Maling Budiman Berpedang Perak 3
Maling Budiman Berpedang Perak Karya Kho Ping Hoo Bagian 3
Setelah mendapat pesan dari hartawan yang bernama Lai Kin Tek itu agar supaya ketiga orang muda itu besok pagi suka datang mampir, ketiga orang muda pendekar itu lalu melompat ke atas genteng di kuti pandangan kagum oleh pihak tuan rumah.
"Ah ... Ong-sute! Bagaimana kau ini" Mana pendapatanmu dan barang apakah yang
sudah kau ambil dari rumah hartawan Lai?" Tan Hong menggoda.
Ong Kai hanya tersenyum. "Aku tidak diberi kesempatan oleh mereka." Jawabnya.
"Ah ... ! Mana Ong-suheng tega mencuri barang-barang Lai-siocia yang cantik jelita itu!"
Siok Lan ikut menggoda.
Ong Kai tak dapat menjawab godaan ini dan hanya tertawa malu.
"Ha ..., ha ..., ha ... ! Kalau aku tidak salah lihat, sebaliknya bahkan Ong-sute yang kecurian!"
"Apa maksudmu?" tanya Ong Kai dengan heran, akan tetapi Tan Hong hanya tertawa
sambil melanjutkan perjalanannya menuju ke kampung untuk membagi-bagi hasil
curiannya dan hasil curian Siok Lan. Juga Siok Lan merasa tidak mengerti lalu bertanya,
"Hong-ko, apa maksudmu" Ong-suheng kecurian apa?"
"Ha, ha! Ong-sute memiliki apa yang pantas dan berharga untuk dicuri selain hatinya"
Ia telah kecurian hatinya dan pencurinya tidak lain tentu Lai-siocia!"
Siok Lan juga tertawa gelid an Ong Kai pura-pura marah. "Sudahlah! Kalau kalian tetap menggodaku, aku takkan ikut ke desa-desa. "
Siok Lan dan Tan Hong tetap tertawa dan demikianlah, malam hari itu mereka bekerja membagi-bagi uang pendapatan mencuri dengan tertawa-tawa dan dalam suasana
gembira. Pada keesokan harinya, mereka memenuhi permintaan Lai Kin Tek dan mengunjungi
rumah keluarga Lai yang kaya itu. Mereka disambut dengan gembira dan disuguhi
masakanmasakan lezat dan mahal. Berkali-kali tuan rumah menyatakan kekaguman dan
terima kasihnya dan Lai Hwa Eng sendiri bahkan turut menyambut tamu-tamunya
karena di situ terdapat Siok Lan. Kedua orang gadis ini cepat dapat bergaul dengan mesra bagaikan dua orang sahabat lama. Siok Lan suka kepada Hwa Eng yang selain
peramah, juga tidak malumalu dan pandai bercerita serta mempunyai pengertian ilmu surat yang membuatnya kagum. Sebaliknya, tiada habisnya Hwa Eng bertanya tentang
ilmu silat yang dikaguminya kepada pendekar wanita ini.
Pada suatu saat Hwa Eng disuruh ibunya mengajak Siok Lan ke dalam kamar. Ibu Hwa
Eng lalu menyuruh anaknya pergi meninggalkannya dengan Siok Lan berdua! Baik Siok Lan maupun Hwa Eng merasa heran sekali, melihat sikap orang tua ini. Setelah Hwa Eng meninggalkan kamar, nyonya Lai lalu berkata kepada Siok Lan, "Nona, harap kau tidak menganggap kami terlalu sembrono. Akan tetapi sayapun hanya mendapat perintah
dari suamiku, yakni dapatkah kau memberi keterangan berapa usia Ong-enghiong dan
apakah ia telah mempunyai tunangan?"
Siok Lan diam-diam merasa geli dan juga girang karena pertanyaan ini saja ia dapat menduga bahwa nyonya rumah ini ingin mengambil menantu Ong Kai si muka hitam
yang telah menolong puterinya! Untung ia mengetahui tentang diri Ong Kai yang
seperti kakaknya sendiri, maka ia lalu menuturkan segala hal ichwal pemuda itu,
bahkan menuturkan pula betapa tunangan pemuda itu telah terbunuh hingga mereka
bertiga sekarang melakukan perjalanan untuk mencari pembunuh dan membalas
dendam. Nyonya Lai makin tertarik dan merasa kasihan, maka ia lalu minta kepada Siok Lan untuk suka menjadi perantara dalam hal ini. Siok Lan menyanggupi dan hendak
menyampaikan hal ini kepada ayahnya yang menjadi guru dan wali pemuda yang telah
kehilangan kedua orang tuanya itu, dan hendak menyampaikan pula kepada orang yang berkepentingan sendiri. Ia menyatakan bahwa sekembali mereka bertiga dari
perantauan, hal ini akan segera diselesaikan. Tentu saja nyonya rumah menjadi girang sekali dan meyatakan terima kasihnya.
Ketika ketiga orang anak muda itu hendak minta pamit, keluarga Lai lalu menawarkan bantuan berupa uang untuk bekal mereka. Ong Kai mewakili kawan-kawannya
menjawab, "Tak usah, Lai-lopeh, kami bertiga tidak perlu uang bekal. Kalau lopeh suka mengorbankan sedikit uang untuk menderma kepada rakyat miskin yang menderita
korban banjir, itu sudah berarti sama dengan memberi sumbangan kepada kami."
Bukan main heran hati Lai Kin Tek mendengar ucapan ini dan ketika melihat wajah
ketiga orang pendekar muda ini kesemuanya tersenyum sebagai tanda bahwa ucapan
Ong Kai ini memang cocok dengan suara hati yang lain, ia menjadi kagum dan timbul ah perasaan hormatnya kepada ketiga orang itu. Bukan saja mereka ini masih muda dan
gagah perkasa, akan tetapi juga berhati mulia dan dermawan! Pikiran ini makin
mendorong keinginan hatinya untuk mengambil menantu Ong Kai!
*** Setelah melakukan perjalanan beberapa hari lagi, akhirnya ketiga orang pendekar muda itu tiba di kaki Gunung Pek-hoa-san yang tinggi dan penuh dengan hutan belukar dan liar. Bukit ini sukar sekali dinaiki karena tidak terdapat jalan maupun lorong menuju ke atas. Akan tetapi berkat ginkang mereka yang sempurna, Tan Hong, Ong Kai dan Siok Lan dapat juga mendaki ke atas.
Ketika mereka tiba di pinggir sebuah hutan liar, tiba-tiba ketiga orang muda ini terkejut dan heran melihat dua orang kakek duduk berhadapan di bawah sebatang pohon siong
besar. Ketika mereka mendekat ternyata kedua orang kakek itu sedang enak-enak
bermain catur! Keadaan kedua kakek ini aneh sekali. Yang seorang adalah seorang tua berusia
sedikitnya tujuh puluh tahun, bertubuh kurus tinggi dan rambutnya yang masih hitam itu beriap-riapan sampai ke pundak. Akan tetapi pakaiannya terbuat dari kain yang ditambaltambal hingga nampak aneh sekali, karena pakaian ini seperti terbuat dari bahan yang puluhan macam hingga berkembang-kembang aneh dan ramai! Kedua
kakinya telanjang hingga ia nampak seperti seorang pengemis jembel. Sambil
memperhatikan biji-biji catur, ia sering kali menggaruk-garuk rambut di kepalanya seakan-akan di atas kepalanya banyak terdapat kutu rambut yang gatal!
Juga kakek yang seorang lagi tak kalah aneh. Usianya juga sudah sangat tinggi, mungkin lebih dari tujuh puluh tahun. Rambut di kepalanya sudah putih berkilat bagaikan
benang-benang perak, akan tetapi mukanya yang penuh dan gemuk itu seperti muka
kanakkanak, begitu segar dan kemerah-merahan! Kepalanya bundar dan rambutnya
di kalkan ke atas, di kat dengan tali terbuat dari kulit pohon yang kasar. Tubuhnya gemuk pendek dan bajunya tebal sekali, berwarna biru dan sudah luntur. Sepasang
kakinya memakai sepatu yang bawahnya terbuat daripada besi dan kelihatan sangat
berat. Seperti lawannya bercatur, kakek ini menatap biji-biji catur dengan penuh
perhatian dan dengan kening dikerutkan seakan-akan ia menghadapi persoalan yang
amat rumit! Kedua orang kakek itu sama sekali tidak memperdulikan ketiga orang muda yang
datang mendekati mereka. Tan Hong dan kedua orang kawannya yang berpandangan
tajam dapat menduga bahwa kedua orang kakek ini tentu orang-orang berilmu tinggi
yang mengasingkan diri di situ.
Baik Tan Hong maupun Ong Kai, keduanya adalah penggemar permainan catur yang
pada masa itu sedang populer dan banyak digemari orang. Bahkan kedua pemuda ini
boleh disebut ahli-ahli yang pandai bermain catur. Pernah kedua orang muda itu di waktu senggang bermain catur di sebuah rumah penginapan dan keduanya mempunyai
kepandaian seimbang. Maka tak mengherankan apabila mereka kini lalu mendekati
kedua kakek itu untuk menonton pertandingan catur di tempat sunyi ini. Sebaliknya, Siok Lan yang tidak mengerti akan permainan ini, setelah memandang sebentar dengan tak mengerti, lalu menjadi bosan dan oleh karena semenjak pagi mereka belum makan hingga merasa lapar sekali, gadis ini lalu masuk ke dalam hutan untuk mencari buahbuahan yang dapat dimakan.
Tanpa disengaja dan secara otomatis, kedua orang pemuda itu lalu berdiri di belakang kedua kakek itu, Tan Hong berdiri di belakang kakek yang berbaju tambal-tambalan dan Ong Kai berdiri di belakang kakek yang berambut putih. Baru saja kedua orang kakek itu menggerakkan biji-biji catur mereka dua kali, maklumlah kedua anak muda ini bahwa kedua kakek itu adalah pemain-pemain catur yang baru saja dapat bermain dan
permainan mereka amat lemah sekali! Gerakan-gerakan yang mereka buat adalah
gerakan yang ngawur dan lemah, akan tetapi oleh karena kepandaian mereka yang
dangkal itu berimbang, maka pertandingan itupun berjalan lama dan ramai juga.
Agaknya oleh karena berada di pegunungan dan jarang melihat ahli-ahli catur di kota, kedua kakek ini tidak mendapat kemajuan dalam permainan mereka.
Pada saat itu tiba giliran kakek berambut putih yang harus menggerakkan biji caturnya.
Akan tetapi sampai lama ia tidak dapat mengambil keputusan harus menggerakkan
yang mana, oleh karena agaknya Raja biji caturnya terancam oleh Gajah lawan. Kakek ini menggigit jari telunjuknya dan memandang ke arah papan catur dengan bingung.
Melihat keraguan dan kebingungan kakek di depannya itu, Oang Kai menjadi tidak sabar dan tanpa disengaja ia berkata, "Gerakkan Kuda ke kiri menjaga serangan Gajah dari depan Raja!" Ong Kai sebetulnya tidak sengaja hendak menasehati kakek itu, akan
tetapi jalan pikirannya telah menggerakkan lidahnya hingga tanpa disengaja ia
mengeluarkan suara hatinya melalui mulut!
Untuk sesaat kedua kakek itu tak bergerak, juga tidak memandang kepada pemuda
yang berkata-kata tadi. Kemudian, kakek berambut putih itu berkata, "Ha, benar juga!
Gerakan bagus!" Ia menengok dan memandang kepada Ong Kai dengan kedua mata
berseri, lalu ia menggerakkan Kudanya menghadang di depan Rajanya hingga Gajah
lawannya tak dapat menyerang!
Sebaliknya, kakek yang seperti pengemis jembel itupun mengangkat kepala
memandang ke arah Ong Kai. Pemuda ini terkejut sekali dan dadanya berhenti berdetak untuk sesaat ketika melihat betapa dari kedua mata si jembel tua itu bersinar
pandangan tajam yang seakan-akan menembusi kepalanya! Kakek jembel ini menjadi
marah dan sikapnya tiada ubahnya seperti seorang anak kecil yang diganggu
permainannya hingga menjadi kalah!
Tan Hong juga melihat kemarahan kakek ini kepada Ong Kai, maka ia buru-buru
berkata, "Majukan Prajurit di kiri mengancam Kuda!"
Kini kakek jembel itu menatap kembali ke atas papan catur, dan tak lama kemudian ia tertawa terkekeh dengan girang, lalu mengangkat muka memandang Tan Hong dengan
girang dan menggerakkan biji caturnya menurut petunjuk Tan Hong! Tiba giliran kakek berambut putih itu yang menatap wajah Tan Hong dengan tajam dan marah hingga Tan
Hong menjadi tercengang dan kaget! Ia maklum bahwa nesehatnya kepada kakek
jembel tadi telah membuat kakek berambut putih itu marah sekali kepadanya!
Memang kakek berambut putih itu marah oleh karena ia tidak tahu bagaimana harus
menolong Kudanya yang kini terancam bahaya maut!
Ong Kai dan Tan Hong yang berdiri berhadapan di belakang kedua kakek itu saling
pandang dan dari sinar mata mereka yang berpandangan, mereka lalu membuat
persetujuan untuk melanjutkan bantuan masing-masing oleh karena sudah kepalang
tanggung dan agar jangan sampai kedua kakek itu menjadi marah kepada mereka!
Maka Ong Kai lalu cepat berkata, "Balas mengancam Gajah dengan majukan Prajurit
kanan ke depan!"
Setelah memperhatikan papan caturnya kakek berambut putih itu merasa bahwa
gerakan ini memang tepat untuk membalas ancaman lawan pada Kudanya, maka
sambil tertawa girang ia memajukan Prajurit menurut petunjuk Ong Kai!
Demikianlah, secara bergiliran Tan Hong dan Ong Kai memberi petunjuk hingga boleh dikata kedua anak muda itulah yang bermain catur, sedangkan kedua orang kakek itu hanya menjadi penggeraknya saja! Akan tetapi, gerakan-gerakan tepat yang
ditunjukkan oleh kedua anak muda itu membuat mereka benar-benar kagum dan
girang hingga keadaan yang tadinya sunyi kini berubah menjadi ramai karena suara
tertawa kedua kakek itu. Suara ketawa jembel tua itu seperti burung hantu, sedangkan suara kakek berambut putih itu berkakakan seperti suara ular besar mengakak!
Oleh karena kedua anak muda yang cerdik itu memang maklum bahwa kakek kakek
yang kalah pasti akan marah sekali kepada penasehat lawan sedangkan hal ini
berbahaya sekali oleh karena mereka maklum akan kehebatan kakek-kakek ini, maka
mereka sengaja bermain hati-hati sekali dan membuat permainan ini berakhir remis!
Setelah biji-biji catur kedua pihak habis dan tinggal seorang Raja saja kedua kakek itu tertawa senang. Si jembel berkata, "Ha, ha, kakek penuh uban! Kali ini kau tidak dapat mengalahkan aku!" Lalu ia tertawa terkekeh-kekeh lagi.
Sebaliknya, orang tua berambut putih itupun tertawa dan berkata, "Lo-kai (pengemis tua), kaupun tidak bisa mengalahkan aku!"
Pada saat itu, Siok Lan satang sambil membawa banyak sekali buah ang-co dan
buahbuah lain yang lezat nampaknya karena warnanya yang kuning kemerah-merahan
itu menandakan bahwa buah-buah itu matang di atas pohon! Gadis ini merasa heran
sekali mendengar suara kedua orang kakek itu tertawa girang, maka ia lalu
menghampiri tempat itu sambil membawa buah-buahnya.
"Bagus, bagus, perut kita memang sudah lapar sekali!" kata si jembel sambil
mengulurkan tangan dan mengambil beberapa tangkai buah dari tangan Siok Lan.
"Memang, sudah semenjak pagi tadi kita belum makan apa-apa! Permainan catur ini
biarpun menarik hati, akan tetapi membuat orang lupa waktu dan lupa makan!"
menjawab si rambut putih yang juga mengulurkan tangannya dan tahu-tahu iapun
sudah mengambil beberapa butir buah dari tangan Siok Lan!
Perbuatan kedua kakek ini sekaligus membuat ketiga anak muda itu melongo
keheranan! Harus diketahui bahwa gadis itu berdiri di tempat yang agak jauh hingga jangankan baru mengulurkan tangan, biarpun bangun berdiri dan menjangkau dengan
tubuh dibongkokkan kedepanpun orang belum dapat mengambil buah itu dari jarak
yang sedikitnya masih ada setombak itu. Akan tetapi, entah dengan cara bagaimana, kedua kakek itu tidak pindah dari tempat duduk, dan hanya mengulurkan tangan, dan buah-buah itu telah berada di tangan mereka!
Sambil makan buah, kedua kakek itu memandang kepada penasehat masing-masing.
"Kalian makanlah, bukankah perutmu lapar juga?" kata mereka hampir bersamaan.
"Aku mendengar cacing perutmu berteriak-teriak dan mengeluh-ngeluh ketika kau
berdiri di belakangku tadi!" kata si jembel kepada Tan Hong.
"Dan perut si muka hitam ini membikin sakit telingaku karena selalu berkeruyuk dengan bising!" kata si rambut putih kepada bekas lawannya sambil menunjuk Ong Kai.
Kedua anak muda itu saling pandang, lalu ikut tertawa dan menerima buah dari tangan Siok Lan. Sebaliknya, gadis itu telah mengisi perutnya di dalam hutan tadi hingga ia telah merasa kenyang dan tidak ikut makan.
Tiba-tiba si jembel berkata kepada Tan Hong, "Aku si jembel tua tidak biasa menerima kebaikan orang tanpa balas. Kau telah membelaku hingga aku tidak dikalahkan oleh si kakek uban ini, maka marilah kau ikut padaku sebentar untuk menerima upah."
Tan Hong menjawab, "Maaf locianpwe, Teecu tidak biasa menerima upah dari apa yang teecu lakukan. "
Tiba-tiba kakek jembel itu memandangnya dengan melotot, "Apa katamu" Aku tidak
biasa menerima bantahan, mengerti!" Dengan gerakan cepat sekali tangannya
meluncur ke depan dan sebelum Tan Hong dapat mengelak, tahu-tahu lengan kanannya
telah dipegang dengan erat sekali. Tan Hong mengerahkan lweekangnya, mencoba
meloloskan diri, akan tetapi makin ia kerahkan tenaga, makin eratlah pegangan tangan si jembel itu.
"Ha ..., ha ..., ha ... ! Tak kusangka kaupun telah memiliki kepandaian lumayan juga.
Mari kau ikut aku!" Tan Hong tahu-tahu merasa dirinya melayang dari atas tanah, oleh karena kakek jembel itu telah menarik tubuhnya dan dibawa lari ke dalam hutan!
Si kakek ubanan tertawa gelak hingga suara ketawanya yang keras itu memenuhi hutan dan bergema keras sekali.
"Ha ..., ha ..., ha ... ! Si jembel membuat aku merasa malu! Mari, mari, muka hitam, kaupun ikut aku sebentar untuk menerima hadlah atas petunjuk-petunjukmu tadi!"
Ong Kai memang berotak cerdik, maka ia dapat menangkap maksud kakek ini dan ia
mengikuti kakek itu masuk ke dalam hutan, biarpun ia telah mengerahkan ilmu
kepandaiannya berlari cepat, namun masih saja ia tertinggal jauh oleh kakek yang
hanya jalan biasa itu!
Melihat keadaan ini, Siok Lan yang tidak mengerti asal mula perkara yang membuat
kedua suhengnya seakan-akan menjadi pelepas budi, diam-diam merasa khawatir.
Terutama sekali ia merasa khawatir akan keselamatan Tan Hong, maka segera ia
mengangkat kaki dan mengejar ke arah Tan Hong dibawa lari oleh si jembel tadi!
Ketika ia sampai di tengah hutan, ia melihat betapa Tan Hong duduk berlutut di depan kakek jembel itu yang kini telah memegang pedang Gin-kiam kepunyaan Tan Hong.
Gadis ini terkejut hingga tak terasa pula ia mencabut pedangnya.
Tiba-tiba si jembel tua itu berpaling ke arahnya dan biarpun gadis itu mengintai dari balik pohon, agaknya si jembel telah melihatnya karena si jembel tua itu berkata keras-keras, "Eh ... ! Gadis! Kau mengejar kemari dengan pedang di tangan. Ha ..., Ha! Tentu kau cinta kepada pemuda ini dan hendak membelanya bukan?"
Tan Hong terkejut dan memandang. Ketika melihat bahwa Siok Lan telah berada di situ sambil memegang pedang, pemuda itu menjadi terkejut dan girang. Benarkah dugaan si jembel ini" Dan aneh sekali, ketika mendengar ucapan yang tepat mengenai jantungnya itu, Siok Lan lalu berlari pergi keluar dari hutan!
"Locianpwe, betulkah dugaan locianpwe tadi?" tanyanya penuh harap.
"Ha ... ,ha ..., ha ... ! Anak muda, kau hanya pandai main catur, akan tetapi tak pandai mengukur hati seorang gadis manis! Sudahlah, sekarang kauperhatikan gerakan-gerakanku. Aku hendak mengajarmu ilmu pedang Sin-hong-kiam-sut (Ilmu Pedang
Burung Hong Sakti) yang hanya delapan belas jurus banyaknya. Perhatikan baik-baik dan catat semua gerakannya di dalam otakmu yang pandai main catur itu!"
Setelah berkata demikian, kakek itu lalu menggerakkan pedang perak dengan gerakan perlahan dan lambat sekali hingga Tan Hong dapat mengikuti dan mengingat semua
gerakannya. Ia merasa bahwa gerakan-gerakan itu biasa saja dan sama sekali tak dapat melawan ilmu pedang Bok-san-kiam-sut yang telah dimilikinya. Setelah menghabiskan delapan belas jurus dengan gerakan lambat, si jembel lalu berkata, "Nah! Sekarang kau saksikanlah bagaimana harus memainkannya." Tiba-tiba saja tubuh si jembel itu
berkelebat dan sinar pedang lalu menutupi tubuhnya dengan gerakan cepat sekali
hingga mata Tan Hong menjadi kabur! Kakek jembel itu masih memainkan ilmu pedang
seperti tadi, akan tetapi kini ia menggunakan gerakan cepat dan ternyata bahwa ilmu pedang itu memang hebat!
Tan Hong menjadi girang sekali dan setelah kakek selesai bermain pedang, ia lalu
menerima kembali pedangnya dan meniru gerakan-gerakan kakek itu. Otaknya
memang cerdas dan mudah saja baginya untuk mengingat semua gerakan kakek jembel
tadi. "Bagus, bagus! Kau telah dapat memahaminya cepat sekali, pantas saja ilmu main
caturmu juga hebat. Nah, kau latihlah baik-baik karena delapan belas jurus ini saja sudah cukup untuk menumpas seluruh penjahat dan perampok yang merajalela di
daerah utara!"
Tan Hong lalu menjatuhkan diri berlutut, "Locianpwe, bolehkah teecu mengetahui
namamu yang mulia?"
"Di daerah utara aku disebut Pembasmi Perampok oleh karena aku memang benci
sekali kepada perampok-perampok jahat yang tidak kenal perikebajikan dan
perikemanusiaan. Sebenarnya aku adalah Lui Song yang dijuluki orang Raja Pengemis!"
Terkejutlah Tan Hong mendengar nama ini. Jadi inikah pendekar tua yang telah
mengamuk dan membasmi para perampok di utara hingga kedua saudara Ang dan
Ciauw Lek juga lari karena takut kepadanya. Pantas saja, karena ia memang luar biasa hebatnya! Pernah juga ia mendengar dari suhunya nama si Raja Pengemis yang dipuji-puji karena kehebatan ilmunya dan ia merasa beruntung bahwa kini dapat berjumpa
dengan orang tua ini, bahkan telah diberi pelajaran ilmu pedang! Ia lalu berlutut lagi dan menyatakan terima kasihnya.
"Dan kau bukankah Gin-kiam Gi-to si Maling Budiman?"
Tan Hong terkejut dan khawatir, karena bukankah kakek itu menyatakan paling benci kepada perampok" Akan tetapi oleh karena ia tidak merasa pernah melakukan
kejahatan yang melanggar perikemanusiaan, ia tidak takut.
"Locianpwe sungguh berpemandangan tajam, teecu memang benar Tan Hong yang
disebut orang Maling Budiman," jawabnya.
"Ha ... ,ha ..., ha ... ! Sungguh lucu! Di utara aku membasmi kawanan perampok dan maling, sebaliknya di sini aku menerima murid secara tidak langsung yang pekerjaannya juga menjadi maling! Ha, ha, ha! Tapi aku telah mendengar tentang pekerjaanmu yang mulia itu. Kalau tidak, tentu kau takkan dapat bertemu dengan aku dalam keadaan
selamat!" Raja Pengemis itu lalu mengajak Tan Hong kembali ketempat mereka bermain catur
tadi. Tan Hong melihat bahwa Ong Kai dan Siok Lan telah menanti di situ lagi, akan tetapi kakek berambut putih tadi tidak berada di situ lagi. Melihat wajah Ong Kai yang berseri-seri, tiba-tiba Raja Pengemis tertawa dan berkata kepada si muka hitam, "Ha, ha, muka hitam! Apakah untuk petunjuk-petunjukmu yang telah kau berikan kepada
Kim Liong Hoatsu, kau telah diberi hadiah?"
Ong Kai yang maklum bahwa kakek jembel itu bukan orang sembarangan, lalu
menjawab sambil memberi hormat, "Teecu telah menerima sedikit petunjuk dari orang tua itu. "
"Ha ..., ha ..., ha ..., bagus! Sekarang tak perlu kalian takuti lagi kedua hwesio tersesat.
Naiklah ke sebelah kiri gunung ini, dan di lereng sebelah belakang akan kalian dapatkan musuh-musuh yang kalian cari-cari!" Setelah berkata demikian, si kakek jembel lalu pergi dari situ dengan tindakan kaki lebar.
Mendengar nama Kim Liong Hoatsu, terkejutlah Tan Hong.
"Ong-sute, benarkah kakek rambut putih tadi Kim Liong Hoatsu, pangcu dari sekalian penjahat di liok-lim?" tanyanya kepada Ong Kai.
"Demikianlah menurut pengakuan orang tua hebat itu." Kemudian Ong Kai menuturkan
bahwa ketika ia ikut orang tua itu memasuki hutan, kakek berambut putih itu lalu
menurunkan ilmu silat tangan kosong yang disebut Ngo-lian-ciang-hwat atau Ilmu Silat lima Teratai yang mempunyai gerakan delapan belas jurus dan yang merupakan ilmu
silat tinggi. Kakek berambut putih itu dengan aneh sekali mengetahui tentang
perbuatannya ketika menolong puteri keluarga lai, bahkan berkata, "Muka hitam,
perbuatanmu di rumah keluarga lai itu boleh dipuji dan selanjutnya kau harus selalu mengulurkan tangan menolong sesama hidup. Ngo-lian-ciang-hwat ini hanya sekedar
sebagai penambah pengertian, asal kau suka melatih diri baik-baik kau tak usah takut kepada segala macam penjahat. O, ya. Keluarga Lai mempunyai maksud baik terhadap
kau, jangan kau menolak!" Kemudian kakek itu lalu berkelebat dan pergi!
Tan Hong merasa girang mendengar ini, dan iapun lalu menuturkan pengalamannya.
Jika kedua pemuda itu bercakap-cakap dengan girang, adalah Siok Lan selalu
menundukkan muka dan tidak mau ikut bicara. Tan Hong lalu menghampiri gadis itu
yang tak berani memandang kepadanya, dan berkata halus, "Sumoi ... harap kau
maafkan orang tua tadi yang bicara secara sembarangan. Memang orang-orang berilmu tinggi kadang-kadang mempunyai adat dan tingkah laku yang aneh. "
Oleh karena sikap Tan Hong yang tepat dan baik ini, hilanglah perasaan malu yang
mengganggu hati Siok Lan, wajahnya berseri kembali dan bibirnya tersenyum ketika ia berkata, "Perduli apa aku akan segala kakek-kakek yang memberi upah orang dengan
sedikit ilmu silat" Yang kupikirkan adalah pernyataan Kim Liong Hoatsu terhadap Ongsuheng tadi, bahwa keluarga Lai mempunyai maksud baik terhadap Ong-suheng.
Alangkah tepatnya ucapan itu sehingga tiada habisnya aku heran mengapa kakek
rambut putih itu dapat mengetahuinya!"
"Eh! Apa maksudmu?" tanya Ong Kai dengan heran. Juga Tan Hong ingin sekali tahu.
Sementara itu, Siok Lan merasa bahwa ia telah bicara terlalu banyak, maka ia lalu menyambung, "Ah, tidak apa-apa. Aku tidak boleh menceritakan hal ini sebelum tugas kita selesai. Marilah kita melanjutkan perjalanan menurut petunjuk kakek jembel tadi!"
Mendengar ucapan ini, Ong Kai yang cerdik dapat menduga apakah yang disebut
"maksud baik keluarga Lai" itu, maka diam-diam hatinya berdebar girang dan perasaan bangga bercampur malu membayang pada wajahnya yang hitam. "Sudahlah, jangan
mengobrol saja di sini, mari kita pergi mencari musuh-musuh kita!" katanya.
Tan Hong hanya tersenyum oleh karena pemuda inipun dapat menduga maksud baik
keluarga Lai itu. Mereka bertiga lalu melanjutkan pendakian di bukit yang tinggi dan berbahaya ini tanpa mengalami kesukaran berkat kepandaian mereka yang tinggi.
Sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Raja Pengemis, mereka menuju ke lereng
gunung sebelah kiri mencari-cari tempat tinggal Bhok Kong dan Kim Kong Hwesio.
Bhok Kong dan Kom Kong Hwesio telah berhasil bertemu dengan kawan mereka Ti
Bong Hosiang yang hebat dan tidak kalah jahatnya dengan mereka dan mengajak
hwesio ini ke Pek-hoa-san untuk menghadapi serbuan lawan. Dengan adanya Ti Bong
Hosiang, mereka berdua tidak takut akan datangnya pembalasan dari si Garuda Sakti, Maling Budiman, dan yang lain-lain.
Demikianlah ketika Bok-san Sam-hiap mendaki lereng sebelah kiri dari bukit Pek-
hoasan, tiba-tiba mereka melihat kedua musuh mereka dan seorang hwesio lain lagi
yang bertubuh tinggi besar berdiri di depan sebuah gua menanti mereka dengan sikap menantang!
"Bagus sekali! Kalian tiga tikus kecil telah datang mengantar kematian!" Kim Kong Hwesio menyindir dan tersenyum menghina. Hwesio tinggi besar itu memandang ke
arah Siok Lan tanpa berkedip, menyatakan kekagumannya melihat kecantikan gadis itu, hingga Siok Lan merasa marah dan gemas sekali.
"Bhok Kong dan Kim Kong, hwesio cabul tersesat!" Ong Kai memaki marah. "Ternyata
kalian juga telah mendatangkan seorang keparat lain untuk membantumu!"
"Aduh, musuh-musuhmu ini benar-benar muda dan tabah!" tiba-tiba Ti Bong Hosiang
berkata kepada kedua kawannya dengan suaranya yang parau. "Anak-anak muda!
Ketahuilah, aku adalah tamu kedua sahabat ini dan namaku Ti Bong Hosiang. Apakah
benar-benar kalian bertiga ini memusuhi Bhok Kong Hwesio dan Kim Kong Hwesio"
Sungguh aneh, bukankah ini berarti kalian mencari kesukaran dan kematian sendiri"
Sayang, sayang, terutama nona ini, sayang sekali kalau sampai mendapat luka!" Setelah berkata demikian, ia pandang wajah Siok Lan dengan mulut menyeringai menjemukan.
Akan tetapi ketiga anak muda itu sama sekali tidak memperdulikan omongan Ti Bong
Hosiang, ketiga anak muda itu sudah merasa marah dan benci sekali hingga pada saat itu juga mereka telah mencabut senjata masing-masing.
Maling Budiman Berpedang Perak Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bhok Kong dan Kim Kong Hwesio. Tak perduli kalian akan dibantu oleh siapa juga, saat ini kami pasti akan mengirimkan nyawa kalian yang kotor!" kata Tan Hong sambil
melangkah maju.
"Ha, ha, ha! Gin-kiam Gi-to maling rendah, kau sungguh sombong! Mengapa kau tidak ajak Lo Cin Ki si tua bangka itu ke sini" Apakah ia telah mampus kena pukulan dulu?"
