Pencarian

Golok Sakti 11

Golok Sakti Karya Chin Yung Bagian 11


bisa menang."
"Anak tolol. Aku suruh kau maju, tentu saja tidak
mengijinkan kau menjadi kerugian-"
"Habis, memberi pelajaran ilmu silat begitu-begitu juga
mana aku dapat mengalahkan dirinya?"
"Bocah tolol, jangan banyak rewel, Lekas maju tempur
padanya." "GihU, sebaiknya kau ajari dahulu aku, bagaimana aku
dapat memukuli dia. Kemudian kita bekuk padanya dan
memunahkan ilmu silatnya, supaya dia jangan bikin susah
orang lagi."
Sim Pek Hianpelototkan matanya, Ho Tiong Jong sementara
itu tinggal membisu saja, ia ingin menonjolkan keberaniannya,
hanya menantikan saja apa yang anak dan ayah angkat (gihu)
itu akan bertindak atas dirinya yang tidak bersalah itu.
Melihat kelakuan Ho Tiong Jong yang demikian sopan
santun dan tidak ceriwis, Sim Pek Hian mendapat anggapan
lain atas pengaduan anak pungutnya.
"Sin-jle, apakah benar anak muda ini jahat?"
"oh, gihu pasti dia seorang jahat, kalau tidak mana ia
berani..."
Si gadis tak dapat melampiaskan kata katanya Karena ia
merasa jengah, karena ia teringat belum lama ia kena
dipermainkan si anak muda ditowel kuping, bahu dan
lengannya sehingga ia merasa gemas sekali.
"cianpwee." kata sipemuda, ketika melihat si gadis seperti
yang merasa jengah untuk menjelaskan bicaranya, "Kalau aku
bersalah, aku minta maaf, sebab aku bukan sengaja. juga,
kalau kau mendengar pengaduan jangan sepihak saja, harus
didengar keterangan dari kedua pihak, baru adil." Sim Pek
Hian melototkan matanya.
"Masa iya Siujie mendustai aku" Dia masih menganjurkan
supaya aku memusnahkan ilmu silatmu, bukankah dia sangat
benci kepadamu?"
Setelah berkata demikian, orang tua itu lalu berpaling pada
anak angkatnya.
"Hai, Sin-jie hayo maju dan tempiling mukanya..."
Nona Kho kali ini tak main tawar tawar lagi, ia lantas
berteriak. "Bocah liar, kali ini pasti aku dapat menempiling mukamu,
baru hatiku merasa puas" ia berkata sambil menyerang pada
Ho Tiong Jong. Ho Tiong Jong tak tinggal diam, sebab ia lantas berkelit,
hingga tangan si nona yang kecil mungil tak dapat menemui
sasarannya. Sim Pek Hian melihat itu terus berteriak "Hei siujie, kenapa
kau tidak memukulnya" Hayo, lekas maju lagi danpukul
mukanya." "Ah, gihu, aku tak dapat melakukannya, dia sudah
menghindarkan diri jauh-jauh." Sim Pek Hian tertawa
bergelak- gelak melihat kelakuan sang anak angkat.
"Siujie, kau jangan kasih dia menghindarkan diri." kata
sang ayah angkat, "kau harus menyerang dia dari kiri kanan
dengan tepat, Apa kau sudah lupa dengaa gerakan co cu Hun
hoa (membelah bunga kanan dan kiri) " Dengan gerakanmu
ini pasti kau berhasil menggaplok mukanya.,., Ha ha ha...."
"Ah, aku tidak tega meludahi mukanya." jawab Kho Siu
(Nona Kho) Sim Pek Hian kembali tertawa ngakak.
Gaya pukulan co yu Hun hoa itu harus dilakukan dengan
cepat, mencecar musuh dari kiri kanan, hingga membuat
musuh gelabakan dan akhirnya mukanya kena ke pukul, terus
mukanya diludahi.
Sebenarnya Kho Siu sungkan mengeluarkan ilmu pukulan
itu, karena tidak meludahi mukanya Ho Tiong Jong yang
tampan, tapi karena ia sangat penasaran tidak bisa
menjatuhkan pemuda gagah itu, maka apa boleh buat ia
jalankan juga. "Bocah liar" bentaknya pula, "Lihat nonamu akan bikin
mukamu menjadi bengkak " berbareng ia menyerang dengan
gesit sekali. Benar saja, gerakan co yu Hun hoa ada hebat
sekali. Si nona dengan lincah dan gesit luar biasa telah menyerang
dari kanan dan kiri laksana angin. Repot juga Ho Tiong Jong
menangkisnya. ia tidak tahu entah bagaimana nona Kho
bergerak. datang datang ia merasakan pipinya seperti kena
ditempiling. Panas rasanya bekas tempilingan itu dipipinya.
Ho Tiong Jong sangat mendongkol, ia mengawasi pada si
nona yang saat itu sedang mengawasi padanya juga, matanya
melotot dan mulutnya bergerak-gerak seperti juga yang
hendak meludahi mukanya.
Sialan betul kalau musti kena diludahi nona Kho pikirnya si
pemuda. Dalam jengkelnya Ho Tiong Jong telah mengeluarkan
ilmunya Tok liong cianghoat, ilmu pukulan telapak tangan
naga berbisa, warisannya Tok-kay Kang clong. Dengan ilmu
serangan ini, kembali si nona kedesak ia sangat repot,
terpaksa ia mainkan pula ilmu nya cuan lay cian goan (dalam
lingkaran langit bumi), Tangannya membuat lingkaran
menangkis serangannya si pemuda yang bertubi-tubi.
Hebat serangan pemuda itu, karena angin pukulannya saja
yang menderu- deru cukup membuat lawannya merasa jerih.
Dalam tempo pendek si Nona sudah mandi keringat melayani
lawannya yang gesit.
"GihU, kau jangan pergi jauh-jauh. Diam di sini dan lekas
kasih petunjuk pada Siu jie untuk menggebuk budak liar ini,
oh... gihu..."
Si nona saat itu sudah meramkan matanya, karena satu
serangan ganas segera menghajar tubuhnya, itulah Ho Tiong
Jong kejengkelannya mau turun tangan sedikit berat terhadap
si Nona yang bandel.
Tiba-tiba satu bayangan berkelebat dan pukulanya Ho
Tiong Jong menghajar pada bayangan tadi yang menalangi
tubuhnya Nona Kho, kiranya bayangan itu Sim Pek Hian
sendiri yang cepat turun tangan melihat anak angkatnya
dalam bahaya. sim Pek Hian yang menyaksikan jalannya pertandingan
diam-diam telah memuji kepandaiannya Ho Tiong Jong. ia
memang sudah menduga, menghadapi kepandaiannya
sipemuda sang anak angkat bukan tandingannya. Ketika
mendengar keluhannya Kho Siu, hatinya diam diam sangat
geli. ia paham, bahwa anak angkatnya itu ke-pincuk hatinya
oleh pemuda cakap itu. Kalau tokh ia masih mau menempur
Ho Tiong Jong karena sifatnya yang angkuh dan tidak mau
mengalah, ia penasaran dikalahkan oleh si pemuda.
Ketika sinona datang padanya mengadu halnya Ho Tiong
Jong yang mempermainkan dirinya dalam suatu pertempuran
dan minta sang ayah angkat untuk membalaskan
penasarannya, Sim Pek Hian sudah mengerti akan isi hatinya
Kho Siu. Sebab ketika ia mengatakan bahwa ia akan memusnahkan
ilmu silat sipemuda yang sudah lancang masuk ketempatnya
dan menghina anak angkatnya Kho Siu berubah wajahnya dan
memohon supaya sang ayah angkatjangan turun tangan
berat. Cukup dengan sedikit hajaran enteng saja.
Waktu itu Sim Pek Hian belum melihat yang mana satu
pemuda yang menghina Kho Siu, tapi hatinya sudah dapat
menduga tentu ada satu pemuda cakap dan tinggi ilmu silatnya,
Sebab Kho Siu bukannya gadis biasa, ilmu silatnya tinggi
atas didikannya sendiri, kalau tokh sampai kena dipermainkan
tandanya pemuda yang menjadi lawannya tentu lihay.
Balik menceritakan Ho Tiong Jong, ketika merasakan
pukulannya menghajar tubuh orang hatinya sangat terkejut, ia
menyesal dan pikirnya si nona tentu tidak tahan akan
pukulannya yang berat, tapi tidak dinyana pukulannya itu
tertolak balik hingga ia mundur sampai tiga tindak.
Ketika ia mengawasi, kiranya yang menjadi sasaran
pukulannya tadi bukannya si jelita melainkan Sim Pok Hian
yang saat itu tampak berseri-seri kepadanya.
"Bocah kau terlalu kejam. Masa melayani satu wanita saja
mau turun tangan begitu berat" Tidak pantas bukan?"
Ho Tiong Jong tundukan kepala, ia merasa bersalah maka
ia mengucapkan rasa menyesalnya pada nona Kho dan minta
maaf. Tapi Kho Siu hanya deliki matanya dan tidak
mengatakan apa apa.
"Siujie " kata orang tua itu pada anak angkatnya "kau
barusan tentu kaget, bukan" Nah, sekarang giliranku akan
membalaskan sakit hatimu menghajar dia."
"Jangan, jangan-" menyelak sigadis, "Jangan gihu yang
mengajarnya, harus dengan tanganku sendiri barulah aku
merasa puas ow, coba lihat, dia seperti yang hendak
melarikan diri."
Sim Pik Hian kewalahan dengan anak angkatnya yang
manja. Ia melihat Ho Tiong Jong tidak bergerak dari berdirinya,
bagaimana anak angkatnya mengatakan ia hendak melarikan
diri" Ho Tiong Jong berdiri alisnya, lalu tertawa dingin.
"Aku Ho Tiong Jong," katanya sambil tepuk-tepuk dada,
"meski kepandaiannya rendah, tak nanti gentar menghadapi
musuh yang mana pun juga,janganlah kalian memandang
begitu hina, aku tidak akan lari." Sim Pek Hian tertawa
bergelak gelak.
"Bocah sombong." katanya, "Kau telah permainkan anak
angkatku, tentu juga kau bukannya orang baik-baik. Nah,
keluarkanlah senjatamu." Ho Tiong Jong tertawa dingin.
"Kau juga harus keluarkan senjatamu." jawabnya, "Aku tak
perduli pandanganmu terhadapku bagaimana, tapi aku akan
memegang kesopanan, tidak berani aku menggunakan senjata
menempur orang tua yang bertangan kosong."
Sim Pek Hian geleng-gelengkan kepala, "Bocah, kau jangan
mimpi dengan tangan kosong melawanku kau dapat menang."
"Aku tidak perduli."
Berbareng saat itu si pemuda telah menerjang pada Sim
Pek Hian- Sim Pek Hian tidak bergerak dari berdiri-nya. Ketika
tangannya sipemuda membentur tubuhnya, Ho Tiong Jong
rasakan ia seperti memukul gundukan kapas, ia mengerti
bahwa orang tua itu Iwekangnya sudah sampai pada taraf
yang tertinggi. Tidak boleh sembarangan ia menempurnya.
Ia lalu menyerang pula. Tapi benar-benar Sim Pek Hian ada
seorang tua yang matang dalam hal ilmu silat, karena sekali
berkelebat satu pukulan sipemuda lelah jatuh ditempat
kosong, orangnya sudah ada dibelakangnya sipemuda. Ho
Tiong Jong diam-diam merasa kagum akan kegesitannya Sim
Pek Hian. Tapi ia ada satu pemuda bandei dan pantang mundur.
Meskipun tahu lawan ada lebih tinggi kepandaiannya ia tidak
menjadi jerih, malah sambil tertawa tawar ia berkata, "orang
tua jagalah beberapa pukulan aku si orang muda "
Berbareng ia telah mengeluarkan ilmunya Kim cie Gin ciang
satu, jari emas telapakan perak. ia gunakan gaya Thian lie Sahoa
(Bidadari menyebarkan bunga), sepasang tangannya
dikerjakan cepat sekali, menotok dan membabat lihay sekali.
Ternyata ilmu serangan Kim-gi Gin Ciang yang dia pelajari
dari sahabat karibnya, Kho Kie siorang gaib yang bisa
menembusi tanah, telah ia yakinkan betul-betul dan sekarang
ilmu itu dimainkan olehnya bukan main lihay nya, mungkin
Kho Kie yang mengajarnya juga tidak sampai demikian lihay
nya. Sim Pek Hian melayani dengan tenang akan tetapi hatinya
diam-diam sangat kaget menyaksikan kepandaian pemuda
lawannya itu. serangannya sangat cepat dan berbahaya,
sedang penjagaannya jaga rapat sekali.
Mengetahui musuh ada sangat tinggi ilmu silatnya, maka
Ho Tiong Jong sangat hati-hati melayaninya, ia hanya berani
menyerang dengan tenaga lima bagian, ia kuatir serangannya
akan gagal dan tenaganya digunakan oleh Sim Pek Hian untuk
memukul baik dirinya, oleh karena pasti ia akan mendapat
luka parah didalam tubuhnya.
