Pencarian

Kisah Si Pedang Terbang 6

Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo Bagian 6


Sie Wan Cu mengamuk dan melihat hwesio itu memukul dengan pengerahan tenaga, dia memapaki dengan tangan kanannya. "Krakk....!" hebat bukan main pertemuan tenaga itu. Tangan yang menangkis itu membuat gerakan memutar dan ujung tongkat itupun patah! Ho Jin Hwesio terkejut dan dia melompat ke be lakang. Untung baginya bahwa para pengeroyok lain sudah mendesak Sie Wan Cu sehingga ketua Beng-kauw ini tidak dapat menyusulkan serangan kepadanya. Ho Jin Hwesio merasa penasaran sekali dan diapun nekat maju lagi menggunakan tongkatnya yang sudah buntung. Sekali ini, selagi ada kesempatan pengeroyok dengan beberapa orang tokoh lihai, dia harus berhasil membalaskan dendam suhengnya. Suhengnya seorang tokoh Siauw lim-pai yang lain, pernah bentrok dengan ketua Beng-kauw "itu dan dalam per kelahian itu, suhengnya merasakan penghinaan besar. Suhengnya tidak saja kalah, akan tetapi ketua Bengkauw, itu tidak mau membunuhnya, hanya mematahkan tulang kakinya sehingga hwesio itu menjadi tapadaksa, jalannya terpincang pincang. Hal ini membuat suhengnya merasa terhina dan tersiksa sekali sehingga ingatannya mulai berubah dan kini hanya tinggal saja bertapa, tak pernah mau mencampuri urusan dunia dan juga sikapnya berubah menjadi tidak waras! Kalau sekarang Ho Jin Hwesio dengan penuh semangat menerima ajakan Nam-kiang-pang untuk menyerbu Bengkauw, yang mereka lakukan bersama, hal itu semata untuk membalaskan sakit hati suhengnya, di samping untuk membasmi perkumpulan yang dianggap amat jahat dan sesat itu.
Kiang Cu Tojin, tosu tinggi kurus dari Butong-pai -itu juga mengandung sakit hati yang mendalam kepada Sie Wan Cu. Seorang murid wanitanya, yang masih gadis, pernah bertemu dengan ketua Bengkauw itu, merasa tertarik sekali karena Sie Wan Cu memang memiliki daya tarik yang amat kuat bagi wanita. Ketika itu usia Sie Wan Cu empat puluh tahun dan murid Butong-pai itu tergila-gila kepadanya. Dan ketua Bengkauw inipun tidak menolak. Mana mungkin bagi Sie Wan Cu untuk menolak rindu dendam seorang wanita" Dia melayani, merayu dan bermain cinta dengan gadis itu. Akan tetapi ketika wanita itu minta agar ia dinikah, menjadi isteri yang ke sekian, Sie Wan Cu tidak mau. Bukan dia tidak sayang kepada wanita itu, melainkan karena wanita itu murid Butongpai yang dilarang untuk menikah. Dia tidak ingin membuat Butong-pai sakit hati kepadanya. Dia menolak dan gadis itu menjadi patah hati lalu membunuh diri! Akhirnya, Kiang Cu
Tojin guru wanita itu mengetahu" persoalannya maka dia bersumpah untuk membunuh Sie Wan Cu dan begitu Namkiang-pang mengajak dia bekerja sama membasmi Bengkauw, sertamerta dia menyanggupi. Kini dengan pedangnya di tangan, dia mencari kesempatan untuk dapat memenggal pria yang dibencinya itu.
Ang-sin-Tiong Yu Kiat lebih sakit hati lagi kepada ketua Bengkau ini karena mendiang isterinya dahulu pernah dibikin tergila-gila oleh Sie Wan Cu. Pendeknya diantara lima orang tidak ada seorangpun .yang suka kepadanya, maka mereka mengeroyok dengan tekad keras untuk membunuhnya.
Namun ternyata Sie Wan Cu bukan orang yang mudah ditundukkan. Lima orang pengeroyok itu rata-rata merupakan tokoh-tokoh besar di dunia persilatan dan mereka semua berusaha mati-matian untuk membunuh. Namun ketua Bengkauw itu dapat melakukan perlawanan dengan gigih sekali. Setelah lewat pertempuran yang makan waktu lebih dari limapuluh jurus, barulah tongkat buntung Ho Jin Hwesio mampu menggebuk punggungnya dengan amat kuatnya sehingga terdengar tulang patah. Memang ada tulang iga Ketua Bengkauw yang patah, akan tetapi Sie Wan Cu malah mengeluarkan suara tawa dan dia menyerang dengan amat cepatnya kepada hwesio itu. Terdengar teriakan mengerikan dan hwesio tinggi besar itu roboh terkapar dan menggelepar dengan muka berubah hangus.
Melihat ini, empat orang tokoh yang lain menjadi marah dan mereka menggerakkan senjata lebih ganas lagi. Namun, Sie Wan.Cu yang maklum bahwa dia tidak akan dapat mengalahkan para pengeroyoknya yang tingkat kepandaian masing-masing tidak berselisih jauh dengannya, kini menubruk ke arah Kiang Cu Tojin. Tosu Butong-pai itu dengan penuh kebencian menyambut dengan tusukan pedangnya, namun Sie Wan Cu yang sudah nekat itu tertawa, menerima pedang dengan dadanya dan tangannya berhasil dapat mencengkeram pundak tosu itu. Ki ang Cu Tojin menggigil, mukanya berubah pucat sekali dan diapun roboh ter-kena cengkeraman ilmu Salju Putih dan tewas seketika.
Sie Wan Cu yang dadanya. sudah di tembusi pedang masih dapat rnembalik dan mengirim pukulan Matahari Merah ke arah Ang-sin-l iong Yu Kiat namun dari samping Pek Kong Seng-jin dari Kong-thong-pa i sudah menggerakkan ruyungnya menghantam tengkuk Sie-Wan Cu.
"Prakk....!"'Ruyung itu hancur berkeping-keping dan tubuh ketua Beng-kauw itu terpelanting. Dia bergulingan dan dari bawah kedua tangannya bergerak. Sinar kehitaman menyambar ke arah Pek Kong Seng-jin, Angsin-liong Yu Kiat dan Tiat-sin-liong Lai Cin, namun tiga orang ini cepat menghindar dengan loncatan-loncatan ke samping sehingga jarum-jarum lembut itu tidak mengenai sasaran.
Sungguh mengagumkan sekali. Biarpun dadanya sudah tertembus pedang Kiang Cu Tojin, tulang iganya patah oleh hantaman tongkat Ho Jin Hwesio dan tengkuknya membuat ruyung Pek Kong Sengjin hancur berkeping, namun ketua Bengkauw itu masih sempat membunuh Ho Jin Hwesio dan Kiang Cu Tojin, kemudian menyerang tiga orang lawan lain dengan dahsyat, yaitu jarum-jarum yang biarpun amat halus namun mengandung racun maut dan hampir saja mencelakai tiga orang datuk itu. Dan kini dia masih sanggup untuk melompat bangun biarpun d ia terhuyung lagi .
"Ha-ha-ha.... majulah... kalian orang-orang pengecut yang menganggap diri sendiri gagah perkasa dan pendekar besar! Hayo maju !"
"Iblis jahanam!" bentak Pek Kong Sengjin. Setan tua, kuantar kau ke neraka!" Ang-sin-liong Yu Kiat dan Tiat-sin-liong Lai Cin. Dua orang Bu-tek Ngo Sin-liong ini maju dengan cepat dan mengirim pukulan jarak jauh yang dahsyat ke arah ketua Beng-kauw yang sudah terluka parah itu. Sementara itu, Pek Kong Sengjin hanya menonton ka rena dia yakin bahwa ketua Bengkauw itu tidak akan mampu menyelamatkan diri lagi .
Akan tetapi pada saat itu tiba-tiba terdengar ledakanledakan dua kali dengan kerasnya dan dua buah guha itu jebol, dua sosok tubuh manusia menyambar keluar dan melayang seperti terbang. Itu adalah tubuh Sie Kwan Lee dan Sie Kwan Eng yang keluar dari tempat pertapaan atau latihan- mereka. Yang mengerikan, wajah Kwan Lee nampak seperti bara api, merah sekali sampai ke rambut-rambutnya, sedangkan wajah Kwan Eng nampak putih pucat seperti mayat, juga sampai ke rambut-rambutnya. Dan dua orang ini melayang ke arah ayah mereka yang saat itu sedang terancam pukulan maut dari Ang-sin-liong Yu Kiat dan Tiat-sin-liong Lai Cin.
Tentu saja dua orang dari Bu-tek Ngo Sin-liong kaget bukan main ketika ada bayangan menerkam ke arah mereka dibarengi angin dahsyat mendatangkan hawa yang satu panas seperti api yang lain dingin seperti es. Karena tidak tahu benda atau mahluk apa yang menerkam ke arah mereka, pukulan mereka terhadap Sie Wan Cu mereka urungkan dan mereka mengarahkan pukulan kepada penyerang itu. Ang-sinliong Yu Kiat menyerang ke arah mahluk bermuka merah sedangkan sutenya menyerang ke arah mahluk bermuka putih.
"Dess !" Kedua orang datuk ini mengeluarkan teriak kaget dan roboh terjengkang. Biarpun mereka tadi sudah mengerahkan sinkang' sekuatnya dan melindungi seluruh tubuh mereka, tetap saja mereka roboh pingsan!
"Ayah ...!".Kwan Lee dan Kwan Eng segera berlutut dekat ayah mereka yang tadi terkulai lagi. Orang tua itu tersenyum lebar.
"Ha-ha-ha, Kwan Lee dan Kwan Eng. Kalian berhasil! Matipun aku tidak penasaran karena Bengkauw ada yang melanjutkan. Bangun.... bangun kembali Bengkauw.... dan kalian bantu nona itu ...." Dia menuding dan kedua orang anaknya menoleh.
Mereka meiihat Yang Mei Li memainkan sepasang pedangnya menghadapi pengeroyokan dua orang muda yang lihai bukan main. Ternyata tadi Mei Li tidak dapat menahan dirinya lagi " melihat Seng Gun menggunakan tangan besi membunuhi anggauta Beng-kauw. Hampir semua orang yang tadinya berjaga di depan dua guha itu sudah roboh dan dilihatnya pemuda yang seorang lagi tetap tidak pernah membunuh pengeroyoknya. Yang bertangan maut adalah Seng Gun, dan hal ini membuat ia merasa makin tidak suka kepada pemuda yang dalam pertemuannya yang pertama kali juga sudah bertindak kejam sekali terhadap gerombolan penjahat. Ia segera meloncat dan menggunakan sepasang pedangnya untuk menahan gerakan Seng Gun dan Kang Hin, sekaligus menangkis golok kedua orang pemuda itu.
"Eh, Hui-kiam Sian-li....! Nah, kita berjumpa kembali, nona. Akan tetapi sekali ini engkau salah kira. Yang kaubantu ini adalah orang-orang Bengkauw, orang-orang jahat sekali!"
"Yang kusaksikan tadi, engkaulah yang jahat dan kejam, bukan orang lain," kata Mei Li dengan sikap tenang dan mata menantang.
Pada saat itu, orang-orang Beng-kauw sebanyak limabelas tinggal enam orang saja lagi dan mereka ini menghentikan serangan karena memang maklum bahwa mereka tidak akan menang melawan dua orang pemuda Nam-kiang-pang itu. Dan ketika Mei Li memandang, kebetulan sekali Kang Hin juga memandang kepadanya. Sinar mata penuh kemarahan bagaikan sepasang bintang berapi itu membuat pemuda itu menundukkan pandang mata nya ke bawah, seperti orang yang merasa bersalah. Namun, Seng Gun sebaliknya mengerutkan alisnya mendengar ucapan itu.
"Hemm, kiranya engkau juga' seorang gadis sesat! Kalau begitu, baik kuantar kau sekalian bersama mereka ke neraka!" Mei Li tersenyum. "Agaknya, engkau sudah berlangganan dengan neraka, maka engkau tahu jalannya dan menjadi petunjuk jalan. Bagus, engkau sendiri sudah mengakui bahwa engkau langganan neraka "
Mei Li melihat betapa sinar mata pemuda yang pendiam tadi kini bersinar menyembunyikan kegelian hatinya, akan tetapi Seng Gun sudah marah sekali.'Sambil mengeluarkan seruan nyaring, Seng Gun menyerang dengan goloknya.
Mei Li.menangkis dan pada saat itu juga pedang ke dua sudah menyambar ke arah leher Seng Gun. Tentu saja Seng Gun terkejut sekali dan diapun segera memainkan ilmu yang baru saja dia latih dengan sempurna, yaitu Thian-te To-hoat yang ampuh. Seluruh anggauta Nam-kiang-pang hanya ada tiga orang sa ja yang menguasai ilmu ini, yaitu Tio-pangcu, Ciu Kang Hin, dan dia sendiri.
Akan tetapi sekali ini Seng Gun kecelik. Dia menemukan tanding yang tidak kalah hebatnya. Sepasang pedang yang beterbangan bagaikan dua ekor naga sakti itu benar-benar membuat dia menjadi bingung. Dia sudah mengerahkan tenaganya, namun ternyata tangan yang menggerakkan pedang terbang itupun kuat luar biasa, bahkan dalam hal kecepatan dia harus mengakui keunggulan lawan.
Sementara itu, tiga orang penyerbu, yaitu Ang-sin-liong Yu Kiat, Tiat-sin-liong Lai Cin, dan Pek-kong Sengjin dari Kongthong-pai, juga terdesak hebat oleh kakak beradik Sie yang sudah menguasai Matahari Merah dan Salju Putih, bahkan makin lama gerakan kakak beradik itu semakin dahsyat karena mereka sudah mulai terbiasa dan tidak kaku lagi. Juga warna yang merah pada mu ka Kwan Lee dan warna putih pucat pada muka Kwan Eng sudah mulai menjadi normal kembali .
Melihat ini, Ciu Kang Hin mengambil keputusan tetap. Dia bersedih meilihat betapa Nam-kiang-pang kini menjadi gerombolan kejam, bahkan tokoh-tokoh pendekar dari berbagai partai persilat an kini ikut-ikutan hendak membasmi Beng-kauw. Dia merasa sedih kalau harus terlibat. Biarpun dia tahu pahwa Beng-kauw adalah aliran sesat dan di antara anggautanya mungkin banyak yang jahat, namun dia tidak percaya bahwa mereka semua itu jahat dan harus dibasmi habis, berikut anak-anak dan isteri mereka. Seperti sekarang ini, dua orang putera dan puteri ketua Beng-kauw sedang melakukan tapa atau latihan ilmu Matahari Merah dan Salju Putih, dan dalam keadaan seperti itu, para pendekar menyerbu dan hendak membunuh mereka semua yang sedang tidak berdaya karena sedang latihan!
"Sute, cuwi enghiong, larilah! Biar aku yang menahan mereka!"' Dia sudah melihat robohnya dua orang, yaitu tokoh Siauw-lim-pai dan Butong-pai. Kalau dilanjutkan, setelah pemuda dan pemudi yang telah memiliki ilmu Matahari Merah dan Salju Putih itu muncul, tentu sutenya dan tiga orang tokoh lainnya akan tewas pula. Dari pada mereka yang tewas, biarlah dia yang akan mengorbankan diri dari pada hidup dalam keadaan tersiksa batinnya. Apa lagi kalau dia nanti menjadi ketua Nam-kiang-pang yang harus memimpin para anggauta membasmi Beng-kauw!
