Pencarian

Tokoh Besar 2

Tokoh Besar Karya Khu Lung Bagian 2


Begitu orang pergi, Dian Susi menjadi lemas dan
merasa jijik pada kakinya yang barusan dicium, ingin
rasanya dia tabas kutung kakinya saja.
Sekonyong-konyong terdengar seorang tertawa dingin,
katanya: "Tak nyana pilihan Dian toasiocia akhirnya jatuh
pada manusia kera itu, sungguh harus dipuji atas
ketajaman matamu."
Waktu Dian Susi angkat kepala, entah kapan dilihatnya
Kek siansing tahu-tahu sudah duduk di atas jendela.
Merah muka Dian Susi, katanya keras: "Apa katamu?"
"Kukatakan dia amat menyukai kau, kau sendiri
agaknya juga ada naksir sama dia, kalian memang
pasangan yang setimpal."
Tiba-tiba Dian Susi berjingkrak bangun menyambar
poci arak besar di atas meja terus ditimpukan sekuat
tenaga. Kek siansing tenang-tenang duduk di tempatnya tanpa
bergerak, begitu poci terlempar dekat mukanya tiba-tiba
dia meniup seenaknya. Aneh sekali poci yang meluncur
kencang itu seperti tertahan sebentar dan tergantung di
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tengah udara lalu putar balik melayang pelan-pelan ke
atas meja tepat di tempatnya tadi.
"Apa orang ini bisa main sulap?" dengan mendelong
Dian Susi membatin. Kalau kepandaian ini dinamakan
ilmu silat, bukan saja dirinya belum pernah melihat,
mendengar pun belum pernah.
Tidak menunjukkan perasaan hatinya, muka Kek
siansing tetap kaku dingin seperti benda beku, katanya:
"Aku biasanya bantu menyempurnakan keinginan orang,
aku pasti berusaha supaya Ong toanio menjodohkan kau
sama dia," lalu dia menambahkan dengan suara tawar:
"Tentu kau tahu, Ong toanio amat senang mendengar
ucapanku."
Tak tertahan Dian Susi berteriak: "Kau tidak boleh
berbuat demikian."
"Aku justru akan berbuat demikian, memangnya kau
bisa merintangi keinginanku?"
Lemas lunglai serasa badan Dian Susi, dia tahu Kek
siansing dapat melaksanakan apa yang dikatakan.
Mendadak dia jadi nekad dengan keras dia tumbukkan
kepala ke arah dinding batu. Lebih baik kepalanya pecah
biar mampus saja.
Tapi kejadian sungguh amat aneh dan ajaib, ternyata
kepalanya menumbuk sesuatu benda yang empuk,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mungkinkah batu bisa menjadi lunak. Kebetulan jatuhnya
celentang maka dia melihat, kiranya kepalanya barusan
menumbuk perut Kek siansing. Kek siansing berdiri
membelakangi dinding tanpa bergerak, katanya tanpa
menunjukkan perasaan hatinya: "Umpama kau tidak
sudi, kan tidak perlu kau mencari jalan pendek."
Dian Susi kertak gigi, air mata berlinang-linang.
"Kalau kau benar-benar tidak mau kawin dengan dia,
aku sih punya cara."
"Cara apa?"
"Bunuh dia!"
"Membunuhnya?"
"Siapa yang akan paksa kau menikah dengan sesosok
mayat?" "Aku... aku tak bisa membunuhnya."
"Sudah tentu kau bisa, karena dia menyukai kau,
maka kau pasti dapat membunuhnya."
Tertunduk kepala Dian Susi memikirkan kata-kata
orang, tiba-tiba dilihatnya jari-jari tangannya telah
memegang sebilah golok, golok telanjang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Warna golok ini amat aneh, ternyata merah dadu,
mirip benar dengan warna pipi seorang gadis yang malu-
malu. "Inilah golok yang baik sekali, bukan saja dapat
memutus rambut sekali tiup, sekali kena darah
tenggorokan bakal tersumbat," lalu dengan suara kalem
dia menambahkan, "Golok mempunyai nama, aku sering
memanggilnya Wanita."
Sungguh nama golok yang aneh, tak tertahan Dian
Susi bertanya: "Kenapa dinamakan Wanita."
"Karena kecepatannya melebihi bibir perempuan,
kejamnya melebihi hati perempuan, maka tepat sekali
kalau kau bunuh laki-laki yang menyukai dirimu dengan
golok ini."
Terulur tangan Dian Susi hendak menerima golok ini,
tapi lekas dia menarik kembali.
"Sebentar dia sudah akan kembali, mau menikah sama
dia atau membunuhnya terserah kepadamu sendiri, aku
tidak akan memaksa..." akhir kata-katanya, suaranya
kedengaran di tempat yang amatjauh.
Waktu Dian Susi angkat kepala, ternyata bayangan
orang sudah lenyap laksana setan yang bisa menghilang
entah ke mana. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sekian lama dia terlongong, akhirnya didengarnya
derap langkah mendatangi, tersipu-sipu dia raih golok itu
terus disembunyikan di belakangnya.
Dilihatnya Koko berlari masuk. Kembali seorang diri
saja, melihat Dian Susi masih menunggu, sungguh
girangnya bukan main, katanya setelah bersoja gembira:
"Ternyata kau tidak pergi, kau betul-betul menungguku."
Dian Susi tidak berani beradu pandang, tanyanya:
"Mana Dian Sim?"
"Aku tidak bisa temukan dia, karena..."
Dian Susi tidak memberi kesempatan orang bicara,
tahu-tahu golok di tangannya menghujam ke dada
orang, tepat menusuk ulu hatinya.
Koko tergentak melongo, mendadak dia berteriak
kalap seperti kesetanan, kedua tangannya tiba-tiba
menyambar leher Dian Susi serta dijinjingnya ke atas,
suaranya menggerung penasaran: "Kenapa kau
membunuhku"... Kesalahan apa yang kulakukan?"
Dian Susi tidak bisa menjawab, dia tidak bisa
bergerak. Asal jari-jari Koko mencengkeram dengan
sedikit tenaga, tulang lehernya pasti patah.
Saking ketakutan dia terkesima dan lunglai. Dia tahu
jiwanya akan ikut melayang mengiringi kemangkatan
jiwa orang. Tak tahunya, cengkraman tangan orang tiba-
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tiba menjadi kendor. Sorot matanya mengunjuk derita
yang tak terperikan. Dengan menatap Dian Susi,
mulutnya menggumam: "Kau memang pantas membunuhku, aku tidak salahkan kau... aku tidak
salahkan kau..." Berulang kali dia ucapkan kata-kata ini,
suaranya semakin pelan dan mendesis sampai tak
terdengar lagi. Pelan-pelan matanya terpejam, pelan-
pelan pula badannya tersungkur roboh. Tapi sebelum ajal
tiba-tiba dia membuka mata pula, katanya dengan
meronta: "Aku tidak menemukan temanmu, karena dia
sudah melarikan diri... tapi kenyataan aku memang
sudah mencarinya, aku pasti tidak menipu kau!" Setelah
mengutarakan isi hatinya baru jiwanya melayang.
Dian Susi berdiri menjublek laksana patung, tiba-tiba
didapati sekujur pakaiannya basah kuyup. "Tang" golok
di tangannya berkerontang jatuh di lantai batu.
"Tahukah kau, kalau mau dia bisa membunuhmu?"
tiba-tiba didengarnya suara dingin itu berkata pula. Entah
kapan Kek siansing tahu-tahu sudah berada di kamar
batu ini. "Aku tahu," sahut Dian Susi tanpa berpaling.
"Dia tidak membunuhmu karena dia mencintai kau,
dan kau bisa membunuh dia karena dia mencintai kau.
Dan itulah kesalahannya."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Apakah mencintai seseorang itu merupakan kesalahan"
Tak tertahan bercucuran air mata Dian Susi, sungguh
tidak pernah terbayang olehnya, dirinya bakal menangis
demi kematian seseorang yang seharusnya tidak patut
dia tangisi. Maka kupingnya mendengar suara Bwe-ci yang halus
itu sedang membujuknya dengan lemah lembut:
"Pulanglah, tamu-tamu sudah pergi semua, Ong toanio
sedang menunggumu, lekas pulang!"
Laksana badan dilecut cemeti Dian Susi tersentak
mundur mendengar nama Ong toanio.
"Aku tidak mau pulang!"
"Tidak pulang mana boleh" Memangnya kau minta
digendong?"
"Ampunilah diriku, biarlah aku pergi..."
"Kau tidak bisa pergi, setelah berada di sini, siapapun
takkan diizinkan pergi."
Tiba-tiba Kek Siansing menyela lagi: "Kalau kau ingin
pergi, aku punya cara untuk membantumu."
"Cara apa?" tanya Dian Susi girang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Asal kau berjanji kepadaku, kubantu kau pergi dari
sini." "Berjanji apa?"
"Berjanji mau kawin dengan aku."
Bwe-ci cekikikan, katanya: "Kek siansing tentu hanya
berkelakar saja."
"Kau kira aku sedang berkelakar?" suara Kek siansing
dingin. Rada dipaksakan tawa Bwe-ci, katanya: "Umpama Kek
siansing mau mengabulkan permintanya, aku tidak akan
membiarkan dia pergi."
"Kalau begitu terpaksa aku membunuhmu." .
Semakin getir tawa Bwe-ci, katanya: "Tapi Ong
toanio..."
Kembali mendengar nama "Ong toanio", seketika Dian
Susi kertak gigi: "Baik aku kabulkan permintaanmu,"
habis kata-katanya, dilihatnya Bwe-ci sudah tersungkur
jatuh. Bergidik Dian Susi dibuatnya, pelan-pelan dia
berpaling. Bayangan Kek siansing sudah tidak kelihatan
lagi. Tanpa hiraukan apa lagi dia menerjang keluar. Di
depan sana ada sudut tembok, di sana ada sebuah pintu
kecil yang terbuka. Dian Susi terus menerobos keluar.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Apapun tidak dia perdulikan tanpa berpaling atau
mengawasi keadaan sekelilingnya, dengan tancap gas dia
lari sipat kuping.
* * * * * Malam sudah berlarut. Jagat raya gelap gulita. Apapun
tak terlihat olehnya. Tanpa membedakan arah kakinya
terus berayun dengan cepat. Akhirnya dia roboh lemas.
Di mana dia roboh seakan-akan dia memeluk sebuah
batu. Terdengar seseorang berkata: "Apa kau baru datang"
Aku sedang menunggumu di sini." Itulah suara Kek
siansing. Entah kapan Kek siansing tengah duduk di atas
batu nisan. Hampir melengking suara Dian Susi: "Kau menunggu
aku" Kenapa menungguku?"
"Ada sepatah kata ingin kutanya kepadamu."
"Ta...tanya apa?"
"Kapan kau akan menikah dengan aku?"
"Siapa bilang aku hendak menikah denganmu?"
"Kau sendiri yang bilang, kau sudah mengabulkan
permintaanku."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku tidak pernah berkata demikian, aku tidak pernah
mengabulkan..." sambil berteriak kembali dia ayun
langkah lari terbirit-birit.
Ketakutan membangkitkan seluruh kekuatan fisiknya,
sekaligus dia lari dalam jarak yang cukup jauh tanpa
berani berpaling ke belakang. Tidak mendengar langkah,
kiranya Kek siansing tidak mengejarnya. Akhirnya dia
tidak tahan lagi tersungkur lemas. Kali ini dia jatuh di
tanah miring, tanpa kuasa badannya menggelinding
masuk ke dalam lubang yang cukup dalam.
Entah lubang kelinci, liang rase atau sarang ular tidak
diperdulikan lagi oleh Dian Susi. Perduli rase atau ular
kini tidak ditakutinya lagi seperti dia berhadapan dengan
Kek siansing. Boleh dikata orang yang satu ini lebih licin
dan licik dari rase, lebih jahat dan berbisa dari ular.
Diam-diam Dian Susi berdoa kepada Thian Yang Maha
Kuasa, semoga dirinya dilindungi, supaya Kek siansing
tidak muncul lagi. Dia rela melakukan apapun tanpa
pamrih sebagai imbalan.
Agaknya doanya dikabulkan, lama mengeram diri di
dalam lubang itu, Kek siansing tidak kunjung kelihatan.
Entah berapa lama telah berselang cuaca sudah mulai
remang-remang, tabir malam sudah mulai tersingkap
oleh secercah cahaya memutih di ufuk timur.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dian Susi menghirup hawa pagi nan segar, seolah-olah
dia baru saja siuman dari mimpi panjang yang aneh dan
lucu, sepanjang hari dia ditipu orang, namun dia pun
pernah menipu orang, dan orang baik yang mencintai
dirinya malah ditipu dan terbunuh di tangannya! Baru
sekarang dia benar-benar menyadari antara baik dan
kejahatan, betapapun garis-garis perbedaan ini tidak bisa


Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dibedakan hanya dengan lahiriahnya saja.
"Sebetulnya perbuatan apa yang telah kulakukan"
Terhitung orang macam apa sebenarnya aku ini?" Terasa
seperti disayat-sayat rasa sakit hati Dian Susi. Seolah-
olah badannya dilecuti oleh cambuk yang tidak kelihatan.
"Apakah ini kehidupan manusia" Beginikah kehidupan
manusia" Beginikah manusia harus menjalani hidupnya?"
Dia curiga, dia tidak mengerti. Dia tidak mengerti kenapa
kehidupan manusia terdapat begini keganjilan yang tidak
adil, derita yang tidak seimbang.
* * * * * Fajar telah menyingsing.
Mendadak Dian Susi merasa dirinya sudah tumbuh
dewasa. Perduli apapun yang dia lakukan, entah salah
atau benar" Yang terang dia sudah menyelami harta dari
kehidupan manusia yang sebenarnya. Umpama
perbuatannya salah, patut dimaafkan, karena apa yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
telah dilakukan hakikatnya tidak sengaja dan rela dia
lakukan. Mata Dian Susi terasa mengantuk sekali, sekuatnya dia
hendak membuka mata, tapi rasa kantuk sungguh tak
tertahankan lagi. Dia memang terlalu letih. Meski tahu
dirinya tidak pantas tidur di tempat seperti ini, namun
rasa kantuknya tak tertahan pula.
Di saat pikirannya remang-remang dan hampir pulas,
seolah-olah dia mendengar ada orang sedang berteriak-
teriak memanggil dirinya: "Toasiocia, Dian toasiocia..."
Siapakah yang sedang memanggilnya" Suara itu
seperti pernah dikenalnya. Dian Susi merangkak berdiri
sambil membuka mata, lehernya terangkat melongok
keluar. Suara panggilan itu semakin dekat.
Tampak empat orang berjajar mendatangi. Mereka
adalah Thi Ke-po, Topak Lo-liok, Chi It-to dan Tio lotoa.
Melihat keempat orang ini, seketika Dian Susi naik pitam.
Jikalau bukan gara-gara para kurcaci ini, masakah
dirinya tertimpa malang dan mengalami derita ini" Untuk
apa pula mereka mencari dirinya" Memangnya hendak
menipu dirinya sekali lagi" Segera dia melompat keluar,
dengan bertolak pinggang dia deliki mata kepada mereka
berempat. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Melihat dirinya muncul, keempat orang ini ternyata
tidak melarikan diri, malah unjuk rasa girang, tersipu-sipu
mereka menghampiri berebut memberi hormat.
