Pencarian

Istana Kumala Putih 9

Istana Kumala Putih Karya O P A Bagian 9


tombak jauhnya, berdiri seorang tua tinggi kurus dengan jenggotnya yang putih bermain ditiup
angin, tangannya memegang gendewa panjang, pada punggungnya tergantung sekantong anak
panah, sedang di pinggangnnya tergantung serenceng kepala tengkorak manusia!
Ketika masih di Pek Liong Po, Siao Pek Sin sudah bertemu dengan orang tua aneh ini, ia
adalah Kouw Low Sin Ciam. Menyaksikan kedatangan orang tua itu, dalam hatinya semakin kaget,
ia lalu dapat firasat bahwa jiwanya hari ini tidak akan tertolong lagi.
Bukan cuma Siao Pek Sin saja yang terkejut, pihak Cu Su dan yang lainnya juga pada
mengeluarkan keringat dingin, karena setan tua ini benar-benar merupakan Kun Si Mo Ong atau
Malaikat Maut yang bisa membunuh korbannya tanpa berkedip.
Di luar dugaan, di wajah Kouw Low Sin Ciam yang pucat, saat itu tiba-tiba kelihatan
senyumannya, sambil tudingkan jarinya kepada Siao Pek Sin, ia berkata: "Tak disangka kau juga
di sini. Mari, mari!"
Mendengar itu, Siao Pek Sin lantas terbang semangatnya. Ia mengawasi dengan mata
terbelalak lebar, tapi kakinya seperti diikat dengan rantai besi, tidak bisa digerakkan.
Melihat Siao Pek Sin tidak bisa bergerak, Kouw Low Sin Ciam lantas berkata pula:
"Kau terluka" Tidak masalah. Aku di sini ada obatnya, tanggung bisa sembuh dengan cepat.
Beberapa hari berselang kau telah memberikan jalan hidup padaku, maka hari ini bukan saja aku
akan ampuni jiwamu, bahkan hendak memberi bantuan padamu?"
Ini benar-benar merupakan suatu kejutan! Kouw Low Sin Ciam yang biasanya tukang
membunuh manusia, kini ternyata timbul sifat welas asihnya dan mengeluarkan perkataan
membantu. Siao Pek Sin benar-benar tidak menyangka akan terjadi keanehan ini, jiwanya yang tadinya
sudah dibayangkan akan pindah ke akhirat, siapa sangka akan ditolong oleh setan tua itu, karena
dikiranya ia adalah Kim Houw yang pernah melepas budi.
Siao Pek Sin sebetulnya masih belum percaya kebenarannya, tapi dalam keadaan dirinya
seperti sekarang, ia sudah tidak perdulikan lagi benar tidaknya, coba saja dulu. Maka dengan
menyeret kakinya yang luka, ia menghampiri Kouw Low Sin Ciam.
Benar saja, Kouw Low Sin Ciam lantas mengeluarkan sebuah botol yang didalamnya berisi
obat bubuk, lalu ditaburkan pada luka Siao Pek Sin. Darahnya lantas berhenti, rasa nyerinya pun
lenyap seketika.
Pada saat itu, Leng Lie tiba-tiba berseru: "Adik! Mengapa kau berubah begitu tidak berguna"
Kau...." Kala itu bagi Siao Pek Sin yang penting adalah menyelamatkan jiwanya, buat apa meladeni
segala Khu Leng Lie"
Menyaksikan keadaan demikian, Khu Leng Lie sangat gelisah. Karena ia kuatir akan terjatuh
lagi ke tangan Kouw Low Sin Ciam yang sangat ia benci, maka lantas menggunakan kesempatan
selagi Kouw Low Sin Ciam lengah, ia lalu kerahkan kepandaian mengentengkan tubuhnya, kabur
dengan segera! Kouw Low Sin Ciam mana mau melepaskannya begitu saja, ia juga lantas tinggalkan Siao Pek
Sin dan mengejar Leng Lie.
Siao Pek Sin kaget, ia lantas berseru: "Locianpwe tunggu aku!"
Tanpa perduli akan ditertawakan oleh musuh-musuhnya, ia juga lantas kabur!
Peng Peng dan Sun Cu Hoa coba merintangi, tapi mereka bukan tandingan Siao Pek Sin,
dengan sekali hentak, tubuh Peng Peng sudah terbang setombak lebih jauhnya, sedang pedang
ditangan Sun Cu Hoa, juga hampir saja terlepas dari tangannya.
Apa sebab Cu Su bertiga tidak turun tangan merintangi kaburnya Siao Pek Sin" Sebab Kouw
Low Sin Ciam baru saja kabur mengejar Leng Lie, sedang berlalunya setan tua itu justru yang
diharapkan oleh mereka, jika Siao Pek Sin tertahan, mungkin ia akan balik kembali. Maka lebih
baik membiarkan mereka berlalu.
Dan merekapun tidak tahu urusan Kouw Low Sin Ciam dengan Khu Leng Lie.
Mendadak si Imam palsu lari keluar dari dalam seraya berseru: "Sekarang bagaimana
baiknya" melihat gelagat, seharusnya kita menyingkir. Si tua bangkotan Kouw Low Sin Ciam
sebaiknya kita jauhi. Kalau saja Kim Houw bisa mendusin pada saatnya, kita tak perlu takut lagi,
tapi kini...."
Si pengemis tua Tok Kai tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.
"Sungguh tidak disangka sebagai ketua gereja Han Pek Cin Koan nyalimu begitu kecil. Kalau
kau hendak pergi, pergilah saja! Biarlah aku yang berdiam di sini menunggu kuil dan melindungi
Kim siauhiap sehingga sembuh!"
Si Imam palsu melihat Tok Kai mentertawakannya sebagai pengecut, ia lantas gusar:
"Pengemis busuk kau tahu apa" Kalau bukan karena keselamatan Kim Houw, aku malah tak
kepikiran untuk berlalu! Ini cuma siasat, kalau kita pergi, mereka tentu tidak tahu kalau didalam kuil
ini masih ada orangnya!" katanya sengit.
"Perbuatanmu ini bukankah sama saja artinya dengan takut mati" Kim siauhiap tersembunyi di
kamar rahasia, adanya kita atau tidak, mereka tidak ada hubungannya. Kalau memang harus mati
biarlah mati secara gagah, apa yang harus ditakuti" Bukankah itu nanti menjadi bahan tertawaan
orang" Sebagai tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan kangouw, masa kabur terhadap satu orang
saja?" Tok Kai mengejek.
Imam palsu makin gusar, tapi kemudian berpikir lagi bahwa perkataan Tok Kai itu memang ada
benarnya. Yang lainnya toh pada diam, buat apa ia ngotot sendiri" maka ia lalu berkata kepada
Tok Kai, sambil tertawa: "Bukannya aku si Imam palsu sayang jiwa, sebab jiwaku merupakan jiwa
yang sudah mati namun hidup kembali. Jika tidak ada Kim Houw yang menyingkirkan kalajengking
beracun dan menemukan gambar patkwa, jiwaku ini barangkali saat ini masih ketinggalan di Istana
Kumala Putih di gunung Tiang Pek San! Dan sekarang untuk Kim Houw, mengapa aku takut
urusan" Kau tidak tahu bahwa kamar rahasia ini, bukan saja sangat rahasia, tapi juga mempunyai
jalan tembus ke berbagai jurusan. Apa kau tidak merasakan hawa kering dalam kamar ini" Segala
rupa suara yang timbul di luar atau didalam kuil, dapat didengar dengan jelas dari dalam kamar.
Jika sampai terjadi apa-apa, buat kita yang sudah lanjut usia tidak menjadi soal dan kematian tidak
perlu dibuat sibuk. Tapi jika sampai mengganggu Kim Lo Han dan Kim Houw yang berada didalam
kamar, kau pikir apa akibatnya?"
Tok Kai yang ngotot tadi, karena ia tidak tahu keadaan kamar tersebut.
"Untuk pergi dari sini rasanya tidak mungkin." Cu Su turut bicara. "Sebab begitu kita berlalu,
jika setan tua itu mengetahui di sini ada orang, dengan sebatang anak panah yang berapi, kuil ini
sebentar saja akan jadi abu. Soal jadi abunya kuil ini, mungkin perkara kecil, tapi bagaimana bagi
Kim siauhiap dan Kim Lo Han" Cuma tiga anak muda ini, benar-benar segera disembunyikan,
supaya mereka tidak sampai menjadi korban."
Dengan keterangannya Cu Su itu, agaknya sudah merupakan suatu keputusan.
Si Imam palsu sudah tentu mengetahui dengan baik keadaan tempat itu, maka ia yang
mendapat tugas untuk mengantar ketiga anak muda itu ke suatu lembah yang sangat tersembunyi.
Pada saat si Imam palsu baru berangkat dari atas puncak, tiba-tiba terdengar suara jeritan
ngeri. Orang-orang yang di luar kuil masih belum sempat bergerak, dari dalam kuil mendadak
melesat keluar sesosok bayangan merah, dengan kecepatan yang sangat luar biasa, lari ke
puncak bagaikan terbang.
Bayangan merah itu sudah tentu si Kacung baju merah. Sebentar saja ia sudah berada di
puncak. "Aiya! Lekas kemari! Lihat ini, Thian Mo Siok Hun Leng!" seru si Kacung baju merah.
Thian Mo Siok Hun Leng" Semua orang pada terkejut, dengan serentak mereka pada lompat
melesat ke puncak gunung!
Di tanah yang agak datar di puncak itu, tampak rebah lima mayat orang laki-laki. Dari
dandanannya, mereka adalah orang-orang Pek Liong Po.
Si Kacung baju merah kenal baik kelima mayat itu, karena mereka adalah tokoh-tokoh terkuat
Pek Liong Po dan masih terhitung paman Siao Pek Sin. Mereka rebah tanpa bergerak, mereka
rupanya sudah putus jiwanya.
Apa yang mengherankan adalah pada tubuh kelima orang itu tidak terdapat tanda-tanda luka,
hanya pada pelipis setiap orang, menancap semacam plat warna merah yang berukuran kira-kira
satu cun panjangnya dan satu jari lebarnya.
Dari salah satu badan mayat itu, si Kacung baju merah mencabut sebuah dan diletakkan di
atas telapak tangannya sendiri, plat yang berwarna merah darah itu bentuknya tipis seperti kertas,
entah terbuat dari bahan apa. Dibagian muka terukir lima kata THIAN MO SIOK HUN LENG,
dibaliknya terukir seekor binatang yang aneh bentuknya seperti lutung tapi bukan lutung, seperti
macan tapi juga bukan macan.
Orang-orang yang menyaksikan senjata aneh itu, benar-benar merasa kaget. Adalah Cu Su
yang pertama buka suara: "Apakah akan timbul malapetaka di rimba persilatan" Iblis-iblis yang
sudah beberapa puluh tahun tidak kedengaran namanya, kini muncul lagi kedunia satu persatu!
Sungguh sukar dimengerti!"
Semua orang mengawasinya. Cu Su lalu menuturkan suatu riwayat yang menarik.
"Tiga puluh tahun yang lalu," ia mulai bercerita, "Ketika Lo Pangcu partai kami masih hidup
pernah membicarakan sekawanan iblis itu. Beliau pernah mengatakan, berhubung tidak ada kabar
tentang kematian iblis-iblis itu, ia kuatir setelah ia binasa, tidak ada orang yang mampu
mengendalikan mereka! Entah bagaimana, perkataan ini telah tersiar keluar dan dalam waktu
hanya setengah tahun saja, orang-orang diluaran sudah tahu semua!
Pada perayaan hari ulang tahun ke75 dari Lo Pangcu, diantara barang antaran terdapat
sebuah kotak yang aneh bentuknya. Kotak itu tidak besar, tapi bagus bentuknya. Apa isinya, tidak
ada seorangpun yang tahu. Sedang di atas buku barang antaran juga tidak terdapat catatannya.
Orang yang ditugaskan mengurus penerimaan barang hadiah tidak berani berlaku gegabah, buruburu
telah disampaikan kotak aneh tersebut kepada Lo Pangcu!
Pada saat itu Lo Pangcu sedang bicara dengan sahabat karibnya, entah karena asyiknya
beliau tidak perhatikan laporan orang yang menyampaikan kado aneh tersebut, dan sembarangan
dibuka saja di hadapan banyak orang.
"Begitu kotak terbuka, Lo Pangcu kagetnya bukan main. Apa isinya" Coba kalian tebak"
Ternyata itu adalah potongan telapak tangan yang sudah kering. Telapak tangan itu bentuknya
besar sekali bahkan jarinya ada enam. Kami ketahui ini dari orang-orang yang saat itu turut
menyaksikan dibukanya kotak tersebut.
Lo Pangcu begitu membuka lantas buru-buru menutup lagi, matanya lalu melirik sebentar
kepada orang yang mengurus penerimaan barang antaran. Untung orang itu sudah mengikutinya
lebih dari empat puluh tahun lamanya, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan.
Tapi orang itu begitu dipandang oleh Lo Pangcu, badannya lantas menggigil seperti orang
sakit demam. Sebabnya ialah, dari sorot mata Lo Pangcu dia sudah mengetahui urusan itu sangat
runyam, maka lantas ia buru-buru berlutut.
Lo Pangcu menekan kotak itu dengan kedua tangannya, lantas berkata soal ini aku tidak
menyalahkan kau, karena tidak ada hubungannya dengan mu! Aku tidak salahkan kau. Lo Pangcu
lantas tertawa terbahak-bahak dan berkata sendirian: Liok Cie Thian Mo (Malaikat Jari Enam) buat
apa kau harus membuang banyak waktu dan pikiran, menghadiahkan potongan tangan....
Lo Pangcu justru dalam ketawanya yang tergelak-gelak itu telah putus jiwanya!
Kalau kedatangan tangan itu aneh, kematian Lo Pangcu lebih aneh lagi. Ketika kotak itu
ditekan dengan perlahan oleh Lo pangcu, bukan saja sudah tidak bisa dibuka, bahkan sepasang
tangan Lo Pangcu juga melesak ke dalam kotak tersebut dan tidak bisa ditarik keluar. Maka, kotak
aneh itu lantas dikubur bersama-sama dengan jenazah Lo Pangcu. Rahasia itu juga ikut terkubur
untuk selama-lamanya!
Tidak sangka hari ini, tiga puluh tahun kemudian, si Malaikat jari enam itu telah muncul kembali
lagi ke dunia persilatan. Dulu oleh karena keganasannya, kejahatan dan kekejamannya si Malaikat
jari enam itu tidak disukai oleh orang-orang dari golongan baik-baik. Tidak nyana dia muncul lagi
untuk kedua kalinya, dan masih tetap kejam dan ganas, benar-benar sukar dipercaya. Kala itu dia
menghadiahkan potongan tangan kepada Lo Pangcu, entah apa maksudnya" Apakah dia minta
Lo Pangcu supaya lekas binasa"
Tapi mengapa setelah Lo Pangcu binasa dia harus menunggu sampai dua puluh tahun, baru
muncul lagi?" demikian Cu Su menutup penuturannya.
Dengan penuturannya ini, maksud Cu Su hendak memberitahukan kepada kawan-kawannya,
bahwa senjata Thian Mo Siok Hun Leng itu adalah kepunyaan si Malaikat jari enam, dan termasuk
golongan yang lebih tua setingkat dari mereka!
Semua orang yang berada di situ, sedikit banyak sudah pernah mendengar tentang malaikat
jari enam itu. Kalau tidak, tidak nanti si Kacung baju merah sampai begitu kagetnya, begitu pula
dengan yang lainnya.
Sehabis mendengarkan cerita Cu Su, semua orang masih berdiri terkesima, entah kuatir , takut
atau apa lagi! Pendeknya semua orang tidak ada yang menunjukkan reaksi lainnya.
