikannya, terus menangis dan bergumaan
"Kam Hay Thian, aku mencintaimu! Tapi. kenapa engkau
malah membunuh ayah angkatku! Engkau tidak mencintaiku
tidak jadi masalah, namun kenapa membunuh ayah angkatku"
Kam Haj Thian! Aku benci padamu! Aku benci padamu...."
"Sungguh kasihan gadis ini!" Bu Ceng Sianli Tu Siao Cui
menggeleng-gelengkan kepala. "Gara gara cinta jadi tidak
waras, aku harus menyembuhkannya."
"Kenapa aku harus membencinya" Kenapa.." Lu Hui San
bergumam lagi. "Aku begitu mencintainya, kenapa harus
membencinya" Aaaa Kam Hay Thian...."
"Gadis yang bernasib malang!" Tu Siao Cui menatapnya
dalam-dalam seraya bertanya, "Siapa engkau?"
"Aku...." Lu Hui San tampak tertegun. "Siapa aku" Siapa
engkau" Kenapa engkau berada sini?"
"Aku adalah Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui."
"Hi hi hi!" Lu Hui San tertawa. "Engkau tak punya
perasaan" Tapi engkau begitu cantik lho! Kok tak punya
perasaan?"
"Aku membenci kaum lelaki yang tak punya nurani," sahut
Tu Siao Cui memberitahukan. "Maka aku sering membunuh
mereka." "Membunuh mereka?" Lu Hui San terbelalak. "Engkau
begitu kejam" Aku masih ingat, Kakak Bun Yang selalu
berkata, bahwa membunuh melupakan suatu dosa berat...."
"Engkau kenal Bun Yang?" Tu Siao Cui tersentak.
"Kenal." Lu Hui San tersenyum. "Dia pemuda yang sangat
baik, lemah lembut dan berhati bajik."
"Betul." Tu Siao Cui tertawa. "Bahkan dia juga sangat
bijaksana dan adil, aku kagum dan salut padanya."
"Engkau kenal Kakak Bun Yang?"
"Kenal."
"Siapa engkau?"
"Bukankah aku sudah bilang tadi?"
"Kapan engkau bilang?"
"Tadi." Tu Siao Cui memberitahukan. "Aku adalah Bu Ceng
Sianli-Tu Siao Cui, engkau siapa" Bolehkah memberitahukan
padaku?" "Aku...." Lu Hui San menggeleng-gelengkan kepala. "Aku
sudah lupa, tapi aku ingat pada Kam Hay Thian. Dia... dia juga
tak punya perasaan."
"Adik!" Tu Siao Cui menggeleng-gelengkan kepala. "Engkau
mengalami tekanan batin, maka engkau jadi tidak waras."
"Apa itu tidak waras?"
"Tidak waras artinya gila."
"Hi hi hi!" Lu Hui San tertawa cekikikan "Siapa bilang aku
gila" Jangan-jangan engkau yang gila!"
"Adik!" Tu Siao Cui tersenyum lembut, kemudian
menggenggam tangannya seraya bertanya "Maukah engkau
menjadi temanku?"
"Teman" Apa itu teman?"
"Teman artinya sangat baik satu sama lain bahkan juga
saling menolong."
"Oooh!" Lu Hui San manggut-manggut. "Kakak Bun Yang
juga sering bilang begitu."
"Nah! Kita harus menjadi teman," ujar Tu Siao Cui dan
menambahkan. "Sebab aku jugi kenal Bun Yang. Dia
memanggilieu kakak dan aku memanggilnya adik."
"Oh?" Wajah Lu Hui San yang dekil itu tampak berseri.
"Baik. Kita jadi teman, aku memanggilmu kakak."
"Tapi...." Tu Siao Cui menatapnya lembut, "engkau harus
menuruti perkataanku lho!"
"Ya, ya," Lu Hui San mengangguk. "Aku pasti menuruti
perkataanmu. Oh ya, engkau perempuan atau lelaki?"
"Perempuan."
"Bagus, bagus. Aku punya kakak perempuan. Aku... aku
gembira sekali. Kakak pasti sayang kepadaku bukan?"
"Tentu." Tu Siao Cui tersenyum lembut, lalu membelainya.
"Aku sangat sayang padamu, Dik."
"Terimakasih Kakak, terimakasih."
"Nah, engkau harus mandi agar badanmu jadi bersih."
"Aku tidak mau mandi ah!"
"Kenapa?"
"Nanti ada orang jahat mengintip."
"Jangan khawatir!" Tu Siao Cui tertawa. "Aku akan
menjagamu. Tidak akan ada orang jahat berani mengintipmu."
"Ya, ya." Lu Hui San mengangguk. "Nanti aku akan mandi!"
"Bagus!" Tu Siao Cui menatapnya lembut. "Sekarang aku
akan memeriksamu, agar engkau tepat sembuh."
"Ya, ya." Lu Hui San mengangguk lagi.
Tu Siao Cui segera memeriksa Lu Hui San. Berselang sesaat
kening Tu Siao Cui tampak berkerut-kerut seakan terkejut.
"Engkau memiliki Iweekang yang begitu tinggi. Siapa yang
mengajarmu Iweekang?" tanya Tu Siao Cui seusai
memeriksanya. "Lweekang" Aku tidak kenal Iweekang," sahut Luu Hui San
sambil tertawa dan bertanya, "Kenapa kakak periksaku"
Apakah aku sakit?"
"Engkau memang sakit, maka engkau harus menuruti
semua perkataanku," ujar Tu Siao Cuil
"Engkau adalah kakakku, aku harus menuruti
perkataanmu," sahut Lu Hui San dan menambahkan, "Aku
adikmu yang baik, kan?"
"Engkau adikku yang paling baik." Tu Siao Cui
menggenggam tangannya erat-erat. "Adikl engkau mengalami
suatu pukulan dahsyat. Itu membuat batinmu tergoncang
hingga jadi tidal waras. Namun aku mampu
menyembuhkanmu sebab aku memiliki Hian Goan Sin Kang!"
Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui memang baik sekali terhadap Lu
Hui San yang tak waras itu. Setiap hari ia pasti menyuruhnya
mandi dan mengganti pakaian, bahkan juga mengobatinya
dengan Hian Goan Sin Kang.
Belasan hari kemudian, Lu Hui San sudah tampak ada
perubahan membaik, sehingga Tu Siao Cui merasa girang.
"Adik!" Tu Siao Cui menatapnya. "Sudah ingat siapa dirimu"
Beritahukanlah!"
"Aku... aku...." Kening Lu Hui San terus berkerut,
kelihatannya ia sedang berpikir keras
"Aku...."
"Engkau kenal Tio Bun Yang?"
"Tio Bun Yang" Dia Kakak Bun Yang..." sahut Lu Hui San.
"Dia adalah pemuda baik, dia... dia yang menolong Kam Hay
Thian." "Siapa Kam Hay Thian itu?"
"Dia... dia pemuda jahat. Dia... dia pembunuh ayah
angkatku. Aku... aku benci dia."
"Engkau ingat Tio Bun Yang dan Kam Hay thian, tentunya
juga ingat akan diri sendiri. Cobalah ingat siapa dirimu!"
"Aku... aku...." Mendadak Lu Hui San berteriak. "Aku sudah
ingat!" "Nah, beritahukanlah!" Tu Siao Cui tampak gembira sekali.
"Aku Lu Hui San, Lu Thay Kam adalah ayah angkatku.
Tapi...." Kini Lu Hui San telah ingat semua itu. "....ayah
angkatku mati di tangan Kam Hay Thian."
"Adik Hui San!" Tu Siao Cui memeluknya. 'Syukurlah
engkau sudah sembuh, aku gembira sekali." katanya.
"Engkau...." Lu Hui San terbelalak. "Siapa enkau?"
"Aku adalah Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui. Aku yang
menyembuhkanmu," sahut Tu Siao Cui memberitahukan.
"Engkau...." Lu Hui San mengerutkan kening, kemudian
mendadak mendekap di dada Tu Siao
Cui sambil menangis terisak-isak. "Kakak"
"Jangan menangis, Dik!" Tu Siao Cui membelainya. "Kini
engkau sudah sembuh, maka tidak boleh banyak berpikir yang
bukan-bukan."
"Terimakasih, Kakak," ucap Lu Hui San dengan air mata
berderai-derai. "Terimakasih...."
"Hi hi hi!" Tu Siao Cui tertawa cekikika "Tidak usah
berterimakasih kepadaku, aku ini mengobatimu karena merasa
cocok denganmu."
"Kakak...."
"Hui San, beritahukanlah kenapa Kam Hay Thian
membunuh ayah angkatmu?"
"Karena...." Lu Hui San memberitahukan sambil menangis
terisak-isak. "....padahal dia tahu aku sangat mencintainya.
Namun dia tetap membunuh ayah angkatku."
"Cinta...." Tu Siao Cui menggeleng-gelengkan kepala.
"Usiaku sudah delapan puluh lebih, namun aku tidak pernah
bercinta dengan siapa pun "
"Apa.. ?" Lu Hui Sian terbelalak "Usia kakak sudah delapan
puluh lebih" Itu... bagaimana mungkin?"
