Pendekar Sakti Suling Pualam 16
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Bagian 16
Namun ia tetap bersabar, karena teringat akan pesan Yo Kiam
Heng. "Nona Siang Koan, percuma engkau mencintai Tio Bun
Yang. Sebab banyak gadis menyukai nya, dia pasti akan
menyeleweng di belakangmu" ujar ketua Kui Bin Pang.
"Kakak Bun Yang tidak bersifat begitu, aku
mempercayainya," sahut Siang Koan Goat Nio.l
"Oh" Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang tertawa. "Kini engkau
mempercayainya, tapi kelak engkau pasti membencinya."
"Aku tidak akan membencinya."
"Kalau engkau melihat dia berbuat yang bukan-bukan
dengan gadis lain, apakah engkau tetap tidak membencinya?"
"Aku...."
"Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang tertawa lagi. "Setelah
terbukti, engkau pasti mempercayaiku!"
"Aku...." Siang Koan Goat Nio menundukkan kepala.
"Nona Siang Koan...." Ketua Kui Bin Pang mulai merayunya,
namun tidak menggunakan ilmu Toh Hun Tay Hoat.
Seandainya ia menggunakan ilmu sesat itu, Siang Koang Goat
Nio pasti celaka.
-oo0dw0oo- Di dalam kamar Yo Kiam Heng juga sedang berlangsung
pembicaraan serius. Yang duduk di hadapannya adalah Jie Hu
Hoat Kwan Tiat Him.
"Tiat Him!" tanya Yo Kiam Heng menggunakan ilmu
penyampai suara, agar tidak terdengar nleh orang lain.
"Apakah ketua telah menggunakan ilmu sesat itu
mempengaruhi mereka?"
"Ya," sahut Kwan Tiat Him, yang juga menggunakan ilmu
tersebut. "Ketua telah berhasil mengendalikan pikiran
mereka." "Aaaah...!" Yo Kiam Heng menghela nafas panjang. "Oh ya,
aku tidak mencekoki Nona Lam kiong dengan obat penghilang
kesadaran."
"Itu telah kuduga." Kwan Tiat Him manggut-manggut.
Tapi... apakah dia bisa berpura-pura setelah sadar nanti?"
Aku yakin dia bisa, sahut Yo Kiam Heng. "Sebab dia bukan
gadis bodoh."
Kiam Heng, kelihatannya engkau sangat tertank kepada
gadis itu. Ya, kan?" Kwan Tiat Him menatapnya.
"Ya." Yo Kiam Heng mengangguk. "Aku memang sangat
tertarik kepadanya, maka aku menempun bahaya demi dia
pula.." Cinta memang bisa membuat orang menjadi nekad. Kwan
liat Him menggeleng-gelengkan kepala. Biar bagaimana pun,
kita berdua harus berhati-hati!"
"Oh ya, aku pun sudah bercakap-cakap dengan Nona Siang
Koan." ujar Yo Kiam Heng
"Yah!" Kwan Tiat Him menghela nafas panjang. "Mudahmudahan
dia bisa menahan diri untuk bersabar! Kalau tidak,
gadis itu pasti celaka di tangan ketua."
"Itu yang kukhawatirkan. Oleh karena itu timbullah suatu
ide." "Ide apa?"
"Aku ingin mengusulkan agar ketua perintahkankan mereka
menyerbu ke Pulau Hong Hoang To secara tidak langsung aku
menyelamatkan mereka."
"Maksudmu ketua Kay Pang dan lainnya?"
"Ya." Yo Kiam Heng mengangguk. "Sudah barang tentu
ketua juga akan perintahkan puluhan anggota untuk
menyertai mereka "
"Ide itu memang bagus. Tapi...." Kwan Tiat Him
menggeleng-gelengkan kepala. Belum tentu ketua akan
menerima idemu itu."
"Justru itu, engkau harus mendukung ideku," ujar Yo Kiam
Heng. "Barulah ketua akan menerimanya"
"Aku pasti mendukung idemu, namun... belum tentu Ngo
Sat Kui akan setuju lho!"
"Itu tidak iadi masalah. Yang penting kita harus
menemukan alasan-alasan yang tepat,"
Kwan Tiat Him mengangguk. "Oh ya, hingga kini aku
masih tidak habis pikir. Sebetulnya siapa ketua itu, dan
kenapa begitu mendendam kepada Tio Bun Yang
"Kalau kita melihat wajahnya, belum tentu kita akan
mengenalnya," sahut Yo Kiam Heng. "sebab kita bukan orang
Tionggoan. "Yaaah! Kwan Tiat Him menghela nafas panjang. "Entah
bagaimana nasib Nona Siang Koan...."
"Kita...." Yo Kiam Heng menggeleng-gelengkan kepala.
"Tiada jalan sama sekali untuk melolongnya. Aaaah...!"
-oo0dw0oo- Sementara itu, Tio Bun Yang terus melanjutkan perjalanan
ke kota Kang Shi. Beberapa hari kemudian, ia telah tiba di
tempat tujuan dan langsung ke markas Ngo Tok Kauw.
"Adik Bun Yang...." Ngo Tok Kauwcu-Phang Ling Cu
menyambut kedatangannya dengan mata terbelalak saking
tercengang. "Kakak Ling Cu!" sahut Tio Bun Yang sambil tersenyum
getir. "Duduklah!" ucap Ngo Tok Kauwcu.
Tio Bun Yang duduk, kemudian menghela nafas panjang
dengan kening berkerut-kerut.
"Adik Bun Yang...." Air muka Ngo Tok Kauwcu berubah.
"Kenapa engkau" Apa yang telah terjadi?"
"Kakak Ling Cu...." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan
kepala. "Telah terjadi sesuatu..."
"Beritahukanlah!"
"Engkau sudah dengar tentang para ketua tujuh partai
besar itu?"
"Ya." Ngo Tok Kauwcu mengangguk. "Aku sudah dengar
tentang itu, para ketua semuanya telah gila."
"Engkau tahu siapa yang membuat para ketua itu menjadi
gila?" "Seng Hwee Sin Kun."
"Tidak salah." Tio Bun Yang manggut-manggut. "Namun
Seng Hwee Sin Kun telah mati di tangan Bu Ceng Sianli dan
Kam Hay Thian."
"Oh?" Ngo Tok Kauwcu terbelalak. "Adik Bun Yang,
tuturkanlah mengenai kejadian itu!"
"Pada waktu itu, aku dan Goat Nio ke kuil Siauw Lim untuk
memeriksa Hui Khong Taysu. Ternyata ketua Siauw Lim Pay
itu terkena semacam ilmu pukulan, maka menjadi gila. Namun
masih dapat disembuhkan dengan rumput Tanduk Naga, yang
tumbuh di daerah Miauw."
"Engkau ke daerah Miauw mengambil rumput Tanduk Naga
itu?" "Ketika kami kembali ke markas pusat Kay Pang, justru
telah terjadi sesuatu di sana," lanjut Tio Bun Yang. "Seng
Hwee Sin Kun telah mati, lapi kakekku dan Kakek Gouw telah
diculik." "Oh?" Ngo Tok Kauwcu tersentak. "Siapa vang menculik
mereka?" "Kui Bin Pang," sahut Tio Bun Yang sambil menghela nafas
panjang. "Atas saran Bu Ceng Sianli, aku dan Goat Nio pergi
ke daerah Miauw untuk mengambil rumput Tanduk Naga,
kebetulan aku kenal ketua suku Miauw."
"Engkau berhasil mengambil rumput obat itu?"
"Berhasil, namun...." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan
kepala. "Ketika pulang, kami menginap di sebuah penginapan
dengan kamar terpisah. Keesokan harinya Goat Nio...."
"Kenapa dia?" tanya Ngo Tok Kauwcu tegang.
"Hilang entah ke mana," sahut Tio Bun Yang dengan wajah
murung. "Dia hilang?" Ngo Tok Kauwcu mengerutkan kening.
"Mungkinkah dia diculik oleh pihak Kui Bin Pang?"
"Memang mungkin." Tio Bun Yang mengangguk, sekaligus
memperlihatkan sepucuk surat kepada Ngo Tok Kauwcu.
"Heran!" gumam Ngo Tok Kauwcu seusa membaca surat
tersebut. "Nadanya si penulis surat ini sangat mendendam
kepadamu. Apakah engkau punya musuh?"
"Seingatku aku sama sekali tidak punya musuh."
"Kalau begitu...." Ngo Tok Kauwcu berpikir sejenak lalu
melanjutkan. "Yang menculik Goatl Nio bukan pihak Kui Bin
Pang." "Kakak Ling Cu!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang.
"Aku... bingung sekali, tidak tahu harus berbuat apa."
"Adik Bun Yang!" Ngo Tok Kauwcu menatapnya seraya
bertanya, "Engkau belum kembali ke markas pusat Kay Pang?"
"Aku sudah kembali ke sana, justru telah terjadi sesuatu
lagi di sana."
"Oh?" Air muka Ngo Tok Kauwcu berubah. "Apalagi yang
terjadi di markas pusat Kay Pang"!"
"Kam Hay Thian. Sie Keng Hauw, Lie Ai Ling dan Lu Hui
San yang berada di sana pun telah hilang."
"Apa?" Betapa terkejutnya Ngo Tok Kauwcu.
"Siapa yang menculik mereka?"
"Kui Bin Pang," sahut Tio Bun Yang. "Cian Chiu Lo Kay yang
memberitahukan kepadaku."
"Itu...." Ngo Tok Kauwcu menggeleng-gelengkan kepala.
"Lalu bagaimana?"
"Aku berangkat ke kuil Siauw Lim...." Tio Bun Yang
memberitahukan dan menambahkan. "Kemudian aku langsung
ke mari." "Sungguh di luar dugaan!" Ngo Tok Kauwcu menggelenggelengkan
kepala. "Setelah Seng Hwee Kauw musnah, malah
muncul Kui Bin Pang!"
"Yaaah!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang, kemudian
bertanya, "Di mana Pat Pie Lo Koay" Kok tidak kelihatan?"
"Dia pergi mengurusi sesuatu, mungkin dalam satu dua hari
ini dia akan pulang." Ngo Tok Kauwcu memberitahukan.
"Kakak Ling Cu!" Tio Bun Yang memandangnya. "Engkau
tahu di mana markas Kui Bin Pang?"
"Aku...." Ngo Tok Kauwcu menggelengkan kepala. "Aku
tidak tahu."
"Aaaah...!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang. "Kakak
Ling Cu, beri aku petunjuk!"
"Petunjuk apa?" Ngo Tok Kauwcu heran.
"Aku harus bagaimana?" Tio Bun Yang memberitahukan
dengan wajah cemas sekali. "Aku... aku tidak tahu harus
berbuat apa."
"Begini!" Ngo Tok Kauwcu menyarankan. "Engkau harus
segera pulang ke Pulau Hong Hoang To, memberitahukan
tentang kejadian itu."
"Tapi...."
"Engkau harus pulang memberitahukannya, ujar Ngo Tok
Kauwcu sungguh-sungguh. "Kalau tidak, engkau pasti
dipersalahkan. Sebab engka harus tahu, Goat Nio adalah putri
kesayangan Kim Siauw Suseng dan Kou Hun Bijin. Bagaimana
sifat Kou Hun Bijin itu, tentunya engkau tahu."
"Itu...." Tio Bun Yang berpikir lama sekali, akhirnya
mengangguk. "Baiklah, aku akan pulang ke Pulau Hong Hoang
To." "Adik Bun Yang!" Ngo Tok Kauwcu tersenyum. "Aku pun
akan mengutus beberapa orang untuk menyelidiki markas Kui
Bin Pang. Kalau pihakku berhasil memperoleh informasi
tentang markas Kui Bin Pang, aku pasti ke markas pusat Kay
Pang memberitahukan kepada Cian Chiu Lo Kay."
"Terimakasih, Kakak Ling Cu!" ucap Tio Bui Yang lalu
berpamit. "Aku mau mohon diri!"
"Hati-hati!" pesan Ngo Tok Kauwcu.
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Sama jumpa. Kakak Ling
Cu!" -oo0dw0oo- Setelah meninggalkan markas Ngo Tok Kauwcu, Tio Bun
Yang melanjutkan perjalanan dengan hati cemas dan kacau.
Ketika ia berada di dalam sebuah rimba, tiba-tiba melayang
turun sosok bayangan di hadapannya, terdengar pula suara
tawa cekikikan. Tio Bun Yang mengenali suara tawa itu, maka
langsung berseru dengan girang sekali.
"Kakak Siao Cui! Kakak Siao Cui...!"
"Adik Bun Yang!" Terdengar suara sahutan. Tidak salah,
yang berdiri di hadapannya memang Bu Ceng Sianli-Tu Siao
Cui. "Eeeh" Kenapa engkau tampak kurusan" Kok tidak
bersama Goat Nio?"
"Kakak Siao Cui...." Tio Bun Yang tersenyum getir. "Mereka
semuanya telah hilang."
"Siapa mereka?" Bu Ceng Sianli tersentak. 'Kenapa bisa
hilang?" "Goat Nio hilang di kamar penginapan..." tutur Tio Bun
Yang, lalu memperlihatkan sepucuk surat kepada wanita itu.
"Eh?" Kening Bu Ceng Sianli berkerut. "Aku yakin
penculiknya kenal denganmu. Bahkan dia sangat mendendam
kepadamu. Coba engkau ingat, kira-kira siapa musuhmu itu!"
"Kakak Siao Cui!" Tio Bun Yang menggelengkan kepala.
"Aku tidak pernah punya musuh."
"Buktinya si penculik itu sangat mendendam kepadamu,
pertanda engkau punya musuh. Namun engkau masih bilang
tidak. Mungkin engkau lupa."
"Seingatku, selama aku berkecimpung di dalam rimba
persilatan,' sama sekali tidak pernah membunuh siapa pun.
Lalu dari mana muncul musuh itu" Aku sungguh tidak habis
pikir!" "Aku yakin engkau memang tidak pernah membunuh siapa
pun, namun tentunya engkau pernah memusnahkan
kepandaian para penjahat. Nah, mungkin si penculik itu salah
satu penjahat yang pernah engkau musnahkan
kepadaiannya."
"Mungkin." Tio Bun Yang manggut-manggut. "Tapi aku
tidak ingat siapa penjahat itu."
"Yaaah!" Bu Ceng Sianli menghela nafas panjang. "Adik
Bun Yang, biar bagaimana pun engkau harus tabah."
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Kakak Siao Cui, aku
justru bingung, apakah si penculik itu punya hubungan
dengan Kui Bin Pang?"
"Entahlah!" Bu Ceng Sianli menggelengkan kepala. "Aku
sudah ke sana ke mari menyelidiki markas Kui Bin Pang, tapi
tiada hasilnya sama sekali."
"Kakak Siao Cui pernah menangkap anggota Kui Bin Pang?"
tanya Tio Bun Yang mendadak.
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pernah. Tapi... tiada gunanya sama sekali."
"Lho" Kenapa?"
"Karena sebelum kutanyakan pada mereka, mereka sudah
mati duluan." Bu Ceng Sianli mcmberitahukan. "Ternyata di
bawah lidah mereka menyimpan semacam racun. Apabila
mereka tertangkap, maka mereka akan menggigit hancur
racun itu."
"Oooh!" Tio Bun Yang manggut-manggut. "Jadi Kakak tidak
bisa mengorek keterangan dari mulut mereka?"
"Ya." Bu Ceng Sianli mengangguk. "Oh ya, teman-temanmu
itu juga ditangkap oleh pihak Kui Bin Pang?"
"Ya." Tio Bun Yang menghela nalas panjang. "Itu
membuatku cemas sekali."
"Adik Bun Yang!" Bu Ceng Sianli menatapnya. "Engkau
harus tenang, tidak boleh putus asa."
"Aaaah...!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang lagi. "Oh
ya, aku sudah ke markas Ngo Tok Kauw di kota Kang Shi."
"Jadi engkau sudah bertemu Phang Ling Cu?"
"Ya.' "Dia juga tidak tahu di mana markas Kui Bin Pang?"
"Tidak tahu. Namun dia menyarankan agar aku segera
pulang ke Pulau Hong Hoang To untuk memberitahukan
tentang kejadian ini."
"Ngmm!" Bu Ceng Sianli manggut-manggut. "Itu memang
baik juga, sebab Goat Nio adalah putri kesayangan Kou Hun
Bijin. Kalau engkau tidak pulang memberitahukan kepadanya,
dia pasti marah besar."
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk.
"Adik Bun Yang, aku pasti membantumu mencari Goat Nio!"
ujar Bu Ceng Sianli berjanji. "Jadi engkau tenang saja!"
"Terimakasih, Kakak!"
"Oh ya!" Bu Ceng Sianli menatapnya. "Lebih baik engkau
mampir di markas pusat Kay Pang, siapa tahu pihak Kay Pang
sudah mendengar informasi tentang markas Kui Bin Pang."
"Baik, aku akan mampir di markas pusat Kay Pang."
"Adik Bun Yang!" Bu Ceng Sianli tersenyum. "Sampai
jumpa! Semoga engkau cepat berkumpul kembali dengan
Goat Nio! Hi hi hi...!"
"Kakak Siao Cui!" panggil Tio Bun Yang
Namun Bu Ceng Sianli sudah melesat pergi.
"Adik Bun Yang! Aku pasti membantumu mencari Goat
Nio!" serunya sayup-sayup.
Tio Bun Yang menghela nafas panjang. Ia berdiri
termangu-mangu di tempat, berselang sesaat barulah melesat
pergi. Arah tujuannya adalah markas pusat Kay Pang.
-oo0dw0oo- Dua hari kemudian, Tio Bun Yang sudah tiba di markas
pusat Kay Pang. Cian Chiu Lo Kay menyambutnya sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
"Lo Kay!" tanya Tio Bun Yang. "Apakah sudah ada
informasi mengenai markas Kui Bin Pang?"
"Tidak ada."
"Selama kepergianku, apakah pernah terjadi sesuatu di
sini?" "Tidak pernah." Cian Chiu Lo Kay menggelengkan kepala
lalu memberitahukan. "Aku su-ilah mengutus beberapa
pengemis handal untuk menyelidiki tentang markas Kui Bin
Pang, tapi tiada hasilnya sama sekali."
"Bu Ceng Sianli juga tidak berhasil menyelidiki tentang
markas Kui Bin Pang, namun dia berjanji membantuku
mencari Goat Nio."
"Oooh!" Cian Chiu Lo Kay manggut-manggut. Syukurlah dia
bersedia membantumu, sebab kepandaiannya tinggi sekali!"
"Aku justru bingung sekali." Tio Bun Yang menghela nafas
panjang. "Mungkinkah Goat Nio diculik pihak Kui Bin Pang?"
"Belum bisa dipastikan, maka kita hanya menyelidikinya, "
sahut Cian Chiu Lo Kay dan menambahkan. "Yang penting kita
hanya menyelidiki markas Kui Bin Pang, sebab Pangcu dan
lainnya pasti dikurung di sana!"
"Aaaah...!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang.
"Oh ya!" Cian Chiu Lo Kay memandangnya seraya
bertanya, "Apa rencanamu sekarang?"
"Aku harus pulang ke Pulau Hong Hoang To."
"Memang benar engkau pulang ke sana, sebab engkau
harus memberitahukan tentang semua kejadian ini. Tapi...
alangkah baiknya engkau tinggal di sini beberapa hari, siapa
tahu ada informasi mengenai markas Kui Bin Pang."
"Ng!" Tio Bun Yang mengangguk.
"Oh ya, engkau sudah mengobati Hui Khong Taysu?" tanya
Cian Chiu Lo Kay.
"Sudah." Tio Bun Yang mengangguk sekaligus
memberitahukan tentang itu, kemudian menggelenggelengkan
kepala. "Kedua orang tua Goat Nio sangat
mempercayaiku, tapi... kini Goat Nio malah diculik. Aku...."
"Itu kejadian di luar dugaan, mereka pasti tidak akan
mempersalahkanmu."
"Tapi...." Tio Bun Yang menghela nafas panjang. "Kalau
terjadi sesuatu atas diri Goat Nio entah bagaimana aku
jadinya!" "Jangan cemas!" hibur Cian Chiu Lo Kay. "Tidak akan
terjadi suatu apa pun atas diri Goat Nio. Percayalah!"
"Lo Kay...." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.
"Tinggallah engkau di sini beberapa hari, siapa tahu akan
memperoleh informasi mengenai markas Kui Bin Pang!"
"Baiklah." Tio Bun Yang mengangguk. "Aku akan tinggal di
sini beberapa hari, setelah itu baru berangkat ke Pulau Hong
Hoang To."
-oo0dw0oo- Bagian ke lima puluh sembilan
Penyerbuan ke Pulau Hong Hoang To
Ketua Kui Bin Pang duduk diam di kursi, kelihatannya
sedang mempertimbangkan sesuatu. Sedangkan Toa Hu Hoat-
Yo Kiam Heng memandangnya dengan hati berdebar-debar,
dikarenakan menyangkut keselamatan Lim Peng Hang, Gouw
Uang Tiong, Lam Kiong Soat Lan dan lainnya.
"Usul Toa Hu Hoat memang masuk akal," ujar ketua Kui Bin
Pang kemudian sambil manggut-manggut. "Itu agar mereka
saling membunuh."
"Ketua!" Toa Sat Kui kurang setuju. "Para penghuni Pulau
Hong Hoang To berkepandaian tinggi, tentu Lim Peng Hang
dan lainnya tidak akan sanggup melawan mereka."
"Itu tidak jadi masalah," sela Jie Hu Hoat-Kwan Tiat Him.
"Yang penting mereka saling membunuh. Apabila pihak Pulau
Hong Hoang To membunuh mereka, bukankah pihak Pulau
Hong Hoang To akan menyesal seumur hidup?"
"Betul!" Ketua Kui Bin Pang tertawa gelak. "Ha ha ha! Itu
merupakan pukulan hebat bagi para penghuni Pulau Hong
Hoang To!"
"Ngmmm!" Toa Sat Kui manggut-manggut. "Kalau begitu,
siapa yang akan mengepalai mereka?" tanyanya.
"Itu..." sahut ketua Kui Bin Pang setelah berpikir sejenak.
"Akan kuperintahkan dua puluh anggota berkepandaian tinggi
untuk ikut menyerbu ke Pulau Hong Hoang To."
"Bagus!" Toa Hu Hoat-Yo Kiam Heng tertawa gelak. "Ha ha
ha! Pulau Hong Hoang To pasti kacau balau!"
"Ketua," ujar Toa Sat Kui sungguh-sungguh. "Siapa yang
akan memimpin mereka itu?"
"Salah seorang anggota yang berkepandaian tinggi," sahut
ketua Kui Bin Pang dan menambahkan, "Kalian punya suatu
usul mengenai itu?"
"Aku punya usul, Ketua," ujar Toa Sat Kui.
"Apa usulmu" Beritahukanlah!" Ketua Kui Bin Pang
memandangnya. "Usul yang baik dan tepat pasti kuterima."
"Setahuku..." ujar Toa Sat Kui sambil memandang kedua
Hu Hoat. "Kepandaian mereka berdua sangat tinggi, maka
bagaimana kalau mereka berdua yang memimpin penyerbuan
itu?" "Itu...." Ketua Kui Bin Pang menatap Toa Hu Hoat dan Jie
Hu Hoat. "Bagaimana menurut kalian?"
"Kalau Ketua perintahkan kami untuk memimpin
penyerbuan itu, tentu kami menurut," sahut Toa Hu Hoat-Yo
Kiam Heng. "Baiklah." Ketua Kui Bin Pang manggut-manggut.
"Kuperintahkan kalian berdua memimpin penyerbuan ke Pulau
Hong Hoang To."
"Tapi..." tanya Toa Hu Hoat-Yo Kaim Heng mendadak.
"Apakah Lim Peng Hang dan lainnya akan menuruti
perintahku?"
"Mereka tidak akan menuruti perintah kalian berdua," sahut
ketua Kui Bin Pang dengan tertawa. "Ha ha ha! Namun ada
satu cara untuk membuat mereka patuh kepada perintah
kalian berdua."
"Bagaimana caranya"' tanya Yo Kiam Heng.
Ketua Kui Bin Pang tidak menyahut, melainkan bersiul
panjang. Seketika juga muncul Lim Peng Hang. Gouw Han
Tiong dan lainnya. Mereka berbaris rapi di tengah-tengah
ruangan itu, kelihatannya sedang menunggu perintah dari
ketua Kui Bin Pang.
"Kalian semua harus patuh kepada perintah kedua orang
itu!" ujar ketua Kui bin Pang sambil menunjuk kedua Hu Hoat.
"Ya," sahut Lim Peng Hang dan lainnya.
"Toa Jie Hu Hoat!" Ketua Kui Bin Pang memandang
mereka. "Kalian pendengarkan suara!"
Kedua Hu Hoat itu segera memperdengarkan suara masingmasing,
Lim Peng Hang dan lainnyajl mendengarkan dengan
penuh perhatian.
"Lim Peng Hang! Kalian semua sudah mengenali suara
kedua orang itu?" tanya ketua Kui Bin Pang.
"Kami sudah mengenali suara kedua orang itu," sahut Lim
Peng Hang dan lainnya serentak. "Kami semua harus
mematuhi perintah mereka berdua."
"Bagus! Bagus!" Ketua Kui Bin Pang tertawa gembira. "Ha
ha ha! Toa Sat Kui, cepat ambilkan kedok setan warna biru!"
"Ya, Ketua." Toa Sat Kui segera melaksanakan perintah itu.
Tak lama ia sudah kembali dengan membawa beberapa buah
kedok setan warna biru.
"Berikan kepada mereka!" perintah Ketua Kui Bin Pang. .
Toa Sat Kui langsung membagi-bagikan kedok setan warna
biru itu kepada Lim Peng Hang dan lainnya.
"Kalian semua harus memakai kedok setan itu!" seru ketua
Kui Bin Pang. Lim Peng Hang dan lainnya segera memakai kedok setan
tersebut. Ketua Kui Bin Pang tertawa gelak.
"Ha ha ha! Kini kalian semua dipanggil Setan Muka Biru!" .
"Ya," sahut Lim Peng Hang dan lainnya serentak.
"Toa Hu Hoat!" ujar ketua Kui Bin Pang. "Coba berilah
mereka perintah!"
"Ya." Toa Hu Hoat-Yo Kiam Heng mengangguk, kemudian
berseru, "Setan Muka Biru! Cepatlah kalian duduk di lantai!"
Lim Peng Hang dan lainnya langsung duduk di lantai.
Kemudian Toa Hu Hoat memberi perintah lagi.
"Setan Muka Biru, kalian berdirilah!"
Lim Peng Hang dan lainnya cepat-cepat bangkit berdiri. Itu
sungguh menggirangkan ketua Kui Bin Pang.
"Nah! Kini mereka semua sudah di bawah peintah kalian
berdua. Besok pagi kalian berdua dan mereka serta dua puluh
anggota yang berkepandaian tinggi harus berangkat ke Pulau
Hong Hoang To!"
"Ya, Ketua." Kedua Hu Hoat itu mengangguk. Kami berdua
siap berkorban demi Kui Bin Pang!"
"Bagus! Bagus!" Ketua Kui Bin Pang tertawa lerbahakbahak.
"Ha ha ha! Ha ha ha...!"
-oo0dw0oo- Keesokan harinya, berangkatlah mereka ke Pulau Hong
Hoang To. Yang menjadi penunjuk jalan adalah Lim Peng
Hang. Enam tujuh hari kemudian, tampak sebuah perahu layar
berlabuh di pantai Pulau Hong Hoang To. Ternyata mereka
telah tiba ke pulau tersebut
"Siapa kalian?" Mendadak terdengar suar; bentakan, yang
tidak lain adalah Lie Man Chiu Betapa terkejutnya Lie Man
Chiu ketika melihat para pendatang itu memakai kedok setan.
Tahulah ia bahwa mereka dari perkumpulan Kui Bin Pang
"Ha ha ha!" Toa Hu Hoat-Yo Kiam Heng tertawa gelak.
"Kami ke mari ingin bertemu Tocu (Majikan Pulau)!"
"Itu..." Kening Lie Man Chiu berkerut. "Baik lah. Mari ikut
aku!" Lie Man Chiu melesat pergi. Kedua Hu Hoat dan lainnya
segera mengikutinya dengan menggunakan ginkang.
Berselang beberapa saat kemudian, sampaila mereka di
tempat tinggal Tio Tay Seng, dan Li Man Chiu segera berseru.
"Kui Bin Pang datang berkunjung...!"
Belum juga suaranya sirna, muncullah Tio Ta Seng, Kou
Hun Bijing, Kim Siauw Suseng. Sa Gan Sin Kay, Tio Cie Hiong,
Lim Ceng Im da Tio Hong Hoa.
"Ha ha ha!" Tio Tay Seng tertawa gelak "Angin apa yang
meniup kalian ke mari" Ingin damai atau bertarung di sini?"
"Kami ingin membasmi para penghuni pulau ini!" sahut
para anggota Kui Bin Pang serentak.
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa terbahak-bahak.
"Sungguh kebetulan, tanganku sudah gatal sekali!"
"Toa Jie Hu Hoat," ujar salah seorang anggota. "Cepatlah
perintahkan Setan Muka Biru menyerang mereka!"
"Baik." Yo Kiam Heng mengangguk dan berseru. "Setan
Muka Biru, cepatlah kalian bunuh mereka yang memakai
kedok setan muka putih!"
"Toa Hu Hoat! Engkau,,, engkau berani berkhianat?" salah
seorang anggota menudingnya. Ketua pasti tidak akan
mengampuni kalian berdua...."
Ucapannya terhenti, karena orang itu mulai diserang oleh
salah seorang yang memakai kedok setan warna biru.
Di saat itu mendadak seseorang yang memakai kedok setan
biru berlari ke arah Tio Cie Hiong sambil melepaskan kedok
setan yang dipakainya.
"Paman! Cepat bantu orang-orang yang memakai kedok
setan warna biru!" Orang itu ternyata Lam Kiong Soat Lan.
"Mereka adalah Kakek Lim, Kakek Gouw, Kam Hay Thian dan
lainnya!" "Oh?" Tio Cie Hiong terkejut bukan main.
Sebelum ia bergerak, Kou Hun Bijin, Sam " ian Sin Kay, Kim
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siauw Suseng dan Tio Tay Seng sudah bergerak lebih dahulu
membunuh para anggota Kui Bin Pang.
"Jangan membunuh orang yang memakai kedok setan
warna kuning!" teriak Lam Kiong Soat Lan memberitahukan.
"Mereka berdua berpihak kepada kita!"
Dalam waktu sekejap, para anggota Kui Bin Pang itu sudah
menjadi mayat Sam Gan Sin Kay tertawa terbahak-bahak.
"Ha ha ha! Sungguh puas hatiku!"
"Pengemis bau," tanya Kou Hun Bijin. "Engkau berhasil
membunuh berapa orang?"
"Empat."
"Hi hi hi!" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan "Aku berhasil
membunuh lima orang."
"Bangga ya?" tanya Sam Gan Sin Kay bernadaj sindiran.
"Dasar...."
"Pengemis bau...." Kou Hun Bijin melotot.
"Istriku," bisik Kim Siauw Suseng. "Sudahlah! Jangan ribut
dengan pengemis bau!"
Sementara kedua Hu Hoat berdiri mematung di tempat,
Lam Kiong Soat Lan menghampiri mereka sambil tersenyum.
"Siapa di antara kalian yang bernama Yo Kiam Heng?"
tanya gadis itu lembut.
"Aku," sahut Yo Kiam Heng.
"Saudara Yo, bolehkah engkau melepaskan! kedok setan
yang menyeramkan itu?" tanya Lam Kiong Soat Lan sambil
memandangnya. "Boleh." Perlahan-lahan Yo Kiam Heng melepaskan kedok
setan yang di mukanya.
"Haaa...!" seru Lam Kiong Soat Lan tak tertahan. Ternyata
dia menyaksikan seraut wajah yang sangat tampan.
"Engkau...."
"Aku Yo Kiam Heng."
"Oooh!" Lam Kiong Soat Lan manggut-manggut dengan
wajah kemerah-merahan.
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa gelak. "Tak disangka
sama sekali, engkau begitu tampan"
"Terimakasih atas pujian lo cianpwce!" ucap Yo Kiam Heng.
"Engkau!" Sam Gan Sin Kay menunjuk yang lain. "Cepat
lepaskan kedok setan yang menjijikkan itu!"
"Ya." Kwan Tiat Him segera melepaskan kedok setan itu.
"Hah?" Mulut Sam Gan Sin Kay terngangga lebar, karena
Kwan Tiat Him juga seorang pemuda tampan. "Siapa engkau?"
"Namaku Kwan Tiat Him, lo cianpwee."
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa gelak. "Bagus!
Bagus!" Sementara Lim Peng Hang dan lainnya terus berdiri
mematung di tempat, tidak bergerak sama sekali.
"Saudara Yo. cepat perintahkan mereka melepaskan kedok
setan itu!" ujar Lam Kiong Soat Lan sambil tersenyum.
"Ya." Yo Kiam Heng mengangguk lalu berseru, "Setan Muka
Biru, cepatlah lepaskan kedok setan kalian!"
Lim Peng Hang dan lainnya segera melepaskan kedok
masing-masing seketika terdengari suara seruan yang tak
tertahan. "Ayah! Ayah...!" Yang berseru itu adalah Lim Ceng Im, dan
langsung berlari mendekatinya. "Ayah...!"
Akan tetapi, Lim Peng Hang tetap diam dani berdiri
mematung, sama sekali tidak menghiraukan Lim Ceng Im.
"Ayah! Ayah...!" Lim Ceng Im memegang lengan Lim Peng
Hang erat-erat. "Ayah...!"
