Pencarian

Kisah Si Pedang Terbang 1

Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo Bagian 1


Kisah Si Pedang Terbang
Karya : Asmaraman S Kho Ping hoo
Ebook by Teppai & Dewi KZ
Kang-zusi.info Ebook-dewikz.com
Tiraikasih.co.cc Cerita-silat.co.cc
ebooksforyou.co.cc
Jilid I Sungainya bagaikan pita sutera biru,
Gunungnya laksana tusuk sanggul kemala!"
Demi kianlah pujian yang ditulis dalam dua baris atau sebait sajak oleh Han Ji (768 824), seorang di, antara para pujangga besar di jaman Dinasti Tang (618 907) i tu. Sebait sajak yang sederhana, namun jelas menggambar kan keindahan alam dari lembah Sungai Li yang dilihat dari puncak Gunung Teratai Biru.
memang, kebesaran alam dengan segala keindahannya terbentang luas di sekitar Kuilin, Propinsi Juangsi itu. Dan Sungai Li merupakan penunjang kuat untuk segala keindahan ini, kesuburan tanahnya, kemakmuran rakyatnya. Sungai Li ini dikenal pula dengan sebutan Sungai Kui atau Sungai Haijang, sebagai sungai yang bermata air dari Gunung Haijang. Gunung Haijang berdiri tegak menjulang di antara dua propinsi, yaitu di perbatasan Propinsi Kuangsi dan Propinsi Hunan. Dari gunung ini mengalir dua batang sungai, yaitu Sungai Li yang mengalir masuk ke daerah Propinsi Kuangsi, sedangkan yang mengalir ke daerah Hunan adalah Sungai Siang.
Dari daerah Kuilin sampai ke da erah Yangsuo terbentang keindahan alam yang tiada habishabisnya, yang sa tu lebih menarik dan lebih indah dari pada yang lain. Namun, seperti banyak ditulis para penyair dan dilukis oleh para pelukis, yang terindah di antara semuanya adalah pemandangan alam di Yangsuo.
Di daerah ini, Gunung Teratai Biru mencakar langit, seringkali puncaknya terselimut kabut tipis, nampak seperti wajah jelita seorang puteri mengintai dari balik tirai putih yang tipis. Indah bukan main! Dari jauh, gunung ini nampak seperti bentuk sekuntum bunga teratai yang menguncup, segar dan indah kebiruan. Di kaki gunung ini terdapat dusundusun yang tenang tenteram, dihuni para petani merangkap nelayan yang hidupnya tak pernah kekurangan karena tanah di situ subur dan Sungai Li mengandung banyak ikan. Dan di lereng gunung itu, terpencil sunyi namun penuh kedamaian, berdiri sebuah kuil tua yang indah. Itulah Kuil Cian yang seolah menjadi lambang ketenteraman, mengamati kehidupan rakyat pedusunan yang berada di bawah. Dari kuil ini kita dapat menikmati tamasya alam yang berubahubah keindahannya dari pagi sampai senja. Bahkan di waktu malam, kalau bulan muncul bersih tidak terhalang awan, pemandangan di situ amat mempesonakan.
Kota Yangsuo seolah menjadi pusat dari semua keindahan itu, bagaikan sekuntum bunga teratai biru, dikitari berlapisIapis pegunungan yang hijau zamrud, seperti setangkai bunga yang terllndung dalam pelukan daundaun bunga .
Di daerah itu, kedua tepi Sungai Li terjaga pegunungan, dari Gunung Teratai Biru, kalau kita menyusur ke hilir sungai, akan nampaklah Gunung Pela yan Pelajar. Gunung ini memperoleh namanya dari bentuknya yang seperti seorang pelayan pelajar, tenang, diam dan patuh, duduk tegak lurus membantu sang pelajar mendeklamasikan sajak buatan majikannya. Dari sisi lain, dia nampak seperti sedang membungkuk, siap menerima tugas dari sang pelajar, Di antara puncakpuncak pegunungan itu, yang terkenal adalah Puncak Singa' Kembar di Gunung Besi. Memang puncak itu mirip sekali sepasang singa yang duduk dengan tenangnya nampak gagah dan jinak, tidak membayangkan keganasan.
Air Sungai Li itu sendiri amat jernih karena belum melalui kotakota besar di mana penduduknya tak segansegan mengotorinya. Airnya jernih tembus pandang sampai ke dasarnya yang terben tuk dari batubatu cadas. Di kanan kiri sungai nampak pegunungan, jurang dan pa lungpalung buatan alam. Ada dongeng rakyat setempat bahwa di sana pernah terjadi peristiwa hebat, yaitu ketika Sembilan Naga Berlumba Menyeberangi Sungai! Dongeng ini timbul karena adanya garisgaris timbul yang berliku di dasar sungai, sehingga nampak seolah ada sembilan ekor naga berlumba melintasi sungai.
Tak jauh di sebelah .depan lagi nampak di kejauhan dua pegunungan yang berhadapan dan nampak seperti dua pasukan saling berhadapan dengan seragam putih dan merah. Itulah Pegunungan Tebing Putih, dan Pegunungan Tebing Merah. Pemandangan pegunungan yang kehijauan bertahtakan tebingtebing putih dan merah !
Maju sedikit Iag i, di daerah Singping di tepi Sungai Li, terdapat Pegunungan Lima Puncak, dan Gunung Lukisan. Keindahan di daerah ini menggerakkan hati banyak penyair untuk datang berkunjung dan menuliskan pujian hati mereka melalui sajaksajak indah, juga tiada habisnya para pelukis kenamaan mencoba untuk menggoreskan suara hati mereka mengutip semua keindahan i tu .
Terdapat dongeng rekyat pula di daerah itu bahwa demikian indahnya pemandangnya alam di situ sehingga seorang dewapun tergerak hatinya, dan pada suatu hari, sang dewa itu duduk di atas sepetak rumput menikmati keindahan sambil minum arak dan bersajaklah sang dewa itu. Hal ini sudah terjadi ribuan tahun yang lalu (sajak dari abad ke duabelas sebelum Masehi).
Senja menjelang ti ba
embun mulai mengelimuti rumput
penuhilah lagi cawan cakrawala
sebelummalam menghapus semua keindahanini! Sepanjang malam kabut menutupi
semua keindahan menakjubkan ini
namun itupuntakkan lama
kabutakan mengering malam akanberakhir!
Hampir semua penyair di jaman itu, yaitu dalam dinasti Tang (618-907) pernah berkunjung dan mengagumi keindahan pemandangan alam di sepanjang Sungai Li, terutama di daerah Kuangsi ini. Di antara mereka adalah pa ra penyair besar seperti Han Ji, Liu Cung Yuen, Huang Ting Ciang, Ji Fu, Fan Ceng Ta, Wang Wei dan terutama sekali Li Tai Po, Tu Fu dan masih banyak lagi. Kabarnya, Li Tai Po sendiri pernah naik perahu seorang diri di' Sungai Li, minum arak dan pada malam terang bulan purnama, penyair besar ini mengenang pengalamannya dengan bersajak. Sajaknya itu amat terkenal, terutama di daerah yang dialiri Sungai Li. Seperti kebanyakan sajaknya, penyair ini lebih suka menulis tentang perasaan dan kehi dupan manusia melalui dirinya sendiri dari pada sekedar memuji keindahan alam.
Dengan cawan anggur di tangan
dikelilingi bunga, aku minum sendiri tanpa
seorangpun menemaniku.
Kuangkat cawan anggurku kepada bulan
kuminta bulan mendatangkanbayanganku
dan membuat kami menjadi bertiga.
Namun,bulan tidak dapat minum
dan bayanganku tertinggal. hampa;
betapapun mereka adalah kawanka
wanku menamaniku sepanjang musim
semi?"?""
Aku bernyanyi. Bulan tersenyum padaku.
Aku berjoget. Bayanganku mendampingiku.
Kutahu, kami adalahsahabatsahabat baik,
ketika aku mabok,kami salingkehilangan.
Dapatkah kemauan baik bertahan"
Kutatap jalan panjang Sungai Bintangbintang!
Di kaki Bukit Ayam Emas yang ter masuk daerah Yuangsuo, terdapat bebe?rapa buah dusun yang bertebaran di sekeliling bukit itu. Di antaranya ada?lah dusun Libun yang terletak di tepi sungaj Li. Dusun ini hanya berpenduduk sekitar limapuluh keluarga saja, agak jauh dari dusun lain, paling dekat sepuluh li dari dusun lain dan nampak te nang dan tenteram. Para penghuninya be kerja sebagai petani dan juga nelayan dan di tepi sungai nampak banyak perahu dan rakit dari bambu fertambat. Me?reka yang keadaannya agak mampu memiliki sebuah perahu, yang lebih sederha na cukup dengan rakit yang mereka buat sendiri dari bambu.
Pada umumnya, penghuni dusun Libun merasa cukup. Memang sesungguhnya, kaya atau miskin tak dapat diukur dari isi saku atau harta milik. Betapapun besar dan banyak harta milik yang dipunyai seseorang, kalau dia masih mera sa kurang atau belum cukup, sama saja artinya dengan seorang yang miskin dan dia tidak akan dapat menikmati apa yang telah dimilikinya. Sebaliknya, biarpun seseorang hidup sederhana, namun kalau dia sudah merasa cukup, sama saja halnya dengan seorang kaya raya dan dia dapat menikmati apa yang telah dimilikinya. Jadi letak ukurannya bukan di saku atau di gudang harta, melainkan di dalam hatinya. Seperti para penduduk dusun Libun. Karena mereka tinggal di dusun sederhana, maka kebutuhan hidup merekapun tidak banyak, sekedar sandang, pangan dan papan yang sederhana cukuplah. Tidak terdapat banyak godaan terhadap mereka, seperti dalam kota di mana terdapat toko-toko yang men jual barang-barang mewah dan indah, rumah-rumah makan dengan masakan yang mahal, dan rumahrumah indah, juga tontonantontonan yang kesemuanya itu membutuhkan uang banyak sehingga tentu saja kehidupan di kota mendatangkan banyak keinginan dan kebutuhan.
Berbahagialah manusia yang dap menikmati apa yang ada, menikmati apa yang dimilikinya. Namun, selama kita masih dicengkeram nafsu, kita takkan pernah dapat menikmati apa yang kita miliki karena kita selalu menjangkau yang belum kita miliki, yang kita anggap akan lebih indah dari pada apa yang telah kita miliki. Sifat nafsu adalah selalu mencari yang lebih dan hanya sejenak saja menikmati apa yang kita dapatkan lalu terganti kebosanan karena kita sudah mengejar yang kita anggap lebih menyenangkan lagi. Dan untuk dapat menjadi manusia berbahagia seperti itu, satu-satunya jalan keluar hanyalah dengan penyerahan kepada Tuhan Yang Maha Kasih Kalau kita menyerahkan diri kepada Tuhan, kita tidak akan mengeluh dan selalu akan bersukur kepa da Tuhan, dalam keadaan apapun kita berada. Kalau segala peristiwa kita sambut sebagai sesuatu yang telah dikehendaki Tuhan, kita tidak akan mengeluh lagi, karena kita yakin bahwa semua kehendak Tuhan pasti terjadi, dan apapun yang ditimpakan kepada kita pasti memillki hikmah karena Tuhan mengetahui apa yang terbaik untuk kita. Kewajiban kita dalam hidup ini hanyalah mempergunakan atau memanfaatkan semua anggauta tubuh ini termasuk hati akal pikiran kita untuk kesejahteraan hidup ini, dari diri pribadi sampai lingkungan yang makin meluas, keluarga masyarakat, bangsa, dan seluruh manusia. Semua usaha itu didasari penyerahan dan keyakinan bahwa semua hasil usaha kita, baik yang bagi kita menyenangkan maupun menyusahkan, terjadi atas kehen dak dan bimbingan Tuhan. Karena itu, hanya puji syukurlah yang keluar dari hati dan mulut kita kepada Tuhan Maha Pengasih.
Pagi itu amat cerah. Sinar matahari pagi seolah menggugah semua yang terlelap di malam yang baru lewat, dan memberi kehidupan kepada setiap tumbuh tumbuhan, besar maupun kecil, memberi kehidupan kepada semua mahluk, merupakan satu di antara berkah Tuhan yang berlimpahan kepada ciptaanNya, alam beserta seluruh isinya. Permukaan Sungai Li amat tenang dan jernihnya. Kecuali apa bila hujan turun yang membawa banyak tanah dan daun kering mengotori air sungai, air itu selalu jernih dan pagi hari yang cerah Itu, air sungai nampak jernih seperti kaca dan matahari pagi membuat garis-garis perak dipermukaannya.
Sebuah rakit kecil yang hanya terbuat dari beberapa batang bambu, meluncur perlahan menyeberang sungai. Rakit itu membawa seorang anak laki-laki yang dengan gerakan kuat karena sudah terbiasa, mendorong rakit meluncur dengan sebatang dayung. Setelah tiba di seberang, anak laki-laki itu menempelkan rakitnya di tepi sungai, lalu meloncat ke darat dan mengikatkan tali rakitnya pada sebatang pohon bambu yang besar. Tepi sungai dimana dia mendarat itu memang merupakan sebuah kebun bambu yang lebat, di mana terdapat banyak sekali rumpun bambu yang bermacammacam bentuknya. Diapun meninggalkan rakitnya, memasuki hutan bambu membawa sebuah golok dalam sarunq kulit yang dia selipkan di pinggangnya.
Anak itu berpakaian sederhana, seperti pakaian anak-anak dusun di daerah itu, bercelana panjang sampai ke bawah lutut, sepatunya dari kulit kasar, bajunya berlengan pendek, berwarna hitam seperti yang biasa dipakai semua anak di situ karena warna hitam ini awet tidak lekas kotor. Biarpun pakaiannya tidak berbeda dengan pakaian anak-anak lain di. dusun itu, sederhana namum wajahnya memiliki sesuatu yang tidak biasa didapatkan pada wajah anak anak di situ. Wajahnya amat tampan, dengan kulit yang bersih dan segar kemerahan. Wajah itu berbentuk keras, memperl ihatkan kejantanan pada rahang dan dagunya, namun matanya lebar dan bersinar tajam, hidungnya dan mulutnya mengandung wibawa dan membuat dia nampak anggun, rambut yang hitam dan subur itu dipotong pendek. Tubuhnya tinggi tegap, me]ebih bentuk tubuh anak-anak yang berusia tujuh tahun, namun wajah dan tubuh yang membayangkan kegagahan itu di.perlembut oleh senyumnya yang se lalu menghias mulut dan matanya.
