Alap Alap Laut Kidul 10
Alap Alap Laut Kidul Seri Ke 3 Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo Bagian 10
"Aiiittt ...... !" Badrun tiba-tiba, menyerang dengan pukulan tangan kirinya yang menampar dari samping. Dengan lincahnya Sumanta mengelak ke belakang, akan tetapi kini
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pukulan tangan kanan Badrun menyusul, cepat dan kuat sekali.
Tangan kanan yang terbuka itu, menghantam ke arah kepala Sumanta dari atas.
"Wuutt ...... dukk!" Sumanta menangkis dari samping sehingga dia memotong luncuran lengan lawan dari atas itu, bukan menangkis dan mengadu tenaga secara langsung. Hal ini menunjukkan kecerdikannya. Sumanta agaknya maklum akan tenaga lawan yang besar, maka dengan menagkis dari samping, dia tidak mengadu tenaga, melainkan memukul dari samping, sehingga lengan kanan Badrun terdorong ke samping, membuat tubuhnya agak terhuung.
Sumanta tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Selagi lawan terhuyung, Sumanta cepat menerjang ke depan dan menggunakan tangan kanannya memukul ke arah muka lawan.
Pukulannya cukup kuat, membawa angin pukulan yang dahsyat.
Badrun yang sedang terhuung, tidak sempat mengelak, akan tetapi dia miringkan tubuhnya sehingga mukanya terlindung oleh pundak kirinya.
"Wuuuttt ...... dessss!!" pundak atau pangkal lengan kiri Badrun menerima pukulan tangan Sumanta dan kembali tubuh raksasa itu terhuyung ke belakang, bahkan kini hampir saja dia terpelanting. Akan tetapi raksasa itu memiliki tubuh yang dilindungi kulit yang tebal dan kuat, memiliki kekebalan sehingga pukulan yang mngenai pangkal lengannya itu tidak membuatnya cidera, hanya terasa agak nyeri dan panas.
Hatinya lebih panas lagi. Dia berhasil menegakkan lagi tubuhnya dan sambil mengeluarkan gerengan seperti seekor singa kelaparan, dia menrejang maju, menghujani Sumanta dengan serangan bertubi-tubi. Tidak percuma Badrun menjadi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
murid paling tangguh dari perguruan Dadali Sakti karena biarpun tubuhnya tinggi besar seperti raksasa, namun dia dapat bergerak cepat sekali. diiringi bunyi kendang dan terompet, Badrun menjadi bersemangat dan kedua tangan dan kedua kakinya bergerak cepat menyambar-nyambar dan menghujankan serangan kepada lawannya.
Namun ternyata Sumanta memiliki kelincahan dan ketangkasan. Semua serangan yang kuat dan cepat itu dapat dia hindarkan dengan elakan dan tangkisan. Melihat gaya permainan pencak Sumanta, tahulah Aji bahwa gaya silat pemuda Jatibarang itu lebih ditekankan kepada pertahanan atau penjagaan diri sehingga pertahanannya rapat. Akan tetapi karena seluruh perhatian dicurahkan untuk bertahan, maka diapun tidak mempunyai banyak kesempatan untuk balas menyerang. Maka pertandingan itu tampaknya berat sebelah.
Badrun menyerang terus-terusan sedangkan Sumanta hanya mengelak dan menangkis. Hal ini menggembirakan para anggauta Dadali Sakti karena tampaknya Badrun dapat mendesak lawannya. Bahkan anggauta Dadali Sakti yang oleh Raden Wiratma ditugasi untuk menjaga Sriyani, sudah mulai mendekati dan duduk di belakang gadis yang masih berdiri itu, siap mencegah kalau gadis itu hendak membunuh diri setelah suaminya roboh.
Akan tetapi Aji sama sekali tidak merasa khawatir. Dia dapat melihat dengan jelas bahwa selain pertahanan Sumanta amat kokoh kuat sukar ditembus oleh Badrun yang mulai berkeringat dan serangan-serangannya ngawur, juga Sumanta agaknya menanti kesempatan baik untuk membalas dengan serangan yang tepat.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dugaan Aji itu tepat sekali. Setelah Badrun mulai terengah dan berkeringat karena banyak mengerahkan tenaga yang terbuang percuma, dengan penasaran dan marah sekali tangan kanannya yang terkepal itu menghantam ke arah dagu Sumanta dari bawah. Cepat dan kuat sekali pukulan ini dan seandainya mengenai dagu Sumanta , tentu pemuda itu akan roboh dengan tulang rahang patah-patah! Akan tetapi agaknya serangan ini membuka kesempatan bagi Sumanta. Dia mengelak dan ketika lengan kanan Badrun lewat dan terangkat, cepat sekali Sumanta memasukkan pukulan melalui bawah lengan kanan Badrun, menghantam dada yang kokoh kuat itu
"Wuuuttt ...... dukkk!" Pukulan itu kuat sekali, akan tetapi tidak cukup kuat untuk merobohkan Badrun, hanya membuat raksasa itu hampir terjengkang dan mulutnya mengeluarkan seruan kaget. Saat itu, kaki kanan Sumanta menyambar ke arah perut raksasa itu.
"Dessss ...... !!" Tak
dapat dicegah lagi tubuh raksasa itu terpelanting. Akan tetapi Badrun ternyata
memiliki tubuh kuat. Biarpun hantaman pada dada disusul tendangan pada perutnya itu TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mendatangkan rasa nyeri yang cukup hebat, namun dia dapat bangun dengan cepat. Dadanya terasa nyeri dan perutnya mulas, akan tetapi hal ini membuat dia semakin marah dan tiba-tiba kaki kanannya mencuat dengan tendangan kilat.
Sumanta yang melihat bahwa tendangan yang
dilakukan sekuat tenaga itu sebetulnya goyah, tanda bahwa lawannya masih menderita akibat pukulan dan tendangannya tadi, cepat mengelak ke kiri dan cepat sekali tangan kanannya menangkap pergelangan kaki itu dari bawah lalu dengan sekuat tenaga dia mendorong ke atas.
"Hyaaaahhhh!!" Sumanta membentak dan tubuh Badrun terlempar ke atas jatuh bergedebugan menimpa teman-temannya sehingga ada lima orang ikut tertindih dan terbanting. Suasana menjadi kacau dan penabuh gamelan menghentikan permainan mereka karena semua anggauta Dadali Sakti menjadi terkejut dan kecewa sekali melihat betapa jago mereka kalah mutlak karena setelah terbanting jatuh, Badrun tidak mampu bangkit lagi, melainkan duduk bersimpuh sambil gereng-gereng kesakitan.
Tiba-tiba Raden Wiratma yang gendut pendek itu bergerak maju menyerang Sumanta. Gerakannya luar biasa cepatnya. Mengherankan sekali bahwa tubuh yang pendek gendut itu dapat bergerak secepat itu. Sekali terjang, lengannya yang pendek bergerak dan tangan kanannya mencengkeram ke arah leher Sumanta, disusul tendangan ke arah bawah perut pemuda itu! Serangan ini selain cepat dan kuat, juga amat berbahaya karena keduanya merupakan serangan maut yang kalau mengenai sasaran akan mendatangkan kematian bagi Sumanta! Pemuda itupun terkejut sekali karena diserang dengan kecepata kilat. Masih untung dia dapat cepat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membuang diri ke belakang dan berjungkir balik dua kali sehingga serangan itu luput.
Pada saat itu, anggauta Dadali Sakti yang ditugasi menangkap Sriyani, sudah bergerak, bangkit dan dari belakang dia memegang kedua lengan wanita muda itu. Sriyani terkejut, meronta dan menjerit.
"Eeiiihhh, lepaskan aku, lepaskan!" Akan tetapi bagaimana mungkin ia dapat melepaskan diri dari pegangan tangan yang amat kuat itu"
Tiba-tiba kedua lengan pria yang memeganginya itu melepaskan kedua lengannya. Pria itu tiba-tiba merasa betapa kedua lengannya seperti lumpuh ketika ada orang menekan kedua pundaknya. Dia cepat membalikkan tubuhnya dan dia melihat seorang pemuda yang melakukan penekanan pada pundaknya itu. Pria itu marah akan tetapi Aji, pemuda itu, sudah menggerakkan tangan kirinya menampar.
"Plakkk!" Tamparan itu mengenai bawah telinga kanan dan pria itu roboh tersungkur dan tidak mampu bergerak lagi karena sudah pingsan!
Pada saat itu, Raden Wiratma sudah mendesak Sumanta dengan serangan bertubi-tubi. Serangannya jauh lebih dahsyat dibandingkan serangan Badrun tadi. Sumanta berusaha mati-matian untuk menghindarkan diri dari desakan itu dengan mengelak dan menangkis. Akan tetapi tetap saja ketika tangkisannya meleset, tangan kiri Raden Wiratma yang mencengkeram ke arah leher Sumanta itu mengenai ujung pundak kanannya.
"Breeetttt ...... !" Baju bagian pundak itu robek berikut kulit ujung pundak sehingga mengeluarkan darah dan tubuh Sumanta terhuyung ke belakang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Raden Wiratma terkekeh. "Heh-heh-heh, mampus kamu!" katanya dan dia melompat ke depan, tangan kanannya menghantam ke arah perut sumanta yang sedang terhuyung.
"Wuuuutttt ...... dukkkk!!" Raden Wiratma terkejut bukan main, menyeringai dan dengan tangan kirinya dia memegang dan mengelus-elus pergelangan tangan kanannya yang rasanya seperti patah. Nyeri kiut-miut sampai ke jantungnya. Dan didepannya telah berdiri seorang pemuda yang tadi menangkis pukulannya kepada Sumanta, pukulan yang akan mematikan lawannya itu. Pemuda itu adalah Aji yang cepat menolong Sumanta ketika melihat pemuda itu terancam bahaya maut.
"Keparat! Kalian curang, mengeroyok aku!" bentak Raden Wiratma sambil menudingkan telunjuknya ke arah muka Aji.
Aji menoleh kepada Sumanta. "Sobat, lindungilah isterimu." Mendengar ini Sumanta menghampiri isterinya yang segera merangkulnya. Lalu Aji menghadapi Raden Wiratma.
"Siapakah yang curang dan tidak tahu malu" Kalian tadi mengajukan jago kalian Badrun untuk menandingi Sumanta dengan janji kalau Sumanta keluar sebagai pemenang kalian akan membebaskan suami isteri itu. Akan tetapi setelah Sumanta menang, engkau malah menyerangnya dan anak buahmu hendak menangkap isterimya. Hemm, beginikah watak orang-orang Dadali Sakti" Sudah kudengar bahwa kalian adalah orang-orang sombong yang suka memaksakan kehendak sendiri, melakukan penindasan dan ternyata memang benar!
Kalian hendak membunuh Sumanta yang tak bersalah dan merampas isterinya! Mana dia Banuseta" Ketua kalian itu tentu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
luar biasa jahatnya maka memiliki anak buah yang begini keji!"
Raden Wiratma marah bukan main sehingga melupakan kenyerian lengannya. "Tangkap bocah ini! Bunuh dia!"
bentaknya memberi isarat kepada para anak buah Dadali Sakti.
Setelah memberi aba-aba ini, Raden Wiratma sendiri, seperti biasa watak orang-orang sombong yang selalu meremehkan orang lain, sudah mencabut kerisnya. Ternyata kerisnya itu terbuat dari sejenis besi yang warnanya hitam. Aji mengerutkan alisnya. Besar sekali kemungkinannya bahwa keris hitam seperti itu adalah keris yang amat keji dan berbahaya. Orang ini kejam dan jahat sekali, pikir Aji. Entah sudah berapa banyak orang yang menjadi korban keris seperti itu di tangan orang sejahat ini.
Maka begitu Raden Wiratma menubruk dan
menghunjamkan keris itu ke arah perutnya, dengan gerakan ilmu silat Wanara Sakti tubuh Aji berkelebat ke samping dan melewati tubuh si gendut pendek, tahu-tahu sudah berada di belakang Wakil Ketua Dadali Sakti dan sekali dia menggerakkan kedua tangan yang dibuka dan dimiringkan, Aji telah memukul kedua pundak Raden Wiratma.
"Krekk! Krekk!! Aughhhh ........ !!" Tubuh pendek grndut itu roboh menelungkup tak bergerak lagi karena dia sudah pingsan dengan kedua tulang pundak remuk sama sekali!
Andaikata dia dapat sembuh sekalipun, tidak mungkin dia dapat mengandalkan ilmu silat dan kekuatannya untuk melakukan penindasan kepada orang lain karena selain tulang kedua pundaknya, juga otot-otot kedua pangkal lengannya ikut rusak berat sehingga dia akan kehilangan kekuatan pada kedua lengannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sementara itu, anak buah Dadali Sakti sudah menyerang Sumanta yang melindungi isterinya. Orang muda itu mengamuk dan karena para anggauta Dadali Sakti menyerangnya dengan menggunakan senjata seperti golok, pedang atau keris, Sumanta juga mencabut kerisnya dan melakukan perlawanan mati-matian. Dia mengamuk, merobohkan beberapa orang pengeroyok dengan tendangan kedua kakinya, tamparan tangan kirinya dan tusukan keris di tangan kanannya.
Aji melihat betapa Sumanta dikeroyok dan mengamuk.
Dia khawatir kalau dengan kerisnya Sumanta akan membunuh banyak orang, juga dia tahu bahwa keselamatan Sumanta dan isterinya tentu akan terancam, maka dia lalu melompat dan menggerakkan kaki tangannya. Begitu dia menyerang, empat orang pengeroyok berpelantingan sehingga mengejutkan para anggauta Dadali Sakti.
"Sumanta, cepat ajak pergi isterimu, tinggalkanlah Dermayu agar kalian dapat hidup tenteram!" kata Aji sambil terus mengamuk. Setiap kali tangan atau kakinya bergerak, tentu ada seorang pengerook yang roboh dan tidak dapat bangun kembali. banyak yang patah tulang atau jatuh pingsan.
Sumanta maklum akan maksud pemuda perkasa yang telah menolongnya itu. "Siapakah nama andika, ki sanak?"
tanyanya sambil melanjutkan amukannya.
"Aji, Lindu Aji. cepat, ajak isterimu pergi!" kata Aji.
"Terima kasih!" kata Sumanta dan dia segera menggandeng tangan Sriyani dengan tangan kiri, menariknya untuk diajak lari keluar dari rumah itu. Setiap ada anggauta Dadali Sakti berani menghadang, dia lalu merobohkannya.
Karena Sumanta tidak ragu-ragu merobohkan penghalang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dengan kerisnya, maka dia dan isterinya dapat lolos. Para anggauta Dadali Sakti kini mengeroyok Aji.
Aji tetap berpegang kepada keyakinannya bahwa dia tidak boleh membunuh orang. Dahulu, gurunya, Ki Tejo Budi, berulang kali menasehatinya bahwa membunuh orang merupakan dosa yang teramat besar. dan dosa pembunuhan ini akan membawa akibat yang panjang, bahkan melibatkan karma keluarganya. Aji pernah bertanya kepada gurunya tentang pembunuhan yang dilakukan manusia terhadap manusia lain dalam perang. Ditanya begitu, kakek itu menghela napas panjang seperti orang yang merasa menyesal lalu berkata bahwa perang itu sendiri merupakan kesesatan diantara bangsa-bangsa manusia di dunia ini. Perang timbul dari keangkara-murkaan manusia. Akan tetapi, setiap orang manusia memang mempunyai ikatan yang menimbulkan tugas-tugas kewajiban dalam ikatan itu. Seorang kawula terikat kepada Negara dan bangsanya. Tak dapat dihindarkan lagi, kalau Negara dan bangsanya perang dengan bangsa lain, dia berkewajiban untuk membela Negara dan bangsa, ikut berperang. Dan dia sudah terlibat dalam pergulatan antara membunuh dan dibunuh!
Pembunuhan di dalam perang perupakan akibat dari permusuhan antara Negara dan bangsa. Kalau dilakukan tanpa kebencian pribadi terhadap yang dibunuhnya, maka hal ini berlainan jauh sekali dari pembunuhan yang dilakukan karena dendam kebencian pribadi. Jadi pembunuhan itu hanyalah akibat dari keadaan hati seseorang, jelas bahwa pembunuhan dengan dasar berjuang membela Negara berbeda dari pembunuhan dengan dasar kebencian pribadi. Yang penting adalah keadaan hati seseorang. Bagaimanapun juga, hidup matinya setiap orang berada di tangan Gusti Allah Yang Maha
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kuasa. Kalau Gusti Allah tidak menghendaki seseorang mati, seribu orang musuh sekalipun tidak akan mampu membunuhnya. Sebaliknya kalau kematian seseorang sudah dikehendaki Gusti Allah, gigitan seekor binatang kecilpun akan dapat membunuhnya. Yang penting, jangan sampai kebencian menguasai hatimu, karena kalau sudah begitu berarti engkau membiarkan dirimu dikuasai iblis yang dapat menyeretmu ke dalam perbuatan-perbuatan kejam seperti membunuh dan sebagainya. Demikian antara lain wejangan mendiang Ki Tejo Budi yang selalu bergema dalam perasaan hati Aji.
Karena itulah, menghadapi pengeroyokan hampir tiga puluh orang anggauta perguruan Dadali Sakti, Aji membatasi tenaganya. Dia tidak ingin membunuh mereka, hanya ingin memberi pelajaran agar orang-orang itu sadar akan kejahatan mereka dan dapat bertaubat. Biarpun para murid perguruan Dadali Sakti (Walet Sakti) itu memiliki ilmu silat Dadali Sakti dan mereka rata-rata memiliki gerakan yang gesit seperti burung walet, namun mereka masih terlampau lamban bagi Aji yang memiliki tingkat kepandaian yang jauh lebih tinggi.
Tubuhnya berkelebatan di antara mereka, membagi-bagi tamparan dan tendangan sehingga orang-orang yang mengeroyoknya itu berpelantingan dan bergelimpangan.
Akhirnya, tidak ada seorangpun yang tertinggal. Semua roboh dan mengeluh kesakitan, ada yang kepalanya benjol, ada yang tangannya patah, ada yang dadanya sesak atau perutnya mulas.
Ruangan yang luas itu kini penuh dengan para anggauta Dadali Sakti yang malang melintang, ada yang rebah telentang, ada yang telungkup, ada yang berjongkok.
Aji berdiri di tengah ruangan, memandang ke sekeliling. Kemudian dia berkata kepada mereka dengan suara
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tegas. "Para anggauta perguruan Dadali Sakti, dengarlah baik-baik! Kalian sekarang mendapat kenyataan dan pelajaran bahwa perbuatan jahat tidak menghasilkan akibat yang baik.
Kalian menanam pohon dan buahnya akan kalian petik dan makan sendiri. Ngunduh wohing pakaryan (memetik buah perbuatan). Akan tetapi kalian hanya mencontoh pimpinan kalian. Karena itu, aku menganjurkan bahwa mulai sekarang agar kalian mengubah jalan hidup kalian. Kalian sekarang ditakuti orang-orang yang sebetulnya membenci kalian.
Bukankah lebih baik kalau kalian dihormati orang-orang yang menyukai kalian" Bukankah lebih baik kalau perguruan Dadali Sakti dikenal sebagai tempat para pendekar pembela rakyat yang gagah perkasa daripada dikenal sebagai sarang gerombolan penjahat" Bertaubatlah dan sadarlah. Ingat, kalau lain hari aku lewat di sini dan melihat kalian masih juga melakukan perbuatan jahat, mengandalkan kekuatan melakukan penindasan kepada rakyat, aku akan menangkap kalian semua dan akan kuminta Gusti Pangeran Ratu di Cirebon untuk menghukum berat kalian!"
Mendengar ini, sebagian besar anggauta Dadali Sakti menundukkan muka dan menjadi gentar. Bahkan ada beberapa orang bersuara, "Kami bertaubat ...... !"
"Sekarang katakan di mana adanya Banuseta, ketua kalian!" kata Aji. "Aku juga ingin bertemu dan menentang kejahatannya."
Para anggauta Dadali Sakti saling pandang dan mereka menggeleng kepala, ada pula yang menjawab, "kami tidak tahu
...... !" Aji melihat Wiratma, Wakil Ketua Dadali Sakti yang tadi jatuh pingsan kini sudah bergerak dan dibantu seorang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
anak buah dia sudah dapat duduk. Kedua lengannya seperti lumpuh, tak dapat digerakkan dan kedua pundaknya yang hancur tulangnya itu terasa nyeri bukan main. Aji lalu menghampirinya.
"Wiratma, aku terpaksa menghancurkan kedua pundakmu agar andika tidak mampu lagi melakukan kejahatan.
Sekarang katakan, di mana adanya Banuseta?"
Wiratma yang masih merasa penasaran dan sakit hati, memandang pemuda itu penuh kebencian, lalu memaksa diri berkata, "Aku tidak tahu dia pergi ke mana. Akan tetapi kalau dia pulang dan melihat keadaan kami, dia pasti akan mencarimu dan membalaskan sakit hati kami!" Suaranya mengandung kebencian yang amat besar.
Aji menghela napas panjang. "Gusti Allah Maha Kasih.
Kita boleh menanam buah sesuka kita, Wiratma. Kalau andika bertekad melanjutkan kebiasaanmu menanam pohon beracun, maka andika sendiri yang akan memetik dan memakan buah beracun. Kalau Banuseta hendak membalas dendam kepadaku, boleh dia mencari, aku siap menghadapinya!"
"Katakan di mana engkau tinggal agar dia dapat mencarimu nanti!" kata pula Wiratma sambil menahan rasa nyeri di kedua pundaknya.
Aji berpikir sejenak. Di mana dia akan tinggal" Tidak di rumah Ki Subali, atau di rumah siapa saja karena tuan rumah tentu akan terlibat kalau terjadi perkelahian antara dia dan Banuseta. Tiba-tiba dia teringat bahwa dia akan pergi mencari guru Sulastri yang menurut Ki Subali tinggal di pantai laut dan bernama Ki Ageng Pasisiran.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku akan pergi ke pantai laut, mencari padepokan Ki Ageng Pasisiran. Kalau Banuseta mencariku, suruh dia mencariku ke pantai laut."
Setelah berkata demikian, Aji lalu meninggalkan rumah besar itu. Ketika dia keluar, banyak orang yang kebetulan berada di jalan depan rumah itu, memandangnya dengan mata bertanya-tanya. Mereka tadi mendengar teriakan-teriakan perkelahian yang keluar dari rumah perguruan Dadali Sakti itu.
Biarpun mereka merasa heran dan ingin tahu, namun tak seorangpun berani masuk pekarangan itu. Mereka sudah mengenal kebengisan orang-orang Dadali Sakti.
Aji tidak memperhatikan orang-orang itu. Dia lalu keluar dari Dermayu dan menuju ke pantai laut sebelah utara.
*** Pondok di pesisir pantai Laut Utara itu tampak sepi. Ki Ageng Pasisiran memang memilih bagian pantai yang sepi, yang tidak pernah didatangi nelayan sehingga kakek yang usianya sudah delapan puluh lima tahun lebih itu dapat menikmati keheningan alam yang penuh damai. Pada siang hari itu, Ki Ageng Pasisiran yang dahulunya bernama Ki Tejo Langit, duduk bersila di atas sebuah dipan bambu dan di depannya duduk Ki Sudrajat yang berusia lima puluh tahun lebih. Ki Ageng pasisiran sebenarnya adalah Ki Tejo Langit, kakak seperguruan mendiang Ki Tejo Budi dan Ki Sudrajat adalah anak kandung Ki Tejo Budi yang sejak berusia empat tahun ditinggalkan ayah kandungnya dan hidup sebagai anak angkat Ki Tejo Langit.
Mereka berdua duduk berhadapan tanpa bersuara. Ki Ageng Pasisiran yang sudah tua renta itu berulang-ulang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menghela napas panjang dan beberapa kali dia menatap wajah Ki Sudrajat. Ki Sudrajat sejak tadi diam-diam memperhatikan keadaan ayah angkat yang juga uwanya dan gurunya itu, merasa bahwa orang tua itu sedang memikirkan sesuatu yang membuat hatinya gundah. Dan dia merasa pula betapa kakek itu ingin sekali bicara dengannya, akan tetapi agaknya ragu-ragu. Sejak pagi tadi keadaan Ki Ageng Pasisiran seperti itu.
Akhirnya Ki Sudrajat tidak dapat menahan hatinya lagi dan dia berkata lembut dan hati-hati.
"Bapa, sejak tadi saya melihat bapa seperti gelisah dan hendak mengatakan sesuatu kepada saya. Kenapa bapa meragu" Kalau ada sesuatu yang mengganjal hati bapa, katakanlah kepada saya, dan sebelumnya saya mohon ampun kalau sekiranya saya mempunyai kesalahan yang membuat bapa menjadi berduka."
Mendengar ucapan Ki Sudrajat itu, Ki Ageng Pasisiran mengerutkan alisnya yang sudah putih semua. "Oohh, anakku Ajat! Betapa baiknya engkau, nak, betapa penuh pengertian, rendah hati dan penyabar, seperti ayah kandungmu. Mendiang ibu kandungmu juga seorang yang baik hati. Oh, kalau aku ingat semua, makin terasa olehku betapa hanya akulah orang yang amat jahat, hamba nafsuku sendiri yang tidak boleh diampuni ...... "
Ki Sudrajat menatap wajah ayah angkatnya dan dia merasa terkejut, juga heran melihat betapa sepasang mata tua itu basah! Ayah angkatnya, gurunya yang bijaksana itu, menangis dalam hatinya!
"Aduh, bapa. Apakah yang bapa maksudkan dengan ucapan itu?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Setelah mengejap-ngejapkan mata beberapa kali sehingga dua tetes air mata turun di pipinya dan segera diusapnya, dan menghela napas panjang, dia berkata, "Ajat, terus terang saja selama bertahun-tahun ini, bahkan semenjak ibumu meninggal dunia dan aku pindah ke sini, setiap hari aku menderita tekanan batin yang berat sekali dan aku tidak ada keberanian untuk menceritakannya kepadamu. Padahal aku tahu bahwa pengakuan kepadamu sajalah yang akan mencairkan gumpalan yang menekan hatiku, akan tetapi aku
...... aku takut, Ajat, aku takut ...... "
"Ada apakah, bapa" Saya baru datang malam tadi.
Apakah kedatangan saya ini yang mengganggu bapa" Atau ......
barang kali anak saya Jatmika yang membuat bapa tidak senang?"
Kakek itu menggeleng kepala dan menggoyang tangan kanan dengan cepat. "Sama sekali tidak. Aku bahkan girang melihat engkau datang. Juga Jatmika tidak melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan hatiku. Anak itu ingin merantau untuk meluaskan pengetahuan dan pengalaman. Hal itu baik sekali dan aku merestuinya. Tidak ada apa-apa dengan kalian.
Kalian adalah anakku dan cucuku yang baik, tidak seperti aku
...... " "Bapa, bagi saya dan anak saya, bapa adalah seorang yang paling baik, bijaksana dan penuh kasih sayang kepada kami. Kami tidak tahu bagaimana dapat membalas semua budi kebaikan bapa tehadap kami."
"Uh-uhh ...... engkau tidak tahu, Ajat. engkau tidak tahu. Karena itu aku harus menceritakan semuanya kepadamu sebelum aku mati agar aku dapat minta ampun kepadamu. Juga kepada ibumu aku sudah minta ampun dan wanita bijaksana itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
telah lama mengampuni aku. Akan tetapi kalau belum mendapatkan pengampunan darimu, aku tidak akan dapat mati dengan mata terpejam, anakku ...... "
Ki Sudrajat yang biasanya amat tenang itu, terkejut bukan main. Dia terbelalak memandang wajah ayah angkatnya yang baru sekarang dia lihat betapa wajah itu kini tampak tua sekali.
"Bapa, mohon jangan berkata seperti itu!" dia berkata setengah berteriak karena dia benar-benar tekejut mendengar ucapan Ki Ageng Pasisiran.
Kakek itu tersenyum. "Duh Gusti! Ingin aku melihat sikapmu nanti setelah mendengarkan pengakuanku. Ajat, coba engkau ingat-ingat, apa yang masih dapat kau ingat tentang bapa kandungmu, Adimas Tejo Budi" Ceritakan sejujurmu."
Ki Sudrajat merasa heran mengapa ayah angkatnya menanyakan hal itu, akan tetapi dia mengingat-ingat. "Saya tidak ingat banyak tentang Bapa Tejo Budi, bapa. Bahkan wajah beliaupun saya telah lupa. Yang saya tahu, seperti seringkali menjadi jawaban ibu dahulu kalau saya tanya, bapa Tejo Budi meninggalkan ibu dan saya, dan kami berdua lalu hidup bersama bapa."
Kakek itu mengangguk angguk, menghela napas lagi.
"Tahukah engkau mengapa Adimas tejo budi meninggalkan engkau dan ibumu?"
Ki Sudrajat menggeleng kepalanya. "Mendiang ibu dahulu juga tidak pernah memberi penjelasan, hanya menggeleng kepala menyatakan tidak tahu kalau hal itu saya tanyakan. Akan tetapi, sekarang saya tidak ingin mengetahui hal yang sudah lama terjadi itu, bapa. Tidak perlu kiranya bapa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ceritakan kalau hal itu hanya mendatangkan kesedihan bagi bapa."
"Hemm, justeru aku harus menceritakan hal ini kepadamu sebelum aku mati, anakku, sebagai pengakuan dosaku kepada Gusti Allah dan juga kepadamu. Nah, dengarlah baik-baik, anakku Sudrajat."
Sudrajat menundukkan mukanya dan mendengarkan penuh perhatian ketika Ki Ageng Pasisiran bercerita dengan suara lirih dan mengandung penuh penyesalan dan kedukaan.
Dahulu, hampir lima puluh tahun yang lalu, ketika Ki Ageng pasisiran masih bernama Ki Tejo Langit dan dia berusia sekitar tiga puluh tahun, gagah perkasa dan terkenal sebagai seorang pendekar budiman, pada suatu hari berkunjung ke rumah adik seperguruannya, yaitu Ki Tejo Budi. Ki Tejo Budi bertempat tinggal di dusun Cihara yang berada di pantai Laut Kidul, sebelah barat sungai Cimandur. Ki Tejo Budi berusia tiga puluh tahun dan hidup sebagai petani dan nelayan, hidup bersama isterinya yang cantik bernama Lasmini dan seorang putera tunggalnya bernama Sudrajat yang ketika itu baru berusia empat tahun. Kunjungan Ki Tejo Langit disambut hangat oleh Ki Tejo Budi dan isterinya, Lasmini. Lasmini merasa kagum sekali akan kegagahan Ki Tejo Langit yang menceritakan tentang semua sepak terjang dan pengalamannya sebagai seorang pendekar.