Lewat sejenak, tiba-tiba terdengar suara tertawa ringan, semua orang terperanjat. Karena
dalam keadaan demikian, sedikit suara saja sudah cukup mengejutkan hati mereka! Ketika mereka
berpaling, lantas terdengar suara si Kacung baju merah: "Kiesu busuk, kau lagi bikin apa"
Mengapa selama lima hari tidak kelihatan batang hidungmu?"
Menyusul ucapan si Kacung baju merah, dari belakang sebuah pohon besar lantas muncul
seorang yang pendek kecil dengan wajah yang berseri-seri, ia adalah Lato Kiesu.
"Bocah baju merah, bikin bersih mulutmu itu" Di hadapan begini banyak sahabat, kau harus
berikan sedikit muka pada aku orang tua!" jawabnya.
Kecuali Kim Coa Nio-nio dan si Kacung baju merah yang sudah dikenal baik oleh Lato Kiesu,
yang lainnya ia belum pernah bertemu muka! Maka si Kacung baju merah lantas sibuk
memperkenalkan mereka satu persatu.
Cu Su sekalian tercengang, ketika diberitahu bahwa orang tua itu adalah Lato Kiesu yang
namanya terkenal di Kwan Gwa dan Tionggoan. Tercengang, karena orang yang sudah terkenal
namanya itu, ternyata hanya seorang tua yang bentuknya pendek.
Melihat kedatangan Lato Kiesu, Kim Coa Nio-nio lantas berkata dengan girang :" Hai!
Mengapa tadi kita lupakan dia" Ada dia, ditambah lagi dengan kekuatan kita semua, kita tidak
perlu takuti lagi Kouw Low Sin Ciam. Hai! Lato...."
Sambil tersenyum Lato Kiesu memotong pembicaraan Kim Coa Nio-nio: "Nio-nio! Kau jangan
terlalu menjunjung tinggi orang saja, apa kau sudah lupa" Didalam Istana Kumala Putih, di rimba
keramat kita sudah terkurung empat puluh tahun lamanya, tulang-tulang tuaku rasanya sudah
lama remuk, bagaimana berani mengadu tenaga lagi?"
"Diam!" Kim Coa Nio-nio membentak, "Jangan kau main enak-enakan saja. didalam Istana
Kumala Putih siapa yang tidak tahu kepandaian silatmu termasuk yang nomor satu" Meskipun
dikala itu kau sudah tawar hatimu, sehingga agak melalaikan pelajaranmu, namun apakah
mungkin sudah terlupakan semuanya?"
Kembali Lato Kiesu memotong: "Nio-nio, kau jangan cemas dulu. Selama lima hari ini, aku
bukan bersembunyi karena takut, lihat ini apa?" sembari dari sakunya ia mengeluarkan sebuah
benda, lalu diletakkan di telapak tangannya.
Ketika semua orang pada maju melihat ternyata itu adalah sebuah senjata Thian Mo Siok Hun
Leng. Si Kacung baju merah mengira ia tidak tahu, juga membuka tangannya, menunjukkan benda
yang serupa, bahkan dilemparkannya ke udara untuk dibuat mainan baru berkata :
"Apa yang dibuat heran" Di sini aku juga punya!"
"Bocah baju merah, kau jangan terburu nafsu. Tunggu aku nanti ceritakan perlahan-lahan. lima
hari berselang, ketika aku meninggalkan kalian, begitu keluar dari gunung, lantas berpapasan
dengan si tua bangkotan itu. Semula aku tidak kenal padanya, tapi dari ilmu lari pesatnya yang
luar biasa, aku bisa menduga ia bukan orang sembarangan, maka aku lantas tidak berani
unjukkan diri! Siapa kira didalam gunung yang sepi ini, ia telah berputaran tiga hari tiga malam
lamanya, agaknya sedang mencari sesuatu.
Dengan demikian aku lantas berada dalam kesulitan yang sangat hebat. Disatu pihak aku
harus mengamati orang, dilain pihak harus berjaga jangan sampai jejakku diketahui olehnya.
Ketika menyaksikan dia sedang makan, perutku lantas keruyukan. Penderitaan semacam ini
sungguh tidak enak sekali....."
Kim Coa Nio-nio agaknya sudah tidak sabaran, ia berkata berulang-ulang :" Bohong, bohong"
"Nio-nio, kau jangan mengganggu dulu, sekarang dengarlah aku akan mulai menceritakan halhal
yang mendebarkan hati. Tadi malam, selagi aku mengawasi gerak gerik malaikat jari enam itu,
di belakangku ada orang yang mengintai. Sungguh celaka, mungkin karena lalai, sedikit suara saja
sudah diketahui oleh si Malaikat jari enam, maka dia lantas lompat menerjang. Bagiku sungguh
mengenaskan, karena di depan dan di belakang semuanya terdapat musuh yang menunggu.
Siapa di depan aku sudah tahu, tapi siapa yang di belakang aku tidak tahu.
Namun si Malaikat jari enam ini saja, aku sudah merasa jeri menghadapinya! Untung Tuhan
masih melindungi jiwaku, pohon besar di sampingku ternyata terdapat sebuah lubang besar, maka
aku bisa masuk yang mungkin bagi orang lain tidak ada gunanya!
Ketika si Malaikat jari enam tidak melihat bayangan orang yang ditubruk, ia sendiri juga
terkesima dan tiba-tiba diangkasa yang gelap itu tampak sinar biru, aku baru tahu kiranya dia
Kouw Low Sin Ciam, si setan tua itu juga rupanya muncul di situ.
Si Malaikat jari enam begitu melihat tanda api Kouw Low Sin Ciam, rupa-rupanya juga kaget,
lalu ia lontarkan senjatanya yang bersinar merah, senjata itu adalah benda ini.
Selanjutnya kedua orang itu tanpa bertemu muka, mungkin satu sama lain merasa jeri, mereka
hanya berbicara dari jarak jauh.
Dari pembicaraan mereka, aku dapat tahu bahwa mereka berjanji hendak bertempur.
Pertempuran itu dilakukan tiga kali, untuk memutuskan siapa yang kalah dan siapa yang menang.
Yang menang boleh menjagoi daerah Kanglam dan Kangpak, sedang yang kalah harus keluar
daerah. Siapa kira bahwa tempat untuk pertempuran yang dipilih adalah kuil Han Pek Cin Koan ini. aku
benar-benar hampir lompat, dan setelah mereka berlalu, aku segera lari pulang untuk melaporkan
hal ini. Namun beberapa malam aku lari, masih tetap di belakang malaikat jari enam itu. Hingga
aku dapat menyaksikan bagaimana dia membinasakan lima orang golongan tua dari Pek Liong
Po, yang dilakukan dengan demikian mudahnya.
Sekarang, sebaiknya kita menyingkir dulu tengah hari nanti, kedua iblis itu segera datang. Saat
itu, bila mereka tidak senang, mungkin kita akan dibuat sasaran dulu. Pihak kita sekalipun
ditambah lagi dua atau tiga Lato, juga tidak ada gunanya!"
Tiong Ciu Khek yang paling memperhatikan nasib Kim Houw, lantas bertanya: "Kalau begitu,
bagaimana dengan Kim Houw dan Kim Lo Han yang berada di kamar rahasia" Bagaimana
dengan makan dan minum mereka?"
"Touw lauko, masalah ini tak perlu bingung, berikan saja persediaan yang lebih banyak pada
mereka, sudah cukup! Biarlah aku yang urus!" kata si Kacung baju merah.
Belum sampai ia angkat kaki, dari jauh kelihatan si Imam palsu dengan badan berlumuran
darah berjalan sempoyongan!
Semua orang yang melihat keadaan si Imam palsu itu terkejut semuanya dan lari menyambut.
Diantara mereka adalah Tiong Ciu Khek, Cu Su dan Tok Kai yang paling cemas, sebab si
Imam palsu tadi bertugas mengantarkan Peng Peng, Sun Cu Hoa dan si botak bertiga ke lembah
untuk bersembunyi.
Sun Cu Hoa satu-satunya keturunan keluarga Sun yang masih hidup. Cu Su yang
berkewajiban melindunginya, bagaimana ia tidak cemas"


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Si botak meski wajahnya jelek, tapi hatinya jujur, Tok Kai selama ini berada bersama-sama
dengannya cukup lama dan sangat sayang padanya. Terutama bagi Tan Eng, si gemuk, yang
sudah anggap si botak sebagai anak sendiri, jika terjadi apa-apa pada diri anak itu, bagaimana
Tok Kai harus menemui Tan Eng nanti"
Tiong Ciu Khek tidak usah dikatakan lagi. Peng Peng adalah cucu satu-satunya yang baru saja
lolos dari bahaya maut, ia berharap setelah Kim Houw sembuh dari penyakitnya, ada yang
melindungi dirinya, sehingga pasti dapat menjalani kehidupan yang penuh bahagia.
Siapa kira, hari-hari tenang itu ternyata cuma lewat beberapa hari saja, dan sekarang entah
bahaya apa yang harus dihadapinya lagi! Jika itu benar-benar merupakan bahaya, ah! Tiong Ciu
Khek tidak berani membayangkan apa akibatnya.
Tidak lama kemudian, semua orang sudah tiba di depan si Imam palsu, si Kacung baju merah
dan Lato Kiesu, dengan menggunakan kekuatan lweekangnya, telah membantu menyadarkan si
Imam palsu, sehingga tak lama kemudian dia mulai siuman. Ia melihat banyak mata yang sedang
mengawasinya, sebetulnya ia sudah tidak ingat apa yang telah terjadi, ketika matanya melihat
Tiong Ciu Khek, ia lantas berseru :" Touw Lauko! dia.......dia......"
Dia! Kenapa" Si Imam palsu belum sempat menjelaskan, sudah menjerit pingsan lagi.
Pada saat itu, awan gelap mulai menutupi langit, suara guntur sebentar-sebentar terdengar,
menjadi tanda bahwa hujan lebat akan segera turun.
Si Imam palsu yang terus diobati oleh Lato Kiesu tiga kali telah mendusin, dengan suara lemah
ia berkata pada Tiong Ciu Khek: "Touw lauko, maafkan....aku, Kee Tojin karena kelalaiannya,
telah terjatuh ke tangan musuh, sehingga nona Peng Peng, Sun Cu Hoa dan si botak...."
Semua orang tahan napas, mendengarkan. Mereka menantikan penuturan selanjutnya,
bagaimana sebetulnya nasib ketiga bocah itu.
Namun, si Imam palsu itu agaknya sengaja membingungkan duduk perkaranya, selagi bicara
dengan Tiong Ciu Khek, mendadak ia berpaling pada Cu Su dan Tok Kai: "Jiwi, aku minta supaya
jiwi juga maafkan aku. Ini adalah salahku, semua salahku, karena kelalaianku, telah terjatuh ke
tangan musuh. Aku......aku......" mendadak ia berhenti lagi.
Tiong Ciu Khek sudah tidak sabar lagi.
"Imam busuk!" serunya, "Kenapa kau tidak lantas bicara yang jelas" Bagaimana sebetulnya
nasib ke tiganya?"
Tiong Ciu Khek yang sudah risau hatinya, tidak bisa mengendalikan perkataannya lagi, orang
yang sudah hampir mati, masih dimaki-maki, sungguh keterlaluan!
Lato Kiesu matanya melotot, dalam hati menegur: apa kau tidak lihat keadaannya yang sudah
begitu rupa"
Mendadak geledek menyambar, dibarengi dengan angin yang meniup santer, lalu disusul oleh
turunnya hujan yang amat lebat.
Si Imam palsu yang terluka parah dan banyak mengucurkan darah, mulutnya dirasakan kering.
Begitu tersiram air hujan, ia lalu buka mulutnya lebar-lebar, agaknya merasa girang dapat minum
air hujan yang sejuk.
Si Kacung baju merah yang menyaksikan itu, buru-buru pondong diri si Imam palsu, hendak
dibawa lari ke dalam kuil Han Pek Cin Koan.
Kelakuan si Kacung baju merah karena mengingat sebuah pantangan, bahwa seseorang yang
terluka parah dan habis mengucurkan banyak darah, tidak boleh terkena air hujan, terlebih-lebih
minum air hujan. Karena begitu minum darah segar akan mengalir kebagian jantung, hingga
membahayakan jiwanya.
Tapi, sebelum si Kacung baju merah bertindak, sudah dicegah oleh Lato Kiesu.
"Jangan! Sekarang sudah tengah hari, kedua iblis tua itu sebentar lagi datang, sebaiknya kita
mencari tempat yang lain untuk berteduh.
Si Imam palsu yang nampaknya agak sadar, mengacungkan tangannya menuding ke belakang
gunung. Tidak perlu penjelasan lagi, semua orang sudah tahu apa yang dimaksudkannya. Maka
mereka lantas pada lari ke jurusan yang ditunjuk.
Hujan ternyata sangat lebat, geledek dan kilat menyambar-nyambar tidak henti-hentinya.
Setelah mereka tiba di belakang gunung, benar saja mereka menemukan sebuah gua yang
cukup untuk mereka berteduh.
Cuma, setiba mereka didalam gua, pakaiannya sudah pada basah kuyup, seperti ayam
kecemplung dalam sumur.
Sudah tentu, si Imam palsu juga tidak terkecuali. Dengan demikian, si Imam palsu habis
tertimpa hujan, keadaannya makin berat, ia terus tidak sadarkan diri.
Semua usaha Lato Kiesu sia-sia, hingga semua orang pada kebingungan, dan semakin
cemas. Tiong Ciu Khek orang yang pertama lompat keluar gua, tanpa menghiraukan hujan yang lebat,
ia hendak mencari dimana letak lembah tersembunyi itu, untuk mencari cucunya Touw peng Peng.
Cu Su dan Tok kai ketka melihat Tiong Ciu khek berlalu, mereka saling pandang. Cu Su lalu
berkata kepada mereka yang ada di situ: "Cuwi, Tiong Ciu Khek kali ini pergi, apa maksudnya,
tidak perlu aku jelaskan. Sekarang, kami berdua juga hendak mencari berpencar. Secepatcepatnya
hanya satu hari, selambat-lambatnya tiga hari, pasti kami akan balik berkumpul di Han
Pek Cin Koan."
Sehabis berkata, tanpa menanti jawaban mereka, bersama Tok Kai ia lantas keluar gua.
Pada saat itu , didalam gua itu hanya tinggal Lato Kiesu, si Kacung baju merah, Kim Coa Nionio
dan si Imam palsu yang terluka. Empat orang itu pernah bersama terkurung didalam Istana
Kumala putih dan bersama-sama pula keluarnya. Diantara mereka, sudah tentu mempunyai tali
persahabatan yang lebih erat.
Selagi Lato Kiesu membalut luka-luka si Imam palsu, si Kacung baju merah tiba-tiba bangkit
dan berkata :" Yah, aku harus segera ke Han Pek Cin Koan, untuk mengantar makanan kepada
Kim Lo Han, lewat sebentar lagi mungkin sudah terlambat. Jika kedua iblis tua itu adu jiwa sampai
tiga empat hari, bagaimana nanti dengan Kim Lo Han?"
Lato Kiesu mendongak dan mengawasi si Kacung baju merah sejenak.
"Mungkin sudah terlambat." katanya.
"Terlambat juga harus pergi, kita toh tidak bisa membiarkan mereka menderita kelaparan,
kalau sebab itu saja Kim siauhiap tambah hebat penyakitnya, bukankah lebih celaka lagi?"
nyeletuk Kim Coa Nio-nio.
"Sudah tentu pergi, apa kau kira aku si Kacung baju merah seorang yang takut mati?"
sahutnya, yang lantas meninggalkan gua itu. Sudah jauh si Kacung baju merah berlalu masih
terdengar suara Kim Coa Nio-nio yang memesan padanya supaya berlaku hati-hati.