Dia lalu memutar otaknya dengan hebat, menahan sepasang pedang terbang. Dia kagum bukan main melihat munculnya gadis ini dan dia sama sekali tidak percaya bahwa gadis ini seorang jahat! Apa lagi mendengar pembicaraan antara sutenya dan gadis itu. Sutenya agaknya sudah mengenalnya dan gadis yang berjuluk Hui-kiam Sian-li (Dewi Pedang Terbang) itu sama sekali tidak menunjukkan watak jahat, walaupun ia pemberani bukan main.
Seng Gun terkejut dan girang melihat kenekatan suhengnya. Inilah kesempatan yang baik baginya. Biarlah Kang Hin sendiri menghadapi lawan tangguh dan tewas, sedangkan dia dapat meloloskan diri. Maka dia berseru, "Cukup, kita pergi sekarang, biar suheng menahan mereka!"setelah berkata demi-kian dia meloncat meninggalkan Kang Hin dan membantu tiga orang yang sedang menahan Kwan Lee dan Kwan Eng. Tiga orang ini tentu saja merasa lega. Bagaimanapun juga, mereka sudah merasa bahwa mereka tidak akan mampu menandingi dua orang pemuda dan gadis yang memiliki ilmu aneh itu, maka ketika mendengar ucapan Seng Gun, mereka memutar senjata dengan dahsyat, memaksa Kwan Lee dan Kwan Eng mundur, kemudian mereka meloncat ke belakang dan bersama Seng Gun mereka melarikan diri Kwan Lee dan Kwan Eng tidak mengejar karena mereka sudah menghampiri ayah mereka yang terluka parah dan kini sudah bangkit duduk bersila untuk mengerahkan tenaga terakhir melawan maut yang hendak merenggut nyawanya.
"Ayah !" mereka berlutut didekat ayah mereka dan keduanya ingin membantu ayah mereka dengan menempelkan telapak tangan di punggung. Namun, Sie Wan Cu tersenyum mencegah mereka.
"Jangan , tidak ada gunanya lagi aku akan mati.... akan tetapi aku puas, aku puas.... ha-ha-ha, kalian sudah berhasil. Dan gadis itu, ia ia baik sekali ah, Dewi Pedang Terbang kalian bantu ia, lawannya juga amat liha i ......"
Kwan Lee dan Kwan Eng menengok. Mereka melihat Mei Li sedang bertanding melawan seorang pemuda yang bersenjatakan sebatang golok dan mereka benar-benar merasa kagum sekali. Pemuda itu tegap dan tampan, dan ilmu goloknya amat aneh. Golok itu berubah menjadi sinar bergulung-gulung bagaikan tirai sinar yang menyelubungi seluruh tubuhnya dan biarpun sepasang pedang Mei Li beterbangan menyambar selalu dapat tertahan oleh gulungan sinar golok. Dua pedang itu bagaikan dua ekor burung walet emas yang menyambar-nyambar akan tetapi tidak dapat menembus tirai sinar. Sungguh merupakan pertandingan yang hebat sekali karena golok itupun tidak mampu melewati dua batang pedang. "Ilmu golok yang hebat" seru Kwan Lee.
"Itulah Thian-te To-hoat yang terkenal," kata ayah mereka. "Dan pemuda itu ahh, agaknya . . . dialah yang bernama Ciu Kang Hin...."
"Keparat....!!" mendengar nama itu, Kwan Lee segera meloncat dan ikut menyerang pemuda bergolok itu Kwan Lee bertanya kepada ayahnya, "Ayah menghendaki agar kita bunuh pemuda itu?"
Sie Wan Cu masih memandang pemuda itu dengan sinar mata tertarik lalu berkata lirih, "Jangan jangan bunuh.... sayang kalau ilmu golok itu dibawa mati.... tangkap saja, Kwan Lee tangkap dia hidup-hidup untukku..."
Biarpun merasa heran dan tidak mengerti mengapa ayahnya memerintahkan begitu , Kwan Lee segera meloncat dan diapun ikut pula mengeroyok Kang Hin yang sudah terdesak hebat ketika Kwan Lee melancarkan pukulan Salju Putih itu .
Sebetulnya hati Mei Li sudah tidak senang dengan adanya Kwan Eng yang melakukan pengeroyokan. Biarpun ia tidak dapat dibilang menguasai pertempuran dan keadaannya masih berimbang dengan golok pemuda perkasa itu, namun ia tidak kalah dan tidak membutuhkan bantuan. Apa lagi ia tadi melihat sendiri betapa lawannya itu hanya ingin menghalangi mereka mengejar teman-temannya. Pemuda itu mengorbankan diri untuk kawan-kawannya. Bahkan ketika melawannya, pemuda itu tidak menyerang dengan sungguhsungguh, hanya lebih banyak menangkis dan menutup diri dengan sinar golok.
Kang Hin sendiri kagum bukan main melihat sepasang pedang terbang itu, maklum bahwa dia berhadapan dengan seorang gadis yang amat lihai. Dan selagi dia mencari kesempatan untuk melarikan diri, ada angin dingin menyambar dari kiri. Dia terkejut dan cepat membuang diri ke belakang. Kiranya yang menyerangnya adalah seorang gadis cantik yang wajahnya agak kepucat-pucatan dan tangannya juga putih sekali. Dia teringat akan percakapan sutenya dan rekan-rekannya tadi bahwa puteri ketua Bengkauw sedang berlatih ilmu Salju Putih, maka dia dapat menduga bahwa inilah agaknya puteri Bengkauw itu. Dia pun memutar goloknya lebih cepat untuk melindungi diri nya.
Namun ilmu yang baru saja disempurnakan Kwan Eng memang hebat sekali. Kini pertempuran itu menjadi pertempur an yang amat hebat, karena tiga macam ilmu yang pada waktu itu dapat dibilang merupakan tiga di antara ilmuilmu tertinggi di dunia persilatan, saling bertemu. Narnun, karena Kang Hin dikeroyok, apa lagi karena dia memang tidak bermaksud untuk membunuh seorang di antara dua gadis cantik itu, mulai terdesak hebat dan pada saat Kwan Lee datang melompat ke situ, sebuah pukulan jarak jauh dengan tenaga Salju Putih sepenuhnya, dilancarkan oleh Kwan Eng dari belakang, membuat Kang Hin terhuyung dan kesempatan ini diperguna kan untuk menendang kakinya oleh Mei Li. Tanpa dapat dicegah lagi tubuh Kang Hin terpelanting dan tusukan pedang terbang pada pergelangan tangannya membuat goloknya terlepas dan pada saat itu, Kwan Eng sudah meloncat dekat dan menggerakkan tangan untuk mengirim pukulan maut.
"Jangan bunuh....!" Mei Li berse ru namun agaknya seruannya itu terlambat karena Kwan Eng sudah mengayun tangannya .
"Dukk !" Kwan Eng meloncat ke belakang dengan mata terbelalak mel ihat bahwa yang menangkis pukulan mautnya itu bukan lain adalah Kwan Lee.
"Koko, kenapa kau melarangku" Gi lakah kau?"
"Hush, moi-moi, ayah melarang kita."
Kwan Eng menjadi semakin heran. Sementara itu, Kang Hin bangkit duduk, pergelangan tangannya terluka sedikit oleh ujung pedang Mei Li. "Aku sudah kalah, bunuhlah aku!" katanya dengan suara datar.
Entah mengapa , suara itu begitu mengharukan hati Mei Li sehingga ia cepat maju dan menggerakkan tangannya. Sekali totok saja tubuh itu terkulai karena memang Kang Hin tidak bermaksud untuk mengelak atau menangkis. Dia sudah pasrah.
Kwan Lee lalu mengeluarkan sabuk sutera yang kuat dan mengikat kedua tangan pemuda itu ke belakang, kemudian membebaskan totokan Mei Li.
"Kenapa engkau menangkap aku" Ke napa tidak kaubunuh saja aku?" tanya Kang Hin kepada Kwan Lee.
"Tidak perlu banyak bertanya. Engkau sudah menjadi tawanan kami dan hanya ayah yang akan memutuskan apa yang akan kami lakukan terhadap dirimu " Dengan kasar Kwan Lee menyeret tubuh Kang Hin, dibawa menghadap ayah-nya. Ketua Bengkauw memandang dengan penuh perhatian kepada Kang Hin, dari kepala sampai ke kaki. "Heii, orang muda, apakah engkau yang bernama Ciu Kang Hin?"
"Benar, pangcu dan setelah sekarang saya tertawan, cepat bunuh saja aku," kata Kang Hin dengan suara dan sikap tenang. Dia memang tidak mempunyai siapa-siapa lagi di dunia ini. Kematian tidak berarti meninggalkan sesuatu yang berharga baginya. Dan kedudukan ketua di Nam-kiang-pang sama sekali tidak dianggapnya sebagai suatu yang membahagiakan atau membanggakan, bahkan menjadi beban yang amat berat.
"Engkau yang dijuluki pembasmi Bengkauw nomor satu?" tanya pula ketua Bengkauw dengan suara lirih karena keadaannya sudah payah. "Benar sekali ."
"Ayah, biar kuhancurkan kepalanya dengan tanganku!" Kwan Eng berseru marah..
"Kenapa?" Sie Wan Cu mendesak, memaksa diri, "kenapa engkau begitu membenci kami ?"
"Aku tidak membenci Bengkauw, hanya menentang semua perbuatan jahat, dilakukan oleh siapapun."
"Tapi engkau membunuh orang Bengkauw, bahkan wanita dan anak-anak." "Aku tidak pernah membunuh wanita dan anak-anak. Aku hanya mengalahkan orang yang bertanding denganku. Aku bukan pembunuh."
"Bohong!" Bentak Kwan Eng. "Ayah, dia bohong, dia pengecut, tidak berani bertanggung jawab, tidak.berani mengakui perbuatahnya sendiri!"
Sie Wan Cu menyeringai menahan sakit dan dia menguatkan dirinya, karena agaknya dia tertarik sekali. "Tapi orang menganggap dirimu sebagi pembunuh nomor satu, pembasmi Bengkauw, engkau calon ketua Nam-kiang-pang."
"Itu fitnah, bohong. Kalau aku membunuh orang, tentu tidak akan kusangkal. Aku memang oleh suhu ditunjuk sebagai calon ketua Nam-kiang-pang dan memang suhu dan semua suheng sute bertekad membasmi Bengkauw. Akan tetapi aku tidak setuju.. Terserah kalian percaya atau tidak, mau bunuh boleh bunuh, akan tetapi aku tidak mengingkari perbuatanku."
"Jahanam !" Kwan Eng sudah mengayun tangannya, akan tetapi ayahnya membentaknya sehingga gadis itu dengan merengut membatalkan niatnya.
"Ciu Kang Hin, apa hubunganmu dengan Ouw-sin houw (Harimau Sakti Hitam) Ciu Teng?" tiba-tiba ketua Beng-kauw itu bertanya, sambil memandang tajam.
Pemuda itu nampak terkejut sekali, dan diapun mengangkat muka memandang kepada si penanya. "Mengapa pangcu bertanya demikian" Sebaiknya pangcu lekas berobat dan beristirahat, keadaan pangcu berbahaya sekali...." Kang Hin melihat betapa ketua itu menahan rasa sakit dan mukanya sudah mulai pucat, keringatnya membasahi muka dan leher.
"Jawab, apa hubunganmu dengan Ciu Teng?" ketua Bengkauw mengulang dan Kwan Lee mendesak, "Lebih baik kau cepat menjawab, Ciu Kang King."
Pemuda itu menundukkan mukanya. "Mendiang Ouw-sinhouw Ciu Teng adalah ayah kandungku," katanya dengan suara sedih.
Sie Wan Cu terkejut, matanya terbelalak, mulutnya ternganga, lalu dia tertawa, keras sekali tawanya. "Ha-ha-haha, sudah kuduga, wajahmu mirip sekali. Ciu Kang Hin, tahukah engkau dengan siapa kau berhadapan" Aku Sie Wan Cu, adalah pamanmu, paman angkat. Ayah mu adalah kakak angkatku, apakah dia tidak pernah bercerita kepadamu?"
Pemuda itu memandang heran. "Pa-man" Ayah meninggal sejak aku masih kecil sekali, berusia tiga empat tahun Ibu sudah meninggal lebih dulu, ketika melahirkan aku dan sejak kecil aku sebatang kara."
Mei Li menekan perasaannya yang merasa kasihan sekali kepada pemuda sederhana itu. Ketua Bengkauw itu memaksa diri berkata, "Ketika ayahmu muda, persis seperti engkau, kami bersumpah mengangkat saudara. Kami saling berpisah dan tidak pernah bertemu lagi karena ayahmu tidak setuju aku menjadi ketua Bengkauw. Jadi sejak kecil engkau menjadi murid di Nam-kiang-pang" Dan engkau memusuhi Bengkauw?"
"Pangcu"
"Panggil aku paman agar arwah ayahmu tidak menjadi penasaran." "Paman, terus terang sejak kecil aku menjadi murid Namkiang-pang dan perkumpulan itu selalu membela kebenaran dan keadilan dan aku bahkan di tunjuk oleh suhu untuk kelak menggantikan suhu. Akan tetapi, kemudian muncul peristiwa yang membuat Nam-kiang-pang berhadapan sebagai musuh Beng-kauw. Banyak anggauta kami terbunuh oleh Bengkauw sehingga timbul dendam sakit hati mendalam di Nam-kiangpang. Kemudian aku ditunjuk oleh suhu untuk memimpin para anggauta memusuhi Bengkauw. Paman apa yang dapat kulakukan dalam ha l ini" Aku sendiri, demi Tuhan, tidak pernah melakukan pembunuhan terhadap orang-orang yang tidak bersalah dan tidak berdaya, akan tetapi karena aku yang memimpin permusuhan itu, tentu saja aku yang dituding sebagai pembunuh nomor satu dari Beng-kauw."
"Bohong! Ayah, dia tentu bohong. Mana ada pencuri mengaku mencuri, pembunuh mengaku pembunuh" Tadi saja entah berapa banyak anggauta kita yang terbunuh olehnya. Itu, mayat mereka masih berserakan!" kata Kwan Eng.
"Tidak, dia tidak berbohong!" tiba-tiba Mei Li berkata penuh keyakinan. "Mei Li! Apa yang kaukatakan ini" Baru saja engkau bertanding mati-matian melawan dia dan kini engkau malah membela dia" Apa artinya ini?"
"Artinya, Kwan Eng, bahwa aku bicara sejujurnya. Tadi, ketika terjadi pertempuran, aku cukup lama menjadi penonton. Kulihat dia ini bersama pemuda yang lain itu menyerang orang-orang Bengkauw di depan guha. Yang menyebar maut adalah pemuda yang melarikan diri itu, pemuda berpakaian sastrawan berwarna putih. Adapun dia ini, biarpun merobohkan pula banyak lawan, tidak melakukan pembunuhan satu kalipun. Bahkan ketika melawan aku tadi, dia lebih banyak melindungi diri saja."
"Aughh" "Ayah !" Kwan Lee dan Kwan Eng cepat menubruk ayahnya. Agaknya terlalu lama ketua Bengkauw ini menahan diri dan kini dia sudah hampir tidak kuat bertahan lagi.
"Kwan Lee, Kwan Eng, penuhilah pesanku terakhir ini" Dia menuding ke arah Kang Hin dengan telunjuk gemetar. "aku pernah berhutang nyawa kepada ayahnya. Karena itu kalian harus.... membebaskan dia "
"Ayah !" Kwan Eng mulai menangis. "Dan kau Dewi Pedang Terbang" dia mencoba tersenyum dan Mei Li berlutut mendekatinya. Hati gadis inipun seperti ditusuk rasanya karena dia telah merasa suka sekali kepada ketua Bengkauw yang jujur dan bicara secara terbuka itu.
