Pencarian

Bunga Ceplok Ungu 9

Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto Bagian 9


potong Suryakusumah dengan suara terharu. "Kitab warisan itu adalah kitab malapetaka. Siapa yang memiliki bakal tiada akhirnya. Guru! Lebih baik kita cepat-cepat meninggalkan
gunung terkutuk ini!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Watu Gunung membuka mulutnya. Dia mengucapkan
sesuatu. Tetapi suaranya lenyap. Suryakusumah mendekatkan
telinganya dan baru ia dapat menangkap.
"Anakku siapakah Fatimah itu" Apakah benar anak Kartika Nilawardani?" tanyanya dengan suara sangat perlahan.
"Guru! Kau berkata apa?" Suryakusumah terkejut. "Apakah Guru terluka pula?" Apakah Guru kena pukulan maut Harya Udaya" Guru... apakah guru akan pergi juga untuk selama -
lamanya?" Watu Gunung mengangguk. Setelah menatap wajah
Suryakusumah, ia tersenyum. Tersenyum duka. Ia mencoba
menggerakkan lengannya yang kutung. Menuding ke arah
rumah Harya Udaya. Dan pada saat itu, wajahnya mendadak
menjadi beku. Suryakusumah kaget. Ia melompat meraih.
Tatkala tangannya meraba-raba tubuh gurunya, hatinya
tercekat. Watu Gunung tiada bernapas lagi....
Tak dapat terlukiskan lagi betapa kacau Suryakusumah.
Ingin ia menangis meng-gerung-gerung, tetapi air matanya
tiada. Suaranya pun ikut lenyap pula dari rongga dada. Tiada jalan lain lagi. Yang dapat dikerjakan selain menyibakkan
pagar rerumputan dan menggali tanah. Kemudian meletakkan
tubuh gurunya perlahan-lahan di dalam lubang galian. Setelah menutup rapat, tiba-tiba ia seperti mendengar gaung suara di dalam otaknya:
"Indra Prawara! Indra Prawara! Kartika Nilawardani....
Bunga Ceplok Ungu!" jerit Suryaksumah. Sekonyong-konyong
ia melompat dan lari menubruk-nubruk, menubras-nubras.
Gaung suaranya dipentalkan dari dinding ke dinding oleh
luasnya rimba raya yang tertebar di sepanjang pinggang
gunung. Kemudian lenyap.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
-ooo00dw00ooo- 13 PERTARUNGAN YANG MENENTUKAN
DENGAN DIAM DIAM Ratna Permanasari mencari Bagus
Boang. Pikirnya, biarlah Ayah beristirahat dahulu. Kalau aku bisa mencari Bagus Boang, bukankah lebih baik" Dan dengan
pikiran itu, ia memasuki rimba raya yang berada disebalik
bukit. Untunglah waktu itu bulan memancar sangat cerah.
Penglihatannya bisa menjangkau seratus meter di
sekelilingnya. Tetapi setelah-rhemasuki rimba raya, semua kecerahan
lenyap. Yang terasa kini hanya keheningan. Tiada terdengar
sesuatu kecuali bunyi tapak langgkahnya dan suara daun
rontok. Suara daun rontok itulah yang membuat hatinya risau.
Kemudian di kejauhan terdengar aum harimau dan gemera-
sak mahkota pohon dengan jeritan kera. Bulu kuduknya
begidik. Bukan dia takut, tetapi ada suatu perasaan ngeri
menyelinap lewat tengkuknya, la lantas teringat kepada
masalah ayahnya. Dan perasaan geri itu berubah menjadi
resah gelisah. Mimpipun tak pernah, bahwa ayahnya bisa melakukan
suatu kesalahan besar. Ayahnya mengkhianati cinta kasih
seorang gadis suci. Kartika Nilawardani. Tatkala ayahnya
menceritakan apa yang pernah dilakukan, pandang matanya
penuh sengsara. Wajahnya suram. Dan suaranya gemetar.
"Anakku!" kata ayahnya dengan suara setengah berbisik.
"Pedang yang kau bawa-bawa itu, dan yang senantiasa
kusampaikan di dalam pendengaranmu sebagai milik keluarga,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebenarnya milik seorang puteri yang cantiknya bagai
bidadari. Dialah Kartika Nilawardani. Dia seorang gadis suci yang pernah kujumpai dalam hidupku. Tetapi kesadaran ini
baru kuperoleh setelah dia direnggut dari sisiku. Waktu
malam-malam dia datang menemuiku, wajahnya suram. Dia
berkata bahwa dirinya tak dapat melawan kekuasaan Sultan.
Dia harus pergi bersama seorang pedagang Persia yang
membelinya. Dia mengharapkan reaksiku. Tapi perhatianku
justru kepada pedangnya. Aku telah menyaksikan guruku
tewas karena adu kepandaian. Dalam hatiku ingin menjadi
manusia yang tak terkalahkan di kemudian hari. Untuk
mencapai angan-angan itu, aku harus memiliki pedang
mustika Sangga Bhuwana.
Melihat Kartika Nilawardani sengsara, diam-diam hatiku
girang. Dalam keadaan demikian, bukankah dia sedang lemah
hati" Maka ia kubujuk dan kukelabui. Aku membesarkan
hatinya, kataku: pedang itu biarlah kubawa. Dengan pedang
itu, aku akan membunuh Emir Mohamad Yusuf.
Mendengar kata-kataku itu, kedua matanya lantas bersinar
terang. Segera ia menyerahkan pedang itu. Dan malam itu
aku pergi jauh, jauh sekali. Dan setahun kemudian aku
mendengar kabar, Kartika Nilawardani meninggal setelah
melahirkan anaknya.
Entah apa sebabnya, semenjak itu hatiku resah. Tapi
semuanya itu tiada gunanya. Aku mendaki Gunung Patuha.
Bermukim di sini dan meninggalkan segala tetek bengek yang
bersangkut paut dengan urusan kenegaraan. Hatiku muak
setiap kali mendengar nama Sultan dibawa-bawa dalam suatu
percakapan. Malahan dengan tanpa kusadari sendiri, aku
menaruh dendam kepada semua keturunan Sultan Tirtayasa
yang membuat Kartika Nilawardani terenggut dari sisiku. Dan korban mula-mula adalah ibu kandungmu. Ibumu dulu isteri
Pangeran Purbaya. Dengan segala daya upaya aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merenggutnya dari sisi Pangeran Purbaya. Dalam anggapanku,
aku telah membalas dendam guruku dan Kartika Nilawardani.
Pangeran Purbaya dahulu berpihak kepada Syech Yusuf
sewaktu guruku mempertahankan kitab warisan. Maka dalam
hatiku, dia musuhku pula. Wajib aku membalas dendam. Dan
Sultan Tirtayasa adalah manusia yang membuat Kartika
Nilawardani sengsara. Maka akupun merenggut ibumu dari
samping Pangeran Purbaya anak keturunan. Sultan Tirtayasa.
Kemudian engkau lahir. Ah, anakku. Tak kusangka bahwa
hatiku semenjak itu kena kau rebut, sehingga aku menjadi
manusia yang terombang-ambing antara nafsu membalas
dendam dan rasa cinta..."
Ratna Permanasari mendengar, tiap patah kata pengakuan
ayahnya dengan seksama. Makin ayahnya berbicara, makin
nampaklah kesuraman wajahnya. Itulah wajah yang seolah-
olah mohon ampun dan hendak berpamit untuk selama
lamanya, la jadi tak sampai hati. Suatu kehancuran terasa
merayapi seluruh perasaan. Dalam keadaan demikian,
Dengan sekali menjejakkan kakinya Ratna Permanasari
melompat ke atas dahan. Lalu mengembarakan
pandangannya. Didepan-nya dibawah sana"terhampar
lapangan luas. Dan ia melihat seorang wanita lari cepat sekali dengan rambut terurai, teringatlah dia kepada Bagus Boang.
Pemuda itu anak keturunan Pangeran Purbaya. Manusia yang
dibenci ayahnya. Sebaliknya dia sendiri jatuh hati kepadanya.
Alangkah aneh timbal balik itu. Justru ia teringat a"kan pekerti ayahnya, ia malah memerlukan pemuda itu. Kalau pemuda itu
berada di dekatnya, rasa ngeri itu nampaknya akan terasa
menjadi ringan. Apa sebab demikian, ia sendiri tak sanggup
menjawabnya. Sekonyong-konyong ia mendengar suara orang berlari-
larian'cepat di dalam rimba. Makin lama makin dekat.
Sekarang terdengar jelas seperti sedang kejar-kejaran. Siapa"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan sekali menjejakkan kaki, Ratna Permanasari
melompat ke atas dahan. Lalu mengembarakan pandangnya.
Di depannya, di bawah tanah, terhampar lapangan luas. Dan
ia melihat seorang wanita lafi cepat sekali dengan rambut
terurai. Kemudian terdengar suara teriakan memanggil-
manggil. "Fatimah! Fatimah!"
Ratna Permanasari kaget. Itu suara Suryakusumah yang
dikenalnya. Jadi wanita itu Fatimah" Fatimah yang menaruh
hati kepada Bagus Boang"
"Ah, kenapa jadi begitu?" Ratna Permanasari berteka-teki dalam benaknya. "Apakah dia telah mengetahui hubunganku dengan Bagus Boang?"
Seorang gadis yang sedang diliputi oleh rasa asmara,
memang mudah tersinggung perasaannya. Semua yang
berlaku di depannya seringkali menimbulkan suatu prasangka
sehingga membuat hatinya selalu menebak-nebak. Apalagi
apabila ia melihat seorang gadis lain yang justru terlalu dekat pada masalahnya.
Tiba-tiba saja rasa iba menyelinap di hati Ratna
Permanasari. Segera ia hendak menguntit. Di dalam ilmu lari, dia berada jauh di atas Fatimah maupun Suryakusumah. Tapi
tatkala hendak melompat turun dari pohon, ia tak dapat
mengambil keputusan. Suryakusumah lari mengarah ke Barat,
sedang Fatimah ke Utara.-Siapa yang hendak dikuntitnya"
Baik Fatimah maupun Suryakusumah adalah sahabat-
sahabat dekat Bagus Boang. Setelah hatinya berada
diharibaan Bagus Boang, ia merasa dekat pula terhadap
orang-orang yang bergaul erat dengan pemuda pujaannya itu.
Dengan pikiran kosong, ia melompat turun ke tanah.
Kemudian berjalan asal berjalan saja. Beberapa saat kemudian teringatlah dia akan tujuannya sendiri. Bukankah dia
bermaksud mencari Bagus Boang" Memperoleh ingatannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu, ia menegakkan kepalanya. Kemudian memasuki rimba
raya lebih dalam lagi...
Dalam pada itu, Harya Udaya sudah dapat bergerak.
Setelah memuntahkan segala penderitaan batinnya yang
tersekap dua puluh tahun lamanya, hatinya terasa menjadi
lega. Dengan tertatih-tatih, ia keluar dari guanya. Kemudian memasuki kamarnya dan bersandar pada dinding jendela.
