Pendekar Wanita Penyebar Bunga 17
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen Bagian 17
berkunjung untuk meminta kau mengobatinya, maka aku
harap sukalah kau memberikan pertolonganmu!"
Mendengar itu, tuan rumah tertawa terbahak.
1122 "Aku mengira siapa, tidak tahunya The Tiangloo dari
Kaypang!" katanya. "Kita sama-sama tinggal di kota Pakkhia,
seharusnya kita telah bertemu sejak siang-siang. Baiklah, aku
Yap Goan Ciang tidak mengobati segala pangeran, aku tukang
mengobati orang-orang luar biasa. Kau" Kau berharga untuk
aku mengobati padamu!"
Kata-kata ini membuatnya Sin Cu dan Goan Kiong kaget
berbareng girang.
Memang semasa muda mereka, pernah mereka dengar di
kota raja ada hidup seorang tabib yang tinggalnya di gunung
See San, bahwa katanya tabib itu bertabiat aneh sekali, kalau
orang sakit mengundang dia dan memohon dengan sangat,
dia tidak dapat diundang, sebaliknya kalau dia suka menolong,
dia akan datang berkunjung sendirinya. Sin Cu menduga tabib
itu sudah meninggal dunia, tidak tahunya dialah ini
sasterawan tua di hadapannya!
Sekarang si nona melihat twielian yang tergantung di
tembok, ia jadi semakin heran. Itulah liari yang merupakan
syairnya Souw Tong Po. Yang heran ialah tulisan liari itu
sangat mirip sama tulisannya Hok Thian Touw. Tanpa sengaja,
ia mengasi dengar seruan dari keheranannya itu.
Yap Goan Ciang tengah memotong daging rusak dari The
Tiangloo ketika ia mendapat dengar suara si nona. Ia
mengerutkan alis, ia berkata: "Kenapa kau heran tidak
keruan" Mustahilkah tulisan liari itu buruk?"
"Sebaliknya, bagus! Bagus!" Sin Cu memuji.
"Jikalau bagus, janganlah kau bersuara," berkata tabib itu.
"Dengan kau bersuara, nanti tak dapat aku mengobati
kawanmu..."
1123 Mukanya Sin Cu kembali menjadi merah. Ia menyesalkan
diri, karena ingat orang dengan siapa ia mempunyai hubungan
erat, ia sampai melupakan The Tiangloo yang lagi ditolongi itu.
Ia lantas berdiam. Tidak lama selesailah sudah Yap Goan
Ciang mengobati Tie Tiangloo, pengemis itu terus tidur pulas.
Di waktu itu, mukanya pengemis ini nampak merah.
Perubahan ini membikin hati si nona lega, hingga sekarang, ia
tidak dapat menahan desakan hatinya lagi.
"Syair ini tidak ada tanda tangannya, sebenarnya siapakah
yang menulisnya?" demikian ia menanya.
"Melihat romanmu, kaulah wanita gagah," berkata tuan
rumah, "maka kenapa kau omong seperti orang biasa saja"
Kalau cita-cita cocok dan kita bertemu, itu artinya sahabat
kekal. Karena itu, perlu apa kau menanyakan nama orang?"
Sin Cu mendongkol. Inilah yang pertama kali ia mendengar
orang menyebut ia "orang biasa." Akan tetapi ia menguasai
dirinya. "Inilah sebab aku merasa tulisan ini mirip sama tulisannya
sahabatku," ia menjawab. "Karena itu aku menanyakan kau,
lootiang."
"Kalau dialah sahabatmu, kau tentunya ketahui namanya.
Perlu apa kau menanyakan aku?" balik tanya si tabib.
"Dengan dia itu sudah lama aku tidak bertemu. Setahu
kapannya dia datang ke mari. Aku pun ingin menegaskan, dia
sebenarnya sahabatku itu atau bukan..."
"Jikalau kau datang sebulan di muka, kau pasti dapat
bertemu dengannya, bahkan dapat kau membantu aku
mencegah keberangkatannya."
1124 Sin Cu heran, ia terperanjat. Menurut keterangannya Leng
In Hong dan Toamo Sinlong, In Hong berpisah dari Hok Thian
Touw pada tahun yang lalu selama angin hebat di gurun pasir,
sedang Toamo Sinlong mengubur seorang muda yang mati di
gurun pada tiga tahun yang lampau. Kalau Hok Thian Touw
benar telah menutup main tiga tahun yang lalu, kenapa baru
satu bulan yang lalu dia berada di sini" Siapa sebenarnya
pemuda penulis syair ini"
Saking heran, Nona Ie menanya pula, menanya bagaimana
cara datangnya penulis liari itu.
Yap Goan Ciang tertawa ketika ia menyahuti: "Bukannya
dia datang mencari aku, akulah yang pergi mencari dia. Dia
mendapat serupa penyakit aneh, penyakit itu belum pernah
aku menemuinya, tetapi dia memaksa minta aku
mengobatinya. Di luar dugaanku, dia dapat disembuhkan.
Maka itu dia menulis liari ini untuk membalas budiku itu.
Sekarang mari kita bicara. Kedua pengemis ini tidak punya
apa-apa, karena mereka sahabatmu, kau ada punya apa untuk
dipakai membalas budiku ini?"
"Aku hanya kuatir aku nanti mengeluarkan kembali yang
biasa saja..." sahut si nona.
"Yang biasa atau tidak, mari aku lihat dulu, baru ketahuan,"
kata Goan Ciang.
Didesak begitu, Sin Cu mengeluarkan tiga kuntum kimhoa,
ia tancap itu di tembok, di atas huruf pertama dari lian itu.
Sembari tertawa ia tanya: "Ini toh emas dan perak yang
bukannya biasa, bukan?"
Kelihatannya tuan rumah itu heran, lalu ia mengubah air
mukanya. 1125 "Memang, bukan yang biasa, bukan yang biasa!" katanya.
"Kiranya kau Sanhoa Liehiap! Pemuda itu pernah menyebut
namamu!" "Eh, mengapa dia menyebut namaku?" tanya si nona
heran. "Telah aku bilang aku sudah berhasil mengobati pemuda
itu," menerangkan Yap Goan Ciang. "Dia tidak mempunyakan
apa-apa untuk membalas pertolonganku, karena dia ketahui
aku gemar lukisan surat dan gambar serta ilmu pedang,
kecuali dia menulis lian-nya ini, dia pun bersilat untukku,
untuk memujikan aku panjang umur. Dia bersilat di waktu
malam bulan terang dan suasana tenang. Hebat ilmu silatnya
itu. Gerak-geriknya mirip dengan guntur menggelegar atau
ombak bergelombang. Pernah aku melihat ilmu silat pedang
pelbagai partai persilatan tetapi ini kali aku toh mesti memuji
dia, hingga aku menepuk-nepuk meja. Habis bersilat, dia
tanya aku tentang ahli-ahli silat pedang di Tionggoan. Aku
bilang, kecuali Tayhiap Thio Tan Hong, mungkin dia tidak ada
tandingannya. Pemuda itu lantas tertawa. Dia kata dia datang
ke Tionggoan justeru untuk mencari Tayhiap Thio Tan Hong
untuk meminta pengajaran. Aku mengasi tahu, menurut
pendengaran, mungkin Thio Tayhiap tidak akan menemui dia,
sebab sudah lama Tayhiap menutup diri. Dia kata dia pun
telah dengar hal itu, akan tetapi dia telah mendengar juga hal
murid wanita dari Thio Tayhiap, murid yang dijuluki Sanhoa
Liehiap, maka dia mengharap, kalau dia tidak bisa menemui
Thio Tayhiap sendiri, agar dia dapat bertemu sama murid
wanitanya itu."
Inilah Sin Cu tidak sangka. Jadinya namanya telah sangat
terkenal. Diam-diam ia girang juga.
1126 "Pemuda itu," berkata pula tuan rumah, "habis dia
menyebut namamu, lantas dia menghela napas panjang..."
Sin Cu heran. "Kenapa begitu?" tanya ia.
Sebab dia ada punya seorang nona tunangan dengan siapa
ia telah terpisah tiga tahun lamanya dan ia tak tahu, tunangan
itu masih hidup atau telah meninggal dunia. Dari sahabatnya
kaum Rimba Persilatan ia pernah mendengar namamu, nona,
karena kau seorang wanita gagah, menyebut namamu ia jadi
ingat tunangannya itu, karenanya ia menjadi berduka."
Hatinya Sin Cu tergerak. Di depan matanya kembali berpeta
bayangannya Yap Seng Lim. Ia jadi berpikir. "Kalau begini,
pemuda itu mesti Hok Thian Touw, bukan lain orang lagi.
Jikalau dia masih hidup... jikalau dia masih hidup... ah! Aku
hendak menggabungi jodoh In Hong dengan jodoh Seng Lim,
tidakkah itu bakal jadi cade?"
Maka kacaulah pikirannya nona ini.
"Sayang aku tidak dapat menahan keberangkatannya
pemuda itu," Yap Goan Ciang menambahkan. "Pada satu
bulan yang sudah, dia telah pergi ke Pataling, katanya dia
hendak mencari seorang Rimba Persilatan yang luar biasa
yang telah mengundurkan diri."
Sin Cu heran. Bukankah Toamo Sinlong telah bertemu si
anak muda yang pun mau pergi ke Pataling mencari orang
pandai" Siapa pemuda itu kalau bukannya Hok Thian Touw"
Karena bingung, ia berpikir baiklah ia pergi mencari ke
Pataling. Hanya sekarang ia lagi menghadapi urusan Kaypang
dan gerakan tentara rakyat, mana ia bisa membagi temponya"
Ia pun mesti bertemu dulu sama gurunya.
1127 The Tiangloo tertolong jiwanya, meski begitu ia tidak dapat
segera melakukan perjalanan. Ini hal membuatnya Sin Cu
minta tuan rumah sudi ketumpangan lebih jauh pengemis tua
itu, ia sendiri lantas pamitan dari tuan rumah. Ia mengajak
Siauw Houwcu dan Pit Goan Kiong bersama. Siauw Houwcu
yang mengantarkan ia mencari gurunya di Huiliong Piauwkiok.
Piauwkiok itu terletak di dekat kota raja, pemiliknya ialah
Liong Teng, salah seorang sahabat akrab dari Thio Tan Hong.
Begitu si nona bertindak di ambang pintu, ia sudah lantas
dapat mendengar suara tertawa gurunya.
Pegawai piauwkiok yang menyambut si nona memimpin
nona itu dan dua kawannya memasuki ruang dalam terus
jalan memutari sebuah paseban, sampai di pekarangan di
mana ada sebuah kamar luar. Di sini Sin Cu mendengar suara
gurunya, katanya: "Tan Hong berada di sini, dia hanya
membikin Liong Piauwsu kaget!"
Seorang yang suaranya keras, tertawa dan berkata: "Apa
kata Thio Tayhiap" Aku si orang she Liong justeru bersyukur
yang Tayhiap memandang aku sebagai sahabatnya yang
dapat dipercaya. Dengan Tayhiap sudi menginjak gubukku ini,
aku sudah kegirangan bukan main, tidaklah kecewa hidupku
ini. Hanya aku berkuatir, karena nama Tayhiap yang besar,
kau nanti diintai orang jahat, jikalau ada terjadi sesuatu,
bagaimana aku dapat bertanggung jawab" Maka itu harus kita
waspada!" Tan Hong tertawa. "Aku lihat sahabat-sahabat yang
mengantar bingkisan itu mesti ada orang-orang gagah dari ini
jaman," terdengar dia berkata pula.
"Mana dapat kita sembarang menerka mereka itu" Aku si
orang she Thio telah merantau bersama sebatang pedangku,
1128 mana dapat aku perlakukan sembarangan kepada orang-orang
gagah itu" Maka itu Liong Piauwsu , tolong kau terimakan itu
pelbagai bingkisan, nanti aku menuliskan surat tanda terima
kasihku." Sin Cu jadi berpikir: "Suhu datang ke Pakkhia secara diamdiam,
sekarang ada datang orang-orang yang mengirim
bingkisan dan mereka tidak diketahui siapa, pantas kalau
Liong Piauwsu jadi berkuatir..." Tapi ia tidak berpikir lama, ia
lantas memanggil Suhu1." seraya ia menyingkap sero dan
bertindak masuk.
Karena ini ia lantas melihat seorang bermuka merah
berduduk menghadapi gurunya.
"Sin Cu, kau pun datang?" menyambut sang guru. "Eh, ini
tuan siapa?"
"Inilah Pit Toako dari Kaypang," Sin Cu lekas
memperkenalkan.
Goan Kiong memberi hormat, ia berlaku merendah.
"Kamu kaum Kaypang, hebat usahamu!" Tan Hong memuji.
"Kamu membuatnya Tan Hong sangat kagum. Inilah Liong
Piauwsu. Bukankah kau belum pernah bertemu dengannya?"
Goan Kiong memberi hormat pada tuan rumah. Sin Cu pun
turut memberikan hormatnya. Kedua pihak lantas saling
memuji. Kemudian tuan rumah berkata: "Thio Tayhiap, silahkan kau
bicara sama Tuan Pit ini, aku sendiri ingin mengundurkan diri
sebentar."
1129 Tan Hong membiarkan orrang berlalu. Sin Cu tahu tuan
rumah hendak berbuat apa tentu untuk mengurus barangbarang
bingkisan. Hanya ia heran tuan rumah nampak berduka. Maka ia
menjadi menduga-duga.
Setelah berada di antara kawan sendiri, Tan Hong kata
sambil tertawa: "Kamu kaum Kaypang telah membuat rapat di
Pitmo Giam, sayang aku tidak dapat datang sendiri untuk
memberi selamat. Aku cuma bisa mengirim ini muridku yang
nakal. Apakah dia tidak mengganggu kamu?"
"Bahkan aku berterima kasih untuk bantuan siauwhiap,"
kata Goan Kiong sambil menjura. "Jikalau siauwhiap tidak
datang, mungkin sekarang aku tidak dapat bertemu sama
Tayhiap." Karena ia memanggil Tan Hong "Tayhiap," pendekar yang
tua, Goan Kiong meneruskan menyebut Siauw Houwcu "siau
whiap." pendekaryang muda, yang kecil.
Siauw Houwcu merendahkan diri, ia lantas berkata:
"Sebenarnya itulah jasanya bunga emas dari encie Ie, aku
sendiri tidak dapat berbuat apa-apa."
"Sebenarnya, apakah sudah terjadi?" tanya Tan Hong.
"Tidak beruntung partai kami, kami telah mendapat
halangan, kami menghadapi kejadian yang tidak diharapharap,"
berkata Goan Kong. "Mengenai itu, aku mengharap
petunjukmu, Tayhiap."
Pengemis ini tuturkan hal rapat yang menyedihkan itu. Ia
Jenaka tetapi sekarang di depan Tan Hong ia berduka sangat,
sampai ia tak dapat mencegah turunnya air matanya.
1130 Tan Hong heran.
"Aku dengan pangcu kamu yang tua, Pit Too Hoan,
bersahabat kekal," ia berkata, "maka itu, apa juga urusan
kamu, cobalah kamu menuturkannya."
Goan Kiong tidak bersangsi untuk menjelaskan sepak
terjang Pit Kheng Thian, yang sudah mengkhianati pergerakan
kebangsaan dengan sudi menakluk kepada pemerintah, dan
semua itu cuma untuk pangkat dan kebahagiaan.
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mendengar itu, Tan Hong menghela napas. "Inilah yang
dibilang, penderitaan memperlihatkan wajahnya seorang
enghiong," katanya. "Pit Kheng Thian mengagulkan diri,
sekarang ia menjadi berubah begini rupa, sungguh aku tidak
sangka. Bagaimana agungnya Cinsamkay Pit Too Hoan
semasa hidupnya, maka itu bagaimana nanti Pit Kheng Than
dapat bertemu ayahnya di alam baka?" Ia berhenti sejenak,
lalu ia menambahkan: "Karena Kouw Beng Ciang sudah
bertemu sama Yang Cong Hay, sekarang tidak ada jalan untuk
mencegah Pit Kheng Thian menghamba kepada raja. Meski
begitu, pelaksanaannya penaklukan itu masih memerlukan
tempo beberapa hari, dari itu kamu kaum Kaypang, baik kamu
lekas-lekas berangkat ke Selatan untuk di sana membantu
kawan-kawanmu serta Yap Seng Lim, umpama kata kita tidak
berhasil, kita sedikitnya dapat mencegah keruntuhan. Biar kita
menanti ketika baik, untuk nanti aku mencoba membantu
kamu memilih seorang pangcu baru."
Pit Goan Kiong tidak melihat jalan lain, maka itu, tanpa
menanti kembalinya tuan rumah, ia mengucap terima kasih,
segera ia berpamitan dari Tan Hong, Sin Cu dan Siauw
Houwcu. 1131 Sin Cu sendiri tidak lantas dapat melenyapkan herannya,
tempo ia hendak menanyakan itu kepada gurunya, tiba-tiba ia
mendengar suara subo-nya: "Anak Cu, kau pun datang?" Lalu
kere disingkap dan In Lui bertindak perlahan, tapi melihat
Nona Ie, ia segera merangkul.
Sin Cu pun membalas merangkul, ia sesapkan kepalanya di
dalam rangkulan gurunya itu. Ia mirip seorang anak manja
yang sudah lama tak bertemu dengan ibunya. Ia mengucurkan
air mata saking terharu.
In Lui mengusap-usap rambutnya anak dara itu.
"Anak Cu, kau kenapa?" tanya suhu ini halus.
"Tidak apa-apa," si nona menjawab.
"Mana Keng Sim" Kabarnya dia datang bersama kau ke
kota raja ini" Kenapa dia tidak kelihatan?"
"Dia... dia... dia jalan pisah dengan aku..."
Kembali air mata si nona turun deras.
"Anak tolol!" kata In Lui tertawa. "Anak-anak muda
berselisih, itulah hal lumrah. Adakah harganya untuk
menangiskan itu" Aku sendiri dengan gurumu dulu hari telah
bentrok banyak kali hingga hampir rusak segalanya!"
Selama di gunung Khong San, In Lui telah melihat sikap
manis dari Keng Sim terhadap Sin Cu, ia menyangka pemuda
itu ialah pemuda pujaan muridnya ini. Ia menganggap mereka
itu pasangan yang setimpal. Maka heran ia sekarang melihat
sikap murid ini.
1132 "Tapi, subo, itulah bukan perselisihan yang umum," kata
Sin Cu sambil menangis. "Dia telah membuka rahasia tentara
rakyat kepada pemerintah!"
Tan Hong terkejut.
"Keng Sim adalah seorang kutu buku, tetapi aku sangsi dia
demikian hina," katanya. "Sebenarnya apakah telah terjadi?"
Sin Cu tuturkan apa-apa yang telah terjadi di Hangciu.
"Kalau begitu dia berbuat demikian karena dia hendak
melindungi ayahnya dan kau," kata Tan Hong kemudian. "Dulu
kau perumpamakan dia seperti bunga mawar dalam taman di
Kanglam, itu menandakan kau berpandangan jauh. Memang,
setelah hujan dan angin ribut, bunga mawar itu jatuh rontok.
Nah, bagaimana dengan Yap Seng Lim?"
"Dia berada di Tunkee lagi menghadang sepuluh laksa jiwa
serdadu pemerintah!"
Di waktu mengatakan demikian, mata si nona
mengeluarkan sinar bergembira.
"Bagus!" berkata sang guru tertawa. "Bunga mawar sudah
rontok, di sana masih ada pohon tayceng yang dapat
melawan badai dan hujan hebat!"
Sin Cu menguatirkan keselamatannya Seng Lim, sinar
gembira dari matanya lantas berubah menjadi kedukaan.
Tan Hong tertawa pula.
"Tunggu sampai semua beres di sini, aku nanti temani kau
pergi mencari Seng Lim!" katanya.
1133 Lega juga hati si nona mendengar janji gurunya itu. Ia
hanya menyesal untuk telah terjadinya sekian banyak salah
faham. "Seorang muda mengalami penderitaan pun ada baiknya,"
berkata In Lui, sang subo, ibu guru. "Eh, katanya ada orang
mengantar bingkisan untukmu barang apakah itu?"
Pertanyaan itu diajukan kepada Tan Hong, sang suami.
"Aku juga belum tahu," sahut Tan Hong. "Nah, lihat itu,
Liong Piauwsu membawa bingkisan itu!"
Memang Liong Teng datang dengan sebuah kotak cat
merah di mana ada tulisan air emas bunyinya:
"Dihaturkan dengan hormat kepada Thio Tayhiap."
"Mana si pembawa bingkisan?" In Lui tanya.
"Ketika pagi ini pintu piauwkiok dibuka, bingkisan ini sudah
berada di atas meja," menyahut Liong Piauwsu.
Di dalam hatinya, In Lui terkejut juga. Pikirnya, "Di dalam
piauwkiok ini ada banyak orang pandai, orang itu dapat
menaruh bingkisan tanpa diketahui siapa juga, ah, inilah rada
sesat..." Tan Hong sebaliknya tak mencurigai sesuatu.
"Sudah dibingkiskan dengan kecintaan, mana dapat kita
menampik?" katanya tertawa. Dan belum lagi Liong Teng
memperingati untuk waspada, ia sudah membuka tutup kotak
itu. Di situ ada empat macam phia atau kuwe buatan Souwciu.
1134 "Sahabat itu sungguh menarik!" kata Tan Hong pula,
tertawa. "A Lui, tadi malam aku menyebut-nyebut padamu
tentang kuwe Souwciu, bahwa lezadnya dengan kuwe di kota
raja berlainan, dan kau mengatakan kau lebih menyukai kuwe
Souwciu, siapa tahu sekarang datanglah kuwe ini!"
Liong Teng terkejut. Tan Hong dan In Lui itu orang-orang
macam apa toh masih ada orang mencuri dengar
pembicaraannya tanpa mereka mengetahui. Tidakkah itu
aneh" Selagi piauwsu ini berpikir seraya matanya mengawasi
tetamunya, Tan Hong sudah menjumput sepotong kuwe untuk
dikasi masuk ke dalam mulutnya.
"Benar, inilah benar kuwe Souwciu!" katanya. "Adik In,
mari kau mencobai!"
Matanya Sin Cu liehay, ia melihat karcis nama merah yang
besar di dalam tempat kuwe itu, bunyinya "Pata Sanjin."
Diam-diam ia terkejut. Belum lagi ia mengatakan sesuatu, di
luar terdengar suara orang berisik sekali dan satu pegawai
lantas masuk memberitahukannya: "Ada seorang pembesar
mohon bertemu sama Thio Tayhiapl'
Liong Teng tidak dapat mencegah terkejutnya sedang In
Lui mengerutkan kening.
"Mustahilkah si pengantar kuwe datang sendiri!" mendugaduga
nyonya ini. "Apa benar di dalam istana ada orang
sedemikian liehay?"
Nyonya ini memegang sepotong kuwe tetapi ia tidak berani
lantas memakannya.
Tan Hong sebaliknya, bersikap tetap tenang.
1135 "Adik In," katanya bersenyum, "sebenarnya kali ini kita
datang ke kota raja tanpa ingatan akan membikin repot pada
sahabat-sahabat kita, siapa tahu toh ada orang pandai yang
telah membingkiskan kuwe kepada kita! Dan sekarang pula
ada pembesar negeri datang mengunjungi, sungguh inilah
suatu kebahagiaan!"
In Lui tercengang. Di dalam hatinya ia kata: "Mengapa kau
ketahui itu adalah dari dua rombongan orang?"
Tan Hong tidak mengambil mumat tercengangnya isterinya
itu, sambil memandangi Liong Teng, sambil tertawa ia
berkata: "Seorang pembesar datang berkunjung, aku tidak
keluar menyambut saja sudah berarti kepala besar, maka itu
bagaimana dia dapat dicegah" Tolonglah supaya dia diantar
masuk!" Tenang juga hatinya Liong Teng mendapatkan sahabatnya
ini tabah, maka itu, ia lantas suruh pegawainya
mempersilahkan tetamunya masuk.
Tan Hong sendiri menjumput pit dengan apa ia lantas
menulis surat balasan penghaturan terima kasih. Sambil
tertawa ia berkata: "Terpaksa, janjinya Pata Sanjin harus
ditunda untuk beberapa hari!"
Lalu ia mengambil lengkeng dari tempat kuwe, yang mana
ia jejalkan di tangannya Siauw Houwcu, si bocah yang sedari
tadi berdiam saja. Sambil berbuat begitu, sambil tertawa ia
berkata: "Eh, bocah doyan makan, mengapa kau
menghentikan mulutmu" Pergilah kau makan ini di dalam!"
Sengaja Tan Hong berbuat demikian, untuk menyingkirkan
bocah itu. Ia melihat ketegangan orang piauwkiok sedang si
1136 bocah terlihat sudah mengepal-ngepal tangannya, dari itu
hendak ia meredahkan suasana tak diingin itu.
Pintu kamar sudah lantas dipentang, lalu nampak seorang
dengan seragam Gielimkun mendatangi dengan tindakan
sepatunya yang berat, hingga setiap tindaknya itu
meninggalkan bekas dari melesaknya jubin.
Tan Hong melihat itu, ia tahu orang hendak mempamerkan
kepandaiannya, ia menyambutnya itu dengan hanya
bersenyum. Nyatalah pahlawan Gielimkun itu bernama Cee Hong, salah
satu dari Lima Harimau Istana. Dalam ilmu silat ia hanya
berada di bawahan Yang Cong Hay dan Law Tong Sun dan di
atasannya Tonghong Lok. Setelah menindak di tangga, ia
menanya dengan nyaring: "Yang mana Tuan Thio Tan Hong"
Lekas mengundurkan orang-orang di kiri kanan, untuk
menyambut firman Sri Baginda!"
Belum berhenti suara jumawa itu, menyusullah suara
tertawa dingin dari luar jendela, yang mana pun disusul lagi
dengan suara senjata rahasia yang mengaung yang
mendenyutkan hati, sebab beberapa buah senjata rahasia
yang berupa piauw menyambar masuk.
"Berontak! Berontak!" berseru Cee Hong dengan murka. Ia
lantas menggeraki kedua tangannya ke arah dari mana
senjata-senjata rahasia itu datang, untuk menangkis. Ia
memang pandai Hokhouw Ciang, kuntauw Tangan
Menaklukkan Harimau, maka itu tak memandang mata segala
piauw yang umum, ia menyangka tangkisan-nya itu akan
membuatnya senjata rahasia meluruk jatuh. Tapi ia telah
keliru menduga.
1137 Keras suaranya piauw itu tetapi datangnya lambat,
datangnya pun di arah lima penjuru, empat merupakan
pesegi, yang ke lima datang di sama tengah. Dengan begitu
Harimau Gielimkun itu dibuatnya kaget.
Selagi tetamunya terancam bahaya itu, Tan Hong
bersenyum, tangannya menjumput beberapa butir biji
lengkeng, terus tangannya itu diayun sambil ia sendiri berkata
dengan nyaring: "Terima kasih untuk perhatianmu, sahabat di
luar kamar! Thio Tan Hong dapat melayaninya!"
Hampir berbareng dengan itu terdengarlah empat suara
bentero-kan, yang berakibat empat buah piauw jatuh ke tanah
terhajar biji-biji lengkeng, hingga tinggal yang ke lima yang
meluncur terus kepada Cee Hong, mengarah pempilingan.
"Cee Tayjin jangan bergerak, agar kau tak kesalahan
terlukai" berkata In Lui sambil tertawa seraya tangannya
menimpuk dengan kuwe yang berada di dalam
genggemannya. Piauw terkena kuwe, bentrokannya tak memberikan suara,
keduanya jatuh di atas meja teh, meja itu tidak lecet.
Demikian Tan Hong dan isteri memperlihatkan
kepandaiannya hingga karenanya Cee Hong yang tadi
demikian besar kepala, sekarang menjadi berdiri menjublak
hingga sekian lama...
Tan Hong sendiri sudah lantas mengangkat surat
penghaturan terima kasihnya, ia bawa itu ke depan mulutnya,
untuk ditiup, atas mana kertas itu terbawa angin terbang
keluar tembok pekarangan dari mana lantas terdengar suara:
"Sungguh liehay! Baiklah, di tiamciang tay saja kita nanti
bertemu pula!"
1138 Tiamciang tay itu ialah panggung perwira peranti
mendaftarkan nama.
Tan Hong tidak membilang suatu apa atas suara orang itu,
ia hanya tertawa.
"Cee Tayjin kaget..." katanya. "Silahkan duduk!"
Harimau Gielimkun itu tidak berani duduk, bahkan
tubuhnya bergemetar. Ketika ia berkata, suaranya pun sabar:
"Cee Hong tongnia dari Gielimkun membawa firman Sri
Baginda untuk menghadap Thio Tayhiap, maka itu tolong
tayhiap menitahkan mundur orang-orang di kiri kanan!"
"Aku bukannya seatasanmu, untuk apa kau menghadap
padaku?" berkata Tan Hong sabar. "Kau duduklah! Adik In,
pergi kau bersama Sin Cu masuk ke dalam." Ia mengulurkan
sebelah tangannya, memegang pelahan tangan isterinya
seraya ia menambahkan: "Kuwe Souwciu ini lezad sekali,
tolong kau tinggalkan dua potong untukku sebentar."
"Aku tahu!" sahut sang isteri tertawa, lalu dengan
menuntun Sin Cu ia pergi ke dalam.
Liong Teng heran menyaksikan sikapnya Nyonya Thio itu.
Tadinya si nyonya bersikap tegang akan tetapi sekarang ia
tabah, bahkan tenang luar biasa.
"Inilah Liong Piauwsu yang menjadi sahabat karibku," kata
Tan Hong kemudian memperkenalkan tuan rumah yang
menjadi sahabatnya itu, "maka itu, harap Cee Tayjin menanti
sebentar, hendak aku bicara dulu dengannya, setelah itu baru
aku menyambut firman. Toh belum terlambat, bukan?"
1139 Cee Hong tidak berani mencegah, dengan tidak banyak
omong, ia berduduk.
"Jangan sungkan, Cee Tayjin," Tan Hong berkata pula.
"Silahkan minum tehnya dan dahar kuwenya!" Kemudian ia
berpaling kepada tuan rumah seraya berkata: "Liong Toako,
aku ada mempunyai serupa barang untuk dipersembah
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepadamu." Dan ia merogo sakunya mengasi keluar sepucuk
surat, yang mana ia serahkan pada itu piauwsu.
Liong Teng menyambuti untuk segera mengundurkan diri.
Di luar ia periksa surat itu yang diberikuti cheque dari sebuah
bank paling terkenal di kota Souwciu, jumlahnya tiga puluh
ribu tail perak. Suratnya berbunyi ringkas saja:
"Di dalam tempo tiga hari, piauwkiok ini terjamin
keselamatannya."
