Pencarian

Tujuh Pedang Tiga Ruyung 6

Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L Bagian 6


dibalik pintu, kemudian sorot matanya baru beralih kearah lain.
Tampak olehnya Pek-poh-hui-hoa Lim Ki-cing sedang berjalan kesamping meja, membersihkan
kursi dengan lengan bajunya, lalu berduduk, kemudian sambil mengerling ke-empat penjuru,
katanya seraya tertawa merdu, "Saudara cilik, tutuplah pintu dan ambilkan air minum buat Cici,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
temanilah Cici ber-bincang2."
Pelbagai ingatan terkilas pula dalam benak Siu Su, tiba-tiba tersembul senyuman pada ujung
bibirnya, segera dia menutup pintu kamar seraya berguman, "Entah Bun-ki sudah bangun
belum" Jika dia sudah bangun pasti akan datang kemari."
Dia se-akan2 sedang berguman dan ditujukan pada diri sendiri, padahal sengaja
diperdengarkan kepada Pek-poh-hui-hoa Lim Ki-cing.
Lim Ki-cing tertawa, "Coba lihat kau, siang malam selalu teringat kepada Bun-ki melulu, apakah
kau tahu pasti setelaH bangun tidur dia akan kemari?"
Dia menyodorkan cawan teh yang kosong tadi ketangan Siu Su.
Sambil tersenyum pemuda itu menyambutnya, "Ya, bila Bun-ki bangun, dia pasti akan kemari."
"Mungkin cuma kau saja yang berpikir demikian, orang lain belum tentu berpikir sama," kata Lim
Ki-cing sambil mengerling genit dan tertawa.
Siu Su tertegun, teh yang dituang kecawan hampir tercecer, buru-buru ia berkata, "Lantas
bagaimana menurut pendapat Lim-siancu?"
"Ah, jangan Lim-siancu terus-menerus." Lim Ki-cing pura-pura mengomel, "Kalau kau panggil
begitu lagi, apa pun takkan kuberitahukan kepadamu, biar kau berpikir sendiri."
"Habis cara bagaimana harus kupanggil dirimu, supaya kau mau memberitahukan sesuatu
padaku?" Lim Ki-cing mengerling genit, sambil tertawa merdu katanya, "Kau. . .. kau panggilku.
. . . Taci saja, dan aku. . . ehm, aku pun memanggilmu sebagai saudara cilik, Coba betapa
bagusnya itu, terasa mesra, enak pula untuk menyebutnya, jauh berbeda bila kau sebut Limsiancu
segala." Dia menerima cawan teh itu dan minum seceguk, dibawah sinar matahari pagi, diantara kelopak
matanya sudah muncul kerutan, namun senyumnya yang mengiurkan membuat perempuan
setengah umur ini kelihatan mempesona seperti dahulu.
Dia meletakkan kembali cawan teh kemeja, kemudian tertawa cekikik, katanya lagi, "Kau jangan
terburu nafsu, biar Taci memberitahukan kepadamu, setelah bangun tidur, bukan saja adik Bunkimu
tidak datang kemari, dia malah sudah pergi sejak tadi entah kemana."
Sambil menggeleng kepala berulang kali dia melanjutkan, "Kasihan, benar-benar kasihan!
Saudara cilik kita ini masih menunggu terus disini dengan tak sabar. Ai, nona Bun-ki memang
kebangetan, masa pergi tanpa meninggalkan pesan sepatah kata pun?"
Dengan kerlingan mata yang genit dia tatap Siu Su.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Mendengar itu, Siu Su terperanjat, "Masa begitu pagi dia sudah pergi" Mengapa dia pergi tanpa
memberitahukan hal ini kepadaku" Apa yang terjadi?"
Dia memburu kedepan pintu, dia ingin memeriksa sendiri kamar sebelah, tapi pikirannya
kembali tergerak.
"Ahh, masa Pek-poh-hui-hoa ini membohongiku?" demikian pikirnya.
Dia segera berhenti, ia membalik badan dan menuju kedepan meja, timbul rasa curiganya,
meski sudah dipikirkan pulang pergi, namun ia tidak habis mengerti apa sebabnya Mao Bun-ki
pergi meninggalkannya secara mendadak.
Selama berapa hari ini, dia percaya gadis itu telah jatuh kedalam perangkap cintanya, bahkan
terjerumus amat mendalam, apa yang dibayangkan gadis yang polos itu setiap harinya adalah
bayangan indah masa mendatang, bahkan dia hampir saja batal pergi menemani gurunya dan
mau ikut dirinya. 'Tapi sekarang, dia telah pergi!'
Peristiwa ini betul-betul mencengangkan dan membingungkan orang. Siu Su merasakan seperti
kehilangan sesuatu, untuk sesaat hatinya terasa hampa.
'Kalau tiada mendapatkan sesuatu, mengapa bisa merasakan kehilangan"' diam-diam ia tanya
pada diri sendiri, "apakah aku pernah mendapatkan sesuatu" Dan apakah aku sudah
merasakan berharganya sesuatu yang kuperoleh itu" Kalau tidak, mengapa saat ini aku
merasakan seperti kehilangan" Lagi pula perasaan ini sedemikian besar?"
Tapi dengan cepat dia membela diri sendiri, "Ah, tak mungkin, aku cuma merasa heran saja,
mungkinkah dia tahu aku telah membohonginya maka dia pergi tanpa pamit" Apakah dia tahu
aku ini seorang musuh yang datang hendak menuntut balas" Bukankah aku bersikap demikian
kepadanya adalah karena ingin kutipu cintanya dan sekaligus melukai hati ayahnya?"
Persoalan tersebut berkecamuk dalam benak Siu Su dan berubah menjadi tali mati yang sukar
dilepaskan, untuk beberapa saat lamanya dia berdiri ter-mangu2 seperti orang linglung.
Pek-poh-hui-hoa melihat keadaannya dengan tertawa cekikikan.
"Coba lihat dirimu, saking gelisahnya hingga berubah seperti patung saja. Mari, duduklah disini,
biar Taci menghibur dirimu, kalau dia sudah pergi, kenapa cemas" Memangnya perempuan
didunia ini sudah mampus semua" Mao Bun-ki tak lebih cuma seorang budak ingusan, apanya
yang hebat?" Siu Su hanya tertawa, pikirnya, "Kukira dia pergi bukan dikarenakan mengetahui
asal usulku, kalau tidak, Lim Ki-cing tak akan bersikap demikian kepadaku."
Maka senyuman yang menghiasi wajahnya pun semakin cerah. Terdengar pelayan lagi
berteriak, "Ayo yang hendak melanjutkan perjalanan lekas berangkat, hari sudah siang, kalau
terlambat pasti akan kepanasan, kalau ingin sarapan, hidangan segera diantar, jangan ada
barang yang ketinggalan, jangan lupa rekening penginapan, uang kecil diberi atau tidak tak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
menjadi soal."
Lim Ki-cing tertawa cekikikan dan mengajak Siu Su ber-bincang2, kedua matanya mengerling
genit penuh arti.
Ketika pertama kali terjun kedunia persilatan dulu, perempuan ini masih muda remaja, waktu itu
Suhengnya, seorang jago pedang dari Thiam-cong-pai, yakni Sin-kiam-jiu (si pedang sakti) Cia
Kian baru saja mati, karena tak ada yang mengawasinya, hidupnya lantas tidak terkendali lagi.
Selanjutnya meski ada sementara waktu ia pun hidup prihatin, tapi tak lama kemudian
kebinalannya kambuh kembali, bahkan semakin menghebat, diantara sepuluh jago muda dalam
dunia persilatan paling tidak tiga atau lima orang pernah melakukan hubungan intim dengan
Pek-poh-hui-hoa.
Perempuan cantik umumnya, terutama perempuan genit macam Lim Ki-cing, mustahil hatinya
tidak tertarik kepada pemuda tampan seperti Siu Su.
Akan tetapi bagaimana dengan Siu Su sendiri" Sudah barang tentu ia pun tahu akan maksud
tujuan Lim Ki-cing yang sebenarnya, meski dia benci pada perempuan yang tak tahu malu ini,
tapi segera iapun memberitahukan kepada diri sendiri bahwa inilah kesempatan paling baik
yang bisa dimanfaatkan olehnya.
Oleh sebab itu, dengan sikap se-akan2 tak tahu apa-apa dia mengajak Lim Ki-cing berbincang2
dengan gembira.
Hanya dalam hati ia selalu bertanya kepada diri sendiri, "Mengapa Bun-ki bisa pergi secara tibatiba?"
Matahari sudah tinggi ditengah angkasa, tiba-tiba sipelayan rumah penginapan mengetuk pintu
dan masuk kedalam, setelah meletakkan air teh, pelahan mengundurkan diri pula.
Meski pelayan tersebut berusaha keras mengendalikan diri, tapi tidak urung dia mengerling
kearah Lim Ki-cing, diam-diam ia menggurutu didalam hati, "Anak muda ini betul-betul amat
mujur, kemarin ditemani seorang nona, hari ini berkencan pula dengan seorang nyonya genit."
Beberapa saat kemudian, ia muncul kembali membawakan cawan teh, tujuannya tak lain hanya
ingin memandang wajah perempuan cantik ini beberapa kejap lebih banyak.
Maklum musim semi, musim birahi.
Melihat kelakuan sipelayan, Lim Ki-cing berkerut kening, katanya sambil tertawa, "Aku berada
disini, tujuanku adalah omong-omong dengan tenang bersamamu, tapi coba kau lihat, tempat
ini sangat bising, saudaraku, bila kau tak ada urusan, bagaimana kalau temani Taci ber-jalan2
keluar, nanti kita mencari suatu tempat untuk minum arak baran dua cawan, setelah itu. . ."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Dia tertawa cekikikan, lalu menyambung, "Aku paling suka melihat wajahmu waktu minum arak.
Kemarin setelah minum arak, wakjahmu menjadi merah seperti. . . .seperti buah apel."
Maka Siu Su pun segera membayar rekening kamar dan mengikut Lim Ki-cing keluar, katanya
dengan tertawa, "Hari ini aku akan menemani Taci bermain sepuasnya, besok aku akan segera
berangkat ke Hopak, disitu masih ada urusan dagang ayahku yang harus kuselesaiakn."
"Yang penting kita bermain sepuasnya hari ini." kata Lim Ki-cing sambil tertawa, "bila kau benarbenar
mau bermain sepuasnya dengan Taci, besok Taci pasti akan menjadi pengawalmu dan
menemani kau ke Hopak."
Siu Su meliriknya sekejap, terlihat pipinya telah berubah merah, diam-diam ia mendamprat
didalam hati, "Betul-betul perempuan jalang yang tak tahu malu."
Dalam hati dia menyumpah, namun diluar dia berkata dengan tersenyum, "Bila Taci mau
bertindak sebagai pengawalku, sudah tentu aku akan merasa senang."
Setelah keluar dari rumah penginapan, sinar matahari gilang gemilang menyilaukan mata,
waktu Siu Su berpaling, dilihatnya air muka Lim Ki-cing berubah hebat.
Ia ikut memandang kesana, tertampaklah ditengah jalan sana berdiri disamping kuda seorang
lelaki tegap dan sedang memandangnya dengan sinar mata tajam, dia adalah satu diantara Cubo-
siang-hui, si pedang sakti tangan kiri Ting Ih.
Ketika angin berhembus, ujung baju Co-jiu-sin-kiam berkibar tiada hentinya, namun tubuhnya
bagaikan patung baja, sedikit pun tidak bergerak, wajahnya juga kaku tanpa emosi, hanya
kedua matanya memancarkan cahaya berkilat.
Setelah berubah air mukanya, senyuman manis lantas menghiasi wajah Lim Ki-cing seperti
biasa, pelahan dia berjalan mendekat, lalu menegur dengan tertawa, "Ting-suko, mengapa kau
pun datang kemari" Bukankah kau bersama Mao-toako telah berangkat ke Hang-ciu?"
Ting Ih hanya mendengus, sinar matanya masih terarah pada wajah Siu Su dan menatapnya
tanpa berkedip.
Melihat itu diam-diam Siu Su tertawa geli, pikirnya, "Tampaknya Co-jiu-sin-kiam ini cemburu. . .
." Betul juga segera Ting Ih menjengek, "Hm, memang sudah kuketahui kau penujui bocah ini,
makanya enggan turut kembali ke Hang-ciu."
"Ting-suko, apa maksudmu berkata demikian."
Kim Ki-cing menarik muka, "Kemana aku suka, kesitu aku pergi, memangnya siapa yang dapat
melarang kebebasanku?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Ting ih memandangnya sejenak, kemudian tertawa, katanya kemudian, "Jitmoay, jangan kau
marah." Kembali Siu Su tertawa geli menyaksikan kejadian itu, pikirnya lagi, "Tampaknya Co-jiu-sinkiam
rada jeri kepadanya."
Ketika ia berpaling kembali, terlihat olehnya Lim Ki-cing juga sedang tertawa merdu dan
bertanya, "Lantas ada urusan apa kau datang kemari?"
Ting Ih melirik sekejap lagi kearah Siu Su, kemudian katanya, "Sepuluh hari lagi Mao-toako
akan menyenggarakan suatu perjamuan untuk para enghiong dikota Hang-ciu, kali ini dia telah
mengundang semua tokoh ternama yang berada ditiga belas propinsi utara dan selatan sungai
besar, oleh karena itulah ia suruh aku memberi kabar kepadamu, Toako, dia. . . dia kuatir kau
main-main sampai lupa daratan."
Tergerak hati Siu Su mendengar perkataan itu, buru-buru dia melangkah maju, ia menjura lebih
dulu kepada Ting Ih, kemudian baru berpaling kearah Lim Ki-cing.
"Lim-toaci." katanya dengan tertawa, "Jika kau masih ada urusan penting, biarlah kumohon diri
lebih dulu, kesempatan masa mendatang masih panjang, dikemudian hari pasti akan kutemani
Toaci untuk minum arak selama tiga hari."
Setelah memberi hormat, dia lantas membalik badan dan berjalan pergi.
Agaknya Pek-poh-hui-hoa menjadi gelisah, serunya, "Kau. . . .kau. . . ." tapi tiada kata
lanjutannya. Kemudian terdengar Co-jiu-sin-kiam lagi berkata, "Toako sedang menantikan kita di Hang-ciu,
sayang jika kau lewatkan pertemuan besar tokoh dunia persilatan ini."
Siu Su merasa geli bercampur senang, dia tahu se-tebal2nya kulit muka Lim Ki-cing, tak nanti ia
menahan dirinya dihadapan Co-jiu-sin-kiam, apa lagi setelah ditunggu Ting Ih, niscaya
perempuan itu tak dapat datang mencari dirinya lagi.