Sekian lamanya ia merenungi pohon kamboja yang nampak
menjadi terondol. Itu akibat pertempuran dahsyat antara dia dan Harya Soka-dana.
Sunyi. Suatu kesunyian menyekap dirinya. Sebagai seorang
pendekar seringkali ia menyendiri. Tetapi kesunyian kali ini, menakutkan dirinya.
"Ratna!" ia memanggil perlahan.
Dalam kesunyian itu angin malam nampak cerah. Secerah
kemarin malam waktu ia mengadu kepandaian melawan Harya
Sokadana. Sekarang, kemanakah perginya Ratna pada malam
terang bulan ini" Apakah mencari Bagus Boang"
Teringat pemuda, itu, teringatlah dia kepada semua
peristiwa yang terjadi semenjak kemarin malam. Untunglah,
sebelum bertanding melawan Watu Gunung, ia sudah menelan
separuh buah Dewa Ratna. Kemudian tadi, ia meneguk
beberapa seloki air Tirtasari. Itulah sebabnya, ia dapat
mempertahankan diri dari serangan racun Watu Gunung yang
mengejutkan. Segera ia memuntahkan penderitaan batinnya kepada
Ratna Permanasari. Mula mula ia merasa hatinya menjadi
lega. Diluar dugaan, kelegaan hatinya itu hanya sebentar saja.
Dalam kesunyian, mendadak ia merasa sangat menyesal. Apa
sebab ia membeberkan rahasian dirinya kepada anaknya" Dan
anak yang disayangi dengan sepenuh hati itu, kini pergi. Ia tahu apa sebab Ratna pergi dengan diam-diam. Pastilah dia
berusaha mencari Bagus Boang. Tapi baginya, kepergiannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terasa sangat menggigit hatinya. Ratna seolah-olah menjauhi dirinya.
"Aku sangat sayang padamu, Ratna. Pastilah engkau
sayang pula kepadaku." Ia berbisik seorang diri ditepi jendela.
"Tahukah engkau betapa sakit hatiku" Kau melayani aku. Kau menunggu aku dengan sabar, meskipun hatimu berada pada
bocah itu. Karena itu, aku berpura-pura tertidur untuk
memberi kesempatan bagimu. Tapi setelah kau pergi benar-
benar mencari Bagus Boang... aku merasa kehilangan segala
yang pernah kucintai dan kuimpikan."
Kembali angin meniup tajam melalui jendela. Angin malam
yang dingin beku. Dan ia merasakan dingin angin itu,
sehingga tubuhnya menggigil. Apakah tenaga saktinya benar
benar sudah punah"
"O, Tuhan! Dapatkah aku memeluk Ratna kembali seperti
dahulu?" bisiknya lagi. "Tetapi memang aku tak pantas menjadi ayahnya. Dia pergi, itulah yang paling benar. Hanya saja seumpamanya dia benar-benar pergi dariku aku bakal
hidup sendirian. Apakah arti hidup begitu?"
Harya Udaya merasakan dirinya lemah. Ia baru saja
sembuh dari suatu ancaman maut yang hebat. Siku-siku
anggota tubuhnya terasa nyeri dan melemahkan daya
pikirnya. Dan kesunyian yang memeluknya dari luar, membuat
hatinya menjadi ngeri dan takut. Pada saat itu, justru ia
mendengar suara langkah perlahan, la tersentak kaget. Itu
langkah kaki yang dikenalnya. Terus saja ia menyeru:
"Naganingrum! Benarkah engkau?"
Di depan jendela berdiri seorang wanita setengah umur.
Cantik tapi wajahnya mengandung duka cita. la menatap
wajah Harya Udaya sejenak. Kemudian berjalan memasuki
kamar lewat serambi depan. Memang dialah puteri
Naganingrum bekas isteri Pangeran Purbaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Harya Udaya segera menyalakan lentera. Dengan tertatih-
tatih ia mengawaskan wajah Naganingrum yang nampak pucat
lesi. Hatinya terpukul. Dan tatkala isterinya membuang
pandang, hatinya terasa kena gigit. Ia seperti berhadap-
hadapan dengan seorang wanita yang masih asing.
"Kau kembali?" ia mencoba mulai berbicara.
"Mana Ratna?" sahut isterinya dengan suara tawar.
"Dia pergi entah kemana," jawab Harya Udaya.
"Ahf^laganingrum! Aku tahu, engkau menghadapi kesukaran.
Sebenarnya, tak boleh aku membunuh Harya Sokadana. Ya,
apa sebab aku selalu salah tindak" Aku adalah manusia yang
selamanya selalu bertindak salah, Tidak, tak berani aku mohon ampun padamu. Aku terlalu salah... Aku terlalu salah."
"Mengapa engkau membicarakan hal itu. Bukankah
semuanya sudah terlambat?" potong Naganingrum.
"Semuanya sudah terlambat untukmu, Udaya! Semenjak
menjadi isterimu, belum pernah aku minta sesuatu kepadamu.
Sekarang aku ingin minta sesuatu kepadamu. Apakah engkau
meluluskan?"
"Jika aku mampu, pasti akan aku luluskan. Katakanlah
engkau minta apa dariku" Apakah kitab ilmu pedang orang
tuamu?" Naganingrum menggelengkan kepalanya dengan senyum
pahit. Menyahut sedih: "Untukku, kitab itu tiada artinya. Tiada cita-citaku hendak menjadi seorang pendekar."
"Apakah kitab warisan Arya Wira Tanu Datar?"
"ltupun tidak. Aku dahulu membantumu karena kitab
warisan itu sebenarnya milik gurumu. Ingin aku
menghapuskan noda yang dilakukan ayahku dengan
mengembalikan kepadamu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah engkau menghendaki nyawaku, karena aku
membunuh Harya Sokadana" Kalau engkau minta nyawaku,
sedikitpun aku takkan mengeluh."
"ltupun, tidak. Aku bukan manusia yang begitu besar
angan-angannya sehingga sampai hati membunuh sahabat
atau kawan demi mencapai angan-angan itu," sahut
Naganingrum. Dan mendengar ucapan Naganingrum, paras
muka Harya Udaya pucat. Tiba-tiba ia meledak dengan suara
gemetar. "Ah, tahulah aku. Engkau telah pergi dengan
mendadak datang kembali. Bukankah untuk Ratna
Permanasari?"


Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Benar," sahut Naganingrum. "Aku datang untuk membawa Ratna Permanasari pergi dari sampingmu. Akan tetapi aku
berpikir lain lagi. Seumpama aku membawanya pergi, akupun
tak sanggup memberi kebahagiaan kepadanya."
"Jadi... jadi kau memutuskan, agar dia tetap berada di sini?" Harya Udaya penuh harapan."Oh, Naganingrum...
benarkah itu" Benarkah itu" Kalau dia tetap berada di-
sampingku, bukankah engkau tinggal pula bersamaku seperti
dahulu?" "Seumpama Ratna kubiarkan berada di-
sampingmu.'engkaupun tak dapat memberi kebahagiaan
kepadanya," kata Naganingrum dengan suara dingin.
"Ya benar, aku tahu." Harya Udaya menghela napas.
"Aku tahu, kau sangat sayang padanya. Tak kalah dari rasa kasihku. Karena itu apa sebab kita tidak mencarikan jalan agar dia berbahagia?"
Harya Udaya diam terpekur.
"Kau tidak sampai hati" Akupun begitu juga," ujar Naganingrum lagi. "Tetapi setelah kupikir kembali, yang paling sempurna apabila dia meninggalkan kita."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah!" keluh Harya Udaya dengan hati terkejut. "Aku mengerti maksudmu kini."
"Bagus! Di dalam dunia ini, kini hanya ada seorang yang bisa memberi rasa bahagia kepadanya. Kepadanya kita harus
menyerahkan Ratna Permanasari."
"Ah! Bagus Boang maksudmu?" seru Harya Udaya
"Benar. Dialah pemuda itu"yang hendak membunuhmu.
Dialah keturunan seorang yang kau benci dan yang kau
anggap sebagai lawanmu."
Harya Udaya tercengang. Gugup ia berkata: "Bukan! Bukan begitu! Sekarang tahulah aku, bahwa sesungguhnya aku
bukan membenci anak keturunan Sultan Ageng Tirtayasa.
Tetapi rasa benciku itu terjadi, karena kau benci kepada diriku sendiri, sekarang sadarlah aku!"
"Aku telah menyelidiki pekerti Bagus Boang," kata Naganingrum seperti tak memedulikan. "Demi sahabatnya, dia berani mengorbankan diri. Apalagi demi kekasih hatinya.
Pastilah dia tidak akan mengecewakan. Menyerahkan Ratna
kepadanya, membuat hatiku lega. Dengan begitu selesailah
sudah kewajibanku di dunia. Memelihara dan menguburkan
keabadian Tuhan lewat insan ciptaannya."
Harya Udaya menghela napas. Katanya meneruskan
pernyataannya: "Semua bekas rekan seperjuangan bersatu padu hendak membunuhku. Karena aku benci kepada mereka
semua! Tahukah engkau apa sebab aku benci kepada mereka
semua" Karena sesungguhnya aku benci kepada diriku sendiri.
Hal itu baru saja kusadari, setelah engkau pergi dariku."
"Dua puluh tahun yang lalu dengan sepenuh hati aku
merebut kitab ilmu pedang Syech Yusuf dengan caraku
sendiri. Ini semua demi memberi rasa bahagia kepadamu. Kau
p"ernah berkata apa kepadaku, tatkala engkau menerima
kitab ilmu pedang itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku akan meluluskan ribuan permintaanmu," jawab Harya Udaya pendek. "Sebaliknya, tak pernah aku memperlakukan dirimu dengan hati penuh. Karena... karena di dalam
anggapanku... aku sedang menunaikan tugas suci
membalaskan dendam guru dan ah, Naganigrum... aku salah
alamat. Aku seorang pengecut!"
"Selama dua puluh tahun itu, belum pernah aku minta
sesuatu kepadamu. Kau tahu apa sebabnya?" ujar
Naganingrum. "Karena aku tahu, di dalam hatimu tiada aku..."
Sakit hati Harya Udaya mendengar ujar Naganingrum.
Dadanya seakan akan kena disengat ribuan jarum. Hendak ia
membuka mulut, Naganingrum telah mendahului: "Lebih baik, janganlah kita mengungkit-ungkit kejadian-kejadian yang
sudah lampau. Kita berdua pernah, melakukan kesalahan
bersama. Sadar atau tak sadar. Karena itu, marilah kita kini mengurangi kesalahan tersebut dengan membiarkan Ratna
pergi. Biarlah dia pergi mengikuti Bagus Boang. Biarlah Bagus Boang membawanya terbang jauh-jauh. Memang yang lebih
baik, apabila kita tidak melihat Ratna Permanasari lagi untuk selama lamanya."