"Untuk apa pula kalian mencari aku?" sentak Dian Susi
mendelik. Senyum Chi It-to kelihatan paling wajar, katanya
dengan munduk-munduk: "Cayhe beramai mencari Dian
toasiocia."
"Masih berani kalian mencari aku" Tidak kecil ya nyali
kalian!" Chi It-to tiba-tiba berlutut, katanya: "Siaujin tidak tahu
asal-usul Toasiocia, sehingga berbuat salah, semoga
Toasiocia suka memberi ampun." Tersipu-sipu tiga orang
yang lain ikut berlutut.
Tio lotoa angsurkan dua buntalan dan diletakkan di
atas tanah, katanya: "Buntalan yang ini berisi perhiasan
Toasiocia, buntalan yang ini berisi uang tujuh ratus tail
perak, semoga Toasiocia tidak mengusut perbuatan dosa
kami, menerima kembali buntalan ini, Siaujin berempat
pasti amat berterima kasih."
Sungguh tak nyana bila keempat manusia keparat ini
mau bertobat dan mohon maaf minta ampun, Dian Susi
malah rikuh dibuatnya selain merasa bangga, katanya
dengan menarik muka: "Jadi kalian sudah tahu salah?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Empat orang manggut-manggut bersama, sahutnya
berbareng pula: "Siaujin tahu salah, Siaujin memang
patut mampus..."
Lemas dan tidak tega hati Dian Susi, masa laki-laki
segede ini berlutut kepada dirinya, baru saja dia hendak
suruh mereka bangun. Tak nyana di waktu mereka
mengatakan "mampus", jidat mereka tiba-tiba dihiasi
sebuah lubang kecil. Darah segar seketika mengalir dari
lubang kecil ini, mengalir membasahi muka mereka.
Mata mereka mendelong lurus, mukanya seketika kaku
kejang, ternyata tidak bernafas dan tidak meronta.
Delapan biji mata sama mendelong mengawasi Dian
Susi, pelan-pelan berbareng mereka terjengkang roboh.
Kembali Dian Susi berjingkat kaget, hakikatnya dia
tidak tahu cara bagaimana lubang kecil di jidat orang
bisa terjadi, yang terang roman muka keempat orang ini
mendadak seperti muka setan.
Siapa yang membunuh mereka" Cara keji apa yang
dia gunakan" Serta merta terbayang olehnya cara
kematian Bwe-ci yang mirip ini, seketika kaki tangan
menjadi dingin lemas.
Kek siansing! Dian Susi menggembor sejadi-jadinya, dia berpaling.
Tiada bayangan orang, begitu dia membalik lagi, tampak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kek siansing tengah berdiri di depan keempat mayat itu,
memandangnya dengan sorot dingin, jubah panjangnya
yang terbuat dari kaci seolah-olah sedang berkabung
bagi kematian korban-korbannya.
Serasa terbang arwah Dian Susi, teriaknya bertanya:
"Kau... untuk apa kau kemari?"
"Aku kemari mau tanya kepadamu."
"Tanya apa?"
"Kapan kau mau menikah dengan aku?"
Dian Susi jadi bingung sendiri, kenapa dirinya
mengajukan pertanyaan yang bodoh ini. Karena dia
sungguh terlalu takut, terlalu tegang, hakikatnya dia
tidak kuasa kendalikan emosi dirinya.
"Keempat orang ini memang akulah yang suruh
mereka kemari," kata Kek siansing.
Dian Susi manggut-manggut sekuatnya. "Aku... aku
tahu," sahutnya.
"Barang-barangmu sudah dikembalikan, kenapa tidak
kau ambil?"
"Aku tidak mau, apapun tidak mau!" teriaknya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kau tidak mau, aku mau," kata Kek siansing sambil
menjemput buntalan itu. "Anggaplah ini sebagian pesalin
dari perkawinan kita yang akan datang."
Tanpa terasa Dian Susi angkat kepala mengawasinya.
Baru pertama kali ini dia melihat tampang orang secara
berhadapan, seketika sekujur badannya menjadi dingin
seperti kecemplung ke sumur es. Tiba-tiba dia menjerit:
"Aku tidak pernah mengabulkan permintaanmu... tidak
pernah..." kembali dia putar badan terus sipat kuping.
Entah darimana datangnya tenaga, sekaligus dia ngacir
sejauhnya tanpa merasa letih, angin terasa menderu di
pinggir telinganya. Waktu dia melirik ke belakang
bayangan Kek siansing tidak kelihatan. Akhirnya dia
tersungkur di pinggir jalan raya.
* * * * * Kabut tebal yang memutih laksana kapas mulai sirna
tertingkah sinar matahari.
Suasana pagi masih hening lelap, sayup-sayup dari
kejauhan di pengkolan jalan di depan sana kumandang
suara kereta menggelinding semakin dekat, kadang
terdengar ringkik kuda yang perlahan. Setelah semakin
dekat didengarnya suara orang berdendang menyanyikan
lagu-lagu gembala.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Seketika bangkit semangat Dian Susi, lekas dia
merangkak bangun, maka dilihatnya sebuah kereta besar
mendatangi memecah kabut tebal.
Kusir keretanya adalah seorang kakek tua yang sudah
ubanan. Lega hati Dian Susi. Tentu kakek tua boleh
dipercaya daripada anak muda.
"Loyacu," Dian Susi segera menyapa dari kejauhan,
"bolehkah kau tolong aku" Pasti akan kuberi persen yang
besar." Si kakek berseru sambil menghentikan keretanya, dari
atas sampai ke bawah dia amat-amati Dian Susi, lalu
tanya dengan plegak-pleguk: "Entah nona mau ke
mana?" Seketika Dian Susi melongo, kemana dia hendak
pergi" Mau pulang ke rumah" Begini rupa masakah
pulang" Umpama ayah tidak memakinya, orang akan
copot giginya saking geli mentertawakan keadaan
dirinya. Apakah pergi mencari Dian Sim" Ke mana hendak
mencari" Apa benar dia bisa melarikan diri" Kalau tidak
mau pulang, tak bisa menemukan Dian Sim, terpaksa
pergi ke Kanglam saja. Bukankah dirinya keluar rumah
dengan tujuan ke Kanglam.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Nona apakah kau kesamplok rampok?" tanya kakek
tua keheranan. Dian Susi manggut-manggut,
orang yang mengganggunya entah berapa kali lipat lebih
menakutkan dari rampok.
Si kakek geleng-geleng, katanya: "Nona sebesar ini
tidak pantas kelayapan seorang diri di luar, jaman seperti
ini orang jahat ada di mana-mana...ai," lalu dia
menambahkan: "Lekas naik, kuusahakan mengantarmu
pulang." Tertunduk kepala Dian Susi, katanya plegak-pleguk:
"Rumahku jauh sekali."
"Jauh sekali, berapa jauh?"
"Di Kanglam."
Sekilas si kakek melengong, katanya tertawa getir
"Kanglam sejauh itu, wah bagaimana baiknya?"
"Ke manakah Loyacu hendak pergi?"
Tiba-tiba terbetik senyuman lebar pada muka keriput
si kakek, katanya: "Aku punya famili, hari ini ada gawe
mengawinkan putrinya, sekarang aku ke sana untuk
hadir dalam pesta perkawinannya, maka aku sebetulnya
tidak terima penumpang."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kalau begitu, ke mana Loyacu pergi, biarlah aku ikut
dulu ke sana, setiba di sana aku segera turun," yang
diinginkan meninggalkan tempat ini sejauh mungkin.
"Begitupun baik, nona seorang yang kesusahan,
ongkos kereta ini boleh tidak usah bayar, setiba di tujuan
aku bisa memberi sekedar sangu kepada nona."
Saking haru serasa tersumbat tenggorokan Dian Susi.
Kiranya masih ada orang baik dalam dunia ini.
* * * * * Lama juga kereta ini menempuh perjalanan, kereta
gunjang-ganjing di jalanan yang tidak rata, si kakek
masih bernyanyi-nyanyi kecil.
Saking letih Dian Susi jatuh pulas dalam kereta, dalam
mimpinya terbayang olehnya di masa dirinya masih kecil
tidur di dalam keranjang goyang, bu inangnya sedang
menina bobokan dirinya.
Entah berapa lama dia tenggelam dalam impian. Tiba-
tiba Dian Susi terjaga bangun oleh suara petasan yang
riuh, baru sekarang dia tahu ternyata kereta sudah
berhenti. Dilihatnya si kakek sedang mengawasinya di
luar kereta, katanya tertawa: "Sudah sampai rumah
familiku, silahkan nona turun!"
Dengan kucek-kucek mata, Dian Susi melangkah
turun. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ternyata kereta ini berhenti di luar sebuah rumah
gedung bertembok tinggi yang cukup besar, bagian
depannya pekarangan luas, sekeliling rumah dipagari
tanaman gandum yang tumbuh subur di ladang.
Luar dalam rumah besar ini ditempeli kertas-kertas
merah besar pertanda hari girang adanya perkawinan,
entah tua muda semua berpakaian serba baru, semuanya
berseri girang.
Tiba-tiba timbul rasa getir dalam relung hati Dian Susi,
tiba-tiba terasa orang-orang itu semua amat riang dan
gembira, bahagia lagi, daripada dirinya yang selalu
tertimpa malang. Terutama mempelai perempuan tentu
amat senang dan bahagia.
"Dan aku" Kapan aku akan mengalami hari bahagia
seperti ini?" Demikian Dian Susi bertanya-tanya dalam
hati, segera dia melompat turun dan berkata dengan
menunduk: "Loyacu, soal sangu terus terang aku tidak
berani terima, Loyacu sudah membawaku begini jauh,
aku... aku sudah amat berterima kasih," kata-katanya
tersendat di dalam mulut.
Simpatik sifat si kakek, katanya: "Nona kau hendak
pergi ke mana?"
"Aku punya tujuan tertentu, Loyacu tidak usah kuatir."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Begini saja, nona kan tiada urusan penting, silahkan
masuk dulu ikut pesta perkawinan ini."
Belum ucapan si kakek selesai, dari samping
seseorang menyeletuk: "Benar, nona sudah berada di
sini, kalau tidak mau minum sekadar arak kegirangan,
berarti nona tidak memandang sederajat kami orang-
orang desa."
Seorang yang lain ikut menimbrung dengan tawa:
"Apalagi memang kita kekurangan tamu, dua meja masih
belum penuh, kalau nona sudi memberi muka, kami akan
menerima dengan senang hati, mari silahkan duduk di
dalam." Baru sekarang Dian Susi melihat dari dalam rumah


Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berbondong-bondong keluar beberapa orang seperti
menyambut dirinya, dua nyonya setengah umur yang
berdandan amat menyolok dengan kedua tangan
masing-masing penuh hiasan sudah maju menarik lengan
Dian Susi. Tanpa kuasa Dian Susi terus digelandang beramai-
ramai oleh orang-orang desa itu masuk ke dalam.
Kembali suara petasan berbunyi di luar dengan ramainya.
Dua meja segi delapan yang besar sudah penuh
makanan yang beraneka ragamnya, tiba-tiba timbul rasa
hangat dan ria dalam relung hati Dian Susi, pengalaman
getir dan derita yang dialami barusan sudah terlupakan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sama sekali. Dirinya langsung digelandang duduk ke
meja di sebelah kiri, kakek tua itu duduk di sebelahnya.
Meja ini hanya diduduki lima orang, agaknya tamu
yang datang berpesta perkawinan ini memang tidak
banyak, kecuali dirinya, satu sama lain agaknya adalah
kawan-kawan karib. Semua memandang dirinya dengan
pandangan takjub dan heran, sudah tentu lama
kelamaan hatinya jadi risau, tanyanya berbisik kepada si
kakek tua: "Kado aku tidak menyediakan, rasanya kurang
enak." Kakek tua tertawa, ujarnya: "Tidak perlu, tidak usah
menyumbang segala."
"Kenapa aku tidak perlu memberi kado?"
"Pesta kawin ini diadakan secara mendadak, soalnya
kedua mempelai laki dan perempuan sama-sama rada
luar biasa."
"Apanya yang luar biasa" Sebetulnya pernah apa
Loyacu dengan mereka?"
"Sebentar mempelai laki-laki akan keluar, akan tahu
sendiri." "Mempelai laki-laki akan segera keluar, lalu mempelai
perempuan?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tawa si kakek rada aneh, ujarnya: "Mempelai
perempuannya sudah berada di dalam rumah ini."
"Di dalam rumah, di mana?" matanya mengerling ke
sekelilingnya, kecuali dirinya dan si kakek, dalam rumah
ini hanya ada tujuh delapan tamu. Dua nyonya yang
menariknya tadi duduk di hadapannya sambil tersenyum-
senyum. Diam-diam dia merasa geli, tanyanya berbisik:
"Apakah yang duduk di depanku ini mempelainya?"
Si kakek menggeleng, sahutnya tertawa dengan lirih:
"Masakah ada mempelai yang begitu buruk rupanya?"
"Kalau bukan dia lalu siapa?" dari ujung matanya dia
melirik ke sekitarnya, kecuali dirinya dan kedua nyonya
setengah umur dalam ruang pesta ini tiada perempuan
muda yang lain. Keruan semakin heran hatinya,
tanyanya: "Dimanakah mempelai perempuan" Kenapa
aku tidak melihatnya?"
"Waktunya kalau tiba, kau akan melihat sendiri,
mempelai laki saja tidak gelisah, kenapa kau malah tak
sabar?" Merah muka Dian Susi, tanyanya pula: "Mempelai
perempuannya cantik tidak?"
"Sudah tentu amat cantik," sahut si kakek tertawa
penuh arti. "Malah yang tercantik di dalam rumah ini."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Merah muka Dian Susi, baru saja kepalanya tertunduk,
maka dilihatnya sepasang kaki yang mengenakan sepatu
tinggi serba biru melangkah dari dalam, di atas sepatu
adalah seperangkat jubah besar warna merah tersulam
naga dan burung hong yang menyolok.
Mempelai pria akhirnya keluar juga. Ingin Dian Susi
angkat kepala memandang si mempelai pria, entah
gagah, cakap, jelek atau tua mungkin muda" Tapi dia
merasa rikuh dan malu.
Tak nyana mempelai pria begitu keluar langsung
menghampiri dirinya, dan berhenti di hadapannya. Baru
saja Dian Susi merasa heran, tiba-tiba didengarnya
seluruh hadirin bertepuk tangan. Kembali Dian Susi
melirik waktu mendengar pujian dari sana sini, tapi
terang mempelai pria hanya seorang diri, kenapa
dikatakan pasangan yang setimpal dan mempelai
perempuan cantik rupawan segala.
Tak tahan dia menarik ujung baju kakek di sebelahnya
serta bertanya bisik-bisik: "Mana mempelai perempuannya?"
Kakek tua tertawa berseri, sahutnya: "Mempelai
perempuannya adalah kau."
Baru saja Dian Susi merasa geli akan banyolan si
kakek tua, tiba-tiba nalurinya merasakan sesuatu yang
ganjil, banyolan seperti ini rada keterlaluan. Sementara
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
semua hadirin tepuk tangan seraya memuji dan
menggoda supaya upacara nikah lekas dilaksanakan.
