Pencarian

Pendekar Sakti Dari Lembah Liar 1

Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Liu Can Yang Bagian 1


Pendekar Sakti Dari Lembah Liar
Karya Liu Can Yang
Saduran : Liang YL Editor : Adhi H
Sumber DJVU : Manise
Ebook oleh : Dewi KZ
Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/ http://dewikz.byethost22.com/
http://cerita-silat.co.cc/ http://ebook-dewikz.com
CERITA SILAT Judul : PENDEKAR SAKTI dari LEMBAH LIAR
Saduran : Liang J Z
Editor : Adhi H
Penerbit : Tunas Mandiri Jaya
Cetakan Ke 1: Juni 2008
ISBN / KDT : 978-979-1489-46-1
JILID KE 1 Bab 1 Jejak keluarga pendekar
Air sungai mengalir bagaikan sehelai pita yang berliku-liku melalui ribuan celah-celah gunung, ketika turun kebawah mengeluarkan suara gemuruh, begitu melewati tikungan tajam berubah bagai gelombang dahsyat yang menggoyangkan pegunungan, ibarat "Tiga gelombang dahsyat menerjang dataran dibarengi suara halilintar"
pemandangan yang menakjubkan ini terdapat di sebuah tempat yang bernama Liong-bun (Pintu Naga).
Di sisi barat Pintu Naga yang berdampingan dengan tikungan tajam tersebut ada sebuah gunung kecil, diatasnya berdiri sebuah bangunan yang berkilauan dengan warna emas nan agung, bangunan itu termasyur dengan julukan nama biara Sai-giok (Singa kumala).
Di kala embun subuh masih menghalangi pemandangan, angin bertiup sangat dingin, cakrawala baru menampilkan Pintu Naga yang meupakan tempat idaman pujangga dan
ksatria, saat fajar baru terbit ini, biasanya belum ada pelancong yang datang.
Tetapi terdengar suara orang bicara.......
"Toako! daerah dekat Pintu Naga ini...."
"Ya... kau jangan menganggap kau sudah pagi, buktinya masih ada orang lain yang sudah lebih pagi berangkat, orang-orang itu kelihatannya berselera tinggi juga"
"Aku merasa ada yang aneh"
"Mengapa" Apa Samte curiga orang-orang itu khusus mencari kita."
"Pepatah kuno mengatakan dalam laut bisa diduga, hati orang sukar dibaca, lebih baik kita hati hati....."
"Ha ha ha...... biarpun ada kawan-kawan yang tidak memandang pada kita, tapi buat Sin-ciu-sam-coat (Tiga pendekar wahid), tidak ada orang yang kita takuti."
Yang barusan berbicara adalah seorang laki-laki yang berumur sekitar 50 tahun bertubuh langsing, mukanya berwarna ungu dan berewokan. sedang temannya lebih muda berpenampilan anggun dan cakap, berbaju biru. t Baru saja mereka berkata, terdengar alunan suara yang diantar angin pagi:
Beruban seperti bintang-bintang
Menyesal cita-cita menjadi hampa
Tubuh ini seperti titipan
Tubuh terasa sakit dan menyendiri
Menuju Pintu Naga
Membangkitkan semangat masa lalu
Dengan senjata sakti dari Liu-yang
Melanglangbuana ribuan lie
Membasmi Sin-ciu-sam-coat
Menguasai dunia
Coba tanya siapa yang bisa menandingi."
Mendengar alunan suara, kedua orang itu berubah mukanya. Seutas hawa pembunuhan timbul diwajah orang tua berwajah ungu itu.
Embun pagi masih seperti semula, angin dingin meniup baju, dalam pemandangan Pintu Naga yang megah, bukan saja bersembunyi tidak sedikit pesilat tinggi dunia persilatan, juga mengandung hawa pembunuhan yang amat pekat.
Serentak orang tua yang berwajah ungu tersebut menggoyangkan alis panjangnya, sambil tertawa berkata:
"Aku Pouw-ci-sui-beng (Jari sakti penghancur nyawa) Hong San-ceng dan Lam-san-hong-ie (Bulu hong berbaju biru) Cukat Tong menunggu kedatangan tuan, bila sobat-sobat berjiwa ksatria, tidak perlu menyimpan kepala menyembunyikan ekor"
Baru saja kata-katanya habis diucapkan, tiga bayangan manusia tanpa mengeluarkan suara sedikit-pun menghampiri dua orang itu dengan kecepatan tinggi, gerakannya di ikuti dengan kilauan pedang bagaikan tirai, bayangan pedang saling berhamburan, tiga penyerang itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun langsung menyerang dua orang itu pada bagian tubuh yang mematikan.
Orang tua yang bermuka ungu mendengus marah, kedua tangannya didorongkan kemuka tiga penyerang yang
memakai topeng, dan menghalau terbang penyerangnya sehingga satu tombak lebih. Tetapi begitu jatuh tiga orang itu langsung bangun kembali, seperti bola yang telah penuh diisi angin, mereka kembali menerjang kedepan dua orang tersebut.
Orang tua itu jadi agak tertegun, tangan kiri yang lima jarinya putih seperti batu giok dengan segera diayunkan dan seketika terdengar dua jeritan memilukan, tiga dari penyerang tersebut dua orang telah roboh tidak bisa bangun lagi, yang seorang lagi dengan gerakan reflek melayang menghilang ke dalam kabut yang tebal.
Serangan terselumbung ini seperti hujan badai pada bulan Juni, mendadak datang lalu pergi dengan cepat.
Orang tua berwajah ungu yang diserang merasa bingung, dia melihat kedua mayat tersebut, lalu berpaling pada temannya yang berbaju biru, katanya:
"Apa yang terj adi........."
Temannya yang berbaju biru diam sejenak, sambil mengerutkan alis dia berkata:
"Nama Sin-ciu-sam-coat (Tiga Pendekar Sakti) buat pencoleng kecil yang mendengar sudah ketakutan, kakak tadi telah menyebutkan gelaran kita, tapi tiga orang penyerang bertopeng itu masih berani menyerang dengan ganas, aku kuatir masih ada serangan susulan. Sekarang janji bertemu sudah lewat, tapi sampai sekarang kakak kedua belum datang juga, dia......"
Orang tua berwajah ungu sejenak terkejut, tidak menunggu teman yang berbaju biru berbicara lagi, dia cepat berkata:
"Ayo kita pergi......" dia menggandeng tangannya dan melayang pergi.
Baru saja tubuh mereka melayang, dari dalam kabut tebal terdengar suara sst... sst...sst, dilanjutkan suara cit...cit... bersahutan, disusul luncuran barisan anak panah yang pesat seperti segerombolan belalang datang menyerang.
Tetapi dua dari tiga pendekar hebat ini telah memiliki ilmu silat yang sempurna, mereka sudah siap menhadapi perobahan mendadak ini, mereka membuka lengan baju lebarnya, membuat panah-panah yang datang dihalau kembali jatuh ke tanah, dan tubuhnya seperti dua ekor burung bangau raksasa menerobos dalam serangan panah tersebut.
Orang tua yang berwajah ungu adalah Toako dari Tiga Pendekar Sakti dengan julukan Pouw-ci-sui-beng, sedang yang berbaju biru adalah Samtenya berjuluk Lam-san-hong-ie, mereka bertiga tahun lalu telah berjanji untuk bertemu di Pintu Naga dengan saudara kedua mereka Thian-yat-it-kiam (Pedang tunggal dari cakrawala.) Pek Ciu-ping, setiap tahun selain saling menceritakan pengalaman masing-masing, juga menikmati pemandangan indah di tempat termasyur tersebut.
Orang kedua mereka tinggal di sebuah kota tua yang berjarak kurang lebih ratusan li dari tempat tersebut, sekarang seharusnya dia sudah datang. Selama puluhan tahun, terhadap orang kecil dan pedagang bermodal kecil pun Pek Ciu-ping belum pernah ingkar janji, karena waktunya sudah lewat, kemungkinan besar dia mengalami rintangan yang sangat berat, maka bagi mereka berdua yang seperti kakak beradik, lebih baik meninggalkan penyerang tadi dan keduanya melesai dengan kecepatan tinggi menuju kota tua tersebut.
Mereka telah melewati beberapa gunung, cahaya merah menerangi langit di sebelah timur, sambil berlari dengan
kecepatan tinggi Hong San-ceng tanpa sengaja melihat Cukat Tong, sejenak dia berubah jadi kaget dan berkata:
"Samte,kauterluka?"
Cukat Tong tertawa tawar:
"Lengan kiri ku terluka oleh panah, tidak apa-apa, mari kita teruskan......" bicaranya belum selesai, tubuhnya sudah melesat berada di depan sepuluh tombak lebih, seperti anak panah lepas dari busurnya, kecepatannya tetap mengejutkan orang. Pesilat tinggi yang ilmu silatnya sehebat mereka, jarak ratusan li, hanya dalam waktu sekejap sudah sampai.
Pekarangan rumah Thian-yat-it-kiam sudah terlihat dari kejauhan, namun langkah mereka men-dadak tertahan, tertegun oleh pemandangan yang mereka li hat.
Ternyata di depan lereng gunung di hutan yang lebat, ada sebuah bangunan megah tempat tinggalnya orang kedua dari Sin-ciu-sam-coat, saat ini lapangan di depan pekarangan ada satu sinar pelangi sedang menyambar-nyambar dengan kekuatan yang amat dahsyat, sinar pelangi itu menyapu seluruh lapangan, tempat yang dilalui sinar pelangi itu mengeluarkan gemuruh guntur, kekuatannya sangathebat.
Sebuah pembantaian manusia yang sangat mengerikan telah terjadi di sisi hutan di celah rerumputan, di depan dan belakang pekarangan, sekelilingnya tergeletak mayat-mayat, bau anyir darah menyengat hidung, tapi pertarungan ini, sepertinya sudah mendekati akhir, kecuali Pek Ciu-ping dan sepuluh lebih pesilat tinggi bertopeng yang mengeroyoknya, liilak terlihat lagi seorang manusia yang masih hidup.
Mendadak, sinar pedang Pek Ciu-ping terhenti, kakinya melangkah beberapa langkah dengan terhuyung huyung, jago pedang yang tiada tandingannya dan telah menggemparkan dunia persilatan ini, dibawah tekanan jumlah musuh yang tidak sebanding, sudah terluka parah dan tampak kehabisan tenaga.
Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng yang melihat kejadian itu, darahnya jadi bergolak, dia melirik sekali pada para pemanah yang sembunyi disekitar pekarang-an sambil mengeluh:
"Tampaknya Jite walau bisa membunuh habis pesilat tinggi dilapangan, juga sulit menghindarkan bahaya dari para pemanah, kelihatannya hari ini adalah hari terakhir kita bisa berkumpul bersama!"
Cukat Tong menengadah dan tertawa keras:
"Kita bersaudara sudah bersumpah sehidup semati, demi sahabat tidak ingin hidup sendirian, bisa mati bersama di gunung ternama, matinya juga tidak perlu menyesal, Toako! Mari kita labrak......"
Hong San-ceng membalikkan kepala melirik wajah Cukat Tong, mendadak dia melihat pergelangan Cukat Tong sedikit gemetar, di dalam hati timbul kepedihan yang amat sangat, sesaat, dengan nada dalam berkata:
"Samte, kau sudah terkena racun, mengapa tidak mau menggunakan tenaga dalammu mengobati dulu!"
Cukat Tong menggelengkan kepala, lalu dengan tertawa sedih berkata:
"Racun yang terdapat di panah Ngo-tok-tui-hun-cian, adalah Toan-hun-cauw (Rumput pemutus arwah.) yang belum ada obatnya di dunia, kecuali......" perkataannya rada tertahan , mendadak dia mengangkat kepalanya,
berkata, "anak kecil di dalam pelukan Jiko, adalah satu-satunya keturunan Sin ciu-sam-coat, Toako harus bertanggung jawab memelihara dan mendidiknya." Habis bicara, dia lalu mengeluarkan bulu Hong putih yang panjangnya sekitar tiga kaki, mulutnya bersiul panjang, tubuh berkelebat menerjang pada para pemanah itu.
Hong San-ceng tertegun, matanya meneteskan beberapa tetes air mata, lalu alisnya terangkat sambil berteriak keras sekali, satu kakinya menginjak ke batu gunung, tubuhnya telah melesat datar, di saat tenaganya hampir habis, mendadak tubuhnya berguling, dengan kecepatan yang amat tinggi, melayang turun disisi tubuhnya Thian-yat-it-kiam Pek Ciu-ping.
Sepuluh lebih pesilat tinggi bertopeng yang ada di lapangan tertegun melihat demontrasi ilmu meringankan tubuh yang hebat ini, semuanya jadi tergetar, mereka tanpa sadar mundur satu tombak lebih.
Hong San-ceng mengeluarkan suara Hm...! Dia tidak pedulikan para pesilat tinggi bertopeng itu, sorot matanya menatap pada Jitenya yang memegang sebilah Im-cu-kiam.
Tapi dewa pedang ini, sekarang bajunya sudah sobek-sobek dagingnya pun terlihat, tubuhnya tidak ada satu pun yang utuh, kecuali anak kecil di dalam pelukannya, dia hampir telah menjadi manusia darah, Hong San-ceng dengan cepat mengambil satu-satunya keturunan Sin-ciu-sam-coat, dengan kencang diikatkan di punggungnya, lalu mengeluarkan sebutir obat, diberikan pada Pek Ciu-ping sambil berkata:
"Jite, istirahatlah dahulu, biar aku yang menghadapi manusia-manusia rendah yang tidak berani menampilkan wajahnya ini."
Pek Ciu-ping mendadak memelototkan sepasang
matanya, dia tertawa keras yang panjang berkata:
"Toako, Soh-ciu kuserahkan padamu, kita bersaudara...... bertemu lagi di kehidupan yang akan datang......" perkataannya berhenti sejenak, mendadak tubuhnya meloncat, terlihat pelangi panjang muncul, hawa pedang memenuhi langit, dua kepala manusia langsung terlempar sejauh tiga tombah lebih, dibawah tebaran darah segar dia kembali menyambar pada orang-orang bertopeng itu.
Gerakannya yang tidak diduga ini, kecepatannya seperti kilat menyambar, saat Hong San-ceng mendekatinya lagi, Pek Ciu-ping yang sudah terluka sangat parah telah meninggal dunia.
Pukulan batin yang tidak tanggung-tanggung ini, membuat Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng mengangkat alis membelalakan mata, segaris warna merah darah mengucur dari sepasang mata yang membelalak bulat, mulutnya meraung keras, tubuhnya mendadak meloncat, sepasang telapaknya diayunkan, sebuah hembusan angin yang sangat dingin menusuk tulang, menerjang pada orang-orang bertopeng itu.
Tapi orang-orang bertopeng itu tampaknya mempunyai ilmu silat yang tidak rendah, baru saja angin pukulan Hong San-ceng menerjang, tubuh orang-orang bertopeng itu tergetar sadar, lalu sinar golok berkelebatan, empat orang bertopeng maju menghadang nya.
Dikala berlompat, Hong San-ceng masih sempat memungut Im-cu-kiam, di sudut mulutnya terdengar suara tertawa bernada sadis, pedang panjangnya di gelarkan menghasilkan tiga suara getaran yang nyaring, sambil
menggerakan dua buah alisnya, dengan suara dingin berkata:
"Sin-ciu-sam-coat, tidak berencana meninggalkan tempat ini dengan hidup, bila kalian tidak memperlihatkan roman muka yang sebenarnya, Hong San-ceng tidak akan mati dengan mata tertutup"
Di antara yang bertopeng tersebut, ada seorang kurus yang lengannya amat panjang, dan dua telapak tangannya yang lebih besar dari orang biasa, kelihatan-nya seperti pemimpin dari kelompok orang-orang itu, dia maju kedepan setengah langkah, sambil tertawa dengan suara munafik berkata:
"Hong Tayhiap tidak perlu bersuara keras, kami semua terpaksa berbuat tidak sopan, mohon dimaafkan, soal......wajah kami, Hong Tayhiap tidak perlu tahu."
