Pencarian

Perguruan Sejati 10

Perguruan Sejati Karya Khu Lung Bagian 10


"Hm, biar bagaimana toh pangkatmu cukup besar dan harus bisa mengambil keputusan sendiri !" kata si gadis.
"Bocah nyalimu sangat besar, sebenarnya engkau siapa ?"
"Kalau tidak diterangkan rupanya engkau masih penasaran dan bertanya terus ! Baiklah, dengar, aku bernama Tiat Siau Bwee, tempat tinggalku di Tiat Po, jika dikemudian hari merasa tidak senang engkau boleh datang mencarai disana !"
Kam Kong mengangguk-anggukkan kepala dan berkata : "Oh, kukira siapa, tak tahunya ahli waris dari Sin kiam siang eng, pantas ilmu pedangmu begitu lihay !"
"Aku tak membutuhkan umpakan," kata Siau Bwee ketus, "yang kuinginkan engkau bisa melihat selatan, meluluskan permintaanku agar orang-orang dibawah itu bisa dibebaskan dari bahaya mati ! Kalau tidak jangan menyesal dikemudian hari !"
"Tapi".tapi aku tak bisa mengambil keputusan," kata Kam Kong, "bilamana ibuku marah, engkau boleh melepaskan tanggung jawab dan tublekan semua kesalahan atas diriku !"
"Tapi sekarang ini Siau Pangcu sudah?"."
"Maksudmu sudah dipecat " Ha ha ha, siapa yang bilang ?" kata Pek Kiam Hong sambil mendelik dengan angker.
"Ini"..ini"."Kam Kong tidak bisa menjawab.
"Hm ! Pokoknya Kam Futhoat boleh melaporkan kejadian ini dengan sebenar-benarnya pada Pangcu, sedangkan tanggung jawab ada padaku !" Sehabis berkata ia mengeluarkan sebuah Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
355 lencana emas dan menyerahkan pada Kam Kong. "Jika engkau masih ragu-ragu, bawalah lencana ini dan serahkan pada Pangcu, engkau pasti tidak dipersalahkan lagi !"
Kam Kong menerima lencana itu, sedangkan matanya sebentar-bentar memandang kebawah tebing, akhirnya ia menganggukkan kepala juga. "Baiklah kuterima permintaanmu dan ijinkanlah aku pergi ! Ia merangkapkan tangan memberi hormat, lalu mengajak anak buahnya meninggalkan tempat itu.
Siau Bwee segera tergelak-gelak melihat kepergian musuh. "Tak sangka pangkatmu sebagai Siau Pangcu masih ada gunanya juga ya ?"
"Ya untuk saat ini masih berguna," kata Pek Kiam Hong, "tapi sekembalinya aku dirumah entah hukuman aoa yang harus kuterima."
"Jangan pulang, mereka bisa apa " Tinggal bersama-samaku di Tiat Po tanggung aman !"
"Engkau sendiri berani pulang atau tidak ?"
Siau Bwee jadi malu dan cepat-cepat mengalihkan pembicaraan, "Sudahlah jangan ngomong melulu, marilah kita temui In toako."
Kiam Hong tampaknya ragu-ragu, wajahnyapun begitu muram, "Siau Bwee, aku enggan
menemuinya"."
"Bukankah jauh-jauh dari markas Pok Thian Pang datang kesini untuk mencarinya " Kenapa sudah dekat dengannya, pikiranmu berubah ?"
"Benar, aku meninggalkan rumah dengan tekad menemuinya".tapi kukuatirkan pertemuan ini akan menghapus persahabatanku dengannya. Untuk inilah timbul keragu-raguan pada diriku."
"Tadinya mau menemuinya, sekarang ragu-ragu, heran !"
"Soal ini sukar kujelaskan dengan sepatah dua patah, lambat laun engkau akan tahu sendiri.
Pokoknya kamu saja yang menemuinya, dan tolong tanyakan".."
"Pokoknya mau menemuiny atau tidak ?" gertak Siau Bwee sambil nyelonong kedepan. Ia menoleh lagi sesudah berjalan beberapa langkah, tampak Kiam Hong masih menjublek di tempatnya, sedikitpun tidak bergeser.
Kini ia percaya bahwa temannya itu benar-benar tidak mau menemui In Tiong Giok.
"Siau Bwee bilamana bertemu dengan In Toako, tanyakanlah padanya"."
"Tanya saja sendiri, kenapa harus menyuruhku ?" potong Siau Bwee dengan gemas.
"Kalau kumau menemuinya tak perlu minta pertolonganmu".."
"Ya dah ! Apa ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
356 "Tolong tanyakan apakah dibelakang punggungnya In Toako betul-betul terdapat sebuah tanda luka atau tidak ?"
"Huh ! Kukira nanyakan urusan apa, kiranya soal beginian".lainnya apa lagi ?"
"Cukup sebegitu saja !" kata Pek Kiam Hong. "Pergilah kau temui In Toako, aku mau berlalu sekarang juga. Sepuluh hari kemudian aku bisa mencarimu lagi"." Sehabis berkata tubuhnya segera berlalu dan hilang dikegelapan malam.
Siau Bwee tidak mengejar, dia terpukau siam dengan keheranan, "Aneh segala urusan sekecil itu, membuatnya gugup sekali." Katanya tanpa terasa.
"Urusan itu tidak kecil !" tiba-tiba terdengar suara jawaban dengan mendadak. "Itu urusan besar baginya !"
Siau Bwee memandang kearah suara, samar-samar tampak seorang muda menghampiri
dirinya. Begitu dekat ia dapat melihat tegas, dialah In Tiong Giok adanya. "In tayhiap !"
serunya sambil menyongsong kedepan.
"Jangan panggil In tayhiap, panggil saja In toako !"
"In Toako ! Akhirnya dapat juga kutemuimu ! Apakah pembicaraanku barusan sudah kau dengar semua ?"
"Ya semuanya sudah kudengar dengan jelas, sayang ia berlalu begitu cepat sehingga tidak ada kesempatan menjelaskan salah paham antara dia denganku." Kata Tiong Giok dengan kemak kemik, "Eh".hampir kulupa bagaimana engkau bisa meninggalkan Tiat Po dan berada
bersama Pek Kiam Hong ?"
"Oh itu".jangan tanya-tanya dah, soalnya panjang, nanti saja kututurkan kalau sudah sempat.
Yang penting marilah kita bekerja secepatnya menolong orang-orang yang berada dibawah tebing."
"Benar !" jawab Tiong Giok sambil menganggukkan kepala.
Dengan cepat mereka membuat sebuah tambang dari kulit kayu. Tiong Giok membawa turun kebawah, sedangkan ujungnya dipegangi oleh Siau Bwee. Ibunya dan Tio Ma bergantian dikerek naik, sedangkan Ceng Ceng dan Wan Jie bisa naik melalui patok-patok yang dibuat Tiong Giok tadi.
Setelah semuanya berhasil naik keatas dengan selamat, Siau Bwee segera membakar kayu-kayu kering yang ditimbun Kam Kong. Dengan cepat api menyala terang, menghalang-
halangi orang-orang Pok Thian Pang yang mencoba mengejar mereka.
Lima hari telah berlalu sejak In Tiong Giok dan lain-lain berhasil menyelamatkan diri dari kepungan orang-orang Pok Thian Pang. Kini mereka telah tiba dikota Lam Ciong. Selama diperjalanan Tiong Giok dan Wan Jie telah baik kembali, rasa cemburu Wan Jie pada Ceng Ceng telah hilang juga. Sehingga ia agak malu sendiri kalau mengingat kejadian didalam tebing itu. Kini ia bisa mengatakan apa yang dirasakan itu adalah cemburu buta. Karena inilah didalam perjalanan ia jarang membuka mulut, demikian pula dengan Tiong Giok. Mereka Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
357 berlaku alim-aliman, lain dengan Ceng Ceng dan Siau Bwee, kedua-duanya masih muda, sama-sama senang ngobrol dan bercanda tak heran dalam waktu singkat, hubungan mereka sudah seperti saudara kandung.
Diwaktu senja keadaan kota Lam Ciong masih tetap ramai, penduduknya padat, toko-toko dan perusahaan tumbuh dimana-mana. Waktu rombongan mereka masuk kekota, ribuan mata
orang-orang yang berlalu lalang menatap kearah mereka. Lelaki muda maupun tua, yang mata keranjang atau yang tidak memandang dengan mendelong atas kecantikan Wan Jie, Siau Bwee dan Ceng Ceng.
Tiong Giok mengetahui bahwa rombongannya diperhatikan orang. Ia kuatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Maka cepat-cepat mengajak rombongannya masuk kesebuah
penginapan yang bernama Hoo Peng.
Disewanya empat kamar besar yang terletak diruangan belakang.
Mereka mengatur kamar dan berberes, terus mandi dan makan.
Hari hampir malam, Tiong Giok memanggil ketiga gadis keruang tamu. "Kau jangan kemana-mana, aku mau pergi keluar mencari Yauw Lo Cianpwee dan lain-lain. Barangkali merekapun sudah tiba dikota ini."
"Diam dihotel saja membosankan aku mau ikut jalan-jalan denganmu," kata Tiat Siau Bwee.
"Akupun mau ikut," Ceng Ceng menimbrung.
"Bukan kata aku tak mau mengajak kalian keluar," kata In Tiong Giok. "Tapi pikirlah baik-baik, disinipun pasti banyak kaki tangan kaum Pok Thian Pang. Tenaga kalian kubutuhkan untuk melindungi dua orang tua itu, tahu ?"
Jilid 18 ..... Sebagai seorang murid dari Thian liong bun, Ceng Ceng tak berani membantah pada Siau cu jinnya, lain dengan Tiat Siau Bwee, ia agak bandel. "Disini ada cici Wan Jie yang menjaga, apapun tak perlu dikuatitkan bukan " Apa salahnya mengajak kami berjalan-jalan, melihat keramaian kota Lam Ciong ini ?"
"Aku bukan pergi jalan-jalan".."
"Tidak jalan-jalanpun biar, pokoknya soal ikut keluar, diam-diam saja dikamar sanagt membosankan," bantah Siau Bwee.
"Sudahlah, Wan Jie turut bicara, "engkau sebagai Toako apa salahnya mengajak mereka berjalan-jalan, biar mereka tambah pengalaman. Soal disini biar aku saja yang menjaga, jangan lama-lama saja."
Atas desakan Wan Jie ini Tiong Giok terpaksa menganggukkan kepala.
Ceng Ceng tidak membuang kesempatan baik, ia minta ketegasan dari Siau cu jinnya,
"Bolehkah aku turut juga ?" tanyanya perlahan.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
358 "Baiklah, tapi kalian harus dengar kata dan jangan membuat onar diluaran !"
"Baik," jawab Siau Bwee dan Ceng Ceng hampir berbareng. "Pokoknya asal kita tutup mulut dan diam-diam sudah cukup bukan ?"
"Aku tidak melarang kamu membuka mulut, yang penting jangan usilan terhadap urusan diluar."
Karena ingin diajak segala perkataan Tiong Giok di ya kan terus kedua gadis itu. Mereka segera meninggalkan hotel itu menuju keluar.
Setiap ketemu penginapan, mereka pasti masuk dan menyerap "nyerapi apakah rombongan Yauw Kian Cee sudah tiba apa belum. Entah berapa banyak penginapan yang didatangi, tapi yang dicari belum juga diketemukan. Sungguh begitu mereka tak bosan, mencari dan mencari terus.
Sewaktu mereka memasuki sebuah gang, Siau Bwee berkata dengan perlahan kepada Tiong Giok. "Toako ada yang menguntiti kita sedari tadi."
"Mana ?" tanya Tiong Giok.
"Engkau jangan menoleh dulu, ia berada dibelakang kita."
Tiong Giok mengangguk dan terus berjalan lagi dengan dua kawannya pura-pura tidak mengetahui sedang diikuti orang. Setelah beberapa tindak, dengan tiba-tiba ia
membungkukkan tubuh, pura-pura membetulkan sepatunya. Padahal melalui
selangkangannya sendiri, ia melihat kebelakang. Tampak olehnya seorang laki-laki setengah tua, dengan pakaian serba hitam, dan jenggot yang panjang, bertopi tikar yang dibelesaki sampai kedekat mata, sedang memperlahan langkahnya, mengintil terus dibelakang.
"Ah, buaya tik tok semacam itu tak perlu diladeni !" kata Tiong Giok. Yang terus berjalan kemuka, mencari lagi penginapan-penginapan seperti tadi. Tapi yang dicari belum juga diketemukan, dan membuatnya mengambil kesimpulan bahwa Yauw Kian Cee dan lain-lainnya belum tiba dikota itu. "Mari kita pulang," kata Tiong Giok mengajak kawan-kawannya.
Sehabis berkata ia membalik badan, sehingga bersampokan mata dengan laki-laki penguntit itu. Tampak dengan tegas laki-laki itu menjadi gugup dan bingung, untuk menghilangkan kegugupannya ini, ia menbalik badan dan terus masuk kesebuah gang.
"Hm, kurcaci semacam itu jangan dikasih hati !" kata Siau Bwee.
"Sudah kukatakan manusia semacam itu tak perlu diladeni !"
"Tapi Toako harus ingat soal kecil bisa berakibat besar, janganlah tergelincir karena kerikil kecil !"
Tiong Giok berpikir, apa yang diucapkan si gadis memang benar, maka berkatalah ia : "Kalau begitu kalian tunggu disini, biar kuciduk buaya tik tok itu !" Ia berlari mengejar laki-laki tadi Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
359 kedalam gang. Setelah berjalan beberapa puluh langkah, ia mendapatkan gang itu buntu. Ia jadi heran, kemana perginya laki-laki itu "
Timbul penasarannya, dicarinya orang itu dengan pandangan mata. Ia melihat gang itu cukup ramai, banyak pedagang yang menggelar dagangannya dibalai-balai, disamping itu terdapat warung kopi dan beberapa tukang loak. Tiba-tiba saja ia melihat baju hitam dan topi tikar yang dipakai laki-laki tadi sudah melumbuk dikeranjang tukang loak. Tukang loak itu berusia setengah tua, kepalanya botak dan licin, sedang asyik menghitung duit receh sambil menundukkan kepala.
Tiong Giok dengan cepat menghampiri tukang loak itu. Ia bertolak pinggang dan berdiri didepan tukang loak itu. Sibotak tetap menghitung uangnya, seperti tidak melihat kedatangan pemuda kita.
"Pak banyak untung, menghitung uang terus ?" tegur Tiong Giok setengah berguyon.
Mendengar teguran ini sibotak mendongak, ia tersenyum-senyum : "Oh, Kongcu mau beli apa
?" Tiong Giok menegasi tukang loak itu, ia heran sendiri, karena sibotak itu bukan laki-laki yang sedang dicarinya. Ia pura-pura sebagai pembeli sambil memegang baju hitam itu. "Apakah baju ini dijual pak ?"
"Benar"..yang ada disini semuanya barang dagangan, tapi"tapi".untuk apa Kongcu
membeli baju bekas ?"