Tidaklah terlalu mengherankan melihat anak laki-laki yang demlkian tampan dan gagah walapun berpakaian seperti anak dusun kalau orang mengetahui latar belakang yang amat mengejutkan dari anak laki-laki itu. Ibu kandungnya adalah puteri seorang Menteri Utama Kerajaan Tang, dan ayah kandungnya bahkan pernah menjadi kaisar, walaupun hanya untuk waktu selama sembilan tahun! Ibunya bernama Yang Kui Bi, puteri mendiang .Yang Kok Tiong, menteri utama kerajaan Tang ketika dipimpin Kaisar Hsuan Tsung (Beng Ong, 712 - 755) Adapun ayah kandungnya adalah Sia Su Beng, seorang panglima dari pasukan yang dipimpin pemberontak An Lu Shan. Seperti dapat diketahui dalam catatan sejarah, An Lu Shan memberontak dalam tahun 755 dan berhasil merebut tahta kerajaan dari tangan Kaisar Hsuan Tsung yang melarikan diri ke barat. An Lu Shan yang mengangkat diri menjadi kaisar, saling berebut kekuasa an dengan puteranya sendiri yang berna ma An Kong dan An Lu Shan dibunuh oleh puteranya sendiri. Dalam keadaan yang kacau itu, Sia Su Beng, dibantu oleh kekasihnya, yaitu Yang Kui Bi, berhasil menyingkirkan An Kong dan Sia Su Beng mengangkat diri menjadi kaisar Kerajaan Tang! Akan tetapi , Kaisar Hsuan Tsung yang lari ke barat, menghimpun kekuatan, kemudian dilanjutkan oleh penggantinya, yaitu puteranya yang kemudian menjadi Kaisar Su Tsung, dan pasukan gabungan dari barat itu menyerbu untuk merebut tahta kerajaan yang kini telah berada di tangan Sia Su Beng. Perang itu berjalan selama sembilan tahun dan sementara itu, Sia Su Beng yang telah menjadi kaisar menikah dengan kekasihnya, Yang Kui Bi dan mereka mempunyai seorang anak laki-laki yang mereka beri nama Sia Han Lin.
Akhirnya, ketika Sia Han Lin berusia lima tahun, pasukan Tang yang menyerbu dari barat itu berhasil merebut Tianoan, kota raja dan dalam pertempuran yang hebat, Sia Su Beng dan isterinya, Yang Kui Bi, bertempur sampai tewas. Akan tetapi sebelum mereka maju bertempur, mereka lebih dahulu menyerahkan putera mereka kepada seorang pengasuh, seorang wanita setengah baya yang setia dan yang mengasuh Sia Han Lin sejak bayi, dan minta kepada wanita itu untuk membawa lari Sia Han Lin, mengungsi keluar dari kota raja bersama rakyat.
Demikianlah, bocah berusia tujuh tahun itu adalah Sia Han Lin, putera dari suami isteri mendiang Sia Su Beng dan Yang Kui Bi, suami isteri yang berdarah bangsawan dan tewas gugur dalam perang dalam usia muda. Mereka itu adalah suami isteri yang memiliki ilmu silat tinggi dan gagah perkasa. Sayang bahwa ambisi yang berlebihan, pengejaran kekuasaan, membuat mereka tewas dalam pertempuran.
Liu Ma, yaitu janda yang menjadi pelayan pengasuh keluarga Sia Su Beng, adalah seorang janda yang telah menjadi pelayan pengasuh sejak Han Lin dilahi rkan. la amat setia dan amat sayang kepada Han Lin, karena janda ini sendiri tidak mempunyai anak. la kini berusia empatpuluh tujuh tahun. Dua tahun yang lalu, ketika ia menerima tugas yang berat, ia segera membawa Han Lin yang ketika itu berusia lima tahun, melarikan diri mengungsi ke luar kota raja. Tak seorangpun mengira bahwa anak laki-laki yang mengenakan pakaian biasa dan ditariktarik tangannya oleh Liu Ma, berbaur dengan para pengungsi itu adalah putera Sia Su Beng yang menjadi kaisar!
Liu Ma harus pandaipandai membu juk karena Han Lin selalu rewel dan ta dinya berkeras tidak mau meninggalkan ayah ibunya. Namun, dia sudah cukup besar untuk mengerti bahwa kota raja diserbu musuh dan dia terancam bahaya maut kalau tidak mau diajak melarikan diri.
"Akan tetapi, ayah dan ibu tidak pergi!" Dia membantah ketika dia ditariktarik Liu Ma keluar dari kota raja. "Ayah ibumu tidak takut karena mereka berjuang, mereka melawan musuh," kata Liu Ma yang terpaksa harus menggunakan kalimat biasa, tidak seperti biasanya ia bersikap sebagai seorang pelayan terhadap seorang pangeran! Mulai saat itu, ia harus memperla kukan Han Lin seperti anak biasa, dan mengakuinya sebagai anaknya. Itulah jalan satusatunya untuk menyelamatkan anak yang dikasihinya itu.
"Akupun tidak takut!" kata Han Lin, berusaha melepaskan pegangantangan Liu Ma pada pergelangan tangannya. "Akupun ingin membantu ayah dan ibu melawan musuh!"
"Stt.....!" Liu Ma memondong anak itu dan mendekap mulutnya, lalu berbisik dekat telinganya, "Pangeran, lupakah paduka akan pesan Sribaginda dan Permaisuri" Paduka harus patuh kepada hamba dan jangan menehtang, ini semua merupakan perintah beliau yang tidak boleh kita bantah. Ingatkah paduka?"
Mendengar ini, Han Lin menangis di atas pundak Liu Ma. Memang sejak kecil dia dekat dengan pengasuh ini dan sekarang, diingatkan perintah dan pesan terakhir ayah ibunya, diapun merasa sedih dan menangis.
"Liu Ma, kenapa ayah dan ibu me nyuruh aku pergi...." Kenapa aku harus berpisah dari mereka....?" isaknya. "Stttt...., pesan mereka sudah jelas, bukan" Mulai saat ini, kita harus merahasiakan bahwa paduka adalah pangeran. Paduka muiai sekarang harus mengaku sebagai anak hamba, dan maafkan, hamba tidak akan lagi bersikap dan berbicara seperti biasa. Dan maafkan kalau mulai sekarang hamba akan menyebut paduka dengan nama paduka saja karena ingat, paduka adalah anak hamba."
Han Lin mengangguk dan diapun tidak meronta lagi ketika diturunkan dan tangannya digandeng Liu Ma. Demikianlah, Liu Ma mengajak Sia Han Lin mengungsi ke daerah selatan, kembali ke dusun yang menjadi tempat kelahirannya Ketika masih kecil Liu Ma lahir dan tinggal di dusun Libun, termasuk wilayah Kweilin propinsi Kuangsi. Karena ketika pergi meninggalkan istana ia dibekali emas permata yang cukup banyak, maka ia dapat membeli rumah sederhana dan sawah ladang, juga ternak dan ia hidup tidak kekurangan dengan Han Lin yang semua orang menerimanya sebagai putera Liu Ma.
Liu Ma menaati pesan Sia Su Beng dan Yang Kui Bi. Dengan uangnya, ia membayar seorang penduduk yang cukup berpendidikan untuk mengajarkan ilmu membaca dan menulis kepada Han Lin. Ternyata anak itu cerdas sekali dan selama dua tahun kurang mempelajari sastra, ia kini sudah pandai membaca dan menulis, membuat para anak di dusun itu merasa kagum karena sebagian besar anak-anak dusun itu buta huruf.
Han Lin memang tidak pernah bertanya kepada Liu Ma tentang ayah bunda nya lagi sejak dia mendengar dari Liu Ma bahwa menurut berita yang sampai di dusun itu, Sia Su Beng dan Yang Kui Bi telah tewas, gugur dalam pertempuran. Semalam suntuk Han Lin tidak tidur, merenung dan menangis, akan tetapi sejak hari itu, dia tidak pernah lagi bertanya tentang mereka kepada Liu Ma, membuat bekas pelayan yang kini menjadi ibunya merasa lega hatinya. Akan tetapi, janda ini sama sekali tidak tahu bahwa Han Lin tidak pernah melupakan ayah ibunya, tidak pernah lupa bahwa ayah dan ibunya tewas sebagai orang-orang gagah, gugur dalam pertempuran. Dia tidak pernah dan tidak akan pernah melupakan kenyataan itu!
Seperti anak-anak lain di dusun Libun, Han Lin juga bekerja membantu ibunya yang menggunakan dua orang tenaga kerja. Dia membantu bertani, menggembala ternak, juga mencari ikan sehingga dalam usia tujuh tahun itu, dia sudah pandai sekali menjala atau mengail ikan. Juga karena hidup dekat sungai, bersama anak-anak lain dia suka mandi di sungai sehingga dia pandai berenang dan gagah pula mendayung perahu a tau rakit.
Pada hari yang cerah itu, seorang diri Han Lin pergi berakit mencari bambu yang terbaik untuk dibuat menjadi joran pancingnya. Joran pancing yang baik adalah yang panjang, tidak berat, lentur dan tidak mudah patah, juga sekecil mungkin. Tidak mudah men cari bambu yang baik untuk itu, dan ka lau hendak mencari bambu, ke mana lagi kalau bukan ke hutan bambu di seberang sungai itu"
Han Lin berjalan perlahan, memandang ke kanan kiri mencari bambu yang dibutuhkannya. la mengenal hutan ini karena sering dia bersama temanteman atau seorang diri berkeliaran di sini, juga dia mengenal banyak macam bambu yang tumbuh di.hutan itu. Guru sastra nya adalah seorang yang ahli perbambuan, mengenal namanama dan sifat banyak bambu sehingga diapun mengenal banyak bambu yang beraneka bentuk dan tumbuh disitu.
Ada bambu yang disebut Bambu Dawai Kecapi, batangnya lurus dan ruasnya agak berjauhan, tidak. bermiang dan warna dasarnya kuning dengan garis-garis lurus berwarna kehijauan. Bambu ini yang biasa disebut pula Bambu Kuning. Akan tetapi jenis ini ada yang dasarnya berwarna hijau muda dengan garis-garis hijau tua kehitaman.
Ada pula bambu yang disebut Bambu Berbintik, juga ada yang menamakannya Bambu Selir Siang! Tentang nama yang yang ke dua ini ada dongengnya. Di jaman purba terdapat seorang kaisar yang meninggal dunia karena sakit keti ka dia sedang melakukan perjalanan ke selatan. Selirnya yang terkasih demikian sedihnya dan putus asa karena kematian kaisar ini dan selir itupun terjun ke dalam sungai dan kabarnya menjelma menjadi dewi sungai. Batang bambu itu menjadi berbintikbintik terkena air mata selir itu. Karena sungai di mana selir membunuh diri itulah ada lah Sungai Siang, maka bambu itu dinamakan Bambu Selir Siang. Pada ruasnya seringkali tumbuh cabang berkelompok, dasar warnanya abuabu kuning dan bintikbintiknya yang tidak rata dan lebih tebal di dekat ruas itu berwarna coklat.
Ada pula bambu yang disebut bambu Muka Manusia karena bentuk ruasnya yang mirip muka manusia, ada juga bambu Tak Berlubang yang batangnya hanya sebesar jari. Bambu Persegi adalah bambu yang aneh, tidak bundar dan kuIit batangnya keras sekali. Ada lagi Bambu Manis yang daunnya amat lebar, menjadi kebalikan dari Bambu Cina yang daunnya kecilkecil sehingga perbandingan daun antara kedua jenis bambu ini sama dengan limapuluh berbanding satu! Ada bambu yang dapat berbunga semerbak harum, di antaranya adalah Bambu Pahit dan Bambu Hitam Berduri. Bambu yang terakhir ini tidak terlalu hitam, akan tetapi pada bukubukunya antara ruas terdapat duriduri hitam mengeliliinginya, seolah bukubuku itu dipasangi roda bergigi. Ada pula Bambu Bermiang, ketika mudanya penuh dengan miang yang dapat membuat kulit manusia gatalgatal. Di antara semua bambu itu, Han Lin paling suka mengagumi bamboo yang dinamakan Bambu Sisik Naga! Memang bambu ini luar biasa sekali. Batangnya bundar dan gemuk, kokoh dan berlikuli ku seperti tubuh naga, dan ruasnya juga aneh sekali, berselangseling dengan bukubuku menyerong seperti sisik ular atau sisik naga.
Han Lin menghampiri bambu yang dicarinya, yaitu Bambu Tak berlubang. Bambu jenis inilah yang peling cocok untuk dijadikan joran pancingnya. Hanya sebesar ibu jari, tidak berlubang dan lentur sekali. Dengan menggunakan goloknya, Han Lin menebang lima batang yang dipilihnya, tidak terlalu tua agar tidak kaku dan cukup lentur, dan tidak terlalu muda agar tidak getas. Dia membersihkan cabang dan daun lima batang bambu itu, kemudian membawa lima batangnya keluar dari dalam hutan bambu. Seperti biasa kalau bermain di tempat itu, dia duduk di luar hutan, di tepi sungai di mana rakitnya ditambatkan, dan dia menikmati pemandangan yang amat disenanginya. Memang luar bi asa sekali suasana di tempat yang sunyi itu. Seluruh panca indera kita seperti dibelai dan dimanjakan kalau ki ta berada situ. Hidung mencium keharuman yang khas dari tanah, daun dan bunga. Telinga menikmati gemersik daun daun bambu dihembus angin semilir, bagaikan musik dan nyanyian sorga, dan mata yang. paling banyak mendapat limpahan keindahan. Tidak mengherankan kalau para penyair memujimuji "keindahan daundaun bambu yang selalu menarinari, dengan pucuk batangnya yang meli ukliuk, juga para pelukis tak pernah bosan melukis daundaun bambu yang nampak kacau namun indah serasi itu. Kacau namun serasi, itulah keadaan daundaun bambu. Andaikata diatur tangan manusia dan tidak kacau mencuat ke sana sini, bahkan menjadi tidak serasi dan tidak indah.
Seperti biasa, kalau berada seorang diri di situ, mendengar dendang merdu gemercik air di tepi sungai dan gemersik daundaun bambu, disentuh kelembutan semilir angin, Han Lin tenggelam dalam lamunan. Seperti terbayang semua peristiwa yang .telah lalu, mengingatkan dia bahwa dia pernah hidup sebagai seorang pangeran! Hidup di dalam istana yang megah di mana setiap orang menghormati dan memuliakannya, dibelai kasih sayang ayah ibunya. Dan sekarang" Semua itu telah musna. Dia menjadi seorang anak yatim piatu yang terpaksa mengakui Liu Ma sebagai ibunya. Dla telah mendengar bahwa ayah ibunya gugur di dalam pertempuran. Dia telah kehilangan segalagalanya.
Akan tetapi tidak! Dia membantah renungannya sendiri. Dia tidak kehilangan segalanya. Dia masih memiliki dirinya! Kalimat ini seperti telah men jadi dasar untuk menghidupkan gairah dan semangatnya. Ibunya menyertakan seheLai surat untuknya dan surat itu selalu disimpan baikbaik oleh Liu Ma. Setelah dia pandai membaca, beberapa bulan yang lalu surat itu diberikan Liu Ma kepadanya. Dan kalimat pertama dalam surat ibunya kepada berbunyi: "Jangan putus asa, Han Lin puteraku. Engkau masih memiliki dirimu!"
Kalimat itulah yang selama ini menjadi pegangannya dan selalu berdengung di telinganya setiap kali dia termenung dan kedukaan mulai menyelinap di hatinya. Kemudian, di dalam surat itu ibunya memesan kepadanya agar kelak dia mencari anggauta keluarga ibunya, yaitu kakak ibunya yang bernama Yang Cin Han, dan enci ibunya bernama Yang Kui Lan. Ibunya tidak tahu mereka berada di mana, dan dia sendiri belum pernah bertemu mereka. Akan tetapi kedua nama itu telah terukir dalam hatlnya dan dia berjanji kepada diri sendi ri bahwa sekali waktu, dia pasti akan pergi mencari mereka, paman dan bibinya itu.
