Pencarian

Bu Kek Kang Sinkang 4

Bu Kek Kang Sinkang Karya Kkabeh Bagian 4


Suara bisikkan terdengar semakin lirih, sepertinya locianpwee itu telah pergi menjauh.
Yang tertinggal hanya Tan Leng Ko yang termenung sendirian di ruangan itu,
berdiri sambil memegang kitab Ouw Yang Ci To ditangannya.
Ia tidak berniat meninggalkan ruangan itu. Hawa liar ditubuhnya mulai bergolak keras yang menimbulkan rasa sakit yang hebat menyukarkan dirinya untuk
bergerak. Tan Leng Ko cukup menyadari, sudah tiba waktunya untuk melatih
Hek Im Pek Yang Sinkang.
Ia menghela napas, pengalamannya belakangan hari dirasakannya aneh seperti
sebuah mimpi saja.
**************************************
"Hei i... Kau sedang bermimpi, atau melamun" Kau dengar tidak, pertanyaanku?"
teriak Giok Hui Yan dengan kesal.
Rada gelagapan Tan Leng Ko yang tersadar dari lamunannya. Telinganya terasa pengang, Giok Hui Yan berteriak keras, dekat sekali dengan kupingnya.
Setelah berpikir sejenak, Tan Leng Ko kemudian memutuskan menuturkan
peristiwa yang terjadi walau tidak semua.
"Apa yang harus kau lakukan untuk locianpwee itu?"
"Ia menugaskanku mewakilinya untuk mencari kitab Hay Thian Sin Kiamboh
dalam kurun waktu satu tahun"
"Dan sebagai timbal balik, kami dilarang untuk mengunjungi toko buku itu"!"
"Benar!"
Tan Leng Ko menggerutu dalam hati, ternyata locianpwee itu dapat menerka
dengan tepat. Ternyata, dia memang dapat menemukan satu akal untuk
mencegah mereka mengunjungi daerah terlarang itu..
Giok Hui Yan mengerenyitkan alisnya yang lentik, tanyanya kemudian perlahan:
"Kuheran kenapa beliau akan membantu kami?"
Tan Leng Ko mengeluh dalam hati, dengan gelagapan ia menjawab:
"Sedikit banyak, daun yang temukan diruang pustaka kalian, tentu mempunyai
sangkut paut dengan dirinya. Menurut ayahmu cara pencuri kitab itu menggores daun, menunjukkan kepandaiannya yang luar biasa, tidak heran locianpwee itu menjadi tertarik untuk menyelidikinya. Yang kuheran, kenapa dengan
kepandaianku yang rendah ia tetap memilihku?"
Giok Hui Yan menghela napas,
"Kutahu sebabnya"
"Apa sebabnya?" tanya Tan Leng Ko ingin tahu.
"Coba kau kerahkan tenaga saktimu"
Tan leng Ko melakukan apa yang dikatakan Giok Hui Yan, diam diam Giok Hui
Yan terkejut, melihat perubahan wajah Tan Leng Ko yang belang hitam putih.
"Mukamu..."!"
Tan Leng Ko mengomeli dirinya dalam hati, dia lupa atas perubahan wajahnya
setiap kali mengerahkan tenaga. Bergegas ia menerangkan perihal Hek Im Pek
Yang Sinkang kepada Giok Hui Yan.
"Kau harus mempelajari ilmu ini" ujarnya dengan serius.
"Dan memiliki wajah setan sepertimu" Aku tidak mau!" kata Giok Hui Yan yang tidak dapat menahan ketawanya melihat kepala Tan leng Ko yang gundul ikut
berubah warna. Dengan cemas Tan Leng Ko berseru:
"Jika tidak kau latih, kau akan tewas secara mengerikan!"
"Mati yaa mati, paling paling tubuhku hanya pucat dan dingin, tidak belang
belang seperti itu" tawa Giok Hui Yan sampai mengikik.
Mendadak, ia menghentikan ketawanya, alisnya berkerenyit.
"Aneh! Setiap benda diruang terbuka, biasanya tiada yang lebih panas atau lebih dingin. Kenapa sesosok mayat lebih dingin dari benda sekitarnya?"
"Kau sedang berbicara ngawur apalagi?" tanya Tan Leng Ko sambil menghela
napas. Giok Hui Yan memincingkan matanya menatap bagian tubuh Tan Leng Ko yang
menghitam. Kemudian katanya sambil tertawa:
"Jika kau mati, kujamin tubuhmu tidak akan dingin. Konon warna hitam dapat
menyerap panas lebih banyak"
Tan Leng Ko tidak meladeni ucapan kacau Giok Hui Yan.
"Apa kau tidak merasakan, hawa panas bercampur dingin bergerak mengikuti
tenaga saktimu?" tanyanya masih kuatir.
Melihat kekuatiran Tan Leng Ko, Giok Hui Yan termenung sejenak.
"Selain tenaga saktiku bertambah, aku tidak merasa kurang apa" ujarnya
perlahan. Tan Leng Ko menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia menjadi bingung!
Lociapnwee itu tidak beralasan untuk berbohong padanya. Tapi ia juga dapat
melihat Giok Hui Yan berbicara jujur!
Apa racun Hek Pek Coa telah berhasil melebur dengan tenaga sakti Giok Hui
Yan" Kenapa dirinya yang melatih Hek Im Pek Yang Sinkang malah belum
berhasil" Dengan muka serius Giok Hui yan berkata:
"Kutahu racun Hek Pek Coa dapat menambah tenaga sakti, juga dapat kuterka
locianpwee itu menambah tenagamu agar dapat membantu usahamu mencari
kitab. Yang tidak kumengerti kenapa ia menambah tenagaku?"
Tan Leng Ko menggeleng. Ia pernah menanyakan urusan itu, hanya tidak
memperoleh jawaban yang memuaskan.
"Darimana kau tahu gigitan Hek Pek Coa dapat menambah tenaga?"
Giok Hui Yan termenung sejenak, kemudian katanya:
"Sebab perselisihan Mi Tiong Bun dengan pihak Ngo Tok Kauw disebabkan oleh
ular itu!"
"Maksudmu?" Tanya Tan Leng Ko dengan kaget.
"Ngo Tok Kauw menuduh anggota kami yang sedang melalui kota pusat
perkumpulan mereka, telah mencuri Hek Pek Coa"
"Apa dasar tuduhan mereka?"
"Mereka beranggapan hanya jagoan tangguh yang dapat mencuri Hek Pek Coa
yang dijaga ketat, sedangkan dalam lingkaran lima puluh lie, mereka tidak
menemukan orang lain kecuali anggota kami"
Tan Leng Ko menghela napas, nampaknya tidak hanya kitab pusaka yang dicuri
oleh locianpwee itu. Ia benar benar tidak paham tujuan locianpwee itu yang
gemar mengambil barang milik orang lain. Diam diam timbul rasa muaknya.
Tiba tiba semacam pikiran berkecamuk dibenaknya sehingga membuat perutnya
mual. "Apakah kau mencurigai locianpwee itu telah mengadu domba dengan sengaja?"
tanyanya perlahan.
Giok Hui Yan menatap Tan Leng Ko dengan termangu. Lama sekali ia terdiam.
Akhirnya ia menjawab dengan perlahan:
"Kurasa tidak!"
Dengan kesal, Tan Leng Ko berkata:
"Pertama kalian menuduh dia mencuri kitab, tapi seperti juga membelainya.
Sekarang jelas Hek Pek Coa ada padanya, kau malah tidak yakin dia yang
mengadu domba kalian. Sebenarnya apa hubungan kalian dengan locianpwee
itu?" Sambil menarik napas, Giok Hui Yan menjawab:
"Sebab ayahku sangat mengaguminya. Ia beranggapan tidak mungkin seorang
licik dapat menguasai kepandaian setinggi itu"
Setelah termangu beberapa saat, Giok Hui Yan bertanya:
"Kau pernah berjumpa dengannya, bagaimana pandanganmu mengenai
locianpwee itu?"
Sebenarnya, Tan Leng Ko kurang setuju dengan pendapat ketua Mi Tiong Bun,
ia sudah mencicipi kelicikkan locianpwee itu yang memaksanya menjaga ruang
pustaka. Awalnya, memang ia rela, tapi ia enggan diperas. Ia merasa selain
pencuri, locianpwee itu juga seorang yang licik.
"Entah!...Aku tidak pernah bertemu muka"
Tan Leng Ko hanya bisa menjawab secara itu. Ia tidak leluasa menceritakan hal ini kepada Giok Hui yan.
Keduanya terdiam tenggelam oleh pikiran masing masing. Akhirnya Tan Leng Ko memecahkan kesunyian,
"Apa rencanamu sekarang"... Akan tetap menyelidiki toko buku itu?"
Lama Giok Hui Yan tidak berbicara. Tiba tiba ia tertawa secara aneh,
"Kutahu alasannya kenapa locianpwee itu menambah tenaga saktiku"
"Apa alasannya?"
Giok Hui Yan menatap Tan Leng Ko dengan tajam, kemudian katanya perlahan:
"Selain melalui kekerasan, atau ketulusan, ada cara ketiga agar orang
melakukan apa yang kaukehendaki!"
"Cara apa?"
"Tanam budi!"
Sekarang Tan Leng Ko menjadi paham. Dengan menyembuhkan penyakit Giok
Hui Yan, juga dengan menambah tenaga saktinya, locianpwee itu telah
menanam budi yang tidak sedikit!
"Locianpwee itu boleh berlega hati, kujamin tidak ada anggota Mi Tiong Bun
yang akan mengunjungi daerah terlarang itu" kata Giok Hui Yan melanjutkan.
Tan Leng Ko termangu seperti orang bodoh.
Giok Hui Yan tidak mengetahui sistim barter yang ia lakukan. Apalagi gadis itu tidak mengetahui ia berbohong. Giok Hui Yan menyangka locianpwee itu ikut
membantu mencari kitab Mi Tiong Bun yang hilang. Sedikit permintaan
locianpwee itu yang melarang mereka menyelidiki toko buku itu, tentu saja
dikabulkan! Untuk pertama kalinya Tan Leng Ko merasa nasibnya kurang mujur. Tanpa
menyebut pencarian Hay Thian Sin Kiamboh, sebetulnya Giok Hui Yan juga tidak akan memasukki daerah terlarang itu karena merasa berhutang budi.
Sekarang, selain dia harus menjaga ruang pustaka, ia juga harus mencari Hay Thian Sin Kiamboh yang tidak ketahuan rimbanya. Ia yang repot! Sedangkan
locianpwee itu yang memetik hasil mendapat apa yang dimauinya.
"Dan mereka menganggap locianpwee itu bukan seorang yang licik" gerutu Tan
Leng Ko dalam hati walau ia menyadari kerepotan mencari kitab terjadi karena salahnya sendiri.
"Setahun lagi akan kudatangi Lok Yang Piaukok untuk meminta kitab"
Tan Leng Ko berpikir sejenak. Kemudian katanya:
"Ya, memang sudah waktunya kau pulang. Kau harus melapor pada ayahmu"
"Bagaimanapun juga aku berhutang padamu, kau telah berusaha
menyelamatkan nyawaku" bisik Giok Hui Yan dengan pancaran sinar mata yang
sukar diterka. Tan Leng Ko mengelak pandangan mata itu, segera ia bergurau:
"Kau telah membayar hutangmu, bukankah kau telah menghadiahkan tamparan
dipipiku sekaligus menggunduli kepalaku"
Pancaran menyesal seperti terpancar dari wajah Giok Hui Yan.
"Kau pasti mengenangku sebagai seorang gadis liar, aku..."!"
"Kukenang kau sebagai seorang gadis yang gemar ronce pedang" tukas Tan
Leng Ko sambil mengeluarkan kantong kain milik Giok Hui Yan dari dalam saku bajunya.
Giok Hui Yan menerima kembali barangnya, katanya dengan perlahan:
"Kau pernah berjanji untuk menjaga kantong kainku, kukenang kau sebagai
seorang lelaki yang menepati janji"
Merasakan hawa murninya bergejolak liar, Tan Leng Ko cepat berkata:
"Mendadak kuingin minum arak, aneh tidak?"
Sambil tertawa manis bercampur sedih, Giok Hui Yan berkata dengan nada
serak: "Kutahu kau lapar, kukeluar mencari makanan sebentar. Kutahu tiada perjamuan yang tidak bubar. Sedikitnya harus kujamu kau arak... arak perpisahan"
Tan Leng Ko menahan sakit yang menyerang tubuhnya. Ia memaksa tersenyum,
kemudian katanya:
"Arak perpisahan kuyakin tetap sebuah arak yang baik"
Tanpa berkedip Giok Hui Yan menatap Tan Leng Ko lama sekali. Matanya
seperti berkaca kaca. Tanpa bersuara, sambil menggigit bibir, ia melesat keluar melalui jendela.
Tan Leng Ko mengeluh dalam hati. Hawa panas bercampur dingin kembali
menyiksanya. Sebagian tubuhnya sudah mengepul asap putih, selapis es tipis
mulai membungkus sebagian tubuh lainnya. Cepat ia bersila melatih Hek Im Pek Yang Sinkang. Sebentar saja ia sudah tenggelam di alam samadhinya.
***********************************
Kamar penginapan itu terletak dilantai tiga, tapi dalam sekali loncat, Giok Hui Yan mendarat di tengah jalan, persis didepan pintu masuk lantai dasar Se Chuan Koan.
Ketika Giok Hui Yan melangkah masuk, alisnya berkerenyit. Ia merasa rada
janggal! Selain beberapa pelayan, ia tidak melihat pengunjung lain. Rumah makan ini
jelas masih belum tutup, berarti waktu sekarang masih dibawah kentongan
sembilan malam. Tempat yang biasanya ramai kenapa sepi begini" Kemana
orang orang rimba persilatan yang biasanya memenuhi tempat ini"
Melihat kecantikkan Giok Hui Yan yang luar biasa, seorang pelayan
menghampiri sambil menyengir memualkan. Cepat Giok Hui Yan memesan
beberapa jenis penganan kering dan sebuah guci arak yang sebentar saja sudah disiapkan.
"Satu jam yang lalu, mendadak mereka semua serentak pergi, sebagian besar
malah tanpa bayar!" keluh pelayan itu ketika ditanya.
"Kenapa kau tidak tagih?"
"Rata rata tampang mereka bengis, aku..."!"
"Apalagi mereka bersenjata, tentu saja kau tidak berani" ujar Giok Hui Yan
lembut. Melihat senyuman Giok Hui Yan yang seperti setengah mentertawai, pelayan itu tentu saja tidak tahan. sambil membusungkan dada, ia berkata:
"Aku bukan seorang penakut yang hanya beraninya pada perempuan"
"Yaa, kutahu kau seorang gagah! Jika mereka tidak terlalu lekas pergi tentu sudah kau hajar babak belur" puji Giok Hui Yan sambil menatap kagum.
Dipuji seorang gadis rupawan, perasaan pelayan itu menjadi tidak karuan.
Hidungnya kembang kempis, bangganya bukan main.
Giok Hui Yan mengerling manis pada pelayan itu, tangannya meraih bungkusan
pesanannya yang tadi diletakkan diatas meja, kemudian melangkah pergi.
Melihat gadis itu pergi begitu saja, dengan gugup pelayan itu lekas menagih:
"Siocia! Kau belum sempat bayar!"
"jika kau tidak menagih mereka, kenapa kau tagih diriku" Huh! Nampaknya kau memang penakut yang beraninya hanya menagih pada perempuan!" omel Giok
Hui Yan sambil melotot.
Muka pelayan itu meringis seperti ditinju bogem mentah. Ia serba salah.
