Pencarian

Jaka Lola 2

Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo Bagian 2


Serangan pukul-an tangan kiri pada pusar kita tangkis dengan tangan kanan dan apabila dia berani nnenggunakan lututnya, kita mendahului dengan pukulan sebagai tangkisan ke arah sambungan lutut. Inilah jurusku yang menghancurkan jurus Bhewakala itu, kunamai jurus Lo-han-pai-hud (Kakek Menyembah Buddha)."
Jurus ini dilatih oleh Yo Wan dengan susah payah, apalagi karena segera di-susul jurus ke dua yang merupakan se-rangan balasan dari Sin-eng-cu, yaitu jurus yang disebut Llong-thouw-coan-po (Kepala Naga Terjang Ombak). Dua buah jurus ini adalah jurus-jurus dari'
ilmu silat ciptaan kakek ini yang dia beri nama Liong-thouw-kun (nmu Silat KepaJa Naga) atau ilmu siiat darl Lione-thouw-san tempat dia bertapa di bekas kediaman mendiang kakak seperguruan-nya, Bu Beng Cu.
Untuk dua buah jurus ini Yo Wan menggunakan waktu dua puluh hari Ia bangga sekali terhadap kakek itu dan mengira bahwa Bhewakala tentu akan repot menghadapi LIong-thouw-coan-po. Eh, kembali dia tercengang dan kecewa karena pendeta Nepal ini terkekeh-kekeh. memandang rendah sekali jurus serangan balasan Sin-eng-cu ini. "Uwah-hah-hahr-tua bangka bangkotan itu sudah gila kalau mengira bahwa jurusnya monyet menari ini bisa Koleksi Kang Zusi39
Jaka Lola Kho Ping Hoo menggertak aku. Lihat baik-baik jurusku yang akan memecahkan rahasianya dan sekali ini dengan juru? seranganku ke dua, dia pasti akan mat! kutu!" Kakek pendeta Nepal ini lalu mengajarkan dua buah jurus lain yang lebih sulit dan aneh lagi.
Demikianlah, setiap hari, siang malam hanya berhenti kalau mengurus keperluan mereka bertiga, makan dan tidur, Yo Wan melayani mereka berdua ganti-ber-eanti. Mula-mula memang setiap jurus harus dia pelajari sampai hafal baru dapat dia mainkan setelah tekun mem-pelajarinya sampai beberapa hari, apalagi makin lama jurus-jurus yang dikeluarkan dua orang sakti itu makin sukar. Akan tetapi setelah lewat tiga bulan, dia mulai dapat melatihnya dengan lancar, dan dapat menyelesaikan setiap jurus dalam waktu sehari saja!
Yo Wan tidak hanya harus menghaial dan dapat mainkan jurus-jurus ini untuk dimainkan di depan kedua orang sakti itu, akan tetapi karena tingkat itu makin tinggi, terpaksa dia harus menerima la-tihan siulian (samadhi), pernapasan dan cara menghimpun tenaga dalam tubuh.
"Tanpa mempelajari Iweekang danku, tak mungkin kaumainkan jurus ini," de-mikian kata Bhewakala dan karena dia sudah berjanji untuk membantu kedua orang itu menjadi perantara dalam adu ilmu, terpaksa Yo Wan tidak dapat mem-bantah dan mempelajari Iweekang yang aneh dari kakek Nepal ini. Demikian pula, dengan alasan yang sama, Sin-eng-cu menurunkan latihan Iweekang yang lain dan untuk latihan ini Yo Wan , ieng-alaml kelancaran karena Iweekang dari kakek ini sejalan dengan apa yang dia pelajari dari suhunya.
Tanpa terasa lagi, tiga tahun telah lewat! Ngo-sin-hoan-kun (Ilmu Silat Lima Lingkaran Sakti) dari Bhewakala yang berjumlah linna puluh jurus itu tela;, dia mainkan semua.
Demikian pula Liong-thouw-kun darl Sin-eng-cu Lui Bok yang berjumlah empat puluh delapan jurus Bukan ini saja, dengan alasan bahwa Umu pukufan tangan kosong tak dapat menen-tukan kemenangan. Bhewakala menurun-kan ilmu cambuk yang dapat dimainkan dengan pedang telah dia ajarkan pula. Karena ilmu pedang ini pun berdasar pada Ngo-sin-hoan-kun, maka tidak sukar bag! Yo Wan untuk menghafal dan me-mainkannya. Sebagai imbangannya, Sin-eng-cu juga menurunkan ilmu pedangnya.
Pada bulan ke dua dari tahun ketiga, Sin-eng-cu yang keadaannya sudah amat payah saking tuanya dan juga karena kelemahan tubuhnya akibat pertempuran tiga tahun yang lalu, menurunkan jurus yang tadinya amat dirahasiakan.
"Yo Wan..... Bhewakala hebat me-mang. Tapi coba kauperlihatkan jurus ini dan dia pasti akan kalah. Jurus itu di-sebut Pek-hong-ci-tiam (Bianglala Putih Keluarkan Kilat), jurus simpananku yang tak pernah kupergunakan dalam pertan-dingan karena amat ganas.
Coba..... ban-tu aku berdiri, jurus ini harus kumainkan sendiri, baru kau dapat menirunya.
Ke sinikah pedangmu....." Yo Wan yang tadinya berlutut menyerahkan pedangnya, pedang Koleksi Kang Zusi40
Jaka Lola Kho Ping Hoo dari kayu cendana yang sengaja dibuat untuk perang adu ilmu itu, sambil membantu kakek yang sudah tua ren-ta itu bangkit berdiri. Diam-diam Yo Wan menyesal sekali mengapa kakek yang tua ini begini gemar mengadu ilmu. Sudah sering kali selama tiga tahun itu dia membujuk-bujuk mereka untuk meng-hentikan adu ilmu, namun sia-sia belaka, dan selain itu, dia mulai merasa senang sekali dengan pelajaran jurus-jurus itu.
"Nah, kaulihat baik-baik.....'." Kakek itu menggerakkan pedang kayu dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya .mencengkeram dari atas. Memang gerak-an yang amat hebat dan dahsyat. Bahkan kakek yang sudah kehabisan tenaga itu, ketika mainkan jurus iru, kelihatan me-nyeramkan. Terdengar suara bercuitan dari pedang kayu dan tangan kirinya?
kemudian..... kakek itu roboh terguling.
"Susiok-couw.....!" Yo Wan cepat ne-nyambar tubuh kakek itu dan membantu-nya duduk sambll menempelkan telapak tangannya pada punggung kakek itu dan menyalurkan hawa murni sesuai dengan ajaran Sin-eng-cu.
"Sudah..... eh, balk sudah..... uh-uh-uh..... tua bangka tak becus aku ini..... Yo Wan, sudahkah kau dapat mengerti jurus tadl?"
Yo Wan mengangguk, dan maklum akan watak kakek ini, seperti biasa se-telah kakek itu duduk bersila, dia meng-ambil pedang kayu dan mainkan jurus tadi. Suara bercuitan lebih nyaring ter-dengar, dan kakek itu berseru gembira, tapi napasnya terengah-engah.
"Bagus, bagus! Nah, kalau sekali ini pendeta koplok itu dapat memecahkan jurusku Pek-hong-ci-kiam, dia benar-benar patut kaupuja sebagai gurumu!" Dengan napas terengah-engah kakek itu lalu melambaikan tangan, mengusir Yo Wan keluar dari kamarnya untuk segera mendemonstrasikan jurus itu kepada lawannya.
Dengan hati sedih karena ketika me-raba punggung tadi dia tahu bahwa kakek itu keadaannya amat payah, Yo Wan meninggalkan kamar, langsung memasuki kamar Bhewakala. Keadaan pendeta Ne-pa! ini tidak lebih baik daripada Sin-eng-cu Lui Bok. la pun amat payah ka-rena selain kekuatan tubuhnya makin mupdur akibat iuka dalam, juga dia harus mengerahkan tenaga dan pikiran setiap hari untuk mengajar Yo Wan. Ketika Yo ' Wan memasuki kamarnya dan mainkan ' jurus Pek-hong-ci-tiam, dia terkejut sekali dan sampai lama dia bengong saja, menggeleng-geleng kepalanya. Kemudian mengeluh.
"Hebat..... Sin-eng-cu Lui Bok henidak mengadu nyawa...." Akan tetapi selanjutnya dia termenung, kedua tangannya bergerak-gerak menirukan gerak jurus itu, bicara perlahan seorang diri, menge-rutkan kening dan akhirnya menggeleng kepala seakan-akan pemecahannya tidak tepat. la memberi isyarat dengan tangan supaya Yo Wan keluar dari kamarnya, pemuda ini lalu mengundurkan dir dan masuk ke kamar sendiri karena waku itu malam sudah agak larut.
Koleksi Kang Zusi41
Jaka Lola Kho Ping Hoo Menjelang fajar, Yo Wan kaget men-dengar suara Bhewakala memanggij na-manya. la bangun dan cepat menuju ke kamar pendeta itu. Pintu kamarnya ter-buka dan pendeta itu duduk di atas pem-baringan. Cepat dia maju menghampiri.
"Yo Wan, jurus Sin-eng-cu ini hebat! Tak dapat aku menangkis atau mengelak-nya....."
katanya dengan suara lesu.
Diam-diam Yo Wan menjadi girang. Akhirnya Sin-eng-cu yang menang, se-perti yang dia harapkan. "Kalau begitu, Locianpwe menyerah....." katanya per-lahan.
Mata yang lebar itu melotot. "Siapa menyerah" Karena Sin-eng-cu hendak mengadu nyawa, apa kaukira aku tidak berani" jurus itu memang tidak dapat kutangkis atau kuhindarkan, akan tetapi dapat kuhadapi dengan jurusku yang isti-mewa pula. Mungkin aku mati oleh jurus-nya, akan tetapi dia pun pasti mampus kalau melanjutkan serangannya. Kau lihat baik-baik!"
Bhewakala lalu mengajarnya sebuah jurus sebagai imbangan daripada Pek-hong-ci-tiam.
Kemudian pendeta itu me-nyuruh Yo Wan mainkan cambuk dengan jurus itu. Hebat bukan main jurus ini. Cambuk melingkar-lingkar di atas udara kemudian melejit ke empat penjuru de-ngan suara nyaring sekali. "Tar-tar-tar-tar-tar!" Terjangan cambuk ini diiringi gempuran tangan kiri yang penuh dengan tenaga dalam ke arah pusar lawan.
"Cukup! Lekas kauperlihatkan kepada Sin-eng-cu," kata Bhewakala setelah dia merasa puas dengan gerakan Yo Wan. Pemuda ini keluar dari kamar Bhewakala memasuki kamar Sin-eng-cu. Waktu itu matahari telah naik agak tinggi, akan tetapi lampu di dalam kamar kakek ini masih menyala.
"Susiok-couw, Locianpwe Bhewakata tidak dapat memecahkan Pek-hong-ci-tiam, akan tetapi menghadapi jurus IBM dengan jurus penyerangan pula, seperti ini," kata Yo Wan sambil mainkan cam-buk yang memang sengaja dibawanya ke daiam kamar itu. Cambuknya melejit-i lejit dan tangan kirinya mengeluarkan angin yang mematikan lampu di atas meja ketika dia mainkan jurus itu.
Akan tetapi setelah dia berhenti main-kan jurus ini, Sin-eng-cu tidak memberi komentar apa-apa. Kakek itu tetap dudulc^ bersila dengan tangan kanan terkepal di' atas pangkuan, telentang, dan tangan kiri diangkat ke depan dada jari-jari tfengah terbuka dan telapak tangan menghadap keluar.
"Susiok-couw, bagaimana sekarang...?" Yo Wan menegur lagi sambil maju mendekat dan berlutut.
"Susiok-couw.....!" la berseru agak keras sambil berdongak memandang. Kakek itu masih Koleksi Kang Zusi42
Jaka Lola Kho Ping Hoo duduk bersila dengan mata meram. Ketika Yo Wan melihat sikap yang tidak wajar ini, berubah air muka-' nya. Dirabanya kepalan tangan kanan di atas pangkuan itu dan dia menarik kem-bali tangannya. Kepalan itu dingin sekali. Dirabanya lagi nadi, tidak ada denyutan. Kakeknya itu -seperti orang tidur tanpa bernapas.
"Susiok-couw.....!"
Tiba-tiba dia mendengar suara dt belakangnya, "Dia sudah mati. Ah, Sin-eng-cu, kau benar-benar hebat. Dengan jurus terakhir itu kau telah mengalahkan aku. Aku mengaku kalah!"
Yo Wan menoleh dengan heran. Bhe-wakala sudah berdiri di situ dan biarpun kelihatannya masih amat lemah, kiranya pendeta ini sudah dapat berjalan dengan ringan sehingga dia tidak mendengar kedatangannya. Akan tetapi dia segera menghadapi Sin-eng-cu lagi, berlutut dan memberi hormat sebagaimana layaknya sambil berkata, "Harap Susiok-couw sudi mengampuni teecu yang tidak mampu menolong Susiok-couw yang terluka se^ hingga hari ini Susiok-couw meninggal dunia." la tidak dapat menangis karena memang dia tidak ingin menangis.
"Yo Wan, orang selihai dia mana bisa mati karena luka pukulanku" Seperti juga pukulannya, mana bisa membikin mati aku" Kami berdua hanya terluka yang akibatnya melenyapkan tenaga daiam karena pusat pengerahan sinkang di tu'-buh kami rusak akibat pukulan.
Tanpa pukulanku, hari ini dia akan mati uga, kematian wajar dari usia tua."
Bhewakala maju menghampiri kakek yang masih duduk bersila itu, lalu tiba-tiba pendeta Nepal ini memeluknya. "Sin-eng-cu, tua bangka..... terima kasih. Be-lum pernah selama hidupku merasa be-gitu senang dan gembira seperti selama tiga tahun kita mengadu Umu ini. Kau hebat, sahabatku, kau hebat. jurusmu terakhir tak dapat kupecahkan, biarlah sisa hidupku akan dapat kupergunakan untuk memecahkan jurus itu agar kelak kalau kita bertemu kembali, dapat ku-mainkan di depanmu....." Pendeta ini Salu membaringkan tubuh Sin-eng-cu. Tangan dan kaki kakek itu sudah kaku, akan tetapi begitu disentuh Bhewakala pada jalan darah dan sambungan-sambungan tulang yang membeku itu, menjadi lemas kembali dan dapat ditelentangkan. Kemudian pendeta hitam Tni berpaling kepada Yo Wan yang memandang semua itu dengan mata terbelalak heran. Memang seorang yang aneh dan luar biasa pendeta hitam ini, pikirnya.
"Yo Wan, kau adalah murid Pendekar Buta akan tetapi tak pernah menerima warisan ilmu silatnya kecuali pelajaran langkah-langkah yang tiada artinya dalam menghadapi lawan. Kau bukan murid kami namun kau telah mewarisi inti sari daripada ilmu silat kami berdua.
Memang lucu. Akan tetapi ketahuilah bahwa di dalam hatiku, aku menganggap kau murid tunggalku dan selalu aku menanti kunjunganmu ke Anapurna di Himalaya. Selamat tinggal, muridku." Setelah berkata demikiar, Bhe-wakala berjalan ke luar dari pondok itu, wajahnya muram seakan-akan kegembiraannya lenyap bersama nyawa Sin-eng-cu.