Kedua kaki mempelai pria seperti terpaku di atas tanah.
Tak tahan akhirnya Dian Susi memberanikan diri angkat
kepala. Sekilas saja seketika sekujur badannya seperti
kejang dan kaku, arwahnya serasa terbang meninggalkan
raganya. * * * * * Dandanan mempelai pria tak ubahnya dengan
pengantin umumnya, pakaiannya serba baru kalau tidak
mau dikatakan terlalu mewah bagi seorang pengantin di
desa yang kecil ini. Tapi bentuk roman mukanya itu
tanggung takkan ada bentuk roman muka seperti ini
dalam dunia ini. Boleh dikata itu bukan bentuk muka
manusia. Karena dia bukan lain adalah Kek siansing.
Manusia dedemit yang paling ditakutinya. Jadi mempelai
pria adalah Kek siansing!
Terasa oleh Dian Susi badannya seperti lunglai dan
meloso ke bawah, duduk pun tidak tegak lagi, giginya
berkerutukan, bukan kedinginan tapi lantaran takut dan
ngeri. Ingin menangis air mata tidak keluar, ingin
berteriak, tenggorokan seperti tersumbat.
Tenang-tenang saja Kek siansing mengawasinya,
katanya kalem: "Sudah tiga kali aku bertanya, kapan kita
akan kawin, kau tidak memberi jawaban, terpaksa aku
sendiri yang memutuskan hari ini."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku... aku tidak..." suaranya tenggelam dalam
tenggorokan. "Hari ini kita akan resmi menikah dengan suka sama
suka dengan disaksikan oleh mak comblang."
"Benar," ujar si kakek, "akulah comblangnya."
"Mereka yang hadir menjadi saksi semuanya, siapa
lagi yang akan menentang pernikahan resmi ini."
"Bluk!" tak kuasa Dian Susi kendalikan dirinya,
akhirnya dia tersungkur jatuh dari kursinya.
Sekonyong-konyong didengarnya seseorang berkata:
"Kalau tiada orang menentang pernikahan ini, aku
sebaliknya perlu menyampaikan sepatah dua patah." Si
pembicara adalah pemuda pendek tambun, bermuka
bundar, sepasang matanya terlalu sipit, tulang pipinya
tinggi dan lebar, jarak antara kedua alisnya mungkin satu
lipat lebih lebar dari alis orang biasa. Kalau mulutnya
sudah besar, kepalanya lebih besar lagi, maka bentuk
keseluruhannya menjadi aneh dan lucu.
Tapi sikap dan kata-katanya amat tenang dan wajar.
Dengan ongkang-ongkang kakinya yang pendek
gemantung di atas kursi seorang diri tengah duduk di
meja kursi sebelah kanan itu, tangan kanan memegangi
cangkir arak, tangan kiri memegangi poci.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Cangkir araknya itu besar luar biasa, tapi sekali
tenggak secangkir besar itu dia habiskan, lebih cepat dari
orang lain minum secangkir kecil, entah berapa cangkir
telah dia habiskan.
Anehnya orang setambun itu, namun tiada seorang
pun hadirin yang tahu kapan dia datang dan tahu-tahu
sudah bertengger di atas kursi, makan minum seorang
diri. Sudah tentu kehadirannya menimbulkan kegemparan para hadirin.
Hanya Kek siansing sedikit pun tidak terpengaruh,
katanya tawar: "Apa yang ingin kau kemukakan
mengenai pernikahan ini?"
Pemuda tambun itu menghela nafas, katanya tawar:
"Sebetulnya aku tidak ingin usil mulut, sayang mau tidak
mau aku harus bicara."
"Apa yang ingin kau bicarakan?"
"Segala persiapan pernikahan sudah lengkap, hanya
ada satu yang kau lupakan."
"Hal apa yang kurang lengkap?"
"Kalau mempelai perempuannya betul dia, maka
pengantin prianya tidak pantas kalau kau."
"Kalau bukan aku memangnya siapa?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dengan mulut poci arak di tangannya si pemuda
tambun menuding hidungnya, sahutnya: "Aku inilah."
* * * * * Pengantin prianya harus dia" Dian Susi yang sudah
lunglai rebah di atas tanah lekas menekan kepala
mendengar kata-kata ini.
Dilihatnya pemuda tambun itu tengah mengawasi
dirinya, lapat-lapat terasa oleh Dian Susi seperti sudah
kenal benar dengan muka pemuda yang bermuka lain
dari yang lain.
Pelan-pelan pemuda tambun berdiri, katanya
memperkenalkan diri: "Aku she Nyo, bernama Nyo
Hoan." Kelihatannya pemuda ini tak ubahnya dengan
manusia awam lainnya, cuma perawakannya pendek dan
tambun. Tapi mendengar nama "Nyo Hoan" Dian Susi
berjingkat dibuatnya, seketika teringat olehnya siapa
sebenarnya orang ini. Kemarin malam baru saja dirinya
melihat orang ini berada bersama ayah dan bapak
pemuda ini di kediaman Ong toanio. Dia bukan lain
adalah putra Nyo samya dari Toa-bing-hu, yaitu makhluk
yang sering didengar Dian Susi dari pembicaraan orang
lain. Sungguh tidak pernah terbayang olehnya makhluk
aneh ini mendadak muncul di sini.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Agaknya Kek siansing juga pandang pemuda tambun
ini sebagai makhluk aneh, dengan dingin dia tatap muka
orang cukup lama, tiba-tiba mukanya yang kaku itu
tertawa. Baru pertama kali ini Dian Susi melihat dia
tertawa. Terdengar orang berkata dengan tertawa:
"Ternyata kau pun ingin jadi pengantin."
"Terus terang aku tidak ingin jadi pengantin, cuma
terpaksa aku harus kemari."
"Harus kemari" Memangnya ada orang yang
mengancammu dengan golok menyuruh kau kemari?"
Nyo Hoan menghela nafas, ujarnya: "Manusia mana
yang mau berpeluk tangan mengawasi calon istrinya
dipaksa kawin dengan orang lain?"
"Apakah dia istrimu?" tanya Kek siansing.
"Sekarang memang belum, tapi boleh dikata sebagai
calon." "Aku tidak perduli, yang terang dia sendiri yang
berjanji kepadaku, katanya mau menikah dengan aku."
"Umpama dia sendiri mengabulkan permintaanmu
juga tak berguna."
"Kenapa tidak berguna?"
"Karena ayahnya sudah menjodohkan dia kepadaku,
bukan saja ada perintah ayah bunda, kami pun
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menggunakan cara yang resmi dan telah meminangnya
lebih dulu, itulah yang dinamakan perjodohan resmi,
siapapun takkan bisa menggugatnya lagi."
Lama Kek siansing terpekur, katanya kemudian:
"Kalau untuk menghalangi kau mengawini dia, agaknya
hanya ada satu cara."
"Cara apapun tiada."
"Ada saja, orang mati tentunya tidak bisa kawin."
Nyo Hoan tertawa.
Dian Susi baru pertama kali ini melihat orang tertawa.
Mendadak teringat olehnya supaya orang lekas lari saja,
lebih cepat lebih baik, sekonyong-konyong dia merasa
tidak tega bila melihat pemuda tambun yang lucu ini mati
di tangan Kek siansing.
Dia sendiri sudah saksikan betapa lihay ilmu silat Kek
siansing. Apalagi jidat pemuda tambun ini amat lebar,
tentu lebih mudah menjadi sasaran serangan senjata
rahasia Kek siansing yang hebat itu, sungguh tidak tega
Dian Susi melihat jidat lebar orang berlubang
mengeluarkan darah, jiwanya pun melayang seketika.
Untung Kek siansing tidak segera turun tangan, dia
masih berdiri kaku di tempatnya. Sementara Nyo Hoan
menuang secangkir arak, begitu isinya habis, cangkir itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lantas diataruh di atas jidatnya. Maka terdengar "ting"
cangkir itu berbunyi nyaring.
Seketika berubah air muka Kek siansing.
Pelan-pelan Nyo Hoan turunkan cangkirnya, lalu
diawasinya dengan seksama, pelan-pelan dia

Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggeleng-geleng kepala, katanya kemudian setelah
menarik nafas: "Senjata rahasia yang jahat sekali, lihay
sekali." Dian Susi melongo dan tidak mengerti apa yang telah
terjadi. Masakah tanpa menggerakkan kaki tangan,
badan tidak bergeming Kek siansing mampu
menyambitkan senjata rahasia"
Sebaliknya bocah gendut ini hanya angkat cangkir saja
lantas berhasil menyambut serangan senjata rahasia
orang" Dengan mata kepalanya sendiri dia saksikan
senjata rahasia Kek siansing dalam waktu sekejap dapat
menamatkan jiwa orang, namun kali ini gagal hanya
kebentur sebuah cangkir arak belaka" Sungguh Dian Susi
tidak habis mengerti bahwa bocah gendut ini ternyata
membekal kepandaian silat begini tinggi. Tapi kenapa air
muka Kek siansing berubah begitu hebat"
Terdengar Nyo Hoan berkata: "Melukai orang dengan
senjata rahasia seperti ini, paling sedikit akan menguras
air mani dan melemahkan sifat kelakianmu, kalau aku,
takkan sudi menggunakannya."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kembali Kek siansing terpekur lama, tanyanya tiba-
tiba: "Dulu kau pernah melihat senjata rahasia semacam
ini?" Nyo Hoan menggeleng-geleng, sahutnya: "Baru
pertama kali ini aku melihatnya."
"Kau pula orang pertama yang mampu menyambut
senjata rahasia macam ini."
"Setelah ada yang pertama, pasti ada yang kedua,
ketiga dan seterusnya, oleh karena itu senjata rahasia
macam ini tidak perlu dibuat bangga, kukira selanjutnya
kau jangan menggunakannya lagi."
Kembali Kek siansing berdiam diri, tiba-tiba bertanya:
"Pernah apa kau dengan Song Cap-nio?"
Song Cap-nio adalah tokoh ahli senjata rahasia yang
tiada bandingannya di seluruh kolong langit, bukan saja
menyambut senjata rahasia, cara timpukan senjata
rahasianya pun tiada bandingannya, terutama ahli
membikin berbagai macam senjata rahasia, selama
puluhan tahun belakangan tiada orang yang
menandinginya. Di dalam relung hati setiap insan persilatan Song Cap-
nio adalah tokoh kosen kelas wahid yang tiada taranya,
sering Dian Susi mendengar kebesaran namanya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ternyata Nyo Hoan menggeleng-geleng malah,
ujarnya: "Baru pertama kali ini sejak aku dilahirkan
mendengar nama orang ini."
"Kau belum pernah mendengar namanya, juga belum
pernah melihat senjata rahasia ini?"
"Jawaban tepat."
"Tapi kau bisa menyambut senjata rahasia ini."
"Kalau tidak bisa menyambut, bukankah jidatku sudah
berlubang besar."
Kek siansing mengawasinya, tiba-tiba menghela nafas
panjang, katanya: "Bolehkah kau memberitahu
kepadaku, cara bagaimana kau menyambutnya?"
"Tidak bisa."
"Sudikah kau kembalikan senjata rahasia itu
kepadaku?"
"Tidak bisa."
Kembali Kek siansing menghela nafas, ujarnya:
"Maukah kau membiarkan aku pergi?"
"Tidak bisa," jawab Nyo Hoan tetap tegas, tapi
mendadak dia tertawa, sambungnya: "Tapi kalau kau
mau merangkak keluar, aku sih tidak menghalangi."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kek siansing tidak banyak mulut. Dia betul-betul
merangkak keluar.
* * * * * Dian Susi melenggong. Siapapun yang berhadapan
dengan Kek siansing pasti berpendapat orang ini lebih
keras dari batu, lebih dingin dari es, boleh dikata dia
bukan manusia hidup.
Tapi berhadapan dengan bocah gendut ini, bukan saja
dia sekaligus menampilkan berbagai macam ekspresi
mukanya, bukan saja tertawa, malah hampir saja
menangis, lebih celaka lagi dia terima merangkak keluar
dan ngacir tanpa melawan.
Sungguh hebat bocah gendut ini. Sungguh Dian Susi
tidak habis mengerti, di manakah letak kehebatan bocah
gendut ini, hakikatnya tindak tanduknya tidak akan
berbeda dengan seorang laki-laki pikun.
Sudah tentu mata semua hadirin melotot dan melongo
selebarnya, dua butir telur pun bisa sekaligus dijejalkan
ke dalam mulutnya.
Nyo Hoan mengisi cangkirnya pula, katanya tertawa:
"Silahkan kalian duduk, ada waktu buat duduk kenapa
harus berdiri" Hidangan toh sudah tersedia, hayolah
gares saja, kenapa sungkan-sungkan?" Betul juga habis
kata-katanya, tiada seorang hadirin yang tetap berdiri.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Tiba-tiba Dian Susi melompat berdiri, dengan langkah
lebar langsung keluar. Melirik pun tidak kepada Nyo
Hoan, tapi tiba-tiba didengarnya Nyo Hoan berkata: "Kek
siansing pasti belum pergi jauh, sekarang mencarinya
tentu masih sempat."
Kontan Dian Susi merasa kedua kakinya seperti
terpaku di tanah, berpaling kepala dia pandang orang
dengan mata melotot.
Sikap Nyo Hoan acuh tak acuh, katanya sambil angkat
cangkir: "Aku tidak senang minum sendirian, kenapa
kalian tidak temani aku minum sepuasnya?"
Mendadak Dian Susi maju menghampiri, sentaknya:
"Setan arak, kenapa tidak kau minum menggunakan poci
saja?" "Mulutku terlalu lebar, mulut poci ini sebaliknya amat
kecil," seperti tidak sengaja matanya mengerling kepada
Dian Susi, katanya tertawa: "Satu gede satu cilik, kalau
dijodohkan ya kelihatannya ganjil."
Merah muka Dian Susi, semprotnya: "Jangan takabur,
memangnya kau bangga telah membantu aku?"
"Kau mengaku bahwa aku telah bantu kau?"
"Hmm. Pongah!"
"Kenapa kau tidak berterima kasih kepadaku?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kau sendiri yang melakukan, kenapa aku harus
berterima kasih?"
"Tidak salah, tidak salah, benar sekali, benar sekali,
sebetulnya setelah perutku kenyang kerja apapun aku
tidak bisa."
"Apapun yang terjadi jangan harap aku sudi menikah
dengan kau!"
"Kau benar-benar tidak mau kawin sama aku?"
"Tidak."
"Benar-benar tidak?"
"Tidak, ya tidak!"
"Mungkin tidak kau mengubah tekadmu?"
Lebih keras suara Dian Susi: "Sudah kukatakan tidak,
mati pun tidak sudi."
Tiba-tiba Nyo Hoan berdiri dan menjura kepadanya
dengan laku yang amat hormat, katanya: "Banyak terima
kasih, banyak terima kasih, sungguh tak terhingga rasa
senangku."
"Buat apa kau berterima kasih kepadaku?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bukan saja aku ingin berterima kasih kepadamu,
malah aku harus berterima kasih kepada langit dan
bumi." "Eh, apa kau sinting?"
"Sinting sih tidak, cuma aku ini rada curiga dan selalu
was-was." "Curiga" Kenapa was-was?"