"Adik Im," ujar Tio Cie Hiong. "Ayah terkena semacam ilmu
sesat, tidak akan mengenalimu!"
"Benar." Yo Kiam Heng mengangguk. "Lo cianpwee itu
terkena ilmu Toh Hun Tay Hoat, hanya ketua yang mampu
menyadarkannya."
"Oh?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening, "tapi kenapa
Soat Lan tidak terpengaruh oleh ilmu sesat itu?"
"Sebab aku tidak mecekokinya dengan obat penghilang
kesadaran," jawab Yo Kiam Heng memberitahukan. "Maka
ilmu sesat itu cuma beri tahan sekitar sepuluh hari."
"Oooh!" Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Bagaimana
mereka yang dicekoki obat itu?" tanyanya.
"Itu berarti Toh Hun Tay Hoat akan bertahan tahunan, dan
membuat mereka menjadi gila," jawab Yo Kiam Heng dan
menambahkan, "Namun ada satu macam ilmu yang dapat
menghilangkan ilmu sesat itu."
"Ilmu apa itu?" tanya Tio Cie Hiong cepat.
"Ilmu Penakluk Iblis." Yo Kiam Heng memberitahukan.
"Oooh!" Tio Cie Hiong manggut-manggut sambil
tersenyum. "Aku memang memiliki ilmu tersebut."
"Oh?" Wajah Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him berseri.
"Kalau begitu... syukurlah!"
"Kakak Cie Hiong." ujar Lim Ceng Im. "Cepatlah sadarkan
mereka dengan ilmu itu!"
"Baik." Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Karena sulingku
tidak ada, maka aku akan menggunakan suara siulan untuk
menyadarkan mereka."
"Cepatlah!" desak Lim Ceng Im.
Tio Cie Hiong menarik nafas dalam-dalam, kemudian
bersiulan panjang menggunakan ilmu Penakluk Iblis.
Di saat bersamaan, terdengar pula suara suling mengiring
suara siulan tersebut, yang juga menggunakan ilmu Penakluk
Iblis, lalu melayang turun seseorang yang tidak lain adalah Tio
Bun Yang. Hal 80-81 hilang
"Dia... dia...." Tio Bun Yang menghela nafas panjang.
"Ketika kami pulang dari daerah Miauw, kami bermalam di
sebuah penginapan...."
"Apa?" Betapa cemasnya Kou Hun Bijin. "Goat Nio diculik"
Siapa yang menculiknya?"
"Aku... aku tidak tahu." Tio Bun Yang menggelengkan
kepala. "Aku tidur di kamar lain...."
"Goblok sekali engkau!" bentak Kou Hun Bijin. "Kenapa
engkau tidak tidur sekamar dengan dia" Karena engkau tidak
tidur sekamar dengan dia, maka dia diculik! Engkau...."
"Tenanglah, isteriku!" ujar Kim Siauw Suseng. "Mari kita
masuk rumah dulu, setelah itu barulah kita tanyakan kepada
Bun Yang!"
"Goat Nio telah diculik, bagaimana mungkin aku bisa
tenang?" bentak Kou Hun Bijin.
"Tenang!" bisik Kim Siauw Suseng. "Ayohlah! Mari kita
masuk!" Kim Siauw Suseng menariknya ke dalam. Yang lain pun ikut
ke dalam. Setelah duduk, Kou Hun Bijin terus melotot ke arah
Tio Bun Yang. Sedangkan Lim Ceng Im segera pergi ke dapur untuk
menggodok rumput Tanduk Naga. Berselang beberapa saat
kemudian, ia sudah kembali ke ruang depan dengan
membawa obat yang telah dimasaknya.
Ia memberikan obat itu kepada Lim Peng Hang, Gouw Han
Tiong dan lainnya. Kemudian ia duduk sambil menunggu
bagaimana reaksi mereka yang telah diberi minum obat
tersebut. Beberapa saat kemudian, mendadak Toan Beng Kiat berlari
ke arah Gouw Han Tiong seraya berseru.
"Kakek! Kakek...!"
"Beng Kiat cucuku!" sahut Gouw Han Tiong. "Beng Kiat...."
"Kakek! Kakek...!" panggil Toan Beng Kiat.
Sementara yang lain saling memandang, kemudian
Bokyong Sian Hoa berseru girang.
"Hui San! Hui San...!"
"Sian Hoa! Sian Hoa...!" sahut Lu Hui San penuh
kegirangan. Itu membual suasana agak ramai, tapi jadi semarak.
"Ha ha ha!" Tio Tay Seng tertawa gelak. Ayoh, duduklah!"
Mereka segera duduk. Sementara Kou Hun Bijin terus
memandang Tio Bun Yang. Setelah mereka semua duduk,
barulah ia membuka mulut.
"Bun Yang, beritahukan bagaimana Goat Nio bisa diculik
orang!" "Setelah memperoleh rumput Tanduk Nada di daerah
Miauw, kami pulang dengan hati riang gembira." Tio Bun Yang
mulai menutur. "Kemudian kami bermalam di sebuah
penginapan...."
"Mana surat itu?" tanya Kou Hun Bijin.
Tio Bun Yang segera menyerahkan sepucuk surat kepada
Kou Hun Bijin. Setelah membaca bersama Kim Siauw Suseng,
Kou Hun Bijin bertanya,
"Engkau tahu siapa penculik itu?"
"Tidak tahu."
"Engkau memang goblok!" tegur Kou Hun Bijin melotot.
"Kenapa engkau berpisah kamar dengan Goat Nio?"
"Aku...." Wajah Tio Bun Yang memerah. "Aku...."
"Bijin, mereka berdua cuma merupakan sepasang kekasih,
bukan sepasang suami isteri. Nah, bagaimana mungkin
mereka tidur sekamar?" sahut Sam Gan Sin Kay.
"Itu tidak apa-apa," ujar Kou Hun Bijin lantang. "Yang
penting tidak berbuat begitu."
"Kalau sudah sekamar, mungkinkah mereka tidak akan
kontak?" tanya Sam Gan Sin Kay sambil tertawa.
"Kalau mau kontak, di tempat mana pun bisa," sahut Kou
Hun Bijin, lalu menatap Tio Bun Yang seraya bertanya.
"Kenapa.engkau dan Goat Nio pergi ke daerah Miauw?"
"Untuk mengambil rumput Tanduk Naga."
"Jadi kalian berdua sudah tahu mereka minuml obat
penghilang kesadaran?" tanya Kou Hun Bijinl
"Kami sama sekali tidak tahu, itu dikarenakanl ingin
menolong para ketua partai-partai besar yang terkena pukulan
yang dilancarkan Seng Hwe Sin Kun." Tio Bun Yang
memberitahukan. "Mereka menjadi gila, hanya dapat
disembuhkan dengan rumput Tanduk Naga. Justru aku tidak
menyangka sama sekali, rumput Tanduk Naga itu pun dapat
menyembuhkan kakek dan lainnya."
"Seng Hwee Sin Kun?" Tio Tay Seng tampak terkejut. "Jadi
dia telah berpihak pada Kui Bin Pang?"
"Dia...." Tio Bun Yang memberitahukan tentang keadaan
Seng Hwee Sin Kun, kemudian menambahkan. "Namun dia
telah mati di tangan Bu Ceng Sianli dan Kam Hay Thian."
"Betul," sambung Kam Hay Thian. "Bu Ceng Sianli
membantuku membunuh Seng Hwee Sin Kun. Di saat itulah
Kakek Lim dan Kakek Gouw ditangkap Kui Bin Pang."
"Oooh!" Tio Tay Seng manggut-manggut.
"Aaaah...." Mendadak Tio Bun Yang menghela nafas
panjang. "Aku sudah ke sana ke mari mencari Goat Nio, tapi
tiada hasilnya! Aku... aku bingung dan cemas sekali, entah dia
diculik oleh siapa?"
"Ketua kami yang menculiknya," sahut Yo Kiam Heng.
"Apa?" seru Tio Bun Yang tak tertahan. "Ketua Kui Bin Pang
yang menculik Goat Nio?"
"Ya." Yo Kiam Heng mengangguk.
"Bagaimana keadaannya" Apakah dia baik-baik saja?" tanya
Tio Bun Yang tegang sambil rnenanlapnya.
"Dia baik-baik saja," sahut Yo Kiam Heng memberitahukan.
"Bahkan aku pun sempat bercakap-cakap dengan dia...."
Yo Kiam Heng menutur mengenai ketua Kui Bin Pang
menyuruhnya membujuk gadis itu.
"Ketua Kui Bin Pang memang sangat tertarik kepada Goat
Nio," ujar Kwan Tiat Him. "Sebab dia berpesan kepada kami,
harus baik-baik memperlakukannya."
"Kalian tahu siapa ketua Kui Bin Pang itu?" tanya Tio Cie
Hiong. "Maaf, Paman," jawab Yo Kiam Heng. "Kami tidak tahu.
Yang jelas dia semuda kami."
"Aku pun yakin, ketua Kui Bin Pang itu punya dendam
pribadi dengan Saudara Bun Yang." Kwan Tiat Him
memberitakukan. "Karena dia pernah bilang akan mencincang
Saudara Bun Yang."
"Heran?" gumam Tio Bun Yang. "Siapa ketua Kui Bin Pang
itu" Kenapa dia begitu dendam kepadaku?"
"Siapa ketua Kui Bin Pang itu tidak perlu dibicarakan,"
tandas Kou Hun Bijin sambil memandang Yo Kiam Heng.
"Yang penting kalian berdua harus mengantar kami ke markas
Kui Bin Pang itu."
"Tidak bisa." Yo Kiam Heng menggelengkan kepala.
"Kenapa?" bentak Kou Hun Bijin.
"Sebab di sana banyak sekali jebakan." Yo Kiam Heng
memberitahukan. "Kalau aku mengantar kalian ke sana, sama
juga pergi cari mati."
"Engkau tidak tahu jebakan-jebakan itu?" tanya Kim Siauw
Suseng. "Kami semua tidak tahu, kecuali ketua sendiri," jawab Yo
Kiam heng jujur dan menambahkan. "Tapi kami akan
berusaha menolong Nona Siang Koan."
"Aaaah...!" Kou Hun Bijin menghela nafas panjang.
"Kiam Heng!" Tio Cie Hiong menatapnya seraya bertanya.
"Sebetulnyanya siapa kalian berdua?"
"Kakek kami adalah anggota Kui Bin Pang. Kedudukan
kakek kami tinggi sekali, yakni Dua Pelindung," jawab Yo Kiam
Heng memberitahukan. "Kakek kami menutur tentang Kui Bin
Pang kepada ayah kami, lalu ayah kami menutur kepada kami.
Maka kami tahu jelas mengenai Kui Bin Pang. Ketika melihat
kembang api aneh di angkasa, kami pun tahu bahwa itu kode
dari Kui Bin Pang untuk memanggil para anggotanya
berkumpul. Aku berangkat ke tempat tujuan, di tengah jalan
bertemu saudara Kwan. Kami bercakap-cakap, dan sejak itu
kami menjadi teman baik."
"Oooh!" Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Lalu kenapa
kalian berdua berkhianat?"
"Karena kami tahu bahwa Kui Bin Pang itu perkumpulan
jahat. Lagi pula sebelum kami mencapai tempat tujuan, kami
bertemu seorang tua." ujar Yo Kiam Heng. "Orang tua itu
adalah anak Tetua Kui Bin Pang. Beliau menasihati kami dan
lain sebagainya. Setelah kami bertemu ketua Kui Bin Pang,
kami pun sering memberi informasi tentang kegiatan Kui Bin
Pang kepada orang tua itu"
"Oooh!" Tio Cie Hiong manggut-manggut lagi dan bertanya.
"Bagaimana kepandaian ketua Ku Bin Pang?"
"Sangat tinggi sekali." Yo Kiam Heng memberitahukan.
"Bahkan dia pun memiliki sebuah genta maut."
"Genta maut?" Tio Cie Hiong mengerulk; kening.
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya." Yo Kiam Heng mengangguk. "Apabil genta maut itu
dibunyikan, maka pihak lawan pasti mati."
"Oh?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening lagi, namun
kemudian manggut-manggut. "Kini para anggota itu telah mati
semua, apa rencana kalian sekarang?"
"Tentunya kami harus kembali ke markas", jawab Yo Kiam
Heng. "Sebab kami harus berusaha menolong Nona Siang
Koan." "Terimakasih, Saudara Yo! " ujar Tio Bun Yang. "Oh ya!
Bagaimana kalau aku meny; salah seorang di antara kalian?"
"Jangan!" Yo Kiam Heng menggelengkan kepala.
"Sebab akan membahayakan diri kita. Biar kami saja yang
berupaya menolong Nona Siang Koan karena ketua Kui Bin
Pang telah mempercayai kami".
"Itu..."Tio Bun Yang nampak ragu.
"Saudara Tio!" Kwan Tiat Him tersenyum.
"Percayalah! Kalau Saudara yang muncul justru akan
membahayakan diri Nona Siang Koan."
"Kalau begitu...." Tio Bun Yang memandang Kou Hun Bijin
seakan minta pendapat.
"Baiklah." Kou Hun Bijin manggut-manggut. Kalian berdua
harus dapat menolong putriku!"
"Ya." Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him mengangguk.
"Agar aman dan tidak terjadi lagi hal-hal yang tak
diinginkan, maka alangkah baiknya Sie Keng Hauw, Lie Ai ling,
Lu Kam Hay Thian dan Lu Hui San tinggal di pulau ini, tidak
boleh ke Tionggoan."
"Kami..." Mereka berempat saling memandang.
"Benar." Tio Cie Hiong manggut-manggut dan
menambahkan, "Sedangkan Toan Beng Kiat, Lam Kiong Soal
Lan dan Bokyong Sian Hoa harus segera pulang ke Tayli."
"Memang harus begitu," sahut Sam Gan Sin Kay. "Ilu agar
tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan."
"Paman," tanya Lam Kiong Soat Lan pada Tio Cie Hiong.
"Mereka berdua pulang ke markas Kui Bin Pang, apakah ketua
Kui Bin Pang tidak akan mencurigai mereka?"
"Kalau mereka berdua pulang dalam keadaan seperti
sekarang, tentunya akan menimbulkan kecurigaan ketua Kui
Bin Pang itu," sahut Tio Cie Hiong sungguh-sungguh. "Oleh
karena itu, sebelum mereka ke Tionggoan, aku harus melukai
mereka seberat-beratnya."
"Paman...." Lam Kiong Soat Lan terkejut bukan main.
"Adik Soat Lan," ujar Yo Kiam Heng. "Memang harus
begitu, agar ketua Kui Bin Pang tidak mencurigai kami."
Wajah Lam Kiong Soat Lan agak memerah, karena Yo Kiam
Heng memanggilnya adik, namun gadis itu bergirang dalam
hati. "Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay yang usil itu langsung
tertawa terbahak-bahak. "Soat Lan, pemuda itu memanggilmu
adik, maka engkau pun harus memanggilnya kakak lho!
Jangan malu-malu, aku tahu kalian berdua sudah saling jatuh
hati! Ha ha ha...!"
"Kakek Tua!" Wajah Lam Kiong Soat Lan bertambah merah.
"Kami...."
"Hi hi hi!" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan seraya berkata,
"Kiam Heng, kalau engkau berhasil menolong putriku, barulah
kuijinkan Soat Lan mencintaimu."
"Isteriku!" bisik Kim Siauw Suseng. "Tidak boleh
mengatakan begitu."
"Itu mendorong semangatnya untuk menolong Goat Nio,"
sahut Kou Hun Bijin dengan berbisik pula.
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa. "Bisik-bisik nih ya!"
"Pengemis bau, jangan terus menyindir!" bentak Kou Hun
Bijin sambil melotot. "Hati-hati engkau, sebab aku sedang
kesal nih!"
"Oh?" Sam Gan Sin Kay tertawa lagi.
"Ayah," tanya Lim Peng Hang mendadak. "Apakah Bun
Yang seorang yang menyertai kami ke Tionggoan?"
"Ya." Sam Gan Sin Kay mengangguk. "Cukup dia seorang
diri saja."
"'Kapan kami kembali ke Tionggoan?" tanya Lim Peng
Hang. "Peng Hang!" bentak Sam Gan Sin Kay. "Engkau sudah
sedemikian tua, tapi masih seperti anak kecil! Pikir sendiri
harus berangkat kapan, tidak perlu bertanya padaku! Dasar!"
"Baik." Lim Peng Hang mengangguk. "Kami akan kembali
ke Tionggoan esok pagi."
"Ayah kok begitu cepat kembali ke Tionggoan?" Mata Lim
Ceng Im mulai basah.
"Ceng Im!" Lim Peng Hang tersenyum. "Anakmu sudah
begitu besar, kok engkau malah seperti anak kecil!"
"Hi hi hi!" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan. "Tadi pengemis
bau menegur Lim Peng Hang, kini Lim Peng Hang menegur
anaknya! Dasar penyakit turunan!"
"Eh" Bijin...." Sam Gan Sin Kay melotot. "Engkau sudah
bisa tertawa" Bukankah engkau masih kesal?"
"Sudahlah!" ujar Tio Tay Seng. "Kalian jangan terus ribut
saja! Urusan akan jadi runyam lho!"
Kou Hun Bijin dan Sam Gan Sin Kay masih saling melotot,
namun mulut mereka tidak mengeluarkan suara.
"Kalian...." Tio Tay Seng memandang Toan Beng Kiat, Lam
Kiong Soal Lan dan Bokyong Sian Hoa seraya berkata. "Kalian
bertiga pun harus pulang ke Tayli esok pagi!"
"Kami...." Toan Beng Kiat, Lam Kiong Soat Lan dan
Bokyong Sian Hoa saling memandang.
"Beng Kiat," ujar Gouw Han Tiong. "Kalian bertiga memang
harus pulang esok pagi. Setelah ketua Kui Bin Pang dibasmi,
barulah kalian boleh pesiar kemari lagi."
"Ya, Kakek." Toan Beng Kiat mengangguk.
"Oh ya!" Gouw Han Tiong memandangnya sambil
tersenyum. "Kalau memang engkau dan Sian Hoa sudah saling
mencinta, lebih baik cepat-cepat menikah saja!"
"Kakek...." Wajah Toan Beng Kiat kemerah-merahan.
"Kakek tidak salah," ujar Bokyong Sian Hoa. "Setelah
sampai di Tayli, kami pasti segera menikah."
"Ha ha ha!" Gouw Han Tiong tertawa gembira. "Bagus!
Bagus!" "Adik Sian Hoa, engkau tidak bohong?" tanya Toan Beng
Kiat dengan wajah berseri.
"Aku tidak bohong. Tapi...." Bokyong Sian Hoa menghela
nafas panjang. "Dalam keadaan begini, pantaskah kita
melangsungkan pernikahan?"
"Itu...." Toan Beng Kiat menggeleng-gelengkan kepala.
"Memang tidak pantas, maka aku lidak akan mendesakmu."
"Kakak Beng Kiat, engkau sungguh berpengertian!" ujar
Bokyong Sian Hoa dengan tersenyum mesra.
"Yaaah...!" Gouw Han Tiong menghela nafas panjang.
"Kalau begitu, selelah Bun Yang berkumpul kembali dengan
Goat Nio, barulah kalian menikah."
"Ya, Kakek." Toan Beng Kiat mengangguk.
"Kini hari sudah mulai gelap, kalian boleh beristirahat," ujar
Gouw Han Tiong.
"Ya. Kakek." Toan Beng Kiat mengangguk, lalu menarik
Bokyong Sian Hoa ke belakang, Lam Kiong Soat Lan terpaksa
ikut ke belakang.
Sedangkan Yo Kiam Heng terus memandang gadis itu,
tentunya tidak terlepas dari mata Sam Gan Sin Kay.
"Ha ha ha!" Pengemis tua itu tertawa. "Anak muda, tunggu
apalagi" Cepatlah susul dia ke belakang!"
"Kakek Pengemis, aku...." Yo Kiam Heng tampak ragu-ragu
dan malu-malu. "Cepat susul gadis pujaan hatimu itu!" seru Sam Gan Sin
Kay. "Dia sangat mengharap kedatanganku, lho!"
"Ya." Yo Kiam Heng segera ke belakang.
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa gembira. "Kini Soat
Lan pun sudah punya kekasih! Bagus! Bagus!"
"Dasar pengemis bau!" Kou Hun Bijin melotot. "Sudah
hampir mampus tapi masih tetap usil!"
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa gelak. "Kalau aku
mampus, pasti jadi setan usil!"
Sementara Tio Bun Yang, Kwan Tiat Him, Kam Hay Thian
dan Lu Hui San terus memJ bungkam..
"Bun Yang, kalian pun boleh ke belakang. Temanilah
mereka!" ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
"Ya, Ayah." Tio Bun Yang mengangguk, lalui mengajak
Kwan Tiat Him, Kam Hay Thian dara Lu Hui San ke belakang.
-oo0dw0ooTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Setelah berada di halaman belakang, suasana di situ pun
menjadi ramai, diselingi pula dengan suara tawa yang riang
gembira. "Aku sama sekali tidak menyangka," ujar Toan Beng Kiat
sambil memandang Kam Hay Thian dan Lu Hui San. "Kalian
berdua bisa akur, bahkan saling mencinta pula."
"Ini yang disebut jodoh," sahut Kam Hay Thian sambil
tertawa. "Seperti kalian berdua."
"Oh, ya?" Toan Beng Kiat juga tertawa, kemudian
memandang Lam Kiong Soat Lan. "Benarkah engkau sudah
jatuh hati kepada Saudara Yo?"
"Eh?" Lam Kiong Soat Lam cemberut. "Kok sekarang
engkau jadi usil sih" Mau tahu saja urusan orang!"
"Aku boleh dikatakan sebagai kakakmu, ten-tunva aku
harus tahu. Ya, kan?" sahut Toan Beng Kiat sambil tersenyum,
lalu memandang Yo Kiam Heng serava bertanya, "Saudara Yo.
engkau belum punya anak isteri kan?"
"Belum," sahut Yo Kiam Heng. "Bahkan aku pun belum
punya kekasih."
"Kalau begitu...." Toan Beng Kiat tersenyum. "Engkau
sungguh-sungguh jatuh hati kepada Soat Lan?"
"Ya," sahut Yo Kiam Heng cepat tanpa berpikir sejenak
pun. "Aku memang telah jatuh hati kepadanya. Maka, aku
tidak mencekokinya dengan obat penghilang kesadaran."
"Saudara Yo," sela Kam Hay Thian. "Seandainya engkau
tidak jatuh hati kepada Soat Lan, tentu kami celaka semua."
"Jangan berkata begitu, Saudara Kam!" ujar Yo Kiam Heng
sungguh-sungguh. "Kalau pun aku tidak jatuh hati kepada
Soat Lan, aku juga akan berupaya menolong kalian."
"Terimakasih, Saudara Yo!" ucap Kam Hay Thian. Tiba-tiba
ia teringat sesuatu, dan langsung memandang Toan Beng Kiat
seraya bertanya, "Bagaimana kalian tertangkap oleh pihak Kui
Bin Pang?"
"Ketika kami sedang melakukan perjalanan menuju markas
pusat Kay Pang, mendadak muncul lima orang berpakaian
putih dan memakai kedok setan warna hijau. Mereka
mengundang kami ke markas Kui Bin Pang dengan alasan
bahwa kalian berada di sana. Maka, kami memenuhi
undangan mereka. Ternyata undangan itu cuma merupakan
perangkap saja." Toan Beng Kiat memberitahukan.
"Oooh!" Kam Hay Thian manggut-manggut. "Karena itu,
Soat Lan pun bertemu saudara Yo!"
"Jodoh!" sahut Toan Beng Kiat sambil tertawa, kemudian
memandang Tio Bun Yang, yang duduk diam dari tadi. "Eh"
Kenapa engkau terus melamun?"
"Aaah...." Tio Bun Yang menghela nafas panjang. "Aku
sedang memikirkan Goni Nio "
"Jangan khawatir, Saudara Bun Yang!" ujat Yo Kiam Heng.
"Aku dan Tiat Him pasli hei upaya menolongnya, percayalah!"
"Aku mempercayai kalian, namun tetap
mengkhawatirkannya," sahut Tio Bun Yang sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
Di saat bersamaan, Tio Bun Yang melihat Lam Kiong Soat
Lan berjalan ke tempat lain, dan memandang ke arah Yo Kiam
Heng. "Saudara Yo!" Tio Bun Yang tersenyum. "Soat Lan ke
tempat lain, cepatlah engkau susul dia! Mungkin dia ingin
membicarakan sesuatu kepadamu."
"Oh?" Yo Kiam Heng segera menoleh. Dilihatnya Lam Kiong
Soat Lan berjalan ke arah sebuah pohon. Segeralah pemuda
itu berlari ke arahnya. "Adik Soat Lan...."
"Kakak Kiam Heng..." sahut Lam Kiong Soat Lan sambil
duduk di bawah pohon itu. "Mari kita duduk di sini!"
"Ya." Yo Kiam Heng duduk di sebelahnya.
"Kakak Kiam Heng," tanya Lam Kiong Soat Lan dengan
suara rendah. "Setelah engkau berhasil menolong Goat Nio,
maukah engkau ke Tayli menengokku?"
"Itu sudah pasti. Tapi...." Yo Kiam Heng menatapnya
dalam-dalam. "Entah engkau merasa senang apa tidak?"
"Aku senang sekali bila engkau ke Tayli menengokku,"
sahut Lam Kiong Soat Lan sambil menundukkan kepala.
"Kakak Kiam Heng, betulkah engkau sudah jatuh hati
kepadaku?"
"Betul." Yo Kiam Heng mengangguk dan bertanya, "Engkau
juga sudah jatuh hatikah kepadaku"'
"Ya." Lam Kiong Soat Lan tersenyum manis.
"Adik Soat Lan...." Mendadak Yo Kiam Heng menggenggam
tangannya erat-erat seraya berbisik, "Aku sungguh gembira
sekali!" "Sama," bisik Lam Kiong Soat Lan sekaligus balas
menggenggam tangannya.
Di saat Yo Kiam Heng dan Lam Kiong Soat Lan sedang
saling mencurahkan isi hati masing-masing, di saat bersamaan
Tio Bun Yang dan Kwan Tiat Him juga sedang berbicara
serius. "Sudara Kwan, aku sangat mengharapkan bantuanmu."
"Tapi itu akan membahayakan dirimu," sahut Kwan Tiat
Him sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Biar aku dan Kiam
Heng menolong Nona Siang Koan."
"Aku ingin tahu berada di mana markas Kui Bin Pang itu,"
desak Tio Bun Yang.
"Engkau ingin ke sana menolong Nona Siang Koan kan?"
"Ya."
"Aaaah...!" Kwan Tiat Him menghela nafas panjang.
"Engkau harus tahu bahwa di sana banyak jebakan. Kalau aku
beritahukan itu sama juga mencelakai dirimu."
"Saudara Kwan," ujar Tio Bun Yang sungguh sungguh.
"Biar bagaimana pun aku harus ke sana menolong Goat Nio,
tidak bisa cuma mengandalkan kalian."
Kwan Tiat Him berpikir lama sekali, akhirnya mengangguk
seraya berkata dengan kening berkerut-kerut.
"Baiklah, aku akan memberitahukan kepadamu"
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Terimakasih, Saudara Kwan!" ucap Tio Bun Yang girang.
"Tapi engkau tidak boleh berangkat ke sana sekarang!"
pesan Kwan Tiat Him. "Engkau harus ke markas pusat Kay
Pang dulu, setelah itu barulah ke markas Kui Bin Pang, sebab
aku dan Kiam Heng akan membantumu dari dalam."
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk.
"Markas Kui Bin Pang terletak di puncak Gunung Mo Kui
San (Gunung Setan Iblis)," bisik kwan Tiat Him
memberitahukan. "Namun engkau harus berhati-hati, karena
banyak jebakan di sana!"
"Terimakasih! Terimakasih!" ucap Tio Bun Yang girang.
"Terimakasih!"
Keesokan harinya, Tio Cie Hiong menyuruh Tio Bun Yang
memanggil Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him.
"Paman panggil kami?" tanya Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat
Him setelah berdiri di hadapan Tio Cie Hiong.
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk dengan wajah serius.
"Hari ini kalian semua harus ke Tionggoan. Oleh karena itu,
aku harus melukai kalian berdua."
"Silakan turun tangan, Paman!" ujar Yo Kiam Heng dan
Kwan Tiat Him serentak.
"Paman!" Lam Kiong Soat Lan dengan wajah agak
memucat. "Adik Soal Lan," ujar Yo Kiam Heng lembut. "Paman Cie
Hiong memang harus melukai kami. Kalau tidak, ketua Kui Bin
Pang pasti mencurigai kami."
"Tapi...." Mata Lam Kiong Soal Lan mulai basah.
"Soat Lan, engkau tidak usah cemas, aku cuma melukainya,
tidak akan membuat dirinya celaka." sela Tio Cie Hiong
dengan tersenyum.
"Paman...."
"Soat Lan, engkau harus tenang. Kalau mereka tidak
dilukai, justru mereka akan celaka," sambung Lim Ceng Im
lembut. "Bibi...."
Sementara Tio Cie Hiong sudah bangkit dari duduknya, lalu
dengan perlahan-lahan mendekati Yo Kiam Heng dan Kwan
Tiat Him. Setelah itu, mendadak Tio Cie Hiong mengibaskan
lengan bajunya.
"Aaaaakh...!" jerit Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him.
Mereka berdua terpental beberapa depa. kemudian roboh
dengan mulut mengeluarkan darah.
"Kakak Kiam Heng! Kakak Kiam Heng!" terriak Lam Kiong
Soat Lan sambil menghampiri pemuda itu. "Bagaimana
lukamu" Apakah parah sekali?"
"Adik...." Wajah Yo Kiam Heng pucat pias, begitu pula
Kwan Tiat Him. "Aku yakin ketua Kui Bin Pang mampu mengobati kalian,"
ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan, "Walau kalian berdua
telah terluka parah, namun jangan khawatir! Aku akan
memberi kalian obat. tapi jangan dimakan sekarang, harus
dimakan nanti! Kalau kalian makan sekarang, ketua Kui Bin
Pang pasti curiga, karena dia akan memeriksa luka kalian."
"Te... terimakasih, Paman..." ucap Yo Kiam Heng dan Kwan
Tiat Him. Tio Cie Hiong tersenyum, kemudian memberi mereka
seorang sebutir obat, lalu kembali ke tempat duduk.
"Sekarang kalian boleh meninggalkan pulau ini." ujar Tio
Tay Seng dan melanjutkan. "Beng Kiat. Sian Hoa dan Soat Lan
pun boleh berangkat ke Tayli sekarang."
"Ya." Toan Beng Kiat mengangguk.
"Peng Hang!" Sam Gan Sin Kay memandangnya. "Engkau
dan Han Tiong serta Bun Yang boleh kembali ke markas
sekarang."
"Kakek...!" seru Lim Ceng Im tak tertahan, karena merasa
berat berpisah dengan ayahnya.
"Ceng Im, mereka harus berangkat sekarang, kalau tidak,
Kay Pang pasti berantakan," sahut Sam Gan Sin Kay.
"Benar." Lim Peng Hang manggut-manggut. "Ceng Im,
ayah dan Han Tiong serta Bun Yang memang harus berangkat
sekarang.' "Ayah...." Lim Ceng Im mulai terisak-isak.
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa gelak. "Sudah
berusia empat puluh lebih, tapi kok masih cengeng?"
"Ibu!" Tio Bun Yang mentapnya. "Kami harus berangkat
sekarang."
"Hati-hati, Nak!" pesan Lim Ceng Im.
"Ya, Ibu." Tio Bun Yang mengangguk.
"Bun Yang!" Tio Cie Hiong menatapnya serius. "Biar
bagaimana pun, engkau harus menolong Goat Nio. Tapi...
harus berhati-hati, jangan ceroboh!"
"Ya, Ayah." Tio Bun Yang mengangguk lagi.
"Bun Yang!" Kou Hun Bijin mulai bersuara. "Hilangnya Goat
Nio adalah tanggung jawabmu, maka engkau harus
mencarinya!"
"Ya," ujar Tio Bun Yang sungguh-sungguh. "Kalau terjadi
apa-apa atas diri Goat Nio, aku pun tidak akan hidup lagi."
"Bun Yang...." Lim Ceng Im terkejut.
"Ibu...." Mata pemuda itu tampak basah. "Aku-aku sangat
mencintai Goat Nio."
-oo0dw0oo- Bagian ke enam puluh
Mengosongkan Markas untuk menjebak
Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him telah tiba di Gunung Mo
Kui San. Karena mereka telah melakukan perjalanan, sehingga
membuat luka mereka bertambah parah. Tiba-tiba muncul
beberapa anggota Kui Bin Pang. Begitu melihat mereka,
terkejutlah para anggota Kui Bin Pang itu. "Toa Jie Hu
Hoat...." "Kalian... kalian..." sahut Yo Kiam Heng lemah. "Cepat
papah kami ke markas!"
Para anggota Kui Bin Pang itu segera memapah mereka.
Berselang beberapa saat kemudian, sampailah di markas
tersebut. Ketua Kui Bin Pang langsung memeriksa mereka, lalu
memberi mereka semacam obat.
"Makanlah obat itu!" ujar ketua Kui Bin Pang.
"Terimakasih, Ketua!" sahut Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat
Him, lalu makan obat tersebut.
"Luka kalian cukup parah," ujar ketua Kui Bin Pang. "Orang
yang melukai kalian itu memiliki Iweekang yang sangat tinggi.
Beritahukanlah kepadaku siapa orang itu!"
