Pencarian

Istana Yang Suram 18

Istana Yang Suram Karya S H Mintardja Bagian 18


Tiraikasih Website http://kangzusi.com
bagaimanapun juga keduanya mencoba berpegangan
pada dinding halaman di sebelah jalan, namun akhirnya
keduanyapun jatuh terduduk.
"Tolong, tolong kami" yang seorang mengeluh
dengan suara yang semakin dalam.
Pada saat itulah, kedua orang penjaga itu seolah-olah
tersadar dari cengkaman perasaannya yang tegang
melihat peristiwa itu, karena itulah maka keduanya
bersiap untuk berlari memanggil kawan-kawannya.
"Tolonglah mereka, aku akan memanggil dukun yang
ada diantara kita"
"Panggil kawan-kawan, kita bawa mereka masuk ke
banjar" Tetapi keduanya ternyata tidak sempat berbuat apa-
apa, kedua orang yang terluka itupun terjatuh berguling
di tanah. Kedua orang penjaga itu justru berlari mendekati
keduanya. Namun keduanya sudah menjadi sangat
lemah, darah mereka terlalu banyak mengalir.
Seorang dari kedua penjaga itupun menarik nafas
dalam-dalam sambil berdesis "Tidak ada detak
jantungnya lagi"
"Nampaknya yang seorang itu akan segera mati,
tetapi yang seorang lagi?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tetapi yang terdengar adalah desah panjang, ternyata itu adalah tarikan nafas yang terakhir, berurutan kedua orang itu meninggal susul menyusul oleh luka yang arang kerangjang karena goresan senjata Panon.
Panon yang menyaksikan semuanya itu dari kegelapan hanya dapat menarik nafas dalam-dalam, ternyata kedua orang itu memang sudah saatnya direnggut oleh maut. Meskipun ia tidak membunuhnya secara langsung seperti yang direncanakan, tetapi ia telah membunuhnya juga. Karena keduanya mati oleh luka-lukanya, sehingga darahnya telah terperas dari tubuhnya.
Yang tinggal adalah kedua orang penjaga yang masih saja mengamati-amati kedua sosok mayat itu, mereka mencoba melihat keduanya dengan seksama, meskipun tidak begitu jelas, tetapi mereka dapat melihat, luka-luka yang seolah-olah silang menyilang di seluruh tubuhnya.
"Darahnya mengalir dari seganap lukanya" desis yang seorang.
"Apakah ada tanda-tanda keracunan seperti yang dikatakannya?"
"Tidak nampak tanda-tanda itu di dalam kegelapan, tetapi seandainya mereka tidak terkena racun, merekapun akan meninggal juga, luka-lukanya terlampau parah"
"Siapakah yang membunuhnya?" geram kawannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Mereka telah menyebutnya, orang dari istana kecil itu"
"Gila, tentu tidak hanya dua orang, mungkin empat atau lima orang"
Yang lain tidak segera menyahut, tetapi terdengar ia menggeram menahan kemarahan yang menyesak dadanya.
"Kita akan menumpas seisi istana buruk itu" akhirnya ia berkata dengan nada datar "Siapapun yang ada di dilamnya"
"Marilah, kita akan melaporkannya, kita panggil beberapa orang untuk membawa mereka ke banjar.
Keduanya tidak mengira bahwa mereka akan bertemu dengan orang-orang dari istana kecil itu, sehingga agaknya mereka tidak bersiap menghadapi kemungkinan ini"
"Kita akan segera bertindak, kita bakar istana itu menjadi abu"
Namun tiba-tiba kawannya berkata "Tetapi pemimpin-pemimpin kita masih memerlukan sesuatu, bukankah keduanya telah ditugaskan pergi ke rumah Ki Buyut?"
"Persetan, mereka akan marah melihat keadaan ini, bukankah ini merupakan suatu penghinaan?"
Kawannya mengangguk-angguk, namun nampaknya ia masih berpikir.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Dalam pada itu, Panon telah mengambil keputusan
untuk bertindak, ia harus berbuat sesuatu untuk
menambah minyak pada api yang sudah mulai
dinyalakan, ia harus meninggalkan ciri yang meyankinkan
bagi orang-orang Guntur Geni bahwa yang sudah
melakukan pembunuhan-pembunuhan itu adalah orang
dari istana kecil itu.
"Aku harus melontarkan pisau dengan tepat" berkata
Panon kepada diri sendiri.
Ia tidak ingin mengenai salah seorang dari kedua
orang yang berjaga-jaga di depan regol itu, tetapi ia
akan mengenai keduanya dengan pisau yang berciri
seekor kuda dengan sayap terkembang.
Dengan sangat hati-hati Panon mendekat, sejenak ia
mencari tempat yang paling baik di balik dinding batu.
Kemudian dengan sangat cermat ia mulai membidiKi
Kebo Andern pisaunya.
Sejenak kemudian tangannya telah terayun, cepat
sekali. Ayunan yang pertama, kemudian disusul dengan
ayunan yang kedua.
Terdengar kedua orang penjaga berteriak. Namun
agaknya lontaran pisau Panon benar-benar telah
mengenai sasarannya. Keduanya telah tertusuk dadanya
langsung mengenai jantung.
Beberapa orang Guntur Geni yang ada di dalam
banjar mendengar teriakan yang terputus itu, mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
tidak peduli dengan teriakan-teriakan orang-orangnya,
tetapi teriakan maut itu telah menarik perhatian. Seorang
yang kebetulan berada di depan banjar berlari-lari
melintasi halaman.
Ia terkejut sekali melihat kedua orang kawannya telah
terbaring di tanah tanpa bernafas lagi.
"Gila" ia berteriak "Siapa yang telah berani melakukan
ini?" Tidak ada yang menjawab yang terdengar kemudian
adalah langkah kawan-kawannya yang berlari-lari
mendekat. Dengan obor lampu minyak orang-orang Guntur Geni
itu menerangi mayat kawan-kawannya. Dengan tangan
gemetar mereka telah menemukan dua buah pisau
tertancap di dada kedua penjaga yang bertugas.
"Seorang telah membunuhnya" geram salah seorang
dari mereka. Orang-orang Guntur Geni itu menjadi gempar ketika
mereka melihat sebuah lukisan pada tangkai pisau belati
tersebut. Sejenak kemudian banjar padukuhan Karangmaja itu
telah menjadi gempar. Orang-orang Guntur Geni mulai
bergejolak, seorang yang bertubuh tinggi menggeram
sambil berkata "Kita bunuh semua orang Karangmaja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Wajah-wajah yang kasar itu menjadi semakin buas dan liar. Suara tertawa yang meledak-ledak telah terhapus oleh umpatan kasar, sementara yang lain dengan teliti mengamati lukisan yang terdapat di tangkai pisau itu.
"Seekor kuda terbang" desis seorang diantara mereka yang mengerumuni mayat itu.
"He..!!" tiba-tiba seorang menyibaKi Kebo Andern kawan-kawannya "Apa katamu?"
Orang yang mengamati pisau itu mengulangi "Di tangkai pisau ini diukir lukisan seekor kuda dengan sayap yang terkembang"
"angeran Kuda Narpada, Darimana kau dapatkan pisau itu?"
"Pisau ini tertancap di dada mayat ini"
Orang yang tertarik dengan pisau itu adalah Kiai Paran Sanggit, dan sekarang ia menjadi tegang, kemudian ia berteriak "Berikan pisau itu kepadaku"
Dengan tegang pisau itupun diserahkan kepada Kiai Paran Sanggit yang menerimanya dengan tangan gemetar. Namun ia benar-benar melihat goresan seekor kuda dengan sayap yang terkembang.
"Gila, ini benar-benar gila. Dan aku tidak percaya kalau yang melakukan adalah Pangeran Kuda Narpada.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Pangeran itu sudah lama terbunuh dan tidak pernah
terdengar namanya lagi"
Seorang yang bertubuh pendek mendekatinya,
dengan suara yang lirih ia bertanya "Kenapa kau menjadi
gemetar?" "Lihat" sahut Kiai Paran Sanggit sambil menyerahkan
pisau itu. "Kau cepat menjadi cemas, setiap orang dapat
membuat goresan semacam ini, akupun bisa"
"Tetapi makna dari lukisan ini adalah seorang"
Ki Dumi orang yang bertubuh kecil dan pendek itu
tertawa, jawabnya "Apa artinya ciri seorang jika orang
lain ingin mengaburkannya, Kuda Narpada sudah mati,
mungkin di istana itu masih tersimpan banyak sekali
pisau-pisau kecil serupa itu"
"Jadi siapakah yang mempergunakannya?"
"Siapa saja yang ada di istana itu, Kuda Rupaka,
Kidang Alit, tikus piti atau siapa lagi"
"Kau memang terlalu sombong" seorang yang
bertubuh tinggi raksasa menyahut dari kegelapan.
Ki Dumi berpaling, sementara orang yang tinggi besar
itu masih meneruskan "Tubuhmu yang kecil kerdil itu
telah membuat jiwamu bergejolak untuk membuat
imbangan atas kekecilan tubuhmu. Tetapi kau jangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
menganggap bahwa di halaman istana tidak ada orang
yang mampu memutar lehermu"
Ki Dumi tertawa, jawabnya "Justru kekerdilan tubuhku
inilah bekal yang paling berarti bagi ilmuku, dengan
tubuh kecil dan pendek, maka sulit bagi seorang untuk
menyentuh dan apalagi menangkap aku"
"Tetapi yang dapat kau lakukan atas lawan-lawanmu
hanyalah sekedar berlari-larian tanpa berbuat sesuatu"
Ki Dumi tertawa semakin keras, katanya "Ki Braba
yang perkasa, kau jangan menghina aku, untunglah aku
baru saja mendapatkan makanan yang enak dari orang-
orang Karangmaja, sehingga aku tidak mudah menjadi
marah, tetapi jika kau ingin bertanding, marilah, kita
bertaruh, siapakah diantara kita, kau yang bertubuh
raksasa dan aku yang kau anggap kerdil ini dapat
menelan makanan lebih banyak.
"Cukup" potong Kiai Paran Sanggit "Kita sedang
menghadapi persoalan yang sungguh-sungguh. bukan
sekedar kelakar anak-anak gila seperti kalian."
"Ki Sraba menarik nafas dalam-dalam, jawabnya
"Jangan cepat marah Kiai. Aku tahu persoalan yang kita
hadapi memang persoalan yang gawat. tetapi bukankah
aku juga sedang memperingatkan kepada Dumi kecil ini,
bahwa di istana itu ada orang-orang yang harus kita
tanggapi dengan sungguh-sungguh."
Ki Dumilah yang masih tertawa, katanya "Orang-
orang seperti Kiai Paran Sanggit tentu akan cepat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
menjadi tua" tetapi baiklah. kita akan mempersoalkan
pisau-pisau itu dengan sungguh-sungguh. pisau itu tentu
ada hubungannya dengan Pangeran Kuda Narpada.
begitu pendapatmu?"
"Ya" jawab Kiai Paran Sanggit, lalu "Tetapi itu bukan
berarti bahwa Pangeran Kuda Narpada sendiri yang
harus mempergunakan, seandainya ia benar-benar sudah
mati. Tetapi yang telah membunuh kedua pengawal itu
tentu orang-orang yang datang dari istana kecil itu.
bukan orang Karangmaja. Aku yakin, orang-orang
Karangmaja tidak akan ada yang berani melakukannya.
Ingat, bahwa di dalam istana itu dijumpai orang-orang
dari Cengkir Pitu dan Kumbang Kuning"
"Aku sudah tau" seorang yang lain memotong.
Seorang yang sudah lanjut usia. Punggungnya sudah
agak bungkuk. Ia berdiri dan berpegangan sebuah
tongkat yang panjang berkepala ular yang terbuat dari
baja dengan lidahnya terjulur, katanya kemudian "Ketika
kau minta aku ikut serta dalam pasukanmu, kau sudah
mengatakan bahwa kita akan melawan orang-orang
Kumbang Kuning dan Cengkir Pitu. tetapi pisau itu bukan
ciri orang-orang Kumbang Kuning dan Cengkir Pitu.
apakah tidak mungkin ada pihak lain yang ikur serta
terlibat dalam perebutan ini?"
"Jangan mempersulit jalan pikiranmu, orang-orang
Kumbang Kuning dan Cengkir Pitu telah menemukan
pisau itu di istana. mereka mempergunakannya untuk
membunuh kedua pengawal itu" sahut Kiai Paran
Sanggit, lalu "Sekarang kita harus berbuat sesuatu, ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
adalah tantangan, lebih dari itu, ini adalah satu
penghinaan"
Ki Dumi masih saja tertawa, katanya "Jangan
meradang seperti anak-anak, kita datang kesini untuk
bertempur, kau telah minta kepadaku agar aku
membantumu merampas pasukan yang ada di istana itu,
karena itu, kemungkinan-kemungkinan serupa ini sudah
aku pikirkan akan terjadi"
Wajah Kiai Paran Sanggit yang tegang masih saja
menegang, dengan lantang ia berkata "Kita akan
memasuki istana sekarang juga"
Ki Sraba mengangguk-angguk, katanya "Kapan saja
aku sudah bersedia. Aku memang berharap bahwa
Guntur Geni akan mendapatkan pasukan yang sedang
diperebutkan itu. jika kemudian ternyata dari pasukan itu
dapat diketahui pasukan-pasukan yang lain dan
kemudian dicari kelengkapannya di gedung
perbendaharaan, maka Guntur Geni akan mendapatkan
wahyu keraton. He, siapakah kelak yang akan menjadi
raja, jika wahyu itu tiba di perguruan Guntur Geni?"
"Kiai Paran Sanggit adalah orang yang memiliki syarat
untuk menerima wahyu itu" potong Kiai Kebo Ander,
orang tua yang bongkok, yang sering disebut juga Kiai
Bongkok dari Gunung Gamping "Aku percaya bahwa di
dalam susunan silsilahnya, ia adalah keturunan Perabu
Kertajaya. Nah, itulah sebabnya aku bersedia ikut
bersamanya. Tetapi darah keturunan itu, tidak seorang
akan dapat menerima wahyu keraton"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Kiai melupakan Ken Arok, anak petani miskin itu"
teriak Ki Dumi tiba-tiba "Akupun dapat menjadi sarang wahyu keraton jika memang itulah yang harus terjadi, dan aku memiliki syarat yang lengkap"
"Ken Arok adalah putera Dewa Brahma" teriak Ki Sraba.