Tercekat hati Harya Udaya mendengar perkataan
Naganingrum. Dalam sedetik itu, terlintaslah semua ingatan
yang pernah dilakukannya. Karena bercita-cita ingin menjadi seorang pendekar tanpa tanding di-kemudian hari, ia
membiarkan Kartika Nilawardani pergi. Tapi setelah Kartika
Nilawardani pergi, hatinya menjadi kosong. Terbayanglah
wajah gurunya yang mati penasaran. Maka semenjak itu ia
menjelma menjadi tokoh pembalas dendam. Ia meracuni
Naganingrum. Merenggutnya dari sisi Pangeran Purbaya.
Kemudian memperlakukan dengan hati dingin. Membujuk agar
mencuri kitab ilmu pedang Syech Yusuf. Memaksa agar
menghafalkan isi kitab warisan Arya Wira Tanu Datar yang
sedang dibawa Pancapana. Mengurung Pancapana. Membenci
semua rekan perjuangan yang membantu perjuangan Sultan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tirtayasa dan Pangeran Purbaya. Semuanya itu dilakukan
demi rasa baktinya kepada guru dan rasa penasarannya
Kartika Nilawardani. Kemudian lahirlah Ratna Permanasari.
Mula-mula hanyalah suatu kelahiran biasa akibat suatu
hubungan yang wajar. Tetapi setelah Ratna Permanasari
tumbuh menjadi seorang gadis yang mungil, lucu dan manis"
tak disadarinya" hatinya kena renggut, kena pikat. Benar
benar Ratna Permanasari merupakan neraca perimbangan
yang membuat hatinya ber-balik. Sedikit demi sedikit, mulailah ia mengerti apa arti cinta kasih. Sekarang pandangannya
terhadap semua rekannya agak menjadi lemah. Itulah
sebabnya tiada ia melakukan pembunuhan terhadap
Suryakusumah dan Bagus Boang yang datang memusuhinya.
Juga terhadap Pancapana, tiada lagi rasa dendam meskipun
pendekar itu murid. Ki Ageng Darmaraja yang menguasai kitab warisan Arya Wira Tanu Datar.
Ini semua akibat rasa cintanya pada Ratna Permanasari.
Ratna Permanasari seperti alat penggosok memperhalus
ketegangan hatinya. Dialah perwujudan insan penebus
pekertinya yang salah" Sekarang"ia seperti" sebuah dian
yang nyaris kehabisan minyak. Dengan membiarkan Ratna
Permanasari mencari rasa bahagianya, ia berharap dapat
menguras habis seluruh dosanya yang pernah dilakukannya.
Maka katanya perlahan, "Baiklah Naganingrum. Memang
paling baik, dia pergi jauh. Lebih baik lagi tak usah teringat siapa ayahnya. Dengan begitu, ia akan melupakan rasa
hatinya yang sakit akibat kehadiranku. Aku telah membuat
hatinya terluka. Aku yang dahulu dipujanya sebagai seorang
ayah yang sempurna. Baiklah, naganingrum, aku meluluskan
permintaanmu. Aku menyetujui Ratna Permanasari menjadi
jodoh Bagus Boang. Dengan begitu habislah sudah rasa
permusuhan yang berlarut-larut."
Mendengar keputusan Harya Udaya, perlahan-lahan
Naganingrum memutar tubuhnya dan meninggalkan serambi
depan dengan langkah lambat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ningrum! Apakah kau tak sudi hidup bersama aku lagi"
Ratna sebentar lagi balik pulang!" seru Harya Udaya dengan suara gemetar.
"Dia sudah tahu segalanya. Apa perlu kita membuatnya
berduka" Lagipula, maksud hatiku sudah terbuka."
"Benar. Tak baik kita memberi contoh kepadanya dengan
menyaksikan perceraian kita," kata Harya Udaya dengan suara kalah. "Kau hendak pergi kemana?"
"Kau membunuh seorang yang sebenarnya tidak patut kau
bunuh. Karena itu, aku hendak menebus dosamu."
"Sokadana" Ah.. Sokadana!" Harya Udaya terkejut. "Aku membunuhnya, karena aku takut kehilangan engkau. Tapi
akhirnya dialah yang menang. Dia berhasil merenggut dirimu
dari sisiku..."
Naganingrum menoleh mendengar keluhan Harya Udaya,
katanya: "Mungkin begitu keadaan Pangeran Purbaya tatkala engkau merenggut aku dari sisinya. Tetapi Harya Sokadana
bagiku tak lebih daripada seorang sahabat. Terhadapnya tiada sebintik cintaku. Percayalah hal itu! Tahukah engkau, bahwa dia kini meninggalkan seorang janda dan seorang anak" Aku
telah menyerahkan gambar Sungai Cisedane kepada Bagus
Boang. Kusuruh dia menunggu di rumah isteri Harya
Sokadana. Kemudian aku akan mempertahankan Ratna di
rumah itu pula. Dengan demikian, semoga arwah Harya
Sokadana tidak menjadi penasaran. Akupun berharap akan
memberi sedikit hiburan kepada anak isteri... Udaya,
seumpama bukan untuk kebahagiaan Ratna"tidak bakal aku
pulang pada malam hari begini."
"Baiklah, kau pergilah." Harya Udaya putus asa. Hebat kekalahan Harya Udaya. Selama hidupnya ia menganggap
dirinya seorang jago tanpa tanding, sehingga suaranya sangat perlahan tatkala mengucapkan kata-kata itu. "Baiklah
Ningrum, kau pergilah..." ulangnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kamar itu menjadi sunyi senyap kembali. Yang terdengar
hanya desir angin malam meraba daun kamboja yang nyaris
trondol berguguran. Dengan tertatih-tatih, Harya Udaya duduk ditepi pembaringan. Berkata kepada dirinya sendiri: "Hidup dan matinya seorang manusia, seorang diri saja. Manusia tak ubah seorang pengembara di tengah gurun pasir. Tanpa
kawan tanpa sahabat. Apa. perlu berkeluh kesah" Tiada guna
seseorang menyedihkan sesuatu yang harus terjadi. Aku
dilahirkan seorang diri. Akupun akan mati seorang diri
pula.Tetapi alangkah sunyinya... Mengapa semua terasa
menjadi sunyi?"
Ia mengembarakan pandangnya. Bulan cerah di luar
jendela. Dalam keheningan terdengarlah daun rontok dari
mahkotanya. Kemudian ia bersenandung.
sebenarnya orang hidup di dunia ini tak ubah seorang
pengembara bersinggah meneguk air setelah lenyap dahaga dia akan
meneruskan perjalannya ' seorang diri tanpa kawan tanpa
teman seumpama seekor burung . bebas dari kurungan
jangan sekali-kali salah hinggap seumpama gadis suci pergi
merantau pastilah dia akan kembali
ke haribaan bumi
"Ya benar, begitulah. Aku sekarang akan kembali. Kembali pulang tanpa Ningrum tanpa Ratna... Tapi mengapa begini
sunyi?" desah Harya Udaya
Baru saja ia merenungi ucapannya sendiri, mendadak ia
mendengar suara tertawa bergelak. Kemudian suara meledak.
"Saudara Harya Udaya! Bagus bunyi senandungmu. Eh, apa yang menyebabkan hatimu setegar itu?"
Harya Udaya bersikap acuh tak acuh. Tanpa menggerakkan
kepalanya, ia menyahut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saudara Arya Wirareja! Pekertimu seperti pedagang
menagih hutang. Bagus kau datanglah!
"Engkau seorang pendekar utama, jago tanpa tertandingi.
Mengapa dengan tiba-tiba kulihat begitu mengharu biru,"
berbicara selayaknya seorang yang penuh perhatian.
"Itu bukan urusanmu."
"Apakah ada hubungannya dengan sang isteri?"
Tiada jawaban. "Andai aku boleh membantumu," ucap Arya Wirareja.
"Jangan turut campur."
"Ha..ha...ha..." Tertawa tergelak Arya Wirareja. "Seorang pendekar kelas jagad, menjadi orang yang cengeng hari ini.
Duh..duh..duh..."
"Jikalau tidak diganggu, tak dapat aku mengganggu
kesenangan orang lain," sahut Harya Udaya dengan tenang.
Tetapi hatinya panas mendengar suara Arya Wirareja.
"Bagus!" seru Arya Wirareja girang. "Sekarang aku hendak membicarakan perkara Ratu Bagus Boang. Kabarnya dia
hendak membunuhmu. Apa alasannya tak sudi aku turut
campur. Tapi seumpama aku turun tangan membekuknya
bagaimana sikapmu?"
Terperanjat Harya Udaya mendengar Arya Wirareja
menyinggung nama Bagus Boang. Itu pemuda pilihan
puterinya. Maka terpaksa ia berpikir keras,
"Kalau hadirnya pemuda itu tiada hubungan denganku, aku takkan mencampuri," akhirnya ia menjawab.
Arya Wirareja girang bukan main. Segera, tanpa berbasa
basi lagi"dengan langkah panjang ia keluar serambi depan.
Selagi demikian, tiba-tiba suatu bayangan berkelebat keluar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari jendela. Dia terkejut bukan kepalang. Serunya, "Saudara Harya Udaya! Apa maksudmu ini?"
"Aku berkata, bahwa aku takkan ikut campur manakala
hadirnya pemuda itu tiada hubungan denganku. Tapi kini, dia mempunyai hubungan dengan aku. Maka terpaksalah aku ikut
campur." "Hah! Mengapa kata-katamu tak dapat kupegang?" Arya Wirareja gusar.
"Terhadap seorang licik seperti dirimu aku harus berhemat dengan kata-kataku. Kau sambutlah!" bentak Harya Udaya.
Langsung saja ia melepaskan pukulan ke udara.
Arya Wirareja benar-benar kaget. Terpaksa ia bersiaga
menyambut serangan itu. Meraka berdua adalah jago-jago
kelas satu! Semenjak dahulu mereka saingan. Arya Wirareja
merupakan jagoan andalan Sultan Abdulkahar, sementara
Harya Udaya jagoan andalan Pangeran Purbaya. Belum pernah
mereka berhadap-hadapan mengadu kepandaian. Maka kali ini
pertarungan mereka akan menentukan.
"Hm," dengus Arya Wirareja. Belum lagi serangan tiba, ia menghantam dengan sekuat tenaga. Bres!
Harya Udaya tengah terluka hebat. Tenaganya belum pulih
seluruhnya. Kena hantaman Arya Wirareja, tubuhnya goyang.
Ia mundur beberapa tindak dan mulutnya mengeluarkan
darah segar. Diam-diam Arya Wirareja kaget. Pikirnya dalam hati, dia
sedang menderita luka parah. Namun pukulan udaranya masih
bisa menahan pukulanku. Meskipun memuntahkan darah, tapi
tenaga saktinya terasa masih utuh. Seumpama dia
melepaskan pukulan wajar, dapatkah aku mempertahanan
diri?" Selagi berpikir demikian, tiba-tiba dadanya terasa sakit.