Koleksi Kang Zusi43
Jaka Lola Kho Ping Hoo Yo Wan tiba-tiba merasa dirinya amat kesunyian. Yang seorang menjadi mayat, yang seorang lagi telah pergi. Kembali dia hidup seorang diri di tempat sunyi itu. Namun dia segera dapat menguasai perasaannya. la bukan kanak-kanak lagi. Ketika suhu dan subonya pergi, delapan tahun yang lalu, dia baru berusia delapan tahun lebih. Sekarang dia sudah menjadi seorang pemuda, enam belas tahun usianya seperti dikatakan Sin-eng-cu beberapa hari yang lalu. Tadinya dia sendiri tidak tahu berapa usianya kalau saja bukan Sin-eng-cu yang menghitungnya. Seorang jejaka. Jaka Lola, tidak hanya yatim piatu, akan tetapi juga tiada sanak - kadang. Di dunia ini hanya ada suhu dan subonya, akan tetapi kedua orang itu sudah pergi meninggalkannya sampai delapan tahun tanpa berita.
Dengan hati berat Yo Wan mengubur jenazah Sin-eng-cu di belakang pondok. la tidak tahu bagaimana harus menghias kuburan ini, maka dia lalu mengangkuti batu-batu besar yang dia taruh berjajar di sekeliling kuburan. la masih belum sadar bahwa kini dia dapat mengangkat batu-batu yang demikian besarnya, tidak tahu bahwa setiap batu yang diangkatnya dengan ringan itu sedikitnya ada seribu kati beratnya!
"Aku harus menyusul suhu dan subo ke Hoa-san." Pikiran inilah yang pertama-tama memasuki kepalanya. Tenngat akan niatnya pergi menyusul ke Hoa-san tiga tahun yang lalu, dia merasa me-nyesal sekali. Mengapa dia dahulu ddak jadi menyusul" Kalau tiga tahun yang lalu dia sudah pergi ke Hoa-san, :entu saat ini dia sudah berada bersama suhu dan subonya. Akan tetapi, dia tenngat lagi betapa dua orang kakek yang meng-adu ilmu itu mennbuat dia betah, malah selama tiga tahun ini dia tidak merasa rindu kepada suhu dan subonya, juga membuat dia tak pernah meninggalkan puncak karena kedua orang itu melarang-nya. Biarpun bumbu-bumbu habis, mereka tidak membolehkan dia turun puncak, dan sebagai pengganti bumbu-bumbu itu, Bhe-wakala in6nyuruh dia mengambil ber-macain-macam daun di puncak yang ter-nyata dapat mengganti bumbu dapur.
Dengan pakaian penuh tambalan Yo Wan turun dari puncak. Cambuk Bhewakala yang ditinggalkan oleh pendeta itu dia gulung melingkari pinggangnya, ter-sembunyi di balik bajunya yang penuh tambalan dan tidak karuan potongannya. Juga pedang kayu buatan Sin-eng-cu yang . dipakai untuk bermain jurus di depan Bhewakala, dia bawa pula, dia selipkan di balik ikat pinggang.
Berangkatlah Yo Wan si 3aka Lola irieninggalkan puncak Liong-thouw-san, berangkat dengan hati lapang dan penuh harapan untuk segera bertemu kembali idengan dua orang yang amat dikasihi, yaitu suhu dan subonya. la tidak sadar ,sama sekali, betapa dirinya kini telah mengalami perubahan hebat berkat latihan Iweekang menurut ajaran Sin-eng-cu dan Bhewakala, betapa dirinya selain inemiliki tenaga sinkang yang hebat juga telah memiliki ilmu-ilmu silat tingkat tinggi yang tidak mudah didapat orang!
Ketika penduduk sekitar kaki gunung yaog sudah mengenalnya melihat Yo Wan, mereka Koleksi Kang Zusi44
Jaka Lola Kho Ping Hoo segera menegur dan mempersilakan dia singgah. Mereka menyatakan penyesalan mengapa pemuda itu selama tiga tahun ini bersembunyi saja. Malah yang mempunyai kelebihan pakaian segera memberi beberapa buah celana dan baju kepada Yo Wan ketika dilihatnya betapa pakaian pemuda ini penuh tambalan. Yo Wan, menerima dengan penuh syukur dan terima kasih. la sendiri tidak ingin suhu dan subonya marah dan malu melihat dia berpakaian seperti jembel itu. Segera dia menukar pakaiannya dan kini biarpun pakaiannya sederhana dan terbuat daripada kain kasar, namun cukup rapi dan tidak robek, juga tidak ada tambalan menghiasnya.
* * * Yo Wan melakukan perjalanan se-perti seorang yang linglung. Dia seperti seekor anak burung yang baru saja be-lajar terbang meninggalkan sarangnya. Semenjak usia delapan tahun, dunia-nya hanya puncak Bukit Liong-thouw-san dan perkampungan sekitar kaki gunung. Biarpun di waktu kecilnya dia per-nah melihat kota dan tempat-tempat ramai, namun selama delapan tahun dia seakan mengasingkan diri di puncak gu-nung, dan sekarang, melakukan perjalanan melalui kota-kota dan dusun-dusun yang ramai, dia seperti seorang dusun yang amat bodoh. Bangunan-bangunan besar mengagumkan hatinya. Melihat banyak orang membuat dia bingung. Apalagi ilmu membaca dan menulis. la seorang buta huruf yang melakukan perjalanan melalui tempat-tempat yang asing baginya, tanpa kawan tiada sanak kadang, tanpa bekal uang di saku!
Akan tetapi kekurangan-kekurangan ini sama sekali tidak membuat Yo Wan menjadi khawatir atau susah. Semenjak kecil dia sudah tergembleng oleh segala macam kesulitan hidup, biarpun masih muda, ji.wanya sudah matang oleh asam garam dan pahit getir penghidupan, mem-buatnya tenang dan dapat menghadapi segala macam keadaan dengan tabah. Tidak sukar baginya untuk mengatasi ke-kurangannya dalam perjalanan. Kadang-kadang dia hanya makan buah-buahan dan daun-daun muda di dalam hutan untuk berhari-hari. Ada kalanya dia makan dalam sebuah kelenteng bersama hwesio-hwesio yang baik hati dan yang tetap membagi hidangan sayur-mayur sekedarnya tanpa daging itu kepada Yo Wan. Tentu saja Yo Wan belum mau pergi meninggalkan kelenteng sebelum dia me-lakukan sesuatu, mencari air, menyapu lantai, membersihkan meja sembahyang dan lain pekerjaan untuk membalas budi. Kadang-kadang orang dusun atau kota ada yang mau menerima bantuan tenaga-nya untuk ditukar dengan makan sehari itu.
Dengan cara demikian, Yo Wan melakukan perjalanan sambil bertanya-tanya jalan menuju ke Hoa-san. la berlaku hati-hati sekali, selalu menjauhkan diri daripada keributan, dan tak pernah dia memperlihatkan kepada siapapun )uga bahwa dia memiliki tenaga luar biasa dan kepandaian yang tinggi. Yo Wan sendiri sebetulnya belum mengerti betul bahwa dia telah mewarisi inti sari kepandaian dua orang kakek berilmu sung-guhpun dia mengetahui bahwa dia memiliki tenaga dan keringanan tubuh yang melebihi orang lain. Oleh karena inilah maka dia sama sekali tidak mempunyai keinginan mencari dan mernbalas musuhnya, The Koleksi Kang Zusi45
Jaka Lola Kho Ping Hoo Sun, sebelum dia bertemu de-ngan suhunya dan menerima pelajaran ilmu silat tinggi dari gurunya itu.
Setelah melakukan perjalanan berbulan-bulan, akhirnya pada suatu pagi sampai juga dia di kaki Gunung Hoa-san. Dengan hati berdebar tegang dia berdiri memandang ke arah puncak gu-nung itu, sebuah gunung yang tinggi dan hijau, tidak liar seperti Gunung Liong-thouw-san. membayangkan pertemuan dengan suhu dan subonya setelah berpisah selama delapan tahun, mendatangkan rasa haru dan membuatnya termenung di situ dengan jantung berdebar-debar. Betapa-pun juga, dalam kegembiraan ini, ada rasa tidak enak di dalam hatinya, rasa bahwa dia adalah seorang tamu di Hoa-san. Suhu dan subonya sendiri terhitung tamu di situ, bagaimana dia akan dapat merasa di rumah sendiri" Berpikir begiru,.
timbul kegetiran. Mengapa suhunya membiarkan saja dia bersunyi sampai delapan tahun di Liong-thouw-san" Mengapa gurunya itu tidak kembali"
Ya, mengapakah" Mengapa Kun Hong dan Hui Kauw tidak kembali ke Liong-thouw-san sampai delapan tahun lamanya, membiarkan murid mereka itu seorang diri saja di puncak gunung yang sunyi' Apakah terjadi sesuatu yang hebat atas, diri mereka"
Sebetulnya tidak terjadi sesuatu yang buruk. Tak lama setelah Kun Hong dan Hui Kauw tiba di Hoa-san, Hui KauW melahirkan seorang anak laki-laki yang sehat. Tentu saja peristiwa ini mendatangkan kegembiraan luar biasadi Hoa-san.Oleh kakeknya, anak itu diberi namaKwa Swan Bu.
Ketua Hoa-san-pai sekarang adalah Kui Lok yang berjuluk Kui-san-jin, seorane tokoh Hoa-san-pai yang paling lihai karena dia dan isterinya (Thio Bwee) adalah sepasang suami isteri yang mewarisi ilmu Silat Hoa-san-pai yang paling tinggi. Suami isteri ini memimpin Hoa-san-pai, dibantu oleh suhengnya bernama Thian Beng Tosu (Thio Ki) dan Lee Giok, dan diawasi oleh kakek Kwa Tin Siong dan isterinya. Kwa Tin Siong sudah amat tua dan sudah bosan mengurus Hoa-san-pai, maka dia dan isterinya menyerahkan tugas ini kepada Kui-san-Jin dan mereka sendiri tekun bertapa.
Kedatangan putera tunggal mereka, Kwa Kun Hong dan isterinya, tentu saja menggirangkan hati kedua orang tua ini, apalagi setelah isteri Kun Hong melahirkan seorang putera, kebahagiaan suami isteri tua ini menjadi sempurna. Perlu diketahui bahwa tokoh-tokoh Hoa-san-pai tidak ada yang mempunyai keturunan laki-laki kecuali Kwa Kun Hong seorang.
Thian Beng Tosu hanya mempunyai seorang anak perempuan bernama Thio Hui Cu yang sudah menikah dengan Tan Sin Lee putera Raja Pedang Tan Beng San yang menjadi ketua Thai-san-pai. Juga Kui-san-jin hanya mempunyai seorang anak perempuan bernama Kui Li Eng yang sudah menikah pula dengan Tan Kong Bu, putera lain lagi dan Raja Pedang Tan Beng San. Semua ini dapat dibaca dalam cerita Rajawali Emas dan dan Pendekar Buta.
Karena tidak ada keturunan lak.-laki di Hoa-san, tentu saja lahirnya Kwa Swan Bu amat Koleksi Kang Zusi46
Jaka Lola Kho Ping Hoo menggirangkan hati Kakek Kwa. Juga Thian Beng Tosu dan Kui san jin ketua Hoa-san-pai amat girang. Orang-orang tua inilah yang minta dengan sangat kepada Kun Hong dan istrinya agar suami isteri itu tidak kembali ke Liong-thouw-san, setidaknya menanti kalau Swan Bu sudah besar.
Amat tidak baik membiarkan seorang anak laki-laki bersunyi d puncak bukit dengan kedua orang tuanya saja, kata Kwa Tin Siong kepada putera dan mantunya "Ia akan tumbuh besar dalam kesunnyian, kurang bergaul dengan sesama manusia. Di Hoa san pai ini adalah tempat tinggalmu sendiri sejak kau kecil, Kun Hong karena itu sebaiknya kau memmbiarkan puteramu tinggal disini pula. Disini merupakan keluarga Hoa san pai yang besar, dan puteramu tentu akan menerima kasih sayang dari semua orang. Juga aku dan ibumu sudah tua, biarkan-lah kami menikmati hari-hari akhir kami dengan cucu kami Swan Bu."
Inilah yang membuat Kun Hong dan isterinya tak dapat meninggalkan Hoa-san. Kun Hong berunding dengan isteri-nya tentang Yo Wan. Hui Kauw yang tentu saja menimpakan kasih sayang seluruhnya kepada puteranya, menyatakan bahwa Yo Wan tentu akan menyusul ke Hoa-san.
"Bukankah dahulu kau sudah meninggalkan pesan bahwa dia harus menyusul ke Hoa-san kalau dalam waktu dua tahun kita tidak pulang" Dia sudah besar, tentu dapat mencari jalan ke sini. Pula, hal ini amat perlu bagi dia. Murid kita harus menjadi seorang yang tabah dan tidak gentar menghadapi kesukaran."
Kun Hong setuju dengan pendapat isterinya ini. Akan tetapi hatinya gelisah juga setelah lewat dua tahun, bahkan sampai lima tahun, murid itu tidak datang menyusul ke Hoa-san.
"Jangan-jangan ada sesuatu terjadi disana?" Kun Hong menyatakan kekhawatirannya.
"Atau dia memang tidak ingin ikut dengan kita di sini," Hui Kauw berkata, keningnya berkerut. Diam-diam la merasa tidak senang mengapa Yo Wan tidak mentaati perintah suaminya. Seorang murid harus Wntaati perintah guru, kalau tidak, dia bukanlah murid yang baik, "Sudahlah, kita tidak perlu memikirkan Yo Wan. Kalau dia datang menyusul, berarti dia suka menjadi mund kita, kalau tidak, terserah kepadanya. Lebih baik kita melatih anak kita sendiri."
Demikianlah, setelah lewat delapan tahun, suami isteri ini sudah melupakan murid mereka yang mereka kira tentu sudah pergi dari Liong-thouw-san dan tidak mau ikut mereka di Hoa-san. Sama sekali mereka tidak mengira bahwa murid mereka itu selama ini tak pernah meninggalkan puncak Liong-thouw-san. Dan sama sekali mereka tidak pernah menduga bahwa pada pagi hari, orang muda tampan sederhana yang berdin termenung di kaki Gunung Hoa-san, adalah Yo Wan.
Koleksi Kang Zusi47
Jaka Lola Kho Ping Hoo Yo Wan amat kagum melihat keadaan Gunung Hoa-san. Alangkah jauh bedanya dengan Llong-thouw-san. Gunung ini be-nar-benar terawat. Tidak ada bagian yang liar. Hutan-hutan bersih dan penuh pohon buah dan kembang. Sawah ladang terpelihara, dhanami sayur-mayur dan pohon obat. Malah jalan yang cukup le-bar dibangun, memudahkan orang naik mendaki gunung.
Derap kaki kuda dari sebelah kanan terdengar, diiringi suara ketawa yang nyaring, ketawa kanak-kanak. Yo Wan mengangkat kepala memandang ke se-belah kanan dan dia menjadi kagum se-kali. Ada tiga orang penunggang kuda. Kuda mereka adalah kuda-kuda pilihan, tinggi besar dan nampak kuat. Akan tetapi bukan binatang-binatang itu yang mengagumkan hati Yo Wan, melainkan penunggangnya yang berada di tengah-tengah, di antara dua orang penunggang kuda. Penunggang kuda ini adalah se-orang anak laki-lakl yang kelihatannya ada sepuluh tahun usianya. Seorang anak laki-laki yang amat tampan, yang pakaiannya serba indah, kepalanya ditutypi topi sutera yang bersulam kembang dan terhias burung hong dari mutiara. Anak laki-laki itu pandai sekali menunggang kuda dan pada saat itu dia menunggang kuda tanpa memegang kendali, karena kedua tangannya memegangi sebuah gen-dewa dan beberapa batang anak panah. Dua orang yang menglringi anak ini adalah dua orang laki-laki berusia empat puluhan, dandanannya seperti tosu dan kelihatannya amat mencinta anak itu.
"Ji-wi Susiok (Dua Paman Guru), lihat, burung yang paling gesit akan kupanah jatuh!"