Sampai lama Han Lin melamun di situ, tidak .tahu bahwa sebuah perahu meluncur ke tepi sungai, dekat rakitnya dan dua orang yang tadi duduk di dalam perahu, melompat ke darat, kemudian sekali tarik, perahu itu telah terseret ke daratan pula. Agaknya dua orang itu kini mulai bercekcok dan barulah Han Lin sadar dari lamunannya ke tika mendengar mereka berdua bicara degan suara nyaring karena marah. Dia cepat menoleh dan dia terbelalak memandang kepada dua orang yang sedang ribut mulut itu. Yang seorang bertubuh pendek gendut, mukanya hitam arang, matanya besar lebar dan mulutnya selalu tersenyum mengarah tawa. Bajunya terbuka di bagian dada, memperl ihatkan dadanya yang penuh gajih. Adapun orang ke dua tidak kalah anehnya, bahkan agaknya merupakan kebalikan dari orang pertama karena orang ke dua ini bertubuh tinggi kurus, mukanya pucat seperti kapur, matanya sipit hampir terpejam dan mulutnya selalu mewek seperti orang menangis. Usia kedua orang aneh ini sekitar limapuluh tahun dan kini mereka bertengkar, didengarkan oleh Han Lin yang merasa terheranheran.
"Hek Bin (Muka hitam), jangan sombong kau! Mentangmentang sudah belasan tahun bertapa di kutub utara, kaukira kini ilmu kepandaianmu tidak ada yang dapat menandingi" Apa kaukira selama belasan tahun ini aku tinggal menganggur saja" Hemm, kautahu, akupun memperdalam ilmuku dan aku yakin engkau tidak akan mampu menandingiku!" kata si muka putih.
Si gendut bermuka hitam itu tertawa bergelak, mengangkat muka ke atas dan ketika tertawa. perut gendutnya bergerakgerak seperti bergelombang. Hahahaha, Pek Bin (Muka Putih), engkau yang tekebur! Engkau selama belasan tahun bertapa di kutub Selatan" Hehehheh, kita dahulu memang setingkat, akan tetapi sekarang, jangan harap engkau akan mampu menandingiku. Lebih baik engkau mengangkat aku menjadi guru dan saudara tua agar aku dapat membimbingmu, hahaha!"
"Wah, gendut muka hitam sombong. kita uji, tidak perlu banyak bica Kita buktikan siapa di antara kita yang lebih kuat dan lebih pantas menja saudara tua! kata si tinggi kurus muka putih.
"Baik, majulah! Mereka berdua lalu berkelahi! Han Lin masih terlalu kecil dan asing dengan ilmu silat untuk dapat menqetahui bahwa dua orang itu bukan hanya berkelahi biasa saja, melainkan bertanding dengan menggunakan ilmuilmu yang dahsyat sekali! Gerakan kaki tangan mereka mendatangkan angin bersiutan, debu mengepul dan nampak batu batu beterbangan terlanda angin tendangan kaki mereka, dan rumpun bambu terdekat seperti dilanda angin besar! Mereka itu kadang bergerak sedemikian cepatnya sehingga tidak nampak bentuk tubuh mereka, hanya nampak dua bayangan saja yang seperti bergu]at menjadi satu, dan kadang nampak gerakan mereka per lahanlahan seperti orang bermainmain. Namun, sesungguhnya ketika bertanding dengan gerakan perlahan itu mereka amat berbahaya karena keduanya mengandalkan sinkang yang amat kuat.
Han Lin merasa khawatir sekali melihat dua orang itu bertanding seperti itu. Kenapa orangorang tua itu demi kian pandir, tanpa hujan tanpa angin hanya untuk pamer kepandaian dan tidak mau kalah, saling hantam seperti itu" Dia khawatir kalaukalau seorang di antara mereka akan terluka atau tewas, maka dia lalu bangkit dan lain menghampiri, untuk melerai.
Pada saat itu, dua orang aneh yang merasa penasaran karena belum dapat mendesak lawan, dalam benturan kedua tangan, keduanya meloncat ke belakang dan kini keduanya mengerahkan seluruh tenaga melalui kedua tangan yang didorongkan ke depan, saling serang dengan pukulan jarak jauh.
"Tahan....! Harap kedua paman berhenti berkelahi!" Han Lin berlari di antara kedua orang itu. Dia tidak tahu bahwa dia berada di antara dua pukulan jarak jauh yang saling menghantam! Kedua orang itupun terkejut, akan tetapi agaknya mereka tidak perduli dengan munculnya seorang anak laki-laki di antara mereka dan mereka melanjutkan dorongan mereka.
Han Lin yang sedang berlari itu tibatiba tertahan larinya dan dia terbelalak. Dia berdiri presis di antara kedua orang itu, menghadap ke arah si pendek gendut muka hitam. Dia merasa
Han Lin dihimpit dua tenaga
dahsyat, bukan saja tenaga
sinkang kedua orang itu kuat
bukan main, akan tetapi juga
keduanya mengandung hawa
betapa dadanya diterpa hawa dingin seperti es yang membuat tubuhnya seperti kaku membeku, akan tetapi pada saat yang bersamaan, punggungnya dihantam hawa yang amat panas seperti api. Han Lin dihimpit dua tenaga dahsyat, bukan saja tenaga sinkang kedua orang itu kuat bukan main, akan tetapi juga keduanya mengandung hawa beracun yang mematikan! Hawa racun dingin dari si muka hitam itu dapat membuat darah menja di beku, sedangkan hawa racun panas dari si muka putih dapat membuat seluruh isi tubuh menjadi hangus terbakar!
Seorang ahli silat yang tangguh sekalipun tidak akan kuat menerima hantaman dari kedua pihak dengan tenaga sinkang beracun seperti itu, apa lgi tubuh Han Lin, anak berusia tujuh tahun yang belum pernah belajar ilmu silat sama sekali. Tubuhnya berkelojotan dan matanya melotot, kaki tangannya terpetang seperti disambar halilintar , rambutnya berdiri semua, jarijari tangannya terpentang.
Agaknya kedua orang aneh itu tidak memperdulikannya, bahkan merasa jengkel dan menganggap anak itu menjadi pengganggu saja, maka sekali keduanya menggerakkan lengan, tubuh Han Lin terlempar ke dalam hutan bambu dan jatuh ke dalam rumpun bambu. Dua orang aneh itu tidak memperdulikan lagi kepadanya karena mereka berdua merasa yakin bahwa anak itu tentu sudah mati. Biar seorang ahli silat tangguh sekali pun, sukar untuk dapat bertahan hidup terkena pukulan seorang saja dari mereka, apa lagi anak kecil i tu menerima pukulan dari mereka berdua! Mereka melanjutkan adu tenaga dan ternyata keduanya seimbang sampai akhirnya mereka berdua samasama lemas dan mengakhiri adu tenaga itu dan cepat duduk bersila untuk menghimpun tenaga. Kemudian mereka bangkit lagi .
"Hekbin yang gendut, engkau ternyata hebat!" kata si muka putih. "Engkaupun hebat, Pekbin. Ternyata kita masih juga seimbang sekarang, maka biarlah kita menjadi seperti dahulu, tidak ada yang lebih tua tidak ada yang lebih muda, tidak ada yang lebih kuat atau lebih lemah." Si gendut tertawa bergelak.
"Bagus, kalau begitu, mari kita bersama mencari rejeki!" kata si muka putih. Mereka berdua lalu berkelebat dan tahutahu mereka sudah berada di atas perahu lagi yang diluncurkan cepat ke tengah sungai. Mereka sudah lupa lagi kepada anak yang menjadi korban adu tenaga mereka tadi. Dua orang itu memang bukan orang sembarangan. Belasan" tahun yang lalu mereka sudah terkenal sebagai Hek Pek Moong (Raja Hitam dan Putih) sepasang datuk yang berilmu tinggi akan tetapi sesat. Akhirnya, para pendekar bangkit dan mereka itu terusir dari dunia kangouw. Keduanya lalu merantau, seorang ke selatan seorang ke utara dan selama belasan tahun mereka bersembunyi sambil memperda lam ilmu mereka. Kini mereka telah turun kembali ke dunia ramai sebagai dua orang tokoh yang' ilmu kepandaiannya he bat sekali. Yang gendut muka hi tam ber juluk Hekbin Moong (Raja Iblis Muka Hitam), sedangkan yang kurus kering mu ka putih berjuluk Pekbin Moong (Raja Iblis Muka Putih). Dunia persilatan pasti akan menjadi gempar dengan turunnya dua orang datuk sesat ini dari tempat persembunyian mereka.
Tubuh Han Lin bergerakgerak, berkelojotan dalam sekarat_. Anak berusia tujuh tahun itu telah diserang pukulan ampuh dari depan dan belakang, dengan hawa beracun dingin dari depan dan hawa beracun panas dari beiakang. Kalau saja dia terkena satu saja dari dua pukulan itu, tentu dia telah tewas seketika. Kalau terkena pukulan dingin saja, tentu semua darah di tubuhnya sudan membeku, atau kalau terkena pukulan panas saja, tubuhnya sudah hangus. Akan tetapi justeru karena pukulan itu datang dari depan dan belakang, tubuhnya seperti terhimpit dua pukulan yang saling menolak. Hal ini membuat dia tidak sampai tewas seketika. Namun, hawa beracun panas dan dingin itu telah menyusup ke dalam tubuhnya, membuat tubuh itu berkelojotan dalam sekarat, mati tidak hiduppun enggan.
Sejak lahir sampai mati, kita tidak dapat mengatur atau menguasai kehidupan kita sendiri. Kita dilahirkan begitu saja di luar kehendak kita, kemudian selama hidup kitapun tidak tahu apa akan terjadi dengan hidup
kita, kemudian kematian datang tanpa dapat kita tolak atau minta. Mati atau hidup sepenuhnya berada di tangan Tuhan, dalam kekuasaanNya. Kalau Tuhan menghendaki kita mati, tidak ada tempat persembunyian bagi kita untuk menghindarkan diri. Biar kita bersembunyi ke lubang semut, maut tetap akan datang men jemput. Sebaliknya, apa bila Tuhan belum menghendaki kita mati, biarpun dihujani seribu batang anak panah, kita akan terhindar dari pada maut.
Betapa banyaknya manusia, yang diakuinya maupun tidak, merasa takut akan kematian. Pada lahirnya boleh membual dan berlagak tidak takut mati, namun jauh di sebelah dalam, lubuk hatinya, dia merasa ngeri dan takut! Mengapa takut akan sesuatu sudah pasti terjadi, akan sesuatu yang tidak mungkin terelakkan lagi, sesuatu yang akan menimpa setiap orang di dunia ini, tidak perduli tua ataupun muda, kaya ataupun miskin, pandai atau bodoh" Kenapa takut menghadap sesuatu yang tidak dapat kita ketahui keadaannya, sesuatu yang tidak kita kenal" Sesungguhnya, kita tidak mungkin takut kepada suatu keadaan yang tidak kita ketahui. Yang kita takuti adalah suatu keadaan yang kita ketahui melalui kepercayaan, dongeng dan penuturan tentang keadaan sesudah mati. Yang kita takuti adalah kenyataan bahwa kalau kita mati, kita meninggalkan semua yang kita sukai dan cintai. Meninggalkan harta benda, meninggalkan keluarga meninggalkan segala macam kesenangan hidup di dunia ini.
Berbahagialah orang yang menyerah kepada Tuhan secara menyeluruh, lahir batin, pasrah dengan penuh keikhlasan dan ketawakalan. Baginya, kematian bukanlah suatu akhiran, melainkan suatu kelanjutan dari pada kehidupan di dunia ini. Dan, baik hidup di dunia ataupun kelanjutannya yang dinamakan mati, selama kita menyerah kepada Tuhan, Sang Maha Pencipta yang menguasai dan memiliki seluruh alam beserta isinya, berarti yang memiliki dan menguasai diri kita, maka tidak ada rasa takut terhadap kehidupan maupun kematian .
Menyerah kepada Tuhan sama sekali bukan berarti acuh, pasip, ataupun mandeg. Sama sekali bukan! Itu bukan pasrah namanya kalau kita hanya menyerahkan segalanya kepada Tuhan tanpa mau berusaha sesuatu! Tuhan telah melahirkan kita dengan alat yang paling sempuma dan lengkap, tangan kaki, hati akal pikiran, semua itu tentu untuk dimanfaatkan, dikerjakan sekuat kemampuan masingmasing, demi kesejahteraan hidup di dunia ini, demi kelangsungan hidup dan penjagaan diri. Bekerja! Itu lah hidup, karena hidup berarti gerak, dan gerakan kita berarti bekerja. Namun semua pekerjaan, usaha dan ikhtiar kita itu dilandasi kepasrahan mutlak kepada Tuhan, karena hanya Tuhan yang dapat menentukan, apa yang akan kita alami dalam kehidupan ini maupun dalam kelanjutannya setelah kita meninggalkan dunia. Kalau sudah begitu, apa lagi yang perlu ditakuti" Adakah yang lebih membahagiakan bagi setetes air dari pada kembali ke samudera tempat dia berasal"
Demikianlah pula dengan Han Lin yang tubuhnya nyangkut di antara rebung bambu di rumpun itu. Tubuhnya ber kelojotan, kaki tangannya bergerak-gerak. Tanpa disadarinya, kaki kanannya menendang seekor ular yang sedang melingkar di rumpun bambu itu. Ular itu adalah seekor ular senduk kepala putih yang amat berbisa. Karena tertendang kaki yang berkelojotan, ular itu menjadi marah dan lehernya mekar, mulutnya mendesis, lalu leher itu terangkat tinggi, matanya mencorong mengikuti gerakan kaki yang masih menendangnendang. Mungkin dia mengira bahwa kaki itu sengaja hendak menyerangnya, maka tibatiba saja kepalanya bergerak . dan pada detik lain, moncongnya telah meng gigit betis Han Lin yang kiri.
"Capp!" Gigigigi kecil runcing terhunjam di dalam daging betis itu dan liur beracun memasuki jalan darah di betis Han Lin. Akan tetapi ular itu menggeliatgeliat, tidak dapat melepas kan lagi moncongnya dan hanya sebentar dia mengeliat lalu tak bergerak, mati dengan gigi masih menancap ke dalam betis Han Lin. Kini terjadi perubahan pada tubuh Han Lin. Kaki tangannya tidak berkelojotan lagi, melainkan terdiam dan diapun rebah di antara rebung bambu, menggeletak miring dan sama sekali tidak bergerakgerak Iagi . Matikah dia seperti ular senduk itu"
"Omitohud !" Suara pujian ini keluar dari mulut seorang hwesio yang berdiri di dekat rumpun bambu, memandang kearah tubuh Han Lin yang tidak bergerak. Hwesio ini berusia lanjut, sedikitnya tentu sudah tujuhpuluh tahun, tubuhnya gendut seperti patung Jilaihud, namun wajahnya yang gemuk itu seperti wajah seorang anak kecil, segar kemerahan dan sinar matanya begitu terang. Jubahnya kuning sederhana, sepatunya dari kulit kayu dan tangannya memegang sebatang tongkat bambu ular kuning, semacam bambu kuning yang bentuknya seperti ular, seperti' Bambu Sisik Naga yang terdapat di hutan itu akan tetapi lebih kecil.