Kala itu meski masih tengah hari, oleh karena awan gelap dan hujan lebat, keadaannya sangat
gelap. Si Kacung baju merah yang menempuh hujan mendaki puncak gunung dalam keadaan
demikian, ia tak dapat melihat dengan tegas keadaan Han Pek Cin Koan.
Mendadak ia dengar suara pekikan aneh yang dibarengi dengan munculnya api warna biru
melesat ke tengah udara. Dalam keadaan hujan lebat seperti itu, ia heran, api warna biru itu tidak
terpengaruh oleh hujan, bahkan makin terang nyalanya.
Selanjutnya, tidak jauh dari munculnya api warna biru tadi, kembali terlihat warna merah
melesat ke udara. Sinar merah itu lebih cepat melesatnya daripada api biru tadi.
Si Kacung baju merah yang menyaksikan keadaan demikian diam-diam mengeluh, sebab
benar-benar sudah terlambat sedetik saja, namun ia masih mendaki puncak gunung, sedikitpun
tidak merasa takut, baiknya bajunya yang berwarna merah menyolok itu juga tidak dilepas.
Selagi ia bergerak maju, tiba-tiba terdengar suara ledakan hebat, seperti ada apa-apa yang
rubuh. Si Kacung baju merah terkejut, lantas percepat tindakannya.
Suara ledakan tadi disusul oleh suara ledakan yang lain, begitu pula suara rubuhnya dinding,
telah kedengaran sangat nyata. Si Kacung baju merah makin terkejut, sebab suara itu datangnya
dari arah Han Pek Cin Koan.
Pada saat itu, mendadak ia melihat berkelebatnya bayangan orang, sebentar kemudian si
orang sudah berada di depannya. Si Kacung baju merah terperanjat, ia mengira bahwa orang
yang menghadangnya itu adalah salah satu dari iblis tua itu.
Ternyata, setelah ia tegasi, hatinya lantas merasa lega. Orang itu ternyata Siao Pek Sin.
"Cek-ie ya, kau hendak terjun ke bawah. Apakah hendak cari mampus" Apa kau tidak tahu
lihainya dua iblis tua itu, apa kau kira mampu campur tangan?" berkata Siao Pek Sin sambil
tertawa menyindir.
Si Kacung baju merah setelah agak tenang, tiba-tiba mendapat satu akal, maka lalu
menjawab: "Siao Pek Sin, perbuatanmu ini bukan untuk keperluanku sendiri, tahukah kau, bahwa
adikmu Pek Leng ji terkurung dalam kuil Han Pek Cin Koan" Kalau kita tidak berusaha menolong
jiwanya...."
"Percuma saja kau berusaha!" memotong Siao Pek Sin, "Dalam kuil Han Pek Cin Koan sudah
tidak kelihatan satu setanpun juga. Tapi aku juga tidak tahu apa yang terkandung dalam hatimu,
belum tentu aku akan mencegah perbuatanmu ini, kalau kau berani, pergilah sendiri!"
"Tidak, sedikitpun aku tidak berbohong! Peng Leng ji benar telah terkurung dalam salah satu
kamar rahasia dalam kuil Han Pek Cin Koan, jika kuil itu rubuh, tidak nanti ia bisa hidup. Kalau kau
masih mau mengakui dia saudaramu, seharusnya kau pergi untuk menolongnya!"
"Menolongnya" Kau mimpi! Aku sekarang sudah tidak memerlukan dia lagi, jika ia mati itu
lebih baik, supaya aku tidak usah memikirkannya tiap hari!"
Mendengar jawaban itu, si Kacung baju merah gusar dan dengan gemas memaki: "Kiranya
kau seorang manusia berhati binatang. Orang semacam kau masih berani mengangkat diri
menjadi Tiancu dari Istana Kumala Putih" Sekalipun ada malaikat yang membantu, kau juga tidak
akan berumur panjang!"
Siao Pek Sin hanya ganda tertawa, agaknya ia tidak kenal apa artinya malu.
"Kau ternyata seorang yang tidak berbudi. Dengan maksud baik aku mencegah kau, kau
masih tidak mau terima, bahkan balas dengan makian. Kalau kau mau antar jiwa, pergilah! Aku
tidak punya tempo untuk mengobrol dengan kau!"
Si Kacung baju merah gusar dan memaki Siao Pek Sin, sebetulnya sudah siap sedia untuk
menghadapi segala kemungkinan, sebab dia tahu benar adat Siao Pek Sin sangat kejam dan
ganas. Siapa kira, hari itu Siao Pek Sin ternyata tidak seperti biasanya. Ia tidak mau meladeni si
Kacung baju merah, malah berlalu meninggalkannya.
Si Kacung baju merah dalam hati diam-diam merasa heran, ia masih belum tahu bahwa Siao
Pek Sin pagi tadi terluka parah, tenaganya banyak kehilangan hingga tidak berani sembarangan
mencari setori.
Si Kacung baju merah masih menganggap anak muda itu sangat licik, karena tahu benar di
sana ada dua iblis tua, kalau kesana pasti banyak bahayanya, maka ia sengaja memberi
kesempatan padanya pergi sendiri.
Memikir demikian, keberaniannya telah lenyap separuh, ia berdiri kesima sekian lama tidak
mengambil keputusan.
Hujan angin yang datangnya secara mendadak tadi, berhentinya juga cepat.
Sebentar saja, matahari sudah kelihatan pula dari balik awan.
Si Kacung baju merah pentang lebar matanya bahkan pandangannya ke arah Han Pek cinkoan.
Tapi apa yang terlihat olehnya" Seketika itu lantas terbang semangatnya.
Ternyata kuil Han-pek cin-koan yang sebelum hujan masih berdiri dengan megahnya, kini
sesudah berhenti hujan, kuil itu sudah roboh dan rata dengan tanah!
Kuil sudah hancur, bagaimana dengan nasibnya Kim Lo Han dan Kim Houw" Sudah mati
tertindih puing atau dapat menyelamatkan diri" Dan kemana perginya kedua iblis yang sedang
mengadu kesaktian"
Tanpa banyak pikir lagi, si Kacung Baju merah lantas lari menghampiri reruntuhan Han-pek
Cin-koan. Di antara tumpukan puing, dengan hati khawatir si Kacung baju merah membongkar sana
membongkar sini, ternyata tidak menemukan mayat Kim Lo Han dan Kim Houw. Ia mulai merasa
lega, sebab mayat tidak diketemukan, orangnya sudah tentu masih hidup!
Tiba-tiba telinganya telah menangkap suara rintihan, suara itu sangat lemah, suatu bukti
bahwa orangnya ada terluka parah. Dalam kagetnya, si Kacung baju merah itu lantas lompat ke
arah datangnya suara rintihan itu!
Kira-kira sepuluh tumbak lebih jauhnya di belakang kuil, di bawah sebatang pohon besar, si
kacung baju merah telah menemukan Kim Lo Han dalam keadaan sangat payah. Bukan main
kagetnya. Sebab Kim Lo Han dalam keadaan terluka keselamatannya Kim Houw merupakan suatu
pertanyaan. Tapi, si kacung baju merah sudah tidak punya kesempatan untuk memikirkan soal itu
lagi, paling penting ialah menolong dirinya Kim Lo Han lebih dulu.
Ia lantas berjongkok, memeriksa badannya Kim Lo Han. Ternyata pada badan hwesio itu tidak
terdapat luka-luka, lalu ia memeriksa urat nadinya, juga tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan
terluka didalamnya. Urat nadi itu hanya menunjukkan denyutan lemah, terang kekuatan tenaga
lwekang si hwesio sudah habis digunakan. Si kacung baju merah makin cemas, karena itu ada
suatu alamat jelek bagi diri Kim Lo Han yang sudah tidak bisa ditolong lagi.
"Lo Han-ya ! Lo Han-ya !" si kacung baju merah coba memanggil.
Kim Lo Han perlahan-lahan membuka matanya, ternyata sudah tidak bersinar lagi, bahkan
membuka saja rasanya susah sekali.
"Lo Han-ya, kau kenapa " Dan bagaimana dengan Kim siauhiap?"
Dengan susah payah Kim Lo Han angkat sebelah tangannya. Ia menunjuk ke bawah puncak
gunung nampaknya hendak mengatakan sesuatu, tapi perkataannya kandas di dalam
tenggorokannya.
"Dia kenapa " Apa tidak halangan ?" tanya si kacung baju merah cemas.
Kim Lo Han agaknya ingin memberi keterangan, tapi perkataannya sukar keluar, hanya jari
tangannya yang masih tetap menuding.
Si kacung baju merah tidak mengerti maksudnya ia buru-buru menggunakan cara menguruturut
supaya kawannya itu bisa bicara, tapi baru saja tangannya menyentuh badan Kim Lo Han,
hwesio itu keluarkan jeritan yang mengerikan!
Si kacung baju merah dengan cepat menarik kembali tangannya dan bertanya: "Lo Han-ya!
kau kenapa " Aku lihat dibadanmu tidak terdapat luka apa-apa..."
Siapa nyana, belum selesai perkataannya tiba-tiba ada sesuatu kekuatan tenaga yang sangat
hebat menyerang ke arah dadanya. Si kacung baju merah terperanjat ia tidak berani menyambuti,
buru-buru melompat ke samping.
Sebab serangan yang datangnya secara mendadak dan begitu hebat kekuatannya, ia tahu
bahwa orang yang menyerang itu bukan orang sembarangan. Ia kuatir orang itu nanti akan
mengulang serangannya, maka sebelum kakinya menginjak tanah, kembali ia lompat melesat,
untuk menghindarkan serangan selanjutnya.
Siapa nyana, tidak ada serangan susulan, seolah-olah serangan susulan itu telah ditarik
kembali. Si kacung baju merah masih tercengang, ketika ia mengawasi si penyerang, ternyata itu
adalah Kim Houw. Dalam girangnya, ia lantas berseru: "Kim siauhiap, apa kau sudah sembuh ?"
Orang yang menyerang si kacung baju merah tadi memang betul Kim Houw. Hanya pada saat
itu wajahnya pucat pasi, air mata turun deras bagaikan hujan gerimis, terhadap pertanyaan si
kacung baju merah seolah-olah ia tidak dengar sama sekali. Sepasang matanya memandang Kim
Lo Han dengan tidak berkedip.
Apa sebetulnya yang telah terjadi "
Ketika Kim Houw dan Kim Lo Han ada dalam kamar rahasia empat hari lamanya, penyakitnya
Kim Houw sudah sembuh separuh lebih, waktu Kim Houw sadar juga makin banyak.
Tapi, Kim Lo Han yang selama hari terus menerus menggunakan kekuatan ilmunya Kim-liong
Cao-kang untuk menyembuhkan penyakitnya Kim Houw, banyak mengeluarkan kekuatan tenaga
lwekangnya, sudah tidak perlu dikatakan lagi. Tapi untuk kepentingan Kim Houw, Kim Lo Han tidak
perdulikan keadaannya sendiri, ia berdaya terus untuk menolong Kim Houw!
Hari kelima pagi-pagi, Kim Lo Han yang sedang mengobati Kim Houw, tiba-tiba dengar suara
orang-orang yang berada diluar kuil pada berteriak "Thian-mo Siok-kun-leng" yang merupakan
tanda khusus akan munculnya si malaikat jari enam atau Liok-ce Thian-mo.
Mendengar akan munculnya lagi itu iblis yang sudah terkenal ganas, Kim Lo Han terperanjat,
karena ia sudah pernah mendengar penuturan dari gurunya, tentang kejahatan, kekejaman,
kelihaian dan keganasannya Liok-ce Thian-mo dan selagi suhunya masih hidup, pernah ada
sedikit ganjalan dengan malaikat jari enam itu. Kini malaikat itu telah muncul lagi di dunia
kangouw, entah bahaya apa nanti yang akan menimpa gereja Hoat-kok-sie di gunung Kie-lie-san "
Karena memikirkan demikian, perasaannya telah terganggu, hingga kedua tangannya meski
masih diletakkan di atas pelipis Kim Houw namun sudah lupa menggerakkan !
Entah berapa lama telah lewat, Kim Houw mendadak tersadar dari tidurnya. Ini, sebab suara
ketawa si wanita genit, masuk ke dalam telinganya. Suara itu begitu enak kedengarannya, seolaholah
mengandung rayuan asmara, lagi pula seperti dari mulutnya seorang yang sudah dikenal
betul, sehingga membangkitkan kesadarannya, maka ia lantas tersadar dari tidurnya.
Hal itu telah mengejutkan Kim Lo Han tapi ia cuma anggap karena kelalaiannya sendiri,
sehingga membawa akibat yang kurang baik, maka ia lantas buru-buru mengamat-amati wajahnya
Kim Houw. Ia lihat sepasang mata Kim Houw memandang lurus dengan sinarnya yang tajam, tidak seperti
ada tanda-tanda yang kurang baik, maka lalu menanyakan padanya: "Kim Houw kau kenapa "
Apa ada apa-apa yang kurang beres " Kau......"
Belum habis pertanyaannya kembali terdengar ketawa wanita genit itu. Kim Houw lantas
menyahut: "Kau dengar.... kau dengar.... "
Kim Lo Han juga dengar suara ketawa begitu, cuma ia tidak tahu ada hubungannya antara
suara ketawa itu dengan Kim Houw hingga mengejutkan anak muda itu begitu rupa.
Belum habis Kim Lo Han berpikir, Kim Houw sudah lompat bangun dan hendak menerjang
keluar pintu. Kim Lo Han yang menyaksikan itu bukan main kagetnya. Sebab jika keluar demikian
saja, bisa terganggu, soal-soal lainnya atau terlambat waktunya, maka semua usahanya akan
tersia-sia saja. Maka ia buru-buru melompat bangun, menjambret lengan Kim Houw!
(Bersambung ke Jilid 18)
Jilid 18 Kim Houw egoskan dirinya, lantas menoleh memandang melotot pada Kim Lo Han,
maksudnya hendak mengatakan, suaranya tertawa itu justru menyadarkan dirinya mengapa dia
dirintangi"
Menampak Kim Houw berkelit, dalam hati bukan hanya terperanjat, tapi juga ketakutan. Sebab
ia mengerti, kalau Kim Houw benar-benar hendak menggunakan kepandaian Kao-jin Keisu, mesti
dalam kamar sesempit itu, sungguh tidak gampang bagi dirinya hendak menangkap Kim Houw,
dan jika ada kesalahan apa-apa bukan lebih celaka lagi akibatnya"
Untung pada saat itu mendadak terdengar bentakan Kim Coa Nio-nio, yang telah
mengagetkan Kim Houw. Kesempatan itu telah digunakan oleh Kim Lo Han untuk memegang lagi
tangan Kim Houw.
Dengan cepat ia mengerahkan seluruh kekuatan Kim-kong Cao-kangnya, supaya Kim Houw
tertidur lagi, jangan sampai terganggu oleh soal-soal tadi, sehingga akan sia-sia semua usahanya.
Sudah tentu, dengan keadaan demikian, Kim Lo Han sendiri juga harus menindih semua
perasaannya sendiri yang tadi sedang bergolak. Setelah Kim Houw nampak tenang lagi, ia sendiri
juga perlahan-lahan mulai tenang pikirannya.
Namun, gangguan telah datang dan saling menyusul, saat itu dari luar kembali terdengar suara
pertempuran hebat, cuma Kim Lo Han dan Kim Houw tadi setelah berlaku gegabah dan hampir


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saja mencelakakan dirinya, kini telah tertidur lagi.
Entah berapa lama telah berlalu, terdengar suara geledek, hingga Kim Lo Han dan Kim Houw
kaget, selanjutnya disusul oleh jatuhnya hujan lebat.
Kemudian suara gunung berbunyi tak putus-putusnya.
Hujan dan bunyi geledek itu bagi dirinya yang mengobati dan yang diobati, merupakan suatu
rintangan besar.