Kerongkongannya berkeruyuk. Ia pun memuntahkan darah
segar. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi ia seorang yang licik. Takut Harya Udaya
mengetahui keadaan dirinya, segera ia menyerang sebelum
lawan siap. Harya Udaya melesat ke samping dengan gesit.
Tangan kirinya menyambut serangan itu dengan serangan
keras pula. Tapi karena ia dalam keadaan luka, tenaganya
masih kalah seurat. Ia mundur lagi dengan sempoyongan.
Arya Wirareja girang bukan kepalang. Yakinlah dia
sekarang, bahwa Harya Udaya benar-benar terluka parah.
Tangannya sendiri berada-atasnya. Kalau ia mencecar dengan
pukulan-pukulan dahsyat, kemenangan akan berada
ditangannya. Setelah berpikir demikian, ia benar-benar tak
memberi kesempatan bernapas kepada Harya Udaya. Dengan
mengerahkan seluruh tenaganya ia menghantam dengan
kedua tangannya.
Harya Udaya dapat menebak maksud lawan. Ia melompat
maju menangkis lagi.
Tapi kali ini ia menggunakan dua tangannya dengan
berbarengan. Bres! Mereka berdua mundur terpental dengan
sempoyongan. Maka jelaslah, bahwa tenaga sakti mereka
berdua seimbang benar.
Arya Wirareja heran bercampur girang. Ia heran lantaran
Harya Udaya masih tetap tangguh. Sebaliknya ia girang
karena percaya akan kelebihan tenaganya. Katanya dalam
hati, benar benar Harya Udaya seorang pahlawan yang gagah
perkasa. Pantaslah ia disebut seorang pendekar tanpa
tandingan. Seumpama tidak terluka parah, mana bisa aku
melayani. Saat ini masih dia mengimbangi tenagaku. Tapi
sebentar lagi, tenaganya akan kendor. Persoalannya sekarang bagaimana caraku menghemat tenaga" Baiklah, biarlah aku
mengadu tenaga keras melawan keras. Hihaa.... dia telah
membunuh Harya Sokadana. Dan kini ganti aku yang akan
membunuhnya. Kalau dia sudah mampus, di dunia ini siapa
lagi yang dapat melawan aku?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Girang komandan pengawal istana Sultan Haji itu. Dia yakin
dirinya bakal unggul. Sementara itu, Harya Udaya sudah maju lagi.
"Harya Udaya!" bentak Arya Wirareja. "Bagus Boang adalah putera Pangeran Purbaya. Dan Pangeran Purbaya
bukankah sainganmu" Mengapa engkau ikut campur
maksudku hendak membekuk Bagus Boang" Benar-benar aku
tak mengerti."
Harya Udaya memiringkan kepalanya. Menyahut dengan


Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suara linglung. "Sebenarnya aku pernah berkata apa
kepadamu" Benar-benar aku lupa. Eh, mengapa aku jadi
pelupa kini?"
Mendongkol hati Arya Wirareja. Ia sebal dengan cara Harya
Udaya menyalakan perang urat saraf. Tapi terpaksa ia
menjawab: "Kau bilang, tidak akan mencampuri urusan dunia.
Kemudian kau bilang"apabila pemuda itu tiada hubungannya
dengan dirimu kau tidak ikut campur urusan. Eh, masakan
engkau lekas lupa" Begitu lemah ingatanmu."
Harya Udaya tertawa lepas.
"Benar. Seumpama orang membakar rumah atau
perkampungan, tidak bakal aku ikut campur urusan. Tetapi
Bagus Boang adalah putera majikanku. Bagaimana aku bisa
tinggal diam bertopang dagu?" Jelas sekali Harya Udaya menyembunyikan alasannya. Tetapi alasannya itupun masuk
akal. "Baiklah. Kau memang berhati mulia. Kau hendak
melindungi keturunan junjunganmu. Cuma saja, apa sebab
dahulu engkau menggondol isterinya yang cantik jelita?"
Mendengar ucapan Arya Wirareja, tak dapat lagi Harya
Udaya menguasai dirinya. Terus saja ia membentak. "Kalau begitu tiada jalan lain. Kau pergilah!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seperti saling berjanji, mereka maju dengan berbareng.
Arya Wirareja sudah cukup memukul telak dengan ucapannya.
Dan Harya Udaya tak sudi membuka mulutnya. Mereka segera
saling menyerang.
Arya Wirareja mengeluarkan ilmu simpanannya yang
dahsyat. Angin bergulungan dan mematahkan sisa dahan
pohon kambo-ja. Tetapi setiap kali memukul, sasarannya
lenyap. Ia kaget setengah mati. Mengertilah ia, bahwa ia
sedang menghadapi bahaya. Cepat ia berputar. Benar saja,
dari punggungnya terasa kena raba suatu kesiur angin. Dan
bayangan Harya Udaya berkelebatan bagai setan. Ia selalu
mendahului menyerang. Dari belakang, samping dan
seberang. Arya Wirareja berteriak. Ia memutar tubuhnya pula untuk
melawan kecepatan Harya Udaya. Dengan demikian terjadilah
suatu serangan melawan serangan. Tetapi dalam hal
kegesitan, Harya Udaya menang jauh.
Harya Udaya tercekat. Cepat ia melesat dan menangkis
pukulan maut Arya Wirareja dengan tusukan jari sakti warisan Arya Wira Tanu Datar. Kali ini ia mengarah nyawanya.
Tubuhnya berkelebatan tak ubah bayangan di empat
penjuru. Delapan mata angin diinjaknya dan dijadikan titik
tolak serangannya.
Arya Wirareja kaget bukan kepalang. Makin ia berputar-
putar mengadakan perlawanan, pandang matanya menjadi
kabur, la jadi dongkol dan penasaran. "Harya Udaya, kau sungguh licik!" ia memaki dalam hati. "Kau tak berani mengadu tenaga, tapi menggunakan siasat begini... Setan
edan!" Memang dalam hal ilmu meringankan tubuh, ilmu pedang
dan ilmu tangan kosong, Harya Udaya sudah mencapai puncak
kemahiran. Jari jarinya berbahaya pula. Itulah ilmu
cengkeraman jari yang diwarisi dari kitab sakti Arya Wira Tanu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Datar. Ketiga ilmu sakti itu digabungkan menjadi satu
pengucapan. Ia menyebut ilmu sakti gabungannya dengan
nama: Ilmu sakti Sangga Bhu-wana sesuai dengan nama
pedang mustikanya. Dengan ditambah kegesitan tubuhnya, ia
melesat ke sana ke mari mencari lowong dan kelengahan
lawan. Pada saat-saat yang tepat, tiba-tiba kesepuluh jarinya masuk ke dalam daerah gerak. Dan diperlakukan demikian,
Arya Wirareja kelabakan. Terpaksa komandan istana Sultan
Abdulkahar itu berputar-putar untuk dapat berhadap-hadapan
muka. Lambat laun kepalanya pusing dan matanya
berkunang-kunang.
"Binatang betul Harya Udaya," makinya dalam hati. "Bukan aku yang dapat menguras tenaganya, tapi sebaliknya malahan
aku yang bakal mampus kelelahan."
Arya Wirareja menyadari bahaya yang mengancam dirinya.
Dalam seribu kerepotannya, timbul pikirannya. Mula-mula ia
menguasai pergolakan hatinya. Kemudian menajamkan
matanya dan mengikuti gerakan Harya Udaya dengan cermat.
Setelah mengamati keragam tata berkelahinya segera ia
mengeluarkan ilmu saktinya Badai Selatan. Ilmu sakti Badai
Selatan ini diperoleh dari seorang pertapa bernama Pulasari.
Pertapa yang bermukim di Gunung Pulasari yang berada di
barat daya Kerajaan Banten.
Sifatnya--mirip ilmu gabungan Sangga Bhuwana. Hanya
saja harus menggunakan tenaga penuh. Itu sebabnya gurunya
melarang menggunakan manakala tidak terlalu memaksa.
Sekarang ia menghadapi bahaya. Maka tanpa berpikir panjang
lagi, segera ia mencelat menerjang. Dengan demikian,
kesehatan Harya Udaya dilawan dengan keselibatan pula.
Hebat kesudahannya. Karena
Arya Wirareja bertenaga lebih besar, Harya Udaya kena
didesaknya mundur. Ini kesempatan yang bagus. Dengan
tertawa berkakakan, ia duduk bersimpuh di atas tanah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saudara Harya Udaya!" serunya. "Sama sekali aku tidak terluka, hanya sedikit letih. Kau duduklah beristirahat juga."
Jelas sekali, ia sedang mengejek. Kalau Harya Udaya
terpaksa duduk pula, maka ia bisa memaksa untuk mengadu
tenaga. Harya Udaya sedang terluka parah, maka
kemenangan pastilah berada di pihaknya.
Sudah barang tentu, Harya Udaya tahu maksudnya. Ia
menjadi marah. Tanpa memberi jawab ia melompat
menerjang. Tetapi Arya Wirareja dapat membela diri sampai
tujuh belas jurus. Sesekali ia menggunakan tenaga besar
seolah-olah badai selatan menghantam pantai. Kedua
tangannya nampak perkasa. Apabila mengenai sasaran
pastilah bisa mematahkan tulang. Dengan cermat ia
melepaskan pukulan-pukulan geledek, pada saat serangan
Harya Udaya mendekati mundur, ia menutup diri dengan tetap
duduk bersimpuh di atas tubuhnya. Ia tak sudi kena
pancingan. Sebenarnya cara perlawanan ini bukan untuk merebut
suatu kemenangan. Tujuannya hanya membuat lawan letih
sementara dirinya bisa menghimpun tenaga. Ia tahu Harya
Udaya.luka parah. Seumpama tidak terluka, tidak bakal ia
berani mengadakan perlawanan dengan cara demikian.
Dengan cepat Harya Udaya telah menyerang tiga puluh
jurus berturut-turut. Namun satupun tiada yang berhasil.
Benar-benar cara bertahan Arya Wirareja yang sangat rapat,
la jadi dongkol.
"Saudara Harya Udaya," seru Arya Wirareja mengejek.
"Sudah dua puluh tahun lebih, tak pernah kita bertemu. Maka hari ini aku sungguh bersyukur dapat mengukur kepandaian
dengan dirimu. Sebenarnya ingin aku melayanimu tiga hari
tiga malam. Tapi mengingat kesehatanmu belum pulih,
baiknya Saudara ingat akan keadaan diri. Aku khawatir
dengan caramu ini akan merusak kesehatan tubuhmu sendiri.
Bukankah sangat sayang" Sebenarnya tak ada niatku hendak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membunuhmu. Tapi kalau begini terus Saudara akan mati
keletihan. Bukankah orang tetap menuduh aku telah
membunuhmu?" Setelah berkata demikian ia tertwa terbahak-bahak.
Harya Udaya dapat menebak maksud Arya Wirareja. Ia
diejek dan direndahkan agar hatinya panas. Maka ia
mengendalikan diri.
Kini tak sudi lagi ia menggunakan pukulan keras.
Sebaliknya hanya gertakan belaka dengan diselingi pukulan-
pukulan lemas seakan akan sedang menari. Dengan demikian,
belasan jurus lewat lagi dengan cepatnya.
