Istana Kumala Putih 4
Istana Kumala Putih Karya O P A Bagian 4
"Toa-ya tidak di rumah, Ji-ya kita juga tidak takut kepada siapapun juga!"
"Aaaa! si Bungkuk sudah pulang!"
"Ji-ya ! Ji-ya ! Coba tengok, di sana itu di Kho-san-tiam telah terbit kebakaran ! Apinya besar
benar!" Setelah serentetan suara orang bicara itu, lalu disusul oleh suara ribut-ribut.
Kim Houw membuka matanya lebar-lebar, sedangkan Kim Lo Han matanya jelalatan seperti
kucing malam. Kim Houw menduga Kim Lo Han tentunya juga sudah mendengar suara
pembicaraan itu.
"Lo Han-ya! Apa baik kita pergi menengok" Ada kemungkinan kuda itu kepunyaan nona Peng
Peng!" kata Kim Houw.
Kim Lo Han mengangguk, keduanya lantas meloncat keluar dari jendela.
Setelah melewati dua wuwungan rumah, Kim Houw segera melihat di salah satu pekarangan
rumah berdiri tiga orang laki-laki. Yang satu kira-kira berusia empat puluh tahun, badannya kekar,
sebelah kanannya seorang lebih muda, usianya kira-kira tiga puluh tahun, badannya kurus kering,
sebelah kirinya seorang pemuda yang usianya baru kira-kira delapan belas tahun, badannya tinggi
kurus. Begitu melihat, Kim Houw segera bisa menduga bahwa orang yang berdiri di tengah-tengah
tentunya yang mereka panggil Ji-ya.
Kim Houw memberi isyarat kepada Kim Lo Han, lalu meluncur turun dari belakang ketiga orang
itu. Ia sengaja berjalan dengan berat, si orang setengah umur itu tiba-tiba membalikkan badannya
dan membentak, "Siapa!?"
Kim Houw segera maju untuk memberi hormat seraya berkata, "Aku yang rendah adalah orang
pelancongan yang kebetulan lewat di sini, serta ingin meminta sedikit keterangan kepada Ji-ya!"
Kim Houw memang seorang pemuda tampan, ditambah sikapnya yang menghormat dan
tingkah lakunya yang sopan santun, sudah tentu menimbulkan kesan baik bagi mereka.
Orang setengah umur itu segera memberi hormat seraya menjawab," Aku yang rendah Lie Jie
Liong, siangkong ingin menanya apa?"
"Lie Ji-ya. Khabarnya di tempat Jie-ya ada seekor kuda merah yang telah dirampas oleh apa
yang dinamakan keluarga Ouw, entah tuan mana yang pernah melihat kuda itu?"
Laki-laki kurus kering itu segera menjawab," Aku yang pernah melihat, kuda ini berbulu merah
seperti bara seluruhnya. Bentuk badannya tidak besar, tapi gesit sekali. Si Pincang ketika
menangkap itu malah kena ditendang hingga terluka!"
Mendengar keterangan itu, Kim Houw hampir melompat karena kegirangan. Nyata sudah
delapan puluh persen mirip dengan kuda Peng Peng.
"Numpang tanya, kuda merah itu sekarang ada di mana?" tanyanya.
"Digelandang oleh si orang she Ouw dari Kho-san-tiam. Nah itulah di sana yang sedang
kebakaran hebat..."
Tiba-tiba anak muda tinggi kurus itu memotong, "Tidak! Sekarang sudah tidak ada di sana lagi!
Khabarnya tadi di waktu lohor, tempat itu telah kedatangan seorang pemuda cakap, dengan
membawa kakek-kakek brewokan mencari kabar tentang kuda merah kecil itu.
Keluarga Ouw karena anggap kuda itu sesungguhnya bagus sekali, tidak mau menyerahkan,
lalu berkelahi dengan mereka berdua. Tapi kesudahannya, tiga jagoan dari keluarga Ouw semua
telah dipukul sampai terluka oleh kakek brewokan itu, kudanya juga digelandang pergi. Ketika
hendak berlalu, pemuda cakap itu karena gusar atas sikap yang membangkang dari keluarga
Ouw, lantas membakar gedungnya...!"
Sampai di situ, Kim Houw anggap sudah tidak perlu membuang waktu, maka lantas buru-buru
mengucapkan terima kasih kepada mereka, kemudian melesat ke atas tembok. Kim Houw berjalan
di atas atap rumah orang dengan pikiran ingin lekas menolong Peng Peng.
Perbuatan Kim Houw itu, telah membuat ketiga orang tadi memandang kesima!
Kim Houw di atas atap rumah lalu menggapai Kim Lo Han, dengan cepat kabur menuju ke
tempat kebakaran. Ia sudah menduga pasti bahwa pemuda cakap itu Siao Pek Sin, tapi siapa itu
kakek brewokan, ia sendiri masih belum dapat memikirkan.
Setiba di Ko-san-tiam, rumah keluarga Ouw sudah musnah diamuk si jago merah. Kim Houw
menghampiri seorang tua yang tengah menonton bekas kebakaran, lalu menanya, "Kakek, tolong
tanya, keluarga Ouw kemana perginya semua?"
Kakek itu mengamat-amati sejenak kepada Kim Houw, lalu menunjuk ke arah satu rumah.
Setelah mengucapkan terima kasih, Kim Houw lalu berjalan ke rumah yang ditunjuk oleh orang tua
tadi. Baru saja tiba di depan pintu, lantas seperti mendapat firasat bahwa dalam rumah itu luar
biasa sunyinya, tapi pintunya terbuka lebar-lebar. Tanpa ragu-ragu lagi, Kim Houw lantas bertindak
masuk! Di ruangan dalam rumah itu ada beberapa laki-laki yang sedang merundingkan apa-apa.
Baru saja melangkahkan kakinya, ia tiba-tiba disambut oleh sambaran angin yang amat kuat
serta bentakan keras, "Aku akan adu jiwa dengan kau!"
Kim Houw tidak menyingkir atau berkelit, dengan jari tangannya ia menjepit golok yang tadi
membabat padanya, kemudian tangan kirinya juga menyusul untuk merampas senjata pecut yang
menyerang pinggangnya.
"Tuan-tuan jangan salah mengerti, aku adalah..." Kim Houw belum keburu menjelaskan sudah
dibentak dan dicaci oleh penyerang tadi.
"Kau adalah binatang yang sangat kejam! Kau sudah pergi mengapa balik lagi kembali " Dan
apa maksudmu " Kalau kau mau bunuh kami, bunuhlah ! Aku tidak sanggup melawan kau, tidak
bisa bilang apa-apa, pasti ada orang yang akan menuntut balas bagi kami !"
Kim Houw bergerak cepat saja kedua rupa senjata si penyerang itu sudah pindah di
tangannya, lalu dilemparkan di tanah. Heran, senjata itu ketika menyentuh tanah lantas menancap
dalam hampir tidak kelihatan.
Ketika Kim Houw itu telah membikin kaget semua orang yang ada di ruangan.
"Tuan-tuan, aku harap tuan-tuan jangan salah mengerti. Aku cuma ingin menanyakan satu hal,
lantas pergi!"
Tidak perlu diragukan lagi, Kim Houw sudah tahu bahwa pada lohor itu adalah Siao Pek Sin
yang datang ke mari sebab mereka sudah kesalahan anggap bahwa dirinya adalah Siao Pek Sin,
ini adalah suatu bukti yang nyata!
Tapi orang-orang itu agaknya tidak mau dengar keterangan Kim Houw, juga kelihatannya
sudah nekad benar-benar. Sudah tahu kalau kepandaian Kim Houw jauh lebih tinggi daripada
mereka, dan toh mereka masih mencoba mengeroyok secara mati-matian, golok, pedang dan
rupa-rupa senjata pada menyerang Kim Houw. Tapi mereka hanya melihat berkelebatnya
bayangan putih sudah menghilang dari depan mata mereka. Kemana Kim Houw" Sudah pergi!
Tahu bahwa dari mereka tidak akan dapatkan keterangan apa-apa, sebab orang-orang itu
bencinya terhadap Siao Pek Sin sudah meresap sampai ke dalam tulang, hingga tidak
memberikan kesempatan sama sekali bagi Kim Houw untuk menjelaskan duduknya perkara. Dia
juga lantas menginsyafi, asal mencari terus ke barat tidak nanti tidak bisa diketemukan orang yang
sedang dikejar.
Saat itu sudah jam tiga menjelang pagi. Kim Houw yang jalannya laksana terbang, ternyata
tidak menemukan apa-apa yang mencurigakan, sebaliknya malah terpisah jauh dengan Kim Lo
Han. Waktu terang tanah, ia tiba di tepi danau. Beberapa buah perahu penangkap ikan sudah
mulai dengan pekerjaannya.
Kim Houw yang habis melakukan perjalanan semalam suntuk, meski badannya tidak letih tapi
perutnya sudah lapar. Ketika melihat tidak jauh dari danau itu ada beberapa kedai, lalu hendak
menghampiri. Baru saja bertindak beberapa langkah, tiba-tiba terdengar suara berbenger. Kim Houw lantas
hentikan tindakannya untuk memasang telinga.
Tidak antara lama, ia sudah dengar tindakan kaki kuda. Tapi ketika kuda itu sudah berada
dekat, ternyata bukan itu kuda yang sedang dicari. Kuda itu ternyata berbulu hitam, bentuknya
lebih tinggi daripada kudanya Peng Peng.
Karena kuda itu gagah dan kuat, Kim Houw agaknya tertarik, hingga beberapa kali menoleh
untuk mengawasi. Siapa tahu, ketika kuda itu berada dekat pada dirinya, tiba-tiba terdengar suara
"tar", suara dan bayangan pecut lalu berkelebat di muka Kim Houw. Tapi Kim Houw sedikitpun
tidak bergerak, seolah-olah seorang tuli atau buta.
Suara ketawa cekikikan lantas menyusul, tapi sebentar lantas berhenti sendiri. Kembali suara
berbengernya kuda dan kuda hitam itu mendadak berdiri, kini Kim Houw baru dapat lihat, ternyata
orang yang duduk di atas pelana ternyata nona berparas cantik.
Kuda itu berhenti di depannya Kim Houw lalu tundukkan kepalanya. Ia tidak tahu mengapa
nona itu mainkan pecutnya di depan mukanya, ia juga tidak mengerti apa sebabnya nona itu mau
menghampiri padanya"
Tiba-tiba ia merasa seperti ada angin keras menyambar. Kim Houw buru-buru mengelak,
dengan tepat ia menghindarkan serangan pecut si nona. Ketika ia dongakkan kepalanya, ia lihat
nona itu wajahnya mengunjukkan perasaan keheran-heranan.
Kim Houw sangat mendongkol, maka lantas menegur, "Aku yang rendah dengan nona belum
saling mengenal, juga tidak pernah bermusuhan mengapa nona mempermainkan aku?"
"Aku tadinya mengira kau adalah satu patung hidup," jawab si nona. "Tapi ternyata seorang
gagah dari rimba persilatan. Mari sambuti lagi pecut nonamu!" si nona tersenyum. Kembali ia ayun
pecutnya, menyabet dengan hebat.
Ilmu silatnya sudah luar biasa, sudah tentu tidak pandang mata segala serangan pecut
demikian, cuma nona itu rupa-rupanya juga agak sedikit keterlaluan, dengan tanpa sebab ia
memecuti orang yang belum dikenal.
Kim Houw sengaja hendak memberi sedikit pelajaran padanya, ia paham bahwa nona-nona
semacam ini kebanyakan mau menang sendiri, maka sebaiknya berlagak gila untuk
mempermainkannya.
Selagi berpikir begitu, pecut si nona sudah menyambar lagi. Kim Houw buru-buru melindungi
kepalanya dengan kedua tangan, ia berkelit kesana kemari sambil menjerit-jerit.
Kelakuannya yang seperti orang gila itu benar-benar membuat si nona tertawa geli, tapi
pecutnya ternyata tidak mau berhenti. Ia terus menyambuki dengan hebat.
Tapi betapapun cepat dan hebatnya si nona memecut, dengan cara yang aneh sedikitpun tidak
dapat menyentuh baju Kim Houw. Dan yang lebih mengherankan, Kim Houw tidak lari, hanya
berputar-putar disekitar kuda.
Lama-kelamaan si nona tidak nampak tertawa lagi. Kim Houw juga merasa sudah cukup
mempermainkannya. Dengan masih menjerit-jerit, Kim Houw lari menuju kekedai yang tidak jauh
dari danau. Si nona tiba-tiba perdengarkan suaranya, lalu loncat turun dari kudanya dan terus mengejar
Kim Houw, mulutnya tidak henti-hentinya memaki: "Budak busuk! Kau berani melukai kudaku!"
Kim Houw selama di Istana Kumala Putih sudah mempelajari banyak hal. Dalam kamar
bukunya Kauw Jin Kiesu, juga ada pelajaran tentang bagaimana mengendalikan kuda binal,
semua itu sudah dipelajari oleh Kim Houw.
Tadi ketika ia berputar-putar disekitar kuda, diam-diam ia sudah menotok ke empat kakinya.
Jadi meskipun kuda itu bisa meringkik, tapi kakinya tidak bisa bergerak.
Oleh karena itu, bagaimana mungkin si nona tidak menjadi gusar" Namun ia ternyata tidak
berhasil mengejar Kim Houw. Sedang Kim Houw sendiri yang sedang mempermainkannya, tetap
mempertahankan jaraknya yang tidak jauh dengan si nona, hingga nona itu merasa kewalahan
sendiri. Dalam keadaan demikian, si nona meski sudah mengerti kalau ia telah bertemu dengan
seorang yang berkepandaian tinggi, tapi dalam hatinya masih penasaran dan tidak percaya, sebab
Kim Houw sama sekali belum menunjukkan kepandaiannya yang tulen, kecuali sepasang kakinya
yang bisa lari laksana terbang.
Mereka uber-uberan secara demikian, hingga akhirnya telah sampai ke sebuah pasar kecil. Si
nona berhenti, Kim Houw sendiri anggap sudah cukup, ia tidak mau berbuat keterlaluan.
Pada saat itu, Kim Houw juga sudah merasa lapar perutnya, ia lalu masuk ke sebuah kedai
nasi. Oleh karena masih pagi, keadaan kedai itu masih sepi, seorang tamu saja masih belum
tampak, sedang pelayannya juga entah sembunyi kemana.
Oleh karena dalam pasar kecil itu cuma ada sebuah kedai nasi itu saja, Kim Houw setelah
berdiri sebentar, terpaksa masuk juga sembari memanggil :" Pelayan!........."
Dari dalam keluar seorang pelayan muda yang berkepala botak, sembari pelototkan matanya
dan berkata: "Masih pagi begini, masa kau sudah kelaparan" apa perlumu ribut-ribut tidak keruan
?" Sambutan si pelayan itu benar-benar di luar dugaan Kim Houw, ia tidak menyangka seorang
yang membuka rumah makan, bersikap begitu galak terhadap tamunya. Tapi karena perutnya
sudah lapar, terpaksa ia menahan sabar.
"Engko cilik, aku sudah berjalan semalam suntuk, sebetulnya sudah sangat lapar benar, harap
sediakan apa saja yang bisa di dahar?" demikian jawabnya rendah.
Siapa nyana, pelayan botak itu menyilahkan duduk sajapun tidak, lantas menyahut :" Jalan
semalam suntuk" Apa di rumahmu ada orang yang mati" Tapi, kau toh mempunyai mata, apa kau
tidak melihat di dapurku yang masih belum ada hidangan...?"
Pelayan botak ini, benar-benar bukan macamnya orang dagang. Ia lebih mirip dikatakan
sebangsa berandal di atas gunung. Dengan sikapnya yang kurang ajar itu, sekalipun orang yang
bagaimana sabarnya juga bisa gusar.
Kim Houw sendiri makin mendengar ucapannya, makin merasa mendongkol, dengan tiba-tiba
ia menyentil dengan jarinya, hingga si botak yang belum habis ucapannya, lantas menjerit
kesakitan. Selanjutnya dengan tangan kiri memegang jari jempol tangan kanannya, dan mata
mendelik seolah-olah hendak menyerang lawannya, tapi tidak tahu siapa lawannya. Ia cuma
berkaok kaok sendiri seperti orang gila.
"Botak! lagi-lagi kau mencari setori dengan tamu!" suara itu kasar dan berat, kemudian disusul
dengan munculnya dari dalam seorang tua gemuk berusia kira-kira lima puluh tahun.
Si botak begitu mendengar ucapan orang tua itu, segera mengerti bahwa dirinya sudah
dipermainkan oleh Kim Houw, maka ia lantas mengeluarkan kepalanya dan menghantam dada
Kim Houw, sambil mulutnya membentak: " Bocah! Kau berani permainkan aku si botak ?"
Orang tua gemuk itu ketika mengetahui si botak sudah turun tangan, buru-buru mencegah
sambil membentak :" Botak! Kau tidak boleh bikin onar!"
Tapi ucapan orang tua itu baru keluar dari mulutnya, kepala si botak sudah bersarang di dada
Kim Houw".
Tiba-tiba terdengar suara jeritan "aduh", Kim Houw yang dihantam masih kelihatan tenangtenang
saja, sebaliknya si botak yang menghantam sudah bergulingan kesakitan dan menjerit-jerit.
Ternyata ketika ia menghantam dada Kim Houw dengan kepalanya, seolah-olah kepalanya
membentur batu keras yang dingin, kepalanya dirasakan sakit dan dingin.
Pada saat itu, si orang tua gemuk itu berubah wajahnya. Kim Houw sendiri mukanya masih
berlepotan tanah karena bergulingan di tanah ketika mempermainkan si nona penunggang kuda.
Kalau si botak tadi berani berlaku kurang ajar juga karena tidak memandang romannya Kim Houw
yang kucel dan kotor itu.
Kini si orang tua gemuk itu sudah tahu benar kalau Kim Houw mempunyai kepandaian tinggi,
juga tidak nyana setinggi demikian rupa. Si botak itu adalah muridnya, meski bentuknya jelek tapi
tenaganya luar biasa. Bagi orang biasa, kalau kena dipukul sekali saja olehnya, sekalipun tidak
lantas mampus, sedikitnya juga akan terluka berat.
Tidak nyana Kim Houw yang dihantam dadanya begitu keras, sebaliknya malah si botak
sendiri yang bergulingan kesakitan, sedang Kim Houw sendiri tidak merasakan apa-apa,
bagaimana si orang tua itu tidak merasa terkejut dan heran"
Pada saat itu, tiba-tiba berkelebat bayangan orang menerjang masuk kedai nasi, lantas
menghajar Kim Houw dengan pecutnya. Tidak usah lihat, Kim Houw segera mengetahui bahwa
yang menghajar padanya itu adalah si nona cantik yang naik kuda hitam.
Ia cepat mengegos, kemudian berputaran disekitar dirinya si orang tua gemuk, sedang
mulutnya lantas berkata sembari menyoja : "nona yang baik, harap maafkan aku yang sudah
berlaku kasar... "
"Tidak ada yang perlu dimaafkan, lekas sembuhkan kudaku... !" jawab si nona dengan alis
berdiri. "Kuda nona adalah kuda pilihan yang sangat bagus tidak perlu disembuhkan sudah bisa
sembuh sendiri, kau lihat itu bukankah kuda nona yang datang?" kata Kim Houw sambil
tersenyum. Benar saja, pada saat itu telinganya si nona sudah dengar suara kaki kuda yang menghampiri
padanya. Kiranya tadi Kim Houw menotok tidak berat, maka kuda hitam itu tidak lama sudah
sembuh sendirinya.
Dengan ringan si nona menghampiri kudanya, lalu cemplak binatang itu dan ketika mau
berlalu, beberapa kali ia menoleh dan tinggalkan senyuman yang menggiurkan.
Kim Houw sedikitpun tidak ketarik oleh kecantikan si nona. Bwee Peng yang ia cintai dan
kasihi telah meninggal dunia, membuat hatinya kosong. Diluar dugaannya, kini nona Peng Peng
telah menempati hatinya yang kosong itu. Ia dapat kenyataan Peng Peng yang beradat keras dan
berandalan telah mencintainya dengan segenap hatinya dan telah melepas budi besar atas
dirinya. Si orang tua gemuk itu tiba-tiba ketawa terbahak bahak dan berkata: "Siangkong! bagus!
bagus! benar! benar... Botak! lekas suruh orang sediakan mie untuk Siangkong ini. Masak mie
tidak mengeluarkan banyak waktu biar Siangkong bisa lekas dahar dan melanjutkan
perjalanannya"
Perkataan bagus! bagus! dan benar! benar dari orang tua itu telah membikin bingung Kim
Houw. Dia tidak mengerti apa yang diartikan bagus dan apa yang diartikan benar"
Cuma perkataan yang terakhir dari si orang tua, membuat Kim Houw sungguh merasa
berterima kasih, sebab pada waktu itu perutnya benar-benar dirasakan sangat lapar.
"Siangkong! silahkan duduk di sini, aku si orang tua bernama Tan Eng, bolehkah kiranya aku
mendapat tahu nama siangkong yang mulia ?"
Melihat orang tua itu sikapnya sangat menghormat, Kim Houw buru-buru membalasnya: "Aku
bernama Kim Houw, seorang bodoh, harap Cianpwe suka memberi petunjuk yang berharga!"
jawabnya. "Siangkong terlalu merendah, seorang kepandaian tinggi seperti siangkong ini, sekalipun
orang gagah di dunia Kangouw, juga cuma segini saja..."
Pada saat itu, si botak sudah membawa sepoci teh, untuk tamunya.
Kim Houw melihat tangan kanannya si botak melurus ke bawah, hanya menggunakan tangan
kiri untuk melayani, ia tahu kalau rasa sakitnya tentu masih hebat, dalam hati merasa kasihan,
maka lantas berkata : "Saudara kecil ini, lain kali jangan terlalu gegabah! mari, aku urut tanganmu
!" "Ini muridku, kecuali mulutnya yang jahil orangnya masih terhitung jujur... botak, lekas ucapkan
terima kasih" kata Tan Eng.
Si botak lantas mengucapkan terima kasih kepada Kim Houw.
Kim Houw tidak berkata apa-apa lagi, lalu menarik tangan si botak, dengan telapak tangannya
ia letakkan di lengan si botak, kemudian mengurut dengan perlahan.
Tangan si botak yang sebetulnya sudah bengkak, dan sakitnya bukan kepalang, kini telah
diurut oleh Kim Houw, sebentar saja bengkaknya lantas lenyap, begitu pula rasa sakitnya.
Istana Kumala Putih Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Di situ si botak baru takluk benar-benar kepada Kim Houw.
"Kim Houw Siangkong! tahukah kau siapa nona tadi ?" Tan Eng menanya tiba tiba.
Mendengar itu, Kim Houw kerutkan alis dan berpikir: perduli amat siapa dia "
Orang tua itu kembali tertawa terbahak bahak: "Nona itu, adalah si iblis cantik yang terkenal
namanya Kie Yong Yong, penduduk kampung Pek-Cui-ouw. Meski adatnya telengas dan suka
membunuh orang secara serampangan tapi masih terhitung bukan orang jahat benar-benar... "
Bicara sampai di situ. Tang Eng memandang Kim Houw. Saat itu Kim Houw sudah
membersihkan wajahnya yang kotor dengan handuk basah yang diberikan oleh so botak. Dalam
hatinya berpikir: orang tua ini benar-benar aneh, nona itu baik atau jahat apa hubungannya
denganku" Aku tidak minta keterangannya juga tidak minta dia menjadi comblang.
Si botak sudah menyediakan semangkok besar mie, Tan Eng menyilahkan tetamunya dahar.
Kim Houw yang sudah kelaparan benar-benar mie semangkok besar itu sekejap saja sudah
disikat habis. Baru saja ia meletakkan sumpitnya, kembali dengar suara kaki kuda, diam-diam
pasang kupingnya untuk perhatikan kemana larinya kuda itu.
Suara itu datangnya dari barat, Kim Houw berpikir, nona Kie tadi menuju ke barat dengan
sikapnya yang tergesa-gesa, seperti ada urusan yang penting, tidak mungkin ia begitu cepat telah
kembali lagi, apakah itu bukan kuda merah yang ditunggangi oleh Siao Pek Sin"
Tengah ia menduga-duga, sang kuda telah muncul di depannya, namun ternyata yang datang
adalah kuda hitam besar tinggi. Kim Houw kecewa berbareng dengan itu ia juga merasa heran
mengapa nona Kie itu balik kembali begitu cepat.
Kuda hitam sudah berhenti di depan kedai, si nona lantas turun , lalu memanggil-manggil
dengan suara nyaring: "Botak, botak ! bawa kudaku ke belakang."
Setelah menyerahkan kudanya kepada si botak, ia lantas masuk ke dalam kedai. Tan Eng lalu
menyambut dengan hormat serta menyilahkan si nona duduk.
"Paman Tan! Kau baik?" Kata Kie Yong Yong, dengan tidak malu-malu lagi lantas duduk
ditempat yang barusan diduduki Tan Eng, yaitu menghadap Kim Houw.
Tan Eng lantas masuk ke dalam untuk menyiapkan pesanan si nona.
Kim Houw yang sudah merasa kenyang, lantas merogoh sakunya untuk mengambil uang guna
membayar harga mie yang dimakannya dan hendak melanjutkan kembali perjalanannya lagi, tapi
ketika baru merogoh saku, wajah si nona tiba-tiba berubah.
"Kau sudah mau berangkat?" katanya.
Kim Houw tercengang. Pikirnya mengapa aku tidak pergi, apa lantaran kau aku musti tinggal di
sini" Hm! meskipun kau mempunyai gelar si iblis cantik, belum tentu dapat berbuat sesuatu
terhadap aku. Meski dalam hati Kim Houw berpikir demikian tapi mulutnya masih menjawab :" Aku masih ada
urusan penting, tidak bisa....."
"Urusan penting?" Kie Yong Yong memotong sambil tertawa dingin, "Kalau benar kau ada
urusan penting mengapa masih ada kesempatan menggoda aku, sehingga menelantarkan
urusanku" Sekarang aku jalan saja sampai tidak bisa!"
Mendengar perkataan itu, Kim Houw diam-diam merasa geli. "Ini benar-benar mencari setori
dengan tidak keruan, terang-terangan dia yang membuat onar, sebaliknya mengatakan aku yang
menggoda dirinya," kata Kim Houw dalam hati.
Tapi terhadap ucapan si nona yang terakhir Kim Houw juga merasa heran, maka ia lantas
berkata : "Nona, aku benar-benar ada urusan penting. Kalau nona tidak sengaja akan main-main
denganku, harap nona suka bicara terus terang, ucapanmu yang terakhir tadi aku benar-benar
tidak mengerti!"
Kie Yong Yong yang semula agak masgul, mendengar perkataan Kim Houw mendadak
menjadi gembira. Sambil tampilkan senyumannya yang manis, ia berkata: "Kau mau suruh aku
bicara terus terang tidak susah, aku cuma minta kau duduk menunggu sebentar, untuk temani aku
makan mie. Setelah aku selesai dahar, mungkin kau akan dapat saksikan sendiri apa yang akan
terjadi. Sesudah itu, tak usah aku katakan, kau juga akan tahu sendiri!"
Nona ini benar-benar sangat ku-koay(aneh), pikir Kim Houw, tidak lapar tapi mau makan mie,
bahkan suruh orang bikin yang istimewa dan suruh aku menunggui dia. Masih bisa naik kuda
sebaliknya tidak bisa jalan...
Tiba-tiba Kie Yong Yong berkata dengan suara perlahan: "Sudah datang! sudah datang benarbenar
cepat sepasang kaki dibandingkan dua pasang kudaku, ternyata terlambat tidak seberapa."
Kie Yong Yong mulutnya berkata, matanya terus mengawasi Kim Houw dengan sikap seperti
seorang yang hendak minta pertolongan.
Kim Houw bercekat. Ucap nona ini betul-betul bukan cuma omong kosong belaka, memang
akan timbul kejadian!.
oo000oo Di depan pintu mendadak muncul empat orang laki-laki tegap dengan dandanannya yang
seragam berpakaian ringkas dan ikat kepala warna hijau. Dengan tindakan gagah mereka masuk
ke dalam kedai.
"Pelayan! Pelayan! Sediakan hidangan arak yang bagus, kita..." mendadak berhenti ketika
melihat di situ ada duduk nona Kie. Satu diantaranya ketawa terbahak-bahak dan berkata kepada
si nona: "Nona Kie, kau sungguh senang!"
Setelah berkata demikian, orang itu lantas memandang Kim Houw, dengan tolak pinggang
mereka berempat ambil sikap mengepung kepada Kim Houw.
Kie Yong Yong tiba-tiba berkata kepada Kim Houw: "Apa kau mau mengerti?"
Kim Houw acuh tak acuh menghadapi empat laki-laki itu. Ia sudah dapat tahu, bahwa nona Kie
itu bukan jeri karena mereka. Dilihat dari sikap dan gerakan kaki empat orang itu, sekalipun
ditambah empat lagi juga masih bukan tandingan nona Kie.
Mendadak tangan salah satu orang itu telah menekan pundaknya Kim Houw, mulutnya
membentak: "Bocah, kau benar-benar telah makan nyali macan berani-berani duduk bersamasama
nona Kie" Kiranya kau sudah bosan hidup lagi, bukan lekas enyah dari sini...."
Belum habis ucapannya, mungkin karena sudah terlanjur mengeluarkan tenaga, ia sudah
angkat naik tubuhnya Kim Houw. Tiba-tiba terdengar Kim Houw berteriak "aduh!" kaki dan
tangannya berontak-rontak.
Berbareng dengan teriakan Kim Houw orang itu juga menjerit, bahkan lebih keras suaranya.
Ketika Kim Houw jatuh, orang itu juga jatuh duduk di tanah. Mulutnya menjerit-jerit seperti babi
disembelih. Tiga kawannya menampak keadaan demikian, semua pada melongo heran, mereka tidak tahu
apa sebabnya. Di luar pintu tiba-tiba ada orang ketawa dingin.
"Makhluk tidak berguna, mundur!" bentaknya.
Orang yang jatuh menjerit-jerit tadi lalu disingkirkan ke samping oleh ketiga kawannya, mereka
tampak berlaku sangat hormat sekali terhadap orang yang baru datang.
Kim Houw menoleh ke depan pintu kelihatan ada berdiri dua orang tua. Usianya kira-kira
sudah lima puluh tahun, berpakaian baju panjang warna hijau. Yang satu wajahnya agak merah
tapi yang satunya lagi kehitam-hitaman.
Orang yang wajahnya merah itu pelipisnya agak menonjol, matanya bersinar. Bagai mata
seorang ahli, lantas bisa ketahui bahwa orang tua itu seorang pandai yang mempunyai kekuatan
lwekang dan gwakang sangat hebat.
Sedang orang tua yang wajahnya kehitam-hitaman itu matanya boleh dikata hampir rapat.
Terkadang ia membuka matanya yang sipit itu kelihatannya sinar yang tajam. Kedua tangannya
selalu dimasukkan dalam tangan bajunya, seperti seorang yang kedinginan.
Kim Houw yang berkepandaian tinggi sudah tentu juga bernyali besar. Ia sama sekali tidak
kenal apa artinya takut. Saat itu masih berlagak gila sambil menjerit: "Aduh, aduh. Kau benarbenar
kelewat galak..."