"Kau"!...kau boleh pergi!"
Giok Hui Yan tertawa menggiurkan,
"Kutahu aku tidak salah menilai!. Kau memang bukan seorang penakut"
Pelayan itu hanya dapat mengeluh dalam hati.
****************************************
Tan Leng Ko baru saja selesai dengan latihannya. Nampaknya semakin sering ia
berlatih, tempo untuk menenangkan hawa liar itu juga semakin cepat.
Sambil menunggu Giok Hui Yan, ia memerhatikan sekitarnya. Ruangan ini tidak mirip dengan kamar di tempat locianpwee itu, tapi isi ruangannya mirip sekali.
Sekilas pikiran membercik dikepalanya, lekas Tan Leng Ko memeriksa laci
bagian atas dari meja ruangan itu. Ia mengeluarkan kitab suci Buddha yang
memang biasanya terdapat di setiap rumah penginapan.
Ketika Tan Leng Ko membuka lembaran kitab itu, yang isinya tidak berbeda
dengan kitab Buddha umumnya, secarik kertas melayang jatuh ke lantai dari sela sela halaman. Tan Leng Ko membungkukkan badannya memungut kertas itu,
mendadak mimik muka Tan Leng Ko menunjukkan perubahan yang hebat,
wajahnya menjadi pucat!
Giok Hui Yan yang baru saja melayang masuk, heran melihat reaksi Tan Leng
Ko yang ganjil. Ia jadi tertarik, tulisan apa yang sebenarnya tertera di atas secarik kertas itu"
Lekas ia menghampiri Tan Leng Ko dan ikut membaca tulisan singkat yang
berbunyi: "Lok Yang Congpiauthau memiliki Mustika Kemala Pelangi"
Giok Hui Yan menghela nafas, katanya perlahan:
"Pernah kulihat tulisan di atas kertas semacam itu sebelumnya"
Tan Leng Ko memandang Giok Hui Yan dengan tajam.
"Dimana?"
"Ketika kusinggah di Kanglam"
"Apakah kertas itu kau temukan juga disela sela buku?"
Giok Hui Yan menggeleng,
"Kamar tempat penginapan itu memiliki pot bunga kamelia yang indah. Kertas itu terselip diantara bunga..."
Tiba tiba terdengar suara, pintu kamar penginapan itu terbuka lebar. Seorang pelayan melangkah masuk dan berdiri terkesima melihat kehadiran mereka
berdua. "Siapa kalian..." Seharusnya kamar ini kosong, tidak berpenghuni!"
"Siapa kau?" tanya Tan Leng Ko galak.
"Aku yang bertugas membersihkan kamar ini" jawab pelayan yang ciut melihat
wajah Tan Leng Ko yang garang.
"Siapa yang menaruh kertas ini. Hayo jawab!" kata Tan Leng Ko sambil menarik baju pelayan itu.
"Aku tidak tahu!" jerit pelayan itu ketakutan.
"Kau pasti tahu, bukankah kau yang bertugas disini!"
"Mungkin... mungkin bhiksu yang menginap disini beberapa hari yang lalu"
"Bagaimana ciri orangnya?"
"Kurus tinggi, mengenakan mantel merah"
"Ada ribuan bhiksu yang berciri seperti itu!" dengus Tan Leng Ko.
"Bhiksu itu memelihara rambut, bahkan cukup panjang hingga dikuncir!" kata
pelayan itu pucat.
Giok Hui Yan yang terdiam sedari tadi, mendadak wajahnya ikut menjadi pucat.
"Bukan saatnya kau memikirkan darimana datangnya kertas itu. Kita harus
segera pulang ke Lok Yang Piaukok!"
Tan Leng Ko melepaskan pelayan itu dan menggebahnya pergi. Ia memutar
badannya, memandang Giok Hui Yan dengan heran,
"Kau tidak perlu kembali kesana, bukankah kau harus pulang ke Mi Tiong Bun?"
"Lok Yang Piaukok bukan daerah terlarang bagiku. Lagipula sekarang bukan
saatnya untuk berdebat denganku!"
Tanpa memperdulikan Tan Leng Ko, Giok Hui Yan melayang turun dan berlari
secepatnya. Terdengar suaranya yang menjauh,
"Kau harus ikut aku, jika tidak kau akan menyesal!"
Tan Leng Ko yang menjadi bingung, mau tidak mau ikut mengerahkan ginkang,
ia merendeng disebelah Giok Hui Yan.
"Sebenarnya apa gerangan yang terjadi?"


Bu Kek Kang Sinkang Karya Kkabeh di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Lok Yang Piaukok dalam bahaya!"
"Darimana kau tahu?" tanya Tan Leng Ko dengan cemas.
"Apa yang kau lihat sekarang?"
Tan Leng Ko menghentikan larinya, sambil berdiri ditengah jalan, ia memandang jalanan utama kota Lok Yang yang diterangi sinar obor disepanjang jalan.
Ditikungan remang remang diujung sana, nampak dua orang berjalan dengan
terhuyung mabuk.
Tanpa melihat dengan jelaspun Tan Leng Ko dapat mencium bau arak murah
dari badan mereka yang terbawa angin. Selain kedua orang itu, yang sedang lalu lalang bisa dihitung dengan jari, itupun tidak terlihat seperti orang kangouw!
Setelah yakin, Tan Leng Ko menoleh kebelakang, dimana ia juga tidak melihat sesuatu yang luar biasa, kecuali..
"Sepi! Tidak banyak orang...!" leher Tan Leng Ko seperti tercekik.
Giok Hui Yan yang terpaksa menghentikan larinya dan berdiri tidak jauh darinya, cepat menceritakan kepergian orang rimba persilatan yang terburu buru dari
rumah makan Se Chuan Koan.
"Dan kau menduga berita mustika pelangi telah tersebar luas"
"Kukuatir mereka telah mengunjungi Lok Yang Piaukok satu jam yang lalu, kita terlambat!" seru Giok Hui Yan kemudian melesat pergi.
Dengan gugup bercampur kuatir, Tan Leng Ko mengerahkan seluruh tenaganya
mengejar Giok Hui Yan.
Hanya dalam hitungan beberapa bilangan, Tan Leng Ko dapat menyusul Giok
Hui Yan yang selama ini ia sadari memiliki ilmu meringankan tubuh lebih tinggi darinya.
Ditengah kegalauan dan kekuatiran, Tan Leng Ko sempat sempatnya
menemukan dua hal. Entah bagaimana, ginkangnya mendadak maju pesat. Ia
juga menemukan, hentakkan hawa liar yang selama ini mengganggunya seperti
berkurang, seakan akan mendapat tempat penyaluran yang tepat.
*****************************
"Apakah kau meragukan ucapanku?" tanya Buyung Hong dengan tenang.
Khu Pek Sim menghentikan tawanya, katanya kemudian,
"Kau mengetahui Mustika Kemala Pelangi berada ditanganku dikarenakan
secarik kertas yang kau temukan dibawah bantal, disebuah tempat penginapan?"
"Benar!"
"Apakah dikota Po-Ting?"
"Bukan! Penginapan Peng Coan Koan di kotaraja!"
Khu Pek Sim memandang Buyung Hong sejenak,
"Kupercaya pada ucapanmu!"
"Kau percaya padaku?"
"Kupercaya ucapanmu benar, karena kau tidak beralasan untuk berbohong"
Diterangi jilatan api unggun, Buyung Hong seperti tertawa secara aneh, tapi dia diam saja, tidak mengatakan apa apa.
Khu Pek Sim termenung sesaat, kemudian katanya,
"Sebelum menjadi pendeta Siaulim, apakah Mo Tian Suheng she Buyung?"
"Iihhh!!!...Darimana kau tahu?" seru Buyung Hong kaget.
Sudah menjadi kebiasaan, jika seseorang menjadi pendeta di Siaulim, seperti bayi yang baru dilahirkan, tidak hanya diberi nama baru, bahkan latar belakang, atau kesalahan yang pernah dibuatnya dianggap tidak ada lagi hubungan
dengannya. Khu pek Sim boleh jadi murid luar Siaulimpay, seperti namanya, ia tentu lebih banyak menghabiskan waktu diluaran ketimbang di Siaulimsi. Bahkan sesama
anggota Siaulimsi pun belum tentu saling mengetahui nama lama sebelum
mereka menjadi pendeta.
Walau nama lamanya bukan suatu rahasia, tapi juga bukan sesuatu yang
menjadi topik pembicaraan. kecuali ketua dan beberapa pejabat Siaulimsi,
sedikit sekali yang mengetahui nama asli Mo Tian Siansu. Tidak heran, Buyung Hong terperanjat berbareng curiga!
Setelah menghela napas, Khu pek Sim menjawab:
"Kau bukan jenis yang gemar bersahabat. Apalagi dengan seorang pendeta Siaulimsi, malah penjaga ruang kitab yang kutahu jarang sekali pergi keluaran.
Makanya kuheran"
"Apa yang kau herankan?"
"Kuheran kenapa Mo Tian Suheng mau menceritakan tujuannya pergi ke Lok Yang Piaukok yang tidak ada hubungannya denganmu"
"Apalagi Mo Tian Siansu bukan jenis yang gemar berbicara usil"
"Benar! Juga kuheran, sebetulnya diangkatnya cucu luarku menjadi murid Goan Kim Taysu kau tidak perlu tahu, karena hakekatnya tidak ada hubungannya
dengan dirimu"
Buyung Hong menghela napas, katanya perlahan,
"Aku diberitahu, karena..."
"Karena kau telah bercerita padanya lebih dahulu, bahwa kau akan berjumpa denganku di kota Po-Ting. dan ia ingin aku mengetahuinya. Hanya satu
penjelasan ini yang masuk akal" potong Khu Pek Sim.
Buyung Hong tidak dapat mengelak, akhirnya ia mengangguk mengakui.
Melihat reaksi Buyung Hong, Khu Pek Sim lekas menukas:
"Makanya kuheran, dua orang yang tidak gemar berbicara usil, mendadak
secerewet perempuan. Yang luar biasa, kau bersedia menceritakan tujuanmu
padanya, mau tidak mau kutarik kesimpulan hubungan kalian tentu tidak biasa"
Buyung Hong termenung sejenak, kemudian ujarnya perlahan:
"Kau memanggil Mo Tian Suheng padanya, sedangkan aku lebih menyukai
nama panggilannya yang lain, Song-ko"
Giliran Khu pek Sim yang mengangguk. Ditilik dari usia mereka, Buyung Song
atau Mo Tian Siansu mungkin menempati posisi abang tertua dari keluarga
Buyung sebelum menjadi pendeta di Siaulimsi. Tapi dia tidak menanyakan hal
itu, karena dia tidak perlu tahu jawabannya.
Ada satu hal lain yang Khu pek Sim tidak tanyakan, kali ini karena dia sudah tahu jawabannya.
Pertanyaan yang sebelumnya selalu menghantui pikirannya.
Kenapa sejauh ini, Buyung Hong tidak main rampas, memaksa merebut Mustika
Kemala Pelangi dari tangannya"
Yaa, sekarang ia tahu dan yakin dengan jawabannya. Jawaban yang membuat
hatinya menjadi lega.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Buyung Hong tiba tiba.
Setelah berpikir sebentar, Khu Pek Sim menjawab,
"Kuharap Lok Yang Piaukok tidak tertimpa bencana!"
******************************
Angin malam yang bertiup kencang, menggerakkan jilatan puluhan api obor yang
menancap di depan pintu gerbang Lok Yang Piaukok. Mendidih darah Tan Leng
Ko menyaksikan ratusan orang kangouw yang mengepung membentuk setengah
lingkaran. Para piasu nampak membentuk semacam barisan, mirip dengan LoHanTin, yang
memang khusus dilatih untuk menghadapi serbuan musuh dalam jumlah besar.
Tan Leng Ko tidak mengenal barisan itu, tapi ia dapat mengenali kehebatannya.
walau terdesak dengan hebat, nampak anah buahnya dapat berkutet bertahan
selama ini. Air mata bercucuran di pipi Tan Leng Ko ketika matanya menyaksikan puluhan
tubuh berseragam piausu menggeletak mati bergelimpangan darah!
Hentakkan hawa liar yang tersalur melalui kerongkongannya menimbulkan
raungan keras yang menghentikan pertarungan yang tidak seimbang. Tan Leng
Ko cepat memburu, bersimpuh dengan penuh penyesalan diantara genangan
darah anak buahnya.
Dengan perlahan, tangannya mengusap menutup kelopak mata mayat
didekatnya. Ia mengenal benar mayat ini. Sesosok mayat yang seperti
tersenyum padanya, tewas tanpa penyesalan, bukan karena mencari harta atau
nama, melainkan karena menjalankan tugas dan kewajiban.
Tan Leng Ko memanggilnya Bu Koat, she Tan. Bukan saja she pemuda ini sama
dengan dirinya, mereka pun berasal dari kampung halaman yang sama. Walau
tidak mempunyai hubungan darah, Tan Leng Ko menganggap Tan Bu Koat
sebagai saudara kandungnya. Dia yang mengajak pemuda ini bekerja di Lok
Yang Piaukok. Masih tebayang dibenak Tan Leng Ko, ketika pamit betapa senang dan bangga
ibu Tan Bu Koat melihat anaknya mendapat pekerjaan yang sukar didapat
dengan penghasilan yang cukup. Penghasilan yang sebagian besar dikirim Tan
Bu Koat untuk ibunya di kampung.
Asam lambung di perut Tan Leng Ko berontak, ia muntah muntah. Sambil
menyeka dan membersihkan bibir, ia dapat merasakan rasa pahit, getir
dimulutnya. Tak berani ia membayangkan apa yang harus ia katakan kepada ibu Tan Bu Koat.
Giok Hui Yan yang mengikuti Tan Leng Ko, berdiri dibelakangnya dengan muka
kaku. Walau singkat, ia pernah berhubungan dengan para piasu yang tewas itu.
Bahkan pernah mengajar satu dua jurus! Sekarang mereka membujur kaku,
mereka memilih mati daripada menyerah!
Jilatan kemarahan dan penyesalan timbul dimata Giok Hui Yan. Mereka
terlambat! Keterlambatan yang memakan korban yang tidak sedikit!
"Ji-siocia!" terdengar teriakkan perlahan.
Giok Hui Yan menoleh, ia segera mengenal tiga orang gagah berumur yang
menghampirinya.
"Su-Lopeh, apakah kalian terlibat pembunuhan ini?" tanya Giok Hui Yan dengan cemas kepada tongcu pelindung hukum dari Mi Tiong Bun.
Su-Tongcu menggeleng.
"Kami belum lama tiba, kami memang sedang mencari Ji-siocia"
"Siapa yang membunuh mereka?"
"Kurang jelas siapa yang melakukan. Pertarungan belum lama berlangsung, tapi suasana kacau sekali. Puluhan orang bertempur sekaligus walau tidak semua
orang terlibat!"
"Nona, beruntung sekali dapat berjumpa lagi denganmu" seru seorang pemuda
gagah. Dengan muka berseri seri, ia menatap Giok Hui Yan dengan sorot mata
kekaguman. Giok Hui Yan mengenal pemuda yang menghampirinya. Pemuda berkepandaian
tinggi bersenjata kipas yang gemar memakai baju biru, Bok Siang Gak.
"Apakah kau ikut membunuh para piasu itu?" tanya Giok Hui Yan dengan dingin.
"Seperti kami, anak muda itu juga baru datang, dia tidak terlibat" sela Su-Tongcu.
Sambil menatap tajam Bok Siang Gak, Giok Hui Yan Berkata:
"Untuk apa kau kemari?"