"Cukup" Kiai Paran Sanggit memotong "Kita tidak sedang membicarakan keturunan. Kita menghadapi orang-orang Kumbang Kuning dan Cengkir Pitu.
meskipun aku yakin bahwa mereka akan saling bertempur, namun menghadapi kita, mereka agaknya telah mempersatukan diri"
Ki Dumi akhirnya berhenti tertawa, sambil menarik nafas dalam-dalam ia berkata "Baiklah, kita akan pergi ke istana itu. aku setuju kita pergi sekarang, agar orang-orang Kumbang Kuning dan Cengkir Pitu tidak menganggap bahwa kita pengecut"
Ki Sraba mengangguk-angguk, sedang Ki Kebo Ander berkata "Tetapi jangan sekedar diburu oleh kemarahan hati, kita akan menyerang sekarang dengan sadar sepenuhnya, bahwa kita akan bertempur melawan orang-orang yang mempunyai nama. Selebihnya kita harus menahan diri agar kita masing-masing tidak menjadi tamak dan menghendaki pasukan yang ada di istana itu bagi diri kita sendiri, maksudku, kita masing-masing"
Kiai Paran Sanggit mengerutkan keningnya, ia melihat sorot mata yang aneh di wajah Ki Kebo Ander, namun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Kiai Paran Sanggit tidak mencemaskannya, ia kenal
orang tua itu dengan baik. apalagi ia membawa murid-
muridnya lengkap jika seorang daro kawannya akan
berkhianat. Ki Sraba menarik nafas dalam-dalam, tetapi ia tidak
menyahut, Ki Dumilah yang kemudian berkata "Kita
besiap sekarang, kita akan pergi ke istana kecil itu, kita
akan menumpas semua orang yang ada di dalamnya,
siapapun mereka, kemudian kita akan menunggu hadiah
yang akan diberikan oleh Kiai Paran Sanggit kepada kita
tanpa menghiraukan apakah pasukan itu akan dapat
membuatnya menjadi raja seperti moyangnya, Maharaja
Kediri atau Singasari atau manapun juga, kitapun tidak
akan bertanya, kenapa Kiai Sekar Pucang yang telah
membebaskan dirinya dari peredaran waktu itu tidak ikut
serta bersama kita sekarang"
"Ia harus mengurung diri" jawab Ki Kebo Ander,
karena meskipun ia dapat membebaskan diri dari
perjalanan waktu, tetapi ia masih belum dapat
membebaskan diri dari kematian, itulah agaknya yang
sedang dicapainya sekarang"


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Pembicaraan ini selalu saja berbelok" potong Kiai
Paran Sanggit "Kita akan bersiap sekarang, dan kita akan
menyerang istana itu"
Beberapa orang yang lain saling berpandangan
sejenak, namun merekapun kemudian mengikutinya
pula, sementara beberapa orang telah mengangkat
mayat kedua kawannya yang terbaring dan
meletakkannya di pendapa"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sejenak kemudian, Kiai Paran Sanggit dan kawan-
kawannya telah siap dengan kudanya masing-masing,
dengan lantang Kiai Paran Sanggit berteriak "Kita
semuanya akan pergi, tidak ada seorangpun yang
tinggal" Ki Dumi menahan senyumnya, katanya berbisik
ditelinga Ki Sraba "Buat apa tinggal di banjar jika kita
sudah berada di padukuhan ini?"
"Kata-kata tidak ditujukan kepada kita, tetapi kepada
murid-muridnya yang sebagian besar adalah pengecut"
Ki Dumi tertawa, tetapi ia tidak menjawab.
Sejenak kemudian, maka orang-orang Guntur Geni itu
telah siap. Mereka sudah bertekad untuk menghancurkan
isi istana kecil itu, siapapun yang ada di dalamnya.
kemudian merampas pusaka yang tersimpan di istana
itu. Setelah semuanya siap, maka sesaat kemudian kuda-
kuda itupun telah berderap di sepanjang jalan
padukuhan. Suaranya telah mengejutkan orang-orang
yang telah tidur. Tetapi beberapa orang telah
mengangkat kepalanya di pembaringan, namun
merekapun menjadi berdebar dan kembali berbaring
sambil menutup seluruh tubuhnya dengan selimut kain
panjangnya. Ki Buyutpun mendengar derap kaki kuda itu, seolah-
olah debar jantungnya sendiri. Ia menjadi cemas, bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
kedua anak muda yang telah singgah di rumahnya
mengalami kesulitan dan tertangkap, atau orang-orang
berkuda itu sedang mengejarnya.
Sejenak Ki Buyut termangu-mangu, ia meletakkann
kepalanya lagi di pembaringannya, tetapi ia tidak dapat
memejamkan matanya.
"Apa yang dapat aku lakukan?" pertanyaan itu telah
mengganggunya. Tiba-tiba saja Ki Buyut meloncat bangun. Dirabanya
senjatanya yang disimpannya di bawah tikar. Kemudian
dengan dada yang berdebar-debar ia keluar dari biliknya.
"Aku harus memberitahukan kepada isi istana itu,
mungkin akan ada bencana yang menimpa pada Raden
Kuda Rupaka dan Panon. bisiknya di telinga anak muda
yang tidur di rumahnya.
"Ki Buyut" anak muda itu mencoba mencegahnya "Itu
berbahaya sekali"
"Beberapa hari yang lalu aku juga melakukan sesuatu
yang sangat berbahaya, tetapi aku tetapi hidup, namun
jika harus mati sekarang, aku sudah berterima kasih,
bahwa umurku sudah bertambah beberapa hari sejak
kematian yang seharusnya sudah menerkam aku" jawab
Ki Buyut. Anak muda itu tidak dapat mencegahnya lagi, ia
hanya dapat menahan nafas ketika ia melihat Ki Buyut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
meninggalkan rumah pintu butulan dan hilang di
kegelapan. Seperti yang pernah dilakukan, Ki Buyut berjalan
menuju ke istana kecil itu tanpa perasaan takut. Ia
merasa mempunyai kewajiban untuk memberitahukan,
bahwa mungkin sekali telah terjadi sesuatu dengan anak
muda yang telah berada di padukuhan.
"Mudah-mudahan aku tidak terlalu lambat. Kuda-kuda
itu sudah hilang dan suaranya tidak terdengar lagi.
Mungkin mereka telah menangkap kedua anak muda itu,
atau mungkin mereka akan menyerang istana kecil itu,
sementara penghuni-penghuninya sedang tidur lelap "
katanya kepada diri sendiri.
Diluar sdy Ki Buyut telah berlari-lari kecil. Ia sama
sekali tidak menghiraukan apa yang akan mungkin terjadi
atasnya. Karena itu, maka iapun sama sekali tidak
berusaha untuk berlindung dalam bayangan dedaunan
atau menelusuri dinding batu, ia berlar-lari saja di
sepanjang jalan dengan nafas yang mulai tersengal-
sengal. Ki Buyut terkejut ketika tiba-tiba ia melihat sso
muncul dari balik gerumbul, justru ia sudah mendekati
jalur jalan menuju ke istana kecil diluar padukuhan.
Dengan serta merta ia mencabut senjatanya dan siap
bertempur mempertaruhkan nyawanya.
Tetapi orang itu nampaknya de3 tidak ingin berbuat
sesuatu. bahkan terdengar suaranya berdesis "Ki Buyut"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ki Buyut mengerutkan keningnya, dalam keremangan malam ia melihat seorang anak muda mendekatinya.
"Panon"
"Ya, Ki Buyut. Aku Panon"
"Oh, jadi kau selamat", tetapi dimana Raden Kuda Rupaka?"
"Ia sudah berada di istana"
"Tetapi apa yang sudah terjadi?"
Panon termangu-mangu sejenak. Namun katanya kemudian "Ki Buyut, keadaan menjadi gawat, sebaknya Ki Buyut kembali saja ke padukuhan, jangan meneruskan perjalanan ke istana itu"
"Kenapa?"
"Sudahlah, besok Ki Buyut akan mengetahuinya."
Ki Buyut termangu-mangu sejenak, namun Panon mendesaknya "Ki Buyut harus mendengarkan pengamatanku, orang-orang Guntur Geni telah menyerang istana kecil itu, tetapi Raden Kuda Rupaka telah mendahului aku dan memberitahukan kepada orang-orang yang berada di istana itu, bahwa mereka harus mempersiapkan diri"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ki Buyut termangu-mangu sejenak, namun Panon mendesaknya lagi, "Cepatlah sedikit Ki Buyut, aku akan segera pergi menyusul orang-orang berkuda itu"
Ki Buyut masih tetap berdiri di tempatnya, namun kemudian ia bertanya "Apakah orang-orang Guntur Geni itu tidak membahayakan kalian yang berada di istana?"
"Mudah-mudahan tidak Ki Buyut. Kami akan berusaha menjaga diri sebaik-baiknya"
Ki Buyut mengangguk-angguk, katanya "Baiklah Panon, hati-hati, aku akan berdoa untuk keselamatan kalian yang berada di istana itu. orang-orang Guntur Geni adalah orang-orang yang tidak mengenal peri kemanusiaan. Mereka memiliki permainan yang sangat berbahaya yang dapat membuat seorang bisu, buta, tuli dan lumpuh"
"Banyak diantara kami yang memiliki penawarnya Ki Buyut. Racun itu sama sekali tidak akan berarti apa-apa bagi kami"
Ki Buyut mengerutkan keningnya, Kidang Alit, anak muda yang mengaku bernama Raden Kuda Rupaka, dan kini orang-orang lain yang berada di istana kecil itu, sama sekali tidak takut terhadap racun yang mungkin dibawa oleh orang-orang Guntur Geni.
Ketika Panon mendesaknya sekali lagi, maka Ki Buyutpun kemudian minta diri dan meninggalkan Panon dalam gelapnya malam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Panon memandang langkah Ki Buyut menjauh dan hilang dalam kegelapan, sejenak Panon termangu-mangu, namun iapun kemudian melangkah menuju istana kecil yang sudah tidak terlalu jauh lagi. Ia yakin bahwa kuda yang berderap di jalan berbatu-batu itu sudah sampai di muka pintu gerbang istana kecil yang suram itu.
Sebenarnyalah, bahwa sekelompok orang berkuda telah berhenti di muka pintu gerbang. Seperti yang dikehendaki oleh Panon dan Raden Kuda Rupaka, yang telah memperbaiki pintu gerbang itu, maka orang-orang Guntur Geni tidak dapat langsung memasuki halaman.
mereka berhenti di muka pintu gerbang dan untuk beberapa saat menilai keadaan.
Tetapi nampaknya halaman istana kecil itu itu tetap sepi, tidak ada seorangpun yang dapat dilihat dari luar pintu gerbang, melintas atau berjaga-jaga.
Kiai Paran Sanggit yang berada di paling depan termangu-mangu sejenak, ia sudah mendengar bahwa beberapa orang dari Cengkir Pitu dan Kumbang Kuning telah meninggalkan sarang mereka menuju ke pegunungan Sewu.
"Mereka tentu akan memasuki istana ini" tiba-tiba Kiai Paran Sanggit menggeram.
"Tetapi istana itu nampaknya sepi sekali" sahut Ki Dumi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Apakah mereka sudah berhasil merampas pasukan itu dan meninggalkan istana kecil ini" " desis Ki Sraba.
"Tentu tidak" sahut Kiai Paran Sanggit "Tetapi agaknya mereka telah bersembunyi. Mereka ingin membunuh orang-orang kita satu demi satu, karena mereka silau melihat jumlah kita yang tentu jauh lebih besar dari mereka."
"Kita akan memasuki halaman ini" berkata Ki Kebo Ander "Apapun yang sudah dan akan terjadi, adalah tanggung jawab kita semuanya, pembunuhan yang licik itu mg suatu tantangan dan sekaligus suatu penghinaan.
Soalnya bukan sekedar upah yang akan kita terima dari Kiai Paran Sanggit jika ia menemukan pasukan itu dan kemudian dengan kelangkapannya akan dapat meraih derajat dan pangkat. Tetapi kita juga bertanggung jawab kepada harga diri kita masing-masing sebagai orang yang paling dihormati diantara sesama di daerah kita masing-masing"
Ki Dumi tertawa, katanya "Kau juga merajuk seperti Kiai Paran Sanggit, Kiai. Tetapi kau benar, akupun merasa bahwa penghinaan ini tidak dapat dibiarkan tanpa hukuman"
"Juga seandainya Kuda Narpada ada di istana itu, aku ingin membunuhnya sekali lagi jika benar ia bangkit dari kuburnya" geram Ki Sraba.
Namun tiba-tiba Ki Dumi berkata lantang "Kita tidak hanya akan berbicara panjang, kita akan masuk dan kita akan menghancurkan semuanya, jika perlu istana kecil ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
harus dibakar agar kita dapat menemukan pasukan yang
sedang kita cari"
"Pasukan itu akan rusak dan kehilangan arti" potong
Ki Kebo Ander. "Tidak, tempat penyimpanan pasukan itu tentu tidak
akan terbakar. Dan kita akan cepat menemukannya, aku
tidak pernah peduli bahwa penghuni-penghuni istana itu
akan terbakar habis" jawab Ki Dumi.
"Kau sudah putus asa, anak kerdil. Kita akan mulai
dengan menguasai segala-galanya" sahut Ki Sraba.
Ki Dumi mengerutkan keningnya, tetapi sebelum ia
menjawab, Kiai Paran Sanggit sudah mendahuluinya
"Kita akan menghancurkan regol ini terlebih dahulu, dan
kita akan memasuki istana dan mengepungnya"
"Jangan hanya bicara, aku akan masuk sekarang"
geram Ki Kebo Ander.
Seperti yang dikatakan, Ki Kebo Ander tidak
menunggu lagi, iapun kemudian meloncat dari kudanya,
dan sekali hentak dengan kakinya, regol itu sudah
berserakan. Ki Kebo Ander tidak naik ke punggung kudanya lagi,
bahkan dengan acuh tak acuh ia berjalan sambil
menuntun kudanya memasuki halaman, seolah-olah tidak
sedang berada di tempat yang berbahaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ternyata tidak seorangpun yang nampak di halaman, dan apalagi mengganggunya, dengan tenang ia sempat mengikat kendali kudanya pada sebatang pohon perdu di samping regol halaman. kemudian berjalan melangkah sambil berteriak nyaring "He, siapa yang ada di dalam, keluar!!"
"Jangan berteriak" Kiai Paran Sanggit memotong" Kita akan mengepung istana ini"
"Cepat, lakukanlah" jawab Ki Kebo Ander.
Sejenak kemudian derap kaki kudapun menjadi gemuruh di halaman istana itu, beberapa ekor kuda berlari-lari melingkari halaman dan mengepung istana itu dari segala arah"
Ketika mereka telah mendapat tempat yang sesuai dengan rencana mereka di seputar istana itu, maka merekapun segera berloncatan turun pula dan mengikat kuda masing-masing pada batang-batang pohon yang ada di sekitar mereka.
Sementara itu Kiai Paran Sanggit yang berada di halaman depan, sekali lagi berdesis, ketika Ki Kebo Ander akan berteriak. Namun agaknya Ki Kebo Ander tidak telaten lagi, sekali lagi ia berteriak "He, orang-orang Kumbang Kuning dan orang-orang Cengkir Pitu, Kidang Alit dan Raden Kuda Rupaka. atau siapa lagi yang ada di dalam, keluarlah. Kita akan bermain sejenak. Mungkin hanya sekedar bermain"
Tetapi ternyata halaman istana itu masih sepi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Gila" Kiai Paran Sanggitpun ternyata menjadi marah.