Liong Teng terkejut akan tetapi ia mengarti. Itu artinya, di
dalam tempo tiga hari itu ia mesti membubarkan sekalian
pegawainya, untuk menutup perusahaannya itu, sedang uang
itu mesti segera ditukar di sebuah bank di kota Pakkhia itu,
untuk dipakai seperlunya ia tidak berani menerima itu uang
tetapi ia memang lagi kekurangan, terpaksa ia menerimanya
juga. "Biarlah lain kali aku membalas budinya," pikirnya. Ia
berterima kasih kepada Tan Hong, kecerdikan siapa ia kagumi.
Tan Hong seperti dapat meramalkan segala apa dan selalu
telah siap sedia untuk melayani sesuatu. Hal ini membuatnya
berhati lega. Tidak lama berselang terlihat Tan Hong keluar bersamasama
Cee Hong, sambil tertawa riang ia berkata kepada tuan
rumahnya: "Kau lihat datangku ke kota raja kali ini, sungguh
aku beruntung! Bukan saja ada sahabat yang mengantarkan
1140 kuwe kepadaku, bahkan Sri Baginda juga mengundang aku
menghadirkan pesta di istana! Ha ha, Liong Toako, kau gemar
minum arak, nanti pulangnya aku membawakan sebotol arak
istana untukmu mengicipinya!" Terus ia menepuk-nepuk
bajunya, tingkahnya sederhana, mirip dengan orang yang
hendak mengunjungi pesta sahabatnya. Dengan wajar ia terus
pergi bersama Harimau Geliemkun itu.
Sebenarnya, dengan kedatangannya ke kota raja itu, Tan
Hong memikir mencari ketika yang baik untuk menemui Kaisar
Kie Tin. Ia mau mendayakan terhapusnya bahaya perang yang
merusak itu sekalian untuk mengadakan persekutuan
Tiongkok Iran. Ada lagi dua maksudnya yang lain. Tapi ia
tahu baik kaisar membenci padanya, maka itu selama
setengah bulan berada di Pakkhia ini, ia sudah mengatur
segala apa. Ia hanya tidak menyangka, mata-mata raja sudah
lantas dapat mengetahui kedatangannya itu dan ia segera
ditemui untuk diundang ke istana.
Perjalanan dari piauwkiok ke istana cuma meminta tempo
tak lebih setengah jam, maka di lain saat Cee Hong sudah
mangantar orang undangannya jalan di dalam taman raja,
terus melintasi beberapa istana hingga tiba di ranggon Bansiu
Kok, yang pernahnya di ujung timur dari taman itu. Itulah
tempat peranti raja menjamu menteri-menteri
kepercayaannya.
Ketika itu sudah magrib, api dinyalakan terang-terang.
Maka segala apa nampak tegas. Di situ diatur tiga buah meja.
Meja kaisar ialah yang di tengah. Di kiri tampak In Tiong. Meja
sebelah kanan masih kosong. Terang itu untuknya, pikir Tan
Hong. Di kiri dan kanan berdiri sejumlah pahlawan, melihat
siapa, hati orang she Thio ini berdenyut juga.
Di kiri dan kanan Kaisar Kie Tin berdiri pula empat orang
lain. Mereka itu tidak mengenakan seragam. Yang satu ialah
1141 seorang imam, dan Tan Hong kenali Tek Seng Siangjin.
Orang di sampingnya dia ini, yang memakai baju kasar
dengan makwa besar, yang tangannya cuma satu, Touw Liong
Cuncia adanya. Tangan kanannya itu lenyap dalam pertempuran di
Thiamkhong San, dibikin patah oleh In Tiong yang menggunai
tenaga besar Taylek Kimkong Ciu. Karena ini tidak heran kalau
dia mengawasi si orang she In dengan mata tajam.
Dari dua orang yang lainnya, yang satu berusia kurang
lebih empat puluh tahun, tubuhnya besar dan kekar, bajunya
baju panjang sutera tetapi dandannya tidak keruan, bukan
sasterawan bukan imam. Orang ini tak dikenal Tan Hong.
Orang yang ke empat, yang berdiri paling dekat dengan
kaisar ialah seorang tua dengan romannya istimewa, karena
jidatnya menjulang tinggi, pempilingannya munjul, sedang
hidungnya bengkung, matanya celong dan tajam. Yang lebih
menyolok mata ialah kedua tangannya merah sebagai cusee,
sepuhan. Diam-diam Tan Hong memikir. Ia tidak usah kuatir untuk
Tek Seng Siangjin dan Touw Liong Cuncia, tidak perduli
mereka ini orang kosen kelas satu. Yang ia mesti perhatikan
ialah orang tua itu. Ia menduga dialah Cio Hong Po, satu guru
silat yang menjagoi di kalangan Rimba Persilatan, yang
tersohor untuk ilmu silatnya Hunkin Cokut ciu, ilmu silat
Memecah Otot Mematahkan Tulang. Pula si orang yang ketiga
tak dapat dipandang ringan. Maka itu, ia bersiaga, tetapi pada
wajahnya ia tidak mengentarakan sesuatu. Dengan sabar ia
bertindak memasuki Bansiu Kok.
Dengan lantas Kaisar Kie Tin kata sambil tertawa pada
Yang Cong Hay, yang turut hadir bersama pahlawan-pahlawan
1142 rekan atau sebawahannya: "Aku telah bilang Thio Sianseng
pasti bakal datang, kau lihat sekarang, dugaanku tidak salah!"
"Firman Sri Baginda..." menyahut Yang Cong Hay.
Sebenarnya pahlawan ini hendak memuji junjungannya itu
dengan menyebut pengaruh firmannya, tetapi ia dipegat
tertawanya raja, yang tertawa berkakak, yang pun berkata
pula: "Thio Sianseng ada enghiong besar, hookiat besar dari
ini jaman, mana ada aturan dia tidak bakal datang!"
Mendengar itu, Tan Hong bersenyum.
"Tidak berani hambamu menerima sebutan enghiong dan
hookiat besar!" ia berkata. "Hanya benar pada sepuluh tahun
dulu Tan Hong berani datang ke negeri Watzu untuk
menghadap Sri Baginda, sedang hari ini, di dalam wilayah
negara sendiri, dengan menerima panggilan firman, mana
dapat Tan Hong jeri untuk datang juga?"
Wajah Kie Tin ber-semu merah karena disebutnya peristiwa
sepuluh tahun itu. Tapi ia menetapkan hati, ia paksakan diri
untuk tertawa. "Benar!" katanya. " Tim dengan Thio Sianseng memang
ada sahabat-sahabat karib!"
Tan Hong tertawa lebar.
"Itulah pujian yang tak berani kuterima!" katanya. "Jaman
sekarang ini lain daripada jaman dahulu itu. Dahulu hari Sri
Baginda tinggal di dalam penjara dari negara musuh, baju
yang dipakai baju tipis, yang didahar pun beras kasar, tetapi
sekarang ini Sri Baginda tinggal di dalam istana dengan
loneng-loneng batu kumala yang terukir, jubahnya pun jubah
naga yang tersulam indah, yang didahar ialah masakanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1143 masakan istimewa yang lezad! Haha! Inilah perbedaan
bagaikan langit dan bumi! Maka syukur sekali Sri Baginda
masih mengingat persahabatan dahulu hari itu!"
Kata-kata itu membuatnya pias wajahnya semua hadirin di
ruang istana itu.
Kaisar gusar bukan main, tetapi ia mencoba menguasai
dirinya. Ia mesti pegang teguh keagungannya sebagai raja.
Maka juga ia tertawa, walaupun dengan kering. Ia kata:
"Sepuluh tahun sudah kita tidak bertemu, Thio Sianseng, tetap
jumawa tak kalah daripada dahulu hari itu! Hong Po,
ambilkanlah kursi untuk mengundang Thio Sianseng
berduduk!"
Diam-diam Tan Hong mengerutkan kening. Benar saja
orang tua itu Cio Hong Po adanya, ialah gurunya Tayiwee
Congkoan Law Tong Sun. Dengan diam-diam juga ia lantas
memperhatikan gerak-geriknya jago Hunkin Cokut Ciu itu.
Dengan sikapnya hati-hati sekali, Cio Hong Po mengangkat
sebuah kursi, ia bawa itu untuk diletaki dengan perlahanlahan.
"Sri Baginda menghadiahkan tempat duduk!" katanya
dengan nyaring.
Sebagai ahli, Thio Tan Hong mengetahui orang telah
mengerahkan tenaga dalam, dengan itu kursi itu telah dibikin
rusak bagian dalamnya, bagai tauwhu empuknya, maka kalau
ia duduk di situ, pasti kursi itu akan ambruk sendirinya. Tapi ia
berpura-pura tidak mengetahui itu.
"Terima kasih!" katanya seraya melirik kursi itu. Ia pun
berkata dengan menghadapi kursi, maka suara napasnya
mengenakan alat tempat duduk itu.
1144 Segeralah terjadi sesuatu yang menajubkan. Agaknya Tan
Hong meniup debu kursi itu, akan tetapi akibatnya luar biasa
sekali. Bukan debu-debu yang terbang berhamburan, hanya
kursinya sendiri yang ambruk menjadi setumpukan debu,
antaranya ada yang melayang-layang!
Kaisar kaget hingga mukanya pucat, sedang Cio Hong Po
menjadi sangat likat. Memang Tan Hong merusak kursi
dengan meminjam tenaga dalamnya Hong Po, akan tetapi
tiupan itu memang dahsyat, maka juga Kie Tin, yang tidak
mengetahui itu, hatinya goncang.
Bukan main mendongkolnya Cio Hong Po mendapatkan Tan
Hong menggunai kecerdikannya itu untuk membuatnya
mendapat malu, tetapi di dalam keadaan seperti itu, tidak
dapat ia mengumbar hawa marahnya, maka dengan terpaksa
ia mengambil sebuah kursi lain.
Tan Hong tertawa dan berkata: "Kursi-kursi yang sudah tua
di istana harus ditukar dengan yang baru! Tapi ah, ini satu
nampaknya masih cukup kuat..." Dan dengan toapan ia
bercokol di atas kursi itu.
"Terima kasih!" ia berkata pada Hong Po kepada siapa ia
mengangguk. Mukanya jago she Cio itu merah, tetapi ia berdiam saja.
Lantas ia mengambil tempat di belakang orang, matanya
saban-saban melirik kepada kaisar, supaya, asal kaisar itu
mengedipi mata, ia bisa turun tangan, untuk mematahkan
tulang-tulangnya Tan Hong!
Kaisar menanti sampai tetamunya sudah berduduk, baru ia
membuka mulutnya.
1145 "Thio sianseng," katanya, dingin, "kabarnya kau telah
menerima seorang murid wanita yang kau sangat
menyayanginya, ialah puterinya Ie Kiam, apakah kau
mengajak datang ke kota raja ini?"
"Tunggu saja nanti setelah penasarannya Ie Kokloo dapat
dilampiaskan, hingga segala apa menjadi terang jelas di
seluruh negara, akan aku bawa dia menghadap Sri Baginda,"
menjawab Tan Hong tenang.
"Hm!" Kie Tin mengejek. "Apakah kau tidak ketahui Ie Kiam
itu mendurhaka terhadap tim Sudah bagus yang tim telah
membebaskan dia dari hukum picis!"
"Akan tetapi, Sri Baginda," berkata Tan Hong, pun dengan
tawar. "Ingatkah peristiwa dahulu hari itu ketika Ie Kokloo
datang menyambut Sri Baginda pulang ke negara" Bukankah
Sri Baginda yang mengatakannya sendiri, berjanji bahwa
untuk selama-lamanya Ie Kokloo tidak bakal dihukum mati?"
"Thio Tan Hong, kau sangat kurang ajar!" Yang Cong Hay
membentak tanpa menanti tanda atau titah dari rajanya.
Raja pun lantas berkata: "Ie Kiam itu sudah mendurhaka,
karena selagi tim dalam kesusahan dia sudah mengangkat
seorang raja baru, maka itu meskipun ia mempunyai kimpay,
dia tidak dapat bebas dari dosa tak berampun! Thio Sianseng ,
sungguh tim tidak mengarti, mengapa kau tetap hendak
menya-terukan timi"
Tan Hong kembali tertawa dingin.
"Jikalau aku menyaterukan Sri Baginda," katanya nyaring,
"maka aku kuatir sampai hari ini Sri Baginda masih merasakan
tusukannya angin dingin dari negara Watzu yang merajuk ke
tulang-tulang hingga tak tertahan sakitnya!"
1146 Berubah air mukanya kaisar.
"Dahulu hari itu kau telah melepas budi terhadap tim"
katanya, keras. "Budi itu telah tim catat, dari itu tak usahlah
kau mengungkat-ungkatnya pula."
"Baiklah!" Tan Hong tertawa tawar. "Segala apa sudah
lewat, segala kejadian dulu itu jangan ditimbulkan pula!
Karena itu, mari kita bicara dari hal sekarang..."
"Baiklah," berkata raja. "Yap Cong Liu paman dan
keponakan bersama-sama Pit Kheng Thian sudah menerbitkan
huru hara di Kanglam, syukur Pit Kheng Thian itu insaf akan
kekeliruannya, dia telah menyatakan suka menakluk terhadap
tim. Tidak demikianlah Cong Liu, benar dia sudah
menyingkirkan diri entah ke mana tetapi di Tunkee masih ada
Yap Seng Lim yang berkepala batu. Tim dengar Yap Seng Lim
itu keponakan muridmu, maka sekarang, kalau benar kau
tidak menyaterukan aku, tim minta sukalah kau menulis surat
kepadanya supaya dia suka datang menakluk."
Tan Hong tertawa.
"Kiranya sepucuk surat dari Thio Tan Hong ada sedemikian
berharga hingga dia mendapatkan hadiah pesta ini!" katanya.
"Inilah perbuatan yang bisa membikin Tan Hong kaget karena
sangat dimanjainya! Tetapi, Sri Baginda, Tan Hong pun ada
mempunyai tiga syarat untuk diajukan kepada Sri Baginda."
Kie Tin tahu ia disindir, ia merasa sangat tidak senang.
"Kau bilanglah!" katanya, suaranya dalam, tanda ia
menahan sabar. 1147 "Syarat yang pertama tadi telah disebutkan," berkata Tan
Hong. "alah aku mohon Sri Baginda mengumumkan kepada
seluruh negara supaya penasarannya Ie Kokloo dapat dicuci
bersih." "Yang kedua?" kaisar tanya.
"Yang kedua ialah aku bersedia akan menulis surat kepada
Yap Seng Lim untuk minta ia datang menakluk," kata Tan
Hong, "tetapi dalam hal ini aku percaya tidak nanti Seng Lim
suka menyerah. Maka itu untuk kebaikannya kedua pihak, baik
Seng Lim dibiarkan membawa pasukan perangnya sendiri
menyingkir ke kepulauan Couwsen untuk dia berdiam di sana.
Dengan begitu, tenaganya itu dapat dipakai untuk membela
negara, guna dia menahan serbuannya perompak-perompak
bangsa kate (pendek). Keuntungan lainnya ialah pemerintah
tak usah memberi gaji dan rangsum kepada pasukan pembela
negara itu. Umpama kata Sri Baginda hendak melindungi
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
muka pemerintah, bolehlah dia dianugerahkan sesuatu
pangkat, agar di kepulauan itu dia dapat mengangkat dirinya
menjadi raja muda. Tidakkah itu namanya dialah suatu
menteri dari kerajaan Beng yang terbesar" Bukankah ini daya
kebaikan untuk kedua belah pihak?"
Tergerak juga Kie Tin atas usul ini. Tetapi hanya sejenak, ia
sudah memikir lainnya lagi. Ia terpengaruh, hingga ia
berkuatir, oleh kata-kata, "Memelihara harimau berarti
bencana mengeram di dalam." Maka itu, ia lantas berdiam.
"Sekarang syarat yang ketiga," kata Tan Hong tanpa ia
perdulikan raja itu.
"Ah, mulut Thio Sianseng tentu sudah kering bekas bicara
saja, baiklah kau minum secangkir arak untuk
membasahkannya," berkata raja. "In Conggoan , kau pun
silahkan minum bersama!"
1148 Kie Tin sendiri mengangkat poci arak, menuang isinya ke
dalam tiga buah cawan, kemudian ia menitahkan Yang Cong
Hay membawakan itu kepada Tan Hong dan In Tiong.
Tan Hong yang dibawakan lebih dulu, selagi menyambuti
arak untuknya, ia merampas juga arak untuk In Tiong itu,
sambil berbuat begitu, ia kata sembari tertawa: "In Conggoan
tidak kuat minum, biarlah aku yang mewakilkannya!"
Dengan lantas ia mencegluk araknya, atau dengan lantas
juga ia membuka mulutnya menyemburkan arak itu, hingga di
antara bau harumnya, arak meluncur kepada Yang Cong Hay!
Cio Hong Po sebat, ia membentur Cong Hay hingga orang
tertolak ke samping dan karenanya dia tak kena tersembur.
"Thio Tan Hong!" menegur Hong Po, "di depan Sri Baginda
kau berani berlaku kurang ajar!"
Sementara itu arak itu mengenai seorang pahlawan di
belakang Cong Hay, muka dia itu lantas saja melepuh seperti
bekas kena api.
Poci arak itu ada sebuah poci rahasia, di dalamnya terbagi
dua, arak untuk raja sendiri arak istana, yang bersih, tetapi
yang untuk Tan Hong, telah dicampurkan racun. Tan Hong
bercuriga, maka ia ambil tindakannya itu. Syukur Cong Hay
ditolongi Hong Po, kalau tidak tentulah ia menjadi kurban.
Menyusul tegurannya Hong Po itu, terdengar lagi bentakan
lain dibarengi sama berkelebatnya golok. Itulah Touw Liong
Cuncia, yang menghunus goloknya seraya terus menyerang.
Thio Tan Hong tertawa bergelak dan berkata: "Aku tidak
sangka aku seorang rakyat jelata telah begini dicintai raja
1149 hingga diundang menghadirkan pesta Hongbun Hwee!"
Sembari berkata begitu, ia mengebut dengan tangan bajunya,
menyampok goloknya Touw Liong Cuncia, sebuah golok
beracun, sedang lain tangannya, tangan kiri, menangkis
sambarannya Cio Hong Po, yang pun terus menjambak
kepadanya, untuk dicengkeram.
Touw Liong Cuncia menjerit keras, goloknya mental
terbang, tubuhnya terguling roboh akibat sampokan itu.
Tek Seng Siangjin sudah bersiap untuk membantu
menyerang dengan kebutannya, akan tetapi menyaksikan
liehaynya Tan Hong, ia tidak berani berlaku sembrono.
Cio Hong Po tidak berhenti sampai di situ setelah
sambarannya tidak mengenai sasarannya, ia membalik
telapakan tangannya, untuk terus menyerang lebih jauh.
Kedua tangan ben-terok dengan keras, tubuh Tan Hong
mundur dua tindak. Sebenarnya Tan Hong hendak menguji
tenaganya Hong Po, tetapi sebab ia berbareng melayani Touw
Liong Cuncia, tenaganya itu terbagi, sedang tenaga dalam
mereka berdua hampir berimbang.
Hong Po seorang ahli silat liehay, ia mengarti sebab
mundurnya Tan Hong itu. Ia kata dalam hatinya: "Tan Hong
baru menggunai lima bagian dari tenaganya, dengan itu ia
dapat membebaskan diri dari tenagaku seribu kati, benar dia
liehay, pantas dia dihormati banyak jago tua."
"Sayang, sayang..." lalu terdengar suaranya Tan Hong.
"Sayang apa?" tanya Hong Po heran.
"Sayang kau seorang ahli silat kenamaan di Utara dan
sudah berusia lanjut juga, kau kena dipedayakan muridmu,
hingga kau menjadi budak orang!" menyahut Tan Hong.
1150 Hong Po menjadi gusar, hingga ia membentak: "Sekalipun
gurumu, Cia Thian Hoa, bertemu dengan aku dengan hormat
ia memanggil aku cianpwee! Tahukah kau itu?"
"Maka itu juga, seorang harus bisa menempatkan dirinya!"
sahut Tan Hong. "Orang mesti berhati-hati. Tetapi kau, dalam
usia lanjutnya ini, kau berpikiran gelap, kau kesudian menjadi
budak orang! Kau sendiri yang membuatnya dirimu dipandang
rendah lebih dulu, habis, ada sangkutan apakah dengan aku?"
Tan Hong berkata-kata dengan nasihat campur sindiran,
Cio Hong Po tidak dapat menguasai dirinya lagi, sambil
berseru ia menyerang pula, dengan tangan kirinya.
Tan Hong berkelit dengan menggeser kakinya menurut
jurus "Sang naga jalan mutar," atas mana ia disambar lebih
jauh dengan tangan kanan si orang tua.
Tan Hong membela diri dengan sebelah tangan menjaga
dadanya, tangan yang lain menghalau serangan. Ia
menggunai ilmu silat "Siemie Cianghoat" yang dapat
membebaskan diri dari tiga serangan beruntun. Selagi
membela diri, ia melirik ke arah In Tiong, ia mendapatkan
conggoan itu, berbangkit dengan tegar tetapi berkata dengan
suara sedih: "Sri Baginda, aku mohon tanya, keluarga In
bersetia turun temurun, maka apakah salah dosanya maka
dua kali kami dihadiahkan arak beracun?"
Pertanyaan ini disebabkan In Ceng, ialah kakek In Tiong,
ketika dulu diutus ke negeri Watzu, di sana ia menampak
kesengsaraan, akan tetapi ketika ia kembali dengan selamat,
Kie Tin menghadiahkan dia arak tercampur racun dan
terbinasa karenanya. Maka itu sekarang di depan raja sendiri,
In Tiong menegur.
1151 Kie Tin terbengong menyaksikan Tan Hong tidak kena
diracuni, bahkan dia dapat menyerang Yang Cong Hay dan
sekarang jadi bertarung seruh sama Cio Hong Po, sedang ia
kaget dan heran itu, ia mendengar tegurannya In Tiong ini.
"Apa kau bilang?" ia tanya, terkejut, matanya di pentang
lebar. In Tiong tengah bersedih dan mendongkol, maka ia
menyahuti dengan keras: "Aku numpang tanya tentang
undang-undang pemerintah, apakah siapa bersetia membela
negara dia mesti menerima hukuman mati dengan
diminumkan arak beracun?"
"Eh, apakah kau bilang?" raja menanya, air mukanya
berubah keren. "Kakekku diutus ke negara asing, buat dua puluh tahun dia
hidup sengsara dengan menggembala kuda di sana," kata In
Conggoan, "atas jasanya itu, seluruh pemerintah memuji
kakekku itu, yang telah dibandingkan dengan Souw Bu, hingga
namanya pantas dicatat dalam hikayat, akan tetapi begitu dia
pulang, dia disambut sama arak raja yang dicampuri racun!
Aku In Tiong, aku tidak berjasa benar seperti kakekku itu, aku
toh pernah bekerja untuk Sri Baginda, aku telah diutus ke
negeri Watzu menyambut Sri Baginda pulang, maka itu aku
mau tanya, kenapa Sri Baginda berbuat terhadapku seperti
terhadap kakekku itu?"
Ditanya begitu, Kie Tin tidak dapat menjawab.
Justeru itu si orang tua, yang dandan sebagai anak
sekolah, yang romannya kasar membentak: "In Tiong
mengucapkan penasarannya, dia harus dibikin mati!"
In Tiong menjadi sangat gusar hingga ia berjingkrak.
1152 Selagi suasana sangat tegang itu, tiba-tiba terdengar suara
nyaring dari beradunya gelang, mendengar apa semua busu
menjadi berdiam, hingga ruang menjadi sangat sunyi. Si
pelajar yang kasar itu pun berdiri diam dengan sikapnya
sangat menghormat.
Di situ segera tertampak munculnya dua pasang pria dan
wanita, yang jalan di depan ialah seorang muda usia dua
puluh lebih, pakaiannya perlente, sedang yang berjalan di
tengah, mirip sepasang suami isteri, yang wanita berambut
merah sebagai orang asing. Yang jalan di paling belakang
ialah seorang wanita usia pertengahan yang romannya cantik,
yang In Tiong kenali sebagai In Lui, adiknya.
Sekonyong-konyong Kaisar Kie Tin tertawa.
"In Conggoan, kau salah paham!" katanya nyaring.
"Kakekmu itu difitnah oleh dorna Ong Cin, sakit hatinya itu
telah tim cuci bersih! Arak tim hari ini adalah arak obat
Sipcoan Toapouwciu, kenapa kau curiga tidak keruan"
Apakah kau tidak melihat yang tim sendiri pun telah minum
itu?" "Apakah kau sangka aku satu bocah cilik?" kata In Tiong
dalam hatinya. Ia sudah hendak mengambil sikap keras itu
tatkala ia melihat Tan Hong melirik padanya berulang-ulang,
memberi tanda untuk ia jangan sembrono. Tan Hong memberi
isyaratnya sambil dia terus melayani Cio Hong Po.
Setibanya itu empat orang, si anak muda lantas menekuk
lutut untuk mendekam menghadap raja: "Huong Banswee,
sinjie datang menghadap!"
"Kau, Kian Cim!" berkata raja. "Ada apa kau datang ke
mari?" 1153 Anak muda itu menyahuti: "Puteri dari Iran dari tempat
yang jauh datang berkunjung, sinjie menemani dia
menghadap huong," (Sinjie ialah anak raja membasahkan
dirinya sendiri, dan huong ialah panggilan untuk ayah yang
menjadi raja). Anak muda itu memang thaycu, putera mahkota dari Kie
Tin. Ia muncul dengan maksud sengaja. Lebih dulu daripada
itu, guna mencapai maksudnya menghadap raja, Tan Hong
telah memikirkan jalannya. Ia ingat putera mahkota itu,
seorang anak muda yang polos, yang katanya bercita-cita
besar, maka ia hendak mengandali putera itu. Ia pun
mengharap, kalau thaycu dan pihak Iran sudah berserikat,
mereka bersama dapat menyerang bangsa Tartar. Thaycu
suka bekerja sama Tan Hong, hanya, belum dia sempat
menghadap ayahnya, Tan Hong sudah lebih dulu kena
diundang raja. Sebelum Tan Hong berangkat ke istana, ia
sudah memberi kisikan pada In Lui, supaya isterinya segera
menemui thaycu. Maka itu, thaycu bisa muncul di saat
ketegangan. Puteri Iran dan suaminya, Toan Teng Khong,
memang dari siang-siang telah tinggal secara rahasia di dalam
istana thaycu itu.
Puteri Iran pun segera memberi hormatnya pada kaisar,
dengan suara merdu ia berkata: "Puteri Iran bersama
menantu raja, Toan Teng Khong, menghadap Sri Baginda Raja
Kerajaan Beng yang maha agung, kami mewakilkan Raja Iran
menyampaikan hormat sehormatnya kepada Sri Baginda serta
juga memujikan Sri Baginda berbahagia dan panjang umur,
rakyatnya selamat santausa dan negaranya makmur!"
Puteri ini bicara dalam bahasa Tionghoa, yang ia telah
apalkan setahu berapa ratus kali, maka itu ia bisa
mengucapkannya dengan baik, hingga, mendengar itu,
senang hatinya kaisar. Ia juga girang ada negara besar yang
1154 menghunjuk hormat padanya, sedang pada masa itu, selagi
pemerintah Beng lemah, ada negeri-negeri kecil yang sungkan
membayar upeti.
Toan Teng Khong pun lantas memberi hormat, bahkan
sambil berlutut. Ia menjadi menantu raja Iran tetapi ia tetap
rakyat kerajaan Beng, maka itu ia tidak hendak berlaku kurang
hormat. Habis itu, thaycu pun berkata: "Toan Huma ini ialah buyut
generasi ke delapan dari Toan Pengciangsu dari Tali dan ia
adalah saudara dari Toan Teng Peng, pengciangsu yang
sekarang, Toan Huma sendiri, semenjak tujuh turunan, telah
tinggal di Iran dan baru sekarang ia kembali ke negerinya."
Mendengar keterangan itu, hati Kie Tin tergerak juga.
"Kongcu bersama huma datang menghadap, ada urusan
apakah?" ia menanya. Ia memanggil "kongcu (tuan puteri),
kepada puteri Iran itu.
Puteri itu tidak paham bahasa Tionghoa, ia kurang
mengarti, maka itu Toan Teng Khong lantas menyalin
perkataan raja.
Mendengar demikian, ia tertawa, sambil menunjuk Thio
Tan Hong, ia memberikan jawabannya dalam bahasanya
sendiri, maka lagi sekali suaminya mesti menjadi juru bahasa.
Kata Teng Khong: "Puteri Iran telah memberikan kekuasaan
kepada Thio Sianseng untuk Thio Sianseng menjadi wakilnya
dengan kekuasaan penuh untuk berbicara dengan Sri Baginda
merundingkan soal persahabatan dan perserikatan di antara
kedua negara Tiongkok dan Iran."
Thaycu juga lantas mendekati ayahnya untuk berkata
dengan perlahan: "Kerajaan Iran ada kerajaan yang nomor
1155 satu besar di Asia, kekuatannya tidak lebih lemah daripada
negara kita, maka itu haraplah huong perlakukan dengan
hormat pada utusannya itu."
Kata-kata putera ini sebenarnya ada menurut ajarannya
Tan Hong, tetapi kata-kata itu diturut raja, maka itu,
pertempuran sudah lantas berhenti dan Thio Tan Hong
diundang duduk pula. Malah raja lantas menanya pendapat
yang luhur dari utusan Iran ini.
Tan Hong bersenyum.
"Inilah justeru itu urusan yang ketiga yang tadi hendak aku
menjelaskannya," ia berkata. "Itulah aku minta istimewa
kepada Sri Baginda untuk menganugerahkan Toan Teng
Khong menjadi hoan ong, atau raja muda turun temurun di
Tali, supaya dia menguasai semua suku bangsa dan
pembesar-pembesar di dalam seluruh wilayah Tali itu, sesudah
itu barulah di kirim utusan ke negeri Iran untuk mewartakan
agar raja Iran mendapat tahu yang puteri dan menantunya
telah mendapatkan perlakuan yang dihormati di Tiongkok."
"Hal ini dapat didamaikan," berkata Kie Tin mengangguk,
"hanya propinsi Inlam itu, semenjak Thaycouw Hong tee
membangun negara, telah turun menurun diserahkan kepada
Keluarga Bhok, kalau sekarang Tali hendak diangkat,
dipisahkan dari kekuasaannya, firman harus dikeluarkan untuk
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memberitahukan dia serta mesti dinantikan jawabannya dulu,
agar dengan begitu menjadi ternyata, terhadap menteri
berjasa dan turunannya, tim ada menaruh penghargaan."
Tan Hong berkata pula: "Dulu hari Iran pernah diilas
angkatan perang Mongolia, maka kalau di sana orang
menyebutnya 'bahaya kuning, orang takut bukan main. Dan
sekarang bangsa Tartar, yaitu negara Watzu, sedang kuatnya,
pengaruhnya sampai di Asia Tengah, berbatasan dengan
1156 negeri Iran, maka jikalau Sri Baginda mengirim utusan ke
Iran, untuk mengadakan perserikatan, untuk sama-sama
menjaga diri dari ancaman Tartar itu, pastilah raja Iran akan
menyatakan persetujuannya. Secara begitu juga, ancaman
bahaya untuk Tiongkok di bagian barat daya jadi dapat
diperkecil. Itu pun ada menguntungkan kedua belah pihak."