"Aku curiga dan was-was bila kau ingin kawin sama
aku, maka selama ini hatiku jeri setengah mati."
"Apa aku ingin kawin dengan kau?" teriak Dian Susi
bertolak pinggang, "kepalamu memang sudah sinting."
"Kepalaku tidak pusing, kini tidak perlu takut lagi, asal
kau tidak kawin dengan aku, segala persoalan lain boleh
dirundingkan."
"Tiada persoalan yang perlu kurundingkan dengan
kau." "Kalau Dian lopek memaksa kau kawin dengan aku
bagaimana?"
Sekilas Dian Susi berpikir, lalu sahutnya: "Aku tidak
akan pulang."
"Cepat atau lambat akhirnya toh harus pulang."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ya, setelah aku menikah dengan orang, baru aku
mau pulang."
"Akal yang bagus, sungguh amat menyenangkan,"
tiba-tiba dia mengerut kening, tanyanya: "Tapi kau
hendak kawin dengan siapa?"
"Kau tidak perlu urus."
"Bukan aku mau ngurus, aku kuatir tiada orang yang
mau kawin dengan kau."
"Aku tidak bisa kawin" Kau kira aku ini perawan yang
tidak laku kawin" Kau kira aku ini kuntilanak?"
"Bukan, kau ini gadis cantik, tapi gadis pingitan yang
punya tabiat kasar, siapa yang bisa mengendalikan kau."
"Kau tidak perlu kuatir bagi diriku, yang terang akan
ada orang kuat bisa menundukkan aku."
"Orang yang dapat menundukkan kau, belum tentu
kau bisa menghadapi dia, umpamanya Kek siansing
itu..." Seketika pucat muka Dian Susi mendengar nama Kek
siansing. Bagian 4 TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sebetulnya belum tentu dia benar-benar ingin
mengawini kau, mungkin dia mempunyai tujuan lain
yang tersembunyi."
"Ada tujuan apa" Dia punya maksud-maksud apa?" tak
tahan Dian Susi bertanya.
"Aku belum tahu dia punya maksud tujuan apa,
mungkin setelah tujuannya tercapai kau bakal dicerai
oleh dia. Saat mana kau baru berpaling mau kawin sama
aku, bukankah mengenaskan."
Merah padam muka Dian Susi, semprotnya gusar:
"Kau tak usah kuatir, umpama aku cukur rambut jadi
Nikoh, betapapun takkan sudi menikah dengan kau."
"Tidak bisa tidak aku harus berkuatir, urusan dalam
dunia ini siapa yang bisa menentukan, segala peristiwa
mungkin saja terjadi."
"Kau kira kau ini orang apa" Laki-laki gagah ganteng"
Dalam hal apa kau berani beranggapan aku sudi menikah
dengan kau?"
"Aku ini laki-laki ganteng cakap atau babi buntung,
bukan soal, yang terang setelah kau benar-benar
menikah dengan orang lain, baru hatiku akan lega dan
tentram." "Baik, akan kuusahakan supaya aku menikah dengan
cepat, akan kuberitahu kepadamu selekas aku kawin,"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
serasa hampir gila saking jengkel, habis berkata dia terus
melangkah keluar hendak tinggal pergi.
Tak nyana Nyo Hoan tiba-tiba memanggilnya: "Eh,
tunggu dulu."
"Tunggu apa" Kau masih belum lega?"
"Memang masih kurang mantap, bagaimana kalau
sebelum kawin kau sudah mati?"
"Memangnya apa sangkut paut mati hidupku dengan
kau?" "Sudah tentu amat erat sangkut pautnya, resminya
kau sudah menjadi keluarga Nyo kami, jikalau kau
mengalami kesulitan, aku harus bantu menyelesaikan,
jikalau kau mengalami cedera atau kematian, aku harus
menuntut balas bagimu, bukankah amat berabe" Sejak
kecil aku paling takut menghadapi kesulitan, cara
bagaimana aku bisa lega?"
"Aku tidak akan mati," hampir meledak dada Dian Susi
saking marah. "Belum tentu, nona pingitan dengan watakmu ini,
umpamanya harga dirimu sudah terjual tanpa kau sadari,
apalagi..." Nyo Hoan menghela nafas, sambungnya: "Kau
sendiri belum tahu kapan kau bakal menikah, sebaliknya
sembarang waktu mungkin Dian lopek akan TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
meringkusmu dan dibawa pulang, kalau hal ini sampai
terjadi, bukankah kau, tetap akan menikah dengan aku?"
"Lalu apa kehendakmu baru kau akan merasa lega.
Katakan!" "Memang aku punya akal untuk menghindari segala
kemungkinan ini."
"Akal apa?"
"Kepada siapa kau ingin menikah, segera kuantar kau
ke sana, setelah kau kawin sama dia, maka tiada sangkut
pautnya lagi dengan aku, maka legalah hatiku."
"Agaknya kerjamu amat teliti."
"Ah, terlalu dipuji, biasanya aku terlalu gegabah, tapi
menghadapi persoalan seperti ini terpaksa harus hati-
hati, salah mengawini bini bukan persoalan main-main."
Dian Susi hanya tertawa-tawa dingin, sungguh
amarahnya sudah tak terkendali sampai tak bisa bicara
lagi.

Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Oleh karena itu, kepada siapa kau kendak kawin,
lekaslah katakan, aku pasti mengantarmu ke sana."
Dian Susi menggigit bibir, sahutnya: "Aku ingin kawin
dengan Cin Ko."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Cingko (Pujaan Hati)?" berkerut alis Nyo Hoan:
"Siapakah laki-laki pujaanmu, darimana aku bisa tahu?"
Ingin rasanya Dian Susi menjewer kupingnya, katanya
lantang: "Yang kumaksud adalah Cin Ko, pemuda gagah
yang membunuh Tujuh Harimau di puncak Hou-khiu-san
itu. Memangnya kau belum pernah dengar namanya?"
"Belum pernah dengar," Nyo Hoan geleng-geleng.
"Gentong nasi, kecuali makan, apa yang kau ketahui?"
"Aku bisa minum arak," lalu ditenggaknya secangkir,
sambungnya: "Baiklah, Cin Ko, ya Cin Ko, aku pasti bantu
menemukan dia, tapi dia mau kawin sama kau tidak,
bukan menjadi tanggung jawabku lho!"
"Urusanku sendiri, aku bisa menyelesaikan," ujar Dian
Susi gusar. "Aku boleh mengiringimu menemukan dia, tapi kita
harus ada perjanjian."
"Perjanjian apa?"
"Pertama, aku pasti tidak akan mempersunting kau,
kau pun takkan kawin dengan aku."
"Bagus sekali. Aku setuju."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kedua, sepanjang jalan, kau jalan sendiri aku pun tak
terikat dengan kau, apapun yang kau lakukan aku tidak
akan paksakan, kau pun jangan paksa aku."
"Boleh!"
"Ketiga, siapapun yang kau penujui kau boleh kawin
sama dia, siapapun yang kucintai sembarang waktu aku
boleh mempersunting dia. Kita siapapun tak boleh
mencampuri urusan masing-masing."
"Baik sekali," pusing kepala Dian Susi karena marah,
hanya kata-kata itu saja yang kuasa dia ucapkan.
Seharusnya dialah yang mengajukan ketiga syarat ini,
kini orang sudah mengemukakan lebih dulu.
* * * * * Entah kapan orang-orang yang hadir dalam perjamuan
sudah bubar dan tak kelihatan bayangannya.
Tak tahan akhirnya Dian Susi bertanya: "Cara
bagaimana kau datang kemari" Mana ayahku?"
"Ada persoalan yang tidak ingin kuberitahu kepadamu,
kau pun jangan paksa aku."
"Mana mereka?"
"Sudah pergi."
"Kenapa kau biarkan mereka pergi?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kek siansing pun kuberi kelonggaran, kenapa mereka
tidak boleh pergi?"
"Kenapa kau bebaskan Kek siansing?"
"Paling dia ingin mengawini kau, meski perbuatannya
bodoh, bukan terhitung perbuatan jahat. Dan lagi, dia
telah memberi minum gratis kepadaku."
"Tapi dia telah membunuh beberapa orang."
"Memangnya kau sendiri tidak pernah membunuh
orang" Memang banyak orang yang pantas mampus."
"Baik, cepat atau lambat akan datang ketika aku akan
mencari perhitungan dengannya," setelah menahan
emosi, dia berseru lagi: "Bolehkah aku melihat senjata
rahasia yang dia gunakan itu?"
"Tidak bisa."
"Kenapa tidak bisa?"
"Tidak bisa ya tidak bisa, kita sudah berjanji, siapapun
tidak boleh memaksa."
"Baik," seru Dian Susi membanting kaki, "hayolah
berangkat."
"Buat apa tergesa-gesa?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku tergesa apa" Sudah tentu aku ingin lekas kawin
dengan orang."
"Kau ingin cepat, aku sebaliknya, kalau mau pergi
silahkan jalan lebih dulu, yang terang jalan yang kita
tempuh berlainan, yang terang aku tidak akan
membiarkan kau dijual kepada orang."
Tiba-tiba Dian Susi raih sebuah poci terus
dibantingnya hancur, tanpa berpaling dia melangkah
keluar. Nyo Hoan menggeleng-geleng, katanya menghela
nafas: "Untung di sana masih ada sebuah tidak terlihat
olehnya..."
Dian Susi tiba-tiba memburu ke sana dan "tang" poci
yang satu itu pun dia banting berkeping-keping.
Terhitung terlampias rasa gusarnya, waktu dia berpaling,
dilihatnya Nyo Hoan sedang memeluk sebuah guci arak,
katanya tertawa menyengir: "Pocinya boleh kau
hancurkan semua, guci ini adalah milikku, mulut guci ini
cocok dengan mulutku."
Sepanjang jalan Dian Susi mengumpat caci, "Gendut
mampus, setan arak, babi buntung..." akhirnya dia
menjadi geli sendiri.
Tepat tengah hari.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Setelah rasa dongkol dan amarah Dian Susi hilang,
baru Dian Susi betul-betul merasa badan penat, gerah,
dahaga dan kotor. Setelah kepanasan di sepanjang jalan,
perut lapar kerongkongan kering, baru dia menyadari
bahwa ucapan si babi buntung tadi sedikit banyak
memang masuk di akal. Kenapa tadi dia tidak makan
minum dulu sepuasnya baru berangkat.
Kini dia hanya bisa mengawasi orang-orang berteduh
di warung makan minum seenaknya tanpa berani
mampir, soalnya kantongnya kempes, sepeser pun dia
tidak punya uang untuk membeli, malu rasanya kalau
minta atau meminjam uang untuk membeli.
Entah berapa jauh sudah jalan yang dia tempuh, tiba-
tiba didengarnya suara kereta lari mendatangi, dari
kejauhan sudah kelihatan seorang duduk bermalas-
malasan di dalam kereta sambil mengayun pecut,
matanya merem melek, ujung mulutnya menyungging
senyum. Ternyata setan arak gendut ini belum mabuk, baru
sekarang dia menyusul naik kereta. Melihat keadaannya
yang nyaman segar dan malas-malasan, sungguh bagai
langit dan bumi bedanya dengan keadaan Dian Susi.
Sudah tentu Dian Susi amat gegetun, kereta ini tadi
berada di muka pintu kenapa dia lupa menaikinya, kini
terpaksa dia menunggu orang memanggil dirinya untuk
naik ke atas kereta.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Nyo Hoan justru seperti hendak mempermainkan dia,
kereta itu maju berhenti lalu berjalan lagi, di depan dan
di belakangnya, tidak jauh membuntutinya terus.
"Hai," tak tertahan Dian Susi menyentaknya keras-
keras. Nyo Hoan membuka mata, lalu dipejamkan lagi.
Terpaksa Dian Susi maju mendekati, teriaknya: "Hai,
apa kau ini orang tuli?"
Nyo Hoan menggeliat, katanya acuh tak acuh: "Kau
bicara dengan siapa?"
"Sudah tentu bicara dengan kau, memangnya aku ajak
bicara dengan kuda?"
"Namaku bukan 'hai', darimana aku tahu kau sedang
bicara dengan aku?"
"Hai, orang she Nyo!" seru Dian Susi kertak gigi.
Nyo Hoan malah pejamkan mata lagi.
"Kupanggil kau orang she Nyo, memangnya kau bukan
she Nyo?" "Entah berapa banyak orang she Nyo, darimana aku
tahu kau panggil orang siapa?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Emangnya di sini ada orang kedua yang she Nyo"
Mungkinkah kuda ini she Nyo?"
"Mungkin saja dia she Nyo, atau mungkin she Dian,
kenapa tidak kau tanya dia?" Nyo Hoan berbangkis
sekali, lalu menyambung: "Kalau kau mau ajak aku
bicara, nah panggillah Nyo toako kepadaku."
"Kenapa aku harus panggil Nyo toako?"
"Pertama, karena aku she Nyo, kedua, karena usiaku
lebih tua, ketiga, karena aku ini laki-laki. Tentunya kau
tidak panggil aku Nyo toaci," dengan malas-malasan dia
tertawa, katanya: "Jikalau kau mau panggil aku Nyo
toasiok, aku malah tidak berani terima."
"Babi mampus, kau mirip siluman babi."
"Hanya babi yang ajak bicara dengan babi, kulihat kau
tidak mirip babi."
Dian Susi kertak gigi, tiba-tiba dia putar badan tinggal
pergi dengan jengkel. Sekonyong-konyong Nyo Hoan
bersiul, tiba-tiba dia tarik tali kendali, kuda yang menarik
kereta segera mencongklang ke depan, lewat dari
sampingnya. Jalan raya ini entah menembus kemana dan betapa
panjang dan jauhnya, sehari pun takkan habis dilalui.
Sinar surya semakin terik. Kalau jalan kaki begini terus,
mungkin sore nanti manusia bisa sekarat dibuatnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Karena gugup, kontan Dian Susi berteriak: "Nyo
toathau, tunggu sebentar." Sengaja kata-kata 'toa' dia
serukan lebih keras dan kata 'thau' lirih saja, maka
kedengarannya seperti 'Nyo toako'.
Benar juga Nyo Hoan kena ditipunya, segera orang
menghentikan kereta, tanyanya sambil berpaling dengan
tertawa: "Dian siaumoay, ada urusan apa?"
Tak tertahan Dian Susi cekikikan geli dan senang, baru
pertama kali ini dia berhasil mendapat keuntungan, maka
tawanya amat riang. "Keretamu kosong, apakah aku
boleh turut?"
"Sudah tentu boleh."
Tersipu-sipu Dian Susi naik ke atas, tiba-tiba
kepalanya melongok keluar jendela kereta, katanya
cekikikan: "Mungkin tadi kau tidak mendengar jelas. Aku
tadi memanggilmu Nyo toathau, soalnya kepalamu
memang tiga kali lipat lebih besar dari kepala orang
umumnya." Sengaja dia menggoda supaya setan kepala
besar ini marah.
Tak kira Nyo Hoan tidak marah, katanya dengan
tertawa malah: "Kepala besar tandanya pandai,
memangnya aku tahu aku ini pintar, tak usah kau
memberi ingat kepadaku."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Blang" kontan Dian Susi tutup daun jendela kereta
dengan muring-muring.