"Saudara Harya Udaya!" seru Arya Wirareja lagi dengan tertawa berkakakan. "Baiklah aku membuat suatu pengakuan.
Sebenarnya Bagus Boang sudah dapat kubekuk. Ia kena
pukulan Badai Selatan ini. Lalu kuringkus dan berada di bawah pengawasan kawanku. Engkau sendiri mungkin bisa bertahan
sampai esok. Tapi bagaimana dengan nasibnya Bagus Boang"
Dia terluka parah. Di kolong langit ini tiada obat pemunahnya selain yang kusimpan di dalam kantong bajuku ini. Saudara!
Andaikata kau berhasil membunuh aku, kaupun tak bakal bisa
menolong jiwa Bagus Boang. Sebab begitu aku roboh botol
obat pemunah akan kure-muk hancur. Eh, kau tak percaya
aku sudah membekuk Bagus Boang" Kau mendengar?"
Setelah berkata demikian, Arya Wirareja bersiul. Gaung
siulnya tinggi melengking menyusup rimba raya. Tak lama
kemudian terdengar siulan jawaban itu. Hati Harya Udaya
tercekat. Tiba-tiba bayangan Naganingrum berkelebat
dibenaknya. Seketika itu juga, timbullah pikirannya.
"Naganingrum hendak menyerahkan Ratna Permanasari
kepada pemuda itu. Kalau bangsat ini benar-benar telah
melukainya dan kemudian mati, tidak hanya Naganingrum
yang menyesal, tetapi juga Ratna Permanasari akan berduka
seumur hidupnya. Eh, bagaimana baiknya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Oleh pikiran itu serangannya lantas berhenti di tengah
jalan. Ia membalik tubuh dan hendak menjenguk bukit yang
mementalkan siulan jawaban. Tapi baru saja ia berputar
tubuh, Arya Wirareja melompat melepaskan pukulan geledek
Badai Selatan. Sasarannya tepat membidik punggung.
Sebagai seorang jago, gerakan Arya Wirareja sangat gesit:
Pukulannya dilepaskan pula dengarfseluruh tenaga seperti
hendak merobohkan gunung. Tetapi Harya Udaya bukan pula
jago picisan. Ia tahu sedang menghadapi serangan gelap.
Cepat ia berputar-putar sambil mengerahkan tenaga.
Kemudian menangkis. Bres! Kembali lagi dua raksasa itu
mengadu tenaga. Ternyata tenaga sakti mereka seimbang.
"Saudara Harya Udaya!" Arya Wirareja tertawa terkekeh-kekeh. "Kau perlu beristirahat. Lukamu makin lama akan makin parah... ingat hal itu!"
Harya Udaya sadar, lawannya memancing kemarahannya.
Tapi kali ini ia tak memedulikan lagi. Tanpa menghiraukan
akibatnya, ia melompat menyerang lagi. Kali ini ia
menggunakan cengkeraman jari warisan sakti Arya Wira Tanu
Datar. Arya Wirareja tak sudi mengalah pula. Kembali lagi ia
menerjang dengan menggunakan pukulan Badai Selatan.
Hebat kesungguhannya. Masing-masing menderita luka.
Cengkeraman jari Harya Udaya melenyapkan seperlima
bagian tenaga sakti Arya Wirareja. Malahan pundaknya Arya
Wirareja terasa sangat panas sehingga rongga dadanya sesak, la jadi heran dan gentar. Tapi sebelum menerjang, ia sudah
menutup dirinya dengan ilmu kebal. Biasanya senjata
tajampun tak mampu melukai kulitnya. Tapi tusukan jari!
Harya Udaya ternyata jauh lebih tajam daripada senjata tajam manapun juga. Benar tak melukai tapi suatu hawa panas
menembus urat nadinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Harya Udaya merasakan juga kehebatan ilmu sakti Badai
Selatan. Suatu hawa dingin menutup masuk dan menikam
dadanya. Ia kaget. Pikirnya, tahu begini aku tadi harus cabut nyawanya....
"Hebat! Sungguh hebat!" kata Arya Wirareja dengan berbatuk-batuk. "Hanya saja aku harus memberi nasehat
kepadamu. Hendaklah kau berhemat dengan tenagamu. Kau
sudah terluka, tapi masih menggunakan tenaga berlebihan.
Apakah kau mampu menolong jiwamu?"
Memang benar peringatan Arya Wirareja. Untuk menyerang
lawan dengan menggunakan keampuhan jari tangannya, ia
harus menggunakan tenaga sakti yang besar. Itulah
sebabnya, seluruh tubuhnya lantas saja terasa menjadi dingin.
Darahnya bergolak tak keruan. Grat-uratnya seperti kena
digerayangi ribuan semut yang menyengat kalang kabut, "ia
tahu. Inilah racun Watu Gunung yafig meruap kembali.
Setelah kena tindih kemujaraban air Tirtasari dan separuh
buah Dewa Ratna. Seumpama tak menggunakan tenaga sakti
berlebihan, masih bisa air Tirtasari dan Dewa Ratna
membendung menjalarnya racun. Tapi begitu ia mengerahkan
tenaga, sebagian tenaga pendidih larut berguguran. Dan
racun Watu Gunung bebas buyar seperti muncratnya air
mancur. Untuk Naganingrum dan Ratna Permanasari dan bakal
menantuku Bagus Boang, biarlah aku mati terjengkang di sini, teriaknya dalam hati. Dan memperoleh ketetapan demikian,
hatinya tenang luar biasa. Ia tak memedulikan keadaan
tubuhnya yang tak keruan rasanya.
Selagi demikian, tiba-tiba terdengarlah suara nyaring halus berbareng suara langkah ringan. Harya Udaya dan Arya
Wirareja menoleh.
"Ningrum! Kau kembali!" seru Harya Udaya dengan suara penuh syukur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Naganingrum sama sekali tak menyahut. Tadi sewaktu
meninggalkan rumah, ia berpapasan dengan Arya Wirareja.
Karena hatinya sedang murung, sama sekali ia tak
menghiraukan. Tapi begitu melintasi bukit, timbullah
curiganya. Itu disebabkan, ia teringat akan kata-kata
suaminya yang tulus ikhlas tadi. Ternyata Harya Udaya sangat membutuhkan kehadirannya, sehingga kedatangannya untuk
Ratna Permanasari disangkanya timbul dari kehendaknya
sendiri. Ia melihat Harya Udaya terluka parah. Mula-mula ia bersikap acuh tak acuh. Tetapi begitu suaminya menyatakan
rasa cintanya yang tulus ikhlas, hatinya terguncang. Pikirnya sambil berjalan, benar-benarkah ia masih membutuhkan
kehadiranku" Kalau begitu, aku masih berharga di depan
matanya...."
Memperoleh pikiran demikian, segera teringatlah dia
kepada Arya Wirareja. Langsung saja ia menyusul dengan
cepat. Sekarang ia melihat suaminya benar-benar sedang
bertempur melawan Arya Wirareja. Perkaranya justru
mengenai Bagus Boang. la jadi terharu. Ah, benar-benar ia
memperhatikan permintaanku. Dan untuk meluluskan
permintaanku, ia sanggup mengorbankan jiwanya, pikirnya
dalam hati. Tak tahan lagi ia bersembunyi dibalik pepohonan. Begitu
melihat suaminya menderita luka, segera ia muncul. Kemudian mengawaskan wajah suaminya dengan pandang sayu.
"Ningrum, kau kembali untukku?"
Tanpa membuka mulut, Naganingrum mematahkan cabang
pohon kamboja. Kemudian menghampiri Arya Wirareja dengan
langkah tenang.
"Kau berani merusak pertamananku. Enyahlah dari sini!"
Ternyata ia tak hanya menegur. Tiba-tiba cabang kamboja
bergerak dan ditikamkan tak ubah sebilah pedang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selama menjadi isteri Harya Udaya tak pernah ia
memperlihatkan kepandaiannya. Jangankan orang luar,
sedang Harya Udaya sendiri tak pernah melihat. Maka begitu
melihat Naganingrum menggerakkan cabang kambojanya, hati
Harya Udaya tertarik. Ia lalu menonton dengan pandang mata
bersinar tajam.
Arya Wirareja waktu itu segera mengelak cepat. Tetapi
belum lagi memperoleh kedudukan, untuk kedua kalinya
Naganingrum menikam. Kemudian yang ketiga, keempat dan
kelima. Sekaligus Arya Wirareja diberondong dengan lima
tikaman beruntun yang cepat luar biasa. Dan menyaksikan
kecepatan itu, Harya Udaya tercengang. Selamanya ia
menganggap diri sebagai ahli pedang nomer satu, ia
mendengar kemasyuran nama isterinya lewat tutur kata
orang. Katanya dia bisa bermain pedang juga sebagai seorang pendekar wanita satu-satunya. Ternyata ilmu pedangnya
benar-benar hebat. Selain cepat, sasaran bidikannya


Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berbahaya juga.
Untuk mengelakkan serangan cepat yang datangnya
bertubi-tubi, terpaksalah Arya Wirareja menjejak tanah dan
melesat ke udara dengan berjungkir balik. Katanya kemudian,
"Ah! Kukira aceuk telah tiba di rumah Harya Sokadana. Tak tahunya masih memberati cinta kasih Harya Udaya. Hai-hai!
Dasar aku yang tak tahu arti cinta kasih yang lumer mesra.
Hiha... kalian berdua bakal maju berbarengan. Maka
terpakasalah aku mengangkat kaki."
Tentu saja kata-kata Arya Wirareja sebenarnya suatu
ejekan belaka. Ia takut kena serubut. Maka belum-belum ia
sudah mencegah dengan lontaran ucapan ejekan yang
merendahkan. Naganingrum sendiri bersikap tenang luar biasa. Sambil
menudingkan cabang kambojanya, dia berkata dengan suara
tegas. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sekarang ini sudah kasep. Meskipun kau bermaksud
hendak mohon-mohon ampun, tak dapat lagi engkau pergi
dengan selamat. Udaya! Coba tolong betulkan gerakan
pedang kayuku ini apabila terdapat suatu kelemahan!"
Hebat kata-kata Naganingrum di dalam pendengaran Arya
Wirareja. Selamanya ia membanggakan diri sebagai seorang
pendekar kelas satu. Di Kotaraja, ia diagul-agulkan sebagai pahlawan andalan Sultan Abdulkahar. Tapi di sini, di atas
Gunung Patuha"ia bakal dilawan seorang pendekar wanita
yang hanya bersenjata sebatang cabang pohon kamboja. Ini
keterlaluan. Selagi ia hendak membuka mulutnya untuk
meledakkan rasa dongkolnya, Naganingrum telah mendahului.
Kata puteri itu, "Udaya! Selama menjadi isterimu, belum pernah aku memperlihatkan sedikit kepandaianku. Akupun tak
pernah membunuh sesuatu meskipun hanya seekor lalat. Tapi
kali ini, hari ini... biarlah aku membinasakan manusia ini untuk menyuburkan petamananku yang kena dirusaknya."