Hong San-ceng dengan marah membentak: "Melihat kepandaian kalian yang cukup tinggi, pasti kalian adalah pendekar yang punya nama terkenal di dunia persilatan, kalian pasti dari perguruan yang ternama, aku mengharapkan kalian bisa memberi jawaban yang memuaskan."
Orang kurus tersebut dengan tertawa yang dibuat-buat berkata:
"Inilah yang disebut orang tidak berdosa tetapi punya barang berharga yang berdosa, adik saudara dengan diam-diam mempunyai barang yang sangat berharga, dengan sendirinya mendatangkan bahaya pada dirinya!"
Hong San-ceng dengan marah berkata:
"Kalian bangsat yang bisanya berbuat licik, sudah menyerang adikku dengan tindakan yang biadab, ternyata
masih berani berkata begitu enak, hmm... perumahan Leng-in ini akan jadi tempat kuburan kalian......"
Orang kurus itu mencibirkan mulutnya:
"Sin-ciu-sam-coat sudah mati dua, Hong Tayhiap lebih baik pikirkan keselamatan keponakan anda......."
Dia berhenti sejenak lalu berkata lagi, "seseorang bila sudah tidak bernyawa, biarpun punya barang berharga sebesar gunung pun percuma ha, ha... ha..."
"Bila kau bisa berkata jujur, Hong San-ceng ingin mendengarkan penjelasanmu."
"Apa Hong Tayhiap betul-betul tidak tahu?" kata orang kurus itu
"Kau pasti tahu aku belum pernah berkata bohong,"
Orang kurus tersebut sambil menggoyangkan kepala berkata:
"Benda pusaka persilatan Pouw-long-tui (Bor penghancur) yang berada dalam dada keponakan anda, lebih baik Hong Tayhiap keluarkan pada kami, biar kami puas."
Jantung Hong San-ceng tergetar, dia sejenak terdiam, lalu katanya:
"Kau bilang apa, Pouw-long-tui?"
Orang kurus itu dengan bersuara dingin:
"Betul, Pouw-long-tui, bila Hong Tayhiap ingin punya penerus Sin-ciu-sam-coat, lebih baik Hong..."
Tidak menunggu orang kurus tersebut berkata habis, mulut Hong San-ceng telah membentak, pedang
panjangnya bersamaan melingkar sekali dan bergetar, satu
garis pelangi perak bagaikan bintang melesat dengan dahsyat, menggulung orang bertopeng itu.
Orang kurus itu kontan berubah roman mukanya, kedua telapak tangannya disilangkan dan berputar, dengan berturut-turut membalas enam pukulan telapak tangan, tenaganya sangat besar, sungguh jarang ada di dunia persilatan. Sisa tiga orang bertopeng lainnya juga bersamaan bergerak, pemandangan yang seperti bertirai cahaya golok, kilatan dingin menusuk tubuh, tiga golok baja itu bersamaan menyerang titik-titik kelemahan Hong San-ceng.
Hong San-ceng memutar tubuhnya sekali, seperti roh halus dia menerobos keluar dari kepungan golok dan pukulan tangan, sambil menggerakkan alis dan bersuara keras:
"Tidak disangka, pendekar tersohor Lak-jiu-jin-wan (Manusia monyet tangan pedas) Giam Pouw dan jago dari selatan, tiga jagoan she Bu, berbuat hal yang memalukan dan berlawanan dengan aturan persilatan, bila aku tidak dapat merobek jantung kalian, bagaimana dunia ini masih ada keadilan."
Begitu kata-katanya habis, pedang panjangnya langsung melancarkan jurus "daun jatuh bagai salju terbang", langit jadi penuh bayangan pedang pelangi yang cemerlang, dorongan hawa pedang yang dahsyat, menyapu dada dan perut orang yang bertopeng.
Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng mempunyai
kepandaiannya yang sangat tinggi, untuk membalas dendam atas kematian adik ketiganya, dia telah menggunakan tenaga sebesar sepuluh bagian.
Lok-yap-hui-soat (Daun jatuh salju terbang.) adalah jurus yang paling hebat dari ilmu Im-cu-kiam, terlihat kilatan
pedang bagaikan salju terbang di malam musim dingin, tiga saudara she Bu tidak sempat mengeluarkan sebuah juruspun, tahu-tahu telah di babat sebatas pinggang, cipratan darah berterbangan di udara, Lak-jiu-jin-wan biarpun cepat membaca situasi, tapi masih sedikit terlambat, lengan kirinya telah terpotong sebatas bahunya, sepuluh penyerang bertopeng melihat kejadian tersebut masing-masing memusatkan tenaga dalam, bersiaga dengan seluruh kekuatan yang ada, tapi mereka tampak ragu-ragu dan takut untuk menyerang.
Lak-jiu-jin-wan pantas di sebut orang yang kuat, biarpun telah luka parah dia masih bisa tertawa enteng, katanya:
"Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng belajar ilmu Im-cu-kiam dari pendekar nomor satu, tanganku sebelah hilang juga tidak memalukan, tetapi biarpun ilmu pedang itu adalah ilmu yang sudah terkenal kehebatannya, akhirnya Pek Ciu-ping pun kehilangan nyawanya, Hong Tayhiap ..
.ha.. .ha.. .ha, apa kau yakin masih bisa lolos?"
Begitu habis bicaranya, kepada sepuluh orang temannya yang berada di belakang dia berkata:
"Biarpun jurus Im-cu-kiam digabung ilmu Pouw-ci-sui-beng mempunyai tenaga dahsyat, tetapi ilmu tunggal Hong Tayhiap baru dikuasai sampai tingkat enam, jika dipakai menyerang terus, tenaganya akan cepat habis dan mesti menunggu seperempat jam baru bisa memulihkan tenaganya, bila kalian merasa bukan tandingannya, lebih baik kita bersama-sama menyerang."
Hong San-ceng dengan marah berkata: "Bajingan licik, aku akan menghajarmu duluan." pedangnya dipindahkan ke tangan kiri, lengan kanan-nya dijulurkan ke depan, satu tenaga tersembunyi yang dapat memecahkan batu dengan kecepatan kilat meng-hajar dada Giam Pouw.
Walaupun tangan kiri Giam Pouw sudah putus,
tabiatnya tetap garang, dan membalikkan telapak tangan kanannya, menghadang dengan mengerahkan seluruh tenaganya.
Tenaga dahsyat kedua pihak langsung bentrok dengan mengeluarkan suara sangat keras, Giam Pouw tampak menahan rasa sakit, dia tergetar sehingga terdorong lima langkah ke belakang, satu aliran darah segar mengalir keluar dari bagian lengan yang putus, dia menggigit giginya, kedua matanya dengan buas memandang Hong San-ceng, lalu berpaling ke belakang, berteriak:
"Mengapa kalian masih berpangku tangan, apa kalian ingin melepas harimau pulang ke gunung?"
Kesepuluh orang bertopeng itu tertegun sejenak, lalu bersamaan membentak, tiga pedang panjang bersamaan menerjang menuju Hong San-ceng, menggunakan
kesempatan ini Giam Pouw menggeser kakinya, menempati posisi yang tepat, telapak tangan kirinya menjulur keluar dengan kecepatan tinggi, menyerang anak kecil yang digendong di belakang tubuh Hong San-ceng.
Dada Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng penuh
kemarahan, dua matanya berwarna merah, dia berteriak panjang, telapak tangan kanan dibalikkan, Im-cu-kiam dengan kecepatan kilat membabat ke arah samping, jurus pedang ini sulit diduga arahnya. Orang yang bertopeng biarpun jago persilatan, tetap tidak dapat menghindar dari jurus pedang aneh yang digunakan dengan memakai tangan kiri, terlihat kilatan kearah dua pundak orang bertopeng, belum lagi merasakan sakit, kepalanya telah terbang keluar arena pertarungan, sisa dua tubuh yang tidak berkepala, dengan mandi darah jatuh ke tanah.
Salah seorang bertopeng terperanjat sejenak, dengan cepat menggerakkan lengan kanannya, pedang panjang yang dalam telapak tangannya terbang, membawa suara berdesing, menuju dada Hong San-ceng.
Hong San-ceng bersuara dingin, tumit kakinya mengayun keatas, telapak tangan kanannya bergetar pada pedang yang menyerang datang, terdengar satu suara jeritan kesakitan, pedang panjang yang menuju ke arah dada Hong San-ceng, telah berbalik arah menembus dada penyerang tersebut.
Hanya dalam hitungan detik, Hong San-ceng telah menghabisi tiga orang yang berilmu tinggi, dan telah menghindar dari pukulan Lak-jiu-jin-wan dengan cerdik, sehingga penyerang-penyerang yang lain dengan terkesima berdiri terpaku! Hong San-ceng dengan rambut berdiri, mata seperti macan membelalak mendekati mereka setapak demi setapak, suara langkah tunggal terdengar jelas dalam hembusan angin dingin yang memilukan, mengalunkan irama maut.
Tetapi biarpun dalam keadaan marah sekali, dia masih bisa berpikir jernih, dia tahu tujuh orang yang di depannya, kemungkinan adalah pendekar-pendekar tangguh di daerahnya, Lak-jiu-jin-wan Giam Pouw telah kehilangan sebelah tangannya. Dia masih mempunyai tenaga bertarung, tapi laju langkahnya telah melambat, dia harus menggunakan waktu sejenak untuk mengembalikan tenaganya, sesudah tenaganya cukup dia bisa melancarkan Pouw-ci-sin-kangnya untuk menghabisi musuhnya.
Tetapi gerak-geriknya, tidak dapat mengelabui mata Giam Pouw yang licik seperti srigala, dengan tertawa yang sinis, dan telapak tangannya membawa angin dingin, dia bersiap menyambutnya, katanya:
"Hong San-ceng jangan harap kau menggunakan Pouw-ci-sin-kang yang memalukan! Ha, ha, ha, jangan mimpi, terimalah jurusku."
Begitu Lak-jiu-jin-wan memusatkan telapak nya, tujuh orang bertopeng juga bergerak, dua pedang, satu cakar dan dua pena besi, dan satu pecut yang seperti ular lincah, dari tiga arah menyerang bagian-bagian tubuh Hong San-ceng, yang lemah, selain itu tubuhnya juga mendapat serangan pukulan telapak tangan yang tersembunyi.
Rambut putih Hong San-ceng jadi berdiri, demikian pula bulu jambangnya, tubuhnya bergerak enteng, langsung sudah keluar dari kepungan delapan orang tersebut, tidak menunggu serangan kedua dari mereka datang, dia mengangkat tangan kanannya, tampak lima jarinya membesar seperti batu giok putih.
"Jurus Pouw-ci-sui-beng." Lak-jiu-jin-wan bersuara terkejut, kakinya bergerak mundur ke belakang, secepat kilat menghindar, orang-orang yang mengepung Hong San-ceng pun berlompatan mundur ke empat penjuru.
Terdengar tiga kali suara mengerang, tiga bayangan orang yang meloncat, telah jatuh dari udara, bersamaan itu satu lingkaran pelangi perak, telah menyapu pinggang dua orang penyerang.
Hujan darah berjatuhan di empat penjuru, potongan tubuh berterbangan, di lapangan sudah bertambah lagi lima mayat yang mati panasaran, tetapi hal ini pun tidak membuat Hong San-ceng puas, selain ingin membunuh habis kelompok penjahat tersebut, dia akan mencari otak perencananya. Dia menyilangkan pedangnya, dengan mata yang berwibawa, dan nada dingin berkata:
"Hukum ada aturannya, yang membunuh harus mati, kalian bertiga apa mesti aku yang mengerjakannya?"
Tubuh Lak-jiu-jin-wan tergetar, dia tahu betul ilmu yang dikuasai Hong San-ceng, ilmu Im-cu-kiam, atau ilmu jari penghancur nyawa, yang mana pun, sudah cukup membuat mereka bertiga kehilangan nyawa, tetapi, roman mukanya yang munafik tetap tampak tenang, penampilannya sangat santai. Dia tidak menjawab pertanyaan Hong San-ceng, tetapi bersiul dengan suara nyaring, dari sepasang matanya yang arahnya tidak menentu masih terlihat muka yang cerah.
Langkah kaki Hong San-ceng berhenti, dengan sinis berkata:
"Apa kau memberitahu kawan-kawanmu" Baiklah, bila aku saat ini membunuhmu, kau akan mati panasaran!
Tetapi kalian seperti setan bermuka kerbau atau ular berupa dewa, ditambah berapa banyak pun, aku akan menbereskan kalian semua."
Giam Pou w dengan tertawa berkata:
"Betul, Sin-ciu-sam-coat adalah pendekar paling linggi ilmunya di dunia persilatan, aku yang kepandaian nya masih rendah, sudah pantas dan tidak bisa bertanding dengan kalian bersaudara, tetapi, ha, ha, ha, nanti akan muncul orang-orang baru, bila Hong Tayhiap terlalu percaya diri sendiri, sangat tidak bijaksana memandang rendah orang-orang di dunia ini."
Jantung Hong San-ceng bergetar, katanya:
"Jadi, di dunia persilatan sudah muncul seorang jago?"
Dengan tertawa Lak-jiu-jin-wan berkata:
"Dugaan Hong Tayhiap sangat tepat."
Dengan dingin Hong San-ceng berkata:
"Yang aku tahu, jago itu pernah kalah, dengan penasaran dia merantau ke perbatasan yang jauh, sekarang mungkiri sudah tua, tubuhnya mungkin sudah penyakitan."
Lak-jiu-jin-wan terkejut, tidak berasa langkahnya berbalik mundur, katanya:
"Kau......bagaimana bisa tahu."
"Tentu saja aku tahu jelas, sekalian katakan pada majikanmu, dan pemanah-pemanah yang bersebar di sekeliling kampung ini, sudah tidak bisa melindungi keselamatanmu......"
Lak-jiu-jin-wan bersuara jalang menutupi rasa takutnya:
"Aku tidak percaya............"
Hong San-ceng dengan sinis berkata:
"Aku hanya menggunakan sedikit tenaga sudah bisa membuatmu berdarah hingga lima langkah, bila tidak percaya, coba saja tajamnya Im-cu-kiam......"
Dengan gemetar Lak-jiu-jin-wan berkata:
"Kau ingin berbuat apa ..."'
"Biarpun bisa mencincang tubuhmu jadi ribuan potong, aku masih belum bisa menghilangkan kesedihan dan kebencian dalam hati, tetapi, bila kau katakan nama otak penyerangan ini, aku akan membiarkan kau mati dengan mayat yang utuh!"
Lak-jiu-jin-wan tertawa jalang katanya:
"Bagus, bagus, selama hidup aku telah menipu banyak orang, hari ini hampir saja ditipu, Hong Tayhiap, jika dikemudian hari kau mau menipu orang, lebih baik belajar dulu padaku." Dia berhenti sejenak lalu berpaling pada temannya, "saat orang terjepit dia tentu akan berontak, bila
anjing terjepit dia akan sanggup meloncat tembok, saudara, saudara, kita lawan......."