Nyo Hoan tergelak-gelak, "Tar" cambuk diayun kereta
berjalan pula, serunya: "Kepala besar, tak usah takut
hujan, orang punya payung aku punya kepala besar...
kepala besar banyak manfaatnya, kelak kau akan tahu
sendiri." * * * * * Lewat lohor, matahari tidak seterik tadi, maka orang-
orang yang lalu lalang di jalan raya semakin ramai, ada
yang naik kereta, naik kuda, tua, muda...
Tiba-tiba Dian Susi lihat di antara sekian banyak
orang-orang yang hilir mudik seorang pemuda
menunggang kuda yang mengenakan ikat sapu tangan,
sapu tangan merah terikat di lengannya. Yang terang
orang ini bukan Cin Ko, tapi tentu dia datang dari
Kanglam. Begitulah Dian Susi duduk bersandar di jendela
melihat orang-orang yang hilir mudik. Begitu asyiknya dia
membayangkan Cin Ko, sehingga semua urusan
terlupakan, cuma perutnya yang tengah keroncongan ini
yang berontak dan tak terlupakan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Akhirnya tidak tertahan lagi Dian Susi melongok
keluar, tanyanya: "Tahukah kau tempat apa di depan
sana?" "Tidak tahu, yang terang masih jauh sekali untuk ke
Kanglam." "Aku hendak cari tempat untuk berhenti, aku... aku
rada lapar."
"Kau hendak makan apa?"
"Makan sekadarnya... sedikit saja tidak menjadi soal."
"Kalau tidak menjadi soal, kenapa makan?" ujarnya
menghela nafas, lalu gumamnya: "Perempuan memang
lebih pintar, seharian tidak makan juga tidak menjadi
soal, kalau aku, mungkin sudah gila karena kelaparan."
Mendadak Dian Susi berjingkrak, serunya: "Aku pun
sudah gila kelaparan."
"Kalau begitu silahkan makan, cuma makan harus
bayar, kau punya uang?"
"Aku... aku..." sekian lama Dian Susi tergagap, "kau...
kau punya uang?"
"Ada sedikit, tapi uang ini milikku, kau bukan biniku,
tentu aku tidak bisa mengongkosi hidupmu."
"Siapa suruh kau mengongkosi hidupku?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kalau tidak, kau tidak punya uang, memangnya kau
hendak ke Kanglam dengan perut kelaparan?"
"Aku... aku akan berusaha memperoleh uang."
"Baik sekali, dengan cara apa kau ingin mencari
uang?" Kembali Dian Susi melongo. Selama hidupnya belum
pernah mencari uang, maka tak mungkin dia tahu cara
untuk memperoleh uang. Maka dia bertanya: "Uangmu
kau peroleh dari mana?"
"Sudah tentu kuperoleh dari hasil payah."
"Hasil payah bagaimana?"
"Hasil payah banyak sekali caranya, umpamanya
menjual silat, mengajar silat, menjadi Piausu, jadi jaga


Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

malam, memburu binatang, memetik obat, menjadi
pelayan hotel, berdagang dan banyak lagi, pendeknya
pekerjaan apapun pernah kulakukan," sampai di sini dia
tertawa, sambungnya: "Kalau seseorang tidak mau
kelaparan, dia harus kerja mencari uang, asal secara
halal tiada pekerjaan yang memalukan. Entah kerja apa
yang bisa kau lakukan?"
Dian Susi terkancing mulutnya. Sebagai gadis pingitan
kerja apa yang bisa dia lakukan"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ada orang hanya bisa menghamburkan uang,"
demikian kata Nyo Hoan lebih lanjut. "Tidak bisa cari
uang, umpama orang seperti ini mampus kelaparan,
takkan ada orang yang kasihan padanya."
"Siapa suruh kau kasihan kepadaku?"
"Bagus, punya watak punya harga diri. Tapi sampai
kapan kau kuat bertahan?"
Dian Susi kertak gigi, hampir saja dia menangis.
"Aku malah dapat akal untuk kau memperoleh uang."
"Akal apa?" tanya Dian Susi.
"Cobalah kau menjadi kusir keretaku, satu jam
kubayar satu ketip."
"Satu ketip?"
"Satu ketip kau kira sedikit" Kalau lain orang paling
hanya kubayar lima sen."
"Baik, seketip. Tapi... tapi..."
"Tapi kenapa?"
"Biasanya aku tidak pernah jadi kusir."
"Tidak jadi soal, asal manusia siapapun pasti bisa jadi
kusir. Hayolah pegang tali kendali ini."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
* * * * * Akhirnya Dian Susi memperoleh uang dari jerih
payahnya sendiri.
Seketip uang diperolehnya dengan imbalan yang tidak
enteng, pinggang terasa linu, punggung pun serasa
hampir bungkuk, terutama kedua tangannya seperti
hendak copot, jari-jarinya pun hampir berdarah. Waktu
terima uang seketip dari Nyo Hoan hampir saja dia
mencucurkan air mata saking terharu. Bukan air mata
penderitaan, adalah air mata kegirangan.
Mengawasi air matanya, bersinar biji mata Nyo Hoan,
katanya tersenyum: "Sekarang kau sudah punya uang,
silahkan mencari makan."
"Aku bisa cari sendiri, tak usah kau cerewet," dengan
menggenggam seketip uangnya, serasa jauh lebih
berharga dari sebutir mutiara.
* * * * * Kota ini tidak begitu besar. Dian Susi mencari sebuah
warung makan yang terdekat, dengan membusung dada
dia melangkah masuk. Meski hanya menggenggam
seketip uang, tapi seolah seorang hartawan, seolah-olah
belum pernah dia sekaya sekarang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dengan pandangan curiga dan ragu-ragu pelayan
warung makan menghampiri, sapanya setelah menyuguh
secangkir teh: "Nona hendak makan apa?"
"Warung kalian ada jual jamur wangi tidak?"
Di manapun hidangan jamur wangi hanya untuk
hidangan orang berada yang tebal kantongnya.
Pelayan mengamatinya sekian lamanya, katanya:
"Jamur wangi tentu ada, malah kami beli dari tempat
jauh, cuma harganya terlalu mahal."
Dian Susi letakan uang peraknya ke atas meja,
katanya: "Tidak menjadi soal, sediakan dulu jamur wangi
dan panggang ayam."
Pelayan hanya melirik ke arah sekeping uangnya,
katanya dingin: "Jamur wangi dan panggang ayam
harganya total lima ketip, apa nona mau pesan?"
Dian Susi melongo, pelan-pelan dia ulur tangan
menutup uang di atas meja, dengan telapak tangannya.
Bahwasanya tidak pernah terpikir olehnya bahwa seketip
uang perak berharga besar nilainya.
"Tapi kami ada menyediakan makanan seharga satu
ketip, seporsi sayur mayur dan seporsi kuah telur, nasi
putih boleh makan sekenyangnya."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Terpaksa Dian Susi menahan air mata, katanya:
"Baiklah, sediakan seadanya."
Tiba-tiba didengarnya seorang berseru: "Pelayan
sediakan jamur wangi dan panggang ayam saos kepiting,
bikin sekalian kembang sayur, ditambah kacang goreng."
Entah kapan Nyo Hoan juga masuk kemari, malah
menduduki meja di sebelahnya.
Dengan menggigit bibir Dian Susi diam saja, anggap
tidak kenal dan tidak mendengar suaranya. Begitu
hidangan siap dia tunduk kepala terus makan dengan
lahapnya. Tapi bau jamur wangi dan panggang ayam terlalu
merangsang hidungnya. Akhirnya tak tahan dia ngomel:
"Sudah segemuk babi, masih makan tanpa takaran, apa
ingin disembelih pada tahun baru nanti?"
Nyo Hoan tetap tidak marah, katanya menyengir tawa:
"Aku lebih pintar, lebih banyak uang, maka makan lebih
banyak, kan adil, siapapun tidak boleh marah."
Meski kecil kota ini, warung makan ini ternyata cukup
besar, malah disediakan pula tempat tersendiri sebagai
ruangan VIP. Dari ruangan VIP inilah tiba-tiba melangkah keluar
seorang perempuan yang merias mukanya seperti
golekan di atas panggung, dengan lenggang-lenggok
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menghampiri kasir, katanya: "Gu toaya suruh aku kemari
mengambil sepuluh tail perak."
Si kasir segera unjuk tawa berseri, katanya: "Aku tahu,
Gu toaya memang sudah ada pesan, nona yang datang
hari ini, asal mau duduk, dia harus dipersen sepuluh tail."
Lalu dia keluarkan sekerat perak seharga sepuluh tail
diangsurkan, katanya pula dengan tetap berseri: "Nona-
nona memang lebih gampang mengeruk uang."
Setelah menerima uang perempuan centil ini tiba-tiba
berpaling, katanya berseri tawa: "Kalau kau rasa lebih
mudah, kenapa tidak kau suruh bini dan putrimu cari
uang di sini saja?"
Si Ciangkui tersentak kaget dengan muka berubah,
seperti tenggorokannya tiba-tiba disumbat telur busuk
yang menyesakkan nafasnya.
Di saat Dian Susi masih pasang kuping, Nyo Hoan
tiba-tiba berkata: "Apa kau tidak merasa caranya mencari
uang lebih gampang dari kerjamu?"
Satu jam jadi kusir kereta hanya memperoleh seketip
uang perak, sebaliknya cukup hanya duduk-duduk saja
dipersen sepuluh tail perak, sudah tentu suatu
perbandingan besar yang teramat menyolok.
Berkata Nyo Hoan lebih lanjut: "Kelihatannya mereka
gampang memperoleh uang, karena mereka menjual
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kecantikan remaja dan harga diri, siapapun yang berani
menjajakan semua ini, gampang saja memperoleh uang,
hanya..." setelah menghela nafas dia meneruskan:
"Meski gampang cara memperoleh uang seperti ini, tapi
amat menekan batin dan merusak jiwa, hanya uang yang
diperoleh dengan memeras keringat dari hasil kerjamu
sendiri baru benar-benar menyenangkan hati."
Tak tertahan Dian Susi manggut-manggut, tiba-tiba
terasa olehnya apa yang diuraikan ini amat benar dan
masuk di akal. "Mungkin orang kepala besar jauh lebih
banyak berpikir dari orang biasa."
Di dalam pandangan dan batin para pelayan rumah
makan, mereka sering membedakan para tamu dalam
dua kelas. Tamu seperti Dian Susi yang langsung
memesan nasi dan lauk pauk jadi satu sudah tentu
merupakan tamu kelas rendah. Bukan saja tidak perlu
dilayani, tersenyum kepadanya pun tidak perlu.
Sebaliknya pengunjung seperti Nyo Hoan, bukan saja
sekaligus memesan beberapa masakan, memesan arak
yang mahal lagi. Sekali terlalu banyak menenggak air
kata-kata maka uang tip yang bakal diterima para
pelayan tentu cukup memuaskan, dan lagi seorang diri
sang tamu terang takkan kuat menghabiskan beberapa
macam masakan sebanyak itu, sisanya sudah tentu bakal
jadi bagian mereka, untung kalau ada sisa arak lagi.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dua orang yang berlainan tinggi rendahnya ini, justru
kelihatannya sama-sama aneh, terang kedua orang ini
kenal satu sama lain, namun justru menempati dua meja.
Jelas satu sama lain saling bicara, namun mata mereka
tiada yang melirik, seolah-olah mereka sedang pidato
atau menggerundel dan ngoceh sendiri seperti orang
gila. "Bukan mustahil mereka adalah pengantin baru
yang sedang perang mulut," demikian batin para pelayan
rumah makan itu.
Tiba-tiba terdengar suara kelinting yang ramai
diselingi derap kaki ramai yang berlari mendatangi di
jalan raya sana, tahu-tahu dua ekor keledai gemuk
dengan bulunya yang mengkilap berhenti diluar pintu,
dua orang penunggangnya segera lompat turun terus
melangkah masuk dengan membusungkan dada dan
angkat kepala, ternyata kedua orang adalah dua orang
anak kecil yang berusia sekitar tigabelasan, kedua
keledai itu lebih gagah dari kuda, bulunya mulus dan
coklat mengkilap, pelananya serba baru dengan tali
kekang yang merah menyala. Demikian pula pakaian
kedua bocah ini teramat mewah, rambutmya dikepang di
tengah dan tegak berdiri, matanya besar dan bersinar,
tanpa tertawa pun kedua pipi mereka sudah
menunjukkan lesung pipit yang menarik sekali.
Bocah sebelah kiri memegang cambuk, katanya
melotot sambil menuding hidung pelayan: "Apa warung
makan kalian yang terbesar dalam kota ini?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Pelayan munduk-munduk dengan tawa berseri, belum
sempat bicara, Ciangkui sudah mendahului: "Warung
makan dalam kota tiada yang lebih besar dari restoran
kita, hidangan apapun yang ingin kau pesan, kita bisa
menyiapkannya."
Bocah itu mengerut kening, berpaling berkata kepada
temannya: "Memangnya aku sudah tahu kota ini amat
rudin, restoran yang benar-benar genah pun tiada."
Bocah yang lain sedang mengamat-amati Dian Susi,
sekenanya dia menjawab: "Kalau tiada yang lebih baik,
biarlah seadanya saja."
Bocah yang membawa cambuk berkata pula: "Tempat
sekotor ini, bagaimana nona bisa makan hidangannya?"
Bocah yang satu menimbrung juga: "Pesanlah kepada
mereka, supaya bikin yang lebih bersih, kan
menyenangkan."
Ciangkui segera menyela: "Ya, ya, ya, pasti kusuruh
koki di dapur memperhatikan benar-benar, piring
mangkok dan sumpit pakai yang baru."
Bocah pegang cambuk bertanya: "Berapa tarif
restoran kalian untuk satu meja hidangan?"
"Hidangan yang lebih baik semeja seharga lima tail..."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Belum habis dia bicara si bocah sudah mengerut
kening, katanya: "Semeja lima tail mana bisa dimakan"
Kau kira siapa kami" Memangnya kita orang desa yang
tidak pernah makan di restoran?"
"Terserah pesanan tuan tamu, mau sepuluh tail atau
dua puluh tail semeja, kita bisa menyiapkan sesuai
permintaan," tersipu-sipu Ciangkui menerangkan lagi.
Baru bocah itu manggut-manggut, katanya: "Baiklah,
siapkan satu meja hidangan seharga dua puluh tail
perak," sembari bicara dia merogoh kantong dan
melempar sekeping uang perak "klotak" di atas meja,
serta menambahkan: "Nah itulah persekotnya, sebentar
kita akan datang lagi."
Dua kali dia menatap Dian Susi, lalu pergi dengan
menarik temannya, sambil jalan keduanya berbisik-bisik,
tiba-tiba sama tertawa, lalu berpaling kepada Dian Susi,
baru lompat naik ke pelana dan tinggal pergi.
Tiba-tiba terdengar seorang berseru memuji: "Keledai
yang bagus, sejak aku masuk pedalaman, jarang kulihat
binatang sebaik itu." Si pembicara adalah laki-laki
brewok, dengan telanjang dada, tangannya memegang
sebuah cawan arak beranjak keluar dari ruang kelas
satu, mukanya kaku dan kasar.
