Pencarian

Badai Laut Selatan 3

Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo Bagian 3


terbelalak, bah kan bernapaspun ditahan agaknya.
Ketegangan me muncak dan tanpa diketahui orang lain
kecuali Jokowanengpati yang selalu melirik ke arah Roro
Luhito, gadis ini agak menggigil tubuhnya dan duduk
bersandar kursi lalu mera mkan kedua matanya!
"Tar-tar-tar-tar!" Empat batang ca mbuk di tangan empat
orang algojo itu berdetak di udara bergantian, kendali kuda
disendai dan empat ekor kuda itu bergerak maju sa mbil
mengerahkan tenaga.
Terdengar jerit di sana-sini antara para penonton dan
banyak yang kurang kuat syarafnya sudah roboh pingsan
dengan tubuh le mas! Sudah terbayang di dalam otak para
penonton betapa dalam detik-detik ber ikutnya, tubuh pemuda
ganteng itu akan robek menjad i empat potong.
Tanpa ia sadari, dua titik air mata meloncat keluar dari
pelupuk mata Roro Luhito, dan Jokowanengpati yang melihat
ini tersenyum sinis.
Tiba-tiba kesunyian yang mencengkam perasaan itu
berubah sama sekali. Keadaan menjadi berisik sekali, bahkan
makin la ma makin riuh. Orang-orang berteriak tak tentu
maksudnya, ada yang bersorak bahkan ada yang bertepuk
tangan, ada pula terdengar suara para penjaga me ma ki-ma ki.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Roro Luhito cepat me mbuka matanya, memandang. Ia
terbelalak me mandang ke depan, bahkan kini ia berd iri tanpa
ia sadari, kedua tangannya menekan dadanya yang
me mbusung. Apakah yang ia lihat" Apakah yang terjadi"
Hebat me mang! Tubuh Pujo yang terlentang di atas tanah
itu meregang, matanya separuh terpejam, otot-otot pada
lengannya tampak meno njol, bibirnya berkemak-kemik tanpa
suara dan....... tubuhnya sama sekali belum robek seper ti
orang sangka. Empat ekor kuda itu menarik sekuatnya,
keempat kaki mereka bengkok-bengkok ke be lakang dan
empat orang a lgojo me mbunyikan ca mbuk, menyendal-
nyendal kendali.
Namun tubuh Pujo t idak berge ming! Empat ekor kuda itu
seakan-akan berusaha untuk merobek sepotong batu karang
yang kokoh kuat! Ternyata dalam saat terakhir itu, Pujo telah
mengerahkan kesaktiannya, mengerahkan tenaga sakti untuk
menahan tarikan empat ekor kuda dari empat penjuru.
Berkali-kali e mpat orang algojo itu pieno leh dan mata
mereka terbelalak melihat betapa korban mereka sama sekali
belum terobek tubuhnya.
Algojo yang menunggang kuda di sebelah timur me njadi
penasaran. Ia mencambuki leher kudanya, menendang-
nendang perut kuda sehingga kudanya yang besar itu lalu
mer ingkik marah, mengerahkan tenaga kakinya untuk berlari
maju sehingga tambang yang ditariknya dan yang mengikat
kaki kanan Pujo itu meregang, makin meregang dan.....
"takk!" ta mbang itu putus, kudanya terjengkal ke depan dan
penunggangnya jatuh tunggang-langgang! Tepuk tangan riuh
menya mbut peristiwa hebat ini, bahkan mereka yang tadinya
benci kepada Pujo, ikut pula bertepuk tangan dan bersorak-
sorak. Tiga ekor kuda lainnya terkejut dan panik oleh sorakan ini,
apalagi penunggang merekapun mencambuki dan menendang
kaki, mereka itupun mer ingkik-ringkik,meloncat ke depan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan....... ketiganya terjungkal karena tambang-ta mbang itu
putus dalam waktu yang sama. Hal ini terjadi bukan hanya
karena kekuatan tiga ekor kuda itu, me lainkan juga karena
Pujo sudah menggerakkan dua tangan dan kaki kirinya
sehingga tambang itu tidak kuat bertahan dan menjad i putus!
Makin hebatlah sorak-sorai menggegap-ge mpita.
Lucunya, Roro Luhito juga ikut bertepuk tangan tanpa ia
sadari lagi! "Luhito, gilakah kau?" Adipati Joyowiseso me mbentak dan
gadis itu sadar, lalu menundukkan muka dan berkata
perlahan, "Ayah, ia benar-benar hebat!"
"Apanya yang hebat" Haii , para pengawal keroyok dia,
bunuh di tempat!"
Akan tetapi kini Pujo sudah bangkit berdiri karena
tambang-tambang yang mengikat kaki tangannya sudah
terlepas dari kuda. Ia tertawa bergelak melihat para pengawal
datang dengan senjata terhunus sehingga para pengawal itu
menjad i jerih dan ragu-ragu.
Melihat betapa orang hukuman yang amat perkasa itu
hendak dikeroyok, para penonton menjadi tegang kembali dan
tidak ada suara terdengar.
Maka suara Pujo terdengar jelas,
"Ha-ha-ha-ha, Joyowiseso! Siapakah sekarang yang
menjad i pengecut besar" Apakah kau lupa bahwa sang prabu
di Mataram sendiri pernah
me mbebaskan Ki Warok
Gendroyono karena Ki Warok Gendroyono tida k terluka ketika
dijatuhi huku m penggal lehernya" Sekali hukuman dilaksanakan, si terhukum telah menjalani! hukuman nya.
Sekarang akupun sudah menjalani hukuman. Salahkah aku
kala e mpat ekor kuda mu itu le mah kurang makan" Ha-ha-ha,
sekarang kau hendak mengerahkan anjing-anjingmu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengeroyokku" Boleh, boleh, aku tidak takut mati, akan tetapi
kau akan tetap hidup sebagai seorang pengecut besar, ha-ha!"
Para penonton kembali men jadj gaduh, sebagian besar
terpengaruh ole ucapan ini.
Jokowanengpati bangkit berdiri meri dekati Adipati
Joyowiseso dan berbisik,
"Paman ad ipati, tidak baik agaknya kalau dia dikeroyok dan
dibunuh." "Maksud anakmas.......?"" Joyowiseso me mandang tajam.
"Jangan salah sangka, paman. Saya bukan me mbe lanya,
akan tetapi ucapan Pujo tadi patut direnungkan. A mat tidak
baik bagi na ma paman kalau pengeroyokan dilaksanakan.
Percayalah kepada saya dan saya akan membereskan
persoalan ini. Saya akan me mbujuknya agar dia suka
menerangkan sebab
permusuhannya dengan kangmas Wisangjiwo, kemudian, saya akan me mbunuhnya. Berilah saya
waktu sa mpai ma la m nanti, paman adipa ti."
Adipati Joyowiseso mengangguk-angguk dan me mberi
tanda dengan tangan agar para pengawal dan algojonya mun-
dur. Mereka merasa lega sekali dan mundur teratur.
Jokowanengpati dengan gerakan indah dan ringan seperti
burung terbang, telah melompat turun dari atas panggung dan
berlari-lari mengha mpiri Pujo. Se mua penonton menjadi ma kin
tegang. Wah, tentu akan terjadi pertandingan puncak yang
hebat sekarang, pikir mereka. Tentu akan lebih hebat menarik,
lebih ra mai dar ipada keroyokan para pengawal yang tidak
seimbang jumlahnya.
Agaknya Pujopun berpendapat bahwa turunnya Jokowanengpati tentu akan berusaha menangkapnya. Maka ia
menge rutkan kening, bersiap siaga dan menegur dengan kata-
kata dingin, Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kakang Jokowanengpati,
ma la m tadi karena kecuranganmu aku tertawan! Apakah sekarang engkau
hendak mengadu nyawa denganku?"
Jokowanengpati mengedipkan matanya lalu mendekat.
"Adimas Pujo, kau benar-benar bodoh. Aku sedang
menyelidiki ad ipati, kalau tidak me mbantunya tentu ia curiga.
Mengapa engkau bersikeras hendak me lawan" Betapapun
juga, menghadapi begini banyak orang kau tentu akan tewas.
Kau mendenda m kepada Wisangjiwo, bukan" Nah, mengapa
nekat mencari mat i sebelum berhasil me mbalas denda m"
Percayalah, aku akan mencari akal. Aku sudah men ipu adipati,
mari kau pura-pura taat dan takluk kepadaku, kuantar kemba li
ke tempat tahanan tanpa belenggu. Nant i kuceritakan kepa-
damu bagaimana kau harus bertindak. Aku bersumpah kepada
para dewata, malam ini kau pasti akan bebas dan ba las
dendammu berhasil!"
Sejenak Pujo tertegun, akan tetapi mendengar sumpah
Jokowanengpati ia men gangguk.
"Baik, kakang. Sekali ini aku hendak melihat bagaimana
setia kawan adanya kakang Jo kowanengpati."
Jokowanengpati lalu merenggut tambang panjang yang
masih bergantungan pada kedua tangan dan kaki Pujo. Empat
kali ia merenggut dan....... empat helai ta mbang yang besar
dan kuat itu putus semua! Para penonton menjadi riuh karena
me muji penuh kekaguman.
Namun mereka kecewa ketika melihat betapa Jokowanengpati menggandeng tangan Pujo, diajak masuk ke
halaman kadipa ten! Juga Adipati Joyowiseso dan para
pengiringnya tanpa bicara apa-apa lagi kembali ke dalam
kadipaten. Penonton bubar dan alun-alun itu menjad i sunyi kembali
menje lang datangnya malam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka duduk bers ila
di dalam kamar tahanan, berhadapan. Dengan suara berbisik-bis ik dan singkat,
Jokowanengpati menceritakan kepada Pujo bahwa ia hanya
berpura-pura bertamu di Kadipaten Se lopenangkep. Maksud
sebenarnya adalah melakukan tugas rahasia dari Mataram
untuk menyelidik, karena didengar berita rahasia bahwa
Adipati Joyowiseso me mpunyai niat untuk me mberontak
terhadap Mataram. Pujo hanya mendengarkan acuh tak acuh.
"Karena itulah maka ma la m tadi aku terpaksa turun tangan
menang kapmu, dimas. Urusan tugas yang begini penting tidak
boleh dirusak oleh urusan pribadimu. Sekarang cer itakanlah,
mengapa kau begini nekat hendak me mbas mi keluarga Adipati
Joyowiseso" Permusuhan apa yang terjadi antara kau dan
Wisangjiwo?"
Pujo menunduk, menar ik napas panjang. Biar kepada
Jokowanengpati sekalipun tak mungkin ia mencer itakan aib
dan hina yang diderita oleh isterinya,
"Wisang jiwo telah..... me mbunuh isteriku....."
"Apa......?" Diajeng Kartikosar i dibunuh oleh Wisangjiwo"
Akan tetapi...... diajeng Kartikosari bukan seorang wanita
le mah, bagaimana dia bisa......."
"Me mang tidak begitu, akan tetapi.....yah, pendeknya
isteriku mati karena perbuatan Wisangjiwo. Aku datang ke sini
hendak mencarinya, karena dia tidak ada, maka a ku hendak
bunuh ayahnya. "
"Aaahh, mengapa begitu, dimas" Mengapa kau kurang
sabar menanti" Carilah kesempatan yang lebih baik sa mpai
kau dapat bertemu dengan Wisangjiwo. Atau....... andaikata
kau hendak me mbalas kepada keluarganya, seharusnya isteri
dan anaknya yang kaucari, bukan ayahnya. Harap kau
mengerti bahwa sekali Adipati Joyowiseso terbunuh, maka
gagallah usahaku membongkar rahas ia pe mberontakan ini.
Maka kuminta kepadamu sekarang, jangan kauganggu Adipati
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Joyowiseso, dan aku akan me mbantu kau bebas dari sini,
bukan itu saja. ......bahkan kubantu kau menculik isteri dan
putera Wisangjiwo!"
Sepasang mata Pujo bersinar-sinar. Mengapa ia tidak ingat
akan isteri dan anak Wisangjiwo.
Isterinya harus ia culik" Inilah pe mba lasan yang paling
tepat. Dan anaknya sekali. Hah, akan lebih hebat pukulan ini
bagi Wisangjiwo, leb ih hebat daripada maut!.
"Baiklah, ka kang, dan terima kasih atas budimu."
"Mari, dimas, jangan terlambat. "
Karena tempat tahanan itu atas per mintaan Jokowanengpati dan atas perintah adipati tidak terjaga, maka
mudah saja bagi dua orang muda yang, berkepandaian tinggi
ini untuk melesat ke luar.
Jokowanengpati yang sudah hafal akan keadaan di dalam
kadipaten, me mbawa Pujo ke kamar Listyokumolo, isteri
Wisangjiwo yang tidur bersama Joko Wandiro, puteranya yang
baru berusia satu tahun.
Sore-sore Listyokumolo sudah tidur menge loni puteranya,
karena semua peristiwa yang terjadi di kadipaten be nar-benar
me mbuat hatinya merasa tidak enak. Sebagai seorang anak
lurah yang biasa hidup tenteram di dalam dusun dan dianggap
sebagai puteri raja kecil olehi penghuni dusun, Listyokumolo
me mang tidak begitu kerasan semenjak ia diperisteri
Wisangjiwo, tidak kerasan tinggal di kadipaten.
Apalagi ia dikawin putera adipati itu atas paksaan orang


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tuanya, dan watak Wisangjiwo yang suka berfoya-foya dan
tidak menghargainya, sering me makinya sebagai perawan
dusun, me mbuat Listyokumolo
ma kin jauh daripada
kebahagiaan rumah tangga. Hanya puteranya, Joko Wandiro
yang merupakan hiburan satu-satunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba berkelebat bayangan orang di dalam kamarnya.
Listyokumolo terkejut dan mengira bahwa ia ber mimpi. Akan
tetapi begitu ia bangkit duduk, lehernya serasa ditekan keras-
keras dari belakang. Ia hendak berteriak, akan tetapi aneh,
seakan-akan ia men jadi gagu karena t idak ada suara keluar
dari kerongkongannya.
Tubuhnya seketika menja di le mas dan ia pingsan ketika
me lihat bahwa ia berada dalam pelukan seorang pe muda
ganteng yang bukan lain adalah Pujo, orang yang dihukum
perapat sore tadi! Bayangan lain menyambar dar i dalam
kamar, me mondong Joko Wand iro,lalu Pujo bersama
Jokowanengpati bayangan ke dua itu, melompat keluar
jendela, terus keluar dari dalam kadipa ten melalui te mbok
belakang me mpergunakan ilmu kepandaian mereka, pergi
tanpa diketahui seorangpun penjaga.
"Nah, di s ini saja kita berpisah, dimas. Untung dia pingsan
sehingga tidak se mpat mengenaliku. Nah, kaubawa dia dan
puteranya ini. Setelah mereka ini menjadi tawananmu, tak
mungkin W isangjiwo tidak akan pergi mencar imu."
"Terima kasih, kakang Jokowanengpati. Kau benar-benar
seorang yang berhati mulia. Aku tidak akan me lupakan
kebaikan hatimu," jawab Pujo sa mbil menerima anak kecil
yang masih tidur pulas karena aji sirep yang dikenakan
Jokowanengpati kepadanya.
Sambil me mondong Joko Wandiro dan me man ggul tubuh
Listyokumolo, Pujo berlari cepat di tengah ma lam buta,
men inggalkan Se lopenangkep.
Adapun Jokowanengpati setelah berpisah dengan Pujo,
menggunakan ilmunya Bayusakti, tubuhnya berkelebat cepat
sekali seperti terbang, kemba li ke kadipaten.