"Aku tinggal di rumah ayah dan ibumu dan merasa senang sekali. selain ayahmu amat baik kepadaku, juga ibumu melayani aku dengan manis budi. Dan tiga hari kemudian ......
pada malam itu ...... ahh, iblis telah menyusup masuk menguasai hatiku melalui nafsu birahiku sendiri ...... membuat aku menjadi mata gelap ...... dan ...... dan terjadilah hubungan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
jina antara aku dan ibumu ...... ! Ah, kalau mengenang semua itu, betapa malu dan besar penyesalanku ...... !" Suara kakek itu menggetar dan dia memejamkan kedua matanya.
Sudrajat mengerutkan alisnya dan mukanya berubah kemerahan. Sejenak ia mengangkat muka memandang wajah bapa angkatnya dengan heran dan ada penyesalan membayang dalam sinar matanya. Akan tetapi melihat keadaan ayah angkat dan juga gurunya yang memejamkan mata, tampak demikian tua dan berduka, Ki Sudrajat menundukkan mukanya kembali.
"Bapa, semua itu sudah lama berlalu ...... " katanya lirih, menghibur.
"Aku berdosa, Ajat ...... aku bersalah besar terhadap Adimas Tejo budi ...... "
"Akan tetapi, bapa. Bukan kesalahan bapa sendiri, akan tetapi ...... mendiang ibu juga bersalah ...... "
"Tidak! Tidak, Ajat. Ibumu wanita yang bersih dan baik. Memang ia tertarik dan kagum kepadaku waktu itu, akan tetapi aku tahu bahwa sampai matipun ia tidak akan mengkhianati suaminya, tidak akan sudi menyeleweng dengan laki-laki lain. Ia tidak akan sudi berhubungan jina dengan aku kalau saja aku ..... aku ..... tidak mempergunakan Aji Pengasihan Sambung Sih ...... ! Nah, lega rasa hatiku sudah mengeluarkan ini semua kepadamu." Kakek itu membuka mata memandang Ki Sudrajat yang masih menundukkan mukanya.
"Heii, engkau masih diam saja" Masih belum marah kepadaku"
Nah, dengarlah kelanjutan ceritaku agar engkau mengetahui akan semua kerendahan budiku. Setelah hal itu terjadi, Adimas Tejo Budi mengetahui. Kami bertengkar dan terjadi perkelahian antara kami. Kami setingkat dan seimbang. Entah apa akan jadinya dengan perkelahian itu kalau tidak datang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kakangmas Tejo Wening yang melerai kami sehingga mendiang kakak seperguruan kami itu terluka. Kami didamaikan dan ..... dan bapa kandungmu itu, Adimas Tejo Budi, mengalah, rela meninggalkan engkau dan ibumu, menyerahkan ibumu menjadi isteriku dan engkau menjadi anakku. Nah, sekarang engkau tahu betapa hina dan kotor bapa angkat dan gurumu ini, Ajat!" Kakek itu memandang kepada Ki Sudrajat yang masih duduk diam sambil menundukkan mukanya.
"Hayo, Ajat, beri tanggapan! Katakan sesuatu, jangan diam saja!"
Ki Sudrajat mengangkat mukanya. Dua pasang mata bertemu pandang.
"Apa yang dapat saya katakan, bapa" semua itu sudah berlalu selama puluhan tahun."
"Apa" Engkau tidak marah" Aku telah merusak pagar ayu, menghancurkan kebahagiaan ayah kandungmu dan engkau tidak marah" Engkau mau mengampuni dosaku?"
"Saya tidak marah, bapa, karena saya melihat betapa selama ini bapa sangat baik terhadap mendiang ibu dan saya.
Dan tentang pengampunan, saya kira saya tidak berhak, Hanya Gusti Allah saja yang berhak mengampuni semua dosanya dan sungguh-sungguh bertaubat. Bukankah demikian apa yang bapa ajarkan kepada saya selama ini?"
"Aduh, Ajat ...... " kakek itu menangis. "Sikap dan kata-katamu menusuk-nusuk hatiku. Aku akan lebih senang dan lega kalau engkau bangkit dan membunuh aku untuk menebus dosaku. Aduh, Ajat ........ !"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ki Sudrajat menjadi terharu. Dia bangkit dan menghampiri kakek itu. "Bapa tetap merupakan seorang ayah yang baik bagi saya ...... "
" ...... Ajat. mendekatlah biarkan aku merangkulmu ......
!" Ajat atau Ki Sudrajat mendekat dan kakek itu lalu merangkulnaya. Mereka berangkulan.
"Assalamu alaikum ...... !"
Kakek dan anak angkatnya itu saling melepaskan rangkulan dan menoleh ke arah pintu dari mana salam itu terdengar.
"Alaikum salam ...... !" Ki Sudrajat membalas salam itu dan bangkit lalu melangkah ke pintu depan, membuka pintu dan melihat seorang pemuda berdiri di depan pondok. Dia mengamati penuh perhatian. Pemuda itu masih muda, paling banyak dua puluh satu tahun usianya, sebaya dengan putera tunggalnya Jatmika. Akan tetapi pemuda ini bukan Jatmika biarpun sama tampan dan gagahnya. Pemuda yang jangkung tegap, berpakaian dan bersikap sederhana, sinar matanya lembut penuh pengertian.
Pemuda itu adalah Lindu Aji. Melihat munculnya seorang pria setengah tua yang bertubuh sedang, sikapnya tenang dan sinar matanya tajam, Aji cepat membungkuk dengan hormat.
"Mohon maaf sebanyaknya kalau kunjungan saya ini mengganggu, paman. Nama saya Lindu Aji dan saya ingin bertanya apakah benar pondok ini padepokan Ki Ageng Pasisiran?"
Melihat sikap dan cara bicara Aji yang sopan, seketika Ki Sudrajat merasa suka dan tertarik. "Benar sekali, anakmas,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ini memang padepokan Ki Ageng Pasisiran. Mengapa andika bertanya?"
"Maaf, paman. Kalau sekiranya diperkenankan, saya ingin sekali menghadap beliau untuk membicarakan hal yang amat penting."
*** JILID XVIII i Sudrajat mengerutkan alisnya. "Maafkan aku, orang muda. Akan tetapi ketahuilah bahwa Ki Ageng K Pasisiran sudah amat sepuh (tua) dan kalau tidak ada hal yang teramat penting, sebaiknya beliau jangan diganggu.
Maka, katakanlah dulu kepadaku apa yang hendak andika sampaikan kepada beliau agar dapat kupertimbangkan apakah hal itu cukup penting ataukah tidak."
Ucapan Ki Sudrajat itu tentu saja mendatangkan rasa penasaran dalam hati Aji, walaupun ucapan itu dilakukan dengan lembut.
"Maaf, paman. Akan tetapi, urusan ini hanya dapat saya sampaikan kepada Ki Ageng Pasisiran, bukan kepada orang lain."
Ki Sudrajat tersenyum maklum. "Anak mas Lindu Aji, aku bukan orang lain bagi Ki Ageng Pasisiran karena aku adalah anaknya."
Aji terkejut dan cepat memberi hormat. "Oh, maafkan saya, paman. Kalau paman putera beliau, tentu saja dapat saya beritahukan. Saya ingin menghadap Ki Ageng Pasisiran untuk
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membicarakan tentang Sulastri karena Sulastri pernah bercerita kepada saya bahwa ia adalah murid Ki Ageng Pasisiran."
"Sulastri" Benar sekali, ia murid Bapa. Mari anakmas Lindu Aji, mari masuk dan kuantar menghadap Ki Ageng Pasisiran." Ki Sudrajat mempersilakan dengan sikap ramah.
Mereka memasuki rumah dan langsung diajak masuk ruangan di mana Ki Ageng Pasisiran masih duduk bersila.
Kakek itu telah dapat menguasai perasaannya dan kini duduk dengan sikap tenang, bersila di atas dipan seperti sebuah arca.
Melihat kakek yang sudah tua renta itu, Aji lalu berlutut dan menyembah. "Eyang, mohon maafkan saya kalau kedatangan saya ini mengganggu eyang."
"Bapa, orang muda ini bernama Lindu Aji dan dia mohon menghadap Bapa untuk menyampaikan berita tentang diri Sulastri." Ki Sudrajat melaporkan.
Mendengar ini, wajah Ki Ageng pasisiran agak berseri dan dia segera berkata kepada Aji. "Anak mas Lindu Aji ......
hemm, namamu sungguh bagus ...... "
"Saya biasa disebut Aji saja, kanjeng eyang."
"Baiklah, Aji. Andika datang membawa kabar tentang Sulastri" Nah, ceritakan tentang muridku yang bengal itu."
"Bagaimana andika dapat mengenal Sulastri, anakmas Aji?" Tanya pula Ki Sudrajat.
"Begini ceritanya, kanjeng eyang dan kanjeng paman.
Ketika itu saya membantu Ki Sumali dari Loano untuk menentang gerombolan Gagak Rodra. Ternyata gerombolan itu didukung oleh dua orang tokoh sesat yang sakti mandraguna, yaitu Aki Somad dari Nusakambangan dan Nyi Maya Dewi."
"Ah, dua orang itu di mana-mana selalu mendatangkan kekacauan!" seru Ki Sudrajat.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Nah, pada saat saya membantu Paman Sumali itu, muncullah Sulastri. dengan bantuan Sulastri yang ternyata keponakan dari Paman Sumali yang mengunjungi pamannya, akhirnya kami dapat mengalahkan dan mengusir para penjahat.
Nimas Sulastri dapat mengalahkan Nyi Maya Dewi."
"Bagus, anak Bengal itu dapat mengalahkan Nyi Maya Dewi!" terdengar Ki Ageng Pasisiran memuji lirih, hatinya girang mendengar muridnya yang masih muda belia itu dapat mengalahkan wanita sesat yang terkenal itu. "Akan tetapi, Aji, mengapa kalian memusuhi Aki somad?"
"Gerombolan itu ternyata menjadi antek Kumpeni Belanda, eyang."
"Hemm, Aki Somad juga menjadi antek Belanda?" Ki Sudrajat mencela. "Dan andika sendiri, anakmas Aji. Kenapa andika mati-matian menentang para antek Kumpeni Belanda itu?"
"Terus terang saja, kanjeng eyang dan kanjeng paman, saya mengemban dawuh (melaksanakan perintah) Gusti Sultan Agung di Mataram untuk membantu Mataram dan menyelidiki keadaan di daerah barat sampai ke Batavia."
"Lhadhalah! Kiranya andika ini seorang senopati Mataram?" seru Ki Sudrajat.
Wajah Aji memerah. "Bukan, paman. Saya tidak menerima anugerah itu karena masih memiliki banyak tugas pribadi dan Gusti Sultan hanya memberi pusaka Kyai Nagawelang ini dan memberi tugas itu kepada saya."
"Aji, bocah gagah, lalu bagaimana ceritanya dengan Sulastri?" Tanya Ki Ageng Pasisiran.
"Saya berkenalan dengan Sulastri dan ketika saya hendak meninggalkan rumah Paman Sumali untuk melanjutkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
perjalanan ke barat, Sulastri ikut. Iapun hendak pulang ke Dermayu. Dalam perjalanan, kami berdua bentrok dengan para antek Kumpeni Belanda, bahkan kami berdua sempat ditawan dan dibawa ke kapal milik Kumpeni Belanda. Akan tetapi kami berhasil meloloskan diri, Ketika kami tiba di Cirebon dan menghadap Gusti Pangeran Ratu untuk melaporkan tentang para antek kumpeni itu, Gusti Pangeran Ratu minta bantuan kami berdua untuk membasmi gerombolan pengacau pimpinan Munding Hideung yang bersarang di gunung Careme. Kami menerima tugas itu dan pergi ke Gunung Careme. Akan tetapi
...... justeru di sanalah ...... terjadi musibah yang menimpa diri Sulastri ...... " kata Aji dengan nada sedih.
"Apa yang terjadi dengan Sulastri?" Tanya Ki Ageng Pasisiran.
"Ceritakanlah, apa yang telah terjadi, anakmas Aji?"
Tanya pula Ki Sudrajat.
Aji lalu menceritakan pengalamannya dengan Sulastri di lereng Gunung Careme itu, betapa Sulastri jatuh ke bawah tebing seperti yang telah dia ceritakan kepada Ki Subali dan isterinya. Juga dia menceritakan betapa dia sudah berusaha mencari, dibantu banyak anak buah Munding Hideung, namun tetap saja tidak dapat menemukan Sulastri yang hilang tanpa meninggalkan bekas, hanya menemukan pedang Naga Wilis yang kini sudah dia kembalikan kepada Ki Subali.
Suasana menjadi sunyi setelah Aji mengakhiri ceritanya tentang musibah yang menimpa diri Sulastri. Kemudian Ki Ageng Pasisiran berkata dengan tenang, "Aku percaya bahwa Sulastri masih hidup. Tidak ditemukannya jenazah anak itu berarti bahwa ia masih hidup dan telah meninggalkan bawah tebing."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Anakmas Aji, kami mengucapkan terima kasih bahwa andika telah menyampaikan berita ini kepada kami," kata Ki Sudrajat.
"Sebelum saya mohon diri, masih ada sebuah hal lagi yang membuat saya bertanya-tanya dan penasaran tentang diri Nimas Sulastri yang ingin saya tanyakan kepada eyang."
"Apalagi yang ingin kauketahui tentang Sulastri"
Bukankah engkau sudah mengenalnya dengan baik?" Tanya Ki Sudrajat, mewakuli ayah angkatnya.
"Begini, eyang. ketika berada di atas tebing, sebelum pundaknya terkena anak panah dan terjatuh ke bawah tebing, saya melihat Sulastri memukul Munding Bodas sehingga wakil ketua gerombolan iu terjatuh ke bawah tebing. Saya terkejut karena mengenal gaya pukulan itu, dan ketika saya menemukan jenazah Munding Bodas di bawah tebing, saya menjadi yakin melihat bekas telapak tangan menghitam di dada kepala gerombolan itu. Saya yakin bahwa Sulastri telah mempergunakan ilmu pukulan Aji Margopati!"
"Andika mengenal aji Margopati, anakmas Aji?" Tanya Ki Sudrajat.
"Tentu saja saya mengenalnya, kanjeng paman. Akan tetapi dari mana Sulastri mempelajarinya" Apakah selain kanjeng eyang masih ada lain guru yang mengajarkan aji kanuragan kepada Sulastri?"
"Setahu kami tidak, bukankah begitu, bapa?" Tanya Ki sudrajat kepada Ki Ageng Pasisiran.
"Memang tidak ada," kata Ki Ageng Pasisiran.
"Kalau begitu, siapa yang mengajarkan Aji
Margoapati?" Tanya Aji sambil memandang kedua orang tua itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Siapa lagi kalau bukan gurunya?"
"Akan tetapi, bagaimana ini" Mana mungkin! Menurut mendiang guru saya, yang menguasai Aji Margopati hanya tiga orang saja, yaitu guru saya dan dua orang kakak seperguruannya!"
Mendengar ini, Ki Ageng Pasisiran memandang aji dan bertanya dengan heran. "Katakanlah, siapa tiga orang yang menguasai Aji Margopati itu?"
"Mereka adalah Ki Tejo Wening, ki tejo Langit, dan Ki Tejo Budi."
"Dan siapa gurumu itu?" Tanya pula Ki Ageng Pasisiran sambil menatap wajah Aji.
"Guru saya adalah Eyang Guru Ki Tejo Budi."
"Aduh Gusti ...... !!" Seruan ini hampir berbareng keluar dari mulut Ki Ageng Pasisiran dan Ki Sudrajat dan mereka berdua bangkit dan berdiri di depan Aji.
"Aji, katakanlah di mana gurumu itu sekarang?" Tanya Ki Sudrajat dan suaranya diliputi ketegangan
"Eyang Guru Tejo Budi ...... telah meninggal dunia beberapa bulan yang lalu."
"Ya Allah ...... !" Dua orang pria itu berseru dan Aji memandang terheran-heran ketika Ki Ageng Pasisiran terjatuh duduk di atas dipan kembali dan kakek itu menangis!
"Kanjeng eyang dan kanjeng paman, apa artinya ini ......
?" Aji bertanya.
"Bapa dahulu bernama Ki Tejo Langit," kata Ki Sudrajat.
Kini Aji yang terkejut. Sungguh sama sekali tidak disangkanya! Tanpa dicari, dia sudah berhadapan dengan Ki Tejo Langit. Dan orang setengah tua itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kiranya eyang adalah Eyang Tejo Langit! Ah, betapa bahagia rasa hati saya dapat bertemu dengan eyang., Dan ......
paman ini ...... apakah Paman Sudrajat yang dipanggil Ajat?"
Ki Sudrajat mengangguk.
"Ah, sungguh saya merasa berbahagia sekali. Sebelum meninggal, eyang guru meninggalkan pesan kepada saya agar saya mencari Paman Sudrajat dan mengabarkan bahwa Eyang guru Tejo Budi telah meninggal dunia."
Alap Alap Laut Kidul Seri Ke 3 Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Eyang gurumu itu sudah menceritakan siapa aku?"
kata Ki Sudrajat.
Aji mengangguk.
"Apa saja yang dia ceritakan?" tiba-tiba Ki Tejo Langit yang tadi menutupi muka dengan kedua tangannya, bertanya.
"Mendiang eyang guru menceritakan bahwa puteranya bernama Sudrajat dan ikut dengan Eyang Tejo Langit," jawab Aji dengan hati-hati.
"Benar, sejak Bapa Tejo Budi pergi, aku ikut Bapa Tejo Langit sebagai anak tirinya dan muridnya. Ibu kandungku juga sudah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu."
"Ah, tahukah engkau anak mas Aji bahwa baru saja kami berdua membicarakan Adimas Tejo Budi pada saat engkau datang. Sungguh kebetulan sekali, akan tetapi juga ......
sungguh membingungkan dan menyedihkan berita yang kau bawa." kata Ki Tejo Langit.
"Aku girang dapat bertemu denganmu Aji, akan tetapi juga bingung mendengar hilangnya Sulastri dan sedih mendengar tentang kematian ayah kandungku. Akan tetapi, engkau harus berdiam di sini dulu dan menceritakan kepada kami ini semua tentang mendiang ayah kandungku." kata Ki
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sudrajat, Mereka kini menjadi akrab sekali karena Aji dianggap sebagai keluarga sendiri.
Aji diminta untuk menceritakan segala hal mengenai Ki Tejo Budi, dan dia menceritakan semua yang diketahui dan dialami selama Ki Tejo Budi tinggal bersama dia dan ibunya.
Mendengar betapa Ki Tejo Budi hidup menyendiri dan terlunta-lunta, kedua orang itu mendengarkan dengan hati terharu sekali. Terutama sekali Ki Tejo Langit yang makin merasa betapa dia yang membuat kehidupan Ki Tejo Budi menjadi terlantar kesepian dan penuh kedukaan.
Ketika hari menjelang senja dan Aji berpamit, Ki Sudrajat menahannya. "Jangan pergi dulu, Aji. Engkau adalah murid tersayang bapa kandungku, berarti engkau adalah warga kami sendiri. Tingggallah di sini malam ini. Masih banyak yang ingin kutanyakan kepadamu mengenai bapa kandungku."
Ki Tejo Langit juga menahannya sehingga terpaksa Aji tinggal di pondok itu.
Ketika senja datang dan cuaca mulai remang, ki Sydrajat menyalakan beberapa buah lampu gantung. Sebuah digantung di depan pintu menerangi bagian luar pondok, sebuah digantung di belakang dan sebuah lagi di ruangan tengah di mana mereka bertiga bercakap-cakap.
Selagi mereka bercakap-cakap, tiba-tiba terdengar teriakan yang nyaring sekali dari luar pondok. "Lindu Aji, keparat jahanam kamu! hayo keluar untuk menebus dosamu terhadap perguruan Dadali Sakti dengan menyerahkan nyawamu!"
Aji segera dapat menduga bahwa yang datang itu tentulah Raden Banuseta, Ketua Perguruan Dadali Sakti.
Pembunuh ayahnya! Tidak, dia tidak mau mengingat tentang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pembunuhan itu. Raden Banuseta adalah seorang ketua perkumpulan yang terkenal jahat, suka bertindak sewenang-wenang, bahkan anak buahnya diperintah untuk merampas Sriyani, isteri Sumanta. Orang yang pantas untuk ditentang dan dibasminya. Maka dia segera bangkit dan hendak keluar."Aji, tunggu dulu! Mengapa perguruan Dadali Sakti memusuhimu?"
tanya Ki Sudrajat.
"Belum saya ceritakan kepada paman. Tadi pagi saya mendatangi sarang mereka dan memberi hajaran kepada semua muridnya karena mereka hendak menganiaya seorang yang tidak berdosa dan hendak merampas isterinya. Sekarang, saya kira ketuanya, Raden Banuseta yang datang ke sini mencari saya. Biarkan saya keluar, paman."
"Hemm, Raden Banuseta terkenal ganas dan suka sewenang-wenang. Biarkan aku yang menghadapinya karena dia berani datang membikin ribut di rumah kami. Aku memang belum lama tinggal di sini, akan tetapi aku sudah mendengar tentang kejahatannya!"
"Lindu Aji, pengecut! Hayo keluar jangan bersembunyi di dalam seperti kura-kura. Kalau kamu tidak mau keluar, akan kubakar pondok ini untuk memaksamu keluar!" terdengar lagi bentakan itu.
"Paman Sudrajat, dia menantang saya, harap paman tidak mencampuri urusan antara saya dan dia." Setelah berkata demikian, tanpa menanti jawaban, aji sudah melompat keluar dari pintu. dalam keremangan senja, Aji melihat bayangan dua orang di depan pondok. Seorang laki-laki tinggi kurus berpakaian bangsawan, berusia kurang lebih empat puluh tahun, menggantungkan sebatang golok bergagang emas di pinggangnya, berdiri di depan. Hatinya terguncang keras ketika
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dia mengenal orang itu. Dia bukan lain adalah pria bangsawan yang mempunyai hubungan akrab dengan Nyi Maya Dewi, pria yang ikut pula berkunjung ke kapal Kapten De Vos, pria yang tergila-gila kepada Sulastri dan bermaksud keji dan mesum terhadap gadis itu!
"Kau ...... kau ...... Raden Banuseta?" Tanya Aji, hatinya dipenuhi keheranan.
Pria ini tersenyum mengejek dan dia mencabut goloknya yang bergagang emas. "Benar, akulah Raden Banuseta, ketua Dadali Sakti. Lindu Aji, tempo hari engkau berhasil lolos, akan tetapi sekarang tiba saatnya engkau membayar semua hutangmu! Engkau berani mengacau Dadali Sakti, sekarang bersiaplah untuk mampus!"
Hati Aji bertambah panas. Raden Banuseta, yang telah membunuh ayah kandungnya, bukan hanya suka bertindak sewenang-wenang dan suka merusak pagar ayu merampas isteri dan anak orang, akan tetapi juga menjadi antek Kumpeni Belanda!
"Hemm, kiranya engkau bukan hanya jahat sewenang-wenang, melainkan juga menjadi anjing peliharaan Kumpeni Belanda!" bentak Aji marah dan pada saat itu dia memandang kepada pria yang berdiri di belakang Banuseta. Dia itu seorang pria berusia kurang lebih tiga puluh satu tahun, bertubuh tinggi tegap, sikapnya gagah. Dia juga tampak tenang, berdiri menyilangkan kedua lengan di depan dada dan sinar matanya yang tajam memandang wajah Aji. Juga Aji melihat bayangan mencurigakan dari beberapa orang yang tampaknya mengepung pondok itu dengan sembunyi-sembunyi. Dalam keremangan malam yang mulai tiba, dia melihat mereka itu memegang tongkat.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dimaki sebagai anjing peliharaan Kumpeni Belanda, Raden Banuseta menjadi marah bukan main.
"Kamu anjing Mataram, mampuslah!"
Dia melompat ke depan Aji dan menerjang dengan gerakan goloknya menyerang dahsyat. Golok itu mengeluarkan suara berdesing ketika menyambar dan tahulah Aji bahwa lawannya bukan orang lemah, melainkan memiliki tenaga yang kuat dan gerakan goloknya juga cepat sekali. Dia mengelak dengan tarikan kaki ke belakang dan mendoyongkan tubuh atas ke belakang sehingga golok yang membabat ke arah lehernya itu menyambar lewat di depannya. Namun, begitu bacokannya yang mengarah leher itu luput, Banuseta sudah membuat golok itu bergerak melingkar dan kini berubah menjadi serangan yang menusuk ke arah perut Aji.
"Hyaaaahhhh ...... !" bentaknya, goloknya menjadi gulungan sinar yang berdesing.
Akan tetapi Aji yang sudah waspada dan tidak memandang remeh lawannya, dengan gerakan ilmu silat Wanara Sakti, sudah dapat mengelak ke kiri dengan mudah.
Dari sebelah kanan lawan kakinya mencuat dalam sebuah tendangan kilat ke arah pinggang kanan Banuseta. Akan tetapi ketua Dadali Sakti itu dapat pula membuang diri ke kiri sambil mengelebatkan goloknya untuk memotong kaki Aji yang menyambar lewat. Akan tetapi Aji sudah menarik kembali kakinya dan kini tangan kanannya menusul serangan kaki kiri tadi, menampar ke arah pelipis kiri lawan.
Banuseta terkejut bukan main. Keika tiba di perguruan Dadali Sakti dan melihat para anggauta perguruan itu menderita cedera, semua dihajar oleh seorang pemuda yang mencarinya, juga menggagalkan usaha Wiratma, wakilnya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
untuk merampas Sriyani dari tangan Sumanta, dia marah sekali. Kemudian dia mendengar bahwa pemuda itu bernama Lindu Aji. teringatlah dia akan pemuda yang pernah menjadi tawanan Nyi Maya Dewi dan dia tahu bahwa pemuda itu memang sakti mandraguna. Maka, diapun membuat persiapan sebaiknya dan mendengar dari Wiratma bahwa musuhnya itu berada di pondok tempat tinggal Ki Ageng Pasisiran di pantai Laut Utara, dia membawa bala bantuannya menuju ke sana.
Kini, biarpun dia sudah berhati-hati, dia melihat tamparang tangan kanan Aji ke arah pelipisnya, dia terkejut dan tidak sempat untuk mengelak atau menggunakan goloknya.
maka dia lalu mengerahkan tenaga pada tangan kirinya dan menangkis dengan gerakan dari dalam keluar.
"Wuuttt ...... plakk!!"
Raden Banuseta terhuyung ke belakang dan tentu akan jatuh terjengkang kalau tidak ada tangan yang kuat menangkap pangkal lengannya sehingga dia tidak sampai terjatuh. Yang melakukan itu adalah laki-laki tinggi tegap yang tadi berdiri di belakangnya.
"Mundurlah, kakangmas Banuseta. Dia terlalu tangguh bagimu. Biar aku yang menandinginya!" kata pria berusia tiga puluh satu tahun lebih itu. Gerakannya ringan sekali ketika dia melompat ke depan Aji.
"Dimas, bunuhlah dia untukku!" kata Raden Banuseta dan dia menyelinap ke belakang dan lenyap dalam kegelapan malam.
Aji berhadapan dengan lawannya itu. Sejenak mereka saling tatap bagaikan dua ekor jago yang hendak berlaga. Tiba-tiba orang itu mengeluarkan bentakan nyaring dan tubuhnya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bergerak cepat tangan kirinya terbuka dan mendorong ke arah dada Aji.
"Eh ...... !" Aji terkejut sekali dan cepat dia mengelak ke belakang karena dia mengenal gerakan orang itu. Jelas bahwa orang itu mempergunakan Aji Bayu Sakti ketika melompat dan bergerak sehingga tubuhnya menjadi ringan, dan pukulan yang dipergunakan Sulastri ketika merobohkan Munding Bodas, yaitu pukulan dengan Aji Margopati!
Lawannya itu memiliki ilmu dari aliran yang sama dengan dia, walaupun dia sendiri tidak pernah dilatih Aji Margopati yang oleh mendiang Ki Tejo Budi dianggap terlalu ganas dan kejam.
Karena serangannya yang pertama gagal dan dapat
dielakkan Aji, orang tinggi tegap itu berseru
marah dan tubuhnya berkelebat cepat
menerjang ke depan dan kembali dia mengirim pukulan Aji Margopati, kini dalam jarak yang lebih dekat.
Angin dahsyat menyambar ketika tangan kanan orang itu mendorong. Maklum bahwa pukulan dahsyat itu sukar dihindarkan dengan mengelak, Aji lalu mengerahkan tenaga
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Surya Chandra dan diapun mendorongkan tangan kananya untuk menyambut pukulan lawan itu.
"Wuuuutttt ...... desss ...... !!"
Hebat bukan main pertemuan dua tenaga sakti itu dan akibatnya, Aji terdorong ke belakang akan tetapi lawannya juga terdorong ke belakang!
"Heh ...... ?"?" Orang itu berseru heran dan memandang dengan mata terbelalak.
Pada saat itu, sosok tubuh tua Ki Ageng Pasisiran muncul keluar dari pintu, bertopang pada tongkatnya.
Ki Ageng Pasisiran atau yang dulu bernama ki tejo Langit memandang kepada lawan Aji itu dan di mengerutkan alisnya yang sudah putih lalu berseru dengan suara bernada penuh teguran, "Hei! Udin, apa yang kau lakukan ini ...... ?"
"Dar-dar-dar-dor-dorrr!"
Pada saat itu, dari arah kanan kiri terdengar beberapa kali ledakan dan tampak muncratnya bunga api dan tubuh kakek tua renta itu tersentak ke kanan kiri lalu roboh terkulai mandi darah! Pelor-pelor itu menembus tubuhnya yang tidak siap.
Kini muncul Ki Sudrajat. Dia memegang sebuah lampu gantung dengan tangan kanan, mengangkat lampu gantung itu ke atas untuk menyinari wajah lawan Aji yang masih berdiri tertegun.
"Udin! Hasanudin! Engkau ...... membantu kaki tangan Kumpeni ...... ?"