"Ya pangcu," katanya lirih. Sie Wan Cu tertawa, "Heh-heh, a-ku... ah, aku masih mau menikah dengan mu.... ha-ha, sayang aku hampir putus nyawaku . .. . . tapi, Mei Li, maukah kau berjanji akan tetap bersahabat dengan Bengkauw?"
Mei Li menundukkan kepalanya dan dua titik air mata jatuh. la mengangguk. "Aku berjanji, pangcu." "Ha-ha-ha, bagus sekali. Eh Kwan Lee, kalau kelak engkau tidak dapat menikah dengan seorang seperti Mei Li ini, engkau adalah seorang pria yang bodoh sekali. Dan kau Kwan Eng, Kang Hin ini adalah seorang yang sungguh patut menjadi suamimu "
"Ayah !" Anak-anaknya , menubruk karena tiba-tiba saja ketua Bengkauw itu terkulai dan ketika mereka memeriksa, ternyata dia sudah meninggal.
Kwan Eng menjerit-jerit menangis sehingga Mei Li terbawa keharuan dan menangis pula, lalu ia merangkul dan menghibur Kwan Eng.
Mei Li dan Kang Hin merasa terpaksa ikut berkabung ke rumah ketua Bengkauw. Dan malam itu terjadi peristiwa yang sungguh menusuk perasaan Mei Li. Ketika keluarga sedang bersembahyang sambil menangis., tiba-tiba saja sepuluh orang wanita cantik yang menja di isteri ketua Bengkauw itu, mencabut pedang dan menggorok leher sendiri di depan peti jenazah suami mereka! Mereka melakukan bunuh diri bersama, hal yang agaknya telah mereka sepakati bersama. Mereka semua amat mencinta suami mereka dan agaknya tidak sanggup hidup ditinggal mati suami itu.
Setelah pemakaman jenazah yang kini menjadi sebelas buah banyaknya itu selesai, Ciu Kang Hin berpamit dan pergi meninggalkan tempat itu dengan hanya meninggalkan katakata kepada Kwan Lee dan Kwan Eng, "Aku berjanji akan membantu kalian membikin terang perkara ini, dan akan membersihkan kembali nama Bengkauw yang terkena fitnah." Dan dia memberi hormat pula kepa da Mei Li, kemudian pergi dengan meninggalkan kesan mendalam di hati dua orang gadis tanpa diketahui orang lain. Terutama sekali Kwan Eng. Tadinya ia memang amat membenci Ciu Kang Hin. Akan tetapi setelah bertemu orangnya dan mendengar pesan ayahnya, rasa benci itu hilang dan sebagai gantinya, kata-kata ayahnya selalu terngiang di hatinya. Ayahnya menghendaki ia menjadi jodoh Ciu Kang Hin! Tentu saja hal itu tidak mungkin terjadi, berulang kali ia membantah suara hati sendiri.
Adapun Mei Li diam-diam juga merasa kagum dan suka sekali kepada pemuda yang pendiam itu. Bagaimana mungkin pemuda itu menjadi suheng dari Seng Gun yang demikian keras hati dan kejam" Akan tetapi karena Kang Hin seorang pendiam dan agak murung, iapun di
(ADA HALAMAN YANG HILANG) "Dukk !" dan dia hanya mampu melengking panjang ketika tubuhnya melayang ke bawah. Seng Gun tertawa bergelak. "Ha-ha-ha-ha, mampus kamu pendeta tolol!"
Ang-sin-liong Yu Kiat menghampiri rekannya itu. "Aku tidak melihat perlu dan untungnya kau meiakukan hal itu, Tongtaihiap."
"Ha-ha-ha-ha, engkau tidak melihatnya, paman" Aneh sekali, pada hal alasannya demikian jelas. Kaulihat tadi dia membela suheng" Dia memuji-muji suheng, dan hal itu amat tidak menguntungkan kita! Pula-, dua yang lain sudah tewas, tinggal dia. Kalau dibiarkan hidup, bagaimana kita dapat melempar fitnah kepada suheng" Tentu dia akan membela nama baik suheng mati-matian. Akan tetapi sekarang, "kalau kita katakan bahwa kematian orang Siauw-lim pai, Butong-pai dan Kong-thong-pai ini karena perbuatan suheng yang tidak bersungguh-sungguh melawan Bengkauw, tentu tidak akan ada yang menyangkal."
"Akan tetapi bagaimana kalau dia tidak mati?" bantah Tiatsin-l iong Lai Cin. '"Tidak mati" Siapa yang dapat bertahan hidup kalau terjungkal di jura ng ini" Ha-ha, Jangan takut, paman Lai Cin. Apa lagi, andaikata dia tidak mati, aku dapat mengatakan bahwa aku tidak sengaja mendorong dia ke dalam jurang. Kalian berdua menjadi saksi-nya, bukan" Keterangan dia melawan keterangan kalian berdua, apa artinya?"
Jilid XI Demikianlah , dengan hati gembira mereka bertiga lalu meninggalkan tempat itu setelah Seng Gun berkata, "Kalau suheng mampus, itu baik sekali. Andaikata dia dapat lolos, lebih baik lagi. Kita dapat menyebar fitnah bahwa dia memang tidak bersungguh-sungguh memusuhi Bengkauw, buktinya dia dapat meloloskan diri, berarti orang Bengkauw sengaja melepaskannya !
Merekapun pergi dengan hati gembira, tidak tahu bahwa percakapan mereka itu ada yang mendengarkannya! Ketika tubuh Pek Kong Sengjin melayang jatuh ke dalam jurang, dan nyaris menimpa batu-batu di dasar jurang, tibatiba nampak bayangan berkelebat dan dua buah lengan menyambar tubuh itu sehingga tidak sampai terbanting. Pek Kong Sengjin terbelalak ketika melihat tubuhnya selamat dalam pondongan seorang, pemuda. Pemuda Itu tersenyum kepadanya dan berbisik. "Harap totiang tunggu sebentar, ingin aku melihat apa yang terjadi di sana!"
Bagaikan seekor kera saja pemuda itu lalu memanjat tebing jurang dan tidak lama kemudian dia sudah mengintai di tepi jurang, dari baiik sebuah batu sehingga dia dapat mendengarkan percakapan yang terjadi antara Seng Gun, Yu Kiat dan Lai Cin. Setelah tiga orang itu pergi, barulah dia merayap turun-kembali dengan cepat sekali.
Setelah tiba di bawah, dia melihat Pek Kong Sengjin sudah duduk bersila dan mengumpulkan tenaga sakti untuk mengobati lukanya. Tanpa diminta pemuda itu lalu duduk bersila di belakangnya dan menempelkan tangan kanannya di punggung Pek Kong Sengjin. Hawa yang panas mengalir dari telapak tangan itu dan sebentar saja kesehatan pendeta itu sudah pulih kembali.
Pek Kong Sengjin lalu bangkit berdiri dan memberi hormat. "Engkau telah menyelamatkan aku untuk kedua kali ya dalam waktu singkat, sobat muda. Entah bagaimana aku harus berterima kasih kepadamu."
Pemuda itu tersenyum dan Pek Kong Sengjin kagum. Pemuda itu masih muda, paling banyak duapuluh satu tahun usianya. Tubuhnya tinggi tegap wajahnya tampan dan jantan, dengan rahang dan dagu yang membayangkan kekerasan. Rambutnya hitam lebat, matanya tajam seperti mata naga dan mulut itu selalu tersenyum, pakaiannya amat sederhana.
"Totiang, kenapa harus berterima kasih" Kita sama-sama memberi bantuan, aku membantumu mencegah terbanting dan engkau membantu memberi kesempatkan ke padaku untuk melakukan sesuatu yang menyenangkan. Nah, kita sudah sama-sama memberikan sesuatu, bukan?"
'Siancai . . .. , engkau pemuda aneh. Bolehkah aku mengetahui namamu, taihiap (pendekar besar)?" "Aduh, harap jangan memanggil taihiap kepadaku, totiang. Cukup kalau totiang memanggil namaku, yaitu Han Lin." Pemuda itu memang Han Lin dan kini dia sudah tidak ragu lagi menggunakan nama keluarga aselinya, yaitu Sia "Dan paman tentulah Pek Kong Sengjin, aku telah mendengar dari percakapan mereka di atas sana."
"Benar, Han Lin," kata pendeta itu dan diapun kini menyebut nama pemuda itu dengan akrab sekali. "Pinto sendiri tidak mengira bahwa orang itu akan"berbuat seaneh dan sejahat itu ." Dia lalu menceritakan tentang semua yang terjadi. Sejak penyerbuan mereka terhadap Bengkauw dan sampai mereka terpaksa melarikan diri dari sana. Hati Han Lin tertarik sekali.
"Sudah banyak aku mendengar betapa Bengkauw dimusuhi orang, totiang. Sebaiknya sekarang totiang segera pulang, aku ingin melihat bagaimana nasib pemuda bernama Ciu Kang Hin yang tertinggal seorang diri menghadapi orang-orang Bengkauw yang lihai itu."
Pemuda itu berkelebat dan lenyap. "Heii, nanti dulu! Siapa gurumu, Han Lin?" Dari atas terdengar suara yang jelas. "Guruku langit dan bumi!" Ini adalah kata-kata pesanan Lojin kepadanya. Lojin berpesan agar kalau ada yang menanyakan siapa gurunya, dijawab bahwa gurunya adalah langit dan bumi.
"Jawaban ini bukan 'ngawur," demi kian kata gurunya. "Segala macam ilmu kepandaian didapat dari anugerah Tuhan melalui pengalaman, dan pengalaman manusia baru terjadi setelah manusia berada di antara Langit dan Bumi. Jadi, guru kita adalah Langit dan Bumi, yang memberi kita.segala macam pengalaman hidup."
Pek Kong Sengjin tertegun dan akhirnya dia menarik napas panjang, mengukir nama Sia Han Lin di dalam lubuk hatinya. Dia dapat menduga bahwa dia telah bertemu dengan seorang pemuda murid orang sakti dan mengharapkan dapat bertemu kembali. Juga dia harus berhati-hati, karena sikap Tong Seng Gun amat mencurigakan. Dia belum dapat menduga apa yang menyebabkan pemuda itu berbuat seperti itu kepadanya. Dan dia harus segera melapor kepada para pimpinan Kong-thongpai tentang pengalamannya itu. Dengan hati-hati dia lalu mencari jalan keluar dari dasar jurang itu.
Ciu Kang Hin berjalan menuruni puncak Tanduk Rusa dengan merenung dan muka ditundukkan. Dia merasa gelisah sekali teringat akan ucapan terakhir ketua Bengkauw. Di antara ketua Beng-kauw dan mendiang ayahnya terdapat hubungan yang amat dekat Ketua Bengkauw itu adalah adik angkat ayahnya, jadi masih pamannya sendiri! Dan dia mendapat tugas dari gurunya untuk membasmi Bengkauw, bahkan tadi dia melihat sendiri betapa.ketua Bengkauw tinggal menanti saat ajal datang menjemput sampai saat ketua itu tewas dalam keadaan yang menyedihkan. Dan ketua itu memesan untuk menjodohkan puterinya dengannya! Lalu apa yang akan dikatakan kepada gurunya nanti" Mampukah dia melanjutkan tugas membasmi orang Bengkauw" Agaknya tidak mungkin lagi! Apa yang disaksikan di puncak bukit Tanduk Rusa itu sudah mencapai puncaknya. Ini keliru, pikirnya. Nam-kiang-pang. sedang menyusuri jalan yang keliru Menentang kejahatan, darimanapun datangnya dan oleh siapapun dilakukannya, adalah tugas murid Nam-kiang-pang. Akan tetapi membasmi sekelompok orang tanpa pandang bulu, tanpa alasan, sungguh merupakan penyelewengan ke jalan sesat.
Tiba-tiba telinganya yang tajam nendengar suara orang dan ketika dia mengangkat mukanya, dia menjadi lega Kiranya Seng Gun, Ang-sin-liong Yu Ki-at dan Tiat-sin-liong Lai Cin yang muncul dan menghadang di depannya.
"Ah, sute! katanya girang. "Engkau dapat meloloskan diri, sukurlah! Tapi, di mana Pek Kong Sengjin?" "Suheng, tidak perlu lagi engkau berpura-pura!" Mendengar ucapan sutenya itu, Kang Hin memandang dan alangkah kagetnya melihat wajah tiga orang itu berbeda dari pada biasanya. Wajah itu keruh, murung dan jelas kelihatan marah.
"Sute, apa maksud kata-katamu itu?" tanyanya, "Hemm, ternyata selama ini engkau pandai bersandiwara, berpura-pura. Pantas saja hanya lahirnya engkau disebut pembasmi nomor satu bagi Bengkauw, padahal sesungguhnya, engkau tidak dapat memusuhi mereka, bahkan engkau menyayang mereka."
Kang Hin terkejut. Apakah sutenya sudah tahu akan peristiwa tadi" "Sute, aku akui bahwa aku tidak pernah membunuh orang yang tidak bersalah, baik dia orang Bengkauw ataupun bukan. Dan bukan aku yang mengaku sebagai pembasmi Bengkauw nomor satu. Akan tetapi, apa hubungannya itu dengan sikapmu ini" Mana Pek Kong Sengjin?"
"Engkau tentu sudah mengetahuinya. Ketika kami lari dan engkau berpura-pura menahan mereka, ternyata mereka masih dapat mengejar kami dan kami melawan mati-matian, akan tetapi Pek Kok Sengjin terbunuh, terlempar ke dalam jurang."
"Ahhh !"
. "Tidak perlu berpura-pura, engkau malah yang mengatur agar mereka dapat mengejar kami!"
"Sute, omongan apa itu" Aku bertempur melawan mereka dan tertawan!" Seng Gun tertawa bergelak. "Ha-ha-ha, engkau boleh menjual omongan itu kepada anak kecil. Kalau engkau sampai tertawan oleh mereka, bagaimana mungkin engkau dapat meloloskan diri dan tidak terbunuh" Kecuali kalau memang engkau diam-diam bersekongkol dengan mereka!"
Kang Hin menghela napas panjang. Dia maklum bahwa kalau dia menceritakan yang sesungguhnya, sutenya dan dua orang Hoat-kauw itu tentu tidak akan percaya, bahkan semakin mencurigainya.
"Terserah kepadamu, sute. Percaya atau tidak, akan tetapi aku benar-benar telah bertempur dengan mereka dan tertawan, akan tetapi dilepaskan kembali. Biarlah aku akan melapor kepada suhu dan terserah kepada suhu, kalau hendak menghukum aku, terserah kepada suhu."
"Enak saja! Kau kira akan dapai mengelabui kami lagi, pura-pura hendak melapor kepada suhu, akan tetapi diamdiam bersekongkol dengan Beng-kauw!"