"Oh"tadi kulihat seorang sahabat memakai pakaian hitam dan topi tikar semacam ini begitu pantas dan keren, maka timbul niatku membelinya juga."
"Ha ha ha, apakah sahabatmu itu seorang setengah baya yang berjanggut ?" situkang loak menegasi.
"Benar ! Apakah bapak melihatnya juga ?"
"Bukan melihat lagi, lebih dari itu ! Pakaian ini kubeli darinya"."
"Oh"begitu !"
"Untuk apa aku membohong, itu tidak baik. Pakaian hitam dan topi tikar ini kubeli darinya 50
cie, kalau Kongcu penuju bayari saja modalnya !"
"Apakah yang menjual baju ini sudah pergi jauh ?"
"Ya barusan saja ia pergi"kalau Kongcu tidak percaya kubeli dengan harga 50 cie, tanyakanlah padanya ia baru keluar gang"."
"Aku bukan tidak percaya, tapi kebanyakan tukang dagang suka membohong, sekarang kucoba menanyakan dulu padanya?" Tiong Giok terus keluar gang meninggalkan tukang loak itu.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
360 Sesampainya diluar menjadi heran, bukan saja laki-laki berjenggot itu tidak kelihatan, Siau Bwee dan Ceng Ceng yang disuruh menunggu diluar gang pun tidak kelihatan mata
hidungnya. Biarpun begitu ia tidak merasa terlalu kuatir, karena ia yakin benar, bahwa kedua gadis itu pasti tidak kenapa-napa, karena memiliki ilmu silat yang cukup tinggi. Dan ia hanya menduga bahwa kedua gadis itu sudah pulang terlebih dahulu kehotel. Maka ia pun tidak mau lama-lama disitu atau mencari lagi laki-laki ebrjenggot tadi, tergesa-gesa pulang kehotel.
Begitu ia masuk, mendapatkan ibunya dan Tio Ma sudah tidur nyenyak. Sedangkan Wan Jie belum tidur, ia asyik terpekur seorang diri, entah apa yang sedang direnungkan.
"Mana yang lain ?" tanya Wan Jie.
"Apakah mereka belum pulang ?" Tiong Giok balik bertanya.
"Justru aku menanya padamu kemana yang lain ?"
"Kalau begitu mereka belum pulang, aku harus mencarinya !"
"Kenapa bisa begitu ?"
Tiong Giok menceritakan apa yang dialaminya barusan.
"Kalau begitu lekaslah cari mereka, tapi jangan lama-lama," pesan Wan jie.
Dengan mengambil jalan tadi Tiong Giok keluar hotel mencari Ceng Ceng dan Siau Bwee.
Keadaan dijalan sudah agak sepi, toko-toko sudah banyak yang tutup, jalan raya tampaknya menjadi legaan. Ia berjalan dengan langkah lebar. Entah berapa lama ia berjalan ubek-ubekan belum juga menemui kedua kawannya itu. Saking kesalnya, ia memutuskan tidak melanjutkan untuk mencari, dan cepat-cepat pulang kehotel.
Diperjalanan pulang, dirinya dibuat terkejut tak alang kepalang, sesosok tubuh yang bergerak cepat menyambar seorang laki-laki berbaju kelabu. Terus dibawa keatas genteng.
Perbuatannya itu luar biasa berani. Dan memang benar gerak cepatnya membuat orang-orang itu melongo dibuatnya. Tiong Giok mengawasi terus keatas, lalu menyusul dari bawah, setelah berada di tempat sepi, iapun mencelat keatas genteng dan mengejar bayangan itu.
Semakin lama ia berhasil mendekati orang itu, yang dikejarpun mengetahui dirinya dibayangi orang, maka berlari semakin cepat. Kepandaian meringankan tubuh orang itu membuat Tiong Giok kagum. Dalam waktu singkat ia tak berhasil mencandak.
"Hei kawan ! Bisakah berhenti sejenak ?" teriak Tiong Giok.
Seruan ini tidak digubris, karena bayangan itu berlari semakin cepat. "Jika engkau tak mau berhenti, jangan sesalkan tindakanku yang kurang sopan !" ancam Tiong Giok.
Bayangan itu tetap tidak memperdulikan peringatan Tiong Giok, bahkan ia berlari semakin kencang.
Tiong Giok menjadi mangkel, ia mempercepat larinya dan membuktikan ancamannya. "Nah sambutlah seranganku !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
361 Orang itu tidak berhenti, tapi membalik tubuh sambil berlari terus. Orang yang dikempitnya dilemparkan pada Tiong Giok dijadikan tameng. Dengan terpaksa Tiong Giok menghentikan serangannya, menaggapi orang itu.
"Siau cu jin jangan menyerang lagi aku Ceng Ceng !" seru bayangan itu.
"Hm apa yang sedang kau perbuat " Dan siapa orang ini ?" bentak Tiong Giok dengan gusar sambil mendelik.
"Siau cu jin jangan gusar, dengarkanlah dulu ceritaku !" kata Ceng Ceng sambil
menundukkan kepala. "Waktu kau masuk kedalam gang mengejar laki-laki berjenggot, kami menunggu didepan. Kami melihat orang itu telah mengganti baju hijau, untuk melaporkan kepadamu sangat makan waktu, maka kami bersepakat bersama Siau Bwee membuntuti orang itu. Usaha kami berhasil dan mengetahui dimana sarang mereka. Siau Bwee sedang
menunggu disana, sedang aku disuruh pulang untuk melapor kepadamu. Ddan tak kira begitu sampai didepan hotel kulihat Siau cu jin berada diluar, sedang dibuntuti orang ini. Selanjutnya apa yang kuperbuat Siau cu jin tahu sendiri tak perlu kujelaskan lagi !"
"Untung kau berlaku waspada dan bisa membekuk bangsat ini," kata Tiong Giok sambil menurunkan laki-laki itu dari tangannya. Ia menjadi kaget karena laki-laki itu sudah meninggal dunia. Ia menyesali Ceng Ceng berlaku kelewat kejam, tapi pendapatnya itu lekas berubah, karena melihat bibir laki-laki itu sangat biru, ditambah liang hidung dan kupingnya mengalirkan darah, menandakan ia terkena racun yang hebat sekali. "Orang ini pasti salah satu anggota perkumpulan yang mempunyai peraturan keras dan kejam. Lihatlah ! Untuk menutup mulut ia berani membunuh diri !" Ia mmeriksa tubuh orang dengan teliti, sedikitpun tidak mendapat sesuatu benda yang dapat dipakai mengusut asal usul orang itu. Guna mencegah terjadinya heboh dikota itu, tubuh itu dikuburnya dengan rapi.
"Siau Bwee dimana, ajak aku kesana !"
Ceng Ceng menganggukkan kepala dan berjalan kearah timur dengan cepat, Tiong Giok mengikuti dari belakang dengan cepat juga.
"Siau Bwee berada disebuah kuil tua yang dijadikan sarang penjahat !" kata Ceng Ceng.
"Lekaslah kesana jangan ngomong saja," kata Tiong Giok.
Kuil tua yang dituju mereka bernama Hoo Sin (malaikat sungai) dan letaknya ditepian sebuah sungai yang lebar. Dahulunya kuil itu dijadikan tempat sembahyang oleh penduduk Lam Ciong, lebih-lebih kalau terjadi banjir, yang dianggap oleh penduduk bahwa malaikat sungai mengamuk dan meminta sesajian. Maka berduyun-duyunlah penduduk itu datang
bersembahyang, meminta berkah dan keselamatan. Akan tetapi pada tahun-tahun belakangan, setelah pemerintah mengadakan perbaikan irigasi bencana banjir tak pernah terulang lagi.
Penduduk yang biasa datang bersembahyangpun turut berkurang. Kuil itu makin lama makin sepi, akhirnya tidak ada yang mengurus lagi.
Kerusakan demi kerusakan terjadi terus tanpa perbaikan, sehingga menjadi bobrok sekali.
Pohon liu yang tumbuh disekitar kuil sudah tua dan rimbun menutupi jendela-jendela, membuat keadaan didalamnya gelap dan angker.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
362 Tiong Giok dan Ceng Ceng tiba dikuil, mereka tidak langsung masuk. Mengamat-amati dulu keadaan kuil dari sebelah luar. Keadaan masih gelap benar, ditambah rimbunnya pohon liu itu, keadaan didalam kuil tampaknya semakin gelap gulita. Waktu mereka melompati tembok pekarangan dan masuk kepelataran kuil dari atas pohon liu melayang sesosok tubuh.
"In Toako kenapa telat betul ?" seru bayangan itu yang bukan lain dari Tiat Siau Bwee adanya.
"Enak saja kau ngomong," kata Ceng Ceng.
"Tidak dimaki-maki Siau cu jin ku sudah bagus, berani ngomel lagi."
Siau Bwee melirik pada Tiong Giok sambil tersenyum: "Oh"kita wajib diomelin, karena pergi kesini tanpa seijinnya. Tapi dengan jasa yang kita perbuat ini, kesalahan itu bisa ditebus."
Tiong Giok tak bisa berbuat apa-apa pada Siau Bwee yang nakal ini, ia pun turut tersenyum :
"Jasa yang kau perbuat itu cukup atau tidak untuk menebus kesalahanmu itu, kalau tidak hm".."
"Hm"apaan " Jasa ini bukan saja cukup, bahkan berlebihan tahu !" kata Siau Bwee penuh keyakinan, "mari ikut denganku !" Ia mengajak kedua temannya menuju kearah samping kuil.
Disini terlihat cahaya api keluar dari jendela. Mereka mendekati dengan berindap-indap, tanpa mengeluarkan suara barang sedikitpun. Didalam sangat terang benderang sedang diluar gelap sekali. Sehingga mereka bisa melihat keadaan didalam dengan enak sedangkan yang didalam tak bisa melihat mereka.
Dibawah cahaya lilin yang terang benderang Tiong Giok dan kawan-kawannya menyaksikan keadaan didalam kuil dengan kagum. Karena bukan saja rusak dan kotor seperti yang diruangan depan, disini terlihat begtu resik dan apik, keadaan dindingnya serba bersih dan terhias lukisan-likisan indah. Lantainya memakai permadani. Ditengah-tengah ruangan terdapat meja dan kursi yang serba lux. Disebuah kursi yang beralaskan kulit harimau dan terukir indah duduk seorang tua dengan pakaian mentereng. Dibelakangnya berdiri empat orang pelayan cantik, didepannya tampak seorang botak membungkukkan badan memberikan laporan. Didepan pintu terlihat empat pemuda menyoren pedang dengan gagahnya. Keadaan ini membuat Tiong Giok kaget sekali, karena ia mengenal orang tua itu adalah Liok Jie Hui, sedangkan sibotak bukan lain dari tukang loak yang pernah ditemukannya digang buntu.
Sambil mengusap-usap jenggotnya Liok Jie Hui tersenyum-senyum dan berkata dengan keras.
"Bagus ! Bagus ! Engkau memang pandai dan cekatan, tak sia-sia jerih payahku mendidik kalian dalam beberapa bulan ini ! Tapi kau harus tahu In Tiong Giok manusia cerdik, akalmu hanya berlaku satu kali saja, lain kali tidak bisa dipergunakan lagi padanya. Kecuali itu sejak hari ini kularang engkau berkeliaran lagi didalam kota, kalau diketemukannya bisa berabe untuk semua, mengerti ?"
Sibotak mengangguk-anggukkan kepala : "Jangan kuatir, akupun berpikir begitu ! Maka tugas mengawasi bocah itu sudah kuserahkan pada Lauw It Houw, ia pasti menjalankan tugasnya dengan baik."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
363 "Begitu baru baik !" kata Liok Jie Hui sambil tersenyum. "Jam berapa sekarang ?" tanyanya pada pelayan-pelayan dibelakangnya.
"Lebih kurang jam satu pagi," jawab seorang pelayan dengan cepatnya.
"Oh sudah pagi," katanya seraya bangkit dari kursinya dan memanggil keempat pemuda yang sedang menjaga pintu. "Mari sini !"
Empat pemuda itu dengan penuh hormat maju kehadapan Liok Jie Hui dengan hormat sekali.
"Sungguhpun kalian baru beberapa bulan saja menjadi muridku, tapi ilmu pelajaran yang kuberikan kepadamu sudah cukup banyak. Sehingga kepandaian kalian sudah boleh dipakai untuk menundukkan orang-orang Kang Ouw yang biasa !"
"Inilah kehebatan dari ilmu pedang Keng thian cit su ! Tapi sayang sekali ilmu ini baru bisa mendatangkan kehebatan kalau dimainkan berdua, sebaliknya tidak ada kemampuannya bilamana dimainkan seorang diri !"
"Bukankah suhu pernah mengatakan ilmu ini bisa dipelajari seorang diri, tanpa mengurangi kemampuannya ?" tanya salah seorang pemuda itu.
"Menang benar ! Tapi buku yang kudapati ini kurang lengkap, sehingga aku tak bisa memberikan pelajaran yang khusus untuk seorang-seorang ! Inilah kekurangannya dari buku yang kumiliki ini !"
"Kenapa suhu tidak mencari buku yang lengkap ?" tanya seorang pemuda lainnya.
"Kemana aku harus mencarinya ?" tanya Liok Jie Hui sambil menarik napas.
"Bukankah beberapa tahun yang lalu buku itu tersebar luas dikota Kim leng ?" tanya pemuda tadi.
"Benar !" jawab Liok Jie Hui.
"Semua dari buku itu sama seperti yang kumiliki, yakni tidak sempurna ! Bagian-bagian yang penting dari pelajaran ilmu pedang ini sengaja dihilangkan, membuat seorang yang bagaimana berbakat dan rajinpun tak bisa mempelajarinya seorang diri ! Hal ini membuatku sedih bercampur gusar pada penulis buku yang curang itu, tapi apa mau dikata, semuanya ini maunya takdir?"
"Kalau begitu jago-jago Kang Ouw yang memperoleh buku Keng thian cit su dikota Kim lengpun tak bisa memainkan seorang diri ?"
"Benar ! Semuanya tidak bisa, yang bisa hanya penulisnya itu seorang !"
"Siapakah penulis yang licik dan jahat itu suhu ?"
"Ha ha ha penulisnya itu bukan lain dari pada In Tiong Giok, hal ini mungkin kamu sudah mendengar bukan " Tapi orangnya mungkin kalian belum kenal. Kini ia sudah berada dikota Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
364 Lam Ciong, maka kita mendapatkan kesempatan untuk menciduknya dan memaksanya
membuat buku yang lengkap?"
"Apakah In Tiong Giok adalah pemuda yang tadi senja masuk kekota ini ?"
"Benar, dia In Tiong Giok adanya !"
"Bisakah suhu mengijinkan kami berangkat sekarang juga, guna membekuk bocah itu ?"
"Sabar ! In Tiong Giok biar masih muda kepandaiannya sudah tinggi, tenaga kalian berempat, belum bisa mengalahkannya, tahu !"
"Kalah menang tak kami pikirkan, pokoknya berilah kami kesempatan membekuknya dan menyerahkan pada suhu !"
"Aku sebagai guru bertanggung jawab kepada kalian bagaimana aku tak bisa membenarkan tindakan yang terlalu gegabah ini. Tenanglah dan gunakanlah kecerdikan mengatasi soal ini."
