Pencarian

Imam Tanpa Bayangan 5

Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D Bagian 5


"Mengapa kau gaplok pipiku" apakah aku sudah salah
menolong dirimu"..."
Ia tarik napas dalam2, kemudian dengan suara keras
ujarnya kembali:
"Coba libat barisanmu itu, dan lihat pula bajingan2 yang
membawa lampu putih diluar barisanmu. Hmm mereka
semua membawa tabung rahasia yang berisi cairan racun.
Asal selangkah saja aku datang terlambat cairan racun
dalam tabung rahasia mereka tentu sudah dimusnahkan
kedalam, seandainya sampai terjadi begitu kau anggap jiwa
kalian bisa selamat?"
Titik airmata jatuh berlinang membasahi wajah It boen
Pit Giok, lama sekeli ia berdiri tertegun sambil menatap
wajah Pek Ia Hoei, tiba2 ia tutup wajah sendiri dengan
tangan lalu sambil menangis terisak putar badan dan kabut
dari situ, Dalam sekejap mata para gadis pembawa lentera
merahpun ikut berlalu dari situ.
Dengan termangu mangu Pek In Hoei memandang
bayangan punggung It Boen Pit Giok yang mulai menjauh
dari sana, dalam hati kecilnya timbul suatu perasaan sangsi
yang sukar dilukiskan dengan kata kata,
Rupanya sewaktu ia berlalu sambil melangkah perlahan
lahan tadi, sepanjang perjalanan bayangan dari It boee Pit
Giok selalu muncul dalam benaknya dan ucapan gadis Itu
selalu mendengung disisi telinganya, semakin ia berusaha
untuk menghilangkan bayangan gadis tadi. bayangan It
Boen Pit Giok semakin nyata membekas di hatinya.
Akhirnya ketika ia tiba ditepi tembok kota, pemuda she
Pek ini baru dapat memahami apa artinya cinta dan benci,
maka buru2 ia lari balik ketempat semula. disana
ditemuinya gadis dari luar lautan iru sedang berada dalam
keadaan bahaya.
Siapa sangka setelah ia berhasil menyelamatkan jiwanya,
bukan terima kasih yang didapatkan sebaliknya ia dipersen
sebuah tempelengan oleh gadis tersebut.
Maka pikiran yang mulai terbuka kini terbuka kini,
kembali. sebab ia tidak mengerti apa sebabnye wajahnya
ditampar olehnya.
"Kaulah mencelakai diriku, gara2 kau sku hampir saja
celaka..." Dengan hati tercengang ia membatin. "Kapan aku
celakai dirinya?"
Semakin dipikir kepalanya semakin pusing namun belum
juga didapatkan alasan untuk nemecahkan teka teki
tersebut, akhirnya ia menghela napas panjang dan berseru :
"Aaaai hati kaum gadis memang gampang berubah
bagaikan awan diangkasa, sukar dipahami oleh siapapun
juga." Pada saat itulah, mendadak dsri tengah kalangan
terdengar suara orerg berseru kaget disusul suara Ku Loei
berkumendang memecahkan kesunyian:
"Aaaah dia, dia adalah putra sipedang penghancur sang
surya dari partai Tiam cong dia adalah anak dari Pek Tiang
Hong" Dengan cepat Pek In Hoei putar badan ditatapnya wajah
Ku Loei yang tertampak dengan mata melotot, pemandangan dikala manusia she Ku ini bertarung
melawan. Kim In Eng sewaktu ada digunung Cing Shia
tempo dulupun segera terbayang dalam benaknya.
"Tidak salah" dia mengangguk tanda membenarkan.
"Aku adalal Pek In Hoei putra dari Pek Tiang Hong"
"Pek Iin Hoei?" Seru Chin Tiong melengak, dipandangnya sekejap luka didepan dadanya. "Jadi kau
yang disebut orang kangouw sebagai sijago pedang
berdarah di dingin Pek In Hoei?"
"Cayhe adalah Pek In Hoei, namun bukan sijago pedang
berdarah dingin yang kau maksudkan"
Ku Loei sambil membp ong harpa kunonya memandang
sekejap kearah Chin Tiong lalu katanya:
"Sedikitpun tidak salah, dia memang bukan sijago
pedang berdarah dingin Liong jie pernah berjumpa dengan
manusia itu sewaktu ada dikota Yong Shia bahkan pernah
minta petunjuk ilmu pedangnya pula, dalam pertarungan
itu kedua belah pihak tak ada yeng menang dan tak ada
yang kalah. waktu itu aku lantas berani ambil kesimpulan
bahwasanya sijago pedang herdarah dingin adalah murid In
Eng Pak In Hoei mengerti yang dia maksudkan pastilah Kim
Lang Boen, maka dengan alis berkerut tanyanya:
"Mengenai jejak dari Kim in Eng Cianpwee....?"
"Keparat cilik jadi kau adalah sikeparat busuk yang
bersembunyi dibelakang In Eng malam jtu?" tiba2 Ku Loei
membentak keras, ia maju selangkah kedepan tambahnya:
"Aku sedang ada maksud mencari dirimu"
"Hmmm akupun sedang kemari untuk mencari dirimu"
"Keparat cilik ini rada2 lihay" bisik Chin Tiong sambil
menarik tubuh Ku Loei kesisinya. Dua serangan jari
bintang kejora yang kuhantam keatas dadanya tadi sama
sekaii tidak memberikan reaksi apapun juga, kemungkinan
besar dia adalah anak murid dan Thay Chi lang Jen, si setan
tua diluar lautan, dan telah berhasil melatih ilmu sinkang
yang kebal senjata serta pukulan...."
Dsogan pandangan yang tajam Pek In Hoei mengawasi
jubah yaag dikenakan Chin Tiong, tiba dari sakunya dia
ambil keluar secarik potongan kain, lalu bentaknya keras:
"Kau masih ingat dengan benda ini" sewaktu sda
dipuncak gunung Cing Shia..."
Begitu mendengar kata2 Puncak gunung Cing Shia, air
muka Rasul pengutuk langit ini seketika berubah hebat
dengan hati jeri dia mundur selangkah kebelakang.
Pek In Hoei tahu tindak tanduknya yeng ngawur barusan
kemungkinan besar akan berhasil mengetahui salah satu
dari pengerubut ayahnya waktu ada dipuncak gunung Cing
Shia tempo dulu darah panas dalam dadanva segera
bergolak, napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya.
Bekas tanda merah yang ada diantara sepasang alisnya
kian lama kian membara hingga akhirnya begitu merah
semakin akan darah tegar
Dari sekujur badannya memancar keluar suatu tenaga
misterius yeng maha dahsyat yang mana segera mengejutkan hati Ku Loei maupun Chin Tiong. air muka
mereka berubah mengenaskan sekali.
-oo0dw0oo- Jilid 11 MASIH ingatkah apa yang pernah kau ucapkan sewaktu
"mengerubuti ayahku diatas puncak gunung Cing shia
waktu itu" sepanjang masa takkan kulupakan kata-katamu
itu!" Nadanya dingin dan ketus seakan akan udara yang
berhembus keluar dari gua salju berusia ribuan tabun,
seketika membuat tubuh Chin Tiong gemetar keras
Mendadak Pek In Hoei melangkah maju setindak
kemuka, pedang penghancur sang surya diayun kedepan
membentuk sekilas cahaya tajam yang menggidikkan hati.
Serunya lantang:
"Kau berkedudukan sebagai seorang Bulim cianpwee
ternyata dengan tindakan yang rendah dan bejat
menyembunyikan empat lima puluh orang untuk mengeroyok ayahku sampai mati, seandainya ayahku
almarhum tidak memotong secarik kain jubahmu serta
suaramu hingga kini tidak berubah, dendam berdarah
sedalam lautan ini entah sampai kapan baru bisa kubalas
setan tua! serahkan jiwamu kepadaku"
Chin Tiong tarik napas dalam dalam, ia tenangkan lebih
dahulu rasa jeri dan takut yang berkecamuk dalam
dadanya, kemudian sepasang lengannya digetarkan hingga sekujur
tubuhnya memperdengarkan suara gomerutuk yang amat
keras. "Loojie! kiranya rencana malam itu kaulah yang susun"
bisik Ku Loei dengan nada lirih. "Jangan takut, pil sakti Pek
Loo Tay Wan dari Hoa Loo jie telah memperlihatkan
kehebatannya! mari kita turun tangan mencabut rumput
keakar akarnya, daripada meninggalkan bibit bencana bagi
kita dikemudian hari
Ia mendengus dingin, tulang belulang sekujur badannya
memperdengarkan suara gemerutuk yang amat nyaring,
ditengah suara krok... krook yang keras telapak tangannya
dilintangkan kemuka melindungi diri, sementara wajahnya
dengan serius mengawasi tingkah laku musuh. Dalam
sekejap mata telapak tangannya yang besar dan kaku itu
mulai berubah jadi warna abu2 tua.
Tempo dulu ketika Pek In Hoei masih belum mengerti
akan ilmu silat, ia pernah saksikan Ku Loei memotong
sebuah batu cadas yang besar dipuncak gunung Ching Shia
dengan ilmu sesat golok perontok rembulannya.
Waktu itu dia anggap kepandaian silat semacam itu
merupakan auatu ilmu yang maha sakti dan menggidikkan
hati, maka dalam hati kecilnya selalu menganggap Ku Loei
sebagai seorang musuh yang tangguh.
Oleh sebah itulah seluruh perhatian dipusatkan kearah
Ku Loei, sedang Chin Tiong tidak dipandangnya walau
sebelah matapun.
Perlahan lahan Chin Tiong maju beberapa langkah
kedepan, wajahnya berubah cerah membara, sepuluh
jarinya bagaikan kaitan dipentang lebar2 tiap merobek
tubuh lawan, Mendadak Ku Loei membentak keras, badannya
menubruk kedepan, telepaknya disertai desiran angin tajam
bagaikan sebilah golok segera membabat keluar
Pek In Hoei tertawa dingin, ujung pedangnya digetar
manciptakan dua coen hawa tajam berwarna kemerah
merahan. dalam stiatu kebasan hawa pedang seketika
memenuhl angkasa.
Criiiit.. tubuh Ku Loei berkelit ke Kanan, telapak kirinya
laksana kilat dihsntam kedepan menutupi kekosongan
akibat tiba2 hawa pedang sianak muda itu.
Dalam pada itu Chin Tiong tanpa mengeluarkan sedikit
auarapun melancarkan satu serangan bokongan dengan
kelima jarinya, angin dingin menderu deru mengancam tiga
buah jalan darah penting didada kanan P?k In Hoei.
Merasakan datangnya ancaman pemude she Pek
busungkan dadanya kemuka. mendadak ia bersuit rendah
pedang penghancur sang surja diputar setengah lingkaran,
dengan jurus "Sip-Jit Tong Thian" atau Sepuluh Hari siang
melulu dalam sekejap mata ia lancarkan sepuluh buah
tusukan kilat. Criiiit ! Criiit hawa pedang membumbung keangkasa,
sekilas cahaya yang amat tajam mendadak menjungkit
keudara, diiringi sepuluh desiran tajam mengurung tubuh
lawan rapat rapat.
Serangan pedang ini benar2 mempunyai kekuatan
bagaikan menyapu selaksa prajurit begitu sepuluh jalur
hawa pedang menguasai daerah sekeliling delepan depa
segera terkurung rapat. badan Ku Loei serta Chin Tiong
pun tertahan delapan depa disisi kalangan.
Melihat kelihayan sianak muda itu, air muka Chin Tiong
berubah hebat, badannya beruntun mundur empat langkah
kebelakang, sekali jumpalitan badannya loncat satu tombak
keudara, lima jari tangan kirinya bagaikan bayangan setan
meluncur kebawah mencengkeram belakang tengkuk Pek In
Hoei. Ku Loei meraung keras, beruntun ia mundur empat
langkah kebelakeng, kakinya merandek dan bagaikan
terpantek diatas tanah ia berdiri tak berkutik, sepasang
telapak dirapatkan jadi satu kemudian perlahan lahan
membabat kemuka
Telapak tangan yang berwarna keperak perakan dengan
membawa sekilas bayangan cahaya yang tajam menembus
hawa pedang lawan yang kuat dan dahsyat.
Ujung pedang bergetar keras, Pek In Hoei segera
merasakan adanya segulung tenaga tekanan yang maha
kuat menembusi lingkaran hawa pedangnya dan langsung
menghantam kearah dada.
Alisnya kontan berkerut, jurus pedang dirubah, kaki
bergeser satu lingkaran busur, dari arah sisi ia kirim satu
serangan balasan.
Dengan adanya sapuan ini maka gabungan serangan Ku
Loei yang barusan ia kirim kemuka seketika mengenai
sasaran kosong.
Matanya melotot bulat2, cambang yang memenuhi
wajahnya berdiri tegak bagaikan kawat, dengan cepat ia
tarik kembali telapaknya kebelakang, bagian bagian atas
meneguk, secara tarpisahia kirim lagi dua buah serangan
berantai, Ngoooag... ngooong... desingan tajam menggema
diangkasa, deri antara getaran ujung pedang musuh muncul
sebuah lingkeran cahaya tepat didepan matanya,
"Duuuuk...." Ku Loei kirim lagi satu babatan kilat


Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemuka, namun matanya segera jadi silau oleh bayangan
cahaya yang muncul didepan matanya itu, begitu silau
pandangannya oleh cahaya tajam tadi hingga ia tak sanggup
memandang dimanakah Pek in Hoei berada,
Detik itu juga berbagai ingatan berkelebat dalam
benaknya, ia teringat kembali bagaimana dia patahkan
pedang dan angkat sumpah untuk tidak akan menggunakan
pedang lagi setelah mengalami kekalahan diujung pedang
Cia Ceng Gek sipedeng sakti deri partai Tiam cong dalam
jurus yang kesebelas
Cahaya tajam yang memancar keluar dari ujung sebilah
pedang ini dirasakan seolah olah sebatang tongkat iblis yang
muncul dari balik cahaya sang surya.
"Jurus apakah itu " belum pernah kutemui jurus serangan
semacam ini didalam ilmu pedang penghancur sang
surya!..."
Pelbagai Ingatan kembali berkelebat dalam benaknya,
namun sayang ia tidak menyadari bahwa lingkaran cahaya
yang menyilaukan mata itu adalah hasil gabungan dari
pengaruh tiga serangan sebelumnya, jurus ini memang
merupakan salah setu jurus dari ilmu pedang penghancur
seng surya dari partai Tiam cong.
Mendadak ia meraung keras, telapak kanannnya ditarik
kebelakang diikuti telapak
kirinya menyapu datar
kesamping, sambil menahan penderitaan dan siksaan
dibadan ia loncat dari kalangan.
Rupanya Pek In Hoei telah menggunakan jurus ketiga
belas dari ilmu pedang Si Jiet Kiam Hoat yang disebut
"Kiam Coan Liat Yang" atau Pedang menembusi teriknya
sang Surya jurus ini merupakan jurus ciptaan dari Cia Ceng
Gak sewaktu terkurung didalam gua batu.
Kendati sianak muda itu telah salurkan segenap
kemampuan dan kekuatannya dalam jurus serangan ini, tak
urung dia masih sempat merasakan pula betapa sakit batok
kepalanya ketika terjepit oleh kelima jari tangan lawan,
Pada detik itu juga dia segara menyadari, sekalipun
serangan pedangnya akan berhasil membinasakan Ku Loei
namun kelima jari musuhpun akan mencengkeram lehernya
serta mematahkan batok kepalanya.
