Pencarian

Istana Yang Suram 1

Istana Yang Suram Karya S H Mintardja Bagian 1


Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Istana Yang Suram
SH Mintardja Di upload rifqi di Indozone
Ebook by Dewi KZ & Kangzusi
http://kangzusi.com/
Atau http://dewi.0fees.net/
Bab 1 Ketika matahari terbenam
dibalik ujung bukit disebelah
barat, beberapa ekor
kelelawar bangkit dari
persembunyiannya diatap
sebuah istana kecil yang
sudah tua, beterbangan
menyusuri gelapnya malam.
Sebuah lampu yang suram
menyala dipendapa yang
terbuka, terguncang oleh
angin yang lemah.
Istana itu kian hari kian bertambah sepi. Halamannya
masih tetap bersih seperti saat-saat lampau, tetapi tidak
seorangpun yang pernah menjamah kerusakan yang
terjadi pada bagian atap rumah itu. Didalam istana itu
sama sekali tidak terdapat seorang laki-lakipun yang
tinggal. Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Mula-mula angin kencang telah menggeser bagian atap istana itu. Hanya sedikit sekali, tetapi ketika hujan turun, maka beberapa titik air menyusup lewat lubang atap yang tergeser itu, telah mengotori langit-langit.
Semakin lama semakin banyak, bahkan kemudian lubang-lubang pada atap itupun bertambah-tambah.
Meskipun demikian, titik air hujan yang jatuh dilantai selalu ditampung dengan jambangan kecil, sehingga tidak merusakkan lantai dan mengalir kemana-mana, tidak membasahi perabot istana yang masih lengkap dan terpelihara.
Jika senja lewat, maka penghuni istana kecil itupun segera pergi kebilik masing-masing, seorang perempuan menjelang hari-hari tuanya, seorang gadis remaja yang menginjak masa dewasa. Sedang dibagian belakang istana itu tinggal seorang pelayan perempuan setua perempuan yang tinggal di istana kecil itu.
Demikianlah hari-hari yang lewat, tidak menumbuhkan banyak perubahan dalam tata kehidupan istana kecil yang terpencil dikaki bukit yang gersang.
Meskipun dihalaman istana kecil itu nampak tumbuh-tumbuhan yang berwarna hijau.
Beberapa orang peronda dari pedukuhan kecil yang terletak beberapa puluh tonggak saja dari istana itu, selalu meronda berkeliling istana kecil itu. Seolah-olah mereka merasa wajib untuk ikut menjaga
ketenangannya, meskipun hubungan antara padukuhan kecil itu sudah hampir terputus sama sekali dengan istana terpencil itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"..Namun setiap kali, perempuan tua penghuni
itupun pergi juga ke padukuhan kecil itu, untuk membeli
kebutuhan mereka sehari-hari.
Kehadiran perempuan penghuni istana kecil itu selalu
disambut dengan ramah dan dan dengan hati terbuka
oleh penghuni padukuhan kecil itu. Mereka memberikan
apa saja yang diperlukan oleh perempuan tua itu. Jika
perempuan tua itu bertanya tentang harga barang-
barang yang diperlukan, maka penghuni padukuhan kecil
itu selalu menyebut kurang dari separuh harga yang
sebenarnya. Perempuan tua itupun mengerti, bahwa yang
dibelinya itu harganya terlampau murah, tetapi ia tidak
mempersoalkannya, apalagi uang yang ada padanyapun
semakin lama semakin tipis. Bahkan sekali-kali ia
terpaksa menjual barang-barangnya untuk memenuhi
kebutuhan hidup mereka seisi istana kecil itu.
Setiap orang yang tinggal di padukuhan kecil itupun
mengetahui, apa yang pernah terjadi di istana itu. Sejak
istana itu didirikan, sehingga istana itu menjadi sangat
sepi seperti saat-saat terakhir.
Beberapa orang pernah memberanikan diri datang
menghadap perempuan tua penghuni istana dan
menawarkan diri untuk memperbaiki kerusakan-
kerusakan yang terjadi pada atap istana itu. Tetapi
sambil tersenyum perempuan tua itu menjawab "Terima
kasih Ki Sanak, aku tidak akan pernah melupakan
kebaikan hati kalian, tetapi biarlah, apabila aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
memerlukan, aku akan katakana kepada kalian, agaknya
sekarang aku belum berniat untuk memperbaiki atap
rumahku yang rusak"
"Kami tidak memerlukan imbalan apapun" berkata
salah seorang dari mereka yang datang menghadap
perempuan tua itu, "kami akan melakukan semata-mata
karena kami merasa berhutang budi kepada pangeran
Kuda Narpada"
Perempuan tua itu tersenyum, senyum yang amat
pahit, katanya "Terima kasih Ki Sanak, terima kasih, jika
ada kebaikan hati Pangeran Kuda Narpada, lupakan
sajalah. Itu sudah menjadi kewajibannya"
Dan orang-orang itupun kemudian meninggalkan
istana itu dengan hati yang penuh dengan berbagai
macam pertanyaan.
"Apakah artinya pengasingan diri itu?" kata salah satu
orang dari mereka.
Yang lain menggelangkan kepalanya, tetapi seorang
yang sudah ubanan menyahut, "Hati Raden Ayu Kuda
Narpada tidak melihat lagi hari depan yang sebenarnya
masih panjang, setidak-tidaknya bagi puterinya.
Bukankan dengan sikapnya itu, ia telah mematahkan
kuntum bunga yang hampir mekar?"
Kawan-kawannya mengangguk-anggukkan kepalanya,
seorang anak muda berkata "Gadis itu cantik sekali?"
"Jika gadis itu cantik sekali, apa maumu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tentu tidak apa-apa, aku hanya sekedar memuji,
Raden Ajeng Inten Prawesti adalah gadis tidak ada
duanya dimuka bumi"
"Bumi yang mana?" bertanya seorang kawannya,
"Yang kau lihat tidak lebh jauh dari daerah pegunungan
yang sempit ini"
"Jadi apakah masih ada daerah yang lebih luas dari
daerah pegunungan ini?"
"Kau memang anak muda yang terkungkung oleh
lingkunganmu, yang kau ketahui tidak lebih dari dinding-
dinding pedukuhanmu"
Anak muda itu tersenyum, katanya "Baiklah, jika
demikian, maka gadis itu adalah gadis yang paling cantik
di didaerah ini"
Kawan-kawannyapun tersenyum pula, meskipun ada
diantara mereka tersenyum masam, bahkan seoerang
yang bertubuh gemuk berkata "Sudahlah, kehidupan
yang suram di istana itu bukan sekedar bahan untuk
berkelakar, kita sebenarnya merasa kasihan melihat cara
hidup mereka yang tidak sewajarnya itu"
Yang lainpun terdiam, mereka tidak lagi
membicarakan hal istana itu, tetapi angan-angan mereka
berkecamuk mengulang masa-masa lampau.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Istana itu pernah menjadi pusat perhatian orang-orang disekitarnya, terlebih-lebih penghuni padukuhan kecil pegunungan itu.
Terbayang kembali saat-saat istana itu bagaikan pelita yang menerangi daerah disekitarnya. Sesaat istana itu didirikan, maka mulailah nampak bahwa penghuni istana itu adalah orang-orang yang baik dan rendah diri, meskipun sebenarnya ia adalah soerang pangeran, Pangeran Kuda Narpada.
Pangeran Kuda Narpadalah yang yang memberikan beberapa petunjuk yang sangat berarti bagi padukuhan itu, bagaimana mereka bercocok tanam, Pangeran Kuda Narpadalah yang mengajak para penghuni padukuhan kecil itu membuat parit-parit yang akan dapat mengairi daerah mereka yang gersang. Bukan saja memberikan petunjuk dan perintah, tetapi Pangeran Kuda Narpada sendiri menyisingkan kain panjangnya, melepas bajunya dan turun ketanah berlumpur.
Orang bertubuh gemuk yang berjalan diantara beberapa orang kawannya itu menarik nafas dalam-dalam sehingga orang-orang yang berjalan disisinya berpaling kepadanya meskipun mereka tidak bertanya sesuatu.
Dalam pada itu, peristiwa itu seolah-olah membayang kembali dirongga mata orang bertubuh gemuk itu. Saat-saat penghuni istana itu dating untuk yang pertama kalinya dipadukuhannya, sebelum istana itu didirikan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Kedatangan seorang Pangeran dan keluarganya di padukuhan terpencil itu sangat megejutkan penghuninya.
Bahkan beberapa orang lari bersembunyi didalam rumahnya. Tetapi yang lain berkumpul di rumah Ki Buyut dengan senjata ditangan masing-masing.
"Jangan bingung" berkata Ki Buyut Karangmaja, "Aku akan menjumpainya dan bertanya apakah keperluannya datang ke padukuhan ini"
Ketika Ki Buyut menghadap Pangeran yang baru datang itu, nampaklah olehnya bahwa Pangeran dan keluarganya itu sedang dicengkam oleh kegelisahan, tetapi agaknya Pangeran itu menyadari bahwa ia berada didalam lingkungan yang berbeda dengan lingkungan yang ditinggalkannya.
Karena itu, kepada Ki Buyut Karangmaja yang nampak dengan jujur menyonsongnya, tanpa niat yang mencurigakan, Pangeran Kuda Narpada tidak menyembunyikan lagi maksud kedatangannya itu.
"Aku menghindarkan diri dari perang yang sedang berkecamuk di Majapahit" berkata Pangeran Kuda Narpada.
"Tetapi siapakah tuan?" bertanya Ki Buyut.
"Aku adalah Pangeran Kuda Narpada, adinda dari Maharaja di Majapahit"
"Apakah yang terjadi di Majapahit?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Perang, pasukan Harya Udara sudah menduduki pusat kerajaan beberapa saat yang lalu, Kakanda telah meninggalkan istana dengan beberapa pengiringnya.
Pasukan bantuan yang diminta oleh kakanda dari ananda Raden Patah masih belum sampai ke pusat kerajaan ketika pasukan musuh sudah tidak tertahan lagi memasuki pusat pemerintahan".
"Jadi pusat kerajaan Majapahit sudah direbut?"
"Ya, aku meninggalkan pusat pemerintahan yang terakhir, ketika pasukanku perah dan hampir tumpas.
Aku tidak dapat mengingkari kenyataan dan mengorbankan jiwa tanpa arti lebih banyak lagi. Kerena itu, maka aku terpaksa menarik pasukanku yang tersisa, kemudian aku menyusul kakanda Prabu setelah mengambil keluargaku di pengungsian, menurut pendengaranku, kakanda Prabu pergi ke barat, kemudian menyusuri daerah pegunungan Seribu, tetapi aku tidak berhasil menemukannya".
Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam.
"Aku mendengar berita terakhir, bahwa kakanda telah turun dari daerah pegunungan dan dan mendekati kedudukan ananda Raden Patah"
"Dan Pangeran akan menyusulnya juga?"
Pangeran Kuda Narpada menggeleng, katanya "Aku tidak akan menyusulnya, disini aku merasa seolah-olah aku berada ditempat yang paling damai, karena itu, apabila kedatanganku, dirasa tidak menggangu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
ketenangan padukuhan ini, aku akan tinggal di daerah
ini" Ki Buyut tidak dapat menolak meskipun ia
sebenarnnya ia sebenarnya masih ragu-ragu, ia tidak
sampai hati untuk mempersilahkan pangeran itu
meninggalkan padukuhannya, setelah ia melihat seorang
perempuan Raden Ayu Kuda Narpada yang pucat dan
lemah, seorang gadis yang kurus dan bermata cekung,
meskipun gadis itu adalah seorang yang cantik sekali.
"Tetapi apakah Pangeran akan dapat tinggal bersama
kami orang-orang kasar yang tidak mengenal adat dan
dungu". "Apakah bedanya", kalian adalah orang-orang yang
masih lebih beruntung daripadaku, aku sekarang lebih
tidak berarti lagi daripada kalian, aku tidak mempunyai
tempat tinggal, tidak mempunyai apapun juga selain
yang dapat kami bawa".
Ki Buyut memandang tubuh-tubuh yang lemah dan
pucat. Memang tidak ada yang mereka bawa selain
sebungkus pakaian kusut, sedikit perhiasan yang nampak
pada jari-jari Raden Ayu Kuda Narpada dan puterinya.
Sekilas permata yang nampak dibalik kain Pangeran Kuda
Narpada yang disingsingkan dibalik lambung, yang
melekat pada timang ikat pinggang, kemudian sebilah
keris dengan pendok mas dipinggang, selebihnya tidak
ada apa-apa lagi.
Tetapi yang nampak itu seolah-olah telah meyakinkan
kepada Ki Buyut Karangmaja bahwa yang dihadapannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
itu benar-benar seorang pangeran. Dan ia mengaku
bernama Kuda Narpada.
"Pangeran" berkata Ki Buyut kemudian, "Tentu kami
tidak akan dapat menolak jika pangeran ingin tinggal
bersama kami, tetapi kenapa pangeran tidak berusaha
menyusul Prabu Majapahit?".
Pangeran Kuda Narpada menarik nafas dalam-dalam,
katanaya "Jika aku hendak menyusul Kakanda Prabu,
maka yang terkilas didalam angan-anganku hanyalah
keselamatannya, bukan kepentinganku sendiri. Dan kini,
menurut pendengaranku, kakanda telah mendekati
tempat kedudukan ananda Adipati di Demak, maka aku
tidak mencemaskannya lagi".
"Tetapi pangeran sendiri", apakah pangeran tidak
ingin berada di Demak pula?",
Pangeran Kuda Narpada menarik nafas dalam-dalam,
katanya "Aku tidak mengharapkan apa-apa lagi selain
kedamaian hati. Aku tidak akan melibatkan diri lagi
kedalam lingkungan yang riuh seperti Demak".
Ki Buyut mengangguk-angguk, katanya "Pangeran,
memang tidak ada yang lebih nikmat dari pada
kedamaian hati, akhirnya setiap orang akan merindukan
damai didalam dirinya sendiri. Apalagi apabila umur kita
menjadi semakin tua, meskipun ada saja
pengecualiannya pada satu dua orang" Ki Buyut itu
berhenti sejenak "Tetapi pangeran. Dalam usia pangeran
sekarang ini, apakah pangeran akan terhenti di
padukuhan kecil dan terpencil diatas pegunungan seribu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
ini" Pangeran adalah kesatria, tugas pangeran adalah
luas sekali dalam kehidupan yang terbentang didepan
tatapan mata kita. Bukankah seorang ksatria menurut
pendengaranku dituntut untuk memberikan dermanya
bagi sesama" Melindungi yang lemah, menegakkan yang
layu dan menuntun yang buta?"
"Apakah aku tidak dapat melakukannya disini?" jawab
Pangeran itu "Jika ternyata bahwa disini akulah yang
lemah, yang layu dan yang buta, maka adalah kewajiban
kalian untuk memberikan derma ksatria"
"Kami adalah sudra"
Pangeran tersenyum, senyum yang sangat pahit.