"Dia adalah Tio Cie Hiong." Yo Kiam Heng
memberitahukan. "Kepandaiannya memang tinggi sekali. Kami
berdua tidak sanggup melawannya, untung masih dapat
meloloskan diri."
"Bagaimana yang lain?" tanya ketua Kui Bin Pang.
"Para anggota itu telah terbunuh semua," jawab Kwan Tiat
Him. "Sedangkan Lim Peng Hang dan lainnya telah sembuh."
"Apa?" Ketua Kui Bin Pang tampak terkejut. "Mereka telah
sembuh?" "Ya." Kwan Tiat Him mengangguk.
"Siapa yang menyembuhkan mereka?"
"Tio Cie Hiong," jawab Yo Kiam Heng dan menambahkan.
"Sungguh tak disangka, dia memiliki ilmu Penakluk Iblis!"
"Oooh!" Ketua Kui Bin Pang manggut-manggut. "Pantas dia
dapat menyembuhkan mereka!"
"Ketua," tanya Toa Sat Kui. "Kini apa rencana kita?"
"Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang tertawa gelak. "Siang Koan
Goat Nio masih berada di tangan kita, maka aku yakin mereka
pasti akan menyerbu ke mari!"
"Itu tidak mungkin." Yo Kiam Heng menggelengkan kepala.
"Sebab mereka tidak tahu berada di mana markas kita!"
"Lambat laun mereka pasti tahu," sahut katun Kui Bin Pang.
"Oleh karena itu, aku justru punya suatu rencana."
"Ketua punya rencana apa?" tanya Kwan liat Him.
"Kita akan mengosongkan markas ini," sahut ketua Kui Bin
Pang sambil tertawa gelak. "Ha ha ha...!"
"Mengosongkan markas ini?" Kwan Tiat Him bingung.
"Betul," Ketua Kui Bin Pang melanjutkan. "Berhubung Siang
Koan Goat Nio masih berada di sini, maka aku yakin mereka
pasti akan menyerbu ke mari. Nah, markas kosong ini akan
mengubur mereka. Ha ha ha...!"
"Maksud Ketua mengosongkan markas ini untuk menjebak
mereka?" tanya Toa Sat Kui.
'Tidak salah."
"Kalau begitu... kita akan pindah ke mana?"
"Pindah ke Gurun Sih Ih."
"Apa?" Ngo Sat Kui dan kedua Hu Hoat itu tercengang.
"Kita semua pindah ke Gurun Sih Ih?"
"Ya." Ketua Kui Bin Pang manggut-manggut. "Di gurun itu
terdapat sebuah tempat yang sangat indah, namun sangat
misteri. Markas Kui Bin Pang dulu berada di sana. Bagi orang
luar sulit mencapai tempat itu!"
"Oh?" Ngo Sat Kui dan kedua Hu Hoat saling memandang,
kemudian Toa Sat Kui bertanya, "Ketua sudah pernah ke
sana?" "Pernah." Ketua Kui Bin Pang mengangguk.
"Kok ketua tahu tempat itu?" Yo Kiam Heng heran.
"Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang tertawa gelak. "Ketua Kui
Bin Pang lama meninggalkan sebuah peta. Aku mengikuti
petunjuk dari peta itu, maka sampai di tempat misteri
tersebut, ternyata terdapat sebuah bangunan besar yang
penuh jebakan."
"Bangunan itu adalah markas Kui Bin Pang lama?" tanya
Toa Sat Kui. "Betul. Tempat itu berada di Gurun Sih Ih." Ketua Kui Bin
Pang memberitahukan. "Bagi orang luar tidak mudah
mencapai tempat itu. Kalau pihak Kay Pang atau pihak Hong
Hoang To berani ke sana, mereka pasti mati di sana."
"Kalau begitu, tanya Toa Sat Kui. "Kapan kita berangkat ke
Gurun Sih Ih?"
"Sekarang," sahut ketua Kui Bin Pang singkat.
"Sekarang?" Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him tampak
terkejut. "Ya." Ketua Kui Bin Pang manggut-manggut. "Aku yakin
ada orang membuntuti kalian, maka pihak Kay Pang maupun
pihak Hong Hoang To pasti sudah tahu markas kita ini. Oleh
karena itu. kita harus segera meninggalkan markas ini.
Sebelum kita berangkat, aku akan menggerakkan semua alat
jebakan. Ha ha ha...!"
-oo0dw0oo- Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong dan Tio Bun Yang telah
tiba di markas pusat Kay Pang. Betapa gembiranya para
anggota Kay Pang dan Cian Chiu Lo Kay. Mereka bersorak
sorai sambil memukul-mukulkan tongkat bambu ke tanah.
"Pangcu! Tetua!" panggil Cian Chiu Lo Kay sambil memberi
hormat. Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong manggut-manggut
lalu duduk. Tio Bun Yang pun segera duduk.
"Syukurlah Pangcu dan Tetua sudah pulang!" ucap Cian
Chiu Lo Kay. "Lo Kay, selama ini apakah pernah terjadi sesuatu di sini?"
tanya Lim Peng Hang.
"Tidak, Pangcu," jawab Cian Chiu Lo Kay dan
menambahkan. "Namun kami menerima suatu informasi dari
istana." "Oh?" Lim Peng Hang mengerutkan kening. "Informasi
tentang apa?"
"Menteri Ma yang sangat berkuasa itu telah mengutus
beberapa orang ke Manchuria. Kalau tidak salah, menteri Ma
bermaksud meminjam pasukan Manchuria untuk
menghancurkan para pemberontak yang dipimpin Lie Tsu
Seng, sebab kini Lie Tsu Seng telah berhasil menguasai
beberapa kota."
"Oooh!" Lim Peng Hang manggut-manggut. "Itu urusan
kerajaan, kita tidak perlu ikut campur."
"Pangcu!" Cian Chiu Lo Kay menghela nafas panjang. "Dulu
Kay Pang pernah ikut berjuang menggulingkan Dinasti Goan
(Mongol), setelah itu berdirilah Dinasti Beng (Ming)."
"Tidak salah." Lim Peng Hang manggut-manggut. "Tapi
pada waktu itu, negeri Han dijajah oleh bangsa Mongol. Maka
Kay Pang ikut berjuang, kini...."
"Pangcu, kalau pasukan Manchuria memasuki Tionggoan,
rakyat Han pasti menderita," ujar Cian Chiu Lo Kay
memberitahukan.
"Lo Kay...." Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala.
"Itu urusan politik, kita tidak perlu mencampurinya. Apabila
pasukan Manchuria menyerbu Tionggoan, barulan kita
menahan pasukan Manchuria itu."
"Ya, Pangcu." Cian Chiu Lo Kay mengangguk.
"Bun Yang, kenapa engkau diam saja?" tanya Lim Peng
Hang. "Kakek, aku...." Tio Bun Yang menggelenggelengkan
kepala. "Memikirkan Goat Nio?"
"Ya."
"Bun Yang...." Lim Peng Hang menatapnya. "Bukankah
engkau bermaksud pergi menolong Goat Nio?"
"Memang." Tio Bun Yang mengangguk. "Tapi... aku
khawatir Kakek tidak memperbolehkan aku pergi."
"Kakek memperbolehkan engkau pergi, namun engkau
harus berhati-hati!" pesan Lim Peng Hang dan berkata. "Kakek
pun tahu, engkau pasti sudah tahu markas Kui Bin Pang itu
berada dimana. ya, kan?"
"Kok Kakek bisa menduga begitu?" Tio Bun Yang heran.
"Engkau bersama Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him,
mungkinkah engkau tidak bertanya kepada mereka?" sahut
Lim Peng Hang sambil tersenyum.
"Kakek...." Tio Bun Yang menghela nafas panjang.
"Memang tidak bisa mengelabui mata Kakek."
"Engkau harus ingat, berhasil atau tidak menolong Goat
Nio, engkau harus kembali ke sini!" pesan Lim Peng Hang.
"Agar engkau tidak terus melamun, engkau boleh berangkat
sekarang."
"Terimakasih, Kakek!" ucap Tio Bun Yang. "Terimakasih!"
"Bun Yang!" Lim Peng Hang menatapnya seraya bertanya.
"Markas Kui Bin Pang itu berada di mana?"
"Di Gunung Mo Kui San!"
"Gunung Mo Kui San?" Cian Chiu Lo Kay tampak terkejut.
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Gunung itu merupakan tempat bermukimnya setan iblis,
maka dinamai Gunung Setan Iblis."
"Lo Kay!" Tio Bun Yang tersenyum. "Itu cuma tahyul. Oh
ya, Lo Kay pernah ke gunung itu?"
"Tidak pernah." Cian Chiu Lo Kay menggelengkan kepala.
"Tapi gunung itu sulit sekali didaki, karena banyak batu curam
dan pasir hidup."
"Pasir hidup?" Tio Bun Yang tidak mengerti. "Apa itu pasir
hidup?" "Siapa yang menginjak pasir itu, jangan harap bisa keluar
lagi." Cian Chiu Lo Kay menjelaskan. "Sebab pasir itu dapat
menyedot makhluk apa pun, karena itu, janganlah
menginjaknya."
"Ya!" Tio Bun Yang mengangguk.
"Bun Yang!" pesan Gouw Han Tiong. "Yang penting engkau
harus berhati-hati, jangan bertindak ceroboh!"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk lagi. lalu berpamit.
"Kakek, Kakek Gouw, aku mohon diri untuk berangkat ke
Gunung Mo Kui San!"
"Baiklah." Lim Peng Hang manggut-manggut. "Engkau
berhasil atau tidak menolong Goat Nio, haruslah kembali ke
sini!" "Ya. Kakek," ujar Tio Bun Yang "Aku akan kembali ke sini."
"Bun Yang," ucap Gouw Han Tiong. "Mudah mudahan
engkau berhasil menolong Goat Nio!"
"Terimakasih, Kakek Gouw!" Tio Bun Yang manggutmanggut
kemudian melangkah pergi.
Setelah meninggalkan markas pusat Kay Pang, Tio Bun
Yang langsung menuju arah Gunung Mo Kui San. sesuai
dengan petunjuk Kwan Tiat Him. Beberapa hari kemudian, ia
telah memasuki sebuah desa kecil. Kebetulan ia melihat
seorang tua dan segera menghampirinya.
"Paman tua, bolehkah aku bertanya?"
"Anak muda!" Orang tua itu menatapnya. "Engkau ingin
bertanya apa?"
"Di mana letak Gunung Mo Kui San?"
"Gunung Mo Kui San?" Orang tua itu tampak terkejut
sekali. "Anak muda, engkau mau ke gunung itu?"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk.
"Anak muda!" Orang tua itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Lebih baik engkau jangan ke sana?"
"Kenapa?"
"Di sana banyak setan dan iblis." Orang tua itu
memberitahukan. "Maka sering terdengar suara siulan yang
sangat menyeramkan."
"Paman tua!" Tio Bun Yang tersenyum. "Aku ke sana justru
ingin membasmi setan iblis itu."
"Oh?" Orang tua itu memandangnya dengan mata
terbelalak. "Anak muda, engkau jangan bergurau!"
"Aku tidak bergurau. Paman tua," sahut Tio Bun Yang.
Mendadak badannya bergerak menggunakan Kiu Kiong San
Tian Pou (Ilmu Langkah Kilat), dan seketika ia menghilang dari
hadapan orang tua itu.
"Haaah?" Mulut orang tua itu ternganga lebar sambil
menengok ke sana ke mari. "Anak muda, engkau berada di
mana?" "Paman tua, aku berada di sini," sahut Tio Bun Yang, yang
tahu-tahu sudah berdiri di hadapan orang tua itu.
"Eeeeh?" Orang tua itu tertegun. "Engkau... engkau bisa
menghilang?"
"Kalau tidak, bagaimana mungkin aku bisa membasmi
setan iblis?" sahut Tio Bun Yang sambil tertawa. "Sudah
percaya. Paman tua?"
"Engkau..." orang tua itu terbelalak. "Apakahl engkau
jelmaan Dewa?"
"Kira-kira begitulah." Tio Bun Yang terpaksa' berdusta, agar
orang tua itu memberitahukannya letak Gunung Mo Kui San.
"Haaah...?" Orang tua itu langsung menjatuh kan diri
berlutut di hadapan Tio Bun Yang. "Maaf! Maaf, aku tidak tahu
kehadiran Dewa."
"Di mana letak Gunung Mo Kui San?"
"Sudah tampak dari sini." Orang tua itu memberitahukan
sambil menunjuk ke arah timur. "Gunung Mo Kui San itu
kadang-kadang tidak tampak karena tertutup awan,
bentuknya sangat menyeramkan."
"Terimakasih, Paman tua!" ucap Tio Bun Yang sambil
melesat pergi. "Dewa...!" panggil orang tua itu. Karena tiada sahutan
maka orang tua itu segera mendongakkan kepalanya. Namun
ia tidak melihat Bun Yang. Cepat-cepat ia bangkit berdiri
sambil menengok ke sana ke mari sekaligus bergumam.
"Dewa itu bisa menghilang. Tapi... kalau dia jelmaan Dewa,
kenapa tidak tahu letak Gunung Mo Kui San" Mungkinkah
dewa itu baru turun dari kahyangan, maka tidak tahu jalan?"
Orang tua itu menggeleng-gelengkan kepala, kemudian
berjalan pergi dan bergumam lagi.
"Bisa bertemu dewa, pertanda aku sangat beruntung.
Tapi... buktinya aku hidup melarat. Mudah-mudahan selelah
bertemu dewa itu, hidupku bisa berubah beruntung!"
Plak! Mendadak sebuah bungkusan jatuh di hadapan orang
tua itu. "Hah?" Orang tua itu terkejut bukan main. Kemudian
dipandangnya bungkusan itu dengan kening berkerut-kerut.
"Bungkusan apa itu?"
"Aku dewa memberikan kepadamu, Paman tua." Terdengar
suara sahutan, ternyata Tio Bun Yang yang menyahut, ia
belum pergi jauh karena ingin melihat bagaimana sikap orang
tua itu, justru malah mendengar gumaman orang tua itu,
maka ia melempar sebungkus uang perak ke hadapannya.
"Terimakasih, dewa! Terimakasih!" Orang tua itu langsung
menyembah. Setelah itu barulah ia memungut bungkusan
tersebut. "Haaah" Betul-betul uang perak! Cukup untuk
membeli sawah! Terimakasih, dewa!"
Tiba-tiba orang tua itu mengerutkan kening, kemudian
menggaruk-garuk kepala sambil bergumam.
"Heran! Kenapa dewa itu memanggil aku paman tua"
Jangan-jangan dia dewa kecil, maka memanggilku dewa tua!
Ha ha ha...!" Orang tua itu tertawa gembira sambil berjalan
pergi. -oo0dw0oo- Sementara Tio Bun Yang sudah hampir tiba di Gunung Mo
Kui San. Gunung tersebut menjulang tinggi, bentuknya
memang sangat menyeramkan. Bagi yang tak bernyali, tentu
tidak akan berani mendekati gunung itu.
"Hik! Hik! Hik...!" Mendadak terdengar suara tawa yang
menyeramkan. "Hik! Hik! Hik!"
Tio Bun Yang mengerutkan kening, kemudian menengok ke
sana ke mari. Namun tidak melihat apa-apa, kecuali ranting
pohon bergoyang-goyang terhembus angin. Di saat itulah
terdengar suara tawa yang menyeramkan lagi.
"Hik! Hik! Hik...!" Menyusul terdengar pula suara yang amat
menyeramkan, "Aku ingin makan daging manusia! Aku ingin
makan daging manusiai"
"Setan iblis dari mana?" bentak Tio Bun Yang. "Cepatlah
keluar, jangan terus bersembunyi!"
"Hik! Hik! Hik! Aku akan menghisap darahmu! Aku akan
menghisap darahmu!" Mendadak melayang turun sosok
bayangan. Tanpa banyak bertanya lagi, Tio Bun Yang langsung
menyerangnya, sehingga membuat sosok bayangan itu
kelabakan. ' "Berhenti! Berhenti...!"
"Siapa engkau?" bentak Tio Bun Yang. "Manusia atau setan
iblis?" "Aku manusia, bukan setan iblis," sahut sosok bayangan
itu. "Anak muda! Engkau sudah lupa kepadaku ya?"
"Manusia...." Tio Bun Yang menegasi sosok yang berdiri di
hadapannya, ternyata seorang tua berkaki pincang. "Eh" Lo
cianpwee...."
"Ha ha ha!" Orang tua pincang itu tertawa gelak. Dia tidak
lain adalah guru Sie Keng Hauw. "Aku ingin menakutimu,
malah hampir terkena pukulanmu!"
"Lo cianpwee...." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan
kepala. "Sungguh kebetulan kita bertemu di sini!" ujar orang tua
pincang dan bertanya. "Bagaimana muridku itu, dia baik-baik
saja?" "Dia baik-baik saja." Tio Bun Yang memberitahukan. "Kini
dia berada di Pulau Hong Hoang To."
"Syukurlah!" ucap orang tua pincang sambil tersenyum.
"Oh ya, engkau mau ke mana?"
"Mau ke Gunung Mo Kui San."
"Maksudmu ke markas Kui Bin Pang?"
"Ya."
"Percuma engkau ke sana."
"Kenapa?"
"Aku justru dari sana." Orang tua pincang memberitahukan.
"Markas Kui Bin Pang itu telah kosong. Untung aku tahu
tentang jebakan! Kalau tidak, aku sudah jadi mayat di sana."
"Apa?" Wajah Tio Bun Yang berubah pucat pias. "Markas
Kui Bin Pang itu telah kosong?"
"Benar." Orang tua pincang mengangguk.
"Aaaah...!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang.
"Anak muda!" Orang tua pincang itu terbelalak. "Kenapa
engkau menghela nafas panjang?"
"Goat Nio dikurung di markas Kui Bin Pang itu. entah
bagaimana nasibnya?" sahut Tio Bun Yang. "Aku harus ke
sana." "Tunggu!" cegah orang tua pincang.
"Ada apa?" Tio Bun Yang mengerutkan kening.
"Goat Nio adalah kekasihmu kan?" Orang tua' pincang
menatapnya. "Ya." Tio Bun Yang mengangguk.
"Gadis itu telah dibawa pergi tidak ada di markas itu."
Orang tua pincang memberitahukan.
"Siapa yang membawanya pergi?" tanya Tio Bun Yang
cemas. "Ketua Kui Bin Pang," jawab orang tua pincang. "Ketua Kui
Bin Pang dan lainnya telah pergi semua."
"Mereka pergi ke mana?"
"Ke Gurun Sih Ih."
"Ke Gurun Sih Ih?" Tio Bun Yang tertegun. "Mau apa
mereka pergi ke sana?"
"Di Gurun Sih Ih terdapat sebuah tempat misteri." Orang
tua pincang memberitahukan. "Markas Kui Bin Pang lama
berada di tempat misteri itu."
"Kalau begitu, mereka ke markas itu. Ya, kan?" tanya Tio
Bun Yang. "Betul." Orang tua pincang manggut-manggut.
"Lo cianpwee tahu tempat itu?" tanya Tio Bun Yang penuh
harap. "Aku pernah dengar mengenai tempat itu, tapi...." Orang
tua pincang menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak tahu jelas
berada di mana tempat misteri itu. Kalau tidak salah berada di
tengah-tengah Gurun Sih Ih!"
"Di tengah-tengah Gurun Sih Ih?"
"Kalau tidak salah. Akan tetapi, tempat itu bisa hilang
mendadak."
"Hilang mendadak?" Tio Bun Yang tertegun. "Kok bisa
hilang mendadak" Bolehkah lo cian-: pwee menjelaskannya?"
"Itu memang merupakan tempat misteri. Kalau kita berada
di Gurun Sih Ih, kita akan melihat tempat itu." Orang tua
pincang menjelaskan. "Namun begitu kita dekati tempat itu
akan hilang mendadak pula."
"Kok bisa begitu?" Tio Bun Yang heran.
"Entahlah." Orang tua pincang menggeleng-gelengkan
kepala. "Maka sulit sekali untuk mencapai tempat itu.
"Lo cianpwee pernah ke sana?"
"Tidak pernah."
"Kalau begitu...." Tio Bun Yang mengerutkan kening.
"Bagaimana mungkin ketua Kui Bin Pang mencapai tempat
tersebut?"
"Dia dan lainnya pasti bisa mencapai tempat itu." sahut
orang tua pincang memberitahukan. "Ketua Kui Bin Pang itu
pasti memperoleh peta peninggalan Pek Kut Lojin, maka dia
dan lainnya bisa mencapai tempat itu."
"Aaaah...!" keluh Tio Bun Yang. "Aku harus bagaimana?"
"Anak muda," pesan orang tua pincang. "Lebih baik engkau
jangan ke sana, sebab sangat membahayakan dirimu!"
"Akan kupikirkan," sahut Tio Bun Yang. "Sekarang aku
harus ke markas Kui Bin Pang di Gunung Mo Kui San!"
"Percuma engkau ke sana, markas Kui Bin Pang itu sudah
musnah!" "Sudah musnah?"
"Ya. Telah kumusnahkan dengan bahan peledak, dan kini
tinggal puing-puingnya saja." "Oh! Kalau begitu..."
"Anak muda," usul orang tua pincang. "Lebih baik engkau
kembali ke markas pusat Kay Pang, berunding dengan Lim
Peng Hang dan Gouw Han Tiong!"
"Ya, lo cianpwee." Tio Bun Yang mengangguk.
"Anak muda," ujar orang tua pincang menghiburnya.
"Jangan cepat putus asa, percayalah! Engkau pasti akan
berkumpul kembali dengan kekasihmu itu."
"Terimakasih. lo cianpwee!"
"Anak muda, sampai jumpa..." ucap orang tua pincang,
sekaligus melesat pergi.
Tio Bun Yang berdiri termangu-mangu di tempat. Beberapa
saat kemudian barulah ia melesat pergi dengan tujuan kembali
ke markas pusat Kay Pang.
-oo0dw0oo- Tio Bun Yang tiba di markas pusat Kay Pang dengan wajah
murung. Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong cuma
memandangnya tanpa bertanya apa pun.
"Aaaah...!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang sambil
duduk. Setelah Tio Bun Yang duduk, barulah Lim Peng Hang
bertanya kepadanya.
"Bagaimana" Kau tidak berhasil mencari Goat Nio?"
"Yaaah...!" Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.
"Ketika hampir sampai di Gunung Mo Kui San, aku bertemu
orang tua pincang."
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Orang tua pincang?" Lim Peng Hang mengerutkan kening.
"Siapa dia?"
"Dia adalah guru Sie Keng Hauw. Putra tetua lama Kui Bin
Pang," ujar Tio Bun Yang memberitahukan. "Aku sudah
memberitahukan kepada Kakek, Kakek sudah lupa'"
Lim Peng Hang manggut-manggut "Lalu bagaimana?"
"Orang tua pincang itu memberitahukan kepadaku, bahwa
markas Kui Bin Pang yang di Gunung Mo Kui San itu telah
kosong." "Apa?" Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong tertegun.
"Markas Kui Bin Pang itu telah kosong?"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Orang tua pincang itu
justru dari markas itu, ternyata ketua Kui Bin Pang telah
membawa pergi Goat Nio."
"Oh?" Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong saling
memandang, kemudian menggeleng-gelengkan kepala.
"Orang tua pincang itu pun telah memusnahkan markas Kui
Bin Pang itu." Tio Bun Yang memberitahukan. "Dengan cara
meledakkannya."
"Bun Yang!" Lim Peng Hang menatapnya seraya bertanya,
"Orang tua pincang itu memberitahukan kepadamu, ke mana
ketua Kui Bin Pang dan lainnya?"
"Mereka semua ke Gurun Sih Ih."
"Apa?" Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong terbelalak. "Ke
Gurun Sih Ih?"
"Ya."
"Kui Bin Pang memang berasal dari Gurun Sih Ih." ujar Lim
Peng Hang dan menambahkan. "Berarti mereka ke markas Kui
Bin Pang lama yang di Gurun Sih Ih."
"Kakek tahu di Gurun Sih Ih itu terdapat sebuah tempat
misteri?" tanya Tio Bun Yang.
"Pernah dengar tapi tidak tahu jelas tentang tempat misteri
itu," sahut Lim Peng Hang sambil menggelengkan kepala.
"Aku pun pernah dengar, tapi tidak pernah ke tempat
misteri itu," ujar Gouw Han Tiong. "Ayahku yang
memberitahukan kepadaku, namun sayang sekali ayahku
sudah tiada."
"Tui Hun Lojin tahu jelas mengenai tempat misteri di Gurun
Sih Ih itu?" tanya Lim Peng Hang.
"Entahlah." Gouw Han Tiong menggelengkan kepala. "Tapi
ayahku pernah ke Gurun Sih Ih."
"Sayang sekali...." Lim Peng Hang menghela nafas panjang.
"Ayahmu sudah tiada!"j
"Oh ya!" Gouw Han Tiong teringat sesuatu. "Mungkin Cian
Chiu Lo Kay tahu mengenai tempat misteri itu."
"Mungkin." Lim Peng Hang manggut-manggut lalu bertepuk
tangan. Tak lama muncullah seorang pengemis.
"Pangcu memanggilku?" tanya pengemis itu sambil
memberi hormat.
"Cepat panggil Cian Chiu Lo Kay ke mari!" sahut Lim Peng
Hang. "Ya, Pangcu." Pengemis itu segera ke depan.
Berselang sesaat muncullah Cian Chiu Lo Kay, yang
kemudian memberi hormat seraya bertanya.
"Ada urusan apa Pangcu memanggilku?"
"Duduklah Lo Kay!" sahut Lim Peng Hang.
Setelah Cian Chiu Lo Kay duduk, barulah Lim Peng Hang
bertanya. "Engkau tahu tentang suatu tempat misteri di Gurun Sih
Ih?" "Pernah dengar," jawab Cian Chiu Lo Kay tercengang.
"Kenapa Pangcu menanyakan tentang tempat misteri itu?"
"Sebab perkumpulan Kui Bin Pang telah ke tempat misteri
itu." Lim Peng Hang memberitahukan. "Bahkan ketua Kui Bin
Pang itu pun membawa Goat Nio ke sana."
"Oh?" Air muka Cian Chiu Lo Kay tampak berubah. "Kalau
begitu, sulitlah mencarinya."
"Maksudmu?" tanya Lim Peng Hang.
"Aku dengar, siapa pun tidak akan bisa mencapai tempat
misteri itu," jawab Cian Chiu Lo Kay memberitahukan. "Sebab
tempat misteri itu sepertinya cuma merupakah halusinasi saja,
tidak nyata sama sekali, dapat dilihat tapi tak bisa dicapai
bahkan bisa menghilang kalau didekati."
"Oh?" Lim Peng Hang terbelalak.
"Itu tidak mungkin," ujar Tio Bun Yang. "Hanya omong
kosong!" "Bukan omong kosong." Cian Chiu Lo Kay memberitahukan
dengan wajah serius. "Belasan tahun lalu, ada beberapa
pendekar mencoba ke tempat misteri itu, namun mereka tidak
pernah kembali."
"Kalau begitu...." Tio Bun Yang mengerutkan kening.
"Bagaimana mungkin ketua Kui Bin Pang dan para anak
buahnya mencapai tempat misteri itu?"
"Iya." Cian Chiu Lo Kay manggut-manggut. "Berarti ada
suatu jalan menuju tempat misteri tersebut."
"Tidak salah," ujar Gouw Han Tiong. "Sebab markas Kui Bin
Pang lama berada di tempat misteri itu, hanya saja kita tidak
tahu bagaimana cara menuju tempat misteri itu."
"Bun Yang!" Cian Chiu Lo Kay memandangnya. "Engkau
bermaksud ke Gurun Sih Ih mencari tempat misteri itu?"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk.
"Kalau begitu, tinggallah engkau di sini beberapa hari!" ujar
Cian Chiu Lo Kay. "Aku akan pergi menemui beberapa kawan
karib untuk menanyakan tentang tempat misteri di Gurun Sih
Ih itu." "Terimakasih, Lo Kay!" ucap Tio Bun Yang. Karena itu ia
tinggal di markas pusat Kay Pang beberapa hari untuk
menunggu informasi tersebut.
-oo0dw0oo- Bagian ke enam puluh satu
Berangkat ke Gurun Sih Ih
Toan Beng Kiat, Lam Kiong Soat Lan dan Bok yong Sian
Hoa yang kembali ke Tayli, kini sudah tiba di kerajaan kecil
itu. Tentunya sangat menggembirakan Toan Hong Ya dan
kedua orang tua mereka. .
"Ayah! Ibu!" panggil Lam Kiong Soat Lan dengan air mata
berderai-derai, itu sungguh me- f ngcjutkan kedua orang
tuanya. "Nak!" Toan Pit Lian langsung merangkulnya. "Kenapa
engkau menangis" Beritahukanlah kepada ibu, siapa yang
telah menghinamu?"
"Ibu...." Lam Kiong Soat Lan terisak-isak. Ternyata gadis itu
selalu memikirkan Yo Kiam Heng yang telah mencuri hatinya.
"Nak!" Lam Kiong Bic Liong membelainya. "Kenapa engkau"
Beritahukanlah kepada ayah!"
Menyaksikan itu, Toan Wie Kie dan Gouw Sian Eng pun
tertegun. Perlahan-lahan Toan Wie Kie mendekati putranya,
falu bertanya dengan suara rendah.
"Beng Kiat. apa yang terjadi atas diri Soat Lan?"
"Tidak terjadi apa-apa." Toan Beng Kiat tersenyum dan
berbisik. "Dia mulai jatuh cinta...."
"Oooh-'" Toan Wie Kie manggut-manggut. "Dia sangat
kesal karena engkau memaksanya pulang. Ya, kan?"
"Tidak, Ayah." Toan Beng Kiat menggelengkan kepala.
"Kalau tidak, lalu kenapa?" tanya Toan Wie Kie heran.
"Ayah...." Toan Beng Kiat menghela nafas. "Panjang sekali
kalau dituturkan, maka lebih baik kita ke ruang tengah saja."
"Baik." Toan Wie Kie mengangguk. "Mari kita ke ruang
tengah!" Mereka semua ke ruang tengah. Setelah duduk Toan Wie
Kie berkata kepada putranya.
"Beng Kiat, tuturkanlah apa yang telah terjadi!"
"Setelah kami memasuki daerah Tionggoan, mendadak
muncul lima orang berpakaian serba putih dan memakai kedok
setan. Ternyata mereka adalah Ngo Sat Kui dari perkumpulan
Kui Bin Pang."
"'Haaah?" Bukan main terkejutnya Toan Wie Kie. "Lalu
bagaimana?"
"Mereka mengundang kami ke markas dengan alasan
bahwa ketua Kay Pang dan lainnya sudah berada di sana.
Oleh karena itu, kami bertiga pun memenuhi undangan itu."
Toan Beng Kiat memberitahukan. "Begitu sampai di markas
Kui Bin Pang, kami dikurung...."
"Oh?" Lam Kiong Bie Liong mengerutkan kening. "Jadi Ngo
Sat Kui menjebak kalian?"
"Ya." Toan Beng Kiat mengangguk dan melanjutkan.
"Ternyata Kakek Lim, Kakek Gouw, Kam Hay Thian, Sie Keng
Hauw dan Lie Ai Ling juga berada di dalam ruang balu itu."
"Goat Nio pun berada di situ," sela Lam Kiong Soat Lan dan
menambahkan, "Tapi kemudian dia dipindahkan ke ruang
lain!" "Oh?" kening Lam Kiong Bie Liong berkerut-kerut. "Setelah
itu bagaimana?"
-oo0dw0oo- Jilid : 13 "Kami dicekoki semacam obat, setelah itu kami mulai
kehilangan kesadaran." Toan Beng Kiat memberitahukan. "Apa
yang terjadi selanjutnya, kami sama sekali tidak
mengetahuinya."
"Aku tahu," sela Lam Kiong Soat Lan.
"Apa?" Toan Beng Kiat terbelalak. "Engkau tahu?"
"Ya." Lam Kiong Soat Lan mengangguk. "Pada waktu itu,
orang yang memakai kedok setan warna kuning tidak
mencekoki aku dengan obat penghilang kesadaran melainkan
dengan obat biasa. Dia pun memberitahukan namanya,
sekaligus menyuruhku harus pura-pura seperti kehilangan
kesadaran...."
"Dia adalah Yo Kiam Heng kan?" tanya Toan Beng Kiat
sambil tersenyum.
"Ng!" Lam Kiong Soat Lan mengangguk dengan wajah agak
kemerah-merahan. "Memang dia."
"Oh ya!" Toan Beng Kiat memandangnya. "Engkau tidak
terpengaruh oleh ilmu sesat itu?"
"Juga terpengaruh, namun ketika sampai di Pulau Hong
Hoang To, aku sudah tersadar." Lam Kiong Soat Lan
memberitahukan.
"Apa?" Toan Wie Kie terbelalak. "Kalian ke Pulau Hong
Hoang To?"
"Itu atas saran Yo Kiam Heng kepada ketua Kui Bin Pang,"
sahut Lam Kiong Soat. "Dia dan temannya memimpin kami
serta dua puluh anggota Kui Bin Pang pergi menyerbu Pulau
Hong Hoang To."
"Oooh!" Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut. "Sungguh
pintar Yo Kiam Heng itu!"
"Bagaimana hasil penyerbuan itu?" tanya Toan Wie Kie.
"Begitu sampai di Pulau Hong Hoang To, Yo Kiam Heng
langsung memerintahkan kami membunuh para anggota itu.
Kebetulan aku tersadar dari pengaruh ilmu sesat itu, maka
langsung saja aku berseru agar pihak Pulau Hong Hoang To
membunuh para anggota itu."