"Swan Bu...... jangan.....! Itu bukan burung walet....." Seorang di antara kedua tosu itu mencegah. Akan tetapi anak itu sudah mengeprak kudanya dengan kedua kakinya yang kecil. Kudanya lari congklang dengan cepat ke depan Dengan gerakan yang tenang namun cepat anak itu sudah memasang dua batang anak panah pada gendewanya, dan menarik tali gendewa, terdengar suara menjepret dan Yo Wan melihat seekor burung kecil melayang jatuh di dekat kakinya. Ia merasa kasihan sekali melihat burung itu, sebatang anak panah menembus dada. Burung kecil berbulu kuning amat cantik. Yo Wan menekuk lutut, membungkuk untuk mengambil bangkai bucung itu. Tiba-tiba berkelebat bayangan dan tahu-tahu sebuah tangan yang kecil telah mendahuluinya, me-nyambar bangkai burung itu.
Yo Wan berdiri dan melihat anak kecil yang pandai main anak panah tadi telah berdiri di depannya, bangkai burung di tangan kanan sedangkan tangan kirinya bertolak pinggang.
"Eh, kau mau curi burungku" Burung ini aku yang panah jatuh, enak saja kau mau mengambilnya. Hemmm, kau orang dari mana" Mau apa berkeliaran di sini?"
Yo Wan tertegun. Anak ini masih kecil, akan tetapi sikapnya amat gagah dan berwibawa, sepasang matanya tajam penuh curiga, akan tetapi juga membayangkan watak tinggi hati. la tahu bahwa dia berada di tempat orang, karena Gunung Hoa-san tentu saja menjadi wilayah orang-orang Hoa-san-pai. Dengan senyum sabar dia menjura dan berkata.
"Aku tidak bermaksud mencuri, hanya kasihan melihat burung ini....."
Koleksi Kang Zusi48
Jaka Lola Kho Ping Hoo Sementara itu, dua orang tosu juga sudah melompat turun dan kuda dan menghampiri.
"Swan Bu, kau terlalu. Ilmu ,memanah yang kau pelajari bukan untuk membunuh burung yang tidak berdosa. Kalau ayah bundamu tahu, kau tentu akan mendapat marah," tegur seorang tosu.
"Susiok, apakah urusan begini saja Susiok hendak mengadu kepada ayah dan ibu Kalau tidak melatih memanah burung kecil terbang, mana bisa mahir" Anggap saja burung ini seorang penjahat. Susiok, orang ini mencurigakan, aku belum pernah melihatnya. Jangan-jangan dia pencuri".
Dua orang tosu itu memandang Yo Wan. Tosu ke dua segera menegur, "Orang muda, kau siapakah " Agaknya kau bukan orang sini .. eh, apalagi kau pemuda yang hendak bekerja sebagai tukang mengurus kuda di Hoa-san" Kemarin kepala kampung Lung-ti-bun menawarkan tenaga seorang pemuda tukang kuda....."
Yo Wan menggeleng kepala. Dia sejak kecil tinggal di gunung, tentu saja tidak tahu akan tata susila umum, dan gerak-geriknya agak kaku dan kasar. "Aku bukan tukang kuda, akan tetapi kalau Lo-pek (Paman Tua) suka memberi pekerja-an, aku mau mengurus kuda, asal mendapat makan setiap hari."
Entah bagaimana, melihat anak laki-laki yang sombong dan yang dia tahu tentu anak Hoa-san-pai ini, tiba-tiba hati Yo Wan menjadi tawar untuk bertemu dengan suhunya. Bukankah suhunya itu putera Hoa-san-pai dan sekarang mondok di situ" Bagaimana kalau orang-orang Hoa-san-pai memandang rendah kepadanya dan tidak suka mengangkatnya sebagai murid Pendekar Buta" Lebih baik dia menjadi tukang kuda dan tidak usah mengaku" sebagai murid gurunya agar tidak merendahkan nama gurunya. De-ngan pekerjaan ini, dia hendak melihat gelagat, melihat dulu suasana, di Hoa san-pai sebelum mengambil keputusanuntuk menehadap suhunya.
"Baik, kau boleh bekerja men)adl pengurus kuda. Setiap hari kau harus mencari rumput yang segar dan gemuk untuk dua belas ekor kuda, memberi makan dan menyikat bulu kuda.
Tidak hanya makan, kau juga akan diber pakaian dan upah.Eh, siapa namamu" Di mana rumahmu?"
"Namaku A Wan, Lopek, dan aku tidak mempunyai rumah. Terima kasih atas kebaikanmu, aku akan merawat kuda dengan baik-baik".
"Bekerjalah dengan baik, ketua kami tentu akan menaruh kasihan kepadamu. Jangan sekali-kali suka mencuri, apalagi melarikan kuda," kata tosu ke dua.
"Susiok, kenapa takut dia mencuri dan lari" Kalau dia jahat, anak panahku akan Koleksi Kang Zusi49
Jaka Lola Kho Ping Hoo merobohkannya!"
"Hush, Swan Bu, jangan bicara begitu ...."
"Aku paling benci penjahat, Susiok, tiap kali melihat penjahat, pasti akan panah mampus.
Kelak kalau aku sudah besar, aku akan basmi semua penjahat di permukaan bumi ini."
Hemmm, bocah manja dan amat besar mulut, pikir Yo Wan. Heran sekali dia mendengar omongan seorang anak kecil seperti itu. Anak siapa gerangan bocah ini" Apakah anak ketua Hoa-san-pai" Akan tetapi dia tidak berani banyak bertanya, karena nanti pun dia akan tahu sendiri. ....'
"Swan Bu kita pulang berlari sambll melatih ilmu lari cepat," kata tosu pertama kepada anak itu. "Biar tiga ekor kuda ini dituntun naik oleh A Wan. A Wan, kau tuntun kuda tiga ekor kuda ini ke puncak, sampai di sana bawa ke kandang, gosok badannya sampai kering dari keringat dan beri makan." Setelah berkata demikian, tosu itu memberikan kendali tiga ekor kuda itu kepada A Wan, kemudian dia mengajak tosu ke dua dan Swan Bu untuk berlari cepat. Mereka berkelebat dan seperti terbang mereka lari mendaki gunung. Memang tosu itu sengaja tidak memberi penjelasan karena hendak menguji kecerdikan kacung kuda itu, apakah mampu dan dengan baik mengantar binatang-binatang itu ke kandang ataukah tidak. la masih ragu-ragu melihat pemuda yang bodoh itu.
Adapun Yo Wan sambil memegangi kendali tiga ekor kuda, melihat mereka berlari-lari cepat. Biasa saja kepandaian mereka itu, pikirnya, lalu dituntunnya tiea ekor kuda mendaki gunung. Sambil berjalan perlahan, dia bertanya-tanya dalam hati siapa gerangan bocan yang bernama Swan Bu itu. Bocah tampan dan bersemangat, memiliki dasar watak yang eaeah dan pembenci penjahat, akan tetapi rusak oleh kemanjaan dan kesombongan.
Pertemuannya dengan anak laki-laki tadi membuat Yo Wan makin tidak enak lagi hatinya. la merasa bahwa orang-orang Hoa-san-pai kurang bijaksana, terbukti dari watak bocah tadi yang agaknya terlalu manja. Heran dia mengapa suhunya yang jujur dan budiman, subonya yang berwatak halus dan penuh pribudi itu bisa tinggal di situ sampai bertahun-tahun. Akan tetapi dia teringat lagi bahwa suhunya adalah putera ketua Hoa-san-pai, tentu saja harus berbakti kepada orang tua, dan orang dengan watak sehalus subonya, tentu dapat menghadapi segala macam watak dengan penuh kesabaran. la menank na-pas. Dasar kau sendiri yang iri agaknya melihat bocah tadi demikian manja, pa-kaiannya demikian indah, dia mencela diri sendiri. Betapapun juga, Yo Wan adalah seorang pemuda yang masih remaja dan kurang sekali pengalaman, ku-rang pula pendidikan, maka rasa iri itu adalah wajar. Iri karena dia tidak pernah merasa bagaimana dicinta orang tua, dimanja orang tua. la teringat akan ke-adaan sendlri, seorang jaka lola yang tidak punya apa-apa di dunia ini.
Alang-kah jauh bedanya dengan Swan Bu tadi, bagai bumi dan langit.
Selagi dia melamun sambil menuntun kudanya di jalan yang cukup lebar tapi menanjak itu, Koleksi Kang Zusi50
Jaka Lola Kho Ping Hoo tiba-tiba terdengar derap kaki kuda dari belakang dan disusul ben-takan nyaring,
"Minggir.....! Minggir.....!!" Lalu terdengar bunyi cambuk di udara.
Kalau saja A Wan tidak sedang melamun, agaknya dia tidak begitu ?aget dan dapat menuntun tiga ekor kuda itu ke pinggir. Akan tetapi bentakan nyanng ini seakan-akan menyeretnya tiba-tiba dari dunia lamunan, membuat dia Kaget dan tak sempat menguasai seekor di antara kudanya yang kaget dan meion]ak ke tengah jalan. Karena dua ekor kuda yang lain juga melonjak-lonjak ketakutan, terpaksa Yo Wan hanya menenangkan dua ekor yang masih dia pegang kendalinya, sedangkan yang seekor telah terlepas kendalinya dan kini berloncatan di te-neah jalan. Pada saat itu, dua orang penuneeang kuda sudah datang membalap dekat sekali. Yo Wan berteriak kaget, karena kudanya yang mengamuk itu tidak menghindar, malah meloncat dan me-nubruk ke arah seorang di antara pe-nunggang-penunggang kuda itu.
"Setan.....!" Penunggang kuda yang di'tubruk itu memaki, dia seorang laki-laki yang berkumis panjang, berusia ku-rane lebih empat puluh tahun, pakaiannya penuh tambalan, akan tetapi sepatunya baru dan mengkilap. Sambil memaki, dia menggerakkah kakinya, menendang ke arah perut kuda yang menubruknya.
"Krakkk!" Tendangan itu keras sekali dan mendengar bunyinya, agaknya tulang-tulang rusuk kuda yang menubruknya itu telah ditendang patah. Kuda itu meringkik, terjengkang ke belakang lalu roboh dan berkelojotan, tak mampu bangun lagi.
"Wah-wah-wah, Sute (Adik seperguruan), kau telah membunuh seekor kuda Hoa-san-pai!"
tegur orang ke dua, usia-nya hampir lima puluh, rambutnya putih semua digelung ke atas, mukanya licin tanpa kumis, pakaiannya juga penuh tam-balan seperti orang pertama.
"Habis, apakah aku harus membiarkan kuda itu menubrukku, Suheng" Salahnya bocah ini, menuntun kuda kurang hati-hati!" Mereka berdua melompat turun dari kuda dan memandang kepada Yo Wan.
Bukan main kagetnya hati Yo Wan melihat betapa seekor di antara tiga kuda yang dia tuntun itu kini telah berkelojotan hampir mati di tengah jalan. Baru saja dia diterima menjadi kacung kuda, sudah terjadi hal ini. Karena kaget dan bingung, dia segera berkata,
"Kau membunuh kudaku. Hayo ganti kudaku!'
Si kumis tersenyum. "Bocah, ketahul-ijah. Aku dan suhengku ini adalah dua orang utusan dari Sin-tung-kai-pang (Perkumpulan Pengemis Tongkat Sakti). Urusan kuda adalah urusan kecil, tak perlu kau ribut-ribut."
"Urusan kecil bagaimana?" Yo Wan berteriak. "Mungkin kecil untuk kau, akan tetapi amat Koleksi Kang Zusi51
Jaka Lola Kho Ping Hoo besar bagiku. Kau ha-rus mengganti kuda ini!"
Muka si kumis menjadi merah. la heran sekali. Biasanya, orang-orang Hoa-san-pai tentu akan bersikap hormat kalau mendengar bahwa mereka adalah utusan '"Kau siapa" Apakah kuda ini bukan milik Hoa-san-pai?" tanya si kumis.
"Memang kuda Hoa-san-pai, dan aku adalah kacung kuda yang baru. Bagai-mana aku harus pulang kalau kuda yang kutuntun berkurang seekor" Lopek, kau harus menggantinya!"
Sambil berkata demikian, Yo Wan menuntun dua ekor kudanya di tengah jalan, menghadang perjalanan karena dia khawatir kalau dua orane itu akan melarikan diri.
Si kumis menjadi makin merah muka-nya karena marah ketika mendengar bahwa bocah ini hanya seorang kacung kuda saja'. Seorang kacung kuda bagai-mana berani bersikap sekasar itu ter-hadap dia, anak murid Sin-tung-kai-pang vanesudah bersepatu baru" Di perkumpul-an pengemis ini terdapat peraturan yang aneh. Tingkat seseorang ditandai dengan sepatu. Yang terendah tidak memakai sepatu, yang iebih tinggi memakai alas kaki, makin tinggi .makin baik, dan san-dal kayu sampai sepatu kulit yang meng-kilap seperti yang dipakai oleh kedua orang penunggang kuda ini. Maklumlah, mereka berdua adalah murid-mund dan ketua Sin-tung-kai-pang, maka kepandaiannya sudah amat tinggi dan
"pangkatnya" sudah pemakai sepatu baru.
"Hemmm, bujang rendah! Kau hanya1 tukang kuda, banyak cerewet. Urusan seekor kuda saja kau ribut-ribut! Ming-gir! Biar nanti kubicarakan dengan orang-orang Hoa-san-pai tentang kuda ini, kau boleh pulang ke kandangmu!"
"Betul kata-kata, Suteku, bocah tu-kang kuda, jangan kau takut. Biar nanti kami bicarakan urusan kuda ini dengan majikanmu," sambung orang ke dua yang rambut putih.
"Tidak!" Yo Wan membantah karena dla takut kedua orang ini akan mengadu kepada ketua Hoa-san-pai dan membalik-kan duduknya perkara sehingga dia yang akan dipersalahkan.
"Kau harus ganti sekarang juga!"
"Bujang rendah, kaubuka matamu j baik-baik dan lihat dengan siapa kau ' bicara!" bentak si kumis, marah sekali.
"Aku sudah melihat, kalian adalah dua orang pengemis aneh."
Dua orang itu tertawa. Memang aneh orang-orang dari Sin-tung-kai-pang. Kalau orang lain menyebut mereka pengemis, har itu berarti suatu penghormatan bagi me-reka! Inilah sebabnya mereka menjadi senang mendengar Yo Wan menyebut mereka pengemis aneh dan Koleksi Kang Zusi52
Jaka Lola Kho Ping Hoo hal ini me-reka anggap bahwa Yo 'Wan met^nai^ siapa mereka dan takut.
"Bocah! Kaulihat sepatu kami!"
Yo Wan mendongkol juga. Orang ini terlalu menghinanya, akan tetapi dia memandang juga ke arah sepatu mereka. "Ada apa dengan sepatu kalian" Sepatu baru, akan tetapi penuh debu!" jawabnya.
"Ha-ha-ha, anak baik, kau mengenal sepatu baru kami!" Si kumis tertawa senang. "Hayo kaubersihkan debu sepatu kami, dan nanti kami akan minta kepada majikanmu agar kau jangan dihukum karena kelalaianmu menuntun kuda."
Yo Wan menegakkan kepalanya, me-mandang tajam. "Harap kalian tidak main-main. Aku pun tidak ingin main-main dengan kalian. Lebih baik sekarang kautinggalkan seekor di antara kudamu untuk mengganti kudaku yang mati, baru kalian melanjutkan perjalanan."
"Apa.....?"" Dua orang itu berteriak kaget, heran dan juga marah. "Kau ini kacung kuda berani bicara begitu kepada kami" Kami adalah dua orang utusan terhormat dari Sin-tung-kai-pang, tahu" Minggir dan jangan banyak cerewet kalau kau tidak ingin mampus seperti kuda itu!"