Kie Tin mengangguk, tidak perduli sebenarnya ia tak
menyenangi Tan Hong.
"Nyata Thio Sianseng memikir keselamatan negara," ia
berkata. "Maafkan pada tim. Silahkan minum tiga cawan arak!"
Setelah itu raja pun, menitahkan hambanya menyiapkan
presenan untuk Tan Hong.
Mendengar perkataan raja itu, muka In Tiong pucat, ia
kuatir raja nanti main gila lagi. Ketika dia ini tertawa dan
menjawab kaisar: "Tentang hadiah aku tidak dapat menerima,
tetapi arak tidaklah apa, untuk membasakan tenggorokan!"
Lalu tanpa bersangsi-sangsi, ia mencegluk kering tiga cawan
beruntun. Hati In Tiong berdenyutan, akan tetapi setelah
mendapatkan Tan Hong tidak kurang suatu apa, baru ia
merasa tenang pula. Sekarang dapat ia memikir: "Kie Tin
hendak membuat perserikatan dengan Iran, ia mesti berlaku
baik pada puteri Iran ini, karena Tan Hong sangat dipercayai
puteri Iran, apabila dia dibikin celaka, sama juga jembatan
dirusak. Benarlah, tidak dapat raja tidak berhati-hati."
Sebenarnya In Tiong membade hanya separuhnya. Kie Tin
jeri berbareng mengagumi Tan Hong. Ia tidak menyangka Tan
1157 Hong demikian liehay, bahkan puteri negara asing dapat
dipergunakan sebagai senjata olehnya.
Tan Hong lantas maju lagi satu tindak. Ia kata: "Sekarang
ini ancaman bencana tetap ada. Sudah bangsa Tartar
menjagoi di barat daya, juga ada gangguan bajak-bajak kate
(pendek) di tenggara, meski benar dia telah dilabrak tentara
rakyat, setiap waktu dia dapat mengacau pula. Dulu di timur
daya ada ancaman bangsa Manchu, yang mengumpul
kekuatan tentaranya di luar Sanhaykwan, senantiasa dia
mengintai Tionggoan, maka itu jikalau Sri Baginda tidak
meluaskan kebijaksanaan Sri Baginda serta pandai menggunai
tenaga tentara dan rakyat, aku kuatir nanti terulang peristiwa
Tobokpo yang kedua kali."
"Walaupun tim kurang bijaksana, tim rasa tim bukanlah
raja tolol," berkata Kie Tin, "maka kalau Thio Sianseng sudi
membantu pemerintah, inilah hal yang meminta pun tim tidak
berani. Sebaliknya, umpama Thio Sianseng tidak sudi
membantu tim , tim mengharap Sianseng tidak membantu
memperluas pengaruhnya kaum pemberontak."
Dengan ini kaisar menimbulkan pula soal gerakan tentara
rakyat di Kanglam. Mendengar itu, wajah Tan Hong tidak
berubah, bahkan sambil tertawa ia berkata: "Jikalau Sri
Baginda mau menangkis serangan dari luar dan memperbaiki
pemerintahan di dalam, rakyat negeri tentulah menunjang Sri
Baginda, kalau tidak, meskipun ada satu Pit Kheng Than yang
datang menakluk, di sana masih ada Yap Cong Liu yang kedua
yang nanti bangun pula!"
Kie Tin berdiam.
"Tiga syarat yang aku ke mukakan, semuanya tak sedap
untuk kuping," Tan Hong kata pula, "tetapi semua itu untuk
1158 kepentingan Sri Baginda sendiri. Dengan berserikat sama Iran,
pastilah Tartar dapat dipengaruhkan..."
"Bukankah dalam hal ini tim sudah menerima baik?" tanya
raja. "Aku mohon Sri Baginda membiarkan Yap Seng Lim
membelai semua kepulauan dan supaya dihentikan
pergerakan tentara menyerang tentara rakyat," kata Tan Hong
langsung tanpa memperdulikan perkataan raja itu.
Kie Tim mengerutkan kering.
"Hal ini baiklah dibicarakan lagi nanti," ujarnya.
Tetapi Tan Hong tidak memperdulikannya, ia berkata pula:
"Untuk mencuci penasarannya Ie Kokloo, haruslah Sri Baginda
mengeluarkan permakluman, supaya rakyat semua
mengetahui yang Sri Baginda sudah menginsafi kekeliruan dan
dapat memperbaiki kekeliruan itu, hingga Sri Baginda menjadi
seorang raja yang bijaksana. Dengan begitu saja maka
pastilah rakyat akan bersetia mati untuk rajanya."
Kie Tin murka bukan main, hingga wajahnya menjadi
guram. Maka dengan dingin ia kata: "Kelihatannya sudah
selayaknya tim mengangkat Sianseng menjadi juru penasihat!"
Terus ia memandang ke kiri dan kanan, kemudian seraya
menunjuk In Lui, ia menanya: "Adakah dia pembesar wanita
yang menemani puteri Iran?"
Atas pertanyaan itu, putera mahkota yang memberikan
jawabannya. "Nyonya ini ialah Nyonya Thio Sianseng," katanya. "Benar
nyonya inilah yang menemani puteri Iran."
1159 In Lui bertindak maju, ia berkata: "Cucu wanita dari In
Ceng, In Lui, menghadap Sri Baginda, dan aku pun
menghaturkan terima kasih untuk budi Sri Baginda kepada
keluarga kami beberapa turunan."
Kie Tin jengah.
"Kiranya ialah adik perempuanmu," katanya kepada In
Tiong. "Pantaslah kau lebih suka meninggalkan kedudukanmu
sebagai conggoan dan bersedia mengikuti iparmu pergi
merantau."
In Tiong mendongkol sekali akan tetapi ia menahan sabar.
Kie Tin tertawa, terus ia kata: "Baiklah, mari kita minum.
Urusan negara boleh dibicarakan pula lain kali!"
Tan Hong masih hendak membuka mulut ketika satu orang
kebiri muncul menyampaikan kata-kata perlahan kepada raja,
atas mana raja lantas berkata: "Permaisuri mendengar
kedatangan puteri Iran, ia menjadi girang sekali, maka itu ia
mengundang tuan puteri serta suaminya masuk ke keraton
untuk membuat pertemuan. Kian Cim, pergilah kau menemani
mereka bertemu sama ibumu."
Puteri Iran tidak tahu apa-apa, ia girang dengan undangan
itu, Tan Hong tetapi berkuatir, hanya dalam keadaan seperti
itu, ia tidak dapat mencegah.
Setelah puteri itu dan suaminya masuk ke keraton, Kie Tin
tertawa. "Kenapa Thio Sianseng tidak minum lebih jauh?" katanya.
Selagi Tan Hong belum menyahuti, Cio Hong Po sudah
berkata: "Thio Sianseng adalah ahli silat terbesar di jaman ini,
1160 tadi hamba sudah menerima pengajaran dari padanya, akan
tetapi kita belum mendapat kegembiraan sepenuhnya, dari itu
biarlah budakmu mempertunjuki lagi sesuatu guna membantu
menggembirakan pesta ini."
Kata-kata ini segera diiring perbuatannya. Dengan beruntun
ia menyentil tiga cangkir terisi arak di hadapannya, hingga
semua cangkir itu mental ke arah muka Thio Tan Hong.
Tan Hong tahu orang lagi membanggakan tenaga jeriji
tangannya, ia bersenyum, lekas-lekas ia membilang: "Aku si
orang she Thio mana berani menerima pemberian arak
kehormatan dari Loocianpwee, maka itu dengan meminjam
arak ini aku membalas menyuguhkan."
Ia pun menggunai kepandaian Itciesian dengan apa ia
mengembalikan ketiga cawan arak itu tanpa cangkirnya miring
atau araknya mengeplok, melihat mana para hadirin pada
memuji di dalam hatinya.
Akan tetapi itulah belum semua. Cio Hong Po hendak
membaliki pula ketiga cawan itu tapi mendadak, tepat di
hadapannya, cawan-cawan pada pecah sendirinya, sedang
semua cawan itu terbuat dari batu kumala yang kuat. Inilah ia
tidak pernah sangka, terpaksa ia mengibas dengan tangan
bajunya, menyam-pok araknya hingga arak itu muncrat ke
empat penjuru. Semua busu terkejut, semua lantas pada
berkelit, karena cipratan arak itu keras menyambernya, seperti
butir-butir peluru.
*** "Sungguh liehay!" Kie Tin memuji, terpaksa. "Seorang
mempertunjuki kepandaiannya tak sama dengan dua orang
berbareng, karena kamu sama-sama pandai, Cio Loosu,
1161 cobalah kau main-main sebentar sama Thio Sianseng, supaya
semua orang di sini, dapat membuka matanya."
"Baiklah!" sahut Hong Po nyaring, menerima titah itu,
bahkan ia lantas berlompat, melewati meja di depannya,
untuk terus menendang, gerakannya itu sangat gesit.
Walaupun orang bergerak dengan garang dan cepat itu,
orang melihatnya Thio Tan Hong, duduk tenang di kursinya,
hingga mereka menduga, tendangan itu pasti akan mengenai
sasarannya, sebab itulah yang dinamakan "Serangan
Jantung." Karena ini, walaupun semua busu telah dikisiki, Tan
Hong itulah musuh, mereka toh berseru sendirinya.
Sebagai akibat dari tendangan dahsyat itu, di situ terdengar
suara "Braak!" yang nyaring sekali, lalu tertampak kursinya
Tan Hong kena ditendang terlempar dan jatuh hancur di lorak
tangga, Tan Hong sendiri terlihat berdiri tenang-tenang saja di
dekat kursinya itu. Semua orang heran sebab tidak kelihatan
sama sekali caranya Tan Hong itu mengelit diri.
"Sungguh satu pesta Hongbun Hwee yang
menggembirakan!" Tan Hong berseru sambil tertawa.
"Sungguh sri baginda sangat menghormati aku!"
Belum lagi berhenti tertawanya orang she Thio ini, atau Cio
Hong Po sudah menerjang pula kepadanya, menerjang sambil
berlompat, tangan kiri langsung dari depan, tangan kanan dari
samping. Tan Hong mengenal itulah serangan untuk "memisah otot
dan mematahkan tulang" ia tidak berani berlaku ayal-ayalan,
dengan sebat ia membalik telapakan tangannya, untuk
membarengi menghajar.
1162 Hong Po liehay sekali, dengan merangkap dua tangannya,
ia membebaskan diri dari hajaran itu, lalu dengan tidak kalah
sebatnya, ia mengajukan terus tangannya itu, untuk
menjambak dengan semua sepuluh jari tangannya yang kuat,
sebab ia menggunai tipu silat Engjiauw kang, Kuku Burung
Garuda. Siapa terkena tercengkeram, pastilah ototnya putus
dan tulang-tulangnya patah.
Atas serangan itu, Tan Hong mengundurkan diri, setelah
mana, ia membalas menyerang, dengan tipu silatnya dari
Tiangkun, Silat Panjang, kedua tangannya bergerak dari kiri
dan kanan bagaikan "kampak membuka gunung" atau "martil
besar menghajar batu." Hebat anginnya serangan itu, sampai
para busu pada mengundurkan diri, hingga ruang menjadi
luas, sedang ruang Bansiu Kok itu memang lebar di mana
dapat diatur seratus meja perjamuan. Karena bergeraknya
para busu itu, piring dan mangkok pada jatuh ke tanah, hanya
karena terbuat dari logam atau batu kumala, tidak sampai ada
yang pecah hancur.
Hunkin Cokut Ciu dari Cio Hong Po ialah yang terliehay di
jamannya itu akan tetapi ditolak oleh angin kepalannya Tan
Hong, dia toh tidak dapat mendesaki tubuh untuk datang
dekat kepada lawannya, dari itu, meski ia sudah menyerang
berulang-ulang sampai tiga puluh jurus, ia belum berhasil
mengalahkan lawannya itu. Ia merasa jengah sendirinya ia
telah membuka mulut besar di hadapan raja. Ia pun lantas
menjadi gelisah sendirinya. Dalam sengitnya ia berseru,
tubuhnya berlompat maju.
"Duk!" demikian suara yang terdengar, tetapi bukan ia
yang mengenakan sasarannya dalam rupa tubuh Tan Hong
yang terpental, sebaliknya pundaknya sendiri yang kena
terhajar kepalan orang yang diserangnya itu. Karena ia sudah
merangsak, ia menyambar terus tangan Tan Hong itu, untuk
dicekuk. Atas ini, Tan Hong menarik pulang tangannya itu
1163 seraya ia menolak dengan tangan yang lain, maka terjadilah ia
mundur beberapa tindak.
Hong Po sudah mendesak, artinya ia berhasil merapatkan
diri, maka hebatlah serangan-serangannya lebih jauh, sampai
Tan Hong nampak terdesak, melihat mana para busu
mendapatkan jagonya lebih unggul. Gielimkun Tongnia Law
Tong Sun girang sebab gurunya menang di atas angin, ia
sampai berseru-seru dengan pujiannya.
Selagi pertempuran berlangsung terus, Tan Hong yang
nampaknya terdesak mendadak membalas menyerang tiga
kali saling susul, karena ini, dadanya menjadi terbuka
sendirinya. Tong Sun melihat kekosongan itu, ia berkata di
dalam hatinya: "Sungguh lucu kau yang dinamakan ahli
pedang nomor satu di kolong langit ini, kau tidak mengarti
ilmu silat Hunkin Cokut Ciu dari guruku! Di hadapan musuh
tangguh kau membuka dirimu secara begini, itu tandanya kau
cari malumu sendiri!"
Hampir komandan Gielimkun ini berseru keras ketika
pertempuran itu, yang berlangsung terus, memperlihatkan
gerakan tangan kanan Hong Po, sedang tangan kirinya
menahan tangannya Tan Hong, tangan kanan itu membacok
lengan lawannya.
Kelihatannya lengan Tan Hong itu bakal terhajar hingga
patah, sedang dadanya pun seperti terjambret tangan kiri
lawannya, yang sudah bergerak lebih jauh menyusuli tangan
kanannya itu. "Bagus!" Tong Sun berseru saking gembiranya.
Cuma sebegitu dia berseru, atau lantas terdengar jeritan
"Oh!" dari Cio Hong Po, yang kedua tangannya tertarik pulang
dan tubuhnya mundur tiga tindak, setiap tindakannya berat
1164 hingga mengasi dengar suara, suatu tanda ia mundur sambil
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mempertahankan diri untuk tidak roboh.
Mukanya pun menunjuki dia jengah sekali. Apakah yang
sebenarnya telah terjadi"
Thio Tan Hong menginsafi lawannya hendak mengerjakan
pukulan dari Hunkin Cokut Ciu yang liehay itu, untuk
membikin otot-ototnya putus dan tulang-tulangnya patah atau
remuk, ia melihat kesulitannya untuk bertahan tanpa tipu
daya, maka itu sesudah melayani sekian lama itu, ia lantas
menggunai akal. Itulah dengan sengaja ia menyerang dengan
dua tangan berbareng, hingga kelihatannya ia membuat
lowongan. Sambil memasang umpan itu, ia mengumpulkan
tenaganya di dada, untuk melindungi diri, guna mengerahkan
tenaga itu. Sedang jalan darahnya soankie hiat, ia tutup, guna
menghindari diri dari totokan. Justeru tepat dugaannya, jari
tangan kiri Hong Po menyambar ke tempat yang berbahaya
itu di dada. Tapi segera Hong Po menjadi kaget sendirinya.
Dada itu lembek bagaikan kapas, bukannya dia yang dapat
menjambak, justeru jari-jari tangannya itu yang kena terbetot,
lalu telapakan tangannya dirasakan sakit, hingga tubuhnya
terhuyung. Ia menjambret tangan kanan Tan Hong, untuk
mempertahankan diri. Tapi Tan Hong meronta melepaskan
tangannya itu, sedang tangan kirinya dipakai menyambar ke
teng-gorokan lawan, jeriji tangannya mengancam ke bagian
leher yang berbahaya itu.
Hong Po kaget bukan main melihat ancaman itu, sebab ia
telah mengenal dengan baik hebatnya Itciesian dari lawannya
itu. Dengan terpaksa ia menarik pulang kedua tangannya,
untuk mengundurkan diri. Karena ia kesusu, ia bertindak cepat
tetapi berat. Tan Hong sendiri tidak maju untuk menggunai ketika untuk
menyerang lawannya itu, ia malah bersenyum, tangannya
1165 cuma menolak. Di dalam hatinya ia berkata: "Inilah sungguh
berbahaya, baiknya dia tidak melihat tipu daya aku... kalau dia
menjambak tiga dim saja di luar batas jalan darah soankie
hiat, kita bisa celaka berdua..." Karena berkasihan kepada
orang tua itu, yang sudah sedemikian liehay, ia tidak
membalas menyerang, Sambil bersenyum, ia kata: "Cio
Loocianpwee, sungguh liehay kau punya Hunkin Cokut Ciu itu,
di dunia ini tidak ada tandingannya, karena aku sudah takluk,
baiklah kita tidak usah mencoba-coba terlebih jauh. Akurkah,
loocianpwee?"
Hong Po bermuka merah, ia tidak dapat berkata-kata. Lalu
si orang kasar, yang memakai jubah panjang dan kopiah
seperti mahasiswa, berlompat maju ke depan, tangannya,
yang memegang kipas, mengibaskan kipasnya itu. Ia pun
berkata dengan nyaring: "Thio Tan Hong, aku si orang she
Ciok yang bodoh, kebetulan aku dapat menghadiri pesta ini,
maka itu tidak dapat tidak, mesti aku belajar dengan ilmu
silatmu yang nomor satu di kolong langit ini!"
Suara itu sangat menantang lalu itu diteruskan dengan
tikamannya dengan kipasnya itu, yang sebenarnya terbuat
dari besi. Mendengar orang menyebut dirinya she Ciok, In
Tiong bersama In Lui lantas mendapat tahu bahwa orang
adalah Thiesie Sieseng Ciok Tay Cee, si Mahasiswa Berkipas
Besi. Dialah si mahasiswa kebantul di tengah jalan, lalu dia
mempelajari ilmu silat, dia beroman kasar tetapi dia
berdandan sebagai mahasiswa, maka itu, romannya jadi tidak
keruan. Dalam ilmu silat, dia berhasil, maka jadilah dia
seorang yang liehay.
In Tiong menjadi gusar sekali. Terang Tan Hong hendak
dikepung berdua. Maka ia maju seraya mementang kedua
tangannya, hingga ia membuatnya beberapa busu di
depannya menjadi terpelanting, sambil maju terus, ia
menanya nyaring: "Benarkah ini pesta Hongbun Hwee?"
1166 sedang dengan tangannya ia menyampok kipas besi si orang
she Ciok. Sebenarnya ia hendak menyerang tapi ia batalkan
itu sebab segera ia mendengar tertawa lebar dari Tan Hong
sambil berseru: "Pertanyaan itu harus diajukan kepada Sri
Baginda!" Sambil berseru itu, tubuhnya Tan Hong melesat tinggi, ke
arah mejanya kaisar. Semua busu terkejut, segera mereka
bergerak, untuk melindungi kaisar mereka, meskipun mereka
belum tahu niatnya Tan Hong. Hanya, belum lagi mereka
bergerak, Tan Hong sudah tiba di depan raja. Tetapi, waktu
Tan Hong mengulur tangan nya kepada raja, mendadak
tembok di belakang raja itu terbuka sendirinya, lantas raja
ngelepot masuk ke dalam tembok itu, yang menjadi pintu
rahasia. Di itu saat juga, Touw Liong Cuncia dan Tek Seng Siangjin,
yang mendampingi raja, lantas maju menghadapi Tan Hong,
untuk merintangi. Dari dalam pintu, yang sudah lantas
tertutup pula, terdengar suaranya Kie Tin: "Thio Tan Hong
hendak membinasakan raja, dia mendurhaka, maka tim
memerintahkan membekuk dia, dia mesti segera dihukum
mati tanpa ampun lagi! In Tiong juga mengandung penasaran,
dia pun berdosa tak berampun, maka dia harus ditangkap
bersama!" Mendengar itu Tan Hong tertawa dan berkata: "Sekalipun
Ie Kokloo yang berjasa masih dihukum mati karena tuduhan
memberontak, maka itu kalau Tan Hong menerima dosa ini,
sungguh dia beruntung sekali, dia tidak dapat menampik
kematiannya!"
Di mulut Tan Hong mengatakan demikian, di hati ia
menyesal sekali, sebab maksudnya menawan raja, untuk
dijadikan manusia tanggungan, gagal. Ia mengarti, ia bakal
1167 mesti berkelahi hebat menghadapi pahlawan-pahlawan raja
itu. Tek Seng Siangjin liehay ilmu silatnya yang dinamakan
"Tek Seng Ciu," Tangan Memetik Bintang, dengan tangan
yang satu ia menyerang Tan Hong, disusul oleh tangannya
yang lain, tetapi kenyataannya, serangannya yang belakangan
yang sampai terlebih dulu.
Tan Hong tertawa dingin. Atas datangnya serangan itu, ia
tidak menangkis, ia tidak berkelit, hanya ia mengulur
tangannya, untuk memapaki telapa-kan tangan si penyerang
itu memapaki dengan jari tengah, yang disentilkan.
Siapa kena sentilan ini, biasanya tulangnya patah dan
remuk. Tek Seng Siangjin melihat jerijinya lawan, ia
menginsafi bahaya, maka ia lekas tarik pulang tangannya itu
ke samping, untuk dengan tangan yang lain menyambar pula
ke arah tulang piepee Tan Hong.
"Sungguh hebat!" kata Tan Hong tertawa. "Kalau kau
meyakinkan ilmu silatmu lagi sepuluh tahun maka kau bakal
tanpa tandingan di kolong langit ini!" Ia lantas mengangkat
pundaknya, sembari membentur tangan lawan itu ia memutar
tubuh, tangannya diayun. Dengan begitu, ia membebaskan
diri sambil berbareng menyambar tangannya si penyerang.
Kalau benturan dilakukan dengan tenaga keras, sambaran
itu memakai tenaga lunak. Maka repotlah Tek Seng Siangjin
walaupun ia seorang liehay. Di dalam saat ia terancam
bahaya itu, Touw Liong Cuncia membacok ke arah pundak
Tan Hong. Inilah serangan golok yang berbahaya, sebab kendatipun
Touw Liong Cuncia mempunyai cuma sebelah tangan,
1168 semenjak tangannya itu bercacad di tangan In Tiong di Khong
San, dia telah melatihnya itu dengan sungguh-sungguh.
Atas datangnya serangan itu. Tan Hong tidak berkelit juga
tidak menangkis, ia hanya melangsungkan penyerangannya
terhadap Tek Seng Siangjin, karena sambil maju terus, ia
seperti menghalau diri sendiri dari ancaman bahaya itu. Touw
Liong Cuncia pun heran, ia bercuriga orang menggunai tipu
daya, ia tidak meneruskan bacokannya itu. Justeru di detik itu,
terdengarlah jeritan dari Tek Seng Siangjin, yang tubuhnya
pun roboh. Masih syukur untuknya, ia masih mencoba berkelit,
jikalau tidak tentulah patah tulang-tulang tangannya.
Tan Hong tidak sudah dengan merobohkan Tek Seng saja,
sembari maju, ia membentur satu busu yang berada di
dekatnya, hingga busu itu terpelanting ke arah Touw Liong
Cuncia. Besar tubuhnya busu itu, ketika Touw Long Cuncia
kena dilanggar, dia terhuyung, hampir dia menubruk lantai.
Hanya celaka busu itu, goloknya Touw Liong menancap di
tubuhnya yang malang.
Selagi Tek Seng Siangjin belum sempat merayap bangun
dan Touw Liong Cuncia belum keburu mencabut goloknya dari
tubuh si busu, yang tertikam ulu hatinya, Tan Hong sudah
bergerak terlebih jauh. Sebab dengan berbareng ia diserang
dari kiri kanannya, oleh dua busu. Ia berkelit dari serangan
dari pihak kiri, ia memutar tangannya menangkap busu yang
datang dari arah kanan, tepat ia memegang di bagian nadi,
menyusul mana, ia angkat tubuh si busu, untuk menggunai
tubuh itu sebagai alat senjata. Ia memutarnya dengan keras,
merobohkan beberapa busu lainnya lagi, kemudian sembari
berseru, ia lemparkan tubuh si busu kepada busu-busu
lainnya, hingga lagi beberapa orang kena dibikin terhuyung
jatuh. 1169 Dengan tindakannya ini, Tan Hong dapat membuka jalan
untuk menyingkir dari ruang istana itu, hanya ketika ia
berpaling kepada In Tiong, ia mendapatkan conggoan itu, si
ipar, lagi bertempur sama Thiesie Sieseng Ciok Tay Cee.
Guru dari In Tiong ialah Tang Gak, orang satu-satunya
yang mewariskan ilmu silat Taylek Kimkong Ciu dari Hian Kie
Itsu, ilmu itu merangkap dua-dua ilmu luar dan ilmu dalam,
dan ia, yang mewariskan pula dari gurunya itu, sudah melatih
diri sepuluh tahun, maka itu ia percaya, meski ia tidak semahir
gurunya, ia sudah mewariskan delapan atau sembilan bagian,
ia merasa dapat ia merobohkan orang she Ciok ini, tidak
tahunya, Tay Cee itu liehay dan juga gerak-gerakannya luar
biasa. Tiga kali ia menyerang dengan Taylek Kimkong Ciu,
tiga-tiga kalinya ia menyerang sasaran kosong, kepalanya
seperti terbetot kipas besinya lawan itu.
Tan Hong telah menyaksikan liehaynya Ciok Tay Cee,
segera ia teriaki iparnya itu: "Keras dan lunak bersama,
dengan tangan im membela diri, dengan tangan yang
membalas menyerang!"
Tangan "Im" itu ialah tangan dibalik ke bawah, dan tangan
"yang" ialah tangan dibalik ke atas.
Dalam ilmu dalam, Tay Cee kalah dari In Tiong, ia hanya
liehay kipas besinya itu. Dalam ilmu silat Thaykek Kun pun ada
sarinya pelajaran yang mengumpamakan, "dengan kekuatan
empat tahil mengalahkan kekuatan seribu kati." Itu dia yang
disebut ilmu lunak, lemas lawan keras. Kipasnya Tay Cee
liehay, kalau ia geraki itu, bukan saja ia bisa membebaskan
diri dari serangan, ia pun bisa menyebabkan musuh
kehilangan keseimbangannya, hingga dapat ia meneruskan
menyerang musuhnya. In Tiong mahir tenaga dalamnya, dia
tidak sampai digempur keseimbangan tubuhnya itu.
1170 Begitu lekas mendengar pemberian ingat dari Tan Hong, In
Tiong segera merubah cara berkelahinya itu. Dengan sebelah
tangan ia melindungi dadanya, dengan tangan yang lain ia
mempertahankan diri. Secara demikian, ia bergerak dengan
lunak dan keras dengan berbareng.
Benar saja, Ciok Tay Cee lantas tidak berani mendesak
sebagai semula. Ia bersilat dengan mainkan saja kipasnya,
sebentar dipentang, sebentar ditutup, kalau ditutup, ia
menotok kepada jalan darah, kalau dipentang, ia membabat
atau menikam. Setiap batang, yang menjadi tulang kipas itu,
tajam sekali. Itulah benar semacam senjata yang istimewa,
maka juga In Tiong terpaksa kena didesak, tidak bisa ia
membalas menyerang.
In Lui menyaksikan saudaranya itu jatuh di bawah angin, ia
lantas lompat maju.
Tay Cee mementang kipasnya, membabat, atau segera
matanya menjadi seperti kabur, sebab di depannya lantas
terlihat empat atau lima orang wanita muda berbareng
menerjang padanya, hingga cepat sekali hampir saja kipasnya
kena dirampas nyonya itu. Ia baru berkelit, atau pundaknya
kena dihajar tinjunya In Lui. Syukur ia mahir tenaga
dalamnya, ia pun masih mencoba berkelit, maka ia jadi tidak
terhajar hebat.
Dalam pertempuran ini bukannya In Lui jauh terlebih liehay
daripada kakaknya, ia hanya terlebih gesit, ia ditolong dengan
kepandaiannya "Coanhoa jiauwsie" atau "Menembusi bunga
melibat pohon." In Tiong mengutamakan kekerasan,
menghadapi kelincahan, seperti Tay Cee, ia menampak
kesulitan, walaupun tidak kalah, ia susah menang di atas
angin. Tidak demikian dengan adiknya, yang tubuhnya sangat
enteng dan pesat, bahkan dalam halnya enteng tubuh, In Lui
memenangi suaminya, Tan Hong. Maka janganlah Tay Cee
1171 mengharap kipasnya bisa melanggar tubuh si nyonya. Dalam
tempo pendek, ia kalah unggul, ia terdesak untuk membela
diri saja. Cio Hong Po berdiri menjublak di pinggir gelanggang.
Dialah seorang sangat kenamaan, dia sudah kalah dari Tan
Hong, seharusnya kalau dia tidak membunuh diri, dia mesti
kabur pulang ke kampungnya, untuk mencuci tangan, buat
menutup pintu. Itulah tindakan paling tepat untuknya. Tengah
dia berpikir itu, Law Tong Sun menghampirkan padanya,
untuk memberi hormatnya yang sehormat-hormatnya.
"Harap suhu membantui Cio Susiok ," murid ini memohon.
Guru itu mengerutkan kening.
"Tong Sun, mustahilkah kau tidak tahu aturan kaum
kangouw?" ia menanya.
"Harap suhu ketahui, di sini ialah di istana kaisar, bukan di
dalam dunia kangouw," berkata pula si murid.
Hong Po melengak.
"Benar," katanya, "aku diundang Sri Baginda, meski aku
tidak memangku pangkat, aku toh sama dengan sudah
menerima gaji. Kenapa aku tidak harus membantu Sri
Baginda" Laginya, jikalau aku mengangkat kaki, bisakah Sri
Baginda memberi ampun padaku?"
"Suhu baru sekali keliru tangan, itu tidak berarti," Tong Sun
membujuk pula. "tu pun tidak terlihat lain orang kecuali aku
dan Ciok Susiok. Kalau suhu mengaku kalah dan lantas
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mencuci tangan dan menutup pintu, apakah itu tidak
mengecewakan kaum kita" Laginya... laginya, kalau Sri
1172 Baginda bercuriga, apa jadinya dengan rumah tangga dan
banda suhu di Thaygoan?"
Air mukanya Hong Po berubah, lalu ia menghela napas.
"Sudah, jangan banyak bicara, aku sudah mengarti,"
katanya. Ketika ia menoleh ke arah pertempuran, ia
mendapatkan Tay Cee terdesak mundur In Tiong dan In Lui
keadaannya berbahaya.
"In Conggoan!" orang she Cio ini lantas menegur, "kaulah
hamba negeri, kenapa kau berani melawan Sri Baginda?"