Orang tua berwajah merah itu keluarkan suara di hidung.
"Orang yang berkepandaian tinggi, perlu apa harus berlagak gila?" katanya. "Harap saja kau
tidak menghalangi urusan kita orang-orang dari Ceng-hong-kauw. Apa lagi Ceng-hong-kauw cu
sudah masuk rombongan Istana Kumala Putih. Tentang nama Istana Kumala Putih, tidak mungkin
rasanya kalau kau tuan belum pernah dengar?"
Orang tua itu pertama-tama menyebutkan namanya Ceng-hong-kauw, kemudian menyebut
nama Istana Kumala Putih, maksudnya ialah untuk menakuti Kim Houw, karena ia kuatir bahwa
anak muda itu muridnya seorang pandai, jika bertindak salah, mungkin menimbulkan kerewelan.
Tidak dinyana Kim Houw setelah mendengar disebutnya nama Istana Kumala Putih, hawa
amarahnya lantas meluap, wajahnya berobah seketika. Dengan suara dingin ia menyahut: "Istana
Kumala Putih! Hmm! apa itu Istana Kumala Putih" Lain orang boleh takut padanya, tapi aku Kim
Houw tidak!"
Nama Istana Kumala Putih, selama setahun ini sudah menggetarkan dunia Kangouw dan
menjagoi daerah Tionggoan. Barang siapa yang tidak puas terhadap sepak terjangnya golongan
Istana Kumala Putih, pasti dimusnahkan. Yang telah dibasmi habis-habisan golongan Sao-ouw
dari gunung Lae-san. Sao-cung dari telaga Thay-ouw dan Sun-kee-cung dari San-tung selatan.
Nama-nama tersebut selama beberapa puluh tahun sudah sangat terkenal dalam rimba persilatan,
dan toh tidak luput dari kemusnahan.!
Oleh sebab itu selama setahun ini, nama Istana Kumala Putih dari gunung Kua cong san telah
merupakan partai yang paling ditakuti dalam rimba persilatan. Asal menyebut namanya saja,
sudah membikin orang ketakutan setengah mati!
Ceng hong kauw, sebetulnya termasuk golongan orang-orang jahat, sejak ketua Ceng hong
kauw menggabungkan diri pada golongan Istana Kumala Putih, Ceng hong kauw semakin galak
sepak terjangnya.
Kini, sungguh tidak dinyana ternyata masih ada orang yang berani menghina nama Istana
Kumala Putih bahkan tidak memandang mata sama sekali, bagaimana kalau mereka tidak
terheran-heran dan gusar"
Orang tua berwajah merah itu seorang licik, menampak Kim Houw berani omong besar sudah
tentu bukan orang sembarangan. Maka dalam hatinya lantas terpikir, kalau tidak terpaksa apa
perlunya mencari setori dengannya.
Karena berpikir demikian, maka ia lantas berkata: "Tuan tidak pandang mata kepada golongan
Istana Kumala Putih, sudah tentu ada orangnya sendiri yang akan bikin perhitungan dengan tuan.
Hari ini segala apa yang akan terjadi dalam golongan kita, harap tuan tidak turut campur tangan,
sebaliknya mengambil jalan sendiri-sendiri."
"Perasaan setia kawan setiap orang harus ada. Memberi bantuan terhadap perlakuan tidak
adil, sudah menjadi keharusan bagi manusia. Buat orang-orang dunia persilatan yang mempunyai
kepribadian luhur, perbuatan demikian dipandang sebagai kewajiban utama. Aku bukan hendak
turut campur tangan, aku hanya kepingin tahu saja..." jawab Kim Houw dingin.
Baru bicara sampai di situ, Kim Houw mendadak menoleh dan berkata menghadap jendela di
belakang gegernya: "Kalau benar orang-orang seperjalanan, perlu apa mengintip-intip" Apa takut
diketahui orang?"
Dari situ terdengar suara ketawa, kemudian melompat masuk seorang tua kurus kering yang
juga berusia kurang lebih lima puluh tahun. Begitu masuk ke dalam ruangan, segera terbang
menerjang Kim Houw, mulutnya keluarkan suara bengis: "Benarkah kau ingin tahu" Coba-coba
sambuti dulu seranganku si Hui thian Leng kauw (si Monyet cerdik yang bisa terbang), aku lihat
kau pantas atau tidak untuk campur tahu urusan kita?"
Kini Kim Houw baru tahu apa sebabnya nona Kie barusan mengatakan tidak dapat ia pergi.
Dilihat kekuatannya ketiga orang tua itu agaknya masih diatasnya si nona.
Sekarang ia tidak perlu berlagak gila lagi. Dengan cepat ia gerakkan badannya memunahkan
serangan Hui thian Leng kauw yang amat dahsyat.
Serangan Hui thian Leng kauw tadi dilakukan dengan kecepatan luar biasa, bahkan bergerak
sebelum memberi peringatan. Tidak dinyana ia cuma menghadapi berkelebatnya satu bayangan
putih, sedan orang yang diserang sudah tidak kelihatan.
Hui thian Leng kauw sama sekali tidak tahu dengan cara bagaimana anak muda itu bisa
terlolos dari serangannya jatuh ditempat kosong, baru tahu kalau ia tengah menghadapi orang
kuat. Ia buru-buru memutar tubuhnya, tapi sudah tidak keburu, tahu-tahu pantatnya sudah kena
ditendang sehingga tubuhnya terbang berjumpalitan. Ketika turun di tanah kedua kakinya masih
bisa berdiri tegak tidak sampai jatuh!
Itu berkata Kim Houw yang masih merasa kasihan padanya. Karena pikirnya ia dengan orangorang
itu tidak mempunyai permusuhan apa-apa, apa perlunya harus melukai dirinya" Sudah
cukup kalau diberi sedikit peringatan saja!
Ia belah berpikir demikian, tapi buat yang lain tidak. Hui thian Leng kauw juga terhitung salah
satu orang kuat dalam golongan Leng hong kau, dalam dunia Kangouw juga ada sedikit nama,
bagaimanapun tidak mau mengerti belum satu jurus saja sudah kena ditendang oleh lawannya
yang masih begitu muda" Dimana ditaruh mukanya untuk selanjutnya" Bagaimana ia sanggup
menelan kehinaan itu"
Ia pikir bocah itu mungkin cuma unggul dalam ilmu mengentengi tubuh, kepandaiannya belum
tentu menandingi dirinya. Terpikir demikian, Hui thian Leng kauw nyalinya besar lagi, untuk kedua
kalinya melakukan serangan!
Orang tua itu mendapat gelar Hui-thian Leng-kauow, atau monyet cerdik yang pandai terbang,
ilmunya mengentengi tubuh sudah tentu cukup sempurna, namun ia telah mengatakan kepandaian
lain orang ternyata lebih tinggi dari padanya, jauh sekali"
Suara "pok" terdengar nyaring, pantat Hui-thian Leng-kauow kembali kena ditendang,
badannya terbang ke udara sembari jumpalitan. Tapi, kali ini kakinya tidak dengar kata lagi, ia
tidak mau berdiri dengan baik!.
"Buluk! badannya terjatuh di tanah dengan kaki di atas. Entah karena jatuhnya terlalu berat,
atau ia merasa tidak ada muka menemui orang" Ketika jatuh duduk di tanah, ia kelihatan tidak
bangun lagi. Kie Yong Yong yang menyaksikan pertunjukan itu, ketawa terpingkal-pingkal, suaranya
cekikikan sampai terdengar jauh!
Di pintu dalam, si botak tiba-tiba tongolkan kepalanya dengan sikap seperti orang ketakutan!
"Botak, apa mie yang ku pesan sudah selesai" Lekas bawa keluar! aku sudah lapar!" teriak si
nona. Terhadap orang-orang dari Ceng-hong kau ini, si botak rupanya takut sekali. Ketika ia
membawa keluar semangkok mienya, badannya gemetaran, sampai kuah mienya pada
berceceran di tanah.
Masih terpisah kira-kira lima kaki dari Kie Yong Yong, orang tua berwajah merah itu
menyampok dengan lengan bajunya, kekuatan dari anginnya telah membikin mangkok mie
terbang ke arah Kim Houw.
Si botak terkejut, ia lantas lari masuk lagi.
Tapi heran sekali, mangkok mie itu baru saja terbang mumbul, tiba-tiba disambar oleh angin
keras, dengan keadaan tidak bergoyang meluncur turun ke mejanya Kie Yong Yong.
Kekuatan yang tidak kelihatan itu, telah membikin kaget semua orang yang ada di situ, karena
kekuatan demikian, kalau bukan seorang yang sudah tinggi sekali kekuatan lweekangnya, tidak
nanti bisa melakukannya.
"Hai! Kau makan sedikit mau tidak...?"
Tiba-tiba Kie Yong Yong menanya Kim Houw. Sedang matanya terus memandang, sehingga
anak muda itu merasa jengah dan merah wajahnya. Dalam hati berpikir, nona ini rupanya lebih kukoay
dan lebih berandalan dari pada Peng Peng. Dalam keadaan ini seperti ini, dia masih bisa
bersenda gurau!"
"Ya! barusan kau sudah makan, mangkoknya saja masih belum dibersihkan! Kalau begitu
makan saja paha ayam ini!" kata pula si nona, sembari menjepit sepotong paha ayam dengan
sumpitnya dan sodorkan kepada Kim Houw.
Kalau dilihat dari tingkah lakunya ini ada lebih mirip dengan tingkah lakunya sepasang merpati
yang sedang bercumbu-cumbuan, bukannya sedang menghadapi bahaya dikepung oleh musuhmusuhnya.
Kebinalannya nona Kie, benar-benar membuat Kim Houw kewalahan. Paha ayam yang
disodorkan olehnya, Kim Houw mau menyambuti merasa malu, tidak disambuti merasa salah!
Nona Kie rupa-rupanya merasa mendongkol, dengan mendadak paha ayam berikut sumpitnya
dilemparkan keluar jendela, kemudian mie berikut mangkoknya juga ia buang keluar.
"Kau tidak mau makan, tadi kau buang saja bukan ada lebih baik, mengapa kau sodorkan di
depanku" Kalau kau tidak suka makan aku juga tidak, jadi sama-sama tidak makan habis
perkara!" kata Kim Houw.
Dari luar pekarangan belakang tiba-tiba terdengar suara nyaring: "Budak, rasanya kau sendiri
juga tidak berani makan."
Kie Yong Yong sebetulnya sedang cemberut, kini lantas ketawa cekikikan.
"Akal muslihat bajingan semacam ini, apa kau pikir bisa mengelabui mataku" Hendak
meracuni aku masih terlalu pagi bung! Apa kau kira aku benar-benar takut makan" Kalau tadi dia
berani makan paha ayam yang kuberikan, aku makan lantas untuk diperlihatkan kepada kalian".
Kim Houw terperanjat, kalau begitu, dalam mie tadi ada racunnya. Dalam hatinya sebetulnya
hendak menyesalkan kelakuannya nona ini yang sangat berandalan, tidak tahunya ia membuang
mie itu ada maksudnya. Tapi ucapan terakhir dari si nona, ia benar-benar tidak mengerti.
Bersambung ke jilid 8
Jilid 08 Ia tahu benar bahwa makanan itu ada racunnya, mengapa suruh ia makan" Dan kini malah
mengatakan, kalau ia makan paha ayamnya, si nona juga akan dahar mienya; apa maksudnya ini"
Baru saja nona Kie menutup mulutnya, dari belakang tiba-tiba muncul seorang tua tinggi besar.
Begitu muncul, orang tua itu lantas menyeret dirinya Hui-thian Leng Kauw sembari berkata, "Tidak
ada gunanya, apa dengan duduk saja di tanah perkara bisa beres?"
Pada saat itu, semua orang tiba-tiba dengar suara orang yang sedang menghirup kuah mie
serta suara mulut bercakap-cakap. Suara itu keluar dari luar jendela, agaknya orang itu sedang
menikmati makanan yang lezat.
Kali ini Kim Houw kaget benar-benar! Siapa itu orang yang berada di luar jendela" Mengapa ia
sendiri tidak tahu" Dapat diduga bahwa orang itu ilmunya mengentengi tubuh sudah mencapai
tingkat puncaknya.
Pantas mangkok mie tadi ketika dilemparkan keluar tidak ada suaranya jatuh di tanah, kalau
begitu ada orang yang menyambuti.
Kim Houw ingat bahwa mie itu ada racunnya, kalau dimakan, bukankah orang itu nanti akan
binasa" Tapi siapa orang itu, baik atau jahat" Ia sendiri masih belum tahu.
Ia lalu tongolkan kepalanya keluar jendela, segera dapat dilihat di bawah daun jendela ada
seorang pengemis tua yang wajahnya kotor dan rambut sudah putih serta awut-awutan. Mangkok
mie itu ternyata berada dalam tangannya, sedang dimakan dengan lahapnya, sedang di
tangannya nampak memegang paha yang sedang digerogoti.
Kim Houw menyaksikan kejadian itu, dalam hatinya merasa cemas. Meski ia seorang
pengemis, tapi toh masih harus disayangi jiwanya. Maka buru-buru berkata, "Lo Pek, mie itu ada
racunnya..."
Pengemis tua itu menjawab tanpa menoleh, "Kalau tidak ada racunnya belum tentu aku mau
makan! Sudah tentu setengah abad aku hidup sengsara di dunia, mati ada lebih baik. Cepat mati
cepat naik ke surga, lebih lekas mati lekas bebas!"
Kim Houw merasa pilu, "Lopek, aku di sini ada obat pemunah racun, masuklah ke dalam!"
Pengemis itu dongakkan kepalanya, ia memandang lama kepada Kim Houw. Rambutnya yang
Istana Kumala Putih Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
awut-awutan hampir separuh menutupi wajahnya, hingga Kim Houw tidak dapat melihat dengan
tegas wajah yang sebenarnya.
Tapi, dalam hati Kim Houw tiba-tiba tercekat, karena sepasang matanya pengemis itu ternyata
memancarkan sorot mata tajam. Kim Houw baru insyaf bahwa ia sedang berhadapan dengan
seorang luar biasa!
Tiba-tiba dari mulutnya pengemis itu meluncur benda putih dengan kecepatan bagaikan kilat
menyambar pada kedua biji mata Kim Houw.
Bukan kepalang kagetnya Kim Houw, dengan cepat ia lantas ayun tangannya, benda putih tadi
segera berada dalam tangannya. Tapi meski ia berhasil menyambuti benda putih itu, tangannya
sendiri juga masih terasa sakit.
Tatkala ia periksa, benda putih itu ternyata cuma dua potong tulang ayam.
Kim Houw diam-diam merasa kaget, ia tidak nyana bahwa pengemis tua itu ada mempunyai
kepandaian begitu tinggi, bahkan mungkin masih lebih tinggi setingkat dari pada Tang Lo Han.
Tiba-tiba ia dengar suara jeritan nona Kie. Kim Houw dengan cepat balik ke dalam ruangan.
Urat nadi tangan nona Kie sudah kena dicekal oleh orang tua tinggi besar yang baru keluar dari
belakang, sedang tangan lainnya mengancam jalan darah Leng-tai-hiat di belakang si nona.
"Bocah, kalau kau berani bergerak sedikit saja, aku lantas antar dia ke akhirat," demikian
orang tua itu berkata sambil ketawa mengejek pada Kim Houw. Kim Houw terkejut tak dapat
melindungi dirinya si nona.
"Hai, lekas tolong aku! Kalau aku tadi tahu kau tidak mau menolong diriku, sebaiknya aku
makan saja mie yang ada racunnya itu. Mungkin tidak akan mengalami hinaan begini rupa," si
nona tiba-tiba berkata dengan nyaring.
Kim Houw merasa seperti dipagut ular, tiba-tiba ia ingat dua potong tulang halus yang
dilontarkan oleh pengemis tua tadi. Ia mau menggunakan dua potong tulang yang masih berada
dalam tangannya untuk menyerang dengan tiba-tiba.
Ketika tangannya Kim Houw mengayun, segera dengar "Ouw", lalu disusul melesatnya suatu
bayangan putih, dengan kecepatan tinggi bagaikan kilat sudah berada dalam pelukannya sendiri.
Hal ini benar di luar dugaannya.
Untuk menghadapi orang-orang dunia rimba persilatan yang betapapun tinggi kepandaiannya,
Kim Houw belum pernah merasa takut atau jeri, tapi menghadapi nona Kie yang jatuhkan diri
dalam pelukannya, membuat kelabakan dan tidak tahu apa yang harus diperbuat.
Buat ia, kecuali Bwee Peng, ketika pada saat hendak ditinggalkan, pernah menangis dalam
pelukannya melihat ia terluka, sehabis itu belum pernah ia disentuh oleh kaum wanita. Apa mau
nona Kie dengan tidak malu-malu lagi, di hadapannya begitu banyak orang ia rebahkan kepalanya
pada badannya, bagaimana Kim Houw tidak merasa jauh dan berdebar hatinya"
Suara benturan mendadak terdengar saling menyusul, empat orang itu menerjang Kim Houw
dengan berbareng.
Kim Houw meski menyanggupi nona Kie untuk memberi pertolongan, tapi dalam keadaan
demikian, sudah tentu ia tidak dapat mengelakkan lagi. Mendadak ia ayun satu tangannya,
melancarkan ilmunya Han-bun-cao-khie, yang sangat ampuh. Gelombang hawa dingin itu
meluncur dan merupakan tembok dinding yang sangat kokoh, menghalangi majunya empat orang
itu. Kemudian Kim Houw dorong perlahan dada si nona, maksudnya ialah supaya nona itu
menyingkir dan ia bisa leluasa menghadapi empat musuhnya.
Tidak nyana tangannya telah mendorong bagian yang empuk lunak dan membal. Ia kira nona
itu mempunyai ilmu lwekang yang sangat tinggi, sehingga dapat membuat dirinya begitu lunak dan
licin. Untuk mencoba ada berapa tinggi kepandaian si nona, dengan tidak banyak pikir, Kim Houw
ulur lagi tangannya mendorong.
Tiba-tiba Kim Houw ingat sesuatu yang tidak beres, dalam kagetnya, ia lantas tarik kembali
tangannya. Kim Houw salah alamat mau mendorong dada kena dorong benda empuk lunak dan
membal... buah dada si nona.
Pada saat itu, selembar wajah si nona berubah menjadi merah, dengan tidak berkata apa-apa,
sudah lepaskan dirinya dari pelukan Kim Houw dan memutar berdiri di belakang anak muda itu.
Tepat pada saat itu juga empat orang tua dari golongan Ceng-hong-kauw itu sudah menerjang
lagi dengan berbareng. Kim Houw tidak bermaksud untuk melukai lawannya, maka tidak
digunakan sepenuhnya ilmu Han-bun-cao-khie yang ia anggap kelewat lihay.
Ketika menampak ke empat lawannya itu ternyata sangat bandel, ia lalu menggunakan tipu
pukulannya yang dinamakan burung kepinis terbang berputaran, yang terdiri dari delapan belas
jurus dan yang dianggap paling lunak dari semua ilmu yang pernah dipelajarinya untuk melayani
orang tua itu. Tapi di matanya empat orang tua itu, tipu-tipu pukulan Kim Houw itu hampir setiap jurus
merupakan tipu-tipu serangan yang aneh dan luar biasa. Empat orang tua itu meski bukan tokoh
nomor satu dari golongan Ceng-hong-kauw, tapi dalam tingkatan kedua termasuk orang-orang
yang kuat. Namun bagaimanapun mereka berusaha dan mengeluarkan semua kemampuannya,
semua serangannya sedikitpun tidak menyentuh ujung baju Kim Houw.
Sekejap saja pertempuran sudah berjalan kira-kira sepuluh jurus lebih. Kim Houw tetap
gunakan tipu pukulan itu-itu saja, tidak berganti. Ia hanya bermaksud supaya empat orang itu
mengerti sendiri kelemahannya dan lantas mundur.
Tapi mendadak orang tua tinggi besar itu bersiul, mereka segera mundur dengan berbareng,
kemudian disusul dengan tertebarnya bayangan tanda hitam diikuti bau amis, mengurung kepala
Kim Houw. Kim Houw ketika nampak bayangan hitam dan hidungnya mencium bau amis, segera
mengetahui bahwa benda itu ada racunnya, dalam hati lantas merasa gusar.
"Bangsat kejam, aku tidak akan ampuni kau lagi," bentak Kim Houw.
Diam-diam ia kerahkan ilmu Han-bun-cao-khie, lalu mendorong tangannya ia pukul balik benda
hitam itu. Tanda hitam beracun itu telah dilontarkan oleh orang tua tinggi besar, mampu menggunakan
senjatanya yang istimewa serupa itu sudah tentu mengerti caranya untuk menghindarkan jika
diserang. Ketika menampak senjatanya dipukul balik, ia lantas menyingkirkan dirinya untuk
mengelakkan serangan berbalik itu.
Tiba-tiba di depan matanya ada berkelebatan bayangan putih.
Ia masih belum tahu benda putih apa itu, tiba-tiba matanya dibikin kesima oleh sinar
berkilauan, kemudian disusul rasa dingin di kedua daun telinganya serta rasa kesakitan. Ia baru
mau angkat tangan kanannya, tapi rasa sakit telah dirasakan menusuk ulu hatinya, hingga
matanya menjadi gelap dan tidak ingat lagi apa yang telah terjadi.
Kim Houw tidak ada maksud untuk membunuh itu orang tua, ia hanya mengambil daun telinga
dan lima jari tangannya, supaya di kemudian hari ia tidak ada muka lagi untuk ketemu orang serta
tidak bisa menggunakan senjata yang beracun itu untuk melukai orang.
Kim Houw telah menggunakan Ngo-heng-kiam pemberian Peng Peng untuk memapas daun
kuping dan memotong jari tangan orang tua itu. Karena semuanya itu dilakukan dengan kecepatan
yang luar biasa, tiga kawannya masih belum tahu apa sebetulnya yang telah terjadi tahu-tahu
orang tua itu sudah rubuh di tanah dalam keadaan pingsan!
Dari luar jendela tiba-tiba lompat masuk salah satu bayangan orang. Semua orang pada dibikin
kaget oleh munculnya orang itu. Ia ternyata adalah pengemis tua yang barusan makan mie
beracun di bawah jendela.
Matanya yang tajam pengemis tua itu dengan tidak berkedip memandang pedang pendek di
tangan Kim Houw, kemudian menanya dengan suara setengah membentak, "Bocah cilik, Tiong
Ciu Khek pernah apa dengan kau?"
Kim Houw meski sudah tahu bahwa pengemis tua itu ada seorang luar biasa, tapi dalam
hatinya tidak puas dengan segala sepak terjangnya pengemis itu, karena dengan tanpa sebab
pengemis itu telah menyerang matanya dengan tulang ayam, kalau ia tidak mempunyai
kepandaian tinggi, bukankah kini matanya sudah menjadi buta"
Sekalipun tulang ayam itu ia sendiri juga gunakan untuk menolong nona Kie dari bahaya, tapi
hanya suatu hal yang kebetulan saja. Ia tidak merasa berhutang budi terhadap pengemis itu. Kini
pengemis tua itu telah menanya asal usulnya dengan secara demikian kasar. Kim Houw yang
paling tidak suka dengan perlakuan kasar, meski sudah tahu pengemis itu berkepandaian tinggi
tapi ia tidak takut. Maka ia lalu menyahut, "Tiong Ciu Khek pernah apa dengan aku" Kau tidak
usah perduli."
"Anak busuk, kau berani tidak pandang mata kepadaku" Lihat wasiatku."
Kata-kata si pengemis tua disusul dengan suara pekiknya yang aneh, kemudian
menggerakkan tangannya, dari situ segera meluncur dengan cepat sebuah benda kuning.
Kim Houw lalu menyambuti benda kuning itu dengan tangannya, tatkala ia periksa, ternyata itu
sepatu rumputnya si pengemis yang kotor dan bau.
Kim Houw gusar, ia lalu ayun tangannya, sepatu busuk itu dikirim kembali kepada
penyerangnya. Pengemis tua itu ketawa terbahak-bahak, orang tidak tahu dengan cara bagaimana ia
bergerak, tahu-tahu badannya sudah melesat ke atas, dengan kakinya dilonjorkan, tepat sekali
sepatu itu sudah berada di kakinya lagi.
"Sepatu saktiku ini, sekalipun kau mempunyai banyak emas juga tidak mampu beli. Orang lain
susah untuk mendapatkan, tapi kau tidak sudi, nyata kau ada anak kemarin sore yang baru
muncul... maka tidak kenal barang..." demikian mulutnya mengoceh tidak hentinya.
Kim Houw sejak meninggalkan Istana Kumala Putih di rimba keramat, baru pertama kali ini
dipermainkan oleh orang. Meski hati merasa mendongkol, tapi ketika mendengar perkataan si
pengemis tua yang seperti sudah miring otaknya, ia lantas tidak mau ambil pusing.
Sejak munculnya si pengemis tua itu, orang-orang dari Ceng-hong-kauw sudah pada kabur,
Kim Houw juga tidak merintangi perginya mereka.
"Akhirnya ada orang yang kenal barang juga, aku kata sepatu sakti masa benar-benar sudah
tidak ada gunanya...?" si pengemis itu tiba-tiba berkata sambil tertawa.
Mau tidak mau hati Kim Houw merasa curiga juga. Betulkah sepatu butut itu ada riwayatnya
sendiri" Pada saat itu, dari ruangan belakang telah muncul satu orang dan ketika berada di
ruangan tengah, segera berlutut di depannya pengemis tua itu.
Kim Houw yang menyaksikan hal itu, dalam hatinya merasa heran, terutama setelah
mengetahui bahwa orang itu ternyata Tan Eng sendiri.
Sambil meletakkan sepatu butut di atas kepalanya, Tan Eng berlutut di tanah. Badannya lurus,
matanya mengawasi tanah, wajahnya pucat pasi, sedikitpun tidak berani bergerak. Kemudian si
botak juga turut berlutut di belakang gurunya.
Kim Houw merasa terheran-heran. Melihat gerakannya Tan Eng ada begitu gesit waktu dari
ruangan belakang, tentunya ia bukan orang sembarangan. Kalau dibanding dengan empat orang
tua dari golongan Ceng-hong-kauw tadi rupanya Tan Eng masih lebih unggul. Herannya terhadap
si pengemis tua jorok itu, sebaliknya ia begitu takut dan hormat sekali. Dalam hal itu pasti ada
sebabnya. "Aa... ya... ya...! paman gemuk ini kau... kau kenapa?" si pengemis berlagak kaget, sambil
mundur berulang-ulang.
Si gemuk Tan Eng masih tetap berlutut tidak bergerak, mendadak dari sakunya mengeluarkan
satu pisau pendek, sembari acungkan pisau ini di atas dada sendiri, ia berkata dengan suara
terharu, "Tan Eng tahu dosa sendiri yang terlalu besar hingga tidak dapat ampunan dari Hu
Pangcu. Hanya Tan Eng ada mempunyai seorang murid si botak ini rasanya masih boleh dididik.
Kalau Hu Pangcu masih mengingat sedikit pahala Tan Eng di masa yang lampau dan sudi
mendidik muridku ini, roh Tan Eng di alam baka tidak nanti melupakan budi yang besar ini."
Sampai di sini, si pengemis itu tidak berlagak lagi. Tiba-tiba ia keluarkan bentakan keras,
rambutnya yang putih pada berdiri, sehingga kelihatan wajah yang merah segar seperti anak bayi.
Matanya memancarkan sinar yang tajam.
Kim Houw terperanjat, ia tidak nyana bahwa pengemis tua itu ilmunya demikian tinggi, benarbenar
sukar dipercaya.
Jika dirinya tidak kesalahan makan buah batu yang merupakan barang wasiat dalam kalangan
rimba persilatan, untuk mendapatkan kepandaian ilmu seperti si pengemis tua itu, entah harus
makan berapa puluh tahun latihan baru dapat dicapai.
Pengemis tua itu setelah keluarkan bentakan, lama sekali baru berkata, "Hm! Hm.. kau
ternyata masih mengenali aku. Lantaran kau, melihat aku tidak lantas berusaha kabur, maka
kuberikan kau mati dalam keadaan utuh...!"
Kata-kata pengemis tua itu sangat dingin bengis tapi berwibawa, sampai Kim Houw yang
mendengarnya juga merasa kagum.
Si pengemis belum lagi sempat melanjutkan perkataannya, Kie Yong Yong mendadak menarik
tangan Kim Houw, "Hai! Maukah kau menolong dia" Paman Tan ada seorang baik!" demikian
katanya. "Ini adalah urusan dalam partai mereka sendiri. Orang luar tidak boleh campur tangan
sembarangan. Apa lagi atas kemauan sendiri!" jawab Kim Houw sambil kerutkan alisnya.
"Tapi mengapa kau mau tolong aku" Aku juga orangnya Ceng-hong-kauw yang tersangkut
urusan dalam partai!" kata pula si nona sambil monyongkan mulutnya.
"Toh kau sendiri yang minta! Apa aku...!" Kim Houw terkejut.
Saat itu, si pengemis sedang membentak, "Semua urusan sudah diselesaikan atau belum"
Pergilah!"
Tan Eng masih bisa unjukkan senyumannya, lalu letakkan pisaunya. Lebih dulu ia manggutmanggut
tiga kali kepada si pengemis, kemudian mengawasi si botak yang berlutut di sampingnya.
Lalu mengambil pisaunya lagi. Pada saat itu nona Kie sudah berteriak memanggil-manggil
padanya, "Paman Tan...!"
Tapi Tan Eng tidak menggubris, ia angkat tangan kanannya, pisaunya ditujukan kepadanya,
siap untuk segera ditubleskan.
Mendadak si botak menubruk gurunya, kedua tangannya memeluk lengan suhunya. Mulutnya
memanggil dengan suara pilu, "Suhu... suhu..."
Tan Eng kibaskan lengannya, air matanya mengalir deras. Tapi ia masih tidak urungkan
niatnya, dengan satu tangan ia mendorong si botak sehingga terpental jauh sedang pisau di
tangannya masih tetap ditujukan kepada dadanya.
Dalam keadaan begitu kritis, tiba-tiba sebuah benda kuning menyamber dengan cepat lalu
disusul dengan suara "trang", pisau Tan Eng terpental jatuh jauh sekali, tapi lengan Tan Eng
sendiri terbentur oleh benda kuning itu sampai jatuh bergulingan.
Pisau kecil meski sudah jatuh di tanah tapi ujungnya sudah mengenakan sedikit dada Tan
Eng, maka dari luka itu lantas mengeluarkan darah.
Tan Eng sama sekali tidak perdulikan luka di dadanya, ia cepat merayap bangun. Dengan
kedua tangannya ia menjemput sepatu butut yang barusan memukul lengannya sehingga terguling
dengan sikap yang hormat sekali ia menghampiri si pengemis tua, ketika berada di depannya ia
lalu letakkan sepatu itu di tanah.