Sebaliknya bila kelak dia membutuhkan bantuan perempuan tersebut, setiap saat dia dapat
pergi mencarinya. Berpikir sampai disini, satu ingatan terlintas dalam benaknya, tanpa terasa ia
tersenyum. Setelah menyusuri jalan ini, waktu ia berpaling, tertampak olehnya lelaki berdandan sebagai
saudagar sedang mengikutinya dibelakang, dia lantas mengangkat tangannya memberi tanda.
Lelaki itu segera bersuit memanggil sebuah kereta besar, setelah naik kedalam kereta itu Siu
Su berbisik, "Larikan keluar kota."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Kusir kereta itu segera mengayunkan cambuknya dan melarikan kereta dengan cepat.
Siu Su berpaling dan bertanya, "Apakah tugas yang kuberikan kepadamu semalam telah
diselesaikan semua?"
Lelaki berdandan saudagar itu memberi hormat lebih dulu, kemudian baru menyahut, "Hamba
telah mengutus Song Siau-to segera berangkat ke Hang-ciu, tak sampai tiga hari mendatang
pasti ada berita tentang Mao Kau."
Siu Su manggut-manggut tanpa bicara.
Lelaki itu berkata lagi, "Si gemuk she Oh itu menginap semalam disini, dia memanggil dua
perempuan menemaninya minum arak, hingga larut malam baru pergi, ada tiga orang dari
pasukan Thi-ki-sin-pian-tui menuju ke timur kota, Tan Thi-tau mengikutinya, entah mengapa
tahu-tahu ketiga orang keparat itu sudah ditemukan mampus diluar kota, diatas badan mereka
hanya terlihat bekas tusukan pedang, jelas cara kerja orang itu amat cekatan sekali, meski Tan
Thi-tau coba melakukan pemeriksaan tetap tidak tahu hasil pekerjaan siapakah itu?"
"Ehmm!" Siu Su bersuara singkat, ia tahu pasti pembunuhan tersebut adalah hasil kerja Sik
Ling. Sesudah berhenti sebentar, kembali lelaki berdandan saudagar itu melanjutkan ceritanya,
"Sejak pagi tadi Oh gemuk sudah berangkat pulang ke Hang-ciu, sedangkan manusia berbaju
biru yang Kongcu perintahkan untuk diselidiki asal-usulnya, hingga kini hamba belum tahu
dengan jelas, semalam baru saja kukuntit dia sampai setengah jalan, hanya sekejap dia lantas
menghilang, Kongcu, lihai sekali orang ini, sudah lama aku Gu Sam-gan berkecimpung dalam
dunia persilatan, tapi belum pernah kujumpai jago cekatan seperti dia."
Siu Su tersenyum, "Aku sudah mengetahui asal-usul orang ini, tak perlu kau selidiki lagi."
Ketika dia berpaling dan melihat wajah Gu Sam-gan menunjukkan perasaan kagum, sambil
tertawa katanya pula, "Tahukah kau perempuan yang berada bersamaku semalam telah pergi
kemana?" Gu Sam-gan atau Gu simata tiga terbelalak heran, sahutnya, "Semalam bukankah dia bersama
Kongcu menginap dirumah penginapan itu" Ia tak pernah keluar lagi!"
"Oo. . . ." Siu Su berkerut kening dan merasa heran juga.
"Lantas kemanakah dia telah pergi?" tanpa terasa ia termenung dan berpikir keras.
Sementara dia masih berpikir, Gu Sam-gan berkata lagi dengan hormat, "Sekarang masih ada
lima saudara yang menanti dirumah abu keluarga Can diluar kota, bila Kongcu masih ada
perintah, hamba segera akan menghubungi mereka."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Selama berapa hari ini kalian pasti amat lelah," kata Siu Su dengan tersenyum. Dari sakunya
dia mengeluarkan selembar uang kertas, tanpa dilihat segera diserahkan kepada lelaki itu,
katanya pula, "Sedikit uang ini hendaknya kau terima untuk minum arak."
Gu Sam-gan melotot, sambil bertepuk dada serunya nyaring, "Kongcu, apa artinya ini" Tempo
hari engkau sudah memberi seribu tahil kepada kami, sampai sekarang pun uang tersebut
belum kami habiskan, masa sekarang engkau memberi lagi" Kongcu, aku melakukan pekerjaan
untukmu dengan berlarian kesana kemari bukan karena kami mengharapkan uang darimu,
Liang Siang Jin, Liang-toako menyuruhku mengikuti dirimu, maka aku menuruti perkataannya,
coba kalau orang lain, belum tentu aku Gu Sam-gan sudi mendengarkan perkataannnya, Liangtoako
bilang kecuali Kongcu seorang yang betul-betul seorang enghiong didunia ini, dikolong
langit ini tak ada orang kedua, Pada mulanya aku tidak percaya tapi sekarang aku percaya,
cukup dilihat dari caramu. . . . ."
Siu Su tersenyum dan menukas ucapan lelaki kasar ini, "Hal ini tentu saja aku pun mengerti,
cuma uang ini ada baiknya kau terima saja, meski kau pribadi tidak membutuhkannya, tapi anak
buahmu mungkin membutuhkannya. . . ."
Akhirnya dia menyusupkan uang kertas itu ketangan Gu Sam-gan, kemudian melanjutkan, "Aku
pun ingin pergi kerumah abu keluarga Can untuk me-lihat2, sekalian hendak kucari orang untuk
menyampaikan surat kepada Liang-toako dan ketiga saudara keluarga Liong, suruh mereka
segera berangkat ke Hang-ciu dalam sepuluh hari mendatang."
Gu Sam-gan segera membusungkan dada dan berkata, "Sekarang kita sudah keluar kota,
rumah abu keluarga Can terletak tak jauh didepan sana."
Kemudian dia berseru pada sikusir kereta, "Hei, Siau Mao, cambuklah kudamu agar lari lebih
cepat." Sambil tertawa lalu dia berpaling dan berkata lagi, "Kongcu kusir keretaku ini kunamakan Siau
Mao (Mao Kau cilik), coba kau lihat bagus tidak namanya" Hehehe. . .coba lihat, betapa keras
Siau Mao mencambuk kudanya, namun tak melukai seujung bulunya, mungkin Mao gede saja
belum tentu mampu berbuat demikian."
Siu Su tertawa mendengar perkataan itu, ia mendengar sikusir kereta dengan bersemangat
sedang mengayunkan cambuknya berulang kali, kuda pun lari terlebih cepat.
Gu Sam-gan duduk disisi kusir sambil membusungkan dada, menentang hembusan angin dari
depan, ia kelihatan bangga sekali.
Meski pada saat ini dia berdandan sebagai seorang saudagar, namun tubuhnya dari atas
kepala sampai kekaki sedikit pun tidak memperlihatkan tampang seorang saudagar.
Sekali lagi sikusir mengayun cambuknya, kemudian membentak keras, tiba-tiba kereta itu
berhenti. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Dengan cekatan Gu Sam-gan melompat turun membukakan pintu kereta dan menarik napas
panjang, lalu hidungnya berkembang kempis sambil bergumam, "Ehmm, harum, sedap sekali.
Entah darimana anak-anak berhasil menangkap seekor anjing liar" Kongcu, apakah pernah kau
makan daging anjing" Wah, harum sekali, kalau tidak percaya coba enduslah baunya. Rupanya
beberapa saudaraku sedang masak daging anjing disitu. . . . Siau Mao, parkir keretamu ditepi
jalan sana dan mari cicipi barang dua mangkuk."
Siu Su tersenyum, dalam hati berpikir, "Penjagal anjing umumnya termasuk orang rendah dan
kasar, namun banyak juga lelaki setia dan berbudi, sebaliknya kawan yang berpakaian rapi dan
makan hidangan mewah itu, hmm. . . ."
Sejauh mata memandang, empat penjuru hanya semak belukar belaka, suasana sepi, tak
kelihatan seorang pun, dibelakang beberapa batang pohon Yang-liu sana tampak ujung


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bangunan, mungkin disitulah letak rumah abu keluarga Can.
Udara diluar kota memang jauh lebih sejuk, ditengah udara segar tiba-tiba terendus bau harum
sedap merangsang selera makan.
Sambil tersenyum Siu Su berkata, "Sering kudengar bahwa daging anjing adalah daging
terharum maka dinamakan daging harum dalam daftar menu, meski begitu aku belum pernah
mencicipinya, hari ini aku ingin turut mencicipi daging yang termashur ini!"
"Hahaha. . . .Kongcu, bukan hamba sengaja jual kecap, bila engkau sudah mencicipinya,
tanggung takkan suka lagi makan daging ayam, itik, ikan dan daging lain." kata Gu Sam-gan
sambil tertawa ter-bahak2. "Wah, rasanya. . . .ehmm, ckk-ckk. . . sukar untuk dilukiskan."
Rumah berhala itu sudah lapuk dimakan usia, banyak kapur dinding sudah rontok, pintu
gerbang yang semula berwarna merah kini lantaran sudah terlalu tua telah berubah menjadi
kuning, gelang pintu pun berkarat hingga berubah menjadi hitam.
Sambil melangkah kedalam, dengan gembira Gu Sam-gan segera berteriak, "Hei. .! kalian
jangan cuma makan daging anjing melulu, ayo cepat keluar dan lihatlah siapa yang datang ini!"
Siapa tahu suasana didalam ruangan tetap sunyi senyap tak kedengaran sedikit pun suara.
Dengan kening berkerut Gu Sam-gan segera memaki, "Kawanan anjing itu barang kali makan
daging anjing hingga lupa daratan?"
Dengan langkah lebar dia segera masuk kedalam, tampak diruang tengah terdapat api unggun,
diatas api unggun tergantung sebuah kuali yang disanggah oleh tiga batang kayu, uap panas
mengepul dari dalam kuali, dari sana pula bau sedap itu terendus.
Di kedua sisi api unggun itu bukan berduduk orang-orang yang mereka cari, melainkan dua
orang kakek kurus kering dengan rambut dan jenggot yang telah beruban semua, mereka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
sedang mengawasi daging anjing didalam kuali tanpa berkedip, pada tangan salah seorang
kakek itu memegang sebuah buli-buli besar yang cukup memuat tiga kati arak, mereka sama
sekali tidak memandang sekejap pun akan kedatangan Gu Sam-gan,
Gu Sam-gan jadi tertegun dan berdiri mematung, mulutnya terngaga lebar, tak sanggup
mengucapkan sepatah kata pun.
Siu Su ikut masuk dibelakangnya dan juga tercengang.
Kedua orang kakek itu mengenakan jubah pendeta To yang sudah rombeng, meski disana-sini
penuh tambalan, namun pakaian itu tercuci bersih, jenggot mereka yang putih terjulur kebawah,
sedangkan rambutnya yang beruban digelung diatas kepala dan disunduk dengan sepotong
kayu hitam sebagai tusuk kundai.
Setelah menenangkan hatinya, Gu Sam-gan baru melangkah maju, tegurnya, "Toya berdua,
apakah kalian melihat kemana perginya lima orang saudara kami?"
Kedua kakek yang berdandan tosu bukan tosu itu saling pandang sekejap, kemudian tertawa,
"Siapakah saudaramu itu?" sahut salah seorang.
Sekali lagi Gu Sam-gan tertegun, sahutnya, "Saudara2ku itu. . . .ehm, yang seorang jangkung
kurus berdandan sebagai penjual obat, membawa sebuah kotak obat. Yang seorang lagi
berjenggot lebat, mengenakan baju hitam, orang ketiga berbadan gemuk, berperut besar. . . ."
Kedua kakek itu sama-sama menggeleng kepala. Salah seorang diantaranya yang
berperawakan agak tinggi, sama duduk dilantai pun lebih tinggi satu kepala daripada tosu yang
ceking, ia tertawa dan menjawab,
"Tak seorang pun diantara orang-orang yang kau katakan itu kulihat."
"Sejak fajar tadi kami sudah sampai disini, tak tampak sesosok bayangan manusia pun,
mungkin orang-orang yang kau sebutkan itu sudah pergi semua."
"Sungguh?" tiba-tiba Gu Sam-gan membentak dengan mata melotot.
Tapi kedua kakek itu hanya tersenyum dan tidak memandangnya lagi, salah seorang
diantaranya malah mengambil sepasang sumpit yang panjang untuk meng-aduk2 isi kuali.
Gu Sam-gan melotot pula dan bermaksud membentak lagi, mendadak bahunya terasa kencang
dan terseret mundur tiga langkah, waktu berpaling, dilihatnya sorot mata Siu Su menampilkan
rasa curiga, se-akan2 ada sesuatu yang membuatnya terperanjat.
Sejak masuk kesitu Siu Su lantas melihat kedua kakek itu bukan orang sembarangan, maka
ketika Gu Sam-gan membentak, dia sengaja berdiri dikejauhan sambil memperhatikannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Dilihatnya meski pakaian yang dikenakan kedua kakek itu rombeng dan penuh tambalan, tapi
telapak tangannya justeru putih bersih, malah orang yang berperawakan agak tinggi itu
memelihara kuku yang panjangnya hampir dua inci dan bagian ujungnya melingkar, seketika
hatinya tergerak.
Kemudian kakek yang lain menggunakan sumpit untuk mengaduk-aduk kuah daging anjing, ia
menemukan peristiwa yang lebih mengherankan lagi.
Tubuh kakek itu pendek, sebaliknya kuali itu tergantung cukup tinggi, seharusnya uluran
tangannya sukar mencapai kuali.
Tapi kenyataan, meski badannya tak bergerak, akan tetapi lengannya yang terulur itu se-olah2
mendadak mulur lebih panjang berapa inci, hal ini membuat Siu Su sangat heran.
"Masa ditempat ini terdapat seorang tokoh yang bertenaga dalam sempurna begini?" demikian
ia berpikir. Perlu diketahui, waktu itu sudah mendekati musim panas, Gu Sam-gan yang berdiri sejenak
saja ditepi api unggun sudah bermandikan keringat, namun kedua kakek itu masih tetap
tenang2 saja sedikit pun tidak terasa kepanasan, hal ini jelas gejala khas seorang jago yang
bertenaga dalam sempurna, Siu Su adalah seorang jago muda yang pernah memperoleh
didikan beberapa tokoh locianpwe dunia persilatan, tentu saja cukup mengetahui mutu
kepandaian seseorang, maka ketika dilihatnya Gu Sam-gan hendak mengumbar hawa
amarahnya buru-buru dia maju kedepan dan menariknya, untuk sesaat Gu Sam-gan berdiri
melongo dan tidak tahu apa gerangan yang terjadi.
"Pluk", tiba-tiba api unggun meletupkan segumpal bunga api.