"Adik!" Tu Siao Cui tersenyum membohongimu,
percayalah!" "Aku tidak membohongimu, percayalah "
"Aku tidak mungkin percaya. Jangan-jangan Kakak juga
tidak waras seperti aku tempo hari"
"Adik!" Tu Siao Cui terpaksa menutur tentang apa yang
dialaminya, sehingga membuat dirinya menjadi muda lagi,
"Haaah...?" Mulut Lu Hui San ternganga lebar. "Itu sungguh
tak masuk akal lho!"
"Engkau harus tahu," ujar Tu Siao Cui memberitahukan. "Di
alam semesta ini memang mengandung kegaiban dan
kemujizatan. Apa yang kualami cuma merupakan sebagian
kecil dari itu."
"Oh?" Lu Hui San terbelalak.
"Oleh karena itu, menghadapi segala sesuatu luruslah
tabah!" Tu Siao Cui menasihatinya. "Dan hingan terlampau
cepat putus harapan maupun lulus asa!"
"Ya, Kakak." Lu Hui San mengangguk. "Aku tahu...."
Tu Siao Cui menatapnya sambil tersenyum. "Engkau sangat
mencintai Kam Hay Thian. Ya, kan?"
"Ya, Kakak." Wajah Lu Hui San tampak kemerah-merahan.
"Yapi..."
"Dia membunuh ayah angkatmu, itu membuat hatimu
terpukul hebat, sehingga menjadi tidak waras sekaligus
membencinya pula " Tu Sioa Cui menggeleng-gelengkan
kepala dan menambahkan "kalau engkau masih mencintainya,
carilah dia!"
"Itu...." Lu Hui San menghela nafas panjang. Hiu tidak
mungkin, sebab dia sama sekali tidak mencintaiku."
"kalau begitu...." Tu Siao Cui menatapnya dalam dalam.
"Apa rencanamu sekarang?"
"Aku...." Mata Lu Hui San mulai basah. "Aku ingin menjadi
biarawati saja. Bagaimana menurut Kakak?"
"Adik!" Tu Siao Cui tersenyum. "Itu terserah engkau,
namun apabila engkau dan Kam Hay Thian berjodoh, pasti
akan berjumpa kembali."
"Kakak...." Lu Hui San menundukkan kepala "Oh ya, Kakak
kenal Tio Bun Yang?"
"Kenal." Tu Siao Cui tertawa. "Kami sudah mengangkat
saudara. Dia memang pemuda yang baik, lemah lembut,
sopan, jujur, bijaksana, adil dai berpengertian. Aku kagum dan
salut padanya."
"Dia sudah tahu akan asal-usul, Kakak?"
"Sudah tahu."
"Sekarang dia berada di mana?"
"Entahlah?"
"Aaaah!" Lu Hui San menghela nafas panjang "Kalau Kam
Hay Thian bersifat seperti dia...."
"Hi hi hi!" Tu Siao Cui tertawa cekikika "Sifat orang mana
bisa sama, pasti berbeda."
"Kakak...." Lu Hui San memandangnya dengan air mata
berderai. "Aku... aku telah berhutang budi kepadamu."
"Hi hi hi!" Tu Siao Cui tertawa nyaring "Jangan berkata
begitu, Adik! Engkau sama seki tidak berhutang budi
kepadaku."
"Tapi Kakak telah menyembuhkanku, sudah barang tentu
aku berhutang budi kepada Kakak" ujar Lu Hui San sungguhsungguh.
"Aku menyembuhkanmu tanpa pamrih, maka engkau tidak
berhutang budi kepadaku." Tu Siao Cui menatapnya penuh
perhatian. "Betuliean eng-kau ingin menjadi biarawati?"
"Ya." Lu Hui San mengangguk pasti.
"Kalau begitu...." Tu Siao Cui menghela nafas panjang.
"Tak jauh dari sini terdapat sebuah kuil biarawali, engkau ke
sanalah!" "Kakak...."
"Adik!" Tu Siao Cui tersenyum lembut. "Jangan berduka,
kita akan berjumpa lagi kelak!"
"Kakak...."
"Kita berpisah di sini. Kalau tekadmu telah niat,
berangkatlah engkau ke kuil biarawati itu!"
"Ya."
"Adik, sampai jumpa!" ucap Tu Siao Cui sambil melesat
pergi. "Kakak! Kakak...!" teriak Lu Hui San memanggilnya, namun
Tu Siao Cui sudah tidak kelihatan.
Lu Hui San menghela nafas panjang, lalu melesat pergi
menuju kuil biarawati tersebut.
-oo0dw0oo- Lu Hui San berdiri di depan Pek Yun Am (Kuil biarawati
Awan Putih). Berselang beberapa saat kemudian, pintu kuil itu
terbuka. Tampak dua biarawati berjalan ke luar. Segeralah Lu
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hui San memberi hormat
"Maaf, aku ingin menemui ketua kuil ini!"
"Oh?" Kedua biarawati menatapnya deng penuh perhatian.
"Ada urusan apa engkau ingi menemui ketua kami"
"Aku...." Lu Hui San menundukkan kepal "Aku ingin
menjadi biarawati di sini. Maka, pq kenankanlah aku menemui
ketua kalian!"
"Siancay! Siancay!" pujian para biarawati pada Sang Budha.
"Mari ikut kami ke dalam!"
"Terimakasih!" ucap Lu Hui San dan kemudian mengikuti
mereka ke dalam.
"Silakan duduk! Kami ke dalam membe tahukan kepada
ketua," ujar salah seorang biar] wati itu
"Terimakasih!" ucap Lu Hui San sambil duduk
Tak seberapa lama kemudian, kedua biaraw itu sudah
kembali ke sana dengan wajah berse "Ketua bersedia
menemuimu, mari ikut ka ke ruang samadi!" Biarawati itu
memberitahuku sekaligus mengantar Lu Hui San ke ruang
samaj Tampak seorang biarawati tua duduk bersih kedua
biarawati itu berdiri di luar
"Sian Kouw (Biarawati Welas Asih)!" pangj Lu Hui San
sambil bersujud di hadapan biarawa* tua itu.
Biarawati tua itu menatapnya tajam tapi lembut, berselang
sesaat ia menggeleng-gelengkan kepala.
"Siancay! Siancay! Duduklah!" ucap biarawati lua itu.
"Ya!" Lu Hui San segera duduk dengan kepala tunduk.
"Aku adalah Khong Sim Nikouw. Siapa engkau dan mau apa
ke mari?" tanya biarawati tua itu sambil tersenyum lembut.
"Khong Sim Nikouw, aku... aku ingin menjadi 'iarawati,"
jawab Lu Hui San dengan mata basah.
"Namamu?"
"Lu Hui San."
"Hui San!" Khong Sim Nikouw tersenyum lagi. "Engkau
tidak berjodoh menjadi biarawati, sebab engkau harus
menikah dan punya anak."
"Tapi...."
"Siancay! Siancay! Engkau ingin menjadi biarawati karena
merasa putus asa terhadap sesuatu, artiinya tidak dengan
setulus hati, maka engkau tidak bisa menjadi biarawati."
"Khong Sim Nikouw, terimalah aku...." Lu Hui San
menangis terisak-isak.
"Siancay! Siancay!" Khong Sim Nikouw memndangnya
lembut. "Engkau cuma menghadapi suatu percobaan, haruslah
tabah menghadapinya. Kaau engkau menjadi biarawati,
engkau tidak akan mencapai kesempurnaan, malah akan
membuatmu menderita kelak."
"Aku... aku sudah membulatkan tekad menjadi biarawati."
"Itu dikarenakan engkau merasa putus asa Padahal
sesungguhnya itu cuma merupakan suatu percobaan."
"Khong Sim Nikouw...."
"Engkau berkepandaian tinggi, namun masih tidak bisa
memusatkan pikiran dan mcnguatkan batinmu. Akhirnya
engkau menjadi tidak waras Kalau tiada seseorang
menyembuhkanmu, saat ini engkau masih dalam keadaan
tidak waras."
"Haaah?" Lu Hui San terkejut. Ia tidak menyangka Khong
Sim Nikouw tahu tentang itu.
"Siancay! Siancay!" Khong Sim Nikouw tersenyum. "Aku
bisa melihat sampai ke dalam hatimu"
"Oh?" Lu Hui San semakin terkejut.
"Karena suatu hal dan putus cinta, maka engkau ingin
menjadi biarawati. Begitu kan?"
"Ya."
"Oleh karena itu, aku tidak bisa menerimanl Engkau tidak
berjodoh menjadi biarawati, namun engkau boleh tinggal di
sini." "Terimakasih, Khong Sim Nikouw!" ucap Lu Hui San dan
cepat-cepat bersujud di hadapan biarawati tua itu.
"Siancay! Siancay!" Khong Sim Nikouw itu senyum lembut
dan penuh welas asih, kemudian menambahkan.
"Kebahagiaan sudah berada di ambang pintu, tunggulah
dengan sabar!"
Ucapan itu membuat Lu Hui San tertegun, la memandang
Khong Sim Nikouw dengan tidak mengerti, sedangkan
biarawati tua itu hanya tersenyum-senyum.
-oo0dw0oo- Di sebuah kedai arak di suatu kota, tampak seorang
pemuda dekil sedang meneguk arak. Pemuda itu sudah dalam
keadaan mabuk, namun masih terus meneguk arak yang di
atas meja. "Ha ha ha!" Pemuda itu tertawa gelak. "Aku telah
membunuh ayah angkatnya, dia... dia pasti membenciku!