"Sute, tutup mulutmu! Kaukira boleh sembarangan engkau menuduh aku?" kini Kang Hin hilang kesabarannya. "Hemm, Ciu Kang Hin, kita sama-sama murid Nam-kiangpang, hanya bedanya aku seorang murid yang setia, sebaliknya engkau murid berkhianat. Engkau belum menjadi ketua, tidak perlu kuhormati murid yang mengkhianati Namkiang pang. Hayo kita tangkap pengkhianat ini!" Dia mengamangkan goloknya. Ang-sin-liong Yu Kiat dan Tiat-sinliong Lai Cin tentu saja sudah maklum mengapa Seng Gun bersikap seperti itu. Yu Kiat segera menggerakkan golok gergajinya, sedangkan Lai Cin memainkan tombak cagaknya. Seng Gun sendiri sudah menerjang maju menyerang dengan goloknya dengan ilmu golok Thian-te To-hoat
"Trang-trang-trangg'g !!" Bunga api berpijar menyilaukan mata ketika Kang Hin menangkis tiga senjata lawan itu dengan goloknya, dan diapun membalas. Terjadi pertempuran yang seru. Akan tetapi tentu saja Kang Hin terdesak karena ilmu kepandaiannya hampir setingkat dengan tingkat Seng Gun, bahkan mungkin Seng Gun lebih unggul karena Seng Gun menguasai pula ilmu, yang dipelajarinya dari Kwi-jiauw Lo-mo Tong Lui. Apa lagi di situ ada dua orang tokoh utama dari Bu-tek Ngo Sin-liong, dengan sendirinya dia merasa si buk harus menghadapi permainan senjata mereka. Namun, berkat tubuhnya yang kuat karena hidupnya bersih, maka dia masih dapat melindungi dirinya dengan baik sehingga tidak mudah bagi tiga orang itu untuk merobohkannya.
Seng Gun menjadi penasaran. Dia harus mengakui bahwa dalam hal ilmu golok Thian-te To-hoat, dia masih kalah sedikit dibandingkan suhengnya itu. ini adalah karena Kang Hin menjadi murid Nam-kiang-pang sejak kecil, sedangkan dia baru empat tahun ini. Maka karena dia ingin membunuh saingannya ini, dia mengeluarkan senjata andalannya sebelum dia menjadi murid Nam-kiang-pang, yaitu suling peraknya yang gandung racun! Suling itu dipegang-dengan tangan kiri dan begitu suing menyambar, terdengar suara melengking yang mengejutkan hati Kang Hin. Pemuda ini mengelak dan melihat bahwa sutenya yang menggunakan senjata suling itu dengan amat mahirnya, dia terkejut dan heran.
Akan tetapi dia tidak sempat menegur atau bertanya karena Seng Gun sudah menggerakkan golok dan sulingnya, dan dua orang rekannya juga dengan gencar mengeroyok.
Ketika Kang Hin menangkis suling Seng Gun dengan pengerahan tenaga untuk mematahkan suling itu, dari dalam suling itu menyambar jarum-jarum hitam. Kang Hin yang sedang sibuk menghadapi senjata para pengeroyoknya, tidak sempat mengelak lagi dan dua batang jarum mengenai dahinya! Dia terhuyung dan terguling roboh.
Tiga orang lawannya dengan gembira menubruk untuk menghabisinya, namun tiba-tiba datang angin bertiup, bagaikan ada badai, dan ketika tiga orang itu terkejut melihat pohon-pohon meliuk keras, ada bayangan berkelebat menyambar tubuh Kang Hin.
Ketika tiga orang itu melihat, ternyata Kang Hin sudah lenyap dari situ. "Celaka, dia melarikan diri. Kejar!" teriak Angsin-liong Yu Kiat.
"Ha-ha-ha," Seng Gun tertawa dengan sombongnya. "Apa sih yang perlu dikhawatirkan" Paman sendiri tadi melihat bahwa dahinya telah terkena jarum sulingku. Dan akibatnya hebat, paman. Racun jarumku akan membuat dia mati atau gila. Ingat, yang terkena adalah dahinya!" Pemuda itu tertawa-tawa dan dua orang rekannya menjadi lega.
"Akan tetapi, apakah yang terjadi" Kenapa dia bisa melarikan diri dan angin topan tadi . . apakah artinya itu?" tanya Lai Cin. "Paman, mengapa khawatir" Orang bengkauw memang memiliki ilmu sihir maka tidak aneh kalau tadi mereka dapat melarikan Kang Hin. Akan tetapi jangan harap kalau mereka mampu menyelamatkan Kang Hin dari racun jarumku!"
Akan tetapi bagaimanapun juga, peristiwa lenyapnya tubuh Kang Hin tadi mendatangkan perasaan tidak nyaman dihati mereka, maka tanpa banyak cakap lagi mereka lalu meninggalkan tempat itu. Mereka saling berpisah, kedua ang tokoh Hoat-kauw kembali (ke pusat hoat-kauw yang akan mengadakan perayaan di Bukit Harimau sedangkan Seng Gun akan melapor dulu ke Nam-kiang-pang.
Dengan dilengkapi segala macam bumbu dan minyak, Seng Gun menghidangkan ceritanya tentang "pengkhianatan " Kang Hin sehingga semua tokoh Nam-kiang-pang menjadi marah bukan main.
"Anak tak tahu diuntung! Tak mengenal budi!" kata beberapa orang tokoh tua. "Sejak kecil ketua telah memelihara dan mendidiknya, begitukah balasnya?"
Akan tetapi Tio Hui Po sendiri berdiam diri, dan sepasang alisnya bekerut. Dia lebih merasa terpukul dan kecewa dari pada marah, juga merasa amat heran. Sukar dia dapat percaya bahwa muridnya itu, yang sejak kecil merupakan anak yang patuh sekali, kini dapat bersekutu dengan Bengkauw!
"Seng Gun, yakin benarkah engkauj bahwa suhengmu bersekorigkol dengan Bengkauw dan mengkhianati kita?" "Suhu, tidak ada yang lebih penasaran dari pada teecu. Teecu paling sayang dan paling hormat kepada suheng, akan tetapi tak dinyana sama sekali suheng tega sekali, sampai hati dia berkhianat. Hampir saja teecu menjadi korban dari pengkhianatannya. Untung teecu bersama dua orang rekan dari Ho-at-kauw sempat melarikan diri. Akan tetapi
Ho Jin Hwesio, Pek Kok Sengjin, dan Kiang Cu Tojin". Ahh".. " "Mengapa mereka" Hayo ceritakan, ang terjadi dengan tokoh-tokoh siauw-lim-pai, Butong-pai, dan Kong-thong-pai itu?"
"Mereka telah tewas oleh Ciu Kang Hin dan orang-orang Bengkauw...."
"Jahanam!!" Kini Tio Hui Po marah sekali . "Akan tetapi harap suhu tenangkan diri. Pengkhianat itu telah terluka oleh senjata rahasia beracun dari tokoh Hoatkauw jarum beracun telah memasuki dahinya, pasti dia akan tewas atau gila!"
"Mati atau hidup, kita harus dapat yakin agar kalau ada aliran yang menuntut kita dapat memperlihatkan bukti kematiannya," kata Tio Hui Po.
Agaknya Tio Hui Po menjadi patah semangatnya mendengar akan pengkhianat Ciu Kang Hin itu. Dia lalu mengumpulkan semua tokoh Nam-kiang-pang, dan mengadakan rapat besar.
"Perkumpulan kita menghadapi hal-hal penting dan besar. Permusuhan Bengkauw dengan kita belum selesai kini muncul pengkhianatan murid yang tadinya kuangkat menjadi calon ketua. Dan aku sudah lelah, agaknya aku sudah terlalu tua untuk memimpin kalian. Oleh karena itu, hari ini aku mengumpulkan kalian di sini untuk menjadi saksi. Aku menetapkan Tong Seng Gun menjadi ketua Nam-kiang-pang !
Di antara para tokoh Nam-k iang-pang, jarang yang tidak setuju, karena mereka maklurn bahwa pemuda yang pandai membawa diri ini memang merupakan orang kedua yang telah menguasai Thian-te To-hoat
Akan tetapi serta merta Seng Gun menjatuhkan diri berlutut di depan kaki gurunya sambil menangis. Tentu saja gurunya terkejut dan bertanya, "Seng Gun kenapa engkau menangis?" Setelah menyusut air matanya, Seng Gun menjawab, "Suhu, teecu menangis karena haru atas budi kebaikan suhu kepada teecu, dan mengingatkan teecu kepada bibi teecu. Akan tetapi suhu, di Nam-kiang-pang ini terdapat banyak murid yang lebih tua dan lebih pandai dari teecu, kenapa suhu memilih teecu" Tugas itu terlalu berat bagi teecu yang bodoh.
"Seng Gun, jangan berkata begitu, Semua anggauta Namkiang-pang juga sudah tahu bahwa engkau adalah calon kedua. Karena itu aku mengajarkan Thian-te To-hoat kepada engkau dan suhengmu yang keparat itu. Tidak perlu ditundatunda lagi, aku akan mengundang semua wakil partai dunia persilatan untuk menjadi saksi dan untuk merayakan pengangkatanmu.
Seng Gun kelihatan terharu dan sama sekali tidak nampak bergembira, pada hal di dalam hatinya dia bersorak karena tujuannya telah tercapai dengan baik. Sesuai dengan rencana yang diatur oleh Sam Mo-ong yang dipimpin oleh kakeknya atau ayahnya, dia berhasil menyusup Nam-kiang-pang dan berhasil pula menguasai partai itu. Juga dia berhasil menghasut semua partai persilatan untuk memusuhi Bengkauw. Di samping
semua hasil itu, dia berhasil pula mewarisi ilmu golok Thian-te To-hoat yang merupakan satu di antara ilmu langka di waktu itu.
Mulailah para anggauta Nam-kiang pang sibuk. Ada yang membersihkan bangunan-bangunan dan halaman untuk menyambut pesta, dan ada yang mengantar undangan ke segala penjuru. Hari sudah ditetapkan dan semua orang sudah siap menerima datangnya para tamu di pagi hari itu.
Setelah matahari naik tinggi, mulai berdatanganlah para tamu. Tidak kurang dari duaratus orang hadir dan pestapun dimulai. Pertama-tama upacara pengangkatan ketua dilakukan. Dari dalam, seperti pengantin saja, keluar ketua Nam-kiang-pang yang tua, yaitu Tio Hui Po, dengan baju kebesarannya, diiringkan tujuh tokoh tua Nam-kiang pang, dan kemudian muncul calon ketua, Tong Seng Gun dan di belakangnya berjalan sutenya, Tio Ki Bhok putera Tio Hui Po yang diaku keponakannya. Para tamu bangkit berdiri untuk menghormati ronbongan ketua ini dan musik dimainperlahan-lahan. Mereka menghampiri meja sembahyang yang sudah dipersiapkan di tengah ruangan.
Ketika rombongan lewat di depan butek Ngo Sin-liong yang juga hadir, terdengar suara cekikikan dari Bi-sin-liong Kwa-lian yang pernah menjadi kekasih Seng Gun, dibalas dengan senyum oleh pemuda itu. Akan tetapi Tio ki Bhok yang ketololan, mengira bahwa wanita cantik itu tertawa kepadanya, maka diapun mengangguk sambil menyerigai lebar. Hal ini dilihat banyak tamu yang segera tertawa geli, dan melihat keadaan ini, wajah Seng Gun berubah merah. Akan tetapi Tio Hui Po tidak melihatnya.
Upacara sembahyang dilakukan dan Seng Gun disuruh bersumpah di depan meja sembahyang para leluhur pimpinan Nam-kiang-pang bahwa dia mulai hari itu akan memimpin Nam-kiang-pang dengan kesungguhan hati, dengan setia dan akan mengangkat nama perkumpulan itu.
Setelah upacara selesai, Tio Hui Po lalu melepas sabuk emas yang menjadi. lambang ketua, mengenakan sabuk emas itu ke pinggang Seng Gun dan sabuk emas itu mempunyai sebatang golok yang gagangnya terukir indah. Setelah begitu, Tio Hui Po memberi hormat dengan mengangkat kedua tangan depan dada.
"Pangcu, mulai hari ini kita semua anggauta Nam-kiangpang menaati semua perintahmu."
Dengan tersipu Seng Gun lalu menjatuhkan dirinya berlutut. "Suhu, harap suhu tidak berkata demikian." ."Hushh, ini merupakan upacara yang tidak boleh dilanggar," dan setelah itu, satu demi satu para tokoh Nam kiang-pang memberi hormat kepada ketua muda itu. Setelah semua orang memberi hormat, barulah tiba giliran para tamu, seorang demi. seorang maju memberi ucapan selamat.
Seorang hwesio.Siauw-lim-pai maju bersama dua orang tosu, yaitu seorang tosu dari Butong-pai dan seorang lagi dari Kong-thong-pai. Hwesio Siauw lim-pai itu agaknya menjadi juru bicara kedua orang rekannya, "Omitohud, pinceng bersama dua orang totiang ini juga ingin mengucapkan selamat kepada ketua Baru Nam-kiang-pang, Semoga dengan pangcu yang duduk memimpin Nam-kiang-pang, hubungan dan kerja sama antara kita menjadi semakin baik. dan kami yakin pangcu akan bersikap jujur terhadap kami se-bagai kawan."
Seng Gun cepat membalas penghormatan itu dengan mengangkat kedua tagan depan dada. "Terima kasih, suhu, dan ji-wi totiang. Tentu saja kami akan meningkatkan kerja sama di antara kita. Dan bukankah selama ini kami bersikap jujur terhadap sam-wi?"
"Omitohud, pinceng mendengar berita buruk sekali. Bukankah dahulu yang menjadi calon ketua Nam-kiang-pang adalah Ciu Kang Hin! Di mana dia sekarang" Kenapa tidak ikut hadir" Saudara-saudara, hendaknya diketahui bahwa Ciu Kang Hin yang pernah dicalonkan menjadi ketua Nam-kiang-pang itu telah bersekutu dengan Beng-kauw dan dia telah membunuh seorang tokoh Siauw-lim-pai, seorang tosu Butong-pai dan seorang tokoh Kong-thong-pai !"
Segera berita ini disambut dengan suara berisik dari para tamu karena hal itu memang merupakan berita yang mengejutkan sekali. Mereka semua sudah mengetahui siapa Ciu Kang Hin yang tadinya disohorkan sebagai pembasmi Beng-kauw nomor satu.
Mendengar ucapan ini dan melihat semua orang ribut-ribut, dengan tenang Seng Gun mengangkat kedua tangan ke atas sehingga keributan itu mereda. Dengan suara lantang dia bertanya kepada hwesio itu.
"Maaf, losuhu. Berita itu memang benar dan baru saja kami hendak mengumumkannya. Akan tetapi dari siapakah losuhu mendengarnya! Kami tidak ingin ada berita yang simpang siur."
"Kami mendengar dari saksi mata yang hidup, yaitu dua orang tokoh dari Bu-tek Ngo Sin-liong!" Ang-sin-liong Yu Kiat dan Tiat-sin-liong Lai Cin melangkah maju dengan gagah dan keduanya mengangkat tangan, "Benar, kami melihatnya sendiri, rena kami juga melawan Bengkauw bersama sama Tong-pangcu."
"Saudara-saudara sekalian, harap tenang dan dengarkan penjelasanku , " kata Seng Gun dengan sikap berwibawa seperti dikatakan dua orang lo-cian-pwe dari Bu-tek Ngo Sin-liong tadi, memang" benar kami bertujuh menyerang Beng-kauw di Bukit Tanduk Rusa. Kita bertujuh adalah aku sendiri, suheng Ciu Kang Hin, kedua lo-cian-pwe dari -tek Ngo Sin-liong, Ho Jin Hwesio dari Siauw-lim-pai, Kiang Cu Tojin dari Butong-pai dan Pek Kong Sengjin dari kong-thong-pai . Ketika kami sedang bertanding, dikeroyok banyak orang Bengkaw, dan kami sudah merobohkan banyak lawan, tiba-tiba suheng Ciu Kang Hin, sekarang bukan suhengku lagi, membalik membantu Bengkauw menyerang kami cara mendadak sehingga tiga orang tokoh yang disebutkan tadi tewas! Kami bertiga nyaris celaka, akan tetapi beruntung dapat meloloskan diri, akan tetapi dua orang lo-cian-pwe dari Bu-tek Ngo Sin-liong ini berhasil melukai Ciu Kang Hin sehingga kami kira dia tidak akan dapat hidup lagi."