Wajahnya yang tampah itu tersenyum-senyum, kadang-
kadang , ia tertawa sendiri dengan hati girang. Ia merasa
yakin sekarang bahwa Pujo tetap me nyangka Wisangjiwo yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me mper kosa isterinya di dalam guha, tepat seperti
rencananya. Biarkanlah mereka bermusuhan, pikirnya.
Memang mudah kalau ia me mbantu adipati dan me mbunuh
Pujo, akan tetapi di sudut hati kecilnya, pemuda ini merasa
jerih terhadap paman gurunya, Resi Bhargowo. Ia tidak mau
mene mpatkan dirinya menjad i musuh Resi Bhargowo, dan
me mang lebih a man baginya begini. Dia yang makan
nangkanya, Wisangjiwo yang berlepotan getahnya! Ha-ha-ha,
dengan penculikan anak dan isteri Wisangjiwo, permusuhan
mere ka akan makin mendalam dan dia akan berada ma kin
jauh dari lingkaran per musuhan, aman dan sela mat.
Sayang, Kartikosari yang cantik jelita itu telah me ninggal
dunia. Wanita yang sukar dicari bandingnya di dunia ini, cantik
bagai dewi kahyangan, harum bagai bunga mawar yang
sedang me kar. "Sayang kau telah mati......." bisiknya! "tapi sudah
men inggalkan kenang-kenangan man is, hemmm....." Ia
meraba tangan kirinya yang telah kehilangan sebuah jari
kelingking, tangan kiri yang hanya berjari empat buah saja,
lalu tersenyum dan me mpercepat larinya, me lompati te mbok
belakang kadipaten dan menyelinap di da la m gelap bagaikan
setan. Senyum iblis yang menghias mukanya yang tampan itu
masih me mbayang, matanya berkilat-kilat ketika ia mengintai
dari jendela se buah kamar. Ka mar Roro Luhito!
Pelita kecil di kamar dara itu masih menyala dan Roro
Luhito duduk melamun di atas pe mbaringannya, rambutnya
kusut wajahnya lesu, diam tak bergerak seperti sebuah
patung. Pintu kamarnya terketuk dari luar, perlahan, na mun
cukup me mbuat dara yang sedang melamun itu terkejut.
"Luhito anakku sayang, sudah tidurkah engkau?"
Roro Luhito menar ik napas lega, turun dari pembaringan
dan dengan langkah malas mengha mpiri pintu dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me mbukanya. Ibunya masuk, me mandang puterinya sejenak
lalu merang kulnya penuh kas ih sayang.
"Luhito sayang, mengapa kau belum berganti pakaian,
keiihatan lesu dan tidak ma kan malam7 Sakitkah kau,
angger?" "Tida k apa-apa, bunda. Aku hanya merasa aras-arasen
(ma las) dan ingin men gaso, lain t idak."
"Ah, kalau begitu bunda takkan la ma mengganggu, nak." Ia
menarik tangan Roro Luhito, diajak duduk di atas pem-
baringan. "Aku hanya ingin bertanya kepadamu. Bagaimana
kaulihat Raden Jokowanengpati" Dia ta mpan dan gagah, sakti
mandraguna pula, bukan ?"
Tak seujung ra mbutpun dara itu mengenang Jokowanengpati,
akan tetapi untuk menghindarkan percakapan lebih panjang, ia hanya mengangguk tanpa
menjawab. Ibunya salah sangka, mengira puterinya ma lu-malu, maka
sambil me megang tangannya ia berkata,
"Ka mi, ayahmu dan aku, sudah setuju seka li kalau dia bisa
menjad i mantu kami, sayang."
"Apa.....?""
Roro Luhito benar-benar terkejut dan me man dang ibunya
dengan mata terbelalak.
"Apa..... apakah dia datang untuk me minang.....?"
Ibunya mengge leng kepala, tersenyum dan bangkit berdiri.
"Belum lagi, nak. Akan tetapi tak lama lagi tentu dia akan
me minangmu. Nah, kau legakanlah hatimu dan mengasolah.
Akan tetapi, biarpun tidak beran i mandi, kau harus tukar
pakaian." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah mencium ubun-ubun anaknya, ibu yang bergembira
itu keluar dari kamar, menutupkan daun p intu la mbat-la mbat.
Roro Luhito mas ih termenung, kemudian cepat-cepat ia
mengunci daun pintu, lari lagi ke atas pembaringan dan duduk
termenung seperti tadi.
Berkali-kali ia menarik napas panjang, kemudian dengan
gerakan malas ia me nanggalkan pakaian untuk d itukar dengan
yang baru. Tentu saja ia sama sekali tidak tahu bahwa sejak
tadi, semua gerakannya diintai oleh sepasang mata yang
bersinar-sinar penuh nafsu! Mata Jokowanengpati!.
Baru saja Roro Luhito men iup pada m pelita menjelang
tengah malam dan naik ke pe mbaringan, jendela itu terbuka
dari luar dan sesosok bayangan dengan sigap melompat
masu k, menutup daun jendela lagi dan mengha mpiri
pembaringan. Roro Luhito terkejut, bergerak hendak loncat turun dari
pembaringan, akan tetap sebuah lengan yang kuat merangkul
lehernya, dan lain tangan menutup mulutnya dengan gerakan
halus, ke mudian terdengar bis ikan per lahan sekali,
"Luhito, aku Pujo....... aku tahu..... kau suka kepadaku
seperti aku mencinta mu......."
Gemetar seluruh tubuh Roro Luhito. Memang tak dapat ia
sangkal lagi, ia telah jatuh hati kepada Pujo, orang muda yang
amat perkasa dan gagah, yang sekaligus telah menarik rasa
iba dan cintanya. Akan tetapi ia tadi masih menyedihkan nasib
pemuda itu, mengapa kini tahu-tahu muncul dalam kamarnya"
Betapapun ia tertarik kepada pe muda itu, sama sekali ia tidak
mengharapkan akan terjadi hal yang begini me ma lukan.
Maka ia meronta, hendak melawan tanpa berteriak karena
tak mau ia mence lakai orang muda itu. Namun, orang muda
itu luar biasa kuatnya, terlampau kuat untuknya.
Ketika orang muda yang menggagahinya itu kemudian
me lompat keluar dariHjendela dengan kesebatan yang luar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
biasa, Roro Luhito menangis di atas pembaringan. Mendadak
ia terkejut men dengar suara di atas genteng, suara teriakan
yang amat nyaring.
"Tangkap penjahat! Siap se mua.....! Kepung...... tangkap
Pujo yang melarikan diri.......!!"
Itulah suara Jokowanengpati. Menggigil tubuh Roro Luhito.
Tak kuasa ia turun dari atas pembaringan. Ketika ia
menang is tadi, cinta kasihnya terhadap Pujo bercampur rasa
benci dan marah.
Akan tetapi kini mendengar teriakan Jokowanengpati, tanpa
ia sadari timbul rasa cemas dalam hatinya, cemas dan kuatir
akan kesela matan Pujo yang selain telah mera mpas kasihnya,
juga mera mpasi kehormatannya dan sekaligus men imbulkan
benci dan marah dalam hatinya.
Ributlah kini di luar kamar.
Suara banyak kaki berlari-lari, bahkan terdengar pula suara
ayahnya bertanya-tanya. Kembali terdengar Jokowanengpati
berseru, "Tadi kulihat dia melompat keluar dari jende la kamar
diajeng Roro Luhito. Entah apa yang diperbuatnya! Aku
kuatir........"
"Apa" Bagaimana dia bisa lari" Anakmas,. bukankah kau
yang berjanji akan... "
"Nanti saja kuceritakan semua, paman. Lebih baik sekarang
paman me me riksa kamar diajeng Roro Luhito, saya kuatir
sekali......."
Daun pintu itu terpentang ketika Adipati Joyowiseso
me lompat masu k. Jokowanengpati dan para pengawal tidak
ada yang berani me masuki kamar puteri adipati itu. Adipati
Joyowiseso menyalakan pelita, memandang ke arah pemba-
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ringan dan.....matanya terbelalak lebar, kumisnya bergerak-
gerak, giginya berkerot saking marahnya.
Sekali pandang saja kepada puterinya yang menangis
terisak-isak di atas pe mbaringan, ra mbutnya yang terurai
lepas dan kusut, pakaiannya yang tidak karuan lagi, ia dapat
me ma klumi persoalannya.
"Luhito! Dia....... dia ke sini tadi....?"
Ia masih bertanya ragu.
*0d***w0** Jilid 5 RORO LUHITO masih ge metar se mua tubuhnya.
Tak dapat pula ia menyangkal, maka sa mbil menutupi
mukanya ia hanya dapat mengangguk. Serasa ditusuk keris
dada Adipati Joyowiseso. Ia melompat keluar lagi dari kamar
anaknya dan berteriak-teriak,
"Kejar!! Kejar dan tangkap si jahana m Pujo. Siapa yang
dapat menangkapnya akan kuberi had iah besar. Kejar!!"
Ributlah keadaan di kadipaten, seribut malam kemar in.
Semua pengawal menca ri-cari ke seluruh te mpat dalam
kadipa ten. Kamar-kamar dimas uki, kamar mandi dan kakus
tak terkecuali, bahkan ada yang sudah mengejar keluar
kadipa ten, seperti mengejar bayangan setan karena mereka
tidak tahu ke mana perginya orang yang dikejar.
Sementara itu, Jokowanengpati mendekati Adipati Joyowiseso. "Paman ad ipa ti, kulihat Pujo sudah lari keluar kadipa ten.
Sukar menang kapnya......."
"Anakmas Jokowanengpati! Apa yang kaucapkan ini" Kau
sendiri yang menjaga dia, bagaimana dia bisa lari dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengapa pula setelah kau melihat dia keluar dari kamar
Luhito, tidak kau tangkap dia?"
"Tenanglah, pa man, marilah kita masuk dan bicara di
dalam." Mereka masuk dan setelah tidak ada orang lain mendengar,
Jokowanengpati berkata,
"Saya merasa menyesal sekali, akan tetapi apa dayaku
menghadap i pa man Res i Bhargowo?"
"Resi Bhargowo" Kaumaksudkan.....?"
"Paman Resi Bhargowo sendiri yang datang menolong Pujo,
paman. Saya sudah mencegah dan terjadi pertandingan mati-
matian antara saya dan paman resi, akan tetapi saya kalah
dan terpukul pingsan. Ketika saya siuman kembali, saya
me lihat bayangan Pujo keluar dari kamar diajeng Luhito, akan
tetapi tenaga saya belum pulih dan pula, dengan adanya
paman Resi Bhargowo, saya merasa tidak berdaya sama
sekali. Baik kita lapor kan saja ke Mataran dengan tuduhan
paman Resi Bhargowo dan Pujo telah me mberontak......."
"Tapi...... tapi..... aduh, anakku Luhi -"
"Paman adipati, saya dapat menduga apa yang telah
dilakukan bocah keparat itu. Akan tetapi saya....." sampai di
sini suara Jokowanengpati tergetar penuh keharuan, "saya
bersedia menutupi aib yang men impa keluarga pa man. Saya
bersedia menanggung dan ber korban demi kebahagiaan
diajeng Roro Luhito dan de mi kehormatan paman adipati."
Adipati Joyowiseso mengangkat muka, lalu menangkap
lengan pemuda itu.
"Kau..... kau maksudkan......"
"Saya bersedia menikah dengan diajeng Roro Luhito, itulah
maksud saya, tentu saja kalau pa man menyetujui."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Menyetujui" Tentu saja! Aduh, anakmas..... ah, anak
mantuku yang bagus, yang budiman dan arif bijaksana,
alangkah besar budi yang kau limpahkan kepada ka mi......."
Adipati Joyowiseso merangkul leher pe muda itu. Dengan
muka tunduk Jokowanengpati me nyembunyikan senyumnya,


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

senyum kemenangan!
Pada saat itu terdengar jerit-jerit tangis mengagetkan.
Adipati Joyowiseso dan Jokowanengpati me lompat keluar dan
berlari-larian ke arah suara jeritan. Ternyata yang menangis
dan menjerit-jerit itu adalah isteri adipati dan para selir,
bahkan para pelayan wanita juga menangis.
Dengan suara terputus-putus isteri adipati menyampa ikan
kepada suaminya bahwa Listyokumolo anak man tu mereka,
dan juga Joko Wandiro, telah lenyap dari kamarnya tanpa
men inggalkan bekas!.
"Jahanam Pujo! Akan tiba saatnya aku me mbekuk batang
lehermu!" Jokowanengpati berkata dengan nada marah.
Adipati Joyowiseso menjadi le mas dan orang tua itu
menjatuhkan dirinya di atas kursi dengan napas terengah-
engah. Tak lama kemudian, selirnya yang tersayang, yaitu ibu
Roro Luhito, datang berlari-lar i sa mbil menang is, tanpa bicara
sesuatu karena di situ terdapat banyak orang, selir itu menarik
tangan suaminya, diseret diajak ke ka mar Roro Luhito.
Adipati yang sudah maklu m akan aib yang menimpa diri
puterinya, hanya mengikuti dengan air mata me mbasahi pipi,
sedangkan kumis nya yang biasanya berdiri garang itu kini
menggantung terkula i seperti keadaan hatinya.
Sejak saat itu sampai keesokan harinya, yang bergema dari
rumah gedung kadipaten itu hanyalah ratap tangis dan tarikan
napas panjang, disusul bentakan-bentakan dan maki-ma kian
marah sang adipati ketika menerima laporan bahwa para
pengawal tidak berhasil mendapatkan jejak Pujo.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Betapapun besar gelora dendam mengamuk di hati Pujo,
namun ia masih tidak tega untuk mengganggu anak kecil
berusia setahun dalam pondongannya dan masih tidur
nyenyak itu. Anak kecil itu mas ih tidur ketika ia me letakkannya
di sudut guha, di atas rumput kering. Akan tetapi tida k sehalus
itu ia memperlakukan ibunya.
Karena wanita adalah isteri Wisangjiwo, maka sebagian
dendamnya tertumpah kepada Listyokumolo yang ia dorong
sehingga wanita itu jatuh terpe lanting di atas lantai guha.
Dengan muka ketakutan Listyokumolo bangkit dan duduk
menahan tubuh dengan tangannya. Ia sudah dapat
menge luarkan suara lagi se karang. Matanya memandang
penuh rasa takut dan tubuhnya gemetar, dadanya turun naik,
rambutnya sejak tadi terurai lepas.
Pujo berdiri me mandang perempuan itu dengan hati puas.
Seorang wanita muda yang cantik, berkulit kuning bersih yang
tampak ma kin menarik oleh s inar matahari pagi yang
menerobos ke da la m guha. Kembennya yang halus
berkembang itu seakan-akan tidak kuasa menahan dan
menye mbunyikan dada yang menonjol dan yang bergerak
seperti gelombang itu.
"Mengapa....... mengapa kau me mbawa aku dan anakku ke
sini" Kalau hendak kaubunuh kami, mengapa kaubawa kami
sejauh ini?" Akhirnya Listyokumolo dapat mengeluarkan kata-
kata dengan bibir gemetar.
Pujo tertawa bergelak, menimbulkan rasa ngeri. Wajahnya
yang tampan itu me mbayangkan kekeja man yang menger ikan. "Ha-ha-ha-ha! Kau mau tahu" Dengarlah, isteri Wisangjiwo.
Aku me mba wamu ke sini untuk menyiksamu, untuk
me mper kosamu, menghina mu sehingga kau tidak akan
me mpunyai muka lagi untuk me lihat sinar sang suryal Aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan me mbiarkanmu hidup dalam genangan aib, dan aku
akan menyiksa lalu me mbunuh anakmu, anak Wisangjiwo!"