Kim Lo Han buru-buru tarik kembali kekuatannya, ia duduk tenang disamping, sebab saat itu
juga merupakan saat-saat yang terpenting, kalau bisa menahan diri sampai hari itu, boleh dikata
Kim Houw sudah sembuh sembilan puluh yakin tidak merupakan suatu halangan atau bahaya lagi.
Siapa nyana tepat pada saat itu telinganya dengar suara ketawa seram yang datangnya dari
arah jauh, tapi kemudian mendekat dan kemudian berada di depan kuil. Suara itu jauh dari jauh
kedengarannya sangat halus, dari jarak dekat juga tidak begitu nyaring. Tapi sudah jelas bahwa
orang yang tertawa itu sudah berada dekat di depan mata !
Kim Lo Han mengetahui bahwa saat itu di depan matanya sudah muncul dua orang yang
berkepandaian sangat tinggi, mereka tentu adalah Kouw-low-sin-ciam dan Liok-ci-Thian-mo.
Kim Lo Han buru-buru mengamati diri Kim Houw, masih untung, Kim Houw matanya
memandang lurus, kedua tangannya meraba-raba badannya seolah-olah tidak memperdulikan
kedatangan kedua iblis itu.
Kim Lo Han mulai tenang, sebab dari keadaannya itu, Kim Houw terang sedang menggunakan
pikirannya untuk mengenangkan apa-apa.
Mendadak suara di luar telah masuk ke telinganya Kim Lo Han.....
"Kita menggunakan kuil ini saja, untuk menguji kekuatan tangan kita ..."
Nyata kedua iblis tua itu sudah siap akan menguji kekuatan dan kuil itu yang akan menguji
kekuatan, dan kuil itu yang akan dijadikan batu ujian. Sekarang apa daya "......
"Beleduk! Beleduk!" terdengar suara nyaring dua kali, pintu kuil ternyata sudah dibikin rubuh !
Kim Lo Han terperanjat, tapi apa daya "
Ia masih belum menemukan daya apa untuk menghadapi kedua iblis itu, kembali terdengar
suara dinding rubuh, bahkan tanah juga bergetar, sedang dinding kamar rahasia itu juga goncang
keras. Kim Lo Han memandang Kim Houw, anak muda itu ternyata masih tetap dalam keadaannya
seperti tadi, seolah-olah tidak dikejutkan oleh suara robohnya dinding tadi.
Setelah suara gemuruh terdengar beberapa kali langit-langit kamar rahasia itu akhirnya rubuh
juga. Kim Lo Han gerakan badannya menyelamatkan diri. Ia mengira Kim Houw sudah sadar,
tentu bisa menyingkir sendiri.
Siapa nyana, Kim Houw bukan saja tidak menyingkir, bahkan bergerak sajapun tidak, ia
membiarkan, bahkan bergerak sajapun tidak, ia membiarkan dirinya ditimpa genteng, tiang, serta
air hujan ! Ketika genteng dan tiang menimpa badannya, Kim Houw masih tidak anggap apa-apa. Tapi
ketika air hujan mengguyur dirinya. Kim HOUW merasakan badannya amat sejuk segar, ia lalu
dongakkan kepala dan mengeluarkan suara helaan napas.
Kim Lo Han lantas menegur dirinya "Houw-ji ! Houw-ji! Kau kenapa ?"
Mendengar suara panggilan, Kim Houw terkejut, lantas lompat bangun,
Kim Lo Han masih mengira penyakitnya kambuh lagi, maka lantas lintangkan dirinya hendak
menyambar tangannya, tapi Kim Houw mendadak seperti macan mengamuk.
Dengan mendadak ulur tangannya, sehingga badan Kim Lo Han terdorong membentur tepat
pada dinding tembok kamar, justru saat itu, tembok itu mendadak rubuh!
Dalam pada saat yang kritis itu, Kim Houw mendadak sadar apa yang telah terjadi. Sambil
mengeluarkan pekikan nyaring, lantas gerakkan kedua tangannya. Satu tangannya. Satu tangan
mendorong tembok yang hendak menindih badan Kim Lo Han, lain tangan menyambar badannya.
Tapi bukan main kagetnya Kim Houw karena badan Kim Lo Han yang disambar dan diangkat
tinggi-tinggi ternyata sangat enteng seperti sudah hilang beratnya, bahkan terdengar suara
merintih, meski tidak keras tapi sangat menyedihkan !
Kim Houw yang kini sakit ingatannya sudah pulih kembali, ketika menyaksikan keadaannya
Kim Lo Han, hampir saja terbang semangatnya.
"Lo Han-ya ! Lo Han-ya ! Kau....kau...kau..." demikian ia berseru.
Kim Houw bisa sembuh pada saat yang sangat gawat itu, mungkin sudah takdir namun
jasanya Kim Lo Han juga tidak sedikit. Kalau tidak ada Kim Lo Han yang menggunakan ilmunya
Kim Kong Cao-kang dan menyalurkan seluruh kekuatan tenaganya untuk mengobati dirinya terus
menerus selama beberapa hari, walaupun bagaimana juga ingatan Kim Houw tidak bisa sadar
pada saatnya. Dan apabila tidak bisa sadar pada saat itu, bagaimana akibatnya, benar-benar
susah dibayangkan !
Kesembuhan Kim Houw, kecuali jasa Kim Lo Han, suara tertawa Khu Leng Lie, suara
robohnya tembok, suara halilintar dan angin ribut serta turunnya hujan lebat juga merupakan faktor
penting. Cuma, Kim Houw yang baru tersadar tidak seharusnya Kim Lo Han melarang ia bergerak,
sehingga akhirnya terkena serangan-serangan Kim Houw. Selama sebulan lebih Kim Houw hilang
ingatannya, tapi kekuatan tenaganya ternyata bertambah tidak sedikit. Sebab dalam pikirannya
selain memikirkan bagaimana ingatannya bisa hilang, hal lainnya boleh dikatakan tidak ada sama
sekali dalam keadaan alam pikirannya. Maka, jika ada waktu terluang lantas digunakan untuk
melatih ilmu silatnya.
Dalam keadaan antara sadar dan tidak ia keluarkan ilmunya Han-bun Cao-kie untuk
menyerang Kim Lo Han yang sudah tidak mampu menandingi Kim Houw, apalagi setelah
kehilangan kekuatannya begitu banyak, bagaimana ia sanggup menerima serangan itu "
Dalam keadaan terpaksa ia menyambut serangan Kim Houw, sisa kekuatan tenaganya lantas
musnah. Setelah sekujur badannya dingin menggigil, tulang-tulangnya pada sakit linu otot-ototnya
pada mengkerut, tahulah dia bahwa sudah batas waktu hidupnya sudah sampai.
Tapi ia merasa sangat girang, ketika tahu bahwa Kim Houw sudah sembuh.
Ketika Kim Houw mengetahui bahwa orang yang diserang bukannya musuh, ia berdaya
hendak menarik kembali serangannya, tapi sudah terlambat. Pada saat itu, tiba-tiba terdengar
orang bicara : "Hmmm ! Tidak dinyana di dalam kuil ini masih ada kamar rahasianya dan dalam
kamar masih ada orang yang sembunyi, Liong Ci Thian mo muncul kembali di dunia tidak nanti
membiarkan orang melihat wajahnya, siapa yang melihat harus kubinasakan!"
Kim Houw mendengar perkataan itu, hatinya yang sedang bersedih karena memikirkan luka
Kim Lo Han, seketika lantas naik darah. Ia tidak mau membiarkan orang itu omong besar dan
berlaku congkak di depan matanya. Sambil memandang tubuh Kim Lo Han, ia lantas melesat
keluar dari runtuhan puing.
Baru saja meletakkan tubuh Kim Lo Han di bawah satu pohon besar, tiba-tiba di belakangnya
terdengar orang ketawa dingin.
"Ingin lolos dari bawah hidungku dalam keadaan hidup," katanya. "Sama sukarnya dengan
naik ke sorga. Anak busuk, orang semacam kau juga memikirkan lari dari bawah tanganku. Hai!
Belum pernah Liok-ci Thian-mo mengampuni orang yang melihat wajahnya!"
Mendengar perkataan yang sangat tekebur itu, Kim Houw makin gusar. Tapi ia tidak mau
meladeni, berpaling sajapun tidak seolah-olah di matanya tidak ada orang yang omong besar itu.
Sikap Kim Houw itu telah membuat seorang yang anggap dirinya ada orang terkuat di dunia
seperti Liok-ci Thian-mo itu, merasa lebih terhina daripada dimaki atau digebuk.
Munculnya Liok-ci Thian-mo di dunia kangouw untuk kedua kalinya ini, pertama telah bertemu
dengan Kouw-low Sian Ciam dengan kesudahan mengadu kesaktian. Karena kedua iblis itu
sebaya usianya, maka boleh dikata sama tingkatannya.
Tapi Kim Houw yang usianya masih muda belia, juga berani berlaku begitu sombong terhadap
dirinya, bagaimana dia tidak murka "
Kini Liok ci Thian mo sikapnya tidak begitu ingin sombong lagi. Sambil keluarkan bentakan
hebat, tangannya mengeluarkan sebuah benda semacam plat yang warnanya merah membara.
"Bocah, kau terlalu kurang ajar, lihat aku dengan "Thian-mo Siok-hun-leng" akan ambil jiwa
anjingmu!" katanya gusar sekali.
Kim Houw meski sikapnya acuh tak acuh tapi sebenarnya sangat waspada, sebab dari
perkataan dan kelakuannya Liok-ci Thian-mo ia sudah dapat menduga bahwa iblis tua itu bukan
orang sembarangan.
Saat itu berbareng dengan ucapannya Liok-ci Thian-mo, ia dapat menangkap suara memecah
diangkasa yang sangat halus. Kim Houw yang mempunyai kepandaian tinggi dan bernyali besar,
sedikitpun tidak merasa jeri. Ia menantikan setelah suara halus itu dekat, baru memutar-mutar
badannya, sedang jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya ia ulur menurut kehendak sang
hati.... Ia kira, sebelum matanya dapat lihat senjata apa sebetulnya yang dilancarkan itu, kedua jari
tangannya sudah cukup menjepit senjata tersebut tanpa meleset.
siapa nyana, senjata rahasia fihak lawan itu ternyata sangat aneh meluncurnya, tidak secara
lurus, melainkan berputaran, maka jari tangan Kim Houw tidak berhasil menjepit senjata tersebut
malah senjata itu sudah meleset ke arah pelipisnya.
Bukan kepalang kagetnya Kim Houw, masih untung kepandaiannya sangat tinggi dalam
keadaan sangat gawat, ia cepat miringkan badannya sambil pentang mulutnya meniup untuk
menahan majunya senjata gaib itu. Lalu untuk kedua kalinya ia ulur jari tangan kanannya untuk
menjepit dan kali ini ia berhasil.
Berbareng pada saat itu, telinganya kembali menangkap suara aneh yang memecah angkasa,
yang datangnya dari arah lain. Karena pengalaman barusan Kim Houw tidak berani gegabah lagi.
Dengan cepatnya ia melesat tinggi ke angkasa, kemudian menjungkir balik dengan kepala di
bawah dan kaki di atas, ia menggunakan tangannya yang menjepit senjata "Thian mo Siok hun
leng" untuk menyambut serangan musuh. Setelah terdengar suara "trang" yang amat nyaring,
sebatang anak panah panjang jatuh ke tanah.
Kim Houw melayang turun sambil ketawa, matanya lantas dapat melihat dua orang kakek, satu
berada di timur, satunya lagi berada di barat. Dengan demikian, hingga Kim Houw berada di
tengah-tengah antara kedua iblis tua itu.
Kedua iblis tua itu satu berbadan kurus jangkung, sedang yang lain gemuk pendek.
Yang jangkung kurus tangannya memegang gendewa, pinggangnya dilibat serenceng kepala
tengkorak manusia, keadaannya sungguh menakutkan.
Sedang si gemuk pendek tangan kirinya sudah putus sebatas pergelangan, dibungkus dengan
kain merah, seolah-oleh sebilah belati.
Tangan kanan telapakan luar biasa besarnya, bagian jempolnya lebih satu jari.
Kedua orang tua itu sudah tentu adalah Kouw Low Sin Ciam dan si Malaikat jari enam.
Kouw-louw Sin-ciam melihat Kim Houw, telah keluarkan seruan kaget. Sebab tadi pagi ia baru
saja menolong jiwa Siao Pek Sin, mana ia tahu bahwa kedua pemuda itu wajahnya mirip satu
sama lain. Tapi tidak demikian dengan Liok-ci Thian Mo, ia bukan cuma kaget saja, bahkan merasa
terheran-heran. Senjata Thian-mo Siok hun-leng adalah senjata yang paling ampuh yang
membuat namanya sangat terkenal. Berapa puluh tahun lamanya ia malang melintang di dunia
Kangouw tidak ada seorangpun yang mampu menyambuti senjatanya yang sangat aneh
bentuknya itu. Sebab cara menyerangnya dan cara meluncurnya ada sangat aneh, melukai korbannya tanpa
terduga serta tetap mengarah sasarannya, merupakan suatu keistimewaan dalam dunia Kangouw.
Dimasa yang telah lampau, lawannya yang mampu melayani senjatanya itu, kebanyakan dengan
pertolongan senjata tajam atau dengan cara berkelit, dan paling akhir baru mendesak padanya
supaya tidak melepaskan senjatanya itu lagi. Tapi tidak ada seorangpun yang berani menyambuti
senjata Thian mo Siok-hun-leng itu, apalagi dengan jepitan dua jari.
Dan kini, baru segebrakan saja Kim Houw sudah berhasil menyambuti senjatanya, bahkan
dengan senjatanya itu pula digunakan untuk menyampok jatuh senjata anak panah Kow-low Sinciam.
Sungguh hebat kepandaian anak muda itu.
Caranya Kim Houw bertindak begitu gesit dan kekuatan jari tangannya serta ilmu mengentengi
tubuh yang sangat luar biasa, semuanya telah mengherankan iblis yang anggap dirinya seorang
jagoan paling kuat itu. Terutama perbuatan Kim Houw tadi, yang berarti seorang diri telah
menghadapi kedua iblis kenamaan, bagaimana Liok-ci Thian-mo tidak kaget"
Liok-ci Thian-mo mengamat-amati Kim Houw, sebaliknya Kim Houw juga memandang
padanya. Kim Houw pada saat itu sudah murka betul-betul, wajahnya pucat, matanya mendelik
mengawasi kedua musuh-musuhnya. Sebentar menyapu ke timur, sebentar ke barat, sikapnya
keren sekali, sedikitpun tidak merasa jeri!
Liok-ci Thian-mo adalah seorang yang licik, dalam segala hal, kalau ia anggap tidak safe
benar-benar, ia tidak berani berbuat. Dalam pertempuran demikian pula, kalau ia anggap tidak
unggul sedikitnya sembilan puluh persen, ia juga tidak berani turun tangan. Kalau ia berani
bertempur dengan Kow-louw Sin-ciam, karena ia yakin benar bahwa kepandaiannya lebih tinggi
setingkat dari lawannya.
Tapi sekarang melihat kekuatan dan kepandaian Kim Houw yang seolah-olah dewa dari langit,
bagaimana kalau ia tidak lantas ragu-ragu"
"Anak busuk! Tahukah kau siapa aku ini?" demikian akhirnya ia menanya.
Kim Houw matanya melotot. Dengan tajam ia memandang Liok-ci Thian-mo, lalu perlihatkan
sikap yang menghina !
Selanjutnya ia lantas ulapkan senjata Thian-mo Siok-hun-leng yang berada dalam tangannya,
secara diam-diam ia kerahkan kekuatan tenaga lwekangnya dengan kedua jari tangannya ia
menekan, senjata itu lantas patah menjadi dua potong, terus dilemparkan ditanah !