"Ayahku memberi tugas untuk mencari Mustika Kemala Pelangi, dan kudengar..."
"Tak kubiarkan kau mengacau disini!" potong Giok Hui Yan.
Bok Siang Gak menjadi serba salah,
"Apakah kau penghuni Lok Yang Piaukok?" tanyanya dengan bingung.
"Anggap saja demikian. Apakah kau hendak menantangku berkelahi?"
"Tentu saja tidak! Mana mungkin aku mengajakmu bertanding?"
Mendadak terdengar suara lantang Tan Leng Ko yang parau menggaung,
"Siapa yang melakukan perbuatan keji ini?"
Suasana malah menjadi sepi. Ratusan mata menatap Tan Leng Ko seperti
terkesima. Kepalanya yang botak ditambah tubuhnya yang belang dua warna,
membuatnya menjadi pusat perhatian.
Tan Leng Ko menebar pandangan ke ratusan orang di hadapannya. Banyak
yang ia tidak kenal, tapi tidak sedikit wajah yang tidak asing baginya. Dua srigala dari gunung Hongsan, kwee kakak beradik, Pek Kian Si, bahkan Hek I Houw
yang menatap kearah belakang kanannya dengan tajam.
Duka dan gusar berkecamuk dihati Tan Leng Ko, tapi diam diam timbul juga rasa heran ketika melihat wajah Hek I Houw kembali berubah pucat!
Seorang berkepandaian tinggi seperti Hek I Houw, semestinya tidak mudah
terkejut. Tan Leng Ko menoleh sekejap orang orang yang berada dibelakangnya.
Ia tidak melihat Khu Han Beng, tapi menyaksikan Hong Naynay, Lotong dan
penghuni lain, ikut keluar berdiri diam dengan wajah kelam dibawah pepohonan.
Dengan pandangannya yang kabur teraling airmata, ia seperti melihat sesuatu yang membuat matanya berkejap beberapa kali.
Ia terkesima! Tan Leng Ko bahkan tidak merasa ketika seekor serangga memasukki mulutnya
yang ternganga lebar. Sesaat, ia menggeleng kepalanya seakan akan tidak
percaya dengan apa yang dipandangnya.
"mungkin kusalah lihat" gumamnya perlahan.
Ditengah tiupan angin kencang bagai jeritan setan yang merobek kesunyian
malam, Hek I Houw mengeluarkan suara tertawa yang aneh. Sekonyong koyong,
tubuhnya bergerak menyerang seorang pesilat yang berdiri tidak jauh darinya.
Orang itu segera mengayunkan goloknya menebas leher lawan. Hek I Houw
mendengus, tangan kanannya digerakkan dengan sebat, terdengar suara dada
remuk disusul jeritan yang menyayat.
Tanpa memperdulikan korbannya, Hek I Houw kembali berkelebat dan dalam
sebentar saja lima korban lain berjatuhan gugur dengan cara mengerikan.
Sebagian kepalanya hancur, malah ada yang tubuhnya terobek dua!
"Hanya sempat kulihat enam orang ini yang telah membunuh para piasu" gumam Hek I Houw cukup keras, entah kepada siapa ia berbicara.
"Siapa yang hendak mengacau disini, akan berhadapan denganku!" ujarnya garang.
Pek Kian Si yang bingung dengan kelakuan Hek I Houw cepat menukas,
"Bukankah kau bertujuan sama dengan kami, hendak memiliki Mustika Kemala Pelangi?"
"Tadinya memang demikian" sahut Hek I Houw dingin.
"Kenapa kau berubah membelai mereka?"
"Istri hendak serong, lelaki ingin bergendak, orang hendak berubah pikiran siapa yang dapat mencegah?" ujar Hek I Houw tak acuh.
"Keluarga Kwee dari SiongYang juga tidak ingin kalian mengacau disini!" teriak Kwee Tiong, disertai adiknya ia segera menghampiri Tan Leng Ko.
Suara desahan berkumandang disana sini, keluarga Kwee adalah keluarga
persilatan yang terkenal sekali, selain kehebatannya juga menjunjung tinggi keadilan. Tapi keluarga ini jarang sekali terlibat urusan kangouw, tidak disangka bisa muncul disini!
Melihat kesempatan, dengan cepat Kwee Li menyapa Tan Leng Ko,
"Dilihat dari kesedihanmu, kau tentu seorang piasu dari Lok Yang Piaukok"
Yang disapa, lekas menggerakkan tangannya memberi hormat,
"Bukankah kalian bertekad untuk mendapatkan Mustika kemala Pelangi?"
Sambil tersenyum manis, Kwee Li menjawab:
"Sahabat sejati jauh lebih berharga daripada sebuah mustika"
Giok Hui Yan mencibir bibirnya, hatinya kurang senang melihat cara Kwee Li
tersenyum. Gadis ini dinilainya terlalu genit dan sok-akrab. Tanpa terasa, ia maju kedepan dengan lantang ia berseru:
"Pihak Mi Tiong Bun mempunyai hubungan dekat dengan Lok Yang Piaukok,
kami juga tidak akan tinggal diam jika ada yang hendak mencari masalah disini!"
Terlintas rasa heran diwajah Su-Tongcu, tapi ia diam saja mengikuti Ji-siocianya yang kemudian bergabung dengan kelompok Tan Leng Ko.
Terdengar suara kaget dan keributan diantara hadirin, Pek Kian Si diam diam tercengang, ia tidak menyangka Gadis pencuri ronce yang ia telah pukul hingga sekarat ternyata bukan saja masih hidup, malah berasal dari Mi Tiong Bun yang misterius!.
Juga diluar dugaannya pihak yang mendukung Lok yang Piaukok bertambah
ramai. Seorang Hek I Houw saja sudah cukup memusingkan kepala, apalagi
ditambah pihak Mi Tiong Bun, dan keluarga Kwee yang juga tidak bisa dianggap remeh.
"Aku juga tak ingin kalian mengacau disini!" teriakkan lantang terdengar dari mulut seorang pemuda berbaju biru.
Sikurus kering dari Dua Srigala gunung Hongsan mendengus tidak senang.
"Siapa kau berani lancang berucap lancang"!"
"Bok Siang Gak, seorang yang baru berkelana di rimba persilatan!"
"Pemuda masih bau kencur, tidak dikenal mau unjuk gigi disini"!" jengek sikurus kering.
"Kau tidak mengenalku, tapi tentu kau mengenal benda ini" kata Bok Siang Gak sambil mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya.
Muka sikurus kering berubah melihat sebuah suling perak yang bekilauan
ditimpa cahaya obor, ditangan pemuda itu.
"Pak Sian Gin Siauw, Bok Thin Ki, apa hubungannya denganmu?"
"Dia mengakui aku sebagai anaknya, dengan sendirinya aku memanggil ayah padanya" sahut Bok Siang Gak sambil tersenyum.
Tak terasa Pek Kian Si mengeluarkan pekikkan tertahan. Lagi lagi Lok Yang
Piaukok mendapat bantuan dari pihak yang kuat. Pak Sian Gin Siauw, atau
Suling Perak Dewa Utara, terkenal sebagai tokoh sakti berwatak aneh, walau
tidak semesterius Mi Tiong Bun, tapi juga jarang sekali berkunjung ke tionggoan.
Bagaimana mungkin ikut ikutan membantu"
Ia tidak habis mengerti, walau tidak banyak yang ia tahu mengenai Lok Yang
Piaukok, sedikitnya ia paham tiada keistimewaan dari perusahaan kecil
pengawal barang ini. Malah baru belakangan saja ia mendengar Lok Yang
Piaukok. Kenapa banyak sekali yang ikut membela"
Pek Kian Si memandang orang sekitarnya, banyak yang ia tidak tahu namanya,
tapi ia tahu tujuan mereka hanya satu, yaitu memperoleh Mustika Kemala
Pelangi. Setelah termenung sejenak, cepat ia berseru:
"Bagaimanapun juga, sukar bagi pihak kalian untuk menahan keinginan ratusan orang persilatan!"
Mau tidak mau Tan Leng Ko mengakui kebenaran ucapan Pek Kian Si.
Ketenaran dan kehebatan pihak yang ingin membantunya memang tidak perlu
diragukan lagi, namun jumlah mereka terlampau sedikit. Tentu sukar sekali
menahan gempuran ratusan orang persilatan yang menyerang serentak!
Dia harus mencari akal untuk memecah belah jalinan kerja sama diantara
mereka. mencegah mereka bekerja sama. Tujuan mereka boleh hanya satu, tapi
ditinjau dari segi keserakahan dan mementingkan diri yang umum dikalangan
persilatan, belum tentu mudah bagi mereka untuk bersatu.
"Berita angin Mustika Kemala Pelangi berada di tangan Khu Congpiauthau belum tentu benar, tapi yang pasti betul beliau benar benar tidak berada disini!"
Pek Kian Si tertawa dingin,
"Benar atau tidak, kami ingin memeriksanya sendiri. Jika tadi kalian tidak mencegah, belum tentu timbul korban yang sia sia seperti ini"
"Jika kalian memintanya secara baik baik, itu lain soal. Tapi jika kalian main paksa, terpaksa kita lihat darah siapa yang lebih merah!" dengus Tan Leng Ko.
"Apa kau punya keyakinan menang melawan segini banyak orang?" tanya Pek Kian Si tertawa sinis.
"Tidak! Hanya kuyakin dapat mengalahkanmu" tantang Tan Leng Ko.
Pek Kian Si mendengus perlahan, tentu saja ia mengerti siasat Tan Leng Ko
yang memancingnya untuk bertempur satu lawan satu sehingga menunda
penyerbuan serentak.
Ujarnya kemudian dengan tertawa licik,
"Jika kau berniat bertarung karena urusan pribadi, kukuatir membuat banyak orang bosan menunggu. Kukemari atas kepentingan umum yang harus lebih
didahulukan"
Gegetun melihat kelicinan lawan, Tan Leng Ko lekas menukas,
"Mustika itu hanya satu, jika diketemukan entah siapa yang akan
memegangnya" Untuk kepentingan umum, apakah terpaksa diberikan
kepadamu untuk mencegah terjadi saling rebut?"
Sikurus dari Dua Srigala gunung Hong San mendengus tak tahan,
"Tentu saja tidak! Kenapa harus diberikan kepadanya" memangnya siapa dia"
kami tidak pernah memilihnya menjadi pemimpin, dia sendiri yang mengajukan
dirinya" Walau tidak ingin terjebak oleh siasat memecah belah dari Tan Leng Ko, tak
urung merah padam muka Pek Kian Si mendengar ucapan kasar dari sikurus.
Sambil menunding Tan Leng Ko, ia berseru keras,
"Kalian telah lama berkecimpung di dunia kang-ouw, masakkan tidak dapat merasakan adu domba yang disiasati olehnya"
"Adu domba atau tidak, yang jelas ucapannya beralasan, mustika itu hanya satu, jika diberikan pada tampang semacammu, aku yang paling tidak setuju!" jengek sikurus.


Bu Kek Kang Sinkang Karya Kkabeh di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kita tentukan saja diujung senjata, siapa yang ingin merebut mustika itu, silahkan minta ijin pada kepalanku" terdengar teriakkan dari belakang Pek Kian Si.
"Siau Kun Lok! Kepalanmu lunak seperti tahu, malah masih kalah keras dengan pijitan Giok Si!" teriak seseorang dari sebelah kiri yang rupanya mengenal siapa yang sedang berbicara.
Terdengar suara raungan kemarahan disertai suara gelak disana sini. Rupanya tidak sedikit yang mengenal Giok Si, nama pelacur paling terkenal dikota Lok Yang.
Sebentar saja terjadi kegaduhan, bentakkan dibarengi desingan senjata tajam yang melibatkan puluhan orang. Ternyata tanya jawab tadi, ditimbulkan oleh dua orang dari kelompok yang berbeda.
Dalam waktu singkat terdengar jeritan kesakitan di ringi suara khas, suara daging yang terbacok oleh senjata yang tajam.
Pek Kian terpaksa meloncat menghindar senjata rahasia yang melayang
kearahnya. Kilatan kemarahan terpancar dari matanya. Ia benar benar tidak
menyangka, ternyata sungguh tidak sedikit orang goblok di rimba persilatan!
"Tahan senjata kalian!" teriaknya menggunakan auman singa.
kaget juga sikurus melihat kesempurnaan tenaga dalam Pek Kian Si yang dapat menggetarkan jantungnya. Perhatian banyak orang otomatis beralih kepada
pendekar dari Kang Lam itu. Perkelahian dengan sendirinya terhenti!
Ratusan mata terpusat kepada Pek Kian Si yang tidak ingin menyia nyiakan
kesempatan. "Dari jaman dulu, sejarah persilatan mencatat banyak pesilat yang tewas memperebutkan mustika. Hal ini tidak aneh, hanya yang patut disayangkan,
mereka kebanyakkan tewas sebelum sempat melihat mustika itu. Apakah kalian
hendak meniru perbuatan bodoh itu"!"
Seperti mendengar suatu lelucon, dengan tertawa mengejek Tan Leng Ko
menukas, "Sejarah persilatan juga mencatat, pesilat tangguh biasanya ribut dulu, urusan belakangan. Pek Kian Si..., jika kau tidak punya keberanian, semestinya kau tidak usah berkecimpung di dunia persilatan. Sebaiknya kau pulang saja ke Kang Lam menetek sama bini!"
Giok Hui Yan tidak dapat menahan ketawanya sedangkan Kwee Li mengulum
senyum walau ia melengos dengan muka merah.
Yang lainnya tidak usah ditanya, suasana menjadi riuh, komentar tercetus disana sini. Dari sekian banyak komentar, tidak ada satupun yang bernada baik. Bahkan ada yang menganjurkan Pek Kian Si jika tidak mempunyai bini, boleh mencari
dan menetek pada seekor kambing!
Malah ada yang berceloteh, Jika Pek Kian Si tidak punya uang, ada yang
bersedia mengantarnya ke pasar hewan dan membayar ongkosnya.
Degan muka kaku menahan dongkol, Pek Kian Si menatap Tan Leng Ko dengan
geram. Tadinya ia ingin menggunakan kesempatan ini untuk menonjolkan diri,
dan diam diam menjadi tokoh yang disegani. Sungguh di luar dugaannya urusan berubah, dirinya malah menjadi konyol begini!
"Hei, Pek Kian Si! Dari pada melotot begitu, kenapa tidak kau hantam saja?"
teriak seseorang diantara keremunan.
"Hm! Kutahu siasatnya. Ia tidak ingin kita bersatu padu. Ia menginginkan pertarungan satu lawan satu hingga memudahkan baginya. Aku tidak ingin
terjebak olehnya!"
Tan Leng Ko menyeringai dan tertawa dalam hati. Ia cukup menyadari siasatnya memang kasar, mudah diterka lawan. Tapi bukan berarti tidak berguna!
Sambil menatap balas Pek Kian Si, Tan Leng Ko bergumam dalam hati:
"Kau boleh mengetahui siasatku bukan berarti kau dapat lolos!"
Mengadu domba adalah siasat kuno yang belum pernah tidak berhasil. Dari
jaman apapun , siasat ini selalu digunakan oleh si jumlah kecil melawan jumlah yang besar. Terjajahnya suatu bangsa bahkan hingga ratusan tahun juga
disebabkan oleh keajaiban siasat ini.