Kim Kong Hwesio berkata menyindir sambil mengeluarkan kebutannya yang ampuh,
demikian pula Bhok Kong Hwesio.
"Hwesio bangsat, lihat pedang!" tiba-tiba Siok Lan berseru keras dan maju menyerang, oleh karena gadis ini tidak tahan lagi mendengar nama ayahnya dihina. Kim Kong
Hwesio tertawa menghina dan menyambut serangan Siok Lan dengan kebutannya. Ong
Kai berseru keras dan menyerbu pula, membantu sumoinya mengeroyok Kim Kong
Hwesio yang hebat.
Tan Hong juga tidak mau menyia-nyiakan waktu dan segera maju menyerang dan ia
diterima oleh Bhok Kong Hwesio yang memainkan kebutannya dengan sengit. Hwesio
ini teringat akan kekalahannya dulu terhadap Lo Cin Ki dan kini hendak menebus
kekalahan itu kepada anak-anak muda ini. Dengan menggeram keras ia putar
kebutannya sedemikian rupa hingga Tan Hong harus berlaku hati-hati sekali untuk
menghadapinya. Memang sesungguhnya, ketiga orang anak muda ini telah berlaku terlalu berani
mencari kedua orang musuh besar itu bertiga saja. Sedangkan dulu, ketika Lo Cin Ki ikut turun tangan, tiga dewa dari Pek-hoa-san ini masih sukar sekali dikalahkan, dan hanya setelah mengeroyok Beng Kong Hwesio berdua bersama Siok Lan, barulah Tan Hong
dan Siok Lan berhasil mengalahkan hwesio itu. Sekarang Lo Cin Ki tidak berada di situ, sedangkan kedua orang hwesio tangguh itu mendapat bantuan seorang hwesio lain!
Akan tetapi, berkat ketabahan dan ketangkasan mereka, sedikitpun mereka tidak
merasa takut dan menyerang dengan mengerahkan seluruh kepandaian dan tenaga!
Tan Hong yang menghadapi Bhok Kong Hwesio seorang diri, segera merasa betapa
berat dan tangguh lawannya ini, labih tangguh daripada mendiang Beng Kong Hwesio.
Sedangkan dulu ketika menghadapi Beng Kong Hwesio, pemuda ini masih berada di
pihak yang terdesak, apalagi kini menghadapi Bhok Kong Hwesio yang memainkan
hudtimnya dengan cara luar biasa sekali. Tan Hong harus mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk menahan semua serangan yang dilancarkan secara bertubi-tubi dan dilakukan sambil tertawa menyindir!
Sedangkan Ong Kai dan Siok Lan yang bekerja sama, hanya dapat menangkis dan
mempertahankan diri saja dari desakan Kim Kong Hwesio yang berkepandaian lebih
tinggi daripada Bhok Kong! Untung kedua orang anak muda ini mendapat didikan ilmu pedang dari seorang guru, maka gerakan-gerakan mereka dapat sesuai dan cocok sekali hingga merupakan sebuah pertahanan yang kuat juga dan agaknya takkan mudah dapat
dikalahkan. Keadaan ketiga anak muda itu benar-benar terdesak dan berbahaya, sedangkan Ti Bong Hosiang sama sekali belum bertindak apa-apa, hanya berdiri menonton sambil
tersenyum. Kalau hwesio yang berkepandaian amat tinggi, lebih tinggi daripada Bhok Kong atau Kim Kong ini maju pula menyerang, pasti Tan Hong dan kawan-kawannya
takkan kuat mempertahankan diri lebih lama lagi!
Bhok Kong Hwesio merasa gemas sekali setelah beberapa lama menyerang belum juga
dapat menjatuhkan Tan Hong yang benar-benar memiliki ilmu pedang cukup sempurna
dan pertahanan yang sangat kuat. Pedang perak di tangan anak muda ini berputar
cepat merupakan benteng putih yang sukar ditembus oleh hudtimnya. Sebaliknya Tan
Hong menjadi sibuk juga oleh karena serbuan hwesio itu benar-benar tak
memungkinkan ia melakukan serangan balasan. Tiba-tiba Tan Hong teringat akan
pelajaran Sin-hong Kiam-sut yang baru saja dipelajarinya dari Raja Pengemis. Ia lalu bermaksud mempergunakan ilmu pedang baru ini, dan sambil berseru keras tiba-tiba ia merubah gerakan pedangnya yang dipergunakan untuk menyerang sambil melompat ke
atas. Gerakan ini tak terduga sama sekali dan ketika Tan Hong memutar pedang dengan gerakan aneh melakukan gerak tipu Burung Hong Pentang Sayap dan menyerang
pundak kiri dan kanan lawannya dengan gerakan cepat, hampir saja pundak kanan Bhok Kong Hwesio tertusuk! Pendeta ini terkejut sekali dan melompat mundur dengan wajah pucat. Tan hong merasa gembira bahwa jurus pertama dari Sin-hong Kiam-sut ternyata telah berhasil baik, maka ia lalu menyusul dengan serangan ke dua, yakni tipu gerakan Burung Hong Mematuk Ular, jurus ke lima dari Sin-hong Kiam-sut. Pedangnya yang
dipakai menusuk tenggorokan musuh bergerak ke depan dan tidak seperti gerakan ilmu pedang lain yang menusuk langsung dan cepat, gerakan ini dibarengi dengan ujung
pedang yang digetar-getarkan hingga membingungkan lawan yang tidak tahu ke mana
pedang itu hendak ditusukkan! Ketika pedang telah mendekati leher dan Bhok Kong
Hwesio sudah mengangkat hudtimnya untuk melihat ujung pedang, ternyata bahwa
tusukan pada leher itu hanyalah gertakan belaka karena sebenarnya ujung pedang
diturunkan ke bawah dan langsung menusuk ulu hati!
Kembali Bhok Kong Hwesio dikejutkan oleh tipu silat yang aneh ini, dan untuk kedua kalinya ia terpaksa mengelak sambil melompat ke samping, akan tetapi secepat kilat Tan Hong sudah melayang ke atas dan mengirim tusukan ke arah kepala lawan dan kaki kirinya menendang pundak dari atas. Inilah gerak tipu Burung Hong Menyambar
Rumput. Hampir saja serangan ini berhasil oleh karena Bhok Kong Hwesio kena tertipu oleh serangan pedang Tan Hong yang menuju ke kepalanya dan sama sekali tidak
menduga akan datangnya tendangan kaki kiri itu. Hwesio ini tadinya telah merasa
girang oleh karena tusukan pedang Tan Hong telah dapat ditangkisnya dengan hudtim, bahkan ujung kebutan itu dipakai untuk melibat pedang lawan untuk dirampas, akan
tetapi ketika ia merasa sambaran yang menuju ke pundaknya, ia menjadi terkejut sekali oleh karena tahu-tahu ujung kaki Tan Hong yang hendak menendang jalan darah di
pundaknya telah datang dekat sekali! !! Terpaksa ia melepaskan libatan hudtim dari pedang lawannya dan membuang dirinya ke belakang untuk mengelak tendangan yang
cukup berbahaya itu!
Tan Hong makin bersemangat dan melakukan serangan dengan Sin-hong Kiam-sut
bertubi-tubi. Benar-benar Bhok Kong Hwesio terdesak hebat oleh karena hwesio ini
sama sekali tidak mengenal ilmu pedang yang hebat ini. Hal ini diketahui baik oleh Ti Bong Hosiang, maka hwesio ini merasa tidak enak untuk tinggal diam saja. Ia lalu
mencabut keluar sebatang tongkat kepala ular dan berkata kepada Bhok Kong Hwesio,
"Bhok-bengyu mundurlah biar pinceng menghadapi bocah ini. "
Bho Kong Hwesio bernapas lega dan melompat mundur. Ia merasa gemas dan heran
sekali oleh karena tidak tahu darimana pemuda itu mendapatkan ilmu pedang
demukian aneh dan hebatnya. Diam-diam ia merasa kagum sekali, dan maklum bahwa
ilmu pedang yang berturut-turut digerakkan oleh pemuda itu dan yang hampir saja
mencelakakannya bukanlah Bok-san Kiam-hoat. Ia lalu memandang ke arah Kim Kong
Hwesio yang masih dikeroyok oleh Siok Lan dan Ong Kai dilihatnya bahwa biarpun
suhengnya itu mendesak hebat, namun pertahanan kedua murid Bok-san-pai itu amat
kuat dan sukar sekali dirobohkan. Maka ia lalu memutar hudtimnya dan menyerbu
sambil berkata, "Hai, anjing-anjing kecil, bersedialah untuk mampus!" Ia lalu menyerang Siok Lan oleh karena tahu bahwa gadis ini adalah puteri Lo Cin Ki dan ia hendak
membalas sakit hatinya oleh karena kekalahannya terhadap si Garuda Sakti dulu itu kepada puterinya! Terpaksa Siok Lan meninggalkan Kim Kong Hwesio menyambut
serangan Bhok Kong Hwesio. Tadinya gadis ini terkejut sekali hingga mukanya menjadi pucat ketika mendengar bentakan Bhok Kong Hwesio yang tadi ia lihat bertempur
melawan Tan Hong. Dengan sangat khawatir ia menyangka bahwa Tan Hong telah kena
dirobohkan, akan tetapi ketika ia mengerling dan mengetahui bahwa pemuda itu
sedang bertempur melawan hwesio tinggi besar itu, ia bernapas lega dan menyambut
serangan Bhok Kong Hwesio dengan penuh semangat!
Tadinya Bhok Kong Hwesio bermaksud keji, yakni hendak menawan gadis itu
hiduphidup untuk dipermainkan, akan tetapi begitu mereka bertempur, terpaksa ia
membuang jauhjauh pikiran kotor itu, karena ilmu pedang gadis ini hampir sama
hebatnya dengan Bok-san Kiam-hoat yang dimainkan oleh Tan Hong untuk
mempertahankan diri. Pedang gadis inipun berputar cepat merupakan benteng baja
yang sukar ditembus, hingga jangankan hendak menawan hidup-hidup dan
mempermainkan, kalau ia tidak mengerahkan kepandaiannya pasti
ia akan terdesak. Terpaksa Bhok Kong Hwesio lalu mengeluarkan seluruh kepandaian
dan tenaga hingga akhirnya Siok Lan menjadi sibuk sekali untuk mempertahankan diri.
Gadis ini telah mulai lelah oleh karena ia harus terus menerus memutar pedangnya
melindungi tubuhnya dari serangan hudtim yang berbahaya itu. Keringat mulai
membasahi keningnya, akan tetapi setapakpun ia tidak mundur dan seujung rambutpun ia tidak menjadi takut atau bingung. Dengan menggigit bibir, ia mengeluarkan seluruh kepandaian yang pernah dipelajarinya dari ayahnya, dan mengambil keputusan untuk
bertahan sampai detik terakhir! Tentu saja kenekatan gadis ini telah memperkuat
pertahanannya lagi hingga untuk sementara waktu Bhok Kong Hwesio tak berdaya dan
belum dapat mengalahkannya walaupun ia terus menerus mendesak keras.
Yang paling berat dan berbahaya kedudukannya adalah Ong Kai. Pemuda ini
menghadapi lawan terberat dari Pek-hoa Sam-sian dan tadi ketika masih ada Siok Lan yang membantunya, mereka berduapun hanya dapat mempertahankan diri saja.
Sekarang Siok Lan dipaksa menghadapi Bhok Kong Hwesio dan ia ditinggal seorang diri menghadapi amukan Kim Kong Hwesio. Tentu saja ia menjadi sibuk dan beberapa kali
ujung kebutan lawannya hampir saja merobohkannya. Ia teringat akan pelajaran Ngo-
lian-ciang-hwat yang diturunkan oleh Kim Liong Hoatsu kepadanya baru-baru ini.
Celakanya ilmu silat yang dipelajarinya itu adalah ilmu silat tangan kosong dan tak dapat dimainkan dengan pedang di tangan! Akan tetapi Ong Kai memang berotak
cerdik dan mempunyai banyak akal. Sambil melompat mundur menghindarkan diri dari
sabetan kebutan Kim Kong Hwesio, ia berseru, "He ... hwesio tua busuk! Kalau kau
memang jantan simpanlah kebutan lalatmu itu dan mari kita berkelahi dengan tangan kosong! Aku merasa benci, bosan dan jijik melihat kebutan lalatmu yang bau bangkai itu!"
Kim Kong Hwesio menyangka bahwa pemuda muka hitam itu sengaja menggunakan
akal dengan kata-kata keji untuk memancing supaya ia menjadi marah. Maka ia tertawa dan berkata, "Cacing! Kalau mau mampus selalu berkelejetan dulu! Kau juga anjing kecil muka hitam yang sudah menghadapi maut menjual banyak tingkah! Kau lebih senang
mati di bawah kepalan tanganku daripada di bawah hudtimku" Baik, baik! Aku akan
membikin kau mampus dengan sekali pukul!" Hwesio itu lalu menyimpan hudtimnya
yang diselipkan di belakang punggung sedangkan Ong Kai juga menyimpan pedangnya
dan memasang kuda-kuda.
Sekali lagi Kim Kong Hwesio tertawa mengejek, kemudian tiba-tiba tubuhnya meloncat maju dan menubruk mengirim serangan maut! Ong Kai mengelak ke kiri balas
menyerang hingga tak lama kemudian mereka berkelahi kembali dengan lebih hebat,
walaupun kini keduanya tidak memegang senjata. Mula-mula Ong Kai mainkan ilmu
silat Bok-san-pai, akan tetapi baru dua puluh jurus saja mereka berkelahi, ketika Kim Kong Hwesio memukul dadanya dan Ong Kai menanti, tahu-tahu tangan yang memukul
itu ubah mencengkeram dan berhasil memegang lengan tangan Ong Kai yang
menangkis! Kim Kong Hwesio tertawa menyeramkan sebaliknya Ong Kai terkejut sekali karena merasa betapa lengan tangannya sakit. Ia tak berdaya melepaskan cengkeraman ini dan tahu bahwa kematiannya telah membayang di depan mata. Tiba-tiba ia teringat akan pelajaran silat Ngolian-ciang-hwat dan ia segera memutar tubuhnya dan oleh
karenanya lengan yang terpegang ikut terputar. Kemudian sambil berseru keras ia
ulurkan tangan kirinya menotok ke arah lambung lawannya sambil menggerakkan
lengan yang terpegang itu ke arah ibu jari tangan Kim Kong yang memegang. Hwesio ini cepat mengulur tangan untuk menangkap tangan kiri Ong Kai, tahu-tahu totokan itu
ditarik kembali dan kini jari-jari tangan Ong Kai menyerang ke atas hendak menusuk matanya! Kim Kong Hwesio terkejut sekali dan sebelum ia dapat bertahan, tahu-tahu tangan kanan Ong Kai yang tadi dipegang secara aneh telah terlepas!
Inilah kehebatan ilmu silat Ngo-lian-ciang-hwat yang mempunyai bagian lemas dan
keras, kuat dan tahan lama bagaikan bunga teratai dan licin pula, sesuai dengan
namanya Ngo-lian-ciang-hwat, Ilmu Silat Tangan Kosong Lima Teratai! Biarpun gerakan Ngo-lianciang-hwat tadi telah menggirangkan hati Ong Kai karena telah melepaskan
dirinya daripada bahaya maut, akan tetapi pada pergelangan lengan tangannya nampak bekas pegangan Kim Kong Hwesio yang membuat kulit lengannya menjadi merah dan
matang biru! Bulu romanya berdiri membayangkan nasibnya apabila ia tidak dapat
segera melepaskan diri tadi. Maka dengan marah ia lalu balas menyerang, kini
mengeluarkan jurus-jurus ilmu silat Ngo-lianciang-hwat yang baru dipelajarinya.
Kim Kong Hwesio sangat heran melihat gerakan pemuda hitam itu. Inilah ilmu silat yang belum pernah dilihatnya dan ketika Ong Kai telah menyerangnya dengan Ngo-lianciang-hwat sebanyak sebelas jurus, telah dua kali kepalan Ong Kai berhasil memasuki
pertahanan Kim Kong. Sekali menghantam pundaknya dan yang kedua kali memukul
pahanya. Biarpun berkat kehebatannya pukulan itu tidak mendatangkan luka, akan
tetapi cukup membuat Kim Kong Hwesio menjadi terkejut, marah, dan juga takut,
hingga ia berkelahi dengan lebih hati-hati dan tidak sembarangan mendesak secara
membabi buta seperti tadi!
Sementara itu, Tan Hong yang menghadapi Ti Bong Hosiang benar-benar merasa bahwa
kepandaian hwesio ini jauh lebih tinggi daripada kepandaian Kim Kong Hwesio. Tongkat kepala ular di tangan hwesio tinggi besar ini luar biasa hebatnya dan gerakannya
menyambar-nyambar bagaikan seekor ular hidup yang sukar sekali diduga gerakannya.
Sayang sekali bahwa Sin-hong Kiam-sut yang baru dipelajarinya, belum terlatih lama dan sempurna. Karena bila ilmu pedang ini telah ia latih secara sempurna dan
mendalam, agaknya ia akan dapat mengimbangi permainan tongkat hwesio itu. Akan
tetapi, karena ilmu pedang itu belum dipahami secara mendalam, dan tingkat
kepandaian hwesio itu memang masih lebih tinggi daripada tingkat kepandaiannya
sendiri, Tan Hong terdesak hebat dan terkurung oleh sinar tongkat yang menyerang
dari semua jurusan dengan sangat berbahaya. Keadaan Tan Hong, seperti juga keadaan dua orang kawannya, benar-benar terdesak dan berbahaya sekali!
Pada saat yang berbahaya itu, dua orang kakek dengan kecepatan seperti terbang
mendaki bukit Pek-hoa-san. Mereka ini tidak ialah Lo Cin Ki si Garuda Sakti Kuku Seribu dan yang seorang lagi adalah seorang tosu tua yang berjenggot putih panjang dan
berpakaian putih pula. Tosu ini adalah Cin Cin Tojin atau suhengnya, yakni guru dari Tan Hong!
Cin Cin Tojin yang sudah lama tidak bertemu dengan sutenya, pada suatu hari datang mengunjungi sute itu dan mendapatkan Lo Cin Ki dalam keadaan luka oleh musuh.
Setelah mendengar penuturan Lo Cin Ki tentang peristiwa itu dan bahwa kini Tan Hong, Siok Lan dan Ong Kai bertiga sedang pergi mencari Bhok Kong dan Kim Kong Hwesio,
Cin Cin Tojin merasa sangat khawatir.
"Kedua hwesio sesat itu dapat merobohkan kau, maka dapat dibayangkan betapa tinggi ilmu silatnya. Kalau Tan Hong dan puteri serta muridmu pergi mencari dan bertemu
dengan mereka, apakah itu tidak terlalu berbahaya?" katanya.
Lo Cin Ki menghela napas. "Habis apa dayaku" Aku harus memulihkan kembali
tenagaku, dan kulihat muridmu Tan Hong itu memiliki kepandaian cukup tinggi."
Cin Cin Tojin menggelengkan kepalanya yang sudah penuh dengan uban. "Kau terlalu
percaya kepada anak-anak muda, sute! Marilah kita susul ke Pek-hoa-san, dan mudah-mudahan saja kita masih belum terlambat."
Oleh karena Lo Cin Ki memang telah hampir sembuh dan orang tua inipun
mengkhawatirkan keadaan puterinya, maka kedua pendekar tua ini lalu berangkat ke
Pek-hoasan dengan cepat. Dan kedatangan mereka memang pada saat yang tepat
sekali oleh karena ketiga orang muda itu justeru sedang terancam bahaya maut!
"Bhok Kong dan Kim Kong pendeta rendah budi! Marilah kita membuat perhitungan
terakhir!" Lo Cin Ki berseru dan bukan main girang ketiga anak muda itu mendengar suara yang amat dikenalnya ini! Apalagi ketika Tan Hong melihat bahwa suhunya juga datang, maka ia lalu cepat-cepat melompat keluar dari lapangan pertandingan dan
berlutut di depan Cin Cin Tojin sambil memanggil, "Suhu!"
"Orang she Lo! Kau belum mampus" Baiklah, sekarang kami akan bikin mampus kamu!"
Kim Kong Hwesio tidak gentar melihat kedatangan Lo Cin Ki oleh karena ia
mengandalkan tenaga bantuan Ti Bong Hosiang yang hebat. Akan tetapi, ketika Ti Bong Hosiang melihat kedatangan Cin Cin Tojin, hwesio ini merasa terkejut dan menjura, "Eh, kiranya Cin Cin To-yu ikut datang pula."
Cin Cin tojin membalas pemberian hormat itu dan bertanya, "Sahabat Ti Bong!
Bagaimana menurut pandanganmu, apakah kepandaian muridku tidak terlalu
mengecewakan?"
Kembali Ti Bong Hosiang terkejut karena tidak disangkanya sama sekali bahwa Tan
Hong adalah murid tosu pendekar itu. Juga Bhok Kong dan Kim Kong merasa terkejut
mendengar bahwa tosu yang ikut datang ini adalah guru Tan Hong. Sedangkan pemuda
itu saja sudah demikian tangguh, apalagi gurunya! Akan tetapi, oleh karena maklum bahwa Lo Cin Ki tentu takkan melepaskan mereka begitu saja, dan bahwa pertandingan mati-matian tak dapat dihindarkan lagi, Kim Kong Hwesio tertawa menyindir, "Hm ..., si Garuda Sakti datang membawa jagoan. Baik, hendak kulihat sampai di mana hebatnya
jago ini!" Sambil berkata demikian, Kim Kong Hwesio lalu maju dan menghantam dada Cin Cin Tojin dengan hudtimnya! Cin Cin Tojin tersenyum dan mengelak sambil
melangkah mundur.
"Aduh, galak benar hwesio ini!" katanya dan iapun menyambut serangan berikutnya
dengan ujung lengan bajunya yang panjang dan lebar.
"Bhok Kong, terimalah kematianmu dengan tenang!" Lo Cin Ki membentak dan
menyerang Bhok Kong Hwesio yang segera menyambut dengan hudtimnya.
Tan Hong tidak tinggal diam dan ia lalu menyerang Ti Bong Hosiang lagi dengan penuh ketabahan oleh karena sekarang guru dan susioknya berada di situ. Melihat serbuan Tan Hong, Siok Lan dan Ong kai juga tidak tinggal diam dan membantunya hingga tak lama kemudian Ti Bong Hosiang dikeroyok tiga oleh Bok-san Sam-hiap itu!
Sebetulnya Ti Bong Hosiang biarpun jahat namun ia masih merasa segan dan hormat
kepada Cin Cin Tojin yang ternama dan sakti, maka tadi ia telah merasa ragu-ragu untuk membantu kedua hwesio itu. Akan tetapi kini melihat serbuan ketiga orang muda itu, ia lalu berkata keras, agaknya dengan maksud supaya terdengar oleh Cin Cin Tojin, "Anakanak muda, kalian hendak mencoba kepandaian" Baiklah, biar pinceng saksikan
kehebatan anak-anak muda sekarang!" Dengan ucapan tersebut ia bermaksud bahwa ia
tidak mengambil sikap bermusuhan, hanya melayani ketiga anak-anak muda itu secara
"main-main" belaka. Akan tetapi, setelah ia menghadapi ketiga anak muda itu, ia tidak mendapat kesempatan untuk main-main lagi, oleh karena biarpun kepandaian mereka
ini ratarata rendah tingkatnya, namun kini digabung menjadi satu merupakan lawan
yang tak boleh dipandang ringan! Apalagi ketika Tan Hong lagi-lagi mengeluarkan Sin-hong Kiam-sutnya, segera Ti Bong Hosiang dapat didesak. Hwesio ini timbul marahnya dan ia lalu mengeluarkan serangan-serangan berbahaya tanpa segan-segan lagi.
Sementara itu, Bhok Kong Hwesio yang melawan Lo Cin ki menjadi sibuk dan tak
berdaya, hingga pada saat yang tepat, pedang jago tua itu berhasil menusuk
lambungnya dan tepat menembus jantung hingga Bhok Kong tak sempat berteriak lagi.
Hwesio yang jahat ini roboh mandi darah dan tewas di saat itu juga!
Kim Kong Hwesio memang sudah repot menjaga desakan Cin Cin Tojin yang benar-
benar tangguh dan yang memainkan ujung lengan baju hingga mengeluarkan angin
pukulan dingin, kini melihat betapa Bhok Kong Hwesio telah tewas, semangatnya
sebagian besar telah melayang pergi dan permainan silatnya menjadi kalut. Kalau Cin Cin Tojin mau dengan mudah saja ia dapat menewaskan hwesio ini, akan tetapi oleh
karena Cin Cin Tojin telah melakukan pantangan dan tidak mau membunuh, maka tosu
ini lalu melompat mundur sambil berkata kepada sutenya, "Sute, mari kaulayani
musuhmu ini!" Kemudian tosu itu hanya berdiri menjadi penonton saja. Ketika ia
melihat ke arah ketiga anak muda yang mengeroyok Ti Bong, hampir saja ia
mengeluarkan teriakan heran. Ia lalu memandang kepada Tan Hong dengan penuh
perhatian. Dari manakah anak itu mendapat gerakan-gerakan macam itu" Demikian
tosu ini berpikir dengan bingung dan heran melihat gerakan pedang Tan Hong yang
memainkan ilmu silat pedang Sin-hong Kiam-sut!
Ti Bong Hosiang benar-benar terdesak oleh kurungan Tan Hong bertiga. Hwesio ini
merasa gemas dan malu dan mencoba untuk balas mendesak, akan tetapi Bok-san
Kiam-hwat bukanlah ilmu pedang sembarangan. Apalagi sekarang dimainkan dengan
hebatnya oleh tiga orang anak muda secara berbareng dalam kerja sama yang kompak
dan cocok serta saling bantu hingga makin sibuklah Ti Bong Hosiang. Akhirnya dengan sebuah gerak tipu Air Hujan Tertiup Angin, ujung pedang Tan Hong berhasil melukai pundaknya dan darah mengucur membasahi jubah pendeta itu.
Ti Bong Hosiang melompat mundur dan berkata sambil menahan kemarahannya,
"Sudahlah! Aku yang tua telah menerima pelajaran dari yang muda, kalau ada
kesempatan baik, kelak bertemu pula!" Setelah berkata demikian, sekali tubuhnya
berkelebat, Ti Bong Hosiang telah lenyap di balik pohon-pohon!
Sementara itu. Lo Cin Ki telah mendesak hebat dengan pedangnya kepada Kim Kong
Hwesio yang hanya mampu menangkis sambil bertindak mundur, agaknya mencari
kesempatan untuk melarikan diri. Ia sudah tidak mempunyai harapan lagi untuk
menang, apalagi setelah melihat betapa Ti Bong Hosiang yang diandalkan itu telah lari pula. Akan tetapi Lo Cin ki tidak memberi kesempatan kepadanya dan ke"tika Kilm Kong Hwesio semakin kalut permainan silatnya, dengan sekali ayun, putuslah kebutan di
tangan Kim Kong Hweslo dan sebelum Kim Kong Hwesio hilang kagetnya tahu-tahu si
Garuda Sakti telah melayang dan tepat menendang sambungan lutut Kim Kong Hwesio!
Kwesio itu tak kuasa menahan tubuhnya lagi dan ia roboh terlentang tak berdaya. Lo Cin Ki menggerakkan pedang, akan tetapi pada saat itu terdengar Ong Kai berseru,
"Suhu, biarkan teecu yang membalas sakit hati ini." Dan pemuda muka hitam ini dengan marah lalu melompat mengirim bacokan ke arah leher musuhnya! Kim Kong
Hwesio berusaha miringkan kepala, akan tetapi terlambat. Pedang Ong Kai yang
digerakkan dengan kuat telah mengenai lehernya dan putuslah leher hwesio cabul yang Jahat Itu. Dengan mata merah menahan turunnya air mata karena terharu dan sedih
mengingat akan kematian tunangannya Ong Kai lalu berlutut di depan Lo Cin Ki dan Cin Cin Tojin menghaturkan terima kasih. Kemudian, iapun mengucapkan terima kasih
kepada Tan Hong dan Siok Lan yang telah membantunya hingga pembalasan dendam
ini terlaksana baik.
Cin Cin Tojin lalu bertanya kepada muridnya, "Tan Hong, dari mana kau mendapatkan ilmu pedang Sin-hong Kiam-sut itu?"
Tan Hong memandang kepada suhunya dengan kagum. Ternyata pandangan mata
suhunya itu tajam sekali, Ia lalu menuturkan pengalamannya di kaki-gunung tadi dan ketika mendengar bahwa murid masing-masing telah menerima petunjuk dari Raja
Pengemis dan Kim Liong Hoat-su, baik Cin Cin Tojin maupun Lo Cin Ki saling pandang dengan heran. Dua orang kakek itu termasuk orang-orang tingkat tinggi yang jarang sekali mau muncul di dunia kang-ouw, apalagi Kim Liong Hoatsu yang bertapa di Kim-liong san, sedangkan si Raja Pengemis biasanya hanya bergerak di utara saja.
"Sekarang kita harus kubur kedua mayat ini baik-baik," kata Cin Cin Tojin yang merasa kasihan juga melihat mayat kedua hwesio itu. "Kita boleh membenci kejahatan mereka, akan tetapi tubuh-tubuh mereka yang hanya menjadi alat ini harus kita kembalikan
kepada asalnya Jilid 06 Lo Cin Ki dan ketiga anak muda itu mematuhi perintah ini, maka mereka lalu menggali dua lubang dan mengubur dua jenazah itu baik-baik.
Kemudian, setelah penguburan itu selesai, Cin Cin Tojin berkata kepada Tan Hong dan Siok Lan, "Tan Hong, dan kau Siok Lan, aku dan sute telah membuat persetujuan dan rasanya tidak ada salahnya apabila pinto memberitahu kalian di sini juga, oleh karena sifat orang-orang ksatria tak perlu malu-malu membicarakan urusan yang baik.
Ketahuilah, kami berdua orang tua telah bermufakat untuk menyandingkan kalian
sebagai suami isteri."
Baik Tan Hong maupun Siok Lan ketika mendengar pernyataan yang demikian terus
terang dan tanpa tedeng ai ng-aling ini keduanya menunduk, tanpa berani mengangkat muka, bahkan sedikitpun tak berani berkutik!
Untuk sesaat keadaan menjadi sunyi, dan tiba-tiba Cin Cin Tojin tertawa senang. "Tan Hong, bukankah kau seorang laki-laki" Jawablah, bagaimana pendirianmu?"
"Suhu yang mulia, teecu adalah seorang yang tidak mempunyai sanak famili yang patut ditaati dan dijunjung tinggi selain suhu seorang. Maka, mengenai diri teecu, mati atau hidup teecu serahkan seluruhnya kepada suhu." Suara Tan Hong terdengar
mengharukan ketika ia mengucapkan kata-kata ini oleh karena pemuda itu teringat
akan keadaan dirinya yang sebatang kara.
Cin Cin Tojin memandang ke arah muridnya dan melihat pakaian Tan Hong yang penuh
tambalan serta keadaan tubuh pemuda itu yang kurus, ia merasa amat kasihan. "Tan Hong muridku, biarpun pinto maklum akan ketulusan dan kebaktian hatimu terhadap
gurumu, akan tetapi pinto sekali-kali tidak akan memaksa atau memerintahkan sesuatu yang berlawanan dengan kehendak hatimu sendiri. Apalagi dalam soal perjodohan,
karena bukan pinto yang akan menjalani, akan tetapi kau sendiri. Maka sebelum
mendapat jawabanmu yang menyatakan setuju, pinto takkan merasa puas."
Tan Hong mengerti bahwa kata-kata suhunya ini bukan dimuksudkan untuk
menggodanya, akan tetapi desakan ini berdasarkan rasa kasih sayang yang timbul dari keinginan hati orang tua itu untuk melihat ia berbahagia. Maka biarpun ia menjadi makin malu dan menundukkan mukanya makin dalam, ia menjawab juga, "Suhu, kalau suhu menghendaki ... baiklah, teecu setuju dan teecu merasa amat bangga oleh karena diri teecu yang tidak berharga ini mendapat perhatian dari susiok. Tak lain teecu hanya menghaturkan beribu terima kasih!"
Terdengar Lo Cin Ki dan Cin Cin Tojin tertawa puas dan senang, "Bagus, Tan Hong, demikian seharusnya sikap seorang ksatria, jujur dan terus terang, tak usah malu-malu lagi," kata Lo Cln Ki.