"Caranya suhu ?"
"Ha ha ha soalnya teramat mudah ! Diantara mereka terdapat dua orang tua itu dapat kita jadikan sandaran, In Tiong Giok pasti mau menebusnya dengan Keng thian cit su yang sempurna itu !"
Keempat pemuda itu menjadi girang mendengar penjelasan itu. "Bolehkah kami turun tangan sekarang juga ?"
"Jangan nafsu, tenanglah ! Tunggu sampai Lauw It Houw kembali baru bergerak," kata Liok Jie Hui. Sehabis berkata ia merapikan pakaiannya.
"Kini sudah pagi, kalian boleh istirahat, aku masih mempunyai sesuatu urusan yang perlu diselesaikan sekarang juga !"
Dengan berlenggang kangkung, Liok Jie Hui keluar dari dalam kuil. Sinar lampupun menjadi padam, Tiong Giok mengajak kedua temannya mengikuti orang tua itu dari kejauhan.
"Kuminta kalian kembali ke hotel !" kata Tiong Giok.
"Bukankah mereka menantikan Lauw It Houw dulu baru bergerak ?" kata Siau Bwee.
"Kita harus sedia paying sebelum hujan."
"Jika begitu kita beresi saja dulu murid-muridnya Liok Jie Hui sekarang juga, biar tak jadi penyakit dikemudian hari," kata Siau Bwee.
"Yang perlu kita hadapi adalah Liok Jie Hui dan bukan murid-muridnya itu," kata Tiong Giok. "Pokoknya sekarang juga kuminta kalian kembali ke hotel !"
"Waktu berpisah, Siau cu jin mendengar sendiri Tia tia ku memesan dengan sangat, untuk mendampingi terus dan menjaga keselamatan Siau cu jin bukan ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
365 "Hm, sayang perkataan ayahmu itu baru terpikir olehmu sekarang ini !" sindir Tiong Giok.
"Sedari tadipun sudah terpikir."
"Berpikir sih bisa meninggalkan aku ?"
"Itu".. Tiat Kounio".."
"Jangan berdebat lagi, sekarang juga kuminta kalian pulang !" Ceng Ceng diam saja, Siau Bwee pun merasa bersalah, mereka mengganggukkan kepala dan cepat-cepat kembali ke hotel.
Baiklah kita ikuti In Tiong Giok yang sedang menguntit Liok Jie Hui menyusuri gili-gili sungai. Ia membayangi musuh dengan jarak tertentu, sehingga tidak diketahui. Beberapa lie kemudian tibalah mereka disebuah perkampungan nelayan. Liok Jie Hui nampaknya sudah mengenal betul seluk beluk keadaan kampung itu. Ia masuk dengan leluasa, dan keluar lagi bersama seorang nelayan. Menuju kepinggir sungai , naik kesebuah perahu yang terus dikayuh kearah utara.
In Tiong Giok tidak mau ketinggalan, dicarinya sebuah sampan kecil yang tertambat disungai itu.
Dan mengayuhnya perlahan-lahan tanpa mengeluarkan suara.
Sungai yang mereka layari bermuara kesebuah danau besar. Ditengah-tengah danau terdapat sebuah pulau kecil. Liok Jie Hui menuju kearah pulau itu dengan mengambil jalan lurus.
Karena letak pulau dan perkampungan nelayan tak seberapa jauh, dalam waktu yang tak seberapa lama mereka telah tiba dipulau itu.
Kedatangan mereka disambut beberapa penjaga pulau. Liok Jie Hui diam saja diperahu dengan tenang, sedangkan sinelayan berkata-kata dengan penjaga itu. Entah apa yang mereka katakana tidak dapat didengar Tiong Giok. Sipemuda sendiri tahu tidak bisa mendarat seperti Liok Jie Hui, maka itu dikayuhynya sampan ketempat sepi yang tidak ada penjaganya.
Dengan begitu ia mendahului Liok Jie Hui naik kepulau, dan menyelinap mendekati pos penjagaan.
Liok Jie Hui belum mendarat. Sedangkan penjaga pantai masuk kedalam menuju sebuah benteng tembok melaporkan kedatangannya itu. Tak selang lama dari dalam benteng tampak keluar seorang setengah baya yang berpakaian sebagai pelajar bersama penjaga pos tadi.
Begitu orang setengah baya itu sampai dipantai dan melihat Liok Jie Hui, wajahnya berubah dengan mendadak. Sambil merangkapkan tangan ia memberi hormat dan berkata : "Ada kepentingan apa Liok Lo Cianpwee gelap-gelap datang kepulau ini ?"
"Aku ingin bertemu dengan kedua Tay siangmu (ketua) !"
"Tidakkah Liok Lo Cianpwee tahu, kedua Tay siangku sedang bepergian ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
366 "Siau Siang seng tak perlu mencari alas an ini dan itu, aku sudah mengetahui dengan jelas kedua ketuamu ini tidak kemana-mana ! Kabarkanlah kepada mereka bahwa kedatanganku ini membawa kabar penting sekali untuk mereka !"
"Maaf Liok Lo Cianpwee apa yang kukatakan adalah benar, bahwa kedua ketuaku tidak ada ditempat !"
"Aku cukup mengenal tabiat kedua ketuamu itu ! Mereka memang tak senang menerima tamu, tapi terhadapku adalah pengecualian ! Hal ini kuharapkan bantuanmu juga, guna melaporkan kepadanya kedatanganku sekarang juga !"
"Jika Liok Lo Cianpwee ingin bertemu juga ikutlah denganku !"
"Ha ha ha begini harusnya bersahabat !" kata Liok Jie Hui sambil mencelat kedarat dan terus mengikuti tuan rumah kebenteng tembok.
Belum pula mereka masuk kedalam benteng dari dalam terlihat seorang berbaju kuning menuju keluar. Orang itu begitu melihat Liok Jie Hui berusaha menghindari diri dan mau masuk lagi.
"Oey Siangkong sudah lama tidak bertemu, rupanya diam-diam sudah mempunyai kedudukan baik dipulau ini ?" tegur Liok Jie Hui.
Laki-laki berbaju kuning terpaksa membalik badan lagi dan memberi hormat pada Liok Jie Hui sambil tersenyum. "Liok Lo Cianpwee bisa saja nih, sebenarnya sudah lama aku ingin berkenalan denganmu, tapi baru hari ini rupanya niat itu terkabul !"
"Lima hari yang lalu kulihat engkau berbelanja dengan sibuk dikota Lam Ciong, sebetulnya ingin kupanggil, tapi kau keburu pergi !"
"Aduh, kalau begitu aku kurang hormat dong, maaf deh ! Liok Lo Cianpwee sudah lama menetap di Lam Ciong ?"
"Baru saja sepuluh hari," sahut Liok Jie Hui tersenyum. "Kedatanganku kesini belum melapor pada kedua Tay Siangmu, maka merasa kurang tenteram ! Kumohon bantuanmu menyatakan rasa penyesalan ini, sebelum aku bertemu dengan kedua ketuamu itu !"
Laki-laki berbaju kuning itu mempersilahkan Liok Jie Hui masuk kedalam benteng dan terus menyuguhkan the, ia sendiri menyeret laki-laki setengah baya kebelakang benteng.
In Tiong Giok melihat tegas bahwa laki-laki berpakaian kuning itu bukan lain dari Oey Tin Hong si banci itu. Ia jadi geli sendiri, jikalau inagt pengalamannya dulu menghadapi banci itu, hampir ia tertawa sendiri.
Sedangkan Oey Tin Hong begitu sampai dibelakang benteng, dengan bersungut-sungut menyesalkan kawannya. "Engkau bagaimana sih " Kapan sudah tahu ketua kita tidak mau menemui tamu bukan ?"
"Ia mendesak terus dan tak percaya apa yang kuucapkan terpaksa kuajak masuk".."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
367 "Kau harus tahu, tua bangka itu sangat licik dan busuk, kedatangannya pasti untuk tujuan yang tidak baik !"
"Ah jangan bercuriga, pokoknya beritahulah soal kedatangannya pada ketua !"
In Tiong Giok berniat membuntuti Oey Tin Hong, tapi dengan cepat pikirannya berubah.
Bagaimanapun dua ketuanya itu akan kesini, lebih baik aku mencaari tempat sembunyi. Dan diam-diam disitu menantikan segala perubahan dari pada menampakkan diri membuat mereka terkejut tak karuan.
Setelah mengambil keputusan ia ccelingukan mencari tempat yang baik, tampak oelhnya sebuah menara pengintai yang cukup tinggi didepan benteng. Disitu terlihat seoraang penjaga sedang bertugas. Cepat-cepat ia keluar dari persembunyiannya, berindap-indap mendekati menara itu dan terus mencelat keatas tanpa bersuara, sedangkan kepandaiannya yang dimiliki kini, dipakai menghadapi penjaga semacam itu mudahnya bukan main. Begitu tangannya bekerja, pengawal itu tertotok tanpa berkutik. Dari sini ia dapat melihat keadaan di dalam benteng dengan bebas sekali.
Lebih kurang sepemakan nasi lamanya ia melihat sinar obor datang dari jurusan dalam. Makin lama makin dekat hingga membuatnya melihat tegas. Delapan bocah-bocah kecil dengan bersenjata pedang, mengawal ddua bocah kecil lainnya. Tiong Giok mengenali dua bocah yang diiring itu adalah Hek pek siang yauw, Na Beng Sie dan Lauw Siu Kim.
Dengan gagah suami istri itu masuk kedalam benteng, barisan pengawal yang menjaga pantai berbaris dengan rapi dibawah komando laki-laki setengah baya tadi. "Yang rendah Siau Lam Siong memberi hormat pada Jie Wie Tay siang." Belum lagi ia selesai bicara, Lauw Siu Kim yang berangasan sudah membentaknya : "Engkau bernyali besar, berani mengajak orang luar masuk kedalam benteng ini !"


Perguruan Sejati Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ini"." Siau Lam Siong membela diri dengan wajah pucat. "Sebab"..sebab".."
"Tutup mulut ! Kesalahan ini tak dapat aku ampuni ! Pengawal ringkus dia !" seru Lauw Siu Kim dengan bengis. Dua bocah bersenjatakan pedang maju kedepan menjalankan perintah.
Pada saat inilah Liok Jie Hui menampakkan diri. Ia memberi hormat terlebih dahulu pada tuan rumah, lalu membuka mulut : "Toaso jangan marah, ini bukan kesalahannya aku?""
"Liok Toako ketahuilah ! Engkau bicara dimana " Apakah kau ingin membuat kam malu didepan anak buah ini ?" kata Lauw Siu Kim dengan ketus.
"Tidak, sekali-kali tidak ! Aku hanya memohon sedikit muka darimu, agar orang ini diampuni?""
"Baiklah !" kata Lauw Siu Kim dengan nada dongkol. "Apa maksudnya datang kemari ?"
"Ada sebuah kabar penting yang hendak kusampaikan kepada Toako dan Toaso," kata Liok Jie Hui dengan tersenyum-senyum. Sedikitpun ia tak merasa tersinggung atas sikap tuan rumah yang berangasan itu.
"Kabar apa ?" tanya Lauw Siu Kim dengan ketus.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
368 "Yakni ekor peristiwa Hoay Giok San"."
"Hm ! Soal di Hoay Giok San " Engkau masih ingat kejadian itu ?"
"He he he rupanya Toaso masih dendam dan tak bisa memaafkan kesalahanku itu " Baiklah kuterangkan maksudku kesini yakni buat memberi kabar penting untuk menebus kesalahan itu"."
"Hm, jadi engkau berasa punya kesalahan kepada kami ?" ejek Na Beng Sie yang sejak tadi diam-diam saja.
"Setiap orang tidak luput dari kesalahan, artinya maju bukan " Kuakui waktu di Hoay Giok san mempunyai niat untuk menyerahkan dua pedang mustika itu ! Tapi kuyakin pula setiap yang datang kesana mempunyai niat yang sepertiku juga , betul tidak " Yang lucu kita yang berkelahi orang lain yang mendapat untung !"
"Untuk apa kau menyebut-nyebut soal yang sudah lampau ?" tanya Na Beng Sie.
"Toako jangan mengira soal Hoay Giok san sudah beres?"
"He he he, masih ada ekornya !" kata Liok Jie Hui.
"Apa ekornya ?" bentak Lauw Siu Kim.
"Aku bermaksud baik untuk menyampaikan kabar penting ini, tapi sikap Toako dan Toaso demikian macam, membuatku tak bisa mengatakan apa-apa lagi !" sehabis berkata Liok Jie Hui membalik tubuh, hendak berlalu.
"Stop !" seru Lauw Siu Kim.
"Apakah Toaso tak mengijinkan aku pulang "
"Biar tempatku semacam ini, tapi tak kuijinkan sembarang orang keluar masuk seenaknya mengerti " Sebelum engkau terangkan sejelas-jelasnya ekor peristiwa Hoay Giok san, jangan harap bisa berlalu seenak hati !"
"Habis sikapmu itu seperti menghadapi musuh saja, maka lebih baik kupulang saja !"
"Pokoknya kuminta engkau menjelaskan ! Ingat ini tempatku !" ancam Lauw Siu Kim.
"Tapi sikap Toako dan Toaso begitu macam, seolah-olah tidak percaya saja, mana mau aku menjelaskan."
"Liok Toako jangan gusar, sebagai sahabat lama tentu tahu tabiat istriku ini, kuharap engkau jangan marah !" kata Na Beng Sie.
"Mana berani aku marah-marah."
"Nah bicaralah".." desak Na Beng Sie.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
369 "Baiklah," kata Liok Jie Hui, "aku mendengar kabar bahwa kedua pedang pusaka yang terdapat didaerah Hoay Giok san jatuh ke tangan seseorang"."
"Orang itu siapa ?" tanya Na Beng Sie.
"Kalau kusebutkan, Toako dan Toaso bisa kaget sendiri, ia akan datang mengobrak-abrik pulau Hiu ini?" Liok Jie Hui sengaja tak meneruskan perkataannya, menunggu reaksi sipendengar.
Lauw Siu Kim jadi geregetan menghadapi tamunya yang licik ini, ia tak bisa berbuat apa-apa kecuali bersabar, karena ingin mengetahui siap orang itu yang ingin mengobrak-abrik sarang mereka.
"Liok Toako perkenalan kita bukan sekarang-sekarang saja, engkau harus tahu sendiri tabiat istriku, tak perlu diambil dihati akan sikapnya tadi." Na Beng Sie mulai melunak dan bersikap ramah. "Sejujurnya seumur hidup kami tidak ada yang kami takutkan, tapi mendengar perkataanmu barusan, membuat kami ingin tahu siapa manusia yang berani membuka mulut lebar itu !"
"Na Toako, kabar ini kuketahui secara kebetulan saja, bilamana tidak akupun tak bisa tahu"." Liok Jie Hui masih tetap belum mau menerangkan dengan jelas.
"Atas kebaikanmu ini kuhaturkan terima kasih," kata Na Beng Sie.
