Pencarian

Tujuh Pedang Tiga Ruyung 7

Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L Bagian 7


"Haha, tentu, tentu saja, kedua Tayhiap adalah orang sibuk, mana bisa ingat kepada diriku yang
muda ini, Sebaliknya sekali lihat Cayhe tidak bakalan lupa kepada kaum pendekar. Mengenai
diriku. . . . ." ia merandek dan memberi hormat, lalu menyambung, "Cayhe Ko Bun, waktu itu
bersama Ciok Ling, Ciok-heng, pesiar di danau, kebetulan kami memergoki beberapa orang
kasar yang tidak tahu aturan, Ciok-heng lantas menyeretnya keperahu kami, kemudian. . . . ."
"Oo, saudara Ko melihat kami diatas perahu nona Mao tempo hari?" tanya Ong It-peng dengan
muka kelam. KO Bun tertawa, "Cayhe juga sekedar kenal nona she Mao itu, waktu itu Cayhe juga merasa
gemas terhadap sikapnya yang kasar itu, kalau saja Cayhe juga orang persilatan, sungguh akan
kuberi hajaran padanya. Ketika melihat kedua Cianpwe bersikap bijaksana kepadanya, sungguh
Cayhe ikut bersyukur,"
"Ah, cara bicaramu ini membikin kami menjadi malu sendiri," ujar Ong It-beng sambil
menyengir. Tapi dengan sungguh-sungguh Ko Bun berkata pula, " "Yang kukatakan adalah timbul dari
lubuk hati yang dalam. Meski Cayhe tidak mahir ilmu silat juga dapat kulihat nona itu cuma
mengandalkan pedang ajaib yang dipegangnya itu sehingga sekedar dapat mengungguli kedua
Cianpwe, padahal kalau bicara tentang kepandaian sejati, masakah dia mampu menandingi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
keuletan kedua Cianpwe yang sudah berlatih berpuluh tahun ini."
Dia bicara dengan lagak setulus hati dan masuk diakal pula, tentu saja sangat mencocoki selera
kedua Ong bersaudara.
Ong It-peng tertawa cerah dan berkata, "Sungguh tidak nyana anak pelajar seperti Ko-heng
juga pintar membahas tentang ilmu silat, Haha, bicara terus terang, kejadian tempo hari
membikin hati kami sangat penasaran, hanya karena mengingat orang tua nona itu, maka kami
menahan diri, Ko-heng yang lemah lembut ternyata bisa menyelami hati kami, sungguh seorang
sahabat sejati."
"Ah, yang kukatakan hanya berdasarkan kenyataan yang kulihat, jika kedua Tayhiap sudi
menganggap diriku sebagai sahabat, sungguh Cayhe sangat berterima kasih," setelah berhenti
sejenak, Ko Bun sengaja menghela napas dan berucap pula, "Ai, cuma suasana dunia semakin
tidak tertib, hati manusia semakin tidak bersih. Nona sekecil itu ternyata tidak tahu menghormati
orang tua, bahkan. . . .bahkan. . . ."
Dia sengaja tidak meneruskan sehingga kedua Ong bersaudara tidak sabar, segera Ong It-peng
bertanya, "Meski kita baru kenal, tapi rasanya seperti sahabat lama. Ada ucapan apa silakan
Ko-heng bicara saja."
Ko Bun menggeleng, katanya dengan menyesal, "Sesudah kedua Tayhiap pergi tempo hari,
apabila nona Mao itu tahu diri, seharusnya dia menyadari kemurahan hati kedua Tayhiap, siapa
tahu dibelakang kalian dia lantas menyindir dan mencaci-maki, dia malah sesumbar, katanya
dunia persilatan. . . .dunia persilatan sekarang sudah menjadi dunianya keluarga Mao. . . ."
Berubah air muka Ong It-peng, tapi lantas timbul keraguan Ong It-beng, pikirnya, "Pemuda ini
baru saja berkenalan dan dia lantas memuji setinggi langit kepada kami, jangan-jangan
mempunyai maksud tujuan tertentu."
Terlihat Ko Bun lagi menghela napas, lalu berkata pula, "Sebenarnya urusan ini tidak ada
sangkut-pautnya denganku, adalah tidak pantas kukatakan, cuma menyaksikan kejadian yang
tidak adil itu, mau-tak-mau Cayhe merasa penasaran bagi kedua Tayhiap."
Kembali Ong It-beng berpikir, "Ya, orang ini memang tidak ada sangkut-pautnya dengan kami,
juga tidak ada permusuhan dengan Mao Kau, agaknya dia tidak punya pamrih apa pun."
Terdengar Ko Bun bicara lagi, "Semula kukira nona Mao yang muda belia itu kurang
pengalaman sehingga bertindak kurang sopan, siapa tahu. . . .kemudian kulihat dia dipapak
ayahnya, apa yang diucapkan ayahnya justeru jauh lebih kasar daripada putrinya. Dia bilang. . .
.Ai, kukira lebih baik tidak kukatakan saja daripada membikin panas hati kedua Tayhiap.
Pendek kata, ucapannya itu terlalu tidak pantas, waktu itu Cayhe hampir tidak tahan, kalau saja
tidak dicegah kawanku Ciok-heng, sungguh Cayhe hendak bersuara untuk membela keadilan
bagi kedua Cianpwe."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Dia bicara dengan serius dan kedengarannya seperti sungguh-sungguh terjadi, meski agak
sangsi tapi setelah dipikir dan ditimbang, Ong It-beng merasa tidak ada alasan bagi anak muda
ini mengarang cerita yang tidak benar.
Ong It-peng yang berwatak keras itu tentu saja percaya dan tidak tak tahan, dengan muka
merah beringas dan tinju terkepal ia mendengus sambil memandang saudaranya, "Loji,
sungguh aku tidak tahan akan persoalan ini, Hm, memang sudah kuduga orang she Mao itu
tidak benar-benar hendak minta maaf kepada kita. Maksudnya mengundang kita ke Hangciu
bisa jadi tidak berniat baik."
Tiba-tiba Ko Bun menghela napas panjang dan berucap, "Agaknya dia sengaja main sandiwara
lagi. Kudengar dia memang sengaja hendak mengundang kedua Tayhiap kesana untuk
kemudian akan. . . ."
Mendadak Ong It-peng berteriak, "Loji, bagaimana keputusanmu?"
Mau-tak-mau tertampil juga rasa benci dalam sorot mata Ong It-beng.
Biji mata Ko Bun berputar, mendadak ia tertawa dan menambahkan, "Tapi, kukira kedua
Tayhiap juga tidak perlu pedulikan kecongkakan manusia rendah seperti dia itu, Eh, hari sudah
lohor, bagaimana jika hari ini Cayhe menjadi tuan rumah dan menjamu sekedarnya kedua
Tayhiap yang kuhormati?"
Begitulah dia terus berubah menjadi juru damai yang tidak suka kepada pertengkaran. Dan oleh
karena itu, tanpa terasa musuh Leng-coa Mao Kau lantas bertambah lagi dua orang.
Setelah berpesiar dan waktu mereka pulang sampai di Kahin, hari pun sudah gelap. Selama
setengah hari Ho-siok-siang-kiam merasa sangat cocok dengan anak muda yang berwatak
polos dan suka terus terang ini, tanpa terasa kesan mereka bertambah baik kepada Ko Bun.
Setelah berpisah, belum lama Ho-siok-siang-kiam tiba kembali dihotelnya, tahu-tahu datang
orang mengantar satu meja perjamuan lengkap dengan seguci arak Li-jin-hong, menurut koki
yang ikut datang, katanya santapan dari restoran It-sim-ting yang paling terkenal di Kahin atas
pesan seorang Kongcu muda dan tampan, antaran itu disertai dengan sehelai kartu merah
dengan tulisan: "Dipersembahkan kepada yang terhormat kedua Ong-tayhiap"
Ong It-peng dan Ong It-beng tersenyum senang, pada umumnya pengelana kangouw memang
suka kepada cara demikian. Terus terang, bijaksana, simpati, pemuda ini sungguh seorang
sahabat sejati.
Meski Siu Su tidak menyaksikan sendiri senyuman yang menghiasi wajah mereka, tapi dapat
dibayangkannya.
Belum lama setelah dia kembali dikamar hotelnya, segera ada orang mengetuk pintu, suara
ketukan lima kali. Ia tahu anak buah Liang Siang-jin datang untuk melaporkan pekerjaannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Terhadap Liang Siang-jin, sungguh timbul semacam rasa terima kasih yang tulus dalam
hatinya. Apabila tidak ada Liang Siang-jin yang berjuluk Kiu-ciok-sin-tu (labah-labah berkaki
sembilan) itu berusaha membantunya dengan memasang jaring labah-labah dengan rapat,
betapapun dia takkan mendapatkan informasi sebanyak ini untuk melancarkan operasinya
balas dendam. "Kiu-ciok-sin-tu", labah-labah berkaki sembilan, tentu saja lebih lihai daripada seekor ular.
Terbayang demikian, Siu Su tersenyum gembira.
Segera ia membuka pintu, cepat seorang gemuk menyelinap masuk. Meski berbadan gemuk,
namun gerak-gerik orang ini sangat gesit.
Begitu menyelinap masuk, segera ia merapatkan pintu sekalian dan memberi hormat kepada
Siu Su, katanya, "Kongcu sungguh hebat, dengan mudah sekali kedua orang she Ong itu dapat
Kongcu pikat. Aku Thio It-tong sudah menjelajah ke utara dan ke selatan tapi rasanya selain
Liang-toako kami yang terhitung kesatria besar, orang kedua jelas adalah Kongcu engkau."
Meski dia menaruh Siu Su dibawah urutan Liang Siang-jin, namun Siu Su tidak merasa
direndahkan, sebaliknya ia sangat senang. Sebab ia tahu betapa bobot Kiu-ciok-sin-tu Liang
Siang-jin dalam pandangan kawanan orang gagah dunia hitam ini.
Ilmu silat Kiu-ciok-sin-tu tidak terlalu tinggi, dia mendapat petunjuk beberapa jurus saja dari
Seng-jiu-siansing pada waktu kebetulan tokoh sakti yang sudah lama mengasingkan diri itu
berkunjung kedaratan sini, dalam waktu dua-tiga hari dia diberi ajaran beberapa jurus, sebab
itulah dia bukan murid resmi Seng-jiu-siansing.
Cuma si labah-labah kaki sembilan ini memang seorang yang luar biasa cerdasnya, meski
cuma beberapa jurus saja, tapi telah diyakinkannya sedemikian sempurna, bahkan
dikembangkan menjadi berpuluh jurus kungfu ciptaan sendiri.
Selain itu Kiu-ciok-sin-tu juga mempunyai suatu sifat khas yang berbeda daripada orang biasa.
Dia pegang janji, sampai mati pun tidak ingkar. Bahkan ingatannya sangat kuat, barang siapa
yang dilihatnya satu kali saja, sampai mati pun takkan dilupakannya.
Dia sebenarnya anak keluarga kaya, namun dalam setahun harta warisan orang tua telah
diludeskan olehnya. Yang bergaul dengan dia justeru kawanan penganggur dan golongan
hitam, pergaulannya dengan kawanan orang gagah dunia hitam itu didasarkan kepada "gi" atau
bijak, dia setia kawan, dia konsekuen, dia adil, tidak pandang bulu, tapi juga rendah hati, tidak
pernah dia pamer kungfu sendiri.
Belasan tahun yang lalu di kota Nanking ada seorang bernama Lo It-to, seorang jagoan dari
kalangan tukang jagal, hanya lantaran sesuatu urusan sepele ia dendam kepada Liang Siangjin,
ia sesumbar akan memotong tubuh Liang Siang-jin menjadi delapan bagian dan akan dijual
sebagai daging babi.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Waktu itu kungfu Liang Siang-jin sudah lumayan, kalau mau dengan mudah ia dapat
menundukkan Lo It-to dengan sekali hantam. Tapi dia tidak bertindak demikian, langsung ia
mendatangi Lo It-to, didepan meja daging babi yang dijual orang she Lo itu ia tantang agar
tukang jagal yang disegani itu boleh membacoknya satu kali. Jika tukang jagal itu dapat
membunuhnya seperti dia membunuh babi, maka dia takkan menyesal. Sebaliknya kalau sekali
bacok tak dapat membinasakan dia, maka Lo It-to dilarang lagi mengaku sebagai jagoan.
Berita ini dengan cepat menarik segenap kaum cecunguk di kota Nanking, beramai-ramai
mereka berkerumun didepan dasaran Lo It-to, ada yang melerai, ada yang memohon, namun
Lo It-to tidak peduli dan angkat goloknya.
Tampaknya golok jagal yang besar itu segera akan dibacokkan, namun Liang Siang-jin tetap
berdiri tegak tanpa berkedip dan menghindar. Semua penonton sama menahan napas dan
berkeringat dingin baginya. Mereka percaya jiwa Liang Siang-jin pasti akan melayang oleh
bacokan itu. Lo It-to juga tahu kungfu lawan cukup lihai, ia kuatir bacokan sendiri akan dihindari orang, maka
dia sengaja membacok agak kesamping dengan perhitungan bila Liang Siang-jin berkelit,
bacokannya justeru akan tepat kena sasarannya.
Siapa tahu Liang Siang-jin sama sekali tidak mengelak, bacokan itu tepat mengenai pundak kiri,
semua orang sama menjerit. Darah lantas muncrat, namun Liang Siang-jin tetap berdiri tegak
dengan tersenyum.
Melihat kegagahan orang, tangan Lo It-to menjadi lemas dan hati pun gentar, "trang", golok
terjatuh, ia pun berlutut dan menyembah, teriaknya, "Aku menyerah!"
Dengan tersenyum Liang Siang-jin menjemput golok jagal yang belasan kati beratnya itu, "krek"
sekali ia hantam, golok itu patah menjadi dua. Yang separoh dikembalikan kepada Lo It-to,
separoh lain dipegangnya sendiri lalu ditariknya bangun Lo It-to dengan darah masih mengucur
dari pundaknya, namun sama sekali tidak dipandangnya sekejap pun.
Sejak itu nama Liang Siang-jin lantas tersebar luas dan terkenal disegenap pelosok.
Kegagahannya itu mungkin tidak berarti bagi kaum tokoh dunia persilatan, tapi bagi pandangan
orang gagah dunia Kangouw rendahan, nama Liang Siang-jin benar-benar menjadi pujaan
mereka. Sebelum Siu Su meninggalkan pulau sana sudah didengarnya dari Seng-jiu-siansing tentang
seorang yang bernama Liang Siang-jin ini, maka begitu ia sampai didaratan, segera ia berusaha
mencarinya. selama ini sudah cukup banyak diketahuinya seluk-beluk orang she Liang ini,
meski dirasakan tindak-tanduknya lebih banyak menyangkut soal perkelahian kasar dan bukan
perbuatan kaum kesatria, namun tetap dipuji sebagai seorang lelaki yang berdarah panas,
apalagi terhadap urusan Siu Su selalu dia membantu dengan sepenuh tenaga.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Bahwa orang memberi julukan Kiu-ciok-sin-tu kepada Liang Siang-jin justeru lantaran dia
mempunyai kaki tangan tersebar diseluruh negeri, bilamana begundalnya itu hendak main
jagoan, tentu bukan tandingan orang Bu-lim, tapi bila disuruh menjadi mata-mata atau
pengintai, tentu akan merupakan jaringan agen rahasia yang baik.