Itulah suatu ucapan yang mengandung kemarahan luar
biasa. Dua puluh tahun lamanya, Harya Udaya berkumpul
sebagai suami ieteri. Selama itu belum pernah mendengar
isterinya mengucapkan kata-kata keras. Apalagi sampai
bernada marah. Hal itu ada sebabnya. Naganingrum adalah
seorang bekas ratu. Bekas isteri Pangeran Purbaya. Semenjak mudanya, ia dididik juga sebagai seorang puteri yang
berperangai halus dan sopan. Ia pun pandai menguasai diri.
Meskipun diperlakukan Harya Udaya begitu menyakitkan, tak
pernah ia melepaskan kata-katanya yang bernada marah. Tapi
kali ini ia merasa diejek dan direndahkan Arya Wirareja.
Komandan istana Sultan Abdulkahar itu menyinggung nama
Harya Sokadana dan hubungan cinta kasih Harya Udaya
dengan dirinya. Inilah suatu hinaan luar biasa baginya. Ia
merasa diri diumpamakan dan dipersamakan dengan seorang
wanita rendahan yang lemah dalam soal asmara. Maka tak
dapat lagi ia menguasai diri. Dan Harya Udaya kaget luar biasa sampai tertegun-tegun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, pedang kayu Naganingrum sudah bergerak
dan menyerang Arya Wirareja bertubu-tubi, Dan di serang
begitu hebat, Arya Wirareja kembali menjadi kelabakan.
Tadi"ia memang sengaja mengejek Naganingrum agar Harya
Udaya tak ikut mengembut. Pikirnya, menghadapi
Naganingrum seorang adalah gampang. Tak terduga sama
sekali, bahwa ilmu pedang Naganingrum malahan-lebih tinggi
daripada Harya Udaya. Puteri ini hanya kalah tenaga
dibandingkan dengan Harya Udaya. Mungkin disebabkan
tersekap selama dua puluh tahun dan senantiasa dalam
keadaan sakit. Celakanya, dia sendiri telah kehilangan tenaga sakti seperlima bagian akibat jari-jari Harya Udaya. Maka
benar-benar ia dalam bahaya.
Dalam seribu kerepotannya, ia mencoba mengulum senyum
ejekan. Maksudnya agar kacaulah pemusatan pikiran
Naganingrum. la lupa bahwa keistimewaan Naganingrum
justru pada penguasaan diri. Makin diejek, malah makin
tenang. Gerakan pedang kayunya makin gencar dan gencar.
Dan Arya Wirareja kaget setengah mati.
Syech Yusuf adalah seorang ahli pedang nomer satu pada
tiga puluh tahun yang lalu, pikirnya dalam hati. Tak pernah kuduga bahwa anaknya tak kalah hebatnya dari ayahnya. Aku
bisa celaka di sini.
Teringat akan ilmu pedang Syech Yusuf yang hebat,
terpaksa ia berkelahi dengan hati-hati dan cermat. Tak berani lagi ia tersenyum atau melontarkan kata-kata ejekan. Ia
melawan kegesitan ilmu pedang Syech Yusuf dengan ilmu
sakti Badai Selatan yang telah sirna kekuatannya seperlima
bagian. Meskipun demikian, sesungguhnya seperlima bagian tenaga
saktinya, sudah cukup untuk mengalahkan lawan betapapun
tinggi kepandaiannya. Hanya ini ia berlawan-lawan dengan
ahli waris Syech Yusuf. Walaupun hanya bersenjata pedang
kayu, nyatanya tak kalah bahayanya dengan sebilah pedang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mustika. Bagaimanapun Arya Wirareja mencoba mematahkan,
tak dapat ia menyentuhnya.
Sementara itu Harya Udaya yang berdiri tercengang
berpikir dalam hati: Selama dua puluh tahun tak pernah aku
menilik ilmu kepandaiannya. Tak kusangka, ia masih bisa
mengimbangi Arya Wirareja. Ningrum, mungkin kalah dalam
hal mengadu tenaga tetapi dia akan menang dalam suatu
pertempuran waktu lama.
Pada saat itu, mendadak terdengarlah suatu siulan nyaring
dari balik bukit. Suara seruling itu panjang dan jelas. Makin lama makin dekat. Setiap kali berbunyi, pantulannya makin
nyaring. Dan mendengar siulan itu, Arya Wirareja lantas
tertawa berkakakan. Dia pun lalu bersiul pula.
Harya Udaya terkejut. Wajahnya berubah. Lalu
membentak, "Bagus kau Wirareja! Kau memanggil bantuan.
Kalau begitu terpaksa pula aku ikut-ikutan mengundang
sesamaku...."
Setelah berkata demikian, ia berteriak. Hebat suaranya.
Gaungnya meledak dan menumbuk dinding gunung. Suara
siulan Arya Wirareja lantas saja tersirap kena tindihnya.
Arya Wirareja kaget bukan kepalang. Telinganya terasa
pengang. Siulannya lenyap pula. Tak pernah ia berpikir bahwa dalam keadaan luka parah, Harya Udaya masih mampu
melepaskan teriakan begitu bergelora. Mau tak mau hatinya
tergetar juga. Sementara itu, serangan Ratu Naganingrum tak pernah kendor. Malahan kian menjadi keras dan berbahaya.
Tiba-tiba cabang kamboja Naganingrum menusuk sekali. Dua
kali. Tiga kali. Kemudian empat kali beruntun lagi.
Arya Wirareja kaget sampai menjerit. Urat pergelangan
tangannya terputus. Dengan menjejakkan kakinya ia mencelat
ke udara. Dengan sisa tenaganya ia melepaskan pukulan
Badai Selatan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Harya Udaya tercekat. Cepat ia melesat dan menangkis
pukulan maut Arya Wirareja dengan tusukan jari sakti warisan Arya Wira Tanu Datar. Kali ini, ia mengarah nyawanya. Bukan sekedar untuk melenyapkan tenaga lawan. Maka tak sudi ia
menunggu Arya Wirareja sampai turun ke tanah.
Menghadapai bahaya, Arya Wirareja membuka tangannya.
Lengannya diangkat hendak diayunkan. Ia kaget, tatkala
lengannya tak dapat digerakkan lagi. Itu akibat tusukan
cabang kamboja Naganingrum. Urat-urat lengannya ternyata
terputus. Bres! Harya Udaya menyerang dengan seluruh hatinya.-
Serangannya tepat dan Arya Wirareja tak dapat menangkis
pula. Seperti layang-layang putus, tubuhnya terpental tinggi di udara. Kemudian terbanting keras di atas tanah. Dan jiwanya melayang pada saat itu juga.
Sambil menyusun cabang kamboja yang belepotan darah,
Naganingrum berkata perlahan kepada Harya Udaya.
"Terima kasih."
"Terima kasih?" sahut Harya Udaya dengan sejuk. Akulah yang berhutang budi padamu selama dua puluh tahun. Selama
itu sebenarnya aku sudah harus mengucapkan terima kasih
tak terhingga berkali-kali kepadamu."
Harya Udaya dan Naganingrum hidup sebagai suami isteri
selama dua puluh tahun lebih. Itulah untuk yang pertama
kalinya, mereka menghadapi lawan dengan berbarengan.
Setelah mengucapkan perasaan hatinya masing-masing,
alangkah terasa sedap dan manis sekali dalam
perbendaharaan nuraninya. Mereka saling memandang.
Kemudian tersenyum. Senyum haru bercampur pahit. Teringat
masing-masing akan sikapnya yang dingin, kaku dan
memendam perasaan gulana.
Bagi Naganingrum, ucapan terima kasih suaminya
menggetarkan jantungnya. Itu disebabkan karena dia seorang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
wanita. Dan seorang wanita betapa dinginpun berperasaan
lebih halus daripada laki-laki. Ia mudah tergetar hatinya.
Tanpa dikehendaki sendiri, kelopak matanya basah.
"Naganingrum! Awas!" teriak Harya Udaya dengan tibatiba.
Naganingrum mempunyai pembawaan gesit dan tangkas.
Mendengar peringatan itu, ia mengibaskan cabang
kambojanya seraya mengelak. Tangan kirinya pun menyentil.
Dan terdengarlah dua batang logam saling berbenturan.
Ternyata dua bilah belati pendek runtuh di tanah setelah
saling membentur.
Sesosok bayangan berkelebat memasuki pekarangan.
Bayangan itu berperawakan pendek gemuk. Kumisnya tebal.
Berjenggot jembros. Matanya bulat dan selalu berputar-putar bola matanya. Melihat bayangan itu, Harya Udaya segera
mengenalnya. "Ah, Tejasukmana! Selamat datang! Selamat datang! Sudah lama aku tak pernah melihatmu. Aku hanya mendengar kabar,
behwa engkau sekarang berhasil mengabdi kepada Sultan
Abdulkahar. Hanya saja apa sebab kedudukanmu masih kalah
jauh daripada Arya Wirareja."
Hebat kata-kata sambutan itu. Sepintas lalu terdengar
ramah. Tapi sebenarnya mengandung ejekan beracun.
Tejasukmana bekas panglima perang Sultan Ageng Tirtayasa.
Setelah Sultan Ageng tertawan, ia mengabdi kepada Sultan
Abdulkahar. Karena dalam kedudukan, kalah jasa daripada
Arya Wirareja"ia berada di bawah perintah Arya Wirareja
sebagai Komandan Keamanan Kota. Sebenarnya ia jelus pada
Arya Wirareja, karena dalam segala hal ia menang" kecuali
dalam adu sakti. Kini penyakitnya justru kena dilocoti Harya Udaya. Keruan saja wajahnya menjadi matang biru.
Sebagai bawahan Arya Wirareja, ia diperintahkan Sultan
untuk mengikuti dan membantu tugas Arya Wirareja. Dialah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tadi yang bersiul nyaring menjawab siulan Arya Wirareja.
Begitu mendengar suara bergelora Harya Udaya, tahulah ia
bahwa komandannya berada dalam kesulitan. Dengan tiga
orang temannya ia lari menyusul. Alangkah kagetnya, tatkala tubuh Arya Wirareja bergelimpang tanpa bernapas lagi.
Segera ia membagi pandang kepada ketiga rekannya.
Kemudian menatap wajah Harya Udaya dan Naganingrum
dengan pandang hati-hati.
"Saudara Harya Udaya! Apa yang sudah terjadi?"
Harya Udaya membawa sikapnya yang dingin. Dengan
singkat ia menjawab, "la kena dilukai isteriku. Secara kebetulan pukulanku tepat mengenai dadanya. Inilah jual beli yang pantas."
"Jual beli dalam hal apa?" Tejasukmana heran.
"Mana putera junjunganku?"
"Siapa?" Tejasukmana makin heran.
"Bukankah dia membekuk putera Pangeran Purbaya"
Katanya, anak itu diserahkan padamu."