"Omitohud! Kami juga mendengar akan hal itu, akan tetapi kami tidak puas hanya mendengar Ciu Kang Hin terluka saja. Kami menuntut kepada Nam-kiang-pang untuk menghadapkan Ciu Kang Hin kepada kami, hidup atau mati, agar arwah saudara kami yang tewas tidak menjadi penasaran!"
Terdengar teriakan di sana sini tanda setuju. Kembali Seng Gun mengangkat kedua tangannya. "Baik, baik, kami berjanji dalam waktu satu bulan kami akan menghadapkan Ciu Kang Hin, hidup atau mati kepada cuwi untuk diadili. Nah, marilah kita mulai dengan perayaan ini untuk menghormati cuwi yang terhormat."
Pesta dimulai dan para tamu rata rata merasa senang dan puas dengan sikap ketua baru yang tegas. Pesta itu bubaran setelah senja hari dan banyak tamu yang pulang dalam keadaan puas dan mabok. Hanya ada beberapa orang tamu dekat yang tinggal untuk bermalam semalam, di antara mereka tentu saja Bu-tek Ngo Sin-liong!
Seng Gun sendiri sudah setengah mabok dan dalam keadaan seperti itu dia tidak begitu ingat lagi dan berani bercanda dengan Bi-sin-liong Kwan Lian main tebak jari dengan taruhan minum sehingga kedua orang ini menjadi mabok dan tertawa cekikikan, ditonton oleh Bu-tek Ngo Sinliong yang lain.
Melihat ulah muridnya yang kini menjadi ketua baru itu, Nam-kiang-pang cu yang lama, Tio Hui Po, mengerutkan alisnya dan pergi ke dalam kamarnya. Dia merasa kecewa sekali dan di dalam kamarnya dia termenung dan mulai meragukan kebijaksanaannya. Murid utamanya telah hilang, bahkan menjadi pengkhianat, puteranya sendiri tidak becus dan yang diangkatnya sebagai ketua sekarang sesungguhnya seorang yang baru dia,kenal empat lima tahun yang lalu. Timbul perasaan sedih dan khawatir di hatinya. Terbayang sikap Ciu Kang Hin yang lembut dan taat, yang sopan dan pandang matanya yang jujur, kemudian terbayanglah dia betapa Seng Gun secara tidak tahu malu bercanda dengan si cantik Bi-sin-liong Kwa Lian di depan banyak orang.
Sementara itu, para tamu telah memasuki kamar mereka masing-masing yang dipersiapkan untuk mereka. Jumlah para tamu yang menginap hanya ada belasan orang. Seng Gun dengan sempoyongan juga memasuki kamarnya, akan tetapi tidak sendirian, melainkan berama Kwa Lian. Dia tidak menyadari bahwa Tio Ki Bhok dengan bersungut-sungut mengikutinya dan pemuda ini mengintai dari jendela kamarnya ketika mendengar suara cekikikan dari dalam kamar itu. Ternyata pemuda tolol itu jatuh cinta kepada Kwa Lian!
Ketika Tio Ki Bhok mengintai ke dalam dan melihat betapa Seng Gun bermesraan dengan Kwa Lian, dia terbelalak dan mukanya menjadi merah. Tanpa pikir panjang lagi ditolaknya daun jendela dan dia melompat masuk. Tentu saja Seng Gun dan Kwa Lian terkejut sekali dan Seng Gun segera melompat turun dari pembaringan dan membentak, "Sute, mau apa engkau memasuki kamarku seperti ini?"'
"Suheng, nona ini adalah kekasih ku , aku cinta padanya, aku akan minta ayah melamarnya."
"Sute, pergi dan jangan ganggu aku!" "Ahh, suheng, engkau sudah banyak mempunyai kekasih. Kalau engkau tidak memberikan kepadaku, akan kulaporkan kepada ayah!"
"Bocah tolol! Mau lapor apa kau !" "Akan kulaporkan bahwa dulu kau pernah menangkap enci ini, dijadikan tawanan akan tetapi kaubebaskan diwaktu malam hari. Malah topengnya kau lempar di luar kamar Ciu Suheng. Hayo.... aku melihat sendiri, kalian tidak dapat menyangkal. Nona ini melepaskan topeng dan melepaskan penyamarannya, aku mengenalnya benar!"
Seng Gun dan Kwa Lian terbelalak, dan muka Seng Gun berubah pucat. Akan tetapi Kwa Lian yang mempunyai banyak pengalaman, tidak membuang waktu. la melihat adanya bahaya terbukanya rahasia mereka, maka secepat kilat, wanita cantik jelita ini sudah menggerakkan kepalanya. Rambutnya tadi memang terlepas dan terurai panjang ketika ia bermesraan dengan Seng Gun. Kini, rambut panjang itu meluncur ke arah tubuh Tio Ki Bhok. Kasihan sekali pemuda tolol ini. Dia memang memiliki ilmu silat yang dapat dikatakan amat tangguh bagi orang awam, akan tetapi menghadapi seorang datuk sesat seperti Bi-sin-liong (Naga Sakti Cantik) Kwa Lian, dia bukan apa-apa. Dia bingung melihat lembaran rambut halus itu menyambar dan bagaikan ular saja, rambut harum itu telah membelit lehernya! Dia berusaha untuk melepaskan, akan tetapi tidak mungkin lagi. Rambut itu seperti menembus kulitnya dan membuat dia tidak dapat bernapas. Akhirnya dia berke lojotan dan pingsan.
"Jangan bunuh dia!" kata Seng Gun. Kwa Lian melepaskan rambutnya, dan menyanggulnya. Manisnya bukan main gerakan Kwa Lian ketika menyanggul rambutnya. Entah mengapa, gerakan wanita yang menyanggul rambutnya selalu menda tangkan gairah tersendiri dalam hati pria !
Kwa Lian memandang kekasihnya. "Kenapa, Seng Gun" Orang ini berbahaya sekali, kalau dia bicara dan orang lain mendengarkan omongannya, bisa celaka semua rencana kita."
"Justeru itu tidak boleh dibunuh. Akan tetapi kalau dia dibuat tidak mampu bicara dan tidak mampu mendengar, tidak mampu melihat, tidak akan ada yang percaya kepadanya."
"Maksudmu?" Kwa Lian memandang, lalu maklum dan iapun menubruk
dan merangkul, lalu mencium pemuda itu dengan girang. "Ah, engkau memang cerdik bukan main!" Seng Gun hanya tertawa ha-ha-he-he, lalu menghampiri Tio Ki Bhok. Pemuda tolol ini agaknya dapat menduga bahaya apa yang mengancam dirinya karena ketika itu dia sudah siuman kembali. Dia menjadi pucat, terbelalak dan meng geleng-geleng kepala. Akan tetapi sekali tangan Seng Gun bergerak, jari-jari tangannya sudah menusuk ke arah teng-gorokan. Hanya terdengar bunyi "krok" dan tulang tenggorokan menjadi remuk, membuat pemuda itu tidak dapat mengelu arkan suara lagi. Dia membuka mulut lebar-lebar untuk menjerit, akan tetapi tidak mengeluarkan suara. Seng Gun mengelebatkan golok sambil menangkap lidah Tio Ki Bhok dan l idah itupun putus! Dua kali lagi tangannya bergerak, sekali ke arah mata dan sekali lagi ke arah bawah telinga dan pemuda itu sudah menjadi seorang tapadaksa yang paling tidak berguna di dunia. Dia tidak mampu lagi bicara, tidak dapat mendengarkan dan tidak dapat melihat. Darah membasahi mulut, mata yang berlubang, dan telinga, dan diapun pingsan.
Pada saat itu, hati Tio Hui Po merasa tidak enak. Tadi dia teringat akan puteranya. Satu-satunya orang di dunia ini yang dekat dengannya, biarpun bodoh. Dia lalu keluar dari kamarnya dan memanggil-manggil. Ketika tiba di dekat kamar Seng Gun, pintu kamar itu terbuka dan Seng Gun muncul. Cepat dia memberi hormat kepada gurunya.
"Suhu, suhu mencari siapakah?"
"Pangcu, kau melihat Tio Ki Bhok?"
"Sute" Ada teecu melihatnya, suhu. Mari teecu antar, kalau tidak salah dia berada di bangunan bawah tanah."
"Kenapa berada di sana"!"
"Entahlah, suhu. Akhir-akhir ini dia sering termenung di ruang tahanan kosong di bawah tanah itu." "Aneh...." kata Tio Hui Po akan tetapi dia mengikuti Seng Gun menuju ke bangunan bawah tanah. Bangunan ini berada di belakang, dan biasanya dipergunakan untuk mengeram tawanan yang berbahaya, Akan tetapi sudah lama tidak ada tawanan yang dikeram di tempat itu .
Mereka menuruni lorong yang menurun ke bawah tanah. Tempat itu menyeramkan, diterangi dengan obor-obor" yang dipasang di dinding, dan dinding batu itu lembab dan dingin. Setelah tiba di ruangan paling dalam, Seng Gun berjalan di belakang membiarkan gurunya berjalan di depan.
Tio Hui Po melihat puteranya ber ada di ruangan tahanan, bersandar pada dinding dan keadaannya amat menyedihkan. Mukanya penuh darah yang keluar dari hidung mulut mata dan telinga! Dan puteranya itu agaknya pingsan.
"Ki Bhok!" Tio Hui Po masuk ke ruangan itu dan menghampiri puteranya . "Klikk !" Daun pintu besi ruangan yang luas itu tertutup. Tio Hui Po menengok dan melihat Seng Gun sudah berdiri di dalam bersama seorang wanita yang dikenalnya sebagai Bi-sin-li-ong Kwa Lian, orang termuda dari Bu-tek Ngo Sin-liong, Mereka berdiri sam-bil tersenyum mengeje'k.
"Seng Gun, apa artinya ini! Kena pa Ki Bhok menjadi luka begini?"'
"Tanyakan saja kepadanya sendiri!" kata Seng Gun dengan suara mengejek.
Tio Hui Po mengguncang pundak puteranya. "Ki Bhok, kau kenapa" Siapa yang melukaimu?" Pemuda itu menggerakkan tubuhnya, matanya sudah buta, mulutnya tak dapat bicara dan telinganya tuli. Dia hanya bisa menggerakkan telunjuknya, menuding ke arah Seng Gun-.
Tio Hui Po memeriksa keadaan puteranya dan ia mengeluarkan jerit ngeri ketika melihat keadaan puteranya yang sebenarnya. Puteranya lebih baik mati dari pada hidup! Dia meloncat ganas dan memandang kepada Seng Gun dengan mata memancarkan api kemarahan. "Seng Gun, apa yang terjadi dengan keponakanku"
"Ha-ha-ha, keponakan" Tio Hui Po Ki Bhok itu bukan keponakanmu, melain-kan anak gelapmu dengan Ang-lianpang-cu yang bernama Siang-cu Sian-li...."
"Tapi ia bibimu?"
"Bibi kakiku! la mati karena kami yang membunuhnya dan kami sudah mengetahui rahasia busukmu dengannya." Tio Hui Po terbelalak, marahnya sudah sampai ke ubunubun, akan tetap' diapun penasaran dan ingin tahu. "Tapi tapi.... kau menyusup ke Nam-kiang-pang, malah engkau menerima warisan Thian-te To-hoat dan engkau
ah, kalau begitu, Ciu Kang Hin juga hanya menjadi korban fitnahmu!" "Ha-ha-ha, engkau pintar, akan tetapi terlambat, Tio Hui Po. Sekarang aku yang menjadi ketua Nam-kiang-pang, dan kau boleh tinggal di sini selamanya dengan anakmu , ha-ha!"
"Tapi... tapi... kenapa" Siapakah sebenarnya engkau?" "Ha-ha, sekarang tidak ada persoalan kalau engkau mengenalku, Tio Hui Po. Aku adalah putera An Lu Shan, nama ku An Seng Gun. Aku cucu Kwi-jiauw Lo-mo Tong Lui . Aku ingin mendirikan kembali kejayaan ayahku yang sudah runtuh Dan karena aku membutuhkan nama Nam-kiang-pang maka aku ingin menguasainya Ang-lian-pang kami basmi karena tidak mau tunduk kepada kami. Hoat-kauw adalah sekutu kami. Juga kami akan mempergunakan Nam-kiang-pang untuk membasmi Beng-kauw dan mengadu-domba semua perkumpulan yang tidak mau bekerja sama dengan kami !"
"Jahanam keparat....! Kau iblis"
Tio Hui Po mencabut goloknya dan menyerang bekas murid itu dengan jurus dari Thian-te To-hoat. Akan tetapi Seng Gun yang baru saja menamatkan ilmu golok itu, tentu saja mampu menangkis, apa lagi di tangannya terdapat golok pusaka yang turun temurun dimiliki para ketua Nam-kiang-pang. Biarpun demikian, andaikata Seng Gun tidak sudah mempelajari ilmu dari kakeknya, dan di situ tidak terdapat Kwa Lian, belum tentu dia akan berani menandingi gurunya yang sudah banyak pengalaman dan terkenal sebagai seorang gagah di dunia kangouw.
Tio Hui Po mengamuk dengan golok nya, kini dikeroyok dua oleh Seng Gun dan Bi-sin-liong Kwa Lian. Baru ting-kat kepandaian Kwa Lian saja sudah sebanding dengan tingkatnya, apa lagi di situ ada Seng Gun yang mengenal semua jurus gerakan goloknya, maka setelah mengamuk selama tigapuluh jurus, akhirnya Tio Hui Po terkena sabetan pe dang beronce merah dari Bi-sin-liong Kwa Lian. Sabetan pedang itu tepat mengenal pergelangan tangan kanannya, membuat lengan itu buntung dan goloknya terlepas! Serangan susulan dari suling dan golok di tangan Seng Gun membuat bekas ketua Nam-kiang-pang ini terjungkal dengan luka di pundak oleh bacokan golok dan tusukan suling perak pada lambungnya. Dia tidak mampu bangkit lagi .
Seng Gun tertawa. "Ha-ha-ha, tinggallah kau di sini menemani putera mu, Tio Hui Po. Jangan khawatir, setiap hari akan kusuruh orang mengantar makanan untukmu!" Setelah berkata demi kian dia menggandeng Kwa Lian keluar dari ruangan itu dan menguncikan pintu nya dari luar.
Dapat dibayangkan hebatnya penderitaan Tio Hui Po, derita yang dialami itu amat berat, bukan hanya derita lahir melainkan derita batin. Nyeri badan dapat ditanggung oleh" laki-laki yang gagah perkasa ini, akan tetapi nyeri di hatinya membuat dia hampir putus asa. Akan tetapi dia mempunyai semangat besar. Dia menggunakan tangan kirinya untuk mengobati luka-lukanya, kemudian melihat keadaan puteranya, dia tahu bahwa jalan satu-satunya bagi puteranya hanyalah kematian. Dia menyambar goloknya dengan tangan kiri dan memejamkan mata ketika goloknya me nyambar ke depan dan menembus jantung puteranya. Setelah puteranya roboh tak bernyawa lagi, barulah dia berlutut dan menangis sambil menciumi muka yang masih berlumuran darah itu.