Baru saja mereka mulai melangkah, terlihat kilatan baju warna biru, dengan kecepatan tinggi turun dari tengah gunung, seperti naik ke awan mengendalikan embun, begitu sampai di lapangan, pelangi putih berkibar, sebuah bulu hong yang panjangnya hampir dua meter, sudah menyerang dada dari seseorang yang bertopeng. Orang bertopeng tersebut tidak menyangka bahwa orang yang datang itu bisa menyerang dari udara, dia tidak ada waktu menghindar, tetapi orang ini juga bukan orang biasa, bersamaan bulu hong menusuk dadanya, telapak tangannya bergerak memukul, sungguhpun dia mendapat pukulan mematikan, orang yang datang itu juga terkena pukulan telapak tangannya, orang itu muntah darah segar, jatuh di sekitar satu tombak lebih.
Perobahan mendadak seperti kilatan api dan halilintar, di saat Hong San-ceng melihat jelas orang itu adalah si jubah biru bersayap bulu burung Hong, Cukat Tong. Hatinya terasa perih, hampir membuat dia pingsan, dia tidak jadi menanyakan otak penyerangan ini, dengan secepat kilat, telah meloncat di samping tempat tubuh Cukat Tong yang roboh.
Lak-jiu-jin-wan menarik napas panjang, tersimpul tertawa licik disudut mulutnya, dengan cepat dia mengeluarkan sebuah kotak besi hitam dari dadanya, jari tangannya menekan tombot dengan mengeluarkan suara aneh sebuah panah beracun yang beruntai mutiara telah melesat dengan kecepatan tinggi menuju punggung Hong San-ceng.
Biarpun Hong San-ceng dalam keadaan sedih, indra mata dan telinganya terganggu, tetapi reaksi terhadap situasi masih melebihi orang biasa, pada saat panah beracun
mendekat ke tubuhnya, dengan cepat dia berputar, menyelamatkan anak Pek Ciu-ping, tetapi punggung atas kanannya terasa sakit hingga ke menusuk tulang.
Melihat sasarannya terkena panah racun, Lak-jiu-jin-wan gembira sekali, dia melangkah ke depan, dengan tertawa menghina dia berkata:
"Sin-ciu-sam-coat betul-betul menguasai ilmu hebat, tetapi sayang,......ha......ha......ha......Giam Pouw tidak punya kemampuan menawarkan racun pencabut nyawa dari panah tersebut, terpaksa memohon maaf pada Hong Tayhiap!"
Mati atau hidup, bahaya atau selamat, adalah merupakan masalah yang berlawanan. Seseorang dalam keadaan bahaya, mendadak bisa berubah jadi selamat, perasaan hatinya tidak dapat dibayangkan, lebih-lebih orang licik seperti Giam Pouw, kegembiraanya melebihi orang lain.
Tetapi, kegembiraannya terlalu pagi diutarakan, begitu tawanya baru berhenti, terlihat sesosok bayangan hitam sudah berada didepan mata, seseorang dengan mata merah, orang tua yang bulu jambangnya berdiri, seperti dewa langit turun ke bumi, telah menghadang jalan Lak-jiu-jin-wan Giam Pouw, raja bandit yang termasyur puluhan tahun ini, tidak menyangka orang yang terkena racun pencabut nyawa dari panahnya, masih bisa mempunyai tenaga sedemikian rupa, dia pun tidak melihat jelas bagaimana Hong San-ceng meloncat, saat ini bila dia diberi tiga bagian keberanian, juga tidak akan berani berbicara.
Salah seorang yang bertopeng merasa kagum juga terhadap kepandaian dan keperkasaan Hong San-ceng, dia membungkukkan kepala dengan suara lembut
mengucapkan kata-kata Budha.
Hong San-ceng menggoyangkan dua alisnya, dengan riang tertawa:
"Sin-ciu-sam-coat sudah puluhan tahun tidak terlibat dalam perselisihan dunia persilatan, tidak disangka teman-teman persilatan malah masih ingin berurusan dengan kami, sampai murid dari biara Budha yang seharusnya punya enam akar pikiran yang suci, dan empat tindakan yang tidak boleh diperbuat, masih bisa mencari urusan dengan kami, inilah kehormatan buat kami," katanya lagi,
"guru, kau dari biara mana" Apa pantas juga menyimpan kepala dan hanya memperlihatkan ekornya saja?"
Setelah orang yang bertopeng tersebut terbongkar identitasnya, dia menjadi ragu-ragu sejenak, akhirnya dia membuka topeng hitamnya, terlihat seorang yang roman mukanya jujur, matanya bersinar bulu alisnya tipis, dia seorang rahib tua, dalam roman mukanya terlihat rasa penyesalan yang hebat.
Hong San-ceng tertegun sejenak, dengan suara dingin berkata:
"Tidak disangka ketua Siau-lim yang menjadi pemimpin dunia persilatan juga bisa berbuat hal ini, sia-sia aku hidup puluhan tahun, hari ini mataku baru bisa melihat dengan jernih, tetapi guru besar telah menguasai ilmu agama yang tinggi, seharusnya tahu dalam ajaran Budha ada perkataan soal sebab dan akibat, guru telah menanam benih sebab duluan, di kemudian hari tidak boleh menyesal atas dilanggarnya olehku, jika membunuh murid-murid yang ikut serta dalam penyerangan kali ini."
Ketua biara Siau-lim Pek Leng taysu dengan nada menyesal berkata:
"Teman-teman dari dunia persilatan hampir semuanya telah mati, dendam dan budi mereka, juga sebaiknya
sampai detik ini saja, anda tidak perlu memperbesar jaring pembunuhan!"
Hong San-ceng dengan sinis berkata:
"Rahib terhormat dari Siau-lim, ternyata masih punya rasa kasihan juga, tetapi perbuatanmu, jika dikatakan sebagai kelompok busuk dari Budha, Tay-suhu Tat-mo juga tidak akan mengelak dan membantah, apa taysu juga punya pandangart demikian?" suaranya berhenti sejenak, dan dengan mata membelalak, terdengar lagi suara nyaringnya,
"Kami bersaudara hidup di pengasingan, tidak ada ambisi bermusuhan dengan siapa pun, kalian bangsat teri menggunakan kesempatan kami sedang berkumpul setahun sekali, menghimpun jago-jago dari kalangan hitam dan putih, dengan cara yang licik, menyerang, sekarang Sin-ciu-sam-coat telah mati dua orang, kau minta aku melepas tangan, apa kau anggap aku ini orang yang takut mati!"
Pek Leng taysu batuk-batuk, lalu berkata:
"Aku bersedia bunuh diri di hadapan Tuan, untuk mengakhiri masalah besar Siau-lim, aku harap tuan menyayangi yang ingin hidup, budi tuan akan aku kenang........."
Hong San-ceng berkata dingin:
"Filsafat yang agung... apa Tay-suhu terlibat dengan penghadangan orang bertopeng tadi, sehingga perjalanan Sin-ciu-sam-coat terhalang, dan perumahan Leng-in terbasmi sampai tidak tersisa satu ayam dan anjing pun, bagaimana penjelaskannya?"
Pek Leng taysu menutup sepasang matanya berkata:
"Aku terpaksa melakukannya...dan juga... aku tidak pernah melukai orang......"
"Hm...!" Hong San-ceng dengan dingin dan hina berkata,
"Ketua Siau-lim yang menjadi pimpinan dunia persilatan, malah bisa diancam orang, sungguh hal yang sangat menakutkan orang, Taysu apakah kau bisa katakan orang yang mengancam itu, agar pengetahuan-ku bertambah luas?"
Guru besar Pek Leng diam sejenak:
"Ini......"
Mendadak tiga bayangan titik hitam, dengan kecepatan tinggi menerjang dada Pek Leng taysu, meski hvveesio ini sudah menguasai ilmu tinggi tetapi tidak dapat menghindar dari serangan yang sangat dekat dari Ngo-tok-tui-hun-cian (panah lima racun pencabut nyawa), tetapi pengurus biara Siau-lim, sungguh punya ke-mampuan lebih dari orang lain, dalam keadaan tubuhnya terkena panah beracun, dia masih bisa melayangkan satu pukulan telapak tangan, ini adalah jurus pukulan telapak tangan baja yang telah dikerahkan dengan tenaga penuh, tiga panah beracun yang sangat mematikan itu, membuat hweesio ternama mati ditempat, tetapi orang yang melepaskan panah beracun, Lak-jiu-jin-wan Giam Pouw, juga kena pukulan dahsyat tersebut, sehingga urat nadi jantungnya putus seketika, darah pun muncrat kemana-mana.
Angin gunung bersiul kencang, hujan lebat jatuh dari langit, bau amis darah dari Perumahan Leng-in sedang disapu bersih, tetapi Hong San-ceng yang berdiri dalam terpaan hujan dan angin, tetap belum bisa mencuci dendam dalam hatinya, dia meraba sebentar keponakan yang telah ditotok jalan darah tidurnya, dia melangkahkan kakinya yang berat, menuju tempat Cukat Tong yang tertelungkup.
Cukat Tong yang telah lama pingsan, lukanya di tempat yang vital dan racunnya telah menyerang paru-paru. Air
hujan yang dingin seperti es, membuat dia sadar sejenak, dia berkata dengan suara kecil dan terputus-putus:
"Toako........pergi......ke.....arah utara..."
Seorang Tayhiap meninggal di tempat setelah
mengucapkan kata terakhir. Bagi Hong San-ceng, ini pukulan yang sangat berat, tetapi kata terakhir dari Cukat Tong, dan lagu yang telah terdengar di daerah peninggalan sejarah Pintu Naga dia paham, otak penbunuhan yang sebenarnya belum muncuL saat ini, dia hanya sendirian, dan luka racun di lengan kanannya semakin parah, pepatah mengatakan selama gunung masih hijau, tidak usah takut tidak ada kayu bakar, menimbang situasi dengan kepala dingin, dia mengambil keputusan untuk bersabar, dan setelah mengubur jenasah kedua adik seperjuangannya, dengan hati penuh beban pembalasan, dia segera berlari sangat kencang ke pegunungan arah utara.
Angin dingin bagaikan pisau, daun berguguran terbang kemana-mana, pegunungan Lu-liang telah diselimuti oleh warna malam yang tipis, Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng telah menemukan sebuah goa terpencil, dia menurunkan keponakannya dan membuka totokan nadi tidurnya, agar darahnya berjalan normal kembali.
Satu-satunya keturunan dari Sin-ciu-sam-coat, adalah seorang anak remaja yang berumur 14-15 tahun, tetapi dari alis matanya yang indah dan matanya yang jernih, terpendam jiwa yang berbeda dari orang banyak. Begitu nadi tidurnya terbuka, kedua matanya yang bagaikan bintang di langit dengan lincah mengawasi situasi sekelilingnya.
Angin dingin menusuk tulang, gua tua mengerikan, malam dingin ini tidak saja sangat angker, dan diantara
bunyi binatang kecil, seperti tercampur sedikit suasana setan.
Suasana sungguh mengerikan, tetapi di roman muka yang masih terlihat kanak-kanak tersebut tidak terlihat rasa takut, dan akhirnya, matanya yang jernih dengan seksama melihat Hong San-ceng, dengan nada bicara yang sangat datar, bertanya kepada paman tuanya.
"Supek....."
"Ya...."
"Ayahku......"
"Dia..."
"Bagaimana dia" Supek?"
"Soh-ciu, kau bilang dulu, Supek sayang padamu tidak?"
"Aku tahu, Supek sayang padaku, tetapi ayahku.........."
"Ayahmu......"
"Telah terbunuh oleh orang-orang bertopeng itu, betulkan?"
"Ya, Supek tidak becus......"
"Waa......" dia menangis, biarpun dia sangat tahan uji, tapi tetap masih seorang anak kecil, dan masih ada pertalian jantung ayah dan anak, bila ayah kandungnya terbunuh dan diam saja, bukankah dia seekor binatang berdarah dingin!
Dengan penuh kasih sayang, Hong San-ceng mengusap-usap atas kepalanya dan berkata:
"Soh-ciu, anak laki-laki tidak pantas mengucurkan air mata, keadaan kita masih belum keluar dari situasi bahaya......."
Pek Soh-ciu menghapus air mata dengan lengan bajunya, menggoyangkan alisnya berkata:
"Supek! Apa kita tidak membalas dendam untuk ayah?"
Hong San-ceng dengan kedua baris giginya beradu berkata:
"Siapa bilang" Hai....." dengan suara lemas melanjutkan katanya, "Supek tidak akan tinggal diam, Supek akan membersihkan dunia persilatan dengan darah, tetapi aku tidak berdaya......"
Dengan jawaban pamannya tersebut, Pek Soh-ciu sangat tidak puas, dari hidungnya keluar suara hm... pelan, dan menggetarkan kedua bahunya, berlari dengan kencang ke mulut gua.
Hong San-ceng terkejut seketika, lalu segera menekan ujung jari kakinya dengan kecepatan yang tidak terbayangkan, dia memegang bahu Pek Soh-ciu berkata:
"A Ciu, dengar kata-kata Supek......"
Pek Soh-du berusaha melepaskan pegangannya, dan berteriak:
"Lepaskan tangan......"
Dengan sedikit nada marah, Hong San-ceng berkata:
"A Ciu, kalau kau tidak mau dengar, Supek tidak akan mengurusmu lagi!"
Dari mulut kecilnya Pek Soh-du berkata:
"Ayahku terbunuh, sudah sepantasnya aku membalas dendam, apa tidak boleh ?"
Hong San-ceng dengan memandang atap gua, dengan nada tidak berdaya berkata:
"Persahabatan aku dengan ayahmu seperti darah dan daging, aku bukan tidak mau membalaskan dendamnya, tetapi mereka yang bertopeng, semuanya adalah jagoan dari dunia persilatan jaman sekarang, di belakang mereka ada otaknya yang lebih lihai............"


Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Liu Can Yang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dengan sinis Pek Soh-ciu berkata:
"Kalau begitu, Supek takut pada mereka?"
Mata Hong San-ceng dibuka lebar, katanya:
"Saat ini, tidak ada orang yang bisa membuat Sin-ciu-sam-coat takut."
"Bila Supek tidak takut, mengapa kita harus bersembunyi?"
Hong San-ceng marah:
"Ratusan jagoan yang bertopeng, tidak satupun yang boleh lolos dari tanganku, tetapi aku sekarang sudah terkena panah beracun, belum kuat bertarung, bila bukan Sam-susiokmu yang menggiring orang-orang itu kelain tempat, hai......"
Pek Soh-ciu mengalihkan matanya, tampak bahu kanan Supeknya bernoda darah, dengan muka sedih, dia membalikkan tubuh dan memegang kedua kaki Hong San-ceng berkata:
"Aku salah menilai Supek, bagaimana lukanya?"
Hong San-ceng dengan getir tertawa sejenak katanya:
"Racun Toan-hun-cauww tidak akan mengambil nyawa tua Supek, tetapi tenaga dalam dan ilmu silat Supek akan........."
Tubuh Pek Soh-ciu bergetar sejenak dan berkata:
"Apa yang harus kita perbuat?"
Hong San-ceng memejamkan sepasang matanya berkata:
"Jangan terburu-buru, Ciu-ji, walau Supek kehilangan tenaga dalam, dalam sepuluh hari, kau tetap bisa mendapat warisan kepandaian kami bertiga, tetapi kita harus hati-hati, otak penyerangan ini, tidak akan melepaskan kita, kelihatannya dunia ini walau begitu besar, tidak akan ada tempat untuk kita bernaung!"
Pek Soh-ciu mengangkat alisnya:
"Bila mereka masih berani mengganggu kita, aku akan bertarung sampai titik darah terakhir..."
Hong San-ceng menggelengkan kepala:
"Kita harus membuat rencana terlebih dulu baru bergerak, sebelum ilmu silatmu berhasil dilatih, kita sama sekali tidak boleh gegabah, Ciu-ji, apa ayahmu benar telah berhasil mendapatkan pusaka Pouw-long-tui yang tiada duanya itu?"