Terbelalak mata yang bening itu, lalu merintih dan menoleh
kepada anaknya yang masih tidur pulas di atas rumput kering
di sudut guha: Ia mengeluarkan jerit tertahan, bangkit dan
hendak menubruk anaknya, akan tetapi sekali mengge rakkan
kakinya, Pujo menendangnya roboh ke mbali ke atas tanah, di
mana ia menang is terisak-isak.
"Mengapa kaulakukan ini kepada kami" Mengapa" Apa
dosaku" Apa dosa anakku?"
"Dosa mu karena kau adalah isteri W isangjiwo, dan dia
adalah anaknya. Kalian harus menebus dosa yang dila kukan
Wisangjiwo!"
"Dosa".Dosa apakah?" Wajah yang cantik itu menjad i pucat
sekali. "Hah! Si bedebah Wisangjiwo telah me mperkosa isteriku d i
sini! Ya, di te mpat kau sekarang rebah! Di situ! Di depan
mataku! Aku harus me mbalas, me mper lakukan engkau seperti
yang telah ia la kukan terhadap isteriku!"
Naik sedu-sedan di kerongkongan wanita itu ketika ia
bangkit dan duduk. Di antara isaknya ia berkata,
"Aku tahu, sua miku me mang seorang yang tidak baik. Tak
kusangka ia sampai hati me la kukan perbuatan laknat dan
terkutuk itu. Keji! Keji se kali! Kau hendak me mba las
perbuatannya atas diriku" Baik, lakukanlah sesuka hatimu,
asal engkau suka menga mpunkan anakku yang tidak berdosa.
Lakukan lah, aku telah siap dan takkan menge luh. Akan
tetapi....... kau.......ampunkan lah anakku, jangan kau ganggu
Joko Wandiro anakku.......!"
"Ha-ha-ha-ha! Akan kuperhina engkau, seperti suamimu
menghina isteriku. Beginilah yang ia lakukan kepada isteriku!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tangan Pujo meraih dan "reeetttt!" robeklah pakaian penutup
tubuh yang padat.
"Tida k perlu engkau menggunakan kekerasan. Tanpa
kekerasan akupun akan menurut, takkan me lawan mu.
Mungkin eng kau tidak sejahat Wisangjiwo. Sudah terlalu la ma
aku mender ita batin karena menjadi isterinya, isteri paksaan.
Kau bernama Pujo, bukan" Nah, aku siap menant i pernyataan
kasihmu, tanpa perlawanan, dengan rela, untuk penebus
nyawa anakku dan untuk penebus dosa sua miku." Sa mbil
berkata demikian, Listyokumolo menge mbangkan kedua
tangannya yang bulat, siap menanti pelukan.
Mendadak wajah Pujo
menjad i pucat se kali. Ia menge luarkan suara gerengan seperti harimau terluka dan
tangannya melayang, menampar pipi Listyokumolo sehingga
wanita ini kembali terpelanting dan menang is terisak-isak.
''Perempuan rendah! Perempuan tak tahu malu! Engkau
menghadap i anca man perkosaan dengan senyum di bibir dan
gairah di mata" Engkau rela dan senang?"
"Hu-huk....... apa lagi yang dapat kulakukan" Aku tidak
berdaya......."
"Keparat! Di mana kesetiaan mu terhadap suami" Se keji
engkau inikah se mua wanita di jagad ini" Begitu mendapat
kesempatan, tanpa malu-malu akan menghianati sua minya,
menerima perjinaan dengan hati senang " Beginikah.......?"
Suara Pujo menjad i parau dan ha mpir menangis.
Pujo bukanlah seorang yang mempunyai watak kejam dan
mata keranjang. Wanita yang cantik di depannya ini, yang
me miliki tubuh menggairahkan, yang hampir telanjang, sama
sekali tidak dapat menggerakkan nafsu berahinya, tidak
mendatangkan gairah di hatinya, ia melalukan kekeja man itu
terdorong nafsu dendam semata.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Andaikata Listyokumolo melakukan perlawanan, belum
tentu ia akan melanjutkan niatnya menggagahi wanita ini.
Akan tetapi sikap Listyokumolo yang menyerah, bahkan ada
sinar mata gairah penuh pengharapan itu, me mbuat ia
menjad i mua k dan seakan-akan jantungnya dite mbus keris.
Ia teringat akan isterinya. Agaknya begini pula sikap
isterinya ketika digagahi Wisangjiwo.
Menyerah! Dengan alasan tidak berdaya, namun di sudut
hatinya mengalami kesenangan, kepuasan dan kegembiraan
seperti perempuan ini! Ia muak! Muak dan marah sekali,
makin sakit hati terhadap peristiwa nista di dalam guha ini di
ma la m gelap itu.
"Pujo, terserah hendak kauapakan diriku, aku menurut.
Asal jangan engkau ganggu anakku. Malah aku s iap sedia ikut
denganmu, ke manapun kaubawa. Aku bersedia melayanimu
selamanya, biar aku tidak kembali ke kadipaten. Kau
kehilangan isterimu karena Wisangjiwo" Nah, ambillah aku
sebagai gantinya dan peliharalah anakku......."
"Tutup mulut!" Pujo me mbentak dan kini matanya beralih
kepada anak itu.
Joko Wandiro yang sudah berusia setahun itu agaknya
kaget oleh suara ribut-ribut dan bangun, lalu duduk. Ia
menggosok-gosok kedua matanya dengan punggung tangan.
"Ibu.. .....!" Ia berseru girang ketika melihat ibunya berada
di situ. "Joko....... anakku.......!" Listyokumolo hendak mengha mpiri
anaknya, akan tetapi Pujo menghardik,
"Mundur! Jangan sentuh dia!"
"Pujo...... ampuni dia...... ah, jangan kauganggu dia,
Pujo.....!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Perempuan rendah! Akan kuapakan dia tak perlu kau
ribut-ribut!"
"Jangan.......! Pujo, kau lihatlah aku. Lihat, aku siap
me lakukan se mua perintahmu. Kau a mbillah aku, aku akan
me layanimu dengan senang hati, aku akan mentaati semua
perintahmu, me menuhi se mua keinginanmu. Pujo, lihatlah,
aku cukup cantik, aku dapat me mbahagiakan hidupmu!"
Seperti seorang gila
Listyokumolo merenggut sisa pakaiannya, lalu mengha mpiri Pujo dan hendak me meluknya.
Lenyap semua gairah pada sinar mata Listyokumolo. Kini
apa yang ia lakukan adalah dorongan hasrat ingin
menyelamatkan anaknya semata. Pengorbanan seorang ibu
untuk anaknya, apapun juga akan ia lakukan untuk
keselamatan anaknya. Berbeda dengan tadi karena perasaan
suci itu dikotori hasrat hati melayani Pujo yang memang
tampan dan sebagian pula untuk me mbalas sua minya yang
sudah terlalu banyak me nyakiti hatinya.
Sekarang semua tindakannya bebas daripada segala
maca m nafsu, semata-mata untuk me mindah kan perhatian
dan keinginan Pujo dari anaknya, agar anaknya terbebas
daripada maut yang sudah menganca m.
Pujo sengaja dia m saja. Bibirnya tersenyum mengejek
ketika menyaksikan betapa wanita cantik itu mende kapnya,
me mbe lainya dan berusaha menar ik perhatiannya. Makin
mua k perutnya. Bukan mua k terhadap wanita ini, melainkan
terhadap isterinya!.
Pandang matanya seakan-akan sudah kabur. Wajah
Listyokumolo sudah berubah menjadi wajah isterinya! Dengan
perasaan gemas ia menjambak ra mbut yang hitam halus dan
panjang itu, lalu mendorong tubuh wanita itu sa mpai
terguling. Ia me ludah ke arah Listyokumolo, kemudian ke mba li
me lirik Joko Wandiro yang mulai menang is. Tak dapat ia
me mba las dengan cara begini, pikirnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tak mungkin ia me lakukan perbuatan keji dan rendah itu
terhadap wanita ini, sungguhpun semata hanya untuk
menyakit kan hati Wisangjiwo. Ada jalan lain! Anak itu! Tentu
akan hancur sekali hati Wisangjiwo kalau puteranya hilang.
Lebih hebat lagi, ia akan mendidik bocah ini menjadi seorang
gemblengan, kemudian ia akan menggoreskan dalam batin
anak itu bahwasanya Wisangjiwo adalah musuh besar yang
harus dilawannya dan dibunuhnya! Ha-ha, alangkah manis
pembalasan denda m itu! Tiba-tiba Pujo melompat, menya mbar tubuh Joko Wandiro, me mondongnya dan
me mbawanya lar i keluar guha.
"Jangan.......! Anakku....... aahhh.....! "
Listyokumolo terguling roboh lagi oleh tendangan Pujo
ketika ibu ini berusaha menghadang. Ketika ia bangkit kemba li
dan lari keluar guha, Pujo dan puteranya sudah lenyap tak
tampak lagi bayangannya. Hanya masih terdengar tangis
anaknya dari jauh, dari balik batu karang akan tetapi hanya
sebentar, lalu sunyi. Hanya debur ombak menghantam karang
yang terdengar, menelan suara jerit tangis Listyokumolo yang
kemudian menggeletak pingsan di dalam Guha Siluma n.
Angin laut bertiup keras, omba kpun ma kin mengganas,
seakan-akan ombak dan angin ikut pula murka dan berduka
menyaksikan solah-tingkah manusia yang ditakdirkan menjadi
mah kluk termulia di antara segala mah kluk di da la m dunia ini.
Di bawah ombak yang mengganas, ikan besar menelan
ikan kecil, dan yang kecil menelan yang lebih kecil lagi.
Menelan bulat-bulat. Ikan menelan ikan la in karena desakan
kebutuhan hidup, karena lapar dan karena sudah semestinya.
Manusia me lakukan kejahatan terhadap sesamanya untuk
menurut i nafsu!.
Lewat tengah hari, sepasukan pengawal yang dipimpin
Jokowanengpati menuruni gunung karang yang amat curam
itu menuju ke Guha Siluman. Memang dise ngaja oleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jokowanengpati yang dapat menduga ke ma na perginya Pujo
dengan ibu dan anak yang diculiknya.
Sengaja ia me mperlambat pengejaran seh ingga baru
setelah lewat tengah hari mereka tiba di pantai karang depan
Guha Siluma n. Dan di antara batu karang itulah mereka
mendapatkan Listyokumolo,
dengan pakaian setengah
telanjang, menjerit-jerit dan menangis me manggil-manggil
nama Joko Wandiro. Tida k tampak adanya Pujo dan Joko
Wandiro. Ketika wanita itu ditegur, Listyokumolo me njadi ketakutan


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan hendak me larikan diri sa mbil menje rit-jerit. Terpaksa para
pengawal menggunakan kekerasan menangkapnya dan
dengan paksa membawanya naik untuk pulang kembali ke
Selopenangkep. Listyokumolo terguncang batinnya dan ia
men jadi setengah gila!.
Ketika pasukan pengawal yang dipimpin Jokowanengpati
tiba di Kadipaten Se lopenangkep me mbawa Listyokumolo yang
kadang-kadang menjer it-jerit dan meronta-ronta, kadang-
kadang tertawa dan berlagak dengan genitnya itu, suasana
kadipaten sedang diliputi kabut kedukaan. Ternyata kemudian
oleh Jokowanengpati bahwa Roro Luhito telah oncat (minggat)
dari kadipaten tanpa meninggalkan jejak!.
Dapat dibayangkan betapa hebat penderitaan batin yang
diderita Adipati Joyowiseso dan keluarganya ketika mereka
menyaksikan keadaan Listyokumolo yang terganggu otaknya
itu. Dan semua ini gara-gara perbuatan Pujo, nama yang
dikutuk oleh keluarga kadipaten, dibenci dan dianca m. Adipati
Joyowiseso sendiri sampai hampir gila oleh amarah. Setelah
Listyokumolo dipaksa masuk ke dalam kamar oleh ibu
mertuanya, Adipati Joyowiseso menghunus ker isnya, mencak-
mencak dan berteriak-teriak ke arah pintu kadipaten yang
kosong. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Iblis laknat Pujo! Ke sinilah kamu, mari hadapi aku, Adipati
Joyowiseso! Kita bertanding sampai seorang di antara kita
mati! Jangan mengganggu wanita, keparat!"
Matanya melotot lebar ha mpir terlompat keluar dari
pelupuknya, sepasang kumis tebal bergerak-gerak, giginya
berkerot, tangan yang me megang keris ge metar. Sikap sang
adipati benar-benar menyeramkan dan andaikata Pujo ada di
depannya, pasti akan diterjangnya mati-matian. Para
pengawal hanya men undukkan muka, tidak ada yang berani
menen tang pandang mata sang adipati.
Hanya Jokowanengpati seorang yang berani mendekati
Adipati Joyowiseso. Pemuda inipun merasa terpukul dan agak
kecewa mendengar betapa Roro Luhito telah lolos dari
kadipaten, padahal sudah pasti dara jelita itu akan terjatuh ke
dalam pelukannya.
Banyak sudah ia mempero leh wanita, baik gadis maupun
janda, baik suka rela maupun pa ksa, akan tetapi belum
pernah hatinya terguncang seperti terhadap puteri adipati ini.
Belum pernah Jo kowanengpati merindukan seorang wanita
untuk kedua kalinya, akan tetapi kali ini, entah mengapa ia
ingin selalu menda mpingi Roro Luhito, tak ingin berpisah lagi.
Hatinya sama se kali tidak peduli me lihat kenyataan betapa
seluruh keluarga kadipaten terbenam dalam kedukaan akibat
perbuatannya, akan tetapi mendengar a kan perginya Roro
Luhito dar i kadipaten, hatinya yang sekeras baja menjadi
lunak oleh kekecewaan dan kekhawatiran.
"Paman adipati, harap suka tenang dan bersabar,"
Jokowanengpati me mbujuk.
"Mana aku b isa tenang sebelum men cacah isi perut Pujo si
jahanam"!?" Adipati Joyowiseso me mbentak.
"Tenanglah, pa man, dan harap suka sarungkan keris
paman. Saya berjanji untuk mencari dan men dapatkan
kembali diajeng Roro Luhito."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukan hanya Luhito yang menjadikan hatiku berduka."
Adipati Joyowiseso menarik napas panjang dan kembali
duduk di atas kursi, Jokowanengpati duduk menghadapinya.
Dengan gerak tangannya adipati itu menyuruh se mua orang
mundur agar ia dapat bicara ber dua dengan pe muda yang
menjad i harapannya.
Setelah semua orang pergi ia berkata, "Anakmas
Jokowanengpati,
engkaulah satu-satunya orang yang kupercaya dan kepadamulah kutu mpahkan harapanku.
Anakmas tahu, Joko Wandiro adalah cucuku satu-satunya,
cucu laki-laki. Dia terculik oleh si keparat Pujo. Ah, ke mana
perginya anak kurang ajar Wisangjiwo" Dia ngelayap
(keluyuran) tak tentu rimbanyal Kalau dia berada di rumah,
dengan bantuanmu tentu akan cukup kuat mencegah
terjadinya malapetaka ini."
"Kurasa percuma, paman. Kalau hanya Pujo seorang,
sayapun cukup kuat untuk menghadapinya. Akan tetapi
karena paman Resi Bhargowo ikut ca mpur ta ngan, saya kira
biarpun ada kangmas Wisangjiwo di sini, kita takkan kuat
me lawannya."
"Hehhh.. ..... kalau begitu, bagaimana baiknya?"
"Harap paman tenang. Saya kira si laknat Pujo tidak akan
me mbunuh Joko Wandiro. Tentu niatnya menculik kakang-
mbok Listyokumolo hanya untuk....... hemm, si keparat
jahanam! Tentu hanya untuk menggagahinya seperti yang
telah ia lakukan, setan!"