Tiba-tiba si pengemis tua itu berkata, "Hukuman mati boleh dibebaskan, tapi hukuman hidup
tidak. Di pucuk gunung Thai-san, kau harus bertapa menghadap tembok sepuluh tahun lamanya,
kemudian pergi ke gunung Biauw-san untuk mencari bahan obat-obatan. Kalau kau berlaku salah
sudah tidak dapat ampunan lagi! Lekas bangun, mengucapkan terima kasih kepada tuan
penolongmu."
Tan Eng bingung, kepada siapa ia harus mengucapkan terima kasihnya" Ia ingat barusan
nona Kie memanggil kepadanya dua kali, mungkin karena itu ia terhindar dari kematian. Maka ia
lantas menyatakan terima kasihnya kepada nona Kie! Tidak nyana nona Kie lantas ketawa geli
dan menyingkir ke belakang Kim Houw.
Tan Eng segera ingat bahwa suara "trang" tadi dengan sepatu butut adalah dua soal, maka
seketika itu lantas insyaf bahwa orang yang benar-benar telah menolong jiwanya adalah Kim
Houw. Ia pun segera mengucapkan terima kasih kepada anak muda itu.
Kim Houw sudah kata tidak akan turut campur tangan, tapi mengapa ia turun tangan juga" Ada
sebabnya. Mata Kim Houw terus mengawasi segala gerak-gerik si pengemis. Ketika menyaksikan
kegagahannya Tan Eng yang anggap kematian bukan soal apa-apa, si pengemis tua itu ruparupanya
mulai lemas hatinya. Biar bagaimana Tan Eng pernah menjadi salah satu tokoh terkenal
dalam golongan Sepatu Rumput, yang pada beberapa puluh tahun berselang namanya pernah
menggetarkan dunia rimba persilatan. Cuma lantaran peraturan-peraturan yang terlalu keras
dalam partai tersebut serta tidak sembarangan menerima anggota, pada beberapa tahun
belakangan ini tidak nampak kemajuan dan sudah tersusul terkenalnya oleh partai Ceng-hongkauw.
Itu kejadian pada sepuluh tahun berselang, si gemuk Tan Eng melanggar suatu perkara kecil
saja dan apa mau perkara itu menjadi suatu kesalahan paham yang sangat hebat, hingga
menimbulkan insiden dan dengan salah satu tokoh kuat dari partai lain. Dalam gusarnya Tan Eng
lantas sembunyikan dirinya, sepuluh tahun lebih tidak pernah unjukan muka di dunia Kangouw.
Perbuatan Tan Eng itu, serupa dosanya dengan melarikan diri dari partainya, maka hanya
dalam setahun ia merasa menyesal atas perbuatannya cuma menuruti panasnya hati. Tengah ia
hendak kembali kepada partainya untuk menebus dosanya, ia telah menemukan seorang anak
yang terlunta-lunta, anak itu adalah si botak.
Mungkin karena sudah berjodoh, begitu melihat si botak, Tan Eng lantas saja merasa kasihan
dan tidak bisa berpisah begitu saja. Maka akhirnya ia bawa bocah itu menetap di tepi danau Pekcui-
ouw. Tidak dinyana, sepuluh tahun kemudian pengemis tua itu dapat menemukan dirinya di danau
itu! Pengemis tua itu adalah wakil ketua partai Sepatu Rumput. Anggotanya banyak terdiri dari
macam-macam golongan manusia tersebar luas di kalangan Kangouw. Ketuanya adalah si Sepatu
Dewa Cu Su. Cu Su suka mengembara, hingga tidak ketentuan tempat tinggalnya. Oleh karena itu, maka
segala pekerjaan dalam partai, semua telah jatuh di pundaknya wakil ketua, ialah si Sepatu Sakti
Tok Kai (pengemis beracun). Nama ini didapatkan karena sepasang sepatu di kakinya di kala
menghadapi musuh bisa digunakan sebagai senjata yang berterbangan mengarah sasarannya,
seperti juga ada dewa yang membantu. Kedua, sejak masih kanak-kanak ia sudah menjadi
pengemis. Di masa kanak-kanak dengan tidak sengaja ia telah makan buah Tok-liong-tho,
semacam buah ajaib yang bisa memunahkan dan kebal segala racun, maka perutnya baik
badannya tidak takut segala racun, hingga akhirnya mendapat gelar Sin-hoi-tok-kai yang berarti
pengemis beracun dengan sepatu saktinya.
Tok Kai yang timbul rasa kasihannya terhadap Tan Eng, sepatu di kakinya lantas terbang, tapi
ketika sepatunya terlepas dari kakinya ternyata sudah agak terlambat. Sedangkan Kim Houw yang
sejak tadi diam-diam memperhatikan si pengemis tua itu, ketika mengetahui si pengemis hendak
memberi pertolongan, segera mengambil senjata rahasianya Tok-kiat-cu dan segera mendahului
gerakan si pengemis, senjatanya membentur pisau kecil di tangan Tan Eng pada waktunya yang
sangat tepat. Si botak sudah membawa obat luka diberikan kepada gurunya.
Pengemis beracun itu lantas menghampiri Kim Houw, kepada ia menanya, "Bocah, siapa
gurumu?" Kim Houw merasakan bahwa perkataan si pengemis itu masih agak kasar, ia sebetulnya ingin
tidak menjawab. Untuk menghormati sikapnya barusan yang telah turun tangan merebut jiwa Tan
Eng dari bahaya maut, terpaksa ia menjawab, "Suhuku sudah lama wafat, sebagai murid ada
pantangan menyebut nama gurunya secara sembarangan. Maka harap dimaafkan kalau aku tidak
Istana Kumala Putih Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bisa memberitahukan nama Suhu!"
Tok Kai gusar, dengan cepat ulur tangannya menjambret Kim Houw.
"Apa" Sudah wafat" Kau ada Tiong Ciu Khek punya...," katanya sengit.
Kim Houw adalah seorang yang mempunyai kepandaian luar biasa, bagaimana ia bisa
disergap begitu mudah oleh si pengemis" Ia hanya menggeser sedikit, orangnya sudah melesat
jauh. Meski bisa loloskan diri, namun dalam hati merasa mendongkol. "Suhu sudah wafat ada
hubungannya apa dengan kau" Siapa adanya Tiong Ciu Khek" Aku sendiripun tidak tahu,"
katanya. Si pengemis beracun ini sudah tahu kalau anak muda di depannya itu adalah seorang luar
biasa. Tadi karena dalam keadaan cemas, ia sudah lupakan dirinya sendiri sehingga menjambret
secara sembarangan, sudah tentu tidak berhasil. Namun, setelah mendengar jawaban Kim Houw,
ia sendiri juga melongo.
"Tiong Ciu Khek kau tidak tahu" Kalau begitu darimana kau dapatkan itu pedang Ngo-hengkiam?"
kata si pengemis setelah berpikir.
Kini Kim Houw baru mengerti duduk perkaranya. Kiranya adalah itu pedang pendek yang
menjadi gara-gara.
"Tentang pedang Ngo-heng-kiam ini, sudah tentu ada asal usulnya, aku hanya tidak mengerti,
ada hubungan apa sebetulnya Locianpwe dengan pedang ini" Kawan" Atau lawan...?"
"Anak busuk, urusan yang aku si pengemis beracun tanyakan, kau masih berani tawar
menawar, hari ini kalau kau tidak diberi hajaran, kau benar-benar tidak kenal tingginya langit dan
tebalnya bumi!" si pengemis membentak dengan sengit, lalu dorongkan tangannya menyerang
Kim Houw. Kim Houw belum kenal siapa adanya pengemis bobrokan itu, tapi selama satu bagian, ia telah
dihadapkan dengan rupa-rupa kejadian yang ganjil, setelah bentrokan dengan orang-orang Cenghong-
kauw, kini ia tidak mau tanam bibit permusuhan dengan pengemis itu lagi.
Maka, Kim Houw menantikan setelah serangan si pengemis itu sudah hampir mengena
dadanya, ia baru keluarkan ilmunya mengentengi tubuh seolah-olah daun kering, maka ketika
terdorong oleh serangan anginnya si pengemis tua siang-siang sudah melesat melalui lubang
jendela, kira-kira sejauh delapan tumbak baru ia menginjak tanah. Kembali ia gerakkan badannya
sebentar saja sudah menghilang. Hanya suaranya saja masih kedengaran.
"Pedang Ngo-heng-kiam ada barang pemberian dari salah satu sahabat, yang kini berada di
Ceng kee-cee di Sicuan. Sin-hoi Tok-kai kalau kau mempunyai nyali, kau boleh susul aku. Asal
sudah sampai di Ceng kee-cee, kau nanti mengerti sendiri..."
Tidak menunggu sampai habis, Tok Kai sudah menjambret dirinya si botak, dengan cepat
mengejar Kim Houw setelah memesan Tan Eng. "Tan Eng, kau harus taati perintahku, kalau kau
berani melanggar, akibatnya kau akan rasakan sendiri! Si botak mengikuti aku, sudah tentu aku
atau sendiri, tidak usah kau kuatirkan!"
Dengan berlalunya Kim Houw dan Tok Kai, Kie Yong Yong merasa cemas. Ia segera bersuit,
sebentar kuda hitamnya sudah lari keluar dari belakang.
Nona Kie lantas cemplak dan kaburkan kudanya untuk menyusul mereka.
* * * Selat Bu hiap merupakan selat yang paling berbahaya di sungai Tiang-kang. Di situ ada
terdapat gunung Bu-san dengan dua belas puncaknya yang berdiri berderet-deret.
Hari ini di puncak Sin-lie-hong, salah satu dari dua belas puncak gunung Cu-san, ada
kedatangan seekor kuda tinggi besar berwarna hitam. Di atas kuda itu duduk seorang nona yang
wajahnya cantik menarik, namun nampak muram.
Hari itu sudah lewat tengah hari, si nona nampaknya sudah sangat letih, begitu pula kuda
tunggangannya, nyata ia habis melalui perjalanan amat jauh.
Nona itu adalah nona Kie Yong Yong. Kala itu ia sedang melakukan perjalanan ke barat.
Sudah tentu maksudnya ialah mengejar Kim Houw.
Tapi, berhari-hari ia tanpa mengaso, ternyata tidak melihat bayangan Kim Houw, sekalipun si
pengemis tua itu, ia juga tidak dapat diketemukan.
Kuda hitam itu mendadak berhenti, Kie Yong Yong mendongak, di atas bukit kira-kira tegap
wajah mereka memperlihatkan ketawanya yang aneh!
"Seekor kuda yang bagus sekali! Aku Ma Lao Liok mau kudanya!" tiba-tiba seorang berwajah
hitam yang berdiri di kiri berkata.
"Hah! Satu nona yang cantik sekali. Aku Ong Lao Cit mau orangnya!" kata orang berwajah
putih bersih yang berdiri di kanan.
"Kudanya bagus, orangnya juga cantik. Aku Ouw Lao Pat mau semuanya!"
Tiga laki-laki itu pada ngoceh semua semaunya, mereka anggap seolah-olah si nona sebagai
barang rebutan. Kie Yong Yong yang mendengarkan sejak tadi amarahnya lantas meluap. Ia
majukan kudanya, dengan tidak banyak rewel lalu ayun pecutnya menyambuk ketiga laki-laki
ceriwis itu, hingga sebentar saja mereka masing-masing telah peroleh tanda di mukanya bekas
cambuk jalan-jalan, dari situ darah mengalir keluar tiada hentinya.
Ketiga laki-laki itu dalam gugupnya masih belum mengetahui dari mana datangnya pecut.
Setelah terluka baru tahu kalau itu adalah perbuatannya si nona. Dalam kaget dan gusarnya,
mereka lantas pada mencabut golok masing-masing untuk membabat kaki kuda dan orangnya.
Tapi, mereka tidak nyana kalau hari itu telah bertemu dengan si iblis cantik Kie Yong Yong,
yang terkenal gagah, kejam dan ganas. Sudah tentu mereka tidak berdaya sama sekali. Ketika
golok mereka baru saja hendak membabat, sudah disambar dengan cepat oleh pecut, bukan saja
goloknya lantas terlepas, tangannya juga lantas kesemutan.
Menyusul mana, "tar, tar," berbunyi tak hentinya, seolah-olah bunyi petasan, dan setiap kali si
nona menyambuk, pasti melukai tiga orang dengan berbareng.
Hari itu Kie Yong Yong menunjukkan tingkah lakunya yang luar biasa. Kalau pada waktu
biasanya menghadapi manusia yang demikian ceriwis, dengan tanpa ampun lagi satu persatu
ditabas batang lehernya.
Tapi hari itu ia tidak berbuat demikian. Seolah-olah lakunya orang mendendam sakit hati, ia
menggunakan tiga orang itu sebagai sasaran untuk melampiaskan sakit hatinya. Dengan duduk di
atas kudanya, ia mencambuk dengan pecutnya berulang-ulang, sampai ketiga laki-laki itu
wajahnya berlumuran darah dan badannya bergulingan di tanah. Tapi si iblis cantik masih belum
puas kelihatannya.
Tiba-tiba di belakangnya terdengar suara orang berkata sambil tertawa terbahak-bahak,
"Bagus, bagus, bagus sekali cukup buas, cukup ganas! Itu baru pantas menjadi hujin nyonya
kepala berandalku!"
Berbareng dengan itu, dari rimba sebelah kiri telah muncul sepuluh laki-laki tegap, mereka lalu
mengurung Kie Yong Yong dengan golok dan pedang terhunus, seolah-olah sedang menghadapi
musuh tangguh. Kemudian dari dalam rimba kembali muncul tiga orang laki-laki. Di tengah-tengah ada seorang
yang berusia kira-kira tiga puluh tahun dan mempunyai potongan badan kekar gagah dan
wajahnya tampan. Di sebelah kanan kirinya diiringi oleh dua orang tua pendek kate.
Kie Yong Yong menyaksikan keadaan demikian dalam hati agak keder. Ia sendiri meski tidak
perlu takuti itu semua golok dan pedang, tapi kuda tunggangannya tentu tidak berdaya
mengelakkan itu semua senjata tajam.
Laki-laki tampan itu tiba-tiba berjalan menghampiri nona, dengan laku sangat hormat ia
menjura seraya berkata, "Numpang tanya nama nona yang terhormat, aku yang rendah adalah
Leng In. Oleh sahabat-sahabat rimba persilatan, telah diberi gelar Sin Tiauw. Leng In mempunyai
kediaman yang nyaman di atas puncak gunung Sin-lie-hong ini, sudikah nona turun kuda untuk
beristirahat sebentar di kediaman Leng In?"
Leng In sangat sopan budi bahasanya, dengan kata-katanya yang duluan tertawa terbahakbahak
seperti ada dua orang!
Kie Yong Yong menampak Leng In menghampiri dalam hati diam-diam sudah merasa girang
karena menangkap berandal harus menangkap kepalanya. Asal Sin tiauw Leng In tertangkap,
betapapun ganas anak buahnya tidak usah ditakuti lagi.
Ketika menampak Leng In menanya dengan sopan, ia lantas anggap itu ada kesempatan
paling baik untuk membekuk padanya. Maka ia lantas buru-buru turun dari kudanya, lebih dulu ia
tersenyum kepadanya Leng In, kemudian baru menjawab, "Siauw moay, Kie Yong Yong! Orangorang
pada menamakan iblis cantik..."
Lega dan senyuman telah membikin lemas Leng In, maka belum semua habis ucapan Kie
Yong Yong, Leng In memotong, "Ouw...! Kiranya nona adalah yang mendapat gelar iblis cantik
dan yang namanya menggetarkan daerah Inhui" Aku Leng In sudah lama sangat mengagumi..."
Melihat orang she Leng itu terus bicara sambil bungkukkan badannya, nona Kie anggap inilah
kesempatan paling baik, maka ia lantas bertindak dengan jari tangannya ia menotok jalan darah
Kian-kie-hiat Leng In.
Di luar dugaannya, sebelum jarinya mengenai sasarannya, Leng In sudah egoskan badannya
dengan gesit. Sembari ketawa terbahak-bahak ia lompat mundur satu tombak lebih. Kegesitannya
orang she Leng itu benar-benar mengejutkan si nona.
"Iblis cantik, percuma saja semua usahamu! Lebih baik ikut aku naik gunung jadi isteriku, ada
jauh lebih baik daripada keluyuran. Malah aku jamin kau akan menikmati hidup bahagia," kata
Leng In. Kie Yong Yong tahu, dengan gagalnya gerakannya tadi, sudah tidak ada gunanya untuk bicara
banyak-banyak. Sekarang ia ingin coba kepandaiannya ilmu silat, untuk menundukkan padanya
mungkin masih bisa terlolos dari situ. Maka tanpa banyak bicara lagi, ia lantas menghunus
pedangnya dan berkata, "Leng Cecu, kalau kau bisa menangkan pedang di tangan nonamu, baru
kita boleh berunding lagi, kalau tidak, seumur hidupmu ini jangan kau pikirkan yang bukan-bukan
lagi!" "Apa susahnya" Dalam sepuluh jurus kalau aku tidak dapat paksa nona lepaskan pedang di
tanganmu, aku Leng In dengan lantas bebaskan nona untuk berlalu dari sini!" jawab Leng In
sambil ketawa terbahak-bahak.
Baru saja Leng In menutup mulutnya, tiba-tiba terdengar suara orang berjalan kaki naik ke
puncak gunung. Suara tindakan kaki itu membuat Leng In sangat kaget, sebaliknya Kie Yong Yong
lantas berseru dengan girang, "Kongkong pengemis, kongkong pengemis! Ayo kemari!"
Kie Yong Yong tadi mengira si pengemis itu Tok Kai yang datang, karena jika benar ia, meski
baru saja sekali bertemu muka, ia masih percaya si pengemis tua itu masih mau turun tangan
memberi bantuan padanya. Siapa nyana pengemis yang baru datang itu ternyata bukan Tok Kai,
sebaliknya ada seorang bertubuh tinggi, hingga hatinya merasa kecewa!
Saat itu si pengemis sudah datang dekat. Ia seperti buta matanya, hingga tidak melihat
kawanan berandalan itu pada berdiri berbaris dengan senjata terhunus, malah memaksa masuk ke
dalam kalangan.
"Pengemis busuk, kau mau cari mampus!" seorang berandalan tiba-tiba berseru, sambil ayun
goloknya menyerang bengis.
Si pengemis berteriak-teriak sembari mendekap kepalanya dengan kedua tangan, langkah
kakinya sempoyongan agaknya seperti orang ketakutan, tapi dengan cepat telah menghindarkan
serangan golok berandal tadi, entah dengan jalan bagaimana tahu-tahu sudah berada di tengahtengah
kalangan. Itu suara teriak, itu gerak-gerik waktu menghindarkan serangannya kawanan berandalan dan
itu gerak kakinya yang sempoyongan, Kie Yong Yong agaknya sudah pernah dengar dan lihat, tapi
entah di mana, dalam otaknya saat itu belum dapat ingat siapa orangnya.
Leng In yang menyaksikan semua itu, wajahnya lantas berobah seketika, sambil ketawa dingin
ia menegur, "Orang pandai dari mana yang telah mengunjungi kediaman kami" Maafkan Leng In
terlambat menyambut, harap supaya suka menunjukkan wajahmu yang asli!"
Pengemis itu jalan pincang-pincang, menghampiri sampai suatu jarak tidak jauh dari Kie Yong
Yong dan Leng In. Kelakuannya macam orang yang matanya rusak. Setiap orang ia pandang
sekian lamanya, seolah-olah tidak dengar pertanyaan Leng In.
Akhirnya mana si pengemis itu memandang Kie Yong Yong. Kali ini ia mengawasi lebih lama
dari kepala sampai ke kaki, kembali dari kaki balik ke kepala.
Karena pengemis itu tidak menggubris pertanyaannya, Leng In merasa tidak senang.
Ditambah lagi dengan tingkah lakunya si pengemis yang ceriwis, membikin Leng In tidak tahan
lebih lama. "Manusia keparat, apakah kau sengaja hendak mencari setori" Aku Sin-tiauw Leng In, apa kau
kira boleh kau permainkan begitu saja" Mari, mari! Kita coba hari ini aku juga akan gempur kau!"
bentaknya sengit.
Tidak nyana, pengemis itu seolah-olah tuli, sedikitpun tidak mengunjuk reaksi apa-apa atas
bentaknya Leng In, matanya masih tetap mengawasi nona Kie seperti lakunya orang yang baru
kenal wajah perempuan.
Kalau biasanya Kie Yong Yong yang diperlakukan demikian, ia pasti sudah naik darah. Tapi
hari ini, meski perlakuan pengemis itu agak melewati batas kesopanan, tapi karena si pengemis itu
dapat membikin Leng In gusar, ia anggap mungkin sebentar ia bisa membebaskan dirinya dari
kesulitan. Maka, bukan saja tidak marah malah ia tunjukkan ketawanya serta sikapnya yang
memikat hati, membiarkan dirinya dipandang sepuas-puasnya oleh si pengemis. Namun dalam
hati tengah mencari akal bagaimana supaya ia bisa meloloskan diri dari situ.
Si pengemis itu lagaknya semakin ceriwis. Rupanya sudah tergiur benar-benar, tangannya
menggaruk-garuk kepalanya hingga rambutnya semakin awut-awutan.
Leng In yang sudah panas hatinya, sembari keluarkan bentakan keras ia melesat ke atas,
seolah-olah burung rajawali yang hendak menerkam mangsanya, ia menyerang si pengemis yang
dianggapnya amat kurang ajar itu.
Sin-tiauw Leng In di waktu masih kanak-kanak mendapat didikan dari seseorang aneh, setelah
dewasa telah mewarisi kepandaiannya ilmu silat yang luar biasa terutama ilmu silat sembilan jurus
gerakan burung garuda yang paling hebat. Namanya sudah menggetarkan dunia Kangouw, oleh
karena ilmu silatnya gerakan garuda itu, maka ia dapat gelaran Sin-tiauw atau garuda sakti.
Biasanya kalau tidak menemukan lawan yang terlalu tinggi kepandaiannya, ia tidak menggunakan
ilmu silatnya yang ampuh itu. Sebabnya ialah ilmu silat tersebut terlalu ganas, begitu gerak pasti
melukai orang. Tapi hari itu, begitu bergerak ia lantas menggunakan tipu serangannya yang paling ganas itu.
Gerak pembukaan yang dilakukan secara melesat terbang dan kemudian turun menerkam, ada
merupakan serangan yang paling berbahaya dari serangan lain-lainnya. Asal sudah turun
menerkam, dalam jarak sekitar delapan tumbak persegi, jangan harap lawannya bisa terlolos dari
serangannya. Di luar dugaan si pengemis itu seolah-olah tidak tahu bahaya, hingga nona Kie sendiri yang
menyaksikan dari samping, hatinya berdebar-debar. Ia sangsi apakah pengemis itu memang
berlagak gila atau benar-benar tidak mengerti ilmu silat"
Tengah nona Kie itu masih bersangsi, serangan tangan Leng In sudah mengancam batok
kepala si pengemis.
Pengemis aneh itu seperti dikejutkan oleh apa-apa, kembali berteriak-teriak sembari
mendekap kepalanya dengan kedua tangannya. Tapi kali ini ia tidak sempoyongan lagi, ia seolaholah
tersambar angin dari serangannya tangan Leng In, yang lantas jatuh terpelanting ke tanah.
Setelah si pengemis rubuh, Leng In tidak mengejar, sebaliknya melesat mumbul lagi ke atas
dan untuk kedua kalinya ia menerkam si pengemis yang menggeletak di tanah.
Kie Yong Yong yang belum muncul lama di dunia Kangouw, maka ia tidak dikenal namanya si
Garuda sakti, lebih tidak tahu lagi serangannya yang berbahaya itu. Ketika menyaksikan si
pengemis jatuh terluka, dalam hati merasa tidak tega. Kini ketika mengetahui Leng In masih
hendak melakukan serangan lagi, kalau dibiarkan saja si pengemis itu pasti akan binasa.
Dalam gugupnya, ia tidak memikir atau mengukur kekuatannya sendiri lagi, dengan tiba-tiba ia
angkat pedangnya, sambil menerjang iapun membentak, "Lihat pedang..."
Tapi pedang belum mengenakan sasarannya, tangannya sudah dirasakan kesemutan, dan
pedangnya terbang di udara, sedang di belakang gegernya terkena tendangan kaki yang hebat,
seketika itu kepalanya lantas dirasakan berputaran, matanya gelap, mulutnya menyemburkan
darah segar. Tapi, dalam keadaan setengah sadar, ia seperti melihat ketika dirinya tengah kena tendangan
dan akan rubuh, si pengemis itu seolah-olah seekor binatang kalong raksasa, dari tanah terbang
mendorong dirinya sehingga ia terpental tinggi ke udara, kemudian disambar oleh tangan yang
kuat dan turun persis pada pelana kuda tunggangannya si nona. Sekali kedut lesnya, kuda itu
segera angkat kaki kabur.
Kawanan begal lalu menggunakan panah menyerang hingga anak panah terbang
berhamburan seperti air hujan, si pengemis dengan obat-abitkan karung ke bawah dan ke atas,
berhasil melindungi dirinya dan si nona serta kuda tunggangannya. Sekejap saja ia berhasil sudah
menerobos keluar dari kepungan.
Kuda hitam itu memang kuda jempolan, meski badannya masih letih, tapi dalam keadaan
hendak menolong jiwa majikannya ia dapat lari lebih kencang dari biasanya.
Tapi jalanan gunung tidak rata, si iblis cantik yang dikocok keras di atas kuda, kemudian lantas
tidak ingat orang.
Entah berapa lama telah berlalu, Kie Yong Yong dalam keadaan pingsan tiba-tiba merasakan
barang dingin masuk ke tenggorokannya. Kapan ia membuka matanya lantas mengetahui bahwa
dirinya dalam pelukan si pengemis. Melihat badan dan pakaian yang kotor, hati si nona merasa
malu. Tapi, bagaimanapun orang yang di luarnya sangat jorok itu adalah tuan penolongnya. Meski
pada waktu baru bertemu kelakuannya amat ceriwis, seperti lakunya buaya perempuan, namun
kini nyata tidak demikian. Tangan yang memondong dirinya, seolah-olah takut menyentuh terlalu
kencang, hingga hati si nona mulai sedikit lega.
Tapi baru saja mulai tenang, tiba-tiba tangan si pengemis yang kotor itu telah meraba
dadanya, dalam kagetnya hampir saja si nona pingsan lagi.
Siapa nyana, tangan itu baru saja menempel di dadanya, lantas merasakan ada hawa hangat
mengalir melalui tangan itu terus ke dalam dadanya dan rasa nyeri di dalam dada perlahan-lahan
mulai lenyap! Setengah jam kemudian, rasa sakitnya sudah lenyap sama sekali. Saat itu, hawa hangat
dalam tangan tiba-tiba berobah menjadi dingin. Kie Yong Yong merasa kedinginan sebentar, tapi
kemudian lantas dirasakan segar.
Kie Yong Yong girang, dalam hatinya berpikir, pengemis ini meski miskin tapi kepandaiannya
tidak dapat diukur betapa tingginya. Oleh karena rambutnya menutupi wajahnya, ia tidak dapat
melihat bagaimana macamnya orang miskin yang aneh itu.
Ketarik oleh perasaan ingin tahu, ia lalu tidak perdulikan keadaan dirinya yang baru saja pulih
kesehatannya, dengan menggunakan seluruh kekuatannya yang ada, ia meniup rambut si
pengemis. Perbuatan itu adalah di luar dugaan si pengemis, maka seketika itu juga lantas dikenali wajah
aslinya. "... Kiranya kau....!" Teriak Kie Yong Yong dengan penuh kegirangan setelah mengenali siapa
adanya tuan penolongnya itu.
Dan seketika itu juga lantas jatuhkan dirinya ke dalam pelukan si pengemis, tangannya
memeluk kencang pinggang, seolah-olah kuatir kalau-kalau tuan penolongnya itu akan
meninggalkan dirinya.
Kini ia tidak merasa jijik lagi terhadap badan dan pakaiannya yang kotor, seluruh wajahnya
Istana Kumala Putih Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
disesapkan dalam dada si pengemis dengan sikapnya yang sangat aleman.
Siapa sebetulnya si pengemis itu" Dia bukan lain adalah Kim Houw yang menyaru.
Mengapa Kim Houw menyaru sebagai pengemis" Apa sebabnya"
Sejak meninggalkan kedai nasi di tepi danau Pek-kui-pouw Kim Houw lalu kerahkan ilmu
mengentengi tubuh kabur ke barat.
Ia tahu bahwa si pengemis tua Tok Kai, pasti akan menyusul ke Ceng-kee-cee, maka ia terus
kabur tanpa mengaso, sesudah berjalan kira-kira ratusan lie, ia baru kendorkan kakinya.
Selama beberapa hari itu, Kim Houw tidak menemukan Kim Lo Han, juga tidak lihat si
pengemis tua ada mengejar padanya, begitu pula bayangan Siao Pek Sin.
Tapi ada satu soal yang membuat Kim Houw sakit kepala. Itu adalah pada setiap pintu kota,
selalu menemukan gambarnya sendiri yang dipancang tinggi dengan diberi keterangan
kedosaannya serta hadiah yang akan diberikan bagi siapa yang bisa membekuk padanya.
Kim Houw tidak mengerti duduk perkara, tapi setelah mencari keterangan ia segera mengerti.
Kembali itu adalah perbuatan Siao Pek Sin yang hendak mencelakakan dirinya.
Sebab Siao Pek Sin mengetahui bahwa Kim Houw pasti mengejar di belakangnya, maka
setiap tiba di satu kota, pasti mengganggu wanita-wanita muda, setelah dicemarkan
kehormatannya, wanita-wanita itu lantas dibunuh mati. Dan sesudah melakukan perbuatan
durhaka itu, ia sengaja tinggalkan namanya Kim Houw di atas tembok kamar.
Kim Houw tahu, bahwa Siao Pek Sin berbuat demikian maksudnya ialah supaya
membangkitkan marahnya rakyat serta orang-orang gagah di rimba persilatan terhadap dirinya,
supaya ia tidak bisa tancap kaki di dunia Kangouw.
Sudah dua kali Kim Houw hampir tertangkap oleh polisi, hanya berkat kepandaiannya ia bisa
meloloskan diri dari cengkeramannya polisi. Walaupun bagaimana ia susah untuk membantah,
karena wajahnya memang mirip benar dengan Siao Pek Sin.
Di bawah keadaan demikian, terpaksa Kim Houw menyaru. Oleh karena belum mempunyai
pengalaman menyaru, ia hanya ingat dirinya Tok Kai, maka selanjutnya lantas menyaru sebagai
pengemis. Setelah wajahnya berobah, benar saja tidak mengalami kesulitan lagi. Apa lagi, karena hampir
seluruh wajahnya tertutup rambut, siapapun tidak dapat mengenali. Ia pikir dengan keadaan
demikian ada lebih mudah memasuki Ceng-kee-cee.
Hari itu, ia kebetulan berada di puncak gunung Sin-lie-hong untuk menangkap binatang guna
tangsal perut, tiba-tiba dengar suara jeritan-jeritan keras, itu adalah suaranya ketiga kawanan
berandal yang dicambuki oleh Kie Yong Yong.
Ketika ia memburu ke tempat kejadian, ternyata keadaannya sudah lain. Kini ia telah
menyaksikan nona Kie yang sedang terkurung oleh kawanan penjahat.