Seorang di sebelahnya segera berseri tawa, katanya:
"Jikalau Gu toaya bilang bagus, tentu keledai itu memang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
jempolan." Raut muka orang ini bersemu hijau, biji
matanya merah, usianya empat puluhan, namun
badannya bungkuk, kalau tidak karena pembawaan sejak
kecil, tentu kena penyakit kotor karena terlalu banyak
main perempuan.
Di samping masih ada dua orang, seorang berbadan
tinggi kurus, sebatang pedang hitam gelap tersoreng di
pinggangnya, kedua biji matanya terbalik ke atas, ujung
mulutnya selalu menyungging senyuman dingin, seolah-
olah beranggapan tiada laki-laki lain dalam dunia ini yang
lebih tampan dari dia.
Orang yang paling belakang usianya paling lanjut,
banyak giginya sudah ompong, sisanya pun sudah
menguning seperti besi karatan, keriput kulit mukanya
takkan bisa rata meski diratakan dengan gosokan listrik,
namun dia memakai jubah panjang hijau mulus,
tangannya membawa sebatang kipas lipat, baru saja
melangkah keluar "juh" kontan dia berludah dengan
suara tidak kepalang tanggung, matanya kelap-kelip
mengawasi Dian Susi.


Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bagi Dian Susi tiada satu pun di antara orang-orang ini
yang tidak membikin dirinya muak dan ingin muntah,
maka kepala besar atau si babi gendut ini jauh lebih
tampan dan bagus kalau dibanding orang-orang ini.
Habis menenggak secawan arak di tangannya, Gu
toaya lantas berkata: "Dinilai dari kedua bocah ini, pasti
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
nona majikan mereka mempunyai latar belakang yang
luar biasa."
Laki-laki penyakitan bermuka hijau itu kembali unjuk
seri tawa, katanya: "Betapapun luar biasanya dia, kalau
dia sudah berada di sini, adalah pantas kalau harus
bertandang dulu kepada Gu toaya."
Gu toaya menggeleng-geleng kepala, katanya
sungguh-sungguh: "Cu-siu, kenapa kau bicara begini
takabur, memangnya kau tidak takut ditertawakan oleh
Bi Kong dan Ki kongcu" Ketahuilah tidak sedikit tokoh-
tokoh lihay di Kangouw, orang macamku ini memangnya
terhitung apa?"
Kakek tua ompong yang cengar-cengir ini kiranya
bernama Bi Kong, katanya sambil menggoyang kipas:
"Ah, Gu-heng terlalu merendah, kalau Gu-mo-ong (raja
iblis kerbau) yang tenar di luar perbatasan tidak
terhitung apa-apa, aku Ouwyang Bi bukankah tidak
berharga sepeser pun?"
Kelihatannya Gu toaya ingin bersikap acuh tak acuh,
tapi tak urung dia tertawa, katanya: "Di luar perbatasan
memang aku punya sedikit nama, tapi sejak masuk ke
pedalaman, aku jadi orang desa layaknya. Maka aku
hanya berani tinggal di kota sekecil ini, tak berani
berkeliaran di tempat-tempat besar, sudah tentu tak bisa
disamakan dengan Bi Kong."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ouwyang Bi tertawa, ujarnya: "Gu-heng jangan lupa,
kami justru datang dari tempat besar untuk
menyambangi Gu-heng, yang diperlukan adalah
kecocokan, perduli di tempat manapun bolehlah."
Gu toaya bergelak tawa. Dian Susi sebaliknya hampir
saja muntah, namun serta dia teringat akan nama
julukan Gu-mo-ong, tak tertahan dia tertawa geli dalam
hati. Habis puas tertawa Gu toaya berkata: "Bi Kong banyak
pengalaman dan luas pengetahuan, apa kau sudah tahu
asal-usul kedua bocah tadi?"
Ouwyang Bi gerakkan kipasnya, katanya setelah
termenung sebentar: "Dilihat dari tingkah laku dan
dandanan mereka, kalau bukan anak cucu dari keluarga
bangsawan, pasti keturunan dari keluarga Bulim,
umpama kata mereka dari kerabat kerajaan aku pun
tidak perlu heran."
Gu toaya manggut-manggut, katanya: "Memangnya Bi
Kong punya penglihatan tajam, menurut pendapatku
yang bodoh, nona dari kedua bocah ini bukan mustahil
adalah keluarga salah satu kerabat kerajaan dari kota
raja, kebetulan ada hari baik maka pulang kampung
untuk tilik keluarga."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ki kongcu yang sejak tadi memegangi gagang pedang
dan membalikkan dua biji matanya itu, tiba-tiba tertawa
dingin: "Kali ini pandangan kalian kukira salah."
Bertaut alis Ouwyang Bi, katanya tertawa nyengir:"
Agaknya Ki kongcu sudah tahu asal-usul nona yang bakal
datang itu?"
"Em!" Ki kongcu hanya bersuara dalam tenggorokan.
"Orang macam apa dia?" tanya Gu toaya.
"Dia bukan terhitung orang baik, tidak lebih hanya
seorang lonte."
Gu toaya melengak, "Lonte?"
"Apa kerja seorang lonte?" tanya Ki kongcu,
"memangnya Gu-heng belum tahu?"
"Tapi lonte masakah punya perbawa begini besar"
Mungkin Ki kongcu pun salah lihat!"
"Pandanganku pasti tidak salah, bukan saja dia lonte,
malah lonte kelas tinggi yang luar biasa."
"Dalam hal apa dia luar biasa?" Gu toaya tertarik.
"Kalau laki-laki iseng biasanya mencari lonte,
sebaliknya lonte ini memilih langganan, pekerjaan tidak
memenuhi syarat jangan harap diservice di atas ranjang,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pembayaran harus di muka, demikian pula kalau
tempatnya tidak mewah dia pun tidak mau."
Gu toaya tertawa terpingkal-pingkal, katanya: "Apakah
tempat itunya ada tumbuh kembang?"
"Bukan saja tempat itunya tiada kembang, malah
gundul klimis sebatang rumput pun tiada."
Semakin jadi gelak tawa Gu toaya saking geli, arak
dalam cawannya sampai tumpah.
Sebaliknya sembari tertawa Ouwyang Bi pelirak-pelirik
ke arah Dian Susi.
Dian Susi sebaliknya terheran-heran, sepatah kata pun
tidak tahu apa maksud dari percakapan mereka, maka
dia berketetapan dalam hati untuk bertanya kepada si
kepala besar, "Lonte" itu apa kerjanya"
Terdengar Gu toaya berkata dengan tertawa: "Kalau
dia bak umpama seekor harimau putih, tentunya bukan
barang yang berkualitas baik, mengandal apa dia berani
pasang harga setinggi itu?"
"Lantaran laki-laki umumnya bertulang malas dan
miskin, maka semakin tinggi dia pasang gengsi, semakin
banyak laki-laki yang ingin menjajal permainannya di
atas ranjang."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Gu toaya manggut-manggut, katanya:" Agaknya dia
memang sudah pandai meraba hati laki-laki, sampai pun
hatiku pun sudah tergaet olehnya, biarlah nanti lihat
keadaan, bila perlu ingin aku mencicipinya."
"Ya, teringat aku sekarang," seru Ouwyang Bi
bertepuk tangan.
"Bi Kong teringat apa?" tanya Gu toaya.
"Apakah yang dimaksud Ki kongcu adalah Thio Hou-
ji?" "Benar, memang dia!"
"Thio Hou-ji" Dalam hal apa dia baik" Di mana
kebaikannya?" Gu toaya bertanya.
"Kabarnya Thio Hou-ji adalah lonte ternama nomor
satu di kalangan Kangouw, dia pun seorang lonte
pendekar, bukan saja ilmu permainan di atas ranjang
nomor wahid, kepandaian silatnya pun tidak lemah."
"Kalau demikian, tentunya Bi Kong pun sudah tertarik
juga, entah malam nanti siapa di antara kita yang bakal
diservice oleh Thio Hou-ji?" Gu toaya berkelakar.
Mereka saling pandang dan sama terbahak-bahak.
Akhirnya mata Gu toaya melirik kepada Ki kongcu,
katanya: "Jadi Ki kongcu sudah tahu tempat itunya tidak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tumbuh rumput, memang kau sudah pernah merasakan
servicenya?"
Ki kongcu tertawa cengar-cengir saja. Katanya dingin:
"Anehnya, Thio Hou-ji sudi datang ke tempat seperti ini,
memangnya dia sudah tahu di sini ada Gu-heng
langganan empuk yang paling royal?"
Gelak tawa Gu toaya menjadi tawa dingin, katanya:
"Aku siap membayarnya lima ratus tail perak, tentu
berlebihan buat dia bukan?"
Ki kongcu tetap cengar-cengir, sepatah kata pun dia
tidak bicara. Sebaliknya laki-laki yang bernama Ci Siu
sejak tadi bungkam, kini ganti dia yang ngoceh:
"Umpama tempat itunya itu dibuat dari emas, rasanya
cukup dibeli lima ratus tail perak, biar sekarang aku
siapkan kamar pengantin bagi Gu toaya."
Gu toaya sebaliknya menggeleng-geleng, katanya
tawar: "Nanti dulu, umpama dia mau menjual, aku belum
tentu mau beli, betapapun lima ratus tail perak bukan
hasil curian."
Ouwyang Bi tergelak-gelak, katanya: "Lekas kau
siapkan, kalau ada mempelai perempuan, kenapa kuatir
tiada mempelai laki-laki?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sungguh Dian Susi tidak sabar lagi, setelah tiga orang
itu ke tempat duduknya, dia bertanya dengan bisik-bisik:
"Lonte itu apa kerjanya" Apakah pengantin?"
Nyo Hoan menahan geli, sahutnya: "Ada kalanya
memang demikian."
"Pengantinnya siapa?"
"Pengantinnya orang banyak."
"Satu orang masa boleh jadi pengantin orang
banyak?" "Apa kau benar-benar tidak tahu?" tanya Nyo Hoan
sambil mengamati orang dari kepala sampai ke kaki.
Seketika merengut muka Dian Susi, sahutnya: "Kalau
aku tahu, buat apa tanya kau?"
"Sudah tentu boleh jadi pengantin orang banyak,
karena setiap hari dia ganti pengantin laki-laki."
"Orang macam apa sebenarnya Thio Hou-ji itu"
Apanya pula yang baik?" diam-diam Dian Susi termenung
seorang diri, tanpa perdulikan kesibukan para pelayan
dan semua penghuni restoran yang menyiapkan meja
hidangan seharga dua puluh tail perak.
Mukanya menjadi lebih merah dibanding lombok,
akhirnya dia paham apa artinya "Lonte" itu. Baru
sekarang ia paham apa yang diperbincangkan orang-
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
orang tadi. Setelah tahu malah berharap lebih baik tidak
tahu, sungguh gemasnya bukan main kepada Nyo Hoan
yang memberi penjelasan sejelas dan mendetail. Namun
hatinya tertarik juga.
Waktu berlalu dengan cepat, entah berapa lama
kemudian, orang yang dinanti-nantikan akhirnya datang
juga. Sebuah kereta yang ditarik empat ekor kuda
berhenti di depan restoran. Orang-orang yang masuk ke
tempat duduknya tadi beramai-ramai memburu keluar.
Sementara Ciangkui dengan para pembantunya sudah
membungkuk badan menunggu di luar pintu, meski
badannya terbungkuk, namun ujung matanya mengerhng mencuri lihat ke atas. Memangnya laki-laki
siapa yang tidak mata keranjang tiap kali melihat
perempuan cantik.
Lama sekali baru pintu kereta terbuka, berselang lama
kerai baru tersingkap dan dari dalam terjulur keluar
sepasang kaki. Kaki yang mulus putih dan lencir,
mengenakan sepatu sutra bersulam, ternyata tidak pakai
kaos kaki. Melihat sepasang kaki ini, laki-laki mana yang
tidak merasa terbang arwahnya.
Baru saja kedua kaki itu menyentuh tanah lantas
ditarik kembali.
Orang-orang bergegas menggelar sebuah permadani
warna merah di depan kereta sampai ke depan pintu,
yang menjadi pengawal dan pengikut di kereta agaknya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bukan dua orang saja, kalau tidak salah ada enam tujuh
orang. Tapi mereka laki-laki atau perempuan" Bagaimana
tampang dan mukanya" Siapapun tiada yang
memperhatikan. Karena setiap sorot mata orang yang
hadir tertuju ke arah kedua kaki itu.
Dua kaki itu akhirnya menyentuh tanah. Di samping
dua kaki ini masih ada dua pasang kaki lainnya. Dua
nona cilik yang cantik-cantik dan molek membimbing
Thio Hou-ji turun kereta. Pelan-pelan beranjak masuk.
Sebelah tangannya menekan dada, tangan yang lain
memegang pundak salah seorang gadis cilik, kedua
alisnya yang lentik bagai bulan sabit bertaut dalam,
bibirnya yang tipis kecil dan mungil seperti delima
merekah. Thio Hou-ji ternyata baik sekali. Sebetulnya di tempat
mana kebaikannya" Siapapun tiada yang jelas, yang
terang orang ini pasti baik, tiada alasan mengatakan
tidak baik, harus baik. Karena dia memang cantik sekali,
demikian pula perawakannya langsing montok dan
semampai, gerak-geriknya gemulai lembut.
Tapi dilihat dari kanan dipandang dari kiri, sebaliknya
Dian Susi merasa orang ini bukannya manusia asli.
Mukanya memang cantik tapi seperti gambar, gerak-
geriknya memang gemulai, tapi lebih mirip pemain
sandiwara yang lagi pentas di atas panggung. Anehnya
laki-laki dalam restoran ini semua menjublek. Sampai si
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
babi gendut itu pun memicingkan kedua matanya,
kelihatannya dia begitu tergila-gila. Ingin rasanya Dian
Susi mencukil keluar matanya itu.
Ternyata gaya jalan Thio Hou-ji luar biasa pula, seolah
takut menginjak mati seekor semut, dari depan pintu
sampai ke meja hidangan dia habiskan waktu selama
setengah jam. Setelah duduk di kursinya baru hadirin
menghela nafas lega, jantung yang kebat-kebit baru
tentram. Sepasang mata Thio Hou-ji seolah-olah tumbuh di
pucuk kepalanya, jangan kata melihat mereka, melirik
pun tidak, seolah tiada orang lain dalam restoran ini.
Baru saja dia duduk hidangan-hidangan yang masih
panas dan lezat segera berdatangan memenuhi meja.
Hidangan sebanyak itu hanya untuk dia sendiri.
Tapi dia hanya gunakan sepasang sumpit mengaduk-
aduk satu persatu makanan-makanan itu, lalu sumpitnya
diletakkan di meja, seolah-olah menemukan lalat dalam
setiap hidangan itu. Maka tanpa berkurang sedikit pun
hidangan itu tetap tersaji di meja. Seperti kuatir makan


Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hidangan yang ada lalat hijau.
Akhirnya dia hanya makan semangkok bubur dengan
sedikit sayur asin. Sayur asin dibawa sendiri.
"Kalau tidak mau makan, kenapa memesan masakan
sebanyak itu?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Nona kita pesan masakan hanya untuk dipertontonkan kepada orang saja"
Itulah gengsi. Laki-laki hampir gila dibuatnya.