Dalam saat yang kritis dan sangat berbahaya ini, otaknya
dengan cepat mengambil keputusan,
Dia meraung keras, badannya maju empat inci kemuka,
sedang ujung pedang ditekuk tiga coen kebawah dan tepat
meluncur kemuka dengan gerakan yang sama
Mendadak ujung pedang diantara lingkaran cahaya yang
menyilaukan mata Itu menembusi hawa pukulan Ku Loei
yang sedang menggulung tiba dan merobek dahinya yang
lapang.... Ku Loei menjerit keras, badannya gemetar keras, sambil
menahan sakit yang lak terkirakan ia loncat keluar,
Pada saat itulah ilmu jari bintang kejora dari Chin Tiong
telah bersarang telak lima coen dibawah leher Pek In Hoei.
Breeet! bajunya segera tersambar robek.
Pek In Hoei bersuit nyaring ujung pedangnya berputar
kebelakang, seluruh badan bergeser tujuh depa ditengah
udara, setelah berjumpalitan dua kali sambil membawa
pedang ia sapu kedepan,
Ditengah kegelapan malam tampaklah ujung pedangnya
meluncur dengan membawa sekilas cahaya warna merah
yang tawar. "Coba rasakanlah serangan Lek Liong Hwie Jiet atau
enam Naga memandang sang suryaku ini!" hardiknya.
Chin Tiong ysng ada ditengah udara segera merasakan
pandangannja jadi kabur, bunga pedang bermunculan
didepan mata, ia meraung keras wajahnya seketika berubah
jadi hijau membesi, perlahan lahan tangan kanannya diulur
kemuka Karena seluruh perhatian serta kemampuannya harus
dipusatkan keatas tangan kanannya yang sedang meluncur
ketepi, maka badannya yang masih ada diudara segera
anjlok kebawak.
Pek In Hoei membentak keras, mengikuti gerakan tubuh
lawan yang merosot kebawah pedangnya segera meluncur
kedepan. Ditengah getaran pergelangannya, ujung pedang telah
bergeser tiga coen lebih kebawah.
Dikala ujung pedangnya masih bergetar keras itulah, tiba
tiba Chin Tiong mementangkan kelima jarinya, laksana
kilat ia cengkeram senjata tajam,
Menyaksikan pihak lawan dengan kelima jarinya vang
berwarna kehijau hijauan berani mencengkeram kearah
pedangnya, Pek In Hoei tertawa dingin, pedangnya segera
di dorong kedepan dan laksana kilat membabat keatah
bawah. Ujung pedang dengan cepat menggurat telapak Chin
Tiong hingga muncul sebuah guratan panjang berwarna
putih, babatan tadi gagal memasung seluruh pergelangannya Karena kesakitan Chin Tiong mengatup
kelima jarinya, dengan begitu pedang Si-Jiet-Kiam pun
berhasil ia cengkeram.
Meminjam tenaga dari pedang tersebut, ia tukar napas,
badannya melengkung dan seluruh tubuhnya tergantung
diatas pedang. Mimpipun Pek In Hoei tidak menyangka kalau pihak
lawan mampunya! jurus kepandaian yang begitu aneh dan
tidak takut akan ketajaman senjatanya, karena tercengkeram maka pergelangannya segera menekuk
kebawah dan seluruh badannya tertarik kebawah.
Chin Tiong tertawa seram. tubuhnya yang melengkung
diangkasa mendadak mencelat keudara, sepasang kakinya
menendang berbareng menyepak dada sianak muda itu
Pek In Hoei mendegus, lengan kirinya berputar
membentuk gerakan satu lingkaran busur, menggunakan
jurus "Leng Bwee Kwe Cu" atau Bunga Bwee bergelatung
didepan pinggiran telapaknya langsung membabat persendian kaki lawan, sementara jarinya mencengkeram
jalan darah Yong-Gwan-Hiat ditelujuk kaki musuh.
Sepasang kaki Chin Tiong yang lagi menendang cepat2
ditarik kembali, kemudian sambil menggepit ujung kakinya
tiba tiba melayang lima coen lebih keatas mengancam
tenggorokan sianak muda itu.
Air muka Pek In Hoei berubah hebat, tangan kirinya
segera merendah kebwah lalu dipukul sejajar dengan dada,
jurus yang digunakan adalah jurus "Peng Kong Hoe Hauw"
atau menundukkan harimau ditebing datar dari ilmu
pukulan Hoe Hauw Koen aliran Go bie Pay, dari telepak ia
rubah Jadi kepalan dan langsung menjotos ujung tumit
lawan yang mengancam tiba,
Bruuuuk! kaki kanan Chin Tiong yang tak sempat ditarik
balik segera termakan oleh jotosan lawan, seketika
tulangnya patah dan dia menjetit kesakitan, buru buru
sepasang kakinya ditarik kembali kebelakang.
Dengan masing masing pihak mencekal salah satu ujung
pedang, dari udara hingga keatas bumi masing masing
pihak telah saling bertukar dua jurus serangan kilat.
Begitu ujung kakinya menempel diatas permukaan
tanah, tangan kanan Pek in Hoei sekuat tenaga segera
ditarik kebelakang, sementara tangan kirinya berbareng
diayun keluar, jari telunjuknya menyedok menotok leher
Chin Tiong Serentetan desiran angin serangan segera meluncur
keluar. Merasakan datangnya ancaman Chin Tiong memantek
sepasaag kakinya diatas tanah, tubuh bagian atas menekuk
kebelakang ia pasang tangan sambil mencengkeram ujung
pedang musuh meraung keras, tangannya cepat cepat
diangkat keatas.
Sekujur badannya perdengarkan suara gemerutuk yeng
nyaring badannya makin membesar, sambil kerahkan
tenaga ia berusaha mengangkat tubuh sianak muda itu
keangkasa. Sambil mencengkeram gagang pedangnya Pek In Hoei
memantek kakinya kuat kuat diatas tanah, namun ia tak
sanggup berdiri tegak, dalam tarikan serta sentakan lawan
yang disertai dengan tenaga angkatan sebesar ribuan kati
ini, kuda kudanya gempur, seketika badannya terangkat
ketengah udara,
"Suatu jurus Pa Ong Kie Teng atau Raja buas
mengangkat Hioloo yang sangat indah" Puji Ku loei keras.
Loo jie, aku segera menyusul datang".
Sambil menahan rasa sakit ditelapak kirinya ia melayang
kedepan, telapaknya dengan kerahkan ilmu golok perontok
rembulan melenturkan satu babatan kebawah, serentetan
cahaya tajam berwarna keabu abuan seketika menyapu
keatas senjata pedang itu.
Bruuuuk.... pedang Si Jiet Kiam bergetar keras dan
memperdengarkan bunyi dengungan yang amat nyaring.
Pak In Hoei segera merasakan pergelangannya jadi kaku,
ia kaget dan tak mengira kalau tenaga hantaman Ku Loei
yang disalurkan lewat senjata pedangnya bisa menghasilkan
daya tekanan yang demikian dahsyatnya.
"Loo toa cepat menyingkir" terdengar Chin Tong
berteriak lantang dengan suaranya ysrg keras bagaikan
geledek. Lengannya bergetar lalu memutar, badan Pek In Hoei
yang ada ditengah udara segara diputarnya satu lingkaran
kemudian dibanting keras keatas tanah.
Dalam banting seperti ini, apabila sianak muda itu tak
mau lepas tangan niscaya badannya akan hancur
berantakan. Disaat yang amat kritis itulah mendadak Pek In Hoei
bersuit nyaring, dia lepas tangan lalu loncat keatas dan
berdiri diatas gagang pedang Si Jiet Kiemnya itu.
"Hmmm" ia mendengut dingin, seluruh badannya
menekan kebawah, kakinya bagaikan melekat diatas pedang
mengikuti daya bantingan Chin Tiong semakin menekan
kebawah. Rasul Pergutuk Langit Chin Tiong merintih kesakitan,
lengannya melengkung den sekuat tenaga diangkatnya
senjata itu lima coen lebih keatas.
Sinar meta Pek In Hoei berkilat, kaki tanannva
mendadak melangkah satu tindak lebih kedepan, seketika
gagang pedangnya melengkung lima coen lagi kebawah.
Sambil tertawa dingin jengeknya:
"Dengan andalkan ilmu sesatmu yang tak mempan
dibacok senjata lantas kau ingin coba2 mencengkeram
pedang penghancur sang suryaku" ..Hmmm sekarang akan
kusuruh kau rasakan betapa tajamnya senjata mustikaku
ini...." Chin Tiong mendengus berat, tangannya diangkat keatas
dan kembali ia angkat pedang itu tiga coen lebih keatas.
Pek In Hoei tidak ingin memberi kesempatan bagi
musuhnya untuk berganti napas, kakinya kembali bergeser
setengah langkab kesamping. dengan demikian pedang yeng
telah terangkat kini tenggelam kembali dua coen kebawah.
"Kau anggap dengan andalkan kemustajaban pil tenaga
Pek Loo Tay Lek Wan lantas bisa rebut kemenangan
dengan gampang" kembali sianak muda itu menjengek.
"Kau anggap pedang mustika peoR hancur sang suryaku ini
bisa kau rebut tanpa buang banyak tenaga..."
Saking beratnya sekujur badan Chin Tiong telah basah
kuyup oleh keringat, air mukanya makin lama berubah
semakin menghijau, kakinya setengah melengkung kebawah dan telapaknya telah masuk ke dalam tanah
hingga bekas tumit.
Oleh ejekan ejeken Pek In Hoei yang sengaja
memanaskan hati musuhnya ini, hampir saja membuat
dada rasul Pengutuk Langit ini meledak saking dongkolnya,
namun ia tetap tak sudi lepas tangan, dengan ngotot dan
keras kepala ditahannya terus posisi tersebut.
Ku Loei sendiri yeng ada disisi kalangan juga kaget
setelah menyaksikan rekannya dipencundangi oleh pihak
lawan kerena kurang berhati hati, ia sadar meskipun
rekannya tidak jeri akan senjata tajam karena andalkan ilmu
sakti "Jan Seng Cie"nya. namun berhadapan dengan senjata
mustika yang terkena! akan ketajamannya ini dia tak nanti
bisa bertahan lama.
Ia tarik napas dalam dalam, dengan langkah sebat segera
maju kedepan, telapak kanan diangkat keatas siap
membabat punggung sianak muda itu.
"Hmmm manusia she Ku." seru Pek In Hoei sambil
mendengus. Seandainya kau gunakan ilmu pukulan golok
perontok rembulanmu, maka saat ini juga Chin Tiong akan
mati konyol"
Mendengar ancaman itu Ku Loei terkesiap, mengerti Pek
in Hoei hendak meminjam tenaga pukulannya untuk
disalurkan ketubuh pedang dan menghantam Chin Tiong
yang ada dibawah, dengan adanya tekanan ini maka sirasul
pengutuk langit pasti akan terluka parah dan kemungkinan
besar mati konyol.


Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hatinya jadi sangsi dan telapak kananpun segera
diturunkan kembali.
Sekilas senyum sinis menghiasi ujung bibir Pek In Hoei.
"Malam ini kalau aku tidak membiarkan kau jumpai
kelihayan dari tenaga murni partai Tiam-cong, tentu
selamanya kau akan beranggapan bahwa partai Tiam cong
benar benar telah lenyap dari dunia persilatan..."
Kulit wajah Chin Tiong berkerut kencang menahan
siksaan dan rasa sakit yang makin menjadi, rasa gusar,
mendongkol, jeri dsn takut memancar keluar dari balik
cahaya matanya, ia mendengus berat, ia palang lengannya
dengan gunakan segenap tenaga yang dimilikinya
mangangkat pedang bersama tubuh sianak muda itu dua
coen lebih keatas.
Psk In Hoei angkat kaki kirinya den melangkah lagi
setengah tindak kemuka, seketika pedang Sang surya
terangkat tenggelam legi tiga coen kebawah.
Dengan penuh kesakitan Chin Tiong meraung keras,
ujung kaki kanannya yang patah oleh hajaran sianak muda
itu melesak kedalam tanah, darah segar segera muncrat
membasahi tubuhnya, begitu sakitnya sampai sekujur
badannya menggigil keras.
Sekilas cahaya tajam menyorot keluar dari mata Pak In
Hoei, serunya dengan suara berat:
"Kalian pernah dikalahkan oleh pedang penghancur sang
surya. maka setiap berjumpa dengan pedang mustika ini
dalam hati akan timbul rasa jeri, karena itu kalian berusaha
hendak merampas pedang ini. Sekarang kau harus rasakan
dulu bagaimana menderitanya kalau tulang yang lepas dari
tempatnya dan harus menancap dalam tanah
Sembari bicara tenaganya dikerahkan semakin besar,
dengan segenap tenaga ia tekan pedangnya kebawah
Senjata mustika itu segera melengkung kebawah,
diantara berkilaunya cahaya kemerah merahan Chin Tiong
berteriak keras tangannya robek oleh tekanan senjata itu
dan darah segera mengucur keluar dengan derasnya.
Karena benturan hawa murni ini sepasang kakinya
terbenam tiga coen lebih dalam diatas tanah.
Hawa darah dalam dadanya kontan berontak keras,
seakan akan dihantam dengan martil sebesar ribuan kati ia
tak dapat menguasai diri lebih jauh. sambil menjerit
kesakitan ia muntah darah segar, pedangnya dilepaskan dan
badannya segera roboh keatas tanah.
Menyaksikan rekannya roboh, Ku Loei membentak
keras, tenaga lweekang yeng telah dihimpunnya selama ini
begaikan bendungan yeng jebol segera dilepaskan keluar,
sekilas cahaya putih dengan dahsyat menghantam dada Pek
In Hoei. Sianak muda itu tertawa lantang, badannya mundur
kebelakang, berbareng kaki kanannya menjungkil lalu
menjangkau, dalam waktu yang singkat pedang Si Jiet
Kiam tadi, sudah dicekal kembali dalam genggamannya.
Dengan senjata ditangan kehebatannya semakin meningkat, pedangnya diayun kemuka, hawa pedang segera
berkelebatan memenuhi angkasa
Beruntun Ku Loei lancarkan beberapa serangan untuk
memunahkan dua tusukan kilat lawan, kemudian la tarik
napas dalam dalam dan mengirim kembali emoat buah
serangan berantai.
Cahaya tajam berkilauan menusuk pandangan. deruan
angin pukulan bagaikan gulungan ombak ditengah samudra
menyapu dan menghantam dengan hebatnya.
Seketika itu juga Pek In Hoei rasakan ujung pedangnya
seakan-akan membentur lapisan dinding baja yang kuat,
hatinya jadi kaget pikirnya:
"Sungguh aneh, apa sebabnya tenaga serangan mereka
kadangkala nampak lemah kadang kala nampak kuat
kembali. Secara beruntun empat buah serangan golok perontok
rembulan dari Ku Loei telah memaksa pihak lawan mundur
lima langkah kebelakang, diapun berpikir:
"Walaupun keparat cilik ini berhbasil melatih ilmu
pedang penghancur sang suryanya hingga mencapai puncak
kesempurnaan namun masih banyak terdapat intisari
kepandaian itu belum berhasil dipahami, kalau dibandingkan dengan permainan Cia Ceng Gak tempo
dulu, benar benar ketinggalan."
ia tarik napas dalam dalam, sambil maju dua langkah
kedepan telapaknya kembali mengirim empat buah
serangan berantai.