Dugaan Ho Tiong Jong tidak salah. Beberapa kali Sim Pek
Hian kasihkan dirinya ditotok dan dipukul, tapi totokan dan
pukulan itu menyentuh tubuhnya si jago tua seperti juga
membentur benda yang empuk lunak.
Hal mana membuat Ho Tiong Jong diam-diam merasa
gelisah juga melayaninya. Pelahan-lahan ia merasa dirinya
seperti dipermainkan oleh jago tua itu. Maka Ho Tiong Jong
lalu membentak.
"orang tua, kau benar lihay, Aku Ho Tiong Jong tidak
kecewa Kalau musti jatuh dengannya seorang pendekar ulung
seperti kau ini. Namaku akan menjadi harum dalam dunia
persilatan Ha ha, ha."
"Bocah kau jagalah serangku" balas membentak Sim Pek
Hian, Ho Tiong Jong tidak gentar, ia sangat andaikan ilmu
golok keramatnya yang delapan belas jurus itu. Saat mana ia
tidak menggunakan senjata golok, hanya telapakan tangan
saja digunakan sebagai senjata tajam, membabat dan
membacok hebat sekali.
Melihat gerakan sipemuda yang demikian itu, Sim Pek Hian
kenali itulah ada ilmu golok simpanan dari Siauw-lim sie. Pada
suatu saat, setelah berkelit dari serangannya Ho Tiong Jong,
ia lompat menjurus satu tumbak kemudian berkata pada
kawannya. "Wah, benar-benar kau lihay, ilmu yang kau mainkan itu
ada ilmu golok delapan belas jurus dari Siauw lim-sie. maka
sekarang coba hunus golokmu supaya aku dapat melayani
dengan lebih bersemangat lagi. Aku mau tahu, apakah
kepandaianku dapat menandingi ilmu golok yang sangat lihay
itu?" Sim Pek Hian berkata dengan alis berdiri dan kumis serta
jenggotnya juga kelihatan pada berdiri inilah menandakan,
bahwa orang tua itu sedang marah. Dalam keadaan demikian,
wajahnya orang tua itu menyeramkan dan bengis sekali, Hal
mana membuat nona Kho yang menyaksikan menjadi sangat
kuatir cepat-cepat ia berkata. "Gihu, harap kau jangan marah
begitu rupa, nanti kesehatanmu terganggu..."
"Siujie, kau berdiri jauhan" jawab sang ayah angkat, "Kau
tidak tahu maksudku sekarang ini. Seperti aku pernah
ceritakan padamu, pada dewasa ini yang tahan bertempur
dengan aku dalam tiga jurus tanya ada tujuh orang saja yalah


Golok Sakti Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dua jurus aku berikan kesempatan lawan menyerang. Satu
jurus lagi giliranku menyerang, Kalau bocah ini bisa tahan
seranganku sejurus itu, dia akan terhitung orang yang
kedelapan yang tahan bertempur denganku dalam tiga
gebrakan."
Ho Tiong Jong mendengar perkataanya Sim Pek Hian,
pikirnya orang tua ini sombong amat, maka saat itu tanpa
menawar lagi ia sudah menghunus goloknya Lam tian to golok
pusakanya keluarga Seng.
"orang tua kau jangan begitu takabur," kata Ho Tiong Jong,
siap dengan golok ditangan-
Sim Pek Hian tertawa tergelak-gelak sambil menguruturutjengotnya.
"Bocah, nyalimu benar besar, Baiklah, sebentar akan jajal
kepandaianmu tapi harap kau jangan sungkan-sungkan turun
tangan. kau menyerang saja menurut suka hatimu, kau
mengerti ?"
Ho Tiong Jong sangat mendongkol hatinya. "Nah, mulailah
menyerang" kata Sim Pek Kian-
Ho Tiong Jong tidak sungkan-sungkan lagi, lantas
menyerang dengan satu tipu serangan yang hebat sekali, ia
mengarah pada orang punya jalan darah mati, tapi sebelum
goloknya dapat mengenai sasarannya tiba tiba ia merasakan
telapakan tangan dan jarinya seperti yang terkena strom
listrik. Bukan main kagetnya si pemuda, Itulah tenaga dalamnya
yang disalurkan kegolok sudah kena dipunahkan oleh
serangan yang tidak kelihatan dari Sim Pek Hian, yang
menggunakan salah satu tipu serangan dari buku "Kumpulan
ilmu silat sejati."
Ho Tiong Jong sekali digetarkan telapakan danjari
tangannya, hampir saja golok yang dicekalnya jatuh ditanah
juga ia tidak tahan berdiri tegak. ia terdorong mundur oleh
tenaga tidak kelihatan hingga lima tindak jauhnya. Matanya
Ho Tiong Jong terbelalak, keheranan-
"Ha ha ha,.. . Tiong Jong, meskipun kau mahir ilmu silat,
terhadap aku tak bisa berbuat apa apa." kata Sim Pek Hian
bangga. Ho Tiong Jong tertawa dingin.
"Atu tidak menduga ditempat ini ada seorang jago ulung
dalam kalangan Kang ouw yang mengasingkan diri, Bicara
terus terang, meskipun kepandaianku tak tinggi, ilmu golok
keramatku hanya dapat dilawan oleh ilmu dari kitab
"Kumpulan ilmu silat sejatii."
"Hai, kau...?" memotong Sim Pek Hian terkejut. orang tua
itu kaget karena Ho Tiong Jong menyebut nama kitab
pusakanya "Hm...." ia menggerang, "karena kau sudah dapat tahu
asalnya ilmuku ini, hari ini jangan harap kau bisa keluar dari
kebun sayurku, Meskipun kau tumbuh sayap. jangan harap
kau bisa kabur, bocah "
Ho Tiong Jong terkejut dan dia merasa heran, cepat ia
menanya. "Apa memangnya in Kie Lojin yang dahulu namanya
terkenal dalam kalangan Kang ouw mempunyai hal yang
rahasia dan tak dapat diumumkan" Kau yang menjadi akhliwarisnya
dan memiliki benda pusaka terpaksa mengasingkan
diri dan bersembunyi di tempat ini untuk menjaganya bukan?"
Sim Pek Hian dibuat melengak oleh kata-katanya Ho Tiong
Jong. "Darimana bocah ini mendapat tahu nama suhunya, Dari
mana dia dapat tahu tentang Kitab "Kumpulan ilmu silat sejati"
" Demikian Sim Pek Hian menanya-nanya pada dirinya sendiri.
Matanya mengawasi tajam sekali pada pemuda didepannya.
Ho Tiong Jong tak jerih, ia lawan ketawa, sorot mata yang
memandang tajam kearahnya itu.
"Bocah," kata Sim Pek Hian, "aku tak perdulikan nama
kosong dan harta dunia, makanya aku menyepi di tempat ini.
Karena kau sudah mengetahui hal riwayatku, maka tak dapat
keluar lagi kau dari kebun sayur ini."
Perkataannya ditutup dengan sambaran tangannya kearah
tangan yang menyekal golok, hingga hampir saja Ho Tiong
Jong goloknya terampas, ia cepat menarik tangannya dan
menangkis dengan tangan Tay kang Beng-beng (Sungai besar
tak terbatas), suatu ilmu serangan yang dapat dipakai
menyerang dan menangkis. Sim Pek Hian tertawa tergelakgelak.
"Bocah, apakah kau tidak punya ilmu lagi selainnya ilmu
golok keramatmu itu?"
"Ya aku hanya mempunyai ilnu silat itu. Tapi, tak mudah
kau menjatuhkan aku."
"Apa benar?"
"Boleh coba saja."
"Baik, lihat aku akan menjatuhkan kau..."
Ho Tiong Jong ketawa, ia siap dengan kuda-kudanya dan
hendak melayani orang tua itu dengan ilmu Tok liong cianghoat.
Sim Pek Hian menunggu sampai goloknya datang dekat,
lantas ia menyampok dengan tangan kiri, sedang tangan
kanannya meluncur hendak menotok jalan darah didadanya si
anak muda, Ho Tiong Jong cepat lompat mundur.
Sim Pek Hian merangsak. sepasang tangannya
berkelebatan seperti kilat.
Ho Tiong Jong gunakan jurus Ji lay Tong pei (Ji-iay hud
menghajar punggung) untuk pertahanan, tapi Sim Pek Hian
tubuhnya gesit sekali, berkelebatan dan tangannya sabansaban
meluncur hendak menotok jalan darah yang penting.
Ho Tiong Jong putar goloknya sebagai titiran hingga untuk
sementara Sim Pek Hian tak bisa menembusi pertahanannya
sipemuda. Segera delapan belas jurus ilmu goloknya
dimainkan habis, kepaksa ia telah mulai lagi dari bermula.
Sang lawan tak memberikan lawannya bernapas. Tak heran,
kalau lima belas j urus sudah dilewatkan pula Ho Tiong Jong
sudah lelah sekali.
Sim Pek Hian gunakan ilmu lingkaran bumi langit dari buku
"Kumpulan ilmu silat sejati". Beda dengan nona Kho, ilmu ini
dimainkan oleh Sim Pek Hian hebat sekali dan mengeluarkan
angin menderu- deru, hingga Ho Tiong Jong menjadi gentar
juga menghadapi lawan yang berkepandaian lebih tinggi itu.
Kalau sampai sebegitu jauh ia masih bisa melayani karena
mengandal kepada ilmu golok keramatnya dan anggapan
bahwa si orang tua tak bersenjata, mana dapat mengalahkan
dirinya?" Ia tidak menduga sama sekali kepandaiannya Sim Pek Hian
sangat tinggi, pengalaman bertempur pun sudah sangat
matang dalam Kalangan Kang ouw, maka tak sampai Ho Tiong
Jong memainkan habis babak kedua dari ilmunya delapan
belas jurus, sudah kena dibikin kewalahan oleh ilmu
"Lingkaran bumi langit" Sim Pek Hian.
"orang liar, rasakan akibat kesombongan- mu" teriak nona
Kho. melihat sipemuda tidak berdaya kena dikurung oleh
serangan lingkaran tangan Sim Pek HianTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Ho Tiong Jong jengkel mendengar ejekan si nona sebelum
ia menyahut Kho Siu sudah berkata lagi, "Kalau kau jempol"
sambil unjukan jempolnya yang kecil mungil.
Ia bersuara sambil mesem, hingga hatinya si pemuda
menjadi panas. Tapi badannya yang sudah letih menekan hatinya untuk
bersabar, justru ia sedang repot menghalau serangan siorang
tua, dengan mendadak berkelebat satu tubuh yang kecil
langsing menyerang padanya dan tidak ampun lagi ia kena
dirubuhkan- Pelahan-lahan ia merangkak bangun, kiranya bayangan
langsing tadi adalah Kho Siu yang saat itu sudah lari
menghilang ke dalam pepohonan lebat.
"Kurang ajar ini gadis cilik...." ia menggerendeng sendirian,
tapi ia merasa lega hati nya, karena dengan dirubuhkannya ia
oleh Kho Siu, niscaya si nona akan merasa senang hati nya.
Tidak lama si nona sudah muncul lagi dan wajahnya ramai
dengan senyuman-
Ho Tiong Jong mesem, sambil garuk-garuk kepalanya yang
tidak gatal, sementara Sim Pek Hian tampak berdiri ketawa
mengawasi kelakuannya dua muda mudi itu.
"Hei, Siu, kenapa bocah liar ini tahu rahasia disini?" tiba
tiba Kho siu berkata hingga sang-ayah angkat mendelik
matanya "Anak tolol." bentak Sim Pek Hian- "Dengan berkata
demikian kau membuka rahasia disini yang hanya diketahui
oleh kita saja, kau tahu?"
Hatinya Ho Tiong Jong bercekat, pikirnya mungkin si nona
berkata demikian seakan-akan memberi kisikan padanya
bahwa ditempat itulah ada rahasianya jikalau keluar dari
kebun sayur itu.
Ho Tiong Jong celingukkan dan jalan ke sana sini, yang
dilihat saja oleh Kho Siu dan Sim Pek Hian, Ternyata Ho Tiong
Jong sangat cerdas otaknya, berdasarkan petunjuk-petunjuk
lukisan perkataan dipapan yang di tancap sana sini, ia sudah
mulai paham jurusan jalan keluar. Hal mana membuat Sim
Pek Hian memuji kecerdasan otaknya si pemuda.
Ketika Ho Tiong Jong setelah terputar-putar balik kembali,
ternyata Sim Pek Hian sudah tidak berada disitu, hanya
ketinggalan Kho Siu yang sedang berdiri mengawasi
kepadanya. Ketika ia datang dekat, hatinya sangat heran, karena nona
Kho berlinang-linang air mata,
"Kenapa dia menangis?" Tanyanya dalam hati sendiri.
Tadi ia begitu lincah dan berandalan, mengejek menusuk
hati, kenapa kini dia menangis" Sunggrh mengherankan.
Dengan kelakuan sopan Ho Tiong Jong menanya, "Nona
Kho, kau kenapa menangis" Apa kau merasa sakit hati karena
perbuatanku terhadapmu kurang sopan" Baiklah sekarang aku
mohon maaf padamu..."