Dia duduk bersila. Terbayang olehnya semua sikapnya yang keliru selama ini terhadap Ciu Kang Hin. Ah, betapa buta dia! Percaya sepenuhnya kepada Seng Gun dan sebaliknya malah mencurigai Kang Hin! Dia merasa menyesal bukan main. Penyesalan yang selalu kasep datangnya. Penyesalan menyusul setiap kali perbuatan mendatangkan akibat yang buruk. Kalau tidak berakibat buruk, betapapun jeleknya perbuatan itu tidak akan mendatangkan penyesalan. asal tidak ada gunanya, karena sesal hanya menunjukkan kekecewaan dari tidak tercapainya keinginan. Penyesalan tidak mendidik dan tidak menyadarkan. Apakah artinya kesadaran setelah perbuatan dilakukan" Perbuatan itu akan terulang kembali dan penyesalannyapun akan terulang kembali. Akan tetapi bagi orang yang waspada akan tindakannya sendiri setiap saat, bagi orang yang selalu bersandar kepada kekuasaan Tuhan, kesadaran akan datang" sebelum dia berbuat, sehingga tidak menimbulkan penyesalan yang sudah terlambat.
Dan semenjak hari itu, Seng Gun sepenuhnya berkuasa atas Nam-kiang-pang. Dia bahkan membasmi orang-orang yang tidak mau tunduk dan yang masih terus menanyakan tentang Tio Hui -po sehingga akhirnya Nam-kiang-pang tinggal orang-orang yang sepenuhnya berada dalam kekuasaan Seng Gun. Dan tentu saja hubungan dengan Hoatkauw menjadi semakin erat, bahkan Hoat-kauw yang tadinya berpusat di Bukit Ayam dekat dusun Li-bun, yang sudah diobrak-abrik pasukan, kini dipindahkan ke Nam-kiang-pang !
Ciu Kang Hin merasa bagaikan dalam mimpi. Kepalanya berdenyut-denyut nyeri dan panas dan tadi ketika dia roboh, tiba-tiba saja tubuhnya terangkat tanpa dia berdaya untuk melawan, dan tubuh itu diterbangkan orang tanpa dia dapat melihat jelas bagaimana caranya dan siapa orang itu. Dia sudah pingsan dalam pondongan dan tidak tahu bahwa dia di bawa pergi jauh sekali dari tempat itu dan baru orang yang memondongnya berhenti ketika mereka tiba di atas sebuah bukit bambu yang sunyi. Pemondongnya menurunkan tubuhnya di. atas petak rumput yang bersih tebal dan memeriksa dirinya.
Ketika mendapat kenyataan bahwa ada dua bintik kecil berwarna hitam di dahi pemuda itu, si penolong lalu membungkuk, menggunakan mulutnya untuk mengecup bintik di dahi, menggunakan kekuatan saktinya untuk menyedot. Setelah beberapa lamanya, berhasil juga dia menyedot keluar dua batang jarum hitam halus. Dia masih terus menyedot sampai darah yang keluar dari dahi itu berwarna merah. Lalu dia menggunakan dua telapak tangannya, ditempelkan di dada Kang Hin dan menggunakan sin-kang disalurkan ke dalam dada untuk membantu pemuda itu membersihkan diri nya dari hawa beracun.
Matahari telah mulai tenggelam ketika akhirnya Kang Hin tersadar. Dia mendapatkan dirinya tergantung di pohon bambu besar, tergantung pada kedua kakinya dengan kepala di bawah! Kang Hin terkejut, masih. nanar sehingga belum ingat apa yang telah terjadi dengan dirinya. Kepalanya masih pening. Perlahan-lahan dia membuka kedua matanya. Tak salah lagi. Dia di.gantung orang di pohon itu dengan kedua kaki. di atas dan kedua tangannya diikat! Ketika dia melihat ke bawah, dia melihat seorang pemuda duduk dekat api unggun dan sedang makan paha ayam hutan bakar! Lezatnya baunya ayam panggang itu. Biarpun tubuhnya terasa sakit-sakit, mengilar juga Kang Hin mencium bau kesedapan itu.
Kang Hin seorang pemuda yang cerdik. Biarpun dia masih pening, dia mampu mempergunakan otaknya mempertimbang kan keadaan dan mengambil kesimpulan. Pemuda itu tidak drkenalnya, bukan seorang di antara para pengeroyoknya tadi, pakaian sederhana dan bersih, Tubuhnya tinggi tegap, wajahnya jantan, rahang dan dagunya keras akan tetapi matanya lembut dan kocak, mulutnya selalu terhias senyum. Bukan wajah seorang jahat. Dan dia tadi mestinya mati, karena sudah terluka oleh senjata rahasia, dan kenyataan bahwa dia berada di sini, biarpun tergantung tapi belum mati membuktikan bahwa dia tentu sudah ditolong orang. Siapa lagi orangnya kalau bukan pemuda itu" Kalau pemuda itu orang jahat yang memusuhinya, perlu apa bersusah payah lagi" Membunuh dia akan mudah sekali. Tidak, dia bukan orang jahat dan tidak bermaksud membunuhnya. Kang Hin yakin akan hal ini.
"Sobat, ayammu gurih sekali baunya. Boleh aku minta sedikit?"
Pemuda itu nampak terkejut.
"Hen " Hah " Apa... "apa kaukata ?" Dia menoleh ke kanan kiri seperti orang bingung. Kini pemuda itu menengadah, lalu bangkit berdiri. Ternyata tubuhnya tegap sekali, dadanya bidang dan matanya mencorong. Pemuda itu adalah Sia Han Lin. Dia sedang menuju ke Bukit Hari-mau untuk menyelidiki Hoat-kauw yang mengadakan pertemuan dan pesta ketika dia lewat di tempat itu dan secara kebetulan sekali melihat Kang Hin terancam maut di tangan tiga orang yang lihai bukan main'. Biarpun dia belum mengenal Kang Hin, namun tidak mungkin dia dapat membiarkan saja orang dikeroyok dan dibunuh apa lagi orang yang memiliki kepandaian hebat seperti pemuda itu. Dia menggunakan ilmu sihirnya mendatangkan angin, lalu menggunakan ilmu meringankan tubuh untuk menyambar dan melarikan tubuh Kang Hin yang setengah pingsan.
Han Lin memang terkejut bukan main. Tak disangkanya pemuda yang ditolongnya itu akan menegur minta ayam panggang! Betapa lucunya. Dan diapun tertawa. Tadi, setelah menyedot keluar dua batang jarum beracun, dia melihat betapa kuatnya racun itu dan kalau dibiarkan akan dapat mengganggu kewarasan otak pemuda itu. Maka, dia lalu menggantung Kang Hin dengan kepala di bawah untuk memberi kesempatan kepada darah di tubuh Kang Hin mengalir seba-nyaknya ke kepala dan darah itu akar dengan sendirinya melawan pengaruh racun yang dapat merusak jaringan otak. Siapa kira, pemuda itu siuman dan minta bagian daging ayam karena lapar! Sesungguhnya seorang pemuda yang menyenangkan, pikir Han Lin, dan jelas bukan orang jahat.
"Sobat, sayang sekali. Engkau terpaksa berpuasa semalam ini. Tahukah kau, kalau aku memberimu paha ayam ini sama saja aku membunuhmu" Engkau keracunan hebat, dan bergantung terbalik itulah satu-satunya jalan untuk menyembuhkanmu. Engkau tidak boleh banyak bergerak, apa lagi makan. Besok pagi setelah matahari terbit baru engkau boleh turun dan engkau akan sama sekali sembuh. Aku akan membuatkan sarapan yang lezat untukmu. Nah, sekarang kau boleh tidur!"
Kang Hin tertegun. Ah, jadi Ini kah cara pengobatan itu. "Kawan, siapa namamu?" "Heii, untuk banyak bicarapun kau dilarang. Tentang nama, besok pagi kita berkenalan juga belum terlambat, bukan" Nah, istirahatlah, bungkus pikiranmu dalam keheningan malam."
Kang Hin dapat merasakan kesungguhan di balik kata-kata yang seperti kelakar itu, dan diapun mematuhinya. Dia segera menenteramkan hatinya, membenamkan diri dalam keheningan.
Keruyuk ayam jago membangunkan Kang Hin dari tidurnya. Kepalanya berdenyut-denyut akan tetapi tidak nyeri lagi dan begitu dia sadar hidungnya mencium bau yang amat sedap sehingga dia membuka matanya. Matahari telah mulai nampak cahayanya dan dia melihat pemuda tadi sedang memanggang seekor rusa kecil yang ditusuk dari mulut ke ekornya. Panggang rusa itulah agaknya yang mengeluarkan bau sedap tadi, yang membangunkannya bersama keruyuk ayam jantan .
Han Lin mendongak dan memandang, lalu tertawa. "Ha-ha, kiranya engkau sudah bangun. Alangkah tajam ciuman hidungmu!."
"Dan kau! Alangkah kejamnya hatimu. Orang yang sejahatjahatnya engkau!" terdengar bentak nyaring dan lembut. Dan bagaikan seekor garuda menyambar, seorang wanita telah menerjang dan menempiling kepala Han Lin.
"Wan....! 'Han Lin menjatuhkan diri dan bergulingan di atas rumput, menghindarkan diri dari serangan itu. "Jangan galak-galak, nona."
Akan tetapi gadis itu yang ternyata seorang gadis cantik jelita, berusia tidak lebih dari sembilanbelas tahun, menjadi penasaran ketika tamparannya tadi luput. la membalik dan kini menyerang lagi dengan tendangan kaki. Han Lin dapat merasakan betapa tendangan itu mengandung tenaga sinkang yang amat dahsyat. Maka, diapun mengerahkan tenaga dalamnya dan menangkis.
"Dukk....!" Akibatnya, keduanya terdorong ke belakang dan merasa tubuh mereka tergetar hebat. Keduanya tertegun dan baru maklum bahwa lawan adalah seorang yang memiliki kepandaian tinggi .
Maka, gadis itu yang bukan lain adalah Yang Mei Li, menjadi penasaran dan mencabut sepasang pedang terbangnya. "Eh, nanti dulu, aku tidak ingin berkelahi!" kata Han Lin sambil duduk kembali ke depan panggang rusanya Akan tetapi hal ini dianggap sebagai sikap memandang rendah oleh Mei Li, maka ia mengelebatkan pedangnya. "Hayo bangkit dan lawanlah, atau aku akan menggunduli kepalamu!"
Mendengar ini, Han Lin terbelalak. Suasananya saat itu setelah gadis tadi mengeluarkan ancaman, terasa begitu lucu oleh Han Lin sehingga dia tertawa. Mana ada lawan mengancam musuh dengan penggundulan rambut" "Ha-ha, engkau hendak menggunduli rambut-ku" Berapa biayanya" Apakah engkau tu-kang cukur?"
Sejenak Mei Li terbelalak, lalu mukanya menjadi merah. la menganggap pemuda itu mempermainkannya, maka ia menggerakkan pedangnya yang kiri. Pedang menyambar, Han Lin mengelak, pedang mengejar dan benar-benar mengancam kepalanya. Terpaksa dia berloncatan. "Eh! Oh! Nanti dulu, rusa panggang ku ah, wah celaka, bisa hangus.."
Akan tetapi kini Mei Li sudah marah dan terus mendesak. Karena Mei Li bukan ahli silat biasa, betapapun lihainya tentu saja Han Lin tidak bisa hanya main mengelak saja. Terpaksa dia menyambar tongkat yang tadinya dia letakkan di atas tanah. Akan tetapi dia tidak ingin memamerkan iImu tongkat Lui-tai-hong-tung yang dia pelajari dari Lojin. IImu tongkat itu terlalu dahsyat Maka dia lalu menggerakkan tongkatnya memainkan ilmu Hong-in Sing-pang untuk menangkis sepasang pedang yang mengaung-ngaung dan menyambarnyambar seperti dua ekor burung garuda itu. Namun, semua gerakan tongkatnya itu seperti terkepung dan terdesak oleh sepasang pedang, maka diapun mengubah lagi permainan tongkatnya. Biarpun tahu bahwa lawan amat hebat, dia masih belum mau mengeluarkan Lui-tai-hong-tung, melainkan kini memainkan tongkatnya seperti memainkan pedang saja, dengan ilmu pedang Sian-li Kiam-sut.
Setelah dia main beberapa jurus, Mei Li meloncat ke belakang dan berseru, "Tahan...,..! Mei Li memandang heran, akan tetapi Han Lin tidak perduli. Dia segera membuang tongkatnya dan lari menghampiri panggang rusa, memutarnya agar tidak hangus dan tersenyum puas.
"Dari mana engkau mempelajari Sian-li Kiam sut?" bentak Mei Li sambil memandang tajam.
Han Lin tersenyum dan menjawab, "Nona, apakah nona ini seorang puteri kaisar, atau puteri raja di hutan ini?"
"Eh! Kenapa?" "Nona bersikap seperti puteri yang memerintah, menuntut dan.memeriksa pesakitan. Nona puteri dari mana?" tanya Han Lin sambil tetap melanjutkan pekerjaannya memutar-mutar daging rusa sehingga dapat terpanggang rata. Karena perhatian Han Lin sepenuhnya tertuju kepada. panggang rusa, nau tidak mau Mei Li juga memandang kepada panggung rusa itu dan ia menalan ludah. Sungguh pemandangan yang menimbulkan selera! Daging itu meneteskan minyak lemak, dan baunya membuat perutnya mendadak terasa lapar sekali. la merasa betapa sayangnya kalau panggang rusa itu sampai hangus, maka ia menahan diri dan membiarkan pemuda itu menyelesaikan pekerjaannya.
"Ditanya belum menjawab balas bertanya. Engkau selain kejam juga cerewet, dan pengecut!" Han Lin membelalakkan matanya dan tersenyum kepada panggang rusa di depannya. "Eh, rusa yang baik, apakah memang wanita cantik itu selalu galak" Nona, kau datangdatang memaki aku sebagai orang yang sekejam-kejamnya, apa sih kesalahanku kepadamu sehingga nona menganggap aku kejam" Apakah karena aku menyembelih dan memanggang rusa ini?"
"Kau masih pura-pura bertanya ?" Mei Li menoleh dan memandang kepada Kang Hin yang masih tergantung di pohon dengan kepala di bawah. "Kau menyiksa orang seperti itu dan masih bertanya mengapa kau kumaki kejam?"
Han Lin menoleh dan merasa geli. Kiranya itu yang menyebabkan gadis ini marah-marah dan menyerangnya kalang kabut. Hal ini mendatangkan kesan baik di hatinya. Seorang gadis yang memiliki watak gagah dan suka membela orang yang tertindas, pikirnya. Karena mendapatkan kesan baik, maka timbul ke inginan hatinya untuk menguji kepandaian gadis itu. Kebetulan panggang rusanya juga sudah matang, tinggal makan dan tunggu agak mendingin saja.
Dia menaruh panggang rusa itu di atas tonggak kayu, kemudian dia mengha dapi Mei Li, memandang penuh perhatian dan mendapat kenyataan bahwa gadis itu memang cantik jelita luar biasa, dan bertanya dengan nada suara menantang.
"Wahai paduka puteri yang mulia, apakah gerangan dosa hamba maka paduka semarah ini" Datang-datang menyerang hamba, hendak menggunduli kepala hamba. Kalau hamba menggantung orang ini, apa sangkut pautnya dengan paduka?"
"Kurang ajar! Engkau jahat, engkau perlu dihajar!" Dan sekali ini Mei Li marah bukan main dan mencabut sepasang pedang terbangnya. Nampak kilat menyambar ketika dara ini mencabut senjatanya.
"Hemm, hendak kulihat, aku atau engkau yang perlu dihajar," kata Han Lin, sengaja untuk membuat gadis itu semakin marah. Dan memang usahanya berhasil. Mei Li menjadi merah mukanya dan berseru melengking nyaring, sambil menggerakkan pedang kirinya.