Hwesio itu kini berjongkok, memeriksa keadaan Han Lin, menyentuh nadinya dan melihat ular senduk yang masih menggigit betis anak itu. lalu diatertegun, menggelenqgeleng kepalanya dan menarik napas panjang, merangkap kedua tangan depan dada, lalu berseru penuh ketakjuban. "Omitohud, suatu mujijat telah terjadi pada diri anak ini "
Dengan teliti dia membuka baju Han Lin, memeriksa dada, leher, dan kembali 'memeriksa denyut nadinya . dan memeriksa bekas gigitan ular pada betis setelah dia melepaskan gigitan ular itu dan memeriksa pula tubuh ular yang wamanya berubah kehitaman.
"Omitohud !" berulangulang dia berseru, menganggukanggukkan kepalanya yang gundul, lalu tersenyum lebar, "Bukan main, belum pemah aku melihat hal yang begini kebetulan! Mujijat-mujijat....! Dalam tubuh anak ini terdapat hawa beracun, dingin dan hawa beracun panas, akan tetapi ke dua hawa beracun itu kehilangan kekuatannya oleh racun ular senduk kepala putih! Justeru perpaduan antara racun dingin dan racun panas itu, ketika bertemu racun ular, menjadi jinak dan tidak merenggut nyawa anak ini. Sungguh, nya wa anak ini tadi hanya bergantung kepada sehelai rambut yang halus sekali. Bukan main!"
Akan tetapi, hwesio tua itu lalu memandang ke sekeliling dengan penuh kewaspadaan.. "Orang yang dapat memukul dengan hawa beracun dingin atau panas seperti itu, sungguh merupakan orang yang amat berbahaya dan lihai." katanya kepada diri sendiri. Hatinya lega setelah melihat bahwa di situ tidak terdapat orang lain dan kembali perhatiannya tertuju kepada Han' Lin. Anak itu mengeluarkan suara keluhan lirih dan tubuhnya mulai bergerak. Ketika dia membuka mata, yang per tama kali dilihatnya adalah dua buah rebung Bambu Persegi. Rebung ini enak sekali kalau dibuat sayur, rasanya gurih dan seringkali dia mengambil rebung Bambu Persegi ini untuk dimasak ibunya. Han Lin sekarang sudah hampir lupa bahwa Liu Ma bukan ibunya, saking terbiasa menyebut ibu kepada wanita yang amat mengasihinya itu.
"Sukurlah engkau tidak apa-apa,nak." Han Lin terkejut mendengar suara itu dan ketika dia menoieh melihat seorang hwesio tua bersila di dekat situ, dia cepat merangkak bangun, akan tetapi dia mengeluh dan memejamkan matanya karena tibatiba dia merasa pening dan ingin muntah. Dia merasa sebuah tangan yang lebar dan hangat menempel di punggungnya dan suara lembut tadi berkata lagi, "Anak baik, duduklah bersila dan pejamkan matamu, tenangkan hatimu. Engkau telah terlepas dari bahaya maut. Biarkan hawa hangat dari tangan pinceng memasuki tubuhmu dan membantumu membersihkan sisa hawa beracun yang menyerangmu."
Han Lin tidak mengerti apa arti semua katakata itu, akan tetapi dia teringat akan peristiwa yang dialaminya tadi dan dia dapat menduga bahwa hwesio tua ini tentu bermaksud menolongnya, maka diapun menaati. Dia menahan kepeningan kepalanya, lalu bersila dan dia membiarkan hawa hangat yang te rasa memasuki punggungnya itu menjalar masuk ke seluruh tubuhnya. Tak lama ke mudian, pening kepalanya hilang, juga rasa mual hendak muntah. Dia tidak melihat betapa dari kepalanya mengepul uap tipis hi tam ! ,
"Omitohud.... sungguh ajaib, ini namanya bahaya maut berubah menjadi berkah yang amat besar! Bukan saja engkau terbebas dari maut akan tetapi kini tubuhmu akan kebal terhadap serangan racun. Bukan main!"
Han Lin belum mengerti benar kecuali hanya bahwa hwesio tua itu telah menyelamatkannya, maka diapun berlutut di depan hwesio itu.
"Losuhu, terima kasih atas perto longan losuhu kepada saya," katanya. "Omitohud....!" Hwesio tua itu kembali memandang heran. Anak ini memang berpakaian seperti anak dusun, akan tetapi wajahnya jelas bukan anak biasa, dan begitu mengerti tata susila, juga ucapannya teratur seperti seorang anak yang terpelajar. "Anak baik, apakah yang telah terjadi denganmu tadi" Pinceng menemukan engkau tergigit seekor ular dan tubuhmu penuh dengan hawa beracun."
"Ular" Saya saya tidak tahu, losuhu," kata Han Lin dan melihat bangkai ular tak jauh dari kakinya, bangkai ular yang kering seperti terbakar kehitaman, diapun memandang heran. "Tadi saya melihat dua orang kakek berkelahi, saya bermaksud untuk melerai dan mencegah mereka berkelahi. Tibatiba saja saya merasa dada saya amat dingin dan punggung saya amat panas dan tubuh saya terlempar ke sini, lalu saya tidak ingat apaapa lagi."
"Omitohud..., engkau tentu bertemu dengan dua orang sakti yang sedang mengadu tenaga sinkang! Mereka itu lihai bukan main. Seperti apakah mereka itu?"
"Yang seorang bertubuh gemuk pendek dengan muka hitam, orang ke dua tinggi kurus bermuka putih seperti kapur. Yang muka hitam arang itu disebut oleh kawannya Hekbin oleh kawannya dan yang muka putih kapur disebut Pekbin."
"Hemmm, berapa usia mereka?" "Kirakira limapuluh tahun, losuhu ."
"Hemm.... mungkinkah mereka...?" Setelah belasan tahun menghilang, mungkinkah mereka kini muncul kembali?" "Siapakah mereka, losuhu?" "Kelak engkau akan mengetahui, sekarang yang penting, siapakah engkau, di mana rumahmu dan siapa pula orang tuamu?" .
"Losuhu, nama saya Sia Han Lin, rumah saya di seberang sungai, dusun Libun, dan orang tua saya, hanya ibu saya yang berada di rumah. Saya tidak mempunyai ayah lagi."
"Omitohud, engkau yang sekecil ini telah kehilangan ayah. Han Lin, pinceng melihat engkau bukan seperti anak dusun biasa. Ingin pinceng berkenalan dan bicara dengan ibumu. Bolehkah pinceng mengantarmu pulang agar pinceng dapat bicara dengan ibumu?"
"Tentu saja boleh, losuhu!" ka'ca Han Lin gembira. "Ibu tentu akan merasa gembira dan berterima kasih sekali karena losuhu telah menolong saya."
"Omitohud. bukan pinceng yang menolongmu, Han Lin. Engkau tertolong oleh suatu kebetulan, suatu keadaan yang amat aneh. Pada saat bersamaan, engkau terkena pukulanpukulan yang me matikan, agaknya ketika engkau melerai dua orang yang sedang betanding tadi. Karena dua macam pukulan mengandung daya yang saling bertentangan, maka engkau tidak jadi tewas, padahal setiap pukulan itu sudah cukup untuk menewaskan seorang dewasa yang tangguh sekali pun. Namun, karena dua hawa pukulan beracun itu saling meluruhkan. Biarpun begitu, tubuhmu dipenuhi dua macam hawa beracun dan pada saat itu, sungguh menakjubkan sekali, muncul ular senduk kepala putih menggigit betismu. Pada hal, gigitan ular itu akan mematikan seorang yang tangguh sekalipun! Dan racun gigitan ular itulah yang membebaskanmu dari kematian karena pengaruh dua
Liu Ma menyambut pulangnya Han Lin dengan terheranheran karena anak itu bergandeng tangan dengan seorang hwesio tua yang, bertubuh gendut dan berwajah seperti anak kecil
hawa beracun itu. Engkau selamat, bukan oleh pinceng, bukan pula oleh ular, melainkan oleh Pemberi Kehidupan yang agaknya be!um menghendaki engkau mati. Nah, mari antar aku berkunjung ke rumah ibumu, Han Lin."
Mereka lalu menggunakan rakit me nyeberangi sungai. Hwesio tua itu agak nya sengaja membiarkan Han Lin yang mendayung rakit menyeberangi sungai dan diamdiam dia memandang dengan wajah ramah dan hati kagum karena anak itu sedikitpun tidak lagi nampak menderita, dan biarpun rakit yang ditumpangi dua orang itu cukup berat, namun Han Lin mendayung dengan penuh semangat. Anak ini jelas memiliki semangat yang amat tinggi, pantang menyerah, tabah dan juga sama sekali tidak cengeng!
Liu Ma menyambut pulangnya H an Lin dengan terheranheran karena anak itu bergandeng tangan dengan seorang hwesio tua yang bertubuh gendut dan berwajah seperti anak kecil, kulitnya putih kemerahan dan segar.
"Han Lin, apa yang terjadi dan siapakah losuhu ini?" tanya janda itu dengan pandang mata khawatir. Apapun yang terjadi kepada anak itu, selalu mendatangkan perasaan khawatir di hati nya. la selalu gelisah nemikirkan nasib anak itu, takut kalaukalau ada yang tahu bahwa Han Li" adalah putera Sia Su Beng yang pernah menjadi kaisar !
'Omitohud, harap nyonya tidak khawatir. Putera nyonya baikbaik saja dan karena pinceng tertarik sekali melihat pribadinya, maka pinceng ingin sekali bertemu dengan nyonya yang demi kian pandainya mendidik puteranya. Sungguh pinceng merasa kagum dan hormat kepada nyonya karena nyonya telah mendidik seorang putera dengan demikian baiknya."
Liu Ha t ersenyum juga wajahnya berubah kemerahan karena tentu saja ia merasa bangga menerima pujian dari seorang hwesio tua. Siapa tahu, arwah ayah ibu kandung Han Lin akan dapat mendengarkan suara seorang pendetatua ini bahwa ia telah benarbenar setia dan patuh me laksanakan tugas yang dibebankan kepadanya, yaitu merawat dan mendidik Han Lin dengan penuh kasih sayang dan kesungguhan hati.
"Ibu," kata Han Lin dengan hati tegang karena mendapat kesempatan menceritakan peristiwa aneh tadi, "Tadi aku bertemu dua orang manusia aneh dan aku hampir mati karena pertemuan itu. Juga kakiku digigit ular senduk kepala putih yang sangat beracun. akan tetapi aku tidak mati. Losuhu ini yang telah menyelamatkan nyawaku
Wajah wanita itu seketika m enjadi pucat, matanya terbelalak dan dengan menahan jeritnya, ia merangkul Han Lin. "Han Lin apa yang terjadi, nak" Bagaimana perasaanmu sekaranq" Apanya yang terasa sakit?" Dengan penuh kasih sayang wanita itu memeriksa tubuh anaknya dan tampak gugup ketika melihat bekas gigitan ular pada betis anak itu. "Kau.... kau harus cepat kuperiksakan pada tabib"
"Omitohud..., harap nyonya tidak khawatir. Ha n Lin telah terhindar dari bahaya maut, bukan karena pinceng, melainkan karena memang dia belum waktunya meninggalkan dunia ini."
"Benar, ibu. Aku tidak apaapa, ibu jangan khawatir." "Ah, kalau begitu, kami berhutahg budi kepada lo suhu," dan wanita itu cepat menjatuhkan diri berlutut di depan hwesio tua itu. Hwesio itu tergopoh menyuruhnya bangkit dan diamdiam dia semakin heran. Wanita inipun bukan seperti wanita dusun, melainkan seorang yang lemah lembut dan mengerti tata susila seperti orangorang berpendidikan. Dia tidak tahu bahwa tentu sa ja Liu Ma mengerti tatasusila karena ia pemah menjadi seorang hamba di dalam istana, melayani keluarga kaisar!
Setelah disuruh bangun , Liu Ma bangkit berdiri lalu dengan sikap hormat sekali ia mempersil akan hwesio itu untuk duduk di ruangan dalam. la segera sibuk menyuruh pembantunya untuk mempersiapkan makanan yang tidak mengandung daging, juga membuatkan minuman dari sari buah untuk menjamu hwesio itu makan minum. Hwesio tua itu memperkenalkan diri sebagai Kong Hwi Hosiang kepada Liu Ma dan dia tidak menolak jamuan makan yang diadakan oleh Liu Ma untuk menghormatInya. Dan hidangan makan minum itu menambah rasa kagumnya kepada wanita itu karena temyata nyonya rumah itu menjaga benar agar tidak ada daging dalam semua hidangan. Seorang wanita yang pandai membawa diri dan cermat. Pantas saja memiliki seorang putera seperti Han Lin. Dan diapun semakin tertarik kepada Han Lin dan semakin kuat keinginannya untuk mengambil anak itu menjadi muridnya.
Kong Hwi Hosiang adala h seorang hwesio berilmu tinggi yang sejak muda mempunyai kesukaan merantau, tidak menetap di dalam sebuah kuil. Dia merantau sambil mengajarkan agama Buddha, di samping itu, karena dia seorang ahli silat yang tangguh, diapun bertindak sebagai seorang pendekar yang selalu membela kebenaran dan keadilan. Namanya dikenal di dunia persilatan, dan selama puluhan tahun merantau dia memperdalam ilmuilmunya sehingga menjadi seorang yang sakti. Karera dia suka merantau, maka selama hidupnya, dia hanya mempunyai dua orang saja murid wanita dan muridmuridnya itu bukan lain adalah ibu kandunq Han Lin sendiri yang bemama Yang Kui Bi dan encinya, yaitu Yang Kui Lan!
Memang sungguh aneh sekali jalan hidup Han Lin. Bukan saja dia secara aneh dan kebetulan terhindar dari maut terpukul dua orang datuk sesat lalu digigit ular beracun, bahkan dia lalu mendapatkan kekebalan dalam tubuhnya terhadap racun. juga secara aneh dan tidak disengaja, guru mendiang ibunya sendiri yang lewat di tempat itu dan menolongnya! Kong Hosiang sendiri tidak pemah menduga bahwa anak yang dikaguminya dar membuat dia ingin sekali mengambilnya sebagai murid itu bukan lain adalah putera seorang di antara kedua orang muridnya! Semenjak enci adik itu selesai belajar dan berpisah darinya, Kong Hwi Hosiang sudah tidak pernah berhubungan lagi dengan mereka, juga tidak tahu bagaimana keadaan kedua orang muridnya itu. Hwesio tua ini sudah mencapai suatu tingkat kehidupan di mana dia tidak terikat lagi dengan apapun.
Setelah makan, dilayani sendiri oleh Liu Ma dan ditemani pula oleh Han Lin, Kong Hwi Hosiang minta kepada nyonya rumah untuk dapat bicara empat mata dengannya. Liu Ma memandang heran, akan tetapi ia segera menyuruh Han Lin untuk meninggalkan ruangan tamu agar ia dan tamunya dapat bicara berdua saja. Dengan patuh Han Lin mengundurkan diri .