"Atas ini tak perlu Toako menghaturkan terima kasih," kata Liok Jie Hui. "Sudah sepantasnya aku mewartakan kabar ini pada Jie wie. "Ya kabar apa ?" bentak Lauw Siu Kim dengan gusar.
"Soalnya begini," Liok Jie Hui mulai mengarang cerita yang tidak-tidak. "Toako dan Toaso mungkin tidak tahu, pedang pusaka yang diperebutkan kita tempo hari jatuh ditangan In Tiong Giok."
"Ha ha ha jadi bocah itu yang kau maksud mau mengobrak-abrik tempatku ini ?" tanya Lauw Siu Kim.
"Toaso jangan pandang enteng kepadanya," kata Liok Jie Hui, "dengarkanlah dulu ceritaku !
In Tiong Giok sekarang bukan seperti In Tiong Giok yang dulu. Ia sudah lihay sekali, karena telah mempelajari Keng thian cit su secara sempurna. Bahkan telah menjadi ahli pedang kelas wahid. Soal ia lihay tidak kuhiraukan, yang membuatku sakit hati adalah perbuatan curangnya"."
"Kenapa curang ?" tanya Na Beng Sie.
"Apakah Toaso tidak tahu, sejak Keng thian cit su meluas didunia Kang Ouw, berbagai cabang persilatan mempelajari ilmu itu dengan tekun. Sehingga dalam waktu singkat ini mereka telah mendapatkan suatu hasil yang boleh juga. Maka itu kalau kita jalan-jalan didunia Kang Ouw bisa melihat pasangan-pasangan muda berjalan bersama-sama kesana kemari. Tahukah, kenapa mereka berjalan berpasangan ?"
"Karena mereka meyakinkan Keng thian cit su dengan brdua dengan begitu kedahsyatannya ilmu pedang itu baru bisa dikembangkan bukan ?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
370 "Apakah Na Tgoako mempelajari ilmu pedang itu berdua juga ?"
"Dalam buku itu sudah jelas diterangkan, ilmu pelajaran itu harus dipelajari berdua bukan ?"
"Itu salah, yang benar semua kaum bulim kena ditipu In Tiong Giok !" kata Liok Jie Hui. "Ia menulis buku itu tidak lengkap, sedangkan untuknya sendiri adalah yang lengkap !"
Na Beng Sie dan Lauw Siu Kim setengah percaya setengah tidak keterangan tamunya yang licik itu. "Dari mana engkau bisa memastikannya berlaku curang ?"
"Mula pertama akupun tidak menyangka buruk pada pemuda itu, dan mempelajari Keng thian cit su dengan tekun, tapi bagaimana kupelajari ada beberapa bagian yang tidak bisa merangkai satu sama lain. Mula pertama kuanggap pelajaran itu memang sukar dimengerti dan harus sabar menyelaminya. Tapi tak kira bocah itu dalam waktu singkat sudah begitu pandai dan lihay"semua ini karena ia memiliki buku yang lengkap dan sempurna!"
"kelihayannya itu dibesar-besarkan saja, padahal belum tentu begitu kenyataannya !" kata Na Beng Sie.
"Tadinya kuanggap memang begitu, tapi kudengar lagi berita selanjutnya dengan seorang diri In Tiong Giok membuat orang-orang Pok Thian Pang kocar kacir !"
"Mungkinkah terjadi hal itu ?"
"Untuk membuktikan soal ini aku membuang waktu lama sekali, dan baru bisa bertemu dengannya dikota Lam Ciong. Apa yang dikatakan orang-orang Kang Ouw soal kelihayan pemuda itu sedikitpun tak salah, ia telah memiliki kepandaian yang benar-benar luar biasa"."
"Hmm, bocah itu, bocah itu berada dikota Lam Ciong ?" tanya Lauw Siu Kim.
"Benar ! Tujuannya yakni untuk menaklukkan kalian berdua !"
"Kalau dipikir panjang, bocah itu tidak punya permusuhan apa-apa dengan kami, kenapa mau mengobrak-abrik tempat ini ?" kata Na Beng Sie.
"Karena waktu terjadi perebutan pedang pusaka Toako dan Toaso ikut serta bukan " Nah setiap yang ikut memperebutkan pedang itu satu persatu akan dihantamnya"."
"Panggil dia kemari, aku tidak takut !" teriakLauw Siu Kim.
"Toaso jangan gusar apa yang kukatakan ini adalah benar dan tak salahnya berlaku waspada, hitung-hiutng sebelum hujan sedia paying."
"Hm, menghadapi bocah semacam itu tak perlu berjaga-jaga !"
"Toaso jangan memandang enteng, jaman ini hanya dia yang pandai Keng thian cit su secara sempurna."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
371 "Tak perlu menunggu ia datang, aku bisa mencarinya dikota Lam Ciong," kata Lauw Siu Kim.
"Anak-anak siapkan perahu !" perintahnya saat itu juga.
"Buat apa begitu bernafsu, kalau ia mau datang kemari, tak perlu kita mencarinya," cegah Na Beng Sie.
Lauw Siu Kim yang berangasan, mana mau mendengar nasehat suaminya lagi, ia mau
berangkat saat itu juga.
"Toako tak usah tergesa-gesa, untuk menghadapinya aku mempunyai satu akal baik."
"Akal apa ?" tanya Na Beng Sie.
Liok Jie Hui segera membisiki Na Beng Sie dengan perlahan, setelah itu tuan rumah membisiki istrinya. Kemudian dipanggilnya Oey Tin Hong dan memesannya beberapa patah kata. "Lekas jalankan perintahku ini !"
Oey Tin Hong dengan tergesa-gesa meninggalkan ruangan itu, berlari keluar. Dan tak selang lama dari empat penjuru terdengar genta berbunyi, disusul dengan terlihatnya cahaya api yang terang benderang diempat penjuru, dalam waktu sekejap saja pulau kecil itu sudah menjadi ramai dan gaduh serta tegang.
Melihat kejadian ini, Tiong Giok tahu bahwa kehadiran dirinya siang-siang sudah diketahui Liok Jie Hui yang licik itu. Baru tubuhnya mau pindah ketempat lain"..
Liok Jie Hui sudah bergelak-gelak dengan keras : "Na Toako bagaimana " Percaya tidak akan kata-kataku ?"
Na Beng Sie dan Lauw Siu Kim bersama dengan delapan bocah-bocah kecil dengan cepat memburu kearah menara pengintai.
"Liok Jie Hui mulutmu beracun sekali," kata In Tiong Giok. "Namun jangan harap kau berhasil meminjam golok membunuh orang !" kata In Tiong Giok seraya mencelat pergi, gerakan tubuhnya luar biasa sekali, membuat Hek pek siang yauw terheran-heran.
"Bocah, engkau jangan bermulut besar, biar bagaimana engkau tak bisa meninggalkan pulau dalam keadaan hidup," jawab Liok Jie Hui.
"Kejar !" teriak Lauw Siu Kim.
In Tiong Giok todak mau ribut, ia berlari dengan cepat ketempat dimana perahu ditambat.
Begitu ia sampai hatinya menjadi mencelos, karena perahunya sudah hilang. Sedang pengejar susul menyusul sudah tiba dibelakangnya.
"Bocah she In, perahu sudah kusimpan ketengah-tengah danau ! Kecuali terbang jangan harap bisa meninggalkan pulau ini !" ejek Na Beng Sie.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
372 In Tiong Giok sedikitpun tidak takut menghadapi Siang Yauw, tapi ia tahu bilamana terjadi perkelahian antara dia dengan Siang Yauw yang untung adalah Liok Jie Hui. Maka itu ia berlari lagi menghindari perkelahian. Karena ia sadar, Liok Jie Hui ingin memperalat Siang Yauw untuk kepentingan dirinya, disamping itu iapun ingin menggunakan tenaga Tiong Giok untuk menyingkirkan Siang Yauw. Dengan begini ia bisa bebas dan tidak kuatir pada siapa-siapa lagi, guna merampas pedang dari tangan Tiong Giok.
Siang Yauw mengejar terus, sedangkan Liok Jie Hui tidak henti-hentinya menghasut suami istri itu.
"In Tiong Giok untuk apa berlari-lari seperti maling kesiangan, kau kira bisa lolos dari tangan Hek pek siang yauw yang tersohor lihay ?"
Na Beng Sie tidak termakan propokasi itu, tapi Lauw Siu Kim lain dengan suaminya, amarahnya menjadi-jadi, maka dikejarnya pemuda kita dengan sekuat tenaga.
"Toaso hati-hati, ilmu pedang bocah ini lihay sekali !" seru Liok Jie Hui.
Tiong Giok tidak kenal keadaan, tak selang lama dirinya kena dikejar nyonya rumah yang terus melakukan serangan dengan kedua bilah pedangnya secara bengis.
Tiong Giok mengandalkan telinganya yang lihay mengetahui bagian dadanya diserang musuh, maka dengan mendadak ia berhenti berlari, dan membungkukkan tubuh menghindarkan
serangan. Lauw Siu Kim kelewat bernafsu kurang mengontrol dirinya, maka menyelonong terus kedepan dan jungkir balik terganjel tubuh lawannya. Saat itu kalau Tiong Giok mau berlaku kejam, orang she Lauw itu akan berhenti menjadi orang dibawah hiat cie lengnya yang ampuh.
Na Beng Sie yang menyaksikan kejadian ini hampir-hampir berteriak bahwa kagetnya. Tapi Tiong Giok tidak menurunkan tangan melakukan serangan, tubuhnya berbalik dan lari lagi.
Pengejar berkelebat-kelebat dari empat penjuru, dalam sekejap Tiong Giok telah terkepung.
"Kenapa Lo Cianpwee mendesak sekali ?" tanya Tiong Giok memasang mata.
Siang Yauw belum menjawab, Liok Jie Hui telah mendahului. "Bocah apa tujuanmu datang kepulau ini tanpa diundang " Kini apa lagi yang hendak kau katakana " Sebaiknya lekaslah menyerah !"
Tiong Giok tersenyum meringis. "Aku ingat jasamu membebaskan aku dari Pok Thian Pang dan menghargai engkau sebagai Bulim Cap Sah Kie. Tapi tak kira sebagai orang tuaan bukan saja engkau tak bisa memberi contoh baik kepada yang mudaan, malahan berlaku sebagai dorna yang mengadu domba sesama orang Kang Ouw demi kepentingan sendiri."
"Hm, sudah tahu dirimu keluar dari Pok Thian Pang karena jasaku, kenapa sikapmu
memusuhi aku, ini boceng (tidak membalas guna) untuk ini engkau harus mampus," kata Liok Jie Hui seenaknya dan terus membelah tongkatnya menjadi dua pedang. "Na Toako aku sebagi tamu, sebenarnya tak pantas menindak bocah ini, tapi perbuatannya kelewat kurang ajar, kumohon diberi ijin menghajarnya sekarang juga."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
373 Liok Jie hui sengaja mengatakan demikian dan bersikap mau menyerang padahal aksinya itu hanya gertakan saja. Akal liciknya ini benar-benar membawa hasil, Lauw Siu Kim yang berangasan merasa mangkel kena dijungkalkan ia mau membalas dendam. Dan tak mau
didahului tamunya. "Sabar !" serunya. "Ini adalah tempatku, takperlu engkau turun tangan, kami masih sanggup membekuknya." Digapainya empat bocah kecil yang berpedang. Dan disuruhnya mereka melawan Tiong Giok. Empat bocah itu manggut-manggut dan terus
memecahkan diri, dua kekanan dua kekiri.
Dengan tak diduga-duga empat bocah ini melakukan serangan dengan berbareng, yang kiri melancarkan jurus Dua Pedang Melintas Di Utara, yang dikanan melancarkan jurus
permukaan luar menyambung awan. Dua jurus ini adalah gerakan maut dari Keng thian cit su.
Menyaksikan kelihayan bocah-bocah kecil yang berbakat besar ini, timbul rasa sayang Tiong Giok pada mereka.
Dengan tersenyum ia menggerakkan sepasang lengannya, melancarkan jurus Tujuh keindahan yang bergabung, mematahkan serangan-serangan bocah kecil itu. Ia bergerak belakangan tapi serangannya lebih dulu sampai dari lawan-lawannya. Lagi pula ilmu kepandaiannya telah tinggi jauh dari bocah-bocah cilik itu.
Maka biar bertangan kosong ia tetap lebih unggul banyak, dan dalam waktu segebrakan saja, keempat bocah-bocah cilik itu susul menyusul dilucuti senjatanya tanpa berdaya.
Bocah-bocah itu yang tampaknya mungil-mungil, terpaku dengan keheran-heranan seperti terkesima.
"Kalian masih kecil sudah punya kepandaian Keng thian cit su dengan baik. Pedang kalian kena kulucuti, karena kalian melakukan kesalahan. Pertama empat orang maju berbareng dengan dua jurus, daya serangannya kurang kuat dan ampuh, seharusnya memakai empat jurus sekaligus."
"Kedua jurus yang barusan seharusnya dipakai menyerang keatas dan kebawah, tak boleh rata seperti barusan, nah ingatlah baik-baik."
Keempat bocah tampaknya masih ragu, tanpa bilang apa-apa lagi mereka memungut
pedangnya masing-masing dan mundur teratur.
Menyaksikan kejadian ini Lauw Siu Kim naik pitam, dengan keras ia membentak : "Bocah keparat, coba pecahkan seranganku ini !" Tubuhnya dengan kecepatan kilat melompat keudara, dengan sedikit gerakan pinggangnya ia menukik turun membawa serangan dahsyat dengan jurus Dua Pedang melintang diudara.
Satu jurus yang serupa dengan Keng thian cit su, seperti yang digunakan bocah-bocah tadi.
Tapi berubah begitu hebat dan luar biasa daya serangannya.
Tiong Giok menatap keatas dengan perasaan kagum, ia tak berani gegabah seperti menhadapi bocah-bocah tadi. Kaki kirinya dengan cepat bergerak kesamping, lengan kanannya serentak menghunus Hong siat kiam. Kemilauan sinar pedang pusaka membuat lIok Jie Hui dan Na Beng Sie terkesiap. Demikian pula dengan Lauw Siu Kim, ia tak bisa menarik lagi
serangannya. Maka itu pedangnya sekali bentrok telah menjadi patah. Tubuhnyapun turun Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
374 terus mendekat pedang pusaka yang luar biasa itu. Ia tak berani membuka mata lagi, pikirnya akan mati terbelah detik itu juga".
"Siu Kim?" teriak Na Beng Sie. Ia mencintai istrinya melebihi dirinya sendiri. Kini ia harus menyaksikan kematian istrinya tanpa berdaya, ia merasa sedih sekali dan putus asa. Ia memeramkan mata dengan berduka".
Tapi diluar dugaan Siang Yauw sekali lagi Tiong Giok berbuat baik, ia menarik pedangnya kesamping dan membiarkan bahu kirinya ketempat pedang buntung musuhnya, sehingga terluka dan berdarah.
Lauw Siu Kim sangat lihay, begitu pedangnya menyerempet musuh, segera bersalto dan turun dibumi dengan mata menuding seolah-olah ia tidak percaya musuh itu berlaku murah kepadanya.