Kata-kata ini dibarengi sama majunya tubuh, dengan
menyambarnya lima jari tangan sebagai kuku menyengkeram.
In Tiong memutar tubuh, ia menghajar cengkeraman itu.
Kedua tangan ben-terok, hingga terdengar suaranya yang
nyaring, lalu keduanya sama-sama mundur tiga tindak.
"Nanti aku layani dia!" Ciok Tay Cee berkata. "Kau bereskan
ini bangsat wanita!"
Orang she Ciok ini jeri terhadap In Lui, sebaliknya ia
merasa pasti akan dapat mengalahkan In Tiong, maka itu ia
mengasi dengar suaranya itu.
Hong Po mengerutkan keningnya. Ia bukannya takuti In Lui
tetapi untuk menggunai ilmu silatnya, Hunkin Cokut Ciu, guna
membetot otot-otot dan mematahkan tulang, ia mesti dapat
mencekal tangan, maka cara bagaimana ia bisa menyentuh
tubuh seorang wanita" Tapi Tay Cee sudah lantas menerjang
In Tiong, terpaksa ia mesti melayani juga In Lui.
1173 Nyonya Tan Hong tidak mensia-siakan ketika. Ketika
sebelah tangannya melayang, tiga lembar kimhoa, bunga
emasnya, menyambar ke arah jago tua itu, kepada Tay Cee,
kepada Tong Sun juga.
Hong Po mengibas tangan bajunya, ia dapat menyambuti
bunga emas itu. Tay Cee menyampok dengan kipasnya hingga
bunga emas mental. Celaka Tong Sun, pundaknya kena
tertancap senjata rahasia itu, ia lantas mengucurkan darah
hingga ia tidak berani maju menyerang, bahkan dia lompat ke
luar kalangan, mulutnya mengeluarkan gerutuan: "Meskipun
kamu bertiga kosen seperti malaikat, hari ini tidak nanti kamu
dapat lolos dari jaring langit dan jala bumi ini!" Ia lantas lari ke
taman, untuk mengatur pengurungannya.
Cio Hong Po dapat menyambuti kimhoa, tetapi hatinya
bercekat. Katanya dalam hatinya itu, "Kalau dia menyerang
saling susul, aku tentunya tidak berdaya..." Karena ini ia
merangsak, ia mengambil sikap untuk tidak memberikan si
nyonya ketika buat menggunai lagi senjata rahasianya itu. Ia
mengibas berulang-ulang dengan gerakannya "Siangliong
kipsui," atau "Sepasang naga menghisap air," dan dengan
"Huisiu liuin," atau "Mengibas mega dengan tangan baju," ia
hendak membikin lawannya roboh terguling. Di luar
sangkaannya, ia mendapatkan nyonya itu sangat gesit,
tubuhnya tak pernah kena disampok, bahkan ia sendiri yang
sering-sering diserang secara tiba-tiba, di saat si nyonya
berkelit. Tibalah saatnya In Lui menyerang.
"Robohlah kau!" membentak Hong Po sambil ia
menyambuti, tangannya meluncur keluar dari dalam tangan
bajunya. 1174 In Lui terkejut. Segera ia ingat musuh adalah ahli Hunkin
Cokut Ciu, yang tidak dapat dilawan rapat. Maka itu, dengan
satu jumpalitan yang sebat dan manis, ia lompat menyingkir.
Setelah terpisah, keduanya sama-sama menyebut
"Sungguh berbahaya!" di dalam hati masing-masing. Sebab In
Lui hampir bercelaka, Hong Po sama juga kalau ia sampai
kena terhajar si nyonya. Setelah ini, jago she Cio itu jadi
penasaran, hatinya panas, karena mana, ia mendesak tanpa
sungkan-sungkan lagi, kedua tangannya bagaikan terbang
saling sambar, sepuluh jarinya pun saban-saban menyengkeram
secara bengis. Ia bertekad bulat untuk membuat
In Lui terbetot otot-ototnya dan terpatahkan remuk
tulangtulangnya...
In Lui tetap berkelahi dengan ilmu silatnya "Coanhoa
jiauwsie." Ia berkelebatan, senantiasa berkelit dari serangan,
hingga sekalipun ujung bajunya, tidak pernah dilanggar.
Sembari bertempur, ia juga berpikir. Ia merasa percuma ia
main berkelit terus. Maka itu, sesudah lagi beberapa kali ia
mendesak dan lalu mundur, sekonyong-konyong ia berseru
seraya tangannya yang putih halus bagaikan kumala terayun!
Segera setelah itu, di tangannya tambah sehelai ikat pinggang
sulam, ialah ikat pinggangnya sendiri, yang ia mau gunakan
sebagai senjata.
Hong Po terkejut ketika mukanya disambar berulang-ulang.
Ikat pinggang itu bagaikan naga berkelebatan. Ia kata di
dalam hatinya, "Ikat pinggang ini dia dapat pergunakan begini
rupa, meski dia kalah tenaga dalam dari suaminya, dia sudah
hebat sekali." Ia lantas melawan, sekarang ia ingin dapat
menjambret ikat pinggang itu, untuk dihajar seperti otot-otot
dibetot dan tulang-tulang dipatahkan.
Beberapa kali Hong Po menjambret dengan sia-sia, atau
satu kali, ujung ikat pinggang menyambar ke pundaknya.
1175 Sebab ikat pinggang itu, selain dapat dipergunakan sebagai
joanpian, cambuk lemas, bisa dipakai juga untuk menotok
jalan darah. Jago tua itu berkelit. Sekarang ia semakin tidak berani
memandang ringan kepada musuh wanita ini. Ia pun berlaku
gesit untuk berlompatan. Maka itu, selama dua puluh jurus, in
Lui tidak bisa merobohkan dia, dia pun tak dapat menyambar
ikat pinggang lawannya.
In Tiong dengan Cio Tay Cee juga bertarung seruh. In
Tiong terpaksa meloloskan golok lemasnya, yang dilibat di
pinggangnya, dengan menggunai ilmu silat golok Ngohouw
Toanbun too, ia menempur kipasnya lawan, maka goloknya itu
berkelebatan, berkilauan tak hentinya, setiap gerakannya gesit
tetapi berat. Tay Cee benar liehay. Ia terus dapat melayani. Agaknya In
Tiong mendesak, sebenarnya ialah yang menanti waktu. Ia
mau menggunai ketikanya guna menotok di saat si orang she
In telah menjadi letih. Ia mengincar tiga puluh enam jalan
darah dari In Tiong. Ia ini telah dapat pelajaran Taylek
Kimkong Ciu dari Tan Hong, ilmu itu dipindahkan ke golok,
dengan begitu dia dapat bertahan.
Tan Hong sendiri, habis merobohkan Tek Seng Siangjin dan
Touw Liong Cuncia, ia lantas menerjang sekalian busu.
Dengan sampokannya, dengan jari tangannya, ia robohkan
setiap musuh yang menghalang dihadapannya.
Dengan cepat ia merobohkan belasan busu, yang
semuanya liehay. Tapi jumlah busu tak kurang dari seratus
orang, mereka tetap mengurung, tidak gampang mereka
diundurkan. 1176 Kemudian Tan Hong melirik kepada In Tiong dan isterinya,
ia melihat mereka itu kecantol lawan-lawannya, maka ia
merasa, keadaan tidak bisa dibiarkan berlarut secara
demikian. Justeru ia hendak menerjang sambil berlompat, dua
busu yang bersenjatakan gembolan segi delapan menyerang
ke arahnya, menyerangnya berbareng, gembolannya turun
bersama. Ia menanti hampir sampainya kedua gembolan,
mendadak ia berseru, tubuhnya mendak, kedua tangannya
menyambar. Tepat ia dapat menangkap tubuh mereka
berdua, yang ia lantas ayun, untuk dibenturkan satu pada lain,
hingga mereka menjerit, sedang gembolan mereka bentrok
satu dengan lain. Kedua, busu itu berkepala pusing, dan
bermata berkunang-kunang, mereka rebah tidak berdaya.
Tan Hong membiarkan gembolan itu, sembari tertawa ia
menerjang pula. Ia dapat maju setombak lebih. Segera ia
dipegat oleh dua busu, yang ada muridnya Long Goat
Hweeshio dari Kunlun Pay, yang keduanya pandai menggunai
pedang, yaitu Kunlun Kiamhoat, ilmu pedang Kunlun Pay.
Mereka ini terhitung dalam Tay i wee Patciu. Delapan Jago
Istana. Mereka pun maju dengan berbareng, yang satu
menikam pundak kiri, yang lain pundak kanan.
"Bagus!" berseru Tan Hong. "Mari kupinjam pedang kamu!"
Belum lagi kedua busu itu tahu apa-apa, sudah "plak-plok,"
pipi mereka kena dihajar pulang pergi, dan pedang mereka
segera kena dirampas.
"Dengan memandang Long Goat Hweeshio, aku beri ampun
jiwa kamu!" kata Tan Hong nyaring. Ia mengenali dua murid
hweeshio itu. "Kamu belum pantas menggunai pedang, pergi
pulang ke gunungmu untuk belajar lagi sepuluh tahun!"
Setelah itu, dengan sepasang pedang rampasan itu, jago
she Thio ini menerjang pula. Ia mempergunakan ilmu silatnya
1177 yang kenamaan, Siangkiam happek, yaitu Sepasang Pedang
Bersatu Padu, saban-saban ia menusuk lengan lawan, untuk
membuat senjata lawan dilepaskan.
Dengan sepasang pedang ini, kira-kira tiga puluh busu
lantas mati kutunya. Ketika Tek Seng Siangjin dan Touw Liong
Cuncia mencoba mengejar, ia sudah lolos dari kurungan.
In Lui melihat suaminya itu, ia girang bukan main. Justeru
itu, ikat pinggangnya kena disambar Hong Po, hingga kena
ditarik dan putus. Biar bagaimana, ia terkejut juga. Sedangnya
begitu, Tan Hong menteriaki: "In Lui, sambut pedang!"
Dan sebatang pedang dilemparkan.
Cio Hong Po melihat datangnya senjata itu, ia hendak
menanggapi, untuk merampasnya, tetapi In Lui menang
sebat, si nyonya yang mendapatkan itu. Tapi Hong Po tidak
mau mengarti, ia menyambar terus, ke arah lengan si nyonya.
Hampir ia berhasil, atau dengan sebat luar biasa, sambil
tertawa lebar, Tan Hong lompat menerjang, gerakan mana
disambut isterinya, yang segera dapat memperbaiki diri, maka
sejenak itu juga, bersatu padulah pedang mereka berdua,
bagaikan dua ekor ular perak, sepasang pedang menyambar
ke kiri dan ke kanan, dan berputaran juga, hingga Hong Po
lantas kena dikurung.
Biarnya ia liehay dan nyalinya besar, Hong Po pun kaget.
Itulah kurungan hebat untuknya. Mana dapat ia bertahan
lama" Maka itu, ia berlaku nekat. Dengan mengambil satu
jurusan, ia berlompat, tangannya diulur, hendak ia
merampas pedangnya In Lui. Ia berlompat menjumpalit
dengan gerakannya "Yan Ceng Sippat Hoan" ialah kuntauw
"Yan Ceng berjumpalitan delapan belas kali."
1178 Dengan diancam serangan itu, In Lui berkelit, justeru dia
berkelit, Hong Po bisa menjauhkan diri kira tiga tombak, tetapi
di antara seruan pujian "Bagus!" dari Tan Hong, Hong Po
merasakan sesuatu yang adem kepada kepalanya.
Segera ia mendapat kenyataan, rambut kepalanya sudah
kena dibabat gundul oleh Thio Tayhiap! Bukan kepalang,
murkanya guru Law Tong Sun.
"Thio Tan Hong, kau sangat menghina aku!" ia menjerit.
"Baiklah aku serahkan padamu beberapa tulang-tulang tuaku!"
Sebenarnya Tan Hong memuji dengan sejujurnya, karena
lawan yang tua ini liehay, akan tetapi dalam malu dan
murkanya. Hong Po menganggap lain, dia menyangka dia
diperhi-na. Maka dia lantas lompat menerjang.
Tan Hong mengerutkan kening. Ia sudah berlaku murah
hati, sikapnya itu salah diterima. Terpaksa ia berkata kepada
isterinya, "Adik Lui, tua bangka ini beradat keras, kau tusuklah
sambungan tangan di lengannya!"
Sambil berkata begitu, Tan Hong membalas menyerang,
diiringi In Lui. Sebab memang demikian cara mereka bersilat
dengan Siangkiam happek, sepasang pedang bersatu padu.
Serangan datang berbareng dari kiri dan kanan.
Kembali Hong Po kena didesak. Ia mengibas dengan kedua
tangannya, ia ingin membikin terpental pedang-pedang lawan
itu, tetapi "Sret!" maka tahu-tahu kedua ujung bajunya kena
dibabat kutung pedang kedua lawannya itu!
Inilah yang diinginkan Hong Po, yang hendak
menggunakan tipu. Selagi orang mendapat hati, ia hendak
membarengi menyerang dengan tiba-tiba. Ia hanya telah
keliru menduga keliehayan dari Siangkiam Hiappek, yang
1179 sudah mencapai puncaknya kesempurnaan. Ia baru berniat,
tetapi fihak lain sudah bekerja. Ia telah didahului diserang
pula oleh sepasang suami isteri itu, yang pedang-nya seperti
bekerja sendirinya. Bukan main kagetnya ia tatkala tahu-tahu
ikat pinggangnya kena disontek putus ujung pedang Tan
Hong. Ia kaget sebab kalau pinggangnya yang ditikam,
celakalah ia. Ia bersyukur bahwa ia masih sempat bekelit.
"Bagus!" Tan Hong memuji pula sesudah keadaan orang
menjadi rudin, kepala gundul, ujung baju buntung dan ikat
pinggang terlepas. "Cio Loocianpwee, kau berhasil melayani
tiga jurus di bawah ancaman Siangkiam happek, kau sungguh
liehay, di jaman ini cuma beberapa orang saja yang dapat
merende-ngimu! Loocianpwee, aku yang muda benar-benar
kagum sekali! Loocianpwee, kau tua dan gagah, namamu
termashur, kenapa kau masih rela menempatkan dirimu dalam
kalangan budak-budak hina dina ini, dan membiarkan dirimu
diperintah pergi datang, hingga kau membuat dirimu terhina
juga" Loocianpwee, sukalah kau dengar perkataanku,
sebaiknya lekas-lekas kau pergi pulang!"
Hong Po menyedot hawa dingin. Tepat ucapan Tan Hong
itu. Memang juga ia turun gunung bukan untuk mencari nama
atau pangkat, ia sekedar menerima undangan. Pula ia tidak
ingin menjadi jago. Maka sungguh tidak beruntung, setelah
berada di dalam istana, pertama kali bertempur, ia
menghadapi Thio Tan Hong suami isteri. Menurut tingkat
derajat, Tan Hong berdua berada dua tingkat lebih rendah
daripadanya, tetapi toh ia hanya bisa melayani tiga jurus saja,
bahkan ia hampir menjual jiwa di bawah sepasang pedang
suami isteri itu. Karena ia insaf, tawarlah sudah hatinya, maka
setelah menghela napas panjang-panjang, ia lompat melewati
loneng, untuk terus menyingkir dari istana. Dan semenjak itu,
benar-benar ia menuruti nasihat Tan Hong. Ia telah menjual
rumahnya, dan membawa keluarganya pergi ke tanah
1180 pegunungan yang sunyi, untuk hidup menyendiri, tak lagi ia
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memperdulikan urusan dunia.
Di pihak sana, pertempuran antara In Tiong dan Ciok Tay
Cee sudah tiba pada saat yang memutuskan. Baru saja In
Tiong habis menjalankan tiga puluh enam jurusnya, Ngohouw
Toanbun too, baru ia hendak memulainya pula, mendadak Tay
Cee merubah siasatnya, dari membela diri menjadi
menyerang, kipasnya dipentang untuk menempel golok lawan.
In Tiong terkejut, goloknya itu seperti disedot, hingga
tubuhnya kena tertarik, dan ia kehilangan keseimbangannya
sampai terhuyung. Justeru itu Tay Cee menurunkan tangan
jahatnya, sebelah tangannya menyambar dahsyat sekali.
Justeru itu sinar pedang pun berkelebat, pedang Tan Hong
tiba, meluncur ke arah telapak tangan orang she Ciok itu!
"Bagus betul!" dia berteriak sengit. "Inilah cara
membokong!" Ia batal menyerang terus pada In Tiong,
dengan susah payah baru ia dapat meloloskan diri dari
tusukan itu. Tan Hong tertawa terbahak-bahak dan berkata: "Jikalau
seorang pandai bertempur, matanya mesti dipentang ke
empat penjuru, kupingnya mesti dibuka ke delapan jurusan,
tetapi kau, aku telah tiba di depanmu, kau masih belum tahu!
Dengan begitu, apakah kau masih menganggap dirimu gagah
perkasa dan liehay" Jikalau aku niat membinasakan kau,
pedangku tidak akan menjurus ke telapak tanganmu tetapi ke
tenggorokanmu, langsung! Kau kira, dapatkah kau memutar
balik kipas besimu itu" Laginya mari kita bicara tentang aturan
kaum kangouwl Di sini aku cuma bertiga, tetapi kamu jagojago
dari istana ini, telah keluar semua seperti burung-burung
meluruk dari sarangnya, maka itu, mengenai ini, apakah kau
hendak kata?"
1181 Ciok Tay Cee mengeluarkan keringat dingin, diam-diam ia
berpikir: "Memang, kalau pedangnya mampir di
tenggorokanku, pasti sekali tidak dapat aku berkelit lagi..."
Tapi, terpaksa, ia berkata: "Thio Tan Hong, aku tidak hendak
mengadu bicara denganmu! Mari, marilah kita mencobacoba!"
Tan Hong menyambuti tantangan itu.
"Saudara In, tolong kau halangi itu kawanan budak-budak,
untuk sementara waktu saja!" ia berkata kepada In Tiong,
toaku-nya. Kemudian dengan tindakan Poanliong Jiauwpou, ia
menempatkan diri di damping In Lui, habis mana, ia kata
nyaring pada Ciok Tay Cee:
"Ciok Tay Cee, jikalau kau sanggup melayani kami berdua
dua jurus saja, kami akan mengikat tangan kami, untuk
membikin kau mendapatkan pahalamu!"
Setelah mengucapkan perkataannya itu, Tan Hong tidak
menanti jawaban lagi, dan dengan cepat ia bergerak
berbareng bersama In Lui, maka sekejab itu juga, Tay Cee
telah kena dikurung mereka!
Di saat bergeraknya Tan Hong berdua isterinya, di situ pun
terdengar suara nyaring dua kali, sebab In Tiong, dengan
Taylek kimkong ciu, telah membanting dua busu yang coba
merangsak kepadanya!
Ilmu silat Siangkiam happek itu adalah ilmu pedang
istimewa dari Hian Kie Itsu. Ketika dulu Tan Hong dan In Lui
belum berlatih bersama, dapat mereka mengalahkan Hek Pek
Moko, maka sekarang, sesudah latihan belasan tahun, mereka
telah menginsafi kemahirannya itu. Hong Po kena mereka
1182 pecundangi, maka itu, Tay Cee lantas kena mereka kurung
rapat. Tay Cee kaget bukan kepalang, terpaksa ia berkelahi
dengan menggunai antero kepandaiannya, memasang mata
dan kupingnya. Ia mau percaya In Lui lemah, ia mendesak si
nyonya. Tapi justeru ia menyerang nyonya itu, "Crok!" maka
sapatlah pinggiran kipasnya terpapas pedang Tan Hong!
"Sayang!" In Lui mengeluh. Karena Tan Hong hendak
berunding sama kaisar, ia tidak mau membawa pedang, coba
mereka membawa pedang mereka, Cengbeng dan Pekin,
tentulah kipas Tay Cee akan sudah terpapas kutung!
"Tangkisan kau ini tidak ada kecelanya!" berkata Tan Hong
sambil tertawa. Tapi ia mendesak, hingga Tay Cee mundur
tiga tindak. Justeru orang mundur, In Lui mendesak, pedangnya
meluncur. Tay Cee tidak berdaya untuk menangkis, terpaksa
ia merobohkan tubuhnya, tetapi meski begitu, ia tidak bebas
seluruhnya, ikat kepalanya kena dipapas pedang si nyonya.
Tan Hong tertawa berkakak.
"Hayo merayap bangun!" ia berkata. "Mari sambut pula
jurus yang ketiga!"
Sebenarnya Tan Hong dapat mengambil jiwa orang apabila
ia menghendaki itu tetapi ia sengaja berlaku lunak, supaya In
Lui dapat membuat malu lawannya itu.
Tay Cee mendongkol bukan main. Ia tahu ia tidak akan
sanggup melawan lagi tapi ia nekat. Dengan terpaksa ia
berlompat bangun, untuk menyerang dengan kipasnya,
menyerang In Lui. ia mengarah tujuh atau delapan jalan
1183 darah. Ia berlaku cepat luar biasa. Ia percaya bahwa ia telah
mencapai puncaknya kesehatan, tetapi ia tidak menyangka,
lain orang masih dapat melebihinya.
Tan Hong dan In Lui menggerakan pedang mereka, mereka
menyambut dengan berbareng terjangan kipas itu walaupun
serangan diarahkan kepada In Lui seorang.
Tay Cee kaget tidak terkira ketika ia merasakan kipasnya
terbentur pedang lawan, dalam sekejab kipas itu kutung
menjadi empat potong, tangan kanannya hilang dua jerijinya,
tubuhnya tertikam di tujuh tempat, sebab sambil memapas
kipas, suami isteri itu terus menikam berulang-ulang.
"Aku mengasi ampun jiwamu!" membentak Tan Hong.
"Apakah kau masih tidak hendak lari merat?"
Ketika ini Tek Seng Siangjin dan Touw Liong Cuncia muncul
bersama puluhan busu , maka Tan Hong dan In Lui lantas
menerjang mereka. Dengan cepat beberapa kurban roboh di
pihak kawanan busu itu.
"Mundur dari ruang, lalu kurung pula mereka!" Tek Seng
Siangjin berseru mengatur siasatnya. Ia masih mengharap
dapat mengepung Tan Hong bertiga.
Tan Hong dan In Lui merangsak kepada Tek Seng Siangjin,
mereka menikam.
Tek Seng Siangjin liehay, sambil berkelit ia menyambar dua
busu , masing-masing dengan sebelah tangannya, kedua busu
itu dipakai memapak pedang, maka tertembuslah tubuh
mereka oleh pedang suami isteri itu.
"Sungguh kejam!" Tan Hong berseru sengit. Ketika ia
hendak menyerang pula, Tek Seng sudah lari ke luar ruangan.
1184 Kawanan busu itu melihat sikapnya Tek Seng, yang takut
mati, mereka pun lari membubarkan diri, lari serabutan.
Di mana rintangan sudah tidak ada, Tan Hong mengajak
isteri dan iparnya keluar dari Ban Siu Kok, terus menuju ke
taman bunga. Di sini mereka lantas disambut tertawa nyaring
Tong Sun yang terus berkata: "Thio Tan Hong, biarpun kau
pandai seperti malaikat, hari ini tidak nanti kau dapat lolos dari
jaring langit dan jala bumiku!"
Benar saja, di dalam taman itu, di antara pohon-pohon
bunga, terlihat sangat banyak bayangan orang, karena Law
Tong Sun telah mengatur sembunyi seribu tukang panah dari
tangsi panah Sincian eng Tangsi Panah Sakti. Dan begitu ia
memberikan titahnya, turunlah hujan anak panah!
Tan Hong dan In Lui mengerti bahaya, mereka tidak
menjadi gentar. Dengan pedang mereka, mereka menghalau
setiap anak panah. In Tiong pun turut menggunai Taylek
kimkong ciu, dengan apa ia sampok jatuh sesuatu anak panah
yang meluncur ke arahnya. Hanyalah saja, ancaman bencana
bukannya berkurang. Semua tukang panah itu adalah
anggauta-anggauta pasukan Gielimkun yang terpilih, tenaga
mereka besar, panahan mereka jitu. Siapa saja yang terkena
panah, walaupun sebatang, ada harapan jiwanya melayang
dengan segera. Menyaksikan hebatnya kepungan, Tan Hong tertawa getir.
"Saudara kecil," katanya, "mungkin hari ini ialah hari
terakhir yang pedang kita bersatu padu menghadapi musuh,
maka itu bilanglah, apakah kita harus merampas beberapa
ratus jiwanya ini kawanan kuku garuda atau kita menyerahkan
diri secara begini saja?"
1185 Ketika belasan tahun yang lalu, Tan Hong pertama bertemu
sama In Lui, yang menyamar sebagai seorang pemuda, ia
memanggil saudara kecil kepada isterinya itu, panggilan itu
telah menjadi kebiasaan, sampai mereka sudah menikah baru
sang suami mengubah dan memanggilnya "adik Lui." Cuma
kadang-kadang saja, di dalam rumah, sedang gembiranya,
Tan Hong masih suka memanggil "saudara kecil."
Mendengar panggilan saudara kecil itu, sedetik hati In Lui
terkesiap, tapi segera juga dia memberikan penyahutannya
"Engko, terserah padamu!"
Jawaban ini menyatakan kepercayaannya yang besar sekali
kepada Tan Hong yang ia puja. Biar bagaimana, Tan Hong
menghadapi kesulitan besar. Kalau mereka nerobos keluar,
ada harapan mereka kena terpanah. Kalau mereka bertahan
terus, mereka bisa melindungi diri, tetapi sampai berapa lama
mereka dapat bertahan jikalau terus-terusan mereka
terkurung" Maka itu, ia bersangsi.
Justeru mereka berbicara, dua batang panah menerobos
masuk. Tan Hong segera mengibaskan tangan bajunya. Ia
merasakan serangan panah itu kuat sekali, suatu tanda si
tukang panah adalah orang yang terlatih dan tenaganya
besar. Gusar dan gelisah, Tan Hong mengertak gigi. Ia menjadi
bulat tekadnya untuk menyerbu keluar. Di saat ia hendak
menyerukan, "Terjanglah!" mendadak dua batang anak panah
meluncur naik dengan bersuara.
"Hweeyam cian!" berseru Tan Hong begitu lekas ia melihat
anak panah itu.
Benarlah, setelah meluncur ke atas, dua batang anak
panah itu mengasi dengar suara meletus nyaring, pecah
1186 dengan berhamburan lelatunya, mirip dengan kembang api,
muncrat ke segala penjuru.
"Eh, mengapa mereka melepaskan panah api?" In Lui tanya
heran. "Itulah panah dari luar!" Tan Hong menjawab.
Menyusul dua batang panah api itu, segera terlihat
meluncurnya yang lainnya, belasan batang. Di antaranya ada
Coayam cian, ialah anak panah yang dapat meluncur berlikuliku
sebagai ular sebagaimana namanya anak panah itu
menunjuki. "Coa" ialah "ular." Anak panah ini biasa meledak
setelah turun dekat, apinya jahat, ke mana menyambarnya, di
situ api itu menyala, membakar kalau mengenai rambut dan
pakaian. Sekalipun pepohonan dapat terbakar panah ini. Maka
nyatalah, hweeyam cian dipakai untuk melawan musuh, dan
coayam cian untuk membakar benda.
Law Tong Sun menjadi cemas sekali. Kalau hanya
Gielimkun yang terbakar, masih tidak apa, akan tetapi kalau
taman yang terbakar habis bersama sekalian bangunannya
yang di dalam situ, bagaimana nanti jadinya" Maka segera ia
memecah orangnya untuk me-nempur api, guna
membasminya hingga padam. Hanya celakanya, kalau di sini
dapat ditumpas, di sana nyala lagi dan berkobar. Sudah
begitu, taman sangat luas dan seribu serdadu Gielimkun
mengurung hanya di bagian Bansiu Kok, cuma di satu pojokan
saja. Sebentar kemudian terlihatlah orang-orang kebiri lari
serabutan sambil ramai berteriak-teriak, karena api berkobar
di sana sini. "Lekas nerobos!" berteriak Tan Hong begitu menyaksikan
kekacauan itu. Inilah ketikanya yang paling baik, sebab juga
1187 serangan anak panah lantas menjadi jarang, tak lagi lebat
seperti semula.
Tek Seng Siangjin muncul bersama tiga puluh kawannya,
untuk mencegah, tetapi Tan Hong menyerbu terus, malah dia
mendekati pendeta itu, untuk menyambar padanya. Sambaran
itu mengenai sasarannya dan terdengarlah suara memberebet,
sebab robeklah kasee dari si pendeta.
Syukur untuk Tek Seng Siangjin, ia seorang liehay, maka
dalam ancaman bahaya itu ia masih dapat berkelit, jikalau
tidak, celakalah tulang pundaknya, sekarang jubahnyalah yang
menjadi kurban menggantikan nyawanya.
"Mengingat kepandaianmu dapat ngelepot sebagai kurakura,
baiklah aku mengasi ampun satu kali lagi padamu!"
berkata Tan Hong tertawa. Sembari berkata begitu, ia
menggerakan tangannya merobohkan beberapa busu yang
berada paling dekat.
Ketika itu terbit lagi kebakaran di beberapa tempat di dalam
taman itu, yang membuat kekacauan bertambah. Di situ
memang ada tempat-tempat kediamannya selir-selir raja dan
dayang-dayang, lauwteng atau ranggonnya, semua indahindah
melebihkan toathia, pendopo istana. Maka celakalah
kalau semua bangunan itu habis dimakan api!
Di saat sekalian orang kebiri dan dayang-dayang menjeritjerit
dalam kela-bakannya itu, di arah barat daya terdengar
satu seruan yang panjang dan lama, disusul sama seruan
yang serupa yang keras dan nyaring di arah tenggara, lalu
seruan itu terdengar seperti saling sautan. Segera menyusul
suara lonceng tanda bahaya dari pelbagai menara di dalam
taman itu, ialah dari penjaga-penjaga yang disiapkan memberi
tanda kalau ada ancaman bahaya. Itulah tanda ada orang
1188 jahat. Maka itu sekalian busud\ dalam taman itu menjadi
kacau saking bingungnya.
"Mereka itu cerdik sekali!" berkata Tan Hong tertawa, ia
menyebutkan orang dari pihak luar itu. "Kecuali dengan
melepas api, seruan mereka adalah jalan satu-satunya untuk
mengacaukan dan mengundurkan ini tentara Gielimkun yang
berjumlah besar!"
"Berapa jumlah mereka, engko?" In Lui bertanya.
"Terdengarnya telah datang beberapa orang, tetapi
sebenarnya Cuma dua," menyahut sang suami.
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kalau begitu, kepandaian mereka berdua tak ada di
bawahan kita," berkata In Lui. " Engko, belum pernah aku
mendengar darimu bahwa kau mempunyai sahabat-sahabat
sebangsa mereka ini."
"Mungkin sekali kita belum kenal mereka," berkata Tan
Hong, yang ingat suatu apa. "Bisa jadi merekalah orang-orang
Kisah Si Rase Terbang 17 Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Pendekar Pengejar Nyawa 3
berkunjung untuk meminta kau mengobatinya, maka aku
harap sukalah kau memberikan pertolonganmu!"