Menyaksikan sikap Pek In Hoei tatkala terdesak mundur
kebelakang, ia lantas berpikir:
Semula aku mengira dengan pedang sakti Si Jiet Sin
Kiamnya keparat cilik ini bisa mengerebkan hawa pedang
hingga mencapai pada puncaknya, maka delapan jurus
golok perontok rembulanku tak berani kugunakan, kalau
memang terbukti ia belum berhasil mencapai ketingkat
tersebut, kenapa aku harus jeri lagi?"
Sementara itu Pek In Hoei yang menyaksikan enam jurus
serangannya terbendung semua oleh permainan lawan,
hatinya pun dibikin, terkesiap segera pikirnya:
"Rupanya dia sudah tahu kalau inti sari dari ilmu pedang
Si Jie Kiam Hoat belum bsrbesil kukuasai semua, maka
ilmu golok perontok rembulannya dilancarksn secara
berantai..."
Sambil mundur dua langkah kebelakang permainan ilmu
pedangnya segera berubah secara beruntun diapun
mengirim tiga buah serangan berantai yang tak kalah
hebatnya. Didalam tiga jurus serangan tersebut ia telah gabungkan
intisari serta gerakan gerakan aneb dari tiga partai paling
terkemuka saat itu yaitu partai Go-bie; Hoa san serta partai
Bu torg Kalau dibandingkan dengan permainan pedangnya yang
mengutamakan kekerasan serta kecepatan, permainannya
sekarang jauh berbeda dan sama sekali diiuar dugaan Ku
Loei, maka darl itu semua serangannya berhasil
mengalutkan pikiran lawan.
Dengan hati terperanjat Ku Loei segera berpikir:
"Sungguh luar biasa asal usul keparat cilik ini, bukan saja
aliran permainan pedangnya kalut dan beraneka ragam,
diapun ulet den gagah. rupanya aku harus bertarung sampai
ratusan jurus bila ingin mengalahkan dirinya".
Dengan cepat matanya melirik kearah Chin Tong, ia
saksikan air muka rekannya telah berubah jadi hijau
membesi, meskipun sepasang kaki masih terbenam dalam
tanah namun orangnya telah berada dalam keadaan tidak
sadar. Sambil menggertak gigi pikirannya dengan cepat
berputar, pikirnya :
"Bila Loojie tidak cepat2 diberi obat penyembuh luka.
dia pasti akan mati konyol, buat apa kau barus bcrtarung
percuma dengan bajingan ini,
Karena berpikir begitu maka ia lantas membentak keras,
senara betuntun ia lepaskan tiga buah serangan maut.
Menanti pihak lawan terdesak mundur kebelakang
badannya segera loncat kebelakang, disambarnya tubuh
Chin Tiong dan segera dibawa kabur kembali keperkampungan Tay Bie San cung.
Mimpipun Pek In Hoei tidak menyangka kalau secaaa
mendadak Ku Loei kabur balik kedalam perkampungannya,
la jadi sangsi dan segera pikirnya:
"Orang yang menjadi dalang dari rencana pengeroyokan
terhadap ayahku waktu itu kecuali Chin Tiong masih ada
seseorang lagi, tadi aku telah lupa mencari tahu nama orang
itu, kalau tanda terang isi sampai putus bukankah aku akan
kehilangan jejak yang mengetahui siapakah musuh besarku
yang satunya lagi"
Ia egera membentak, badannya loncat kedepan dan
bagaikan kilat yang menyambar disusul Ku Loei dengan
kencang. Baru saja melewati pagar kayu, didepannya telah
terbentang sebuah benteng penjagaan yang sangat tinggi,
dibelakang benteng penjagaan merupakan hangunan rumah
yang bersusun susun.
Seluruh perkampungan tercekam dalam kegelapan. tak
ada lampu yang menyala dan tak ada suara yang terdengar,
seakan akan perkampungan itu berada dalam kesunyian
yang tak terhingga.
Mendadak matanya menangkap berkelebatnya bayangan
manusia. dengan cepat ia berpaling, tampaklah Ku Loei
sambil mengempi! Chin Tiong telah melayang kearah
depan dan dalam sekejap mata lenyap dibalik pepohonan
yang lebat. Tanpa ragu2 atau curiga barang sedikitpun juga Pek In
Hoei segera menyusul kedalam hutan belukar itu.
Angin malam herhembus kencang menggerakan daun di
sekeliling sana, suasana dalam hutan itu gelap gelita dan
tiada nampak sesuatu benda apapun.
Sambil mencekal pedang Psk In Hoei mengerling
keadaan disekeliling tempat itu, dengan cepat ia dapat
saksikan situasi hutan tadi.
Sebuah jalan kecil yang beralaskan batu cadas
membentang jauh kedalam menembusi hutan rimba yang
lebat tadi. Dengan alis berkerut sianak muda kita berpikir:
"Rupanya perkampungan ini luas sekali hanya saja
kenapa disini tak kujmpai seorang manusiapun...?"
Perlahan lahan dia melangkah masuk kedalam hutan,
berjalan keatas lorong terbuat batu dan laksana kilat
menerobos terus kedalam. -
Setelah berputar kesana kemari beberapa saat lamanya,
pandangan berubah.. kini setelah berada dihadapan sebuah
telaga yang sangat besar
Tadi sewaktu menerobos hutan suasana gelap gulita
susah melihat sesuatu apapun kini setelah keluar dari
pepohonan terlihatlah udara bersih sekali, rembulan serta
bintang bertaburan diangkasa.
Memandang pemandangan alam yang indah, ia
menghembuskan napas panjang, gumamnya:
"Sungguh tak nyana disini terdapat sebuah telaga yang
begini indah dan menawan".
Sinar matanya perlahan lahan menyapu permukaan
telaga yang tenang. mendadak matanya menemui sorotan
cahaya lampu memancar keluar dari lobang bangunen
rumah ditengah telaga.
Diikuti sesosok bayangan hitam berkelebat lewat dari
tepi telaga menuju karah jembatan panjang yang
membentang ketengah, bayangan tadi langsung bergerak
menuju kebangunan tersebut.
"Aaaah!" Dengan hati kaget Pek 1n Hoei berseru
tertahan. "Apa maksud Ku Loei dengan membopong Chin
Tiong lari menuju kebangunan ditengah telaga itu" apakab
disitulah letak bangunan rahasia mereka untuk berlatih ilmu
silat?" [a termenung sejenak kemudian mundur selangkah
kebelakang dan berdiri dibawah kegelapan, dengan cermat
diperiksanya keadaan disekeliling tempat itu.
Suasata disitu sunyi senyap tak kedengaran sedikit
suarapun, hanya hembusan angin malam yang menggetarkan ranting menimbulkan gemerisikan yang
1irih... Ia tarik napas dalam dalam, pedang mustika Sie Jiet
Kiamnya dimasukan kembali kedalam sarung, lalu sebarang
lengan bergetar dan ia melayang empat tombak kedepan.
bereda ditengah udara badannya berjumpalitan satu kali,
seolah olah seekor burung elang dengan enteng dan ringan
melayang keatas jembatan tersebut.
Baru saja kakinya menginjak diatas jembatan. segera
terlihatlah pintu ruangan di tengah telaga itu terbentang
lebar dan seseorang munculkan diri dari dalam.
"Keparat! kau berani datang kemari ?" terdengar Ku Loei
membentak keras.
Pek Hoei miringkan tubuhnya kesamping dan melangkah maju dua tindak kedepan dari sisi tubuh Ku
Loei yang tinggi kakar ia dapat melihat dengar, jelas
keadaan dalam bangunan air itu.
Dalam ruangan terbentang sebuah pembaringan, diatas
pembaringan duduklah seorang kakek tua berambut putih,
dihadapannya terletak sebuah hioloo kuno terbuat dari
tembaga, asap hijau perlahan lahan mengepul keluar dan
menyebar ke empat penjuru.
Berhubung Ku Loei berdiri tepat didepan pintu maka
Pek Ia Hoei tak dapat melihat lebih jelas lagi apa yang
sedang dilakukan sikakek tua yang ada didalam ruangan


Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu. Ia bungkam dalam seribu bahasa, ditatapnya wajah Ku
Loei dengan pandangan dingin sementara otaknya berputar
memikirkan apa sebabnya pihak lawan mengucapkan kata2
seperti iiu. "Hmmm ! mungkinkah dia hendak andalkan kekuatan
sikekek itu maka sengaja memancing aku masuk kedalam?".
Belam lenyap ingatan itu diri dalam benaknya, tiba2
terdengar suara rintihan berkumandarg keluar dari
bangunan air iiu. Ku Loei segera berpaling dan bertanya
dengan suara kaget ;
"Bagaimana dengsn Loo-jie ?".
"Dia tak akan mati." jawab kakek berjenggot panjang itu
tanpa berpaling.
Ku Loei tidak bicara lagi, is segera berpaling menatap
kembali sianak muda she Pek ini.
Tiba2 kakek yang sedang bersila itu menoleh lalu berkata
: "Didalam bangunan air ini telah kupasang alat rahasia
yang kuciptakan sendiri dengan susah payah. aku yakin kau
tak nanti berani maju tiga langkah lagi kedepan!". "Pek 1n
Hoei, sudah kau dengar perkataan itu?" sambung Ku Loei
sambil tertawa dingin.
Pek In Hoei tetap bungkam dalam seribu bahasa, ia
berusaha menahan keinginannya untuk menerjang masuk
kedalam bangunan air itu, seraya memandang wajah kakek
tua itu pikirnya :
"Entah siapakh manusia itu" rupanya Ku Loei telah
menghormati dia sebagai seorang tamu agung dan
memeliharanya dalam bangunan air ini!".
Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya,
segera pikirnya lebih jauh :
"Mungkinkah dia adalah guru dari Ku Loei, si iblis sakti
berkaki telanjang dar Cing Hay ?".
Sebaliknya tatkala Ku Loei menyaksikan Psk In Hoei
hanya berdiri ditepi jembatan tanpa ada maksud untuk
maju kedalam lebih jauh segara mendengus dingin.
"Hmmm ! sungguh tak nyana Cia Ceng Gak yang dahulu
pernah malang melintang dengan gagahnya tanpa takut
terhadap langit dan bumi bisa mempunyai cucu murid kere
macam kau. Hmmm...1 sungguh memalukan nama besar
partai Tiam cong!" Pek Ia Hoei tertawa dingin:
"Seandainya kau menganggap dirimu sebegai seorang
enghiong tidak nanti bersembunyi terus didepan pintu
macam kura2. kalau berani ayoh kita ketepi sana !".
Dengan gusarnya Ku Loei meraung keras badanny
bergerak siap loncat kemuka.
Tiba kakek tua dalam ruangan itu mendehem ringan lalu
menegur dengan suara berat.
"Ku Loei, sampai tuapun watak berangasmu masih
belum bisa hilang kemanakah hasil latihanmu selama ini"
masa dengan kesabaran seorang pemuda pun tak mampu
menandingi."
Rupanya Ku Loei sangat jeri terhadap orang itu,
mendengar teguran tadi ia tidak membantah bahkan
mundur selangkah kebelakang dengan wajah tersipu.
"Ucapan kau si orang tua tepat sekali," jawabnya cepat,
"Seandainya pada masa yang lalu aku tidak bertabiat kasar
dan berangasan semacam ini tidak nanti aku bisa terluka
ditangan Cia Ceng Gak."
"Babatan pedang Cia Ceng Gak tepat mematahkan urat
urat It Meh membuat latihanmu selama dua puluh tahun
tidak mendatangkan hasil yang diinginkan seandainya tak
ada pil mustajab Pek Loo Tay Lek Wan yang kubuat
khusus untukmu, mungkin ilmu silatmu telah punah sama
sekali?" Setelah mendengar ucapan sikakek tua itu, Pek In Hoei
baru mengerti epa sebabnya ilmu silat dari Ku loei kadang
kala lemah kadangkala kuat kiranya urat penting im
mehnya telah dilukai oleh sucouwnya pada pertarungan
tempo dulu maka itu ilmu silatnya tak bisa berkembang
lebih jauh dengan andalkan obat yang khusus dibuat kakek
itu baginya ia baru bisa menekuni ilmu Sim-hoat aliran
Liauw-sat Boen.
Otaknya memang cerdik, ia lantas teringat kembali akan
pertarungan Ku Loei melawann Kim In Eng sewaktu ada
dipuncak gulung Hoasan tempo dulu, segera pikirnya
dengan hati tercengang:
"Rupanya paristiwa ini tidak diketahui siapapun
termasuk sumoaynya sendiri, lalu apa sebabnya kakek itu
sengaja mengatakannya kepadaku?"
Sejak terjadinya perubahan besar diatas gunung Tiam-
cong diikuti mengalami pula perbagai pengalaman pahit,
boleh dikata selurub keadaan sianak muda ini telah
berubah, kejujuran serta kepolosannya dahulu kini telah
lenyap tak berbekas. terhadap siapapun dan apapun dia
telalu menaruh curiga. otaknya terlalu berputar mencari
tahu sebab sebabnya persoalan yang sedang dihadapi.
Maka dari itu dengan hati sangsi dia penuh curiga
ditatapanya wajah kakek tua itu tajam tajam. ita tak mau
maju kedalam lebih jauh dengan gegabah.
Sementara itu kakek tadi melirik sekejap kearah Pek in
Hoei yang berdiri disisi jembatan kemudian katanya:
"Ku Loei, masuklah kedalam, pil Tiang coen wan
didalam tungku ini telah masak, sudah waktunya kau
berikan kepada Chin Tiong !"
"Hoa Loo!" kata Ku Loe sambil angkat telapak kirinya.
"0bat yang ada diatas telapakku sudah boleh diambil
bukan?" "Hmmmm setengah jam kemudian telapak tangan yang
kubalut akan sembuh kembali seperti sedia kala, aku
tanggung keparat cilik yang masih bau tetek itu tak akan
berani maju tiga langkah kedepan"
Menyaksikan Ku Loei melangkah masuk kedalam
bangunan air itu, Pek In Hoei mendengus, pikirnya :
"Dengan pelbagai macam hasutan dari ucapan kau
hendak memancing aku maju tiga langkah kedepan.
Hmmm dianggapnya aku lantas ikuti ucapanmu dan benar
benar maju tiga langkah" justru aku mau sengaja maju
sampai kelangkah yang keempat...!"
Ia tarik napas dalam dalam, hawa murninya disalurkan
keseluruh badan kemudian maju dua langkah kedepan dan
enjotkan badsn melayang enam depa kemuka.
Siapa tahu ketika ujung kakinya menginjak papan
jembatan disebelah depan, tiba2 jembatan itu roboh dan
tenggelam kedalam telaga hingga tinggal separuh jembatan
yang ada didekat bangunan air itu saja yang masih berdiri
seperti semua. Ia mendengus dingin, sepasang lengannya bergetar keras
den badannya melayang sembilan depa keatas, bagaikan
seekor burung alap alap kembali dan lewati dua tombak
jauhnya dan melayang keatas jembatan yang masih tersisa.
Siapa sangka jembatan itupun seakan akan makhluk
hidup, belum sampai ujung kakinya menginjak papan
jembatan mendadak jembatan tadi tenggelam pula kedasar
telaga hingga kakinya menginjak tempat kosong.
Sekaleng dia baru merasa kaget, badannya segera
melengkung membentuk gerakan busur seteiah itu meloncat
sekuat tenaga kearah depan.