Kemudian katanya "Aku pernah mendengar diantara
desir angin yang lembut, yang mengalir dari istana
Kadipaten Demak. Apakah ada bedanya antara Sudra
dan Ksatria", yang Paria dan yang Brahmana" Tidak.
Dihadapan Allah SWT, kami dan kalian, kita semua
adalah hambanya yang terkasih, yang berbeda adalah
tugas kita masing-masing, tugas ksatria berbeda dengan
tugas Brahmana, berbeda dengan tugas orang-orang
yang disebut sudra dan Waisa. Tetapi tidak ada bedanya
bagi kita semuanya untuk menempuh jalan mendekatkan
diri kepada Yang Maha Pencipta, karena perbedaan yang
ada semata-mata perbedaan duniawi, bukan perbedaan
hakiki dari hamba-hamba Yang Maha Agung itu".
Ki Buyut Karangmaja masih saja mengangguk-
angguk, tetapi ia masih belum mengerti seluruhnya
makna dari kata-kata Pangeran Kuda Narpada.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Meskipun demikian Ki Buyut" berkata Pangeran Kuda Narpada "Semuanya terserah kepada Ki Buyut, jika Ki Buyut mempunyai pertimbangan lain, maka aku akan meneruskan perjalanan".
"Tidak, tidak pangeran" Ki Buyut menyahut dengan serta merta "Kami memang dapat mencurigai setiap orang baru didaerah kami, tetapi terhadap pangeran yang datang bersama dengan keluarga, kami akan mencoba memberikan tempat yang ada pada kami"
Pangeran Kuda Narpada menarik nafas dalam-dalam, namun kemudian iapun berkata "Aku memang merasa bahwa kedatangan kami dapat menumbuhkan salah paham, keragu-raguan dan ketidak-pastian sikap, aku melihat Ki Buyut dengan ikhlas menemui kami. Tetapi kami juga mengetahui, bahwa ada diantara kalian yang menjadi curiga"
"Maafkan pangeran, kami memang sedang
dipengaruhi oleh kecurigaan sejak saat-saat terakhir.
Kami memang mendengar bahwa disebelah timur dari padukuhan ini, serombongan bangsawan sedang melintas. Agaknya merekalah yang pangeran maksudkan dengan Prabu Brawijaya dengan pengiringnya" Ki Buyut berhenti sejenak, kemudian "Namun setelah itu, kerusuhan sering terjadi. Beberapa orang yang mendapat hadiah pada saat iring-iringan itu lewat dam memberikan pelayanan seperlunya, telah didatangi oleh penjahat-penjahat yang merampok barang-barang itu. Tetapi agaknya yang mereka cari bukanlah semata-mata harta benda"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Apakah yang mereka cari?"
"Kami juga tidak tahu pasti, merekapun tidak tahu pasti, Tetapi agaknya sejenis pusaka atau semacamnya"."
Wajah Pangeran Kuda Narpada menegang sejenak, namun kemudian wajahnya itu menjadi tenang kembali, seolah-olah tidak ada kesan apapun dari ceritera Ki Buyut itu.
"Mungkin karena kerusuhan-kerusuhan yang terjadi itulah maka kalian mencurigai setiap orang baru didaerah ini"
"Ya, Pangeran, tetapi justru karena pangeran datang bersama dengan Raden Ayu dan seorang puteri yang nampaknya sudah terlampau letih oleh perjalanan yang lama, maka kami seharusnya tidak mencurigai pangeran lagi".
Demikianlah sejak saat itu, Pangeran Kuda Narpada berada di padukuhan Karangmaja. Sesuai dengan keinginannya sendiri, maka dengan bantuan penduduk Karangmaja, Pangeran Kuda Narpada membuat istana kecil di luar padukuhan Karangmaja, meskipun hanya berjarak beberapa tonggak saja. Sebuah jalur jalan sempit menghubungkan istana kecil itu dengan sebuah lorong padukuhan.
Istana kecil itu adalah Istana Pangeran Kuda Narpada, istana yang kemudian menjadi semakin sepi. Istana yang seakan-akan telah kehilangan rambatannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Pada masa-masa yang lewat, istana itu seolah-olah
menjadi pusat perhatian setiap orang di Karangmaja. Ki
Buyut sendiri sering berkunjung ke istana itu.
Pendapanya yang mungil hampir setiap hari menjadi
tempat berkumpul. Orang-orang tua maupun anak-anak


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

muda. Meskipun istana itu adalah istana seorang
Pangeran, tetapi rasa-rasanya tidak ada bedanya dengan
rumah-rumah yang bertebaran dipadukuhan kecil.
Pangeran Kuda Narpada dengan senang hati menerima
mereka setiap saat dan berbicara dengan mereka
tentang berbagai bermacam persoalan. Dari lingkungan
permainan anak-anak kecil, anak-anak meningkat
dewasa, sampai dengan kepada menggali parit dan
membangun bendungan.
Hubungan antara orang-orang Karangmaja dan
Pangeran Kuda Narpada menjadi semakin rapat. Ketika
Pangeran Kuda Narpada menyatakan dirinya, tidak lagi
mempergunakan sebutan kebangsawanannya.
"Panggil aku Ki Narpada" berkata Pangeran yang
rendah hati itu.
Untuk beberapa lamanya orang-orang Karangmaja
masih saja merasa segan, namun akhirnnya, lambat
laun, sebagian kecil dari mereka berhasil juga
membiasakan diri memanggil Ki Narpada.
Seperti juga orang-orang Karangmaja, Ki Narpada
bekerja di sawah dan di ladang. Turut serta menggali
parit seperti yang dianjurkannya sendiri. Membuat
belumbang-belumbang untuk berternak ikan dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
rumpon-rumpon di sungai. Menanam pohon buah-
buahan dan sayuran untuk memenuhi kebutuhan mereka
sehari-hari. Ternayata kehadiran Pangeran Kuda Narpada telah
merubah tata kehidupan di Karangmaja. Mereka mulai
mengenal cara menanam yang jauh lebih baik dari cara
yang selama ini mereka pergunakan. Ki Narpada mulai
menganjurkan agar orang-orang Karangmaja
mempergunakan pupuk bagi tanah yang tandus.
"Apakah gunanya kotoran kandang ternak bagi
tanaman?" bertanya Ki Buyut.
"Tanah yang setiap kali dihisap sari makanannya oleh
pepohonan memerlukan sari makanan baru" jawab Ki
Narpada. Dengan cara yang sederhana. Yang ternyata
pada panen yang berikutnya memberikan pengaruh yang
baik bagi hasil sawah mereka.
Dengan demikian maka Karangmaja rasa-rasanya
menjadi semakin cerah, sawah-sawah yang kekuning-
kuningan menjadi hijau dan pategalan yang kering dapat
dibasahi oleh air yang mengalir lewat parit-parit dan
bendungan yang mereka buat.
Tetapi mereka bulum berhasil mengatasi kegersangan
tanah dilereng pebukitan.
"Kita akan menghijaukannya" berkata Ki Narpada.
"Bagaimana Mungkin?" bertanya orang-orang
Karangmaja. Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Kita sebarkan biji metir. Jika pohon metir dapat tumbuh dengan baik, meskipun tidak terlampau subur, maka keadaan tanah yang membatu itu akan berubah.
Kita dapat berharap beberapa tahun kemudian, sebagian dari tanah yang gersang itu akan dapat kita tanami dengan pepohonan yang sesuai"
Orang-orang Karangmaja tidak segera mengerti, apakah pengaruhnya batang-batang metir atas tanah yang membatu. Meskipun Ki Narpada memberikan sedikit penjelasan tentang sifat akar pohon metir, namun mereka masih juga ragu-ragu.
Tetapi kini sudah ternyata bagi mereka, bahwa lereng bukit-bukit yang tandus itu dapat juga ditumbuhi beberapa jenis pepohonan. Sementara itu pohon metir menjadi semakin rimbun, tumbuh dimana-mana, yang seakan-akan akarnya dapat meremas batu-batu karang manjadi tanah yang dapat ditanami. Pohon-pohon yang lain sudah mulai dicoba diantara batu-batu pada pegunungan.
Namun dalam pada itu batang-batang kayu metir sendiri telah memberikan penghasilan dan khusus bagi orang-orang di padukuhan Karangmaja. Selain daunnya yang dapat dipergunakan untuk membantu memberi makanan ternak, biji-bijinya dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Tetapi Pangeran Kuda Narpada tidak dapat melihat gunung yang semula kering itu sedikit demi sedikit manjadi manjadi hijau, meskipun dibeberapa bagian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
masih belum berhasil. Hujan yang jatuh dimusim basah
memberikan banyak pengaruh atas pohon-pohon metir
yang tersebar diatas pebukitan yang keras.
Dan setiap kali orang-orang Karangmaja memandang
bukit yang mulai hidup itu, mereka selalu teringat kepada
Pangeran Kuda Narpada. Seorang pangeran yang pernah
hidup didalam lingkungan mereka dan yang pernah
memberikan banyak sekali petunjuk bagi penduduk yang
semula terlampau sedikit pengalamannya itu.
Tetapi kini Pangeran Kuda Narpada tidak ada lagi
didalam istananya. Tidak seorangpun dapat mengatakan,
kemana ia pergi. Yang mereka ketahui, pada suatu
musim beberapa ekor kuda memasuki halaman istana
itu. Tidak terlampau lama, sejenak kemudian
penunggang-penunggang kuda itupun pergi bersama
dengan Pangeran Kuda Narpada.
"Mereka adalah saudara-saudara seayah Kamas Kuda
Narpada" Ki Buyut Karangmaja telah berusaha untuk
menanyakan hal itu kepada isteri Ki Narpada. Tetapi
isterinya itupun hanya dapat menggelengkan kepala
kepalanya dengan mata yang basah.
"Aku tidak mengerti, kemana Kamas Kuda Narpada itu
pergi" "Tetapi siapakah mereka yang datang itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Adimas Cemara Kuning dan Adimas Sendang Prapat bersama pengiringnya"
"Siapakah mereka itu?".
Beberapa orang peronda hanya dapat memandang darin kejauhan. Semula mereka menyangka yang datang itu adalah beberapa orang tamu. Kemudian Pangeran Kuda Narpada ikut mengantarkan tamu itu ketempat tertentu. Tetapi ternyata, sejak saat itu Pangeran Kuda Narpada tidak pernah kembali lagi.
"Apakah Pangeran tidak mengatakan, kemana ia akan pergi?"
Raden Ayu Kuda Narpada tidak dapat menjawab. Ia hanya dapat menggelengkan kepalanya dengan lemah.
Sejak kepergian Pangeran Kuda Narpada ketempat yang tidak diketahui itulah, istana itu menjadi semakin sepi. Orang-orang Karangmaja yang semula sering datang dan duduk-duduk mendengarkan cerita Pangeran Kuda Narpada di pendapa kecil itupun makin lama menjadi semakin jarang berkunjung.
Raden Ayu Kuda Narpada sendiri tidak pernah menolak setiap kunjungann, tetapi orang-orang itu sendirilah yang menjadi semakin segan. Apalagi mereka tahu, bahwa tidak ada seorang laki-lakipun yang tinggal didalam istana itu.
Dihari-hari berikutnya, jika Raden Ayu Kuda Narpada keluar dari batas halamannya, maka berdatanganlah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
perempuan Karangmaja menyambutnya dan
menawarkan apa saja yang ada pada mereka. Pada
umumnya perempuan-perempuan itu pernah mendengar
dari sumai mereka, bahwa Karangmaja menjadi hijau
karena jasa Pangeran Kuda Narpada.
Di istana itu sendiri, suasananyapun terasa semakin
sepi. Puteri Pangeran Kuda Narpada yang meningkat
dewasa, rasa-rasanya telah kehilangan satu masa
didalam garis hidupnya, justru masa yang paling cerah.
Tetapi ia tidak pernah mengeluh. Apalagi apabila ia
melihat ibunya duduk termenung ditangga pendapa.
Maka hatinyapun bagai tersayat.
Namun sebaliknya, demikian juga perasaan yang
selalu membebani Raden Ayu Kuda Narpada, kadang-
kadang ia menangis seorang diri didalam biliknya apabila
ia membayangkan masa depan puterinya yang semakin
dewasa. "Apakah yang akan ditemukan didalam hidupnya
kelak di tempat yang terpencil ini" katanya dalam hati.
Betapa rendah hati Pangeran Kuda Narpada
sekeluarga, namun Raden Ayu Kuda Narpada tidak
pernah membayangkan, dari mana anaknya akan
mendapatkan jodohnya. Sama sekali tidak terkilas
didalam angan-angannya, bahwa ada anak muda dari
Karangmaja yang pantas untuk menjadi sisihan gadisnya.
Jika malam mulai menyentuh ujung pendapa istana
kecil itu, dan kelapak kelelawar mulai mendengar diatas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
atap rumah yang tiris. Maka Raden Ayu Kuda Narpada
mengantarkan gadisnya masuk kedalam biliknya.
Kemudian ia sendiri duduk dibilik itu pula dengan hati
yang resah. Kadang-kadang masih juga tumbuh harapannya, pada
suatu saat Pangeran Kuda Narpada akan datang kembali.
Tetapi harapan itupun semakin lama menjadi semakin
susut. Sehingga akhirnya hanyalah sebuah gambaran
yang samar-samar. Yang tidak nampak jelas, tetapi yang
tidak dapat dihapuskannya.
"Adimas Cemara Kuning dan adimas Sendang Prapat
mengatakan bahwa mereka hanya memerlukan kamas
Kuda Narpada beberapa saat saja. Secepatnya kamas
Kuda Narpada akan dikembalikan. Tetapi beberapa bulan
telah lampau, dan kamas Kuda Narpada tidak pernah
datang kembali" keluh Raden Ayu Kuda Narpada setiap
kali dalam hatinya.
Demikian pula terjadi pada putrinya Inten Prawesti.
Rasa-rasanya ia ingin terbang menyusul ayahandanya
yang pergi bersama pamannya.
"Tetapi kemana ayah dibawa oleh pamanda Cemara
Kuning dan pamada Sendang Prapat?"
Menurut pengakuan kedua pangeran yang mengambil
Pangeran Kuda Narpada itu, mereka mendapat perintah
dari Raden Patah untuk memanggil Pangeran Kuda
Narpada, tetapi ternyata Pangeran Kuda Narpada tidak
pernah pulang kembali ke istananya yang terpencil.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Apakah ayahanda mendapat tugas baru diistana Demak?"
Pertanyaan itu timbul pula didalam hati anak gadis itu, "Tetapi jika demikian, ayahanda tentu akan menjemput ibunda dan aku" ia melanjutkannya.
Namun seribu macam teka-teki itupun tidak dapat diketemukan jawabannya. Yang diketahui dengan pasti adalah, ayahandanya pergi tidak pernah kembali.