"Dar-dar-dar-dor-dorr ...... !"
Kembali terdengar letusan berkali-kali. Peluru bedil menyambar dari kanan kiri dan tampak bunga api berpijar-pijar. Lampu gantung di tangan Ki Sudrajat terkena tembakan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dan padam seketika, kaca lampu itu hancur dan terlepas dari tangan Ki Sudrajat. Akan tetapi ada sesuatu yang aneh, yang membuat Ajimemandang dengan penuh kagum. Baju yang menutup dada Ki Sudrajat berlubang-lubang, hal ini dapat dilihat jelas karena ada sinar lampu gantung yang meneranginya. Akan tetapi tubuh itu tidak bergeming, agaknya tidak terluka dan sama sekali tidak roboh. Agaknya aji kekebalan Ki Sudrajat hebat sekali, mampu menahan peluru bedil dan ketika dia melangkah ke luar tadi agaknya dia sudah mempersiapkan diri dan mengerahkan aji kekebalannya sehingga dia tidak roboh oleh berondongan tembakan, tidak seperti Ki Ageng Pasisiran atau Ki Tejo Langit yang tidak sempat mempersiapkan diri karena heran dan terkejut melihat Udin tadi.
Pada saat itu, di belakang Hasanudin yang masih tercengang itu muncul bayangan Raden Banuseta yang memegang sebuah senjata pistol. Dia membidik ke arah tubuh Ki sudrajat yang berdiri tegar didepan pintu.
"Tarrr ...... !!" tiba-tiba muncul api menyusul ledakan ini dan tubuh Ki Sudrajat roboh terkulai!
"Kenapa ...... kenapa andika membunuh mereka ...... ?"
Hasanudin berseru, dalam suaranya terkandung penyesalan.
Tubuhnya berkelebat dan dia sudah menghilang dalam kegelapan malam.
Aji juga tertegun, bukan hanya melihat robohnya Ki Tejo Langit dan Ki Sudrajat, melainkan juga mendengar Ki Tejo Langit menyebut nama Udin, bahkan Ki Sudrajat menyebut nama Hasanudin! Itu adalah nama kakak tirinya yang dulu ditinggalkan Harun, ayahnya, di Galuh! Hasanudin putera Harun itu kini malah membantu Raden Banuseta,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pembunuh ayahnya sendiri! Dan karena Raden Banuseta ini antek Kumpeni Balanda, berarti bahwa Hasanudin atau Udin itu juga membantu Kumpeni Belanda!
"Tarr ...... !"
Pistol di tangan Raden Banuseta meledak lagi. Tanpa disadarinya sendiri, tubuh Aji menjerembab ke atas tanah, lalu bergulingan, tangannya menyambar sepotong batu dan sekali tangan itu bergerak menyambit, terdengar suara nyaring dan lampu gantung itu pecah sehingga menjadi gelap pekat.
Raden Banuseta menjadi jerih menghadapi Aji dalam kegelapan. Dia tahu betapa sakti dan berbahayanya pemuda itu.
Apalagi kini Hasanudin yang ia andalkan sudah lebih dulu melarikan diri bersama dua belas orang perajurit Kumpeni, meninggalkan tempat itu.
Setelah merasa yakin bahwa para penyerbu itu telah melarikan diri meninggalkan tempat itu dan bahaya telah lewat, Aji cepat memasuki pondok, membawa keluar sebuah lampu dan digantungkan di luar. Kemudian dia memondong tubuh Ki Tejo Langit dan Ki Sudrajat, dibawanya masuk ke dalam pondok dan merebahkan mereka di atas pembaringan.
Ki Tejo Langit yang tubuhnya disambar lima kali tembakan itu ternyata telah tewas. akan tetapi Ki Sudrajat belum tewas walaupun dadanya ditembusi sebutir peluru. Aji merasa heran sekali. Tadi dia melihat sendiri betapa berondongan peluru hanya merobaek baju orang sakti ini, akan tetapi mengapa tembakan terakhir itu, hanya satu kali saja, telah merobohkannya.
"Bagaimana keadaanmu, paman?" Tanya Aji ketika melihat Ki Sudrajat bergerak dan mengeluh panjang.
"Aku ...... terluka parah ...... jahanam itu ...... "
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Akan tetapi saya melihat tadi berondongan peluru tidak melukai paman, bagaimana tembakan yang satu kali ini
...... ?" Ki Sudrajat menggerakkan tangan mendekap dadanya.
"Peluru perak ...... Kumpeni menggunakan ......Peluru-peluru perak ......dan emas ......untuk melumpuhkan kekebalan kita
....... Andika dengar baik-baik, Aji ...... Si Udin itu ......
Hasanudin ...... agaknya dia ...... tersesat ...... terbujuk menjadi kaki tangan Kumpeni Belanda ...... aku pesan kepadamu ......
anakku ...... Jatmika ...... kalau bertemu dengan dia ...... kau bantulah dia ...... " Ki Sudrajat terkulai lemas.
"Baik, paman. Akan saya perhatikan dan penuhi pesan paman," kata Aji, akan tetapi dia meraba dan memeriksa, ternyata Ki Sudrajat telah menghembuskan napas terakhir, agaknya dia tewas pada saat mengucapkan kata terakhir itu.
Semalam suntuk Aji tidak tidur, melainkan duduk bersila di dekat jenazah Ki Tejo Langit dan Ki Sudrajat. Dia mengenang mendiang gurunya, Ki Tejo Budi dan merasa sedih bahwa pada saat dia berhasil bertemu dengan putera kandung gurunya itu, ialah Ki Sudrajat, orang itu tewas di depan matanya. Yang lebih membuatnya prihatin lagi adalah melihat kenyataan betapa kakak tirinya, ternyata telah tersesat, tidak saja membantu musuh besar pembunuh ayah kandung sendiri, bahkan mau menjadi antek Kumpeni Belanda! Pedih hatinya mengingat untuk menemui dan menyadarkan kakak tirinya itu.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Aji sudah menggali lubang kuburan di belakang pondok. Digalinya dua buah lubang dan dia lalu menguburkan dua buah jenazah itu dengan penuh khidmat. Dia merasa terharu sekali. Dua orang yang dihormatinya itu tewas menjadi korban tembakan senapan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
para antek Kumpeni Belanda. Mereka tewas tanpa ada yang melayat dan hanya dia seorang yang menguburkan mereka dalam keadaan yang sunyi, tanpa kehadiran seorangpun manusia lain.
*** Mereka merupakan sepasang orang muda yang serasi.
Yang pria berusia kurang lebih dua puluh tahun, berwajah tampan bersikap gagah. Alis matanya hitm tebal melindungi sepasang mata yang mencorong, hidungnya mancung dan mulutnya berbentuk manis dan membayangkan kegagahan, apa lagi dengan adanya setitik tahi lalat di dagu, menambah kejantanannya. Tubuhnya sedang dengan dada bidang, pakaiannya sederhana bersih dan rapi. Sebatang keris bergagang kayu cendana hitam terselip dipinggangnya. Adapun yang wanita berusia kurang lebih sembilan belas tahun, berwajah cantik jelita. Mata dan mulutnya amat indah.
Sikapnya gagah perkasa sehingga ia merupakan seorang gadis yang memiliki wibawa dan membuat orang merasa segan untuk sembarangan menggoda. Langkahnyapun membayangkan ketangkasan, tidak lemah seperti wanita kebanyakan.
Mereka adalah Jatmika dan Eulis. Siang hari itu panasnya terik sekali. Dua orang yang telah melakukan pejalanan sejak pagi itu tampak berkeringat.
"Uhh, panasnya ...... " Eulis mengeluh sambil mengusap keringat yang membasahi dahu dan lehernya yang berkulit putih mulus.
Jatmika berhenti melangkah dan menudingkan telunjuknya ke arah kanan jalan di mana terdapat sebuah gubuk yang berdiri di tengah sawah. Mereka telah tiba di kaki
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Gunung Careme di daerah persawahan yang luas dan tidak terdapat tempat yang cukup teduh untuk berlindung dari sengatan matahari. Eulis mengangguk dan keduanya lalu berjalan menuju ke gubuk itu.
Nyaman memang duduk di dalam gubuk yang
terlindung atap itu. Selain dapat berlindung dari panasnya sinar matahari, juga di tempat terbuka itu berhembus angin semilir yang mengipasi tubuh mereka. Mereka duduk dan menghapus keringat. Semilir angin mendatangkan rasa nyaman dan merekapun duduk dengan nikmat dan mengantuk
"Nyaman sekali di sini." kata Jatmika.
"Ya, enak sekali." kata Eul;is sambil tersenyum.
Jatmika memandang gadis itu dan seperti sejak pertemuan pertama, setiap kali memandang wajah gadis itu, dia terpesona. Alangkah cantiknya, alangkah manisnya. bentuk tubuh itu demikian indah menggairahkan, kulit yang tampak di wajah, leher, tangan dan kaki sebetis itu demikian putih mulus.
Diam-diam dia masih merasa heran dan bertanya-tanya dalam hati siapa gerangan sebetulnya gadis ini. Jelas bukan gadis sembarangan dan ang amat mengganggu pikirannya adalah ketika dia melihat Eulis mengamuk dileroyok gerombolan di gunung Careme tadi. Dia melihat dengan jelas gerakan gadis itu yang membuat dia terheran-heran. Gerakan ilmu silat gadis itu dikenalnya benar karena gerakan silat itu sama dengan semua ilmu silat yang dia kuasai! Dia mengenal Aji Margopati, bahkan mengenal Aji Sunya Hasta dan Guruh Bumi.
Bagaimana mungkin itu" Yang menguasai semua aji-aji itu hanyalah ayahnya, Ki Sudrajat, lalu eyang gurunya, Ki Tejo Langit yang kini berjuluk Ki Ageng Pasisiran. Juga paman gurunya, Hasanudin. Akan tetapi dia teringat akan cerita
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ayahnya. Selain kakek gurunya, masih ada saudara-saudara seperguruan eyang gurunya, yang bernama Ki Tejo Wening dan Ki Tejo Budi. Bahkan yang bernama Ki Tejo Budi adalah kakek kandungnya yang sebenarnya, karena Ki tejo Langit itu hanyalah kakek angkatnya, Keterangan itu dia dapatkan dari ayahnya ketika dia hendak meninggalkan pantai Dermayu untuk pergi merantau. Dia tidak tahu di mana adanya Ki Tejo Wening dan Ki Tejo Budi sekarang, tidak tahu apakah mereka berdua itu masih hidup ataukan sudah mati. Kini, bertemu dengan Eulis, gadis yang kehilangan ingatannya itu, melihat gadis itu ada hubungan dengan seorang di antara kedua kakek itu! Sana sekali dia tidak pernah mimpi bahwa gadis itu sesungguhnya adalah murid dari Ki Tejo Langit sendiri. Kakek itu tidak menceritakan tentang gadis ini kepadanya ketika dia berada di pantai Dermayu.
"Eh, Kakangmas Jatmika, kenapa sejak tadi engkau memandangku seperti itu?" Tiba-tiba Eulis bertanya denga suara menegur ketika tanpa disadarinya pemuda itu mengamatinya dengan sepasang mata penuh selidik Barulah Jatmika gelagapan dan baru dia menyadari bahwa kelakuannya tadi tidak patut.
"Eh ...... ohh ...... aku sungguh merasa heran melihatmu, Nimas Eulis," katanya agak gagap.
"Heran?" Tanya Eulis mulai mengamati diri sendiri untuk mencari kalau-kalau ada sesuatu yang tidak beres.
"Apakah ada sesuatu yang aneh pada diriku?"
"Memang ada yang aneh sekali, nimas, akan tetapi bukan pada dirimu."
"Lalu apa yang aneh" Katakanlah, kakangmas, engkau membuat aku menjadi penasaran dan ingin tahu."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Nimas, ketika engkau dikeroyok oleh Gerombolan Gunung Careme itu, aku melihat gerakan ilmu silatmu dan aku mengenalnya dengan baik. Itulah yang membuat aku menjadi heran sekali karena semua aji kanuragan yang kau pergunakan untuk melawan mereka itu adalah aliran dari perguruanku. Aku tidak sangsi atau ragu lagi bahwa ilmu yang kita kuasai itu sealiran, Berarti kita ini masih saudara seperguruan. Cobalah ingat-ingat, Nimas, siapakah yang mengajarkan semua ilmu silat itu kepadamu" Siapakah gurumu?"
Eulis memejamkan kedua matanya, mengerutkan alisnya dan mencoba untuk mengingat-ingat. Akan tetapi ia tidak dapat mengingat apa-apa sebelum mendapatkan dirinya dikeroyok tujuh orang jahat itu. Yang dapat diingatnya hanya sejak pengeroyokan itu, sampai Jatmika menolongnya.
Sebelum itu gelap, sama sekali kosong dan ia tidak dapat mengingat apapun, ia tidak ingat siapa gurunya, tidak ingat siapa orang tuanya dan dari mana ia berasal. Yang ia ingat hanya bahwa ia bernama Listyani dengan sebutan Eulis dan berasal dari daerah Cirebon seperti yang dikatakan Jatmika kepadanya.
Eulis membuka kedua matanya, memandang kepada pemuda yang duduk disampingnya itu dan ia menggeleng kepala. "Aku tidak tahu, kakangmas, tidak ingat siapa guruku.
Akan tetapi, bukankah engkau sendiri yang mengayakan bahwa aku bernama Listyani, biasa disebut Eulis dan berasal dari daerah Cirebon" Engkau lebih mengetahui tentang asal usulku, kakangmas, tentu engkau tahu pula dari siapa aku belajar semua ilmu ini."
Jatmika menggeleng kepalanya. "Tidak, nimas. akupun tidak tahu. Aku hanya tahu bahwa engkau bernama Listyani
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
atau Eulis dan berasal dari daerah Cirebon. Akan tetapi engkau tentu ingat akan nama-nama semua aji yang engkau kuasai itu, bukan?"
Eulis menggeleng kepala.
"Engkau menguasai Aji Surya Hasta, Aji Margopati, dan Aji Guruh Bumi!!" kata Jatmika penasaran.
Eulis menggeleng kepala dan menghela napas panjang.
"Aku tidak tahu, tidak mengenal nama-nama itu. Sudahlah, Kakangmas Jatmika, aku memang sama sekali tidak ingat akan masa laluku. Tentang diriku, biarlah kita ketahui bahwa aku bernama Listyani atau Eulis berasal dari daerah Cirebon dan aku menguasai ilmu-ilmu kanuragan yang sealiran denganmu.
Sekarang, sebaiknya engkau menceritakan tentang dirimu, kakangmas, agar aku dapat mengenalmu lebih baik lagi."
Jatmika menghela napas panjang. Sebetulnya ia ingin tahu sekali siapa sebenarnya gadis yang amat menarik hatinya itu. Dia harus mengakui bahwa biarpun dia sudah bertemu dengan banyak wanita cantik, semenjak tinggal di Banten, sampai pindah ke Dermayu, namun belum pernah dia bertemu dengan seorang gadis yang begitu menarik hatinya. Dia merasakan benar bahwa sekali ini dia benar-benar jatuh cinta kepada gadis yang tidak diketahui nama atau asal-usulnya ini.
Dia memberi nama Listyani atau Eulis hanya agar gadis itu tidak menjadi bingung. Dia menduga bahwa gadis itu telah kehilangan ingatannya yang sebabnya tidak dia ketahui pula.
Akan tetapi mendengar ucapan Eulis tadi, dia merasa gembira sekali. Setidaknya, gadis ini menaruh perhatian kepadanya dan ingin dapat mengenalnya lebih baik.
"Engkau sudah tahu, namaku Jatmika. Aku berasal dari Banten. Ayahku bernama Ki Sudrajat dan sejak aku kecil,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ayah, ibu dan aku tinggal di Banten. Dua tahun yang lalu ibuku meninggal dunia. Ayah lalu mengajak aku menyusul eyangku yang tinggal di pantai laut Dermayu. Eyangku itu bernama Ki Tejo Langit, akan tetapi di pantai laut Dermayu eyang berjuluk Ki Ageng Pasisiran. Akan tetapi, aku tidak betah menganggur tinggal di sana, maka aku lalu berpamit dari ayah dan eyang untuk pergi merantau dan mencari pengalaman sambil mengamalkan semua ilmu yang pernah kupelajari dari ayah dan eyang. Nah, kulihat gerakan aji kanuraganmu tadi sama benar dengan aliran kami sekeluarga. Nimas Eulis, apakah ceritaku ini tidak mengingatkan engkau akan sesuatu?"
Eulis mengerutkan alisnya, mencoba untuk mengingat-ingat. "Aku tidak ingat apa-apa, kakangmas, hanya nama Dermayu dan Ki Ageng Pasisiran itu rasanya tidak asing bagiku, akan tetapi aku tidak tahu di mana tempat itu atau siapa yang memiliki nama itu."
"Aneh sekali. Aku harus menyelidiki asal usulmu, nimas, dan aku akan membantumu sampai engkau menemukan orang tuamu. Aku akan mempertemukan engkau dengan Eyang Ki Ageng Pasisiran atau Ki Tejo Langit. Mungkin beliau mengenalmu dan dapat menceritakan siapa orang tuamu."
"Baik, kakangmas. Karena aku tidak ingat apa-apa dan merasa bingung, maka aku menurut saja apa yang akan kau lakukan untuk mencari orang tuaku agar aku dapat mengingat lagi asal usulku."
"Kita akan pergi ke Dermayu, nimas. Akan tetapi sebelum itu, kita harus pergi dulu ke Sumedang memenuhi pesan ayah dan eyang untuk membantu Gusti Pangeran Mas Gede, Adipati Sumedang menghadapi orang-orang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pemberontak yang mengadakan kekacauan di daerah Kadipaten Sumedang."
"Baik, kakangmas. Aku ikut dan aku akan
membantumu sekuat tenaga walaupun aku tidak tahu mengapa engkau membantu Kadipaten Sumedang dan siapa pula Gusti Pangeran Mas Gede itu."
Kembali Jatmika menghela napas panjang. "Nimas, aku yakin bahwa seandainya engkau tidak melupakan asal usulmu, tentu engkau akan mengetahui akan keadaan yang kau tanyakan itu. Agaknya sekarang engkaupun tidak tahu akan Kerajaan Mataram dan Gusti Sultan Agung raja Mataram, bukan?"
Eulis memandang bodoh dan menggeleng kepala.
"Kasihan engkau, Nimas Eulis. Entah apa yang terjadi denganmu sehingga engkau melupakan segala hal. Ketahuilah, Kerajaan Mataram adalah kerajaan besar yang menguasai hampir seluruh Nusantara. Hampir semua kadipaten di Jawadwipa tunduk dan mendukung Kerajaan mataram yang kini sedang mempersiapkan diri dan menyusun kekuatan untuk menghadapi kekuasaan Kumpeni Belanda yang semakin merajalela."
"Siapakah Kumpeni Belanda itu, kakangmas?"
Jatmika maklum bahwa gadis ini sudah kehilangan ingatannya, maka dia harus menjelaskan segalanya agar gadis itu tidak bingung dan tahu benar di pihak mana ia harus berdiri.
"Kumpeni Belanda adalah bangsa asing berkulit bule dan bermata siwer (berwarna). Kalau engkau berasal dari daerah Cirebon, kurasa engkau pasti pernah melihat bangsa Belanda."
Eulis menggeleng kepala. "Aku tidak ingat, kakangmas."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sudahlah, ketahuilah saja bahwa bangsa Belanda adalah bangsa asing yang sama sekali berlainan dengan bangsa kita. Mereka disebut Kumpeni Belanda dan sekarang mereka mempunyai benteng di Jayakarta. Akan tetapi mereka itu semakin merajalela dan berusaha menguasai perdagangan, juga berusaha memperluasa tanah yang mereka kuasai. Mereka hendak merampas tanah air kita, nimas."
Eulis mengerutkan alisnya. Biarpun ia tidak ingat sama sekali dan cerita ini merupakan hal baru baginya, namun ia dapat mengerti bahwa Kumpeni Belanda itu adalah musuh!.
"Jahat sekali mereka!"
katanya. "Mereka jahat, akan tetapi
juga amat kuat,
nimas. Karena itu, kita berkewajiban untuk membantu Mataram dan menentang Kumpeni Belanda. Bagaimana pendapatmu, nimas?"
Eulis mengepal kedua tangannya. "Aku juga akan membantu Mataram dan menentang Kumpeni Belanda!"
"Bagus! Nah, ketahuilah bahwa Gusti Mas Gede, Adipati Sumedang itu juga mendukung Mataram dan sekarang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sumedang dikacau oleh gerombolan pemberontak yang agaknya digerakkan oleh Kumpeni Belanda. Maka kita harus membantu Sumedang dan menentang para pemberontak itu."
"Baik, kakangmas. Aku setuju untuk bersamamu membantu Kadipaten Sumedang."
"Mari kita lanjutkan perjalanan, nimas. Sudah cukup lama kita melepaskan lelah di sini." kata Jatmika yang melompat turun dari atas panggung gubuk itu. Eulis juga melompat turun dan mereka meninggalkan gubuk di tengah sawah itu, melalui pematang sawah.
Mereka melanjutkan perjalanan menuju ke barat. Akan tetapi ketika mereka tiba di tepi sebuah hutan, muncul lima orang dan Jatmika berbisik kepada Eulis.
"Hati-hati, nimas. Lima orang itu agaknya
mencurigakan. Mereka seperti sengaja menghadang kita." Eulis memandang ke depan dan memang, lima orang itu kini berhenti dan sengaja menghadang di jalan yang menuju ke hutan itu. Jatmika mengambil sikap tidak acuh dan berjalan terus, Eulis berjalan di sisinya. Akan tetapi setelah mereka tiba dekat dengan lima orang itu, seorang di antara mereka berseru.
"Benar, merekalah itu! Mereka yang telah membunuh Kakang Munding Hideung dan Paman Kolo Srenggi!"
Jatmika dan Eulis memandang orang yang bicara sambil menuding kepada mereka itu. Mereka tidak mengenal orang itu, akan tetapi dari ucapan orang itu mereka dapat menduga bahwa orang itu tentulah seorang anak buah Munding Hideung yang berhasil meloloskan diri. Kini pemuda dan dara itu berdiri berhadapan dengan lima orang itu dan mereka mengamati dengan penuh perhatian. Yang bicara tadi adalah seorang laki-laki berusia sekitar empat puluh tahun. Tiga orang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lain juga sebaya dengannya. Akan tetapi orang ke lima adalah seorang kakek berusia tujuh puluhan tahun, bertubuh tinggi besar dan mukanya kehitaman, hidungnya mancung sekali dan matanya cekung tajam. Wajahnya mirip seekor burung kakaktua dan tangan kanannya memegang sebatang tongkat ular setinggi pinggangnya. Kakek itu tampak menyeramkan sekali, tubuhnya yang tinggi itu agak bongkok, tulang tubuhnya besar dan sepasang matanya tajam bukan main, sinarnya seperti dapat menembus jantung.
"Apa?" Kakek itu berkata, suaranya terdengar agak bindeng dan logatnya asing, kaku. "Bocah-bocah ini mampu menewaskan Munding Hideung dan Kolo Srenggi" Heh, orang muda! Benarkah andika berdua yang telah membunuh Munding Hideung dan Kolo Srenggi?" Pertanyaan ini diajukan kepada Jatmika. Pemuda itu bersikap tenang dan waspada karena dia dapat menduga bahwa kakek itu tentu seorang yang sakti mandraguna.
"Kalau yang anda maksudkan itu gerombolan penjahat yang mengganas di Gunung Careme, benar kami yang membasminya." jawab Jatmika dengan jujur.
"Babo-babo si keparat jahanam!" Kakek itu memaki marah. "Mereka itu adalah sahabatku dan muridku, dan kalian berdua berani membunuh mereka! Siapakah kalian yang begini tak tahu diri dan nekat" Ketahuilah, kini kalian berhadapan dengan Aki Mahesa Sura. Hayo mengaku siapa kalian, jangan mati tanpa nama!"
Dengan sikap tenang Jatmika menjawab, "Namaku Jatmika dan gadis ini bernama Listyani. Kami menentang gerombolan di Gunung Careme karena mereka jahat. Aki Mahesa Sura, andika adalah seorang yang sudah tua, sebaiknya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
jangan membela mereka karena kalau andika membela gerombolan itu, berarti andika juga jahat dan terpaksa kami akan menentangmu!"
"Huh-huh, apa sih baik atau jahat itu" Yang baik bagiku belum tentu baik bagimu dan yang jahat bagimu belum tentu jahat bagiku! Kalian berdua telah membunuh sahabatku Kolo Srenggi dan muridku Munding Hideung, karena itu kalian harus dihukum!" Dia menoleh ke belakang, dan berkata kepada tiga di antara orang pengikutnya. "Panca Munding (Lima Kerbau) telah hilang dua, tinggal kalian bertiga harus dapat membalaskan dendam ini. Tangkaplah dua orang muda itu!"
Mendengar perintah ini, tiga orang laki-laki yang tadinya berdiri di belakang Aki Mahesa Sura serentak berlompatan ke depan menghadapi Jatmika dan Eulis.
"Aku adalah Munding Beureum!" kata seorang yang memakai sabuk berwarna merah.
"Aku Munding Koneng!" kata orang kedua yang bersabuk kuning.
"Aku Munding Hejo!" kata orang ketiga yang bersabuk hijau.
"Selama bertahun-tahun, kami Panca Munding sehidup semati di gunung Careme. Kini kalian telah membunuh dua orang kakak kami, maka menyerahlah untuk kami tangkap dan menerima hukuman dari guru kami!" kata Munding Beureum.
"Kami berdua tidak merasa bersalah. Kalau kalian hendak membela yang jahat, terpaksa kami akan menghajar kalian juga!" kata Jatmika. Eulis juga sudah siap karena ia mengerti bahwa mereka berhadapan dengan teman-teman penjahat yang telah dibasminya bersama Jatmika. Diam-diam
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dara perkasa ini telah mengerahkan tenaga saktinya, siap untuk melawan.
Munding Beureum mengeluarkan gerengan dan
agaknya ini merupakan isarat bagi dua orang adik seperguruannya. Mereka bertiga mengeluarkan suara gerengan dan tiba-tiba mereka berjungkir balik di atas tanah tiga kali dan
...... bentuk mereka telah berubah menjadi tiga ekor harimau sebesar anak lembu! Tiga ekor harimau ini menggereng dan mengaum sambil memperlihatkan taring dan mengibas-kibaskan ekor mereka yang panjang.
Tentu saja Eulis terbelalak ngeri, akan tetapi Jatmika menoleh kepadanya dan berkata lirih. "Pergunakan Aji Guruh Bumi ...... "
Eulis menurut. Bersama Jatmika ia lalu mengerahkan tenaga sakti dan memasang Aji guruh Bumi, menggedruk (membanting) kaki tiga kali ke atas tanah lalu keduanya mendorongkan kedua telapak tangan ke depan dan membentak,
"Aji Guruh Bumi ...... !!"
Tiga ekor harimau jadi-jadian yang sudah bergerak ke depan hendak menubruk itu tiba-tiba dilanda angin pukulan yang amat kuat. Tiga ekor binatang jadi-jadian itu terdorong ke belakang dan jatuh bergulingan, berubah lagi menjadi tiga orang laki-laki ang tampak terkejut. Mereka manjadi penasaran sekali. Ilmu mereka mengubah diri menjadi harimau ternyata dapat dipunahkan dua orang muda itu dengan aji pukulan yang amat ampuh. Mereka lalu mencabut keris masing-masing dan serentak maju menyerang. Munding Hejo yang paling muda sudah menerjang dan menyerang Eulis dengan tusukan kerisnya. Eulis bergerak cepat menghindarkan diri dengan elakan ke belakang, lalu membalik dan kaki kirinya mencuat,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
melayang dan menyambar ke arah muka lawan. Munding Hejo cukup cekatan. Dia sudah mampu menghindar dari sambaran kaki itu dengan merendahkan tubuhnya lalu menyerang lagi dengan kerisnya. terjadi perkelahian sengit antara Eulis melawan Munding Hejo.
Sementara itu, Munding Beureum dan Munding Koneng juga sudah maju mengeroyok Jatmika yang mereka anggap lebih tangguh dibandingkan gadis itu. Mereka menyerang dengan tusukan keris, bertubi-tubi, dengan gerakan yang tangkas, cepat dan kuat. Melihat gerakan mereka, tahulah Jatmika bahwa dua orang lawannya adalah lawan-lawan yang cukup tangguh. Maka diapun cepat mencabut kerisnya. Keris yang gagangnya terbuat dari kayu cendana hitam. Keris itu berpamor emas dan itulah Kyai Cubruk, keris pusaka dari Banten yang terkenal ampuh pemberian ayahnya Ki Sudrajat.
"Trang ...... ! Cring ...... !!" Dua batang keris di tangan Munding Beureum dan Munding Koneng terpental ketika senjata mereka itu ditangkis oleh keris Kyai Cubruk di tangan.
Gerakan tangan Jatmika yang memegang keris itu cepat dan kuat bukan main sehingga keris itu lenyap bentuknya, dan berubah menjadi sinar yang berkelebatan dan bergulung-gulung. Juga pemuda perkasa itu membalas serangan kedua orang pengeroyolnya bukan hanya dengan keris, akan tetapi juga tangan kirinya menyelingi tusukan kerisnya dengan tamparan-tramparan dahsyat. Karena dia mengerahkan tenaga sakti dalam tamparan tangan kiri itu, maka tamparan itu tidak kalah hebat dan berbahayanya daripada tusukan kerisnya. Dan setiap kali dua orang lawannya menangkis tamparannya, tubuh mereka terdorong dan mereka terhuyung ke belakang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bukan hanya dua orang pengeroyok Jatmika yang terdesak, juga Munding Hejo yang bertanding melawan Eulis, mulai terdesak. Biarpun dia menggunakan keris sedangkan gadis itu bertangan kosong, namun tamparan-tamparan yang dilakukan Eulis sungguh amat hebat dan mulai mendesak Munding Hejo sehingga dia tidak mendapatkan kesempatan untuk balas menyerang.