Setelah tertawa perlahan, Tan Leng Ko berkata:
"Kukenal Giok Si yang sering kaukunjungi. Beberapa hari yang lalu, dia pernah bilang padaku, sebagai langganan tetap kau jarang sekali bayar. Selain hobi menunggak, kau juga gemar memukulnya. Karena tak tahan teraniaya, dia nekat menjual rahasiamu padaku"
Pek Kian Si tidak heran Tan Leng Ko mengetahui kunjungannya ke rumah bordil Lampiun Merah. Lelaki yang memerlukan alat pelampias nafsu, jika berada di
kota Lok Yang, sedikitnya akan menyempatkan waktu untuk mencari Giok Si, si pelacur penawan hati.
Ia juga cukup sadar, lelaki dalam keadaan bugil, berbaring dan ditemani
perempuan cantik yang bugil pula, gemar berbicara lebih banyak dari biasanya.
Hanya setahunya, ia tidak pernah menceritakan sebuah rahasia segala.
Tapi ia dapat melihat, pemuda yang sekarang botak yang pernah dijumpainya
bersama gadis liar itu, adalah seorang yang cerdik. Jelas tidak akan
sembarangan berbicara. Mau tidak mau, timbul rasa ingin tahunya.
"Rahasia apa?" tanyanya heran.
"Rahasia kenapa kau menggunakan pedang sebagai gaman
andalanmu,sebab..."
Tiba tiba Tan Leng Ko berhenti berbicara.
"Sebab apa?" tanya Pek Kian Si tak tahan.
Dengan mendengus, Tan Leng Ko berkata ketus:
"Kuhabiskan 500 tahil perak untuk membeli rahasia itu, masakkan engkau hendak memperolehnya dengan gratis"
"Yaa, sedikitnya sekarang bernilai 5000 tahil perak!" seru Giok Hui Yan serius.
Giok Hui yan tidak tahan untuk tidak menimbrung. Beberapa hari terakhir ini, Tan Leng Ko boleh dibilang selalu bersama dengannya. Jelas ucapannya sedang
mengerjai Pek Kian Si. Jika ia dapat membantu merugikan pendekar dari Kang
Lam itu, tentu tidurnya bakal nyenyak nanti malam.
Tentu saja hadiah pukulan Pek Kian Si tidak ia lupakan. Bahkan ia berencana menuntus balas beserta rente rentenya. Tapi hal ini dapat ditunda untuk
sementara, mengingat urusan didepan mata lebih mendesak.
Selagi Giok Hui Yan sibuk dengan pikirannya, sementara itu, tanpa banyak
rewel, Pek Kian Si melempar beberapa keping emas kepada Tan Leng Ko.
"Kubayar kontan rahasia itu, nah perlahan saja kau katakan"
Setelah menerima pembayaran, mau tidak mau Tan Leng Ko harus mengatakan.
Dengan muka misterius, ia bergumam pelan.
"Kerasan sedikit! aku tidak mendengar ucapanmu" kata Pek Kian Si penasaran.
"Katanya, pukulanmu memang sedikit lebih keras dari pijitannya sehingga tidak dapat diandalkan" Teriak Tan Leng Ko lantang.
Suara gelak kembali berkumandang disana sini. Merah padam muka Pek Kian
Si, sekuat tenaga ia mengekang rasa dongkolnya.
Ditengah suara gaduh, kembali terdengar teriakan dari sebelah kiri.
"Hei, Siau Kun Lok! Sebaiknya kau membuat satu perkumpulan dengan Pek
Kian Si. Beri saja nama 'Perkumpulan Pukulan Tahu'. Walau pukulannya tidak
hebat, dijamin lunaknya tiada bandingan!"
Teriakkan kemarahan disertai gelakkan tawa dan dentingan adu senjata kembali terdengar. Dua kelompok yang entah dari mana kembali bertikaian. Tan Leng Ko hanya dapat menduga kelompok ini nampaknya memang musuh bebuyutan.
Pek Kian Si sekarang paham maksud Tan Leng Ko yang sebenarnya yakni
memecah belah. Dengan berbicara asal omong. Ia menggunakan nama Giok Si
untuk mengingatkan dan memancing rasa marah dari kelompok dibelakangnya.
Orang kang-ouw selalu menganggap nama dan harga diri jauh lebih penting dari pada nyawa. Menjaga martabat diri selalu didahulukan, meski mereka tahu
mereka sedang diadu domba, tetap sukar bagi mereka untuk melepaskan diri.
Ia mengumpat dalam hati, pemuda botak didepannya sungguh bukan lawan
lunak, ia harus hati hati menghadapinya, tidak boleh meremehkan.
Pek Kian Si menimbang kemungkinan kemungkinan di dalam hatinya, apa yang
harus ia lakukan untuk memandulkan siasat licik pemuda ini"
Sementara Pek Kian Si sibuk dengan alam pikirannya, kesempatan itu
dimanfaatkan Su-Tongcu untuk bertanya pada Ji-Siocianya.
"Kenapa kau melibatkan diri pada urusan orang lain?"
"Lok Yang Piaukok telah banyak membantu Mi Tiong Bun, aku berkewajiban untuk membantu mereka..."
Seperti teringat satu hal, Giok Hui Yan balik bertanya:
" Kenapa Su-lopeh baru tanyakan sekarang?"
"Tadi dapat kurasakan keseriusan situasi, aku tidak ingin mengambil kesimpulan tanpa mengetahui ujung pangkalnya"
"Aku lebih memahami situasi yang ada, kuminta Su-lopeh bertiga untuk
membantu mereka jika terjadi pertempuran"
Selesai berkata Giok Hui Yan menghampiri dan menjawil ujung baju Bok Siang
Gak. "Benarkah kau putra Pak Sian Gin Siauw?"
Yang ditanya mengangguk sambil tersenyum, sahutnya:
"Aku memang anaknya, anak satu satunya malah"
"Kenapa kau malah membantu pihak kami?" tanyanya heran.
Giok Hui Yan yang pernah menyaksikan pertarungan pemuda itu dengan Hek I
Houw, ia tidak paham kenapa kedua duanya sekarang malah bahu membahu
membantu pihak Lok Yang Piaukok"
Ingin menanya langsung kepada Hek I Houw, ia enggan. Ia memilih Bok Siang
Gak, bagaimanapun juga, rupa pemuda itu jauh lebih menyenangkan.
Bok Siang Gak tertegun, ia tidak menyangka bakal ditanya. Ia juga tidak tahu bagaimana cara menjawabnya!
Pertama kali ia melihat gadis ini, hatinya sudah tertarik! Wajahnya yang ketika itu pucat, tidak mengurangi kecantikkannya, malah menimbulkan perasaan iba
dilubung hati pemuda itu.
Bok Siang Gak bukan jenis pemuda yang belum pernah melihat paras cantik,
tapi seperti ada sesuatu di diri gadis itu yang mencegah dirinya untuk berbuat hal hal yang tidak menyenangkan gadis itu. Entah cara senyumnya yang
menggemaskan, atau suara tawanya yang seperti berirama ditelinganya, atau
mungkin keindahan matanya yang berbinar tajam menatap dirinya.
Ia tidak ingin gadis yang hingga sekarang belum ia ketahui namanya, kecewa
terhadap dirinya.
Giok Hui Yan tak dapat menahan ketawa, melihat Bok Siang Gak menatap
bodoh dirinya dengan pandangan penuh kekaguman. Naluri kewanitaannya
timbul, ia merasa risih dipandang secara demikian. Sebersit pikiran nakal
mengerjai pemuda itu muncul dibenaknya. Hanya sebelum ia sempat berbuat,
mendadak terdengar teriakkan lantang Pek Kian Si.
"Dengarkan ucapanku! Aku akan masuk kedalam mencari Mustika Kemala
Pelangi, bagi yang hendak ikut siapa tahu ketiban rejeki, bagi yang hendak ribut diluar sini, silakan kalian ketiban golok, silahkan kalian berkelahi sampai mampus!"
Tan Leng Ko mengumpat dalam hati atas kelicikan lawannya, meski siasatnya
saat ini berjalan dengan baik, sayangnya daya tarik mustika itu sangat kuat!
Ternyata Pek Kian Si telah memanfaatkan titik lemah kebanyakkan orang
kangouw. Titik hawa nafsu ingin menguasai sebuah mustika, sebuah mustika
yang mengandung rahasia tempat penyimpanan ilmu ilmu sakti mandraguna!
Rasa tamak nampaknya jauh lebih berpengaruh, lebih penting dibanding harga
diri. Kali ini Tan Leng Ko benar benar bakal menemui kesukaran untuk menghentikan serangan serentak dari ratusan orang kangouw.
Lok Yang Piaukok dalam bahaya!
Benar saja, pertarungan yang sedang berlangsung, berhenti dengan sendirinya.
Mereka berlomba menyusul Pek Kian Si yang berjalan ke pintu gerbang!
Cepat Tan Leng Ko meraih golok yang menggeletak disebelah mayat anak
buahnya, goloknya sendiri entah menghilang dimana, mungkin tercecer di taman belakang di toko buku itu. Sekali meloncat ia menghadang Pek Kian Si.
Tanpa banyak berbicara lagi, dia melepaskan sebuah tabasan ke arah dada
lawan. Dengan gesit Pek Kian Si menghindar, lalu memutar badannya. Tangan
kanannya tidak tinggal diam, dengan sebat menyambar ke belakang untuk
meloloskan pedangnya.
"Sreet!" cahaya tajam segera berkilauan menyilaukan wajah Tan Leng Ko.
Sudah lama para jago persilatan tahu kalau Pek Kian Si terkenal di dunia
persilatan karena ilmu pedangnya yang lihay, kendatipun demikian, jarang sekali orang yang pernah menyaksikan permainan pedangnya didepan umum. Tidak
heran, semua oprang lantas memusatkan segenap perhatiannya untuk
menyaksikan pertarungan ini.
Dilihat dari cara mencabut pedang, Tan Leng Ko dapat menilai sampai dimana
taraf kesempunaan yang berhasil diraih lawannya. Agaknya ia cukup sadar,
kalau ilmu pedang yang dimiliki Pek Kian Si lihai sekali.
Tan Leng Ko tak berani menganggap enteng musuhnya, dengan sorot mata
yang bekilauan tajam, dia awasi gerak pedang lawan yang mengarah pada
jantungnya. Secepat kilat goloknya membentuk gerakkan melingkar, sedangkan
tangan kirinya dengan setengah ditekuk mengebas pergi serangan pedang
lawan. Paras muka Pek Kian Si berubah hebat setelah menyaksikan datangnya ayunan
golok Tan Leng Ko, dalam seruan tertahan ia mendadak menekuk pinggang
sambil menarik kembali senjatanya.
Setelah itu pedangnya sekali lagi digetarkan kemuka, dari kiri menusuk kekanan lalu dari kanan menyapu ke tengah, dalam waktu yang singkat sekali dia telah melepaskan tiga buah serangan berantai!
Tampak cahaya tajam berkilauan memenuhi angkasa, dengan suatu gerakkan
pedang yang aneh, seperti menotok, seperti juga menggunting, dia menghajar
musuhnya. Usahanya berhasil, Tan Leng Ko telah terdesak mundur sejauh lima langkah
oleh gencaran serangan berantainya.
Pek Kian Si memang tak malu disebut seorang jago pedang dalam dunia
persilatan, ia tak memberi kesempatan kepada musuhnya untuk melepaskan
serangan balasan, kaki kirinya segera maju selangkah kemudian pedangnya
ditebas kesamping dan
"Sreeet!" sebuah tusukan kilat disodokkan kemuka.
Kali ini Tan Leng Ko tidak menghindar lagi, mencorong sinar tajam dari balik matanya, setelah membentak nyaring, pergelangan golok di tangan kanannya
diayunkan ke muka membabat punggung pedang, seketika itu juga muncul
segulung angin pukulan dingin yang mendesak pedang lawan miring kesamping.
Sedangkan tangan kirinya tidak tinggal diam. tiba tiba saja ia melepaskan
terobosan mnencekeram pergeralangan tangan kanan musuh yang
mengenggam pedang.
Pek Kian Si amat terkejut,cepat cepat dia mundur sejauh tiga langkah tiba tiba saja gerakkan pedangnya berubah. Terlihatlah sinar pedangnya berkelebat
sehingga membentuk suatu jaringan pedang yang sangat rapat, menerjang
tubuh Tan Leng Ko dari arah atas menuju kebawah.
Terdengar angin menderu deru, cahaya kilat pedang berkilauan diangkasa,
segulung angin puyuh yang maha dahsyat segera menggulung tiba.
Tan Leng Ko mendengus dingin, ujung bajunya berkibar terhembus angin,
dengan cepat ia menerjang masuk ketengah gulungan angin pedang yang
gencar. Dengan goloknya ia menangkis pedang lawannya, lalu dengan tangan
kirinya ia menyerang musuh.
Dalam sekejap, terlihat sinar pedang dan golok berkelebat, berkilauan diselingi suara benturan dan dentingan yang terus menerus, tak henti hentinya bagaikan meluncurnya bintang dilangit menyambar keseluruh penjuru dan meletus dengan hebatnya.
Serangan mereka berubah silih berganti, bagaikan dua naga mengamuk
diangkasa, kelihaian mereka benar benar luar biasa sekali!
Kawanan jago persilatan itu rata rata merupakan jagoan, ilmu silat mereka rata rata juga hebat, tatkala mereka menyaksikan jalannya pertarungan tersebut , serentak keningnya berkerut.
Rupanya sedikit sekali dari mereka yang dapat membedakan mana gerakkan
golok dari Tan Leng Ko dan manakah jurus pedang dari Pek Kian Si.
Pertarungan yang menegangkan ini, mencengangkan semua orang, membuat
semua jago yang hadir diarena tak seorangpun yang teringat untuk menerobos
masuk ke dalam. Mereka semua hanya berdiri tegak ditempat semula dengan
wajah terpesona.
Mendadak sinar pedang Pek Kian Si berubah bagaikan pelangi yang muncul
sehabis hujan, tubuh pedangnya dengan cepat dilancarkan kedepan. Segera
terlihatlah sinar kekuningan yang menyilaukan meliputi sekeliling tempat tersebut dan mengitari tengah udara dengan kencangnya, menerjang tak henti hentinya
mengancam tubuh Tan Leng Ko.
Dengan gusar Tan Leng Ko mendengus, jari tengah dan telunjuk dari tangan
kirinya ditepiskan membentur tubuh pedang ditangan Pek Kian Si, sedang kaki kanannya maju kedepan, tangan kanannya dengan kecepatan bagaikan kilat
membacok dada lawannya.
Cepat Pek Kian Si menjejakkan kakinya, melenting kebelakang bersalto tiga kali untuk meololoskan diri dari serangan musuhnya. Dia tidak segera menyerang
Tan Leng Ko, otaknya berpikir keras untuk menemukan cara yang tepat untuk
mengalahkan Tan Leng Ko.
Jarak mereka terpisah sekitar tujuh kaki. Keduanya berdiri saling melotot sambil mengatur napas yang serabutan.
Mendadak Pek Kian Si mengalihkan pandangannya kearah kerumunan jago
persilatan, kemudian mendengus:
"kalian datang kesini hendak menonton pertandingan atau hendak mencari Mustika Kemala Pelangi didalam!"
Teringat pada mustika yang sangat menggiurkan itu, tak usah di ngatkan kedua kali, terdengar teriakkan gemuruh bercampur suara macam macam senjata yang
dicabut dari sarungnya. Ratusan orang serentak menyerbu ke pintu gerbang.
Otot dirahang Tan Leng Ko bergerak gerak ketika ia mengadu giginya keras
keras. Ia telah membuat kesalahan! Tidak seharusnya dia memberi peluang
kepada Pek Kian Si untuk berbicara! Tak dapat menahan murkanya, Tan Leng
Ko berteriak mengayun goloknya mendesak maju kedepan.