"orang tolol, bukan karena itu aku menangis..." sahut si
nona dengan terisak-isak dan tundukan kepala, tangannya
yang mungil memegang setangan dan dipakai menyeka air
matanya yang berlinang-linang.
Ho Tiong Jong mendapat jawaban demikian jadi melengak.
"Habis kenapa kau menangis".." ia menanya pula.
Si nona tidak menjawab. Tapi ketika Ho Tiong Jong dengan
lemah lembut menanya lagi, Kho Siu sudah mulai berkata.
"Kau sekarang sudah kena ditangkap oleh gihu, rasanya
sukar kau dapat lolos dari tempat ini. Kau pasti dikurung
ditempat rahasia didalam tanah, yaitu didalam kuburan itu."
kata si nona sambil menunjuk pada sebuah kuburan yang
tidak jauh dari mereka letaknya.
Kho Siu melototkan matanya diiringi dengan sebuah
senyuman manis.
"celaka tiga belas" pikir Ho Tiong Jong. "Apakah memang
sudah nasibnya harus berhutang budi kepada perempuan, apa
sudah ditakdirkan sepanjang hidupnya terus-terusan terlibat
dalam asmara" Sudah ada empat gadis jelita yang meny intai
dirinya,yalah Seng Glok cin, ceng Ie, Ie Ya Kim Hong Jie.
Sekarang kembali ada gadis cantik yang berupa dirinya Kho
Siu. "Tidak. aku harus keraskan hati, supaya jangan terlibat
dalam asmara. Aku sudah ada seng Giok Cin, kenapa harus
membuat orang patah hati lagi ?"
"Terima kasih Nona Kho, tapi.." ia tidak melampiaskan
bicaranya, hanya enjot tubuhnya dan sebentar lagi ia sudah
berada diatas kuburan termaksud, ia celingukan di atasnya,
lalu matanya dapat melihat sebuah rawa berlumpur
disampingnya kuburan, panjangnya tiga tumbak dan lebarnya
delapan kaki. Tidak jauh dari padanya ada papan yang
bertulisan "KUBURAN DIJAGA DEWA, YANG TAHU RAHASIANYA PASTf
MATI." Apa rawa berlumpur itu ada kuburannya suci sampai dijaga
oleh dewa" ia menanya pada diri sendiri. Betul-betul ia
penasaran, kepingin melihat apa sebenarnya dalam rawa
berlumpur itu. Maka dengan tidak memikir pula akan
akibatnya, ia sudah siap hendak melompat kerawa lumpur itu.
Tiba tiba terdengar suara teriakan Sim Pek Hian, "Bocah
tolol, kau cari mampus."
Tapi teriakan itu tidak dihiraukan oleh Ho Tiong Jong, ia
sudah lantas lompat masuk kedalam rawa berlumpur itu.
Alangkah kagetnya ia ketika kakinya menginjak lumpur lantas
melesak. makin lama dirinya terbawa masuk oleh lumpur
sehingga batas lutut, ia kebingungan karena bagaimana juga
ia berdaya hendak menggunakan ilmu mengentengi tubuhnya
tetap tak berhasil, lumpur itu seolah-olah telah menyedot
tubuhnya dibawa kedalam.
XXXVII. DALAM GUA KUBURAN.
TiBA-tiba terdengar suara ketawanya Sim Pek Hian
dibelakangnya. "Bocah, kau benar-benar sangat gegabah, lumpur ini
sangat lengket sekali, jangan kata manusia, sedang burung
saja yang kakinya nempel di lumpur lantas tidak bisa terbang
lagi. Dalamnya ada satu tumbak, kau disini setelah melesak
tujuh hari tujuh malam akan melayang jiwamu dan badanmu
akan berubah menjadi lumpur Ha ha ha..."
Ho Tiong Jong sebenarnya tidak takut mati. Cuma saja,
menghadapi kematian secara konyol itu benar-benar ia tidak
rela, Apalagi kalau ia ingat pada kekasihnya Seng Giok Cin
yang cantik jelita, pikirannya menjadi cemas dan ia menghela
napas beberapa kali.
Tarikan napas itu terdengar tegas oleh Sim Pek Hian,
hingga si orang tua kelihatannya tidak tega melihat si anak
mudah harus melayang jiwanya oleh lumpur.
"Ha ha.. bocah kau kelihatannya seperti tidak rela mati
dimakan lumpur."
"Aku bukanya takut mati, orang tua "
"Habis, kalau bukan takut mati, kenapa kau romannya
seperti yang berduka ?"
"Kau lihay melihat roman muka orang, memang juga aku
tidak rela kalau mesti mati konyol begini karena aku masih
mempunyai tugas yang belum kulaksanakan-"
"Tugas apa yang masih kau beratkan ?"
"Aku harus melaksanakan tugasku menuntut balas."
"Haa.... menuntut balas pada siapa ?"
"Menuntut balas kepada... oh. sudahlah, percuma saja aku
omong, sebab kau orang tua toch tidak ada sangkut pautnya.
Biarlah aku mati saja." Sim Pek Hian kasihan melihat keadaan
Ho Tiong Jong.

Golok Sakti Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baiklah aku tolong kau keluar dari rawa lumpur ini...."
katanya, berbareng ia gunakan ilmu mengentengi tubuhnya
"Rajawali menyambar korban-"
Dengan satu lompatan seperti burung rajawali menyambar,
tubuhnya Ho Tiong Jong diangkat oleh Sim Pek Hian dan dilain
saat anak muda itu sudah berada ditepi rawa dengan selamat,
sungguh hebat sekali ilmu mengentengi tubuhnya Sim Pek
Hian, hingga diam diam Ho Tiong Jong sangat memuji.
Disamping itu Ho Tiong Jong juga merasa heran, kenapa
orang tua ini menolongi dirinya" Bukankah ia lebih suka
melihat dirinya mati" Tengah ia keheranan, terdengar Sim Pek
Hian berkata. "Bocah, kan bilang tak takut mati. Nah, sekarang baik
baiklah menjawab pertanyaan ku."
"Silahkan menanya, lotiang." jawab Ho Tiong Jong.
"Aku lihat kau bawa bawa golok Lam tian to senjata itu
mula mulanya ada miliknya orang she Ho dari Lok-yang,
setelah turun termurun akhirnya jatuh pada Seng An, ayahnya
seng Eng. Apa betul golok itu berasal dari keluarga Seng?"
"Betul" jawab Ho Tiong Jong sambil anggukkan kepala.
"Apa kau datang kemari diutus oleh Seng Eng dari Seng kepo?",
"Bukan."
"Siapa yang mengutus kau datang kemari?"
"Adalah keinginanku sendiri datang ke-sini."
"Kau datang tentu ada membawa itu sembilan Lencana
Rahasia Tuhan, bukan?" Ho Tiong Jong geleng-geleng kepala.
"Tempo hari aku dapat satu benda pusaka itu, tapi aku
sudah kembalikan lagi pada pemiliknya." kata Ho Tiong Jong.
"Siapa pemiliknya."
"Seng Eng, pocu dari Seng- ke po."
"Apa mereka bersembilan orang itu kini sudah bersatu
lagi?" "Aku tidak tahu?" jawab Ho Tiong Jong dan mulai ogahogahan
kelihatannya melayani pertanyaan si orang tua yang
mendesak padanya seperti juga polisi yang sedang
mengempos persakitan-
"Apa kau tahu rahasia dari benda pusaka itu?" mendesak
Sim Pek Hian. "Aku tidak tahu-" suaranya perlahan, hampir tidak
kedengaran. "Bagaimana kau bisa tahu tentang kitab. "Kumpulan ilmu
silat sejati?" dan tentang mendiang suhuku?"
Ho Tiong Jong tidak menjawab.
Ketika pertanyaan tadi diulangkan, juga Ho Tiong Jong
membisu. orang tua itu menjadi jengkel, Dengan kecepatan kilat ia
menotok jalan darah Ho Tiong Jong yang melumpuhkan
badannya, seketika itu Ho Tiong Jong rubuh tak bertenaga.
"Bocah kau menghina aku" IHmm, kau berani tak
menjawab segala pertanyaanku" Bagus, bagus Pasti satu hari
sembilan benda pusaka itu ada ditanganku dengan mana aku
tak melanggar janjiku untuk mendapatkan kitab "Kumpulan
ilmu silat sebati", setelah aku mahir. sembilan orang itu tak
akan luput dari tanganku, Aku akan menghajar mereka habishabisan,
Ha ha ha...."
Ho Tiong Jong meskipun tertotok tubuhnya tapi
penglihatan dan kupingnya bekerja sebagaimana biasa.
Ia heran si orang tua marah-marah dan tidak mengerti
dengan ocehannya barusan-
Sim Pek Hian tampak menghampiri kuburan, dimana ia
melihat ada anak angkatnya selang berdiri dengan wajah
seperti yang ketakutan-
Mungkin si nona sangat menguatirkan tentang dirinya Ho
Tiong Jong sipemuda cakap jatuh ditangan ayah angkatnya
bakal tidak dapat pengampunan dan akan dibunuhnya. Ketika
ia melihat ayahnya muncul, ia cepat cepat menyambut
"Gihu...."
"SiuJie, kau pulang lebih dahulu" sang ayah angkat
memerintah. Kho Siu cemberut, tapi ia tak berani membantah
perintah Sim Pek Hian-
DENGAN tidakan ayal-ayalan ia melangkahkan kakinya.
Dilain saat orang tua jtu sudah balik kembali dan lalu
angkat tubuhnya Ho Tiong Jong, dikempit dibawa kekuburan,
ia merabah pada tulisan yang berbunyi DEWA dan menekan
dengan telunjuknya, tak lama kemudian batu nisan menggeser
dan terbukalah sebuah lubang.
Ia masuk kedalamnya dan ketemu dengan pintu besi kecil
yang tidak berlubang kunci, tapi ketika ia menggeserkan batu
nisan tadi ketempat biasa, lantas ada terbuka sebuah lubang,
ia mengulur tangannya dimasukkan kelubang itu, tak lama
lantas terdengar suara gedobrakan, piatu besi itu lantas
terbuka dan dengan menggendong Ho Tiong Jong orang tua
itu berjalan masuk.
Pintu digebrukkan dan tertutup pula dengan sendirinya
seperti semula keadaannya.
Keadaan didalam situ ada sangat gelap. Ho Tiong Jong
rasakan dirinya dibawa menurun dan terputar-putar, Sebentar
lagi Sim Pek Hian masuk kesuatu ruangan kamar yang
diterangi api lilin yang cukup terang.
Kiranya ruangan itu ada sebuah kamar batu yang lebar,
ditengah-tengahnya ada ditaruh tiga buah peti mati, tubuhnya
Ho Tiong Jong lantas diletakkan ditanah, kemudian Sim Pek
Hian menghadapi tiga peti mati tersebut dan berdiri beberapa
saat dengan mulut kemak- kemik seperti juga ada
mengucapkah apa-apa. Kemudian berkata pada Ho Tiong
Jong. "Bocah, kau ini sebenarnya ada satu pemuda yang
berbakat hanya saja kau terlibat didalam sebuah komplotan
Persatuan benteng perkampungan. Barusan sebenarnya aku
hendak membunuhmu, tapi mengingat aturan kami tidak
boleh membunuh sembarangan orang kalau tidak terhadap
orang yang sangat jahat, maka aku urungkan tindakanku itu,
Aku sekarang didepan peti mati memutuskan untuk
menghukum kau. Kau bebas dari hukuman mati, tapi tak
terluput daii hukuman hidup,"
"Ya, sesuka lotiang. Sekali aku sudah ditawan," katanya
dengan gagah "aku menyerahkan nasibku padamu. Kau boleh
punya suka menghukumku."
"Hmm... bocah bernyali besar" Ho Tiong Jong tinggal
tenang-tenang saja.
"Bocah, kau jangan enak enakan." kata pula Sim Pek Hian,
"apa kau tahu hukuman macam apa yang aku sudah tetapkan
untuk dirimu?"
"Aku mana tahu?" jawab Ho Tiong Jong acuh tak acuh.
"Dengarlah, pertama ku bikin buta matamu, kedua potong
lidahmu dan ketiga telingamu aku tusuk supaya tidak dapat
mendengar. Setelah kau menjadi seorang cacad yang tidak
melihat mendengar dan bicara, tentu kau tidak dapat
membocorkan halnya tempat disini kepada orang lain-"
Sim Pek Hian menduga sianak mula akan terkejut
mendengarnya dan menggigil karena ketakutan, tapi
kenyataannya Ho Tiong Jong tinggal tenang-tenang saja,
hingga membuat orang tua itu sangat heran-
"Bagaimana, apa kau tidak jeri dengan hukuman yang
barusan aku sebutkan sebagai gantinya hukuman mati?" tanya
Sim Pek Hian, ketawa nyengir.
Ho Tiong Jong tertawa dingin, "Lotiang," katanya, "soal
kematian aku pandang seperti juga aku pulang kerumah. Aku
tak takut mati, Kau akan menghukum aku dengan cara yang
barusan kau sebutkan tidak menjadi soal, hanya..."