Kakek itu cepat menyumpit gumpalan bunga api yang meletup keatas itu dan segera dibuang
kelantai, setelah itu dia melanjutkan lagi pekerjaannya, mengaduk-aduk isi kuali dan menyumpit
sepotong daging.
"Tampaknya daging ini sudah masak." gumamnya, disuapnya daging itu kemulut dan dikunyah
dengan nikmatnya.
Siu Su tersenyum, ia menyeret Gu Sam-gan ke samping, ia sendiri maju ke depan dan memberi
hormat, katanya, "Permisi Lotiang!"
Kedua kakek itu melirik bersama dan mengangguk, "Silakan!"
Setelah memperhatikannya dari atas hingga kebawah, sikakek tinggi berkata lagi dengan
tertawa, " Apakah ingin mencicipi daging sedap ini?"
Siu Su memandang sekejap, segera ia duduk bersila ditanah, sahutnya sambil tertawa, "Ingin
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
sih memang ingin, tapi tak berani bilang."
Kedua kakek itu tertawa bersama dan lantas menyodorkan sumpit kepada pemuda itu, tanpa
sungkan Siu Su menyambutnya dan segera makan minum dengan lahapnya.
Gu Sam-gan terkesima menyaksikan tingkah laku mereka itu.
Terdengar si kakek ceking tertawa lagi sambil berkata, "Sicu yang satu itu apakah ingin kemari
juga" Silakan makan seadanya."
Sorot matanya segera beralih kearah Siu Su, setelah menatapnya beberapa saat, ia berkata
lagi sambil tersenyum, "Sudah puluhan tahun kutinggalkan daerah Kanglam, sungguh tak nyana
orang-orang Kanglam makin lama semakin tampan dan pintar, hal ini patut digirangkan."
Tapi Gu Sam-gan sedang menggurutu, "Kawanan anjing itu entah kabur kemana" Sungguh
menggemaskan!"
Dengan langkah lebar dia segera berjalan keluar.
Melihat itu, sambil tersenyum sikakek ceking berkata, "Rekan Sicu itu benar-benar seorang
lelaki yang berdarah panas. . . ."
Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba ia menghela napas panjang, kemudian lanjutnya, "Cuma
saja dunia persilatan penuh dengan kelicikan dan kemunafikan, hati manusia sukar diduga,
menjadi orang juga tidak perlu terlalu bersemangat, kalau tidak kita sendiri yang kan rugi."
Bicara sampai disini, dia mengalihkan sorot matanya dan mengawasi kobaran api unggun
dihadapannya, dia seperti melamun, tapi tak tahu apa yang sedang dipikirkannya.
Tergerak hati Siu Su, pikirnya, "Ilmu silat kedua orang ini sangat lihai, perbawanya pun luar
biasa, jelas mereka orang yang punya asal-usul, tapi sekarang seperti sengaja menghilangkan
jejak untuk menghindari sesuatu, entah apa sebabnya."
Bau sedap yang tersiar dari kuali berisi daging itu makin lama makin keras, makin mendidih
baunya makin harum. . . . .
Kakek berperawakan tinggi itu tertawa terbahak-bahak. "Hahaha, kejadian sudah lama lewat,
dipikirkan lagi hanya bikin hati duka, buat apa kau meniru kaum wanita dan memikirkan soal
yang tak dapat dipecahkan" Selama belasan tahun, kau telah menjelajahi seluruh negeri,
apakah timbunan salju digunung Tiang-pek, air beku di sungai Hek-liong, pasir kuning di Saypak
dan padang rumput di Ho-say, semua itu belum dapat membuka pikiranmu" Mari, mari
minum arak sambil bernyanyi, hidup manusia berapa lama, mari kita minum seteguk."
Kakek yang lain juga terbahak-bahak, sambil memukul kuali dengan sumpit, dia bernyanyi
dengan suara lantang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Seusai menyanyi, mendadak tangannya berayun, sumpit panjang segera meluncur kedepan
secepat kilat. . . .erat, sumpit itu menancap didinding dan lenyap.
Daging dalam kuali terendus makin harum, ketika angin berhembus, kobaran api tertiup
condong kesamping. . . . .
Diam-diam Siu Su menghela napas panjang, pikirnya, "Nyanyi bagai menangis, pahlawan
menghadapi jalan buntu. . . . tampaknya kedua orang ini gagah perkasa, tapi entah persoalan
apa yang membuat hati mereka sedih. . . ."
Jilid 09 Belum lagi pikiran tersebut selesai terlintas, tiba-tiba dari luar berkumandang suara jeritan
kaget, kemudian tampak Gu Sam-gan berlari masuk kedalam dengan wajah kaget bercampur
takut. "Kongcu, Kongcu. . . cepat lihatlah, saudara2ku itu dibunuh orang semua. . . ." teriaknya gelisah.
Siu Su terperanjat, dia melompat bangun dan menjura kepada kedua kakek itu sambil berkata,
"Maaf!"
Dengan langkah lebar dia lantas berjalan keluar bersama Gu Sam-gan.
Segera Gu Sam-gan berkata lagi, "Kongcu, kulihat kedua tosu tua itu bukan orang baik-baik,
mungkin merekalah yang melakukan perbuatan jahat ini."
Siu Su bersuara tak acuh, ia mengikutinya menyusuri dinding pekarangan, selang sejenak
sampailah mereka dihalaman belakang, tempat itu merupakan pekarangan yang tak terawat,
semak rumput tumbuh lebat, batu berserakan, keadaannya mengenaskan.
Gu Sam-gan segera melompat kedepan, lalu sambil menuding kearah semak rumput katanya,
"Kongcu, coba lihat, bagaimana dengan keadaan mereka ini?"
Segera ia mencengkeram tubuh seorang lelaki bercambang, dan mengangkatnya keluar dari
balik semak-semak.
Cepat Siu Su menghampirinya, ia lihat seluruh badan lelaki itu berlumuran darah, kedua daun
telinganya sudah dipotong orang, tubuh kaku seperti tak bernapas lagi.
Kedua mata Gu Sam-gan merah membara, dari balik semak sana dia membawa keluar empat
lelaki lagi, semuanya berada dalam keadaan kaku, berlepotan darah dan kehilangan sepasang
daun telinganya.
Dengan kening berkerut Siu Su segera melakukan pemeriksaan, dilihatnya napas orang-orang
itu belum putus, maka sambil menghela napas panjang, katanya, "Ah, tidak apa-apa, mereka
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
belum putus nyawa, hanya jalan darahnya saja yang tertutuk."
Cepat ia menepuk tiga kali pada masing-masing tubuh kelima orang itu. Diiringi embusan
napas, orang-orang itu segera merintih.
Dengan perasaan gemas Gu Sam-gan berseru, "Sudah pasti perbuatan ini dilakukan oleh anak
buah orang she Mao itu, Hm, suatu ketika, jika orang she Mao itu terjatuh ketanganku pasti
akan kucincang tubuhnya menjadi ber-keping2."
"Selama saudaramu bekerja bagiku, adakah orang lain tahu?" tanya Siu Su dengan pelahan.
Gu Sam-gan menggoyang tangan berulang kali, "Kongcu, apa pekerjaan Gu Sam-gan" Soal ini,
biar mati pun tak nanti kusiarkan keluar."
"Kalau begitu, sungguh aneh sekali kejadian ini. . . ." kata Siu Su dengan kening berkerut,
setelah termenung sebentar, lanjutnya, "Jangan-jangan perbuatan ini dilakukan oleh musuhmu
masa lalu" Tapi. . . mana mungkin musuh kalian bisa mempergunakan ilmu menutuk tingkat
tinggi begini?"
Gu Sam-gan pun berkerut kening sambil termenung. . . .
Beberapa saat kemudian, kelima orang lelaki itu merangkak bangun dari tanah, begitu melihat
kehadirannya disitu, mereka berseru tertahan, "Sam-ko, baru sekarang kau datang". . . . Ai,
kami habis dipermak orang."
"Sebenarnya apa yang terjadi" Siapa yang mempermak kalian" Cepat katakan!" seru Gu Samgan
dengan tak sabar.
Setelah berhenti sejenak, dia menambahkan, "Inilah Kongcuya, cepat katakan agar Kongcuya
bisa membalaskan dendam bagi kalian."
Kelima orang itu segera berlutut dihadapan Siu Su.
Siu Su memandang sekejap wajah orang2 ini, katanya kemudian dengan lembut,
"Beristirahatlah dulu, kemudian baru bercerita, Gu Sam-gan, cepat ambilkan obat luka. . . ."
"Dalam petiku ada obat luka, tak perlu Kongcu repot," kata lelaki jangkung berdandan sebagai
penjual obat itu, "Cuma. . . cuma kali ini daun telinga kami kena disayat orang, sungguh
kejadian yang sangat menyakitkan hati."
"Apalah gunanya hanya mengucapkan kata-kata jengkel saja?" tukas Gu Sam-gan, "Cepat
ceritakan, siapa yang mempermak kalian sehingga menjadi begini rupa?"
"Kami tidak kenal siapakah orang itu." jawab lelaki jangkung itu, "Semalam, Ni-lojit membeli lima
kati daging dan tiga kati arak Ko-liang, waktu itu kami ber-siap2 mengisi perut diruang tengah. . .
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
." "Dan orang itu mendadak datang mempermak kalian?" potong Gu Sam-gan.
Lelaki jangkung itu mengangguk, tapi segera menggeleng lagi, sahutnya, "Sebenarnya tidak,
kemudian. . . .kemudian Ni-lojit bilang. . . ."
"Bilang apa?" seru Gu Sam-gan berang.
Lelaki jangkung itu melirik sekejap kearah seorang lelaki ceking lainnya, kemudian melanjutkan,
"Mungkin Ni-lojit sudah terpengaruh oleh arak, ia bilang begini, 'Konon meski usia Kongcu kita
masih muda, namun memiliki kemampuan hebat, putri kesayangan Leng-coa Mao Kau pun
kena. . . . kena tergaet', Maka aku pun bertanya, 'Dari mana kau bisa tahu"' jawab Ni-lojit. . ."
"Lanjutkan!" sela Siu Su dengan kening berkerut.
Lelaki jangkung itu mengembuskan napas panjang, kemudian melanjutkan, "Ni-lojit bilang
dengan mata kepala sendiri dia saksikan Kongcu dan putri orang she Mao itu masuk kerumah
penginapan dan tinggal disatu kamar, kemudian dia bilang begini pula, 'Malahan orang she Mao
itu tahu Kongcu tidak cintai putrinya dengan sungguh2 melainkan sengaja. . . ." Baru saja dia
berkata sampai disini, mendadak dari luar terdengar orang tertawa dingin, kami segera
bungkam dan berpaling, tertampak didepan pintu muncul seorang perempuan barjubah putih
rambutnya sepanjang bahu dan berdiri disana tak bergerak, dibawah cahaya rembulan terlihat
dia sedikit pun tak berbau manusia."
Air muka Siu Su berubah hebat, tapi dia masih tetap membungkam.
Lelaki itu berkata lebih jauh, "Semua orang merasa terkejut, sementara itu selangkah demi
selangkah perempuan itu menghampiri kami, saat itulah kami baru melihat jelas wajah
perempuan itu kuning pucat, kaku dingin, sedikit pun tak berperasaan, pada hakikatnya mirip
mayat hidup, bergidiklah kami. Kaki kami terasa lemas, ingin kabur pun tidak berani."
Diam-diam Siu Su mendengus, ia lihat sorot mata kelima orang itu memancarkan rasa kaget
dan takut, seperti masih ngeri teringat pada kejadian semalam.
Lelaki kurus itu menghembus napas panjang, kemudian bertutur lagi, "Selama hidup belum
pernah hamba lihat orang berwajah begitu menyeramkan seperti dia, pada saat itu. . . ."
Belum habis perkataannya, mendadak dari belakang Siu Su berkumandang suara langkah kaki
yang amat berat sedang menghampiri mereka selangkah demi selangkah. Meski saat itu
ditengah hari bolong, tanpa terasa Siu Su juga merasakan bulu kuduknya pada berdiri.
Siu Su dapat merasakan suara langkah kaki yang berat itu makin lama semakin mendekat, tapi
dia tetap berdiri tak bergerak ditempatnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Ia mengerti, cara terbaik bagi seorang untuk menghadapi setiap perubahan yang mungkin
terjadi adalah mempertahankan ketenangan.
Kobaran rasa dendam yang kuat dapat membuat setiap urat syaraf didalam tubuh berubah
keras se-akan2 kawat baja, bila tidak ada pukulan batin yang hebat, jangan harap bisa
menggoncangkan syarafnya yang kuat dan keras seperti baja itu.
Tapi sekarang suara langkah kaki yang kedengaran ini masih belum cukup keras
mengguncangkan syarafnya, meski semula juga membuatnya rada ngeri.
Namun, rasa bergidik tersebut dengan cepat punah dan lenyap tak berbekas, sedemikian
cepatnya sehingga ia sendiri pun se-olah2 tidak merasakannya.
Ketika ia mendongakkan kepala dan memandang lelaki ceking dihadapannya yang sambil
bercerita sambil ter-engah2, meski penuturannya terhenti lantaran munculnya suara langkah
tersebut, namun wajahnya sama sekali tidak memperlihatkan perasaan takut atau ngeri, yang
ada cuma rasa tercengang belaka.
Oleh sebab itu dia lantas tahu orang yang muncul dibelakangnya tidak perlu dikuatirkan, sebab
bila orang itu tak bisa menimbulkan perasaan ngeri bagi orang lain, maka orang itu pun pasti tak
akan mengerikan bagi Siu Su.
Apalagi suara langkah kaki orang itu sedemikian beratnya sehingga seorang yang bodoh atau
setengah tuli pun dapat merasakannya, Jika seorang berniat mencelakai orang lain mustahil
memperdengarkan suara langkah kaki seberat itu.
Maka, tatkala suara langkah kaki itu makin lama semakin mendekat, dia hanya berpaling
pelahan dan melirik sekejap dengan hambar, bahkan sebelum berpaling pun ia telah menduga,
"Pasti kedua orang tojin aneh yang berada dalam ruang tengah tadi yang telah muncul."
Siapa tahu, ketika lelaki ceking itu mengembuskan napas dan berkata lagi, "Selama hidup
hamba belum pernah melihat wajah yang begitu menakutkan, waktu itu. . . ."
Pada saat dia mengucapkan 'waktu itu', mendadak ucapannya terhenti, sebab sorot matanya
kembali menampilkan perasaan ngeri pula.