Biarpun lukanya mengeluarkan darah, tak membahayakan jiwa, maka Tiong Giok tak
menghiraukannya barang sedikitpun. Ia memasukkan pedangnya kedalam serangka. Lalu merangkapkan tangan memberi hormat kepada nyonya rumah : "Dengan sejujurnya jurus yang dilancarkan Lo Cianpwee sudah sempurna sekali dan tak bisa dipecahkan. Aku
mengandalkan ketajaman pedang pusaka inilah baru berhasil menyelamatkan diri."
Lauw Siu Kim masih menjublek seperti patung, seperti mendengar seperti tidak mendengar apa yang diucapkan lawannya.
Sedangkan Na Beng Sie sewaktu membuka mata kembali, melihat istrinya tidak kurang suatu apa, segera berjingkrakan dengan girangnya. Dipeluknya sang istri sambil menanya dengan telaten : "Siu Kim kau tidak kenapa-napa ?"
Lauw Siu Kim menjadi sadar begitu saja terpeluk suaminya. "Hm, apakah engkau menyesal aku tak mampus siang-siang ?"
"Siu Kim apa maksudmu berkata begitu " Lihatlah bocah ini akan kuhajar, biar hatimu menjadi puas !"
"Hm, barang siapa berani mengganggu barang seujung rambut dari In Siau hiap ini harus berhitungan denganku !" kata Lauw Siu Kim.
"Apa " Bagaimana ?" tanya Na Beng Sie merasa serba salah menghadapi istrinya ini.
Lauw Siu Kim menoleh kearah Liok Jie Hui. "Orang she Liok, bagaimanapun engkau adalah tamuku, maka tak bisa aku berlaku kurang pantas padamu. Tapi kalau lain hari engkau berani memijakkan kaki kepulau ini, tiada ampun bagimu !"
Liok Jie Hui adalah orang cerdik, ia mengerti aya yang dialami nyonya rumah barusan.
"Toaso apa artinya budi sekecil itu, sampai harus mengusirku pergi ?"
"Tutup mulutmu jangan sampai aku membalik muka sekarang juga, lenyaplah dari sini !"
"Baik"baik, aku segera pergi"."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
375 "Ingat sejak hari ini aku tak mau kenal lagi dengan manusia licik sepertimu ! Engkau tukang tipu yang pandai mengadu domba sesama orang Kang Ouw ! Engkau mengatakan In Siau hiap datang untuk mengobrak-abrik tempat ini, nyatanya mana ?"
"Ini".ini"sebab"."
"Jangan banyak mulut lagi, pergilah lekas ! Kalau merasa kurang puas engkau boleh mengumpulkan kawan-kawanmu, aku menanti setiap saat !" kata Lauw Siu Kim dengan
mendelik. "Siapkan perahu dan bawa dia pergi !"
Tang ! Tang ! Tang ! terdengar bunyi genta tiga kali, ini adalah isyarat bahaya telah berlalu.
Perahu-perahupun berkumpul lagi dipantai.
Dengan diiringi empat bocah kecil Liok Jie Hui diantar sampai keperahu. Ia tersenyum dingin atas perlakuan tuan rumah, tapi tak berani berkata apa-apa lagi.
Lauw Siu Kim memandang Tiong Giok sambil tersenyum. "In Siau hiap aku menghaturkan banyak terima kasih atas kemurahan hatimu ! Bilamana tidak, mungkin aku sudah menjadi setan gentayangan."
"Lo Cianpwee jangan berkata begitu, semua ini gara-gara Liok Jie Hui yang jahat itu," kata Tiong Giok. Seraya menuturkan bagaimana ia menguntit sidorna itu dan sampai dipulau Hiu ini. "Atas kelancanganku ini aku minta dimaafkan."
"Jangan berkata begitu, biarpun orang-orang Kang Ouw menganggap Hek pek siang yauw sebagai momok yang kejam. Tapi didalam hal membedakan antara budi dan dendam kami punya garis yang tegas. Maka kebaikanmu itu biar bagaimana tak bisa kulupakan. Andaikata dibelakang hari In Siau hiap membutuhkan bantuan kami, biarpun menerjang lautan api kami bersiap sedia. Kini berilah muka dan mampir ditempat tinggalku."
Melihat kesungguhan dari tuan rumah, Tiong Giok tidak berani menolak, maka ia mengikuti masuk kedalam rumah. Dan dipersilahkan duduk disebuah aula yang luas dan terang
benderang karena banyaknya lilin yang dipasang.
Beberapa pelayan datang membawa obat luka, Tiong Giok diobati secara telaten sekali, membuatnya merasa syukur dan terima kasih.
Oey Tin Hong menghampiri sambil memberi hormat, lagaknya tidak seperti dulu, mungkin dikarenakan tambah usia sifatnyapun jadi berubah.
Berikutnya Siau Lam Siong datang memberi hormat seperti yang dilakukan banci tadi.
Setelah beres kenalan, hidangan dan minuman berturut-turut datang. Dan terjadilah pesta secara mendadakan dengan meriahnya.
Sambil makan dan minum Lauw Siu Kim maupun Na Beng Sie tak henti-hentinya bertanya ini itu pada tamunya. Tiong Giok tanpa ragu-ragu menceritakan segala pengalamannya dengan jujur, sehingga tuan dan nyonya rumah merasa puas.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
376 "Jadi orang tuamu ada di Lam Ciong " Kupikir dari pada dibawa ke Kiu yang shia, lebih baik dibawa kemari !" kata Lauw Siu Kim.
"Soalnya bukan menolak nih," kata Tiong Giok. "Aku sudah berjanji dengan Tong Cian Lie akan membawa ibuku kesana, atas kebaikan Jie wie Lo Cianpwee kuhaturkan banyak terima kasih."
Setelah mendengar penjelasan dan alasan Tiong Giok, Siang Yauw tidak mendesak lagi.
Perjamuan atau pesta itu berlangsung sampai terang tanah, In Tiong Giok pun baru diperkenankan pulang oleh tuan rumah. Dengan rasa berat mereka melepaskan Tiong Giok pulang, tapi memesannya berulang-ulang agar pemuda itu sering-sering datang ketempatnya.
Atas ini Tiong Giok menghaturkan terima kasih dan terus naik perahu meninggalkan pulau itu?"
Sesampainya di hotel, merasa heran sekali, karena melihat banyak orang yang berkerumun, melongok-longok kebagian belakang dari hotel Huo Peng. Cepat-cepat ia melangkah
kedalam. Pemilik hotel begitu melihat dirinya segera menyambut dengan tesenyum dan membungkuk-bungkuk. "Kongcu kasihanilah kami, hotel ini adalah sumber pencaharian kami yang sebenar-benarnya?"maka tolonglah kami."
"Memang kenapa ?"
"Kumohon dengan sangat agar Kongcu mau pindah dari penginapanku ini," ratap pemilik hotel. "Soal pembayaran jangan dipikirkan".tolonglah kami !"
"Sebenarnya apa yang terjadi dan membuatmu memaksa kami pindah dengan mendadak
begini ?" "Soalnya".kawan-kawanmu membuat ribut dan berkelahi".aku takut".kerembet-rembet,"
kata pemilik hotel dengan terbata-bata.
"Oh begitu," kata Tiong Giok. Dan cepat-cepat membalik tubuh menuju kebelakang. Saat ini kebetulan sekali Ceng Ceng keluar. "Sebenarnya apa yang telah terjadi di hotel ini ?"
"Oh"..soal kecil yang tak berarti," jawab Ceng Ceng. "Tapi pemilik hotel sengaja membesar-besarkan dan ketakutan tak keruan".."
"Bukannya kami mengusir, tapi minta tolong," ratap pemilik hotel. "Ini terpaksa kulakukan karena"..karena takut balasan mereka."
"Tentunya orang-orang Liok Jie Hui".."
"Benar !" sahut Ceng Ceng. "Siau cu jin tak perlu kuatir, segala cecunguk-cecunguk semacam itu biar datang terlebih banyak lagi aku masih sanggup menyikatnya. Mari masuk, mereka menantikanmu dengan cemas !"
"Engkau tak usah kuatir, soalku pasti takkan merembet-rembet dirimu," hibur Tiong Giok pada pemilik hotel. "Soal pindah harus kudamaikan dulu dengan kawan-kawanku"."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
377 "Terima kasih"terima kasih," pemilik hotel berulang-ulang memberi hormat dengan
terbungkuk-bungkuk.
Didalam kamar tampak ibunya, Tio Ma dan Wan Jie sedang memperbincangkan soal dirinya yang tidak pulang semalam suntuk. Bagitu ia melangkah masuk, mereka menjadi girang, dan menanya ini itu secara melit. Dengan penuh kesabaran Tiong Giok menuturkan apa yang dialaminya secara ringkas tapi jelas.
"Kupikir engkau kemana pergi begitu lama, kiranya pergi ke pulau Hiu segala," Wan Jie sedikit menggerendeng.
"Kalau kupikir kejadian semalam seperti mimpi saja, disana aku bertempur, tak tahunya disinipun kamu bertempur," kata Tiong Giok.
"Ya waktu itu aku seorang diri menghadapi empat musuh, keadaan benar-benar gawat sekali.
Untunglah Ceng Ceng dan Siau Bwee keburu datang. Sehingga dalam waktu sekejap kami berhasil membunuh dua musuh ! Yang dua lagi segera lari ! Waktu mau terang tanah tiba-tiba Liok Jie Hui sendiri yang datang, kupikir akan terjadi lagi perkelahian, tak kira orang tua licik itu tak mau berkelahi, ia hanya membawa mayat anak buahnya, pergi dan tak datang lagi."
"Untung Siau cu jin berlaku cerdik," kata Ceng Ceng. "Dan bisa menebak kehendak musuh, kalau mengikuti cara Tiat Kounio kita pasti terjebak siasat busuk Liok Jie Hui. Bangsat itu pasti sudah mengetahui bahwa jejaknya diikuti kita, sengaja ia meninggalkan kuil tua untuk memancing Siau cu jin pergi, diam-diam ia menyuruh anak buahnya datang kemari. Untung kami keburu pulang, kalau tidak entah apa yang bakal terjadi atas diri ibumu, Tio Ma dan Wan Kounio !"
"Oh".pantasan pemilik hotel ituketakutan sekali," kata Tiong Giok. "Kiranya terjadi perkelahian yang memakan korban jiwa, kalau begini biar bagaimana kita harus pindah dari hotel ini."
"Tampang bangkai pemilik hotel yang ketakutan itu menyebalkan sekali," kata Ceng Ceng.
"Pagi-pagi buta sudah menggebah kita pergi".biar saja kita disini, agar dia ketakutan setengah mati !"
"Tak bisa berlaku begitu, ia pedagang yang menyayangi sumber pencahariannya, kalau kita berkelahi terus disini, hotelnya ini bisa tak laku, sama dengan memecahkan mangkok nasinya bukan ?"
"Sebaiknya peristiwa disini oasti sudah tersebar luas keseluruh kota Lam Ciong, mana ada penginapan yang mau menampung kita lagi ?" kata Wan Jie.
"Oh"..kuingat Siang Yauw menawarkan tempat, tidakkah lebih baik kita kesana ?" kata Tiong Giok.
"Jangan kuatir manusia semacam Siang Yauw sembarang waktu bisa berbalik pikir dan merepotkan kita," Wan Jie memprotes.
"Tapi sebagai orang kenamaan didunia Kang Ouw kuyakin Siang Yauw bisa dipercaya?"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
378 Wan Jie menggelengkan kepala. "Kita harus menjaga sesuatu yang diluar dugaan dan bercuriga atas kebaikan orang !"
"Ada suatu tempat yang indah dan aman, letaknya tak seberapa jauh."
"Dimana ?" tanya Tiong Giok.
"Dikuil tua sarangnya Liok Lo Koay !"
"Benar !" kata Tiong Giok. "Liok Lo Koay yang pasti akan pindah dan takut kita satroni.
Baiklah kita nantikan sampai malam baru kesana."
"Ya kalau pergi sekarang mana bisa. Siau Bwee belum pulang, kita harus menunggunya,"
kata Wan Jie. "Memang dia pergi kemana ?"
"Ia mencarimu," kata Wan Jie. "Sebelum itu sudah berjanji berhasil tidaknya akan kembali disiang hari."
Tiong Giok menggelengkan kepala. "Kenapa kau ijinkan ia pergi ?"
"Mana bisa kularang ?" sahut Wan Jie.
Sementara itu pemilik hotel sudah datang lagi dan memohon agar mereka lekas pindah tempat. Sikapnya tidak membuat Tiong Giok gusar, dengan sabar ia menjelaskan akan pindah setengah malam.
Pemilik hotel mau mengerti juga dan tidak berkata apa-apa lagi.
Sambil menunggu waktu, mereka telah berkemas-kemas dengan rapi. Haripun perlahan-lahan telah menjadi siang, tapi Siau Bwee belum kelihatan mata hidungnya. Tiong Giok kuatir terjadi sesuatu hal yang tak diinginkan pada diri gadis itu.
Maka ia memesan pada Wan Jie dan Ceng Ceng untuk berlaku waspada, ia sendiri segera pergi keluar untuk mencari Siau Bwee.
Ia tidak berputar-putar kedalam kota mencari gadis itu, tapi langsung menuju kedekat kuil tua, dimana tadi mereka berpisah. Lalu kekampung nelayan yang dikunjungi tadi malam.
Ditanyanya nelayan-nelayan disitu kalau-kalau melihat dirinya Siau Bwee, tapi semuanya menjawab tidak melihat gadis yang dimaksud.
Tiong Giok menjadi cemas, tambahan hari sudah hampir senja, maka ia tidak melanjutkan mencari sigadis, melainkan pergi kekuil tua untuk memeriksa keadaan. Ia mendapatkan kuil itu sepi dan kosong, nyatanya Liok Jie Hui telah pergi. Setelah memeriksa keadaan kuil dengan seksama ia pun pulang lagi. Waktu mau memasuki pintu kota, dirinya hampir bersampokan dengan seorang yang tergesa-gesa, Ia mengawasi orang itu, hatinya girang dengan mendadak, karena orang itu adalah Ciu Kong.
Jilid 19 ..... Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
379 "Ciu Lo Cianpwee kapan tiba ?" tanya Tiong Giok sambil memegang lengan orang tua itu.
"Kami baru saja sampai belum lama," jawab Ciu Kong.
"Mana Yauw Lo Cianpwee dan Toa Gu ?"
"Mereka sedang menantikanmu dipenginapan Hoo Peng !"
"Oh kebetulan sekali Lo Cianpwee menginap disana, tentu sudah bertemu dengan Wan Jie dan lain-lain bukan ?"
"Ya," jawab Ciu Kong. "Bahkan aku mencarimu setelah mendapat tahu dari Wan Jie."
"Ada seorang gadis bernama Siau Bwee apakah sudah pulang ke hotel ?"
"Entahlah, aku terburu-buru mencari Siau cu jin, tidak memperhatikan keadaan di hotel, rasa-rasanya sih belum pulang !"