Yo Wan adalah seorang yang memiliki watak suka merendah, hal ini terbentuk oleh keadaan hidupnya semenjak kecil. la suka mengalah dan mempunyai rasa diri rendah dan bodoh, akan tetapi betapapun juga, dia adalah seorang muda yang berdarah panas. Melihat sikap dan mendengar ucapan menghina itu, kesabarannya patah.
"Biarpun kalian utusan dari Giam-lo-ong (Malaikat Maut) sekalipun, karena kau membunuh kudaku, kau harus meng-gantinya!"
Dua orang itu mencak-mencak saking marahnya. Kalau saja mereka tidak ingat bahwa kacung itu adalah seorang bujang Hoa-san-pai dan bahwa mereka berada di wilayah Hoa-san-pai, tentu sekali pukul mereka membikin mampus bocah ini.
"Sute, jangan layani dia, Dorong minggir!"
Si kumis tertawa dan melangkah maju mendekati Yo Wan, tangan kirinya men-dorong pundak pemuda itu sambil membentak, "Tidurlah dekat bangkai kudamu!" la menggunakan tenaga setengahnya karena tidak ingin membunuh Yo War, hanya ingin membuat kacung itu terjeng-kang dekat bangkai kuda tadi.
Akan tetapi dia salah besar kalau mengira bahwa dengan hanya sebuah dorongan seperti itu saja dia akan mampu merobohkan Yo Wan. Tangannya mendorong pundak Yo Wan yang Koleksi Kang Zusi53
Jaka Lola Kho Ping Hoo sengaja tidak mau mengelak, akan tetapi tenaga dorongannya bertemu dengan pundak yang kokoh kuat seperti batu karang. Jangankan membuat kacung itu roboh, nnembuat pundak itu bergoyang saja tidak mampu!
"Kau ganti kudaku yang mati kata Yo Wan tanpa bergerak.
Si kumis terheran, penasaran lalu timbul kemarahannya. "Kau kepala batu", bentaknya dan kini dia menggunakan seluruh tenaganya untuk mendorong dada Yo Wan.
Yo Wan tidak mau mengalah sampai dua kali, apalagi sekarang yang didorong adalah dadanya. Tak mungkin dia mau membiarkan dadanya didorong orang karena hal ini berbahaya. Selama tiga ta-hun, terus-menerus siang malam dia ber-main silat menurut petunjuk Stn-eng-cu dan Bhewakala, Umu silat tingkat tinggi yang membuat Umu itu mendarah daging di tubuhnya dan di pikirannya, seluruh panca inderanya sudah matang sehingga segalanya bergerak secara oto-matis, karena memang demikianlah ke-hendak dua orang sakti itu. Sekarang, menghadapi dorongan kedua tangan si kumis ke arah dadanya, secara otomatis kaki Yo Wan melangkah dengan gerak tipu Ilmu Langkah Si-cap-it Sin-po, yang dia warisi dari Pendekar Buta. Ketika tubuh si kumis yang mendorongnya itu lewat dekat tubuhnya, otomatis pula tangannya bergerak ke punggung dan pantat. Seperti sehelai layang-layang putus talinya, tubuh si kumis itu "melayang" ke depan dan memeluk bangkai kuda yang tadi ditendangnya!
"Bukkk! Uh-uhhh....." Si kumis terbanting pada bangkai kuda, karena dia tadi mencium hidung kuda yang mancung dan keras, hidungnya mengeluarkan darah dan kepalanya menjadi pening.
Temannya yang berambut putih, se-jenak berdiri melongo. Hampir saja dia tak dapat percaya bahwa sutenya begitu mudah dirobohkan. Oleh seorang kacung kuda! Padahal dia makiun. bahwa ilmu kepandaian sutenya itu sudah tinggi, patutnya kalau dikeroyok oleh dua puluh orang kacuftg seperti ini saja tak mungkin kalah. Tapi mengapa sampai hidungnya mengeluarkan kecap"
"Kau berani melawan kami?" bentaknya marah setelah dia sadar kembali dar| keheranannya.
Sambil membentak begitUjj pengemis rambut putih ini pun menerjang maju. la memukul ke arah muka Yo Wan dengan tangan kiri, sedangkan ta-ngan kanannya diam-diam melakukan gerakan susulan, yaitu serangan yang sesungguhnya dan tersembunyi di belakang serangan pertama yang merupakan pancingan. Maksudnya hanya ingin mem-banting roboh Yo Wan sebagai pembalas-an atas kekalahan temannya, karena dia masih belum berani membunuh seorang bujang Hoa-san-pai.
Yo Wan tersenyum. Setelah melatih diri dengan tipu-tipu yang luar biasa hebatnya secara berganti-ganti dari Sin-eng-cu dan Bhewakala, di mana dua orang sakti itu menggunakan gerakan-gerakan yang penuh tipu muslihat, penuh pancing-an dan amat tinggi tingkatnya, Koleksi Kang Zusi54
Jaka Lola Kho Ping Hoo jurus yang dipergunakan oleh si rambut putih ini baginya merupakan gerakan main-main yang tidak ada artinya sama sekali. Agaknya boleh dikatakan bahwa Yo Wan telah mengetahui lebih dulu sebelum pengemis itu bergerak! Dengan tenang dia miringkan kepala dan tangannya men-dahului digerakkan ke depan menyambut tangan kanan kakek pengemis yang hen-dak membantingnya, dipegangnya per-gelangan tangan itu dan sekali tekan tangan itu seakan-akan nnenjadi lumpuh. Di lain saat, tubuh pengemis rambut putih ini pun sudah melayang ke depan dan..... menimpa tubuh pengemis berkumis yang baru krengkang-krengkang hendak merangkak bangun. Tentu saja dia roboh lagi dan keduanya bergulingan dekat bangkai kuda!
"Lebih baik kalian pergi dart tinggal-kan seekor kuda untuk mengganti yang mati," kata Yo Wan menyesal dia sama sekali tidak ingin berkelahi, takut kalau-kalau hal ini akan membikin marah suhunya. "Kalau kau merasa rugi boleh kau bawa bangkai kuda itu. Aku tidak mau mencari perkara..
Akan tetapi dua orang pengemls itu sudah memuncak kemarahannya. Mereka adalah murid-murid yang terkenal dari ketua Sin-tung-kai-pang, maka apa yang terjadi tadi merupakan penghinaan yang hanya dapat dicuci dengan darah dan nyawa! Seorang kacung kuda membuat mereka jatuh bangun macam itu. Mana mereka ada muka untuk memakai sepatu baru lagi"
"Keparat, lihat golok kami merenggut nyawamu!" bentak si kumis. Sinar golok berkelebat ke arah leher Yo Wan, disusul bacokan golok si rambut putih ke arah pinggangnya. Memang keistimewaan para anak murid Sin-tung-kai-pang adalah permainan golok. Ketuanya terkenal dengan tongkatnya, maka perkumpulan pe-ngemis itu dinamakan Sin-tung (Tongkat Sakti), namun agaknya si ketua ini tidak mau menurunkan ilmu tongkatnya kepada para murid dan anggautanya. Sebaliknya dia lalu menciptakan ilmu golok dari ilmu tongkat itu dan ilmu golok inilah yang dipelajari oleh semua murid dan anggauta Sin-tung-kai-pang.
Yo Wan menggerakkan kedua kakinya, mainkan langkah ajaib dan..... dua orang pengemis itu seketika menjadi bingung karena pemuda itu lenyap di belakang. Kalau mereka membalik dan menerjang lagi, pemuda itu menggerakkan kedua kaki secara aneh, lenyap lagi dan tiba-tiba belakang siku kanan mereka ter-kena sentilan jari tangan Yo Wan. Seketika kaku rasanya lengan itu dan golok mereka terlepas tanpa dapat dipertahan kan lagi. Sebelum mereka tahu apa yang terjadi, untuk kedua kalinya tubuh mere-ka melayang karena kaki Yo Wan oto-matis telah mengirim dua buah tendangan.
"Aku tidak mau berkelahi, lebih baik kalian pergi. Ganti kudaku dan perkara ini habis sampai di sini saja," kembali Yo Wan berkata.
Akan tetapi kedua orang pengemis itu menjadi begitu kaget, heran dan ketakut-an sehingga Koleksi Kang Zusi55
Jaka Lola Kho Ping Hoo tanpa berkata apa-apa iagi mereka berdua lalu merangkak bangun dan..... lari turun gunung! Yo Wan ber-diri tertegun, mengikuti mereka dengan pandang mata heran.
Kemudian dia meng-angkat pundak, lalu memegang kendali dua ekor kuda mereka itu. Kini ada em-pat ekor kuda di tangannya. Kuda-kuda itu dia cancang pada sebatang pohon dan dia segera menggali lubang di pinggir jalan untuk mengubur bangkai kuda tadi. Setelah selesai, Yo Wan menuntun empat ekor kuda, melanjutkan perjalanannya mendaki puncak.
Kiranya jalan yang sengaja dibangun menuju ke puncak itu berliku-liku me-ngelilingi puncak. Memang, satu-satunya cara untuk membuat jalan yang dapat dilalui kuda dan manusia biasa, hanya membuatnya berliku-liku seperti itu se-hingga jalan tanjakannya tidak terlalu sukar dilalui. Dengan mempergunakan ilmu lari cepat, tentu saja dapat mendaki dengan melalui jalan yang lurus dan dapat cepat sampai di puncak. Akan tetapi melalui jalan buatan ini, apalagi menuntun empat ekor kuda yang kadang-kadang rewel dan mogok di jalan, benar-benar memakan waktu setengah hari lebih. Menjelang senja barulah Yo Wan tiba di pintu gerbang tembok yang me-ngelilingi Hoa-san-pai yang merupakan kelompok bangunan besar di puncak.
Seorang tosu yang menjaga pintu gerbang menyambut Yo Wan dengan pertanyaan, "Apakah kau tukang kuda baru?"
Yo Wan mengangguk. "Aku harus membawa kuda-kuda ini ke kandang. Dapatkah kau menunjukkan di mana ada-nya kandang kuda?"
Tosu itu kelihatan tidak senang mendengar kata-kata Yo Wan yang sederhana tanpa penghormatan sama sekali itu. Benar-benar seorang anak muda dusun yang bodoh, pikirnya.
"Kandang kuda berada di luar tembok sebelah barat. Kau kelilingi saja tembok ini ke barat, nanti akan sampai di sana," jawabnya lalu duduk kembali, sama sekali tidak mengacuhkan Yo Wan yang ber-peluh dan amat lapar itu. Yo Wan me-mandang ke barat. Benar saja, di dekat tembok sebelah sana kelihatan kandang kuda, terbuat daripada papan sederhana.
Tanpa mengucap terima kasih karena di-anggapnya tanya jawab itu sudah tB-mestinya, dia pergi dari situ, menuntun empat ekor kudanya.
Tosu yang menyambutnya di kandang kuda lebih peramah. Tosu ini bertubuh gemuk pendek, mukanya bundar dan n?a-tanya seperti dua buah kelereng.
"Ha-ha-ha, ada tukang kuda baru! serunya. "Orang muda, mana kuda tunggangan Swan Bu yang berbulu hitam" Dan ini ada empat ekor, eh, bagaimana ini, Bong-suheng tadi bilang bahwa kau membawa kuda mereka bertiga, kenapa sekarang ada empat ekor?" Kuda siapa yang dua ekor ini dan mana kuda Swan Bu?"
Koleksi Kang Zusi56
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Lopek, kuda yang hitam itu sudah kukubur di pinggir jalan sana," kata Yo Wan sambil menyusut peluh dengan ujung lengan baju. la merasa lelah dan lapar sekali, juga amat haus.
Sejak kemarin dia tidak makan, dan tadi dia tidak be-rani berhenti untuk mencari buah atau air. Sekarang dia masih menghadapi urus-an kuda dan tentu akan mendapat marah lagi.
Tosu gendut itu melongo, sepasang matanya makin bundar, memandangnya dengan bingung dan heran. "Kaukubur" Bagaimana ini" Maksudmu, kaupendam kuda itu?"
Yo Wan mengangguk, "Benar, karena dia mati." la berhenti sebentar lalu ber-kata, "Lopek, aku lapar dan haus, apa kau bisa menolong aku?"
Tosu itu mengangguk-angguk, masih bingung. "Ah, tentu..... tentu..... tunggu sebentar.
Aneh, bagaimana kuda bisa mati dan dikubur" Aneh....." tapi dia berjalan memasuki kandang kuda sambil mengomel panjang pendek, keluar lagi membawa bungkusan makanan dan se-kaleng air minum. Tanpa banyak sungkan lagi Yo Wan menerima kaleng air dan minum dengan lahapnya. Tosu itu me-mandangnya penuh kaslhan dan tidak mengganggunya ketika Yo Wan mulai makan. Berbeda dengan ketika minum tadi, kini Yo Wan makan dengan lambat dan tenang. Melihat tosu itu memandangr nya, Yo Wan bercerita sambil makan.
"Kuda hitam dibunuh orang, Lopek. Untungnya mereka berdua itu lari me-hinggalkan dua ekor kuda mereka ini, lalu kubawa ke sini dan bangkai kuda hitam itu kukubur di pinggir jalan."
Tosu itu mendengarkan dengan melongo. "Kuda dibunuh orang" Siapa mereka yang begitu berani main gila di Hoa san"
"Mereka mengaku utusan-utusan dan Sin-tung-kai-pang. Tadinya mereka tidak mau ganti, aku tetap tidak mau terima. Akhirnya mereka mengalah dan lari pergi, meninggalkan dua ekor kuda ini."
Tosu itu melebarkan matanya. "Sin-tung-kai-pang" Mereka mengalah" Hem, kau masih untung, orang muda. Mereka itu jahat. Kalau mereka tidak memandang kebesaran Hoa-san-pai, kiranya bukan hanya kuda itu yang mereka bunuh dan saat ini kau takkan dapat makan minum lagi."
Yo Wan diam saja, pikirannya melayang ke arah Swan Bu. Jangan-jangan anak itu akan menjadi marah sekali karena kuda kesayangannya dibunuh orang dan akan membuat gara-gara dengan pembunuh kuda. "Lopek, tadi aku sudah melihat anak yang bernama Swan Bu itu. Dia tampan dan pandai main panah. Si-apakah dia" Apakah putera Hoa-san-pai?"
Koleksi Kang Zusi57
Jaka Lola Kho Ping Hoo Tosu itu menggeleng kepala. "Kau orang baru, agaknya bukan orang sekitar Hoa-san.
Memang Swan Bu tampan dan gagah. Ah, kasihan dia, tentu akan sedih dan marah kalau mendengar kudanya dibunuh orang..... hemmm, aku tidak akan tega menyampaikan berita ini ke-padanya. Anak malang....."
Hemmm, benar-benar orang Hoa-san-pai amat memanjakan anak itu. Lopek, kalau dia bukan putera Hoa-san-pai, apakah dia itu anak raja yang sedang bermain-main di sini?"
Tosu itu memandangnya dengan mata terbelalak. "Putera raja" Ha-ha-ha, sama sekali bukan, tapi memang dia patut menjadi putera raja! Dia itu cucu tunggal dari Kwa-lo-sukong, jadi masih terhitung keponakan dari ketua kami yang sekarang".
Berdebar jantung Yo Wan. Cucu guru besar she Kwa" Suhunya juga she Kwa! Lopek, dia itu anak siapakah" Aku be-lum mengenal orang-orang di sini, keteranganmu tadi sama sekali tidak jelas.
Tosu itu kini tertawa dan mengangkat jempol tangan kanannya ke atas.