Sesungguhnya... aku pun sangat mencintainya, hanya saja...."
Pemuda itu terus tertawa sambil mengoceh. Siapa pemuda
itu" Ternyata Hay Thian, yang tidak berhasil mencari Lu Hui
San. Karena merasa berdosa terhadap gadis itu, maka ia terus
ber-mabuk-mabukan.
"Tuan...." Pelayan mendekatinya kemudian bertanya.
"Engkau sudah mabuk, jangan minum lagi!"
"Engkau takut aku tidak mampu bayar?" sahut Kam Hay
Thian. "Ha ha ha! Aku memang tidak punya uang."
"Tuan...." Pelayan itu mengerutkan kening.
"Jangan khawatir, aku pasti bayar!" ujar Kam Hay Thian,
yang kemudian meneguk araknya sambil tertawa-tawa. "Ha ha
ha! Hidup tiada artinya, lebih baik bermabuk-mabukan
sepanjang hari! Ha ha ha...!"
Di saat bersamaan, seorang gadis cantik jelita melangkah
ke dalam kedai arak itu. Para tamu terbelalak seketika.
Kecantikan gadis itu telah membuat mereka terpukau.
Kam Hay Thian yang dalam keadaan mabuk pun telah
melihat kehadiran gadis itu. dan lansung tertawa gelak seraya
bergumam. "Gadis cantik selalu bernasib malang. Di mana ada gadis
cantik, di situ pasti akan timbul masalah Ha ha ha...!"
"Hi hi hi!" Gadis itu tertawa cekikikan sambil
menghampirinya, lalu duduk.
"Pemuda dekil, kenapa engkau mencela kaum gadis
cantik?" tanyanya.
"Engkau memang cantik...." Kam Hay Thian menatapnya.
"Tapi nasibmu sial."
"Omong kosong!" Gadis itu melotot, kemudian tertawa
seraya bertanya. "Pemuda dekil, siapa engkau?"
"Aku Chu Ok Hiap (Pendekar Pembasmi Penjahat)! Siapa
Nona?" "Hi hi hi! Aku Bu Ceng Sianli." Sungguh diluar dugaan,
gadis itu ternyata adalah Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui.
"Bidadari Tanpa Perasaan?" Kam Hay Thian terbelalak.
"Engkau memang secantik bidadari, bagaimana mungkin tak
berperasaan" Itu tidak mungkin!"
"Aku memang tak berperasaan terhadap kaum lelaki." Tu
Siao Cui menatapnya penuh perhatian. "Kelihatannya engkau
sangat membenci kaum wanita, itu apa sebabnya?"
"Sebetulnya aku tidak membenci kaum wanita, malah aku...
aku telah melakukan suatu dosa terhadap seorang wanita,"
sahut Kam Hay Thian. "Maka dia sangat membenciku."
"Kenapa begitu?"
"Dia sangat mencintaiku, namun aku menolak tintanya
karena suatu hal. Aaaah! Memang aku yang bersalah."
"Chu Ok Hiap, bolehkah aku tahu namamu!"
"Namaku Kam Hay Thian."
"Apa?" Mata Tu Siao Cui langsung membara, dan
tangannya melayang ke arah pipi Kam Hay thian.
Plaak! Plook! Plaaak! Plooook!
"Aduuuh!" Kam Hay Thian menjerit kesakitan, mabuknya
pun langsung lenyap. Ia mengusap pipinya sambil
memandang Tu Siao Cui dengan mata terbelalak. "Kenapa
engkau menamparku?"
"Aku memang harus menghajarmu?" sahut Tu Siao Cui.
"Eeeh?" Kam Hay Thian segera melesat k luar. "Engkau kok
tidak tahu aturan" Aku tida berlaku kurang ajar terhadapmu,
tapi kenapa engkau ingin menghajarku?"
"Aku mewakili Lu Hui San menghajarmu!"
"Apa?" Kam Hay Thian tertegun. "Lu Hui San?"
"Ya." Tu Siao Cui mengangguk. "Nah, bersiap-siaplah! Aku
akan mulai menghajarmu!"
"Silakan!" sahut Kam Hay Thian.
"Terimalah tendanganku!" seru Tu Siao Cui sambil
menendangnya beberapa kali dengan sekuat tenaga.
Duuk! Duuuk! Duuuuk!
Kam Hay Thian tetap tak bergeming dari tempatnya dan
membiarkan dirinya ditendang. Untung Tu Siao Cui tidak
mengerahkan lweekangnya. Seandainya Tu Siao Cui
mengerahkan lweekangnya untuk menendang, Kam Hay Thiai
pasti sudah terluka parah.
"Hi hi hi!" Tu Siao Cui tertawa. "Ternyata engkau masih
tahu diri, sama sekali tidak melawan!"
"Aku malah sangat berterimakasih kepadamu, sebab
engkau bersedia mewakilinya menghajari ku?" sahut Kam Hay
Thian. "Ayolah! Hajar aku lagi!"
"Tidak!" Tu Siao Cui menggelengkan kepala. "Kini engkau
telah sadar akan kesalahanmu, maka aku tidak akan
menghajarmu lagi!"
"Terimakasih!" ucap Kam Hay Thian. "Oh ya, aku...."
"Engkau ingin tahu Lu Hui San berada di mana kan?" Tu
Siao Cui tertawa nyaring.
"Betul, betul. Nona, beritahukanlah!"
"Aku akan memberitahukan, tapi harus ada syaratnya."
"Apa syaratmu?"
"Syaratku...." Tu Siao Cui tersenyum-senyum. "Engkau
harus menyembah di hadapanku."
"Baik." Kam Hay Thian langsung menjatuhkan diri berlutut
di hadapan Tu Siao Cui.
"Hi hi hi!" Tu Siao Cui tertawa cekikikan. "Ternyata engkau
masih punya nurani! Engkau membunuh ayah angkatnya,
namun dia tetap mencintaimu. Karena itu, dia jadi gila."
"Apa?" Wajah Kam Hay Thian memucat. "Dia... dia jadi
gila?" "Tapi kini sudah sembuh."
"Oooh!" Kam Hay Thian menghela nafas lega. "Siapa yang
menyembuhkannya?"
"Aku," sahut Tu Siao Cui. "Aku yang menyembuhkannya."
"Terimakasih, Nona!" ucap Kam Hay Thian sambil
membentur-benturkan kepalanya di tanah. "Terimakasih...!"
"Hi hi hi!" Tu Siao Cui tertawa nyaring. "Lu Hui San berada
di Pek Yun Am, engkau harus menuju ke timur."
"Terimakasih! Terimakasih!" ucap Kam Hay Thian. Ketika ia
mendongakkan kepalanya, ia terbelalak karena Tu Siao Cui
sudah tidak berada di hadapannya. "Sungguh tinggi
kepandaian gadis itu!"
Setelah bergumam, barulah ia melesat pergi ke arah timur,
sesuai dengan petunjuk Tu Siao' Cui.
-oo0dw0oo- Bagian ke lima puluh tiga
Berlutut dengan setulus hati
Perlahan-lahan Kam Hay Thian mengetuk pinti Pek Yun Am.
Berselang sesaat terbukalah pintul itu. Dua biarawati berdiri di
situ sambil menatapnya dengan penuh keheranan.
"Maaf, aku telah mengganggu ketenangan Pek Yun Am!"
ucap Kam Hay Thian sambil memberi hormat.
"Siancay! Siancay! Ada urusan apa engkau ke mari?"
"Aku... aku ingin bertemu Lu Hui San."
"Lu Hui San?"
"Ya." Kam Hay Thian mengangguk. "Dia berada di sini
kan?" "Betul." Salah satu biarawati itu mengangguk. "Lu Hui San
memang berada di sini. Bolehkah kami tahu siapa engkau?"
"Namaku Kam Hay Thian." "Oooh!" Kedua biarawati itu
manggut-manggut. "Baiklah. Engkau tunggu di sini, kami
kedalam memberitahukan kepada ketua! Ingat, jangan
sembarangan masuk!"
"Ya." Kam Hay Thian mengangguk. Kedua biarawati itu
berjalan ke ruang samadi. Sampai di pintu ruang itu, salah
seorang dari mereka melapor.
"Ketua, Kam Hay Thian ke mari."
"Siancay! Siancay!" sahut Khong Sim Nikouw sambil
manggut-manggut, kemudian memandang Luu Hui San yang
duduk di sisinya. "Hui San, engkau sudah dengar kan?"
"Ya, Sian Kouw (Biarawati Welas Asih)." Lu Hui San
mengangguk. Air mukanya tampak terus berubah tak
menentu. "Bagaimana" Engkau bersedia menemui pemuda itu?"
"Tidak," jawab Lu Hui San. "Aku tidak mau menemuinya,
aku benci dia."
"Siancay! Siancay!" Khong Sim Nikouw tersenyum. "Kenapa
ucapanmu berlawanan dengan suara hatimu?"
"Aku...." Lu Hui San menundukkan kepala kemudian
berjalan ke depan, dengan air mata berderai-derai.