Tapi mengapa pada wajahnya sama sekali tidak memperlihatkan rasa ketakutan seperti apa
yang terpancar dari sinar matanya"
Sebab walau pun ia melihatnya, namun tidak memahaminya, pertama karena ia sudah
ketakutan, saking takutnya tak bisa memahaminya, tapi yang paling penting saat itu pada
hakikatnya dia tak tahu lagi apa artinya "ngeri", syaraf yang mengendalikan perasaan ngeri
dalam benaknya se-akan2 tidak bekerja lagi sebagaimana mestinya.


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Maka syaraf yang telah beku itu menimbulkan dugaan yang keliru bagi Siu Su. Bahkan ia tidak
melirik sekejap pun pada keempat orang yang berlutut ditanah, bahkan Gu Sam-gan yang
berdiri disisinya juga tidak memperhatikan wajah mereka.
Wajah Gu Sam-gan tampak mengejang lantaran ngeri bercampur tegang, bila ia tidak
menyaksikan ketenangan Siu Su saat itu, niscaya dia sudah menjerit.
Ketika dilihatnya Siu Su membalik badan sambil melirik, hatinya tergetar keras, sambil
membalik badan dan menyiapkan diri menghadapi segala kemungkinan, segera bentaknya,
"Siapa kau?"
Matahari pagi belum sampai ditengah angkasa, cahaya terang yang keemasan itu terpancar
dari arah timur dan menyinari semak-semak dalam halaman.
Dari balik semak itulah seorang perempuan berambut panjang dan berjubah longgar berdiri
tegak seperti hantu.
Rambutnya yang panjang berkibar terembus angin, ia tertawa pedih, namun wajah yang kuning
kaku itu sedikit pun tidak menampilkan senyuman apa pun.
Gu Sam-gan bergidik, sampai beberapa tahun kemudian dia masih mengutuk perempuan yang
menyeramkan bagaikan baru muncul dari kuburan ini.
Bentakan Siu Su tidak mendapat jawaban, yang terdengar hanya suara tertawa dingin
perempuan itu. Diam-diam dia menghimpun tenaga dalam, kemudian membentak lagi, "Siapa kau" Apa
maksudmu datang kemari?"
Perempuan berambut panjang dan berjubah putih seperti hantu itu menatap wajah Siu Su lekatlekat,
lalu dengan suara yang dingin menyeramkan menjawab singkat, "Mencari kau!"
"Mencari aku?" ulang Siu Su dengan kaget.
Ia sama sekali tak menyangka kedatangan orang akan mencarinya, padahal ia merasa tak
pernah kenal perempuan ini, ia pun tidak ingat kapan dia mempunyai permusuhan dengan
perempuan tersebut, padahal bila pernah berjumpa dengan orang, dengan muka orang seperti
itu, ia yakin tak nanti terlupa.
"Mungkin dia komplotan Leng-coa Mao Kau?" demikian pikirnya.
Begitu ingatan ini terlintas dalam benaknya, segera ia meningkatkan kewaspadaan, lalu
menegur dengan suara berat, "Ada urusan apa kau?"
Sekali lagi perempuan berjubah putih itu tertawa panjang dengan suara menyeramkan, belum
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
habis tertawanya, secepat kilat ia menyelinap kebelakang pintu ruang tengah seraya
membentak, "Keluar kau!"
Gerak tubuhnya amat cepat, sementara semua orang dibikin kaget oleh gerak tubuhnya, ia
telah berdiri tak bergerak lagi didepan pintu, andaikata orang tidak melihat sendiri gerakannya
tadi, niscaya mereka akan mengira perempuan itu sudah lama berdiri disana.
Siu Su berkerut kening, pikirnya, "Aneh, kenapa bisa muncul lagi seorang perempuan
sedemikian aneh tetapi memiliki kepandaian yang begini tinggi?"
Setelah bentakan nyaring perempuan itu, suara gelak tertawa segera berkumandang dari ruang
tengah, si tojin tinggi berambut putih tadi pelahan menampakkan diri.
Setelah memandang sekejap perempuan berambut panjang yang berdiri didepan pintu, ia tidak
memandangnya lagi, tapi langsung menuju kehadapan Siu Su, katanya sambil tersenyum,
"Arak belum berakhir, perjamuan belum buyar, kenapa Sicu buru-buru pergi" Tidak pantas,
tidak pantas, benar-benar tidak pantas! Meski kita baru berkenalan, tapi terasa amat cocok, kau
mesti mengikuti kami dan minum barang dua cawan lagi."
Ucapan tersebut diutarakan sambil tertawa nyaring, kemudian sambil menarik bahu Siu Su
diajaknya pemuda itu berlalu dari sana, sementara terhadap perempuan berambut panjang itu
seakan-akan tidak melihatnya.
Tergerak hati Siu Su, segera sahutnya sambil tersenyum, "Totiang begitu baik terhadapku, aku
ang muda tak berani membantah."
Sambil berpaling kearah Gu Sam-gan yang pucat seperti mayat itu, katanya lagi, "Kini tutukan
jalan darah pada rekanmu sudah bebas, darah yang mengalirpun sudah terhenti, asal dibubuhi
dengan obat luka luar niscaya luka itu akan sembuh dengan cepat, aku akan ikut Totiang ini
untuk minum arak lagi barang dua cawan."
Dia lantas berpaling kembali kearah Tojin rambut putih itu dan tersenyum, sikapnya pun seolah2
tidak pernah ada kehadiran seorang perempuan berambut panjang itu, dia membiarkan
tojin berambut putih menariknya lari masuk keruang dalam.
Perempuan berambut panjang itu masih tetap berdiri tegak didepan pintu tanpa berpaling,
berdiri kaku bagaikan patung, tapi ketika Siu Su dan tojin berambut putih itu sampai
dibelakangnya, mendadak ia membalik badan dengan cepat.
Hati Siu Su bergetar keras, tapi wajahnya tetap tersenyum simpul, hingga kini ia belum tahu
bagaimana cara menghadapi perempuan yang berkepandaian lihai tapi tak diketahui asalusulnya
itu. Biasanya, sebelum dia menentukan sesuatu langkah yang akan dilakukannya, senyuman yang
sukar diraba maksudnya selalu tersungging diujung bibirnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Tojin berambut putih itu tertawa ter-bahak2, katanya, "Lisicu, mengapa engkau menghalangi
jalan pergiku" Harap menyingkir barang selangkah agar. . . ."
Sorot mata si perempuan berambut putih seperti berakar pada wajah Siu Su, sekali hinggap di
wajah pemuda itu, ia tidak memandang lagi kearah lain, ucapan sitojin berambut putih pun tidak
digubris. "Aku tidak peduli siapakah kau dan tak urus bagaimana lagakmu main sembunyi secara
mencurigakan, tapi. . . ."
Dengan suara yang dingin, lamban, sepatah demi sepatah tercetus keluar dari celah-celah
giginya, seperti butiran es jatuh kelantai, dingin tapi singkat, sehingga siapa pun tak dapat
menemukan sesuatu perasaan dari balik perkataannya itu.
Ucapannya terhenti sejenak, namun ia tidak memberi kesempatan kepada orang lain untuk
menimbrung, segera lanjutnya, "Lain kali, jika jari tanganmu berani menyentuh Mao Bun-ki lagi,
akan kupotong jari tanganmu itu. Bila matamu berani memandang sekejap Mao Bun-ki, akan
kucungkil biji matamu, bahkan sekarang. . . . bila kau masih mengulum senyum, segera akan
kubikin kau tak bisa tertawa untuk selamanya!"
Dengan dingin ia menyelesaikan ucapannya, namun sorot matanya masih tetap mengawasi Siu
Su, mengawasi senyuman pada wajah anak muda itu.
Betul juga senyum pada wajah Siu Su segera lenyap, dengan puas perempuan itu lantas
mendengus. Siapa tahu baru saja dengusan itu dikeluarkan, Siu Su lantas bergelak tertawa, "Hahahaha
sungguh aku tidak paham ucapanmu, jika tidak merepotkanmu, tolong ulangi ucapanmu sekali
lagi, mengapa aku tak boleh memandang nona Mao barang sekejap pun. . . ."
Belum habis ucapannya, tojin berambut putih juga tertawa keras dan menyela, "Meski pun aku
ini orang yang berada diluar garis, tapi jika kau suruh aku jangan memandang seorang gadis
cantik, mustahil bisa kulakukan, kecuali. . . hahaha. . . kecuali wajah perempuan itu memang
tidak pantas dipandang."
Pada waktu tojin berambut putih ini masih berkelana dalam dunia persilatan dulu,
sesungguhnya dia bukan seorang yang suka bergurau, kemudian setelah kenyang berkelana,
dia lantas mengasingkan diri.
Kini lamat-lamat dapat dirasakannya antara pemuda dan perempuan dihadapannya ini seperti
ada sesuatu hubungan dengan dirinya, padahal kedatangannya kembali ke Kanglam sudah
membuang jauh-jauh segala urusan tetek-bengek, maka dia pun tidak kuatir akan terlibat dalam
kesulitan apa pun.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Selesai mengucapkan perkataan itu dan tertawa keras, waktu ia mendongak kepala, terasa
sorot mata perempuan berambut panjang itu gemerlap dan memandang kearahnya.
Perempuan berambut panjang itu sama sekali tidak berkata apa-apa, tiba-tiba ia tertawa dingin
dan menjulurkan tangannya.
Siu Su terperanjat, baru saja dia akan bertindak, "Plak", tahu2 perempuan itu mengayunkan
telapak tangan dan memukul telapak tangan kiri sendiri.
Tentu saja Siu Su heran, entah sebab apa perempuan itu memukul diri sendiri.
Tertampak kedua tangan perempuan itu putih bersih dan halus, baru saja Siu su terkesima,
mendadak "plak", kembali perempuan itu membalik tangan kiri dan memukul telapak tangan
kanan sendiri lagi dengan lebih keras.
Kedua kali pukulan itu sangat nyaring, Siu Su dan si tojin berambut putih sama tercengang, sekonyong2
terendus bau amis yang memualkan, hati si tojin tergerak, didengarnya perempuan
tadi sedang mendengus dan berkata, "Hm, tidak lekas pergi?"
Biji mata si tojin berputar beberapa kali, senyuman sudah hlang dari wajahnya, tampaknya dia
sedang termenung mengingat sesuatu.
Siu Su tersenyum, katanya lantang, "Aku memang mau pergi, cuma anda menghadang jalan
kepergianku, cara bagaimana. . . . ."
Waktu ia pandang orang, wajah perempuan berjubah putih itu tetap kaku dingin tanpa emosi,
namun sorot matanya mulai gemerdep lagi, dari sorot matanya tertampak rasa derita batinnya
yang bertentangan, sorot mata begini hanya dipunyai orang yang sedang mengekang gejolak
perasaan sendiri.
Sungguh Siu Su tidak mengerti, perempuan yang kelihatan dingin tanpa emosi itu kenapa bisa
menampilkan sorot mata demikian"
Selagi Siu Su merasa sangsi, mendadak terdengar si tojin rambut putih membentak, "Tok-liongciang
(pukulan naga berbisa)!"
Perempuan berjubah putih menjengek, "Hm, memang betul!"
Kedua tangannya bekerja pula, "plak-plok", kembali kedua tangannya saling pukul dengan
cepat, bau amis tai juga bertambah keras.
Seperti melihat makhluk berbisa saja, mendadak si tojin menyurut mundur dua-tiga langkah.
Karuan Siu Su kejut dan heran, karena bahunya masih dipegang si tojin, ia jadi ikut terseret
mundur. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Angin meniup, bau amis tambah memualkan. Mendadak pegangan si tojin padanya mengendur,
pandangan Siu Su kabur, tahu-tahu si tojin menubruk maju, kedua telapak tangannya bergerak
cepat, "ser-ser", sekaligus ia menyerang empat kali terhadap perempuan berambut panjang.
Pukulannya cepat dan keras, diam-diam Siu Su memuji, kungfu tojin ini ternyata benar sangat
hebat. Sebaliknya perempuan berambut panjang terlebih lihai, dengan enteng dia menggeser
kesamping, mendadak ia berseru, "Nah, sudah kau lihat bukan" Dia yang memaksa aku turun
tangan dan bukan sengaja kulanggar pantangan!"
Keras dan nyaring suaranya, namun tetap dingin.
Siu Su tercengang, ia tidak tahu apa arti ucapan perempuan itu. Tergerak hatinya, ia ikut
memandang kearah yang dituju ucapan perempuan itu, tertampak dia mengerling sekejap pada
dinding sebelah kanan sana, habis itu lengan bajunya lantas mengebas, mendadak ia
menghantam pelahan kearah tojin.
Meski pukulannya kelihatan pelahan, namun si tojin kelihatan jeri dan tidak berani menangkis
dengan keras lawan keras.
Pikiran Siu Su terus berputar, belum lagi ia dapat menarik kesimpulan akan tingkah laku
perempuan berambut panjang itu, tiba-tiba dari balik tembok sana menongol sebuah kepala
sambil bersuara, "Suci, aku tidak melihat apa-apa."
Siu Su terkejut, tanpa terasa ia berseru, "He, Bun-ki, kau berada disini?"
Belum lenyap suaranya, mendadak angin pukulan mendampar tiba, angin pukulan enteng dan
lunak seperti tidak bertenaga.
Karena Siu Su lagi memperhatikan Mao Bun-ki yang muncul dari balik tembok itu, tanpa pikir ia
tangkis pukulan itu dengan pukulan juga.
Tampaknya pukulannya akan beradu dengan serangan si perempuan berambut panjang, air
muka si tojin berubah seketika, untuk melerai sudah tidak keburu lagi, pada saat itulah Mao
Bun-ki lantas melompat turun dari ketinggian tembok sana, mendadak ia berucap pelahan
dengan menghela napas, "Ai, Suci, aku tidak melihat sesuatu."
Pukulan perempuan berjubah putih sudah dilontarkan sampai setengah jalan dan tampaknya
segera akan beradu pukulan dengan Siu Su, tapi demi mendengar ucapan Bun-ki itu,
mendadak ia menarik tangannya dan secepat klat melompat mundur kekaki tembok sana, ia
melototi Bun-ki dan membentak dengan bengis,
"Tindakanku ini adalah demi kebaikanmu, kenapa kau bilang tidak melihat, kan jelas-jelas tosu
tua itu yang menyerangku lebih dulu?"
Bun-ki sengaja memandang ketanah dan menjawab, "Tapi. . . .tapi aku benar-benar tidak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
melihatnya, apalagi. . . .apalagi dia juga tidak menyerang lebih dulu."