"Kalian orang-orang Cengkir Pitu dan Kumbang Kuning,
cepatlah keluar. Kawanku sudah terlanjur berteriak, dan
akupun akan berteriak lebih keras, karena kalian telah
membunuh orang-orang kami dengan licik dan pengecut"
Ki Kebo Ander memandang Kiai Paran Sanggit
sejenak, kemudian gumamnya "Kau juga berteriak"
"Aku jemu mendengar suaramu. Lebih baik aku
mendengar suaraku sendiri"
Ki Dumi tidak dapat menahan diri lagi, suara
tertawanya meledak memenuhi halaman istana yang
suram itu, memecah kesepian malam, suaranya bagaikan
gemuruh guntur yang bergema di lembah yang panjang
dan curam. Ki Sraba mengerutkan keningnya, ia sadar, bahwa Ki
Dumi tidak sekedar mentertawakan Ki Kebo Ander dan
Kiai Paran Sanggit, tetapi ia telah melontarkan kekuatan
ilmunya yang mengguncang istana kecil itu.
"Meskipun tubuhnya kerdil, tetapi suaranya bagaikan
suara raksasa kelaparan" desis Ki Sraba kepada diri
sendiri. Ternyata suara Ki Dumi benar-benar mempengaruhi
seisi istana kecil itu, sehingga istana kecil itu bagaikan
diguncang oleh gempa bumi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Di dalam istana kecil itu, chy lampu minyak memancarkan chynya yang kemerah-merahan, namun tidak seorangpun yang nampak di dalamnya. bilik-biliknya telah kosong dan pintunya tidak lagi tertutup.
Betapapun suara Ki Dumi mengguncangnya, tetapi istana kecil itu itu tetapi diam.
"Gila" tiba-tiba Kiai Paran Sanggit menggeram
"Apakah orang-orang di dalamnya sudah mati?"
Bab 58 "Kita akan melihatnya" teriak Ki Kebo Ander.
Seperti pada saat masuk, maka dengan tenang Ki Kebo Ander itupun melangkah menaiki tangga pendapa, beberapa orang yang menyaksikannya semula ragu-ragu, namun kemudian merekapun mengikutinya pula.
Ki Kebo Ander berhenti sejenak di muka pintu di belakang pringgitan, seolah-olah ingin mendengarkan, apakah ada suara sesuatu di halaman rumah itu, tetapi agaknya telinganya yang memiliki ketajaman pendengaran yang luar biasa, sama sekali tidak mendengar desah nafas sekalipun.
"Rumah ini telah kosong" geram Ki Kebo Ander.
Kiai Paran Sanggit mengerutkan keningnya. Dengan nada yang bagaikan berputar di dalam perutnya ia menyahut "Apakah kau yakin?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Ya, aku yakin. Tidak seorangpun yang ada di dalam
Rumah ini "
Kiai Paran Sanggit tidak sabar lagi, tiba-tiba saja
kakinya telah menghantam pintu sehingga berderak
keras sekali. Pintu yang tidak kuat itupun terbuka. Yang nampak
adalah sebuah lampu minyak berkeredipan diruang
dalam. "Kau lihat" berkata Ki Kebo Ander.
Kiai Paran Sanggit segera memasuki istana kecil itu,
dengan tegang ia melihat setiap bilik yang kosong dan
ruangan-ruangan yang tidak berpenghuni.
"Gila" teriak Kiai Paran Sanggit "Apakah orang-orang
Kumbang Kuning dan Cengkir Pitu telah berhasil
mendapatkan pusaka itu?"
"Tetapi dimanakah perempuan dan anaknya yang
tinggal di rumah ini?" bertanya Ki Sraba.
"Tentu Kuda Rupaka yang gila itu yang membawanya
atau Kidang Alit seperti yang dikatakan orang kepadaku.
Ia adalah seorang anak muda yang menyukai gadis-gadis
cantik, sehingga dari istana ini telah dibawa pusaka dan
perempuan" geram Kiai Paran Sanggit.
"Jadi apakah kita terlambat?" bertanya Ki Dumi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Kerdil gila, kenapa kau bertanya" , kau lihat sendiri, apakah yang ada di istana ini sekarang?" jawab Kiai Paran Sanggit.
Tetapi Ki Dumi justru tertawa, jawabnya "Kau benar-benar orang yang tidak nalar, kenapa kau marah-marah dan mengumpat-umpat", jika kita datang terlambat, apa boleh buat, masalahnya tidak akan dapat diulangi dengan mengumpat seperti orang mabuk tuak"
Ki Sraba menyahut " Ki Dumi, kau benar-benar orang yang tidak berperasaan, cobalah ikut menyatakan bela sungkawa atas keterlambatan ini. Kiai Paran Sanggit telah dikecewakan oleh keadaan yang tidak disangkanya, kau justru menambah hatinya semakin pahit"
"Baiklah" jawab Ki Dumi, tetapi Kiai Paran Sanggit segera memotong "Cukup. Kalian tidak dapat berolok-olok, kita tidak akan berhenti sampai disini"
"Apa lagi yang akan kau lakukan" " bertanya Ki Kebo Ander.
"Kita akan menyusul kemanapun mereka pergi.
Mereka tentu belum terlalu lama meninggalkan istana ini"
"Darimana kau tahu?" bertanya Ki Sraba.
"Mereka masih sempat menyalakan lampu.
Secepatnya mereka pergi tentu sesudah gelap" jawab Kiai Paran Sanggit "Diantara mereka terdapat perempuan, tentu tidak akan dapat berjalan terlalu cepat"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tetapi aneh sekali" berkata Ki Dumi kemudian "Aku tidak melihat bekas perselisihan. Apakah orang-orang Kumbang Kuning dan Cengkir Pitu sudah dapat menemukan persetujuan dengan orang-orang lain yang katanya berada di halaman istana ini pula?"
"Itu bukan urusan kita, kita harus menyelusuri jejak mereka kemana mereka pergi, mungkin keperguruan Cengkir Pitu, tetapi mungkin pula ke perguruan Kumbang Kuning"
Ki Kebo Ander mangangguk-angguk, katanya kemudian "Apakah diantara kalian ada orang-orang yang memiliki kemampuan menyelusuri jejak" "
"Tidak hanya satu atau dua, tetapi sepuluh orang, mereka akan mengenal jejak kuda maupun jejak orang yang baru dan yang lama, meskipun hanya sekedar dibawah nyala obor" jawab Kiai Paran Sanggit.
Ki Kebo Ander mangangguk-angguk, katanya
"Baiklah, kita sudah menjadi kuyup, karena itu, jangan kembali ditengah, sungai ini harus diseberangi sampai ketepian"
Orang-orang yang berada di dalam rumah itupun kemudian bersiap-siap untuk menyusuri. Namun tiba-tiba saja Ki Sraba berkata "Aku ingin melihat, betapa api dapat menyala di istana ini, lampu itu masih menyimpan minyak, jika minyak itu aku tuangkan pada dinding, maka aku akan menemukan kegembiraan"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Kiai Paran Sanggit memandanginya sejenak, namun ia tidak menghiraukannya lagi, apakah istana itu akan dibakar atau dirobohkan.
Tetapi selagi Ki Sraba termangu-mangu, maka mereka telah mendengar isyarat dari anak buah mereka yang ada diluar. Karena itu dengan serta merta, merekapun segera berloncatan keluar.
Dada mereka menjadi berdebar-debar, mereka melihat beberapa ekor kuda memasuki halaman lewat regol yang sudah pecah. Dibelakang orang berkuda, ada yang membawa obor, nampak dalam keremangan umbul-umbul kebesaran Demak.
Nampaknya sepasukan prajurit tugas telah datang ke istana kecil itu bersama beberapa orang pengawal.
"Gila" Kiai Paran Sanggit berteriak "Itu tidak mungkin"
Dua orang yang membawa obor menyibak ke tepi.
Mereka memandang orang-orang Guntur Geni yang bergeser ke tengah, seakan-akan memang dengan sengaja memberikan tempat kepada para prajurit Demak itu.
Di tengah-tengah tiba-tiba saja telah muncul seorang senapati dalam pakaian kebesarannya membawa sepucuk tombak dengan panji-panji keprajuritan.
Kiai Paran Sanggit menjadi semakin berdebar-debar, dengan tajamnya ia memandang senapati yang duduk tegak diatas punggung kudanya, dengan segala
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
kelengkapan sebagai pertanda bahwa ia telah menerima
limpahan kekuasaan dari Sultan Demak.
"Ki Sanak" suara senapati itu terdengar bagaikan


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bergema di seluruh halaman "Aku tahu kalian adalah
orang-orang Guntur Geni. kalian telah melakukan banyak
kesalahan terhadap negara dan sesama. Kali ini kalian
berusaha untuk mendapatkan satu diantara pusaka-
pusaka yang menjadi sipat kandel Demak, bukan untuk
kalian kembalikan, tetapi untuk kalian miliki sendiri"
"Ia" teriak Kiai Paran Sanggit "Aku tidak ingkar bahwa
aku adalah pimpinan tertinggi dari perguruan Guntur
Geni yang ada disini. Aku tidak ingkar bahwa aku
berusaha untuk menemukan pusaka yang pernah
diberikan kepada Pangeran Kuda Narpada pada saat
kekuasaan Majapahit runtuh"
"Ki Sanak" berkata senapati itu pula "Aku mendapat
tugas diantara beberapa orang perwira yang tersebar,
untuk menemukan kembali semua pusaka dan benda-
benda kebesaran Majapahit yang mungkin masih tercecer
dan belum dapat dikumpulkan di Demak yang telah
mengambil alih kekuasaan Majapahit dan berusaha untuk
mengembalikannya kembali setelah Majapahit runtuh
oleh sekelompok orang yang tidak mempunyai
perhitungan luas dan dipengaruhi oleh keinginan pribadi"
"Aku tidak peduli" teriak Kiai Paran Sanggit
"Lakukanlah tugasmu dengan baik, tetapi akupun akan
melakukan tugasku sebaik-baiknya pula"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Sudah Ki Sanak" jawab senapati itu "Aku sudah berhasil melaksanakan tugas yang dibebankan kepadaku, aku telah menemukan pusaka itu dan telah aku kirim kembali ke Demak, mudah-mudahan perwira-perwira yang lain yang mendapatkan tugas yang berbeda, telah melaksanakannya pula seperti aku"
"He?" wajah Kiai Paran Sanggit menjadi tegang.
Dalam ketegangan itu, tiba-tiba saja terdengar suara Ki Dumi tertawa, suaranya menggelegar gemuruh bagai guntur yang meledak di setiap rongga dada.
Kiai Paran Sanggit menyadari bahwa Ki Dumi mulai tidak sabar lagi. Ia mulai menunjukkan kemampuannya dalam lontaran ilmunya lewat nada-nada tertawanya.
Senapati yang duduk di punggung kuda itu mengerutkan keningnya, namun kemudian iapun tersenyum pula. oleh cahaya obor yang kemerah-merahan nampak wajah senapati yang sama sekali tidak menghiraukan suara tertawa Ki Dumi. bahkan katanya kemudian "Ki Sanak, kedatangan kalian telah terlambat, tetapi lebih dari pada itu, bahwa kami telah memikul tugas sebagai seorang prajurit. kecuali menemukan pusaka-pusaka yang hilang dan benda-benda kebesaran yang lain, kami tetap pada kewajiban kami untuk menjaga ketenangan seluruh wilayah Demak, termasuk daerah Pegunungan Sewu ini. Karena itu, maka kami telah datang menemui kalian yang terbukti telah berusaha merampok istana kecil yang terpencil ini"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Cukup" tiba-tiba saja Ki Sraba berteriak "Apa gunanya kalian sesorah dihadapanku, aku bukan orang dari perguruan Guntur Geni, tetapi aku adalah saudara terdekat dari padanya, aku tidak mau mendengar kau berkicau di malam begini, diamlah. Dan kembalilah ke Demak, katakan kepada Sultan, bahwa aku adalah orang yang berdiri diluar segala macam hokum dan ketentuan yang berlaku di Demak"
"Jadi hukum apakah yang berlaku atasmu?"
"Hukum kekuatan, kau datang dengan beberapa orang pengawal. Aku bersama dengan beberapa orang kawanku, tegasnya kami tidak akan tunduk kepadamu sebelum kami menjadi bangkai disini, itulah hukum yang berlaku atas kami, tetapi sebaiknya kalianlah yang akan menjadi bangkai makanan burung gagak disini."
Senapati itu mengerutkan keningnya, ketika ia berpaling kearah para pengawalnya, tiba-tiba saja terdengar suara Ki Kebo Ander menggelegar "Jumlah kami jauh lebih banyak dari jumlah pengawalmu, tidak ada jalan kembali bagi kalian, karena kalian telah membuat hatiku terbakar"
"Baiklah" jawab senapati itu "Kita akan bertempur jika hukum yang berlaku atas kalian adalah hokum kekuatan.
Kami akan menjalankan tugas kami dengan cara yang kalian kehendaki"
"Cukup" teriak Kiai Paran Sanggit "Kita bertempur sekarang".
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Kiai Paran Sanggit yang marah itupun kemudian melangkah mendekat setapak demi setapak. Tetapi kemarahan yang membakar dadanya bagaikan nyala diperut Gunung Merapi.
"Senapati" geram Kiai Paran Sanggit "Sebut namamu sebelum bangakaimu di koyak-koyak burung gagak atau anjing liar"
Senapati itu mengerutkan keningnya, dengan isyarat ia memerintahkan para pengawalnya untuk
menempatkan diri.
"Namaku Bondan Lamatan, Pangeran Bondan
Lamatan" Kiai Paran Sanggit menggeram katanya "Kau adalah orang yang malang dari Demak, karena kaulah yang mendapat tugas naik ke Pegunungan Sewu. Disini, seorang pangeran akan terkapar mati. Tetapi jawab pertanyaanku Bondan Lamatan, apakah kau yang telah memerintahkan prajuritmu dengan licik membunuh kedua kawanku?"
Pangeran Bondan Lamatan mengerutkan keningnya, ia teringat pada Kuda Rupaka, apa yang akan dilakukan oleh Panon, karena itu maka jawabnya "Bukan aku Ki Sanak, tetapi Pangeran Kuda Narpada"
"Gila, apa kau sudah gila", apakah Pangeran Kuda Narpada dapat bangkit dari kuburnya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Agaknya memang demikian, dan kini ia berada di dalam istananya"
"Tidak, rumah tua itu sudah kosong, kami baru saja memeriksanya"
Pangeran Bondan Lamatan mengerutkan keningnya, sejenak ia termangu-mangu, namun kemudian ia berkata
"Ia ada di istana ini, lihat, ia berdiri di pintu pringgitan"
Semua orang berpaling, mereka melihat Ki Wirit berdiri di pintu pringgitan yang sudah terbuka, tetapi ia sama sekali tidak dapat dikenal sebagai Pangeran Kuda Narpada.
"Ia adalah Pangeran Kuda Narpada" berkata Bondan Lamatan "Percaya atau tidak percaya, tetapi ia memiliki ciri-ciri Pangeran Kuda Narpada dan sebenarnyalah ia adalah orang yang kau sebut telah bangkit dari kuburnya"
Kiai Paran Sanggit menjadi tegang sejenak, namun kemudian ia tertawa "Permainan yang tidak aneh, ia dapat saja memasuki rumah tua itu saat aku keluar dari dalam. Apakah kau ingin memberi kesan bahwa orang itu semacam hantu yang mempunyai kelebihan dari manusia wajar?"