"Oooh!" Toan Wie Kie manggut-manggut sambil tersenyum.
"Para anggota itu pasti mati semua. Ya, kan?"
"Ya." Lam Kiong Soat Lan mengangguk dan melanjutkan.
"Di saat itu, barulah Paman Cie Hiong tahu mereka
terpengaruh oleh ilmu sesat."
"Ilmu sesat apa itu?" tanya Lam Kiong Bie l umg.
"Toh Hun Tay Hoat (Ilmu Sesat Pembetot Sukma)." Lam
Kiong Soat Lan memberitahukan. Siapa yang terpengaruh oleh
ilmu sesat itu, pasti akan menuruti perintah ketua Kui Bin
Pang." "Kenapa mereka menuruti juga perintah Yo Kiam Heng?"
tanya Toan Wie Kie tidak mengerti.
"Ketua Kui Bin Pang menggunakan suatu cara agar mereka
menuruti perintah Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him," jawab
Lam Kiong Soat Lan.
"Siapa Kwan Tiat Him itu?" tanya Lam Kiong bu' Liong.
"Teman Yo Kiam Heng atau termasuk salah satu pelindung
perkumpulan Kui Bin Pang," jawab Toan Beng Kiat. "Secara
tidak langsung mereka malah menyelamatkan kami."
"Bagaimana setelah itu?" tanya Lam Kiong Bie Liong.
"Setelah itu..." jawab Lam Kiong Soat Lan melanjutkan.
"Paman Cie Hiong mulai menyadarkan mereka dengan suara
siulan. Di saat itu terdengar pula suara suling mengiringi suara
siulan itu, dan tak lama muncullah Tio Bun Yang."
"Mereka berdua berhasil menyadarkan Kakek Lim dan
lainnya?" tanya Lam Kiong Bie Liong.
"Berhasil! Tapi...."
"Kenapa?"
"Ternyata Kakek Lim dan lainnya belum sadar betul, sebab
mereka masih terpengaruh oleh obat penghilang kesadaran."
"Lalu bagaimana?"
"Paman Cie Hiong memeriksa mereka." La Kiong Soat Lan
memberitahukan. "Harus dengan rumput Tanduk Naga,
barulah mereka bisa pulih"
"Oh?" Lam Kiong Bie Liong mengerutkan kening. "Apakah
Cie Hiong memiliki rumput obat itu?"
"Tidak, tapi Kakak Bun Yang membawa rumput Tanduk
Naga itu," jawab Lam Kiong So Lan. "Itu memang kebetulan
sekali. Rumput obat itu digodok lalu diberikan kepada kakek
Lim dan lainnya, tak seberapa lama kemudian, pulihlah
mereka seperti sedia kala."
"Oooh!" Lam Kiong Bie Liong menghela nafas panjang.
"Paman Cie Hiong menyuruh kami segera pulang." Toan
Beng Kiat memberitahukan. "Sedangkan Sie Keng Hauw, Lie Ai
Ling dan Kai Hay Thian dan Lu Hui San tetap tinggal di Pulau
Hong Hoang To!"
"Ngmm!" Toan Wie Kie manggut-manggu "Itu demi
keamanan kalian semua. Oh ya, bagaimana dengan Yo Kiam
Heng dan Kwan Tiat Him?"
"Mereka berdua kembali ke markas Kui Bi Pang. Tujuan
mereka untuk menolong Goat Nio " jawab Lam Kiong Soat Lan
dengan wajah muram.
"Itu..." kening Toan Wie Kie berkerut-kerut. "Bukankah
ketua Kui Bin Pang akan mencurigai mereka?"
"Sebelum kembali ke markas Kui Bin Pang,terlebih dahulu
Paman Cie Hiong melukai mereka..." ujar Lam Kiong Soat Lan,
yang air matanya mulai meleleh lagi. "Luka Yo Kiam Heng
parah sekali."
"Memang harus begitu," sahut Toan Wie Kie. Kalau tidak,
ketua Kui Bin Pang pasti mencurigai mereka."
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Paman Cie Hong pun memberi mereka obat." Dan Beng
Kiat memberitahukan, kemudian melambaikan sambil
tersenyum. "Malam itu.... Soat Loan berduaan dengan Yo
Kiam Heng."
"Eeeh?" Wajah Lam Kiong Soat Lan langsung "merah.
"Beng Kiat!" tanya Toan Pit Lian penuh perhatian. "Yo Kiam
Heng masih muda?"
"Masih muda dan tampan," jawab Toan Beng kiat
memberitahukan. "Dia dan Soat Lan sudah saling jatuh hati."
"Oh?" Toan Pit Lian tersenyum sambil bertanya pada
putrinya, "Soat Lan, betulkah engkau jatuh hati kepada
pemuda itu?"
"Beng Kiat omong kosong," sahut Lam Kiong Soat Lan
cemberut. "Dia omong sembarangan."
"Baik." Toan Beng Kiat manggut-manggut.
"Kalau aku bertemu Yo Kiam Heng, aku akan
memberitahukannya mengenai ucapanmu ini."
"Hah?" Lam Kiong Soan Lan terkejut buka main. "Jangan
diberitahukan, aku... aku cuma.."
"Cuma apa?" Toan Beng Kiat menatapnya sambil
tersenyum. "Soat Lan," sela Bokyong Sian Hoa yang diam dari tadi.
"Lebih baik engkau mengaku, bahwa engkau telah jatuh hati
kepada Yo Kiam Heng Kalau tidak, aku pun akan mengadu
kepadanya mengenai ucapanmu barusan."
"Sian Hoa!" Lam Kiong Soat Lan melotot "Engkau kok
begitu jahat sih?"
"Makanya engkau harus mengaku!" sahi Bokyong Sian Hoa
sambil tertawa geli. "Hi hi hi Ayoh, cepatlah mengaku!"
"Aku...." Lam Kiong Soat Lan menundukkan kepala. "Aku
dan dia memang sudah saling, saling...."
"Saling apa" Lanjutkanlah!" desak Bokyong Sian Hoa.
"Saling jatuh hati," sahut Lam Kiong Soat Lan dengan suara
rendah. "Bagus! Hi hi hi!" Bokyong Sian Hoa tertail geli lagi. "Malam
itu kalian berdua saling mencurahkan perasaan masingmasing,
kan?" "Kalian berdua juga begitu kan?" sahut Lam Kiong Soat Lan
balas menggodanya. "Bahkan kalian berdua pun sudah saling
mencium. Ya, kan?"
"Eh" Soan Lan?" Wajah Toan Beng Kiat memerah.
"Engkau...."
"Soat Lan," ujar Bokyong Sian Hoa. "Kalau sudah saling
mencinta, apa salahnya saling mencium pula" Nah, tanyakan
kepada kedua orang tuamu, apakah mereka tidak pernah
saling mencium?"
"Lho?" Wajah Toan Pit Lian kemerah-merahan. "Kenapa
kami terbawa-bawa dalam pembicaraan kalian?"
"Boleh kan?" Bokyong Sian Hoa tertawa. "Agar
menyemarakan suasana."
"Oh ya!" Toan Wie Kie teringat sesuatu. "Bagaimana
keadaan Goat Nio di markas Kui Bin Pang itu?"
"Dia baik-baik saja. Tapi...." Lam Kiong Soat Lan menghela
nafas panjang. "Kakak Kiam Heng memberitahukan kepadaku,
bahwa ketua Kui Bin Pang jatuh hati kepada Goat Nio."
"Oh?" Toan Wie Kie mengerutkan kening. 'Kalau begitu...
ketua Kui Bin Pang itu pasti masih muda" Kalian tahu siapa
dia?" "Tidak tahu." Toan Beng Kiat menggelengkan kepala.
"Sebab dia memakai kedok setan warna merah, jadi kami
tidak pernah melihat wajahnya."
"Oooh!" Toan Wie Kie manggut-manggut. kini kalian bertiga
telah tiba dengan selamat. Maka, mulai sekarang kalian
bertiga tidak boleh " Tionggoan."
"Ayah...." Toan Beng Kiat menatapnya. "Kalau ketua Kui
Bin Pang itu sudah dibasmi, tentunya kami boleh ke
Tionggoan lagi kan?"
"Tentu boleh." Toan Wie Kie manggut-manggut dan
menambahkan, "Namun sementara ini, kalian bertiga tidak
boleh ke mana-mana."
"Ya, Ayah." Toan Beng Kiat mengangguk.
"Oh ya!" Lam Kiong Bie Liong memandang putrinya seraya
bertanya, "Bukankah Kam Hay Thian telah berpisah dengan Lu
Hui San" Kok mereka bisa bersama di markas Kui Bin Pang?"
"Mereka telah akur dan saling mencinta," ujar Lam Kiong
Soat Lan. "Syukurlah!" ucap Lam Kiong Bie Liong sambil manggutmanggut.
Di saat bersamaan, Lam Kiong Soat Lan pun
menghela nafas panjang.
"Aaaah...!"
"Soan Lan!" Lam Kiong Bie Liong menatapnya seraya
bertanya, "Kenapa engkau menghela nafas panjang" Ada
sesuatu yang terganjal di dalam hatimu?"
"Aku...." Lam Kiong Soat Lan menundukkan kepala.
"Dia pasti mencemaskan pemuda pujaan hatinya itu," ujar
Bokyong Sian Hoa sambil tersenyum. "Ya, kan?"
"Sian Hoa...." Lam Kiong Soat Lan cemberut.
"Jangan cemas!" ujar Toan Beng Kiat sungguh-sungguh.
"Tidak akan terjadi suatu apa pun atas dirinya. Oh ya,
bukankah dia telah berjanji...."
"Kakak Beng Kiat," tanya Bokyong Sian Hoa bernada
menggoda Lam Kiong Soat Lan. "Pemuda ganteng itu pernah
berjanji apa kepada Soat Lan?"
"Kalian...." Lam Kiong Soat Lan membanting-lunting kaki.
"Kalau tidak salah..." sahut Toan Beng Kiat sambil tertawa.
"Yo Kiam Heng pernah berjanji akan berkunjung ke mari,
tujuannya menengok Soat Lan lho!"
"Kalian... kalian sungguh jahat!" Lam Kiong Soat Lan
membanting-banting kaki lagi.
"Beng Kiat," tanya Lam Kiong Bie Liong dengan wajah
berseri. "Betulkah Yo Kiam Heng akan kemari?"
"Betul, Paman." Toan Beng Kiat mengangguk dan
menambahkan, "Kelihatannya dia sangat mencintai Soat Lan."
"Oh?" Wajah Lam Kiong Bie Liong bertambah berseri. "Dia
adalah pemuda baik yang juga lemah lembut?"
"Betul, Paman." Toan Beng Kiat mengangguk lagi. "Dia
memang cocok dengan Soat Lan, mereka berdua merupakan
pasangan yang serasi."
"Syukurlah!" ucap Lam Kiong Bie Liong sambil tertawa
gembira. "Ha ha ha! Kini legalah hati kami!"
"Soat Lan," tanya Toan Pit Lian mendadak. "Engkau
mencintai Yo Kiam Heng?"
"Ibu...." Wajah Lam Kiong Soat Lan memerah
"Sebab ibu dengar bahwa Yo Kiam Heng mencintaimu.
Kaiau kau tidak mencintainya, bukankah percuma" Ya, kan?"
Toan Pit Lian tersenyum. "Oleh karena itu, ibu ingin tahu
bagamana engkau, mencintainya atau tidak."
"Ibu, aku...." Lam Kiong Soat Lan menundukkan wajahnya
dalam-dalam dan melanjutkan dengan suara rendah. "Aku
juga mencintainya."
"Apa" Ibu tidak mendengar. Coba ulangi sekali lagi!" ujat
Toan Pit Lian sambil tertawa
"Ibu jahat!" Lam Kiong Soat Lan menghempas-hempaskan
kakinya dan mulutnya pun terus cemberut.
"Ha ha ha!" Toan Wie Kie tertawa gelak. "Syukurlah kini
Soat Lan sudah punya kekasih kami turut bergembira!"
"Paman...." Wajah Lam Kiong Soat Lan memerah. "Jangan
terus menggodaku....
Mendadak gadis itu berlari ke dalam menuju kamarnya.
Sedangkan Toan Wie Kie dan La Kiong Bie Liong terus tertawa
gembira. Toan Pit Lian juga putrinya. tersenyum, lalu ke
dalam menyusul putrinya.
Lam Kiong Soan Lan duduk di pinggir ranjang sambil
melamun. Tiba-tiba ia mendengar suara langkah, ternyata
Toan Pit Lian berjalan perlahan menghampirinya.
"Ibu..." panggil Lam Kiong Soat Lan.
"Nak!" sahut Toan Pit Lian, kemudian duduk di sisinya
sambil tersenyum. "Kenapa engkau melamun" Memikirkan Yo
Kiam Heng ya?"
"Ibu...." Lam Kiong Soat Lan menghela nafas panjang.
"Aku... aku mencemaskannya."
"Nak!" Toan Pit Lian membelainya. "Jangan emas, dia tidak
akan terjadi apa-apa! Percayalah"
"Tapi...." Air mata gadis itu mulai meleleh. Kalau ketua Kui
Bin Pang mencurigainya, dia pasti celaka."
"Tidak mungkin ketua Kui Bin Pang akan mencurigainya,"
ujar Toan Pit Lian dan menambahkan, "Sebab Cie Hiong telah
melukai mereka, itu akan menghapus kecurigaan ketua Kui Bin
Pang." "Tapi...." Lam Kiong Soat Lan mengerutkan kening. "Dia
dan Kwan Tiat Him masih harus nenyelamatkan Goat Nio. Bila
ketua Kui Bin Pang mengetahuinya, mereka berdua pasti
celaka." "Jangan khawatir!" Toan Pit Lian tersenyum, Mereka
berdua pasti berhati-hati, dan akan memperhitungkan
keadaan, tidak akan bertindak ceroboh."
"Ibu...." Lam Kiong Soat Lan terisak-isak. "Aku baru mulai
jatuh cinta kepadanya, namun harus berpisah dengan dia
pula! Aaaah...!"
"Bukankah dia telah berjanji akan ke mari menengokmu?"
"Betul. Tapi kapan?"
"Nak!" Toan Pit Lian tersenyum. "Engkaii harus bersabar,
suatu hari nanti dia pasti ke mari"
"Tapi...."
"Jangan cemas!" Toan Pit Lian membelainya "Oh ya, Bun
Yang masih berada di Pulau Hong Hoang To?"
"Kami berangkat bersama, namun berpencar setelah
memasuki daerah Tionggoan. Dia bersama Kakek Lim dan
Kakek Gouw ke markas pusi Kay Pang, kami menuju ke mari,
sedangkan Kiam Heng dan Kwan Tiat Him ke markas Kui Bin
Pang." "Kalau begitu..." pikir Toan Pit Lian dan melanjutkan. "Bun
Yang pasti akan pergi menolong Goat Nio. Berarti dia akan
bertemu Kiam Heng dan Kwan Tiat Him."
"Tapi...." Lam Kiong Soat Lan mengerutld kening. "Kakak
Bun Yang tidak tahu tempat markas Kui Bin Pang."
"Nak!" Toan Pit Lian tersenyum. "Ibu yakin Bun Yang tahu
itu." "Kok Ibu begitu yakin?" Lam Kiong Soat Lan heran.
"Bun Yang pasti bertanya kepada Kwan Tiat Him. Nah,
tentunya Bun Yang sudah tahu markas Kui Bin Pang berada di
mana. Oleh karena itu dia pasti ke sana menolong Goat Nio."
"Setelah Kakak Bun Yang berhasil menolongGoat Nio,
apakah Yo Kiam Heng akan meninggalkan markas Kui Bin
Pang?" "Itu sudah pasti," sahut Toan Pit Lian. "Di saat itulah dia
akan ke mari menengokmu, maka engkau tidak usah
khawatir."
"Ya, Ibu." Lam Kiong Soat Lan manggut-manggut,
kemudian dengan wajah agak berseri ia bergumam, "Dia pasti
ke mari. Dia pasti kemari menengokku."
-oo0dw0oo- Tio Bun Yang sama sekali tidak bisa duduk diam. Sudah
tiga hari ia berada di markas pusat Kay Pang, namun Cian
Chiu Lo Kay masih belum kembali. Itu membuatnya resah dan
gelisah "Bun Yang!" Lim Peng Hang menatapnya. "Bersabarlah!
Mungkin dalam satu dua hari ini Lo Kay akan kembali."
"Engkau harus tenang!" ujar Gouw Han Tiong. Namun
ketika baru melanjutkan, mendadak muncul Cian Chiu Lo Kay.
"Pangcu...." Cian Chiu Lo Kay memberi homat kepada Lim
Peng Hang dan Gouw Han Tiong.
"Duduklah, Lo Kay!" sahut Lim Peng Hang
Setelah Cian Chiu Lo Kay duduk Tio Bun Yang segera
bertanya. "Bagaimana, Lo Kay, apakah sudah ada infomasi mengenai
tempat misteri di Gurun Sih Ih itu?"
"Aaaah...!" Cian Chiu Lo Kay menghela nafas panjang. "Aku
sudah menemui beberapa kawan karibku namun mereka .."
"Mereka tidak tahu tentang tempat misteri itu?" tanya Lim
Peng Hang sambil mengerutkan kening
"Mereka cuma pernah mendengar, tapi tidak tahu jelas
mengenai tempat misteri itu," jawab Cian Chiu Lo Kay.
"Sebaliknya mereka malah menganjurkan agar tidak ke sana."
"Kenapa?" tanya Tio Bun Yang.
"Kata mereka, siapa yang pergi cari tempat misteri itu,
pasti tidak bisa kembali," jawab Cia Chiu Lo Kay "Maka..."
"Biar bagaimana pun..." ujar Tio Bun Yang tegas. "Aku
harus ke Gurun Sih Ih."
"Bun Yang...." Lim Peng Hang menatapnya dengan kening
berkerut-kerut. "Engkau sudal mengambil keputusan itu?"
"Ya, Kakek." Tio Bun Yang mengangguk "Aku lelaki, harus
bertanggung jawab terhada| sesuatu. Lagi pula.... Goat Nio
adalah kekasihki dia berada di tangan ketua Kui Bin Pang.
Apakah aku harus tinggal dlam" Kalau begitu aku Jadi Lelaki
macam apa?"
"Ngmm!" Lim Peng Hang manggut-manggut. "Bun Yang
engkau memang harus menyelamatkannya sebab itu adalah
tugas kewajibanmu." "Tapi...." Gouw Han Tiong mengerutkan
kenling- "Gurun Sih Ih begitu luas, bagaimana mungkin
engkau bisa mencari tempat misteri itu?"
"Di mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan," sahut Tio
Bun Yang dan melanjutkan, "Sebagai leaki sejati dan gagah
berani, harus sanggup menempuh bahaya apa pun. Kalau
tidak, aku pasti mempermalukan Kay Pang dan pihak Pulau
Hong Hoang To. Ya, kan"
"Benar." Gouw Han Tiong manggut-manggut. "Tapi
alangkah baiknya dipikirkan masak-masak, jangan bertindak
ceroboh!" "Ya" Tio Bun Yang mengangguk.
Setelah berunding cukup lama, akhirnya Lim Peng Hang
memperbolehkan Tio Bun Yang berangkat ke Gurun Sih Ih.
Keesokan harinya, berangkatlah Tio Bun Yang ke gurun
tersebut dengan menunggang kuda.
-oo0dw0oo- Tujuh delapan hari kemudian, Tio Bun Yan telah tiba di
Giok Bun Kwan (Kota Perbatasan) Ia mampir di sebuah kedai
teh. Setelah duduk, ia memesan teh dan makanan ringan
kepada seorang pelayan.
Pelayan itu segera menyajikan apa yang di pesannya.
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun ketika baru mau menghiru tehnya, Tio Bun Yang
mendadak tersentak karen mendengar percakapan beberapa
pedagang. "Kini daerah di sekitar Gurun Sih Ih tidak akan aman lagi,
sebab belasan hari lalu telah muncul setan iblis di gurun itu."
"Setan iblis apa?"
"Sungguh menyeramkan! Setan iblis itu berpakaian serba
putih, wajah mereka sangat menakutkan, bahkan juga
mengeluarkan suara yan, amat menyeramkan."
"Oh" Kalau begitu, kita kaum pedagang tida bisa melewati
Gurun Sih Ih lagi!"
"Memang begitulah. Aaah, tidak disangka setan iblis itu
muncul lagi di Guruh Sih Ih!"
"Kakekku pernah bercerita, dulu setan iblis itu pernah
muncul, tapi kemudian hilang begitu saja. Tak disangka kini
mereka muncul lagi, ini sungguh membuat gelisah kaum
pedagang!"
"Bahkan juga menggelisahkan beberapa suku kecil di
sekitar Gurun Sih Ih...."
Ketika mereka berbicara sampai di situ, mendadak Tio Bun
Yang menghampiri mereka, kemudian memberi hormat seraya
berkata, "Maaf, Tuan-tuan, bolehkah aku bertanya?"
"Mau tanya apa?" sahut salah seorang pedagang yang
berusia empat puluhan. "Duduklah!"
"Terimakasih!" ucap Tio Bun Yang sambil duduk. "Paman
tahu tentang tempat misteri di Gurun Sih Ih itu?" tanyanya.
Pertanyaan tersebut membuat para pedagang itu saling
memandang dengan air muka berubah, dan kemudian
menatap Tio Bun Yang dengan penuh perhatian.
"Anak muda, kenapa engkau bertanya tentang tempat
misteri itu?" tanya pedagang yang berusia empat puluhan.
"Aku ingin ke tempat misteri itu," sahut Tio Bun Yang jujur.
"Haaah...?" Para pedagang itu terbelalak. "Anak muda,
engkau sedang mabuk atau sedang bergurau dengan kami?"
"Aku bersungguh-sungguh, Paman."
"Bersungguh-sungguh?"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Aku memang ingin ke
tempat misteri itu, mohon Paman memberi petunjuk!"
"Anak muda!" Pedagang berusia empat puluhan itu
menggeleng-gelangkan kepala. "Engkau masih muda, kenapa
mau cari mati?"
"Paman...." Tio Bun Yang menghela nafas panjang. "Aku ke
tempat misteri itu dengan tujuan mencari orang."
"Mencari orang?" para pedagang itu terperangah. "Anak
muda, setahu kami di tempat misteri itu cuma terdapat setan
iblis, tidak ada orang sama sekali."
"Paman," desak Tio Bun Yang. "Berilah petunjuk, agar aku
bisa sampai di tempat misteri itu!"
"Maaf, Anak muda!" sahut pedagang berusia empat
puluhan itu. "Kami sama sekali tidak tahu jalan menuju tempat
misteri itu, sebab kami tidak pernah ke sana."
"Paman," tanya Tio Bun Yang. "Kira-kira siapa yang pernah
ke tempat misteri itu?"
"Tidak ada." Pedagang berusia empat puluhan itu
menggelengkan kepala. "Kaum pedagang tidak pernah berani
ke tempat itu. "Aaaah...!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang. "Oh ya,
di mana ada rumah penginapan?"
"Keluar dari kedai teh ini, engkau berbelok ke kiri, tak lama
akan sampai di rumah penginap. Peng Lay."
"Terimakasih, Paman!" ucap Tio Bun Yan lalu kembali ke
tempatnya, dan duduk termenung di situ. Para pedagang itu
mulai berbisik-bisik membicarakannya.
Lama sekali Tio Bun Yang termenung. setelah itu barulah ia
meneguk tehnya, kemudian bersantap.
Berselang beberapa saat, hari mulai gelap, Tio Bun Yang
segera membayar minuman dan makanannya, lalu
meninggalkan kedai teh itu. Ia menunggang kudanya menuju
rumah penginapan. Ketika berada di depan penginapan
tersebut, muncullah seorang pelayan menyambutnya dengan
wajah berseri-seri. "Tuan perlu kamar?"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk sambil meloncat turun.
Pelayan itu segera menuntun kuda tersebut ke samping
penginapan. Setelah menambat kuda itu, ia cepat-cepat
menghampiri Tio Bun Yang.
"Tuan," ujar pelayan itu ramah. "Mari ikut aku ke dalam!"
Tio Bun Yang mengangguk, lalu mengikuti pelayan itu ke
dalam. Pelayan itu berhenti di depan sebuah kamar, hiu membuka
pintu kamar itu seraya bertanya.
"Tuan cocok dengan kamar ini?"
"Ng!" Tio Bun Yang mengangguk.
"Silakan masuk, Tuan!" ucap pelayan itu dengan ramah.
Tio Bun Yang melangkah ke dalam. Dilihatnya kamar itu
cukup bersih dan besar, maka ia manggut-manggut.
"Tuan mau pesan makanan dan minuman?" tanya pelayan
itu setelah Tio Bun Yang duduk.
"Cukup teh saja," sahut Tio Bun Yang, lalu menyodorkan
setael perak untuk pelayan itu.
"Tuan..." pelayan terbelalak ketika melihat uang perak itu.
Selama ia menjadi pelayan penginapan Peng Lay, belum
pernah ada tamu yang memberikannya setael perak, maka ia
mengira Tio Bun Yang sedang bergurau
"Ambillah!" ujar Tio Bun Yang sambil tet senyum
"Tuan...." Pelayan itu menerima uang perai itu dengan
tangan agak bergemetar. "Terimakasih Tuan! Terimakasih.
Seusai mengucapkan terimakasih berulang kali barulah
pelayan itu pergi mengambil teh untuk Tio Bun Yang.
Di saat pelayan itu pergi, terdengar suara isak tangis di
kamar sebelah, itu membuat Tio Bu Yang mengerutkan
kening. Setelah pelayan kembali ke situ, segera Tio Bun Yang
bertanya "Siapa yang menangis di kamar sebelah?"
"Itu...." Pelayan memberitahukan. "Seorang wanita berusia
empat puluhan."
"Kenapa wanita itu menangis?"
"Putrinya sakit keras," sahut pelayan sambil menggelenggelengkan
kepala. "Entah sudah berapa banyak tabib yang
mengobati gadis kecil itu pun tidak tahu sakit apa gadis itu."
"Sakit apa gadis kecil itu?"
"Entahlah." Pelayan menggelengkan kepala "Sebab para
tabib yang telah memeriksa gadis tapi... tiada seorang pun
yang dapat menyembuhkannya."
"Oh?" Tio Bun Yang mengerutkan kening. "Kalau begitu,
gadis kecil itu pasti mengidap penyakit aneh."
"Mungkin." Pelayan manggut-manggut.
"Aku mengerti sedikit mengenai ilmu pengobatan," ujar Tio
Bun Yang memberitahukan. "Tolong antar aku ke kamar
wanita itu!"
"Tuan...." pelayan terbelalak.
"Jangan ragu!" Tio Bun Yang tersenyum. "Antarkan aku ke
sana, mudah-mudahan aku bisa menyembuhkannya!"
"Baik, Tuan." Pelayan mengangguk. "Mari ikut aku ke
kamar sebelah!"
"Terimakasih!" ucap Tio Bun Yang, sekaligus mengikuti
pelayan itu ke kamar tersebut.
Sampai di depan kamar itu, perlahan-lahan pelayan
mengetuk pintu.
"Siapa?" suara sahutan dari dalam.
"Pelayan!"
"Masuklah!"
Pelayan mendorong pintu kamar itu. Tio Bun Yang
memandang ke dalam, dilihatnya seorang wanita berpakaian
aneh duduk di pinggir ranjang sambil menangis terisak-isak, di
atas ranjang terbujur sosok tubuh yang kurus.
"Maaf!" ucap pelayan memberitahukan. "Tuan ini mengerti
sedikit ilmu pengobatan, maka ingin memeriksa gadis kecil
itu." "Oh?" Wanita itu menoleh. Begitu melihat Tio Bun Yang,
yang masih sedemikian muda, menggeleng-gelengkan kepala.
"Terimakasih, Tua tapi tidak mungkin Tuan dapat mengobati
putriku ini."
"Nyonya," ujar pelayan. "Walau Tuan ini masih muda,
namun siapa tahu justru Tuan ini yang dapat menyembuhkan
putri Nyonya itu."
"Aaaah...!" Wanita itu menghela nafas panjang. "Sudah
belasan tabib berpengalaman di kota ini memeriksanya, tapi
tiada satu pun yang mampu mengobatinya. Sedangkan tuan
ini masih muda...'
"Nyonya! Siapa tahu...."
"Para tabib itu meminta biaya tinggi, aku sanggup bayar.
Tapi... mereka justru tidak sanggup menyembuhkan putriku."
"Bibi," Tio Bun Yang tersenyum. "Aku tidak minta biaya apa
pun, percayalah!"
"Tuh!" Pelayan tertawa. "Tuan ini sangat ba hati, tidak
seperti tabib lain."
"Oh?" Wanita itu menatap Tio Bun Ya dengan penuh
perhatian. "Engkau tidak min biaya apa pun?"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk.
"Kenapa begitu?" wanita itu heran.
"Karena aku bukan tabib, lagi pula sesama manusia
memang harus saling menolong," sahut Tio Bun Yang sambil
tersenyum. "Aku mengeti sedikit ilmu pengobatan, maka
kugunakan untuk menolong yang sakit."
"Oooh!" Wanita itu manggut-manggut. "Tapi putriku...."
"Biar aku segera memeriksanya," ujar Tio Bun Yang sambil
mendekati gadis kecil yang terbaring di atas ranjang itu, lalu
memeriksanya dengan teliti sekali.
Pelayan itu sangat tertarik, maka tidak meninggalkan
kamar itu, terus memperhatikan Tio Bun Yang memeriksa
gadis kecil itu.
Berselang beberapa saat kemudian, usailahTlio Bun Yang
memeriksa gadis kecil itu. Ia menarik nafas lega seraya
berkata. "Untung aku segera datang! Kalau tidak, lewat dua jam
putri Bibi tidak dapat tertolong lagi."
"Oh?" Wajah wanita itu pucat pias. "Kalau begitu, cepatlah
tolong putriku ini! Aku mohon...."
Mendadak wanita itu menjatuhkan diri berlutut di hadapan
Tio Bun Yang, tapi Tio Bun Yang segera membangunkannya.
"Tenanglah, Bibi!" ujar Tio Bun Yang. "Aku pasti
menolongnya."
Usai berkata, Tio Bun Yang menaruh telapak tangannya di
ubun-ubun gadis itu, lalu mengeluhkan Pan Yok Hian Thian
Sin Kang, dan sekaligus disalurkan ke tubuh gadis kecil itu
melalui ubun-ubunnya.
Sesaat kemudian, telapak tangan Tio Bun Yang mulai
mengeluarkan asap putih. Justru sungguh menakjubkan, asap
putih itu berputar-putar di sekitar kepala gadis kecil itu,
kemudian menerobos ke dalam melalui ubun-ubunnya
Menyaksikan itu, pelayan dan wanita itu terbelalak dan
mulut mereka ternganga lebar
Lewat beberapa saat setelah itu, barulah Tio Bun Yang
berhenti mengerahkan lweekangnya. Ia tersenyum sambil
memasukkan sebutir obat ke mulut gadis itu, lalu berkata
kepada wanita tersebut.
"Putri Bibi sudah tertolong. Sebentar lagi dia pasti bisa
berjalan, dan makan minum seperti biasa."
"Oh" Terimakasih, Tuan! Terimakasih!" ucap wanita itu.
Baru saja dia mau berlutut mendadak Tio Bun Yang
mengibaskan lengan bajunya sambil tersenyum.
"Bibi tidak usah berlutut!"
"Haaah?" Wanita itu terperanjat, karena merasa sekujur
badannya kaku, tapi tak lama sudah normal kembali.
"Tuan...."
"Ibu! Ibu..." panggil gadis kecil itu.
"Nak! Nak..." saking girang wanita itu m nangis dengan air
mata berderai-derai. "Oh, anakku...."
"Ibu! Aku... aku lapar!" ujar gadis kecil sambil bangun.
"Tunggu, Nak!" sahut wanita itu, kemudian bertanya
kepada Tio Bun Yang. "Tuan, putriku sudah boleh makan?"
"Boleh." Tio Bun Yang mengangguk. "Dia sudah sembuh,
jadi boleh makan dan minum seperti biasa."
"Oooh!" Wanita itu manggut-manggut. "Pelayan, cepat
ambilkan makanan untuk putriku!"
"Hah" Apa?" Pelayan itu tersentak, ternyata saking
terkesima akan kehebatan Tio Bun Yang, sehingga
membuatnya terbengang-bengong. "Bukan main! Cuma
diraba, gadis kecil itu langsung sembuh! Sungguh bukan
main!" Pelayan itu segera pergi mengambil makanan untuk si
gadis kecil. Sudah barang tentu ia pun menyiarkan berita
tentang itu. "Kelihatannya Bibi bukan orang Tionggoan. Sebab pakaian
Bibi aneh sekali" kata Tio Bun Yang
"Betul, Tuan." Wanita itu mengangguk. "Kami buan orang
Tionggoan, melainkan salah satu kecil kecil di sekitar Gurun
Sih Ih." "Oh?" Wajah Tio Bun Yang tampak berseri, "Kalau begitu.
Bibi pasti tahu mengenai tempat misterii di Gurun Sih Ih!"
'Tidak begitu jelas," ujar wanita itu dengan air muka
berubah. "Kenapa Tuan menanyakan itu ?"
"Terus terang, aku ingin ke tempat misteri itu "
"Haaah?" Bukan main terkejutnya wanita itu "Tempat
Seruling Perak Sepasang Walet 4 Anak Berandalan Karya Khu Lung Jodoh Rajawali 16
Namun ia tetap bersabar, karena teringat akan pesan Yo Kiam
Heng. "Nona Siang Koan, percuma engkau mencintai Tio Bun
Yang. Sebab banyak gadis menyukai nya, dia pasti akan
menyeleweng di belakangmu" ujar ketua Kui Bin Pang.