========================================================================
====================
- Apakah benar perempuan berbaju putih ini Suci atau kakak seperguruan Mao Bun-ki" Untuk
apa dia membela nona yang kasmaran terhadap Siu Su itu"
- Siapa pula kedua tosu aneh itu" Kawan atau lawan Siu Su"
=== Bacalah jilid ke-9 ===
========================================================================
====================
7 Pedang - 3 Ruyung
jilid-9 Dengan mendongkol perempuan berjubah putih berteriak, "Percuma kau bersikap demikian
padanya, masa tidak kau lihat bagaimana sikapnya kepadamu" Memangnya sudah kau lupakan
apa yang kukatakan padamu semalam" Kau bilang dia tidak mahir ilmu silat, sekarang coba
kau lihat apa benar dia begitu bodoh" Sesungguhnya apa kehendaknya atas dirimu, hm, meski
aku tidak tahu, tapi. . . . ."
Sampai disini mendadak ia berputar, secepat kilat ia melayang kedepan kelima orang yang
mendekam ditanah dengan ketakutan itu, sekali raih, rambut seorang lelaki kurus kecil itu
dijambaknya dan diangkatnya keatas.
Orang itu menjerit kaget dan tahu-tahu sudah terangkat seperti anak ayam berada dalam
cengkeraman cakat elang.
Lalu perempuan jubah putih berkata pula kepada Bun-ki, "Coba kau tanyai keparat ini apa yang
dibicarakan semalam" Hm, apabila semalam tidak kau ahan diriku, tentu aku tidak peduli
urusan sumpah dan pantangan segala, pasti sudah kudatangi kamar sebelah dan menyeret
keluar bocah itu, sekali tabas sudah kubinasakan dia."
Sampai disini, lelaki kurus itu dilemparkannya ketanah dan membentak, "Ayo, katakan, apa
yang kau bicarakan semalam?"
Lelaki kurus kering ini ketakutan setengah mati, apalagi setelah dicengkeram, diangkat dan
dibanting lagi, seketika tulang sekujur badan seperti rontok, ia merintih kesakitan bagai babi
disembelih. Siu Su berdiri melenggong, biarpun cerdik, dalam keadaan begini ia menjadi bingung juga.
Si tojin rambut putih juga bingung menyaksikan kejadian yang tidak diketahui seluk-beluknya ini,
maka ia pun berdiri diam saja.
Kepala Bun-ki tertunduk lebih rendah, sejak awal sampai sekarang dia tidak memandang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
sekejap pun kepada Siu Su, katanya kemudian, "Suci, kutahu engkau bertindak baik bagiku,
aku pun tahu dia telah berdusta padaku, namun. . . . namun Suci memang tidak boleh
bergebrak dengan orang, kalau. . . .kalau sampai diketahui Suhu. . . . ." Ia menghela napas
panjang dan tidak melanjutkan ucapannya.
Wajah si jubah putih tidak memperlihatkan perasaannya, namun Siu Su dapat melihat sorot
matanya yang penuh benci pelahan mulai buyar, suara jerit kesakitan lelaki kurus itu pun mulai
lemah. Mendadak perempuan berjubah putih membalik tubuh, secepat kilat ia melompat pula kedepan
si tojin berambut putih dan menjengek, "Hm, dapat kau kenali siapa diriku, akan tetapi engkau
sendiri siapa?"
Tojin itu tersenyum pedih, ucapnya, "Sudah puluhan tahun kulupakan nama sendiri, cuma. . .
bila engkau ingin tahu. . . ."
Sorot matanya yang tajam menyapu pandang sekejap, lalu berhenti agak lama pada wajah Mao
Bun-ki, kemudian menghela napas, lalu menyambung sekata demi sekata, "Aku inilah Pah-santojin
Liu Hok-beng!"
Serentak Bun-ki mengangkat kepalanya, hati Siu Su juga tergetar dan memandang si tojin,
sorot matanya beradu pandang dengan tojin itu.
Dengan hati tergetar Bun-ki lantas menunduk pula.
Terdengar Pah-san-tojin Liu Hok-beng berkata pula, "Jika mataku tidak lamur, engkau inilah
murid pertama To-liong-siancu, bukan?"
"Betul, memang aku inilah Buyung Siok-sing." sahut si perempuan jubah putih dengan dingin.
Mendadak Liu Hok-beng tertawa latah, lalu berkata, "Jangan-jangan Lisicu tidak turun tangan
sebelum kuserang lebih dulu adalah karena sumpahmu yang pantang membunuh belum habis
waktunya". . . ." ia berhenti tertawa, lalu mendengus, "Hm, mungkin sudah tidak jauh lagi
sumpahmu itu akan jatuh temponya."
"Betul, pada hari itu. . . ."
"Pada hari itu tentu akan kudatang pada Lisicu dan serahkan leherku untuk dibunuh olehmu,
untuk ini Lisicu tidak perlu kuatir," tukas Liu Hok-beng dengan tertawa.
"Baik," jengek Buyung Siok-sing, mendadak ia melompat lagi kedepan Siu Su.
Dengan tersenyum Siu Su mendahului bicara, "Apa yang hendak kau katakan, tanpa bicara
juga sudah kuketahui. Cuma, ingin kuberi tahukan bahwa tentang hubunganku dengan
Sumoaymu. Anda sama sekali tidak berhak ikut campur."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Belum lenyap suaranya, secepat kilat ia melompat kedepan Bun-ki dan bertanya, "Betul tidak,
adik Ki?" Liu Hok-beng terkejut, baru sekarang diketahuinya anak muda ini ternyata memiliki kungfu
maha tinggi. Buyung Siok-sing juga tercengang, tak diduganya anak muda yang pendiam itu mendadak bisa
bertindak demikian.
Hati Bun-ki juga berdebar, sebentar tenggelam dan lain saat bergolak, hatinya risau dan
bingung, ia tidak tahu cara bagaimana menjawabnya.
Siu Su menghela napas dan berkata pula, "Bun-ki, tentu kau tahu betapa perasaanku
kepadamu. Omongan iseng orang lain tidak perlu dipeduli dan jangan percaya. Masa. . . ."
Mendadak Buyung Siok-sing melompat maju dan mendorong Bun-ki dengan pelahan, ia sendiri
lantas menghadang didepan Siu Su, dengan sinar mata gemerdep ia berkata, "Apakah benar
kau suka kepada Bun-ki?"
Siu Su menunduk, tujuannya supaya sinar matanya tidak terlihat jelas oleh pihak lawan,


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemudian ia pun menghela napas seperti orang penasaran, katanya, "Masa kubohong
padanya?" Mencorong sinar mata Buyung Siok-sing, "Baik, sekarang kubawa pulang dia. . . ."
"Hendak kau bawa dia pulang?" Siu Su menegas.
"Ya, setelah setengah tahun boleh kau cari dia lagi." jengek Buyung Siok-sing, "Selama
setengah tahun ini, tentu akan lebih banyak kupahami dirimu."
Segera ia tarik tangan Bun-ki. "serr", seperti burung mereka terus melayang keatas dinding
pekarangan dan menghilang dibalik tembok sana, sayup-sayup terdengar Bun-ki menghela
napas pelahan. Siu Su berdiri termangu memandangi dinding pekarangan dan bergumam, "Setengah tahun"
Ya, setengah tahun saja sudah cukup, setengah tahun kemudian mungkin sumpah Buyung
Siok-sing itu sudah batal, makanya dia suruh kucari mereka setengah tahun kemudian, tatkala
mana dia tidak perlu lagi pantang bertindak seperti hari ini."
Sejenak kemudian ia lantas mendengus, pikirnya, "Namun, apakah dia tahu bahwa setengah
tahun kemudian aku pun dapat bertindak terlebih bebas dari pada sekarang. . . ."
Tadi, sebenarnya beberapa kali emosinya membakar dan bermaksud membinasakan kedua
kakak beradik seperguruan itu, dengan demikian mereka tak dapat menyiarkan rahasianya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
untuk selamanya.
Akan tetapi Siu Su telah menahan gejolak perasaannya, hal ini selain disebabkan rahasia yang
diketahui kedua anak perempuan itu tidak banyak, juga dia tidak yakin benar akan sanggup
membinasakan mereka, Ada lagi alasan lain, meski dia tidak suka mengakui, namun fakta
memang demikian, yaitu secara diam-diam memang sudah tumbuh benih cintanya kepada
puteri musuh. Ketika diketahui Buyung Siok-sing akan membawa pergi Mao Bun-ki dan kemudian diketahui
pula Bun-ki akan dibawa pulang ketempat To-liong-siancu guru mereka, maka legalah hati Siu
Su. Paling tidak dalam setengah tahun ini Bun-ki tentu takkan bertemu dengan ayahnya, hal ini
berarti paling sedikit selama setengah tahun Mao Kau takkan mengetahui siapa dia.
Ketika sayup-sayup didengarnya suara helaan napas Mao Bun-ki, seketika bimbang pula hati
Siu Su, ia merasa berdosa kepada si nona yang masih suci murni itu, meski akibat dosa
perbuatan ayahnya dia harus ikut membayar dengan mahal, namun apa pun juga cintanya
adalah suci dan bersih, tulus ikhlas. Barang siapa mempermainkan cintanya yang suci itu
adalah dosa besar dan tidak dapat diampuni.
Begitulah dengan hati bimbang Siu Su termangu-mangu sampai lama, didengarnya dihalaman
sudah ada suara lagi, terdengar pula suara Gu Sam-gan yang kasar tapi jujur itu sedang
mengomel, "Sialan, ketemu perempuan yang judas begini, Hai, Ji-lojit, dasar kepala udang, kenapa kau
sembarangan omong didepan kaum wanita" Sungguh bikin malu kepada Kongcu, juga bikin
malu padaku, Eh, berewok, lekas angkat Ji-lijit kemari!"
Kemudian Siu Su merasakan sebuah tangan yang hangat menepuk pundaknya dengan
pelahan, tanpa bicara menariknya masuk keruangan tengah. Cahaya api diruangan tengah itu
belum padam, bau sedap daging sangat merangsang selera, disamping api unggun yang
berkobar itu masih berduduk si kakek berambut putih yang sebentar bernyanyi gembira dan lain
saat menangis sedih itu.
Pada tangan kakek pendek itu masih memegang sumpit kayu dan sibuk mengaduk kuah daging
didalam kuali, sorot matanya yang guram ikut bergeraknya sumpit didalam kuali, agaknya hati
kakek ini dirundun sesuatu beban pikiran sehingga apa yang terjadi diluar seperti tidak
diketahuinya. Tanpa bicara Siu Su ikut Liu Hok-beng dan berduduk disamping api unggun.
Si kakek pendek memandangnya sekejap, lalu bertanya, "Mengapa pergi sekian lama?"
Siu Su tersenyum hambar. Diam-diam ia menduga jangan-jangan orang inilah Jing-peng-kiam
Song Leng-kong!
Tujuh belas tahun yang lalu Pah-san-kiam-kek Liu Hok-beng dan Jing-peng-kiam Song LengTIRAIKASIH
WEBSITE http://kangzusi.com
kong menghilang sekaligus dari dunia Kangouw, hal ini pun diketahuinya dengan jelas. Cuma ia
tidak jelas apakah kedua orang ini pun musuhnya atau berbudi padanya.
Terdengar Liu Hok-beng lagi berkata, "Baru saja kuberjumpa seorang diluar, coba kau terka
siapakah dia?"
Si kakek tersenyum hambar, "Hidup ini kosong, berapa orang yang kukenal" Jika tidak ada
yang kukenal, cara bagaimana harus kuterka?"
Ia menyumpit sepotong daging harum dan dimakan dengan nikmatnya, seolah-olah siapa yang
dimaksudkan sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan dia dan juga takkan
diperhatikannya.
Liu Hok-beng meraih sebuah kantung kulit yang jarang terdapat didaerah Tionggoan tapi sangat
jamak didaerah perbatasan utara, yaitu kantung kulit kambing berisi arak, kantung itu
diangkatnya keatas, sedikit dipijat, terpancurlah arak kemulutnya.
Setelah menengggak beberapa ceguk, Liu Hok-beng terbahak dan berseru lantang, "Meski
orang ini tidak kita kenal, tapi jelas dia putri seorang sahabat lama kita. Haha, dia pasti putri
Mao Kau si ular sakti itu. Meski dia tidak pernah menjelaskan siapa dia juga dapat kuterka."
Siu Su melengak, ia heran cara bagaimana orang menerkanya. Tapi segera ia menyadari pasti
tojin ini telah mendengar pembicaraan perempuan tadi dengannya, dari keterangan sana-sini
dapatlah diterkanya dengan tepat.
Terlihat kedua mata si kakek memancarkan cahaya aneh, tapi segera berubah guram lagi,
ucapnya, "Mao Kau" Siapa Mao Kau" Ai, urusan lama sudah kulupakan, Mao Kau pun tidak
kukenal lagi."
Lalu dia mengaduk kuah daging didalam kuali dan berucap pula, "Api hampir padam dan daging
akan cepat dingin, lekas kau makan saja. . . ."
Liu Hok-beng tergelak pula, seperti tidak mendengar ucapan si kakek, ia menyambung,
"Apakah kau tahu putri sobat lama kita itu berguru kepada siapa?"
Ia hanya berhenti sejenak, karena tahu pasti takkan ditanggapi si kakek, segera ia meneruskan,
"Dia ternyata berguru kepada To-liong-siancu itu. Tentunya kau ingat kisah yang pernah kita
dengar dikaki Kun-lun-san dahulu. Haha, hari ini ternyata dapat kubertemu dengan Buyung
Siok-sing itu, bahkan bergebrak dua kali dengan dia. Ternyata benar dia tidak berani melanggar
sumpah pantang membunuh selama sepuluh tahun. Tampaknya aliran Kun-lun akhir-akhir ini
tidak sekuat masa lampau, namun begitu juga tidak boleh diremehkan."
Sorot mata si kakek kembali mencorong sambil bersuara, "Ooo" yang panjang.
Siu Su tidak tahan, ia coba bertanya, "Sesungguhnya siapakah To-liong-siancu itu" Kisah apa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
pula yang didengar Totiang dikaki Kun-lun-san dahulu?"
Liu Hok-beng memandangnya sekejap, lalu bertutur,
"Bicara tentang To-liong-siancu itu, dia memang seorang tokoh wanita ajaib. Beberapa puluh
tahun yang lalu dia adalah bandit yang bekerja seorang diri. Kungfunya sangat tinggi, tapi suka
membunuh tanpa kenal ampun, baik orang dari kalangan putih maupun golongan hitam, siapa
saja kalau kepergok dia, asalkan kena ditepuk pelahan olehnya jiwa seketika melayang, belum
pernah ada yang berhasil lolos dengan hidup."
Tergerak hati Siu Su, tanyanya pula, "Ilmu pukulan yang digunakan mereka itu mungkin adalah
Tok-liong-ciang yang disebut Totiang tadi."