Dengan cepat mereka kembali ke hotel, Tiong Giok melihat Yauw Kian Cee dan Toa Gu dan lain-lain hanya Siau Bwee yang tidak ada.
"Engkau pergi begitu lama, ketemukah dengan Siau Bwee ?" tanya Wan Jie.
"Sudah kucari kesana kemari, tapi tidak kutemui."
"Kalau begitu urusan yang tidak diinginkan benar-benar terjadi !" kata Wan Jie.
"Soal apa ?" tanya In Tiong Giok dengan heran.
"Lihatlah ini," kata Wan Jie sambil mengambil sehelai surat. "Begitu engkau pergi, ada seorang anak membawa surat ini. Bacalah engkau akan mengerti sendiri."
Tiong Giok melihat surat itu berbunyi : "Kuminta kalian semuannya menggunakan kereta yang tertutup datang ke kota Hong Shia. Soal lainnya akan ditentukan dikemudian. Perintah ini harus dipatuhi bilamana jiwa Siau Bwee dan Pek Kiam Hong terancam kematian. Pikirlah masak-masak, jangan sampai menyesal belakangan."
Surat itu tidak dibubuhi tanda tangan maupun tulisan lainnya.
"Ini pasti surat Liok Jie Hui," kata In Tiong Giok. "Dengan menjadikan Siau Bwee dan Kiam Hong sebagai sandera, ia hendak memaksaku menyerahkan pedang mustika !"
"Kenapa Pek Suheng bisa jatuh ditangan mereka ?" tanya Wan Jie.
"Ia mempunyai janji dengan Siau Bwee," kata Tiong Giok. "Rupanya waktu Siau Bwee keluar mencari bertemu dengan Kiam Hong sehingga lupa pulang. Sedangkan Liok Jie Hui yang mempunyai banyak kaki tangan didalam kota ini mengetahui mereka berdua saja, maka menangkapnya dengan mudah untuk dijadikan sandera seperti yang kukatakan tadi."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
380 "Jika ia menginnginkan hal itu, kenapa tidak melakukannya di Lam Ciong ini " Dan apapula maksudnya menyuruh kita naik kereta segala macam ?" kata Yauw Jian Cee.
"Liok Jie Hui manusia licik yang aneh, ia sudah memperhitungkan, bahwa kota Lam Ciong berdekatan dengan pulau Hiu, kuatir Hek pek siang yauw mendapat kabar dan mencampuri urusan ini."
"Soalnya sudah begini, langkah apa yang harus diambil ?" tanya Ceng Ceng.
"Hm, apa yang engkau bisa ?" bentak Ciu Kong.
"Soalnya ia menginginkan pedang mustika, sebelum benda itu diperolehnya ia tak
mencelakakan Tiat Kounio maupun Pek Kiam Hong. Maka itu ada kesempatan bagi kita mengirim kabar ke Pok Thian Pang. Perserikatan ini pasti mencari Liok Jie Hui untuk membebaskan Siau Pangcu mereka bukan ?"


Perguruan Sejati Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pok Thian Pang menolong Pek Kiam Hong. Lalu siapa yang menolong Tiat Kounio ?" tanya Ciu Kong.
"Tia tia tidak tahu, kalau Pek Kiam Hong bebas, Tiat Kounio pun pasti bebas !"
"Hmm, cara memancing si air keruh bukan kerjaan kita ! Sebaiknya engkau jangan bicara dan pergi jauhan ke sana !"
"Tia tia bisanya memaki dan membentak aku saja," kata Ceng Ceng.
"Namanya tukar pikiran, siapapun boleh mengeluarkan pendapatnya, andaikata saranku ini kurang baik, boleh ditolak jangan dimaki-maki."
"Sudah, pergi jauhan kesana !" bentak Ciu Kong.
"Baik-baik," kata Ceng Ceng sambil berlari kebelakang Wan Jie.
"Ia bisa berpikir begitu masih baik, dari pada diam-diam saja seperti si tolol !" kata Wan Jie yang terus merangkul Ceng Ceng.
"Hm, pantasan kian hari lagaknya kian menjadi-jadi, kiranya ada bekingnya !" kata Ciu Kong.
Wan Jie tidak menjawab, ia tersenyum pada Ceng Ceng. Dan mengusap-usap dengan
sayangnya. Kalau ia ingat kejadian didalam tebing, dan marah-marah pada gadis ini dikarenakan cemburunya, ia menjadi malu sendiri.
"Sebaiknya kita turut saja kehendak musuh," kata In Tiong Giok. "Ceng Ceng carilah dua kereta untuk masuk ke kota Hong Shia. Sekalian beritahu pemilik hotel agar menyediakan makanan untuk lima orang, setelah itu kita berangkat."
Ciu Kong dan Yauw Kian Cee saling menatap satu sama lain, mereka tidak mengetahui apa yang akan diperbuat Siau cu jinnya. "Apakah Siau cu jin memastikan diri untuk berangkat dan menuruti kehendak musuh ?" tanya Ciu Kong.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
381 Tiong Giok mengangguk. "Lo Cianpwee bertiga kuminta berangkat belakangan, dengan begini siasat musuh dapat kita pecahkan."
Waktu senja mendatang dari arah kota Lam Ciong tampak dua kereta beriring-iring menuju ke kota Hong Shia. Kereta yang didepan ditumpangi Wan Jie dan ibu angkatnya, yang
dibelakangnya Ceng Ceng dan Tio Ma. Sedangkan Tiong Giok mengikuti kedua kereta
perlahan-lahan, dengan alas an agar orang tua tidak terlalu bergoyang-goyang. Padahal ia memberi kesempatan pada rombongan Ciu Kong bisa menyusulnya.
Seperti kita ketahui Liok Jie Hui memerintahkan mereka ke kota Hong Shia untuk menerima petunjuk yang selanjutnya lagi. Tiong Giok ingin benar mengetahui dengan cara apa pihak musuh itu menyampaikan petunjuknya yang kedua itu.
Disamping itu iapun menduga musuh pasti mengawasi gerak gerik mereka, atau menyuruh lagi seseorang mengantarkan surat seperti cara pertama. Jika sampai terjadi lagi hal-hal ini Ciu Kong dan kawan-kawan pasti akan berhasil menjalankan tugasnya.
Akan tetapi sampai jauh malam tidak terjadi sesuatu yang penting ditengah perjalanan itu.
Jarak antara Lam Ciong dan Hong Shia hanya seratus lie, kalau kereta jalan cepat mereka seharusnya sudah tiba ditempat tujuan. Kini dikarenakan jalannya perlahan mereka baru tiba ditengah-tengah yakni sebuah kota kecil yang bernama Tong Shia.
Tiong Giok mampir disebuah penginapan reot, untuk mengajak rombongannya bermalam. Ia sendiri mengawasi kepada kusir-kudir kereta yang sedang mengombongi kuda-kuda mereka distal. Tiba-tiba saja ia melihat dipunggung salah seorang kusir itu, perlahan-lahan ia menghampiri dan mengambil kain itu tanpa diketahui sang kusir.
"Terima kasih atas kepatuhanmu atas peerintahku, soal Tiat dan Pek tak usah dikuatirkan, mereka dalam keadaan sehat-sehat. Lanjutkanlah perjalanan ke kota Hong Shia. Kami bisa memberi petunjuk yang ketiga.
Sehabis membaca surat itu Tiong Giok celingukan keempat penjuru, ia tidak mendapatkan seorang yang bisa dicurigakan. Membuatnya semakin heran saja. Ia merasa penasaran sekali, karena sepanjang jalan kereta-kereta itu tidak luput dari pengawasannya, kenapa tiba-tiba saja terjadi hal ini tanpa diketahuinya. Sungguhpun begitu ia tetap bersikap tenang seperti tidak terjadi apa-apa.
Tiong Giok membatalkan niatnya bermalam dikota Tong Shia dan bergegas untuk
melanjutkan perjalanannya. Mendengar ini salah seorang kusir menunjukkan muka tak puas.
"Kalau ingin cepat-cepat sampai kenapa menitahkan kami berjalan lambat-lambatan ?"
"Untuk ini kami menambah uang sewa satu kali lipat dari harga semula, bagaimana " " bujuk Tiong Giok.
"Kami bisa bertahan, tapi kasihan kuda-kuda itu, mereka kelewat letih dan bisa mati dijalanan
!" "Kalau kamu tidak bisa melanjutkan perjalanan, kepaksa kucari kereta lain, untuk ini pembayaran kuminta dikurangi !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
382 "Ya begitu lebih baik," jawab kusir itu, "kami lebih senang pembayaran dikurangi dari pada melanjutkan perjalanan. Untuk ini Kongcu tak perlu memusingkan diri, kami bisa mencarikan kereta untuk melanjutkan perjalanan."
In Tiong Giok membayar ongkos kereta.
Kusir yang satu lagi dari tadi diam saja, waktu Tiong Giok mengusungkan uang ia menolak dan menyatakan mau melanjutkan perjalanan asal tambahnya besar.
"Apakah engkau tidak takut kudamu mati dijalanan ?"
"Kudaku cukup perawatan, pasti bisa melanjutkan perjalanan."
"Kalau begitu baik, bisakah keretamu muat empat orang ?" tanya Tiong Giok.
"Asal mau berdempetan bisa saja !"
"Baiklah, aku tak perlu repot-repot mencari kereta lain."
Sewaktu mau berangkat dari arah luar datang tiga penunggang kuda, mereka bukan lain dari rombongan Ciu Kong adanya. In Tiong Giok pura-pura tidak kenal, tapi waktu berpapasan dengan cepat ia memberikan secarik kertas pada kawannya itu tanpa diketahui siapa-siapa.
Setelah kereta berangkat agak lama, Ciu Kong membuka kertas tadi, disitu tertulis sebagai berikut : "Perhatikan kusir kereta, kemungkinan besar anak buahnya Liok Jie Hui."
Diperjalanan tidak ada yang perlu diceritakan sewaktu mereka tiba dikota Hong Shia sudah terang tanah. Jalanan disini sangat ramai biarpun masih pagi. Kereta berjalan semakin perlahan. Seorang muda berbaju hijau tampak mengejar-ngejar kereta. Tiong Giok jadi curiga dan memerintahkan kereta berhenti.
"Apakah kereta ini rombongan dari In Kongcu ?" tanya pemuda itu.
"Benar ! bagaimana kau tahu ?" tanya Tiong Giok.
"Kalau begitu ikutlah denganku," kata pemuda itu.
Pemuda itu mengajak mereka masuk kesebuah penginapan yang bermerek Empat Lautan. "In Kongcu sudah tiba ! In Kongcu sudah tiba !" seru sipemuda yang terus masuk kedalam hotel.
Empat lima pelayan bergegas-gegas keluar menyambut kedatangan kereta dengan telaten sekali. Mereka membuka pintu kereta dan mempersilahkan penumpangnya masuk kedalam dengan ramah tamah.
Pelayan-pelayan itu mengajak para tamunya kesebuah meja yang penuh hidangan. Pemuda berbaju hijau mempersilahkan mereka duduk sambil melayani dengan tersenyum-senyum.
"Yang rendah adalah pemilik hotel ini, bilamana ada pelayanan yang kurang memuaskan kuharap dimaafkan saja."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
383 "Ah, kau memperlakukan kami dengan baik sekali," kata Tiong Giok.
"Persiapan ini tergesa-gesa, mungkin masih banyak kekurangannya," kata pemilik hotel itu.
"Siapakah yang menyuruhmu melakukan persediaan ini ?"
"Teman In Kongcu yang memesan, dan iapun meninggalkan sepucuk surat untukmu." Kata pemilik hotel sambil menyerahkan surat itu.
Tiong Giok tahu surat itu pasti dari Liok Jie Hui dan cepat-cepat dibacanya. "Mengingat tempat ini sangat asing bagimu, maka segala keperluanmu dalam hal menginap dan makan sudah kuatur serapi mungkin. Kuyakin engkau menjalankan perintahku. Maka kuminta besok pagi engkau datang seorang diri ketepi sungai Hong kang sekalian bawa buku Keng thian cit su dan pedang pusaka. Bilamana lebih dari seorang yang datang aku tak berani menjamin keselamatan Pek dan Tiat.
"Ah, benar saja temanku itu baik sekali," kata In Tiong Giok sambil memasukkan surat itu kedalam sakunya.
Sesudah bersantap Wan Jie dan Ceng Ceng mengajak kedua orang tua masuk kekamar,
sedangkan In Tiong Giok membayar ongkos kereta. Anehnya tukang kereta itu setelah menerima uang, cepat pulang tanpa istirahat lagi.
Tiong Giok masuk kekamar, memperhatikan surat tadi kepada Wan Jie dan Ceng Ceng.
"Kuduga pemilik hotel inipun bukan komplotan Liok Jie Hui, tapi dihotel ini pasti ada kaki tangannya. Mulai detik ini kuminta kalian berlaku waspada dan giliran berjaga. Aku sendiri harus berpikir dan memusatkan perhatian untuk esok."
"Apakah engkau benar-benar mau menemui Liok Jie Hui ?" tanya Wan Jie.
"Benar !"
"Apakah permintaannya kau turuti juga ?"
"Untuk keselamatan Siau Bwee dan Kiam Hong segala permintaannya akan kuturuti !"
"Tapi pikirlah masak-masak, kedua pedang pusaka itu kalau jatuh ketangan Liok Jie Hui akan merupakan bencana dikemudian hari."
"Pokoknya asal kubisa menolong Pek dan Tiat berdua, kuyakin pedang ini akan kembali lagi ketanganku, kecuali nasibku kelewat buruk."
"Semoga bisa begitu hendaknya," Wan Jie berdoa.
"Keesokan harinya, dengan pakaian serba ringkas Tiong Giok membawa pedang pusaka dan Keng thian cit su menuju sungai Hong kang. Ia bisa sampai disungai itu setelah bertanya kesana kemari. Sesampainya disitu iapun menjadi bingung, sebab ia tidak tahu harus menunggu dimana, karena disurat itu tidak menyuruh ketempat yang tertentu. Ia mondar mandir ditepi sungai sambil melihat-lihat kalau-kalau ada yang dicurigakan. Entah sudah Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
384 berapa lama ia berjalan, belum pula bertemu dengan Liok Jie Hui. Sedangkan mata hari terasa semakin panas, ia mampir disebuah warung kopi, untuk menghilangkan dahaga. Baru saja ia minum, ada seorang bocah menghampiri dan bertanya dengan perlahan.
"Apakah Kongcu she In ?"
"Benar," jawab Tiong Giok.
"Ada seorang menyewa perahu ayahku, dan menyuruh Kongcu menyebrang."
"Dimana perahunya, hayo ajak aku kesana," kata Tiong Giok seraya bangkit dari duduknya dan membayar minumannya.
Anak itu mengajak Tiong Giok kesebuah tempat yang sunyi disana benar saja telah siap sebuah perahu kecil.
"Siau Kongcu, apakah ini Kongcu ?" tanya tukang perahu.
"Benar".." jawab si bocah yang ternyata bernama Siau Kongcu itu.