Begitu lihat dirinya si nona, hati Kim Houw tercekat. Ia tidak pulang" Dan mengapa dia berada
di sini" Tanyanya pada diri sendiri.
Tapi ketika ia lihat Leng In dengan banyak anak buahnya mengurung seorang wanita, hatinya
panas, maka dalam keadaan yang sangat kritis, ia lantas unjukkan diri dengan lagaknya seperti
orang gila. Ia sebetulnya hendak permainkan dirinya Leng In, kemudian diberi peringatan keras. Tidak
nyana nona Kie berani turun tangan memberi bantuan, sehingga akhirnya membikin luka diri
sendiri. Kini, setelah dirinya dikenali nona Kie, ia tidak bisa singkirkan dirinya lagi. Tapi sikap yang
menggairahkan dari si nona, membuat ia merasa ripuh.
"Nona Kie! Kau... kau..." demikian yang ia hanya mampu katakan.
"Aku tidak mau kau banyak bicara... eh, mengapa kau tahu kalau aku she Kie?" katanya Kie
Yong Yong yang lantas mengawasi wajahnya Kim Houw.
Kim Houw merasa jengah, "Paman Tan memberitahukan padaku!"
Kie Yong Yong ketawa manis, "Apa paman Tan juga memberitahukan bahwa aku ini
mempunyai gelar si iblis cantik"... ia pasti juga beritahukan padamu, bahwa namaku adalah Yong
Yong, betul tidak" Mengapa kau tidak panggil namaku Yong Yong saja" Tidak... tidak benar,
nampaknya aku lebih tua daripadamu, kau harus panggil aku enci Yong...! Benar! Kau panggil enci
Yong saja padaku, panggillah, mengapa tidak mau?"
Suaranya Kie Yong Yong itu ada begitu empuk merdu, sikapnya masih kekanak-kanakan.
Sebentar saja sikap kikuk dan malu lantas lenyap, pada saat itu Kim Houw juga lantas timbul
pikirannya yang seperti kanak-kanak.
"Tidak! Aku lebih tua dari kau, aku cuma mau panggil kau adik dan kau harus panggil aku
engko!" "Tidak! Aku lebih tua darimu, aku lebih tua, tahun ini usiaku delapan belas tahun empat bulan
sepuluh hari, aku pasti lebih tua dari kau!"
Kim Houw sebetulnya belum berusia, oleh karena ia kepingin menjadi engko, terpaksa
membual, "Tahun ini aku masuk usia delapan belas enam bulan, cuma kurang dua hari saja, aku
seharusnya menjadi engkomu!" demikian katanya.
Nona Kie cekikikan. "Aaaa! Kau nakal! Kau tertipu olehku. Baiklah kau menjadi engkoku! Hei!
Aku..." Kim Houw pura-pura gusar, "Terhadap engko bagaimana hei, hei! Apa artinya itu?"
Kie Yong Yong merasa jengah, kembali kepalanya disesapkan dalam dada Kim Houw. "Aku
tidak perduli! Kau toh tidak memberitahukan namamu!"
"Namaku Kim Houw! Kau harus ingat baik-baik."
"Engko Houw...!" Agaknya merasa jengah, kepalanya ditundukkan. Telinganya mendengar
suara Kim Houw yang memanggil padanya, "Adik Yong!" suara itu enak sekali didengarnya, begitu
manis, begitu meresap, hingga seketika itu hatinya merasa sangat gembira.
"Engko Houw, kau jalan begitu jauh, apa perlunya kau hendak pergi ke Ceng-kee-cee?" si
nona menanya. Kim Houw sebetulnya hanya ketarik oleh sikap dan lagaknya Kie Yong Yong yang seperti
kanak-kanak, hingga menimbulkan rasa sukanya. Ia sendiri yang baru berangkat dewasa, namun
hati kanak-kanaknya masih ada, maka ia bisa bersenda gurau seperti lagaknya anak-anaknya.
Kini setelah mendengar pertanyaan nona Kie, lalu ingat dirinya Peng Peng yang masih berada
dalam kesulitan. Hatinya seketika itu seperti dipagut ular, lama sekali baru bisa menjawab,
"Kepergianku adalah untuk menolong jiwa satu orang...!"
Terkejutnya Kim Houw agaknya sudah dirasakan oleh Kie Yong Yong. Belum sampai Kim
Houw memberikan penjelasannya si nona sudah mendahului menghibur, "Engko Houw, apa
pertanyaanku ada salah" Hatimu nampak berduka!"
Menyaksikan kelakuan Kie Yong Yong, Kim Houw mengerti bahwa nona itu mulai perhatikan
dirinya, maka rasa simpatinya terhadap si nona semakin besar. Dengan tanpa sadar ia lantas
peluk erat-erat dirinya si nona.
"Adik Yong, pertanyaanmu tidak salah, adalah aku sendiri yang tiba-tiba ingat sesuatu hal
yang segera mendukakan hatiku!" demikian kata Kim Houw.
Kie Yong Yong juga memeluk lebih erat dirinya Kim Houw.
"Dahulu adatku keras, juga jahat. Tapi dengan mendadak aku telah menemukan bahwa diriku
banyak berubah, berubah menjadi demikian lemah tidak bertenaga. Aku merasa seolah-olah harus
mempunyai senderan, baru ada keberanian untuk hidup. Dimasa yang lampau, aku merasa bahwa
dalam segala hal aku lebih unggul dari orang lain kupandang rendah di bawah kakiku. Tapi hari ini,
aku telah berubah begitu rupa aku meragukan kekuatanku, aku menyangsikan diriku sendiri. Aku
merasa aku demikian kecil dan patut dikasihani, seolah-olah sebutir pasir yang selalu diinjak-injak
oleh kaki... engko Houw, dapatkah kau memberitahukan padaku, apa sebabnya?"
Dalam soal demikian Kim Houw juga tidak jelas apa sebabnya, lagi siapa suruh menjadi
kakaknya Kie Yong Yong" Sebagai seorang kakak, sudah tentu lebih banyak mengetahui daripada
adiknya, sudah tentu harus mampu menjawab pertanyaan adiknya"
Kim Houw terpaksa putar otak, untuk memikirkan bagaimana harus menjawab pertanyaan
adiknya. Mendadak ia ingat bukunya Kao-ji-kiesu, di dalam ada tertulis suatu perkataan yang
berbunyi "Kosong tidak ada suatu apa-apa", maka ia lantas menjawab, "Baik Yong moay, mungkin
dahulu karena hatimu kosong, sedang..."
Mendadak ia merasa bahwa perkataannya itu ada penyakitnya, serta betapa hebat akibat yang
ditimbulkan oleh perkataan itu, maka ia tidak melanjutkan...
Tidak nyana si nona lantas tepuk tangannya dan berkata dengan suara girang, "Engko Houw
benar! Benar sekali! Aku pun merasa demikian! Kau benar-benar hebat, apa saja kau lebih hebat
dari aku, aku... aku..."
Karena kegirangan si nona agaknya sudah lupa daratan, ia peluk dan ciumi Kim Houw begitu
rupa, sampai Kim Houw kelabakan...
Tiba-tiba terdengar suara orang tertawa dingin, kedua orang itu kaget lantas menengok. Di
belakang pohon besar sejarak kira-kira sepuluh tumbak jauhnya telah muncul seorang Hwesio
yang kepalanya klimis dan badan tegap.
Kim Houw begitu melihat siapa adanya lantas berseru, "Lo Han ya! Lo Han-ya!"
Hwesio itu memang benar adanya Kim Lo-han, tapi ia tidak menyahut panggilan Kim Houw,
sebaliknya membentak dengan ketus, "Siapa ada kau punya Lo Han ya" Aku mengaku dulu
mataku telah buta!"
Kim Houw bukan main kagetnya, ia lalu mendorong tubuhnya Kie Yong Yong ke samping, lalu
tanyanya pula, "Lo Han-ya, kau kenapa?"
Kim Lo Han ketawa bergelak-gelak, tapi tertawanya itu penuh rasa duka.
"Ah-ceng Kim Lo Han, dulu pernah bersumpah akan mengikuti kau seumur hidupnya. Sungguh
tidak nyana bahwa kau adalah manusia yang tidak lebih sebagai manusia berhati binatang dan
gemar paras cantik.
bersambung ke jilid 9
Jilid 09 "Hari ini, Kim Lo Han akan menghadiahkan jiwanya, mudah-mudahan kau anggap aku sebagai
pelajaran hingga suka merubah semua kesalahanmu yang sudah-sudah. Rohnya Kim Lo Han di
alam baka masih bisa tersenyum. Kalau kau masih tetap dengan kelakuanmu yang tidak senonoh
nanti di kalangan rimba persilatan sudah tentu ada ksatria yang akan turun tangan, sudah pasti
tidak dapat mengampuni perbuatanmu...."
Sehabis mengucapkan kata-katanya, Kim Lo Han ayun tangannya hendak memukul batok
sendiri! Kim Houw sama sekali tidak menduga Kim Lo Han akan berbuat demikian dan sedikitpun tidak
mau memberi kesempatan untuk memberi kesempatan baginya untuk memberi penjelasan.
Keduanya terpisah agak jauh, betapapun gesitnya Kim Houw, terang tidak keburu memberi
pertolongan. Selagi Kim Houw berada dalam keadaan kaget, tiba-tiba terlihat bayangan kuning meluncur ke
jurusan pelipis Kim Lo Han.
Tangan Kim Lo Han sudah hampir menepok batok kepalanya, sedang bayangan kuning itu
juga hampir berbareng mengenakan pelipisnya.
Hakekatnya Kim Lo Han yang sudah bertekad hendak membunuh diri, tidak seharusnya ambil
pusing hal-hal lainnya. Siapa nyana, tiba-tiba dimiringkan dengan cepat menyambar benda kuning
itu yang hendak menyerang pelipisnya.
Ketika benda itu berada dalam tangannya bau busuk lantas menyambar hidungnya. Kim Lo
Han terkejut, dengan mata terbuka lebar ia mengawasi benda itu, ternyata bukan lain adalah
sepatu rumput yang sudah dekil.
Kim Lo Han setelah melihat itu, sedikitpun tidak merasa takut, sebaliknya malah gunakan lain
tangannya untuk menghitung kupingnya sepatu, "Satu, dua, tiga... empat, lima, enam... tujuh,
delapan, sembilan."
Tiba-tiba Kim Lo Han berseru, "Pengemis onta" Kau masih belum mati"!"
Saat itu terdengar suara orang ketawa terbahak-bahak, dari atas pohon lompat turun
bayangan orang, ternyata mereka adalah Sin hoa Tok-kai atau pengemis beracun sepatu sakti dan
si botak, bekas muridnya Tan Eng.
"Hwesio, kau mencari mati," kata Sin hoa Tok Kai. "Tidak suka ikut dia, ikut aku saja. Aku
pengemis tua baru saja memungut seorang murid kecil, selama beberapa hari ini kelihatannya
muridku ini boleh juga. Seumur hidupku aku tidak mempunyai murid, kini telah menerima seorang
yang kepalanya botak, ditambah lagi seorang murid Hwesio, sungguh kebetulan merupakan
pasangan."
Kim Lo Han dengan Sin hoa Tok Kai pada empat puluh tahun berselang, sudah mempunyai
hubungan erat. Ketika Kim Lo Han masuk ke istana Kumala putih di gunung Tiang Pek San, tidak
memberitahukan pengemis tua itu. Karena puluhan tahun belum pernah bertemu lagi dengan Kim
Lo Han, pengemis tua mengira ia sudah meninggal dunia.
Kini mereka berdua saling bertemu lagi, bagaimana tidak menjadi kegirangan" Meski usia
mereka sudah sama-sama tua, tapi kegembiraannya tidak kalah dengan anak muda.
Ketika Kim Lo Han dapat kenyataan bahwa pengemis itu memang betul sahabat karibnya pada
empat puluh tahun berselang, telah melupakan segalanya. Ia memeluk si pengemis tua, lalu
menangis seperti anak kecil.
Si pengemis tua yang tadinya masih ketawa-tawa, kini juga mengucurkan air mata, hingga
keduanya saling berpelukan sembari menangis.
Kim Houw ketika menampak berkelebatnya benda kuning sudah mengetahui bahwa benda itu
kepunyaan si pengemis beracun. Karena si pengemis itu telah menggagalkan niatnya Kim Lo Han
untuk membunuh diri, maka ia merasa sangat berterima kasih.
Saat itu melihat dua orang itu menangis dengan sedihnya, ia sendiri juga turut merasa sedih.
Mengingat dirinya terlunta-lunta, mengingat hari depannya yang gelap, mengingat Bwee Peng,
mengingat Peng Peng... air matanya dengan tidak terasa juga telah mengalir turun.
Hanya si botak yang tidak menangis, ia berjalan menghampiri si iblis wanita cantik dan
menanya, "Nona Kie! Kim siangkong kenapa berobah demikian?"
Nona juga tidak menangis, bukan saja tidak menangis, malah hatinya merasa terbuka.
Kedukaannya selama beberapa hari ini telah lenyap seketika.
"Aku sendiri juga tidak tahu mengapa dia berobah demikian, cuma ini bagi aku tidak ada
bedanya! Asal dia suka aku, segala penyaruan jelek atau cakap, buat aku tidak menjadi soal!"
jawab nona Kie.
Si botak yang mendengar jawaban itu, sebaliknya menjadi semakin bingung.
Tiba-tiba suara kuda berbenger terus-terusan, sehingga mengejutkan si pengemis tua dan Kim
Lo Han, begitu pula Kim Houw tidak terkecuali.
Seperti baru sadar dari mimpinya, Kim Houw lompat menubruk Kim Lo Han sembari berkata,
"Lo Han-ya, Lo Han-ya, kau..."
"Hai, aku si pengemis tua tahun ini benar-benar mujur, belum pernah aku mau menerima
murid, tapi sekalinya terima lantas beruntun pada datang. Aku kata kau pengemis kecil, tadi kau
masih belum memberi hormat kepada suhumu!" Sin hoa Tok Kai mengoceh sambil ketawa-tawa.
Kim Houw benar-benar ingin memberi hormat sambil berlutut di depan Sin thia Tok Kai, untuk
mengucapkan terima kasihnya karena ia sudah menolong jiwanya Kim Lo Han. Tapi Kim Houw
tidak mau membahasakan suhu, sebab ia sudah angkat Kao Jin Kiesu sebagai gurunya.
Walaupun Kao Jin Kiesu sudah lama wafat, dan upacara pengangkatan guru itu hanya
semacam formalitas saja, tapi dalam hati Kim Houw tetap tidak boleh melanggar tata tertib dalam
perguruan. Jadi, ini bukan berarti dia tidak pandang si pengemis tua atau karena anggap
kepandaian sendiri ada lebih unggul daripada Sin hoa Tok Kai.
Ia anggap budinya sang suhu ada begitu besar sekali terhadap dirinya. Kamar buku Kao Jin
Kiesu selama dua tahun telah memberikan banyak pengertian ilmu silat yang tidak ada taranya,
semua itu tidak dapat dibeli dengan harta benda dunia yang berapa besarnyapun.
Maka, Kim Houw berlagak pilon dan anggap perkataan si pengemis tua itu sebagai lelucon
saja. Sebaliknya ia menarik tangan Kim Lo Han, mulutnya menyerocos. "Lo Han-ya! Lo Han-ya!
Biar bagaimana kau harus dengar keteranganku dulu, kau harus percaya aku, percaya
kepribadianku! Houw-ji bukan seorang rendah yang gampang lupa daratan!"
Kim Lo Han kembali pada kebiasaannya yang tidak banyak bicara. Lama sekali baru menyahut
dengan suara dingin, "Percaya kau" Dengan apa kau suruh percaya kau" Emas tulen tidak usah
takut api, kalau kau tidak berbuat apa-apa yang melanggar hati nuranimu, perlu apa kau harus
menyaru begitu rupa?"
Ucapan Kim Lo Han ini memang ada benarnya, terutama malam itu ia telah saksikan sendiri,
Kim Houw tengah memeluk seorang wanita cantik serta bersenda gurau sedemikian akrabnya,
seolah-olah sudah melupakan tugasnya menolong Peng Peng. Sedang Bwee Peng yang sudah
mati, tak usah dikata lagi.
Kim Houw tahu, kesan jelek Kim Lo Han atas dirinya sudah mendalam sekali, tidak mungkin
dapat dibikin mengerti hanya oleh sepatah dua patah saja, maka ia lalu menuturkan semua
pengalamannya sejak mereka berpisah dalam perjalanannya mengejar Peng Peng. Dari mulai
bertemunya dengan Kie Yong Yong dan Tok Kai sehingga tibanya di puncak gunung Sin lie hong
serta apa sebabnya ia menyaru sebagai pengemis dan kemudian menolong nona Kie.
Kim Lo Han setelah mendengarkan semua penuturan itu belum sampai ia menyahut, si
pengemis tua itu sudah mendahului berkata dengan suaranya yang aneh. "Apa kau kata, dengan
kepandaian lari aku si pengemis beracun, masakah tidak mampu mengejar kau" Kiranya kau
sudah berubah rupa" Hei, pengemis cilik masih kurang sepasang sepatu rumput!"
Kemudian pengemis tua itu pun menceritakan duduk persoalannya. Ia kata, semula ia juga
merasa heran apa benar Kim Houw adalah seorang anak muda yang gemar paras cantik" Ia
pernah bersumpah pada diri sendiri, ia belum merasa puas kalau belum dapat membinasakan
padanya. Tapi, dalam perjalanannya mengejar dilakukan siang malam, meski sudah tiga kota dilalui, tapi
hasilnya nihil. Ia mulai sangsi, sekalipun Kim Houw mempunyai kemampuan ilmu lari seperti
terbang, tidak nanti demikian cepat, ia mulai mengadakan penyelidikan lagi. Ternyata peristiwa
mesum itu telah terjadi pada tiga hari yang berselang, sedang pada saat itu ia dengan Kim Houw
masih berada di tepi danau Thai-pek-ouw. Dari situ ia menarik kesimpulan, pasti ada orang lain
yang hendak memfitnah Kim Houw. Cuma ia tidak tahu, apa maksud dan tujuannya orang itu
hendak memfitnah diri Kim Houw"
Kim Lo Han tadi mendengar keterangan Kim Houw, sebetulnya percaya tujuh bagian. Kini
mendengar pula keterangan si pengemis tua yang merupakan pembelaan terhadap Kim Houw,
sekalipun tidak mau percaya seratus persen juga harus ia percaya.
Ia mulai menyesal atas perbuatannya sendiri yang sangat ceroboh, seandainya tidak keburu
ditolong oleh sahabatnya itu, tentu ia mati konyol.
Setelah semua urusan menjadi jelas, Kim Lo Han lantas perkenalkan Kim Houw kepada si
pengemis tua, yang ternyata adalah wakil ketua dari partai Sepatu Rumput.
Sin hoa Tok Kai meski wujudnya pengemis yang nampaknya sangat jorok, tapi dalam
kalangan Kangouw hampir tidak ada orang yang tidak kenal padanya. Pada empat puluh tahun
berselang, bersama-sama Kim Lo Han namanya sudah menggetarkan dunia Kangouw.
Kim Houw sangat girang, ia juga perkenalkan nona Kie kepada dua orang tua itu. Ia katakan
bahwa nona itu adalah adiknya yang baru dikenalnya, nona Kie juga tidak membantah.
Akhirnya mereka mulai membicarakan persoalan di gunung Teng lay-san dan Ceng kee cee,
Kim Lo Han suruh Kim Houw berpakaian seperti biasa, tapi Kim Houw menyatakan pendapatnya
bahwa dengan berdandan demikian ada lebih leluasa dalam perjalanan. Kim Lo Han akhirnya
tidak keberatan.
Sin hua Tok Kai mengetahui bahwa orang yang hendak ditolong itu adalah nona Peng Peng
Istana Kumala Putih Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang menghadiahkan pedang Ngo-heng-kiam kepada Kim Houw, bukan kepalang kagetnya, lalu
menghendaki supaya segera berangkat. Sebaliknya ia merasa ragu-ragu ketika mendengar bahwa
orang yang menculik Peng Peng itu adalah Siao Pek Sin dari Istana Kumala Putih.
Namun setelah mendengar keterangan Kim Lo Han bahwa kaburnya Siao Pek Sin ke gunung
Teng-lay-san ialah untuk menyingkir dari Kim Houw dan Kim Lo Han, pengemis tua itu lantas
pentang lebar matanya, lama ia mengawasi Kim Houw.
Kim Lo Han mendadak menepok pundak kawannya sembari berkata, "Houw-ji juga pernah
unjukkan kepandaiannya di depan matamu, apa kau masih belum percaya" Kim Lo Han
selamanya jarang buka mulut, hal ini tentu kau sudah tahu, apa lagi untuk memuji orang namun
buat Houw-ji aku kecualikan. Pengemis tua, kalau kau berani mengganggu dia kau nanti akan
dapat rasakan sendiri akibatnya."
Sin hoa Tok Kai ketawa terbahak-bahak. Ia bukan tidak percaya, karena di tepi danau Thaipek-
ouw ia sudah saksikan sendiri bagaimana gesit dan luar biasa gerakan Kim Houw. Tapi
kecuali ini, Kim Houw belum unjukkan kepandaian lainnya, maka tidak heran tadi si pengemis
merasa ragu-ragu.
Lagi pula, pengemis tua itu masih merasa sangsi, Kim Houw seorang yang masih begitu muda
usianya, betapapun tinggi kepandaiannya, masakah sudah mencapai puncaknya.
Tapi setelah mendengar pujian Kim Lo Han, mau tidak mau ia terpaksa percaya. Karena Kim
Lo Han yang mendapat gelaran Hwesio gagu, belum pernah sembarangan membuka mulut,
apalagi berdusta.
Semula, mereka hendak berjalan berbarengan, tapi si pengemis tua tidak suka jalan bersama
sama dengan Kie Yong Yong. Maka akhirnya dipecah menjadi dua rombongan. Satu rombongan
Kim Houw dengan Kie Yong Yong, lain rombongan Kim Lo Han bersama Sin hoa Tok Kai dan si
botak. Kim Houw dan Kie Yong Yong menunggang seekor kuda. Kie Yong Yong pakaiannya merah
menyolok, sedang Kim Houw berpakaian pengemis. Tidak heran mereka sepanjang jalan sangat
menarik perhatian orang.
Dalam perjalanan Kim Houw anggap Kie Yong Yong sebagai adiknya sendiri. Ia sangat
sayang, sangat open, tapi sedikitpun tidak mempunyai pikiran yang bukan-bukan. Kecuali kalau
mereka menunggang kuda bersama-sama, waktu mengaso atau menginap dalam rumah
penginapan mereka selalu tidur pisah. Ada kalanya kalau kemalaman di tengah hutan, Kim Houw
cuma duduk semedi, Kie Yong Yong tidur di sampingnya.
Kie Yong Yong, yang mendapat gelar iblis cantik, adatnya selalu keras, juga suka membawa
maunya sendiri. Tidak nyana setelah bertemu dengan Kim Houw lantas berubah lemah lembut,
sangat jinak. Bagi orang yang sudah kenal tabiatnya dan sifatnya nona itu benar-benar tidak mau
percaya. Hari itu, mereka masuk ke kota Pek-coa. Karena hari sudah petang, lalu mencari sebuah
penginapan. Kim Houw meski dandanannya seperti pengemis, tapi dengan adanya Kie Yong Yong
disampingnya membuat orang lain tidak berani pandang rendah padanya.
Seperti biasa mereka berdua sehabis mandi dan makan, lantas pada masuk tidur dalam kamar
masing-masing. Suatu kejadian yang agak ganjil telah dialami oleh Kim Houw. Malam itu tidak seperti biasanya
ia tidak bisa tidur enak, perasaannya tidak karuan.
Kim Houw diam-diam merasa heran, ini adalah untuk pertama kalinya ia merasakan demikian
sejak ia mengerti ilmu silat. Apakah itu adalah suatu firasat tidak baik"
Kim Houw hatinya ruwet, pikirannya kalut. Sebab kota itu letaknya sudah dekat gunung Ceng
lay san, ia kuatir akan terjadinya apa-apa yang tidak diingini, maka lantas buru-buru bersemedi
untuk menenangkan perasaannya, ia tidak ingin tidur lagi.
Tidak nyana begitu ia bangun duduk, bukan kepalang kagetnya. Karena bukan cuma kusut
pikiran dan ruwet hatinya saja, tapi sekujur badan dan tulang-tulangnya juga dirasakan lemas dan
tidak bertenaga.
Kim Houw terperanjat, sekarang ia mengerti dirinya telah masuk perangkap kawanan penjahat.
Tapi Kim Houw kepandaiannya sudah mencapai di puncaknya. Obat tidur biasa tidak mempan
terhadap dirinya. Buat orang lain, tentunya sudah rubuh pulas sejak tadi!
Dalam kagetnya, Kim Houw buru-buru mengerahkan Khiekangnya untuk mengusir racun obat
pulas itu. Saat itu, telinganya tiba-tiba menangkap suara bergeraknya pakaian yang tertiup angin.
Dari gerak suaranya, Kim Houw mengetahui bahwa orang itu ada mempunyai kepandaian tinggi,
bukan penjahat biasa. Ia semakin kaget, buru-buru ia kerahkan seluruh kepandaiannya, supaya
lekas pulih kekuatannya.
Suara orang itu sebentar saja sudah berada di atas genteng dan mendadak berhenti bergerak.
Kim Houw menduga-duga dan pasang telinga, ia tidak tahu apa maksudnya orang itu" Tapi heran,
orang itu setelah berada di atas genteng lantas tidak kedengaran suaranya lagi.
Sebentar kemudian, Kim Houw mengeluarkan keringat bau busuk. Tenaganya lantas pulih
kembali seperti biasa. Dengan cepat ia melompat keluar dari jendela untuk melihat apa yang
terjadi di atas genteng.
Setibanya di luar ia merasa terheran heran karena terkecuali suara bajunya yang tertiup angin,
orang itu tidak terdengar suara gerakan kakinya.
Mendadak ia dengar suara rintihan, terlalu samar-samar seperti suara orang mengigo, dan apa
yang mengejutkan suara itu justeru datangnya dari kamar Kie Yong Yong!
Apa yang telah terjadi dengan dirinya Kie Yong Yong"
Nona itu setelah masuk dalam kamarnya, baru saja rebahkan diri, sudah lantas jatuh pulas.
Dalam mimpinya ia seperti rebah terlentang di atas rumput bersama-sama Kim Houw, laki-laki
yang dicintainya. Mendadak Kim Houw balikkan tubuhnya, lalu memeluk dirinya dengan kencang
dan pipinya dihujani ciuman.
Ia merasa sekujur badannya seperti kena setrum listrik, ketika tangan Kim Houw mulai bermain
di seluruh anggota badannya. Ia jengah pakaiannya diloloskan, tapi tidak berani melawan. Ia
terlalu cinta Kim Houw, ia bersedia mengorbankan segala-galanya kepada anak muda itu, baik
badannya maupun kesuciannya.
Tiba-tiba langit gelap, angin menderu, sebatang anak panah telah menyambar dan menancap
pada dadanya, ia merasa kesakitan lalu tergugahlah ia dari mimpinya.
Belum sempat membuka matanya, ia merasakan dirinya ada orang tindih. Dalam kagetnya
lantas ia membuka mata, dan... yang menindih dirinya ternyata adalah laki-laki dalam impiannya.
Malu-malu ia menutupi matanya dengan tangannya. Laki-laki itu adalah pria idamannya
sendiri, maka bukan saja ia tidak mempunyai tenaga melawan, memang ia tidak mau melawan.
Sebaliknya malah kuatir ditinggalkan begitu saja oleh pemuda pujaannya itu.
Tiba-tiba ia dengar suara pintu diketok dengan keras.
"Adik Yong! Adik Yong! Kau kenapa?"
Kie Yong Yong pada saat itu masih dalam keadaan antara sadar dan tidak sadar, terhadap
suara ketokan pintu dan suara panggilan, sama sekali tidak dengar. Tapi orang yang berada di
atas dirinya, sebaliknya lantas lompat bangun dan melesat keluar dari jendela.
Kie Yong Yong terperanjat, ia lantas menjerit. Pintu tertendang terpetang. Kekasihnya muncul
lagi dari pintu yang terbuka.
Kim Houw begitu berada dalam kamar lantas menghampiri pembaringan.
"Adik Yong! Kau tidak kenapa-napa?"
Pertanyaan itu tidak dijawab, sebaliknya Kie Yong Yong sudah memeluk padanya dengan
penuh kasih, bisiknya, "Engko Houw! Engko Houw! Aku mau kau, aku mau kau..."
Tiba-tiba Kim Houw seperti menyentuh badannya si nona yang halus, ia kaget dan terheranheran,
"Adik Yong, apa yang telah terjadi" Lekas jawab!" katanya.
Kie Yong Yong memeluk erat Kim Houw, jawabnya, "Engko Houw, aku mau! Kau mau!"
Kim Houw semakin bingung. Ia lalu mendorong dan pandang wajahnya Kie Yong Yong, nona
itu keadaannya seperti orang yang sedang mabuk. Kim Houw mengira Kie Yong Yong cuma kena
pengaruh obat pulas, maka buru-buru menotok jalan darahnya. Ia lalu letakkan lagi di atas
pembaringan. Kie Yong Yong dalam keadaan separuh telanjang, dengan sehelai selimut Kim Houw tutup
tubuh si nona, kemudian dia sendiri duduk di pinggir pembaringan, menjaga kalau-kalau ada
kejadian tidak diingini.
Ketika Kie Yong Yong mendusin, cuaca sudah terang. Ia lihat Kim Houw duduk di pinggir
pembaringan, sambil memandangnya. Wajahnya si nona merah seketika mengingat
pengalamannya semalam. Ia lantas menari tangan Kim Houw, ditempelkan di pipinya dengan
mesra, katanya perlahan, "Engko Houw, aku sudah bukan adikmu lagi...!"
Kim Houw tercengang, "Adik Yong, kau kenapa" Apa kau merasa sebel mempunyai engko
semacam aku?"
Kie Yong Yong ketawa, ia mencubit Kim Houw perlahan.
"Kau seperti mengerti banyak urusan, mengapa dalam soal ini kau tidak mengerti" Apakah kau
sengaja berlagak pilon" Semalaman kau..." bicara sampai di sini wajahnya mendadak dirasakan
panas membara. "Tadi malam... kenapa?" memotong Kim Houw.
Tiba-tiba ia ingat sesuatu, ia telah menyaksikan si nona dalam keadaan separuh telanjang,
apakah lantaran itu si nona mengucapkan kata-kata demikian"
Kie Yong Yong kepal tangannya, lalu memukul Kim Houw perlahan.
"Kau sungguh nakal! Kau masih pura-pura tidak mengerti, lantaran tadi malam... ah aku tidak
mau menceritakan lagi! Tidak! Pendeknya, kau sendiri yang tahu, aku tidak bisa menjadi adikmu,
melainkan menjadi..."
"Jadi apa?" memotong Kim Houw.
Kepala si nona disesapkan di bantal, ia tidak dapat lihat perubahan wajah anak muda itu. Ia
Pendekar Bodoh 18 Rahasia Ciok Kwan Im Pendekar Harum Seri Ke 2 Karya Gu Long Perjodohan Busur Kumala 15
"Toa-ya tidak di rumah, Ji-ya kita juga tidak takut kepada siapapun juga!"