Liu Hok-beng mengangguk, "Ya, selama ratusan tahun ini, bila bicara tentang keajaiban ilmu
pukulan, dengan sendirinya harus diakui kehebatan Hoa-kut-sin-kun andalan Hai-thian-po-yan,
tapi bila bicara tentang kekejian ilmu pukulan, maka Tok-liong-ciang inilah yang lebih lihai.
Betapa berbisanya Tok-liong-ciang sukar dilihat, tapi asal terkena setitik saja, maka tidak ada
obatnya." Ia tersenyum, lalu menyambung, "Sebab itulah jika tadi kau sambut pukulan Buyung Siok-sing
itu, maka. . . .biarpun maha tinggi kepandaianmu, asalkan tanganmu terluka sedikit saja pasti
tak terhindar dari kematian."
Terkesiap hati Siu Su.
Terdengar si tojin menyambung lagi ceritanya, "Selama itu entah berapa banyak orang dunia
persilatan yang menjadi korban Tok-liong-ciang, masa itu orang Kangouw menyebutnya
sebagai Tok-liong-mo-li (siperempuan iblis naga berbisa), setiap orang membencinya, tapi tidak
berdaya. Sampai pada suatu hari, mendadak iblis itu mengumumkan selanjutnya tidak mau lagi
menggunakan Tok-liong-ciang. Sejak itu dia benar-benar mentaati janjinya dan tidak pernah lagi
menggunakan pukulan berbisa itu dan tidak lagi membunuh orang. Maka hilanglah naga
berbisa dunia persilatan yang paling jahat itu. Maka namanya dari Tok-liong-mo-li lantas
berubah menjadi To-liong-siancu (Si dewi penjagal naga). Supaya maklum, To-liong atau
membunuh naga disini tidak benar-benar diartikan dia pernah membunuh naga, nama ini cuma
kiasan saja bahwa dia mempunyai kepandaian tinggi, se-akan2 mampu membunuh naga, tapi
mengasingkan diri."
Sehabis bercerita, Liu Hok-beng tersenyum bangga, lalu menenggak arak lagi, tampaknya rasa
kagumnya terhadap kelihaian To-liong-siancu tidak pernah terhapus dalam hatinya.
Tiba-tiba Siu Su bertana lagi, "Konon To-liong-siancu itu selain sangat tinggi kungfunya, beliau
juga gemar mengumpulkan barang mainan yang aneh-aneh, terhadap pekerjaan menempa
pedang juga besar minatnya, entah betul tidak?"
Liu Hok-beng mengangguk, "Meski To-liong-siancu gemar mengumpulkan barang mainan yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
aneh, tapi tidak pernah menyimpang dari cara yang halal. Soal suka menempa pedang, hal ini
belum pernah kudengar, tapi orang berkepandaian tinggi dan berbakat seperti dia, untuk
menggembleng pedang tentu juga bukan pekerjaan yang sulit baginya."
Seketika Siu Su tampak bersemangat, tanyanya pula, "Jika demikian, pernahkah Totiang
mendengar bahwa ada sebilah pedang buatan To-liong-siancu itu yang disebut Hou-pek-sinkiam
(pedang sakti kemala merah)?"
Berkenyit kening Liu Hok-beng, ia berpikir sejenak, jawabnya kemudian, "Hou-pek-sin-kiam". . .
. Rasanya tidak pernah kudengar."
"Ooo," Siu Su bersuara kecewa.
Gemerdep sinar mata Liu Hok-beng, ia mengamat-amati anak muda itu sejenak, mendadak ia
bergelak tertawa dan berseru, "Kepulanganku kembali ke Kanglam kali ini, sungguh kejadian
yang menggembirakan dapat berkenalan dengan jago muda seperti dirimu ini. Apabila anda
tidak anggap keterlaluan, sudilah memberitahukan nama terhormat anda?"
Siu Su tersenyum, setiap kali namanya ditanyakan orang, tanpa terasa dalam hatinya lantas
timbul semacam perasaan aneh, sungguh dia ingin membusungkan dada yang
memberitahukan kepada penanya bahwa dia adalah putra "Siu-siansing" yang dahulu pernah
malang-melintang didunia persilatan itu.
Namun lantaran berbagai alasan, terpaksa dia tidak dapat berbuat demikian, diam-diam ia
hanya menghela napas, dijawabnya dengan tersenyum, "Cayhe Ko Bun, anak muda yang
masih hijau, orang biasa yang tidak berarti, pujian Totiang sungguh membikin hatiku tidak
enak." Liu Hok-beng tersenyum, belum dia bicara lagi, mendadak si kakek yang hanya mendengarkan
dengan tenang itu menghela napas panjang dan berucap, "Orang biasa yang tidak berarti, diriku
inilah benar-benar orang yang tidak berarti, selama belasan tahun ini hidup secara sia-sia."
Mendadak sinar matanya tambah terang, mata alisnya berseri, sambungnya pula, "Tapi kuyakin
mataku belum lagi lamur, selama berpuluh tahun juga pernah kenal beberapa tokoh terkemuka.
Maka anak muda juga tidak perlu terlalu rendah hati, sudah luas kujelajah dunia ini, namun
tokoh semacam anda sungguh tidak pernah kulihat, Ai, tujuh belas tahun yang lampau, tanpa
sengaja aku berbuat sesuatu kesalahan sehingga menyesal selama hidup. Akhir-akhir ini meski
ingin kulupakan peristiwa ini, namun sedikit banyak tetap mengganjal dalam hati, kini dapat
kulihat anak muda seperti anda ini, entah mengapa, kurasakan kejadian masa lalu seakan-akan
terbayang kembali dan sukar dilupakan. O, hidup manusia berapa lama, ibaratnya embun pagi,
sebentar pun kering. Pertemuan kita yang kebetulan ini, sebagai orang yang lebih tua, ingin
kuberi beberapa kata nasihat. Ai, bilamana dapat mengampuni orang sukalah ampuni saja.
Janganlah terlalu memojokkan orang. . . ."
Dia mengulangi beberapa kalimat terakhir itu dengan nada yang semakin berat.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Pandangan Siu Su beralih kegundukan api unggun yang mulai guram, mendadak perasaannya
menjadi ruwet seperti benang kusut, tidak ada hentinya ia merenungkan makna ucapan si
kakek, seketika ia terkesima.
"Trek", terdengar Liu Hok-beng mengetuk kuali dengan sumpit, lalu berdendang. Kemudian dia
angkat kantung arak dan disodorkan kepada Siu Su, katanya dengan tertawa, "Silahkan minum
sekedar pelipur lara, biarlah kumainkan tari pedang sebagai selingan!"
Ia mengebas lengan jubahnya dan berbangkit, sekenanya ia pegang sepotong ranting kayu
yang belum habis terbakar, sekali bergerak, lelatu api bertebaran. Mendadak ia menggeser
langkah dan menebas, ranting kayu digunakan sebagai pedang, segera ia berputar dan menari.
Dengan tercengang Siu Su menerima kantung arak, tertampak si tojin asyik menari pedang
dengan gaya yang khidmat. Ranting kayu itu belum padam terbakar, karena dijadikan pedang
dan berputar, api lantas berkobar lagi serupa obor.
Tiba-tiba si kakek yang duduk tadi tertawa nyaring terus berbangkit, ia pun meraih sepotong
katu yang belum habis terbakar, sekali lompat, seperti burung menjulang kelangit, menyusul
lantas menukik kebawah obornya berkelebat, segera ia menusuk kearah Liu Hok-beng.
Kedua jago pedang yang pernah malang-melintang didunia Kangouw dahulu sudah tujuh belas
tahun hidup merana dan mengasingkan diri digurun pasir dan perbatasan sana, belum pernah
mereka saling gebrak dengan ranting kayu sebagai pedang seperti sekarang ini.
Melihat bayangan kelabu menyambar dari atas, seketika semangat Liu Hok-beng juga
terbangkit, selama belasan tahun ini ia pun tidak pernah bergebrak dengan siapa pun. Cepat ia
menggeser tubuh sambil tertawa, pedang kayu lantas menyongsong keatas sambil berteriak.
"Jing-peng-kiam lahir lagi setelah tirakat tujuh belas tahun, coba rasakan seranganku ini!"
Tidak perlu dijelaskan lagi, kakek ini memang betul Song Leng-kong yang mengasingkan diri
pada tujuh belas tahun yang lalu. Ia pun tertawa lantang dan berseru, "Bagus, jurus Jun-hongyau-
liu (angin meniup menggoyangkan ranting pohon liu) yang indah! Tak tersangka
persahabatan kita selama berpuluh tahun baru hari ini dapat belajar kenal dengan Hwe-hongkiam-
hoat yang indah ini."
Sambil bicara keduanya terus serang menyerang dengan cepat, cahaya obor membayangi
kedua orang yang terus berputar kian kemari.
Kedua orang ini hidup berdampingan selama tujuh belas tahun didaerah perbatasan, keduanya
sama-sama terkenal sebagai jago pedang yang disegani, akan tetapi selama ini keduanya tidak
pernah saling menguji kepandaian masing-masing. Kini setelah saling gebrak barulah diketahui
keduanya memang bukan cuma bernama kosong belaka.
Pada waktu mulai bergebrak mereka hanya anggap sebagai tarian hiburan saja, tapi setelah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
saling gebrak, lalu susul menyusul saling melancarkan serangan, keduanya tidak berani ayal
lagi dan terpaksa harus menyerang dan bertahan dengan kepandaian sejati.
Pertarungan ini meski bersifat persahabatan dan tanpa alasan, namun setelah mengeluarkan
kepandaian sejati masing-masing, keadaan menjadi rada gawat.
Api unggun yang menyala tadi karena dilolosnya dua batang kayu oleh mereka kini semakin
guram, sebaliknya batang kayu yang mereka pegang itu diputar dengan kencang, api berkobar
bagaikan obor. Mendadak Song Leng-kong bersuit nyaring, sekaligus ia menabas tiga kali. Liu Hok-beng
berputar kian kemari, semua serangan lawan dipatahkannya, menyusul pedang kayu membalik,
"tek", kedua pedang beradu, pedang kayu Song Leng-kong patah sebagian dan
menghamburkan lelatu api.
Keruan ia terkejut, tapi Liu Hok-beng lantas bergelak tertawa sambil menyurut mundur.
"Hahaha, tak tersangka Jing-peng-kiam (pedang kapu-kapu hijau) telah berubah menjadi Hwepeng-
kiam (pedang lelatu api)!" serunya dengan tergelak.
Berbareng pedang kayu yang dipegangnya terus dilempar, katanya pula, "Wah, bila pedang
lelatu api membakar jenggotku, betapa pun tak dapat kau beri ganti rugi padaku!"
Ia lantas mengebut jenggotnya, kiranya sebagian lelatu api telah hinggap pada jenggotnya dan
hampir membuatnya hangus.
Song Leng-kong tertawa geli, ia pun melemparkan tangkai kayu dan berseru, "Hahaha, cara kita
bertengkar ini, bila dilihat orang lain, mungkin kita akan dianggap sebagai anak tua yang tidak
tahu malu. . . ." tiba-tiba ia berpaling dan menyambung, "Betul tidak?"
Ucapan terakhir ini maksudnya ditujukan kepada Siu Su, siapa tahu ketika ia memandang
kesana, anak muda itu ternyata tidak berada ditempatnya lagi.
Song Leng-kong jadi melengak, "He, kemana perginya anak muda itu?" Liu Hok-beng lantas
celigukan kian kemari, ia pun tertegun dan berucap, "Ya, aku pun tidak tahu kapan dia pergi?"
Padahal kedua orang sama-sama jago tua yang mahir tenaga luar dalam, meski tadi keduanya
asyik bertanding sehingga tidak sempat memperhatikan urusan lain, tapi orang dapat
mengeluyur pergi begitu saja diluar kontrol mereka, hal ini pun sukar dilakukan oleh orang
biasa. Seketika kedua orang saling pandang dengan terkesima.
"Aneh juga anak muda ini,, tiba-tiba datang dan pergi pula secara mendadak," ucap Song Lengkong
dengan kening berkenyit, "Waktu melihatnya tadi segera timbul perasaanku yang tidak
tenang, mestinya hendak kuselidiki asal-usulnya, siapa tahu dia pergi begitu saja."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Anak muda ini memang agak aneh," sambung Liu Hok-beng, "Dihalaman tadi dia tidak ikut
turun tangan, tapi dari gerakannya yang gesit, jelas ginkangnya sudah mencapai taraf yang
sukar diukur, tampaknya malahan diatas kepandaian kita. Padahal usianya masih muda belia,
kelihatan lemah lembut, tapi memiliki kungfu setinggi ini, entah putra keluarga mana yang
beruntung mempunyai anak sebaik ini."
Ia berhenti sejenak, mendadak tertawa dan berkata pula, "Anak ini memang aneh, tapi tidak ada
sangkut-pautnya dengan kita, buat apa hatimu merasa tidak tenang. Selama belasan tahun ini
engkau selalu berduka tanpa beralasan, sungguh aku merasa heran bagimu."
"Aku berduka karena peristiwa masa lampau, betapapun aku merasa menyesal dan malu pada
diri sendiri." ujar Song Leng-kong dengan menghela napas panjang, "Ai, sudah tujuh belas
tahun, meski cukup panjang tujuh belas tahun, bila kuingat kejadian itu dan terbayang wajah
yang keras dan murka itu, rasanya seperti kejadian kemarin saja. Meski selama hidupnya
banyak berbuat kejahatan, tapi bila kupikirkan sekarang, orang yang mati ditangannya dahulu
kebanyakan juga manusia yang pantas mampus."
Seketika wajah Liu Hok-beng juga berubah kelam, ucapnya dengan menyesal, "Urusan sudah
berlalu, untuk apa kau siksa diri sendiri. Kan aku sendiri pun ikut serta dalam peristiwa itu. Ai,
dia memang seorang lelaki yang keras, cuma wataknya agak terlalu ekstrim. Tindak-tanduknya
selama hidup banyak yang diperbuatnya, ada jahat ada bajik, adalah pantas bilamana dia
menerima ganjarannya."
"Memang betul juga dia harus menerima ganjaran atas perbuatan sendiri." sela Song Lengkong.
"Tapi apa pun juga peristiwa itu berawal karena diriku. Bahkan, umpama benar dia


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berbuat sesuatu kesalahan, namun kita telah memperlakukan dia dengan cara yang licik dan
rendah, apakah itu perbuatan seorang pendekar sejati?"
Karena rasa menyesal, air mukanya menjadi murung, kegagahannya waktu bertanding
sekarang telah berubah menjadi lemas dan lesu.