Sementara Kam Hay Thian menunggu disitu
"Dia ke mari pertanda dia telah sadar akan kesalahannya,
maka engkau harus memaafkannya, sekaligus menerimanya
pula," ujar Khong Sing Nikouw dan menambahkan dengan
sungguh-sund guh. "Ketika engkau baru ke mari, bukankah ak
pernah mengucapkan sesuatu?"
"Maaf, Sian Kouw! Aku... aku lupa." "Kebahagiaan telah
berada di ambang pinti tunggulah dengan sabar. Inilah yang
kuucapkai hari itu, dan kini sudah tiba. Engkau mengerti "
"Sian Kouw...." Lu Hui San terbelalak. "Tapi..."
"Engkau masih ragu terhadapnya?"
"Ya" "Kalau begitu...." Khong Sim Nikouw "Engkau boleh
mencoba bagaimana hatinya"
"Caranya?" Lu Hui San tertarik. "Kedua muridku itu akan
memberitahukan kepadanya, bahwa engkau tidak sudi
menemuinya. Apabila dia berlutut di depan kuil dengan setulus
hati, berarti dia bersungguh-sungguh terhadapmu. Mengerti?"
"Mengerti."
"Siancay! Siancay!" ucap Khong Sim Nikou lalu berseru.
"Kalian berdua beritahukan kepada nya, bahwa Lu Hui San
tidak sudi menemuinya"
"Ya, Guru," sahut kedua biarawati itu kemudian berjalan
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kedepan. Sementara itu Kam Hay Thian menunggu disitu dengan hati
berdebar-debar. Ketika melihat kedua biarawati
menghampirinya, ia segera bertanya, "Bagaimana, Sian
Kouw?" "Siancay! Siancay!" Salah satu biarawati itu menggelenggelengkan
kepala. "Lu Hui San tidak sudi menemuimu. Maaf.
kami tidak bisa berbuat apa-apa?"
"Sian Kouw...." Wajah Kam Hay Thian pucat pasi
"Siancay! Siancay!" Kedua biarawati itu menghela nafas
panjang, kemudian melangkah kedalam sekaligus menutup
pintu "Adik Hui San! Adik Hui San! Aku ...aku rindu padamu..."
gumam Kam Hay Thian kemudian menjatuhkan diri berlutut
di depan Pek Yun Am itu.
-oo0dw0oo- Khong Sim Nikouw, Lu Hui San dan kedua murid biarawati
tua itu duduk di ruang samadi. Wajah Lu Hui San terus
berubah tak menentu.
"Siancay! Siancay!" ucap Khong Sim Nikouw sambil
memandang Lu Hui San. "Sudah tiga hari tiga malam Kam Hay
Thian berlutut di situ tanpa makan dan minum, itu pertanda
dia berlutut dengan setulus hati. Maka, engkau harus
menyelami perasaannya sekarang."
"Sian Kouw...." Lu Hui San menundukkan kepala.
"Hui San!" Khong Sim Nikouw tersenyum lembut. "Kini
sudah saatnya engkau meninggaliean Pek Yun Am ini."
"Sian Kouw...."
"Oh ya!" Mendadak wajah Khong Sim Nikouw berubah
serius. "Aku yakin Tu Siao Cui yang menyuruhnya ke mari. Tu
Siao Cui muda kembali itu merupakan suatu berkah bagi
dirinya. Kini di. telah berbuat kebaikan. Siancay! Siancay!
Kalau engkau bertemu dia, sampaikan pesanku kepada nya!
Dia harus banyak berbuat kebaikan untuk menebus dosanya
terhadap Thian Gwa Sin Hiap Engkau harus menyampaikan
pesanku ini kepada nya, karena demi kebaikannya pula."
"Ya, Sian Kouw. Aku pasti menyampaikan kepadanya."
"Siancay! Siancay!" ucap Khong Sim Nikow sambil
memandangnya. Ia mengeluarkan sebuni tusuk konde lalu
diserahkan kepada Lu Hui San. seraya berkata, "Simpan tusuk
konde ini baik-baik kalau engkau bertemu Tayli Lo Ceng,
berikan kepadanya!"
"Haaah?" Lu Hui San tertegun. "Sian Ko kenal Tayli Lo
Ceng?" "Siancay! Siancay!" Khong Sim Nikouw menghela nafas
panjang. "Sudah hampir delapan puluh tahun kami tidak
bertemu. Siancay! Siancay! Semua itu telah berlalu, lagi pula
aku...." "Guru...." Wajah kedua muridnya berubah pucat pias.
"Siancay! Sincay!" Khong Sim Nikouw tersenyum. "Segala
apa yang ada di dunia, itu hanya kepalsuan belaka. Kosong
dan segala itu memang kosong."
"Sian Kouw...." Lu Hui San tercengang mendengarnya.
"Hui San!" Khong Sim Nikouw tersenyum lembut. "Engkau
boleh pergi sekarang bersama pemuda itu. Tempuhlah hidup
yang bahagia! Jangan menyia-nyiakan hidup yang teramat
singkat m! "Ya, Sian Kouw." Lu Hui San segera bersujud. "Sian Kouw,
aku mohon diri!"
"Bangunlah, Hui San!" Khong Sim Nikouw berpesan,
"Simpanlah baik-baik tusuk konde itu!"
"Ya, Sian Kouw." Lu Hui San mengangguk sambil bangkit
berdiri, kemudian berpamit dengan air mata bercucuran.
"Semoga engkau hidup bahagia, Hui San!" ucap Khong Sim
Nikouw sambil memandangnya dengan lembut sekali.
"Sian Kouw...."
"Pergilah!" Khong Si Nikouw memejamkan matanya.
Lu Hui San bersujud lagi. Setelah memberi hormat kepada
kedua biarawati itu, barulah melangkah ke luar. Kedua
biarawati itu men antarnya sampai di depan kuil, setelah itu
mereka menutup pintu.
"Adik Hui San! Adik Hui San...!" seru Ka Hay Thian dengan
mata bersimbah air. "Adik Hui San...."
Lu Hui San tidak menyahut, namun air mata nya sudah
berderai-derai. Perlahan-lahan Kam. Hay Thian mendekatinya,
lalu menjatuhkan dan berlutut di hadapan gadis itu.
"Adik Hui San, maafkanlah aku!"
"Kakak Hay Thian...." Lu Hui San juga menjatuhkan diri
berlutut di hadapan pemuda itu "Aku... aku memaafkanmu."
"Terimakasih, Adik Hui San!" ucap Kam Hay Thian sambil
menjulurkan tangannya untuk memegang bahu gadis itu.
"Adik Hui San, aku... aku cinta padamu."
"Kakak Hay Thian..-." Lu Hui San menangis terisak-isak
saking girang. "Aku... aku sudah mencintaimu sejak pertama
kali melihatmu. Tapi engkau..."
"Adik Hui San!" Kam Hay Thian menatapnya lembut. "Itu
telah berlalu, jangan kau ungkit lagi Yang jelas... kini kita
sudah saling mencintai takkan berpisah selama-lamanya."
"Kakak Hay Thian...." Lu Hui San mendekap di dadanya.
"Aku... aku bahagia sekali."
"Adik Hui San, maafkanlah aku yang telah membunuh ayah
angkatmu! Sekali lagi aku minta maaf!" ucap Kam Hay Thian
sambil membelainya dengan penuh cinta kasih.
"Ibumu juga dibunuh oleh para anggota Hiat Ih Hwe.
Yaaah! Sudahlah! Semua itu telah ber-lalu, anggaplah sebagai
mimpi buruk saja!"
"Ya." Kam Hay Thian mengangguk, sekaligus
mengangkatnya bangun. "Adik Hui San, apa rencanamu
sekarang?"
"Aku sudah rindu kepada pamanku. Bagaimana kalau kita
ke sana?" sahut Lu Hui San malu-malu.
"Benar." Kam Hay Thian manggut-manggut. Aku memang
harus mengunjungi pamanmu."
"Kalau begitu, mari kita berangkat sekarang!" ajak Lu Hui
San. "Baik." Kam Hay Thian mengangguk. Mereka berdua
berangkat ke tempat tinggal ie Kuang Han. Dalam perjalanan
itu mereka Li senda gurau penuh kegembiraan.
-oo0dw0oo- Dalam perjalanan menuju tempat tinggal Sie Kuang Han,
Kam Hay Thian dan Lu Hui San juga mendengar tentang
musnahnya markas Seng Hwe Kauw. Itu sungguh
menggembirakan mereka berdua. Namun ada satu hal yang
membuat Kam Hay Thian tidak habis pikir, yakni tidak adanya
kabar mengenai Seng Hwee Sin Kun.
"Heran!" gumam Kam Hay Thian dengan kening berkerutkerut.
"Kenapa tiada kabar beritl mengenai Seng Hwee Sin
Kun" Apakah Bun Yan berhasil membunuhnya?"
"Kalau Bun Yang berhasil membunuhnya, tentunya akan
tersiar berita tersebut. Namun tidak. Mungkin..." ujar Lu Hui
San setelah berpikir sejenak. "Seng Hwee Sin Kun berhasil
melolosieah diri."
"Itu memang mungkin." Kam Hay Thian manggut-manggut
"Lebih baik kita tanyakan kepada Kakek Lim nanti"
"Benar." Lu Hui San mengangguk.