Jokowanengpati sengaja mengucapkan kata-kata fitnah ini
sungguhpun sebagai seorang laki-la ki yang sudah berpengalaman ia dapat menduga bahwa Pujo tidak
me lakukan perkosaan terhadap isteri Wisangjiwo. Ia sengaja
menge mukakan hal ini untuk mena mbah ap i sakit hati pada
Adipati Joyowiseso. Dan memang usahanya ini berhasil baik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena muka si ad ipati men jadi merah sekali, tangan
kanannya mengepa l dan me ninju meja.
"Kalau kudapatkan dia, akan kuhancurkan kepalanya
dengan tanganku sendiri!" desis adipati itu.
"Kakangmbok Listyokumolo sudah pulang dengan se la mat
biarpun tercemar dan terganggu batinnya. Adapun Joko
Wandiro yang terculik, saya rasa Pujo tidak akan
me mbunuhnya. Andaikata ada niat jahat itu di hatinya,
mengapa tidak ia bunuh di sini atau di dalam guha" Tentu ada
maksud tersembunyi dan Joko Wand iro masih selamat. Akan
tetapi untuk menghadapi P ujo, terutama sekali Resi Bhargowo
yang sakti mandraguna itu, tidak ada jalan lain kecuali
me laporkan mereka sebagai pe mberontak-pe mbe rontak ke
Mataram. Hanya para Empu di Mataram yang agaknya akan
sanggup menghadapi dan menang kap Resi Bhargo wo."
Adipati Joyowiseso mengangguk-angguk akan tetapi
keningnya berkerut. Minta bantuan ke Mataram" Sungguh
berlawanan dengan rencananya, rencana rahasia di dalam hati
yang selama ini ia penda m, yang sudah ha mpir ia matangkan
dengan beberapa orang tokoh di utara dan barat, yang sudah
mulai dipers iapkan, yaitu rencana memberontak terhadap
Mataram! Akan tetapi, Jokowanengpati adalah murid Empu
Bharodo seorang tokoh Mataram, tentu seorang yang berpihak
Mataram. Bagaimana ia dapat mengutarakan rahasia hatinya".
"Urusan ini biarpun a mat besar bagi kami sekeluarga,
namun tetap merupakan urusan pribadi yang tentu tidak ada
artinya bagi Mataram.Agaknya belum tentu mendapat
perhatian sang prabu di Mataram," katanya.
"Kalau kita laporkan bahwa Pujo dan Resi Bhargowo
me mpunyai niat me mbe rontak, tentu akan mendapat
perhatian besar," bantah Jokowanengpati.
"Akan tetapi, lebih baik aku minta bantuan beberapa orang
sahabat yang kiranya cukup tangguh untuk menghadapi Resi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bhargowo. Guru Wisangjiwo, Ni Durgogini a mat sakti,
sungguhpun d ia merupa kan seorang pertapa aneh yang tidak
mau menca mpuri urusan dunia, namun apabila Wisangjiwo
yang minta, kiraku Ni Durgogini a kan mau turun tangan. Di
sampingnya mas ih ada Ni Nogogini yang terkenal sebagai
wanita sakti di Laut Selatan. Juga, apabila aku mengundang
Warok Gendroyono, tentu ia akan suka me mbantu."
Jokowanengpati tersenyum lebar. "Kiranya paman adipati
me mpunyai sahabat-sahabat yang demikian sakti. Nama besar
ketiga orang tokoh itu tentu saja pernah saya dengar.
Agaknya paman ragu-ragu untuk minta bantuan Mataram.
Apakah hal ini ada hubungannya dengan ucapan Pujo ketika
hendak dihukum perapat?"
Berubah wajah Adipati Joyowiseso. Ia menatap wajah
tamunya dengan pandang mata tajam penuh selidik.
"Apa maksud ana kmas" Ucapan yang mana?"
"Ucapan bahwa penaklukan pa man ad ipati terhadap
Mataram hanya pada lahirnya saja, sedangkan pada batinnya
menentang."
Serentak Adipati Joyowiseso bangkit berdiri, tangan
kanannya meraba gagang kerisnya dan mulutnya sudah siap
mene riaki pengawal.
"Itu bohong! Apakah anakmas lebih percaya pada mulut
seorang jahat seperti Pujo"!" Sepasang mata adipati itu
seakan-akan hendak mene mbus dan me njenguk is i hati
Jokowanengpati.
Pemuda itu tenang-tenang saja bahkan tersenyum melihat
sikap sang adipati. Kini ia mengangguk dan ber kata,
"Aku percaya akan apa yang diucapkan Pujo itu dan aku
amat girang karenanya."
Adipati Joyowiseso terkejut bukan main, akan tetapi ekor
kalimat itu me mbuatnya terheran.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa..... apa maksud anakmas.......?""
"Harap paman adipati su ka menyarungkan kembali keris itu
dan mar ilah duduk dengan tenang. Saya bukanlah musuh
paman, dan terutama sekali da la m hal menghadap i Mataram
kita berada di satu pihak. Saya sendiripun ingin se kali melihat
jatuhnya Mataram, paman adipati "
Namun, Adipati Joyowiseso bukanlah seorang yang bodoh
dan sembrono. Ia cukup ma klum akan bahayanya percakapan
seperti ini, apalagi mengingat bahwa pemuda di depannya
adalah murid Empu Bharodo yang menjad i tokoh d i Mataram,
ia tidak mau me mpercaya keterangan aneh ini begitu saja.
Setelah duduk ia lalu berkata,
"Harap anakmas jangan berkelakar. Saya adalah seorang
adipati di Selopenangkep yang menerima anugerah gusti
prabu di Mataram menjadi penguasa di sini, sedangkan
anakmas adalah seorang senopati (panglima) muda yang telah
berjasa dalam perang. Bagaimana anakmas dapat bercakap-
cakap dengan saya tentang hal-hal yang tidak semestinya
itu?" Senyum di bibir Jokowanengpati melebar.
"Paman adipati, harap pa man jangan khawatir, karena kita
sehaluan. Terus terang saja saya mengaku di depan pa man,
bahwa saya sendiri merasa sakit hati kepada Mataran dan
mencari kesempatan untuk membalas dendam. Saya benci
kepada Sang Prabu Airlangga dan Sang Patih Narotama yang
pilih kasih dan tidak pandai menghargai jasa orang!"
Adipati Joyowiseso makin kaget dan heran.
"Anakmas, mengapa bisa berkata de mikian " Gusti prabu
terkenal bijaksana, mulia, dan waspada. Sedangkan Gusti
Rakyana Patih Kanuruhan (Narotama) ada lah seorang yang
sakti mandraguna, setia dan adil!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya harap pamanda adipati tidak berpura-pura lagi.
Sayapun sudah berterus terang. Seperti paman ketahui, dalam
perang yang terakhir, saya ikut berjuang me mbela Mataram,
apalagi dalam usaha menundukkan raja-raja muda di pantai
utara. Akan tetatpi, setelah perang berakhir dan semua
pejuang menerima pahala, saya seorang dilupakan oleh sang
prabu. Bahkan ketika saya mengadukan ha l ini kepada guru
saya, Empu Bharodo malah me marahi dan mengusir saya.
Saya tahu, hal itu adalah gara-gara sang patih yang me mang
menaruh iri hati kepada saya. Oleh karena itu, sebelum
berhasil meruntuhkan Mataram dan melihat Patih Kanuruhan
serta sang prabu terjungkal dari tahta, belum puas hati saya!"
Mendengar ini, Adipati Selopenangkep itu tidak merasa
ragu-ragu lagi. Ia me megang lengan tangan. Jokowanengpati
dan berkata girang,
"Ah, siapa kira, kita bersatu haluan, anakmas! Akan tetapi,
agaknya sakit hati dan cita-cita kita ini hanya akan tetap
tinggal menjadi penyakit di dalam hati. Satu-satunya harapan-
ku tadinya adalah Kerajaan Sriwijaya yang menjadi musuh
la ma Mataram Akan tetapi setelah Sang Prabu Airlangga
me mper isteri puteri dari Kerajaan Sriwijaya, lenyaplah
harapanku. Di antara kedua kerajaan itu telah ada ikatan
keluarga, maka tidak mungkin kita mengharapkan. Kerajaan
Sriwijaya lag i."
"Me mang wawasan pa manda adipati benar. Akan tetapi,
masih banyak jalan menuju ke terlaksananya cita-cita kita.
Bukan hanya Kerajaan Sriwijaya yangj menjadi musuh
Mataram. Para raja muda di pantai utara, para adipati yang
ditundukkan dengan kekerasan oleh Matara m, tidak se mua di
antara mereka takluk dengan tulus ikhlas, tepat seperti kata-
kata orang cerdik pandai, bahwa orang ditundukkan oleh
perang, hanya tunduk karena kalah, tunduk pura-pura yang ti-
dak dapat dipercaya. Nah, kalau kita mengadakan sekutu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan mereka, keadaan kita akan cukup kuat, paman
adipati." Adipati Joyowiseso tertawa gembira dan menepuk-nepuk
bahu pe muda itu.
"Ah, alangkah senang hatiku mene mukan seorang sekutu
seperti anakmas yang luas pengetahuan lebar pandangan dan
tinggi ilmu kesaktian. Ternyata cocok sekali pendapat kita.
Akupun sudah mengada kan hubungan dengan banyak tokoh
penting, anakmas, di antaranya seperti telah kusebutkan tadi
adalah Warok Gendroyo-no dari Ponorogo yang pernah
menerima hukuman dar i Mataram seh ingga mengan dung
dendam, dan selain guru puteraku sendiri Ni Durgogini dan Ni
Nogogini adiknya, masih ada lagi seorang to koh yang siap
menjad i tulang punggung, yaitu Ki Krendroyakso di Bagelen!"
"Wah, hebat! Ki Krendoyakso raja sekalian bajak begal dan
ma ling dengan ana k buahnya yang ribuan orang banyaknya!
Bagus sekali, paman. Se mua pe mbantu itu dapat ditambah
dengan banyak senopati dan raja muda taklukan Mataram


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang ingin me mberontak, dan untuk me mperlengkap deretan
orang sakti yang me mbantu, saya dapat mengajukan seorang
sakti mandraguna yang tak seorangpun mengenal nama
aselinya, hanya dikenal dengan na ma julukan Cekel Aksomolo
(Cantrik Bertasbih) yang bertapa di hutan Wredo di lereng
Gunung W ilis."
Adipati Joyowiseso merasa girang bukan ma in. Diperintahkannya para pelayan untuk menge luarkan minuman
keras dan makanan, dija munya pemuda itu dengan keakraban
baru karena pe muda ini selain penolong dan calon mantu,
juga merupakan seorang sekutu yang boleh diandalkan. Agak
terhiburlah hatinya yang tadi penuh amarah dan duka oleh
ma lapetaka yang men impa keluarganya.
"Nah, kau mengerti sekarang mengapa aku merasa ragu
untuk minta bantuan Mataram da la m menghadapi P ujo, anak-
mas." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Paman adipati, saya rasa pa man keliru dalam hal ini. Kita
harus mengerti bahwa Pujo dan Resi Bhargowo adalah orang-
orang yang setia kepada Mataram. Buktinya dahulu ketika
paman melawan barisan Mataram, orang-orang Sungapan itu
tidak mau me mbantu, kan" Dan me mang tidak aneh karena
Resi Bhargo wo adalah adik seperguruan guru saya, Empu
Bharodo. Jadi terang bahwa mere ka guru dan murid adalah
orang Mataram. Kita bercita-cita me mbalas dan me mukul
Mataram, juga me mpunyai denda m terhadap Pujo dan
gurunya. Adakah jalan yang lebih se mpurna daripada
mengadu domba mereka satu kepada yang lain" Biarlah
mereka saling hantam, karena kalau mereka saling hanta m,
berarti akan melemah kan kedudukan mereka sehingga mudah
bagi kita menca ri kesempatan baik. Sebaliknya kalau mereka
tidak diadu domba, kita akan harus menghadapi mereka
bersama, tentu amat berat. Mengertikah paman adipati akan
maksud saya?"
Wajah Adipati Joyowiseso berseri-seri dan ia memandang
kagum kepada wajah yang ta mpan itu.
"Aku mengerti, anakmas. Memang tepat dan betul sekali
rencanamu itu."
Dua orang sekutu ini bercakap-cakap dan mengatur siasat
untuk me laksanakan niat pemberontakan mereka. Karena
maklum betapa besar dan kuatnya bala tentara Mataram,
maka dengan cerdik Jokowanengpati mengajukan siasat untuk
me le mahkan Mataram lebih dahulu dengan cara mengadu
domba dan me mecah-belah, kalau perlu menundukkan atau
me mbunuh para tokohnya yang berkepandaian tinggi dengan
dalih urusan pribadi.
Karena hanya dengan cara mengalahkan, menundukkan,
atau me mbunuh tokoh-tokoh sakt i pe mbela Mataram sajalah
kerajaan itu dapat dile mahkan dan mudah dipukul kelak kalau
saatnya yang baik tiba. Makin la ma mere ka bercakap-cakap,
makin tertarik dan kagumlah hati Adipati Joyowiseso akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kecakapan pe muda ini yang bukan hanya me miliki kesaktian
hebat, juga ternyata memiliki kecerdikan dan siasat serta tipu
muslihat yang a mat berguna bagi pe mberontakannya.
Setiap hari mereka bercakap-cakap dan berunding sambil
menantikan pulangnya Raden Wisanghjiwo.
Setengah bulan kemudian
datanglah Raden Wisangjiwo.
Wajahnya berseri-seri ketika ia
me masu ki pendopo kadipa ten
dan me lompat turun dari kudanya yang besar, yang
segera disambut oleh para
penjaga dan pelayan. Akan
tetapi kegembiraannya segera
lenyap seperti kabut disapu
panas ketika ia bertemu ayahnya di ruang dalam. Ayahnya tengah duduk semeja
dengan Jokowanengpati, dan
me lihat kedatangannya, ayahnya itu bangkit berdiri dengan
mata melotot dan mulut melontarkan teguran keras.
"Bocah durhaka! Kau telah keluyuran ke mana saja"
Mengapa masih ingat akan pulang" Kalau kau sudah tidak
me mbutuhkan orang serumah ini, mengapa kau masih mau
pulang?" Merah wajah Wisangjiwo. Dimarah i ayahnya yang galak
bukan apa-apa baginya, akan tetapi kali ini ia dimarahi di
depan Jokowanengpati yang hanya seorang kenalan, berarti
seorang tamu atau orang luar.
"Kanjeng ra ma (ayah), saya baru pulang dari kota
raja......."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"He mm, kau keluyuran ke sana mau apa" Enak ya
bersenang-senang di kota raja sedangkan di rumah tertimpa
ma lapetaka hebat!"
"Malapetaka" Apakah yang terjadi?"
"Pujo si pengecut datang menga muk, ayahmu ini hampir
terbunuh olehnya, kemudian anak isterimu diculiknya, isterimu
sudah didapatkan kembali akan tetapi anakmu sa mpai
sekarang lenyap. Adikmu Roro Luhito minggat. Semua itu
terjadi dan kau berfoya-foya di kota raja!"
Muka yang tadinya berseri itu kini me njadi pucat.
Tanpa menjawab lagi Wisangjiwo melompat lari menuju ke
kamarnya untuk mendapatkan isterinya.
Di s itu ia disa mbut tangis ibunya dan para selir ayahnya.
Listyokumolo, istrinya, rebah telentang dengan mata tak
bergerak-gerak, bahkan ketika mata melirik ke arahnya,
seakan-akan tidak me ngenalnya lag i.