"Kakak Bun Yang tidak bersifat begitu, aku
mempercayainya," sahut Siang Koan Goat Nio.l
"Oh" Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang tertawa. "Kini engkau
mempercayainya, tapi kelak engkau pasti membencinya."
"Aku tidak akan membencinya."
"Kalau engkau melihat dia berbuat yang bukan-bukan
dengan gadis lain, apakah engkau tetap tidak membencinya?"
"Aku...."
"Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang tertawa lagi. "Setelah
terbukti, engkau pasti mempercayaiku!"
"Aku...." Siang Koan Goat Nio menundukkan kepala.
"Nona Siang Koan...." Ketua Kui Bin Pang mulai merayunya,
namun tidak menggunakan ilmu Toh Hun Tay Hoat.
Seandainya ia menggunakan ilmu sesat itu, Siang Koang Goat
Nio pasti celaka.
-oo0dw0oo- Di dalam kamar Yo Kiam Heng juga sedang berlangsung
pembicaraan serius. Yang duduk di hadapannya adalah Jie Hu
Hoat Kwan Tiat Him.
"Tiat Him!" tanya Yo Kiam Heng menggunakan ilmu
penyampai suara, agar tidak terdengar nleh orang lain.
"Apakah ketua telah menggunakan ilmu sesat itu
mempengaruhi mereka?"
"Ya," sahut Kwan Tiat Him, yang juga menggunakan ilmu
tersebut. "Ketua telah berhasil mengendalikan pikiran
mereka." "Aaaah...!" Yo Kiam Heng menghela nafas panjang. "Oh ya,
aku tidak mencekoki Nona Lam kiong dengan obat penghilang
kesadaran."
"Itu telah kuduga." Kwan Tiat Him manggut-manggut.
Tapi... apakah dia bisa berpura-pura setelah sadar nanti?"
Aku yakin dia bisa, sahut Yo Kiam Heng. "Sebab dia bukan
gadis bodoh."
Kiam Heng, kelihatannya engkau sangat tertank kepada
gadis itu. Ya, kan?" Kwan Tiat Him menatapnya.
"Ya." Yo Kiam Heng mengangguk. "Aku memang sangat
tertarik kepadanya, maka aku menempun bahaya demi dia
pula.." Cinta memang bisa membuat orang menjadi nekad. Kwan
liat Him menggeleng-gelengkan kepala. Biar bagaimana pun,
kita berdua harus berhati-hati!"
"Oh ya, aku pun sudah bercakap-cakap dengan Nona Siang
Koan." ujar Yo Kiam Heng
"Yah!" Kwan Tiat Him menghela nafas panjang. "Mudahmudahan
dia bisa menahan diri untuk bersabar! Kalau tidak,
gadis itu pasti celaka di tangan ketua."
"Itu yang kukhawatirkan. Oleh karena itu timbullah suatu
ide." "Ide apa?"
"Aku ingin mengusulkan agar ketua perintahkankan mereka
menyerbu ke Pulau Hong Hoang To secara tidak langsung aku
menyelamatkan mereka."
"Maksudmu ketua Kay Pang dan lainnya?"
"Ya." Yo Kiam Heng mengangguk. "Sudah barang tentu
ketua juga akan perintahkan puluhan anggota untuk
menyertai mereka "
"Ide itu memang bagus. Tapi...." Kwan Tiat Him
menggeleng-gelengkan kepala. Belum tentu ketua akan
menerima idemu itu."
"Justru itu, engkau harus mendukung ideku," ujar Yo Kiam
Heng. "Barulah ketua akan menerimanya"
"Aku pasti mendukung idemu, namun... belum tentu Ngo
Sat Kui akan setuju lho!"
"Itu tidak iadi masalah. Yang penting kita harus
menemukan alasan-alasan yang tepat,"
Kwan Tiat Him mengangguk. "Oh ya, hingga kini aku
masih tidak habis pikir. Sebetulnya siapa ketua itu, dan
kenapa begitu mendendam kepada Tio Bun Yang
"Kalau kita melihat wajahnya, belum tentu kita akan
mengenalnya," sahut Yo Kiam Heng. "sebab kita bukan orang
Tionggoan. "Yaaah! Kwan Tiat Him menghela nafas panjang. "Entah
bagaimana nasib Nona Siang Koan...."
"Kita...." Yo Kiam Heng menggeleng-gelengkan kepala.
"Tiada jalan sama sekali untuk melolongnya. Aaaah...!"
-oo0dw0oo- Sementara itu, Tio Bun Yang terus melanjutkan perjalanan
ke kota Kang Shi. Beberapa hari kemudian, ia telah tiba di
tempat tujuan dan langsung ke markas Ngo Tok Kauw.
"Adik Bun Yang...." Ngo Tok Kauwcu-Phang Ling Cu
menyambut kedatangannya dengan mata terbelalak saking
tercengang. "Kakak Ling Cu!" sahut Tio Bun Yang sambil tersenyum
getir. "Duduklah!" ucap Ngo Tok Kauwcu.
Tio Bun Yang duduk, kemudian menghela nafas panjang
dengan kening berkerut-kerut.
"Adik Bun Yang...." Air muka Ngo Tok Kauwcu berubah.
"Kenapa engkau" Apa yang telah terjadi?"
"Kakak Ling Cu...." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan
kepala. "Telah terjadi sesuatu..."
"Beritahukanlah!"
"Engkau sudah dengar tentang para ketua tujuh partai
besar itu?"
"Ya." Ngo Tok Kauwcu mengangguk. "Aku sudah dengar
tentang itu, para ketua semuanya telah gila."
"Engkau tahu siapa yang membuat para ketua itu menjadi
gila?" "Seng Hwee Sin Kun."
"Tidak salah." Tio Bun Yang manggut-manggut. "Namun
Seng Hwee Sin Kun telah mati di tangan Bu Ceng Sianli dan
Kam Hay Thian."
"Oh?" Ngo Tok Kauwcu terbelalak. "Adik Bun Yang,
tuturkanlah mengenai kejadian itu!"
"Pada waktu itu, aku dan Goat Nio ke kuil Siauw Lim untuk
memeriksa Hui Khong Taysu. Ternyata ketua Siauw Lim Pay
itu terkena semacam ilmu pukulan, maka menjadi gila. Namun
masih dapat disembuhkan dengan rumput Tanduk Naga, yang
tumbuh di daerah Miauw."
"Engkau ke daerah Miauw mengambil rumput Tanduk Naga
itu?" "Ketika kami kembali ke markas pusat Kay Pang, justru
telah terjadi sesuatu di sana," lanjut Tio Bun Yang. "Seng
Hwee Sin Kun telah mati, lapi kakekku dan Kakek Gouw telah
diculik." "Oh?" Ngo Tok Kauwcu tersentak. "Siapa vang menculik
mereka?" "Kui Bin Pang," sahut Tio Bun Yang sambil menghela nafas
panjang. "Atas saran Bu Ceng Sianli, aku dan Goat Nio pergi
ke daerah Miauw untuk mengambil rumput Tanduk Naga,
kebetulan aku kenal ketua suku Miauw."
"Engkau berhasil mengambil rumput obat itu?"
"Berhasil, namun...." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan
kepala. "Ketika pulang, kami menginap di sebuah penginapan
dengan kamar terpisah. Keesokan harinya Goat Nio...."
"Kenapa dia?" tanya Ngo Tok Kauwcu tegang.
"Hilang entah ke mana," sahut Tio Bun Yang dengan wajah
murung. "Dia hilang?" Ngo Tok Kauwcu mengerutkan kening.
"Mungkinkah dia diculik oleh pihak Kui Bin Pang?"
"Memang mungkin." Tio Bun Yang mengangguk, sekaligus
memperlihatkan sepucuk surat kepada Ngo Tok Kauwcu.
"Heran!" gumam Ngo Tok Kauwcu seusa membaca surat
tersebut. "Nadanya si penulis surat ini sangat mendendam
kepadamu. Apakah engkau punya musuh?"
"Seingatku aku sama sekali tidak punya musuh."
"Kalau begitu...." Ngo Tok Kauwcu berpikir sejenak lalu
melanjutkan. "Yang menculik Goatl Nio bukan pihak Kui Bin
Pang." "Kakak Ling Cu!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang.
"Aku... bingung sekali, tidak tahu harus berbuat apa."
"Adik Bun Yang!" Ngo Tok Kauwcu menatapnya seraya
bertanya, "Engkau belum kembali ke markas pusat Kay Pang?"
"Aku sudah kembali ke sana, justru telah terjadi sesuatu
lagi di sana."
"Oh?" Air muka Ngo Tok Kauwcu berubah. "Apalagi yang
terjadi di markas pusat Kay Pang"!"
"Kam Hay Thian. Sie Keng Hauw, Lie Ai Ling dan Lu Hui
San yang berada di sana pun telah hilang."
"Apa?" Betapa terkejutnya Ngo Tok Kauwcu.
"Siapa yang menculik mereka?"
"Kui Bin Pang," sahut Tio Bun Yang. "Cian Chiu Lo Kay yang
memberitahukan kepadaku."
"Itu...." Ngo Tok Kauwcu menggeleng-gelengkan kepala.
"Lalu bagaimana?"
"Aku berangkat ke kuil Siauw Lim...." Tio Bun Yang
memberitahukan dan menambahkan. "Kemudian aku langsung
ke mari." "Sungguh di luar dugaan!" Ngo Tok Kauwcu menggelenggelengkan
kepala. "Setelah Seng Hwee Kauw musnah, malah
muncul Kui Bin Pang!"
"Yaaah!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang, kemudian
bertanya, "Di mana Pat Pie Lo Koay" Kok tidak kelihatan?"
"Dia pergi mengurusi sesuatu, mungkin dalam satu dua hari
ini dia akan pulang." Ngo Tok Kauwcu memberitahukan.
"Kakak Ling Cu!" Tio Bun Yang memandangnya. "Engkau
tahu di mana markas Kui Bin Pang?"
"Aku...." Ngo Tok Kauwcu menggelengkan kepala. "Aku
tidak tahu."
"Aaaah...!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang. "Kakak
Ling Cu, beri aku petunjuk!"
"Petunjuk apa?" Ngo Tok Kauwcu heran.
"Aku harus bagaimana?" Tio Bun Yang memberitahukan
dengan wajah cemas sekali. "Aku... aku tidak tahu harus
berbuat apa."
"Begini!" Ngo Tok Kauwcu menyarankan. "Engkau harus
segera pulang ke Pulau Hong Hoang To, memberitahukan
tentang kejadian itu."
"Tapi...."
"Engkau harus pulang memberitahukannya, ujar Ngo Tok
Kauwcu sungguh-sungguh. "Kalau tidak, engkau pasti
dipersalahkan. Sebab engka harus tahu, Goat Nio adalah putri
kesayangan Kim Siauw Suseng dan Kou Hun Bijin. Bagaimana
sifat Kou Hun Bijin itu, tentunya engkau tahu."
"Itu...." Tio Bun Yang berpikir lama sekali, akhirnya
mengangguk. "Baiklah, aku akan pulang ke Pulau Hong Hoang
To." "Adik Bun Yang!" Ngo Tok Kauwcu tersenyum. "Aku pun
akan mengutus beberapa orang untuk menyelidiki markas Kui
Bin Pang. Kalau pihakku berhasil memperoleh informasi
tentang markas Kui Bin Pang, aku pasti ke markas pusat Kay
Pang memberitahukan kepada Cian Chiu Lo Kay."
"Terimakasih, Kakak Ling Cu!" ucap Tio Bui Yang lalu
berpamit. "Aku mau mohon diri!"
"Hati-hati!" pesan Ngo Tok Kauwcu.
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Sama jumpa. Kakak Ling
Cu!" -oo0dw0oo- Setelah meninggalkan markas Ngo Tok Kauwcu, Tio Bun
Yang melanjutkan perjalanan dengan hati cemas dan kacau.
Ketika ia berada di dalam sebuah rimba, tiba-tiba melayang
turun sosok bayangan di hadapannya, terdengar pula suara
tawa cekikikan. Tio Bun Yang mengenali suara tawa itu, maka
langsung berseru dengan girang sekali.
"Kakak Siao Cui! Kakak Siao Cui...!"
"Adik Bun Yang!" Terdengar suara sahutan. Tidak salah,
yang berdiri di hadapannya memang Bu Ceng Sianli-Tu Siao
Cui. "Eeeh" Kenapa engkau tampak kurusan" Kok tidak
bersama Goat Nio?"
"Kakak Siao Cui...." Tio Bun Yang tersenyum getir. "Mereka
semuanya telah hilang."
"Siapa mereka?" Bu Ceng Sianli tersentak. 'Kenapa bisa
hilang?" "Goat Nio hilang di kamar penginapan..." tutur Tio Bun
Yang, lalu memperlihatkan sepucuk surat kepada wanita itu.
"Eh?" Kening Bu Ceng Sianli berkerut. "Aku yakin
penculiknya kenal denganmu. Bahkan dia sangat mendendam
kepadamu. Coba engkau ingat, kira-kira siapa musuhmu itu!"
"Kakak Siao Cui!" Tio Bun Yang menggelengkan kepala.
"Aku tidak pernah punya musuh."
"Buktinya si penculik itu sangat mendendam kepadamu,
pertanda engkau punya musuh. Namun engkau masih bilang
tidak. Mungkin engkau lupa."
"Seingatku, selama aku berkecimpung di dalam rimba
persilatan,' sama sekali tidak pernah membunuh siapa pun.
Lalu dari mana muncul musuh itu" Aku sungguh tidak habis
pikir!" "Aku yakin engkau memang tidak pernah membunuh siapa
pun, namun tentunya engkau pernah memusnahkan
kepandaian para penjahat. Nah, mungkin si penculik itu salah
satu penjahat yang pernah engkau musnahkan
kepadaiannya."
"Mungkin." Tio Bun Yang manggut-manggut. "Tapi aku
tidak ingat siapa penjahat itu."
"Yaaah!" Bu Ceng Sianli menghela nafas panjang. "Adik
Bun Yang, biar bagaimana pun engkau harus tabah."
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Kakak Siao Cui, aku
justru bingung, apakah si penculik itu punya hubungan
dengan Kui Bin Pang?"
"Entahlah!" Bu Ceng Sianli menggelengkan kepala. "Aku
sudah ke sana ke mari menyelidiki markas Kui Bin Pang, tapi
tiada hasilnya sama sekali."
"Kakak Siao Cui pernah menangkap anggota Kui Bin Pang?"
tanya Tio Bun Yang mendadak.
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pernah. Tapi... tiada gunanya sama sekali."
"Lho" Kenapa?"
"Karena sebelum kutanyakan pada mereka, mereka sudah
mati duluan." Bu Ceng Sianli mcmberitahukan. "Ternyata di
bawah lidah mereka menyimpan semacam racun. Apabila
mereka tertangkap, maka mereka akan menggigit hancur
racun itu."
"Oooh!" Tio Bun Yang manggut-manggut. "Jadi Kakak tidak
bisa mengorek keterangan dari mulut mereka?"
"Ya." Bu Ceng Sianli mengangguk. "Oh ya, teman-temanmu
itu juga ditangkap oleh pihak Kui Bin Pang?"
"Ya." Tio Bun Yang menghela nalas panjang. "Itu
membuatku cemas sekali."
"Adik Bun Yang!" Bu Ceng Sianli menatapnya. "Engkau
harus tenang, tidak boleh putus asa."
"Aaaah...!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang lagi. "Oh
ya, aku sudah ke markas Ngo Tok Kauw di kota Kang Shi."
"Jadi engkau sudah bertemu Phang Ling Cu?"
"Ya.' "Dia juga tidak tahu di mana markas Kui Bin Pang?"
"Tidak tahu. Namun dia menyarankan agar aku segera
pulang ke Pulau Hong Hoang To untuk memberitahukan
tentang kejadian ini."
"Ngmm!" Bu Ceng Sianli manggut-manggut. "Itu memang
baik juga, sebab Goat Nio adalah putri kesayangan Kou Hun
Bijin. Kalau engkau tidak pulang memberitahukan kepadanya,
dia pasti marah besar."
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk.
"Adik Bun Yang, aku pasti membantumu mencari Goat Nio!"
ujar Bu Ceng Sianli berjanji. "Jadi engkau tenang saja!"
"Terimakasih, Kakak!"
"Oh ya!" Bu Ceng Sianli menatapnya. "Lebih baik engkau
mampir di markas pusat Kay Pang, siapa tahu pihak Kay Pang
sudah mendengar informasi tentang markas Kui Bin Pang."
"Baik, aku akan mampir di markas pusat Kay Pang."
"Adik Bun Yang!" Bu Ceng Sianli tersenyum. "Sampai
jumpa! Semoga engkau cepat berkumpul kembali dengan
Goat Nio! Hi hi hi...!"
"Kakak Siao Cui!" panggil Tio Bun Yang
Namun Bu Ceng Sianli sudah melesat pergi.
"Adik Bun Yang! Aku pasti membantumu mencari Goat
Nio!" serunya sayup-sayup.
Tio Bun Yang menghela nafas panjang. Ia berdiri
termangu-mangu di tempat, berselang sesaat barulah melesat
pergi. Arah tujuannya adalah markas pusat Kay Pang.
-oo0dw0oo- Dua hari kemudian, Tio Bun Yang sudah tiba di markas
pusat Kay Pang. Cian Chiu Lo Kay menyambutnya sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
"Lo Kay!" tanya Tio Bun Yang. "Apakah sudah ada
informasi mengenai markas Kui Bin Pang?"
"Tidak ada."
"Selama kepergianku, apakah pernah terjadi sesuatu di
sini?" "Tidak pernah." Cian Chiu Lo Kay menggelengkan kepala
lalu memberitahukan. "Aku su-ilah mengutus beberapa
pengemis handal untuk menyelidiki tentang markas Kui Bin
Pang, tapi tiada hasilnya sama sekali."
"Bu Ceng Sianli juga tidak berhasil menyelidiki tentang
markas Kui Bin Pang, namun dia berjanji membantuku
mencari Goat Nio."
"Oooh!" Cian Chiu Lo Kay manggut-manggut. Syukurlah dia
bersedia membantumu, sebab kepandaiannya tinggi sekali!"
"Aku justru bingung sekali." Tio Bun Yang menghela nafas
panjang. "Mungkinkah Goat Nio diculik pihak Kui Bin Pang?"
"Belum bisa dipastikan, maka kita hanya menyelidikinya, "
sahut Cian Chiu Lo Kay dan menambahkan. "Yang penting kita
hanya menyelidiki markas Kui Bin Pang, sebab Pangcu dan
lainnya pasti dikurung di sana!"
"Aaaah...!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang.
"Oh ya!" Cian Chiu Lo Kay memandangnya seraya
bertanya, "Apa rencanamu sekarang?"
"Aku harus pulang ke Pulau Hong Hoang To."
"Memang benar engkau pulang ke sana, sebab engkau
harus memberitahukan tentang semua kejadian ini. Tapi...
alangkah baiknya engkau tinggal di sini beberapa hari, siapa
tahu ada informasi mengenai markas Kui Bin Pang."
"Ng!" Tio Bun Yang mengangguk.
"Oh ya, engkau sudah mengobati Hui Khong Taysu?" tanya
Cian Chiu Lo Kay.
"Sudah." Tio Bun Yang mengangguk sekaligus
memberitahukan tentang itu, kemudian menggelenggelengkan
kepala. "Kedua orang tua Goat Nio sangat
mempercayaiku, tapi... kini Goat Nio malah diculik. Aku...."
"Itu kejadian di luar dugaan, mereka pasti tidak akan
mempersalahkanmu."
"Tapi...." Tio Bun Yang menghela nafas panjang. "Kalau
terjadi sesuatu atas diri Goat Nio entah bagaimana aku
jadinya!" "Jangan cemas!" hibur Cian Chiu Lo Kay. "Tidak akan
terjadi suatu apa pun atas diri Goat Nio. Percayalah!"
"Lo Kay...." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.
"Tinggallah engkau di sini beberapa hari, siapa tahu akan
memperoleh informasi mengenai markas Kui Bin Pang!"
"Baiklah." Tio Bun Yang mengangguk. "Aku akan tinggal di
sini beberapa hari, setelah itu baru berangkat ke Pulau Hong
Hoang To."
-oo0dw0oo- Bagian ke lima puluh sembilan
Penyerbuan ke Pulau Hong Hoang To
Ketua Kui Bin Pang duduk diam di kursi, kelihatannya
sedang mempertimbangkan sesuatu. Sedangkan Toa Hu Hoat-
Yo Kiam Heng memandangnya dengan hati berdebar-debar,
dikarenakan menyangkut keselamatan Lim Peng Hang, Gouw
Uang Tiong, Lam Kiong Soat Lan dan lainnya.
"Usul Toa Hu Hoat memang masuk akal," ujar ketua Kui Bin
Pang kemudian sambil manggut-manggut. "Itu agar mereka
saling membunuh."
"Ketua!" Toa Sat Kui kurang setuju. "Para penghuni Pulau
Hong Hoang To berkepandaian tinggi, tentu Lim Peng Hang
dan lainnya tidak akan sanggup melawan mereka."
"Itu tidak jadi masalah," sela Jie Hu Hoat-Kwan Tiat Him.
"Yang penting mereka saling membunuh. Apabila pihak Pulau
Hong Hoang To membunuh mereka, bukankah pihak Pulau
Hong Hoang To akan menyesal seumur hidup?"
"Betul!" Ketua Kui Bin Pang tertawa gelak. "Ha ha ha! Itu
merupakan pukulan hebat bagi para penghuni Pulau Hong
Hoang To!"
"Ngmmm!" Toa Sat Kui manggut-manggut. "Kalau begitu,
siapa yang akan mengepalai mereka?" tanyanya.
"Itu..." sahut ketua Kui Bin Pang setelah berpikir sejenak.
"Akan kuperintahkan dua puluh anggota berkepandaian tinggi
untuk ikut menyerbu ke Pulau Hong Hoang To."
"Bagus!" Toa Hu Hoat-Yo Kiam Heng tertawa gelak. "Ha ha
ha! Pulau Hong Hoang To pasti kacau balau!"
"Ketua," ujar Toa Sat Kui sungguh-sungguh. "Siapa yang
akan memimpin mereka itu?"
"Salah seorang anggota yang berkepandaian tinggi," sahut
ketua Kui Bin Pang dan menambahkan, "Kalian punya suatu
usul mengenai itu?"
"Aku punya usul, Ketua," ujar Toa Sat Kui.
"Apa usulmu" Beritahukanlah!" Ketua Kui Bin Pang
memandangnya. "Usul yang baik dan tepat pasti kuterima."
"Setahuku..." ujar Toa Sat Kui sambil memandang kedua
Hu Hoat. "Kepandaian mereka berdua sangat tinggi, maka
bagaimana kalau mereka berdua yang memimpin penyerbuan
itu?" "Itu...." Ketua Kui Bin Pang menatap Toa Hu Hoat dan Jie
Hu Hoat. "Bagaimana menurut kalian?"
"Kalau Ketua perintahkan kami untuk memimpin
penyerbuan itu, tentu kami menurut," sahut Toa Hu Hoat-Yo
Kiam Heng. "Baiklah." Ketua Kui Bin Pang manggut-manggut.
"Kuperintahkan kalian berdua memimpin penyerbuan ke Pulau
Hong Hoang To."
"Tapi..." tanya Toa Hu Hoat-Yo Kaim Heng mendadak.
"Apakah Lim Peng Hang dan lainnya akan menuruti
perintahku?"
"Mereka tidak akan menuruti perintah kalian berdua," sahut
ketua Kui Bin Pang dengan tertawa. "Ha ha ha! Namun ada
satu cara untuk membuat mereka patuh kepada perintah
kalian berdua."
"Bagaimana caranya"' tanya Yo Kiam Heng.
Ketua Kui Bin Pang tidak menyahut, melainkan bersiul
panjang. Seketika juga muncul Lim Peng Hang. Gouw Han
Tiong dan lainnya. Mereka berbaris rapi di tengah-tengah
ruangan itu, kelihatannya sedang menunggu perintah dari
ketua Kui Bin Pang.
"Kalian semua harus patuh kepada perintah kedua orang
itu!" ujar ketua Kui bin Pang sambil menunjuk kedua Hu Hoat.
"Ya," sahut Lim Peng Hang dan lainnya.
"Toa Jie Hu Hoat!" Ketua Kui Bin Pang memandang
mereka. "Kalian pendengarkan suara!"
Kedua Hu Hoat itu segera memperdengarkan suara masingmasing,
Lim Peng Hang dan lainnyajl mendengarkan dengan
penuh perhatian.
"Lim Peng Hang! Kalian semua sudah mengenali suara
kedua orang itu?" tanya ketua Kui Bin Pang.
"Kami sudah mengenali suara kedua orang itu," sahut Lim
Peng Hang dan lainnya serentak. "Kami semua harus
mematuhi perintah mereka berdua."
"Bagus! Bagus!" Ketua Kui Bin Pang tertawa gembira. "Ha
ha ha! Toa Sat Kui, cepat ambilkan kedok setan warna biru!"
"Ya, Ketua." Toa Sat Kui segera melaksanakan perintah itu.
Tak lama ia sudah kembali dengan membawa beberapa buah
kedok setan warna biru.
"Berikan kepada mereka!" perintah Ketua Kui Bin Pang. .
Toa Sat Kui langsung membagi-bagikan kedok setan warna
biru itu kepada Lim Peng Hang dan lainnya.
"Kalian semua harus memakai kedok setan itu!" seru ketua
Kui Bin Pang. Lim Peng Hang dan lainnya segera memakai kedok setan
tersebut. Ketua Kui Bin Pang tertawa gelak.
"Ha ha ha! Kini kalian semua dipanggil Setan Muka Biru!" .
"Ya," sahut Lim Peng Hang dan lainnya serentak.
"Toa Hu Hoat!" ujar ketua Kui Bin Pang. "Coba berilah
mereka perintah!"
"Ya." Toa Hu Hoat-Yo Kiam Heng mengangguk, kemudian
berseru, "Setan Muka Biru! Cepatlah kalian duduk di lantai!"
Lim Peng Hang dan lainnya langsung duduk di lantai.
Kemudian Toa Hu Hoat memberi perintah lagi.
"Setan Muka Biru, kalian berdirilah!"
Lim Peng Hang dan lainnya cepat-cepat bangkit berdiri. Itu
sungguh menggirangkan ketua Kui Bin Pang.
"Nah! Kini mereka semua sudah di bawah peintah kalian
berdua. Besok pagi kalian berdua dan mereka serta dua puluh
anggota yang berkepandaian tinggi harus berangkat ke Pulau
Hong Hoang To!"
"Ya, Ketua." Kedua Hu Hoat itu mengangguk. Kami berdua
siap berkorban demi Kui Bin Pang!"
"Bagus! Bagus!" Ketua Kui Bin Pang tertawa lerbahakbahak.
"Ha ha ha! Ha ha ha...!"
-oo0dw0oo- Keesokan harinya, berangkatlah mereka ke Pulau Hong
Hoang To. Yang menjadi penunjuk jalan adalah Lim Peng
Hang. Enam tujuh hari kemudian, tampak sebuah perahu layar
berlabuh di pantai Pulau Hong Hoang To. Ternyata mereka
telah tiba ke pulau tersebut
"Siapa kalian?" Mendadak terdengar suar; bentakan, yang
tidak lain adalah Lie Man Chiu Betapa terkejutnya Lie Man
Chiu ketika melihat para pendatang itu memakai kedok setan.
Tahulah ia bahwa mereka dari perkumpulan Kui Bin Pang
"Ha ha ha!" Toa Hu Hoat-Yo Kiam Heng tertawa gelak.
"Kami ke mari ingin bertemu Tocu (Majikan Pulau)!"
"Itu..." Kening Lie Man Chiu berkerut. "Baik lah. Mari ikut
aku!" Lie Man Chiu melesat pergi. Kedua Hu Hoat dan lainnya
segera mengikutinya dengan menggunakan ginkang.
Berselang beberapa saat kemudian, sampaila mereka di
tempat tinggal Tio Tay Seng, dan Li Man Chiu segera berseru.
"Kui Bin Pang datang berkunjung...!"
Belum juga suaranya sirna, muncullah Tio Ta Seng, Kou
Hun Bijing, Kim Siauw Suseng. Sa Gan Sin Kay, Tio Cie Hiong,
Lim Ceng Im da Tio Hong Hoa.
"Ha ha ha!" Tio Tay Seng tertawa gelak "Angin apa yang
meniup kalian ke mari" Ingin damai atau bertarung di sini?"
"Kami ingin membasmi para penghuni pulau ini!" sahut
para anggota Kui Bin Pang serentak.
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa terbahak-bahak.
"Sungguh kebetulan, tanganku sudah gatal sekali!"
"Toa Jie Hu Hoat," ujar salah seorang anggota. "Cepatlah
perintahkan Setan Muka Biru menyerang mereka!"
"Baik." Yo Kiam Heng mengangguk dan berseru. "Setan
Muka Biru, cepatlah kalian bunuh mereka yang memakai
kedok setan muka putih!"
"Toa Hu Hoat! Engkau,,, engkau berani berkhianat?" salah
seorang anggota menudingnya. Ketua pasti tidak akan
mengampuni kalian berdua...."
Ucapannya terhenti, karena orang itu mulai diserang oleh
salah seorang yang memakai kedok setan warna biru.
Di saat itu mendadak seseorang yang memakai kedok setan
biru berlari ke arah Tio Cie Hiong sambil melepaskan kedok
setan yang dipakainya.
"Paman! Cepat bantu orang-orang yang memakai kedok
setan warna biru!" Orang itu ternyata Lam Kiong Soat Lan.
"Mereka adalah Kakek Lim, Kakek Gouw, Kam Hay Thian dan
lainnya!" "Oh?" Tio Cie Hiong terkejut bukan main.
Sebelum ia bergerak, Kou Hun Bijin, Sam " ian Sin Kay, Kim
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siauw Suseng dan Tio Tay Seng sudah bergerak lebih dahulu
membunuh para anggota Kui Bin Pang.
"Jangan membunuh orang yang memakai kedok setan
warna kuning!" teriak Lam Kiong Soat Lan memberitahukan.
"Mereka berdua berpihak kepada kita!"
Dalam waktu sekejap, para anggota Kui Bin Pang itu sudah
menjadi mayat Sam Gan Sin Kay tertawa terbahak-bahak.
"Ha ha ha! Sungguh puas hatiku!"
"Pengemis bau," tanya Kou Hun Bijin. "Engkau berhasil
membunuh berapa orang?"
"Empat."
"Hi hi hi!" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan "Aku berhasil
membunuh lima orang."
"Bangga ya?" tanya Sam Gan Sin Kay bernadaj sindiran.
"Dasar...."
"Pengemis bau...." Kou Hun Bijin melotot.
"Istriku," bisik Kim Siauw Suseng. "Sudahlah! Jangan ribut
dengan pengemis bau!"
Sementara kedua Hu Hoat berdiri mematung di tempat,
Lam Kiong Soat Lan menghampiri mereka sambil tersenyum.
"Siapa di antara kalian yang bernama Yo Kiam Heng?"
tanya gadis itu lembut.
"Aku," sahut Yo Kiam Heng.
"Saudara Yo, bolehkah engkau melepaskan! kedok setan
yang menyeramkan itu?" tanya Lam Kiong Soat Lan sambil
memandangnya. "Boleh." Perlahan-lahan Yo Kiam Heng melepaskan kedok
setan yang di mukanya.
"Haaa...!" seru Lam Kiong Soat Lan tak tertahan. Ternyata
dia menyaksikan seraut wajah yang sangat tampan.
"Engkau...."
"Aku Yo Kiam Heng."
"Oooh!" Lam Kiong Soat Lan manggut-manggut dengan
wajah kemerah-merahan.
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa gelak. "Tak disangka
sama sekali, engkau begitu tampan"
"Terimakasih atas pujian lo cianpwce!" ucap Yo Kiam Heng.
"Engkau!" Sam Gan Sin Kay menunjuk yang lain. "Cepat
lepaskan kedok setan yang menjijikkan itu!"
"Ya." Kwan Tiat Him segera melepaskan kedok setan itu.
"Hah?" Mulut Sam Gan Sin Kay terngangga lebar, karena
Kwan Tiat Him juga seorang pemuda tampan. "Siapa engkau?"
"Namaku Kwan Tiat Him, lo cianpwee."
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa gelak. "Bagus!
Bagus!" Sementara Lim Peng Hang dan lainnya terus berdiri
mematung di tempat, tidak bergerak sama sekali.
"Saudara Yo. cepat perintahkan mereka melepaskan kedok
setan itu!" ujar Lam Kiong Soat Lan sambil tersenyum.
"Ya." Yo Kiam Heng mengangguk lalu berseru, "Setan Muka
Biru, cepatlah lepaskan kedok setan kalian!"
Lim Peng Hang dan lainnya segera melepaskan kedok
masing-masing seketika terdengari suara seruan yang tak
tertahan. "Ayah! Ayah...!" Yang berseru itu adalah Lim Ceng Im, dan
langsung berlari mendekatinya. "Ayah...!"
Akan tetapi, Lim Peng Hang tetap diam dani berdiri
mematung, sama sekali tidak menghiraukan Lim Ceng Im.
"Ayah! Ayah...!" Lim Ceng Im memegang lengan Lim Peng
Hang erat-erat. "Ayah...!"
"Adik Im," ujar Tio Cie Hiong. "Ayah terkena semacam ilmu
sesat, tidak akan mengenalimu!"