Aki Mahesa Sura sejak tadi menonton pertandingan itu dan dia mengerutkan alisnya yang putih setelah melihat betapa lewat beberapa puluh jurus, tiga orang muridnya terdesak hebat oleh sepasang orang muda itu. Ternyata dua orang muda itu memang sakti mandraguna, apalagi pemuda itu. Dikeroyok dua juga masih mampu mendesak. Pantas saja sahabatnya, Ki Kolo Srenggi, dapat tewas melawan mereka. tentu pemuda itu yang telah mengalahkan dan menewaskan Kolo Srenggi. Dan sekarang kalau dia diamkan saja, tentu tiga orang muridnya itu juga akan tewas di tangan mereka.
Aki Mahesa Sura yang sudah tua renta itu segera menggerakkan tubuhnya. Tubuh jangkung agak bongkok itu sekali bergerak telah meluncur ke depan, seperti melayang saja dan tahu-tahu dia sudah berada dekat Eulis yang sedang mendesak Munding Hejo dan tongkat ularnya menyambar ke arah tengkuk Eulis.
"Syuuuutttt ...... !" Eulis terkejut dan hidungnya mencium bau amis keluar dari sinar hitam yang menyambar ke arah tengkuknya itu. Ia cepat melangkah maju, memutar tubuh dan mengelak dari sambaran tongkat ular itu. Akan tetapi tiba-tiba tangan kiri kakek tua renta itu menyambar menyengkeram ke arah kepalanya. Eulis terkejut sekali. Jarak antara ia dan kakek itu ada dua meter, akan tetapi lengan kiri kakek itu dapat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mulur (memanjang) seperti karet saja dan tahu-tahu jari-jari tangan kiri itu sudah mengancam kepalanya. Eulis cepat membuang diri ke atas tanah dan bergulingan menjauh. Namun tetap saja tangan kiri itu mengejarnya dan tengkuknya terkena tepukan kakek itu.
"Plakkk ...... !" Tubuh Eulis tiba-tiba menjadi lemas dan ia tidak mampu bergerak lagi. Aki Mahesa Sura menghampiri dan memegang pangkal lengan kanan Eulis dan diangkatnya gadis itu bangkit berdiri. Akan tetapi tubuh Eulis seperti lemas tak bertenaga sehingga ia berdiri lunglai dan bersandar ke tubuh kakek itu.
"Jatmika, hentikan perlawananmu atau aku akan membunuh gadis ini!" Aki Mahesa Sura membentak dan Jatmika cepat melompat ke belakang lalu memandang.
Alangkah kagetnya ketika dia melihat Eulis sudah tertangkap oleh kakek yang mukanya seperti Begawan Durna tokoh cerita Mahabarata itu!
"Aki Mahesa Sura! Bebaskan gadis itu dan mari kita bertanding secara jantan!" Jatmika membentak marah dan juga khawatir melihat Eulis sudah tak berdaya dan tertawan.
"Heh-heh-heh, Jatmika. Buang kerismu dan
menyerahlah daripada engkau melihat gadis ini kubunuh di depan matamu!" Aki Mahesa Sura mengancam sambil mengangkat tongkat ularnya, mengancam untuk membunuh gadis itu dengan tongkatnya.
"Aki Mahesa Sura, tidak malukah andika bertindak curang" Lepaskan Nimas Eulis dan mari kita mengadu kesaktian kalau andika berani!" kembali Jatmika menantang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hah-hah-ho-ho! Ini bukan kecurangan melainkan kecerdikan, Jatmika. Kalau dengan akal dapat menang tanpa lelah, mengapa mesti menggunakan okol yang melelahkan?"
Tiba-tiba Eulis yang lemas tak berdaya itu berseru, suaranya juga terdengar lemah namun cukup lantang. "Jangan menyerah, Kakangmas Jatmika! Lawan mereka, jangan perdulikan aku! Aku tidak takut mati!"
Aki Mahesa Sura menjadi marah. Mukanya yang berkulit hitam menjadi semakin hitam dan sepasang mata yang cekung itu mengeluarkan sinar berapi.
"Hemm, kalau ia minta mati, lihatlah betapa aku akan membunuhnya, Jatmika!" katanya dan dia mengangkat tongkat ularnya, siap ditusukkan pada leher Eulis yang memandang dengan mata tidak membayangkan rasa takut sedikitpun.
Alap Alap Laut Kidul Seri Ke 3 Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tahan ...... !" teriak Jatmika dan kakek itu menahan pukulan tongkatnya. "Aki Mahesa Sura, katakan dulu apa yang akan andika lakukan kalau aku mau menyerah. Kalau setelah aku menyerah andika tetap akan membunuh Nimas Eulis, apa artinya aku menyerah" Aku akan melawan sampai titik darah penghabisan dan kalau andika membunuh Nimas Eulis, aku pasti akan membunuhmu!" Ucapan Jatmika itu dikeluarkan dengan penuh semangat sehingga dapat terasa oleh Aki Mahesa Sura bahwa ucapan itu bukan sekedar gertak belaka. Kakek ini berpikir. Tidak ada untungnya kalau dia membunuh gadis jelita ini. Apalagi kalau dia melakukan itu, Jatmika tentu akan berusaha mati-matian untuk membunuhnya dan dia tahu betapa saktinya pemuda itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hemm, baiklah. Kalau engkau tidak melawan dan menyerahkan diri, aku tidak
akan membunuh kalian berdua!"
kata kakek itu.
"Bersum pahlah, Aki Mahesa Sura, baru aku mau percaya." kata
Jatmika. "Keparat! Engkau tidak percaya janji seorang datuk besar yang sakti mndraguna seperti aku" Baik, aku bersumpah tidak akan membunuh kalian kalau engkau mau menyerah."
"Jangan, Kakangmas Jatmika! Jangan percaya padanya, jangan menyerah dan jangan perdulikan aku!" teriak Eulis.
"Nimas Eulis, jangan khawatir. Aku yakin bahwa seorang tua dan terhormat seperti Aki Mahesa Sura, tidak akan melanggar sumpahnya sendiri. Nah, Aki Mahesa Sura, aku menyerah!": Jatmika menyarungkan kembali kerisnya.
Aki Mahesa Sura lalu berkata kepada tiga orang muridnya dengan suara memerintah, "Ikat tangan mereka ke belakang, pergunakan tali pengikat pinggang kalian!"
Tiga orang murid itu lalu melolos sabuk mereka. Sabuk itu terbuat dari lawe yang sudah dirajah (diberi kesaktian) karena itu merupakan benda yang memiliki daya yang luar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
biasa kuatnya. Mahesa Sura menyeringai mengelus jenggotnya yang putih melihat tiga orang muridnya sibuk melaksanakan perintahnya. Munding Beureum dan Munding Koneng menelikung kedua lengan Jatmika ke belakang tubuhnya, sedangkan Munding Hejo mengikat kedua pergelangan tangan Eulis ke belakang tubuhna pula. Setelah memeriksa ikatan itu yang amat kuat, Mahesa Sura lalu menepuk tiga kali pundak dan punggung Eulis dan seketika gadis itu mampu bergerak, Eulis meronta dan berusaha mematahkan ikatan kedua tangan, namun usahanya tidak berhasil karena tali itu kuat bukan main.
Gadis itu menjadi marah dan kedua kakinya mencuat bergantian ia mencoba untuk menyerang Mahesa Sura. kakek ini terkekeh dan mengelak, terkadang menangkis sehingga kaki gadis itu terpental dan ia merasa tulang kakinya nyeri ketika tertangkis oleh tangan kakek itu.
Melihat gadis itu sudah dapat bergerak, Jatmika diam-diam juga mengerahkan tenaga untuk membikin putus tali yang menelikungnya, namun usahanya juga tidak berhasil.
Maklumlah dia bahwa mereka berdua tidak akan dapat melepaskan diri karena itu mereka harus mempergunakan kecerdikan, menanti kesempatan untuk meloloskan diri.
Menggunakan kekerasan yang sia-sia hanya merugikan mereka sendiri.
"Jatmika, engkau sudah berjanji tidak melawan dan aku berjanji tidak akan membunuh kalian. Kalau kalian ingkar janji, akupun dapat mengingkari janjiku dan membunuh kalian." kata Aki Mahesa Sura.
"Nimas Eulis, kata-katanya itu benar. Kita harus menyerah, itulah yang sudah kujanjikan dan aku tidak ingin
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
melihat engkau melanggar janji. Tenanglah, nimas, engkau tidak perlu khawatir. Bukankah aku berada di sampingmu?"
Eulis juga melihat betapa perlawanan akan sia-sia belaka, ia memandang pemuda itu dan melihat pemuda itu tersenyum dan sinar matanya seolah memberi isarat kepadanya.
Iapun berhenti meronta dan menundukkan muka lalu berkata lirih, "Aku menyerah."
"Heh-heh-heh-ho-ho-ho!" Aki Mahesa Sura tertawa gembira. "Sebentar lagi malam tiba. Mari kita bawa dua orang tawanan ini ke pondok kita agar tidak kemalaman di perjalanan."
Tiga orang muridnya itu menggiring Jatmika dan Eulis memasuki hutan. Mereka berhenti setelah hari menjadi agak gelap. Senja telah tiba dan mereka sampai di lembah Sungai Ci Lutung di mana berdiri sebuah pondok kayu yang cukup besar.
Jatmika dan Eulis disuruh masuk dan mereka semua duduk di atas bangku-bangku kayu mengelilingi sebuah meja.
Munding Koneng dan Munding Hejo lalu sibuk bekerja di dapur mempersiapkan makanan dan di ruangan itu tinggal Aki Mahesa Sura dan Munding Beureum yang menemani atau menjaga dua orang tawanan itu. Tak lama kemudian dua orang murid yang sibuk di dapur itu memasuki ruangan membawa sebakul nasi dan beberapa macam masakan sederhana.
"Biarkan Nimas Listyani makan lebih dulu! kata Jatmika.
"Tidak, biarkan Kakangmas Jatmika yang makan."
bantah Eulis. "Baiklah, Jatmika akan makan lebih dulu." kata kakek itu. Berdebar rasanya jantung kedua orang tawanan itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mungkin kini tiba saatnya mereka memperoleh kesempatan untuk meloloskan diri!
Akan tetapi ternyata kakek itu cerdik sekali. Dia menyuruh membebaskan ikatan kedua tangan Jatmika, akan tetapi Eulis dalam keadaan masih terikat disuruh duduk di dekatnya. Dalam keadaan seperti ini tentu saja Jatmika tidak berani memberontak karena kakek itu akan dapat dengan mudah turun tangan membunuh Eulis! Akan tetapi untuk dapat membuat tubuhnya tetap sehat dan kuat, Jatmika menghilangkan perasaannya yang tertekan dan diapun mulai makan.
*** JILID XIX ehabis makan dan minum, Jatmika diikat lagi kedua lengannya ke belakang. Barulah Aki Mahesa sura S menyuruh muridnya melepaskan ikatan tangan Eulis dan dia sendiri duduk dekat Jatmika untuk menjaga kalau-kalau gadis itu memberontak. Eulis maklum bahwa kalau ia memberontak, tentu nyawa Jatmika terancam. Ia menahan kemarahannya dan tidak memberontak, akan tetapi hatinya yang keras dan penuh kebencian terhadap musuh-musuhnya itu membuat ia marah sekali dan ia menolak keras ketika dipersilakan makan minum.
"Aku tidak sudi makan minum!" bentaknya setelah kedua pergelangan tangannya dibebaskan dari ikatan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hemm, engkau tidak mau makan" Kalau engkau lebih suka menderita dan mati kelaparan, terserah kepadamu!" kata Aki Mahesa Sura.
"Nimas Eulis, harap engkau jangan berkeras hati seperti itu. Aki Mahesa Sura sudah berbaik hati memberi kita makan.
Maka, makanlah, nimas, ini perlu untuk menjaga kesehatan tubuhmu." Kembali mereka bertemu pandang dan Eulis melihat sinar mata pemuda itu yang mengandung isarat kepadanya. Iapun teringat bahwa selama mereka masih belum dibunuh, hanya ditawan saja mereka berdua masih mempunyai kesempatan untuk melepaskan diri dari cengkeraman Aki mahesa sura dan tiga orang muridnya. Akan tetapi tentu saja ia tidak akan mampu berbuat banyak kalau ia menderita kelaparan dan tubuhnya kehilangan tenaga dan menjadi lemas.
Ia maklum akan isarat Jatmika. pemuda itu menganjurkan agar ia tetap menjaga kesehatan tubuhnya agar kalau kesempatan itu terbuka, mereka akan dapat memberontak dan melepaskan diri.
"Baiklah, baiklah!" katanya marah dengan bersungut-sungut ia pun mulai makan. Tentu saja dalam keadaan seperti itu, makanpun tidak terasa sedap. Akan tetapi ia memaksa diri untuk menelan nasi dan sayurnya dan merasa betapa tubuhnya segar kembali.
Setelah makan dan minum, eulis mempergunakan kesempatan itu untuk berkata kepada Aki Mahesa Sura, "Aki Mahesa Sura, aku merasa badanku gerah dan kotor berkeringat, maka perkenankanlah aku untuk mandi membersihkan diri di sungai."
Aki Mahesa Sura menyeringai dan mengangguk, berkata kepada tiga orang muridnya. "Kalian bertiga kawallah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ia dan biarkan ia mandi di sungai. Pemuda ini tinggal di sini bersamaku."
Aki Mahesa Sura memang cerdik. Dengan menahan Jatmika sebagai sandera, tentu saja Eulis tidak berdaya dan tidak berani memberontak. Apalagi yang mengawalnya tiga orang murid kakek itu. Melawan pengeroyokan tiga orang ini tentu saja akan berat sekali bagi Eulis. Iapun tidak ingin memberontak karena ia tidak mau kalau sampai pemuda sahabat barunya itu dibunuh. Kegelapan malam itu menolong Eulis sehingga ia dapat mandi di tepi sungai tanpa malu-malu karena tiga orang yang mengawalnya dan yang menjaga di darat tidak dapat melihatnya dengan jelas dan iapun dapat mandi dan membersihan badannya dengan leluasa. Setelah mandi Eulis merasa segar dan bersemangat kembali, dan Jatmika melihat betapa segar wajah yang jelita itu ketika gadis itu kembali memasuki ruangan dikawal tiga orang murid Aki Mahesa Sura.
Munding Beureum lalu menggunakan tali ikat pinggang yang kuat itu untuk megikat lagi kedua pergelangan tangan Eulis ke belakang tubuhnya. Aki Mahesa Sura membawa Jatmika keluar rumah dan melepaskan ikatan tangannya.
kembali kakek itu memperlihatkan kecerdikannya. Dia sendiri yang pergi mengawal Jatmika sehingga kalau pemuda itu berani memberontak, pemuda itu harus menghadapi dia yang sakti mandraguna, sedangkan Eulis tetap berada dalam kekuasaan tiga orang itu dalam keadaan terbelenggu. Dengan demikian, Jatmika sama sekali tidak berdaya, tidak berani untuk mencoba meloloskan diri karena hal itu akan membahayakan keselamatan Eulis.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Setelah mandi, Jatmika juga merasa tubuhnya segar dan bersemangat. Dia memutar otaknya. Aki Mahesa Sura merupakan orang yang paling berbahaya di antara empat orang yang menawan dia dan Eulis. yang seorang lagi, anak buah Munding Hideung itu telah disuruh pergi oleh kakek itu, entah ke mana.
Kini kakek itu menjaganya di tepi sungai. Kalau saja dia dapat merobohkan kakek itu sekarang, membunuhnya atau setidaknya membuat dia tidak berdaya, tentu tiga orang murid kakek itu tidak mengetahuinya dan diam-diam dia dapat menyerbu mereka untuk membebaskan Eulis! Membayangkan kemungkinan ini, jantung dalam dada Jatmika berdebar. ketika dia mengenakan kembali pakaiannya dalam gelap dan melangkah keluar dari tepi sungai, menghampiri Aki Mahesa Sura yang berdiri termangu tak jauh dari situ, seluruh urat syaraf dalam tubuhnya sudah menegang dan dia sudah siap siaga untuk melakukan serangan mendadak dan merobohkan kakek sakti mandraguna itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Akan tetapi, ketika dia melangkah sambil mengerahkan ilmunya agar tubuhnya menjadi ringan dan langkahnya tak terdengar orang, kakek itu membalikkan tubuh menghadapinya dan berkata dengan suara mengandung ejekan.
"Kalau aku menjadi engkau, aku tidak akan mencoba untuk memberontak, Jatmika. Sebelum engkau dapat merobohkanku, gadismu itu tentu akan dicabut nyawanya oleh tiga orang muridku!"
Sudah tentu saja Jatmika terkejut bukan main. Kakek itu telah dapat menerka apa yang berada dalam benaknya. Dia menyadari. Tentu kakek yang cerdik itu tadi mendengar langkah kakinya yang ringan, yang tidak seperti biasa dan kakek itu sudah dapat mengambil kesimpulan apa yang berada dalam pikirannya. Tentu saja dia merasa malu dan dia berkata.
"Aki, siapa yang akan memberontak" Nimas Eulis berada dalam kekuasaanmu, aku tidak akan memberontak dan engkau tidak akan membunuh kami seperti telah dijanjikan!"
"Heh-heh, andaikata engkau memberontak sekalipun, apa kaukira akan mudah begitu saja mengalahkan aku" Mari kita kembali. Aku ada pembicaraan penting dengan kalian berdua."
Jatmika dikawal kembali ke pondok dan seperti halnya Eulis, diapun ditelikung kembali. Kedua lengannya diikat di belakang tubuhnya.
Mereka semua duduk kembali menghadapi meja besar yang sudah dibersihkan. eulis duduk diapit tiga orang murid kakek itu, sedangkan Jatmika duduk di sebelah kiri Aki mahesa Sura, di seberang meja. Biarpun dua orang tawanan itu sudah dibelenggu, agaknya kakek itu masih bersikap hati-hati dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menjaga mereka dengan ketat. Dia sendiri menjaga Jatmika dan tiga orang muridnya disuruh menjaga Eulis.
Melihat kakek itu diam saja, hanya memandang dia dan Eulis penuh perhatian, Jatmika menjadi tidak sabar. "Aki Mahesa Sura, sekarang katakanlah, apa yang hendak kaulakukan kepada kami yang telah kautawan" Engkau hendak membawa kami ke manakah?"
"Heh-heh, engkau tidak perlu tahu, Jatmika. sekarang jawablah pertanyaanku. Siapakah gurumu?"
Jatmika tidak ingin menyembunyikan nama gurunya, bahkan dia ingin mengagetkan hati kakek itu dengan memperkenalkan nama besar gurunya.
"Guruku adalah eyangku sendiri yang tinggal di pantai deramyu, berjuluk Ki Ageng Pasisiran, dahulu bernama Ki Tejo Langit."
Benar saja. Aki Mahesa Sura tampak terkejut. "Ah tiga orang saudara seperguruan Tejo dari banten yang terkenal. Tejo Wening, Tejo Langit dan Tejo Budi! Kiranya engkau murid dan juga cucu Ki Tejo Langit" Bagus sekali. Tiga orang datuk Banten itu tentu tidak suka kepada Mataram. Sungguh kebetulan sekali. Kalau begitu kita masih orang sendiri dan sehaluan. Sudahlah, skan kuhapuskan saja kesalah-pahaman antara kita. Mulai sekarang kuajak kalian berdua untuk bekerja sama. Eh, akan tetapi murid siapakah Listyani ini?"
"Nimas Eulis adalah adik seperguruanku!" kata Jatmika karena dia sendiri tidak tahu, juga gadis itu tidak tahu murid siapakah ia. Akan tetapi dia tidak berbohong kalau mengakui gadis itu sebagai saudara seperguruannya karena ilmu-ilmu mereka memang sealiran.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bagus! Cocok sudah kalau begitu. Murid Tejo Langit tentu saja tepat untuk bekerja sama dengan kami. Jatmika dan Listyani, kalian tentu bersedia untuk bekerja sama dengan kami, bukan" Kalian murid dari Banten dan aku sendiri berasal dari Pajajaran, sudah semestinya bekerja sama untuk menentang kekuasaan Mataram yang sewenang-wenang itu!
Mendengar dia diajak bersekutu menentang Mataram, tentu saja seketika hati Jatmika menolak keras. Akan tetapi dia bersikap cerdik. Dalam keadaan tidak berdaya itu tidak ada untungnya untuk berkeras menentang kehendak kakek itu. Dia dapat berpura-pura bersikap lunak dan hendak mengetahui apa sebenarnya yang dikehendaki kakek itu.
"Bekerja sama sih baik saja, Aki Mahesa Sura. Akan tetapi bekerja sama menentang kekuasaan Mataram" Apakah yang kau maksudkan dengan itu?"
"Ketahuilah, Jatmika, Pangeran Mas Gede yang kini menjadi Adipati Sumedang adalah orang yang dipercaya oleh Sultan Agung di mataram dan kadipaten Sumedang akan dijadikan tempat penyimpanan ransum bagi para pasukan Mataram kalau nanti menyerang Kumpeni Belanda di Batavia, bahkan Kadipaten Sumedang juga mempersiapkan pasukan untuk membantu mataram menggempur Belanda."
"Hemm, kalau begitu lalu mengapa?"
"Dengar baik-baik. sebagai murid Ki Tejo Langit engkau tentu juga kami, memusuhi Mataram. Karena Kadipaten Sumedang menjadi antek Mataram, maka perlu sekali Adipati Pangeran Mas Gede itu dirobohkan kedudukannya diganti seorang yang lebih pantas, seorang yang tidak mau menghambakan diri kepada Mataram."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hemm, maksudmu hendak memberontak terhadap Kadipaten sumedang dan menggantikan adipatinya" Lalu kalau menurutmu, siapa yang akan dijadikan pengganti?"
"Siapa saja asal dapat mengambil sikap memusuhi Mataram. Bisa diambil seorang dari murid-muridku, atau engkau sendiri juga bisa, Jatmika. Selama engkau menentang Mataram, aku akan selalu mendukung dan membantumu."
"Hemm, bicara memang mudah, Aki Mahesa Sura!
Akan tetapi melaksanakan itulah yang sukar. Apa kaukira mudah saja merobohkan sang adipati yang memiliki banyak pasukan perajurit, hanya mengandalkan engkau, tiga orang muridmu dan kami berdua?"
"Heh-heh-heh, engkau terlalu memandang remeh kepadaku, Jatmika! Kaukira aku sebodoh itu" aku sudah menghimpun kekuatan yang lumayan banyaknya. Walaupun tidak sebanyak pasukan Kadipaten sumedang, namun seluruh anggauta pasukan kami dipersenjatai dengan senjata api bedil, dan kalau kalian berdua mau membantu, sudah pasti Kadipaten Sumedang dapat direbut dan Pangeran Mas Gede dapat dirobohkan dan diganti orang lain."
Jatmika sejak tadi memutar otaknya. Dia menerima pesan dari eyang dan ayahnya untuk membantu Sumedang yang sedang terancam pemberontakan. Siapa kira dia dan Eulis kini malah telah tertawan oleh pimpinan pemberontak itu yang bukan lain adalah Aki mahesa Sura dan diajak untuk membantu pemberontakan menjatuhkan Kadipaten Sumedang!
Jatmika maklum bahwa itulah sebabnya mengapa kakek itu tidak membunuh dia dan eulis, pada hal mereka berdua sudah membunuh murid dan sahabat kakek itu! Dia tahu bahwa kalau dia menolak, apalagi kalau kakek itu tahu bahwa dia malah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membela Mataram, tentu nyawa dia dan Eulis tidak akan dapat tertolong pula!
"Bagaimana, Jatmika" Kenapa engkau diam dan bengong saja?"
"Kakangmas Jatmika ...... "
"Diamlah, Nimas Eulis dan engkau turutlah saja aku!"
Jatmika memotong ucapan Eulis. Dia tahu bahwa tentu Eulis yang sudah dia beritahu tentang keadaan Mataram itu sudah yakin bahwa mereka berdua harus membela Mataram dan sama sekali tidak boleh menentang Mataram. Karena itu dia mendahului untuk mengatur siasat dan dia yakin bahwa Eulis akan menurut saja karena gadis yang sudah kehilangan ingatannya akan masa lalu itu merasa tidak berdaya dan hanya percaya kepadanya.
"Baiklah, Aki Mahesa Sura. Aku dan Eulis akan membantu, akan tetapi setelah kita bekerja sama, cepat lepaskan ikatan pada kedua tangan kami agar kami dapat leluasa bicara dan leluasa bergerak."
"Dan leluasa pula memberontak, dan menyerangku, bukan" Heh-heh-heh, aku tidak setolol itu, Jatmika!"
"Hemm, lalu maumu bagaimana, Aki Mahesa Sura"
Kalau engkau tidak percaya kepada kami, mengapa kau mengajak kami untuk bekerja sama?" kata Jatmika, sengaja brtanya dengan suara bernada marah dan penasaran.
"Bersabarlah sampai besok pagi, orang muda. Seorang anak buahku sudah kusuruh memberi kabar kepada pimpinan kami. Besok pagi akan dapat kami memberi keputusan kepada kalian. Sekarang beristirahatlah. Engkau beristirahat dalam kamar bersamaku, dan Listyani akan dijaga tiga orang muridku."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tidak sudi aku sekamar dengan mereka!" Eulis membentak marah.
"Aki Mahesa Sura, kalau murid-muridmu berani mengganggu selembar saja rambut Nimas Eulis aku akan ......
!" "Tenanglah, Jatmika. mereka tidak akan berani." Kata kakek itu lalu berkata kepada tiga orang muridnya. "Biarkan gadis itu tidur dalam kamar sebelah dan kalian bertiga berjaga di luar kamar. Awas, kalau ada yang menyentuhnya, aku akan membuntungi anggauta badan kalian yang berani menyentuhnya!"
Melihat gadis itu masih ragu dan memandang kepadanya, Jatmika berkata, "pergilah tidur di kamar sebelah, nimas dan percayalah, Aki Mahesa Sura tidak akan melanggar janji."
Setelah jatmika berkata demikian, barulah Eulis bangkit berdiri lalu melangkah dan memasuki kamar sebelah yang diterangi sebuah lampu gantung kecil. Dengan kedua tangan terbelenggu, gadis itu lalu merebahkan diri di atas pembaringan kayu, miringkan tubuh menghadap ke dalam dan segera ia dapat tidur karena memang ia sudah merasa lelah dan mengantuk.
"Mari kita beristirahat, Jatmika," kata Aki Mahesa Sura. jatmika bangkit dan mengikuti kakek itu memasuki sebuah kamar. dalam kamar itu terdapat dua buah dipan kayu.
Menurut petunjuk Aki Mahesa Sura, Jatmika
merebahkan dirinya di atas dipan yang berada di sebelah dalam, tidur miring membelakangi kakek itu yang duduk bersila di dipan kedua. Jatmika maklum bahwa memberontak tidak akan ada gunanya, bahkan membahayakan keselamatan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Eulis. Maka dia mengambil keputusan untuk dapat tidur nyenyak agar tenaganya pulih kembali dan dalam keadaan segar bugar menghadapi peristiwa besok pagi.
*** Pemuda itu melangkah dengan muka tunduk. Tubuhnya jangkung tegap, membayangkan kekuatan dahsyat di balik sikap lemah lembut itu. Wajahnya tampan manis, matanya lembut namun sinarnya tajam mencorong. Langkahnya seperti seekor harimau. Pakaiannya yang sederhana seperti pakaian pemuda tani itu tidak menyembunyikan keadaan dirinya yang menarik, yang berbeda dengan pemuda biasa. Memang sudah menjadi kebiasaannya kalau berjalan selalu menundukkan mukanya. Hal ini bukan berarti bahwa dia tidak memperhatikan keadaan disekitarnya. Biarpun selalu menunduk, namun dia peka sekali terhadap lingkungannya.
Takkan mudah bagi orang untuk lewat di dekatnya tanpa diketahuinya. Dia peka dan selalu waspada terhadap dirinya sendiri, pikirannya, perasaannya, gerak langkahnya, dan peka terhadap apapun yang berada di luar dirinya. Kalau dia menunduk, hal ini adalah karena sudah menjadi kebiasaannya dan hal ini sesuai dengan ajaran yang dia dapatkan dari mendiang Ki Tejo Budi. Masih terngiang suara gurunya itu kalau dikenangnya, yang mengajarkan perihal menundukkan muka ini. Tampaknya sederhana saja, hanya selalu menundukkan muka, namun ternyata mengandung ajaran yang amat penting sebagai penurun sikap hidup.
"Biasakanlah untuk menundukkan muka, Aji,"
demikian mendiang Ki Tejo Budi dahulu memberi wejangan.
"Orang menundukkan muka itu selalu waspada akan langkah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hidupnya, tidak akan mudah berjegal tersandung, mudah melihat kesalahan sendiri. Tidak seperti orang yang dalam perjalanan hidupnya selalu menengadahkan muka melihat ke atas, dia mudah tersandung dan jatuh tersungkur. Orang yang selalu menundukkan muka memandang ke bawah, akan tetapi dapat melihat mereka yang berada di bawahnya, yang lebih rendah, lebih miskin dan lebih kekurangan daripada dirinya sendiri. Dengan demikian dia akan selalu merasa bahwa dia adalah seorang yang beruntung, cukup tinggi, cukup berkemampuan dan berlebihan dibanding banyak orang yang berada di bawahnya sehingga dia akan dapat mengucapkan syukur dan terima kasih kepada kemurahan Gusti Allah kepadanya. Sebaliknya orang yang selalu berdongak hanya akan melihat mereka yang berada lebih tinggi darinya, lebih pandai, lebih kaya, lebih tinggi kedudukannya. Dengan demikian dia akan selalu merasa bahwa dia adalah seorang yang tidak berbahagia, yang rendah, yang kalah kaya, kalah makmur, kalah pandai oleh mereka yang berada diatasnya sehingga dia akan selalu mengomel, mencela, mengatakan bahwa Gusti Allah tidak adil kepadanya, hidupnya penuh keluh kesah dan iri hati, Lihat betapa arif bijaksananya nenek moyang kita. Mereka membuat gambar-gambar wayang kulit yang mengandung penuh arti. Lihat gambaran wayang. Semua satria arif bijaksana, semua digambar dengan muka menunduk dan lihat para raksasa yang angkara murka, semua digambar dengan muka menengadah atau dagu terangkat! Coba bayangkan, bagaimana sikap orang yang sombong, yang sewenang-wenang, yang angkara murka, yang berbangga diri dan berkepala besar, semua tentu mengangkat mukanya.