Bagi W isangjiwo, Listyokumolo adalah seorang wanita
cantik, seorang di antara wanita-wanita cantik yang lain yang
menjad i kekasihnya. Bagi dia, isteri, selir maupun keka sih di
luar, semua wanita bagaikan ba rang permainan yang
menyenangkan, dan yang bertugas semata-mata sebagai
pemuas nafsu, pelipur hati, pelepas dahaga. Lain tidak! Oleh
karena wataknya inilah ma ka Listyokumolo merasai penderitaan batin setelah menjadi isteri putera adipati ini, dan
oleh karena watak ini pula maka Wisangjiwo tidak menaruh
perhatian akan nasib yang menimpa diri isterinya. Yang
me mbuat ia gelisah adalah tentang puteranya.
"Nimas Listyokumolo!" Ia cepat-cepat menegur sa mbil
me megang tangan isteri-nya, tidak me mpedulikan para ibunya
yang berada di situ, "Di mana adanya Joko Wandiro anakku?""
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena tangannya dipegang erat-erat dan diguncang-
guncang, Listyokumolo menjad i terkejut. Ia menoleh, me man-
dang aneh la lu menang is sambil berteriak-teriak,
"Ke mbalikan anakku.............! Kembalikan dan jangan
ganggu anakku...., kau boleh perbuat sesukamu atas diriku,
aku menyerahkan seluruh ragaku kepadamu..... tapi jangan
ganggu Wandiro.....!! "
Lalu menang is me nggerung-gerung di atas pe mbaringan.
"Listyokumolo, di mana Joko Wand iro" Di mana dia?"
Wisangjiwo mengguncang-guncang tubuh isterirya, namun
jawaban Listyokumolo sela lu sa ma.
Akhirnya ibunya datang memegang pundaknya dan berkata
le mbut, "Tiada gunanya kau me mbentak-bentak anakku. Isterimu
menga la mi pukulan batin dan yang selalu diucapkan hanya
itu-itu juga. Lebih baik kau lekas berunding dengan ayahmu
dan cepat-cepat mencari sa mpai dapat putera mu Joko
Wandiro." Isteri adipati itu mengakhiri kata-katanya, dengan isak
ditahan. Wisangjiwo menjadi le mas dan keluar dari kamar itu
tanpa menoleh kepada isteri-nya lagi. Ia menuju ke ruangan
tengah dan menjatuhkan tubuhnya di atas kursi di depan
ayahnya, lalu menarik napas panjang.
"Kanjeng ra ma, apakah yang telah terjadi selama saya
pergi" Dan saya lihat adimas Jokowanengpati hadir di sini,
sudah la makah, dimas?"
Jokowanengpati me mandang tajam dan bibirnya sudah
berkomat-kamit hendak menjawab, akan tetapi didahului
Adipati Joyowiseso,
"Jika tidak ada anakmas Jokowanengpati, ramamu sudah
menjad i jenazah sekarang!" Adipati Joyowiseso lalu men-
ceritakan se mua peristiwa yang menimpa keluarga kadipaten.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemudian ia me man dang puteranya dengan tajam sambil
bertanya, "Wisangjiwo, sebetulnya apakah yang terjadi antara engkau
dan Pujo" Mengapa ia me musuhimu seperti itu?"
Sampa i la ma Wisangjiwo tidak dapat menja wab. Ia menjadi
marah sekali. Mendengar betapa adik pere mpuannya
diperkosa sehingga mungkin saking ma lu adiknya itu sa mpai
lolos minggat dari kadipaten, mendengar betapa isterinya
diculik dan menurut dugaan ayahnya juga diperkosa, hatinya
menjad i panas. Tentang isterinya dirusak kehormatannya, ia
dapat mencari la in wan ita. Akan tetapi penghinaan itu send iri
yang me mbuat hatinya panas, apalagi penghinaan yang
ditimpakan atas diri adiknya.
Semua ini masih dita mbah lagi dengan diculiknya Joko
Wandiro, puteranya, benar-benar me mbuat dadanya bergolak
dan sukar bagi orang muda ini untuk mengeluarkan suara
menjawab pertanyaan ayahnya.
"Si keparat Pujo!" desisnya di antara dua baris gigi yang
dirapatkan, kedua tangannya mengepal "Akan kuhancurkan
engkau!" Adipati Joyowiseso tak sabar lagi."Wisangjiwo, simpan dulu
kemarahanmu,tiada gunanya sekarang, sudah terlambat.
Permusuhan apakah yang timbul antara engkau dan Pujo?"
Wisangjiwo menarik napas panjang.
"Sayang sekali, kanjeng ra ma, tidak kupadamkan saja api
hidupnya pada waktu itu, padahal dia sudah berada di tangan
saya, kalau saya mau me mbunuhnya tinggal me ngayun
tangan saja. Ah, mengapa saya bertindak kepalang tanggung
waktu itu?"
"Hayo tuturkan, jangan putar-putar macam itu!" Ayahnya
menegur kesal. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Secara kebetulan seka li saya pergi ke Guha Siluman pada
senja hari itu dan bertemu dengan Pujo dan isterinya yang
bertapa di dalam guha dalam keadaan aneh sekali, yaitu
mereka bertapa berhadapan bertelanjang bulat! Saya
menegur nya dan kami bertanding. Isterinya, Kartikosari puteri
Resi Bhargowo me mbantu suaminya. Untung sekali saya dapat
mendahului mereka sehingga saya dapat memukul mereka
pingsan!" Adipati Joyowiseso mengerutkan keningnya. Tentu saya ia
dapat mengenal watak dan kesukaan puteranya yang tidak
jauh bedanya dengan kesukaannya sendiri!
"He mm, aku mendengar bahwa puteri Resi Bhargowo itu
cantik. Kau lalu mengganggu isteri Pujo, bukan?"
Akan tetapi Wisangjiwo menarik napas panjang dan
mengge leng kepala.
"Kalau saya tahu bahwa si laknat itu akan melakukan
perbuatan keji di sini, tidak saja isterinya akan saya perhina,
bahkan mereka tentu akan kubunuh lebih dulu! Tidak, kanjeng
rama, sungguhpun saya amat terpesona oleh kecantikan
Kartikosari dalam keadaan menggairahkan seperti itu, namun
saya....... saya tidak mengganggunya. Saya masih ingat akan
Resi Bhargowo yang sakti dan t idak ingin ber musuh
dengannya. Maka setelah mere ka roboh, saya lalu pergi dari
guha itu men inggalkan mere ka."
Jokowanengpati mendengarkan penuh perhatian. Terbayang olehnya semua peristiwa itu.
"Kangmas Wisangjiwo. Maafkan pertanyaanku ini. Benar-
benarkan kau tidak me nggagahi Kartikosari yang cantik jelita"
Melihat sepak terjang Pujo, agaknya ia amat sakit hati
kepadamu dan agaknya masuk akal denda mnya itu kalau kau
telah me mperkosa isterinya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tida k, dimas Jokowanengpati, de mi para dewata yang
menjad i saksi, aku tidak..... eh, dimas, kelingking kirimu itu
mengapa.......?""
Bukan main kagetnya hati Jokowanengpati. Pikirannya
sedang berpusat pada peristiwa itu dan kelingkingnya justru
buntung setengahnya dalam peristiwa itu, maka pertanyaan
yang tak tersangka-sangka itu bagaikan serangan kilat yang
me mbuat wajahnya menjad i pucat. Kalau saja bukan dia yang
ditanya serentak seperti itu, tentu akan menjad i panik dan
gugup. Namun Jokowanengpati adalah seorang yang amat
cerdik. Dala m keadaan terpepet itu ia masih sempat mengerjakan
otaknya dan jawabannya tenang cepat tanpa ragu,
"Ooohhh, inikah" Sebelum aku datang berkunjung ke sini,
aku bertemu dengan gero mbolan pengacau di tepi Kali Solo.


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku berhasil me mbas mi mereka dan me mbunuh kepalanya,
akan tetapi kepala gerombolan itu lumayan kepandaiannya
sehingga dalam pengeroyokan itu jari kelingkingku ini terkena
bacokan golok dan putus. Akan tetapi tidak apa-apa,
kangmas." "Untung hanya jari kelingking, anak-mas," Joyowiseso ikut
bicara, "kalau ibu jari yang terkena bisa celaka karena ibu jari
merupakan bagian paling penting dari tangan." Kemudian
sambungnya sa mbil me mandang puteranya, "Lanjutkan
ceritamu, mengapa selama ini kau perg i!"
"Karena pertempuran itu, saya khawatir akan menghadapi
kemarahan Resi Bhargowo, maka saya langsung pergi
menghadap guru saya Ni Durgogini di Girilimut. Akan tetapi di
sana saya bertemu dengan pa man Patih Kanuruhan.. . "
"Rakyana Patih Kanuruhan di sana?"" Jokowanengpati
berseru kaget. "Ada apakah beliau berada di sana" " Mende-
ngar nama patih yang sakti itu, diam-dia m Jokowanengpati
merasa gentar. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Agaknya beliau dahulu sahabat baik guruku, dimas, dan
sengaja datang berkunjung sungguhpun beliau berkata secara
kebetulan saja. Entah, aku tidak tahu sebabnya. Akan tetapi
pertemuan itu me mbawa keuntungan bagiku karena aku
sekarang mendapatkan kedudukan baik di kota raja berkat
perantaraan beliau."
Wisangjiwo la lu menceritakan semua pengalamannya,
bahkan ia mencer itakan bagaimana ia dicoba kepandaiannya
oleh patih sakti itu, kemudian ia berangkat ke kota raja,
diterima baik dan ditetapkan menjadi perajur it pilihan calon
pengawal istana!.
Mendengar ini Adipati Joyowiseso menggebrak meja
dengan alis berdiri.
"Bodoh! Bodoh sekali! Bagaima na kau malah menjad i calon
pengawal Raja Mataram?""
Wisangjiwo me mbelalakkan mata, melirik ke arah
Jokowanengpati dan berseru kepada ayahnya, nadanya
mence la, "Kangjeng ra ma.......!!!"
Adipati Joyowiseso maklum akan teguran puteranya, maka
ia lalu menepuk bahu Jokowanengpati yang tersenyum-
senyum saja itu sambil ber kata,
"Anakmas Jokowanengpati juga me musuhi Raja Bali,
mendukung cita-citaku. Apakah engkau puteraku sendiri
ma lah ingin menjadi gedibal (ha mba rendah) orang Bali?"
Orang-orang yang pada waktu itu membenci Raja
Airlangga, me ma kinya sebagai raja atau orang Bali, dan
me mang sesungguhnya Airlangga adalah seorang putera Bali,
sungguhpun darah yang mengalir di tubuhnya adalah darah
raja Bali yang masih ada pertalian darah pula dengan Raja
Mataram. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wajah Wisangjiwo me njadi terang mendengar keterangan
ayannya bahwa Jokowanengpati telah men jadi sekutu
ayahnya. "Bagus!" Ia me megang lengan Jokowanengpati. "Aku
senang sekali mendengar hal ini, dimasl Ayah, me mang saya
sengaja mengusahakan agar dapat menjadi pengawal istana,
karena kalau hal itu terjadi, bahkan akan banyak menolong
usaha terlaksananya cita-cita kita."
"Eh, apa maksudmu?"
"Paman adipati, saya mendukung rencana kakangmas
Wisangjiwo. Kalau dia bekerja di da la m istana, berarti kita
selalu akan dapat mengetahui gerak-gerik mereka, pula kalau
sudah tiba masanya, bantuan dari dalam merupakan ha l yang
amat berguna, bahkan tidak dilebih-lebihkan kalau dikatakan
merupa kan syarat mutlak ke arah tercapainya gerakan kita."
Mata sang adipati melebar, kemudian ia tertawa bergelak-
gelak, lalu merangkul pundak puteranya.
"Ah, kau pintar, puteraku! Maafkan ayahmu yang salah
sangka! Benar sekali, kau bertugas di sana mengawasi gerak-
gerik mereka tentang usaha kita, kalau-kalau mereka menaruh
curiga. Kemudian kita atur rencana dari sini untuk
mengacaukan pertahanan mere ka. Akan tetapi sebelum kau
kembali ke sana, kau harus menghubungi dulu gurumu Ni
Durgogini, menyampaikan per mintaanku agar mereka suka
me mbantu gerakan kita ini."
"Baik, kanjeng rama, akan tetapi....... bagaimana dengan
anakku Joko Wand iro" Dan bagaimana pula dengan adikku
Roro Luhito.......?"
"Jangan kau khawatir, kakangmas. Aku s iap untuk mencari
Pujo, me mbawa kembali puteramu dan sedapat mungkin akan
kucari diajeng Roro Luhito."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wisangjiwo, kita berhutang budi banyak sekali kepada
anakmas Jokowaneng-pati, calon ad ik ipar mu ini."
"Adik.....
ipar.....?"
Wisangjiwo meno leh kepada Jokowanengpati.
"Dia,....... dia telah begitu baik untuk bersedia mengawini
adikmu Roro Luhito, agar tertutup noda dan aib......."
"Tida k hanya demikian, paman adipati, melainkan karena
saya merasa kasihan kepada diajeng Roro Luhito, dan juga.....
suka kepadanya......."
"Aduh, kau benar-benar sahabat sejati!", Wisangjiwo
me me luk Jokowanengpati, kemudian berkata khawatir, "Akan
tetapi, dimas. Kau bilang sendiri bahwa s i la knat Pujo dibantu
gurunya. Bagaimana kau dapat menandingi Resi Bhargowo
yang sakti mandraguna?"
Yang ditanya tersenyum tenang.
"Aku sendiri tentu be lum kuat melawan sang resi, akan
tetapi sebelum me ncari mereka, aku a kan pergi me ne mui
eyang Cekel Aksomolo di hutan Wredo yang terletak di lereng
Gunung Wilis. Bersama dia, aku tidak takut lag i menghadapi
Resi Bhar gowo."
Secara singkat ia lalu mencer itakan kehebatan dan
kesaktian Cekel Aksomolo yang dipujinya setinggi langit dan
dikatakannya tiada keduanya di dunia ini! Giranglah hati
Wisangjiwo dan ayahnya, dan agak terhiburlah hati mere ka
oleh malapetaka yang
men impa keluarga Kadipaten Selopenangkep. Semalam suntuk hari itu mereka tiada hentinya bercakap-
cakap mengatur rencana, karena pada keesokan harinya
Jokowanengpati akan berangkat ke Gunung W ilis sedang kan
Wisangjiwo akan pergi mencari guru dan bibi gurunya.
-odwo- Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Engkau anak hina! Engkau buah daripada perbuatan
jahanam! Hidupmu ha nya akan mence markan dunia. Tak
layak engkau hidup!!"
Sikap dan kata-kata yang terlontar dari mulut wanita itu
menger ikan. Suaranya nyaring mengatasi debur ombak
me mecah di batu karang. Wajahnya yang cantik jelita itu tidak
terurus, tampak bengis. Matanya yang bening dan indah
bentuknya itu menatap liar penuh benc i kepada seorang anak
bayi perempuan yang telanjang bulat dan tidur nyenyak dalam
pondongannya. Rambut wanita itu terurai, panjang sa mpai ke pangkal
pahanya. Pakaian yang menutup tubuhnya yang muda padat
dan berkulit kuning halus bersih itu tak dapat menyembunyi-
kan lengkung le kuk tubuh seorang wanita yang sudah masak
karena hanya sehelai tapih pinjung (kain yang bagian atasnya
dibelit kan menutup dada), me mbuka telanjang me mper lihatkan bagian atas dada yang bulat membusung,
dada seorang wanita yang baru melahirkan, pundak dan
lengan. Juga me mperlihatkan kaki dari lutut ke bawah, kaki yang
betisnya gemuk me mad i bunting dan mata kaki yang kecil
berlekuk dalam. Sepasang kaki yang kecil itu berdiri di atas
batu karang yang tercapai percikan ombak me mecah di
pantai. Wanita itu adalah Kartikosari! Isteri Pujo yang bernasib
ma lang ini telah melahirkan seorang anak perempuan, dua
pekan yang lalu! Setelah ia berpisah dari Pujo di Guha Siluman
akibat peristiwa di malam jahana m itu, dalam keadaan
berkeliaran di sepanjang pantai Laut Selatan di daerah Baron
dan Karangracuk setiap hari siang dan malam menang isi
nasibnya, mengeluh meratapi nama sua minya, kadang-kadang
me ma ki dan menyumpahi na ma Wisangjiwo, atau ada kalanya
tertawa-tawa dan bermain-ma in dengan ombak yang datang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bergulung-gulung, be berapa bulan kemudian barulah ia sadar
akan keadaan dirinya. Sadar bahwa ia te lah mengandung!.