Beberapa hari kemudian, mereka sudah sampai di tempat
tinggal Sie Kuang Han. Betapa gembiranya orang tua itu
ketika melihat Lu Hui San datang bersama seorang pemuda.
"Paman!" panggil gadis itu.
"Hui San!" Sie Kuang Han tertawa gembira "Ha ha ha!
Duduklah!"
"Paman, dia Kam Hay Thian...." Lu Hui San
memperkenalieannya, dan pemuda itu segera mem beri
hormat. "Paman, terimalah hormatku!" ucap Kam Hay I hian.
"Tidak usah sungkan-sungkan! Ha ha ha!" Sie Kuang Han
tertawa gelak. "Ayolah! Duduk!"
Lu Hui San dan Kam Hay Thian lalu duduk. Sie Kuang Han
memandang Lu Hui San seraya bertanya.
"Kenapa Keng Hauw tidak kemari?"
"Dia...." Lu Hui San tersenyum. "Dia berada di Pulau Hong
Hoang To, dan sudah punya kekasih."
"Oh?" Wajah Sie Kuang Han berseri. "Siapa kekasihnya!"
"Lie Ai Ling, putri kesayangan Lie Man Chiu dan Tio Hong
Hoa." Lu Hui San memberitahukan.
"Oooh!" Sie Kuang Han manggut-manggut gembira.
"Syukurlah!"
"Paman," ujar Lu Hui San. "Lu Thay Kam telah mati."
"Oh?" Sie Kuang Han tampak terkejut. "Apakah dia mati
dibunuh?" "Ya." Lu Hui San mengangguk.
"Siapa yang membunuhnya?" tanya Sie Kuang llan sambil
menghela nafas panjang.
"Dia." Lu Hui San menunjuk Kam Hay Thian.
"Apa?" Sie Kuang Han terbelalak. "Kok bisa begitu" Hui
San, tuturkanlah kejadian itu!"
"Paman...." Lu Hui San menutur tentang semua kejadian
itu, kemudian menambahkan. "Aku aku telah memaafkannya."
"Aaaah...." Sie Kuang Han menghela nafas "Mungkin itu
sudah merupakan takdir!"
"Paman," ujar Kam Hay Thian sambit mengeleng-gelengkan
kepala. "Aku telah melakukan kesalahan, sebab kini istana
bertambah kacau Muncul seorang menteri berniat berkhianat."
"Yaaah! Dinasti Beng sulit dipertahankan lagi segera akan
tumbang!" Sie Kuang Han menghela nafas panjang. "Oh ya,
kalian tinggal di sini beberapa hari!"
"Ya!" Lu Hui San mengangguk. "Kami akan tinggal di sini
beberapa hari, setelah itu hari berangkat ke markas pusat Kay
Pang." "Itu memang baik sekali." Sie Kuang Han manggutmanggut.
"Oh ya, kalau kalian bertema! Keng Hauw, suruh dia
kemari bersama Lie Ling!"
"Ya, Paman." Lu Hui San tersenyum. "Pama pasti akan
menyayangi Ai Ling, sebab dia canti lincah dan periang."
"Syukurlah kalau begitu!" ucap Sie Kuang Ha sambil
tertawa gembira. "Ha ha ha!"
-oo0dw0oo- Beberapa hari kemudian, Lu Hui San dan Kam Hay Thian
berpamit kepada Sie Kuang Han. Mereka berdua langsung
menuju markas pusat Kay Pang. Kini jalinan cinta mereka
bertambah dalam, maka tidak heran kalau wajah mereka
tampak bahagia.
Kira-kira empat hari kemudian, mereka sudah Sampai di
markas pusat Kay Pang. Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong
menyambut kedatangan mereka dengan mulut ternganga
lebar, karena mereka tahu tentang Lu Hui San dan Kam Hay
thian. Namun kini mereka justru muncul bersama, maka
mencengangkan Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong.
"Kakek Lim, Kakek Gouw!" panggil Lu Hui san sambil
tersenyum. "Kalian...." Lim Peng Hang terbelalak. "Silakan duduk!
Silakan duduk!"
Lu Hui San dan Kam Hay Thian duduk, sedangkan Lim Peng
Hang dan Gouw Han Tiong masih terus memandang mereka
dengan penuh rasa heran.
"Kami...." Lu Hui San menundukkan kepala.
"Bukankah kalian...." Lim Peng Hang menggaruk-garuk
kepala. "Kok kini malah ke mari berduaan?"
"Kakek Lim, kami...." Kam Hay Thian memberitahukan
tentang kejadian mereka itu dan menambahkan, "....kalau aku
tidak bertemu Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui, mungkin tidak bisa
bertemu Hui San."
"Oooh!" Lim Peng Hang manggut-manggu "Ternyata
begitu, syukurlah!"
"Kakak Hay Thian!" Lu Hui San menatapnya "Jadi Kakak
Siao Cui yang memberitahukanmu mengenai diriku berada di
Pek Yun Am?"
"Ya." Kam Hay Thian mengangguk sambil tersenyum.
"Kami bertemu dia di kedai arak. Setelah tahu aku adalah Hay
Thian, maka dia langsung menampar dan menendangku."
"Dia yang menyembuhkan aku."
"Dia pun memberitahukan kepadaku." Kam Hay Thian
menggeleng-gelengkan kepala. "Adik Hui San, aku...."
"Kakak Hay Thian!" Lu Hui San tersenyum lembut. "Itu
telah berlalu, jangan diungkit sehingga merusak suasana!"
"Ya." Kam Hay Thian mengangguk. "Oh ya kepandaian
Nona Siao Cui itu sungguh tinggi sekali."
"Engkau tahu berapa usianya?" tanya Lu Hui San
mendadak. "Dua puluhan," sahut Kam Hay Thian "masih begitu muda,
tapi kepandaiannya sangat tinggi sekali."
"Engkau keliru." Lu Hui San tertawa kecil
"Keliru?" Kam Hay Thian heran. "Keliru napa?"
"Usia Kakak Siao Cui sudah hampir sembilan puluh, bukan
dua puluhan lho!" Lu Hui San memberitahukan.
"Apa?" Kam Hay Thian terbelalak, kemudian tertawa gelak.
"Adik Hui San, aku tidak menyangka engkau bisa bergurau
juga." "Itu memang benar, aku tidak bergurau." ujar Lu Hui San
sungguh-sungguh lalu menutur tentang apa yang dialami Tu
Siao Cui. "Itu... itu sungguh merupakan suatu kegaiban. Neneknenek
berusia hampir sembilan puluh, namun masih tampak
remaja. Tak masuk akal tapi nyata, sungguh luar biasa!" Kam
Hay Thian menggeleng-gelengkan kepala. "Seperti halnya
dengan Kou Hun Bijin."
"Tapi kini Kou Hun Bijin sudah kelihatan tua, karena dia
menikah dengan Kim Siauw Suseng," ujar Lim Peng Hang.
"Kalau tidak, dia dan Kim Siauw Suseng pasti tetap tampak
seperti berusia empat puluhan."
"Kalau begitu..." tanya Lu Hui San. "....Bu Ceng Sianli akan
tua juga bila menikah?"
"Mungkin." Lim Peng Hang mengangguk. "Oh ya! Di mana
Kakak Bun Yang, Ai Ling dan lainnya?" tanya Lu Hui San
mendadak. "Mereka sudah pulang ke Pulau Hong Hoang to," jawab Lim
Peng Hang. "Apakah kalian sudah laliu tentang Seng Hwee
Kauw?" "Sudah, tapi tidak begitu jelas," ujar Kam Hay
Thian dan bertanya, "Kok tiada kabar beritanya mengenai
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Seng Hwee Sin Kun?"
"Aaah...." Gouw Han Tiong menghela nafas panjang. "Seng
Hwee Sin Kun terluka parah oleh pukulan yang dilancarkan
Bun Yang, tapi disaat itu mendadak muncul lima orang
berpakaian serba putih dan memakai kedok setan."
"Oh?" Kam Hay Thian terperanjat.
"Kui Bin Pang?" Air muka Lu Hui San berubah.
"Ya." Gouw Han Tiong manggut-manggut "Kelima orang itu
membawa kabur Seng Hwe Sin Kun."
"Kakek Gouw, apakah Seng Hwee Sin Kun punya hubungan
dengan Kui Bin Pang itu?" tanya Kam Hay Thian.
"Entahlah." Gouw Han Tiong menggeleng gelengkan
kepala, kemudian memandang Lim Pera Hang seraya berkata,
"Pangcu, engkau saja yang memberitahukannya!"
Lim Peng Hang menghela nafas panjang, lama sekali
barulah membuka mulut dengan wajah serius.
"Ketua lama Kui Bin Pang punya dendam dengan majikan
lama Pulau Hong Hoang To. Sebetulnya Kui Bin Pang cuma
bergerak di sekita Gurun Sih Ih..." tutur Lam Peng Hang
sejelas jelasnya, setelah itu menambahkan pula. "...tiada
seorang pun tahu siapa ketua baru Kui Bin Pari lu."
"Kakek Lim," tanya Lu Hui San. "Mungkinkah Kui Bin Pang
akan menyerbu Pulau Hong Hoang To?"