"Dia keturunan orang-orang gagah, karena itu, dia harus menjadi seorang calon tokoh Hoa-san-pai yang nomor satu' Ayahnya adalah tokoh sakti yang terkenal dengan julukan Pendekar Buta, ibunya juga memiliki kepandaian setinggi langlt. Kakeknya adalah Hoa-san It-kiam. Kwa Tin Siong bekas ketua Hoa-san-pai, pamannya adalah Kui-san-jin (Orang Gunung she Kui) yang sekarang menjadi ketua kami. Paman-paman gurunya ada-lah orang-orang sakti di samping tokoh-tokoh sakti yang bersama-sama meng-gemblengnya, bukankah dia kelak akan menjadi jago nomor satu di dunia persilatan?"
Tosu gendut itu nampak bangga sekali sehingga tidak tahu betapa wajah kacung kuda ini menjadi pucat. Kiranya Swan Bu yang pagi tadi memakinya dan hendak memanahnya kalau dia lari, adalah putera suhunya! Pantas saja demikian gagah dan tampan. Ah, aku kurang hati-hati, pikirnya. Dia anak suhu, dan diam-diam dia merasa bangga Juga. Akan tetapi dia kecewa sekali teringat bahwa kuda anak itu telah terbunuh.
"Malam sudah tiba..... eh, siapa nama-mu tadi?"
"A Wan, Lopek."
"A Wan, kau jaga baik-baik kuda di kandang ini. Rumput masih cukup di sudut kandang sana, kauberi makan mereka, lalu kau boleh tidur. Kau bikin sendiri tempat tidurmu, banyak rumput kering di kandang kosong sebelah kiri. Beberapa malam ini pinto (aku) juga tidur di sana, lebih enak danpada tidur di ranjang. Kalau perlu mandi, tuh di bawah pohon besar itu ada sumber air. Besok saja pinto ajak kau ke dalam, bertemu dengan para pemimpin. Maiam ini kau mengaso saja."
Koleksi Kang Zusi58
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Baik, terima kasih, Lopek." Yo Wan berterima kasih sekali sekarang karena memang dia membutuhkan istirahat un-tuk memutar otak. Bermacam perasaan teraduk di dalam hatinya. Jadi suhunya sudah mempunyai putera yang demikian tampan dan gagah. Putera itu dididik di Hoa-san-pai. Mungkin saking senangnya mendapatkan putera ini, suhu dan subo-i nya sampai lupa kepadanya. Besok dia I harus menghadap suhu dan subonya. Ten-tu saja dia dapat bekerja di situ, men-jadi tukang kuda atau apa saja. Tapi..... dia ragu-ragu apakah dia akan suka ting-gal di sini selamanya. Apakah suhunya mau menurunkan Umu silat setelah mempunyai putera yang amat dlsayang" Bu-kankah tosu gendut tadi menyatakan bahwa cita-cita mereka semua adalah membuat Swan Bu menjadi jago nomor satu di dunia" Mungkin suhu dan subonya mau mengajarnya, dia cukup mengenal watak mereka yang budiman. Akan tetapi apakah para orang tua di Hoa-san-pai akan suka menerimanya"
Pusing pikiran Yo Wan. Betapapun juga, besok aku akan menghadap suhu dan lihat saja bagaimana perkembangan-nya. Kalau tak mungkin tinggal di situ, pikirnya, dia akan tanya kepada suhunya tentang musuh besarnya, The Sun. Akan dicari dan dilawan dengan apa yang dia miliki sekarang. Berpikir sampai di sini dia teringat akan pertempuran tadi dan diam-diam dia menjadi girang. Tadinya dia menganggap bahwa dua orang itu ha-nya dua manusia sombong yang tidak becus apa-apa, orang-orang lemah yang hanya mengandalkan aksi dan mungkin kedudukan, yang sama sekali tidak me-miliki kepandaian silat yang berarti. Apakah tosu gendut tadi yang melebih-lebihkan" Tidak mungkin dua orang yang begitu lemah bisa merajalela berbuat kejahatan. Orang dengan kepandaian se-rendah itu mana bisa mengganggu orang / lain" Sampai dia tertidur pulas di atas rumput kering yang nyaman ditiduri, Yo Wan tidak dapat menjawab pertanyaannya sendiri itu.
Memang, pemuda mi sama sekali tidak tahu bahwa bukan dua orang itu yang terlalu lemah, melainkan dia sendirilah yang terlalu tinggi tingkat ilmunya bagi dua orang tadi. la sama sekali tidak menyadari bahwa dalam diri-nya telah terkandung ilrnu silat tingkat tinggi yang sudah mendarah daging de-ngan dirinya. la menganggap dirinya be-lum pandai silat, sama sekali tidak sadar bahwa setiap gerakannya adalah mengan-dung inti sari ilmu silat tinggi yang di-wariskan oleh Sin-eng-cu dan Bhewakala! Tentu saja Yo Wan yang sederhana jalan pikirannya ini tidak merasa pandai Umu silat karena ketika selama tiga tahun dia mainkan jurus-jurus sakti, sama sekali bukanlah "belajar", melainkan hanya menjadi perantara kedua orang sakti mengadu ilmu.
Tiba-tiba Yo Wan bangkit dari rumput kering. Dia mendengar kuda meringkik dan menyepak-nyepak. Kalau saja dia tidak ingat bahwa dia menjadi tukang kuda dan kewajibannya menjaga kuda, tentu dia tidur lagi. la terlalu lelah. Dengan malas dia bangun dan keluar dari kandang kosong yang menjadi kamar tidurnya, menghampiri kandang kuda.
Koleksi Kang Zusi59
Jaka Lola Kho Ping Hoo Tidak ada sesuatu. Malam gelap dan kuda-kuda itu masih berada di kandang.
"Ah, kiranya benar hanya tukang kuda....." terdengar suara lirih, dari atas.
Yo Wan terkejut. Kiranya ada orang di atas kandang kuda. Mendadak dia mendengar sambaran halus dari belakang. Cepat dia miringkan tubuhnya dan "tak!" sebuah benda kecil menyambar lewat, menghantam tiang kandang dan mengeluarkan sinar. Dia lain saat, tiang itu dan rumput kering di bawah yang terkena pecahan benda itu sudah terbakar.
Yo Wan kaget bukan main. Cepat dia menggunakan rumput basah untuk memadamkan api.
Dengan marah dia menggerakkan tubuh melompat ke atas kandang. Akan tetapi sunyi di situ, tidak ada bayangan orang. la menduga bahwa orang yang menyambitnya tadi tentu sudah melarikan diri. Kembaii dia memasuki kandang kosong, akan tetapi kali im dia tidak dapat tidur pulas. Agaknya yang datang itu adalah dua orang Sin-tung-kai-pang tadl, atau boleh jadi teman temannya. Mereka itu datang menyerangnya dengan benda yang dapat membakar tiang dan rumput, ataukah memang se-ngaja hendak membakar kandang" Tapi mendengar ucapan lirih tadi, agaknya mereka ingin pula melihat apakah ben ir-benar seorang tukang kuda. Benar-benar aneh. Apa artinya ini semua"
Pada keesokannya, pagi-pagi sekali serombongan orang yang semua berpakaian tambalan mendaki puncak Hoa-san. Yang berjalan di depan sendiri adalah seorang kakek berusia enam puluh tahun lebih, tubuhnya kurus kering seperti tinggal tulang terbungkus ktilit saja tanpa daging sedikit pun, namun tubuh itu ma-sih tegak berdiri kaku seperti perajurit bersikap di depan komandannya. la memegang sebatang tongkat yang aneh. Tongkat ini entah terbuat daripada bahan apa, tidak dapat dikenal begitu saja, tapi warnanya aneka macam, belang-bonteng ada warna hijau, merah, kuning, hitam dan putih. Lebih hebat lagi sepatunya, karena sepatu ini pun terbuat daripada kulit mengkilap yang warnanya juga macam-macam. Dilihat begitu saja dia lebih pantas menjadi seorang pemain lawak di atas panggung wayang. Akan tetapl, ja-ngan dikira bahwa dia itu orang gila atau seorang biasa saja, karena kakek ini adalah Sin-tung-kai-pangcu (Ketua Per-kumpulan Pengemis Tongkat Sakti) yang amat terkenal sebagai raja pengemis. Permainan tongkatnya hebat dan ditakuti orang. Memang ketua pengemis ini pandai sekali main tongkat dan dia menerima kepandaian ini fjari dua orang hwesio pelarian dari Siauw-lim-si yang terkenal dengan nama julukan Hek-tung Hwesio dan Pek-tung Hwesio, Si Hwesio Tongkat Hitam dan Hwesio Tongkat Putih.
Di kanan kirinya berjalan dua orang pengemis tua, lima puluh lebih usianya, yang seorang membawa sebatang pedang tergantung di pinggang, yang ke dua memegang sebatang toya panjang. Kedua orang pengemis ini memakai sepatu yang berwarna, akan tetapi warnanya tidak sebanyak pada sepatu pangcu itu. Ini menjadi tanda bahwa mereka itu seting-kat lebih rendah daripada pangcu mereka. Mereka adalah kedua orang pembantu ketua itu, dan merupakan orang ke dua darfke tiga dalam Sin-tung-kai-pang.
Koleksi Kang Zusi60


Jaka Lola Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jaka Lola Kho Ping Hoo Di belakang tiga orang tokoh Sin-tung-kai-pang ini, berbarislah murid-murid mereka bertiga yang jumlahnya lima belas orang, di antara mereka ini tampak dua orang yang kemarin ribut-ribut dengan Yo Wan. Melihat cara mereka mendaki puncak dengan kecepatan luar biasa dapat diduga bahwa mereka adalah orang-orang yang berkepandaian tinggi.! Memang sesungguhnya, delapan belas orang pengemis yang dengan muka marah mendaki puncak Hoa-san ini merupakan orang-orang terpenting dalam Sin-tung-kai-pang!
Para tosu yang beker)a di luar dan menjaga pintu, segera mengenal mereka dan tergesa-gesa para tosu yang melihat datangnya rombongan ini menyampaikan laporan ke dalam.
Kaget dan heran juga Kui-san-jin, ketua Hoa-san-pai ketika mendengar laporan ini. Cepat dla keluar menyambut dan berturut-turut keluar pula isterinya, suhengnya yaitu Thian Beng Tosu, malah Kwa Kun Hong ber-sama isterinya, Kwi Hui Kauw, dan pu-teranya, Kwa Swan Bu, juga keluar untuk melihat apa kehendak rombongan pengemis itu.
Ketua Hoa-san-pai, Kui-san-jin, diam-diam merasa tidak enak hatinya. Memang ada sesuatu antara Hoa-san-pai dan Sin-tung-kai-pang yang menjadi ganjalan hati. Dimulai dengan bentrokan kecil antara seorang anak murid Hoa-san-pai yang pergi ke kota dengan seorang anggauta Sin-tung-kai-pang. Sebrang pengemis yang sombong dan memandang rendah Hoa-san-pai telah bentrok dengan seorang aneeauta Hoa-san-pai yang berwatak keras. Si pengemis dipukul roboh, datang banyak pengemis yang mengeroyok sehingga anak murid Hoa-san-pai itu ter-luka dan lari. Akan tetapi urusan ini sudah diselesaikan oleh suhengnya, Thian Beng Tosu sehingga tidak menjalar lagi menjadi permusuhan antara kedua fihak. Betapapun juga, diam-diam kedua fihak menaruh ganjalan hati. Kini ketua Sin-tung-kai-pang beserta rombongan, paei-paei mendaki puncak Hoa-san, ada keperluan apakah?" Karena mendengar bahwa yang memimpin rombongan adaian ketuanya sendiri, maka Kui-san-jin sendiri menyambut ke luar, khawatir kalau anak murid yang menyambut, akan ter-jadi bentrokan yang lebih besar. Senga)a dia menyambut di luar tembok, sesuai dengan keadaan tamu yang bukan merupakan sahabat.
Ketika melihat rombongan tuan rumah ke luar dari pintu gerbang. Sin-tung-kai-pangcu memberi tanda kepada rombongannya untuk berhenti. la melihat dua orang kakek yang berpakaian pendeta, seorang wanita tua yang masih cantik, seorang laki-laki muda yang buta di samping seorang wanita jelita, dan seorang anak laki-laki yang tampan dan membawa gendewa. Di belakang rombongan ini tampak beberapa orang tosu yang mengikuti dari jauh, agaknya bukan anggauta-anggauta rombongan penyambut.
Ketua pengemis yang sebutannya Sin-tung Lo-kai (Pengemis Tua Tongkat Sak-ti) berdiri memandang dengan sikap galak dan angkuh. la sama sekali tidak gentar biarpun dengan sudut. matanya dia lihat betapa puluhan orang tosu kelihatan ke-luar pula seperti rayap.
Malah dia berdiri tegak saja, sama sekali tidak menghor" mat tuan rumah sebagai layaknya tamu? Melihat sikap seperti ini, Kui-san-jin hanya tersenyum-senyum sabar dan be-gitu sampai di depan rombongan tamu, dia mengangkat tangan ke depan dada sebagai Koleksi Kang Zusi61
Jaka Lola Kho Ping Hoo penghormatan. 3uga suhengnya, Thian Beng Tosu, mengangkat kedua tangan memberi hormat. Namun Sin-tung Lo-kai sama sekali tidak membalas penghormatan ini, malah langsung bertanya, suaranya kaku,
"Yang manakah ketua Hoa-san-pai?"
Para tosu anak buah Hoa-san-pai marah sekali mendengar pertanyaan yang memandang rendah ini, namun rombongan pemimpin Hoa-san-pai itu tersenyum sabar. Hoa-san-pai adalah sebuah partai besar, patut mempunyai pimpinan yang bijaksana dan memiliki kesabaran tinggi, sikap orang-orang besar. Kui-san-jin me-langkah maju dan menjawab,
"Sayalah yang mendapat kehormatan menjadi ketua Hoa-san-pai. Kalau saya tidak keliru sangka, sahabat ini tentu ketua dari Sin-tung-kai-pang, bukan?"
Sin-tung Lo-kai tidak segera men-jawab, melainkan menatap tuan rumah penuh selidik..
Seorang kakek kurang lebih enam puluh tahun, pakaiannya sederhana seperti pertapa, sikapnya lemah-lembut dan tidak kelihatan sesuatu yang aneh pada dirinya. Biarpun demikian Sin-tung Lo-kai tidak berani memandang rendah karena dia sudah mendengar akan kebesaran Hoa-san-pai.
"Bagus! Ketua Hoa-san-pai, kami se-ngaja datang mengunjungimu dengan mak-sud hendak minta penjelasan mengapa Hoa-san-pai amat menghina Sin-tung-kai-pang"
Apakah Hoa-san-pai merasa sebagai perkumpulan yang paling besar sehingga boleh malang-melintang dan melakukan penghinaan sesuka hatinya kepada perkumpulan lain?"
Kui-san-jin mengerutkan alisnya, bertukar pandang dengan Thian Beng Tosu, lalu menjawab, "Sin-tung-kai-pangcu, saya harap kau suka bicara yang jelas, karena sesungguhnya kami tidak mengerti apa yang kaumaksudkan dengan penghinaan itu.
Memang harus kami akui bahwa telah terjadi bentrokan karena salah faham antara beberapa anak muridmu dengan anak murid kami, akan tetapi hal itu sudah diselesaikan dan didamaikan, malah oleh Suhengku ini, Thian Beng Tosu sendiri. Kami anggap urusan kecil antara anak murid yang masih berdarah panas itu sudah selesai. Mengapa kau sekarang datang menyatakan bahwa kami melakukan penghinaan" Penghinaan yang mana harap kaujelaskan."
"Hemmm, bagus .sekali! Hoa-san-pai kabarnya adalah perkumpulan yang besar dan berpengaruh, kiranya ketuanya tidak tahu apa yang terjadi di depan matanya sendiri! Paicu (Ketua) karena ingin mem-perbaiki hubungan antara perkumpulan kita yang pernah retak oleh perbuatan anak-anak murid kita, aku sengaja meng-utus dua orang anak muridku kemarin pagi untuk naik ke Hoa-san-pai dan me-nyampaikan undangan penghormatan dari Sin-tung-kai-pang kepadamu."