"Dalam hal perjodohan tak perlu memandang keadaan calon menantu, yakni maksudku keadaan kekayaannya. Yang terpenting adalah keadaan batinnya. Eh, Siok Lan
bagaimana dengan kau" Setujukah kau" Seperti juga Cin Cin suheng, ayahmu inipun
tidak mau mempergunakan hak sebagai seorang ayah untuk memaksa anaknya.
JawabJah, setujukah kau?"
Siok Lan adaJah seorang wanita, maka daJam hal ini tentu saja amat berat baginya
untuk menjawab. Biarpun di dalam hati ia merasa girang dan setuju, akan tetapi
mulutnya tak sanggup menyatakannya. la hanya menunduk dengan muka merah dan
menggunakan jari telunjuknya untuk menggurat-gurat tanah. Sampai lama keadaan
Maling Budiman Berpedang Perak Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi sunyi oleh karena semua orang menanti jawaban Siok Lan yang tak kunjung
keluar. Tiba-tiba Ong Kai teringat akan godaan kedua orang muda itu dulu ketika terjadi
peristiwa di rumah keluarga Lai, tertawa dan ingin membalas godaan mereka. "Suhu,"
katanya sambil tersenyum, "sudah tentu saja sumoi setuju sekali! Hal ini kiranya tak perlu dijelaskan lagi, bukankah begitu, sumoi?"
Siok Lan menggerakkan kepalanya dan memandang kepada Ong Kai dengan marah.
Tapi Ong Kai tersenyum saja dan mengedip-ngedipkan mata seperti hendak
menyatakan bahwa mereka telah "tahu sama tahu!" Melihat hal ini, Lo Cin Ki dan Cin Cin Tojin tertawa bergelak-gelak.
"Lanji, kalau kau tidak setuju dengan pendapat Ong Kai, katakanlah!" Akan tetapi ia diam saja tanpa berani berkutik. Tan Hong merasa kasihan sekali kepada
"tunangannya" dan tiba-tiba ia teringat sesuatu, maka untuk membantu Siok Lan, ia lalu berkata kepada gadis itu dengan suara perlahan, "Sumoi, dulu kau berjanji akan menceritakan sesuatu mengenai keluarga Lai setelah kita berhasil menunaikan
pembalasan dendam kita."
Siok Lan teringat dan wajahnya berseri. Ia tidak merasa malu lagi setelah mendengar Tan Hong bicara kepadanya. Ia lalu mengangkat muka memandang kepada ayahnya dan
Ong Kai dan berkata, "Ayah, sebelum aku menyatakan pesan keluarga Lai, terlebih dulu hendak kuceritakan tentang sepak terjang gagah perkasa dari Ongsuheng yang
menolong seorang gadis bernama Lai siocia!" Kemudian dengan singkat Siok Lan menceritakan peristiwa penculikan Lai Hwa Eng dan bagaimana dengan gagah Ong Kai
menolong gadis itu.
"Dan sebelum kami bertiga meninggalkan rumah keluarga Lai, aku mendapat tugas untuk menjadi perantara dan menjodohkan Lai Hwa Eng dengan Ong suheng!"
Muka Ong Kai yang sudah hitam itu menjadi makin hitam ketika darah menyerbu naik
ke mukanya. Ia pandang sumoinya dengan mata terbuka lebar, setengah tidak percaya dan setengah marah. Akan tetapi Siok Lan tidak memperdulikannya, lalu berkata
selanjutnya, "Dan Lai Wangwe suami isteri minta supaya hal ini kumintakan perkenan dari ayah sebagai guru dan wali Ong suheng."
Lo Cin Ki tertawa geli. "Aah, kalian anak-anak muda ini memang aneh! Bagaimana menurut pandanganmu, Lanji" Apakah Hwa Eng itu seorang gadis baik?"
"Baik sekali, ayah, lebih baik daripada anakmu sendiri. Kalau ayah tidak percaya, boleh ayah bertanya kepada Ong suheng!"
Siok Lan dan Tan Hong saling pandang dan keduanya tertawa girang oleh karena
mendapat kesempatan untuk menggoda dan membalas Ong Kai. Sedangkan Cin Cin
Tojin yang mendengar ini hanya tersenyum saja dengan girang. Ia senang dan ikut
gembira melihat kebahagiaan anak-anak muda ini, kebahagiaa yang belum pernah ia
alami semasa mudanya, "Eh, Ong Kai, jadi diam-diam kau telah membuat pilihan sendiri?" Lo Cin Ki bertanya kepada muridnya. "Kau telah mendengar sendiri uraian Siok Lan, bagaimana pikiranmu" Setujukah kau" Kalau setuju, sekarang juga aku akan ikut Siok Lan pergi ke rumah keluarga Lai untuk merundingkan urusan perjodohan ini."
Sekarang Ong Kai yang merasa malu sekali dan diam saja. Tubuhnya yang tinggi besar dan kuat itu hanya duduk tak bergerak bagaikan patung, hanya kedua matanya saja
kadang-kadang melirik ke arah Siok Lan dan Tan Hong yang mentertawakannya!
Setelah lama Ong Kai tak dapat menjawab, tiba-tiba Siok Lan berkata, membalas
godaan Ong Kai tadi. "Ayah, tak perlu banyak ditanya lagi, sudah tentu Ongsuheng setuju sekali bukankah begitu, Ong suheng" Ayoh, Ong suheng, kalau kau tidak setuju dengan keteranganku ini, coba kau sangkal dan nyatakanlah?" Seperti halnya Siok Lan tadi, kini Ong Kaipun sama sekali tidak berani menyangkal, oleh karena memang ia
telah setuju sekali dengan nona Lai Hwa Eng yang mempunyai mata dan bibir seperti mendiang tunangannya dulu!
"Baiklah kalau begitu dari sini aku dan Siok Lan akan langsung menuju ke rumah keluarga Lai dan membicarakan urusan ini," kata Lo Cin Ki dengan suara sungguh-sungguh karena ia tidak mau menggoda lebih jauh kepada muridnya.
"Nah, sekarang, anak-anak, pinto hendak bicarakan hal yang penting sekali."
"Ketahuilah, pada waktu ini, para pengacau bangsa Tartar yang mempergunakan
kesempatan selagi keadaan negara sedang kacau dan sukar karena akibat bencana
alam, mereka datang mengacau di perbatasan barat dan melakukan perampokan dan
penculikan terhadap bangsa kita. Tentara kerajaan yang lemah tak dapat menghalau
mereka, maka kini para enghiong dari seluruh negeri berhimpun dan bersatu disana, mengumpulkan tenaga untuk mengusir para pengacau itu. Kita pun tak boleh
ketinggalan membela tanah air dan bangsa! Sudah menjadi tugas kewajiban kita untuk menyumbangkan tenaga untuk mengusir pengacau. Tan Hong dan Ong Kai, kalian
berdua sekarang pergilah ke Seelok, di mana telah terjadi pertempuran antara pihak kita dan para pengacau yang banyak jumlahnya dan kuat. Pinto sendiri hendak mencari balabantuan di antara kawan-kawan di kalangan kangouw, sedangkan Lo sute bersama
puterinya biar membereskan urusan dengan keluarga Lai terlebih dulu untuk
selanjutnya menyusul ke Seelok. Nah, mari kita berpisah dari sini menjalankan tugas masing-masing dan selamat bekerja!"
Setelah berkata demikian, tosu yang gagah perkasa itu laiu meninggalkan tempat itu, dan Lo Cin Ki yang sebelumnya telah berunding dengan suhengnya, juga meninggaikan tempat itu bersama Siok Lan. Tan Hong dan Ong Kai, juga pergi dengan cepat menuju ke barat untuk memenuhi perintah Cin Cin Tojin. Di sepanjang jalan kedua pemuda ini nampak gembira dan wajah mereka berseriseri karena telah menerima warta bahagia
dari kedua guru mereka itu. Kini setelah di situ tidak ada Siok Lan dan kedua orang tua itu, Tan Hong dan Ong Kai tanpa malu-malu lagi saling menyatakan kegirangan hati
mereka dan tiada hentinya mereka membicarakan keadaan tunangan masing-masing
dengan hati puas!
Memang betul apa yang dituturkan oleh Cin Cin Tojin. Bangsa Tartar yang selalu
menggunakan segala kesempatan untuk memasuki tapai batas Tiongkok, merampok
dan menculik orang-orang dari dusun-dusun pinggir tapal batas untuk dijadikan pekerja paksa, kini mulai mengacau lagi setelah mereka dipukui mundur pada beberapa tahun yang lalu. Mereka sengaja mempergunakan kesempatan pada waktu Tiongkok
mengalami kesukaran dan kekalutan berhubung dengan datangnya bencana alam itu.
Pada masa itu, Kaisar Tiongkok memang kurang memperhatikan keadaan negerinya,
terutama sekali oleh karena datangnya bencana aiam itu yang melemahkan semangat
rakyat, maka pertahanan menjadi lemah dan tentara kerajaan yang dikirim ke
perbatasan barat itu tidakkuat menghadapi pengacau bangsa Tartar yang selain
berjumlah besar, juga memiliki banyak sekali orang-orang kuat yang berkepandaian
tinggi. Biarpun para ksatria di masa itu tidak senang melihat kelaliman kaisar, akan tetapi kini melihat sepak terjang para pengacau yang merampok dan menculik bangsanya, maka
timbul ah semangat perlawanan dan kebencian mereka. Serentak dari segenap penjuru daratan Tiongkok, para enghiong ini menujli ke perbatasan barat dan membantu
dengan sukarela kepada rakyat untuk mengusir pengacau-pengacau Tartar.
Pada, waktu itu, kaum pengacau yang membanjir dari utara dan barat, berpusat di
sekitar Seeipk, sebuah dusun besar di dekat tapal batas Tiongkok. Di daerah inilah pertempuran-pertempuran besar terjadi dan setiap hari banyak pendekar-pendekar
datang ke tempat ini untuk menyumbangkan tenaganya.
Ketika Tan Hong dan Ong Kai tiba di dusun ini, yang menjadi pemimpin para enghiong adalah Lee Kun, seorang pendekar yang tersohor gagah perkasa dari selatan. Lee Kun adalah seprang tokoh persilatan yang paham akan segala macam ilmu silat, terutama dalam ilmu silat Siauw lim pai dan Butongpai. Usianya empat puluh tahun lebih dan walaupun tubuhnya tak beberapa besar, namun alis matanya yang tebal dan hitam itu membuat mukanya tampak gagah dan menakutkan.
Lee Kun menyambut kedatangan Tan Hong dan Ong Kai dengan gembira, apalagi ketika
ia mendengar bahwa keduanya adalah muridmurid Cin Cin Tojin dan Lio Cin Ki si Garuda Sakti yang telah terkenal itu. Ketika ia mendengar kenyataan bahwa Tan Hong adalah Gin kiam Gin to, ia membelalakkah matanya dengan kagum ia berkata, "Ah, Tan hiante, tak kusangka bahwa Gin-kiam Gi-to yang tersohor di kalangan kangouw itu, adalah
seorang yang masih begini muda seperti engkau!"
Tan Hong menjawab dengan ucapan merendah, "Lee taihiap, aku yang muda dan
bodoh tak pantas dikagumi."
Lee Kun tertawa dan merasa senang melihat kesopanan anak muda ini. Iapun kagum
melihat sikap Ong Kai yang gagah seperti Thio Hwi (seorang tokoh besar dalam cerita sejarah Sam Kok).
"Dari mengapa kedua suhu kalian tidak tiatang?" tanyanya.
"Suhu sedang melanjutkan perjalanan mencari kawan-kawan pembantu yang hendak dibawa ke sini untuk membantu pula." jawab Ong Kai hingga Lee Kun menjadi makin girang.
"Ah, kalau semua orang seperti kedua suhumu dan kalian berdua saudara muda ini
turut membantu, sebentar saja para pangacau itu tentu dapat terbasmi habis!" katanya sambil menghela napas.
"Sayang, sebagian besar para ksatria pada waktu ini hanya mengingat kepentingan sendiri saja dan sama sekali tidak mau memperdulikan keadaan negara dan rakyat.
Sungguh sayang!"
Para pendekar, yang telah datang dan membantu di tempat itu berjumlah empat puluh orang lebih yang dipencarpencar ke tempat sepanjang batas negeri untuk memperkuat penjagaan tentara kerajaan dan membantu para perwira kerajaan. Tan Hong dan Ong
Kai lalu mendapat tugas dari Lee Kun untuk membantu pertahanan di Pegunungan
Kimkesan, karena di situ seringkali mendapat serbuan para pengacau yang dipimpin
oleh orang-orang pandai. Lee Kun yang menduga akan ketinggian ilmu silat kedua
pemuda ini, tak ragu-ragu lagi mengirim mereka ke tempat yang paling berbahaya, di mana kedudukan musuh paling kuat.
Kedatangan Tan Hong dan Ong Kai di Kimkesan mendapat sambutan riang gembira dari
para petugas di situ, oleh karena mereka telah berkali-kali mendapat gangguan
serangan para pengacau yang sangat kuat hingga menderita banyak kerugian. Dalam
keadaan seperti itu, makin banyak datangnya balabantuan, makin menggirangkan
mereka. Dan pada saat itu yang memimpin penjagaan di Kimkesan adalah seorang
perwira bernama Bu Sam Kwi. Perwira ini masih muda dan lagaknya sombong sekali,
oleh karena ia merasa bahwa dirinya sudah sangat pandai dan gagah perkasa. Memang ia memiliki ilmu silat cabang Kunlun yang cukup tinggi. Ia terkenal keras memegang peraturan hingga ditakuti oleh anak buahnya, sedangkan beberapa orang enghiong
yang datang sebagai pembantu sukarela, tidak dapat bergaul dengannya.
Biarpun Bu Sam Kwi tidak beram menolak bantuan para enghiong ini dan tidak berani terang-terangan menceia atau memandahg rendah kepada mereka, namun sikapnya
terhadap mereka acuh tak acuh.
Padahal lima orang enghiong yang dikirim Lee Kun untuk membantunya, bukanlah
orang sembarangan, karena mereka ini adalah Biciu Ngoeng (Lima Pendekar dari Biciu) yang cukup terkenal. Baru setelah tempat penjagaan yang berada di bawah
pengawasannya itu diserang berkali-kali oleh pengacau Tartar dan ia menderita banyak sekali kekalahan dan berkat bantuan kelima pendekar itu saja maka tempat penjagaan tak sampai jatuh di tangan musuh, ia muiai bersikap lebih ramah dan hormat.
Tah Hong dan Ong Kai disambut dengan hangat oleh Biciu Ngoeng dan setelah
penyambutan resmi dilakukan oleh Bu Sam Kwi, kelima pendekar yang sudah ianjut usia itu lalu mengajak Tan Hong dah Ong Kai untuk bicara di tenda mereka. Biciu Ngoeng ini lalu menuturkan keadaan di situ dan memesan agar mereka berdua suka melakukan
pekerjaan menurut pendapat dan kebijaksanaan sendiri saja, pleh karena kalau hanya menurut perintah Bu Sam Kwi yang sombong, tapi sebenarnya tidak pandai apa-apa itu, maka bantuan mereka akan sia-sia belaka.
"Telah berkali-kali kami berlima mehgusulkan supaya mengejar dan memukul pengacau di tempat pemberhentian mereka, karena kami menganggap menanti datangnya
serbuan mereka bukanlah taktik yang sempurna. Kita menjadi lelah karena melakukan penjagaan saja tanpa mengetahui bila mereka akan datang menyerbu, sedangkan para
pangacau itu dengan enaknya dapat mempermainkan kita. Kalau kita mengantuk
karena terlalu lama menjaga, mereka tiba-tiba datang menyerbul"
Tan Hong dan Ong Kai tidak banyak mengerti tentang taktik peperangan akan tetapi
mereka dapat juga memberikan pendapat pendekar tua itu.
"Bagaimana mereka itu bisa mengetahui keadaan kita?" tanya Ong Kai dan mereka berdua mendapat jawaban yang membuat keduanya tertegun karena heran.
"Ketahuilah, jiwi hiante, agaknya pihak pengacau mempunyai banyak kaki tangan yang terdiri dari bangsa kita sendiri di sini dan dimana-mana, bahkan setiap tempat
penjagaan kami rasa terdapat pula mata-matanya!" Kata-kata ini diucapkan dalam bisikan.
"Bangsat benar!" Tan Hong memaki marah. "Kalau aku dapat menangkap pengkhianat macam itu, tentu takkan kuberi ampun! Dan sudah tahukah Lee enghiong akan hal ini?"
Kelima jago dari Biciu itu mengangguk, "Kami semua sudah tahu dan bahkan sudah banyak yang kami tangkap dan kami bunuh. Akan tetapi agaknya ada seorang
pemimpinnya di daerah ini yang mengatur semua langkah-langkah mereka itu hingga
pihak pengacau telah mengetahui semua rencana kita. Karena inilah, maka tiap Lee
enghiong mengadakan sergapan, selalu sarang pengacau itu didapati kosong!"
Tan Hong dan Ong Kai merasa gemas sekali. Mereka berjanji di dalam hati untuk
membasmi pengkhianat-pengkhianat ini!
Penuturan Biciu Ngo eng memang betul terjadi dan hal ini sebenarnya tidak aneh. Para perwira yang membantu dan mendatangi daerah barat di mana terjadi pergolakan ini, terdiri dari bermacam-macam orang. Ada piauwsu, guru silat, pendeta, perampok dan siapa saja yang memi iki kepandaian dan kesanggupan bertempur. Dan hal inipun
diketahui oleh pihak pengacau yang merasa betapa beratnya menghadapi sekalian
orang-orang pintar ini, lebih berat daripada menghadapi tentara-tentara kerajaan yang banyak jumlahnya, akan tetapi yang tidak becus bertempur. Maka mereka lalu mencari akal. Diam-diam mereka mengutus kaki tangannya untuk menghubungi para pembantu
sukarela ini dan memilih-milih mereka yang memang berbatin rendah. Dengan
pengaruh emas mereka akhirnya dapat juga mempengaruhi beberapa tokoh liok-lim
untuk diam-diam membantu pihak mereka dan menjalankan pekerjaan sebagai mata-
mata dan penyelidik! Bahkan tidak kurang jumlahnya tentara kerajaan yang kena disuap hingga merekapun menjadi pengkhianat bangsa!
Bu Sam Kwi memandang rendah kepada Tan Hong dan Ong Kai dan iapun
memperlakukan kedua anak muda ini dengan dingin saja, akan tetapi kedua pendekar
ini yang sudah mendengar dari Biciu Ngo eng akan sikap perwira ini, tidak ambil pusing.
Malam harinya, kembali para pengacau datang menyerbu dari sebelah kiri di mana
penjagaan tidak begitu kuat. Banyak tentara kerajaan kena disergap dan tewas.
Kebetulan sekali Tan Hong dan Ong Kai yang meronda di bagian itu untuk melihat-lihat pertahanan sebagai pendatang-pendatang baru yang perlu mengetahui kedudukan
pihaknya, berada di situ pada saat penyerbuan terjadi. Kedua anak muda ini lalu
mencabut pedang mereka dan mengamuk hingga banyak sekali pengacau tewas di
ujung pedang mereka. Pengacau-pengacau yang menyerbu menjadi kalangkabut dan
mereka segera mundur kembali ke tempat gelap.
Para tentara kerajaan merasa bersyukur dan tiada habis-habisnya memuji kedua orang muda itu. Hal ini lalu terdengar oleh Bu Sam Kwi yang segera mengubah sikapnya dan menyatakan terima kasih kepada kedua pendekar itu. Tan Hong lalu berkata kepada Bu Sam Kwi, "Bu ciangkun, melihat datangnya serbuan malam tadi, maka akupun
beranggapan bahwa sudah seharusnya kita mendahului dan mengejar serta memukul
mereka di tempat mereka. Hal ini lebih baik daripada kita harus berjaga-jaga selalu tanpa mengetahui bila mereka akan bergerak menyerang kita. Pula, pertempuran di
siang hari lebih menguntungkan kita, di mana kita dapat mengadu kepandaian secara terbuka. Kurasa kita takkan kalah oleh mereka yang hanya memiliki tenaga besar, akan tetapi kurang pandai memainkan senjata."
Bu Sam Kwi memperlihatkan muka tidak senang. "Tan enghiong, aku mendapat tugas dari kerajaan untuk menjaga tempat ini, bukan untuk menyerbu tempat mereka, dan
aku tidak mau mengorbankan jiwa anak buahku. Bagaimanapun juga, aku merasa
bahwa lebih baik kita berjaga daripada menyerbu tempat mereka yang belum kita
ketahui betul. Bagaimana kalau mereka menjebak kita dan mengurung dengan barisan
yang besar jumlahnya" Tidak, Tan enghiong, aku tidak sebodoh itu!"
Tan Hong merasa sebal dan gemas sekali, akan tetapi kareha yang memegang komando
di situ adalah Bu Sam Kwi, ia tidak berani memaksa. Pada keesokan harinya, ia dan Ong Kai kembali ke Seelok untuk mengadakan perundingan dengan Lee Kun dan untuk
mengusulkan agar supaya semua pendekar bergerak sendiri mengejar dan menyerbu
para pengacau itu di luar tapal batas.
Pada saat ia dan Ong Kai memasuki dusun Seelok, tiba-tiba Tan Hong memegang
tangan Ong Kai dan menarik kawan ini bersembunyi di belakang pohon besar. Tan Hong menunjuk ke arah seorang tua yang mendatangi dari depan. Ong Kai memandang dan
dadanya berdebar ketika ia mengenali orang itu dan yang tidak lain adalah Ang Houw, kepala rampok yang dulu pernah bentrok dengan mereka dan telah dikalahkan oleh Tan Hong.
"Apa maksudnya datang ke tempat ini?" bisik Tan Hong.
"Mungkin jiwa patriotnya tergerak dan ia datang hendak membantu," jawab Ong Kai.
Tan Hong menggeleng-gelengkan kepala. "Ah, aku tidak bisa mempercayai orang
seperti dia itu." Diam-diam mereka lalu mengejar dan mengikuti kepala rampok itu. Ang Houw masuk ke dalam sebuah rumah penginapan dan Tan Hong lalu melompat ke atas
genteng melakukan pengintaian. Dari celah-celah genteng ia melihat kepala rampok itu memasuki sebuah kamar, menurunkan buntalannya dan mengeluarkan sebuah kotak
kecil dari buntalan itu yang lalu dimasukkan ke dalam saku bajunya. Tan Hong makin curiga, ia segera melompat turun lagi dan diceritakannya kepada Ong Kai apa yang telah dilihatnya.
"Kita pura-pura tidak tahu saja," kata Ong Kai, "kurasa kotak itu mempunyai maksud kurang baik. Biarlah kita temui dia dengan biasa saja, akan tetapi diam-diam kita selidiki dan ikuti ke mana ia pergi." Tan Hong menyatakan persetujuannya dan mereka tidak jadi menjumpai Lee Kun, oleh karena ketika itu Ang Houw telah keluar dari kamarnya dan menggendong buntalannya lagi, lalu perampok itu berjalan cepat menuju ke ...
Kimkesan! Kemudian ternyata bahwa perampok itu juga diperbantukan ke Kimkesan oleh Lee Kun
atas permintaan Ang Houw sendiri oleh karena ia mendengar bahwa di tempat itulah
yang paling membutuhkan tenaga pembantu yang pandai dan kuat. Ketika Ang Houw
telah menghadap Bu Sam Kwi dan memberikan surat Lee Kun kepada perwira itu, Tan
Hong dan Ong Kai muncul menjumpainya. Ang Houw nampak terkejut dan pucat, tak
disangkanya sama sekali akan bertemu dengan kedua anak muda itu di situ. Akan
tetapi, dengan ramah tamah Tan Hong menjura dan berkata, "Ah, Ang loenghiong juga datang membantu" Bagus sekali, sekarang kita menjadi kawan seperjuangan."
Lega hati Ang Houw melihat sikap Tan Hong ini, maka iapun balas menjura dan berkata,
"Aku girang melihat Tantaihiap juga berada di sini. Dengan adanya kau orang muda yang gagah ini, kita tak usah merasa takut terhadap serangan pengacau!"
Ketika Bu Sam Kwi mengajak Ang Houw memasuki kamarnya karena katanya hendak
membicarakan sesuatu perintah yang penting mengenai pertahanan tempat itu, diam-
diam Tan Hong mengintai dari belakang tenda. Ia membuat lubang kecil dan mengintai ke dalam. Hatinya berdebar ketika ia melihat betapa Ang Houw mengeluarkan kotak
kecil itu dan menyerahkannya kepada Bu Sam Kwi dan ketika perwira itu membuka
kotak tersebut, ternyata kotak itu penuh berisi batu-batu permata yang besar berikut sepucuk surat!
Malam itu, kembali para pengacau mengadakan serbuan yang dilakukan secara besar-
besaran, agaknya hendak menebus kekalahannya malam tadi. Tan Hong lalu berbisik
kepada Ong Kai, "Kau layanilah pengacau-pengacau itu dan ajak Ang Houw bertempur bersama. Aku tinggal di sini menyelidiki isi surat itu."
Ong Kai mengangguk maklum dan ia lalu bersama Biciu Ngo eng mengajak Ang Houw
untuk menolong bagian yang diserang oleh para pengacau. Ang Houw lalu ikut mereka mengusir pengacau yang datang menyerbu.
Tan Hong kembali mengintai di dalam tenda Bu Sam Kwi. Ia melihat betapa perwira
muda itu enak-enak menghitung dan mengagumi permata yang diterimanya dari Ang
Houw, sama sekali tidak memperdulikan adanya serbuan pengacau malam itu! Tan
Hong lalu mengambil keputusan cepat. Ia cabut keluar pedang peraknya, lalu sekali ia menggerakkan tangan, tenda itu telah pecah dan robek hingga ia dapat melompat ke
dalam. Bu Sam Kwi terkejut sekali dan melompat berdiri memandang. Ketika melihat
Tan Hong masuk dengan pedang terhunus perwira inipun lalu mencabut pedangnya
dan membentak, "Tan enghiong! Apa maksudmu memasuki tendaku tanpa dipanggil
dan dengan cara sekasar ini?"
Tan Hong tersenyum. "Tidak apa-apa, hanya serahkanlah peti kecil dan surat dari Ang Houw tadi!"
"Kau hendak merampok?" bentak Bu Sam Kwi, akan tetapi dari mukanya yang pucat Tan Hong maklum bahwa tentu ada rahasia sesuatu dalam surat itu.
"Tidak, aku hanya hendak melihat surat tadi!"
Tiba-tiba tangan kiri Bu Sam Kwi menyambar sehelai surat yang tadi terletak di atas meja dan cepat ia menghampiri lilin hendak membakar surat itu. Akan tetapi sebuah tendangan dari Tan Hong membuat surat itu terlepas dan cepat sekali Tan Hong
berhasil menyambar surat itu. Dengan tangan kiri Tan Hong membaca surat yang
ternyata ditulis oleh Pangeran Liong Tek Ong dari kota raja!
"Bangsat, serahkan surat itu kepadaku," Bu Sam Kwi membentak sambil menusuk dengan pedangnya. Akan tetapi, tanpa melepaskan matanya dari surat yang dipegang
di tangan kiri, Tan Hong menggerakkan pedangnya menangkis keras hingga pedang Bu
Sam Kwi hampir terlepas dari pegangan! Sementara itu, ketika membaca surat
tersebut, makin lama wajah Tan Hong makin merah dan sepasang matanya
memancarkan sinar kilat. Setelah selesai, pada saat ia melipat surat itu dan
memasukkannya ke dalam saku bajunya, kembali Bu Sam Kwi menyerang. Kini Tan
Hong tidak memberi kesempatan kepadanya, dan terus memaki, "Bangsat
pengkhianat!"
Pemuda ini lalu menangkis sekerasnya hingga pedang perwira itu terlempar menancap tenda dan sebelum ia dapat melarikan diri, pedang perak di tangan Tan Hong telah
menembusi punggungnya! Bu Sam Kwi roboh dan tewas. Tan Hong lalu menuju ke
tempat pertempuran untuk mencari Ang Houw, akan tetapi Ang Houw telah lari dari
situ, bahkan Ong Kai sendiri yang tadi melihat Ang Houw bertempur bersama-sama,
tidak tahu ke mana larinya kepala rampok itu. Ketika semua orang kembali setelah
berhasil memukul mundur para pengacau, mereka terkejut sekali melihat bahwa Bu
Sam Kwi telah mati di dalam tendanya dengan sebuah luka tikaman pedang yang
menembusi dadanya!
Ributlah keadaan di situ dan semua orang yang menduga-duga siapa yang berani
membunuh perwira ini. Oleh kareha Ang Houw yang baru datang tidak narnpak di situ, maka semua orang menduga bahwa tentu orang itulah yang membunuh Bu Sam Kwi.
Yang tahu akan duduknya hal itu sebenarnya hanyalah Tan Hong dan Ong Kai. Ketika
Tan Hong memperlihatkan surat yang dirampasnya dari tangan Bu Sam Kwi itu kepada
Ong Kai, pemuda muka hitam inipun merasa marah sekali.
"Sayang aku tidak tahu sebelumnya, kalau aku tahu, tentu aku akan menikam dada Ang Houw si pengkhianat tua itu!" katanya menyesal.
Hal adanya surat ini dirahasiakan benar oleh kedua anak muda itu, bahkah Biciu Ngo eng pun tidak mereka beritahu. Pada keesokan harinya, Tan Hong dan Ong Kai menuju ke Seelok dan menjumpai Lee Kun. Tan Hong mengusulkan agar supaya semua
enghiong dikerahkan untuk memukul para pengacau di tempat persembunyian mereka,
dan kemudian ia memperi hatkan surat rahasia yang dirampasnya.
Setelah membaca surat itu dan mengembalikannya kepada Tan Hong, wajah Lee Kun
menjadi pucat. "Pantas saja pengacau-pengacau ini sukar dikalahkan, rupanya mereka telah berhasil menyuap banyak pengkhianat, bahkan telah mengadakan kontak dengan
pangeran yang hendak memberontak di kota raja! Baiklah, sekarang kita kerahkan
tenaga untuk memukul mereka itu sebelum mereka sempat bersiap-siap!"
Lee Kun lalu mengirim kawan-kawan untuk memanggil enghiong yang disebar di
berbagai tempat dan pada hari itu juga, empat puluh orang lebih pendekar tinggi
berkumpul di SeeIok. Kemudian, setelah mengadakan perundingan, mereka
memutuskan bahwa besok pagi-pagi mereka akan menyerbu dan naik ke bukit sebelah
luar tapal batas untuk mencari dan mengusir barisan Tartar. Oleh karena komandan
daerah itu telah tewas dan kini kedudukannya masih kosong, maka tidak ada orang dari tentara kerajaan yang berani menghalangi maksud para enghiong ini, bahkan di antara para perwira bawahan banyak yang mengatakan hendak membantu hingga kepergian
para enghiong itu di kuti oleh ratusan orang tentara kerajaan!
Operasi pembersihan yang di akukan oleh Lee Kun dan kawan-kawannya berhasli baik.
Tempat persembunyian pertama telah dapat dihancurkan dan para pengacau banyak
yang ditewaskan, selebihnya melarikan diri, terus dikejar oleh Lee Kun dan kawan-
kawannya. Akan tetapi pada hari ke dua, dari atas puncak bukit turunlah barisan pengacau yang besar jumlahnya dan barisan ini dikepalai oleh belasan perwira bangsa Tartar yang berpakaian indah dan garang sekali nampaknya. Dan yang mengherankan para
enghiong ialah bahwa di antara belasan perwira Tartar ini kelihatan pula dua orang hwesio gemuk bangsa Han (Tionghoa) yang memegang senjata toya panjang yang
berat! Pertempuran hebat terjadi tanpa banyak tanya jawab lagi, dan para perwira bangsa
Tartar itu benar-benar tangguh dan hebat ilmu silatnya terutarna kedua orang hweisio yang bernama Kang Sian Hosiang dain Kang Ban Hosiang itu benar-benar berilmu tinggi sekali hingga Lee Kun, Tan Hong dan Ong Kai yang mengeroyok mereka ini terdesak
hebat dan tak sanggup melawan karena ilmu silat kedua orang kepala gundul yang
membela pengacau itu benar-benar berada setingkat lebih tinggi daripada kepandaian mereka. Kali ini oleh karena pihak pengacau lebih besar jumlahnya dan mempunyai
banyak orang pandai, maka pihak para ksatria itu terpukul hebat dan banyak diantara tentara dan enghiong gugur dalam pertempuran itu. Akan tetapi, oleh karena orangorang itu memang pantang mundur, mereka masih tetap mengadakan perlawanan yang
menimbulkan kerugian bukan sedikit di pihak pengacau. Tan Hong yang tak pernah
menjauhi Ong Kai, mengamuk hebat bersama si muka hitam itu dan mereka berdua kini menahan serangan Kang Sian Hosiang dengan mati-matian! Biarpun telah dikeroyok
dua oleh kedua pemuda itu, namun Kang Sian Hosiang masih dapat mendesak dengan
toyanya yang diputar bagaikan mengamuknya seekor naga hitam yang ganas dan liar.