Daiam perkiraannya dengan jurus "Cing Liong Hoan"
atau Naga Hijat berjumpalitan diawan ia pasti bisa
melewati permukaan telaga tadi dan melayang balik ke atas
daratan, aiapa sangka air telaga itu dinginnya luar biasa,
baru seja kakinya menyentuh air tersebut seketika itu juga
terasa adanya segumpal hawa dingin yang luar biasa
dahsyatnya menyusup kedalam tubuhnya lewat kaki,
membuat seluruh kakinya jadi kaku dan mati rasa.
Baru saja badannya meloncat lima depa keatas, hawa
murni daiam tubuhnya telah buyar dan badannya segera
anjlok kebawah, Pek In Hoei benar benar merasa amat
terperanjat, sinar matanya berputar cepat mengawasi
sekelilingnya namun dengan cepat ia dapat melihat dengan
jelas keadaan dirinya yang sebenarnya.
"Sekarang jarakku dengan bangnnan air itu masih
beberapa tombak sedangkan untuk kembali kedaratan
masih ada empat tombak jauhnya, bawa murniku tak akan
bisa memantulkan tubuhku kembali kesitu."
Disaat yang amat kritis itulah satu ingatan berkelebat
dalam benaknya, segera ia bersuit nyaring, keempat anggota
badannya dipentingkan lebar lebar, dengan jurus ketiga dari
, Im Liong Pat Sih" aliran Kun lun Pay yaitu "Yoe Liong
Swe In" atau Naga sakti Bermain diawan, tubuhnya
berputar setengah busur diudara kemudian meluncur kearah
bangunan air itu.
Laksana kilat badannya meluncur kearah bangunan
tersebut, meskipun akhirnya ia tiba disisi jembatan gantung,
namun dengan pengalaman yang sudah pemuda kita tak
berani langsung melayang keatas tangan kenannya dengan
cepat menjangkau mencengkeram wuwungan bangunan air
itu "Hmm" jengekan dingin berkumandang memecahkan
kesunyian, mendadak muncul sesosok bayangan manusia
dari balik atap dan tahu2 Ku Loei telah muncul disitu
sambil melancarkan sebuah pukulan dahsyat
dengan ilmu pukulan golok perontok rembulan.
Dslam pada itu kelima jari Pek in Hoei baru saja
menyentuh dinding wuwungan, atau secara tiba tiba
sesosok bayangan putih berkelebat lewat dihadapan
matanya segulung angin pukulan yang maha dahsyat segera
menyapu keatas dadanya.
Seakan2 dibabat dengan sebuah kampak raksasa, sianak
muda itu merasakan napasnya sesak dan badannya segera
merandek. Pek In Hoei terkejut, ia membentak nyaring, telapak
kirinya langsung menyapu keluar mengirim satu pukulan
dengan jurus "Im Hoa Ciat Bok" atau memindahkan bunga
menyambang ranting.
(Oo-dwkz-oO) 8 SIKUTNYA menekan kebawah lalu menggetar, maksudnya dia hendak memotong datangnya angin
pukulan musuh yang kuat dan berhawa dingin itu, namun
gerakannya terlambat, telapak lawan tahu-tahu sudah
menghajar telak dadanya.
Bruuk pukulan golok perontok rembulan yang tajam dan
ampuh itu bersarang telak diatas dadanya.
Dengan penuh rasa sakit ia mendengus, kelima jarinya
mencengkeram semakin keras hingga membuat atap
wuwungan patah dan seluruh tubuhnya. tercebur kedalam
sungai. Percikan air muncrat keempat penjuru, permukaan teia"a
yang tenang segera mucul ombak yang keras dan
menggoncangkan seluruh bangunan air tersebut.
Ku Loei yang berdiri diatap rumah, sambil memandang
gulungan ombak diatas permukaan telaga tertawa seram
tiada hentinya :
"Haaah....
haaaah....... haaaaah....sekalipun
kau memiliki ilmu silat yang bagaimana lihaypun, jangan harap
bisa loloskan diri dari dasar telaga Lok Gwat Ouw dalam
keadaan hidup hidup".
Bayangan manusia berkelebat lewat, si kakek tua itupun.
munculkan diri dari balik bangunan air, katanya pula ::
"Kalau ia tidak mati karena kedinginan. tubuhnya tentu
akan hancur oleh tekanan air yang maha dahsyat didasar
telaga ini."
"Hoa loo, kau benar benar tidak malu disebut sebagai
Cukat Liang kedua, ternyata keparat Cilik ini telah
terjerumus ke dalam siasatmu yang lihay." puji Ku Loei
tiada hentinya.
Kakek tua itu tertawa hambar.
"Terhadap manusia yang berotak panjang seperti dia.
bila tidak kugunakan siasat yang palsu adalah sungguh dan
yang sungguh adalah palsu, mana mungkin ia terjerumus
kedalam jebakan yang telah kuatur?"
"Haaaah... haaaah... haaah... sekarang kita hanya tunggu
tenaga sinkang suhu berhasil mencapai pada puncaknya
maka seluruh kolong langit akan menjadi milik kita"
"Dewasa ini sembilan partai besar didataran Tionggoan
telah kehabisan jago jago lihaynya" ujar kakek tua itu
sambil mengelus jenggotnya, rencana kita yang sudah diatur
sejak dua puluh tahun berselangpun segera akan terlaksana,
waktu itu seluruh dunia persilatan yang ada dikolong langit
akan tunduk dibawah telapak laki perguruan Liauw sat
Boen kita......."
"Kesemuanya ini bisa berjalan lancar, tidak lain berkat
jasa Hoa Loo cianpwee yang tak terhingga besarnya."
Kakek tua itu mengulurkan lengannya menekan sebuah
tombol didekat pintu, maka jembatan kosong yang
tenggelam kedasar telaga tadipun perlahan lahan muncul
kembali keatas permukaan dan beserta dengan satu sama
lainnya. Ia angkat kepalanya memandang rembulan yang
tergantung diwuwungan, ujarnya:
"Dewasa ini kita harus berusaha untuk meaghadapi tiga
dewa dari luar lautan, agar mereka tidak sanggup tancapkan
kakinya kembali didaratan Tionggoan."
Ia menghela napas panjang gumamnya lebih jauh :
"Susah payahku selama enam puluh tahun akhirnya
mendatangkan hasil juga, Hoo Mong Chin kau akan
menyaksikan betapa lihaynya rencanaku!"
Ia membelai jenggot sendiri yang panjang, seakan akan
mengeluh bisiknya kembali :
"Seluruh enam puluh tahun bidup berdampingan dengan


Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

awan mega diangkasa, hidupku terasa hampa dan kosong
Aai .... dunia kangouw.... dunia kangouw...."
Perlahan dia putar badan dan berjalan masuk, dibawah
sorotan sinar rembulan tampak perawakannya yang tinggi
besar berjalan rada pincang, rupanya dia adalah seorang
manusia yang berkaki pincang sebelah.
Ku Loei menoleh keatas permukaan telaga yang telah
menjadi tenang kembali: sambil tertawa dingin jengeknya:
"Kali ini Partai Tiam cong benar2 telah lenyap dari
permukaan bumi."
Air telaga yang dingin dan membekukan tubuh
menyusup kadalam tulang, begitu Pek In Hoei tercebur
kedalam telaga Lok Gwat Ouw, sekujur badannya seketika
jadi kaku. Berteguk teguk air telaga telah terlelan kedalam
perutnya, paru parunya mulai jadi sesak membuat
badannya menggigil keras, dalam keadaan yang kritis
terpaksa sianak muda itu tutup seluruh pernapasannya.
Dengan susah payah dan penuh penderitaan ia meronta,
sepasang tanganaya tanpa sadar mendayung kesana kemari,
dalam sekejap mata golakan air telaga disekeliling tak
ubahnya seolab olah berubah jadi selembar jaring yang kian
lama membelenggu tubuhnya semakin kencang.
Deburan ombak yang kuat laksana berpuluh puluh buah
martil besar menghantam badannya, untung ia kenakan
kutang mustika pelindung badan yang segera menolak
sebagian besar tekanan tersebut, kalau tidak mungkin
badannya sudah hancur lebur termakan daya tekanan air
yang maha berat dan maha dahsyat itu.
Ia meronta terus tiada hentinya, sambil menahan napas!
tangannya mendayung kesana kemari, sianak muda itu
bernafas untuk munculkan diri keatas permukaan telaga.
Nsmun deburan ombak yang kuat dan dahsyat tiada
hentinya menumbuk tubuhnya, membuat badannya bukan
timbul keatas sebaliknya makin lama semakin tenggelam
kedasar air. Dadanva terasa sakitnya bukan kepalang beberapa kali
mulutnya hendak dipentungkan untuk muntahkan barang
barang yang ada dilambung namun kesadarannya belum
hilang, sekuat tenaga ia gertak gigi kencang kencang agar
air telaga yang dingin membekukan tubuh itu tidak sampai
masuk kedalam perutnya.
Mula2 kesadarannya masih bisa dipertahankan, namun
lama kelamaan ia mulai kabur dan saking dinginnya
seluruh badannya jadi mati rasa.
Keempat anggota badannya mulai berhenti mendayung,
ia biarkan tubuhnya terseret oleh aliran diatas telaga
menuju ke arah bawah.
Mendadak.. Sekujur badannya gemetar keras, sepasang tangannya
dengan penuh penderitaan memutar kesana kemari,
membuat pakaian diiuar kutang wasiatnya robek2 dan
terlepas semua.
Air darah mulai mengucur keluar dari ujung bibirnya,
didasar air telega yang berwarna biru air darah tadi kian
menyebar kemana mana.....
Ketika itulah badannya telah tenggelam didasar telaga
dan bergelinding kedalam batu batu cadas yang memenuhi
dasar telaga itu.
Sebuah batu cadas yang runcing bagaikan pedang
merobek kantong kulit dipinggangnya dan beberapa butir
mutiara segera tercerai-berai.
-oo0dw0oo- Jilid 12 DALAM SEKEJAP MATA AIR telaga yang biru
kegelap-gelapan jadi terang benderang, mutiara mutiara
yang jatuh diatas tanah tadi memberikan penerangan atas
daerah sekeliling tujuh depa disana.
Pek In Hoei masih belum sadar, mengikuti tonjolan batu
cadas tadi ia menggelinding kedalam selokan didasar telaga
tadi. Akhirnya ia jatuh pingsan dan tak sadarkan diri... lama...
lama sekali tiba2 satu cahaya tajam membuat dia mendusin
kembali, darah yang mengucur keluar dari ujung bibirnya
semakin deras, dadanya naik turun dengan cepat dan sianak
muda itu kembali munstahkan darah segar.
Ingatan yang mulai kabur kian lama kian jsdi terang, ia
mulai teringat secara bagaimana dadanya dihantam Ku
Loei dengan ilmu pukulan golok perontok rembulannya
hingga menyebabkan dia terjerumus kedalam telaga.
Segera pikirnya didalam hati:
"Kenapa air telaga ini begitu dingin dan membekukan
tubuh" Walaupun begitu mengapa tidak sampai beku air air
disini" apa sebabnya demikian?"
Urat2 nadi syarafnya makin menyusut, rasa kaku
semakin menjadi dan tubuhnya gemetar semakin keras.
Hatinya jsdi terkejut. buru2 hawa murninya dikumpulkan dipusar dan coba salurkan tenaga lwaekangnya keseluruh tubuh, namun baru saja ia tarik
napas tiadanya dadanya terasa sakit, begitu sakit hingga hampir saja ia
jatuh pingsan, "Aaaai....!" akhirnya dia menghela napas. "Tak kusangka
ilmu pukulan golok perontok rembulan dari Ku Loei
mendatangkan kekuatan yang begitu dahsyat, bukan saja
kutang wasiatku bisa ditembusi isi perutku pun terluka
parah, ditambah lagi telaga yang mencekam, rupanya ajalku
telah akan tiba..."
matanya beralih kesamping, setelah memandang pusaran
air telaga dilingkaran luar, Pek In Hoei jadi paham, segera
pikirnya: "Tidak aneh kalau aku meresa menderita luka dalam
yang sangat parah, rupenva hal itu disebabkan oleh karena
tumbukan gelombang air dalam TELAGA air. Kalau begitu
aku telah merusak keseimbangan takaran air telaga Leng
Gwat Ouw yang biasanya tak pernah disentuh oleh
siapapun jua, dengan terceburnya aku maka pusaran air
membuat aku harus merasakan tumbukan2 dahsyat
gelombang air ini..."
Kesadarannya kian jsdi tenang, pikirnya lebih jauh:
"Kenapa aku tak bisa mendapatkan pengertian mengenai
munculnya lingkaran cahaya berbentuk payung dalam air
telaga ini..." Sepasang tangannya meraba kesamping mencengkeram
beberapa butir mutiara yang bergelindingan dari tubuhnya,
muncul rasa sedih dalam hatinya Kembali dia berpikir:
"Apa gunanya Thian Liong Taysu meninggalkan begitu
banyak mutiara berlian bagiku" Hmm. Pek Swie, Ciat
Seng.... Yu Bing. apa gunanya semua benda itu" sekalipun
dengan membawa mutiara Pek Swie Coo aku bisa naik
keatas permukaan telaga, api gunanya kalau aku tak kuai
menahas dinginnya air telaga yang sangat membekukan
badan ini, bagi orang yang hampir mati macam aku,
sekalipun ditimbuni dengan mustika yang bagaimanapun
banyaknya juga percuma, benda itu seakan akan barang tak
berharga didalam pandangannya".
"Aaaaaa dia menghela nafas panjang.
Mendadak dari sisi tubuhnya muncul pula helaan nafas
yang amat pangjang.
Helaan napas itu seakan akan muncul dari neraka tingkat
sembilan, begitu sedih pedih dan menggugah perasaan
membuat siapapun yang mendengarkan jadi duka dan
mengucurkan airmata.
Walaupun begitu, bagi pendengaran Pek In Hoei suara
itu amat menakutkan hati ia jadi bergidik dan bulu pada
bangun berdiri. wajahnya yang telah pucat jadi berubah
semakin hijau, sinar matanya mencerminkan betapa kaget
dan terkejut dengan penuh seksama didengarnya lagi suara
tadi.... Suasana disekeliling tempat itu sunyi senyap tak
kedengaran sedikit suarapun. helaan napas yang penuh
kesedihan dan kegukaan tadi seakan akan lenyap tak
berbekas, tak kedengaran lagi
Ia gigit bibirnya keras2 lalu berpikir:
"mungkinkah urat syarafku sudah tidak normal" Kecuali
aku seorang mana mungkin ada manusia lain tinggal
didalam telaga ini dan mengehela napas."
Ia menertawakan diri sendiri. Gumamnya lebih jauh:
" Aku harus mati didasar telaga boleh dibilang
merupakan suatu peristiwa yang sukar ditemui sepanjang
masa, siapa yang menyangka aku Pek In Hoei tidak mati
karena terbakar, tidak mati karena keracunan, tidak mati
karena bacokan senjata sebaliknya harus mati kedinginan
didasar telaga yang begini membekukan badan!"
Pada saat itulah secara tiba2 kembali ia mendengar suara
benturan besi berkumandang datang. Air mukanya kontan
berubah hebat, ia pusatkan seluruh perhatiaannya untuk
mendengar. Sedikitpun tidak salah suara itu memang suara
beradunya besi bahkan muncul tepat dibawah dasar telaga
dimana ia berada sekarang.