Begitulah dengan tertawa Siu Su lantas berkata, "Liang-toako kalian adalah kesatrianya kaum
kita, terus terang aku pun sangat kagum padanya."
"haha, kalian berdua sama-sama kesatria besar, adalah pantas kesatria kagum pada kesatria."
seru Thio It-tong dengan gelak tertawa. "Malahan menurut cerita Liang-toako, beliau tidak cuma
kagum, bahkan takluk lahir batin kepada Kongcu."
Dia berhenti sejenak, tiba-tiba menyambung pula dengan suara tertahan, "Apakah Kongcu tahu
diantara anak buah Mao Kau ada seorang gemuk she Oh yang berjuluk Pat-bin-ling-long"
Dengan berbagai daya upaya dia juga hendak mencari Liang-toako kami dan minta bantuannya.
Dua hari yang lalu Oh gemuk itu pun datang ke Kahin, namun tidak menemukan Liang-toako,
kemarin dia sudah pergi lagi, Hm. . . ."
Dia mendengus dengan penuh menghina, lalu menyambung, "Bila melihat Oh gemuk itu yang
penuh daging itu hatiku lantas kheki, sudah gemuk seperti babi, lagaknya seperti maha cakap
dan sok aksi."
Padahal dia sendiri gemuk, tapi berolok-olok pada orang gemuk lain.
Setelah mencaci-maki, akhirnya ia berkata, "Ah, bicara kian kemari, sampai lupa bicara urusan
pekerjaan dengan Kongcu. Tadi seorang kawan dari Peng-bong mengirim berita kemari,
katanya disana terlihat Wan-yang-siang-kiam sedang menuju ke Kahin, mungkin malam nanti
bisa sampai disini. Juga dari jurusan Thay-hing-san datang serombongan penunggang kuda
berjumlah lima puluhan orang, siang tadi baru lalu disini menuju Hangciu. Terlihat Thay-hingsiang-
gi Kim bersaudara juga berada ditengah rombongan itu, juga ada seorang pemuda
berpakaian ringkas berada bersama mereka, entah siapa dia."
Siu Su tampak tertarik oleh informasi ini, mendadak dia tertawa cerah, seperti mendadak
mendapat sesuatu akal, katanya, "Baiklah, terima kasih atas jerih payahmu. Cuma kuminta
tolong pula memberi keterangan, diluar dan dalam kota Kahin ini terdapat berapa banyak hotel
atau losmen?"
Thio It-tong berpikir sebentar, lalu menjawab, "Kurang lebih lima puluh, tidak dapat kukatakan
dengan tepat, tapi jelas berjumlah antara sekian itu."
"Baiklah, sekarang kuminta supaya kau datangi semua rumah penginapan itu, seluruh
kamarnya hendaknya kau borong, biar pun sudah ada tamunya juga harus dipesan lebih dulu,
bila tamu berangkat akan kita pakai. Boleh bayar dulu uang sewa sepuluh hari dimuka, tambahi
tip seperlunya, katakan dilarang terima tamu luar tanpa izin kita."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Thio It-tong melengak, jawabnya kemudian dengan mata terbelalak, "Wah, kamar hotel
sebanyak itu harus diborong semua dan bayar persekot sewa kamar sepuluh hari dimuka, Ai,
untuk apakah Kongcu" Memangnya ada kawanmu sedemikian banyak akan datang kesini?"
Kembali Siu Su menampilkan senyumannya yang sukar diraba, ia mengeluarkan sehelai cek
dan disodorkan kepada Thio It-tong. Si gemuk melenggong setelah sekilas pandang dapat
membaca jumlah nominal cek itu.
Didengarnya Siu Su lagi berkata, "Tindakanku ini dengan sendirinya mempunyai maksud tujuan
tertentu, untuk ini nanti akan kau tahu sendiri. Yang penting sekarang, entah engkau sanggup
tidak melaksanakan pesanku?"
Serentak Thio It-tong menepuk dada, "tanggung beres, semua ini kujamin pasti terlaksana
dengan baik, Hm, kecuali mereka sudah mau tutup hotelnya, kalau tidak, memangnya mereka
berani melawan permintaan kita."
Dia terima cek itu dan melangkah pergi dengan kejut dan heran, sungguh sukar dimengerti
untuk apakah tindakan sang Kongcu ini.
Siu Su memandangi bayangan tubuh yang gemuk itu hingga menghilang dikejauhan dengan
tetap mengulum senyum, siapa pun tidak tahu apa yang sedang dirancangnya.
. === *** === Sudah larut malam, kota Kahin yang ramai sudah mulai sepi. Cahaya lampu mulai jarangjarang,
orang berlalu-lalang juga makin berkurang.
Sebuah gerobak kelontong didorong oleh seorang penjualnya yang tampak berseri karena
dagangannya yang laris malam ini, ia muncul dari depan sana, lalu menghilang pula
dikegelapan malam diujung jalan yang lain.
Suasana tambah hening, tapi pada jalan raya yang sepi ini ternyata masih ada dua ekor kuda
dengan pelananya yang kemilau masih tertambat disana.
Kiranya disitu adalah sebuah ciulau atau rumah makan kecil, masih ada tamu yang makan
minum disitu. Pintu rumah makan sudah setengah tertutup, cahaya lampu juga mulai guram. Dari celah pintu
dapat terlihat didalam berduduk seorang lelaki berjubah sulam, berbahu lebar dan berpinggang
ramping, dia duduk tegak dan sebentar-sebentar menoleh dan memandang keluar dengan sinar
matanya yang tajam.
Meski orang ini sudah berusia lanjut, tapi sorot matanya memang tajam luar biasa, seakan-akan
sekali pandang dapat menembus daun pintu yang tebal.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Ia menghela napas pelahan, lalu berpaling pula dengan kening berkenyit terlebih rapat,
ucapnya pelahan, "Ai, ternyata sudah jauh malam."
Sejenak kemudian, mendadak ia menggebrak meja dengan mengomel, "Keparat, aku justeru
tidak percaya di kota Kahin sebesar ini ternyata tidak ada sebuah hotel pun yang mempunyai
kamar kosong?"
Diatas meja berserakan mangkuk piring, karena meja digebrak, seketika mangkuk piring
berloncatan. Yang duduk didepannya adalah seorang perempuan setengah baya berbaju hijau dan memakai
macam-macam hiasan, baju dan perhiasannya tidak serasi, serupa juga sorot matanya yang
tidak serasi dengan suaranya. Sebab sorot matanya kelihatan lembut, tapi suaranya
melengking tajam.
Ia sedang memandangi si lelaki berjubah didepan dengan sinar mata lembut dan tersenyum
manis, katanya, "Bisa jadi memang kebetulan ada serombongan besar saudagar yang lalu disini
dan memborong semua kamarnya, kalau tidak, mustahil pemilik hotel menolak tamu, untuk apa
engkau mesti marah-marah?"
Sorot matanya yang lembut dan senyumnya yang manis itu jelas sudah lama terbiasa oleh
kesabaran yang ditahannya, namun tetap tidak mengurangi kegesitan dan kecekatannya.
Sinar mata si lelaki setengah umur berjubah sulam itu tampak mencorong ucapnya, "andaikan
betul begitu, memangnya kita harus bermalam ditempat terbuka di kota Kahin yang besar ini?"


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tokoh yang pernah malang melintang di dunia Kangouw dan tergembleng, lantaran belasan
tahun terakhir ini sudah biasa hidup senang dirumah sehingga membuat otot kawat tulang
besinya pada masa lampau mulai berkarat, kini pun merasa tidak tenteram hanya karena tidak
mendapatkan rumah pengnapan. Apabila hal ini terjadi pada dua puluh tahun lalu, biarpun dia
berdiri tiga malam ditempat terbuka juga takkan membuatnya berkerut kening.
Perempuan berbaju hijau berkata pula, "Kalau terpaksa biarlah kita melanjutkan perjalanan
sepanjang malam, memangnya kenapa."
"Aku sih tidak menjadi soal, tapi engkau. . . ." tiba-tiba suara si lelaki berubah menjadi sangat
lembut, "Apakah engkau tahan" Jangan lupa kandunganmu yang sudah enam bulan itu."
"Ai, kau ini, sembarang tempat kau bicara urusan ini," omel si perempuan dengan kerlingan
lembut, tiba-tiba pipinya bersemu merah.
"Sudah kukatakan sekali ini engkau jangan ikut keluar, tapi kau paksa ikut dan berkeras naik
kuda. Ai, baru pertama kali kau. . . ." mendadak silelaki berganti nada ucapan dan
menyambung, "Entah akan lahir perempuan atau lelaki" Bilamana orang Bu-lim mengetahui kita
bakal mempunyai keturunan, haha, hal ini pasti akan menggemparkan."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Tambah merah muka si perempuan, ia menunduk dan berkata pelahan, "Aku tidak apa-apa, aku
masih tahan. Karena urusan ini menyangkut kepentingan kita masa depan, juga menyangkut
kehidupan orok dalam kandunganku, mana boleh kutinggal dirumah tanpa ikut campur?"
Kembali lelaki itu mengernyitkan kening, katanya pula, "Entah berita yang tersiar di Kangouw itu
betul atau tidak" Aku justeru tidak percaya orang she Siu itu mampu. . . . ." mendadak ia
terbatuk-batuk.
Si perempuan tetap tertunduk dan berucap dengan lirih, "Ada satu urusan sejauh ini tidak
kubicarakan denganmu, sebab kukuatir mengganggu pikiranmu."
========================================================================
========================
= Siapakah kedua lelaki dan perempuan hamil ini" Apa sangkut pautnya dengan Ko Bun alias
Siu Su" = Cara bagaimana Siu Su mengatur tipu daya memecah belah dan mengadu domba antar Mao
Kau dan begundalnya"
--- Bacalah jilid ke-10 ---
Jilid 10 "Urusan apa?" tanya si lelaki cepat.
Pelahan perempuan setengah baya itu menutur, "kau tahu beberapa tahun ini Mao-toako telah
memupuk kekuasaannya, dengan segala daya upaya ia berusaha memikat dukngan setiap
orang Bu-lim, semua itu untuk apa?"
"Aku tidak tahu," jawab si lelaki dengan kening berkerut. "Mengapa caramu bicara akhir-akhir ini
juga suka bertele-tele."
Perempuan itu menghela napas panjang, katanya, "Masa kau lupa pada satu malam hujan tujuh
belas tahun yang lalu, engkau dan Mao-toako beserta Toh Tiong-ki ditengah malam buta pergi
mencari jejak Jing-peng-kiam Song Leng-kong dan Pah-san-kiam-kek Liu Hok-beng."
"Betul, malam itu hujan lebat dan kilat menyambar serta guntur bergemuruh, kutahu
biasanya kau takut kilat dan bunyi guntur, maka kusuruh engkau tidur bersama Mao-toaso."
Lelaki itu menengadah dan termenung seperti mengenangkan kejadian masa lampau, lalu
melanjutkan, "Malam itu, meski tidak berhasil kami menemukan kedua orang itu, tapi tanpa
sengaja berhasil kurampas satu partai barang berharga, peristiwa ini sama sekali diluar tahu
Mao-lotoa dan Tah Tiong-ki."
Seperti tidak sengaja ia memandang perhiasan diatas kepala isterinya, lalu menyambung,
"Setelah bergabung kembali dengan Mao-lotoa dan TahTiong-ki dan pulang kerumah, engkau
ternyata sudah tidur."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Kuingat hal itu, cuma kejadian secara mendetail tidak pernah kau ceritakan padaku, selama ini
juga tidak kutanyakan lagi padamu, sebab pada malam itu juga Mao-toaso menceritakan
sesuatu padaku, selama ini aku pun tidak pernah menceritakan apa yang kudengar ini
kepadamu."
Ia berhenti bicara, suasana menjadi sunyi seketika keduanya sama tenggelam dalam lamunan.
Akhirnya si perempuan berucap pula pelahan, "Tengah malam itu guntur berbunyi sangat keras,
aku tidak dapat tidur, ternyata Mao-toaso juga tidak dapat pulas, kutanya padanya mengapa
tidak dapat tidur, maka berceritalah dia bahwa waktu Mao-toamoaycu minggat dalam perutnya
sudah mengandung. . . . .mengandung anak orang she Siu."
Alis si lelaki tampak terangkat, sinar matanya mencorong, seperti mau bicara apa2, tapi urung.
Angin mengembus dari celah-celah pintu, terasa merinding dia.
Si perempuan setengah baya terdiam sejenak, lalu bertutur pula, "Meski aku terkejut
mendengar keterangannya waktu itu namun tetap kuhibur dia, kataku jika putra dalam
kandungan itu darah daging keluarga Siu, masakah adik perempuan Mao-toako akan menyuruh
anaknya menuntut balas kepada pamannya sendiri.
"Mao-toaso tetap kuatir, ia berpendapat jika bukan lantaran merasa tidak senang terhadap
kakaknya sendiri, mana bisa adik perempuan Mao-toako minggat dari rumah?"
Ia berhenti sambil menghela napas, lalu menyambung, "Sebab itulah kemudian Mao-toako
berkeras melarang anak perempuan sendiri berlatih kungfu dengan Mao-toako, sebaliknya
mengirimkannya berguru kepada To-liong-siancu, tujuannya juga untuk menghindarkan
kemungkinan putra Mao-toamoaycu akan menuntut balas kepada mereka kelak. Dan sekarang,
ai, sang waktu berlalu dengan cepat, anak itu tentu juga sudah dewasa."
Alis tebal si lelaki terkerut, ia termenung sekian lama, lalu bergumam. "Jika begitu, berbagai
peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini jangan-jangan dilakukan orang she Siu itu. . . ." Mendadak
ia merandek dan membentak, "Siapa itu?"
Sekali lompat, dengan cepat ia memburu kepintu. Si perempuan juga berdiri sehingga perutnya
yang menggunung tampak menyolok.
Terdengar seorang menjawab diluar dengan nyaring, "Aku!"
Menyusul daun pintu lantas terpentang, yang melangkah masuk dahulu adalah pelayan. Lelaki
berjubah sulam itu mendengus, pandangannya tetap menatap keluar pintu.