Setengah hari Kartikosari menggeletak pingsan di dalam
sebuah guha kecil di pantai Karangracuk yang ia jadikan
tempat tinggalnya, setelah ia ketahui bahwa ia telah
mengandung. Di waktu sadar dari pingsannya,ia menang is menggerung-
gerung, menja mba ki ra mbutnya sendiri sa mpai ra mbut yang
hitam halus dan panjang itu awut-awutan, mencakari
mukanya yang cantik jelita sampai kulit yang halus dan kuning
kemerahan itu menjad i merah oleh darah dari pipi yang
terluka kuku, lalu me nangis lagi bergulingan di lantai guha
seperti anak kec il.
Setelah reda, ia terisak-isak menye mbunyikan muka di balik
kedua tangan, berlutut di dalam guha. Ingin ia me mbunuh
diri. Tak kuat rasanya harus menghadap i penderitaan yang
susul-menyusul, tindih-men indih ini. Namun, ia masih ingin
hidup untuk me la mpiaskan denda mnya!.
Demikianlah, beberapa bulan la manya Kartikosari menga la mi penderitaaan lahir batin yang amat hebat. Ia
makan seada-nya, makan apa saja yang bisa ia dapatkan.
Kadang-kadang ia mendaki bukit batu karang di utara,
mencari ketela atau buah-buahan, ada kalanya ia hanya
makan ikan laut dibakar. Namun, penderitaan lahir ini tidak
ada artinya kalau dibandingkan dengan penderitaan batinnya
dengan peristiwa ma la m jahana m di Guha Siluman, kadang-
kadang ia seperti kalap dan gila, ingin ia merobe k perutnya
sendiri untuk me mbuang jauh-jauh bayi yang mulai bergerak-
gerak dalam kandungannya!.
Akan tetapi ada kalanya hati kecilnya me mbis ikkan harapan
bahwa kandungannya itu adalah darah daging Pujo, suaminya.
Kalau menduga begini, ia akan mengelus-elus perutnya sambil
mera mkan mata, lalu merintih-rint ih me mbisikkan na ma
suaminya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah merasa bahwa kandungannya sudah mendekati
kelahiran, Kartikosari berjalan men inggalkan pantai, mencari
orang. Setengah hari ia berjalan dan barulah ia melihat
sebuah dusun kecil di le reng bukit, dusun yang penghuninya
hanya petani-petani mis kin di tanah kapur Gunung Kidul,
tinggal dalam gubuk-gubuk kecil kotor dan mis kin tak lebih
dari tujuh buah gubuk.
Namun hal ini cukup menggirangkan hati Kartikosari.
Tubuhnya sudah lelah, hampir ia tak kuat berjalan tadi kalau
saja ia tak melihat gubuk-gubuk itu dari p uncak bukit. Ia tadi
telah mengerahkan segenap sisa tenaganya untuk berjalan ke
arah dusun, dan setibanya di depan pintu gubuk pertama,
matanya berkunang-kunang, perutnya sakit sekali dan ia
terguling roboh pingsan di atas tanah.
Betapa ia ditolong beramai-ramai oleh penghuni dusun
yang setengah telanjang karena miskin itu, ia tidak tahu.
Betapa ia meronta-ronta, merintih-rintih dan bergulat dengan
maut, iapun tidak tahu. Sejak roboh pingsan sa mpai
me lahirkan, Kartikosari da la m keadaan tidak sadar. Ketika ia
sadar dengan tubuh le mas, ia telah berada di atas balai-balai
bambu yang dit ila mi tikar anyaman dar i daun kelapa, dan di
dekatnya rebah seorang bayi yang masih merah, bayi
perempuan telanjang bulat, gemuk dan ber kulit putih bersih
berambut hita m tebal, hanya tertutup sehelai popok (kain)
kumal dan kotor!.
Ia tidak pernah menjawab hujan pertanyaan para penghuni
dusun itu yang bicara penuh hormat kepadanya, yang
menganggapnya seorang puteri bangsawan yang sesat jalan
atau diculik pera mpok, bahkan ada beberapa orang yang
berbisik mengira ia bukan manusia, me lainkan seorang peri
(setan perempuan) atau penghuni Laut Selatan! Ia tidak mau
menjawab, akan tetapi bukan tidak ber terima kasih.
Dengan taat ia minum ja mu-jamu pahit yang disediakan
seorang nenek kurus, makan daging kelapa hijau atau bubur
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jagung yang disuguhkan orang, dan menerima pelayanan dan
rawatan mereka selama dua pekan dengan senyum bersyukur.
Dan pada keesokan harinya setelah lewat dua pekan,
penghuni dusun itu dengan heran dan kaget hanya menda-
patkan sepasang gelang emas di atas balai-balai, sedangkan
wanita cantik tapi agaknya gagu karena tak pernah bicara itu
lenyap tak meninggalkan jejak, lenyap bersa ma bayinya yang
cantik dan mungil bertubuh montok!
Tentu saja kini mereka ma kin percaya kepada dia yang
pernah me mbisikkan bahwa wanita ayu itu tentulah seorang
peri atau seorang puteri dari istana Ratu Roro Kidul di dasar
Laut Selatan! Kalau manusia biasa, tak mungkin dapat pergi
bersama bayinya tanpa ada yang tahu sama sekali, tidak


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

men inggalkan jejak!.
Kartikosari tentu saja dapat pergi tanpa diketahui dengan
mudah, mengan dalkan ilmunya. Ia kembali ke Karangracuk
dan berdiri di atas batu karang me maki-maki anak dalam
pondongannya, kemudian matanya menjadi beringas ketika ia
me mandang ke arah gelombang Laut Selatan yang ma kin
mengge lora. "Anak hina-dina! Kau tak patut hidup!" jeritnya dengan
suara terpecah dalam tangis, lalu ia.. ... melempar kan anak itu
jauh-jauh ke tengah laut yang bergelombang! Tanpa melihat
lagi ia me mba likkan tub uh, meloncat turun dari atas batu ka-
rang lalu berlarian sambil menutupi mukanya dengan kedua
tangan, kemudian menjatuhkan diri bergulingan di atas pasir
sambil me nangis.
Jantungnya terasa ditusuk-tusuk dan timbul rasa ngeri di
hatinya untuk menoleh ke arah laut yang telah menelan bocah
yang dilahirkannya dua pekan yang la lu. Suara ombak yang
menderu itu masu k me menuhi telinganya, dan kini berubah
menjad i suara tangis anak bayinya! Tangis yang amat nyaring
sehingga ia tak kuasa menahan lagi, lalu me nutupkan kedua
tangannya kepada telinga. Namun, betapa keras ia menutupi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telinganya, suara tangis itu masih terdengar terus, bahkan
makin la ma ma kin nyaring..
"Dia m.......!! Jahanan! Dia mlah.....!! "
Ia menjer it-jerit bergulingan di pantai seperti dis iksa,
akhirnya suara jeritannya menjadi keluh dan rintih
mengerang-erang per lahan.
"..... diamlah....., diamlah, nak..... diamlah....." dan ia
mena ngis tersedu-sedu.
Setelah mereda gelora hatinya, ia me mberanikan diri
meno leh ke arah laut. Laut masih mengganas, ombaknya
besar-besar seakan-akan menjadi marah kepadanya. Ombak
laut seperti terbakar, merah tersinar matahari yang ha mpir
tenggelam di langit barat. Ombak merah menggelora,
bergulung-gulung panjang seperti naga ra ksasa menga muk.
Tiba-tiba ia tersentak kaget dan meloncat berd iri. Matanya
dilebar-lebarkan me mandang kepada sebuah benda yang
tergolek di tepi pantai, diatas pasir. Ikankah" Ikan mati"
Agaknya ikan mati, terdampar oleh ombak ke pantai. Putih
berkilat seperti perut ikan, tak bergerak-gerak. Kartikosari
bergidik, mere mang bulu tengkuknya. Bentuk ikan itu! Aneh
sekali! Hitam-hita m di ujungnya. Ekor" Terlalu besar. Dan
mulutnya! Mengapa terpecah menjadi dua" Mulut" Mirip kaki.
Kaki bayinya!. Benda itu bergerak-gerak, lalu terpecah suara tangis yang
me lengking. Meremang se luruh tubuh Kartikosari, bulu di
tubuhnya berdiri satu-satu. Tangis bayi! Tangis anaknya!.
"Anakku.......!!!" Kartikosari menjerit dan berlari cepat
sekali seperti terbang ke arah benda putih itu. Ditubruknya
bayi yang menang is terkeka l-keka l itu, sambil berlutut di atas
pasir ia me ndekap bayi telanjang bulat itu ke dadanya,
ditangisinya sambil terengah-engah, diciuminya, didekap lagi
ke dada dan air matanya me mbanjir, mencuci pas ir yang
lekat-lekat pada tubuh bayi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aduh, anakku....., anakku.......! Kau kembali......" Kau......
kau anak Pujo........."
Anakku.......! Ampuni ibumu, nak.....ampun.......!"
Ia tidak perdulikan lidah ombak menjilat-jilat kaki dan
lututnya, seperti lidah anjing jinak menjilat-jilat kaki
maj ikannya, rnohcn perhatian dan belas kasihan. Direnggutnya kain penutup dadanya sehingga tampa k kedua
buah dadanya yang montok dan penuh air susu, yang seakan-
akan hendak pecah karena kulit yang tipis halus itu tak dapat
mena mpung air susu yang terlalu penuh, dimasukkannya
ujung buah dada yang merah itu ke mulut bayinya yang
mena ngis keras.
Seketika terhentilah tangis bayi. Tanpa diajari oleh
siapapun, manusia kecil itu lantas menghisap air susu dari
dada ibunya, menghisap keras-keras dan terpancarlah air
kehidupan itu me nerjang tenggorokan yang kecil.
Bayi itu tersedak dan terbatuk-batuk. Kartikosari melepas
buah dadanya dari mulut bayinya, mulutnya berkata halus,
"Pissss.......! Pissss.......!" Sambil me nebak-nebak dada send iri
perlahan. Setelah anaknya tidak terbatuk-batuk lagi, kembali ia
menyusui anaknya, sambil tertawa gembira dan air matanya
men itik turun ketika ia berkata,
"Cah ayu....., perlahan-lahan saja menyusu, nak......, ibumu
tidak marah lagi....... oh, tidak akan marah lag i....."
Dengan air mata menga lir di kedua pipinya, Kartikosari
me mbe lai-bela i kepala anaknya dengan pipi, merasai betapa
halus rambut anaknya tergeser di pipi.
Ombak agak besar kini mencapai lutut dan pinggangnya.
Kartikosari cepat berdiri agar anaknya tidak terkena air. Ia
meno leh ke arah laut dan berkata,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Terima kasih, ayahku Laut Selatan! Terima kasih! Kau
telah menge mbalikan cucumu kepadaku! Baik, akan kurawat
dia, akan kujadikan dia seorang gadis yang patut menjadi
cucu Laut Se latan!"
Kartikosari lalu ber lari-lar i mendukung anaknya yang masih
menyusu lahap itu menuju ke dalam guha yang menjadi
tempat tinggalnya.
Semenjak saat itu, hidupnya me mpunyai arah dan tujuan.
Tidak hanya untuk me mbalas denda m kepada Wisangjiwo,
akan tetapi juga untuk merawat dan mendidik puterinya.
Endang Patibroto! Ya, demikian lah ia me mberi na ma kepada
puterinya. Endang Patibroto. Patibroto berarti setia kepada
suami. Ya, memang ia selalu setia kepada suaminya, bahkan
terjadinya peristiwa hina di malam jahanam da la m Guha
Siluman seh ingga menimbulkan akibat seperti yang dideritanya sekarang, semata-mata karena kesetiaan nya
kepada suaminya.
Tak peduli anak siapa bayi itu, ia tetap setia kepada
suaminya, setia lahir batin. Biarlah dunia mengutuknya,
biarlah sua minya mengumpat caci dan tidak me mpercaya
akan kesetiaannya, namun Laut dan Badai tahu! Dia sendiri
tahu! Puterinya tahu! Karena itu, puterinya harus bernama
Endang Patibroto sebagai bukti dan penguat kesetiaannya.
Mulailah Kartikosari me mperhatikan kesehatannya, demi
puterinya, demi Endang Patibroto. Mulai ia me mbawa s isa
perhiasan emasnya ke dusun dan minta kepada penghuni
dusun yang keheranan itu untuk me mbawa perhiasannya ke
kota, menjual dan menukarkan dengan pa kaian dan
kebutuhan la in.
Mulailah ia kini setiap hari mencar i sarang burung di
tempat-tempat yang sukar, lalu menyuruh penghuni dusun
menjualnya ke kota. Di kota banyak terdapat pedagang yang
suka berdagang ke kota-kota besar dan kabarnya sarang
burung itu dijualnya kepada Bangsa Cina dengan harga tinggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
**d*w** Jilid 6 IA MERAWAT puterinya penuh kasih sayang, penuh
perhatian. Di sa mping ini ia tekun p ula bertapa, tekun meng-
gembleng diri dengan ilmu-ilmu yang diperdalamnya, bahkan
ia mula i merang kai ilmu-ilmu pukulan sambil meneliti gerakan
burung-burung walet dan burung ca mar (elang laut),
merangkai ilmu merayap sambil meneliti gerakan berma cam
kepiting dan ilmu me loncat berdasarkan gerakan monyet yang
banyak berkeliaran di pantai. Ia menghimpun tenaga,
me mperdalam ilmu, bukan hanya untuk kelak me mba las
dendam kepada musuh besarnya, melainkan juga untuk
diturunkan kelak kepada Endang Patibroto!.
Mulailah ia melihat matahari bersinar, mulailah sinar
gembira bernyala dala m dadanya, karena hidupnya kini ada
artinya. Ia berpesan dan disertai ancaman kepada penghuni
dusun yang pernah menolongnya agar mereka itu tidak
mencer itakan keadaan dirinya kepada orang lain.
Karena penduduk dusun kini yakin, bahwa puteri cantik ini
benar-benar bukan manusia, kalau datang dan perginya bukan
berjalan melainkan terbang, tentu saja mereka ketakutan dan
mentaati pesan ini. Kartikosari sengaja me mper lihatkan
kepandaiannya dan bergerak secepat terbang untuk me ma ksa
mereka takut dan percaya kepadanya.
Kita tinggalkan dulu Kartikosari yang hidup bersunyi dengan
puterinya, dan mari kita menjenguk sejenak keadaan Roro
Luhito, wanita lain yang juga menga la mi nasib buruk akibat
perbuatan terkutuk Jokowanengpati.