Sementara itu dengan bantuan dua orang dari kelima Biciu Ngoeng, Lee Kun
mengeroyok Kang Ban Hosiang, tapi ketiga orang pendekar inipun terdesak hebat oleh toya Kang Ban Hosiang! Sungguh keadaan para patriot itu terancam bahaya maut pada saat itu dan agaknya tak lama lagi mereka akan tersapu bersih semua!
Akan tetapi, pada saat itu, dari bawah bukit mendatangi belasan orang di bawah
pimpinan Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki. Di antara belasan orang ini nampak juga Siok Lan yang berlari dengan gagah sekali. Oleh karena rata-rata belasan orang ini
berkepandaian tinggi maka mereka dapat maju cepat sekali mendaki bukit menuju ke
arah suara teriakan-teriakan pertempuran yang sedang berlangsung.
Datangnya bala bantuan ini mendatangkan semangat baru bagi para enghiong yang
sudah amat terdesak dan ketika belasan orang pembantu ini menyerbu, para pengacau terdesak mundur dan banyak yang roboh bergelimpangan di bawah amukan para
enghiong itu. Siok Lan juga mengamuk dan matanya mencari-cari Tan Hong dan Ong
Kai. Alangkah terkejutnya dan khawatirnya ketika ia melihat betapa kedua pemuda itu terdesak hebat sekali oleh seorang hwesio gemuk yang memainkan toyanya dengan
hebat sekali.
Maling Budiman Berpedang Perak Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Akan tetapi, pada saat itu Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki juga telah melihat bahwa pimpinan rombongan pengacau yang paling tinggi kepandaiannya ialah kedua orang hwesio itu, maka kedua orang pendekar tua ini lalu melayang maju dan menggantikan Tan Hong
dan yang lain-lain menghadapi kedua orang hwesio bersenjata toya itu. Tan Hong, Ong Kai, Lee Kun dan yang lain-lain lalu melayani perwira-perwira Tartar lain yang segera terpukul mundur dan banyak yang tewas.
Gin Cin Tojin menghadapi Kang Sian Hosiang dan menangkis serangan toya, dengan
kebutan ujung lengan bajunya sambil berkata, "Sahabat, bukankah kau juga orang Han, mengapa kau membela penjahat-penjahat yang merusak negara dan menggangu
bangsa" Apakah kau tidak memiliki jiwa ksatria sedikit juga?"
Akan tetapi Kang Sian Hosiang membentak marah, "Tosu siluman jangan banyak cakap.
Rasakan pukuian toyaku yang akan menghancurkan kepalamu!" Dan ia terus maju
dengan hebat sekali, akan tetapi dengan tenang Cin Cin Tojin dapat menghadapinya
dan balas menyerang tak kalah hebatnya.
Lo Cin Ki melawan Kang Ban Hosiang dan mereka berdua juga bertempur dengan sama
kuatnya. Pendekar tua Garuda Sakti itu memutar-mutar pedangnya dan memainkan
ilmu pedang Boksan Kiamhoat yang asli hingga tubuhnya lenyap dalam sinar pedang
hingga Kang Ban Hosiang merasa terkejut sekali.
Sementara itu, perlahan-lahan pihak pengacau telah berkurang kekuatannya, bahkan
telah banyak yang melarikan diri mundur ke belakang gunung, dikejar-kejar oleh
barisan kerajaan. Akhirnya yang bertempur di situ, hanyalah kedua hwesio melawan
kedua jago tua dan para pendekar yang lain hanya menonton saja, karena mereka
merasa bahwa kepandaian mereka terlampau rendah untuk ikut mengeroyok.
Tiba-tiba terdengar pekik kesakitan ketika Cin Cin Tojin berhasli menotok dada kiri lawannya dengan ujung lengan bajunya. Toya Kang Sian Hosiang terlepas dan tubuh
hwesio gemuk itu terhuyung mundur sedangkan wajahnya pucat sekali. Hwesio yang
telah kena pukulan penuh tenaga iweekang ini mendapat luka hebat di dalam dadanya dan tanpa memperdulikan saudaranya, ia lalu melarikan diri! Cin Cin Tojin menghela napas dan merasa menyesal bahwa ia terpaksa harus melukai orang.
Ketika melihat betapa kakaknya dapat dikalahkan, Kang Ban Hosiang menjadi khawatir dan bingung hingga gerakan toyanya menjadi lambat. Kesempatan ini digunakan oleh
Lo Cin Ki untuk mendesak dengan pedangnya dan akhirnya ia berhasil membacok paha
lawannya hingga Kang Ban Hosiang roboh mandi darah. Sebelum orang lain dapat
mencegahnya, hwesio yang telah putus harapan dan malu kalau sampai tertawan
sebagai pengkhianat bangsa, lalu menggerakkan toyanya sendiri memukul kepala,
hingga kepalanya yang gundul itu pecah dan jiwanya melayang!
Tan Hong memandang kepada Siok Lan dengan girang dan wajahnya berseri. Juga para
pendekar merasa gembira mendapat bantuan yang tak diduga-duga ini, karena tadinya mereka telah merasa bahwa akhirnya mereka semua akan gugur. Mereka menyambut
kedua pendekar tua itu dengan muka gembira dan mengucapkan terima kasih serta
menyatakan kekaguman mereka.
Akan tetapi pada saat itu dari atas gunung datang pula serombongan perwira dan di depan sekali nampak seorang pendeta Lama yang berkepala gundul lari bagaikan
terbang cepatnya. Ketika pendeta Lama ini berada di depan para patriot, mereka
melihat bahwa Lama ini bertubuh tinggi sekali dan bermata biru, sedangkan jubahnya yang lebar itu berwarna kuning. Pendeta Lama ini memegang sebuah tongkat panjang
yang ujungnya dipasangi kaitan besi yang berkilau karena tajamnya. Lama ini berdiri sambil bertolak pinggang dan menantang, "Hai, orang-orang Han. Majukan jago-jagomu untuk melawanku kalau memang kalian orang-orang ksatria!"
Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki maju berbareng dan menjura, "Tidak tahu siapakah losuhu yang mulia?"
Lama memandang dengan tajam kepada dua orang pendekar tua ini, lalu ia tertawa,
"Ha, ha, ha, pantas saja kawan-kawanku lari kocar kacir! Rupanya ada kalian dua tua bangka! Ayoh, kalian maju dan menerima kematian dari tangan Pek Lek Hoatsu!"
Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki terkejut mendengar nama ini dan mereka maklum bahwa
mereka berhadapan dengan seorang pendeta berilmu tinggi. Akan tetapi oleh karena
pada saat itu mereka merupakan wakil dari rakyat yang mengusir kaum pengacau
sedangkan pendeta Lama itu adalah pelindung para pengacau sendiri, mereka tidak
merasa takut-takut. Lo Cin Ki lalu menggunakan pedangnya menyerang, akan tetapi
ketika Pek Lek Hoatsu menangkis dengan toyanya yang panjang. Lo Cin Ki berseru kaget dan melompat mundur dan ketika ia melihat telapak tangannya yang terasa perih,
ternyata bahwa telapak tangannya telah lecet dan mengeluarkan darah! Alangkah
hebat ilmu Iweekang pendeta Lama itu! "
Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki maklum bahwa mereka berdua bukan lawan pendeta Lama
itu, akan tetapi mereka tidak mau memperlihatkan kelemahan, maka segera mereka
maju berbareng.
"Ha, ha, ha! Bukankah kalian ini dua orang tua bangka dari Boksanpai" Ketahuilah, ketika dulu guru kalian melawanku, dia masih belum dapat mengalahkan aku, apalagi kalian ini yang hanya berkepandaian rendah." Akan tetapi kedua pendekar tua itu tidak memperdulikan ocehannya dan terus menyerang dengan hebat. Namun, begitu Pek Lek
Hoatsu memutar senjatanya yang mengeluarkan cahaya berkilauan, keduanya terpaksa
bertempur sambil mundur! Permainan tongkat Pek Lek Hoatsu benar-benar luar biasa
dan tenaganyapun besar sekali.
Pada saat itu, entah dari mana datangnya, tahu-tahu di situ telah berdiri dua orang kakek yang aneh dan ketika Tan Hong dan Ong Kai memandang, mereka merasa girang
sekali oleh karena segera mengenali bahwa mereka ini adalah Raja Pengemis Lui Song dan Kim Liong Hoatsu si kakek rambut putih!
Pada saat itu si Raja Pengemis menggunakan jari telunjuknya menuding kearah Kim
Liong Hoatsu sambil tertawa berkakakan, "Eh, eh, lagi-lagi kau datang juga hendak membawa pahala! Agaknya dalam segala hal, kecuali dalam permainan catur, kau tidak mau kalah dariku, kakek ubanan!"
Juga Kim Liong Hoatsu tertawa. "Jembel tua! Jangan banyak bicara, perlihatkan kepandaianmu!"
Si Raja Pengemis lalu melangkah maju ke arah mereka yang sedang bertempur dan
berseru keras kepada kedua jago tua yang mengeroyok pendeta Lama itu, "Kalian orang-orang Bok san pai mundurlah!"
Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki yang telah amat terdesak itu segera melompat ke belakang dan ketika Pek Lek Hoatsu melihat siapa orangnya yang menghadang di depannya,
wajahnya berubah pucat. Akan tetapi ia membesarkan suaranya untuk menutupi rasa
takutnya ketika ia berkata, "Ah! Si Raja Pengemis juga datang ke sini, apakah kau hendak mengemis?"
Lui Song si Raja Pengemis itu tertawa geli. "Benar, aku hendak mengemis, akan tetapi yang kuminta adalah jiwamu yang kotor!"
Tanpa berkata-kata lagi Pek Lek Hoatsu lalu mengayun tongkatnya menghantam kepala Raja Pengemis itu yang segera mengelak dengan mudah dan cepat. Sambil mengelak,
jembel tua itu memaki-maki dan memperolok-olok, hingga Pek Lek Hoatsu menjadi
makin marah dan gemas. Serangannya makin cepat dan bertubi-tubi hingga tongkat di tangannya seakan-akan berubah menjadi puluhan bahyaknya yang kesemuanya
menyambar sambil membawa maut! Akan tetapi, Raja Pengemis itu benar-benar lihai.
Tubuhnya berkelebat ke sana ke mari di antara sambaran tongkat dan jangankan
tubuhnya terkena toya, bahkan ujung bajunya saja tak pernah kena sambaran senjata itu! Semua orang yang menonton menjadi pening melihat demonstrasi kepandaian
yang tinggi ini, bahkan Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki memandang dengan penuh perhatian dan kagum. Kepandaian Pek Lek Hoatsu agaknya setingkat dengan kepandaian
mendiang guru mereka yang menciptakan Boksan Kiamhwat, akan tetapi kepandaian
kakek jembel ini lebih hebat lagi!
Tiba-tiba terdengar Kim Liong Hoatsu mencela, "Eh, jembel tua, apakah kau mau borong sendiri saja?"
Si Raja Pengemis tertawa geli dan ketika ia berseru, "Ini, kau kuberi bagian." Tiba-tiba sekali renggut saja ia berhasil membuat tongkat Pek Lek Hoatsu terlempar ke arah Kim Liong Hoatsu dengan luncuran cepat sekali. Kim Liong Hoatsu menggunakan jari
tangannya menyabet ke arah batang tongkat yang menyambar dan "krak!" tongkat panjang itu patah menjadi dua!
Lagi-lagi si Raja Pengemis tertawa dan berkata, "Mari, kau kuberi giliran!" dan tahu-tahu ia telah berhasil menangkap kaki Pek Lek Hoatsu yang langsung dilemparkan ke arah Kim Liong Hoatsu dengan keras!
Kim Liong Hoatsu mengulurkan tangannya dan sebelum Pek Lek Hoatsu dapat
mengelak, kakek ubanan ini telah dapat menangkap lehernya dan cepat melemparkan
tubuh itu kembali ke arah si Raja Pengemis dibarengi bentakan, "Untuk apa benda kotor ini" Terimalah kembali!"
Ketika tubuh Pek Lek Hoatsu masih melayang di udara menuju kepada Raja Pengemis,
kakek ini lalu, menggunakan tangan kanannya untuk mendorong ke udara, dah aneh!
Sebelum tubuh Pek Lek Hoatsu sampai di tangannya, tubuh itu telah kena dorong oleh tenaga hebat yang keluar dari tangan kakek jembel itu dan terpental kembali ke arah si kakek ubanan! Inilah tenaga khikang yang sudah mencapai tingkat tinggi hingga tenaga dorongan yang keluar dari situ cukup hebat untuk mementalkan kembali tubuh Pek Lek Hoatsu yang begitu besar dan berat.
Kim Liong Hoatsu tidak mau mengalah. Iapun menggunakan khikang untuk mendorong
tubuh yang masih berada di atas itu hingga tubuh Pek Lek Hoatsu yang sial dan bernasib malang itu seakan-akan menjadi sebuah bola yang dipermainkan ke sana ke mari oleh kedua orang kakek tadi! Dan ketika keduanya mengakhiri permainan ini, ternyata tubuh Pek Lek Hoatsu telah tak bernyawa lagi!
"Nah, nah, kau telah membunuhnya!" kata Lui Song si Raja Pengemis kepada Kim Liong Hoatsu.
"Bukan aku, kaulah yang membunuhnya!" jawab kakek ubanan itu.
"Tidak, aku tidak membunuhnya, kaulah yang melakukannya!" jawab Raja Pengemis pula.
"Bukan, kau!"
"Kau!"
"Biarlah kita putuskan hal ini di atas papan catur nanti!" kata Kim Liong Hoatsu akhirnya.
"Baik!" Si Raja Pengemis menerima tantangan ini.
Setelah bersitegang yang akhirnya diputuskan untuk mengambil kemenangan di atas
papan catur, kedua orang kakek itu menggerakkan tubuh dan lenyap dari situ, dan tak seorangpun tahu ke mana perginya, seperti juga tak seorangpun melihat dari mana tadi mereka muncul!
Semua perwira pengacau telah melarikan diri ketika Pek Lek Hoatsu masih dipakai main bola tadi, dan kini keadaan di situ sunyi. Cin Cin Tojin menggeleng-gelengkan kepala dan menghela napas, "Dewasa ini yang memiliki kepandaian setinggi kepandaian mereka, kurasa hanya dua orang itu saja."
Tan Hong dan Ong Kai merasa agak kecewa mengapa kedua orang kakek yang telah
mereka kenal itu sama sekali tidak memperdulikan mereka! Semua orang tiada
habisnya memuji dan mengagumi kedua kakek luar biasa yang berilmu tinggi itu.
Setelah banyak perwira para pengacau kena ditewaskan, apalagi setelah Pek Lek Hoatsu yang menjadi orang kuat pengacau Tartar itu tewas pula, maka gerombolan Tartar itu mengundurkan diri dan tidak berani mengganggu daerah perbatasan lagi sebelum
tenaga mereka pulih kembali. Para enghiong pun lalu kembali ke tempat masing-
masing, melakukan pekerjaan mereka seperti biasa. Tidak sedikitpun tanda jasa atau terima kasih yang mereka terima dari kaisar, bahkan di dalam laporan-laporan nama mereka tak pernah disebut-sebut!
Rumah Lo Cin Ki terhias indah dan suasana gembira sekali. Banyak sekali tamu-tamu dari seluruh daerah memeriakan datang menghadiri pesta perayaan yang diadakan oleh jago tua si Garuda Sakti itu untuk merayakan perkawinan anaknya dan muridnya, yakni Siok Lan dan Tan Hong, sedangkan Ong Kai menikah dengan Lai Hwa Eng.
Pada malam harinya, masih banyak tamu yang datang berkunjung dan pihak tuan
rumah menyambut para tamu dengan ramah tamah dan suasana makin gembira
setelah para tamu diberi hidangan arak wangi dan masakan lezat.
Pada saat orang-orang bergembira ria, tiba-tiba dari luar muncul seorang tosu berbaju putih rambut dan jenggotnya yang putih berkilau itu mendatangkan sikap menghormat daripada sekalian yang hadir.
Lo Cin Ki dan Cin Cin Tojin yang juga hadir di situ, segera maju menyambut dengan menjura dalam sekali, oleh karena dengan kaget dan heran kedua jago tua ini mengenal kakek ini yang tak lain ialah Kim Liong Hoatsu, kakek iuar biasa yang dulu pernah muncul di puncak pegunungan di tapal batas sebelah barat dan yang bersama si Raja Pengemis telah menewaskan Pek Lek Hoatsu! Di belakang Kim Liong Hoatsu kelihatan
seorang tua lain yang berjalan di belakang tosu itu dengan sikap takut-takut dan orang tua ini adalah Ang Houw, bekas kepala rampok!
Melihat Ang Houw, Tan Hong dan Ong Kai terkejut, dan Ong Kai segera menyambut
tosu itu sambil berlutut dan memanggi , "Suhu."
Kim Liong Hoatsu agaknya terkejut mendengar sebutan ini, akan tetapi ketika
memandang muka Ong Kai yang hitam, ia teringat bahwa pemuda ini adalah ahli main
catur yang dulu pernah memberi petunjuk padanya. Ia tersenyum dan berkata,
"Bangunlah kau muka hitam. Dan di mana adanya Tan Hong yang berjuluk Gin-kiam Gi-to" Panggil ia keluar, pinto hendak bertemu dengannya!" Tosu ini hanya membalas penghormatan Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki dengan anggukan kepala sederhana saja.
Tan Hong yang mendengar bahwa tosu itu mencari dia, segera maju dan berlutut pula,
"Locianpwe, teecu Tan Hong berada di sini."
Kim Liong Hoatsu segera memandang dan ia tercengang ketika melihat bahwa si Maling Budiman adalah pemuda yang dulu membantu Raja Pengemis dalam permainan catur.
"Eh, eh, jadi kaukah Gin kiam Gito yang telah berlaku sewenang-wenang itu" Bangunlah berdiri, pinto hendak bicara sedikit!"
Tan Hong bangun berdiri di depan tosu itu dengan menundukkan kepala sebagai
penghormatan. "Gin kiam Gito, benarkah bahwa kau telah berlaku sewenang-wenang, mengkhianati kaum liok-lim dan melukai cucu muridku si Ang Houw ini" Jawablah yang betul, karena aku sangat benci kepada semua kebohongan!"
Tan Hong terkejut dan maklum bahwa ini tentu gara-gara Ang Houw yang tak
disangkanya masih cucu murid tosu luar biasa ini sendiri dan ia teringat bahwa dulu Ang Houw akan mengancam hendak melaporkannya kepada pangcu atau ketua dari
kalangan liok-lim, yakni Kim Liong Hoatsu! Akan tetapi, sedikitpun pemuda ini tidak memperlihatkan sikap takut-takut.
"Locianpwe, memang teecu pernah mengalahkan saudara Ang Houw ini dalam sebuah pertempuran. Ketika itu para piauwsu minta pertolongan kepada teecu bertiga dan
oleh karena teecu yang tadinya hendak mendamaikan urusan itu mendengar pula
bahwa anak buah saudara Ang Houw ini mengganggu rakyat jelata, maka teecu
berusaha memperingatkannya, akan tetapi hal ini ditolak oleh saudara Ang Houw
sehingga kami lalu bertempur. Inilah hal yang sebenarnya terjadi, locianpwe!"
"Kau pandai sekali memutarbalikkan duduknya perkara!" Tiba-tiba Ang Houw membentak dengan galaknya. "Aku bersumpah tak pernah mengganggu rakyat dusun!"
"Tak perlu kita ribut mulut saudara Ang Houw, biarlah locianpwe yang memutuskan.
Aku percaya penuh akan kebijaksanaannya." jawab Tan Hong dengan suara tenang.
Sementara itu, semua tamu dan juga Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki, tidak berani
mencampuri urusan ini, karena mereka takut kepada kakek yang luar biasa ini.
"Hm, hm, anak muda. Agaknya karena telah memiliki sedikit kepandaian dan
mempunyai julukan yang dianggap orang budiman, kau lalu menjadi sombong dan
hendak memperlihatkan kepandaianmu di kalangan liok-lim, begitukah?" Suara Kim Liong Hoatsu terdengar mengandung teguran dan ancaman yang menakutkan.
Tiba-tiba Ong Kai maju berlutut, "Suhu, hal ini sama sekali keliru! Tansuheng ini benar-benar pembela keadilan dan perikebajikan dan teecu yang pada waktu itu juga ikut
bertempur melawan kawan-kawan Ong taiong ini, berani bersumpah sebagai saksi
bahwa Tan suheng sama sekali tidak mengandung maksud untuk menyombong. Semua
kesalahan datang dari pihak Ong taiong ini!"
Kata-kata ini diucapkan oleh Ong Kai dengan lantang dan berani dan Kim Liong Hoatsu menganggukkan kepala, "Hm, kau memiliki pribudi dan secara setia kawan, muka hitam, akan tetapi kau masih terlalu muda untuk dapat mengetahui isi hati seseorang!"
Pada saat yang menegangkan itu, tiba-tiba terdengar suara, "Eh, eh, kakek ubanan, kalau menjadi hakim harus yang adil!"
Belum habis gema suara ini, tahu-tahu orangnya telah nampak di hadapan Kim Liong
Hoatsu. Orang ini tak lain adalah Lui Song si Raja Pengemis!
Kim Liong Hoatsu tersenyum dingin ketika ia berkata, "Hah! Jembel tua. Lagi-lagi kau datang menggangguku, akan tetapi kali ini aku minta kepadamu dengan baik supaya
kau ke pinggir dan jangan mencampuri urusan orang!"
Lui Song maklum bahwa kali ini tosu itu benar-benar marah dan mungkin kalau ia
berkeras akan terjadi hal yang tak menyenangkan, akan tetapi ia harus berdiri di pihak yang benar.
"Kim Liong Hoatsu! Kau terkenal sebagai Pangcu dari golongan liok-lim, mengapa kau tidak tahu akan sepak terjang Gin-kiam Gi-to" Aha! Oleh karena orang she Ang yang berwajah pucat ketakutan ini menjadi cucu muridmu, kau telah menjadi berat sebelah!"
"Lui Song! Sekali lagi kuminta kepadamu supaya minggir dan jangan ikut campur.
Tunggulah sampai aku memberi hukuman yang setimpal kepada yang bersalah, baru
nanti aku akan melayanimu bermain catur lagi!"
"Ha, ha, kakek ubanan! Kalau sekali kau turun tangan, apakah ada obatnya lagi" Kalau kau turunkan tangan yang betul, itu tidak apa dan aku pengemis jembel tidak
berkeberatan, akan tetapi kalau kau sampai salah tangan, tidak saja aku yang ikut gemas, bahkan kau sendiri akan menyesal!"
"Jembel tua! Sekali lagi dan untuk penghabisan kali, minggirlah!" ucapan Kim Liong Hoatsu mengandung ancaman hebat
"Tidak, kalau pendirianmu masih seperti tadi!" jawab Lui Song dengan kata-kata yang sama kerasnya!
Suasana menjadi tegang dan sunyi. Tak seorangpun berani bergerak atau bernapas
keras-keras, bahkan Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki menjadi pucat. Kedua nona pengantin yang berada di dalam kamar tidak berani keluar oleh karena masih mengenakan
pakaian pengantin!
Tiba-tiba kesunyian itu dipecahkan oleh suara Ong Kai yang menubruk dan memeluk
kaki Kim Liong Hoatsu. "Suhu, suhu! Mohon bersabar dulu dan janganlah urusan kecil ini menjadi perkara besar! Agaknya suhu sendiri tidak pernah menyangka orang macam apakah Ang Houw ini! Dia adalah seoring pengkhianat yang telah bersekutu dengan
para pangacau Tartar!"
"Apa katamu?" Kim Liong Hoatsu menggerakkan kakinya dan tubuh Ong Kai terlempar jauh sampai bergulingan! Akan tetapi oleh karena kakek itu tidak menendang untuk
menyerang, hanya karena kaget dan gemas, maka Ong Kai tidak menderita luka dan
segera bangkit kembali. Ong Kai lalu menghampiri Tan Hong dan ketika melihat betapa pemuda ini berlutut dan tak bergerak, ia lalu merogoh saku baju Tan Hong dan
mengeluarkan sebuah kotak kecil.
Melihat kotak kecil ini, wajah Ang Houw menjadi pucat seperti mayat dan kedua
kakinya menggigil.
"Suhu, tak perlu teecu banyak bicara karena mungkin suhu takkan percaya. Silakan suhu membaca surat di dalam kotak ini dan suhu akan mengetahui semuanya. Bu Sam
Kwi si pengkhianat telah mampus dalam tangan Tansuheng dan bahkan peti inipun
dirampas oleh suheng .dari tangan Bu Sam Kwi yang menerimanya dari pengkhianat she Ang ini!"
"Sucouw, jangan percaya obrolannya!" Dengan suara gemetar Ang Houw berkata, akan tetapi sucouwnya melotot kepadanya hingga ia tidak berani berkutik lagi.
"Ha, ha, ha! Bagus, bagus! Anak-anak muda lebih berjasa daripada kita tua bangka yang tak tahu diri!" Si Raja Pengemis menyindir kepada Kim Liong Hoatsu. Sementara itu, si kakek ubanan telah membuka peti kecil itu dan mengeluarkan sepucuk surat. Ketika ia membaca isi surat, wajahnya yang merah itu menjadi pucat dan kedua tangannya
gemetar, tanda bahwa hatinya terpukul hebat. Surat itu berbunyi seperti berikut Bu Sam Kwi Ciangkun, Surat ini berikut barang-barang hadiah, kupercayakan kepada
seorang pembantuku yang setia bernama Ang Houw, dan apabila bukan dia yang
membawa dan mengantarkan padamu, kau bunuh saja pembawa itu!"
"Sebagaimana yang telah kita bicarakan dulu, aku telah bersiap sedia menerima
kedatangan kawan-kawan Tartar untuk merobohkan kedudukan kaisar."
"Harap kau suka membuka jalan agar memudahkan barisan Tartar menerobos tapal
batas dan bawalah Ang Houw ini untuk berunding. Aku sudah menyediakan tentara di
daerah Tiangan untuk menggabungkan diri dengan tentara Tartar."
"Sekian dan sedikit hadiah ini harap diterima dengan baik sebagai tanda penghargaanku atas bantuanmu. Hadiah besar menyusul kelak."
"Tertanda, Pangeran Liong Tek Ong."
Terlepaslah kotak berisi permata dan surat itu dari tangan Kim Liong Hoatsu setelah ia membaca habis isi surat itu. Ang Houw cepat membungkuk untuk menyambar surat itu, akan tetapi tiba-tiba kaki kiri Kim Liong Hoatsu bergerak menendang dan tubuh Ang Houw terpental jauh sekali sampai menghantam dinding dan tubuhnya roboh dengan
kepala pecah! Demikian hebat kemarahan dan tendangan Kim Liong Hoatsu ini hingga
semua orang menjadi terkejut dan ngeri, "Nah, nah, kau mengumbar nafsumu lagi!"
kata Raja Pengemis.
"Bangsat pengkhianat, bagiannya ialah mati seribu kali dalam sehari!" kata Kim Liong Hoatsu dengan marah sekali, kemudian ia menoleh kepada Tan Hong dan bertanya
dengan suara keras, "Eh, Maling Budiman, mengapa tidak dari tadi kau keluarkan bukti-bukti keji ini agar aku tidak sampai salah duga kepadamu?"
Dengan suara tenang dan penuh hormat, Tan Hong berkata, "Maaf, locianpwe, oleh karena locianpwe sedang mengadili sesuatu perkara yang timbul antara teecu dan
saudara Ang itu dan yang berlainan sifatnya dengan yang tersebut dalam surat, maka teecu tidak berani mencampuri dengan bukti-bukti lain."
Jawaban ini membuat muka Kim Liong Hoatsu menjadi merah kembali, tanda bahwa
marahnya telah lenyap, akan tetapi kini merahnya lebih hebat dari biasanya, tanda bahwa ia merasa malu kepada diri sendiri. Ia memandang kepada Raja Pengemis dan
berkata, "Eh, jembel tua. Aku yang pikun memang telah salah ayoh lekas kau
persalahkan aku!"
Si Raja Pengemis tertawa, "Orang yang lekas marah akan tetapi lekas pula menyadari kesalahannya adalah orang bijaksana!" Kemudian kakek jembel ini menjura kepada tuan rumah dan berkata, "Garuda Sakti harap kau maafkan kami dua orang tua bangka yang tak tahu diri dan mengganggu pestamu"
Lo Cin Ki cepat menghampiri dengan muka tersenyum. "Tidak apa, kedatangan jiwi sungguh merupakan kehormatan luar biasa bagi kami sekeluarga. Silakan duduk dan
minum arak pengantin. Ingat, arak pengantin mendatangkan rejeki baik, bukan?" Kedua kakek itu saling pandang dan ruang itu lalu penuh suara ketawa Raja Pengemis dan Kitin Liong Hoatsu.
Tan Hong dan Ong Kai cepat memerintahkan orang supaya menyingkirkan jenazah Ang
Houw dan menyuruh supaya mayat itu dirawat sebagaimana mestinya. Kemudian
keduanya melayani guru mereka dengan penuh penghormatan.
"Eh, muka hitam, ayoh kauambil papan catur dan lawanlah aku. Jangan kau hanya bisa memberi petunjuk kepada Kim Liong Hoatsu seperti dulu!" Raja Pengemis menantang, sebaliknya kakek ubananpun menantang main catur kepada Tan Hong!
Demikianlah, kedua kakek luar biasa itu segera tekun menghadapi papar catur. Lui Song si Raja Pengemis melawan Ong Kai dan Kim Liong Hoatsu melawan Tan Hong sampai
semua tamu bubar kedua kakek ini masih berjuang mati-matian melawan kedua
pengantin laki-laki! Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki hanya saling pandang tersenyum dan mengangkat pundak!
Ternyata kedua pemuda itu masih unggul dalam permainan catur hingga perlahan tapi tentu, mereka mendesak biji-biji catur kedua kakek itu hingga keduanya sampai
mengeluarkan peluh karena terlalu memutar otak!
Tiba-tiba Raja Pengemis yang cerdik dan tidak mau dikalahkan itu, mendapat akal dan berkata, "Eh, tua bangka ubanan, kita ini benar-benar tak tahu diril Dari tadi telinga kiriku berkejutan tanda bahwa ada orang yang marah-marah dan memaki-makiku! Ah
tak salah lagi, tentu pengantin perempuan yang memaki-makiku oleh karena aku
menahan suaminya terus-terusan! Ah, sudahlah, aku tidak berani menanti lebih lama, khawatir kalau-kalau pengantin wanita keluar dan mengamuk!" Kakek ini lalu berdiri sambil tertawa.
Kim Liong Hoatsu yang juga telah terdesak dalam permainan itu tertawa pula. "Tua bangka jembel, semenjak tadi telingaku juga berbunyi saja, tentu calon isteri Maling Budiman ini juga memaki-maki dan marah padaku. Maaf, maaf!"
Kedua kakek itu lalu berdiri dan sekali melambaikan tangan, keduanya keluar dan
lenyap di dalam gelap.
Tan Hong dan Ong Kai saling pandang dengan tersenyum, dan ketika mereka menengok
ke arah meja di mana kotak tadi berada, benda itu telah lenyap dibawa oleh kedua
kakek tadi! Kedua pengantin pria ini lalu masuk ke kamar masing-masing di mana calon isteri
mereka telah menanti dengan hati penuh kekhawatiran.
Dan pada beberapa hari di kota raja terjadi kegemparan oleh karena Pangeran Liong Tek Ong kedapatan mati tertusuk pedang dadanya dan di bawah pedang itu tertancap
surat pengkhianatan yang ditulis oleh pangeran itu sendiri! Siapa yang melakukan hal ini, tak seorangpun tahu, sedangkan Tan Hong, Ong Kai dan keluarga mereka yang
mendengar akan hal ini, hanya menarik napas dan kagum atas sepak terjang dua orang kakek yang luar biasa itu.