Sementara kedua penghuni istana itu tenggelam didalam angan sendiri, maka dibelakang, Nyi Upih, seorang abdi yang setia satu-satunya orang masih mengikuti Pangeran Kuda Narpada sampai ke Karangmaja, tidak henti-hentinya berdoa didalam hati agar Pangeran yang diikutinya itupun segera kembali.
Kadang-kadang masih juga terbayang didalam angan-angannya Nyi Upih, betapa beratnya perjalanan yang pernah ditempuh Pangeran Kuda Narpada memberikan kebebasan kepada para pengiringnya untuk memilih jalan masing-masing. Bahkan sebagian mendapat perintahnya untuk berpencar mencari Prabu Brawijaya disepanjang Gunung Sewu, sehingga akhirnya Pangeran Kuda Narpada tidak lagi diikuti oleh seorang pengiringpun.
"Agaknya Pangeran Cemara Kuning dan Pangeran Sendang Prapat telah menemukan Prabu Brawijaya.
Mungkin sudah berada di Demak, mungkin ditempat lain.
Kemudian mereka mendapat perintah untuk mencari Pangeran Kuda Narpada" berkata Nyi Upih didalam hati.
"Tetapi jika demikian, kenapa Pangeran Kuda Narpada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
tidak mengambil anak isterinya. Padahal anak isterinya
adalah anak isteri yang dibawanya sejak dari Majapahit.
Bukan selir yang diketemukan ditengah jalan yang dapat
ditinggalkan ditengah jalan pula."
Namun seperti Raden Ayu Kuda Narpada dan Inten
Prawesti maka pertanyaan-pertanyan itu akan tetap
menjadi pertanyaan yang tidak terjawab. Pangeran Kuda
Narpada yang melambaikan tangannya saat
meninggalkan tangga pendapa itu ternyata hilang seperti
kapas ditiup anging kencang, melambung tinggi dan
tidak tahu dimana akan hinggap.
Tetapi diantara pertanyaan yang terselip dihatinya,
Nyi Upih menjadi berdebar-debar apabila ia
mengenangkan tanggapan beberapa orang atas
Pangeran Cemara Kuning. Ia tidak tahu sama sekali
tentang Pangeran Cemara Kuning, ia tidak tahu sama
sekali tentang Pangeran Sendang Prapat, karena ia baru
melihat beberapa kali selama ia menghambakan diri
kepada Pangeran Kuda Narpada. Tetapi tentang
Pangeran Cemara Kuning, ia sering mendengar ceritera
beberapa orang pelayan kawan-kawannya. :
"Si Sampir sudah diusirnya" berkata seorang
kawannya. "Justru ketika Pangeran Cemara Kuning
mengetahui perempuan itu mulai mengandung"
"Diusir?" bertanya Nyi Upih.
"Maksudku, pekatik-nyalah yang harus mengawininya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Alangkah senangnya pekatik itu mendapat triman"
Nyi Upih berhenti sejenak "He"Bukankah Werdi juga diberikan kepada juru tamannya ketika ia mulai mengandung?"
"Mungkin, dan itu menjadi watak Pangeran Cemara Kuning".
"Kau juga akan menjadi triman?" Nyi Upih bergurau.
Dan kawannya mencubitnya sambil berkata "Aku tidak sudi, tetapi jika terpaksa apa boleh buat"
Nyi Upih tertawa, namun ia menjadi sedih juga.
Memang ada satu dua orang dengan senang hati menerima nasib seperti itu. Mengandung dalam hubungannya dengan seorang bangsawan kemudian menjadi triman dengan pesangon yang banyak bagi dirinya sendiri dan bagi bakal suami yang harus dengan ikhlas menerimanya dalam keadaan apapun.
Tetapi Nyi Upih tidak terlampau dalam menyesali tingkah laku seorang bangsawan yang demikian. Yang paling sakit baginya justru Pangeran Cemara Kuning yang memang berwajah tampan itu tidak saja mengorbankan pelayan-pelayan perempuannya yang masih gadis saja, tetapi kadang-kadang mereka yang sudah bersuamipun diambilnya dengan segala pengaruh yang ada padanya. Pengaruh derajat dan pangkat, tetapi juga pengaruh kekayaan yang dimilikinya.
"Untuk berapa lama, ia dapat memenuhi segala keinginannya" berkata Nyi Upih didalam hatinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Peristiwa-peristiwa itu, ternyata telah mempengaruhi perasaannya. Pada saat terakhir. Pangeran Kuda Narpada pergi bersama Pangeran Cemara Kuning dan Pangeran Sendang Prapat yang tidak begitu dikenalnya, membuatnya semakin lama semakin gelisah. Tetapi ia tidak mengatakan semuanya itu kepada Raden Ayu Kuda Narpada dan puterinya, Inten Prawesti. Ia tidak sampai hati menambah parah luka dihati keduanya.
Tetapi justru karena itu, maka beban perasaan itu harus dipikul diatas pundaknya sendiri, tidak ada orang lain yang dapat membantu mambawa beban itu. Dan ia memang tidak ingin membaginya dengan orang lain.
Namun ternyata bahwa beban itu semakin lama rasa-rasanya menjadi semakin berat, sehingga hampir tidak tertahankan lagi olehnya.
Sealan dengan itu, maka istana kecil itupun menjadi semakin suram pula. Raden Ayu Kuda Narpada semakin jarang keluar dari istananya. Apalagi puterinya Inten Prawesti. Yang kemudian harus pergi kepadukuhan Karangmaja untuk mendapatkan keperluan sehari-hari adalah Nyi Upih. Dan agaknya orang-orang Karangmajapun menganggap pelayan yang setia itu seperti saudara mereka sendiri.
Justru apabila Nyi Upih pergi kepadukuhan Karangmaja, rasa-rasanya ia sempat bernafas. Sehari-hari ia merasa terkurung didalam halaman istana kecil itu. Jarang sekali ia bercakap-cakap dengan Raden Ayu yang menjadi semakin pendam dan momongannya Inten Prawestipun nampaknya semakin murung. Sehingga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
dengan demikian, jika ia mendapat kesempatan untuk
keluar dari istana itu, rasa-rasanya dadanya agak
menjadi lapang, meskipun tidak ada tempat untuk
mengadukan semua beban didalam hati.
Dalam kemurungan itu, kadang-kadang Inten
Prawesti masih juga sempat mengajak Nyi Upih berjalan-
jalan dibelakang istana kecilnya. Naik kelereng bukit yang
sepi. Memandang lereng yang mulai hijau dan celah-
celah bukit yang memberikan kesan tersendiri.
"Apakah ayahanda pergi lewat jalan itu?" bertanya
Inten Prawesti kepada momongannya.
Nyi Upih memandang jalur jalan dibawah bukit kecil
itu, sambil mengangguk kecil ia menjawab "Demikianlah
agaknya, jalur jalan itu menuju ketempat yang sangat
jauh". "Dan ayahandapun pergi ketempat yang sangat jauh.
Sudah lebih dari setahun ayahanda tidak pulang
kembali". Nyi Upih tidak menyahut, kepergian Pangeran Kuda
Narpada memang sudah lebih dari bukan saja setahun,
tetapi sudah lebih dari dua tahun.
Setiap kali Inten Prawesti mengajak Nyi Upih
memanjat bukit kecil dan memandang jalur yang panjang
berliku-liku dan yang ujungnya seolah-olah hilang
menyusup kebawah bukit, gadis itupun menjadi semakin
nampak suram, ada kerinduan yang menekan didalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
dadanya. Kerinduan kepada ayahandanya yang diikutinya
sejak dari pusat kerajaan agung Majapahit.
Kadang-kadang Nyi Upih mencoba untuk mengajak
Inten Prawesti berjalan-jalan ketempat lain, tetapi gadis
itu selalu menolak, dan mengajak pemomongnya naik
kelereng bukit kecil dan mamandang jalan yang berliku-
liku itu. "Kenapa tidak pergi ke padukuhan itu saja puteri"
bertanya Nyi Upih
Inten Prawesti menggelengkan kepalanya.
"Disini terlampau sepi. Kita tidak bertemu dengan
seorangpun, tetapi di padukuhan kita dapat berbicara
dengan orang-orang Karangmaja. Kadang-kadang yang
mereka katakan memberikan pengalaman baru bagi kita.
Kadang-kadang aneh, kadang-kadang tidak masuk akal
dan kadang-kadang menggelikan sekali. Meskipun
demikian bukan berarti bahwa mereka tidak mempunyai
sikap hidup. Dan sikap hidup mereka, yang bertahun-
tahun hidup didalam perjuangan melawan alam yang
keras ini, dapat memberikan banyak petunjuk bagi kita".
Tetapi Inten Prawesti menggelengkan kepalanya,


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jawabnya "Aku lebih suka senang berada ditempat yang
sepi" "Puteri" berkata Nyi Upih "Bukankah dengan demikian
kita akan menjadi samakin terasing dari pergaulan.
Padahal pergaulan yang betapapun sederhananya, akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
memberikan pengaruh bagi kita, manusia adalah
makhluk yang hidup dalam lingkungannya, bukan
seharusnya hidup menyendiri".
Tetapi Inten Prawesti mengerutkan keningnya, namun
kemudian ia berkata "Aku mengerti Nyai, tetapi rasa-
rasanya kini aku lebih senang hidup dalam ketenangan.
Rasa-rasanya tidak ada lagi gairah untuk hidup dalam
lingkungan yang luas, meskipun hanya seluas padukuhan
Karangmaja. Disini aku mendapatkan kedamamaian hati.
Tidak ada persoalan-persoalan yang menambah hidupku
menjadi semakin suram".
"Tetapi yang puteri dapatkan bukanlah kedamaian
yang sejati, tetapi sekedar kesunyian, karena hati yang
damai seharusnya memancar seperti pelita yang
menerangi keadaan sekitarnya, bukan seperti pelita yang
berada dibawah kerudung yang rapat, sehingga sinarnya
tidak memberikan arti apapun bagi kehidupan si
lingkungannya".
Inten Prawesti menarik nafas dalam-dalam, katanya
"Nyai, bagaimana hati ini dapat menjadi pelita yang
menerangi lingkungannya, jika hati ini rasa-rasanya
menjadi semakin suram dan bahkan padam. Itulah yang
mungkin benar, kesuraman yang sepi, bukan kedamaian,
karena didalam hati ini tersimpan kegelisahan yang
menggelora".
"Ah?" Nyi Upih menjadi semakin menyesal akan kata-
katanya sendiri. Sehingga karena itu iapun segera
menyahut "Sudahlah Puteri, bukankah puteri ingin
mendapatkan kesegaran dengan berjalan-jalan diatas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
bukit ini". Nah puteri dapat melihat lereng-lereng bukit
yang menjadi hijau meskipun baru ditumbuhi batang
metir. Tetapi kelak lereng itu akan dapat ditanami
pepohonan yang mempunyai arti yang lebih besar lagi.
Pohon aren, jambu kelutuk, bahkan mungkin sebuah
ladang jagung".
Inten Prawesti mengangguk-angguk, tetapi hatinya
seolah-olah tidak melekat pada pemomongnya yang
sedang mencoba untuk menggeser perhatian gadis itu.
Nyi Upih hanya dapat menarik nafas dalam-dalam,
sedang momongannya masih saja memandang jalur jalan
yang berliku-liku seperti tubuh seekor ular raksasa yang
membelit pebukitan.
Namun selagi mereka termenung diatas bukit kecil itu,
tiba-tiba pendengaran mereka tertarik oleh suara seruling
dikejauhan, suara seruling yang melengking menyusup
celah-celah pebukitan.
Inten Prawesti yang selama itu rasa-rasanya tidak
mempunyai perhatian terhadap apapun juga, agaknya
sentuhan suara seruling itu dapat menggetarkan dinding
hatinya pula. "Nyai?" berkata Inten Prawesti "Kau mendengar
suara seruling itu?"
"Ya..Puteri" jawab Nyi Upih, lalu "Suara seruling itu
mengingatkan kita kepada kidung tentang cinta"
"Ah?" desah Inten Prawesti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Ooo?" Nyi Upih menutup mulutnya, ia sudah
terlanjur lagi menyebutkan sesuatu yang hampir tidak
dikenal oleh momongannya. Karena itu maka cepat-cepat
ia menyambung "Seperti cinta Maha Pencipta atas kita
yang telah memberikan banyak sekali kenikmatan.
Meskipun kadang-kadang kita merasa sesuatu yang agak
mengganggu, tetapi kurnia yang paling berharga bagi
kita adalaj kemampuan untuk mengatasi setiap kesulitan
dan gangguan didalam hidup kita."
Inten Prawesti tidak menjawab.
"Puteri, cobalah dengar, lagu itu seperti mengalun
dari langit".
Untuk sejenak Intern Prawesti masih berdiam diri,
agaknya suara seruling itu benar-benar dapat menyentuh
hatinya. Ternyata bahwa dihari berikutnya, Inten Prawesti
mengajak Nyi Upih untuk pergi lagi ke bukit itu, rasa-
rasanya ia ingin mendengar suara seruling yang pernah
didengarnya itu.
"Seruling seorang gembala puteri, jika puteri ingin
mendengar, maka puteri dapat memanggil gembala itu
dan menyuruhnya bersenandung dihalaman istana."
"Ah, tentu tidak akan merdu suara seruling yang
diiringi oleh gemanya dilereng-lereng bukit seperti itu
Nyai" Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Nyai Upih tidak menjawab, iapun mengerti bahwa apabila gembala itu dibawa masuk halaman, kemudian duduk dipendapa dan meniup sulingnya, kesan getarannya akan jauh berbeda. Karena itu maka iapaun tidak lagi mengganggu Inten Prawesti yang sedang asyik mendengar lagu yang melontar dari seruling dikejauhan tanpa mengetahui siapakah yang membunyikannya. Lagu yang rasa-rasanya sengaja disesuaikan dengan gejolak yang sedang melanda dinding-dinding jantung Inten Prawesti, gejolak kerinduan kepada ayahandanya yang pergi bertahun-tahun yang lalu.
Tetapi sebenarnyalah ada perasaan rindu yang lain yang terselip didalam didalam hati gadis yang meningkat dewasa itu. Inten Prawesti sendiri tidak mengetahuinya.
Apalagi orang lain. Sebagai seorang gadis yang sudah dewasa, maka hatinyapun menjadi peka sekali terhadap sentuhan yang sendu. Suara seruling itu agaknya telah membelainya, bukan saja sebagai curahan perasaan rindu kepada ayahandanya, tetapi sentuhan-sentuhan yang lain didalam kalbunya, karena seperti yang dikatakan oleh Nyi Upih, lagu itu adalah kidung cinta, Asmaradan, tembang yangn melontarkan gairah cinta yang menyala didalam kalbu.
Karena itu, maka rasa-rasanya suara seruling itu terdengar manis ditelinganya dan mendapat tempat dihatinya, seolah-olah suara seruling itu sengaja disiulkan untuknya.
"Nyai", siapakah yang meniup seruling itu?" tiba-tiba Inten Prawesti bertanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Seorang gembala, puteri. Seperti yang sudah aku katakan
"Apakah ia anak Karangmaja".?"