"Su-lopeh! cepat kalian bertiga maju menghadang mereka!" teriak Giok Hui Yan yang tubuhnya dengan sangat ringan sekali bagaikan bertiupnya angin
berkelebat menghadang, menyerang, mencoba merubuhkan lawan sebanyak
dan secepat mungkin.
Tanpa banyak bicara, Su-tongcu bertiga mencabut pedang mereka, dalam waktu
singkat angin yang tajam menggiris, menerpa keremunan jago persilatan. Ada
yang berhasil menghindar, tapi sedikitnya lima orang rubuh dengan dada
terbelah terhajar hawa pedang yang dapat memanjang satu depa!
Kejadian itu tidak membuat orang orang kangouw gentar, sekitar sepuluh orang mengepung dan mengayunkan senjata yang cukup merepotkan jago jago Mi
Tiong Bun. Disebelah kanan pintu gerbang, Hek I Houw terlibat pertempuran melawan Dua
Srigala dari gunung Hongsan yang dibantu oleh tujuh orang jago persilatan
lainnya. Entah karena banyak yang segan mencari perkara dengan keluarga Kwee yang
banyak dihormati orang, yang paling sedikit menghadapi keroyokkan lawan
adalah Kwee bersaudara. Cara bertempur mereka pun tidak main bunuh, cukup
asal lawannya tertotok atau terluka ringan, mereka segera meninggalkan
korbannya mencari lawan baru.
Sedangkan yang paling kerepotan adalah Bok Siang Gak yang harus melawan
keroyokkan lebih dari dua puluh orang! walau nama Pak Sian Gin Siauw cukup
terkenal, tapi bukan karena keseraman atau kekejiannya, hingga banyak yang
memilih lebih baik mencari perkara pada pemuda itu ketimbang Hek I Houw atau pihak Mi TIong Bun.
Dengan gagah pemuda itu menggerakkan tangannya, terdengar suara merdu
suara seruling ketika tubuhnya terbungkus bayangan perak menangkis senjata
rahasia lawan. Walau berkepandaian hebat, dia terdesak hebat! Sepasang
tangan melawan empat puluh tangan bagaimanapun juga merupakan
pertandingan yang berat sebelah!
Yang melakukan pertempuran satu lawan satu hanyaTan Leng Ko, rupanya
banyak yang terpesona dengan pertarungan mereka, sehingga membiarkan
mereka berdua menyelesaikan perselisihan mereka sendiri.
Suasana pertempuran kacau sekali!
Tidak ada yang menganggur! Desakkan yang paling berat terjadi didepan pintu gerbang yang dijaga oleh barisan golok para piasu. Sungguh barisan golok yang ampuh! walau dengan susah payah, kerja sama mereka tetap rapat, sepertinya
untuk sementara mereka mampu membendung serbuan banyak orang.
Sinar mata Tan Leng Ko berkelebat ia ingin cepat cepat mengakhiri pertempuran ini. Jurus goloknya telah berubah, menanti tangan kiri Pek Kian Si membentur tubuh goloknya, tubuhnya barulah bergeser dengan cepat mendesak maju
kedepan, goloknya diputar sedemikian rupa ditengah udara, sedang gagang
goloknya menghantam jalan darah " Chie ce hiat" dipergelangan tangan Pek Kian Si.
Kegesitan serta kecepatan gerak tubuh Tan Leng Ko sama sekali diluar dugaan Pek Kian Si, dalam hatinya diam diam dia merasa sangat terkejut sekali, dengan serangan yang dilancarkan oleh lawannya ini. Apabila jalan darah chie ce hiat nya benar benar terbentur gagang golok, tubuhnya tentu segera akan berhasil dipukul rubuh keatas tanah!
Melihat keadaan seperti itu, Pek Kian Si tak berani lama bertahan lagi, tubuhnya dengan cepat mundur kebelakang. Tan Leng Ko yang melihat lawanya mundur
kebelakang, segera menubruk maju kedepan berturut turut melancarkan
beberapa kali serangan golok, setiap serangan golok itu semuanya mengancam
jalan darah terpenting dibagian depat tubuh Pek Kian Si!
Serangan golok tersebut belum mencapai sasarannya, hawa golok dengan


Bu Kek Kang Sinkang Karya Kkabeh di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dahsyat sekali telah menekan tubuh lawannya, dalam hati Pek Kian Si menjadi sangat terperanjat, dengan tenaga dalam yang dimiliki Tan Leng Ko saat ini, tak mungkin dia akan berhasil melawan.
Ditengah lapisan bayangan golok yang menyelimuti udara mendadak Pek Kian
Si melejit ketengah udara dan melayang turun tiga empat kaki jauhnya dari
arena, mendadak terdengar dengusan tertahan,baju dibagian perutnya robek
mendatar, darah kental mengucur dari goresan luka sedalam setengah inci!
"Apakah gerakkanmu barusan, adalah jurus Ouw Yang Ci To yang konon telah lenyap itu?" tanyanya dengan muka serius.
Tan Leng Ko terkesiap, mukanya berubah hebat, tanpa sadar selama ini ia telah mengeluarkan jurus yang pernah ia janji tidak akan digunakannya lagi.
Selagi ia termenung, Pek Kian Si meloncat dengan ringan sambil menggetarkan pedangnya. puluhan batang pedang seperti mengancam jalan darah bagian
depan tubuh Tan Leng Ko.
Tan Leng Ko menjadi bingung juga, tanpa jurus andalannya, sukar baginya
mengalahkan lawan! Apalagi tadi ia sempat melirik keadaan sekitarnya...,
ternyata keadaan genting sekali!
Beberapa orang telah berhasil meloncat melalui tembok pagar Lok Yang Piaukok tanpa dapat dicegah. Membuat hatinya gelisah bukan main, pikirannya
bercabang. Beberapa serangan pedang Pek Kian Si membuatnya terdesak
hebat! Goloknya menangkis secara serabutan, Tan Leng Ko kemudian meloncat
menjauhi lawannya sambil berteriak parau:
"jika kau tidak membantu.... Kumati disini! Otomatis perjanjian kita batal dengan sendirinya!"
"Tan-ko kepada siapa kau berbicara?" ditengah kesibukkannya Kwee Li sempat menyahut.
Bergeridip mata Giok Hui Yan, dia dapat menduga kepada siapa Tan Leng Ko
berbicara. Yaa, hanya locianpwee itu dengan kesaktiannya yang luar biasa, yang dapat mencegah kehancuran Lok Yang Piaukok!
Timbul semangat tempurnya, tangannya mengayun lurus kedepan, suara
mencicit hawa pedang membubarkan pengeroyokkan atas dirinya walau dalam
tempo singkat mereka kembali bergabung menyerangnya.
Tan Leng Ko tidak menggubris pertanyaan Kwee Li, malah mengayunkan
goloknya menyerang Pek Kian Si sambil meraung lebih keras:
"jika kau tidak membantuku sekarang, kau akan kucaci maki!"
Mendadak hawa panas dingin mengamuk, Tan Leng Ko mengeluh. Gerakkannya
langsung kacau balau, tangan kiri Pek Kian Si berhasil menghajar rusuk
kanannya, tubuh Tan Leng Ko terhuyung kebelakang, posisinya sangat terjepit, tusukkan Pek Kian Si yang mengarah jantungnya tidak mampu ia hindari!
Disaat pedang itu menembus dada kirinya, Tan Leng Ko sempat mengayunkan
tangan kirinya, serangkum hawa panas menerjang bahu kanan Pek Kian Si yang
menjerit, mental terhajar! Tercium bau hangus pakaian yang terbakar.
Mencelos hati Kwee Li melihat kejadian itu, ingin sekali ia menengok keadaan Tan Leng Ko, tapi rasa malu menahannya untuk menerjang kesana. Baru ia mau
meminta pertolongan kakaknya, terdengar jeritan gadis yang dikenalnya sangat binal itu.
"Kau"!" teriak Giok Hui Yan yang cepat meninggalkan lawannya bergegas menghampiri Tan Leng Ko yang tersungkur ditanah!
Tan Leng Ko merasa rusuk kanannya sakit bukan main, tapi ia juga merasa
hawa murni yang bergejolak berkurang jauh! Cepat ia memeriksa lukanya. Aneh!
tiada darah yang keluar dari dadanya yang tertusuk!
Setelah memeriksa sebentar, baru sekarang ia paham. Tangan Tan Leng Ko
mengeluarkan tiga kitab dari saku dalam dada kirinya. Kitab yang dibelinya di toko buku Gu-Suko telah bolong dibagian tengahnya!
Tusukkan seorang ahli pedang yang telah berlatih puluhan tahun, mempunyai
kebiasaan tidak menggunakan tenaga berlebih. jika tidak teralang kitab kitab itu, tusukkan tersebut sudah cukup memasukki jantung Tan Leng Ko dan
menewaskannya! "Omitohud!" ucap Tan Leng Ko dan Giok Hui Yan berbareng.
Tan Leng Ko menyeringai pada Giok Hui Yan yang kemudian berkata sambil
menyengir: "Kitab Buddha yang telah menyelematkan kau, kan pernah kubilang, kau cocok menjadi bhiksu"
Baru Tan Leng Ko hendak menjawab, tiba tiba terdengar suara halus yang
berwibawa: "Sicu sekalian, hentikan pertarungan yang tidak berguna ini!"
Suara itu walau tidak membawa tekanan hawa sakti atau gentakkan yang
menggoyangkan jantung, namun terdengar kemana mana!
Bahkan terdengar jelas sekali oleh setiap orang disela sela keributan
pertarungan. Entah dikarenakan, suara itu mengandung kelembutan yang
menyejukkan dan menenangkan hati, yang jelas mereka menghentikan
perkelahian. Seperti bocah bocah nakal yang kadang mendengar dan menurut
teguran kasih dari orrang yang mengasihinya.
Giok Hui Yan memandang Tan Leng Ko dengan tegang, bisiknya:
"Pancinganmu berhasil! Akhirnya, locianpwee itu muncul juga"
Tan Leng Ko juga menganggap demikian. Walau ia sudah berbincang dengan
locianpwee sakti itu, tapi ia tidak kenal dengan suaranya. Suara bisikkan
memang tidak bisa dijadikan ukuran.
Dengan tegang ia memperhatikan kerumunan orang kangouw yang terbelah,
seperti memberi jalan kepada seseorang!
Seorang yang berusia lanjut yang mengenakan jubah kuning kependetaan
berjubah merah berjalan dengan tenang.
"Mo Tian Siansu!" seru Hek I Houw yang nampak terkejut juga.
Tan Leng Ko menghela napas. Walau ia tahu, Mo Tian Siansu merupakan salah
satu tokoh sakti dari Siaulimsi tapi ia tidak yakin kemampuannya dapat
menghalangi serbuan orang kangouw ini.
"Lain halnya jika yang muncul Goan Kim Taysu sendiri" lamunnya menutupi kekecewaannya.
"Omitohud!....Apapun persoalannya, tidakkah dapat diselesaikan dengan cara selain saling bunuh" kata Mo Tian Siansu sedih.
"Apakah kedatangan siansu juga seperti kami, untuk mencari Khu Pek Sim?"
sela sikurus dari dua Srigala gunung Hongsan.
"Bukankah Khu Pek Sim Sute berada di kota Po Ting?" seru Mo Thian Siansu heran.
Tan Leng Ko yang hendak berseru mencegah...terlambat!
Ia hanya dapat menghela napas mendengar ucapan polos Mo Tian Siansu. Ia
juga tidak dapat menyalahkannya, bhiksu itu tidak tahu menahu persoalannya
disini. Sudah menjadi suatu naluri bagi seseorang untuk membetulkan satu ucapan
yang salah. walau tidak sedikit yang melakukannya, karena ingin dipuji atau dianggap serba tahu, tapi ada juga yang keluar secara spontan, hanya untuk
meluruskan fakta yang ada.
Justru ucapan yang polos tidak bersalah kadang malah lebih berbahaya!
Sikurus menatap pakaian Mo Tian Siansu yang penuh debu, ciri dari seorang
yang telah menempuh perjalanan kaki yang lama dan jauh.
Setelah termenung sebentar, ia berkesimpulan bhiksu ini tidak tahu menahu
persoalan Mustika Kemala Pelangi hingga tidak beralasan untuk berbohong.
Tapi ia ingin memastikan sekali lagi. Ujarnya kemudian,
"Urusan apa yang membawa Siansu kemari?"
"Siancai...siancai...! Orang beragama tidak boleh berdusta. Kudatang menjemput cucu Khu Pek Sim sute dalam sangkutan yang tidak berhubungan dengan
kalian" Berubah muka sikurus begitu pula yang lainnya. Banyak yang baru tahu bahwa
Khu Pek Sim, Congpiathiau Lok Yang Piaukok, ternyata murid Siaulimpay, dan
mereka telah membuat keributan disini!
Setelah berpikir sejenak, sikurus kemudian berkata:
"Orang beragama tentu tidak akan berdusta, ucapan siansu benar, pertarungan ini tidak berguna, aku mohon diri"
Badannya membungkuk memberi hormat, kemudian ia mengajak rekannya,
didalam beberapa kali lompatan saja, bayangan tubuh mereka sudah lenyap
ditelan kegelapan malam.
Tan Leng Ko yang tadinya rada menyesal atas ucapan Mo Tian Siansu yang
kelepasan bicara, sekarang berubah pikiran. Malah ia bersyukur ketika ia
menyaksikan satu persatu tokoh tokoh persilatan mulai mengundurkan diri.
Matanya dengan cepat mencari Pek Kian Si yang sudah tidak terlihat batang
hidungnya. Jelas sekali, ia merupakan salah satu tokoh yang mampu
menggunakan otak!
Tapi masih tidak sedikit bahkan ratusan orang yang berdiri termangu bodoh
seperti tidak mengerti apa yang telah terjadi.
"Khu Pek Sim locianpwee berada di kota Po Ting, Apakah kalian akan
membiarkan mereka pergi untuk memperoleh Mustika Kemala Pelangi!" bentak Giok Hui Yan menyadarkan mereka.
Seperti baru mengerti, terdengar suara gopoh disana sini, rombongan demi
rombongan menghilang dikegelapan malam, Lewat beberapa saat kemudian,
suara keributan itu terdengar menjauh.
Yang tersisa hanya kelompok Tan Leng Ko yang dikelilingi mayat mayat yang
bergelimpangan, serta bau anyir darah yang menusuk!
Tan Leng Ko menatap Giok Hui Yan sambil menghela napas, sebetulnya ia tidak setuju dengan caranya yang dapat sangat membahayakan Khu Pek Sim, namun
ia juga tahu hanya cara itu satu satunya yang dapat mengusir ratusan orang itu sekaligus mencegah bencana bagi Lok Yang Piaukok.
Baru ia hendak menghampiri Mo Tian Siansu, Ci Kang salah seorang piasu
memanggilnya. "Ada apa?"
"Sebaiknya Tan-kausu melihatnya sendiri didalam" jawab Ci Kang.
Di kuti Giok Hui Yan, segera ia mengikuti anak buahnya masuk kedalam pintu
gerbang. Didekat pepohonan yang tumbuh dipekarangan, menempel ditembok
pagar nampak tumpukkan manusia yang menindih satu dengan lain dalam
keadaan kaku! Setelah memeriksa beberapa orang tersebut, Tan Leng Ko menarik napas dalam
dalam. Tanpa harus memeriksa semuanya, ia yakin mereka telah tertotok
ditigapuluh enam urat nadinya.
Giok Hui Yan memandangnya lekat lekat, tanpa berbicarapun mereka maklum,
ternyata locianpwee sakti itu telah membantu mereka!