"Sambut pedangku!" Han Lin tidak berani main-main. Diapun menyambar tongkat wasiatnya yang dia peroleh dari gurunya, menangkis dan balas menyerang. Namun, karena dia tidak bermaksud buruk, dia masih belum mau memainkan Liu-tai-hong-tung melainkan memainkan Sian-li Kiam-sut yang pernah dia pelajari ketika dia masih kecil, dari mendiang ibunya.
Biarpun Mei Li menjadi semakin heran dan penasaran bagaimana pemuda ini dapat memainkan Sian-li Kiam-sut, ilmu pedang dari ayahnya, namun ia tidak mau bertanya lagi. Ia harus mengalahkan dulu pemuda jahat ini dan nanti belum terlambat untuk memaksanya mengaku dari mana dia mempelajari ilmu pedang itu.
Akan tetapi, ternyata pemuda itu lihai sekali dan ia bahkan menduga bahwa ayahnya sendiri tidak akan mampu memainkan Sian-li Kiam-sut dengan sebatang tongkat sebaik pemuda itu! Maka, iapun mendesak dan mengerahkan tenaganya untuk meraih kemenangan.
Sementara itu, sejak tadi Kang Hin hanya menjadi penonton. Girang sekali hatinya melihat gadis perkasa itu membelanya mati-matian, akan tetapi diapun khawatir melihat mereka berkelahi amat seru, makin lama semakin hebat. Seorang di antara mereka dapat saja terluka parah dalam perkelahian seperti itu.
"Nona, hentikan seranganmu. Dia bukan orang yang jahat, dia malah menolongku!" teriaknya. Setelah dua tiga kali berteriak, barulah Mei Li. menghentikan serangannya dan meloncat ke belakang. Tadi ia sudah mulai mempergunakan ilmu pedang terbangnya sehingga se pasang pedangnya itu bagaikan sepasang garuda menyambar-nyambar membuat Han Lin terkejut dan kagum sekali. Kini, melihat gadis itu melompat mundur, dia pun memuji.
(Maaf ada halaman hilang) benar dengan wajah" ibuku' Kiranya engkau anak bibi Can Kim Hong dan paman Yang Cin Han" Kata orang wajah ibuku sama benar dengan wajah ayahmu!"
Mei Li terbelalak, mukanya juga berubah pucat, lalu me rah dan seperti didorong oleh sesuatu, entah siapa yang lebih dahulu bergerak, kedua orang muda itu lalu saling tubruk dan saling rangkul. Dan Mei Li menangis saking terharu dan girang. Sama sekali tak pernah disangkanya bahwa ia akan bertemu dengan kakak misannya!
"Sia Han Lin! Engkau tentu kakak Sia Han Lin! Ah, Linkoko betapa kami semua memikirkan dan mehgkhawa t i rkan dirimu !"
Han Lin dapat' menguasai perasaan hatinya dan dengan lembut dia melepaskan rangkulannya, memegang kedua pundak gadis itu dan mendorongnya ke depan untuk dilihat lebih jelas. Kedua matanya sendiri menjadi basah, akan tetapi mulutnya tersenyum.
"Terima kasih, adikku Mei Li, terima kasih. Tak kusangka bahwa paman sekeluarga mengkhawatirkan dan memikirkan diriku, dan dipikirkari seorang gadis sehebat engkau sungguh amat menyenangkan hati. Akan tetapi, kebetulan sekali, mari kita bertiga makan bersama. Rusa ini sudah masak benar, masih muda, tentu dagingnya lunak dan gurih."
"Koko, engkau hebat. Perutku memang lapar sekali." "Ha-ha, jadi agaknya engkau membuat ulah dan ribut-ribut tadi untuk merampas daging rusaku, ya?" Han Lin mengamangkan telunjuknya sambil tertawa .
Jilid XII Mei Li yang memang wataknya lincah jenaka, kini tertawa juga mendengar itu. "Habis, dari jauh saja panggang rusamu sudah tercium olehku! Cuma aku tadi kaget bukan main dan mengira engkau orang jahat karena engkau membuat saudara Kang Hin tergantung seperti orang disiksa."
"Saudara Kang Hin! Ah, aku hampir lupa kepadamu. Maafkan, jadi namamu Ciu Kang Hin" Aku pernah mendengar nama itu. Bukankah engkau tokoh besar dari Nam-kiangpang" Kenapa tadi dikeroyok orang-orang Hoat-kauw"."
Kang Hin menghela napas panjang. Dia tadi ikut tertegun menyaksikan pertemuan antara kakak dan adik itu, dan ikut merasa terharu karena dia sendiri seorang yatim piatu yang tidak mempunyai keluarga lagi. "Ah, saudara Sia Han Lin, panjang ceritanya...." Katanya sambil duduk dekat api unggun seperti kedua orang kakak beradik itu.
"Ya, Lin-ko, ceritanya panjang dan memang nasib yang menimpa diri Ciu koko ini buruk sekali," kata Mei Li. "Agaknya kalian sudah saling mengenal dengan baik," kata Han Lin. "Tidak, koko. Kami baru saja berkenalan, bahkan sebelum berkenalan, kami sudah sempat saling serang dengan hebat. Aku tidak tahu akan keadaan yang sesungguhnya, maka aku menyerangnya dan berusaha untuk membunuhnya."
"Memang nasibku yang buruk, dan semua ini karena perbuatan Seng Gun yang licik dan melawan nona Yang, bagaimana mungkin aku dapat menang?"
"Ah, engkau merendahkan diri, twako. Lin-ko, ketahuilah bahwa toako Ciu Kang Hin ini adalah pewaris il-mu Thian-te Sin-to yang terkenal. Dia lihai sekali dan aku bukanlah lawannya.
"Bagus, kalian berdua saling merendahkan diri, itu menunjukkan watak yang baik. Sekarang marilah kita makan dulu, saudara Kang Hin perlu makan untuk memperkuat tubuhnya yang lemah. Nanti saja kita saling menceritakan pengalaman masing-masing," kata Han Lin. Dua orang itu tidak membantah dan mereka bertiga segera mulai makan daging rusa yang amat sedap dan gurih, pada hal bumbunya hanya garam dan bawang putih saja.
Daging itu lunak dan panas, dan Mei Li memuji kepandaian kakaknya memanggang daging rusa. Mereka makan sampai kenyang dan seekor rusa muda itu hampir habis dimakan oleh mereka bertiga. Setelah kenyang dan mereka minum anggur yang disediakan pula oleh Han Lin, mereka lalu pindah duduk ke tempat yang bersih dan bercakap-cakap.
Mula-mula Kang Hin menceritakan riwayatnya, sebagai seorang yatim piatu menjadi murid Tio Hui Po, ketua Nam kiang-pang yang amat baik kepadanya. Dia menjadi murid kesayangan, murid kepala yang dipercaya dan mewarisi ilmu simpanan Thian-te Sin-to-hoat. Akan tetapi, kemudian datang pula Tong Seng Gun yang dapat pula menarik perhatian dan rasa sayang di hati ketua Nam-kiang-pang sehingga Tong Seng Gun menjadi murid ke dua setelah dia yang menerima warisan ilmu Thian-te To-hoat itu. Diceritakan pula tentang sepak terjang Tong Seng Gun yang ternyata palsu, bahkan pemuda itu ternyata adalah tokoh Hoat-kauw yang menyusup ke Nam-kiang-pang. Kini jelas baginya bahwa Seng Gun sengaja hendak mengadu domba antara Nam-kiang-pang dan Beng-kauw juga dengan perkumpulan-perkumpulan persilatan lain.
"Tidak ada yang mengira bahwa dia adalah seorang palsu yang amat jahat, tentu keadaan Nam-kiang-pang berbahaya sekali. Aku harus memberi ingat kepada suhu!" kata Kang Hin.
"Jangan tergesa-gesa, Ciu-toako Seng Gun amat licik dan tanpa bukti, mana Sie-pangcu akan percaya kepadamu" Tentu dia lebih percaya kepada Seng Gun."
"Benar sekali. Orang yang bernama Seng Gun itu berbahaya sekali. Bukan saja dia tokoh Hoat-kauw, akan tetapi agaknya dia bekerja sama dengan orang Mongol untuk membikin kacau dan lemah dunia kangouw agar mereka dapat menguasainya. Aku melihat sendiri betapa dia dan kawankawannya hampir saja membunuh Pek Kong Seng-jin dari Kong-thong-pai.
"Ah, benarkah itu?" Kang Hin berseru Kaget sekali "Lin-koko, sekarang tiba giliran mu, ceritakanlah riwayatmu sejak engkau lenyap dari kota raja itu. Ke mana saja engkau pergi" Ayahku khawatir bukan main kalau bicara tentang dirimu. Ceritakan sampai engkau melihat Seng un hendak membunuh Pek Kong Sengjin."
Han Lin melirik kepada Kang Hin an berkata "Li-moi, akan kuceritakan entang Seng Gun itu, akan tetapi mengenai riwayatku merupakan cerita panjang yang akan kuceritakan kepadamu lain waktu saja."
Kang Hin maklum bahwa mengena riwayat pribadi pemuda aneh yang menolongnya itu tentu ada rahasia yang hanya boleh diketahui keluarga sendiri maka dia cepat berkata, "Saudara Han Lin, tentang riwayatmu, tidak perlu diceritakan. Aku hanya ingin sekali tahu tentang Seng Gun karena dia adalah adik seperguruanku yang ternyata merupakan musuh yang menyusup ke Nam-kiang-pang ."
Han Lin lalu bercerita tentang pengalamannya Betapa secara kebetulan sekali dia melihat Seng Gun dan dua orang sekutunya menyerang Pek Kong Seng-jin tokoh Kong-thongpai itu dan mendengar percakapan mereka.


Kisah Si Pedang Terbang Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Seng Gun secara curang telah memukul dan mendorong Pek Kong Seng-jin ke dalam jurang untung secara kebetulan aku berada di sana sehingga berhasil menyelamatkan nyawa tokoh Kong-thong-pai itu. Kemudian aku sempat pula mendengarkan percakapan antara Seng Gun dan dua orang tokoh Hoat-kauw. Ternyata dari percakapan itu bahwa mereka memang sengaja hendak menguasai Nam-kiang-pang dan menggunakan perkumpulan itu untuk mengadu domba antara Beng-kauw dan perkumpulan lain. Agaknya mereka hendak menghancurkan aliran dan perkumpulan lain agar Hoat-kauw menjadi penguasa, dan dalam memusuhi Beng-kauw mereka mempergunakan namamu untuk mengacaukan, saudara Kang Hin."
Kang Hin mengangguk-angguk, agaknya memang sudah diduganya hal itu, dan tiba-tiba dia mengepal tinju dan bangkit berdiri. "Celaka, suhu tentu terancam bahaya. Mereka tentu mengandung niat busuk terhadap suhu, aku harus menolong suhu!"
"Ciu-toako, aku akan membantumu dan menjadi saksi akan kejahatan Seng Gun!" kata Mei Li. "Kalau kau pulang sendiri, tentu gurumu tidak akan percaya karena dia sudah dipengaruhi Seng Gun."
"Akan tetapi mereka telah melihat engkau membela Bengkauw, nona, tentu suhu akan lebih marah kepadaku dan kepadamu."
"Aku tidak perduli, aku tidak takut! Kalau suhumu tidak percaya, dia bodoh!" Kang Hin mengerutkan alisnya Baginya, suhunya adalah satu-satunya orang yang ditaati dan dihormatinya, dan biarpun suhunya sudah bersikap tidak adil kepadanya, namun dia yakin bahwa hal.itu dilakukan suhunya karena suhunya sudah dipengaruhi oleh kelicikan Seng Gun. "Nona, suhu tidak bodoh, akan tetapi Seng Gun yang terlalu licik dan jahat seperti iblis."
Melihat Kang Hin tersinggung, Han Lin lalu berkata, "Sebetulnya aku hendak pergi ke Bukit Harimau menyelidiki tentang Hoat-kauw yang hendak mengadakan pesta ulang tahun dan mengumpulkan semua aliran dan perkumpulan besar, akan tetapi melihat gawatnya persoalan yang melanda Nam-kiang-pang, juga masih ada waktu untuk kelak pergi ke Bukit Harimau, biarlah aku menemani kalian ke sana.
Girang bukan main hati Kang Hin mendengar ini karena dia yakin bahwa kalau dua orang muda sakti seperti Mei dan Han Lin membantunya, kiranya gurunya dan Nam-kiang-pang akan dapat diselamatkan dari tangan orang-orang Hoat-kauw.
"Terima kasih terima kasih" hanya itu yang dapat diucapkan berulang kali sambil mengangkat kedua tangan depan dada memberi hormat sehingga mengharukan hati Han Lin dan Mei Li.
"Aihhhh, Ciu-toako, di antara kita sendiri, kenapa harus bersikap sungkan! Mari kita berangkat!" Tiga orang muda itu lalu menggunakan ilmu berlari cepat, melesat di antara pohonpohon dalam hutan dan Kang Hin menjadi penunjuk jalan.
Nam-kiang-pang telah dikuasai se penuhnya oleh Seng Gun setelah dia mengeram Tio Hui Po di tempat tahanan bawah tanah. Dia menyingkirkan dan membunuh banyak orang Namkiang-pang yang setia kepada ketua Tio, dan hanya anak buah Nam-kiang-pang yang bersedia taat kepadanya saja yang masih dibiarkan hidup. Sebagian besar dari mereka mengaku taat dan taluk karena takut, walau-pun diam-diam di dalam hati mereka menentang ketua baru yang berkhianat itu.
Para anak buah Nam-kiang-pang yang terpaksa tunduk kepada Seng Gun ada seratus orang banyaknya, sedangkan kini Seng Gun mendatangkan limpaluh orang anggota Hoatkauw ini, para angauta Nam-kiang-pang semakin tidak berdaya lagi karena tingkat kepandaian orang-orang Hoatkauw itu rata-rata lebih tinggi dari tingkat kepandaian mereka sehingga andaikata mereka akan melawanpun tidak ada gunanya karena mereka pasti akan kalah. Dan limapuluh orang Hoat-kauw itu bersikap sebagai pimpinan dan memperlakukan orang-orang Nam-kiang-pang sebagai pelayan.
Hari itu suasana di Nam-kiang-pang sunyi sekali, pada hal semua angauta dikumpulkan di lapangan. Seng Gun dan para tokoh Hoat-kauw kemarin pergi meninggalkan perkampungan itu karena mereka akan pergi ke Bukit Harimau menghadiri perayaan pesta yang diadakan oleh Hoat-kauw. Nam-kiangpang kini oleh Seng Gun diserahkan penjagaan dan kekuasaannya kepada limapuluh orang anak buah Hoat-kauw dan seorang tokoh Hoat-kauw bernama Kauw Lo diangkat sebagai pimpinan. Kauw Lo ini murid dari Ang-sin-liong Yu Kiat, berusia tigapuluh tahun, tinggi besar dan galak bukan main, mukanya hitam karena penyakit kulit maka dia nampak makin menyeramkan. Akan tetapi dia memang lihai, sebagai murid utama Ang-sin-liong dia pandai mempergunakan sebatang golok besar.
Pagi itu dia mengumpulkan seratus orang anggauta Namkiang-pang dan limapuluh orang anggauta Hoat-kauw di lapangan dan dia sendiri berdiri di atas panggung tinggi yang dibuat khusus untuk keperluan memberi perintah dan komando kepada para anak buah.