"Sama sekali tidak" berkata Pangeran Bondan Lamatan "Tetapi aku hanya mengatakan bahwa kalian telah terkepung. Di dalam rumah itu ada dua orang yang lain. Raden Kuda Rupaka dan Panon Suka. seperti yang kau katakan, ia memasuki rumah itu sesudah kau keluar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tetapi bahwa ia dapat memasukinya tanpa diketahui oleh
orang-orangmu atau olehmu sendiri adalah pertanda
bahwa mereka memiliki kelebihan ilmu dari orang-orang
kebanyakan. Orang-orangmu yang kau anggap sudah
menguasai seluruh halaman depan dan halaman
belakang, sama sekali tidak melihat mereka bertiga"
Kiai Paran Sanggit menggeram, namun kemudian
katanya "Kami bukan kanak-kanak yang takut melihat
kucing merunduk tikus, ayo, sekarang serahkan pusaka
itu kepadaku. Kau pasti sudah menipu Raden Ayu Kuda
Narpada dengan janji-janji yang tidak masuk di akal,
atau justru kau telah menipu kami. Bahwa pusaka itu
masih ada disini, tetapi Raden Ayu Kuda Narpada telah
kau tangkap dan akan kau peras untuk menunjukkan
pusaka itu"
Pangeran Bondan Lamatan mengerutkan keningnya,
kemudian jawabnya "Aku adalah senapati yang
mengemban tugas dengan tanda-tanda dan ciri-ciri
jabatanku, kenapa kau masih juga mengigau dengan
khayalan yang aneh itu". Sekarang menyerahlah. Atau
aku akan memaksamu dengan kekerasan"
Kiai Paran Sanggit menggeram, tetapi yang terdengar
adalah suara tertawa Ki Dumi yang menggetarkan
jantung "Pangeran yang baik hati" katanya "Hamba
mohon ampun, bahwa hamba terpaksa menolak tawaran
yang seharusnya hamba junjung tinggi itu, karena wajah
wajah pangeran sama sekali tidak meyakinkan bahwa
pangeran akan dapat melakukan tugas pangeran dengan
baik" Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Darah Pangeran Bondan Lamatan bagaikan mendidih, Raden Kuda Rupaka dan Panon yang kemudian berdiri di pintu pringgitan pula, tidak dapat menahan gejolak hatinya mendengar kata-kata orang kerdil itu"
Namun ternyata Pangeran Bondan Lamatan tertawa pendek sambil menjawab "Baiklah Ki Sanak, kekerdilanmu membuat kau mencari imbangan, agaknya kau berhasil dengan menguasai ilmu menghalau burung dengan suaramu yang mengandung getaran-getaran pengecut itu. Tetapi kami bukannya burung pipit yang hinggap di padang padi, itulah sebabnya kami tidak terkejut mendengar suaramu yang pasti sudah kau lontarkan dengan segenap ilmumu"
"Persetan" Ki Dumi menggeram "Kau memang harus dibunuh"
"Jangan banyak berbicara" sahut Ki Kebo Ander "Lihat akulah yang akan membunuh orang yang disebut Pangeran Kuda Narpada itu. Mungkin ia memang mempunyai pisau-pisau kecil yang dicurinya dari istana ini"
Ki Kebo Ander tidak menunggu jawaban. Iapun segera memutar tubuhnya dan melangkah mendekati Pangeran Kuda Narpada yang berdiri di depan pintu pringgitan, disebelahnya berdiri Raden Kuda Rupaka dan Panon.
Ki Dumi termangu-mangu sejenak, lalu katanya "Yang mana yang bernama Kuda Rupaka"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Kiai Paran Sanggit mengerutkan keningnya, lalu katanya "Tidak ada orang yang Kuda Rupaka disitu"
"Yang disebelah kananku ini adalah Kuda Rupaka yang sebenarnya" berkata Pangeran Kuda Narpada
"Disebelah kiri ini adalah muridku, Panon. orang-orang Guntur Geni yang pernah datang sebelumnya mengenal keduanya, meskipun mereka mengenal anak muda ini bernama Sangkan"
Ki Dumi tiba-tiba berlari-lari kecil, sambil meloncat-loncat ia mendekati Ki Kebo Ander sambil berkata
"Serahkan Kuda Rupaka itu kepadaku. Aku akan mencekiknya"
"Daripada aku tidak mendapat bagian" berkata Ki Sraba "Biarlah aku membunuh anak dungu itu, selebihnya, aku akan membunuh setiap prajurit yang datang kepadaku"
"Bunuh mereka semuanya" teriak Kiai Paran Sanggit
"Senapati yang sombong itu kalian serahkan kepadaku, aku akan mencincangnya sampai lumat"
Pangeran Bondan Lamatan tidak menjawab lagi, iapun kemudian menyerahkan kudanya kepada para pengawal yang membawa menepi.
Sejenak kemudian, kedua pihak bersiap menghadapi kemungkinan yang akan terjadi. Seolah-olah masing-masing telah memilih lawan, sedangkan para prajurit Demak sudah siap menghadapi para pengikut Kiai Paran Sanggit"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Jangan takut kepada racun orang-orang Guntur Geni" berkata Pangeran Bondan Lamatan kemudian.
"Persetan" teriak Kiai Paran Sanggit.
Tidak ada jawab namun merekapun telah dikejutkan oleh pertempuran yang justru telah terjadi disisi istana kecil itu.
"Apa yang telah terjadi?" teriak Kiai Paran Sanggit.
Tidak segera terdengar jawaban, tetapi pertempuran itu semakin lama menjadi semakin sengit.
"Jangan terkejut" berkata Pangeran Bondan Lamatan
"Orang-orangmu telah disergap oleh para pengawal istana, sebelum aku datang bersama pasukanku dari Demak. Orang-orang Kumbang Kuning dan Cengkir Pitu, juga kalian orang-orang dari Guntur Geni yang telah mencoba merampas pusaka ini, tidak dapat menembus pertahanan mereka. Apalagi kini, aku datang bersama pasukanku"
"Gila" geram Kiai Paran Sanggit "Aku juga tidak sendiri"
Tang terdengar kemudian adalah teriakan Kiai Paran Sanggit yang menggema di lembah-lembah Pegunungan Sewu "Bunuh semua orang yang berada di halaman istana ini, bakar istana ini menjadi abu, dan musnahkan semua sisa-sisanya rata dengan tanah"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sejenak kemudian, maka para murid dari Guntur Geni itupun segera menyerang para prajurit Demak yang sudah siap menghadapi mereka.
Dalam pada itu, Ki Kebo Ander telah berhadapan dengan Pangeran Kuda Narpada yang sudah siap pula, sejenak mereka saling berpandangan, namun tiba-tiba terdengar Ki Kebo Ander bds "Apakah benar kau Pangeran Kuda Narpada", memang ada kesamaan dari sinar matamu yang menusuk jantung itu"
"Mana yang baik menurut pertimbanganmu Ki Kebo Ander. Sebenarnya kedatanganmu ke rumah ini memberikan pengharapan baru bagiku. Jika aku dapat bertemu muka dengan saudara yang satu ini. Aku berharap bahwa aku dapat menggelitik perasaannya, karena kau sudah menempuh jalan yang salah"
"Siapa namamu" " desis Ki Kebo Ander "Kau tentu mempunyai nama lain seandainya kau mengaku Pangeran Kuda Narpada"
"Namaku Ki Wirit. aku adalah guru anak muda yang bernama Panon Suka, yang barangkali memang anak nakal. Ia telah menggunakan pisau-pisauku untuk membunuh orang-orang Guntur Geni yang berada di regol banjar. Tetapi aku tidak menyangka bahwa kesesatanmu sudah terlalu jauh, sehingga kau berada diantara orang-orang Guntur Geni"
Wajah Ki Kebo Ander menjadi muram, tetapi sejenak kemudian terdengar giginya gemeretak. Jangan pedulikan aku memang ingin tahu, betapa tebal kulitmu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
atau barangkali nyawamu memang rangkap. Tetapi jika
kau akan mati sekali lagi, kau tentu tidak akan dapat
bangkit dari kuburmu"
Pangeran Kuda Narpada tersenyum, sekilas
dipandanginya Ki Dumi yang sudah berhadapan dengan
Raden Kuda Rupaka dan Ki Sraba yang dengan tegang
memandang Panon yang berdiri dengan gagahnya.
"Jadi kau yang telah membunuh kedua pengawal
pintu gerbang banjar itu, He?" bertanya Ki Sraba.
Panon menarik nafas dalam-dalam.
"Kemudian kau menyelinap memasuki istana ini dari
belakang, ya kan?"
Panon masih tetap diam.
Ki Sraba yang kemudian merasa terhina oleh
kediaman Panon berteriak "He, apakah kau tuli, atau
bisu?" Panon masih tetap diam tidak menyahut, namun
karena itu, kesabaran Ki Sraba telah sampai
kepuncaknya, sehingga tiba-tiba saja ia telah meloncat
menyerang. Panon sudah memperhitungkannya. Itulah sebabnya
maka iapun segera bergeser menghindar, sehingga
serangan itu sama sekali tidak mengenainya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tetapi Ki Sraba yang marah tidak menghentikan serangannya, ia segera meloncat sambil berputar, kakinya menyerang mendatar setinggi lambung.
Namun Panon masih sempat mengelak dengan sebuah loncatan surut.
Sementara itu Ki Dumi tertawa berkepanjangan katanya "Jangan cepat marah Ki Sraba, lawanmu sengaja membuat kau marah. Orang yang marah akan kehilangan akalnya, karena?""
Ki Dumi tidak dapat melanjutkan kata-katanya, serangan Raden Kuda Rupaka tiba-tiba saja hampir menyengat dagunya. Karena itu, ia harus bergeser dam memiringkan kepalanya.
"Gila" teriak Ki Dumi "Kau memang anak setan, anak iblis, pengecut yang tidak tahu malu"
"Jangan lekas marah Ki Sanak" tiba-tiba saja terdengar suara Raden Kuda Rupaka "Kau akan kehilangan akalmu"
"Tutup mulutmu cindil abang" teriakan Ki Dumi menjadi semakin keras.
Pangeran Kuda Narpada tersenyum, katanya kepada Ki Kebo Ander "Inilah kemanakan Pangeran Kuda Narpada yang bernama Kuda Rupaka, yang telah dipalsukan untuk mendapatkan pusaka yang ada di istana ini. Tetapi usaha itu sama sekali tidak berhasil"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ki Kebo Ander termangu-mangu sejenak, tiba-tiba saja ia berkata "Semakin lama aku semakin percaya, bahwa kau adalah Pangeran Kuda Narpada"
"Terserah kepadamu"
"Tetapi bukankah kau sudah mati dibunuh oleh kedua pangeran itu?"
"Bukan kita yang menentukan kematian seseorang, meskipun menurut perhitungan manusia, kita sudah tidak lagi dapat menghindarkan diri dari maut, tetapi ternyata ALLAH Yang Maha Kuasa menentukan lain"
"Dan kau benar Pangeran Kuda Narpada"
"Ya, aku adalah Pangeran Kuda Narpada"
Wajah Ki Kebo Ander menjadi merah padam, dengan suara datar ia berkata "Sepanjang peristiwa yang pernah terjadi diantara kita, aku tidak pernah menang melawanmu, tetapi aku tidak jemu-jemunya mencoba menebus kekalahan demi kekalahan yang pernah aku alami"
"Dan sekarang", apakah kau ingin menebus kekalahan itu", justru pada saat kau berada dipihak orang-orang Guntur Geni?"
Ki Kebo Ander termangu-mangu, sekilas
dipandanginya pertempuran yang telah menyala membakar seluruh halaman istana kecil itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Namun dimata Ki Kebo Ander, pertempuran itu
menjadi semakin lama semakin kabur. Yang nampak
dimatanya adalah peristiwa puluhan tahun yang lalu,
peristiwa yang telah melibatkannya dalam perkelahian
melawan Pangeran Kuda Narpada, perkelahian yang
telah lama terjadi.
Justru dalam keriuhan pertempuran di halaman istana
kecil itu, maka yang telah terjadi puluhan yang lalu itu
bagaikan nampak lagi dimatanya, semakin lama semakin
jelas. *** "Kenapa kau hentikan aku disini?" bertanya seorang
anak muda yang duduk diatas punggung kudanya
bersama beberapa orang pengawalnya.
Seorang anak muda yang lain, yang berdiri sambil
bertolak pinggang tertawa, di belakangnya berdiri
beberapa orang anak-anak muda yang lain dalam sikap
yang serupa. "Kuda Narpada" berkata anak muda yang berdiri
tegak dengan bertolak pinggang "Marilah kita
membicarakan persoalan terjadi diantara kita"
Anak muda di punggung kuda yang disebut Kuda
Narpada itu mengerutkan keningnya, katanya "Apakah
ada persoalan diantara kita?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Kau gila, kau coba mengingkarinya", aku kira kau seorang laki-laki jantan, tetapi agaknya kau adalah seorang pengecut yang tidak kenal diri"
Anak muda di punggung kuda itu mengerutkan keningnya, sejenak ia termangu-mangu, kemudian katanya "Daripada aku harus berteka-teki, katakan.
Apakah persoalan yang ada diantara kita itu?"
Anak muda yang berdiri sambil bertolak pinggang tiba-tiba saja tertawa, katanya "Kuda Narpada, kau menjadi ketakutan, He" lalu katanya kepada kawan-kawannya yang berdiri di belakangnya "Lihat, betapa pucat wajahnya, meskipun ia dikawal oleh beberapa orang pengawalnya, namun ia menjadi ketakutan"
Kuda Narpada yang menggeretakkan giginya, tetapi ia masih tetap menahan diri.
"Katakan, katakan" Kuda Narpada menggeram.