"Hanya apa, bocah ?"
"Hanya aku perlu meninggalkan pesan"
"Bagus, memang baik begitu, sebelum kau menjadi cacad
kau boleh nyatakan keinginanmu, mungkin aku dapat
melakukannya." Ho Tiong Jong menghela napas.
"Ingin aku meninggalkan pesan, supaya disampaikan
kepada tiga orang."
"Lalu, siapa mereka itu ?"
"Mereka itu semuanya ada wanita."
Sim pek Hian melengak, "Kau maksudkan mereka itu ada
ibumu dan dua saudaramu?"
"Bukan, Aku Ho Tiong Jong tidak punya anak saudara
dalam dunia ini, Mereka bertiga mengasihi diriku yang
bernasib buruk maka perlu mereka diberi penjelasan tentang
menghilangnya aku. Karena kalau tidak. mereka akan
mencarinya dengan hati patah dan ini aku tidak mau."
"Habis bagaima aku harus berbuat?" memotong Sim Pek
Hian- "Meskipun kau tidak langsung membunuh aku tapi dengan
hukuman mu itu akibatnya toch sama juga aku bakalan mati,
Maka aku ingin kau sampaikan pesanku pada mereka."
"Baik, sebutkanlah apa pesanmu."
"Pertama aku minta kau menyampaikan pada nona Giok Cin
puterinya Seng Eng dari Seng kepo."
"Seng Glok Cin puterinya Seng Pocu?" Sim Pek Hian
menegasi heran-
"Ya, dia, Katakan padanya bahwa racun yang ada dalam
tubuhku tiba-tiba telah kambuh dan karena tidak tahan
sakitnya aku telah membunuh diri dan mayatnya hanyut
dalam sungai. Giok Cin dalam perjalanan menemui ayahnya,
untuk mengembalikan lencana pusaka itu, entah, apakah dia
dapat diterima atau tidak oleh ayahnya" Karena dia dituduh
oleh ayahnya telah berkomplot dengan aku mencuri benda
pusakanya itu, maka ayahnya menjadi begitu murka dan
mengusir anaknya yang paling dikasihinya itu.,." sampai disini
Ho Tiong Jong berhenti, sejenak pikirannya ia tak dapat
menemui mukanya pula.
"Lalu, selanjutnya bagaimana?" tegur Sim Pek Hian.
"Pesan kedua, tolong disampaikan kepada nona ie Ya yang
bergelar Li lo sat. Katakan padanya bahwa aku Ho Tiong Jong
sudah bersuami isteri dengan seorang gadis yang
dipenujunya. Kini sudah membuang semua ilmu silatnya dan
hidup dengan isterinya disebuah desa yang sepi sebagai
petani..."
Kembali Ho Tiong Jong berhenti sejenak sampai disini, ia
membayangkan wajahnya Ie Ya yang cantik menarik. iblis
cantik yang sangat ditakuti kawan dan lawan, tapi terhadap
dirinya ada demikian ramah dan telaten, senyumannya yang
segar dan perbuatan perbuatannya yang banyak menolong
pada dirinya tak dapat ia melupakan nona itu.
"Dan... pada nona yang ketiga, apa pesanmu?" tegur Sim
Pek Hian- "Dia adalah nona Kim Hong Jie, puteri nya Kim Po cu dari
Kim liong po. Katakan padanya bahwa Ho Tiong Jong dalam
suatu pertempuran melawan banyak orang sudah jatuh dalam
jurang yang dalam, Dia telah binasa dan bangkainya dimakan
binatang liar. Nona Kim tak usah mengharap akan ketemu
kembali dengannya..." Ho Tiong Jong mengembang air mata
setelah mengucapkan pesannya.
Pikirannya melayang pada nona cantik jelita dua sujennya
yang memikat tak dapat ia lupakan, Masa lampau terbayang
dimatanya, dimana Kim Hong Jie masih jadi gadis cilik, itulah
pada masa ia menerima pelajaran dua belas jurus ilmu golok
keramatnya si engkong nya si nona.
Ia paham, bahwa setelah dewasa, nona Kim tampaknya
telah merubah cinta dalam arti adik terhadap engkonya
menjadi seorang gadis terhadap pemuda impiannya.
Bagaimana mesra ia bergurau dengan sinona ketika
pertemuannya di sarangnya kakek Souw Kie Han. Cubitannya
yang hangat, sampai saat itu ia masih rasakan Entahlah,
bagaimana dengan keadaannya nona Kim sekarang ini"
Sim Pek Hian dapat mengerti dengan kesedihannya
sipemuda saat itu.
Ia paham, bahwa Ho Tiong Jong tidak akan berkedip
menghadapi kematian, Tapi ia mengucurkan air mata kalau
mengingat tiga gadis yang mencintainya dengan besar,
sebelumnya menjadi tua, Sim Pek Hian juga tentu pernah
mengalami saat-saat romantis, maka juga ketika melihat
sipemuda tundukkan kepala, ia diam diam merasa terharu.
Saat itu pikirannya pun melamun pada masa mudanya.
Kemudian terdengar ia menghela napas beberapa kali.
"Bocah." katanya, "sebenarnya aku mau menghukum kau
dengan apa yang aku katakan barusan, tapi mengingat
pesanmu yang demikian dan mengharukan aku jadi tak tega
untuk membuat dirimu menjadi cacad. Sekarang aku mau
menanya padamu, apa maksudmu sebenarnya kau datang
kemari." "Kedatanganku sebenarnya bermaksud baik baik
saja."jawab Ho Tiong Jong.
"Apa maksudmu itu?"
"Tadinya aku berniat untuk mengangkat lotiang menjadi
guruku." "Kau mau angkat aku jadi gurumu?"
"itulah maksudku. cuma sayang kedatanganku tak
disambut sebagaimana pantasnya, malah diajak setori oleh
nona Kho, kemudian lotiang sendiri juga ikut-ikutan membuat
aku jadi kecewa dengan maksudku yang semula itu." Sim Pek
Hian tampak termenung.
Pikirnya ia sudah tua, belum ada seorang yang berbakat
untuk menjadi akhli warisnya, Kebetulan Ho Tiong Jong ada
satu pemuda yang mempunyai tulang-tulang bakat yang sukar
didapatkan keduanya pada waktu itu, sebenarnya baik sekali
kalau ia menerima anak muda itu menjadi muridnya. Tapi ia
tak dapat memberi putusan ketika itu juga, maka ia berkata.
"Bocah, kau sudah berguru kepada berapa banyak guru"
Aku lihat ilmu silatmu campur aduk banyak sekali macamnya."
"Aku belum pernah mempunyai guru."
"Habis darimana kau dapat itu kepandaian?"
"Aku belajar sendiri dengan beberapa pengunjukan dari
kawan-kawan."
Sim Pek Hian tidak percaya, tapi ia tidak mendesak lagi.
"Baiklah, sekarang kau tinggal dahulu disini untuk sepuluh
hari lamanya, aku akan pikir dahulu, apakah aku akan terima
kau jadi muridku atau tidak. tergantung dari keputusanku
nanti." Ho Tiong Jong tidak menjawab.
"EH, darimana kau tahu aku ada disini dan mempunyai
sedikit kepandaian yang diturunkan oleh mendiang guruku ?"
tiba tiba Sim Pek Hian menanya.
"oh, hal itu dari pikiranku saja, dari dugaan-dugaanku saja
bahwa lotiang ada akhli waris dari In Kie Locian-pwee


Golok Sakti Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

almarhum."
"Mana bisa begitu, kalau tidak ada pengunjukan orang lain
tentu kau tak dapat mengetahui asal usulku disini ."
"Itulah terserah pada lotiang, mau percaya syukur, tidak
mau percaya ya apa mau dikata. Sebab apa yang aku
terangkan ada dengan sejujurnya hati." Sim Pok Hian
kewalahan ketika mendengar jawaban sipemuda.
orang tua itu kemudian menepok pundaknya dan
bebokongnya sipemuda, yang satu untuk membuka totokan,
lainnya katanya ada totokan untuk menghilangkan tenaganya,
ia berkata. "Aku sudah bebaskan kau dari totokan, tapi aku menotok
jalan darahmu yang penting, supaya kau jangan bergerak
berat-berat, Kalau kau bergerak yang berat-berat, tahu sendiri
akibatnya, tenaga dalammu akan musnah dan kau akan
menjadi orang biasa lagi, Kau mengerti" Nah, setelah sepuluh
hari aku akan menengoki kau disini, apakah aku nanti dapat
menerima kau menjadi murid atau tidak?"
Setelah berkata, Sim Pek Hian lalu meninggalkannya anak
muda itu dalam goa kuburan sendirian Kini ia gerakkan
badannya, ternyata tidak lemas lagi. ia bisa bergerak dengan
baik. Tapi untuk bergerak berat-berat ia masih takut, sebab ia
seperti benar ada merasakan totokan Sim Pek Hian-
Diwaktu sore ia diantari makanan oleh nona Kho dengan
melalui lubang pada pintu, beda dengan sikapnya yang sudah,
ternyata kali ini ia bertemu si nona bersikap sangat ramah dan
manis budi. "Toako, aku membawakan makanan untukmu, Harap kau
terima dan makan biar kenyang" demikian sinona berkata
sambil bergurau.
Sebenarnya Ho Tiong Jong tidak mau makan, tapi dipikir
lagi kalau ia tidak terima makanan itu diwaktu malam ia
kelaparan ia nanti makan apa" ia masih ada harapan hidup,
maka adatnya yang badung ia tekan, ia sebenarnya jengkel
pada nona Kho, karena gara-garanya menyebabkan ia bentrok
dengan orang yang ia ingin jadikan gurunya. ia pura-pura
menolak. "Nona Kho, terima kasih, Biar saja aku mati kelaparan, buat
apa kau perhatikan aku membawaKan makanan segala ?"
"oh, masih marahan nih" Hi hi hi...." sinona kata sambil
tertawa cekikikan. "Memang juga aku marah padamu, karena
gara garamu aku jadi dikeram begini."
"Tidak apa hitung-hitung mengasoh bolehkan Maksud baik
kau tak mau terima, kau dapatkan maksud apa lagi ?"
Ho Tiong Jong bercekat hatinya mendengar kata-kata si
nona paling belakang. Apa maksudnya", tapi ia masih gemas
saja pada nona jumawa itu. "Sudahlah, bawa lagi saja
makanan itu ." katanya.
"Jangan begitu toako, Kau terima saja, kalau malam kau
tidak lapar tak usah kau makan, Tapi kalau lapar, kau sudah
ada makan yang buat diganyang ?"
Ah, ini nona bawel amat sih " Kata-katanya amat jenaka,
beda dengan ketika ia menghadapi pada saat yang lalu, Maka
akhirnya ia terima juga makanan yang disodorkan itu sambil
mengucapkan terima kasih.
"Tak usah pakai terima kasih, toako. cuma aku pesan,
kalau api lilin yang menerangi ini sudah dekat habis kau
sambung terus, sebab dalam ruangan ini tak boleh apinya
padam. Lilin sudah sedia banyak disitu, bukan?"
Ho Tiong Jong melirik pada empat lilin, benar saja ada
sedia banyak sekali lilin-
"Baiklah nona Kho," jawabnya, "tapi nona Kho, apa maksud
sebenarnya ayah angkatmu menahan diriku ini disini ?"
Si nona ketawa manis, "Kau nanti tahu sendiri, kau tenangtenang
saja tinggal dalam goa kuburan ini, aku nanti sabansaban
antari kau makanan . . ."
Si nona sambil berkata telah meninggalkan Ho Tiong Jong,
hingga si pemuda tiiak mendapat kesempatan untuk berbicara
terlebih jauh. Setelah menaruh makanan diatas meja, Ho Tiong Jong
duduk termenung.
Ia memikirkan kata-katanya si nona tadi. "Maksud baik kau
tidak mau terima kau mau maksud apa apa. ia menebak
nebak sekian lama, tak dapat ia menecahkannya. Keisengan,
ia lalu jalan lihat-lihat tiga peti mati yang ada disitu.
Pada peti nomor satu ia melihat tulisan
"TEMPAT ISTIRAHAT SIANSU KUI KOK CU USIA 152
TAHUN, yang nomor dua "TEMPAT ISTIRAHAT THIAN KIE TEE PIT USIA 220
TAHUN" dan yang ke tiga,
"TEMPAT ISTIRAHAT IN KIE LOJIN, USIA 150 TAHUN."
Hatinya Ho Tiong Jong ketarik oleh peti mati yang ketiga
(in Kie Lojin), maka didepan peti mati siapa ia lantas berlutut,
memohon kerelaan hatinya in Kie Lojin untuk ia membuka peti
matinya. Demikian setelah ia cukup berkemak-kemik, lantas perlahan
tangan membuka tutup peti mati. ia tidak berani mengerahkan
tenaganya, karena kuatir totokannya Sim Pek Hian bekerja
dan dirinya berbahaya, ia geser peti mati itu perlahan-lahan,
didalamnya ternyata sangat bersih, sebagai gantinya mayat
ada kedapatan, disitu sebuah kitab dan sebuah pedang
dengan gagangnya terbuat dari kayu pohon tho. pedang dan
kitab itu terbungkus oleh sehelai kain warna kuning.