Umumnya perempuan suka laki-laki yang punya
pamor, sudah tentu laki-laki pun senang menggauli
perempuan yang punya gengsi. "Bisa bergaul dengan
perempuan yang punya gengsi setinggi ini, umpama
hidupnya harus diperpendek pun takkan sia-sia."
Serasa gatal hati Gu toaya, tak tahan segera dia
melangkah maju, dengan suaranya yang lembut dan
gaya yang paling baik dia bersoja, katanya tertawa:
"Apakah nona Thio?"
Kelopak mata Thio Hou-ji bergerak pun tidak, katanya
tawar: "Aku she Thio."
"Aku she Gu."
"O, kiranya Gu toaya, silahkan duduk!" suaranya
palsu, seperti orang bernyanyi.
Serasa terbang ke awang-awang sukma Gu toaya,
baru saja hendak duduk. Tiba-tiba Thio Hou-ji bertanya:
"Gu toaya, apa kau kenal aku?"
Gu toaya melengak, sahutnya menyengir: "Hari ini
baru ada jodoh bertemu, namun belum terlambat juga."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kalau begitu, kau belum mengenalku."
Terpaksa Gu toaya manggut-manggut.
"Agaknya aku tidak pernah kenal kau."
Sekali lagi Gu toaya manggut-manggut.
"Kalau kau tidak kenal aku, aku pun tidak kenal kau,
mana boleh kau duduk di sini?"
Merah muka Gu toaya, katanya dengan tertawa
dipaksakan: "Kau yang suruh aku duduk?"
"Ah, sekedar basa-basi, apalagi..." tiba-tiba Thio Hou-ji
tertawa, "bila kusuruh Gu toaya berlutut, apa Gu toaya
mau berlutut?"
Seperti lombok selebar muka Gu toaya, namun ingin
marah tidak bisa marah. Wanita secantik ini sedang
tersenyum-senyum genit di hadapanmu, betapapun
marah hatimu kau takkan kuasa mengumbar adat di
hadapannya. Melihat Gu toaya menjublek seperti kerbau yang
melamun, sorot mata Ouwyang Bi sudah bercahaya
terang, segera dia kebas-kebas kipas, dengan langkah
lenggang kangkung dia beranjak maju, tulang belulang
dan bobot badannya yang memang ringan karena tinggal
kulit pembungkus tulang serasa makin enteng saja.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Gu toaya menyongsong kedatangannya dengan
melotot, ingin dia melihat apa yang hendak orang
katakan. Ternyata sepatah kata pun Ouwyang Bi tidak
bersuara, dari dalam saku dia keluarkan sekeping uang
emas, diletakkan di atas meja di hadapan Thio Hou-ji.
Agaknya tidak sia-sia hidup Ouwyang Bi sampai berusia
lima enam puluh tahun, dia mengerti di hadapan lonte
seperti ini, bahwasanya tidak perlu banyak bicara. Dia
sudah paham bicara menggunakan uang emas.
Uang emas memang bisa bicara, malah lebih menarik
perhatian perempuan dari segala rayu mesra siapapun di
dunia ini, terutama di hadapan lonte, hanya uang emas
saja yang bicara baru dimengerti olehnya.
Dengan jarinya dia selentik uang emasnya itu, biji
mata Thio Hou-ji lantas mengerling ke arahnya. Seketika
Ouwyang Bi unjuk seri tawa senang, dia amat puas
dengan caranya. Memang cara yang dipilih ini yang
paling tepat. Tak nyana hanya sekali saja Thio Hou-ji
mengerling kepadanya, lalu menengadahkan kepala.
Berkata Ouwyang Bi: "Apa yang diucapkan uang emas
ini, apa nona Thio tidak mendengarnya?"
"Apa katanya?" tanya Thio Hou-ji.
Sambil menggoyang kipas Ouwyang Bi menjelaskan:
"Dia berkata, asal nona Thio manggut-manggut, dia suka
menjadi milik nona Thio."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Berkedip-kedip mata Thio Hou-ji, katanya: "Apa benar
dia bicara demikian" Kenapa aku tidak mendengarnya?"
Ouwyang Bi melengak, katanya: "Mungkin perkataannya terlalu lirih." Kalau ada suara lebih keras
dari uang emas, itu dari dua keping uang emas. Maka
Ouwyang Bi keluarkan pula sekeping dan diselentik
dengan jarinya, katanya tertawa: "Sekarang nona Thio
sudah mendengar?"
"Tidak."
Bertaut alis Ouwyang Bi, kertak gigi lalu dia keluarkan
pula dua keping uang emas lagi. Kalau sudah terlanjur
merogoh kantong, apa salahnya kalau berlaku royal
sekalian. Memang sikap dan tawanya teramat royal,
katanya: "Sekarang tentu nona Thio sudah mendengarnya?"
Jawaban Thio Hou-ji tidak berubah: "Tidak!" Cekak
aos dan tegas. Mimik Ouwyang Bi seperti pantatnya ditusuk jarum,
teriaknya tertahan: "Masih belum dengar" Suara empat
keping uang emas, orang tuli pun bisa mendengarnya."
Thio Hou-ji tiba-tiba mengulapkan tangan, nona cilik
yang berdiri di sebelah kanan segera keluarkan empat
keping uang emas, ditaruh di atas meja. Keempat keping
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
uang emas ini jauh lebih besar dari keempat keping uang
emas milik Ouwyang Bi.
"Kau orang tuli bukan?" tanya Thio Hou-ji.
Ouwyang Bi menggeleng-geleng. Dia tidak tahu apa
maksud pertanyaan Thio Hou-ji ini"
Berkata Thio Hou-ji tawar: "Kalau kau bukan tuli,
kenapa kau tidak dengar apa yang diucapkan keempat
keping uang emas ini?"
"Apa katanya?"
"Dia bilang, lekas kau menggelundung pergi, lebih
jauh lebih baik, maka dia rela menjadi milikmu."
Mimik Ouwyang Bi lebih jelek, tidak mirip pantatnya
tertusuk jarum tadi, seolah-olah ratusan jarum yang
sekaligus menusuk ke mukanya, tiga ratus jarum
menusuk pantat dan udelnya. Gu toaya mendadak
terpingkal-pingkal, saking geli dia memeluk perut dan
terbungkuk-bungkuk.
Dian Susi ikut geli dalam hati, terasa olehnya Thio
Hou-ji cukup cerdik, malah seorang jenaka yang lucu dan
menyenangkan. Bila perempuan melihat perempuan lain menyiksa atau
mempermainkan laki-laki, pasti merasa lucu dan tertarik.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sebaliknya bila melihat perempuan disiksa laki-laki, maka
dia pun bisa marah setengah mati.
Hal ini lain dengan laki-laki. Laki-laki melihat laki-laki
lain dipermainkan perempuan, bukan saja tidak merasa
simpatik, atau ikut marah dan dongkol, dia malah merasa
hatinya senang dan puas, mungkin bersorak riang juga.
Demikian pula keadaan Gu toaya sekarang.
Dibanding Ouwyang Bi, Thio Hou-ji menaruh sedikit
sungkan kepada dirinya, bukan mustahil malah menaruh
hati kepada dirinya, hanya diri sendiri yang keliru
menggunakan cara yang salah. Untunglah untuk
menambal kesalahan sekarang masih belum terlambat.
"Asal punya uang, kenapa takut takkan bisa menindih
mampus perempuan macam demikian?"
Kembali sifat tuan besar Gu toaya terunjuk dengan
membusung dada, katanya setelah batuk-batuk kering
dua kali: "Orang seperti nona Thio, tentu uang sebanyak
ini tidak terpandang oleh nona Thio."
Lalu dia tepuk dada sendiri, katanya menambahkan:
"Berapa yang diminta nona Thio, silahkan buka suara,
asal nona Thio mengangguk, berapapun akan kubayar."
Ternyata biji mata Thio Hou-ji mengerling kepadanya,
dari atas sampai ke bawah dia mengamat-amati dengan
seksama. Tulang Gu toaya serasa luluh oleh sorot mata
orang, diam-diam dia sesali kebodohan sendiri kenapa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sejak tadi tidak unjuk kecongkakan sendiri sebagai tuan
besar, supaya perempuan ini tahu Gu toaya rela
mengeluarkan uang, malah royal sekali.
Tiba-tiba Thio Hou-ji bertanya: "Kau ingin aku
manggut-manggut, memangnya apa sih keinginanmu?"
Perempuan ini memang pandai berpura-pura.
Gu toaya tertawa, katanya sambil melirik dengan
tertawa: "Apa yang kuinginkan, masa belum paham?"
"Kau ingin aku temani kau tidur bukan?"
Gu toaya tertawa besar, katanya: "Nona Thio suka
berterus terang."
Tiba-tiba Thio Hou-ji melambaikan tangan ke arah
luar, katanya: "Tuntun Kim-hoa kemari."
Kim-hoa adalah seekor anjing betina yang gemuk dan
kekar. Berkata Thio Hou-ji dengan lembut: "Berapa banyak
yang Gu toaya inginkan, silahkan buka mulut saja, asal
Gu toaya temani Kim-hoa tidur satu malam, berapa
banyak yang kau minta pasti kubayar."
Ouwyang Bi mendadak terkial-kial, tawa lebih riang
dan gembira dari Gu toaya tadi. Sebaliknya kulit muka Gu
toaya dari hijau berubah merah padam, otot lehernya
merongkol keluar.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Selama ini Ki kongcu berdiri di belakang sambil
menggendong tangan, baru sekarang dia melangkah ke
depan, katanya tawar: "Sebetulnya kalian tidak perlu
marah, kalau nona Thio sudah melihat aku berada di sini,
sudah tentu dia hanya menungguku saja." Dengan
bergaya seperti peragawan, dia melambaikan tangan
kepada, Thio Hou-ji, katanya: "Apa pula yang kau
tunggu, kalau mau hayolah segera dimulai."
Tiba-tiba Thio Hou-ji tidak mau bicara. Di saat semua
orang mengira Thio Hou-ji akan mengeluarkan perkataan
kotor yang tak enak didengar, dia malah bungkam.
Karena dia tahu, betapapun kotor dan jahat kata-
katanya, tiada yang lebih galak daripada tidak bicara
sama sekali. Dan cara bungkamnya ini justru bikin orang
marah setengah mati, orang bisa-bisa mencak seperti
gila. Bukan saja selebar muka Ki kongcu merah padam,
lehernya seperti melar dua kali lipat dari biasanya, sejak
tadi dia unjuk gagah sebagai seorang pemuda ganteng,
sikap dan mimiknya sudah tersapu habis.
Dan yang lebih menjengkelkan, walau Thio Hou-ji
tidak bicara, tapi dia justru sudah tahu apa yang ingin
dikatakan Thio Hou-ji. Akhirnya Ki kongcu berjingkrak
gusar, dampratnya: "Apa pula yang ingin kau katakan.
Lekas katakan!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Thio Hou-ji justru tidak mau bersuara. Sebaliknya Kim-
hoa malah yang menggonggong sekali sembari
menerjang maju, di hadapannya ekornya bergoyang-
goyang sambil meringis.
"Binatang!" bentak Ki kongcu gusar. "Minggir kau!"
Kim-hoa malah menyalak semakin galak. "Minggir!''
kontan Ki kongcu angkat kakinya menendang. Kembali
Kim-hoa menyalak sekali sambil mundur.
Sungguh tak tahan Gu toaya menahan geli, serunya:
"Orang ini mendapatkan pasangannya."
Seorang lain tiba-tiba menimbrung: "Kelihatannya
memang cocok satu sama lain."
Sudah tentu semakin naik pitam Ki kongcu mendengar
olok-olok ini, siapa yang bicara tidak diperhatikan lagi
olehnya, "Sreng" segera dia cabut pedangnya, langsung
menusuk. Sekonyong-konyong sebatang sumpit melesat terbang
dan telak memukul punggung tangannya. Begitu
pedangnya jatuh berkerontangan, Kim-hoa segera
menerjang maju menggigit telapak tangannya. Lukanya
cukup berat. Seperti orang yang baru mentas kecebur ke sungai,
sekujur badan Ki kongcu kuyup oleh keringat dingin yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
gemerobyos. Dia sudah melihat dari mana sumpit tadi
disambitkan. Bagian 5 Dalam pada itu Kim-hoa sudah menggigit sumpit itu
terus berlari balik sambil menggoyang ekor dengan
aleman. Agaknya dia tahu dari mana sumpit ini
disambitkan. Setiap hadirin tahu, cuma mereka tiada yang percaya.
Tusukan pedang Ki kongcu bukan serangan main-main,
cukup cepat dan lihay, siapapun tidak menduga Thio


Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hou-ji bisa turun tangan lebih cepat dari seorang ahli
pedang yang kenamaan.
Thio Hou-ji hanya mengerut kening, nona cilik di
belakangnya segera menerima sumpit itu dari mulut Kim-
hoa, katanya: "Sumpit ini sudah tak bisa dipakai lagi."
Akhirnya Thio Hou-ji bersuara juga. Dengan pelan-
pelan dia tepuk kepala Kim-hoa katanya lembut:
"Buyungku sayang, jangan marah, bukan aku anggap
mulutmu kotor, tapi tangan orang itu malah yang kotor."
* * * * * Mungkin di sini letak perbedaan kenapa Thio Hou ji
dipandang lebih mahal dan tinggi nilai sewanya dari
perempuan lain. Bukan saja paham kapan harus bicara
apa, dia pun tahu terhadap siapa dia harus bicara apa.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dan yang terpenting, dia pun tahu dalam waktu apa dia
harus bungkam dan tutup mulut.
Dian Susi benar-benar merasa lucu dan tertarik
terhadap perempuan yang satu ini.
Saking geli dia terus terpingkal-pingkal, setelah
kembali ke kamarnya, dia masih terus tertawa. Kamar ini
adalah Nyo Hoan yang sewa, meski kamar murahan,
terhitung dia sudah punya tempat berteduh.
Sebetulnya sejak datang tadi Dian Susi sudah
kebingungan dan kuatir, entah di mana nanti malam dia
harus tidur, baru sekarang dia menyadari bukan saja
makan merupakan persoalan, tidur pun harus dia
pikirkan juga. Siapa nyana Nyo Hoan mendadak menaruh
belas kasihan, secara suka rela menyewakan sebuah
kamar untuk dia, malah sebelum masuk kamar berpesan
kepadanya supaya tidur pagi-pagi.
"Babi gendut ini betapapun bukan laki-laki bejat,"
demikian batin Dian Susi dengan gigit bibir dan
tersenyum-senyum, seolah-olah dia teringat sesuatu
kejadian lain yang lucu dan menggelikan. Akhirnya dia
terbungkuk-bungkuk kegelian. "Kalau Dian Sim
dikawinkan sama dia, yang satu mulut monyong yang
lain kepala besar, tentu pasangan setimpal yang
menggelikan." Tentang dirinya sudah tentu dia tidak sudi
kawin dengan orang demikian. Orang seperti Dian siocia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sudah tentu harus kawin dengan tokoh besar setaraf Cin
Ko. Teringat akan Cin Ko seketika terbayang sapu tangan
merah yang melambai terikat di lehernya, seketika merah
pula selebar mukanya. Untung kamarnya hening gelap,
hembusan angin lalu pun serasa berhenti. Musim rontok
yang panas ini memang amat menyebalkan, ingin
rasanya dia menelanjangi badan, tidur dengan telanjang
saking gerahnya, namun tiada nyali untuk mencopoti
pakaian. Ingin tidur tidak bisa nyenyak. Sebentar dia
merebahkan diri, lekas sekali sudah merangkak bangun
lagi. "Lantainya tentu dingin, biar aku jalan-jalan dengan
telanjang kaki." Segera dia mencopot sepatu, lalu
menanggalkan kaos kakinya pula, melihat kakinya,
seketika lupa bahwa dirinya hendak jalan-jalan.