"Baik, bauk. Jika kau masih berpura-pura tidak mengetahui, maka aku akan mengatakannya" anak muda itu berdiri sejenak, lalu "Kuda Narpada, setiap orang tahu, bahwa Puteri Trang Wisesa Wardani adalah seorang gadis yang akan menjadi pendamping hiduku, aku sudah mempersiapkan diri menghadapi hari-hari perkawinanku. Meskipun tataran kebangsawananku kalah selapis dari Puteri Trang Wisesa Wardani, tetapi hubunganku antara seorang perempuan tidak lagi dapat dipisahkan oleh tataran itu. Dan agaknya kau yang merasa dirimu dalam tataran yang sama, telah berusaha untuk menguasai gadis itu"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Wajah Kuda Narpada menjadi merah padam, dengan
suara datar ia berkata "Jangan mengada-ada, aku kenal
siapa kau sebenarnya. Bukan karena aku lebih tinggi
selapis dalam tataran kebangsawananku, tetapi tingkah
lakumu memang sudah terlalu banyak menumbuhkan
persoalan. adalah mustahil bahwa kau sudah terlibat
dalam hubungan pribadi yang mendalam dengan Puteri
Trang Wisesa Wardani. Puteri itu adalah seorang gadis
yang jarang sekali keluar dari istananya. mustahil bahwa
ia telah berkenalan dengan anak muda seperti kau"
"Kuda Narpada, kau jangan berpura-pura dungu,
meskipun aku resminya seorang bangsawan dari garis
keturunan yang berbeda-beda, tetapi setiap gadis di
Majapahit selalu berusaha mengintip jika aku lewat. Kuda
Narpada, aku hanya datang ke Majapahit sepekan sekali,
bahkan lebih. Namun aku adalah anak muda yang paling
dikenal di Majapahit, melampaui anak muda yang tinggal
di Kota Raja ini"
"Mungkin kau benar, setiap gadis di Kota Raja ini
mengenalmu, tetapi bukan karena mereka tertarik
kepada pribadimu, kepada ketampananmu. Tetapi
mereka tertarik kepada namamu yang sudah terlalu
banyak dikenal orang, kau dengan lima atau enam orang
kawanmu tidak mempunyai kesibukan lain kecuali
menyusuri jalan-jalan sambil membuat onar. Menakut-
nakuti rakyat kecil, berkelahi dengan sesama anak
jalanan, dan sekali-sekali namamu selalu dihubungkan
dengan air mata gadis-gadis muda yang kehilangan
kegadisannya"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Omong kosong" anak muda yang berdiri bertolak pinggang itu memotong "Semuanya omong kosong. Jika kau tidak percaya, bertanyalah kepada Puteri Trang Wisesa Wardani. Setiap kali ia menyelinap keluar istana apabila ia mendengar suaraku, tanyalah kepada seorang emban tua yang selalu mengawasinya jika gadis itu dengan diam-diam keluar dari istana"
Wajah Kuda Narpada menjadi tegang, namun ia masih saja mencoba untuk menenangkan hatinya.
"Sayang" katanya kemudian "Aku tidak dapat mempercayaimu, aku lebih percaya kepada para penasehatku, kepada orang-orang tua kami yang telah merestui hubungan dengan Puteri Trang Wisesa Wardani, dan kepada gadis itu sendiri"
Tetapi anak muda yang bertolak pinggang itu tertawa berkepanjangan, katanya "Itu adalah kebodohanmu yang paling menggelikan, kau kira bahwa gadis itu akan dengan terus terang mengatakan kepadamu bahwa ia mencintai aku?"
"Jika cintanya mendalam dan jika ia sudah bertekad untuk hidup bersama dengan seorang laki-laki, maka sebagai seorang gadis dari keturunan kesatria, ia akan berterus terang, meskipun akan berakibat buruk sekalipun" Kuda Narpada berhenti sejenak, lalu "Nah, terhadap gadis yang demikian kau baru mempertaruhkan nyawamu untuk merebutnya, jika gadis itu bukan gadis yang menyerahkan segenap cintanya, dalam bayangan hidup atau mati, kenapa kau bersusah payah mempertaruhkan nyawamu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Siapa yang mempertaruhkan nyawa?" tiba-tiba saja
anak muda itu bertanya.
Kuda Narpada terkejut, sejenak ia termangu-mangu,
sementara anak muda itu berkata terus. "Aku tidak
mempertaruhkan nyawaku sekarang ini. Tetapi aku
menemuimu untuk minta agar kau batalkan niatmu untuk
memperisteri Puteri Trang Wisesa Wardani. Jika kau
berkeberatan, maka kami akan menghajarmu sampai kau
jera, itu saja"
Kuda Narpada menjadi tegang, dengan suara berat ia
berkata "Sudah sering aku mendengar, kau membuat
persoalan dengan anak-anak muda sebayamu, sekarang
akulah yang menjadi sasaran. Tetapi baiklah. aku akan
melayanimu apa saja yang kau kehendaki agar kau tidak


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyangka bahwa anak jalanan sajalah yang mampu
menjaga diri dan nama baiknya dengan kekerasan, jika
kau memang menghendaki agar kita berkelahi, sebaiknya
kau tidak usah mencari banyak alasan dan menyinggung
harga diri Puteri Trang Wisesa Wardani. Lebih baik kau
katakan saja, bahwa kau ingin menggangguku dan
menantangku berkelahi"
Wajah anak muda itu menegang, belum pernah ia
bertemu anak muda segarang Kuda Narpada, yang
dalam hidupnya sehari-hari merupakan anak muda yang
luruh agak pendiam, namun tiba-tiba ia kini dapat
bersikap garang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Bab 59 Tetapi sejenak kemudian anak muda itu tertawa sambil berkata "Bagus, marilah kita berkelahi, tempat ini cukup sepi"
Kuda Narpada yang telah turun dari kudanya bertanya dengan tenang "Apakah yang kau kehendaki", apakah kita akan berkelahi seorang lawan seorang, atau kau akan membawa semua kawan-kawanmu serta dalam perkelahian yang ribut seperti yang sering kau lakukan dimana-mana?"
"Persetan, geram anak muda itu "Aku akan membuatmu cacat di wajahmu yang mulus itu, sehingga Puteri Trang Wisesa Wardani yang cantik itu tidak akan sudi menjadi isterimu, meskipun seandainya kau seorang pangeran Pati di Majapahit"
"Apapun yang akan kau lakukan terserahlah, tetapi kau belum menjawab pertanyaanku. Jika kau ingin berkelahi beramai-ramai, maka beberapa orang pengawalku yang jumlahnya hanya kira-kira separuh dari kawan-kawanmu itu akan berbuat terlalu banyak, karena tugas mereka memang untuk berkelahi" sahut Kuda Narpada.
Sekali lagi anak muda itu tercekat, ternyata Pangeran Kuda Narpada telah mempergunakan istilah-istilah yang dapat menyentuh perasaan anak muda jalanan itu. Kuda Narpada telah menyebut para pengawalnya sebagai orang-orang yang tugasnya memang untuk berkelahi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Namun sejenak kemudian terdengar anak muda itu
menggeram "Kita akan berkelahi seperti laki-laki, kau
melawan aku, karena persoalannya memang menyangkut
kau dan aku"
"Baiklah" jawab Kuda Narpada tenang.
Setelah menyerahkan kudanya kepada seorang
pengawalnya, maka Kuda Narpadapun mempersiapkan
dirinya, kepada para pengawalnya ia berpesan agar
mereka tidak mencampuri persoalannya dengan anak
muda itu. Sejenak kemudian keduanya telah besiap, kedua anak
muda itu nampaknya mempunyai kelebihan masing-
masing, keduanya bertubuh sedang dengan sikap yang
cepat cekatan. "Hati-hatilah pangeran, sebenarnya lebih baik kau
serahkan saja puteri kepadaku. Kau akan aku bebaskan"
geram anak muda itu.
Tetapi Kuda Narpada menjawab "Jika bukan kau, akulah
yang mencarimu dan menantang kau untuk berkelahi"
Jawab itu benar-benar telah membakar hati anak muda
itu, karena itu maka tiba-tiba saja ia telah meloncat
menyerang dengan garangnya.
Tetapi Kuda Narpadapun telah besiap menghadapi
kemungkinan itu, sehingga iapun sempat mengelak dan
bahkan dengan tangkasnya iapun telah menyerang
lawannya pula. Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Perkelahian yang sengit tidak dapat dihindarkan lagi.
Beberapa orang orang kawan anak muda itu segera
mengerumuninya. Mereka berteriak-teriak dan mengacu-
acukan tangannya.
Para pengawal menambatkan kuda-kuda mereka pada
pohon-pohon perdu di pinggir jalan. Meskipun Kuda
Narpada telah memesan agar mereka tidak melibatkan
diri, namun mereka merasa perlu untuk besiap-siap
menghadapi segala kemungkinan dari anak-anak muda
jalanan yang nakal itu.
Dugaan anak muda itu ternyata keliru, Kuda Narpada
bukannya seorang bangsawan yang cengeng, yang
hanya pandai menghias diri dan menyusuri jalan-jalan
raya dengan kuda yang bagus, ternyata Kuda Narpada
memiliki kemampuan yang tidak teratasi oleh lawannya.
"Setan alas" geram anak muda itu, ia merasa bahwa ilmu
yang diterimanya dari perguruannya telah cukup, namun
menghadapi Kuda Narpada itu ia telah terdesak.
Ketika tangannya terayun menghantam kening, tiba-tiba
saja terasa tangan itu bagaikan dihentakkan dengan
kuatnya, agaknya Kuda Narpada berhasil menangkap
tangannya yang terjulur,
Anak muda itu tidak sempat berbuat banyak, ketika Kuda
Narpada memutar tubuhnya sambil merendah, kemudian
menarik tangan lawannya diatas pundaknya dan
menghentakkannya kuat-kuat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Anak muda itu terlempar melalui pundak Pangeran Kuda
Narpada dan dengan kerasnya terbanting ditanah.
Terasa punggungnya bagaikan patah, ketika ia meraba
kepalanya, darah telah mengalir memerahi jari-jarinya.
Agaknya kepalanya telah terantuk sebongkah batu yang
tajam dan melukainya.
Kuda Narpada berdiri tegak dihadapannya, dengan
garangnya anak muda itu membentaknya "Bangun,
katakan, apakah kita akan melanjutkan perkelahian?"
Lawannya tidak menjawab.
"Sekali ini aku maafkan kau. Tetapi jika kau sekali lagi
menyebut dan apalagi menyinggung harga diri puteri
Trang Wisesa Wardani, maka aku tidak akan memaafkan
kau lagi. Aku akan menyerahkan kau kepada para
prajurit, agar kau mendapatkan hukuman yang setimpal"
Anak muda itu tidak menjawab, dengan wajah dan darah
mengalir dari luka di kepalanya, ia berjalan kearah
kawan-kawannya, dengan isyarat iapun mengajak
mereka pergi. Namun dengan demikian anak muda itu telah
menyimpan dendam dihatinya.
Ki Kebo Ander menggelengkan kepalanya, kenangan itu
jelas nampak diangan-angannya, bahkan kemudian
disusul dengan angan-angannya yang menyusuri jalan
hidupnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Beberapa tahun kemudian.
Setelah anak muda itu menyempurnakan ilmunya, diluar kehendaknya ia telah bertemu kembali dengan iring-iringan prajurit Majapahit yang dipimpin oleh orang pangeran. Pangeran Kuda Narpada..
Timbullah niatnya untuk mencoba pangeran itu sekali lagi, apalagi ketika ia mendengar bahwa sekelompok prajurit itu baru saja berhasil menumpas segerombolan penjahat yang telah mengacaukan beberapa daerah terpencil.
"Pangeran" berkata orang yang menghentikan iring-iringan itu "Persoalan kita adalah persoalan pribadi.
Meskipun sekarang pangeran membawa sekelompok prajurit, jika pangeran memang seorang kesatria, apalagi yang telah berhasil menghancurkan segerombolan penjahat, maka aku mengharap bahwa kita akan menyelesaikan persoalan kita sebagai laki-laki"
Sekali lagi Pangeran Kuda Narpada tidak menolak, ia memerintahkan para prajuritnya untuk menjadi saksi.
Dan sekali lagi Pangeran Kuda Narpada memenangkan perkelahian itu. Sekali lagi ia berdiri sambil mengancam
"Jika kau berbuat sekali lagi, aku akan membunuhmu"
Tetapi ketika terjadi sekali lagi perkelahian diantara mereka, setelah sepuluh tahun kemudian, Pangeran Kuda Narpada tidak membunuhnya juga, bahkan persoalan sudah berkembang semakin jauh. Persoalan bukan saja persoalan pribadi, tetapi saat itu beberapa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
orang telah terlibat dalam usaha memisahkan diri dari
kepemimpinan Majapahit. Dan sekali lagi Pangeran Kuda
Narpada mengancam.
"Masalahnya menjadi gawat, kau sudah pantas untuk
dibunuh. Tetapi nampaknya kau hanya terpengaruh oleh
orang-orang yang tidak bertanggung jawab, sehingga
kau masih aku maafkan. Tetapi sekali lagi kita bertemu,
maka aku akan membunuhmu"
Namun tertemuan berikutnya justru berakibat aneh bagi
keduanya, saat itu orang yang telah bertempur melawan
Kuda Narpada itu datang ke rumahnya, tanpa sebab,
maka ia berkata "Aku sudah memiliki ilmu yang
sempurna, sekarang aku pasti akan dapat
mengalahkanmu"
Kuda Narpada menerima tantangan itu, tanpa
memberitahukan kepada siapapun, keduanya
meninggalkan istana dan pergi ke tempat yang sepi.
"Kuda Narpada, jika sekali ini aku kalah, maka aku akan
menyerah untuk selama-lamanya, kau akan aku anggap
sebagai saudara tuaku, meskipun mungkin kau tidak
bersedia, karena aku adalah seorang yang kau anggap
meninggalkan peradaban dan adat para bangsawan"
Ternyata Kuda Narpada tidak dapat dikalahkannya, Kuda
Narpada memiliki ilmu yang tiada taranya, sehingga
akhirnya orang itu menyerah.
"Aku berjanji, bahwa aku tidak akan mengganggumu
lagi" Tiraikasih Website http://kangzusi.com
*** Ki Kebo Ander menarik nafas dalam-dalam, semuanya itu sudah terjadi. Dan ia masih ingat dengan jelas, bagaimana ia minta maaf untuk tidak akan berani menantangnya lagi.
"Aku kira Kuda Narpada sudah mati" berkata Ki Kebo Ander di dalam hatinya "Tetapi ternyata kini aku bertemu dengan orang itu sekali lagi"
Sementara itu, Kiai Paran Sanggitpun telah menyerang Pangeran Bondan Lamatan, ia sadar, bahwa senapati Demak itu tentu orang yang pilih tanding, tetapi Kiai Paran Sanggitpun merasa bahwa dirinya memiliki ilmu cukup untuk melawan senapati itu.
Sejenak kemudian, diseputar istana itupun telah terjadi pertempuran sengit, beberapa orang telah terlibat dalam perkelahian melawan para prajurit. tetapi beberapa orang diantara orang-orang Guntur Geni itu terkejut, bahwa ternyata mereka telah bertempur melawan orang yang memiliki ilmu yang tinggi.
Ki Ajar Respati dan adiknya Kiai Rancangbandang telah bertempur pula, di sebelah lingkaran itu, Ki Reksabahupun sedang mempertaruhkan dirinya dengan garang melawan orang-orang Guntur Geni.
Hanya Pinten sajalah yang tidak nampak di pertempuran itu, ia berada beberapa puluh langkah dari istana, menunggui bibinya, Raden Ayu Kuda Narpada dan Inten Prawesti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Apakah kita akan dapat bertahan dari orang-orang Guntur Geni itu Raksi?" bertanya bibinya.
"Tentu bibi, orang-orang Guntur Geni tidak akan sekuat orang-orang Kumbang Kuning yang bergabung dengan orang-orang Cengkir Pitu" jawab Pinten
"Tetapi jumlah prajurit Demak sudah banyak berkurang, sebagian dari mereka telah membawa para tawanan ke Demak" potong Inten Prawesti.