Dibawah cahaya redup lampu diluar tertampak seorang pemuda ganteng dan berpakaian
perlente ikut melangkah masuk dengan tersenyum, sinar matanya yang mencorong mengerling
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
sekejap kearah perempuan hamil itu, lalu berhenti pada diri si lelaki.
Dengan dingin lelaki itu mengamat-amati pemuda perlente ini, kemudian ia berpaling dan tanya
si pelayan, "Siapakah anak muda ini?"
Pelayan tampak gugup dan gelagapan, cepat sipemuda perlente memberi hormat dan berkata
dengan tersenyum, "Cayhe Ko Bun, sahabat karib pemilik rumah makan ini."
"Hm, apakah kau datang untuk mengusir tamu?" jengek su lelaki, ia merasa rumah makan itu
memang sudah waktunya tutup pintu, sedangkan dirinya masih ngendon disitu.
"Ah, mana berani," sahut pemuda itu, "Hanya dari laporan pelayan kudengar ada dua orang
tamu terhormat tidak mendapatkan rumah pondokan, maka sengaja kudatang kemari. Apalagi
kulihat keadaan nyonya memang agak kurang leluasa, maka bila sudi, marilah menginap
semalam ditempatku saja."
Gemerdep sinar mata lelaki itu, kembali ia mengamat-amati pemuda itu, katanya dengan ketus,
"Selamanya kita tidak kenal, bukan sanak bukan kadang, mengapa anda sedemikian simpati
kepada kami?"
Pemuda Ko Bun melengak, mendadak ia bergelak tertawa dan berkata, "Haha, baiklah, jika
anda merasa curiga, anggaplah tawaranku hanya berlebihan saja."
Habis berkata ia terus mengebaskan lengan baju dan melangkah pergi.
"Nanti dulu!" seru si lelaki mendadak.
Pemuda Ko Bun berpaling dengan tersenyum, tanyanya, "Ada petunjuk apa, memangnya anda
ingin. . ."
Lelaki itu menukas dengan tertawa, "Maaf, ucapanku tadi hanya bercanda saja, orang baik
sebagai anda ini mana mungkin memperlakukan tamu dengan maksud jelek."
Ko Bun hanya tersenyum saja dan tidak mengacuhkan sikap orang yang berubah mendadak
180 derajat itu, seakan-akan segala urusan sudah berada dalam genggamannya sesuai
perhitungan. Dengan ramah ia menjawab, "Karena semua kamar pondokan sudah penuh
dipesan orang, bilamana anda sudi bolehlah bermalam dirumahku yang kotor sana."
Cepat si lelaki menanggapi dengan hormat, "Banyak terima kasih atas bantuanmu, mengingat
keadaan istriku, rasanya terpaksa harus kuganggu anda."
Lalu dia melemparkan sepotong uang perak kepada pelayan sebagai pembayaran makan
minumnya tadi, sisanya sebagai tip untuk pelayan.
Diantar Ko Bun, mereka lantas meninggalkan rumah makan itu. Tertampaklah dua ekor kuda
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
putih mulus bertengger dipelataran, di waha yang dingin kedua ekor kuda itu tidak meringkik
dan juga tidak sembarangan bergerak. Sekali pandang saja dapat diketahui adalah kuda pilihan
yang sukar dicari.
Melihat pemuda Ko Bun tidak membawa kendaraan dan tidak menunggang kuda, lelaki itu
bertanya, "Mungkin kediaman anda tidak terlalu jauh letaknya, marilah kita berjalan kaki saja."
Ko Bun menjawab, "Kediamanku berjarak cukup jauh dari sini. Keadaan nyonya juga tidak
leluasa, marilah kita berangkat bersama saja, kedua kuda anda biarlah akan diurus leh
orangku." Lelaki itu tampak ragu, tangan yang lagi membelai bulu suri kuda mendadak berhenti.
Kiranya hidup kedua suami-isteri ini tidak mempunyai hobi lain kecuali mengumpulkan harta
benda, terutama yang berwujud putih (perak) dan kuning (emas). Kedua ekor ini dibeli mereka
dengan harga mahal, dengan sendirinya merasa berat jika kuda harus ditinggalkan kepada
orang yang baru dikenal.
Belum lagi dia memberi jawaban, terdengar Ko Bun bersuit, dari pengkolan jalan sana lantas
muncul sebuah kereta besar dan empat kuda.
Dibawah cahaya bintang kelihatan kereta itu berwarna putih perak gemilap, keempat ekor kuda
penarik kereta juga putih mulus dan kekar kuat, larinya cepat, tapi langkahnya sangat ringan,
begitu mendekat, sais kereta mendesis pelahan dan keempat kuda serentak berhenti.
Kedua suami-isteri itu saling pandang sekejap seperti kehilangan sesuatu. Sungguh sangat
mengecewakan mereka, kedua ekor kuda putih orang ternyata bedanya seperti langit dan bumi.
Ko Bun seperti tidak memperhatikan perubahan air muka mereka, tetap dengan tersenyum ia
berkata, "Silakan anda berdua naik kereta, kuda anda akan diurus orangku dan dibawa pulang."
Dengan ragu lelaki berjubah sulam berkata, "Kedua kuda kami ini sukar menandingi kehebatan
kuda anda, tapi sifatnya sudah terbiasa buruk, orang asing sukar mendekatinya. . . ."
"Ah, perawat kuda kami datang dari Kwan-tang, selama hidupnya bekerja menjinakkan kuda,
biarkan dia mencobanya," ujar Ko Bun.
Pelahan ia tepuk tangan, diantara dua orang sais berseragam putih diatas kereta lantas
melompat turun satu orang, gerakannya gesit, pakaiannya ringkas, badan kekar dan berotot
kuat, kakinya memakai sepatu bersol tipis.
Lebih dulu sais itu memberi hormat kepada Ko Bun, lalu melangkah kedepan kedua ekor kuda
putih, setelah dipandang sejenak, lalu selangkah demi selangkah ia menghampiri.
Aneh juga, kedua ekor kuda putih yang biasanya memang sulit didekati orang yang tidak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
dikenalnya kini seperti terkena ilmu sihir saja, semuanya berdiri diam sehingga sais berseragam
putih itu dengan mudah memegang tali kendali dan mencemplak keatas kuda.
Tentu saja lelaki berjubah sulam melongo dan tidak dapat bicara lagi. Mereka lantas naik
kedalam kereta. Terlihat interior kereta ini pun sangat mewah, joknya empuk dan dinding penuh
hiasan. Terdengar sais bersuit pelahan diluar, kereta lantas laju kedepan. Tertampak rumah dikedua
tepi jalan terlintas kebelakang secepat terbang, namun kereta terasa mantap dan anteng seperti
tidak bergerak saja.
Kedua Suami-isteri jadi heran dan sangsi, mereka tidak tahu sesungguhnya orang macam
apakah pemuda perlente ini, orangnya tampan, kaya raya lagi, tapi tingkah-lakunya sopan dan
rendah hati, tutur katanya ramah tamah. Apa maksud tujuan orang sengaja berkenalan denan
diri mereka"
Selama hidup berkecimpung didunia Kangoue belum pernah kedua suami-isteri ini melihat
orang seaneh ini dan kejadian demikian.
Terdengar Ko Bun lagi berkata dengan tertawa, "Anda membawa pedang sehingga kelihatan
gagah perkasa, tentulah anda ini pendekar besar ternama dunia persilatan, sejak tadi belum lagi
Cayhe diberitahu nama anda yang mulia?"
Alis lelaki itu terangkat, dengan suara lantang ia menjawab, "Cayhe Thia Hong dan ini isteriku,
atas pujian kawan Kangouw kami dinamakan Wan-yang-siang-hiap segala."
Ia merasa bangga dapat memperkenalkan namanya didepan pemuda perlente ini, maka
sebutan "Wan-yang-siang-hiap" sengaja diucapkan dengan lantang.
Sikap pemuda Ko Bun kelihatan kagum dan hormat, katanya, "Meski Cayhe cuma seorang
pelajar, tapi biasanya sangat kagum terhadap kaum pendekar pengelana, sudah lama kudengar
nama besar pendekar dua sejoli anda, tak terduga hari ini dapat bertemu secara tidak sengaja."
Si lelaki, Thia Hong terbahak-bahak, Sedangkan siperempuan hamil, Lim Lin, yang sejak tadi
hanya diam saja kini juga tersenyum, ucapnya pelahan, "Meski kaum Kangouw kami termashur
kemana-mana juga tidak dapat menimpali keluarga hartawan dan bahagia seperti Ko-kongcu."
Sembari bicara ia melirik sekejap kearah sang suami, tampaknya dia sangat iri terhadap
kekayaan Ko Bun.
Dengan tertawa Ko Bun berkata, "Sudah lama ku-bosan dengan kekayaan harta benda, mana
bisa dibandingkan hidup bebas berkelana di Kangouw. Sungguh beruntung beberapa hari yang
lalu Cayhe sempat bertemu dengan Mao-toaya dari Hangciu. . . . ."
"Aha, kiranya saudara juga kenal Mao-toako kami, jika demikian engkau ini bukan orang luar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
lagi," sela Thia Hong sambil bergelak tertawa, tapi pandangannya tidak pernah terlepas dari
barang antik dan hiasan mewah pada kabin kereta ini.
Sejak awal Ko Bun selalu menampilkan senyumnya yang khas itu, kini senyumnya yang khas
itu menjadi bertambah cerah. Sebab diketahuinya sekarang kelemahan seorang lawan kembali
dapat digenggamnya lagi. Ia yakin bila dirinya terus menyerang titik lemah lawan ini pasti akan
mencapai sasarannya dengan baik.
Thia Hong da Lim Lin saling pandang, sudah puluhan tahun suami-isteri ini hidup bersama,
dengan sendirinya ada kontak batin, kini dalam hati kedua orang cuma berpikir, "Pada pemuda
perlente ini ternyata tak sedikit 'minyak' yang dapat diperas, tidak percumalah kami ikut dia
kesini." Kiranya apa yang disebut "Wan-yang-siang-kiam" ini sebenarnya orang tamak harta, meski
sekarang mereka sudah tergolong orang kaya, namun mereka masih sering keluar rumah untuk
melakukan pekerjaan tanpa modal (begal).
Begitulah ketiga orang didalam kereta mempunyai pikiran masing-masing, wajah mereka sama
tersenyum simpul, tampaknya dapat bicara dengan sangat akrab seakan-akan menyesal tidak
dapat berkenalan sejak dulu-dulu.
Tengah pasang omong, mendadak kereta berhenti. Selagi Thia Hong hendak membuka pintu,
tahu-tahu pintu sudah terpentang sendiri, diluar telah berdiri seorang centing berseragam putih,
dengan hormat ia menyapa, "Kongcu sudah pulang!"
Waktu Thia Hong melongok keluar, tertampak kereta berhenti didepan sebuah gedung besar
dengan pintu bercat mereha, gelang pintu dari perunggu tampak tergosok mengkilat, halaman
didalam sangat luas dan hampir tidak kelihatan bangunan didalam sana.
Kembali kedua suami-isteri itu saling pandang dengan tersenyum puas.
Mereka lantas dipersilakan masuk kebangunan megah itu. Setelah masuk ruangan tengah,
didepan adalah sebuah pigura besar berukir sembilan ekor naga, pigura itu tertulis empat huruf
besar yang berarti "Segenap keluarga jaya dan kaya".
Artinya terlalu naif, namun gaya tulisannya jelas berasal dari tangan seniman kelas tinggi. Entah
siapa penulisnya.
Dibawah pigura ada sebuah meja panjang, diatas meja terletak sebuah pot perunggu hijau kuno
setinggi tiga kaki, disampingnya bergantungan macam-macam lukisan, diatas meja juga penuh
barang antik yang sukar disebutnya satu persatu.
Sekilas pandang ruangan besar ini seolah-olah penuh oleh benda pusaka yang sukar dinilai.
Orang yang tidak biasa berada ditempat begini pasti akan silau dan bingung.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Biarpun Thia Hong sudah banyak berpengalaman terhadap benda mestika, tidak urung ia pun
tercengang. Dengan tersenyum Ko Bun berkata kepada tetamunya, "Kahin bukanlah tempat kediamanku
yang tetap, melainkan cuma tempat persinggahan sementara saja, sebab itulah tak terawat dan
jelek, hendaknya anda tidak menjadi kecil hati."
"Haha, jika tempat seindah ini dikatakan jelek, maka didunia ini tidak ada lagi rumah yang
bagus," seru Thia Hong dengan tertawa. Ia tuding pigura besar bertulisan itu dan berkata pula,
"Menurut pendapatku, rumah ini justeru melambangkan arti yang sesuai dengan tulisan pada
pigura ini."
Tidak lama kemudian lantas dihidangkan santapan yang serba lezat, ditengah malam begini
ternyata dapat menyiapkan hidangan selengkap ini, sungguh luar biasa.
Malam tambah larut, perjamuan pun selesai. Thia Hong dan Lim Lin diantar kesebuah kamar
samping yang indah, pajangan kamar ini mengingatkan mereka pada kamar pengantin baru
masa lampau! Semakin jauh malam, bintang pun mulai jarang, malam tambah kelam. Cahaya lampu gedung
megah ini sama dipadamkan. Suasana sunyi.
Namun dalam kamar tamu tempat Wan-yang-siang-kiam mondok ini kedua orang sedang
kasak-kusuk, dengan suara lirih Lim Lin lagi membisiki sang suami, "He, apa yang sedang kau
pikirkan?"
"Kupikir, umpama kulakukan juga selamanya tak ada yang menyangka akan perbuatanku ini."
jawab Thia Hong dengan suara yang sama lirihnya, "Dia sendiri yang mencari penyakit dan
tidak dapat menyesali diriku."
Keduanya terdiam agak lama, kemudian Lim Lin mendesis pula, "Aku tidak mau yang lain,
cukup semangka jamrud di ujung meja tadi dan. . . ."
"Dan kotak buah kristal serta kotak mutiara itu, begitu bukan?" tukas Thia Hong dengan
berbisik. Lim Lin tertawa, "Delapan belas tahun yang lalu pada malam engkau pergi mengejar Song
Leng-kong dan Liu Hok-beng itu, barang yang kau bawa pulang dari luar Hongciu itu kukira
merupakan benda mestika yang jarang ada bandingannya, tapi setelah melihat barang tadi baru
kusadari semua itu belum apa-apa jika dibandingkan barang kepunyaan orang."
Ia berhenti sejenak, lalu menambahkan, "Baiklah, jika mau pergi lekaslah berangkat, Padahal,
ai, orang melayani kita sebaik ini, sebaliknya kita. . . ." mendadak ia tidak meneruskan dan
menghela napas.


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Ah, pandangan orang perempuan. . . . ." ujar Thia Hong. "Jangan kuatir, akan kupenggal dulu
kepalanya baru ambil hartanya, sebentar saja segera kukembali. . . . ."