"Ah!" Tejasukmana kaget berjingkrak. Tapi ia ingat, segera ia membawa sikapnya yang tenang. Selagi hendak membuka
mulutnya, Naganingrum berkata perlahan.
"Bagus Boang sudah lama pergi. Dia tiada padanya. Hai, Tejasukmana! Kalau aku sampai membunuhnya, itu
disebabkan sikapnya yang kurang sopan."
"Ah, Ratu!" Tejasukmana buru-buru membungkuk hormat.
"Kedatangan Arya Wirareja kemari sebenarnya karena telah mengikat janji dengan saudara Harya Udaya. Saudara Harya
Udaya berjanji hendak membantu mengikis habis sisa-sisa
laskar Pangeran Purbaya... bagaimana bisa bersikap kurang
sopan." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Harya Udaya tertawa lebar. Hatinya kini lega, karena Bagus
Boang ternyata tiada pada kawan sekerja Arya Wirareja. Katakata isterinya dapat dipercaya penuh. Apalagi pandang wajah Tejasukmana menyatakan ketulusan hatinya. Maka ia berkata
perlahan. "Tentang itu baiklah saudara berbicara dengan aku.
Sebenarnya apa salahku?"
Tejasukmana seorang panglima yang berpengalaman.
Meskipun agak tercekat begitu melihat mayat Arya Wirareja,
namun ia bisa menguasai diri.
"Kau adalah seorang jago. Bekas pahlawan Kesultanan
Banten. Dan seorang pendekar yang namanya tenar bagaikan
bintang kejora pula. Pastilah engkau tahu bahwa kata-kata
seorang pendekar harus dapat dipegang teguh. Apa sebab
engkau memutar balik perkataanmu" Apakah yang telah
kaulakukan terhadap saudara Arya Wirareja" Dengan begitu,
engkau masuk golongan manusia apa?"
Harya Udaya tertawa tawar, katanya: "Saudara
Tejasukmana mengutamakan kata-kata seorang laki-laki.
Bagus! Dahulu engkau adalah salah seorang panglima
kepercayaan Sultan Ageng Tirtayasa dan Pangeran Purbaya.
Apa sebab kau kini berbalik menjadi hamba sahaya Sultan
Abdul-kahar" Coba bilang dirimu termasuk manusia golongan
apa?" Diungkit demikian,. mata Tejasukmana melotot. Ia malu
berbareng mendongkol. Suaranya lantas menjadi keras. "O, jadinya engkau masih setia kepada junjungan lama" Kalau
begitu, engkau memancing Arya Wirareja kemari untuk kau
bunuh?" Harya Udaya tertawa lebar. Sahutnya, "Benar. Tapi hal itu sebenarnya kulakukan demi kepentinganmu."
"Demi kepentinganku?" Tejasukmana terbelalak. .
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar. Dengan matinya Arya Wirareja, kedudukannya
bakal kau tempati. Bukankah bagus?"
Hebat sindiran ini bagi Tejasukmana, sehingga ia tak dapat
menguasai diri lagi. Lalu membentak. "Harya Udaya! Kau percaya kepada kegagahanmu, sehingga tak memandang
mata terhadapku."
Kedaan lantas menjadi tegang. Mereka seakan-akan anak
panah yang sudah terpasang pada busurnya. Tinggal
menjepretkan belaka. Tiba-tiba melesatlah seorang
berperawakan kurus tinggi ke depan. Orang itu mengenakan
pakaian perwira. Agaknya ia bawahan Tejasukmana.
"Marilah kita berbicara seperti ksatria. Biarlah kita
membawa pulang jenazah Arya Wirareja. Sebagai penukar,
kita lupakan saja persoalannya."
Orang itu memang seorang perwira bawahan Tejasukmana.
Namanya, Wiranata. Dia salah seorang murid pendekar
Suryakacana yang bermukim di sebelah barat Gunung Gede.
Senjata yang diandalkannya adalah sepasang pedangnya.
Selama merantau mengadu untung belum pernah ia terlukai
musuh. Walaupun demikian, ia gentar menghadapi Harya
Udaya suami isteri.
Mendengar usul Wiranata, Tejasukmana bersikap
menunggu, la sadar, meskipun berempat, belum tentu dapat
mengalahkan suami isteri Harya Udaya. Bukankah Arya
Wirareja roboh di tangan Harya Udaya" Ia tak tahu, bahwa
Arya Wirareja sebenarnya roboh karena tusukan pedang kayu
Naganingrum. Sementara itu, Harya Udaya menajamkan matanya.
Dengan bantuan sinar bulan, tiba-tiba ia tertawa gelak,


Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

katanya: "Ah, kukira siapa. Bukankah Saudara Wiranata"
Saudara Wiranata adalah murid pendekar Suryakancana.
Dialah putera Arya Wira Tanu Datar. Jiwanya besar, cita-
citanya tinggi. Apa sebab engkau membusukkan namanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang agung dengan mengabdikan diri kepada Sultan
Abdulkahar boneka Kompeni Belanda?"
Wiranata sebenarnya membawa sikapnya ingin damai saja.
Meskipun ilmu pedangnya belum pernah terkalahkan tapi
dalam hati kecilnya ia jeri pada Harya Udaya. Lagipula matinya Arya Wirareja akan membawa angin baik baginya. Diluar
dugaan, Harya Udaya justru membuka kedoknya. Sebagai
murid Suryakencana, sebenarnya ia dilarang mengabdi kepada
Sultan Abdulkahar. Tetapi karena kemaruk, kekuasaan dan
pangkat, diam-diam ia masuk menjadi laskar pengawal istana
dibawah Arya Wirareja. Keruan saja ia malu mendengar kata-
kata Harya Udaya.
"Saudara Harya Udaya! Bagaimana" Apakah engkau
setuju?" ia seolah-olah tak mendengarkan sindiran lawan.
Harya Udaya tertawa, sahutnya: "Arya Wirareja seorang
komandan pengawal istana. Harganya sangat tinggi. Mayatnya
harus ditukar dua orang."
Wiranata diam terhenyak. Kemudian memutuskan. "Baik.
.Kebetulan sekali aku mempunyai dua kepala orang yang
dahulu mempunyai nama besar. Hai! Coba bawa kemari
kantong itu."
Mat Item dan Kasan Buntet datang dengan langkah buru-
buru. Mereka membawa sebuah kantong besar. Begitu
kantong dibuka. Naganingrum terperanjat. Itulah kepala
Bojonglopang dan Kracak. Seperti diketahui, Bojonglopang
dan Kracak bertempur melawan Harya Sokadana. Mereka kena
dikalahkan dan lari terbirit-birit membuat laporan. Setelah lapor, mereka diwajibkan berangkat kembali membantu Arya
Wirareja. Ditengah jalan merek'a kena kepung Tejasukmana
berempat. Setelah bertempur selintasan mereka berdua kena
dibunuh dan kepalanya disimpan dalam kantong. Adakah
alasan Tejasukmana berempat, Naganingrum tidak begitu
menghiraukan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mungkin disebabkan suatu iri hati, suatu kecemburuan atau
mungkin suatu luapan amarah karena Bojonglopang gagal
melawan Harya Sokadana. Semuanya tidak penting. Yang
membuat Naganingrum terperanjat adalah karena ia kenal
baik kepandaian mereka berdua.
Bojonglopang adalah seorang ahli pedang. Tiap gerakan
pedangnya, mempunyai dua tujuan bidikan sekaligus.
Sedangkan tangan Kracak sangat berbahaya. Mereka berdua
termasuk deretan sembilan pendekar kelas utama semenjak
zaman Sultan Ageng Tirtayasa. Apa sebab mereka berdua bisa
dirobohkan sampai terkutung kepalanya" Memang mereka
kena dilukai Harya Sokadana. Tetapi itu bukan alasan yang
membuat mereka bisa dibinasakan dengan mudah.
Harya Udaya diam-diam terperanjat pula. Hanya saja ia
mempunyai kesan lain. Pikirnya, mereka ini segolongan
dengan Bojonglopang dan Kracak. Namun mereka bisa saling
membunuh. Orang semacam mereka ini, benar-benar licik dan
menjijikkan. Demikian pikiran itu, ia lantas bersiaga.
"Bagaimana?" desak Wiranata dengan tertawa. "Bukankah ini suatu jual beli yang pantas?"
"Memang menguntungkan dan menakjubkan!" sahut Harya Udaya dengan mendengus. "Hanya saja mesti ditambah
seorang lagi. Baiknya engkau sendiri."
Setelah berkata demikian, tangan Harya Udaya berkelebat.
Tepat pada saat itu, Mat Item dan Kasan Buntet mengayunkan
tangannya. Ternyata mereka menyambitkan paku beracun,
masing-masing dua batang. Arahnya berlainan. Mat Item
membidik Naganingrum dan Kasan Buntet menghantam Harya
Udaya. Dengan paku beracun itu pulalah mereka merobohkan
Bojonglopang dan Kracak selagi diajak berbicara Wiranata dan Tejasukmana. Itu sebabnya mereka gampang dibinasakan.
Dengan menerbitkan suara, paku beracun yang
menghantam Harya Udaya terpukul balik. Itu akibat kehebatan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tenaga sakti Harya Udaya. Bahkan paku beracun itu balik
terbang menyambar Kasan Buntet. Orang itu kaget setengah
mati. Terpaksalah mereka bergulingan.
Sebaliknya Naganingrum tak memiliki tenaga sakti
sedahsyat suaminya. Namun ia memiliki kegesitan luar biasa.
Secepat kilat ia terbang tinggi di udara dan paku beracun yang menyambar dirinya lewat di bawah kakinya. Tapi ia meloncat
ke udara tidak hanya untuk mengelakkan paku beracun.
Tatkala tubuhnya melayang turun, pedang kayunya
menikam. Itu serangan diluar dugaan. Wiranata yang
membanggakan diri sebagai seorang ahli pedang, kaget
setengah mati. Ontuk mengelakkan serangan mendadak itu,
terpaksalah ia terjungkir balik sambil menimpukkan kepala
Bojonglopang dan Kracak.
Harya Udaya yang kini menjadi sasaran. Melihat
menyambarnya dua kepala itu, sebat luar biasa ia melompat
ke samping. Kemudian menerjang masuk sambil melontarkan
pukulan ilmu Sangga Bhuwana.
Disudut lain, Tejasukmana menangkis tikaman pedang kayu
Naganingrum sewaktu turun dari udara. Ia menangkis dengan
senjatanya berbentuk tongkat pipih, berujung gaetan. Dengan ujung tongkatnya ia mencoba mengait pedang kayu
Naganingrum. Hampir saja ia berhasil. Mendadak terdengarlah jerit kesakitan Wiranata. Perwira itu ternyata tak dapat
membebaskan diri dari gempuran tenaga Harya Udaya.
Dengan menjerit kesakitan ia bergulingan di atas tanah.
Setelah menggempur Wiranata, Harya Udaya berputar
sambil melepaskan pukulan geledek. Tapi bukan mengarah ke
Wiranata lagi. Sebaliknya menghajar lengan Tejasukmana.