Pek Soh-ciu mengeluarkan sebuah kotak kayu berwarna hitam dari dalam dadanya:
"Barang ini yang disimpan oleh ayah didalam dadaku, paman lihatlah."
Hong San-ceng melihat kotak kayu itu, panjangnya kira-kira delapan inci, tingginya empat inci, diatasnya diukir seekor naga kecil yang sedang terbang, ukirannya bagus sekali, seperti benar-benar hidup, dia membuka kotak kayu itu, mengeluarkan sebuah bor besi yang panjangnya kira-kira tujuh inci, kepalanya tajam ekornya bulat, dikatakan dia itu adalah besi, sungguh kurang pas, karena dia lebih berat dari pada besi biasa, seluruh tubuhnya hitam kelam, tidak tahu terbuat dari logam apa, dibagian ekornya, disambung dengan sebuah tali yang seperti sutra tapi bukan, dia memegangnya lalu mencoba diayunkan, terlihat sinar
hitam berkilat-kilat, samar-samar ada suara gemuruh, dia tahu Pouw-long-tui ini, sungguh merupakan pusaka dunia persilatan, sehingga dengan hati-hati dia
mengembalikannya lagi kedalam kotak, dan memberikan pada Pek Soh-ciu sambil berkata:
"Karena pusaka yang tiada duanya ini, Sin-ciu-sam-coat mengalami nasib tragis, dan membuat jalan di depan tidak menentu, baik buruknya nasib sungguh tidak dapat diduga, haiii... dosanya memiliki pusaka, bisa sedemikian kejamnya!"
Baru saja habis berkata, mendadak dia mendengar suara kelebatan baju memecah angin, dengan cepat lewat dari mulut goa, dia tahu mulut goa ini sangat tersembunyi, jika tidak dicari secara inci demi inci sangat sulit bisa ditemukan, tapi demi keamanan, dia tetap memaksakan memusatkan tenaga dalamnya, sepasang mata melotot mengawasi, bersiaga penuh menghadap ke mulut goa, lama sekali, dia baru mengeluh dan duduk di mulut goa bersemedi istirahat.
Keesokan paginya udara sangat kelabu, angin dingin bertiup dengan liarnya, embun pagi yang menyedihkan, sedang menutupi pegunungan Lu-liang.
Hong San-ceng pelan pelan membuka matanya, dia melirik sekali pada Pek Soh-ciu yang sedang
menggulungkan tubuhnya, tertidur lelap disisinya, lalu kembali menutup sepasang mata, membereskan pikiran yang kacau sekali.
Waktu terus berlalu, Pek Soh-ciu akhirnya bangun dari tidurnya, dia menggosok kulit mata yang masih mengantuk, memperhatikan keadaan di sekeliling......
Goa yang sepi, rumput yang kering, liar dan tandus, sejauh mata memandang, semua ini...... mengingatkan dia,
dirinya adalah anak yatim piatu yang keluarganya telah hancur dan sedang menyelamatkan diri kepelosok dunia.
Sehingga dua jalur air mata panas mengucur deras seperti parit dari sudut matanya, tapi dia menutup kuat kuat bibirnya yang merah, sambil tersedu-sedu, tapi sedikitpun tidak mengeluarkan suara tangisan.
Hong San-ceng sambil mengeluh berkata:
"Ciu-ji, Supek ada satu perkataan yang ingin memberi tahu mu......"
"Silahkan katakan, Ciu-ji mendengarkan."
"Sin-ciu-sam-coat, adalah pesilat paling hebat jaman sekarang, kau tahu tidak?"
"Aku tahu."
"Haiii... diatas orang ada orang, diluar langit masih ada langit, Sin-ciu-sam-coat memang punya keberhasilan, tapi juga tidak bisa dikatakan di dalam dunia persilatan tidak ada lagi orang yang melebihi kami."
"Supek! Aku......tidak mengerti......"
"Di kemudian hari kau akan mengerti, Supek hanya ingin kau tahu, ilmu silat dalamnya sedalam lautan, musuh kita adalah penjahat ulung yang sangat licik, jika kau tidak bisa mengesampingkan hawa amarahmu, dan giat berlatih, kalau tidak dendam ayah dan Sam-susiokmu tidak akan ada harapan bisa membalasnya."
Pek Soh-ciu mengangkat alis berkata:
"Aku akan dengarkan kata Supek, pasti giat belajar, tapi siapa sebenarnya musuh kita itu?"
"Supek juga tidak tahu."
"Lalu mengapa Supek bisa tahu dia adalah penjahat ulung yang sangat licik?"
"Itu adalah dugaan Supek atas dasar orang orang bertopeng yang diutus oleh dia."
"Mereka itu siapa saja?"
"Kebanyakan adalah orang-orang hebat di dunia persilatan, sampai ketua Siau-lim, Pek Leng taysu juga termasuk salah satu diantaranya."
"Kita cari murid-murid mereka, pasti akan mendapatkan sedikit keterangan."
"Tidak salah, tapi itu artinya kita harus berani melawan zaman, bermusuhan dengan seluruh orang persilatan!"
"Aku tidak takut."
"Bagus, Supek akan menggunakan waktu sepuluh hari, supaya kau bisa mendapatkan inti ilmu silat dari kami bertiga, selanjutnya hidup mati, jaya atau hancur, semuanya tergantung dirimu sendiri."
Pek Soh-ciu adalah satu-satunya keturunan Sin-ciu-sam-coat, kecuali ilmu silat ayahnya Thian-yat-it-kiam Pek Ciu-ping yang telah berhasil dikuasainya, Pouw-ci-sui-beng Hong San-ceng, dan Lam-san-hong-ie Cukat Tong, juga telah mengajarkan seluruh ilmu silatnya pada dia, hanya karena dia usianya masih kecil, terhadap ilmu Pouw-ci-sin-kang, dan Co-yang-kiu-tiong-hui (Menantang matahari sembilan lapis.) dua jenis ilmu silat itu masih belum matang dipelajarinya. Dengan kepintarannya yang hebat, dalam sepuluh hari ini dia pasti akan dapat berhasil mematangkan kepandaian itu semuanya.
Maka di bawah pengawasan Hong San-ceng, dia berlatih dengan giat tanpa mempedulikan keadaan sekelilingnya,
jika dia haus, dia minum air gunung, jika lapar, dia makan buah buahan, tidak tidur, tidak istirahat terus giat belajar, di hari kesembilan, tengah harinya dia telah berhasil menguasai dua jenis ilmu silat hebat ini. Mungkin sudah takdirnya! Di saat malam tiba, di depan gua yang sepi ini, kembali terjadi perubahan.
Saat ini angin sedikit pun tidak berhembus, sinar bulan menyinari seluruh gunung, di hutan yang liar ini, nampak sangat sepi, tapi suara sst.. sst.. yang pelan, tidak henti-henti terdengar di dalam goa, jelas, di dekat persembunyian mereka, telah kedatangan tidak sedikit pesilat tinggi dunia persilatan.
Hong San-ceng menatap ke mulut goa sambil mengeluh berkata:
"Ciu-ji tadinya Supek ingin kau mempelajari empat jurus hebat yang terukir diatas Pouw-long-tui, tapi waktunya tidak mengizinkan lagi, terpaksa harus kau sendiri yang mempelajarinya."
Pek Soh-ciu berkata:
"Kita bereskan dulu orang-orang yang datang ini, empat jurus itu, nanti di kemudian hari jika ada waktu senggang, Supek ajarkan lagi pada ku."
Hong San-ceng tertawa pahit berkata:
"Selanjutnya kau harus seorang diri berkelana di dunia persilatan, Supek, haiii......"
"Mengapa" Supek ingin meninggalkan aku?" kata Pek Soh-ciu tertegun.
"Sebenarnya Supek tidak mau meninggalkanmu, tapi racun didalam diriku belum ada obatnya, tinggal bersama denganmu hanya menjadi beban buatmu, Supek akan pergi
ke dalam gunung dan dalam rawa besar, mencari obat penawar racun, jika kau ikut dengan Supek, bukankah akan menangguhkan banyak hal penting, yang lebih penting lagi Supek harus memancing keluar orang-orang ini, supaya kau bisa dengan selamat meninggalkan lempat yang berbahaya ini, maka-nya......"
"Tidak, Supek! Kita harus bersama-sama menghadapi bahaya, aku tidak bisa biarkan Supek sendirian menghadapi bahaya."
Hong San-ceng dengan nada dalam berkata:
"Membalas dendam keluarga, mengembalikan nama besar Sin-ciu-sam-coat, ini adalah hal yang sangat penting sekali" satu hal pun kau belum ada yang kau kerjakan, malah dengan enteng berani membicarakan soal hidup mati itu bukankah nanti akan menghapus harapan paman dan ayahmu dialam sana?"
Pek Soh-ciu dengan sedih mengucurkan air mata berkala:
"Aku salah, tapi......"
Hong San-ceng menggoyangkan tangan: "Anak, kau dengar kata-kata Supek, jika Supek berhasil menyembuhkan luka beracun dan bisa mempertahankan hidup, Supek akan kembali ke dunia persilatan mencarimu, ini ada sedikit uang untuk kau pakai, nanti saat aku memancing musuh, kau segera lari ke timur sampai ke Hun-sie, lalu belok ke selatan sampai ke Ho-lok......"
Pek Soh-ciu dengan perasaan aneh berkata: "Bukankah itu akan kembali lagi kedekat Ku-seng?"
Hong San-ceng menganggukan kepala berkata:
"Musuh hanya mengira kita akan melarikan diri ke dalam pegunungan atau perbatasan, pasti tidak akan
mengira kau langsung pergi ke Tionggoan, ini yang disebut di luar dugaan musuh......" dia sejenak menghentikan bicara, lalu dengan wajah serius berkata:
"Kita tidak boleh membiarkan musuh menutup mulut goa, nak, harap kau jaga diri baik baik."
Baru saja Pek Soh-ciu tertegun, satu bayangan orang telah menembus keluar goa, lalu terdengar teriakan dimana-mana, dan diiringi dengan jeritan meregang nyawa, pegunungan Lu-Iiang yang hampir gelap ini, sudah dibuat kacau oleh Hong San-ceng, Pek Soh-ciu tahu ini adalah kesempatan baik, lalu dia membuka rerumputan, dengan perlahan keluar dari goa, dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, dia lari kearah timur.
Kiu-tiong-hui (terbang sembilan lapis) adalah ilmu meringankan tubuh yang dia gunakan, adalah ilmu meringankan tubuh kelas satu di dunia persilatan, walau latihan dia belum cukup matang, tapi kecepatannya, seperti angin lewat, kilat berlalu, sekali meluncur ratusan li akan terjangkau, ketika malam lewat dan pagi tiba, sebelum hari terang, dia telah berlari keluar dari pegunungan, jaraknya tidak sampai sepuluh li dari Hun-sie.
Bagaimana pun, manusia terbentuk dari darah dan daging, setelah semalaman berlari, tidak minum tidak makan, setinggi apa pun ilmu silatnya, akhirnya akan merasakan sedikit kelelahan, apa lagi dia hanyalah seorang remaja kecil, maka ketika dia sudah dapat melihat Hun-sie dan di sisi jalan tidak ada tempat untuk beristirahat, kelelahan yang dia rasakan, mulai dari kaki den tangan menyebar ke seluruh syaraf, membuat dia merasakan beratnya mengangkat langkah.
Tanpa sadar dia berjalan menuju ke sebuah rumah, tapi menghadapi sepasang pintu yang tertutup rapat, dia jadi sedikit ragu.
Ingin minta tolong menginap bukan hal yang
memalukan, tapi walau pun hari masih belum terang, tapi malahari sebentar lagi terbit, waktunya untuk bekerja, selain itu dia tidak biasa datang minta tolong menginap, jika tuan rumah menanyakannya, akan menjadi sebuah masalah yang memalukan, apa lagi di musim dingin ini, selimut hangat di pagi hari, adalah hal yang paling dirindukan, buat apa dia merusak suasana ini" Sungguh satu masalah yang sulit dipecahkan, maka, dia hanya bisa berjalan bolakbalik di depan rumah itu.
Mendadak, di dalam sorot matanya, dia seperti menemukan sesuatu......
Sebuah jendela yang tidak dikunci, sedang bergoyang-goyang ditiup angin.
"Masuk, sembarangan cari tempat untuk istirahat, lalu berterima kasih pada tuan rumah bukan-kah selesai?" di dalam hati dia telah memutuskan ini, sekali meloncat dia masuk ke dalam rumah itu lewat jendela.
Perabotan di dalam rumah ini, bisa digambar-kan dengan empat dinding ruang kosong, kecuali satu meja satu ranjang, tidak ada bedanya dengan tanah liar, dan diatas ranjang itu masih ada seorang yang tidur berselimut.
Sinar di dalam rumah tidak begitu terang, samar-samar dia melihat orang yang sedang tidur itu adalah seorang anak yang sebaya dengan dirinya, jika memang sama-sama seorang anak kecil, tidak perlu banyak berpikir lagi, apa lagi sekarang kulit matanya seperti digantung dengan dua bola baja yang berat, dia sungguh tidak bisa banyak berpikir lagi, maka langsung saja membaringkan diri.
Tidur pulas setelah kelelahan, adalah satu kenikmatan hidup manusia, hanya saja dia merasakan kenikmatan ini datangnya mendadak, hilangnya juga sangat sebentar, sungguh terlalu singkat waktunya, dia merasa seperti baru saja menutupkan kulit matanya, satu perasaan sakit membuat dia terbangun kembali.
"Ada masalah apa?" dia didalam hati berpikir, dalam telinga telah terdengar satu teriakan.
"Bangsat kecil, berani sekali kau, ingin mati juga harus memilih tempat, sungguh berani tidur diatas ranjang nona, jika tidak mengupas satu lapis kulitmu, kau tentu mengira nonamu mudah di hina."
Dia membuka sepasang mata kebingungan, di dalam sorot matanya, terlihat satu wajah cantik yang sedang melotot, alisnya diangkat tinggi-tinggi, sekarang dia mengerti, ternyata anak yang sedang tidur lelap diatas ranjang itu, adalah seorang nona cilik yang cantik alamiah.
Melewati benteng memeluk gadis, menurut tata krama, dosanya besar sekali! Maka dia jadi ketakutan, walau di dalam hatinya tidak ada niat buruk, paling sedikit juga dia harus meminta maaf.
Ketika dia ingin bangun, dia baru menyadari dirinya telah ditotok jalan darahnya, yang lebih parah lagi adalah tempat dia berada, adalah satu lantai batu yang dingin dan keras, terpikir lagi kesakitan yang tadi dialami, mungkin karena ditendang ke bawah oleh sinona yang wajahnya penuh amarah.
Di tendang oleh seorang wanita, ini adalah satu penghinaan yang besar sekali, tapi karena dirinya yang bersalah, terpaksa dia menahan diri, katanya:
"Maaf, nona! Aku......tidak sengaja......" dia seperti sedang meminta maaf, tapi wajahnya kaku, nada bicaranya dingin, membuat orang yang mendengarnya tidak bisa terima.
"Hm.... kau tidak sengaja, tapi naik keatas ranjang nona, jika disengaja, bukankah......bukan-kah......"
Wajahnya yang cantik menjadi merah, setelah berkata bukankah... tidak ada kata selanjutnya, saat ini, dua orang pelayan wanita berbaju hijau ringkas, mendengar suara ribut-ribut, datang menghampiri, mereka melihat sekali pada Pek Soh-ciu yang ada diatas lantai dengan sorot mata terkejut, salah satunya membalikan kepala berkata pada nona itu:
"Sio......Sam-siocia! Apa yang terjadi?"