Hampir saja Pek In Hoei tidak percaya dengan telinga
sendiri, dengan gemetar tangannya meraba lumpur yang
basah didasar telaga memegang ganggang yang tumbuh
disisinya, sekarang ia baru percaya bila tubuhnya benar
benar berbaring didasar telaga.
"Didasar telaga ini apakah masih ada dasarnya lagi?"
Dengan hari kaget bercamput tercengang ia membatin:
"Tekanan didasar telaga begini besar dan berat tidak
mungkin dibawa dasar telaga masih ada dasarnya lagi....
tetapi bagaimana dengan suara beradunya rantai rantai besi
tadi".... jelas suara itu muntul dari bawah dasar telaga...."
Saking tegang dan tercenganggnya ia sampai lupa
dengan rasa dingin yang merasuk ketulang sumsumnya,
seluruh perharian tenaga serta kemampuannya dipusatkan
jadi satu untuk mendengarkan suara beradunya rantai besi
itu. Namun sekalipun ia sudah pertajam pendengarannya
dan pusatkan semua perhatiaanya,suara
tadi tak kedengaran lagi suasana kembali pulih dalam kesunyian...
Suasana didasar telaga hening bagaikan semuanya telah
mati. tak ada gema tak ada suara yang nampak hanya air
yang berwarna hijau serta bening bagaikan kaca, indah dan
menawan hati. Pemandangan Aneh yang terbentang didepan matanya
saat ini membuat dia seolah olah berada disebuah gua.
"Didalam gua.... didalam gua...." Ucapan ini diulangi
sampai beberapa kali, dalam benakpun segera terlintas
gambaran sebuah gua yang penuh dengan tiang batu cadas.
Mayat bergelimpangan memenuhi permukaan gua itu,
setiap mayat telah berwarna hitam pekat.....
Dalam sekejap mata muncul delapan sosok mayat
didepan matanya, raut wajah mayat mayat itu menampilkan rasa sedih dan menderita yang tak terhingga
terutama seorang lelaki berusia pertengahan . tangan
kanannya menggapai gapai ketengah udara seperti mau
mengambil sesuatu namun tak sesuatu apapun berhasil ia
ambil. "Pedang penghancur sang surya." serunya kemudian
dengan nada terkejut. "Kiranya Sucouw Hendak mengambil
pedang mustika Su Jiet Kiam bukankah ia sudah
keracunan, apa gunanya ia ambil pedang pusaka tersebut?"
Dalam Benaknya dipenuhi dengan pelbagai persoalan
yang memusingkan kepalanya, masalah ini sudah
dipikirkannya selama setahun sejak ia masih berada
didalam gua diatas gunung hoasan tempo dulu, namun
hingga kini belum ada jawaban yang berhasil dipecahkan.
Mengapa mereka keracunan bersama sama" kenapa
mereka serentak melarikan diri kedalam gua" kenapa
mereka tinggalkan dahulu kepandaian silat andalannya
sebelum mati" mereka adalah ketua dari partai partai besar,
bagaimana mungkin keracunan berbareng" Siapakah yang
telah meracuni meereka?".
Serentetan pertanyaan berkelebat memenuhi benaknya,
namun kendati sudah dipikir bolak balik belum berhasil
juga dipecahkan.
sekujur badannya sudah mulai membeku, perasaannya
telah mati dan anggota badannya tak sanggup bergerak lagi.
satu satunya yang masih segar hanyalah ingatannya. disaat
saat menjelang kematiannya ia tetap tenang dan tidak
gugup. "Oooh, sungguh dingin sekali." jeritnya didalam
hati,Aku tak boleh mati....... Aku tak boleh mati dulu
banyak persoalan yang harus aku kerjakan, ilmu pedang
penghancur sang surya tak boleh lenyap dari mukan bumi."
Mendadak..... ia tersentak kaget. otaknya tiba tiba
teringat akan sesuatu..... maka semua perhatiannya segera


Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dipusatkan keatas pedang Si Jiet Kiam tersebut.
Ia masih ingat, ketika pedang mustika itu diambilnya
tempo dulu secara tidak sengaja tangannya telah
menyentuh mutiara diujung gagang pedang, dalam
pandangannya ketika itu ia seolah olah menemukan tiga
lukisan manusiadan dua baris tulisan.
Setiap kali matanya dipejamkan, dua barisan tulisan tadi
segera tertera dengan jelas didepan mata, tanpa sadar
gumamnya: "Liat Yng Sin kang, kepandaian maha sakti dari kolong
langit." Diulangnya kata2 tersebut sampai beberapa kaii, sekian
harapan untuk hidup muncul dalam batinya, segera ia
mengengos napas dan dengan susah payah digerakkannya
tangan yang telah kaku itu untuk mencabut mutiara diujung
gagang pedangnya,
Sekilas cahaya merah merah memancar keempat
penjuru. tatkala tangan kanannya berhasil mencekat
mutiara tadi, tiba2 terasalah adanya suatu aliran hawa
panas memancar keluar dari benda tadi, menembus urat
uratnya yang kaku dan mengalir ke seluruh tubuhnya,
seketika lima jarinya yang kaku dapat digerakan kembali.
Dengan penuh rasa gembira ia cekal pedang mestika itu
kencang kencang, Kliiik....! diiringi suara nyaring. mutiara
pada ujung gagang pedang segera tenggelam kebawah,
tatkala benda tadi ditekan dengan jari tangannya,
muncullah tiga buah gambar manusia yang sangat kecil
sekali, Disisi lukisan manusia tadi, tertera beberapa patah kata
yang berbunyi :
"Liat-Yang Sin Kang, Kepandaian Maha Sakti dari
Kolong langit".
Ia tarik napas panjang2. hati yang berdebar berusaha
ditenangkan kembali, semua perhatiannya dipusatkan
keatas dua baris kalimat tadi dimana ia dapat membaca
beberapa baris kata yang berbunyi demikian:
"Bencana besar melanda negeri Tayii, ketika Kaisar Aje
duduk dalam pemerintahan kaisar keluarge kita Toan Seng
mati ditangan penghianat, putra mahkota Toan To segera
melarikan diri jauh di negeri Thian Tok, disitu dengan
Susah payah ia berhasil melatih suatu kepandaian sim hoat
aliran Thian Tok paling atas yang bernama Thay Yang Sin
kang dalam tujuh tahun kemudian ia berhasil menguasai
kepandaian tadi, membasmi kaum penghianat dan pulihkan
kembali kejayaan kita.
Kepandaian silat ini kemudian turun temurun hingga
kini, ketika Cing Coe Cu dari partai Tiam cong dengan
membawa pedang Si Jiet Sin Kiamnya datang berkunjung,
dengan sembilan jurus ilmu pedangnya ia mendapatkan
ilmu tadi diubahnya menjadi Liat Yang Sin-kang".
Membaca sampai disini dangan hati kaget bercampur
tercengang Pek In Hoei segera berpikir:
"Cing Cioe-cu adalah couwsu pendiri partai Tiam-cong
kami, entah secara begaimana ia bisa mendapatkan ijin dari
kaisar keluarga Toan dari negeri Tayli untuk mengukir
kepandaian maha sakti dari negeri Thian-Tok itu diatas
gagang pedangnya, apakah hanya sembilan jurua Si-Jiet
Kiam hoat saja yang bisa ditukar dengan tiga macam
kepandaian bersemedi ini?".
Hatinya segera dibikin kaget dan tercengang oleh
penemuan yang tak terduga ini, rasa dingin jang menusuk
ketulang sama sekali tak dirasakan lagi.
Maka dibacanya tulisan itu lebih lanjut.
"Ilmu Sakti Liat Yang Sin kang atau Surya kencana serta
ilmu pedang penghancur sang surya sama sama
mengutamakan Hawa yang2 panas dan keras, cara
berlatihnya hampir sama dan peredaran hawa nyaris sama,
tatkala Kaisar angkatan kesebelas dari kerajaan kami
menemukan kejadian ini maka bersama sama Cing Cioe Cu
dilakukan penyelidikan selama belasan hari lamanya dalam
istana negeri Tayli, akhirnya tarciptalah satu kepandaian
gabungan yang maha sakti antara kedua macam ilmu
tersebut.",
Dibawahnya terukir beberapa kata lagi:
"Tulisan ini dibuat oleh ahli ukir nomor: WAHID
dikolong langit Toan Leng kaisar kesebelas negeri Tayli".
Selesai membaca tulisan tersebut, sianak muda she Pek
ini kembali berpikir didalam hatinya:
"Aaaai..... sungguh tak nyana seorang kaisar dari sebuah
negeri kecilpun tak bisa melepaskan diri dari keinginannya
untuk memiliki sebuah nama kosong.... walau begitu,
ditinjau dari ukirannya yang lembut dan halus, dia memang
tidak malu disebut ahli ukir nomor wahid dikolong langit."
Dengan pusatkan seluruh perhatian ia segera awasi
ketiga buah lukisan manusia itu dengan seksama, tampak
diatas gambaran tadi terukir jelas garis garis serta
kerutan kerutan lembut yang menandakan bagaimana
cara mengerahkan tenaga, menghimpun tenaga serta
melancarkan serangan.
Berada didasar telaga yang dingin, ingatannya jau lebih
jernih daripada ada didaratan, hanya dipandang beberapa
Kali ketiga buah lukisan tersebut telah hapal diluar kepala.
Begitulah sambil memeluk pedangnya ia duduk kaku
disitu, dalam benaknya terbayang terus ketiga buah lukisan
tadi, dengan mengikuti garis garis dalam lukisan tersebut
dicobanya untuk melatih kepandaian tadi, namun dengan
cepat ia temukan betapa dalam dan tukarnya untuk
mempelajari ilmu Liat Yang Sin kang tembus semakin
kedalam semakin sulit dipahami hingga pada akhirnya ia
tidak mengerti sama sekali.
Matanya segara dipejamkan rapat rapat, pikirnya:
"Waaaah.... sulit benar untuk mempelajari kepandaian
ini, jikalau dalam sekali tarikan hawa murni aku harus
menerjang tiga buah jalan darah sekaligus dan harus pula
segera kumpulkan kembali hawa murninya dipasar..... lama
kelamaan urat nadiku bisa pecah dan mati konyol...."
Tetapi pada saat itulah seluruh urat nadi dalam tubuhnya
telah membeku, satu satunya yang masih tersisa hanyalah
sedikit hawa murni yang berkumpul di Tan Thian atau
pusar, Ia tertawa getir, dalam hati pemuda ini mengerti bila
dalam setengah jam kemudian tak ada bantuan maka hawa
murninya itu akan buyar dan jiwanya akan melayang.
Menghadapi bayangan maut yang setiap saat mengancam keselamatannya, ia peluk pedang Si Jiet Sin-
kiamnya erat2. mutiara psda gagang senjata ditekan diatas
lambungnya agar daerah sekitar puear terasa hangat dan
nyaman. Sambil membelai pedang mustikanya Ia menghela napas
panjang, pikirnya didalam hati.
"Beginilah manusia yang hidup dikolong langit, terhadap
benda yang ada dikolong langit terlalu sayang dan terlalu
banyak meninggalkan kenangan, walaupun begitu apa
gunanya kalau benda tadi dipegangnya kencang2.
Ia tertawa sedih, pikirnya lebih jauh :
"Berhadapan dengan tantangan maut siapa yang bisa
melampaui nasib yang telah ditetapkan dan menangkan
suatu kematian" siapa pula yang bisa membawa
kehidupannya menuju kealam baka."
Memandang aliran didasar telaga yang perlahan2
bergerak, hatinya bergetar keras.
"Manutia dikolong langit ada siapa yang bisa
menyerupai diriku, sambil memeluk benda mustika
menikmati pemandangan aneh didasar telaga, bahkan aku
berhasil mendapatkan pula pelajaren sakti, pedang
mustika... kenapa aku harus tunduk begitu saja dengan
kematian" sekalipun nasibku memang ditakdirkan demikian, kenapa aku harus melepaskan setiap kesempatan
untuk hidup yang kumiliki?"
Dengan cepat ia mengambil keputusan daiam hati
kecilnya. "Bagaimanapun juga, sebelum ajalku tiba, aku harus
menguasai lebih dahulu ketiga macam lukisan tersebut.
perduli Thay Yang Sam Si dapat digunakan untuk mengusir
hawa dingin atau tidak, akan kucoba terus hingga detik
yang terakhir, aku tidak mau membuang setiap kesempatan
untuk hidup yang kumiliki."
Maka ia segera pejamkan matanya dan mulai berlatih
sesuai dengan petunjuk lukisan pertama.
Suasasa hening... sunyi... lama dan lama sekali. akhirnya
Pek la Hoei buka matanya, sekilas rasa kecewa.... putus
asa... terlintas diatas wajahnya.
Ia mendongak memandang air telaga yang hijau, dengan
rasa sedih gumamnya:
"Aaaai..... hari sudah terang tanah, kesempatan beberapa
jam telah kubuang dengan percuma."
Haruslah dikelabui sim-hoat dari lukisan itu sama sekali
berbeda dengan cara orang Tionggoan mempelajari sim-
hoat tenaga dalamnya, apalagi dengan aliran Tiam-cong
yang dipelajarinya, oleh sebab itu walaupun Pek In Hoei
telah berlatih satu jam lamanya, ia belum berhasil juga
mengerahkan hawa murninya mengikuti petunjuk yang
aneh dan kukoay dari ajaran itu.
Dengan mulut membungkam ia tatap air telaga yang
hijau, pikirnya :
"Sungguh tak kunyana dasar telaga begini tenang, begini
indah dan menarik bagaikan dalam alam impian..."
Tiba tiba ia teringat kembali akan satu masalah, dengan
hati sangsi pikirnya lebih jauh:
"Eeei.... kenapa di dasar telega tidak nampak seekor
ikanpan yang berenang kian kemari?"
Namun dengen ccpai ia berhasil mendapatkan
jawabannya, segerompok ikan kecil berwarna putih
berenang lewat didepannya.
Ikan ikan kecil itu mempunyai sisik berwarna putih
keperak perakan, kepalanya lancip dan badannya sempit
lagi panjang, ekornya halus lagi lembut seakan2 gemas tapi
yang bergerak dalam air.
Dengan bati kaget sianak muda itu membatin:
"Sungguh tak nyana didalam telaga yang dingin
bagaikan salju dan penuh dengan tekanan air yang kuat bisa
terdapat jenis ikan yang begitu aneh. ikan2 itu sempit dan
panjang bagaikan tali namun ia bisa bergerak kian kemari
tanpa mati terkena tekanan air yang berat, sungguh
merupakan suatu keajaiban... seandainya mereka tidak
memiliki badan yang sempit den panjang serta bisa
mengimbangi godakan ombak yang berat.
Tiba tiba satu ingatan terlintas dalam benaknya, sekujur
tubuhnya segera gemetar keras.
"Aaah, kenapa aku luapa.... bukankah dia bergerak ikuti
aliran ombak tersebut?"
Setelah menyadari bahwa ia berbasil memecahkan kunci
penting untuk mempelajari ilmu Tay Yang
dengan hati penuh kegirangan bisiknya didalam hati:
"Asal kulupakan semua pelajaran Sim-Hoat yang pernah
kupelajari. bukankah otakku akan bersih bagaikan selembar
kertas putih" mau diberi Warna apapun bisa tertera dengan
gampang... Maka Pek In Hoei segera buang semua pikirannya dari
dalam benak dan pusatkan segenap semangt serta
kemampuannya untuk mempelajari ilmu Tay Yang Sam
Sih. Entah berapa saat sudah lewat, wajahnya yang pucat
makin lama berubah semakin merah, asap putih yang tipis
perlahan2 menyebar dari batok kepalanya.