Mendengar itu, tuan rumah tertawa terbahak.
1122 "Aku mengira siapa, tidak tahunya The Tiangloo dari
Kaypang!" katanya. "Kita sama-sama tinggal di kota Pakkhia,
seharusnya kita telah bertemu sejak siang-siang. Baiklah, aku
Yap Goan Ciang tidak mengobati segala pangeran, aku tukang
mengobati orang-orang luar biasa. Kau" Kau berharga untuk
aku mengobati padamu!"
Kata-kata ini membuatnya Sin Cu dan Goan Kiong kaget
berbareng girang.
Memang semasa muda mereka, pernah mereka dengar di
kota raja ada hidup seorang tabib yang tinggalnya di gunung
See San, bahwa katanya tabib itu bertabiat aneh sekali, kalau
orang sakit mengundang dia dan memohon dengan sangat,
dia tidak dapat diundang, sebaliknya kalau dia suka menolong,
dia akan datang berkunjung sendirinya. Sin Cu menduga tabib
itu sudah meninggal dunia, tidak tahunya dialah ini
sasterawan tua di hadapannya!
Sekarang si nona melihat twielian yang tergantung di
tembok, ia jadi semakin heran. Itulah liari yang merupakan
syairnya Souw Tong Po. Yang heran ialah tulisan liari itu
sangat mirip sama tulisannya Hok Thian Touw. Tanpa sengaja,
ia mengasi dengar seruan dari keheranannya itu.
Yap Goan Ciang tengah memotong daging rusak dari The
Tiangloo ketika ia mendapat dengar suara si nona. Ia
mengerutkan alis, ia berkata: "Kenapa kau heran tidak
keruan" Mustahilkah tulisan liari itu buruk?"
"Sebaliknya, bagus! Bagus!" Sin Cu memuji.
"Jikalau bagus, janganlah kau bersuara," berkata tabib itu.
"Dengan kau bersuara, nanti tak dapat aku mengobati
kawanmu..."
1123 Mukanya Sin Cu kembali menjadi merah. Ia menyesalkan
diri, karena ingat orang dengan siapa ia mempunyai hubungan
erat, ia sampai melupakan The Tiangloo yang lagi ditolongi itu.
Ia lantas berdiam. Tidak lama selesailah sudah Yap Goan
Ciang mengobati Tie Tiangloo, pengemis itu terus tidur pulas.
Di waktu itu, mukanya pengemis ini nampak merah.
Perubahan ini membikin hati si nona lega, hingga sekarang, ia
tidak dapat menahan desakan hatinya lagi.
"Syair ini tidak ada tanda tangannya, sebenarnya siapakah
yang menulisnya?" demikian ia menanya.
"Melihat romanmu, kaulah wanita gagah," berkata tuan
rumah, "maka kenapa kau omong seperti orang biasa saja"
Kalau cita-cita cocok dan kita bertemu, itu artinya sahabat
kekal. Karena itu, perlu apa kau menanyakan nama orang?"
Sin Cu mendongkol. Inilah yang pertama kali ia mendengar
orang menyebut ia "orang biasa." Akan tetapi ia menguasai
dirinya. "Inilah sebab aku merasa tulisan ini mirip sama tulisannya
sahabatku," ia menjawab. "Karena itu aku menanyakan kau,
lootiang."
"Kalau dialah sahabatmu, kau tentunya ketahui namanya.
Perlu apa kau menanyakan aku?" balik tanya si tabib.
"Dengan dia itu sudah lama aku tidak bertemu. Setahu
kapannya dia datang ke mari. Aku pun ingin menegaskan, dia
sebenarnya sahabatku itu atau bukan..."
"Jikalau kau datang sebulan di muka, kau pasti dapat
bertemu dengannya, bahkan dapat kau membantu aku
mencegah keberangkatannya."
1124 Sin Cu heran, ia terperanjat. Menurut keterangannya Leng
In Hong dan Toamo Sinlong, In Hong berpisah dari Hok Thian
Touw pada tahun yang lalu selama angin hebat di gurun pasir,
sedang Toamo Sinlong mengubur seorang muda yang mati di
gurun pada tiga tahun yang lampau. Kalau Hok Thian Touw
benar telah menutup main tiga tahun yang lalu, kenapa baru
satu bulan yang lalu dia berada di sini" Siapa sebenarnya
pemuda penulis syair ini"
Saking heran, Nona Ie menanya pula, menanya bagaimana
cara datangnya penulis liari itu.
Yap Goan Ciang tertawa ketika ia menyahuti: "Bukannya
dia datang mencari aku, akulah yang pergi mencari dia. Dia
mendapat serupa penyakit aneh, penyakit itu belum pernah
aku menemuinya, tetapi dia memaksa minta aku
mengobatinya. Di luar dugaanku, dia dapat disembuhkan.
Maka itu dia menulis liari ini untuk membalas budiku itu.
Sekarang mari kita bicara. Kedua pengemis ini tidak punya
apa-apa, karena mereka sahabatmu, kau ada punya apa untuk
dipakai membalas budiku ini?"
"Aku hanya kuatir aku nanti mengeluarkan kembali yang
biasa saja..." sahut si nona.
"Yang biasa atau tidak, mari aku lihat dulu, baru ketahuan,"
kata Goan Ciang.
Didesak begitu, Sin Cu mengeluarkan tiga kuntum kimhoa,
ia tancap itu di tembok, di atas huruf pertama dari lian itu.
Sembari tertawa ia tanya: "Ini toh emas dan perak yang
bukannya biasa, bukan?"
Kelihatannya tuan rumah itu heran, lalu ia mengubah air
mukanya. 1125 "Memang, bukan yang biasa, bukan yang biasa!" katanya.
"Kiranya kau Sanhoa Liehiap! Pemuda itu pernah menyebut
namamu!" "Eh, mengapa dia menyebut namaku?" tanya si nona
heran. "Telah aku bilang aku sudah berhasil mengobati pemuda
itu," menerangkan Yap Goan Ciang. "Dia tidak mempunyakan
apa-apa untuk membalas pertolonganku, karena dia ketahui
aku gemar lukisan surat dan gambar serta ilmu pedang,
kecuali dia menulis lian-nya ini, dia pun bersilat untukku,
untuk memujikan aku panjang umur. Dia bersilat di waktu
malam bulan terang dan suasana tenang. Hebat ilmu silatnya
itu. Gerak-geriknya mirip dengan guntur menggelegar atau
ombak bergelombang. Pernah aku melihat ilmu silat pedang
pelbagai partai persilatan tetapi ini kali aku toh mesti memuji
dia, hingga aku menepuk-nepuk meja. Habis bersilat, dia
tanya aku tentang ahli-ahli silat pedang di Tionggoan. Aku
bilang, kecuali Tayhiap Thio Tan Hong, mungkin dia tidak ada
tandingannya. Pemuda itu lantas tertawa. Dia kata dia datang
ke Tionggoan justeru untuk mencari Tayhiap Thio Tan Hong
untuk meminta pengajaran. Aku mengasi tahu, menurut
pendengaran, mungkin Thio Tayhiap tidak akan menemui dia,
sebab sudah lama Tayhiap menutup diri. Dia kata dia pun
telah dengar hal itu, akan tetapi dia telah mendengar juga hal
murid wanita dari Thio Tayhiap, murid yang dijuluki Sanhoa
Liehiap, maka dia mengharap, kalau dia tidak bisa menemui
Thio Tayhiap sendiri, agar dia dapat bertemu sama murid
wanitanya itu."
Inilah Sin Cu tidak sangka. Jadinya namanya telah sangat
terkenal. Diam-diam ia girang juga.
1126 "Pemuda itu," berkata pula tuan rumah, "habis dia
menyebut namamu, lantas dia menghela napas panjang..."
Sin Cu heran. "Kenapa begitu?" tanya ia.
Sebab dia ada punya seorang nona tunangan dengan siapa
ia telah terpisah tiga tahun lamanya dan ia tak tahu, tunangan
itu masih hidup atau telah meninggal dunia. Dari sahabatnya
kaum Rimba Persilatan ia pernah mendengar namamu, nona,
karena kau seorang wanita gagah, menyebut namamu ia jadi
ingat tunangannya itu, karenanya ia menjadi berduka."
Hatinya Sin Cu tergerak. Di depan matanya kembali berpeta
bayangannya Yap Seng Lim. Ia jadi berpikir. "Kalau begini,
pemuda itu mesti Hok Thian Touw, bukan lain orang lagi.
Jikalau dia masih hidup... jikalau dia masih hidup... ah! Aku
hendak menggabungi jodoh In Hong dengan jodoh Seng Lim,
tidakkah itu bakal jadi cade?"
Maka kacaulah pikirannya nona ini.
"Sayang aku tidak dapat menahan keberangkatannya
pemuda itu," Yap Goan Ciang menambahkan. "Pada satu
bulan yang sudah, dia telah pergi ke Pataling, katanya dia
hendak mencari seorang Rimba Persilatan yang luar biasa
yang telah mengundurkan diri."
Sin Cu heran. Bukankah Toamo Sinlong telah bertemu si
anak muda yang pun mau pergi ke Pataling mencari orang
pandai" Siapa pemuda itu kalau bukannya Hok Thian Touw"
Karena bingung, ia berpikir baiklah ia pergi mencari ke
Pataling. Hanya sekarang ia lagi menghadapi urusan Kaypang
dan gerakan tentara rakyat, mana ia bisa membagi temponya"
Ia pun mesti bertemu dulu sama gurunya.
1127 The Tiangloo tertolong jiwanya, meski begitu ia tidak dapat
segera melakukan perjalanan. Ini hal membuatnya Sin Cu
minta tuan rumah sudi ketumpangan lebih jauh pengemis tua
itu, ia sendiri lantas pamitan dari tuan rumah. Ia mengajak
Siauw Houwcu dan Pit Goan Kiong bersama. Siauw Houwcu
yang mengantarkan ia mencari gurunya di Huiliong Piauwkiok.
Piauwkiok itu terletak di dekat kota raja, pemiliknya ialah
Liong Teng, salah seorang sahabat akrab dari Thio Tan Hong.
Begitu si nona bertindak di ambang pintu, ia sudah lantas
dapat mendengar suara tertawa gurunya.
Pegawai piauwkiok yang menyambut si nona memimpin
nona itu dan dua kawannya memasuki ruang dalam terus
jalan memutari sebuah paseban, sampai di pekarangan di
mana ada sebuah kamar luar. Di sini Sin Cu mendengar suara
gurunya, katanya: "Tan Hong berada di sini, dia hanya
membikin Liong Piauwsu kaget!"
Seorang yang suaranya keras, tertawa dan berkata: "Apa
kata Thio Tayhiap" Aku si orang she Liong justeru bersyukur
yang Tayhiap memandang aku sebagai sahabatnya yang
dapat dipercaya. Dengan Tayhiap sudi menginjak gubukku ini,
aku sudah kegirangan bukan main, tidaklah kecewa hidupku
ini. Hanya aku berkuatir, karena nama Tayhiap yang besar,
kau nanti diintai orang jahat, jikalau ada terjadi sesuatu,
bagaimana aku dapat bertanggung jawab" Maka itu harus kita
waspada!" Tan Hong tertawa. "Aku lihat sahabat-sahabat yang
mengantar bingkisan itu mesti ada orang-orang gagah dari ini
jaman," terdengar dia berkata pula.
"Mana dapat kita sembarang menerka mereka itu" Aku si
orang she Thio telah merantau bersama sebatang pedangku,
1128 mana dapat aku perlakukan sembarangan kepada orang-orang
gagah itu" Maka itu Liong Piauwsu , tolong kau terimakan itu
pelbagai bingkisan, nanti aku menuliskan surat tanda terima
kasihku." Sin Cu jadi berpikir: "Suhu datang ke Pakkhia secara diamdiam,
sekarang ada datang orang-orang yang mengirim
bingkisan dan mereka tidak diketahui siapa, pantas kalau
Liong Piauwsu jadi berkuatir..." Tapi ia tidak berpikir lama, ia
lantas memanggil Suhu1." seraya ia menyingkap sero dan
bertindak masuk.
Karena ini ia lantas melihat seorang bermuka merah
berduduk menghadapi gurunya.
"Sin Cu, kau pun datang?" menyambut sang guru. "Eh, ini
tuan siapa?"
"Inilah Pit Toako dari Kaypang," Sin Cu lekas
memperkenalkan.
Goan Kiong memberi hormat, ia berlaku merendah.
"Kamu kaum Kaypang, hebat usahamu!" Tan Hong memuji.
"Kamu membuatnya Tan Hong sangat kagum. Inilah Liong
Piauwsu. Bukankah kau belum pernah bertemu dengannya?"
Goan Kiong memberi hormat pada tuan rumah. Sin Cu pun
turut memberikan hormatnya. Kedua pihak lantas saling
memuji. Kemudian tuan rumah berkata: "Thio Tayhiap, silahkan kau
bicara sama Tuan Pit ini, aku sendiri ingin mengundurkan diri
sebentar."
1129 Tan Hong membiarkan orrang berlalu. Sin Cu tahu tuan
rumah hendak berbuat apa tentu untuk mengurus barangbarang
bingkisan. Hanya ia heran tuan rumah nampak berduka. Maka ia
menjadi menduga-duga.
Setelah berada di antara kawan sendiri, Tan Hong kata
sambil tertawa: "Kamu kaum Kaypang telah membuat rapat di
Pitmo Giam, sayang aku tidak dapat datang sendiri untuk
memberi selamat. Aku cuma bisa mengirim ini muridku yang
nakal. Apakah dia tidak mengganggu kamu?"
"Bahkan aku berterima kasih untuk bantuan siauwhiap,"
kata Goan Kiong sambil menjura. "Jikalau siauwhiap tidak
datang, mungkin sekarang aku tidak dapat bertemu sama
Tayhiap." Karena ia memanggil Tan Hong "Tayhiap," pendekar yang
tua, Goan Kiong meneruskan menyebut Siauw Houwcu "siau
whiap." pendekaryang muda, yang kecil.
Siauw Houwcu merendahkan diri, ia lantas berkata:
"Sebenarnya itulah jasanya bunga emas dari encie Ie, aku
sendiri tidak dapat berbuat apa-apa."
"Sebenarnya, apakah sudah terjadi?" tanya Tan Hong.
"Tidak beruntung partai kami, kami telah mendapat
halangan, kami menghadapi kejadian yang tidak diharapharap,"
berkata Goan Kong. "Mengenai itu, aku mengharap
petunjukmu, Tayhiap."
Pengemis ini tuturkan hal rapat yang menyedihkan itu. Ia
Jenaka tetapi sekarang di depan Tan Hong ia berduka sangat,
sampai ia tak dapat mencegah turunnya air matanya.
1130 Tan Hong heran.
"Aku dengan pangcu kamu yang tua, Pit Too Hoan,
bersahabat kekal," ia berkata, "maka itu, apa juga urusan
kamu, cobalah kamu menuturkannya."
Goan Kiong tidak bersangsi untuk menjelaskan sepak
terjang Pit Kheng Thian, yang sudah mengkhianati pergerakan
kebangsaan dengan sudi menakluk kepada pemerintah, dan
semua itu cuma untuk pangkat dan kebahagiaan.
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mendengar itu, Tan Hong menghela napas. "Inilah yang
dibilang, penderitaan memperlihatkan wajahnya seorang
enghiong," katanya. "Pit Kheng Thian mengagulkan diri,
sekarang ia menjadi berubah begini rupa, sungguh aku tidak
sangka. Bagaimana agungnya Cinsamkay Pit Too Hoan
semasa hidupnya, maka itu bagaimana nanti Pit Kheng Than
dapat bertemu ayahnya di alam baka?" Ia berhenti sejenak,
lalu ia menambahkan: "Karena Kouw Beng Ciang sudah
bertemu sama Yang Cong Hay, sekarang tidak ada jalan untuk
mencegah Pit Kheng Thian menghamba kepada raja. Meski
begitu, pelaksanaannya penaklukan itu masih memerlukan
tempo beberapa hari, dari itu kamu kaum Kaypang, baik kamu
lekas-lekas berangkat ke Selatan untuk di sana membantu
kawan-kawanmu serta Yap Seng Lim, umpama kata kita tidak
berhasil, kita sedikitnya dapat mencegah keruntuhan. Biar kita
menanti ketika baik, untuk nanti aku mencoba membantu
kamu memilih seorang pangcu baru."
Pit Goan Kiong tidak melihat jalan lain, maka itu, tanpa
menanti kembalinya tuan rumah, ia mengucap terima kasih,
segera ia berpamitan dari Tan Hong, Sin Cu dan Siauw
Houwcu. 1131 Sin Cu sendiri tidak lantas dapat melenyapkan herannya,
tempo ia hendak menanyakan itu kepada gurunya, tiba-tiba ia
mendengar suara subo-nya: "Anak Cu, kau pun datang?" Lalu
kere disingkap dan In Lui bertindak perlahan, tapi melihat
Nona Ie, ia segera merangkul.
Sin Cu pun membalas merangkul, ia sesapkan kepalanya di
dalam rangkulan gurunya itu. Ia mirip seorang anak manja
yang sudah lama tak bertemu dengan ibunya. Ia mengucurkan
air mata saking terharu.
In Lui mengusap-usap rambutnya anak dara itu.
"Anak Cu, kau kenapa?" tanya suhu ini halus.
"Tidak apa-apa," si nona menjawab.
"Mana Keng Sim" Kabarnya dia datang bersama kau ke
kota raja ini" Kenapa dia tidak kelihatan?"
"Dia... dia... dia jalan pisah dengan aku..."
Kembali air mata si nona turun deras.
"Anak tolol!" kata In Lui tertawa. "Anak-anak muda
berselisih, itulah hal lumrah. Adakah harganya untuk
menangiskan itu" Aku sendiri dengan gurumu dulu hari telah
bentrok banyak kali hingga hampir rusak segalanya!"
Selama di gunung Khong San, In Lui telah melihat sikap
manis dari Keng Sim terhadap Sin Cu, ia menyangka pemuda
itu ialah pemuda pujaan muridnya ini. Ia menganggap mereka
itu pasangan yang setimpal. Maka heran ia sekarang melihat
sikap murid ini.
1132 "Tapi, subo, itulah bukan perselisihan yang umum," kata
Sin Cu sambil menangis. "Dia telah membuka rahasia tentara
rakyat kepada pemerintah!"
Tan Hong terkejut.
"Keng Sim adalah seorang kutu buku, tetapi aku sangsi dia
demikian hina," katanya. "Sebenarnya apakah telah terjadi?"
Sin Cu tuturkan apa-apa yang telah terjadi di Hangciu.
"Kalau begitu dia berbuat demikian karena dia hendak
melindungi ayahnya dan kau," kata Tan Hong kemudian. "Dulu
kau perumpamakan dia seperti bunga mawar dalam taman di
Kanglam, itu menandakan kau berpandangan jauh. Memang,
setelah hujan dan angin ribut, bunga mawar itu jatuh rontok.
Nah, bagaimana dengan Yap Seng Lim?"
"Dia berada di Tunkee lagi menghadang sepuluh laksa jiwa
serdadu pemerintah!"
Di waktu mengatakan demikian, mata si nona
mengeluarkan sinar bergembira.
"Bagus!" berkata sang guru tertawa. "Bunga mawar sudah
rontok, di sana masih ada pohon tayceng yang dapat
melawan badai dan hujan hebat!"
Sin Cu menguatirkan keselamatannya Seng Lim, sinar
gembira dari matanya lantas berubah menjadi kedukaan.
Tan Hong tertawa pula.
"Tunggu sampai semua beres di sini, aku nanti temani kau
pergi mencari Seng Lim!" katanya.
1133 Lega juga hati si nona mendengar janji gurunya itu. Ia
hanya menyesal untuk telah terjadinya sekian banyak salah
faham. "Seorang muda mengalami penderitaan pun ada baiknya,"
berkata In Lui, sang subo, ibu guru. "Eh, katanya ada orang
mengantar bingkisan untukmu barang apakah itu?"
Pertanyaan itu diajukan kepada Tan Hong, sang suami.
"Aku juga belum tahu," sahut Tan Hong. "Nah, lihat itu,
Liong Piauwsu membawa bingkisan itu!"
Memang Liong Teng datang dengan sebuah kotak cat
merah di mana ada tulisan air emas bunyinya:
"Dihaturkan dengan hormat kepada Thio Tayhiap."
"Mana si pembawa bingkisan?" In Lui tanya.
"Ketika pagi ini pintu piauwkiok dibuka, bingkisan ini sudah
berada di atas meja," menyahut Liong Piauwsu.
Di dalam hatinya, In Lui terkejut juga. Pikirnya, "Di dalam
piauwkiok ini ada banyak orang pandai, orang itu dapat
menaruh bingkisan tanpa diketahui siapa juga, ah, inilah rada
sesat..." Tan Hong sebaliknya tak mencurigai sesuatu.
"Sudah dibingkiskan dengan kecintaan, mana dapat kita
menampik?" katanya tertawa. Dan belum lagi Liong Teng
memperingati untuk waspada, ia sudah membuka tutup kotak
itu. Di situ ada empat macam phia atau kuwe buatan Souwciu.
1134 "Sahabat itu sungguh menarik!" kata Tan Hong pula,
tertawa. "A Lui, tadi malam aku menyebut-nyebut padamu
tentang kuwe Souwciu, bahwa lezadnya dengan kuwe di kota
raja berlainan, dan kau mengatakan kau lebih menyukai kuwe
Souwciu, siapa tahu sekarang datanglah kuwe ini!"
Liong Teng terkejut. Tan Hong dan In Lui itu orang-orang
macam apa toh masih ada orang mencuri dengar
pembicaraannya tanpa mereka mengetahui. Tidakkah itu
aneh" Selagi piauwsu ini berpikir seraya matanya mengawasi
tetamunya, Tan Hong sudah menjumput sepotong kuwe untuk
dikasi masuk ke dalam mulutnya.
"Benar, inilah benar kuwe Souwciu!" katanya. "Adik In,
mari kau mencobai!"
Matanya Sin Cu liehay, ia melihat karcis nama merah yang
besar di dalam tempat kuwe itu, bunyinya "Pata Sanjin."
Diam-diam ia terkejut. Belum lagi ia mengatakan sesuatu, di
luar terdengar suara orang berisik sekali dan satu pegawai
lantas masuk memberitahukannya: "Ada seorang pembesar
mohon bertemu sama Thio Tayhiapl'
Liong Teng tidak dapat mencegah terkejutnya sedang In
Lui mengerutkan kening.
"Mustahilkah si pengantar kuwe datang sendiri!" mendugaduga
nyonya ini. "Apa benar di dalam istana ada orang
sedemikian liehay?"
Nyonya ini memegang sepotong kuwe tetapi ia tidak berani
lantas memakannya.
Tan Hong sebaliknya, bersikap tetap tenang.
1135 "Adik In," katanya bersenyum, "sebenarnya kali ini kita
datang ke kota raja tanpa ingatan akan membikin repot pada
sahabat-sahabat kita, siapa tahu toh ada orang pandai yang
telah membingkiskan kuwe kepada kita! Dan sekarang pula
ada pembesar negeri datang mengunjungi, sungguh inilah
suatu kebahagiaan!"
In Lui tercengang. Di dalam hatinya ia kata: "Mengapa kau
ketahui itu adalah dari dua rombongan orang?"
Tan Hong tidak mengambil mumat tercengangnya isterinya
itu, sambil memandangi Liong Teng, sambil tertawa ia
berkata: "Seorang pembesar datang berkunjung, aku tidak
keluar menyambut saja sudah berarti kepala besar, maka itu
bagaimana dia dapat dicegah" Tolonglah supaya dia diantar
masuk!" Tenang juga hatinya Liong Teng mendapatkan sahabatnya
ini tabah, maka itu, ia lantas suruh pegawainya
mempersilahkan tetamunya masuk.
Tan Hong sendiri menjumput pit dengan apa ia lantas
menulis surat balasan penghaturan terima kasih. Sambil
tertawa ia berkata: "Terpaksa, janjinya Pata Sanjin harus
ditunda untuk beberapa hari!"
Lalu ia mengambil lengkeng dari tempat kuwe, yang mana
ia jejalkan di tangannya Siauw Houwcu, si bocah yang sedari
tadi berdiam saja. Sambil berbuat begitu, sambil tertawa ia
berkata: "Eh, bocah doyan makan, mengapa kau
menghentikan mulutmu" Pergilah kau makan ini di dalam!"
Sengaja Tan Hong berbuat demikian, untuk menyingkirkan
bocah itu. Ia melihat ketegangan orang piauwkiok sedang si
1136 bocah terlihat sudah mengepal-ngepal tangannya, dari itu
hendak ia meredahkan suasana tak diingin itu.
Pintu kamar sudah lantas dipentang, lalu nampak seorang
dengan seragam Gielimkun mendatangi dengan tindakan
sepatunya yang berat, hingga setiap tindaknya itu
meninggalkan bekas dari melesaknya jubin.
Tan Hong melihat itu, ia tahu orang hendak mempamerkan
kepandaiannya, ia menyambutnya itu dengan hanya
bersenyum. Nyatalah pahlawan Gielimkun itu bernama Cee Hong, salah
satu dari Lima Harimau Istana. Dalam ilmu silat ia hanya
berada di bawahan Yang Cong Hay dan Law Tong Sun dan di
atasannya Tonghong Lok. Setelah menindak di tangga, ia
menanya dengan nyaring: "Yang mana Tuan Thio Tan Hong"
Lekas mengundurkan orang-orang di kiri kanan, untuk
menyambut firman Sri Baginda!"
Belum berhenti suara jumawa itu, menyusullah suara
tertawa dingin dari luar jendela, yang mana pun disusul lagi
dengan suara senjata rahasia yang mengaung yang
mendenyutkan hati, sebab beberapa buah senjata rahasia
yang berupa piauw menyambar masuk.
"Berontak! Berontak!" berseru Cee Hong dengan murka. Ia
lantas menggeraki kedua tangannya ke arah dari mana
senjata-senjata rahasia itu datang, untuk menangkis. Ia
memang pandai Hokhouw Ciang, kuntauw Tangan
Menaklukkan Harimau, maka itu tak memandang mata segala
piauw yang umum, ia menyangka tangkisan-nya itu akan
membuatnya senjata rahasia meluruk jatuh. Tapi ia telah
keliru menduga.
1137 Keras suaranya piauw itu tetapi datangnya lambat,
datangnya pun di arah lima penjuru, empat merupakan
pesegi, yang ke lima datang di sama tengah. Dengan begitu
Harimau Gielimkun itu dibuatnya kaget.
Selagi tetamunya terancam bahaya itu, Tan Hong
bersenyum, tangannya menjumput beberapa butir biji
lengkeng, terus tangannya itu diayun sambil ia sendiri berkata
dengan nyaring: "Terima kasih untuk perhatianmu, sahabat di
luar kamar! Thio Tan Hong dapat melayaninya!"
Hampir berbareng dengan itu terdengarlah empat suara
bentero-kan, yang berakibat empat buah piauw jatuh ke tanah
terhajar biji-biji lengkeng, hingga tinggal yang ke lima yang
meluncur terus kepada Cee Hong, mengarah pempilingan.
"Cee Tayjin jangan bergerak, agar kau tak kesalahan
terlukai" berkata In Lui sambil tertawa seraya tangannya
menimpuk dengan kuwe yang berada di dalam
genggemannya. Piauw terkena kuwe, bentrokannya tak memberikan suara,
keduanya jatuh di atas meja teh, meja itu tidak lecet.
Demikian Tan Hong dan isteri memperlihatkan
kepandaiannya hingga karenanya Cee Hong yang tadi
demikian besar kepala, sekarang menjadi berdiri menjublak
hingga sekian lama...
Tan Hong sendiri sudah lantas mengangkat surat
penghaturan terima kasihnya, ia bawa itu ke depan mulutnya,
untuk ditiup, atas mana kertas itu terbawa angin terbang
keluar tembok pekarangan dari mana lantas terdengar suara:
"Sungguh liehay! Baiklah, di tiamciang tay saja kita nanti
bertemu pula!"
1138 Tiamciang tay itu ialah panggung perwira peranti
mendaftarkan nama.
Tan Hong tidak membilang suatu apa atas suara orang itu,
ia hanya tertawa.
"Cee Tayjin kaget..." katanya. "Silahkan duduk!"
Harimau Gielimkun itu tidak berani duduk, bahkan
tubuhnya bergemetar. Ketika ia berkata, suaranya pun sabar:
"Cee Hong tongnia dari Gielimkun membawa firman Sri
Baginda untuk menghadap Thio Tayhiap, maka itu tolong
tayhiap menitahkan mundur orang-orang di kiri kanan!"
"Aku bukannya seatasanmu, untuk apa kau menghadap
padaku?" berkata Tan Hong sabar. "Kau duduklah! Adik In,
pergi kau bersama Sin Cu masuk ke dalam." Ia mengulurkan
sebelah tangannya, memegang pelahan tangan isterinya
seraya ia menambahkan: "Kuwe Souwciu ini lezad sekali,
tolong kau tinggalkan dua potong untukku sebentar."
"Aku tahu!" sahut sang isteri tertawa, lalu dengan
menuntun Sin Cu ia pergi ke dalam.
Liong Teng heran menyaksikan sikapnya Nyonya Thio itu.
Tadinya si nyonya bersikap tegang akan tetapi sekarang ia
tabah, bahkan tenang luar biasa.
"Inilah Liong Piauwsu yang menjadi sahabat karibku," kata
Tan Hong kemudian memperkenalkan tuan rumah yang
menjadi sahabatnya itu, "maka itu, harap Cee Tayjin menanti
sebentar, hendak aku bicara dulu dengannya, setelah itu baru
aku menyambut firman. Toh belum terlambat, bukan?"
1139 Cee Hong tidak berani mencegah, dengan tidak banyak
omong, ia berduduk.
"Jangan sungkan, Cee Tayjin," Tan Hong berkata pula.
"Silahkan minum tehnya dan dahar kuwenya!" Kemudian ia
berpaling kepada tuan rumah seraya berkata: "Liong Toako,
aku ada mempunyai serupa barang untuk dipersembah
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepadamu." Dan ia merogo sakunya mengasi keluar sepucuk
surat, yang mana ia serahkan pada itu piauwsu.
Liong Teng menyambuti untuk segera mengundurkan diri.
Di luar ia periksa surat itu yang diberikuti cheque dari sebuah
bank paling terkenal di kota Souwciu, jumlahnya tiga puluh
ribu tail perak. Suratnya berbunyi ringkas saja:
"Di dalam tempo tiga hari, piauwkiok ini terjamin
keselamatannya."
Liong Teng terkejut akan tetapi ia mengarti. Itu artinya, di
dalam tempo tiga hari itu ia mesti membubarkan sekalian
pegawainya, untuk menutup perusahaannya itu, sedang uang
itu mesti segera ditukar di sebuah bank di kota Pakkhia itu,
untuk dipakai seperlunya ia tidak berani menerima itu uang
tetapi ia memang lagi kekurangan, terpaksa ia menerimanya
juga. "Biarlah lain kali aku membalas budinya," pikirnya. Ia
berterima kasih kepada Tan Hong, kecerdikan siapa ia kagumi.