"Benar." Yo Kiam Heng mengangguk. "Lo cianpwee itu
terkena ilmu Toh Hun Tay Hoat, hanya ketua yang mampu
menyadarkannya."
"Oh?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening, "tapi kenapa
Soat Lan tidak terpengaruh oleh ilmu sesat itu?"
"Sebab aku tidak mecekokinya dengan obat penghilang
kesadaran," jawab Yo Kiam Heng memberitahukan. "Maka
ilmu sesat itu cuma beri tahan sekitar sepuluh hari."
"Oooh!" Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Bagaimana
mereka yang dicekoki obat itu?" tanyanya.
"Itu berarti Toh Hun Tay Hoat akan bertahan tahunan, dan
membuat mereka menjadi gila," jawab Yo Kiam Heng dan
menambahkan, "Namun ada satu macam ilmu yang dapat
menghilangkan ilmu sesat itu."
"Ilmu apa itu?" tanya Tio Cie Hiong cepat.
"Ilmu Penakluk Iblis." Yo Kiam Heng memberitahukan.
"Oooh!" Tio Cie Hiong manggut-manggut sambil
tersenyum. "Aku memang memiliki ilmu tersebut."
"Oh?" Wajah Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him berseri.
"Kalau begitu... syukurlah!"
"Kakak Cie Hiong." ujar Lim Ceng Im. "Cepatlah sadarkan
mereka dengan ilmu itu!"
"Baik." Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Karena sulingku
tidak ada, maka aku akan menggunakan suara siulan untuk
menyadarkan mereka."
"Cepatlah!" desak Lim Ceng Im.
Tio Cie Hiong menarik nafas dalam-dalam, kemudian
bersiulan panjang menggunakan ilmu Penakluk Iblis.
Di saat bersamaan, terdengar pula suara suling mengiring
suara siulan tersebut, yang juga menggunakan ilmu Penakluk
Iblis, lalu melayang turun seseorang yang tidak lain adalah Tio
Bun Yang. Hal 80-81 hilang
"Dia... dia...." Tio Bun Yang menghela nafas panjang.
"Ketika kami pulang dari daerah Miauw, kami bermalam di
sebuah penginapan...."
"Apa?" Betapa cemasnya Kou Hun Bijin. "Goat Nio diculik"
Siapa yang menculiknya?"
"Aku... aku tidak tahu." Tio Bun Yang menggelengkan
kepala. "Aku tidur di kamar lain...."
"Goblok sekali engkau!" bentak Kou Hun Bijin. "Kenapa
engkau tidak tidur sekamar dengan dia" Karena engkau tidak
tidur sekamar dengan dia, maka dia diculik! Engkau...."
"Tenanglah, isteriku!" ujar Kim Siauw Suseng. "Mari kita
masuk rumah dulu, setelah itu barulah kita tanyakan kepada
Bun Yang!"
"Goat Nio telah diculik, bagaimana mungkin aku bisa
tenang?" bentak Kou Hun Bijin.
"Tenang!" bisik Kim Siauw Suseng. "Ayohlah! Mari kita
masuk!" Kim Siauw Suseng menariknya ke dalam. Yang lain pun ikut
ke dalam. Setelah duduk, Kou Hun Bijin terus melotot ke arah
Tio Bun Yang. Sedangkan Lim Ceng Im segera pergi ke dapur untuk
menggodok rumput Tanduk Naga. Berselang beberapa saat
kemudian, ia sudah kembali ke ruang depan dengan
membawa obat yang telah dimasaknya.
Ia memberikan obat itu kepada Lim Peng Hang, Gouw Han
Tiong dan lainnya. Kemudian ia duduk sambil menunggu
bagaimana reaksi mereka yang telah diberi minum obat
tersebut. Beberapa saat kemudian, mendadak Toan Beng Kiat berlari
ke arah Gouw Han Tiong seraya berseru.
"Kakek! Kakek...!"
"Beng Kiat cucuku!" sahut Gouw Han Tiong. "Beng Kiat...."
"Kakek! Kakek...!" panggil Toan Beng Kiat.
Sementara yang lain saling memandang, kemudian
Bokyong Sian Hoa berseru girang.
"Hui San! Hui San...!"
"Sian Hoa! Sian Hoa...!" sahut Lu Hui San penuh
kegirangan. Itu membual suasana agak ramai, tapi jadi semarak.
"Ha ha ha!" Tio Tay Seng tertawa gelak. Ayoh, duduklah!"
Mereka segera duduk. Sementara Kou Hun Bijin terus
memandang Tio Bun Yang. Setelah mereka semua duduk,
barulah ia membuka mulut.
"Bun Yang, beritahukan bagaimana Goat Nio bisa diculik
orang!" "Setelah memperoleh rumput Tanduk Nada di daerah
Miauw, kami pulang dengan hati riang gembira." Tio Bun Yang
mulai menutur. "Kemudian kami bermalam di sebuah
penginapan...."
"Mana surat itu?" tanya Kou Hun Bijin.
Tio Bun Yang segera menyerahkan sepucuk surat kepada
Kou Hun Bijin. Setelah membaca bersama Kim Siauw Suseng,
Kou Hun Bijin bertanya,
"Engkau tahu siapa penculik itu?"
"Tidak tahu."
"Engkau memang goblok!" tegur Kou Hun Bijin melotot.
"Kenapa engkau berpisah kamar dengan Goat Nio?"
"Aku...." Wajah Tio Bun Yang memerah. "Aku...."
"Bijin, mereka berdua cuma merupakan sepasang kekasih,
bukan sepasang suami isteri. Nah, bagaimana mungkin
mereka tidur sekamar?" sahut Sam Gan Sin Kay.
"Itu tidak apa-apa," ujar Kou Hun Bijin lantang. "Yang
penting tidak berbuat begitu."
"Kalau sudah sekamar, mungkinkah mereka tidak akan
kontak?" tanya Sam Gan Sin Kay sambil tertawa.
"Kalau mau kontak, di tempat mana pun bisa," sahut Kou
Hun Bijin, lalu menatap Tio Bun Yang seraya bertanya.
"Kenapa.engkau dan Goat Nio pergi ke daerah Miauw?"
"Untuk mengambil rumput Tanduk Naga."
"Jadi kalian berdua sudah tahu mereka minuml obat
penghilang kesadaran?" tanya Kou Hun Bijinl
"Kami sama sekali tidak tahu, itu dikarenakanl ingin
menolong para ketua partai-partai besar yang terkena pukulan
yang dilancarkan Seng Hwe Sin Kun." Tio Bun Yang
memberitahukan. "Mereka menjadi gila, hanya dapat
disembuhkan dengan rumput Tanduk Naga. Justru aku tidak
menyangka sama sekali, rumput Tanduk Naga itu pun dapat
menyembuhkan kakek dan lainnya."
"Seng Hwee Sin Kun?" Tio Tay Seng tampak terkejut. "Jadi
dia telah berpihak pada Kui Bin Pang?"
"Dia...." Tio Bun Yang memberitahukan tentang keadaan
Seng Hwee Sin Kun, kemudian menambahkan. "Namun dia
telah mati di tangan Bu Ceng Sianli dan Kam Hay Thian."
"Betul," sambung Kam Hay Thian. "Bu Ceng Sianli
membantuku membunuh Seng Hwee Sin Kun. Di saat itulah
Kakek Lim dan Kakek Gouw ditangkap Kui Bin Pang."
"Oooh!" Tio Tay Seng manggut-manggut.
"Aaaah...." Mendadak Tio Bun Yang menghela nafas
panjang. "Aku sudah ke sana ke mari mencari Goat Nio, tapi
tiada hasilnya! Aku... aku bingung dan cemas sekali, entah dia
diculik oleh siapa?"
"Ketua kami yang menculiknya," sahut Yo Kiam Heng.
"Apa?" seru Tio Bun Yang tak tertahan. "Ketua Kui Bin Pang
yang menculik Goat Nio?"
"Ya." Yo Kiam Heng mengangguk.
"Bagaimana keadaannya" Apakah dia baik-baik saja?" tanya
Tio Bun Yang tegang sambil rnenanlapnya.
"Dia baik-baik saja," sahut Yo Kiam Heng memberitahukan.
"Bahkan aku pun sempat bercakap-cakap dengan dia...."
Yo Kiam Heng menutur mengenai ketua Kui Bin Pang
menyuruhnya membujuk gadis itu.
"Ketua Kui Bin Pang memang sangat tertarik kepada Goat
Nio," ujar Kwan Tiat Him. "Sebab dia berpesan kepada kami,
harus baik-baik memperlakukannya."
"Kalian tahu siapa ketua Kui Bin Pang itu?" tanya Tio Cie
Hiong. "Maaf, Paman," jawab Yo Kiam Heng. "Kami tidak tahu.
Yang jelas dia semuda kami."
"Aku pun yakin, ketua Kui Bin Pang itu punya dendam
pribadi dengan Saudara Bun Yang." Kwan Tiat Him
memberitakukan. "Karena dia pernah bilang akan mencincang
Saudara Bun Yang."
"Heran?" gumam Tio Bun Yang. "Siapa ketua Kui Bin Pang
itu" Kenapa dia begitu dendam kepadaku?"
"Siapa ketua Kui Bin Pang itu tidak perlu dibicarakan,"
tandas Kou Hun Bijin sambil memandang Yo Kiam Heng.
"Yang penting kalian berdua harus mengantar kami ke markas
Kui Bin Pang itu."
"Tidak bisa." Yo Kiam Heng menggelengkan kepala.
"Kenapa?" bentak Kou Hun Bijin.
"Sebab di sana banyak sekali jebakan." Yo Kiam Heng
memberitahukan. "Kalau aku mengantar kalian ke sana, sama
juga pergi cari mati."
"Engkau tidak tahu jebakan-jebakan itu?" tanya Kim Siauw
Suseng. "Kami semua tidak tahu, kecuali ketua sendiri," jawab Yo
Kiam heng jujur dan menambahkan. "Tapi kami akan
berusaha menolong Nona Siang Koan."
"Aaaah...!" Kou Hun Bijin menghela nafas panjang.
"Kiam Heng!" Tio Cie Hiong menatapnya seraya bertanya.
"Sebetulnyanya siapa kalian berdua?"
"Kakek kami adalah anggota Kui Bin Pang. Kedudukan
kakek kami tinggi sekali, yakni Dua Pelindung," jawab Yo Kiam
Heng memberitahukan. "Kakek kami menutur tentang Kui Bin
Pang kepada ayah kami, lalu ayah kami menutur kepada kami.
Maka kami tahu jelas mengenai Kui Bin Pang. Ketika melihat
kembang api aneh di angkasa, kami pun tahu bahwa itu kode
dari Kui Bin Pang untuk memanggil para anggotanya
berkumpul. Aku berangkat ke tempat tujuan, di tengah jalan
bertemu saudara Kwan. Kami bercakap-cakap, dan sejak itu
kami menjadi teman baik."
"Oooh!" Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Lalu kenapa
kalian berdua berkhianat?"
"Karena kami tahu bahwa Kui Bin Pang itu perkumpulan
jahat. Lagi pula sebelum kami mencapai tempat tujuan, kami
bertemu seorang tua." ujar Yo Kiam Heng. "Orang tua itu
adalah anak Tetua Kui Bin Pang. Beliau menasihati kami dan
lain sebagainya. Setelah kami bertemu ketua Kui Bin Pang,
kami pun sering memberi informasi tentang kegiatan Kui Bin
Pang kepada orang tua itu"
"Oooh!" Tio Cie Hiong manggut-manggut lagi dan bertanya.
"Bagaimana kepandaian ketua Ku Bin Pang?"
"Sangat tinggi sekali." Yo Kiam Heng memberitahukan.
"Bahkan dia pun memiliki sebuah genta maut."
"Genta maut?" Tio Cie Hiong mengerulk; kening.
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya." Yo Kiam Heng mengangguk. "Apabil genta maut itu
dibunyikan, maka pihak lawan pasti mati."
"Oh?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening lagi, namun
kemudian manggut-manggut. "Kini para anggota itu telah mati
semua, apa rencana kalian sekarang?"
"Tentunya kami harus kembali ke markas", jawab Yo Kiam
Heng. "Sebab kami harus berusaha menolong Nona Siang
Koan." "Terimakasih, Saudara Yo! " ujar Tio Bun Yang. "Oh ya!
Bagaimana kalau aku meny; salah seorang di antara kalian?"
"Jangan!" Yo Kiam Heng menggelengkan kepala.
"Sebab akan membahayakan diri kita. Biar kami saja yang
berupaya menolong Nona Siang Koan karena ketua Kui Bin
Pang telah mempercayai kami".
"Itu..."Tio Bun Yang nampak ragu.
"Saudara Tio!" Kwan Tiat Him tersenyum.
"Percayalah! Kalau Saudara yang muncul justru akan
membahayakan diri Nona Siang Koan."
"Kalau begitu...." Tio Bun Yang memandang Kou Hun Bijin
seakan minta pendapat.
"Baiklah." Kou Hun Bijin manggut-manggut. Kalian berdua
harus dapat menolong putriku!"
"Ya." Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him mengangguk.
"Agar aman dan tidak terjadi lagi hal-hal yang tak
diinginkan, maka alangkah baiknya Sie Keng Hauw, Lie Ai ling,
Lu Kam Hay Thian dan Lu Hui San tinggal di pulau ini, tidak
boleh ke Tionggoan."
"Kami..." Mereka berempat saling memandang.
"Benar." Tio Cie Hiong manggut-manggut dan
menambahkan, "Sedangkan Toan Beng Kiat, Lam Kiong Soal
Lan dan Bokyong Sian Hoa harus segera pulang ke Tayli."
"Memang harus begitu," sahut Sam Gan Sin Kay. "Ilu agar
tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan."
"Paman," tanya Lam Kiong Soat Lan pada Tio Cie Hiong.
"Mereka berdua pulang ke markas Kui Bin Pang, apakah ketua
Kui Bin Pang tidak akan mencurigai mereka?"
"Kalau mereka berdua pulang dalam keadaan seperti
sekarang, tentunya akan menimbulkan kecurigaan ketua Kui
Bin Pang itu," sahut Tio Cie Hiong sungguh-sungguh. "Oleh
karena itu, sebelum mereka ke Tionggoan, aku harus melukai
mereka seberat-beratnya."
"Paman...." Lam Kiong Soat Lan terkejut bukan main.
"Adik Soat Lan," ujar Yo Kiam Heng. "Memang harus
begitu, agar ketua Kui Bin Pang tidak mencurigai kami."
Wajah Lam Kiong Soat Lan agak memerah, karena Yo Kiam
Heng memanggilnya adik, namun gadis itu bergirang dalam
hati. "Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay yang usil itu langsung
tertawa terbahak-bahak. "Soat Lan, pemuda itu memanggilmu
adik, maka engkau pun harus memanggilnya kakak lho!
Jangan malu-malu, aku tahu kalian berdua sudah saling jatuh
hati! Ha ha ha...!"
"Kakek Tua!" Wajah Lam Kiong Soat Lan bertambah merah.
"Kami...."
"Hi hi hi!" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan seraya berkata,
"Kiam Heng, kalau engkau berhasil menolong putriku, barulah
kuijinkan Soat Lan mencintaimu."
"Isteriku!" bisik Kim Siauw Suseng. "Tidak boleh
mengatakan begitu."
"Itu mendorong semangatnya untuk menolong Goat Nio,"
sahut Kou Hun Bijin dengan berbisik pula.
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa. "Bisik-bisik nih ya!"
"Pengemis bau, jangan terus menyindir!" bentak Kou Hun
Bijin sambil melotot. "Hati-hati engkau, sebab aku sedang
kesal nih!"
"Oh?" Sam Gan Sin Kay tertawa lagi.
"Ayah," tanya Lim Peng Hang mendadak. "Apakah Bun
Yang seorang yang menyertai kami ke Tionggoan?"
"Ya." Sam Gan Sin Kay mengangguk. "Cukup dia seorang
diri saja."
"'Kapan kami kembali ke Tionggoan?" tanya Lim Peng
Hang. "Peng Hang!" bentak Sam Gan Sin Kay. "Engkau sudah
sedemikian tua, tapi masih seperti anak kecil! Pikir sendiri
harus berangkat kapan, tidak perlu bertanya padaku! Dasar!"
"Baik." Lim Peng Hang mengangguk. "Kami akan kembali
ke Tionggoan esok pagi."
"Ayah kok begitu cepat kembali ke Tionggoan?" Mata Lim
Ceng Im mulai basah.
"Ceng Im!" Lim Peng Hang tersenyum. "Anakmu sudah
begitu besar, kok engkau malah seperti anak kecil!"
"Hi hi hi!" Kou Hun Bijin tertawa cekikikan. "Tadi pengemis
bau menegur Lim Peng Hang, kini Lim Peng Hang menegur
anaknya! Dasar penyakit turunan!"
"Eh" Bijin...." Sam Gan Sin Kay melotot. "Engkau sudah
bisa tertawa" Bukankah engkau masih kesal?"
"Sudahlah!" ujar Tio Tay Seng. "Kalian jangan terus ribut
saja! Urusan akan jadi runyam lho!"
Kou Hun Bijin dan Sam Gan Sin Kay masih saling melotot,
namun mulut mereka tidak mengeluarkan suara.
"Kalian...." Tio Tay Seng memandang Toan Beng Kiat, Lam
Kiong Soal Lan dan Bokyong Sian Hoa seraya berkata. "Kalian
bertiga pun harus pulang ke Tayli esok pagi!"
"Kami...." Toan Beng Kiat, Lam Kiong Soat Lan dan
Bokyong Sian Hoa saling memandang.
"Beng Kiat," ujar Gouw Han Tiong. "Kalian bertiga memang
harus pulang esok pagi. Setelah ketua Kui Bin Pang dibasmi,
barulah kalian boleh pesiar kemari lagi."
"Ya, Kakek." Toan Beng Kiat mengangguk.
"Oh ya!" Gouw Han Tiong memandangnya sambil
tersenyum. "Kalau memang engkau dan Sian Hoa sudah saling
mencinta, lebih baik cepat-cepat menikah saja!"
"Kakek...." Wajah Toan Beng Kiat kemerah-merahan.
"Kakek tidak salah," ujar Bokyong Sian Hoa. "Setelah
sampai di Tayli, kami pasti segera menikah."
"Ha ha ha!" Gouw Han Tiong tertawa gembira. "Bagus!
Bagus!" "Adik Sian Hoa, engkau tidak bohong?" tanya Toan Beng
Kiat dengan wajah berseri.
"Aku tidak bohong. Tapi...." Bokyong Sian Hoa menghela
nafas panjang. "Dalam keadaan begini, pantaskah kita
melangsungkan pernikahan?"
"Itu...." Toan Beng Kiat menggeleng-gelengkan kepala.
"Memang tidak pantas, maka aku lidak akan mendesakmu."
"Kakak Beng Kiat, engkau sungguh berpengertian!" ujar
Bokyong Sian Hoa dengan tersenyum mesra.
"Yaaah...!" Gouw Han Tiong menghela nafas panjang.
"Kalau begitu, selelah Bun Yang berkumpul kembali dengan
Goat Nio, barulah kalian menikah."
"Ya, Kakek." Toan Beng Kiat mengangguk.
"Kini hari sudah mulai gelap, kalian boleh beristirahat," ujar
Gouw Han Tiong.
"Ya. Kakek." Toan Beng Kiat mengangguk, lalu menarik
Bokyong Sian Hoa ke belakang, Lam Kiong Soat Lan terpaksa
ikut ke belakang.
Sedangkan Yo Kiam Heng terus memandang gadis itu,
tentunya tidak terlepas dari mata Sam Gan Sin Kay.
"Ha ha ha!" Pengemis tua itu tertawa. "Anak muda, tunggu
apalagi" Cepatlah susul dia ke belakang!"
"Kakek Pengemis, aku...." Yo Kiam Heng tampak ragu-ragu
dan malu-malu. "Cepat susul gadis pujaan hatimu itu!" seru Sam Gan Sin
Kay. "Dia sangat mengharap kedatanganku, lho!"
"Ya." Yo Kiam Heng segera ke belakang.
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa gembira. "Kini Soat
Lan pun sudah punya kekasih! Bagus! Bagus!"
"Dasar pengemis bau!" Kou Hun Bijin melotot. "Sudah
hampir mampus tapi masih tetap usil!"
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa gelak. "Kalau aku
mampus, pasti jadi setan usil!"
Sementara Tio Bun Yang, Kwan Tiat Him, Kam Hay Thian
dan Lu Hui San terus memJ bungkam..
"Bun Yang, kalian pun boleh ke belakang. Temanilah
mereka!" ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
"Ya, Ayah." Tio Bun Yang mengangguk, lalui mengajak
Kwan Tiat Him, Kam Hay Thian dara Lu Hui San ke belakang.
-oo0dw0ooTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Setelah berada di halaman belakang, suasana di situ pun
menjadi ramai, diselingi pula dengan suara tawa yang riang
gembira. "Aku sama sekali tidak menyangka," ujar Toan Beng Kiat
sambil memandang Kam Hay Thian dan Lu Hui San. "Kalian
berdua bisa akur, bahkan saling mencinta pula."
"Ini yang disebut jodoh," sahut Kam Hay Thian sambil
tertawa. "Seperti kalian berdua."
"Oh, ya?" Toan Beng Kiat juga tertawa, kemudian
memandang Lam Kiong Soat Lan. "Benarkah engkau sudah
jatuh hati kepada Saudara Yo?"
"Eh?" Lam Kiong Soat Lam cemberut. "Kok sekarang
engkau jadi usil sih" Mau tahu saja urusan orang!"
"Aku boleh dikatakan sebagai kakakmu, ten-tunva aku
harus tahu. Ya, kan?" sahut Toan Beng Kiat sambil tersenyum,
lalu memandang Yo Kiam Heng serava bertanya, "Saudara Yo.
engkau belum punya anak isteri kan?"
"Belum," sahut Yo Kiam Heng. "Bahkan aku pun belum
punya kekasih."
"Kalau begitu...." Toan Beng Kiat tersenyum. "Engkau
sungguh-sungguh jatuh hati kepada Soat Lan?"
"Ya," sahut Yo Kiam Heng cepat tanpa berpikir sejenak
pun. "Aku memang telah jatuh hati kepadanya. Maka, aku
tidak mencekokinya dengan obat penghilang kesadaran."
"Saudara Yo," sela Kam Hay Thian. "Seandainya engkau
tidak jatuh hati kepada Soat Lan, tentu kami celaka semua."
"Jangan berkata begitu, Saudara Kam!" ujar Yo Kiam Heng
sungguh-sungguh. "Kalau pun aku tidak jatuh hati kepada
Soat Lan, aku juga akan berupaya menolong kalian."
"Terimakasih, Saudara Yo!" ucap Kam Hay Thian. Tiba-tiba
ia teringat sesuatu, dan langsung memandang Toan Beng Kiat
seraya bertanya, "Bagaimana kalian tertangkap oleh pihak Kui
Bin Pang?"
"Ketika kami sedang melakukan perjalanan menuju markas
pusat Kay Pang, mendadak muncul lima orang berpakaian
putih dan memakai kedok setan warna hijau. Mereka
mengundang kami ke markas Kui Bin Pang dengan alasan
bahwa kalian berada di sana. Maka, kami memenuhi
undangan mereka. Ternyata undangan itu cuma merupakan
perangkap saja." Toan Beng Kiat memberitahukan.
"Oooh!" Kam Hay Thian manggut-manggut. "Karena itu,
Soat Lan pun bertemu saudara Yo!"
"Jodoh!" sahut Toan Beng Kiat sambil tertawa, kemudian
memandang Tio Bun Yang, yang duduk diam dari tadi. "Eh"
Kenapa engkau terus melamun?"
"Aaah...." Tio Bun Yang menghela nafas panjang. "Aku
sedang memikirkan Goni Nio "
"Jangan khawatir, Saudara Bun Yang!" ujat Yo Kiam Heng.
"Aku dan Tiat Him pasli hei upaya menolongnya, percayalah!"
"Aku mempercayai kalian, namun tetap
mengkhawatirkannya," sahut Tio Bun Yang sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
Di saat bersamaan, Tio Bun Yang melihat Lam Kiong Soat
Lan berjalan ke tempat lain, dan memandang ke arah Yo Kiam
Heng. "Saudara Yo!" Tio Bun Yang tersenyum. "Soat Lan ke
tempat lain, cepatlah engkau susul dia! Mungkin dia ingin
membicarakan sesuatu kepadamu."
"Oh?" Yo Kiam Heng segera menoleh. Dilihatnya Lam Kiong
Soat Lan berjalan ke arah sebuah pohon. Segeralah pemuda
itu berlari ke arahnya. "Adik Soat Lan...."
"Kakak Kiam Heng..." sahut Lam Kiong Soat Lan sambil
duduk di bawah pohon itu. "Mari kita duduk di sini!"
"Ya." Yo Kiam Heng duduk di sebelahnya.
"Kakak Kiam Heng," tanya Lam Kiong Soat Lan dengan
suara rendah. "Setelah engkau berhasil menolong Goat Nio,
maukah engkau ke Tayli menengokku?"
"Itu sudah pasti. Tapi...." Yo Kiam Heng menatapnya
dalam-dalam. "Entah engkau merasa senang apa tidak?"
"Aku senang sekali bila engkau ke Tayli menengokku,"
sahut Lam Kiong Soat Lan sambil menundukkan kepala.
"Kakak Kiam Heng, betulkah engkau sudah jatuh hati
kepadaku?"
"Betul." Yo Kiam Heng mengangguk dan bertanya, "Engkau
juga sudah jatuh hatikah kepadaku"'
"Ya." Lam Kiong Soat Lan tersenyum manis.
"Adik Soat Lan...." Mendadak Yo Kiam Heng menggenggam
tangannya erat-erat seraya berbisik, "Aku sungguh gembira
sekali!" "Sama," bisik Lam Kiong Soat Lan sekaligus balas
menggenggam tangannya.
Di saat Yo Kiam Heng dan Lam Kiong Soat Lan sedang
saling mencurahkan isi hati masing-masing, di saat bersamaan
Tio Bun Yang dan Kwan Tiat Him juga sedang berbicara
serius. "Sudara Kwan, aku sangat mengharapkan bantuanmu."
"Tapi itu akan membahayakan dirimu," sahut Kwan Tiat
Him sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Biar aku dan Kiam
Heng menolong Nona Siang Koan."
"Aku ingin tahu berada di mana markas Kui Bin Pang itu,"
desak Tio Bun Yang.
"Engkau ingin ke sana menolong Nona Siang Koan kan?"
"Ya."
"Aaaah...!" Kwan Tiat Him menghela nafas panjang.
"Engkau harus tahu bahwa di sana banyak jebakan. Kalau aku
beritahukan itu sama juga mencelakai dirimu."
"Saudara Kwan," ujar Tio Bun Yang sungguh sungguh.
"Biar bagaimana pun aku harus ke sana menolong Goat Nio,
tidak bisa cuma mengandalkan kalian."
Kwan Tiat Him berpikir lama sekali, akhirnya mengangguk
seraya berkata dengan kening berkerut-kerut.
"Baiklah, aku akan memberitahukan kepadamu"
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Terimakasih, Saudara Kwan!" ucap Tio Bun Yang girang.
"Tapi engkau tidak boleh berangkat ke sana sekarang!"
pesan Kwan Tiat Him. "Engkau harus ke markas pusat Kay
Pang dulu, setelah itu barulah ke markas Kui Bin Pang, sebab
aku dan Kiam Heng akan membantumu dari dalam."
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk.
"Markas Kui Bin Pang terletak di puncak Gunung Mo Kui
San (Gunung Setan Iblis)," bisik kwan Tiat Him
memberitahukan. "Namun engkau harus berhati-hati, karena
banyak jebakan di sana!"
"Terimakasih! Terimakasih!" ucap Tio Bun Yang girang.
"Terimakasih!"
Keesokan harinya, Tio Cie Hiong menyuruh Tio Bun Yang
memanggil Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him.
"Paman panggil kami?" tanya Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat
Him setelah berdiri di hadapan Tio Cie Hiong.
"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk dengan wajah serius.
"Hari ini kalian semua harus ke Tionggoan. Oleh karena itu,
aku harus melukai kalian berdua."
"Silakan turun tangan, Paman!" ujar Yo Kiam Heng dan
Kwan Tiat Him serentak.
"Paman!" Lam Kiong Soat Lan dengan wajah agak
memucat. "Adik Soal Lan," ujar Yo Kiam Heng lembut. "Paman Cie
Hiong memang harus melukai kami. Kalau tidak, ketua Kui Bin
Pang pasti mencurigai kami."
"Tapi...." Mata Lam Kiong Soal Lan mulai basah.
"Soat Lan, engkau tidak usah cemas, aku cuma melukainya,
tidak akan membuat dirinya celaka." sela Tio Cie Hiong
dengan tersenyum.
"Paman...."
"Soat Lan, engkau harus tenang. Kalau mereka tidak
dilukai, justru mereka akan celaka," sambung Lim Ceng Im
lembut. "Bibi...."
Sementara Tio Cie Hiong sudah bangkit dari duduknya, lalu
dengan perlahan-lahan mendekati Yo Kiam Heng dan Kwan
Tiat Him. Setelah itu, mendadak Tio Cie Hiong mengibaskan
lengan bajunya.
"Aaaaakh...!" jerit Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him.
Mereka berdua terpental beberapa depa. kemudian roboh
dengan mulut mengeluarkan darah.
"Kakak Kiam Heng! Kakak Kiam Heng!" terriak Lam Kiong
Soat Lan sambil menghampiri pemuda itu. "Bagaimana
lukamu" Apakah parah sekali?"
"Adik...." Wajah Yo Kiam Heng pucat pias, begitu pula
Kwan Tiat Him. "Aku yakin ketua Kui Bin Pang mampu mengobati kalian,"
ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan, "Walau kalian berdua
telah terluka parah, namun jangan khawatir! Aku akan
memberi kalian obat. tapi jangan dimakan sekarang, harus
dimakan nanti! Kalau kalian makan sekarang, ketua Kui Bin
Pang pasti curiga, karena dia akan memeriksa luka kalian."
"Te... terimakasih, Paman..." ucap Yo Kiam Heng dan Kwan
Tiat Him. Tio Cie Hiong tersenyum, kemudian memberi mereka
seorang sebutir obat, lalu kembali ke tempat duduk.
"Sekarang kalian boleh meninggalkan pulau ini." ujar Tio
Tay Seng dan melanjutkan. "Beng Kiat. Sian Hoa dan Soat Lan
pun boleh berangkat ke Tayli sekarang."
"Ya." Toan Beng Kiat mengangguk.
"Peng Hang!" Sam Gan Sin Kay memandangnya. "Engkau
dan Han Tiong serta Bun Yang boleh kembali ke markas
sekarang."
"Kakek...!" seru Lim Ceng Im tak tertahan, karena merasa
berat berpisah dengan ayahnya.
"Ceng Im, mereka harus berangkat sekarang, kalau tidak,
Kay Pang pasti berantakan," sahut Sam Gan Sin Kay.
"Benar." Lim Peng Hang manggut-manggut. "Ceng Im,
ayah dan Han Tiong serta Bun Yang memang harus berangkat
sekarang.' "Ayah...." Lim Ceng Im mulai terisak-isak.
"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa gelak. "Sudah
berusia empat puluh lebih, tapi kok masih cengeng?"
"Ibu!" Tio Bun Yang mentapnya. "Kami harus berangkat
sekarang."
"Hati-hati, Nak!" pesan Lim Ceng Im.
"Ya, Ibu." Tio Bun Yang mengangguk.
"Bun Yang!" Tio Cie Hiong menatapnya serius. "Biar
bagaimana pun, engkau harus menolong Goat Nio. Tapi...
harus berhati-hati, jangan ceroboh!"
"Ya, Ayah." Tio Bun Yang mengangguk lagi.
"Bun Yang!" Kou Hun Bijin mulai bersuara. "Hilangnya Goat
Nio adalah tanggung jawabmu, maka engkau harus
mencarinya!"
"Ya," ujar Tio Bun Yang sungguh-sungguh. "Kalau terjadi
apa-apa atas diri Goat Nio, aku pun tidak akan hidup lagi."
"Bun Yang...." Lim Ceng Im terkejut.
"Ibu...." Mata pemuda itu tampak basah. "Aku-aku sangat
mencintai Goat Nio."
-oo0dw0oo- Bagian ke enam puluh
Mengosongkan Markas untuk menjebak
Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him telah tiba di Gunung Mo
Kui San. Karena mereka telah melakukan perjalanan, sehingga
membuat luka mereka bertambah parah. Tiba-tiba muncul
beberapa anggota Kui Bin Pang. Begitu melihat mereka,
terkejutlah para anggota Kui Bin Pang itu. "Toa Jie Hu
Hoat...." "Kalian... kalian..." sahut Yo Kiam Heng lemah. "Cepat
papah kami ke markas!"
Para anggota Kui Bin Pang itu segera memapah mereka.
Berselang beberapa saat kemudian, sampailah di markas
tersebut. Ketua Kui Bin Pang langsung memeriksa mereka, lalu
memberi mereka semacam obat.
"Makanlah obat itu!" ujar ketua Kui Bin Pang.
"Terimakasih, Ketua!" sahut Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat
Him, lalu makan obat tersebut.
"Luka kalian cukup parah," ujar ketua Kui Bin Pang. "Orang
yang melukai kalian itu memiliki Iweekang yang sangat tinggi.
Beritahukanlah kepadaku siapa orang itu!"
"Dia adalah Tio Cie Hiong." Yo Kiam Heng
memberitahukan. "Kepandaiannya memang tinggi sekali. Kami
berdua tidak sanggup melawannya, untung masih dapat
meloloskan diri."