Sepasang kakinya yang kaku kini bisa digerakkan
kembali, maka dari berbaring pemuda itupun bisa duduk
bersila. Kabut putih kian lama berkumpul kiam memebal,
seluruh badannya hampir boleh dibilang terbungkus rapat,
Mendadak..... Ia mendengus rendah, sepasang lengannya menyapu
kesamping, kabut putih disekeliling tubuhnya berubah jadi
butiran air dan menyebar kemana mana.
Hawa murni yang berada dalam tubuhnya dari jalan
darah Wie Liu segera menerjang jalan darah Ming boen, Gi
Kiong dan langsung mendesak masuk kedalam Ihian To
Hiat. Mendadak... mulutnya bergetar keras, bagaikan ledakan
guntur menggoncangkan air dalam telaga,
Segumpal hawa panas muncul dari Tan Thian laksana
kilat menyebar keseluruh badan dan mengisi setiap jalan
darahnya. Wajah Pek In Hoei berubah jadi merah membara,
keringat sebesar kacang kedelai mengucur keluar dari
jidatnya, begitu panas hawa murni yang mengalir dalam
tubuhnya membuat tulang terasa dipanggang di bawah api
yang berkobar kobar
Suatu tekanan hawa dalam tubuhnya membuat kulit
serta dagingnya seperti merekah dan hangus. dengan penuh
kesakitan ia meraung keras kemudian loacat bangun.
Sepasang telapaknya diayun kemuka, tangan yang putih
halus dalam sekejap mata berubah jadi marah membara,
serentetan cahaya merah menyambar lewat air telaga
menggulung dahsyat dan menggetar bagaikan dilanda
gempa bumi.

Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bumi bergoyang air te!aga mengguncang dahsyat,
seakan2 bumi akan kiamat.... permukaan tanah dimana
terkena hantaman tersebut seketika berubah jadi hitam
hangus. Dengan pandangan tertegun Pek In Hoei memandang
ombak telaga yang menggulung daksyat dialas kepalanya, ia
tak mengerti genangan tersebut diakibatkan karena pukulan
"Yang Kong Bu Cau" atau cahaya Sang Surya Bersinar
terang atau bukan.
Ia tidak percaya bila dalam waktu yang amat singkat
bukan saja ia berhasil mempelajari tiga jurus ilmu Sang
Surya bersinar dari Liat Yang Sin kang bahkan dapat pula
mengusir hawa dingin yang telah membekukan tubuhnya,
dari rasa takut menghadapi maut ia jadi kegirangan
setengah mati. Untuk sesaat ia berdiri tertegun ditempat itu, ia lupa
kalau tubuhnya masih berada didasar telaga Lok Gwat
Leng "Aaaai...!" mendadak suara helaan napas yang amat
sedih berkumandang datang dari sisinya.
Pek In Hoei terperanjat, dengan cepat ia berpikir:
"Aku tidak pernah menghela napas panjang darimana
datangnya helaan napas yang begitu berat dan penuh
kepedihan Itu?".
Pedang Si Jiet Sin Kiam dicekalnya kencang-kencang,
dengan wajah penuh rasa terkejut ia memandang keatas
tanah, dimana ia jumpai tanah lumpur yang basah telah
berubah jadi hitam. bahkan batupun hangus seakan akan
baru saja terjadi kebakaran. Ia tidak akan menyangka kalau
ilmu Liat Sin kang yang mengutamakan hawa Yang kang berhasil
ia pelajari dengan begitu cepat kerena saat itu badannya
berada di dasar telaga Lok Gwat Ouw yang dinginnya luar
biasa. Disaat ia masih terkejut dan diliputi rasa heran itulah,
suara helaan napas panjang yang berat dan sedih tadi
berkumandang kembali diikuti suara beradunya rantai besi
dari dasar tanah.
Dalam keadaan yang segar, sekarang ia berani
memastikan bila helaan napas serta suara beradunya rantai
besi itu benar benar muncul dari dasar tanah.
Dibalik kesemuanya ini tentu ada hal yang tidak beres,
kalau tidak mengapa tiang batu itu bisa berdiri tegak didasar
telaga bagaikan sebilah pedang?".
Ditelitinya keadaan sekeliling tempat itu dengan
seksama, didasar telaga kecuali ganggang serta batu cadas
tidak tampak ada tiang batu setinggi tujuh depa macam itu
lagi. Maka segera bentaknya keras keras :
"Siapa yang menghela napas dibawah?"
Serentetan suara beradunya rantai besi berkumandang
nyaring diikuti seruan kaget seseorang dengan nada yang
serak dan berat.
Sekarang Pek In Hoei semakin yakin kalau tiang batu itu
jauh menembusi dasar telaga, dan didasar telaga tentu ada
guanya. Sambil mencekal pedangnya kencang kencang ia
salurkan hawa murninya keujung senjata, setelah itu ia
gurat satu tiang batu besar tadi.
Cahaya pedang berkilat, tiang batu tadi sebatas tanah
terpapas putus jadi dua bagian dan terlihatlah dasar
daripada tiang tadi.
Suara beradunya rantai kedengaran semakin nyata,
seakan akan suara itu muncul didepan mata. Serentetan
suara manusia yang serak dan berat dengan penuh rasa
kaget berseru ;
"Siapa yang tenggelam didasar telaga Lok Gwat Ouw"
jangan sekali kali kau patahkan tiang batu itu."
"Siapa kau ?" seru Pek In Hoei temaViu kaget. "Kenapa
kau berada didasar telaga?".
Orang yang ada didasar tanah itu rupanya tidak
menyangka kalau ucapan, lawan bisa terdengar begitu jelas,
ia merandek sejenak kemudian menjawab:
"Apakah air dalam telaga sudah kering cepat beritahu
kepadaku apakah air telaga telah mengering?".
"Apakah didasar situ tidak ada tanah kering " Hey, apa
yang sedang kau kerjakan disitu ?".
"kalau air telaga belum mengering, siapa yang dapat
berdiri didasar telaga?" kembali orang itu berteriak teriak.
Pak In Hoei tidak menggubris ucapannya lagi, ia maju
satu langkah kedepan, kakinya menginjak tanah keras keras
kemudian dengan sekuat tenaga ditendangnya keatas tiang
tersebut. "Kraaaak......!" sungguh hebat tenaga himpunan yang
disalurkan pemuda she Pek pada kakinya, diiringi suara
yang amat nyaring tiang batu itu patah jadi dua bagian
lumpur disekitar situ jadi gugur dan muncullah sebuah
lubang besar. Pek In Hoei tidak ambil pusing siapakah penghuni gua
itu, sambil mencekal pedang pusakanya ia loncat masuk
kedalam gua tadi.
Mulai mulai air masih memenuhi gua tadi. namun
semakin bergerak kedepan permukaan tanah kian lama kian
meninggi hingga akhirnya muncullah sianak muda to dari
permukaan air. Dihadapannya sekarang terbentang satu lorong yang
amat panjang, suasana diliputi gelap gulita, batu cadas
berserakan dimana mana . setelah berputar satu lingkaran
tibalah dia disebuah ruangan, disana terdapat seorang
manusia aneh berambut panjang sedang memandang
kearahnya dengan pandangan terperanjat.
Pek In Hoei sendiripun terkejut ketika berjumpa dengan
orang itu, pedangnya segera dilintangkan didepan dada siap
menghadapi segala kemungkinan ynng tidak diharapkan,
Manusia aneh itu mengenakan baju warna hitam yang
telah koyak koyak tidak karuan, sepasang tangan serta
kakinya diborgol deogan rantai besi, sementara ujung
rantainya terikat pada sebuah tiang batu yang sangat kuat,
sehingga mengingatkan anjing kita yang sedang dirantai
didepan rumah, Pek in Hoei tarik napas daiam dalam, ia merasa hawa
dalam gua itu sangat apek dau lembab, membuat dada jadi
sesak dan perut jadi mual.
"Siapa kau ?" setelah hening sejenak, ia menegur dengan
sepasang alis berkerut, "Kenapa kau dikurung dalam gua
didasar telaga ini " siapa yang mengurung dirimu ?"
Sepasang mata manusia aneh itu menatap wajah Pek In
Hoei tajam tajam, wajahnya masih menampilkan rasa kaget
dan tercengang yang tebal, setelah membungkam beberapa
saat lamanya ia mulai jadi tenang, bibirnya bergetar keras
dan meluncurlah beberapa kata:
:Siapakah kau?"
Bersama dengan selesainya ucapan tadi, darah segar
muncrat keluar dari mulutnya.
Pek in Hoei kerutkan alisnya, dengan pandangan minta
maaf dia melirik sekejap rantai besi yang mambelenggu
tubuh orang itu, sedang dalam hati pikirnya:
"Entah orang ini telah melanggar dosa apa, ternyata
badannya dirantai dengan rantai besi sebesar itu dan
dikurung dalam gua batu selembab ini, tentu disebabkan
aku mematahkan tiang batu tersebut barusan mengakibatkan dia tarluka."
Maka dengan suara lirih segera ujarnya:
"Maaf... aku benar benar tidak tahu kalau kau terikat
diatas tiang batu itu...?"
Manusia aneh itu tidak menggubris ucapan Pek In Hoei,
sepasang matanya menatap pedang penghancur sang surya
tak berkedip, diantara sinar matanya jelas memancarkan
suatu keinginan yang membara.
Pek in Hoei bukanlah manusia goblok begitu melihat
keadaan lawan ia lantas dapat menebak keinginan orang itu
yang mengharapkan dirinya bisa mematahkan rantai besi
tadi dengan pedangnya.
Sskilas cahaya merah berkelebat lewat, Traug.... diiringi
letupan bunga api, ramai besi yaug kasar dan kuat tadi
segera kutung jadi dua bagian dan rontok keatas tanah.
Melihat rantainya telah putus napas manusia aneh itu
memburu keras, dari tenggorokannya perdengarkan suara
raungan lirih yang serak dan berat, sepasang lengannya
diayun kesana kemari bagaikan orang gila.
"Hoa Pek Tuo... Hoa Pek Tuo..." serunya sambil tertawa
kalap... Kau tak akan berhasil membelenggu diriku lagi!"
"Siapa kau?" kembali Pek In Hoei menegur. "Mengapa
Hoa Pek Too mengurung dirimu dalam gua batu ini?".
Manusia aneh itu tidak mengubris ucapan sianak muda
she Pek ini, bagaikan setengah gila ia lari menuju kearah
lorong. Sekali lagi Pak In Hoei berteriak memanggil. orang itu
merandek dengan hati sangsi, namun akhirnya dengan
terhoyong hoyoag dia lari balik kehadapannya.
Dengan sekujur badan gemetar keras, ia tatap wajah Pek
In Hoei tajam tajam, bibirnya gemetar serunya:
"Orang muda terima kasih atas bantuanmu?"
Kembali dari mulutnya muntahkan darah segar,
sepasang tangannya menekan dada kencang kencang,
setelah menjerit badannya roboh kembali keatas tanah.
Menyaksikan keadaan orang itu Pek In Hoei berseru
tertahan, buru buru dia masukkan pedangnya kedalam
sarung, lalu berjongkok dan memasang bangun manusia
aneh tadi seraya bertanya :
"Kenapa kau ?"
Manusia aneh itu tertawa sedih.
"Selama dua puluh tahun aku terkurung didalam gua
yang gelap, lembab dan apek seperti ini, tiada harapan lagi
bagiku untuk berlari keluar, dengan badan yang diborgol
dengan rantai besi! ini paling jauh hanya satu tombak aku
bisa mancangkan, setiap hari aku hanya mengharap
harapkan kedatangan orang yang mengirim nasi begitu."
"Selama ini kau terkurung disini. apakah sama sekali tak
ada kesempatan bagimu untuk meloloskan diri...?"
Napas orang aneh itu sedikit memburu, dengan suara
gemetar jawabnya.
"Semua urat serta otot2 kaki dan tanganku telah
dipotong, tiga lembar urat nadiku sudah disayat2 lagi pula
dibelenggu diatas tiang batu yang begitu kuat, seandainya
kupatahkan tiang batu itu dengan kekuatanku sendiri, maka
kemungkinan besar dinding gua ini bakal bobol dan air
telaga akan menenggelamkan diriku, apa gunanya aku
berbuat hal yang tidak menguntungkan?"
Sekujur badannya gemetar keras, gumamnya seorang diri
: "Hoa Pek Tuo, kau benar2 berhati keji. kau benar2 tidak
memberi kesempatan hidup bagi diriku..."
Mendadak ia cengkeram lengan kanan Pek In Hoei,
kemudian dengan suara serak sambungnya.
"Aku hendak minta pertolonganmu untuk mambunuh
seseorang, untuk bantuanmu itu aku pasti akan memberi
balas jasa kepadamu."
Ucapan ini membuat Pek In Hoei jadi kebingungan, ia
tidak menyangka kalau manusia aneh tersebut bisa
mengucapkan kata kata seperti itu, setelah sangsi sebentar
katanya: "Aku..... kepandaianku sudah terlalu banyak."
"Aku mohon kepadamu." jerit orang aneh tadi dengan
menahan penderitaan.
Dari sinar matanya yang memancarkan permohonan
serta biji matanya yang mula2 pudar seakan akan manusia
yang hampir mendekati ajalnya, timbul rasa kasiban dalam
hati pemuda kita, terpaksa ia mengangguk.
"Baiklah, kukabulkan permintaanmu."
"Aku minta kau mewakili diriku untuk membuilah Hoa
Pek Tuo..."
"Hoa Pek Tuo?" bayangan kakek tua yang sedang duduk
bersila didepan bangunan air segera terbayang didepan
matanya. "Kenapa aku harus membinasakan dirinya?"
"Membasmi bibit bencana bagi dunia persilatan, dan
memberi kehidupan bagi para jago kang ouw".
"Apa maksud ucapan itu?".
Orang aneh itu membuka mulutnya lebar lebar namun
tak sepatah ketapun yang meluncur keluar, keringat dingin
mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya;
Pek In Hoei terperanjat, ia tarik napas panjang panjang,
telapak kirinya segera ditempelkan keatas lambung orang
itu dan salurkan hawa murninya melalui Tan Thian.
Mendapat bantuan tenaga dari luar, sekujur badan
manusia aneh itu gemetar keras, semangatnya segera
bangkit lagi, dan katanya:
"Karena dia sudah bersongkel dengan Cia Ku Sia Mo si
iblis sakti berkaki telanjang dari seng Sut Hay, Kioe Boen
Teh Sin Wu si Dukan sakti berwajah seram dari Lam Ciang
serta Ay Sian Pouw sat si malaikat suci berbadan cebol dari
negeri Thian Tok untuk bersama2 merampas daratan
Tionggoan dari tangan orang orang Bulim kemudian
membagi baginya menjadi daerah kekuasaan mareka."
Belum pernah Pek In Hoei mendengar beberapa nama
orang sakti itu, ia melengak dan segera bertanya :
"Bagaimana kalau orarg orang itu dibandingkan dengan tiga
dewa dari luar lautan " apakah....."
"Tiga dewa dari luar lautan?" sekilas rasa girang
berkelebat diatas wajah manusia sneh itu. "Apakah kau
adalah anak murid dari tiga orang dewa sakti itu?"
Dengan hati tercergang Pek In Hoei menggeleng.