TAMAT Pendekar Kidal 17 Elang Pemburu Karya Gu Long Lambang Naga Panji Naga Sakti 10
Setelah mendapat pesan dari hartawan yang bernama Lai Kin Tek itu agar supaya ketiga orang muda itu besok pagi suka datang mampir, ketiga orang muda pendekar itu lalu melompat ke atas genteng di kuti pandangan kagum oleh pihak tuan rumah.
"Ah ... Ong-sute! Bagaimana kau ini" Mana pendapatanmu dan barang apakah yang
sudah kau ambil dari rumah hartawan Lai?" Tan Hong menggoda.
Ong Kai hanya tersenyum. "Aku tidak diberi kesempatan oleh mereka." Jawabnya.
"Ah ... ! Mana Ong-suheng tega mencuri barang-barang Lai-siocia yang cantik jelita itu!"
Siok Lan ikut menggoda.
Ong Kai tak dapat menjawab godaan ini dan hanya tertawa malu.
"Ha ..., ha ..., ha ... ! Kalau aku tidak salah lihat, sebaliknya bahkan Ong-sute yang kecurian!"
"Apa maksudmu?" tanya Ong Kai dengan heran, akan tetapi Tan Hong hanya tertawa
sambil melanjutkan perjalanannya menuju ke kampung untuk membagi-bagi hasil
curiannya dan hasil curian Siok Lan. Juga Siok Lan merasa tidak mengerti lalu bertanya,
"Hong-ko, apa maksudmu" Ong-suheng kecurian apa?"
"Ha, ha! Ong-sute memiliki apa yang pantas dan berharga untuk dicuri selain hatinya"
Ia telah kecurian hatinya dan pencurinya tidak lain tentu Lai-siocia!"
Siok Lan juga tertawa gelid an Ong Kai pura-pura marah. "Sudahlah! Kalau kalian tetap menggodaku, aku takkan ikut ke desa-desa. "
Siok Lan dan Tan Hong tetap tertawa dan demikianlah, malam hari itu mereka bekerja membagi-bagi uang pendapatan mencuri dengan tertawa-tawa dan dalam suasana
gembira. Pada keesokan harinya, mereka memenuhi permintaan Lai Kin Tek dan mengunjungi
rumah keluarga Lai yang kaya itu. Mereka disambut dengan gembira dan disuguhi
masakanmasakan lezat dan mahal. Berkali-kali tuan rumah menyatakan kekaguman dan
terima kasihnya dan Lai Hwa Eng sendiri bahkan turut menyambut tamu-tamunya
karena di situ terdapat Siok Lan. Kedua orang gadis ini cepat dapat bergaul dengan mesra bagaikan dua orang sahabat lama. Siok Lan suka kepada Hwa Eng yang selain
peramah, juga tidak malumalu dan pandai bercerita serta mempunyai pengertian ilmu surat yang membuatnya kagum. Sebaliknya, tiada habisnya Hwa Eng bertanya tentang
ilmu silat yang dikaguminya kepada pendekar wanita ini.
Pada suatu saat Hwa Eng disuruh ibunya mengajak Siok Lan ke dalam kamar. Ibu Hwa
Eng lalu menyuruh anaknya pergi meninggalkannya dengan Siok Lan berdua! Baik Siok Lan maupun Hwa Eng merasa heran sekali, melihat sikap orang tua ini. Setelah Hwa Eng meninggalkan kamar, nyonya Lai lalu berkata kepada Siok Lan, "Nona, harap kau tidak menganggap kami terlalu sembrono. Akan tetapi sayapun hanya mendapat perintah
dari suamiku, yakni dapatkah kau memberi keterangan berapa usia Ong-enghiong dan
apakah ia telah mempunyai tunangan?"
Siok Lan diam-diam merasa geli dan juga girang karena pertanyaan ini saja ia dapat menduga bahwa nyonya rumah ini ingin mengambil menantu Ong Kai si muka hitam
yang telah menolong puterinya! Untung ia mengetahui tentang diri Ong Kai yang
seperti kakaknya sendiri, maka ia lalu menuturkan segala hal ichwal pemuda itu,
bahkan menuturkan pula betapa tunangan pemuda itu telah terbunuh hingga mereka
bertiga sekarang melakukan perjalanan untuk mencari pembunuh dan membalas
dendam. Nyonya Lai makin tertarik dan merasa kasihan, maka ia lalu minta kepada Siok Lan untuk suka menjadi perantara dalam hal ini. Siok Lan menyanggupi dan hendak
menyampaikan hal ini kepada ayahnya yang menjadi guru dan wali pemuda yang telah
kehilangan kedua orang tuanya itu, dan hendak menyampaikan pula kepada orang yang berkepentingan sendiri. Ia menyatakan bahwa sekembali mereka bertiga dari
perantauan, hal ini akan segera diselesaikan. Tentu saja nyonya rumah menjadi girang sekali dan meyatakan terima kasihnya.
Ketika ketiga orang anak muda itu hendak minta pamit, keluarga Lai lalu menawarkan bantuan berupa uang untuk bekal mereka. Ong Kai mewakili kawan-kawannya
menjawab, "Tak usah, Lai-lopeh, kami bertiga tidak perlu uang bekal. Kalau lopeh suka mengorbankan sedikit uang untuk menderma kepada rakyat miskin yang menderita
korban banjir, itu sudah berarti sama dengan memberi sumbangan kepada kami."
Bukan main heran hati Lai Kin Tek mendengar ucapan ini dan ketika melihat wajah
ketiga orang pendekar muda ini kesemuanya tersenyum sebagai tanda bahwa ucapan
Ong Kai ini memang cocok dengan suara hati yang lain, ia menjadi kagum dan timbul ah perasaan hormatnya kepada ketiga orang itu. Bukan saja mereka ini masih muda dan
gagah perkasa, akan tetapi juga berhati mulia dan dermawan! Pikiran ini makin
mendorong keinginan hatinya untuk mengambil menantu Ong Kai!
*** Setelah melakukan perjalanan beberapa hari lagi, akhirnya ketiga orang pendekar muda itu tiba di kaki Gunung Pek-hoa-san yang tinggi dan penuh dengan hutan belukar dan liar. Bukit ini sukar sekali dinaiki karena tidak terdapat jalan maupun lorong menuju ke atas. Akan tetapi berkat ginkang mereka yang sempurna, Tan Hong, Ong Kai dan Siok Lan dapat juga mendaki ke atas.
Ketika mereka tiba di pinggir sebuah hutan liar, tiba-tiba ketiga orang muda ini terkejut dan heran melihat dua orang kakek duduk berhadapan di bawah sebatang pohon siong
besar. Ketika mereka mendekat ternyata kedua orang kakek itu sedang enak-enak
bermain catur! Keadaan kedua kakek ini aneh sekali. Yang seorang adalah seorang tua berusia
sedikitnya tujuh puluh tahun, bertubuh kurus tinggi dan rambutnya yang masih hitam itu beriap-riapan sampai ke pundak. Akan tetapi pakaiannya terbuat dari kain yang ditambaltambal hingga nampak aneh sekali, karena pakaian ini seperti terbuat dari bahan yang puluhan macam hingga berkembang-kembang aneh dan ramai! Kedua
kakinya telanjang hingga ia nampak seperti seorang pengemis jembel. Sambil
memperhatikan biji-biji catur, ia sering kali menggaruk-garuk rambut di kepalanya seakan-akan di atas kepalanya banyak terdapat kutu rambut yang gatal!
Juga kakek yang seorang lagi tak kalah aneh. Usianya juga sudah sangat tinggi, mungkin lebih dari tujuh puluh tahun. Rambut di kepalanya sudah putih berkilat bagaikan
benang-benang perak, akan tetapi mukanya yang penuh dan gemuk itu seperti muka
kanakkanak, begitu segar dan kemerah-merahan! Kepalanya bundar dan rambutnya
di kalkan ke atas, di kat dengan tali terbuat dari kulit pohon yang kasar. Tubuhnya gemuk pendek dan bajunya tebal sekali, berwarna biru dan sudah luntur. Sepasang
kakinya memakai sepatu yang bawahnya terbuat daripada besi dan kelihatan sangat
berat. Seperti lawannya bercatur, kakek ini menatap biji-biji catur dengan penuh
perhatian dan dengan kening dikerutkan seakan-akan ia menghadapi persoalan yang
amat rumit! Kedua orang kakek itu sama sekali tidak memperdulikan ketiga orang muda yang
datang mendekati mereka. Tan Hong dan kedua orang kawannya yang berpandangan
tajam dapat menduga bahwa kedua orang kakek ini tentu orang-orang berilmu tinggi
yang mengasingkan diri di situ.
Baik Tan Hong maupun Ong Kai, keduanya adalah penggemar permainan catur yang
pada masa itu sedang populer dan banyak digemari orang. Bahkan kedua pemuda ini
boleh disebut ahli-ahli yang pandai bermain catur. Pernah kedua orang muda itu di waktu senggang bermain catur di sebuah rumah penginapan dan keduanya mempunyai
kepandaian seimbang. Maka tak mengherankan apabila mereka kini lalu mendekati
kedua kakek itu untuk menonton pertandingan catur di tempat sunyi ini. Sebaliknya, Siok Lan yang tidak mengerti akan permainan ini, setelah memandang sebentar dengan tak mengerti, lalu menjadi bosan dan oleh karena semenjak pagi mereka belum makan hingga merasa lapar sekali, gadis ini lalu masuk ke dalam hutan untuk mencari buahbuahan yang dapat dimakan.
Tanpa disengaja dan secara otomatis, kedua orang pemuda itu lalu berdiri di belakang kedua kakek itu, Tan Hong berdiri di belakang kakek yang berbaju tambal-tambalan dan Ong Kai berdiri di belakang kakek yang berambut putih. Baru saja kedua orang kakek itu menggerakkan biji-biji catur mereka dua kali, maklumlah kedua anak muda ini bahwa kedua kakek itu adalah pemain-pemain catur yang baru saja dapat bermain dan
permainan mereka amat lemah sekali! Gerakan-gerakan yang mereka buat adalah
gerakan yang ngawur dan lemah, akan tetapi oleh karena kepandaian mereka yang
dangkal itu berimbang, maka pertandingan itupun berjalan lama dan ramai juga.
Agaknya oleh karena berada di pegunungan dan jarang melihat ahli-ahli catur di kota, kedua kakek ini tidak mendapat kemajuan dalam permainan mereka.
Pada saat itu tiba giliran kakek berambut putih yang harus menggerakkan biji caturnya.
Akan tetapi sampai lama ia tidak dapat mengambil keputusan harus menggerakkan
yang mana, oleh karena agaknya Raja biji caturnya terancam oleh Gajah lawan. Kakek ini menggigit jari telunjuknya dan memandang ke arah papan catur dengan bingung.
Melihat keraguan dan kebingungan kakek di depannya itu, Oang Kai menjadi tidak sabar dan tanpa disengaja ia berkata, "Gerakkan Kuda ke kiri menjaga serangan Gajah dari depan Raja!" Ong Kai sebetulnya tidak sengaja hendak menasehati kakek itu, akan
tetapi jalan pikirannya telah menggerakkan lidahnya hingga tanpa disengaja ia
mengeluarkan suara hatinya melalui mulut!
Untuk sesaat kedua kakek itu tak bergerak, juga tidak memandang kepada pemuda
yang berkata-kata tadi. Kemudian, kakek berambut putih itu berkata, "Ha, benar juga!
Gerakan bagus!" Ia menengok dan memandang kepada Ong Kai dengan kedua mata
berseri, lalu ia menggerakkan Kudanya menghadang di depan Rajanya hingga Gajah
lawannya tak dapat menyerang!
Sebaliknya, kakek yang seperti pengemis jembel itupun mengangkat kepala
memandang ke arah Ong Kai. Pemuda ini terkejut sekali dan dadanya berhenti berdetak untuk sesaat ketika melihat betapa dari kedua mata si jembel tua itu bersinar
pandangan tajam yang seakan-akan menembusi kepalanya! Kakek jembel ini menjadi
marah dan sikapnya tiada ubahnya seperti seorang anak kecil yang diganggu
permainannya hingga menjadi kalah!
Tan Hong juga melihat kemarahan kakek ini kepada Ong Kai, maka ia buru-buru
berkata, "Majukan Prajurit di kiri mengancam Kuda!"
Kini kakek jembel itu menatap kembali ke atas papan catur, dan tak lama kemudian ia tertawa terkekeh dengan girang, lalu mengangkat muka memandang Tan Hong dengan
girang dan menggerakkan biji caturnya menurut petunjuk Tan Hong! Tiba giliran kakek berambut putih itu yang menatap wajah Tan Hong dengan tajam dan marah hingga Tan
Hong menjadi tercengang dan kaget! Ia maklum bahwa nesehatnya kepada kakek
jembel tadi telah membuat kakek berambut putih itu marah sekali kepadanya!
Memang kakek berambut putih itu marah oleh karena ia tidak tahu bagaimana harus
menolong Kudanya yang kini terancam bahaya maut!
Ong Kai dan Tan Hong yang berdiri berhadapan di belakang kedua kakek itu saling
pandang dan dari sinar mata mereka yang berpandangan, mereka lalu membuat
persetujuan untuk melanjutkan bantuan masing-masing oleh karena sudah kepalang
tanggung dan agar jangan sampai kedua kakek itu menjadi marah kepada mereka!
Maka Ong Kai lalu cepat berkata, "Balas mengancam Gajah dengan majukan Prajurit
kanan ke depan!"
Setelah memperhatikan papan caturnya kakek berambut putih itu merasa bahwa
gerakan ini memang tepat untuk membalas ancaman lawan pada Kudanya, maka
sambil tertawa girang ia memajukan Prajurit menurut petunjuk Ong Kai!
Demikianlah, secara bergiliran Tan Hong dan Ong Kai memberi petunjuk hingga boleh dikata kedua anak muda itulah yang bermain catur, sedangkan kedua orang kakek itu hanya menjadi penggeraknya saja! Akan tetapi, gerakan-gerakan tepat yang
ditunjukkan oleh kedua anak muda itu membuat mereka benar-benar kagum dan
girang hingga keadaan yang tadinya sunyi kini berubah menjadi ramai karena suara
tertawa kedua kakek itu. Suara ketawa jembel tua itu seperti burung hantu, sedangkan suara kakek berambut putih itu berkakakan seperti suara ular besar mengakak!
Oleh karena kedua anak muda yang cerdik itu memang maklum bahwa kakek kakek
yang kalah pasti akan marah sekali kepada penasehat lawan sedangkan hal ini
berbahaya sekali oleh karena mereka maklum akan kehebatan kakek-kakek ini, maka
mereka sengaja bermain hati-hati sekali dan membuat permainan ini berakhir remis!
Setelah biji-biji catur kedua pihak habis dan tinggal seorang Raja saja kedua kakek itu tertawa senang. Si jembel berkata, "Ha, ha, kakek penuh uban! Kali ini kau tidak dapat mengalahkan aku!" Lalu ia tertawa terkekeh-kekeh lagi.
Sebaliknya, orang tua berambut putih itupun tertawa dan berkata, "Lo-kai (pengemis tua), kaupun tidak bisa mengalahkan aku!"
Pada saat itu, Siok Lan satang sambil membawa banyak sekali buah ang-co dan
buahbuah lain yang lezat nampaknya karena warnanya yang kuning kemerah-merahan
itu menandakan bahwa buah-buah itu matang di atas pohon! Gadis ini merasa heran
sekali mendengar suara kedua orang kakek itu tertawa girang, maka ia lalu
menghampiri tempat itu sambil membawa buah-buahnya.
"Bagus, bagus, perut kita memang sudah lapar sekali!" kata si jembel sambil
mengulurkan tangan dan mengambil beberapa tangkai buah dari tangan Siok Lan.
"Memang, sudah semenjak pagi tadi kita belum makan apa-apa! Permainan catur ini
biarpun menarik hati, akan tetapi membuat orang lupa waktu dan lupa makan!"
menjawab si rambut putih yang juga mengulurkan tangannya dan tahu-tahu iapun
sudah mengambil beberapa butir buah dari tangan Siok Lan!
Perbuatan kedua kakek ini sekaligus membuat ketiga anak muda itu melongo
keheranan! Harus diketahui bahwa gadis itu berdiri di tempat yang agak jauh hingga jangankan baru mengulurkan tangan, biarpun bangun berdiri dan menjangkau dengan
tubuh dibongkokkan kedepanpun orang belum dapat mengambil buah itu dari jarak
yang sedikitnya masih ada setombak itu. Akan tetapi, entah dengan cara bagaimana, kedua kakek itu tidak pindah dari tempat duduk, dan hanya mengulurkan tangan, dan buah-buah itu telah berada di tangan mereka!
Sambil makan buah, kedua kakek itu memandang kepada penasehat masing-masing.
"Kalian makanlah, bukankah perutmu lapar juga?" kata mereka hampir bersamaan.
"Aku mendengar cacing perutmu berteriak-teriak dan mengeluh-ngeluh ketika kau
berdiri di belakangku tadi!" kata si jembel kepada Tan Hong.
"Dan perut si muka hitam ini membikin sakit telingaku karena selalu berkeruyuk dengan bising!" kata si rambut putih kepada bekas lawannya sambil menunjuk Ong Kai.
Kedua anak muda itu saling pandang, lalu ikut tertawa dan menerima buah dari tangan Siok Lan. Sebaliknya, gadis itu telah mengisi perutnya di dalam hutan tadi hingga ia telah merasa kenyang dan tidak ikut makan.
Tiba-tiba si jembel berkata kepada Tan Hong, "Aku si jembel tua tidak biasa menerima kebaikan orang tanpa balas. Kau telah membelaku hingga aku tidak dikalahkan oleh si kakek uban ini, maka marilah kau ikut padaku sebentar untuk menerima upah."
Tan Hong menjawab, "Maaf locianpwe, Teecu tidak biasa menerima upah dari apa yang teecu lakukan. "
Tiba-tiba kakek jembel itu memandangnya dengan melotot, "Apa katamu" Aku tidak
biasa menerima bantahan, mengerti!" Dengan gerakan cepat sekali tangannya
meluncur ke depan dan sebelum Tan Hong dapat mengelak, tahu-tahu lengan kanannya
telah dipegang dengan erat sekali. Tan Hong mengerahkan lweekangnya, mencoba
meloloskan diri, akan tetapi makin ia kerahkan tenaga, makin eratlah pegangan tangan si jembel itu.
"Ha ..., ha ..., ha ... ! Tak kusangka kaupun telah memiliki kepandaian lumayan juga.
Mari kau ikut aku!" Tan Hong tahu-tahu merasa dirinya melayang dari atas tanah, oleh karena kakek jembel itu telah menarik tubuhnya dan dibawa lari ke dalam hutan!
Si kakek ubanan tertawa gelak hingga suara ketawanya yang keras itu memenuhi hutan dan bergema keras sekali.
"Ha ..., ha ..., ha ... ! Si jembel membuat aku merasa malu! Mari, mari, muka hitam, kaupun ikut aku sebentar untuk menerima hadlah atas petunjuk-petunjukmu tadi!"
Ong Kai memang berotak cerdik, maka ia dapat menangkap maksud kakek ini dan ia
mengikuti kakek itu masuk ke dalam hutan, biarpun ia telah mengerahkan ilmu
kepandaiannya berlari cepat, namun masih saja ia tertinggal jauh oleh kakek yang
hanya jalan biasa itu!
Melihat keadaan ini, Siok Lan yang tidak mengerti asal mula perkara yang membuat
kedua suhengnya seakan-akan menjadi pelepas budi, diam-diam merasa khawatir.
Terutama sekali ia merasa khawatir akan keselamatan Tan Hong, maka segera ia
mengangkat kaki dan mengejar ke arah Tan Hong dibawa lari oleh si jembel tadi!
Ketika ia sampai di tengah hutan, ia melihat betapa Tan Hong duduk berlutut di depan kakek jembel itu yang kini telah memegang pedang Gin-kiam kepunyaan Tan Hong.
Gadis ini terkejut hingga tak terasa pula ia mencabut pedangnya.
Tiba-tiba si jembel tua itu berpaling ke arahnya dan biarpun gadis itu mengintai dari balik pohon, agaknya si jembel telah melihatnya karena si jembel tua itu berkata keras-keras, "Eh ... ! Gadis! Kau mengejar kemari dengan pedang di tangan. Ha ..., Ha! Tentu kau cinta kepada pemuda ini dan hendak membelanya bukan?"
Tan Hong terkejut dan memandang. Ketika melihat bahwa Siok Lan telah berada di situ sambil memegang pedang, pemuda itu menjadi terkejut dan girang. Benarkah dugaan si jembel ini" Dan aneh sekali, ketika mendengar ucapan yang tepat mengenai jantungnya itu, Siok Lan lalu berlari pergi keluar dari hutan!
"Locianpwe, betulkah dugaan locianpwe tadi?" tanyanya penuh harap.
"Ha ... ,ha ..., ha ... ! Anak muda, kau hanya pandai main catur, akan tetapi tak pandai mengukur hati seorang gadis manis! Sudahlah, sekarang kauperhatikan gerakan-gerakanku. Aku hendak mengajarmu ilmu pedang Sin-hong-kiam-sut (Ilmu Pedang
Burung Hong Sakti) yang hanya delapan belas jurus banyaknya. Perhatikan baik-baik dan catat semua gerakannya di dalam otakmu yang pandai main catur itu!"
Setelah berkata demikian, kakek itu lalu menggerakkan pedang perak dengan gerakan perlahan dan lambat sekali hingga Tan Hong dapat mengikuti dan mengingat semua
gerakannya. Ia merasa bahwa gerakan-gerakan itu biasa saja dan sama sekali tak dapat melawan ilmu pedang Bok-san-kiam-sut yang telah dimilikinya. Setelah menghabiskan delapan belas jurus dengan gerakan lambat, si jembel lalu berkata, "Nah! Sekarang kau saksikanlah bagaimana harus memainkannya." Tiba-tiba saja tubuh si jembel itu
berkelebat dan sinar pedang lalu menutupi tubuhnya dengan gerakan cepat sekali
hingga mata Tan Hong menjadi kabur! Kakek jembel itu masih memainkan ilmu pedang
seperti tadi, akan tetapi kini ia menggunakan gerakan cepat dan ternyata bahwa ilmu pedang itu memang hebat!
Tan Hong menjadi girang sekali dan setelah kakek selesai bermain pedang, ia lalu
menerima kembali pedangnya dan meniru gerakan-gerakan kakek itu. Otaknya
memang cerdas dan mudah saja baginya untuk mengingat semua gerakan kakek jembel
tadi. "Bagus, bagus! Kau telah dapat memahaminya cepat sekali, pantas saja ilmu main
caturmu juga hebat. Nah, kau latihlah baik-baik karena delapan belas jurus ini saja sudah cukup untuk menumpas seluruh penjahat dan perampok yang merajalela di
daerah utara!"
Tan Hong lalu menjatuhkan diri berlutut, "Locianpwe, bolehkah teecu mengetahui
namamu yang mulia?"
"Di daerah utara aku disebut Pembasmi Perampok oleh karena aku memang benci
sekali kepada perampok-perampok jahat yang tidak kenal perikebajikan dan
perikemanusiaan. Sebenarnya aku adalah Lui Song yang dijuluki orang Raja Pengemis!"
Terkejutlah Tan Hong mendengar nama ini. Jadi inikah pendekar tua yang telah
mengamuk dan membasmi para perampok di utara hingga kedua saudara Ang dan
Ciauw Lek juga lari karena takut kepadanya. Pantas saja, karena ia memang luar biasa hebatnya! Pernah juga ia mendengar dari suhunya nama si Raja Pengemis yang dipuji-puji karena kehebatan ilmunya dan ia merasa beruntung bahwa kini dapat berjumpa
dengan orang tua ini, bahkan telah diberi pelajaran ilmu pedang! Ia lalu berlutut lagi dan menyatakan terima kasihnya.
"Dan kau bukankah Gin-kiam Gi-to si Maling Budiman?"
Tan Hong terkejut dan khawatir, karena bukankah kakek itu menyatakan paling benci kepada perampok" Akan tetapi oleh karena ia tidak merasa pernah melakukan
kejahatan yang melanggar perikemanusiaan, ia tidak takut.
"Locianpwe sungguh berpemandangan tajam, teecu memang benar Tan Hong yang
disebut orang Maling Budiman," jawabnya.
"Ha ... ,ha ..., ha ... ! Sungguh lucu! Di utara aku membasmi kawanan perampok dan maling, sebaliknya di sini aku menerima murid secara tidak langsung yang pekerjaannya juga menjadi maling! Ha, ha, ha! Tapi aku telah mendengar tentang pekerjaanmu yang mulia itu. Kalau tidak, tentu kau takkan dapat bertemu dengan aku dalam keadaan
selamat!" Raja Pengemis itu lalu mengajak Tan Hong kembali ketempat mereka bermain catur
tadi. Tan Hong melihat bahwa Ong Kai dan Siok Lan telah menanti di situ lagi, akan tetapi kakek berambut putih tadi tidak berada di situ lagi. Melihat wajah Ong Kai yang berseri-seri, tiba-tiba Raja Pengemis tertawa dan berkata kepada si muka hitam, "Ha, ha, muka hitam! Apakah untuk petunjuk-petunjukmu yang telah kau berikan kepada
Kim Liong Hoatsu, kau telah diberi hadiah?"
Ong Kai yang maklum bahwa kakek jembel itu bukan orang sembarangan, lalu
menjawab sambil memberi hormat, "Teecu telah menerima sedikit petunjuk dari orang tua itu. "
"Ha ..., ha ..., ha ..., bagus! Sekarang tak perlu kalian takuti lagi kedua hwesio tersesat.
Naiklah ke sebelah kiri gunung ini, dan di lereng sebelah belakang akan kalian dapatkan musuh-musuh yang kalian cari-cari!" Setelah berkata demikian, si kakek jembel lalu pergi dari situ dengan tindakan kaki lebar.
Mendengar nama Kim Liong Hoatsu, terkejutlah Tan Hong.
"Ong-sute, benarkah kakek rambut putih tadi Kim Liong Hoatsu, pangcu dari sekalian penjahat di liok-lim?" tanyanya kepada Ong Kai.
"Demikianlah menurut pengakuan orang tua hebat itu." Kemudian Ong Kai menuturkan
bahwa ketika ia ikut orang tua itu memasuki hutan, kakek berambut putih itu lalu
menurunkan ilmu silat tangan kosong yang disebut Ngo-lian-ciang-hwat atau Ilmu Silat lima Teratai yang mempunyai gerakan delapan belas jurus dan yang merupakan ilmu
silat tinggi. Kakek berambut putih itu dengan aneh sekali mengetahui tentang
perbuatannya ketika menolong puteri keluarga lai, bahkan berkata, "Muka hitam,
perbuatanmu di rumah keluarga lai itu boleh dipuji dan selanjutnya kau harus selalu mengulurkan tangan menolong sesama hidup. Ngo-lian-ciang-hwat ini hanya sekedar
sebagai penambah pengertian, asal kau suka melatih diri baik-baik kau tak usah takut kepada segala macam penjahat. O, ya. Keluarga Lai mempunyai maksud baik terhadap
kau, jangan kau menolak!" Kemudian kakek itu lalu berkelebat dan pergi!
Tan Hong merasa girang mendengar ini, dan iapun lalu menuturkan pengalamannya.
Jika kedua pemuda itu bercakap-cakap dengan girang, adalah Siok Lan selalu
menundukkan muka dan tidak mau ikut bicara. Tan Hong lalu menghampiri gadis itu
yang tak berani memandang kepadanya, dan berkata halus, "Sumoi ... harap kau
maafkan orang tua tadi yang bicara secara sembarangan. Memang orang-orang berilmu tinggi kadang-kadang mempunyai adat dan tingkah laku yang aneh. "
Oleh karena sikap Tan Hong yang tepat dan baik ini, hilanglah perasaan malu yang
mengganggu hati Siok Lan, wajahnya berseri kembali dan bibirnya tersenyum ketika ia berkata, "Perduli apa aku akan segala kakek-kakek yang memberi upah orang dengan
sedikit ilmu silat" Yang kupikirkan adalah pernyataan Kim Liong Hoatsu terhadap Ongsuheng tadi, bahwa keluarga Lai mempunyai maksud baik terhadap Ong-suheng.
Alangkah tepatnya ucapan itu sehingga tiada habisnya aku heran mengapa kakek
rambut putih itu dapat mengetahuinya!"
"Eh! Apa maksudmu?" tanya Ong Kai dengan heran. Juga Tan Hong ingin sekali tahu.
Sementara itu, Siok Lan merasa bahwa ia telah bicara terlalu banyak, maka ia lalu menyambung, "Ah, tidak apa-apa. Aku tidak boleh menceritakan hal ini sebelum tugas kita selesai. Marilah kita melanjutkan perjalanan menurut petunjuk kakek jembel tadi!"
Mendengar ucapan ini, Ong Kai yang cerdik dapat menduga apakah yang disebut
"maksud baik keluarga Lai" itu, maka diam-diam hatinya berdebar girang dan perasaan bangga bercampur malu membayang pada wajahnya yang hitam. "Sudahlah, jangan
mengobrol saja di sini, mari kita pergi mencari musuh-musuh kita!" katanya.
Tan Hong hanya tersenyum oleh karena pemuda inipun dapat menduga maksud baik
keluarga Lai itu. Mereka bertiga lalu melanjutkan pendakian di bukit yang tinggi dan berbahaya ini tanpa mengalami kesukaran berkat kepandaian mereka yang tinggi.
Sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Raja Pengemis, mereka menuju ke lereng
gunung sebelah kiri mencari-cari tempat tinggal Bhok Kong dan Kim Kong Hwesio.
Bhok Kong dan Kom Kong Hwesio telah berhasil bertemu dengan kawan mereka Ti
Bong Hosiang yang hebat dan tidak kalah jahatnya dengan mereka dan mengajak
hwesio ini ke Pek-hoa-san untuk menghadapi serbuan lawan. Dengan adanya Ti Bong
Hosiang, mereka berdua tidak takut akan datangnya pembalasan dari si Garuda Sakti, Maling Budiman, dan yang lain-lain.
Demikianlah ketika Bok-san Sam-hiap mendaki lereng sebelah kiri dari bukit Pek-
hoasan, tiba-tiba mereka melihat kedua musuh mereka dan seorang hwesio lain lagi
yang bertubuh tinggi besar berdiri di depan sebuah gua menanti mereka dengan sikap menantang!
"Bagus sekali! Kalian tiga tikus kecil telah datang mengantar kematian!" Kim Kong Hwesio menyindir dan tersenyum menghina. Hwesio tinggi besar itu memandang ke
arah Siok Lan tanpa berkedip, menyatakan kekagumannya melihat kecantikan gadis itu, hingga Siok Lan merasa marah dan gemas sekali.
"Bhok Kong dan Kim Kong, hwesio cabul tersesat!" Ong Kai memaki marah. "Ternyata
kalian juga telah mendatangkan seorang keparat lain untuk membantumu!"
"Aduh, musuh-musuhmu ini benar-benar muda dan tabah!" tiba-tiba Ti Bong Hosiang
berkata kepada kedua kawannya dengan suaranya yang parau. "Anak-anak muda!
Ketahuilah, aku adalah tamu kedua sahabat ini dan namaku Ti Bong Hosiang. Apakah
benar-benar kalian bertiga ini memusuhi Bhok Kong Hwesio dan Kim Kong Hwesio"
Sungguh aneh, bukankah ini berarti kalian mencari kesukaran dan kematian sendiri"
Sayang, sayang, terutama nona ini, sayang sekali kalau sampai mendapat luka!" Setelah berkata demikian, ia pandang wajah Siok Lan dengan mulut menyeringai menjemukan.
Akan tetapi ketiga anak muda itu sama sekali tidak memperdulikan omongan Ti Bong
Hosiang, ketiga anak muda itu sudah merasa marah dan benci sekali hingga pada saat itu juga mereka telah mencabut senjata masing-masing.
Maling Budiman Berpedang Perak Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bhok Kong dan Kim Kong Hwesio. Tak perduli kalian akan dibantu oleh siapa juga, saat ini kami pasti akan mengirimkan nyawa kalian yang kotor!" kata Tan Hong sambil
melangkah maju.
"Ha, ha, ha! Gin-kiam Gi-to maling rendah, kau sungguh sombong! Mengapa kau tidak ajak Lo Cin Ki si tua bangka itu ke sini" Apakah ia telah mampus kena pukulan dulu?"
Kim Kong Hwesio berkata menyindir sambil mengeluarkan kebutannya yang ampuh,
demikian pula Bhok Kong Hwesio.