Koleksi Kang Zusi62
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Akan tetapi, kami tidak pernah menerimanya, Pangcu," jawab Kui-san-jin.
"Hemmm, tentu saja tidak pernah menerimanya!' Sin-tung-kai-pangcu ber-kata sambil membanting ujung tongkatnya sampai menancap ke atas tanah berbatu di depan kakinya.
"Di tengah jalan, dua orang utusanku itu diserang oieh tukang kuda Hoa-san-pai, malah dua ekor kuda tiyzggangan mereka pun dirampas!"
Semua orang menjadi kaget sekali mendengar ini. "Ah, imana bisa terjadi hal itu?" Kul-san-jin berseru, tidak per-caya. Tak mungkin anak muridnya ada yang berani melakukan perbuatan seperti itu. Merampas kuda" Tidak bisa jadi!
"Hemrnm, tentu saja tidak percaya!" Sin-tung Lo-kai mendengus, lalu melambaikan tangan kepada dua orang anak buahnya. "Ceritakan kepada nnereka!" , perintahnya.
Dua orang pengemis melangkah maju dan berdiri membungkuk. Seorang di antara mereka yang berkumis panjang lalu bercerita, sedangkan temannya yang berambut putih hanya menundukkan muka. "Kami berdua sedang menunggang kuda mendaki kaki gunung ketika tiba-tiba seorang pemuda melepaskan kuda yang hampir menubruk kami. Karena kaget dan untuk menyelamatkan diri daripada tubrukan, terpaksa saya meng-gerakkan kaki menendang kuda yang menubruk kami itu. Kuda itu mati. Tukang kuda Hoa-san-pai itu marah-marah, biarpun kami sudah berjanji hendak membicarakan hal itu dehgan kettia Hoa-san-pai, karena kami adalah utusan dari Sin-tung-kai-pang untuk menyampaikan un?
dangan. Akan tetapi orang muda itu tetap tidak mau melepaskan kami, malah segera menyerang kami dan merampas dua ekor kuda tunggangan kami. Ter-paksa kami kembali turun gunung dan melapor kepada ketua kami." Setelah berkata demikian, dua orang pengemis ini cepat-cepat mengundurkan diri lagi ke belakang ketua mereka, karena mereka merasa malu sekali harus bercerita bah-wa mereka kalah oleh seorang kacung kuda Hoa-san-pai.
Kui-san-jin tertegun. Cerita ini benar-benar tidak masuk akal. Dua orang per ngemis tadi dia lihat memiliki gerakan" gerakan yang tangkas dan kuat, dan sudah dapat menendang seekor kuda sekali saja mati cukup membuktikan kepandai-annya. Masa mereka berdua kalah bleh tukang kuda Hoa-san-pai" Padahal tukang kuda Hoa-san-pai yang sudah tua telah meninggal dunia dan selama belum -nen-dapatkan tukang kuda baru, pekerjaan merawat kuida dilakukan oleh seorang tosu, kalau tidak salah Can Tosu yang gendut dan yang dia tahu- kepandaiannya rendah sekali.
Kui-san-jin menoleh ke belakang, nnencari-cari dengan pandang matanya, mencari Can-tojin, sedangkan mulutnya berkata, "Kami tidak mempunyai kacung kuda yang masih muda....."
Ketua Sin-tung-kai-pang mengeluarkan suara ketawa mengejek. Pada saat Itu dua orang Koleksi Kang Zusi63
Jaka Lola Kho Ping Hoo tosu maju dan berlutut di depan Kui-san-jin. Itulah dua orang tosu yang kemarin bersama Kwa Swan Bu menyerahkan kuda mereka kepada Yo Wan. "Mohon ampun sebesarnya kepada Suhu," kata seorang di antara mereka, "sesungguhnya teecu berdua yang telah menerima kacung itu. Kemarin pagi ketika teecu berdua mengantar Swan Bu berlatih panah dan sampai di kaki gunung, teecu melihat seorang pemuda yang keadaannya miskin dan seperti kelaparan. Tadinya teecu kira dia itu tu-kang kuda baru yang dijanjikan oleh lurah dusun, akan tetapi ternyata bukan dan dia menyatakan suka bekerja mem-bantu kita. Karena teecu kasihan kepada-nya, maka teecu lalu menerimanya se-bagai tukang kuda, dan teecu baru akan melaporkan hari ini kepada Suhu. Siapa duga bocah itu menimbulkan onar. Mo-hon ampun sebesarnya, Suhu."
Kui-san-jin kaget mendengar ini. Akan tetapi sebelum dia bicara, Swan Bu sudah melangkah maju dan dengan suara lantang berkata kepadanya,
"Supek, benar kata kedua muridmu ini. Memang tadinya sudah kucurigai dia." la lalu menoleh ke arah kakek pengemis dan berkata, suaranya tetap lantang, "Hai, Pangcu dari Sin-tung-kai-pang! Kau dengar sendiri, tukang kuda itu bukanlah anak murid Hoa-san-pai dan ketua kami tidak tahu-menahu tentang keributan itu. Namun, kami dapat mem-beri hajaran kepada pengacau itu, jangan kau merembet-rembet nama Hoa-san-pai'."
"Swan Bu, diam kau.....'." Kwa Kun Hong membentak dan seketika Swan Bu diam. Akan tetapi tiba-tiba bocah ini meloncat ke depan, tangan kiri meraih anak panah, dipasangnya pada gendewanya dan menjepretlah tali gendewa dan anak panahnya meluncur ke kiri Yo Wan sejak tadi sudah mendengarkan semua pembicaraan itu.
Pagi-pagi tadi dia sudah pergi mencari rumput dan ketika dia melihat rombongan pengemis yang tampak marah mendaki naik puncak, hatinya berdebar tidak enak. Tentu ada hubungannya dengan.urusan kemarin, pikirnya. Karena dia merasa bahwa dia yang menjadi biang keladinya, maka dia lalu pergi mengikuti mereka sampai ke puncak. la bersembunyi di balik pohon dan mengintai semua perdebatan tadi. Setelah dirinya di-sebut-sebut oleh dua orang tosu dan Swan Bu, dia segera muncul dengan maksud untuk mengakui kesemuanya dan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dari balik batang pohon tadi Yo Wan merasa terharu dan sedih melihat suhu dan subonya. Sekarang, maklum bahwa perbuatannya itu akan mengakibatkan keributan, dia mengambil keputusan untuk mempertanggungjawabkan sendiri agar Hoa-san-pai, terutama suhu dan subonya jangan sampai terbawa-bawa. Dengan pikiran ini, dia lalu muncul keluar dari tempat persembunyiannya dan berjalan menuju ke tempat pertemuan.
Sama sekali tidak diduganya bahwa Swan Bu yang pertama melihat dan mengenalnya, malah bocah itu sudah melepaskan sebatang anak panah kepadanya. Para tokoh Hoa-san-pai yang tidak mengenal siapa dia, hanya bisa tertegun dan heran, juga kaget melihat Swan Bu memanah orang muda itu, tanpa sempat mencegah lagi.
Koleksi Kang Zusi64
Jaka Lola Kho Ping Hoo Yo Wan tentu saja akan dapat mengelak dengan mudah. Namun dia sedang berduka bahwa dalam pertemuan dengan suhunya ini dia sudah mendatangkan keributan hebat, apalagi mengingat bahwa bocah itu adalah putera suhunya yang dibangga-banggakan, dia tidak tega untuk mengelak dan mendatangkan malu. Sam-bil mengerahkan tenaga sinkang yang dia latih dari Sin-eng-cu dan Bhewakala, dia sengaja menerima anak panah itu dengan pundak kirinya, akan tetapi cepat-cepat dia menutup jalan darah pada bagian ini sehingga anak panah yang menancap satu dim dalamnya itu hanya melukai kulit daging saja. Dengan anak panah menan-cap di pundak, dia berjalan terus meng-hampiri mereka.
"Swan Bu, kau lancang..l". Yo Wan mendengar subonya berteriak mencela puteranya. Di dalam hatinya dia bersyukur bahwa subonya masih tetap seorang wanita budiman seperti dulu, dan lebih-lebih dia menjadi tidak tega untuk membiarkan suhu, subo dan putera mereka itu menanggung akibat daripada perbuatannya. la pura-pura tidak melihat pandang mata subonya yang diarahkan kepadanya dan seakan-akan subonya itu hampir mengenalnya! la juga ndak peduli akan pandang mata semua orang di situ yang memandangnya dengan heran dan tercengang. Yo Wan langsung menghampiri Kui-san-jin dan membungkuk sampai dalam sambil berkata,
"Lopek (Paman Tua), memang betul seperti dikatakan oleh kedua Lopek tadi, saya menerima pekerjaan sebagai kacung kuda. Di tengah jalan saya bertengkar dengan dua orang pengemis. Akan tetapi hal itu adalah urusan saya sendiri, sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan Hoa-san-pai. Ini adalah urusan seorang kacung kuda dengan para pengemis, harap para lopek di sini legakan hati karena sekarang juga saya akan bereskan urusan ini dengan para pengemis.
"Dia..... dia..... A Wan....." terdengar Kun Hong berseru."
"Yo Wan.....!" Hui Kauw juga menahan teriakannya.
Akan tetapi Yo Wan yang kaget sekali mendengar suhu dan subonya telah mengenalnya, cepat menghampiri rombongan pengemis dan dengan berdiri tegak dia berkata lantang,
"Kakek pengemis, kalau benar kau ketua dari Sin-tung-kai-pang, sebaiknya kau memeriksa keac'aan anak-anak murid-mu sendiri sebelur.i menyalahkan orang lain. Urusan anak muridmu dengan aku si kacung kuda sama sekali berada di luar tanggung jawab Hoa-san-pai karena aku belum diterima secara resmi menjadi tukang kuda Hoa-san-pai. Kenapa kalian ini tak tahu malu membikin ribut di Hoa-san-pai" Akulah yang bertanggung jawab!"
Sin-tung Lo-kai marah bukan main. Ingin dia sekali gebuk membikin remuk kepala bocah itu, akan tetapi sebagai seorang ketua kai-pang yang tersohor, tentu saja dia tidak mau melakukan hal yang akan merendahkan namanya. la hanya melotot memandang Yo Warr Koleksi Kang Zusi65
Jaka Lola Kho Ping Hoo lalu membentak,
"Bocah setan! Apa kau mengaku telah merampas dua ekor kuda anak muridku?"
Yo Wan menggeleng kepala, tersenyum mengejek. "Siapa yang merampas" Aku sedang menuntun tiga ekor kuda naik puncak, tiba-tiba dua orang pengemis itu membentak dari belakang. Kuda yang kupegang kaget, seekor meloncat dan hampir menubruk pengemis kumis pan-jang. Eh, si kumis itu memamerkan ke-pandaiannya, kuda itu ditendang mati.
Tentu saja aku minta ganti dan siapapun mereka itu, harus mengganti kuda yang mati karena aku bertanggung jawab atas keselamatan kuda-kuda itu."
"Apa kau tidak dengar bahwa mereka itu utusan Sin-tung-kai-pang?" Ketua ini membentak.
"Baik mereka itu utusan dari raja pengemis atau raja neraka sekalipun, karena sudah membunuh kuda yang men-jadi tanggung jawabku, mereka harus menggantinya. Eh, mereka marah-marah sehingga terpaksa aku membela diri ka-rena mereka menyerangku.
Kemudian mereka berdua lari meninggalkan kuda mereka. Apakah yang begini dapat disebut aku merampas kuda?"
"Keparat, kau tukang kuda mulutmu besar dan sombong! Kau telah menghina rnurid-muridku, menghina Sin-tung-kai^ pang, apakah nyawamu rangkap?"
"Kakek pengemis, kau mau menang sendiri. Kau bilang aku yang menghina, tapi dua orang muridmu itu hendak mem-bunuhku, malahan malam tadi, siapa yang melepas api hendak membakar kandang kalau bukan orang-orangrnu" Hemmm, sebetulnya, kalau aku akan mempertanggungjawabkan perbuatan anak-anak muridmu."
"Suheng, menghadapi anak anjing menggonggong seperti ini, mengapa pakai banyak aturan" Banting saja mampus, habis perkara!" tiba-tiba seorang penge-mis yang hidungnya bengkok ke kiri, yang memegang toya, berkata marah.
"Pangcu, harap kau bersabar," tiba-tiba Kui-san-jin berkata lembut. "Setelah pinto (aku) mendengar omongan bocah ini, kiranya harus diselidiki duiu apakah betul dia yang bersalah. Dalam segala hal, tidak baik untuk bertindak sembrono, menghukum orang yang tidak bersalah." Ternyata ketua Hoa-san-pai ini telah dibikin kagum oleh sikap Yo Wan. la maklum bahwa pemuda itu adalah se-orang pemuda yang bodoh dan sederhana, agaknya tidak pandai ilmu silat karena kalau memang pandai Umu silat, bagai-mana tidak mampu mengelak dari anak panah yang dilepaskan Swan Bu tadi" Akan tetapi, jelas bahwa pemuda itu nnennlliki daya tahan yang amat luar biasa dan memiliki rasa tanggung jawab yang kiranya jarang dimiliki orang-orang yang mengaku dirinya gagah perkasa. Buktinya, dengan anak panah menancap di pundak, pemuda itu sama sekali tidak mengeluh, bahkan tidak tampak nyeri, malah menghadapi para pengemis dengan penuh ketabahan dan penuh rasa Koleksi Kang Zusi66
Jaka Lola Kho Ping Hoo tang-gung jawab, agaknya jelas hendak mencuci nama Hoa-san-pai daripada urusan itu"
"Hoa-san-ciangbunjin (ketua Hoa-san)! Apamukah bocah ini" Apakah anak murid Hoa-san-pai" Ataukah dia ini menjadi tanggung jawab Hoa-san-pai maka kau hendak membelanya?"
bentak Sin-tung Kai-pangcu.
"Dia..... A Wan....." kembali terdengar suara perlahan Kwa Kun Hong,
"Ssttt....." dengan sudut matanya Yo Wan melihat betapa subonya menyentuh lengan tangan suaminya. la melemparkan kerling penuh terima kasih kepada Hui Kauw yang memandangnya penuh pengertian. Memang Hui Kauw amat cerdik dan haius perasaannya.
Agaknya nyonya muda inl sudah dapat menduga apa yang menjadi maksud hati murid itu, maka dia hendak rnembantu, memberi kebebasan kepada Yo Wan untuk melanjutkan maksud hatinya, akan tetapi tentu saja nyo-nya muda ini bersiap sedia untuk mem-bantu muridnya. la dapat melihat lebih jelas daripada apa yang dapat didengar oleh telinga suaminya yang buta.
"Heh, Pangcu dari para pengemis! Kenapa kau selalu mendesak Hoa-san-pai" Agaknya kau jerih untuk menjatuh-kan hukuman kepada diriku, maka kau selalu berpaling dan mencari-cari ke-salahan kepada Hoa-san-pai! Huh, tak tahu malu. Kalau kalian para pengemis hendak membalas dendam kepadaku, le-kas turun tangan. Apa kaukira aku taku.t menghadapi kematian?"
"Sin-tung-kai-pangcu, jangan ladeni omongan seorang bocah nekat!" fiba-tiba Thian Beng Tosu berseru keras. "He, bocah tak melihat keadaan, apakah kau sudah menjadi gila" Jangan main-niain terhadap Sin-tung-kai-pang!"
Akan tetapi dengan tenang Yo Wan memberi hormat sambil membungkuk kepadanya, lalu berkata, "Urusan ini adalah urusan saya sendiri, harap para lopek yang terhormat dari Hoa-san-pai jangan ikut campur. He, pengemis kelaparan, masih tidak berani turun tangan terhadap kanak-kanak seperti aku" Memalukan benar!"