Ia dapat melihat ini semua dengan bantuan penerangan
lilin yang dibawa kedalam peti mati, Ketika tersorot oleh
terangnya api lilin, pedang tadi memancarkan sinar
berkeredepan menandakan bahwa pedang itu ada pedang
pusaka. Sedang bukunya, ketika ia buka lembaran pertama, lantas
dapat melihat dengan kalimatnya. "KITAB KUMPULAN ILMU
SILAT SEJATI JILID KE-SATU."
HATINYA Ho Tiong Jong terkesiap membaca kalimatnya
buku. Buku keduanya ia sudah miliki, kalau ia dapat memahami
buku yang ke satu ini terang ilmu silatnya akan meningkat
sangat tinggi. Dengan tangan gemetar ia mengambil buku itu.
Dalam hati berdoa dengan sujut, minta karunianya in Kie
Lojin supaya ia dapat memahami isinya kitab itu, kalau
memangnya ia ada berjodoh menjadi muridnya orang tua
yang sangat tersohor itu pada jamannya. Kemudian ia tutup
rapih lagi peti mati itu.
Dengan hati berdebar debar Ho Tiong Jong mulai membaca
isinya kitab pada sebuah kursi disisi meja diatas mana ada
barang hidangan yang dikirim oleh nona Kho.
Saking asyiknya ia memahami isinya sampai ia lupa ada
makanan dari nona Kho, kalau tidak perutnya berkeroncongan
minta diisi. ia baru engah, perutnya sudah lama minta diisi,
maka ia tangsal perutnya sebentara n, setengah mana ia
melanjutkan memahami isinya kitab.
Pada lembaran pertama Ho Tiong Jong sudah dapat
pengunjukan penting yalah cara-cara bagai mana
mengembalikan tenaga asli, misalnya kena totokan jalan darah
atau kena keracunan bagaimana jalannya untuk mengetahui
dan memunahkannya bahaya itu. ia rajin sekali mempelajari
bagian ini, lantas dicoba menurut pengunjukan itu, mencari
tahu bagaimana keadaan dirinya sendiri. Ternyata ia sekarang
sudah bebas dari keracunan dan juga .... totokan-
Jadi tidak benar bahwa Sim Pek Hian telah menotok jalan
darahnya yang penting dan dilarang mengerahkan tenaganya
berat-berat. Setelah dapat mengunjukkan itu, ia coba gerakan tenaga
dalamnya, mengerahkan dengan sungguh-sungguh seluruh
kekuatannya ternyata tidak apa apa, jadi bohong apa kata nya
Sim Pek Hian itu.
Diam-diam hatinya Ho Tiong Jong menjadi heran dan
menanya pada dirinya sendiri: "apa maksudnya Sim Pek Hian
membohongi dirinya?"
Tadi ia tak dapat memikirkan hal itu, karena perhatiannya
sangat ketarik oleh isinya buku yang memuat berbagai ilmu
silat, Semuanya pada mempunyai keistimewaannya, ilmu silat
dengan pedang, golok dan lain-lain senjata termuat lengkap
dalam kitab itu, juga ilmu pukulan tangan kosong. banyak
sekali yang menarik hatinya Ho Tiong Jong, terutama ia
ketarik oleh dua macam ilmu yang dinamai "Tan-ci Sin kang
atau "Sentilan satu jari tenaga sakti" dan "Te-it Thiam hiat"
atau "llmu menotok jalan darah No. Wahid."
Pikirnya, ia dapat memahami ilmu ini saja, rasanya sudah
cukup menjagoi dikalangan rimba persilatan, karena jarang
sekali orang mempunyai ilmu yang demikian hebatnya. Tapi
semua itu harus diyakinkan dengan betul oleh orang yang
berbakat dan yang mengalami keanehan sepanjang hidupnya,
justru Ho Tiong Jong ada satu pemuda berbakat untuk
menjadi jago silat ternama, juga ia pernah menemui keanehan
dalam hidupnya, yalah makan dua pilnya si Dewa obat Kong
Yat Sin dari pelayannya Seng Giok Cin, tidak jadi mati,
kemudian kena racunnya Tok kay, lantas dihajar oleh Uang
Emas Beracun (Tok-kim chi) ceng ciauw Nikou, belakangan
racun dari Souw Kie Han punya jarum maut tidak juga ia
dapatkan kematiannya.
Semuanya itu sudah merupakan keanehan dan membuat
tenaga sakti dalam tubuhnya Ho Tiong Jong jadi luar biasa.
Sejak malam itu Ho Tiong Jong meyakinkan betul-betul
segala ilmu silat yang terdapat dalam kitab jilid ke satu itu.
Berkat otak nya yang cerdik, juga karena ia meyakinkan jilid
ke duanya, maka semua pelajaran hampir dapat dicangkok
semua dalam otaknya.
Yang ia utamakan dari semua petunjuk petunjuk ilmu silat
itu, adalah Tan-ci Sin- kang dan Te-it Thiam hiat, yang
lainnya, pikirnya, akan meyakinkan lebih jauh diluar goa
kuburan itu, jikalau tidak sampai keburu diyakinkan- Asal ia
tahu garis garis besarnya saja, selanjutnya ia dapat
memperaktekkan sendiri dengan pecahan ciptaannya sendiri.
Boleh dikata siang dan malam Ho Tiong Jong meyakinkan
kitab tersebut.
Nona Kho terus saban saban mengantarkan makanan
untuknya, yang ia sambut dengan penuh terima kasih, ia tidak
marah lagi kepada sinona, malah kalau sinona bergurau ia
lawan bergurau lagi, hingga keduanya kelihaian sangat
gembira. Tepat sepuluh hari Ho Tiong Jong juga tepat mencatat
semua isinya dalam kitab jilid kesatu itu, kemudian ia simpan
pula dalam peti mati ia berlutut mengucapkan banyak terima
kasih atas karunia in Kie Lojin yang sudah menurunkan ilmu
kepandaiannya kepada dirinya.
Ia justru sedang berlutut, tiba-tiba ia mendengar ada suara
pintu dibuka. Ketika ia menoleh, kiranya yang datang ada Sim
Pek Hian- Ho Tiong Jong dalam sepuluh hari itu dalam goa kuburan
sudah dapat memahami apa arti kata-katanya nona Kho
tempo hari. Maksud baik kau tidak mau terima kan mau
dapatkan maksud apa "
Artinya Sim Pek Hian menjebloskan ia dalam goa kuburan
itu, adalah supaya Ho Tiong Jong dapat memahami isinya
kitab "Kumpulan lima Silat Sejati" lalu menjadikan dirinya
seorang jago tanpa tandingan-
Tak usah ia berguru lagi kepala Sim Ptk Hian, sudah cukup
dengan apa yang ia dapat pelajari dari kitab itu. dia seorang
cerdik, mempraktekkannya sangat mudah. Mungkin, dengan
kecerdikannya, berdasarkan dari ilmu yang didapat dari kitab
itu bisa dipecah-pecah digodok menjadi lebih lihay lagi.
Sikap sim Piek Hian sekarang berubah. Kalau sepuluh hari
yang ia ia selalu bersikap mengejek dan memanggilnya juga
"bocah" saja, tapi sekarang lain- Ketika melihat Ho Tiong Jong
datang memburu padanya dan menjatuhkan diri berlutut, ia
sambil mengusap-usap kepalanya si anak muda berkata.
"Ho Tiong Jong, kau bangunlah. Aku datang kemari
bukannya mau menerima engkau menjadi muridku, akan
tetapi aku mau memberi selamat padamu, yang kau sudah
dapat memahami isinya kitab "Kumpulan ilmu Silat Sejati", jilid
keduanya sudah ada padamu maka untukmu ada lebih mudah
lagi meyakinkannya."
"Lotiang, oh... bagaimana kau dapat tahu itu?" menyelak
Ho Tiong Jong. "Ha ha ha..." tertawa Sim Pek Hian- "Dari ilmu silatmu yang
campur aduk itu aku tahu kau ada menggunakan beberapa
tipu ilmu silat yang ada tersebut dalam kitab "Kumpulan Ilmu
Silat Sejati" cuma sayang itu kurang benar sebab kau tak
meyakinkan ilmu silat itu dalam jilid ke 1, yang kau yakinkan
ada dari dalam jilid ke dua, hanya keterangan kebagusannya
ilmu silat yang kau mainkan itu." Ho Tiong Jong terbengong
mendengar penjelasan itu.
"Lotiang benar, nah inilah ada jilid kesatu," kata Ho Tiong
Jong sambil merogoh kitab yang dimilikinya.
Sim-Pek Hian ketawa sambil menyambuti kitab jilid ke
duanya dibulak balik lembarannya sebentaran, kemudian
diserahkan kembali pada Ho Tiong Jong.
"Ya ini benar ada jilid kedua, Kau simpan baik-baik, sebab
isinya ada petunjuk lebih terang dari ilmu silat dalam jilid
kesatu, jangan sampai jatuh ditangannya orang sembarangan
sebab berbahaya sekali kalau orang jahat yang
mendapatkannya, ibarat macan nanti tumbuh sayap. Aku
sebenarnya sudah merasa kurang tenteram untuk melindungi
kitab pusaka disini, hanya terpaksa sebab tidak ada lagi yang
jadi akhli warisnya."
"Apa sampai begitu berat menjaganya?" menyelak Ho
Tiong Jong. "Ya, begitulah, sembilan jago dari Perserikatan Benteng
perkampungan mengarah buku pusaka itu. Kalau seandainya
mereka sudah dapat memahami apa artinya yang tertulis pada
sembilan "Lencana Rahasia Tuhan" sudah pasti mereka akan
menyerbu kemari, Kalau sampai sebegitu jauh mereka belum
berhasil memahaminya karena mereka satu dengan lain saling
curiga. coba mereka persatu padu, pasti dapat diketahui
dimana disimpan nya kitab pusaka yang dicarinya."
"Lalu apa lotiang tidak ungkulan mengusir mereka pergi"-"
"Aku bukannya takut, hanya kuatir mereka merusak peti
mati mendiang suhu dan su-couwku . Mereka tentu datang
dengan bergelombang. sembilan orang datang menyerbu atau


Golok Sakti Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membawa kawan lainnya siapa tahu."
Ho Tiong Jong angguk anggukan kepalanya "Sebenarnya,"
kata pula Sim Pek Hian, "aka sudah mau berikan buku itu
padamu, cuma saja sudah terikat dengan perjanjian,
yalahpada siapa yang membawa sembilan buah "Lencana
Rahasia Tuhan" kepadanya kitab itu diberikan. jadi kalau
umpama kau ung kulan merampas pulang sembilan lencana
itu, baik sekali, kau bawa disini dan ditukar dengan kitab
pusaka." Ho Tiong Jong termenung. "Baiklah, aku nanti akan
mencobanya." katanya.
"Bagus, aku harap kau berhasil. Sebab aku sangat kuatir
kitab itu akan jatuh di tangan orang jahat dan membikin repot
dunia persilatan oleh karenanya. Nah, sekarang kau
bangunlah"
Ho Tiong Jong menurut atas undangannya siorany tua,
anak muda itu duduk berhadap hadapan diatas kursi, Atas
pertanyaan Sim Pek Hian, Ho Tiong Jong tuturkan pengalaman
hidupnya yang penuh kegetiran, ia tidak tahu dimana adanya
orang tuanya, ia merasa berhutang budi terhadap orang-orang
yang telah berlaku baik terhadap dirinya seperti kepada Seng
Giok Cin, Kho Kie, Li-lo sat ie Ya. Kim Hong Jie dan
menuturkan pula persahabatannya dengan co Kang Hay sejak
dalam penjara air sampai sudah keluar dari penjara neraka
dunia itu. Sim Pek Hian angguk anggukkan kepala beberapa kali
selama Ho Tiong Jong menutur dan ia tak memotong orang
punya pembicaraan. Sehabis pemuda itu bercerita, Sim Pek
Hian lantas menanya. "sekarang kau mau pergi kemana kalau
sudah keluar dari sini."
"Aku akan menemui adik Giok, dengan siapa kita telah
berjanji akan menikah dan merantau bersama sama."
"Apa janji itu sudah tiba waktunya."
"oh, tidak. Masih ada kira kira dua bulan lagi."
"Nah, kaiau begitu kau tinggal saja disini barang sebulan
disini, supaya dapat memberikan kau pengunjukan yang amat
perlu dalam banyak macam ilmu silat yang kau dapatkan dari
buku pusaka mendiang suhu- ku. " Ho Tiong long bangkit dan
duduknya dan kembali berlutut.
"Terima kasih atas perhatian lotiang, memang ada
maksudku yang suci untuk mengangkat kau menjadi
guruku..."