"Rupanya, ia tidak ingin kau caci maki" gumam Giok Hui Yan perlahan.
Tan Leng Ko tidak menjawab, banyak hal yang harus ia kerjakan juga yang
harus ia pikirkan.
"Apa yang harus kita lakukan terhadap mereka?" tanya Ci Kang.
Tan Leng Ko menatap Ci Kang sebentar, timbul rasa syukur bercampur iba
begitu melihat pakaian Ci Kang yang basah ternoda darah. Tiba tiba teringat olehnya, Ci Kang termasuk salah satu yang menjaga pintu gerbang dengan
menggunakan barisan aneh yang belum pernah ia lihat.
"Darimana kalian belajar barisan golok itu?" tanyanya ingin tahu.
Dengan ragu Ci Kang menjawab,
"Ketika kami mempelajarinya, kami telah dipesan jangan sekali sekali sampai Tan-kausu tahu!"
Tan Leng Ko memandang anak buahnya dengan pandangan dingin. Terlihat
sekali Ci Kang seperti serba salah, namun akhirnya ia memutuskan untuk
berkata juga: "Lapor Tan-kausu! Cu-toako yang mengajari kami barisan golok itu. Ia tidak ingin kami bercerita, karena ia tidak ingin melangkahi Tan-kausu. Tapi ia juga
menganggap pentingnya barisan pertahanan yang dapat menahan serangan
orang banyak!"
"Apa Cu Goan sudah pulang?" tanya Tan Leng Ko heran.
"Bukankah Tan-kausu telah melihat, ia tadi bersama sama bertempur dengan kami" sahut Ci Kang.
Tan Leng Ko rada heran juga, sebab ia merasa tidak pernah melihat Cu Goan,
tapi ia tidak mempesoalkan hal itu, suasana pertempuran tadi kacau sekali,
lagipula urusannya saat ini, sudah terlampau banyak.
"Coba kau panggil dia kemari!"
"Lapor Tan-kausu, Cu-toako sedang berbaring merawat lukanya yang parah, dia berhalangan hadir"
Tan Leng Ko mengangguk, lalu ia menyuruh anak buahnya untuk memasukkan
orang orang tsb kedalam kereta barang dan membawa mereka pergi.
"Kemana mereka harus kuturunkan" tanya Ci Kang.
"Pergi kearah barat selama sebelas jam tanpa berhenti, kemudian kalian boleh letakkan saja mereka dipinggir jalan, sejam kemudian totokkan mereka akan
terbuka dengan sendirinya"
"ii hh...! Apakah ke tiga puluh enam urat nadi mereka telah tertotok" kejut Mo Tian Siansu yang telah melangkah masuk kedalam bersama sama Kwee Tiong,
Kwee Li, Su-Tongcu dan yang lain. Tanpa menunggu jawaban, ia memeriksa
tumpukkan orang orang tersebut.
Tan Leng Ko mengeluh dalam hati, ia mengomeli dirinya dalam hati. Ia benar
benar lupa, locianpwee sakti itu pernah mengacau di siaulimsi!
Tidak seharusnya ia berbicara keras keras hingga menarik perhatian Mo Tian
Siansu. Bagaimanapun juga, ia tidak ingin bhiksu itu menyelidiki hubungannya dengan locianpwee itu.
"Darimana kau tahu totokkan ini akan terbuka dengan sendirinya, dua belas jam kemudian?" selidik Mo Tian Siansu sambil menatap Tan Leng Ko dengan tajam.
"Sebab aku pernah melihat seseorang ditotok secara demikian" jawab Tan Leng Ko menjaga tekanan suaranya, polos seperti bayi yang tidak tahu apa apa.
"Apakah kejadian itu baru baru saja terjadi?" desak Mo Tian Siansu.
"Tidak! Kejadian itu terjadi sekitar tujuh tahun yg lalu. Ketika itu aku sedang menuju ke propinsi Sujwan, dan kutemukan seseorang berpakaian compang
camping, brewokkan, sedang berbaring dipinggir jalan" sahut Tan Leng Ko mengarang cerita sekenanya.
"Kucoba menolongnya dengan membuka jalan darahnya yang tertotok ditiga puluh enam tempat, tapi tidak juga berhasil walau sudah berkutet sekian lama"
lanjut Tan Leng Ko.
Mo Tian Siansu mengangguk,membenarkan.
"Karena tidak ingin meninggalkan orang itu begitu saja, tapi juga tidak berdaya menolongnya, terpaksa kutunggui dia hingga jalan darahnya terbuka dengan
sendirinya"
"Dan kau telah menungguinya selama dua belas jam?"
"Benar! Sekian lama kutunggui dia, begitu bebas, bukan saja tidak
berterimakasih, bahkan ia berkelebat menghilang begitu saja!" ucap Tan Leng Ko dengan kesal.
Diam diam ia mengagumi dirinya, yang dapat bersandiwara begitu bagusnya.
"Jadi kau tidak sempat bertanya siapa namanya, kenapa ia sampai tertotok dengan cara demikian?" seru Mo Tian Siansu dengan nada kecewa.
"Aku tidak tahu siapa dia, juga tidak tahu kenapa ia tertotok begitu" sahut Tan Leng Ko bergaya apa boleh buat.
"Apa selama ini, kau tidak pernah bertemu lagi dengan orang itu?"
"Aku pun ingin sekali berjumpa satu kali lagi dengannya. Ingin kutanyai dia, apakah dia ketika kecil, pernah mendapat pendidikkan budi pekerti" Seseorang yang telah menungguinya setengah harian, sedikitnya perlu diucapkan
terimakasih paling tidak satu kali" seru Tan Leng Ko dengan jengkel.
Mo Tian Siansu menghela napas, titik terang yang dianggapnya dapat memulai
penyelidikkan kembali buram, terputus begitu saja.
"Apakah ada sesuatu barang penting yang hilang di Lok Yang Piaukok" tanya Mo Tian Siansu setelah termenung sejenak.
Sambil berpura pura heran, Tan Leng Ko lekas menjawab,
"Kecuali kereta kereta barang yang kami anggap penting, kami tidak memiliki benda penting lainnya, setahuku kereata barang masih ada dipekarangan
belakang... kuyakin kami tidak kehilangan barang!"
Dengan cepat ia menyuruh Ci Kang,
"Lekas kau ambil kereta barang kesini. agar Siansu tidak terlalu kuatir!"
Yang disuruh mengangguk, kemudian berlari kedalam.
"Kuyakin, pencuri sakti itu tidak akan tertarik pada kereta barang" kata Mo Tian Siansu perlahan.
"Pencuri sakti" Siapa yang Siansu maksudkan?" tanya Tan Leng Ko pura pura bodoh.
Mo Tian Siansu tidak segera menjawab, ia hanya menghela napas,
kecurigaannya telah berkurang! Tidak mungkin pencuri sakti itu tetarik terhadap Lok Yang Piaukok.
Ia menganggap, pentolan yang memilki silat yang paling tinggi dipiaukok ini adalah sutenya, Khu Pek Sim yang ia yakin tidak memiliki kitab sakti.
"Sudahlah, lupakan saja! kejadian ini mengingatkanku pada peristiwa tempo hari" ujar Mo Tian Siansu yang enggan menceritakan urusan siaulimsi pada orang lain.
Diam diam Tan Leng Ko menarik napas lega, kemudian katanya,
"Silahkan Siansu beristirahat didalam, kuperlu membereskan urusan disini lebih dahulu"
Mo Tian Siansu mengangguk,
"Sebelum beristirahat, aku ingin sekali bertemu dengan Khu Han Beng"
"Begitu urusanku disini selesai, aku akan mengajaknya untuk menemui Siansu diruang tamu" ujar Tan Leng Ko sambil memberi hormat, lalu menyuruh anak buahnya yang lain untuk mengantar Mo Tian Siansu masuk kedalam.
Melihat kesempatan, Kwee Tiong bersama adiknya berpamitan kepada Tan
Leng Ko dan Giok Hui Yan.
Tan Leng Ko tidak mencegah kepergian mereka, mereka tentu memaklumi
kesibukkannya. Ia juga tidak mengucapkan terimakasih. Bantuan mereka
padanya tidak hanya cukup dibalas dengan ucapan, apalagi mereka bisa
tersinggung, merasa dianggap bukan seorang sahabat, jika ia berterimakasih.
Setelah menukar kata kata perpisahan, Kwee Tiong mengajak adiknya pergi dari situ.
"Ji-Siocia, sudah waktunya bagi kita untuk pergi juga" ujar Su-Tongcu pelan.
"Masih banyak yang harus kukerjakan disini" kata GIok Hui Yan bersikeras.
"Tidak! Tugasku adalah membawamu pulang. Bagaimanapun juga, kau harus
ikut denganku sekarang" kata Su-Tongcu dengan tegas.
Biji mata Giok Hui Yan berputar. Dia cukup mengerti kenapa Su-Tongcu yang
disuruh oleh ayahnya untuk menjemputnya pulang. Watak Su-Tongcu keras,
tidak doyan kompromi!
Tidak terlalu cerdas, tapi justru sukar untuk ditipu. Su-Tongcu berpendirian teguh. jika hendak melakukan suatu pekerjaan, ia akan mengerjakannya sampai tuntas. Cocok untuk mengatasi kebandelannya. Satu cara untuk mengapusi Su-Tongcu adalah dengan berbicara jujur dengannya.
"Su-lopeh, dia telah menyelamatkan jiwaku, paling tidak aku harus
membantunya.Bukankah ayah paling benci jika kita berhutang?" seru Giok Hui Yan sambil menunjuk pada Tan Leng Ko.
"Apa gerangan yang telah kau alami?" tanya Su-Tongcu kuatir.
"Sukar untuk dibicarakan dengan satu dua patah kata. Kutahu hutang jiwa tidak bisa dibayar dengan begitu saja, tapi paling tidak, aku tidak bisa berpangku tangan, sedikitnya aku harus membantu kesibukkannya"
Su-Tongcu sangat mengenal kecerdasan dan kenakalan Ji-siocianya. Tapi saat
ini, ia juga dapat merasakan pancaran kejujuran dari sinar mata Giok Hui Yan.
Sifat kejujuran yang jarang sekali timbul. Malah boleh dibilang semenjak dari bayi hingga sekarang, selama ini, sifat jujur Ji-Siocianya bisa dihitung dengan jari.
"Sebaiknya Su-lopeh bertiga berisirahat didalam, besok baru kita berangkat pulang" bujuk Giok Hui Yan.
Su-lopeh menoleh pada kedua rekannya yang mengangguk setuju. Giok Hui Yan
tertawa senang dan cepat memanggil salah satu piasu untuk menghantar
mereka berisitirahat.
Seperti teringat sesuatu, bergegas Tan Leng Ko melangkah keluar pintu
gerbang, disusul oleh Giok Hui Yan tak lama kemudian.
"Apa yang sedang kau cari?" tanya Giok Hui Yan melihat Tan Leng Ko menebarkan pandangannya seperti mencari sesuatu.
"Aku tidak melihat Hek I Houw, dia telah pergi tanpa pamit" kata Tan Leng Ko rada kecewa.
"Kuheran kenapa ia berubah pikiran, malah membantu kita" ujar Giok Hui yan setelah termenung sejenak.
"Aku juga tidak mengerti, makanya hendak kutanyakan padanya"
"Putra Pak Sian Gin Siauw juga pergi tanpa pamit" seru Giok Hui Yan seperti rada kecewa juga.
"Sempat kudengar pertanyaanmu, kenapa ia mau membantu kita"
"Yaa, sayang ia belum sempat menjawab, sekarang entah ia menghilang
kemana!" Sambil tertawa tertahan, Tan Leng Ko bertanya,
"Memangnya kau tidak dapat menerka sebabnya?"
Giok Hui Yan menggeleng, kemudian ia ikut tertawa, katanya perlahan:
"Jika dapat kuterka, untuk apa lagi kubertanya padanya?"
Baru Tan Leng Ko mau menjawab, tiba tiba ia melihat sesuatu diantara tindihan mayat mayat yang bergelimpangan, sesuatu yang mengkilat tertimpa cahaya
bulan. Cepat ia menghampiri dan membalik mayat itu.
Membujur kaku dengan tangan kanan memegang kaku sebuah seruling perak
yang menghujam tembus tenggerokkan lawannya, sesosok mayat yang
mengenakan baju biru... Bok Siang Gak!
Bergegas Tan Leng Ko memeriksa penyebab kematiannya. Luka luka ditubuh


Bu Kek Kang Sinkang Karya Kkabeh di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pemuda itu, sedikitnya ditimbulkan oleh tujuh macam senjata bahkan sebilah
golok masih terbenam dalam diperutnya!
Giok Hui Yan menatap mayat itu dengan sorot mata sedih, suaranya bergetar,
memilukan, matanya mengembang air mata,
"jika kau tidak membantu, tentu tidak akan tewas secara mengenaskan. Kenapa kau perlu membantu kami... sekarang aku tidak akan pernah tahu...!"
Tan Leng Ko terdiam. Dari cara Bok Siang Gak memandang kepada Giok Hui
Yan ia dapat menerka sebabnya, hanya ia tidak tega untuk mengatakannya.
Lama Mereka berdua terdiam, tenggelam di alam pikir masing masing.
"Biar situasi disini aku yang urus, kau sebaiknya mencari cacing buku itu, untuk menemui Mo Tian Siansu" ujar Giok Hui Yan perlahan memecah keheningan.
Tan Leng Ko mengiakan. Setelah menarik napas dalam dalam, ia melangkah
masuk mencari Khu Han Beng, meninggalkan Giok Hui Yan mengurusi mayat
Bok Siang Gak. "Kutahu kau seorang pemuda baik. Kutahu kita dapat menjadi sahabat yang baik... sayang sekali....!" Giok Hui Yan tidak dapat meneruskan perkataannya, lehernya seperti tercekik, ia menangis perlahan!
Yaa, sayang sekali perkenalan mereka singkat sekali, terlampau singkat malah!
"Namaku Giok Hui Yan" bisiknya disela sela tangisan.
Kamar Khu Han Beng kelihatan sepi sekali, Tan Leng Ko mengetuk pintu kamar
perlahan. Seperti dugaannya, tiada jawaban!
Tentu bocah ini pergi sedari tadi. Dengan keributan sejak tadi diluar, tidak mungkin ia tidak keluar. Tan Leng Ko juga tidak melihat Lo Tong, entah ia lagi mabuk dimana.
Dibawah terangnya sinar bulan dan dinginnya malam, Tan Leng Ko berlari
menuju ke bukit belakang.
Di lereng bukit kecil ini, terdapat sebuah gua yang didepannya masih banyak tumbuh bunga liar yang belum rontok di awal musim gugur ini. Tan Leng Ko
yakin, ia akan dapat menjumpai Khu Han Beng disana.
Dugaan Tan Leng Ko tidak salah, betul ia menemui Khu Han Beng disini. Tapi
bocah ini tidak sedang mencari kunang kunang seperti apa yang diduganya
semula! Bukannya mendekat, Tang Leng Ko malah bersembunyi diantara alang alang
yang tinggi. Soalnya ia ingin mengetahui apa yang sedang dilakukan Khu Han
Beng, sebab keadaannya sungguh aneh!
Khu Han Beng sedang berdiri jungkir balik dengan kaki diatas, kepala dibawah diatas sebuah batu. Tangan kirinya melipat didepan dada, tubuhnya tegak lurus ditopang telapak tangan kanannya. Bukan telapak tangan, melainkan jari tangan!
Tubuh Khu Han Beng berjungkir balik ditopang hanya dengan sebuah jari
telunjuk yang menegak lurus.