Terdengar teriakan marah dan si pe-ngemis hidung bengkok yang memegang toya sudah melompat maju. Dia ini ada-lah sute (adik seperguruan) dari ketua pengemis itu, lihai sekali permainan toya besinya dan dia diberi julukan Tiat-pang Sin-kai (Pengemis Sakti Bertoya Besi). Wataknya lebih keras berangasan dari-pada para tokoh Sin-tung-kai-pang yang lain.
Mendengar ucapan yang menantang-nantang dari Yo Wan, dia tidak mau bersabar lagi.
"Ada hubungan dengan Hoa-san-pai atau tidak, kau bocah setan harus mam-pus sekarang juga!" bentaknya dan toya-nya yang berat itu menyambar cepat, mendatangkan desir angin gemuruh.
Koleksi Kang Zusi67
Jaka Lola Kho Ping Hoo Yo Wan sudah bertekad tidak akan membawa-bawa suhu dan subonya, sungguhpun tadi dia bersikap seakan-akan hendak merribersihkan Hoa-san-pai, padahal sesungguhnya dia tidak hendak menyeret suami isteri itu. Maka sekarang meng-hadapi sambaran toya, dia tidak mau mempergunakan langkah-langkah ajaib yang dia pelajari dari Kun Hong. la siap menerima kematian karena memang ha-nya kematian yang dapat dia harapkan dalam menghadapi orang-orang berilmu tinggi seperti pimpinan Sin-tung-kai-pang ini. Namun dia juga tidak mau mati konyol begitu saja tanpa perlawanan. Melihat datangnya toya, otomatis kaki tangannya bergerak dan dengan amat mudah dia membiarkan toya itu menyam-bar lewat tanpa dapat menyentuh tubuh-nya sedikit pun juga. Karena tanpa disadarinya dia sudah memiliki kesaktian ilmu silat yang mendarah daging, maka sesuai dengan . daya tahan dan daya se-rang yang berganti-ganti diturunkan Sin-eng-cu dan Bhewakala kepadanya, tentu saja setlap kali menghadapi serangan, begitu mengelak terus saja Yo Wan membalas serangan itu. Dan bukan hal kebetulan kalau pada saat itu dia menggunakan sebuah jurus dari Ilmu Silat Ngo-sin-hoan-kun (Lima Lingkaran Sakt!) yang dia pelajari atau lebih tepat dia "mainkan" menurut petunjuk Bhewakala. Hal ini adalah karena jurus penyerangan toya yang dilakukan oleh Tiat-pang Sin-kai tadi sifatnya hampir sama dengan jurus-jurus penyerangan Sin-eng-cu, maka otomatis tubuhnya lalu bergerak mainkan jurus ilmu yang diturunkan oleh Bhewa-kala kepadanya sebagai lawannya. Ilmu Silat Ngo-sin-hoan-kun adalah ilmu silat ciptaan pendeta Nepal pertapa Gunung Himalaya yang sakti itu, gerakannya dahsyat dan aneh, Tiat-pang Sin-kai me-lihat betapa kedua lengan pemuda itu membuat lingkaran-lingkaran yang me-ngaburkan pandangan matanya dan dia tidak tahu bagaimana harus menghadapinya.
Ingin dia memukul dengan toya, na-mun ujung toyanya seakan-akan terlibat oieh sebuah di antara lingkaran itu dan tak dapat digerakkan. Tiba-tiba dia merasa tubuhnya berpusing seperti tenggelam dalam pusingan angin dan sebelum dia tahu apa yang terjadi dengan dirinya, tubuhnya itu terlempar sambil berputaran dan robohlah dia dengan kepala di bawah kaki di atas. la menjadi pening, kepala-nya benjol, toyanya terlempar entah ke mana dan sampai lama dia hanya rebah sambil menggerak-gerakkan kepala mengusir kepeningan dengan mata menjadi juling!
"Ah.....!"
"Hebat.....!"
"Aneh.....!"
Seruan-seruan ini keluar dari mulut para tokoh Hoa-san-pai. Benar-benar mengejutkan peristiwa itu. Kui-san-jin dan yang lain-lain memang sudah siap untuk menolong orang muda yang tabah itu kalau fihak Sin-tung-kai-pang hendak membunuhnya. Siapa tahu, dalam dua gebrakan saja seorang tokoh Sin-tung-kai-pang yang cukup lihai dibikin melayang seperti itu dengan gerakan tangan dan kaki yang luar biasa, ilmu silat yang Koleksi Kang Zusi68
Jaka Lola Kho Ping Hoo membentuk lingkaran-lingkaran ajaib. Ilmu apakah yang dipergunakan pemuda ini"
Hanya Hui Kauw dan Kun Hong yang tidak mengeluarkan suara apa-apa- Hui Kauw memandang kagum dan juga heran. karena sepanjang pengetahuannya, murid ini hanya baru menerima dasar-dasar ilmu silat dan yang terakhir hanya ditinggali ilmu Langkah Si-cap-it Sin-po oleh Kun Hong. Tadi Hui Kauw sengaja memperhatikan gerak kaki anak itu untuk melihat apakah Yo Wan sudah mahir rrielakukan langkah-langkah itu, karena kalau sudah mahir, tentu anak itu mampu menyelamatkan diri dengan langkah-langkah ajaib.
Anehnya, langkah yanc dipergunakan Yo Wan sama sekali bukan langkah ajaib ajaran Kun Hong, sungguh-pun gerak dan langkah yang dilakukan anak itu pun amat aneh dan asing!
Ketika Hui Kauw melirik ke arah suaminya, ia melihat suami ini miringkan kepala mengerutkan kening dan bibirnya meng-gumam, "Hemmm..... hemmm...,."
Sebetulnya, robohnya Tiat-pan Sin-kai hanya dalam di i jurus ini bukan semata-mata karena kelihaian Yo Wan, melainkan sebagian besar dikarenakan kesalahan pengemis itu sendiri. la terlalu memandang rendah bocah itu, dianggap-nya sekali pukul dengan toya akan remuk kepalanya. Oleh karena memandang ren-dah inilah maka sekali balas saja Yo Wan berhasil merobohkannya. Andaikata pengemis itu lebih hati-hati, biarpun tak mungkin dia dapat mengalahkan Yo Wan yang sudah mewarisi ilmu-ilmu sakti, namun kiranya tidak akan roboh hanya dalam satu dua jurus saja!
"Bocah setan! Berani kau menghina saudaraku?" Kakek pengemis di sebelah kiri ketua pengemis meloncat ke depan, menghadapi Yo Wan dengan mencabut pedang di pinggangnya. "Hayo keluarkan senjatamu dan kaulawan aku!"
Sikap pengemis inl jauh lebih gagah daripada Tiat-pang Sin-kai dan memang dia tidak memandang rendah kepada Yo Wan, karena dia menduga bahwa Yo Wan tentu memiliki kepandaian yang tinggi. Memang dia seorang yang cukup ber-pengalaman dan tidak sembrono seperti temannya tadi. Pengemis ini menjadi pembantu Sin-tung Lo-kai karena ilmu pedangnya membuat dia jarang menemu-kan tanding. Dia bernama Souw Kiu, seorang ahli pedang dan ahli tenaga Iweekang.
Hati Yo Wan tergetar. la tidak per-nah mengalami pertandingan-pertandingan, yaitu pertandingan yang sungguh-sungguh, karena pertandingan yang dia saksikan selama tiga tahun di puncak Liong-thouw-san adalah pertandingan "teori". Ketika dia merobohkan dua orang pengemis ke-marin dan pengemis bertoya tadi, dia sama sekali tidak mengira bahwa demiki-an mudah dia mencapai kemenangan. Disangkanya bahwa memang tiga orang pengemis itu hanya orang-orang sombong yang tidak ada gunanya. Sekarang, meng-hadapi Souw Kiu yang tenang, fc?ermata tajam dan memegang pedang dengan sikap yang kokoh kuat, mau tak mau dia menjadi gentar puia untuk menghadapi-nya dengan tangan kosong.
'"Tukang kuda, kaupakailah pedangku ini!" Tiba-tiba Swan Bu berseru sambil mencabut pedangnya yang amat indah.
Koleksi Kang Zusi69
Jaka Lola Kho Ping Hoo Yo Wan tersenyum. Lenyap sudah rasa sakit d) pundaknya oleh anak panah yang masih menancap itu. Sikap Swan Bu ini sekaligus telah menjatuhkan hatinya dan meluapkan maafnya terhadap putera dari suhunya itu. la tersenyum lebar sambil menoleh ke arah Swan Bu. "Tuan Muda, terima kasih. Tidak berani aku merusakkan pedangmu," jawabnya dengan sungguh-sungguh dan jujur, sama sekall dia tidak tahu bahwa jawabannya ini membuat wajah Hui Kauw dan Kun Hong menjadi merah karena ayah dah ibu ini mterasa terpukul oleh jawaban muridnya kepada puteranya yang tadi memperlaku-kan Yo Wan dengan sewenang-wenang.
Yo Wan maklum bahwa untuk meng-hadapi pedang lawan, dia harus meng-gunakan senjata pula dan dia anggap bahwa senjata terbaik adalah melawan dengan pedang pula. Lupa bahwa pedang-nya hanya sebatang pedang kayu saja, dia segera membuka jubah mengeluarkan pedang kayunya yang panjangnya hanya tiga puluh sentimeter, terbuat daripada kayu cendana yang harum itu.
Meledak suara ketawa dari anak buah Hoa-san-pai dan anak buah pengemis, akan tetapi tokoh-tokohnya sama sekali tidak tertawa, bahkan memandang dengan tercengang. Gilakah anak ini" Ataukah memang dia begitu sakti sehingga cukup menghadapi lawan dengan pedang kayu saja"
"Itukah senjatamu?" bentak Souw Kiu dengan suara kecewa. "Apakah kau hen-dak main-main?" Dia seorang tokoh ilmu silat, mana enak hatinya kalau dihadapi seorang lawan begini muda yang mem-pergunakan pedang kayu"
"Memang inilah senjataku dan aku tidak main-main, pengemis tua."
"Jangan menyesal nanti dan bilang aku berlaku sewenang-wenang!" kata pula Souw Kiu, masih meragu. Pertandingan ini disaksikan banyak tokoh Hoa-san-pai, dia harus memperlihatkan kegagahannya.
"Aku tidak akan menyesal. Kalian memang sudah bertekad untuk membunuh-ku, tentu saja aku pun bertekad untuk mempertahankan nyawaku sedapat mungkin. Aku tidak biasa memegang pedang tulen, biasa main-main dengan pedangku ini. Kalau kau memang berkukuh hendak membunuhku, silakan."
"Awas pedang!" Dengan cepat setelah mengeluarkan bentakan ini, Souw Kiu menerjang dengan pedangnya. Gerakan pedangnya amat cepat dan mengeluarkan suara berdesing mengerikan. Namun bagi Yo Wan, gerakan pengemis itu tidaklah terlalu hebat, apalagi cepat. Kalau di-bandingkan dengan jurus-jurus yang dikeluarkan Sin-eng-cu dan Bhewakala, gerakan itu seperti anak kecil main-main belaka! Dengan tenang, dia lalu mainkan jurus-jurus yang sesuai dengan pedang yang dipegangnya, yaitu Ilmu Silat Liong-thouw-kun yang ditucunkan oleh Sin-eng-cu kepadanya. Memang pedang kayu itu adalah Koleksi Kang Zusi70
Jaka Lola Kho Ping Hoo senjata buatan Sin-eng-cu yang dahulu dia pakai untuk menghadapi cam-buk dari Bhewakala, maka ketika dia bersilat pedang dengan jurus-jurus dari Sin-eng-cu, seketika pedang kayu di ta-ngannya itu berubah menjadi puluhan batang banyaknya dalam pandang mata lawannya! Angin yang diterbitkan pedang kayu ini berbunyi "whir-whir-whirrr....."
dibarengi kilatan sinar pedang kayu yang membingungkan hati Souw Kiu.
Karena maklum bahwa bocah ini be-nar-benar pandai, Souw Kiu mengerahkan seluruh tenaga dalam dan mengeluarkan semua jurus simpanannya untuk r encapai kemenangan. la sengaja hendak .nengadu senjata, karena dia merasa yakin bahwa sekali pedang kayu itu bertemu dengan pedangnya, tentu akan patah dan dia akan mudah merobohkan lawan.
Hui Kauw memandang kagum sekali. Ilmu pedang yang dimainkan Yo Wan itu benar-benar merupakan ilmu pedang yang selain indah, juga amat luar biasa. Dia sendiri belum tentu dapat mainkan pedang kayu seperti itu!" Ketika dia melirik ke arah suaminya, wajah Kun Hong tegang sekali dan bibir Pendekar Buta ini menggumam lirih, " Ah..... mana mungkin.....?" Memang, dapat dibavangkan keheranan hati Kun Hong ketika telinganya menangkap gerakan ilmu silat Yo Wan yang kali ini cara bersilatnya sama sekali berlawanan dengan dua gerakan ketika merobohkan lawan pertama tadi, tidak demikian saja, malah ilmu pedang yang dimainkan ini mengandung jurus-jurus Ilmu Silat Kim-tiauw-kun, yaitu ilmu silatnya sendiri! Padahal dia sama sekali belum pernah mengajarkan Umu itu meskipun hanya sejurus kepada muridnya.
Para tokoh Hoa-san-pai adalah tokoh-tokoh yang berilmu tinggi. Apalagi ketuanya, Kui-san-jin terkenal sebagai se-orang ahli pedang Hoa-san-kiam-sut, di samping isterinya yang juga hadir di situ. Mereka semua kini berdiri bengong, ka-gum bukan main. Siapa orangnya yang tidak kagum kalau melihat betapa kacung kuda itu dengan hanya sebatang pedang kayu dapat menghadapi seorang ahli pe-dang seperti Souw Kiu" Dan kadang-kadang pedang di tangan pengemis itu dengan hebatnya menggempur pedang kayu, akan tetapi jangan kata pedang kayu menjadi patah karenanya, malah tampak jelas betapa lengan dan tangan Souw Kiu yang memegang pedang ter-getar hebat. Ini hanya menjadi bukti bahwa bocah itu memiliki tenaga sinkang yang ampuh sekali, tenaga yang bukan sewajarnya dimiliki seorang pemuda tang-gung berusia enam belas tahun. Diam-diam mereka menduga-duga murid siapa-kah gerangan pemuda ini dan apa maksud orang muda yang memiliki kesaktian itu naik ke Hoa-san-pai" dengan berpura-pura menjadi tukang kuda, mengandung maksud tersembunyi yang bagaimanakah" Mereka juga merasa gelisah, menduga bahwa tentu pemuda itu mengandung suatu maksud tertentu.
Yang paling bingung dan kaget setengah mati adalah Souw Kiu sendiri. Pedang kayu di tangan bocah itu bukan main hebatnya, gerakannya aneh, daya tahannya amat kokoh kuat dan setiap kali beradu dengan pedangnya sendiri, tangannya tergetar hebat. la menjadi penasaran sekali. Masa dia harus meng-aku kalah terhadap seorang kacung kuda" Kalau dia dikalahkan oleh seorang tokoh Hoa-san-pai, masih tidak apa, akan tetapi oleh seorang Koleksi Kang Zusi71
Jaka Lola Kho Ping Hoo kacung kuda masih bocah lagi"
Dua puluh jurus telah lewat dan da-lam penasarannya, Souw Kiu tiba-tiba mengeluarkan bentakan nyaring sekali dan pedangnya melakukan terjangan kilat. Hui Kauw menutup mulutnya dan seluruh urat tubuhnya menegang. Sebagai seorang ahli pedang, ia maklum bahwa pengemis itu melakukan serangan nekat, mengajak adu nyawa. la sudah siap untuk menyam-bar dan menolong muridnya, akan tetapi dia tidak mau tergesa-gesa karena kalau keadaan Yo Wan tidak berbahaya lalu ia menolongnya, hal itu akan merendahkan diri sendiri.