Setelah duduk berdua saja, berhadapan dengan nyonya rumah, Kong Hwi Ho hwesio berkata dengan suaranya yang lembut, "Sebelumnya pinceng mengharapkan maaf apa bila apa yang hendak pinceng utarakan ini tidak berkenan di hati nyonya. Secara tidak disengaja, nasib telah mempertemukan pinceng dengan putera nyonya, dan begitu melihatnya, pinceng merasa tertarik sekali. Putera nyonya itu mempunyai darah dan tulang yang baik, berbakat sekali untuk mempe lajari ilmuilmu yang tinggi, juga kiranya akan baik kalau dia memperdalam ilmu sastera dan keagamaan untuk bekal hidupnya kelak. Pinceng tertarik sekali dan kalau nyonya merelakan dan tidak berkeberatan, pinceng akan merasa bersukur sekali untuk mengambilnya sebagai murid pinceng."
Mendengar ucapan ini , wajah Liu Ma berseri sehingga legalah hati hwesio itu. "Saya akan berterima kasih dan merasa girang sekali kalau losuhu suka mendidik Han Lin sebagai murid suhu. Akan tetapi, di manakah suhu tinggal, di kelenteng mana, dan jauhkah dari sini ?"
Kong Hwi Hwesio menggeleng kepala dan tersenyum lebar sehingga nampak mulutnya yang ompong tanpa gigi lagi sehingga wajahnya makin mirip wajah bayi yang belum bergigi! "Omitohud pinceng tidak pernah mempunyai kelenteng, tidak pernah tinggal di suatu tempat yang tetap. Pinceng adalah seorang hwesio pengembara, nyonya."
Wanita itu mengerutkan alisnya. "Akan tetapi, baga imana suhu hendak mengambil anak saya sebagai murid kalau losuhu tidak mempunyai tempat tinggal"
Apakah ..... apakah suhu hendak membawa anak saya pergi mengembara pula, tidak tentu tempat tinggalnya?" Ketika hwesio tua itu mengangguk, Liu Ma se gera menyatakan keberatannya. "Harap losuhu sudi mengampuni saya. Saya akan berterima kasih sekali kalau anak saya dapat menjadi murid lo suhu, akan tetapi sebaliknya, saya tidak akan dapat hidup dijauhkan darinya. Hendaknya losuhu ketahui bahwa hidup saya hanyalah untuk Han Lin seorang, bagaimana mungkin sekarang dia akan losuhu bawa pergi mengembara" Saya hanya mempunyai dia seorang, losuhu."
"Omitohud...., pinceng juga tidak ingin membuat nyonya yang baik hati berduka. Akan tetapi, pinceng adalah seorang hwesio yang miskin dan tidak mempunyai harta secuilpun, tentu tidak dapat mengadakan tempat tinggal....."
"Ah, saya teringat, losuhu! Bagaimana ka lau diatur sehingga kebutuhan kita berdua terpenuhi dan kita sama sama merasa enak dan senang" Maksud saya, losuhu tetap dapat menjadi guru anak saya, sedangkan saya dapat tetap tidak kehilangan Han Lin, tidak berjauhan darinya?"
Hwesio tua itu merangkap kedua tangan depa n dada . "Omitohud.....pinceng yakin bahwa hati nyonya bersih, dan maksud hati nyonya baik sekali. Akan tetapi, demi menjaga nama baik nyonya, tidak mungkin pinceng tinggal di sini. Biarpun pinceng sudah tua renta, akan tetapi nyonya adalah seorang wanita janda, maka tidak baik sekali...."
Liu Ma tersenyum geli, membuat Kong Hwi Hwesio tidak melanjutkan ucapannya dan memandang heran. "Losuhu salah paham, bukan maksud saya minta kepada losuhu untuk tinggal di sini. Akan tetapi di dekat puncak Bukit Ayam Emas di sana itu'terdapat sebuah kuil tua yang kosong dan tidak dipergunakan lagi. Kabarnya, puluhan tahun yang lalu kuil itu menjadi tempat tinggal seorang tosu, dan pertapa itu kemudian meninggal dunia di kuil dan dimakamkan di pekarangan kuil. Dan seiak itu, kuil itu tidak ada penghuninya dan rusak karena tidak terawat. Bagaimana kalau saya minta ijin kepada kepala dusun, memperbaiki kuil tu dan losuhu tinggal di sana, mendirikan sebuah kelenteng dan dengan demikian, losuhu dapat mendidik Han Lin dan setiap saat saya dapat menjenguknya?"
Jilid II Wajah h wesio itu berseri. 'Omitohud semua. agaknya telah digariskan dengan lurus dan tepat! Pinceng akan merasa senang sekali, nyonya, dan sebelumnya, pinceng mengucapkan banyak terima kasih atas budi kebaikan nyonya ."
Ucapan hwesio tua itu bukan sekedar untuk menyenangkan hati Liu Ma. Ketika dia melakukan perantauan dan tiba di daerah itu, hatinya sudah merasa tertarik sekali akan keindahan alam di situ. Dia merasa dirinya sudah terlalu tua untuk mengembara Iagi, dan timbul keinginannya tinggal di daerah yang amat indah itu, untuk menghabiskan sisa hidupnya. Selain itu, juga dia ingin sekali meninggalkan ilmuilmunya kepada seorang murid yang berbakat, di samping apa yang telah dia ajarkan kepada Yang Kui Lan dan Yang Kui Bi. Maka, dapat dibayangkan betapa senang rasa hatinya bahwa semua keinginan hatinya itu ternyata terkabul sedemikian mudahnya. Tanpa disengaja, ketika dia menikmati keindahan alam di dekat hutan bambu, dia bertemu dengan Han Lin yang segera dipilihnya sebagai calonmuridnya. Kemudian dia bertemu ibu anak itu yang dengan senang. hati hendak memperbaiki kuil tua untuk menjadi tempat tinggalnya! Semua begitu kebetulan, begitu tepat memenuhi kebutuhannya.
Ketika ditany a pendapatnya, Han Lin menyambut dengan gembira sekali ke inginan Kong Hwi Hosiang yang hendak mengangkat dia sebagai muridnya. Segera dia menjatuhkan diri berlutut didepan kaki hwesio itu dan menyebut suhu" berkali-kali, Hwesio tua itu tertawa bergelak, dan Liu Ma juga tertawa senang karena ia percaya bahwa dibawah bimbingan seorang hwesio tua yang demikian ramah dan baik, tentu Han Lin kelak akan menjadi seorang yang berguna. Dengan demikian, tentuia akan merasa berbahagia dan puas bahwa ia telah dapat memenuhi kewajiban dengan baik.
Kuil tua itu ternyata masih memiliki dindin g yang kokoh. Hanya lantai dan atapnya saja yang membutuhkan perbaikan. Liu Ma menjual beberapa buah perhiasan yang ia terima dari orang tua Han Lin, dijualnya ke kota dan iapun memperbaiki kuil itu sehingga menjadi perhatian yang menggembirakan bagi para penduduk Li-bun Akan tetapi ketika perbaikan atap mulai dilakukan, terjadilah hai-hal yang mendatangkan perasaan ngeri dan takut kepada para pekerja yang terdiri dari penghuni dusun Li-bun sendiri. Memang hal-hal yang amat aneh terjadi. Begitu atap di pugar, dua orang pekerja jatuh dari atas atap dan keduanya menceritakan pengalamannya yang sama, yaitu bahwa mereka didorong oleh seorang berpakaian tosu dari atas atap. Untung mereka hanya menderita patah tulang kaki saja, tidak sampai tewas. Mulamula, peristiwa itu masih dianggap sebagai hal yang terjadi karena kekurang hati-hatian dua orang pekerja itu, Akan tetapi ketika mereka hendak memasang atap baru, seorang pekerja tiba-tiba saja terkulai dan berkelojotan seperti orang sedang sekarat. Ketika teman-temannya datang menolong, orang itu menjadi beringas, matanya melotot, mututnya berbuih dan diapun berteriak-teriak kacau, dan suaranya terdengar parau.
"Pergi kalian se mua! Pergi ja-ngan mengganggu tempatku! Akan kucekik kalian semua!" demikian orang itu berteriakteriak dan meronta-ronta karena kaki tangannya dipegangi banyak orang. Para penduduk dusun yang masih mudah sekali dipengaruhi tahyul itu menjadi ketakutan dan segera Kong Hwi Hosiang diundang. Hwesio itu datang diikuti oleh Liu Ma dan juga Han Lin.
Ketika Kong Hw i Hosiang memasuki kuil itu dan melihat seorang pekerja rebah di atas lantai, kaki tangannya dipegangi banyak orang dan semua pekerja berhenti bekerja dan merubung orang itu yang berteriak-teriak mengusir mereka, dia lalu mendekati, diikuti oleh Liu Ma yang takut-takut dan Han Lin yang terheran-heran.
"Omitohud...., saudara seka lian, harap lepaskan saja dia," katanya dengan lembut. Para pekerja melepaskan orang itu dan cepat mundur ketakutan, khawatir kalau orang yang mereka tahu kesurupan (kemasukan roh jahat) itu akan mengamuk.
Ketika ora ng itu dilepaskan, dia pun meloncat bangkit, matanya melotot liar, mulutnya berbuih, dan dia memandang kepada Kong Hwi Hosiang lalu bertolak pinggang, sikapnya menantang! "Huh, kiranya ini biang keladinya. Hwe sio gendut tua bangka, engkau menggunduli kepala dan mengenakan jubah kuning, akan tetapi masih bertindak seme namena, mengganggu dan hendak meram-pas tempatku, ya?"
Kong Hwi Hosiang merangkap kedua tangan dep an dada dan berkata dengan suaranya yang lembut penuh kesabaran, "Omitohud, tuduhaninu itu menjadi keba-likan dari kenyataannya. Tidak ada seorangpun manusia yang mengganggumu, dan bangunan ini sama sekali bukan menjadi tempat tinggalmu. Bangunan ini tempat tinggal manusia yang masih mempunyai badan jasmani. Engkaulah yang salah memilih tempat. Sebaiknya engkau mencari tempat yang jauh dari manusia, dan mohon ampunlah kepada Yang Maha Kasih agar engkau dapat memperoleh kebebasan kesempurnaan."
Akan tetapi, pekerja yang masih muda dan tubuhnya keka r itu kelihatan semakin marah. Dia mengeluarkan suara yang serak dan tidak begitu jelas, akan tetapi dia membuat gerakan seolah hendak mencekik Kong Hwi Hosiang. Melihat ini, Liu Ma yang berada di belakang hwesio itu menjadi gemetar ketakutan, dan Han Lin memegang tangannya.
Anak ini juga merasa ngeri, akan teta pi dia tidak takut, percaya bahwa guru nya tentu akan mampu mengalahkan iblis yang memasuki tubuh pekerja itu.
Kong Hwi Hosiang dengan sik ap te nang, memandang wajah pekerja itu. Sua ranya masih lembut, namun menggetar penuh kewibawaan ketika dia berkata, "Roh penasaran! Perbuatanmu ini akan menambah dosamu dan memberatkan penderitaanmu. Pergilah engkau!" Kong Hwi Hosiang lalu membaca mantram dan menggerakkan kedua tangannya seperti mendorong dan pekerja itu mengeluarkan teriakan nyaring, lalu terkulai roboh.
Akan tetapi begitu rob oh, dia bangkit duduk dan memandang ke kanan kiri dengan keheranan. "Aih, apa yang telah terjadi" Kenapa aku" Dan kalian mengapa berhenti bekerja?"
Setelah melihat bahwa pekerja i-tu sudah biasa lagi menunjukkan bahwa roh penasaran yang tadi menyusup ke da lam dirinya telah pergi, teman-temannya berani menghampiri dan ada yang memberinya minum sebelum menceritakan
?"?" Kong Hwi Hosiang lalu membaca mantram dan menggerakkan kedua tangannya seper ti mendorong dan pekerja itu mengeluar kan teriakan nyaring, lalu terkulai ro boh.
bahwa dia tadi kesurupan. Pekerja kuil itu bergidik, lalu meninggal kan pekerjaannya itu, palang dan tidak berani kembali lagi, dan perbuatannya ini dan beberapa orang yang merasa ketakutan
Biarkan mereka pulang kata Kong Hwi Hos iang-kepada Li Ma yang hendak menegur mereka Kalau mereka memang takut, lebih baik tidak usah' ikut membantu dan kita mencari saja orang yang tidak takut
Demikianlah, perbaikan kuiI itu dalanjutkan dan yang bekeria adalah orang-orang yang tidak gentar terhadap gangguan roh jahat. Dan anehnya, sejak peristiwa itu, tidak ada lagi gangguan sampai pembangunan itu selesai.
Berdirilah sebuah kelenteng baru di dekat puncak itu. Dan mulailah Kong Hwi Hosiang menyebarkan keagamaan dan kelenteng itu mulai dikunjungi orang, untuk mempelajari agama, juga untuk bersembahyang. Han Lin tinggal di kelenteng itu sebagai murid Kong Hwi Hosiang, dan anak yang ingin mengetahui
Han Lin pada suatu hari bertanya tentang peristiwa kesurupan yang membuat banyak orang ketakutan Suhu, apa sih artinya peristiwa itu" Benarkah roh halus itu bias memasuki tubuh manusia Kong Hwi Hosiang tersenyum, girang bahwa muridnya, biarpun masih kanak.-kanak, tidak takut dan tidak dicengkeram tahyul, hal ini saja menunjukkan bahwa dia memang memiliki dasar watak yang kuat. "Engkau telah melihat sendiri, Han Lin. Orang itu jelas tidak berpura-pura, dan tidak pula sakit. Dia memang telah dirasuki roh penasaran yang tidak ingin kuil itu diperbaiki karena kuil itu telah menjadi tempat tinggalnya."
"Suhu, apakah setiap orang manusia dapat dimasuki roh seperti itu?" Kong Hwi Hosiang menggeleng kepala. "Omitohud, tidak begitu mudah bagi roh jahat untuk memasuki diri seorang manusia, Han Lin. Hanya manusia yang lemah batinnya, manusia yang percaya dan tunduk kepada kekuasaan setan, dan manusia yang berada pada saat-saat lemah batinnya seperti kalau dia sedang dikuasai nafsu, sedang marah, sedang bersedih, pendeknya dicengkeram nafsu, dialah yang seolah-olah terbuka bagi roh jahat unttk memasukinya. Sebaliknya dia yang kuat batinnya, yang tidak sedikitpun mau menyerah terhadap kekua saan nafsu, tidak tunduk terhadap pengaruh roh jahat, dia yang menyadari bahwa kedudukan manusia lebih tinggi dari pada roh-roh jahat, dia yang menyerah kepada kekuasaan Yang Maha Kasih, tidak mungkin dapat dimasuki roh jahat."
"Suhu, apakah mantram-mantram itu dapat mengusir roh jahat?" tanya pu la Han Lin. "Mantram adalah doa keyakinan manusia terhadap kekuasaan Yang Maha Kuasa, namun bukan mantramnya itu yang ampuh, melainkan batin manusianya. Segala kekuatan datang dari kekuasaan Yang Maha Kuasa, kalau kita menyerah dengan penuh kepasrahan, kita akan terlindung oleh Kekuasaan itu, dan tidak ada kekuasaan gelap manapun yang akan mampu mengganggu kita ."