Tiong Giok melompat keprahu itu dan turun dengan ringan tak ubahnya seperti daun kering yang gugur kebumi. Tukang perahu maupun sibocah merasa kagum atas kepandaian pemuda kita tapi tak mengatakan apa-apa. Siau Kongcu melepaskan tambatan perahu dan bersama-sama ayahnya mengayuh ketengah sungai.
"Apakah yang menyuruhmu itu menentukan sesuatu tempat untuk mendarat ?" tanya In Tiong Giok.
"Tidak," jawab tukang perahu, "ia hanya menyuruhku membawa Kongcu menyebrang,
sesampai disana ada orang lain yang bisa menjemput Kongcu dengan kuda."
"Kuda " Apakah perjalanan masih jauh ?"
"Ini". Aku tak tahu," kata situkang perahu dengan perlahan.
"Kongcu lihat !" seru Siau Kongcu, "Disana ada yang menuntun kuda !"
Tiong Giok memandang kedepan, dan benar saja dibawah pohon liu yang rindang terlihat seorang berbaju hitam menuntun dua ekor kuda. Orang itu kepalanya botak mengkilap sekali lihatpun Tiong Giok mengenal, dialah tukang loak di gang yang pernah diketemukannya.
Tidak menantikan perahu merapat kepantai, Tiong Giok sudah mencelat pergi dengan satu lompatan.
"Ya Allah".inilah dewa yang pandai terbang," puji Siau Kongcu tanpa terasa.
Sibotak jadi tertegun melihat kepandaian pemuda kita, tapi ia pura-pura tenang, dan menyambut sambil tersenyum. "In Kongcu tentu sudah tahu, ketuaku bermaksud mengadakan pertemuan ini tanpa diketahui orang lain bukan " Caramu memamerkan kepandaian ini membuatku jadi curiga".."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
385 "Curiga tidak curiga terserah kepadamu," jawab In Tiong Giok. "Dimana ketuamu ?"
"Ia sedang menantikan kedatanganmu, ikutlah denganku," kata si botak.
"Waktu di Lam Ciong engkau pernah menipuku dengan akal busukmu," kata Tiong Giok.
"Sampai sekarang masih kuingat terus, dapatkah kutahu namamu ?"
"Daya ingat Kongcu kuat sekali," kata sibotak. "Namaku Siu Lang."
"Oh".Siu Lang (serigala botak), bukankah engkau salah satu dari It Lang Jie Po (satu serigala dan dua macan tutul) dari Heng San ?"
"Benar, itu soal dulu, sekarang kami mengabdi pada Liok Lo Cianpwee."
"Bukankah berdiri sendiri lebih baik dari pada mengabdi pada orang lain ?"
"Itu urusan pribadi kami, Kongcu tak usah tahu," jawab Siu Lang dengan ketus.
"Begitupun baik," kata Tiong Giok tawar.
"Kembali soal perjanjian dimana aku harus menemui ketuamu itu " Masih jauhkah dari sini ?"
"Disebut jauh tka jauh, disebut dekat tidak dekat, pokoknya marilah naik kuda dan ikut denganku."
"Baiklah selanjutnya aku hanya mengikuti engkau," kata Tiong Giok mendongkol.
Siau Lang tidak banyak cerita lagi, membedal tunggangannya kebarat daya. Tiong Giok mengikuti dari belakang, semakin jauh perjalanan semakin sepi. Selama itu mereka tak pernah berkata-kata. Biarpun begitu Tiong Giok memperhatikan jalanan yang ditempuh, ia menjadi heran, karena sibotak mengajak jalan berliku-liku, nanti kebarat, nanti keutara seenaknya saja.
Mula pertama ia masih bisa berlaku sabar, tapi setelah beberapa jam berlalu, ia mendapatkan perjalanan dari utara balik lagi ke barat, dari barat langsung ke selatan kembali ketempat semula. Hatinya jadi panas dan membuatnya naik pitam. "Hm, dengan cara ini sampai kapan bisa tiba ?"
"Hm, pokoknya tahu beres saja," jawab Siu Lang.
"Ingat sembarang waktu jiwamu bisa kubunuh !"
"Kalau berani boleh coba."
"Kau kira aku takut ?"
"Jangan lupa kematianku bisa membuat Tiat dan Pek mati juga !"
"Engkaupun jangan lupa, kalau Tiat dan Pek mati, Liok Lo Koay (jejadian tua) pun akan mati pula."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
386 "Kuyakin Kongcu tak menghendaki hal itu sampai terjadi bukan ?"
Tiong Giok tidak menjawab, karena membenarkan apa yang dikatakan sibotak didalam hati.
"Baiklah kuikuti terus caramu ini sampai diakhirnya."
Dari siang mereka berjalan sampai senja, akhirnya tiba ditempat mula pertama Tiong Giok mendarat tadi. Kini ia sadar Liok Lo Koay yang licik sudah memperhitungkan secara cermat sekali. Perbuatan Siau Lang yang mengajaknya berputar-putar, semata-mata hendak
mengetahui apakah dibelakang Tiong Giok ada yang mengikuti atau tidak. Biarpun ia mangkel dipermainkan begitu macam, tetapi kagum atas kelihayan lawan.
Si botak turun dari tunggangannya, lalu mengambil tikar yang tergantung dipelana kudanya.
Ia mencari tempat yang rata guna menggelar tikarnya. Diambilnya pula bungkusan lain yang berisi makanan kering dan minuman. "Kita sudah menempuh perjalanan jauh. Mari makan minum dulu."
"Aku belum lapar !"
"Apakah Kongcu kuatir makanan dan minuman ini beracun ?"
"Itu soal lain, yang terang aku belum lapar ! Cepatlah makan nanti kita ubek-ubekan lagi seperti tadi."
"Ha ha ha, Kongcu jangan salah paham," jawab Siu Lang. "Biarpun perjalanan tadi kurang menyenangkan, tapi lebih sip dan banyak untungnya dari pada langsung ketempat tujuan.
Pikirlah engkau membawa pedang mustika, tentu banyak orang-orang jahat yang ingin dan merampasnya bukan " Untuk menghindari merekalah, aku menerima perintah mengajakmu berputar-putar seperti tadi."
"Apakah dunia ini masih ada orang jahat yang melebihi Liok Lo Koay ?" selak Tiong Giok.
"Pendapat Kongcu berdasarkan sentimen."
"Aku segan banyak bicara, jelaskan kapan Liok Lo Koay itu mau bertemu denganku ?"
"Dalam hal ini, bukan saja Kongcu yang tidak tahu, akupun sami mawon !"
"Apa engkau tidak tahu ?"
"Benar ! Aku hanya menjalankan tugas seperti tadi, lalu diam disini menantikan perintah selanjutnya."
"Hm, engkau berani mempermainkan aku," kata Tiong Giok sambil melompat turun dan memberikan beberapa tamparan pada sibotak. Siu Lang begitu-begitu juga seorang Kang Ouw mencoba melawan. Tapi sia-sia saja, mukanya kena digampar tanpa berdaya.
"Aku benar-benar tidak tahu ! Jangan kata digampar dibunuhpun aku tak bisa mengatakan soal yang tidak kutahu !"
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
387 "Kalau engkau tak tahu, siapa yang bisa tahu perintah selanjutnya itu ?" tegur Tiong Giok sambil memberikan gaplokan nyaring dikepala botak Siu Lang.
"Aduh ! Ngomong-ngomong jangan main tampar, main gatak"..sakit," kata Siu Lang sambil mengusap-usap kepalanya yang menjenut benjol. "Ketuaku mengatakan sesudah malam, bakal ada cahaya api yang memberikan petunjuk !"
"Baiklah kutunggu sampai malam, kalau tidak ada, kepala botakmu akan pecah !"
Siu Lang melanjutkan lagi makan minum dengan meringis.
Sementara itu perlahan-lahan haripun menjadi gelap.
"Mana sinar api itu ?" tanya Tiong Giok tak sabaran.
"Sabar Kongcu, haripun baru saja gelap, masih jauh ke pagi !"
"Pletok," terdengar getakan nyaring dari kepala botak Siu Lang. "Ngomong lagi masih jauh kepagi !" bentak Tiong Giok.
"Nah"..lihat ! Itu api !" seru Siu Lang sambil menunjuk keutara.
Tiong Giok mengawasi kearah yang ditunjuk, disitu terlihat sinar api bergerak-gerak tertiup angin.
"Bagaimana kau tahu api itu petunjuk bagi kita ?"
"Soalnya sukar kujelaskan, mari kita kesana."
"Hm, awas kepalamu, kalau bohong !" ancam Tiong Giok sambil mengikuti sibotak kearah api.
Setelah dekat Tiong Giok melihat tegas sebuah lentera tergantung disebuah pohon. Dibatang pohon terlihat sebuah goresan panah yang menunjuk kearah barat laut. Dengan mengikuti arah panah mereka melarikan tunggangan mereka ketempat yang ditunjuk. Lebih kurang berjalan sepuluh lie jauhnya, lagi-lagi terlihat sebuah lentera disebuah pohon, disini terdapat goresan yang menunjuk kebarat.
"Liok Lo Koay menganggap dirinya pintar," ejek Tiong Giok. "Tapi dengan cara ini, kiranya tak ada yang bisa mengikuti jejekanya " Kuyakin dibelakang kita sudah ada yang
mengikuti?""
"Kongcu jangan meremehkan kelihayan Liok Lo Cianpwee," kata Siu Lang membela
ketuanya. "Sebelum hal ini dijalankan, siang-siang ia telah memeriksa keadaan sejauh dua lie"..Ia mendapatkan tiada orang lain lagi yang mencurigakan !"
"Hm," dengus Tiong Giok sambil membathin. "Engkau tak tahu, dibelakangku ada Ciu Kong dan kawan-kawan, yang tidak kau ketahui."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
388 Sepanjang jalan selalu ada lentera yang menunjuk kearah mana mereka harus pergi. Makin lama perjalanan semakin menurun, berliku-liku menyusuri perjalanan gunung. Tiong Giok mulai merasakan perjalanan agak berat, dan tahu tempat tujuan sudah tak jauh lagi.
Lentera terakhir terdapat disebuah tebing gunung, disitu tidak ada panah penunjuk lagi seperti tadi.
Tiba-tiba dari atas tebing terdengar suara nyaring : "Apakah yang datang itu In Siau hiap adanya ?"
"Benar, aku datang bersama Siu Lang !"
"Diminta dengan hormat Siau Hiap menghentikan langkah," kata suara diatas. "Siu Lang dianggap sudah selesai menjalankan tugas, diminta mundur dan jangan maju!"
Mendengar perintah itu Siu Lang segera memutar kudanya.
"Jangan pergi dulu !" cegah Tiong Giok. "Terangkan dimana Liok Lo Koay bersembunyi ?"
"Ia menunggu Siau Hiap diatas gunung itu."
"Sebelum kutemui Liok Lo Koay tugasmu kuanggap belum selesai."
"Apakah Siau Hiap tidak percaya bahwa Liok Lo Cianpwee sedang menantikan kamu ?"
"Sebelum kutemui Liok Lo Koay kuharap engkau selalu bersamaku !"
"Ha ha ha tak sangka orang sesohor dan segagahmu, nyatanya bernyali tikus !" ejek Siu Lang.
"Bukan aku bernyali kecil," jawab Tiong Giok. "Tapi berurusan dengan Liok Lo Koay bagaimanapun harus terlebih hati-hati !" Dengan gerakan kilat ia menangkap lengan Siu Lang dan memelintirnya. "Antarkan aku menemui bangsat she Liok itu !"
"Orang she In lepaskan saudaraku !" terdengar teriakan dari atas. Disusul dengan bunyi yang menggelegar keras, dari jatuhnya sebuah batu besar kehadapan mereka.
"Lauw Jie Houw, aku dalam keadaan tak berdaya, engkau jangan"." Belum pula Siu Lang selesai berkata, lagi-lagi terlihat dua batu besar turun kebawah.
Bukan saja suara menggelegar terdengar lagi, bahkan pecahan batu mencerat keempat penjuru. Tiong Giok sangat lihay, sebelum batu itu sampai, telah membarengi lompat dari kudanya sambil menenteng Siu Lang keatas tebing. Gerakannya tidak berhenti disitu, ia mencelat terus dengan gesitnya. Dalam sekejap telah berada diatas tebing. Disini ia melihat seorang sedang mendorong-dorong batu untuk diturunkan lagi kebawah, ia bukan lain dari pada Lauw Jie Houw. Sedikitpun ia tidak menduga bahwa Tiong Giok sudah berada
dibelakangnya. Begitu ia tahu cepat-cepat ditinggalkan batu itu dan mencabut golok.
"Hm," ejek Tiong Giok dengan gemas, karena ia mengenali Jie Houw adalah tukang kereta yang mengantarkannya sampai dikota Hong Shia. Sebelum golok musuh sampai ia
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
389 membarengi dengan Hiat cie lengnya. "Siuuuuut," terdengar desiran angin dari jarinya. Golok musuh dibikin terlepas dari tangan, dan terus ia membarengi memberikan totokan, sehingga musuh itu terjungkel tanpa berdaya.
"Ha ha ha?".." tiba-tiba terdengar suara terbahak-bahak. "Anak-anak nyalakan api, dan sambutlah tamu ini."
Berbareng dengan hilangnya suara itu, terlihat puluhan obor menyala dengan serentak, mengusir kegelapan malam. Dibawah sinar api yang terang benderang Tiong Giok melihat sebidang tanah datar berukuran lebih kurang sepuluh meter persegi, berhadap-hadapan dengan lereng bukit dimana ia berdiri. Antara lereng bukit dan tanah datar itu dipisah oleh sebuah jurang yang lebarnya dua puluh meter lebih. Disitu terlihat merentang seutas tambang besi yang berupa jembatan.
Obor-obor itu berada ditanah datar, disitu terlihat Liok Jie Hui sedang duduk dikursi beralaskan kulit macan, dibelakangnya terlihat empat pelayan wanita, dikiri kanannya berdiri dua muridnya. Ia sangat licik, maka memilih tempat ini untuk bertemu. Dengan begitu ia bisa melihat dan bicara dengan musuh tanpa kuatir mendapat serangan.
Jarak dua puluh meter lebih sebetulnya bukan rintangan besar bagi Tiong Giok. Tapi jelas baginya, kalau berani melintas tambang besi itu.
Ia mengernyitkan kening berpikir keras, akhirnya memutuskan tidak mau menyebrang.
Sedangkan Siu Lang segera dibebaskannya. "Aku sudah bertemu dan melihat Liok Jie Hui, tiba waktunya membebaskan dirimu seperti yang pernah kukatakan."
Kejadian ini benar-benar diluar dugaan Siu Lang, ia menarik napas lega dan menunjuk kepada kawannya. "Dia adalah salah satu dari Jie Pauw yang bernama Lauw Jie Houw. Dikarenakan saudara kandungnya yang bernama Lauw It Houw mati ditangan anak buahnya waktu di Lam Ciong, maka itu ia berlaku nekad untuk mencelakakanmu, atas tindakannya yang gegabah ini kuminta belas kasihanmu untuk mengampuninya."
"Itu soal mudah, tapi bukan sekarang," jawab Tiong Giok.
"Habis kapan ?"