Dibawah terangnya bulan, Tan Leng Ko melihat batu tersebut banyak lumutnya, tentu permukaannya licin sekali. Bahkan tempat dimana jari Khu han Beng
berada, terletak dibagian yang miring. Tapi nampaknya, Khu Han Beng dapat
menjaga posisinya dengan baik.
Jari telunjuknya tidak menancap dipermukaan batu, melainkan seperti lengket menyatu dengan batu. Tiupan kencang angin bukit pun tidak membuat tubuhnya
bergoyang, dan agaknya ia sedang....tertidur!
Yang membuat bingung Tan Leng Ko, 12 nadi penting dibagian depan tubuh Khu
Han Beng dihiasi 12 helai daun yang tidak rontok ditiup angin kencang. Bahkan ketika halimun tipis berwarna putih menerpa tubuh Khu Han Beng, seperti
menyibak ke kiri, ke kanan kemudian menyatu kembali di belakang tubuh Khu
Han Beng. Tan Leng Ko menjadi ragu. Ia tidak tahu harus berbuat bagaimana.
Kelopak mata Khu Han Beng yang tetutup, tiba tiba terbuka dengan lebar.
Matanya menatap tempat Tan Leng Ko bersembunyi.
"Tan toako, kau kemarilah!" tegur Khu Han Beng sambil melentikkan badan,
menggeliat di udara. Daun daun yang melekat dibagian depan dan belakang
tubuhnya terbang mengikuti arah angin.
Tan Leng Ko menghampiri Khu Han Beng dengan pandangan penuh kagum.
Tubuh Khu Han Beng melayang seperti daun kering, kakinya perlahan menyilang membentuk posisi bersila. Semua ini dilakukannya dengan lambat dan ketika ia masih melayang diudara!
Tan Leng Ko ikut duduk di atas batu di sebelah Khu Han Beng. Banyak yang
ingin dia tanyakan, hanya bingung harus mulai dari mana!
Khu Han Beng tersenyum padanya, kemudian menoleh kearah dalam gua
seperti seseorang mengajaknya berbicara. Tan Leng Ko ikut menoleh. Dia tidak melihat atau mendengar sesuatu dari goa yang gelap itu. Tapi dapat dilihatnya Khu Han Beng mengangguk kepala.
"Terima kasih, suhu" bisiknya lirih.
"Apa suhumu ada di dalam?" tanya Tan Leng Ko sambil ikut berbisik.
Setelah mendapati banyak hal yang aneh yang berhubungan dengan bocah ini,
Tan Leng Ko mau tidak mau berkesimpulan, tentu locianpwee sakti itu yang
menjadi guru Khu Han Beng. Hatinya girang, bocah ini mendapat seorang yang
sakti luar biasa sebagai gurunya, berbareng kuatir karena ia tidak mengetahui tujuan sebenarnya dari locianpwee itu.
Betul locianpwee itu tidak berniat jelek bahkan sayang pada Khu Han Beng, tapi acap kali niat baik kadang tanpa sengaja, dapat menjerumuskan lebih dalam
ketimbang niat jahat.
"Apakah toako ingin bertemu muka dengan suhu?" tanya Khu Han Beng.
"Tentu saja ingin!" jawab Tan Leng Ko.
Banyak yang ingin ia tanyakan kepada guru Khu Han Beng. Terutama perihal
salinan kitab kitab sakti dikamar Khu Han Beng, apakah kitab aslinya diberikan oleh gurunya atau oleh Gu-suko pemilik toko buku Lok Yang. Atau guru Khu Han Beng dan Gu-sukonya sesungguhnya adalah orang yang sama"
Belum lagi janjinya untuk menjaga ruang pustaka itu, sekaligus mencari Hay
Thian Sin Kiamboh. Dia hanya mampu melakukan satu dari dua persoalan itu.
Bagaimanapun juga, tidak mungkin baginya untuk menemukan kitab pusaka
milik Mi Tiong Bun, jika ia harus nangkring terus di kamar Khu Han Beng!
"Kenapa toako tidak coba masuk ke dalam?" tanya Khu Han Beng tiba tiba.
Tan Leng Ko tertegun. Ucapan Khu Han Beng terdengar agak janggal. Masuk ke
dalam gua kenapa mesti dicoba" Apa ada jebakkan yang menunggu"
Tan Leng Ko tidak dapat menahan rasa ingin tahunya. Sambil meningkatkan
kewaspadaan, ia berjalan perlahan menuju ke arah gua, hawa murninya
dikerahkan hingga sepuluh bagian. Gua itu gelapnya bukan main, hatinya
menjadi ragu. "Cayhe Tan Leng Ko dari Lok Yang Piaukok, ingin menghadap locianpwee!"
Angin dingin meniup perlahan, tidak terdengar jawaban dari dalam gua. Suasana hening, hanya terdengar suara binatang malam yang berbunyi. Diam diam timbul rasa ngeri di kalbu Tan Leng Ko. Dengan nekat, dia menggerakkan kakinya, tapi Ia hanya sanggup berjalan dua langkah. Tubuhnya membentur sebuah dinding
tebal dari hawa tanpa ujud!
"Tan toako, kau kembalilah kemari" panggil Khu Han Beng.
Tan Leng Ko menggerakkan badannya kedepan, kekiri dan kekanan. Semacam
gerakkan yang sia sia. Yang dapat ia lakukan hanya mundur kembali ke sebelah Khu Han Beng.
Setelah ia duduk disebelah Khu Han Beng, tenaga yang membungkus tubuhnya
lenyap begitu saja.
"Duduklah dengan tenang Tan toako, guruku telah berlalu"
Tan Leng Ko menghela napas panjang.
"Aaai ih....padahal aku hanya ingin berjumpa dengan gurumu"
"Kau tidak akan mampu untuk berjumpa dengannya"
"Kenapa?"
"Karena akupun tidak pernah berhasil bertatap muka dengan beliau" kata Khu
Han Beng dengan sedih.
"Masakkan seorang guru melarang muridnya untuk bertemu?" seru Tan Leng Ko
kaget bercampur penasaran.
"Guruku tidak melarang. Hanya aku diharuskan mengeluarkan kepandaian, jika
ingin melihat wajahnya" jawab Khu Han Beng dengan mata berkaca kaca.
"Kepandaian yang kumiliki, masih rendah" lanjutnya.
Tan Leng Ko termangu mendengar perkataan Khu Han Beng. Dari pertunjukkan
barusan, boleh dibilang ginkang Khu Han Beng yang terhebat yang pernah
dilihatnya seumur hidup. Dan sekarang, bocah ini mengaku kepandaiannya
masih rendah! "Ada urusan apa, Tan toako mencariku?"
"Aku...?" Banyak persoalan yang hendak ia ajukan, tapi tidak tahu harus mulai dari mana.
"Kenapa kepalamu menjadi tidak berambut, toako?"
Tan Leng Ko menyeringai, terpaksa ia menceritakan apa yang telah dilakukan
Giok Hui Yan padanya.
"Lagi lagi gadis setan itu mengacau" gumam Khu Han Beng kesal.
"Tidak hanya gadis itu yang mengacau" gumam Tan Leng Ko perlahan.
"maksud toako?"
"Sudahlah, kau akan tahu dengan sendirinya" jawab Tan Leng Ko setelah berpikir sejenak.
Ia tidak dapat memutuskan, apakah sebaiknya ia menceritakan tragedi yang
menimpa Lok Yang Piaukok dimana banyak piasu yang tewas, atau membiarkan
Khu Han Beng menemukannya sendiri. Ia menjadi ragu. Ia tidak dapat menerka
apa yang bakal dilakukan oleh Khu Han Beng, ia memang belum terlalu
mengenal betul karakter bocah ini.
"Tan toako, kutahu kau bernasib mujur, berapakah angka keberuntunganmu?"
tanya Khu Han Beng sambil tertawa.
Tan Leng Ko ikut tertawa, dia memang sangat bangga mengenai hal ini.
"Ketika Khu-Congpiautau menolongku, peristiwa itu terjadi pada bulan enam.
Begitu pula dengan jurus Ouw Yang Ci To yang dulu kuperoleh. Kuyakin, angka enam adalah angka keberuntunganku"
"Kalau begitu, Tan toako, diberi kesempatan untuk bertanya sebanyak enam
kali... Kutahu suhu melarang toko menanyakan urusanku. Tapi aku pun paham,
banyak yang ingin toako tanyakan padaku"
"Iiihhh...! Darimana kau tahu urusan itu?"
"Suhu yang bercerita padaku"
"Suhumu mau menceritakan urusan ini padamu?" seru Tan Leng Ko dengan nada tidak percaya. Sebab menurut perhitungannya, komunikasi antara mereka
minim sekali. "Aku juga heran, biasanya jarang sekali suhu mau mengeluarkan kata kata.
Kadang dalam satu tahun, aku belum tentu satu kali mendengar suaranya"
Tan Leng Ko termenung sebentar, kemudian tanyanya:
"Apakah, kau yang meminta ijin?"
"Suhu sangat sayang padaku, Jarang sekali suhu menolak keinginanku... Tapi beliau juga menginginkan satu syarat!"
"Apa syaratnya?"
"Jumlah pertanyaan toako harus dibatasi!"
Tan Leng Ko menghela napas, sekarang ia baru mengerti kenapa tadi Khu Han
Beng mengucapkan terima kasih. Ia juga baru paham kenapa bocah itu
menanyakan angka keberuntungannya.
Diam diam ia menyengir, kenapa tadi dia tidak bilang seratus atau seribu"
Untuk kedua kalinya, Tan Leng Ko merasa nasibnya...tidak mujur!
"Sudahlah, mari kita pulang" kata Tan Leng Ko.
Agak heran Khu Han Beng dengan ajakan ini.
"Apa tidak ada yang toako hendak tanyakan?"
"Tentu saja ada. Dan kuyakin lebih dari enam. Hanya harus kupikirkan secara masak agar kesempatan bertanya tidak terbuang percuma"
Khu han Beng terseyum geli. Baru belakangan ini saja ia bergaul dengan Tan
Leng Ko. Tadinya ia mempunyai anggapan kalau Tan toakonya jenis yang
beradat berangasan, nyatanya jenis yang dapat menggunakan otak.
"Lagipula susiokmu ingin sekali berjumpa denganmu"
"Susiokku?"
"Mo Tian Siansu dari Siaulimsi ingin sekali bertemu denganmu, ia sedang menunggu diruang tamu"
"Utusan Siaulimsi sudah datang"!" seru Khu Han Beng tidak dapat
menyembunyikan kekecewaannya.
"Kau seperti sudah lebih dahulu tahu, susiokmu bakal kemari" ujar Tan Leng Ko tertarik.
"Suhu menyuruhku berguru di Siaulimsi, hanya tak kusangka cepat sekali kedatangannya"
Hati Khu Han Beng menjadi sedih. Yayanya sudah berjanji akan menceritakan
perihal orangtuanya, sekembalinya dari menghantar barang. Menurut
perhitungannya tinggal beberapa minggu lagi. Tak nyana sekarang ia harus pergi belajar ke Siaulimsi, entah untuk berapa lama. Sedikitnya juga memakan tempo bertahun tahun.
Tan Leng Ko tidak dapat menduga apa yang dipikirkan bocah itu. Tapi lapat lapat ia seperti dapat merasa bocah itu sedang dirundung kesusahan.
"Sebaiknya kita pulang" bujuknya perlahan.
Khu Han Beng menghela napas, ia hanya mengangguk. Kemudian, keduanya
mengerahkan ginkang menuju balik ke Lok Yang Piaukok.
Tan Leng Ko benar benar takluk atas kehebatan ginkang Khu Han Beng.
Umumnya ilmu meringankan tubuh, kedua kaki harus digerakkan bergantian
seperti orang berlari yang ayunan langkahnya lebih ringan dan lebih jauh daya lompatnya.
Kaki Khu Han beng tidak ada satupun yang bergerak. Tubuhnya boleh dibilang
melayang, sekali sekali ujung sepatunya menotol tanah, kemudian melenting
kembali puluhan kaki jauhnya.
"Sungguh hebat ginkangmu, apa namanya?" tanya Tan Leng Ko tak tahan
memuji. Bagaimanapun juga Khu Han Beng masih seorang bocah. Cepat sedihnya,
cepat pula hilangnya. Mendengar perkataan Tan Leng Ko, timbul niatnya untuk menggoda:
"Apakah ini termasuk pertanyaan pertama?"
Tan Leng Ko terdiam.
"Lupakan saja omonganku" tubuhnya bergerak mendahului Khu Han Beng.
Geli hati Khu Han Beng melihat toakonya merajuk. Sedikit ia mengerahkan
tenaga, dalam sekejab ia merendeng disebelah Tan Leng Ko.
"Apa toako pernah mendengar langkah Leng Po Wi Poh?"
Tergetar hati Tan Leng Ko mendengarnya.
"Kau menggunakan langkah Leng Po Wi Poh?" serunya terkejut.
"Tentu saja tidak. Yang kugunakan namanya Ban Cui Leng Poh"
Tan Leng Ko menarik napas lega. Walau banyak hal yang aneh mengenai bocah
ini, tidak mungkin ia menguasai ilmu kuno yang hanya ada didalam dongeng itu!
"Langkah Leng Po Wi Poh merupakan latihan dasar untuk mempelajari Ban Cui
Leng Poh" kata Khu Han Beng perlahan.
Tan Leng Ko menghentikan larinya. Ia memandang Khu Han Beng dengan
tajam. Dengan sendirinya, Khu Han Bengpun ikut berhenti!
"Apa toako ingin menyaksikan gerakkan Ban Cui Leng Poh yang tak dapat
dilakukan oleh langkah Leng Po Wi Poh?"
Bagaimanapun juga Khu Han Beng masih seorang bocah, yang tak lepas dari
rasa keinginan untuk memamerkan kepada Tan toakonya.
"Tentu saja ingin!"
"Silahkan toako bergerak lebih dulu" kata Khu Han Beng sambil tersenyum
Tan Leng Ko mengerahkan segenap tenaganya dan berlari sekencang
kencangnya menuruni bukit.
"Wuusss...!" berkelebat tubuh Khu Han Beng persis didepan Tan Leng Ko dan
berdiri dengan ringan melayang didepan Tan Leng Ko... mengambang!
Puluhan lie Tan Leng Ko berlari, seperti ditiup angin, tubuh Khu Han Beng
menghadap dirinya dengan santai tetap dalam jarak tertentu tanpa satu kalipun kakinya menyentuh tanah!
"Apa kau bisa terbang?" tanya Tan Leng Ko bergidik.
"Tentu saja tidak! Aku hanya meminjam angin yang mendorong kedepan yang
ditimbulkan dari gerak lari toako.... Seperti gerakkan sehelai daun yang
meminjam tiupan angin kencang".
Tan Leng Ko menghentikan larinya. Benar saja, hilangnya dorongan angin,
menyebabkan tubuh Khu Han Beng melayang turun.seperti sehelai daun kering,
secara perlahan kaki Khu Han Beng hinggap diatas tanah. Jarak kakinya dengan tanah tadinya hanya sejengkal, toh tetap memerlukan tempo yang cukup lama.
Menyaksikan peristiwa ini, Tan Leng Ko menghela napas. Teringat olehnya,
ketika tenaga dalamnya bertambah, ternyata ginkangnya ikut bertambah maju .
"Aku ingin mengajukan pertanyaan pertama".
Khu Han Beng memandang toakonya sambil tersenyum.
"Kutahu makin hebat ginkang seseorang, semakin tinggi kesempurnaan tenaga
saktinya. Semuda ini, apa yang kau latih hingga mencapai tingkat yang begitu tinggi?"