"Kalau Kui Bin Pang berani menyerbu kesana, malah lebih
baik," sahut Lim Peng Hang. "Namun Kui Bin Pang tidak akan
menyerbu kesana, mereka tidak sebodoh itu."
"Kalau begitu, apakah Kui Bin Pang diam saja?" tanya Kam
Hay Thian. "Sesungguhnya mereka sudah mulai bergerak, Tapi secara
diam-diam," jawab Lim Peng Hang. Buktinya kelima orang itu
telah muncul menolong Seng Hwee Sin Kun. Ya, kan?"
"Heran?" gumam Kam Hay Thian. "Kenapa Kui Bin Pang
menolong Seng Hwee Sin Kun" Mungkinkah punya suatu
tujuan tertentu?"
"Itu memang mungkin." Gouw Han Tiong manggutmanggut.
"Kalau tidak, bagaimana mungkin pihak Kui Bin
Pang akan menolongnya" Hanya saja... kita tidak tahu apa
tujuan Kui Bin Pang itu."
"Aaaah...." Kam Hay Thian menghela nafas panjang. "Seng
Hwee Sin Kun belum mati, aku harus membunuhnya!"
"Kakak Hay Thian!" Lu Hui San memancingnya dengan
kening berkerut. "Engkau...."
"Adik Hui San, aku...." Kam Hay Thian menundukkan
kepala. "Hay Thian!" Lim Peng Hang menatapny "Seng Hwee Sin
Kun membunuh ayahmu, memang pantas engkau membalas
dendam! Tapi tidak boleh bertindak ceroboh, alangkah
baiknya berunding dulu dengan Hui San."
"Ya, Kakek Lim." Kam Hay Thian mengangguk pasti.
"Bagus! Bagus!" Lim Peng Hang manggut manggut sambil
tersenyum. "Kalian harus ingat jangan ada kendala apa pun
lagi di antara kalian!"
"Ya," ujar Kam Hay Thian menambahkaij "Aku berjanji,
pasti menuruti perkataan Hui San"
"Kakak Hay Thian...." Wajah Lu Hui Sal langsung berseri.
"Engkau...."
"Adik Hui San," ujar Kam Hay Thian sungguh, sungguh.
"Aku pernah bersalah terhadapmu, maka kini aku harus
menuruti semua perkataanmu."
"Kakak Hay Thian!" Lu Hui San terharu. "Aku menuruti
semua perkataanmu."
"Itu yang disebut saling mengerti, saling melindungi dan
saling mencinta," ujar Lim Peng Ha sambil tertawa gelak. "Ha
ha ha...!"
"Oh ya, Kakek Lim," tanya Lu Hui San mendadak. "Apakah
Kakak Bun Yang sudah bertemu Goat Nio?"
"Sudah." Lim Peng Hang menutur tentang itu "Kini mereka
semua berada di Pulau Hong Hoang To."
"Kakek Lim, apakah Beng Kiat dan Soat Lan juga berada di
Pulau Hong Hoang To?" tanya Kam Hay Thian.
"Sudah lama mereka pulang ke Tayli." Lim Peng Hang
memberitahukan. "Bun Yang mengajak Bokyong Sian Hoa ke
sana, karena Bu Ceng Sianli mengacau di istana Tayli...."
Lim Peng Hang menutur, Kam Hay Thian dan Lu Hui San
mendengar dengan penuh perhatian. Seusai Lim Peng Hang
menutur, Kam Hay Thian bertanya dengan nada terkejut.
"Tayli Lo Ceng terluka oleh pukulan Bu Ceng Sianli?"
"Ya." Lim Peng Hang mengangguk. "Tapi sudah sembuh.
Sedangkan Bokyong Sian Hoa malah tinggal di Tayli."
"Oh?" Lu Hui San heran. "Kenapa Sian Hoa tinggal di
sana?" "Sebab...." Lim Peng Hang tersenyum. "Ternyata Sian Hoa
dan Beng Kiat saling jatuh hati."
"Oooh!" Lu Hui San manggut-manggut sambil tertawa
gembira. "Syukurlah kalau begitu!"
"Kakek Lim," tanya Kam Hay Thian. "Apakah Bun Yang
akan menikah dengan Goat Nio di Pulau Hong Hoang To?"
"Itu sudah pasti, namun tidak begitu cepat." Lim Peng
Hang menggeleng-gelengkan kepala.
"Lho" Kenapa?" Kam Hay Thian bingung.
"Karena terhalang oleh kemunculan Kui Bin Pang." Lim
Peng Hang memberitahukan. "Oleh karena itu, mereka tidak
akan begitu cepat langsungkan pernikahan, mungkin harus
menunggu...."
"Menunggu urusan dengan Kui Bin Pang itu selesai?" Kam
Hay Thian mengerutkan kening
"Kira-kira begitu." Lim Peng Hang manggut manggut.
"Tapi pernikahan mereka tiada kaitannya dengan urusan
itu, kenapa mereka tidak mau segera melangsungkan
pernikahan?" Lu Hui San menggeleng-gelengkan kepala. "Lagi
pula mereka sudah berada di Pulau Hong Hoang To."
"Yaah!" Lim Peng Hang menghela nafas. "Yang jelas
mereka belum mau menikah, jadi tidak bisa dipaksa."
"Kakek Lim," tanya Lu Hui San mendadak "Bolehkah kami
ke Pulau Hong Hoang To?"
"Tentu boleh." Lim Peng Hang mengangguk "Tapi alangkah
baiknya kalian tinggal di sini dulu beberapa hari."
"Kakek Lim...." Lu Hui San tercengang. "Ke napa kami
harus tinggal di sini dulu beberapa hari ?"
"Itu...." Lim Peng Hang tidak melanjutkan cuma menghela
nafas panjang. "Kalau dalam beberapa hari ini terjadi sesuatu dalam rimba
persilatan, bukankah kalian bisa memberitahukan kepada
pihak Hong Hoang To?" lanjut Gouw Han Tiong. "Sebab barubaru
ini, situasi rimba persilatan agak lain. Sepertinya
diselimuti suatu bencana."
"Oh?" Kam Hay Thian mengerutkan kening. "Kok Kakek
Gouw tahu akan itu?"
"Yaah!" Gouw Han Tiong menghela nafas panjang. "Kami
dapat merasakannya, itu membuat kami cemas sekali."
"Mungkinkah Kui Bin Pang akan menimbuliean bencana?"
tanya Lu Hui San.
"Kira-kira begitulah," sahut Gouw Han Tiong dan
menambahkan. "Oleh karena itu, kami mengutus Cian Chiu Lo
Kay (Pengemis Tua Lengan Seribu), wakil Pangcu bergerak di
luar untuk menyelidiki situasi dalam rimba persilatan."
"Kalau begitu..." ujar Lu Hui San. "Kami akan tinggal di sini
beberapa hari, setelah itu barulah berangkat ke Pulau Hong
Hoang To."
"Ngmmm!" Lim Peng Hang manggut-manggut, kemudian
bertanya mendadak sambil tersenyum. "Oh ya, kapan kalian
menikah?" "Masih lama," jawab Kam Hay Thian.
"Lebih cepat lebih baik lho, " ujar Lim Peng Hang sambil
tertawa gelak. "Ha ha ha...!"
-oo0dw0oo- Bagian ke lima puluh empat
Tujuh Partai Besar dilanda bencana
Di ruang tengah markas Kui Bin Pang, duduk beberapa
orang dengan wajah serius. Mereka adalah ketua Kui Bin
Pang, Dua Pelindung dan Lima Setan Algojo. Berselang sesaat,
ketua Kui Bin Pang tertawa gelak seraya berkata.
"Ha ha ha! Kini Seng Hwee Sin Kun telah pulih, bahkan aku
telah mempengaruhinya dengan ilmu hitam, maka dia selalu
mematuhi perintah ku."
"Kalau begitu, kapan Ketua akan perintahkan dia beraksi
dalam rimba persilatan?" tanya Ton Sat Kui.
"Tentunya dalam beberapa hari ini. Ha hii ha!" Ketua Kui
Bin Pang tertawa gelak lagi. "Aku pun telah mengajarnya Toh
Hun Ciang (Pukulan Perusak Sukma), siapa yang terkena
pukulan itu pasti jadi gila."
"Jadi Seng Hwee Sin Kun tidak membunuh para ketua tujuh
partai besar?" Tanya Toa Sal Kui.
"Cukup membuat mereka gila," sahut ketua Kui Bin Pang.
"Namun dia akan membunuh para murid partai besar."
"Lalu bagaimana dengan Kay Pang?" tanya salah satu
Pelindung. "Setelah memberesiean para ketua partai besar itu, barulah
turun tangan terhadap Lim Peng liang dan Gouw Han Tiong,"
sahut ketua Kui Bin Pang.
"Ketua akan perintahkan Seng Hwee Sin Kun memukul
mereka dengan Toh Hun Ciang?" tanya Sam Sat Kui.
"Tidak." Ketua Kui Bin Pang menggelengkan kepala. "Itu
akan kuatur nanti. Ha ha ha!"
"Ketua!" Salah satu Pelindung memberitahukan. "Kay Pang
sangat kuat, itu harus dipikirkan masak-masak."
"Sudah kupikirkan masak-masak," sahut ketua kui Bin Pang
lalu menatap Ngo Sat Kui seraya hertanya. "Apakah kalian
sudah memperoleh informasi mengenai para penghuni Pulau
Hong Hoang To?"