Hanya saja, dibandingkan Kartikosari, Roro Luhito tidaklah
menanggung kesengsaraan batin yang terlalu parah. Hal ini
adalah karena di lubuk hatinya, gadis puteri Adipati
Joyowiseso ini menaruh cinta kepada Pujo! Oleh karena rasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cinta inilah ma ka peristiwa di malam hari da la m kamarnya itu
tidaklah a mat disesalkannya, sungguhpun tentu saja ia tidak
menghendaki de mikian. Namun hal itu telah terjadi, dan kini
gadis yang lincah ini melarikan diri dari orang tuanya.
Mengapa" Untuk men cari Pujo! Ia telah menjadi milik Pujo,
dan ia rela menyerahkan jiwa raganya kepada Pujo. Rela pula
andaikata ia hanya menjad i isteri ke dua.
Akan tetapi, ke manakah ia harus mencari Pujo" Inilah
yang menyusahkan hatinya. Memang se mestinya ia tidak se-
cara membabi buta pergi sendiri mencari Pujo, akan tetapi ia
telah mendengar bahwa ia hendak dijodohkan dengan Joko-
wanengpati dan ia sa ma sekali tidak menghendaki hal ini
terjadi! Andaikata tidak terjadi peristiwa dengan Pujo, agaknya
ia tidaklah akan berkukuh benar.
Namun, setelah tubuhnya menjadi milik Pujo, bagaimana ia
bisa menjadi isteri orang la in" Apalagi isteri Jokowanengpati
yang mengetahui akan terjadinya perist iwa itu" Tidak! Ia tentu
kelak hanya akan menjadi bahan hinaan dan cemoohan
Jokowanengpati belaka. Ia harus me ncari Pujo, sekarang juga.
Tadinya Roro Luhito hendak me ncari ke daerah pantai.
Akan tetapi gadis ini me mbatalkan niatnya ketika ia berpikir
bahwa setelah melakukan perbuatan di Kadipaten Selopenangkep, agaknya tak mungkin Pujo akan kembali ke
pesisir. Tentu Pujo juga maklum bahwa adipati akan
mengerahkan pasukannya mencar inya di daerah pantai di
sekitar Sungapan atau di Guha Siluman. Masa Pujo begitu
bodoh akan menanti datangnya serbuan di sana" Pasti orang
muda itu sudah berlari ke jurusan lain! Karena pendapat inilah
maka Roro Luhito bukannya lari ke selatan melainkan
sebaliknya, ia lari ke utara! Selain menduga bahwa Pujo tidak
berada di selatan, juga gadis ini ingin menghindari pengejaran
ayahnya. Roro Luhito biarpun seorang wanita, namun ia pernah
me mpe lajari olah keprajuritan. Tubuhnya yang ramping padat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu kuat sekali, gerak-geriknya tangkas cekatan. Oleh karena
inilah ma ka perjalanan naik turun gunung itu tidak amat
menyukarkan benar padanya.
Beberapa hari kemudian ia telah menyeberangi Gunung
Merbabu yang besar dan pada hari Selasa Kliwon menjelang
senja, ia telah berada di lereng Gunung Telomoyo yang
terletak di sebelah utara Gunung Merbabu.
Di dalam hatinya Roro Luhito mulai me ngeluh. Sudah
banyak bukit kecil ia lalui, bahkan kini gunung yang amat
besar berada di belakangnya, menghadapi puncak gunung lain
yang kelihatan me nyeramkan. Akan tetapi belum kelihatan
sedikitpun jejak Pu jo! Sering sudah ia bertanya-tanya orang di
jalan, setiap dusun ia s inggahi, namun tak seorangpun tahu
akan Pujo. Dan pada senja hari ini ia kema la man di dalam
hutan di lereng sebuah sebuah gunung yang puncaknya
kelihatan serem me nakutkan. Ia harus terpaksa bermalam di
dalam hutan yang sunyi dan besar, sedangkan ma la m nanti
gelap tiada bulan.
"Sebelum gelap benar, aku harus mencari te mpat mengaso
yang enak," pikirnya dan mula ilah ia mencari-cari. Hutan itu
luas, penuh pohon-pohon besar yang sudah ribuan tahun
umurnya. Dari dalam hutan itu terdengar suara bermacam
binatang buas. Mendengar aum harimau, Roro Luhito bergidik.
Ia sebenarnya tidak takut berhadapan dengan harimau buas,
dan ia berani melawannya dengan keris di tangan.
Pernah ketika di Kadipaten Selopenangkep diadakan kera-
ma ian mengurung harima u, ia tidak ketinggalan ikut pula
menghadap i kebuasan harimau. Akan tetapi di dalam hutan
sebesar ini, apalagi di waktu malam gelap kalau ia sedang
tertidur lalu muncul banyak harimau! Siapa orangnya tidak
gentar" Ia menoleh ke atas. Lebih baik aku mengaso di dalam
pohon besar, pikirnya. Sebuas-buasnya harimau, tidak
mungkin dapat mencapaiku di atas pohon.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi pada saat itu, daun-daun besar bergoyang-
goyang, terdengar suara cecowetan dan muncullah banyak
lutung ( monyet hitam) yang besar-besar! Roro Luhito bergidik.
Lutung-lutung itu tidaklah sebuas harimau, akan tetapi kalau


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang sedang berada di pohon lalu dike royok lutung, alangkah
ngerinya. Hendak me lawanpun bagaimana caranya kalau
sedang berada di pohon"
Roro Luhito segera menga mbil batu-batu kecil dan
menya mbiti lutung-lutung itu, maksud hatinya hendak
mengusir binatang-binatang itu agar pohon besar itu kosong.
Sambil menyambit ia me mbentak,
"Lutung-lutung busuk, pergi dari pohon! Pohon ini
tempatku untuk ma la m ini, kalian tidak boleh mendekat!"
Belasan ekor lutung itu melarikan diri berloncatan sambil
menge luarkan bunyi ra mai cecowetan seakan-akan mengumpat caci kepada gadis nakal yang mengganggu
mereka. Roro Luhito tertawa geli, kemudian dengan cepat ia
mengenjot tubuhnya ke atas, menyambar cabang pohon
terendah, lalu mengayun tubuhnya ke atas dan mulailah ia
me manjat pohon besar itu. Dipilihnya cabang yang
berdempetan, me mbabati daun-daun dengan kerisnya,
kemudian ia me mbuat tempat duduk yang cukup enak.
Lumayan, pikirnya sambil duduk di atas anyaman ranting di
atas cabang. Namun, setelah matahari terbenam dan ia tenggelam pula
dalam lautan hita m yang gelap, datanglah gangguan-
gangguan yang me mbuat Roro Luhito sema la m suntuk tak
dapat tidur dan mengalami kecemasan. Hanya sinar bintang-
bintang di angkasa yang menerangi kegelapan. Sinar remang-
remang na mun cukup bagi Roro Luhito untuk melihat betapa
tiga ekor harimau yang besar-besar berkeliaran di bawah
pohon. Tiga ekor macan loreng itu berhenti di bawah pohon,
mendengus-dengus lalu mengau m seakan-akan kegirangan
mencium bau manusia akan tetapi kecewa karena bau itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
datangnya dari atas pohon. Dari atas pohon, Roro Luhito
me lihat tiga pasang mata macan seperti la mpu menyala ber-
gerak-gerak, kuning keh ijauan warnanya.
Kemudian ia melihat binatang-binatang buas itu berdiri
dengan kedua kaki depan menggaruk-garuk batang pohon,
agaknya hendak merobohkan pohon agar calon ma ngsa yang
baunya membuat mereka mengilar itu ikut pula jatuh ke
bawah. Beberapa jam la manya tiga ekor har imau itu mendekam di
bawah pohon, seakan-akan hendak menanti turunnya orang
yang berada di atasnya. Kemudian mereka pergi dengan
langkah ma las dan legalah hati Roro Luhito. Akan tetapi,
kekhawatirannya, me mbuat gadis itu tak dapat tidur, takut
kalau-kalau ia akan terjatuh dari atas pohon, atau kalau-kalau
dalam dalam keadaan pulas ia diserang binatang buas.
Terutama sekali suara banyak lutung di sekitar pohon itu
mendatangkan gaduh, me mbuat bising. Beberapa kali ia
me mbentak-bentak mengusir binatang itu, menyuruh mereka
dia m. Namun s ia-sia. Sebentar mereka dia m ketakutan, di lain
saat mereka sudah cecowetan lagi.
Ketika sinar matahari mulai men gusir e mbun pagi, saking
lelahnya Roro Luhito tertidur. Entah berapa lama ia pulas, ia
sendiri tidak tahu. Akan tetapi mendadak ia kaget sekali dan
tersentak bangun. Lima ekor lutung jantan besar telah berada
di sekelilingnya dan me mperlihatkan taring. Rofo Luhito
terpekik dan meraba kerisnya. Kerisnya tidak ada lagil Di
tempat agak jauh ia me lihat seekor lutung betina me megang-
megang kerisnya! Celaka, kerisnya telah dicuri lutung-lutung
ini di waktu ia pulas. Sambil berpegang kepada dahan pohon,
Roro Luhito mengayun kakinya.
"Bukkk!"
Lutung jantan yang berada paling dekat dengannya
terpental dan me mekik kesakitan, na mun tidak sa mpai
terjatuh ke bawah karena tangannya sudah berhasil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menya mbar ranting pohon. Lima e kor lutung itu kini mer ingis-
ringis, menggera m-gera m dengan sikap mengan cam.
Melihat gelagat a mat tidak baik dan berbahaya bagi dirinya
yang sudah tidak me megang senjata, Roro Luhito bertindak
cepat. Ia meloncat ke bawah menangkap dahan, pohon, lalu
me loncat lagi, akhirnya ia tiba di atas tanah. Gerakannya
cepat dan tangkas sekali, dan andaikata ia tidak sedang dalam
bahaya, belum tentu ia berani men uruni pohon secara itu.
Akan tetapi, begitu ia tiba di atas tanah, lima ekor lutung
jantan itu telah berada di sekelilingnya dan mula ilah binatang-
binatang itu me me kik-mekik dan menyerangnya.
Menyerang secara liar, ganas dan membabi-buta! Roro
Luhito me loncat mundur, tidak mau sa mpai terpegang oleh
binatang-binatang liar itu, maka kaki tangannya lalu bergerak,
me mukul dan menendang. Namun, betapa pun tangkasnya,
Roro Luhito tidak dapat menandingi ketangkasan lima ekor
lutung jantan yang besar. Pukulan dan tendangannya semua
me leset, tidak mengenai sa saran sedangkan lima ekor lutung
itu kini serentak melompat dan menyerbu. Ada yang hinggap
di pundak dan menja mbaki rambutnya, ada yang memegangi
kaki, ada yang menarik dan merobek pa kaian. Roro Luhito
hampir pingsan karena geli dan jijik, apalagi ketika jari-jari
tangan yang panjang berbulu itu mengcengkerami tubuhnya
di tengkuk, di dada, di pinggang, mulailah Roro Luhito, puteri
adipati yang biasanya merasa gagah perkasa itu, berteriak-
teriak minta tolong.
Rambutnya awut-awutan, pakaiannya robek-robek dan
darah mulai me ngucur dar i luka-luka gigitan lutung-lutung
jantan! "Toloooonggggg.....
tolongggg.....!
Ah..... ini..... tolonggg.....!" teriaknya,geli, jijik dan takut.
Mendadak terdengar suara gerengan hebat, disusul
berkelebatnya bayangan putih menya mbar-nyambar dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam sekejap mata saja lima ekor lutung itu sudah tidak
mengeroyok Roro Luhito lagi, akan tetapi sudah menggeletak
di atas tanah dan mati dengan leher berdarah! Roro Luhito
berdiri tertegun, terbelalak matanya me mandang kepada
seekor monyet putih sebesar anak-anak belasan tahun,
monyet berbulu putih bermata merah taringnya tampak merah
oleh darah lima ekor lutung yang tadi disambar dan digigit
lehernya. Melihat monyet putih itu datang mendekat, Roro Luhito
sudah le mas dan menjerit lirih dan pingsan. Tubuhnya tentu
akan terbanting ke tanah kalau monyet putih itu tidak cepat
menya mbarnya, me manggulnya dan me mbawanya lari
berloncatan dari pohon ke pohon.
Hebat tenaga monyet putih ini. Memanggul tubuh Roro
Luhito yang lebih besar dari padanya, ia kelihatan enak saja
dan mas ih dapat berloncatan dengan tangkas dan ringan,
kadang-kadang turun ke tanah dan ber lari-lar i mendekati
puncak Gunung Telomoyo.
Di tengah jalan Roro Luhito siuman dari pingsannya. Akan
tetapi begitu me mbuka mata dan mendapat kenyataan bahwa
ia dibawa berlari-lari meloncat-loncat dari batu ke batu di atas
jurang yang curam se kali, tubuhnya dipanggul di atas pundak
kera berbulu putih, ia mengeluh perlahan dan pingsan lag i!.
Matahari sudah naik tinggi ketika monyet putih itu tiba di
puncak bukit yang tertutup halimun. Di te mpat sunyi sejuk itu
terdapat sebuah pondok sederhana. Ke dalam pondok inilah
monyet putih ma suk, terus menuju ke ruang da la m. Ruangan
ini cukup luas, kosong tidak ada perabot rumahnya.
Di sudut kiri terdapat Sebuah arca sebesar satu setengah
manusia, arca Sang Kapiworo Hanoman, tokoh besar berujud
monyet berbulu putih yang menjadi senopati jaman
Ramayana. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di depan arca Hanoman itu duduklah seorang kakek di atas
batu yang bentuknya bundar dan halus. Kakek ini mukanya
buruk bentuknya, seperti muka monyet. Hanya bedanya
mukanya tidak berbulu seperti muka monyet. Rambutnya
sudah putih semua, pakaian yang membungkus tubuhnya
yang kurus juga serba putih.
Kakek ini adalah seorang pertapa, berjuluk Resi Telomoyo,
seorang yang menjadi pemuja Sang Hanoman! Dia seorang
pertapa yang sakti mandraguna, akan tetapi mungkin sekali
karena ia pemuja monyet sakti Hanoman,gerak-geriknya juga
mirip monyet!. Biarpun sedang bersa madhi, suara "nguk-nguk" s i monyet
putih menyadarkan Resi Telomoyo. Ia me mbuka matanya,
alisnya yang putih bergerak-gerak dan begitu pandang
matanya bertemu dengan tubuh Roro
Luhito yang mengge letak terlentang di atas lantai, ia berseru keras dan
tubuhnya mencelat ke atas, berjungkir ba lik dan kini ia duduk
berjongkok di atas batu yang tadi ia duduki!
"Heh, Wanoroseto (kera putih)! Apa yang kauperbuat ini?""
Kakek itu marah sekali, tubuhnya meloncat-loncat di atat
batu, kadang-kadang ia mere- mere (meringkik-ringkik) seperti
monyet marah bibirnya bergerak-gerak me mperlihatkan gigi
yang ompong!. Si monyet putih menjad i ketakutan, lalu menge luarkan
suara ngak-nguk-ngak-nguk dan me mbuat gerakan seperti
me nari-nari meniru gerakan lutung-lutung yang mengeroyok
Roro Luhito dan men ceritakan dengan suara nguk-nguk
disertai gerak-gerik lucu.
Kakek itu mengga ruk-garuk kepalanya dengan gerakan
monyet. "Ah, lutung-lutung hita m kurang ajar! Akan tetapi kau
lebih kurang ajar lag i, Wanoroseto, berani membawa tubuh
seorang wanita muda yang begini ayu ke dalam pondokku.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hayo bawa dia keluar! Tak bisa aku mene muinya di dalam
pondok!" Wanoroseto si monyet putih itu sudah hafal akan perintah
Resi Telomoyo, cepat ia me mbungkuk dan mengangkat tubuh
Roro Luhito dibawa keluar pondok, lalu meletakkannya di atas
tanah, di bawah sebatang pohon jeruk.