Dan pada detik itu juga, kayu Naganingrum menikam mata.
Tejasukmana semenjak dulu seorang panglima
berkepandaian tinggi. Walaupun masih kalah surat
dibandingkan Arya Wirareja, namun kepandaiannya sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
susah dilawan. Menghadapi bahaya, ia tak menjadi gugup.
Cepat ia berkisar kaki dan melintangkan tongkatnya. Prak!
Gntung, tenaga sakti Harya Udaya sebagian besar sudah
punah. Maka kekuatan mereka berdua jadi seimbang.
Diam-diam Tejasukmana bersyukur dalam hati. Sama sekali
tak diduganya, bahwa ia masih mampu menangkis serangan
Harya Udaya. Tubuhnya tidak tergetar mundur juga. Maka
tahulah dia, bahwa tenaga Harya Udaya mungkin sudah
terkuras habis oleh Wirareja. Atau paling tidak sudah kena
menderita luka di dalam. Hanya saja ia masih kerepotaru
menghadapi kegesitan Naganingrum. Apabila tikaman yang
pertama kena tangkis, yang kedua segera menyusul.
Kemudian ketiga, keempat dan kelima. Diberondong tikaman
demikian, mau tak mau ia terpaksa mundur.
Untung baginya. Dalam seribu kerepotannya ia ditolong
paku-paku beracun Mat Item dan Kasan Buntet yang
menyambar-nyambar tiada henti. Harya Udaya dan
Naganingrum terpaksa menghalau paku-paku beracun,
sehingga serangannya selalu kandas di tengah jalan.
Wiranata yang jatuh bergulingan pada saat itu telah meletik bangun. Tadi ia merasakan suatu tekanan tenaga dahsyat
yang luar biasa. Mendadak tenaga tekanan itu terasa menjadi buyar. Sebagai seorang ahli pedang, tahulah dia bahwa
tenaga Harya Udaya sudah berkurang. Maka serentak ia
mencabut sepasang pedangnya sambil berseru: "Saudara-
saudara, jangan gentar! Tenaga Harya Udaya nyaris habis.
Hayo, serbu berbareng!"
Memang benar. Karena memikirkan keselamatan isterinya,
Harya Udaya mengobral tenaga sakti Sangga Bhuwana. Itu
berbahaya baginya. Setiap kali melepaskan pukulan sakti
Sangga Bhuwana, tenaganya berkurang banyak. Kini tinggal
kecil seumpama sebuah pelita berkelap-kelip kehabisan
minyak. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wiranata licik pula. Tahu Harya Udaya berkelahi seperti
seekor banteng edan karena memikirkan keselamatan
isterinya, segera ia menikam Naganingrum. Katanya
menganjurkan: "Tejasukmana! Kau layani Harya Udaya. Biar aku menghadapi isterinya!"
Gentar hati Harya Udaya mendengar ucapan Wiranata. la
melihat pula Wiranata membuktikan ucapannya. Dengan
sepasang pedangnya, ia mencecar Naganingrum. Sekali
melirik tahulah dia, bahwa isterinya agak kerepotan. Hal itu disebabkan pedang kayunya. Sedang Wiranata menggunkan
sepasang pedang mustika. Meskipun demikian, sepasang
pedang Wiranata tak dapat mematahkannya. Jangankan
mematahkan, menyentuhnya pun tidak. Tapi kalau
berlangsung terlalu lama sedang dirinya hampir kehabisan
tenaga adalah sangat berbahaya. Memperoleh pertimbangan
demikian, segera ia mengumpulkan sisa tenaganya.
Perlahan-lahan ia maju mendesak. Kemudian menghajar
pundak Tejasukmana dengan tangan kirinya. Bres!
Tejasukmana mundur terhuyung. Pada saat itu, empat paku
beracun menyembar. Cepat ia menjejak tanah dan melesat
tinggi. Kemudian turun di tengah gelanggang Wiranata
Naganingrum. Dengan sekali menggerakkan tanaganya, ia
menyerang ubun-ubun Wiranata.
Ahli pedang itu kaget setengah mati. Buru-buru ia
memiringkan kepalanya. Tepat pada saat itu, pedang kayu
Naganigrum menikam lengannya. Dengan mengaduh
kesakitan, ja memutar pedangnya. Tahu-tahu sepasang
pedangnya lenyap dari tangannya. Tatkala menjenakkan
matanya tajam-tajam, Harya Udaya dan Naganingrum berada
di depannya dengan memegang sebilah pedang ditangannya
masing-masing, itulah sepasang pedangnya.
Hati Wiranata mencelos sekaligus. Dengan memekik tinggi
ia mundur jumpalitan. Syukur pada saat itu Mat Item dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kasan Buntet menolong dengan berondongan paku beracun.
Harya Udaya dan Naganingrum terpaksa menyingkir.
"Jangan takut! Jangan takut!" serunya. "Terus lawan!"
Ia meniru Naganigrum dengan mematahkan cabang pohon
kamboja. Kemudian melompat maju ikut mengepung. Cabang
kamboja yang berukuran besar dipergunakan sebagai pedang
berbareng tongkat penggebuk..
Tetapi suami isteri Harya Udaya semenjak dahulu terkenal
sebagai ahli pedang. Tadi mereka berkelahi tanpa senjata.
Meskipun demikian, gerak-geriknya sangat berbahaya. Kini
mereka berdua memperoleh rampasan pedang mustika. Maka
mereka tak ubah sepasang harimau yang tiba-tiba mempunyai
sayap. Seperti berjanji, mereka berdua melompat memburu Mat
Item dan Kasan Buntet. Pedang mereka berkelebat dan kedua
tubuh Mat Item dan Kasan Buntet tertikam telak.
Tejasukmana terperanjat bukan main. Tanpa memikirkan
keselamatan diri, tongkatnya dikemplangkan ke kepala Harya
Udaya. Pada saat itu pedang Harya Udaya tertancap dalam
tubuh Mat Item. Belum sempat ia menarik. Begitu melihat
berkelebatnya tongkat Tejasukmana, ia mengerahkan tenaga
dan menangkis. Tongkat Tejasukmana terpental. Orangnya
berkaok kesakitan. Tetapi tenaga Harya Udaya habis pula
pada saat itu juga. la roboh di tanah.
Wiranata segera mendekati. Cabang kambojanya sebesar
lengan diangkatnya tinggi dan dikemplangkan. Tepat di saat
pukulannya hampir mengenai kepala Harya Udaya, pedang
Naganingrum menebas dari udara. Dan leher Wiranata
tertebas kutung.
Untuk yang pertama kali itulah, Naganingrum membunuh
orang. Meskipun seorang wanita yang gagah perkasa, namun
ia tertegun juga menyaksikan robohnya seseorang tanpa
kepala. Matanya berkunang-kunang melihat darah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyembur-nyembur dari leher. Hatinya terpukul. Tangan dan
kakinya tiba-tiba terasa menjadi lemas lunglai.
Justru pada saat itu, Tejasukmana menghampiri. Meskipun
sudah menderita luka akibat pukulan geledek Harya Udaya,
namun pikirannya masih sadar. Melihat Naganingrum berdiri
tak ubah patung setelah berhasil memangkas kepala
Wiranata" segera ia melompat maju. Dengan mengerahkan
seluruh tenaganya, ia menghantam. Cepat sekali mengenai
punggung. Dan Naganingrum terpelanting dengan terhuyung-
huyung. Harya Udaya sendiri tatkala itu sudah tak bertenaga lagi
seperti tak sanggup menggerakkan tangannya. Tapi begitu
melihat isterinya terhuyung-huyung"entah darimana
asalnya"mendadak ia memperoleh tenaga saktinya kembali.
Seketika itu juga, ia melompat sambil menggerung.
Tangannya mencengkeram. Lalu menerkam. Dan
Tejasukmana roboh terkulai seperti daun runtuh. Nyawanya
melayang pada saat itu juga.
Selesailah sudah pertarungan yang menentukan itu.
Naganingrum roboh dengan berlumuran darah. Sedang Harya
Udaya sudah tak berkutik lagi. Racun Watu Gunung
mengamuk ke seluruh tubuhnya. Napasnya tinggal satu-satu.
Kemudian kesunyian terjadi. Empat mayat bergelimpangan
di bawah sinar bulan cerah. Sekali-kali terdengarlah
Naganingrum memuntahkan darah kental dari mulutnya.
"Ningrum!"
"Udaya!" sahut Naganingrum dengan suara lemah.
Kemudian sunyi lagi. Kedua-duanya tak sanggup berkata-
kata lagi. Hanya mendesah dan berbisik. Namun terasa nikmat dan manis, semanis bisikan mempelai baru di atas peraduan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ningrum... maafkan aku, aku tak dapat melindungimu."
bisik Harya Udaya dengan napas satu persatu. "Ningrum....
Maaf... maafkan aku. Apakah engkau memaafkan aku?"
"Semenjak engkau meluapkan semua perasaanmu, semua
yang selama ini kupendam di dalam hatiku, sudah sirna,"
sahut Naganingrum. "Udaya.... akupun manusia berlumpur pula.... Hidupku tidaklah sebersih anganku. Kau maafkan
aku...." Harya Udaya ingin memeluk isterinya. Tetapi kedua
tangannya tak dapat digerakkan lagi. Maka ia membiarkan
wajahnya kena raba tangan Naganingrum yang gemetaran.
Hatinya berduka, bersyukur dan nikmat. Dan perlahan-lahan ia memejamkan kedua matanya untuk mereguk rasa nikmat itu.
Kesunyian lantas terjadi lagi. Angin pegunungan datang
melanda"meraba mahkota pohon-pohonan, menjenguk
pohon kamboja dan jendela. Dan di jauh sana lamat-lamat
terdengar suara burung hantu.
"Kuk... kuk....! Uhuuuuuu.... Kuk... kuk.... tuhuuuu...."
Tiba-tiba tangan Naganingrum jatuh lunglai dari wajah
Harya Udaya. Terdengar ia berbisik: "Biarlah aku mati di pangkuanmu. Oh, Tuhan.... perkenankanlah Ratna
Permanasari balik kembali melihat aku... melihat bundanya
mati berdekapan di depan rumah. Alangkah akan berkesan
baik baginya. Udaya... kau setuju bukan?"
Harya Udaya tidak menjawab. Tak lama kemudian tubuh
Naganingrum lunglai pula. Kepalanya menyesap pada dada


Bunga Ceplok Ungu Karya Herman Pratikto di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

suaminya yang bidang. Kedua-duanya lantas diam. Diam
sekali. Diam untuk selama-lamanya.
Memang bisikan Naganingrum tadi adalah bisikan suaranya
yang penghabisan kali. Harya Udaya sudah mendahului pulang
sedetik sebelumnya.
"Kuk.... kuk.... Tuhuuuuu... kuk! Kuk... Tuhuuuuu...!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
TAMAT Harpa Iblis Jari Sakti 17 Duri Bunga Ju Karya Gu Long Durjana Dan Ksatria 5
^