"Bagaimana yang lain?" tanya ketua Kui Bin Pang.
"Para anggota itu telah terbunuh semua," jawab Kwan Tiat
Him. "Sedangkan Lim Peng Hang dan lainnya telah sembuh."
"Apa?" Ketua Kui Bin Pang tampak terkejut. "Mereka telah
sembuh?" "Ya." Kwan Tiat Him mengangguk.
"Siapa yang menyembuhkan mereka?"
"Tio Cie Hiong," jawab Yo Kiam Heng dan menambahkan.
"Sungguh tak disangka, dia memiliki ilmu Penakluk Iblis!"
"Oooh!" Ketua Kui Bin Pang manggut-manggut. "Pantas dia
dapat menyembuhkan mereka!"
"Ketua," tanya Toa Sat Kui. "Kini apa rencana kita?"
"Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang tertawa gelak. "Siang Koan
Goat Nio masih berada di tangan kita, maka aku yakin mereka
pasti akan menyerbu ke mari!"
"Itu tidak mungkin." Yo Kiam Heng menggelengkan kepala.
"Sebab mereka tidak tahu berada di mana markas kita!"
"Lambat laun mereka pasti tahu," sahut katun Kui Bin Pang.
"Oleh karena itu, aku justru punya suatu rencana."
"Ketua punya rencana apa?" tanya Kwan liat Him.
"Kita akan mengosongkan markas ini," sahut ketua Kui Bin
Pang sambil tertawa gelak. "Ha ha ha...!"
"Mengosongkan markas ini?" Kwan Tiat Him bingung.
"Betul," Ketua Kui Bin Pang melanjutkan. "Berhubung Siang
Koan Goat Nio masih berada di sini, maka aku yakin mereka
pasti akan menyerbu ke mari. Nah, markas kosong ini akan
mengubur mereka. Ha ha ha...!"
"Maksud Ketua mengosongkan markas ini untuk menjebak
mereka?" tanya Toa Sat Kui.
'Tidak salah."
"Kalau begitu... kita akan pindah ke mana?"
"Pindah ke Gurun Sih Ih."
"Apa?" Ngo Sat Kui dan kedua Hu Hoat itu tercengang.
"Kita semua pindah ke Gurun Sih Ih?"
"Ya." Ketua Kui Bin Pang manggut-manggut. "Di gurun itu
terdapat sebuah tempat yang sangat indah, namun sangat
misteri. Markas Kui Bin Pang dulu berada di sana. Bagi orang
luar sulit mencapai tempat itu!"
"Oh?" Ngo Sat Kui dan kedua Hu Hoat saling memandang,
kemudian Toa Sat Kui bertanya, "Ketua sudah pernah ke
sana?" "Pernah." Ketua Kui Bin Pang mengangguk.
"Kok ketua tahu tempat itu?" Yo Kiam Heng heran.
"Ha ha ha!" Ketua Kui Bin Pang tertawa gelak. "Ketua Kui
Bin Pang lama meninggalkan sebuah peta. Aku mengikuti
petunjuk dari peta itu, maka sampai di tempat misteri
tersebut, ternyata terdapat sebuah bangunan besar yang
penuh jebakan."
"Bangunan itu adalah markas Kui Bin Pang lama?" tanya
Toa Sat Kui. "Betul. Tempat itu berada di Gurun Sih Ih." Ketua Kui Bin
Pang memberitahukan. "Bagi orang luar tidak mudah
mencapai tempat itu. Kalau pihak Kay Pang atau pihak Hong
Hoang To berani ke sana, mereka pasti mati di sana."
"Kalau begitu, tanya Toa Sat Kui. "Kapan kita berangkat ke
Gurun Sih Ih?"
"Sekarang," sahut ketua Kui Bin Pang singkat.
"Sekarang?" Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him tampak
terkejut. "Ya." Ketua Kui Bin Pang manggut-manggut. "Aku yakin
ada orang membuntuti kalian, maka pihak Kay Pang maupun
pihak Hong Hoang To pasti sudah tahu markas kita ini. Oleh
karena itu. kita harus segera meninggalkan markas ini.
Sebelum kita berangkat, aku akan menggerakkan semua alat
jebakan. Ha ha ha...!"
-oo0dw0oo- Lim Peng Hang, Gouw Han Tiong dan Tio Bun Yang telah
tiba di markas pusat Kay Pang. Betapa gembiranya para
anggota Kay Pang dan Cian Chiu Lo Kay. Mereka bersorak
sorai sambil memukul-mukulkan tongkat bambu ke tanah.
"Pangcu! Tetua!" panggil Cian Chiu Lo Kay sambil memberi
hormat. Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong manggut-manggut
lalu duduk. Tio Bun Yang pun segera duduk.
"Syukurlah Pangcu dan Tetua sudah pulang!" ucap Cian
Chiu Lo Kay. "Lo Kay, selama ini apakah pernah terjadi sesuatu di sini?"
tanya Lim Peng Hang.
"Tidak, Pangcu," jawab Cian Chiu Lo Kay dan
menambahkan. "Namun kami menerima suatu informasi dari
istana." "Oh?" Lim Peng Hang mengerutkan kening. "Informasi
tentang apa?"
"Menteri Ma yang sangat berkuasa itu telah mengutus
beberapa orang ke Manchuria. Kalau tidak salah, menteri Ma
bermaksud meminjam pasukan Manchuria untuk
menghancurkan para pemberontak yang dipimpin Lie Tsu
Seng, sebab kini Lie Tsu Seng telah berhasil menguasai
beberapa kota."
"Oooh!" Lim Peng Hang manggut-manggut. "Itu urusan
kerajaan, kita tidak perlu ikut campur."
"Pangcu!" Cian Chiu Lo Kay menghela nafas panjang. "Dulu
Kay Pang pernah ikut berjuang menggulingkan Dinasti Goan
(Mongol), setelah itu berdirilah Dinasti Beng (Ming)."
"Tidak salah." Lim Peng Hang manggut-manggut. "Tapi
pada waktu itu, negeri Han dijajah oleh bangsa Mongol. Maka
Kay Pang ikut berjuang, kini...."
"Pangcu, kalau pasukan Manchuria memasuki Tionggoan,
rakyat Han pasti menderita," ujar Cian Chiu Lo Kay
memberitahukan.
"Lo Kay...." Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala.
"Itu urusan politik, kita tidak perlu mencampurinya. Apabila
pasukan Manchuria menyerbu Tionggoan, barulan kita
menahan pasukan Manchuria itu."
"Ya, Pangcu." Cian Chiu Lo Kay mengangguk.
"Bun Yang, kenapa engkau diam saja?" tanya Lim Peng
Hang. "Kakek, aku...." Tio Bun Yang menggelenggelengkan
kepala. "Memikirkan Goat Nio?"
"Ya."
"Bun Yang...." Lim Peng Hang menatapnya. "Bukankah
engkau bermaksud pergi menolong Goat Nio?"
"Memang." Tio Bun Yang mengangguk. "Tapi... aku
khawatir Kakek tidak memperbolehkan aku pergi."
"Kakek memperbolehkan engkau pergi, namun engkau
harus berhati-hati!" pesan Lim Peng Hang dan berkata. "Kakek
pun tahu, engkau pasti sudah tahu markas Kui Bin Pang itu
berada dimana. ya, kan?"
"Kok Kakek bisa menduga begitu?" Tio Bun Yang heran.
"Engkau bersama Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him,
mungkinkah engkau tidak bertanya kepada mereka?" sahut
Lim Peng Hang sambil tersenyum.
"Kakek...." Tio Bun Yang menghela nafas panjang.
"Memang tidak bisa mengelabui mata Kakek."
"Engkau harus ingat, berhasil atau tidak menolong Goat
Nio, engkau harus kembali ke sini!" pesan Lim Peng Hang.
"Agar engkau tidak terus melamun, engkau boleh berangkat
sekarang."
"Terimakasih, Kakek!" ucap Tio Bun Yang. "Terimakasih!"
"Bun Yang!" Lim Peng Hang menatapnya seraya bertanya.
"Markas Kui Bin Pang itu berada di mana?"
"Di Gunung Mo Kui San!"
"Gunung Mo Kui San?" Cian Chiu Lo Kay tampak terkejut.
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Gunung itu merupakan tempat bermukimnya setan iblis,
maka dinamai Gunung Setan Iblis."
"Lo Kay!" Tio Bun Yang tersenyum. "Itu cuma tahyul. Oh
ya, Lo Kay pernah ke gunung itu?"
"Tidak pernah." Cian Chiu Lo Kay menggelengkan kepala.
"Tapi gunung itu sulit sekali didaki, karena banyak batu curam
dan pasir hidup."
"Pasir hidup?" Tio Bun Yang tidak mengerti. "Apa itu pasir
hidup?" "Siapa yang menginjak pasir itu, jangan harap bisa keluar
lagi." Cian Chiu Lo Kay menjelaskan. "Sebab pasir itu dapat
menyedot makhluk apa pun, karena itu, janganlah
menginjaknya."
"Ya!" Tio Bun Yang mengangguk.
"Bun Yang!" pesan Gouw Han Tiong. "Yang penting engkau
harus berhati-hati, jangan bertindak ceroboh!"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk lagi. lalu berpamit.
"Kakek, Kakek Gouw, aku mohon diri untuk berangkat ke
Gunung Mo Kui San!"
"Baiklah." Lim Peng Hang manggut-manggut. "Engkau
berhasil atau tidak menolong Goat Nio, haruslah kembali ke
sini!" "Ya. Kakek," ujar Tio Bun Yang "Aku akan kembali ke sini."
"Bun Yang," ucap Gouw Han Tiong. "Mudah mudahan
engkau berhasil menolong Goat Nio!"
"Terimakasih, Kakek Gouw!" Tio Bun Yang manggutmanggut
kemudian melangkah pergi.
Setelah meninggalkan markas pusat Kay Pang, Tio Bun
Yang langsung menuju arah Gunung Mo Kui San. sesuai
dengan petunjuk Kwan Tiat Him. Beberapa hari kemudian, ia
telah memasuki sebuah desa kecil. Kebetulan ia melihat
seorang tua dan segera menghampirinya.
"Paman tua, bolehkah aku bertanya?"
"Anak muda!" Orang tua itu menatapnya. "Engkau ingin
bertanya apa?"
"Di mana letak Gunung Mo Kui San?"
"Gunung Mo Kui San?" Orang tua itu tampak terkejut
sekali. "Anak muda, engkau mau ke gunung itu?"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk.
"Anak muda!" Orang tua itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Lebih baik engkau jangan ke sana?"
"Kenapa?"
"Di sana banyak setan dan iblis." Orang tua itu
memberitahukan. "Maka sering terdengar suara siulan yang
sangat menyeramkan."
"Paman tua!" Tio Bun Yang tersenyum. "Aku ke sana justru
ingin membasmi setan iblis itu."
"Oh?" Orang tua itu memandangnya dengan mata
terbelalak. "Anak muda, engkau jangan bergurau!"
"Aku tidak bergurau. Paman tua," sahut Tio Bun Yang.
Mendadak badannya bergerak menggunakan Kiu Kiong San
Tian Pou (Ilmu Langkah Kilat), dan seketika ia menghilang dari
hadapan orang tua itu.
"Haaah?" Mulut orang tua itu ternganga lebar sambil
menengok ke sana ke mari. "Anak muda, engkau berada di
mana?" "Paman tua, aku berada di sini," sahut Tio Bun Yang, yang
tahu-tahu sudah berdiri di hadapan orang tua itu.
"Eeeeh?" Orang tua itu tertegun. "Engkau... engkau bisa
menghilang?"
"Kalau tidak, bagaimana mungkin aku bisa membasmi
setan iblis?" sahut Tio Bun Yang sambil tertawa. "Sudah
percaya. Paman tua?"
"Engkau..." orang tua itu terbelalak. "Apakahl engkau
jelmaan Dewa?"
"Kira-kira begitulah." Tio Bun Yang terpaksa' berdusta, agar
orang tua itu memberitahukannya letak Gunung Mo Kui San.
"Haaah...?" Orang tua itu langsung menjatuh kan diri
berlutut di hadapan Tio Bun Yang. "Maaf! Maaf, aku tidak tahu
kehadiran Dewa."
"Di mana letak Gunung Mo Kui San?"
"Sudah tampak dari sini." Orang tua itu memberitahukan
sambil menunjuk ke arah timur. "Gunung Mo Kui San itu
kadang-kadang tidak tampak karena tertutup awan,
bentuknya sangat menyeramkan."
"Terimakasih, Paman tua!" ucap Tio Bun Yang sambil
melesat pergi. "Dewa...!" panggil orang tua itu. Karena tiada sahutan
maka orang tua itu segera mendongakkan kepalanya. Namun
ia tidak melihat Bun Yang. Cepat-cepat ia bangkit berdiri
sambil menengok ke sana ke mari sekaligus bergumam.
"Dewa itu bisa menghilang. Tapi... kalau dia jelmaan Dewa,
kenapa tidak tahu letak Gunung Mo Kui San" Mungkinkah
dewa itu baru turun dari kahyangan, maka tidak tahu jalan?"
Orang tua itu menggeleng-gelengkan kepala, kemudian
berjalan pergi dan bergumam lagi.
"Bisa bertemu dewa, pertanda aku sangat beruntung.
Tapi... buktinya aku hidup melarat. Mudah-mudahan selelah
bertemu dewa itu, hidupku bisa berubah beruntung!"
Plak! Mendadak sebuah bungkusan jatuh di hadapan orang
tua itu. "Hah?" Orang tua itu terkejut bukan main. Kemudian
dipandangnya bungkusan itu dengan kening berkerut-kerut.
"Bungkusan apa itu?"
"Aku dewa memberikan kepadamu, Paman tua." Terdengar
suara sahutan, ternyata Tio Bun Yang yang menyahut, ia
belum pergi jauh karena ingin melihat bagaimana sikap orang
tua itu, justru malah mendengar gumaman orang tua itu,
maka ia melempar sebungkus uang perak ke hadapannya.
"Terimakasih, dewa! Terimakasih!" Orang tua itu langsung
menyembah. Setelah itu barulah ia memungut bungkusan
tersebut. "Haaah" Betul-betul uang perak! Cukup untuk
membeli sawah! Terimakasih, dewa!"
Tiba-tiba orang tua itu mengerutkan kening, kemudian
menggaruk-garuk kepala sambil bergumam.
"Heran! Kenapa dewa itu memanggil aku paman tua"
Jangan-jangan dia dewa kecil, maka memanggilku dewa tua!
Ha ha ha...!" Orang tua itu tertawa gembira sambil berjalan
pergi. -oo0dw0oo- Sementara Tio Bun Yang sudah hampir tiba di Gunung Mo
Kui San. Gunung tersebut menjulang tinggi, bentuknya
memang sangat menyeramkan. Bagi yang tak bernyali, tentu
tidak akan berani mendekati gunung itu.
"Hik! Hik! Hik...!" Mendadak terdengar suara tawa yang
menyeramkan. "Hik! Hik! Hik!"
Tio Bun Yang mengerutkan kening, kemudian menengok ke
sana ke mari. Namun tidak melihat apa-apa, kecuali ranting
pohon bergoyang-goyang terhembus angin. Di saat itulah
terdengar suara tawa yang menyeramkan lagi.
"Hik! Hik! Hik...!" Menyusul terdengar pula suara yang amat
menyeramkan, "Aku ingin makan daging manusia! Aku ingin
makan daging manusiai"
"Setan iblis dari mana?" bentak Tio Bun Yang. "Cepatlah
keluar, jangan terus bersembunyi!"
"Hik! Hik! Hik! Aku akan menghisap darahmu! Aku akan
menghisap darahmu!" Mendadak melayang turun sosok
bayangan. Tanpa banyak bertanya lagi, Tio Bun Yang langsung
menyerangnya, sehingga membuat sosok bayangan itu
kelabakan. ' "Berhenti! Berhenti...!"
"Siapa engkau?" bentak Tio Bun Yang. "Manusia atau setan
iblis?" "Aku manusia, bukan setan iblis," sahut sosok bayangan
itu. "Anak muda! Engkau sudah lupa kepadaku ya?"
"Manusia...." Tio Bun Yang menegasi sosok yang berdiri di
hadapannya, ternyata seorang tua berkaki pincang. "Eh" Lo
cianpwee...."
"Ha ha ha!" Orang tua pincang itu tertawa gelak. Dia tidak
lain adalah guru Sie Keng Hauw. "Aku ingin menakutimu,
malah hampir terkena pukulanmu!"
"Lo cianpwee...." Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan
kepala. "Sungguh kebetulan kita bertemu di sini!" ujar orang tua
pincang dan bertanya. "Bagaimana muridku itu, dia baik-baik
saja?" "Dia baik-baik saja." Tio Bun Yang memberitahukan. "Kini
dia berada di Pulau Hong Hoang To."
"Syukurlah!" ucap orang tua pincang sambil tersenyum.
"Oh ya, engkau mau ke mana?"
"Mau ke Gunung Mo Kui San."
"Maksudmu ke markas Kui Bin Pang?"
"Ya."
"Percuma engkau ke sana."
"Kenapa?"
"Aku justru dari sana." Orang tua pincang memberitahukan.
"Markas Kui Bin Pang itu telah kosong. Untung aku tahu
tentang jebakan! Kalau tidak, aku sudah jadi mayat di sana."
"Apa?" Wajah Tio Bun Yang berubah pucat pias. "Markas
Kui Bin Pang itu telah kosong?"
"Benar." Orang tua pincang mengangguk.
"Aaaah...!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang.
"Anak muda!" Orang tua pincang itu terbelalak. "Kenapa
engkau menghela nafas panjang?"
"Goat Nio dikurung di markas Kui Bin Pang itu. entah
bagaimana nasibnya?" sahut Tio Bun Yang. "Aku harus ke
sana." "Tunggu!" cegah orang tua pincang.
"Ada apa?" Tio Bun Yang mengerutkan kening.
"Goat Nio adalah kekasihmu kan?" Orang tua' pincang
menatapnya. "Ya." Tio Bun Yang mengangguk.
"Gadis itu telah dibawa pergi tidak ada di markas itu."
Orang tua pincang memberitahukan.
"Siapa yang membawanya pergi?" tanya Tio Bun Yang
cemas. "Ketua Kui Bin Pang," jawab orang tua pincang. "Ketua Kui
Bin Pang dan lainnya telah pergi semua."
"Mereka pergi ke mana?"
"Ke Gurun Sih Ih."
"Ke Gurun Sih Ih?" Tio Bun Yang tertegun. "Mau apa
mereka pergi ke sana?"
"Di Gurun Sih Ih terdapat sebuah tempat misteri." Orang
tua pincang memberitahukan. "Markas Kui Bin Pang lama
berada di tempat misteri itu."
"Kalau begitu, mereka ke markas itu. Ya, kan?" tanya Tio
Bun Yang. "Betul." Orang tua pincang manggut-manggut.
"Lo cianpwee tahu tempat itu?" tanya Tio Bun Yang penuh
harap. "Aku pernah dengar mengenai tempat itu, tapi...." Orang
tua pincang menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak tahu jelas
berada di mana tempat misteri itu. Kalau tidak salah berada di
tengah-tengah Gurun Sih Ih!"
"Di tengah-tengah Gurun Sih Ih?"
"Kalau tidak salah. Akan tetapi, tempat itu bisa hilang
mendadak."
"Hilang mendadak?" Tio Bun Yang tertegun. "Kok bisa
hilang mendadak" Bolehkah lo cian-: pwee menjelaskannya?"
"Itu memang merupakan tempat misteri. Kalau kita berada
di Gurun Sih Ih, kita akan melihat tempat itu." Orang tua
pincang menjelaskan. "Namun begitu kita dekati tempat itu
akan hilang mendadak pula."
"Kok bisa begitu?" Tio Bun Yang heran.
"Entahlah." Orang tua pincang menggeleng-gelengkan
kepala. "Maka sulit sekali untuk mencapai tempat itu.
"Lo cianpwee pernah ke sana?"
"Tidak pernah."
"Kalau begitu...." Tio Bun Yang mengerutkan kening.
"Bagaimana mungkin ketua Kui Bin Pang mencapai tempat
tersebut?"
"Dia dan lainnya pasti bisa mencapai tempat itu." sahut
orang tua pincang memberitahukan. "Ketua Kui Bin Pang itu
pasti memperoleh peta peninggalan Pek Kut Lojin, maka dia
dan lainnya bisa mencapai tempat itu."
"Aaaah...!" keluh Tio Bun Yang. "Aku harus bagaimana?"
"Anak muda," pesan orang tua pincang. "Lebih baik engkau
jangan ke sana, sebab sangat membahayakan dirimu!"
"Akan kupikirkan," sahut Tio Bun Yang. "Sekarang aku
harus ke markas Kui Bin Pang di Gunung Mo Kui San!"
"Percuma engkau ke sana, markas Kui Bin Pang itu sudah
musnah!" "Sudah musnah?"
"Ya. Telah kumusnahkan dengan bahan peledak, dan kini
tinggal puing-puingnya saja." "Oh! Kalau begitu..."
"Anak muda," usul orang tua pincang. "Lebih baik engkau
kembali ke markas pusat Kay Pang, berunding dengan Lim
Peng Hang dan Gouw Han Tiong!"
"Ya, lo cianpwee." Tio Bun Yang mengangguk.
"Anak muda," ujar orang tua pincang menghiburnya.
"Jangan cepat putus asa, percayalah! Engkau pasti akan
berkumpul kembali dengan kekasihmu itu."
"Terimakasih. lo cianpwee!"
"Anak muda, sampai jumpa..." ucap orang tua pincang,
sekaligus melesat pergi.
Tio Bun Yang berdiri termangu-mangu di tempat. Beberapa
saat kemudian barulah ia melesat pergi dengan tujuan kembali
ke markas pusat Kay Pang.
-oo0dw0oo- Tio Bun Yang tiba di markas pusat Kay Pang dengan wajah
murung. Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong cuma
memandangnya tanpa bertanya apa pun.
"Aaaah...!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang sambil
duduk. Setelah Tio Bun Yang duduk, barulah Lim Peng Hang
bertanya kepadanya.
"Bagaimana" Kau tidak berhasil mencari Goat Nio?"
"Yaaah...!" Tio Bun Yang menggeleng-gelengkan kepala.
"Ketika hampir sampai di Gunung Mo Kui San, aku bertemu
orang tua pincang."
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Orang tua pincang?" Lim Peng Hang mengerutkan kening.
"Siapa dia?"
"Dia adalah guru Sie Keng Hauw. Putra tetua lama Kui Bin
Pang," ujar Tio Bun Yang memberitahukan. "Aku sudah
memberitahukan kepada Kakek, Kakek sudah lupa'"
Lim Peng Hang manggut-manggut "Lalu bagaimana?"
"Orang tua pincang itu memberitahukan kepadaku, bahwa
markas Kui Bin Pang yang di Gunung Mo Kui San itu telah
kosong." "Apa?" Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong tertegun.
"Markas Kui Bin Pang itu telah kosong?"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Orang tua pincang itu
justru dari markas itu, ternyata ketua Kui Bin Pang telah
membawa pergi Goat Nio."
"Oh?" Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong saling
memandang, kemudian menggeleng-gelengkan kepala.
"Orang tua pincang itu pun telah memusnahkan markas Kui
Bin Pang itu." Tio Bun Yang memberitahukan. "Dengan cara
meledakkannya."
"Bun Yang!" Lim Peng Hang menatapnya seraya bertanya,
"Orang tua pincang itu memberitahukan kepadamu, ke mana
ketua Kui Bin Pang dan lainnya?"
"Mereka semua ke Gurun Sih Ih."
"Apa?" Lim Peng Hang dan Gouw Han Tiong terbelalak. "Ke
Gurun Sih Ih?"
"Ya."
"Kui Bin Pang memang berasal dari Gurun Sih Ih." ujar Lim
Peng Hang dan menambahkan. "Berarti mereka ke markas Kui
Bin Pang lama yang di Gurun Sih Ih."
"Kakek tahu di Gurun Sih Ih itu terdapat sebuah tempat
misteri?" tanya Tio Bun Yang.
"Pernah dengar tapi tidak tahu jelas tentang tempat misteri
itu," sahut Lim Peng Hang sambil menggelengkan kepala.
"Aku pun pernah dengar, tapi tidak pernah ke tempat
misteri itu," ujar Gouw Han Tiong. "Ayahku yang
memberitahukan kepadaku, namun sayang sekali ayahku
sudah tiada."
"Tui Hun Lojin tahu jelas mengenai tempat misteri di Gurun
Sih Ih itu?" tanya Lim Peng Hang.
"Entahlah." Gouw Han Tiong menggelengkan kepala. "Tapi
ayahku pernah ke Gurun Sih Ih."
"Sayang sekali...." Lim Peng Hang menghela nafas panjang.
"Ayahmu sudah tiada!"j
"Oh ya!" Gouw Han Tiong teringat sesuatu. "Mungkin Cian
Chiu Lo Kay tahu mengenai tempat misteri itu."
"Mungkin." Lim Peng Hang manggut-manggut lalu bertepuk
tangan. Tak lama muncullah seorang pengemis.
"Pangcu memanggilku?" tanya pengemis itu sambil
memberi hormat.
"Cepat panggil Cian Chiu Lo Kay ke mari!" sahut Lim Peng
Hang. "Ya, Pangcu." Pengemis itu segera ke depan.
Berselang sesaat muncullah Cian Chiu Lo Kay, yang
kemudian memberi hormat seraya bertanya.
"Ada urusan apa Pangcu memanggilku?"
"Duduklah Lo Kay!" sahut Lim Peng Hang.
Setelah Cian Chiu Lo Kay duduk, barulah Lim Peng Hang
bertanya. "Engkau tahu tentang suatu tempat misteri di Gurun Sih
Ih?" "Pernah dengar," jawab Cian Chiu Lo Kay tercengang.
"Kenapa Pangcu menanyakan tentang tempat misteri itu?"
"Sebab perkumpulan Kui Bin Pang telah ke tempat misteri
itu." Lim Peng Hang memberitahukan. "Bahkan ketua Kui Bin
Pang itu pun membawa Goat Nio ke sana."
"Oh?" Air muka Cian Chiu Lo Kay tampak berubah. "Kalau
begitu, sulitlah mencarinya."
"Maksudmu?" tanya Lim Peng Hang.
"Aku dengar, siapa pun tidak akan bisa mencapai tempat
misteri itu," jawab Cian Chiu Lo Kay memberitahukan. "Sebab
tempat misteri itu sepertinya cuma merupakah halusinasi saja,
tidak nyata sama sekali, dapat dilihat tapi tak bisa dicapai
bahkan bisa menghilang kalau didekati."
"Oh?" Lim Peng Hang terbelalak.
"Itu tidak mungkin," ujar Tio Bun Yang. "Hanya omong
kosong!" "Bukan omong kosong." Cian Chiu Lo Kay memberitahukan
dengan wajah serius. "Belasan tahun lalu, ada beberapa
pendekar mencoba ke tempat misteri itu, namun mereka tidak
pernah kembali."
"Kalau begitu...." Tio Bun Yang mengerutkan kening.
"Bagaimana mungkin ketua Kui Bin Pang dan para anak
buahnya mencapai tempat misteri itu?"
"Iya." Cian Chiu Lo Kay manggut-manggut. "Berarti ada
suatu jalan menuju tempat misteri tersebut."
"Tidak salah," ujar Gouw Han Tiong. "Sebab markas Kui Bin
Pang lama berada di tempat misteri itu, hanya saja kita tidak
tahu bagaimana cara menuju tempat misteri itu."
"Bun Yang!" Cian Chiu Lo Kay memandangnya. "Engkau
bermaksud ke Gurun Sih Ih mencari tempat misteri itu?"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk.
"Kalau begitu, tinggallah engkau di sini beberapa hari!" ujar
Cian Chiu Lo Kay. "Aku akan pergi menemui beberapa kawan
karib untuk menanyakan tentang tempat misteri di Gurun Sih
Ih itu." "Terimakasih, Lo Kay!" ucap Tio Bun Yang. Karena itu ia
tinggal di markas pusat Kay Pang beberapa hari untuk
menunggu informasi tersebut.
-oo0dw0oo- Bagian ke enam puluh satu
Berangkat ke Gurun Sih Ih
Toan Beng Kiat, Lam Kiong Soat Lan dan Bok yong Sian
Hoa yang kembali ke Tayli, kini sudah tiba di kerajaan kecil
itu. Tentunya sangat menggembirakan Toan Hong Ya dan
kedua orang tua mereka. .
"Ayah! Ibu!" panggil Lam Kiong Soat Lan dengan air mata
berderai-derai, itu sungguh me- f ngcjutkan kedua orang
tuanya. "Nak!" Toan Pit Lian langsung merangkulnya. "Kenapa
engkau menangis" Beritahukanlah kepada ibu, siapa yang
telah menghinamu?"
"Ibu...." Lam Kiong Soat Lan terisak-isak. Ternyata gadis itu
selalu memikirkan Yo Kiam Heng yang telah mencuri hatinya.
"Nak!" Lam Kiong Bic Liong membelainya. "Kenapa engkau"
Beritahukanlah kepada ayah!"
Menyaksikan itu, Toan Wie Kie dan Gouw Sian Eng pun
tertegun. Perlahan-lahan Toan Wie Kie mendekati putranya,
falu bertanya dengan suara rendah.
"Beng Kiat. apa yang terjadi atas diri Soat Lan?"
"Tidak terjadi apa-apa." Toan Beng Kiat tersenyum dan
berbisik. "Dia mulai jatuh cinta...."
"Oooh-'" Toan Wie Kie manggut-manggut. "Dia sangat
kesal karena engkau memaksanya pulang. Ya, kan?"
"Tidak, Ayah." Toan Beng Kiat menggelengkan kepala.
"Kalau tidak, lalu kenapa?" tanya Toan Wie Kie heran.
"Ayah...." Toan Beng Kiat menghela nafas. "Panjang sekali
kalau dituturkan, maka lebih baik kita ke ruang tengah saja."
"Baik." Toan Wie Kie mengangguk. "Mari kita ke ruang
tengah!" Mereka semua ke ruang tengah. Setelah duduk Toan Wie
Kie berkata kepada putranya.
"Beng Kiat, tuturkanlah apa yang telah terjadi!"
"Setelah kami memasuki daerah Tionggoan, mendadak
muncul lima orang berpakaian serba putih dan memakai kedok
setan. Ternyata mereka adalah Ngo Sat Kui dari perkumpulan
Kui Bin Pang."
"'Haaah?" Bukan main terkejutnya Toan Wie Kie. "Lalu
bagaimana?"
"Mereka mengundang kami ke markas dengan alasan
bahwa ketua Kay Pang dan lainnya sudah berada di sana.
Oleh karena itu, kami bertiga pun memenuhi undangan itu."
Toan Beng Kiat memberitahukan. "Begitu sampai di markas
Kui Bin Pang, kami dikurung...."
"Oh?" Lam Kiong Bie Liong mengerutkan kening. "Jadi Ngo
Sat Kui menjebak kalian?"
"Ya." Toan Beng Kiat mengangguk dan melanjutkan.
"Ternyata Kakek Lim, Kakek Gouw, Kam Hay Thian, Sie Keng
Hauw dan Lie Ai Ling juga berada di dalam ruang balu itu."
"Goat Nio pun berada di situ," sela Lam Kiong Soat Lan dan
menambahkan, "Tapi kemudian dia dipindahkan ke ruang
lain!" "Oh?" kening Lam Kiong Bie Liong berkerut-kerut. "Setelah
itu bagaimana?"
-oo0dw0oo- Jilid : 13 "Kami dicekoki semacam obat, setelah itu kami mulai
kehilangan kesadaran." Toan Beng Kiat memberitahukan. "Apa
yang terjadi selanjutnya, kami sama sekali tidak
mengetahuinya."
"Aku tahu," sela Lam Kiong Soat Lan.
"Apa?" Toan Beng Kiat terbelalak. "Engkau tahu?"
"Ya." Lam Kiong Soat Lan mengangguk. "Pada waktu itu,
orang yang memakai kedok setan warna kuning tidak
mencekoki aku dengan obat penghilang kesadaran melainkan
dengan obat biasa. Dia pun memberitahukan namanya,
sekaligus menyuruhku harus pura-pura seperti kehilangan
kesadaran...."
"Dia adalah Yo Kiam Heng kan?" tanya Toan Beng Kiat
sambil tersenyum.
"Ng!" Lam Kiong Soat Lan mengangguk dengan wajah agak
kemerah-merahan. "Memang dia."
"Oh ya!" Toan Beng Kiat memandangnya. "Engkau tidak
terpengaruh oleh ilmu sesat itu?"
"Juga terpengaruh, namun ketika sampai di Pulau Hong
Hoang To, aku sudah tersadar." Lam Kiong Soat Lan
memberitahukan.
"Apa?" Toan Wie Kie terbelalak. "Kalian ke Pulau Hong
Hoang To?"
"Itu atas saran Yo Kiam Heng kepada ketua Kui Bin Pang,"
sahut Lam Kiong Soat. "Dia dan temannya memimpin kami
serta dua puluh anggota Kui Bin Pang pergi menyerbu Pulau
Hong Hoang To."
"Oooh!" Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut. "Sungguh
pintar Yo Kiam Heng itu!"
"Bagaimana hasil penyerbuan itu?" tanya Toan Wie Kie.
"Begitu sampai di Pulau Hong Hoang To, Yo Kiam Heng
langsung memerintahkan kami membunuh para anggota itu.
Kebetulan aku tersadar dari pengaruh ilmu sesat itu, maka
langsung saja aku berseru agar pihak Pulau Hong Hoang To
membunuh para anggota itu."