Tujuh Pedang Tiga Ruyung 9 Lencana Pembunuh Naga Karya Khu Lung Lambang Naga Panji Naga Sakti 11
"Aiiittt ...... !" Badrun tiba-tiba, menyerang dengan pukulan tangan kirinya yang menampar dari samping. Dengan lincahnya Sumanta mengelak ke belakang, akan tetapi kini
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pukulan tangan kanan Badrun menyusul, cepat dan kuat sekali.
Tangan kanan yang terbuka itu, menghantam ke arah kepala Sumanta dari atas.
"Wuutt ...... dukk!" Sumanta menangkis dari samping sehingga dia memotong luncuran lengan lawan dari atas itu, bukan menangkis dan mengadu tenaga secara langsung. Hal ini menunjukkan kecerdikannya. Sumanta agaknya maklum akan tenaga lawan yang besar, maka dengan menagkis dari samping, dia tidak mengadu tenaga, melainkan memukul dari samping, sehingga lengan kanan Badrun terdorong ke samping, membuat tubuhnya agak terhuung.
Sumanta tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Selagi lawan terhuyung, Sumanta cepat menerjang ke depan dan menggunakan tangan kanannya memukul ke arah muka lawan.
Pukulannya cukup kuat, membawa angin pukulan yang dahsyat.
Badrun yang sedang terhuung, tidak sempat mengelak, akan tetapi dia miringkan tubuhnya sehingga mukanya terlindung oleh pundak kirinya.
"Wuuuttt ...... dessss!!" pundak atau pangkal lengan kiri Badrun menerima pukulan tangan Sumanta dan kembali tubuh raksasa itu terhuyung ke belakang, bahkan kini hampir saja dia terpelanting. Akan tetapi raksasa itu memiliki tubuh yang dilindungi kulit yang tebal dan kuat, memiliki kekebalan sehingga pukulan yang mngenai pangkal lengannya itu tidak membuatnya cidera, hanya terasa agak nyeri dan panas.
Hatinya lebih panas lagi. Dia berhasil menegakkan lagi tubuhnya dan sambil mengeluarkan gerengan seperti seekor singa kelaparan, dia menrejang maju, menghujani Sumanta dengan serangan bertubi-tubi. Tidak percuma Badrun menjadi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
murid paling tangguh dari perguruan Dadali Sakti karena biarpun tubuhnya tinggi besar seperti raksasa, namun dia dapat bergerak cepat sekali. diiringi bunyi kendang dan terompet, Badrun menjadi bersemangat dan kedua tangan dan kedua kakinya bergerak cepat menyambar-nyambar dan menghujankan serangan kepada lawannya.
Namun ternyata Sumanta memiliki kelincahan dan ketangkasan. Semua serangan yang kuat dan cepat itu dapat dia hindarkan dengan elakan dan tangkisan. Melihat gaya permainan pencak Sumanta, tahulah Aji bahwa gaya silat pemuda Jatibarang itu lebih ditekankan kepada pertahanan atau penjagaan diri sehingga pertahanannya rapat. Akan tetapi karena seluruh perhatian dicurahkan untuk bertahan, maka diapun tidak mempunyai banyak kesempatan untuk balas menyerang. Maka pertandingan itu tampaknya berat sebelah.
Badrun menyerang terus-terusan sedangkan Sumanta hanya mengelak dan menangkis. Hal ini menggembirakan para anggauta Dadali Sakti karena tampaknya Badrun dapat mendesak lawannya. Bahkan anggauta Dadali Sakti yang oleh Raden Wiratma ditugasi untuk menjaga Sriyani, sudah mulai mendekati dan duduk di belakang gadis yang masih berdiri itu, siap mencegah kalau gadis itu hendak membunuh diri setelah suaminya roboh.
Akan tetapi Aji sama sekali tidak merasa khawatir. Dia dapat melihat dengan jelas bahwa selain pertahanan Sumanta amat kokoh kuat sukar ditembus oleh Badrun yang mulai berkeringat dan serangan-serangannya ngawur, juga Sumanta agaknya menanti kesempatan baik untuk membalas dengan serangan yang tepat.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dugaan Aji itu tepat sekali. Setelah Badrun mulai terengah dan berkeringat karena banyak mengerahkan tenaga yang terbuang percuma, dengan penasaran dan marah sekali tangan kanannya yang terkepal itu menghantam ke arah dagu Sumanta dari bawah. Cepat dan kuat sekali pukulan ini dan seandainya mengenai dagu Sumanta , tentu pemuda itu akan roboh dengan tulang rahang patah-patah! Akan tetapi agaknya serangan ini membuka kesempatan bagi Sumanta. Dia mengelak dan ketika lengan kanan Badrun lewat dan terangkat, cepat sekali Sumanta memasukkan pukulan melalui bawah lengan kanan Badrun, menghantam dada yang kokoh kuat itu
"Wuuuttt ...... dukkk!" Pukulan itu kuat sekali, akan tetapi tidak cukup kuat untuk merobohkan Badrun, hanya membuat raksasa itu hampir terjengkang dan mulutnya mengeluarkan seruan kaget. Saat itu, kaki kanan Sumanta menyambar ke arah perut raksasa itu.
"Dessss ...... !!" Tak
dapat dicegah lagi tubuh raksasa itu terpelanting. Akan tetapi Badrun ternyata
memiliki tubuh kuat. Biarpun hantaman pada dada disusul tendangan pada perutnya itu TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mendatangkan rasa nyeri yang cukup hebat, namun dia dapat bangun dengan cepat. Dadanya terasa nyeri dan perutnya mulas, akan tetapi hal ini membuat dia semakin marah dan tiba-tiba kaki kanannya mencuat dengan tendangan kilat.
Sumanta yang melihat bahwa tendangan yang
dilakukan sekuat tenaga itu sebetulnya goyah, tanda bahwa lawannya masih menderita akibat pukulan dan tendangannya tadi, cepat mengelak ke kiri dan cepat sekali tangan kanannya menangkap pergelangan kaki itu dari bawah lalu dengan sekuat tenaga dia mendorong ke atas.
"Hyaaaahhhh!!" Sumanta membentak dan tubuh Badrun terlempar ke atas jatuh bergedebugan menimpa teman-temannya sehingga ada lima orang ikut tertindih dan terbanting. Suasana menjadi kacau dan penabuh gamelan menghentikan permainan mereka karena semua anggauta Dadali Sakti menjadi terkejut dan kecewa sekali melihat betapa jago mereka kalah mutlak karena setelah terbanting jatuh, Badrun tidak mampu bangkit lagi, melainkan duduk bersimpuh sambil gereng-gereng kesakitan.
Tiba-tiba Raden Wiratma yang gendut pendek itu bergerak maju menyerang Sumanta. Gerakannya luar biasa cepatnya. Mengherankan sekali bahwa tubuh yang pendek gendut itu dapat bergerak secepat itu. Sekali terjang, lengannya yang pendek bergerak dan tangan kanannya mencengkeram ke arah leher Sumanta, disusul tendangan ke arah bawah perut pemuda itu! Serangan ini selain cepat dan kuat, juga amat berbahaya karena keduanya merupakan serangan maut yang kalau mengenai sasaran akan mendatangkan kematian bagi Sumanta! Pemuda itupun terkejut sekali karena diserang dengan kecepata kilat. Masih untung dia dapat cepat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membuang diri ke belakang dan berjungkir balik dua kali sehingga serangan itu luput.
Pada saat itu, anggauta Dadali Sakti yang ditugasi menangkap Sriyani, sudah bergerak, bangkit dan dari belakang dia memegang kedua lengan wanita muda itu. Sriyani terkejut, meronta dan menjerit.
"Eeiiihhh, lepaskan aku, lepaskan!" Akan tetapi bagaimana mungkin ia dapat melepaskan diri dari pegangan tangan yang amat kuat itu"
Tiba-tiba kedua lengan pria yang memeganginya itu melepaskan kedua lengannya. Pria itu tiba-tiba merasa betapa kedua lengannya seperti lumpuh ketika ada orang menekan kedua pundaknya. Dia cepat membalikkan tubuhnya dan dia melihat seorang pemuda yang melakukan penekanan pada pundaknya itu. Pria itu marah akan tetapi Aji, pemuda itu, sudah menggerakkan tangan kirinya menampar.
"Plakkk!" Tamparan itu mengenai bawah telinga kanan dan pria itu roboh tersungkur dan tidak mampu bergerak lagi karena sudah pingsan!
Pada saat itu, Raden Wiratma sudah mendesak Sumanta dengan serangan bertubi-tubi. Serangannya jauh lebih dahsyat dibandingkan serangan Badrun tadi. Sumanta berusaha mati-matian untuk menghindarkan diri dari desakan itu dengan mengelak dan menangkis. Akan tetapi tetap saja ketika tangkisannya meleset, tangan kiri Raden Wiratma yang mencengkeram ke arah leher Sumanta itu mengenai ujung pundak kanannya.
"Breeetttt ...... !" Baju bagian pundak itu robek berikut kulit ujung pundak sehingga mengeluarkan darah dan tubuh Sumanta terhuyung ke belakang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Raden Wiratma terkekeh. "Heh-heh-heh, mampus kamu!" katanya dan dia melompat ke depan, tangan kanannya menghantam ke arah perut sumanta yang sedang terhuyung.
"Wuuuutttt ...... dukkkk!!" Raden Wiratma terkejut bukan main, menyeringai dan dengan tangan kirinya dia memegang dan mengelus-elus pergelangan tangan kanannya yang rasanya seperti patah. Nyeri kiut-miut sampai ke jantungnya. Dan didepannya telah berdiri seorang pemuda yang tadi menangkis pukulannya kepada Sumanta, pukulan yang akan mematikan lawannya itu. Pemuda itu adalah Aji yang cepat menolong Sumanta ketika melihat pemuda itu terancam bahaya maut.
"Keparat! Kalian curang, mengeroyok aku!" bentak Raden Wiratma sambil menudingkan telunjuknya ke arah muka Aji.
Aji menoleh kepada Sumanta. "Sobat, lindungilah isterimu." Mendengar ini Sumanta menghampiri isterinya yang segera merangkulnya. Lalu Aji menghadapi Raden Wiratma.
"Siapakah yang curang dan tidak tahu malu" Kalian tadi mengajukan jago kalian Badrun untuk menandingi Sumanta dengan janji kalau Sumanta keluar sebagai pemenang kalian akan membebaskan suami isteri itu. Akan tetapi setelah Sumanta menang, engkau malah menyerangnya dan anak buahmu hendak menangkap isterimya. Hemm, beginikah watak orang-orang Dadali Sakti" Sudah kudengar bahwa kalian adalah orang-orang sombong yang suka memaksakan kehendak sendiri, melakukan penindasan dan ternyata memang benar!
Kalian hendak membunuh Sumanta yang tak bersalah dan merampas isterinya! Mana dia Banuseta" Ketua kalian itu tentu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
luar biasa jahatnya maka memiliki anak buah yang begini keji!"
Raden Wiratma marah bukan main sehingga melupakan kenyerian lengannya. "Tangkap bocah ini! Bunuh dia!"
bentaknya memberi isarat kepada para anak buah Dadali Sakti.
Setelah memberi aba-aba ini, Raden Wiratma sendiri, seperti biasa watak orang-orang sombong yang selalu meremehkan orang lain, sudah mencabut kerisnya. Ternyata kerisnya itu terbuat dari sejenis besi yang warnanya hitam. Aji mengerutkan alisnya. Besar sekali kemungkinannya bahwa keris hitam seperti itu adalah keris yang amat keji dan berbahaya. Orang ini kejam dan jahat sekali, pikir Aji. Entah sudah berapa banyak orang yang menjadi korban keris seperti itu di tangan orang sejahat ini.
Maka begitu Raden Wiratma menubruk dan
menghunjamkan keris itu ke arah perutnya, dengan gerakan ilmu silat Wanara Sakti tubuh Aji berkelebat ke samping dan melewati tubuh si gendut pendek, tahu-tahu sudah berada di belakang Wakil Ketua Dadali Sakti dan sekali dia menggerakkan kedua tangan yang dibuka dan dimiringkan, Aji telah memukul kedua pundak Raden Wiratma.
"Krekk! Krekk!! Aughhhh ........ !!" Tubuh pendek grndut itu roboh menelungkup tak bergerak lagi karena dia sudah pingsan dengan kedua tulang pundak remuk sama sekali!
Andaikata dia dapat sembuh sekalipun, tidak mungkin dia dapat mengandalkan ilmu silat dan kekuatannya untuk melakukan penindasan kepada orang lain karena selain tulang kedua pundaknya, juga otot-otot kedua pangkal lengannya ikut rusak berat sehingga dia akan kehilangan kekuatan pada kedua lengannya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sementara itu, anak buah Dadali Sakti sudah menyerang Sumanta yang melindungi isterinya. Orang muda itu mengamuk dan karena para anggauta Dadali Sakti menyerangnya dengan menggunakan senjata seperti golok, pedang atau keris, Sumanta juga mencabut kerisnya dan melakukan perlawanan mati-matian. Dia mengamuk, merobohkan beberapa orang pengeroyok dengan tendangan kedua kakinya, tamparan tangan kirinya dan tusukan keris di tangan kanannya.
Aji melihat betapa Sumanta dikeroyok dan mengamuk.
Dia khawatir kalau dengan kerisnya Sumanta akan membunuh banyak orang, juga dia tahu bahwa keselamatan Sumanta dan isterinya tentu akan terancam, maka dia lalu melompat dan menggerakkan kaki tangannya. Begitu dia menyerang, empat orang pengeroyok berpelantingan sehingga mengejutkan para anggauta Dadali Sakti.
"Sumanta, cepat ajak pergi isterimu, tinggalkanlah Dermayu agar kalian dapat hidup tenteram!" kata Aji sambil terus mengamuk. Setiap kali tangan atau kakinya bergerak, tentu ada seorang pengerook yang roboh dan tidak dapat bangun kembali. banyak yang patah tulang atau jatuh pingsan.
Sumanta maklum akan maksud pemuda perkasa yang telah menolongnya itu. "Siapakah nama andika, ki sanak?"
tanyanya sambil melanjutkan amukannya.
"Aji, Lindu Aji. cepat, ajak isterimu pergi!" kata Aji.
"Terima kasih!" kata Sumanta dan dia segera menggandeng tangan Sriyani dengan tangan kiri, menariknya untuk diajak lari keluar dari rumah itu. Setiap ada anggauta Dadali Sakti berani menghadang, dia lalu merobohkannya.
Karena Sumanta tidak ragu-ragu merobohkan penghalang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dengan kerisnya, maka dia dan isterinya dapat lolos. Para anggauta Dadali Sakti kini mengeroyok Aji.
Aji tetap berpegang kepada keyakinannya bahwa dia tidak boleh membunuh orang. Dahulu, gurunya, Ki Tejo Budi, berulang kali menasehatinya bahwa membunuh orang merupakan dosa yang teramat besar. dan dosa pembunuhan ini akan membawa akibat yang panjang, bahkan melibatkan karma keluarganya. Aji pernah bertanya kepada gurunya tentang pembunuhan yang dilakukan manusia terhadap manusia lain dalam perang. Ditanya begitu, kakek itu menghela napas panjang seperti orang yang merasa menyesal lalu berkata bahwa perang itu sendiri merupakan kesesatan diantara bangsa-bangsa manusia di dunia ini. Perang timbul dari keangkara-murkaan manusia. Akan tetapi, setiap orang manusia memang mempunyai ikatan yang menimbulkan tugas-tugas kewajiban dalam ikatan itu. Seorang kawula terikat kepada Negara dan bangsanya. Tak dapat dihindarkan lagi, kalau Negara dan bangsanya perang dengan bangsa lain, dia berkewajiban untuk membela Negara dan bangsa, ikut berperang. Dan dia sudah terlibat dalam pergulatan antara membunuh dan dibunuh!
Pembunuhan di dalam perang perupakan akibat dari permusuhan antara Negara dan bangsa. Kalau dilakukan tanpa kebencian pribadi terhadap yang dibunuhnya, maka hal ini berlainan jauh sekali dari pembunuhan yang dilakukan karena dendam kebencian pribadi. Jadi pembunuhan itu hanyalah akibat dari keadaan hati seseorang, jelas bahwa pembunuhan dengan dasar berjuang membela Negara berbeda dari pembunuhan dengan dasar kebencian pribadi. Yang penting adalah keadaan hati seseorang. Bagaimanapun juga, hidup matinya setiap orang berada di tangan Gusti Allah Yang Maha
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kuasa. Kalau Gusti Allah tidak menghendaki seseorang mati, seribu orang musuh sekalipun tidak akan mampu membunuhnya. Sebaliknya kalau kematian seseorang sudah dikehendaki Gusti Allah, gigitan seekor binatang kecilpun akan dapat membunuhnya. Yang penting, jangan sampai kebencian menguasai hatimu, karena kalau sudah begitu berarti engkau membiarkan dirimu dikuasai iblis yang dapat menyeretmu ke dalam perbuatan-perbuatan kejam seperti membunuh dan sebagainya. Demikian antara lain wejangan mendiang Ki Tejo Budi yang selalu bergema dalam perasaan hati Aji.
Karena itulah, menghadapi pengeroyokan hampir tiga puluh orang anggauta perguruan Dadali Sakti, Aji membatasi tenaganya. Dia tidak ingin membunuh mereka, hanya ingin memberi pelajaran agar orang-orang itu sadar akan kejahatan mereka dan dapat bertaubat. Biarpun para murid perguruan Dadali Sakti (Walet Sakti) itu memiliki ilmu silat Dadali Sakti dan mereka rata-rata memiliki gerakan yang gesit seperti burung walet, namun mereka masih terlampau lamban bagi Aji yang memiliki tingkat kepandaian yang jauh lebih tinggi.
Tubuhnya berkelebatan di antara mereka, membagi-bagi tamparan dan tendangan sehingga orang-orang yang mengeroyoknya itu berpelantingan dan bergelimpangan.
Akhirnya, tidak ada seorangpun yang tertinggal. Semua roboh dan mengeluh kesakitan, ada yang kepalanya benjol, ada yang tangannya patah, ada yang dadanya sesak atau perutnya mulas.
Ruangan yang luas itu kini penuh dengan para anggauta Dadali Sakti yang malang melintang, ada yang rebah telentang, ada yang telungkup, ada yang berjongkok.
Aji berdiri di tengah ruangan, memandang ke sekeliling. Kemudian dia berkata kepada mereka dengan suara
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tegas. "Para anggauta perguruan Dadali Sakti, dengarlah baik-baik! Kalian sekarang mendapat kenyataan dan pelajaran bahwa perbuatan jahat tidak menghasilkan akibat yang baik.
Kalian menanam pohon dan buahnya akan kalian petik dan makan sendiri. Ngunduh wohing pakaryan (memetik buah perbuatan). Akan tetapi kalian hanya mencontoh pimpinan kalian. Karena itu, aku menganjurkan bahwa mulai sekarang agar kalian mengubah jalan hidup kalian. Kalian sekarang ditakuti orang-orang yang sebetulnya membenci kalian.
Bukankah lebih baik kalau kalian dihormati orang-orang yang menyukai kalian" Bukankah lebih baik kalau perguruan Dadali Sakti dikenal sebagai tempat para pendekar pembela rakyat yang gagah perkasa daripada dikenal sebagai sarang gerombolan penjahat" Bertaubatlah dan sadarlah. Ingat, kalau lain hari aku lewat di sini dan melihat kalian masih juga melakukan perbuatan jahat, mengandalkan kekuatan melakukan penindasan kepada rakyat, aku akan menangkap kalian semua dan akan kuminta Gusti Pangeran Ratu di Cirebon untuk menghukum berat kalian!"
Mendengar ini, sebagian besar anggauta Dadali Sakti menundukkan muka dan menjadi gentar. Bahkan ada beberapa orang bersuara, "Kami bertaubat ...... !"
"Sekarang katakan di mana adanya Banuseta, ketua kalian!" kata Aji. "Aku juga ingin bertemu dan menentang kejahatannya."
Para anggauta Dadali Sakti saling pandang dan mereka menggeleng kepala, ada pula yang menjawab, "kami tidak tahu
...... !" Aji melihat Wiratma, Wakil Ketua Dadali Sakti yang tadi jatuh pingsan kini sudah bergerak dan dibantu seorang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
anak buah dia sudah dapat duduk. Kedua lengannya seperti lumpuh, tak dapat digerakkan dan kedua pundaknya yang hancur tulangnya itu terasa nyeri bukan main. Aji lalu menghampirinya.
"Wiratma, aku terpaksa menghancurkan kedua pundakmu agar andika tidak mampu lagi melakukan kejahatan.
Sekarang katakan, di mana adanya Banuseta?"
Wiratma yang masih merasa penasaran dan sakit hati, memandang pemuda itu penuh kebencian, lalu memaksa diri berkata, "Aku tidak tahu dia pergi ke mana. Akan tetapi kalau dia pulang dan melihat keadaan kami, dia pasti akan mencarimu dan membalaskan sakit hati kami!" Suaranya mengandung kebencian yang amat besar.
Aji menghela napas panjang. "Gusti Allah Maha Kasih.
Kita boleh menanam buah sesuka kita, Wiratma. Kalau andika bertekad melanjutkan kebiasaanmu menanam pohon beracun, maka andika sendiri yang akan memetik dan memakan buah beracun. Kalau Banuseta hendak membalas dendam kepadaku, boleh dia mencari, aku siap menghadapinya!"
"Katakan di mana engkau tinggal agar dia dapat mencarimu nanti!" kata pula Wiratma sambil menahan rasa nyeri di kedua pundaknya.
Aji berpikir sejenak. Di mana dia akan tinggal" Tidak di rumah Ki Subali, atau di rumah siapa saja karena tuan rumah tentu akan terlibat kalau terjadi perkelahian antara dia dan Banuseta. Tiba-tiba dia teringat bahwa dia akan pergi mencari guru Sulastri yang menurut Ki Subali tinggal di pantai laut dan bernama Ki Ageng Pasisiran.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Aku akan pergi ke pantai laut, mencari padepokan Ki Ageng Pasisiran. Kalau Banuseta mencariku, suruh dia mencariku ke pantai laut."
Setelah berkata demikian, Aji lalu meninggalkan rumah besar itu. Ketika dia keluar, banyak orang yang kebetulan berada di jalan depan rumah itu, memandangnya dengan mata bertanya-tanya. Mereka tadi mendengar teriakan-teriakan perkelahian yang keluar dari rumah perguruan Dadali Sakti itu.
Biarpun mereka merasa heran dan ingin tahu, namun tak seorangpun berani masuk pekarangan itu. Mereka sudah mengenal kebengisan orang-orang Dadali Sakti.
Aji tidak memperhatikan orang-orang itu. Dia lalu keluar dari Dermayu dan menuju ke pantai laut sebelah utara.
*** Pondok di pesisir pantai Laut Utara itu tampak sepi. Ki Ageng Pasisiran memang memilih bagian pantai yang sepi, yang tidak pernah didatangi nelayan sehingga kakek yang usianya sudah delapan puluh lima tahun lebih itu dapat menikmati keheningan alam yang penuh damai. Pada siang hari itu, Ki Ageng Pasisiran yang dahulunya bernama Ki Tejo Langit, duduk bersila di atas sebuah dipan bambu dan di depannya duduk Ki Sudrajat yang berusia lima puluh tahun lebih. Ki Ageng pasisiran sebenarnya adalah Ki Tejo Langit, kakak seperguruan mendiang Ki Tejo Budi dan Ki Sudrajat adalah anak kandung Ki Tejo Budi yang sejak berusia empat tahun ditinggalkan ayah kandungnya dan hidup sebagai anak angkat Ki Tejo Langit.
Mereka berdua duduk berhadapan tanpa bersuara. Ki Ageng Pasisiran yang sudah tua renta itu berulang-ulang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menghela napas panjang dan beberapa kali dia menatap wajah Ki Sudrajat. Ki Sudrajat sejak tadi diam-diam memperhatikan keadaan ayah angkat yang juga uwanya dan gurunya itu, merasa bahwa orang tua itu sedang memikirkan sesuatu yang membuat hatinya gundah. Dan dia merasa pula betapa kakek itu ingin sekali bicara dengannya, akan tetapi agaknya ragu-ragu. Sejak pagi tadi keadaan Ki Ageng Pasisiran seperti itu.
Akhirnya Ki Sudrajat tidak dapat menahan hatinya lagi dan dia berkata lembut dan hati-hati.
"Bapa, sejak tadi saya melihat bapa seperti gelisah dan hendak mengatakan sesuatu kepada saya. Kenapa bapa meragu" Kalau ada sesuatu yang mengganjal hati bapa, katakanlah kepada saya, dan sebelumnya saya mohon ampun kalau sekiranya saya mempunyai kesalahan yang membuat bapa menjadi berduka."
Mendengar ucapan Ki Sudrajat itu, Ki Ageng Pasisiran mengerutkan alisnya yang sudah putih semua. "Oohh, anakku Ajat! Betapa baiknya engkau, nak, betapa penuh pengertian, rendah hati dan penyabar, seperti ayah kandungmu. Mendiang ibu kandungmu juga seorang yang baik hati. Oh, kalau aku ingat semua, makin terasa olehku betapa hanya akulah orang yang amat jahat, hamba nafsuku sendiri yang tidak boleh diampuni ...... "
Ki Sudrajat menatap wajah ayah angkatnya dan dia merasa terkejut, juga heran melihat betapa sepasang mata tua itu basah! Ayah angkatnya, gurunya yang bijaksana itu, menangis dalam hatinya!
"Aduh, bapa. Apakah yang bapa maksudkan dengan ucapan itu?"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Setelah mengejap-ngejapkan mata beberapa kali sehingga dua tetes air mata turun di pipinya dan segera diusapnya, dan menghela napas panjang, dia berkata, "Ajat, terus terang saja selama bertahun-tahun ini, bahkan semenjak ibumu meninggal dunia dan aku pindah ke sini, setiap hari aku menderita tekanan batin yang berat sekali dan aku tidak ada keberanian untuk menceritakannya kepadamu. Padahal aku tahu bahwa pengakuan kepadamu sajalah yang akan mencairkan gumpalan yang menekan hatiku, akan tetapi aku
...... aku takut, Ajat, aku takut ...... "
"Ada apakah, bapa" Saya baru datang malam tadi.
Apakah kedatangan saya ini yang mengganggu bapa" Atau ......
barang kali anak saya Jatmika yang membuat bapa tidak senang?"
Kakek itu menggeleng kepala dan menggoyang tangan kanan dengan cepat. "Sama sekali tidak. Aku bahkan girang melihat engkau datang. Juga Jatmika tidak melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan hatiku. Anak itu ingin merantau untuk meluaskan pengetahuan dan pengalaman. Hal itu baik sekali dan aku merestuinya. Tidak ada apa-apa dengan kalian.
Kalian adalah anakku dan cucuku yang baik, tidak seperti aku
...... " "Bapa, bagi saya dan anak saya, bapa adalah seorang yang paling baik, bijaksana dan penuh kasih sayang kepada kami. Kami tidak tahu bagaimana dapat membalas semua budi kebaikan bapa tehadap kami."
"Uh-uhh ...... engkau tidak tahu, Ajat. engkau tidak tahu. Karena itu aku harus menceritakan semuanya kepadamu sebelum aku mati agar aku dapat minta ampun kepadamu. Juga kepada ibumu aku sudah minta ampun dan wanita bijaksana itu
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
telah lama mengampuni aku. Akan tetapi kalau belum mendapatkan pengampunan darimu, aku tidak akan dapat mati dengan mata terpejam, anakku ...... "
Ki Sudrajat yang biasanya amat tenang itu, terkejut bukan main. Dia terbelalak memandang wajah ayah angkatnya yang baru sekarang dia lihat betapa wajah itu kini tampak tua sekali.
"Bapa, mohon jangan berkata seperti itu!" dia berkata setengah berteriak karena dia benar-benar tekejut mendengar ucapan Ki Ageng Pasisiran.
Kakek itu tersenyum. "Duh Gusti! Ingin aku melihat sikapmu nanti setelah mendengarkan pengakuanku. Ajat, coba engkau ingat-ingat, apa yang masih dapat kau ingat tentang bapa kandungmu, Adimas Tejo Budi" Ceritakan sejujurmu."
Ki Sudrajat merasa heran mengapa ayah angkatnya menanyakan hal itu, akan tetapi dia mengingat-ingat. "Saya tidak ingat banyak tentang Bapa Tejo Budi, bapa. Bahkan wajah beliaupun saya telah lupa. Yang saya tahu, seperti seringkali menjadi jawaban ibu dahulu kalau saya tanya, bapa Tejo Budi meninggalkan ibu dan saya, dan kami berdua lalu hidup bersama bapa."
Kakek itu mengangguk angguk, menghela napas lagi.
"Tahukah engkau mengapa Adimas tejo budi meninggalkan engkau dan ibumu?"
Ki Sudrajat menggeleng kepalanya. "Mendiang ibu dahulu juga tidak pernah memberi penjelasan, hanya menggeleng kepala menyatakan tidak tahu kalau hal itu saya tanyakan. Akan tetapi, sekarang saya tidak ingin mengetahui hal yang sudah lama terjadi itu, bapa. Tidak perlu kiranya bapa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ceritakan kalau hal itu hanya mendatangkan kesedihan bagi bapa."
"Hemm, justeru aku harus menceritakan hal ini kepadamu sebelum aku mati, anakku, sebagai pengakuan dosaku kepada Gusti Allah dan juga kepadamu. Nah, dengarlah baik-baik, anakku Sudrajat."
Sudrajat menundukkan mukanya dan mendengarkan penuh perhatian ketika Ki Ageng Pasisiran bercerita dengan suara lirih dan mengandung penuh penyesalan dan kedukaan.
Dahulu, hampir lima puluh tahun yang lalu, ketika Ki Ageng pasisiran masih bernama Ki Tejo Langit dan dia berusia sekitar tiga puluh tahun, gagah perkasa dan terkenal sebagai seorang pendekar budiman, pada suatu hari berkunjung ke rumah adik seperguruannya, yaitu Ki Tejo Budi. Ki Tejo Budi bertempat tinggal di dusun Cihara yang berada di pantai Laut Kidul, sebelah barat sungai Cimandur. Ki Tejo Budi berusia tiga puluh tahun dan hidup sebagai petani dan nelayan, hidup bersama isterinya yang cantik bernama Lasmini dan seorang putera tunggalnya bernama Sudrajat yang ketika itu baru berusia empat tahun. Kunjungan Ki Tejo Langit disambut hangat oleh Ki Tejo Budi dan isterinya, Lasmini. Lasmini merasa kagum sekali akan kegagahan Ki Tejo Langit yang menceritakan tentang semua sepak terjang dan pengalamannya sebagai seorang pendekar.