"Tentu, padukuhan yang lain terletak ditempat yang agak jauh, agaknya hanya anak-anak Karangmaja sajalah yang menggembalakan ternak-ternaknya sampai kelereng bukit itu"
Inten Prawesti merenung sejenak, tetapi ia menjadi kecewa jika suara itupun kemudian terhenti.
"Disaat-saat begini, gembala-gembala biasanya mulai mengumpulkan ternaknya, sebentar lagi mereka akan menggiringnya kembali ke kandang".
Inten Prawesti hanya mengangguk-angguk saja.
"Matahari menjadi semakin rendah, sebentar lagi senja akan turun, sehingga ternak harus sudah berada di kandangnya, bukankah dilembah yang curam itu, kadang-kadang masih terdapat harimau yang berkeliarian", karena itu menjelang senja para gembala harus sudah pulang".
"Apakah disiang hari harimau itu tidak mau mencuri ternak?"
"Kadang-kadang puteri, tetapi disiang hari gembala-gembala itu mempunyai banyak kawan, juga orang-orang yang diladang. Jika ada seekor atau dua ekor harimau yang berani mengganggu ternak, maka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
beramai-ramai gembala itu melawannya, karena itu,
mereka membawa senjata ke ladang"
Inten Prawesti menganguk-angguk pula.
"Sekarang, kitapun pulang puteri"
"Sebentar Nyai, Aku ingin melihat matahari menjadi
semakin rendah dan turun ke punggun bukit"
"Ah?" wajah Nyai Upih menegang "Sudah aku
katakan, disela-sela berbukitan itu masih berkeliaran
harimau kumbang, mungkin macan tutul"
"Tetapi harimau-harimau itu tidak akan datang
kemari, disini tidak ada ternak."
Inten Prawesti tersenyum, senyum yang sudah jarang
sekali nampak dibibirnya.
"Apakah suara seruling itu tidak akan terdengar lagi?"
"Besok lagi kita datang kemari untuk mendengarkan,
mereka sekarang sudah pulang"
Inten Prawesti menarik nafas dalam-dalam, iapun
tiba-tiba menjadi ngeri jika ada seekor harimau yang
tersesat sampai keatas bukit kecil itu. Karena itu, maka
katanya "Baiklah, kita akan pulang, besok kita akan
mendengarkan seruling itu lagi" ia berhenti sejenak, lalu
"Bagaimana jika kita pergi mendekat?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Ah, tidak mungkin, puteri. Jalan terlampau sulit, anak-anak gembala dapat berlari-lari di lereng yang terjal sambil menggiring ternak, tetapi kita tidak akan dapat merangkak sekalipun."
Inten Prawesti mengangguk-angguk, ia mengerti, bahwa jalan dilereng bukit itu terlampau sulit dilalui sampai ke ladang tempat anak-anak menggembalakan ternaknya.
"Puteri" berkata Nyi Upih pula. "Matahari menjadi semakin terlampau rendah, apakah kita tidak sebaiknya pulang sekarang"
Inten Prawesti mengangguk, sekali ia masih memandang kelereng bukit, kearah seruling itu melontarkan tembang, namun kemudian iapun bergeser dan melangkah meninggalkan tempatnya.
Tetapi tiba-tiba saja ia langkahnya terhenti, ketika dengan tiba-tiba pula ia mendengar suara seruling itu pula, tidak sejauh yang didengarnya sebelumnya.
"Nyai?" desis Inten Prawesti.
Nyi Upihpun tertegun, suara seruling itu terdengar dekat sekali. Hanya dibalik gerumbul dibawah ujung bukit kecil itu
"Kau dengar suara seruling itu?" bertanya Inten Prawesti
"Tentu, puteri"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Dekat sekali"
"Ya"dekat sekali"
Inten Prawesti memandang Nyi Upih yang menadi
pucat. "He"! Kenapa Kau"
"Suara seruling itu?"
"Kenapa?"
"Lain puteri, agak lain. Apakah puteri tidak merasakan
perbedaannya. Inten Prawesti bukan seorang yang mengerti tentang
kidung dan tembang, tetapi ia merasakan ia memang
merasakan sesuatu yang lain. Suara seruling yang
didengarnya itu justru lebih menyentuh perasaannya,
halus dan menggelayut.
"Nyai", apakah hanya pendengaranku dan ketidak
tahuanku tentang suara seruling", lagunya bertambah
indah". "Ya..ya.. puteri, lebih syahdu, tetapi".." Ia berhenti
sejenak. "Tetapi apa Nyai?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Nyi Upih memandang kesekelilingnya, ia tidak melihat seorangpun, sehingga kemudian ia berkata "Apakah aku hanya mendengar suaranya saja?"
"Oooh?" Inten Prawesti menepuk bahu
pemomongannya, "Aku mengerti Nyai, Kau takut" Kau anggap suara seruling itu suara hantu yang sedang bermain seruling?"
"Puteri, tempat ini jarang sekali disentuh kaki manusia"
"Jika sekiranya ada hantu yang pandai bermain seruling apa salahnya?"
Nyi Upih mengerutkan lehernya, katanya "Marilah kita pulang".
"Sebelum Inten Prawesti menjawab, maka suara seruling itupun tiba-tiba telah lenyap, seperti tiba-tiba saja suara itu melengking, sehingga Nyi Upih menjadi semakin gemetar. Bulu-bulu tubuhnya serasa berdiri.
Sambil mendekati momongannya ia berkata "Puteri"
marila kita cepat-cepat pulang"
Inten Prawesti mengangguk, tetapi ia sama sekali tidak menjadi ketakutan, ia yakin bahwa seorang gembala dengan sengaja telah mengganggunya, mungkin seorang ingin bergurau, seperti orang-orang Karangmaja sering bergurau dengan ayahandanya sebelum ayahandanya pergi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Keduanya kemudian melangkah meninggalkan bukit itu dan kembali ke istana kecil yang terpencil itu.
"Puteri telah mengganggu pekerjaanku" berkata Nyi Upih sambil mencubit Inten Prawesti.
"Kenapa Nyai?""
"Aku belum merebus air, ibunda biasanya mandi dengan air hangat. Karena aku ikut mendengarkan suara seruling itu, maka aku terlambat.
"Belum terlambat Nyai, dan biarlah aku yang mengatakannya kepada ibunda"
Tetapi ternyata Inten Prawesti tidak mengatakan tentang suara seruling itu, ia hanya mengatakan bahwa Nyi Upih telah dibawanya berjalan-jalan.
"Jangan terlalu jauh Inten" berkata ibundanya "Kita masih belum mengenal seluruh keadaan padukuhan itu, meskipun kita sudah beberapa tahun berada disini.
Berbeda dengan ayahandamu, mengenal Karangmaja lebih baik dari orang-orang Karangmaja itu sendiri, tetapi kau belum".
"Ya"ibunda"
"Apalagi menurut ceritera orang, didaerah pebukitan itu masih ada berkeliaran beberapa ekor harimau. Karena itu, sebaiknya jika kau ingin berjalan-jalan, pergi sajalah ke padukuhan. Orang-orang Karangmaja masih tetap baik kepada kita"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Inten Prawesti mengangguk saja, tetapi ia rasa-
rasanya sudah sangat dipengaruhi oleh suara seruling,
dan berlebih-lebih lagi suara yang tiba-tiba ada dibalik
gerumbul yang tidak terlampau jauh daripadanya.
"Gembala-gembala itu pandai memandang meniup
suling" katanya kepada Nyi Upih.
"Hanya seruling sajalah permainan mereka, mereka
tidak dapat bermain-main dengan cara yang lain, apalagi
bermain sembunyi-sembunyi atau semacamnya. Dengan
demikian mereka akan meninggalkan ternak mereka, jika
ternak mereka itu hilang, maka mereka akan menyesal."
"Jadi mereka duduk-duduk saja sambil meniup
seruling?"
"Ya" satu dua, yang lain bermain dengan kayu,
membuat ukiran dan patung-patung kecil seperti yang
terdapat diruang depan, anak-anaklah yang memberikan
patung-patung kecil itu kepada pangeran waktu itu".
Inten Prawesti mengangguk-angguk, ia memang
melihat ukirang dan patung-patung kecil itu di ruang
depan. Agaknya ayah dari anak-anak yang membuatnya
telah memberikannya kepada ayahandanya sebelum
ayahandanya pergi. Dan ternyata bahwa patung-patung
kecil itu sampai saat itu masih disimpannya baik-baik.
Tetapi dihari berikutnya terjadilah sesuatu yang agak
lain dan tidak disangka-sangka sama sekali. Sebelum
Inten Prawesti pergi ke bukit kecil, tempat ia biasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
mendengarkan suara seruling dan mamandang jalan kecil
yang berliku-liku disela-sela bukit, tiba-tiba saja
terdengar suara seruling dari pendapa rumahnya. Suara
itu memang agak jauh, tetapi jelas terdengar.
"Nyi Upih" ia memanggil pemomongnya yang masih
ada didapur, "Kau mendengar suara seruling itu?"
Nyi Upih mencoba mendengarkannya, tetapi ia
menggeleng "Aku tidak mendengar , puteri".
"Aku telah mendengarkannya".
"Tetapi aku tidak"
Inten Prawestipun kemudian mencoba mendengarkan
suara itu, tetapi agaknya suara seruling itu memang tidak
terdengar dari dapur, karena suara air yang mendidih
didalam belanga.
Inten Prawestipun menarik tangan Nyi Upih dan
mengajaknya ke pendapa.
"Ada apa Inten?" bertanya ibunya yang melihat
anaknya menarik tangan pemomongnya.
Inten Prawesti tidak menjawab, tetapi Nyi Upihlah
yang menyahut. Suara seruling Gusti, suara itu terdengar
jelas dari pendapa".
"Ah hanya suara seruling"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Inten Prawesti sama sekali tidak menjawab, tetapi ia menarik Nyi Upih melintasi ruang dalam, langsung ke pendapa.
Ketika mereka berdiri di pendapa, maka Nyi Upihpun mencoba mempertajam pendengarannya, tetapi ia tidak mendengar apa-apa.
"Apa puteri masih mendengarnya" "
"Inten mengerutkan keningnya, dengan kecewa, ia menggeleng lemah "Suara itu sudah tidak terdengar lagi Nyai;
"Aku kira puteri terlampau memikirkan suara seruling itu, sehingga ketika angin berhembus dan mengguncang dedaunan, suaranya seperti suara seruling yang merdu"
"Ah", tentu lain" jawab Inten "Apakah kau kira aku sudah tidak dapat membedakan lagi suara seruling dan suara gemerisik dedaunan?"
Bab 2 "Bukan maksudku puteri. Tetapi karena perasaan puteri terlampau dicengkam oleh suara seruling cinta itu, maka rasa-rasanya semua suara seperti suara seruling.
Demikian juga dengan tingkahku sewaktu tigapuluh tahun yang lampau, pada saat aku masih remaja seperti puteri".
"Ah" aku yakin aku mendengar suara itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Baiklah puteri, nanti aku akan ikut mendengarkan.
Tetapi airku sudah mendidih, aku akan menanak nasi sebelum airnya kering"
"Kau akan menanak nasi?"
"Ya, puteri, bukankah sehari-hari aku juga menanak nasi?"
"Bukankah kita akan berjalan-jalan?"
"Ya, biasanya aku menjerang nasi sebelum berangkat, kemudian aku akan menyenduknya setelah kita kembali"
"Jika nasi itu sangit?"
"Biasanya, jika ibunda mengetahui aku mengantar puteri berjalan-jalan, maka ibunda tidak berkerberatan turun kedapur" Bukankah hal itu sering dilakukannya pula?"


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Inten Prawesti mengangguk-angguk. Ibundanya bukan lagi Gusti Raden Ayu yang hanya duduk diatas tempat duduk yang dialasi dengan beludru atau bercengkerama ditaman yang ditumbuhi oleh seribu macam pohon bunga, ibunya adalah seorang yang harus menyesuaikan diri dari keadaan. Meskipun selagi ibundanya berada di Majapahit, bukan pula seorang yang tinggi hati, namun jarang sekali ibundanya menjenguk kebagian belakang istananya.
"Jika demikian" berkata Inten kemudian "Cepatlah kita akan berangkat".
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Nyi Upihpun kemudian dengan tergesa-gesa pergi ke
belakang, menurunkan belanga berisi air yang sudah
mendidih, kemudian menjerang nasi, baru ia membuat
minuman panas bagi Raden Ayu Kuda Narpada. Sebelum
ia pergi mengantarkan Inten Prawesti berjalan-jalan.
Setelah semuanya selesai, maka Inten dan Nyi
Upihpun mohon diri kepada Raden Ayu Kuda Narpada
untuk berjalan-jalan sebentar keatas bukit seperti hari-
hari yang lewat.
Tetapi mereka tertegun ketia beberapa langkah
mereka mulai menyusuri jalan setapak, mereka melihat
seorang anak muda yang berjalan perlahan-lahan
dilereng bukit kecil. Ditangannya tergenggam sebuah
seruling bambu yang panjang berwarna gading.
"Nyai?" desis Inten Prawesti "Apakah anak muda itu
juga seorang gembala?"
Nyi Upih termangu-mangu sejenak, dipandangnya
seorang anak muda yang mempunyai ciri agak lain dari
anak-anak muda dari Karangmaja. Meskipun ia
mengenakan pakaian yang sederhana, tetapi
kesederhanaannya adalah berbeda sekali dengan pakaian
anak-anak muda di Karangmaja. Anak muda yang
berjalan dilereng bukit itu memakai pakaian lengkap dan
dengan cara yang baik pula, rambutnya disanggul tinggi
keatas kepalanya dan sebuah anyaman rotan yang tipis
membelit di dahinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Agaknya bukan anak Karangmaja, puteri" berkata Nyi Upih.
Inten Prawesti tiba-tiba saja menjadi berdebar-debar, anak muda itu berjalan langsung menuju kearahnya.
"Nyai", kenapa ia berjalan kemari" "
Nyi Upihpun menjadi berdebar-debar, tetapi ia justru menjadi ketakutan seperti ketika ia membayangkan hantu yang berterbangan disekitar bukit kecil itu.
Karena itu, maka iapun kemudian berdiri disisi Inten Prawesti yang justru termangu-mangu ditempatnya.
Beberapa langkah dihadapan Inten Prawesti, anak muda itupun berhenti, dengan hormatnya ia membungkukkan kepalanya sambil berkata "Hormat bagi tuan puteri Inten Prawesti"
Inten terkejut, dengan suara bergetar ia bertanya,
"Kau sudah mengenal namaku?"
"Setiap orang di Karangmaja telah mengenal tuan puteri"
"Kau juga anak muda Karangmaja?" Bertanya Nyi Upih.
"Bukan Nyai, aku adalah seorang perantau" jawab anak muda itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Ooo?" Nyi Upih mengangguk-angguk "Aku sudah menduga, kau tentu bukan anak muda dari Karangmaja.