"Bukan. aku adalah anak murid partai Tiam cong".
Air muka manusia aneh itu segera berubah bebat, darah
panas

Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bergolak dalam dadanya dan kembali ia memuntahkan darah segar.
Melihat keadaan orang Itu kian lama makin bertambah
parah:, muramlah wajah pemuda kita, dengan cepat ia
tempelkan telapak kanannya keatas jalan darah "Ming Boen
Hiat" dipinggang orang itu, hawa murninya segera
disalurkan keluar dan beru aba mengendalikan golakan
bawa darab dalam dadanya.
Nsmun sayang tiga urat urat Im Mehnya telah disayat
orang sampai putus, setelah mengalami golakan batin yang
amat besar hawa darah yeng bergolak sukar untuk
dikendalikan lagi, hawa murni yang disalurkan dari luar
segera tercerai berai begitu tiba didada, jelas jiwanya sudah
tiada harapan untuk diselamatkan lagi.
Sepasang alis Pek In Hoei segera berkerut kencang, lima
jarinya bekerja cepat, dalam sekejap mata dua belas buah
jalan darah penting ditubuh manusia aneh itu telah ditotok,
dengan susah payah dia berusaha untuk mengumpulkan
hawa murni yang telah buyar itu.
Sayang usahanya sia sia belaka, kendati segala
kemampuan serta tenaganya telah dukerahkan, namun
hawa murni yang telah jadi lemah dan tinggal satu satunya
itu sukar dikumpulkan.
Ia seka keringat yang membasahi wajahnya. tarik napas
panjang panjang dan dengan wajah sedih menundukkan
kepalanya. Hawa murni yang disalurkan kedalam tubuhnya pun
sedikit demi sedikit ditarik kembali, dalam keadaan seperti
ini percuma berusaha melindungi detak jantungnya belaka
agar jangan sampai putus.
"Apakah partai Tiam Cong dalam keadaan baik baik?"
tanya orang aneh itu dengan suara serak.
Pek In Hoei tertawa sedih.
"Apakah cianpwee kenal dengan anak murid partai Tiam
cong?" "Aaah..... kejadian masa lampau telah berlalu bagaikan
asap yang buyar diudara, lebih baik tak usah diungkap
kembali". Ia tarik napas panjang panjang setelah meronta ujarnya
lagi: "Waktu yang ksmiliki sudah tidak banyak lagi, sekarang
juga akan kuberitahu kau semuanya kepadamu."
Napasnya memburu, dengan tersengal sengal ia
sambungnya lebih jauhL
"Kepandaian yang paling kuandalkan adalah ilmu
menyaru diri, sering kali aku muncul didalam dunia
persilatan dengan Pelbagai macam corak serta kedudukan,
oleh karena itu orang orang sebut diriku sebagai Cian Hoan
Lang Koen atau silelaki ganteng berwajah seribu.
Disebabkan oleh kehebatanku inilah aku bisa muncul dan
berada dalam kalangan yang berbeda, mengikuti rapat serta
persidangan orang lain yang sedang merencanakan siasat
busuk untuk mencelakai orang."
Sekilas warna merah menghiasi wajahnya yaag kusut,
setelah mengatur napasnya sejenak ia melanjutkan :
"Dua puluh tahun berselang, ketika aku berada dipuncak
Mong-Yong Hong digunung Hoa-san dengan tanpa sengaja
telah berjumpa dengan Cia Ku Sin Mo si iblis sakti berkaki
telanjang dari laut Seng Sut-Pay bersama istrinya Pek Giok
Jien Mo iblis khiem kumala hijau. Waktu itu dia sedang
berlatih main khiem diatas gunung, setiap pagi burung
burung yang ada disekitar sana esma sama beterbangan
kepuncak sana untuk mendengarkan irama khiemnya yang
merdu dan menawan hati.
"Benarkah dikolong langit terdapat kepandaian main
khiem yang begitu tinggi dan lihay ?" pikir Pek in Hoei
dengan alis berkerut. "Entah bagaimanakah permainan
khiemnya kalau dibandingkan dengan dewi Khiem
bertangan sembilan Kim Ie Eng" siapa yang lebih unggul
diantara mereka?"
Ia tidak tahu kalau iblis Khiem kumala adalah guru dari
Kim In Eng. hanya saja sang garu suka menggunakan
kepandaian permainan khiemnya untuk orang, sedang sang
murid mencampur adukkan perasaan cintanya kedalam irama
khiemnya antara kedua orang itu memperoleh julukan yang
bertentangan satu sama lain yaitu si iblis khiem serta si dewi
khiem, Terdengar Cian Hoa Long koen melanjutkan kembali
kata2nya: "pada waktu itu aku merasa heran dan tercengang, sebab
irama kbiem yang bisa menjinakan kawanan burung sudah
pasti bukan irama khiem biasa yang bisa dilatih oleh
manusia biasa apalagi didaratan Tionggoan belum pernah
ada orang yang berhasil mencapai tinggka begitu tinggi,
maka dari itu aku lantas teringat akan diri si iblis Khiem
kumala hijau dari laut Seng Sut Hay."
"Waktu itu belum sampai seperminum teh lamanya
irama khiem itu berkumandang diankasa, beribu ribu ekor
burung telah memenuhi angkasa membuat udara jadi gelap
dan semua pepohonan dipenuhi oleh burung burung tadi..."
"Begitulah makin mendengar aku semakin terpengaruh
akibatnya seluruh kesadaranku terpengaruh oleh irama
khiem tadi hampir saja aku tak sanggup menguasai diri dari
bergerak menuju kehadapannya, bila mana waktu itu aku
sampai munculkan diri niscaya dia akan bunuh diriku
sampai mati." Pek In Hoei terbelalak, ia bungkam dalam
seribu bahasa sementara otaknya membayangkan betapa
ngerinya kalau seluruh puncak sebuah bukit dipenuhi
dengan beribu ribu ekor burung.
Cian Hogn long Koen pejamkan matanya sejenak dan
meneruskan. "Untung disaat yang paling kritis itulah dari tengah
udara berkumandang suara suitan panjang yang amat
nyaring dimana irama khiem saling lembut dan merdu tadi
seketika terdesak, akupun segera sadar kembali dari
lamurnya yang hampir menghampiri diriku kelembah
kehancuran."
"Suara suitan itu nyaring laksana guntur membelah bumi
disiang hari bolong, suaranya bergema diseluruh penjuru
menggetarkan semua bukit dan mengagetkan burung
burung yang telah memenuhi bukit dan suasana segera jadi
kacau, suara burung yang telah memenuhi bukit tadi
bergema memusnahkan kesunyian.
"Melihat kegembiraannya diganggu orang dengan wajah
penuh kegusaran si iblis khiem kumala hijau angkat
kepalanya memandang empat penjuru, saat itulah dari
tengah udara malayang datang sesosok bayangan manusia,
munculnya bayangan Jadi seolah olah seekor burung
raksasa yang terbang diiringi beratus ratus ekor burung,
dalam waktu singkat dia telah tiba dipuncak Mong Yong
Hong." "Apakah orang itu adalah si iblis sakti berkaki telanjang
dari laut Seng Sut Hay?" sela Pek In Hoei,
Dsngan napas memburu Cian Hoan Long koen
mengangguk. "Iblis sakti berkaki telanjang mempunyai kepala yang
botak, tinggi badannya mencapai sembilan depa dan tidak
memakai sepatu. Begitu tiba diatas puncak dia lantas
terbahak bahak aku mengerti betapa lihaynya sepasang iblis
dari laut Seng Sut Hay ini, maka begitu melihat munculnya
si iblis sakti berkaki telanjang tubuhku
semakin kusembunyikan dibalik sekumpulan, bergerak sedikitpun
tidak berani. "Hubungan antara suami istri sangat aneh sekali, begitu
saling berjumpa segera meluncurlah kata kata makian yang
sangat Kotor, Setelah cekcok mulut mereka berduduk
bermesraan, membicarakan urusan rumah tangga dan
keadaan situasi didaratan Tionggoan."
Air mukanya berubah semakin merah, dengan penuh
emosi katanya. "Sejak menderita kekalahan didaratan Tionggoan pada
enam puluh tabun berselang dan diusir balik kelaut Seng
Sut Hay, sepasang suami istri ini segera merencanakan
usahe pembalasan dendam dengan menghubungi jago jago
lihay disekitar perbatasan untuk bersama2 menghadapi tiga
dewa dari luar lautan dan menjajah dunia persilatan..."
"Tatkala aku mendapat tahu bahwasanya mereka telah
bekerja sama dengan 8 dewa cebol dari negeri Thian Tok
serta Tay Sauw Sin koen dari suku Oo can di Mongolia,
maka akupun lantas menarik kesimpulan pasti ada
seseorang dibelakang layar yang merencanakan kesemua itu
untuk membasmi semua partai besar".
Ia merondek sejenak, air mata jatuh berlinang2
membasahi wajahnya, sambil menahan isak tangis katanya.
Tatkala aku mengetahui rencana keji tersebut betapa
terkejutnya hatiku ketika itu, aku baru bersiap siap
mengerahkan segenap kemampuan yang kumiliki untuk
menyelidiki siapakah orang yang mengatur rencana besar
itu. Maka akupun menyusup kedalam perkampungan Tay
Bie San Cung dan bercampur baur dengan mereka. Disitu
akupun berhasil mengetahui rencana busuk mereka yang
lebih mendalam Tapi sayang pada saat aku hampir
memahami sebagian besar dari rencana mereka, pada saat
itulah dalam dunia persilatan tiba-tiba tersiat berita yang
mengatakan aku telah menjadi anak buah si dukun sakti
berwajah seram dari Lan ciang dan membunuh anak murid
pelbagai partai besar.
OoodwooO Jilid 13 MAKA ketika aku kembali keperguruan dan membeberkan kejadian ini kepada suhu, ciangbun suhu
telah menurunkan perinlah untuk menangkap diriku serta
menjatuhi hukuman mati kepadaku. Karena itulah begitu
aku tiba digunung Tiam cong, mereka segara meringkus
diriku. Untung engkohku dengan memandang hubungan
persaudaraan secara diam dia telah lepaskan diriku dari
kurungan, maka dalam keadaan kecewa, putus asa dan
gusar aku kembali lagi keperkampungan Tay Bie San cung
dengan harapan bisa membinasakan otak dari semua
rencana pembasmian terhadap orang Bulim ini yaitu
manusia latah Hoa Pek Tuo......"
"Jadi Cianpwee pun anak murid partai Tiam Cong ?"
sela Pek In Hoei dengan hati terperanjat.
Dengan wajah penuh air mata silelaki tampan berwajah
seribu gelengkan kepalanya.
"Sejak dulu! aku telah diusir dari perguruan, aku telah
bukan menjadi anak murid partai Tiam Cong lagi."
Dia menghela napas panjang.
ketika aku telah kembali keperkempungan Tay Bie San
cung, sebelum mendapat kesempatan untuk membinasakan
Hoa Pek Tuo, mereka telah meracuni diriku lewat santapan
yang dihidangkan kepadaku. menanti aku sadar dari
pingsan tubuhku telah dikurung ditempat ini. Selama tiga
puluh tahun setiap detik setiap saat aku berusaha mencari
jalan keluar namun semua usahaku sia2 belaka, sebab aku
tahu bahwa diluar dinding gua ini merupakan air telaga."
sangat dingin, asal kupatahkan ruang itu maka tubuhku
akan kedinginan dan mati kutu".
Air mata yaog mengalir keluar semakin deras terusnya :
"Hoa Pek Tuo adalah manusia licik yang puava banyak
akal, untung dengan adanya peristiwaku maka terpaksa dia
harus bekerja dengan- hati hati lagi, rencana pembasmian
umat Bulim didaratan Tioinggoan pun telah diundurkan
lebih dari dua puluh tahun.
"Aaaai.... tetapi aku ......."
Pek In Hoei ikut terharu oleb pengalaman pahit yang
dialami Cian Huan Lang koen demi menyelamatkan umat
Bulim dari kehancuran tanpa terasa airmata jatuh berlinang
membasahi pipinya, sambil menggigit bibir ujarnya :
"Cianpwee, perduli bagaimanakah pandangan semua
orang dikolong langit terhadap dirimn, perduli kau pernah
diusir dari perguruan Tiamcong aku dapat memahami
kesulitanmu. aku pasti akan umumkan jasa jasamu yang tak
ternilai besarnya ini kepada semua orang dijagad, agar
orang orang Bulim dikolong langit memuji dirimu dan
menyanjung dirimu."
Lelaki tampan berwajah seribu menghela napas panjang.
Sejak pertama kali aku berjumpa dengan dirimu, aku
lantas tahu bahwa hanya kau seorang yang sanggup
melenyapkan bencana besar ini, pedang Sie Jiet Kiam yang
kau cekal sekarang bukan lain adalah pedang milik
suhengku yang lenyap sewaktu ada digunung Hoa-san, dan
kini kau berhasil mendapatkannya kembali, dlkemudian
hari kau pasti akan berhasil menjabat kedudukan
ciangbunjien dari partai Tiam cong...." Susiok couw partai
Tiam cong telah dibasmi orang hingga hancur berantakan."
bisik Pek In Hoei sedih.
"Apa" sungguhkah ucapanmu itu?" Teriak Cian Hoan
Long koen dengan mata melotot besar, darah segar muncrat
keluar dari mulutnya.
Pek In Hoei kaget setengah mati ketika menyaksikan
sikap susiok couwnya yang penuh diliputi emosi ini, hawa
murni yang disalurkan lewat tangan kanannya hampir tak


Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sanggup menguasai golakan hawa darah didalam tubuhnya.
Melihat jantungnya berdebar semakin keras dan telah
menunjukkan tanda tanda hendak mati, dengan cepat ia
membentak keras:
"Hei.... kalau kau tidak menceritakan latar belakang
kejadian ini, mana mungkin aku bisa balaskan dendam sakit
hatimu" cepat tenangkan hatimu...."
Sekujur badan lelaki tampan berwajah seribu gemetar
keras, seakan akan telah bartemu dengan malaikat ia tarik
napas dalam dalam.
"Aku pasti akan beritahukan seluruh latar belakang
kejadian ini kepadamu, kalau tidak aku tak akan mati."
"Susiok couw, maafkanlah kekasaran cucu muridmu
barusan." Cian Hoa Lang koen mengangguk, giginya terkatup
kencang. sambil menahan lelehan air mata yang membanjir
keluar katanya:
"Dalam sepatuku ada sejilid kitab pelajaran bagaimana
caranya menyaru muka, ambilah dan pelajarilah dengan
seksama kemudian gunakanlah cara itu untnk mengubah
wajahmu dan berkelana didalam dunia persilatan, hanya
dengan cara ini dendam sakit hatiku bisa terbalas dan
semua usahamu bisa berjalan dengan lancar."
"Cucu murid pasti akan munculkan diri didalam dunia
persilatan sebagai Si Lelaki tampan berwajah seribu,
dendam sakit hati susiok couw sedalam lautan pasti akan
kutuntut balas."
Cian Hoan Lang koen menghembuskan napas panjang.
"Hoa Pek Tuo adalah manusia yang cerdik dan
mempunyai akal yang sangat banyak, bukan saja dia pandai
ilmu pertabiban, ilmu racun, ilmu barisan ilmu jebakan dan
kepandaian mencari berita, orangnya juga licik, kejam dan
sangat berbahaya, kalau berjumpa dengan dirinya kau harus
bertindak dengan sangat hati hati."