"Aku tinggal di rumah ayah dan ibumu dan merasa senang sekali. selain ayahmu amat baik kepadaku, juga ibumu melayani aku dengan manis budi. Dan tiga hari kemudian ......
pada malam itu ...... ahh, iblis telah menyusup masuk menguasai hatiku melalui nafsu birahiku sendiri ...... membuat aku menjadi mata gelap ...... dan ...... dan terjadilah hubungan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
jina antara aku dan ibumu ...... ! Ah, kalau mengenang semua itu, betapa malu dan besar penyesalanku ...... !" Suara kakek itu menggetar dan dia memejamkan kedua matanya.
Sudrajat mengerutkan alisnya dan mukanya berubah kemerahan. Sejenak ia mengangkat muka memandang wajah bapa angkatnya dengan heran dan ada penyesalan membayang dalam sinar matanya. Akan tetapi melihat keadaan ayah angkat dan juga gurunya yang memejamkan mata, tampak demikian tua dan berduka, Ki Sudrajat menundukkan mukanya kembali.
"Bapa, semua itu sudah lama berlalu ...... " katanya lirih, menghibur.
"Aku berdosa, Ajat ...... aku bersalah besar terhadap Adimas Tejo budi ...... "
"Akan tetapi, bapa. Bukan kesalahan bapa sendiri, akan tetapi ...... mendiang ibu juga bersalah ...... "
"Tidak! Tidak, Ajat. Ibumu wanita yang bersih dan baik. Memang ia tertarik dan kagum kepadaku waktu itu, akan tetapi aku tahu bahwa sampai matipun ia tidak akan mengkhianati suaminya, tidak akan sudi menyeleweng dengan laki-laki lain. Ia tidak akan sudi berhubungan jina dengan aku kalau saja aku ..... aku ..... tidak mempergunakan Aji Pengasihan Sambung Sih ...... ! Nah, lega rasa hatiku sudah mengeluarkan ini semua kepadamu." Kakek itu membuka mata memandang Ki Sudrajat yang masih menundukkan mukanya.
"Heii, engkau masih diam saja" Masih belum marah kepadaku"
Nah, dengarlah kelanjutan ceritaku agar engkau mengetahui akan semua kerendahan budiku. Setelah hal itu terjadi, Adimas Tejo Budi mengetahui. Kami bertengkar dan terjadi perkelahian antara kami. Kami setingkat dan seimbang. Entah apa akan jadinya dengan perkelahian itu kalau tidak datang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kakangmas Tejo Wening yang melerai kami sehingga mendiang kakak seperguruan kami itu terluka. Kami didamaikan dan ..... dan bapa kandungmu itu, Adimas Tejo Budi, mengalah, rela meninggalkan engkau dan ibumu, menyerahkan ibumu menjadi isteriku dan engkau menjadi anakku. Nah, sekarang engkau tahu betapa hina dan kotor bapa angkat dan gurumu ini, Ajat!" Kakek itu memandang kepada Ki Sudrajat yang masih duduk diam sambil menundukkan mukanya.
"Hayo, Ajat, beri tanggapan! Katakan sesuatu, jangan diam saja!"
Ki Sudrajat mengangkat mukanya. Dua pasang mata bertemu pandang.
"Apa yang dapat saya katakan, bapa" semua itu sudah berlalu selama puluhan tahun."
"Apa" Engkau tidak marah" Aku telah merusak pagar ayu, menghancurkan kebahagiaan ayah kandungmu dan engkau tidak marah" Engkau mau mengampuni dosaku?"
"Saya tidak marah, bapa, karena saya melihat betapa selama ini bapa sangat baik terhadap mendiang ibu dan saya.
Dan tentang pengampunan, saya kira saya tidak berhak, Hanya Gusti Allah saja yang berhak mengampuni semua dosanya dan sungguh-sungguh bertaubat. Bukankah demikian apa yang bapa ajarkan kepada saya selama ini?"
"Aduh, Ajat ...... " kakek itu menangis. "Sikap dan kata-katamu menusuk-nusuk hatiku. Aku akan lebih senang dan lega kalau engkau bangkit dan membunuh aku untuk menebus dosaku. Aduh, Ajat ........ !"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Ki Sudrajat menjadi terharu. Dia bangkit dan menghampiri kakek itu. "Bapa tetap merupakan seorang ayah yang baik bagi saya ...... "
" ...... Ajat. mendekatlah biarkan aku merangkulmu ......
!" Ajat atau Ki Sudrajat mendekat dan kakek itu lalu merangkulnaya. Mereka berangkulan.
"Assalamu alaikum ...... !"
Kakek dan anak angkatnya itu saling melepaskan rangkulan dan menoleh ke arah pintu dari mana salam itu terdengar.
"Alaikum salam ...... !" Ki Sudrajat membalas salam itu dan bangkit lalu melangkah ke pintu depan, membuka pintu dan melihat seorang pemuda berdiri di depan pondok. Dia mengamati penuh perhatian. Pemuda itu masih muda, paling banyak dua puluh satu tahun usianya, sebaya dengan putera tunggalnya Jatmika. Akan tetapi pemuda ini bukan Jatmika biarpun sama tampan dan gagahnya. Pemuda yang jangkung tegap, berpakaian dan bersikap sederhana, sinar matanya lembut penuh pengertian.
Pemuda itu adalah Lindu Aji. Melihat munculnya seorang pria setengah tua yang bertubuh sedang, sikapnya tenang dan sinar matanya tajam, Aji cepat membungkuk dengan hormat.
"Mohon maaf sebanyaknya kalau kunjungan saya ini mengganggu, paman. Nama saya Lindu Aji dan saya ingin bertanya apakah benar pondok ini padepokan Ki Ageng Pasisiran?"
Melihat sikap dan cara bicara Aji yang sopan, seketika Ki Sudrajat merasa suka dan tertarik. "Benar sekali, anakmas,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ini memang padepokan Ki Ageng Pasisiran. Mengapa andika bertanya?"
"Maaf, paman. Kalau sekiranya diperkenankan, saya ingin sekali menghadap beliau untuk membicarakan hal yang amat penting."
*** JILID XVIII i Sudrajat mengerutkan alisnya. "Maafkan aku, orang muda. Akan tetapi ketahuilah bahwa Ki Ageng K Pasisiran sudah amat sepuh (tua) dan kalau tidak ada hal yang teramat penting, sebaiknya beliau jangan diganggu.
Maka, katakanlah dulu kepadaku apa yang hendak andika sampaikan kepada beliau agar dapat kupertimbangkan apakah hal itu cukup penting ataukah tidak."
Ucapan Ki Sudrajat itu tentu saja mendatangkan rasa penasaran dalam hati Aji, walaupun ucapan itu dilakukan dengan lembut.
"Maaf, paman. Akan tetapi, urusan ini hanya dapat saya sampaikan kepada Ki Ageng Pasisiran, bukan kepada orang lain."
Ki Sudrajat tersenyum maklum. "Anak mas Lindu Aji, aku bukan orang lain bagi Ki Ageng Pasisiran karena aku adalah anaknya."
Aji terkejut dan cepat memberi hormat. "Oh, maafkan saya, paman. Kalau paman putera beliau, tentu saja dapat saya beritahukan. Saya ingin menghadap Ki Ageng Pasisiran untuk
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membicarakan tentang Sulastri karena Sulastri pernah bercerita kepada saya bahwa ia adalah murid Ki Ageng Pasisiran."
"Sulastri" Benar sekali, ia murid Bapa. Mari anakmas Lindu Aji, mari masuk dan kuantar menghadap Ki Ageng Pasisiran." Ki Sudrajat mempersilakan dengan sikap ramah.
Mereka memasuki rumah dan langsung diajak masuk ruangan di mana Ki Ageng Pasisiran masih duduk bersila.
Kakek itu telah dapat menguasai perasaannya dan kini duduk dengan sikap tenang, bersila di atas dipan seperti sebuah arca.
Melihat kakek yang sudah tua renta itu, Aji lalu berlutut dan menyembah. "Eyang, mohon maafkan saya kalau kedatangan saya ini mengganggu eyang."
"Bapa, orang muda ini bernama Lindu Aji dan dia mohon menghadap Bapa untuk menyampaikan berita tentang diri Sulastri." Ki Sudrajat melaporkan.
Mendengar ini, wajah Ki Ageng pasisiran agak berseri dan dia segera berkata kepada Aji. "Anak mas Lindu Aji ......
hemm, namamu sungguh bagus ...... "
"Saya biasa disebut Aji saja, kanjeng eyang."
"Baiklah, Aji. Andika datang membawa kabar tentang Sulastri" Nah, ceritakan tentang muridku yang bengal itu."
"Bagaimana andika dapat mengenal Sulastri, anakmas Aji?" Tanya pula Ki Sudrajat.
"Begini ceritanya, kanjeng eyang dan kanjeng paman.
Ketika itu saya membantu Ki Sumali dari Loano untuk menentang gerombolan Gagak Rodra. Ternyata gerombolan itu didukung oleh dua orang tokoh sesat yang sakti mandraguna, yaitu Aki Somad dari Nusakambangan dan Nyi Maya Dewi."
"Ah, dua orang itu di mana-mana selalu mendatangkan kekacauan!" seru Ki Sudrajat.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Nah, pada saat saya membantu Paman Sumali itu, muncullah Sulastri. dengan bantuan Sulastri yang ternyata keponakan dari Paman Sumali yang mengunjungi pamannya, akhirnya kami dapat mengalahkan dan mengusir para penjahat.
Nimas Sulastri dapat mengalahkan Nyi Maya Dewi."
"Bagus, anak Bengal itu dapat mengalahkan Nyi Maya Dewi!" terdengar Ki Ageng Pasisiran memuji lirih, hatinya girang mendengar muridnya yang masih muda belia itu dapat mengalahkan wanita sesat yang terkenal itu. "Akan tetapi, Aji, mengapa kalian memusuhi Aki somad?"
"Gerombolan itu ternyata menjadi antek Kumpeni Belanda, eyang."
"Hemm, Aki Somad juga menjadi antek Belanda?" Ki Sudrajat mencela. "Dan andika sendiri, anakmas Aji. Kenapa andika mati-matian menentang para antek Kumpeni Belanda itu?"
"Terus terang saja, kanjeng eyang dan kanjeng paman, saya mengemban dawuh (melaksanakan perintah) Gusti Sultan Agung di Mataram untuk membantu Mataram dan menyelidiki keadaan di daerah barat sampai ke Batavia."
"Lhadhalah! Kiranya andika ini seorang senopati Mataram?" seru Ki Sudrajat.
Wajah Aji memerah. "Bukan, paman. Saya tidak menerima anugerah itu karena masih memiliki banyak tugas pribadi dan Gusti Sultan hanya memberi pusaka Kyai Nagawelang ini dan memberi tugas itu kepada saya."
"Aji, bocah gagah, lalu bagaimana ceritanya dengan Sulastri?" Tanya Ki Ageng Pasisiran.
"Saya berkenalan dengan Sulastri dan ketika saya hendak meninggalkan rumah Paman Sumali untuk melanjutkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
perjalanan ke barat, Sulastri ikut. Iapun hendak pulang ke Dermayu. Dalam perjalanan, kami berdua bentrok dengan para antek Kumpeni Belanda, bahkan kami berdua sempat ditawan dan dibawa ke kapal milik Kumpeni Belanda. Akan tetapi kami berhasil meloloskan diri, Ketika kami tiba di Cirebon dan menghadap Gusti Pangeran Ratu untuk melaporkan tentang para antek kumpeni itu, Gusti Pangeran Ratu minta bantuan kami berdua untuk membasmi gerombolan pengacau pimpinan Munding Hideung yang bersarang di gunung Careme. Kami menerima tugas itu dan pergi ke Gunung Careme. Akan tetapi
...... justeru di sanalah ...... terjadi musibah yang menimpa diri Sulastri ...... " kata Aji dengan nada sedih.
"Apa yang terjadi dengan Sulastri?" Tanya Ki Ageng Pasisiran.
"Ceritakanlah, apa yang telah terjadi, anakmas Aji?"
Tanya pula Ki Sudrajat.
Aji lalu menceritakan pengalamannya dengan Sulastri di lereng Gunung Careme itu, betapa Sulastri jatuh ke bawah tebing seperti yang telah dia ceritakan kepada Ki Subali dan isterinya. Juga dia menceritakan betapa dia sudah berusaha mencari, dibantu banyak anak buah Munding Hideung, namun tetap saja tidak dapat menemukan Sulastri yang hilang tanpa meninggalkan bekas, hanya menemukan pedang Naga Wilis yang kini sudah dia kembalikan kepada Ki Subali.
Suasana menjadi sunyi setelah Aji mengakhiri ceritanya tentang musibah yang menimpa diri Sulastri. Kemudian Ki Ageng Pasisiran berkata dengan tenang, "Aku percaya bahwa Sulastri masih hidup. Tidak ditemukannya jenazah anak itu berarti bahwa ia masih hidup dan telah meninggalkan bawah tebing."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Anakmas Aji, kami mengucapkan terima kasih bahwa andika telah menyampaikan berita ini kepada kami," kata Ki Sudrajat.
"Sebelum saya mohon diri, masih ada sebuah hal lagi yang membuat saya bertanya-tanya dan penasaran tentang diri Nimas Sulastri yang ingin saya tanyakan kepada eyang."
"Apalagi yang ingin kauketahui tentang Sulastri"
Bukankah engkau sudah mengenalnya dengan baik?" Tanya Ki Sudrajat, mewakuli ayah angkatnya.
"Begini, eyang. ketika berada di atas tebing, sebelum pundaknya terkena anak panah dan terjatuh ke bawah tebing, saya melihat Sulastri memukul Munding Bodas sehingga wakil ketua gerombolan iu terjatuh ke bawah tebing. Saya terkejut karena mengenal gaya pukulan itu, dan ketika saya menemukan jenazah Munding Bodas di bawah tebing, saya menjadi yakin melihat bekas telapak tangan menghitam di dada kepala gerombolan itu. Saya yakin bahwa Sulastri telah mempergunakan ilmu pukulan Aji Margopati!"
"Andika mengenal aji Margopati, anakmas Aji?" Tanya Ki Sudrajat.
"Tentu saja saya mengenalnya, kanjeng paman. Akan tetapi dari mana Sulastri mempelajarinya" Apakah selain kanjeng eyang masih ada lain guru yang mengajarkan aji kanuragan kepada Sulastri?"
"Setahu kami tidak, bukankah begitu, bapa?" Tanya Ki sudrajat kepada Ki Ageng Pasisiran.
"Memang tidak ada," kata Ki Ageng Pasisiran.
"Kalau begitu, siapa yang mengajarkan Aji
Margoapati?" Tanya Aji sambil memandang kedua orang tua itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Siapa lagi kalau bukan gurunya?"
"Akan tetapi, bagaimana ini" Mana mungkin! Menurut mendiang guru saya, yang menguasai Aji Margopati hanya tiga orang saja, yaitu guru saya dan dua orang kakak seperguruannya!"
Mendengar ini, Ki Ageng Pasisiran memandang aji dan bertanya dengan heran. "Katakanlah, siapa tiga orang yang menguasai Aji Margopati itu?"
"Mereka adalah Ki Tejo Wening, ki tejo Langit, dan Ki Tejo Budi."
"Dan siapa gurumu itu?" Tanya pula Ki Ageng Pasisiran sambil menatap wajah Aji.
"Guru saya adalah Eyang Guru Ki Tejo Budi."
"Aduh Gusti ...... !!" Seruan ini hampir berbareng keluar dari mulut Ki Ageng Pasisiran dan Ki Sudrajat dan mereka berdua bangkit dan berdiri di depan Aji.
"Aji, katakanlah di mana gurumu itu sekarang?" Tanya Ki Sudrajat dan suaranya diliputi ketegangan
"Eyang Guru Tejo Budi ...... telah meninggal dunia beberapa bulan yang lalu."
"Ya Allah ...... !" Dua orang pria itu berseru dan Aji memandang terheran-heran ketika Ki Ageng Pasisiran terjatuh duduk di atas dipan kembali dan kakek itu menangis!
"Kanjeng eyang dan kanjeng paman, apa artinya ini ......
?" Aji bertanya.
"Bapa dahulu bernama Ki Tejo Langit," kata Ki Sudrajat.
Kini Aji yang terkejut. Sungguh sama sekali tidak disangkanya! Tanpa dicari, dia sudah berhadapan dengan Ki Tejo Langit. Dan orang setengah tua itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Kiranya eyang adalah Eyang Tejo Langit! Ah, betapa bahagia rasa hati saya dapat bertemu dengan eyang., Dan ......
paman ini ...... apakah Paman Sudrajat yang dipanggil Ajat?"
Ki Sudrajat mengangguk.
"Ah, sungguh saya merasa berbahagia sekali. Sebelum meninggal, eyang guru meninggalkan pesan kepada saya agar saya mencari Paman Sudrajat dan mengabarkan bahwa Eyang guru Tejo Budi telah meninggal dunia."
Alap Alap Laut Kidul Seri Ke 3 Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Eyang gurumu itu sudah menceritakan siapa aku?"
kata Ki Sudrajat.
Aji mengangguk.
"Apa saja yang dia ceritakan?" tiba-tiba Ki Tejo Langit yang tadi menutupi muka dengan kedua tangannya, bertanya.
"Mendiang eyang guru menceritakan bahwa puteranya bernama Sudrajat dan ikut dengan Eyang Tejo Langit," jawab Aji dengan hati-hati.
"Benar, sejak Bapa Tejo Budi pergi, aku ikut Bapa Tejo Langit sebagai anak tirinya dan muridnya. Ibu kandungku juga sudah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu."
"Ah, tahukah engkau anak mas Aji bahwa baru saja kami berdua membicarakan Adimas Tejo Budi pada saat engkau datang. Sungguh kebetulan sekali, akan tetapi juga ......
sungguh membingungkan dan menyedihkan berita yang kau bawa." kata Ki Tejo Langit.
"Aku girang dapat bertemu denganmu Aji, akan tetapi juga bingung mendengar hilangnya Sulastri dan sedih mendengar tentang kematian ayah kandungku. Akan tetapi, engkau harus berdiam di sini dulu dan menceritakan kepada kami ini semua tentang mendiang ayah kandungku." kata Ki
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sudrajat, Mereka kini menjadi akrab sekali karena Aji dianggap sebagai keluarga sendiri.
Aji diminta untuk menceritakan segala hal mengenai Ki Tejo Budi, dan dia menceritakan semua yang diketahui dan dialami selama Ki Tejo Budi tinggal bersama dia dan ibunya.
Mendengar betapa Ki Tejo Budi hidup menyendiri dan terlunta-lunta, kedua orang itu mendengarkan dengan hati terharu sekali. Terutama sekali Ki Tejo Langit yang makin merasa betapa dia yang membuat kehidupan Ki Tejo Budi menjadi terlantar kesepian dan penuh kedukaan.
Ketika hari menjelang senja dan Aji berpamit, Ki Sudrajat menahannya. "Jangan pergi dulu, Aji. Engkau adalah murid tersayang bapa kandungku, berarti engkau adalah warga kami sendiri. Tingggallah di sini malam ini. Masih banyak yang ingin kutanyakan kepadamu mengenai bapa kandungku."
Ki Tejo Langit juga menahannya sehingga terpaksa Aji tinggal di pondok itu.
Ketika senja datang dan cuaca mulai remang, ki Sydrajat menyalakan beberapa buah lampu gantung. Sebuah digantung di depan pintu menerangi bagian luar pondok, sebuah digantung di belakang dan sebuah lagi di ruangan tengah di mana mereka bertiga bercakap-cakap.
Selagi mereka bercakap-cakap, tiba-tiba terdengar teriakan yang nyaring sekali dari luar pondok. "Lindu Aji, keparat jahanam kamu! hayo keluar untuk menebus dosamu terhadap perguruan Dadali Sakti dengan menyerahkan nyawamu!"
Aji segera dapat menduga bahwa yang datang itu tentulah Raden Banuseta, Ketua Perguruan Dadali Sakti.
Pembunuh ayahnya! Tidak, dia tidak mau mengingat tentang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pembunuhan itu. Raden Banuseta adalah seorang ketua perkumpulan yang terkenal jahat, suka bertindak sewenang-wenang, bahkan anak buahnya diperintah untuk merampas Sriyani, isteri Sumanta. Orang yang pantas untuk ditentang dan dibasminya. Maka dia segera bangkit dan hendak keluar."Aji, tunggu dulu! Mengapa perguruan Dadali Sakti memusuhimu?"
tanya Ki Sudrajat.
"Belum saya ceritakan kepada paman. Tadi pagi saya mendatangi sarang mereka dan memberi hajaran kepada semua muridnya karena mereka hendak menganiaya seorang yang tidak berdosa dan hendak merampas isterinya. Sekarang, saya kira ketuanya, Raden Banuseta yang datang ke sini mencari saya. Biarkan saya keluar, paman."
"Hemm, Raden Banuseta terkenal ganas dan suka sewenang-wenang. Biarkan aku yang menghadapinya karena dia berani datang membikin ribut di rumah kami. Aku memang belum lama tinggal di sini, akan tetapi aku sudah mendengar tentang kejahatannya!"
"Lindu Aji, pengecut! Hayo keluar jangan bersembunyi di dalam seperti kura-kura. Kalau kamu tidak mau keluar, akan kubakar pondok ini untuk memaksamu keluar!" terdengar lagi bentakan itu.
"Paman Sudrajat, dia menantang saya, harap paman tidak mencampuri urusan antara saya dan dia." Setelah berkata demikian, tanpa menanti jawaban, aji sudah melompat keluar dari pintu. dalam keremangan senja, Aji melihat bayangan dua orang di depan pondok. Seorang laki-laki tinggi kurus berpakaian bangsawan, berusia kurang lebih empat puluh tahun, menggantungkan sebatang golok bergagang emas di pinggangnya, berdiri di depan. Hatinya terguncang keras ketika
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dia mengenal orang itu. Dia bukan lain adalah pria bangsawan yang mempunyai hubungan akrab dengan Nyi Maya Dewi, pria yang ikut pula berkunjung ke kapal Kapten De Vos, pria yang tergila-gila kepada Sulastri dan bermaksud keji dan mesum terhadap gadis itu!
"Kau ...... kau ...... Raden Banuseta?" Tanya Aji, hatinya dipenuhi keheranan.
Pria ini tersenyum mengejek dan dia mencabut goloknya yang bergagang emas. "Benar, akulah Raden Banuseta, ketua Dadali Sakti. Lindu Aji, tempo hari engkau berhasil lolos, akan tetapi sekarang tiba saatnya engkau membayar semua hutangmu! Engkau berani mengacau Dadali Sakti, sekarang bersiaplah untuk mampus!"
Hati Aji bertambah panas. Raden Banuseta, yang telah membunuh ayah kandungnya, bukan hanya suka bertindak sewenang-wenang dan suka merusak pagar ayu merampas isteri dan anak orang, akan tetapi juga menjadi antek Kumpeni Belanda!
"Hemm, kiranya engkau bukan hanya jahat sewenang-wenang, melainkan juga menjadi anjing peliharaan Kumpeni Belanda!" bentak Aji marah dan pada saat itu dia memandang kepada pria yang berdiri di belakang Banuseta. Dia itu seorang pria berusia kurang lebih tiga puluh satu tahun, bertubuh tinggi tegap, sikapnya gagah. Dia juga tampak tenang, berdiri menyilangkan kedua lengan di depan dada dan sinar matanya yang tajam memandang wajah Aji. Juga Aji melihat bayangan mencurigakan dari beberapa orang yang tampaknya mengepung pondok itu dengan sembunyi-sembunyi. Dalam keremangan malam yang mulai tiba, dia melihat mereka itu memegang tongkat.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dimaki sebagai anjing peliharaan Kumpeni Belanda, Raden Banuseta menjadi marah bukan main.
"Kamu anjing Mataram, mampuslah!"
Dia melompat ke depan Aji dan menerjang dengan gerakan goloknya menyerang dahsyat. Golok itu mengeluarkan suara berdesing ketika menyambar dan tahulah Aji bahwa lawannya bukan orang lemah, melainkan memiliki tenaga yang kuat dan gerakan goloknya juga cepat sekali. Dia mengelak dengan tarikan kaki ke belakang dan mendoyongkan tubuh atas ke belakang sehingga golok yang membabat ke arah lehernya itu menyambar lewat di depannya. Namun, begitu bacokannya yang mengarah leher itu luput, Banuseta sudah membuat golok itu bergerak melingkar dan kini berubah menjadi serangan yang menusuk ke arah perut Aji.
"Hyaaaahhhh ...... !" bentaknya, goloknya menjadi gulungan sinar yang berdesing.
Akan tetapi Aji yang sudah waspada dan tidak memandang remeh lawannya, dengan gerakan ilmu silat Wanara Sakti, sudah dapat mengelak ke kiri dengan mudah.
Dari sebelah kanan lawan kakinya mencuat dalam sebuah tendangan kilat ke arah pinggang kanan Banuseta. Akan tetapi ketua Dadali Sakti itu dapat pula membuang diri ke kiri sambil mengelebatkan goloknya untuk memotong kaki Aji yang menyambar lewat. Akan tetapi Aji sudah menarik kembali kakinya dan kini tangan kanannya menusul serangan kaki kiri tadi, menampar ke arah pelipis kiri lawan.
Banuseta terkejut bukan main. Keika tiba di perguruan Dadali Sakti dan melihat para anggauta perguruan itu menderita cedera, semua dihajar oleh seorang pemuda yang mencarinya, juga menggagalkan usaha Wiratma, wakilnya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
untuk merampas Sriyani dari tangan Sumanta, dia marah sekali. Kemudian dia mendengar bahwa pemuda itu bernama Lindu Aji. teringatlah dia akan pemuda yang pernah menjadi tawanan Nyi Maya Dewi dan dia tahu bahwa pemuda itu memang sakti mandraguna. Maka, diapun membuat persiapan sebaiknya dan mendengar dari Wiratma bahwa musuhnya itu berada di pondok tempat tinggal Ki Ageng Pasisiran di pantai Laut Utara, dia membawa bala bantuannya menuju ke sana.
Kini, biarpun dia sudah berhati-hati, dia melihat tamparang tangan kanan Aji ke arah pelipisnya, dia terkejut dan tidak sempat untuk mengelak atau menggunakan goloknya.
maka dia lalu mengerahkan tenaga pada tangan kirinya dan menangkis dengan gerakan dari dalam keluar.
"Wuuttt ...... plakk!!"
Raden Banuseta terhuyung ke belakang dan tentu akan jatuh terjengkang kalau tidak ada tangan yang kuat menangkap pangkal lengannya sehingga dia tidak sampai terjatuh. Yang melakukan itu adalah laki-laki tinggi tegap yang tadi berdiri di belakangnya.
"Mundurlah, kakangmas Banuseta. Dia terlalu tangguh bagimu. Biar aku yang menandinginya!" kata pria berusia tiga puluh satu tahun lebih itu. Gerakannya ringan sekali ketika dia melompat ke depan Aji.
"Dimas, bunuhlah dia untukku!" kata Raden Banuseta dan dia menyelinap ke belakang dan lenyap dalam kegelapan malam.
Aji berhadapan dengan lawannya itu. Sejenak mereka saling tatap bagaikan dua ekor jago yang hendak berlaga. Tiba-tiba orang itu mengeluarkan bentakan nyaring dan tubuhnya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bergerak cepat tangan kirinya terbuka dan mendorong ke arah dada Aji.
"Eh ...... !" Aji terkejut sekali dan cepat dia mengelak ke belakang karena dia mengenal gerakan orang itu. Jelas bahwa orang itu mempergunakan Aji Bayu Sakti ketika melompat dan bergerak sehingga tubuhnya menjadi ringan, dan pukulan yang dipergunakan Sulastri ketika merobohkan Munding Bodas, yaitu pukulan dengan Aji Margopati!
Lawannya itu memiliki ilmu dari aliran yang sama dengan dia, walaupun dia sendiri tidak pernah dilatih Aji Margopati yang oleh mendiang Ki Tejo Budi dianggap terlalu ganas dan kejam.
Karena serangannya yang pertama gagal dan dapat
dielakkan Aji, orang tinggi tegap itu berseru
marah dan tubuhnya berkelebat cepat
menerjang ke depan dan kembali dia mengirim pukulan Aji Margopati, kini dalam jarak yang lebih dekat.
Angin dahsyat menyambar ketika tangan kanan orang itu mendorong. Maklum bahwa pukulan dahsyat itu sukar dihindarkan dengan mengelak, Aji lalu mengerahkan tenaga
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Surya Chandra dan diapun mendorongkan tangan kananya untuk menyambut pukulan lawan itu.
"Wuuuutttt ...... desss ...... !!"
Hebat bukan main pertemuan dua tenaga sakti itu dan akibatnya, Aji terdorong ke belakang akan tetapi lawannya juga terdorong ke belakang!
"Heh ...... ?"?" Orang itu berseru heran dan memandang dengan mata terbelalak.
Pada saat itu, sosok tubuh tua Ki Ageng Pasisiran muncul keluar dari pintu, bertopang pada tongkatnya.
Ki Ageng Pasisiran atau yang dulu bernama ki tejo Langit memandang kepada lawan Aji itu dan di mengerutkan alisnya yang sudah putih lalu berseru dengan suara bernada penuh teguran, "Hei! Udin, apa yang kau lakukan ini ...... ?"
"Dar-dar-dar-dor-dorrr!"
Pada saat itu, dari arah kanan kiri terdengar beberapa kali ledakan dan tampak muncratnya bunga api dan tubuh kakek tua renta itu tersentak ke kanan kiri lalu roboh terkulai mandi darah! Pelor-pelor itu menembus tubuhnya yang tidak siap.
Kini muncul Ki Sudrajat. Dia memegang sebuah lampu gantung dengan tangan kanan, mengangkat lampu gantung itu ke atas untuk menyinari wajah lawan Aji yang masih berdiri tertegun.
"Udin! Hasanudin! Engkau ...... membantu kaki tangan Kumpeni ...... ?"
"Dar-dar-dar-dor-dorr ...... !"