Belum habis ucapannya segera ia membuka jendela dan melayang keluar, dengan enteng
sekali ia melompat ke wuwungan rumah, sungguh hebat ginkangnya.
Suasana sunyi senyap, Thia Hong memandang sekitarnya dari atas rumah, tertampak
wuwungan rumah berderet-deret, entah tinggal dimana Kongcu bernama Ko Bun itu.
Ia menjadi ragu, pikirnya, "Biarlah kuambil benda mestikanya, untuk apa kuganggu jiwanya?"
Berpikir demikian, segera ia melayang kearah ruang depan.
Baru saja ia melintasi wuwungan rumah sebelah, tiba-tiba terdengar suara orang yang lagi
membaca sajak, suaranya lantang jelas berkumandang dari sebelah kanan.
Thia Hong merandek, lalu mengintai. Dilihatnya beberapa kamar disebelah barat sana masih
ada cahaya lampu.
Segera ia meluncur turun kebawah, mendadak suara sajak tadi berhenti. Baru saja Thia Hong
tersesiap, terdengar suara pemuda Ko Bun lagi berkata, "Ko Sing, besok pagi hendaknya kau
pergi ke istal, ambil kemari kedua pasang pelana kuda kedua tamu kita itu. . . ."
Selagi Thia Hong mengernyitkan kening, terdengar Ko Bun bicara lebih lanjut, "Kukira kedua
pelana itu pun akan sangat cocok bagi Toapek dan Jipek."
Thia Hong merasa tidak paham apa yang dimaksudkan pemuda Ko Bun itu.
Terdengar seorang lain bicara dengan sangat hormat, "Apakah Kongcu bermaksud
menghadiahkan Toapek (si putih tua) dan Jipek (si putih kedua) kepada kedua tamu itu?"
"Betul," kata Ko Bun.
"Tapi. . . tapi. . . ." suara kaum hamba tadi menjadi rada gugup, "Jika Toapek dan Jipek dibawa
pergi, bukankah Sahpek dan Sipek akan kesepian" Apalagi Kongcu mendapatkan keempat
ekor seragam putih ini dengan susah payah dan telah melatihnya sekian lama, kalau diberikan
kepada orang dengan begitu saja, apakah tidak sayang?"
Diam-diam Thia Hong menggerutu.
Namun Ko Bun lantas berkata dengan tertawa, "Kau tahu apa" Thia-siansing itu adalah kaum
kesatria jaman kini, kuda mestika harus dipersembahkan kepada kaum pahlawan, inilah
langkah yang tepat dan terpuji, masakah kau lupa selama hidupku paling suka bersahabat,
terlebih dengan kaum kesatria dan pahlawan yang gagah perkasa demikian ini."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Diam-diam Thia Hong merasa rikuh sendiri oleh puja-puji orang.
Terdengar Ko Bun berkata lagi, "Ko Sing, besok pagi sesudah pelana kuda kau ganti, ambilkan
pula sekaleng mutiara asli yang kusimpan di almari itu dan taruhlah didalam kantung pelana
kuda, jangan sampai diketahui oleh kedua tamu kita."
Ko Sing mengiakan, lalu berkata, "Tapi. . . . tapi. . . ."
"Tentunya kau heran mengapa kuberikan mutiara sebanyak itu diluar tahu mereka, begitu
bukan?" tukas Ko Bun dengan tertawa, "Harus kau ketahui kaum kesatria seperti mereka itu
tindak-tanduknya memang sering lain daripada yang lain, jika kuhadiahkan secara terus terang
tentu takkan diterimanya, terpaksa kuberikan secara diam-diam."
Kembali Thia Hong melengak dan menggerutu terhadap dirinya sendiri.
Tiba-tiba Ko Bun berkata pula, "Selain itu, tadi kulihat nyonya itu terus menerus memandangi
semangka jamrud dan kotak mutiara serta kotak kristal, kukira dia pasti sangat suka kepada
barang-barang itu. Maka besok boleh kau bungkus sekalian ketiga macam benda itu dan
masukkan juga kedalam kantung pelana."
Terdengar Ko Sing mengiakan pula.
Mau-tak-mau Thia Hong berpikir pula, "Sungguh memalukan tindakanku ini. Pemuda ini
ternyata sedemikian murah hati dan bertangan terbuka, bilamana aku berbuat sesuatu yang
tidak baik padanya, bukankah sangat berlawanan dengan hati nurani?"
Seketika terkenang olehnya kejadian pada tujuh belas tahun yang lampau. . . .Pada suatu
malam hujan lebat, ia meninggalkan Mao Kau dan Toh Tiong-ki untuk mencari sasaran,
ditengah hujan lebat tiba-tiba muncul sebuah kereta. . . .
Thia Hong menghela napas dan berhenti mengenang, gumamnya, "Rasanya aku harus
mengikat persahabatan sebaiknya dengan anak muda ini."
Serentak ia melayang keatas wuwungan lagi, dengan beberapa kali lompatan ia menyusup
kembali ke kamarnya sendiri, sayup-sayup didengarnya suara Ko Bun masih membaca sajak.
Sesudah Thia Hong pergi, mendadak cahaya lampu dikamar Ko Bun itu tertambah terang, daun
jendela yang tertutup rapat juga terbuka sedikit, terdengar suara tertawa dingin pelahan.
Ternyata pemuda Ko Bun berduduk menyanding sebuah meja besar berukir, disampingnya
berdiri dengan tangan lurus seorang lelaki gemuk, dia inilah Thio It-tong, katanya,
"Kongcu sungguh hebat, kasihan Thia Hong itu tentu lagi mabuk oleh pujian Kongcu tadi. Tapi
bicara sesungguhnya, apakah benar Kongcu hendak memberikan kuda dan benda mestika itu
kepadanya?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Dengan tertawa Ko Bun menjawab, "Benda mestika dan kuda apalah artinya, sudah barang
tentu akan kuberikan padanya dengan benar."
Sejenak kemudian, ia berkata pula, "Fajar sudah hampir menyingsing, mengapa Ong Peng
belum kelihatan muncul". . . ."
Dengan tertawa Thio It-tong menjawab, "Jangan kuatir, Kongcu, cara bekerja Ong-jiko biasanya
sangat cermat, pasti takkan terjadi sesuatu kesalahan, kuyakin sebentar lagi pasti akan datang."
"Sudah lama kudengar diantara anak buah Liang-toako terdapat Su-tai-kim-kong (empat
gembong) yang tergolong jago pilihan, cuma sayang baru kukenal dirimu dan Thia Jit saja, cara
bekerjamu tidak perlu dikatakan lagi, kepandaian Thia Jit merawat kuda memang harus
dibanggakan sehingga kedua ekor kuda yang dibanggakan orang she Thia itu juga dapat
dijinakkan."
"Cara si jenggot Thia Jit menjinakkan kuda memang lain daripada yang lain," ujar Thio It-tong
dengan tertawa. "Kuda binal macam apa pun, kalau berhadapan dengan dia pasti akan tunduk.
Sedangkan Ong-jiko kami, hehe, caranya menghadapi orang serupa Thia Jit menghadapi kuda,
siapa pun kalau bertemu dengan dia, cukup beberapa patah kata saja pasti akan menurut
kepadanya. . . ."
Sampai disini, tiba-tiba terdengar orang melangkah datang dengan tergesa-gesa. Seketika
semangat Ko Bun berbangkit, Thio It-tong juga lantas berseru dengan girang, "Itu dia sudah
datang!" Segera ia memburu kesana untuk membuka pintu, tertampak bayangan orang berkelebat,
masuklah seorang lelaki tegap berambut pirang dan bermata siwer, mukanya penuh kumis dan
jenggot. Diam-diam Ko Bun heran, ia pikir ini pasti satu diantara Su-tai-kim-kong yang bernama Tai-liksin
Ting Pa, si malaikat bertenaga raksasa.
Tapi segera terpikir lagi olehnya, "Aneh, Ong Peng yang kutunggu tidak muncul, sebaliknya
datang Tai-lik-sin ini, memangnya ada pa" Jangan-jangan terjadi sesuatu atas diri Ong Prng?"
Sesudah masuk, lelaki tegap itu lantas memberi hormat kepada Ko Bun sambil menyapa,
"Tentunya Kongcu inilah Siu-kongcu sebagaimana dikatakan Liang-toako kami,. Maaf jika
hamba datang terlambat karena sedikit gangguan ditengah jalan, namun syukurlah tugas yang
dipesan oleh Kongcu sudah hamba laksanakan dengan baik."
"O, jadi kau ini Ong Peng berjuluk si tujuh lubang itu?" tanya Ko Bun.
Orang itu tersenyum, "Hamba memang Ong Peng adanya."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Ko Bun merasa tercengang oleh lahiriah orang yang kasar kekar, tapi sikapnya keliahatn tenang
dengan tutur kata yang sopan ini.
Terdengar Ong Peng bertutur pula, "Hamba bersama beberapa saudara kami telah menyelidiki
sekian lama dan baru berhasil mendapatkan keterangan yang jelas. Barang yang dibegal diluar
kota Hangciu pada tujuh belas tahun yang lalu itu memang betul barang kawalan gelap Maokau."
Mencorong sinar mata Ko Bun, katanya, "Duduklah dan minum dulu, habis itu barulah bercerita
sejelasnya."
Ong Peng mengucapkan terima kasih, namun dia tetap berdiri lurus, katanya pula, "Belasan
tahun yang lalu kebanyakan perusahaan pengawalan didunia Kangouw memang milik anak
buah Jing-peng-kiam Song Leng-kong, tindak-tanduk Song Leng-kong sehari-hari juga cukup
tegas, sebab itulah setiap perusahaan pengawalan yang ada hubungan dengan Song Lengkong
dilarang keras menerima order pengawalan gelap. Namun ada sementara orang kaya
mendadak, misalnya saudagar yang menipulasi atau pembesar yang korupsi, dengan
sendirinya harta benda mereka tidak dapat diangkut pulang kekampung halaman secara
terang2an, sebab itulah ketika itu timbul berbagai Piaukok liar yang khusus mengadakan
pengawalan rahasia bagi orang yang membutuhkan tenaga mereka."
Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Tapi Piaukok liar itu hanya bekerja secara diam-diam,
maka tokoh Bu-lim yang terhormat tidak nanti sudi bekerja cara demikian, dengan sendirinya
yang menjadi pengawal gelap itu kabanyakan adalah jago-jago kelas menengah. Sebab itulah
lantas timbul pula sekawanan jago Lok-lim (begal) yang khusus merampas barang kawalan
gelap itu. Sebab selain mudah didapat, kebanyakan yang dirugikan itu pun tutup mulut dan
terima nasib sehingga selamatlah perbuatan mereka itu."
"Hahaha, ini namanya hitam makan hitam," sela Thio It-tong dengan tertawa.
"Betul, memang inilah hitam makan hitam." ujar Ong Peng, "Tapi dengan demikian, jumlah
Piaukok liar yang tidak becus itu lantas banyak berkurang jumlahnya, akhirnya karena untuk
mempertahankan hidup, pengusaha Piaukok liar yang tidak mendapat pasaran itu lantas ikut
menjadi pembegal. Karena mereka sudah apal jalan dan juga sasarannya sehingga untuk
membegal barang kawalan gelap itu menjadi jauh lebih mudah. Kemudian bahkan mereka
bersekongkol dengan kaum bandit yang memang khusus melakukan pekerjaan membegal itu,
akibatnya suasana bertambah kacay."
Ia berhenti lagi, melihat Ko Bun mengangguk tanda memuji, dengan bangga ia bertutur pula,
"Dasar manusia tamak, melihat bisa mengeduk keuntungan, Mao Kau tidak tinggal diam, ia pun
melakukan pengawalan gelap semacam itu, Dengan kungfunya, dengan sendirinya usahanya
semakin maju. Pada waktu itulah dia menambah beberapa antek seperti Pat-bin-ling-long Oh
Ci-hui, Ho Lim, Ki Mo dan sebagainya."
Ko Bun mendengus mendengar nama antek-antek Mao Kau itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Ong Peng lantas menyambung, "Cuma untuk menjaga nama baik sendiri, dengan sendirinya ia
menyembunyikan pekerjaan itu, orang yang datang minta pengawalannya harus tahu jalannya
lebih dulu, Oh Ci-hui adalag wakilnya yang mengadakan kontak dengan para pemesan. Sampai
akhirnya, karena begundalnya bertambah banyak sehingga Mao Kau pun jarang turun tangan
sendiri." "Sungguh tak tersangka tokoh utama Jit-kiam-sam-pian yang termashur itu juga melakukan
pekerjaan rendah begitu, sungguh lebih rendah daripada aku Thio It-tong." sela Thio It-tong.
"Meski Mao Kau melakukan pekerjaan pengawalan gelap, tapi diantara tokoh Jit-kiam-sam-pian
yang lain masih ada yang lebih kotor daripada dia," jengek Ong Peng.
"Oo, siapa?" tanya Thio It-tong.
"Justru diantara tokoh Jit-kiam-sam-pian itu ada yang diam-diam khusus melakukan
pembegalan barang kawalan gelap itu." tutur Ong Peng.
Seketika alis Ko Bun bekernyit dan mencorong sinar matanya, desisnya. "Wan-yang-siangkiam!"
"Betul, memang Wan-yang-siang-kiam," kata Ong Peng. "Hal ini kebetulan dapat kudengar dari
seorang saksi mata yang melihat kejadian itu."
"Hah, saksi mata" Siapakah dia?" sela Thio It-tong pula.
Segera Ong Peng memanggil masuk seorang yang menunggu diluar.
"Orang ini tak punya she dan nama, tapi terkenal sebagai Sam-cia-jiu (tiga tangan), dari nama
julukannya ini jelas pekerjaannya adalah tukang mengerayangi isi rumah orang. Pada suatu
malam hujan lebat dan tepat untuk aksi kaum maling seperti Sam-cia-jiu itu, malam itu dia
mengalami nasib sial, perbuatannya diketahui orang dan dikejar, untung dia masih sempat
kabur keluar kota dan meninggalkan pengejarnya, dan secara kebetulan memergoki peristiwa
itu." Sampai disini Ong Peng lantas berpaling dan membentak, "Ayolah lekas ceritakan apa yang
kau lihat waktu itu kepada Kongcu kita."