"Oooh!" Toan Wie Kie manggut-manggut sambil tersenyum.
"Para anggota itu pasti mati semua. Ya, kan?"
"Ya." Lam Kiong Soat Lan mengangguk dan melanjutkan.
"Di saat itu, barulah Paman Cie Hiong tahu mereka
terpengaruh oleh ilmu sesat."
"Ilmu sesat apa itu?" tanya Lam Kiong Bie l umg.
"Toh Hun Tay Hoat (Ilmu Sesat Pembetot Sukma)." Lam
Kiong Soat Lan memberitahukan. Siapa yang terpengaruh oleh
ilmu sesat itu, pasti akan menuruti perintah ketua Kui Bin
Pang." "Kenapa mereka menuruti juga perintah Yo Kiam Heng?"
tanya Toan Wie Kie tidak mengerti.
"Ketua Kui Bin Pang menggunakan suatu cara agar mereka
menuruti perintah Yo Kiam Heng dan Kwan Tiat Him," jawab
Lam Kiong Soat Lan.
"Siapa Kwan Tiat Him itu?" tanya Lam Kiong bu' Liong.
"Teman Yo Kiam Heng atau termasuk salah satu pelindung
perkumpulan Kui Bin Pang," jawab Toan Beng Kiat. "Secara
tidak langsung mereka malah menyelamatkan kami."
"Bagaimana setelah itu?" tanya Lam Kiong Bie Liong.
"Setelah itu..." jawab Lam Kiong Soat Lan melanjutkan.
"Paman Cie Hiong mulai menyadarkan mereka dengan suara
siulan. Di saat itu terdengar pula suara suling mengiringi suara
siulan itu, dan tak lama muncullah Tio Bun Yang."
"Mereka berdua berhasil menyadarkan Kakek Lim dan
lainnya?" tanya Lam Kiong Bie Liong.
"Berhasil! Tapi...."
"Kenapa?"
"Ternyata Kakek Lim dan lainnya belum sadar betul, sebab
mereka masih terpengaruh oleh obat penghilang kesadaran."
"Lalu bagaimana?"
"Paman Cie Hiong memeriksa mereka." La Kiong Soat Lan
memberitahukan. "Harus dengan rumput Tanduk Naga,
barulah mereka bisa pulih"
"Oh?" Lam Kiong Bie Liong mengerutkan kening. "Apakah
Cie Hiong memiliki rumput obat itu?"
"Tidak, tapi Kakak Bun Yang membawa rumput Tanduk
Naga itu," jawab Lam Kiong So Lan. "Itu memang kebetulan
sekali. Rumput obat itu digodok lalu diberikan kepada kakek
Lim dan lainnya, tak seberapa lama kemudian, pulihlah
mereka seperti sedia kala."
"Oooh!" Lam Kiong Bie Liong menghela nafas panjang.
"Paman Cie Hiong menyuruh kami segera pulang." Toan
Beng Kiat memberitahukan. "Sedangkan Sie Keng Hauw, Lie Ai
Ling dan Kai Hay Thian dan Lu Hui San tetap tinggal di Pulau
Hong Hoang To!"
"Ngmm!" Toan Wie Kie manggut-manggu "Itu demi
keamanan kalian semua. Oh ya, bagaimana dengan Yo Kiam
Heng dan Kwan Tiat Him?"
"Mereka berdua kembali ke markas Kui Bi Pang. Tujuan
mereka untuk menolong Goat Nio " jawab Lam Kiong Soat Lan
dengan wajah muram.
"Itu..." kening Toan Wie Kie berkerut-kerut. "Bukankah
ketua Kui Bin Pang akan mencurigai mereka?"
"Sebelum kembali ke markas Kui Bin Pang,terlebih dahulu
Paman Cie Hiong melukai mereka..." ujar Lam Kiong Soat Lan,
yang air matanya mulai meleleh lagi. "Luka Yo Kiam Heng
parah sekali."
"Memang harus begitu," sahut Toan Wie Kie. Kalau tidak,
ketua Kui Bin Pang pasti mencurigai mereka."
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Paman Cie Hong pun memberi mereka obat." Dan Beng
Kiat memberitahukan, kemudian melambaikan sambil
tersenyum. "Malam itu.... Soat Loan berduaan dengan Yo
Kiam Heng."
"Eeeh?" Wajah Lam Kiong Soat Lan langsung "merah.
"Beng Kiat!" tanya Toan Pit Lian penuh perhatian. "Yo Kiam
Heng masih muda?"
"Masih muda dan tampan," jawab Toan Beng kiat
memberitahukan. "Dia dan Soat Lan sudah saling jatuh hati."
"Oh?" Toan Pit Lian tersenyum sambil bertanya pada
putrinya, "Soat Lan, betulkah engkau jatuh hati kepada
pemuda itu?"
"Beng Kiat omong kosong," sahut Lam Kiong Soat Lan
cemberut. "Dia omong sembarangan."
"Baik." Toan Beng Kiat manggut-manggut.
"Kalau aku bertemu Yo Kiam Heng, aku akan
memberitahukannya mengenai ucapanmu ini."
"Hah?" Lam Kiong Soan Lan terkejut buka main. "Jangan
diberitahukan, aku... aku cuma.."
"Cuma apa?" Toan Beng Kiat menatapnya sambil
tersenyum. "Soat Lan," sela Bokyong Sian Hoa yang diam dari tadi.
"Lebih baik engkau mengaku, bahwa engkau telah jatuh hati
kepada Yo Kiam Heng Kalau tidak, aku pun akan mengadu
kepadanya mengenai ucapanmu barusan."
"Sian Hoa!" Lam Kiong Soat Lan melotot "Engkau kok
begitu jahat sih?"
"Makanya engkau harus mengaku!" sahi Bokyong Sian Hoa
sambil tertawa geli. "Hi hi hi Ayoh, cepatlah mengaku!"
"Aku...." Lam Kiong Soat Lan menundukkan kepala. "Aku
dan dia memang sudah saling, saling...."
"Saling apa" Lanjutkanlah!" desak Bokyong Sian Hoa.
"Saling jatuh hati," sahut Lam Kiong Soat Lan dengan suara
rendah. "Bagus! Hi hi hi!" Bokyong Sian Hoa tertail geli lagi. "Malam
itu kalian berdua saling mencurahkan perasaan masingmasing,
kan?" "Kalian berdua juga begitu kan?" sahut Lam Kiong Soat Lan
balas menggodanya. "Bahkan kalian berdua pun sudah saling
mencium. Ya, kan?"
"Eh" Soan Lan?" Wajah Toan Beng Kiat memerah.
"Engkau...."
"Soat Lan," ujar Bokyong Sian Hoa. "Kalau sudah saling
mencinta, apa salahnya saling mencium pula" Nah, tanyakan
kepada kedua orang tuamu, apakah mereka tidak pernah
saling mencium?"
"Lho?" Wajah Toan Pit Lian kemerah-merahan. "Kenapa
kami terbawa-bawa dalam pembicaraan kalian?"
"Boleh kan?" Bokyong Sian Hoa tertawa. "Agar
menyemarakan suasana."
"Oh ya!" Toan Wie Kie teringat sesuatu. "Bagaimana
keadaan Goat Nio di markas Kui Bin Pang itu?"
"Dia baik-baik saja. Tapi...." Lam Kiong Soat Lan menghela
nafas panjang. "Kakak Kiam Heng memberitahukan kepadaku,
bahwa ketua Kui Bin Pang jatuh hati kepada Goat Nio."
"Oh?" Toan Wie Kie mengerutkan kening. 'Kalau begitu...
ketua Kui Bin Pang itu pasti masih muda" Kalian tahu siapa
dia?" "Tidak tahu." Toan Beng Kiat menggelengkan kepala.
"Sebab dia memakai kedok setan warna merah, jadi kami
tidak pernah melihat wajahnya."
"Oooh!" Toan Wie Kie manggut-manggut. kini kalian bertiga
telah tiba dengan selamat. Maka, mulai sekarang kalian
bertiga tidak boleh " Tionggoan."
"Ayah...." Toan Beng Kiat menatapnya. "Kalau ketua Kui
Bin Pang itu sudah dibasmi, tentunya kami boleh ke
Tionggoan lagi kan?"
"Tentu boleh." Toan Wie Kie manggut-manggut dan
menambahkan, "Namun sementara ini, kalian bertiga tidak
boleh ke mana-mana."
"Ya, Ayah." Toan Beng Kiat mengangguk.
"Oh ya!" Lam Kiong Bie Liong memandang putrinya seraya
bertanya, "Bukankah Kam Hay Thian telah berpisah dengan Lu
Hui San" Kok mereka bisa bersama di markas Kui Bin Pang?"
"Mereka telah akur dan saling mencinta," ujar Lam Kiong
Soat Lan. "Syukurlah!" ucap Lam Kiong Bie Liong sambil manggutmanggut.
Di saat bersamaan, Lam Kiong Soat Lan pun
menghela nafas panjang.
"Aaaah...!"
"Soan Lan!" Lam Kiong Bie Liong menatapnya seraya
bertanya, "Kenapa engkau menghela nafas panjang" Ada
sesuatu yang terganjal di dalam hatimu?"
"Aku...." Lam Kiong Soat Lan menundukkan kepala.
"Dia pasti mencemaskan pemuda pujaan hatinya itu," ujar
Bokyong Sian Hoa sambil tersenyum. "Ya, kan?"
"Sian Hoa...." Lam Kiong Soat Lan cemberut.
"Jangan cemas!" ujar Toan Beng Kiat sungguh-sungguh.
"Tidak akan terjadi suatu apa pun atas dirinya. Oh ya,
bukankah dia telah berjanji...."
"Kakak Beng Kiat," tanya Bokyong Sian Hoa bernada
menggoda Lam Kiong Soat Lan. "Pemuda ganteng itu pernah
berjanji apa kepada Soat Lan?"
"Kalian...." Lam Kiong Soat Lan membanting-lunting kaki.
"Kalau tidak salah..." sahut Toan Beng Kiat sambil tertawa.
"Yo Kiam Heng pernah berjanji akan berkunjung ke mari,
tujuannya menengok Soat Lan lho!"
"Kalian... kalian sungguh jahat!" Lam Kiong Soat Lan
membanting-banting kaki lagi.
"Beng Kiat," tanya Lam Kiong Bie Liong dengan wajah
berseri. "Betulkah Yo Kiam Heng akan kemari?"
"Betul, Paman." Toan Beng Kiat mengangguk dan
menambahkan, "Kelihatannya dia sangat mencintai Soat Lan."
"Oh?" Wajah Lam Kiong Bie Liong bertambah berseri. "Dia
adalah pemuda baik yang juga lemah lembut?"
"Betul, Paman." Toan Beng Kiat mengangguk lagi. "Dia
memang cocok dengan Soat Lan, mereka berdua merupakan
pasangan yang serasi."
"Syukurlah!" ucap Lam Kiong Bie Liong sambil tertawa
gembira. "Ha ha ha! Kini legalah hati kami!"
"Soat Lan," tanya Toan Pit Lian mendadak. "Engkau
mencintai Yo Kiam Heng?"
"Ibu...." Wajah Lam Kiong Soat Lan memerah
"Sebab ibu dengar bahwa Yo Kiam Heng mencintaimu.
Kaiau kau tidak mencintainya, bukankah percuma" Ya, kan?"
Toan Pit Lian tersenyum. "Oleh karena itu, ibu ingin tahu
bagamana engkau, mencintainya atau tidak."
"Ibu, aku...." Lam Kiong Soat Lan menundukkan wajahnya
dalam-dalam dan melanjutkan dengan suara rendah. "Aku
juga mencintainya."
"Apa" Ibu tidak mendengar. Coba ulangi sekali lagi!" ujat
Toan Pit Lian sambil tertawa
"Ibu jahat!" Lam Kiong Soat Lan menghempas-hempaskan
kakinya dan mulutnya pun terus cemberut.
"Ha ha ha!" Toan Wie Kie tertawa gelak. "Syukurlah kini
Soat Lan sudah punya kekasih kami turut bergembira!"
"Paman...." Wajah Lam Kiong Soat Lan memerah. "Jangan
terus menggodaku....
Mendadak gadis itu berlari ke dalam menuju kamarnya.
Sedangkan Toan Wie Kie dan La Kiong Bie Liong terus tertawa
gembira. Toan Pit Lian juga putrinya. tersenyum, lalu ke
dalam menyusul putrinya.
Lam Kiong Soan Lan duduk di pinggir ranjang sambil
melamun. Tiba-tiba ia mendengar suara langkah, ternyata
Toan Pit Lian berjalan perlahan menghampirinya.
"Ibu..." panggil Lam Kiong Soat Lan.
"Nak!" sahut Toan Pit Lian, kemudian duduk di sisinya
sambil tersenyum. "Kenapa engkau melamun" Memikirkan Yo
Kiam Heng ya?"
"Ibu...." Lam Kiong Soat Lan menghela nafas panjang.
"Aku... aku mencemaskannya."
"Nak!" Toan Pit Lian membelainya. "Jangan emas, dia tidak
akan terjadi apa-apa! Percayalah"
"Tapi...." Air mata gadis itu mulai meleleh. Kalau ketua Kui
Bin Pang mencurigainya, dia pasti celaka."
"Tidak mungkin ketua Kui Bin Pang akan mencurigainya,"
ujar Toan Pit Lian dan menambahkan, "Sebab Cie Hiong telah
melukai mereka, itu akan menghapus kecurigaan ketua Kui Bin
Pang." "Tapi...." Lam Kiong Soat Lan mengerutkan kening. "Dia
dan Kwan Tiat Him masih harus nenyelamatkan Goat Nio. Bila
ketua Kui Bin Pang mengetahuinya, mereka berdua pasti
celaka." "Jangan khawatir!" Toan Pit Lian tersenyum, Mereka
berdua pasti berhati-hati, dan akan memperhitungkan
keadaan, tidak akan bertindak ceroboh."
"Ibu...." Lam Kiong Soat Lan terisak-isak. "Aku baru mulai
jatuh cinta kepadanya, namun harus berpisah dengan dia
pula! Aaaah...!"
"Bukankah dia telah berjanji akan ke mari menengokmu?"
"Betul. Tapi kapan?"
"Nak!" Toan Pit Lian tersenyum. "Engkaii harus bersabar,
suatu hari nanti dia pasti ke mari"
"Tapi...."
"Jangan cemas!" Toan Pit Lian membelainya "Oh ya, Bun
Yang masih berada di Pulau Hong Hoang To?"
"Kami berangkat bersama, namun berpencar setelah
memasuki daerah Tionggoan. Dia bersama Kakek Lim dan
Kakek Gouw ke markas pusi Kay Pang, kami menuju ke mari,
sedangkan Kiam Heng dan Kwan Tiat Him ke markas Kui Bin
Pang." "Kalau begitu..." pikir Toan Pit Lian dan melanjutkan. "Bun
Yang pasti akan pergi menolong Goat Nio. Berarti dia akan
bertemu Kiam Heng dan Kwan Tiat Him."
"Tapi...." Lam Kiong Soat Lan mengerutld kening. "Kakak
Bun Yang tidak tahu tempat markas Kui Bin Pang."
"Nak!" Toan Pit Lian tersenyum. "Ibu yakin Bun Yang tahu
itu." "Kok Ibu begitu yakin?" Lam Kiong Soat Lan heran.
"Bun Yang pasti bertanya kepada Kwan Tiat Him. Nah,
tentunya Bun Yang sudah tahu markas Kui Bin Pang berada di
mana. Oleh karena itu dia pasti ke sana menolong Goat Nio."
"Setelah Kakak Bun Yang berhasil menolongGoat Nio,
apakah Yo Kiam Heng akan meninggalkan markas Kui Bin
Pang?" "Itu sudah pasti," sahut Toan Pit Lian. "Di saat itulah dia
akan ke mari menengokmu, maka engkau tidak usah
khawatir."
"Ya, Ibu." Lam Kiong Soat Lan manggut-manggut,
kemudian dengan wajah agak berseri ia bergumam, "Dia pasti
ke mari. Dia pasti kemari menengokku."
-oo0dw0oo- Tio Bun Yang sama sekali tidak bisa duduk diam. Sudah
tiga hari ia berada di markas pusat Kay Pang, namun Cian
Chiu Lo Kay masih belum kembali. Itu membuatnya resah dan
gelisah "Bun Yang!" Lim Peng Hang menatapnya. "Bersabarlah!
Mungkin dalam satu dua hari ini Lo Kay akan kembali."
"Engkau harus tenang!" ujar Gouw Han Tiong. Namun
ketika baru melanjutkan, mendadak muncul Cian Chiu Lo Kay.
"Pangcu...." Cian Chiu Lo Kay memberi homat kepada Lim
Peng Hang dan Gouw Han Tiong.
"Duduklah, Lo Kay!" sahut Lim Peng Hang
Setelah Cian Chiu Lo Kay duduk Tio Bun Yang segera
bertanya. "Bagaimana, Lo Kay, apakah sudah ada infomasi mengenai
tempat misteri di Gurun Sih Ih itu?"
"Aaaah...!" Cian Chiu Lo Kay menghela nafas panjang. "Aku
sudah menemui beberapa kawan karibku namun mereka .."
"Mereka tidak tahu tentang tempat misteri itu?" tanya Lim
Peng Hang sambil mengerutkan kening
"Mereka cuma pernah mendengar, tapi tidak tahu jelas
mengenai tempat misteri itu," jawab Cian Chiu Lo Kay.
"Sebaliknya mereka malah menganjurkan agar tidak ke sana."
"Kenapa?" tanya Tio Bun Yang.
"Kata mereka, siapa yang pergi cari tempat misteri itu,
pasti tidak bisa kembali," jawab Cia Chiu Lo Kay "Maka..."
"Biar bagaimana pun..." ujar Tio Bun Yang tegas. "Aku
harus ke Gurun Sih Ih."
"Bun Yang...." Lim Peng Hang menatapnya dengan kening
berkerut-kerut. "Engkau sudal mengambil keputusan itu?"
"Ya, Kakek." Tio Bun Yang mengangguk "Aku lelaki, harus
bertanggung jawab terhada| sesuatu. Lagi pula.... Goat Nio
adalah kekasihki dia berada di tangan ketua Kui Bin Pang.
Apakah aku harus tinggal dlam" Kalau begitu aku Jadi Lelaki
macam apa?"
"Ngmm!" Lim Peng Hang manggut-manggut. "Bun Yang
engkau memang harus menyelamatkannya sebab itu adalah
tugas kewajibanmu." "Tapi...." Gouw Han Tiong mengerutkan
kenling- "Gurun Sih Ih begitu luas, bagaimana mungkin
engkau bisa mencari tempat misteri itu?"
"Di mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan," sahut Tio
Bun Yang dan melanjutkan, "Sebagai leaki sejati dan gagah
berani, harus sanggup menempuh bahaya apa pun. Kalau
tidak, aku pasti mempermalukan Kay Pang dan pihak Pulau
Hong Hoang To. Ya, kan"
"Benar." Gouw Han Tiong manggut-manggut. "Tapi
alangkah baiknya dipikirkan masak-masak, jangan bertindak
ceroboh!" "Ya" Tio Bun Yang mengangguk.
Setelah berunding cukup lama, akhirnya Lim Peng Hang
memperbolehkan Tio Bun Yang berangkat ke Gurun Sih Ih.
Keesokan harinya, berangkatlah Tio Bun Yang ke gurun
tersebut dengan menunggang kuda.
-oo0dw0oo- Tujuh delapan hari kemudian, Tio Bun Yan telah tiba di
Giok Bun Kwan (Kota Perbatasan) Ia mampir di sebuah kedai
teh. Setelah duduk, ia memesan teh dan makanan ringan
kepada seorang pelayan.
Pelayan itu segera menyajikan apa yang di pesannya.
Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun ketika baru mau menghiru tehnya, Tio Bun Yang
mendadak tersentak karen mendengar percakapan beberapa
pedagang. "Kini daerah di sekitar Gurun Sih Ih tidak akan aman lagi,
sebab belasan hari lalu telah muncul setan iblis di gurun itu."
"Setan iblis apa?"
"Sungguh menyeramkan! Setan iblis itu berpakaian serba
putih, wajah mereka sangat menakutkan, bahkan juga
mengeluarkan suara yan, amat menyeramkan."
"Oh" Kalau begitu, kita kaum pedagang tida bisa melewati
Gurun Sih Ih lagi!"
"Memang begitulah. Aaah, tidak disangka setan iblis itu
muncul lagi di Guruh Sih Ih!"
"Kakekku pernah bercerita, dulu setan iblis itu pernah
muncul, tapi kemudian hilang begitu saja. Tak disangka kini
mereka muncul lagi, ini sungguh membuat gelisah kaum
pedagang!"
"Bahkan juga menggelisahkan beberapa suku kecil di
sekitar Gurun Sih Ih...."
Ketika mereka berbicara sampai di situ, mendadak Tio Bun
Yang menghampiri mereka, kemudian memberi hormat seraya
berkata, "Maaf, Tuan-tuan, bolehkah aku bertanya?"
"Mau tanya apa?" sahut salah seorang pedagang yang
berusia empat puluhan. "Duduklah!"
"Terimakasih!" ucap Tio Bun Yang sambil duduk. "Paman
tahu tentang tempat misteri di Gurun Sih Ih itu?" tanyanya.
Pertanyaan tersebut membuat para pedagang itu saling
memandang dengan air muka berubah, dan kemudian
menatap Tio Bun Yang dengan penuh perhatian.
"Anak muda, kenapa engkau bertanya tentang tempat
misteri itu?" tanya pedagang yang berusia empat puluhan.
"Aku ingin ke tempat misteri itu," sahut Tio Bun Yang jujur.
"Haaah...?" Para pedagang itu terbelalak. "Anak muda,
engkau sedang mabuk atau sedang bergurau dengan kami?"
"Aku bersungguh-sungguh, Paman."
"Bersungguh-sungguh?"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk. "Aku memang ingin ke
tempat misteri itu, mohon Paman memberi petunjuk!"
"Anak muda!" Pedagang berusia empat puluhan itu
menggeleng-gelangkan kepala. "Engkau masih muda, kenapa
mau cari mati?"
"Paman...." Tio Bun Yang menghela nafas panjang. "Aku ke
tempat misteri itu dengan tujuan mencari orang."
"Mencari orang?" para pedagang itu terperangah. "Anak
muda, setahu kami di tempat misteri itu cuma terdapat setan
iblis, tidak ada orang sama sekali."
"Paman," desak Tio Bun Yang. "Berilah petunjuk, agar aku
bisa sampai di tempat misteri itu!"
"Maaf, Anak muda!" sahut pedagang berusia empat
puluhan itu. "Kami sama sekali tidak tahu jalan menuju tempat
misteri itu, sebab kami tidak pernah ke sana."
"Paman," tanya Tio Bun Yang. "Kira-kira siapa yang pernah
ke tempat misteri itu?"
"Tidak ada." Pedagang berusia empat puluhan itu
menggelengkan kepala. "Kaum pedagang tidak pernah berani
ke tempat itu. "Aaaah...!" Tio Bun Yang menghela nafas panjang. "Oh ya,
di mana ada rumah penginapan?"
"Keluar dari kedai teh ini, engkau berbelok ke kiri, tak lama
akan sampai di rumah penginap. Peng Lay."
"Terimakasih, Paman!" ucap Tio Bun Yan lalu kembali ke
tempatnya, dan duduk termenung di situ. Para pedagang itu
mulai berbisik-bisik membicarakannya.
Lama sekali Tio Bun Yang termenung. setelah itu barulah ia
meneguk tehnya, kemudian bersantap.
Berselang beberapa saat, hari mulai gelap, Tio Bun Yang
segera membayar minuman dan makanannya, lalu
meninggalkan kedai teh itu. Ia menunggang kudanya menuju
rumah penginapan. Ketika berada di depan penginapan
tersebut, muncullah seorang pelayan menyambutnya dengan
wajah berseri-seri. "Tuan perlu kamar?"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk sambil meloncat turun.
Pelayan itu segera menuntun kuda tersebut ke samping
penginapan. Setelah menambat kuda itu, ia cepat-cepat
menghampiri Tio Bun Yang.
"Tuan," ujar pelayan itu ramah. "Mari ikut aku ke dalam!"
Tio Bun Yang mengangguk, lalu mengikuti pelayan itu ke
dalam. Pelayan itu berhenti di depan sebuah kamar, hiu membuka
pintu kamar itu seraya bertanya.
"Tuan cocok dengan kamar ini?"
"Ng!" Tio Bun Yang mengangguk.
"Silakan masuk, Tuan!" ucap pelayan itu dengan ramah.
Tio Bun Yang melangkah ke dalam. Dilihatnya kamar itu
cukup bersih dan besar, maka ia manggut-manggut.
"Tuan mau pesan makanan dan minuman?" tanya pelayan
itu setelah Tio Bun Yang duduk.
"Cukup teh saja," sahut Tio Bun Yang, lalu menyodorkan
setael perak untuk pelayan itu.
"Tuan..." pelayan terbelalak ketika melihat uang perak itu.
Selama ia menjadi pelayan penginapan Peng Lay, belum
pernah ada tamu yang memberikannya setael perak, maka ia
mengira Tio Bun Yang sedang bergurau
"Ambillah!" ujar Tio Bun Yang sambil tet senyum
"Tuan...." Pelayan itu menerima uang perai itu dengan
tangan agak bergemetar. "Terimakasih Tuan! Terimakasih.
Seusai mengucapkan terimakasih berulang kali barulah
pelayan itu pergi mengambil teh untuk Tio Bun Yang.
Di saat pelayan itu pergi, terdengar suara isak tangis di
kamar sebelah, itu membuat Tio Bu Yang mengerutkan
kening. Setelah pelayan kembali ke situ, segera Tio Bun Yang
bertanya "Siapa yang menangis di kamar sebelah?"
"Itu...." Pelayan memberitahukan. "Seorang wanita berusia
empat puluhan."
"Kenapa wanita itu menangis?"
"Putrinya sakit keras," sahut pelayan sambil menggelenggelengkan
kepala. "Entah sudah berapa banyak tabib yang
mengobati gadis kecil itu pun tidak tahu sakit apa gadis itu."
"Sakit apa gadis kecil itu?"
"Entahlah." Pelayan menggelengkan kepala "Sebab para
tabib yang telah memeriksa gadis tapi... tiada seorang pun
yang dapat menyembuhkannya."
"Oh?" Tio Bun Yang mengerutkan kening. "Kalau begitu,
gadis kecil itu pasti mengidap penyakit aneh."
"Mungkin." Pelayan manggut-manggut.
"Aku mengerti sedikit mengenai ilmu pengobatan," ujar Tio
Bun Yang memberitahukan. "Tolong antar aku ke kamar
wanita itu!"
"Tuan...." pelayan terbelalak.
"Jangan ragu!" Tio Bun Yang tersenyum. "Antarkan aku ke
sana, mudah-mudahan aku bisa menyembuhkannya!"
"Baik, Tuan." Pelayan mengangguk. "Mari ikut aku ke
kamar sebelah!"
"Terimakasih!" ucap Tio Bun Yang, sekaligus mengikuti
pelayan itu ke kamar tersebut.
Sampai di depan kamar itu, perlahan-lahan pelayan
mengetuk pintu.
"Siapa?" suara sahutan dari dalam.
"Pelayan!"
"Masuklah!"
Pelayan mendorong pintu kamar itu. Tio Bun Yang
memandang ke dalam, dilihatnya seorang wanita berpakaian
aneh duduk di pinggir ranjang sambil menangis terisak-isak, di
atas ranjang terbujur sosok tubuh yang kurus.
"Maaf!" ucap pelayan memberitahukan. "Tuan ini mengerti
sedikit ilmu pengobatan, maka ingin memeriksa gadis kecil
itu." "Oh?" Wanita itu menoleh. Begitu melihat Tio Bun Yang,
yang masih sedemikian muda, menggeleng-gelengkan kepala.
"Terimakasih, Tua tapi tidak mungkin Tuan dapat mengobati
putriku ini."
"Nyonya," ujar pelayan. "Walau Tuan ini masih muda,
namun siapa tahu justru Tuan ini yang dapat menyembuhkan
putri Nyonya itu."
"Aaaah...!" Wanita itu menghela nafas panjang. "Sudah
belasan tabib berpengalaman di kota ini memeriksanya, tapi
tiada satu pun yang mampu mengobatinya. Sedangkan tuan
ini masih muda...'
"Nyonya! Siapa tahu...."
"Para tabib itu meminta biaya tinggi, aku sanggup bayar.
Tapi... mereka justru tidak sanggup menyembuhkan putriku."
"Bibi," Tio Bun Yang tersenyum. "Aku tidak minta biaya apa
pun, percayalah!"
"Tuh!" Pelayan tertawa. "Tuan ini sangat ba hati, tidak
seperti tabib lain."
"Oh?" Wanita itu menatap Tio Bun Ya dengan penuh
perhatian. "Engkau tidak min biaya apa pun?"
"Ya." Tio Bun Yang mengangguk.
"Kenapa begitu?" wanita itu heran.
"Karena aku bukan tabib, lagi pula sesama manusia
memang harus saling menolong," sahut Tio Bun Yang sambil
tersenyum. "Aku mengeti sedikit ilmu pengobatan, maka
kugunakan untuk menolong yang sakit."
"Oooh!" Wanita itu manggut-manggut. "Tapi putriku...."
"Biar aku segera memeriksanya," ujar Tio Bun Yang sambil
mendekati gadis kecil yang terbaring di atas ranjang itu, lalu
memeriksanya dengan teliti sekali.
Pelayan itu sangat tertarik, maka tidak meninggalkan
kamar itu, terus memperhatikan Tio Bun Yang memeriksa
gadis kecil itu.
Berselang beberapa saat kemudian, usailahTlio Bun Yang
memeriksa gadis kecil itu. Ia menarik nafas lega seraya
berkata. "Untung aku segera datang! Kalau tidak, lewat dua jam
putri Bibi tidak dapat tertolong lagi."
"Oh?" Wajah wanita itu pucat pias. "Kalau begitu, cepatlah
tolong putriku ini! Aku mohon...."
Mendadak wanita itu menjatuhkan diri berlutut di hadapan
Tio Bun Yang, tapi Tio Bun Yang segera membangunkannya.
"Tenanglah, Bibi!" ujar Tio Bun Yang. "Aku pasti
menolongnya."
Usai berkata, Tio Bun Yang menaruh telapak tangannya di
ubun-ubun gadis itu, lalu mengeluhkan Pan Yok Hian Thian
Sin Kang, dan sekaligus disalurkan ke tubuh gadis kecil itu
melalui ubun-ubunnya.
Sesaat kemudian, telapak tangan Tio Bun Yang mulai
mengeluarkan asap putih. Justru sungguh menakjubkan, asap
putih itu berputar-putar di sekitar kepala gadis kecil itu,
kemudian menerobos ke dalam melalui ubun-ubunnya
Menyaksikan itu, pelayan dan wanita itu terbelalak dan
mulut mereka ternganga lebar
Lewat beberapa saat setelah itu, barulah Tio Bun Yang
berhenti mengerahkan lweekangnya. Ia tersenyum sambil
memasukkan sebutir obat ke mulut gadis itu, lalu berkata
kepada wanita tersebut.
"Putri Bibi sudah tertolong. Sebentar lagi dia pasti bisa
berjalan, dan makan minum seperti biasa."
"Oh" Terimakasih, Tuan! Terimakasih!" ucap wanita itu.
Baru saja dia mau berlutut mendadak Tio Bun Yang
mengibaskan lengan bajunya sambil tersenyum.
"Bibi tidak usah berlutut!"
"Haaah?" Wanita itu terperanjat, karena merasa sekujur
badannya kaku, tapi tak lama sudah normal kembali.
"Tuan...."
"Ibu! Ibu..." panggil gadis kecil itu.
"Nak! Nak..." saking girang wanita itu m nangis dengan air
mata berderai-derai. "Oh, anakku...."
"Ibu! Aku... aku lapar!" ujar gadis kecil sambil bangun.
"Tunggu, Nak!" sahut wanita itu, kemudian bertanya
kepada Tio Bun Yang. "Tuan, putriku sudah boleh makan?"
"Boleh." Tio Bun Yang mengangguk. "Dia sudah sembuh,
jadi boleh makan dan minum seperti biasa."
"Oooh!" Wanita itu manggut-manggut. "Pelayan, cepat
ambilkan makanan untuk putriku!"
"Hah" Apa?" Pelayan itu tersentak, ternyata saking
terkesima akan kehebatan Tio Bun Yang, sehingga
membuatnya terbengang-bengong. "Bukan main! Cuma
diraba, gadis kecil itu langsung sembuh! Sungguh bukan
main!" Pelayan itu segera pergi mengambil makanan untuk si
gadis kecil. Sudah barang tentu ia pun menyiarkan berita
tentang itu. "Kelihatannya Bibi bukan orang Tionggoan. Sebab pakaian
Bibi aneh sekali" kata Tio Bun Yang
"Betul, Tuan." Wanita itu mengangguk. "Kami buan orang
Tionggoan, melainkan salah satu kecil kecil di sekitar Gurun
Sih Ih." "Oh?" Wajah Tio Bun Yang tampak berseri, "Kalau begitu.
Bibi pasti tahu mengenai tempat misterii di Gurun Sih Ih!"
'Tidak begitu jelas," ujar wanita itu dengan air muka
berubah. "Kenapa Tuan menanyakan itu ?"
"Terus terang, aku ingin ke tempat misteri itu "
"Haaah?" Bukan main terkejutnya wanita itu "Tempat
Seruling Perak Sepasang Walet 4 Anak Berandalan Karya Khu Lung Jodoh Rajawali 16