Tan Hong seperti dapat meramalkan segala apa dan selalu
telah siap sedia untuk melayani sesuatu. Hal ini membuatnya
berhati lega. Tidak lama berselang terlihat Tan Hong keluar bersamasama
Cee Hong, sambil tertawa riang ia berkata kepada tuan
rumahnya: "Kau lihat datangku ke kota raja kali ini, sungguh
aku beruntung! Bukan saja ada sahabat yang mengantarkan
1140 kuwe kepadaku, bahkan Sri Baginda juga mengundang aku
menghadirkan pesta di istana! Ha ha, Liong Toako, kau gemar
minum arak, nanti pulangnya aku membawakan sebotol arak
istana untukmu mengicipinya!" Terus ia menepuk-nepuk
bajunya, tingkahnya sederhana, mirip dengan orang yang
hendak mengunjungi pesta sahabatnya. Dengan wajar ia terus
pergi bersama Harimau Geliemkun itu.
Sebenarnya, dengan kedatangannya ke kota raja itu, Tan
Hong memikir mencari ketika yang baik untuk menemui Kaisar
Kie Tin. Ia mau mendayakan terhapusnya bahaya perang yang
merusak itu sekalian untuk mengadakan persekutuan
Tiongkok Iran. Ada lagi dua maksudnya yang lain. Tapi ia
tahu baik kaisar membenci padanya, maka itu selama
setengah bulan berada di Pakkhia ini, ia sudah mengatur
segala apa. Ia hanya tidak menyangka, mata-mata raja sudah
lantas dapat mengetahui kedatangannya itu dan ia segera
ditemui untuk diundang ke istana.
Perjalanan dari piauwkiok ke istana cuma meminta tempo
tak lebih setengah jam, maka di lain saat Cee Hong sudah
mangantar orang undangannya jalan di dalam taman raja,
terus melintasi beberapa istana hingga tiba di ranggon Bansiu
Kok, yang pernahnya di ujung timur dari taman itu. Itulah
tempat peranti raja menjamu menteri-menteri
kepercayaannya.
Ketika itu sudah magrib, api dinyalakan terang-terang.
Maka segala apa nampak tegas. Di situ diatur tiga buah meja.
Meja kaisar ialah yang di tengah. Di kiri tampak In Tiong. Meja
sebelah kanan masih kosong. Terang itu untuknya, pikir Tan
Hong. Di kiri dan kanan berdiri sejumlah pahlawan, melihat
siapa, hati orang she Thio ini berdenyut juga.
Di kiri dan kanan Kaisar Kie Tin berdiri pula empat orang
lain. Mereka itu tidak mengenakan seragam. Yang satu ialah
1141 seorang imam, dan Tan Hong kenali Tek Seng Siangjin.
Orang di sampingnya dia ini, yang memakai baju kasar
dengan makwa besar, yang tangannya cuma satu, Touw Liong
Cuncia adanya. Tangan kanannya itu lenyap dalam pertempuran di
Thiamkhong San, dibikin patah oleh In Tiong yang menggunai
tenaga besar Taylek Kimkong Ciu. Karena ini tidak heran kalau
dia mengawasi si orang she In dengan mata tajam.
Dari dua orang yang lainnya, yang satu berusia kurang
lebih empat puluh tahun, tubuhnya besar dan kekar, bajunya
baju panjang sutera tetapi dandannya tidak keruan, bukan
sasterawan bukan imam. Orang ini tak dikenal Tan Hong.
Orang yang ke empat, yang berdiri paling dekat dengan
kaisar ialah seorang tua dengan romannya istimewa, karena
jidatnya menjulang tinggi, pempilingannya munjul, sedang
hidungnya bengkung, matanya celong dan tajam. Yang lebih
menyolok mata ialah kedua tangannya merah sebagai cusee,
sepuhan. Diam-diam Tan Hong memikir. Ia tidak usah kuatir untuk
Tek Seng Siangjin dan Touw Liong Cuncia, tidak perduli
mereka ini orang kosen kelas satu. Yang ia mesti perhatikan
ialah orang tua itu. Ia menduga dialah Cio Hong Po, satu guru
silat yang menjagoi di kalangan Rimba Persilatan, yang
tersohor untuk ilmu silatnya Hunkin Cokut ciu, ilmu silat
Memecah Otot Mematahkan Tulang. Pula si orang yang ketiga
tak dapat dipandang ringan. Maka itu, ia bersiaga, tetapi pada
wajahnya ia tidak mengentarakan sesuatu. Dengan sabar ia
bertindak memasuki Bansiu Kok.
Dengan lantas Kaisar Kie Tin kata sambil tertawa pada
Yang Cong Hay, yang turut hadir bersama pahlawan-pahlawan
1142 rekan atau sebawahannya: "Aku telah bilang Thio Sianseng
pasti bakal datang, kau lihat sekarang, dugaanku tidak salah!"
"Firman Sri Baginda..." menyahut Yang Cong Hay.
Sebenarnya pahlawan ini hendak memuji junjungannya itu
dengan menyebut pengaruh firmannya, tetapi ia dipegat
tertawanya raja, yang tertawa berkakak, yang pun berkata
pula: "Thio Sianseng ada enghiong besar, hookiat besar dari
ini jaman, mana ada aturan dia tidak bakal datang!"
Mendengar itu, Tan Hong bersenyum.
"Tidak berani hambamu menerima sebutan enghiong dan
hookiat besar!" ia berkata. "Hanya benar pada sepuluh tahun
dulu Tan Hong berani datang ke negeri Watzu untuk
menghadap Sri Baginda, sedang hari ini, di dalam wilayah
negara sendiri, dengan menerima panggilan firman, mana
dapat Tan Hong jeri untuk datang juga?"
Wajah Kie Tin ber-semu merah karena disebutnya peristiwa
sepuluh tahun itu. Tapi ia menetapkan hati, ia paksakan diri
untuk tertawa. "Benar!" katanya. " Tim dengan Thio Sianseng memang
ada sahabat-sahabat karib!"
Tan Hong tertawa lebar.
"Itulah pujian yang tak berani kuterima!" katanya. "Jaman
sekarang ini lain daripada jaman dahulu itu. Dahulu hari Sri
Baginda tinggal di dalam penjara dari negara musuh, baju
yang dipakai baju tipis, yang didahar pun beras kasar, tetapi
sekarang ini Sri Baginda tinggal di dalam istana dengan
loneng-loneng batu kumala yang terukir, jubahnya pun jubah
naga yang tersulam indah, yang didahar ialah masakanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
1143 masakan istimewa yang lezad! Haha! Inilah perbedaan
bagaikan langit dan bumi! Maka syukur sekali Sri Baginda
masih mengingat persahabatan dahulu hari itu!"
Kata-kata itu membuatnya pias wajahnya semua hadirin di
ruang istana itu.
Kaisar gusar bukan main, tetapi ia mencoba menguasai
dirinya. Ia mesti pegang teguh keagungannya sebagai raja.
Maka juga ia tertawa, walaupun dengan kering. Ia kata:
"Sepuluh tahun sudah kita tidak bertemu, Thio Sianseng, tetap
jumawa tak kalah daripada dahulu hari itu! Hong Po,
ambilkanlah kursi untuk mengundang Thio Sianseng
berduduk!"
Diam-diam Tan Hong mengerutkan kening. Benar saja
orang tua itu Cio Hong Po adanya, ialah gurunya Tayiwee
Congkoan Law Tong Sun. Dengan diam-diam juga ia lantas
memperhatikan gerak-geriknya jago Hunkin Cokut Ciu itu.
Dengan sikapnya hati-hati sekali, Cio Hong Po mengangkat
sebuah kursi, ia bawa itu untuk diletaki dengan perlahanlahan.
"Sri Baginda menghadiahkan tempat duduk!" katanya
dengan nyaring.
Sebagai ahli, Thio Tan Hong mengetahui orang telah
mengerahkan tenaga dalam, dengan itu kursi itu telah dibikin
rusak bagian dalamnya, bagai tauwhu empuknya, maka kalau
ia duduk di situ, pasti kursi itu akan ambruk sendirinya. Tapi ia
berpura-pura tidak mengetahui itu.
"Terima kasih!" katanya seraya melirik kursi itu. Ia pun
berkata dengan menghadapi kursi, maka suara napasnya
mengenakan alat tempat duduk itu.
1144 Segeralah terjadi sesuatu yang menajubkan. Agaknya Tan
Hong meniup debu kursi itu, akan tetapi akibatnya luar biasa
sekali. Bukan debu-debu yang terbang berhamburan, hanya
kursinya sendiri yang ambruk menjadi setumpukan debu,
antaranya ada yang melayang-layang!
Kaisar kaget hingga mukanya pucat, sedang Cio Hong Po
menjadi sangat likat. Memang Tan Hong merusak kursi
dengan meminjam tenaga dalamnya Hong Po, akan tetapi
tiupan itu memang dahsyat, maka juga Kie Tin, yang tidak
mengetahui itu, hatinya goncang.
Bukan main mendongkolnya Cio Hong Po mendapatkan Tan
Hong menggunai kecerdikannya itu untuk membuatnya
mendapat malu, tetapi di dalam keadaan seperti itu, tidak
dapat ia mengumbar hawa marahnya, maka dengan terpaksa
ia mengambil sebuah kursi lain.
Tan Hong tertawa dan berkata: "Kursi-kursi yang sudah tua
di istana harus ditukar dengan yang baru! Tapi ah, ini satu
nampaknya masih cukup kuat..." Dan dengan toapan ia
bercokol di atas kursi itu.
"Terima kasih!" ia berkata pada Hong Po kepada siapa ia
mengangguk. Mukanya jago she Cio itu merah, tetapi ia berdiam saja.
Lantas ia mengambil tempat di belakang orang, matanya
saban-saban melirik kepada kaisar, supaya, asal kaisar itu
mengedipi mata, ia bisa turun tangan, untuk mematahkan
tulang-tulangnya Tan Hong!
Kaisar menanti sampai tetamunya sudah berduduk, baru ia
membuka mulutnya.
1145 "Thio sianseng," katanya, dingin, "kabarnya kau telah
menerima seorang murid wanita yang kau sangat
menyayanginya, ialah puterinya Ie Kiam, apakah kau
mengajak datang ke kota raja ini?"
"Tunggu saja nanti setelah penasarannya Ie Kokloo dapat
dilampiaskan, hingga segala apa menjadi terang jelas di
seluruh negara, akan aku bawa dia menghadap Sri Baginda,"
menjawab Tan Hong tenang.
"Hm!" Kie Tin mengejek. "Apakah kau tidak ketahui Ie Kiam
itu mendurhaka terhadap tim Sudah bagus yang tim telah
membebaskan dia dari hukum picis!"
"Akan tetapi, Sri Baginda," berkata Tan Hong, pun dengan
tawar. "Ingatkah peristiwa dahulu hari itu ketika Ie Kokloo
datang menyambut Sri Baginda pulang ke negara" Bukankah
Sri Baginda yang mengatakannya sendiri, berjanji bahwa
untuk selama-lamanya Ie Kokloo tidak bakal dihukum mati?"
"Thio Tan Hong, kau sangat kurang ajar!" Yang Cong Hay
membentak tanpa menanti tanda atau titah dari rajanya.
Raja pun lantas berkata: "Ie Kiam itu sudah mendurhaka,
karena selagi tim dalam kesusahan dia sudah mengangkat
seorang raja baru, maka itu meskipun ia mempunyai kimpay,
dia tidak dapat bebas dari dosa tak berampun! Thio Sianseng ,
sungguh tim tidak mengarti, mengapa kau tetap hendak
menya-terukan timi"
Tan Hong kembali tertawa dingin.
"Jikalau aku menyaterukan Sri Baginda," katanya nyaring,
"maka aku kuatir sampai hari ini Sri Baginda masih merasakan
tusukannya angin dingin dari negara Watzu yang merajuk ke
tulang-tulang hingga tak tertahan sakitnya!"
1146 Berubah air mukanya kaisar.
"Dahulu hari itu kau telah melepas budi terhadap tim"
katanya, keras. "Budi itu telah tim catat, dari itu tak usahlah
kau mengungkat-ungkatnya pula."
"Baiklah!" Tan Hong tertawa tawar. "Segala apa sudah
lewat, segala kejadian dulu itu jangan ditimbulkan pula!
Karena itu, mari kita bicara dari hal sekarang..."
"Baiklah," berkata raja. "Yap Cong Liu paman dan
keponakan bersama-sama Pit Kheng Thian sudah menerbitkan
huru hara di Kanglam, syukur Pit Kheng Thian itu insaf akan
kekeliruannya, dia telah menyatakan suka menakluk terhadap
tim. Tidak demikianlah Cong Liu, benar dia sudah
menyingkirkan diri entah ke mana tetapi di Tunkee masih ada
Yap Seng Lim yang berkepala batu. Tim dengar Yap Seng Lim
itu keponakan muridmu, maka sekarang, kalau benar kau
tidak menyaterukan aku, tim minta sukalah kau menulis surat
kepadanya supaya dia suka datang menakluk."
Tan Hong tertawa.
"Kiranya sepucuk surat dari Thio Tan Hong ada sedemikian
berharga hingga dia mendapatkan hadiah pesta ini!" katanya.
"Inilah perbuatan yang bisa membikin Tan Hong kaget karena
sangat dimanjainya! Tetapi, Sri Baginda, Tan Hong pun ada
mempunyai tiga syarat untuk diajukan kepada Sri Baginda."
Kie Tin tahu ia disindir, ia merasa sangat tidak senang.
"Kau bilanglah!" katanya, suaranya dalam, tanda ia
menahan sabar. 1147 "Syarat yang pertama tadi telah disebutkan," berkata Tan
Hong. "alah aku mohon Sri Baginda mengumumkan kepada
seluruh negara supaya penasarannya Ie Kokloo dapat dicuci
bersih." "Yang kedua?" kaisar tanya.
"Yang kedua ialah aku bersedia akan menulis surat kepada
Yap Seng Lim untuk minta ia datang menakluk," kata Tan
Hong, "tetapi dalam hal ini aku percaya tidak nanti Seng Lim
suka menyerah. Maka itu untuk kebaikannya kedua pihak, baik
Seng Lim dibiarkan membawa pasukan perangnya sendiri
menyingkir ke kepulauan Couwsen untuk dia berdiam di sana.
Dengan begitu, tenaganya itu dapat dipakai untuk membela
negara, guna dia menahan serbuannya perompak-perompak
bangsa kate (pendek). Keuntungan lainnya ialah pemerintah
tak usah memberi gaji dan rangsum kepada pasukan pembela
negara itu. Umpama kata Sri Baginda hendak melindungi
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
muka pemerintah, bolehlah dia dianugerahkan sesuatu
pangkat, agar di kepulauan itu dia dapat mengangkat dirinya
menjadi raja muda. Tidakkah itu namanya dialah suatu
menteri dari kerajaan Beng yang terbesar" Bukankah ini daya
kebaikan untuk kedua belah pihak?"
Tergerak juga Kie Tin atas usul ini. Tetapi hanya sejenak, ia
sudah memikir lainnya lagi. Ia terpengaruh, hingga ia
berkuatir, oleh kata-kata, "Memelihara harimau berarti
bencana mengeram di dalam." Maka itu, ia lantas berdiam.
"Sekarang syarat yang ketiga," kata Tan Hong tanpa ia
perdulikan raja itu.
"Ah, mulut Thio Sianseng tentu sudah kering bekas bicara
saja, baiklah kau minum secangkir arak untuk
membasahkannya," berkata raja. "In Conggoan , kau pun
silahkan minum bersama!"
1148 Kie Tin sendiri mengangkat poci arak, menuang isinya ke
dalam tiga buah cawan, kemudian ia menitahkan Yang Cong
Hay membawakan itu kepada Tan Hong dan In Tiong.
Tan Hong yang dibawakan lebih dulu, selagi menyambuti
arak untuknya, ia merampas juga arak untuk In Tiong itu,
sambil berbuat begitu, ia kata sembari tertawa: "In Conggoan
tidak kuat minum, biarlah aku yang mewakilkannya!"
Dengan lantas ia mencegluk araknya, atau dengan lantas
juga ia membuka mulutnya menyemburkan arak itu, hingga di
antara bau harumnya, arak meluncur kepada Yang Cong Hay!
Cio Hong Po sebat, ia membentur Cong Hay hingga orang
tertolak ke samping dan karenanya dia tak kena tersembur.
"Thio Tan Hong!" menegur Hong Po, "di depan Sri Baginda
kau berani berlaku kurang ajar!"
Sementara itu arak itu mengenai seorang pahlawan di
belakang Cong Hay, muka dia itu lantas saja melepuh seperti
bekas kena api.
Poci arak itu ada sebuah poci rahasia, di dalamnya terbagi
dua, arak untuk raja sendiri arak istana, yang bersih, tetapi
yang untuk Tan Hong, telah dicampurkan racun. Tan Hong
bercuriga, maka ia ambil tindakannya itu. Syukur Cong Hay
ditolongi Hong Po, kalau tidak tentulah ia menjadi kurban.
Menyusul tegurannya Hong Po itu, terdengar lagi bentakan
lain dibarengi sama berkelebatnya golok. Itulah Touw Liong
Cuncia, yang menghunus goloknya seraya terus menyerang.
Thio Tan Hong tertawa bergelak dan berkata: "Aku tidak
sangka aku seorang rakyat jelata telah begini dicintai raja
1149 hingga diundang menghadirkan pesta Hongbun Hwee!"
Sembari berkata begitu, ia mengebut dengan tangan bajunya,
menyampok goloknya Touw Liong Cuncia, sebuah golok
beracun, sedang lain tangannya, tangan kiri, menangkis
sambarannya Cio Hong Po, yang pun terus menjambak
kepadanya, untuk dicengkeram.
Touw Liong Cuncia menjerit keras, goloknya mental
terbang, tubuhnya terguling roboh akibat sampokan itu.
Tek Seng Siangjin sudah bersiap untuk membantu
menyerang dengan kebutannya, akan tetapi menyaksikan
liehaynya Tan Hong, ia tidak berani berlaku sembrono.
Cio Hong Po tidak berhenti sampai di situ setelah
sambarannya tidak mengenai sasarannya, ia membalik
telapakan tangannya, untuk terus menyerang lebih jauh.
Kedua tangan ben-terok dengan keras, tubuh Tan Hong
mundur dua tindak. Sebenarnya Tan Hong hendak menguji
tenaganya Hong Po, tetapi sebab ia berbareng melayani Touw
Liong Cuncia, tenaganya itu terbagi, sedang tenaga dalam
mereka berdua hampir berimbang.
Hong Po seorang ahli silat liehay, ia mengarti sebab
mundurnya Tan Hong itu. Ia kata dalam hatinya: "Tan Hong
baru menggunai lima bagian dari tenaganya, dengan itu ia
dapat membebaskan diri dari tenagaku seribu kati, benar dia
liehay, pantas dia dihormati banyak jago tua."
"Sayang, sayang..." lalu terdengar suaranya Tan Hong.
"Sayang apa?" tanya Hong Po heran.
"Sayang kau seorang ahli silat kenamaan di Utara dan
sudah berusia lanjut juga, kau kena dipedayakan muridmu,
hingga kau menjadi budak orang!" menyahut Tan Hong.
1150 Hong Po menjadi gusar, hingga ia membentak: "Sekalipun
gurumu, Cia Thian Hoa, bertemu dengan aku dengan hormat
ia memanggil aku cianpwee! Tahukah kau itu?"
"Maka itu juga, seorang harus bisa menempatkan dirinya!"
sahut Tan Hong. "Orang mesti berhati-hati. Tetapi kau, dalam
usia lanjutnya ini, kau berpikiran gelap, kau kesudian menjadi
budak orang! Kau sendiri yang membuatnya dirimu dipandang
rendah lebih dulu, habis, ada sangkutan apakah dengan aku?"
Tan Hong berkata-kata dengan nasihat campur sindiran,
Cio Hong Po tidak dapat menguasai dirinya lagi, sambil
berseru ia menyerang pula, dengan tangan kirinya.
Tan Hong berkelit dengan menggeser kakinya menurut
jurus "Sang naga jalan mutar," atas mana ia disambar lebih
jauh dengan tangan kanan si orang tua.
Tan Hong membela diri dengan sebelah tangan menjaga
dadanya, tangan yang lain menghalau serangan. Ia
menggunai ilmu silat "Siemie Cianghoat" yang dapat
membebaskan diri dari tiga serangan beruntun. Selagi
membela diri, ia melirik ke arah In Tiong, ia mendapatkan
conggoan itu, berbangkit dengan tegar tetapi berkata dengan
suara sedih: "Sri Baginda, aku mohon tanya, keluarga In
bersetia turun temurun, maka apakah salah dosanya maka
dua kali kami dihadiahkan arak beracun?"
Pertanyaan ini disebabkan In Ceng, ialah kakek In Tiong,
ketika dulu diutus ke negeri Watzu, di sana ia menampak
kesengsaraan, akan tetapi ketika ia kembali dengan selamat,
Kie Tin menghadiahkan dia arak tercampur racun dan
terbinasa karenanya. Maka itu sekarang di depan raja sendiri,
In Tiong menegur.
1151 Kie Tin terbengong menyaksikan Tan Hong tidak kena
diracuni, bahkan dia dapat menyerang Yang Cong Hay dan
sekarang jadi bertarung seruh sama Cio Hong Po, sedang ia
kaget dan heran itu, ia mendengar tegurannya In Tiong ini.
"Apa kau bilang?" ia tanya, terkejut, matanya di pentang
lebar. In Tiong tengah bersedih dan mendongkol, maka ia
menyahuti dengan keras: "Aku numpang tanya tentang
undang-undang pemerintah, apakah siapa bersetia membela
negara dia mesti menerima hukuman mati dengan
diminumkan arak beracun?"
"Eh, apakah kau bilang?" raja menanya, air mukanya
berubah keren. "Kakekku diutus ke negara asing, buat dua puluh tahun dia
hidup sengsara dengan menggembala kuda di sana," kata In
Conggoan, "atas jasanya itu, seluruh pemerintah memuji
kakekku itu, yang telah dibandingkan dengan Souw Bu, hingga
namanya pantas dicatat dalam hikayat, akan tetapi begitu dia
pulang, dia disambut sama arak raja yang dicampuri racun!
Aku In Tiong, aku tidak berjasa benar seperti kakekku itu, aku
toh pernah bekerja untuk Sri Baginda, aku telah diutus ke
negeri Watzu menyambut Sri Baginda pulang, maka itu aku
mau tanya, kenapa Sri Baginda berbuat terhadapku seperti
terhadap kakekku itu?"
Ditanya begitu, Kie Tin tidak dapat menjawab.
Justeru itu si orang tua, yang dandan sebagai anak
sekolah, yang romannya kasar membentak: "In Tiong
mengucapkan penasarannya, dia harus dibikin mati!"
In Tiong menjadi sangat gusar hingga ia berjingkrak.
1152 Selagi suasana sangat tegang itu, tiba-tiba terdengar suara
nyaring dari beradunya gelang, mendengar apa semua busu
menjadi berdiam, hingga ruang menjadi sangat sunyi. Si
pelajar yang kasar itu pun berdiri diam dengan sikapnya
sangat menghormat.
Di situ segera tertampak munculnya dua pasang pria dan
wanita, yang jalan di depan ialah seorang muda usia dua
puluh lebih, pakaiannya perlente, sedang yang berjalan di
tengah, mirip sepasang suami isteri, yang wanita berambut
merah sebagai orang asing. Yang jalan di paling belakang
ialah seorang wanita usia pertengahan yang romannya cantik,
yang In Tiong kenali sebagai In Lui, adiknya.
Sekonyong-konyong Kaisar Kie Tin tertawa.
"In Conggoan, kau salah paham!" katanya nyaring.
"Kakekmu itu difitnah oleh dorna Ong Cin, sakit hatinya itu
telah tim cuci bersih! Arak tim hari ini adalah arak obat
Sipcoan Toapouwciu, kenapa kau curiga tidak keruan"
Apakah kau tidak melihat yang tim sendiri pun telah minum
itu?" "Apakah kau sangka aku satu bocah cilik?" kata In Tiong
dalam hatinya. Ia sudah hendak mengambil sikap keras itu
tatkala ia melihat Tan Hong melirik padanya berulang-ulang,
memberi tanda untuk ia jangan sembrono. Tan Hong memberi
isyaratnya sambil dia terus melayani Cio Hong Po.
Setibanya itu empat orang, si anak muda lantas menekuk
lutut untuk mendekam menghadap raja: "Huong Banswee,
sinjie datang menghadap!"
"Kau, Kian Cim!" berkata raja. "Ada apa kau datang ke
mari?" 1153 Anak muda itu menyahuti: "Puteri dari Iran dari tempat
yang jauh datang berkunjung, sinjie menemani dia
menghadap huong," (Sinjie ialah anak raja membasahkan
dirinya sendiri, dan huong ialah panggilan untuk ayah yang
menjadi raja). Anak muda itu memang thaycu, putera mahkota dari Kie
Tin. Ia muncul dengan maksud sengaja. Lebih dulu daripada
itu, guna mencapai maksudnya menghadap raja, Tan Hong
telah memikirkan jalannya. Ia ingat putera mahkota itu,
seorang anak muda yang polos, yang katanya bercita-cita
besar, maka ia hendak mengandali putera itu. Ia pun
mengharap, kalau thaycu dan pihak Iran sudah berserikat,
mereka bersama dapat menyerang bangsa Tartar. Thaycu
suka bekerja sama Tan Hong, hanya, belum dia sempat
menghadap ayahnya, Tan Hong sudah lebih dulu kena
diundang raja. Sebelum Tan Hong berangkat ke istana, ia
sudah memberi kisikan pada In Lui, supaya isterinya segera
menemui thaycu. Maka itu, thaycu bisa muncul di saat
ketegangan. Puteri Iran dan suaminya, Toan Teng Khong,
memang dari siang-siang telah tinggal secara rahasia di dalam
istana thaycu itu.
Puteri Iran pun segera memberi hormatnya pada kaisar,
dengan suara merdu ia berkata: "Puteri Iran bersama
menantu raja, Toan Teng Khong, menghadap Sri Baginda Raja
Kerajaan Beng yang maha agung, kami mewakilkan Raja Iran
menyampaikan hormat sehormatnya kepada Sri Baginda serta
juga memujikan Sri Baginda berbahagia dan panjang umur,
rakyatnya selamat santausa dan negaranya makmur!"
Puteri ini bicara dalam bahasa Tionghoa, yang ia telah
apalkan setahu berapa ratus kali, maka itu ia bisa
mengucapkannya dengan baik, hingga, mendengar itu,
senang hatinya kaisar. Ia juga girang ada negara besar yang
1154 menghunjuk hormat padanya, sedang pada masa itu, selagi
pemerintah Beng lemah, ada negeri-negeri kecil yang sungkan
membayar upeti.
Toan Teng Khong pun lantas memberi hormat, bahkan
sambil berlutut. Ia menjadi menantu raja Iran tetapi ia tetap
rakyat kerajaan Beng, maka itu ia tidak hendak berlaku kurang
hormat. Habis itu, thaycu pun berkata: "Toan Huma ini ialah buyut
generasi ke delapan dari Toan Pengciangsu dari Tali dan ia
adalah saudara dari Toan Teng Peng, pengciangsu yang
sekarang, Toan Huma sendiri, semenjak tujuh turunan, telah
tinggal di Iran dan baru sekarang ia kembali ke negerinya."
Mendengar keterangan itu, hati Kie Tin tergerak juga.
"Kongcu bersama huma datang menghadap, ada urusan
apakah?" ia menanya. Ia memanggil "kongcu (tuan puteri),
kepada puteri Iran itu.
Puteri itu tidak paham bahasa Tionghoa, ia kurang
mengarti, maka itu Toan Teng Khong lantas menyalin
perkataan raja.
Mendengar demikian, ia tertawa, sambil menunjuk Thio
Tan Hong, ia memberikan jawabannya dalam bahasanya
sendiri, maka lagi sekali suaminya mesti menjadi juru bahasa.
Kata Teng Khong: "Puteri Iran telah memberikan kekuasaan
kepada Thio Sianseng untuk Thio Sianseng menjadi wakilnya
dengan kekuasaan penuh untuk berbicara dengan Sri Baginda
merundingkan soal persahabatan dan perserikatan di antara
kedua negara Tiongkok dan Iran."
Thaycu juga lantas mendekati ayahnya untuk berkata
dengan perlahan: "Kerajaan Iran ada kerajaan yang nomor
1155 satu besar di Asia, kekuatannya tidak lebih lemah daripada
negara kita, maka itu haraplah huong perlakukan dengan
hormat pada utusannya itu."
Kata-kata putera ini sebenarnya ada menurut ajarannya
Tan Hong, tetapi kata-kata itu diturut raja, maka itu,
pertempuran sudah lantas berhenti dan Thio Tan Hong
diundang duduk pula. Malah raja lantas menanya pendapat
yang luhur dari utusan Iran ini.
Tan Hong bersenyum.
"Inilah justeru itu urusan yang ketiga yang tadi hendak aku
menjelaskannya," ia berkata. "Itulah aku minta istimewa
kepada Sri Baginda untuk menganugerahkan Toan Teng
Khong menjadi hoan ong, atau raja muda turun temurun di
Tali, supaya dia menguasai semua suku bangsa dan
pembesar-pembesar di dalam seluruh wilayah Tali itu, sesudah
itu barulah di kirim utusan ke negeri Iran untuk mewartakan
agar raja Iran mendapat tahu yang puteri dan menantunya
telah mendapatkan perlakuan yang dihormati di Tiongkok."
"Hal ini dapat didamaikan," berkata Kie Tin mengangguk,
"hanya propinsi Inlam itu, semenjak Thaycouw Hong tee
membangun negara, telah turun menurun diserahkan kepada
Keluarga Bhok, kalau sekarang Tali hendak diangkat,
dipisahkan dari kekuasaannya, firman harus dikeluarkan untuk
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memberitahukan dia serta mesti dinantikan jawabannya dulu,
agar dengan begitu menjadi ternyata, terhadap menteri
berjasa dan turunannya, tim ada menaruh penghargaan."
Tan Hong berkata pula: "Dulu hari Iran pernah diilas
angkatan perang Mongolia, maka kalau di sana orang
menyebutnya 'bahaya kuning, orang takut bukan main. Dan
sekarang bangsa Tartar, yaitu negara Watzu, sedang kuatnya,
pengaruhnya sampai di Asia Tengah, berbatasan dengan
1156 negeri Iran, maka jikalau Sri Baginda mengirim utusan ke
Iran, untuk mengadakan perserikatan, untuk sama-sama
menjaga diri dari ancaman Tartar itu, pastilah raja Iran akan
menyatakan persetujuannya. Secara begitu juga, ancaman
bahaya untuk Tiongkok di bagian barat daya jadi dapat
diperkecil. Itu pun ada menguntungkan kedua belah pihak."