Cepat Sam-cia-jiu mengiakan dengan hormat, matanya yang kecil seperti mata tikus itu
gemerdip, bibirnya yang tebal seperti mulut kelinci itu mulai bersuara,
"Malam itu hamba dikejar dan berusaha menyelamatkan diri keluar kota, baru saja sempat
bernapas, tiba-tiba kulihat didepan ada seorang menghunus pedang didepan sebuah kereta
kuda. Hamba ketakutan dan cepat bersembunyi di semak-semak tepi jalan. Selang sejenak,
terdengar ditengah jalan ada orang bicara, 'Thia Hong, kenapa kau bekerja secara ngawur,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
apakah tidak kau ketahui barang ini. . . .' belum habis ucapannya seorang telah memotong
dengan tertawa. 'Haha, meski barang ini dikawal olehmu Siam-tian-sin-to (golok kilat) tetap
orang she Thia tidak peduli,' -- Menyusul lantas terdengar gemerincing suara berudanya
senjata. Karena ingin tahu apa yang terjadi kucoba mengintip, siapa tahu lantas terdengar
jeritan ngeri, bahkan jeritan ngeri itu terus susul menyusul sampai empat kali. Karuan aku
ketakutan dan tidak jadi mengintip. Habis jeritan ngeri itu, keadaan lantas sepi, hanya hujan
yang bertambah deras, kuraba kepalaku yang basah kuyup oleh air hujan bercampur dengan
keringat dingin. Hamba tidak berani lagi tinggal lebih lama disitu, cepat merangkak ke pematang
sawah dan kabur. Semalaman itu pekerjaan hamba gagal total tanpa hasil apa pun, sebaliknya
diuber-uber orang dan ketakutan setengah mati, ditambah lagi kehujanan, maka setiba dirumah
hamba lantas jatuh sakit sampai hampir sebulan baru sembuh."
"Baiklah, cukup," bentak Ong Peng sambil melemparkan sepotong uang perak kepadanya.
"Nah, boleh kau pergi sana. Ingat, apa yang terjadi malam ini dilarang kau ceritakan kepada
orang lain. Bila sampai bocor pasti kucabut nyawamu!"
Dengan munduk-munduk Sam-cia-jiu mengiakan, setelah mengantungi uang perak itu, ia
menyurut mundur dan melangkah pergi diantar oleh penjaga diluar.
Sepergi orang, Ko Bun menghela napas gegetun, "Betapa rapi perbuatan jahat seorang, pada
akhirnya pasti akan ketahuan juga. Mana Thia Hong pernah menyangka bahwa diam-diam ada
seorang telah melihat perbuatannya. . . ." mendadak ia menggebrak meja dan berseru kepada
Thio It-tong, "Eh, lekas kau susul dia dan sekap dia dikamar sana, tanpa diperintah dilarang
keluar." Thio It-tong melenggong, tapi cepat ia melaksanakan perintah Ko Bun.
"Apakah Kongcu bermaksud menyimpan dia untuk dijadikan saksi?" tanya Ong Peng dengan
tersenyum, "Darimana Kongcu mengetahui urusan ini kecuali Sam-cia-jiu?"
Ko Bun hanya tersenyum saja tanpa bicara, mendadak dia bertepuk tangan. Segera muncul
seorang yang berwajah kaku, sorot mata buram, tubuh juga kaku seperti patung, sekilas
pandang orang ini serupa mayat hidup saja.
Sementara itu hari sudah terang benderang, diruang tamu sudah disiapkan pula meja
perjamuan. Kembali Ko Bun menyilakan Thia Hong dan Lim Lin hadir.
"Betapapun pagi ini kita harus minum sepuasnya, sayang ada urusan penting harus
kutinggalkan rumah, kalau tidak sungguh ingin kulayani anda agar berdiam lebih lama disini,"
kata Ko Bun. Thia Hong mengucapkan terima kasih dengan rendah hati.
"Tuang arak!" seru Ko Bun sambil memberi anda.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Segera seorang menuangkan arak dari belakang tempat Thia Hong berduduk.
Dengan sendirinya Thia Hong dapat melihat tangan yang memgang poci arak ini sangat
mantap, arak yang dituang kecawan tampak berwarna kemerah-merahan, sekali tuang lantas
secawan penuh, setetespun tidak tercecer.
"Pelayan semalam itu terlalu usil mulut, pagi ini sudah kuganti pelayan yang lain," tutur Ko Bun
dengan tertawa, "Tubuh orang ini hampir mati rasa seluruhnya, biarpun ditusuk juga takkan
menimbulkan rasa sakit baginya, Hal ini ada segi baiknya, yaitu setiap perintah majikan pasti
akan dilaksanakannya dengan baik, umpama dia disuruh mati juga takkan ragu. Mempunyai
budak seperti ini sungguh hatiku sangat bangga dan puas."
Diam-diam Thia Hong heran, entah mengapa tanpa sebab pemuda ini bisa menonjolkan
seorang budak kebanggaannya, waktu ia berpaling, terlihat sang istri sedang memandang
kebelakangnya seperti melihat sesuatu yang membuatnya tercengang.
Tanpa terasa Thia Hong juga berpaling dan memandang muka pelayan dibelakangnya, terlihat
sorot mata orang yang kaku dingin itu juga sedang memandang padanya.
Terasa sorot mata orang seperti sudah dikenalnya, tapi jelas orang ini belum pernah dilihatnya,
ia menjadi tercengang.
Dalam pada itu sipelayan aneh telah menggeser kebelakang Lim Lin untuk menuangkan arak,
lalu menggeser lagi kebelakang Ko Bun.
Selama hidup Thia Hong berkecimpung didunia Kangouw, entah berapa banyak manusia aneh
dan tokoh kosen yang dilihatnya, tapi belum pernah terlihat seorang kaku linglung dan lamban
mirip mayat hidup demikian.
Dalam pada itu Ko Bun telah mengajak minum, terpaksa Thia hong ikut menenggak secawan.
Waktu ia taruh kembali cawan araknya, tertampak sorot mata yang kaku dingin itu sedang
menatapnya. "Lekas menuangkan arak lagi bagi tamu, Hoan Hun!" seru Ko Bun.
Sungguh aneh, manusia yang kaku dan dingin serupa mayat hidup ini ternyata bernama Hoan
Hun atau mayat hidup.
Pelahan Hoan Hun menggeser lagi mengitari meja dan menuangkan arak satu persatu, tap
sorot matanya tidak pernah lagi meninggalkan wajah Thia Hong.
Orang persilatan paling mengutamakan ketenangan dan kesabaran, tapi sekarang hati Thia
Hong ternyata berdebar-debar, tak terpikir olehnya mengapa sorot mata orang serasa sudah
sedemikian dikenalnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Cahaya matahari pagi menyinari wajah Hoan Hun yang kaku itu sehingga kelihatan bekas
lukanya yang menyolok pada mukanya.
Thia Hong berdehem risi, ucapnya dengan tersenyum ewa, "Hoan Hun. . . .sungguh nama yang
aneh." "Soalnya orang ini mengaku sudah pernah mati satu kali, lalu hidup kembali sebab itulah kuberi
nama Hoan Hun padanya, meski nama jelek, tapi cukup berarti, betul tidak?"
tanya Ko Bun. "Ya, ya, betul," sahut Thia Hong dengan kikuk sambil menenggak araknya.
"Kongcu sungguh beruntung dengan mudah dapat menemukan pembantu yang baik, tidak
seperti pelayan umumnya yang suka banyak mulut," tiba-tiba Lim Lin ikut menimbrung.
"Orang ini bukan kutemukan sendiri, tapi dibawa kesini oleh seorang sahabatku pada suatu
malam hujan lebat pada tujuh belas tahun yang lalu, dibawa kesini dari luar kota Hangciu," Ko
Bun sengaja bicara dengan pelahan, setiap kalimat selalu berhenti. Dan setiap kali berhenti
selalu terlihat air muka Thia Hong ikut berubah.
Sekejap itu dalam benak Thia Hong terbayang kembali adegan masa lampau, adegan berdarah


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang mengerikan. . . . .
Se-olah2 terbayang olehnya suara jeritan dibawah hujan lebat, seorang lantas membalik tubuh
hendak lari, tapi tidak berhasil dan terbunuh. Seorang lagi berdiri tegak dengan membusungkan
dada tanpa gentar, sorot matanya dingin dan kaku. . . . .
"Trang", tanpa terasa cawan arak yang dipegang Thia Hong jatuh kelantai dan pecah
berantakan. Ko Bun terbahak, "Haha, belum seberapa anda minum, masakah sekarang juga anda sudah
mabuk?" Ia berhenti tertawa dan membentak, "Lekas bersihkan lantai, Hoan Hun!"
Pelahan Hoan Hun menaruh poci arak diatas meja, lalu berjongkok untuk membersihkan
pecahan cawan yang berserakan itu sambil sebentar-sebentar memandang Thia Hong dengan
sorot matanya yang kaku dingin itu.
Thia Hong juga menatapnya, sinar mata kedua orang beradu, mendadak timbul nafsu
membunuh Thia Hong, pelahan ia menjulurkan tangannya kebawah meja, bilamana jarinya
menutuk kepelipis orang, seketika Hoan Hun akan binasa.
Pada saat itulah tiba-tiba Ko Bun berseru, "Haha, minum arak pantang berperut kosong, kenapa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
anda tidak makan sedikit. Inilah irisan paha ayam yang lezat, silakan anda rasakan sedikit."
Berbareng Ko Bun telah menyumpit sepotong daging ayam dan disodorkan kemuka Thia Hong,
hanya beberapa senti saja didepan hidungnya.
Jika Thia Hong tidak menyambut suguhan tersebut, sumpit orang mungkin akan menutuk Jintiong-
hiat diatas bibir dan dibawah hidungnya, tempat yang berbahaya. Terpaksa ia menarik
kembali tangannya dari bawah meja, ia angkat piring untuk menerima suguhan daging ayam itu.
Dalam pada itu Hoan Hun pun sempat berdiri.
Seperti tidak terjadi apa-apa Ko Bun menarik kembali sumpitnya, Sebaliknya Thia Hong menjadi
heran dan curiga, entah gerakan Ko Bun itu sengaja atau cuma kebetulan saja.
Meski sudah makan minum lagi sekian lama, namun Thia Hong tidak merasakan lezatnya
hidangan, Lim Lin lantas berkata, "Atas kemurahan hati tuan rumah kita telah mengganggu
semalam, kini sudah saatnya kita harus mohon diri!"
"Betul, betul, sekarang juga kami mohon pamit!" tukas Thia Hong sambil berbangkit.
"Ah, kenapa anda jadi terburu-buru?" kata Ko Bun dengan tertawa, "Jangan-jangan anda
merasa mual terhadap muka kaum budak yang buruk itu. Baiklah, lekas kau pergi saja, Hoan
Hun. . . .Ai, muka orang ini memang jelek, daya ingatnya juga lenyap, tapi ada satu hal tidak
pernah terlupakan olehnya?"
Hati Thia Hong tergetar, tanpa terasa ia tanya, "Hal apa?"
Ko Bun tidak menjawab melainkan menatapnya lekat-lekat, habis itu mendadak ia tertawa dan
berkata, "Haha, jika anda sudah tahu, masakah perlu kujelaskan lagi?"
Berubah air muka Thia Hong, "Kutahu apa" Urusan apa, dari mana kutahu?"
Meski cukup berpengalaman, tidak urung sikap Thia Hong sekarang menjadi serba salah.
"Hahaha, apakah anda tahu atau tidak, yan jelas didunia ini kan cuma aku, kau dan dia saja. . ."
Mendadak ucapannya berhenti, sambil menggebrak meja ia berseru, "Wah, celaka!"
Baru saja Thia Hong dapat menenangkan hati dan angkat cawan arak, mendadak cawan arak
ia taruh kembali dan bertanya dengan gugup, "Ada apa?"
Dengan kening bekernyit Ko Bun berkata, "Selain aku dan kau masih ada lagi seorang lain yang
tahu urusan ini."
Tanpa terasa Thia HOng terus bertanya, "Siapa lagi yang tahu?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Setelah berucap demikian barulah ia menyesal, sebab dengan ucapan ini tidak ada bedanya
dirinya telah mengakui apa yang tidak mau diakuinya tadi. Tapi ucapan sudah terlanjur keluar,
tidak mungkin ditarik kembali lagi.
Ko Bun tersenyum, namun ia tetap bicara dengan serius, "Kabarnya sebelum Hoan Hun datang
kemari, dia pernah tinggal sekian lama ditempat Co-jiu-sin-kiam Ting Ih, mungkin. . . ."
Sampai disini ia menghela napas dan tidak meneruskan. Dilihatnya Thia Hong melenggong
dengan alis berkerut, lalu Ko Bun menyambung pelahan, "Jika sekiranya hubungan anda
dengan Ting Ih cukup baik tentu tidak menjadi soal, kalau tidak, bila diketahui oleh orang itu,
urusan pasti runyam."
Mendadak Thia Hong menepuk meja dan berseru dengan bengis, "Apa yang kau maksudkan,
sama sekali aku tidak paham."
Ko Bun bergelak tertawa dan berlagak tidak melihatnya, katanya pula, "Jika aku menjadi dirimu
tentu aku akan. . . .Ai, jika anda tidak dapat mempercayaiku, lebih baik tidak kukatakan saja."
Habis itu ia menuang arak dan minum sendiri.
Sampai lama Thia Hong melongo, mukanya sebentar merah sebentar pucat, jelas terjadi
tertentangan batin. Akhirnya ia menghembuskan napas dan bertanya, "Jika engkau menjadi
diriku lantas bagaimana?"
Dengan tersenyum Ko Bun menjawab, "Kalau aku menjadi dirimu, dalam keadaan kepepet
begini pasti kubereskan orang yang tahu seluk-beluk urusan ini."
"Hahahaha!" mendadak Thia Hong terbahak, "Apakah kau sendiri tidak tahu persoalan ini?" Kau
tahu, bila ingin kubunuh dirimu boleh dikatakan seperti membaliki telapak tanganku sendiri."
Ko Bun tidak menghiraukannya, ia pun tertawa dan berucap, "Coba dengarkan, adakah sesuatu
suara diluar?"
Thia Hong tercengang karena mendadak orang mengemukakan hal yang tidak ada sangkutpautnya
dengan urusan yang sedang dibicarakan. Tapi waktu ia mendengarkan dengan cermat,
terdengar suara derapan kuda lari yang cepat, baru saja derap kaki kuda lari keluar, dalam
sekejap saja suaranya lantas lenyap.
Diam-diam Thia Hong terkejut dan mengakui betapa cepatnya lari kuda itu, namun dimulut ia
berucap dengan dingin. "Kuda kesayangan anda sudah kulihat tadi."
"Dan siapa penunggangnya apakah kau tahu?"
Berubah air muka Thia Hong, tanyanya bengis, "Memangnya si. . . .si mayat hidup itu?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Haha, orang bilang Wan-yang-siang-kiam serba pintar, tampaknya memang tidak keliru. Betul
penunggang kuda itu memang Hoan Hun adanya, saat ini dia tentu sudah berada di luar kota
Kahin. Meski orang ini linglung dan tidak ingat apa-apa lagi, dia hanya patuh padaku saja da
cuma tetap ingat kepada peristiwa pada malam hujan lebat tujuh belas tahun yang lalu."
Dia menenggak arak sendiri dan tidak bicara lagi.