Tatapan matamu membayangkan tingkat kecerdasan yang lain dari anak-anak muda Karangmaja yang berpikir dengan sederhana".
"Ah, akupun hanya anak padukuhan, tetapi aku mempunyai kegemaran mengembara. Menjelajahi padukuhan, mendaki perbukitan dan menuruni lembah".
Nyi Upih mengangguk-angguk, wajah anak muda itu memang menunjukkan hatinya yang keras, tatapan matanya bagaikan ujung tombak yang langsung menusuk kepusat jantung.
"Aku sekarang untuk sementara tinggal di Karangmaja puteri" berkata anak muda itu.
"Kaukah yang bermain seruling?" tiba-tiba Inten Prawesti bertanya.
"Ya", tetapi bukan yang tuan puteri dengar di lembah, disela-sela bukit. Suara seruling itu adalah suara seruling gembala dari Karangmaja"
"Jadi yang mana. .?"
"Aku sering melihat tuan puteri pergi ke bukit kecil itu dan tertarik kepada suara seruling yang berlagu tanpa irama, seperti gemuruhnya suara pasar sedang temawon"
"Dan kau?""
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Aku mencoba untuk memperkenalkan puteri dengan suara seruling yang baik dan irama yang benar dari tembang asmaradana, aku membunyikan seruling dibalik gerumbul dibawah bukit itu."
"Oo..Kaukah itu?" Inten Prawesti tersenyum, tetapi ketika kakinya akan melangkah mendekat, Nyi Upih telah menggamitnya.
"Tetapi sebenarnya, akupun bukan peniup seruling yang baik, meskipun demikian, aku tentu dapat melakukannya lebih baik dari gembala-gembala Karangmaja"
"Tentu, suara serulingmu lebih bak, lebih halus dan berirama"
"Aku mempunyai pengalaman yang jauh lebih luas dari anak-anak Karangmaja, dan karena itulah, aku mencoba untuk memberikan yang lebih baik dari yang dapat mereka berikan"
Inten Prawesti mengangguk-angguk, dan kemudian iapun bertanya "Aku belum bertanya, siapakah namamu dan dari manakah asalmu?"
Anak muda itu tersenyum, jawabnya "Namaku Kidang Alit puteri, asalku" "entahlah, aku sendiri tidak mengetahuinya dengan pasti, aku adalah anak kabar kanginan, berselimut langit dan beralaskan bumi, aku tidak tahu, siapakah yang menurunkan aku sebenarnya"
"Ah", apakah begitu?""
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Benar Puteri, dan sekarang aku mengembara dari
satu tempat ke tempat yang lain, kali ini aku tersangkut
di padukuhan Karangmaja"
Inten Prawesti tidak segera bertanya lagi, nampak
keragu-raguan membayang wajahnya yang bening,
tetapi ia tidak mempersoalkannya.
"Aku akan mencoba bermain lebih baik lagi puteri"
berkata anak muda yang mengaku Kidang Alit itu.
"Aku senang sekali mendengarnya" jawab Inten
Prawesti. "Aku akan dengan senang hati menghadap puteri di
istana, dan bermain seruling siang dan malam"
"Ah", Inten berdesah, "Tetapi apa salahnya jika kau
datang mengunjungi istanaku, eh"maksudku rumahku".
"Puteri?" Nyi Upih memotong, "Tentu puteri harus
mengatakannya lebih dulu kepada ibunda, bahwa akan
ada seorang datang menghadap".
"Ah, bukankah sejak ayahanda masih ada, siapapun
boleh masuk dan naik keatas pendapa?"
"Justru kini ayahanda puteri sudah tidak ada di istana"
Inten Prawesti mengerutkan keningnya,
dipandangnya wajah anak muda itu sejenak lalu, "Ya, aku
akan mengatakannya kepada ibunda. Tetapi jika tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
berkenan dihati ibunda, kau dapat meniup serulingmu
dimana saja kau suka. Aku akan mendengarkannya dari
pintu butulan, atau dari pendapa".
Kidang Alit tertawa, katanya "Itu bukan persoalan lagi
puteri, setiap saat aku akan meniup seruling,
didengarkan atau tidak.
Inten mengerutkan keningnya. Tetapi sebelum ia
berkata sesuatu, Nyi Upih menggamitnya dan berkata
"Aku meninggalkan nasi diatas api puteri"
"Ah. Bukankah ibunda ada..?"
"Tentu ibunda tidak akan turun kedapur"
"Bukankah kau juga mengatakan, biarlah ibunda nanti
yang mengangkat belanga itu, sebelum kita pulang"
"Tetapi, bagaimana kalau ibunda tertidur?"!"
Inten masih akan menjawab, tetapi Kidang Alit segera
memotong. "Silahkan puteri, agaknya pemomong puteri
masih mempunyai tugas di istana".
Inten menjadi kecewa, tetapi ia mengikutinya ketika
Nyi Upih melangkah pulang.
Tetapi Inten masih berpaling dan berkata kepada
Kidang Alit "Aku akan mendengarkan suara serulingmu"
Kidang Alit tersenyum, tetapi ia tidak menjawab. Nyi
Upihpun kemudian menyanding Inten Prawesti mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
berjalan semakin cepat, seolah-olah mereka begitu
tergesa-gesa. "Nyai, kenapa kau berlari-lari"."
"Nasi itu"
"Tetapi kakiku sakit, dan ibunda tentu akan turun
kedapur, bukankah biasanya ibunda berbuat demikian
jika kita pergi"
Nyi Upih berpaling sejenak, ia masih melihat Kidang
Alit berdiri tegak ditengah lorong sempit itu, sekilas Nyi
Upih melihat tubuh tegap dengan dada yang bidang,
meskipun wajahnya tidak begitu tampan, namun
kecerdikan memancar dari sepasang mata anak muda
itu. Ketika Nyi Upih dan Inten memasuki regol halaman
istananya, barulah Nyi Upih berhenti dengan nafas
terengah-engah, dan keringat dikeningnya.
"Nyai berlari-lari seperti dikejar hantu, cepatlah jika
kau ingin pergi ke dapur" berkata Inten dengan jengkel.
"Ampun puteri, sebenarnya aku tidak tergesa-gesa
karena nasi itu"
"Jadi kenapa?"
"Bukankah kita belum mengenal anak muda itu?""
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Ya.. anak muda itu nampaknya agak lain dengan anak-anak Karangmaja, Ia baik dan ramah"
"Ya...puteri, Anak muda itu baik dan ramah, justru karena ia terlalu baik dan ramah, aku menjadi curiga"
"Kau terlampau cepat berprasangka Nyai"
"Puteri masih terlampau hijau, puteri tidak pernah bergaul dengan anak-anak muda, aku tidak senang melihat tatapan matanya yang gelisah memandang puteri, dan aku tidak senang mendengar
kesombongannya".
"Ah, apakah anak muda itu sombong..?"
"Ia adalah anak muda yang sombong, keramahan yang dibuat-buat itulah yang menyembunyikan kesombongannya" Nyi Upih berhenti sejenak. Lalu "Puteri, Nyai ini sudah tua, sudah banyak bergaul dengan anak-anak muda dimasa Nyai masih muda dahulu, sehingga Nyai dapat membedakan sifat-sifat yang jujur dan dibuat-buat"
Inten mengerutkan keningnya, namun katanya "Tetapi anak itu baik Nyai, setidak-tidaknya ia tidak mempunyai maksud buruk".
"Mungkin, mungkin tidak ada niat buruk padanya, tetapi puteri harus hati-hati.
"Kenapa Nyai?""
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Salah satu sebab bahwa puteri harus berhati-hati adalah karena puteri sudah meningkat dewasa, dan berlebih-lebih lagi adalah karena puteri tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik".
"Ah?" Inten mencubit Nyi di lengannya, sehingga pemomongnya itu mengaduh kesakitan.
"Sudahlah Puteri" berkata Nyi Upih kemudian
"Sebaiknya puteri masuk kedalam, anak muda itu tentu akan lewat didepan istana ini, dan puteri tidak boleh berada diluar, apalagi seakan-akan puteri sedang menunggunya"
"Kenapa", aku ingin mendengar ia bermain dengan serulingnya"
"Mungkin puteri hanya ingin sekedar mendengarkan ia bermain dengan serulingnya dalam kidung cinta. Tetapi hal itu akan menimbulkan salah paham bagi anak muda, apalagi menilik tatapan matanya. Kidang Alit adalah seorang anak muda yang cepat mengagumi kecantikan seorang gadis"
Inten memandang sejenak wajah Nyi Upih dengan tajamnnya, sepercik keragu-raguan memancar pada sorot matanya. Tetapi ia tidak bertanya sesuatu.
Nyi Upih mengerti bahwa Inten Prawesti masih belum mengenal sifat anak-anak muda, sehingga ia tidak akan muda mengerti keterangannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Karena itu Nyi Upihpun kemudian mengajak Inten untuk pergi saja kedapur. Ia dapat melupakan serulingya itu sejenak dengan beberapa kesibukan. Inten Prawesti bukannya seorang gadis yang malas. Meskipun ia seorang puteri Pangeran. Tetapi seperti ibundanya, iapun sudah berusaha menyesuaikan diri dengan keadaannya.
Hidup terpencil di padukuhan kecil, segala seseuatu harus dilakukannya sendiri, karena Nyi Upih sudah terlampau banyak pekerjaan. Inten sudah biasa mencuci pakaiannya sendiri, membantu memasak dan membersihkan perabot rumahnya.
Dalam pada itu, ternyata dugaan Nyi Upih tidak meleset, Kidang Alit tidak puas menatap langkah Inten yang hilang ditikungan. Iapun berjalan mengikutinya meskipun dengan jarak yang jauh, anak muda itu tidak dapat menahan keinginannya untuk lewat didepan istana kecil yang lengang itu.
Namun ternyata bahwa halaman istana itu benar-benar telah sepi.
Gadis itu tidak ada di pendapa" desisnya Tentu pemomongnya itulah yang mengajaknya masuk kedalam"
Tetapi Kidang Alit tidak memasuki halaman rumah itu, iapun kemudian duduk dibawah sebatang pohon wuni diseberang jalan yang melintasi didepan istana itu.
Sejenak kemudian terdengar suara seruling memecah sepi, mengalun bersama angin yang berhembus perlahan-lahan mengumandang diseluruh halaman istana kecil itu
Tiraikasih Website http://kangzusi. com
Inten yang sedang berada didapur terkejut mendengar suara seruling itu. tanpa sadarnya iapun segera bangkit berdiri. Hampir saja ia meloncat berlari, jika Nyi Upih tidak menangkap lengannya dan berkata
"Tinggalah disini saja puteri"
Inten termangu-mangu sejenak
"Sebaiknya puteri tidak menjenguknya"
"Kenapa Nyai?""
"Tidak apa, tetapi duduk sajalah disini membantu Nyai menyiapkan makan. Aku juga harus menjerang air bagi ibunda jika ibunda akan mandi".
Inten Prawesti menjadi ragu-ragu, ada keinginannya untuk ke pendapa, bukan saja untuk mendengarkan suara seruling itu. tetapi ada sesuatu yang seolah-olah telah mendorongnya untuk melihat anak muda yang bernama Kidang Alit itu.
Tetapi agaknya Nyi Upih mengerti perasaan Inten sepenuhnya, karena iapun pernah menjadi muda. Sudah lama Inten Prawesti terpisah dari pergaulan justru menjelang usia dewasanya. Adalah wajar sekali, jika ada sebuah sentuhan dihatinya pada saat ia memandang meskipun baru untuk pertama kali, seorang anak muda yang memilki beberapa kelebihan dari anak-anak muda yang kadang-kadang dilihatnya di Karangmaja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Namun Nyi Upih berkata pula "Duduklah puteri, nanti Nyai akan bercerita"
Inten menjadi sangat kecewa, tetapi seperti biasanya, ia mendengarkan kata-kata pemomongnya, karena itulah maka iapun kemudian duduk disamping Nyi Upih yang sedang menyenduk sayur kepinggan.
Demikianklah setiap kali Nyi Upih berusaha menahan Inten agar tidak keluar rumahnya, bukan saja sehari itu, tetapi dihari-hari berikutnya.
"Kenapa kau menahan aku keluar rumah", beberapa hari yang lalu kau selalu menemani aku pergi ke bukit kecil itu, sekarang kau sama sekali memperlakukan aku sebagai tawanan"
Nyi Upih menarik nafas dalam-dalam, katanya "Ampun puteri, sebenarnyalah aku cemas bahwa puteri akan tersentuh oleh pergaulan yang kurang sewajarnya"
"Maksudmu, aku harus menjadi seekor burung yang kau simpan didalam sangkar", betapapun banyaknya kau memberi aku makan, tetapi aku akan menjadi semakin kurus dan sakit-sakitan.
"Tidak puteri" jawab Nyi Upih "Bukan maksudku, tetapi bukankah selama ini puteri memang jarang sekali keluar halaman, baru beberapa lama puteri sering pergi melihat bukit kecil itu", Ketika kemudian puteri tertarik kepada suara seruling, puteri memang sering pergi keluar halaman, aku tidak keberatan putri pergi keatas bukit mendengarkan suara seruling anak-anak gembala dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Karangmaja meskipun iramanya kurang baik. Tetapi
suara seruling yang sengaja diperdengarkan bagi puteri
oleh seorang anak muda yang belum kita kenal dan
dengan sengaja menyembunyikan asal-usulnya, masih
harus kita nilai lebih jauh puteri."
"Tetapi sikapnya baik padaku"
"Sikap yang baik belum tentu menjadi bayangan yang
utuh dari sikap batinnya" jawab Nyi Upih "Puteri, biarlah
Nyai mencoba mengerti serba sedikit tentang anak muda
itu. besok jika Nyai pergi ke padukuhan, Nyai akan
bertanya kepada orang-orang Karangmaja, apakah
mereka mengenal seorang anak muda yang bernama
Kidang Alit. Baru jika yakin anak muda itu tidak
berbahaya, tentu bagi puteri, bukan bagiku, kita dapat
bebas menerimanya atau menjumpainya dimana saja".
Inten Prawesti mengerutkan keningya.
"Jika aku menyampaikan kepada ibunda, aku kira
pendapat ibunda puteripun akan sama dengan pendapat
Nyai" Inten tidak menyahut, betapa perasaan kecewa
mencekamnya, namun ia memaksa didirnya untuk sama
sekali tidak keluar dari rumahnya.
Untuk mengatasi keinginannya mendengarkan suara
seruling dan melihat jalan yang membelit pebukitan,
seolah-olah sambil menunggu ayahandanya kembali dari
perantauannya yang panjang. Inten mengisi waktu
dengan berbagai macam kesibukan yang sebelumnya
tidak pernah dilakukannya. Namun diluar sadarnya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
kadang-kadang Inten mulai meraba wajahnya. Menjelang
saat-saat mendi di jambangan, Inten sering menatap
wajahnya itu dipermukaan air yang bening, perlahan-
lahan namun pasti, ia mulai percaya, bahwa ia memang
seorang gadis yang cantik, secantik ibundanya.