"Hwesio bangsat, lihat pedang!" tiba-tiba Siok Lan berseru keras dan maju menyerang, oleh karena gadis ini tidak tahan lagi mendengar nama ayahnya dihina. Kim Kong
Hwesio tertawa menghina dan menyambut serangan Siok Lan dengan kebutannya. Ong
Kai berseru keras dan menyerbu pula, membantu sumoinya mengeroyok Kim Kong
Hwesio yang hebat.
Tan Hong juga tidak mau menyia-nyiakan waktu dan segera maju menyerang dan ia
diterima oleh Bhok Kong Hwesio yang memainkan kebutannya dengan sengit. Hwesio
ini teringat akan kekalahannya dulu terhadap Lo Cin Ki dan kini hendak menebus
kekalahan itu kepada anak-anak muda ini. Dengan menggeram keras ia putar
kebutannya sedemikian rupa hingga Tan Hong harus berlaku hati-hati sekali untuk
menghadapinya. Memang sesungguhnya, ketiga orang anak muda ini telah berlaku terlalu berani
mencari kedua orang musuh besar itu bertiga saja. Sedangkan dulu, ketika Lo Cin Ki ikut turun tangan, tiga dewa dari Pek-hoa-san ini masih sukar sekali dikalahkan, dan hanya setelah mengeroyok Beng Kong Hwesio berdua bersama Siok Lan, barulah Tan Hong
dan Siok Lan berhasil mengalahkan hwesio itu. Sekarang Lo Cin Ki tidak berada di situ, sedangkan kedua orang hwesio tangguh itu mendapat bantuan seorang hwesio lain!
Akan tetapi, berkat ketabahan dan ketangkasan mereka, sedikitpun mereka tidak
merasa takut dan menyerang dengan mengerahkan seluruh kepandaian dan tenaga!
Tan Hong yang menghadapi Bhok Kong Hwesio seorang diri, segera merasa betapa
berat dan tangguh lawannya ini, labih tangguh daripada mendiang Beng Kong Hwesio.
Sedangkan dulu ketika menghadapi Beng Kong Hwesio, pemuda ini masih berada di
pihak yang terdesak, apalagi kini menghadapi Bhok Kong Hwesio yang memainkan
hudtimnya dengan cara luar biasa sekali. Tan Hong harus mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaiannya untuk menahan semua serangan yang dilancarkan secara bertubi-tubi dan dilakukan sambil tertawa menyindir!
Sedangkan Ong Kai dan Siok Lan yang bekerja sama, hanya dapat menangkis dan
mempertahankan diri saja dari desakan Kim Kong Hwesio yang berkepandaian lebih
tinggi daripada Bhok Kong! Untung kedua orang anak muda ini mendapat didikan ilmu pedang dari seorang guru, maka gerakan-gerakan mereka dapat sesuai dan cocok sekali hingga merupakan sebuah pertahanan yang kuat juga dan agaknya takkan mudah dapat
dikalahkan. Keadaan ketiga anak muda itu benar-benar terdesak dan berbahaya, sedangkan Ti Bong Hosiang sama sekali belum bertindak apa-apa, hanya berdiri menonton sambil
tersenyum. Kalau hwesio yang berkepandaian amat tinggi, lebih tinggi daripada Bhok Kong atau Kim Kong ini maju pula menyerang, pasti Tan Hong dan kawan-kawannya
takkan kuat mempertahankan diri lebih lama lagi!
Bhok Kong Hwesio merasa gemas sekali setelah beberapa lama menyerang belum juga
dapat menjatuhkan Tan Hong yang benar-benar memiliki ilmu pedang cukup sempurna
dan pertahanan yang sangat kuat. Pedang perak di tangan anak muda ini berputar
cepat merupakan benteng putih yang sukar ditembus oleh hudtimnya. Sebaliknya Tan
Hong menjadi sibuk juga oleh karena serbuan hwesio itu benar-benar tak
memungkinkan ia melakukan serangan balasan. Tiba-tiba Tan Hong teringat akan
pelajaran Sin-hong Kiam-sut yang baru saja dipelajarinya dari Raja Pengemis. Ia lalu bermaksud mempergunakan ilmu pedang baru ini, dan sambil berseru keras tiba-tiba ia merubah gerakan pedangnya yang dipergunakan untuk menyerang sambil melompat ke
atas. Gerakan ini tak terduga sama sekali dan ketika Tan Hong memutar pedang dengan gerakan aneh melakukan gerak tipu Burung Hong Pentang Sayap dan menyerang
pundak kiri dan kanan lawannya dengan gerakan cepat, hampir saja pundak kanan Bhok Kong Hwesio tertusuk! Pendeta ini terkejut sekali dan melompat mundur dengan wajah pucat. Tan hong merasa gembira bahwa jurus pertama dari Sin-hong Kiam-sut ternyata telah berhasil baik, maka ia lalu menyusul dengan serangan ke dua, yakni tipu gerakan Burung Hong Mematuk Ular, jurus ke lima dari Sin-hong Kiam-sut. Pedangnya yang
dipakai menusuk tenggorokan musuh bergerak ke depan dan tidak seperti gerakan ilmu pedang lain yang menusuk langsung dan cepat, gerakan ini dibarengi dengan ujung
pedang yang digetar-getarkan hingga membingungkan lawan yang tidak tahu ke mana
pedang itu hendak ditusukkan! Ketika pedang telah mendekati leher dan Bhok Kong
Hwesio sudah mengangkat hudtimnya untuk melihat ujung pedang, ternyata bahwa
tusukan pada leher itu hanyalah gertakan belaka karena sebenarnya ujung pedang
diturunkan ke bawah dan langsung menusuk ulu hati!
Kembali Bhok Kong Hwesio dikejutkan oleh tipu silat yang aneh ini, dan untuk kedua kalinya ia terpaksa mengelak sambil melompat ke samping, akan tetapi secepat kilat Tan Hong sudah melayang ke atas dan mengirim tusukan ke arah kepala lawan dan kaki kirinya menendang pundak dari atas. Inilah gerak tipu Burung Hong Menyambar
Rumput. Hampir saja serangan ini berhasil oleh karena Bhok Kong Hwesio kena tertipu oleh serangan pedang Tan Hong yang menuju ke kepalanya dan sama sekali tidak
menduga akan datangnya tendangan kaki kiri itu. Hwesio ini tadinya telah merasa
girang oleh karena tusukan pedang Tan Hong telah dapat ditangkisnya dengan hudtim, bahkan ujung kebutan itu dipakai untuk melibat pedang lawan untuk dirampas, akan
tetapi ketika ia merasa sambaran yang menuju ke pundaknya, ia menjadi terkejut sekali oleh karena tahu-tahu ujung kaki Tan Hong yang hendak menendang jalan darah di
pundaknya telah datang dekat sekali! !! Terpaksa ia melepaskan libatan hudtim dari pedang lawannya dan membuang dirinya ke belakang untuk mengelak tendangan yang
cukup berbahaya itu!
Tan Hong makin bersemangat dan melakukan serangan dengan Sin-hong Kiam-sut
bertubi-tubi. Benar-benar Bhok Kong Hwesio terdesak hebat oleh karena hwesio ini
sama sekali tidak mengenal ilmu pedang yang hebat ini. Hal ini diketahui baik oleh Ti Bong Hosiang, maka hwesio ini merasa tidak enak untuk tinggal diam saja. Ia lalu
mencabut keluar sebatang tongkat kepala ular dan berkata kepada Bhok Kong Hwesio,
"Bhok-bengyu mundurlah biar pinceng menghadapi bocah ini. "
Bho Kong Hwesio bernapas lega dan melompat mundur. Ia merasa gemas dan heran
sekali oleh karena tidak tahu darimana pemuda itu mendapatkan ilmu pedang
demukian aneh dan hebatnya. Diam-diam ia merasa kagum sekali, dan maklum bahwa
ilmu pedang yang berturut-turut digerakkan oleh pemuda itu dan yang hampir saja
mencelakakannya bukanlah Bok-san Kiam-hoat. Ia lalu memandang ke arah Kim Kong
Hwesio yang masih dikeroyok oleh Siok Lan dan Ong Kai dilihatnya bahwa biarpun
suhengnya itu mendesak hebat, namun pertahanan kedua murid Bok-san-pai itu amat
kuat dan sukar sekali dirobohkan. Maka ia lalu memutar hudtimnya dan menyerbu
sambil berkata, "Hai, anjing-anjing kecil, bersedialah untuk mampus!" Ia lalu menyerang Siok Lan oleh karena tahu bahwa gadis ini adalah puteri Lo Cin Ki dan ia hendak
membalas sakit hatinya oleh karena kekalahannya terhadap si Garuda Sakti dulu itu kepada puterinya! Terpaksa Siok Lan meninggalkan Kim Kong Hwesio menyambut
serangan Bhok Kong Hwesio. Tadinya gadis ini terkejut sekali hingga mukanya menjadi pucat ketika mendengar bentakan Bhok Kong Hwesio yang tadi ia lihat bertempur
melawan Tan Hong. Dengan sangat khawatir ia menyangka bahwa Tan Hong telah kena
dirobohkan, akan tetapi ketika ia mengerling dan mengetahui bahwa pemuda itu
sedang bertempur melawan hwesio tinggi besar itu, ia bernapas lega dan menyambut
serangan Bhok Kong Hwesio dengan penuh semangat!
Tadinya Bhok Kong Hwesio bermaksud keji, yakni hendak menawan gadis itu
hiduphidup untuk dipermainkan, akan tetapi begitu mereka bertempur, terpaksa ia
membuang jauhjauh pikiran kotor itu, karena ilmu pedang gadis ini hampir sama
hebatnya dengan Bok-san Kiam-hoat yang dimainkan oleh Tan Hong untuk
mempertahankan diri. Pedang gadis inipun berputar cepat merupakan benteng baja
yang sukar ditembus, hingga jangankan hendak menawan hidup-hidup dan
mempermainkan, kalau ia tidak mengerahkan kepandaiannya pasti
ia akan terdesak. Terpaksa Bhok Kong Hwesio lalu mengeluarkan seluruh kepandaian
dan tenaga hingga akhirnya Siok Lan menjadi sibuk sekali untuk mempertahankan diri.
Gadis ini telah mulai lelah oleh karena ia harus terus menerus memutar pedangnya
melindungi tubuhnya dari serangan hudtim yang berbahaya itu. Keringat mulai
membasahi keningnya, akan tetapi setapakpun ia tidak mundur dan seujung rambutpun ia tidak menjadi takut atau bingung. Dengan menggigit bibir, ia mengeluarkan seluruh kepandaian yang pernah dipelajarinya dari ayahnya, dan mengambil keputusan untuk
bertahan sampai detik terakhir! Tentu saja kenekatan gadis ini telah memperkuat
pertahanannya lagi hingga untuk sementara waktu Bhok Kong Hwesio tak berdaya dan
belum dapat mengalahkannya walaupun ia terus menerus mendesak keras.
Yang paling berat dan berbahaya kedudukannya adalah Ong Kai. Pemuda ini
menghadapi lawan terberat dari Pek-hoa Sam-sian dan tadi ketika masih ada Siok Lan yang membantunya, mereka berduapun hanya dapat mempertahankan diri saja.
Sekarang Siok Lan dipaksa menghadapi Bhok Kong Hwesio dan ia ditinggal seorang diri menghadapi amukan Kim Kong Hwesio. Tentu saja ia menjadi sibuk dan beberapa kali
ujung kebutan lawannya hampir saja merobohkannya. Ia teringat akan pelajaran Ngo-
lian-ciang-hwat yang diturunkan oleh Kim Liong Hoatsu kepadanya baru-baru ini.
Celakanya ilmu silat yang dipelajarinya itu adalah ilmu silat tangan kosong dan tak dapat dimainkan dengan pedang di tangan! Akan tetapi Ong Kai memang berotak
cerdik dan mempunyai banyak akal. Sambil melompat mundur menghindarkan diri dari
sabetan kebutan Kim Kong Hwesio, ia berseru, "He ... hwesio tua busuk! Kalau kau
memang jantan simpanlah kebutan lalatmu itu dan mari kita berkelahi dengan tangan kosong! Aku merasa benci, bosan dan jijik melihat kebutan lalatmu yang bau bangkai itu!"
Kim Kong Hwesio menyangka bahwa pemuda muka hitam itu sengaja menggunakan
akal dengan kata-kata keji untuk memancing supaya ia menjadi marah. Maka ia tertawa dan berkata, "Cacing! Kalau mau mampus selalu berkelejetan dulu! Kau juga anjing kecil muka hitam yang sudah menghadapi maut menjual banyak tingkah! Kau lebih senang
mati di bawah kepalan tanganku daripada di bawah hudtimku" Baik, baik! Aku akan
membikin kau mampus dengan sekali pukul!" Hwesio itu lalu menyimpan hudtimnya
yang diselipkan di belakang punggung sedangkan Ong Kai juga menyimpan pedangnya
dan memasang kuda-kuda.
Sekali lagi Kim Kong Hwesio tertawa mengejek, kemudian tiba-tiba tubuhnya meloncat maju dan menubruk mengirim serangan maut! Ong Kai mengelak ke kiri balas
menyerang hingga tak lama kemudian mereka berkelahi kembali dengan lebih hebat,
walaupun kini keduanya tidak memegang senjata. Mula-mula Ong Kai mainkan ilmu
silat Bok-san-pai, akan tetapi baru dua puluh jurus saja mereka berkelahi, ketika Kim Kong Hwesio memukul dadanya dan Ong Kai menanti, tahu-tahu tangan yang memukul
itu ubah mencengkeram dan berhasil memegang lengan tangan Ong Kai yang
menangkis! Kim Kong Hwesio tertawa menyeramkan sebaliknya Ong Kai terkejut sekali karena merasa betapa lengan tangannya sakit. Ia tak berdaya melepaskan cengkeraman ini dan tahu bahwa kematiannya telah membayang di depan mata. Tiba-tiba ia teringat akan pelajaran silat Ngolian-ciang-hwat dan ia segera memutar tubuhnya dan oleh
karenanya lengan yang terpegang ikut terputar. Kemudian sambil berseru keras ia
ulurkan tangan kirinya menotok ke arah lambung lawannya sambil menggerakkan
lengan yang terpegang itu ke arah ibu jari tangan Kim Kong yang memegang. Hwesio ini cepat mengulur tangan untuk menangkap tangan kiri Ong Kai, tahu-tahu totokan itu
ditarik kembali dan kini jari-jari tangan Ong Kai menyerang ke atas hendak menusuk matanya! Kim Kong Hwesio terkejut sekali dan sebelum ia dapat bertahan, tahu-tahu tangan kanan Ong Kai yang tadi dipegang secara aneh telah terlepas!
Inilah kehebatan ilmu silat Ngo-lian-ciang-hwat yang mempunyai bagian lemas dan
keras, kuat dan tahan lama bagaikan bunga teratai dan licin pula, sesuai dengan
namanya Ngo-lian-ciang-hwat, Ilmu Silat Tangan Kosong Lima Teratai! Biarpun gerakan Ngo-lianciang-hwat tadi telah menggirangkan hati Ong Kai karena telah melepaskan
dirinya daripada bahaya maut, akan tetapi pada pergelangan lengan tangannya nampak bekas pegangan Kim Kong Hwesio yang membuat kulit lengannya menjadi merah dan
matang biru! Bulu romanya berdiri membayangkan nasibnya apabila ia tidak dapat
segera melepaskan diri tadi. Maka dengan marah ia lalu balas menyerang, kini
mengeluarkan jurus-jurus ilmu silat Ngo-lianciang-hwat yang baru dipelajarinya.
Kim Kong Hwesio sangat heran melihat gerakan pemuda hitam itu. Inilah ilmu silat yang belum pernah dilihatnya dan ketika Ong Kai telah menyerangnya dengan Ngo-lianciang-hwat sebanyak sebelas jurus, telah dua kali kepalan Ong Kai berhasil memasuki
pertahanan Kim Kong. Sekali menghantam pundaknya dan yang kedua kali memukul
pahanya. Biarpun berkat kehebatannya pukulan itu tidak mendatangkan luka, akan
tetapi cukup membuat Kim Kong Hwesio menjadi terkejut, marah, dan juga takut,
hingga ia berkelahi dengan lebih hati-hati dan tidak sembarangan mendesak secara
membabi buta seperti tadi!
Sementara itu, Tan Hong yang menghadapi Ti Bong Hosiang benar-benar merasa bahwa
kepandaian hwesio ini jauh lebih tinggi daripada kepandaian Kim Kong Hwesio. Tongkat kepala ular di tangan hwesio tinggi besar ini luar biasa hebatnya dan gerakannya
menyambar-nyambar bagaikan seekor ular hidup yang sukar sekali diduga gerakannya.
Sayang sekali bahwa Sin-hong Kiam-sut yang baru dipelajarinya, belum terlatih lama dan sempurna. Karena bila ilmu pedang ini telah ia latih secara sempurna dan
mendalam, agaknya ia akan dapat mengimbangi permainan tongkat hwesio itu. Akan
tetapi, karena ilmu pedang itu belum dipahami secara mendalam, dan tingkat
kepandaian hwesio itu memang masih lebih tinggi daripada tingkat kepandaiannya
sendiri, Tan Hong terdesak hebat dan terkurung oleh sinar tongkat yang menyerang
dari semua jurusan dengan sangat berbahaya. Keadaan Tan Hong, seperti juga keadaan dua orang kawannya, benar-benar terdesak dan berbahaya sekali!
Pada saat yang berbahaya itu, dua orang kakek dengan kecepatan seperti terbang
mendaki bukit Pek-hoa-san. Mereka ini tidak ialah Lo Cin Ki si Garuda Sakti Kuku Seribu dan yang seorang lagi adalah seorang tosu tua yang berjenggot putih panjang dan
berpakaian putih pula. Tosu ini adalah Cin Cin Tojin atau suhengnya, yakni guru dari Tan Hong!
Cin Cin Tojin yang sudah lama tidak bertemu dengan sutenya, pada suatu hari datang mengunjungi sute itu dan mendapatkan Lo Cin Ki dalam keadaan luka oleh musuh.
Setelah mendengar penuturan Lo Cin Ki tentang peristiwa itu dan bahwa kini Tan Hong, Siok Lan dan Ong Kai bertiga sedang pergi mencari Bhok Kong dan Kim Kong Hwesio,
Cin Cin Tojin merasa sangat khawatir.
"Kedua hwesio sesat itu dapat merobohkan kau, maka dapat dibayangkan betapa tinggi ilmu silatnya. Kalau Tan Hong dan puteri serta muridmu pergi mencari dan bertemu
dengan mereka, apakah itu tidak terlalu berbahaya?" katanya.
Lo Cin Ki menghela napas. "Habis apa dayaku" Aku harus memulihkan kembali
tenagaku, dan kulihat muridmu Tan Hong itu memiliki kepandaian cukup tinggi."
Cin Cin Tojin menggelengkan kepalanya yang sudah penuh dengan uban. "Kau terlalu
percaya kepada anak-anak muda, sute! Marilah kita susul ke Pek-hoa-san, dan mudah-mudahan saja kita masih belum terlambat."
Oleh karena Lo Cin Ki memang telah hampir sembuh dan orang tua inipun
mengkhawatirkan keadaan puterinya, maka kedua pendekar tua ini lalu berangkat ke
Pek-hoasan dengan cepat. Dan kedatangan mereka memang pada saat yang tepat
sekali oleh karena ketiga orang muda itu justeru sedang terancam bahaya maut!
"Bhok Kong dan Kim Kong pendeta rendah budi! Marilah kita membuat perhitungan
terakhir!" Lo Cin Ki berseru dan bukan main girang ketiga anak muda itu mendengar suara yang amat dikenalnya ini! Apalagi ketika Tan Hong melihat bahwa suhunya juga datang, maka ia lalu cepat-cepat melompat keluar dari lapangan pertandingan dan
berlutut di depan Cin Cin Tojin sambil memanggil, "Suhu!"
"Orang she Lo! Kau belum mampus" Baiklah, sekarang kami akan bikin mampus kamu!"
Kim Kong Hwesio tidak gentar melihat kedatangan Lo Cin Ki oleh karena ia
mengandalkan tenaga bantuan Ti Bong Hosiang yang hebat. Akan tetapi, ketika Ti Bong Hosiang melihat kedatangan Cin Cin Tojin, hwesio ini merasa terkejut dan menjura, "Eh, kiranya Cin Cin To-yu ikut datang pula."
Cin Cin tojin membalas pemberian hormat itu dan bertanya, "Sahabat Ti Bong!
Bagaimana menurut pandanganmu, apakah kepandaian muridku tidak terlalu
mengecewakan?"
Kembali Ti Bong Hosiang terkejut karena tidak disangkanya sama sekali bahwa Tan
Hong adalah murid tosu pendekar itu. Juga Bhok Kong dan Kim Kong merasa terkejut
mendengar bahwa tosu yang ikut datang ini adalah guru Tan Hong. Sedangkan pemuda
itu saja sudah demikian tangguh, apalagi gurunya! Akan tetapi, oleh karena maklum bahwa Lo Cin Ki tentu takkan melepaskan mereka begitu saja, dan bahwa pertandingan mati-matian tak dapat dihindarkan lagi, Kim Kong Hwesio tertawa menyindir, "Hm ..., si Garuda Sakti datang membawa jagoan. Baik, hendak kulihat sampai di mana hebatnya
jago ini!" Sambil berkata demikian, Kim Kong Hwesio lalu maju dan menghantam dada Cin Cin Tojin dengan hudtimnya! Cin Cin Tojin tersenyum dan mengelak sambil
melangkah mundur.
"Aduh, galak benar hwesio ini!" katanya dan iapun menyambut serangan berikutnya
dengan ujung lengan bajunya yang panjang dan lebar.
"Bhok Kong, terimalah kematianmu dengan tenang!" Lo Cin Ki membentak dan
menyerang Bhok Kong Hwesio yang segera menyambut dengan hudtimnya.
Tan Hong tidak tinggal diam dan ia lalu menyerang Ti Bong Hosiang lagi dengan penuh ketabahan oleh karena sekarang guru dan susioknya berada di situ. Melihat serbuan Tan Hong, Siok Lan dan Ong kai juga tidak tinggal diam dan membantunya hingga tak lama kemudian Ti Bong Hosiang dikeroyok tiga oleh Bok-san Sam-hiap itu!
Sebetulnya Ti Bong Hosiang biarpun jahat namun ia masih merasa segan dan hormat
kepada Cin Cin Tojin yang ternama dan sakti, maka tadi ia telah merasa ragu-ragu untuk membantu kedua hwesio itu. Akan tetapi kini melihat serbuan ketiga orang muda itu, ia lalu berkata keras, agaknya dengan maksud supaya terdengar oleh Cin Cin Tojin, "Anakanak muda, kalian hendak mencoba kepandaian" Baiklah, biar pinceng saksikan
kehebatan anak-anak muda sekarang!" Dengan ucapan tersebut ia bermaksud bahwa ia
tidak mengambil sikap bermusuhan, hanya melayani ketiga anak-anak muda itu secara
"main-main" belaka. Akan tetapi, setelah ia menghadapi ketiga anak muda itu, ia tidak mendapat kesempatan untuk main-main lagi, oleh karena biarpun kepandaian mereka
ini ratarata rendah tingkatnya, namun kini digabung menjadi satu merupakan lawan
yang tak boleh dipandang ringan! Apalagi ketika Tan Hong lagi-lagi mengeluarkan Sin-hong Kiam-sutnya, segera Ti Bong Hosiang dapat didesak. Hwesio ini timbul marahnya dan ia lalu mengeluarkan serangan-serangan berbahaya tanpa segan-segan lagi.
Sementara itu, Bhok Kong Hwesio yang melawan Lo Cin ki menjadi sibuk dan tak
berdaya, hingga pada saat yang tepat, pedang jago tua itu berhasil menusuk
lambungnya dan tepat menembus jantung hingga Bhok Kong tak sempat berteriak lagi.
Hwesio yang jahat ini roboh mandi darah dan tewas di saat itu juga!
Kim Kong Hwesio memang sudah repot menjaga desakan Cin Cin Tojin yang benar-
benar tangguh dan yang memainkan ujung lengan baju hingga mengeluarkan angin
pukulan dingin, kini melihat betapa Bhok Kong Hwesio telah tewas, semangatnya
sebagian besar telah melayang pergi dan permainan silatnya menjadi kalut. Kalau Cin Cin Tojin mau dengan mudah saja ia dapat menewaskan hwesio ini, akan tetapi oleh
karena Cin Cin Tojin telah melakukan pantangan dan tidak mau membunuh, maka tosu
ini lalu melompat mundur sambil berkata kepada sutenya, "Sute, mari kaulayani
musuhmu ini!" Kemudian tosu itu hanya berdiri menjadi penonton saja. Ketika ia
melihat ke arah ketiga anak muda yang mengeroyok Ti Bong, hampir saja ia
mengeluarkan teriakan heran. Ia lalu memandang kepada Tan Hong dengan penuh
perhatian. Dari manakah anak itu mendapat gerakan-gerakan macam itu" Demikian
tosu ini berpikir dengan bingung dan heran melihat gerakan pedang Tan Hong yang
memainkan ilmu silat pedang Sin-hong Kiam-sut!
Ti Bong Hosiang benar-benar terdesak oleh kurungan Tan Hong bertiga. Hwesio ini
merasa gemas dan malu dan mencoba untuk balas mendesak, akan tetapi Bok-san
Kiam-hwat bukanlah ilmu pedang sembarangan. Apalagi sekarang dimainkan dengan
hebatnya oleh tiga orang anak muda secara berbareng dalam kerja sama yang kompak
dan cocok serta saling bantu hingga makin sibuklah Ti Bong Hosiang. Akhirnya dengan sebuah gerak tipu Air Hujan Tertiup Angin, ujung pedang Tan Hong berhasil melukai pundaknya dan darah mengucur membasahi jubah pendeta itu.
Ti Bong Hosiang melompat mundur dan berkata sambil menahan kemarahannya,
"Sudahlah! Aku yang tua telah menerima pelajaran dari yang muda, kalau ada
kesempatan baik, kelak bertemu pula!" Setelah berkata demikian, sekali tubuhnya
berkelebat, Ti Bong Hosiang telah lenyap di balik pohon-pohon!
Sementara itu. Lo Cin Ki telah mendesak hebat dengan pedangnya kepada Kim Kong
Hwesio yang hanya mampu menangkis sambil bertindak mundur, agaknya mencari
kesempatan untuk melarikan diri. Ia sudah tidak mempunyai harapan lagi untuk
menang, apalagi setelah melihat betapa Ti Bong Hosiang yang diandalkan itu telah lari pula. Akan tetapi Lo Cin ki tidak memberi kesempatan kepadanya dan ke"tika Kilm Kong Hwesio semakin kalut permainan silatnya, dengan sekali ayun, putuslah kebutan di
tangan Kim Kong Hweslo dan sebelum Kim Kong Hwesio hilang kagetnya tahu-tahu si
Garuda Sakti telah melayang dan tepat menendang sambungan lutut Kim Kong Hwesio!
Kwesio itu tak kuasa menahan tubuhnya lagi dan ia roboh terlentang tak berdaya. Lo Cin Ki menggerakkan pedang, akan tetapi pada saat itu terdengar Ong Kai berseru,
"Suhu, biarkan teecu yang membalas sakit hati ini." Dan pemuda muka hitam ini dengan marah lalu melompat mengirim bacokan ke arah leher musuhnya! Kim Kong
Hwesio berusaha miringkan kepala, akan tetapi terlambat. Pedang Ong Kai yang
digerakkan dengan kuat telah mengenai lehernya dan putuslah leher hwesio cabul yang Jahat Itu. Dengan mata merah menahan turunnya air mata karena terharu dan sedih
mengingat akan kematian tunangannya Ong Kai lalu berlutut di depan Lo Cin Ki dan Cin Cin Tojin menghaturkan terima kasih. Kemudian, iapun mengucapkan terima kasih
kepada Tan Hong dan Siok Lan yang telah membantunya hingga pembalasan dendam
ini terlaksana baik.
Cin Cin Tojin lalu bertanya kepada muridnya, "Tan Hong, dari mana kau mendapatkan ilmu pedang Sin-hong Kiam-sut itu?"
Tan Hong memandang kepada suhunya dengan kagum. Ternyata pandangan mata
suhunya itu tajam sekali, Ia lalu menuturkan pengalamannya di kaki-gunung tadi dan ketika mendengar bahwa murid masing-masing telah menerima petunjuk dari Raja
Pengemis dan Kim Liong Hoat-su, baik Cin Cin Tojin maupun Lo Cin Ki saling pandang dengan heran. Dua orang kakek itu termasuk orang-orang tingkat tinggi yang jarang sekali mau muncul di dunia kang-ouw, apalagi Kim Liong Hoatsu yang bertapa di Kim-liong san, sedangkan si Raja Pengemis biasanya hanya bergerak di utara saja.
"Sekarang kita harus kubur kedua mayat ini baik-baik," kata Cin Cin Tojin yang merasa kasihan juga melihat mayat kedua hwesio itu. "Kita boleh membenci kejahatan mereka, akan tetapi tubuh-tubuh mereka yang hanya menjadi alat ini harus kita kembalikan
kepada asalnya Jilid 06 Lo Cin Ki dan ketiga anak muda itu mematuhi perintah ini, maka mereka lalu menggali dua lubang dan mengubur dua jenazah itu baik-baik.
Kemudian, setelah penguburan itu selesai, Cin Cin Tojin berkata kepada Tan Hong dan Siok Lan, "Tan Hong, dan kau Siok Lan, aku dan sute telah membuat persetujuan dan rasanya tidak ada salahnya apabila pinto memberitahu kalian di sini juga, oleh karena sifat orang-orang ksatria tak perlu malu-malu membicarakan urusan yang baik.
Ketahuilah, kami berdua orang tua telah bermufakat untuk menyandingkan kalian
sebagai suami isteri."
Baik Tan Hong maupun Siok Lan ketika mendengar pernyataan yang demikian terus
terang dan tanpa tedeng ai ng-aling ini keduanya menunduk, tanpa berani mengangkat muka, bahkan sedikitpun tak berani berkutik!
Untuk sesaat keadaan menjadi sunyi, dan tiba-tiba Cin Cin Tojin tertawa senang. "Tan Hong, bukankah kau seorang laki-laki" Jawablah, bagaimana pendirianmu?"
"Suhu yang mulia, teecu adalah seorang yang tidak mempunyai sanak famili yang patut ditaati dan dijunjung tinggi selain suhu seorang. Maka, mengenai diri teecu, mati atau hidup teecu serahkan seluruhnya kepada suhu." Suara Tan Hong terdengar
mengharukan ketika ia mengucapkan kata-kata ini oleh karena pemuda itu teringat
akan keadaan dirinya yang sebatang kara.
Cin Cin Tojin memandang ke arah muridnya dan melihat pakaian Tan Hong yang penuh
tambalan serta keadaan tubuh pemuda itu yang kurus, ia merasa amat kasihan. "Tan Hong muridku, biarpun pinto maklum akan ketulusan dan kebaktian hatimu terhadap
gurumu, akan tetapi pinto sekali-kali tidak akan memaksa atau memerintahkan sesuatu yang berlawanan dengan kehendak hatimu sendiri. Apalagi dalam soal perjodohan,
karena bukan pinto yang akan menjalani, akan tetapi kau sendiri. Maka sebelum
mendapat jawabanmu yang menyatakan setuju, pinto takkan merasa puas."
Tan Hong mengerti bahwa kata-kata suhunya ini bukan dimuksudkan untuk
menggodanya, akan tetapi desakan ini berdasarkan rasa kasih sayang yang timbul dari keinginan hati orang tua itu untuk melihat ia berbahagia. Maka biarpun ia menjadi makin malu dan menundukkan mukanya makin dalam, ia menjawab juga, "Suhu, kalau suhu menghendaki ... baiklah, teecu setuju dan teecu merasa amat bangga oleh karena diri teecu yang tidak berharga ini mendapat perhatian dari susiok. Tak lain teecu hanya menghaturkan beribu terima kasih!"
Terdengar Lo Cin Ki dan Cin Cin Tojin tertawa puas dan senang, "Bagus, Tan Hong, demikian seharusnya sikap seorang ksatria, jujur dan terus terang, tak usah malu-malu lagi," kata Lo Cln Ki.