Dengan penuh kasih sayang , Kong Hwi Hosiang mulai mengajarkan iImu kepada Han Lin yang baru berusia tujuh tahun. Dia digembleng dengan dasar ilmu silat tinggi, dilatih cara menghimpun tenaga sinkang tanpa paksaan agar tidak menghambat pertumbuhan tubuhnya, juga dia disuruh membaca banyak kitab kuno dan kebiasaan membaca ini dengan sendirinya memperdalam pengetahuannya tentang sastra. Dan seperti yang dapat nampak oleh hwesio tua itu pada pertemuan pertama, benar saja bahwa Han Lin memiliki bakat yang amat baik dalam ilmu silat. Dia memiliki keluwesan gerakan, kelincahan dan mudah menangkap inti suatu gerakan.
Biarpun Han Lin tinggal di kelenteng, namun Liu Ma tidak merasa kehilangan. Ia dapat bertemu dengan anak itu kapan saja ia kehendaki dan sering ia datang berkunjung, bahkan Han Lin selalu mendapat perkenan suhunya setiap kali dia hendak turun bukit menengok ibunya.
Tiga tahun kemudian, pada suatu pagi, Kong Hwi Hosiang sudah keluar dari kelenteng dan berjalan-jalan ke puncak. Usianya sudah tujuhpuluh tiga tahun lebih, dan biarpun dia masih nampak segar, namun harus diakuinya bahwa usia telah menggerogoti kekuatan tubuhnya. SegaIa sesuatu di permukaan bumi ini akhirnya akan menyerah kalah terhadap waktu, pikIirnya sambil tersenyum ketika dia melangkah mendaki puncak bukit. Akan tetapi dia tidak pernah mau menyerah terhadap waktu, karena dia mengenal waktu. Baginya yang ada hanyalah saat ini, sekarang, tidak mau dipengaruhi waktu lalu ataupun waktu mendatang. Waktu lalu hanya mendatangkan kenangan, waktu mendatang hanya menimbulkan bayangan. Waktu lalu sudah mati dan waktu mendatang hanya mimpi, Saat ini yang penting, saat ini yang menentukan.
Ketika akhirnya tiba di puncak, dia melihat muridnya sudah berada dipuncak pula, dan agaknya telah mengumpulkan ranting kering untuk kayu bakar. Akan tetapi muridnya itu sedang menggunakan sebatang ranting dan menggerakgerakkan ranting itu seperti orang bersilat. Bukan gerakan silat dasar seperti yang dia ajarkan, melainkan gerakan silat yang membuat hwesio tua itu terbelalak. Tentu saja dia mengenal gerakan itu, karena itu adalah satu di antara ilmu silatnya sendiri yang dia andalkan. Kong-in Sin-pang (Tongkat Sakti Angin dan Awan)! ltulah gerakan yang dilakukan Han Lin, walaupun hanya sepotong-sepotong dan tidak sempurna! Bagaimana mungkin anak itu dapat melakukan gerakan itu" Pada hal , dia ingat benar bahwa dia belum pernah mengajarkan ilmu tongkat itu, walaupun sedikit, dan dia tidak percaya di daerah itu ada yang mampu memainkan ilmu silattongkat itu.
Ketika Han Lin kebetulan membalikkan tubuhnya dan melihat gurunya, segera dia melepaskan ranting itu dan berlari menghampiri kakek itu. "Suhu"...,! Sepagi ini suhu sudah mendaki ke puncak?"
Kong Hwi Hosiang menghapus peluh dari dahinya dengan ujung lengan bajunya yang lebar, tersenyum, Omi tohud.. ..kalau usia sudah tua mendaki sebegini saja sudah berkeringat, Han Lin apakah engkau sudah cukup mengumpulkan kayu bakar?",
"Sudah, suhu. Itu sudah teecu (murid) ikat semua. Dia menuding ke arah ranting-ranting kering seikat besar. Bagus, dan pinceng tadi melihat engkau bersilat dengan ranting kayu. Dari mana engkau mempelajarinya" Tanya hwesio itu sambil lalu, seolah tidak menaruh perhatian. Wajah anak itu berubah kernerahan dan dia tersenyum.
"Aih, suhu, teecu hanya main-main sembarangan saja......" "Han Lin, gerakanmu tadi bukan main-main, melainkan semacam ilmu tongkat. Nah, katakan saja sejujurnya, dari siapa engkau mempelajari ilmu tongkat itu" Atau kalau engkau meniru gerakan .orang lain, siapa yang kaulihat memainkan ilmu tongkat itu?"
Han lin nampak salah tingkah dan diam-diam hwesio tua itu merasa heran. Belum pernah selama tiga tahun ini dia melihat muridnya bersikap seperti itu, penuh keraguan, penuh kepanikan.
"Teecu...... ah, teecu " "Han Lin, engkau tentu masih ingat bahwa di antara kita tidak pernah ada rahasia, dan bahwa amat tidak baik untuk berbohong, apa lagi terhadap pinceng , bukan?"
Kini Han Lin mengambil sikap tegas. Dengan berani dia menentang lagi sinar mata suhunya. "Teecu ingat, dan teecu tidak akan pernah melanggarnya, suhu. Akan tetapi teecu juga ingat bahwa seorang laki-laki haruslah selalu memegang teguh janjinya. Mengingkari janji merupakan perbuatan yang pengecut, dan teecu yakin bahwa suhu tidak ingin melihat teecu melanggar janji.
Hwesio itu mengangguk-angguk. Anak ini memang hebat, pikirnya. Dan kepada siapa lagi anak ini berjanji, kalau bukan kepada dia sendiri atau kepa da ibunya" Hanya mereka berdua sajalah yang agaknya patut menerima janji Han Lin. Dan agaknya memang terdapat suatu rahasia antara Han Lin dan ibunya itu. Kini dia mulai melihat betapa pandang mata nyonya janda itu terhadap puteranya, selain pandang penuh kasih sayang, juga pandang yang mengandung penghormatan! Pasti ada suatu rahasia di antara mereka, dan rahasia itu pula yang menyangkut gerakan ilmu tongkat tadi !
"Sudahlah, Han Lin, kalau engkau tidak.dapat menceritakan kepada pinceng, tidak mengapa, Memang seorang laki-laki harus memegang teguh janjinya, karena itu mengenai kehormatan. Nah, mari kita kembali ke kelenteng."
Kong Hwi Hosiang yang bijaksana tidak pernah bertanya lagi kepada muridnya tentang ilmu tongkat itu, akan tetapi ketika dia mendapat. kesempatan bertemu dengan Liu Ma dan-bicara empat mata, diapun mengajukan pertanyaan kepada Liu Ma.
Dengan pertanyaan pinceng ini. Beberapa pekan yang lalu, pinceng memergoki Han Lin bermain silat tongkat di puncak bukit dan pinceng heran sekali mengenal ilmu tongkat itu. Ketika pinceng bertanya dari mana dia mempelajari ilmu silat tongkat itu, dia tidak berani mengaku, mengatakan bahwa dia tidak boleh melanggar janjinya. Nah, sekarang pinceng mohon kepadamu, nyonya, agar suka berterus terang kepada pinceng. Pinceng tahu bahwa nyonya amat menyayangnya, juga pinceng menyayangnya. Akan tetapi, sungguh tidak baik kalau terdapat rahasia di antara kita, seolah ada jurang yang memisahkan. Pula, pinceng yakin bahwa nyonya tentu percaya kepada pinceng
Liu Ma menundukkan mukanya, Terjadi perang di dalam hatinya. Tentu saja ia percaya sepenuhnya kepada Kong Hwi Hosiang. Pendeta ini selama tiga tahun ini telah menunjukkan bahwa dia seorang yang berhati baik, bijaksana dan penuh belas kasihan kepada manusia lain.
Sudah banyak sekali orang sakit yang diobatinya, dan dia tidak pernah mau menerima imbalan apapun. Juga menurut pengakuan Han Lin, hwesio itu amat sayang kepada Han Lin, dan anak itupun memperoleh banyak ilmu darinya. Ia tidak akan khawatir lagi tentang pendidikan.anak itu! Akan tetapi, haruskah ia membuka rahasia anak itu kepada hwesio ini" Ia masih bimbang ragu.
"Memang terdapat rahasia besar dalam diri Han Lin, losuhu. Akan tetapi perlukah losuhu mengetahuinya" Rahasia itu selama ini terpendam di dalam lubuk hati kami berdua dan sudah kami anggap terkubur. Apa gunanya kalau saya ceritakan kepada losuhu" Dan apa perlunya pula losuhu mengetahui rahasia pribadi Han Lin" Bukankah selama ini dia menjadi murid yang baik dan patuh"
'Omitohud, pinceng bukanlah orang yang suka usil dan mencampuri urusan orang lain, bukan pula orang yang suka mengetahui urusan pribadi orang lain. Akan tetapi dalam urusan yang menyangkut pribadi Han Lin terdapat sesuatu yang pinceng yakin ada hubungannya dengan pinceng. Sebaiknya kalau pinceng katakan terus terang menga pa tibatiba pinceng ingin mengetahui latar belakang kehidupan atau rahasia Han Lin, nyonya Liu. Ketahuilah bahwa selama hidupku, pinceng hanya mempunyai dua orang murid dan hanya kepada mereka berdua itu saja pinceng mengajarkan ilmu tongkat pinceng. Dan nyonya tentu merasa heran sekali melihat betapa pinceng melihat Han Lin memainkan ilmu tongkat itu, walaupun tidak sempurna. Nah, pinceng yakin bahwa anak itu mempunyai hubungan, atau setidaknya pernah melihat, seorang di antara kedua orang murid pinceng itu."
Liu Ma memandang heran. Usia wanita ini sekitar limapuluh tahun, namun ia nampak lebih tua karena selama ini ia mengalami hal-hal yang menyedih kan dan menegangkan. "Losuhu, bolehkah saya mengetahui nama kedua orang murid losuhu itu?"
"Tentu saja boleh. Mereka adalah dua orang bersaudara, enci dan adik, puteri mendiang Yang Kok Tiong yang menjadi Menteri Utama Kaisar Ben'g Ong yang melarikan di kebarat. Mereka bernama Yang Kui Lan dan Yang Kui Bi dan eh, nyonya, ada apakah?" Kong Hwi Hosiang memandang penuh perhatian melihat betapa wanita itu memandang ke padanya dengan mata terbelalak lebar dan mukanya menjadi pucat
"Nyonya Liu, tenanglah. Ada apakah?" Akan tetapi wanita itu kini menangis, menutupi mukanya dengan kedua tangan dan ia terisak-isak. Kong Hwi Hosiang merangkap kedua tangan depan dada dan berkemak-kemik, membiarkan wanita itu menangis dulu sepuasnya untuk mencairkan sesuatu yang membeku dan mengganjal dihatinya.
Setelah hatinya terasa ringan karena tangisnya akhirnya Liu Ma dapat menghapus air matanya dan dengan mata kemerahan ia memandang kepada hwesio itu. "Losuhu, ternyata memang benar dugaan losuhu. Ketahuilah, losuhu, bahwa sebenarnya Han Lin adalah Pangeran Sia Han Lin yang Jolos dari istana ketika "istana diserbu musuh. Ayahnya adalah mendiang Sia Su Beng dan ibunya adalah mendiang Permaisuri Yang Ku i Bi...!!!
"Omitohud !" Kong Hwi Hosiang berseru keheranan, bukan hanya heran mendengar bahwa Han Lin ternyata putera kandung muridnya sendiri, Yang Kui Bi, akan tetapi juga heran mendengar bahwa muridnya itu telah menjadi isteri pemherontak Sia Su Beng yang telah mengangkat diri menjadi kaisar akan tetapi kemudian kekuasaannya dirobohkan dan dia tewas da lam pertempuran. "Jadi kalau begitu, Han Lin adalah putera murid pinceng sendiri . . " Akan tetapi, dia telah ikut denganmu, bagaimana dapat memainkan ilmu tongkat i-tu"
Kami melarikan diri dari istana ketika Han Lin berusia lima tahun, losuhu. Agaknya dia masih ingat kepada ibunya kalau ibunya berlatih silat dan sekarang, setelah dia belajar silat ke pada losuhu, dia mencoba untuk memainkan ilmu silat yang pernah dilihatnya dimainkan ibunya itu."
"Omitohud...... tidak salah lagi, benar seperti yang nyonya katakana itu" Dia termenung dan semakin kagum. Tentu Han Lin sudah mengetahui bahwa dia adalah bekas seorang pangeran! Akan tetapi anak itu begitu panda i membawa diri, bahkan sikapnya demi kian hormat dan sayang kepada Liu Ma, memegang janji dan sama sekali tidak nampak congkak.
"Sebelum ayah ibunya maju perang, mereka menitipkan Han Lin kepada saya, losuhu. Saya adalah pelayan pengasuh keluarga itu dan saya yang mengasuh Han Lin sejak kecil . Saya menga jak Han Lin melarikan diri mengungsi dan tinggal di dusun Li-bun ini, dusun yang menjadi kampung halaman saya. Dengan jelas Liu Ma lalu menceritakan semua yang telah dialaminya semenjak ia membawa Han Lin melarikan diri dari kota raja Tiang-an dan mengungsi ke dusun itu.
Hwesio itu menghela napas panjang, "Betapa aneh jalan hidup anak itu .. Tanpa disengaja seolah dia dipertemukan dengan pinceng. Engkau telah melaksanakan tugas dengan baik, nyonya. Sebaiknya, kita biarkan saja keadaan seperti sekarang, tidak perlu memberitahu kepada Han Lin bahwa pinceng telah mengetahui riwayatnya.
Demikianlah, mulai hari itu, dengan tekun Kong Hwi Hosiang mengajarkan ilmu silat tongkat Hong-in Sin-pang kepada Han Lin. Anak ini tentu saja girang bukan main mengenaI ilmu tongkat seperti yang dahulu sering dia lihat dimainkan ibunya, akan tetapi tentu saja ilmu ini lebih lengkap dan lebih dahsyat. Disamping menggembleng muridnya dengan ilmu silat, juga Kong Hwi Hosiang lebih tekun mengajarkan sastra dan terutama tentang inti pelajaran agama. Dengan dongeng, perumpaan dan contoh-contoh kehidupan para bijaksana jaman dahulu, Kong Hwi Hosiang berusaha untuk menghapus dendam dari hati muridnya itu .