"oo, tidak. tidak- bukan begitu maksud-ku," menyelak Sim
Pek Hian, sambil angkat pemuda itu bangun lagi, "Kau sudah
belajar langsung dari kitab pusaka siansu, otomatis kau sudah
menjadi murid siansu, Kau selanjutnya boleh anggap aku
sebagai su-hengmu, bukan sebagai gurumu, Ha ha ha..." Ho
Tiong Jong melongo.
Tapi kemudian dengan hati terharu dan air mata
bercucuran ia memeluk Sim Pek Hian sambil berseru, "... Su ...
heng..." "Sute..." jawab Sim Pek Hian dengan suara sangat terharu.
Sejenak lamanya kedua orang itu saling peluk dengan hangat.
Sungguh diluar dugaan sekali, maksudnya Ho Tiong Jong
datang pada Sim Pek Hian hendak mengangkat orang tua itu
menjadi gurunya, tidak tahunya tidak berjodo menjadi guru
dan murid tapi berjodo menjadi suheng dan Sute.
Atas pertanyaan Ho Tiong Jong, bagaimana orang tua itu
dapat tahu kalau ia ada menyakinkan isi kitab "Kumpulan ilmu
Silat Sejati" dengan ketawa sang Suheng menjawab.
"oo, itu mudah saja, Memang sengaja aku menahan kau
sepuluh hari dalam goa kuburan ini, maksudku, kalau kau ada
berjodo menjadi murid Siansu kau dapat memahami isinya
kitab pusaka Siansu yang ada didalam peti matinya. Dugaanku
benar tidak salah kau adalah orangnya yang berjodo, sebab
selama sepuluh hari itu aku mengintip diluar tahumu gerak
gerikmu mengapalkan isinya kitab sangat tekun dan otakmu
sangat encer untuk mengingat semua isinya, sekarang isinya
kitab boleh dikata sudah ada dalam otakmu dan dalam waktu
ini kau hanya memerlukan latihan saja lantas semuanya dapat
kau praktekkan dengan baik." Ho Tiong Jong sangat kagum
akan kelihayan matanya sang Suheng. Sebelum ia membuka
mulut, Sim Pek Hian sudah berkata pula.
"Nah, Sutee, sekarang mari kita berlutut di depan peti mati
siansu, untuk meneguhkan persaudaraan kita dalam
seperguruan-"
Ho Tiong Jong menurut, sim Pek Hian memperkenalkan
suteenya dan Ho Tiong Jong yang menyatakan dengan hati
tulus mengangkat saudara, In Kie Lojin sebagai gurunya, dan
sebagai murid ia berjanji akan bantu melindungi kitab pusaka
gurunya itu supaya tidak terjatuh dalam tangannya orang
orang jahat, ia bersumpah dalam hidupnya selalu akan
membela keadilan membasmi kejahatan dan menentramkan
dunia persilatan, ilmu silat dari kitab pusaka akan diwariskan
kepada orang-orang yang berjodoh atas pengunjukan
abahnya sang guru dialam baka. Tidak akan diturunkan
kepada sembarang orang.
Demikianlah, sejak hari itu Ho Tiong Jong saban hari
mendapat pertunjukan dari Sim Pek Hian untuk melancarkan
ilmu ilmu silat yang sudah dicatat dalam otaknya, Tapi dalam
hati diam-diam Ho Tiong Jong merasa heran, sebab ada ilmu
silat yang hebat tapi sulit, ketika ditanyakan keterangannya
pada Sim Pek Hian sang Suheng tak dapat menerangkannya,
karena katanya ia belum menerima pelajaran itu dari suhunya.
Rupanya, tidak semua kepandaian ilmu silat yang
dikumpulkan dalam kitab pusaka itu, diturunkan pada Sim Pek
Hian- Entahlah, apakah Sim Pek Hian kurang berbakat atau
sebelum itu ilmu silat itu dipelajari Sang suhu sudah keburu
meninggal dunia" Tapi hal ini tidak ditanyakan lebih jauh oleh
Ho Tiong Jong. Hubungan Ho Tiong Jong dan Kho Siu juga, selama Ho
Tiong Jong tinggal ditempatnya Sim Pek Hian menjadi
bertambah erat, Sering-sering mereka pasang omong dengan
gembira, Kini nona Kho berbalik bahasa kalau dulu mulai
bertemu suka menyebut "orang liar" kemudian berubah
memanggil "toako", sekarang ia harus memanggil "susiok"
(paman), derajat Ho Tiong Jong jadi lebih tinggi lagi.
Sering panggilan "susiok" ini dipakai bergurau nona Kho,
tapi Ho Tiong Jong hanya ganda tertawa saja.
Kecantikan nota Kho yang menggiurkan dan sikapnya yang
Jenaka pandai bergurau membuat Ho Tiong Jong bimbang.
XXXVIII. PENUTUP.
DI LIHAT sikapnya makin hari makin berubah. Ho Tiong
Jong mendusin bahwa si nona ada jatuh hati kepadanya,
Hatinya menjadi bingung, ia kuatir akan terlibat dalam asmara
lagi, pikirnya, sebaiknya ia siang siang pergi dari situ, Waktu
ini ia sudah tinggal satu setengah bulan dalam rumahnya Sim
Pek Hian- Pada suatu malam, ia gelisahan tak dapat tidur, karena
romannya Seng Giok Cin selalu berbayang didepan matanya,
ia seolah-olah mempunyai firasat kurang enak maka pada
keesokan harinya ia mohon diri dari Sim Pek Hian-Sang
suheng tidak berkeberatan, malah ia berkata sambil ketawa.
"Memang sudah cukup kau dapat penjelasan dari aku, tak
dapat memberikan penjelasan lainnya, malah aku percaya
dikemudian hari ilmu silatmu akan jauh lebih tinggi dari
padaku yang menjadi Suhengmu, Ha ha ha..... tapi aku tidak
mengiri, malah merasa bangga mempunyai seorang Sutee
yang lihay seperti kau Tiong Jong...."
Ho Tiong Jong merendahkan diri. "Mana dapat aku akan
lebih lihay dari Suheng, yang mendapat pendidikan langsung
dari Siansu." katanya sambil ketawa.
Tiba tiba Sim Pek Hian seperti ingat sesuatu, "Eh, Sutee,"
kafanya, "apakah kau tidak mau menunggu Siu-cie pulang
dahulu menengoki orang tuanya."
"Ah, tidak apa," jawab Ho Tiong Jong sambil ketawa,
"tolong Suheng sampaikan terima kasihku yang besar
kepadanya dan minta maaf aku berlalu dari sini diluar
kehadirannya."
Ho Tiong Jong seperti yang kesusu, "Hatiku sudah dua hari
ini merasa tak enak. aku kuatir adik Gok sudah kembali dan
menanti kedatanganku," ia berkata pula. Kemudian
berpamitan sambil memberi hormat pada sang Suheng dan
tidak lupa mengucapkan terima kasihnya atas kebaikannya
orang tua itu, ia berjanji satu waktu akan datang kembali
menyambangi tuan rumah.
Sim Pek Hian tak dapat mencegah kepergiannya sipemuda,
sambil berdiri ia mengelus elus jenggotnya pikirannya
berduka. ingat kepada anak angkatnya, sebagai orang tua
matanya tak dapat dikelabuhi bahwa anak angkatnya ada
jatuh cinta kepada pemuda tampan dan lihay itu, tapi apa mau
dikata, ia sendiri tak berdaya untuk mempersatukan mereka
menjadi suami istri, karena Ho Tiong Jong sudah banyak
pacarnya, yang menyintai dirinya.
Terang Ho Tiong Jong tentu akan menolak kalau ia
bicarakan urusannya Siu-jie untuk diambil istri oleh pemuda
itu. orang tua itu menghela napas sambil mengawasi berlalunya
si anak muda dari kebun sayurnya, sampai tidak kelihatanpula
bayangannya. Mari kita ikuti Ho Tiong Jong yang kembali
kerumahnya co Kang cay. Kebetulan saat itu tampak si orang
tua sedang berdiri disamping pintu.
Ia tampak sangat gelisah. Dengan jalan dingkluk-dingkluk
dibantu oleh tongkatnya ia menyongsong kedatangannya Ho
Tiong Jong. Ketika berhadapan ia lantas berkata.
"Tiong Jong kau kemana sampai begitu lama" Aiya kau
bikin susah orang saja, sekarang bagaimana baiknya ini" Ah,
kau Tiong Jong..."
co Kang cay bicara sangat gugup, hingga Ho Tiong Jong
tak mengerti apa yang dimaksudkan oleh si orang tua itu,
Maka ia menanya. "co lopek, ada apa sih kau begitu gugup?"
"Nona Ie sudah pergi menyusulmu pada setengah bulan
yang lalu, lima hari yang lalu ada datarg nona Seng
mencarimu, menunggu sampai lima hari, maka ia sudah tidak
sabaran dan menyusulmu lagi."
"Ha Adik Giok sudah datang" Kapan dia perginya?" tanya
Ho Tiong Jong. "Kira-kira dua jam berselang ia sudah pergi, katanya
hendak mencarimu."
"Apa co lopek tidak kasih tahu aku pergi kemana kepada
dua nona itu."
"Tidak- sebab aku takut mtreka bikin huru-hara dirumahnya
Suheng, nanti aku yang dimarahi oleh Suheng."
"Bagus sekarang kasih tahu padaku, kejurusan mana nona
Seng pergi?"
"Ke jurusan Barat, entah dia sudah sampai dimana ?"
"Baik, nah selamat tinggal, sampai lain kali kita ketemu
lagi." Anak muda itu tampak menanti co Kang cay menjawab,
sudah lantas putar badannya dan lari kejurusan Barat
menyusul pada nona Seng Giok Cin. co Kang cay hanya berdiri
melongo mengatasi berlalunya si anak muda.
Perjalanan kejurusan Barat tidak banyak tempat tempat
yang ramai, maka ia enak menggunakan ilmu jalan cepatnya
untuk menyusul Seng Giok Cin.
Kini kepandaian dalam hal mengentengi tubuhnya sangat
hebat Tak lama ia sudah sampai pada suatu tempat
pegunungan- Pikirnya, menurut dugaan ia sudah dapat
menyandak nona Seng, tapi masih juga ia belum dapat
menyusulnya. Ia celingukan dan memperhatikan disekitar
tempat itu. Dalam herannya ia menghampiri sebuah pohon untuk
meneduh, Belum lama ia duduk sambil menebak-nebak
kemana jalannya sang kekasih atau kupingnya telah
mendengar seperti ada beradunya senjata orang bertempur.
Ia pasang kupingnya lebih hati-hati, suara itu ternyata
datangnya seperti dari bawah jurang. Tanpa memikir lamalama
lagi, ia lalu enjot tubuhnya melesat melayang seperti
burung dan dilain saat ia sudah sampai d itempat
pertempuran- Ternyata yang bertempur ada seorang wanita dikerubuti
oleh tiga orang lelaki yang semuanya ada berkerudung
kepalanya dengan kain hitam, hatinya Ho Tiong Jong sangat
kaget ketika nampak wanita itu bukan lain daripada
kekasihnya, siapa sedang keteter dikerubuti oleh tiga lelaki
yang semuanya berkepandaian tidak rendah.
Tapi ia tidak ingin turun tangan lekas-lekas, ingin melihat
dahulu kepandaiannya sang kekasih, apakah ia dapat
mempertahankan diri dari keroyokannya tiga laki laki
berkerudung kain hitam itu"
Seng Giok Cin ternyata sangat gesit, pedangnya menarinari
diantara berkelebatnya tiga senjata musuh, hingga
kelihatannya sukar ia dijatuhkan untuk sementara waktu.
Diam-diam Ho Tiong Jong menghampiri lebih dekat pada
medan pertempuran mereka satu juga tidak ada yang engah
bahwa saat itu ada jago lihay. Satu diantara lawan Giok Cin
berkata. "Sudah baik-baik kau menjadi orang penting dalam
perserikatan kita, kenapa kau jadi tergila-gila kepada itu
maling kecil" Hari ini kalau tidak dapat membekuk kau untuk
dibawa ketempat kami, kami bersumpah untuk
mengambiljiwamu ditempat ini juga."
"Jangan banyak bacot manusia rendah, Apa kau kira
nonamu takut pada kalian" IHm lihat pedang nonamu akan
ambil kepalamu satu persatu."
"Jangan kasih hati Samte, bekuk saja kita kerjain-" kata
yang satunya lagi.
Mereka lantas mengurung rapat, ilmu silatnya berubah
lebih cepat dan ganas, hingga biar bagaimana Seng Giok Cin
menjadi gelisah juga. Kalau ia dikerubuti oleh dua saja masih
ia dapat menandingi dan mungkin dapat mengalahkannya
akan tetapi ia, ditigain, benar berat untuk melawannya.