Ketika pada suatu saat, Nyi Upih harus pergi ke
padukuhan Karangmaja untuk membeli kebutuhan
mereka sehari-hari, maka iapun mempergunakan
kesempatan itu pula untuk bertanya kepada orang-orang
Karangmaja, apakah mereka mengenal anak muda
bernama Kidang Alit.
"Ooo"." Seorang perempuan gemuk mengangguk-
angguk "Ya seorang anak muda yang tampan, bertubuh
tegap kekar dan berwajah seperti bangsawan?"
"Ya?"
"Tidak seorangpun yang tahu tentang dirinya. Tiba-
tiba saja ia berada dipadukuhan ini dan menumpang
dirumah seorang janda yang sudah tua disudut desa"
"Siapakah janda itu?"
"Nyai Windu"
"Oo.. jadi anak muda itu tinggal dirumah Nyai Windu"
"Ya", anak muda itu ternyata seorang yang kaya, ia
memberi banyak uang kepada Nyai Windu"
"Anak yang baik.."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tetapi Nyi Upih terkejut ketika ia melihat wanita
gemuk itu menggelengkan kepalanya, katanya "Tidak
terlalu baik, banyak sekali imbalan yang harus diberikan
kepadanya"
"Ooo"apa saja"
"Makan yang enak, yang kadang-kadang tidak dapat
disiapkan oleh janda itu, karena ia tidak biasa
menyediakan makan sepeti yang dimintanya, dan setiap
saat anak muda itu memerlukan sesuatu, Nyai Windu
yang harus pergi mencarinya"
"Tetapi Nyai Windu membiarkan anak muda itu
tinggak dirumahnya?"
"Nyai Windu tidak mempunyai anak, dan anak muda
itu kadang-kadang bersikap baik juga kepadanya,
selebihnya, semua kebutuhan Nyai Windu dipenuhi oleh
anak muda itu. Bahkan Nyai Windu mulai mengenakan
pakaian yang selamanya belum pernah disentuhnya,
bahkan dilihatnya."


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Nyai Upih mengangguk-angguk, dan wanita gemuk itu
meneruskan "Anak itu memang sulit dimengerti, tetapi
jika aku menjadi Nyai Windu, aku biarkan anak itu
tinggal, karena keuntungan yang didapat oleh janda itu,
agaknya masih lebih banyak dari kesulitan yang
dihadapinya".
"Apakah kau tahu, darimana asal-usul anak itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tidak seorangpun yang mengetahuinya, Nyai Windu juga tidak, karena anak itu tidak pernah mengatakannya, setiap kali ia menyebut dirinya seperti selembar daun yang diterbangkan angin, tanpa sangkan tanpa paran"
Nyi Upih tidak dapat memaksa wanita yang gemuk itu untuk bercerita lebih banyak, namun dari orang-orang lainpun Nyi Upih tidak mendapat keterangan lebih banyak dari yang didengarnya dari wanita yang gemuk itu.
Dengan demikian, maka Nyi Upihpun mengambil kesimpulan bahwa Inten Prawesti untuk sementara tidak boleh berhubungan lagi dengan anak muda itu.
"Jika perlu, aku mendapat mengatakannya kepada gusti, sehingga Gusti Raden Ayu akan langsung memberikan nasehat kepada puterinya yang sedang meningkat dewasa itu."
Tetapi ternyata Nyi Upih tidak perlu mengatakannya kepada ibunda Inten Prawesti, karena Inten masih mendengarkan nasehat pemomongnya, betapapun ia menjadi kecewa.
Sebenarnyalah, sejak saat itu, Inten Prawesti tidak pernah keluar dari rumahnya, jika suara seruling itu terdengar dekat sekali dari istananya, ia mendengarkannya dengan penuh minat, tetapi jika suara itu menjauh, Inten dapat menarik nafas dalam-dalam.
Setiap kali terbayang ketakutan-ketakutan yang dilukiskan oleh Nyi Upih menghadapi peristiwa yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
dapat terjadi atas seorang yang miningkat dewasa
seperti Inten Prawesti. Apalagi seorang gadis yang
sangat cantik. Dalam pada itu, bukan saja Inten Prawesti yang
menjadi gelisah, tetapi anak muda yang menyebut
dirinya Kidang Alit itupun hatinya menjadi tidak tenang.
Setiap kali ia mencoba memancing gadis cantik yang
sedang meningkat dewasa itu, tetapi Inten Prawesti tidak
pernah keluar lagi dari rumahnya. Apalagi pergi ke bukit
kecil itu, sedangkan turun ke halamanpun seakan-akan
tidak pernah dilakukannya lagi.
Tetapi diluar pengetahuan Kidang Alit, setiap kali
sepasang mata selalu mengintip dari balik dinding istana,
jika ia berada didepan regol, atau diseberang jalan
dibawah pohon wuni sambil meniup seruling. Namun
tatapan mata itu selalu memancarkan kecurigaan dan
prasangka. Demikianlah Nyi Upih selalu berusaha mengetahui
tingkah laku anak muda itu, jika ia berkeliaran di sekitar
istana, tetapi ia tidak pernah mengatakannya kepada
siapapun juga. Semuanya seolah-olah hanya
diperuntukkan bagi dirinya sendiri.
Bahkan ternyata kemudian Nyi Upih tidak hanya
sekedar mengawasi tingkah laku yang dapat diintipnya
dari celah-celah dinding, tetapi iapun selalu bertanya
kepada orang-orang Karangmaja tentang anak muda
yang bernama Kidang Alit itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tetapi Nyi Upih kemudian menjadi kecewa, bahwa sebenarnya tingkah laku Kidang Alit tidak mencerminkan tingkah laku anak muda yang memiliki sifat-sifat seperti yang dikehendaki. Kidang Alit kadang-kadang bersikap aneh dan dapat menumbuhkan kecurigaan.
"Aku tidak dapat membiarkan momonganku
tergelincir" berkata Nyi Upih.
Sebenarnya bahwa Nyi Upih semua mempunyai harapan, bahwa pada suatu saat momongannya akan bertemu dengan anak muda yang pantas baginya. Bukan sekedar anak-anak muda Karangmaja yang sangat sederhana. Bukan karena baginya anak-anak Karangmaja berderajat rendah, tetapi sebagai seorang menganggap Inten seperti anaknya sendiri, ia menghendaki seorang laki-laki yang mempunyai beberapa kelebihan, sesuai dengan kedudukan Inten Prawesti.
"Tidak berlebih-lebihan" katanya didalam hati "Tetapi Kidang Alit agaknya terlalu banyak menyimpan teka-teki sehingga justru akan dapat menumbuhkan kekaburan bagi masa depan puteri itu sendiri"
Itulah sebabnya, Nyi Upih kemudian selalu berusaha menghalangi setiap kemungkinan hubungan Inten Prawesti dengan Kidang Alit.
Akhirnya Kidang Alitpun merasa bahwa sulitlah baginya untuk dapat menembus dinding istana kecil itu.
suara serulingnya tidak mampu lagi memancing puteri canti itu untuk keluar dari halaman, bahkan kehalamanpun tidak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Pemomongnya itulah yang mendengkinya" geram
Kidang Alit. Dan ternyata kemudian Nyi Upih merasa, bahwa
sikapnya itu adalah sikap yang benar, ketika pada suatu
saat ia pergi ke padukuhan Karangmaja dan mendengar
orang-orang Karangmaja membicarakan anak muda yang
bertubuh tegap dan mempunyai kelebihan dari anak
muda yang lain itu.
"Sunti kehilangan kegadisannya" berkata seorang
perempuan yang sudah separuh baya.
"Ah" darimana kau tahu?" bertanya Nyi Upih.
"Beberapa anak muda menemukannya"
"Atas tingkah laku Kidang Alit?""
"Tetapi salah Sunti sendiri, ia merasa bangga
berkawan dengan seorang anak muda yang memiliki
kelebihan dari kawan-kawannya yang lain"
"Dan akhirnya ia mengalami perlakuan kasar?"
Perempuan separuh baya itu menggelengkan
kepalanya, jawabnya "Tidak, Sunti sendiri menyerahkan
kehormatannya kepada anak muda yang tampan itu"
"Dan mereka akan kawin?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Itulah yang menjadi persoalan, agaknya anak muda itu menyesal bahwa ia sudah tenggelam dalam hubungan yang terlampu dalam, ia tidak pernah berfikir untuk kawin dengan gadis desa seperti Sunti"
"Jadi?""
"Akhirnya diketemukan penyesalan itu. anak muda yang bernama Kidang Alit itu memberikan biaya perkawinan Sunti dengan anak muda Karangmaja"
"Gila"!"
"Itu sudah saling disetujui. Selain biaya perkawinan, Kidang Alit memberikan sepasang kerbau kepada anak muda yang manjadi suami Sunti itu, sebagai bekal untuk menempuh hidup kekeluargaan. Dengan sepasang kerbau, maka suami Sunti akan dapat bekerja sebaik-baiknya disawah"
Nyi Upih menarik nafas dalam-dalam, tetapi hal itu sudah terjadi.
Diluar sadarnya, kenangan Nyi Upih meloncat kemasa lampau, saat ia masih mengikuti Pangeran Kuda Narpada dipusat kerajaan Majapahit. Terbayang sekilas tingkah laku beberapa orang bangsawan tertinggi. Yang diketahuinya dengan pasti, adalah Pangeran Cemara Kuning.
"Diluar lingkungan kebangsawanan ada juga orang-orang yang berlaku demikian, orang-orang yang memiliki kekayaan yang dapat dipergunakannya untuk menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
apa saja. Bahkan kehormatan orang lain sekalipun"
berkata Nyi Upih didalam hati.
Namun tiba-tiba ia berdesah "Apakah dapat disebut
dengan pasti bahwa Kidang Alit tidak mempunyai darah
kebangsawanan. Ia seorang anak muda yang
menyimpan rahasia tentang pribadinya. Apalagi
kebangsawanan ini bukan hanya bersumber dari
Majapahit, mungkin dari Kediri, mungkin dari Demak" ia
berhenti sejenak. Lalu "Tetapi apakah maksud
kunjungannya kemari?""
Pertanyaan-pertanyaan itu telah membuat Nyi Upih
menjadi semakin berrhati-hati menghadapi anak muda
yang bernama Kidang Alit itu. meskipun anak muda itu
tidak berkesempatan bertemu dengan Inten Prawesti
secara terbuka, mungkin ia akan dapat menempuh jalan
lain" "Jika ia seorang perantau yang sebenarnya, ia tidak
dapat tinggal terlampau lama disuatu tempat" berkata Nyi
Upih kepada dirinya sendiri pula "Apalagi membawa bekal
uang sebanyak-banyaknya"
Tetapi Kidang Alit tidak berbuat lebih jauh lagi,
bahkan semakin lama, Kidang Alit menjadi seolah-olah
putus asa. Suara serulingnya tidak terdengar lagi,
disekitar istana kecil itu. dan anak-anak muda itupun
jarang sekali nampak berlalu di jalan yang terjulur di
depan istana itu.
Dengan demikian, maka lambat laun Intenpun telah
melupakannya, ia tidak pernah lagi bertanya-tanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
tentang seruling Kidang Alit dan akhirnya ia sama sekali
tidak pernah menyebut namanya lagi.
Untuk beberapa lamanya Kidang Alit itupun menjadi
bahan pembicaraan lagi bagi rakyat Karangmaja.
Kehadirannya sudah merupakan kebiasaan yang tidak
menimbulkan persoalan lagi. Persoalan Suntipun seolah-
olah telah dilupakan orang, Jika seseorang bertemu
dengan Kidang Alit, maka mereka sekedar menundukkan
kepala sambil tersenyum, seperti yang dilakukan Kidang
Alit. Selebihnya, mereka tidak memperdulikan lagi.
Namun ketenangan padukuhan Karangmaja tiba-tiba
saja terganggu pula. Selagi orang-orang Karangmaja
telah menjadi terbiasa dengan keadaannya setelah
diguncang untuk beberapa saat oleh Kidang Alit, maka
datanglah persoalan-persoalan baru di padukuhan kecil
itu. Dengan tidak terduga-duga, tiga orang yang berkuda
telah memasuki padukuhan itu dari arah yang tidak
diketahui. Wajah menunjukkan sikap mereka yang keras
dan bahkan agak kasar.
Demikian mereka sampai di regol padukuhan kecil itu,
maka salah soerang dari mereka segera meloncat turun
dan mendatangi seorang laki-laki tua yang berdiri di
regol halaman rumahnya dan bertanya "Kau kenal Buyut
Karangmaja?"!"
"Tetapi siapakah Ki Sanak ini?" bertanya orang tua itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Aku bertanya rumah Ki Buyut Karangmaja!!" tiba-tiba saja orang itu membentak sehingga orang tua yang bertanya itupun terkejut bukan buatan"
"Kau tunjukkan saja, kemana aku harus pergi, kesana"atau kesana!!, desak orang itu dengan kasarnya.
Orang tua yang ketakutan itupun menjadi gemetar, ia tidak dapat berpikir apapun lagi. Denga suara tergagap ia menunjuk kesatu arah sambil berkata "Kesana" pergilah kesana?"
Ketiga orang itu tidak berbicara lebih banyak, merekapun segera meneruskan perjalanan mereka kearah yang ditunjuk oleh orang tua itu.
Disepanjang jalan orang-orang itu masih bertanya dengan kasarnya, membentak-bentak dan menakut-nakuti, sehingga akhirnya iapun mendekati rumah Ki Buyut di Karangmaja.
Dalam waktu sekejap, berita kedatangan orang-orang yang kasar itu segera tersebar, jauh lebih cepat dari saat-saat kedatangan Kidang Alit, karena Kidang Alit datang tanpa memberikan kejutan apapun bagi padukuhan Karangmaja, meskipun tingkah lakunya kemudian menjadi perhatian, tetapi saat kedatangannya sendiri tidak banyak diketahui orang.
Orang-orang Karangmaja adalah orang-orang yang sederhana dan tidak segera mudah dicengkam prasangka. Tetapi merekapun adalah orang-orang yang menyadari haknya. Karena itu, ketika anak-anak muda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Karangmaja mendengar kehadiran ketiga orang asing
yang mencurigakan, dan bersikap kasar, merekapun
segera saling mendekatkan diri dengan kawan-
kawannya, sehingga tanpa mereka sadari merekapun
telah berkumpul di depan regol padukuhan mereka.