Menyaksikan kejadian itu, Liok-ci Thian-mo kaget bercampur gusar. Kaget karena senjatanya
itu terbikin dari besi keluaran Burma yang dicampuri dengan emas, lebih ulet dan keras sepuluh
kali dari pada baja. Meskipun ia sendiri, dengan hanya kekuatan dua jari tangan belum tentu bisa
membikin patah senjata itu. Gusar, karena Kim Houw berani merusak senjatanya yang dipandang
sebagai tanda dirinya, di hadapan mata hidungnya sendiri !
Maka Liok-ci Thian-mo lantas keluarkan bentakannya yang hebat: "Binatang cilik, kau berani
merusak benda tandaku yang sudah sangat terkenal. Aku Liok-ci Thian-mo bagaimana mau
mengerti " Sekarang aku akan kasih kau rasa kelihaian Liok-ci Thian-mo !"
Dengan beruntun Liok-ci Thian-mo menyebut namanya sendiri, ia anggap bahwa nama
julukannya itu sudah begitu terkenal dan bisa digunakan untuk menggertak orang.
Ia tidak tahu bahwa Kim Houw sama sekali tidak tahu nama-nama jago-jago dunia Kangouw,
maka ia hanya ganda dengan tertawa dingin.
"Liok-ci Thian-mo, Cit-ci Thian-mo atau Pat-ci Thian-mo dan segala Thian-mo apa lagi, apa
kau kira bisa berbuat apa terhadap aku?" Kim Houw mengejek.
Jawaban itu merupakan suatu hinaan luar biasa. Liok-ci Thian-mo yang namanya sudah
terkenal sejak empat puluh tahun berselang, sekalipun dalam hati agak jeri, juga tidak sanggup
menelan hinaan begitu rupa. Bisa dibayangkan bagaimana kalapnya waktu itu.
Selagi hendak angkat tangannya untuk menyerang Kim Houw, tiba-tiba di bawah gunung di
suatu lembah yang sangat dalam, muncul segumpal awan berwarna hijau, yang perlahan-lahan
kain ke atas. Awan itu cuma seperti tempayan besarnya, bentuknya ada begitu aneh, sehabisnya
hujan lebat, awan itu memancarkan sinar hijau yang berkilauan.
Ketika Liok-ci Thian-mo yang tengah hendak menyerang Kim Houw melihat pemandangan itu,
bukan kepalang girangnya. Sambil perdengarkan siulan nyaring, ia lantas tinggalkan Kim Houw
dan lompat melesat ke lembah itu!
Kim Houw tadi karena terluka Kim Lo Han, telah tumpahkan amarahnya keatas diri Liok-ci
Thian-mo, sebab dinding tembok itu adalah Liok-ci Thian-mo yang membikin rubuh. Kalau bukan
gara-gara Liok-ci Thian-mo, yang mengadu kekuatan dengan Kouw-low Sin Ciam bagaimanapun
kuil itu tidak sampai hancur dan Kim Lo Han juga tidak sampai terluka. Oleh karena itu maka ia
tidak membiarkan Liok-ci Thian-mo kabur seenaknya saja.
"Kau ingin kabur" Tinggalkan kepalamu dulu!" bentaknya.
Baru saja Kim Houw gerakkan badannya, Kouw-low Sin Ciam juga bergerak. Kim Houw
mengira iblis tua itu hendak merintangi dirinya, maka ia tahu badannya yang masih berada
ditengah udara, sambil mengirim serangan ia berkata : "Bagus" Aku nanti hajar mampus kau
dulu!" Tidak nyana, Kouw-low Sin ciam mendadak berseru kaget, setelah melompat ke samping ia
lalu menegur: "Aku justru hendak membantu kau, apa kau sudah lupa dengan perkataanku tadi
pagi?" "Siapa sudi kau bantu" Siapa tahu yang terkandung dalam hatimu" Aku tidak kenal kau?"
jawab Kim Houw.
Kouw-low Sin ciam juga ada satu iblis yang ganas yang sudah kenamaan, bagaimana sudi
dihina begitu rupa" Tapi, ia juga tahu bahwa Kim Houw lihay. Dengan melihat semua sepak
terjangnya tadi, kepandaiannya kelihatan jauh lebih tinggi daripada beberapa hari berselang.
Kalau mau menuruti hawa napsunya dan paksa merintangi gerakan Kim Houw juga, meski
belum tentu ia akan kalah, tapi dalam waktu setengah hari, mungkin masih belum ketahuan siapa
yang akan menang dan siapa yang akan kalah. Oleh karena dengannya tidak mempunyai
permusuhan apa-apa, ia merasa tidak ada perlunya untuk adu jiwa, maka ia lantas tidak bergerak
lebih jauh. Saat itu di bawah lembah kembali muncul awan hijau, berbareng dengan itu, Kim Houw juga
dengar ketawa riang Liok-ci Thian-mo!
Oleh karena Kim Houw menampak Kouw-low Sin ciam tidak mengandung maksud
permusuhan, maka ia juga tidak mau bikin perhitungan dengannya, dengan cepat ia melesat turun.
Maksudnya, sekalipun tidak dapat merenggut jiwa Liok-ci Thian-mo, setidak-tidaknya juga harus
dapat menghajar padanya setengah mampus !
Kim Houw berlalu, Kouw-low Sin-ciam juga pergi !
Setibanya di lembah, Kim Houw sudah tidak dapat menemukan Liok-ci Thian-mo. Ia heran
kenapa Liok-ci Thian-mo bisa lari ketakutan "
Benarkah Liok-ci Thian-mo ketakutan dan kabur " Tidak ! Iblis itu pernah dengar pembicaraan
seorang tukang jual obat-obatan, bahwa di daerah pegunungan itu, telah muncul seekor "kerbau
hijau" kecil. Kerbau hijau adalah penjelmaan dari siluman pohon yang usianya sudah ribuan tahun,
kalau bisa mendapatkannya dan dimakan sebagai obat, sama khasiatnya dengan rumput "lengci"
yang ribuan tahun usianya, bukan saja kekuatan tenaganya bertambah hebat, bahkan bisa bikin
tambah umur dan awet muda, maka jauh-jauh ia perlukan datang kemari.
Siapa nyana, berhari-hari lamanya ia mencari, ternyata tidak dapat ditemukan.
Hari itu, sehabis hujan lebat, tiba-tiba timbul awan hijau dari bawah lembah. Itu sebetulnya
bukan awan, melainkan hawa yang dipancarkan oleh kerbau hijau itu. Oleh karena penemuannya
itu, bagaimana ia tidak girang. Segera rasa malu, nama baik yang telah dipupuk selama beberapa
puluh tahun, semuanya sudah tidak diperdulikannya lagi. Asal ia bisa dapatkan kerbau hijau, apa
yang ditakuti lagi"
Tapi, binatang mukjijat penjelmaan siluman kayu itu, bagaimana begitu mudah diketemukan"
Ia begitu mendengar suara aneh, segera menghilang ke dalam tanah. Ketika Liok-ci Thian-mo tiba
ditempat tersebut, kerbau itu sudah tidak terlihat bayangannya.
Baru saja Liok-ci Thian-mo tiba di bawah lembah, ia sudah tahu kalau Kim Houw mengejar
dirinya. Oleh karena kuatir Kim Houw akan menghalangi maksudnya, maka dengan menahan
gusarnya, ia mencari tempat untuk menyembunyikan diri.


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Liok-ci Thian-mo adalah seorang yang banyak akal, tempat yang dipakai untuk
menyembunyikan diri, sudah tentu tidak mudah ditemukan, apalagi Kim Houw memang tidak
menduga kalau ia bisa menyembunyikan diri.
Maka, setelah mencari di sana-sini tidak bisa menemukan, terpaksa naik lagi ke atas gunung.
D iatas gunung, selagi Kim Houw berjalan, tiba-tiba melihat berkelebatnya bayangan merah. Ia
mengira itu adalah si kacung baju merah yang datang, maka lantas hentikan tindakannya untuk
menunggu. Tidak nyana, bayangan merah itu tidak menghentikan tindakannya, bahkan seperti sedang
mengejek, tapi juga seperti menantang!
Kim Houw gusar, tapi ia sudah tidak mempunyai tempo terluang untuk mengurusi segala
begituan, sebab Kim Lo Han masih menggeletak di sana dalam keadaan terluka parah.
Maka ia lantas tinggalkan bayangan merah itu dan melesat naik keatas gunung.
Di puncak gunung, kembali ia melihat berkelebatnya bayangan merah yang sedang memburu
ke arah Kim Lo Han. Menyaksikan keadaan itu bagaimana Kim Houw tidak cemas" Maka, dengan
tanpa pikir lagi, ia lantas ayun tangannya mengirim satu serangan.
Dengan demikian, maka terjadilah penyerangan atas dirinya si kacung baju merah seperti telah
dituturkan dibagian atas. Untung Kim Houw bermata jeli, sekelebatan ia sudah lantas mengenali
dirinya si kacung baju merah, maka dengan cepat tarik kembali serangannya.
Pada saat itu, hati Kim Houw benar-benar sedih, sebab luka Kim Lo Han, sudah tidak mungkin
dapat disembuhkan. Bukan saja sudah musnah seluruh kekuatannya, bahkan daging di badannya
juga sudah mulai mengkeret.
Badannya yang tadinya begitu besar seperti gajah, kini telah berubah demikian rupa, wajahnya
sudah banyak keriputnya, nampaknya sudah loyo benar-benar.
Kim Houw yang menyaksikan keadaan demikian air matanya lantas bercucuran.
Tiba-tiba terdengar suara Kim Lo Han yang berkata kepadanya : "Houw-ji, apa kau sudah
sembuh betul-betul ?"
"Penyakit lamaku telah kambuh, ini sungguh menjengkelkan! Selama ini, entah berapa banyak
kesalahan yang telah aku lakukan " Cuma, aku sekarang sudah sadar betulnya, hanya kau Lo
Han-ya, kau......" demikian jawabnya, dengan air mata sukar dibendung.
Di wajahnya Kim Lo Han tiba-tiba terkilas satu senyuman katanya : "Houw-ji, asal kau sudah
sembuh. Lo Han-ya mati juga tidak menyesal. Cuma sebelumnya aku melepaskan napasku yang
penghabisan, masih ada sedikit perkataan akan kutinggalkan untuk kau, itu adalah tentang dua
iblis tua itu, kau harus bertanggung jawab untuk menyingkirkan mereka, kalau mereka tidak
disingkirkan dari dunia, orang-orang di dunia Kangouw mungkin tidak akan bisa hidup aman......"
Bicara sampai di situ, napas Kim Lo Han sudah memburu. Kim Houw terperanjat, sekarang
baru tahu bahwa selama bicara tadi itu, hanya merupakan pergulatannya yang terakhir untuk
meninggalkan pesannya penghabisan !
Selanjutnya, Kim Lo Han masih bisa bicara lagi dengan suara terputus-putus: "Dua iblis tua itu,
kepandaian ilmu silatnya merupakan tersendiri. Kalau kau bertempur dengan mereka kau tidak
boleh gegabah, dan lagi......"
Dan lagi apa" Kim Lo Han belum sempat menyampaikan maksudnya, matanya sudah meram,
napasnya sudah berhenti, dia sudah pulang......
Kim Houw menjerit, lalu menangis seperti anak kecil dan berlutut di depannya.
Si kacung baju merah juga tidak menduga Kim Lo Han akan meninggalkan dunia begitu cepat.
Mengingat persahabatannya begitu lama, air matanya lantas meleleh tanpa merasa dan menjura
dua kali di depan jenasah kawan senasib dalam Istana Kumala Putih di rimba keramat.
Kim Houw masih terus menangis, seolah-olah tidak perdulikan dirinya sendiri. Si kacung baju
merah tidak berdaya, maka membiarkan dirinya melampiaskan menangisnya.
Tiba-tiba terdengar suara ketawa dingin yang mengecam suasana duka itu.
Bukan kepalang kagetnya si kacung baju merah, ia mengira kedua iblis tua itu datang lagi. Ia
tidak tahu apa yang telah terjadi barusan di tempat itu, juga tidak tahu bahwa Kim Houw pernah
bertemu muka bahkan sudah mengadu tenaga dengan dua iblis. Maka seketika itu lantas berseru :
"Kim-siauhiap!"
Tapi Kim Houw seolah-olah tidak mendengar seruan itu, ia masih tetap mendekam dan
menangis, sama sekali tidak meladeni seruannya.
Tepat pada saat itu, suara ser, ser, ser, kedengaran ramai, berapa puluh batang anak panah
menyambar beterbangan bagaikan binatang balang.
Si kacung baju merah dalam kagetnya segera melesat, ia berdaya hendak melindungi diri Kim
Houw. Karena ia mengira Kim Houw yang hatinya sedang berduka, mungkin tidak tahu kalau
dirinya di bokong!
Di luar dugaan, Kim Houw sudah melesat tinggi sembari keluarkan bentakan keras, dan
tangannya diputar laksana titiran, untuk menyampok jatuh serangan anak panah, sehingga
sebatangpun tidak ada yang mengenakan dirinya.
Kim Houw nampaknya sudah murka, sembari membentak, badannya meluncur ke arah
datangnya anak panah. Gerakannya gesit dan hebat sekali. Si kacung baju merah masih belum
lihat tegas apa yang dilakukan oleh Kim Houw, anak muda itu sudah melesat dan menghilang dari
depan matanya. Tidak antara lama lalu disusul dengan suara jeritan ngeri berulang-ulang. Si kacung baju
merah tercekat, dalam hatinya menduga orang-orang yang melakukan pembokongan dengan
anak panah tadi, tentunya tidak terluput dari pembalasan Kim Houw. Tapi entah Kim Houw
menggunakan cara apa untuk menghajar orang-orang itu, dan siapa sebetulnya orang yang
melakukan pembokongan itu.
Sebentar kemudian Kim Houw sudah balik kembali. Ia tetap berdiri tenang di depan jenasah
Kim Lo Han! Kelihatannya begitu menghormat, tidak berani bergerak atau bersuara.
Si kacung baju merah kuatirkan Kim Houw karena terlalu duka sehingga mengakibatkan luka
didalam jika demikian halnya, maka kalau kedua iblis tua itu nanti muncul lagi, tidak ada yang
mampu menundukkan.
"Kim-siauhiap, siapakah orangnya yang tengah malam buta datang ditempat belukar ini ?"
tanyanya perlahan.
Kim Houw dengan suara yang cuma bisa didengar oleh si kacung baju merah sendiri
menyahut : "Rasanya seperti orang-orang dari Ceng-hong-kauw !"
"Ceng-hong-kauw " Apa kau ada permusuhan dengan orang-orang Ceng-hong-kauw ?" tanya
si kacung baju merah kaget.
Kim Houw mengangguk, tidak menjawab. Tapi ia jelalatan, agaknya sedang mencari tempat
yang pantas untuk mengubur jenazah Kim Lo Han.
Melihat Kim Houw tidak menjawab, si kacung baju merah juga tidak menanya lagi. Ia pergi ke
bekas kuil Han-pek Cin-koan, ketika kembali tangannya memondong sebuah guci besar. Kim
Houw mengerti maksudnya, keduanya dengan tanpa banyak bicara, memasukkan jenazah Kim Lo
Han ke dalam guci, kemudian dikubur di belakang bekas kuil. Setelah selesai, Kim Houw berhenti
berlutut di depan gundukan tanah, lama tidak mau berdiri !
Si kacung baju merah yang menyaksikan keadaan demikian, dalam hati merasa cemas. Untuk
menasehati atau mencegah ia sudah tak mampu, tiba-tiba dalam pikirannya ingat sesuatu yang
dapat menggerakkan hati pemuda itu.