Hatinya jadi melamun pada Ho Tiong Jong, Dimana dia
sekarang" Karena hatinya terpencar, maka Seng Giok cin jadi lengah
memusatkan tenaga dalamnya, hingga ketika pedangnya
kebentur dengan senjata musuh terpaksa ia mundur, Apa
celaka justru ia diserbu dan hendak dipeluk oleh salah satu
lawannya. Ia tak dapat meloloskan diri, karena dalam posisi sulit, ia


Golok Sakti Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah mandah terima nasib dengan meramkan mata. tapi tiba
tiba ia mendengar lawannya keluarkan jeritan tertahan- Ketika
ia membuka matanya, kiranya Ho Tiong Jong sudah berdiri
diantara mereka. oooh bukan main girangnya si nona.
"Engko Jong, kau." serunya kegirangan sambil memburu
dan berdiri disampingnya sang kekasih.
"Adik Giok kau kaget barusan" Hm si manusia rendah tadi
aku sudah kasih persen kau lihat dia sekarang sedang
kesakitan-"
Seng Giok Cin memandang pada orang tadi yang hendak
memeluk dirinya, benar saja tampaknya seperti sedang
merasakan kesakitan lengannya. Entah bagaimana rupanya ia
dalam keadaan demikian, sebab mukanya ditutup kerudung
kain hitam dan hanya mendengar rintihannya yang sakit.
Barusan orang tadi ketika lengannya hampir menyentuh
pinggangnya Seng Giok Cin yang langsing, tiba-tiba ia
berjengit dan cepat menarik pulang sepasang lengannya,
karena ia rasakan lengan kanannya seperti kena ditusuk-tusuk
jarum sakitnya, ia heran dengan kesakitan ia mundur
beberapa tindak.
Tidak tahu dari mana datangnya, seketika itu sudah ada Ho
Tiong Jong dihadapannya tengah bersenyum-senyum, ia jadi
menggigil karena sudah tahu sampai dimana kelihayannya
anak muda ini yang dahulunya ia sangat pandang rendah.
Pelahan-lahan rasa sakitnya hilang dan lengannya dapat
digeraki lagi, orang tadi lantas berkumpul dengan dua
kawannya yang lain menghadapi si pemuda yang saat itu
masih bersenyum-senyum mengawasi pada mereka .
"Mereka sangat jahat engko Jong," tiba-tiba Seng Giok Cin
berkata, "kau harus kasih hajaran pada mereka supaya tahu
diri." "Adik Giok. kau kenali mereka ini ?"
"Aku sudah lantas kenali dari mereka punya lima silat dan
juga suaranya." Ho Tiong Jong bersenyum lagi,
"Siapa?" tanyanya.
"Mereka ada muridnya itu siluman Khoe Tok" Si pemuda
anggukkan kepalanya.
"Aku penasaran kalau belum menggampar mukanya satu
persatu sebagai hadiah perbuatannya mereka yang tidak
sopan barusan terhadapku."
"Baik, kau boleh laksanakan sebentar."
"Maling kecil, kau jangan banyak lagak. Apa kau kira kami
bertiga boleh buat sembarangan" IHm... lihat kami bekuk
batang lehermu dan sekalian dengan ini budak penghianat itu
kami akan gusur kemarkas."
Perkataannya tak lampias, karena tiba tiba mendengar
suaranya Ho Tiong Jong yang aneh sekali, ia ketawa bergelak
gelak seperti biasa kelihatannya, akan tetapi kedengaran di
kuping masing-masing seperti guntur berbunyi hingga mereka
menjadi berubah wajah nya dan merasa jerih.
Seng Giok Cin mendengarnya seperti biasa saja, maka ia
jadi heran tatkala melihat tiga orang itu pada menekap
kupingnya masing-masing dengan tangannya dan matanya
pada terbelalak mengawasi pada Ho Tiong Jong dengan
penuh rasa heran dan jerih.
Masing-masing dalam hatinya menanya, "Dari mana Ho
Tiong Jong dapat ilmu yang lihay itu. Apa kepandaiannya lebih
hebat dari duluan ?"
Dari takut mereka jadi nekad, sebab pikirnya, daripada
mereka sebentar mendapat hinaan lebih baik unjuk
kepandaian dulu, siapa tahu dapat menjatuhkan sianak muda
dengan mengandalkanjumlah mereka ada lebih banyak.
Mereka mengasih tanda dengan isyarat mata. Kemudian
dengan serentak telah menyerang pada Ho Tiong Jong yang
barusan saja berhentikan ketawa nya, serangan mereka ada
hebat sekali, tiga senjata berbareng berkelebat mengarah
tubuhnya sang korban-
Suara senjata terdengar "trang trang" saling bentur tapi
yang saling bentur ada senjata mereka sendiri, Sedang Ho
Tiong Jong telah menghilang entah kemana" Mereka
celingukan melihat sebentar ada dibela kang satu kawannya,
kemudian dibelakang kawan lainnya begitu seterusnya, hingga
mereka tak dapat menyerang dengan senjatanya dikuatirkan
nanti salah menyerang kena kawan sendiri. Bukan main
mereka herannya menyaksikan kepandaian Ho Tiong Jong,
"Kau jangan keluarkan ilmu iblis, lekas hadapi kami, kalau
kan benar satu laki laki, kau..." belum kata-katanya ini
lampias, tiba tiba telah terdengar suara .
"Baiklah" lantas tubuhnya Ho Tiong Jong berkelebat seperti
kilat. Entah bagai mana ia bergerak, sebab dilain saat satu
persatu tiga lawannya itu kena ditotok dan berdiri seperti
patung, Hanya matanya saja yang berputaran mengawasi
pada Ho Tiong Jong yang saat itu sudah berdiri pula
disampingnya Seng Giok cin sambil ketawa.
Seng Giok Cin sangat kagum dengan kepandaiannya sang
kekasih, ia tidak tahu dari mana kekasihnya itu dapatkan
kepandaian yang demikian hebat", ia terbengong mengawasi
Ho Tiong Jong, hanya bisa mengeluarkan kata kata,
"Eng....koJong..kau..." Ho Tiong Jong ketawa, ia mengerti
akan kagum dari kekasihnya itu.
Tangan kananaya merangkul tubuh si cantik, dua pasang
mara saling berpandangan dengan penuh rasa cinta dan
bahagia, "Adik Giok. bukankah kau hendak menampar mereka
satu persatu ..." kata sipemuda pelahan.
Seng Giok Cin anggukkan kepalanya sambil bersenyum
manis. Hatinya sangat bangga mempunyai kekasih yang demikian
tampan romannya dan demikian lihay ilmu kepandaiannya.
"Ilmu apakah itu, Engko Jong?" tanya si gadis.
"ilmu mengentengi tubuh meminjam berkesiurnya angin
dan ilmu menotok jalan darah nomor satu.,."
"Aku mau diajar itu, engko Jong."
"Tentu, kau akan jadi isteriku, segala apa milikku dan
menjadi milikmU juga, cuma tergantung kepada kekuatan
tenaga dalammu saja sesuai atau tidak untuk menerima
pelajaran itu, bukan ?"
Sambil mendongak menatap wajah sang kekasih yang
tampan, Seng Giok Cin manggutkan kepalanya, kemudian
rebahkan kepalanya yang berambut harum itu didadanya Ho
Tiong Jong yang kokoh.
Pelukan Ho Tiong dirasakan makin erat, itulah lebih lebih
dari seratus kata-kata bahagia dengan lisan- Keduanya saling
peluk sesaat lamanya pelukan bahwa adegan itu disaksikan
oleh tiga orang musuhnya yang sedang pada berdiri dengan
tak dapat menggerakkan tubuhnya.
Hanya matanya yang pada melotot dan hatinya penuh rasa
jelus dan iri hati, si cantik dari Seng-keepo berada didalam
pelukannya orang yang mereka sangat benci dan ingin
membunuhnya . "...adik, Giok. bukankah kau mau memberi persen pada
mereka?" bisik Ho Tiong Jong sesaat kemudian-
Seng Giok Cin seperti yang baru mendusin dari kelelepnya
dalam kebahagiaan mata, dengan perlahan-lahan ia
melepaskan diri dari pelukan Ho Tiong Jong.
"Kau benar, engko Jong." katanya seraya menghampiri
kepada mereka Masmg-masing dalam posisi mereka tadi
bergerak hendak menghajar Ho Tiong Jong, senjata masih di
tangan, kelihatannya lucu sekali. Senjata mereka dilucuti, lalu
kerudungnya masing masing dibuka dan benar saja mereka
ada Seng Boe Ki dan dua saudara oet ti
"engko Jong kau lihat cecongornya tiga orang jahat ini.."
kata si nona, serentak ia menggampar mukanya satu per-satu
hingga mereka meringis-ringis, pedas rasanya gamparan si
nona. Ketika dalam gemasnya si nona hendak persen
gamparannya yang kedua kali, Ho-Tiong Jong mencegah
"Sudah. sudah cukup, Biar kita bebaskan supaya mengadu
kepada gurunya, aku mau lihat itu siluman jahat apa ada
punya kepandaian serta nyali untuk membalas dendam muridmuridnya
ini?" Ho Tiong Jong ingat akan cerita tempo hari yang ia dengar
bahwa Khoe Tek ada sangat jahat, tukang hirup darah
manusia dan darah darah wanita yang datang bulan dibuat
obat, kemudian orangnya diperkosa dan dibunuh mati, ia
sekarang sudah mempunyai kepandaian tinggi, ingin ia
ketemu orang ganas kejam itu untuk membinasakannya. oleh
sebab mengingat itu, maka tiga muridnya dilepaskan oleh Ho
Tiong Jong. Ia hanya menepuk punggungnya masing-masing, lantas
mereka sudah bebas dari totokan dan diusir dari situ. Dengan
masing-masing membawa senjata, mereka ngacir terbirit-birit
meninggalkan tempat itu.
seng Giok Cin tertawa terpingkal-pingkal melihat kelakuan
mereka itu. Balik pada urusannya sendiri, atas pertanyaannya sang
kekasih, Seng Giok Cin ber- cerita.
Sepanjang perjalanan seratus lie sampai ke rumahnya
orang orang ayahnya pada menghalang- halangi padanya,
tidak mengijinkan ia berkunjung kerumahnya atas perintah
ayahnya, ia lalu menulis sepotong surat mengabarkan maksud
kedatangannya ada membawa Lencana Rahasia Tuhan yang
hilang maka barulah perjalanannya lancar.
Ayah girang mendapat kembali barang pusakanya itu,
kepada sang ayah ia berterus terang, bahwa ia akan berumah
tangga dengan Ho Tiong Jong. Ayah tidak ambil perduli,
hanya kepala-kepala Perserikatan lainnya tidak puas dan
menahan ia sampai Ho Tiong Jong datang baru dilepaskannya.
Belakangan putusan dirubah, menyuruh ia kembali pada Ho
Tiong Jong untuk mengabarkan bahwa pemuda itu ditunggu
kedatangannya dalam tempo lima belas hari dikota Tong an
pada sebuah kuil, untuk mengadu kekuatan- Sebagai penutup
Seng Giok cin sambil berlinang air mata berkata.
"engko Jong, karena cintaku yang besar pada dirimu, aku
sampai tega meninggalkan ayahku hidup bersendirian
dirumah, Entahlah bagaimana dengan kesehatannya nanti..."
"Adik Giok. Ia orang tua tak dapat melupakan kasihnya
kepada anaknya yang sangat disayang seperti kau. Maka
senangkan-lah hatimu. Sekarang, kepaksa aku minta
bantuanmu untuk pergi ke Siauw lim si di gunung Ko-san,
tempatnya Beng Tie Taysu, Kau bawa ini gelang batu giok,"
Ho Tiong Jong sambit keluarkan gelang batu giok kepercayaan
dari orang orang Siauw-lim-pay.
"Serahkan padanya dan minta supaya Beng Tie Taysu hadir
ditempat yang ditetapkan oleh orang-orang dari perserikatan
pada hari pertemuan mereka dengan aku."
"Kau mau minta bantuan dari Siauw-lim-sie?" tanya Seng
Giok Cin. "Terpaksa, karena aku belum tahu tenagaku apa cukup
untuk menghadapi mereka sembilan orang dengan barisannya
Kim liong-pat hong thian- bee tin-"
"Ya memang barisan itu memang lihay, sekarang aku pergi
dah." Dua kekasih itu terpaksa berpisahan pula, karena
menghadapi urusan yang sangat penting dan berbahaya.
Tanggal yang dijanjikan kebetulan jatuh pada harian capgo-
meh. Menjelang magrib Ho Tiong Jong sudah ada di kelenteng
Po in-si di kota Tang-san, tempat yang telah dijanjikan
Dibawahnya terang bulan, Ho Tiong Jong jalan-jalan
disekitar kelenteng tersebut sambil menikmati pemandangan
yang permai, ia melamun, pada hari-hari yang akan datang, ia
akan menghadapi pertempuran kemudian akan menikah
dengan sicantik Seng Giok cinooh, bagaimana bahagianya
kalau ia sudah berumah tangga dengan gadis yang menjadi
pujaannya itu. Tengah ia enak-enakan melamunkan kebahagiaannya, tibatiba
dari balik sebuah pohon muncul sesosok bayangan
menghadang didepannya.
"Ha ha ha...., Tiong Jong kau benar-benar satu kuncu
dapat memegang janjimu." orang itu adalan Khoe Cong, si
muka jelek. yang jelus hatinya.