"Dalam hal perjodohan tak perlu memandang keadaan calon menantu, yakni maksudku keadaan kekayaannya. Yang terpenting adalah keadaan batinnya. Eh, Siok Lan
bagaimana dengan kau" Setujukah kau" Seperti juga Cin Cin suheng, ayahmu inipun
tidak mau mempergunakan hak sebagai seorang ayah untuk memaksa anaknya.
JawabJah, setujukah kau?"
Siok Lan adaJah seorang wanita, maka daJam hal ini tentu saja amat berat baginya
untuk menjawab. Biarpun di dalam hati ia merasa girang dan setuju, akan tetapi
mulutnya tak sanggup menyatakannya. la hanya menunduk dengan muka merah dan
menggunakan jari telunjuknya untuk menggurat-gurat tanah. Sampai lama keadaan
Maling Budiman Berpedang Perak Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi sunyi oleh karena semua orang menanti jawaban Siok Lan yang tak kunjung
keluar. Tiba-tiba Ong Kai teringat akan godaan kedua orang muda itu dulu ketika terjadi
peristiwa di rumah keluarga Lai, tertawa dan ingin membalas godaan mereka. "Suhu,"
katanya sambil tersenyum, "sudah tentu saja sumoi setuju sekali! Hal ini kiranya tak perlu dijelaskan lagi, bukankah begitu, sumoi?"
Siok Lan menggerakkan kepalanya dan memandang kepada Ong Kai dengan marah.
Tapi Ong Kai tersenyum saja dan mengedip-ngedipkan mata seperti hendak
menyatakan bahwa mereka telah "tahu sama tahu!" Melihat hal ini, Lo Cin Ki dan Cin Cin Tojin tertawa bergelak-gelak.
"Lanji, kalau kau tidak setuju dengan pendapat Ong Kai, katakanlah!" Akan tetapi ia diam saja tanpa berani berkutik. Tan Hong merasa kasihan sekali kepada
"tunangannya" dan tiba-tiba ia teringat sesuatu, maka untuk membantu Siok Lan, ia lalu berkata kepada gadis itu dengan suara perlahan, "Sumoi, dulu kau berjanji akan menceritakan sesuatu mengenai keluarga Lai setelah kita berhasil menunaikan
pembalasan dendam kita."
Siok Lan teringat dan wajahnya berseri. Ia tidak merasa malu lagi setelah mendengar Tan Hong bicara kepadanya. Ia lalu mengangkat muka memandang kepada ayahnya dan
Ong Kai dan berkata, "Ayah, sebelum aku menyatakan pesan keluarga Lai, terlebih dulu hendak kuceritakan tentang sepak terjang gagah perkasa dari Ongsuheng yang
menolong seorang gadis bernama Lai siocia!" Kemudian dengan singkat Siok Lan menceritakan peristiwa penculikan Lai Hwa Eng dan bagaimana dengan gagah Ong Kai
menolong gadis itu.
"Dan sebelum kami bertiga meninggalkan rumah keluarga Lai, aku mendapat tugas untuk menjadi perantara dan menjodohkan Lai Hwa Eng dengan Ong suheng!"
Muka Ong Kai yang sudah hitam itu menjadi makin hitam ketika darah menyerbu naik
ke mukanya. Ia pandang sumoinya dengan mata terbuka lebar, setengah tidak percaya dan setengah marah. Akan tetapi Siok Lan tidak memperdulikannya, lalu berkata
selanjutnya, "Dan Lai Wangwe suami isteri minta supaya hal ini kumintakan perkenan dari ayah sebagai guru dan wali Ong suheng."
Lo Cin Ki tertawa geli. "Aah, kalian anak-anak muda ini memang aneh! Bagaimana menurut pandanganmu, Lanji" Apakah Hwa Eng itu seorang gadis baik?"
"Baik sekali, ayah, lebih baik daripada anakmu sendiri. Kalau ayah tidak percaya, boleh ayah bertanya kepada Ong suheng!"
Siok Lan dan Tan Hong saling pandang dan keduanya tertawa girang oleh karena
mendapat kesempatan untuk menggoda dan membalas Ong Kai. Sedangkan Cin Cin
Tojin yang mendengar ini hanya tersenyum saja dengan girang. Ia senang dan ikut
gembira melihat kebahagiaan anak-anak muda ini, kebahagiaa yang belum pernah ia
alami semasa mudanya, "Eh, Ong Kai, jadi diam-diam kau telah membuat pilihan sendiri?" Lo Cin Ki bertanya kepada muridnya. "Kau telah mendengar sendiri uraian Siok Lan, bagaimana pikiranmu" Setujukah kau" Kalau setuju, sekarang juga aku akan ikut Siok Lan pergi ke rumah keluarga Lai untuk merundingkan urusan perjodohan ini."
Sekarang Ong Kai yang merasa malu sekali dan diam saja. Tubuhnya yang tinggi besar dan kuat itu hanya duduk tak bergerak bagaikan patung, hanya kedua matanya saja
kadang-kadang melirik ke arah Siok Lan dan Tan Hong yang mentertawakannya!
Setelah lama Ong Kai tak dapat menjawab, tiba-tiba Siok Lan berkata, membalas
godaan Ong Kai tadi. "Ayah, tak perlu banyak ditanya lagi, sudah tentu Ongsuheng setuju sekali bukankah begitu, Ong suheng" Ayoh, Ong suheng, kalau kau tidak setuju dengan keteranganku ini, coba kau sangkal dan nyatakanlah?" Seperti halnya Siok Lan tadi, kini Ong Kaipun sama sekali tidak berani menyangkal, oleh karena memang ia
telah setuju sekali dengan nona Lai Hwa Eng yang mempunyai mata dan bibir seperti mendiang tunangannya dulu!
"Baiklah kalau begitu dari sini aku dan Siok Lan akan langsung menuju ke rumah keluarga Lai dan membicarakan urusan ini," kata Lo Cin Ki dengan suara sungguh-sungguh karena ia tidak mau menggoda lebih jauh kepada muridnya.
"Nah, sekarang, anak-anak, pinto hendak bicarakan hal yang penting sekali."
"Ketahuilah, pada waktu ini, para pengacau bangsa Tartar yang mempergunakan
kesempatan selagi keadaan negara sedang kacau dan sukar karena akibat bencana
alam, mereka datang mengacau di perbatasan barat dan melakukan perampokan dan
penculikan terhadap bangsa kita. Tentara kerajaan yang lemah tak dapat menghalau
mereka, maka kini para enghiong dari seluruh negeri berhimpun dan bersatu disana, mengumpulkan tenaga untuk mengusir para pengacau itu. Kita pun tak boleh
ketinggalan membela tanah air dan bangsa! Sudah menjadi tugas kewajiban kita untuk menyumbangkan tenaga untuk mengusir pengacau. Tan Hong dan Ong Kai, kalian
berdua sekarang pergilah ke Seelok, di mana telah terjadi pertempuran antara pihak kita dan para pengacau yang banyak jumlahnya dan kuat. Pinto sendiri hendak mencari balabantuan di antara kawan-kawan di kalangan kangouw, sedangkan Lo sute bersama
puterinya biar membereskan urusan dengan keluarga Lai terlebih dulu untuk
selanjutnya menyusul ke Seelok. Nah, mari kita berpisah dari sini menjalankan tugas masing-masing dan selamat bekerja!"
Setelah berkata demikian, tosu yang gagah perkasa itu laiu meninggalkan tempat itu, dan Lo Cin Ki yang sebelumnya telah berunding dengan suhengnya, juga meninggaikan tempat itu bersama Siok Lan. Tan Hong dan Ong Kai, juga pergi dengan cepat menuju ke barat untuk memenuhi perintah Cin Cin Tojin. Di sepanjang jalan kedua pemuda ini nampak gembira dan wajah mereka berseriseri karena telah menerima warta bahagia
dari kedua guru mereka itu. Kini setelah di situ tidak ada Siok Lan dan kedua orang tua itu, Tan Hong dan Ong Kai tanpa malu-malu lagi saling menyatakan kegirangan hati
mereka dan tiada hentinya mereka membicarakan keadaan tunangan masing-masing
dengan hati puas!
Memang betul apa yang dituturkan oleh Cin Cin Tojin. Bangsa Tartar yang selalu
menggunakan segala kesempatan untuk memasuki tapai batas Tiongkok, merampok
dan menculik orang-orang dari dusun-dusun pinggir tapal batas untuk dijadikan pekerja paksa, kini mulai mengacau lagi setelah mereka dipukui mundur pada beberapa tahun yang lalu. Mereka sengaja mempergunakan kesempatan pada waktu Tiongkok
mengalami kesukaran dan kekalutan berhubung dengan datangnya bencana alam itu.
Pada masa itu, Kaisar Tiongkok memang kurang memperhatikan keadaan negerinya,
terutama sekali oleh karena datangnya bencana aiam itu yang melemahkan semangat
rakyat, maka pertahanan menjadi lemah dan tentara kerajaan yang dikirim ke
perbatasan barat itu tidakkuat menghadapi pengacau bangsa Tartar yang selain
berjumlah besar, juga memiliki banyak sekali orang-orang kuat yang berkepandaian
tinggi. Biarpun para ksatria di masa itu tidak senang melihat kelaliman kaisar, akan tetapi kini melihat sepak terjang para pengacau yang merampok dan menculik bangsanya, maka
timbul ah semangat perlawanan dan kebencian mereka. Serentak dari segenap penjuru daratan Tiongkok, para enghiong ini menujli ke perbatasan barat dan membantu
dengan sukarela kepada rakyat untuk mengusir pengacau-pengacau Tartar.
Pada, waktu itu, kaum pengacau yang membanjir dari utara dan barat, berpusat di
sekitar Seeipk, sebuah dusun besar di dekat tapal batas Tiongkok. Di daerah inilah pertempuran-pertempuran besar terjadi dan setiap hari banyak pendekar-pendekar
datang ke tempat ini untuk menyumbangkan tenaganya.
Ketika Tan Hong dan Ong Kai tiba di dusun ini, yang menjadi pemimpin para enghiong adalah Lee Kun, seorang pendekar yang tersohor gagah perkasa dari selatan. Lee Kun adalah seprang tokoh persilatan yang paham akan segala macam ilmu silat, terutama dalam ilmu silat Siauw lim pai dan Butongpai. Usianya empat puluh tahun lebih dan walaupun tubuhnya tak beberapa besar, namun alis matanya yang tebal dan hitam itu membuat mukanya tampak gagah dan menakutkan.
Lee Kun menyambut kedatangan Tan Hong dan Ong Kai dengan gembira, apalagi ketika
ia mendengar bahwa keduanya adalah muridmurid Cin Cin Tojin dan Lio Cin Ki si Garuda Sakti yang telah terkenal itu. Ketika ia mendengar kenyataan bahwa Tan Hong adalah Gin kiam Gin to, ia membelalakkah matanya dengan kagum ia berkata, "Ah, Tan hiante, tak kusangka bahwa Gin-kiam Gi-to yang tersohor di kalangan kangouw itu, adalah
seorang yang masih begini muda seperti engkau!"
Tan Hong menjawab dengan ucapan merendah, "Lee taihiap, aku yang muda dan
bodoh tak pantas dikagumi."
Lee Kun tertawa dan merasa senang melihat kesopanan anak muda ini. Iapun kagum
melihat sikap Ong Kai yang gagah seperti Thio Hwi (seorang tokoh besar dalam cerita sejarah Sam Kok).
"Dari mengapa kedua suhu kalian tidak tiatang?" tanyanya.
"Suhu sedang melanjutkan perjalanan mencari kawan-kawan pembantu yang hendak dibawa ke sini untuk membantu pula." jawab Ong Kai hingga Lee Kun menjadi makin girang.
"Ah, kalau semua orang seperti kedua suhumu dan kalian berdua saudara muda ini
turut membantu, sebentar saja para pangacau itu tentu dapat terbasmi habis!" katanya sambil menghela napas.
"Sayang, sebagian besar para ksatria pada waktu ini hanya mengingat kepentingan sendiri saja dan sama sekali tidak mau memperdulikan keadaan negara dan rakyat.
Sungguh sayang!"
Para pendekar, yang telah datang dan membantu di tempat itu berjumlah empat puluh orang lebih yang dipencarpencar ke tempat sepanjang batas negeri untuk memperkuat penjagaan tentara kerajaan dan membantu para perwira kerajaan. Tan Hong dan Ong
Kai lalu mendapat tugas dari Lee Kun untuk membantu pertahanan di Pegunungan
Kimkesan, karena di situ seringkali mendapat serbuan para pengacau yang dipimpin
oleh orang-orang pandai. Lee Kun yang menduga akan ketinggian ilmu silat kedua
pemuda ini, tak ragu-ragu lagi mengirim mereka ke tempat yang paling berbahaya, di mana kedudukan musuh paling kuat.
Kedatangan Tan Hong dan Ong Kai di Kimkesan mendapat sambutan riang gembira dari
para petugas di situ, oleh karena mereka telah berkali-kali mendapat gangguan
serangan para pengacau yang sangat kuat hingga menderita banyak kerugian. Dalam
keadaan seperti itu, makin banyak datangnya balabantuan, makin menggirangkan
mereka. Dan pada saat itu yang memimpin penjagaan di Kimkesan adalah seorang
perwira bernama Bu Sam Kwi. Perwira ini masih muda dan lagaknya sombong sekali,
oleh karena ia merasa bahwa dirinya sudah sangat pandai dan gagah perkasa. Memang ia memiliki ilmu silat cabang Kunlun yang cukup tinggi. Ia terkenal keras memegang peraturan hingga ditakuti oleh anak buahnya, sedangkan beberapa orang enghiong
yang datang sebagai pembantu sukarela, tidak dapat bergaul dengannya.
Biarpun Bu Sam Kwi tidak beram menolak bantuan para enghiong ini dan tidak berani terang-terangan menceia atau memandahg rendah kepada mereka, namun sikapnya
terhadap mereka acuh tak acuh.
Padahal lima orang enghiong yang dikirim Lee Kun untuk membantunya, bukanlah
orang sembarangan, karena mereka ini adalah Biciu Ngoeng (Lima Pendekar dari Biciu) yang cukup terkenal. Baru setelah tempat penjagaan yang berada di bawah
pengawasannya itu diserang berkali-kali oleh pengacau Tartar dan ia menderita banyak sekali kekalahan dan berkat bantuan kelima pendekar itu saja maka tempat penjagaan tak sampai jatuh di tangan musuh, ia muiai bersikap lebih ramah dan hormat.
Tah Hong dan Ong Kai disambut dengan hangat oleh Biciu Ngoeng dan setelah
penyambutan resmi dilakukan oleh Bu Sam Kwi, kelima pendekar yang sudah ianjut usia itu lalu mengajak Tan Hong dah Ong Kai untuk bicara di tenda mereka. Biciu Ngoeng ini lalu menuturkan keadaan di situ dan memesan agar mereka berdua suka melakukan
pekerjaan menurut pendapat dan kebijaksanaan sendiri saja, pleh karena kalau hanya menurut perintah Bu Sam Kwi yang sombong, tapi sebenarnya tidak pandai apa-apa itu, maka bantuan mereka akan sia-sia belaka.
"Telah berkali-kali kami berlima mehgusulkan supaya mengejar dan memukul pengacau di tempat pemberhentian mereka, karena kami menganggap menanti datangnya
serbuan mereka bukanlah taktik yang sempurna. Kita menjadi lelah karena melakukan penjagaan saja tanpa mengetahui bila mereka akan datang menyerbu, sedangkan para
pangacau itu dengan enaknya dapat mempermainkan kita. Kalau kita mengantuk
karena terlalu lama menjaga, mereka tiba-tiba datang menyerbul"
Tan Hong dan Ong Kai tidak banyak mengerti tentang taktik peperangan akan tetapi
mereka dapat juga memberikan pendapat pendekar tua itu.
"Bagaimana mereka itu bisa mengetahui keadaan kita?" tanya Ong Kai dan mereka berdua mendapat jawaban yang membuat keduanya tertegun karena heran.
"Ketahuilah, jiwi hiante, agaknya pihak pengacau mempunyai banyak kaki tangan yang terdiri dari bangsa kita sendiri di sini dan dimana-mana, bahkan setiap tempat
penjagaan kami rasa terdapat pula mata-matanya!" Kata-kata ini diucapkan dalam bisikan.
"Bangsat benar!" Tan Hong memaki marah. "Kalau aku dapat menangkap pengkhianat macam itu, tentu takkan kuberi ampun! Dan sudah tahukah Lee enghiong akan hal ini?"
Kelima jago dari Biciu itu mengangguk, "Kami semua sudah tahu dan bahkan sudah banyak yang kami tangkap dan kami bunuh. Akan tetapi agaknya ada seorang
pemimpinnya di daerah ini yang mengatur semua langkah-langkah mereka itu hingga
pihak pengacau telah mengetahui semua rencana kita. Karena inilah, maka tiap Lee
enghiong mengadakan sergapan, selalu sarang pengacau itu didapati kosong!"
Tan Hong dan Ong Kai merasa gemas sekali. Mereka berjanji di dalam hati untuk
membasmi pengkhianat-pengkhianat ini!
Penuturan Biciu Ngo eng memang betul terjadi dan hal ini sebenarnya tidak aneh. Para perwira yang membantu dan mendatangi daerah barat di mana terjadi pergolakan ini, terdiri dari bermacam-macam orang. Ada piauwsu, guru silat, pendeta, perampok dan siapa saja yang memi iki kepandaian dan kesanggupan bertempur. Dan hal inipun
diketahui oleh pihak pengacau yang merasa betapa beratnya menghadapi sekalian
orang-orang pintar ini, lebih berat daripada menghadapi tentara-tentara kerajaan yang banyak jumlahnya, akan tetapi yang tidak becus bertempur. Maka mereka lalu mencari akal. Diam-diam mereka mengutus kaki tangannya untuk menghubungi para pembantu
sukarela ini dan memilih-milih mereka yang memang berbatin rendah. Dengan
pengaruh emas mereka akhirnya dapat juga mempengaruhi beberapa tokoh liok-lim
untuk diam-diam membantu pihak mereka dan menjalankan pekerjaan sebagai mata-
mata dan penyelidik! Bahkan tidak kurang jumlahnya tentara kerajaan yang kena disuap hingga merekapun menjadi pengkhianat bangsa!
Bu Sam Kwi memandang rendah kepada Tan Hong dan Ong Kai dan iapun
memperlakukan kedua anak muda ini dengan dingin saja, akan tetapi kedua pendekar
ini yang sudah mendengar dari Biciu Ngo eng akan sikap perwira ini, tidak ambil pusing.
Malam harinya, kembali para pengacau datang menyerbu dari sebelah kiri di mana
penjagaan tidak begitu kuat. Banyak tentara kerajaan kena disergap dan tewas.
Kebetulan sekali Tan Hong dan Ong Kai yang meronda di bagian itu untuk melihat-lihat pertahanan sebagai pendatang-pendatang baru yang perlu mengetahui kedudukan
pihaknya, berada di situ pada saat penyerbuan terjadi. Kedua anak muda ini lalu
mencabut pedang mereka dan mengamuk hingga banyak sekali pengacau tewas di
ujung pedang mereka. Pengacau-pengacau yang menyerbu menjadi kalangkabut dan
mereka segera mundur kembali ke tempat gelap.
Para tentara kerajaan merasa bersyukur dan tiada habis-habisnya memuji kedua orang muda itu. Hal ini lalu terdengar oleh Bu Sam Kwi yang segera mengubah sikapnya dan menyatakan terima kasih kepada kedua pendekar itu. Tan Hong lalu berkata kepada Bu Sam Kwi, "Bu ciangkun, melihat datangnya serbuan malam tadi, maka akupun
beranggapan bahwa sudah seharusnya kita mendahului dan mengejar serta memukul
mereka di tempat mereka. Hal ini lebih baik daripada kita harus berjaga-jaga selalu tanpa mengetahui bila mereka akan bergerak menyerang kita. Pula, pertempuran di
siang hari lebih menguntungkan kita, di mana kita dapat mengadu kepandaian secara terbuka. Kurasa kita takkan kalah oleh mereka yang hanya memiliki tenaga besar, akan tetapi kurang pandai memainkan senjata."
Bu Sam Kwi memperlihatkan muka tidak senang. "Tan enghiong, aku mendapat tugas dari kerajaan untuk menjaga tempat ini, bukan untuk menyerbu tempat mereka, dan
aku tidak mau mengorbankan jiwa anak buahku. Bagaimanapun juga, aku merasa
bahwa lebih baik kita berjaga daripada menyerbu tempat mereka yang belum kita
ketahui betul. Bagaimana kalau mereka menjebak kita dan mengurung dengan barisan
yang besar jumlahnya" Tidak, Tan enghiong, aku tidak sebodoh itu!"
Tan Hong merasa sebal dan gemas sekali, akan tetapi kareha yang memegang komando
di situ adalah Bu Sam Kwi, ia tidak berani memaksa. Pada keesokan harinya, ia dan Ong Kai kembali ke Seelok untuk mengadakan perundingan dengan Lee Kun dan untuk
mengusulkan agar supaya semua pendekar bergerak sendiri mengejar dan menyerbu
para pengacau itu di luar tapal batas.
Pada saat ia dan Ong Kai memasuki dusun Seelok, tiba-tiba Tan Hong memegang
tangan Ong Kai dan menarik kawan ini bersembunyi di belakang pohon besar. Tan Hong menunjuk ke arah seorang tua yang mendatangi dari depan. Ong Kai memandang dan
dadanya berdebar ketika ia mengenali orang itu dan yang tidak lain adalah Ang Houw, kepala rampok yang dulu pernah bentrok dengan mereka dan telah dikalahkan oleh Tan Hong.
"Apa maksudnya datang ke tempat ini?" bisik Tan Hong.
"Mungkin jiwa patriotnya tergerak dan ia datang hendak membantu," jawab Ong Kai.
Tan Hong menggeleng-gelengkan kepala. "Ah, aku tidak bisa mempercayai orang
seperti dia itu." Diam-diam mereka lalu mengejar dan mengikuti kepala rampok itu. Ang Houw masuk ke dalam sebuah rumah penginapan dan Tan Hong lalu melompat ke atas
genteng melakukan pengintaian. Dari celah-celah genteng ia melihat kepala rampok itu memasuki sebuah kamar, menurunkan buntalannya dan mengeluarkan sebuah kotak
kecil dari buntalan itu yang lalu dimasukkan ke dalam saku bajunya. Tan Hong makin curiga, ia segera melompat turun lagi dan diceritakannya kepada Ong Kai apa yang telah dilihatnya.
"Kita pura-pura tidak tahu saja," kata Ong Kai, "kurasa kotak itu mempunyai maksud kurang baik. Biarlah kita temui dia dengan biasa saja, akan tetapi diam-diam kita selidiki dan ikuti ke mana ia pergi." Tan Hong menyatakan persetujuannya dan mereka tidak jadi menjumpai Lee Kun, oleh karena ketika itu Ang Houw telah keluar dari kamarnya dan menggendong buntalannya lagi, lalu perampok itu berjalan cepat menuju ke ...
Kimkesan! Kemudian ternyata bahwa perampok itu juga diperbantukan ke Kimkesan oleh Lee Kun
atas permintaan Ang Houw sendiri oleh karena ia mendengar bahwa di tempat itulah
yang paling membutuhkan tenaga pembantu yang pandai dan kuat. Ketika Ang Houw
telah menghadap Bu Sam Kwi dan memberikan surat Lee Kun kepada perwira itu, Tan
Hong dan Ong Kai muncul menjumpainya. Ang Houw nampak terkejut dan pucat, tak
disangkanya sama sekali akan bertemu dengan kedua anak muda itu di situ. Akan
tetapi, dengan ramah tamah Tan Hong menjura dan berkata, "Ah, Ang loenghiong juga datang membantu" Bagus sekali, sekarang kita menjadi kawan seperjuangan."
Lega hati Ang Houw melihat sikap Tan Hong ini, maka iapun balas menjura dan berkata,
"Aku girang melihat Tantaihiap juga berada di sini. Dengan adanya kau orang muda yang gagah ini, kita tak usah merasa takut terhadap serangan pengacau!"
Ketika Bu Sam Kwi mengajak Ang Houw memasuki kamarnya karena katanya hendak
membicarakan sesuatu perintah yang penting mengenai pertahanan tempat itu, diam-
diam Tan Hong mengintai dari belakang tenda. Ia membuat lubang kecil dan mengintai ke dalam. Hatinya berdebar ketika ia melihat betapa Ang Houw mengeluarkan kotak
kecil itu dan menyerahkannya kepada Bu Sam Kwi dan ketika perwira itu membuka
kotak tersebut, ternyata kotak itu penuh berisi batu-batu permata yang besar berikut sepucuk surat!
Malam itu, kembali para pengacau mengadakan serbuan yang dilakukan secara besar-
besaran, agaknya hendak menebus kekalahannya malam tadi. Tan Hong lalu berbisik
kepada Ong Kai, "Kau layanilah pengacau-pengacau itu dan ajak Ang Houw bertempur bersama. Aku tinggal di sini menyelidiki isi surat itu."
Ong Kai mengangguk maklum dan ia lalu bersama Biciu Ngo eng mengajak Ang Houw
untuk menolong bagian yang diserang oleh para pengacau. Ang Houw lalu ikut mereka mengusir pengacau yang datang menyerbu.
Tan Hong kembali mengintai di dalam tenda Bu Sam Kwi. Ia melihat betapa perwira
muda itu enak-enak menghitung dan mengagumi permata yang diterimanya dari Ang
Houw, sama sekali tidak memperdulikan adanya serbuan pengacau malam itu! Tan
Hong lalu mengambil keputusan cepat. Ia cabut keluar pedang peraknya, lalu sekali ia menggerakkan tangan, tenda itu telah pecah dan robek hingga ia dapat melompat ke
dalam. Bu Sam Kwi terkejut sekali dan melompat berdiri memandang. Ketika melihat
Tan Hong masuk dengan pedang terhunus perwira inipun lalu mencabut pedangnya
dan membentak, "Tan enghiong! Apa maksudmu memasuki tendaku tanpa dipanggil
dan dengan cara sekasar ini?"
Tan Hong tersenyum. "Tidak apa-apa, hanya serahkanlah peti kecil dan surat dari Ang Houw tadi!"
"Kau hendak merampok?" bentak Bu Sam Kwi, akan tetapi dari mukanya yang pucat Tan Hong maklum bahwa tentu ada rahasia sesuatu dalam surat itu.
"Tidak, aku hanya hendak melihat surat tadi!"
Tiba-tiba tangan kiri Bu Sam Kwi menyambar sehelai surat yang tadi terletak di atas meja dan cepat ia menghampiri lilin hendak membakar surat itu. Akan tetapi sebuah tendangan dari Tan Hong membuat surat itu terlepas dan cepat sekali Tan Hong
berhasil menyambar surat itu. Dengan tangan kiri Tan Hong membaca surat yang
ternyata ditulis oleh Pangeran Liong Tek Ong dari kota raja!
"Bangsat, serahkan surat itu kepadaku," Bu Sam Kwi membentak sambil menusuk dengan pedangnya. Akan tetapi, tanpa melepaskan matanya dari surat yang dipegang
di tangan kiri, Tan Hong menggerakkan pedangnya menangkis keras hingga pedang Bu
Sam Kwi hampir terlepas dari pegangan! Sementara itu, ketika membaca surat
tersebut, makin lama wajah Tan Hong makin merah dan sepasang matanya
memancarkan sinar kilat. Setelah selesai, pada saat ia melipat surat itu dan
memasukkannya ke dalam saku bajunya, kembali Bu Sam Kwi menyerang. Kini Tan
Hong tidak memberi kesempatan kepadanya, dan terus memaki, "Bangsat
pengkhianat!"
Pemuda ini lalu menangkis sekerasnya hingga pedang perwira itu terlempar menancap tenda dan sebelum ia dapat melarikan diri, pedang perak di tangan Tan Hong telah
menembusi punggungnya! Bu Sam Kwi roboh dan tewas. Tan Hong lalu menuju ke
tempat pertempuran untuk mencari Ang Houw, akan tetapi Ang Houw telah lari dari
situ, bahkan Ong Kai sendiri yang tadi melihat Ang Houw bertempur bersama-sama,
tidak tahu ke mana larinya kepala rampok itu. Ketika semua orang kembali setelah
berhasil memukul mundur para pengacau, mereka terkejut sekali melihat bahwa Bu
Sam Kwi telah mati di dalam tendanya dengan sebuah luka tikaman pedang yang
menembusi dadanya!
Ributlah keadaan di situ dan semua orang yang menduga-duga siapa yang berani
membunuh perwira ini. Oleh kareha Ang Houw yang baru datang tidak narnpak di situ, maka semua orang menduga bahwa tentu orang itulah yang membunuh Bu Sam Kwi.
Yang tahu akan duduknya hal itu sebenarnya hanyalah Tan Hong dan Ong Kai. Ketika
Tan Hong memperlihatkan surat yang dirampasnya dari tangan Bu Sam Kwi itu kepada
Ong Kai, pemuda muka hitam inipun merasa marah sekali.
"Sayang aku tidak tahu sebelumnya, kalau aku tahu, tentu aku akan menikam dada Ang Houw si pengkhianat tua itu!" katanya menyesal.
Hal adanya surat ini dirahasiakan benar oleh kedua anak muda itu, bahkah Biciu Ngo eng pun tidak mereka beritahu. Pada keesokan harinya, Tan Hong dan Ong Kai menuju ke Seelok dan menjumpai Lee Kun. Tan Hong mengusulkan agar supaya semua
enghiong dikerahkan untuk memukul para pengacau di tempat persembunyian mereka,
dan kemudian ia memperi hatkan surat rahasia yang dirampasnya.
Setelah membaca surat itu dan mengembalikannya kepada Tan Hong, wajah Lee Kun
menjadi pucat. "Pantas saja pengacau-pengacau ini sukar dikalahkan, rupanya mereka telah berhasil menyuap banyak pengkhianat, bahkan telah mengadakan kontak dengan
pangeran yang hendak memberontak di kota raja! Baiklah, sekarang kita kerahkan
tenaga untuk memukul mereka itu sebelum mereka sempat bersiap-siap!"
Lee Kun lalu mengirim kawan-kawan untuk memanggil enghiong yang disebar di
berbagai tempat dan pada hari itu juga, empat puluh orang lebih pendekar tinggi
berkumpul di SeeIok. Kemudian, setelah mengadakan perundingan, mereka
memutuskan bahwa besok pagi-pagi mereka akan menyerbu dan naik ke bukit sebelah
luar tapal batas untuk mencari dan mengusir barisan Tartar. Oleh karena komandan
daerah itu telah tewas dan kini kedudukannya masih kosong, maka tidak ada orang dari tentara kerajaan yang berani menghalangi maksud para enghiong ini, bahkan di antara para perwira bawahan banyak yang mengatakan hendak membantu hingga kepergian
para enghiong itu di kuti oleh ratusan orang tentara kerajaan!
Operasi pembersihan yang di akukan oleh Lee Kun dan kawan-kawannya berhasli baik.
Tempat persembunyian pertama telah dapat dihancurkan dan para pengacau banyak
yang ditewaskan, selebihnya melarikan diri, terus dikejar oleh Lee Kun dan kawan-
kawannya. Akan tetapi pada hari ke dua, dari atas puncak bukit turunlah barisan pengacau yang besar jumlahnya dan barisan ini dikepalai oleh belasan perwira bangsa Tartar yang berpakaian indah dan garang sekali nampaknya. Dan yang mengherankan para
enghiong ialah bahwa di antara belasan perwira Tartar ini kelihatan pula dua orang hwesio gemuk bangsa Han (Tionghoa) yang memegang senjata toya panjang yang
berat! Pertempuran hebat terjadi tanpa banyak tanya jawab lagi, dan para perwira bangsa
Tartar itu benar-benar tangguh dan hebat ilmu silatnya terutarna kedua orang hweisio yang bernama Kang Sian Hosiang dain Kang Ban Hosiang itu benar-benar berilmu tinggi sekali hingga Lee Kun, Tan Hong dan Ong Kai yang mengeroyok mereka ini terdesak
hebat dan tak sanggup melawan karena ilmu silat kedua orang kepala gundul yang
membela pengacau itu benar-benar berada setingkat lebih tinggi daripada kepandaian mereka. Kali ini oleh karena pihak pengacau lebih besar jumlahnya dan mempunyai
banyak orang pandai, maka pihak para ksatria itu terpukul hebat dan banyak diantara tentara dan enghiong gugur dalam pertempuran itu. Akan tetapi, oleh karena orangorang itu memang pantang mundur, mereka masih tetap mengadakan perlawanan yang
menimbulkan kerugian bukan sedikit di pihak pengacau. Tan Hong yang tak pernah
menjauhi Ong Kai, mengamuk hebat bersama si muka hitam itu dan mereka berdua kini menahan serangan Kang Sian Hosiang dengan mati-matian! Biarpun telah dikeroyok
dua oleh kedua pemuda itu, namun Kang Sian Hosiang masih dapat mendesak dengan
toyanya yang diputar bagaikan mengamuknya seekor naga hitam yang ganas dan liar.