Kie Tin mengangguk, tidak perduli sebenarnya ia tak
menyenangi Tan Hong.
"Nyata Thio Sianseng memikir keselamatan negara," ia
berkata. "Maafkan pada tim. Silahkan minum tiga cawan arak!"
Setelah itu raja pun, menitahkan hambanya menyiapkan
presenan untuk Tan Hong.
Mendengar perkataan raja itu, muka In Tiong pucat, ia
kuatir raja nanti main gila lagi. Ketika dia ini tertawa dan
menjawab kaisar: "Tentang hadiah aku tidak dapat menerima,
tetapi arak tidaklah apa, untuk membasakan tenggorokan!"
Lalu tanpa bersangsi-sangsi, ia mencegluk kering tiga cawan
beruntun. Hati In Tiong berdenyutan, akan tetapi setelah
mendapatkan Tan Hong tidak kurang suatu apa, baru ia
merasa tenang pula. Sekarang dapat ia memikir: "Kie Tin
hendak membuat perserikatan dengan Iran, ia mesti berlaku
baik pada puteri Iran ini, karena Tan Hong sangat dipercayai
puteri Iran, apabila dia dibikin celaka, sama juga jembatan
dirusak. Benarlah, tidak dapat raja tidak berhati-hati."
Sebenarnya In Tiong membade hanya separuhnya. Kie Tin
jeri berbareng mengagumi Tan Hong. Ia tidak menyangka Tan
1157 Hong demikian liehay, bahkan puteri negara asing dapat
dipergunakan sebagai senjata olehnya.
Tan Hong lantas maju lagi satu tindak. Ia kata: "Sekarang
ini ancaman bencana tetap ada. Sudah bangsa Tartar
menjagoi di barat daya, juga ada gangguan bajak-bajak kate
(pendek) di tenggara, meski benar dia telah dilabrak tentara
rakyat, setiap waktu dia dapat mengacau pula. Dulu di timur
daya ada ancaman bangsa Manchu, yang mengumpul
kekuatan tentaranya di luar Sanhaykwan, senantiasa dia
mengintai Tionggoan, maka itu jikalau Sri Baginda tidak
meluaskan kebijaksanaan Sri Baginda serta pandai menggunai
tenaga tentara dan rakyat, aku kuatir nanti terulang peristiwa
Tobokpo yang kedua kali."
"Walaupun tim kurang bijaksana, tim rasa tim bukanlah
raja tolol," berkata Kie Tin, "maka kalau Thio Sianseng sudi
membantu pemerintah, inilah hal yang meminta pun tim tidak
berani. Sebaliknya, umpama Thio Sianseng tidak sudi
membantu tim , tim mengharap Sianseng tidak membantu
memperluas pengaruhnya kaum pemberontak."
Dengan ini kaisar menimbulkan pula soal gerakan tentara
rakyat di Kanglam. Mendengar itu, wajah Tan Hong tidak
berubah, bahkan sambil tertawa ia berkata: "Jikalau Sri
Baginda mau menangkis serangan dari luar dan memperbaiki
pemerintahan di dalam, rakyat negeri tentulah menunjang Sri
Baginda, kalau tidak, meskipun ada satu Pit Kheng Than yang
datang menakluk, di sana masih ada Yap Cong Liu yang kedua
yang nanti bangun pula!"
Kie Tin berdiam.
"Tiga syarat yang aku ke mukakan, semuanya tak sedap
untuk kuping," Tan Hong kata pula, "tetapi semua itu untuk
1158 kepentingan Sri Baginda sendiri. Dengan berserikat sama Iran,
pastilah Tartar dapat dipengaruhkan..."
"Bukankah dalam hal ini tim sudah menerima baik?" tanya
raja. "Aku mohon Sri Baginda membiarkan Yap Seng Lim
membelai semua kepulauan dan supaya dihentikan
pergerakan tentara menyerang tentara rakyat," kata Tan Hong
langsung tanpa memperdulikan perkataan raja itu.
Kie Tim mengerutkan kering.
"Hal ini baiklah dibicarakan lagi nanti," ujarnya.
Tetapi Tan Hong tidak memperdulikannya, ia berkata pula:
"Untuk mencuci penasarannya Ie Kokloo, haruslah Sri Baginda
mengeluarkan permakluman, supaya rakyat semua
mengetahui yang Sri Baginda sudah menginsafi kekeliruan dan
dapat memperbaiki kekeliruan itu, hingga Sri Baginda menjadi
seorang raja yang bijaksana. Dengan begitu saja maka
pastilah rakyat akan bersetia mati untuk rajanya."
Kie Tin murka bukan main, hingga wajahnya menjadi
guram. Maka dengan dingin ia kata: "Kelihatannya sudah
selayaknya tim mengangkat Sianseng menjadi juru penasihat!"
Terus ia memandang ke kiri dan kanan, kemudian seraya
menunjuk In Lui, ia menanya: "Adakah dia pembesar wanita
yang menemani puteri Iran?"
Atas pertanyaan itu, putera mahkota yang memberikan
jawabannya. "Nyonya ini ialah Nyonya Thio Sianseng," katanya. "Benar
nyonya inilah yang menemani puteri Iran."
1159 In Lui bertindak maju, ia berkata: "Cucu wanita dari In
Ceng, In Lui, menghadap Sri Baginda, dan aku pun
menghaturkan terima kasih untuk budi Sri Baginda kepada
keluarga kami beberapa turunan."
Kie Tin jengah.
"Kiranya ialah adik perempuanmu," katanya kepada In
Tiong. "Pantaslah kau lebih suka meninggalkan kedudukanmu
sebagai conggoan dan bersedia mengikuti iparmu pergi
merantau."
In Tiong mendongkol sekali akan tetapi ia menahan sabar.
Kie Tin tertawa, terus ia kata: "Baiklah, mari kita minum.
Urusan negara boleh dibicarakan pula lain kali!"
Tan Hong masih hendak membuka mulut ketika satu orang
kebiri muncul menyampaikan kata-kata perlahan kepada raja,
atas mana raja lantas berkata: "Permaisuri mendengar
kedatangan puteri Iran, ia menjadi girang sekali, maka itu ia
mengundang tuan puteri serta suaminya masuk ke keraton
untuk membuat pertemuan. Kian Cim, pergilah kau menemani
mereka bertemu sama ibumu."
Puteri Iran tidak tahu apa-apa, ia girang dengan undangan
itu, Tan Hong tetapi berkuatir, hanya dalam keadaan seperti
itu, ia tidak dapat mencegah.
Setelah puteri itu dan suaminya masuk ke keraton, Kie Tin
tertawa. "Kenapa Thio Sianseng tidak minum lebih jauh?" katanya.
Selagi Tan Hong belum menyahuti, Cio Hong Po sudah
berkata: "Thio Sianseng adalah ahli silat terbesar di jaman ini,
1160 tadi hamba sudah menerima pengajaran dari padanya, akan
tetapi kita belum mendapat kegembiraan sepenuhnya, dari itu
biarlah budakmu mempertunjuki lagi sesuatu guna membantu
menggembirakan pesta ini."
Kata-kata ini segera diiring perbuatannya. Dengan beruntun
ia menyentil tiga cangkir terisi arak di hadapannya, hingga
semua cangkir itu mental ke arah muka Thio Tan Hong.
Tan Hong tahu orang lagi membanggakan tenaga jeriji
tangannya, ia bersenyum, lekas-lekas ia membilang: "Aku si
orang she Thio mana berani menerima pemberian arak
kehormatan dari Loocianpwee, maka itu dengan meminjam
arak ini aku membalas menyuguhkan."
Ia pun menggunai kepandaian Itciesian dengan apa ia
mengembalikan ketiga cawan arak itu tanpa cangkirnya miring
atau araknya mengeplok, melihat mana para hadirin pada
memuji di dalam hatinya.
Akan tetapi itulah belum semua. Cio Hong Po hendak
membaliki pula ketiga cawan itu tapi mendadak, tepat di
hadapannya, cawan-cawan pada pecah sendirinya, sedang
semua cawan itu terbuat dari batu kumala yang kuat. Inilah ia
tidak pernah sangka, terpaksa ia mengibas dengan tangan
bajunya, menyam-pok araknya hingga arak itu muncrat ke
empat penjuru. Semua busu terkejut, semua lantas pada
berkelit, karena cipratan arak itu keras menyambernya, seperti
butir-butir peluru.
*** "Sungguh liehay!" Kie Tin memuji, terpaksa. "Seorang
mempertunjuki kepandaiannya tak sama dengan dua orang
berbareng, karena kamu sama-sama pandai, Cio Loosu,
1161 cobalah kau main-main sebentar sama Thio Sianseng, supaya
semua orang di sini, dapat membuka matanya."
"Baiklah!" sahut Hong Po nyaring, menerima titah itu,
bahkan ia lantas berlompat, melewati meja di depannya,
untuk terus menendang, gerakannya itu sangat gesit.
Walaupun orang bergerak dengan garang dan cepat itu,
orang melihatnya Thio Tan Hong, duduk tenang di kursinya,
hingga mereka menduga, tendangan itu pasti akan mengenai
sasarannya, sebab itulah yang dinamakan "Serangan
Jantung." Karena ini, walaupun semua busu telah dikisiki, Tan
Hong itulah musuh, mereka toh berseru sendirinya.
Sebagai akibat dari tendangan dahsyat itu, di situ terdengar
suara "Braak!" yang nyaring sekali, lalu tertampak kursinya
Tan Hong kena ditendang terlempar dan jatuh hancur di lorak
tangga, Tan Hong sendiri terlihat berdiri tenang-tenang saja di
dekat kursinya itu. Semua orang heran sebab tidak kelihatan
sama sekali caranya Tan Hong itu mengelit diri.
"Sungguh satu pesta Hongbun Hwee yang
menggembirakan!" Tan Hong berseru sambil tertawa.
"Sungguh sri baginda sangat menghormati aku!"
Belum lagi berhenti tertawanya orang she Thio ini, atau Cio
Hong Po sudah menerjang pula kepadanya, menerjang sambil
berlompat, tangan kiri langsung dari depan, tangan kanan dari
samping. Tan Hong mengenal itulah serangan untuk "memisah otot
dan mematahkan tulang" ia tidak berani berlaku ayal-ayalan,
dengan sebat ia membalik telapakan tangannya, untuk
membarengi menghajar.
1162 Hong Po liehay sekali, dengan merangkap dua tangannya,
ia membebaskan diri dari hajaran itu, lalu dengan tidak kalah
sebatnya, ia mengajukan terus tangannya itu, untuk
menjambak dengan semua sepuluh jari tangannya yang kuat,
sebab ia menggunai tipu silat Engjiauw kang, Kuku Burung
Garuda. Siapa terkena tercengkeram, pastilah ototnya putus
dan tulang-tulangnya patah.
Atas serangan itu, Tan Hong mengundurkan diri, setelah
mana, ia membalas menyerang, dengan tipu silatnya dari
Tiangkun, Silat Panjang, kedua tangannya bergerak dari kiri
dan kanan bagaikan "kampak membuka gunung" atau "martil
besar menghajar batu." Hebat anginnya serangan itu, sampai
para busu pada mengundurkan diri, hingga ruang menjadi
luas, sedang ruang Bansiu Kok itu memang lebar di mana
dapat diatur seratus meja perjamuan. Karena bergeraknya
para busu itu, piring dan mangkok pada jatuh ke tanah, hanya
karena terbuat dari logam atau batu kumala, tidak sampai ada
yang pecah hancur.
Hunkin Cokut Ciu dari Cio Hong Po ialah yang terliehay di
jamannya itu akan tetapi ditolak oleh angin kepalannya Tan
Hong, dia toh tidak dapat mendesaki tubuh untuk datang
dekat kepada lawannya, dari itu, meski ia sudah menyerang
berulang-ulang sampai tiga puluh jurus, ia belum berhasil
mengalahkan lawannya itu. Ia merasa jengah sendirinya ia
telah membuka mulut besar di hadapan raja. Ia pun lantas
menjadi gelisah sendirinya. Dalam sengitnya ia berseru,
tubuhnya berlompat maju.
"Duk!" demikian suara yang terdengar, tetapi bukan ia
yang mengenakan sasarannya dalam rupa tubuh Tan Hong
yang terpental, sebaliknya pundaknya sendiri yang kena
terhajar kepalan orang yang diserangnya itu. Karena ia sudah
merangsak, ia menyambar terus tangan Tan Hong itu, untuk
dicekuk. Atas ini, Tan Hong menarik pulang tangannya itu
1163 seraya ia menolak dengan tangan yang lain, maka terjadilah ia
mundur beberapa tindak.
Hong Po sudah mendesak, artinya ia berhasil merapatkan
diri, maka hebatlah serangan-serangannya lebih jauh, sampai
Tan Hong nampak terdesak, melihat mana para busu
mendapatkan jagonya lebih unggul. Gielimkun Tongnia Law
Tong Sun girang sebab gurunya menang di atas angin, ia
sampai berseru-seru dengan pujiannya.
Selagi pertempuran berlangsung terus, Tan Hong yang
nampaknya terdesak mendadak membalas menyerang tiga
kali saling susul, karena ini, dadanya menjadi terbuka
sendirinya. Tong Sun melihat kekosongan itu, ia berkata di
dalam hatinya: "Sungguh lucu kau yang dinamakan ahli
pedang nomor satu di kolong langit ini, kau tidak mengarti
ilmu silat Hunkin Cokut Ciu dari guruku! Di hadapan musuh
tangguh kau membuka dirimu secara begini, itu tandanya kau
cari malumu sendiri!"
Hampir komandan Gielimkun ini berseru keras ketika
pertempuran itu, yang berlangsung terus, memperlihatkan
gerakan tangan kanan Hong Po, sedang tangan kirinya
menahan tangannya Tan Hong, tangan kanan itu membacok
lengan lawannya.
Kelihatannya lengan Tan Hong itu bakal terhajar hingga
patah, sedang dadanya pun seperti terjambret tangan kiri
lawannya, yang sudah bergerak lebih jauh menyusuli tangan
kanannya itu. "Bagus!" Tong Sun berseru saking gembiranya.
Cuma sebegitu dia berseru, atau lantas terdengar jeritan
"Oh!" dari Cio Hong Po, yang kedua tangannya tertarik pulang
dan tubuhnya mundur tiga tindak, setiap tindakannya berat
1164 hingga mengasi dengar suara, suatu tanda ia mundur sambil
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mempertahankan diri untuk tidak roboh.
Mukanya pun menunjuki dia jengah sekali. Apakah yang
sebenarnya telah terjadi"
Thio Tan Hong menginsafi lawannya hendak mengerjakan
pukulan dari Hunkin Cokut Ciu yang liehay itu, untuk
membikin otot-ototnya putus dan tulang-tulangnya patah atau
remuk, ia melihat kesulitannya untuk bertahan tanpa tipu
daya, maka itu sesudah melayani sekian lama itu, ia lantas
menggunai akal. Itulah dengan sengaja ia menyerang dengan
dua tangan berbareng, hingga kelihatannya ia membuat
lowongan. Sambil memasang umpan itu, ia mengumpulkan
tenaganya di dada, untuk melindungi diri, guna mengerahkan
tenaga itu. Sedang jalan darahnya soankie hiat, ia tutup, guna
menghindari diri dari totokan. Justeru tepat dugaannya, jari
tangan kiri Hong Po menyambar ke tempat yang berbahaya
itu di dada. Tapi segera Hong Po menjadi kaget sendirinya.
Dada itu lembek bagaikan kapas, bukannya dia yang dapat
menjambak, justeru jari-jari tangannya itu yang kena terbetot,
lalu telapakan tangannya dirasakan sakit, hingga tubuhnya
terhuyung. Ia menjambret tangan kanan Tan Hong, untuk
mempertahankan diri. Tapi Tan Hong meronta melepaskan
tangannya itu, sedang tangan kirinya dipakai menyambar ke
teng-gorokan lawan, jeriji tangannya mengancam ke bagian
leher yang berbahaya itu.
Hong Po kaget bukan main melihat ancaman itu, sebab ia
telah mengenal dengan baik hebatnya Itciesian dari lawannya
itu. Dengan terpaksa ia menarik pulang kedua tangannya,
untuk mengundurkan diri. Karena ia kesusu, ia bertindak cepat
tetapi berat. Tan Hong sendiri tidak maju untuk menggunai ketika untuk
menyerang lawannya itu, ia malah bersenyum, tangannya
1165 cuma menolak. Di dalam hatinya ia berkata: "Inilah sungguh
berbahaya, baiknya dia tidak melihat tipu daya aku... kalau dia
menjambak tiga dim saja di luar batas jalan darah soankie
hiat, kita bisa celaka berdua..." Karena berkasihan kepada
orang tua itu, yang sudah sedemikian liehay, ia tidak
membalas menyerang, Sambil bersenyum, ia kata: "Cio
Loocianpwee, sungguh liehay kau punya Hunkin Cokut Ciu itu,
di dunia ini tidak ada tandingannya, karena aku sudah takluk,
baiklah kita tidak usah mencoba-coba terlebih jauh. Akurkah,
loocianpwee?"
Hong Po bermuka merah, ia tidak dapat berkata-kata. Lalu
si orang kasar, yang memakai jubah panjang dan kopiah
seperti mahasiswa, berlompat maju ke depan, tangannya,
yang memegang kipas, mengibaskan kipasnya itu. Ia pun
berkata dengan nyaring: "Thio Tan Hong, aku si orang she
Ciok yang bodoh, kebetulan aku dapat menghadiri pesta ini,
maka itu tidak dapat tidak, mesti aku belajar dengan ilmu
silatmu yang nomor satu di kolong langit ini!"
Suara itu sangat menantang lalu itu diteruskan dengan
tikamannya dengan kipasnya itu, yang sebenarnya terbuat
dari besi. Mendengar orang menyebut dirinya she Ciok, In
Tiong bersama In Lui lantas mendapat tahu bahwa orang
adalah Thiesie Sieseng Ciok Tay Cee, si Mahasiswa Berkipas
Besi. Dialah si mahasiswa kebantul di tengah jalan, lalu dia
mempelajari ilmu silat, dia beroman kasar tetapi dia
berdandan sebagai mahasiswa, maka itu, romannya jadi tidak
keruan. Dalam ilmu silat, dia berhasil, maka jadilah dia
seorang yang liehay.
In Tiong menjadi gusar sekali. Terang Tan Hong hendak
dikepung berdua. Maka ia maju seraya mementang kedua
tangannya, hingga ia membuatnya beberapa busu di
depannya menjadi terpelanting, sambil maju terus, ia
menanya nyaring: "Benarkah ini pesta Hongbun Hwee?"
1166 sedang dengan tangannya ia menyampok kipas besi si orang
she Ciok. Sebenarnya ia hendak menyerang tapi ia batalkan
itu sebab segera ia mendengar tertawa lebar dari Tan Hong
sambil berseru: "Pertanyaan itu harus diajukan kepada Sri
Baginda!" Sambil berseru itu, tubuhnya Tan Hong melesat tinggi, ke
arah mejanya kaisar. Semua busu terkejut, segera mereka
bergerak, untuk melindungi kaisar mereka, meskipun mereka
belum tahu niatnya Tan Hong. Hanya, belum lagi mereka
bergerak, Tan Hong sudah tiba di depan raja. Tetapi, waktu
Tan Hong mengulur tangan nya kepada raja, mendadak
tembok di belakang raja itu terbuka sendirinya, lantas raja
ngelepot masuk ke dalam tembok itu, yang menjadi pintu
rahasia. Di itu saat juga, Touw Liong Cuncia dan Tek Seng Siangjin,
yang mendampingi raja, lantas maju menghadapi Tan Hong,
untuk merintangi. Dari dalam pintu, yang sudah lantas
tertutup pula, terdengar suaranya Kie Tin: "Thio Tan Hong
hendak membinasakan raja, dia mendurhaka, maka tim
memerintahkan membekuk dia, dia mesti segera dihukum
mati tanpa ampun lagi! In Tiong juga mengandung penasaran,
dia pun berdosa tak berampun, maka dia harus ditangkap
bersama!" Mendengar itu Tan Hong tertawa dan berkata: "Sekalipun
Ie Kokloo yang berjasa masih dihukum mati karena tuduhan
memberontak, maka itu kalau Tan Hong menerima dosa ini,
sungguh dia beruntung sekali, dia tidak dapat menampik
kematiannya!"
Di mulut Tan Hong mengatakan demikian, di hati ia
menyesal sekali, sebab maksudnya menawan raja, untuk
dijadikan manusia tanggungan, gagal. Ia mengarti, ia bakal
1167 mesti berkelahi hebat menghadapi pahlawan-pahlawan raja
itu. Tek Seng Siangjin liehay ilmu silatnya yang dinamakan
"Tek Seng Ciu," Tangan Memetik Bintang, dengan tangan
yang satu ia menyerang Tan Hong, disusul oleh tangannya
yang lain, tetapi kenyataannya, serangannya yang belakangan
yang sampai terlebih dulu.
Tan Hong tertawa dingin. Atas datangnya serangan itu, ia
tidak menangkis, ia tidak berkelit, hanya ia mengulur
tangannya, untuk memapaki telapa-kan tangan si penyerang
itu memapaki dengan jari tengah, yang disentilkan.
Siapa kena sentilan ini, biasanya tulangnya patah dan
remuk. Tek Seng Siangjin melihat jerijinya lawan, ia
menginsafi bahaya, maka ia lekas tarik pulang tangannya itu
ke samping, untuk dengan tangan yang lain menyambar pula
ke arah tulang piepee Tan Hong.
"Sungguh hebat!" kata Tan Hong tertawa. "Kalau kau
meyakinkan ilmu silatmu lagi sepuluh tahun maka kau bakal
tanpa tandingan di kolong langit ini!" Ia lantas mengangkat
pundaknya, sembari membentur tangan lawan itu ia memutar
tubuh, tangannya diayun. Dengan begitu, ia membebaskan
diri sambil berbareng menyambar tangannya si penyerang.
Kalau benturan dilakukan dengan tenaga keras, sambaran
itu memakai tenaga lunak. Maka repotlah Tek Seng Siangjin
walaupun ia seorang liehay. Di dalam saat ia terancam
bahaya itu, Touw Liong Cuncia membacok ke arah pundak
Tan Hong. Inilah serangan golok yang berbahaya, sebab kendatipun
Touw Liong Cuncia mempunyai cuma sebelah tangan,
1168 semenjak tangannya itu bercacad di tangan In Tiong di Khong
San, dia telah melatihnya itu dengan sungguh-sungguh.
Atas datangnya serangan itu. Tan Hong tidak berkelit juga
tidak menangkis, ia hanya melangsungkan penyerangannya
terhadap Tek Seng Siangjin, karena sambil maju terus, ia
seperti menghalau diri sendiri dari ancaman bahaya itu. Touw
Liong Cuncia pun heran, ia bercuriga orang menggunai tipu
daya, ia tidak meneruskan bacokannya itu. Justeru di detik itu,
terdengarlah jeritan dari Tek Seng Siangjin, yang tubuhnya
pun roboh. Masih syukur untuknya, ia masih mencoba berkelit,
jikalau tidak tentulah patah tulang-tulang tangannya.
Tan Hong tidak sudah dengan merobohkan Tek Seng saja,
sembari maju, ia membentur satu busu yang berada di
dekatnya, hingga busu itu terpelanting ke arah Touw Liong
Cuncia. Besar tubuhnya busu itu, ketika Touw Long Cuncia
kena dilanggar, dia terhuyung, hampir dia menubruk lantai.
Hanya celaka busu itu, goloknya Touw Liong menancap di
tubuhnya yang malang.
Selagi Tek Seng Siangjin belum sempat merayap bangun
dan Touw Liong Cuncia belum keburu mencabut goloknya dari
tubuh si busu, yang tertikam ulu hatinya, Tan Hong sudah
bergerak terlebih jauh. Sebab dengan berbareng ia diserang
dari kiri kanannya, oleh dua busu. Ia berkelit dari serangan
dari pihak kiri, ia memutar tangannya menangkap busu yang
datang dari arah kanan, tepat ia memegang di bagian nadi,
menyusul mana, ia angkat tubuh si busu, untuk menggunai
tubuh itu sebagai alat senjata. Ia memutarnya dengan keras,
merobohkan beberapa busu lainnya lagi, kemudian sembari
berseru, ia lemparkan tubuh si busu kepada busu-busu
lainnya, hingga lagi beberapa orang kena dibikin terhuyung
jatuh. 1169 Dengan tindakannya ini, Tan Hong dapat membuka jalan
untuk menyingkir dari ruang istana itu, hanya ketika ia
berpaling kepada In Tiong, ia mendapatkan conggoan itu, si
ipar, lagi bertempur sama Thiesie Sieseng Ciok Tay Cee.
Guru dari In Tiong ialah Tang Gak, orang satu-satunya
yang mewariskan ilmu silat Taylek Kimkong Ciu dari Hian Kie
Itsu, ilmu itu merangkap dua-dua ilmu luar dan ilmu dalam,
dan ia, yang mewariskan pula dari gurunya itu, sudah melatih
diri sepuluh tahun, maka itu ia percaya, meski ia tidak semahir
gurunya, ia sudah mewariskan delapan atau sembilan bagian,
ia merasa dapat ia merobohkan orang she Ciok ini, tidak
tahunya, Tay Cee itu liehay dan juga gerak-gerakannya luar
biasa. Tiga kali ia menyerang dengan Taylek Kimkong Ciu,
tiga-tiga kalinya ia menyerang sasaran kosong, kepalanya
seperti terbetot kipas besinya lawan itu.
Tan Hong telah menyaksikan liehaynya Ciok Tay Cee,
segera ia teriaki iparnya itu: "Keras dan lunak bersama,
dengan tangan im membela diri, dengan tangan yang
membalas menyerang!"
Tangan "Im" itu ialah tangan dibalik ke bawah, dan tangan
"yang" ialah tangan dibalik ke atas.
Dalam ilmu dalam, Tay Cee kalah dari In Tiong, ia hanya
liehay kipas besinya itu. Dalam ilmu silat Thaykek Kun pun ada
sarinya pelajaran yang mengumpamakan, "dengan kekuatan
empat tahil mengalahkan kekuatan seribu kati." Itu dia yang
disebut ilmu lunak, lemas lawan keras. Kipasnya Tay Cee
liehay, kalau ia geraki itu, bukan saja ia bisa membebaskan
diri dari serangan, ia pun bisa menyebabkan musuh
kehilangan keseimbangannya, hingga dapat ia meneruskan
menyerang musuhnya. In Tiong mahir tenaga dalamnya, dia
tidak sampai digempur keseimbangan tubuhnya itu.
1170 Begitu lekas mendengar pemberian ingat dari Tan Hong, In
Tiong segera merubah cara berkelahinya itu. Dengan sebelah
tangan ia melindungi dadanya, dengan tangan yang lain ia
mempertahankan diri. Secara demikian, ia bergerak dengan
lunak dan keras dengan berbareng.
Benar saja, Ciok Tay Cee lantas tidak berani mendesak
sebagai semula. Ia bersilat dengan mainkan saja kipasnya,
sebentar dipentang, sebentar ditutup, kalau ditutup, ia
menotok kepada jalan darah, kalau dipentang, ia membabat
atau menikam. Setiap batang, yang menjadi tulang kipas itu,
tajam sekali. Itulah benar semacam senjata yang istimewa,
maka juga In Tiong terpaksa kena didesak, tidak bisa ia
membalas menyerang.
In Lui menyaksikan saudaranya itu jatuh di bawah angin, ia
lantas lompat maju.
Tay Cee mementang kipasnya, membabat, atau segera
matanya menjadi seperti kabur, sebab di depannya lantas
terlihat empat atau lima orang wanita muda berbareng
menerjang padanya, hingga cepat sekali hampir saja kipasnya
kena dirampas nyonya itu. Ia baru berkelit, atau pundaknya
kena dihajar tinjunya In Lui. Syukur ia mahir tenaga
dalamnya, ia pun masih mencoba berkelit, maka ia jadi tidak
terhajar hebat.
Dalam pertempuran ini bukannya In Lui jauh terlebih liehay
daripada kakaknya, ia hanya terlebih gesit, ia ditolong dengan
kepandaiannya "Coanhoa jiauwsie" atau "Menembusi bunga
melibat pohon." In Tiong mengutamakan kekerasan,
menghadapi kelincahan, seperti Tay Cee, ia menampak
kesulitan, walaupun tidak kalah, ia susah menang di atas
angin. Tidak demikian dengan adiknya, yang tubuhnya sangat
enteng dan pesat, bahkan dalam halnya enteng tubuh, In Lui
memenangi suaminya, Tan Hong. Maka janganlah Tay Cee
1171 mengharap kipasnya bisa melanggar tubuh si nyonya. Dalam
tempo pendek, ia kalah unggul, ia terdesak untuk membela
diri saja. Cio Hong Po berdiri menjublak di pinggir gelanggang.
Dialah seorang sangat kenamaan, dia sudah kalah dari Tan
Hong, seharusnya kalau dia tidak membunuh diri, dia mesti
kabur pulang ke kampungnya, untuk mencuci tangan, buat
menutup pintu. Itulah tindakan paling tepat untuknya. Tengah
dia berpikir itu, Law Tong Sun menghampirkan padanya,
untuk memberi hormatnya yang sehormat-hormatnya.
"Harap suhu membantui Cio Susiok ," murid ini memohon.
Guru itu mengerutkan kening.
"Tong Sun, mustahilkah kau tidak tahu aturan kaum
kangouw?" ia menanya.
"Harap suhu ketahui, di sini ialah di istana kaisar, bukan di
dalam dunia kangouw," berkata pula si murid.
Hong Po melengak.
"Benar," katanya, "aku diundang Sri Baginda, meski aku
tidak memangku pangkat, aku toh sama dengan sudah
menerima gaji. Kenapa aku tidak harus membantu Sri
Baginda" Laginya, jikalau aku mengangkat kaki, bisakah Sri
Baginda memberi ampun padaku?"
"Suhu baru sekali keliru tangan, itu tidak berarti," Tong Sun
membujuk pula. "tu pun tidak terlihat lain orang kecuali aku
dan Ciok Susiok. Kalau suhu mengaku kalah dan lantas
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mencuci tangan dan menutup pintu, apakah itu tidak
mengecewakan kaum kita" Laginya... laginya, kalau Sri
1172 Baginda bercuriga, apa jadinya dengan rumah tangga dan
banda suhu di Thaygoan?"
Air mukanya Hong Po berubah, lalu ia menghela napas.
"Sudah, jangan banyak bicara, aku sudah mengarti,"
katanya. Ketika ia menoleh ke arah pertempuran, ia
mendapatkan Tay Cee terdesak mundur In Tiong dan In Lui
keadaannya berbahaya.
"In Conggoan!" orang she Cio ini lantas menegur, "kaulah
hamba negeri, kenapa kau berani melawan Sri Baginda?"
Kata-kata ini dibarengi sama majunya tubuh, dengan
menyambarnya lima jari tangan sebagai kuku menyengkeram.