"Tetapi jumlah yang tinggal masih tetap cukup kuat, aku kira orang-orang Guntur Geni tidak akan berbuat banyak menghadapi pamanda Bondan Lamatan, pamanda Kuda Narpada dan orang-orang yang sebenarnya tidak banyak berkepentingan, tetapi sudah mempertaruhkan jiwa dan raganya disini, karena mereka mempunyai suatu keyakinan kebenaran dan keadilan" jawab Raksi.
Inten menarik nafas dalam-dalam, ia tidak dapat ikut berbuat sesuatu untuk mempertahankan istana kecilnya jika terjadi kekerasan. Agaknya jalan hidup yang ditempuhnya, berbeda dengan jalan yang dilalui Puteri Raksi Padmasari, sehingga gadis itu merupakan gadis yang berwajah rangkap. Kadang-kadang manja dan nakal, tetapi dalam keadaan yang gawat, ia adalah seorang gadis yang garang dengan rantai berkepala bola baja dan bahkan pedang rangkap di lambung.
Namun bagaimanapun juga, Raden Ayu Kuda Narpada tidak dapat menyembunyikan kegelisahannya, seakan-akan ia baru saja menemukan apa yang pernah hilang daripadanya untuk beberapa tahun, sehingga ia menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
sangat cemas, bahwa yang baru saja diketemukan itu
akan hilang kembali.
Tetapi ia mencoba untuk mengatasinya agar puterinya
tidak menjadi semakin kecil hatinya menghadapi
peristiwa gawat yang susul menyusul, seakan-akan tidak
akan ada habisnya seperti gelombang lautan
dihempaskan angin.
Namun sebenarnyalah bahwa hati Inten Prawesti justru
sudah menjadi semakin mantap, ia sudah berada di
dekat ayahandanya, sudah ada Puteri Raksi Padmasari
yang bukan saja merupakan kawan bermain, tetapi juga
seorang pengawal yang mrantasi. Bahkan Inten tidak
dapat mengingkari, bahwa kehadiran Kuda Rupaka yang
sebenarnya itupun telah memberikan warna tersendiri
pada dinding jantungnya.
Sementara itu pertempuran di halaman istana kecil itu
masih berlangsung dengan sengitnya, ternyata bahwa
Kiai Paran Sanggit benar-benar seorang yang memiliki
bekal ilmu yang tinggi, sehingga Pangeran Bondan
Lamatan harus berjuang dengan segenap
kemampuannya untuk mengimbangi orang tertinggi di
perguruan Guntur Geni itu.
Di bagian lain, Ki Dumi berusaha secepatnya menguasai
lawannya yang masih muda. Dengan lincahnya ia
berloncatan di seputar lawannya, seperti seekor burung
gelatik yang berterbangan sambil menyambar-nyambar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Tetapi Raden Kuda Rupaka adalah anak muda yang
tangguh ia bertempur bukan saja mempergunakan
tenaganya, tetapi juga nalar dan akalnya.
Justru karena itu ia tidak terseret oleh perasaannya,
mengikuti tata gerak lawannya yang memang sangat
cekatan, untuk menghadapinya Raden Kuda Rupaka
hanya sekedar beringsut dan bergeser. Sekali-sekali ia
berputar menurut gerak dan loncatan lawannya,
sehingga setiap saat maka Raden Kuda Rupaka itu tetap
menghadapi Ki Dumi dimanapun ia berada.
"Anak setan" geram Ki Dumi "Kenapa kau tidak menjadi
bingung dan pingsan saja?"
"Aku berusaha untuk tetap sadar, apalagi melawan hantu
kerdil seperti kau"
"Gila, aku akan menyobek mulutmu"
"Kau suka tertawa, dan kau tidak senang jika seseorang
marah di dalam pertempuran"
"Gila" teriak Ki Dumi sambil menyerang.
Tetapi Raden Kuda Rupaka masih selalu berhasil
mengelak dan berputar. Betapapun senjata orang kerdil
itu menyambar-nyambar, namun ia tidak berhasil
menyentuhnya. "Kau sunguh luar biasa" desis Raden Kuda Rupaka
"Tetapi dalam pertempuran seperti ini, panjang tanganku
telah menolongku, senjatamu tidak dapat mencapai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
tubuhku, betapa kau mengulurkan tanganmu yang
pendek itu"
Ki Dumi tidak dapat menahan kemarahannya lagi, tiba-
tiba saja senjatanya telah berpindah ketangan kiri.
Raden Kuda Rupaka menjadi curiga, tangan kanan Ki
Dumi tentu akan mempunyai tugas yang lain, yang
barangkali sangat berbahaya baginya.
Ternyata seperti yang diduganya, sejenak kemudian
tangan Ki Dumi telah memegang sebatang paser kecil
dengan juntai berwarna merah yang terikat pada
ekornya. "Anak yang malang" geram Ki Dumi. "Kau akan mati oleh
paserku ini, tidak seorangpun di dunia ini yang dapat
menawarkan racun yang terdapat papda ujung paser ini,
orang Kumbang Kuning dan Cengkir Pitu juga tidak"
Raden Kuda Rupaka menjadi tegang.
"Mungkin kau dapat menghindari lemparan pertama ini.
Tetapi aku mempunyai empat buah paser seperti ini.
Salah satu diantaranya tentu akan berhasil menyentuh
kulitmu" Raden Kuda Rupaka tiba-tiba saja tersenyum, jawabnya
"Orang-orang Guntur Geni adalah orang yang paling
senang bermain dengan racun. Tetapi racunnya tidak
akan dapat mempengaruhi aku dan orang-orang yang
ada di halaman ini, meskipun ia dapat membuat seorang
anak muda Karangmaja menjadi cacat"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ki Dumi mengerutkan keningnya, namun ia tertawa
sambil berkata "Sekedar permainan anak-anak, tetapi
racunku lain. Racunku bukan racun ular yang dapat
ditawarkan dengan racun ular pula. Tetapi racunku
adalah getah batang cangkring eri sungsang"
"O" sahut Raden Kuda Rupaka "Getah cangkirng hanya
dapat membuat kulit menjadi gatal"
"Ya, tetapi berbeda dengan cangkring eri sungsang,
susuhing naga raja. Meskipun batang itu tidak benar-
benar menjadi sarang seekor naga raksasa, tetapi orang-
orang sakti mengenal, bahwa cangkring eri sungsang
memiliki racun yang luar biasa, sedangkan di dunia ini
tidak lebih dari tiga atau empat batang saja yang pernah
ditemui manusia"
Raden Kuda Rupaka termangu-mangu, meskipun ia tidak
percaya sepenuhnya, tetapi ia harus benar-benar hati-
hati.

Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun demikian, ia masih tersenyum sambil menyahut
"Aku belum pernah mengenal batang cangkring eri
sungsang, tetapi jika kau yakin bahwa getahnya beracun,
maka akupun tidak berkeberatan, karena kau tentu
belum pernah mencoba ketajaman racunnya, sebab kau
hanya memiliki empat buah paser saja.
"Kau keliru" Ki Dumi tertawa "Aku pernah membunuh
dengan paser ini beberapa kali, sementara racunnya
menjadi semakin tajam bila tersentuh dan berbau darah"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Raden Kuda Rupaka ternyata tidak mau menelan akibat
yang paling parah, dengan sengaja ia menampakkan
keragu-raugan. Namun selagi Ki Dumi dengan bangga
melihat kecemasan lawannya, tiba-tiba saja Raden Kuda
Rupaka yang tidak ingin mati oleh racun itu telah
menyerang. Hampir diluar perhitungan Ki Dumi. sebuah
loncatan panjang telah melontarkan Raden Kuda Rupaka
itu langsung menyerang dengan senjatanya yang
terjulur. Ki Dumi benar-benar terkejut, tetapi ia terlambat untuk
menarik pasernya. Sebuah sentuhan senjata Raden Kuda
Rupaka, telah melepaskan paser itu dari tangan Ki Dumi.
Ki Dumi yang merasa sebuah sengatan senjata telah
melukai tangannya, ia berteriak nyaring. Serangan yang
tiba-tiba dan tidak disangka-sangkanya itu benar-benar
telah menghentakkan jantungnya.
Serangan Raden Kuda Rupaka tidak terhenti sampai
sekian. Ketika Ki Dumi berusaha untuk memperbaiki
keadaannya, serangan anak muda itu telah menderanya
dengan dahsyatnya, sehingga Ki Dumi hanya meloncat
menghindarinya.
Raden Kuda Rupaka yang mencemaskan racun yang ada
di ujung paser lawannya itu, benar-benar tidak mau
mengalami akibat yang menentukan. Itulah sebabnya,
maka ia telah bertempur dengan perhitungan yang
matang. Seperti yang diperhitungkannya, maka Ki Dumi berusaha
untuk menjauhi lawannya untuk mengambil paser dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
kantung diikuat pinggangnya seperti yang sudah
dilakukannya. Saat itulah sebenarnya ditunggu oleh
Raden Kuda Rupaka, ketika tangan Ki Dumi meraih
pasernya, maka Raden Kuda Rupaka telah berguling
sambil menjulurkan tangannya menggapai paser Ki Dumi
yang terjatuh di tanah.
Sesaat kemudian, maka yang terjadi adalah pertarungan
kecepatan yang mendebarkan jantung. Raden Kuda
Rupaka sama sekali tidak berusaha bangkit, tetapi sambil
berbaring ia sempat melontarkan paser Ki Dumi kearah
pemiliknya yang sudah siap pula melepaskan pasernya.
Namun sekali lagi Ki Dumi berteriak dengan kemarahan
yang menghentak bagaikan memecahkan dadanya.
Demikian tangannya terangkat, maka paser yang
dilontarkan oleh Raden Kuda Rupaka justru telah
mengenai pergelangan tangan Ki Dumi.
Teriakan Ki Dumi itu bukan sekedar teriakan kemarahan,
tetapi sentuhan pasernya itu benar-benar telah membuat
jantungnya bagaikan pecah oleh kemarahan dan
kecemasan. Ternyata seperti yang dikatakan oleh Ki Dumi, pengaruh
racun dan kecemasan yang memuncak, telah
mempercepat pergolakan yang terjadi di dalam tubuhnya
sendiri. Racun itu memang terlalu kuat sehingga
pengaruhnya segera nampak pada tubuh Ki Dumi yang
kerdil itu. Sementara itu, ketika tubuh Ki Dumi mulai menjadi
gemetar, darahnya terasa mulai membeku di jantungnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Di tempat lain Ki Sraba tengah mempertahankan
hidupnya melawan Panon yang dk diduganya sama sekali
memiliki ilmu yang luar biasa. Ki Sraba yang terlalu yakin
akan kekuatannya, dengan sengaja tidak menghidari
serangan Panon yang mengarah ke dadanya, dengan
menyilangkan senjata di dadanya, Ki Sraba ingin
menjajagi, berapa tinggi ilmu anak muda itu.
Tetapi ternyata kekuatiran yang terlontar dari hentakan
ilmu Panon, telah melemparkannya sehingga ia jatuh
terguling. Kepalanya terasa pening terbentur lantai,
sementara dadanya yang tertekan oleh senjatanya
sendiri, terasa sesak.
"Gila" Ki Sraba menggeram sambil meloncat berdiri,
namun ia tidak sempat meneruskannya, kata-katanya
terputus karena serangan Panon telah memburunya.
Ki Sraba terpaksa berloncatan menghindar, bahkan
kemudian ia seakan-akan tidak mendapat kesempatan
lagi untuk berbuat sesuatu selain berjuang mempertahan
hidupnya. Pertempuran di halaman itu ternyata telah berjalan
cukup lama, perlahan-lahan warna langit mulai berubah,
cahaya kemerah-merahan sudah membayang
dikehitamannya malam.
Di halaman Pangeran Bondan Lamatanpun sedang
bertempur dengan sengitnya melawan Kiai Paran
Sanggit, pemimpin tertinggi perguruan Guntur Geni. yang
ternyata memiliki ilmu yang sangat tinggi, sehingga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Pangeran Bondan Lamatan harus memeras
kemampuannya untuk bertahan.
Dalam hiruk pikuknya pertempuran di halaman dan
disekitar istana itu, Ki Kebo Ander masih berdiri tegak,
bahkan seakan-akan ia sudah kehilangan segala
nafsunya untuk menyerang Pangeran Kuda Narpada
yang masih berdiri tegak, bahkan keduanya seolah-olah
dua orang sahabat yang berdiri mengawasi pertunjukkan
yang mengasyikkan.
"Kiai Paran Sanggit memang memiliki llmu yang tinggi"
tiba-tiba saja Pangeran Kuda Narpada berdesis.
Ki Kebo Ander mangangguk-angguk, namun kemudian
katanya "Pangeran, apakah kira-kira aku sekarang masih
juga tidak dapat mengalahkanmu?"
"Aku tidak tahu, tetapi jika kau tidak mendapat kurnia
ilmu yang mengejutkan, aki kira keseimbangan kita
masih belum berubah"
Ki Kebo Ander menarik nafas dalam-dalam, katanya
"Memang tidak ada gunanya untuk bertempur melawan
pangeran, seandainya ilmuku meningkat sedikit, maka
ilmu pangeran tentu meningkat berlipat ganda. Dalam
dunia kematian, pangeran dapat mempelajari berbagai
ilmu yang tidak ada bandingnya"
"Dunia kematian itu memang terasa damai, ketika aku
bangkit lagi dari dunia yang damai itu dan menengok
rumah ini, aku sudah mulai terlibat lagi dalam tindakan-
tindakan kekerasan seperti yang terjadi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ki Kebo Ander mangangguk-angguk, ketika ia melihat
Panon menyerang lawannya tanpa ampun, maka Ki Kebo
Ander itu berkata "Bukankah anak muda itu muridmu?"
Pangeran Kuda Narpada mengerutkan keningnya.
"Ilmunya sudah mencapai taraf yang tinggi, ia tinggal
mematangkan beberapa bagian yang masih agak kabur,
tetapi aku yakin Ki Sraba tidak akan dapat
mengalahkannya" sambung Ki Kebo Ander.
Pangeran Kuda Narpada mangangguk-angguk kecil.
Katanya "Mudah-mudahan ia dapat memenangkan
perkelahian itu"
"Anak muda yang satu itupun memiliki kemampuan yang
luar biasa, bahkan?"?"?"." Kata-kata Ki Kebo Ander
terputus. Pangeran Kuda Narpada bergeser setapak, ia melihat Ki
Dumi yang kerdil itu sudah menggigil. Sejenak ia
mencoba bertahan, namun kemudian ia terjatuh pada
lututnya. "Ia terkena racunnya sendiri" desis Ki Kebo Ander.
Pangeran Kuda Narpada menarik nafas dalam-dalam. Ia
melihat Raden Kuda Rupaka merenungi lawannya, Ki
Dumi yang kerdil itu.
"Kau luar biasa anak muda" desisnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ki Dumi berpaling ketika ia melihat Ki Kebo Ander
mendekatinya dan berjongkok disampingnya.