Kembali terdengar letusan berkali-kali. Peluru bedil menyambar dari kanan kiri dan tampak bunga api berpijar-pijar. Lampu gantung di tangan Ki Sudrajat terkena tembakan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dan padam seketika, kaca lampu itu hancur dan terlepas dari tangan Ki Sudrajat. Akan tetapi ada sesuatu yang aneh, yang membuat Ajimemandang dengan penuh kagum. Baju yang menutup dada Ki Sudrajat berlubang-lubang, hal ini dapat dilihat jelas karena ada sinar lampu gantung yang meneranginya. Akan tetapi tubuh itu tidak bergeming, agaknya tidak terluka dan sama sekali tidak roboh. Agaknya aji kekebalan Ki Sudrajat hebat sekali, mampu menahan peluru bedil dan ketika dia melangkah ke luar tadi agaknya dia sudah mempersiapkan diri dan mengerahkan aji kekebalannya sehingga dia tidak roboh oleh berondongan tembakan, tidak seperti Ki Ageng Pasisiran atau Ki Tejo Langit yang tidak sempat mempersiapkan diri karena heran dan terkejut melihat Udin tadi.
Pada saat itu, di belakang Hasanudin yang masih tercengang itu muncul bayangan Raden Banuseta yang memegang sebuah senjata pistol. Dia membidik ke arah tubuh Ki sudrajat yang berdiri tegar didepan pintu.
"Tarrr ...... !!" tiba-tiba muncul api menyusul ledakan ini dan tubuh Ki Sudrajat roboh terkulai!
"Kenapa ...... kenapa andika membunuh mereka ...... ?"
Hasanudin berseru, dalam suaranya terkandung penyesalan.
Tubuhnya berkelebat dan dia sudah menghilang dalam kegelapan malam.
Aji juga tertegun, bukan hanya melihat robohnya Ki Tejo Langit dan Ki Sudrajat, melainkan juga mendengar Ki Tejo Langit menyebut nama Udin, bahkan Ki Sudrajat menyebut nama Hasanudin! Itu adalah nama kakak tirinya yang dulu ditinggalkan Harun, ayahnya, di Galuh! Hasanudin putera Harun itu kini malah membantu Raden Banuseta,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pembunuh ayahnya sendiri! Dan karena Raden Banuseta ini antek Kumpeni Balanda, berarti bahwa Hasanudin atau Udin itu juga membantu Kumpeni Belanda!
"Tarr ...... !"
Pistol di tangan Raden Banuseta meledak lagi. Tanpa disadarinya sendiri, tubuh Aji menjerembab ke atas tanah, lalu bergulingan, tangannya menyambar sepotong batu dan sekali tangan itu bergerak menyambit, terdengar suara nyaring dan lampu gantung itu pecah sehingga menjadi gelap pekat.
Raden Banuseta menjadi jerih menghadapi Aji dalam kegelapan. Dia tahu betapa sakti dan berbahayanya pemuda itu.
Apalagi kini Hasanudin yang ia andalkan sudah lebih dulu melarikan diri bersama dua belas orang perajurit Kumpeni, meninggalkan tempat itu.
Setelah merasa yakin bahwa para penyerbu itu telah melarikan diri meninggalkan tempat itu dan bahaya telah lewat, Aji cepat memasuki pondok, membawa keluar sebuah lampu dan digantungkan di luar. Kemudian dia memondong tubuh Ki Tejo Langit dan Ki Sudrajat, dibawanya masuk ke dalam pondok dan merebahkan mereka di atas pembaringan.
Ki Tejo Langit yang tubuhnya disambar lima kali tembakan itu ternyata telah tewas. akan tetapi Ki Sudrajat belum tewas walaupun dadanya ditembusi sebutir peluru. Aji merasa heran sekali. Tadi dia melihat sendiri betapa berondongan peluru hanya merobaek baju orang sakti ini, akan tetapi mengapa tembakan terakhir itu, hanya satu kali saja, telah merobohkannya.
"Bagaimana keadaanmu, paman?" Tanya Aji ketika melihat Ki Sudrajat bergerak dan mengeluh panjang.
"Aku ...... terluka parah ...... jahanam itu ...... "
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Akan tetapi saya melihat tadi berondongan peluru tidak melukai paman, bagaimana tembakan yang satu kali ini
...... ?" Ki Sudrajat menggerakkan tangan mendekap dadanya.
"Peluru perak ...... Kumpeni menggunakan ......Peluru-peluru perak ......dan emas ......untuk melumpuhkan kekebalan kita
....... Andika dengar baik-baik, Aji ...... Si Udin itu ......
Hasanudin ...... agaknya dia ...... tersesat ...... terbujuk menjadi kaki tangan Kumpeni Belanda ...... aku pesan kepadamu ......
anakku ...... Jatmika ...... kalau bertemu dengan dia ...... kau bantulah dia ...... " Ki Sudrajat terkulai lemas.
"Baik, paman. Akan saya perhatikan dan penuhi pesan paman," kata Aji, akan tetapi dia meraba dan memeriksa, ternyata Ki Sudrajat telah menghembuskan napas terakhir, agaknya dia tewas pada saat mengucapkan kata terakhir itu.
Semalam suntuk Aji tidak tidur, melainkan duduk bersila di dekat jenazah Ki Tejo Langit dan Ki Sudrajat. Dia mengenang mendiang gurunya, Ki Tejo Budi dan merasa sedih bahwa pada saat dia berhasil bertemu dengan putera kandung gurunya itu, ialah Ki Sudrajat, orang itu tewas di depan matanya. Yang lebih membuatnya prihatin lagi adalah melihat kenyataan betapa kakak tirinya, ternyata telah tersesat, tidak saja membantu musuh besar pembunuh ayah kandung sendiri, bahkan mau menjadi antek Kumpeni Belanda! Pedih hatinya mengingat untuk menemui dan menyadarkan kakak tirinya itu.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Aji sudah menggali lubang kuburan di belakang pondok. Digalinya dua buah lubang dan dia lalu menguburkan dua buah jenazah itu dengan penuh khidmat. Dia merasa terharu sekali. Dua orang yang dihormatinya itu tewas menjadi korban tembakan senapan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
para antek Kumpeni Belanda. Mereka tewas tanpa ada yang melayat dan hanya dia seorang yang menguburkan mereka dalam keadaan yang sunyi, tanpa kehadiran seorangpun manusia lain.
*** Mereka merupakan sepasang orang muda yang serasi.
Yang pria berusia kurang lebih dua puluh tahun, berwajah tampan bersikap gagah. Alis matanya hitm tebal melindungi sepasang mata yang mencorong, hidungnya mancung dan mulutnya berbentuk manis dan membayangkan kegagahan, apa lagi dengan adanya setitik tahi lalat di dagu, menambah kejantanannya. Tubuhnya sedang dengan dada bidang, pakaiannya sederhana bersih dan rapi. Sebatang keris bergagang kayu cendana hitam terselip dipinggangnya. Adapun yang wanita berusia kurang lebih sembilan belas tahun, berwajah cantik jelita. Mata dan mulutnya amat indah.
Sikapnya gagah perkasa sehingga ia merupakan seorang gadis yang memiliki wibawa dan membuat orang merasa segan untuk sembarangan menggoda. Langkahnyapun membayangkan ketangkasan, tidak lemah seperti wanita kebanyakan.
Mereka adalah Jatmika dan Eulis. Siang hari itu panasnya terik sekali. Dua orang yang telah melakukan pejalanan sejak pagi itu tampak berkeringat.
"Uhh, panasnya ...... " Eulis mengeluh sambil mengusap keringat yang membasahi dahu dan lehernya yang berkulit putih mulus.
Jatmika berhenti melangkah dan menudingkan telunjuknya ke arah kanan jalan di mana terdapat sebuah gubuk yang berdiri di tengah sawah. Mereka telah tiba di kaki
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Gunung Careme di daerah persawahan yang luas dan tidak terdapat tempat yang cukup teduh untuk berlindung dari sengatan matahari. Eulis mengangguk dan keduanya lalu berjalan menuju ke gubuk itu.
Nyaman memang duduk di dalam gubuk yang
terlindung atap itu. Selain dapat berlindung dari panasnya sinar matahari, juga di tempat terbuka itu berhembus angin semilir yang mengipasi tubuh mereka. Mereka duduk dan menghapus keringat. Semilir angin mendatangkan rasa nyaman dan merekapun duduk dengan nikmat dan mengantuk
"Nyaman sekali di sini." kata Jatmika.
"Ya, enak sekali." kata Eul;is sambil tersenyum.
Jatmika memandang gadis itu dan seperti sejak pertemuan pertama, setiap kali memandang wajah gadis itu, dia terpesona. Alangkah cantiknya, alangkah manisnya. bentuk tubuh itu demikian indah menggairahkan, kulit yang tampak di wajah, leher, tangan dan kaki sebetis itu demikian putih mulus.
Diam-diam dia masih merasa heran dan bertanya-tanya dalam hati siapa gerangan sebetulnya gadis ini. Jelas bukan gadis sembarangan dan ang amat mengganggu pikirannya adalah ketika dia melihat Eulis mengamuk dileroyok gerombolan di gunung Careme tadi. Dia melihat dengan jelas gerakan gadis itu yang membuat dia terheran-heran. Gerakan ilmu silat gadis itu dikenalnya benar karena gerakan silat itu sama dengan semua ilmu silat yang dia kuasai! Dia mengenal Aji Margopati, bahkan mengenal Aji Sunya Hasta dan Guruh Bumi.
Bagaimana mungkin itu" Yang menguasai semua aji-aji itu hanyalah ayahnya, Ki Sudrajat, lalu eyang gurunya, Ki Tejo Langit yang kini berjuluk Ki Ageng Pasisiran. Juga paman gurunya, Hasanudin. Akan tetapi dia teringat akan cerita
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ayahnya. Selain kakek gurunya, masih ada saudara-saudara seperguruan eyang gurunya, yang bernama Ki Tejo Wening dan Ki Tejo Budi. Bahkan yang bernama Ki Tejo Budi adalah kakek kandungnya yang sebenarnya, karena Ki tejo Langit itu hanyalah kakek angkatnya, Keterangan itu dia dapatkan dari ayahnya ketika dia hendak meninggalkan pantai Dermayu untuk pergi merantau. Dia tidak tahu di mana adanya Ki Tejo Wening dan Ki Tejo Budi sekarang, tidak tahu apakah mereka berdua itu masih hidup ataukan sudah mati. Kini, bertemu dengan Eulis, gadis yang kehilangan ingatannya itu, melihat gadis itu ada hubungan dengan seorang di antara kedua kakek itu! Sana sekali dia tidak pernah mimpi bahwa gadis itu sesungguhnya adalah murid dari Ki Tejo Langit sendiri. Kakek itu tidak menceritakan tentang gadis ini kepadanya ketika dia berada di pantai Dermayu.
"Eh, Kakangmas Jatmika, kenapa sejak tadi engkau memandangku seperti itu?" Tiba-tiba Eulis bertanya denga suara menegur ketika tanpa disadarinya pemuda itu mengamatinya dengan sepasang mata penuh selidik Barulah Jatmika gelagapan dan baru dia menyadari bahwa kelakuannya tadi tidak patut.
"Eh ...... ohh ...... aku sungguh merasa heran melihatmu, Nimas Eulis," katanya agak gagap.
"Heran?" Tanya Eulis mulai mengamati diri sendiri untuk mencari kalau-kalau ada sesuatu yang tidak beres.
"Apakah ada sesuatu yang aneh pada diriku?"
"Memang ada yang aneh sekali, nimas, akan tetapi bukan pada dirimu."
"Lalu apa yang aneh" Katakanlah, kakangmas, engkau membuat aku menjadi penasaran dan ingin tahu."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Nimas, ketika engkau dikeroyok oleh Gerombolan Gunung Careme itu, aku melihat gerakan ilmu silatmu dan aku mengenalnya dengan baik. Itulah yang membuat aku menjadi heran sekali karena semua aji kanuragan yang kau pergunakan untuk melawan mereka itu adalah aliran dari perguruanku. Aku tidak sangsi atau ragu lagi bahwa ilmu yang kita kuasai itu sealiran, Berarti kita ini masih saudara seperguruan. Cobalah ingat-ingat, Nimas, siapakah yang mengajarkan semua ilmu silat itu kepadamu" Siapakah gurumu?"
Eulis memejamkan kedua matanya, mengerutkan alisnya dan mencoba untuk mengingat-ingat. Akan tetapi ia tidak dapat mengingat apa-apa sebelum mendapatkan dirinya dikeroyok tujuh orang jahat itu. Yang dapat diingatnya hanya sejak pengeroyokan itu, sampai Jatmika menolongnya.
Sebelum itu gelap, sama sekali kosong dan ia tidak dapat mengingat apapun, ia tidak ingat siapa gurunya, tidak ingat siapa orang tuanya dan dari mana ia berasal. Yang ia ingat hanya bahwa ia bernama Listyani dengan sebutan Eulis dan berasal dari daerah Cirebon seperti yang dikatakan Jatmika kepadanya.
Eulis membuka kedua matanya, memandang kepada pemuda yang duduk disampingnya itu dan ia menggeleng kepala. "Aku tidak tahu, kakangmas, tidak ingat siapa guruku.
Akan tetapi, bukankah engkau sendiri yang mengayakan bahwa aku bernama Listyani, biasa disebut Eulis dan berasal dari daerah Cirebon" Engkau lebih mengetahui tentang asal usulku, kakangmas, tentu engkau tahu pula dari siapa aku belajar semua ilmu ini."
Jatmika menggeleng kepalanya. "Tidak, nimas. akupun tidak tahu. Aku hanya tahu bahwa engkau bernama Listyani
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
atau Eulis dan berasal dari daerah Cirebon. Akan tetapi engkau tentu ingat akan nama-nama semua aji yang engkau kuasai itu, bukan?"
Eulis menggeleng kepala.
"Engkau menguasai Aji Surya Hasta, Aji Margopati, dan Aji Guruh Bumi!!" kata Jatmika penasaran.
Eulis menggeleng kepala dan menghela napas panjang.
"Aku tidak tahu, tidak mengenal nama-nama itu. Sudahlah, Kakangmas Jatmika, aku memang sama sekali tidak ingat akan masa laluku. Tentang diriku, biarlah kita ketahui bahwa aku bernama Listyani atau Eulis berasal dari daerah Cirebon dan aku menguasai ilmu-ilmu kanuragan yang sealiran denganmu.
Sekarang, sebaiknya engkau menceritakan tentang dirimu, kakangmas, agar aku dapat mengenalmu lebih baik lagi."
Jatmika menghela napas panjang. Sebetulnya ia ingin tahu sekali siapa sebenarnya gadis yang amat menarik hatinya itu. Dia harus mengakui bahwa biarpun dia sudah bertemu dengan banyak wanita cantik, semenjak tinggal di Banten, sampai pindah ke Dermayu, namun belum pernah dia bertemu dengan seorang gadis yang begitu menarik hatinya. Dia merasakan benar bahwa sekali ini dia benar-benar jatuh cinta kepada gadis yang tidak diketahui nama atau asal-usulnya ini.
Dia memberi nama Listyani atau Eulis hanya agar gadis itu tidak menjadi bingung. Dia menduga bahwa gadis itu telah kehilangan ingatannya yang sebabnya tidak dia ketahui pula.
Akan tetapi mendengar ucapan Eulis tadi, dia merasa gembira sekali. Setidaknya, gadis ini menaruh perhatian kepadanya dan ingin dapat mengenalnya lebih baik.
"Engkau sudah tahu, namaku Jatmika. Aku berasal dari Banten. Ayahku bernama Ki Sudrajat dan sejak aku kecil,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ayah, ibu dan aku tinggal di Banten. Dua tahun yang lalu ibuku meninggal dunia. Ayah lalu mengajak aku menyusul eyangku yang tinggal di pantai laut Dermayu. Eyangku itu bernama Ki Tejo Langit, akan tetapi di pantai laut Dermayu eyang berjuluk Ki Ageng Pasisiran. Akan tetapi, aku tidak betah menganggur tinggal di sana, maka aku lalu berpamit dari ayah dan eyang untuk pergi merantau dan mencari pengalaman sambil mengamalkan semua ilmu yang pernah kupelajari dari ayah dan eyang. Nah, kulihat gerakan aji kanuraganmu tadi sama benar dengan aliran kami sekeluarga. Nimas Eulis, apakah ceritaku ini tidak mengingatkan engkau akan sesuatu?"
Eulis mengerutkan alisnya, mencoba untuk mengingat-ingat. "Aku tidak ingat apa-apa, kakangmas, hanya nama Dermayu dan Ki Ageng Pasisiran itu rasanya tidak asing bagiku, akan tetapi aku tidak tahu di mana tempat itu atau siapa yang memiliki nama itu."
"Aneh sekali. Aku harus menyelidiki asal usulmu, nimas, dan aku akan membantumu sampai engkau menemukan orang tuamu. Aku akan mempertemukan engkau dengan Eyang Ki Ageng Pasisiran atau Ki Tejo Langit. Mungkin beliau mengenalmu dan dapat menceritakan siapa orang tuamu."
"Baik, kakangmas. Karena aku tidak ingat apa-apa dan merasa bingung, maka aku menurut saja apa yang akan kau lakukan untuk mencari orang tuaku agar aku dapat mengingat lagi asal usulku."
"Kita akan pergi ke Dermayu, nimas. Akan tetapi sebelum itu, kita harus pergi dulu ke Sumedang memenuhi pesan ayah dan eyang untuk membantu Gusti Pangeran Mas Gede, Adipati Sumedang menghadapi orang-orang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pemberontak yang mengadakan kekacauan di daerah Kadipaten Sumedang."
"Baik, kakangmas. Aku ikut dan aku akan
membantumu sekuat tenaga walaupun aku tidak tahu mengapa engkau membantu Kadipaten Sumedang dan siapa pula Gusti Pangeran Mas Gede itu."
Kembali Jatmika menghela napas panjang. "Nimas, aku yakin bahwa seandainya engkau tidak melupakan asal usulmu, tentu engkau akan mengetahui akan keadaan yang kau tanyakan itu. Agaknya sekarang engkaupun tidak tahu akan Kerajaan Mataram dan Gusti Sultan Agung raja Mataram, bukan?"
Eulis memandang bodoh dan menggeleng kepala.
"Kasihan engkau, Nimas Eulis. Entah apa yang terjadi denganmu sehingga engkau melupakan segala hal. Ketahuilah, Kerajaan Mataram adalah kerajaan besar yang menguasai hampir seluruh Nusantara. Hampir semua kadipaten di Jawadwipa tunduk dan mendukung Kerajaan mataram yang kini sedang mempersiapkan diri dan menyusun kekuatan untuk menghadapi kekuasaan Kumpeni Belanda yang semakin merajalela."
"Siapakah Kumpeni Belanda itu, kakangmas?"
Jatmika maklum bahwa gadis ini sudah kehilangan ingatannya, maka dia harus menjelaskan segalanya agar gadis itu tidak bingung dan tahu benar di pihak mana ia harus berdiri.
"Kumpeni Belanda adalah bangsa asing berkulit bule dan bermata siwer (berwarna). Kalau engkau berasal dari daerah Cirebon, kurasa engkau pasti pernah melihat bangsa Belanda."
Eulis menggeleng kepala. "Aku tidak ingat, kakangmas."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Sudahlah, ketahuilah saja bahwa bangsa Belanda adalah bangsa asing yang sama sekali berlainan dengan bangsa kita. Mereka disebut Kumpeni Belanda dan sekarang mereka mempunyai benteng di Jayakarta. Akan tetapi mereka itu semakin merajalela dan berusaha menguasai perdagangan, juga berusaha memperluasa tanah yang mereka kuasai. Mereka hendak merampas tanah air kita, nimas."
Eulis mengerutkan alisnya. Biarpun ia tidak ingat sama sekali dan cerita ini merupakan hal baru baginya, namun ia dapat mengerti bahwa Kumpeni Belanda itu adalah musuh!.
"Jahat sekali mereka!"
katanya. "Mereka jahat, akan tetapi
juga amat kuat,
nimas. Karena itu, kita berkewajiban untuk membantu Mataram dan menentang Kumpeni Belanda. Bagaimana pendapatmu, nimas?"
Eulis mengepal kedua tangannya. "Aku juga akan membantu Mataram dan menentang Kumpeni Belanda!"
"Bagus! Nah, ketahuilah bahwa Gusti Mas Gede, Adipati Sumedang itu juga mendukung Mataram dan sekarang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sumedang dikacau oleh gerombolan pemberontak yang agaknya digerakkan oleh Kumpeni Belanda. Maka kita harus membantu Sumedang dan menentang para pemberontak itu."
"Baik, kakangmas. Aku setuju untuk bersamamu membantu Kadipaten Sumedang."
"Mari kita lanjutkan perjalanan, nimas. Sudah cukup lama kita melepaskan lelah di sini." kata Jatmika yang melompat turun dari atas panggung gubuk itu. Eulis juga melompat turun dan mereka meninggalkan gubuk di tengah sawah itu, melalui pematang sawah.
Mereka melanjutkan perjalanan menuju ke barat. Akan tetapi ketika mereka tiba di tepi sebuah hutan, muncul lima orang dan Jatmika berbisik kepada Eulis.
"Hati-hati, nimas. Lima orang itu agaknya
mencurigakan. Mereka seperti sengaja menghadang kita." Eulis memandang ke depan dan memang, lima orang itu kini berhenti dan sengaja menghadang di jalan yang menuju ke hutan itu. Jatmika mengambil sikap tidak acuh dan berjalan terus, Eulis berjalan di sisinya. Akan tetapi setelah mereka tiba dekat dengan lima orang itu, seorang di antara mereka berseru.
"Benar, merekalah itu! Mereka yang telah membunuh Kakang Munding Hideung dan Paman Kolo Srenggi!"
Jatmika dan Eulis memandang orang yang bicara sambil menuding kepada mereka itu. Mereka tidak mengenal orang itu, akan tetapi dari ucapan orang itu mereka dapat menduga bahwa orang itu tentulah seorang anak buah Munding Hideung yang berhasil meloloskan diri. Kini pemuda dan dara itu berdiri berhadapan dengan lima orang itu dan mereka mengamati dengan penuh perhatian. Yang bicara tadi adalah seorang laki-laki berusia sekitar empat puluh tahun. Tiga orang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lain juga sebaya dengannya. Akan tetapi orang ke lima adalah seorang kakek berusia tujuh puluhan tahun, bertubuh tinggi besar dan mukanya kehitaman, hidungnya mancung sekali dan matanya cekung tajam. Wajahnya mirip seekor burung kakaktua dan tangan kanannya memegang sebatang tongkat ular setinggi pinggangnya. Kakek itu tampak menyeramkan sekali, tubuhnya yang tinggi itu agak bongkok, tulang tubuhnya besar dan sepasang matanya tajam bukan main, sinarnya seperti dapat menembus jantung.
"Apa?" Kakek itu berkata, suaranya terdengar agak bindeng dan logatnya asing, kaku. "Bocah-bocah ini mampu menewaskan Munding Hideung dan Kolo Srenggi" Heh, orang muda! Benarkah andika berdua yang telah membunuh Munding Hideung dan Kolo Srenggi?" Pertanyaan ini diajukan kepada Jatmika. Pemuda itu bersikap tenang dan waspada karena dia dapat menduga bahwa kakek itu tentu seorang yang sakti mandraguna.
"Kalau yang anda maksudkan itu gerombolan penjahat yang mengganas di Gunung Careme, benar kami yang membasminya." jawab Jatmika dengan jujur.
"Babo-babo si keparat jahanam!" Kakek itu memaki marah. "Mereka itu adalah sahabatku dan muridku, dan kalian berdua berani membunuh mereka! Siapakah kalian yang begini tak tahu diri dan nekat" Ketahuilah, kini kalian berhadapan dengan Aki Mahesa Sura. Hayo mengaku siapa kalian, jangan mati tanpa nama!"
Dengan sikap tenang Jatmika menjawab, "Namaku Jatmika dan gadis ini bernama Listyani. Kami menentang gerombolan di Gunung Careme karena mereka jahat. Aki Mahesa Sura, andika adalah seorang yang sudah tua, sebaiknya
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
jangan membela mereka karena kalau andika membela gerombolan itu, berarti andika juga jahat dan terpaksa kami akan menentangmu!"
"Huh-huh, apa sih baik atau jahat itu" Yang baik bagiku belum tentu baik bagimu dan yang jahat bagimu belum tentu jahat bagiku! Kalian berdua telah membunuh sahabatku Kolo Srenggi dan muridku Munding Hideung, karena itu kalian harus dihukum!" Dia menoleh ke belakang, dan berkata kepada tiga di antara orang pengikutnya. "Panca Munding (Lima Kerbau) telah hilang dua, tinggal kalian bertiga harus dapat membalaskan dendam ini. Tangkaplah dua orang muda itu!"
Mendengar perintah ini, tiga orang laki-laki yang tadinya berdiri di belakang Aki Mahesa Sura serentak berlompatan ke depan menghadapi Jatmika dan Eulis.
"Aku adalah Munding Beureum!" kata seorang yang memakai sabuk berwarna merah.
"Aku Munding Koneng!" kata orang kedua yang bersabuk kuning.
"Aku Munding Hejo!" kata orang ketiga yang bersabuk hijau.
"Selama bertahun-tahun, kami Panca Munding sehidup semati di gunung Careme. Kini kalian telah membunuh dua orang kakak kami, maka menyerahlah untuk kami tangkap dan menerima hukuman dari guru kami!" kata Munding Beureum.
"Kami berdua tidak merasa bersalah. Kalau kalian hendak membela yang jahat, terpaksa kami akan menghajar kalian juga!" kata Jatmika. Eulis juga sudah siap karena ia mengerti bahwa mereka berhadapan dengan teman-teman penjahat yang telah dibasminya bersama Jatmika. Diam-diam
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dara perkasa ini telah mengerahkan tenaga saktinya, siap untuk melawan.
Munding Beureum mengeluarkan gerengan dan
agaknya ini merupakan isarat bagi dua orang adik seperguruannya. Mereka bertiga mengeluarkan suara gerengan dan tiba-tiba mereka berjungkir balik di atas tanah tiga kali dan
...... bentuk mereka telah berubah menjadi tiga ekor harimau sebesar anak lembu! Tiga ekor harimau ini menggereng dan mengaum sambil memperlihatkan taring dan mengibas-kibaskan ekor mereka yang panjang.
Tentu saja Eulis terbelalak ngeri, akan tetapi Jatmika menoleh kepadanya dan berkata lirih. "Pergunakan Aji Guruh Bumi ...... "
Eulis menurut. Bersama Jatmika ia lalu mengerahkan tenaga sakti dan memasang Aji guruh Bumi, menggedruk (membanting) kaki tiga kali ke atas tanah lalu keduanya mendorongkan kedua telapak tangan ke depan dan membentak,
"Aji Guruh Bumi ...... !!"
Tiga ekor harimau jadi-jadian yang sudah bergerak ke depan hendak menubruk itu tiba-tiba dilanda angin pukulan yang amat kuat. Tiga ekor binatang jadi-jadian itu terdorong ke belakang dan jatuh bergulingan, berubah lagi menjadi tiga orang laki-laki ang tampak terkejut. Mereka manjadi penasaran sekali. Ilmu mereka mengubah diri menjadi harimau ternyata dapat dipunahkan dua orang muda itu dengan aji pukulan yang amat ampuh. Mereka lalu mencabut keris masing-masing dan serentak maju menyerang. Munding Hejo yang paling muda sudah menerjang dan menyerang Eulis dengan tusukan kerisnya. Eulis bergerak cepat menghindarkan diri dengan elakan ke belakang, lalu membalik dan kaki kirinya mencuat,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
melayang dan menyambar ke arah muka lawan. Munding Hejo cukup cekatan. Dia sudah mampu menghindar dari sambaran kaki itu dengan merendahkan tubuhnya lalu menyerang lagi dengan kerisnya. terjadi perkelahian sengit antara Eulis melawan Munding Hejo.
Sementara itu, Munding Beureum dan Munding Koneng juga sudah maju mengeroyok Jatmika yang mereka anggap lebih tangguh dibandingkan gadis itu. Mereka menyerang dengan tusukan keris, bertubi-tubi, dengan gerakan yang tangkas, cepat dan kuat. Melihat gerakan mereka, tahulah Jatmika bahwa dua orang lawannya adalah lawan-lawan yang cukup tangguh. Maka diapun cepat mencabut kerisnya. Keris yang gagangnya terbuat dari kayu cendana hitam. Keris itu berpamor emas dan itulah Kyai Cubruk, keris pusaka dari Banten yang terkenal ampuh pemberian ayahnya Ki Sudrajat.
"Trang ...... ! Cring ...... !!" Dua batang keris di tangan Munding Beureum dan Munding Koneng terpental ketika senjata mereka itu ditangkis oleh keris Kyai Cubruk di tangan.
Gerakan tangan Jatmika yang memegang keris itu cepat dan kuat bukan main sehingga keris itu lenyap bentuknya, dan berubah menjadi sinar yang berkelebatan dan bergulung-gulung. Juga pemuda perkasa itu membalas serangan kedua orang pengeroyolnya bukan hanya dengan keris, akan tetapi juga tangan kirinya menyelingi tusukan kerisnya dengan tamparan-tramparan dahsyat. Karena dia mengerahkan tenaga sakti dalam tamparan tangan kiri itu, maka tamparan itu tidak kalah hebat dan berbahayanya daripada tusukan kerisnya. Dan setiap kali dua orang lawannya menangkis tamparannya, tubuh mereka terdorong dan mereka terhuyung ke belakang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bukan hanya dua orang pengeroyok Jatmika yang terdesak, juga Munding Hejo yang bertanding melawan Eulis, mulai terdesak. Biarpun dia menggunakan keris sedangkan gadis itu bertangan kosong, namun tamparan-tamparan yang dilakukan Eulis sungguh amat hebat dan mulai mendesak Munding Hejo sehingga dia tidak mendapatkan kesempatan untuk balas menyerang.
Aki Mahesa Sura sejak tadi menonton pertandingan itu dan dia mengerutkan alisnya yang putih setelah melihat betapa lewat beberapa puluh jurus, tiga orang muridnya terdesak hebat oleh sepasang orang muda itu. Ternyata dua orang muda itu memang sakti mandraguna, apalagi pemuda itu. Dikeroyok dua juga masih mampu mendesak. Pantas saja sahabatnya, Ki Kolo Srenggi, dapat tewas melawan mereka. tentu pemuda itu yang telah mengalahkan dan menewaskan Kolo Srenggi. Dan sekarang kalau dia diamkan saja, tentu tiga orang muridnya itu juga akan tewas di tangan mereka.