"Kim-siauhiap ! Tahukah kau dimana adanya nona Peng Peng sekarang ?" demikian ia
menanya dengan tiba-tiba.
Pertanyaan itu berhasil menarik perhatian Kim Houw, karena setelah mendengar pertanyaan
itu, dengan serentak Kim Houw berdiri dan menjawab : "Cek-ie-ya, bukankah ia ditawan oleh Siao
Pek Sin ?"
Si kacung baju merah melihat Kim Houw meski sangat berduka, tapi pikirannya ternyata sudah
terang hingga dalam hati merasa girang.
"Tidak, ia sudah lolos dari tawanan Siao Pek Sin. Cuma, sekarang barangkali untuk kedua
kalinya ia berada dalam bahaya, bahkan mungkin lebih berbahaya daripada ketika dalam tangan
Siao Pek Sin !"
Mendengar itu Kim Houw terperanjat. "Apa artinya perkataanmu ini " Ah, sudah lama aku
kehilangan ingatan, sebetulnya apa yang telah kulakukan selama itu " Cek-ie-ya di sini tempat
siapa " Apa sebetulnya yang telah terjadi " Bolehkah kau beritahukan padaku ?"
"Rasanya tidak perlu begitu tergesa-gesa" jawabnya.
"Tidak, harap kau beritahukan aku dulu, aku sudah tidak sabar."
"Kim-siauhiap, tenanglah sedikit. Di belakang puncak gunung ini, masih ada orang yang
menunggu kita !"
Kim Houw mendengar masih ada orang yang menunggu, juga tidak mendesak pula. Selagi
hendak pergi bersama si kacung baju merah, tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin, dibarengi
oleh suara aneh.
Kim Houw dan si kacung baju merah mendengar suara itu, terpaksa lantas hentikan kakinya.
Sebab sudah mendengar suara, kalau pergi begitu saja, kuatir dianggapnya tentu ketakutan oleh
suara tadi. Sebentar kemudian, dari puncak gunung telah muncul tiga bayangan orang, masing-masing
mengenakan pakaian warna hijau, merah dan putih, kiranya mereka adalah tiga orang wanita !
Ketiga wanita, yang berbaju putih bentuknya paling tinggi dan paling besar, yang pakai baju
hijau bentuknya sedang, dan yang memakai baju merah bentuknya paling pendek kecil.
Dengan munculnya ketiga wanita itu Kim Houw lantas tahu bahwa mereka sebetulnya sudah
lama datang, sebab tadi ia masih di bawah gunung, pernah melihat berkelebatnya wanita baju
merah itu ! Tapi, oleh ketiga wanita itu wajahnya tertutup oleh kain sutera berwarna yang sama dengan
warna bajunya masing-masing, sehingga tidak dapat dilihat wajah aslinya. Hanya dari potongan
tubuhnya dapat diduga bahwa mereka ini tentunya berwajah cantik, terutama itu yang memakai
baju merah dan baju hijau yang bentuk badannya kecil langsing, sungguh menggiurkan. Cuma
yang memakai baju putih yang badannya sangat kasar, mungkin ada wanita sebangsa macan
betina! Namun ia ada berdandan dengan bajunya yang putih meletak, kalau tidak karena lengan
kulitnya yang putih halus, dandanannya itu tentu tidak cocok dengan bentuk badannya.
Kim Houw sejak sembuh dari penyakitnya, sifatnya seolah-olah berubah menjadi pemarah, ia
sudah tidak mempunyai kesempatan untuk memikirkan itu.
Melihat munculnya ketiga wanita itu, ia lantas menanya dengan gemas : "Kalian hendak
berbuat apa " Apa yang kalian tertawakan?"
Yang memakai baju putih mendadak tertawa suaranya seperti gembreng.
"Enak saja kau buka mulut! Pertanyaanmu memang tidak salah, apa perlunya kamu datang
kemari. Tapi seorang laki-laki, berani berbuat harus berani tanggung jawab, apa harus berlagak
pilon" Apakah kau masih berani tidak mengakui perbuatanmu?" demikian katanya.
Ini benar-benar aneh dan brutal. Kim Houw tidak pernah berlagak pilon, maka sebetulnya dia
tidak perlu meladeni. Hanya ia tidak mengerti apa maksud mereka "
Maka Kim Houw lantas menyahut dengan gusar :" Aku tidak mempunyai tempo untuk
mengadu lidah dengan kalian. Ada urusan apa lekas terangkan, kalau tidak, maafkan aku tidak
dapat menemani lama-lama!"
"Bagus! Kau benar-benar hendak mungkir, kalau begitu biarlah kita berikan sedikit rasa
padamu...." kata wanita baju putih gusar. Lalu bersama kedua kawannya mengeluarkan
senjatanya yang berupa tiga utas tambang, kira-kira lima tombak panjangnya. Tambang itu
warnanya juga berlainan, masing-masing terdiri dari warna putih, hijau dan merah!
Samar-samar tambang itu memancarkan sinar aneh, seperti sutera tapi bukan sutera, seperti
urat binatang tapi juga bukan urat, entah terbuat dari bahan apa, tapi tampaknya sangat ulat.
Menampak senjata mereka yang aneh itu, Kim Houw tahu tentunya mereka lihay, maka buruburu
ia mendorong minggir si kacung baju merah. Ia siap melayani tiga wanita itu dengan seorang
diri. Menampak sikap Kim Houw tenang sekali, sedikitpun tidak mengunjukkan kegugupan, dalam
hati mereka merasa heran.
"Eh! Kenapa kau tidak keluarkan senjata?" tanya tiga nona itu hampir berbareng.
"Menghadapi tiga bocah seperti kalian perlu apa harus menggunakan senjata?"
Mendengar jawaban itu, si wanita baju putih sangat gusar. Namun, ia juga lantas menduga,
bahwa anak muda itu tentunya bukan sembarangan.
Kiranya ketiga wanita itu juga orang-orangnya Ceng-hong-kauw, tapi tidak ada orang yang
mengetahui asal-usulnya, cuma tahu mereka ada saudara seperguruan. Wanita yang memakai
baju putih itu bernama Pek Hong Eng, orang-orang pada memanggilnya nona Pek. Yang memakai
baju hijau itu bernama Na Cai Hong, orang-orang memanggil nona Na. Yang memakai baju merah
bernama Ang Loan Ie, orang-orang memanggil nona Ang. Meski usia mereka masih sangat muda,
tapi dalam partai Ceng-hong-kauw kedudukannya sangat tinggi. Mereka merupakan orang-orang
terkuat dalam partainya.
Kali ini oleh karena orang-orang Ceng-hong-kauw yang mengejar nona Kie Yong-yong berkalikali
mengalami kegagalan, telah membuat murka ketiga nona itu, maka lantas pada mengejar
sampai di situ.
Sebelum turun hujan lebat, mereka sudah berpapasan dengan Siao Pek Sin. Saat itu Siao Pek
Sin baru sembuh dari luka-lukanya, kekuatannya banyak berkurang, sudah tentu bukan
tandingannya ketiga wanita itu, dan akhirnya tertangkap hidup-hidup oleh mereka serta dikompres
dimana adanya Kie Yong-yong.
Siao Pek Sin adalah seorang licin, ia sebetulnya tidak tahu siapa adanya Kie Yong-yong, tapi
ia berlagak mengaku terus terang, bahkan menceritakan kepada mereka bahwa Kie Yong-yong
berada di kuil Han-pek-cin-koan, dan ia bersedia mengantarkan mereka kesana.
Tiga wanita itu nampaknya bicara Siao Pek Sin seperti sungguh-sungguh lantas percaya
sepenuhnya. Maka lantas berangkat bersama-sama ke kuil Han-pek-cin-koan. Ditengah jalan tibatiba
hujan turun sangat lebat, angin meniup kencang. Ketiga wanita itu takut kebasahan, lantas
mencari tempat untuk meneduh.
Siao Pek Sin menggunakan kesempatan baik itu lantas kabur. Karena maksudnya
memberitahukan kepada ketiga wanita tadi, sebetulnya ia hendak minta bantuan Kouw-louw Sin
Ciam atau Khu Leng Lie, asal salah satu dari mereka mau membantu, ia tidak usah takuti ketiga
wanita itu lagi !
Melihat Siao Pek Sin kabur, ketiga wanita itu tidak mau mengerti, tidak perduli hujan masih
belum berhenti, mereka lantas lompat melesat untuk mengejar. Ketika tiba di Han-pek-cin-koan,
kebetulan Kouw-louw Sin Ciam sedang mengadu kesaktian dengan Liok-ci Thian-mo, masingmasing
pada meluncurkan senjata rahasianya yang paling ampuh.
Menyaksikan keadaan demikian, betapapun tinggi kepandaian ketiga wanita itu, juga tidak
berani maju secara gegabah.
Setelah kedua iblis tua itu berlalu, ketiga wanita itu baru berani munculkan diri.
Nona Pek heran menyaksikan sikap Kim Houw bicara, berlainan sekali dengan yang
diketemukan duluan, tampaknya sama sekali tidak pandang mata pada mereka bertiga. Apakah
mungkin ada dua orang yang wajahnya begitu mirip " Tapi, kalau belum mengadu kekuatan, biar
bagaimana ia tentu masih belum mau percaya !
Maka ia lantas keluarkan suaranya yang seperti gembreng pecah, ketiga senjata tambang
segera terpecah tiga jurusan melibat lawannya.
Kim Houw yang berdiri tegak laksana gunung, sedikitpun tidak bergerak, ia menantikan ketiga
utas tambang itu mendekati dirinya baru keluarkan siulan nyaring, kedua tangannya melancarkan
serangan dengan berbareng.
Karena cepatnya bergerak, belum mereka tahu apa yang telah terjadi, tambang ditangan nona
Na dan nona Ang kena terpegang !
Nona Pek yang menyaksikan itu, bukan main terkejutnya. Senjata tambangnya yang lemas,
mendadak berubah keras seperti baja. Dengan itu ia menotok dada Kim Houw, untuk menolong
kedua saudaranya.
Kim Houw dengan secara enteng sekali melesat, kemudian kedua kakinya menjepit senjatanya
nona Pek. Ketika ia turun di tanah, ketiga senjata yang berupa tambang itu sudah dikuasai semua
olehnya. Ketiga wanita itu bukan kepalang kagetnya, mereka semula memang memandang enteng
kepada lawannya, sebab belum lama pemuda itu dengan mudah dapat ditawan, mereka masih
mengira bahwa Kim Houw itu adalah Siao Pek Sin, siapa nyana orang muda yang mudah ditawan
itu kini ada begitu lihay!
Melihat senjatanya kena terpegang, masing-masing menarik dengan kekerasan, tapi Kim
Houw tidak bergeming, percuma saja mereka berdaya hendak menarik kembali senjatanya.
Sampai di situ Kim Houw baru membuka mulut menanya: "Mau tarik kembali senjata kalian
tidak susah, tapi harus terangkan dulu ada urusan apa kalian datang kemari?"
Nona Pek belum menjawab, sudah didahului oleh nona Na dengan suaranya yang ketus:
"Sungguh tidak disangka kau masih ada muka untuk menanya. Yang kau culik dengan kekerasan,
sekarang kau sembunyikan dimana, lekas jawab...."
Dengan tidak menantikan penjelasannya, Kim Houw mendadak menggentak tangannya, nona
Na berikut senjata tambangnya lantas terbang melayang. Untung ilmu mengentengi tubuhnya
cukup sempurna, dengan jumpalitan di tengah udara, ia telah berhasil menolong dirinya.
"Aku Kim Houw adalah seorang laki-laki sejati," kata Kim Houw mendongkol. "Bagaimana bisa
menculik dirinya seorang perempuan" Kalian jangan coba menimpahkan segala perbuatan orang
lain di atas diriku, jelaskan persoalannya, kalau masih terus kalian menggerecok, aku nanti
terpaksa tidak menaruh kasihan lagi!"
Kim Houw tahu, itu tentu gara-garanya Siao Pek Sin lagi, yang menimpahkan kedosaannya, ke
atas kepalanya, maka ia hendak mendesak lawannya supaya menjelaskan duduk perkaranya.
Nona Ang segera menjawab sambil ketawa dingin: "Kie Yong-yong sekarang dimana" Apa kau si
orang she Kim berani mengatakan tidak tahu?"
Diantara ketiga nona itu, Ang Loan Ie yang paling tahu, sebab tadi ketika berada di atas
gunung, ia pernah melihat ilmu mengentengi tubuh Kim Houw yang sangat luar biasa, ia curiga
bahwa hal ini ada menyelip apa-apa.
Itulah sebabnya maka ia menyebutkan nama Kie Yong-yong, ia ingin tahu reaksi apa yang
ditunjukkan oleh Kim Houw, atau ada orang lain yang main gila di belakang layar"
Kim Houw mendengar disebutnya nama Kie Yong-yong, hatinya lantas bercekat, kedua
tambang yang dipegangnya juga lantas dikendorkan. Memang Kie Yong-yong adalah ia sendiri
yang menolong, tapi dimana sekarang adanya Kie Yong-yong, ia sendiri juga tidak tahu.
Mengingat betapa sedihnya Kie Yong-yong ketika berpisah dari dirinya, dalam hati Kim Houw
lantas merasa pilu.
"Bagaimana " Tidak salah toh itu adalah perbuatanmu?" nona Ang mendesak. "Kau telah
sembunyikan isteri orang, dan toh berani mengaku sebagai laki-laki sejati, orang gagah, padahal
lebih biadab daripada binatang liar!"
Mendengar ucapan nona Ang bahwa Kie Yong-yong adalah isteri orang, Kim Houw bertambah
kaget. "Kalian bicara harus mempunyai kira-kira." jawab Kim Houw. "Jangan seenaknya saja, apalagi
menuduh orang yang bukan-bukan. Aku Kim Houw meski tidak berani mengaku budi, tapi dalam
hal membela pihak yang lemah dan menentang segala kejahatan, tidak mau kalah dengan orang
lain, belum pernah mengandung maksud jahat, juga bukan semacam orang rendah seperti apa
yang kalian bayangkan, cuma......"


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Cuma...... cuma apa" Boleh jadi mulanya memang bermaksud baik, tapi kemudian melihat
kecantikan wajah Yong-yong, lantas timbul hati jahat.... betul tidak ?" kata nona Ang sambil ketawa
mengejek. "Ngaco belo !" bentak Kim Houw.
Tapi nona baju merah itu sedikitpun tidak menjadi kesal ia masih membalas dengan lidahnya
yang tajam. "Hm, masih berani mengatakan aku ngaco belo " Saling berpelukan di atas gunung, menginap
bersama-sama di rumah penginapan......"
Kim Houw mendadak tundukkan kepalanya, dalam hati berpikir: Apakah perbuatan demikian
juga merupakan dosa " Apakah perbuatan itu bisa dianggap suatu bukti bahwa aku dengan dia
telah melakukan perbuatan yang tak senonoh " Apakah perbuatan itu patut dicela dan dimaki "
Belum habis Kim Houw merenungkan, nona Ang sudah berkata pula dengan tertawa dingin:
"He, he ! Orang she Kim ! Kau ternyata masih mengerti apa artinya malu ! Kau juga tahu apa
artinya salah ! Lekaslah kini serahkan dia pada kami !"
Kim Houw lantas dongakkan kepala, jawabnya dengan suara keras : "Aku salah " Dalam hal
apa aku harus merasa malu " Baik terhadap langit, maupun terhadap bumi terutama terhadap
liangsimku, aku merasa bahwa aku tidak pernah berbuat dosa. Sekarang, aku beritahukan terus
terang pada kalian, ketika ada di Sucoan utara nona Kie sudah berpisah dengan aku. Sekarang
dia berada dimana, aku sendiri juga tidak tahu. Aku dengan dia cuma merupakan sahabat biasa,
tidak ada apa-apanya yang tidak boleh diketahui orang. Sekarang, aku sudah menjelaskan secara
terus terang, harap kalian bisa mengerti dan lekas pergi. Kalau tidak jangan sesalkan kalau aku
berlaku kurang sopan!"