"Pasermu sendiri yang telah merenggut nyawamu Ki
Dumi, jika benar yang kau katakan bahwa pasermu itu
kau lumuri getah batang cangkring eri sungsang, maka
tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya. Btk Ki
Kebo Ander. Ki Dumi mengangguk kecil, jawabnya dengan suara
gemetar "Ya, aku telah merendam paserku pada
beberapa tetes getah cangkring eri sungsuang dan
akupun sadar, bahwa aku akan mati sekarang"
Ki Kebo Ander kemudian membantu Ki Dumi
membujurkannya di lantai dan meletakkan kepalanya
pada alas ikat kepalanya sendiri.
Tetapi Ki Dumi sudah terlalu lemah, pada saat terakhir ia
masih berusaha bertanya "Kebo Ander, kenapa kau tidak
berbuat sesuatu?"
"Aku percaya bahwa orang ini adalah Pangeran Kuda
Narpada, sepanjang umurku, aku sudah beberapa kali
berusaha untuk memenangkan setiap perkelahian yang
beberapa kali pula telah aku lakukan melawannya. Tetapi
aku selalu kalah. Dan aku kira sekarang aku tidak perlu
mengulanginya lagi, justru sekarang aku berdiri di pihak
orang-orang gila dari Guntur Geni itu"
Ki Dumi menarik nafas dalam-dalam, suaranya semakin
samar dan katanya kemudian "Musnahkan saja paser-
paserku Kebo Ander. Aku kira paser semacam itu tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
akan banyak gunanya bagi siapapun juga, semula aku
menganggapnya sebagai suatu kebanggaan. Tetapi
ternyata bahwa aku sudah terbunuh oleh kebanggaanku
itu sendiri"
Ki Kebo Ander mengangguk, jawabnya "Baiklah, aku
akan membakarnya sehingga paser-pasernu akan
musnah" Ki Dumi memandang Ki Kebo Ander sejenak, lalu katanya
"Kau orang baik Kebo Ander, umurmu masih akan
panjang dengan pengakuanmu bahwa kau tidak akan
menang atas lawanmu itu".
Ki Kebo Ander masih akan menjawab, tetapi Ki Dumi
itupun tersenyum pahit sambul memejamkan matanya.
Bibirnya masih bergerak, tetapi tidak ada kata-kata yang
terucapkan. Orang kerdil itupun kemudian mati oleh racunnya sendiri
yang menyumbat pembuluh-pembuluh darahnya dengan
gumpalan-gumpalan yang mengeras, sehingga pada
kulitnya nampak merah kebiru-biruan.
Sementara itu Ki Sraba sudah tidak mempunyai
kesempatan lagi, meskipun demikian ia masih
berloncatan, bahkan dengan lantang ia berteriak "Kebo
Ander, apakah kau telah menjadi soerang yang
berkhianat?"
Ki Kebo Ander tidak menjawab, ia menyilangkan tangan
Ki Dumi dengan tatapan mata yang redup.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Namun sikap Ki Kebo Ander itu membuat Ki Sraba
semakin marah, sehingga iapun berteriak lebih keras
sambil menghindarkan diri dari serangan lawannya "He,
pengkhianat, apa yang sedang kau lakukan?"
Ki Kebo Ander berpaling, dilihatnya Ki Sraba benar-benar
telah kehilangan kesempatan sehingga tidak ada jalan
lain baginya kecuali menyerah.
"Hentikan perlawanmu, Ki Sraba. Tidak ada gunanya lagi
kau mengorbankan nyawamu untuk orang-orang Guntur
Geni, kau tidak akan mendapatkan apapun juga"
"Gila" geram Ki Sraba "Aku bukan pengecut macam kau.
Seandainya aku tidak mendapatkan apa-apa, tetapi
setidak-tidaknya aku mempunyai harga diri. Harga diriku
sama nilainya dengan nyawaku"
"Luar biasa" desis Ki Kebo Ander "Tetapi itu bukan berarti
sikap yang dungu"
"Persetan" potong Ki Sraba.
Dengan sisa-sisa tenaganya ia berusaha untuk dapat
mengatasi tekanan Panon. namun Panon yang muda itu
benar-benar tidak memberinya kesempatan.
"Menyerah sajalah" berkata Pangeran Kuda Narpada.
"Kubunuh kalian semuanya" teriak Ki Sraba.
Namun kata-katanya terputus ketika senjata Panon
tergores di tubuhnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Darah yang menitik dari lukanya telah membuat Ki Sraba
bagaikan gila. Dengan liarnya ia menyerang Panon
seperti seekor harimau yang terluka, seakan-akan ia
telah kehilangan akalnya sehingga ia tidak lagi dapat
memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang
dapat terjadi atas dirinya.
Panon yang muda itu menjadi gelisah. Lawannya
bagaikan hantu yang buas siap menerkamnya.
Betapapun Panon berusaha mencegahnya, namun
lawannya benar-benar tidak mau melihat kenyataan yang
dihadapinya. Sekali-sekali Panon berhasil menahan lawannya dengan
ujung senjatanya, namun Ki Sraba seakan-akan tidak
menghiraukannya lagi, luka di tubuhnya menjadi semakin
banyak, dan darahpun mengalir semakin deras. Tetapi Ki
Sraba bertempur semakin liar.
Pangeran Kuda Narpada menjadi gelisah melihat Ki
Sraba, bahkan Ki Kebo Ander yang datang bersamanya
itupun nampak menjadi tegang.
Tetapi ternyata bahwa hentakan-hentakan ilmu Ki Sraba
yang mengerikan itu adalah hentakan-hentakan dari sisa
tenaganya, ketika ia meloncat meyerang Panon sambil


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berteriak nyaring, maka Panon telah meloncat
menghindarinya.
Panon kemudian bagaikan membeku melihat lawannya
yang gagal melukainya, Ki Sraba tiba-tiba saja telah
terhuyung-huyung, bahkan kemudian iapun terduduk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Darah terlalu banyak mengalir dari tubuhnya, sehingga
tubuh itu bagaikan terperas kering.
Perlahan-lahan Ki Kebo Ander melangkah mendekatinya,
tetapi ketika ia berjongkok disampingnya, Ki Sraba masih
menggeram "Jangan sentuh aku pengkhianat, pengecut"
Ki Kebo Ander menarik nafas dalam-dalam, namun
kemudian yang disaksikannya adalah saat-saat terakhir
orang yang merasa nilai harga dirinya sama dengan
nyawanya itu. Ki Kebo Ander kemudian berdiri disamping berdiri
disamping Pangeran Kuda Narpada, dengan suara datar
ia berkata "Pangeran, kau dengar bagaimanakah
penilaian orang itu atasku", aku adalah pengkhianat dan
pengecut" Pangeran Kuda Narpada mangangguk-angguk, namun
kemudian katanya "Tetapi apakah kau tidak bertanya
kepada orang lain, bagaimanakah penilaian mereka
terhadap sikapmu?"
"Jika aku bertanya kepada pangeran, maka pangeran
tentu akan menjawab, bahwa aku adalah orang yang
berdiri atas perhitungan nalar yang tidak ingkar pada
kenyataan. Bahkan mungkin pangeran akan menyebutku
sebuah seorang yang benar-benar jantan karena berani
mengakui kelemahan diri" jawab Ki Kebo Ander.
Pangeran Kuda Narpada mengangguk, katanya "Kita
sudah cukup dewasa untuk menilai sikap kita masing-
masing. terserahlah kepadamu, Kiai. Barangkali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
penilaianmu sendiri atas sikapmu adalah penilaian yang
berdasarkan atas suatu keyakinan tanpa menghiraukan
penilaian orang lain"
"Ya, dan aku sudah mengambil keputusan"
Pangeran Kuda Narpada termangu-mangu ketika ia
melihat Panon berdiri tegak memandang Ki Sraba yang
sudah tidak bernyawa lagi, sementara di arah lain, Raden
Kuda Rupakapun berdiri tegang.
"Kemarilah" panggil Pangeran Kuda Narpada.
Bab 59 Tetapi sejenak kemudian anak muda itu tertawa
sambil berkata "Bagus, marilah kita berkelahi, tempat ini
cukup sepi"
Kuda Narpada yang telah turun dari kudanya bertanya
dengan tenang "Apakah yang kau kehendaki", apakah
kita akan berkelahi seorang lawan seorang, atau kau
akan membawa semua kawan-kawanmu serta dalam
perkelahian yang ribut seperti yang sering kau lakukan
dimana-mana?"
"Persetan, geram anak muda itu "Aku akan
membuatmu cacat di wajahmu yang mulus itu, sehingga
Puteri Trang Wisesa Wardani yang cantik itu tidak akan
sudi menjadi isterimu, meskipun seandainya kau seorang
pangeran Pati di Majapahit"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Apapun yang akan kau lakukan terserahlah, tetapi kau belum menjawab pertanyaanku. Jika kau ingin berkelahi beramai-ramai, maka beberapa orang pengawalku yang jumlahnya hanya kira-kira separuh dari kawan-kawanmu itu akan berbuat terlalu banyak, karena tugas mereka memang untuk berkelahi" sahut Kuda Narpada.
Sekali lagi anak muda itu tercekat, ternyata Pangeran Kuda Narpada telah mempergunakan istilah-istilah yang dapat menyentuh perasaan anak muda jalanan itu. Kuda Narpada telah menyebut para pengawalnya sebagai orang-orang yang tugasnya memang untuk berkelahi.
Namun sejenak kemudian terdengar anak muda itu menggeram "Kita akan berkelahi seperti laki-laki, kau melawan aku, karena persoalannya memang menyangkut kau dan aku"
"Baiklah" jawab Kuda Narpada tenang.
Setelah menyerahkan kudanya kepada seorang pengawalnya, maka Kuda Narpadapun mempersiapkan dirinya, kepada para pengawalnya ia berpesan agar mereka tidak mencampuri persoalannya dengan anak muda itu.
Sejenak kemudian keduanya telah besiap, kedua anak muda itu nampaknya mempunyai kelebihan masing-masing, keduanya bertubuh sedang dengan sikap yang cepat cekatan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Hati-hatilah pangeran, sebenarnya lebih baik kau serahkan saja puteri kepadaku. Kau akan aku bebaskan"
geram anak muda itu.
Tetapi Kuda Narpada menjawab "Jika bukan kau, akulah yang mencarimu dan menantang kau untuk berkelahi"
Jawab itu benar-benar telah membakar hati anak muda itu, karena itu maka tiba-tiba saja ia telah meloncat menyerang dengan garangnya.
Tetapi Kuda Narpadapun telah besiap menghadapi kemungkinan itu, sehingga iapun sempat mengelak dan bahkan dengan tangkasnya iapun telah menyerang lawannya pula.
Perkelahian yang sengit tidak dapat dihindarkan lagi.
Beberapa orang orang kawan anak muda itu segera mengerumuninya. Mereka berteriak-teriak dan mengacu-acukan tangannya.
Para pengawal menambatkan kuda-kuda mereka pada pohon-pohon perdu di pinggir jalan. Meskipun Kuda Narpada telah memesan agar mereka tidak melibatkan diri, namun mereka merasa perlu untuk besiap-siap menghadapi segala kemungkinan dari anak-anak muda jalanan yang nakal itu.
Dugaan anak muda itu ternyata keliru, Kuda Narpada bukannya seorang bangsawan yang cengeng, yang hanya pandai menghias diri dan menyusuri jalan-jalan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
raya dengan kuda yang bagus, ternyata Kuda Narpada
memiliki kemampuan yang tidak teratasi oleh lawannya.
"Setan alas" geram anak muda itu, ia merasa bahwa
ilmu yang diterimanya dari perguruannya telah cukup,
namun menghadapi Kuda Narpada itu ia telah terdesak.
Ketika tangannya terayun menghantam kening, tiba-
tiba saja terasa tangan itu bagaikan dihentakkan dengan
kuatnya, agaknya Kuda Narpada berhasil menangkap
tangannya yang terjulur,
Anak muda itu tidak sempat berbuat banyak, ketika
Kuda Narpada memutar tubuhnya sambil merendah,
kemudian menarik tangan lawannya diatas pundaknya
dan menghentakkannya kuat-kuat.
Anak muda itu terlempar melalui pundak Pangeran
Kuda Narpada dan dengan kerasnya terbanting ditanah.
Terasa punggungnya bagaikan patah, ketika ia
meraba kepalanya, darah telah mengalir memerahi jari-
jarinya. Agaknya kepalanya telah terantuk sebongkah
batu yang tajam dan melukainya.
Kuda Narpada berdiri tegak dihadapannya, dengan
garangnya anak muda itu membentaknya "Bangun,
katakan, apakah kita akan melanjutkan perkelahian?"
Lawannya tidak menjawab.
"Sekali ini aku maafkan kau. Tetapi jika kau sekali lagi
menyebut dan apalagi menyinggung harga diri puteri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Trang Wisesa Wardani, maka aku tidak akan memaafkan
kau lagi. Aku akan menyerahkan kau kepada para
prajurit, agar kau mendapatkan hukuman yang setimpal"
Anak muda itu tidak menjawab, dengan wajah dan
darah mengalir dari luka di kepalanya, ia berjalan kearah
kawan-kawannya, dengan isyarat iapun mengajak
mereka pergi. Namun dengan demikian anak muda itu telah
menyimpan dendam dihatinya.
Ki Kebo Ander menggelengkan kepalanya, kenangan
itu jelas nampak diangan-angannya, bahkan kemudian
disusul dengan angan-angannya yang menyusuri jalan
hidupnya. Beberapa tahun kemudian.
Setelah anak muda itu menyempurnakan ilmunya,
diluar kehendaknya ia telah bertemu kembali dengan
iring-iringan prajurit Majapahit yang dipimpin oleh orang
pangeran. Pangeran Kuda Narpada..
Timbullah niatnya untuk mencoba pangeran itu sekali
lagi, apalagi ketika ia mendengar bahwa sekelompok
prajurit itu baru saja berhasil menumpas segerombolan
penjahat yang telah mengacaukan beberapa daerah
terpencil. "Pangeran" berkata orang yang menghentikan iring-
iringan itu "Persoalan kita adalah persoalan pribadi.
Meskipun sekarang pangeran membawa sekelompok
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
prajurit, jika pangeran memang seorang kesatria, apalagi
yang telah berhasil menghancurkan segerombolan
penjahat, maka aku mengharap bahwa kita akan
menyelesaikan persoalan kita sebagai laki-laki"
Sekali lagi Pangeran Kuda Narpada tidak menolak, ia
memerintahkan para prajuritnya untuk menjadi saksi.
Dan sekali lagi Pangeran Kuda Narpada
memenangkan perkelahian itu. Sekali lagi ia berdiri
sambil mengancam "Jika kau berbuat sekali lagi, aku
akan membunuhmu"
Tetapi ketika terjadi sekali lagi perkelahian diantara
mereka, setelah sepuluh tahun kemudian, Pangeran
Kuda Narpada tidak membunuhnya juga, bahkan
persoalan sudah berkembang semakin jauh. Persoalan
bukan saja persoalan pribadi, tetapi saat itu beberapa
orang telah terlibat dalam usaha memisahkan diri dari
kepemimpinan Majapahit. Dan sekali lagi Pangeran Kuda
Narpada mengancam.