"Ia masih kuperlukan, sesudah itu baru kubebaskan," kata Tiong Giok dengan tegas.
"Sekarang pergilah, dan beritahu pada Liok Lo Koay kedatanganku kesini untuk menepati janji dengan penuh kesungguhan. Dan pedang mustika yang dikehendaki sudah kubawa, mengenai buku Keng thian cit su yang ada padanya sudah lengkap dan sempurna. Mengenai cara mempelajarinya bisa berdua, bisa seorang, itu tergantung kepada bakat dan kemauan yang belajar sekali-kali jangan menganggap aku membuat buku dengan curang dan
menghilangkan bagian-bagian yang penting. Hal ini dapat dibuktikan buku yang kutilis untuknya dan yang dicetak dikota Kim Leng serupa adanya. Bilamana aku berlaku curang tentu kedua buku itu ada bedanya."
"Soal Lauw Jie houw sementara kutahan dulu, sebelum urusanku dengan Liok Lo Koay selesai. Bilamana ketuamu mau menyimpang dari perjanjian yang dikehendaki itu, aku tak bisa berbuat apa-apa, itu terserah kepadanya."
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
390 "Baiklah, kata-katamu akan kusampaikan kepadanya," kata Siu Lang sambil membalik badan dan terus berlari dengan cepat melalui tambang besi yang merentang ditengah jurang.
Lauw Jie Houw tertotok urat nadinya, ia tergeletak diatas tanah. Sedangkan Tiong Giok dengan tenang duduk didekat tambang besi sambil mengawasi gerak gerik musuhnya.
Dua puluh meter bukan jarak yang jauh, masing-masing pihak bisa melihat dengan tegas satu sama lain. Sebenarnya Tiong Giok bisa mengutarakan isi hatinya secara langsung kepada yang berkepentingan, tapi sengaja menggunakan Siu Lang sebagai perantara untuk
menyampaikan kata-katanya, dengan tujuan menghambat waktu dan memberi kesempatan Ciu Kong dan kawan-kawan datang.
Setelah Liok Jie Hui mendengar laporan dari Siu Lang ia terpekur sejenak, lalu berkata :
"Soal penukaran orang dan pedang adalah kehendakku sendiri, sudah tentu hal ini harus kujalankan. Akan tetapi ia harus membebaskan Lauw Jie Houw dulu kepadaku, bilamana pedang itu benar-benar dan tulen baru kubebaskan Tiat dan Pek !"
Siu Lang cepat-cepat balik pada Tiong Giok guna menyampaikan apa yang dikehendaki ketuanya.
"Soal membebaskan Lauw Jie Houw bisa kululuskan, tapi aku keberatan kalau harus
menyerahkan dulu pedang mestika ini."
Siu Lang kembali lagi kesebrang menyampaikan apa yang diucapkan Tiong Giok, setelah itu balik lagi dengan cepat. "Ketuaku menghendaki agar engkau menyerahkan dulu sebilah pedang pada Lauw Jie Houw, dan ia akan membebaskan Pek Kiam Hong. Setelah itu aku akan membawa Tiat Siau Bwee ketengah-tengah "Jembatan" danmenukar dengan pedangmu yang satu lagi."
"Cara ini terlalu berbelit-belit, kuminta sekaligus saja Tiat dan Pek dibawa ketengah jembatan dan dilakukan tukar menukar dengan pedang, kurasa cara ini lebih praktis."
Setelah mendengar laporan dari Siu Lang, Liok Jie Hui merasa keberatan dan tak mau menerima saran musuhnya. Ia pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri kelihayan pemuda kita waktu dipulau Hiu. Ia kuatir kehilangan sanderanya, bilamana musuh membalik muka.
Siu Lang bolak balik beberapa kali, masing-masing mempertahankan pendapatnya, keputusan belum didapat juga. Sedangkan waktu perlahan-lahan mendekat pagi.
"Pedang adalah benda mati, orang adalah benda hidup. Jika ia tidak memenuhi kehendakku, mari kita berangkat sambil membawa dua orang ini," kata Liok Jie Hui dengan gusar.
In Tiong Giok tak dapat memperlambat waktu lagi, sedang Ciu Kong dan kawan-kawannya belum tiba juga, kepaksa ia mengalah. Tapi ia pun mengajukan permintaan lagi, yakni sebelum terjadi tukar menukar, minta melihat dulu keadaan Tiat Siau Bwee dan Pek Kiam Hong.
Siu Lang menyampaikan kehendak pemuda kita pada ketuanya.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
391 "Ha ha ha, hm itu soal yang pantas, bawalah dua orang itu kemari. Besarkan nyala apinya agar ia melhat tegas keadaan kawan-kawannya yang tidak kurang suatu apapun."
Tampak dua muridnya Liok Lo Koay menuju kebelakang kursi, mereka mendorong sebuah batu besar?". Kiranya batu itu menutupi sebuah liang gua yang hitam. Dikarenakan terhalang kursi yang diduduki Liok Jie Hui, Tiong Giok tidak bisa melihat mulut gua itu. Tak selang lama Kiam Hong dan Siau Bwee diseret keluar dari gua itu dan dibawa kedekat jurang.
Melihat in Tiong Giok hampir-hampir tak bisa menguasai dirinya dan ingin melintasi tambang besi untuk memberikan pertolongan kepada dua kawannya itu. Untung ia masih bisa mengekang emosinya dan tetap diam diujung jembatan sambil menatap keseberang tanpa berkedip-kedip.
Pek Kiam Hong dan Tiat Siau Bwee pakaiannya kotor-kotor, dekil dan mesum, agaknya mereka sudah lama disekap dalam gua itu. Kini anak buahnya Liok Jie Hui menyeret lagi mereka kedekat kursi ketuanya Tiong Giok tahu kedua kawannya tidak bisa bergerak karena tertotok.
"Apakah kau sudah melihat tegas " Nah giliranmu menyerahkan pedang," kata Liok Jie Hui sambil menyeringai.
"Aku sebagai kesatria sejati, pasti aku akan menepati janji, tapi perlu kujelaskan beberapa patah. Bilamana kudapatkan kedua kawanku ini menderita luka atau sesuatu yang
membahayakan jiwanya dikemudian hari, engkau harus bertanggung jawab."
"Engkau jangan kuatir, masih banyak kesempatan untuk memeriksa mereka," kata Liok Jie Hui dengan tergelak-gelak..
Tiong Giok segera membebaskan Lauw Jie Houw dari totokan dan menyerahkan sebilah pedangnya kepada tawanan itu. "Berikanlah kepada ketuamu yang licik itu."
Dengan cepat Lauw Jie Houw pergi menyeberang melalui tambang besi. Liok Jie Hui berasa girang tidak alang kepalang, dengan berjingkrak-jingkrak ia meninggalkan kursinya menyongsong kedatangan anak buahnya, lengannya tampak gemetar waktu menerima pedang dari Lauw Jie Houw. Dengan bernafsu pedang itu dicabutnya. Pedang Hui lie kiam segera memancarkan sinar merah yang berkilauan.
"Ha ha ha benar-benar pedang wasiat ! Tak kusangka akhirnya pedang yang kuidam-idamkan, akhirnya jatuh juga ditanganku !"
"Engkau jangan terlalu girang dan lupa daratan !" seru Tiong Giok. "Ini masih ada sebilah lagi !"
"Benar ! Benar !" kata Liok Jie Hui. "Lepaskan bocah she Pek itu !"
Siu Lang segera saja membebaskan Kiam Hong dari totokan. "Siau pangcu silahkan
menyeberang !"
Pek Kiam Hong tidak menjawab, ia masih tetap berdiam diri tanpa melangkah, Siu Lang menuntunnya kedekat jembatan.
Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
392 "Saudara Pek apakah engkau menderita luka ?"
Pek Kiam Hong menggelengkan kepala sambil melangkahkan kakinya keatas tambang besi.
Namun bukan ia menyeberang, melainkan dengan kecepatan luar biasa ia menyerang pada si botak.
Siu Lang ridak menduga bakal diserang, ia tidak bersiaga, tak beguru berkelit lagi, tambahan ilmunya tak seberapa tinggi. Tubuhnya terpukul roboh dan tergelincir kedalam jurang detik itu juga. Pek Kiam Hong tidak berhenti sampai disitu saja. Tubuhnya seperti badai yang dashyat menyambar Siau Bwee dan dibawa lari.
Kejadian ini terlalu mendadak dan diluar dugaan. Biar Lauw Jie Houw maupun keempat pelayan wanita serta dua murid Liok Lo Koay disitu, mereka tak berbuat apa-apa seperti terkesima saja.
"Apa kalian bangkai semua " Kejar !" teriak Liok Jie Hui tak kurang kagetnya.
Suara bentakan Liok Jie Hui tak ubahnya seperti air dingin mengguyur anak buahnya yang sedang pulas. Mereka terkejut dan sadar, terus mengejar ketambang besi.
Tiong Giok yang menyaksikan perbuatan Pek Kiam Hong dari seberang, menyadari urusan jadi berabe. Maka itu waktu Kiam Hong memijak tambang besi ia sudah bersiap sedia.
Tubuhnya mencelat tinggi melalui kepala kawannya dan menghadang musuh-musuh yang mengejar. Pedang wasiatnya berputar keras, dua murid Liok Jie Hui yang berada dipaling depan, dalam sekejap telah dibikin terguling kedalam jurang, setelah mereka Lauw Jie Houw menemui nasib yang sama. Keempat pelayan Liok Jie Hui karena berlaku lambat, belum memijakkan kaki di jembatan buru-buru mundur teratut.
Sedangkan Liok Jie Hui tidak mau berkelahi ia menyabetkan pedang pusaka keatas tambang besi.
Pek Kiam Hong yang membawa Siau Bwee masih berada diatas tambang, demikian pula
dengan In Tiong Giok. Bilamana tambang ini putus sama dengan putus pula nyawa mereka.
Dalam keadaan yang membahayakan ini dengan tiba-tiba In Tiong Giok mendapat akal, lengannya segera bergerak, tampaklah Hong hiat kiam yang bersinar putih terlepas dari tangannya dan terbang menyambar pada musuhnya, berbareng dengan tubuhnyapun terbang kedepan menyambar kedua ujung tambang yang baru putus dengan kedua tangannya.
Putusnya tambang besi, meluncurnya pedang terbangnya manusia, seolah-olah terjadi dalam satu detik yang bersamaan. Hanya sayang usaha Tiong Giok tidak membawa hasil yang memuaskan. Pedangnya itu hanya mengenai bahu kiri musuhnya. Sesungguhnya begitu Liok Jie Hui merasa kaget sekali dan menjerit kesakitan sambil melompat mundur lima enam langkah kebelakang dengan terhuyung-huyung.
"In Toako !" seru Kiam Hong.
"Lekas bawa Siau Bwee keseberang !" seru Tiong Giok.
Dengan menahan air mata Kiam Hong lekas-lekas menyeberang.


Perguruan Sejati Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
393 Liok Jie Hui dengan keempat pelayan sudah kembali dalam detik itu juga.
Ssambil menggertakkan gigi dan mata berdelik-delik Liok Jie Hui menyeringai kepada musuhnya. "Kini kudua pedang pusaka sudah kuperoleh, untuk ini aku memderita luka ringan. Sebaliknya jiwamu berada ditanganku, semua ini kehendak takdir."
Diam-diam Tiong Giok merasa kaget, ia diam tidak menjawab, karena kedua tangannya tidak dilepaskan, berhubung Pek Kiam Hong belum sampai keseberang.
"Anak-anakku, berikanlah beberapa bacokan pada bocah ini, jangan sampai dia jatuh kesakitan didalam jurang !" peerintah Liok Jie Hui..
"Baik ! sahut keempat pelayan wanita itu seraya menghunus senjatanya dan siap menabas kearah In Tiong Giok.
"Budak tak kenal mati, jangan coba-coba melukai Siau cu jin kami !" tiba-tiba terdengar suara bentakan menyusul terlihat berkelebatnya tiga bayangan datang ketanah datar itu. Mereka bukan lain dari Ciu Kong, Yauw Kian Cee dan Toa Gu.
Liok Jie Hui mundur dua langkah dengan wajah berubah, "Kalian".siapa ?"
"Hm, ingatanmu buruk sekali, aku Ciu Kong masa sudah lupa ?"
Liok Jie Hui menjadi kaget, ia menjaga diri dengan dua pedang pusaka, sedangkan mulutnya memerintahkan pelayan-pelayan turun tangan secepat-cepatnya. Pelayan-pelayan itu segera menabaskan pedang mereka dengan berbareng kepada Tiong Giok.
"Kurang ajar !" bentak Yauw Kian Cee seraya menggerakkan tangannya, sehingga keempat perempuan itu susul menyusul terjungkal kedalam kurang sebelum kesampaian maksudnya.
Liok Jie Hui semakin kaget dan gentar, ia tahu dirinya dalam keadaan bahaya, maka itu kedua pedang pusaka diputar memakai jurus-jurus dari Keng thian cit su menghantam kearah Ciu dan Yauw.
Keng thian cit su yang dimainkan Liok Jie Hui tidak selihay Tiong Giok, maka itu dengan kekuatan bergabung Ciu dan Yauw mengimbangi mereka.
Toa Gu menghampiri Tiong Giok untuk memberikan pertolongan. Hal ini diketahui Liok Jie Hui, maka si tolol ini diserangnya dari belakang.
Toa Gu sangat mengandalkan kekebalan dirinya, serangan musuh itu dianggap sepi dan dibiarkan. Karuan saja In Tiong Giok menjadi kaget sekali menyaksikan hal ini, dengan keras ia memperingati. "Toa Gu lekas menyingkir, itu pedang pusaka !"
Toa Gu masih tetap diam saja, sedangkan bahaya semakin dekat, Tiong Giok dengan terpaksa melepaskan kedua tangannya dari tambang besi dan melancarkan Hiat cie leng kearah musuh.
Liok Jie Hui tak menduga serangan mendadak, lengannya sudah terkena angin panas dan kesakitan, kedua pedang pusaka segera terlepas dari tangannya. Berbareng dengan itu angin Perguruan sejati > Oleh : Khu Lung > ceritasilat
394 pukulan Ciu dan Yauw datang dengan dashyat, situa licik ini segera terjungkal kedalam jurang.
Demikian pula dengan Tiong Giok sehabis melakukan serangan, segera jatuh kedalam jurang
! Tinggal Toa Gu melongo dipinggir jurang sambil berteriak-teriaak : "Siau cu jin ! Siau cu jin !"
Dalam keadaan tidak sadar, seolah-olah telah berlalu seratus tahun, seribu tahun"..
Tatkala In Tiong Giok membuka mata kembali, melihat bulan sabit dan taburan bintang dicakrawala. Saat itu seolah-olah baru jam dua belas tengah malam. Ia mendapatkan dirinya berada disebuah lubang tanah yang dlamnya tiga empat meter. Lubang itu seperti baru saja digali, berukuran satu kali dua meter tidak terlalu lebar maupun panjang, pas muat untuk rebahan seorang.
Kisah Si Bangau Putih 10 Asmara Berdarah karya Kho Ping Hoo Pendekar Kidal 17
^