"Sudah," jawab Toa Sat Kui. "Para penghuni Pulau Hong
Hoang To terdiri dari Tio Tay Seng, Sam Gan Sin Kay, Kim
Siauw Suseng, Kou Hun Itijin, Tio Cie Hiong, Lim Ceng Im, Lie
Man Chiu, Tio Hong Hoa, Tio Bun Yang, Siang Koan iioat Nio,
Lie Ai Ling dan Sie Keng Hauw."
"Ngmmm!" Ketua Kui Bin Pang manggut-kanggur.
"Tapi Tio Cie Hiong punya hubungan dengan Tayli." Toa
Sat Kui memberitahukan. "Yang berkepandaian paling tinggi
adalah Tayli Lo Ceng!"
"Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang tertawa terbahak-bahak
bernada angkuh. "Aku sama sekali tidak takut kepada
mereka!" "Apakah kepandaian Ketua lebih tinggi dari mereka?" tanya
salah satu Pelindung mendadak
"Tentu," sahut ketua Kui Bin Pang. "Kalau tidak, bagaimana
mungkin aku berani memunculiean Kui Bin Pang dalam rimba
persilatan?"
"Tapi...." Pelindung itu menggeleng-gelengkan kepala. "Kita
masih belum menemukan Tetua"
"Itu tidak jadi masalah," ujar ketua Kui Bin Pang. "Sebab
kini sudah saatnya Kui Bin Pang muncul di rimba persilatan
secara resmi. Seng Hwee Sin Kun merupakan perintis. Ha ha
ha...l" -oo0dw0oo- Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong, Kam Hay Thian dan Lu
Hui San duduk di ruang depan sambil bercakap-cakap.
"Sudah beberapa hari kami tinggal di sini. namun masih
belum ada kejadian apa pun dalam rimba persilatan," ujar
Kam Hay Thian. "Kakek Lim, apakah kami masih harus tinggal
di sini?" "Kalian sudah tidak betah di sini?" Lim Peng Hang
tersenyum. "Kalau memang kalian sudah tidak betah tinggal di
sini, besok kalian boleh berangkat ke Pulau Hong Hoang To."
"Ya." Kam Hay Thian manggut-manggut.
Di saat mereka sedang bercakap-cakap, mendadak muncul
seorang pengemis tua, yang tidak lain adalah Cian Chiu Lo
Kay, wakil ketua Kay Pang.
"Pangcu...." Wajahnya tampak serius sekali.
"Duduklah!" sahut Lim Peng Hang.
Cian Chiu Lo Kay duduk, kemudian menghela nafas
panjang seraya berkata.
"Pangcu, tujuh partai besar telah dilanda bencana."
"Apa?" Bukan main terkejutnya Lim Peng Uang. "Bencana
apa yang menimpa tujuh partai besar itu?"
"Puluhan murid tujuh partai besar mati terbumuh dan para
ketua pun...." Cian Chiu Lo Kay menggeleng-gelengkan
kepala. "Para ketua sudah jadi gila semua."
"Haah...?" Mulut Gouw Han Tiong ternganga lebar saking
terkejut. "Siapa yang melakukan itu?"
"Seng Hwee Sin Kun," sahut Cian Chiu Lo kay.
"Seng Hwee Sin Kun?" seru Lim Peng Hang dan lainnya tak
tertahan. "Ya." Cian Chiu Lo Kay mengangguk. "Seng Hwee Sin Kun
kelihatan dikendalikan orang, lagi pula dia memiliki semacam
ilmu pukulan aneh."
"Oh?" Lim Peng Hang mengerutkan kening.
"Ilmu pukulan apa?"
"Entahlah." Cian Chiu Lo Kay menggelengkan kepala. "Para
ketua terkena pukulannya, maka jadi gila."
"Kalau begitu..." ujar Gouw Han Tiong. "Seng Hwee Sin
Kun pasti dikendalikan oleh ketua Ku Bin Pang. Mungkin juga
ketua Kui Bin Pang yangjj mengajarkan ilmu pukulan aneh
itu." "Memang tidak salah," ujar Cian Chiu Lo Kay "Seng Hwee
Sin Kun mengaku dirinya utusan Kun Bin Pang."
"Ternyata begitu...." Lim Peng Hang manggut manggut.
"Pihak Kui Bin Pang menolongnya hanya ingin
mengendalikannya. Kalau begitu, kita harus bersiap siap.
Sebab sasaran berikutnya past kita."
"Benar." Gouw Han Tiong manggut-manggut
"Lo Kay," ujar Lim Peng Hang memberi perintah. "Engkau
harus segera ke markas cabang-suruh mereka berhati-hati
menghadapi segala ke mungkinan!"
"Ya, Pangcu." Cian Chiu Lo Kay menganggu sambil
memberi hormat, lalu meninggaliean markas pusat itu.
"Aaaah...!" Lim Peng Hang menghela nafas panjang. "Kini
Kui Bin Pang sudah bertindak, rimba persilatan telah dibanjiri
darah." "Kakek Lim," ujar Kam Hay Thian. "Karnj harus segera
berangkat ke Pulau Hong Hoang To untuk memberitahukan
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tentang kejadian ini."
"Ya." Lim Peng Hang mengangguk. "Kalau begitu, kalian
harus berangkat sekarang. Tapi kalian harus berhati-hati!"
"Ya. Kakek Lim." Kam Hay Thian dan Lu Hui San langsung
berpamit. Setelah mereka berdua meninggaliean markas pusat Kay
Pang, Lim Peng Hang dan Gouw Han liong saling memandang,
kemudian menghela nafas panjang.
"Entah kapan Seng Hwee Sin Kun akan ke mari?" Lim Peng
Hang menggeleng-gelengkan kepala.
"Kalau dia ke mari, kita berdua terpaksa bertarung matimatian
dengan dia," sahut Gouw Han Tiong. "Kita harus mati
secara gagah."
"Kita berdua bukan tandingannya, jangan-jangan kita pun
akan jadi gila terkena pukulan ilu," ujar Lim Peng Hang sambil
menghela nafas panjang.
"Mudah-mudahan pihak Pulau Hong Hoang To segera tiba
di sini!" ujar Gouw Han Tiong. "Kalau tidak, Kay Pang pasti
akan mengalami nasib yang serupa dengan partai-partai besar
itu." -oo0dw0oo- Di dalam markas Kui Bin Pang, terdengari suara tawa yang
bergema-gema, itu adalah suara tawa ketua Kui Bin Pang.
"Ha ha ha! Ha ha ha! Para ketua tujuh partai besar sudah
jadi gila, itu berarti partai-partai itu telah lumpuh! Ha ha
ha...!" "Kini apa rencana Ketua?" tanya Toa Sat Kui.
"Tentunya giliran Kay Pang," sahut ketua Kui Bin Pang.
"Namun harus dengan rencana istimewa."
"Ketua!" Toa Sat Kui memberitahukan. "Kam Hay Thian dan
Lu Hui San berangkat ke Pulau Hong Hoang To, perlukah kami
menangkap mereka?"
"Tidak perlu." Ketua Kui Bin Pang menggelengkan kepala.
"Biar mereka ke Pulau itu untuk melapor, jadi pihak Pulau
Hong Hoang To pasti ke markas pusat Kay Pang. Nah, itu
yang kuharapkan. Ha ha ha...!"
"Maksud ketua ingin membunuh mereka di markas pusat
Kay Pang?" tanya salah satu Pelindung.
"Yang akan kubunuh adalah Tio Bun Yang Tio Cie Hiong,
Tio Tay Seng dan Tio Hong Hoa Sebab mereka adalah turunan
Tio Po Thian, maka harus dibunuh. Sedangkan yang lain
cukup dibuat gila saja. Ha ha ha...!" sahut ketua Kui Bin Pang
sambil tertawa terkekeh-kekeh. "Aku harus mencincang Tio
Bun Yang."
"Ketua!" tanya salah satu Pelindung. "Apakah Ketua punya
dendam pribadi terhadap Tio Bun Yang?"
"Tidak salah. Kebetulan aku punya dendam piibadi dengan
dia," sahut ketua Kui Bin Pang. "Aku jatuh ke dalam jurang
gara-gara dia."
"Ketua," ujar salah satu Pelindung. "Kami dengar, Tio Bun
Yang berkepandaian tinggi sekali. Apakah Ketua mampu
mengalahkannya?"
"Aku pasti mampu mengalahkannya," sahut ketua Kui Bin
Pang yakin. "Pokoknya aku akan membuatnya menderita dan
tersiksa, sebab aku tahu dia sudah punya kekasih bernama
Siang Koan Goat Nio yang cantik jelita. He he he...!"
"Ketua...." Salah satu Pelindung ingin mengatakan sesuatu,
tapi dibatalieannya.
"Aku tahu...." Ketua Kui Bin Pang manggut-manggut.
"Kalian khawatir aku tidak mampu melawan Tio Bun Yang,
bukan?" "Ya." Salah satu Pelindung itu mengangguk.