Seorang anak muda yang memiliki pengaruh atas
kawan-kawannya mulai bertanya "Apakah yang dapat kita
lakukan sekarang?" orang-orang itu agaknya telah sampai
di rumah Ki Buyut"
"Marilah kit pergi ke rumah Ki Buyut, kita melihat apa
yang mereka lakukan"
"Beberapa tahun yang lalu, kita pernah juga
dicengkam oleh kecurigaan kerena terjadi peristiwa-
peristiwa yang terjadi di padukuhan-padukuhan yang
kebetulan menjadi tempat persinggahan para bangsawan
dari Majapahit. Banyak penjahat-penjahat yang
kemudian mencari sisa-sisa kekayaan para bangsawan
itu. karena mereka tidak berani melawan para
bangsawan yang pada umumnya adalah perajurit-
perajurit pilihan, maka merekapun mulai merampok
penduduk yang mereka sangka mendapat imbalan atau
pemberian berupa apapun juga"
"Dan sekarang mereka memasuki padukuhan kita,
karena di padukuhan kita ada sebuah istana kecil"
berkata seorang yang bertubuh gemuk.
"Tidak"," tiba-tiba seorang anak muda yang lain
membantah "Jika istana kecil itulah yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
menyebabkannya, maka hal ini tentu sudah terjadi
beberapa waktu yang lalu".
"Bagaimana jika penjahat-penjahat itu baru saja
mendengar bahwa di tempat ini ada istana kecil itu", jika
demikian, maka istana kecil itu akan menjadi penyebab
kesulitan di padukuhan ini"
"Tidak" hampir berbareng empat orang anak muda
menyahut sekaligus, salah seorang dari mereka
meneruskan "Istana itu sudah membuat padukuhan ini
menjadi hidup, lereng-lereng yang tandus manjadi
semakin hijau dan dapat ditanami meskipun hanya
pepohonan yang khusus. Sebelumnya kita hamir tidak
mengenal jalur-jalur air untuk membasahi sawah di
musim kering, sehingga seolah-olah sawah kami hanya
dapat ditanami dimusim basah. Sekarang parit-parit yang
selalu dialiri air yang naik dari bendungan seolah-olah
telah menjalar keseluruh tanah persawahan" ia berhenti
sejenak, lalu "Bahkan jika terjadi sesuatu atas istana itu,
adalah menjadi tanggung jawab kita untuk menjaganya,
kita tahu, bahwa di dalam istana itu tidak ada seorang
laki-lakipun yang akan dapat melindunginya".
"Ya", kita harus membalas kebaikan yang sampai
saat ini dan bahkan untuk seterusnya selalu akan kita
hayati. Sawah yang subur, lereng yang hijau dan
pemeliharaan ternak yang baik, kita tidak akan dapat
berbuat demikian tanpa kehadiran Pangeran Kuda
Narpada, yang tinggal di istana kecil itu".
Anak muda yang cemas dengan kehadiran istana kecil
itu tidak menjawab lagi, ia sadar, bahwa tidak ada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
seorangpun yang akan berada di pihaknya, karena itu,
maka lebih baginya untuk berdiam diri.
Jadi sekarang kita pergi kerumah Ki Buyut" tiba-tiba
salah seorang dari mereka berkata.
"Ya, sekarang kita lihat, apa yang telah terjadi"
"Tetapi bagaimana dengan Kidang Alit", apakah
orang-orang itu kawan-kawan Kidang Alit?".
"Mereka tidak bertanya tentang Kidang Alit"
"Tetapi siapa tahu?"
Namun anak-anak muda itupun tiba-tiba terkejut,
ketika mereka mendengar suara dari balik dinding batu.
"Aku tidak mengenal mereka".
Ketika anak-anak itu berpaling, mereka melihat
Kidang Alit meloncat dinding itun dan berdiri tegak
dengan wajah tengadah.
"Aku akan ikut bersama kalian ke rumah Ki Buyut, aku
juga ingin melihat apa yang akan dilakukan oleh ketiga
orang itu. dengan demikian, maka tidak akan ada
prasangka lagi terhadapku bahwa akulah yang
menyebabkan padukuhan ini menjadi terganggu. Aku
menyesal bahwa aku telah berbuat sesuatu yang
terlampau jauh dan menyinggung ketenangan
padukuhan ini. Untunglah bahwa persoalan Sunti itu
cepat mendapat jalan keluar, akrena itu, maka aku tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
mau lagi dilibatkan dalam peristiwa yang dapat merusak
nama baikku".
Anak-anak muda Karangmaja itupun berdiri
termangu-mangu sejenak, baru sesaat kemudian soerang
yang paling berpengaruh diantara mereka berkata
"Baiklah Kidang Alit, kau pergi bersama kami dan melihat
apa yang telah terjadi"
"Aku akan menyesuaikan diriku seperti kalian, agar
aku tidak menarik perhatian orang itu"
"Anak-anak muda Karangmaja tidak menghiraukannya
lagi. Merekapun kemudian pergi bersama-sama ke rumah
Ki Buyut untuk melihat apa yang sudah terjadi di rumah
tetua padukuhan mereka.
Ketika anak-anak muda itu sampai ke regol halaman,
mereka melihat ketiga orang itu masih beridiri di tangga
pendapa, mereka mengikat kuda mereka pada batang-
batang perdu di halaman.
"Kau harus menyediakan sebuah rumah buat kami
disini" seorang diantara mereka berkata lantang.


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ki Buyut nampak sangat gelisah, beberapa orang
bebahu dan pembantunyapun berdiri termangu-mangu,
tidak seorangpun dapat berbuat sesuatu.
"Tidak ada alasan apapun yang dapat kau pergunakan
untuk menolak kehadiran kami disini." Yang lain berkata
lantang. Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ki Buyut tidak segera dapat menjawab, rasa-rasanya ia tidak lagi dapat berbuat sesuatu dan memutuskan apapun juga, karena kegelisahan didalam dadanya.
Ketika Ki Buyut melihat anak-anak muda berdatangan, maka wajahnya menjadi agak cerah. Meskipun suaranya masih bergetar namun ia berhasil menguasai perasaannya. "Silahkan duduk Ki Sanak, kita akan berbicara sebaik-baiknya."
"Kau harus menyanggupi permintaanku lebih dahulu"
berkata salah seorang dari mereka, seorang laki-laki berkumis tebal, setebal ibu jari.
Ki Buyut bukan seorang penakut, ia memiliki sedikit kelebihan dari orang lain, namun justru karena itu, maka ia melihat bahwa ketiga orang itu adalah orang-orang yang sangat berbahaya.
Dalam pada itu, anak-anak muda yang sudah memasuki regol halaman rumah Ki Buyut di Karangmaja menjadi ragu-ragu sejenak, mereka menjadi ngeri melihat wajah-wajah yang keras seperti batu-batu padas di tebing pegunungan, bahkan rasa-rasanya orang-orang itu sama sekali tidak mengacuhkan kedatangan anak-anak muda itu.
Ki Buyut yang melihat mereka mendekat itupun kemudian berkata kepada anak-anak muda yang memiliki pengaruh atas kawan-kawannya itu "Kasdu, kemarilah"
Anak muda yang bernama Kasdu itupun melangkah mendekat, tetapi nampak ia ragu-ragu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Mereka memerlukan tempat tinggal" berkata Ki Buyut.
Kasdu memandang ketiga orang itu yang sama sekali
tidak mengacuhkannya, namun betapapun juga ia
bertanya "Apakah kalian akan tinggal di padukuhan ini?"
Tetapi ketiga orang itus sama sekali tidak menjawab
pertanyaannya. Bahkan malah seorang membentak
kepada Ki Buyut "Ki Buyut..!!!, jawab pertanyaanku"!!!,
jangan membawa anak-anak ingusan ini dalam
pembicaraan"!"
"Ki Sanak, mereka adalah anak-anak muda
Karangmaja, setiap kali aku mengajak mereka
berbincang, apalagi dalam keadaan seperti ini".
"Kau tidak usah berbincang dengan siapapun, yang
perlu kau kerjakan adalah menyediakan tempat tinggal
bagi kami, kami tidak akan selamanya tinggal di
padukuhan ini"
"Ya" itulah yang akan aku katakan kepada Kasdu"
"Aku tidak memerlukan anak-anak itu"!!" salah
seorang dari ketiga orang itu hampir berteriak.
Kasdu, betapa ia menjadi ngeri melihat sikap dari
tingkah laku ketiga orang itu, namun ia merasa
bertanggung jawab atas keselamatan padukuhannya.
Karena itu, maka iapun segera melangkah maju sambil
berkata "Jangan teriak-teriak disini Ki Sanak, kau orang
asing bagi kami, jika kau menginginkan sesuatu, kau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
harus bersikap baik, karena keputusan terakhir akan
berada ditangan kami"
Tetapi Kasdu tidak dapat meneruskan kata-katanya,
tiba-tiba saja tangan salah seorang dari ketiga orang itu
terayun menampar wajah Kasdu.
Akibatnya benar-benar tidak terduga, Kasdu terlempar
dari tempatnya, dan jatuh berguling ditanah, "pingsan.
Beberapa anak muda dengan gerak naluriah
memburu dan berjongkok disisinya. Mereka terkejut
ketika mereka melihat wajah Kasdu bernoda biru.
Tubuh Ki Buyut menjadi gemetar, gemetar oleh
kemarahan yang tertahan, tetapi iapun sadar, bahwa ia
tidak akan dapat berbuat apa-apa. Orang-orang itu
bukan orang-orang kebanyakan.
Karena itu, ia tidak memberikan aba-aba apapun
kepada anak muda yang berada di halaman. Jika terjadi
benturan kekerasan maka Karangmaja akan menyesali
anak-anaknya yang akan menjadi korban keganasan
orang-orang asing yang tidak mereka kenal itu.
Dalam pada itu, maka anak-anak muda Karangmaja
yang berada di halamanpun menjadi ngeri, sentuhan
tangan orang-orang itu bagaikan sentuhan bara api yang
membakar wajah Kasdu.
"Siapa yang akan mencoba sekali lagi berdiri di
hadapanku!" teriak orang yang memukul Kasdu itu "Aku
masih berbaik hati untuk memberi peringatan kepada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
kalian. Apalagi jika kalian mencoba menyesuaikan
persoalan ini dengan senjata, maka sudah tentu kalian
semuanya akan tumpas, karena kamipun akan
mempergunakan senjata pula".
Tidak seorangpun yang berani bergerak.
"Bawa anak itu pergi..!!" teriak orang yang memukul
Kasdu "Ia akan menyesali kelancangannya sepanjang
hidupnya, ia tidak akan mati karena pukulan itu, tetapi ia
akan cacat seumur hidup".
Beberapa anak muda itu menjadi gemetar, tetapi
beberapa orang yang lain dengan ragu-ragu saling
berpandangan di sekitar Kasdu.
Kidang Alit turut berjongkok di sebelah Kasdu, dengan
matanya ia memberi isyarat kepada anak-anak muda
yang lain, untuk membawa Kasdu pergi.
Dengan ragu-ragu pula beberapa orang
mengangkatnya dan membawanya menepi.
Tetapi Kidang Alit berbisik "Kita bawa masuk ke rumah
Ki Buyut, lewat pintu butulan"
Merekapun kemudian membawa Kasdu melalui
longkangan bagian belakang rumah Ki Buyut
Karangmaja, sementara itu perempuan dan kanak-kanak
di belakang, seakan-akan sama sekali tidak berani lagi
bergerak dari tempatnya, mereka berkumpul di dapur
dengan tubuh gemetar dan ketakutan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Dengan hati-hati tubuh Kasdu itupun segera dibaringkan diatas amben bambu di bilik dalam. Sejenak anak-anak muda yang membawanya masuk itu menjadi tegang melihat noda-noda yang seolah-olah tumbuh di bagian wajah Kasdu yang lain.
"Darahnya telah di kotori oleh semacam racun yang dengan ganas dapat membuatnya lumpuh" berkata Kidang Alit.
"Darimana kau tahu..?" bertanya salah seorang anak muda.
"Bukankah orang itu mengatakan, bahwa Kasdu akan menjadi cacat"
"Lumpuh?""
"Lumpuh dan mungkin buta"
"Mengerikan sekali"
"Tentu cincin itu mengandung racun, mungkin pula akik pada cincinnya itu, atau alat-alat lain di jarinya" desis Kidang Alit.
"Dan Kasdu akan cacat sepanjang hidupnya?", kasihan ia masih terlampau muda untuk mengakhiri hidup sewajarnya"
Kidang alit termenung sejenak, kemudian iapun berkata dengan hati-hati, seolah-olah tidak ingin didengar oleh orang lain "Aku akan berbuat sesuatu, tetapi berjanjilah, bahwa kalian yang melihat, tidak mengatakan kepada siapapun juga"
Anak-anak muda yang ada disekitar tubuh Kasdi itupun termangu-mangu sejenak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Berjanjilah, cepat sebelum racun itu mencapai pusat sarap Kasdu."
"Apa yang akan kau lakukan"
"Berjanjilah"!!" desis Kidang Alit.
Anak-anak muda itupun termenung sejenak, namun kemudian salah seorang dari mereka mengangguk sambil berkata lirih "Aku berjanji"
Dan yang lainpun berkata pula "Ya" aku berjanji"
"Baiklah" berkata Kidang Alit "Aku mempunyai obat penawar racun, mudah-mudahan akan dapat aku pergunakan, jika penawar racunku sesuai dengan diderita oleh Kasdu, maka ia akan sembuh, tetapi jika aku gagal, maka ia bukan saja akan cacat, tetapi mungkin mati"
Anak-anak muda itu saling berpandangan.
"Nah, apakah kita akan bersama-sama bertanggung-jawab jika Kasdu mati?" Kita tidak akan mengatakan apa yang sudah terjadi disini, jika ia mati, biarlah kesalahannya kita timpakan saja kepada orang-orang itu, artinya, bahwa pukulan itulah yang menyebabkan kematiannya".
Sejenak, ruangan itu menjadi hening, baru kemudian salah sorang berkata "Berdosakah kita, jika kita mencobanya", jika kita berhasil, maka Kasdu akan tertolong, tetapi jika kita gagal, apakah kita dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
dipersalahkan karena kita berusaha", apalagi Kasdu pasti
akan cacat sepanjang hidupnya jika kita tidak berbuat
sesuatu" "Maksudmu, daripada cacat, jika gagal, lebih baik jika
ia tidak tersiksa sepanjang hidupnya" bertanya seorang
kawannya. "Bukan, bukan begitu, tetapi hampir seperti itu,
bagiku, lebih baik kita berbuat sesuatu, jika perbuatan itu
dapat menumbuhkan harapan".
"Ya" aku setuju" desis yang lain berurutan.
Kidang Alit menarik nafas, wajahnya menjadi tegang,
di keningnya mengembun keringat dingin, dan bahkan
menitik keatas tubuh Kasdu yang tergolek diam.
Perlahan-lahan Kidang Alit mengambil sebuah
bumbung kecil dari kantong ikat pinggangnya, kemudian
seorang anak muda yang lain disuruhnya mengambil
semangkuk air. Sepercik serbuk yang berwarna kekuning-kuningan
dimasukkannya ke dalam air itu dan dimasukkan ke
dalam mulut Kasdu yang seolah-olah membeku.