Mendadak hati Pek Ia Hoei bergerak, ia teringat kembali
akan keadaan didalam gua pada puncak gunung Hoa san,
dimana semua jari sembilan ketua partai besar serta Cia
Ceng Gak sipedang sakti dari partai Tiam Cong ditemukan
mati keracunan.
Didalam hati segera pikirnya:
"Mungkinkah mereka terjebak oleh siasat Hoa Pek Tuo
yang licik dan mati keracunan" kalau tidak rencana apa lagi
yang bisa berjalan dengan begitu rahasia dan sempurna
seperti itu hingga mengakibatkan ketua dari sembilan partai
besar mati bersama sama ?".
Dengan hati bergidik segera serunya:
"Cucu muridpun terkena siasatnya yang licik hingga
tercebur kedalam telaga Lok Gwat Oauw...?"
Cian Hoan Lang koen tidak memberi komentar atas
ucapan si anak muda itu barusan, diapun tidak menanyakan
apa sebabnya dia tidak mati oleh hawa dingin yang luar
biasa dalam air telaga itu, semua perhatian, tenaga maupun
pikirannya telah di pusatkan jadi satu untuk memberitahukan seluruh peristiwa serta kejadian yang
diketahuinya pada masa lampau sebelum ajalnya tiba.
Dengan suara gemetar dan kurang jelas ia berkata
kembali "Seluruh tubuh Hoa Pek Tuo merupakon racun yang
keji, disamping ia pandai menjebak orang terjerumus
kedalam perangkapnya, diapun pandai ilmu pertabiban
hingga dalam dunia kangouw dia dikenal orang sebagai
tabib tskti yang suka menolong orang. setiap penyakit yeng
diobatinya pasti sembuh dengan cepat, maka nama
harumnya tersebar dimana mana menutupi kebusukan hati
yang jahat terkutuk itu......
Berhubung wajahnya bersih dan penuh welas kasih,
sikapnya ramah tamah dan berbudi mulia maka orang
dikolong langit tidak nanti akan percaya kalau dia adalah
manusia paling keji dikolong langit. dialah olak daripada
rencana pembunuhan terhadap umat Bulim.
Dengan lengannya yang kurus kering Cian Hoan Lang
koen mencengkeram baju Pek In Hoei, teriaknya:
"Kau harus menggunakan akal serta kepintaranmu untuk
membongkar kebusukan serta kejahatannya, agar setiap
manusia dikolong langit tahu kalau dia adalah manusia
yang paling busuk didunia ini, kalau kau tidak berbuat
demikian maka dengan tenagamu seorang tak nanti bisa
melakukan banyak hal, ingat! ingatlah! jangan sampai kau
mengalami nasib seperti diriku."
Dengan air mata bercucuran Pek In Hoei mengangguk.
"Akan cucu murid ingat selalu pesan susiok couw ini,
aku tidak akan mengbaikan nasehatmu dan bertindak
seperti apa yang telah ditunjuk."
(Oo-dwkz-oO) 9 Cian Hoan Lang Koen menghembuskan napas panjang.
"Hanya sayang aku tak dapat membantu dirimu, aku
hampir mati."
Pek In Hoei tak dapat menahan air matanya yang
mengalir keluar bagaikan bendungan yang bobol, ia
bungkam dalam seribu bahasa dan tidak mengucapkan
sepatah katapun, sebab setelah mengucapkan kata kata
sebanyak itu maka masa terang sebelum padam yang
dialami Cian Hoan lang koenpun mencapai pada akhirnya,
setelah seluruh tenaga badannya musnah, jiwanyapun tak
akan tertolong lagi.
"Setelah aku mati....." kata lelaki tampan berwajah seribu
sambil pejamkan matanya. Janganlah kau bawa pergi
mayatku, tenggelamkan saja kedasar telaga, sebab dengan
demikian maka ada kemungkinan jejak lelaki tampan
berwajah seribu akan muncul kembali dalam dunia
persilatan. Aaaai... selama tiga puluh tahun..."
Mendadak ia pentang matanya lebar lebar.
"Dapatkah kau berikan pedang mustika penghancur sang
surya itu agar kulihat sejenak" sudah puluhan tahun
lamanya aku tak pernah melihat mustika perguruan, ooh
betapa rindunya batiku."
Pek In Hoei tidak membantah, ia lepaskan pedangnya
dan serahkan ketangan orang aneh itu, yang mana segera
diterima oleh lelaki tampan berwajah seribu dengan tangan
gemetar. Sambil membelai sarung pedang itu, kata Cian Hoan
Lang koen dengan suara lirih,
"Setelah lenyap berpuluh puluh tahun lamanya sungguh
beruntung pedang pusaka perguruan
kita berhasil ditemukan kembali, Aaaai.... teringat ketika aku masih
muda memandang pedang penghancur sang surya yang
digantung diatas dinding kamar suhu, tak tahan ingin
kulihatnya sebentar.
Mendadak ucapannya putus dan badannya terkulai
kebawah. Melihat keadaan itu Pek In Hoei berseru tertahan,
dengan cepat dia meraba pernapasan orang tua itu, ternyata
denyutan jantungnya telah berhenti dan jiwanya telah
melayang. Air mata segera mengucur keluar dengan detilnya,
dengan suara lirih bisiknya :
"Beristirahatlah dengan tenang, aku akan muncul
kembali didalam dunia persilatan sebagai si lelaki tampan
berwajah seribu, akan kugemparkan seluruh Bulim dengan
perbuatan perbuatan yang luar biasa."
Perlahan lahan ia letakkan jenasah Cian Hoan Lang
koen keatas tanah, kemudian melepaskan sepatunya dan
mengambil keluar Sejilid kitab yang disembunyikannya
disitu. Kemudian setelah mengikat baik pedangnya, ia jatuhkan
diri berlutut dihadapan jenasah susiok couwnya dan
memberi hormat dengan penuh rasa iba, doanya:
"Sosiokcouw, beristirahatlah dengan tenang dialam baka,
cucu murid pasti akan laksanakan perintahmu, Nah selamat
tinggal." Tiba tiba... dari ujung lorong sebelah dalam berkumandang datang suara genta yang amat lirih,
walaupun perlahan
sekali suaranya namun cukup mengejutkan hati pemuda kita. ia segera berpaling,
tampaklah cahaya apu muncul diujung lorong sebelah sana
dan perlahan bergerak mendekat.
Dengan ai!s berkerut buru buru Pek in Hoei membesut
air mata yang membasahi wajahnya, kemudian sambil
membopong -jenasah Cian Hoan Lang koen mengundurkan
diri ketempat kegelapan.
Dsngan punggung menempel diatas dinding, ia awasi
terus cahaya api yang kian lima kian mendekat, dengan
cepatnya sesosok bayangan manusia telah muncul disitu,
ditangan kirinya orang itu membawa sebuah lampu lentera
sedang tangan kanannya membawa sebuah pedang,
wajahnya serius dan gerak geriknya sangat berhati hati.
Meminjam sorotan cahaya lampu lentera yang menerangi kegelapan, Pek In Hoei dapat melihat raut wajah
orang itu. Dia adalah seoraeg pemuda yang berwajah
ganteng. sepasang alisnya panjang melentik keatas
hidungnya mancung dan gagah sekali.
Dalam hati segera pikirnya:
"Walaupun dia berwajah ganteng. namun sayang terlalu
dingin dan ketus, seakan akan dalam pandangannya tak
seorang, manusia dikolong langit yang dipandang olehnya."
Sementara ia masih termenung, pemuda tadi telah tiba
didepan tumpukan batu cadas.
"Aaah. dimana orangnya?" terdengar ia berseru kaget,
Tatkala dirasakan cahaya lampu lenteranya sacara tiba
tiba berubah jadi redup dengan bati melengak ia
mendongak segera matanya tertumbuk dengan sebutir
mutiara. Pek Swie Coe yang menggeletak disana.
"Aaaai. mutiara Pek Swie Coe. Bukankah mutiara itu
adalah mutiara Pek Swie Coe." serunya dengan rasa kaget.
"Tidak salah, mutiara itu adalah mutiara Pek Swie Coe."
Tanpa mengeluarkan ssdikit suarapun tahu tahu Pek In
Hoei telah munculkan diri dari tempat persembunyiannya.
Orang itu terperanjat, dengan cepat ia loncat mundur
satu langkah kebelakang sambil silangkan pedangnya
didepan dada, siap menghadapi segala kemungkinan yang
tak diinginkan.
"Siapa?" hardiknya.
"Aku."
Ketika orang itu berhasil melihat jelas wajah Pek In Hoei
yang tampan serta mengenakan kutang mustika pelindung
badan yang memancarkan cahaya gemerlapan, untuk sesaat
ia dibikin tertegun dan berdiri melongo.
"Siapakah kau ?" tegur Pek In Hoei sambil tersenyum.
"Pak In Hoei..." jawab pemuda tadi dengan wajah
dingin, ditatapnya pihak lawan dengan pandangan tajam.
"Apa" kau adalah sijago pedang berdarah dingin Pek In
Hoei?" seru pemuda kita terperanjat.
Pemuda yang menamakan dirinya jago pedang berdarah
dingin itu mengangguk sombong.
"Tidak salah." ia lirik sekejap Pek In Hoei lalu balik
bertanya: "Dan siapakah kau?"
"Sekarang,
aku sendiripun tidak tahu siapakah sebenarnya diriku ini?"
"Apa maksud ucapanmu itu ?"
"Sebab namaku hanya satu tetapi sering kali digunakan
orang lain uatuk gagah gagahan coba pikirlah, dalam
keadaan seperti itu apakah aku bisa memahami siapakah
sebenarnya diriku?"
"Heeeee.... heeeeh....... heeeeh....... rupanya kau adalah
seorang kenamaan hingga ada orang yang memalsukan
namamu untuk gagah gagahan.
"Heeeeh.... heeeeeh....heeeeh..... sebenarnya aku hanya
seorang prajurit tanpa nama yeng tak dikenal oleh orang,
kangouw. tetepi dalam hatiku benar benar merasa
tercengang, kenapa dikolong langit bisa terdapat menusia
goblok yang memalsukan namaku untuk menjagoi kolong
langit"...."
Air muka pemuda itu kontan berubah hebat.
"Kau sedang memaki siapa?" tegurnya.
"Aku sedang memaki orang yang telah menggunakan
namaku, kenapa sih" toh aku tidak lagi memaki dirimu?"
kemudian dengan wajah menunjukkan rasa tercengang


Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tambahnya. "Apakah kaupun seringkali menggunakan
nama orang lain....."
"Hmmmmm... pandai benar kau bersandiwara
"Ooooh. cerdik benar kau hey pemuda ganteng aku
memang pandai sekali bersandiwara!"
"Kau ingin merasakan sebuah tusukanku?" tanyanya
dengan wajah meringis.
"Haaaaaah... haaaaaaa..... haaaaaa....... Pek In Hoei
tertawa terbahak bahak, ia maju selangkah kedepan.
kebetukan sekali aku memang ingin mengetahui dengan
dasar apa saudara menggunakan nama Pek in Hoei malang
melintang dalam dunia persilatan sehingga memperolej
julukan sebagai sijago pedang berdarah dingin."
Orang itu bungkam dalam seribu bahasa.
Padangnya dibabat kemuka dan melancarkan sebuah
serangan dengan jurus yang sangat aneh.
Merasakan datangnya ancaman Pek in Hoei geserkan
kakinya menyingkir dua langkah kesamping lima jarinya
dipentang dan segera menyambar jalan darah pek Jie Hiat
ditubuhnya. Serangan ini datangnya cepat diluar dugaan dikala
berganti jurus sama sekali tidak menunjukkan tanda tanda
apapun. terasa cahaya pedang menyambar lewat tahu tahu
ujung pedangnya telah mengancam diatas siku si anak
muda itu. Pek in Hoei tetkesiap, lengan kirinya buru buru ditekuk
kebawah, jari tangannya secara tiba tiba menyebar kedepan
menutul kcarah gagang pedang musuh.
Totokan jarinya barusan telah menggunakan Imu jari
kim Kong cie yang ampuh dari partai Siauw lim. angin
serangan menderu dero dengan hebatnya,
Triing...... dengan telak totokan tadi bersarang digagang
pedang lawan, membuat terlempar beberapa coen
kesamping. Melihat senjatanya disentil sampai mencelet, orang itu
berseru kaget. buru buru pedangnya diobat ablikan
keseluruh perjuru, dalam sekejap mata hawa pedang
melanda dahsyat cabaya tajam mengelilingi seluruh
angkasa dan mengurung Pek [n Hoei ditengah kalangan,
"Hmm." jari serta telapak Pek In Hoei dilancarkan
berbareng mengirim lima serangan berantai, setelah
membendung ancaman musuh, sepasang telapaknya
kembali disodok kedepan dengan jurus "Lak hoo Mong
Mong" atau Enam Berpadu dunia kosong, seluruh jalan
maju pihak lawan segera terkunci.
"Hey, ilmu pedang apakah yang kau gunakan?" segera
teriaknya dengan suara keras.
"Hmm." sambil bungkukan badan orang itu loncat
kesamping, mendadak ujung pedangnya berputar dan
menusuk dari samping. Inilah ilmu pedang Liuw sat Kiam
Hoat dari gunung pasir!"
"Liuw Sat Kiam hoat " tanya Pet In Hoei tertegun. "Jadi
kau adalah anak murid partai Liauw sat Boen yang ada
dilaut Seng sut hay?"
Ia tarik napas dalam dalam, kakinya dengan cepat
mundur lima langkah, pergelangan diputar pedang mustika
penghancur suryapun diloloskan dari sarungnya.
Dalam pada itu pemuda tadi sedang melancarkan tiga
buah serangan berantai, jurus demi jurus ia mendesak terus
kedepan, namun secara tiba tiba pandangannya jadi kabur.
cahaya tajam disertai hawa pedang yang menggidikan hati
tahu tahu mendesak tubuhnya.
Ia terkesiap, sambil tarik kembali pedangnya buru buru
mengundurkan diri kebelakang, pedangnya diputar membentuk satu lingkaran. dengan sekuat tenaga dicobannya untuk melepaskan diri dari pengaruh lawan
yang kuat dan tiada bertepi itu.
Pek in Hoei mendengus dingin, ombak pedang
menggulung kembali, dengan memakai jurus "Hoo Ek Si
Jiet" atau Ho Ek memapah matahari ia serang lawannya.
Dalam sekejap mata cahaya tajam yang memancar
keluar dari ujung pedangnya mencapai dua coen
panjangnya, mengikuti gerakan tersebut ia babat senjata
lawan sehingga patah jadi beberapa bagian.
Setelah itu sambil tertawa tergelak, pedang Si Jiet Kiam
menggulung dan menyapu kukungan pedang yang sedang
berhamburan keatas tanah tadi segera hancur berkeping
keping. Cahaya tajam menyebar ketengah udara bagaikan hujan
gerimis dikala orang tadi sedang berdiri tertegun dengan
hati kaget, pedangnya kembali menyapu kemuka menyambar batok kepala lawan, kopiah yang dikenakan
orang tadi segera terlepas,
Mendadak cahaya tajam sirap kembali, dan pedangnya
telah disarungkan kembali dipinggangnya.
Tatkala ia mendongak kembali, tampaklah rambut orang
Harimau Mendekam Naga Sembunyi 19 Pendekar Pedang Kail Emas Karya Liu Can Yang Pedang Tanpa Perasaan 7
^