Sementara itu dengan bantuan dua orang dari kelima Biciu Ngoeng, Lee Kun
mengeroyok Kang Ban Hosiang, tapi ketiga orang pendekar inipun terdesak hebat oleh toya Kang Ban Hosiang! Sungguh keadaan para patriot itu terancam bahaya maut pada saat itu dan agaknya tak lama lagi mereka akan tersapu bersih semua!
Akan tetapi, pada saat itu, dari bawah bukit mendatangi belasan orang di bawah
pimpinan Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki. Di antara belasan orang ini nampak juga Siok Lan yang berlari dengan gagah sekali. Oleh karena rata-rata belasan orang ini
berkepandaian tinggi maka mereka dapat maju cepat sekali mendaki bukit menuju ke
arah suara teriakan-teriakan pertempuran yang sedang berlangsung.
Datangnya bala bantuan ini mendatangkan semangat baru bagi para enghiong yang
sudah amat terdesak dan ketika belasan orang pembantu ini menyerbu, para pengacau terdesak mundur dan banyak yang roboh bergelimpangan di bawah amukan para
enghiong itu. Siok Lan juga mengamuk dan matanya mencari-cari Tan Hong dan Ong
Kai. Alangkah terkejutnya dan khawatirnya ketika ia melihat betapa kedua pemuda itu terdesak hebat sekali oleh seorang hwesio gemuk yang memainkan toyanya dengan
hebat sekali.
Maling Budiman Berpedang Perak Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Akan tetapi, pada saat itu Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki juga telah melihat bahwa pimpinan rombongan pengacau yang paling tinggi kepandaiannya ialah kedua orang hwesio itu, maka kedua orang pendekar tua ini lalu melayang maju dan menggantikan Tan Hong
dan yang lain-lain menghadapi kedua orang hwesio bersenjata toya itu. Tan Hong, Ong Kai, Lee Kun dan yang lain-lain lalu melayani perwira-perwira Tartar lain yang segera terpukul mundur dan banyak yang tewas.
Gin Cin Tojin menghadapi Kang Sian Hosiang dan menangkis serangan toya, dengan
kebutan ujung lengan bajunya sambil berkata, "Sahabat, bukankah kau juga orang Han, mengapa kau membela penjahat-penjahat yang merusak negara dan menggangu
bangsa" Apakah kau tidak memiliki jiwa ksatria sedikit juga?"
Akan tetapi Kang Sian Hosiang membentak marah, "Tosu siluman jangan banyak cakap.
Rasakan pukuian toyaku yang akan menghancurkan kepalamu!" Dan ia terus maju
dengan hebat sekali, akan tetapi dengan tenang Cin Cin Tojin dapat menghadapinya
dan balas menyerang tak kalah hebatnya.
Lo Cin Ki melawan Kang Ban Hosiang dan mereka berdua juga bertempur dengan sama
kuatnya. Pendekar tua Garuda Sakti itu memutar-mutar pedangnya dan memainkan
ilmu pedang Boksan Kiamhoat yang asli hingga tubuhnya lenyap dalam sinar pedang
hingga Kang Ban Hosiang merasa terkejut sekali.
Sementara itu, perlahan-lahan pihak pengacau telah berkurang kekuatannya, bahkan
telah banyak yang melarikan diri mundur ke belakang gunung, dikejar-kejar oleh
barisan kerajaan. Akhirnya yang bertempur di situ, hanyalah kedua hwesio melawan
kedua jago tua dan para pendekar yang lain hanya menonton saja, karena mereka
merasa bahwa kepandaian mereka terlampau rendah untuk ikut mengeroyok.
Tiba-tiba terdengar pekik kesakitan ketika Cin Cin Tojin berhasli menotok dada kiri lawannya dengan ujung lengan bajunya. Toya Kang Sian Hosiang terlepas dan tubuh
hwesio gemuk itu terhuyung mundur sedangkan wajahnya pucat sekali. Hwesio yang
telah kena pukulan penuh tenaga iweekang ini mendapat luka hebat di dalam dadanya dan tanpa memperdulikan saudaranya, ia lalu melarikan diri! Cin Cin Tojin menghela napas dan merasa menyesal bahwa ia terpaksa harus melukai orang.
Ketika melihat betapa kakaknya dapat dikalahkan, Kang Ban Hosiang menjadi khawatir dan bingung hingga gerakan toyanya menjadi lambat. Kesempatan ini digunakan oleh
Lo Cin Ki untuk mendesak dengan pedangnya dan akhirnya ia berhasil membacok paha
lawannya hingga Kang Ban Hosiang roboh mandi darah. Sebelum orang lain dapat
mencegahnya, hwesio yang telah putus harapan dan malu kalau sampai tertawan
sebagai pengkhianat bangsa, lalu menggerakkan toyanya sendiri memukul kepala,
hingga kepalanya yang gundul itu pecah dan jiwanya melayang!
Tan Hong memandang kepada Siok Lan dengan girang dan wajahnya berseri. Juga para
pendekar merasa gembira mendapat bantuan yang tak diduga-duga ini, karena tadinya mereka telah merasa bahwa akhirnya mereka semua akan gugur. Mereka menyambut
kedua pendekar tua itu dengan muka gembira dan mengucapkan terima kasih serta
menyatakan kekaguman mereka.
Akan tetapi pada saat itu dari atas gunung datang pula serombongan perwira dan di depan sekali nampak seorang pendeta Lama yang berkepala gundul lari bagaikan
terbang cepatnya. Ketika pendeta Lama ini berada di depan para patriot, mereka
melihat bahwa Lama ini bertubuh tinggi sekali dan bermata biru, sedangkan jubahnya yang lebar itu berwarna kuning. Pendeta Lama ini memegang sebuah tongkat panjang
yang ujungnya dipasangi kaitan besi yang berkilau karena tajamnya. Lama ini berdiri sambil bertolak pinggang dan menantang, "Hai, orang-orang Han. Majukan jago-jagomu untuk melawanku kalau memang kalian orang-orang ksatria!"
Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki maju berbareng dan menjura, "Tidak tahu siapakah losuhu yang mulia?"
Lama memandang dengan tajam kepada dua orang pendekar tua ini, lalu ia tertawa,
"Ha, ha, ha, pantas saja kawan-kawanku lari kocar kacir! Rupanya ada kalian dua tua bangka! Ayoh, kalian maju dan menerima kematian dari tangan Pek Lek Hoatsu!"
Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki terkejut mendengar nama ini dan mereka maklum bahwa
mereka berhadapan dengan seorang pendeta berilmu tinggi. Akan tetapi oleh karena
pada saat itu mereka merupakan wakil dari rakyat yang mengusir kaum pengacau
sedangkan pendeta Lama itu adalah pelindung para pengacau sendiri, mereka tidak
merasa takut-takut. Lo Cin Ki lalu menggunakan pedangnya menyerang, akan tetapi
ketika Pek Lek Hoatsu menangkis dengan toyanya yang panjang. Lo Cin Ki berseru kaget dan melompat mundur dan ketika ia melihat telapak tangannya yang terasa perih,
ternyata bahwa telapak tangannya telah lecet dan mengeluarkan darah! Alangkah
hebat ilmu Iweekang pendeta Lama itu! "
Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki maklum bahwa mereka berdua bukan lawan pendeta Lama
itu, akan tetapi mereka tidak mau memperlihatkan kelemahan, maka segera mereka
maju berbareng.
"Ha, ha, ha! Bukankah kalian ini dua orang tua bangka dari Boksanpai" Ketahuilah, ketika dulu guru kalian melawanku, dia masih belum dapat mengalahkan aku, apalagi kalian ini yang hanya berkepandaian rendah." Akan tetapi kedua pendekar tua itu tidak memperdulikan ocehannya dan terus menyerang dengan hebat. Namun, begitu Pek Lek
Hoatsu memutar senjatanya yang mengeluarkan cahaya berkilauan, keduanya terpaksa
bertempur sambil mundur! Permainan tongkat Pek Lek Hoatsu benar-benar luar biasa
dan tenaganyapun besar sekali.
Pada saat itu, entah dari mana datangnya, tahu-tahu di situ telah berdiri dua orang kakek yang aneh dan ketika Tan Hong dan Ong Kai memandang, mereka merasa girang
sekali oleh karena segera mengenali bahwa mereka ini adalah Raja Pengemis Lui Song dan Kim Liong Hoatsu si kakek rambut putih!
Pada saat itu si Raja Pengemis menggunakan jari telunjuknya menuding kearah Kim
Liong Hoatsu sambil tertawa berkakakan, "Eh, eh, lagi-lagi kau datang juga hendak membawa pahala! Agaknya dalam segala hal, kecuali dalam permainan catur, kau tidak mau kalah dariku, kakek ubanan!"
Juga Kim Liong Hoatsu tertawa. "Jembel tua! Jangan banyak bicara, perlihatkan kepandaianmu!"
Si Raja Pengemis lalu melangkah maju ke arah mereka yang sedang bertempur dan
berseru keras kepada kedua jago tua yang mengeroyok pendeta Lama itu, "Kalian orang-orang Bok san pai mundurlah!"
Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki yang telah amat terdesak itu segera melompat ke belakang dan ketika Pek Lek Hoatsu melihat siapa orangnya yang menghadang di depannya,
wajahnya berubah pucat. Akan tetapi ia membesarkan suaranya untuk menutupi rasa
takutnya ketika ia berkata, "Ah! Si Raja Pengemis juga datang ke sini, apakah kau hendak mengemis?"
Lui Song si Raja Pengemis itu tertawa geli. "Benar, aku hendak mengemis, akan tetapi yang kuminta adalah jiwamu yang kotor!"
Tanpa berkata-kata lagi Pek Lek Hoatsu lalu mengayun tongkatnya menghantam kepala Raja Pengemis itu yang segera mengelak dengan mudah dan cepat. Sambil mengelak,
jembel tua itu memaki-maki dan memperolok-olok, hingga Pek Lek Hoatsu menjadi
makin marah dan gemas. Serangannya makin cepat dan bertubi-tubi hingga tongkat di tangannya seakan-akan berubah menjadi puluhan bahyaknya yang kesemuanya
menyambar sambil membawa maut! Akan tetapi, Raja Pengemis itu benar-benar lihai.
Tubuhnya berkelebat ke sana ke mari di antara sambaran tongkat dan jangankan
tubuhnya terkena toya, bahkan ujung bajunya saja tak pernah kena sambaran senjata itu! Semua orang yang menonton menjadi pening melihat demonstrasi kepandaian
yang tinggi ini, bahkan Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki memandang dengan penuh perhatian dan kagum. Kepandaian Pek Lek Hoatsu agaknya setingkat dengan kepandaian
mendiang guru mereka yang menciptakan Boksan Kiamhwat, akan tetapi kepandaian
kakek jembel ini lebih hebat lagi!
Tiba-tiba terdengar Kim Liong Hoatsu mencela, "Eh, jembel tua, apakah kau mau borong sendiri saja?"
Si Raja Pengemis tertawa geli dan ketika ia berseru, "Ini, kau kuberi bagian." Tiba-tiba sekali renggut saja ia berhasil membuat tongkat Pek Lek Hoatsu terlempar ke arah Kim Liong Hoatsu dengan luncuran cepat sekali. Kim Liong Hoatsu menggunakan jari
tangannya menyabet ke arah batang tongkat yang menyambar dan "krak!" tongkat panjang itu patah menjadi dua!
Lagi-lagi si Raja Pengemis tertawa dan berkata, "Mari, kau kuberi giliran!" dan tahu-tahu ia telah berhasil menangkap kaki Pek Lek Hoatsu yang langsung dilemparkan ke arah Kim Liong Hoatsu dengan keras!
Kim Liong Hoatsu mengulurkan tangannya dan sebelum Pek Lek Hoatsu dapat
mengelak, kakek ubanan ini telah dapat menangkap lehernya dan cepat melemparkan
tubuh itu kembali ke arah si Raja Pengemis dibarengi bentakan, "Untuk apa benda kotor ini" Terimalah kembali!"
Ketika tubuh Pek Lek Hoatsu masih melayang di udara menuju kepada Raja Pengemis,
kakek ini lalu, menggunakan tangan kanannya untuk mendorong ke udara, dah aneh!
Sebelum tubuh Pek Lek Hoatsu sampai di tangannya, tubuh itu telah kena dorong oleh tenaga hebat yang keluar dari tangan kakek jembel itu dan terpental kembali ke arah si kakek ubanan! Inilah tenaga khikang yang sudah mencapai tingkat tinggi hingga tenaga dorongan yang keluar dari situ cukup hebat untuk mementalkan kembali tubuh Pek Lek Hoatsu yang begitu besar dan berat.
Kim Liong Hoatsu tidak mau mengalah. Iapun menggunakan khikang untuk mendorong
tubuh yang masih berada di atas itu hingga tubuh Pek Lek Hoatsu yang sial dan bernasib malang itu seakan-akan menjadi sebuah bola yang dipermainkan ke sana ke mari oleh kedua orang kakek tadi! Dan ketika keduanya mengakhiri permainan ini, ternyata tubuh Pek Lek Hoatsu telah tak bernyawa lagi!
"Nah, nah, kau telah membunuhnya!" kata Lui Song si Raja Pengemis kepada Kim Liong Hoatsu.
"Bukan aku, kaulah yang membunuhnya!" jawab kakek ubanan itu.
"Tidak, aku tidak membunuhnya, kaulah yang melakukannya!" jawab Raja Pengemis pula.
"Bukan, kau!"
"Kau!"
"Biarlah kita putuskan hal ini di atas papan catur nanti!" kata Kim Liong Hoatsu akhirnya.
"Baik!" Si Raja Pengemis menerima tantangan ini.
Setelah bersitegang yang akhirnya diputuskan untuk mengambil kemenangan di atas
papan catur, kedua orang kakek itu menggerakkan tubuh dan lenyap dari situ, dan tak seorangpun tahu ke mana perginya, seperti juga tak seorangpun melihat dari mana tadi mereka muncul!
Semua perwira pengacau telah melarikan diri ketika Pek Lek Hoatsu masih dipakai main bola tadi, dan kini keadaan di situ sunyi. Cin Cin Tojin menggeleng-gelengkan kepala dan menghela napas, "Dewasa ini yang memiliki kepandaian setinggi kepandaian mereka, kurasa hanya dua orang itu saja."
Tan Hong dan Ong Kai merasa agak kecewa mengapa kedua orang kakek yang telah
mereka kenal itu sama sekali tidak memperdulikan mereka! Semua orang tiada
habisnya memuji dan mengagumi kedua kakek luar biasa yang berilmu tinggi itu.
Setelah banyak perwira para pengacau kena ditewaskan, apalagi setelah Pek Lek Hoatsu yang menjadi orang kuat pengacau Tartar itu tewas pula, maka gerombolan Tartar itu mengundurkan diri dan tidak berani mengganggu daerah perbatasan lagi sebelum
tenaga mereka pulih kembali. Para enghiong pun lalu kembali ke tempat masing-
masing, melakukan pekerjaan mereka seperti biasa. Tidak sedikitpun tanda jasa atau terima kasih yang mereka terima dari kaisar, bahkan di dalam laporan-laporan nama mereka tak pernah disebut-sebut!
Rumah Lo Cin Ki terhias indah dan suasana gembira sekali. Banyak sekali tamu-tamu dari seluruh daerah memeriakan datang menghadiri pesta perayaan yang diadakan oleh jago tua si Garuda Sakti itu untuk merayakan perkawinan anaknya dan muridnya, yakni Siok Lan dan Tan Hong, sedangkan Ong Kai menikah dengan Lai Hwa Eng.
Pada malam harinya, masih banyak tamu yang datang berkunjung dan pihak tuan
rumah menyambut para tamu dengan ramah tamah dan suasana makin gembira
setelah para tamu diberi hidangan arak wangi dan masakan lezat.
Pada saat orang-orang bergembira ria, tiba-tiba dari luar muncul seorang tosu berbaju putih rambut dan jenggotnya yang putih berkilau itu mendatangkan sikap menghormat daripada sekalian yang hadir.
Lo Cin Ki dan Cin Cin Tojin yang juga hadir di situ, segera maju menyambut dengan menjura dalam sekali, oleh karena dengan kaget dan heran kedua jago tua ini mengenal kakek ini yang tak lain ialah Kim Liong Hoatsu, kakek iuar biasa yang dulu pernah muncul di puncak pegunungan di tapal batas sebelah barat dan yang bersama si Raja Pengemis telah menewaskan Pek Lek Hoatsu! Di belakang Kim Liong Hoatsu kelihatan
seorang tua lain yang berjalan di belakang tosu itu dengan sikap takut-takut dan orang tua ini adalah Ang Houw, bekas kepala rampok!
Melihat Ang Houw, Tan Hong dan Ong Kai terkejut, dan Ong Kai segera menyambut
tosu itu sambil berlutut dan memanggi , "Suhu."
Kim Liong Hoatsu agaknya terkejut mendengar sebutan ini, akan tetapi ketika
memandang muka Ong Kai yang hitam, ia teringat bahwa pemuda ini adalah ahli main
catur yang dulu pernah memberi petunjuk padanya. Ia tersenyum dan berkata,
"Bangunlah kau muka hitam. Dan di mana adanya Tan Hong yang berjuluk Gin-kiam Gi-to" Panggil ia keluar, pinto hendak bertemu dengannya!" Tosu ini hanya membalas penghormatan Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki dengan anggukan kepala sederhana saja.
Tan Hong yang mendengar bahwa tosu itu mencari dia, segera maju dan berlutut pula,
"Locianpwe, teecu Tan Hong berada di sini."
Kim Liong Hoatsu segera memandang dan ia tercengang ketika melihat bahwa si Maling Budiman adalah pemuda yang dulu membantu Raja Pengemis dalam permainan catur.
"Eh, eh, jadi kaukah Gin kiam Gito yang telah berlaku sewenang-wenang itu" Bangunlah berdiri, pinto hendak bicara sedikit!"
Tan Hong bangun berdiri di depan tosu itu dengan menundukkan kepala sebagai
penghormatan. "Gin kiam Gito, benarkah bahwa kau telah berlaku sewenang-wenang, mengkhianati kaum liok-lim dan melukai cucu muridku si Ang Houw ini" Jawablah yang betul, karena aku sangat benci kepada semua kebohongan!"
Tan Hong terkejut dan maklum bahwa ini tentu gara-gara Ang Houw yang tak
disangkanya masih cucu murid tosu luar biasa ini sendiri dan ia teringat bahwa dulu Ang Houw akan mengancam hendak melaporkannya kepada pangcu atau ketua dari
kalangan liok-lim, yakni Kim Liong Hoatsu! Akan tetapi, sedikitpun pemuda ini tidak memperlihatkan sikap takut-takut.
"Locianpwe, memang teecu pernah mengalahkan saudara Ang Houw ini dalam sebuah pertempuran. Ketika itu para piauwsu minta pertolongan kepada teecu bertiga dan
oleh karena teecu yang tadinya hendak mendamaikan urusan itu mendengar pula
bahwa anak buah saudara Ang Houw ini mengganggu rakyat jelata, maka teecu
berusaha memperingatkannya, akan tetapi hal ini ditolak oleh saudara Ang Houw
sehingga kami lalu bertempur. Inilah hal yang sebenarnya terjadi, locianpwe!"
"Kau pandai sekali memutarbalikkan duduknya perkara!" Tiba-tiba Ang Houw membentak dengan galaknya. "Aku bersumpah tak pernah mengganggu rakyat dusun!"
"Tak perlu kita ribut mulut saudara Ang Houw, biarlah locianpwe yang memutuskan.
Aku percaya penuh akan kebijaksanaannya." jawab Tan Hong dengan suara tenang.
Sementara itu, semua tamu dan juga Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki, tidak berani
mencampuri urusan ini, karena mereka takut kepada kakek yang luar biasa ini.
"Hm, hm, anak muda. Agaknya karena telah memiliki sedikit kepandaian dan
mempunyai julukan yang dianggap orang budiman, kau lalu menjadi sombong dan
hendak memperlihatkan kepandaianmu di kalangan liok-lim, begitukah?" Suara Kim Liong Hoatsu terdengar mengandung teguran dan ancaman yang menakutkan.
Tiba-tiba Ong Kai maju berlutut, "Suhu, hal ini sama sekali keliru! Tansuheng ini benar-benar pembela keadilan dan perikebajikan dan teecu yang pada waktu itu juga ikut
bertempur melawan kawan-kawan Ong taiong ini, berani bersumpah sebagai saksi
bahwa Tan suheng sama sekali tidak mengandung maksud untuk menyombong. Semua
kesalahan datang dari pihak Ong taiong ini!"
Kata-kata ini diucapkan oleh Ong Kai dengan lantang dan berani dan Kim Liong Hoatsu menganggukkan kepala, "Hm, kau memiliki pribudi dan secara setia kawan, muka hitam, akan tetapi kau masih terlalu muda untuk dapat mengetahui isi hati seseorang!"
Pada saat yang menegangkan itu, tiba-tiba terdengar suara, "Eh, eh, kakek ubanan, kalau menjadi hakim harus yang adil!"
Belum habis gema suara ini, tahu-tahu orangnya telah nampak di hadapan Kim Liong
Hoatsu. Orang ini tak lain adalah Lui Song si Raja Pengemis!
Kim Liong Hoatsu tersenyum dingin ketika ia berkata, "Hah! Jembel tua. Lagi-lagi kau datang menggangguku, akan tetapi kali ini aku minta kepadamu dengan baik supaya
kau ke pinggir dan jangan mencampuri urusan orang!"
Lui Song maklum bahwa kali ini tosu itu benar-benar marah dan mungkin kalau ia
berkeras akan terjadi hal yang tak menyenangkan, akan tetapi ia harus berdiri di pihak yang benar.
"Kim Liong Hoatsu! Kau terkenal sebagai Pangcu dari golongan liok-lim, mengapa kau tidak tahu akan sepak terjang Gin-kiam Gi-to" Aha! Oleh karena orang she Ang yang berwajah pucat ketakutan ini menjadi cucu muridmu, kau telah menjadi berat sebelah!"
"Lui Song! Sekali lagi kuminta kepadamu supaya minggir dan jangan ikut campur.
Tunggulah sampai aku memberi hukuman yang setimpal kepada yang bersalah, baru
nanti aku akan melayanimu bermain catur lagi!"
"Ha, ha, kakek ubanan! Kalau sekali kau turun tangan, apakah ada obatnya lagi" Kalau kau turunkan tangan yang betul, itu tidak apa dan aku pengemis jembel tidak
berkeberatan, akan tetapi kalau kau sampai salah tangan, tidak saja aku yang ikut gemas, bahkan kau sendiri akan menyesal!"
"Jembel tua! Sekali lagi dan untuk penghabisan kali, minggirlah!" ucapan Kim Liong Hoatsu mengandung ancaman hebat
"Tidak, kalau pendirianmu masih seperti tadi!" jawab Lui Song dengan kata-kata yang sama kerasnya!
Suasana menjadi tegang dan sunyi. Tak seorangpun berani bergerak atau bernapas
keras-keras, bahkan Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki menjadi pucat. Kedua nona pengantin yang berada di dalam kamar tidak berani keluar oleh karena masih mengenakan
pakaian pengantin!
Tiba-tiba kesunyian itu dipecahkan oleh suara Ong Kai yang menubruk dan memeluk
kaki Kim Liong Hoatsu. "Suhu, suhu! Mohon bersabar dulu dan janganlah urusan kecil ini menjadi perkara besar! Agaknya suhu sendiri tidak pernah menyangka orang macam apakah Ang Houw ini! Dia adalah seoring pengkhianat yang telah bersekutu dengan
para pangacau Tartar!"
"Apa katamu?" Kim Liong Hoatsu menggerakkan kakinya dan tubuh Ong Kai terlempar jauh sampai bergulingan! Akan tetapi oleh karena kakek itu tidak menendang untuk
menyerang, hanya karena kaget dan gemas, maka Ong Kai tidak menderita luka dan
segera bangkit kembali. Ong Kai lalu menghampiri Tan Hong dan ketika melihat betapa pemuda ini berlutut dan tak bergerak, ia lalu merogoh saku baju Tan Hong dan
mengeluarkan sebuah kotak kecil.
Melihat kotak kecil ini, wajah Ang Houw menjadi pucat seperti mayat dan kedua
kakinya menggigil.
"Suhu, tak perlu teecu banyak bicara karena mungkin suhu takkan percaya. Silakan suhu membaca surat di dalam kotak ini dan suhu akan mengetahui semuanya. Bu Sam
Kwi si pengkhianat telah mampus dalam tangan Tansuheng dan bahkan peti inipun
dirampas oleh suheng .dari tangan Bu Sam Kwi yang menerimanya dari pengkhianat she Ang ini!"
"Sucouw, jangan percaya obrolannya!" Dengan suara gemetar Ang Houw berkata, akan tetapi sucouwnya melotot kepadanya hingga ia tidak berani berkutik lagi.
"Ha, ha, ha! Bagus, bagus! Anak-anak muda lebih berjasa daripada kita tua bangka yang tak tahu diri!" Si Raja Pengemis menyindir kepada Kim Liong Hoatsu. Sementara itu, si kakek ubanan telah membuka peti kecil itu dan mengeluarkan sepucuk surat. Ketika ia membaca isi surat, wajahnya yang merah itu menjadi pucat dan kedua tangannya
gemetar, tanda bahwa hatinya terpukul hebat. Surat itu berbunyi seperti berikut Bu Sam Kwi Ciangkun, Surat ini berikut barang-barang hadiah, kupercayakan kepada
seorang pembantuku yang setia bernama Ang Houw, dan apabila bukan dia yang
membawa dan mengantarkan padamu, kau bunuh saja pembawa itu!"
"Sebagaimana yang telah kita bicarakan dulu, aku telah bersiap sedia menerima
kedatangan kawan-kawan Tartar untuk merobohkan kedudukan kaisar."
"Harap kau suka membuka jalan agar memudahkan barisan Tartar menerobos tapal
batas dan bawalah Ang Houw ini untuk berunding. Aku sudah menyediakan tentara di
daerah Tiangan untuk menggabungkan diri dengan tentara Tartar."
"Sekian dan sedikit hadiah ini harap diterima dengan baik sebagai tanda penghargaanku atas bantuanmu. Hadiah besar menyusul kelak."
"Tertanda, Pangeran Liong Tek Ong."
Terlepaslah kotak berisi permata dan surat itu dari tangan Kim Liong Hoatsu setelah ia membaca habis isi surat itu. Ang Houw cepat membungkuk untuk menyambar surat itu, akan tetapi tiba-tiba kaki kiri Kim Liong Hoatsu bergerak menendang dan tubuh Ang Houw terpental jauh sekali sampai menghantam dinding dan tubuhnya roboh dengan
kepala pecah! Demikian hebat kemarahan dan tendangan Kim Liong Hoatsu ini hingga
semua orang menjadi terkejut dan ngeri, "Nah, nah, kau mengumbar nafsumu lagi!"
kata Raja Pengemis.
"Bangsat pengkhianat, bagiannya ialah mati seribu kali dalam sehari!" kata Kim Liong Hoatsu dengan marah sekali, kemudian ia menoleh kepada Tan Hong dan bertanya
dengan suara keras, "Eh, Maling Budiman, mengapa tidak dari tadi kau keluarkan bukti-bukti keji ini agar aku tidak sampai salah duga kepadamu?"
Dengan suara tenang dan penuh hormat, Tan Hong berkata, "Maaf, locianpwe, oleh karena locianpwe sedang mengadili sesuatu perkara yang timbul antara teecu dan
saudara Ang itu dan yang berlainan sifatnya dengan yang tersebut dalam surat, maka teecu tidak berani mencampuri dengan bukti-bukti lain."
Jawaban ini membuat muka Kim Liong Hoatsu menjadi merah kembali, tanda bahwa
marahnya telah lenyap, akan tetapi kini merahnya lebih hebat dari biasanya, tanda bahwa ia merasa malu kepada diri sendiri. Ia memandang kepada Raja Pengemis dan
berkata, "Eh, jembel tua. Aku yang pikun memang telah salah ayoh lekas kau
persalahkan aku!"
Si Raja Pengemis tertawa, "Orang yang lekas marah akan tetapi lekas pula menyadari kesalahannya adalah orang bijaksana!" Kemudian kakek jembel ini menjura kepada tuan rumah dan berkata, "Garuda Sakti harap kau maafkan kami dua orang tua bangka yang tak tahu diri dan mengganggu pestamu"
Lo Cin Ki cepat menghampiri dengan muka tersenyum. "Tidak apa, kedatangan jiwi sungguh merupakan kehormatan luar biasa bagi kami sekeluarga. Silakan duduk dan
minum arak pengantin. Ingat, arak pengantin mendatangkan rejeki baik, bukan?" Kedua kakek itu saling pandang dan ruang itu lalu penuh suara ketawa Raja Pengemis dan Kitin Liong Hoatsu.
Tan Hong dan Ong Kai cepat memerintahkan orang supaya menyingkirkan jenazah Ang
Houw dan menyuruh supaya mayat itu dirawat sebagaimana mestinya. Kemudian
keduanya melayani guru mereka dengan penuh penghormatan.
"Eh, muka hitam, ayoh kauambil papan catur dan lawanlah aku. Jangan kau hanya bisa memberi petunjuk kepada Kim Liong Hoatsu seperti dulu!" Raja Pengemis menantang, sebaliknya kakek ubananpun menantang main catur kepada Tan Hong!
Demikianlah, kedua kakek luar biasa itu segera tekun menghadapi papar catur. Lui Song si Raja Pengemis melawan Ong Kai dan Kim Liong Hoatsu melawan Tan Hong sampai
semua tamu bubar kedua kakek ini masih berjuang mati-matian melawan kedua
pengantin laki-laki! Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki hanya saling pandang tersenyum dan mengangkat pundak!
Ternyata kedua pemuda itu masih unggul dalam permainan catur hingga perlahan tapi tentu, mereka mendesak biji-biji catur kedua kakek itu hingga keduanya sampai
mengeluarkan peluh karena terlalu memutar otak!
Tiba-tiba Raja Pengemis yang cerdik dan tidak mau dikalahkan itu, mendapat akal dan berkata, "Eh, tua bangka ubanan, kita ini benar-benar tak tahu diril Dari tadi telinga kiriku berkejutan tanda bahwa ada orang yang marah-marah dan memaki-makiku! Ah
tak salah lagi, tentu pengantin perempuan yang memaki-makiku oleh karena aku
menahan suaminya terus-terusan! Ah, sudahlah, aku tidak berani menanti lebih lama, khawatir kalau-kalau pengantin wanita keluar dan mengamuk!" Kakek ini lalu berdiri sambil tertawa.
Kim Liong Hoatsu yang juga telah terdesak dalam permainan itu tertawa pula. "Tua bangka jembel, semenjak tadi telingaku juga berbunyi saja, tentu calon isteri Maling Budiman ini juga memaki-maki dan marah padaku. Maaf, maaf!"
Kedua kakek itu lalu berdiri dan sekali melambaikan tangan, keduanya keluar dan
lenyap di dalam gelap.
Tan Hong dan Ong Kai saling pandang dengan tersenyum, dan ketika mereka menengok
ke arah meja di mana kotak tadi berada, benda itu telah lenyap dibawa oleh kedua
kakek tadi! Kedua pengantin pria ini lalu masuk ke kamar masing-masing di mana calon isteri
mereka telah menanti dengan hati penuh kekhawatiran.
Dan pada beberapa hari di kota raja terjadi kegemparan oleh karena Pangeran Liong Tek Ong kedapatan mati tertusuk pedang dadanya dan di bawah pedang itu tertancap
surat pengkhianatan yang ditulis oleh pangeran itu sendiri! Siapa yang melakukan hal ini, tak seorangpun tahu, sedangkan Tan Hong, Ong Kai dan keluarga mereka yang
mendengar akan hal ini, hanya menarik napas dan kagum atas sepak terjang dua orang kakek yang luar biasa itu.
TAMAT Pendekar Kidal 17 Elang Pemburu Karya Gu Long Lambang Naga Panji Naga Sakti 10