Sampai lama Thia Hong termenung, diam-diam ia masgul, ia merasa setiap gerak-gerik sendiri
seakan-akan sudah dalam pengamatan Kongcu kaya yang tampaknya polos dan juga lugas ini.
Setelah berpikir sekian laam, akhirnya Thia Hong bertanya dengan menggebrak meja,
"Sebenarnya apa maksudmu dengan ucapan dan tindakanmu ini" Sesungguhnya siapa kau?"
"Tenang, sabar!" ucap Ko Bun dengan tersenyum, "Jangan emosi! Sesungguhnya tidak ada
maksud jahat apa pun, yang kuinginkan supaya anda mengetahui dulu akan bahaya apa yang
mungkin menimpamu, setiba di Hangciu nanti, jika bertemu dengan Mao-toaya, kita. . . . ."
"Dari mana kau tahu aku akan pergi ke Hangciu dan bertemu dengan Mao Kau?" tukas Thia
Hong dengan kaget.
"Sepuluh hari lagi Mao-toaya akan mengadakan sidang pertemuan para kesatria dikota
Hangciu, berita ini sudah tersiar luas dengan sendirinya kutahu juga, cuma. . . . ."
"Cuma apa?" potong Thia Hong.
Ko Bun menghela napas. "Jika aku menjadi dirimu, lebih baik tidak menghadiri pertemuan besar
para kesatria ini."
Thia Hong tampak ragu dan termenung, sejenak kemudian ia bergumam sendiri, "Ken. .
.kenapa tidak hadir. . . .Tetap kami harus hadir."
Dengan sungguh-sungguh Ko Bun berkata pula, "Meski kita baru berkenalan, tapi aku sangat
ingin bersahabat dengan kesatria besar seperti anda ini. Umpama anda jadi hadir pada
pertemuan itu nanti, hendaknya juga jangan bekerja bagi Mao Kau. Maklumlah, urusan
terahasia apa pun didunia ini pada akhirnya pasti bocor, bilamana anda ikut melaksanakan
sesuatu proyek besar sesudah urusan selesai, tidak nanti Mao Kau yang berjiwa sempit dan
licin itu melepaskan dirimu begitu saja."
Ia berhenti sejenak, melihat air muka Thia Hong rada berubah, diam-diam ia merasa geli, tapi
dengan serius ia menyambung lagi, "Kukira untung rugi persoalan ini tidak perlu kujelaskan
lebih lanjut, tentu anda dapat menimbangnya sendiri. Yang jelas saat ini Mao Kau sudah
menjadi titik sasaran setiap orang Kangouw, bahaya sudah mengamcamnya dimana-mana,
untuk apa anda mesti ikut mengaduk ditengah air keruh ini. Padahal kalau Mao Kau binasa dan
usahanya berantakan, hal ini kan menguntungkan anda dan tidak perlu menguatirkan lagi
peristiwa masa lampau, mengenai orang she Ting. . . . ."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Mendadak ia mengetuk meja dan menambahkan dengan tertawa, "Orang ini cuma gagah tanpa
akal, untuk membunuhnya juga tidak perlu membuang tenaga."
Thia Hong memandang jauh keluar jendela tanpa bicara, dari kertuk gigi dan kedua tinjunya
yang terkepal erat itu jelas kelihatan pertentangan batinnya yang keras.
Pelahan Ko Bun menyambung, "Dengan kungfu dan kecerdasan anda serta hubunganmu yang
luas didunia Kangouw, masakah engkau mesti merasa lebih asor daripada Mao Kau, apalagi
kalau ditambah dengan harta kekayaanku, haha, apa salahnya kalau kita mengambil dan
menggantikannya daripada selalu berada dibawah perintah orang?"
"Mengambil dan menggantikannya." kata-kata ini serupa godam besar mengetuk hati Thia
Hong. Air mukanya sebentar-sebentar berubah, kedua alisnya terkerut rapat, sorot matanya
sebentar guram sebentar terang.
Sekonyong-konyong ia berbangkit dan mengetuk meja, serunya, "Baik, setuju!"
Dengan tatapan tajam Ko Bun menegas, "Apakah keputusanmu sudah pasti?"
Serentak Thia hong melangkah kedepan anak muda itu dan menjura, ucapnya, "Jika tidak ada
petunjukmu, saat ini aku pasti masih terlena didalam impianku sendiri. Dengan ucapanmu tadi,
seketika pikiranku terbuka melebihi belajar sepuluh tahun lamanya."
Cepat Ko Bun membalas hormat orang dan berkata, "Ah, jika bukan terhadap orang bijaksana
sebagai anda, kata-kata tadi tidak nanti kukemukakan."
Thia Hong terbahak, "Haha, sungguh tidak nyana perjalananku ke Kanglam ini dapat
bersahabat dengan orang seperti Ko-heng, kelak bilamana mana ada kemajuan usahaku,
semua ini adalah jasa Ko-heng dan budi ini pasti takkan kulupakan."
Ah, terima kasih atas pujianmu," ujar Ko Bun dengan tertawa, "Diriku ini seorang lemah, namun
selama hidupku paling kagum terhadap kaum kesatria dan pengelana Kangouw."
Thia Hong tertawa, ia pikir meski anak muda ini kelihatan banyak tipu akalnya, juga orang kaya,
namun tidak punya nama dan juga tidak berpengaruh, sebab itulah dia berusaha menarik tokoh
Kangouw semacam diriku, tujuannya jelas cuma untuk mengembangkan nama dan meraih
kedudukan saja.
Berpikir demikian, rasa waswasnya terhadap Ko Bun lantas banyak berkurang.
Selesai makan minum, hari pun dekat lohor, Thia Hong berdua lantas mohon diri, "Setelah
persepakatan ini, biarlah kami mohon diri untuk berangkat, Atas hadiah kuda dan benda
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
mestika, bersama ini pula kami mengucapkan terima kasih, semoga kelak. . . ."
"Dari mana anda tahu akan sumbangan kuda dan sedikit tanda mata dariku?" tanya Ko Bun
dengan tercengang.
"Ko-heng dilahirkan ditengah keluarga jaya, dengan sendirinya tidak tahu seluk-beluk pekerjaan
kaum Kangouw kami." seru Thia Hong dengan tertawa. "Bicara terus terang, apa yang
diucapkan Ko-heng semalam dikamar telah kudengar."
Ko Bun tampak melenggong, akhirnya ia menghela napas dan berkata, "Ai, kungfu anda
sungguh hebat dan sukar ada bandingannya, sungguh sangat mengagumkan."
Jilid 11 Di tengah gelak tertawa senang Thia Hong berdua lantas meninggalkan ruangan tamu. Ko
Bun memerintahkan kuda disiapkan. Sesudah memberi salam, berangkatlah Thia Hong dan Lim
Lin. Menyaksikan kepergian orang dikejauahan, kembali tersembul senyuman Ko Bun yang khas itu.
Diam-diam ia membatin, "Ong It-peng dan Ong It-beng telah kuhasut hingga marah, mereka
sudah terperangkap olehku, Pek-poh-huihoa Lim Ki-cing berwatak garang, asalkan
kuperlakukan agak panas, tentu dia juga takkan lolos dari cengkeramanku. Sekarang Wanyang-
siang-kiam juga telah terpikat olehku dengan dengan nama dan keuntungan. . . .
Mengenai Co-jiu-sin-kiam Ting Ih, tentu dia akan dibereskan oleh Wan-yang-siang-kiam.
Sekarang tersisa Toh Tiong-ki saja seorang, yang lain-lain seperti Pat-bing-ting-long Oh Ci-hui
dan Ho Lim terlebih tidak ada artinya bagiku."
Debu yang mengepul dikejauhan sudah lenyap, dengan tersenyum puas ia membalik tubuh
hendak masuk rumah.
Siapa tahu, baru saja bergerak, se-konyong2 seorang menegur dengan tertawa, "Haha, lihai
amat tipu berantai anda ini, Jit-kiam-sam-pian sudah ada lima orang yang pasti dapat kau
bereskan, sisanya tinggal Jit-sing-pian Toh Tiong-ki saja saja, sekali ini Leng-coa Mao Kau
benar-benar dipereteli kaki-tangannya dan akan bangkrut habis-habisan."
Suaranya nyaring, setiap katanya menggetar sukma.
Keruan Ko Bun terkejut, cepat ia berpaling dan membentak, "Siapa?"
Waktu ia memandang kesana, ternyata dipojok undak-undakan batu sana berduduk seorang
kurus kering dengan baju penuh tambalan, namun berkulit badan putih, sinar matanya juga
tajam, seorang pengemis setengah umur.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Haha, jelek-jelek orang rudin sudah pernah bertemu satu kali dengan Kongcu, memangnya
Kongcu sudah lupa?" seru si pengemis pula sambil berbangkit.
Ko Bun tertegun, tapi segera ia pun tertawa, "Aha, kukira siapa, rupanya Kiong-sin Lengtayhiap!
Baik-baikkah selama ini?"
Walaupun dalam hati terkesiap, namun air mukanya tidak memperlihatkan sesuatu perasaan,
Diam-diam ia menaruh curiga terhadap Leng Liong yang muncul mendadak ditempatnya ini.
Maka sambil menyongsong si pengemis, sebelah tangannya terjulur seperti hendak menepuk
bahu orang, tapi sebenarnya bermaksud menutuk Hiat-to maut dibelakang telinga.
Kiong-sin Leng Liong tetap bergelak tertawa, seperti tidak mengetahui tindakan Ko Bun itu.
Ko Bun menjadi ragu, pada saat terakhir mendadak ia urungkan serangannya.
Seketika Leng Liong berhenti tertawa dan menatap Ko Bun dengan tajam, katanya, "Tutukan
Kongcu ini seharusnya diteruskan, kalau tidak, bilamana rahasia pekerjaanmu bocor, kan bisa
bikin susah Kongcu sendiri?"
Muka Ko Bun menjadi merah, ucapnya dengan tertawa, "Ah, apabila Leng-tayhiap tidak sedikit
pun kuatir terhadap seranganku, hal ini menandakan engkau tidak bermaksud jahat terhadapku,
kenapa perlu kuturun tangan lagi?"
"Haha, sudah puluhan tahun orang she Leng berkecimpung didunia Kangouw, tapi tokoh muda
cerdik pandai sebagai Kongcu sungguh baru pertama kali ini kulihat," kata Leng Liong dengan
gegetun. "Terima kasih," sahut Ko Bun "Sudah sekian lama tidak kulihat Liang Siang-jin, Liang-toako,
entah dimana sekarang dia" Leng-tayhiap adalah sahabat karibnya tentu tahu jejaknya?"
"Dari mana kau tahu hubunganku dengan dia?" tanyan Leng Liong dengan heran.
"Meski cara kerjaku kurang rapi, tapi kalau Liang-toako tidak membicarakan urusan ini dengan
Leng-tayhiap, dari mana kiranya Leng-tayhiap dapat mengetahui sejelas ini" Apalagi juga
bukan rahasia lagi hubungan erat antara Kiu-ciok-sin-hu dengan pihak Kai-pang."
Kiong-sin Leng Liong menatap Ko Bun beberapa kejap, katanya kemudian dengan menyesal,
"Bertindak cepat dan tegas, memperkirakan sesuatu dengan tepat, mengatur taktik secara jitu,
siapa pun pasti akan celaka bilamana mengikat permusuhan dengan orang seperti Kongcu.
Sepuluh hari lagi akan tiba hari pertemuan para kesatria, tatkala mana mungkin Leng-coa Mao
Kau harus merasakan betapa pahitnya berhadapan dengan Kongcu."
"Jika Leng-tayhiap berminat, bagaimana kalau ikut menyaksikan keramaian nanti?" kata Ko
Bun. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Kiong-sin Leng Liong termenung sejenak, ucapnya kemudian, "Meski Kongcu telah mengatur
taktik serapi ini, tapi Wan-yang-siang-kiam dan lain-lain sampai saat ini masih terpengaruh oleh
wibawa Mao Kau, umpama dalam hati mereka sudah timbul rasa tidak senang, belum tentu
mereka berani bersikap menantang terhadap Mao Kau.
"Sumbunya sudah kupasang, bila tiba saatnya, asalkan kusulut sumbu itu, segera api akan
berkobar, kalau Mao Kau tidak terbakar hingga hangus mana bisa terlampias rasa dendamku?"
setelah berhenti sejenak, dengan tersenyum Ko Bun lantas bertanya, "Kedatangan Lengtayhiap
ini pasti ada sesuatu petunjuk padaku?"
Sembari bicara ia terus bersikap menyilakan orang masuk kerumah, tapi Kiong-sin Leng Liong
tidak segera melangkah, sorot matanya yang tajam menyapu pandang sekejap sekeliling,
setelah yakin tidak ada orang lain, dengan suara tertahan ia berkata, "Berhubung dengan
urusan Kongcu, Liang-Siang-jin pernah datang mencariku, katanya dalam keadaan perlu mohon
kukerahkan pasukan kaum jembel untuk membantu. Meski sudah lama kuhormati mendiang
Siu-locianpwe, Kongcu juga baru muncul didunia Kangouw, mengingat urusan ini sangat luas
sangkut-pautnya dengan kepentingan orang banyak, maka diam-diam sudah kukuntit dan
mengawasi gerak-gerik Kongcu sekian lamanya. . . . ."
"Ingin kau ketahui dapatkah kulaksanakan tugasku?" tukas Ko Bun.
"Betul." jawab Leng Liong terus terang. "Ternyata Kongcu memang naga diantara manusia,
bangau ditengah ayam. Sebab itulah sekarang kudatang kemari untuk bertanya kepada Kongcu
dalam hal apa dimana tenaga kaum jembel diperlukan bantuannya?"
"Terima kasih atas maksud baik Leng-tayhiap," jawab Ko Bun. "Setelah urusan ini berkembang
sejauh ini, rasanya sudah tidak ada lagi yang berharga untuk mengerahkan anggota-anggota
Kai-pang. Jadi sekali lagi terima kasih atas budi kebaikan Leng-tayhiap."
Meski dia bicara dengan tersenyum, tapi kata2nya cukup tajam, rupanya ia rada tersinggung
oleh kata "mohon bantuan" yang diucapkan Leng Liong tadi, hal ini membangkitkan rasa
angkuhnya. Leng Liong tertawa, "Jika demikian, baiklah kutunggu kabar baik Kongcu, dalam pesta perayaan
Kongcu nanti hendaknya jangan lupa mengundang diriku."
Ditengah gelak tertawanya ia menyurut mundur dan memberi hormat, lalu membalik tubuh dan
melangkah pergi.
Memandangi bayangan punggung orang yang semakin jauh, diam-diam Ko Bun membatin,
"Hm, biarpun pengaruh sindikat kaum jembel setinggi langit juga aku Siu Su belum tentu perlu
memohon bantuanmu."