"Aaaa! si Bungkuk sudah pulang!"
"Ji-ya ! Ji-ya ! Coba tengok, di sana itu di Kho-san-tiam telah terbit kebakaran ! Apinya besar
benar!" Setelah serentetan suara orang bicara itu, lalu disusul oleh suara ribut-ribut.
Kim Houw membuka matanya lebar-lebar, sedangkan Kim Lo Han matanya jelalatan seperti
kucing malam. Kim Houw menduga Kim Lo Han tentunya juga sudah mendengar suara
pembicaraan itu.
"Lo Han-ya! Apa baik kita pergi menengok" Ada kemungkinan kuda itu kepunyaan nona Peng
Peng!" kata Kim Houw.
Kim Lo Han mengangguk, keduanya lantas meloncat keluar dari jendela.
Setelah melewati dua wuwungan rumah, Kim Houw segera melihat di salah satu pekarangan
rumah berdiri tiga orang laki-laki. Yang satu kira-kira berusia empat puluh tahun, badannya kekar,
sebelah kanannya seorang lebih muda, usianya kira-kira tiga puluh tahun, badannya kurus kering,
sebelah kirinya seorang pemuda yang usianya baru kira-kira delapan belas tahun, badannya tinggi
kurus. Begitu melihat, Kim Houw segera bisa menduga bahwa orang yang berdiri di tengah-tengah
tentunya yang mereka panggil Ji-ya.
Kim Houw memberi isyarat kepada Kim Lo Han, lalu meluncur turun dari belakang ketiga orang
itu. Ia sengaja berjalan dengan berat, si orang setengah umur itu tiba-tiba membalikkan badannya
dan membentak, "Siapa!?"
Kim Houw segera maju untuk memberi hormat seraya berkata, "Aku yang rendah adalah orang
pelancongan yang kebetulan lewat di sini, serta ingin meminta sedikit keterangan kepada Ji-ya!"
Kim Houw memang seorang pemuda tampan, ditambah sikapnya yang menghormat dan
tingkah lakunya yang sopan santun, sudah tentu menimbulkan kesan baik bagi mereka.
Orang setengah umur itu segera memberi hormat seraya menjawab," Aku yang rendah Lie Jie
Liong, siangkong ingin menanya apa?"
"Lie Ji-ya. Khabarnya di tempat Jie-ya ada seekor kuda merah yang telah dirampas oleh apa
yang dinamakan keluarga Ouw, entah tuan mana yang pernah melihat kuda itu?"
Laki-laki kurus kering itu segera menjawab," Aku yang pernah melihat, kuda ini berbulu merah
seperti bara seluruhnya. Bentuk badannya tidak besar, tapi gesit sekali. Si Pincang ketika
menangkap itu malah kena ditendang hingga terluka!"
Mendengar keterangan itu, Kim Houw hampir melompat karena kegirangan. Nyata sudah
delapan puluh persen mirip dengan kuda Peng Peng.
"Numpang tanya, kuda merah itu sekarang ada di mana?" tanyanya.
"Digelandang oleh si orang she Ouw dari Kho-san-tiam. Nah itulah di sana yang sedang
kebakaran hebat..."
Tiba-tiba anak muda tinggi kurus itu memotong, "Tidak! Sekarang sudah tidak ada di sana lagi!
Khabarnya tadi di waktu lohor, tempat itu telah kedatangan seorang pemuda cakap, dengan
membawa kakek-kakek brewokan mencari kabar tentang kuda merah kecil itu.
Keluarga Ouw karena anggap kuda itu sesungguhnya bagus sekali, tidak mau menyerahkan,
lalu berkelahi dengan mereka berdua. Tapi kesudahannya, tiga jagoan dari keluarga Ouw semua
telah dipukul sampai terluka oleh kakek brewokan itu, kudanya juga digelandang pergi. Ketika
hendak berlalu, pemuda cakap itu karena gusar atas sikap yang membangkang dari keluarga
Ouw, lantas membakar gedungnya...!"
Sampai di situ, Kim Houw anggap sudah tidak perlu membuang waktu, maka lantas buru-buru
mengucapkan terima kasih kepada mereka, kemudian melesat ke atas tembok. Kim Houw berjalan
di atas atap rumah orang dengan pikiran ingin lekas menolong Peng Peng.
Perbuatan Kim Houw itu, telah membuat ketiga orang tadi memandang kesima!
Kim Houw di atas atap rumah lalu menggapai Kim Lo Han, dengan cepat kabur menuju ke
tempat kebakaran. Ia sudah menduga pasti bahwa pemuda cakap itu Siao Pek Sin, tapi siapa itu
kakek brewokan, ia sendiri masih belum dapat memikirkan.
Setiba di Ko-san-tiam, rumah keluarga Ouw sudah musnah diamuk si jago merah. Kim Houw
menghampiri seorang tua yang tengah menonton bekas kebakaran, lalu menanya, "Kakek, tolong
tanya, keluarga Ouw kemana perginya semua?"
Kakek itu mengamat-amati sejenak kepada Kim Houw, lalu menunjuk ke arah satu rumah.
Setelah mengucapkan terima kasih, Kim Houw lalu berjalan ke rumah yang ditunjuk oleh orang tua
tadi. Baru saja tiba di depan pintu, lantas seperti mendapat firasat bahwa dalam rumah itu luar
biasa sunyinya, tapi pintunya terbuka lebar-lebar. Tanpa ragu-ragu lagi, Kim Houw lantas bertindak
masuk! Di ruangan dalam rumah itu ada beberapa laki-laki yang sedang merundingkan apa-apa.
Baru saja melangkahkan kakinya, ia tiba-tiba disambut oleh sambaran angin yang amat kuat
serta bentakan keras, "Aku akan adu jiwa dengan kau!"
Kim Houw tidak menyingkir atau berkelit, dengan jari tangannya ia menjepit golok yang tadi
membabat padanya, kemudian tangan kirinya juga menyusul untuk merampas senjata pecut yang
menyerang pinggangnya.
"Tuan-tuan jangan salah mengerti, aku adalah..." Kim Houw belum keburu menjelaskan sudah
dibentak dan dicaci oleh penyerang tadi.
"Kau adalah binatang yang sangat kejam! Kau sudah pergi mengapa balik lagi kembali " Dan
apa maksudmu " Kalau kau mau bunuh kami, bunuhlah ! Aku tidak sanggup melawan kau, tidak
bisa bilang apa-apa, pasti ada orang yang akan menuntut balas bagi kami !"
Kim Houw bergerak cepat saja kedua rupa senjata si penyerang itu sudah pindah di
tangannya, lalu dilemparkan di tanah. Heran, senjata itu ketika menyentuh tanah lantas menancap
dalam hampir tidak kelihatan.
Ketika Kim Houw itu telah membikin kaget semua orang yang ada di ruangan.
"Tuan-tuan, aku harap tuan-tuan jangan salah mengerti. Aku cuma ingin menanyakan satu hal,
lantas pergi!"
Tidak perlu diragukan lagi, Kim Houw sudah tahu bahwa pada lohor itu adalah Siao Pek Sin
yang datang ke mari sebab mereka sudah kesalahan anggap bahwa dirinya adalah Siao Pek Sin,
ini adalah suatu bukti yang nyata!
Tapi orang-orang itu agaknya tidak mau dengar keterangan Kim Houw, juga kelihatannya
sudah nekad benar-benar. Sudah tahu kalau kepandaian Kim Houw jauh lebih tinggi daripada
mereka, dan toh mereka masih mencoba mengeroyok secara mati-matian, golok, pedang dan
rupa-rupa senjata pada menyerang Kim Houw. Tapi mereka hanya melihat berkelebatnya
bayangan putih sudah menghilang dari depan mata mereka. Kemana Kim Houw" Sudah pergi!
Tahu bahwa dari mereka tidak akan dapatkan keterangan apa-apa, sebab orang-orang itu
bencinya terhadap Siao Pek Sin sudah meresap sampai ke dalam tulang, hingga tidak
memberikan kesempatan sama sekali bagi Kim Houw untuk menjelaskan duduknya perkara. Dia
juga lantas menginsyafi, asal mencari terus ke barat tidak nanti tidak bisa diketemukan orang yang
sedang dikejar.
Saat itu sudah jam tiga menjelang pagi. Kim Houw yang jalannya laksana terbang, ternyata
tidak menemukan apa-apa yang mencurigakan, sebaliknya malah terpisah jauh dengan Kim Lo
Han. Waktu terang tanah, ia tiba di tepi danau. Beberapa buah perahu penangkap ikan sudah
mulai dengan pekerjaannya.
Kim Houw yang habis melakukan perjalanan semalam suntuk, meski badannya tidak letih tapi
perutnya sudah lapar. Ketika melihat tidak jauh dari danau itu ada beberapa kedai, lalu hendak
menghampiri. Baru saja bertindak beberapa langkah, tiba-tiba terdengar suara berbenger. Kim Houw lantas
hentikan tindakannya untuk memasang telinga.
Tidak antara lama, ia sudah dengar tindakan kaki kuda. Tapi ketika kuda itu sudah berada
dekat, ternyata bukan itu kuda yang sedang dicari. Kuda itu ternyata berbulu hitam, bentuknya
lebih tinggi daripada kudanya Peng Peng.
Karena kuda itu gagah dan kuat, Kim Houw agaknya tertarik, hingga beberapa kali menoleh
untuk mengawasi. Siapa tahu, ketika kuda itu berada dekat pada dirinya, tiba-tiba terdengar suara
"tar", suara dan bayangan pecut lalu berkelebat di muka Kim Houw. Tapi Kim Houw sedikitpun
tidak bergerak, seolah-olah seorang tuli atau buta.
Suara ketawa cekikikan lantas menyusul, tapi sebentar lantas berhenti sendiri. Kembali suara
berbengernya kuda dan kuda hitam itu mendadak berdiri, kini Kim Houw baru dapat lihat, ternyata
orang yang duduk di atas pelana ternyata nona berparas cantik.
Kuda itu berhenti di depannya Kim Houw lalu tundukkan kepalanya. Ia tidak tahu mengapa
nona itu mainkan pecutnya di depan mukanya, ia juga tidak mengerti apa sebabnya nona itu mau
menghampiri padanya"
Tiba-tiba ia merasa seperti ada angin keras menyambar. Kim Houw buru-buru mengelak,
dengan tepat ia menghindarkan serangan pecut si nona. Ketika ia dongakkan kepalanya, ia lihat
nona itu wajahnya mengunjukkan perasaan keheran-heranan.
Kim Houw sangat mendongkol, maka lantas menegur, "Aku yang rendah dengan nona belum
saling mengenal, juga tidak pernah bermusuhan mengapa nona mempermainkan aku?"
"Aku tadinya mengira kau adalah satu patung hidup," jawab si nona. "Tapi ternyata seorang
gagah dari rimba persilatan. Mari sambuti lagi pecut nonamu!" si nona tersenyum. Kembali ia ayun
pecutnya, menyabet dengan hebat.
Ilmu silatnya sudah luar biasa, sudah tentu tidak pandang mata segala serangan pecut
demikian, cuma nona itu rupa-rupanya juga agak sedikit keterlaluan, dengan tanpa sebab ia
memecuti orang yang belum dikenal.
Kim Houw sengaja hendak memberi sedikit pelajaran padanya, ia paham bahwa nona-nona
semacam ini kebanyakan mau menang sendiri, maka sebaiknya berlagak gila untuk
mempermainkannya.
Selagi berpikir begitu, pecut si nona sudah menyambar lagi. Kim Houw buru-buru melindungi
kepalanya dengan kedua tangan, ia berkelit kesana kemari sambil menjerit-jerit.
Kelakuannya yang seperti orang gila itu benar-benar membuat si nona tertawa geli, tapi
pecutnya ternyata tidak mau berhenti. Ia terus menyambuki dengan hebat.
Tapi betapapun cepat dan hebatnya si nona memecut, dengan cara yang aneh sedikitpun tidak
dapat menyentuh baju Kim Houw. Dan yang lebih mengherankan, Kim Houw tidak lari, hanya
berputar-putar disekitar kuda.
Lama-kelamaan si nona tidak nampak tertawa lagi. Kim Houw juga merasa sudah cukup
mempermainkannya. Dengan masih menjerit-jerit, Kim Houw lari menuju kekedai yang tidak jauh
dari danau. Si nona tiba-tiba perdengarkan suaranya, lalu loncat turun dari kudanya dan terus mengejar
Kim Houw, mulutnya tidak henti-hentinya memaki: "Budak busuk! Kau berani melukai kudaku!"
Kim Houw selama di Istana Kumala Putih sudah mempelajari banyak hal. Dalam kamar
bukunya Kauw Jin Kiesu, juga ada pelajaran tentang bagaimana mengendalikan kuda binal,
semua itu sudah dipelajari oleh Kim Houw.
Tadi ketika ia berputar-putar disekitar kuda, diam-diam ia sudah menotok ke empat kakinya.
Jadi meskipun kuda itu bisa meringkik, tapi kakinya tidak bisa bergerak.
Oleh karena itu, bagaimana mungkin si nona tidak menjadi gusar" Namun ia ternyata tidak
berhasil mengejar Kim Houw. Sedang Kim Houw sendiri yang sedang mempermainkannya, tetap
mempertahankan jaraknya yang tidak jauh dengan si nona, hingga nona itu merasa kewalahan
sendiri. Dalam keadaan demikian, si nona meski sudah mengerti kalau ia telah bertemu dengan
seorang yang berkepandaian tinggi, tapi dalam hatinya masih penasaran dan tidak percaya, sebab
Kim Houw sama sekali belum menunjukkan kepandaiannya yang tulen, kecuali sepasang kakinya
yang bisa lari laksana terbang.
Mereka uber-uberan secara demikian, hingga akhirnya telah sampai ke sebuah pasar kecil. Si
nona berhenti, Kim Houw sendiri anggap sudah cukup, ia tidak mau berbuat keterlaluan.
Pada saat itu, Kim Houw juga sudah merasa lapar perutnya, ia lalu masuk ke sebuah kedai
nasi. Oleh karena masih pagi, keadaan kedai itu masih sepi, seorang tamu saja masih belum
tampak, sedang pelayannya juga entah sembunyi kemana.
Oleh karena dalam pasar kecil itu cuma ada sebuah kedai nasi itu saja, Kim Houw setelah
berdiri sebentar, terpaksa masuk juga sembari memanggil :" Pelayan!........."
Dari dalam keluar seorang pelayan muda yang berkepala botak, sembari pelototkan matanya
dan berkata: "Masih pagi begini, masa kau sudah kelaparan" apa perlumu ribut-ribut tidak keruan
?" Sambutan si pelayan itu benar-benar di luar dugaan Kim Houw, ia tidak menyangka seorang
yang membuka rumah makan, bersikap begitu galak terhadap tamunya. Tapi karena perutnya
sudah lapar, terpaksa ia menahan sabar.
"Engko cilik, aku sudah berjalan semalam suntuk, sebetulnya sudah sangat lapar benar, harap
sediakan apa saja yang bisa di dahar?" demikian jawabnya rendah.
Siapa nyana, pelayan botak itu menyilahkan duduk sajapun tidak, lantas menyahut :" Jalan
semalam suntuk" Apa di rumahmu ada orang yang mati" Tapi, kau toh mempunyai mata, apa kau
tidak melihat di dapurku yang masih belum ada hidangan...?"
Pelayan botak ini, benar-benar bukan macamnya orang dagang. Ia lebih mirip dikatakan
sebangsa berandal di atas gunung. Dengan sikapnya yang kurang ajar itu, sekalipun orang yang
bagaimana sabarnya juga bisa gusar.
Kim Houw sendiri makin mendengar ucapannya, makin merasa mendongkol, dengan tiba-tiba
ia menyentil dengan jarinya, hingga si botak yang belum habis ucapannya, lantas menjerit
kesakitan. Selanjutnya dengan tangan kiri memegang jari jempol tangan kanannya, dan mata
mendelik seolah-olah hendak menyerang lawannya, tapi tidak tahu siapa lawannya. Ia cuma
berkaok kaok sendiri seperti orang gila.
"Botak! lagi-lagi kau mencari setori dengan tamu!" suara itu kasar dan berat, kemudian disusul
dengan munculnya dari dalam seorang tua gemuk berusia kira-kira lima puluh tahun.
Si botak begitu mendengar ucapan orang tua itu, segera mengerti bahwa dirinya sudah
dipermainkan oleh Kim Houw, maka ia lantas mengeluarkan kepalanya dan menghantam dada
Kim Houw, sambil mulutnya membentak: " Bocah! Kau berani permainkan aku si botak ?"
Orang tua gemuk itu ketika mengetahui si botak sudah turun tangan, buru-buru mencegah
sambil membentak :" Botak! Kau tidak boleh bikin onar!"
Tapi ucapan orang tua itu baru keluar dari mulutnya, kepala si botak sudah bersarang di dada
Kim Houw".
Tiba-tiba terdengar suara jeritan "aduh", Kim Houw yang dihantam masih kelihatan tenangtenang
saja, sebaliknya si botak yang menghantam sudah bergulingan kesakitan dan menjerit-jerit.
Ternyata ketika ia menghantam dada Kim Houw dengan kepalanya, seolah-olah kepalanya
membentur batu keras yang dingin, kepalanya dirasakan sakit dan dingin.
Pada saat itu, si orang tua gemuk itu berubah wajahnya. Kim Houw sendiri mukanya masih
berlepotan tanah karena bergulingan di tanah ketika mempermainkan si nona penunggang kuda.
Kalau si botak tadi berani berlaku kurang ajar juga karena tidak memandang romannya Kim Houw
yang kucel dan kotor itu.
Kini si orang tua gemuk itu sudah tahu benar kalau Kim Houw mempunyai kepandaian tinggi,
juga tidak nyana setinggi demikian rupa. Si botak itu adalah muridnya, meski bentuknya jelek tapi
tenaganya luar biasa. Bagi orang biasa, kalau kena dipukul sekali saja olehnya, sekalipun tidak
lantas mampus, sedikitnya juga akan terluka berat.
Tidak nyana Kim Houw yang dihantam dadanya begitu keras, sebaliknya malah si botak
sendiri yang bergulingan kesakitan, sedang Kim Houw sendiri tidak merasakan apa-apa,
bagaimana si orang tua itu tidak merasa terkejut dan heran"
Pada saat itu, tiba-tiba berkelebat bayangan orang menerjang masuk kedai nasi, lantas
menghajar Kim Houw dengan pecutnya. Tidak usah lihat, Kim Houw segera mengetahui bahwa
yang menghajar padanya itu adalah si nona cantik yang naik kuda hitam.
Ia cepat mengegos, kemudian berputaran disekitar dirinya si orang tua gemuk, sedang
mulutnya lantas berkata sembari menyoja : "nona yang baik, harap maafkan aku yang sudah
berlaku kasar... "
"Tidak ada yang perlu dimaafkan, lekas sembuhkan kudaku... !" jawab si nona dengan alis
berdiri. "Kuda nona adalah kuda pilihan yang sangat bagus tidak perlu disembuhkan sudah bisa
sembuh sendiri, kau lihat itu bukankah kuda nona yang datang?" kata Kim Houw sambil
tersenyum. Benar saja, pada saat itu telinganya si nona sudah dengar suara kaki kuda yang menghampiri
padanya. Kiranya tadi Kim Houw menotok tidak berat, maka kuda hitam itu tidak lama sudah
sembuh sendirinya.
Dengan ringan si nona menghampiri kudanya, lalu cemplak binatang itu dan ketika mau
berlalu, beberapa kali ia menoleh dan tinggalkan senyuman yang menggiurkan.
Kim Houw sedikitpun tidak ketarik oleh kecantikan si nona. Bwee Peng yang ia cintai dan
kasihi telah meninggal dunia, membuat hatinya kosong. Diluar dugaannya, kini nona Peng Peng
telah menempati hatinya yang kosong itu. Ia dapat kenyataan Peng Peng yang beradat keras dan
berandalan telah mencintainya dengan segenap hatinya dan telah melepas budi besar atas
dirinya. Si orang tua gemuk itu tiba-tiba ketawa terbahak bahak dan berkata: "Siangkong! bagus!
bagus! benar! benar... Botak! lekas suruh orang sediakan mie untuk Siangkong ini. Masak mie
tidak mengeluarkan banyak waktu biar Siangkong bisa lekas dahar dan melanjutkan
perjalanannya"
Perkataan bagus! bagus! dan benar! benar dari orang tua itu telah membikin bingung Kim
Houw. Dia tidak mengerti apa yang diartikan bagus dan apa yang diartikan benar"
Cuma perkataan yang terakhir dari si orang tua, membuat Kim Houw sungguh merasa
berterima kasih, sebab pada waktu itu perutnya benar-benar dirasakan sangat lapar.
"Siangkong! silahkan duduk di sini, aku si orang tua bernama Tan Eng, bolehkah kiranya aku
mendapat tahu nama siangkong yang mulia ?"
Melihat orang tua itu sikapnya sangat menghormat, Kim Houw buru-buru membalasnya: "Aku
bernama Kim Houw, seorang bodoh, harap Cianpwe suka memberi petunjuk yang berharga!"
jawabnya. "Siangkong terlalu merendah, seorang kepandaian tinggi seperti siangkong ini, sekalipun
orang gagah di dunia Kangouw, juga cuma segini saja..."
Pada saat itu, si botak sudah membawa sepoci teh, untuk tamunya.
Kim Houw melihat tangan kanannya si botak melurus ke bawah, hanya menggunakan tangan
kiri untuk melayani, ia tahu kalau rasa sakitnya tentu masih hebat, dalam hati merasa kasihan,
maka lantas berkata : "Saudara kecil ini, lain kali jangan terlalu gegabah! mari, aku urut tanganmu
!" "Ini muridku, kecuali mulutnya yang jahil orangnya masih terhitung jujur... botak, lekas ucapkan
terima kasih" kata Tan Eng.
Si botak lantas mengucapkan terima kasih kepada Kim Houw.
Kim Houw tidak berkata apa-apa lagi, lalu menarik tangan si botak, dengan telapak tangannya
ia letakkan di lengan si botak, kemudian mengurut dengan perlahan.
Tangan si botak yang sebetulnya sudah bengkak, dan sakitnya bukan kepalang, kini telah
diurut oleh Kim Houw, sebentar saja bengkaknya lantas lenyap, begitu pula rasa sakitnya.
Istana Kumala Putih Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Di situ si botak baru takluk benar-benar kepada Kim Houw.
"Kim Houw Siangkong! tahukah kau siapa nona tadi ?" Tan Eng menanya tiba tiba.
Mendengar itu, Kim Houw kerutkan alis dan berpikir: perduli amat siapa dia "
Orang tua itu kembali tertawa terbahak bahak: "Nona itu, adalah si iblis cantik yang terkenal
namanya Kie Yong Yong, penduduk kampung Pek-Cui-ouw. Meski adatnya telengas dan suka
membunuh orang secara serampangan tapi masih terhitung bukan orang jahat benar-benar... "
Bicara sampai di situ. Tang Eng memandang Kim Houw. Saat itu Kim Houw sudah
membersihkan wajahnya yang kotor dengan handuk basah yang diberikan oleh so botak. Dalam
hatinya berpikir: orang tua ini benar-benar aneh, nona itu baik atau jahat apa hubungannya
denganku" Aku tidak minta keterangannya juga tidak minta dia menjadi comblang.
Si botak sudah menyediakan semangkok besar mie, Tan Eng menyilahkan tetamunya dahar.
Kim Houw yang sudah kelaparan benar-benar mie semangkok besar itu sekejap saja sudah
disikat habis. Baru saja ia meletakkan sumpitnya, kembali dengar suara kaki kuda, diam-diam
pasang kupingnya untuk perhatikan kemana larinya kuda itu.
Suara itu datangnya dari barat, Kim Houw berpikir, nona Kie tadi menuju ke barat dengan
sikapnya yang tergesa-gesa, seperti ada urusan yang penting, tidak mungkin ia begitu cepat telah
kembali lagi, apakah itu bukan kuda merah yang ditunggangi oleh Siao Pek Sin"
Tengah ia menduga-duga, sang kuda telah muncul di depannya, namun ternyata yang datang
adalah kuda hitam besar tinggi. Kim Houw kecewa berbareng dengan itu ia juga merasa heran
mengapa nona Kie itu balik kembali begitu cepat.
Kuda hitam sudah berhenti di depan kedai, si nona lantas turun , lalu memanggil-manggil
dengan suara nyaring: "Botak, botak ! bawa kudaku ke belakang."
Setelah menyerahkan kudanya kepada si botak, ia lantas masuk ke dalam kedai. Tan Eng lalu
menyambut dengan hormat serta menyilahkan si nona duduk.
"Paman Tan! Kau baik?" Kata Kie Yong Yong, dengan tidak malu-malu lagi lantas duduk
ditempat yang barusan diduduki Tan Eng, yaitu menghadap Kim Houw.
Tan Eng lantas masuk ke dalam untuk menyiapkan pesanan si nona.
Kim Houw yang sudah merasa kenyang, lantas merogoh sakunya untuk mengambil uang guna
membayar harga mie yang dimakannya dan hendak melanjutkan kembali perjalanannya lagi, tapi
ketika baru merogoh saku, wajah si nona tiba-tiba berubah.
"Kau sudah mau berangkat?" katanya.
Kim Houw tercengang. Pikirnya mengapa aku tidak pergi, apa lantaran kau aku musti tinggal di
sini" Hm! meskipun kau mempunyai gelar si iblis cantik, belum tentu dapat berbuat sesuatu
terhadap aku. Meski dalam hati Kim Houw berpikir demikian tapi mulutnya masih menjawab :" Aku masih ada
urusan penting, tidak bisa....."
"Urusan penting?" Kie Yong Yong memotong sambil tertawa dingin, "Kalau benar kau ada
urusan penting mengapa masih ada kesempatan menggoda aku, sehingga menelantarkan
urusanku" Sekarang aku jalan saja sampai tidak bisa!"
Mendengar perkataan itu, Kim Houw diam-diam merasa geli. "Ini benar-benar mencari setori
dengan tidak keruan, terang-terangan dia yang membuat onar, sebaliknya mengatakan aku yang
menggoda dirinya," kata Kim Houw dalam hati.
Tapi terhadap ucapan si nona yang terakhir Kim Houw juga merasa heran, maka ia lantas
berkata : "Nona, aku benar-benar ada urusan penting. Kalau nona tidak sengaja akan main-main
denganku, harap nona suka bicara terus terang, ucapanmu yang terakhir tadi aku benar-benar
tidak mengerti!"
Kie Yong Yong yang semula agak masgul, mendengar perkataan Kim Houw mendadak
menjadi gembira. Sambil tampilkan senyumannya yang manis, ia berkata: "Kau mau suruh aku
bicara terus terang tidak susah, aku cuma minta kau duduk menunggu sebentar, untuk temani aku
makan mie. Setelah aku selesai dahar, mungkin kau akan dapat saksikan sendiri apa yang akan
terjadi. Sesudah itu, tak usah aku katakan, kau juga akan tahu sendiri!"
Nona ini benar-benar sangat ku-koay(aneh), pikir Kim Houw, tidak lapar tapi mau makan mie,
bahkan suruh orang bikin yang istimewa dan suruh aku menunggui dia. Masih bisa naik kuda
sebaliknya tidak bisa jalan...
Tiba-tiba Kie Yong Yong berkata dengan suara perlahan: "Sudah datang! sudah datang benarbenar
cepat sepasang kaki dibandingkan dua pasang kudaku, ternyata terlambat tidak seberapa."
Kie Yong Yong mulutnya berkata, matanya terus mengawasi Kim Houw dengan sikap seperti
seorang yang hendak minta pertolongan.
Kim Houw bercekat. Ucap nona ini betul-betul bukan cuma omong kosong belaka, memang
akan timbul kejadian!.
oo000oo Di depan pintu mendadak muncul empat orang laki-laki tegap dengan dandanannya yang
seragam berpakaian ringkas dan ikat kepala warna hijau. Dengan tindakan gagah mereka masuk
ke dalam kedai.
"Pelayan! Pelayan! Sediakan hidangan arak yang bagus, kita..." mendadak berhenti ketika
melihat di situ ada duduk nona Kie. Satu diantaranya ketawa terbahak-bahak dan berkata kepada
si nona: "Nona Kie, kau sungguh senang!"
Setelah berkata demikian, orang itu lantas memandang Kim Houw, dengan tolak pinggang
mereka berempat ambil sikap mengepung kepada Kim Houw.
Kie Yong Yong tiba-tiba berkata kepada Kim Houw: "Apa kau mau mengerti?"
Kim Houw acuh tak acuh menghadapi empat laki-laki itu. Ia sudah dapat tahu, bahwa nona Kie
itu bukan jeri karena mereka. Dilihat dari sikap dan gerakan kaki empat orang itu, sekalipun
ditambah empat lagi juga masih bukan tandingan nona Kie.
Mendadak tangan salah satu orang itu telah menekan pundaknya Kim Houw, mulutnya
membentak: "Bocah, kau benar-benar telah makan nyali macan berani-berani duduk bersamasama
nona Kie" Kiranya kau sudah bosan hidup lagi, bukan lekas enyah dari sini...."
Belum habis ucapannya, mungkin karena sudah terlanjur mengeluarkan tenaga, ia sudah
angkat naik tubuhnya Kim Houw. Tiba-tiba terdengar Kim Houw berteriak "aduh!" kaki dan
tangannya berontak-rontak.
Berbareng dengan teriakan Kim Houw orang itu juga menjerit, bahkan lebih keras suaranya.
Ketika Kim Houw jatuh, orang itu juga jatuh duduk di tanah. Mulutnya menjerit-jerit seperti babi
disembelih. Tiga kawannya menampak keadaan demikian, semua pada melongo heran, mereka tidak tahu
apa sebabnya. Di luar pintu tiba-tiba ada orang ketawa dingin.
"Makhluk tidak berguna, mundur!" bentaknya.
Orang yang jatuh menjerit-jerit tadi lalu disingkirkan ke samping oleh ketiga kawannya, mereka
tampak berlaku sangat hormat sekali terhadap orang yang baru datang.
Kim Houw menoleh ke depan pintu kelihatan ada berdiri dua orang tua. Usianya kira-kira
sudah lima puluh tahun, berpakaian baju panjang warna hijau. Yang satu wajahnya agak merah
tapi yang satunya lagi kehitam-hitaman.
Orang yang wajahnya merah itu pelipisnya agak menonjol, matanya bersinar. Bagai mata
seorang ahli, lantas bisa ketahui bahwa orang tua itu seorang pandai yang mempunyai kekuatan
lwekang dan gwakang sangat hebat.
Sedang orang tua yang wajahnya kehitam-hitaman itu matanya boleh dikata hampir rapat.
Terkadang ia membuka matanya yang sipit itu kelihatannya sinar yang tajam. Kedua tangannya
selalu dimasukkan dalam tangan bajunya, seperti seorang yang kedinginan.
Kim Houw yang berkepandaian tinggi sudah tentu juga bernyali besar. Ia sama sekali tidak
kenal apa artinya takut. Saat itu masih berlagak gila sambil menjerit: "Aduh, aduh. Kau benarbenar
kelewat galak..."