Nona baju merah masih penasaran, sambil lintangkan senjata tambangnya ia membentak :
"Tunggu dulu, jangan angkat pundak seenaknya saja kalau tidak ada pemberesan yang
memuaskan, Ceng hong kauw tidak akan mau mengerti begitu saja terhadap kau, terutama bertiga
saudara, masih tetap hendak minta pelajaran darimu."
Ditantang secara demikian, Kim Houw lantas naik darah.
"Kau kira Ceng hong kauw bisa berbuat apa terhadap aku" Apa kau kira dapat menggertak
aku" Sembarangan waktu dan sembarangan tempat, aku bersedia menyambut kedatangannya.
Kalian bertiga kalau tidak tahu diri, masih tetap ingin mengadu tenaga, aku bersedia melayani,
tidak nanti akan membuat kalian kecewa!"
Saat itu, nona Pek lantas keluarkan komandonya dengan suaranya seperti gembreng:
"Jimoay, maju, serang bagian kakinya dari tiga jurusan!"
Nona baju biru itu menurut, segera ayun senjata tambangnya yang biru, menyerang bagian
kaki Kim Houw! Nona Pek badannya paling besar kekar, tenaganya juga paling kuat, senjatanya juga paling
besar dan panjang. Melihat nona Na sudah turun tangan, ia lantas gerakkan senjatanya, turut
menyerang! Nona Ang ternyata lebih gesit, tanpa diperintah lagi, ia melesat tinggi kemudian dengan
menukik ia melakukan serangannya. Ia yang bentuk badannya pendek kecil, sebaliknya telah
melakukan serangan dari atas, mungkin karena ilmu mengentengi tubuhnya adalah yang paling
baik diantara mereka bertiga.
Serangan yang dilakukan dari tiga jurusan ini, sesungguhnya sangat hebat, sedikit meleng
saja, lantas bisa terlibat oleh senjata mereka yang berupa tambang lemas itu. Cuma sayang,
mereka telah salah alamat, apa yang mereka hadapi justeru Kim Houw yang kepandaiannya
dalam ilmu silat sudah tidak ada taranya.
Tadi mereka sudah diberi kelonggaran oleh Kim Houw, tapi mereka masih tidak tahu diri,
bagaimana Kim Houw tidak gusar" Kim Houw tahu, kalau tiga wanita ini tidak diberi hajaran
sampai merasa takluk benar-benar, mereka akan terus menggerecok tidak berhentinya.
Maka, ketika diserang berbareng oleh ketiga wanita itu, Kim Houw lantas gerakkan badannya
dengan ilmu mengentengi tubuhnya yang luar biasa, ia berputaran dan berloncat-loncatan sambil
menggendong kedua tangannya, sedikitpun tidak melakukan serangan pembalasan.
Sebentar kelihatan ia ada di kiri, sebentar lagi sudah berada di kanan. Sebentar ia melesat ke
atas, sebentar lagi mendekam di bawah, tapi tetap berada didepan dan dibelakang diri ketiga nona
itu. Pada saat itu, Kim Houw sebetulnya cuma bermaksud hendak memberi peringatan kepada
mereka, supaya mau mundur teratur. Kalu ia benar-benar turun tangan, jangan kata cuma tiga
orang, sekalipun tiga puluh orang juga ia dapat rubuhkan dengan mudah!
Pertempuran secara kucing mempermainkan tikus itu telah berlalu setengah jam lamanya, tiga
senjatanya ketiga nona itu jangan kata bisa melukai Kim Houw, sedangkan ujung bajunya saja
tidak dapat menyenggol.
Dalam Ceng-hong kauw, ketiga nona itu mempunyai kedudukan tinggi, kaucu sendiri juga
pandang tinggi kepada mereka. Oleh karenanya, maka setelah begitu lama tidak mampu berbuat
apa-apa terhadap diri Kim Houw, mereka menjadi serba salah, ibarat orang sudah naik di atas
punggung macan, sudah turun lagi. Sebab, selain daripada itu, di belakang mereka juga ada
banyak orang yang mengawasi, kalau mereka mundur sebelum dikalahkan, bagaimana kalau hal
itu nanti tersiar dalam kalangan Ceng-hong-kauw" Bagaimana mereka nanti mempertanggung
jawabkan kepada partainya"
Buat Kim Houw adalah lain, setelah bertempur begitu lama, melihat lawannya terus
membandel, tidak mau sudah kalau belum dikalahkan, hatinya mulai tidak sabar lagi! Maka, ia
lantas mencari kesempatan. Satu kali, mendadak ia keluarkan bentakan keras, lalu ulur tangannya
yang panjang merampas ketiga senjata lawannya. Ia kerahkan tenaga dalamnya untuk membetot
dan mendesak. Pikirnya, setelah berhasil merampas ketiga senjata lawannya, akan lemparkan ke
dalam lembah, tidak akan mencelakakan jiwa mereka.
Siapa nyana, rencananya itu gagal, karena ketiga nona itu pertahankan senjatanya mereka
dengan mati-matian.
Dalam gusarnya, Kim Houw sudah tidak perdulikan bahwa tindakannya nanti akan berakibat
melukai lawannya atau tidak, lantas kerahkan ilmunya Han-bun-cao-khin. Dengan ilmu yang
ampuh ini, bagaimana ketiga nona itu mampu bertahan "
Ketika mereka mengetahui bahaya mengancam telah berdaya menarik kembali tangannya,
apa mau sudah terlambat ! Kesudahannya, ketiga nona berbareng melepaskan senjatanya dan
tubuhnya jatuh rubuh di tanah, tidak bisa bangun lagi.
Kim Houw tahu bahwa mereka sudah terluka parah, lalu lemparkan senjata mereka di tanah,
kemudian berkata kepada si kacung baju merah: "Cek-ie ya mari kita pergi !"
Kim Houw dan si kacung baju merah setelah melalui puncak gunung tiba di belakang gunung.
Saat itu, si kacung baju merah dengan secara singkat memberitahukan kepada Kim Houw halhal
yang telah terjadi selama Kim Houw hilang ingatannya.
Ketika Kim Houw mendengar bahwa dirinya pernah membantu Siao Pek Sin melakukan
kejahatan dan bermusuhan dengan Kim Lo Han serta kawan-kawannya, tidak kepalang rasa
menyesalnya. Mendengar pula bahwa Peng Peng oleh karena dia, hampir binasa dibakar hidup-hidup oleh
Siao Pek Sin, hingga rasa bencinya terhadap Siao Pek Sin semakin mendalam. Akhirnya ketika
mendengar bahwa Pek Peng dan Sun Cu Hoa serta si botak bertiga telah lenyap dan belum
diketahui bagaimana nasibnya, bukan main kagetnya.
Maka, ia lantas percepat larinya, ia ingin dari mulutnya si Imam palsu dapat tahu dimana
adanya ketiga orang itu !
Tapi, ketika mereka tiba dibelakang gunung, di depan matanya telah terbentang suatu
pemandangan yang sangat mengerikan ! Apa yang telah terjadi "
Kiranya, selama setengah hari itu, Lato Kiesu dan Kim Coa Nio-nio yang bertugas menjaga si
imam palsu, kini telah menggeletak di tanah dan sudah putus jiwanya !
Sedangkan si Imam palsu yang semula memang sudah terluka parah, keadaannya semakin
mengenaskan, kepalanya hancur seperti buah semangka tergilas roda. Sebab ia sedang terluka,
sudah tentu tidak bisa bergerak, siapapun tidak nyana bahwa orang yang sudah terluka parah
harus mendapat perlakuan demikian kejam.
Si kacung baju merah melihat keadaan demikian lantas berseru kaget, mulutnya telah
menyemburkan darah segar.
"Kim-siauhiap, Kim Houw ! Kau harus menuntut balas untuk mereka ! Ini semua adalah
perbuatan Kouw-low Sin Ciam!" serunya dengan penuh kegusaran.
Kim Houw dengan mata melotot mengawasi ketiga mayat itu, dalam hatinya berpikir "Mana
cukup menuntut balas saja, aku beset kulitnya, cabut tulang-tulangnya, hirup darahnya dan makan
dagingnya....."
Kim Houw kertak giginya, ia masih termenung memikirkan nasib kawan-kawannya itu ketika
tiba-tiba terdengar suara tubuh orang jatuh, ia terkejut, ketika ia berpaling ternyata si kacung baju
merah juga sudah menghabiskan nyawanya sendiri !
Tindakan nekad Cek-ie-ya ini mengingatkan akan kematian yang saling susul dari kawan
senasibnya. Orang-orang yang keluar dari Istana Kumala Putih, kecuali kedua manusia kukoay dari Haylam
yang sudah kabur pulang ke Hay-lam dan Lui Kong yang belum ketahuan nasibnya, yang
lainnya sudah binasa semua.
Meski selama mereka berkumpul di satu tempat tidak pernah melakukan upacara sumpah
angkat saudara, namun tali persahabatan mereka, terutama setelah berada di luar dan mengalami
perlakuan tidak patut dari Siao Pek Sin, sedikit banyak ada beda dengan persahabatan biasa. Dan
sekarang semua sudah binasa, bagaimana ia bisa enak tinggal hidup sendirian "
Apalagi terhadap Kouw-low Sin Ciam yang membinasakan Lato Kiesu dan lain-lain, Ia jua tidak
mampu menuntut balas untuk kawan-kawannya itu. Untuk membela kawan-kawannya yang sudah
mati, untuk menguatkan hati Kim Houw menuntut balas, ia telah memilih jalan kematian.
Maka selagi Kim Houw dalam keadaan termenung, tangannya telah menepok kepalanya
sendiri sehingga pecah, Kim Houw tidak menduga akan perbuatan nekadnya itu, maka ia tidak
keburu menolongnya.
Bintang-bintang bertaburan di langit, tapi tidak kelihatan rembulan.
Di belakang bekas kuil Han-pek Cin-koan yang sudah jadi reruntuhan puing, kelihatan lima
buah gundukan tanah kuburan, pada setiap kuburan dibangun sebuah batu nisan, diatasnya ditulis
nama masing-masing yang telah bersemayam didalamnya.
Pada saat itu, Kim Houw telah berlutut di hadapan lima kuburan itu, agaknya sedang bersujut
atau meminta doa restu. Suaranya halus sekali, tidak dapat didengar oleh siapapun jua.
Malam keadaan amat sunyi itu, telinga Kim Houw tiba-tiba dapat menangkap suara orang
berjalan pelan, suara itu halus dan lunak, kalau bukan Kim Houw pasti tidak dapat mendengar.
Dari suara itu Kim Houw dapat menduga orang itu berkepandaian tinggi sekali, oleh karena
belum diketahui apa ia kawan atau lawan, maka dengan cepat meloncat ke arah pohon untuk
mengintai. Bersambung ke jilid 19
Jilid 19 Sekejap saja, sesosok bayangan hitam telah melayang turun dari puncak gunung, dari jauh,
dari rambutnya yang sudah putih dan awut-awutan, Kim Houw sudah kenali bahwa orang itu
adalah si pengemis sakti Sin-hoa To-kai.
Karena sudah mengenali siapa orangnya, Kim Houw merasa tidak perlu sembunyikan diri lagi.
Tapi, belum lagi ia bergerak, kembali terdengar suara orang lewat, yang ternyata mengikuti di
belakangnya Tok-kai.
Kim Houw terkejut, kembali sembunyikan dirinya. Ia kira ada musuh yang menguntit dirinya
Tok-kai! Siapa nyana Tok-kai setelah melihat kuil Han-pek Cin-koan sudah menjadi rata dengan bumi,
jauh-jauh sudah berdiri termenung seperti tonggak. Sebentar kemudian, orang yang mengikuti di
belakangnya juga sudah sampai.
Kim Houw pasang mata, ternyata ia ada Sian-lie Cu Su.
Kim Houw perdengarkan suara pekikannya yang nyaring, lantas lompat turun dari atas pohon.
Suara pekikan Kim Houw itu kedengarannya lebih memilukan hati daripada suara tangisan,
sampai Tok-kai dan Cu Su pada tercengang.
Tapi, ketika mereka dapat lihat Kim Houw muncul dihadapannya, masih dianggapnya ia adalah
Siao Pek Sin, maka seketika itu kedua orang itu lantas gusar.
Tok-kai yang lebih dulu membentak!
"Siao Pek Sin, kau hend
ak main gila apa lagi?"
Kim Houw setelah sembuh penyakitnya, sudah tentu mengetahui semuanya maka lantas maju
memberi hormat kepada mereka seraya berkata :
"Aku Kim Houw, bukan Siao Pek Sin."
Tapi Tok-kai mana mau percaya begitu saja.
"Kau hendak menipu siapa?" katanya.
Tanpa banyak rewel, Tok-kai lantas ayun tangannya menyerang dirinya Kim Houw.
Untuk membuktikan siapa dirinya, Kim Houw sengaja tidak bergerak atau berkelit, ia mandah
dirinya diserang oleh Tok-kai!
Melihat keadaan demikian, bagaimana Tok-kai mau turun tangan" Katanya kepada diri sendiri:
"Siao Pek Sin! meski kepandaianmu lebih tinggi setingkat dari aku, rasanya kau juga tidak mampu
menyambuti serangan tanganku yang sudah kulatih selama beberapa puluh tahun."
Meski dalam hati mengatakan demikian, tidak urung masih menambah kekuatan tenaga di
tangannya. Dalam pikirannya menganggap kau tidak tahu diri, biarlah aku hajar kau sampai
binasa. Siapa nyana serangan yang hebat itu ketika sudah hampir sampai didada Kim Houw, anak
muda itu masih tetap berdiri tidak bergerak, seolah-olah sudah ada yang diandalkan.
Tok-kai semakin gusar, sambil membentak hebat ia kerahkan seluruh kekuatannya menyerang
dada Kim Houw. Di luar dugaan, serangannya yang terang sudah mengenakan sasarannya,
mendadak dirasakan bahwa dada yang diserang itu ada begitu lunak seperti kapas.
Serangan Tok-kai yang dilancarkan dengan sepenuh tenaga, ketika mengetahui gelagat tidak
baik, sudah tidak keburu ditarik kembali, hingga kagetnya bukan main, keringat dingin sampai
mengucur deras membasahi badannya.
Kekuatan lwekang apa yang dipunyai oleh pemuda itu" Tok-kai sendiri merasa bingung.
Kini, kalau benar pemuda itu ada Siao Pek Sin, asal mau, seketika itu Tok-kai sudah binasa di
tangannya. Tapi, nyatanya anak muda itu masih tetap berdiri tidak bergerak.
Tok-kai meski tahu dirinya dalam bahaya, tahu sekalipun jiwanya tidak melayang, sedikitnya
tentu akan terluka parah atau cacat untuk seumur hidup, tapi ia toh tidak bisa menantikan
kematiannya sambil peluk tangan maka dalam saat yang sangat kritis itu, ia masih berdaya tarik
kembali tangannya dan mundur teratur.
Di luar dugaan, gerakannya itu tidak menemukan rintangan apa-apa, agaknya anak muda itu
tidak mengerti caranya menyerang atau melakukan pembalasan terhadap lawannya.
Dengan demikian, Tok-kai lantas garuk-garuk sendiri kepalanya yang tidak gatal, ia
memandang Cu Su dengan sorot keheran-heranan.
"Pangcu, bagaimana kita harus mempercayai omongan dia ?" demikian akhirnya ia menanya.
Cu Su agaknya juga tidak berdaya, ia tarik mukanya yang panjang, sehingga kelihatan
semakin panjang, kedua matanya terus memandang Kim Houw, terhadap pertanyaan Tok-kai ia
tidak bisa lantas menjawab, karena ia sendiri juga tidak tahu harus berbuat bagaimana.