Yo Wan sudah mempelajarl banyak sekali jurus-jurus ampuh dan ada kalanya Sin-eng-cu maupun Bhewakala dalam keadaan terdesak pun mengeluarkan jurus-jurus yang nekat.
Karena itu, menghadapi serangan ini, dia tidak menjadi gugup. Dari pada dia terluka atau terpaksa membunuh orang, lebih baik mengorbankan pedang kayunya, pikirnya cepat.
Melihat pedang lawan menyambar dengan babatan kilat, dia cepat menangkis de-ngan pedang kayunya, tapi dia sengaja tidak menyakirkan tenaga kepada pedahg kayu ini.
"Krakkk!" pedang kayu patah menjadi dua, tubuh Souw Kiu terdorong ke depan dan di lain saat dia sudah roboh ter-guling oleh pukulan tangan kiri Yo Wan yang tepat mengenai pundak kanannya sedangkan pedangnya entah bagaimana sudah berpindah ke tangan pemuda itu!
Souw Kiu bangkit berdiri, akan tetapi a tiba-tiba dia muntahkan darah merah. Ternyata satu kali pukulan Yo Wan itu sudah mendatangkan luka parah di dalam dadanya. Hal ini tidak mengherankan karena Yo Wan menggunakan pukulan Iweekang darl Sin-eng-cu sebagai timpal-an permainan pedangnya tadi.
Tak dapat ditahan lagi, para tosu Hoa-san-pai bertepuk tangan memuji. Setelah ketua mereka berpaling dan me-mandang tajam, baru mereka berhenti. Biarpun tokoh-tokoh Hoa-san-pai tidak ada yang terang-terangan memuji dan berfihak, namun wajah mereka yang ber-seri menjadi tanda bahwa mereka merasa puas melihat rom'-'onean Sin-tung-kai-pang yang sombong Ifu dttSeH hajaran oleh seorang luar yang mengaku sebagai kacung kuda Hoa-san-pai! Baru seorang pelamar kacung kuda saja sudah begini hebat, apalagi orang-orang Hoa-san-pai-nya sendiri! Biarpun tidak secara lang-sung, pemuda yang luar biasa itu telah mengangkat tinggi derajat dan nama Hoa-san-pai dengan sepak terjangnya menghadapi Sin-tung-kai-pang ini.
Yo Wan sendiri sarna sekali tidak mempunyai pikiran untuk memusuhi Sin-tung-kai-pang.
la tahu telah membuat onar kemarin dan hanya untuk menjaga agar nama suhu dan subonya jangan ter-bawa-bawa, maka dia mempertanggung-jawabkannya sendiri. Akan tetapi tentu saja dia tidak mau dibunuh tanpa me-lawan. Giranglah hatinya ketika dia berhasil mengalahkan dua orang lawan. Se-mangatnya timbul dan dia mulai mengerti, mulai Koleksi Kang Zusi72
Jaka Lola Kho Ping Hoo terbuka mata hatinya bahwa kalau dia mau melawan, belum tentu orang-orang kasar ini mampu membunuhnya!
Sementara itu, Sin-tung Lo-kai sampai menjadi pucat mukanya saking marah. la merasa terhina sekali. Dua orang pem-bantunya yang paling dia andalkan, roboh berturut-turut secara mudah- pleh seorang kacung kuda'
"Orang-orang Hoa-san-pai!" bentak-nya sambil mengangkat tongkatnya ke depan dada.
"Apakah kalian diamkan saja bocah setan ini menghina kami?"
"Urusanmu dengan anak ini tiada sangkut-pautnya dengan kami, Pangcu," kata Kui-san-jin dengan suara tenang. Kakek ketua Hoa-san-pai ini sekarang timbul kepercayaannya terhadap Yo Wan. Pantas saja bocah ini hendak membereskan sendiri, kiranya memiliki ilmu kepandaian yang begitu hebat. la tidak mengerti mengapa bocah ini suka me-nutupi dan melindungi Hoa-san-pai, akan tetapi jalan satu-satunya bagi ketua Hoa-san-pai ini untuk membalas budi hanya membiarkan bocah itu melanjutkan mak-sud hatinya. Inilah sebabnya maka dia sengaja menjawab seperti itu.
"Hemmm, biarlah kubikin mampus dulu bocah ini, baru kami akan bicara lagi dengan Hoa-san-pal!" Sin-tung Lo-kai berseru marah. "Bocah setan, lekas kau merttilih senjata. Aku tidak sudi menyerang lawan tanpa senjata. Kalau kau butuh pedang, orang-orangku bisa memberi pinjam untukmu."
Yo Wan maklum bahwa lawannya ini tentulah seorang yang pandai. Kemantap-an gerakan tongkat itu saja sudah mem-bayangkan tenaga Iweekang yang hebat. la tidak berani memandang ringan, maka dilolosnya cambuk peninggalan pertapa Bhewakala. Cambuk ini hitam warnan'ya, panjang dan berat, tapi di tangan Yo Wan terasa ringan dan enak. Maklum, selama tiga tahun dia main-main dengan .cambuk ini.
"Ketua Sin-tung-kai-pang, sesungguh-nya aku tidak suka berkelahi dengan siapapun juga?
aku tidak ingin mencari perkara dengan siapa juga. Akan tetapi kalau kau nekat hendak membunuhku, tentu saja aku akan berusaha menyelamatkan diri," jawabnya sambil memegang gagang cambuk dengan tangan kanan sedangkan tangan kirinya membelai-beliai ujung cambuk.
"Tak usah cerewet, lihat tongkatku!" Ketua pengemis itu menggerakkan tong-katnya dan berkelebatlah sinar beraneka warna seperti pelangi rnenyilaukan mata. Yo Wan kaget dan bingung seketika ka-rena gerakan tongkat itu hebat serta menyilaukan warnanya. Juga para tokoh Hoa-san-pai menahan napas. Kali ini mereka benar-benar khawatir karena tingkat kepandaian Sin-tung Lo-kai benar-benar tak boleh dipandang ringan. Anak muda remaja ini mana mampu mempertahankan diri"
Koleksi Kang Zusi73
Jaka Lola Kho Ping Hoo "Tar-tar-tarrr.....!" Lecutan cambuk bertubi-tubi terdengar nyaring disusul berkelebatnya sinar cambuk yang hitam, bergerak-gerak macam ular naga hitam bermain di angkasa. Yo Wan telah mainkan ilmu cambuknya Ngo-sin-hoan-kun dan ujung cambuk itu melecut-lecut, menyambar-nyambar setelah membentuk lingkaran-lingkaran aneh di udara Kagetlah semua orang dan Hui Kauw melihat betapa suaranya sambil mengerutkan kening telai mengepal tinjunya, "Bhewakala..... siapa lagi..... tentu Bhe-wakala....." terdengar suaminya bersungut-sungut.
Yang paling kaget adalah Sin-tung Lo-kai sendiri. Permainan cambuk lawannya amat hebat, bagaikan gelombang samudera sedang mengamuk. Lingkaran-lingkaran yang bergelombang lima kali itu benar-benar amat dahsyat, menyem-bunyikan ujung cambuk yang kadang-kadang mematuk dan melecut bagaikan petir menyambar. Inilah ilmu cambuk yang amat aneh, yang belum pernah disaksikan Sin-tung Lo-kai selama hidupnya. la mengertak gigi, mengerahkan seluruh kepandaian dan mainkan ilmu tongkatnya untuk menahan gelombang dan petir itu.
Namun Yo Wan tidak mau memberi hati kepadanya. Pemuda ini memilih jurus-jurus serangan dari Ngo-sin-hoan-kun sehingga belum tiga puluh jurus, ketua pengemis itu sudah mundur-mundur dan hanya dapat menangkis dan meng-elak ke sana ke mari, tak mampu mem-balas dan keadaannya repot sekali. Tiba-tiba pengemis tua itu mengeluarkan ben-takan keras dan sinar-sinar hijau me-nyambar ke arah Yo Wan. Inilah sinar senjata rahasia berupa paku-paku hijau beracun yang disambitkan secara diam-diam, merupakan senjata gelap yang amat berbahaya.
"Curang.....!" seru Hui Kauw, namun dia tahu bahwa dia sendiri tidak mampu menolong karena senjata-senjata gelap itu dilempar dari jarak yang amat dekat, yaitu selagi kedua orang itu bertanding berhadapan.
Yo Wan adalah seorang pemuda yang belum berpengalaman dalam hal bertempur, sungguhpun dia mewarisi ilmu-ilmu yang hebat, namun dia tidak tahu akan adanya akal-akal busuk dari lawan macam Sin-tung Lo-kai. Namun dia seorang yang amat cerdik.
Melihat berkelebatnya sinar-sinar hijau dan mendengar seruan subonya, dia cepat menggunakan langkah ajaib. Terpaksa dia membuka rahasia dirinya dan mainkan langkah-langkah yang dia pelajari dari suhunya karena maklum bahwa benda-benda yang menyambarnya itu amat herbahaya. Benar saja, dengan langkah-langkah ajaib yang dia mainkan, tujuh buah benda kecil kehijauan itu meluncur lewat di samping tubuhnya, tak sebuah pun mengenai diri-nya. Teringat akan bahaya ini, timbul kemarahan Yo Wan. la mencabut anak panah dengan tangah kiri, pecutnya kembali menerjang maju dan dia barengi dengan sambitan anak panah.
Sin-tung Lo-kai tadi terkejut bukan main melihat pemuda aneh itu dapat menghindarkan diri dengan gerakan kaki seperti orang mabuk. Selagi dia kecewa dan kaget, catrihiik Koleksi Kang Zusi74
Jaka Lola Kho Ping Hoo lawannya menerjang bagaikan hujan badai. Cepat dia meng-angkat tongkat menangkis dan melompat mundur. Tapi tiba-tiba dia berteriak keras dan roboh, anak panah itu menancap pada dadanya sebelah kanan! Baik-nya anak panah itu tidak terlalu dalam menembus kulit dada, namun cukup membuat ketua Sin-tung-kai-pang ttu mengerang kesakitan dan tidak mampu bangun kembali. Anak buahnya cepat memberi, pertolongan dan tanpa pamit lagi Sin-tung Lo-kai menyuruh anak buahnya me-manggulnya turun gunung! Mereka itu bagaikan serombongan anjing yang di-siram air panas, lari tersaruk-saruk sambil tunduk, tidak berani mengeluarkan sepatah kata pun lagi. Andaikata mereka memiliki buntut, tentu buntut itu mereka kempit di antara kaki. Kekalahan yang diderita kali ini benar-benar membuat mereka kuncup dan selamanya mereka takkan berani memusuhi Hoa-san-pai.
Baru melawan seorang kacung kuda saja, ketua mereka dirobohkan dengan mudah!
Setelah musuh pergi, Yo Wan tak dapat menyembunyikan diri lagi. la menghampiri Kwa Kun Hong dan Kwee Hui Kauw, serta merta dia menjatuhkan diri berlutut dan berkata dengan suara geme-tar penuh keharuan.
"Suhu.....! Subo.....!" la tinggal berlutut, meletakkan mukanya di atas tanah dan meramkan kedua matanya, mulutnya berkata lirih, " .... teecu datang menyusul....."
"Wan-ji (anak Wan)! Kenapa baru sekarang kau datang.....?" Hui Kauw berkata, siap merangkul murid itu. Akan tetapi nyonya muda ini menahan kedua tangannya ketika melihat wajah suaminya. Jelas bahwa suaminya kelihatan marah.
"A Wan, apa maksudmu datang seperti ini?"
Yo Wan tak dapat menjawab dan pada saat itu, para tokoh Hoa-san-pa! sudah datang menghampiri. Dengan senyum lebar Kui-san-jin berkata,
"Ah, kiranya murid Kun Hong anak ini" Pantas begini lihai! Ha-ha-ha, benar-benar Sin-tung-kai-pang tidak tahu diri, dan senang sekali hati pinto mengetahui bahwa anak yang memberi hajaran kepada mereka kiranya adalah orang sendiri! Ha-ha-ha!" Para tokoh Hoa-san-pai benar-benar merasa gembira dan bangga. Kehebatan ilmu kepandaian Pendekar Buta tentu saja sudah mereka ketahui dengan baik, dan biarpun Pendekar Buta terhitung golongan muda di Hoa-san, namun dialah sebetulnya yang merupakan andalan untuk membikin besar nama Hoa-san-pai. Kelihaian anak muda yang mengusir para tokoh Sin-tung-kai-pang ini merupakan bukti akan kehebatan ilmu kepandaian Pendekar Buta. Tentu saja mereka tidak mengerti bahwa Pendekar Buta sendiri berpikir lain pada saat itu. Tidak tahu bahwa Kun Hong amat marah kepada Yo Wan, hanya menahan hatinya karena dia tidak ingin memarahi murid-nya di depan banyak orang.
"A Wan kau ikut aku.....!" kata Kun Hong kepada anak muda itu. Yo Wan mengerti bahwa suhunya marah, maka dengan kepala tunduk dia mengikuti guru-nya masu.k ke dalam, Koleksi Kang Zusi75
Jaka Lola Kho Ping Hoo diikuti pula oleh Kwee Hui Kauw yang menggandeng ta-ngan Swan Bu. Para toRoh Hoa-san-pai yang masih bergembira itu juga mengun-durkan diri, membiarkan guru dan murid itu menikmati pertemuan tanpa diganggu.
"Nah, sekarang ceritakan tentang sikapmu yang aneh itu, A Wan. Aku ingin mendengar selengkapnya dan sejujurnya. Apa sebabnya kau datang menyusul kami secara sembunyi dan pura-pura menjadi kacung kuda?" tanya Kun Hong suaranya perlahan, akan tetapi Yo Wan maklum bahwa suhunya tak senang hati. Menggigil dia dan cepat-cepat dia berlutut di depan suhunya yang duduk di atas sebuah kursi lain, sedangkan Swan Bu berdiri memandang dengan matanya yang lebar tajam.
Dengan suara lirih Yo Wan lalu menceritakan pengalamannya semenjak suhu dan subonya turun gunung meninggalkan-nya seorang diri. Tentang niatnya menyusul ke Hoa-san-pai tiga tahun yang lalu dan betapa dia bertemu dengan Sin-eng-cu dan BhewakaJa yang sedang bertanding dan keduanya terluka, betapa kemudian dia menolong mereka dan selama tiga tahun menjadi perantara dalam adu ilmu sampai Sin-eng-cu meninggal dunia karena tua dan Bhewakala kembali ke dunia barat.
"Kemudian teecu menyusul ke Hoa-san, Suhu, dan sungguh tidak teecu ke-hendaki telah terjadi keributan di sini, dan teecu yang menjadi biang keladinya. Teecu mengaku salah dan siap menerima hukuman apa pun juga dari Suhu dan Subo."
"Mengapa kemarin kau tidak langsung naik menemui kami, tapi bersembunyi dan menyamar sebagai tukang kuda?" suara Kun Hong masih bengis karena hatinya belum puas.
"Teecu merasa ragu-ragu..... dan takut kalau-kalau Suhu tidak menghendaki kedatangan teecu..... kebetulan teecu bertemu dengan dua orang tosu dan putera Suhu ini..... teecu ditawari pekerjaan tukang kuda, teecu lalu menerimanya, ingin melihat gelagat dulu sebelum teecu berani menghadap Suhu. Celakanya, di tengah jalan seekor di antara tiga kuda yang harus teecu bawa ke puncak, dibunuh pengemis itu. Teecu tidak ingin berkelahi, hanya minta ganti seekor kuda yang hidup, kiranya mereka marah dan menyerang teecu.
Pendekar Panji Sakti 16 Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen Perkampungan Misterius 2
^