Nona itu berteriak marah:
"Jangan banyak bicara, ikat dulu bangsat kecil ini, biar aku lampiaskan amarahku."
Pelayan wanita baju hijau menjawab sekali, lalu menarik Pek Soh-ciu, diikatkan di satu tiang, nona itu mengikutinya, di tangannya malah sudah memegang satu pecut kuda yang panjangnya sekitar dua meter, satu angin dingin lewat dengan cepat di depan hidung Pek Soh-ciu, tenaga yang di kandung oleh ujung pecut, membuat dia merasakan sakit dan panas, jelas dia tidak sembarangan memecut, gerakannya hebat sekali, nona cantik ini mempunyai ilmu silat yang tidak biasa.
Tapi, kesabaran seseorang ada batasnya, sebagai keturunan dari Sin-ciu-sam-coat, mana pernah dia menerima penghinaan seperti ini" Maka dia mengangkat sepasang alisnya, dengan dingin berkata:
"Prajurit boleh dibunuh tidak boleh dihina. Kau ingin menghinaku, mungkin akan merugikan kedua belah pihak!"
Nona itu melayangkan pecutnya ingin memberi satu pecutan yang keras, saat ini mendengar kata katanya, dia jadi tertegun, ujung pecut yang hampir mengenai wajahnya, mendadak berhenti diudara, dia sedikit merenungkan maksud kata-kata Pek Soh-ciu, mendadak membentak:
"Jika aku ingin membunuhmu, hanya tinggal mengangkat tangan saja, ada masalah apa" Coba kau katakan!"
"Hm...!" Pek Soh-ciu mengeluarkan suara, lalu berkata,
"Aku telah berlari semalaman, tubuh dan hatiku kecapaian, terhadap seseorang yang berada di jalan buntu, nona malah sedikit pun tidak ada rasa iba, ini satu diantaranya. Lagi pula, seorang wanita, seharusnya berkelakuan lemah lembut, nona dengan begini marah mengancam orang, bukankah kehilangan sifat lemah lembutnya seorang wanita......"
"Bagus, kau malah mengajari aku, apa masih ada lagi?"
Sepasang alis nona itu diangkat, mulutnya tertutup rapat, kelihatannya ingin membunuh orang, padahal sebenarnya pecut dia yang siap dipukulkan diam-tham sudah ditaruhnya ke bawah, ini bukan disebabkan oleh kata-kata Pek Soh-ciu, yang membuat orang jadi tersentuh, perubahan sikap sinona itu disebabkan oleh sikap gagah Pek Soh-ciu yang alamiah itu.
Perbuatan Pek Soh-ciu yang tidak sopan terlebih dulu, tadinya akan tidak bisa diterima oleh wanita mana pun, untung mereka itu masih kanak-kanak, taraf keseriusannya masih sangat kurang, ditambah prilaku laki laki dan wanita di dunia persilatan, memang kurang mempedulikan sopan santun, dia hanya merasakan Pek Soh Ciu yang tanpa
minta izin dulu langsung tidur, terlalu tidak memandang dia. Di saat Pek Soh-ciu dengan lantangnya bicara, sepasang sorot mata dia yang jernih bagaikan air di musim gugur, sedang memper-hatikan dia dengan seksama.
Penampilan dia yang gagah, tingkahnya yang tenang, wajah yang tampan, semua menampakan sinar yang gemerlap, asalkan sekali melihat, semua orang akan merasakan semua lelaki di dunia ini seperti tidak berharga, maka akhirnya amarah dia menghilang, dan di ganti dengan kehangatan dan kelembutan.
Pek Soh-ciu melihat keadaan akan membaik, maka sambil tersenyum dia berkata:
"Mengikat dengan tali tampaknya bukan cara untuk menyambut tamu, harap lepaskan aku dulu, nanti aku akan memberi jawaban yang memuaskan buat nona."
Nona itu mencibirkan bibir munggilnya, membalikkan kepala, berteriak pada pelayan wanita berbaju hijau:
"Lepaskan dia, tapi jaga jangan sampai dia kabur." Lalu dia memutar tubuh, seperti kupu kupu indah masuk ke dalam rumah.
Setelah pelayan wanita baju hijau melepaskan ikatannya, dan membuka kembali jalan darahnya, Pek Soh-ciu mengulurkan sepasang tangan, melemaskan otot sebentar, lalu sambil tertawa berkata:
"Satu tamu tidak ingin merepotkan dua tuan rumah, apakah kalian punya makanan untuk mengisi perut ini?"
Dua pelayan wanita berbaju hijau ini, usianya diantara enam tujuh belasan, penampilan dan ilmu silatnya semua adalah pilihan bagus, mereka berdua saling memandang dan tertawa, seorang diantaranya berkata:
"Setelah mendapat izin dari nona, itu bukanlah hal yang susah, tapi......"
Pelayan wanita baju hijau bicaranya belum habis, di dalam kamar sudah terdengar suara merdu berkata:
"Kita juga sudah waktunya berangkat, siapkan makanannya."
Pelayan wanita baju hijau tersenyum penuh arti pada Pek Soh-ciu, dia segera menyahut dan lari ke dalam dapur, dalam waktu sebentar saja sudah menyediakan makanan yang panas, walau tidak ada makanan yang mahal, tapi juga tidak bisa dibandingan keluarga biasa, mereka seorang majikan dan dua pelayan wanita, malah mengandung sedikit hal misterius.
Disaat nona itu kembali tampil, Pek Soh-ciu merasa matanya menjadi terang, tadi karena dia terlalu tegang, dia tidak memperhatikan nona ini adalah seorang nona cantik, setelah sengaja berdandan dia baru terlihat sangat mencolok" Tapi apa pun alasannya, nona cantik yang berbaju merah sungguh adalah nona yang luar biasa cantik tiada duanya, dan diantara tawa dan tingkahnya, semua mengeluarkan cahaya gemerlapan, luar biasa Anggunnya, saat ini dia tersenyum manis pada Pek Soh-ciu berkata:
"Masakannya biasa saja dan nasinya juga tawar, anggap saja sebagai tanda minta maaf atas perbuatan salah tadi mari mari,Siauhiap......"
Pek Soh-ciu berkata:
"Dengan hormat lebih baik aku menurut saja, aku akan merepotkan."
Kehidupan manusia, sulit untuk diduga, Pek Soh-ciu yang bertindak sembrono, malah bisa berteman dengan seorang nona cantik, saat mereka minum-minum setelah
makan, wanita baju merah malah bertanya tidak henti-hentinya pada anak muda remaja yang kebetulan bertemu yang tampan tapi dingin.
"Aku belum menanyakan nama Siauhiap, sungguh tidak sopan sekali."
"Sama, sama, aku......kek......she Ciu, namaku Soh-pek."
"Mendengar logatnya Siauhiap, sepertinya kau orang pribumi disini?"
"Ooo, benar, aku tinggal di Tong-su, jaraknya dari sini kira-kira dua ratus lie lebih."
"Lalu......kemarin malam......"
"Aku jarang keluar rumah, makanya......kek tersesat dijalan."
"Kau datang ke Hun-sie, apa ada urusan penting?"
"Benar, aku ini sedang mencari seorang teman, datang ke Hun-sie hanya untuk main-main saja. Kalau nona" Apakah aku bisa sedikit mengetahuinya?"
"Aku she Siau nama Yam, aku disuruh ayahku berkelana ke dunia persilatan, Siauhiap jangan menter-tawakan aku."
"Nona sangat sungkan sekali, ayah anda pasti seorang Cianpwee dunia persilatan yang sangat ternama di dunia persilatan?"
"Bukan, ayahku hanyalah seorang pesilat yang tidak ternama, mungkin gurumu, baru seorang pesilat ternama di dunia persilatan?"
"Dugaanmu hanya benar setengah, guruku seorang ternama, tapi tidak bisa ilmu silat."
Siau Yam mengangkat alis, maksudnya tidak percaya berkata:
"Ternyata Siauhiap mahir sastra juga mahir ilmu silat, sungguh aku kurang hormat sekali."
Pek Soh-ciu hanya tertawa tawar, tidak menjelaskan lebih lanjut, sepasang remaja yang kebetulan bertemu ini, berbincang-bincang tanpa ketulusan, akhirnya pelayan wanita baju hijau selesai menyiapkan kuda saat minta petunjuk pada Siau Yam, mereka baru berhenti berbincang-bincang.
Siau Yam pelan-pelan berdiri, di wajahnya yang cantik seperti bunga di musim semi, tampak sekilas warna dingin, mendadak matanya berputar, berkata pada pelayan wanita baju hijau yang berdiri didepannya:
"Hu-in......"
Seorang pelayan wanita menyahut berkata:
"Aku disini, Siocia ada titah apa?"
Siau Yam melirik pada Pek Soh-ciu berkata:
"Kau pergi dulu ke Hun-sie, pesankan tiga kamar penginapan, kita masih harus istirahat dengan baik."
"Baik, Siocia." Kata Hu-in membungkuk
"Pergilah berjalan kaki, kudanya tinggalkan untuk kami."
Kata Siau Yam "Baik," dia segera membalikan tubuh meloncat, berlari menuju Hun-sie.
Melihat Hu-in sudah tidak terlihat lagi, Siau Yam buru membalikkan kepala tertawa manis pada Pek Soh-ciu, katanya:
"Mari kita jalan, Ciu Siauhiap."
Pek Soh-ciu tertegun berkata:
"Kita" Maksud nona Siau......"
"Mmm" Siau Yam berkata, "Ciu Siauhiap bukankah akan pergi ke Hun-sie" Karena tujuan kita sama dengan berjalan bersama, kita jadi bisa berbincang di jalan"
Pek Soh-ciu ragu sejenak berkata:
"Ini......mungkin tidak pantas!"
"Ooo!" Siau Yam berkata, "mengapa?"
"Laki-laki sama perempuan berbeda, kita... kita......"
Siau Yam mencibirkan bibir munggilnya: "Tidak diduga Ciu Siauhiap adalah seorang yang sopan santun, tapi kejadian kemarin malam... harus bagaimana
menjelaskannya?"
Wajah Pek Soh-ciu jadi merah, katanya:
"Ini......kek, itu hanyalah kesalahan yang tidak disengaja."
Siau Yam mengangkat alis berkata: "Hm... kesalahan tidak disengaja, tapi tidak tahu apakah Ciu Siauhiap pernah memikirkan kedudukanku?"
Pek Soh-ciu merasa aneh: "Kedudukan nona?"
Siau Yam mengeluarkan suara "Hm...!" berkata dingin,
"Mengapa" Tidak harus...?"
"Kita belum pernah bertemu, nona ingin aku bagaimana memikirkannya?"
Siau Yam memelototkan matanya berkata:
"Kau ingin setelah lewat kali lalu membongkar jembatan" Hm... masalahnya sudah begini, itu tidak bisa terserahmu!"
"Sebenarnya nona ingin aku bagaimana, nona jelaskan saja." Pek Soh-ciu tampak bengong
Siau Yam menghentakan kakinya, berkata:
"Bagus, jika kau sengaja tidak mau mengakuinya, Siau Yam terpaksa membuat kau merasakan sedikit hukuman."
Gerakannya nona cantik ini sungguh mengejutkan orang, tidak melihat dia bagaimana bergerak, hanya terdengar sst... satu suara, pecut yang hitam itu sudah menuju bahunya Pek Soh-ciu.
Pek Soh-ciu memiliki tiga macam ilmu silat hebat dari tiga guru, walau sabetan pecut ini lebih cepat lagi, jika ingin melukai dia juga akan sulit, tapi terhadap nona C?ntik baju merah yang dalam waktu sekejap bisa berubah sikapnya, dia sungguh merasakan sangat berterima kasih, sehingga dia hanya menghindar, tidak membalas menyerang.
Cara menghindarnya, begitu santai dan tidak tergesa-gesa, kakinya hanya pelan melangkah, pecut yang seperti kilat itu sudah mengenai tempat yang kosong.
Tapi sikapnya malah menimbulkan amarah Siau Yam, dia berteriak, pecutnya digetarkan, kembali, seperti hujan datang menyabet.
"Kek!" Pek Soh-ciu batuk ringan berkata, "Kita tidak ada dendam dan bukan musuh, buat apa nona terlalu memaksakan orang!" sambil bicara, tapi kakinya tidak sekejap pun berhenti, hanya terlihat baju putihnya berkibar-kibar, seperti air mengalir awan bergerak, ruangan yang hanya seluas dua tombak, dia seperti berjalan ditempat yang luas, gerakannya tenang sekali.
Siau Yam mengejar ke seluruh pelosok ruang, memecut puluhan kali, tapi setiap serangannya tetap tidak mengenai sasaran, sampai ujung baju Pek Soh-ciu juga tidak
tersentuh, jika terus bertarung, hanya menghabiskan tenaga saja.
Rasa ingin menang adalah penyakit umum para nona, setelah tidak bisa memukul lawan, dia merasa ini adalah penghinaan yang tidak bisa diterima.
Saat ini dia telah berhenti, tapi di sudut matanya di ujung alisnya di tutupi dengan hawa pembunuhan, mendadak, dia melayangkan tangan halusnya, pecut yang lembut itu dengan kekuatan yang amat dahsyat menancap di papan pintu, lalu dia membalikkan tangannya, sebilah pedang yang bersinar menyilaukan mata, telah berada dalam genggaman tangannya, begitu pedang ada ditangan, sikapnya berubah tidak terburu-buru, sepasang mata bersinar seperti kilat, wajahnya tampak sangat serius.
Di dalam hati Pek Soh-ciu diam-diam tergetar, dia tidak menduga nona baju merah yang secantik dewi ini, ternyata adalah seorang ahli pedang, tentu dia keturunan dari seorang jago pedang, berbicara soal pedang, dia merasa lebih yakin, tapi latihannya belum cukup matang, masih belum bisa mencapai menyerang dan menarik diri sesuai dengan keinginan hati, maka kalau dia sampai melukai lawannya bukankah akan menyesal seumur hidup, dia jadi merasa ragu-ragu.
Pelayan wanita baju hijau lainnya Cu-soat yang melihat di pinggir, juga merasakan masalahnya jadi serius, di saat Siau Yam memusatkan tenaga dalam akan menyerang, dia tidak tahan berteriak keras:
"Siocia tunggu, biar aku bicara dulu dengan Ciu Siauhiap."
Bertarung bukanlah maksud hatinya Siau Yam, bisa berunding tentu saja adalah hal yang paling baik, maka dia
mengeluarkan suara dengusan sekali, tenaga dalam yang sudah di pusatkan menjadi buyar kembali.
Cu-soat maju dua langkah, menghormat pada Pek Soh-ciu berkata:
"Cu-soat memberi hormat pada Siauhiap."
Pek Soh-ciu juga mengepal sepasang tangan berkata:
"Nona tidak perlu sungkan."
"Tadi nonaku mempersilahkan Siauhiap bersama-sama pergi ke Hun-sie, Siauhiap harap jangan menolaknya."
"Hm...!" Pek Soh-ciu dengan dingin berkata, "Apa kau takut pedang nonamu melukai aku?"
"Nonaku apakah bisa melukai Siauhiap, aku tidak berani sembarangan mengatakan, tapi jika dua macan berkelahi, pasti ada satu yang terluka, Siauhiap dengan nonaku kan tidak perlu bertarung mati matian!"
"Kata-kata ini walau tidak salah, tapi masa-lahnya adalah nonamu tidak bisa menerimanya!" kata Pek Soh-ciu tawar
Cu-soat tertawa berkata:
"Asalkan Siauhiap mau bersama-sama pergi ke Hun-sie, Siocia kami tentu tidak akan menggunakan pedangnya."