Orang tua berwajah merah itu keluarkan suara di hidung.
"Orang yang berkepandaian tinggi, perlu apa harus berlagak gila?" katanya. "Harap saja kau
tidak menghalangi urusan kita orang-orang dari Ceng-hong-kauw. Apa lagi Ceng-hong-kauw cu
sudah masuk rombongan Istana Kumala Putih. Tentang nama Istana Kumala Putih, tidak mungkin
rasanya kalau kau tuan belum pernah dengar?"
Orang tua itu pertama-tama menyebutkan namanya Ceng-hong-kauw, kemudian menyebut
nama Istana Kumala Putih, maksudnya ialah untuk menakuti Kim Houw, karena ia kuatir bahwa
anak muda itu muridnya seorang pandai, jika bertindak salah, mungkin menimbulkan kerewelan.
Tidak dinyana Kim Houw setelah mendengar disebutnya nama Istana Kumala Putih, hawa
amarahnya lantas meluap, wajahnya berobah seketika. Dengan suara dingin ia menyahut: "Istana
Kumala Putih! Hmm! apa itu Istana Kumala Putih" Lain orang boleh takut padanya, tapi aku Kim
Houw tidak!"
Nama Istana Kumala Putih, selama setahun ini sudah menggetarkan dunia Kangouw dan
menjagoi daerah Tionggoan. Barang siapa yang tidak puas terhadap sepak terjangnya golongan
Istana Kumala Putih, pasti dimusnahkan. Yang telah dibasmi habis-habisan golongan Sao-ouw
dari gunung Lae-san. Sao-cung dari telaga Thay-ouw dan Sun-kee-cung dari San-tung selatan.
Nama-nama tersebut selama beberapa puluh tahun sudah sangat terkenal dalam rimba persilatan,
dan toh tidak luput dari kemusnahan.!
Oleh sebab itu selama setahun ini, nama Istana Kumala Putih dari gunung Kua cong san telah
merupakan partai yang paling ditakuti dalam rimba persilatan. Asal menyebut namanya saja,
sudah membikin orang ketakutan setengah mati!
Ceng hong kauw, sebetulnya termasuk golongan orang-orang jahat, sejak ketua Ceng hong
kauw menggabungkan diri pada golongan Istana Kumala Putih, Ceng hong kauw semakin galak
sepak terjangnya.
Kini, sungguh tidak dinyana ternyata masih ada orang yang berani menghina nama Istana
Kumala Putih bahkan tidak memandang mata sama sekali, bagaimana kalau mereka tidak
terheran-heran dan gusar"
Orang tua berwajah merah itu seorang licik, menampak Kim Houw berani omong besar sudah
tentu bukan orang sembarangan. Maka dalam hatinya lantas terpikir, kalau tidak terpaksa apa
perlunya mencari setori dengannya.
Karena berpikir demikian, maka ia lantas berkata: "Tuan tidak pandang mata kepada golongan
Istana Kumala Putih, sudah tentu ada orangnya sendiri yang akan bikin perhitungan dengan tuan.
Hari ini segala apa yang akan terjadi dalam golongan kita, harap tuan tidak turut campur tangan,
sebaliknya mengambil jalan sendiri-sendiri."
"Perasaan setia kawan setiap orang harus ada. Memberi bantuan terhadap perlakuan tidak
adil, sudah menjadi keharusan bagi manusia. Buat orang-orang dunia persilatan yang mempunyai
kepribadian luhur, perbuatan demikian dipandang sebagai kewajiban utama. Aku bukan hendak
turut campur tangan, aku hanya kepingin tahu saja..." jawab Kim Houw dingin.
Baru bicara sampai di situ, Kim Houw mendadak menoleh dan berkata menghadap jendela di
belakang gegernya: "Kalau benar orang-orang seperjalanan, perlu apa mengintip-intip" Apa takut
diketahui orang?"
Dari situ terdengar suara ketawa, kemudian melompat masuk seorang tua kurus kering yang
juga berusia kurang lebih lima puluh tahun. Begitu masuk ke dalam ruangan, segera terbang
menerjang Kim Houw, mulutnya keluarkan suara bengis: "Benarkah kau ingin tahu" Coba-coba
sambuti dulu seranganku si Hui thian Leng kauw (si Monyet cerdik yang bisa terbang), aku lihat
kau pantas atau tidak untuk campur tahu urusan kita?"
Kini Kim Houw baru tahu apa sebabnya nona Kie barusan mengatakan tidak dapat ia pergi.
Dilihat kekuatannya ketiga orang tua itu agaknya masih diatasnya si nona.
Sekarang ia tidak perlu berlagak gila lagi. Dengan cepat ia gerakkan badannya memunahkan
serangan Hui thian Leng kauw yang amat dahsyat.
Serangan Hui thian Leng kauw tadi dilakukan dengan kecepatan luar biasa, bahkan bergerak
sebelum memberi peringatan. Tidak dinyana ia cuma menghadapi berkelebatnya satu bayangan
putih, sedan orang yang diserang sudah tidak kelihatan.
Hui thian Leng kauw sama sekali tidak tahu dengan cara bagaimana anak muda itu bisa
terlolos dari serangannya jatuh ditempat kosong, baru tahu kalau ia tengah menghadapi orang
kuat. Ia buru-buru memutar tubuhnya, tapi sudah tidak keburu, tahu-tahu pantatnya sudah kena
ditendang sehingga tubuhnya terbang berjumpalitan. Ketika turun di tanah kedua kakinya masih
bisa berdiri tegak tidak sampai jatuh!
Itu berkata Kim Houw yang masih merasa kasihan padanya. Karena pikirnya ia dengan orangorang
itu tidak mempunyai permusuhan apa-apa, apa perlunya harus melukai dirinya" Sudah
cukup kalau diberi sedikit peringatan saja!
Ia belah berpikir demikian, tapi buat yang lain tidak. Hui thian Leng kauw juga terhitung salah
satu orang kuat dalam golongan Leng hong kau, dalam dunia Kangouw juga ada sedikit nama,
bagaimanapun tidak mau mengerti belum satu jurus saja sudah kena ditendang oleh lawannya
yang masih begitu muda" Dimana ditaruh mukanya untuk selanjutnya" Bagaimana ia sanggup
menelan kehinaan itu"
Ia pikir bocah itu mungkin cuma unggul dalam ilmu mengentengi tubuh, kepandaiannya belum
tentu menandingi dirinya. Terpikir demikian, Hui thian Leng kauw nyalinya besar lagi, untuk kedua
kalinya melakukan serangan!
Orang tua itu mendapat gelar Hui-thian Leng-kauow, atau monyet cerdik yang pandai terbang,
ilmunya mengentengi tubuh sudah tentu cukup sempurna, namun ia telah mengatakan kepandaian
lain orang ternyata lebih tinggi dari padanya, jauh sekali"
Suara "pok" terdengar nyaring, pantat Hui-thian Leng-kauow kembali kena ditendang,
badannya terbang ke udara sembari jumpalitan. Tapi, kali ini kakinya tidak dengar kata lagi, ia
tidak mau berdiri dengan baik!.
"Buluk! badannya terjatuh di tanah dengan kaki di atas. Entah karena jatuhnya terlalu berat,
atau ia merasa tidak ada muka menemui orang" Ketika jatuh duduk di tanah, ia kelihatan tidak
bangun lagi. Kie Yong Yong yang menyaksikan pertunjukan itu, ketawa terpingkal-pingkal, suaranya
cekikikan sampai terdengar jauh!
Di pintu dalam, si botak tiba-tiba tongolkan kepalanya dengan sikap seperti orang ketakutan!
"Botak, apa mie yang ku pesan sudah selesai" Lekas bawa keluar! aku sudah lapar!" teriak si
nona. Terhadap orang-orang dari Ceng-hong kau ini, si botak rupanya takut sekali. Ketika ia
membawa keluar semangkok mienya, badannya gemetaran, sampai kuah mienya pada
berceceran di tanah.
Masih terpisah kira-kira lima kaki dari Kie Yong Yong, orang tua berwajah merah itu
menyampok dengan lengan bajunya, kekuatan dari anginnya telah membikin mangkok mie
terbang ke arah Kim Houw.
Si botak terkejut, ia lantas lari masuk lagi.
Tapi heran sekali, mangkok mie itu baru saja terbang mumbul, tiba-tiba disambar oleh angin
keras, dengan keadaan tidak bergoyang meluncur turun ke mejanya Kie Yong Yong.
Kekuatan yang tidak kelihatan itu, telah membikin kaget semua orang yang ada di situ, karena
kekuatan demikian, kalau bukan seorang yang sudah tinggi sekali kekuatan lweekangnya, tidak
nanti bisa melakukannya.
"Hai! Kau makan sedikit mau tidak...?"
Tiba-tiba Kie Yong Yong menanya Kim Houw. Sedang matanya terus memandang, sehingga
anak muda itu merasa jengah dan merah wajahnya. Dalam hati berpikir, nona ini rupanya lebih kukoay
dan lebih berandalan dari pada Peng Peng. Dalam keadaan ini seperti ini, dia masih bisa
bersenda gurau!"
"Ya! barusan kau sudah makan, mangkoknya saja masih belum dibersihkan! Kalau begitu
makan saja paha ayam ini!" kata pula si nona, sembari menjepit sepotong paha ayam dengan
sumpitnya dan sodorkan kepada Kim Houw.
Kalau dilihat dari tingkah lakunya ini ada lebih mirip dengan tingkah lakunya sepasang merpati
yang sedang bercumbu-cumbuan, bukannya sedang menghadapi bahaya dikepung oleh musuhmusuhnya.
Kebinalannya nona Kie, benar-benar membuat Kim Houw kewalahan. Paha ayam yang
disodorkan olehnya, Kim Houw mau menyambuti merasa malu, tidak disambuti merasa salah!
Nona Kie rupa-rupanya merasa mendongkol, dengan mendadak paha ayam berikut sumpitnya
dilemparkan keluar jendela, kemudian mie berikut mangkoknya juga ia buang keluar.
"Kau tidak mau makan, tadi kau buang saja bukan ada lebih baik, mengapa kau sodorkan di
depanku" Kalau kau tidak suka makan aku juga tidak, jadi sama-sama tidak makan habis
perkara!" kata Kim Houw.
Dari luar pekarangan belakang tiba-tiba terdengar suara nyaring: "Budak, rasanya kau sendiri
juga tidak berani makan."
Kie Yong Yong sebetulnya sedang cemberut, kini lantas ketawa cekikikan.
"Akal muslihat bajingan semacam ini, apa kau pikir bisa mengelabui mataku" Hendak
meracuni aku masih terlalu pagi bung! Apa kau kira aku benar-benar takut makan" Kalau tadi dia
berani makan paha ayam yang kuberikan, aku makan lantas untuk diperlihatkan kepada kalian".
Kim Houw terperanjat, kalau begitu, dalam mie tadi ada racunnya. Dalam hatinya sebetulnya
hendak menyesalkan kelakuannya nona ini yang sangat berandalan, tidak tahunya ia membuang
mie itu ada maksudnya. Tapi ucapan terakhir dari si nona, ia benar-benar tidak mengerti.
Bersambung ke jilid 8
Jilid 08 Ia tahu benar bahwa makanan itu ada racunnya, mengapa suruh ia makan" Dan kini malah
mengatakan, kalau ia makan paha ayamnya, si nona juga akan dahar mienya; apa maksudnya ini"
Baru saja nona Kie menutup mulutnya, dari belakang tiba-tiba muncul seorang tua tinggi besar.
Begitu muncul, orang tua itu lantas menyeret dirinya Hui-thian Leng Kauw sembari berkata, "Tidak
ada gunanya, apa dengan duduk saja di tanah perkara bisa beres?"
Pada saat itu, semua orang tiba-tiba dengar suara orang yang sedang menghirup kuah mie
serta suara mulut bercakap-cakap. Suara itu keluar dari luar jendela, agaknya orang itu sedang
menikmati makanan yang lezat.
Kali ini Kim Houw kaget benar-benar! Siapa itu orang yang berada di luar jendela" Mengapa ia
sendiri tidak tahu" Dapat diduga bahwa orang itu ilmunya mengentengi tubuh sudah mencapai
tingkat puncaknya.
Pantas mangkok mie tadi ketika dilemparkan keluar tidak ada suaranya jatuh di tanah, kalau
begitu ada orang yang menyambuti.
Kim Houw ingat bahwa mie itu ada racunnya, kalau dimakan, bukankah orang itu nanti akan
binasa" Tapi siapa orang itu, baik atau jahat" Ia sendiri masih belum tahu.
Ia lalu tongolkan kepalanya keluar jendela, segera dapat dilihat di bawah daun jendela ada
seorang pengemis tua yang wajahnya kotor dan rambut sudah putih serta awut-awutan. Mangkok
mie itu ternyata berada dalam tangannya, sedang dimakan dengan lahapnya, sedang di
tangannya nampak memegang paha yang sedang digerogoti.
Kim Houw menyaksikan kejadian itu, dalam hatinya merasa cemas. Meski ia seorang
pengemis, tapi toh masih harus disayangi jiwanya. Maka buru-buru berkata, "Lo Pek, mie itu ada
racunnya..."
Pengemis tua itu menjawab tanpa menoleh, "Kalau tidak ada racunnya belum tentu aku mau
makan! Sudah tentu setengah abad aku hidup sengsara di dunia, mati ada lebih baik. Cepat mati
cepat naik ke surga, lebih lekas mati lekas bebas!"
Kim Houw merasa pilu, "Lopek, aku di sini ada obat pemunah racun, masuklah ke dalam!"
Pengemis itu dongakkan kepalanya, ia memandang lama kepada Kim Houw. Rambutnya yang
Istana Kumala Putih Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
awut-awutan hampir separuh menutupi wajahnya, hingga Kim Houw tidak dapat melihat dengan
tegas wajah yang sebenarnya.
Tapi, dalam hati Kim Houw tiba-tiba tercekat, karena sepasang matanya pengemis itu ternyata
memancarkan sorot mata tajam. Kim Houw baru insyaf bahwa ia sedang berhadapan dengan
seorang luar biasa!
Tiba-tiba dari mulutnya pengemis itu meluncur benda putih dengan kecepatan bagaikan kilat
menyambar pada kedua biji mata Kim Houw.
Bukan kepalang kagetnya Kim Houw, dengan cepat ia lantas ayun tangannya, benda putih tadi
segera berada dalam tangannya. Tapi meski ia berhasil menyambuti benda putih itu, tangannya
sendiri juga masih terasa sakit.
Tatkala ia periksa, benda putih itu ternyata cuma dua potong tulang ayam.
Kim Houw diam-diam merasa kaget, ia tidak nyana bahwa pengemis tua itu ada mempunyai
kepandaian begitu tinggi, bahkan mungkin masih lebih tinggi setingkat dari pada Tang Lo Han.
Tiba-tiba ia dengar suara jeritan nona Kie. Kim Houw dengan cepat balik ke dalam ruangan.
Urat nadi tangan nona Kie sudah kena dicekal oleh orang tua tinggi besar yang baru keluar dari
belakang, sedang tangan lainnya mengancam jalan darah Leng-tai-hiat di belakang si nona.
"Bocah, kalau kau berani bergerak sedikit saja, aku lantas antar dia ke akhirat," demikian
orang tua itu berkata sambil ketawa mengejek pada Kim Houw. Kim Houw terkejut tak dapat
melindungi dirinya si nona.
"Hai, lekas tolong aku! Kalau aku tadi tahu kau tidak mau menolong diriku, sebaiknya aku
makan saja mie yang ada racunnya itu. Mungkin tidak akan mengalami hinaan begini rupa," si
nona tiba-tiba berkata dengan nyaring.
Kim Houw merasa seperti dipagut ular, tiba-tiba ia ingat dua potong tulang halus yang
dilontarkan oleh pengemis tua tadi. Ia mau menggunakan dua potong tulang yang masih berada
dalam tangannya untuk menyerang dengan tiba-tiba.
Ketika tangannya Kim Houw mengayun, segera dengar "Ouw", lalu disusul melesatnya suatu
bayangan putih, dengan kecepatan tinggi bagaikan kilat sudah berada dalam pelukannya sendiri.
Hal ini benar di luar dugaannya.
Untuk menghadapi orang-orang dunia rimba persilatan yang betapapun tinggi kepandaiannya,
Kim Houw belum pernah merasa takut atau jeri, tapi menghadapi nona Kie yang jatuhkan diri
dalam pelukannya, membuat kelabakan dan tidak tahu apa yang harus diperbuat.
Buat ia, kecuali Bwee Peng, ketika pada saat hendak ditinggalkan, pernah menangis dalam
pelukannya melihat ia terluka, sehabis itu belum pernah ia disentuh oleh kaum wanita. Apa mau
nona Kie dengan tidak malu-malu lagi, di hadapannya begitu banyak orang ia rebahkan kepalanya
pada badannya, bagaimana Kim Houw tidak merasa jauh dan berdebar hatinya"
Suara benturan mendadak terdengar saling menyusul, empat orang itu menerjang Kim Houw
dengan berbareng.
Kim Houw meski menyanggupi nona Kie untuk memberi pertolongan, tapi dalam keadaan
demikian, sudah tentu ia tidak dapat mengelakkan lagi. Mendadak ia ayun satu tangannya,
melancarkan ilmunya Han-bun-cao-khie, yang sangat ampuh. Gelombang hawa dingin itu
meluncur dan merupakan tembok dinding yang sangat kokoh, menghalangi majunya empat orang
itu. Kemudian Kim Houw dorong perlahan dada si nona, maksudnya ialah supaya nona itu
menyingkir dan ia bisa leluasa menghadapi empat musuhnya.
Tidak nyana tangannya telah mendorong bagian yang empuk lunak dan membal. Ia kira nona
itu mempunyai ilmu lwekang yang sangat tinggi, sehingga dapat membuat dirinya begitu lunak dan
licin. Untuk mencoba ada berapa tinggi kepandaian si nona, dengan tidak banyak pikir, Kim Houw
ulur lagi tangannya mendorong.
Tiba-tiba Kim Houw ingat sesuatu yang tidak beres, dalam kagetnya, ia lantas tarik kembali
tangannya. Kim Houw salah alamat mau mendorong dada kena dorong benda empuk lunak dan
membal... buah dada si nona.
Pada saat itu, selembar wajah si nona berubah menjadi merah, dengan tidak berkata apa-apa,
sudah lepaskan dirinya dari pelukan Kim Houw dan memutar berdiri di belakang anak muda itu.
Tepat pada saat itu juga empat orang tua dari golongan Ceng-hong-kauw itu sudah menerjang
lagi dengan berbareng. Kim Houw tidak bermaksud untuk melukai lawannya, maka tidak
digunakan sepenuhnya ilmu Han-bun-cao-khie yang ia anggap kelewat lihay.
Ketika menampak ke empat lawannya itu ternyata sangat bandel, ia lalu menggunakan tipu
pukulannya yang dinamakan burung kepinis terbang berputaran, yang terdiri dari delapan belas
jurus dan yang dianggap paling lunak dari semua ilmu yang pernah dipelajarinya untuk melayani
orang tua itu. Tapi di matanya empat orang tua itu, tipu-tipu pukulan Kim Houw itu hampir setiap jurus
merupakan tipu-tipu serangan yang aneh dan luar biasa. Empat orang tua itu meski bukan tokoh
nomor satu dari golongan Ceng-hong-kauw, tapi dalam tingkatan kedua termasuk orang-orang
yang kuat. Namun bagaimanapun mereka berusaha dan mengeluarkan semua kemampuannya,
semua serangannya sedikitpun tidak menyentuh ujung baju Kim Houw.
Sekejap saja pertempuran sudah berjalan kira-kira sepuluh jurus lebih. Kim Houw tetap
gunakan tipu pukulan itu-itu saja, tidak berganti. Ia hanya bermaksud supaya empat orang itu
mengerti sendiri kelemahannya dan lantas mundur.
Tapi mendadak orang tua tinggi besar itu bersiul, mereka segera mundur dengan berbareng,
kemudian disusul dengan tertebarnya bayangan tanda hitam diikuti bau amis, mengurung kepala
Kim Houw. Kim Houw ketika nampak bayangan hitam dan hidungnya mencium bau amis, segera
mengetahui bahwa benda itu ada racunnya, dalam hati lantas merasa gusar.
"Bangsat kejam, aku tidak akan ampuni kau lagi," bentak Kim Houw.
Diam-diam ia kerahkan ilmu Han-bun-cao-khie, lalu mendorong tangannya ia pukul balik benda
hitam itu. Tanda hitam beracun itu telah dilontarkan oleh orang tua tinggi besar, mampu menggunakan
senjatanya yang istimewa serupa itu sudah tentu mengerti caranya untuk menghindarkan jika
diserang. Ketika menampak senjatanya dipukul balik, ia lantas menyingkirkan dirinya untuk
mengelakkan serangan berbalik itu.
Tiba-tiba di depan matanya ada berkelebatan bayangan putih.
Ia masih belum tahu benda putih apa itu, tiba-tiba matanya dibikin kesima oleh sinar
berkilauan, kemudian disusul rasa dingin di kedua daun telinganya serta rasa kesakitan. Ia baru
mau angkat tangan kanannya, tapi rasa sakit telah dirasakan menusuk ulu hatinya, hingga
matanya menjadi gelap dan tidak ingat lagi apa yang telah terjadi.
Kim Houw tidak ada maksud untuk membunuh itu orang tua, ia hanya mengambil daun telinga
dan lima jari tangannya, supaya di kemudian hari ia tidak ada muka lagi untuk ketemu orang serta
tidak bisa menggunakan senjata yang beracun itu untuk melukai orang.
Kim Houw telah menggunakan Ngo-heng-kiam pemberian Peng Peng untuk memapas daun
kuping dan memotong jari tangan orang tua itu. Karena semuanya itu dilakukan dengan kecepatan
yang luar biasa, tiga kawannya masih belum tahu apa sebetulnya yang telah terjadi tahu-tahu
orang tua itu sudah rubuh di tanah dalam keadaan pingsan!
Dari luar jendela tiba-tiba lompat masuk salah satu bayangan orang. Semua orang pada dibikin
kaget oleh munculnya orang itu. Ia ternyata adalah pengemis tua yang barusan makan mie
beracun di bawah jendela.
Matanya yang tajam pengemis tua itu dengan tidak berkedip memandang pedang pendek di
tangan Kim Houw, kemudian menanya dengan suara setengah membentak, "Bocah cilik, Tiong
Ciu Khek pernah apa dengan kau?"
Kim Houw meski sudah tahu bahwa pengemis tua itu ada seorang luar biasa, tapi dalam
hatinya tidak puas dengan segala sepak terjangnya pengemis itu, karena dengan tanpa sebab
pengemis itu telah menyerang matanya dengan tulang ayam, kalau ia tidak mempunyai
kepandaian tinggi, bukankah kini matanya sudah menjadi buta"
Sekalipun tulang ayam itu ia sendiri juga gunakan untuk menolong nona Kie dari bahaya, tapi
hanya suatu hal yang kebetulan saja. Ia tidak merasa berhutang budi terhadap pengemis itu. Kini
pengemis tua itu telah menanya asal usulnya dengan secara demikian kasar. Kim Houw yang
paling tidak suka dengan perlakuan kasar, meski sudah tahu pengemis itu berkepandaian tinggi
tapi ia tidak takut. Maka ia lalu menyahut, "Tiong Ciu Khek pernah apa dengan aku" Kau tidak
usah perduli."
"Anak busuk, kau berani tidak pandang mata kepadaku" Lihat wasiatku."
Kata-kata si pengemis tua disusul dengan suara pekiknya yang aneh, kemudian
menggerakkan tangannya, dari situ segera meluncur dengan cepat sebuah benda kuning.
Kim Houw lalu menyambuti benda kuning itu dengan tangannya, tatkala ia periksa, ternyata itu
sepatu rumputnya si pengemis yang kotor dan bau.
Kim Houw gusar, ia lalu ayun tangannya, sepatu busuk itu dikirim kembali kepada
penyerangnya. Pengemis tua itu ketawa terbahak-bahak, orang tidak tahu dengan cara bagaimana ia
bergerak, tahu-tahu badannya sudah melesat ke atas, dengan kakinya dilonjorkan, tepat sekali
sepatu itu sudah berada di kakinya lagi.
"Sepatu saktiku ini, sekalipun kau mempunyai banyak emas juga tidak mampu beli. Orang lain
susah untuk mendapatkan, tapi kau tidak sudi, nyata kau ada anak kemarin sore yang baru
muncul... maka tidak kenal barang..." demikian mulutnya mengoceh tidak hentinya.
Kim Houw sejak meninggalkan Istana Kumala Putih di rimba keramat, baru pertama kali ini
dipermainkan oleh orang. Meski hati merasa mendongkol, tapi ketika mendengar perkataan si
pengemis tua yang seperti sudah miring otaknya, ia lantas tidak mau ambil pusing.
Sejak munculnya si pengemis tua itu, orang-orang dari Ceng-hong-kauw sudah pada kabur,
Kim Houw juga tidak merintangi perginya mereka.
"Akhirnya ada orang yang kenal barang juga, aku kata sepatu sakti masa benar-benar sudah
tidak ada gunanya...?" si pengemis itu tiba-tiba berkata sambil tertawa.
Mau tidak mau hati Kim Houw merasa curiga juga. Betulkah sepatu butut itu ada riwayatnya
sendiri" Pada saat itu, dari ruangan belakang telah muncul satu orang dan ketika berada di
ruangan tengah, segera berlutut di depannya pengemis tua itu.
Kim Houw yang menyaksikan hal itu, dalam hatinya merasa heran, terutama setelah
mengetahui bahwa orang itu ternyata Tan Eng sendiri.
Sambil meletakkan sepatu butut di atas kepalanya, Tan Eng berlutut di tanah. Badannya lurus,
matanya mengawasi tanah, wajahnya pucat pasi, sedikitpun tidak berani bergerak. Kemudian si
botak juga turut berlutut di belakang gurunya.
Kim Houw merasa terheran-heran. Melihat gerakannya Tan Eng ada begitu gesit waktu dari
ruangan belakang, tentunya ia bukan orang sembarangan. Kalau dibanding dengan empat orang
tua dari golongan Ceng-hong-kauw tadi rupanya Tan Eng masih lebih unggul. Herannya terhadap
si pengemis tua jorok itu, sebaliknya ia begitu takut dan hormat sekali. Dalam hal itu pasti ada
sebabnya. "Aa... ya... ya...! paman gemuk ini kau... kau kenapa?" si pengemis berlagak kaget, sambil
mundur berulang-ulang.
Si gemuk Tan Eng masih tetap berlutut tidak bergerak, mendadak dari sakunya mengeluarkan
satu pisau pendek, sembari acungkan pisau ini di atas dada sendiri, ia berkata dengan suara
terharu, "Tan Eng tahu dosa sendiri yang terlalu besar hingga tidak dapat ampunan dari Hu
Pangcu. Hanya Tan Eng ada mempunyai seorang murid si botak ini rasanya masih boleh dididik.
Kalau Hu Pangcu masih mengingat sedikit pahala Tan Eng di masa yang lampau dan sudi
mendidik muridku ini, roh Tan Eng di alam baka tidak nanti melupakan budi yang besar ini."
Sampai di sini, si pengemis itu tidak berlagak lagi. Tiba-tiba ia keluarkan bentakan keras,
rambutnya yang putih pada berdiri, sehingga kelihatan wajah yang merah segar seperti anak bayi.
Matanya memancarkan sinar yang tajam.
Kim Houw terperanjat, ia tidak nyana bahwa pengemis tua itu ilmunya demikian tinggi, benarbenar
sukar dipercaya.
Jika dirinya tidak kesalahan makan buah batu yang merupakan barang wasiat dalam kalangan
rimba persilatan, untuk mendapatkan kepandaian ilmu seperti si pengemis tua itu, entah harus
makan berapa puluh tahun latihan baru dapat dicapai.
Pengemis tua itu setelah keluarkan bentakan, lama sekali baru berkata, "Hm! Hm.. kau
ternyata masih mengenali aku. Lantaran kau, melihat aku tidak lantas berusaha kabur, maka
kuberikan kau mati dalam keadaan utuh...!"
Kata-kata pengemis tua itu sangat dingin bengis tapi berwibawa, sampai Kim Houw yang
mendengarnya juga merasa kagum.
Si pengemis belum lagi sempat melanjutkan perkataannya, Kie Yong Yong mendadak menarik
tangan Kim Houw, "Hai! Maukah kau menolong dia" Paman Tan ada seorang baik!" demikian
katanya. "Ini adalah urusan dalam partai mereka sendiri. Orang luar tidak boleh campur tangan
sembarangan. Apa lagi atas kemauan sendiri!" jawab Kim Houw sambil kerutkan alisnya.
"Tapi mengapa kau mau tolong aku" Aku juga orangnya Ceng-hong-kauw yang tersangkut
urusan dalam partai!" kata pula si nona sambil monyongkan mulutnya.
"Toh kau sendiri yang minta! Apa aku...!" Kim Houw terkejut.
Saat itu, si pengemis sedang membentak, "Semua urusan sudah diselesaikan atau belum"
Pergilah!"
Tan Eng masih bisa unjukkan senyumannya, lalu letakkan pisaunya. Lebih dulu ia manggutmanggut
tiga kali kepada si pengemis, kemudian mengawasi si botak yang berlutut di sampingnya.
Lalu mengambil pisaunya lagi. Pada saat itu nona Kie sudah berteriak memanggil-manggil
padanya, "Paman Tan...!"
Tapi Tan Eng tidak menggubris, ia angkat tangan kanannya, pisaunya ditujukan kepadanya,
siap untuk segera ditubleskan.
Mendadak si botak menubruk gurunya, kedua tangannya memeluk lengan suhunya. Mulutnya
memanggil dengan suara pilu, "Suhu... suhu..."
Tan Eng kibaskan lengannya, air matanya mengalir deras. Tapi ia masih tidak urungkan
niatnya, dengan satu tangan ia mendorong si botak sehingga terpental jauh sedang pisau di
tangannya masih tetap ditujukan kepada dadanya.
Dalam keadaan begitu kritis, tiba-tiba sebuah benda kuning menyamber dengan cepat lalu
disusul dengan suara "trang", pisau Tan Eng terpental jatuh jauh sekali, tapi lengan Tan Eng
sendiri terbentur oleh benda kuning itu sampai jatuh bergulingan.
Pisau kecil meski sudah jatuh di tanah tapi ujungnya sudah mengenakan sedikit dada Tan
Eng, maka dari luka itu lantas mengeluarkan darah.
Tan Eng sama sekali tidak perdulikan luka di dadanya, ia cepat merayap bangun. Dengan
kedua tangannya ia menjemput sepatu butut yang barusan memukul lengannya sehingga terguling
dengan sikap yang hormat sekali ia menghampiri si pengemis tua, ketika berada di depannya ia
lalu letakkan sepatu itu di tanah.
Tiba-tiba si pengemis tua itu berkata, "Hukuman mati boleh dibebaskan, tapi hukuman hidup
tidak. Di pucuk gunung Thai-san, kau harus bertapa menghadap tembok sepuluh tahun lamanya,
kemudian pergi ke gunung Biauw-san untuk mencari bahan obat-obatan. Kalau kau berlaku salah
sudah tidak dapat ampunan lagi! Lekas bangun, mengucapkan terima kasih kepada tuan
penolongmu."