"Mudah-mudahan aku tidak terlambat, dan mudah-
mudahan racun itu dapat bersentuhan dengan racun
yang telah masuk ke dalam darahnya" berkata Kidang Alit
sambil menitikkan air yang sudah berisi serbuk itu lalu
katanya "Tetapi itu belum cukup"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tidak ada yang menjawab, semua telah dicengkam oleh ketegangan yang memuncak.
"Air itu akan menghentikan cengkaman racun itu lebih jauh" berkata Kidang Alit sambil meletakkan mangkuknya, kemudian sambil membuka sebuah bungkusan kecil ia berkata, "Obat ini harus diusapkan pada lukanya"
"Ia tidak terluka" desis seorang anak muda.
Kidang Alit tidak menjawab, tetapi dengan seksama ia mengamati wajah Kasdu yang menjadi semakin biru.
Beberapa orang memandanginya sambil menahan nafas, mereka tidak mengerti, apa yang dilakukan olah Kidang Alit, mereka sama sekali tidak melihat luka pada wajah Kasdu yang kebiru-biruan itu.
Namun kemudian Kidang Alit berkata "Inilah lukanya, kecil sekali, tidak lebih dari gigitan serangga"
"Kau dapat melihatnya?""
Kidang Alit tidak menjawab, iapun kemudian mengusapkan obat penawar yang berwarna kehitam-hitaman, obat yang kental seperti bubur pati ketela pohong, hanya seusap kecil.
Dengan hati-hati Kidang Alit alit membungkusnya kembali dan menyimpannya bersama bumbung kecilnya pada kantong kuning ikat pinggangnya yang besar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sejenak anak-anak muda yang menunggui Kasdu itu menjadi semakin tegang, mereka tidak segera melihat perubahan yang terjadi pada anak muda yang terluka itu.
Sementara itu, dipendapa, Ki Buyut tidak dapat berbuat lain kecuali memenuhi permintaan ketiga orang yang tidak dikenalnya itu. untuk menjaga agar tidak ada seorangpun yang merasa dikorbankan, maka Ki Buyut berkata "Ki Sanak, berkeras untuk tinggal di padukuhan ini, maka baiklah Ki Sanak bisa tinggal di Banjar desa padukuhan ini, meskipun Banjar itu tidak begitu besar, tetapi bagian belakang terdapat dua buah bilik yang cukup untuk tinggal sementara"
Bab 3 "Kau tempatkan aku di Banjar", bagaimana aku makan sehari-hari?" bertanya salah satu dari ketiga orang itu.
"Jadi bagaimana maksud Ki Sanak" "
"Aku memerlukan makan dan minum"."
Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam katanya "Baiklah, aku akan menyuruh pembantuku setiap hari mengirimkan makan dan minum, pagi, siang dan sore hari, cukup?""
"Persetan"!," orang itu menggeram, lalu "Baiklah kami berbaik hati. Tetapi jika makananmu terlambat datang, aku akan mengambil apa saja yang dapat aku ambil dari siapapun juga!?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ki Buyut mengangguk kecil, jawabnya "akulah yang akan tanggung jawab, karena aku adalah Buyut di Karangmaja"
Orang berwajah sekeras batu padas tu tertawa"
katanya "He"., kau mengenal tanggung jawab juga Ki Buyut. Terima kasih. Sayang, bahwa aku telah membuat seorang anak muda Karangmaja menjadi cacat. Tetapi itu adalah salahnya sendiri, tidak ada seorangpun yang akan dapat mengobatinya. Ia akan lumpuh, buta dan tuli sepanjang umurnya"
Wajah Ki Buyut menegang sejenak. Tetapi sebelum ia bertanya sesuatu, salah seorang dari ketiga orang asing itu berkata "Jumlahnya tentu akan bertambah, jika orang-orang Karangmaja tidak bersikap baik kepadaku, aku adalah orang-orang yang harus kalian penuhi segala kebutuhanku, bukan sekedar makan dan minum".
Jantung Ki Buyut berdentangan memukul dinding dadanya, ia telah dicengkam bayangan-bayangan yang mengerikan, bahkan kemudian ia berkata kepada diri sendiri "Apakah jadinya jika orang-orang itu melihat seorang gadis cantik yang sedang tumbuh di istana kecil itu..?"
Tetapi Ki Buyut menahan perasaan itu dalam dadanya, ia tidak mengatakannya kepada siapapun juga sebelum ia menemukan jalan sebaik-baiknya.
Dalam pada itu, Ki Buyutpun kemudian
memerintahkan dua orang anak muda untuk
mengantarkan ketiga orang itu, dengan dada bergetar,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
kedua anak muda itu tidak dapat menolak, betapapun
ketakutan melanda perasaannya, tetapi keduanyapun
kemudian berangkat juga mengantarkan ketiga orang
yang berwajah sekasar batu padas.
Tetapi diluar dugaannya, ketika mereka sampai di
banjar padukuhan, ketiganya tersenyum kepada kedua
anak muda itu. Dengan ramah salah seorang berkata,
"Terima kasih Ki Sanak, kalian adalah anak muda yang
baik. Nah, ingat-ingatlah. Aku belum memperkenalkan
nama kami. Sampaikan kepada Ki Buyut, bahwa namaku
adalah Kumbara, dan kedua kawanku yang lain adalah
Gagak Wereng dan Naga Pasa".
Orang yang disebut bernama Naga Pasa itu tertawa,
katanya "Ya" namaku Naga Pasa, seperti nama sebuah
ilmu yang mempunyai kekuatan seperti racun ular. Setiap
sentuhan akan berakibat mengerikan sekali, seperti
kawanmu yang lancang itu"
Kedua anak muda Karangmaja itu sama sekali tidak
berani berbuat apapun juga, bahkan bergerakpun hampir
tidak dapat dilakukan.
"Pergilah, pesanku kepada Ki Buyut, makananku
jangan terlambat, dan semua kebutuhanku harus
dipenuhi. Aku dapat berbuat banyak di padukuhan ini,
jika mereka menentang setiap kehendakku"
Kedua anak-anak muda itupun kemudian dengan kaki
gemetar pergi meninggalkan Banjar, kembali ke rumah Ki
Buyut dan menyampaikan semua pesan ketiga orang itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ki Buyut menarik nafas dalam-dalam, hatinya bagaikan pepat. Bahkan ia langsung menghubungkan kehadiran ketiga orang itu dengan istana kecil yang sepi itu.
Ki Buyut sepeprti terbangun dari mimpinya, ketika ia teringat kepada Kasdu, demikian hatinya dicengkam oleh kegelisahan sehingga ia hampir lupa, bahwa didalam rumahnya terdapat seorang yang sedang terluka parah.
Karena itu, maka iapun kemudian berdiri dan mengajak dua orang bebahu yang masih berada dihalaman rumahnya untuk menengok anak muda yang terluka parah itu.
"Tunggulah disini" berkata Ki Buyut kepada anak-anak muda yang masih berada dihalaman rumahnya pula.
Anak-anak muda itu tidak menjawab, tetapi tatapan mereka membayangkan kecemasan yang luar biasa.
Orang-orang yang menyebut dirinya bernama Kumbara, Gagak Wereng dan Naga Pasa itu, akan dapat berbuat apa saja seperti yang dikatakannya.
Seperti Ki Buyut, anak-anak itupun menjadi cemas akan isi istana kecil. Gadis itu terlampau cantik dan apalagi tanpa pelindung sama sekali. Jika ketiga orang itu melihatnya, maka tidak seorangpun akan dapat mencegah jika mereka menghendakinya dengan cara yang paling buas.
"Pangeran Kuda Narpada sudah memberikan petunjuk dan bimbingan terlampau banyak kepada kami" berkata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
salah seorang anak muda itu kepada diri sendiri. "Apakah
kami dapat membiarkan keluarganya menjadi korban?""
Bahkan anak-anak muda itu menduga bahwa ketiga
orang itu tentu menganggap bahwa didalam istana kecil
itu terdapat benda yantg tiada ternilai harganya.
"Istana itu sama sekali tidak menyimpan harta bernilai
uang" berkata anak muda itu didalam hatinya. "Tetapi
bernilai kebajikan, jika orang-orang itu mencari harta
kekayaan bernilai uang, maka, mereka tidak akan
mendapatkannya. Adalah mengerikan sekali jika orang-
orang itu itu tidak percaya dan memaksa dengan
kekerasan untuk memberikan apapun juga yang mereka
anggap ada"
Tetapi semuanya itu hanya bergetar didalam angan-
angan saja. Meskipun isi hati anak-anak muda itu hampir
bersamaan, bahkan seperti yang tergetar didalam hati Ki
Buyut di Karangmaja, namun tidak seorangpun yang
berani mempersoalkannya, seakan-akan mereka cemas,
bahwa kata-kata mereka akan dapat mendorong itu
terjadi. Dalam pada itu, dengan ragu-ragu, Ki Buyut masuk
keruang dalam, hampir saja ia mengurungkan niatnya.
Hatinya tentu akan menjadi sangat pedih melihat
keadaan Kasdu yang akan menjadi cacat seumur
hidupnya. Lumpuh, buta dan tuli. Ia kan menjadi beban
keluarganya seperti bayi yang aneh, karena besar
tubuhnya dan umurnya yang dewasa, tatapi tidak akan
dapat berbuat apa-apa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Sesuatu siksaan yang mengerikan" berkata Ki Buyut didalam hati "tetapi tidak seorangpun akan dapat menolongnya. Ia akan tergolek dipembaringan seperti orang yang sudah mati didalam hidupnya."
Langkah Ki Buyut tertegun ketika ia melihat beberapa orang muda yang berjongkok disisi sebuah pembaringan.
Namun kemudian ia memaksa kakinya untuk melangkah terus. Ia adalah orang yang mempunyai tanggung-jawab tertinggi di padukuhan Karangmaja. Apapun yang akan dilihatnya, ia tidak akan dapat ingkar.
Anak-anak muda yang ada didalam ruangan itupun kemudian menyibak ketika mereka melihat Ki Buyut dan dua orang bebahu padukuhan mendekati Kasdu yang berbaring diam. Kidang Alit yang tegang mengikuti setiap perkembangan anak muda yang luka parah itupun bergeser pula, sambil berkata "Silahkan Ki Buyut"
Ki Buyut melangkah semakin mendekat, dengan dada yang berdebaran ia melihat Kasdu dengan perasaan yang penuh iba. Bahkan kedua bebahu yang lain, rasa-rasanya tidak dapat lagi bernafas didalam ruangan itu.
Tetapi betapa Ki Buyut dan kedua bebahu itu terkejut ketika mereka mendengar sebuah desah perlahan
"Apakah yang datang Ki Buyut?"
Ki Buyut seolah-olah tidak percaya kepada pendengarannya. Sehingga dengan ragu-ragu ia bertanya "Apakah aku mendengan seseorang bertanya..?"
Kidang Alit mengangguk "Ya, Ki Buyut"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Apakah aku mendengar dan melihat bibir Kasdu
bergerak dan menyebut aku?"


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya", Ki Buyut. Kasdu sudah mampu melihat dan
berbicara"
Ki Buyut menjadi bingung, beberapa kali ia berpaling
kepada kedua pembantunya dan memandang anak-anak
muda yang ada diruangan itu berganti bergant-ganti.
"Jadi Kadu tidak menjadi buta, tuli dan lumpuh?""
"Ia akan dapat menjadi demikian jika tidak segera
mendapat pengobatan" jawab Kidang Alit.
"Siapa yang mengobatinya?""
"Aku Ki Buyut?"
"Kau"., kau?"
Kidang Alit berdiri disisi pembaringan sambil
tersenyum, katanya "Aku sudah berhasil mengobati
Kasdu, tidak seorangpun akan dapat melakukannya
selain aku sekarang ini. Tetapi mungkin didaerah dan
padepokan lain ada juga orang yang mampu menahan
bisa seperti bisa yang telah menyentuh Kasdu"
Ki Buyut menjadi termangu-mangu, ia benar-benar
menjadi bingung dan seolah-olah tidak yakin akan
penglihatanya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Memang luka Kasdu sangat parah" berkata Kidang Alit
"Untunglah bahwa aku sedang berada di padukuhan ini pada saat ia mengalaminya, sehingga aku dapat menolongnya. Perlahan-lahan ia akan sembuh dan akan menjadi pulih kembali meskipun diperlukan waktu kira-kira tiga atau empat bulan, tetapi bukankah itu jauh lebih baik daripada ia harus menjadi lumpuh buta, tuli dan bisu..?"
"Ya, jauh, jauh lebih baik", Ki Buyut menelan ludahnya"
Aku sangat berterima kasih kepadamu Kidang Alit"
Kidang Alit masih saja tersenyum, katanya kemudian
"Aku berharap tidak akan ada orang lain yang mengalami peristiwa seperti ini lagi Ki Buyut"
"Mudah-mudahan, tetapi kehadiran ketiga orang itu tentu akan membuat banyak kesulitan bagi padukuhan ini"
"Apa yang kira-kira akan mereka lakukan" Bertanya Kidang Alit.
"Akut tidak tahu, tetapi mereka sudah mengancam bahwa ita harus dapat menyediakan semua kebutuhan yang mereka kehendaki selama mereka berada di padukuhan ini"
Kidang Alit mengerutkan keningnya, kemudian katanya kepada Ki Buyut "Ki Buyut, aku berharap bahwa apa yang sudah aku lakukan sekarang ini, dan tidak akan dapat dilakukan oleh orang lain, untuk sementara dirahasiakan, aku sudah minta kepada anak-anak muda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
yang melihat usaha penyembuhan ini, agar mereka tidak
mengatakan bahwa Kasdu menjadi lumpuh, buta dan
tuli. Racun itu benar-benar telah melumpuhkan bukan
saja kekuatan jasmaniah, tetapi juga pusat syarafnya.
Dengan demikian, ketiga orang itu tidak akan berusaha
untuk mencari, siapakah yang telah berhasil mengobati
luka yang sebenarnya tidak terobati itu" Kidang Alit
berhenti sejenak, lalu "Ki Buyut, ketahuilah, menilik ciri-
cirinya ketiga orang itu adalah murid-murid dari
perguruan yang dipimpin oleh Kiai Sekar Pucang"
"Kiai Sekar Pucang?" wajah Ki Buyut tiba-tiba menjadi
semakin tegang.
"Apakah Ki Buyut pernah mendengarnya?" bertanya
Kidang Alit. "Aku pernah mendengar nama itu, tetapi sudah lama
sekali. Pada waktu itu aku masih remaja, jika orang yang
menjadi semamcam dongeng itu memang ada, ia
sekarang sudah tua sekali"
"Mungking Ki Buyut, tetapi mungkin pula murid yang
sangat dipercayainya, akan dapat menggantikan
kedudukannya"
Ki Buyut nengangguk-angguk, iapun kemudian
bergumam seperti kepada dirinnya sendiri "Menurut
dongeng yang aku dengar, Kiai Sekar Pucang adalah
orang yang tidak dapat mati, kebal dari segala macam
Pendekar Cacad 6 Pukulan Si Kuda Binal Karya Gu Long Harpa Iblis Jari Sakti 1
^