Kakek itupun mengikut i dari be lakang, me man dang tubuh
Roro Luhito seperti orang takut-takut, kemudian sekali
tubuhnya bergerak, tubuh itu sudah me lompat ke atas pohon,
berjongkok di atas cabang pohon terendah. Si kera putih juga
me manjat pohon dan duduk pula di be la kang sang pertapa.
Tanpa bergerak dan tanpa mengeluarkan suara kakek dan
kera ini me nanti, pandang mata mereka menatap tubuh gadis
yang rebah miring di atas tanah.
Tak la ma kemudian Roro Luhito sadar dari pingsannya. Ia
me mbuka matanya dan mengeluh perlahan karena tubuhnya
terasa sakit-sakit dan perih bekas gigitan lutung-lutung hita m.
Dengan tubuh le mah ia bangun duduk, me mandang ke
sekeliling dengan terheran-heran. Tak jauh dari situ ia melihat
sebuah pondok kayu sederhana. Kemudian ia teringat. Ia
dibawa lari seekor kera putih besar. Matanya menjadi
terbelalak ketakutan dan kembali ia me mandang ke kanan kiri,
mencari-cari dan siap me lawan bahaya.
"Nguk, nguk, kerrr.......!"
Roro Luhito terkejut, cepat ia berdongak me mandang ke
atas pohon. Hampir ia menjerit kaget ketika melihat kera putih
yang tadi me manggulnya ternyata berada di atas cabang
pohon, tepat di atasnya dan seorang kakek aneh, lebih mirip
seekor kera putih besar memakai pakaian seperti pendeta,
tengah sibuk menaruh telunjuk di depan mulut menyuruh
dia m si kera putih.
Ketika kakek itu menoleh ke arahnya, baru Roro Luhito
tidak ragu lagi bahwa kakek yang me-thangkrong (jongkok di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dahan) itu adalah seorang manusia, tentu seorang pertapa,
pikirnya. Serta-merta ia menjatuhkan diri berlutut dan
menye mbah sambil berkata,
"Eyang wiku (pertapa) yang budiman, mohon eyang sudi
meno long saya!" Teringat akan penderitaannya, Roro Luhito
menang is. Melihat Roro Luhito menang is sedih, monyet putih itu tiba-
tiba ikut menang is, sedangkan kakek itu me lompat turun
dengan gerakan ringan sekali. Dua kali tangannya mendekati
pundak Roro Luhito, akan tetapi ditariknya kembali seakan-
akan takut tangannya terbakar atau men jadi kotor.
"Anak baik, kau bangkit lah. Tentu aku suka me nolongmu."
Suara itu parau akan tetapi diucapkan dengan halus
sehingga Roro Luhito hilang takutnya, lalu bangkit dengan
hormat. "Eyang wiku, nasibku a mat buruk, hampir aku mat i.
Agaknya Dewata menolongku dengan kehadiran, eyang......"
"Sudah, jangan menangis. Maafkan aku yang sudah terlalu
la ma tidak bertemu manusia, apalagi seorang puteri cantik
jelita seperti engkau, maka aku menjadi bingung, gugup dan
curiga. Bocah man is, siapakah yang mengganggumu"
Ceritakan kepada Resi Telomoyo! Ahhh, si jahat itu tentu akan
kucekik lehernya! "
Dia m-dia m Roro Luhito terkejut dan terheran. Sikap dan
gerak-gerik kakek ini seperti seorang pertapa, akan tetapi
ucapannya mengapa begini ganas" Namun ia dapat menduga
bahwa kakek ini tentulah seorang sakti, maka ia segera berce-
rita, "Eyang resi, ketika saya sedang berja lan di hutan, saya
diserang lima ekor lutung hita m.Kemudian muncul kera putih
itu....." Ia menuding ke arah kera putih yang masih duduk di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
atas cabang pohon, "dia......dia itu me manggulku dan
me mbawa ku lari! Harap eyang suka menghukum dia!"
"Si Wanoroseto" Ha-ha-ha-ha, lucunya! Kau dengar ini,
Wanoroseto" Kau dituduh jahat, disangka menculiknya. Ha-
ha-ha!" Kakek itu tiba-tiba me loncat ke atas, berjungkir balik
kembali dan tahu-tahu sudah berdiri lagi di depan Roro Luhito,
masih tertawa terpingkal-pingkal.


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Celaka dua belas! Roro Luhito menja di pucat wajahnya.
Dasar nasibnya sialan! Bebas dari lutung-lutung hitam terjatuh
ke tangan kera putih, kini bebas dar i kera putih terjatuh ke
tangan seorang kakek yang miring otaknya! Akan tetapi dasar
Roro Luhito seorang gadis yang lincah dan pe mberani.
Memang ia jijik dan geli menghadapi kera-kera liar, akan
tetapi menghadap i seorang manusia, ia tidak takut. Tegurnya
marah, "Eyang resi, mengapa eyang malah mentertawakan aku " "
"Ha-ha-ha, ini na manya air susu dibalas air tuba, yang
meno long dibalas pentung! Cah ayu (anak cantik), kalau tidak
ada Wanoroseto ini, agaknya kau sudah mati di tangan lima
ekor lutung h ita m! Dia me nolongmu dan me mbawa mu ke s ini
menghadap ku, bagaimana kau minta aku menghukum
Wanoroseto?"
Roro Luhito terkejut dan memandang ke arah kera putih
yang ms ih duduk di atas cabang pohon.
"Ahhhh......, kalau begitu aku telah salah sangka......!" seru
Roro Luhito penuh penyesalan.
"Tadinya kusangka dia seekor kera liar yang ga nas."
"Ha-ha, Wanoroseto adalah seekor kera putih, cerdas tidak
kalah oleh manusia, bahkan hatinya jauh lebih baik daripada
manusia. Dia pe liharaanku yang a mat setia. Bocah ayu, kau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
siapakah dan mengapa kau seorang gadis muda sa mpai
berada di dalam hutan liar seorang diri?"
Roro Luhito menang is lagi, menyusuti air matanya dengan
ujung kemben. Kemudian ia menutur kan riwayatnya dengan
terus terang karena ia yakin berhadapan dengan seorang
pertapa sakti yang dapat meno longnya.
"De mikian lah, eyang......." ia menutup penuturannya,
"karena saya merasa bahwa diri saya adalah milik Pujo, maka
saya bermaksud mencar inya dan akan bersuwito (mengha mba) kepada Pujo. Sa ya rela menjadi isteri ke dua,
daripada hidup di kadipaten ayah dan menjadi bahan
percakapan orang."
Berkerut-kerut dahi Resi Telomoyo, keningnya bergerak-
gerak. Ia me mbanting-banting kakinya dan tiba-tiba bertanya
dengan suara me mbentak marah,
"Dia sudah beristeri?""
Roro Luhito terkejut. "Siapa......eyang.......?" tanyanya
gagap. "Si Pujo itu! Dia sudah beristeri dan masih berani
mengganggumu?"
"Sudah, eyang. Kakangmas Pujo adalah murid yang dia mbil
mantu oleh Resi Bhargowo......."
"Resi Bhargowo" Di Sungapan Kali Progo?""
"Betul, eyang resi."
"Jagad Dewa Batara! Tua bangka itu membiarkan saja anak
mantunya me lakukan perbuatan sewenang-wenang" jangan
kau khawatir, Luhito, biarlah kelak aku yang akan menegur
Resi Bhargowo atas perbuatan anak mantunya. Dia harus
bertanggung jawab!"
"Terima kasih atas pembelaan eyang resi, akan tetapi
eyang, yang saya butuhkan adalah kakangmas Pujo. Saya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak ingin mencari Resi Bhargowo, melainkan hendak
bertemu dengan kakangmas Pujo. Eyang resi,tolonglah saya
agar saya dapat bertemu dan bersatu dengan kakangmas
Pujo......."
Kini Resi Telomoyo menggaruk-garu k kepalanya dengan
kedua tangan dan melihat ini, Wanoro seto si kera put ih juga
sibuk sekali menggaruki kepalanya.
"Roro Luhito, cah ayu, urusan orang muda aku tidak berani
menca mpuri. Kalau berurusan dengan si tua bangka Resi
Bhargowo, biarlah aku yang akan menegurnya dan kalau dia
tidak mau mengurus kejahatan anak mantunya, aku akan
menantangnya bertanding selam, seratus hari! Akan tetapi
untuk mencari Pujo, hal itu adalah urusan dan kewajibanmu.
Jadi kau sendirilah yang harus pergi mencar inya. Cuma saja
dalam keadaan mu selemah sekarang ini, aku tidak
me mbiarkan kau pergi mencari Pujo karena kau tentu akan
menga la mi ha l-hal yang akan mencelaka imu. Kau harus
tinggal dulu d i sini me mpelajari ilmu, setelah cukup kuat, baru
kau boleh turun gunung me ncari Pujo."
Hati Roro Luhito girang mendengar ia akan diajar ilmu,
akan tetapi juga kecewa karena ia ingin segera bertemu de-
ngan pria pujaan hatinya.
"Eyang resi, berapa la makah saya harus be lajar ilmu?"
Resi Telomoyo menjelajahi tubuh gadis itu penuh
perhatian, lalu berkata,
"He mm, tergantung kepada bakat dan ketekunanmu.
Mungkin sa mpa i lima tahun, mungkin juga kurang......."
"Lima tahun?" Roro Luhito bertanya kaget.
Sang pertapa menge lus jenggotnya yang putih.
"Begini saja. Asal engkau sudah ma mpu menga lahkan
Wanoroseto dalam latihan, kau boleh turun gunung."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lega hati Roro Luhito. Kera putih itu, betapapun juga
hanya seekor binatang, pikirnya. Betapapun besarnya masih
jauh lebih kecil daripada manusia. Berapa hebat sih tenaga
dan kepandaian seekor kera" Paling-paling hanya cekatan dan
gesit, akan tetapi ia sudah pernah belajar ilmu s ilat, kalau kini
dige mbleng lagi o leh Resi Telomoyo yang sakti, kiranya dalam
beberapa bulan saja ia akan ma mpu menand ingi Wanoroseto!.
Hal ini hanya sangkaan dan harapan Roro Luhito saja maka
ia cepat-cepat menyatakan setuju dan mengangkat resi itu
menjad i gurunya. Akan tetapi alangkah kagetnya ketika dalam
latihan pertama setelah ia tiga bulan me mpelajari ilmu, belum
juga lima jurus ia sudah dibikin roboh o leh si kera putih yang
kemudian mentertawakannya sambil berte puk-tepuk tangan!
Roro Luhito mendongkol bukan main. Timbul panas hatinya
dan ia belajar makin tekun. Bahkan kera putih itu menjadi
sahabat baiknya, yang merupakah hiburan dalam kehidupan
sunyi itu. Selain sahabat yang pandai menghibur, ternyata
Wanoroseto juga merupa kan te man berlatih yang hebat.
Biarpun ia ma klum bahwa akan ma kan waktu la ma sebelum
ia dapat menand ingi Wanoroseto, namun diam-dia m ia girang
sekali karena kini ia merasa ma kin yakin akan kepandaian
gurunya. Melatih seekor kera saja dapat menjadi kera sakti
yang kepandaiannya tinggi, apalagi me latih manusia!
Gurunya menurunkan dua maca m ilmu s ilat tangan kosong
yang disebut Sosro Satwo (Seribu Binatang) dan Kapi Dibyo
(Kera Sakti) yang juga meliput i ilmu gerak dan loncat seperti
seekor kera, tangkas, cepat dan ringan. Ilmu s ilat tangan
kosong ini dapat dimainkan de ngan keris karena setiap
pukulan dapat diubah menjadi tikaman ker is.
Adapun ilmu silat senjata ia diajar menggunakan sebatang
tongkat yang dapat diganti dengan ranting pohon, pedang,
tombak atau apa saja yang agak panjang. Kalau perlu, gagang
sapu dari bambu juga dapat menggantikan kedudukan tongkat
yang dapat dimainkan dengan a mpuh! Akan tetapi, untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me mpe lajari ini se mua dan dapat me latih dengan se mpurna,
me mbutuhkan waktu cukup la ma dan Roro Luhito harus
berlatih dengan tekun dan sabar.
Demikianlah, mulai hari itu gadis puteri adipati ini belajar
ilmu dar i Resi Telomoyo yang sudah bertahun-tahun
menye mbunyikan diri dan puncak Gunung Telomoyo seakan-
akan menjadi terang dan gembira sejak hadirnya Roro Luhito
di situ. Dasar gadis ini wataknya Jenaka lincah, maka Wanoroseto
si kera putih sering kali me mekik-me kik ge mbira di kala
bermain-main dengan Roro Luhito. Bahkan kini pertapa itu
seringkali terdengar suaranya terkekeh-kekeh dan wataknya
menjad i periang.
-OodwoO- "Heh-heh-heh-heh, huh-huh-huh, seorang tua bangka
maca m aku ini, mengapa masih dibutuhkan oleh Adipati
Joyowiseso, raden" Untuk menghadapi Kerajaan Medang,
sepantasnya dibutuhkan orang-orang muda seperti angger,
raden. Tua bangka seperti aku ini untuk apa" Huh-huh-huh!"
Yang bicara dengan lagak lagu seperti Bhagawan Durno d i
zaman Mahabharata itu adalah seorang pertapa tua renta,
tubuhnya tinggi kurus agak bongkok, tangannya me mbawa
seuntai tasbih panjang berwarna hitam, pakaiannya seperti
seorang cantrik (murid pendeta). Inilah Cekel Aksomolo,
seorang pertapa di lereng Gunung Wilis, seorang sakti
mandraguna yang puluhan tahun la manya tidak pernah
men inggalkan hutan Werdo di lereng itu.
Dia bicara dengan Jokowanengpati, dan ketika ia menyebut
Kerajaan Medang, ia maksudkan Kerajaan Mataram. Memang
sesungguhnya, sejak permulaan abad ke sepuluh (kurang
lebih tahun 928), Kerajaan Mataram dikenal pula dengan
nama baru, yaitu Kerajaan Medangka mulan,atau Medang,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang dimula i dengan rajanya yang bernama Empu Sindok (929
- 947). "Eyang Cekel terlalu merendahkan diri," kata Jokowanengpati me muji. "Siapakah yang tidak tahu bahwa
sang pertapa Cekel Aksomolo a mat sakti mandraguna,
manusia setengah dewa yang sukar dicari tandingnya di
seluruh jagat raya ini" Kita bersa ma telah menga la mi
penghinaan dari Raja Airiangga, anak Bali itu. Akan tetapi,
karena Raja Mataram itu didukung oleh banyak orang pandai,
bagaimana kita akan ma mpu menghadap inya untuk me mba las
dendam kalau kita tidak bersatu-padu" O leh karena cita-cita
yang murni inilah, eyang!. Maka paman Ad ipati Joyowiseso
mengutus saya menghadap eyang Cekel Aksomolo, mohon
bantuan eyang dalam menghadapi orang-orang sakti yang
diperha m-ba oleh Mataram."
"Huh-huh-huh, lucu..... lucu.....! Bukankah engkau ini murid
Bharodo, Raden Jokowanengpati" Dan Empu Bharodo adalah
penasehat si putera Bali Raja Mataram! Heh-heh,orang muda,
harap kau jangan me mpermainkan aku si tua bangka!"
"Ah, tidak..... tidak, sama sekali tidak, eyang! Bukan baru
sekarang eyang mengenal saya, apakah pernah saya
me mbohongi eyang" Mana saya berani" Memang betul bahwa
Petualang Asmara 24 Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo Anak Berandalan 9
^