"Masalahnya menjadi gawat, kau sudah pantas untuk
dibunuh. Tetapi nampaknya kau hanya terpengaruh oleh
orang-orang yang tidak bertanggung jawab, sehingga
kau masih aku maafkan. Tetapi sekali lagi kita bertemu,
maka aku akan membunuhmu"
Namun tertemuan berikutnya justru berakibat aneh
bagi keduanya, saat itu orang yang telah bertempur
melawan Kuda Narpada itu datang ke rumahnya, tanpa
sebab, maka ia berkata "Aku sudah memiliki ilmu yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
sempurna, sekarang aku pasti akan dapat
mengalahkanmu"
Kuda Narpada menerima tantangan itu, tanpa
memberitahukan kepada siapapun, keduanya
meninggalkan istana dan pergi ke tempat yang sepi.
"Kuda Narpada, jika sekali ini aku kalah, maka aku
akan menyerah untuk selama-lamanya, kau akan aku
anggap sebagai saudara tuaku, meskipun mungkin kau
tidak bersedia, karena aku adalah seorang yang kau
anggap meninggalkan peradaban dan adat para
bangsawan"
Ternyata Kuda Narpada tidak dapat dikalahkannya,
Kuda Narpada memiliki ilmu yang tiada taranya, sehingga
akhirnya orang itu menyerah.
"Aku berjanji, bahwa aku tidak akan mengganggumu
lagi" *** Ki Kebo Ander menarik nafas dalam-dalam, semuanya
itu sudah terjadi. Dan ia masih ingat dengan jelas,
bagaimana ia minta maaf untuk tidak akan berani
menantangnya lagi.
"Aku kira Kuda Narpada sudah mati" berkata Ki Kebo
Ander di dalam hatinya "Tetapi ternyata kini aku bertemu
dengan orang itu sekali lagi"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Sementara itu, Kiai Paran Sanggitpun telah menyerang Pangeran Bondan Lamatan, ia sadar, bahwa senapati Demak itu tentu orang yang pilih tanding, tetapi Kiai Paran Sanggitpun merasa bahwa dirinya memiliki ilmu cukup untuk melawan senapati itu.
Sejenak kemudian, diseputar istana itupun telah terjadi pertempuran sengit, beberapa orang telah terlibat dalam perkelahian melawan para prajurit. tetapi beberapa orang diantara orang-orang Guntur Geni itu terkejut, bahwa ternyata mereka telah bertempur melawan orang yang memiliki ilmu yang tinggi.
Ki Ajar Respati dan adiknya Kiai Rancangbandang telah bertempur pula, di sebelah lingkaran itu, Ki Reksabahupun sedang mempertaruhkan dirinya dengan garang melawan orang-orang Guntur Geni.
Hanya Pinten sajalah yang tidak nampak di pertempuran itu, ia berada beberapa puluh langkah dari istana, menunggui bibinya, Raden Ayu Kuda Narpada dan Inten Prawesti.
"Apakah kita akan dapat bertahan dari orang-orang Guntur Geni itu Raksi?" bertanya bibinya.
"Tentu bibi, orang-orang Guntur Geni tidak akan sekuat orang-orang Kumbang Kuning yang bergabung dengan orang-orang Cengkir Pitu" jawab Pinten
"Tetapi jumlah prajurit Demak sudah banyak berkurang, sebagian dari mereka telah membawa para tawanan ke Demak" potong Inten Prawesti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"Tetapi jumlah yang tinggal masih tetap cukup kuat,
aku kira orang-orang Guntur Geni tidak akan berbuat
banyak menghadapi pamanda Bondan Lamatan,
pamanda Kuda Narpada dan orang-orang yang
sebenarnya tidak banyak berkepentingan, tetapi sudah
mempertaruhkan jiwa dan raganya disini, karena mereka
mempunyai suatu keyakinan kebenaran dan keadilan"
jawab Raksi. Inten menarik nafas dalam-dalam, ia tidak dapat ikut
berbuat sesuatu untuk mempertahankan istana kecilnya
jika terjadi kekerasan. Agaknya jalan hidup yang
ditempuhnya, berbeda dengan jalan yang dilalui Puteri
Raksi Padmasari, sehingga gadis itu merupakan gadis
yang berwajah rangkap. Kadang-kadang manja dan
nakal, tetapi dalam keadaan yang gawat, ia adalah
seorang gadis yang garang dengan rantai berkepala bola
baja dan bahkan pedang rangkap di lambung.
Namun bagaimanapun juga, Raden Ayu Kuda
Narpada tidak dapat menyembunyikan kegelisahannya,
seakan-akan ia baru saja menemukan apa yang pernah
hilang daripadanya untuk beberapa tahun, sehingga ia
menjadi sangat cemas, bahwa yang baru saja
diketemukan itu akan hilang kembali.
Tetapi ia mencoba untuk mengatasinya agar
puterinya tidak menjadi semakin kecil hatinya
menghadapi peristiwa gawat yang susul menyusul,
seakan-akan tidak akan ada habisnya seperti gelombang
lautan dihempaskan angin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Namun sebenarnyalah bahwa hati Inten Prawesti justru sudah menjadi semakin mantap, ia sudah berada di dekat ayahandanya, sudah ada Puteri Raksi Padmasari yang bukan saja merupakan kawan bermain, tetapi juga seorang pengawal yang mrantasi. Bahkan Inten tidak dapat mengingkari, bahwa kehadiran Kuda Rupaka yang sebenarnya itupun telah memberikan warna tersendiri pada dinding jantungnya.
Sementara itu pertempuran di halaman istana kecil itu masih berlangsung dengan sengitnya, ternyata bahwa Kiai Paran Sanggit benar-benar seorang yang memiliki bekal ilmu yang tinggi, sehingga Pangeran Bondan Lamatan harus berjuang dengan segenap
kemampuannya untuk mengimbangi orang tertinggi di perguruan Guntur Geni itu.
Di bagian lain, Ki Dumi berusaha secepatnya menguasai lawannya yang masih muda. Dengan lincahnya ia berloncatan di seputar lawannya, seperti seekor burung gelatik yang berterbangan sambil menyambar-nyambar.
Tetapi Raden Kuda Rupaka adalah anak muda yang tangguh ia bertempur bukan saja mempergunakan tenaganya, tetapi juga nalar dan akalnya.
Justru karena itu ia tidak terseret oleh perasaannya, mengikuti tata gerak lawannya yang memang sangat cekatan, untuk menghadapinya Raden Kuda Rupaka hanya sekedar beringsut dan bergeser. Sekali-sekali ia berputar menurut gerak dan loncatan lawannya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
sehingga setiap saat maka Raden Kuda Rupaka itu tetap
menghadapi Ki Dumi dimanapun ia berada.
"Anak setan" geram Ki Dumi "Kenapa kau tidak
menjadi bingung dan pingsan saja?"
"Aku berusaha untuk tetap sadar, apalagi melawan
hantu kerdil seperti kau"
"Gila, aku akan menyobek mulutmu"
"Kau suka tertawa, dan kau tidak senang jika
seseorang marah di dalam pertempuran"
"Gila" teriak Ki Dumi sambil menyerang.
Tetapi Raden Kuda Rupaka masih selalu berhasil
mengelak dan berputar. Betapapun senjata orang kerdil
itu menyambar-nyambar, namun ia tidak berhasil
menyentuhnya. "Kau sunguh luar biasa" desis Raden Kuda Rupaka
"Tetapi dalam pertempuran seperti ini, panjang tanganku
telah menolongku, senjatamu tidak dapat mencapai
tubuhku, betapa kau mengulurkan tanganmu yang
pendek itu"
Ki Dumi tidak dapat menahan kemarahannya lagi,
tiba-tiba saja senjatanya telah berpindah ketangan kiri.
Raden Kuda Rupaka menjadi curiga, tangan kanan Ki
Dumi tentu akan mempunyai tugas yang lain, yang
barangkali sangat berbahaya baginya.


Istana Yang Suram Karya S H Mintardja di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih Website http://kangzusi.com
Ternyata seperti yang diduganya, sejenak kemudian
tangan Ki Dumi telah memegang sebatang paser kecil
dengan juntai berwarna merah yang terikat pada
ekornya. "Anak yang malang" geram Ki Dumi. "Kau akan mati
oleh paserku ini, tidak seorangpun di dunia ini yang
dapat menawarkan racun yang terdapat papda ujung
paser ini, orang Kumbang Kuning dan Cengkir Pitu juga
tidak" Raden Kuda Rupaka menjadi tegang.
"Mungkin kau dapat menghindari lemparan pertama
ini. Tetapi aku mempunyai empat buah paser seperti ini.
Salah satu diantaranya tentu akan berhasil menyentuh
kulitmu" Raden Kuda Rupaka tiba-tiba saja tersenyum,
jawabnya "Orang-orang Guntur Geni adalah orang yang
paling senang bermain dengan racun. Tetapi racunnya
tidak akan dapat mempengaruhi aku dan orang-orang
yang ada di halaman ini, meskipun ia dapat membuat
seorang anak muda Karangmaja menjadi cacat"
Ki Dumi mengerutkan keningnya, namun ia tertawa
sambil berkata "Sekedar permainan anak-anak, tetapi
racunku lain. Racunku bukan racun ular yang dapat
ditawarkan dengan racun ular pula. Tetapi racunku
adalah getah batang cangkring eri sungsang"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
"O" sahut Raden Kuda Rupaka "Getah cangkirng hanya dapat membuat kulit menjadi gatal"
"Ya, tetapi berbeda dengan cangkring eri sungsang, susuhing naga raja. Meskipun batang itu tidak benar-benar menjadi sarang seekor naga raksasa, tetapi orang-orang sakti mengenal, bahwa cangkring eri sungsang memiliki racun yang luar biasa, sedangkan di dunia ini tidak lebih dari tiga atau empat batang saja yang pernah ditemui manusia"
Raden Kuda Rupaka termangu-mangu, meskipun ia tidak percaya sepenuhnya, tetapi ia harus benar-benar hati-hati.
Namun demikian, ia masih tersenyum sambil menyahut "Aku belum pernah mengenal batang cangkring eri sungsang, tetapi jika kau yakin bahwa getahnya beracun, maka akupun tidak berkeberatan, karena kau tentu belum pernah mencoba ketajaman racunnya, sebab kau hanya memiliki empat buah paser saja.
"Kau keliru" Ki Dumi tertawa "Aku pernah membunuh dengan paser ini beberapa kali, sementara racunnya menjadi semakin tajam bila tersentuh dan berbau darah"
Raden Kuda Rupaka ternyata tidak mau menelan akibat yang paling parah, dengan sengaja ia menampakkan keragu-raugan. Namun selagi Ki Dumi dengan bangga melihat kecemasan lawannya, tiba-tiba saja Raden Kuda Rupaka yang tidak ingin mati oleh racun itu telah menyerang. Hampir diluar perhitungan Ki Dumi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
sebuah loncatan panjang telah melontarkan Raden Kuda
Rupaka itu langsung menyerang dengan senjatanya yang
terjulur. Ki Dumi benar-benar terkejut, tetapi ia terlambat
untuk menarik pasernya. Sebuah sentuhan senjata
Raden Kuda Rupaka, telah melepaskan paser itu dari
tangan Ki Dumi.
Ki Dumi yang merasa sebuah sengatan senjata telah
melukai tangannya, ia berteriak nyaring. Serangan yang
tiba-tiba dan tidak disangka-sangkanya itu benar-benar
telah menghentakkan jantungnya.
Serangan Raden Kuda Rupaka tidak terhenti sampai
sekian. Ketika Ki Dumi berusaha untuk memperbaiki
keadaannya, serangan anak muda itu telah menderanya
dengan dahsyatnya, sehingga Ki Dumi hanya meloncat
menghindarinya.
Raden Kuda Rupaka yang mencemaskan racun yang
ada di ujung paser lawannya itu, benar-benar tidak mau
mengalami akibat yang menentukan. Itulah sebabnya,
maka ia telah bertempur dengan perhitungan yang
matang. Seperti yang diperhitungkannya, maka Ki Dumi
berusaha untuk menjauhi lawannya untuk mengambil
paser dari kantung diikuat pinggangnya seperti yang
sudah dilakukannya. Saat itulah sebenarnya ditunggu
oleh Raden Kuda Rupaka, ketika tangan Ki Dumi meraih
pasernya, maka Raden Kuda Rupaka telah berguling
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
sambil menjulurkan tangannya menggapai paser Ki Dumi
yang terjatuh di tanah.
Sesaat kemudian, maka yang terjadi adalah
pertarungan kecepatan yang mendebarkan jantung.
Raden Kuda Rupaka sama sekali tidak berusaha bangkit,
tetapi sambil berbaring ia sempat melontarkan paser Ki
Dumi kearah pemiliknya yang sudah siap pula
melepaskan pasernya.
Namun sekali lagi Ki Dumi berteriak dengan
kemarahan yang menghentak bagaikan memecahkan
dadanya. Demikian tangannya terangkat, maka paser
yang dilontarkan oleh Raden Kuda Rupaka justru telah
mengenai pergelangan tangan Ki Dumi.
Teriakan Ki Dumi itu bukan sekedar teriakan
kemarahan, tetapi sentuhan pasernya itu benar-benar
telah membuat jantungnya bagaikan pecah oleh
kemarahan dan kecemasan.
Ternyata seperti yang dikatakan oleh Ki Dumi,
pengaruh racun dan kecemasan yang memuncak, telah
mempercepat pergolakan yang terjadi di dalam tubuhnya
sendiri. Racun itu memang terlalu kuat sehingga
pengaruhnya segera nampak pada tubuh Ki Dumi yang
kerdil itu. Sementara itu, ketika tubuh Ki Dumi mulai menjadi
gemetar, darahnya terasa mulai membeku di jantungnya.
Di tempat lain Ki Sraba tengah mempertahankan
hidupnya melawan Panon yang dk diduganya sama sekali
memiliki ilmu yang luar biasa. Ki Sraba yang terlalu yakin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com
akan kekuatannya, dengan sengaja tidak menghidari
serangan Panon yang mengarah ke dadanya, dengan
menyilangkan senjata di dadanya, Ki Sraba ingin
menjajagi, berapa tinggi ilmu anak muda itu.
Tetapi ternyata kekuatiran yang terlontar dari
hentakan ilmu Panon, telah melemparkannya sehingga ia
jatuh terguling. Kepalanya terasa pening terbentur lantai,
sementara dadanya yang tertekan oleh senjatanya
sendiri, terasa sesak.
"Gila" Ki Sraba menggeram sambil meloncat berdiri,
namun ia tidak sempat meneruskannya, kata-katanya
terputus karena serangan Panon telah memburunya.
Ki Sraba terpaksa berloncatan menghindar, bahkan
kemudian ia seakan-akan tidak mendapat kesempatan
lagi untuk berbuat sesuatu selain berjuang mempertahan
hidupnya. Pertempuran di halaman itu ternyata telah berjalan
cukup lama, perlahan-lahan warna langit mulai berubah,
cahaya kemerah-merahan sudah membayang
dikehitamannya malam.
Di halaman Pangeran Bondan Lamatanpun sedang
Rahasia Ciok Kwan Im 5 Misteri Bayangan Setan Karya Khu Lung Kisah Sepasang Rajawali 5
^