"Aku telah mencoba kepandaian kalian semua. Kalau satu
lawan satu, kalian memang bukan tandingannya," ujar ketua
Kui Bin Pang sungguh-sungguh. "Tapi kalau dua lawan satu
atau Ngo Sat Kui menggunakan Ngo Kui Tin (Formasi Lima
Setan), aku yakin kalian bisa menang."
"Kami berdua melawan satu, Ngo Sat Kui mnggunakan Ngo
Kui Tin bisa melawan berupa orang, namun..." ujar salah satu
pelindung sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Pihak Pulau
Hong Hoang To rata-rata memiliki kepandaian tinggi sekali."
"Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang tertawa gelak
"Kalian harus tahu, aku memiliki ilmu hitam yang dapat
mengendalikan pikiran mereka."
"Tapi lweekang mereka begitu tinggi, bagi bagaimana
mungkin mereka terpengaruh oleh ilmu hitam Ketua?" ujar
salah satu Pelindung, seakan tidak percaya akan kehebatan
ilmu hitam yang dimiliki ketuanya.
"Kalian ragu memang tidak salah, sebab kalian belum
menyaksikan ilmuku itu," ujar ketua K" Bin Pang. "Karena itu,
aku terpaksa memperlihatkan ilmu tersebut."
Mendadak ketua Kui Bin Pang memandang kedua Pelindung
itu sambil membentak keras.
"Kalian berdua!" Suara bentakan ketua Kui Bin Pang
mengandung suatu kekuatan yang tak dapat dilawan.
"Ketua.." Kedua Pelinduing itu langsung berdiri mematung.
"Kalian Berdua harus berlutut " ujar ketua Kui Bin Pang
dengan suara parau.
"Ya " Kedua pelindung itu segera menjatuhkan diri berlutut.
"Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang tertawa geli otomatis
menyadarkan kedua Pelindung itu.
"Haaah...?" Betapa terkejutnya kedua Pelindung itu, karena
diri mereka berlutut di situ. "Apa yang telah terjadi?"
"Kalian telah terpengaruh oleh ilmu ketua." Toa Sat Kui
memberitahukan. "Kalian sama sekali bisa melawan kekuatan
ilmu itu" "Oh?" Ketua Pelindung itu bangkit berdiri sekaligus kembali
ke tempat duduk masing-masing "ilmu hitam itu sungguh lihay
sekali" "Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang tertawa gelak. Iweekang
kalian sangat tinggi, tapi toh tetap tidak mampu melawan
kekuatan ilmu hitamku."
"Kalau begitu, pihak Pulau Hong Hoang To ama sekali tidak
mampu melawan kekuatan ilmu hitam Ketua?" tanya salah
satu Pelindung.
"Ya, kecuali...." Ketua Kui Bin Pang memberitahukan.
"Kecuali mereka memiliki ilmu Penakluk Iblis, barulah tidak
akan terpengaruh oleh ilmu hitamku "
"Ilmu Penakluk Iblis?"
"Tidak salah. Itu merupakan semacam ilmu kebatinan
tingkat tinggi, tidak gampang mempelajari ilmu itu. Maka aku
yakin Pulau Hong Hoang To tidak memiliki ilmu tersebut "
"Oooooh" Kedua Pelindung dan Lima Setan Algojo
manggut-manggut.
"Lagi pula aku memiliki sebuah genta maut, bila aku
membunyikan genta itu, pihak lawan pasti akan mati muntah
darah." Ketua Kui Bin Pang memberitahukan sambil tertawa
terbahak-bahak. "Ha ha ha...!"
"Dari mana Kelua memperoleh genta maut itu?" tanya Toa
Sat Kui. "Ketika terpukul jatuh ke dalam jurang, Pek Kut Lojin masih
kuat merangkak ke dalam sebuah goa di dasar jurang itu."
Ketua Kui Bin Panj memberitahukan. "Ketua lama mendapat
sebuah genta maut di dalam goa tersebut, berikut sebuah
kitab kecil yang mengajarkan cara membunyikan genta itu.
Kini kalian sudah tahu, maka tidak perlu takut terhadap pihak
Pulau Hong Hoang To."
Kedua Pelindung dan Ngo Sat Kui manggut manggut. Ketua
Kui Bin Pang memandang mereka, kemudian tertawa
terbahak-bahak.
"Ha ha ha! Kita harus menuntut balas terhadap pihak Pulau
Hong Hoang To! Sebab Tio Po Thian, majikan lama Pulau
Hong Hoang yang memukul jatuh Pek Kut Lojin!"
"Kita harus menuntut balas! Kita harus menuntut balas!"
seru kedua Pelindung dan Ngo Sat Kui serentak. "Hidup Kui
Bin Pang! Hidup Ketua!"
"Ha ha ha! Ha ha ha...!" Kelua Kui Bin Pa terus tertawa
gelak. -ooo0dw0ooo- Sementara itu, Kam Hay Thian dan Lu Hui San telah tiba di
Pulau Hoa Hoang To, kebetulan Tio Bun Yang, Siang Koan
Goat Nio, Sie leng Hauw dan Lie Ai Ling berada di luar.
Kemunculan Kam Hay Thian dan Lu Hui San sungguh
mengejutkan mereka, sekaligus menggembirakan pula.
"Kalian...." Lie Ai Ling terbelalak. "Kalian...."
"Ai Ling!" panggil Lu Hui San sambil tersenyum malu-malu.
"Kapan engkau bertemu orang yang tak punya perasaan
itu?" tanya Lie Ai Ling dengan mata tak berkedip, gadis itu
terus menatap mereka.
"Ai Ling!" Lu Hui San tertawa kecil dengan wajah ceria.
"Kini dia sudah punya perasaan."
"Oh?" Lie Ai Ling masih kurang percaya, la menuding Kam
Hay Thian seraya membentak. "Kini engkau sudah sadar dan
sudah memiliki perasaan serta nurani?"
"Ya." Kam Hay Thian mengangguk. "Kalau tidak,
bagaimana mungkin aku berkunjung ke mari bersama dia?"
"Oooh!" Lie Ai Ling manggut-manggut. "Syukurlah kalau
begitu!" "Hay Thian!" Sie Keng Hauw segera memberi hormat. "Aku
mengucapkan selamat kepada kalian berdua!"
"Terimakasih! Terimakasih!" ucap Kam Hay thian sambil
balas memberi hormat dengan wajah berseri-seri.
"Hay Thian!" Tio Bun Yang memegang bahu nya. "Kami
ikut gembira, karena kalian berdua sudah saling mencinta."
"Terimakasih, Bun Yang!" Kam Hay Thian menarik nafas
panjang. "Semua itu adalah kesalahanku, tapi aku sudah
mohon maaf kepat Hui San, dan dia sudi memaafkan aku."
"Syukurlah!" Tio Bun Yang tersenyum.
"Hay Thian," ujar Lie Ai Ling. "Tahukah kalian, kami di sini
sangat mencemasiean kalian"
"Terimakasih untuk itu!" ucap Kam Hay Thiaj "Kami tidak
akan melupakan kebaikan kalian."
"Jangan berkata begitu!" Tio Bun Yang tersenyum lagi.
"Kita semua adalah kawan baik."
"Bun Yang...." Kam Hay Thian menundukkan kepala. "Aku
merasa malu sekali atas kejadian itu."
"Itu telah berlalu, lagi pula kini kalian berdua sudah saling
mencinta, jadi tidak perlu diungkit itu lagi," ujar Tio Bun Yang
sungguh-sungguh.
"Ya." Kam Hay Thian mengangguk.
"Oh ya!" tiba-tiba Lu Hui San menengok kesana kemari.
"Kok Yatsumi tidak kelihatan" Di berada di mana?"
"Dia sudah pulang ke Jepang." Lie Ai Ling memberitahukan.
"Dia berhasil membunuh Takara Nichiba, ketua ninja itu."
"Oooh!" Lu Hui San manggut-manggut.
"Hui San!" Siang Koan Goat Nio memancingnya seraya
bertanya, "Selama itu engkau berada di mana?"
"Aku...." Lu Hui San menggeleng-gelengkan kepala.
"Entahlah!"
"Lho?" Siang Koan Goat Nio terbelalak. "Kok entahlah" Jadi
engkau sama sekali tidak tahu dimana keberadaanmu selama
itu?" "ya." Lu Hui San mengangguk. "Sebab aku sudah gila."
"Apa?" Kening Siang Koan Goat Nio ber-nit. "Engkau sudah
gila selama itu?"
"Ya." Lu Hui San mengangguk lagi.
"Kok engkau tahu itu?" Lie Ai Ling tercengang. "Orang gila
mana bisa tahu dirinya gila sih?"
"Aku tahu setelah sembuh," sahut Lu Hui san.
"Siapa yang menyembuhkanmu?" tanya Lie Ai ling.
"Bu Ceng Sianli-Tu Siao Cui." Lu Hui San memberitahukan.
"Kakak Siao Cui yang menyembuhkanmu?" tanya Tio Bun
Yang dengan wajah berseri.
"Ya." Lu Hui San mengangguk dan melanjutkan. "Setelah
aku sembuh, aku mengambil keputusan untuk menjadi
biarawati. Maka, Bu Ceng sianli menyuruhku ke Pek Yun Am.
Pendekar Kembar 7 Rahasia Ciok Kwan Im Pendekar Harum Seri Ke 2 Karya Gu Long Kilas Balik Merah Salju 7