Mendadak Liu Hok-beng tertawa dan berkata, "Kita baru saja membicarakan anak muda itu,
mengapa menjadi melantur kepada urusan dulu?"
Segera ia melangkah kehalaman belakang dan berkata, "Teman anak muda itu tadi mengalami
luka parah, saat ini mungkin masih berada disana, marilah kita coba tanya dia, mungkin akan
bisa diperoleh keterangan asal-usul anak itu."
Dengan lesu Song Leng-kong ikut melangkah kesana.
Taman dibelakang tampak penuh dengan rumput liar, keadaan tidak terawat. Kawanan bergajul
tadi entah sudah lari kemana, Song Leng-kong menghela napas panjang dan memandang
langit yang biru dengan hati murung. . . . .
. ******* TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Pada saat Pah-san-kiam-kek Liu Hok-beng bertanding dengan Jin-peng-kiam Song Leng-kong
tadi, setelah mengikuti beberapa jurus segera ia dapat memastikan kakek itu adalah Song
Leng-kong seperti apa yang diduganya. Maka Siu Su lantas mengguluyur pergi meninggalkan
kedua orang tua itu.
Angin pegunungan meniup semilir, diam-diam ia bergumam, "Bilamana dapat mengampuni
orang hendaknya diampuni. . . . Ai, mengampuni orang memang tindakan bijaksana, akan tetapi
siapa pula yang pernah mengampuni ayah?"
Bila teringat kepada ayahnya yang sampai sekarang tulangnya masih tersebar di-mana2,
seketika perasaannya seperti disayat. Dendam dan benci.
"Aku seharusnya bernama Siu Hin (dendam dan benci)," demikian ia membatin. "Tapi. . . .ai,
mengapa terhadap sementara orang aku tidak sanggup menyatakan rasa dendam dan
benciku?" Gu Sam-gan menyongsong kedatangannya dan seperti mau bicara apa-apa, tapi Siu Su lantas
memberi tanda agar diam. Entah mengapa, sekarang mendadak ia tidak ingin berhadapan lagi
dengan Liu Hok-beng dan Song Leng-kong, sebab itulah ia tidak ingin suara Gu Sam-gan
didengar oleh mereka.
Sementara itu kelima anak buah Gu Sam-gan sudah dibubuhi obat luka dan lagi berduduk
termangu disana, wajah mereka kelihatan masih takut.
Segera Siu Su memberi tanda agar mereka merayap keluar dari pagar tembok halaman
belakang, ia sendiri lantas melayang keluar dengan enteng. Sekali lompat hinggap diatas
tembok, sekali lompat lagi dia turun didepan kelima orang itu.
Tidak kepalang kejut dan kagum kelima orang itu, mereka memandangi Siu Su dengan
melongo. "Sungguh hatiku tidak tenteram karena membikin susah kalian," demikian Siu Su menghibur
mereka, "Tapi kalian jangan kuatir, pada suatu hari pasti akan kubalaskan sakit hati kalian ini."
Kelima orang itu sangat berterima kasih sehingga tidak sanggup bicara. Beberapa lelaki kasar
dan berwatak keras ini adalah kaum gelandangan, tapi bila orang memperlakukan baik kepada
mereka, maka biarpun mereka disuruh terjun ke lautan api juga mereka rela.
Gu Sam-gan memandangi begundalnya dengan tertawa dan bersemangat, ia merasa bangga
atas ucapan Siu Su itu. Ia tahu betapa perasaan kelima orang itu terhadap Siu Su sekarang, ia
mulai merasa bangga karena dirinya dapat berbuat sesuatu bagi anak muda itu.
Orang semacam ini kebanyakan berdarah panas, jujur dan suka terus terang, namun tidak
berbakat menjadi pemimpin, mereka pun tidak pernah mengimpikan menjadi pemimpin, bagi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
mereka cukup asalkan mengetahui orang yang didukungnya itu memang pantas diturut, maka
senanglah mereka.
Dengan gembira dan terharu Gu Sam-gan berkata, "Kongcu, sebelumnya sudah kukatakan
kepada mereka bahwa Kongcu pasti takkan memperlakukan orang lain dengan jelek. Apa
artinya sedikit penderitaan yang mereka terima dari Kongcu itu, apabila masih ada urusan lain,
silakan Kongcu bicara saja, aku Gu Sam-gan orang pertama yang akan melaksanakannya,
biarpun terjun. . . .terjun kelautan api pun tak menjadi soal."
Ia tertawa, sebab ia merasa geli dirinya juga dapat mengucapkan seperti seorang kesatria
besar. Siu Su juga tertawa, mendadak ia merasa orang ini sangat menyenangkan, katanya dengan
tertawa, "Wah, tampaknya engkau banyak membual bagi diriku."
Mendadak ia bicara lagi dengan serius, "Begini, kira-kira sepuluh hari lagi Mao Kau akan
mengadakan perjamuan besar2an dengan mengundang segenap kesatria dikota Hang-ciu,
siapa yang akan dihadapi pada tindakannya ini belum jelas bagiku, tapi mungkin disebabkan
kematian anggota barisan pemanah saktinya itu serta berulang dibegalnya barang kawalan
mereka, maka dia. . . ."
Ia berhenti sejenak, lalu meneruskan, "Pendek kata, apa pun maksudnya, kita harus bertindak
supaya mereka merasa tidak aman. Setuju tidak?"
Bahwa seorang seperti Gu Sam-gan juga dimintai persetujuan, karuan Gu Sam-gan merasa
senang, berulang-ulang ia mengangguk.
"Nah, karena itulah hendaknya didalam sepuluh hari ini engkau berdaya mengumpulkan Liangtoako
dan ketiga Liong-toaya kalian itu kekota Hang-ciu. Ai, waktunya memang sangat singkat,
entah dapat kau laksanakan atau tidak?"
Seketika Gu Sam-gan menepuk dada dan berseru, "Kongcu, urusan begini kujamin pasti
beres!" Lalu ia berpaling dan berkata, "Ji-lojit dan si berewok, apakah kalian tahan" Jika tahan boleh
lekas kalian pergi mencari orang yang disebut Kongcu."
Segera ia mengeluarkan uang kertas pemberian Siu Su tadi dan disodorkan kepada Ji-lojit,
katanya pula, "Inilah hadiah Kongcu kepada kalian, boleh kalian bagi lima sebagai sangu dalam
perjalanan. Bekerja harus cepat, tahu?"
Suaranya berubah menjadi lantang dan bersemangat, diam-diam ia pun melirik Siu Su sekejap
dan merasa bangga bagi dirinya sendiri yang tidak 'korupsi' sepeser pun.
Ia tambah senang ketika dilihatnya Siu Su lagi tersenyum kepadanya, segera ia memberi tanda
lagi dan berteriak, "ayo, lekas pergi melaksanakan tugas!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Lalu dia berpaling dan tanya Siu Su pula dengan bersemangat, "Apakah Kongcu ada perintah
lain kepadaku?"
Dengan puas Siu Su menyaksikan kelima orang itu memberi hormat dan berlalu dengan cepat,
ia percaya penuh kepada kemampuan bekerja orang-orang ini. Katanya kemudian kepada Gu
Sam-gan. "Tentunya kedua tojin didalam biara tadi masih kau ingat dengan baik, dapatkah kau
kuntit dibelakang mereka tanpa diketahuinya" Coba ikuti mereka kemana perginya?"
Dengan sendirinya Gu Sam-gan menyatakan sanggup, sebab dari pesan sang Kongcu dapat
dirasakannya tugas ini pasti sangat penting. Kalau sang Kongcu mempercayakan pekerjaan
penting ini kepadanya, hal ini membuatnya berterima kasih dan bangga pula.
Dengan tertawa segera ia berkata, "Baik, segera hamba berangkat!"
Siu Su memandangi bayangan punggung orang, mestinya hendak dipanggilnya kembali dan
diberinya lagi sehelai uang kertas, tapi setelah berpikir pula, rasanya uang kertas ini lebih baik
ditahan dulu agar rasa bangga yang tinggi harga diri masih tetap terpupuk padanya.
Suasana menjadi sunyi senyap, sekeliling tidak ada orang lain lagi kecuali Siu Su sendiri,
memang suasana demikianlah yang dikehendaki, suasana yang sunyi dan hening, keheningan
alam semesta. Mendadak didengarnya suara helaan napas panjang dari balik pagar dinding sana, ia tahu
itulah suara Song Leng-kong, ia pun tahu urusan apa yang menyebabkan Song Leng-kong
menghela napas panjang.
Namun dia lebih suka hari ini tidak bertemu dengan kedua orang ini, dia lebih suka bila kedua
orang ini tidak pulang kearah Kanglam sini, sebab ia tidak tahu apa yang harus diperbuatnya
terhadap kedua orang ini. Apakah harus membalas budi" Atau menuntut balas dendam"
Dengan perasaan bergolak, diam-diam ia menuju kehutan dibelakang biara sana, ia berpikir,
"Selama ini sudah cukup banyak yang kukerjakan, para kesatria Thay-oh si Golok kilat Thayhing-
san, ketiga naga dari lima danau, kawanan pengemis Kai-pang, ditambah lagi urusan
dengan Kim-kiam-hiap Toanbok Hong-ceng serta Liang Siang-jin yang merupakan murid Sengjiu
Siansing, ai, memang sudah cukup banyak yang kukerjakan. Melulu orang-orang itu saja
sudah cukup membikin hidup Mao Kau tidak tenteram. Akan tetapi masih banyak tenagaku dan
masih banyak yang dapat kukerjakan."
Begitulah sambil termenung ia terus masuk kedalam hutan, cahaya sang surya pagi musim
semi menembus kedalam hutan, melalui celah-celah dedaunan.
Ia bersandar pada sebatang pohon dan merenung dengan mata terpejam, memikirkan apa pula
yang harus dikerjakannya.
Sampai lama dan lama sekali, wajahnya yang kesepian itu menampilkan lagi senyum
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
kebiasaannya. Ia merasa dirinya memegang kemenangan yang meyakinkan, ia tidak tahu apakah ini suratan
takdir atau karena kegiatan usaha sendiri. Dipelupuk matanya sekarang juga sudah terbayang
adegan mengenaskan Leng-coa Mao Kau dikhianati dan dikucilkan oleh pengikut dan anak
buahnya. "Dikhianati dan dikucilkan," Siu Su mendengus sambil menegakkan tubuhnya, "Akan kubikin dia
mati dalam keadaan dikhianati dan dikucilkan begundalnya, tidak nanti kubiarkan dia mati
dengan aman dan tenang. Tapi, ai, siapa pula penolongku" Cara bagaimana pula harus
kubalas budi kebaikannya?"
Sampai saat ini, sudah cukup banyak diketahuinya seluk-beluk musuhnya. Akan tetapi terhadap
orang yang berbudi dan menolongnya tidak diketahui apa pun. Bahkan ia tidak tahu siapakah
gerangan yang menulis "Sepuluh tahun kemudian, dengan darah membayar darah" pada tujuh
belas tahun yang lalu, tulisan yang pernah membuat Leng-coa Mao Kau tidak enak makan dan
tidak nyenyak tidur itu. Ia pun tidak tahu sisa jenazah ayahnya yang terakhir itu sesungguhnya
dibawa oleh siapa"
Angin meniup sepoi-sepoi, membuyarkan suara helaan napasnya, bayangannya yang
semampai pun lenyap dibalik kedalaman hutan sana.
. == o + o == Pemandangan di kota Kahin sangat indah, terutama panorama diteluk tiga menara.
Pemandangan senja bagaikan lukisan, suasana tenang mengesankan.
Tidak jauh ke barat dari kuil tiga menara yang indah itu menjulang tinggi hutan rindang, dibalik
pepohonan lebat itu tampak dinding merah jingga dengan wuwungannya yang mencuat tinggi
keatas. Itulah Gak-ong-bio. biara yang memuja Gak Hui, itu panglima terkenal pada dinasti Song.
Menjelang lohor sinar sang surya terasa rada panas, pada undak-undakan batu didepan
kelenteng berdiri seorang pemuda cakap dengan pakaian mentereng.
Dia berdiri dengan menggendong tangan, sorot matanya tajam, sikapnya gagah, ditengah
alisnya yang panjang menegak itu seperti tersembunyi semacam perasaan menunggu dengan
murung. Memang apa yang sedang ditunggunya "
Lebih kesana lagi tidak jauh dari Gak-ong-bio juga ada sebuah kelenteng yang terletak ditepi
sungai, didalam kelenteng ini tegak berdiri sebuah tugu yang jelas ada bekas darah yang
meresap kedalam batu tugu ini.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Inilah Hiat-in-si, biara bekas darah. Biara ini mempunyai sejarah yang mengharukan dan juga
membangkitkan semangat orang.
Diluar itu terdengar suara ringkik kuda yang ramai. Dibawah pepohonan rindang sana tertampak
tujuh ekor kuda bagus dengan pelana yang indah, jelas pemilik kudanya kalau bukan kaum
pembesar atau hartawan pasti juga golongan jago Kangouw terkemuka.
Sebaliknya didalam biara suasana sunyi senyap tanpa sesuatu suara.
Tepat didepan undak-undakan batu biara berdiri dua lelaki kurus dengan sinar mata tajam,
seorang diantaranya lengan baju kanannya terjulur kebawah dengan kosong dan terikat ditali
pinggang, ia sedang memandangi tugu berdarah dan asyik mendengarkan cerita yang
dibawakan seorang paderi bermuka bulat dan berdiri khidmat didepan mereka.
Ada lagi lima lelaki muda kuat berbaju panjang, semuanya berdiri dengan hormat dibelakang
mereka, kelima orang ini selalu memandang kian kemari, entah apa yang dicari, tapi sikapnya
prihatin, jelas mereka kaum hamba kedua lelaki tinggi kurus itu.
Kedua orang inilah Ho-siok-siang-kiam, kedua jago pedang Ong bersaudara yang terkenal dari
wilayah Holam dan Hopak, dan kelima lelaki muda itu adalah murid mereka.
Hwesio bermuka bulat dengan jubah putih bersih, dengan tangan kiri memegang tasbih, tangan
lain menuding tugu disebelah sana dan asyik berkisah, ia lagi menceritakan sejarah tugu
berdarah itu. Konon hampir seratus tahun yang lalu, beberapa propinsi didaerah tenggara sekitar pantai telah
diserbu kawanan bajak laut. Kahin adalah kota pelabuhan sehingga tidak terhindar dari
malapetaka tersebut.
Selain merampok harta benda, kawanan bajak juga menculik kaum wanita. Orang perempuan
yang mereka culik dikumpulkan didalam biara ini, lalu kawanan bajak menyerbu lagi
keperkampungan disekitarnya.