"Ingat baik-baik, Han Lin. Musuh utama bagi seorang pendekar adalah perasaan dendam. Dan perasaan ini memang amat sukar untuk dikalahkan, karena dendam timbul dari berkembangnya rasa ciri. Begitu rasa diri disinggung dan Terasa dirugikan, disakiti, dihina atau dibikin sedih karena kehilangan, maka dendam akan timbul meracuni hati dan pikiran. Dan kalau dendam sudah mencengkeram hati dan piki ran, maka tindakanmu tidak mungkin lurus melalui jalan yang harus dilalui seorang pendekar lagi . Dendam akan menyeretmu ke arah perbuatan yang semata-mata didorong kebencian dan sakit hati, dan kalau sudah begitu, sama sekali sudah tidak adil dan tidak benarlagi . "
Mendengar ucapan gurunya itu, Han Lin teringat akan kematian ayah bundanya. Seringkali, kalau dia terkenang akan kematian mereka, timbul dendamnya kepada Kaisar, bahkan kepada Kerajaan Kini, mendengar ucapan gurunya dia mengerutkan alisnya. "Akan tetapi, suhu, kalau kita tidak membenci penjahat, bagaimana kita akan membasmi mereka yang jahat" Bukankah menurut dongeng sejak jaman dahulu, orang bijaksana dan para pendekar selalu menentang kejahatan dan membela kebenaran dan keadilan" Kalau kita tidak boleh mendendam dan membenci penjahat, bagai mana kita dapat bertindak terhadap mereka?"
"Omitohud....! Kalau hati sudah diracuni dendam, bagaimana mungkin kita membela keadilan" Dendam dan kebencian menghapus keadilan, karena perbuatan yang didasari kebencian, bagaimana mungkin dapat adil lagi" Kebencian melenyapkan pertimbangan dan satu-satu nya keinginan hanyalah melampiaskan dendam kebencian."
"Kalau begitu, kita tidak boleh memusuhi siapapun, suhu?" "Omitohud, pertanyaan itu tepat sekali. Kita memang tidak boleh memusuhi siapapun! Yang ditentang seorang pendekar bukanlah manusianya, melainkan kejahatannya. Perbuatan jahat sewenang-wenang yang mengganggu orang lain patut kita tentang, akan tetapi dasarnya bukan kebencian terhadap siapapun. Mengertikah engkau?"
Melihat anak berusia belasan tahun itu masih juga belum mengerti betul, perlahan-lahan Kong Hwi Hosiang lalu memberi penjelasan tentang dendam kembencian. Dendam kebencian memang membuat orang kehilangan pertimbangan lagi. Dendam kebencian merupakan nafsu yang selalu hanya ingin mendapat kepuasan, dan kepuasan dari nafsu dendam hanyalah membalas dan mencelakai orang yang dibenci dan didendamnya. Dendam timbul karena adanya aku yang merasa dirugikan. Aku dipukul balas memukul, aku di benci balas membenci, bahkan biasanya, pembalasan harus lebih berat, lebih hebat dari pada penyebab dendam. Maka tImbullah dendam mendendam, balas membalas yang tiada berkesudahan, kebencian yang mendarah-daging dan terjadilah perang, pembunuhan, pembantaian dan segala macam kekejaman yang tidak layak dilakukan oleh manusia, mahluk yang katanya paling sempurna dan tinggi derajatnya itu. Mata kita selalu ditujukan kepada orang lain, menilai perbuatan orang lain sehingga segala kesalahan orang lain, betapapun kecil pun, akan nampak oleh kita . Kalau saja kita suka membalikkan pandangan kita, mengamati diri sendiri, akan nampak bahwa kita ini tidaklah lebih baik dari pada orang lain yang kita anggap jahat atau buruk itu. Pengamatan ini akan menyadarkan kita bahwa kitapun bukan manusia sempurna, bahwa kitapun tidak lepas dari pada dosa. Kalau ki ta sudah merasa kotor, maka melihat orang lain kotor, tentu kita tidak akan memandang jijik. Kalau kita sudah melihat jelas bahwa kita sendiri penuh dosa , maka melihat orang lain berdosa, tentu akan mudah sekali bagi kita untuk memaafkan orang lain. Kita tidaklah lebih baik dari orang lain, dan dunia ini menjadi kacau balau bukan hanya karena ulah orang lain, melainkan karena ulah kita bersama! Kita sendiri , masingmasing dari kita ikut bertanggung jawab. Hanya orang yang suka mengamati diri sendiri, hanya orang yang tahu bahwa diri nya kotor timbul usaha dalam dirinya untuk membersihkan diri dari kekotoran itu. Sebaliknya, orang yang hanya melihat kekotoran pada diri orang lain dan merasa diri nya sendiri bersih, orang seperti ini tidak akan pernah mau mela kukan usaha membersihkan dirinya dari kekotoran dan diluar kesadarannya, dia terus menumpuk kekotoran dalam dirinya sendiri.
Kalau ada orang memukul kita lalu kita membalas dan memukulnya, lalu apa bedanya antara kita dan orang itu" Kalau ada orang membunuh, lalu kita balas membunuh, berarti kita semua sama-sama menjadi pembunuh Kalau orang menipu kita dan kita balas menipu, kita sama-sama menipu. Dendam membuat kita lupa diri, kehilangan pertimbangan, kehilangan keseimbangan dan tidak tahu membedakan lagi mana benar dan mana tidak benar.
Waktu bergerak seperti siput. Kalau kita perhatikan, merangkak lambat sekali, akan tetapi kalau tidak kita perhatikan, tahu-tahu sudah jauh! Kalau kita tidak memperhatikan, bertahun tahun lewat seperti beberapa hari saja rasanya, sebaliknya kalau kita menanti sesuatu dan selalu memperhati kan waktu, beberapa jam rasanya seperti beberapa tahun.
Lima tahun lewat bagaikan terbang saja semenjak Kong Hwi Hosiang mendengar tentang riwayat Han Lin dari Liu Ma. Dia menggembleng muridnya itu dengan penuh kesungguhan, dan Han Lin juga belajar dengan tekunnya sehingga kini, Han Lin telah menjadi seorang remaja berusia limabelas tahun yang gagah tegap dan memiliki ilmu kepandaian yang hebat! Berkat pertemuan hawa beracun dingin dan panas, lalu ditambah racun ular senduk kepala putih, di dalam tubuhnya terkandung kekuatan yang aneh, dan tubuhnyapun kebal terhadap racun. Semua ini dimanfaatkan oleh Kong Hwi Hosiang yang mengajarkan ilmu-ilmu simpanannya, termasuk Hong-in Sin pang, ilmu silat tangan kosong Pat-kwa kun, dan juga ilmu menghimpun tenaga sakti Im-yang Sin-kang. Tentu saja karena dia masih amat muda, biarpun dia sudah menguasai semua ilmu itu dengan baik sekali, namun latihannya masih belum matang, apa lagi dia masih belum mempunyai pengalaman bertanding dengan orang lain.
Kalau Han Lin tumbuh semakin besar dan semakin kuat, sebaliknya Kong Hwi Hosiang menjadi semakin tua dan semakin lemah. Proses ketuaan ini melanda seluruh umat manusia di dunia ini. Tidak ada seorangpun manusia, betapapun kuatnva, yang akhirnya tidak tunduk kepada ketuaan dan kelemahan. Demikian pula Kong Hwi Hosiang. Dalam usia yang hampir delapanpuluh tahun, dia mulai lemah walaupun semangatnya tidak pernah nampak merosot. Wajahnya masih nampak segar, senyumnya masih selalu membuat wajahnya berseri. Namun, di waktu dia mengajak Han Lin berlatih silat, muridnya itu melihat betapa gerakan gurunya kini semakin lambat dan tenaganyapun berkurang, terutama tenaga otot.
Pada suatu pagi yang cerah! Seperti biasa, Han Lin sudah sejak subuh bangun dari tidurnya. Gurunya mengajar kanbahwa mengawali hari sebaiknya dimulai dengan bangun yang pagi sekali, sebelum fajar menyingsing, pada waktu ayam Jantan berkokok. Sejak pagi tadi, Han Lin telah bangun tidur, berlatih si]at lalu mandi dan kini dia sudah sibuk membantu dua orang hwesio lain yang sibuk di dapur. Sudah dua tahun ini, di kelenteng itu terdapat dua orang hwesio lain, pendatang dari lain tempat yang menetap di situ menjadi pembantu Kong Hwi Hosiang. Cun Hwesio dan Kun Hwesio adalah dua orang hwesio berusia limapuluhan tahun yang rajin. Dari dua orang hwesio ini, Han Lin juga mendapatkan dua macam iImu yang amat berguna baginya. Biarpun kedua orang hwesio itu tidak memiliki ilmu silat yang terlalu tinggi, namun Cun Hwe sio adalah seorang ahli gin-kang sehingga dalam hal ilmu berlari cepat dan berlonca tinggi , dia masih lebih lihai di banding kan Kong Hwi Hosiang sekalipun. Dan Kun Hwesio adalah seorang hwesio yang memiliki keahlian dalam hal ilmu menolak dan mengusir setan juga pandai mempergunakan kekuatan sihir. Dari kedua orang hwesio ini, yang merasa sayang pula kepada Han Lin, pemuda ini menerima gemblengan.
Melihat persediaan kayu bakar menipis, tanpa diperintah lagi Han Lin lari keluar dari dapur dan menuruni puncak menuju ke hutan untuk mencari kayu bakar. Dia tidak tahu betapa tak lama setelah dia meninggalkan kuil, muncul tiga orang laki-laki berusia antara limapuluh sampai enampuluh tahun di' pekarangan kelenteng itu.
Seorang di antara mereka yang tubuhnya pendek gendut seperti katak, mukanya kuning seperti dicat, yang tertua di antara mereka, berseru dan suaranya parau lantang seolah menggetarkan atap kelenteng itu.
'Hei ! , para hwesio penghuni kelenteng! Keluarlah kalian, kami ingin .bicara!" Sikap dan kata-katanya sungguh kasar memerintah, tidak memakai tata susila. Adapun dua orang temannya yang juga berdiri di situ, hanya menunggu dengan sikap congkak. Seorang di antara mereka juga gendut pendek bermuka hitarn, adapaun orang ke dua tinggi kurus bermuka putih dan usia mereka limapuluh lebih, agak lebih muda dibandingkan si gendut muka kuning.
Mendengar teriakan itu, Cun Hwesio dan Kun Hwesio bergegas keluar dan mereka berdua terheran-heran melihat tiga orang asing yang berdiri di pekarangan kelenteng itu. Akan tetapi sebagai pendeta-pendeta yang sopan dan lembut, mereka cepat mengangkat kedua tangan depan -dada member! normat, dan Cun Hwesio menyambut dengan katakata halus.
"Omitohud...., siapakah sam-si (anda bertiga) dan ada keperluan apa kiranya berkunjung ke kelenteng kami yang buruk"
Si gendut muka kuning menyeringai. "Hemm, kami ingin bicara dengan ketua kelenteng. Siapa di antara kalian yang menjadi ketua kelenteng ini?"
"Ketua kami sedang bersembahyang dan bersamadhi," jawab Cun Hwesio. "Ha-ha-ha, para hwesio gundul ini memang orang-orang pemalas. Selalu menggunakan doa dan samadhi sebagai alasan, pada hal itu tidur mendengkur, ha-ha-ha!" Dua orang iainnya juga ikut tertawa. Cun Hwesio saling pandang dengan Kun Hwesio akan tetapi mereka masih bersabar.
"Om i tohud, pinceng tidak tidur, sudah bangun sejak pagi tadi," tiba-tiba terdengar suara ketua mereka, membuat kedua orang hwesio pembantu itu bernapas lega. Tiga orang itu kini berhadapan dengan Kong Hwi Hosiang yang ber topang pada tongkat bambu ular kuningnya. Karena yang berdiri paling dekat dengannya adalah laki-laki gendut bermuka hitam arang, Kong Hwi Hosiang bertanya sambil memandang kepadanya. "Siapakah sam-wi dan kepentingan apakah yang membuat sam-wi datang berkunjung "'
Si gendut muka hitam arang itu segera memperkenalkan diri dengan sikap angkuh, "Aku disebut orang Hek-bin Moong!"
"Omi tohud !" Kong Hwi Hosiang berseru heran dan memandang kepada mereka bertiga bergantian. "Kalaubegitu, pinceng berhadapan dengan Sam Mo-ong (Tiga Raja IbIis)" Akan tetapi, pinceng pernah berjumpa dengan Hek-bin.
Mo-ong dan seingat pinceng, Hek-bin Mo-ong adalah seorang yang bertubuh tinggi besar tidak seperti engkau yang bertubuh pendek.
'Hwesio sombong! Kaukira tubuhmu itu tinggi ramping" Engkau pun tidak banyak bedanya dengan aku, pendek dan gendut!" Hek-bin Mo-ong berkata marah.
"Omi tohud !" Kong Hwi Hosiang yang memang biasanya selalu tersenyum, kini tertawa gembira. "Bagaimanapun juga, pinceng pernah bertemu dengan Sam Mo-ong dan jelas mereka itu bukan sam-wi."
"Hwesio, ketahuilah bahwa memang kami bukan Sam Moong. Akan tetapi Sam Mo-ong adalah guru-guru kami bertiga. Aku disebut orang Kwi-jiauw Lo-mo (iblis Tua Cakar Setan) , dan aku murid mendiang suhu Toat-beng Mo-ong (Raja Iblis Pencabut Nyawa)."
"Dan aku disebut Pek-bin Mo-ong (Raja Iblis Muka Putih), guruku adalah mendiang Siauw-bin Mo-ong (Raja Iblis Muka Tertawa)," kata orang yang tinggi kurus muka putih kapur dengan mulut mewek-mewek seperti hendak menangis. Sungguh aneh orang yang mukanya seperti selalu menangis ini menjadi murid Raja Iblis Muka Tertawa, yang selalu tertawa itu.
"Mendiang guruku adalah Hek-bin, Mo-ong, dan untuk menghormati beliau, akupun menggunakan nama Julukan guruku itu!" kata yang gendut muka hitam arang.
"Omitohud, sekarang pinceng mengerti. Kirahya sam-wi adalah murid-murid Sam Mo-ong, diam-diam Kong Hwi Hosiang merasa terkejut dan heran. Kalau dia tidak salah ingat akan cerita muridnya, dua orang aneh yang pernah menyerang muridn yaitu agaknya Hek-bin Mo-ong dan Pek-bin Mo-ong, dua orang di antara mereka bertiga itu. Dan mereka semua mengaku murid-murid Sam Mo-ong . Akan tetapi, kenapa ilmu kepandaian mereka demikian hebat, me lebihi tingkat Sam Mo-ong yang pernah dikenal kepandaiannya"!
"Hwesio tua , siapakah engkau dan apakah engkau ketua kelenteng ini?" tanya Kwi-jiauw Lo-mo. Kong Hwi Hosiang tidak mau memperkenalkan namanya karena bagaimanapun, namanya sudah dikenal didunia persilatan dan dia tidak ingin dikenal tiga orang ini . "Pinceng memang pengurus kelenteng ini bersama dua orang saudara pinceng ini. Kami bertiga pengurus kelenteng ini. Akan tetapi, ada kepentingan apakah sam-wi datang berkunjung?"
"Hwesio tua, kami bertiga membutuhkan kelenteng ini, maka kami ha rap kalian bertiga suka pergi meninggalkan kelenteng ini. Kami memerlukan tempat dan kelenteng ini memenuhi syarat," kata Kwi-jiauw Lo-mo tanpa sungkansungkan lagi.