"Orang-orang Nam-kiang-pang, dengar baik-baik perintahku ini. Kalian semua sudah tahu bahwa penjahat besar Ciu Kang Hin masih berkeliaran dan belum mampus. Selama dia masih berkeliaran, kita tidak akan aman. Pengkhianat itu harus dicari dan dapat ditangkap, mati atau hidup. Oleh karena itu, hari ini kita akan mencari dengan berpencar dan berkelompok kecil. Kalian berpencar menjadi sepuluh kelompok, masing-masing sepuluh orang dan ditemani oleh lima orang Hoat-kauw dan sepuluh kelompok dari limabelas orang itu mencari ke semua penjuru Mengertikah?"
Seperti sekawanan burung orang-orang itu menjawab. "Kalau nanti di antara kalian ada yang melihat penjahat Ciu Kang Hin harus berseru dan memanggil kawan-kawan."
Pada saat itu, nampak tiga sosok bayangan berloncatan naik ke atas panggung dan terdengar suara nyaring, terdengar oleh semua orang yang berada di bawah panggung. "Ciu Kang Hin berada di sini !"
Semua orang yang berada di bawah panggung terkejut. Orang yang menjadi bahan pembicaraan itu kini telah berada di situ, di atas panggung. Kekagetan membuat mereka hanya melongo saja, tidak tahu harus berbuat apa. Juga Kauw-Lo terkejut dan melihat dengan mata terbelalak. Tiga orang yang muncul didepanya itu sama sekali tidak menakutkan apa lagi Mei Li yang cantik jelita, Han Lin yang tersenyum-senyum. Akan tetapi Kang Hin nampak marah dan menyeramkan, matanya seperti mengeluarkan bara api.
"Ciu-twako serahkan si muka hitam ini kepadaku!" kata Mei Li sambil tersenyum mengejek. Kang Hin setuju Orang muka hitam itu tidak penting Yang penting adalah seratus orang bekas anak buahnya yang berada di bawah, yang harus disadarkan.
"Saudara-saudara anggauta Nam-kiang-pang! Perkumpulan kita telah dikuasai orang-orang Hoat-kauw! Tong Seng Gun adalah seorang penyelundup, dia musuh besar Nam-kiangpang. Hayo kita serang orang-orang Hoat-kauw, jangan takut, ada aku di sini!"
Mendengar ucapan itu, orang-orang Nam-kiang-pang bangkit semangatnya. Sejak semula mereka memang tidak percaya kalau Kang Hin jahat. Dan melihat sikap orang-orang Nam-kiang-pang, orang-orang Hoat-kauw menghardik. "Apa kah kalian berani melawan kami?"
Kang Hin meloncat turun dari atas dan berseru. "Serbuuuu....?" maka bergeraklah seratus orang Nam-kiangpang itu, menggerakkan senjata . masing-maing menyerang Hoat-kauw sehingga terjadilah pertempuran yang seru. Kang Hin mengamuk dan bagaikan orang membabat rumput saja dia merobohkan orang-orang Hoat-kauw.
Kauw Lo marah sekali. Ketika dia hendak meloncat turun, dia dihadang oleh Mei Li. Melihat seorang gadis cantik berani menghadangnya, Kauw Lo memandang rendah dan membentak, "Engkau anak perempuan kecil, apakah sudah bosan hidup?"
Mei Li sudah berusia hampir sembilanbelas tahun, sudah merasa dewasa sepenuhnya. Kini dimaki anak perempuan, tentu saja menganggap makian itu sebagai penghinaan dan mukanya menjadi merah. Akan tetapi karena ia memang lincah jenaka, maka ia tidak memperlihatkan kemarahannya melainkan menjawab dengan nada suara mengejek. "Eh, munyuk monyet muka hitam, engkaulah yang sudah bosan hidup dan nonamu yang akan menghabisi riwayatmu yang hitam!"
Kauw Lo dalam keadaan biasa tentu akan mencoba untuk menguasai dan mendapatkan gadis itu karena diapun terhitung orang yang mata keranjang. Akan tetapi keadaan sekarang amat gawat dengan munculnya Kang Hin yang sudah dia dengar kelihaiannya, maka dia ingin menghalau penghalang itu walaupun merupakan seorang gadis yang amat cantik jelita. "Mampuslah!" Bentaknya dan golok besarnya mengeluarkan sinar berkilauan ketika menyambar ke arah leher Mei Li. Namun, mudah saja bagi Mei Li untuk menghindarkan diri dengan menundukkan kepala dan sinar pedang di tangan kirinya sudah mencuat ke arah perut penyerangnya yang menjadi terkejut setengah mati. Dengan gugup Kauw Lo melompat ke belakang akan tetapi pedang kanan Mei Li menyambar. Terpaksa Ia menggerakkan goloknya menangkis dan murid utama Ang-sing-liong ini segera dihujani sambaran pedang sehingga tidak mampu membalas sama sekali.
Melihat bahwa lawan Mei Li tidak berbahaya, bahkan anak buah Nam-kiang-pang yang melawan mati-matian terhadap serangan orang-orang Hoat-kauw yang rata-rata lebih tangguh itu, Han Lin segera melayang turun untuk membantu mereka. Dia melihat betapa Kang Hin mengamuk, akan tetapi pemuda itu sama sekali tidak mau membunuh orang, hanya merobohkan saja orang-orang Hoat-kauw itu sehingga dia merasa semakin suka kepada Kang Hin yang dianggapnya berjiwa pendekar dan bukan pembunuh kejam. Oleh karena itu, diapun bergerak cepat merobohkan para anggauta Hoatkauw untuk mencegah mereka membunuhi anak buah Namkiang-pang .
Pertandingan antara Mei Li dan Kauw Lo tidak terjadi lama. Tingkat kepandaian dara perkasa itu sudah setara degan tingkat kepandaian guru Kauw Lo, yaitu Ang-sing-liong Yu Kiat orang pertama dari Bu-tek Ngo Sin-liong Maka tentu saja Kauw Lo merasa repot berat sekali menandingi dara itu. Apa lagi karena Mei Li tidak mau memberi hati sedikitpun juga dan terus menerus mendesak dengan sepasang pedang terbangnya. Belum sampai duapuluh jurus, pedang ditangan kiri Mei Li yang meluncur dengan cepat seperti kilat itu telah menyambar leher Kouw Lo yang roboh bermandikan darah dari lehernya yang seperti digorok!
Mei Li tidak memperdulikan lagi tubuh yang berkelojotan sekarat itu iapun melayang ke bawah panggung ikut mengamuk. Para anggauta Hoat-kauw sudah kacau balau dan bercerai-berai menghadapi amukan Kang Hin dan Han Lin, kini ditambah dengan sepasang pedang terbang yang menyambar-nyambar, nyali mereka menjadi kecil dan mereka yang belum roboh segera menggerakkan kaki untuk melarikan diri. 'Hanya belasan orang saja yang mampu meloloskan diri, selebihnya roboh terluka atau tewas. Dan sebelum ada yang sempat mencegah mereka, para anggauta Nam-kiang-pang telah menghantami mereka yang luka sehingga tewaslah semua orang Hoat-kauw itu.
"Di mana suhu?" tanya Kang Hin ke pada seorang anggauta tua.
"Pangcu ditahan di bawah tanah... Mendengar keterangan ini, Kang Hin segera lari diikuti Han Lin dan Mei Li. Dua orang Hoat-kauw yang bertugas jaga dan masih berada dr pintu lorong bawah tanah, menyambut dengan serangan golok. mereka, akan tetapi sekali menggerakkan kaki tangannya Kang Hin membuat mereka terjungkal dan tak dapat bangun kembali. Kang Hin berlari terus sampai tiba di kamar tahanan.
"Suhu !!" Dia berseru sambil mematahkan rantai pintu dan berlari, menubruk suhunya yang duduk sandarkan dinding kamar tahanan. Tio Hui Po nampak lemah sekali dan ketika dia melihat Kang Hin, dia menangis tersedu-sedu, menggunakan tangannya untuk menggosok kedua matanya seperti anak kecil menangis.
"Kang Hin .... Kang Hin hu-hu-huuuhh ...." Dia mengguguk. Suhu, suhu, apakah yang terjadi Ah, suhu, apa yang telah dilakukanan iblis itu kepadamu?" Kang Hin bertanya, memandang ke arah tangan kanan gurunya yang buntung. Dia lalu teringat Tio Ki Bhok, keponakan gurunya yang amat disayang gurunya. "Dan di mana sute Tio Ki Bhok, suhu?"
Tio Hui Po dengan masih menangis meneogok ke kiri, di mana dahulu mayat telah disingkirkan oleh anak buah Hoatkauw, dan mendengar pertanyaan itu dia menangis semakin sedih. "Kang Hin .... iihhh, maafkan aku, maafkan gurumu yang tolol ini ... ah, semua salahku sendiri, Kang Hin. Iblis itu telah menipuku, dia telah menyiksa Ki Bhok dan terpaksa aku membunuhnya untuk menghenti kan penderitaannya. Ya Tuhan....., aku telah membunuhnya ...membunuh .... puteraku sendiri ..." "Suhu ....!" Kang Hin terkejut dan khawatir, mengira suhunya sudah berubah ingatan .
"Tak perlu lagi aku menyembunyikan aib itu. Tio Ki Bhok puteraku, ibunya adalah Siang-cu Sian-li ketua Ang-KiangPang yang juga sudah tewas oleh Seng Gun iblis busuk itu. Ahh, aku benar bodoh tertipu oleh iblis yang ternyata orang yang bersekutu dengan Hoat kaw untuk menguasai Namkiang-pang." Dan aku telah mengajarkan Thian-te Sin to kepadanya, dan aku telah mencurigai engkau! Dia menyiksa Ki Bhok, menjebak aku ke sini dan membuntungi tanganku.. ... ah, Kang Hin, aku layak begini,salahku
sendiri ....." Orang tua itu nampak sedih sekali dan makin lemah keadaan nya. "Suhu, tidak ada yang menyalahkan suhu, biar teecu mengobat! suhu, kemudian teecu yang akan menghajar murid murtad itu!"
"Tidak ada gunanya lagi, Kang Hin Aku memang hanya menahan kematian untuk menunggumu. Sekarang aku mohon kepadamu, aku mohon .... bangunlah kembali Nam-kiangpang .... dan bersih kan namanya" Tio Hui Po terkulai dan cepat Kang Hin memondong gurunya keluar dari tempat itu.
Setibanya di luar, puluhan orang anak buah menyambut dengan terharu. Tio Hui Po minta diturunkan, lalu ddia bangkit berdiri dengan susah payah, di papah oleh Kang Hin dan diikuti oleh Mei Lin dan Han Lin. Dia lalu mengerah kan tenaganya, bicara dengan suara lantang "Semua anggauta Nam-kiang-pang, dengarlah baik-baik. Aku, Tio Hui Po, ketua dan pemimpin kalian, saat ini menyatakan bahwa aku mengangkat Ciu Kang Hin menjadi ketua Nam-kiang-pang yang baru!"
Hampir seratus orang itu menyambut dengan sorakan setuju.
"Dan kedudukan Tong Seng Gun seba gai ketua telah kubatalkan!"
"Bunuh si jahat Tong Seng Gun!" anak buah itu berteriakteriak. Akan tetapi mereka berhenti bersorak ketika melihat betapa tiba-tiba Tio Hui Po roboh terkulai dan dipapah oleh Kang Hin, melihat betapa pemuda itu menangis dan memangil-manggil gurunya. Kiranya, Tio Hui Po telah mengerahkan tenaga terakhir untuk bicara tadi .
Hanya sebentar saja Kang Hin menangis karena terdengar suara Mei Li, "Ciu-toako, tidak ada gunanya lagi kematian Tiopang-cu kautangisi " Ucapan itu berpengaruh besar sekali kepada Kang Hin dan diapun bangkit berdiri sambil mengusap air matanya.
"Aku memang lemah dan tidak sepatutnya menangis seperti orang cengeng. Akan tetapi, nona. Suhu satu-satunya manusia di dunia ini yang berbuat segala kebaikan kepadaku, pengganti orang tuaku .
Untuk menghibur hati Kang Hin, Han Lin dan Mei Li tinggal di Nam-kiang-pang sampai jenazah ketua Tio di makamkan. Kang Hin sendiri lalu membenahi perkumpulan itu, mulai menggembleng semua anak buahnya, meningkatkan kepandaian mereka agar Nam-kiang-pang menjadi perkumpulan yang kuat dan tidak mudah dipengaruhi atau dikuasai orang jahat.
Sudah dua minggu Mei Li tinggal di Nam-kiang-pang. Besok pagi Han Lin akan mengajaknya pergi ke Bukit Harimau, melihat pesta yang diadakan oleh Hoat-kauw. Selama dua minggu ini ia bergaul dengan akrab sekali dengan Kang Hin yang kini ia yakin memang seorang pria yang hebat, sopan dan gagah perkasa, Hatinya tertarik dan ia bimbang .
Sore itu ia duduk di taman belakang rumah induk perkumpulan itu ia mengenang dua orang pria, yaitu Sie Kwan Lee yang kini menjadi ketua Beng-kauw menggantikan ayahnya, dan Ciu Kang Hin yang juga menjadi ketua Namkiang-pang menggantikan gurunya. Hatinya tertarik oleh kedua orang pemuda itu. Keduanya mengagumkan hatinya dan mendatangkan kesan mendalam. Sie Kwan Lee biarpun putera seorang tokoh Beng-kauw yang aneh, bahkan tidak mengenal aturan dan pandangan hidupnya berbeda dengan manusia pada umumnya, namun Kwan Lee membuktikan bahwa dia seorang pria berjiwa pendekar yang gagah perkasa. Kulit mukanya yang coklat itu tampan dan jantan, juga memiliki kejujuran walaupun bicaranya lembut, tidak seperti mendiang ayahnya yang kasar namun juga jujur dan terbuka sekali. Dan Ciu Kang Hin" Pemuda tampan gagah inipun mengagumkan hatinya. Penyabar dan pendiam, tenang seperti air telaga. Dan sikap kedua pemuda itu kepadanya sungguh mendebarkan hatinya, Nalurinya sebagai wanita membisikkan kepadanya bahwa kedua pemuda yang menarik hatinya itu jelas jatuh hati kepadanya!
Tiba-tiba saja ia mengerutkan alisnya ketika sebuah wajah menyelinap di antara dua wajah pemuda itu. Wajah Sia Han Lin, kakak misannya! Dan ia tersenyum, dan kedua wajah pemuda itu menghilang. ia merasa berbahagia sekali bertemu dengan Sia Han Lin, kakak misannya itu dan dia juga kagum bukan main karena tahu bahwa kakak misannya itu memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi. Akan tetapi dia kakak misannya! Dia adalah keluarga sendiri. Entah mengapa, begitu ingat kepada Han Lin, gadis ini merasa gembira sekali. Kakaknya itu memang periang, jenaka, dan lincah, sungguh menggembirakan.
"Nona Yang !" Mei Li terkejut. Karena melamun dan pikirannya me layanglayang, ia sam pai tidak tahu bahwa ada orang mengham pirinya dari belakang. la memutar tubuhnya dan ternyata Kang Hin sudah berdiri di depannya.
"Ah, Ciu-pangcu.... silakan duduk," katanya sambil tersenyum gembira. Wajah Kang Hin menjadi kernerahan. "Nona, harap jangan sebut aku pangcu. Buikankah engkau biasa menyebut aku twa ko?"
Angrek Tengah Malam 3 Penelitian Rahasia 8 Jurus Lingkaran Dewa 1 Karya Pahlawan Petualang Asmara 7
^