Aki Mahesa Sura yang sudah tua renta itu segera menggerakkan tubuhnya. Tubuh jangkung agak bongkok itu sekali bergerak telah meluncur ke depan, seperti melayang saja dan tahu-tahu dia sudah berada dekat Eulis yang sedang mendesak Munding Hejo dan tongkat ularnya menyambar ke arah tengkuk Eulis.
"Syuuuutttt ...... !" Eulis terkejut dan hidungnya mencium bau amis keluar dari sinar hitam yang menyambar ke arah tengkuknya itu. Ia cepat melangkah maju, memutar tubuh dan mengelak dari sambaran tongkat ular itu. Akan tetapi tiba-tiba tangan kiri kakek tua renta itu menyambar menyengkeram ke arah kepalanya. Eulis terkejut sekali. Jarak antara ia dan kakek itu ada dua meter, akan tetapi lengan kiri kakek itu dapat
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mulur (memanjang) seperti karet saja dan tahu-tahu jari-jari tangan kiri itu sudah mengancam kepalanya. Eulis cepat membuang diri ke atas tanah dan bergulingan menjauh. Namun tetap saja tangan kiri itu mengejarnya dan tengkuknya terkena tepukan kakek itu.
"Plakkk ...... !" Tubuh Eulis tiba-tiba menjadi lemas dan ia tidak mampu bergerak lagi. Aki Mahesa Sura menghampiri dan memegang pangkal lengan kanan Eulis dan diangkatnya gadis itu bangkit berdiri. Akan tetapi tubuh Eulis seperti lemas tak bertenaga sehingga ia berdiri lunglai dan bersandar ke tubuh kakek itu.
"Jatmika, hentikan perlawananmu atau aku akan membunuh gadis ini!" Aki Mahesa Sura membentak dan Jatmika cepat melompat ke belakang lalu memandang.
Alangkah kagetnya ketika dia melihat Eulis sudah tertangkap oleh kakek yang mukanya seperti Begawan Durna tokoh cerita Mahabarata itu!
"Aki Mahesa Sura! Bebaskan gadis itu dan mari kita bertanding secara jantan!" Jatmika membentak marah dan juga khawatir melihat Eulis sudah tak berdaya dan tertawan.
"Heh-heh-heh, Jatmika. Buang kerismu dan
menyerahlah daripada engkau melihat gadis ini kubunuh di depan matamu!" Aki Mahesa Sura mengancam sambil mengangkat tongkat ularnya, mengancam untuk membunuh gadis itu dengan tongkatnya.
"Aki Mahesa Sura, tidak malukah andika bertindak curang" Lepaskan Nimas Eulis dan mari kita mengadu kesaktian kalau andika berani!" kembali Jatmika menantang.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hah-hah-ho-ho! Ini bukan kecurangan melainkan kecerdikan, Jatmika. Kalau dengan akal dapat menang tanpa lelah, mengapa mesti menggunakan okol yang melelahkan?"
Tiba-tiba Eulis yang lemas tak berdaya itu berseru, suaranya juga terdengar lemah namun cukup lantang. "Jangan menyerah, Kakangmas Jatmika! Lawan mereka, jangan perdulikan aku! Aku tidak takut mati!"
Aki Mahesa Sura menjadi marah. Mukanya yang berkulit hitam menjadi semakin hitam dan sepasang mata yang cekung itu mengeluarkan sinar berapi.
"Hemm, kalau ia minta mati, lihatlah betapa aku akan membunuhnya, Jatmika!" katanya dan dia mengangkat tongkat ularnya, siap ditusukkan pada leher Eulis yang memandang dengan mata tidak membayangkan rasa takut sedikitpun.
Alap Alap Laut Kidul Seri Ke 3 Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tahan ...... !" teriak Jatmika dan kakek itu menahan pukulan tongkatnya. "Aki Mahesa Sura, katakan dulu apa yang akan andika lakukan kalau aku mau menyerah. Kalau setelah aku menyerah andika tetap akan membunuh Nimas Eulis, apa artinya aku menyerah" Aku akan melawan sampai titik darah penghabisan dan kalau andika membunuh Nimas Eulis, aku pasti akan membunuhmu!" Ucapan Jatmika itu dikeluarkan dengan penuh semangat sehingga dapat terasa oleh Aki Mahesa Sura bahwa ucapan itu bukan sekedar gertak belaka. Kakek ini berpikir. Tidak ada untungnya kalau dia membunuh gadis jelita ini. Apalagi kalau dia melakukan itu, Jatmika tentu akan berusaha mati-matian untuk membunuhnya dan dia tahu betapa saktinya pemuda itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hemm, baiklah. Kalau engkau tidak melawan dan menyerahkan diri, aku tidak
akan membunuh kalian berdua!"
kata kakek itu.
"Bersum pahlah, Aki Mahesa Sura, baru aku mau percaya." kata
Jatmika. "Keparat! Engkau tidak percaya janji seorang datuk besar yang sakti mndraguna seperti aku" Baik, aku bersumpah tidak akan membunuh kalian kalau engkau mau menyerah."
"Jangan, Kakangmas Jatmika! Jangan percaya padanya, jangan menyerah dan jangan perdulikan aku!" teriak Eulis.
"Nimas Eulis, jangan khawatir. Aku yakin bahwa seorang tua dan terhormat seperti Aki Mahesa Sura, tidak akan melanggar sumpahnya sendiri. Nah, Aki Mahesa Sura, aku menyerah!": Jatmika menyarungkan kembali kerisnya.
Aki Mahesa Sura lalu berkata kepada tiga orang muridnya dengan suara memerintah, "Ikat tangan mereka ke belakang, pergunakan tali pengikat pinggang kalian!"
Tiga orang murid itu lalu melolos sabuk mereka. Sabuk itu terbuat dari lawe yang sudah dirajah (diberi kesaktian) karena itu merupakan benda yang memiliki daya yang luar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
biasa kuatnya. Mahesa Sura menyeringai mengelus jenggotnya yang putih melihat tiga orang muridnya sibuk melaksanakan perintahnya. Munding Beureum dan Munding Koneng menelikung kedua lengan Jatmika ke belakang tubuhnya, sedangkan Munding Hejo mengikat kedua pergelangan tangan Eulis ke belakang tubuhna pula. Setelah memeriksa ikatan itu yang amat kuat, Mahesa Sura lalu menepuk tiga kali pundak dan punggung Eulis dan seketika gadis itu mampu bergerak, Eulis meronta dan berusaha mematahkan ikatan kedua tangan, namun usahanya tidak berhasil karena tali itu kuat bukan main.
Gadis itu menjadi marah dan kedua kakinya mencuat bergantian ia mencoba untuk menyerang Mahesa Sura. kakek ini terkekeh dan mengelak, terkadang menangkis sehingga kaki gadis itu terpental dan ia merasa tulang kakinya nyeri ketika tertangkis oleh tangan kakek itu.
Melihat gadis itu sudah dapat bergerak, Jatmika diam-diam juga mengerahkan tenaga untuk membikin putus tali yang menelikungnya, namun usahanya juga tidak berhasil.
Maklumlah dia bahwa mereka berdua tidak akan dapat melepaskan diri karena itu mereka harus mempergunakan kecerdikan, menanti kesempatan untuk meloloskan diri.
Menggunakan kekerasan yang sia-sia hanya merugikan mereka sendiri.
"Jatmika, engkau sudah berjanji tidak melawan dan aku berjanji tidak akan membunuh kalian. Kalau kalian ingkar janji, akupun dapat mengingkari janjiku dan membunuh kalian." kata Aki Mahesa Sura.
"Nimas Eulis, kata-katanya itu benar. Kita harus menyerah, itulah yang sudah kujanjikan dan aku tidak ingin
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
melihat engkau melanggar janji. Tenanglah, nimas, engkau tidak perlu khawatir. Bukankah aku berada di sampingmu?"
Eulis juga melihat betapa perlawanan akan sia-sia belaka, ia memandang pemuda itu dan melihat pemuda itu tersenyum dan sinar matanya seolah memberi isarat kepadanya.
Iapun berhenti meronta dan menundukkan muka lalu berkata lirih, "Aku menyerah."
"Heh-heh-heh-ho-ho-ho!" Aki Mahesa Sura tertawa gembira. "Sebentar lagi malam tiba. Mari kita bawa dua orang tawanan ini ke pondok kita agar tidak kemalaman di perjalanan."
Tiga orang muridnya itu menggiring Jatmika dan Eulis memasuki hutan. Mereka berhenti setelah hari menjadi agak gelap. Senja telah tiba dan mereka sampai di lembah Sungai Ci Lutung di mana berdiri sebuah pondok kayu yang cukup besar.
Jatmika dan Eulis disuruh masuk dan mereka semua duduk di atas bangku-bangku kayu mengelilingi sebuah meja.
Munding Koneng dan Munding Hejo lalu sibuk bekerja di dapur mempersiapkan makanan dan di ruangan itu tinggal Aki Mahesa Sura dan Munding Beureum yang menemani atau menjaga dua orang tawanan itu. Tak lama kemudian dua orang murid yang sibuk di dapur itu memasuki ruangan membawa sebakul nasi dan beberapa macam masakan sederhana.
"Biarkan Nimas Listyani makan lebih dulu! kata Jatmika.
"Tidak, biarkan Kakangmas Jatmika yang makan."
bantah Eulis. "Baiklah, Jatmika akan makan lebih dulu." kata kakek itu. Berdebar rasanya jantung kedua orang tawanan itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Mungkin kini tiba saatnya mereka memperoleh kesempatan untuk meloloskan diri!
Akan tetapi ternyata kakek itu cerdik sekali. Dia menyuruh membebaskan ikatan kedua tangan Jatmika, akan tetapi Eulis dalam keadaan masih terikat disuruh duduk di dekatnya. Dalam keadaan seperti ini tentu saja Jatmika tidak berani memberontak karena kakek itu akan dapat dengan mudah turun tangan membunuh Eulis! Akan tetapi untuk dapat membuat tubuhnya tetap sehat dan kuat, Jatmika menghilangkan perasaannya yang tertekan dan diapun mulai makan.
*** JILID XIX ehabis makan dan minum, Jatmika diikat lagi kedua lengannya ke belakang. Barulah Aki Mahesa sura S menyuruh muridnya melepaskan ikatan tangan Eulis dan dia sendiri duduk dekat Jatmika untuk menjaga kalau-kalau gadis itu memberontak. Eulis maklum bahwa kalau ia memberontak, tentu nyawa Jatmika terancam. Ia menahan kemarahannya dan tidak memberontak, akan tetapi hatinya yang keras dan penuh kebencian terhadap musuh-musuhnya itu membuat ia marah sekali dan ia menolak keras ketika dipersilakan makan minum.
"Aku tidak sudi makan minum!" bentaknya setelah kedua pergelangan tangannya dibebaskan dari ikatan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hemm, engkau tidak mau makan" Kalau engkau lebih suka menderita dan mati kelaparan, terserah kepadamu!" kata Aki Mahesa Sura.
"Nimas Eulis, harap engkau jangan berkeras hati seperti itu. Aki Mahesa Sura sudah berbaik hati memberi kita makan.
Maka, makanlah, nimas, ini perlu untuk menjaga kesehatan tubuhmu." Kembali mereka bertemu pandang dan Eulis melihat sinar mata pemuda itu yang mengandung isarat kepadanya. Iapun teringat bahwa selama mereka masih belum dibunuh, hanya ditawan saja mereka berdua masih mempunyai kesempatan untuk melepaskan diri dari cengkeraman Aki mahesa sura dan tiga orang muridnya. Akan tetapi tentu saja ia tidak akan mampu berbuat banyak kalau ia menderita kelaparan dan tubuhnya kehilangan tenaga dan menjadi lemas.
Ia maklum akan isarat Jatmika. pemuda itu menganjurkan agar ia tetap menjaga kesehatan tubuhnya agar kalau kesempatan itu terbuka, mereka akan dapat memberontak dan melepaskan diri.
"Baiklah, baiklah!" katanya marah dengan bersungut-sungut ia pun mulai makan. Tentu saja dalam keadaan seperti itu, makanpun tidak terasa sedap. Akan tetapi ia memaksa diri untuk menelan nasi dan sayurnya dan merasa betapa tubuhnya segar kembali.
Setelah makan dan minum, eulis mempergunakan kesempatan itu untuk berkata kepada Aki Mahesa Sura, "Aki Mahesa Sura, aku merasa badanku gerah dan kotor berkeringat, maka perkenankanlah aku untuk mandi membersihkan diri di sungai."
Aki Mahesa Sura menyeringai dan mengangguk, berkata kepada tiga orang muridnya. "Kalian bertiga kawallah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ia dan biarkan ia mandi di sungai. Pemuda ini tinggal di sini bersamaku."
Aki Mahesa Sura memang cerdik. Dengan menahan Jatmika sebagai sandera, tentu saja Eulis tidak berdaya dan tidak berani memberontak. Apalagi yang mengawalnya tiga orang murid kakek itu. Melawan pengeroyokan tiga orang ini tentu saja akan berat sekali bagi Eulis. Iapun tidak ingin memberontak karena ia tidak mau kalau sampai pemuda sahabat barunya itu dibunuh. Kegelapan malam itu menolong Eulis sehingga ia dapat mandi di tepi sungai tanpa malu-malu karena tiga orang yang mengawalnya dan yang menjaga di darat tidak dapat melihatnya dengan jelas dan iapun dapat mandi dan membersihan badannya dengan leluasa. Setelah mandi Eulis merasa segar dan bersemangat kembali, dan Jatmika melihat betapa segar wajah yang jelita itu ketika gadis itu kembali memasuki ruangan dikawal tiga orang murid Aki Mahesa Sura.
Munding Beureum lalu menggunakan tali ikat pinggang yang kuat itu untuk megikat lagi kedua pergelangan tangan Eulis ke belakang tubuhnya. Aki Mahesa Sura membawa Jatmika keluar rumah dan melepaskan ikatan tangannya.
kembali kakek itu memperlihatkan kecerdikannya. Dia sendiri yang pergi mengawal Jatmika sehingga kalau pemuda itu berani memberontak, pemuda itu harus menghadapi dia yang sakti mandraguna, sedangkan Eulis tetap berada dalam kekuasaan tiga orang itu dalam keadaan terbelenggu. Dengan demikian, Jatmika sama sekali tidak berdaya, tidak berani untuk mencoba meloloskan diri karena hal itu akan membahayakan keselamatan Eulis.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Setelah mandi, Jatmika juga merasa tubuhnya segar dan bersemangat. Dia memutar otaknya. Aki Mahesa Sura merupakan orang yang paling berbahaya di antara empat orang yang menawan dia dan Eulis. yang seorang lagi, anak buah Munding Hideung itu telah disuruh pergi oleh kakek itu, entah ke mana.
Kini kakek itu menjaganya di tepi sungai. Kalau saja dia dapat merobohkan kakek itu sekarang, membunuhnya atau setidaknya membuat dia tidak berdaya, tentu tiga orang murid kakek itu tidak mengetahuinya dan diam-diam dia dapat menyerbu mereka untuk membebaskan Eulis! Membayangkan kemungkinan ini, jantung dalam dada Jatmika berdebar. ketika dia mengenakan kembali pakaiannya dalam gelap dan melangkah keluar dari tepi sungai, menghampiri Aki Mahesa Sura yang berdiri termangu tak jauh dari situ, seluruh urat syaraf dalam tubuhnya sudah menegang dan dia sudah siap siaga untuk melakukan serangan mendadak dan merobohkan kakek sakti mandraguna itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Akan tetapi, ketika dia melangkah sambil mengerahkan ilmunya agar tubuhnya menjadi ringan dan langkahnya tak terdengar orang, kakek itu membalikkan tubuh menghadapinya dan berkata dengan suara mengandung ejekan.
"Kalau aku menjadi engkau, aku tidak akan mencoba untuk memberontak, Jatmika. Sebelum engkau dapat merobohkanku, gadismu itu tentu akan dicabut nyawanya oleh tiga orang muridku!"
Sudah tentu saja Jatmika terkejut bukan main. Kakek itu telah dapat menerka apa yang berada dalam benaknya. Dia menyadari. Tentu kakek yang cerdik itu tadi mendengar langkah kakinya yang ringan, yang tidak seperti biasa dan kakek itu sudah dapat mengambil kesimpulan apa yang berada dalam pikirannya. Tentu saja dia merasa malu dan dia berkata.
"Aki, siapa yang akan memberontak" Nimas Eulis berada dalam kekuasaanmu, aku tidak akan memberontak dan engkau tidak akan membunuh kami seperti telah dijanjikan!"
"Heh-heh, andaikata engkau memberontak sekalipun, apa kaukira akan mudah begitu saja mengalahkan aku" Mari kita kembali. Aku ada pembicaraan penting dengan kalian berdua."
Jatmika dikawal kembali ke pondok dan seperti halnya Eulis, diapun ditelikung kembali. Kedua lengannya diikat di belakang tubuhnya.
Mereka semua duduk kembali menghadapi meja besar yang sudah dibersihkan. eulis duduk diapit tiga orang murid kakek itu, sedangkan Jatmika duduk di sebelah kiri Aki mahesa Sura, di seberang meja. Biarpun dua orang tawanan itu sudah dibelenggu, agaknya kakek itu masih bersikap hati-hati dan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menjaga mereka dengan ketat. Dia sendiri menjaga Jatmika dan tiga orang muridnya disuruh menjaga Eulis.
Melihat kakek itu diam saja, hanya memandang dia dan Eulis penuh perhatian, Jatmika menjadi tidak sabar. "Aki Mahesa Sura, sekarang katakanlah, apa yang hendak kaulakukan kepada kami yang telah kautawan" Engkau hendak membawa kami ke manakah?"
"Heh-heh, engkau tidak perlu tahu, Jatmika. sekarang jawablah pertanyaanku. Siapakah gurumu?"
Jatmika tidak ingin menyembunyikan nama gurunya, bahkan dia ingin mengagetkan hati kakek itu dengan memperkenalkan nama besar gurunya.
"Guruku adalah eyangku sendiri yang tinggal di pantai deramyu, berjuluk Ki Ageng Pasisiran, dahulu bernama Ki Tejo Langit."
Benar saja. Aki Mahesa Sura tampak terkejut. "Ah tiga orang saudara seperguruan Tejo dari banten yang terkenal. Tejo Wening, Tejo Langit dan Tejo Budi! Kiranya engkau murid dan juga cucu Ki Tejo Langit" Bagus sekali. Tiga orang datuk Banten itu tentu tidak suka kepada Mataram. Sungguh kebetulan sekali. Kalau begitu kita masih orang sendiri dan sehaluan. Sudahlah, skan kuhapuskan saja kesalah-pahaman antara kita. Mulai sekarang kuajak kalian berdua untuk bekerja sama. Eh, akan tetapi murid siapakah Listyani ini?"
"Nimas Eulis adalah adik seperguruanku!" kata Jatmika karena dia sendiri tidak tahu, juga gadis itu tidak tahu murid siapakah ia. Akan tetapi dia tidak berbohong kalau mengakui gadis itu sebagai saudara seperguruannya karena ilmu-ilmu mereka memang sealiran.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Bagus! Cocok sudah kalau begitu. Murid Tejo Langit tentu saja tepat untuk bekerja sama dengan kami. Jatmika dan Listyani, kalian tentu bersedia untuk bekerja sama dengan kami, bukan" Kalian murid dari Banten dan aku sendiri berasal dari Pajajaran, sudah semestinya bekerja sama untuk menentang kekuasaan Mataram yang sewenang-wenang itu!
Mendengar dia diajak bersekutu menentang Mataram, tentu saja seketika hati Jatmika menolak keras. Akan tetapi dia bersikap cerdik. Dalam keadaan tidak berdaya itu tidak ada untungnya untuk berkeras menentang kehendak kakek itu. Dia dapat berpura-pura bersikap lunak dan hendak mengetahui apa sebenarnya yang dikehendaki kakek itu.
"Bekerja sama sih baik saja, Aki Mahesa Sura. Akan tetapi bekerja sama menentang kekuasaan Mataram" Apakah yang kau maksudkan dengan itu?"
"Ketahuilah, Jatmika, Pangeran Mas Gede yang kini menjadi Adipati Sumedang adalah orang yang dipercaya oleh Sultan Agung di mataram dan kadipaten Sumedang akan dijadikan tempat penyimpanan ransum bagi para pasukan Mataram kalau nanti menyerang Kumpeni Belanda di Batavia, bahkan Kadipaten Sumedang juga mempersiapkan pasukan untuk membantu mataram menggempur Belanda."
"Hemm, kalau begitu lalu mengapa?"
"Dengar baik-baik. sebagai murid Ki Tejo Langit engkau tentu juga kami, memusuhi Mataram. Karena Kadipaten Sumedang menjadi antek Mataram, maka perlu sekali Adipati Pangeran Mas Gede itu dirobohkan kedudukannya diganti seorang yang lebih pantas, seorang yang tidak mau menghambakan diri kepada Mataram."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Hemm, maksudmu hendak memberontak terhadap Kadipaten sumedang dan menggantikan adipatinya" Lalu kalau menurutmu, siapa yang akan dijadikan pengganti?"
"Siapa saja asal dapat mengambil sikap memusuhi Mataram. Bisa diambil seorang dari murid-muridku, atau engkau sendiri juga bisa, Jatmika. Selama engkau menentang Mataram, aku akan selalu mendukung dan membantumu."
"Hemm, bicara memang mudah, Aki Mahesa Sura!
Akan tetapi melaksanakan itulah yang sukar. Apa kaukira mudah saja merobohkan sang adipati yang memiliki banyak pasukan perajurit, hanya mengandalkan engkau, tiga orang muridmu dan kami berdua?"
"Heh-heh-heh, engkau terlalu memandang remeh kepadaku, Jatmika! Kaukira aku sebodoh itu" aku sudah menghimpun kekuatan yang lumayan banyaknya. Walaupun tidak sebanyak pasukan Kadipaten sumedang, namun seluruh anggauta pasukan kami dipersenjatai dengan senjata api bedil, dan kalau kalian berdua mau membantu, sudah pasti Kadipaten Sumedang dapat direbut dan Pangeran Mas Gede dapat dirobohkan dan diganti orang lain."
Jatmika sejak tadi memutar otaknya. Dia menerima pesan dari eyang dan ayahnya untuk membantu Sumedang yang sedang terancam pemberontakan. Siapa kira dia dan Eulis kini malah telah tertawan oleh pimpinan pemberontak itu yang bukan lain adalah Aki mahesa Sura dan diajak untuk membantu pemberontakan menjatuhkan Kadipaten Sumedang!
Jatmika maklum bahwa itulah sebabnya mengapa kakek itu tidak membunuh dia dan eulis, pada hal mereka berdua sudah membunuh murid dan sahabat kakek itu! Dia tahu bahwa kalau dia menolak, apalagi kalau kakek itu tahu bahwa dia malah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membela Mataram, tentu nyawa dia dan Eulis tidak akan dapat tertolong pula!
"Bagaimana, Jatmika" Kenapa engkau diam dan bengong saja?"
"Kakangmas Jatmika ...... "
"Diamlah, Nimas Eulis dan engkau turutlah saja aku!"
Jatmika memotong ucapan Eulis. Dia tahu bahwa tentu Eulis yang sudah dia beritahu tentang keadaan Mataram itu sudah yakin bahwa mereka berdua harus membela Mataram dan sama sekali tidak boleh menentang Mataram. Karena itu dia mendahului untuk mengatur siasat dan dia yakin bahwa Eulis akan menurut saja karena gadis yang sudah kehilangan ingatannya akan masa lalu itu merasa tidak berdaya dan hanya percaya kepadanya.
"Baiklah, Aki Mahesa Sura. Aku dan Eulis akan membantu, akan tetapi setelah kita bekerja sama, cepat lepaskan ikatan pada kedua tangan kami agar kami dapat leluasa bicara dan leluasa bergerak."
"Dan leluasa pula memberontak, dan menyerangku, bukan" Heh-heh-heh, aku tidak setolol itu, Jatmika!"
"Hemm, lalu maumu bagaimana, Aki Mahesa Sura"
Kalau engkau tidak percaya kepada kami, mengapa kau mengajak kami untuk bekerja sama?" kata Jatmika, sengaja brtanya dengan suara bernada marah dan penasaran.
"Bersabarlah sampai besok pagi, orang muda. Seorang anak buahku sudah kusuruh memberi kabar kepada pimpinan kami. Besok pagi akan dapat kami memberi keputusan kepada kalian. Sekarang beristirahatlah. Engkau beristirahat dalam kamar bersamaku, dan Listyani akan dijaga tiga orang muridku."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tidak sudi aku sekamar dengan mereka!" Eulis membentak marah.
"Aki Mahesa Sura, kalau murid-muridmu berani mengganggu selembar saja rambut Nimas Eulis aku akan ......
!" "Tenanglah, Jatmika. mereka tidak akan berani." Kata kakek itu lalu berkata kepada tiga orang muridnya. "Biarkan gadis itu tidur dalam kamar sebelah dan kalian bertiga berjaga di luar kamar. Awas, kalau ada yang menyentuhnya, aku akan membuntungi anggauta badan kalian yang berani menyentuhnya!"
Melihat gadis itu masih ragu dan memandang kepadanya, Jatmika berkata, "pergilah tidur di kamar sebelah, nimas dan percayalah, Aki Mahesa Sura tidak akan melanggar janji."
Setelah jatmika berkata demikian, barulah Eulis bangkit berdiri lalu melangkah dan memasuki kamar sebelah yang diterangi sebuah lampu gantung kecil. Dengan kedua tangan terbelenggu, gadis itu lalu merebahkan diri di atas pembaringan kayu, miringkan tubuh menghadap ke dalam dan segera ia dapat tidur karena memang ia sudah merasa lelah dan mengantuk.
"Mari kita beristirahat, Jatmika," kata Aki Mahesa Sura. jatmika bangkit dan mengikuti kakek itu memasuki sebuah kamar. dalam kamar itu terdapat dua buah dipan kayu.
Menurut petunjuk Aki Mahesa Sura, Jatmika
merebahkan dirinya di atas dipan yang berada di sebelah dalam, tidur miring membelakangi kakek itu yang duduk bersila di dipan kedua. Jatmika maklum bahwa memberontak tidak akan ada gunanya, bahkan membahayakan keselamatan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Eulis. Maka dia mengambil keputusan untuk dapat tidur nyenyak agar tenaganya pulih kembali dan dalam keadaan segar bugar menghadapi peristiwa besok pagi.
*** Pemuda itu melangkah dengan muka tunduk. Tubuhnya jangkung tegap, membayangkan kekuatan dahsyat di balik sikap lemah lembut itu. Wajahnya tampan manis, matanya lembut namun sinarnya tajam mencorong. Langkahnya seperti seekor harimau. Pakaiannya yang sederhana seperti pakaian pemuda tani itu tidak menyembunyikan keadaan dirinya yang menarik, yang berbeda dengan pemuda biasa. Memang sudah menjadi kebiasaannya kalau berjalan selalu menundukkan mukanya. Hal ini bukan berarti bahwa dia tidak memperhatikan keadaan disekitarnya. Biarpun selalu menunduk, namun dia peka sekali terhadap lingkungannya.
Takkan mudah bagi orang untuk lewat di dekatnya tanpa diketahuinya. Dia peka dan selalu waspada terhadap dirinya sendiri, pikirannya, perasaannya, gerak langkahnya, dan peka terhadap apapun yang berada di luar dirinya. Kalau dia menunduk, hal ini adalah karena sudah menjadi kebiasaannya dan hal ini sesuai dengan ajaran yang dia dapatkan dari mendiang Ki Tejo Budi. Masih terngiang suara gurunya itu kalau dikenangnya, yang mengajarkan perihal menundukkan muka ini. Tampaknya sederhana saja, hanya selalu menundukkan muka, namun ternyata mengandung ajaran yang amat penting sebagai penurun sikap hidup.
"Biasakanlah untuk menundukkan muka, Aji,"
demikian mendiang Ki Tejo Budi dahulu memberi wejangan.
"Orang menundukkan muka itu selalu waspada akan langkah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
hidupnya, tidak akan mudah berjegal tersandung, mudah melihat kesalahan sendiri. Tidak seperti orang yang dalam perjalanan hidupnya selalu menengadahkan muka melihat ke atas, dia mudah tersandung dan jatuh tersungkur. Orang yang selalu menundukkan muka memandang ke bawah, akan tetapi dapat melihat mereka yang berada di bawahnya, yang lebih rendah, lebih miskin dan lebih kekurangan daripada dirinya sendiri. Dengan demikian dia akan selalu merasa bahwa dia adalah seorang yang beruntung, cukup tinggi, cukup berkemampuan dan berlebihan dibanding banyak orang yang berada di bawahnya sehingga dia akan dapat mengucapkan syukur dan terima kasih kepada kemurahan Gusti Allah kepadanya. Sebaliknya orang yang selalu berdongak hanya akan melihat mereka yang berada lebih tinggi darinya, lebih pandai, lebih kaya, lebih tinggi kedudukannya. Dengan demikian dia akan selalu merasa bahwa dia adalah seorang yang tidak berbahagia, yang rendah, yang kalah kaya, kalah makmur, kalah pandai oleh mereka yang berada diatasnya sehingga dia akan selalu mengomel, mencela, mengatakan bahwa Gusti Allah tidak adil kepadanya, hidupnya penuh keluh kesah dan iri hati, Lihat betapa arif bijaksananya nenek moyang kita. Mereka membuat gambar-gambar wayang kulit yang mengandung penuh arti. Lihat gambaran wayang. Semua satria arif bijaksana, semua digambar dengan muka menunduk dan lihat para raksasa yang angkara murka, semua digambar dengan muka menengadah atau dagu terangkat! Coba bayangkan, bagaimana sikap orang yang sombong, yang sewenang-wenang, yang angkara murka, yang berbangga diri dan berkepala besar, semua tentu mengangkat mukanya.
Tujuh Pedang Tiga Ruyung 9 Lencana Pembunuh Naga Karya Khu Lung Lambang Naga Panji Naga Sakti 11