Pemuda yang sukses biasanya memang sukar terhindar dari sifat angkuh.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
. == ooo OO ooo ==
Senja sudah hampir lalu. Sebuah kereta berwarna putih perak ditarik empat ekor kuda putih
mulus berlari dijalan raya ditengah keramaian kota.
Menjelang magrib, pasar malam dijalan raya Kahin bertambah ramai dan berjubel dengan orang
yang berlalu lalang, ditengah jalan raya yang ramai itu kereta kuda ini dilarikan dengan cepat


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

serupa seekor ikan yang lincah menyusur kian kemari didalam air.
Sais didepan kereta berseragam putih, tubuhnya tegak, cambuknya terangkat tinggi, "tarrr",
pelahan cambuknya menggeletar diatas punggung kuda.
Kereta putih perak ditarik empat kuda putih mulus, saisnya juga berseragam putih, sungguh
sangat menarik perhatian orang dan membuat kagum.
Siapakah penumpang kereta itu" Inilah yang menimbulkan dugaan-dugaan dalam hati orang
ramai. Kereta dilarikan cepat kedepan dan menimbulkan kepulan debu tipis, namun tiada menyenggol
ujung baju seorang pun.
Selagi keempat ekor kuda putih berlari kencang, se-konyong2 kawanan kuda itu meringkik
keras sambil berjingkrak, semuanya berdiri dengan kaki belakang dan tidak mampu berlari maju
selangkah pun kedepan.
Sais kereta Thi Jit terkejut, ia angkat cambuk sambil berpaling kebelakang.
Terdengar suara seorang lagi membentak, "Kereta siapa berani ngebut ditengah jalan raya
ramai ini, apakah tidak kuatir menubruk orang?"
Thia Jit melompat turun dari tempatnya, terdengar orang banyak menjerit kaget menyaksikan
seorang Thauto (hwesio berambut) berbaju hitam dengan rambut panjang terurai diatas pundak,
pangkal rambut diikat dengan sebuah ikat kepala perak mengkilat.
Yang luar biasa adalah Thauto ini dengan tangan kiri menarik bemper belakang kereta sehingga
perawakannya yang tinggi besar itu se-akan2 berakar didalam tanah, serentak kereta itu
tertahan berhenti.
Bahwa kereta yang ditarik empat kuda dan sedang dilarikan dengan kencang itu dapat ditahan
oleh tenaga sebelah tangan si Thauto berbaju hitam ini, keruan tidak kepalang kaget Thia Jit
sehingga dia berdiri melongo tak bisa bicara.
Dari cahaya lampu pertokoan kedua tepi jalan kelihatan Thauto berbaju hitam ini memang cuma
bertangan satu, sebab lengan baju kanan kelihatan kosong terselip pada tali pinggang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Muka Thauto ini juga aneh, sejalur bekas luka memanjang dari ujung mata kiri melintang miring
kebawah pipi kanan, dibawah cahaya lampu terlihat codet yang kemerahan itu berpadu dengan
mata kanan yang masih tersisa dan berjelitan memancarkan sinar tajam itu sehingga kelihatan
agak seram. Sungguh lelaki perkasa, bukan saja Thia Jit terkejut, penonton yang menyaksikan juga
melenggong. Habis suara jeritan kaget orang banyak tadi, segera suasana jalan raya berubah
menjadi sunyi. Sinar mata tunggal si Thauto menyapu pandang Thia Jit sekejap, dengan alis menegak segera
ia membentak pula, "Apakah kau bisu atau tuli, masakah tidak mendengar pertanyaanku?"
Thia Jit berdehem dan menjawab, "Harap Taysu jangan. . . . ."
Belum lanjut ucapannya, terdengar suara lantang bertanya dari dalam kereta, "Ada apa, Thia
Jit?" Pelahan pintu kereta terbuka, lalu melangkah turun seorang pemuda tampan berjubah sulam
mentereng, Setelah melihat apa yang terjadi, mau-tak-mau terunjuk juga rasa kejutnya, tapi
segera ia tersenyum dan memberi hormat, serunya, "Tenaga sakti Taysu sungguh
mengejutkan, kukira tenaga raksasa pahlawan jaman dahulu kala juga tidak lebih dari pada ini."
Meski bicara sambil tertawa, tapi sikapnya membawa semacam wibawa yang agung. Thauto
baju hitam meng-amat-inya beberapa kejap, mendadak ia lepaskan pegangannya pada kereta
dan mendekati Ko Bun, bentaknya pula, "Jadi kaulah majukan kereta ini?"
Suara bentakannya menggelegar membikin kaget penonton, tapi pemuda perlente ini tetap
tenang dan tersenyum, jawabnya, "Cayhe Ko Bun, memang betul kereta ini milikku."
Dengan alis menegak si Thauto berteriak pula, "Melarikan kereta secepat ini ditengah jalan raya
yang ramai, jelas sengaja mencari perkara dan menumbuk orang, berdasarkan apa kau berani
berbuat tidak se-mena2 begini?"
"Sengaja mencari perkara dan bermaksud menumbuk orang" Ingin kutanya kepada Taysu,
bilakah keretaku menumbuk orang?" jawab pemuda Ko Bun dengan tertawa.
Tercengang juga si Thauto, mendadak ia menengadah dan bergelak tertawa, katanya, "Baik,
anggap kau mujur, Bukan saja kudamu bagus, saisnya juga hebat, kau pun punya mulut yang
pandai bicara. Salahku sendiri tidak membekukmu setelah keretamu menerjang orang."
Belum lenyap suara tertawanya, Thauto berbaju hitam yang aneh ini lantas membalik tubuh dan
melangkah pergi.
?"Nanti dulu, Taysu!" seru Ko Bun tiba-tiba.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Serentak Thauto itu berpaling, damperatnya dengan kurang senang, "Kau mau apa lagi?"
"Petang hari indah ini tepat untuk makan minum, bilamana Taysu tidak ada urusan, bagaimana
jika kita minum bersama barang dua-tiga cawan?" kata Ko Bun.
Si Thauto meraba janggutnya yang pendek kaku sambil tertawa, "Haha, sungguh menarik,
sudah dua puluh tahun tidak berkunjung ke Kanglam, tak tersangka hari ini dapat berjumpa
dengan pemuda menarik seperti kau ini. Baik, mari kita minum sampai mabuk."
Sembari tersenyum Ko Bun menyilakan si Thauto menuju kesebuah rumah makan besar yang
tepat berada didepan situ, sekilas ia mengedipi Thia Jit, meski tanpa bicara, namun jelas
maksudnya menyuruh Thia Jit menyelidiki asal-usul Thau-to aneh ini.
Meski hari belum lagi gelap, namun rumah makan itu sudah penuh tetamu, Ko Bun dan si
Thauto baju hitam memilih sebuah meja kelas utama, setelah menenggak tiga cawan arak
mulailah Thauto itu berbicara dengan riang gembira.
Kedua orang ini sangat kontras, yang satu kasar, yang lain lembut, yang satu bermuka buruk,
yang lain berwajah tampan, dengan sendirinya mereka sangat menarik perhatian tetamu lain
dan ber-tanya2 siapakah kedua orang ini"
Yang mengherankan Ko Bun adalah kecuali tenaga raksasanya, Thauto berbaju hitam ini juga
sangat luas pengetahuannya dan pengalamannya, seluruh negeri sudah pernah dijelajahinya.
Tapi bila ditanya mengenai asal-usulnya, segera ia berusaha membelokkan pembicaraan
orang, seperti dibalik sejarah hidupnya mengandung sesuatu rahasia besar.
Tidak lama kemudian. Bayangan Thia Jit tampak berkelebat diujung tangga. Dengan sesuatu
alasan Ko Bun meninggalkan sebentar tamunya dan turun kebawah. Segera Thia Jit
menyongsongnya dan memberi laporan, "Hamba sudah tanyai segenap kawan di Kahin sini,
diketahui Thauto ini baru datang semalam, tidak mondok dibiara, juga tidak masuk rumah
penginapan, sebaliknya semalaman terus minum arak tanpa mabuk. Bila orang bertanya
namanya, ia mengaku sebagai Loan-hoat Thauto (si Thauto berambut kusut). Pagi-pagi ia telah
mengitari kota sekeliling, tampaknya seperti sedang mencari jejak seseorang.
Bekernyit kening Ko Bun, katanya kemudian setelah berpikir, "Sudah lama engkau
berkecimpung didunia Kangouw, pernah kau dengar seorang tokoh semacam ini?"
"Tidak pernah." jawab Thia Jit sambil menggeleng. "Padahal asalkan namanya sedikit menonjol
saja pasti tidak terlepas dari mata telinga kami."
Tambah rapat kerut kening Ko Bun, "Aneh juga jika begitu. Selain punya tenaga raksasa
pengetahuan Thauto ini juga sangat luas, jelas dia bukan tokoh Kangouw yang tidak bernama,
apalagi lahiriahnya begini aneh, cacat lagi, kemana dia pergi pasti menarik perhatian orang.
Jika namanya sedikit menonjol saja pasti takkan dilupakan siapa pun yang pernah melihatnya."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Belum habis dia bicara, tiba-tiba terlihat seorang Tosu muda berjubah kelabu dan bersepatu
kain hitam, pedang bergantung dipinggangnya, rambut digelung tinggi dengan tusuk kundai
diatas kepala, dengan langkah enteng lalu disebelahnya. Waktu lewat disamping Ko Bun, Tosu
muda itu menoleh dan memandangnya sekejap, sorot matanya mengandung senyuman.
Selagi hati Ko Bun tergerak, tahu-tahu Tojin muda berjubah kelabu itu sudah pergi jauh dan
lenyap ditengah keramaian pasar malam.
Langkah tojin itu kelihatan santai, padahal sangat gesit dan cepat, kalau ginkangnya tidak hebat
pasti tidak dapat berjalan secepat itu.
"Kau tahu tojin itu?" tanya Ko Bun dengan suara tertahan.
Thia Jit menggeleng, "Kecuali anak murid Bu-tong-pai, jarang ada tojin yang membawa pedang
didunia persilatan, tapi kawanan tosu Bu-tong-pai berjubah biru, tojin yang berpedang dan
berjubah kelabu seperti ini seketika hamba tidak ingat akan asal-usulnya,"
"Baiklah, jika begitu kembali dan tunggu saja dikereta," kata Ko Bun dan ia naik kembali keatas
loteng rumah makan.
Dalam hati Ko Bun membatin, "Hwesio beranbut dan Tosu ini tampaknya bukan orang biasa,
tapi asal-usulnya tidak diketahui pula, mengapa mereka bisa muncul sekaligus dikota Kahin
ini". . . ."
Setiba diatas loteng, dilihatnya si Thauto lagi memandang keluar jendela, agaknya ingin
menemukan seseorang.
Waktu Ko Bun berdehem cepat Thauto itu berpaling, alisnya yang tebal tampak bekernyit,
tanyanya tiba-tiba, "Baru saja ada seorang tojin berjubah kelabu, apakah kau lihat?"
Tergerak hati Ko Bun, jawabnya, "Adakah sesuatu yang aneh pada tojin yang Taysu
maksudkan itu?"
"Tojin yang berjubah kelabu begitu dahulu hanya terdapat pada golongan Hoa-san-pai saja, itu
pun cuma dipakai oleh tokoh-tokoh perguruan tersebut yang terkemuka. Selama berpuluh tahun
terakhir ini Hoa-san-pai sudah banyak mundur, sungguh aku tidak mengerti mengapa di Kahin
sekarang bisa mendadak muncul seorang ahli pedang tokoh Hoa-san-pai."
Dengan sendirinya Ko Bun juga merasa heran. Dilihatnya si Thauto berambut kusut telah
menenggak arak lagi, lalu menyambung, "Sepanjang perjalananku kesini, sudah ada sekian
kelompok tokoh Bu-lim yang telah kulihat, tampaknya mereka sama ter-gesa2 dan seperti
menanggung sesuatu pikiran, entah dari mana asal-usul mereka dan apa maksud tujuannya?"
"Tapi dalam pandangan orang lain, bukankah Taysu sendiri juga dipandang begitu?" ujar Ko
Bun. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Thauto itu melengak, mendadak ia terbahak-bahak, "Hahaha, paling-paling hanya kedua
lenganku ini sedikit bertenaga, memangnya terhitung apa?"
Sesudah orang puas tertawa, kemudian Ko Bun berkata, "Akhir-akhir ini daerah Kanglam sering
bermunculan jejak kaum pendekar, mungkin kedatangan mereka ada sangkut-pautnya dengan
Enghiong-taihwe (pertemuan para kesatria) yang akan diadakan Mao Kau, entah kedatangan
Taysu apakah juga lantaran urusan ini?"
"Haha, apa artinya pertemuan yang diadakan Mao Kau itu, mana bisa. . . ." mendadak suara si
Thauto terhenti, dengan prihatin ia menyambung lagi, "Jika kau sendiri bukan orang dunia
persilatan, mengapa urusan dunia persilatan begitu menarik perhatianmu dan begitu jelas kau
ketahui?" "Meski cayhe bukan orang dunia persilatan, tapi beruntung banyak mempunyai sahabat dari
kalangan tersebut, karena bergaul setiap hari dan sering bicara hal-hal yang menyangkut orang
persilatan, maka seluk-beluknya dapatlah kuikuti dengan jelas."
Mendadak si Thauto bertanya dengan sorot mata mencorong, "Jika begitu, apakah pernah kau
dengar akhir-akhir ini didaerah Kanglam ada muncul seorang kakek bertangan buntung sebelah
yang datang dari daerah perbatasan utara?"
Melihat sikap prihatin si Thauto ketika bertanya, Ko Bun merasa tertarik, tanyanya, "Apakah
kedatangan Taysu ke Kanglam ini disebabkan urusan ini?"
Tiba-tiba sinar mata si Thauto menampilkan rasa duka, ucapnya pelahan, "Sudah ada dua
puluh tahun aku tidak pernah berjumpa dengan kakek ini, mestinya tidak kuketahui matihidupnya,
akhir-akhir ini terdengar usahanya sukses didaerah perbatasan sana, waktu
kudatangi, kudapat kabar dia telah berangkat ke Kanglam sini untuk mencari jejak seseorang."
"Siapa yang dicarinya?" tanya Ko Bun.
"Keturunan seorang she Siu. . . ." bicara sampai disini si Thauto merasa terlanjur omong,
alisnya berkerut, segera ia berkata pula dengan ketus, "Jika kau lihat jejak orang tua itu
hendaknya segera kau katakan padaku, kalau tidak tahu, untuk apa bertanya?"
Diam-diam Ko Bun mentertawakan watak si Thauto yang keras itu, ia pikir tenaga raksasanya
memang sangat mengejutkan, apabila orang ini dapat diperalat tentu akan banyak gunanya,
maka dengan tersenym ia berkata pula, "Saat ini cayhe memang tidak tahu, tapi asalkan orang
yang dimaksudkan Taysu itu benar berada didaerah Kanglam, kuyakin dalam waktu sebulan
pasti dapat kuselidiki dimana dia berada."