Tan Eng bingung, kepada siapa ia harus mengucapkan terima kasihnya" Ia ingat barusan
nona Kie memanggil kepadanya dua kali, mungkin karena itu ia terhindar dari kematian. Maka ia
lantas menyatakan terima kasihnya kepada nona Kie! Tidak nyana nona Kie lantas ketawa geli
dan menyingkir ke belakang Kim Houw.
Tan Eng segera ingat bahwa suara "trang" tadi dengan sepatu butut adalah dua soal, maka
seketika itu lantas insyaf bahwa orang yang benar-benar telah menolong jiwanya adalah Kim
Houw. Ia pun segera mengucapkan terima kasih kepada anak muda itu.
Kim Houw sudah kata tidak akan turut campur tangan, tapi mengapa ia turun tangan juga" Ada
sebabnya. Mata Kim Houw terus mengawasi segala gerak-gerik si pengemis. Ketika menyaksikan
kegagahannya Tan Eng yang anggap kematian bukan soal apa-apa, si pengemis tua itu ruparupanya
mulai lemas hatinya. Biar bagaimana Tan Eng pernah menjadi salah satu tokoh terkenal
dalam golongan Sepatu Rumput, yang pada beberapa puluh tahun berselang namanya pernah
menggetarkan dunia rimba persilatan. Cuma lantaran peraturan-peraturan yang terlalu keras
dalam partai tersebut serta tidak sembarangan menerima anggota, pada beberapa tahun
belakangan ini tidak nampak kemajuan dan sudah tersusul terkenalnya oleh partai Ceng-hongkauw.
Itu kejadian pada sepuluh tahun berselang, si gemuk Tan Eng melanggar suatu perkara kecil
saja dan apa mau perkara itu menjadi suatu kesalahan paham yang sangat hebat, hingga
menimbulkan insiden dan dengan salah satu tokoh kuat dari partai lain. Dalam gusarnya Tan Eng
lantas sembunyikan dirinya, sepuluh tahun lebih tidak pernah unjukan muka di dunia Kangouw.
Perbuatan Tan Eng itu, serupa dosanya dengan melarikan diri dari partainya, maka hanya
dalam setahun ia merasa menyesal atas perbuatannya cuma menuruti panasnya hati. Tengah ia
hendak kembali kepada partainya untuk menebus dosanya, ia telah menemukan seorang anak
yang terlunta-lunta, anak itu adalah si botak.
Mungkin karena sudah berjodoh, begitu melihat si botak, Tan Eng lantas saja merasa kasihan
dan tidak bisa berpisah begitu saja. Maka akhirnya ia bawa bocah itu menetap di tepi danau Pekcui-
ouw. Tidak dinyana, sepuluh tahun kemudian pengemis tua itu dapat menemukan dirinya di danau
itu! Pengemis tua itu adalah wakil ketua partai Sepatu Rumput. Anggotanya banyak terdiri dari
macam-macam golongan manusia tersebar luas di kalangan Kangouw. Ketuanya adalah si Sepatu
Dewa Cu Su. Cu Su suka mengembara, hingga tidak ketentuan tempat tinggalnya. Oleh karena itu, maka
segala pekerjaan dalam partai, semua telah jatuh di pundaknya wakil ketua, ialah si Sepatu Sakti
Tok Kai (pengemis beracun). Nama ini didapatkan karena sepasang sepatu di kakinya di kala
menghadapi musuh bisa digunakan sebagai senjata yang berterbangan mengarah sasarannya,
seperti juga ada dewa yang membantu. Kedua, sejak masih kanak-kanak ia sudah menjadi
pengemis. Di masa kanak-kanak dengan tidak sengaja ia telah makan buah Tok-liong-tho,
semacam buah ajaib yang bisa memunahkan dan kebal segala racun, maka perutnya baik
badannya tidak takut segala racun, hingga akhirnya mendapat gelar Sin-hoi-tok-kai yang berarti
pengemis beracun dengan sepatu saktinya.
Tok Kai yang timbul rasa kasihannya terhadap Tan Eng, sepatu di kakinya lantas terbang, tapi
ketika sepatunya terlepas dari kakinya ternyata sudah agak terlambat. Sedangkan Kim Houw yang
sejak tadi diam-diam memperhatikan si pengemis tua itu, ketika mengetahui si pengemis hendak
memberi pertolongan, segera mengambil senjata rahasianya Tok-kiat-cu dan segera mendahului
gerakan si pengemis, senjatanya membentur pisau kecil di tangan Tan Eng pada waktunya yang
sangat tepat. Si botak sudah membawa obat luka diberikan kepada gurunya.
Pengemis beracun itu lantas menghampiri Kim Houw, kepada ia menanya, "Bocah, siapa
gurumu?" Kim Houw merasakan bahwa perkataan si pengemis itu masih agak kasar, ia sebetulnya ingin
tidak menjawab. Untuk menghormati sikapnya barusan yang telah turun tangan merebut jiwa Tan
Eng dari bahaya maut, terpaksa ia menjawab, "Suhuku sudah lama wafat, sebagai murid ada
pantangan menyebut nama gurunya secara sembarangan. Maka harap dimaafkan kalau aku tidak
Istana Kumala Putih Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bisa memberitahukan nama Suhu!"
Tok Kai gusar, dengan cepat ulur tangannya menjambret Kim Houw.
"Apa" Sudah wafat" Kau ada Tiong Ciu Khek punya...," katanya sengit.
Kim Houw adalah seorang yang mempunyai kepandaian luar biasa, bagaimana ia bisa
disergap begitu mudah oleh si pengemis" Ia hanya menggeser sedikit, orangnya sudah melesat
jauh. Meski bisa loloskan diri, namun dalam hati merasa mendongkol. "Suhu sudah wafat ada
hubungannya apa dengan kau" Siapa adanya Tiong Ciu Khek" Aku sendiripun tidak tahu,"
katanya. Si pengemis beracun ini sudah tahu kalau anak muda di depannya itu adalah seorang luar
biasa. Tadi karena dalam keadaan cemas, ia sudah lupakan dirinya sendiri sehingga menjambret
secara sembarangan, sudah tentu tidak berhasil. Namun, setelah mendengar jawaban Kim Houw,
ia sendiri juga melongo.
"Tiong Ciu Khek kau tidak tahu" Kalau begitu darimana kau dapatkan itu pedang Ngo-hengkiam?"
kata si pengemis setelah berpikir.
Kini Kim Houw baru mengerti duduk perkaranya. Kiranya adalah itu pedang pendek yang
menjadi gara-gara.
"Tentang pedang Ngo-heng-kiam ini, sudah tentu ada asal usulnya, aku hanya tidak mengerti,
ada hubungan apa sebetulnya Locianpwe dengan pedang ini" Kawan" Atau lawan...?"
"Anak busuk, urusan yang aku si pengemis beracun tanyakan, kau masih berani tawar
menawar, hari ini kalau kau tidak diberi hajaran, kau benar-benar tidak kenal tingginya langit dan
tebalnya bumi!" si pengemis membentak dengan sengit, lalu dorongkan tangannya menyerang
Kim Houw. Kim Houw belum kenal siapa adanya pengemis bobrokan itu, tapi selama satu bagian, ia telah
dihadapkan dengan rupa-rupa kejadian yang ganjil, setelah bentrokan dengan orang-orang Cenghong-
kauw, kini ia tidak mau tanam bibit permusuhan dengan pengemis itu lagi.
Maka, Kim Houw menantikan setelah serangan si pengemis itu sudah hampir mengena
dadanya, ia baru keluarkan ilmunya mengentengi tubuh seolah-olah daun kering, maka ketika
terdorong oleh serangan anginnya si pengemis tua siang-siang sudah melesat melalui lubang
jendela, kira-kira sejauh delapan tumbak baru ia menginjak tanah. Kembali ia gerakkan badannya
sebentar saja sudah menghilang. Hanya suaranya saja masih kedengaran.
"Pedang Ngo-heng-kiam ada barang pemberian dari salah satu sahabat, yang kini berada di
Ceng kee-cee di Sicuan. Sin-hoi Tok-kai kalau kau mempunyai nyali, kau boleh susul aku. Asal
sudah sampai di Ceng kee-cee, kau nanti mengerti sendiri..."
Tidak menunggu sampai habis, Tok Kai sudah menjambret dirinya si botak, dengan cepat
mengejar Kim Houw setelah memesan Tan Eng. "Tan Eng, kau harus taati perintahku, kalau kau
berani melanggar, akibatnya kau akan rasakan sendiri! Si botak mengikuti aku, sudah tentu aku
atau sendiri, tidak usah kau kuatirkan!"
Dengan berlalunya Kim Houw dan Tok Kai, Kie Yong Yong merasa cemas. Ia segera bersuit,
sebentar kuda hitamnya sudah lari keluar dari belakang.
Nona Kie lantas cemplak dan kaburkan kudanya untuk menyusul mereka.
* * * Selat Bu hiap merupakan selat yang paling berbahaya di sungai Tiang-kang. Di situ ada
terdapat gunung Bu-san dengan dua belas puncaknya yang berdiri berderet-deret.
Hari ini di puncak Sin-lie-hong, salah satu dari dua belas puncak gunung Cu-san, ada
kedatangan seekor kuda tinggi besar berwarna hitam. Di atas kuda itu duduk seorang nona yang
wajahnya cantik menarik, namun nampak muram.
Hari itu sudah lewat tengah hari, si nona nampaknya sudah sangat letih, begitu pula kuda
tunggangannya, nyata ia habis melalui perjalanan amat jauh.
Nona itu adalah nona Kie Yong Yong. Kala itu ia sedang melakukan perjalanan ke barat.
Sudah tentu maksudnya ialah mengejar Kim Houw.
Tapi, berhari-hari ia tanpa mengaso, ternyata tidak melihat bayangan Kim Houw, sekalipun si
pengemis tua itu, ia juga tidak dapat diketemukan.
Kuda hitam itu mendadak berhenti, Kie Yong Yong mendongak, di atas bukit kira-kira tegap
wajah mereka memperlihatkan ketawanya yang aneh!
"Seekor kuda yang bagus sekali! Aku Ma Lao Liok mau kudanya!" tiba-tiba seorang berwajah
hitam yang berdiri di kiri berkata.
"Hah! Satu nona yang cantik sekali. Aku Ong Lao Cit mau orangnya!" kata orang berwajah
putih bersih yang berdiri di kanan.
"Kudanya bagus, orangnya juga cantik. Aku Ouw Lao Pat mau semuanya!"
Tiga laki-laki itu pada ngoceh semua semaunya, mereka anggap seolah-olah si nona sebagai
barang rebutan. Kie Yong Yong yang mendengarkan sejak tadi amarahnya lantas meluap. Ia
majukan kudanya, dengan tidak banyak rewel lalu ayun pecutnya menyambuk ketiga laki-laki
ceriwis itu, hingga sebentar saja mereka masing-masing telah peroleh tanda di mukanya bekas
cambuk jalan-jalan, dari situ darah mengalir keluar tiada hentinya.
Ketiga laki-laki itu dalam gugupnya masih belum mengetahui dari mana datangnya pecut.
Setelah terluka baru tahu kalau itu adalah perbuatannya si nona. Dalam kaget dan gusarnya,
mereka lantas pada mencabut golok masing-masing untuk membabat kaki kuda dan orangnya.
Tapi, mereka tidak nyana kalau hari itu telah bertemu dengan si iblis cantik Kie Yong Yong,
yang terkenal gagah, kejam dan ganas. Sudah tentu mereka tidak berdaya sama sekali. Ketika
golok mereka baru saja hendak membabat, sudah disambar dengan cepat oleh pecut, bukan saja
goloknya lantas terlepas, tangannya juga lantas kesemutan.
Menyusul mana, "tar, tar," berbunyi tak hentinya, seolah-olah bunyi petasan, dan setiap kali si
nona menyambuk, pasti melukai tiga orang dengan berbareng.
Hari itu Kie Yong Yong menunjukkan tingkah lakunya yang luar biasa. Kalau pada waktu
biasanya menghadapi manusia yang demikian ceriwis, dengan tanpa ampun lagi satu persatu
ditabas batang lehernya.
Tapi hari itu ia tidak berbuat demikian. Seolah-olah lakunya orang mendendam sakit hati, ia
menggunakan tiga orang itu sebagai sasaran untuk melampiaskan sakit hatinya. Dengan duduk di
atas kudanya, ia mencambuk dengan pecutnya berulang-ulang, sampai ketiga laki-laki itu
wajahnya berlumuran darah dan badannya bergulingan di tanah. Tapi si iblis cantik masih belum
puas kelihatannya.
Tiba-tiba di belakangnya terdengar suara orang berkata sambil tertawa terbahak-bahak,
"Bagus, bagus, bagus sekali cukup buas, cukup ganas! Itu baru pantas menjadi hujin nyonya
kepala berandalku!"
Berbareng dengan itu, dari rimba sebelah kiri telah muncul sepuluh laki-laki tegap, mereka lalu
mengurung Kie Yong Yong dengan golok dan pedang terhunus, seolah-olah sedang menghadapi
musuh tangguh. Kemudian dari dalam rimba kembali muncul tiga orang laki-laki. Di tengah-tengah ada seorang
yang berusia kira-kira tiga puluh tahun dan mempunyai potongan badan kekar gagah dan
wajahnya tampan. Di sebelah kanan kirinya diiringi oleh dua orang tua pendek kate.
Kie Yong Yong menyaksikan keadaan demikian dalam hati agak keder. Ia sendiri meski tidak
perlu takuti itu semua golok dan pedang, tapi kuda tunggangannya tentu tidak berdaya
mengelakkan itu semua senjata tajam.
Laki-laki tampan itu tiba-tiba berjalan menghampiri nona, dengan laku sangat hormat ia
menjura seraya berkata, "Numpang tanya nama nona yang terhormat, aku yang rendah adalah
Leng In. Oleh sahabat-sahabat rimba persilatan, telah diberi gelar Sin Tiauw. Leng In mempunyai
kediaman yang nyaman di atas puncak gunung Sin-lie-hong ini, sudikah nona turun kuda untuk
beristirahat sebentar di kediaman Leng In?"
Leng In sangat sopan budi bahasanya, dengan kata-katanya yang duluan tertawa terbahakbahak
seperti ada dua orang!
Kie Yong Yong menampak Leng In menghampiri dalam hati diam-diam sudah merasa girang
karena menangkap berandal harus menangkap kepalanya. Asal Sin tiauw Leng In tertangkap,
betapapun ganas anak buahnya tidak usah ditakuti lagi.
Ketika menampak Leng In menanya dengan sopan, ia lantas anggap itu ada kesempatan
paling baik untuk membekuk padanya. Maka ia lantas buru-buru turun dari kudanya, lebih dulu ia
tersenyum kepadanya Leng In, kemudian baru menjawab, "Siauw moay, Kie Yong Yong! Orangorang
pada menamakan iblis cantik..."
Lega dan senyuman telah membikin lemas Leng In, maka belum semua habis ucapan Kie
Yong Yong, Leng In memotong, "Ouw...! Kiranya nona adalah yang mendapat gelar iblis cantik
dan yang namanya menggetarkan daerah Inhui" Aku Leng In sudah lama sangat mengagumi..."
Melihat orang she Leng itu terus bicara sambil bungkukkan badannya, nona Kie anggap inilah
kesempatan paling baik, maka ia lantas bertindak dengan jari tangannya ia menotok jalan darah
Kian-kie-hiat Leng In.
Di luar dugaannya, sebelum jarinya mengenai sasarannya, Leng In sudah egoskan badannya
dengan gesit. Sembari ketawa terbahak-bahak ia lompat mundur satu tombak lebih. Kegesitannya
orang she Leng itu benar-benar mengejutkan si nona.
"Iblis cantik, percuma saja semua usahamu! Lebih baik ikut aku naik gunung jadi isteriku, ada
jauh lebih baik daripada keluyuran. Malah aku jamin kau akan menikmati hidup bahagia," kata
Leng In. Kie Yong Yong tahu, dengan gagalnya gerakannya tadi, sudah tidak ada gunanya untuk bicara
banyak-banyak. Sekarang ia ingin coba kepandaiannya ilmu silat, untuk menundukkan padanya
mungkin masih bisa terlolos dari situ. Maka tanpa banyak bicara lagi, ia lantas menghunus
pedangnya dan berkata, "Leng Cecu, kalau kau bisa menangkan pedang di tangan nonamu, baru
kita boleh berunding lagi, kalau tidak, seumur hidupmu ini jangan kau pikirkan yang bukan-bukan
lagi!" "Apa susahnya" Dalam sepuluh jurus kalau aku tidak dapat paksa nona lepaskan pedang di
tanganmu, aku Leng In dengan lantas bebaskan nona untuk berlalu dari sini!" jawab Leng In
sambil ketawa terbahak-bahak.
Baru saja Leng In menutup mulutnya, tiba-tiba terdengar suara orang berjalan kaki naik ke
puncak gunung. Suara tindakan kaki itu membuat Leng In sangat kaget, sebaliknya Kie Yong Yong
lantas berseru dengan girang, "Kongkong pengemis, kongkong pengemis! Ayo kemari!"
Kie Yong Yong tadi mengira si pengemis itu Tok Kai yang datang, karena jika benar ia, meski
baru saja sekali bertemu muka, ia masih percaya si pengemis tua itu masih mau turun tangan
memberi bantuan padanya. Siapa nyana pengemis yang baru datang itu ternyata bukan Tok Kai,
sebaliknya ada seorang bertubuh tinggi, hingga hatinya merasa kecewa!
Saat itu si pengemis sudah datang dekat. Ia seperti buta matanya, hingga tidak melihat
kawanan berandalan itu pada berdiri berbaris dengan senjata terhunus, malah memaksa masuk ke
dalam kalangan.
"Pengemis busuk, kau mau cari mampus!" seorang berandalan tiba-tiba berseru, sambil ayun
goloknya menyerang bengis.
Si pengemis berteriak-teriak sembari mendekap kepalanya dengan kedua tangan, langkah
kakinya sempoyongan agaknya seperti orang ketakutan, tapi dengan cepat telah menghindarkan
serangan golok berandal tadi, entah dengan jalan bagaimana tahu-tahu sudah berada di tengahtengah
kalangan. Itu suara teriak, itu gerak-gerik waktu menghindarkan serangannya kawanan berandalan dan
itu gerak kakinya yang sempoyongan, Kie Yong Yong agaknya sudah pernah dengar dan lihat, tapi
entah di mana, dalam otaknya saat itu belum dapat ingat siapa orangnya.
Leng In yang menyaksikan semua itu, wajahnya lantas berobah seketika, sambil ketawa dingin
ia menegur, "Orang pandai dari mana yang telah mengunjungi kediaman kami" Maafkan Leng In
terlambat menyambut, harap supaya suka menunjukkan wajahmu yang asli!"
Pengemis itu jalan pincang-pincang, menghampiri sampai suatu jarak tidak jauh dari Kie Yong
Yong dan Leng In. Kelakuannya macam orang yang matanya rusak. Setiap orang ia pandang
sekian lamanya, seolah-olah tidak dengar pertanyaan Leng In.
Akhirnya mana si pengemis itu memandang Kie Yong Yong. Kali ini ia mengawasi lebih lama
dari kepala sampai ke kaki, kembali dari kaki balik ke kepala.
Karena pengemis itu tidak menggubris pertanyaannya, Leng In merasa tidak senang.
Ditambah lagi dengan tingkah lakunya si pengemis yang ceriwis, membikin Leng In tidak tahan
lebih lama. "Manusia keparat, apakah kau sengaja hendak mencari setori" Aku Sin-tiauw Leng In, apa kau
kira boleh kau permainkan begitu saja" Mari, mari! Kita coba hari ini aku juga akan gempur kau!"
bentaknya sengit.
Tidak nyana, pengemis itu seolah-olah tuli, sedikitpun tidak mengunjuk reaksi apa-apa atas
bentaknya Leng In, matanya masih tetap mengawasi nona Kie seperti lakunya orang yang baru
kenal wajah perempuan.
Kalau biasanya Kie Yong Yong yang diperlakukan demikian, ia pasti sudah naik darah. Tapi
hari ini, meski perlakuan pengemis itu agak melewati batas kesopanan, tapi karena si pengemis itu
dapat membikin Leng In gusar, ia anggap mungkin sebentar ia bisa membebaskan dirinya dari
kesulitan. Maka, bukan saja tidak marah malah ia tunjukkan ketawanya serta sikapnya yang
memikat hati, membiarkan dirinya dipandang sepuas-puasnya oleh si pengemis. Namun dalam
hati tengah mencari akal bagaimana supaya ia bisa meloloskan diri dari situ.
Si pengemis itu lagaknya semakin ceriwis. Rupanya sudah tergiur benar-benar, tangannya
menggaruk-garuk kepalanya hingga rambutnya semakin awut-awutan.
Leng In yang sudah panas hatinya, sembari keluarkan bentakan keras ia melesat ke atas,
seolah-olah burung rajawali yang hendak menerkam mangsanya, ia menyerang si pengemis yang
dianggapnya amat kurang ajar itu.
Sin-tiauw Leng In di waktu masih kanak-kanak mendapat didikan dari seseorang aneh, setelah
dewasa telah mewarisi kepandaiannya ilmu silat yang luar biasa terutama ilmu silat sembilan jurus
gerakan burung garuda yang paling hebat. Namanya sudah menggetarkan dunia Kangouw, oleh
karena ilmu silatnya gerakan garuda itu, maka ia dapat gelaran Sin-tiauw atau garuda sakti.
Biasanya kalau tidak menemukan lawan yang terlalu tinggi kepandaiannya, ia tidak menggunakan
ilmu silatnya yang ampuh itu. Sebabnya ialah ilmu silat tersebut terlalu ganas, begitu gerak pasti
melukai orang. Tapi hari itu, begitu bergerak ia lantas menggunakan tipu serangannya yang paling ganas itu.
Gerak pembukaan yang dilakukan secara melesat terbang dan kemudian turun menerkam, ada
merupakan serangan yang paling berbahaya dari serangan lain-lainnya. Asal sudah turun
menerkam, dalam jarak sekitar delapan tumbak persegi, jangan harap lawannya bisa terlolos dari
serangannya. Di luar dugaan si pengemis itu seolah-olah tidak tahu bahaya, hingga nona Kie sendiri yang
menyaksikan dari samping, hatinya berdebar-debar. Ia sangsi apakah pengemis itu memang
berlagak gila atau benar-benar tidak mengerti ilmu silat"
Tengah nona Kie itu masih bersangsi, serangan tangan Leng In sudah mengancam batok
kepala si pengemis.
Pengemis aneh itu seperti dikejutkan oleh apa-apa, kembali berteriak-teriak sembari
mendekap kepalanya dengan kedua tangannya. Tapi kali ini ia tidak sempoyongan lagi, ia seolaholah
tersambar angin dari serangannya tangan Leng In, yang lantas jatuh terpelanting ke tanah.
Setelah si pengemis rubuh, Leng In tidak mengejar, sebaliknya melesat mumbul lagi ke atas
dan untuk kedua kalinya ia menerkam si pengemis yang menggeletak di tanah.
Kie Yong Yong yang belum muncul lama di dunia Kangouw, maka ia tidak dikenal namanya si
Garuda sakti, lebih tidak tahu lagi serangannya yang berbahaya itu. Ketika menyaksikan si
pengemis jatuh terluka, dalam hati merasa tidak tega. Kini ketika mengetahui Leng In masih
hendak melakukan serangan lagi, kalau dibiarkan saja si pengemis itu pasti akan binasa.
Dalam gugupnya, ia tidak memikir atau mengukur kekuatannya sendiri lagi, dengan tiba-tiba ia
angkat pedangnya, sambil menerjang iapun membentak, "Lihat pedang..."
Tapi pedang belum mengenakan sasarannya, tangannya sudah dirasakan kesemutan, dan
pedangnya terbang di udara, sedang di belakang gegernya terkena tendangan kaki yang hebat,
seketika itu kepalanya lantas dirasakan berputaran, matanya gelap, mulutnya menyemburkan
darah segar. Tapi, dalam keadaan setengah sadar, ia seperti melihat ketika dirinya tengah kena tendangan
dan akan rubuh, si pengemis itu seolah-olah seekor binatang kalong raksasa, dari tanah terbang
mendorong dirinya sehingga ia terpental tinggi ke udara, kemudian disambar oleh tangan yang
kuat dan turun persis pada pelana kuda tunggangannya si nona. Sekali kedut lesnya, kuda itu
segera angkat kaki kabur.
Kawanan begal lalu menggunakan panah menyerang hingga anak panah terbang
berhamburan seperti air hujan, si pengemis dengan obat-abitkan karung ke bawah dan ke atas,
berhasil melindungi dirinya dan si nona serta kuda tunggangannya. Sekejap saja ia berhasil sudah
menerobos keluar dari kepungan.
Kuda hitam itu memang kuda jempolan, meski badannya masih letih, tapi dalam keadaan
hendak menolong jiwa majikannya ia dapat lari lebih kencang dari biasanya.
Tapi jalanan gunung tidak rata, si iblis cantik yang dikocok keras di atas kuda, kemudian lantas
tidak ingat orang.
Entah berapa lama telah berlalu, Kie Yong Yong dalam keadaan pingsan tiba-tiba merasakan
barang dingin masuk ke tenggorokannya. Kapan ia membuka matanya lantas mengetahui bahwa
dirinya dalam pelukan si pengemis. Melihat badan dan pakaian yang kotor, hati si nona merasa
malu. Tapi, bagaimanapun orang yang di luarnya sangat jorok itu adalah tuan penolongnya. Meski
pada waktu baru bertemu kelakuannya amat ceriwis, seperti lakunya buaya perempuan, namun
kini nyata tidak demikian. Tangan yang memondong dirinya, seolah-olah takut menyentuh terlalu
kencang, hingga hati si nona mulai sedikit lega.
Tapi baru saja mulai tenang, tiba-tiba tangan si pengemis yang kotor itu telah meraba
dadanya, dalam kagetnya hampir saja si nona pingsan lagi.
Siapa nyana, tangan itu baru saja menempel di dadanya, lantas merasakan ada hawa hangat
mengalir melalui tangan itu terus ke dalam dadanya dan rasa nyeri di dalam dada perlahan-lahan
mulai lenyap! Setengah jam kemudian, rasa sakitnya sudah lenyap sama sekali. Saat itu, hawa hangat
dalam tangan tiba-tiba berobah menjadi dingin. Kie Yong Yong merasa kedinginan sebentar, tapi
kemudian lantas dirasakan segar.
Kie Yong Yong girang, dalam hatinya berpikir, pengemis ini meski miskin tapi kepandaiannya
tidak dapat diukur betapa tingginya. Oleh karena rambutnya menutupi wajahnya, ia tidak dapat
melihat bagaimana macamnya orang miskin yang aneh itu.
Ketarik oleh perasaan ingin tahu, ia lalu tidak perdulikan keadaan dirinya yang baru saja pulih
kesehatannya, dengan menggunakan seluruh kekuatannya yang ada, ia meniup rambut si
pengemis. Perbuatan itu adalah di luar dugaan si pengemis, maka seketika itu juga lantas dikenali wajah
aslinya. "... Kiranya kau....!" Teriak Kie Yong Yong dengan penuh kegirangan setelah mengenali siapa
adanya tuan penolongnya itu.
Dan seketika itu juga lantas jatuhkan dirinya ke dalam pelukan si pengemis, tangannya
memeluk kencang pinggang, seolah-olah kuatir kalau-kalau tuan penolongnya itu akan
meninggalkan dirinya.
Kini ia tidak merasa jijik lagi terhadap badan dan pakaiannya yang kotor, seluruh wajahnya
Istana Kumala Putih Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
disesapkan dalam dada si pengemis dengan sikapnya yang sangat aleman.
Siapa sebetulnya si pengemis itu" Dia bukan lain adalah Kim Houw yang menyaru.
Mengapa Kim Houw menyaru sebagai pengemis" Apa sebabnya"
Sejak meninggalkan kedai nasi di tepi danau Pek-kui-pouw Kim Houw lalu kerahkan ilmu
mengentengi tubuh kabur ke barat.
Ia tahu bahwa si pengemis tua Tok Kai, pasti akan menyusul ke Ceng-kee-cee, maka ia terus
kabur tanpa mengaso, sesudah berjalan kira-kira ratusan lie, ia baru kendorkan kakinya.
Selama beberapa hari itu, Kim Houw tidak menemukan Kim Lo Han, juga tidak lihat si
pengemis tua ada mengejar padanya, begitu pula bayangan Siao Pek Sin.
Tapi ada satu soal yang membuat Kim Houw sakit kepala. Itu adalah pada setiap pintu kota,
selalu menemukan gambarnya sendiri yang dipancang tinggi dengan diberi keterangan
kedosaannya serta hadiah yang akan diberikan bagi siapa yang bisa membekuk padanya.
Kim Houw tidak mengerti duduk perkara, tapi setelah mencari keterangan ia segera mengerti.
Kembali itu adalah perbuatan Siao Pek Sin yang hendak mencelakakan dirinya.
Sebab Siao Pek Sin mengetahui bahwa Kim Houw pasti mengejar di belakangnya, maka
setiap tiba di satu kota, pasti mengganggu wanita-wanita muda, setelah dicemarkan
kehormatannya, wanita-wanita itu lantas dibunuh mati. Dan sesudah melakukan perbuatan
durhaka itu, ia sengaja tinggalkan namanya Kim Houw di atas tembok kamar.
Kim Houw tahu, bahwa Siao Pek Sin berbuat demikian maksudnya ialah supaya
membangkitkan marahnya rakyat serta orang-orang gagah di rimba persilatan terhadap dirinya,
supaya ia tidak bisa tancap kaki di dunia Kangouw.
Sudah dua kali Kim Houw hampir tertangkap oleh polisi, hanya berkat kepandaiannya ia bisa
meloloskan diri dari cengkeramannya polisi. Walaupun bagaimana ia susah untuk membantah,
karena wajahnya memang mirip benar dengan Siao Pek Sin.
Di bawah keadaan demikian, terpaksa Kim Houw menyaru. Oleh karena belum mempunyai
pengalaman menyaru, ia hanya ingat dirinya Tok Kai, maka selanjutnya lantas menyaru sebagai
pengemis. Setelah wajahnya berobah, benar saja tidak mengalami kesulitan lagi. Apa lagi, karena hampir
seluruh wajahnya tertutup rambut, siapapun tidak dapat mengenali. Ia pikir dengan keadaan
demikian ada lebih mudah memasuki Ceng-kee-cee.
Hari itu, ia kebetulan berada di puncak gunung Sin-lie-hong untuk menangkap binatang guna
tangsal perut, tiba-tiba dengar suara jeritan-jeritan keras, itu adalah suaranya ketiga kawanan
berandal yang dicambuki oleh Kie Yong Yong.
Ketika ia memburu ke tempat kejadian, ternyata keadaannya sudah lain. Kini ia telah
menyaksikan nona Kie yang sedang terkurung oleh kawanan penjahat.