Pek Soh-ciu tampak sedikit marah berkata:
"Apakah ini ancaman?"
"Tidak, karena memang seharusnya."
"Aku ingin mendengar penjelasannya."
"Kek!" Cu-soat berkata, "Kita orang-orang persilatan yang diutamakan adalah menerima budi harus
membalasnya, Siauhiap tentu tidak akan menyangkalnya?"
"Budi Mas makanan?"
"Bukan hanya makanan, Siauhiap apakah lupa kejadian semalam?"
"Ini......"
"Hai... Siauhiap ahli silat juga ahli sastra, seharusnya tahu masalah sopan santun..."
"Aku sudah katakan, aku ini tidak sengaja."
"Tapi tanpa alasan, sulit menutup mulut orang, kesalahan yang tidak disengaja, bagaimana bisa membuat orang percaya!"
"Lalu.. .menurut pendapatmu bagaimana?"
"Peristiwa kemarin malam, walau pun Siauhiap tidak menyatakan penyesalan, tapi jika tersebar di dunia persilatan, walau nonaku menggunakan air kali, empat lautan, mungkin tetap tidak akan bisa membersihkan noda yang dia dapat, jika benar demikian, bagaimana Siauhiap bisa begitu saja meninggalkan?"
Pek Soh-ciu tidak bisa berbuat apa-apa lagi dia mengeluh:
"Dengan demikian, aku terpaksa dengan tubuh yang berdosa, menuruti apa kehendaknya."
Siau Yam mencibirkan bibir munggilnya, mendengus perlahan:
"Tidak butuh......" Tapi dia menatap dengan sorot mata yang senang, lalu melirik pada Pek Soh-ciu, mencabut pecut yang ada dipapan pintu, membalikkan kepala memberi perintah pada Cu-soat:
"Siapkan kuda untuk Ciu Siauhiap, kita berangkat......"
Jarak perjalanan sepuluh lie, dalam sekejap sudah sampai, Hu-in menyambut dan membawa mereka ke satu penginapan yang dinamakan Sang-goan, tiga kamar diatas dengan satu pekarangan, keadaannya tampak sangat tenang.
Hun-sie berada dalam kabupaten Yong-an di masa dinasti Han, sampai dinasti Sui baru diganti nama jadi Hun-sie, dia termasuk daerah Leng-hun salah saru lembah ilatar dari dua belah provinsi Soa-say, dengan pendapatan daerah yang sangat besar, merupakan daerah penting provinsi ini.
Sejak meninggalkan tempat menginap semalam, l'ek Soh-ciu seperti manusia besi, dia menutup rapat mulutnya, tidak mengeluarkan satu patah kata pun, saat ini dia menjatuhkan diri diatas ranjang, kedua mata melotot besar menatap keatas langit-langit.
Seharusnya pada usia seperti dia ini, tidak mengerti apa yang namanya kepusingan, namun kenyataannya
rumahnya hancur anggota keluarganya meninggal, tubuh dia dipenuhi bara dendam, satu-satunya orang yang paling dekat, paman Hong juga tidak tahu keberadaannya, juga tidak tahu apakah masih hidup atau tidak, entah kapan dia bisa bertemu lagi, sekarang dia malah mendapat masalah yang tidak enak ini, bagaimana dia bisa tidak pusing, bagaimana dia bisa tenang"
Sebelum dia berhenti berpikir lama, mendadak terputus oleh satu suara ringan, dan setelah suara ringan Itu terdengar, melayang keluar satu bayangan yang mengejutkan.
Dia merasa aneh, lalu bangkit duduk, menatap bengong pada bayangan cantik yang berdiri di depan pintu, beberapa saat......
"Masih marah padaku?"
Suara yang lembut dan merdu itu, seperti mengandung tenaga gaib yang tidak bisa ditolak, maka dia batuk pelan sekali, berkata:
"Aku hanya merasa lelah, mana mungkin marah pada nona Siau."
"Kalau begitu, hayo temani aku keluar jalan-jalan, bagaimana?"
"Tapi......"
"Di kehidupan manusia delapan atau sembilan dari sepuluh adalah hal yang tidak enak, keluar jalan-jalan merupakan satu cara yang bagus untuk meng-hilangkan kepusingan, ayolah.."
Dalam keadaan tidak bisa menolak, dia terpaksa mengikuti Siau Yam keluar dari penginapan, tapi pikiran nya tetap seperti kuda yang tidak diikat, terhadap bermacam-macam orang, barang-barang dagangan yang beraneka ragam, dia hampir seperti tidak melihatnya, sedikit pun tidak ada gairah untuk melihatnya.
Setelah melewati dua jalur jalan, mereka sampai di sebuah lapangan di depan kelenteng, di sana ada beberapa kelompok orang, sedang menonton pertunjukan berbagai macam akrobat.
Siau Yam seperti seekor kupu-kupu indah, di dalam kerumunan orang menerobos kesana menerobos kesini, tapi Pek Soh-ciu malas-malasan, tidak dapat mengikuti kecepatan geraknya, ada beberapa kali hampir saja Pek Soh-ciu kehilangan jejaknya, karena dia mencarinya terus, baru bisa terhindarkan terpisah di dalam kerumunan orang, sehingga dia mencibirkan bibir, dengan tidak senang berkata dingin:
"Kau ini mengapa" Tidak mau menemani aku bermain ya sudah, jalan, kita pulang saja."
Pek Soh-ciu belum keburu menjawab, di dalam
kerumunan orang muncul seorang pemuda tampan berbaju biru, sambil tertawa melanjutkan perkataannya:
"Adik kecil, tidak perlu marah. Kalau dia tidak mau menemanimu bermain biar aku yang temani, kita main kesana."
Siau Yam mengangkat alis, berkata dingin:
"Siapa kau?"
Pemuda baju biru dengan sombong sambil tersenyum berkata:
"Aku adalah Siauya perkumpulan Ci-yan (Walet Ungu.), she Liu nama Ti-kie, adik kecil, siapa namamu?"
"Ooo!" Siau Yam bersuara sekali, "Ternyata Liu Siauya, sungguh tidak sopan sekali."
"Ha ha ha!" Liu Ti-kie tertawa, "walau aku punya kedudukan tinggi di dunia persilatan, tapi suka berteman dengan adik kecil secantik kau ini, nanti kita bisa bermain ke seluruhnegri, aku pasti bisa membuat-mu senang."
Mata Siau Yam yang jeli berputar berkata:
"Betulkah?"
Liu Ti-kie menepuk dada:
"Tentu saja, kau ingin bermain apa pun boleh, orang she Liu tidak akan mengecewakanmu."


Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Liu Can Yang di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagus kalau begitu, sekarang silahkan kau itu merangkak tiga putaran ditanah, dan juga harus sambil mengonggong, bagaimana" Siauya."
Wajah Liu Ti-kie berubah warna:
"Adik kecil! Aku dengan tulus ingin berteman dangaumu, jika kau sengaja mau mempermainkan, he..he.."
Siau Yam dengan tenang berkata:
"Mana berani aku mempermainkan Siau-kaucu Liu yang punya kedudukan tinggi di dunia persilatan, sesungguhnya orang yang ingin berteman dengan aku, harus menuruti aturanku."
"Hm...!" Liu Ti-kie berkata lagi:
"Bocah yang pakai baju putih itu, apa juga pernah merangkak di tanah sambil menggonggong?"
"Aturanku, berbeda-beda tergantung orang-nya."
"Apa maksud kata-kata ini?"
Siau Yam dengan sinisnya mencibir bibir:
"Apa ini masih perlu dijelaskan" Karena kau seperti anjing, tentu saja kau harus menggonggong."
Liu Ti-kie jadi naik pitam:
"Baik, rupanya jika tidak diberi pelajaran, kau masih belum tahu setinggi apa langit, setebal apa bumi!"
Begitu habis perkataannya, telapak tangan kanan nya mendadak diulurkan, lima jarinya seperti kail mirip tinju, seperti kilat menyabet ke arah pundak Siau Yam.
Orang mengatakan, seorang ahli sekali bergerak, sudah tahu isi atau tidak lawannya, Liu Ti-kie Siauyanya perkumpulan Ci-yan, rupanya tidak asal gagah-gagahan, melihat dia mengeluarkan jurus, memang cukup berilmu, sayangnya dia bertemu dengan Siau Yam, jika di ganti oleh
orang lain, mungkin sulit dapat menghindarkan cengkeraman hebat ini.
Saat ini Siau Yam sudah tidak tampak main main lagi, sepasang mata seperti senter, dengan tenang menatap telapak kanan yang datang menyerang, benar saja tidak menunggu jurusnya sampai, lengan kanan dia mendadak turun ke bawah, lima jari dengan kuat dijentikan keluar, angin kuat melesat menutup kearah jalan darah penting di bahu Siau Yam.
"Hm...!" Siau Yam mendengus, pinggangnya sedikit di turunkan ke bawah, telapak kiri dan kanan disodokkan keatas, sepasang jari disatukan seperti pisau, mengarah jalan darah di lengan Liu Ti-kie memotongnya, serangan balik dia ini, waktu dan tenaganya tepat sekali, tapi lima jarinya Liu Ti-kie, malah bisa berobah dari jurus sebenarnya menjadi jurus tipuan, lengan kanannya mendadak ditekan ke bawah, jalan darah di bawah pinggang Siau Yam hampir semuanya di bawah ancaman tenaga jarinya Liu Ti-kie.
Wajah Siau Yam berubah warna, dia tidak menduga Liu Ti-kie dalam satu jurusnya, bisa mengandung perobahan jurus yang begitu hebat, segera dia membentak, telapak kiri dari jarinya berobah jadi kail, dengan kuat mencengkram pergelangan lawan, telapak tangan bersamaan waktu dilayangkan, satu tenaga angin yang kuat, menerjang ke arah dadanya Liu Ti-kie.
Mereka berdua adalah angkatan muda yang hebat di antara angkatan muda dunia persilatan masa kini, begitu bertarung jurus-jurus anehnya sudah keluar semua, keadaan sangat menegangkan sekali, sehingga orang yang menonton di sekeliling matanya jadi kabur, sampai nafas pun tidak berani keras-keras.
Adat masyarakat Soa-say kebanyakan panas, disana banyak berdiri perguruan silat, setiap orang hampir bisa dua tiga jurus silat, tapi buat tingkat seperti Siau Yam dan Liu Ti-kie yang berilmu setinggi ini, mereka seumur hidup baru kali ini menyaksikannya, walau tidak ada seorang pun yang berani mengeluarkan suara, tetap saja orang berkerumun banyak sekali, di depan kelenteng menjadi sesak tidak bisa dilewati orang.
Dalam sekejap tiga puluh jurus telah lewat, Liu Ti-kie sudah lebih banyak bertahan dari pada menyerang, dia terjerumus ke dalam keadaan yang sangat tidak menguntungkan, kelihatannya tidak akan bertahan lebih dari dua puluh jurus lagi, Siauya Liok yang angkuh ini, akan mengalami kekalahan, dipermalu-kan oleh remaja wanita yang tidak ternama ini.
Mendadak terdengar satu teriakan keras, tiga orang laki-laki besar berbaju ringkas keluar dari kerumunan orang, seorang diantarnya memegang senjata rantai dengan kuat diayunkannya, rantai dijulurkan hingga lurus, menusuk ke arah punggung Siau Yam, dua orang lagi menggunakan golok berpunggung tebal, juga bersamaan dari dua arah kiri dan kanan, menyabetkan goloknya pada kiri dan kanan pinggang Siau Yam.
Dengan tingkat ilmu silat Siau Yam, memang lebih tinggi beberapa kelas dari pada Liu Ti-kie, jika kedua belah pihak bertarung dengan tangan kosong, dia pasti bisa mengalahkannya dalam lima puluh jurus, tapi saat ini mendadak lawan bertambah tiga orang, dan semuanya menggunakan senjata, walau ilmu silat dia lebih tinggi juga sulit bisa menahan serangan keroyokan ini, maka serangannya jadi tertahan, sekejap saja keadaannya menjadi berbahaya.
Di depan tontonan banyak orang, empat orang pesilat bertubuh besar, menyerang seorang wanita kecil, sungguh sangat tidak pantas, tapi masing-masing orang itu seperti hanya menyapu es di depan pintu sendiri, walau pun ada orang yang bersimpati, tapi siapa yang mau melibatkan diri pada pertikaian dunia persilatan"
Di saat orang membicarakannya, mendadak terlihat satu bayangan putih masuk ke dalam arena pertarungan, kemudian terdengar beberapa jeritan mengerikan, pertarungan yang sengit itu, mendadak berhenti, yang membuat orang jadi heran adalah tiga orang laki-laki besar yang bengis itu, semuanya sudah tergeletak diatas tanah, dibandingkan dengan mayat, mereka hanya punya kelebihan satu nafas saja.
Liu Siauya dari perkumpulan Walet Ungu bengong seperti patung, wajahnya penuh dengan sikap ketakutan.
Di sisi lain, kecuali wanita baju merah Siau Yam yang ikut bertarung, hanya ada seorang remaja tampan berbaju putih yang berdiri santai. Jelas tiga orang anak buahnya Liu Ti-kie sudah dirobohkan oleh remaja berbaju pulih ini.
Liu Ti-kie terdiam lama lalu dengan mendengus berkata:
"Tidak diduga anda adalah seorang pesilat tinggi, marga Liu telah salah menilai orang!"
Remaja berbaju putih berkata dingin:
"Aku orang rendah yang tidak punya nama, tentu saja dipandang sebelah mata oleh anda......"
Liu Ti-kie mengangkat sepasang alis berkata: "Bocah jangan sombong, jika berani katakan sebutanmu, marga Liu pasti akan menagih sepuluh kali lipat terhadap apa yang telah kau berikan."
Remaja baju putih berkata:
"Bagus, asalkan kau berminat, Pek Soh-ciu setiap saat menantinya."
Di dalam hati Liu Ti-kie tahu, remaja berbaju putih yang menyebut dirinya Pek Soh-ciu memang bukan lawannya, hanya dengan mata melotot bengis dia lalu membopong tiga laki-laki besar yang terluka, menyusup masuk ke dalam kerumunan orang.
Pertunjukan telah selesai, wajah tampan Pek Soh-ciu kembali menjadi dingin lagi, dia melirik pada Siau Yam, satu kata pun tidak berkata, langsung jalan keluar lapangan.
Sifat yang dingin dan sombong itu masih bisa dimengerti, tapi tidak memandang keberadaan seorang remaja cantik, itu adalah hal yang sulit diterima, apa lagi keadaannya dibawah sorotan mata banyak orang, bukankah ini penghinaan yang amat besar sekali" maka setelah Siau Yam tertegun sebentar, lalu berteriak dan melayangkan telapaknya menyerang.
Dalam keadaan marah besar, pukulannya menggunakan seluruh tenaganya, Pek Soh-ciu tidak menduga nya, tenaga telapak yang amat dahsyat itu, telah mengenai dengan telak di punggungnya.
"Blek!" Pek Soh-ciu mengeluarkan suara sekali, tubuhnya terdorong maju beberapa langkah, baru bisa berdiri, pelan-pelan dia membalikan tubuh, menggunakan lengan baju yang putih seperti es, mengelap darah di sudut mulutnya, sepasang sorot mata yang tajam, melihat dingin pada Siau Yam sekali:
"Kita masing-masing sudah tidak punya hutang, aku......pamit......" langkahnya sedikit tidak mantap, sepertinya pukulan Siau Yam tadi, telah membuat dia
terluka tidak ringan, tapi dia sedikit pun tidak menghentikan langkahnya, dengan memaksakan diri dia meloncat beberapa kali, menghilang di jalan yang ke arah Leng-hun.