"Kau jangan muncul sendirian, panggil keluar kawankawanmu
sekalian-"
Khoe Cong bersiul nyaring, segera pada muncul dengan
beruntun delapan orang dari segala jurusan, Mereka lengkap
sembilan orang yang merupakan kepala dari Perserikatan
Benteng Perkampungan- Mereka dikepalai oleh Kim Toa Lip.
ayahnya Hong Jie.
Sambi tertawa nyaring Kim Toa Lip berkata "Kau
kelihatannya tenang-tenang saja, aku tidak sangka kau belani
muncul disini."
"Jangan banyak omong, lantas jelaskan apa maksud kalian
mengundang aku datang kesini?" memotong Ho Tiong Jong
dengan suara dingin.
Seng Eng dan ciauw Toa Nio menanyakan halnya Lencana
Rahasia Tuhan yang dibawa-bawa oleh Ho Tiong Jong, apakah
diberitahukan kepada orang lain"
"Meskipun aku bilang "tidak" kalian toch tak akan percaya,
sekarang mau apa, aku dapat mengiringinya" tantang Ho
Tiong Jong. "Bocah sombong itu tidak boleh dikasih hati h ayo kurung
dia bersama barisan kita, Biar tahu kelihayan kita." teriak
ciauw Toa Nio Ho Tiong Jong tertawa bergelak gelak. "Kalian boleh atur
barisan, aku Ho Tiong Jong tidak akan tinggal lari," kata
sipemuda sikapnya jumawa.
Semua jago-jago tua itu pada heran melihat sikapnya Ho
Tiong Jong yang demikian tenang, Apakah mungkin ia sudah
tambah kepandaiannya lagi" Tapi ketelanjur sudah
menonjolkan barisannya yang lihay, maka Kim Toa Lip sebagai
kepala lantas perintah kawan-kawannya berbaris mengurung
pada sipemuda. "Silahkan kau menerjang dan pukul pecah pecah barisan"
kata Kim Toa Lip.
Ho Tiong Jong tidak tawar menawar lagi, ia hunus goloknya
dan menerjang pada Kim Toa Lip. Siapa tinggal tidak
bergerak. tapi ketika goloknya Ho Tiong Jong hampir sampai
ia menangkis dengan pedangnya, ia terhuyung-huyung
mundur tiga tindak. sedang Ho Tiong Jong masih tetap
ditempatnya. Bukan main kagetnya orang she Kim itu.


Golok Sakti Karya Chin Yung di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ho Tiong Jong sampai demikian hebat tenaga dalamnya,
sungguh diluar segala dugaan-
Semua orang-orang Perserikatan pada membelalakkan
matanya. Tiba-tiba terdengar suara-suara orang yang memuji Budha,
ternyata yang datang ada Beng Tie Taysu diiringi oleh
sembilan kawannya.
orang-orang yang mau bergebrak urungkan bergeraknya,
Kim Toa Lip dan kawan-kawannya saling pandang dan
menduga-duga apa maksud kedatangannya Beng Tie Taysu
dari Siauw lim si itu, Sedang Ho Tiong Jong diam-diam merasa
girang. Ketika sudah datang dekat, Beng Tie Taysu sambil
memberi hormat, berkata.
"Harap kalian jangan bertempur dahulu, Loceng ingin
bicara dengan Ho Sicu sebentar. Yang mana satu Ho Sicu
harap suka datang pada Loceng."
Ho Tiong Jong keluar dari kepungan musuh, sambil
menjura ia memohon maaf untuk kelancangannya memohon
kedatangannya sang paderi dengan mengirimkan gelang batu
kumala. Diterangkan batu kumala itu dikasih oleh Ie Boen
Hoei dari kantong Suheng-nya yang telah meninggal dunia.
Asal usulnya permusuhan sehingga ia hendak bergebrak
dengan sembilan orang itu diberitahukan dengan singkat.
Beng Tie Taysu menghela napas, Tapi ketika ia mendengar
kawanan orang dari Perserikatan pada beberapa bulan yang
lalu telah membakar gerejanya Tay Hong Hosiang sehingga
musnah, matanya Beng Tie Taysu berkilat sejenak. tapi
kemudian tenang lagi.
"Musnahnya Kong- beng si karena gara-gara orang orang
jahat ini yang tidak kesampaian maksudnya mengambil
jiwaku, ini ada tanggung jawab ku. Harap Taysu bersabar,
setelah aku dapat membasmi sembilan orang ini sebagai balas
dendam atas kematiannya Tay Hong Hosiang dan muridTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
muridnya serta musnahnya gereja Kong- beng si, aku nanti
serahkan diri pada Taysu, bagaimana Taysu hendak
menghukumku, aku juga bersedia dengan rela.."
"Ho Sicu jangan merendah begitu rupa, penanggung jawab
dari musnahnya Kong beng-si dan kematiannya Tay Hong
serta murid-muridnya adalah mereka ini."
Sembilan orang itu terkejut mendengar pembicaraan
mereka, Kiranya kedatangan Beng Tie Taysu itu adalah
hendak membantu pada Ho Tiong Jong.
"Anak haram, jangan banyak rewel, Lekas terima kematian
untuk mengganti jiwa anakku" demikian terdengar teriakan
dari pihak Perserikatan-
Yang berteriak itu ternyata Han Siauw ceng, ia yang sudah
tidak sabaran menanti Ho Tiong Jong pasang omong dengan
Beng Tie Taysu.
"Ho Sicu, silahkan" kata Beng Tie Taysu. Dilain saat Ho
Tiong Jong sudah dikepung lagi oleh sembilan orang dalam
barisan Kim liong pat-hong thian bee tin, setelah terlebih
dahulu menyerahkan golok Lam-cun-tonya kepada Seng Giok
Cin, ia menghadapi mereka dengan tangan kosong.
"Anak haram." bentak Hui Siauw Ceng, "Kau mau cari
mampus siang-siang masuk dalam barisan kami dengan
tangan kosong."
Ho Tiong Jong sangat mendongkol dikatakan anak haram,
"orang tua dekat mampus, jangan banyak bacot. Lihat saja
nanti, siapa yang akan menemui Giam lo ong...."
Kim Toa Lip sementara itu sudah memberi aba-aba kepada
orang-orangnya untuk lantas turun tangan- Tidak tempo lagi
Ho Tiong Jong dihujani senjata dan dikepung rapat sekali, tapi
Ho Tiong Jong dengan bersiul nyaring badannya berkelebatan
seperti kilat cepatnya ia menggunakan ilmu mengentengi
tubuh. "Berkesiuran angin, Tanci Sin- kang dan Te it ThiamTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
hiat Dari buku "Kumpulan ilmu Silat Seiati" ia sudah paham
benar, cara bagaimana memecahkan barisan yang sangat
dibanggakan oleh sembilan orang itu.
in Kie Lojin tempo hari kena dijatuhkan oleh barisan
demikian, sejak mana ia sudah menyusun satu cara,
bagaimana untuk memecahkan barisan tersebut dan ia telah
menulisnya didalam kitab pusakanya. Bagian ini dipelajari oleh
Ho Tiong Jong khusus untuk menjatuhkan sembilan orang dari
Perserikatan Benteng Perkampungan-
Menghadapi kegesitan seperti kilat itu, bukan main
sibuknya sembilan orang jago kelas satu itu, mereka punya
senjata saling bentur dengan kawannya sendiri sebagai ganti
sasarannya yang menghilang pergi datang. Dalam tempo
pendek saja ke-9 orang itu sudah kena ditotok semuanya dan
masing masing pada berdiri dalam gerakannya masing-masing
ketika kena tertotok.
Lucu sekali, ada yang sedang angkat kaki menendang, ada
yang sedang menyabetkan pedangnya, menusukkan senjata
pitnya, menggunakan pentungannya dan lain-lain sebagainya.
Hanya matanya saja yang dapat digerakan berputaran
mulutnya tak dapat berbicara, inilah hasilnya dari ilmu Te-it
Thiam hiat (ilmu menotok jalan darah nomor satu) yang
dipelajari oleh Ho Tiong Jong yang istimewa untuk
menghadapi mereka.
Beng Tie Taysu geleng-geleng kepala dan memuji namanya
Budha menyaksikan kepandaian Ho Tiong Jong yang luar
biasa, Dengan tangan kosong dapat menjatuhkan sembilan
jagoan dalam perserikatan yang telah tersohor namanya.
Seng Giok Cin bengong saking kagum menyaksikan
kepandaian sang kekasih.
Ho Tiong Jong lalu menghampiri satu persatu dan
mengompes siapa yang telah melakukan pembakaran
kelenteng Kong beng-si, ternyata yang menjadi biang
keladinya ada Hui Siauw Ceng.
Sambil menghadapi dua orang tersebut, Ho Tiong Jong
menengadah kelangit. Mulutnya kemak-kemik seperti yang
mengucapkan apa-apa kata katanya yang penghabisan
nyaring juga kedengarannya. "Taysu yang jadi orang alus
harap saksikan Ho Tiong Jong membalas sakit hati Taysu."
Berbareng ia mendekati Hai Siauw Ceng dan menepuk
pinggangnya, kemudian Khoe Cong di tepuk pundaknya,
sambil berkata.
"Nah kalian boleh pulang, sebentar malam boleh
merasakan akibat dari perbuatan jahat kalian-"
Seiring dengan kata-katanya Ho Tiong Jong menendang
satu demi satu, Dua-duanya terlepas dari totokan dan pada
angkat kaki dari situ tanpa menoleh lagi kebelakang.
"Taysu aku sudah membalaskan sakit hatinya Thay Hong
Hosiang pada orang-orang yang bersalah, bagaimana pikirnya
Taysu terhadap lainnya" Apakah hendak dibebaskan saja,
sebab mereka tidak turut campur dalam pembakaran Kong
bengsi." Beng Tie Taysu menghela napas, ia mengerti Ho Tiong
Jong barusan sudah turun tangan berat terhadap orang yang
bersalah, Mereka sebentar malam baru akan merasa tepukan
Ho Tiong Jong yang lihay, sekujur tubuhnya seperti ditusuktusuk
dengan jarum, setelah menderita tiga hari tiga malam
mereka akan melayang jiwanya.
Ia tidak hendak mencari musuh, maka ia lalu anggukkan
kepalanya. "Ya, kasihlah mereka bebas...." katanya.
Satu persatu dibuka totokannya oleh Ho Tiong Jong dengan
tendangan dan gamparan pada muka masing-masing kecuali
ketika gilirannya Seng Eng dan Kim Toa Lip. orang muda itu
masih ingat dan pandang mukanya Seng Giok Cin dan Kim
Hong Jie, maka ia tidak mau keterlaluan ia gunakan Tan ci
Sin-kang, menyentil dari kejauhan membuka totokanpada dua
orang tua ini. Mereka semuanya tanpa mengucapkan apa apa sudah pada
angkat kaki dari tempat itu dengan penuh rasa penasaran dan
malu. Kejadian ini telah menggemparkan dunia persilatan ketika
jago jago dalam kalangan Kang-ouw mengetahuinya, hingga
namanya Ho Tiong Jong telah meningkat tinggi sekali.
"Ho Sicu, hebat sekali kepandaian Ho Si-cu, Loceng belum
pernah menyaksikan kepandaian yang demikian lihay, dengan
tangan kosong dapat memecahkan barisan "Kim-liong-pat
hong thian be-tin-.." memuji Beng Tie Taysu.
"Ah, ini berkat anjuran semangat dari Taysu saja..." jawab
Ho Tiong Jong merendah, hingga Beng Tie Taysu diam-diam
memuji pada pemuda yang bisa membawa diri itu.
"Nah, Ho Sicu, sampai disini saja kita berpisah, Kalau sicu
dibelakang hari ada keperluan dengan tenaga kami orang dari
Siauw-lim-si, boleh suruhan orang saja untuk membawa ini
gelang batu kumala kepadaku..." sambil menyerahkan kembali
gelang batu kumala hijau kepada Ho Tiong Jong.
Ho Tiong Jong menyambuti sambil mengucapkan terima
kasih. Beng Tie Taysu ajak kawan kawannya berlalu dari tempat
itu diawasi oleh Ho Tiong Jong dan Seng Giok Cin sampai
lenyap dari pandangannya.
Seng Giok Cin yang tengah melayang-layang pikirannya
menjadi terkejut ketika tiba tiba satu tangan yang kuat
menyambar pinggang nya yang langsing dan dipeluk eraterat"
Suara bisikan yang tak asing lagi baginya mengusap
ngusap dalam telinganya.
" . . . . Adik Giok. mari kita pergi . . . ."
" . . . . Kemana engko Jong ?"
" . . . . Merantau . . . ."
Dua pasang mata berpandangan diiringi senyuman pelukan
makin erat... itulah lebih dari seratus satu kata-kata mesra dan
yang dapat diucapkan dengan mulut mereka berdua....
TAMAT Amanat Marga 3 Pedang Tanpa Perasaan Karya Khu Lung Pendekar Cacad 13
^