Semangat si Thauto terbangkit, "Apakah betul?"
"Mana berani kuomong kosong kepada Taysu, cuma entah bagaimana bentuk wajah kakek itu,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
berapa usianya?"
"Usia orang ini sudah lebih enam puluh tahun, perawakannya tinggi besar, suaranya lantang
seperti bunyi genta, buntung tangan kanan, sekilas pandang hampir mirip diriku."
"Jika begitu menyolok keadaan si kakek, untuk mencarinya tentu tidak sukar." ujar Ko Bun.
"Hahaha, bila betul demikian, selama sebulan ini jelas aku akan nebeng padamu," seru si
Thauto dengan tergelak.
. == oo OOO oo ==
Pagi hari pada musim semi yang indah, sebuah kereta berwarna perak dilarikan keluar Kahin
menuju Hangciu.
Ko Bun berduduk menyanding jendela kereta yang setengah terbuka, memandang keindahan
alam yang dilaluinya, suasana sunyi, hanya detak kaki kuda dan gemertak roda kereta yang
terdengar. Si Thauto berambut kusut berduduk didepannya sambil mengangkat sebuah buli-buli dan asyik
menikmati araknya.
Tiba-tiba terdengar suara detak kaki binatang berlari yang berat dari jauh mendekat, si Thauto
coba melongok keluar, tertampak dari jauh berlari datang dua ekor unta berpunuk ganda.
Diatas kedua unta itu berduduk melintang dua wanita cantik berdandan suku bangsa asing
perbatasan utara, bergaun longgar dan berlengan baju sempit, muka pakai kain kerudung.
Kedua unta dengan cepat bersimpang jalan dengan kereta ini, sekilas kelihatan kerling mata
kedua wanita cantik dibalik kain kerudungnya.
Ko Bun merasa heran, sungguh aneh didaerah Kanglam yang menghijau permai ini mengapa
terdapat binatang yang biasanya dijuluki sebagai "kapal gurun" ini, bahkan penunggang unta
adalah dua perempuan cantik.
Selagi Ko Bun merasa bingung, mendadak si Thauto menolak pintu kereta dan mendesis,
"Sampai bertemu di Hangciu."
Belum habis ucapannya serentak ia melompat keluar kereta. Ko Bun tidak sempat bertanya, ia
tambah heran. Dilihatnya si Thauto telah berlari kesana mengikuti lari kedua ekor unta tadi.
Kereta tetap dilarikan kedepan, suasana tetap sunyi, namun hati Ko Bun sekarang telah
bertambah lagi dengan macam-macam tanda tanya.
Sejak tiba didaerah Kanglam, segala sesuatu telah diaturnya dengan sangat rapi, setiap
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
kejadian yang timbul takkan membuatnya terkejut, sebab semuanya sudah dalam
perhitungannya.
Tapi sekarang munculnya si Thauto berambut kusut, si tojin muda dan kedua perempuan cantik
penunggang unta ini adalah hal-hal yang sukar dipecahkannya.
Meski hal-hal ini tampaknya tidak ada sangkut-pautnya dengan dia, tapi aneh, dalam lubuk
hatinya timbul semacam perasaan waswas yang sukar dijelaskan.
Entah berapa lama kemudian, mendadak terdengar Thia Jit yang menjadi sais itu berteriak
diluar, "Kongcu, coba kau lihatlah!"
Laju kereta diperlambat, waktu Ko Bun melongok keluar jendela, tertampak ditepi jalan sana
adalah lapangan rumput hijau mengelilingi sebuah kolam berbentuk melengkung, lebar kolam
empat-lima tombak dan panjangnya belasan tombak, air yang mengalir tampak sangat lambat.
Suasana sunyi senyap, tiada terdengar suara manusia, diseberang kolam sana tampak berdiri
dua buah kemah besar berbentuk bulat, Ditepi kolam ada beberapa ekor unta dan sepuluhan
ekor kuda belang sedang makan rumput dengan tenang.
Terdengar Thia Jit lagi bergumam, "Sungguh aneh, didaerah Kanglam mengapa terdapat
perkemahan seperti kemah orang mongol?"
Tengah ia bicara kereta lantas dihentikan. Ko Bun juga heran dan terkesima memandang
adegan yang ganjil itu.
Mendadak seekor burung bangau terbang mengitari permukaan kolam dan menyelam, lalu
terbang lagi keudara dengan seekor ikan pada paruhnya.
Belum lagi percikan air kolam tenang kembali, dari dalam kemah diseberang berlari keluar
seorang anak berbaju kuning sambil bersorak gembira.
Menyusul lantas muncul pula seorang gadis berkurudung dengan gaun longgar dan baju lengan
sempit, dari jauh dia menggapai tangan kepada Ko Bun.
Tentu saja Ko Bun melengak, didengarnya gadis berkerudung lagi berseru, "Tuan tamu
diseberang itu silakan turun dari keretamu, majikan kami mengundang engkau mampir
keperkemahan kami."
Meski logatnya agak aneh, namun suaranya nyaring dan enak didengar.
Dalam pada itu anak berbaju kuning itu telah mengitari kolam dan berlari kedepan kereta, tanpa
kenal takut ia pegang lengan baju Ko Bun dan bertanya, "Wah, alangkah gagahnya kuda-kuda
ini! Alangkah indahnya kereta perak ini adan alangkah cakapnya penumpangnya!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Dengan tertawa cerah Ko Bun bertanya, "Eh, adik cilik, siapakah majikan kalian" Untuk apa
mengundang diriku?"
Anak itu berkedip-kedip, jawabnya sambil menggeleng, "Entah, aku tidak tahu, bisa jadi dia
kenal padamu."
Dengan kening bekernyit dan karena ingin tahu, Ko Bun turun dari keretanya dan membiarkan
dirinya ditarik sianak keseberang sana.
Dibalik kain kerudung tipis itu lamat-lamat kelihatan dekik pipi sigadis dengan giginya yang putih
rajin, dia tersenyum manis kepada Ko Bun, lalu berlari kedalam kemah sambil berseru, "Loyacu,
tamu sudah datang!"
Ko Bun berdehem, dari dalam kemah lantas terdengar suara seorang tua berbicara, "Tuan tamu
diluar silakan masuk saja, maafkan gerak-gerikku kurang leluasa sehingga tidak dapat
melakukan penyambutan."
Gadis tadi lantas menyingkap tenda dan melongok keluar sambil berkata dengan tertawa,
"Loyacu menyilakan tuan masuk kemari!"
Ko Bun memandang sekejap sekitarnya, meski diluar kemah bergerombol kuda dan unta,
namun keadaan sunyi dan tenang, pada kemah lain yang lebih kecil tersiar bau sedap daging.
Ia tersenyum kepada anak berbaju kuning tadi, lalu melangkah masuk kedalam kemah.
Waktu ia angkat kepala, diluar perkemahan kelihatan sederhana, tapi didalam ternyata
terpajang sangat mewah, dan beberapa meja berkaki pendek teratur diatas permadani terbuat
dari kulit harimau. Tidak usah yang lain melulu permadani ini saja sudah membuat setiap orang
yang masuk kedalam kemah akan merasakan kehangatan.
Dari balik tabir kulit harimau tutul terdengar suara orang berdehem, lalu muncul seorang tua
bermantel warna ungu, tubuhnya bungkuk, langkahnya tertatih-tatih. Pada mukanya juga
memakai sehelai kain kerudung tipis warna ungu, jenggot putih panjang melambai dibawah


Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

janggut, tidak terlihat jelas wajah aslinya.
Nemun kedua matanya yang tidak tertutup itu memancarkan cahaya tajam sehingga sangat tak
seimbang dengan tubuhnya yang bungkuk itu.
Diam-diam Ko Bun merasa heran, namun air mukanya tidak memperlihatkan sesuatu perasaan.
Si kakek berkerudung memandang Ko Bun sekejap sambil duduk bersandar pada dipan
berlapis kulit harimau, katanya dengan tertawa, "Silakan anda duduk saja secara santai,
maafkan jika pelayananku kurang baik."
Kakek ini jelas datang dari daerah luar perbatasan utara, namun logat bicaranya adalah logat
Hopak. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
Pikiran Ko Bun bergolak, tapi ia lantas memberi hormat dan menyapa, "Cayhe Ko Bun, entah
ada petunjuk apakah Lotiang (bapak) mengundang diriku?"
"O, duduk-duduk dulu. . . . Tho-koh, ambilkan teh!" ucap si kakek.
Tho-koh, si gadis berkerudung tadi mengiakan dan masuk kebalik tabir, sedangkan sianak
berbaju kuning asyik memandang Ko Bun tanpa berkedip.
Betapapun Ko Bun tidak dapat menerka asal-usul kakek ini, juga tidak dapat meraba apa
kehendaknya, terpaksa ia duduk termenung menunggu orang bicara lagi.
Sejenak kemudian Thi-koh membawakan alat minum terdiri dari poci dan cangkir kemala hijau.
Isi poci itu adalah teh susu kuda yang biasa menjadi minuman se-hari2 kaum penggembala
digurun pasir. Dengan sorot mata tajam si kakek berkerudung mendadak bertanya, "Anda sungguh pemuda
teladan, entah siapa orang tua anda?"
Pertanyaan yang tak terduga ini membuat Ko Bun melenggong, jawabnya kemudian dengan
tersenyum, "Ah, orang tua Cayhe adalah saudagar biasa di selatan, Lotiang sendiri adalah naga
diantara manusia, entah ada keperluan apa."
Mendadak si kakek menengadah dan bergelak tertawa, pada saat yang sama sebelah
tangannya yang tersembunyi dibalik mantel menjentik pelahan, kontan dua jalur angin tajam
menyambar kearah Ko Bun.
Tentu saja anak muda itu terkejut, kedua larik sinar hitam itu menyambar tiba dengan cepat dan
terbagi dari dua arah, muka dan belakang.
Sungguh serangan senjata rahasia yang aneh, tapi juga cepat dan lihai. Hanya sekejap saja
sambaran senjata rahasia sudah dekat dengan muka Ko Bun, dengan cepat otak Ko Bun
bekerja, ia tidak menghindar.
Maka terdengarlah suara "cring" sekali, kedua larik sinar hitam saling bentur dan terpental jatuh
disamping Ko Bun.
Begitu senjata rahasia terpental jatuh, si kakek lantas tertawa pula dan berkata, "Sungguh
hebat, sungguh tabah! Kalau anda tidak lagi mengaku sebagai anak murid tokoh kosen, tentu
mataku yang lamur."
Berubah juga air muka Ko Bun, tapi dengan tetap tenang ia menjawab, "Ah, tabah apa"
Soalnya cayhe tidak ada permusuhan apa pun dengan Lotiang, kuyakin takkan sembarangan
Lotiang membikin celaka diriku, makanya kudiam saja, apalagi. . . .Haha, umpama aku ingin
menghindar juga tidak tahu bagaimana caranya."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
"Hm, jadi kau tahu tak ada maksudku membikin celaka jiwamu, maka engkau tidak perlu
menghindar, begitu?" jengek si kakek, "Tho-koh dan Liu-ji, coba kalian masing-masing
mencungkil sebelah mata orang ini."
Alis Ko Bun menegak. Dilihatnya Tho-koh tersenyum dan berkata padanya, "Maaf tuan tamu!"
Ditengah senyum manisnya, sedikit bergerak, tahu-tahu tangannya yang putih terus mencolok
mata kiri Ko Bun.
Si anak berbaju kuning, Liu-ji dengan tertawa lantas menyerang juga mata kanan Ko Bun,
serangan kedua orang sama cepatnya tanpa kenal ampun sedikit pun.
Sama sekali Ko Bun tidak menyangka dirinya akan diperlakukan begitu oleh kakek berkerudung
itu. Kedua tangan lawan sudah menyambar tiba, jika dirinya tidak menghindar kedua mata bisa
jadi akan dibutakan didalam kemah ini.
Diam-diam ia juga menghimpun tenaga pada tangannya, sekali tangan bergerak, kontan Thokoh
dan Liu-ji tergetar dan mencelat.
Maklumlah, sejak kecil Ko Bun meyakinkan Hoa-kut-sin-kun, sebagian tubuhnya dapat bekerja
secara tak terduga dan menyerang dari bagian yang tidak tersangka. Tapi jika sekarang dia
mengeluarkan Hoa-kut-sin-kun andalannya, hal ini sama dengan membocorkan identitasnya
sendiri. Sebab itulah diam-diam sudah timbul maksudnya untuk membinasakan lawan.
Untunglah pada detik yang menentukan itu, se-konyong2 ada suara orang membentak diluar
kemah, "Berhenti!"
Serangan Tho-koh dan Liu-ji rada merandek, pada saat itulah selarik sinar perak lantas
menyambar datang dari luar, sekaligus menabas bahu kanan Tho-koh dan tangan Liu-ji. "Bret",
Tho-koh sempat berkelit sehingga cuma lengan baju saja yang terpapas sepotong.
Meski kecil, namun kungfu Liu-ji juga tidak lemah, cepat ia mendak kebawah, kontan ia balas
menghantam iga pendatang itu.
Tho-koh rada gugup karena lengan bajunya robek, tapi segera ia pun menggeser kesamping
dan melancarkan dua kali pukulan.
Kerja sama kedua orang sangat rapat, seketika serangan pendatang dapat dibendungnya. Ko
Bun tetap berdiri ditempat semula, waktu ia perhatikan, kiranya oran yang melayang tiba dari
luar kemah itu ialah si tojin muda berjubah kelabu yang dilihatnya kemarin.
Ditengah berkibar lengan jubahnya yang lebar, dalam sekejap pedang perak yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com
dimainkannya sudah melancarkan tujuh jurus serangan, semuanya mengancam bagian maut
ditubuh Tho-koh dan Liu-ji, begitu keji serangannya seakan-akan mempunyai dendam kesumat
kepada kedua lawannya itu.
Biarpun cepat dan gesit, tapi ditengah kemah yang sempit, Tho-koh dan Liu-ji rada kelabakan
juga didesak oleh serangan si tojin muda yang lihai dan tampaknya sebentar lagi bisa terbinasa.
Sampai saat ini Ko Bun belum lagi tahu misteri apa yang terkandung dibalik kejadian ini, maka
sejauh ini dia tetap berdiam ditempatnya dengan tenang.
Dengan tajam si kakek berkerudung juga terus mengawasi gaya serangan si tojin, mendadak ia
membentak, "Berhenti!"
Serentak Tho-koh dan Liu-ji melompat mundur. Si tojin juga menarik kembali pedangnya,
Pedang Golok Yang Menggetarkan 11 Laron Pengisap Darah Karya Huang Yin Peristiwa Merah Salju 4
^