Dia telah pergi, tapi hati Siau Yam jadi sangat tidak enak, dua aliran air mata menyesal, tanpa bisa ditahan mengalir keluar dari sepasang matanya.
"Nona, jangan pedulikan si sombong itu, kita......pergi saja......" Cu-soat di sampingnya menghibur, tapi tidak ada gunanya, lama, Siau Yam menggigit giginya berkata:
"Baik, orang she Ciu, kita melihat buku sambil menunggang keledai, kita lihat sambil berjalan."
Malam telah tiba, angin menjadi dingin air pun dingin, di dalam angin gunung dan awan malam itu, melayang satu bayangan orang seperti asap, terlihat tubuhnya berlari naik dan turun dengan lincah, dalam sekejap, sudah sampai di bawah sebuah bukit tinggi, sorot matanya yang seperti bintang dingin, melihat-lihat ke sekeliling, mendadak dia menghentakan kakinya pada batu gunung, satu garis bayangan putih telah naik keatas, tapi tubuhnya yang meloncat keatas, malah mendadak herhenti, lalu seperti bintang jatuh dari langit, berguling guling jatuh ke bawah.
Di bawah gunung adalah batu-batu yang tajam, tajam seperti gigi anjing, dia sudah mendapat luka dalam, lidak bisa mengerahkan tenaga dalamnya, jika jatuh ke atas batu yang tajam, maka tidak akan terhindar kan batu lajam akan menembus perut atau dadanya.
Manusia siapa yang tidak akan mati, tapi jika dia harus mati digunung liar ini, sungguh dia tidak sudi, tapi luka dalamnya sangat parah, membuat dia tidak bisa mengerahkan tenaga dalam, tidak ingin mati pun
bagaimana bisa! Setelah mengeluh panjang putus asa, sepasang matanya pun dengan sedih di tutupnya.
Mendadak, dia merasakan tubuhnya ada yang menarik, sepertinya di udara melayang satu kail dewa, mengail baju putihnya, walaupun dia terluka dalam, dalam keadaan setengah sadar, reaksinya masih tetap gesit, sepasang matanya masih belum dibuka, sepasang tangannya sudah melayang-layang sembarangkan menangkap.
Sepasang tangannya yang lemah tidak ada tenaga, sepertinya mengenai sesuatu, di dalam perasaan dia, ini adalah benda yang empuk, sangat elastis, dia baru saja tertegun, terdengar suara 'paak', dan dia jadi pingsan.
Angin malam bertiup pelan, bayangan pohon bergoyang-goyang, sinar bulan seperti satu cermin es, menyorot pada wajah cantik yang dingin, dia berdiri bengong, tidak bicara dan tidak bergerak, hampir dua jam lamanya.
Lama, alis dia yang hitam indah itu dengan pelan sedikit diangkat, sepasang matanya yang jernih menyorot satu sinar yang sulit diduga, lalu, dia pelan-pelan menggerakan tubuhnya, melihat pada remaja berbaju putih yang pingsan dengan sebalnya.
Tapi lirikan menyebalkan ini perlahan berubah, perubahan ini diikuti sorot matanya, dari dingin lambat laun menjadi lembut, dari lembut menjadi emosi, di dalam sekejap perubahan-perubahan ini membuat dia sulit bisa menyesuaikan diri, seperti sumur lama yang terjadi gejolak yang tidak menentu, akhirnya, dia mengangkat remaja berbaju putih yang bernoda darah itu, beberapa kali loncatan masuk ke dalam satu vihara yang megah. Dia menaruh remaja berbaju putih dialas ranjang, diam tidak bicara menatapnya. Wajah dia sedikit pucat sepasang alis yang panjang sampai ke pelipis sedikit mengkerut, di sudut
mulut dan di atas baju di dada, ada bercak-bercak bekas darah.
Jelas, dia pernah mengalami satu pukulan yang ganas, sehingga mendapatkan luka dalam yang parah, tadi satu tangkapan yang kurang ajar itu, tentu tidak mengandung sesuatu penghinaan, kalau begitu, dia tadi dengan marah melempar dia, bukankah sudah jatuh tertimpa tangga pula"
Menyesal, merasa salah, bercampur dengan kekacauan yang tidak bisa dijelaskan dan tidak tenang, lama... dia mengeluh panjang dengan sedihnya, lalu dia mengeluarkan satu botol giok, menyuapkannya padanya dua butir obat mujarab.
Dia sedang menunggu perobahan lukanya, tapi hali yang setenang danau, malah diam-diam terjadi riak yang kecil, dia ingin menekan riak itu, tapi pikirannya bergejolak, amarahnya tidak bisa dihentikan, membentuk satu gelombang yang tidak bisa ditahan.
Akhirnya dia membuka mata, sepasang sorot matanya yang penuh kasih, menatap pada wajah yang tampan, alisnya, hidungnya... sepertinya setiap inci mempunyai daya tarik yang membuat orang mabuk, seperti orang minum madu, sehingga dengan bengong, matanya tanpa gerak manatap terus pada dia.
Mendadak, remaja berbaju putih menggerakkan tangan dan kakinya, mengeluarkan suara keluhan yang pelan, hati dia jadi tergetar, seperti bertemu dengan ular beracun pinggangnya diputar, tergopoh-gopoh keluar melarikan diri.
Angin menggerakan pohon tua, sinar bulan menyinari jendela, remaja berbaju putih itu telah lolos dari ancaman dewa maut, seperti telah bermimpi indah, ketika dia membuka matanya, tempat dia rebah ini, malah membuat dia keheranan.
Ini adalah kamar kecil tempat bersemedi, walau tidak ada selimut sutra, kelambu halus, hio menyala diatas tempat hio berbentuk hewan, tapi satu titik debu pun tidak ada, bau hio samar-samar tercium, berada di dalam membuat hati orang merasa jadi lapang dan segar, tapi, dia tidak ada minat tinggal di tempat yang asing ini, lalu dia berjalan keluar dari kamar semedi, melangkah masuk ke ruang sembahyang yang penuh dengan asap hio. Di depan meja sembahyang, bersujud seorang remaja wanita yang hidungnya mancung, mulut munggil, walau dia memakai jubah nikoh, tapi mempunyai rambut panjang yang hitam bersinar.
Lampu bersinar jernih, suara ketokan kayu dan doa-doa, adalah satu penampilan yang serius tidak bisa diganggu, tetapi situasi yang serius ini, tidak menutupi penampilan dia yang cantik, lama, dia pelan-pelan bangkit berdiri, sepasang matanya dengan penuh kasih, menatap tajam pada remaja berbaju putih, lalu berkata:
"Sicu, luka dalamnya baru sembuh, masih harus dirawat, angin malam sangat dingin, silahkan kembali ke kamar semedi untuk istirahaf."
Dengan sepasang alisnya diangkat, remaja berbaju putih dengan wajah acuh berkata:
"Aku masih ada urusan penting, terima kasih atas pengobatannya, budi ini akan kubalas di kemudian hari."
Begitu perkataannya habis, orangnya sudah berkelebat pergi, sinar lampu masih bergoyang-goyang, orangnya sudah berada beberapa tombak di luar.
Nikoh remaja tidak menduga, sekali berkata pergi dia langsung pergi meninggalkan, begitu tidak tahu sopan santun, saat dia loncat keluar vihara, hanya terlihat sinar
bulan seperti air menerangi bumi, bayangan orang itu sudah menghilang!
Malam sangat dingin, gunung kosong hutan tenang, jubah nikohnya yang besar, berkibar-kibar ditiup angin malam, tapi dia seperti batu gunung yang tanpa roh, sedang berdiri tanpa bicara.
"Jit-nio (Putri ke tujuh.)......"
Hatinya sedikit terkejut, dengan cepat dia menggunakan lengan baju menyeka air mata disudut matanya, lalu membalikan tubuh memberi hormat dengan menyatukan telapak tangan pada seorang pendeta tua berkata:
"Bibi guru......"
"Jit-nio, siapa dia?"
"Tidak tahu......murid tidak tahu......"
"Haii... saat gurumu meninggal, pernah mengatakan kau tidak ada jodoh dengan Budha, bajumu ada disini, pergilah."
"Bibi guru......aku......"
"Anak itu sangat berbakat, bisa dikatakan jarang yang berbakat seperti itu... aku mendoakan kau......" tidak menunggu Jit-nio menjawab, dia sudah membalikan tubuh melayang pergi.
0-dw-0 Suara guntur yang amat keras terdengar, titik hujan sebesar kacang sudah turun ke bawah, tanah liar yang sangat luas, hampir semuanya tertutup hujan, di dalam hujan lebat ini, malah ada satu bayangan putih berlari dengan cepatnya, walau seluruh bajunya sudah basah
kuyup, tubuhnya tetap meloncat-loncat, tetap gesit dan cepat, mengejutkan orang yang melihatnya.
Akhirnya, hujan berhenti, bulan bersinar kembali, gunung dan hutan yang sudah dibersihkan oleh hujan, pemandangannya semakin segar.
Pek Soh-ciu sudah menemukan satu tempat untuk berteduh, dia mengambil beberapa batang kayu, menyalakan api, lalu melepaskan bajunya dan
mengeringkan diatas api.
Mendadak ada angin aneh yang bertiup menerbangkan bajunya, dia seperti kupu kupu yang amat besar, melayang-layang di udara.
Dia tertegun: "Sungguh sial sekali, setan juga sampai datang mempermainkan orang, sampai angin dan hujan juga mengganggu aku!" dia mengikuti bajunya yang melayang-layang, dia berlari sampai di satu hutan, bajunya di udara mendadak berbelok, masuk ke dalam hutan itu, sungguh sulit dibayangkan, apakah dihutan ini bersembunyi setan"
Dia mengangkat alisf menyusup masuk ke dalam hutan, matanya melotot mencari kesegala arah, mendadak hatinya tergetar, ternyata baju putihnya menggantung di atas sebuah cabang pohon besar, dan ada satu kertas merah, menempel di atas baju, melayang-layang ditiup angin.
Dia mendengus, mengulurkan tangan menurunkan baju dan kertas itu, dia melihat di bawah sinar bulan, diatas kertas tertulis begini:
"Masuk kedalam tanah larangan, harus di beri hukuman kecil, bocah! Kau telah terkena racunku!"
Sungguh mala petaka yang tidak diharapkan, pemilik hutan larangan ini hingga marganya apa, namanya apa dia juga tidak tahu, tahu-tahu dirinya sudah lerkena racun, jangan kata dia masih remaja yang emosinya tinggi, walau seorang tua yang bisa menahan diri, juga sulit bisa menerima hal ini, maka dia mengibaskan telapaknya, dan terdengar suara sst... kertas yang tipis itu, seperti pisau tajam menancap di atas batang pohon besar.
"Bocah! Tampaknya kau pemarah sekali, hmm......"
Sebuah suara kecil terdengar dari dalam hutan disisi tubuhnya, dia bergerak seperti elang menerjang kearah datangnya suara.
Terdengar pohon dan daun bersuara sst... sst... tanah liar ini sangat sepi, sampai seekor burung terbang pun tidak ada, bagaimana mungkin bisa ada orang"
Dia mencibirkan bibir, bibir merah yang seperti memakai lipstik merah, tersenyum dingin menakutkan orang, sedikit menggerakan sepasang lengannya, seperti asap tipis, melayang ke atas puncak pohon yang bergoyang-goyang.
Matanya mencari ke segala arah, terlihat diatas tanah liar, sepuluh tombak lebih ada satu bayangan hitam sedang berlari dengan cepatnya.
"Bangsat keji, jika Siauya bisa menangkapmu, tidak merobek-robek kau itu baru aneh!" didalam hati sedang bicara, tapi kakinya sedikit pun tidak diam, baju putih melayang-layang, cepat laksana angin ribut, mengejar dari belakang orang itu.
Namun, bayangan hitam itu seperti air deras awan mengalir, dia hampir mengerahkan tenaga dalam sampai puncaknya, tapi tetap saja tidak bisa memper-pendek jarak satu inci pun, dan juga bayangan hitam itu tidak lari hanya lurus saja, dia lari mengitari rimba ini.
Tanpa alasan meracuni orang, malah masih sengaja mempermainkan orang, bagaimana orang bisa tahan"
setelah sekali berteriak, dia sudah mengerahkan ilmu meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui.
Ilmu hebat yang hanya dimiliki oleh Sin-ciu-sam-coat, bagaimana pun tidak seperti ilmu silat biasa, hanya dalam waktu seperminuman teh, dia bukan saja sudah dapat mengejar bayangan hitam itu, dan juga berhasil menghadang jalannya orang yang melarikan diri.
"Bocah, kau sungguh hebat, aku sampai bisa dihadang olehmu."
Ternyata dia adalah seorang tua yang rambutnya acak-acakan, seluruh rubuhnya kotor seorang pengemis, melihat usianya, hanya lima puluh tahun lebih, tapi bicaranya seperti orang tua yang penuh pengalaman sekali.
Pek Soh-ciu mengangkat alis berkata: "Kita sama sekali belum pernah bertemu, anda malah mencuri baju dan meracuni aku, melakukan tindakan yang sangat hina, jika anda tidak bisa memberikan alasan yang tepat, jangan salahkan aku bertindak kejam."
Pengemis itu membuka mulut tertawa keras beberapa saat berkata:
"Bagus, aku orang tua sudah berkelana di dunia persilatan puluhan tahun, akhirnya malah masih membuat seorang angkatan muda meminta pertanggung jawaban, sungguh zaman sudah berubah, hati orang sudah tidak seperti dulu lagi."
"Hm...!" Pek Soh-ciu dengan angkuh, "Aku tidak ada minat bertengkar denganmu, berikan obat penawar racunmu, mungkin kita masih bisa merundingkannya."
Pengemis merasa aneh berkata: "Obat penawar" Kau ingin obat penawar racun apa" Aku orang tua sampai haus ingin minum lapar ingin makan juga harus menunggu orang beramal, kau meminta obat penawar racun padaku, bukankah itu salah alamat!"
Ssst... terdengar suara aneh, Im-cu-kiam sudah dicabut keluar, dalam getaran hawa pedang nya, samar-samar mengandung hawa pembunuhan, pemuda tampan yang sudah kenyang mendapat ejekan orang, amarahnya seperti sudah sampai puncaknya.
Wajah pengemis sedikit berubah, tapi lalu dengan cepat kembali keasal wajahnya, penuh dengan tertawa main-main berkata:
"Bocah, aku orang tua kecuali sedikit miskin, tidak berbeda jauh dengan kau bocah kecil, jika kau melihat aku tidak berkenan dihati, kita kakek dan cucu bisa bermain-main beberapa jurus untuk mencobanya."
Dia menghentikan wajah tidak seriusnya, membalikan lengan merogoh ke belakang, dari belakang tubuh mengeluarkan sepasang sumpit besar yang hitam pekat, panjangnya sekitar dua kaki lima inci, kakinya dibuka sedikit, menampilkan posisi siap bertarung.
Melihat senjata yang jarang terlihat itu, dalam hati Pek Soh-ciu diam-diam terkejut, dia tidak menduga pengemis yang biasa-biasa ini, ternyata adalah Oh-kui (Setan Lapar) Ouwyang Yong-it yang julukannya setingkat dengan Sian-put-cie (Dewa Miskin), tiga puluh tahun yang lalu, tapi dia seperti anak sapi yang baru lahir yang tidak takut pada harimau, tidak peduli kau adalah Dewa Miskin kek, Setan Lapar kek, jika sengaja menggodaku, meski bukan lawan seimbang juga harus dihadapinya, setelah dia meneguhkan hati, dia jadi tidak pikir panjang lagi, pedang panjangnya
disabetkan miring, melancarkan jurus Ciu-sui-eng-hong (Angin musim gugur mendadak bertiup), seperti air raksa tumpah ke tanah menerjangnya.