Cun Hwesio dan Kun Hwesio mengerutkan alisnya, akan tetapi Kong Hwi Hosiang bersikap tenang dan tetap sabar. "Tiga orang sahabat yang baik, kalau kalian bertiga hendak tinggal di kelenteng ini sebagai tamu kami, silakan . Dibagian belakang masih terdapat kamar-kamar yang boleh samwi tempati. Kami selalu menerima tamu dengan hati dan tangan terbuka ,"
"Hemm, kami tidak ingin menjadi tamu, melainkan ingin mengambil kelenteng ini sebagai tempat tinggal kami. Kalian bertiga harus pergi dari sini, sekarang juga !"
"Omi tohud , kenapa sam-wi' bersikap begini" Kelenteng ini bukan milik kami, melainkan milik penduduk dusun Li - bun, kami bertiga hanya sekedar menjadi pengurus kelenteng "
"Hwesio tua, karena melihat kalian adalah hwesio-hwesio, maka kami masih berlaku ramah dan lembut dan dengan baikbaik meminta kalian pergi. Apakah kalian menghendaki kami bersikap keras dan melempar kalian bertiga keluar dari tempat InI" bentak Pek-bin Mo-ong yang selalu berwajah muram.
"Omi tohud, kiranya kalian ini bukan hanya manusiamanusia yang menggunakan nama julukan iblis, melainkan iblis sendiri yang menyamar manusia . Jahat sekali ! bentak Cun Hwesio yang sudah tidak mampu menahan kemarahannya lagi sambil menudingkan telunjuknya kearah muka Pek-bin Mo-ong. Sementara itu, Kun Hwesio yang juga sudah merasa penasaran sekali, diam-diam mengerahkan kekuatan sihirnya dan melangkah maju
"Hei !, kalian bertiga murid Sam Mo-ong! teriakan Kun Hwesio ini melengking penuh wibawa, membuat tiga orang itu mau tidak mau terpaksa menengok dan memandang kepadanya. Kun .Hwesio menggerakkan kedua tangannya ke atas lalu dihadapkan kepada mereka sambil berseru lagi, kini suaranya menggetar kuat, "Kalian bertiga berlututlah!"
Terjadi keanehan. Tiga orang yang.tadinya bersikap bengis dan galak itu, tiba-tiba saja menekuk kedua lutut kaki mereka dan mereka berlutut menghadap Kun Hwesio! Biarpun mereka bertiga kelihatan terkejut dan heran, terbelalak, namun mereka tetap saja berlutut dengan sikap hormat. Kalau saja Kong Hwi Hosiang dan kedua orang pembantunya merupakan orang-orang yang mencari kemenangan, ketika tiga orang itu sedang berlutut, tentu akan mudah sekali menyerang dan merobohkan. mereka. Akan tetapi, Kong Hwi Hosiang dan dua orang pembantunya adalah tiga orang pendeta yang menaati hukum agama mereka. Mereka memang tidak meninggalkan kewajiban membela diri, namun mereka sama sekali tidak berani melanggar pantangan membunuh. Membunuh hewanpun mereka pantang, apa lagi membunuh manusia . Selain hukum agama, juga mereka tidak mau melanggar hukum tak tertulis dari para pendekar yang pantang menyerang lawan yang tidak dapat melawan. Melihat betapa tiga orang itu berada di bawah pengaruh kekuatan sihir dari Kun Hwesio, Kong Hw i Hosiang laIu berkata lembut.
"Nah, ha rap kalian pergi dan jangan mengganggu kami lagi." Akan tetapi, tiga orang datuk itu telah memiliki tingkat kepandaian tinggi dan merekapun memiliki sinkang (tenaga sakti) yang amat kuat. Kalau tadi mereka dapat dipengaruhi kekuatan sihir Kun Hwesio, hal itu adalah karena mereka sama sekali tidak menyangka dan mereka tidak bersikap menyambut serangan kekuatan sihir itu. Hanya sebentar mereka terpengaruh dan ucapan lembut Kong Hwi Hosiang telah menyadarkan mereka kembali. Hek-bin Mo-ong yang gendut bermuka hi tam masih berlutut, akan tetapi matanya terangkat ke atas dan dia melirik ke arah Kun Hwe?sio yang tadi membentak agar mereka berlutut. Dia tahu bahwa hwesio itu yang menyerang dengan sihir, maka tiba tiba saja, kedua tangannya yang pendek besar itu didorongkan ke arah Kun Hwe?sio dan dia mengeluarkan bentakan nyaring.
"Hyaaaaahhhh ... '.!" Pada detik berikutnya, Kwi-jiauw Lo-mo telah meloncat dan menyerang Kong Hwi Hosiang dengan senjatanya yang menyeramkan, yaitu sepasang cakar setan yang telah disambungkan dengan kedua tangannya, dan Pek-bin Mo-ong juga sudah menyerang Cun Hwesio. Tentu saja kedua orang hwesio itu tidak sempat nenolong Kun Hwesio yang diserang oleh si muka hitam.
"Desss....! ! Tubuh Kun Hwesio terlempar ke belakang ketika terkena hantaman kedua telapak tangan Hek-bin Moong. Memang dalam.hal iImu silat, dua orang hwesio pembantu itu kalah jauh di bandingkan para penyerang itu yang kesemuanya adalah datuk-datuk sesat yang tentu saja amat lihai. Begitu terkena hantaman kedua tangan Hek-bin Mo-ong, tubuh Kun Hwesio terbanting ke ras dan tubuh itu kin" menggigil kedinginan, lalu tubuh itu menjadi kaku dan diapun tewas seketika karena darah di tubuhnya menjadi beku!
Tidak seperti Kun Hwesio, Cun Hwesio yang ahli gin-kang tidak mudah dirobohkan Pek-bin Mo-ong. Biarpun si kurus muka putih kapur itu menghujankan serangan, namun dengan lincah sekali Cun Hwesio dapat berloncatan keSana sini dan selalu dapat menghindarkan diri dari semua serangan itu! Tubuhnya bagaikan seekor burung walet saja, gerakannya ringan dan cepat berkelebatan mengejutkan Pek-bin Mo-ong yang mengira bahwa lawannya ini memiliki kepandaian yang amat tinggi. Melihat ginkang nya, tentu hwesio ini jauh lebih lihai darinya, Akan tetapi, ketika diserang bertubi-tubi itu Cun Hwesio hanya mengelak saja tak pernah menangkis apa lagi balas menyerang, Pek-bin Mo-ong dapat menduga bahwa hwesio ini hanya ahli gin-kang saja akan tetapi bukan ahli silat tinggi. Maka diapun menyerang terus dengan gencar.
Yang mampu mengimbangi serangan lawan hanyalah Kong Hwi Hosiang. Dengan tongkat bambunya, hwesio tua renta ini ternyata masih tangguh bukan main. Ilmu tongkatnya. Hongin Sin-pang membuat sepasang cakar setan di tangan Kwi jiauw Lo-mo tak pernah berhasil me ngenai sasaran, bahkan hwesio tua itu membalas tak kalah dahsyatnya, membuat Kwijiauw Lo-mo harus berhati-hati. Tak disangkanya bahwa hwesio tua itu demikian lihainya. Kalau saja dia tahu bahwa yang dilawannya adalah Kong Hwi Hosiang, tentu dia tidak akan merasa heran dan tidak berani memandang rendah.
Hek-bin Mo-ong tertawa melihat lawannya yang pandai sihir tadi telah tewas sedemikian. mudahnya di tangannya. Dia melihat betapa lawan Pek-bin Mo-ong memiliki ginkang istimewa, akan tetapi diapun tidak bodoh. Melihat hwesio itu hanya berloncatan ke sana sini tanpa membalas, diapun dapat menduga bahwa hwesio itu hanya pandai gin-kang saja namun tidak memiliki ilmu silat yang akan membahayakan rekannya. Sebaliknya, dia melihat Kwi-jiauw Lo-mo agak repot menghadapi Kong HwiHosiang, maka diapun meloncat ke depan membantu rekan ini mengeroyok Kong Hwi Hosiang..
Tentu saja Kong Hwi Hosiang semakin repot. Melawan Kwijiauw Lo-mo saja, dia harus mengerahkan seluruh tenaga untuk mengimbanginya, apa lagi dike royok oleh Hek-bin Moong yang memiliki kepandaian setingkat dengan datuk pertama itu. Dia sudah tua, tenaganya sudah banyak berkurang, dan napasnya juga sudah tidak setahan dahulu. Namun, hwesio tua ini memang hebat. Karena ilmu kepandaiannya sudah matang, sudah mendarah daging, biar dikeroyok dua orang datuk yang demikian tangguhnya, dia masih mampu membela diri dan tongkatnya yang berbentuk ular kuning dari bambu yang khas itu selalu dapat menangkis sepasang cakar setan Kwi-jiauw Lo-mo dan pukulan tangan dingin Hek-bin Mo-ong.
Sampai belasan jurus, Cun Hwesio masih mampu menghindarkan diri dari serangan Pek-bin Mo-ong yang bertubi-tubi. Karena serangannya selalu luput,
Pek-bin Mo-ong merasa penasaran sekali dan memperhebat serangan pukulan yang berhawa panas itu. Akan tetapi , ketika melihat betapa Kun Hwes io tewas sedang kan Kong Hwi Hos i ang d i keroyok dua dan keadaannya juga terdesak, dia merasa khawatir sekali dan kegelisahannya, di tambah lagi kini dia memecah perhatian untuk melihat ke arah Kong Hwi Hos i-ang, Cun Hwes io kurang waspada dan lambungnya terkena sambaran pukulan Pek-bin Mo-ong.
Plakk!" Sekali saja terkena pukulan ampuh i tu pada lambungnya, Cun Hwes io terpelanting dan roboh berkelojotan sebentar lalu tewas dengan tubuh kehitaman seperti terbakar!
Pek-bin Mo-ong tidak lagi memperdulikan lawan yang dia yakin tentu telah tewas. Dia menoleh ke arah rekan-rekannya dan mendengus marah melihat betapa dua rekan yang mengeroyok hwe?sio itu masih juga belum mampu merobohkannya. Diapun meloncat dan dengan bentakan nyaring, diapun terjun kedalam perkelahian, ikut mengeroyok Kong Hwi Hosiang!
Kong Hwi Hosiang mencoba untuk melawan sekuatnya, namun dia sudah tua dan tingkat kepandaian tiga orang itu tidak banyak selisihnya dengan tingkatnya, maka dikeroyok tiga, tentu saja dia tidak mampu bertahan lebih lama lagi. Sebuah tamparan tangan beracun dingin dari Hek-bin Mo-ong mengenai punggungnya . Dia terhuyung dan menggigil kedinginan, lalu datang pukulan Pek-bin Mo-ong yang berhawa panas. Selagi Kong Hwi Hosiang terhuyung, cakaran tangan kiri Kwi-j iauw Lo-mi mengenai dadanya dan hwesio tua itupun roboh dan tidak bergerak lagi, mukanya hitam keracunan dan diapun tewas seketika.
Tiga orang datuk i tu memeriksa ketiga hwe io dan setelah merasa yakin bahwa mereka itu tewas semua, mereka lalu menyerbu kedalam kelenteng mencari kalau-kalau masih terdapat penghuni kelenteng yang lain. Akan tetapi ternyata tidak ada orang lain lagi di dalam kelenteng.
"Hemmm, di mana Seng Gun?" tiba- tiba Kwi-jiauw lo-mo bertanya kepada kedua orang rekannya.
"Bukankah tadi dia naik ke pun-cak"!l kata Pek-bin Mo-ong. Pemandangan alam disini amat indahnya, tentu dia pergi berjalan-jalan. Biar aku mencarinya!" kata Hek-bin Mo-ong. Ketlka Kwi-jiauw Lo-mo mengangguk, Hek-bih Mo-ong tertawa lalu tubuhnya yang gendut bundar itu seperti menggelinding pergi dengan cepat sekali.
Dewa maut berpesta pora d! pekarangan kelenteng itu dan mengambil korban nyawa.tiga orang hweslo yang selama ini hidup tenteram penuh damai dan pekerjaan mereka hanyalah berdoa dan menolong para penduduk dusun-dusun di sekitar daerah Itu. Akan tetapi mengapa mereka bertiga mengalami nasib sedemikian buruknya"
Sejak jaman dahulu, orang selalu bertanya-tanya tentang kenyataan ini, yaitu bahwa betapa banyaknya manusia yang semasa hidupnya nampak begitu balk hati, dermawan, suka menolong sesamanya, juga beribadat, namun kenyataan nya tertimpa malapetaka, bahkan banyak juga yang tewas secara menyedihkan, baik melalui kecalakaan mengerikan, bencana alam, atau juga dibunuh orang. Banyak orang yang hidupnya nampak baik dan saleh, semua orang menganggap dia seorang budiman, namun hidupnya miskin, berpenyakitan, dan tertimpa malapetaka pula sehingga mengalami kematian yang menyedihkan, Sebaliknya, banyak pula orang yang pada umumnya dianggap jahat, kejam, kikir, tidak pernah suka menolong sesamanya, bahkan mengingkari Tuhan, namun hidupnya nampak bergelimang kekayaan, selalu nampak senang dan bahkan berumur panjang!
Kenyataan ini merupakan satu di antara rahasia-rahasia kehidupan yang tidak dapat dimengerti manusia, Banyak yang mencoba untuk mengungkap rahasia ini dengan berbagai teori dan dalih.
Ada yang menganggap 'bahwa hal itu merupakan hukum karma atau hukum sebab akibat atau hukum menanggung akibat perbuatan sendiri, memetik buah dari pohon yang ditanamnya sendiri. Tanaman pohon ini mungkin dilakukan dalam kehidupan masa lalu, atau ditanam oleh orang tua, nenek moyang dan seianjutnya, Ada pula yang berpendapat bahwa semua keadaan yang tidak menyenangkan itu adalah perbuatan setan yang selalu berusaha untuk menyengsarakan manusia. Namun, semua itu hanyalah anggapan dan perkiraan belaka yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Hati akal pikiran manusia terlalu terbatas untuk dapat mengungkap pekerjaan Tuhan yang maha besar dan maha rumit.


Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ada orang berpendapat bahwa segala yang menyengsarakan manusia, termasuk pekerjaan setan yang selalu ingin menyengsarakan manusia. Benarkah ini" Ada pula yang beranggapan bahwa hal ini tidak mungkin karena bukankah penyakit disebabkan kuman-kuman, dan kuman adalah mahluk hidup yang berarti ciptaan Tuhan pula" Kalau Tuhan Maha Pencipta, berarti bahwa semua kuman dan apa saja yang dapat menyebabkan manusia sakit, baik itu hewan maupun tanaman, adalah ciptaan Tuhan. Berarti bahwa semua yang menimpa manusia dapat terjadi kalau sudah dikehendaki Tuhan. Benarkah ini" Tidak ada yang akan dapat menjawab, karena semua jawabanpun, seperti semua perkiraan tadi, hanya merupakan pendapat belaka, hanya perkiraan dan tidak akan dapat dibuktikan. Pengertian manusia amat terbatas, terbatas untuk melayani dan mencukup kebutuhan manusia hidup di dunia saja, karena itu, alat berupa hati akal pikiran tidak dapat kita pergunakan untuk menguak dan menjenguk rahasia yang lebih dari pada kebutuhan kita.
Kisah Bangsa Petualang 12 Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen Pendekar Pemetik Harpa 15
^