Di atas meja terdapat sebuah gelas air dingin, sekali
tenggak dia habiskan seluruhnya. Di luar didengamya
kentongan dua kali. Keruan dia berjingkrak kaget, hampir
saja gelas di tangannya terlepas jatuh. Waktu sudah
terasa berjalan teramat lambat dan lama, tak nyana baru
kentongan kedua, semula dia kira hari sudah hampir
terang tanah, siapa nyana malam musim panas yang
gerah, banyak nyamuk ini terasa begini panjang dan
lama. Dalam saat seperti ini kalau ada orang diajak
ngobrol masih mending. Tiba-tiba timbul hasratnya
mengajak Nyo Hoan ngobrol, tapi kepala besar itu habis
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kenyang lantas masuk kamar, pintu ditutup rapat,
mungkin sudah tidur seperti babi mendengkur.
"Aku justru tidak akan biarkan dia tidur nyenyak, akan
kugoda supaya bangun!" demikian Dian Susi
berkeputusan. Diam-diam dia dorong pintu lalu melongok
keluar, tiada kelihatan bayangan seorang pun di luar.
Cuaca sepanas ini, pekarangan luar pun tiada angin lalu,
kalau ada orang tutup pintu dan jendela tidur dalam
kamar memang merupakan suatu keajaiban.
Kamar Nyo Hoan terletak di seberang pekarangan
sana, pintunya tertutup rapat, namun dari jendela
kelihatan sinar menyorot keluar dari dalam kamarnya.
"Ternyata tidur tanpa memadamkan lentera, tidak takut
kebakaran di tengah malam memanggang badannya
yang berminyak itu jadi panggang babi yang lezat?"
Dengan geli dan dongkol Dian Susi diam-diam melewati
pekarangan. Bumi terasa dingin. Baru sekarang dia sadar
bukan saja lupa pakai sepatu, malah kaos kakinya masih
dijinjing di tangannya. Mengawasi kaki sendiri sekian
lama dia menjublek, akhirnya ujung mulutnya
menyungging senyum manis.
Dia gulung kaos kaki terus dijejalkan ke dalam baju,
dengan telanjang kaki dia beranjak. Kenapa telanjang
kaki malu dilihat orang" Bukankah setiap orang yang
dilahirkan juga telanjang bulat"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Pintu kamar itu rapat sekali, tangannya sudah diulur
hendak mendorongnya, tapi urung dan ditarik kembali.
"Kalau aku ketuk pintu, dia pasti tidak perduli, biasanya
bila babi tidur, dunia kiamat pun tidak dihiraukannya."
Sekilas biji matanya berputar. "Kenapa tidak kuterjang
masuk begini saja untuk membuatnya kaget?"
Membayangkan kelakuan Nyo Hoan di saat terjaga dari
tidurnya, dia tidak perduli akibatnya lagi.
Setelah pasang kuda-kuda dan kerahkan tenaga
segera dia menerjang pintu dan menjebolnya masuk.
Penginapan bukan gudang, pintu kamarnya tentu tidak
dibikin sekuat pintu gudang yang keras dan tebal.
Harapannya justru supaya hati Nyo Hoan keras dan
tabah, akan dibikin kaget setengah mati.
* * * * * Nyo Hoan sedikit pun tidak kaget, malah sedikit kaget
pun tidak, dia tetap duduk di tempatnya, seperti patung
kayu yang duduk di atas kursi. Memang badannya yang
gendut itu mirip kursi malas yang empuk dan enak,
karena di atas pangkuannya seseorang duduk ongkang-
ongkang. Seorang yang cantik dan menarik sekali.
Seorang perempuan.
* * * * * TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Thio Hou-ji pun tidak kaget karenanya. Tawanya
masih begitu manis, sikap dan tindak tanduknya tidak
semanis dan selembut ini. Bukan saja dia duduk di perut
Nyo Hoan, kedua tangannya malah memeluk lehernya.
Orang yang kaget dibuatnya adalah Dian Susi sendiri.
Mulutnya terpentang lebar, matanya melotot, mimik dan
sikapnya seperti lehernya buntu tersendat sebutir telur
ayam. Mata Thio Hou-ji sebening air itu mengerling ke
arahnya, katanya berseri tawa: "Kalian sudah saling
kenal?" Nyo Hoan tertawa lebar, dia manggut-manggut.
"Siapakah dia?" tanya Thio Hou-ji.
Kata Nyo Hoan: "Biar kukenalkan, inilah nona Thio,
inilah tunanganku, bini yang belum sempat kupersunting." Pelacur yang duduk di pangkuannya
diperkenalkan kepada calon istrinya dengan sikap wajar
dan berolok-olok malah, seolah-olah tidak menyesal dan
tidak bersalah terhadap calon istrinya, lagaknya tengik
dan tiada maksud menurunkan Thio Hou-ji, keduanya
memang tidak tahu malu.
Umpama Dian Susi mempunyai maksud menikah sama
dia, aneh bin ajaib bila dia tidak dibikin mampus saking
marah melihat adegan porno yang memuakkan ini.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Walau dia tidak bermaksud kawin, toh dia sudah naik
pitam dibuatnya. Setan kepala besar ini sungguh tidak
memberi muka sedikit pun kepadanya. Lebih
menjengkelkan Thio Hou-ji pun tiada niat turun dari
pangkuannya, malah berkata dengan berkedip-kedip
mata: "O, apa benar kau ini Nyo hujin yang belum
dinikah?" Lebih menjengkelkan, tak bisa tidak Dian Susi harus
mengakui kenyataan ini, keruan mulutnya gemeratak
saking menahan gusar. Tidak menjawab berarti
mengakui. Maka Thio Hou-ji cekikikan, ujarnya: "Semula kukira
kau ini maling perempuan pemetik kembang, tengah
malam buta rata main terjang pintu. Tak nyana kiranya
Nyo hujin yang bakal datang, sungguh kurang hormat,
kurang hormat, silahkan duduk." Dia menepuk-nepuk
paha Nyo Hoan serta menambahkan: "Perlukah tempat
duduk ini kuberikan kepadanya?"
Kini Dian Susi tidak merasa lucu dan geli lagi, ingin
rasanya dia persen tempilingan keras di mukanya. Tapi
melihat sikap Nyo Hoan yang puas kesenangan, seketika
dia sadar, dirinya tidak boleh terbawa emosi. "Semakin
aku marah, mereka semakin senang." Betapapun nona
besar pingitan ini cukup cerdik, seketika dia merubah
sikap, wajahnya dihiasi senyuman manis, meski senyum
kurang wajar, tapi tetap senyuman yang menarik juga.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Di bawah pandangan orang Dian Susi bersikap sejadi-
jadinya, tanpa sungkan dan tidak malu lagi, dia seret
sebuah kursi terus duduk dengan tersenyum, katanya:
"Tak usah kalian sibuk mengawasiku, tak usah malu-
malu, yang terang aku hanya duduk sebentar terus
menyingkir."
Thio Hou-ji tertawa, katanya: "Kau memang tabah,
kalau perempuan di seluruh dunia setabah kau, laki-laki
pasti berumur lebih tua." Kembali dia memeluk leher Nyo
Hoan serta mencium pipinya, katanya dengan tertawa
genit: "Kalau kau mengawini istri bijaksana ini, sungguh
beruntung besar."
Dian Susi meniru tingkah lakunya, katanya dengan
tertawa sambil mengerling: "Sebetulnya kau tidak perlu
memuji aku, jikalau aku punya maksud menikah sama
dia, sekarang aku sudah mencukur gundul rambut
kepalamu."
Berkedip-kedip mata Thio Hou-ji: "Kau tidak mau
dikawin sama dia?"
"Umpama laki-laki seluruh dunia ini mampus
seluruhnya, aku pun tidak sudi kawin dengan dia," tiba-
tiba Dian Susi menghela nafas, gumamnya: "Aku hanya
heran akan suatu hal, bagaimana mungkin ada
perempuan yang kepincut terhadap babi segendut ini?"
suaranya lirih dan seperti mengigau, tapi suaranya bisa
didengar orang lain.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Thio Hou-ji tertawa, katanya: "Nah itulah yang
dinamakan anggur dan sayur asin, masing-masing punyai
hobby sendiri-sendiri." Lalu dia menghela nafas, serta
menggumam: "Ada beberapa budak kecil yang belum
pernah kenal beberapa laki-laki, hakikatnya belum bisa
membedakan siapa lebih baik, yang mana lebih jahat,
lantas dia sok tahu hendak menilai laki-laki, dan itulah
yang dinamakan lucu dan mengherankan." Seperti
mengigau dengan suara lirih, tapi suaranya dapat
terdengar orang lain pula.
Dian Susi berkedip-kedip lagi, katanya tertawa: "Apa
kau pernah melihat banyak laki-laki?"
"Banyak sih tidak, tapi seribu delapan ratus orang
kukira ada."
Sengaja Dian Susi unjuk rasa kaget, katanya: "Wah,
banyak benar, agaknya kau sudah setimpal diangkat jadi
seorang ahli menilai laki-laki," lalu dengan tertawa dia
menambahkan: "Menurut apa yang pernah kudengar,
dalam dunia ini hanya ada satu macam perempuan yang
bisa melihat laki-laki sebanyak itu, entah nona Thio
ngobyek dalam bidang apa?" Dengan mengajukan
pertanyaan ini Dian Susi merasa senang hati, batinnya:
"Kali ini cara bagaimana kau hendak menjawab
pertanyaanku, coba kau masih berani pongah tidak?"
Bagaimanapun jalan yang ditempuh Thio Hou-ji bukan
obyek yang patut dipuji. Tapi Thio Hou-ji justru tertawa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bangga, katanya genit: "Kalau dibicarakan memang
mentertawakan, tidak lebih aku ini hanya seorang ahli
kebajikan."
Dian Susi melengak, tanyanya: "Apa kerja seorang ahli
kebajikan?"
"Ahli kebajikan dapat dibagi beberapa macam, aku
memilih jalan pendek untuk menolong kaum laki-laki."
"O, menyenangkan juga, entah laki-laki macam apa
yang perlu kau tolong?"
"Jikalau tiada aku, jangan harap banyak laki-laki yang
benar-benar bisa menyentuh perempuan sejati, maka
sedapat mungkin aku menghibur mereka, sedapat
mungkin membuat hati mereka senang dan tentram."
Dengan cekikikan genit dia lantas menyambung pula:
"Ketahuilah, seorang laki-laki normal bila tidak mendapat
hiburan dari perempuan sejati, maka laki-laki itu harus
dikasihani, sayang perempuan sejati justru tidak banyak
jumlahnya."
Berputar biji mata Dian Susi, katanya: "Jikalau bukan
kau, mungkin laki-laki kehilangan sasaran untuk
mengudal uang yang padat dalam sakunya."


Tokoh Besar Karya Khu Lung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Memangnya, aku tidak senang laki-laki diperbudak
oleh uang, maka sedapat mungkin kudidik mereka untuk
sedikit royal." Mengawasi Dian Susi kembali dia
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
meneruskan: "Apa kau suka laki-laki diperbudak untuk
mengeduk harta benda melulu?"
Perang mulut kedua pihak sama-sama mengandung
duri tajam, seolah-olah ingin sekali tusuk bikin lawannya
mampus seketika. Akan tetapi wajah kedua ini orang
sama-sama tersenyum lebar.
Nyo Hoan celingukan kian kemari, mengawasi Thio
Hou-ji lalu berpaling kepada Dian Susi, mukanya
membayangkan rasa senang dan puas, seolah-olah dia
amat menikmati hiburan yang menyenangkan ini.
Dian Susi pikir-pikir dengan cara dan pancingan apa
untuk bikin babi gendut ini marah dan mencak-mencak
seperti kera. Thio Hou-ji malah menghela nafas, gumamnya:
"Waktu sudah larut, sudah saatnya untuk pulang tidur,"
mulutnya mengoceh sebaliknya dia sendiri tidak
bermaksud turun dari pangkuan dan kembali ke
kamarnya sendiri.
Dian Susi maklum ke mana juntrungan kata-kata
orang. Batinnya: "Kau ingin aku pergi, aku justru tidak
mau pergi, coba kulihat kalian bisa berbuat apa atas
diriku." Bahwasanya kenapa dia sendiri tidak mau pergi,
hal ini dia tidak tahu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Setelah ucapannya pertama tiada reaksi apa-apa,
terpaksa Thio Hou-ji mengulangi pula: "Entah sekarang
waktu apa" Tentunya sudah larut malam?"
"Apa nona Thio hendak kembali?" tanya Dian Susi.
"Memangnya aku tidak punya kerja apa-apa, biarlah
ngobrol lagi sebentar juga tidak jadi soal, dan kau?"
"Aku pun tidak punya urusan, tidak perlu tergesa-
gesa." Seolah-olah keduanya sudah sama-sama bertekad
"Kau tidak pergi, aku pun tidak mau berlalu." Tapi
sampai di sini pembicaraan mereka, seakan-akan bahan
pembicaraan sudah habis, terpaksa masing-masing
bertahan. Tiba-tiba Nyo Hoan mendorong Thio Hou-ji pelan-
pelan, katanya tertawa: "Kalian boleh ngobrol di sini, aku
ingin jalan-jalan di luar, kalau ada laki-laki tentu tiada
bahan bicara yang lebih menarik bagi dua perempuan
yang suka ngobrol." Segera dia bangkit berdiri terus
beranjak keluar. "Kalian tidak mau pergi, biar aku yang
pergi." Inilah cara tegas untuk menghadapi kebrengsekan perempuan.
"Sungguh tak nyana babi gendut ini pandai bermain
sandiwara, tepat berperan sebagai badut." Sungguh
gemas dan dongkol Dian Susi dibuatnya, namun tak enak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dia mengikuti jejak orang kembali ke kamarnya sendiri.
Kalau tidak berlalu, sebaliknya tiada yang perlu
dibicarakan dengan Thio Hou-ji. Maka hawa terasa
semakin panas, sampai pun bernafas pun rasanya berat.
Tiba-tiba Thio Hou-ji bersuara: "Nona Dian keluar
rumah, ke mana tujuanmu?"
"Aku hendak ke Kanglam."
"Kanglam tempat yang indah, entah nona Dian hendak
tamasya" Atau hendak cari orang?"
"Ke sana untuk mencari orang."
Setelah Nyo Hoan pergi, tiada selera dia berhadapan
dengan Thio Hou-ji.
Sebaliknya Thio Hou-ji tersenyum manis, katanya: "Di
Kanglam aku punya banyak kenalan, orang-orang yang
Pendekar Sakti Suling Pualam 9 Kisah Pedang Bersatu Padu Karya Okt Istana Pulau Es 10
^