Oh-kui Ouwyang Yong-it berdiri tegak sepera gunung, menunggu sinar pedang mengurung tubuhnya, dia baru membagi sepasang sumpitnya ke kiri dan kanan, sekali berputar-putar, menusuk-nusuk, dalam sekejap dia telah menyerang sebanyak sembilan jurus.
Di dalam hati Pek Soh-ciu terkejut, dia tidak tahu jurus apa yang digunakan Ouwyang Yong-it, dia hanya merasakan dari lingkaran dan tusukan sepasang sumpitnya, ada angin bertenaga kuat, mengarah pada ke tiga puluh enam jalan darah penting di seluruh tubuhnya, jurus Im-cu-kiam yang menakutkan setan dan dewa itu, malah tidak bisa leluasa dikembangkan, hampir satu jurus pun tidak bisa dipakai menyerangnya.
Tapi walau pun dia baru pertama kali bertemu dengan pesilat yang setinggi ini, dia tetap bisa tenang, jurus-jurus aneh Im-cu-kiam nya segera dikeluarkan semua.
Bersamaan itu matanya menatap tajam, memperhatikan arah serangan sepasang sumpit lawannya, dia ingin mengambil kesempatan kekosongan lawan, mencari tilik kelemahan jurus lawannya.
Tangan kirinya diam diam mengumpulkan tenaga ilalam, lima jari panjang yang kemerahan, pelan-pelan berubah warnanya, asalkan berubah jadi putih seperti giok, maka dia bisa menggunakan Pouw-ci-sin-kang, membunuh lawan yang kuat ini.
Tapi Ouwyang Yong-it orang yang berpengalaman, mana mungkin dia tidak bisa melihat apa tujuannya Pek Soh-ciu, maka dia mempercepat sepasang sumpitnya, menimbulkan suara gemuruh angin, saat sepasang
telapaknya digerakan, menggetarkan awan mengalir embun berputar, rumput dan batang pohon beterbangan.
Tekanan yang sebesar gunung ini, memaksa Pek Soh-ciu melangkah mundur ke belakang, tapi Oh-kui Ouwyang Yong-it sepertinya tidak menyerang sepenuh hati, setelah dia menyerang beberapa saat, mendadak tertawa keras, tubuhnya mundur satu tombak lebih, menyimpan sepasang sumpitnya, dengan sorot mata yang dalam menatap PekSoh-ciu berkata:
"Siau Pek, kita tidak perlu menghabiskan tenaga dengan sia-sia, aku juga sudah puas bermain, mari kita ber bincang-bincang saja."
Pek Soh-ciu marah sampai mengangkat alis berkata:
"Ilmu silatku walau tidak begitu hebat, juga tidak bisa dihina begitu saja oleh anda, tidak bertarung juga boleh, kita mencoba lagi beberapa jurus dengan tangan kosong."
Ouwyang Yong-it tertegun:
"Seseorang jika ingin sukses, ilmu silat dan kesabaran satu pun tidak boleh kurang, kau bocah kecil menemani aku bermain beberapa jurus, apakah itu merendahkan harga dirimu?"
"Hm...!" Pek Soh-ciu berkata, "kalau begitu Cianpwee yang sudah diam-diam meracuni aku, tidak tahu itu harus bagaimana menjelaskannya?"
"Ha ha ha!" Ouwyang Yong-it tertawa keras sejenak, berkata, "bocah bodoh! Jika aku benar meracunimu, apa kau masih punya nyawa sampai sekarang?"
Di dalam hati Pek Soh-ciu tertegun, diam-diam dia mengerahkan tenaga dalam mencobanya, benar saja jalan darah dia lancar semua, sedikit pun tidak ada tanda-tanda
terkena racun, maka dia mengepal sepasang tangannya, membungkukkan tubuh:
"Kekesalan Cianpwee telah terpuaskan, aku sekarang pamit saja......"
"Kek!" Ouwyang Yong-it batuk sekali kata-nya, "anak muda segalanya bagus, cuma kurang kesabaran saja, baiklah, kaki tumbuh ditubuhmu, jika kau tetap ingin pergi, aku orang tua juga tidak bisa berbuat apa-apa, tapi kita telah bertemu itu artinya ada jodoh, apakah kau bisa menyanggupi dua hal padaku?"
Pek Soh-ciu tertegun, berkata:
"Silahkan Cianpwee katakan lebih jelas lagi."
Ouwyang Yong-it berkata:
"Pertama, kau bocah memang orang yang menarik, jika tidak merasa hina berteman dengan Oh-kui, mari kita bersumpah menjadi teman, kedua, dunia persilatan sekarang ini sedang terjadi gejolak, menandakan keadaan akan terjadi pertarungan, kau harus berlapang dada, menanggung tanggung jawab terhadap keselamatan dunia persilatan......" sejenak katanya berhenti lalu melanjutkan,
"aku masih punya satu urusan ysmg harus diselesaikan, dua tahun dari sekarang, aku akan ke dunia persilatan lagi mencarimu."
Pek Soh-ciu dengan riang berkata:
"Perintah Cianpwee, Soh-ciu mana berani tidak menurut, setelah dua tahun kemudian aku tentu akan terhormat mendengar perintahmu, sekarang aku pamit."
Setelah Pek Soh-ciu meninggalkan Ouw-yang Yong-it, dia berlari dengan cepatnya, sampai langit di timur menjadi putih, baru dia beristirahat di bawah satu lereng gunung.
Tenaga manusia ada batasnya, semalaman tidak tidur tidak istirahat, dan juga telah mendaki entah berapa banyak bukit, walaupun ilmu silatnya sangat tinggi, tetap saja merasakan seluruh tubuhnya lelah dan lapar, maka akhirnya dia menutup mata tidur di bawah satu pohon besar.
Saat sinar matahari menusuk mata, dia baru bangun dari tidur, hal pertama yang harus dikerjakan, tentu saja mencari makanan untuk mengisi perutnya yang lapar, dia menelusuri gunung berjalan ke depan, dia menemukan satu kampung kecil yang terdiri beberapa rumah pemburu, dari dalam bungkusannya dia mengeluarkan sebuah topeng dari kulit manusia, menyamar sebagai seorang sastrawan setengah baya, sesudah itu baru mendatangi sebuah rumah gubuk yang pintunya tidak tertutup rapat.
"Apa ada orang" Aku......orang yang numpang lewat......"
Pek Soh-ciu tidak punya pengalaman di dunia persilatan, terhadap hal mengunjungi orang asing untuk minta makanan, lebih-lebih tidak pernah melakukannya, walau pun dia punya uang untuk membayar, tapi kata-katanya tetap ada perasaan tergagap-gagap sulit diucapkan.
"Kreek" satu suara pelan terdengar, sepasang daun pintu dibuka, Pek Soh-ciu melirik pada orang yang berdiri di depan pintu, tidak terasa mata jadi merasa terang.
Dia adalah seorang nyonya muda yang berhidung mancung beralis seperti bulan, penampilannya anggun sederhana, di dalam penampilannya yang anggun alami itu, sepertinya terselubung sedikit kegusaran, dia melihat pada Pek Soh-ciu mau bicara tapi tidak jadi, lama, baru dengan sedih mengeluh berkata:
"Kau......haai......akhirnya kembali juga..."
"Apa?" Pek Soh-ciu seperti patung batu, sedikit tidak bisa meraba kepala sendiri, sehingga dengan perasaan aneh berkata, "Nyonya! Kau berkata......aku akhirnya kembali juga?"
Dia baru saja berhenti bicara, nyonya muda itu mendadak menutup wajah dengan sedihnya menangis, Pek Soh-ciu terkejut sekali, tidak tahu ada masalah apa membuat dia jadi menangis sedih, sejenak dia menjadi salah tingkah.
Lama... nyonya muda itu menghentikan tangisnya, kepalanya sedikit diangkat, menampakkan bunga Li berteteskan hujan, tingkah yang sangat membuat orang kasihan, dengan sedih menatap dia.
Ini adalah situasi yang sulit bisa dimengerti dia, dan juga keadaan yang serba salah, dia terdiam sejenak, baru dengan sekali batuk perlahan berkata:
"Hujin ada kesulitan apa, asalkan aku sanggup......"
Nyonya muda itu melotot, dengan nada kesal berkata:
"Meninggalkan rumah selama lima tahun, tidak mempedulikan ibu yang sudah tua dan istri di rumah, hari ini setelah capai berkelana kembali ke rumah, malah berpura-pura bodoh, tidak mengaku anggota keluarga, kau......kau sungguh keji sekali."
"Kek, hujin kau......" Dia di buat bengong oleh nyonya muda, menghadapi situasi yang tidak masuk akal ini, sesaat tidak tahu harus bagaimana menjelas-kannya.
Tiba tiba terdengar suara batuk pelan, dari luar pintu jalan mendekat seorang nenek tua beruban yang ineinegang tongkat jalan, seorang pelayan wanita kecil berbaju hijau mengikuti dari belakangnya, berjalan gemetaran mendekati Pek Soh-ciu, dia menghentikan langkah, dengan sepasang
mata berlinang air mata, memperhatikan Pek Soh-ciu dari atas sampai kebawah, 1ama, baru dengan suara gemetar emosi berkata:
"Ti-kie! Akhirnya kau kembali juga! Ibu hidup tidak lama lagi, jika kau masih tidak kembali, itu akan Menyulitkan istrimu."
Wajah Nyonya muda itu menjadi merah, sorot mata yang menyiratkan benci sayang dan malu, melihat l?jam pada dia, di bibir munggilnya keluar suara pelan " Ibu", lalu dengan malunya menundukan kepala.
Sampai sekarang Pek Soh-ciu baru sadar, ternyata putri dan neneknya ini salah mengenal orang, sehingga, dia merubah wajah jadi serius, mengepal sepasang tangan menghormat berkata:
"Aku bukanlah putra anda......"
Nenek tua menghentakan tongkatnya, dengan suara gemetar berteriak:
"Liu Ti-kie! Kau binatang yang tidak tahu balas budi, bagian mana dari istrimu yang tidak baik" Kau malah berani menolak keinginan ibu, sudah lima tahun melarikan diri menghindar perkawinan! Sekarang......heng, malah sampai ibu sendiri juga tidak diakui, oh Tuhan, keluarga Liu sebenarnya telah melakukan dosa apa.. "
Karena terlalu emosi belum lagi perkataannya habis, mendadak tubuh nenek tua itu roboh ketanah.
Kejadian ini datang tidak diduga, Pek Soh-ciu tidak bisa diam melihat orang akan mati tidak menolong, tidak menunggu tubuh nenek tua menyentuh tanah, tubuhnya bergerak, dia sudah membopong tubuhnya, lalu mengulurkan telapak tangan kanan, menepuk pelan di
punggungnya, nenek tua itu lalu memuntahkan dahak yang kental, sepasang matanya berlinang air mata.
Pek Soh-ciu mengeluh, dia membalikan kepala berkata pada nyonya muda:
"Harap kau bopong nenek tua masuk ke dalam untuk beristirahat, aku......"
Nenek tua mendadak berteriak:
"Tidak, kau ikuti dia, Siau-ceng! Bopong aku masuk ke dalam."
Siau-ceng adalah pelayan berbaju itu dia menyahut sekali, lalu maju ke depan membopong nenek tua, berjalan masuk kedalam rumah gubuk.
Nyonya muda melirik Pek Soh-ciu sekali, lalu membalikan tubuh melenggok dengan langkah pelan masuk kedalam, melihat Pek Soh-ciu tidak mengikutinya, dia menghentikan langkah dengan sedih berkata:
"Rumah ini sederhana, kau tidak sudi masuk?"
"Hai...!" Pek Soh-ciu menggelengkan kepala berkata:
"Hujin salah paham, aku ini sungguh bukan suami anda Liu Ti-kie......"
"Hm...!" nyonya muda mengangkat alis, dingin berkata,
"walau dibakar jadi abu, aku Tan Li-ceng tetap bisa mengenalmu, haai......"
Mendadak di hati Pek Soh-ciu bergerak, dia terpikir Siauya perkumpulan Ci-yan yang pernah bertarung dengannya, bukankah namanya Liu Ti-kie" Sehingga, dia tertawa tawar, terpaksa melepaskan topeng kulit manusia di wajahnya berkata:
"Tidak diduga topeng ini, malah mirip dengan wajahnya suami anda......"
Nyonya muda terkejut dan bengong cukup lama oleh perubahan yang terjadi di depan mata, lalu dengan sedih mengeluh berkata:
"Kalau begitu, Liu Ti-kie sudah mati?"
Pek Soh-ciu sedikit ragu berkata:
"Aku pernah bertemu dengan seorang yang bernama Liu Ti-kie, apakah dia itu adalah suami mu, aku tidak berani sembarangan menuduhnya." Lalu dia menceritakan Liu Ti-kie yang sekarang ini adalah Siauyanya perkumpulan Ci-yan.
Nyonya muda Tan terdiam beberapa saat, katanya:
"Bisakah beritahukan nama tuan?"
"Aku Pek Soh-ciu penduduk kota kuno Soa-say."
"Aku ada satu permintaan, tidak tahu apakah Siauya bisa menerimanya?"
"Asalkan di dalam kemampuanku, tentu tidak akan mengecewakan hujin."
"Haai... nenekku mengharapkan putranya pulang sudah lima tahun, sehingga mata hampir buta oleh air mata, jika mendadak tahu Siauya bukan Liu Ti-kie, pukulan yang sangat berat ini, pasti tidak akan bisa diterima oleh orang tua yang tidak lama lagi akan mati, sehingga,......"
"Maksud nyonya, adalah......"
"Jika Siauya sementara bisa menggantikan suami ku, bukan saja akan menyelamatkan satu nyawa......"
"Ini......Haai, aku punya dendam yang harus dibalas, sungguh tidak bisa tinggal lama disini, apa ......"
"Asalkan menunggu beberapa hari, aku bisa pelan-pelan menjelaskan pada nenek masalah sesungguhnya, mengenai.. .kita.. .Siauya tidak perlu khawatir."
Pek Soh-ciu dengan terpaksa mengeluh lagi, diam-diam memakai kembali topeng kulit manusia ke wajahnya.
"Siauya, silahkan..." Tan Li-ceng gembira. Dia membawa Pek Soh-ciu ke sebuah kamar tidur, lalu menyiapkan makanan dengan langsung turun tangan sendiri, dia melayani Pek Soh-ciu hingga membuat Pek Soh-ciu jadi merasa tidak tenang, tapi dia telah menyanggupi permintaannya, terpaksa selama beberapa hari ini diam-diam dia menahan diri, di dalam keadaan tidak ada kegiatan ini, dia memusatkan seluruh pikirannya pada empat jurus hebat yang ada di atas Potaw long-tui, setelah siang malam mempelajarinya, akhirnya dia mendapat hasil lumayan.
Suatu kali di saat bangun dari bersemedi, tampak Tan Li-ceng berada di hadapannya sedang memegang cangkir teh, dia berdiri di pinggir ranjang, sepasang matanya yang sejernih air dengan penuh rasa cinta menatapnya.
"Hujin seperti......kek, kek, aku sungguh sulit menerimanya......." dengan sopan dia menolaknya, terhadap rasa cinta seperti ini, dia merasa sulit menikmatinya.
Raja Naga 7 Bintang 5 Duel 2 Jago Pedang Pendekar 4 Alis Buku 3 Karya Khulung Hati Budha Tangan Berbisa 15
^