Kepala biara yang welas-asih itu tidak tahan menyaksikan keadaan tawanan yang menyedihkan
itu, tanpa memikirkan resiko sendiri ia bebaskan semua tawanan wanita itu. Waktu itu para
wanita yang dibebaskan itu sama membujuk agar hwesio tua juga ikut lari saja, namun hwesio
tua rela menanggung segala akibatnya dan tetap berdiam ditempat.
Tidak lama kemudian datanglah kawanan bajak, melihat tawanan sudah kabur semua, dapat
dibayangkan betapa murka mereka, apalagi setelah mengetahui si hwesio tua yang
membebaskan tawanan, serentak hwesio tua diringkus dan diikat pada tugu itu serta dibunuh
dengan hujan panah.
"Setelah Cosuya wafat dibawah keganasan kawanan bajak, kemudian dibakar pula," demikian
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
hwesio itu melanjutkan kisahnya, "Sesudah kawanan bajak pergi, orang-orang yang merasa
hutang budi kepada Cosuya telah mengubur abu tulang Cosuya dibelakang biara. Dan sejak itu,
pada tugu tempat Cosuya dipanah itu lantas berlepotan darah yang tak terhapus. Maka biara ini
pun diberi bernama Hiat-in-si."
Ho-siok-siang-kiam mengikuti tempat yang ditunjuk dan terlihat diatas tugu memang betul ada
bekas darah, tanpa terasa air muka mereka sama berubah. Teringat kepada perbuatan mereka
sendiri selama ini, seketika mereka terkesima.
Pada saat itulah dari hulu sungai sana tiba-tiba meluncur datang sebuah perahu dengan cepat,
di haluan perahu berdiri seorang pemuda gagah dan cakap, berbaju warna kuning emas.
Perahu itu meluncur secepat terbang, melewati biara tiga menara dan menuju Hiat-in-si.
Meluncurnya perahu yang cepat dari hulu sungai itu dapat dilihat oleh si pemuda berbaju
perlente didepan Gak-ong-bio sana, terutama pemuda berbaju emas yang menyolok itu, cepat
pemuda ini melayang mundur kebelakang sebatang pohon besar.
Terlihat perahu itu berputar didepan biara tiga menara sana, lalu balik ke Gak-ong-bio, hanya
sejenak perahu itu berhenti, lalu didayung cepat kearah Hiat-in-si.
Dalam pada itu si hwesio tadi baru selesai berkisah, Ho-siok-siang-kiam sedang termangu,
mendadak dari luar biara menerobos masuk satu orang. Dia inilah pemuda berbaju kuning
emas yang berdiri gagah dihaluan perahu tadi.
Begitu masuk kebiara dan melihat Ho-siok-siang-kiam berada disitu, air muka si pemuda
memperlihatkan rasa girang.
Cepat ia berlari maju dan memberi hormat sambil menyapa, "Terimalah hormat Siautit kepada
kedua Ong-susiok."
Agaknya Ho-siok-siang-kiam rada tercengang oleh kedatangan mendadak pemuda ini.
Tapi pemuda baju emas itu lantas menyambung, "Siautit Toat-beng-sucia Thi Peng, atas
perintah Suhu agar datang kemari mencari kedua Ong-susiok. Sepanjang jalan Siautit mencari
tahu dan diketahui para Susiok mampir di Kahin, segera Siautit menyusul ke kota, tapi lantas
mendapat kabar kedua Susiok pesiar keteluk tiga menara sini, segera kususul kemari, sudah
kucari sejak tadi belum bertemu, untunglah terlihat kuda tunggangan rombongan kedua Susiok
diluar, kuyakin para Susiok pasti berada disini dan ternyata benar."
Dia terus mencerocos sekaligus tanpa berhenti, cara bertuturnya seakan-akan sengaja hendak
menyatakan usaha pencariannya yang cekatan, ia tidak menyadari bahwa sejak permulaan
pembicaraannya saja sudah melanggar pantangan orang persilatan umumnya.
Jarang ada orang memperkenalkan julukan sendiri, apalagi kepada orang yang lebih tua dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
dihormati. Datang-datang dia memperkenalkan julukan Toat-beng-sucia (si duta perenggut
nyawa), tentu saja hal ini membikin Ho-siok-siang-kiam sangat mendongkol.
Segera Ong It-beng mendengus, Hm, Toat-beng-sucia". . . .Hebat benar, tentunya
kedatanganmu ini atas perintah Mao-toaya kalian untuk merenggut nyawa kami, begitu bukan"
Hmk!" Thi Peng melengak, cepat ia menjawab dengan menyengir, "Ah, ucapan Susiok terlalu berat,
jangankan Suhu sama sekali tidak nanti bermaksud demikian, betapapun Siautit tidak berani
sembrono dihadapan kedua Susiok. Dengan ucapan Susiok ini, sungguh Siautit menjadi malu
dan ingin menumbukkan kepala dan mati saja. . . ."
"Hm, jika betul kau ingin begitu, silakan tumbukkan kepalamu saja, pasti takkan kucegah,"
jengek Ong It-peng.
Habis berkata ia mengeluarkan sepotong uang perak dan diberikan kepada hwesio muda tadi,
katanya, "Banyak terima kasih atas kisah Taysu tadi, sedikit uang sedekah ini mohon Taysu
suka belikan dupa dan minyak untuk biara ini."
Tanpa menghiraukan Thi Peng lagi kedua Ong bersaudara itu lantas melangkah keluar biara.
Si hwesio mengucapkan terima kasih, ia menjadi heran pula ketika melihat pemuda berbaju
emas itu berdiri disitu dengan kikuk.
Kesepuluh murid Leng-coa Mao Kau terkenal tinggi ilmu silatnya, rata-rata juga pandai bicara
dan mahir berdebat, semuanya gagah dan tampan. Toat-beng-sucia Thi Peng ini terhitung pula
murid yang paling menonjol diantara kesepuluh murid utama itu, biasanya ia sok bangga atas
ketampanan dan ketangkasan sendiri dan sering mengaku sebagai pendekar muda yang serba
mahir. Tapi sekarang dia berdiri melenggong dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dilihatnya
dibawah iringan kelima muridnya Ho-siok-siang-kiam sudah hampir keluar pintu biara. Cepat ia
memburu kesana dan menghadang didepan, dengan tertawa ia memberi hormat lagi.
"Hm, memangnya kau mau apa lagi?" jengek Ong It-beng, "memangnya Mao-toaya benarbenar
tidak mau melepaskan kami, Hm, bagus, ingin kulihat Mao-toaya kita selain mempunyai
putri yang lihai, adakah muridnya juga lebih hebat?"
Seperti diketahui, kedua Ong bersaudara ini telah pecundang ditangan Mao Bun-ki ketika


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka pesiar di danau barat atau Se-oh. Biasanya mereka sangat angkuh dan tidak tunduk
kepada siapa pun, tentu saja mereka sangat penasaran dan batal perg ketempat Mao Kau,
mereka akan pulang saja ke utara.
Ketika lewat di Kahin, mereka tertarik oleh pemandangan alam setempat sehingga berdiam
hingga ber-bulan2 dan tidak pernah melupakan kejadian di Se-oh yang memalukan mereka itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Kini Thi Peng datang-datang lantas memperkenalkan nama julukannya sebagai duta perenggut
nyawa, keruan mereka tambah gusar sehingga tanpa sungkan mereka melampiaskan rasa
dongkolnya terhadap anak muda itu.
Meski dalam hati Thi Peng juga mendongkol namun lahirnya dia tenang-tenang saja, katanya,
"Sama sekali Suhu tidak tahu apa-apa, kemudian beliau baru tahu Sumoay telah berbuat
kurang hormat kepada kedua Susiok, buru-buru Suhu menyuruh Tecu menyusul kemari untuk
meminta maaf, semoga kedua Susiok mengingat usia Sumoay masih muda dan kurang
pengalaman, sudilah ampuni kesalahannya. Apa pun juga kedua Susiok diminta sudi mampir ke
Hangciu, kalau tidak, ai, selain Teci tak bisa memberi pertanggungan jawab kepada Suhu, bisa
jadi Suhu akan menyangka ada perlakuanku yang tidak pantas terhadap kedua Susiok."
Kedua Ong bersaudara saling pandang sekejap. Ong It-peng yang buntung sebelah tangannya
lantas mendengus, "Hm, mana kami berani berbuat demikian terhadap kesatria muda dan jago
betina seperti Sumoay kalian itu, yang benar kami yang harus minta ampun padanya."
Watak Ong It-beng terlebih sabar dan bisa berpikir panjang, segera ia menambahkan,
"Sudahlah, urusan itu tidak perlu disinggung lagi. Coba katakan, untuk apakah gurumu minta
kami pergi ke Hangciu?"
Ia cukup kenal kelicikan Mao Kau, pula antara mereka adalah sahabat lama, sebaiknya jangan
sampai bermusuhan.
Thi Peng cukup cerdik, dari nada dan sikap orang segera dapat dirabanya, jawabnya, "Apa
maksud undangan Suhu tidak kuketahui, namun Suhu. . . . ."
Tiba-tiba Ong It-peng menjengek dan memotong ucapan Thi Peng, "Hm, gurumu hidup senang
dan tentu saja pelupa, masakah dia masih ingat kepada kenalan lama seperti kami ini" Jika dia
tahu kami berada di Kahin, kenapa dia. . . .hmk."
Ia menjengek dan tidak meneruskan ucapannya yang lebh kasar.
Karuan air muka Thi Peng sebentar merah sebentar pucat, agar orang tidak terlampau kikuk,
cepat Ong It-beng menyambung, "Baiklah, boleh kau pulang dan sampaikan kepada gurumu
bahwa beberapa hari ini kami akan datang ke Hangciu."
Diam-diam Thi Peng menggurutu didalam hati, "Hm, kiranya kalian pun jeri kepada guruku,
betapa pun kalian harus bicara halus."
Meski didalam hati mendongkol, namun lahirnya Thi Peng tetap tersenyum dan berucap,
"Terima kasih atas kerelaan kedua Susiok, segera Tecu akan pulang untuk melapor kepada
Suhu agar beliau siap menyambut kedatangan para Susiok."
Thi Peng kuatir orang bicara kasar lagi, cepat ia memberi hormat dan melangkah pergi, hanya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
dua kali lompatan ia sudah sampai ditepi sungai dan melayang keatas perahu, sekali bentak,
perahu itu didayung pula secepat terbang.
Sesudah perahu itu pergi jauh, mendadak Ong It-beng berpaling dan mendamprat kepada
kelima pemuda itu, "Hm, coba kalian lihat murid orang, betapa tangkas dan cekatannya,
masakah kalian ada setengah kemampuan orang" Paling-paling kalian cuma pintar gegares
saja. . . .Hmk!"
Dia menjengek sekali, lalu berhenti. Karuan kelima anak muda itu saling pandang dengan muka
merah dan tidak berani bersuara.
Mendadak Ong It-beng mendelik dan membentak pula, "Kenapa tidak lekas membawa kuda
kemari!" Sungguh konyol kelima pemuda itu. Semula mereka merasa senang menyaksikan si pemuda
berbaju emas didamprat dan disindir sang guru, siapa tahu kini giliran mereka sendiri yang
dicaci-maki. Cepat mereka membawakan kuda kedepan sang guru.
Setelah berada diatas kuda, tiba-tiba Ong It-peng mendengus pula, "Loji, kulihat orang she Mao
itu makin lama makin latah, Menurut pendapatku, tidak perlu lagi kita pergi ke Hangciu."
Ong It-beng coba mendinginkan hati sang kakak, "Toako, segala urusan harus berpikir panjang.
Meski akhir-akhir ini orang she Mao memang terlalu latah, tapi untuk apa kita bermusuhan
dengan orang ini?"
Dia menengadah, lalu menyambung, "Sudah dekat lohor, marilah kita isi perut dulu di Sam-tahsi
(biara tiga menara)."
Segera ia mendahului melarikan kudanya, dalam sekejap mereka sudah mendekati Gak-ongbio,
dari kejauhan sudah terlihat pohon cemara tua yang menjulang tinggi didepan kelenteng itu.
Melihat kedatangan ketujuh orang ini, si pemuda berbaju perlente yang sejak tadi berada
didepan kelenteng tampak bergirang, jelas rombongan Ho-siok-siang-kiam inilah yang sedang
ditunggunya. Apa tujuannya, sungguh sukar diraba.
Setiba didepan kelenteng, kedua Ong bersaudara melompat turun dan menyerahkan kuda
kepada anak muridnya, waktu mereka menuju kepintu kelenteng, tertampak seorang pemuda
berbaju mentereng menyongsong kedatangan mereka dengan tersenyum.
Sekilas pandang Ong It-beng merasa pemuda ini seperti pernah dilihatnya entah dimana,
katanya kepada kakaknya, "Rasanya pemuda ini sudah pernah kulihat, tampaknya dia
memapak kedatangan kita. Apakah Toako tahu siapa dia?"
"Ya, rasanya pernah melihat orang ini. . . ." sahut Ong It-peng dengan ragu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Dalam pada itu pemuda perlente itu sudah mendekat dan lantas menyapa, "Aha, melihat
kegagahan kedua Tayhiap ini, kalau tidak salah ingat, agaknya kalian inilah kedua Cianpwe
keluarga Ong yang termashur sebagai Ho-siok-siang-kiam didunia Kangouw itu."
Serentak kedua Ong bersaudara melengak, mereka heran dari mana pemuda ini kenal mereka.
Anak muda ini berwajah cakap, matanya jeli, bibirnya merah, tutur katanya halus, sikapnya
sopan, tampaknya bukan orang dunia persilatan.
Meski sangsi, tapi melihat pemuda yang sopan santun ini, mau-tak-mau timbul juga kesan baik
mereka. Ong It-beng lantas menjawab, "Memang betul kami she Ong, mengenai nama julukan kami
yang termashur segala, haha, terima kasih atas pujianmu."
Pemuda itu tampak senang, ucapnya sambil berkeplok, "Haha, ternyata betul kedua Ongthayhiap
adanya. Sungguh beruntung Cayhe dapat bertemu dengan para pendekar pedang
termashur."
Didunia ini tidak ada orang yang tidak suka diumpak dan dipuji, mau-tak-mau kedua Ong
bersaudara tertawa bangga. "Terima kasih atas pujianmu, sungguh memalukan, meski
kelihatan saudara sudah pernah kami lihat, tapi mungkin kami sudah pikun sehingga tidak ingat
lagi dimana pernah berjumpa denganmu?" tanya Ong It-beng.
Petualang Asmara 27 Romantika Sebilah Pedang Karya Gu Long Perguruan Sejati 6
^