In Tiong memutar tubuh, ia menghajar cengkeraman itu.
Kedua tangan ben-terok, hingga terdengar suaranya yang
nyaring, lalu keduanya sama-sama mundur tiga tindak.
"Nanti aku layani dia!" Ciok Tay Cee berkata. "Kau bereskan
ini bangsat wanita!"
Orang she Ciok ini jeri terhadap In Lui, sebaliknya ia
merasa pasti akan dapat mengalahkan In Tiong, maka itu ia
mengasi dengar suaranya itu.
Hong Po mengerutkan keningnya. Ia bukannya takuti In Lui
tetapi untuk menggunai ilmu silatnya, Hunkin Cokut Ciu, guna
membetot otot-otot dan mematahkan tulang, ia mesti dapat
mencekal tangan, maka cara bagaimana ia bisa menyentuh
tubuh seorang wanita" Tapi Tay Cee sudah lantas menerjang
In Tiong, terpaksa ia mesti melayani juga In Lui.
1173 Nyonya Tan Hong tidak mensia-siakan ketika. Ketika
sebelah tangannya melayang, tiga lembar kimhoa, bunga
emasnya, menyambar ke arah jago tua itu, kepada Tay Cee,
kepada Tong Sun juga.
Hong Po mengibas tangan bajunya, ia dapat menyambuti
bunga emas itu. Tay Cee menyampok dengan kipasnya hingga
bunga emas mental. Celaka Tong Sun, pundaknya kena
tertancap senjata rahasia itu, ia lantas mengucurkan darah
hingga ia tidak berani maju menyerang, bahkan dia lompat ke
luar kalangan, mulutnya mengeluarkan gerutuan: "Meskipun
kamu bertiga kosen seperti malaikat, hari ini tidak nanti kamu
dapat lolos dari jaring langit dan jala bumi ini!" Ia lantas lari ke
taman, untuk mengatur pengurungannya.
Cio Hong Po dapat menyambuti kimhoa, tetapi hatinya
bercekat. Katanya dalam hatinya itu, "Kalau dia menyerang
saling susul, aku tentunya tidak berdaya..." Karena ini ia
merangsak, ia mengambil sikap untuk tidak memberikan si
nyonya ketika buat menggunai lagi senjata rahasianya itu. Ia
mengibas berulang-ulang dengan gerakannya "Siangliong
kipsui," atau "Sepasang naga menghisap air," dan dengan
"Huisiu liuin," atau "Mengibas mega dengan tangan baju," ia
hendak membikin lawannya roboh terguling. Di luar
sangkaannya, ia mendapatkan nyonya itu sangat gesit,
tubuhnya tak pernah kena disampok, bahkan ia sendiri yang
sering-sering diserang secara tiba-tiba, di saat si nyonya
berkelit. Tibalah saatnya In Lui menyerang.
"Robohlah kau!" membentak Hong Po sambil ia
menyambuti, tangannya meluncur keluar dari dalam tangan
bajunya. 1174 In Lui terkejut. Segera ia ingat musuh adalah ahli Hunkin
Cokut Ciu, yang tidak dapat dilawan rapat. Maka itu, dengan
satu jumpalitan yang sebat dan manis, ia lompat menyingkir.
Setelah terpisah, keduanya sama-sama menyebut
"Sungguh berbahaya!" di dalam hati masing-masing. Sebab In
Lui hampir bercelaka, Hong Po sama juga kalau ia sampai
kena terhajar si nyonya. Setelah ini, jago she Cio itu jadi
penasaran, hatinya panas, karena mana, ia mendesak tanpa
sungkan-sungkan lagi, kedua tangannya bagaikan terbang
saling sambar, sepuluh jarinya pun saban-saban menyengkeram
secara bengis. Ia bertekad bulat untuk membuat
In Lui terbetot otot-ototnya dan terpatahkan remuk
tulangtulangnya...
In Lui tetap berkelahi dengan ilmu silatnya "Coanhoa
jiauwsie." Ia berkelebatan, senantiasa berkelit dari serangan,
hingga sekalipun ujung bajunya, tidak pernah dilanggar.
Sembari bertempur, ia juga berpikir. Ia merasa percuma ia
main berkelit terus. Maka itu, sesudah lagi beberapa kali ia
mendesak dan lalu mundur, sekonyong-konyong ia berseru
seraya tangannya yang putih halus bagaikan kumala terayun!
Segera setelah itu, di tangannya tambah sehelai ikat pinggang
sulam, ialah ikat pinggangnya sendiri, yang ia mau gunakan
sebagai senjata.
Hong Po terkejut ketika mukanya disambar berulang-ulang.
Ikat pinggang itu bagaikan naga berkelebatan. Ia kata di
dalam hatinya, "Ikat pinggang ini dia dapat pergunakan begini
rupa, meski dia kalah tenaga dalam dari suaminya, dia sudah
hebat sekali." Ia lantas melawan, sekarang ia ingin dapat
menjambret ikat pinggang itu, untuk dihajar seperti otot-otot
dibetot dan tulang-tulang dipatahkan.
Beberapa kali Hong Po menjambret dengan sia-sia, atau
satu kali, ujung ikat pinggang menyambar ke pundaknya.
1175 Sebab ikat pinggang itu, selain dapat dipergunakan sebagai
joanpian, cambuk lemas, bisa dipakai juga untuk menotok
jalan darah. Jago tua itu berkelit. Sekarang ia semakin tidak berani
memandang ringan kepada musuh wanita ini. Ia pun berlaku
gesit untuk berlompatan. Maka itu, selama dua puluh jurus, in
Lui tidak bisa merobohkan dia, dia pun tak dapat menyambar
ikat pinggang lawannya.
In Tiong dengan Cio Tay Cee juga bertarung seruh. In
Tiong terpaksa meloloskan golok lemasnya, yang dilibat di
pinggangnya, dengan menggunai ilmu silat golok Ngohouw
Toanbun too, ia menempur kipasnya lawan, maka goloknya itu
berkelebatan, berkilauan tak hentinya, setiap gerakannya gesit
tetapi berat. Tay Cee benar liehay. Ia terus dapat melayani. Agaknya In
Tiong mendesak, sebenarnya ialah yang menanti waktu. Ia
mau menggunai ketikanya guna menotok di saat si orang she
In telah menjadi letih. Ia mengincar tiga puluh enam jalan
darah dari In Tiong. Ia ini telah dapat pelajaran Taylek
Kimkong Ciu dari Tan Hong, ilmu itu dipindahkan ke golok,
dengan begitu dia dapat bertahan.
Tan Hong sendiri, habis merobohkan Tek Seng Siangjin dan
Touw Liong Cuncia, ia lantas menerjang sekalian busu.
Dengan sampokannya, dengan jari tangannya, ia robohkan
setiap musuh yang menghalang dihadapannya.
Dengan cepat ia merobohkan belasan busu, yang
semuanya liehay. Tapi jumlah busu tak kurang dari seratus
orang, mereka tetap mengurung, tidak gampang mereka
diundurkan. 1176 Kemudian Tan Hong melirik kepada In Tiong dan isterinya,
ia melihat mereka itu kecantol lawan-lawannya, maka ia
merasa, keadaan tidak bisa dibiarkan berlarut secara
demikian. Justeru ia hendak menerjang sambil berlompat, dua
busu yang bersenjatakan gembolan segi delapan menyerang
ke arahnya, menyerangnya berbareng, gembolannya turun
bersama. Ia menanti hampir sampainya kedua gembolan,
mendadak ia berseru, tubuhnya mendak, kedua tangannya
menyambar. Tepat ia dapat menangkap tubuh mereka
berdua, yang ia lantas ayun, untuk dibenturkan satu pada lain,
hingga mereka menjerit, sedang gembolan mereka bentrok
satu dengan lain. Kedua, busu itu berkepala pusing, dan
bermata berkunang-kunang, mereka rebah tidak berdaya.
Tan Hong membiarkan gembolan itu, sembari tertawa ia
menerjang pula. Ia dapat maju setombak lebih. Segera ia
dipegat oleh dua busu, yang ada muridnya Long Goat
Hweeshio dari Kunlun Pay, yang keduanya pandai menggunai
pedang, yaitu Kunlun Kiamhoat, ilmu pedang Kunlun Pay.
Mereka ini terhitung dalam Tay i wee Patciu. Delapan Jago
Istana. Mereka pun maju dengan berbareng, yang satu
menikam pundak kiri, yang lain pundak kanan.
"Bagus!" berseru Tan Hong. "Mari kupinjam pedang kamu!"
Belum lagi kedua busu itu tahu apa-apa, sudah "plak-plok,"
pipi mereka kena dihajar pulang pergi, dan pedang mereka
segera kena dirampas.
"Dengan memandang Long Goat Hweeshio, aku beri ampun
jiwa kamu!" kata Tan Hong nyaring. Ia mengenali dua murid
hweeshio itu. "Kamu belum pantas menggunai pedang, pergi
pulang ke gunungmu untuk belajar lagi sepuluh tahun!"
Setelah itu, dengan sepasang pedang rampasan itu, jago
she Thio ini menerjang pula. Ia mempergunakan ilmu silatnya
1177 yang kenamaan, Siangkiam happek, yaitu Sepasang Pedang
Bersatu Padu, saban-saban ia menusuk lengan lawan, untuk
membuat senjata lawan dilepaskan.
Dengan sepasang pedang ini, kira-kira tiga puluh busu
lantas mati kutunya. Ketika Tek Seng Siangjin dan Touw Liong
Cuncia mencoba mengejar, ia sudah lolos dari kurungan.
In Lui melihat suaminya itu, ia girang bukan main. Justeru
itu, ikat pinggangnya kena disambar Hong Po, hingga kena
ditarik dan putus. Biar bagaimana, ia terkejut juga. Sedangnya
begitu, Tan Hong menteriaki: "In Lui, sambut pedang!"
Dan sebatang pedang dilemparkan.
Cio Hong Po melihat datangnya senjata itu, ia hendak
menanggapi, untuk merampasnya, tetapi In Lui menang
sebat, si nyonya yang mendapatkan itu. Tapi Hong Po tidak
mau mengarti, ia menyambar terus, ke arah lengan si nyonya.
Hampir ia berhasil, atau dengan sebat luar biasa, sambil
tertawa lebar, Tan Hong lompat menerjang, gerakan mana
disambut isterinya, yang segera dapat memperbaiki diri, maka
sejenak itu juga, bersatu padulah pedang mereka berdua,
bagaikan dua ekor ular perak, sepasang pedang menyambar
ke kiri dan ke kanan, dan berputaran juga, hingga Hong Po
lantas kena dikurung.
Biarnya ia liehay dan nyalinya besar, Hong Po pun kaget.
Itulah kurungan hebat untuknya. Mana dapat ia bertahan
lama" Maka itu, ia berlaku nekat. Dengan mengambil satu
jurusan, ia berlompat, tangannya diulur, hendak ia
merampas pedangnya In Lui. Ia berlompat menjumpalit
dengan gerakannya "Yan Ceng Sippat Hoan" ialah kuntauw
"Yan Ceng berjumpalitan delapan belas kali."
1178 Dengan diancam serangan itu, In Lui berkelit, justeru dia
berkelit, Hong Po bisa menjauhkan diri kira tiga tombak, tetapi
di antara seruan pujian "Bagus!" dari Tan Hong, Hong Po
merasakan sesuatu yang adem kepada kepalanya.
Segera ia mendapat kenyataan, rambut kepalanya sudah
kena dibabat gundul oleh Thio Tayhiap! Bukan kepalang,
murkanya guru Law Tong Sun.
"Thio Tan Hong, kau sangat menghina aku!" ia menjerit.
"Baiklah aku serahkan padamu beberapa tulang-tulang tuaku!"
Sebenarnya Tan Hong memuji dengan sejujurnya, karena
lawan yang tua ini liehay, akan tetapi dalam malu dan
murkanya. Hong Po menganggap lain, dia menyangka dia
diperhi-na. Maka dia lantas lompat menerjang.
Tan Hong mengerutkan kening. Ia sudah berlaku murah
hati, sikapnya itu salah diterima. Terpaksa ia berkata kepada
isterinya, "Adik Lui, tua bangka ini beradat keras, kau tusuklah
sambungan tangan di lengannya!"
Sambil berkata begitu, Tan Hong membalas menyerang,
diiringi In Lui. Sebab memang demikian cara mereka bersilat
dengan Siangkiam happek, sepasang pedang bersatu padu.
Serangan datang berbareng dari kiri dan kanan.
Kembali Hong Po kena didesak. Ia mengibas dengan kedua
tangannya, ia ingin membikin terpental pedang-pedang lawan
itu, tetapi "Sret!" maka tahu-tahu kedua ujung bajunya kena
dibabat kutung pedang kedua lawannya itu!
Inilah yang diinginkan Hong Po, yang hendak
menggunakan tipu. Selagi orang mendapat hati, ia hendak
membarengi menyerang dengan tiba-tiba. Ia hanya telah
keliru menduga keliehayan dari Siangkiam Hiappek, yang
1179 sudah mencapai puncaknya kesempurnaan. Ia baru berniat,
tetapi fihak lain sudah bekerja. Ia telah didahului diserang
pula oleh sepasang suami isteri itu, yang pedang-nya seperti
bekerja sendirinya. Bukan main kagetnya ia tatkala tahu-tahu
ikat pinggangnya kena disontek putus ujung pedang Tan
Hong. Ia kaget sebab kalau pinggangnya yang ditikam,
celakalah ia. Ia bersyukur bahwa ia masih sempat bekelit.
"Bagus!" Tan Hong memuji pula sesudah keadaan orang
menjadi rudin, kepala gundul, ujung baju buntung dan ikat
pinggang terlepas. "Cio Loocianpwee, kau berhasil melayani
tiga jurus di bawah ancaman Siangkiam happek, kau sungguh
liehay, di jaman ini cuma beberapa orang saja yang dapat
merende-ngimu! Loocianpwee, aku yang muda benar-benar
kagum sekali! Loocianpwee, kau tua dan gagah, namamu
termashur, kenapa kau masih rela menempatkan dirimu dalam
kalangan budak-budak hina dina ini, dan membiarkan dirimu
diperintah pergi datang, hingga kau membuat dirimu terhina
juga" Loocianpwee, sukalah kau dengar perkataanku,
sebaiknya lekas-lekas kau pergi pulang!"
Hong Po menyedot hawa dingin. Tepat ucapan Tan Hong
itu. Memang juga ia turun gunung bukan untuk mencari nama
atau pangkat, ia sekedar menerima undangan. Pula ia tidak
ingin menjadi jago. Maka sungguh tidak beruntung, setelah
berada di dalam istana, pertama kali bertempur, ia
menghadapi Thio Tan Hong suami isteri. Menurut tingkat
derajat, Tan Hong berdua berada dua tingkat lebih rendah
daripadanya, tetapi toh ia hanya bisa melayani tiga jurus saja,
bahkan ia hampir menjual jiwa di bawah sepasang pedang
suami isteri itu. Karena ia insaf, tawarlah sudah hatinya, maka
setelah menghela napas panjang-panjang, ia lompat melewati
loneng, untuk terus menyingkir dari istana. Dan semenjak itu,
benar-benar ia menuruti nasihat Tan Hong. Ia telah menjual
rumahnya, dan membawa keluarganya pergi ke tanah
1180 pegunungan yang sunyi, untuk hidup menyendiri, tak lagi ia
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memperdulikan urusan dunia.
Di pihak sana, pertempuran antara In Tiong dan Ciok Tay
Cee sudah tiba pada saat yang memutuskan. Baru saja In
Tiong habis menjalankan tiga puluh enam jurusnya, Ngohouw
Toanbun too, baru ia hendak memulainya pula, mendadak Tay
Cee merubah siasatnya, dari membela diri menjadi
menyerang, kipasnya dipentang untuk menempel golok lawan.
In Tiong terkejut, goloknya itu seperti disedot, hingga
tubuhnya kena tertarik, dan ia kehilangan keseimbangannya
sampai terhuyung. Justeru itu Tay Cee menurunkan tangan
jahatnya, sebelah tangannya menyambar dahsyat sekali.
Justeru itu sinar pedang pun berkelebat, pedang Tan Hong
tiba, meluncur ke arah telapak tangan orang she Ciok itu!
"Bagus betul!" dia berteriak sengit. "Inilah cara
membokong!" Ia batal menyerang terus pada In Tiong,
dengan susah payah baru ia dapat meloloskan diri dari
tusukan itu. Tan Hong tertawa terbahak-bahak dan berkata: "Jikalau
seorang pandai bertempur, matanya mesti dipentang ke
empat penjuru, kupingnya mesti dibuka ke delapan jurusan,
tetapi kau, aku telah tiba di depanmu, kau masih belum tahu!
Dengan begitu, apakah kau masih menganggap dirimu gagah
perkasa dan liehay" Jikalau aku niat membinasakan kau,
pedangku tidak akan menjurus ke telapak tanganmu tetapi ke
tenggorokanmu, langsung! Kau kira, dapatkah kau memutar
balik kipas besimu itu" Laginya mari kita bicara tentang aturan
kaum kangouwl Di sini aku cuma bertiga, tetapi kamu jagojago
dari istana ini, telah keluar semua seperti burung-burung
meluruk dari sarangnya, maka itu, mengenai ini, apakah kau
hendak kata?"
1181 Ciok Tay Cee mengeluarkan keringat dingin, diam-diam ia
berpikir: "Memang, kalau pedangnya mampir di
tenggorokanku, pasti sekali tidak dapat aku berkelit lagi..."
Tapi, terpaksa, ia berkata: "Thio Tan Hong, aku tidak hendak
mengadu bicara denganmu! Mari, marilah kita mencobacoba!"
Tan Hong menyambuti tantangan itu.
"Saudara In, tolong kau halangi itu kawanan budak-budak,
untuk sementara waktu saja!" ia berkata kepada In Tiong,
toaku-nya. Kemudian dengan tindakan Poanliong Jiauwpou, ia
menempatkan diri di damping In Lui, habis mana, ia kata
nyaring pada Ciok Tay Cee:
"Ciok Tay Cee, jikalau kau sanggup melayani kami berdua
dua jurus saja, kami akan mengikat tangan kami, untuk
membikin kau mendapatkan pahalamu!"
Setelah mengucapkan perkataannya itu, Tan Hong tidak
menanti jawaban lagi, dan dengan cepat ia bergerak
berbareng bersama In Lui, maka sekejab itu juga, Tay Cee
telah kena dikurung mereka!
Di saat bergeraknya Tan Hong berdua isterinya, di situ pun
terdengar suara nyaring dua kali, sebab In Tiong, dengan
Taylek kimkong ciu, telah membanting dua busu yang coba
merangsak kepadanya!
Ilmu silat Siangkiam happek itu adalah ilmu pedang
istimewa dari Hian Kie Itsu. Ketika dulu Tan Hong dan In Lui
belum berlatih bersama, dapat mereka mengalahkan Hek Pek
Moko, maka sekarang, sesudah latihan belasan tahun, mereka
telah menginsafi kemahirannya itu. Hong Po kena mereka
1182 pecundangi, maka itu, Tay Cee lantas kena mereka kurung
rapat. Tay Cee kaget bukan kepalang, terpaksa ia berkelahi
dengan menggunai antero kepandaiannya, memasang mata
dan kupingnya. Ia mau percaya In Lui lemah, ia mendesak si
nyonya. Tapi justeru ia menyerang nyonya itu, "Crok!" maka
sapatlah pinggiran kipasnya terpapas pedang Tan Hong!
"Sayang!" In Lui mengeluh. Karena Tan Hong hendak
berunding sama kaisar, ia tidak mau membawa pedang, coba
mereka membawa pedang mereka, Cengbeng dan Pekin,
tentulah kipas Tay Cee akan sudah terpapas kutung!
"Tangkisan kau ini tidak ada kecelanya!" berkata Tan Hong
sambil tertawa. Tapi ia mendesak, hingga Tay Cee mundur
tiga tindak. Justeru orang mundur, In Lui mendesak, pedangnya
meluncur. Tay Cee tidak berdaya untuk menangkis, terpaksa
ia merobohkan tubuhnya, tetapi meski begitu, ia tidak bebas
seluruhnya, ikat kepalanya kena dipapas pedang si nyonya.
Tan Hong tertawa berkakak.
"Hayo merayap bangun!" ia berkata. "Mari sambut pula
jurus yang ketiga!"
Sebenarnya Tan Hong dapat mengambil jiwa orang apabila
ia menghendaki itu tetapi ia sengaja berlaku lunak, supaya In
Lui dapat membuat malu lawannya itu.
Tay Cee mendongkol bukan main. Ia tahu ia tidak akan
sanggup melawan lagi tapi ia nekat. Dengan terpaksa ia
berlompat bangun, untuk menyerang dengan kipasnya,
menyerang In Lui. ia mengarah tujuh atau delapan jalan
1183 darah. Ia berlaku cepat luar biasa. Ia percaya bahwa ia telah
mencapai puncaknya kesehatan, tetapi ia tidak menyangka,
lain orang masih dapat melebihinya.
Tan Hong dan In Lui menggerakan pedang mereka, mereka
menyambut dengan berbareng terjangan kipas itu walaupun
serangan diarahkan kepada In Lui seorang.
Tay Cee kaget tidak terkira ketika ia merasakan kipasnya
terbentur pedang lawan, dalam sekejab kipas itu kutung
menjadi empat potong, tangan kanannya hilang dua jerijinya,
tubuhnya tertikam di tujuh tempat, sebab sambil memapas
kipas, suami isteri itu terus menikam berulang-ulang.
"Aku mengasi ampun jiwamu!" membentak Tan Hong.
"Apakah kau masih tidak hendak lari merat?"
Ketika ini Tek Seng Siangjin dan Touw Liong Cuncia muncul
bersama puluhan busu , maka Tan Hong dan In Lui lantas
menerjang mereka. Dengan cepat beberapa kurban roboh di
pihak kawanan busu itu.
"Mundur dari ruang, lalu kurung pula mereka!" Tek Seng
Siangjin berseru mengatur siasatnya. Ia masih mengharap
dapat mengepung Tan Hong bertiga.
Tan Hong dan In Lui merangsak kepada Tek Seng Siangjin,
mereka menikam.
Tek Seng Siangjin liehay, sambil berkelit ia menyambar dua
busu , masing-masing dengan sebelah tangannya, kedua busu
itu dipakai memapak pedang, maka tertembuslah tubuh
mereka oleh pedang suami isteri itu.
"Sungguh kejam!" Tan Hong berseru sengit. Ketika ia
hendak menyerang pula, Tek Seng sudah lari ke luar ruangan.
1184 Kawanan busu itu melihat sikapnya Tek Seng, yang takut
mati, mereka pun lari membubarkan diri, lari serabutan.
Di mana rintangan sudah tidak ada, Tan Hong mengajak
isteri dan iparnya keluar dari Ban Siu Kok, terus menuju ke
taman bunga. Di sini mereka lantas disambut tertawa nyaring
Tong Sun yang terus berkata: "Thio Tan Hong, biarpun kau
pandai seperti malaikat, hari ini tidak nanti kau dapat lolos dari
jaring langit dan jala bumiku!"
Benar saja, di dalam taman itu, di antara pohon-pohon
bunga, terlihat sangat banyak bayangan orang, karena Law
Tong Sun telah mengatur sembunyi seribu tukang panah dari
tangsi panah Sincian eng Tangsi Panah Sakti. Dan begitu ia
memberikan titahnya, turunlah hujan anak panah!
Tan Hong dan In Lui mengerti bahaya, mereka tidak
menjadi gentar. Dengan pedang mereka, mereka menghalau
setiap anak panah. In Tiong pun turut menggunai Taylek
kimkong ciu, dengan apa ia sampok jatuh sesuatu anak panah
yang meluncur ke arahnya. Hanyalah saja, ancaman bencana
bukannya berkurang. Semua tukang panah itu adalah
anggauta-anggauta pasukan Gielimkun yang terpilih, tenaga
mereka besar, panahan mereka jitu. Siapa saja yang terkena
panah, walaupun sebatang, ada harapan jiwanya melayang
dengan segera. Menyaksikan hebatnya kepungan, Tan Hong tertawa getir.
"Saudara kecil," katanya, "mungkin hari ini ialah hari
terakhir yang pedang kita bersatu padu menghadapi musuh,
maka itu bilanglah, apakah kita harus merampas beberapa
ratus jiwanya ini kawanan kuku garuda atau kita menyerahkan
diri secara begini saja?"
1185 Ketika belasan tahun yang lalu, Tan Hong pertama bertemu
sama In Lui, yang menyamar sebagai seorang pemuda, ia
memanggil saudara kecil kepada isterinya itu, panggilan itu
telah menjadi kebiasaan, sampai mereka sudah menikah baru
sang suami mengubah dan memanggilnya "adik Lui." Cuma
kadang-kadang saja, di dalam rumah, sedang gembiranya,
Tan Hong masih suka memanggil "saudara kecil."
Mendengar panggilan saudara kecil itu, sedetik hati In Lui
terkesiap, tapi segera juga dia memberikan penyahutannya
"Engko, terserah padamu!"
Jawaban ini menyatakan kepercayaannya yang besar sekali
kepada Tan Hong yang ia puja. Biar bagaimana, Tan Hong
menghadapi kesulitan besar. Kalau mereka nerobos keluar,
ada harapan mereka kena terpanah. Kalau mereka bertahan
terus, mereka bisa melindungi diri, tetapi sampai berapa lama
mereka dapat bertahan jikalau terus-terusan mereka
terkurung" Maka itu, ia bersangsi.
Justeru mereka berbicara, dua batang panah menerobos
masuk. Tan Hong segera mengibaskan tangan bajunya. Ia
merasakan serangan panah itu kuat sekali, suatu tanda si
tukang panah adalah orang yang terlatih dan tenaganya
besar. Gusar dan gelisah, Tan Hong mengertak gigi. Ia menjadi
bulat tekadnya untuk menyerbu keluar. Di saat ia hendak
menyerukan, "Terjanglah!" mendadak dua batang anak panah
meluncur naik dengan bersuara.
"Hweeyam cian!" berseru Tan Hong begitu lekas ia melihat
anak panah itu.
Benarlah, setelah meluncur ke atas, dua batang anak
panah itu mengasi dengar suara meletus nyaring, pecah
1186 dengan berhamburan lelatunya, mirip dengan kembang api,
muncrat ke segala penjuru.
"Eh, mengapa mereka melepaskan panah api?" In Lui tanya
heran. "Itulah panah dari luar!" Tan Hong menjawab.
Menyusul dua batang panah api itu, segera terlihat
meluncurnya yang lainnya, belasan batang. Di antaranya ada
Coayam cian, ialah anak panah yang dapat meluncur berlikuliku
sebagai ular sebagaimana namanya anak panah itu
menunjuki. "Coa" ialah "ular." Anak panah ini biasa meledak
setelah turun dekat, apinya jahat, ke mana menyambarnya, di
situ api itu menyala, membakar kalau mengenai rambut dan
pakaian. Sekalipun pepohonan dapat terbakar panah ini. Maka
nyatalah, hweeyam cian dipakai untuk melawan musuh, dan
coayam cian untuk membakar benda.
Law Tong Sun menjadi cemas sekali. Kalau hanya
Gielimkun yang terbakar, masih tidak apa, akan tetapi kalau
taman yang terbakar habis bersama sekalian bangunannya
yang di dalam situ, bagaimana nanti jadinya" Maka segera ia
memecah orangnya untuk me-nempur api, guna
membasminya hingga padam. Hanya celakanya, kalau di sini
dapat ditumpas, di sana nyala lagi dan berkobar. Sudah
begitu, taman sangat luas dan seribu serdadu Gielimkun
mengurung hanya di bagian Bansiu Kok, cuma di satu pojokan
saja. Sebentar kemudian terlihatlah orang-orang kebiri lari
serabutan sambil ramai berteriak-teriak, karena api berkobar
di sana sini. "Lekas nerobos!" berteriak Tan Hong begitu menyaksikan
kekacauan itu. Inilah ketikanya yang paling baik, sebab juga
1187 serangan anak panah lantas menjadi jarang, tak lagi lebat
seperti semula.
Tek Seng Siangjin muncul bersama tiga puluh kawannya,
untuk mencegah, tetapi Tan Hong menyerbu terus, malah dia
mendekati pendeta itu, untuk menyambar padanya. Sambaran
itu mengenai sasarannya dan terdengarlah suara memberebet,
sebab robeklah kasee dari si pendeta.
Syukur untuk Tek Seng Siangjin, ia seorang liehay, maka
dalam ancaman bahaya itu ia masih dapat berkelit, jikalau
tidak, celakalah tulang pundaknya, sekarang jubahnyalah yang
menjadi kurban menggantikan nyawanya.
"Mengingat kepandaianmu dapat ngelepot sebagai kurakura,
baiklah aku mengasi ampun satu kali lagi padamu!"
berkata Tan Hong tertawa. Sembari berkata begitu, ia
menggerakan tangannya merobohkan beberapa busu yang
berada paling dekat.
Ketika itu terbit lagi kebakaran di beberapa tempat di dalam
taman itu, yang membuat kekacauan bertambah. Di situ
memang ada tempat-tempat kediamannya selir-selir raja dan
dayang-dayang, lauwteng atau ranggonnya, semua indahindah
melebihkan toathia, pendopo istana. Maka celakalah
kalau semua bangunan itu habis dimakan api!
Di saat sekalian orang kebiri dan dayang-dayang menjeritjerit
dalam kela-bakannya itu, di arah barat daya terdengar
satu seruan yang panjang dan lama, disusul sama seruan
yang serupa yang keras dan nyaring di arah tenggara, lalu
seruan itu terdengar seperti saling sautan. Segera menyusul
suara lonceng tanda bahaya dari pelbagai menara di dalam
taman itu, ialah dari penjaga-penjaga yang disiapkan memberi
tanda kalau ada ancaman bahaya. Itulah tanda ada orang
1188 jahat. Maka itu sekalian busud\ dalam taman itu menjadi
kacau saking bingungnya.
"Mereka itu cerdik sekali!" berkata Tan Hong tertawa, ia
menyebutkan orang dari pihak luar itu. "Kecuali dengan
melepas api, seruan mereka adalah jalan satu-satunya untuk
mengacaukan dan mengundurkan ini tentara Gielimkun yang
berjumlah besar!"
"Berapa jumlah mereka, engko?" In Lui bertanya.
"Terdengarnya telah datang beberapa orang, tetapi
sebenarnya Cuma dua," menyahut sang suami.
Pendekar Wanita Penyebar Bunga Karya Liang Ie Shen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kalau begitu, kepandaian mereka berdua tak ada di
bawahan kita," berkata In Lui. " Engko, belum pernah aku
mendengar darimu bahwa kau mempunyai sahabat-sahabat
sebangsa mereka ini."
"Mungkin sekali kita belum kenal mereka," berkata Tan
Hong, yang ingat suatu apa. "Bisa jadi merekalah orang-orang
Kisah Si Rase Terbang 17 Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Pendekar Pengejar Nyawa 3