Begitu lihat dirinya si nona, hati Kim Houw tercekat. Ia tidak pulang" Dan mengapa dia berada
di sini" Tanyanya pada diri sendiri.
Tapi ketika ia lihat Leng In dengan banyak anak buahnya mengurung seorang wanita, hatinya
panas, maka dalam keadaan yang sangat kritis, ia lantas unjukkan diri dengan lagaknya seperti
orang gila. Ia sebetulnya hendak permainkan dirinya Leng In, kemudian diberi peringatan keras. Tidak
nyana nona Kie berani turun tangan memberi bantuan, sehingga akhirnya membikin luka diri
sendiri. Kini, setelah dirinya dikenali nona Kie, ia tidak bisa singkirkan dirinya lagi. Tapi sikap yang
menggairahkan dari si nona, membuat ia merasa ripuh.
"Nona Kie! Kau... kau..." demikian yang ia hanya mampu katakan.
"Aku tidak mau kau banyak bicara... eh, mengapa kau tahu kalau aku she Kie?" katanya Kie
Yong Yong yang lantas mengawasi wajahnya Kim Houw.
Kim Houw merasa jengah, "Paman Tan memberitahukan padaku!"
Kie Yong Yong ketawa manis, "Apa paman Tan juga memberitahukan bahwa aku ini
mempunyai gelar si iblis cantik"... ia pasti juga beritahukan padamu, bahwa namaku adalah Yong
Yong, betul tidak" Mengapa kau tidak panggil namaku Yong Yong saja" Tidak... tidak benar,
nampaknya aku lebih tua daripadamu, kau harus panggil aku enci Yong...! Benar! Kau panggil enci
Yong saja padaku, panggillah, mengapa tidak mau?"
Suaranya Kie Yong Yong itu ada begitu empuk merdu, sikapnya masih kekanak-kanakan.
Sebentar saja sikap kikuk dan malu lantas lenyap, pada saat itu Kim Houw juga lantas timbul
pikirannya yang seperti kanak-kanak.
"Tidak! Aku lebih tua dari kau, aku cuma mau panggil kau adik dan kau harus panggil aku
engko!" "Tidak! Aku lebih tua darimu, aku lebih tua, tahun ini usiaku delapan belas tahun empat bulan
sepuluh hari, aku pasti lebih tua dari kau!"
Kim Houw sebetulnya belum berusia, oleh karena ia kepingin menjadi engko, terpaksa
membual, "Tahun ini aku masuk usia delapan belas enam bulan, cuma kurang dua hari saja, aku
seharusnya menjadi engkomu!" demikian katanya.
Nona Kie cekikikan. "Aaaa! Kau nakal! Kau tertipu olehku. Baiklah kau menjadi engkoku! Hei!
Aku..." Kim Houw pura-pura gusar, "Terhadap engko bagaimana hei, hei! Apa artinya itu?"
Kie Yong Yong merasa jengah, kembali kepalanya disesapkan dalam dada Kim Houw. "Aku
tidak perduli! Kau toh tidak memberitahukan namamu!"
"Namaku Kim Houw! Kau harus ingat baik-baik."
"Engko Houw...!" Agaknya merasa jengah, kepalanya ditundukkan. Telinganya mendengar
suara Kim Houw yang memanggil padanya, "Adik Yong!" suara itu enak sekali didengarnya, begitu
manis, begitu meresap, hingga seketika itu hatinya merasa sangat gembira.
"Engko Houw, kau jalan begitu jauh, apa perlunya kau hendak pergi ke Ceng-kee-cee?" si
nona menanya. Kim Houw sebetulnya hanya ketarik oleh sikap dan lagaknya Kie Yong Yong yang seperti
kanak-kanak, hingga menimbulkan rasa sukanya. Ia sendiri yang baru berangkat dewasa, namun
hati kanak-kanaknya masih ada, maka ia bisa bersenda gurau seperti lagaknya anak-anaknya.
Kini setelah mendengar pertanyaan nona Kie, lalu ingat dirinya Peng Peng yang masih berada
dalam kesulitan. Hatinya seketika itu seperti dipagut ular, lama sekali baru bisa menjawab,
"Kepergianku adalah untuk menolong jiwa satu orang...!"
Terkejutnya Kim Houw agaknya sudah dirasakan oleh Kie Yong Yong. Belum sampai Kim
Houw memberikan penjelasannya si nona sudah mendahului menghibur, "Engko Houw, apa
pertanyaanku ada salah" Hatimu nampak berduka!"
Menyaksikan kelakuan Kie Yong Yong, Kim Houw mengerti bahwa nona itu mulai perhatikan
dirinya, maka rasa simpatinya terhadap si nona semakin besar. Dengan tanpa sadar ia lantas
peluk erat-erat dirinya si nona.
"Adik Yong, pertanyaanmu tidak salah, adalah aku sendiri yang tiba-tiba ingat sesuatu hal
yang segera mendukakan hatiku!" demikian kata Kim Houw.
Kie Yong Yong juga memeluk lebih erat dirinya Kim Houw.
"Dahulu adatku keras, juga jahat. Tapi dengan mendadak aku telah menemukan bahwa diriku
banyak berubah, berubah menjadi demikian lemah tidak bertenaga. Aku merasa seolah-olah harus
mempunyai senderan, baru ada keberanian untuk hidup. Dimasa yang lampau, aku merasa bahwa
dalam segala hal aku lebih unggul dari orang lain kupandang rendah di bawah kakiku. Tapi hari ini,
aku telah berubah begitu rupa aku meragukan kekuatanku, aku menyangsikan diriku sendiri. Aku
merasa aku demikian kecil dan patut dikasihani, seolah-olah sebutir pasir yang selalu diinjak-injak
oleh kaki... engko Houw, dapatkah kau memberitahukan padaku, apa sebabnya?"
Dalam soal demikian Kim Houw juga tidak jelas apa sebabnya, lagi siapa suruh menjadi
kakaknya Kie Yong Yong" Sebagai seorang kakak, sudah tentu lebih banyak mengetahui daripada
adiknya, sudah tentu harus mampu menjawab pertanyaan adiknya"
Kim Houw terpaksa putar otak, untuk memikirkan bagaimana harus menjawab pertanyaan
adiknya. Mendadak ia ingat bukunya Kao-ji-kiesu, di dalam ada tertulis suatu perkataan yang
berbunyi "Kosong tidak ada suatu apa-apa", maka ia lantas menjawab, "Baik Yong moay, mungkin
dahulu karena hatimu kosong, sedang..."
Mendadak ia merasa bahwa perkataannya itu ada penyakitnya, serta betapa hebat akibat yang
ditimbulkan oleh perkataan itu, maka ia tidak melanjutkan...
Tidak nyana si nona lantas tepuk tangannya dan berkata dengan suara girang, "Engko Houw
benar! Benar sekali! Aku pun merasa demikian! Kau benar-benar hebat, apa saja kau lebih hebat
dari aku, aku... aku..."
Karena kegirangan si nona agaknya sudah lupa daratan, ia peluk dan ciumi Kim Houw begitu
rupa, sampai Kim Houw kelabakan...
Tiba-tiba terdengar suara orang tertawa dingin, kedua orang itu kaget lantas menengok. Di
belakang pohon besar sejarak kira-kira sepuluh tumbak jauhnya telah muncul seorang Hwesio
yang kepalanya klimis dan badan tegap.
Kim Houw begitu melihat siapa adanya lantas berseru, "Lo Han ya! Lo Han-ya!"
Hwesio itu memang benar adanya Kim Lo-han, tapi ia tidak menyahut panggilan Kim Houw,
sebaliknya membentak dengan ketus, "Siapa ada kau punya Lo Han ya" Aku mengaku dulu
mataku telah buta!"
Kim Houw bukan main kagetnya, ia lalu mendorong tubuhnya Kie Yong Yong ke samping, lalu
tanyanya pula, "Lo Han-ya, kau kenapa?"
Kim Lo Han ketawa bergelak-gelak, tapi tertawanya itu penuh rasa duka.
"Ah-ceng Kim Lo Han, dulu pernah bersumpah akan mengikuti kau seumur hidupnya. Sungguh
tidak nyana bahwa kau adalah manusia yang tidak lebih sebagai manusia berhati binatang dan
gemar paras cantik.
bersambung ke jilid 9
Jilid 09 "Hari ini, Kim Lo Han akan menghadiahkan jiwanya, mudah-mudahan kau anggap aku sebagai
pelajaran hingga suka merubah semua kesalahanmu yang sudah-sudah. Rohnya Kim Lo Han di
alam baka masih bisa tersenyum. Kalau kau masih tetap dengan kelakuanmu yang tidak senonoh
nanti di kalangan rimba persilatan sudah tentu ada ksatria yang akan turun tangan, sudah pasti
tidak dapat mengampuni perbuatanmu...."
Sehabis mengucapkan kata-katanya, Kim Lo Han ayun tangannya hendak memukul batok
sendiri! Kim Houw sama sekali tidak menduga Kim Lo Han akan berbuat demikian dan sedikitpun tidak
mau memberi kesempatan untuk memberi kesempatan baginya untuk memberi penjelasan.
Keduanya terpisah agak jauh, betapapun gesitnya Kim Houw, terang tidak keburu memberi
pertolongan. Selagi Kim Houw berada dalam keadaan kaget, tiba-tiba terlihat bayangan kuning meluncur ke
jurusan pelipis Kim Lo Han.
Tangan Kim Lo Han sudah hampir menepok batok kepalanya, sedang bayangan kuning itu
juga hampir berbareng mengenakan pelipisnya.
Hakekatnya Kim Lo Han yang sudah bertekad hendak membunuh diri, tidak seharusnya ambil
pusing hal-hal lainnya. Siapa nyana, tiba-tiba dimiringkan dengan cepat menyambar benda kuning
itu yang hendak menyerang pelipisnya.
Ketika benda itu berada dalam tangannya bau busuk lantas menyambar hidungnya. Kim Lo
Han terkejut, dengan mata terbuka lebar ia mengawasi benda itu, ternyata bukan lain adalah
sepatu rumput yang sudah dekil.
Kim Lo Han setelah melihat itu, sedikitpun tidak merasa takut, sebaliknya malah gunakan lain
tangannya untuk menghitung kupingnya sepatu, "Satu, dua, tiga... empat, lima, enam... tujuh,
delapan, sembilan."
Tiba-tiba Kim Lo Han berseru, "Pengemis onta" Kau masih belum mati"!"
Saat itu terdengar suara orang ketawa terbahak-bahak, dari atas pohon lompat turun
bayangan orang, ternyata mereka adalah Sin hoa Tok-kai atau pengemis beracun sepatu sakti dan
si botak, bekas muridnya Tan Eng.
"Hwesio, kau mencari mati," kata Sin hoa Tok Kai. "Tidak suka ikut dia, ikut aku saja. Aku
pengemis tua baru saja memungut seorang murid kecil, selama beberapa hari ini kelihatannya
muridku ini boleh juga. Seumur hidupku aku tidak mempunyai murid, kini telah menerima seorang
yang kepalanya botak, ditambah lagi seorang murid Hwesio, sungguh kebetulan merupakan
pasangan."
Kim Lo Han dengan Sin hoa Tok Kai pada empat puluh tahun berselang, sudah mempunyai
hubungan erat. Ketika Kim Lo Han masuk ke istana Kumala putih di gunung Tiang Pek San, tidak
memberitahukan pengemis tua itu. Karena puluhan tahun belum pernah bertemu lagi dengan Kim
Lo Han, pengemis tua mengira ia sudah meninggal dunia.
Kini mereka berdua saling bertemu lagi, bagaimana tidak menjadi kegirangan" Meski usia
mereka sudah sama-sama tua, tapi kegembiraannya tidak kalah dengan anak muda.
Ketika Kim Lo Han dapat kenyataan bahwa pengemis itu memang betul sahabat karibnya pada
empat puluh tahun berselang, telah melupakan segalanya. Ia memeluk si pengemis tua, lalu
menangis seperti anak kecil.
Si pengemis tua yang tadinya masih ketawa-tawa, kini juga mengucurkan air mata, hingga
keduanya saling berpelukan sembari menangis.
Kim Houw ketika menampak berkelebatnya benda kuning sudah mengetahui bahwa benda itu
kepunyaan si pengemis beracun. Karena si pengemis itu telah menggagalkan niatnya Kim Lo Han
untuk membunuh diri, maka ia merasa sangat berterima kasih.
Saat itu melihat dua orang itu menangis dengan sedihnya, ia sendiri juga turut merasa sedih.
Mengingat dirinya terlunta-lunta, mengingat hari depannya yang gelap, mengingat Bwee Peng,
mengingat Peng Peng... air matanya dengan tidak terasa juga telah mengalir turun.
Hanya si botak yang tidak menangis, ia berjalan menghampiri si iblis wanita cantik dan
menanya, "Nona Kie! Kim siangkong kenapa berobah demikian?"
Nona juga tidak menangis, bukan saja tidak menangis, malah hatinya merasa terbuka.
Kedukaannya selama beberapa hari ini telah lenyap seketika.
"Aku sendiri juga tidak tahu mengapa dia berobah demikian, cuma ini bagi aku tidak ada
bedanya! Asal dia suka aku, segala penyaruan jelek atau cakap, buat aku tidak menjadi soal!"
jawab nona Kie.
Si botak yang mendengar jawaban itu, sebaliknya menjadi semakin bingung.
Tiba-tiba suara kuda berbenger terus-terusan, sehingga mengejutkan si pengemis tua dan Kim
Lo Han, begitu pula Kim Houw tidak terkecuali.
Seperti baru sadar dari mimpinya, Kim Houw lompat menubruk Kim Lo Han sembari berkata,
"Lo Han-ya, Lo Han-ya, kau..."
"Hai, aku si pengemis tua tahun ini benar-benar mujur, belum pernah aku mau menerima
murid, tapi sekalinya terima lantas beruntun pada datang. Aku kata kau pengemis kecil, tadi kau
masih belum memberi hormat kepada suhumu!" Sin hoa Tok Kai mengoceh sambil ketawa-tawa.
Kim Houw benar-benar ingin memberi hormat sambil berlutut di depan Sin thia Tok Kai, untuk
mengucapkan terima kasihnya karena ia sudah menolong jiwanya Kim Lo Han. Tapi Kim Houw
tidak mau membahasakan suhu, sebab ia sudah angkat Kao Jin Kiesu sebagai gurunya.
Walaupun Kao Jin Kiesu sudah lama wafat, dan upacara pengangkatan guru itu hanya
semacam formalitas saja, tapi dalam hati Kim Houw tetap tidak boleh melanggar tata tertib dalam
perguruan. Jadi, ini bukan berarti dia tidak pandang si pengemis tua atau karena anggap
kepandaian sendiri ada lebih unggul daripada Sin hoa Tok Kai.
Ia anggap budinya sang suhu ada begitu besar sekali terhadap dirinya. Kamar buku Kao Jin
Kiesu selama dua tahun telah memberikan banyak pengertian ilmu silat yang tidak ada taranya,
semua itu tidak dapat dibeli dengan harta benda dunia yang berapa besarnyapun.
Maka, Kim Houw berlagak pilon dan anggap perkataan si pengemis tua itu sebagai lelucon
saja. Sebaliknya ia menarik tangan Kim Lo Han, mulutnya menyerocos. "Lo Han-ya! Lo Han-ya!
Biar bagaimana kau harus dengar keteranganku dulu, kau harus percaya aku, percaya
kepribadianku! Houw-ji bukan seorang rendah yang gampang lupa daratan!"
Kim Lo Han kembali pada kebiasaannya yang tidak banyak bicara. Lama sekali baru menyahut
dengan suara dingin, "Percaya kau" Dengan apa kau suruh percaya kau" Emas tulen tidak usah
takut api, kalau kau tidak berbuat apa-apa yang melanggar hati nuranimu, perlu apa kau harus
menyaru begitu rupa?"
Ucapan Kim Lo Han ini memang ada benarnya, terutama malam itu ia telah saksikan sendiri,
Kim Houw tengah memeluk seorang wanita cantik serta bersenda gurau sedemikian akrabnya,
seolah-olah sudah melupakan tugasnya menolong Peng Peng. Sedang Bwee Peng yang sudah
mati, tak usah dikata lagi.
Kim Houw tahu, kesan jelek Kim Lo Han atas dirinya sudah mendalam sekali, tidak mungkin
dapat dibikin mengerti hanya oleh sepatah dua patah saja, maka ia lalu menuturkan semua
pengalamannya sejak mereka berpisah dalam perjalanannya mengejar Peng Peng. Dari mulai
bertemunya dengan Kie Yong Yong dan Tok Kai sehingga tibanya di puncak gunung Sin lie hong
serta apa sebabnya ia menyaru sebagai pengemis dan kemudian menolong nona Kie.
Kim Lo Han setelah mendengarkan semua penuturan itu belum sampai ia menyahut, si
pengemis tua itu sudah mendahului berkata dengan suaranya yang aneh. "Apa kau kata, dengan
kepandaian lari aku si pengemis beracun, masakah tidak mampu mengejar kau" Kiranya kau
sudah berubah rupa" Hei, pengemis cilik masih kurang sepasang sepatu rumput!"
Kemudian pengemis tua itu pun menceritakan duduk persoalannya. Ia kata, semula ia juga
merasa heran apa benar Kim Houw adalah seorang anak muda yang gemar paras cantik" Ia
pernah bersumpah pada diri sendiri, ia belum merasa puas kalau belum dapat membinasakan
padanya. Tapi, dalam perjalanannya mengejar dilakukan siang malam, meski sudah tiga kota dilalui, tapi
hasilnya nihil. Ia mulai sangsi, sekalipun Kim Houw mempunyai kemampuan ilmu lari seperti
terbang, tidak nanti demikian cepat, ia mulai mengadakan penyelidikan lagi. Ternyata peristiwa
mesum itu telah terjadi pada tiga hari yang berselang, sedang pada saat itu ia dengan Kim Houw
masih berada di tepi danau Thai-pek-ouw. Dari situ ia menarik kesimpulan, pasti ada orang lain
yang hendak memfitnah Kim Houw. Cuma ia tidak tahu, apa maksud dan tujuannya orang itu
hendak memfitnah diri Kim Houw"
Kim Lo Han tadi mendengar keterangan Kim Houw, sebetulnya percaya tujuh bagian. Kini
mendengar pula keterangan si pengemis tua yang merupakan pembelaan terhadap Kim Houw,
sekalipun tidak mau percaya seratus persen juga harus ia percaya.
Ia mulai menyesal atas perbuatannya sendiri yang sangat ceroboh, seandainya tidak keburu
ditolong oleh sahabatnya itu, tentu ia mati konyol.
Setelah semua urusan menjadi jelas, Kim Lo Han lantas perkenalkan Kim Houw kepada si
pengemis tua, yang ternyata adalah wakil ketua dari partai Sepatu Rumput.
Sin hoa Tok Kai meski wujudnya pengemis yang nampaknya sangat jorok, tapi dalam
kalangan Kangouw hampir tidak ada orang yang tidak kenal padanya. Pada empat puluh tahun
berselang, bersama-sama Kim Lo Han namanya sudah menggetarkan dunia Kangouw.
Kim Houw sangat girang, ia juga perkenalkan nona Kie kepada dua orang tua itu. Ia katakan
bahwa nona itu adalah adiknya yang baru dikenalnya, nona Kie juga tidak membantah.
Akhirnya mereka mulai membicarakan persoalan di gunung Teng lay-san dan Ceng kee cee,
Kim Lo Han suruh Kim Houw berpakaian seperti biasa, tapi Kim Houw menyatakan pendapatnya
bahwa dengan berdandan demikian ada lebih leluasa dalam perjalanan. Kim Lo Han akhirnya
tidak keberatan.
Sin hua Tok Kai mengetahui bahwa orang yang hendak ditolong itu adalah nona Peng Peng
Istana Kumala Putih Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang menghadiahkan pedang Ngo-heng-kiam kepada Kim Houw, bukan kepalang kagetnya, lalu
menghendaki supaya segera berangkat. Sebaliknya ia merasa ragu-ragu ketika mendengar bahwa
orang yang menculik Peng Peng itu adalah Siao Pek Sin dari Istana Kumala Putih.
Namun setelah mendengar keterangan Kim Lo Han bahwa kaburnya Siao Pek Sin ke gunung
Teng-lay-san ialah untuk menyingkir dari Kim Houw dan Kim Lo Han, pengemis tua itu lantas
pentang lebar matanya, lama ia mengawasi Kim Houw.
Kim Lo Han mendadak menepok pundak kawannya sembari berkata, "Houw-ji juga pernah
unjukkan kepandaiannya di depan matamu, apa kau masih belum percaya" Kim Lo Han
selamanya jarang buka mulut, hal ini tentu kau sudah tahu, apa lagi untuk memuji orang namun
buat Houw-ji aku kecualikan. Pengemis tua, kalau kau berani mengganggu dia kau nanti akan
dapat rasakan sendiri akibatnya."
Sin hoa Tok Kai ketawa terbahak-bahak. Ia bukan tidak percaya, karena di tepi danau Thaipek-
ouw ia sudah saksikan sendiri bagaimana gesit dan luar biasa gerakan Kim Houw. Tapi
kecuali ini, Kim Houw belum unjukkan kepandaian lainnya, maka tidak heran tadi si pengemis
merasa ragu-ragu.
Lagi pula, pengemis tua itu masih merasa sangsi, Kim Houw seorang yang masih begitu muda
usianya, betapapun tinggi kepandaiannya, masakah sudah mencapai puncaknya.
Tapi setelah mendengar pujian Kim Lo Han, mau tidak mau ia terpaksa percaya. Karena Kim
Lo Han yang mendapat gelaran Hwesio gagu, belum pernah sembarangan membuka mulut,
apalagi berdusta.
Semula, mereka hendak berjalan berbarengan, tapi si pengemis tua tidak suka jalan bersama
sama dengan Kie Yong Yong. Maka akhirnya dipecah menjadi dua rombongan. Satu rombongan
Kim Houw dengan Kie Yong Yong, lain rombongan Kim Lo Han bersama Sin hoa Tok Kai dan si
botak. Kim Houw dan Kie Yong Yong menunggang seekor kuda. Kie Yong Yong pakaiannya merah
menyolok, sedang Kim Houw berpakaian pengemis. Tidak heran mereka sepanjang jalan sangat
menarik perhatian orang.
Dalam perjalanan Kim Houw anggap Kie Yong Yong sebagai adiknya sendiri. Ia sangat
sayang, sangat open, tapi sedikitpun tidak mempunyai pikiran yang bukan-bukan. Kecuali kalau
mereka menunggang kuda bersama-sama, waktu mengaso atau menginap dalam rumah
penginapan mereka selalu tidur pisah. Ada kalanya kalau kemalaman di tengah hutan, Kim Houw
cuma duduk semedi, Kie Yong Yong tidur di sampingnya.
Kie Yong Yong, yang mendapat gelar iblis cantik, adatnya selalu keras, juga suka membawa
maunya sendiri. Tidak nyana setelah bertemu dengan Kim Houw lantas berubah lemah lembut,
sangat jinak. Bagi orang yang sudah kenal tabiatnya dan sifatnya nona itu benar-benar tidak mau
percaya. Hari itu, mereka masuk ke kota Pek-coa. Karena hari sudah petang, lalu mencari sebuah
penginapan. Kim Houw meski dandanannya seperti pengemis, tapi dengan adanya Kie Yong Yong
disampingnya membuat orang lain tidak berani pandang rendah padanya.
Seperti biasa mereka berdua sehabis mandi dan makan, lantas pada masuk tidur dalam kamar
masing-masing. Suatu kejadian yang agak ganjil telah dialami oleh Kim Houw. Malam itu tidak seperti biasanya
ia tidak bisa tidur enak, perasaannya tidak karuan.
Kim Houw diam-diam merasa heran, ini adalah untuk pertama kalinya ia merasakan demikian
sejak ia mengerti ilmu silat. Apakah itu adalah suatu firasat tidak baik"
Kim Houw hatinya ruwet, pikirannya kalut. Sebab kota itu letaknya sudah dekat gunung Ceng
lay san, ia kuatir akan terjadinya apa-apa yang tidak diingini, maka lantas buru-buru bersemedi
untuk menenangkan perasaannya, ia tidak ingin tidur lagi.
Tidak nyana begitu ia bangun duduk, bukan kepalang kagetnya. Karena bukan cuma kusut
pikiran dan ruwet hatinya saja, tapi sekujur badan dan tulang-tulangnya juga dirasakan lemas dan
tidak bertenaga.
Kim Houw terperanjat, sekarang ia mengerti dirinya telah masuk perangkap kawanan penjahat.
Tapi Kim Houw kepandaiannya sudah mencapai di puncaknya. Obat tidur biasa tidak mempan
terhadap dirinya. Buat orang lain, tentunya sudah rubuh pulas sejak tadi!
Dalam kagetnya, Kim Houw buru-buru mengerahkan Khiekangnya untuk mengusir racun obat
pulas itu. Saat itu, telinganya tiba-tiba menangkap suara bergeraknya pakaian yang tertiup angin.
Dari gerak suaranya, Kim Houw mengetahui bahwa orang itu ada mempunyai kepandaian tinggi,
bukan penjahat biasa. Ia semakin kaget, buru-buru ia kerahkan seluruh kepandaiannya, supaya
lekas pulih kekuatannya.
Suara orang itu sebentar saja sudah berada di atas genteng dan mendadak berhenti bergerak.
Kim Houw menduga-duga dan pasang telinga, ia tidak tahu apa maksudnya orang itu" Tapi heran,
orang itu setelah berada di atas genteng lantas tidak kedengaran suaranya lagi.
Sebentar kemudian, Kim Houw mengeluarkan keringat bau busuk. Tenaganya lantas pulih
kembali seperti biasa. Dengan cepat ia melompat keluar dari jendela untuk melihat apa yang
terjadi di atas genteng.
Setibanya di luar ia merasa terheran heran karena terkecuali suara bajunya yang tertiup angin,
orang itu tidak terdengar suara gerakan kakinya.
Mendadak ia dengar suara rintihan, terlalu samar-samar seperti suara orang mengigo, dan apa
yang mengejutkan suara itu justeru datangnya dari kamar Kie Yong Yong!
Apa yang telah terjadi dengan dirinya Kie Yong Yong"
Nona itu setelah masuk dalam kamarnya, baru saja rebahkan diri, sudah lantas jatuh pulas.
Dalam mimpinya ia seperti rebah terlentang di atas rumput bersama-sama Kim Houw, laki-laki
yang dicintainya. Mendadak Kim Houw balikkan tubuhnya, lalu memeluk dirinya dengan kencang
dan pipinya dihujani ciuman.
Ia merasa sekujur badannya seperti kena setrum listrik, ketika tangan Kim Houw mulai bermain
di seluruh anggota badannya. Ia jengah pakaiannya diloloskan, tapi tidak berani melawan. Ia
terlalu cinta Kim Houw, ia bersedia mengorbankan segala-galanya kepada anak muda itu, baik
badannya maupun kesuciannya.
Tiba-tiba langit gelap, angin menderu, sebatang anak panah telah menyambar dan menancap
pada dadanya, ia merasa kesakitan lalu tergugahlah ia dari mimpinya.
Belum sempat membuka matanya, ia merasakan dirinya ada orang tindih. Dalam kagetnya
lantas ia membuka mata, dan... yang menindih dirinya ternyata adalah laki-laki dalam impiannya.
Malu-malu ia menutupi matanya dengan tangannya. Laki-laki itu adalah pria idamannya
sendiri, maka bukan saja ia tidak mempunyai tenaga melawan, memang ia tidak mau melawan.
Sebaliknya malah kuatir ditinggalkan begitu saja oleh pemuda pujaannya itu.
Tiba-tiba ia dengar suara pintu diketok dengan keras.
"Adik Yong! Adik Yong! Kau kenapa?"
Kie Yong Yong pada saat itu masih dalam keadaan antara sadar dan tidak sadar, terhadap
suara ketokan pintu dan suara panggilan, sama sekali tidak dengar. Tapi orang yang berada di
atas dirinya, sebaliknya lantas lompat bangun dan melesat keluar dari jendela.
Kie Yong Yong terperanjat, ia lantas menjerit. Pintu tertendang terpetang. Kekasihnya muncul
lagi dari pintu yang terbuka.
Kim Houw begitu berada dalam kamar lantas menghampiri pembaringan.
"Adik Yong! Kau tidak kenapa-napa?"
Pertanyaan itu tidak dijawab, sebaliknya Kie Yong Yong sudah memeluk padanya dengan
penuh kasih, bisiknya, "Engko Houw! Engko Houw! Aku mau kau, aku mau kau..."
Tiba-tiba Kim Houw seperti menyentuh badannya si nona yang halus, ia kaget dan terheranheran,
"Adik Yong, apa yang telah terjadi" Lekas jawab!" katanya.
Kie Yong Yong memeluk erat Kim Houw, jawabnya, "Engko Houw, aku mau! Kau mau!"
Kim Houw semakin bingung. Ia lalu mendorong dan pandang wajahnya Kie Yong Yong, nona
itu keadaannya seperti orang yang sedang mabuk. Kim Houw mengira Kie Yong Yong cuma kena
pengaruh obat pulas, maka buru-buru menotok jalan darahnya. Ia lalu letakkan lagi di atas
pembaringan. Kie Yong Yong dalam keadaan separuh telanjang, dengan sehelai selimut Kim Houw tutup
tubuh si nona, kemudian dia sendiri duduk di pinggir pembaringan, menjaga kalau-kalau ada
kejadian tidak diingini.
Ketika Kie Yong Yong mendusin, cuaca sudah terang. Ia lihat Kim Houw duduk di pinggir
pembaringan, sambil memandangnya. Wajahnya si nona merah seketika mengingat
pengalamannya semalam. Ia lantas menari tangan Kim Houw, ditempelkan di pipinya dengan
mesra, katanya perlahan, "Engko Houw, aku sudah bukan adikmu lagi...!"
Kim Houw tercengang, "Adik Yong, kau kenapa" Apa kau merasa sebel mempunyai engko
semacam aku?"
Kie Yong Yong ketawa, ia mencubit Kim Houw perlahan.
"Kau seperti mengerti banyak urusan, mengapa dalam soal ini kau tidak mengerti" Apakah kau
sengaja berlagak pilon" Semalaman kau..." bicara sampai di sini wajahnya mendadak dirasakan
panas membara. "Tadi malam... kenapa?" memotong Kim Houw.
Tiba-tiba ia ingat sesuatu, ia telah menyaksikan si nona dalam keadaan separuh telanjang,
apakah lantaran itu si nona mengucapkan kata-kata demikian"
Kie Yong Yong kepal tangannya, lalu memukul Kim Houw perlahan.
"Kau sungguh nakal! Kau masih pura-pura tidak mengerti, lantaran tadi malam... ah aku tidak
mau menceritakan lagi! Tidak! Pendeknya, kau sendiri yang tahu, aku tidak bisa menjadi adikmu,
melainkan menjadi..."
"Jadi apa?" memotong Kim Houw.
Kepala si nona disesapkan di bantal, ia tidak dapat lihat perubahan wajah anak muda itu. Ia
Pendekar Bodoh 18 Rahasia Ciok Kwan Im Pendekar Harum Seri Ke 2 Karya Gu Long Perjodohan Busur Kumala 15