Khu Han Beng tertegun.
"Apa kepandaianku sudah tinggi?" ia malah balik bertanya.
Giliran Tan Leng Ko yang tertegun.
Ditatapnya bocah ini dengan tajam.
Tidak mungkin bocah ini bergurau dengannya. Bocah ini memangdang dirinya
begitu polos. Hati Tan Leng Ko tenggelam. Teringat olehnya, kebiasaan bocah ini yang suka menyendiri, dan jarang berhubungan dengan orang lain!
Bocah ini yakin kepandaiannya masih rendah, karena yang dijadikan tolak ukur, hanya gurunya yang entah manusia atau setan! Bocah ini tidak menyadari
bahwa ginkang maupun tenaga saktinya sudah mencapai tingkatan yang
sempurna sekali!
Tapi rasanya juga mustahil seorang bocah berusia empat belas tahun bisa
sesakti ini! Walau dia sudah mulai berlatih didalam rahim, rasanya tidak mungkin dapat mencapai tingkatan setinggi ini!
Apa ia pernah menelan obat mustika yang dapat meningkatkan tenaga sakti"
Tan Leng Ko menggeleng. Boleh dia minum sekarung pil mustika, rasanya juga
tidak akan sehebat ini! Tan Leng Ko merasa kepalanya mulai sakit.
"Jika kau angap kepandaianmu rendah, maka sedikit sekali orang yang berani
menganggap kepandaiannya tinggi" kata Tan Leng Ko dengan senyum dipaksa.
"Apa kebanyakkan orang kangouw berkepandaian lebih rendah dariku?" tanya Khu Han Beng bingung.
"Bukankah sedang giliranku yang bertanya?" kata Tan Leng Ko dengan
memaksakan senyum.
Khu Han Beng menarik napas dalam dalam.
"Bukankah Tan toako sudah mengetahui, aku tidak suka berlatih silat".
Tentu saja Tan Leng Ko tidak percaya
"Kau mengharapkan toakomu percaya, kau berkepandaian tinggi, tanpa berlatih silat!" katanya dingin.
Khu Han Beng termenung sebentar sebelum berkata
"Mungkin seharusnya kukatakan, aku tidak suka berlatih gerakkan silat!"
"Kenapa?"
"Sebab aku tidak bisa!"
"Kau tidak bisa silat?" dengus Tan Leng Ko makin tak percaya.
"Aku tidak bisa gerakkan silat" kata Khu Han Beng membetulkan.
"Aku tidak suka berlatih silat karena tidak ada gerakkan silat yang kukuasai. Apa yang harus kulatih?"
Seorang yang sering melatih silat dengan sendirnya akan timbul keluwesan.
Keluwesan gerak yang timbul dari latihan yang sering diulang. Keluwesan yang Khu Han Beng tidak miliki ditinjau dari kekakuan gerak Khu Han Beng ketika
latihan tempo hari.
Khu Han Beng kemudian melanjutkan,
"Ketika Tan toako mengajarku beberapa minggu yang lalu, itulah pengalaman
pertamaku belajar gerakkan silat".
"Darimana kau peroleh gerakkan jurus ketujuh dari Ouw Yang Ci To?" desak Tan Leng Ko.
"Tiga belas jurus itu dulu pernah aku hafal, tapi tidak pernah melatihnya.
"Kau hafal 13 jurus Ouw Yang Ci To, tapi tidak pernah melatihnya?" dengan
gemetar Tan Leng Ko bertanya


Bu Kek Kang Sinkang Karya Kkabeh di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Aku diwajibkan oleh guru untuk menghafal, tapi dianjurkan untuk tidak
melatihnya"
"Kenapa?" tanya Tan Leng ko dengan bingung.
"Akupun kurang mengerti. Menurut guru, bagiku berlatih gerakkan silat hanya membuang waktu dengan sia sia. Maka ketika yaya memintaku untuk berlatih
silat, akupun enggan melakukannya".
Tan Leng Ko semakin bingung, ia tidak mengerti.
"Tentu banyak sekali jurus silat yang kau hafal?"
Khu Han Beng mengangguk.
"Cukup banyak, hanya belum pernah kulihat dalam gerakkan. Ketika Tan toako
mengajarku, setelah jurus keenam baru kusadar, jurus Tan toako mirip dengan Ouw Yang Ci To yang pernah kuhafal ketika kukecil. Mau tidak mau, perlu
berpikir keras untuk mengulang".
Tan toako menyengir. Banyak orang, didua propinsi mengetahui dirinya
menguasai Ouw Yang Ci To, justru bocah ini yang tinggal bersama dirinya malah tidak tahu sama sekali!
Tapi memang salahnya sendiri, ketika mengajar Khu Han Beng, dia memang
tidak memberitahu nama jurus tersebut.
"Yang toakomu tidak paham, kau yang tidak menguasai gerakkan silat, tapi
dapat mengalahkan gadis dari Bwe Hoa Pang" gumam Tan Leng Ko tak terasa.
"Ilmu yang kukuasai, walau tidak mengandung gerakkan, tapi mempunyai cara
untuk menjatuhkan lawan" kata Khu Han Beng perlahan.
"Yang toakomu kuatir, semuda ini, nampaknya hatimu cukup tega menguntungi
tangan seorang gadis"
Khu Han Beng menghela napas,
"Waktu itu yang kucemaskan adalah kesehatan toako dan para piasu yang
terluka. Agar mereka lekas pergi, aku hanya memenuhi syarat yang dipintanya".
Yaa, menurut para piasu memang begitu adanya. Salah gadis itu sendiri yang
begurau kelewatan.
Tiba tiba Khu Han Beng tertawa,
"Jatah toako untuk bertanya, semuanya sudah habis terpakai. Pintar sekali cara toako bertanya, tanpa terasa telah kujawab lebih dari enam pertanyaan"
Tan Leng Ko ikut tertawa,
"Tidak. Pertanyaanku baru satu. Itupun belum kau jawab" kata Tan Leng Ko
sambil mengedipkan mata.
Khu Han Beng menatapnya dengan bengong.
Sambil tertawa geli, Tan Leng Ko berkata:
"Pertanyaanku yang pertama adalah: 'Semuda ini, apa yang kau latih hingga
mencapai tingkat yang begitu tinggi"' sedangkan yang kau terangkan adalah
perihal yang tidak pernah kau latih! Tanya jawab panjang lebar, perihal kau tidak pernah berlatih silat, tidak ada hubungannya dengan pertanyaanku"
Giliran Khu Han Beng menyengir.
"Licik sekali, toakoku yang satu ini" keluhnya
Tan Leng Ko tertawa perlahan, kemudian dengan muka serius ia berujar:
"Di dunia kang-ouw banyak sekali orang yang lebih licik dari toakomu. Kau harus belajar berhati hati"
Terharu sekali hati Khu Han Beng atas perhatian Tan toakonya. Kemudian ia
menarik napas dalam dalam.
"Yang kulatih, ilmu meringankan tubuh Ban Cui Leng Poh yang toako sudah
saksikan. Ilmu mengenal urat nadi manusia, dan ilmu pernafasan yang juga
toako sudah saksikan".
Tan Leng Ko termenung. Dari yang ia lihat sepintas, Ban Cui Leng Poh
mengutamakan kecepatan dan keringanan tubuh atau langkah langkah tertentu,
Sedangkan ilmu mengenal urat nadi tentu mengenai jalan darah manusia.
Sedangkan ilmu pernafasan yang dilakukan Khu Han Beng tadi, walau hebat dan aneh, tetap bersifat mengatur pernafasan.
Bocah ini tidak bohong padanya. Yang dipelajari oleh Khu Han Beng memang
tidak ada gerakkan menyerang atau gerakkan bertahan yang menjadi ciri
gerakkan silat.
Apa ginkang termasuk gerakkan bertahan atau tidak Tan Leng Ko kurang tahu
persis. Mungkin lebih tepat dikatakan gerakkan menghindar!
Yang jelas, ia tidak dapat menyalahkan jika bocah ini mengatakan tidak suka berlatih silat, karena ia memang tidak menguasai gerakkan silat yang bersifat bertahan atau menyerang!
Tapi setahunya, tidak ada ilmu yang dapat menjatuhkan lawan tanpa gerakkan
silat. Paling tidak, dia belum pernah mendengarnya!
Sadar dari lamunannya, Tan Leng Ko kemudian berkata:
"Jika kau sebut nama Ban Cui Leng Poh, seharusnya kau juga menyebut nama
ilmu pernafasan itu"
Khu Han Beng baru mau menjawab, tiba tiba terpikir sesuatu olehnya:
"Toako tidak berkata dalam bentuk pertanyaan"
Tan Leng Ko tersenyum,
"Pintar juga kau. Baik! Pertanyaanku yang kedua, apa nama ilmu pernafasan
itu?" Lalu Khu Han Beng menyebut namanya,
"Bu Kek Kang Sinkang!"
Tan Leng Ko menghela napas, seperti diduganya, ia memang belum pernah
mendengar ilmu ini. Dilihat dari cara Khu Han Beng berlatih, tentu berhubungan dengan pemusatan tenaga sakti tingkat tinggi.
Seorang bocah dapat memiliki tenaga sakti, hasil latihan puluhan tahun melebihi usianya... Apakah keganjilan ini terletak di ilmu pernafasan Bu Kek Kang
Sinkang" Teringat olehnya, Giok Hui Yan pernah berkata:
"Tenaga sakti pencuri kitab itu sudah mencapai taraf tiada tara. Orang itu mencuri tanpa seorangpun pernah memergokinya. Seseorang yang mempunyai
kemampuan seperti itu, tidak mungkin memerlukan untuk belajar ilmu orang lain"
Apakah locianpwee itu malang melintang di tujuh perguruan besar menggunakan ilmu Bu Kek Kang Sinkang"
Khu Han Beng hanya disuruh suhunya untuk menghapal kitab kitab hasil curian, malah tidak dianjurkan untuk melatih. Berarti yang dilatih olehnya, tentu
kepandaian yang asli. Kepandaian sejati dari perguruan mereka!
Seorang ahli silat, melihat ilmu sakti, ibarat anak perempuan kecil yang tergiur ingin memiliki boneka cantik. Timbul rasa tertarik di hati Tan Leng Ko.
"Alangkah baiknya jika aku dapat mempelajari Bu Kek Kang Sinkang" gumam Tan Leng Ko tak terasa.
Khu Han Beng terdiam beberapa saat. Kemudian katanya perlahan,
"Kemungkinan toako berhasil kecil sekali"
Rada tersinggung juga, Tan Leng Ko mendengar ucapan Khu Han Beng.
Katanya dengan kaku:
"Apa kau anggap toakomu, begitu tidak becus"
Melihat Tan Leng Ko salah mengartikan ucapannya, buru buru Khu Han Beng
berkata: "Hanya orang yang benar benar jenius yang dapat mempelajari Bu Kek Kang
singkang. Setahu guruku, hanya Goan Kim Taysu dari siaulimsi yang mampu
mempelajari ilmu ini. Itupun menghabiskan waktu tiga puluh tahun lebih untuk berhasil mencapai tingkat tiga".
Hati Tan Leng Ko tenggelam. Jika Goan Kim Taysu yang terkenal kejeniusannya memerlukan waktu begitu lamanya, kesempatan dia untuk berhasil mempelajari
Bu Kek Kang Sinkang memang tidak banyak!
Tapi timbul juga rasa herannya, tanpa terasa, ia bertanya hal yang tidak
dimengertinya, "Bukankah kau menguasai Bu Kek Kang Sinkang, apa kau seorang anak ajaib
persilatan" "
"Apakah ini pertanyaan yang ketiga?"
Tan Leng Ko menghela napas. Sebetulnya yang hendak ia tanyakan bukan soal
ini, tapi ia benar benar tidak tahan untuk tidak bertanya.
Sambil menyengir, ia menjawab:
"Yaa, ini pertanyaanku yang ketiga"
Khu Han Beng menghela napas, katanya kemudian:
"Untuk mengingat ulang jurus Ouw Yang Ci To, aku harus bersusah payah, masakkan bisa dianggap seorang anak ajaib segala"
Dengan heran Tan Leng Ko bergumam,
"Tentu ada caramu untuk mempelajarinya"
"Aku tidak mempelajarinya, aku hanya melatih Bu Kek Kang sinkang"
"Aku tidak melihat bedanya" kata Tan Leng Ko semakin heran.
Khu Han Beng menarik napas dalam dalam,
"Menurut guru, mempelajari ilmu ini berarti menimbulkan tenaga sakti dari dalam diri. Selain proses ini lambat sekali, dan memerlukan waktu puluhan tahun, juga diperlukan bakat yang luar biasa. Sedangkan caraku melatih Bu Kek Kang
sinkang adalah mengolah tenaga sakti yang disalurkan oleh guruku secara
bertahap. Tenaga sakti ilmu ini adalah jenis penghimpunan sinkang yang
disalurkan, bukan dipelajari!"
Tan Leng Ko mendengarkan dengan terpesona!
terbayang olehnya, ucapan locianpwee itu:
"Ada dua cara meningkatkan tenaga dalam dengan cepat, dan menggunakan
racun Hek Pek Coa adalah cara kedua"
Apakah melatih Bu Kek kang Sinkang merupakan cara pertama"
Ia memang pernah mendengar seorang yang sakti dapat memindahkan tenaga
dalamnya ke orang lain. Mungkin daun daun yang sering menempel di nadi
penting Khu Han Beng atau yang berserakkan dikamarnya, berhubungan erat
dengan cara penyaluran tenaga sakti ini!
"Kalau begitu caranya, kukuatirkan gurumu akan kehabisan tenaga"
"Umumnya begitu, hanya guruku yang harus dikecualikan. Beliau sudah
mencapai tingkat sebelas, tingkat tertinggi dari Bu Kek Kang sinkang yang
pernah dicapai orang"
"Tingkat berapa yang telah kau capai?" tanya Tan Leng Ko tak tahan ingin tahu.
Diam diam Khu Han Beng tertawa geli, baru sekarang toakonya bertanya lagi.
Sedari tadi toakonya tidak mau rugi, selalu bertanya dalam bentuk pernyataan, bukan dalam pertanyaan! Tapi ia membiarkannya.
Hanya kali ini pertanyaan toakonya membuat Khu Han Beng agak ragu untuk
menjawab. Melihat Khu Han Beng seperti enggan menjawab, Tan Leng Ko mendesak:
"Boleh kau anggap pertanyaanku barusan, sebagai pertanyaanku yang keempat"
Mau tidak mau Khu Han Beng harus menjawab, katanya perlahan:
"Aku tidak tahu!"
Tan Leng Ko menghela napas rada kecewa. Jatah bertanyanya telah terbuang
secara percuma. Tapi ia percaya bocah itu berkata secara jujur.
Walau ia tidak tahu bocah ini telah melatih hingga tingkatan yang mana, tapi mengingat bocah ini menulis Ouw Yang Ci To ketika ia berusia belajar menulis, paling tidak ia telah bertemu dengan gurunya sebelum itu.
Bila Khu han Beng hanya melatih tenaga sakti yang disalurkan kepadanya,
sedangkan penyaluran tenaga sakti tersebut telah berlangsung bertahun tahun, bahkan sedikitnya sudah berlangsung tujuh tahun! Maka bisa ditarik kesimpulan, tingkatan bocah ini mungkin sudah bukan tingkat pemula lagi!
Tan Leng Ko mulai mendapat gambaran yang membuat hatinya berdebar
Kisah Sepasang Rajawali 19 Bakti Pendekar Binal Karya Khu Lung Bukit Pemakan Manusia 7
^