Mendadak Kim Houw ingat lima buah kuburan yang berada dibelakangnya, maka lantas
berkata : "Tidak susah kalau mau aku membuktikan dengan barang, yang susah ialah persahabatan kita
belum lama, entah barang apa yang kalian anggap dapat dibuat bukti" Sekarang baiklah aku
tunjukkan apa-apa, silahkan jiwie lihat sendiri......" ia lantas menunjuk kepada lima buah kuburan,
"Dengan meminjam sinarnya bintang, kalian boleh lihat dari dekat! Ini semua adalah aku yang
mengubur sendiri. Di dalam tanah ini, ada keringatku, juga ada air mataku serta doaku yang
kuucapkan dengan setulus hati."
Cu Su dan Tok-kai sebetulnya sedang mencari murid-murid mereka yang telah hilang dengan
menempuh hujan lebat, berputar-putaran setengah harian, masih belum berhasil menemukan
jejaknya, malah dengan Tiong-ciu-khek lantas berpencaran.
Ketika balik ke lembah, mereka telah menemukan tanda-tanda darah, yang membikin mereka
sangat terkejut. Tok-kai lalu lebih dulu memburu ke Han-pek Cin-koan.
Apa mau kuil itu sudah menjadi rata dengan bumi, tidak ada sejengkal dinding yang masih
utuh, hal mana lebih-lebih membuat mereka terheran-heran.
Sebelum kuil itu hancur, mereka sudah pernah berdiam beberapa hari disitu, maka tentang
keadaannya sekitar kuil itu, mereka kebanyakan tahu benar, lima buah makam itu sudah tentu
lantas dapat lihat.
Tapi, mereka sungguh tidak menduga, bahwa lima jenazah yang rebah dalam makam itu
adalah sahabat-sahabat mereka, tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan rimba persilatan yang
keluar dari Istana Panjang Umur di gunung Tiang-pek-san.
Kini, setelah mendengar perkataan Kim Houw, hati mereka lantas berdebaran, kakinya hampir
saja tidak dapat bergerak!
Dengan susah payah akhirnya mereka tiba juga di depan kuburan dan bisa melihat dengan
tegas nama-nama yang tertulis dengan jari tangan Kim Houw di atas batu nisan masing-masing.
Setelah mereka kenali siapa-siapa orangnya yang rebah didalam tanah kuburan itu, Tok-kai
lantas menubruk kuburannya Kim Coa Nio-nio, air matanya mengalir keluar, ia menangis seperti
anak kecil. "Kim Coa ! Mengapa kau benar-benar jalan lebih dulu ?" demikian ia meratap.
Ternyata antara Kim Coa Nio-nio dan Sin-hoa Tok-kai, dimasa mudanya pernah terjalin suatu
roman, sebab tabiat mereka sama-sama kerasnya, sering timbul percekcokan dan akhirnya
mengambil jalan sendiri-sendiri.
Beberapa tahun kemudian, ketika Tok-kai hendak mencari Kim Coa Nio-nio lagi, ternyata Kim
Coa Nio-nio sudah masuk ke Istana rimba keramat.
Ketika mereka saling bertemu lagi diperjalanan gunung Teng-lay-san, masing masing sudah
pada ubanan, mereka baru pada menyesal atas perbuatan mereka yang sudah lampau tapi sudah
terlambat. Kim Houw ketika menyaksikan kesedihan Tok-Kai yang agak luar biasa terhadap kematian
Kim Coa Nio-nio, lantas menduga diantara mereka dulunya tentu ada mempunyai hubungan yang
sangat erat. Ia segera ingat tongkatnya Kim Coa Nio-nio yang ia lupa turut sekalian di kubur.
Ia cari tongkat itu yang ternyata masih menggeletak di atas rumput, lalu ia ambil dan serahkan
kepada Tok-kai seraya berkata : "Lo Cianpwee, ini adalah barang peninggalan Kim Coa Nionio......"
Tok-kai yang sedang berduka, ketika mendengar ada barang peninggalannya Kim Coa Nionio,
lantas mendongak dan segera ambil tongkat itu dari Kim Houw.
Tapi, bagian kepala tongkat ternyata sudah terbuka, ular emas kecil yang tersimpan dalam
tongkat itu sudah tidak ketahuan kemana perginya. Maka ia lantas menanya:
"Kemana larinya ular kecil itu ?"
"Hal ini...... aku juga tidak tahu. Ketika aku ketemukan keadaannya sudah demikian, bahkan
cara bagaimana mereka menemukan ajalnya, aku juga tidak tahu. Cuma ketika aku dengar suara
jeritan Cek-ie-ya aku lantas menyamperi padanya, dan menurut keterangannya, katanya semua itu
adalah perbuatannya Kouw-low Sin-ciam. Dia telah meninggalkan pesan supaya aku menuntut


Istana Kumala Putih Karya O P A di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

balas dendam untuk mereka." jawab Kim Houw sambil gelengkan kepala.
"Kouw-low Sin-ciam! Kouw-low Sin-ciam...." Tok-kai berulang-ulang menyebut namanya,
menandakan betapa gemas ia dalam hatinya. Ketika itu Kim Houw baru ingat bahwa kedua orang
itu sedang mencari murid-muridnya, ia juga lantas ingat tentang dirinya Peng Peng. Nampaknya
mereka belum berhasil menemukan orang yang dicari.
Maka ia lantas bertanya kepada Cu Su :
"Cu Cianpwe, bagaimana dengan murid cucumu ?"
"Belum dapat kabar apa-apa, meski dalam lembah aku sudah menemukan tanda-tanda darah
dan tanda-tanda perkelahian, tapi tidak menemukan bayangan mereka."
"Soalnya kita sekarang, lebih dulu harus berdaya untuk menolong yang masih hidup, baru
nanti menuntut balas untuk yang sudah mati!" kata Kim Houw.
"Sudah tentu, tapi kali ini aku terpaksa menggunakan pengaruh sepatu rumputku, untuk
menyampaikan perintah kepada semua orang-orang dari partai kami, supaya bantu mencari iblis
yang ganas itu sampai dapat." jawab Cu Su sambil anggukkan kepala.
Saat itu, Tok-kai juga sudah mulai tenang, barangkali mendadak ingat apa-apa, lantas ia turut
kata : "Menurut dugaanku, tiga orang itu belum sampai menemukan bahaya, jika mendapatkan
kecelakaan, tidak nanti sampai mayatnya saja tidak bisa diketemukan. Cuma, mereka entah
ketemu lagi dengan siapa, atau dibawa kabur oleh siapa?"
Mendengar perkataan Tok-kai itu, mereka pada putar otak untuk memikirkan soal itu.
Tiba-tiba didalam lembah ada terdengar suara orang ketawa nyaring. Kim Houw mendengar
suara itu segera tahu bahwa Liok-cie Thian-mo masih belum berlalu dari situ.
Mengingat kematiannya Kim Lo Han, Kim Houw merasa gemas, maka lantas berkata kepada
mereka. "Suara ketawa itu ada suaranya Liok-cie Thian-mo, Lo Han-ya pernah meninggalkan pesan,
iblis itu harus disingkirkan. Ji-wie tunggu sebentar di sini, aku akan pergi sebentar kesana!"
Cu Su dan Tok-kai mendengar disebutnya nama Liok-cie Thian-mo, tahu bahwa itu iblis ada
sangat lihay. Supaya tidak menghalangi Kim Houw, maka lantas anggukkan kepala dan menjawab
: "Siauhiap harap supaya berhati-hati!"
Kim Houw kuatir iblis itu akan sembunyi lagi, belum dapat menjawab, lantas gerakkan
badannya, sebentar sudah hilang dari depan Cu Su dan Tok-kai!
Ketika tiba di lembah, dari jauh ia sudah dapat lihat Liok-cie Thian-mo sedang mencari
sebatang pohon yang usianya sudah ribuan tahun sambil menenteng pedangnya, agaknya sedang
menantikan sasarannya yang hendak diserang dengan senjatanya.
Menyaksikan keadaan demikian, dalam hati Kim Houw juga merasa heran. Untuk mengetahui
apa yang akan dilakukan, Kim Houw sengaja tidak mau unjukkan diri, ia mengintip dari samping.
Liok-cie Thian-mo setelah mengitari pohon itu kira-kira seratus putaran, masih belum mau
berhenti, bahkan sebentar ke kanan, sebentar ke kiri, kemudian ke atas dan lantas ke bawah.
Gerakannya itu sungguh aneh.
Kim Houw yang menyaksikan juga diam-diam merasa heran.
Akhirnya Liok-cie Thian-mo agaknya sudah tidak sabar lagi, pedangnya ditujukan ke arah
pohon, lalu menabas, sebentar nampak pedang itu sudah mengenakan sasarannya, tapi pohon itu
ternyata tidak mau rubuh!
Apa yang lebih mengherankan, batang pohon sedikitpun tidak terdapat tandanya pernah
diserang dengan pedang !
Iblis tua itu sudah dibikin gusar, pedangnya membabat ke kanan ke kiri, tapi betapa hebatnya
ia membabat, pohon itu tetap tidak bergeming.
Sampai di sini, Kim Houw sendiri juga dibikin kesima.
Pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara tertawa cekikikan.
Kim Houw terkejut, ia kenal bahwa suara tertawa itu ada suaranya Khu Leng Lie !
Liok-cie Thian-mo juga terkejut, ia anggap di lembah itu setelah Kim Houw berlalu, sudah tidak
ada lain orang lagi. Siapa sangka pada tengah malam buta itu masih muncul manusia " Untuk
mengetahui siapa orangnya, ia lantas membentak dengan keras :
"Siapa pada tengah malam seperti ini berani datang kemari, apa sudah bosan hidup?"
Menyusul suaranya itu, dari belakang sebuah batu besar telah muncul Khu Leng Lie yang
hanya berkerudung dengan sehelai kain tipis.
"Aku lihat kau sangat kasihan karena kau buang tenaga dengan percuma, aku sebetulnya
tidak tega, maka aku ingin......" demikian Khu Leng Lie berkata dengan suaranya yang amat
merdu. Liok-cie Thian-mo tidak mau mengerti, tidak menunggu Khu Leng Lie berkata lagi, senjatanya
Thian-mo Siok-hun-leng sudah dilancarkan ke arah Khu Leng Lie. Sebab dari pembicaraannya, ia
dapat tahu bahwa Khu Leng Lie sudah mengintai perbuatannya sekian lama.
Sebagai seorang bertabiat ganas dan sombong, bagaimana mau dihina secara demikian"
Maka ia hendak menggunakan gerakannya secepat kilat, hendak menyingkirkan dirinya Khu Leng
Lie. Khu Leng Lie melihat berkelebatnya sinar merah, dalam hati juga kaget. Dengan kerudungnya
ia putar beberapa kali, baru berhasil menyambar senjata aneh itu namun kain kerudungnya sendiri
juga sudah pada robek beberapa bagian.
Ketika ia mengetahui bahwa senjata itu ternyata ada Thian-mo Siok-hun-lengnya Liok-cie
Thian-mo, ia semakin kaget. Tapi, sekejap saja ia sudah tenang kembali, seolah-olah ada yang
diandalkan. Dengan gerakan badannya yang lemah gemulai, ia menghampiri Liok-cie Thian-mo sambil
berkata dengan suaranya yang merdu :
"Ow! aku kira siapa, ternyata ada Thian-mo Cianpwe yang namanya sangat tersohor di kolong
langit. Siaolie benar-benar berlaku kurang hormat. Tapi orang yang tidak tahu katanya tidak
berdosa, Siaolie di sini memberi hormat!"
Sehabis berkata, Khu Leng Lie benar-benar lantas memberi hormat.
Karena sikapnya itu, sekalipun Liok-cie Thian-mo ada seorang ganas, juga tidak bisa berbuat
apa-apa, apalagi gusar.
Hanya kerbau hijau itu ada merupakan binatang wasiat yang luar biasa yang tidak bisa
dibandingkan dengan benda apa saja di dalam dunia. Maka ia lantas berkata :
"Kalau benar tidak tahu, aku juga tidak salahkan kau. Sudahlah kau boleh pergi, aku tidak
akan menyusahkan kau!"
Tapi, Khu Leng Lie bukan saja tidak menyingkir, bahkan maju lebih dekat, setelah unjukkan
ketawanya yang menggiurkan, ia berkata pula :
"Siaolie bernama Khu Leng Lie, masih ada beberapa soal yang hendak kuberi tahukan."
Mendengar nama Khu Leng Lie, Liok-cie Thian-mo juga terperanjat. Pantas ia mampu
memunahkan serangannya dengan Thian-mo Siok-hun-leng.
"Kiranya nona, selamat bertemu. Tidak sangka dalam perjalananku pulang ke daerah
Tionggoan kali ini, telah banyak menemukan beberapa sahabat, benar-benar tidak percuma
perjalananku ini, cuma tidak tahu kedatangan nona ini ada maksud apa?"
Khu Leng Lie maju lagi dua langkah, tapi lantas dicegah oleh Liok-cie Thian-mo.
"Harap nona jangan maju lagi, jangan sesalkan kalau aku tidak memberi tahukan padamu
lebih dulu!"
Melihat tangannya bergerak, Khu Leng Lie lantas berkata sambil tertawa cekikikan :
"Lo-cianpwe, perlu apa begitu takut. Kedatanganku ini ada faedahnya bagi kau, sebab aku
mengerti cara menangkapnya, tapi kau tidak. Apa kau tidak memerlukan pertolonganku ?"
Mendengar ucapan Khu Leng Lie, Liok-cie Thian-mo merasa girang, tapi berbareng juga
merasa kuatir. Girang karena ada orang yang mengerti caranya menangkap kerbau hijau itu.
Kuatir, kalau ia majukan syarat berat....
Selagi Liok-cie Thian-mo masih terbenam dalam lamunannya, Khu Leng Lie sudah berkata
pula: "Hanya Siaolie ingin majukan satu syarat!"
Benar seperti apa yang diduga oleh Liok-cie Thian-mo, tapi entah syarat apa yang akan
diajukan oleh Khu Leng Lie.
Liok-cie Thian-mo kertek gigi, dalam hati berpikir : Syarat apa saja aku akan terima baik
semuanya. Kalau sudah selesai, masa aku takut kau bisa lolos dari tanganku"
"Syarat apa kau ingin ajukan, sebutkanlah saja!" berkata Liok-cie Thian-mo
"Sebetulnya tidak ada artinya apa-apa sebab aku tahu, bahwa aku tidak mempunyai itu rejeki
khasiatnya kerbau hijau yang sangat mujijat itu. Aku hanya ingin mengikuti kau untuk sementara,
harap kau suka menurunkan kepandaianmu kepadaku. Selama hidup aku sudah merasa tidak
kekurangan, apa yang aku masih ingini lagi?"
Ini benar-benar di luar dugaan Liok-cie Thian-mo. Syarat yang diajukan ternyata begitu enteng
saja. Maka lantas menjawab :
"Baiklah, jangan kata cuma beberapa jurus saja, sekalipun seluruh kepandaianku, kuturunkan
padamu juga tidak menjadi soal, cuma aku harus......"
Bicara sampai disitu ia agaknya ingat kurang sopan, maka lantas ketawa bergelak-gelak. Khu
Leng Lie tahu bahwa ketawanya iblis tua itu ada mengandung maksud tidak beres, dalam hati
lantas memikirkan siasat, maka juga lantas turut ketawa.
Kim Houw yang mendengar suara ketawa Khu Leng Lie, bulu romanya mendadak pada berdiri,
Pendekar Pengejar Nyawa 22 Pendekar Latah Karya Liang Ie Shen Tujuh Pendekar Pedang Gunung Thian San 2
^